Grass For Pillow 3
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn Bagian 3
padanya." "Aku ingin tahu kisah hidupnya," kata Lord Fujiwara. "Aku tahu dia memiliki banyak
rahasia. Tragedi kematian ayahnya merupakan salah satunya, kurasa. Kuharap kau akan
mengatakan padanya kelak, jika dia tidak mampu mengatakannya." Suaranya pecah.
"Kecantikannya yang mernbius sungguh menusuk jiwaku," katanya. Shizuka mendengar
kepura-puraan, tapi mata Lord Fujiwara berlinang air mata. "Jika dia hidup, aku akan
menikahinya," katanya. "Dengan begitu aku akan selalu memilikinya. Kau boleh pergi. Kau
akan mengatakan ucapanku ini kepadanya?"
"Lord Fujiwara." Shizuka menyembah hingga dahi menyentuh lantai lalu mundur
sambil berlutut. Andai dia hidup"* LIAN HEARN BUKU KEDUA 105 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
KOTA Matsue yang terletak di sebelah utara sangat dingin. Kami tiba di kota ini pada
pertengahan musim gugur, saat angin dari tanah daratan berderu melintasi lautan dengan
warna segelap baja. Bila salju mulai turun, seperti halnya Hagi, Matsue akan terputus dari
daerah di sekitarnya selama tiga bulan. Tempat yang cocok untuk belajar.
Selama seminggu kami berjalan melalui pesisir pantai. Meskipun tidak turun hujan,
namun langit sering mendung dan siang hari berlangsung lebih pendek dan lebih dingin.
Kami berhenti di sejumlah desa untuk menghibur anak-anak dengan permainan juggle,
spinning top, dan permainan senar yang dikuasai Yuki dan Keiko. Di malam hari kami selalu
menginap di rumah anggota Tribe. Aku selalu terjaga hingga larut malam, mendengarkan
percakapan berbisik, mencium aroma sake atau aroma bahan makanan yang terbuat kedelai.
Aku memikirkan Kaede, merindukannya. Dan terkadang di saat sedang sendiri, kubaca
surat Shigeru yang memintaku untuk membalaskan kematiannya, dan juga menjaga Lady
Shirakawa. Meskipun aku telah memutuskan untuk bergabung dengan Tribe, namun
bayangan kedua paman Shigeru yang belum mendapat hukuman di Hagi, serta pedang
Shigeru, Jato, yang kini terlelap di Terayama, selalu muncul di benakku.
Saat tiba di Matsue, Yuki dan aku telah menjadi sepasang kekasih. Hubungan kami
tidak terelakkan, bukan atas kemauanku. Aku selalu menyadari keberadaannya selama di
perjalanan, inderaku terbiasa dengan suaranya, keharumannya. Tapi, aku selalu bersikap
waspada dan berhati-hati untuk mengambil langkah apa pun pada dia. Sudah jelas kalau
Akio juga tertarik pada Yuki. Dia tergila-gila pada Yuki. Dia selalu mencari-cari
kesempatan untuk dapat bersamanya, berjalan di sisinya, dan duduk di sampingnya saat
makan. Aku tak ingin membuat Akio semakin membenciku.
Posisi Yuki di rombongan ini tidak jelas. Dia selalu patuh dan memperlakukan Akio
dengan hormat, meskipun Yuki lebih jago ketimbang Akio. Status mereka tampak sejajar,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 106 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sedangkan posisi Keiko jauh di bawah mereka, mungkin dia berasal dari keluarga yang lebih
kecil atau sekadar saudara seketurunan. Keiko selalu mengabaikan diriku, namun dia
menunjukkan kesetiaan buta pada Akio. Sedangkan pada laki-laki yang tertua, Kazuo,
semua orang memperlakukan dia sebagai pelayan dan juga paman. Dia memiliki banyak
keahlian praktis, termasuk mencopet.
Akio adalah keturunan Kikuta dari ayah dan ibunya. Dia sepupu keduaku dan bentuk
tangan kami pun serupa. Kemampuan fisiknya sangat mengagumkan; gerakannya sangat cepat dan dapat
melompat begitu tinggi sehingga dia terlihat seperti melayang. Selain mampu menghilangkan diri, dia tidak memiliki keistimewaan Kikuta yang lain. Yuki mengatakan itu padaku
saat kami berjalan jauh di depan rombongan.
"Para tetua takut keistimewaan itu akan lenyap. Di setiap generasi kemampuan itu
semakin berkurang." Dia berpaling kepadaku lalu menambahkan, "Itulah mengapa sangat
penting bagi kami untuk mempertahankanmu."
Ibunya Yuki pernah mengatakan hal serupa, dan aku ingin sekali bisa mendengar lebih
banyak dari Yuki, tapi Akio berteriak bahwa kini giliranku untuk mengendalikan gerobak.
Aku melihat kecemburuan di wajahnya. Dapat kulihat dengan jelas rasa cemburu dan rasa
bencinya padaku. Dia sangat fanatik pada Tribe, mungkin karena dia besar dalam ajaran dan
pandangan hidup Tribe; kemunculanku yang tiba-tiba mungkin telah mengusik ambisi dan
harapannya. Aku tak berkata apa-apa saat mengambil alih kendali gerobak. Akio lalu berlari ke depan
agar dapat berjalan di samping Yuki, kemudian berbisik. Seperti biasa, dia lupa kalau aku
bisa mendengar setiap ucapannya. Dia biasa memanggilku si Anjing, dan nama panggilan
itu agaknya tepat untuk dilekatkan padaku. Aku memiliki kesamaan dengan anjing, aku
dapat mendengar apa yang anjing dengar dan aku tahu bagaimana rasanya tidak bisa bicara.
"Apa yang kau bicarakan dengan si Anjing?" dia bertanya pada Yuki.
"Pelajaran dan pelajaran," balas Yuki acuh. "Masih banyak yang harus dia pelajari."
Namun apa yang kelak dia ajarkan hanyalah seni bercinta.
Yuki dan Keiko dapat berperan sebagai pelacur selama perjalanan jika terpaksa.
Kebanyakan anggota Tribe, laki-laki dan perempuan, tidak berpikir buruk tentang mereka
LIAN HEARN BUKU KEDUA 107 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
berdua karena melacur. Pelacuran hanyalah peran lain yang harus dimainkan, kemudian
dilupakan. Tentu saja klan memiliki gagasan yang berbeda tentang keperawanan calon
pengantin dan kesetiaan isteri mereka. Laki-laki boleh melakukan apa pun yang mereka
suka; perempuan diharuskan tetap setia. Ajaran yang membesarkanku ada di antara
keduanya: Hidden diwajibkan bebas dari segala hasrat fisik, meskipun kenyataannya kami
memaafkan penyelewengan orang lain, dalam segala hal kami selalu memaafkan.
Di malam keempat kami menginap di rumah seorang saudagar. Meskipun terjadi
kelangkaan barang setelah terjadi badai, namun mereka memiliki banyak sekali persediaan.
Mereka juga tuan rumah yang baik. Saudagar itu menawari kami para gadis pelayannya, dan
Akio serta Kazuo tidak menampik. Ketika aku menolak, mereka mencemooh dengan hebat,
untung saja mereka tidak memaksa. Setelah gadis-gadis masuk ke kamar laki-laki, aku lalu
pindahkan kasur ke beranda. Sebenarnya aku sangat mendambakan Kaede, bahkan
perempuan mana pun. Aku sungguh tersiksa. Kemudian aku mendengar pintu digeser
terbuka, dan seorang gadis dari kediaman ini, kupikir, keluar ke beranda. Saat dia menutup
pintu, aku mengenali keharuman tubuh dan langkahnya.
Yuki berlutut di sampingku. Aku menyentuhnya lalu menariknya ke sampingku.
Korsetnya terbuka, kimononya sudah dilepas. Aku teringat rasa terima kasihku yang amat
besar padanya. Dia melepas pakaianku, membuatnya semua berjalan sangat mudah bagiku"
terlalu mudah. Keesokan pagi Akio menatapku curiga. "Kau berubah pikiran semalam?"
Aku heran bagaimana dia bisa tahu, apakah dia mendengar ataukah dia hanya menduga.
"Seorang gadis mendatangiku. Tampaknya tidak sopan untuk diusir," jawabku.
Dia menggerutu tanpa menuntut penjelasan, namun dia selalu mengawasi aku dan Yuki,
bahkan di saat kami sedang tidak berbincang, seolah-olah dia tahu ada yang terjadi di antara
kami. Aku terus-menerus memikirkan Yuki, terbuai antara senang dan putus asa. Senang
karena saat-saat bersamanya begitu indah, dan putus asa karena dia bukan Kaede, dan apa
yang telah kami lakukan justru semakin mempererat ikatanku dengan Tribe.
Aku teringat komentar Kenji saat dia pergi: akan sangat bagus bila Yuki selalu berada di
sekitarmu untuk mengawasi. Dia tahu ini akan terjadi. Apakah dia yang merencanakan
semua ini" Apakah Akio juga telah diberi tahu" Aku diliputi rasa was-was. Aku tak
LIAN HEARN BUKU KEDUA 108 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mempercayai Yuki, tapi bukan berarti aku menjauh darinya. Itu membuat kecemburuan
Akio semakin terlihat jelas.
Akhirnya rombongan kecil kami tiba di Matsue. Dari luar kami nampak kompak, tapi
sebenarnya kami tercabik-cabik oleh berbagai emosi. Sebagai anggota Tribe, kami biasa
menyembunyikan semua itu.
Di kota ini kami tinggal di rumah yang beraroma kedelai olahan: tauco* dan tofu.
Saudagar pemilik rumah, Gosaburo adalah adik bungsu Kotaro, juga sepupu pertama
ayahku. Hanya sedikit rahasia yang perlu kami jaga. Kami telah jauh di luar wilayah Tiga
Negara sehingga dari jangkauan Arai. Pemimpin klan di Matsue, Yoshida, tidak
bermusuhan dengan Tribe. Dia merasa Tribe berguna untuk simpan-pinjam uang, sebagai
mata-mata dan juga pembunuh. Di sini kami mendengar kabar tentang Arai yang sibuk
menaklukkan wilayah Timur dan wilayah Tengah, menyusun persekutuan, dan bertempur
kecil-kecilan demi memperjuangkan perbatasan dan menetapkan daerah administrasi. Kami
mendengar rumor tentang kampanye Arai untuk membersihkan daerahnya dari Tribe. Ada
yang menyambut kabar ini dengan gembira namun banyak pula orang yang mencemooh.
Aku tidak akan menceritakan pelatihanku lebih rinci. Kegiatan pelatihan ini ditujukan
untuk membangkitkan kekejaman dalam diriku. Tapi hingga sekarang ini, setelah setahun
berlalu, kenangan akan kebengisan dan kekasaran masih membuatku tersentak, dan aku
berusaha memalingkan wajah. Itulah masa-masa yang kejam: pada saat itu mungkin Surga
murka, mungkin manusia telah dicengkeram oleh setan, mungkin juga kekuatan baik sudah
lemah sehingga kebrutalan datang menyerbu. Tribe, kelompok yang paling kejam di antara
yang paling kejam, pun tumbuh subur.
Aku bukan satu-satunya anggota Tribe di pelatihan itu. Ada beberapa anak laki-laki
lain, sebagian besar jauh lebih muda dariku, dan semua terlahir sebagai Kikuta serta tumbuh
dalam keluarga itu. Salah seorang yang seumur denganku bertubuh gemuk, periang, dan aku
sering dipasangkan dengannya. Namanya Hajime, dan meskipun tidak jelas-jelas
membelokkan kemarahan Akio padaku"karena bila dia lakukan secara terang-terangan
akan dianggap tidak sopan. Ada sesuatu pada dirinya yang kusuka, meskipun aku kurang
mempercayainya. Keahlian bertarungnya jauh lebih hebat dariku. Dia jago sumo dan cukup
kuat menarik anak panah raksasa dari panah sang guru. Namun tak satu pun anugrah yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 109 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dia dan pemuda lainnya miliki yang mampu mendekati kemampuanku. Baru kini kusadari
betapa istimewanya kemampuan yang kumiliki. Aku dapat menghilangkan diri cukup lama
di sudut ruangan, bahkan di dinding kosong bercat putih; Akio pun, terkadang, tidak dapat
melihatku. Aku mampu membelah sosokku saat sedang bertarung, dan menyaksikan
lawanku bertarung menghadapi sosok keduaku dari sudut lain ruangan. Aku dapat bergerak
tanpa suara dan pendengaranku semakin tajam. Anak muda lainnya dengan cepat belajar
untuk tidak menatap mataku. Hampir semua anak pernah tertidur karena ulahku. Perlahanlahan aku belajar mengendalikannya setelah mempraktekkan pada anak-anak itu. Saat
menatap mata mereka, aku melihat kelemahan dan ketakutan yang membuat mereka rapuh
dalam tatapanku: terkadang ketakutan pada diri mereka, dan terkadang ketakutan mereka
padaku dan pada kekuatan gaib yang aku miliki.
Setiap pagi aku berlatih bersama Akio guna menambah kekuatan dan kecepatanku.
Gerakanku lebih lambat dan lemah dibanding dia hampir dalam segala bidang. Demi
menghargai bakatnya, Akio juga diminta mengajariku keahlian melompat, dan dia berhasil.
Kedua keahliannya itu memang telah mengendap dalam diriku"tidak heran ayah tiriku
sering memangilku monyet liar"ditambah lagi cara Akio mengajar yang brutal sehingga
mampu memunculkan keliaranku, dan memaksaku untuk mengendalikannya. Hanya dalam
beberapa minggu aku merasa ada perbedaan dalam diriku, tubuh yang kuat dan pikiran yang
tajam. Kami selalu mengakhiri latihan dengan bertarung tangan kosong"bukan berarti Tribe
sering menggunakan cara bela diri ini: mereka lebih suka membunuh secara diam-diam.
Setelah latihan kami lalu duduk bermeditasi dalam keheningan, jubah disampirkan ke tubuh
kami agar suhu tubuh tetap naik oleh kekuatan kehendak. Kepalaku sering berdengung
akibat pukulan atau terjatuh sehingga aku tak mampu mengosongkan pikiran seperti yang
seharusnya kulakukan. Sebaliknya, aku malah memikirkan betapa inginnya aku melihat
Akio menderita. Ingin sekali aku lampiaskan pada Akio semua siksaan yang Jo-An alami,
seperti yang dia pernah ceritakan padaku.
Pelatihan ini dirancang untuk membangkitkan kekejaman dan aku menerimanya dengan
senang hati karena meningkatnya semua kemampuan yang pernah kupelajari bersama anakanak ksatria Otori semasa Shigeru masih hidup. Darah Kikuta dari ayahku bersemi dalam
LIAN HEARN BUKU KEDUA 110 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
diriku. Sementara sifat welas asih yang diturunkan ibuku tersapu hanyut bersama semua
ajaran di masa kecilku. Aku tidak lagi berdoa; tuhan yang rahasia, Sang Pencerah, maupun
pada roh-roh kini tidak berarti apa-apa lagi bagiku. Aku tidak mempercayai keberadaan
mereka dan aku tidak melihat bukti bahwa mereka bermurah hati pada hambanya.
Terkadang, di malam hari, aku terjaga dan merasa jijik pada keadaanku saat ini, dan
kemudian aku akan bangun dan, jika aku bisa, pergi mencari Yuki.
Pertemuanku dengan Yuki selalu berjalan singkat dan tanpa suara. Namun pada suatu
sore, kami hanya berdua di rumah, selain pelayan yang bekerja di toko. Akio dan Hajime
membawa anak-anak yang lebih muda ke kuil untuk seremoni, sedangkan aku disuruh
menyalin dokumen untuk kepentingan Gosaburo. Aku mensyukuri tugas ini. Aku jarang
menggenggam kuas dan karena aku sangat terlambat belajar menulis, aku takut bila semua
huruf akan lenyap dariku. Saudagar itu memiliki beberapa buku dan, seperti yang Shigeru
ajarkan, aku sebaiknya menulis kapan saja aku sempat, namun sejak kehilangan tinta dan
kuas di Inuyama, aku jarang menulis lagi.
Dengan tekun aku menyalin dokumen, membuat laporan jumlah pembelian beras dan
kedelai dari petani setempat, namun jariku gatal ingin melukis. Aku teringat kunjungan
pertamaku ke Terayama, cemerlangnya musim panas di sana, keindahan lukisan, serta
burung kecil yang kulukis lalu kuberikan pada Kaede.
Seperti biasa, saat mengenang masa lalu, bayangan Kaede datang dan menguasai seluruh
diriku. Dapat kurasakan kehadirannya, keharuman rambutnya, dan mendengar suaranya.
Begitu kuat Kaede hadir di dekatku, seolah-olah rohnya menyelinap masuk ke ruangan ini
dengan penuh kebencian dan murka karena aku telah mengabaikan dirinya. Ucapannya
masih terngiang-ngiang di telingaku: Aku takut pada diriku. Aku hanya merasa aman bila
bersamamu. Hawa dingin menyapu ruangan dan hari semakin gelap, diiringi ancaman akan
datangnya musim dingin. Aku menggigil, dihinggapi rasa menyesal yang mendalam.
Tanganku kaku karena kedinginan.
Aku mendengar langkah Yuki mendekat dari belakang bangunan. Aku mulai menulis
lagi. Dia menyeberang halaman dan melepas sandal di beranda ruang pencatat. Aku
mencium bau kayu terbakar. Dia membawa tungku kecil, lalu dia letakkan di lantai, di
LIAN HEARN BUKU KEDUA 111 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dekatku. "Kau kedinginan," katanya. "Mau kubuatkan teh?"
"Nanti saja." Aku menaruh kuas dan menggenggam kedua tanganku untuk
mendapatkan rasa hangat. Yuki meraih tanganku dan menggosok-gosokkan di antara kedua
telapak tangannya. "Akan kututup jendela," katanya.
"Kalau begitu sebaiknya kau ambilkan lampu. Aku tidak bisa menulis bila gelap."
Dia tertawa pelan. Satu demi satu jendela dia tutup. Ruangan menjadi remang-remang,
hanya diterangi bara dari arang. Saat mendekat, Yuki telah melepas pakaiannya. Segera saja
kami berdua merasa hangat. Tapi rasa gelisah melandaku. Roh Kaede seakan hadir di
ruangan ini. Apakah aku membuat dia sedih, cemburu, dan jengkel"
Sambil meringkuk di dekatku, dengan kehangatan yang terpancar darinya, Yuki berkata,
"Ada pesan dari sepupumu."
"Sepupu yang mana?" Kini aku punya lusinan sepupu.
"Muto Shizuka."
Aku menjauh dari Yuki agar dia tidak mendengar debar jantungku. "Apa pesannya?"
"Lady Shirakawa sedang sekarat. Shizuka mengatakan mungkin Kaede tidak akan
bertahan." Yuki menambahkan dengan suara malas, "Sungguh malang nasibnya."
Yuki sedang senang. Namun yang kupikirkan saat ini hanyalah Kaede, kerapuhannya,
keingintahuannya, dan kecantikannya yang menyihir. Aku berteriak pada diriku sendiri:
Jangan mati. Aku harus bertemu denganmu lagi. Aku akan datang kepadamu. Jangan mati
sebelum aku melihatmu lagi!
Roh Kaede seakan menatapku, matanya gelap oleh celaan dan kesedihan.
Yuki berbalik untuk memandangku, kaget akan keheninganku. "Shizuka merasa kau
perlu tahu itu"apakah ada sesuatu di antara kalian" Ayahku juga menangkap kesan itu,
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
namun dia menganggap itu hanyalah cinta monyet. Ayahku mengatakan bahwa semua
orang yang memandang Kaede akan tergila-gila padanya."
Aku tak menjawab. Yuki duduk, menarik kimono menutupi tubuhnya. "Lebih dari itu,
kan" Kau mencintainya." Dia meraih tanganku dan membalikkan badanku agar berhadapan
dengannya. "Kau mencintainya," ulangnya, ada nada cemburu dalam suaranya. "Apakah itu
LIAN HEARN BUKU KEDUA 112 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sudah berakhir?" "Tak akan pernah berakhir," kataku, "Bahkan jika dia mati, aku tak akan berhenti
mencintainya." Kini sudah terlambat untuk mengatakannya pada Kaede, aku tahu itu.
"Bagian hidupmu yang itu telah berakhir," kata Yuki pelan, namun tajam. "Semuanya.
Lupakan dia! Kau tak akan bertemu dengannya lagi." Ada nada marah dan frustasi dalam
suaranya. "Aku tak akan mengatakan ini bila kau tak menyebut tentang dia." Kutarik tanganku
dari tangannya dan kembali berpakaian. Kehangatan telah hilang secepat datangnya. Bara
yang ada di tungku tak mampu membuatku hangat.
"Ambilkan arang," perintahku. "Dan lampu. Aku harus menyelesaikan tugasku."
"Takeo," dia mulai berkata, lalu tiba-tiba berhenti. "Akan kusuruh pelayan
mengambilkan arang untukmu," dia berkata sambil berdiri. Dia menyentuh tengkuk leherku
saat pergi, namun aku tak menanggapi. Secara fisik, kami sudah terlibat terlalu dalam:
tangannya telah memijatku, dan memukulku saat memberi hukuman. Kami pernah
membunuh dengan berdampingan, kami telah bercinta.
Tapi dia hanya mampu melukis permukaan hatiku saja, dan kami sadari itu.
Aku tidak menunjukkan tanda-tanda kesedihan, tapi di dalam hatiku, aku menangis
karena Kaede dan juga karena hidup yang seharusnya kami miliki saat ini. Tidak ada berita
lebih jauh dari Shizuka, meskipun aku selalu bertanya pada penyampai pesan. Yuki tak
menyinggung topik itu lagi. Aku tidak yakin Kaede sudah mati. Di siang hari aku
bergantung pada keyakinan itu, namun berbeda bila malam tiba.
Warna dedaunan mulai memudar saat gugur dari pohon maple dan pohon willow.
Rombongan angsa liar mulai terbang ke selatan melintasi langit yang mendung. Penyampai
pesan semakin jarang datang, seiring kota yang mulai terkucil karena musim dingin. Namun
terkadang ada yang datang membawa kabar tentang kegiatan Tribe dan pertempuran di
Tiga Negara dan juga, selalu, membawa perintah baru bagi trade kami.
Istilah trade adalah cara kami menggambarkan tugas memata-matai atau perintah
membunuh. Trade dengan nyawa manusia perlu didata karena banyak jumlahnya. Aku
menyalin semua catatan tentang kegiatan itu, terkadang hingga larut malam dengan
ditemani Gosaburo, si saudagar, sambil berpindah dari catatan tentang panen kedelai hingga
LIAN HEARN BUKU KEDUA 113 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
urusan kematian. Dua kegiatan yang berbeda ini menghasilkan keuntungan yang bagus,
meskipun kedelai terpengaruh badai sedangkan pembunuhan tidak, walau bisa saja calon
korban mati akibat badai sebelum Tribe berhasil menyeretnya sehingga sering timbul
sengketa yang tak berkesudahan tentang pembayarannya.
Kikuta, keluarga yang lebih kejam, diharuskan lebih ahli dalam membunuh
dibandingkan Muto yang secara turun-temurun lebih efektif menjadi mata-mata. Dua
keluarga ini termasuk golongan aristrokat dalam Tribe; tiga keluarga lainnya yaitu, Kuroda,
Kudo, dan Imai, lebih banyak bekerja pada tugas yang kasar dan menjemukan: menjadi
pelayan, mencuri, mencari berita, dan sebagainya. Lantaran keahlian turun-temurun sangat
berharga, banyak pernikahan antara Muto dan Kikuta dilangsungkan, sementara hanya
sedikit di antara mereka yang menikah dengan keluarga selain itu, meskipun ada
pengecualian sehingga melahirkan orang jenius seperti si pembunuh, Shintaro.
Setelah urusan hitung-menghitung, Kikuta Gosaburo akan menjelaskan tentang silsilah
keluarga, sambil menjelaskan hubungan yang ruwet di antara kalangan Tribe yang tersebar
ibarat jaring laba-laba musim gugur yang melintasi Tiga Negara. Gosaburo seorang laki-laki
gemuk dengan dagu berlipat seperti perempuan dan berwajah halus, seolah memiliki
perawakan yang lemah-lembut. Aroma kedelai fermentasi melekat di pakaian dan kulitnya.
Jika suasana hatinya sedang baik, dia akan menyajikan sake dan beralih dari pelajaran silsilah
ke sejarah-sejarah leluhurku dari pihak Tribe. Ksatria bisa bangkit dan jatuh, klan bisa saja
tumbuh subur dan menghilang, namun trade kaum Tribe di segala esensi terus kehidupan
berlanjut. Kecuali saat ini, Arai hendak membawa angin perubahan. Pada saat semua ksatria
ingin bekerjasama dengan Tribe, Arai justru ingin menghancurkan mereka.
Dagu Gosaburo bergerak-gerak saat menertawakan gagasan itu.
Awalnya aku hanya ditugasi sebagai mata-mata, dikirim untuk menguping pembicaran
di kedai dan warung teh, lalu diperintahkan memanjat dinding dan atap di malam hari dan
mendengarkan para laki-laki menceritakan rahasia kepada anak atau isteri mereka. Aku
mendengarkan semua rahasia dan ketakutan penduduk kota ini, strategi klan Yoshida di
musim semi nanti, perhatian pemerintah kastil setempat atas rencana Arai yang sudah
kelewat batas serta tentang pemberontakan petani yang hampir terjadi. Aku pergi ke desadesa di pegunungan untuk mencari tahu biang keladi pemberontakan.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 114 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Suatu malam Gosaburo mendecak-decakkan lidah, tak senang karena ada yang
menunggak pembayaran. Bukan hanya belum dibayar, orang itu bahkan memesan barang
lebih banyak. Nama pemesan itu adalah Furoda, seorang ksatria klas rendahan yang kini
beralih menjadi petani demi menghidupi keluarga besarnya dan sangat menyukai barang
mewah. Di bawah tulisan namanya, aku membaca simbol-simbol yang menunjukkan bahwa
beberapa usaha intimidasi telah dilakukan: lumbungnya dibakar, seorang anak gadisnya
diculik, anak laki-lakinya dipukul habis-habisan. Tetap saja, dia tenggelam lebih jauh dalam
hutang pada Kikuta. "Masalah ini bisa diserahkan pada si Anjing," kata saudagar itu pada Akio yang datang
bergabung untuk minum sake. Seperti yang lainnya, kecuali Yuki, Gosaburo juga
memanggilku dengan nama kecil pemberian Akio.
Akio mengambil gulung kertas itu dan membaca sejarah Furoda yang menyedihkan.
"Orang ini terlalu banyak diberi kemudahan."
"Sebenarnya orang itu menyenangkan. Aku mengenalnya sejak kanak-kanak. Tapi, aku
tidak bisa terus-menerus memberinya pinjaman."
"Paman, bila kau tak segera berurusan dengannya, bukankah orang lain akan
mengharapkan kelonggaran yang sama?" kata Akio.
"Itulah masalahnya. Sekarang ada banyak orang yang menunggak pembayaran. Mereka
pikir bisa menghindar karena Furoda berhasil." Gosaburo menghela napas panjang, matanya
nyaris hilang dalam lipatan pipinya. "Hatiku terlalu lembut. Itu masalahku. Kakakku selalu
mengatakan itu padaku."
"Si Anjing juga berhati lembut," kata Akio, "Tapi kami telah melatihnya agar berjiwa
keras. Dia bisa mengurusi Furoda. Akan lebih baik baginya."
"Jika dibunuh, dia tak akan bisa bayar hutang," kataku.
"Tapi yang lain akan segera membayar." Akio berkata seakan-akan sedang menunjukkan
kebenaran yang sudah jelas kepada orang tolol.
"Seringkali lebih mudah mengambil harta orang yang sudah mati daripada yang masih
hidup," kata Gosaburo, dengan nada sedih.
Aku tidak mengenal Furoda, orang yang menyukai kesenangan, kurang bertanggungjawab dan santai ini, dan aku enggan membunuhnya. Tapi aku harus
LIAN HEARN BUKU KEDUA 115 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
melakukannya. Beberapa hari kemudian, pada suatu malam hari, aku mendatangi rumahnya
yang terletak di pinggiran kota, aku diamkan anjing-anjing, lalu berjalan dengan
menghilangkan diriku dan menyelinap melewati penjaga. Rumah Furoda dipalang dengan
kuat sehingga aku menunggu orang itu keluar ke kamar kecil. Sudah lama kuamati
rumahnya dan aku tahu ia selalu bangun awal untuk buang hajat. Furoda dulunya bertubuh
besar dan padat yang kemudian berhenti berlatih dan menyerahkan pekerjaan berat di
ladang pada anaknya sehingga kini dia lemah. Dia dibunuh hampir tanpa keributan.
Ketika aku merapikan garotte, rintik hujan nyaris sedingin es. Atap dinding licin. Malam
begitu gelap. Aku kembali ke rumah Kikuta diam-diam, dibungkam oleh kegelapan dan
dingin, seakan mereka menjalar dalam diriku dan meninggalkan bayangan di relung jiwaku.
Anak-anak Furoda segera membayar hutang ayahnya, dan Gosaburo senang dengan
hasil kerjaku. Aku tak ingin orang tahu seberapa besar pembunuhan itu menggangguku, tapi
tugas berikutnya justru lebih buruk lagi. Keluarga Yoshida memerintahkan suatu
pembunuhan. Mereka memutuskan untuk menghentikan kerusuhan di kalangan penduduk
desa sebelum musim dingin, dan meminta agar pemimpin pemberontak dibunuh. Aku tahu
pemimpinnya, tahu lahan rahasianya, meskipun aku tidak mengatakan itu pada siapa pun.
Ketika aku katakan pada Gosaburo dan Akio di mana orang itu bisa ditemui sedang sendiri
setiap pagi, mereka lalu memberi tugas itu kepadaku.
Orang itu memiliki sawah dan ladang kentang manis yang tersembunyi di sebuah goa,
terhalang oleh pebukitan, dan ditutupi bebatuan dan semak belukar. Dia sedang bekerja di
ladangnya sewaktu aku menapak di tanah yang landai. Aku salah menilainya: dia lebih kuat
dari yang kuduga, dan dia melawan dengan menggunakan cangkul. Selagi berkelahi, kain
penutup kepalaku merosot ke belakang dan dia sempat melihat wajahku. Sorot mata lakilaki itu seperti mengenaliku, diiringi rasa takut. Saat itu aku menggunakan sosok keduaku
untuk menghampiri sisi belakang dan menggorok lehernya, samar-samar aku mendengar dia
berkata. "Lord Shigeru!"
Tubuhku berlumuran darah, darahnya dan darahku. Aku pusing karena terkena pukulan
yang tak sempat aku hindari. Cangkulnya sempat menggores kepalaku hingga berdarah.
Kata-kata orang itu sangat menggangguku. Apakah dia meminta arwah Shigeru untuk
LIAN HEARN BUKU KEDUA 116 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menolongnya, ataukah dia mengira aku adalah Lord Shigeru" Aku ingin bertanya, namun
matanya menatap kosong ke langit yang temaram. Dia sudah mati dan tak dapat menjawab
itu selama-lamanya. Aku menghilangkan diri dan bertahan seperti itu hingga di dekat rumah Kikuta, inilah
pertama kalinya aku menghilangkan diri begitu lama. Aku ingin menghilang selamanya,
andaikan bisa. Aku tak dapat melupakan katakata terakhir orang itu, dan aku teringat apa
yang pernah Lord Shigeru katakan, sewaktu di Hagi: Aku tidak pernah membunuh orang
yang tidak bersenjata, dan tidak juga membunuh demi kesenangan.
Pemimpin klan sangat puas. Kematian orang itu telah merampas jantung kekacauan.
Penduduk desa mulai jinak dan patuh. Banyak dari mereka yang mati kelaparan sebelum
akhir musim dingin. Benar-benar hasil yang sangat memuaskan, kata Gosaburo.
Sejak kejadian itu, setiap malam aku memimpikan Shigeru. Dia datang dan berdiri di
depanku, seolah-olah muncul dari sungai dengan darah dan air menetes dari tubuhnya,
tanpa bicara. Matanya terpaku padaku, seakanakan dia sedang menungguku dengan
kesabaran burung bangau hingga aku dapat bicara lagi.
Lambat-laun kondisi itu mulai meruntuhkanku hingga aku merasa tidak sanggup
menjalani hidup seperti ini lagi, tapi aku tidak tahu cara melarikan diri. Aku telah membuat
kesepakatan dengan ketua Kikuta yang kini tidak mungkin lagi aku tepati. Saat itu aku
membuat penawaran dalam suasana bernafsu, tidak berharap untuk hidup setelah malam itu,
dan tanpa memahami diriku sendiri. Kupikir Ketua Kikuta, yang sepertinya mengenali
diriku, akan membantu mengatasi sifatku yang terpecah-belah, tapi ternyata dia malah
mengirimku ke Matsue, pada Akio. Tribe dapat mengajari cara menyembunyikan sifatku
yang lembut ini, namun mereka tak mampu mengatasinya; semua itu bahkan terseret
semakin dalam pada diriku.
Suasana hatiku semakin buruk ketika Yuki pergi. Dia tak mengatakan apa pun tentang
kepergiannya, dia menghilang begitu saja. Saat berlatih di pagi hari, aku mendengar suara
dan langkahnya. Aku mendengar dia berjalan ke gerbang dan pergi tanpa mengucapkan
salam perpisahan pada siapa pun. Seharian aku menanti kepulangannya, tapi dia tidak
kembali. Aku mencoba bertanya, tanpa mencolok, ke mana perginya Yuki; semua orang
seperti mengelak untuk menjawabnya, sedangkan aku tak ingin bertanya pada Akio atau
LIAN HEARN BUKU KEDUA 117 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Gosaburo. Aku merindukannya, tapi aku juga lega karena tidak perlu lagi menghadapi
pertanyaan apakah aku tidur dengannya atau tidak. Setiap siang, sejak Yuki
memberitahukan kabar tentang Kaede, aku memutuskan untuk tidak mendekatinya lagi,
namun kenyataannya setiap malam aku melakukannya.
Dua hari kemudian, ketika aku memikirkan Yuki saat sedang bermeditasi di akhir
latihan pagi, aku mendengar pelayan memanggil Akio dengan pelan. Akio membuka mata
perlahan, lalu dengan hawa ketenangan yang selalu dia rasakan setelah bermeditasi (dan aku
yakin dia hanya berpura-pura), dia bangkit dan berjalan ke pintu.
"Ketua datang," kata gadis itu. "Beliau menunggumu."
"Hei, Anjing," Akio memanggilku. Saat aku berdiri, pemuda lainnya tetap duduk
membeku, tanpa membuka mata. Akio menyentakkan kepala, dan aku mengikutinya ke
ruangan utama di mana Kikuta Kotaro dan Gosaburo sedang minum teh.
Kami masuk dan menyembah di hadapannya.
"Duduklah tegak," katanya sambil mengamatiku selama beberapa saat. Kemudian dia
menyapa Akio, "Ada masalah?"
"Tidak juga," kata Akio, menunjukkan secara tidak langsung kalau memang ada
beberapa masalah. "Bagaimana dengan sikapnya" Tidak ada masalah?" Akio menggelengkan kepala dengan
perlahan. "Meskipun sebelum meninggalkan Yamagata...?" Kurasa Kotaro ingin aku tahu
bahwa dia mengetahui segala sesuatu tentangku.
"Masalah itu bisa diatasi," balas Akio singkat.
"Pemuda ini cukup berguna," Gosaburo menyela.
"Aku senang mendengarnya," ujar Kotaro datar.
Saudara Kotaro itu lalu berdiri dan permisi keluar ruangan"dengan alasan harus
menjaga toko. Setelah Gosaburo pergi, sang ketua berkata, "Semalam aku bicara dengan
Yuki." "Dia di mana?" "Itu tidak penting. Tapi dia mengatakan sesuatu yang agak menggangguku. Kami tahu
kalau Shigeru sengaja mencarimu ke Mino. Dia membiarkan Kenji percaya bahwa
pertemuan itu hanyalah kebetulan."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 118 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Kotaro berhenti bicara. Aku diam menunggu. Aku ingat kapan Yuki mengetahui itu,
yaitu saat dia memotong rambutku. Dia menganggap berita ini penting, cukup penting
untuk disampaikan pada ketua. Tidak diragukan lagi, gadis itu pasti menceritakan semua
tentang diriku. "Informasi itu membuat aku curiga kalau Shigeru mengetahui tentang Tribe lebih dari
yang kusadari," kata Kotaro. "Benarkah?"
"Memang benar dia tahu siapa aku," jawabku. "Dan dia sahabat ketua Muto selama
bertahun-tahun. Hanya itu yang kutahu tentang hubungannya dengan Tribe."
"Dia tidak mengatakan lebih banyak lagi?"
"Tidak." Aku berbohong. Sebenarnya Shigeru memang menceritakan lebih banyak, saat
kami di Tsuwano"bahwa dia sebenarnya mencari tahu tentang Tribe dan bahwa dia
mungkin tahu lebih banyak tentang mereka dibandingkan orang luar mana pun. Aku tak
pernah membagi informasi ini dengan Kenji dan aku tidak melihat alasan untuk
mengatakannya pada Kotaro. Shigeru memang sudah meninggal, sedangkan aku terikat
pada Tribe, namun aku tidak akan membongkar rahasia yang Shigeru percayakan padaku.
Aku berusaha agar suaraku terdengar polos, "Yuki juga menanyakan hal yang sama.
Pentingkah itu sekarang?"
"Kami mengira telah mengenal Shigeru," kata Kotaro. "Ternyata dia masih mengejutkan
kami, bahkan setelah dia mati. Dia juga menyimpan beberapa rahasia dari Kenji"
hubungannya dengan Maruyama Naomi, misalnya. Apa lagi yang dia sembunyikan?"
Aku mengangkat bahu. Aku membayangkan Shigeru, yang bernama kecil sang Petani,
sedang tersenyum tulus, dia nampak jujur dan sederhana. Semua orang ternyata salah
menilainya, terutama Tribe. Dia jauh melampaui dugaan mereka.
"Mungkinkah dia menyimpan catatan tentang Tribe?"
"Dia menyimpan banyak catatan," kataku, pura-pura bingung. "Tentang cuaca,
percobaan pertanian, ladang, sawah, dan juga tentang pengawalnya. Ichiro, gurunya, sering
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membantunya menangani catatan itu tapi biasanya dia yang menulis sendiri."
Aku seperti dapat melihat Shigeru sedang menulis hingga larut malam, lampu berkedapkedip, dingin yang menusuk, wajahnya tampak waspada dan cerdas, agak berbeda dari raut
wajahnya sehari-hari. LIAN HEARN BUKU KEDUA 119 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Apakah kau selalu bersamanya?"
"Tidak, selain dari pertemuan kami di Mino."
"Seberapa sering dia berkelana?"
"Aku kurang yakin; sewaktu di Hagi dia tidak pernah keluar kota."
Kotaro menggerutu. Ruangan pun hening. Aku hampir tak mendengar napas orang lain.
Dari kejauhan terdengar bunyi-bunyian dari toko dan rumah di sore hari, suara pembeli,
penjaja keliling yang berteriak-teriak di jalan. Angin makin kencang, bersiul di balik
dedaunan, menggetarkan kisi-kisi jendela. Tiupan angin membawa tandatanda salju.
Akhirnya sang ketua berkata, "Hampir bisa dipastikan dia menyimpan catatan-catatan
itu. Semua catatan itu harus kita peroleh. Akan timbul bencana jika catatan itu jatuh ke
tangan Arai. Kau harus ke Hagi. Cari tahu apakah catatan itu memang ada dan bawa semua
berkas-berkasnya kemari."
Aku nyaris tidak percaya. Tak pernah kubayangkan akan ke sana lagi. Kini aku harus
kembali ke rumah yang begitu kucintai.
"Ini gara-gara nightingale floor itu," kata Kotaro. "Aku tahu Shigeru telah membangun
lantai itu di sekitar rumahnya dan hanya kau yang dapat melintas di atasnya tanpa berbunyi."
Aku merasa seakan sudah berada di sana: dapat kurasakan kelembaban udara malam di
bulan keenam, melihat diriku berlari pelan seperti hantu, mendengar Shigeru berkata:
Bisakah kau melakukannya lagi"
Aku berusaha mengendalikan suaraku, tapi tetap saja otot-otot senyumku bergetar.
"Kau harus segera pergi," Kotaro melanjutkan, "Kau harus tiba di sana dan kembali
sebelum musim dingin. Saat ini hampir akhir tahun, sedangkan di saat bulan pertama, Hagi
dan Matsue akan tertutup salju."
Belum pernah aku melihat orang itu marah, tapi kini dia terlihat marah. Mungkin
karena dia melihat aku tersenyum.
"Mengapa kau tak pernah mengatakan hal ini?" dia bertanya, menuntut. "Mengapa kau
simpan dari Kenji?" Marahku memuncak saat membalasnya. "Lord Shigeru merahasiakannya dan aku
menuruti perintahnya. Sumpah setiaku yang pertama adalah kepadanya. Aku tak akan
mengungkapkan sesuatu yang Shigeru ingin rahasiakan. Lagipula, waktu itu aku adalah
LIAN HEARN BUKU KEDUA 120 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
bagian dari Otori." "Dan kurasa sampai sekarang pun kau tidak berubah," Akio menyela. "Dia akan selalu
setia Shigeru." dia menambahkan, "Anjing hanya mengenal satu tuan."
Aku berpaling menatapnya sambil berharap dia balas tatapanku agar dapat kubungkam
dia, membuat dia tertidur, namun setelah memberi tatapan menghina, Akio kembali
menunduk. "Bagus, tugas ini akan membuktikan pendapat kalian," balas Kotaro. "Kurasa misi ini
akan menguji kesetiaanmu. Ichiro pasti tahu keberadaan catatan itu."
Aku membungkuk, tanpa bicara, sambil memikirkan apakah aku sanggup membunuh
Ichiro, orang yang menjadi guru Shigeru dan juga guruku. Aku pernah berpikir untuk
membunuhnya saat aku dihukum atau dipaksa belajar, tapi bagaimanapun juga dia adalah
orang kepercayaan Shigeru. Aku terikat kewajiban dan kesetiaan padanya, juga karena rasa
hormatku yang terpaksa dan baru kusadar kini, kasih sayangku padanya.
Di saat yang sama, aku menjelajahi kemarahan ketua, merasakan amarahnya di lidahku.
Rasanya sama seperti kemurkaan Akio padaku yang tidak pernah lenyap, seolah-olah
mereka berdua membenci sekaligus takut padaku. Kikuta senang sekali ketika tahu Isamu
mempunyai anak laki-laki, begitu kata isteri Kenji. Jika mereka senang, lalu kenapa mereka
sangat marah padaku" Bukankah Katoro juga menyatakan, kami semua senang"
Reaksi Kikuta atas kemunculanku terkesan terpecah: mungkin mereka senang pada
kemampuanku, tapi ada sesuatu pada diriku yang membuat mereka waspada, dan aku belum
tahu gerangan apakah itu.
Murkanya ketua yang seharusnya membuatku tunduk dan patuh, justru mendorongku
untuk lebih keras kepala, dan menyulut sifat keras kepalaku dan memberiku energi. Aku
merasakan gelombang energi dalam diriku scat aku renungkan takdir yang mengirimku
pulang ke Hagi. "Sekarang ini kita memasuki masa yang berbahaya," kata ketua sambil mengamatiku,
seakan dapat membaca pikiranku. "Rumah Muto di Yamagata telah diperiksa dan diobrakabrik. Ada yang curiga kau bersembunyi di sana. Untungnya Arai sudah kembali ke
Inuyama sedangkan Hagi jauh dari sana. Kepulanganmu memang beresiko, tapi akan jauh
lebih berbahaya bila catatan Shigeru jatuh ke tangan orang lain."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 121 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Bagaimana bila dokumen itu tidak ada di rumah Shigeru" Bila disembunyikan di
tempat lain?" "Mungkin Ichiro tahu. Tanyakan padanya lalu ambil semua catatan itu."
"Aku harus segera pergi?"
"Makin cepat, makin baik."
"Sebagai seniman?"
"Tak ada seniman yang berkeliling di saat seperti ini," cemooh Akio. "Lagipula, kita
hanya pergi berdua."
Aku berdoa semoga Akio tidak ikut. Ketua berkata, "Akio akan menemanimu. Anggap
saja kakeknya"yaitu kakekmu"meninggal dan kalian kembali ke Hagi untuk melayat."
"Aku tidak mau pergi dengan Akio," kataku.
Akio menghela napas panjang. Kotaro berkata, "Kau tidak berhak memilih. Yang ada
hanyalah kepatuhan."
Keras kepalaku muncul, dan aku tatap mata sang ketua. Dia menatapku seperti yang
pernah dia lakukan sebelumnya: saat dia membuatku tertidur. Tapi sekali ini aku membalas
tatapannya tanpa tertidur. Ada sesuatu yang membuat dia agak tersentak. Aku mencari-cari
dalam tatapannya, lalu muncul rasa curigaku.
Dialah yang membunuh ayahku.
Aku merasa ngeri atas apa yang kulakukan, kemudian pandanganku terpaku. Meskipun
menyeringai, tapi aku jauh dari tersenyum. Aku melihat tatapan takjub sang ketua dan
melihat pandangannya berkabut. Akio berdiri, memukul wajahku sehingga aku hampir
terjungkir. "Berani benar kau lakukan itu pada ketua" Kau tidak punya rasa hormat, dasar sampah."
Kotaro berkata, "Duduklah, Akio."
Aku menatap tajam mata Akio, namun dia tetap tidak membalas tatapanku.
"Aku menyesal, ketua," kataku pelan. "Maaf."
Dia tahu ucapanku tidak tulus. Dia lalu berdiri dan menutupi kejadian tadi dengan
marah. "Sejak menemukanmu, kami berusaha melindungimu dari dirimu sendiri." Dia tidak
meninggikan suara, tapi tidak ragu lagi kalau dia marah. "Bukan hanya demi
LIAN HEARN BUKU KEDUA 122 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
keselamatanmu. Kau tahu benar apa bakatmu dan betapa bergunanya itu bagi kami. Namun
pola asuhmu, darah campuran dan karaktermu bekerjasama melawan dirimu. Kurasa
pelatihan di sini dapat membantu, hanya saja kita tak ada waktu untuk meneruskannya.
Akio akan ikut bersamamu ke Hagi dan kau harus patuh padanya dalam segala hal. Dia jauh
lebih berpengalaman, dia tahu di mana rumah yang aman, siapa yang dapat dihubungi dan
dapat dipercaya." Dia berhenti sejenak saat aku membungkuk menerima perintahnya, lalu dia
melanjutkan, "Kau dan aku pernah membuat kesepakatan di Inuyama, tapi kau
membangkang dengan kembali ke kastil. Akibat kematian Iida tidaklah menguntungkan
kami. Kami jauh lebih baik di bawah kekuasaan Iida ketimbang di bawah kekuasaan Arai.
Kini hidupmu bukan milikmu lagi berdasarkan sumpahmu sendiri."
Aku tidak membalas perkataannya. Kurasa dia hampir menyerah untuk dapat
mengatasiku. Kesabaran, pengertiannya yang dulu membuat aku tenang dan damai, kini
mengering. Begitu pula dengan kepercayaanku padanya. Kecurigaan mengendap di
benakku; sekali kecurigaan itu muncul, tak ada yang sanggup menghilangkannya"ayahku
telah mati di tangan Tribe, kemungkinan Kotaro yang membunuhnya. Kelak aku mulai
menyadari kalau hal ini menjelaskan banyak hal tentang hubunganku dengan Kikuta,
bersikerasnya mereka untuk membuatku patuh, sikap mendua mereka atas semua
kemampuanku, dan kebencian mereka atas kesetiaanku pada Shigeru, tapi sekarang ini rasa
curigaku justru membuatku semakin depresi. Akio membenciku, aku telah menyinggung
sang ketua, Yuki meninggalkanku, Kaede mungkin sudah mati... Aku tak ingin meneruskan
daftar ini. Aku menatap kosong ke lantai selagi Kikuta dan Akio membahas rincian perjalanan.
Kami berangkat keesokan pagi. Banyak sekali pengelana di jalan, mereka memanfaatkan
minggu-minggu terakhir sebelum salju turun sekaligus pulang untuk merayakan perayaan
Tahun Baru. Kami bergaul dengan mereka, sebagai dua bersaudara yang hendak ke
kampung halaman untuk menghadiri pemakaman. Tidak sulit bagiku untuk berpura-pura
berdukacita. Kesedihan telah menjadi kondisi alami diriku. Satu-satunya yang mencerahkan
kegelapan yang selama ini melingkupiku yaitu pikiran bahwa aku akan segera melihat
rumahku di Hagi, dan mendengarkan nyanyian musim dingin rumah itu untuk terakhir
LIAN HEARN BUKU KEDUA 123 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
kalinya. Pasangan latihanku, Hajime, pergi bersama kami di hari pertama; dia hendak bergabung
dalam pelatihan sumo selama musim salju guna menyiapkan pertandingan di musim panas.
Kami bermalam dengan para pesumo, dan makan malam bersama mereka. Para pesumo
makan sayur dan ayam sangat banyak, dan mie yang terbuat dari beras dan soba. Para
pesumo mendapat jatah lebih banyak dibanding jatah makan rata-rata keluarga dalam
seminggu. Hajime, dengan tubuh besar dan wajahnya yang tenang, berbaur dengan mereka.
Dia telah mengenal mereka di tempat pelatihan, yang juga dikelola oleh Kikuta, sejak dia
kanak-kanak dan para pesumo memperlakukan dia dengan olok-olok penuh kasih sayang.
Sebelum makan, kami mandi bersama di tempat permandian air panas yang dibangun
diseberang sumber air panas belerang yang mendidih. Para ahli pijat menggosok dan
membersihkan lengan dan perut para pesumo yang padat. Rasanya hampir seperti berada di
antara sekumpulan raksasa. Mereka semua mengenal Akio, tentu saja, dan memperlakukannya dengan hormat karena dia kerabat dari pemilik tempat ini, dan
cemoohan halus karena dia bukan pesumo. Tak seorang pun bicara padaku, dan tak seorang
pun memperhatikan aku. Mereka terserap oleh dunia mereka sendiri.
Aku tidak banyak bicara, aku hanya mendengar. Aku dengarkan rencana pertandingan
di musim panas, harapan dan keinginan para pesumo, lelucon yang dibisikkan para pemijat
perempuan, berbagai usulan, penolakan atau penerimaan atas usul itu. Malam harinya,
setelah Akio menyuruhku tidur dan aku telah berbaring di kasur yang terletak di bangsal,
aku mendengar dia dan Hajime berbincang di ruangan bawah. Mereka memutuskan untuk
bersantai dan minum bersama sebelum berpisah besok.
Aku hilangkan dengkuran para pesumo dari pendengaranku agar dapat mendengar
pembicaraan di ruangan bawah. Aku mendengar pembicaraan mereka dengan jelas. Akio
lupa kalau pendengaranku tajam. Kurasa dia tak ingin mengakui anugrah yang kumiliki dan
sikap ini membuat dia meremehkanku. Awalnya kupikir itu adalah kelemahannya, satusatunya kelemahannya; kelak kusadari kalau ada beberapa hal yang sengaja dia ingin aku
dengar. Mereka membicarakan hal-hal biasa-tentang pelatihan Hajime yang akan segera
dilangsungkan, teman bergaul mereka-hingga sake mulai memabukkan mereka.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 124 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kalian akan ke Yamagata?" tanya Hajime.
"Mungkin tidak. Ketua Muto sekarang ini masih di gunung, dan rumahnya kosong."
"Kukira Yuki telah kembali ke keluarganya."
"Tidak, dia pergi ke desa Kikuta, di utara Matsue. Dia akan di sana sampai melahirkan."
"Anak?" Hajime terdengar kaget, sama sepertiku.
Keheningan melanda cukup lama. Aku dengar Akio meneguk minuman. Ketika bicara
lagi, suaranya jauh lebih pelan. "Dia sedang mengandung anak si Anjing."
Hajime berkata. "Maaf, sepupuku, aku tidak ingin membuatmu kesal, tapi apakah itu
bagian dari rencana?"
"Mengapa tidak?"
"Aku selalu berpikir, kau dan dia... kalian akan menikah."
"Kami telah berjanji sejak kanak-kanak," kata Akio. "Kami akan tetap menikah. Para
ketua ingin Yuki tidur dengannya agar dia diam, untuk mengalihkan perhatiannya, jika
mungkin untuk mendapatkan anak."
Seandainya Akio merasakan kepedihan, saat itu dia tidak menunjukkannya. "Aku
berpura-pura curiga dan cemburu," ucapnya datar. "Jika si Anjing tahu dia sedang ditipu, dia
mungkin tak akan berhubungan dengan Yuki. Ya, aku tidak harus berpura-pura-aku tidak
menyangka kalau Yuki akan menikmatinya. Aku tak bisa membayangkan bagaimana dia
bersama si Anjing, mencari perhatiannya siang dan malam seperti anjing kepanasan...."
suaranya tiba-tiba terhenti. Aku mendengar Akio meneguk habis segelas sake, lalu dia
menuangkan lagi. "Semua itu pasti ada baiknya," kata Hajime, suaranya kembali ceria. "Anak itu pasti
mewarisi campuran bakat yang langka."
"Begitu juga dugaan ketua Kikuta. Dan anak ini akan tinggal bersama kami. Dia akan
dibesarkan dengan tepat, tanpa kelemahan yang dimiliki si Anjing."
"Sungguh berita yang luar biasa," kata Hajime. "Tak heran kau mau melakukannya."
"Seringkali timbul niatku untuk membunuhnya," Akio mengakui, sambil meneguk
dalam-dalam lagi. "Kau diperintahkan untuk membunuhnya?" tanya Hajime dengan muram.
"Tergantung pada apa yang terjadi di Hagi. Anggap saja ini kesempatan dia yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 125 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
terakhir." "Dia tidak tahu" Apakah dia sedang diuji?"
"Kalau belum tahu, maka dia akan segera tahu," kata Akio. Setelah diam lama, dia
berkata, "Andai Kikuta tahu keberadaannya, mereka pasti akan mengambil dan
membesarkannya. Tapi sejak awal dia sudah rusak akibat pola asuhnya dan kemudian
hubungannya dengan Otori."
"Ayahnya mati sebelum dia lahir. Kau tahu siapa yang membunuh?"
"Ada banyak orang," bisik Akio. "Tidak seorang pun tahu siapa sebenarnya yang
melakukan, namun pembunuhan itu hasil kesepakatan seluruh keluarga. Ketua yang
mengatakan itu padaku waktu di Inuyama."
"Sungguh menyedihkan," gumam Hajime, "Begitu banyak bakat yang tersia-siakan."
"Ini karena darah campuran," kata Akio. "Memang benar, terkadang darah campuran
menghasilkan banyak bakat langka, tapi juga diikuti dengan ketololan. Dan satu-satunya
obat ketololan adalah mati!"
Tidak lama setelah itu mereka pergi tidur. Aku masih berbaring, berpura-pura tidur
sampai subuh. Pikiranku terganggu tanpa daya memikirkan berita itu. Aku yakin, tidak
peduli apakah aku berhasil atau gagal di Hagi, Akio tetap akan membunuhku di sana.
Ketika mengucapkan selamat tinggal pada Hajime keesokan paginya, dia tidak menatap
mataku. Suaranya mengumandangkan keceriaan palsu, dan tatapannya terus mengikuti
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami, wajahnya murung. Kurasa dia menduga tak akan bertemu denganku lagi.
Kami berkelana selama tiga hari tanpa bicara hingga tiba di perbatasan wilayah Otori. Di
situ kami tidak menemui masalah, Akio telah dibekali tanda pengenal yang diperlukan. Dia
membuat semua keputusan selama perjalanan; di mana kami harus makan, di mana kami
harus berhenti di malam hari, jalan mana yang harus ditempuh. Aku mengikutinya tanpa
banyak tanya. Aku tahu dia tidak akan membunuhku sebelum sampai di Hagi; dia
membutuhkanku untuk bisa masuk ke kediaman Shigeru, melintasi nightingale floor. Setelah
beberapa saat, aku mulai menyesal karena tidak melakukan perjalanan dengan teman.
Perjalanan ini terasa hampa. Aku mendambakan teman, orang seperti Makoto atau teman
lamaku di Hagi, Fumio, yang bisa diajak bicara dan berbagi kegundahan hatiku.
Sesampai di wilayah Otori, aku berharap melihat pemandangan kota yang makmur
LIAN HEARN BUKU KEDUA 126 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
seperti pertama kali aku melalui wilayah ini bersama Shigeru, namun semua tempat tampak
porak-poranda akibat badai, dan kelaparan yang mengiringi bencana itu. Seluruh desa
tampak keringkerontang, rumah yang rusak tidak diperbaiki, banyak pengemis di pinggir
jalan. Aku menguping beberapa potong percakapan, bagaimana pemimpin Otori kini menuntut enam puluh persen hasil panen padi, bukan empat puluh persen seperti aturan
sebelumnya, guna membayar pasukan perang yang dibentuk untuk melawan Arai. Dan
bagaimana orang tua membunuh anaknya sebelum bunuh diri karena takut mati kelaparan
di saat musim dingin. Di awal tahun aku dan Shigeru biasa melakukan perjalanan dengan menggunakan
perahu karena lebih cepat, namun badai salju telah menerpa tepi pantai, mendorong ombak
abu-abu berbuih ke tepi pantai yang menghitam. Perahu-perahu nelayan ditambatkan di
tempat yang aman agar tidak hanyut, atau diangkat tinggi-tinggi ke atas atap, tinggal
bersama keluarga mereka hingga musim panas. Selama musim dingin keluarga nelayan
membakar api unggun untuk mendapatkan garam dari air laut. Beberapa kali kami berhenti
untuk menghangatkan diri dan makan bersama para nelayan dengan membayar beberapa
keping koin. Makanannya sederhana: ikan asin, sup rumput laut, dan kerang laut.
Seorang laki-laki meminta kami untuk membeli anak gadisnya, dan kami boleh
memanfaatkan tubuh anaknya atau menjualnya ke rumah bordil di Hagi. Gadis itu tak lebih
dari tiga belas tahun, hampir masuk masa puber. Dia tidak cantik. Aku masih ingat
wajahnya, kedua matanya yang ketakutan dan memohon, air matanya, wajah leganya ketika
Akio dengan sopan menampik, dan sikap putus asa ayahnya saat pergi.
Malamnya Akio menggerutu karena udara yang dingin, sambil menyesali keputusannya.
"Gadis itu bisa membuat diriku hangat," ujarnya lebih dari sekali.
Aku membayangkan gadis itu sedang tidur di sebelah ibunya, berhadapan dengan
pilihan antara kelaparan dan sesuatu yang tak lebih dari perbudakan. Aku memikirkan
keluarga Furoda, tentang kunjunganku ke rumah mereka yang buruk namun nyaman, dan
aku memikirkan laki-laki yang kubunuh di ladang rahasianya, dan desa yang akan musnah
karena ulahku. Orang lain mungkin tidak merasa terganggu"karena inilah hidup"namun semua itu
menghantuiku. Dan tentu saja, ini terjadi karena aku selalu memikirkannya di malam hari,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 127 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dan membuang semua pikiran yang mengendap dalam diriku di siang hari.
Yuki sedang mengandung anakku, anak yang akan dibesarkan oleh Tribe. Aku mungkin
tak akan pernah melihat anakku itu.
Kikuta membunuh ayahku karena melanggar aturan Tribe. Pasti mereka juga tidak akan
ragu membunuhku. Aku belum memutuskan apa pun, dan tidak menyimpulkan apa pun. Aku hanya
berbaring terjaga di malam hari, menggenggam pikiranku seperti aku menggenggam bola
hitam di tanganku, dan memandanginya.
Jalan curam dari gunung ke laut mengelilingi Hagi, jadi kami memutar melalui daerah
pedalaman lalu mendaki sebelum menyeberangi puncak terakhir dan turun ke kota.
Hatiku diliputi berbagai perasaan, meskipun aku tidak mengatakannya. Hagi terletak di
teluk, dikelilingi sungai kembar dan laut. Sore ini adalah hari titik balik matahari
musim dingin, dan matahari yang pucat berjuang menembus awan yang kelabu. Pepohonan
seperti telanjang tanpa daun, tebalnya daun yang berguguran menutupi tanah.
Pembakaran batang padi menyebarkan asap biru yang bergantung di atas sungai, sejajar
dengan jembatan batu. Persiapan telah dilakukan untuk menyambut Perayaan Tahun Baru; ikatan jerami suci
tergantung di mana-mana dan pohon pinus berdaun gelap ditempatkan di pintu; kuil
dipenuhi orang. Sungai meluap akibat air pasang. Sungai menyanyikan lagu liarnya dan di
bawah air yang bergelombang aku seperti mendengar suara tukang batu yang terjebak dalam
hasil karyanya sedang melakukan percakapan tiada akhir dengan sang sungai. Seekor burung
bangau muncul dari tempat dangkal saat kami mendekat.
Ketika menyeberangi jembatan, aku membaca lagi prasasti yang pernah Shigeru bacakan
kepadaku: Klan Otori menyambut keadilan dan kesetiaan. Ketidakadilan dan ketidaksetiaan
harus waspada. Ketidakadilan dan ketidaksetiaan. Aku adalah gabungan keduanya. Tidak setia pada
Shigeru yang telah mempercayakan tanahnya kepadaku, dan tidak adil seperti Tribe yang
tidak memiliki belas kasihan.
Aku melangkah melalui ruas-ruas jalan dengan menunduk sambil mengubah
penampilanku seperti yang Kenji ajarkan. Aku yakin orang tidak akan mengenaliku. Kini
LIAN HEARN BUKU KEDUA 128 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
aku lebih tinggi, lebih kurus dan lebih berotot dibanding beberapa musim yang lalu.
Rambutku telah dipotong pendek, pakaianku seperti seorang seniman. Bahasa tubuh,
ucapan, sifatku-semua tentangku berubah sejak hari-hari ketika aku berjalan melalui jalan
ini sebagai bangsawan muda dari Klan Otori.
Kami pergi ke tempat pembuatan minuman keras di sudut kota. Dulu aku pernah
melewati tempat ini puluhan kali tanpa pernah memperhatikan. Tapi, kupikir, Shigeru pasti
tahu. Pikiran bahwa Shigeru telah menyimpan berbagai kegiatan Tribe, bahwa dia
mengetahui berbagai hal tentang Tribe, dan juga mengetahui keberadaanku.
Tempat ini sibuk dengan berbagai persiapan untuk menyambut musim dingin. Kayu
dikumpulkan untuk memanasi tong dan udara sarat dengan aroma beras fermentasi. Kami
disambut seorang laki-laki kecil berwajah bingung yang mirip Kenji. Dia berasal dari
keluarga Muto; namanya Yuzuru. Dia tidak menyangka akan kedatangan tamu di tahun ini,
dan kehadiranku serta misi yang kami beritahukan membuat dia gelisah. Dia buru-buru
mengajak kami ke ruangan tersembunyi.
"Keadaan sekarang sangat buruk," katanya. "Otori mulai bersiap-siap menghadapi Arai
di musim panas. Hanya musim dingin yang melindungi kami."
"Kau mendengar tentang kampanye Arai melawan Tribe?"
"Semua orang membicarakannya," balas Yuzuru. "Kita diminta mendukung Otori
melawan Arai semampunya." Dia menatapku sekilas dan berkata marah, "Keadaan jauh
lebih baik di bawah kekuasaan Iida. Dan yakinlah, adalah suatu kesalahan besar membawa
orang ini kemari. Jika ada yang mengenalinya...."
"Kami akan pergi besok," Akio menyela. "Dia hanya perlu mengambil sesuatu dari
rumahnya yang dulu."
"Dari rumah Lord Shigeru" Ini gila. Dia pasti akan tertangkap."
"Kurasa tidak. Dia cukup mahir." Ada nada sindiran di balik pujian Akio, dan aku
menganggap ucapannya itu sebagai petunjuk bahwa dia hendak membunuhku.
Yuzuru menggigit bibir bawahnya. "Bahkan monyet bisa jatuh dari pohon. Benda apa
yang begitu penting?"
"Kami menduga si Otori menyimpan catatan tentang Tribe."
"Shigeru" Si Petani" Mustahil!"
LIAN HEARN BUKU KEDUA 129 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Mata Akio menyipit. "Mengapa kau berpikir begitu?"
"Semua orang tahu... Shigeru orang yang baik. Semua orang sayang padanya.
Kematiannya benar-benar tragedi. Namun dia mati karena..." Yuzuru mengerjap geram dan
menatap maaf ke arahku. "Dia mudah percaya. Nyaris lugu. Dia tidak pernah berkomplot.
Dia tak mengetahui apa pun tentang Tribe."
"Kami punya alasan untuk berpikir sebaliknya," kata Akio. "Besok, kita akan tahu siapa
yang benar." "Kalian akan kesana malam ini?"
"Kami harus kembali ke Matsue sebelum salju turun."
"Salju akan turun lebih awal tahun ini. Mungkin sebelum akhir tahun." Yuzuru
terdengar lega saat membicarakan sesuatu yang menyangkut urusan alam misalnya cuaca.
"Semua tanda menunjukkan kalau musim dingin kali ini akan dahsyat dan berkepanjangan.
Tapi jika di musim panas akan terjadi perang, kuharap musim panas tidak pernah datang."
Hawa mulai membeku di kamar yang gelap dan kecil ini. Ini ketiga kalinya aku
disembunyikan di dalam kamar sempit. Yuzuru datang membawa makanan, sake, dan the
yang sudah dingin saat kami mencicipinya. Akio minum sake, tapi aku tidak. Aku ingin
pendengaranku tetap tajam. Kami duduk tanpa bicara saat malam tiba.
Tempat pengolahan sake ini mulai sepi, meskipun aromanya tidak lenyap. Aku
mendengarkan suara-suara kota, setiap suara terasa sangat akrab. Aku yakin dapat
menunjukkan jalan yang tepat, rumah yang tepat, dan dari mana suara itu berasal.
Keakraban dengan lingkungan di sini membuatku tenang, dan depresiku mulai berkurang.
Lonceng berdentang dari Daishoin, biara terdekat, menandakan sudah waktunya untuk
berdoa tengah malam. Aku dapat menggambarkan bangunannya yang telah dimakan cuaca,
kegelapan hijau tua dari hutan, lentera-lentera batu yang menandai makam para bangsawan
dan orang kepercayaan Klan Otori. Aku seperti bermimpi sedang berjalan di tengah-tengah
pemakaman itu. Kemudian Shigeru mendatangiku lagi, seakan dia keluar dari asap putih, dengan
meneteskan air dan darah, matanya menghitam, menyimpan pesan yang sangat jelas bagiku.
Aku tersentak sadar, menggigil kedinginan.
"Minumlah, sake bisa menguatkan sarafmu," kata Akio.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 130 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Aku menggeleng, kemudian berdiri lalu melakukan latihan pelemasan yang biasa Tribe
lakukan agar badan hangat. Kemudian aku duduk bermeditasi, mencoba mempertahankan
rasa hangat, dan mengumpulkan semua kekuatanku sambil memfokuskan pikiranku pada
tugas malam ini. Dari Biara Daishoin terdengar bunyi lonceng tengah malam.
Aku mendengar Yuzuru mendekat, dan pintu bergeser terbuka. Dia memberi isyarat dan
memimpin kami ke gerbang luar. Di sini dia menyuruh penjaga waspada, dan kami
menyeberangi dinding. Seekor anjing menyalak singkat, namun dihentikan dengan satu
pukulan. Di malam yang begitu gelap, udara membeku, angin berhembus dari laut, tak seorang
pun ada di jalanan. Kami pergi tanpa bicara ke tepi sungai dan berjalan ke tenggara menuju
muara sungai kembar. Bambu-bambu penangkap ikan yang dulu sering kugunakan untuk
menyeberang kini mengambang karena lemahnya arus. Di seberang itulah terletak rumah
Shigeru. Ada beberapa perahu tertambat di tepi sungai. Kami dulu biasa menyeberangi
sungai dengan perahu-perahu itu bila hendak ke tanah milik Shigeru yang ada di seberang,
meninjau sawah dan ladangnya. Perahu-perahu yang membawa kayu untuk membangun
rumah minum teh dan nightingale floor berjejer rendah dengan papan kayu beraroma harum
karena belum lama ditebang dari hutan di belakang lahan pertanian. Malam ini terlalu gelap
bahkan untuk dapat melihat lereng gunung yang penuh pepohonan.
Kami menunduk di sisi jalan dan mengintip ke rumah itu. Hanya ada cahaya samarsamar dari pos jaga di gerbang. Dari suaranya, dapat kupastikan penjaga dan anjing sedang
tidur nyenyak. Terlintas pikiran di benakku: mereka tak akan tertidur seperti itu bila Shigeru
masih hidup. Aku marah atas nama Shigeru, dan juga atas namaku sendiri.
Akio berbisik, "Kau tahu apa yang harus dilakukan?" Aku mengangguk.
"Kalau begitu, pergi sana."
Kami tidak mempunyai rencana apa pun. Dia hanya menyuruhku seakan aku elang atau
anjing pemburu. Aku tahu benar apa yang Akio rencanakan: bila aku muncul dengan
catatan-catatan itu, dia akan merampasnya lalu pulang dengan laporan bahwa aku dibunuh
penjaga, dan tubuhku dilempar ke sungai.
Aku menyeberangi jalan, menghilangkan diri, melompat melewati dinding lalu
LIAN HEARN BUKU KEDUA 131 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menjatuhkan diri di taman. Samar-samar alunan rumah ini membelaiku: hembusan angin di
pepohonan, riak sungai, percikan air terjun, gelombang air pasang. Kesedihan melandaku.
Apa yang kulakukan di sini, di tengah malam, dengan mengendapngendap seperti pencuri"
Nyaris tanpa sadar aku membiarkan wajahku berubah, membiarkan wajah Otori muncul
kembali. Meskipun nightingale floor terbentang mengelilingi rumah, tapi aku tidak merasa
terancam. Bahkan di malam yang gelap ini aku masih dapat melintas di atasnya tanpa
membuat lantai itu bernyanyi. Di ujung rumah aku memanjat dinding menuju jendela
ruangan atas-rute yang dilalui si pembunuh bayaran, Shintaro, setahun lalu. Sesampai di
atas, aku memasang telinga. Ruangan itu nampaknya kosong.
Jendela tertutup untuk menghalangi masuknya udara malam yang dingin membeku, tapi
tidak terkunci sehingga mudah dimasuki. Di dalam ruangan tidak lebih hangat, tapi lebih
gelap. Di sini tercium lapuk dan apak seakan ruangan ini sudah lama tidak dimasuki, seakan
sudah lama tidak ada orang yang duduk di sini, selain hantu.
Aku mendengar napas penghuni rumah ini dan mengenali gaya tidur setiap orang.
Namun aku tak mendengar napas orang yang harus kutemukan: Ichiro. Aku menuruni anak
tangga yang sempit, aku mengenal bunyi-bunyian tangga mi seperti aku mengenal kedua
tanganku. Saat berada di bawah, semua ruangan memang gelap seperti yang terlihat dari
jalan. Di ruangan terjauh, tempat kesukaan Ichiro, ada lampu menyala. Aku datangi dengan
hening. Jendela kertas tertutup, namun lampu memantulkan bayangan sosok laki-laki tua.
Aku menggeser pintu agar terbuka.
Orang itu mengangkat kepala dan menatapku tanpa terkejut. Dia tersenyum sedih dan
mengusir dengan gerakan tangan. "Apa yang dapat kulakukan untukmu" Kau tahu aku akan
melakukan apa saja agar kau tenang, tapi aku sudah tua. Aku lebih sering memakai pena
ketimbang pedang." "Guru," aku berbisik. "Ini aku. Takeo." Aku melangkah masuk, menutup pintu di
belakangku lalu berlutut di hadapannya.
Dia melakukan satu gerakan ketakutan seolah-olah dia sedang tidur dan baru terjaga,
atau seakan dia berada di alam kubur dan dipanggil kembali ke dunia. Dia mencengkram
bahuku dan menarikku ke arahnya, ke dekat lampu. "Takeo" Benarkah ini kau?" Dia
LIAN HEARN BUKU KEDUA 132 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mengelus kepala dan pelipisku, seakan takut aku hanyalah bayangan. Air mata berlinang di
pipinya. Dia lalu memelukku, mengusap-usap kepalaku di atas bahunya, seakan aku anaknya
yang sudah lama hilang. Aku dapat merasakan dadanya yang kurus.
Dia mundur sedikit dan memandangi wajahku. "Aku mengira kau Shigeru. Dia sering
mengunjungiku di malam hari. Dia berdiri di depan pintu itu. Aku tahu apa yang dia
inginkan, tapi apa yang dapat kulakukan?" Dia menyeka air mata dengan lengan baju. "Kau
persis seperti dia. Agak aneh. Ke mana saja kau selama ini" Semula kami pikir kau sudah
dibunuh, tapi karena setiap minggu ada yang mencarimu kemari, jadi kami menduga kau
masih hidup." "Aku disembunyikan Tribe," kataku, bertanya-tanya seberapa jauh dia mengetahui latar
belakangku. "Pertama di Yamagata, lalu selama dua bulan terakhir di Matsue. Mereka
menculikku di Inuyama tapi kemudian melepasku pergi ke kastil dan membawa Lord
Shigeru keluar. Sebagai imbalannya, aku setuju bergabung dengan mereka. Kau mungkin
tidak tahu kalau aku memiliki ikatan darah dengan mereka."
"Kami sudah menduganya," kata Ichiro. "Apa lagi yang membuat Muto Kenji muncul di
sini?" Dia meraih kepalaku dan memegangnya dengan penuh perasaan. "Semua orang
bercerita tentang bagaimana kau menyelamatkan Shigeru dan membunuh Iida. Aku tidak
keberatan untuk mengatakan, dulu aku merasa Shigeru membuat kesalahan karena telah
mengangkatmu, tapi kau menghapus kecemasanku dan membayar semua hutangmu
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
padanya di malam itu."
"Belum semuanya. Kedua pemimpin Otori yang telah mengkhianatinya belum
dihukum." "Itukah alasannya kau datang" Itu akan membuat arwah Shigeru tenang."
"Bukan, aku dikirim oleh Tribe. Mereka yakin Lord Shigeru menyimpan catatan
tentang mereka dan mereka ingin mengambilnya."
Ichiro tersenyum kering. "Dia menyimpan catatan tentang berbagai hal. Kedua
pemimpin Otori menganggap pengangkatanmu tidak sah dan mungkin, mereka mengira
kau sudah mati sehingga Shigeru tidak memiliki pewaris sehingga tanahnya harus
dikembalikan pada pemerintah kastil. Aku sudah mencari bukti lebih banyak agar kau bisa
mempertahankan apa yang menjadi milikmu." Suaranya berubah lebih keras dan mendesak.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 133 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kau harus kembali, Takeo. Sebagian dari ksatria Klan Otori akan mendukung atas apa
yang telah kau lakukan di Inuyama. Banyak orang yang mencuriga kedua paman Shigeru
yang merencanakan kematiannya dan mereka murka karenanya. Kembalilah dan tuntaskan
dendammu." Kehadiran Shigeru terasa di sekitar kami. Aku seperti melihat dia berjalan dengan
langkah bersemangat, tersenyum tulus, dan dengan sorot matanya yang begitu jujur namun
menyembunyikan begitu banyak hal.
"Aku akan melakukannya," kataku lambat. "Aku tak akan tenang sebelum membalaskan
dendam Shigeru. Tapi aku pasti dibunuh jika kabur"Tribe tidak akan berhenti memburu
hingga mereka berhasil membunuhku."
Ichiro menghela napas panjang. "Ternyata aku memang tidak salah menilaimu,"
katanya. "Bila catatan itu ada padaku, berarti kau akan membunuhku. Aku sudah tua, aku
siap mati. Tapi aku ingin melihat pekerjaan Shigeru selesai. Memang benar, dia menyimpan
catatan tentang Tribe. Dia yakin tak seorang pun akan mampu mewujudkan perdamaian di
Wilayah Tengah bila pengaruh Tribe terlalu kuat, jadi dia mengabdikan diri untuk mencari
tahu tentang mereka kemudian menulisnya. Dia menjamin tak seorang pun tahu isi
catatannya, tidak juga aku. Dia menyimpan semua rahasianya lebih dari yang disadari siapa
pun. Dia memang harus begitu: selama sepuluh tahun Iida dan kedua pamannya berusaha
melenyapkan dirinya."
"Bisa kau berikan berkasnya kepadaku?"
"Aku tidak akan menyerahkan catatan itu pada Tribe," katanya. Lampu yang berkedapkedip tiba-tiba menerangi tatapan aneh di wajah Ichiro yang belum pernah kulihat
sebelumnya. "Aku harus menambah minyak atau kita akan duduk di sini dalam kegelapan.
Aku akan membangunkan Chiyo."
"Sebaiknya jangan," kataku, meskipun aku ingin bertemu wanita tua yang
memperlakukanku seperti anaknya. "Aku tidak bisa berlama-lama."
"Kau datang sendiri?"
Aku menggelengkan kepala. "Kikuta Akio sedang menungguku di luar."
"Berbahayakah dia?"
"Dia hampir pasti akan membunuhku. Terutama bila aku kembali dengan tangan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 134 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
kosong." Aku ingin tahu apa yang sedang Akio lakukan. Lagu musim salju di rumah ini
mengelilingiku. Aku enggan meninggalkannya. Pilihanku tampaknya semakin sulit. Ichiro
tidak mau menyerahkan catatan itu pada Tribe; aku pun tidak mampu membunuh orang tua
itu untuk mendapatkannya. Aku keluarkan belati dari sabuk, merasakan beratnya yang akrab
di tanganku. "Aku akan bunuh diri."
"Bunuh diri bisa menjadi jawabannya," kata Ichiro sambil menghela napas. "Tapi itu
bukan tindakan yang memuaskan. Itu berarti akan ada dua hantu penasaran yang
mendatangiku setiap malam. Dan pembunuh Shigeru tak akan pernah dihukum."
Cahaya lampu bergetar. Ichiro berdiri. "Aku akan pergi ambil minyak," gerutunya. Aku
mendengarkan langkah kakinya sambil mengenang Shigeru. Berapa malam dia duduk
hingga larut malam di ruangan ini" Beberapa kotak yang berisi kertas gulungan tergeletak di
sekelilingku. Saat menatap malas ke gulungan itu, aku teringat pada peti kayu yang kubawa
ketika mendaki lereng sebagai hadiah bagi Kepala Biara Terayama waktu kami mengunjungi
biara untuk melihat lukisan Sesshu. Aku seperti melihat Shigeru tersenyum ke arahku.
Ketika Ichiro kembali dan mengisi minyak, dia berkata, "Dapat kupastikan semua
catatan itu tidak ada di sini."
"Aku tahu," kataku. "Ada di Terayama."
Ichiro menyeringai. "Saranku, meskipun dulu kau tak pernah memperhatikannya,
pergilah ke sana. Pergilah sekarang, malam ini. Akan kuberikan kau uang untuk bekalmu di
perjalanan. Mereka akan menyembunyikanmu selama musim dingin. Di sana kau dapat
merencanakan pembalasan dendammu pada pemimpin Otori. Itulah yang Shigeru
inginkan." "Itu juga keinginanku. Tapi aku telah membuat kesepakatan dengan ketua Kikuta. Kini
aku terikat sumpah pada Tribe."
"Kurasa kau telah berjanji setia pada Otori lebih dulu," kata Ichiro. "Bukankah Shigeru
yang menyelamatkanmu sebelum Tribe tahu keberadaanmu?"
Aku mengangguk. "Dan kau juga mengatakan Akio akan membunuhmu" Mereka sudah melanggar
kesetiaanmu. Bisakah kau melewatinya" Di mana dia?"
"Dia menungguku di jalan, di luar gerbang. Dia bisa berada di mana saja saat ini."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 135 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kau bisa mendengarnya lebih dulu, kan" Dan bagaimana dengan semua muslihat yang
sering kau gunakan untuk mengelabuiku" Kau selalu berada di mana saja saat aku mengira
kau sedang belajar."
"Guru," aku mulai berkata. Aku hendak meminta maaf tapi dia melambaikan tangan
agar aku diam. "Aku memaafkanmu. Bukan ajaranku yang membuatmu mampu membawa Shigeru
keluar dari Inuyama."
Dia keluar dan datang membawa sekantong kecil koin dan sedikit kue mochi yang
dibungkus rumput laut. Aku tidak membawa kain atau kotak untuk menyimpan barangbarang itu, sedangkan aku pasti akan membutuhkan tanganku agar dapat bergerak bebas.
Aku lalu mengikatkan uang itu ke kain di bagian pinggang yang terletak di balik pakaianku,
dan menaruh kue mochi di dalam ikat pinggangku.
"Kau masih ingat jalannya?" dia bertanya, mulai cerewet seperti yang sering dia lakukan
ketika mengunjungi kuil atau mengadakan perjalanan.
"Aku masih ingat."
"Aku akan menulis surat agar kau bisa lolos melewati penjagaan. Kau akan menjadi
seorang pelayan"seperti itulah kau terlihat saat ini"yang sedang membuat janji untuk
kedatanganku ke kuil itu tahun depan. Aku akan menemuimu di Terayama bila salju telah
mencair. Tunggu aku di sana. Shigeru telah bersekutu dengan Arai. Aku tak tahu apa yang
terjadi di antara kalian, tapi kau harus meminta perlindungan Arai. Dia akan sangat
berterima kasih atas segala informasi yang bisa dia gunakan untuk melawan Tribe."
Ichiro lalu mengambil kuas dan langsung menulis. "Kau masih bisa menulis?" dia
bertanya tanpa menoleh. "Kurang mahir."
"Kau bisa berlatih menulis selama musim dingin ini." Dia lalu melipat surat itu dan
berdiri. "Oh ya, apa yang terjadi pada Jato?"
"Pedang itu ada. Aku menyimpannya di Terayama."
"Sudah tiba waktunya kau mengambilnya." Dia kembali tersenyum dan mengeluh,
"Chiyo akan membunuhku karena tidak membangunkannya."
Aku selipkan surat ke dalam pakaian, lalu kami berpelukan.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 136 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Takdir yang aneh telah mengikatmu dengan rumah ini," katanya. "Aku yakin kau tidak
bisa lolos dari ikatan itu." Suaranya berhenti dan aku melihat Ichiro hampir menitikkan air
mata lagi. "Aku tahu itu," bisikku. "Akan kulakukan apa yang kau sarankan." Aku tak akan
menyerahkan rumah dan tahta warisan. Ini milikku. Aku harus mendapatkannya kembali.
Semua yang Ichiro katakan sangat masuk akal. Aku harus lari dari Tribe. Catatan Shigeru
akan melindungiku dari mereka, dan memberiku kekuatan untuk tawar-menawar dengan
Arai. Andaikan aku berhasil mencapai Inuyama.... *
LIAN HEARN BUKU KEDUA 137 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
AKU meninggalkan rumah dengan cara yang sama seperti seat aku datang, keluar melalui
jendela di lantai atas, menuruni dinding dan melintasi nightingale floor. Lantai itu tertidur di
bawah kakiku namun aku bersumpah kelak akan kemari lagi dan berjalan di atas lantai ini
dan membuatnya bernyanyi kencang. Aku tidak memanjat dinding untuk bisa sampai ke
jalan. Sebaliknya, aku berlari tanpa suara menembus taman, bergerak tak kasat mata dan,
melekat erat di bebatuan layaknya laba-laba, lalu memanjat saluran air yang mengalir ke
sungai. Aku meloncat ke perahu terdekat, melepaskan talinya, mengambil dayung yang
tergeletak di dalam buritan, dan mendorong perahu ke sungai.
Perahu merintih pelan ketika tertimpa tubuhku, dan riak air memukul-mukul dinding
perahu lebih keras. Aku kaget lantaran langit cerah. Suasana lebih dingin dan, di bawah
bulan sabit, lebih terang. Ketika mendengar ada langkah kaki di tepi sungai, aku
mengirimkan sosok keduaku kembali ke dinding, dan aku menunduk rendah di dalam
perahu tapi Akio tidak tertipu oleh bayanganku.
Dia lalu melompat dari dinding seperti terbang. Aku kembali menghilangkan diri,
meskipun aku tahu mungkin itu sia-sia, kemudian aku meloncat dari perahu lalu melompat
rendah menyeberangi permukaan air ke perahu lain yang bersandar di dinding sungai. Aku
berjuang melepaskan tambatan perahu, dan mendorongnya dengan dayung. Aku melihat
Akio mendarat dan menjejakkan kaki melawan goyangan perahu, kemudian dia meloncat
cepat dan melayang lagi saat aku memisahkan diri, meninggalkan sosok keduaku di perahu
sedangkan aku melompat ke perahu lain. Aku merasakan gerakan udara ketika kami saling
berpapasan. Sambil mengendalikan keseimbangan, aku melompat ke perahu pertama, lalu
mengambil dayung dan mulai mengayuh secepat-cepatnya.
Sosok keduaku lenyap saat Akio menariknya dan aku melihat dia bersiap-siap
melompat lagi. Tak ada jalan untuk lolos, kecuali aku bergerak ke tengah sungai. Aku tarik
LIAN HEARN BUKU KEDUA 138 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
belati dan begitu dia mendarat, aku langsung menikamnya. Dia ber,gerak dengan kecepatan
biasa dan mengelak dengan mudah. Aku telah mengantisipasi gerakkannya dan menyaanbut
kepalanya dengan dayung. Dia terjatuh, pingsan sejenak, sementara aku hilang keseimbangan dan hampir tercebur ke sungai karena goyangan keras perahu. Aku Lnenjatuhkan
dayung dan berpegangan ke pinggiran perahu. Aku tidak ingin tercebur ke air yang
membeku kecuali aku membawa Akio bersamaku dan menenggelamkannya. Sewaktu aku
tergelincir ke sisi lain perahu, Akio telah siuman. Dia meloncat tegak ke atas dan meluncur
turun tepat di atasku. Kami berdua jatuh dan dia mencekik leherku.
Aku masih tak kasat mata, tapi dengan rasa tak berdaya, terjepit di bawah Akio ibarat
ikan di penggorengan. Pandanganku gelap; kemudian dia agak melonggarkan cengkramannya. "Dasar pengkhianat," katanya. "Kenji telah memperingatkan kalau kau akan kembali ke
Otori. Aku senang kau melakukannya karena aku ingin kau mati sejak pertama kita
bertemu. Kau harus bayar pembangkanganmu pada ketua dan karena melukai tanganku.
Dan juga untuk Yuki."
"Bunuh saja aku," kataku, "seperti keluargamu membunuh ayahku. Kalian tak akan lolos
dari hantu kami. Kalian akan dikutuk dan digentayangi hingga ajal kalian. Kalian telah
membunuh kerabatmu sendiri."
Perahu terombang-ambing oleh gelombang air pasang. Jika Akio langsung
menggunakan tangan atau belati, aku tak akan bisa menceritakan kisah ini. Tapi dia tak
mampu menahan keinginannya untuk menghinaku yang terakhir kalinya. "Anakmu akan
menjadi milikku. Akan aku didik dia menjadi Kikuta sejati." Dia menggoncang-goncangku
dengan kejam. "Tunjukkan wajahmu," gertaknya. "Aku ingin melihat tampangmu saat aku
mengatakan caraku mengajari anakmu untuk membencimu. Aku ingin melihatmu mati."
Dia mencondongkan badannya lebih dekat, matanya mevncari-cari wajahku. Perahu
meluncur diterangi cahaya bul;m, dan pada saat itulah aku membiarkan wajahku terlihat
olehnya dan kutatap lurus ke matanya. Aku melihat apa yang ingin kutemukan:
kedengkiannya padaku yang mengaburkan penilaiannya dan telah melemahkannya.
Dia menyadari kesalahannya, dan berusaha memalingkan pandangan tapi itu sudah
terlambat. Dia sudah pusing oleh pengaruh tidur Kikuta. Dia jatuh menyamping, kelopak
LIAN HEARN BUKU KEDUA 139 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
matanya mengerjap tak beraturan saat melawan rasa kantuk. Perahu oleng dan bergoyanggoyang. Dia tercebur ke sungai.
Perahu terus mengapung, kini lebih cepat terbawa arus pasang yang bergelombang
hebat. Diterangi cahaya bulan, aku melihat tubuh Akio mengapung perlahan. Aku tak ingin
kembali dan membunuhnya. Aku hanya berharap dia tenggelam atau membeku sampai
mati, namun aku pasrahkan semua itu pada takdir. Kuambil dayung lalu mengayuh hingga
ke tepian terjauh. Saat perahu menepi, aku menggigil kedinginan. Ayam mulai berkokok dan bulan
tampak rendah di langit. Rerumputan di tepi sungai kaku oleh salju, dan bebatuan serta
ranting bersinar putih. Seekor bangau terjaga dari tidur dan aku bertanya-tanya itukah
bangau yang pernah datang mencari ikan di kolam, di rumah Shigeru. Hewan itu terbang
menghindar dari cabang pohon willow dengan kepakan sayap yang telah akrab kudengar.
Aku kehabisan tenaga, namun tak terlintas sedikit pun di benakku untuk tidur, aku
harus terus bergerak untuk menghangatkan tubuh. Aku memaksakan diri untuk berjalan
lebih cepat, mengikuti jalan pegunungan yang sempit ke tenggara. Bulan bersinar terang dan
aku mengenali lintasan jalan ini. Saat fajar menyingsing, aku telah melewati puncak gunung
pertama dan sedang berjalan turun ke perkampungan kecil. Hampir tak seorang pun ada di
jalan, kecuali seorang nenek yang sedang meniup arang di tungku. Dia memanaskan sedikit
sup dengan imbalan sekeping uang. Aku berbohong dengan mengatakan bahwa guruku
yang sudah renta menyuruhku mencari seekor angsa liar di biara terpencil yang ada di
pengunungan. Musim dingin mungkin telah membuat guruku itu mati kedinginan dan aku
akan terperangkap di sana.
Dengan terkekeh-kekeh dia berkata, "Kalau begitu, kau harus menjadi biksu!"
"Tidak bisa. Aku sangat menyukai perempuan."
Ucapanku membuatnya senang sehingga dia memberi aku acar plum sebagai tambahan
sarapan. Ketika melihat sekantong uang kepingku, dia menawariku penginapan dan juga
makanan. Makan memang membawa setan kantuk lebih dekat dan aku tak sabar ingin
berbaring, namun aku cemas bila akan dikenali, dan menyesal telah berbicara banyak pada
perempuan itu. Aku mungkin telah meninggalkan Akio di sungai, tetapi aku tahu
bagaimana sungai akan membebaskan korbannya, baik hidup maupun mati, dan aku takut
LIAN HEARN BUKU KEDUA 140 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
bila dia mengejarku. Aku tidak bangga berhasil lari dari Tribe apalagi setelah bersumpah
untuk mematuhi mereka, dan dalam cahaya pagi yang dingin, aku menyadari seperti apa sisa
hidupku kelak. Aku telah memutuskan untuk kembali ke Otori, namun aku tak akan bebas
dari ancaman pembunuhan. Seluruh anggota Tribe akan berusaha menangkapku dan
menghukumku atas ketidaksetiaanku. Untuk menyelinap di sela-sela jaringan mereka, aku
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus bergerak lebih cepat ketimbang para penyampai pesan mereka. Dan aku harus sampai
di Terayama sebelum turun salju.
Langit berganti hitam kelam ketika aku mencapai Tsuwano di sore hari kedua. Benakku
dipenuhi kenangan akan pertemuanku dengan Kaede di sana dan latihan pedang saat aku
jatuh cinta padanya. Apakah namanya telah tercantum di nisan" Apakah kini aku harus
menyalakan lilin untuknya di setiap Festival of the Dead sampai aku mati" Apakah kami akan
bergabung di akhirat atau kami akan dikutuk untuk tak akan pernah bertemu lagi dalam
hidup atau pun mati" Takut dan malu menyiksaku. Kaede pernah berkata, Aku hanya aman
bersamamu, tapi aku telah mengabaikannya. Jika takdir berbaik hati dan dia datang ke dalam
pelukanku lagi, tak akan kubiarkan dia pergi dariku.
Dengan perasaan pedih, aku menyesali keputusanku ikut bersama Tribe dan
memikirkan lagi alasan di balik keputusanku itu berulang kali. Aku memang telah membuat
kesepakatan dan aku menyerahkan hidupku pada mereka"itu di satu sisi. Namun di luar
itu, aku menyesali kesombonganku. Aku ingin menyelami dan mengembangkan karakter
yang berasal dari ayahku, dari Kikuta, dari Tribe: warisan kegelapan yang memberiku
kemampuan yang aku banggakan. Aku menanggapi rayuan mereka dengan penuh semangat
dan tanpa keraguan, menanggapi pujian, pengertian dan kekejaman yang mereka gunakan
untuk memanipulasi diriku. Aku bertanya-tanya seberapa besar peluangku lolos dari mereka.
Pikiranku berputar-putar laksana lingkaran. Aku berjalan limbung. Aku hanya tidur
sebentar di tengah hari, di tepi jalan, dan terbangun akibat hembusan angin dingin. Satusatunya cara agar tetap hangat yaitu terus berjalan. Aku berkeliling mengitari kota dan,
seiring turun melewati puncak, aku kembali menyusuri jalan di tepi sungai. Sungai yang
meluap karena badai yang dulu menunda perjalanan kami di Tsuwano kini telah normal,
dan tepi sungai telah diperbaiki, tapi jembatan kayu belum diperbaiki. Aku membayar
seorang tukang perahu untuk membawaku menyeberang. Tak ada orang yang bepergian
LIAN HEARN BUKU KEDUA 141 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
selarut ini; akulah penumpangnya yang terakhir. Dia mengawasiku dengan rasa ingin tahu,
tapi dia tidak mengajakku bicara. Aku yakin dia bukan Tribe, tapi tetap saja dia membuatku
gelisah. Ketika sampai di seberang, aku langsung berjalan cepat meninggalkannya. Saat aku
berbalik di ujung jalan untuk melihatnya, dan dia masih tetap mengawasiku. Aku membuat
gerakan kepala, namun dia tidak menyadarinya.
Cuaca kini lebih dingin, udaranya lembab dan beku. Aku menyesal belum menemukan
tempat bernaung untuk malam ini. Jika aku terperangkap dalam badai salju sebelum sampai
di kota berikutnya, peluangku untuk bertahan akan sirna. Yamagata masih beberapa hari
jauhnya. Memang ada pos penjagaan di perbatasan, namun, aku tak ingin bermalam di sana
meskipun ada surat dari Ichiro dan penyamaranku sebagai pelayan"terlalu banyak orang
yang akan curiga, terlalu banyak penjaga. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, jadi aku
terus berjalan. Malam tiba. Bahkan dengan kemampuan memandang jauh yang kumiliki, tetap saja
aku sulit melihat jalan. Dua kali aku jalan berputar-putar dan harus kembali ke rute yang
sama. Sekali waktu aku terperosok di lubang atau parit, dengan air di dasarnya, sehingga
kakiku basah hingga ke lutut. Angin berderu dan suara-suara aneh datang dari pepohonan
sehingga mengingatkanku pada legenda monster dan goblin, dan membuatku merasa ada
sesosok arwah berjalan di belakangku.
Ketika langit mulai memucat di timur, tulangku mulai terasa kaku, dan badanku
menggigil tak terkendali. Meskipun senang karena tak lama lagi fajar akan menyingsing,
namun ini menyadarkan betapa kesepiannya diriku. Untuk pertama kalinya, suatu gagasan
merayap perlahan di benakku: bila perbatasan dijaga anak buah Arai, aku akan menyerahkan
diri. Mereka akan membawaku ke Arai, namun sebelumnya mereka akan memberiku
minuman hangat. Mereka akan mempersilakan aku duduk di dekat perapian dan
membuatkan teh untukku. Kini aku terobsesi oleh nikmatnya teh. Dapat kurasakan panas
uapnya di wajahku, hangatnya mangkuk teh di tanganku. Aku begitu terobsesi sehingga aku
tidak memperhatikan ada yang berjalan di belakangku.
Tiba-tiba kusadari kehadiran seseorang di belakangku. Aku berbalik, kaget karena tak
mendengar langkahnya, bahkan tak mendengar desah napasnya. Aku tercengang, bahkan
ketakutan, membayangkan aku telah kehilangan pendengaranku. Pejalan kaki itu seakan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 142 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
jatuh dari langit atau berjalan tanpa menyentuh tanah, seperti hantu. Lalu aku tahu bahwa,
entah karena letih yang mengganggu pikiranku atau aku memang sedang melihat hantu,
orang yang berjalan tak jauh di belakangku adalah si gelandangan, Jo-An, yang kukira telah
mati disiksa oleh anak buah Arai di Yamagata.
Begitu hebatnya kekagetanku sehingga aku hampir pingsan. Darah berdesir cepat di
kepalaku, membuatku terhuyung-huyung. Jo-An meraihku saat aku terjatuh, kedua
tangannya tampak cukup nyata, kuat dan padat, berbau kulit hewan. Bumi dan langit
berputar-putar di sekitarku dan titik-titik hitam menggelapkan pandanganku. Dia
menurunkan aku di tanah dan mendorong kepalaku ke antara kedua lututku. Sesuatu
menjerit di telingaku, menulikanku. Aku meringkuk dengan posisi kepala seperti itu,
tangannya memegang kepalaku, sampai jeritan mereda dan kegelapan susut dari
penglihatanku. Aku menatap ke tanah. Embun membeku di dedaunan dan butiran es inasuk
di sela-sela bebatuan. Angin berhembus di pepohonan cedar. Selain itu, saru-satunya suara
adalah gemeretuk gigiku. Jo-An berkata. Tidak diragukan lagi; itu suaranya. "Maaf, tuan. Aku membuatmu
kaget. Aku tidak bermaksud menakutimu."
"Mereka bilang kau sudah mati. Aku tidak tahu apakah kau ini manusia atau hantu."
"Mungkin aku mati beberapa saat," dia berbisik. "Anak buah Arai pun mengira begitu
sehingga mereka membuang tubuhku ke rawa-rawa. Namun Tuhan Rahasia memiliki
rencana lain dan mengirimku kembali ke dunia ini. Pekerjaanku di sini belum selesai."
Aku mengangkat kepala dengan hati-hati dan menatapnya. Ada bekas luka yang baru,
belum lama sembuh, dari hidung ke telinga, dan beberapa giginya hilang. Aku pegang dan
aku balikkan tangannya. Semua kukunya lenyap, jari-jarinya terluka dan hancur.
"Maafkan aku," kataku, merasa mual.
"Tak ada yang terjadi pada diri kita selain apa yang telah Tuhan rencanakan," balasnya.
Aku berpikir mengapa rencana tuhan harus melibatkan siksaan, namun tidak kukatakan
pada Jo-An. Malah aku bertanya, "Bagaimana kau menemukanku?"
"Ada tukang perahu datang dan bercerita kalau dia telah menyeberangkan seseorang
yang menurutnya adalah dirimu. Aku memang sedang menanti kabar tentangmu." Dia lalu
mengangkat buntalannya dan membuka ikatannya. "Ramalan harus dituntaskan,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 143 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
bagaimanapun juga." "Ramalan apa?" aku teringat kalau isteri Kenji pernah menyebut Jo-An si sinting.
Dia tidak menjawab. Dia mengambil dua kue mochi kecil dari kain, mendoakan kue itu,
lalu memberiku satu. "Kau selalu memberiku makanan," kataku. "Kurasa aku tidak bisa makan."
"Kalau begitu, minumlah," kata Jo-An sambil menyodorkan tabung bambu. Aku ragu
menerima tawarannya namun kupikir minuman itu akan dapat menghangatkan. Begitu sake
menghantam perutku, kegelapan pun menjadi kembali dan aku melontarkan sumpah
serapah berkali-kali dengan kencang, aku disiksa oleh satu guncangan hebat.
Jo-An mendecakkan lidah sama seperti yang orang lakukan pada seekor kuda atau
kerbau. Dia memiliki sentuhan kesabaran orang yang terbiasa berurusan dengan hewan,
meskipun tentu saja dia berurusan dengan hewanhewan yang sudah mati untuk kemudian
dikuliti. Ketika bicara, aku berkata melalui gemeretuk gigiku, "Aku harus tetap berjalan."
"Kemana?" dia bertanya.
"Terayama. Aku akan menghabiskan musim dingin di sana."
"Bailah," dia berkata, dan tenggelam dalam salah satu keheningan yang terasa akrab dari
dirinya. Dia sedang berdoa, mendengarkan suara batin yang akan memberitaltukan apa yang
harus dia lakukan. "Bagus," dia berkata akhirnya. "Kita akan pergi melintasi gunung. Bila
melalui jalan darat, mereka akan menghentikanmu di perbatasan dan itu akan perlu waktu
lama; keburu salju sebelum kau mencapai Terayama."
"Melintasi pegunungan?" Aku menatap ke puncak-puncak bergerigi yang membentang
ke tenggara. Jalan daratrat dari Tsuwano ke Yamagata memang harus mengitari kaki
gunung, tapi Terayama berada di balik gunung. Di sekeliling barisan pegunungan terlihat
awan menggantung rendah, dengan kilauan kabut pudar yang menandai datangnya salju.
"Jalannya curam," kata Jo-An. "Kau harus istirahat dulu."
Aku berpikir untuk berdiri. "Aku tidak punya waktu. Aku harus sampai di biara
sebelum salju." Jo-An menatap ke langit dan menghirup udara. "Terlalu dingin untuk turun salju
malam ini, tapi salju bisa turun esok. Kita akan minta Sang Rahasia menahannya."
Dia bangkit, lalu membantuku berdiri. "Kau masih bisa berjalan" Jarak tempat tinggalku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 144 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
tidak jauh. Kau dapat beristirahat di sana. Nanti aku akan mengantarmu ke orang yang
dapat menunjukkan jalan pintas."
Aku merasa seakan-akan tubuhku kehilangan substansinya, rasanya seperti aku telah
memisahkan diri dan, entah bagaimana, diriku lenyap bersama bayanganku. Aku bersyukur
pada pelatihan Tribe yang telah mengajariku cara untuk menemukan kekuatan cadangan
yang tidak disadari sebagian besar orang. Perlahan-lahan, saat aku memfokuskan napas, aku
merasa sebagian energi dan daya tahanku kembali. Jo-An pasti akan mengatakan kalau
pulihnya diriku berkat doanya. Sejenak dia memperhatikan diriku dengan matanya yang
sayu, lalu tersenyum, dan mulai berjalan kembali ke jalan yang telah aku lewati.
Aku bimbang, sebagian karena aku tidak senang memikirkan diriku menelusuri kembali
jejakku, karena berjalan ke tempat yang pernah kulewati berarti jarak yang harus kutempuh
akan semakin jauh, selain itu aku juga enggan berjalan bersama gelandangan. Akan berbeda
berbicara dengannya di malam hari, hanya berdua, dibandingkan berjalan di dekatnya
sehingga terlihat seperti temannya. Aku ingatkan diriku bahwa aku belum menjadi
pemimpin Otori, dan bukan anggota Tribe, bahwa Jo-An sedang menawarkan bantuan dan
tempat bernaung, namun tetap saja aku merasa risih saat mengikutinya.
Setelah berjalan cukup jauh, kami keluar dari jalan raya dan masuk ke jalan lebih kecil
tepi sungai, melewati beberapa desa yang kondisinya menyedihkan. Anak-anak berlari
keluar meminta makanan, tapi mereka langsung membalikkan badan ketika mengenali
gelandangan itu. Di desa kedua, dua pemuda cukup berani melempari kami batu. Salah
seorang dari mereka hampir memukul punggungku"aku mendengarnya tepat waktu
sehingga berhasil mengelak"dan ketika aku hendak menghampiri untuk menghukum
pemuda itu, Jo-An menahanku.
Jauh sebelum mencapai tempat Jo-An, aku mencium bau kulit hewan. Sungai melebar
dan akhirnya mengalir ke muara utama. Di pertemuan sungai, berdiri deretan tiang kayu,
kulit-kulit dibentangkan di atasnya. Di sini, di tempat terlindung yang lembab ini, kulitkulit itu terhindar dari butiran salju, namun akan diturunkan dan disimpan hingga musim
semi bila salju semakin tebal. Para laki-laki bekerja, mereka semua gelandangan tentu saja,
sambil bertelanjang badan, semuanya sekurus Jo-An dan dengan wajah tertindas yang mirip
anjing teraniaya. Kabut bergantungan di atas sungai, bercampur dengan asap dari
LIAN HEARN BUKU KEDUA 145 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
pcmbakaran arang. Ada sebuah jembatan apung dari bambu yang dibangun melintasi
sungai. Aku ingat Jo-An pernah memintaku datang ke jembatan para gelandangan jika aku
perlu bantuan. Kini takdir membawaku ke sini"Jo-An akan mengatakan semua itu karena
kekuasaan Tuhan Rahasia, pasti.
Jauh dari sisi tiang kayu terdapat beberapa gubuk. Gubuk-gubuk itu tampak akan rata
dengan tanah bila ada angin kencang. Saat aku mengikuti Jo-An ke gubuk terdekat, para
laki-laki tetap meneruskan pekerjaan mereka, tapi tatapan mereka mengiringi langkahku.
Semua orang menatapku dengan pandangan memohon, seakan aku dapat menolong
mereka. Sambil menutupi rasa enggan, aku melangkah masuk tanpa melepas sepatu karena
lantainya dari tanah. Api kecil menyala di perapian. Ruangan penuh dengan asap sehingga
mataku pedih. Di dalam gubuk ada satu orang, dia meringkuk di sudut, di bawah tumpukan
kulit. Aku mengira orang itu isteri Jo-An sampai kemudian dia maju sambil berlutut dan
menyembah di depanku. Dialah tukang perahu yang membawaku menyeberangi sungai.
"Dia berjalan semalaman untuk menyampaikan kalau dia telah melihatmu," kata Jo-An
dengan nada kasihan. "Dia perlu beristirahat sebelum pulang."
Aku menyadari pengorbanan yang harus orang itu hadapi, bukan hanya berjalan sendiri
melewati kegelapan yang penuh goblin, tapi juga bahaya dari ancaman para perampok dan
patroli, dan juga kehilangan penghasilan sehari-harinya.
"Mengapa kau lakukan ini?"
Tukang perahu itu menegakkan badan lalu menatapku singkat. Dia tidak berkata apaapa, namun tatapannya persis seperti yang kulihat pada tatapan penyamak yang lain, tatapan
yang penuh pengharapan dan juga lapar. Aku pernah menyaksikan pandangan seperti itu,
berbulan-bulan lalu, di wajah penduduk desa saat kami dari Terayama ke Yamagata, tatapan
memohon mereka kepada Shigeru. Mereka merasa kalau Shigeru dapat memberikan
sesuatu-keadilan, kasih sayang"dan kini laki-laki di sini menatapku dengan harapan yang
sama. Apa pun yang pernah Jo-An katakan tentang diriku kepada mereka telah berhasil
mengubahku menjadi harapan mereka.
Sesuatu dalam diriku merespon sikap mereka, persis seperti yang kulakukan pada para
penduduk desa, pada para petani dengan lahan tersembunyi mereka. Selama ini mereka
LIAN HEARN BUKU KEDUA 146 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
diperlakukan seperti anjing, ditindas dan dibiarkan kelaparan, tapi aku melihat mereka
sebagai manusia, tak jauh berbeda seperti ksatria atau saudagar. Aku dibesarkan di antara
orang-orang seperti mereka, dan diajari bahwa Tuhan Rahasia memandang mereka semua
sejajar. Tidak peduli apa jadinya aku sekarang, tak peduli ajaran lain yang kuterima dari
Otori atau Tribe, tidaklah mungkin aku melupakan ajaran ibuku.
Jo-An berkata, "Kini dia adalah anak buahmu. Seperti aku, seperti kami semua. Tuan
hanya perlu memberi perintah." Dia menyeringai, giginya yang hancur bersinar
dikeremangan malam. Dia telah membuatkan teh lalu menyodorkan kepadaku mangkuk
kayu kecil. Aku merasakan uap berhembus menyentuh wajahku. Teh ini terbuat dari ranting
pohon, sama seperti yang biasa kami minum di Mino.
"Mengapa aku harus memerintah kalian" Yang aku butuhkan adalah sepasukan
bersenjata!" Aku meneguk minuman, dan kehangatan menyebar di tubuhku.
"Benar, sepasukan bersenjata," balas Jo-An. "Banyak pertempuran menanti di depanmu.
Begitulah isi ramalan."
"Lalu, bagaimana kau bisa membantuku" Bukankah kau tidak boleh membunuh."
"Para ksatria memang membunuh," kata Jo-An, "Tapi banyak hal penting lain yang
tidak dapat mereka lakukan. Hal-hal yang mereka anggap remeh, seperti membangun
jembatan, menjagal hewan, dan menguburkan orang mati. Kau akan menyadarinya kelak."
Teh menenangkan perutku. Jo-An mengeluarkan dua kue mochi lagi, tapi aku tidak
berselera makan jadi aku paksa si tukang perahu mengambil jatahku. Jo-An juga tidak
makan, dia menyimpan kue itu lagi. Aku melihat tatapan, si tukang perahu mengikuti
gerakan Jo-An memasukkan kue itu dan kuberi dia beberapa keping logam. Dia menolak,
namun kupaksa dengan menaruh uang itu ke dalam tangannya.
Jo-An menggumamkan salam restu kepergian kepada tukang perahu itu lalu
menyingkirkan tumpukan kulit agar aku dapat menggunakan tempat orang tadi.
Kehangatan teh tetap tinggal bersamaku. Kulit-kulit ini bau, namun bisa menghindari
dingin dan meredam suara-suara di luar. Terlintas di benakku kemungkinan salah satu dari
orang kelaparan ini akan mengkhianatiku demi semangkuk sop tapi aku tidak punya pilihan
lain; aku harus mempercayai Jo-An. Aku biarkan kegelapan menghempas dan menyeretku
ke alam tidur. LIAN HEARN BUKU KEDUA 147 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jo-An membangunkanku ketika hari telah sore. Dia memberiku teh yang tidak hangat
lagi, dan meminta maaf karena tak ada lagi makanan yang bisa diberikan padaku.
"Kita harus berangkat sekarang," dia berkata, "Bila kita ingin bertemu para pembakar
arang sebelum gelap."
"Pembakar arang?" Aku biasanya langsung berdiri, tapi hari ini aku merasa pusing
akibat tidur.
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mereka masih di gunung. Mereka tahu jalan pintas menembus hutan yang bisa
membawamu ke perbatasan. Tapi, mereka akan pergi di saat salju turun." Dia berhenti
sesaat, lalu berkata, "Kita akan menemui seseorang di perjalanan nanti."
"Siapa?" "Tidak akan lama." Dia tersenyum sekilas. Kami berjalan keluar, dan di tepi sungai aku
berlutut untuk memercikkan air ke muka. Airnya sangat dingin; seperti yang Jo-An
perkirakan, temperatur menurun dan udara lebih kering. Terlalu dingin dan terlalu kering
untuk turun salju. Aku mengibas-ngibaskan air dari tanganku sementara dia bicara kepada para laki-laki.
Mata mereka mengerjap ke arahku. Mereka berhenti bekerja lalu berlutut kemudian
menunduk ketika aku berjalan melewati mereka.
"Mereka tahu siapa aku?" tanyaku pada Jo-An dengan suara rendah. Sekali lagi, aku
takut dikhianati orang-orang miskin ini.
"Mereka tahu kau adalah Otori Takeo," jawabnya, "Malaikat Yamagata yang membawa
keadilan dan kedamaian. Itulah isi ramalan."
"Ramalan apa?" tanyaku lagi.
Dia berkata, "Nanti kau akan mendengarnya sendiri."
Hatiku penuh keraguan. Apa yang sedang kulakukan, mempercayakan hidupku pada si
sinting ini" Aku merasa setiap waktu yang terbuang percuma akan menghalangiku mencapai
Terayama sebelum salju turun atau Tribe berhasil menangkapku. Namun kini kusadari
bahwa satu-satunya harapan adalah berjalan melintasi pegunungan. Mau tak mau aku harus
mengikuti Jo-An. Kami menyeberangi sungai kecil yang tak jauh dari hulu dengan melewati tambak ikan.
Kami bepergian dengan beberapa orang, sepasang nelayan, dan beberapa gadis yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 148 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
membawa makanan untuk orang yang sedang membakar batang padi dan menyebarkan
pupuk kandang di lahan kosong. Para gadis memilih berjalan di tepi sungai ketimbang
melewati jalan kami. Seorang nelayan bahkan meludahi kami, dan seorang lagi menyumpahi
Jo-An karena mencemari air. Aku tetap menunduk agar wajahku terlihat samar, tapi mereka
tak memperhatikanku. Mereka bahkan tidak mau menatap kami secara langsung, seolah
dengan melihat saja mereka akan kotor dan sial.
Jo-An nampak tidak mempedulikan kekasaran mereka, dia seakan menarik dirinya ke
dalam mantel gelap, tapi ketika kami telah melewati orang itu, dia berkata, "Mereka tak
mengijinkan kami menggunakan jembatan kayu untuk membawa kulit ke seberang. Itulah
sebabnya kami membangun jembatan sendiri. Ketika jembatan mereka runtull, mereka tetap
menolak menggunakan jembatan kami." Dia menggeleng-gelengkan kepala dan berbisik,
"Andai saja mereka mengenal Sang Rahasia."
Kami menyusuri sungai beberapa mil lagi kemudian berbelok ke timur laut, jalan mulai
menanjak. Pohon maple dan pohon beech yang tak berdaun memberi celah bagi pinus dan
cedar untuk menampakkan diri. Semakin dalam ke hutan, jalan semakin gelap dan curam
sampaisampai kami harus mendaki karang dan batu-batu besar. Tidur membuatku segar dan
memulihkan kekuatanku. Jo-An mendaki tak mengenal lelah, nyaris tidak terengah-engah.
Sulit sekali menebak usianya. Kemiskinan dan penderitaan telah menggerogoti sehingga dia
mirip orang tua, padahal usianya mungkin tidak lebih dari tiga puluh tahun. Ada yang tidak
wajar pada dirinya, dia seperti baru kembali dari kematian.
Akhirnya kami mencapai puncak dan berdiri di dataran tinggi kecil. Sebuah karang
raksasa melintang akibat jatuh dari tebing di atas. Di bawah terlihat kilauan sungai, hampir
sepanjang Tsuwano. Kabut melayang melintasi bukit. Awan rendah menutupi barisan
pegunungan di sisi yang berlawanan. Pendakian telah menghangatkan kami, tapi di saat
berhenti, napas kami mengeluarkan asap putih di udara yang kering ini. Beberapa buah arbei
terakhir masih memancarkan warna merah di semak-semak yang tidak berdaun; selain itu
tak ada lagi warna di segala tempat. Bahkan pepohonan hijau kini menghitam. Aku
mendengar gemericik air, dan dua burung gagak saling bersahutan dari tebing yang terjal.
Ketika gagak-gagak itu diam, aku mendengar napas seseorang.
Aku mendengar suara, lambat dan beraturan, yang berasal dari dalam karang itu. Aku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 149 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
melambatkan napasku, menyentuh lengan Jo-An dan membuat satu tanda dengan kepalaku
ke arah suara. Dia tersenyum dan berkata pelan. "Tenang saja. Dialah orang yang hendak kita temui."
Burung gagak berteriak dengan suara yang tajam dan kurang menyenangkan. Kini aku
mulai menggigil. Hawa dingin merayapi tubuhku, mengepungku. Ketakutan di malam
sebelumnya kembali muncul. Aku ingin tetap bergerak. Aku tak ingin bertemu dengan siapa
pun yang bersembunyi di balik karang itu, yang bernapas begitu lambat sehingga hampir
tidak mirip napas manusia.
"Ayolah," kata Jo-An, dan aku mengikuti dia memutari pinggiran karang sambil
melihat waspada agar tidak jatuh. Di balik karang terdapat gua di badan gunung. Air
menetes dari langit-langit gua. Tetesan itu membentuk lembing dan tiang serta mengikis
membentuk satu parit di tanah yang mengarah ke kolam kecil yang dalam, di pinggirannya
terdapat tangki persediaan air dan batu kapur putih.
Airnya berwarna hitam. Langit-langit gua berbentuk landai, mengikuti bentuk gunung, dan di tempat yang
lebih tinggi dan kering duduk satu sosok yang kukira patung seandainya aku tidak mendengar desah napasnya. Sosok itu putih keabu-abuan, mirip seonggok kapur. Sepertinya
sosok itu sudah duduk di sana begitu lama hingga mulai mengeras. Sulit mengatakan apakah
orang itu laki-laki atau perempuan. Dia mirip pertapa, biksu atau biarawati yang telah
melintasi jenis kelamin dan menjelma lebih dekat ke dunia berikutnya, dia hampir
menyerupai roh. Rambutnya menjurai jatuh bagai selendang putih, muka dan tangannya
kelahu ibarat kertas usang.
Sosok itu sedang duduk dalam posisi meditasi di lantai gua tanpa menunjukkan tandatanda ketidaknyamanan. Di depannya ada semacam batu altar yang dipenuhi bunga layu,
kuntum lili musim gugur terakhir, dan beberapa sesembahan: dua jeruk yang kulitnya telah
keriput, sepotong kecil kain dan beberapa uang logam bernilai rendah. Tempat ini seperti
kuil yang diperuntukkan bagi dewa gunung, kecuali di batunya terukir simbol Hidden,
seperti yang Lady Maruyama torehkan di tanganku sewaktu pertama kali bertemu
dengannya di Chigawa. Jo-An melepas ikatan di bajunya lalu mengeluarkan sisa kue mochi. Dia berlutut,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 150 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
meletakkan kue itu dengan hati-hati di altar, lalu bersujud. Sosok itu membuka mata dan
memandang ke arah kami, tapi tidak melihat. Kedua matanya putih seperti kabut karena
buta. Muncul ekspresi di wajahnya sehingga membuatku berlutut dan menunduk di
depannya-raut kelembutan dan kasih sayang yang teramat dalam, berbaur dengan
kesempurnaan pengetahuan. Tidak diragukan lagi, aku dalam pengaruh orang suci.
"Tomasu," dia berkata, dan kurasa suaranya lebih mirip suara perempuan. Sudah lama
sekali orang menyebut nama pemberian ibuku sehingga bulu kudukku berdiri dan aku pun
menggigil, bukan hanya karena kedinginan.
"Duduk tegak," dia berkata. "Aku ingin menyampaikan scsuatu yang harus kau dengar.
Kau adalah Tomasu dari Mino, tapi kau telah menjadi Otori dan Kikuta. Tiga darah
bercampur dalam dirimu. Kau terlahir di Hidden, tapi hidupmu dibawa ke alam
keterbukaan dan tidak lagi menjadi milikmu sendiri. Bumi akan menghantarkan apa yang
menjadi keinginan Surga."
Dia lalu diam. Waktu berlalu. Dingin merasuki tulang tulangku. Aku ingin tahu apakah
dia hendak mengatakan hal lain. Awalnya aku tercengang karena dia mengetahui diriku; tapi
kemudian aku menduga kalau Jo-An telah mengatakan pada orang itu. Jika perkataannya ini
adalah ramalan, maka maksudnya sangat tidak jelas. Jika berlutut lebih lama lagi, aku pasti
akan mati beku, tapi aku tertahan oleh kekuatan mata wanita buta itu.
Aku mendengar napas kami bertiga dan suara-suara alam, burung-burung gagak masih
menjerit dengan suara tajam, pepohonan cedar bergoyang-goyang dalam semilir angin
timur, percikan dan tetesan air, dan erangan gunung saat udara semakin dingin dan karang
menyusut. "Wilayah kekuasaanmu akan terbentang dari laut hingga laut," akhirnya dia berkata.
"Tapi damai hanya dapat diwujudkan melalui pertumpahan darah. Lima peperangan akan
membayar perdamaian, empat kali menang dan satu kali kalah. Banyak orang yang mati,
tapi kau akan selamat, kecuali di tangan anak laki-lakimu sendiri."
Perempuan itu lalu diam lama. Cahaya meredup seiring berlalunya waktu menuju
malam dan udara pun terasa kian dingin. Aku menatap sekeliling gua. Di dekat tempat
perempuan suci itu ada roda pendoa di atas balok kecil yang berukir daun teratai di
pinggirannya. Aku bingung. Aku tahu banyak kuil gunung yang dilarang bagi perempuan,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 151 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
namun belum pernah aku melihat kuil yang berisi gabungan berbagai simbol, seakan Tuhan
Rahasia, Sang Pencerah, dan roh gunung tinggal bersama-sama di sini.
Dia berkata seakan mengetahui apa yang aku pikirkan; suaranya menunjukkan tawa
sekaligus takjub. "Semua adalah tunggal. Simpan ucapanku di hatimu. Semuanya adalah
tunggal." Dia menyentuh roda pendoa dan menggerakkannya. Ritme roda rasanya berpindah ke
dalam urat nadiku lalu bercampur bersama darahku. Dengan lembut dia melantunkan katakata yang belum pernah aku dengar dan aku pahami. Kata-kata itu terus mengalir dan
mengelilingi kami hingga akhirnya terdengar sayup-sayup terbawa angin. Ketika aku
mendengarkan lagi, lantunan itu berubah seperti restu perpisahan dari kaum Hidden. Dia
menyerahkan mangkuk dan menyuruh kami minum dari kolam sebelum pergi.
Lapisan es tipis sudah terbentuk di permukaan kolam, dan dinginnya air terasa
menggigit gigiku. Jo-An lalu dengan tergesa-gesa menuntunku pergi sambil menatap cemas
ke utara. Sebelum kami kembali berjalan melintasi puncak, aku menoleh untuk yang terakhir
kali ke perempuan suci itu. Dia duduk tak bergerak; dari jauh dia seperti bagian dari karang.
Sungguh tak bisa dipercaya dia tinggal di tempat itu sendirian.
"Bagaimana dia bisa bertahan?" tanyaku pada Jo-An. "Dia akan mati kedinginan."
Jo-An mengerenyitkan alis. "Dia dilindungi Tuhan. Tidak peduli baginya jika dia mati."
"Kalau begitu, dia sepertimu?"
"Dia orang suci. Semula kupikir dia malaikat. Dia manusia yang berubah karena
kekuatan Tuhan." Jo-An tak ingin bicara lebih banyak lagi. Dia seperti mengerti keadaanku yang
mendesak. Kami menuruni jalan dengan langkah cepat, tapi ketika tiba di reruntuhan
karang kecil, kami terpaksa merangkak. Di sisi lain, ada jalan setapak menuju hutan yang
gelap. Di jalan setapak itu kami mulai mendaki lagi.
Daun pinus yang menyerupai jarum menutupi jalan dan ini menyulitkan langkah kami.
Di bawah pepohonan, malam seperti hampir tiba. Jo-An berjalan lebih cepat. Berjalan
membuat badanku hangat, namun telapak dan tungkai kakiku lambat-laun membatu,
seakan itu akibat air kapur yang tadi kuminum. Jantungku juga membeku karena kata-kata
yang mencengangkan dari sang pertapa dan semua kata-kata itu menunjukkan gambaran
LIAN HEARN BUKU KEDUA 152 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
masa depanku. Aku belum pernah berperang; apakah aku akan benar-benar terlibat dalam
lima peperangan itu" Jika pertumpahan darah menjadi harga dari satu perdamaian, maka
lima peperangan akan menjadi mahal. Dan gagasan bahwa anakku, yang bahkan belum
lahir, akan membunuhku, menimbulkan rasa sedih yang tak tertahankan.
Aku menyusul Jo-An dan menyentuh lengannya. "Apa makna perkataannya?"
"Sama seperti yang dia katakan," balasnya sambil memperlambat langkahnya untuk
menghela napas. "Apakah dia juga pernah mengatakan kata-kata yang sama padamu?"
"Ya." "Kapan?" "Setelah aku mati, lalu hidup lagi. Aku ingin hidup seperti dia, seorang pertapa di
gunung. Aku ingin menjadi pelayannya, pengikutnya. Namun dia mengatakan kalau tugasku
di dunia belum selesai, dan dia mengungkapkan beberapa kata tentang dirimu."
"Kau mengatakan padanya siapa diriku, masa laluku dan semuanya?"
"Tidak," Jo-An berkata dengan sabar, "Tidak perlu mengatakan sesuatu yang sudah dia
tahu. Dia menyuruh aku melayanimu, karena engkau yang akan membawa perdamaian."
"Perdamaian?" ulangku. Inikah yang dimaksud sebagai keinginan Surga" Aku bahkan
tak yakin makna kata-kata itu. Gagasan perdamaian rasanya seperti salah satu khayalan
kaum Hidden, seperti cerita kerajaan yang selalu ibuku bisikkan di malam hari. Apakah
mungkin menghentikan peperangan antar-klan" Seluruh klas ksatria bertarung; demi itulah
mereka dibesarkan, dilatih, dan hidup. Terlepas dari tradisi dan keliormatan diri mereka,
ada satu kebutuhan untuk membentuk pasukan bersenjata demi memperluas wilayah dan
menjalin persekutuan, seperti yang Iida Sadamu lakukan, dan kini, tidak jauh berbeda, Arai
Daiichi. "Perdamaian melalui peperangan?"
"Adakah cara lain?" balas Jo-An. "Nantinya akan ada beberapa peperangan."
Empat kali menang, sekali kalah.
"Itulah alasannya kami mulai bersiap-siap. Kau sudah melihat orang-orang di tempat
penyamakan tadi, kau sudah melihat tatapan mereka. Sejak tindakanmu yang welas asih di
Kastil Yamagata, sewaktu kau mengakhiri penderitaan orang Hidden yang disiksa, kau telah
menjadi pahlawan bagi orang-orang ini. Belum lagi pengabdianmu pada Lord Shigeru di
Inuyama... bahkan tanpa adanya ramalan, mereka rela mati demimu. Kini mereka tahu kalau
LIAN HEARN BUKU KEDUA 153 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Tuhan ada di pihakmu."
"Perempuan itu duduk di dalam kuil gunung dan menggunakan roda pendoa," kataku.
"Tapi, dia memberkati kita menurut kebiasaan orang-orangmu."
"Orang-orang kita," dia membetulkan.
Aku menggelengkan kepala, "Aku tak lagi mengikuti ajaran itu. Aku sudah sering
membunuh. Apa kau yakin dia menyampaikan kata-kata tuhanmu?"
Bagi kaum Hidden, Tuhan Rahasia adalah satu-satunya kebenaran, dan roh yang
disembah orang lain hanyalah delusi.
"Aku tidak tahu mengapa Tuhan menyuruhku menuruti perkataan perempuan itu," dia
mengakui. "Tapi dia telah mengatakannya, dan itulah yang akan kulakukan."
Dia gila, pikirku, siksaan dan ketakutan telah membuat dia gila. "Perempuan itu berkata,
"Semua adalah tunggal. Kau tidak percaya itu, kan?" tanyaku.
Jo-An berbisik, "Aku mempercayai semua ajaran Sang Rahasia. Aku menuruti
ajarannya sejak kecil. Aku tahu itu benar. Tapi bagiku ada suatu tempat di luar semua ajaran
itu, suatu tempat di balik kata-kata, suatu tempat di mana kebenaran berada. Tempat di
mana semua kepercayaan keluar dari satu sumber. Saudaraku seorang rahib; dan dia pasti
akan mengatakan ucapanku ini dosa. Aku belum sampai ke titik itu, tapi di situlah si pertapa
bermukim." Aku diam, memikirkan hubungan kata-katanya dengan diriku. Dapat kurasakan ada
tiga unsur yang membentuk sifatku, yang bergulung-gulung dalam diriku"seperti tiga ekor
ular yang terpisah, masing-masing ular akan saling membunuh jika diberi kesempatan
menyerang. Aku tak mengambil salah satu tanpa mengabaikan dua pertiga hidupku yang
lain. Satu-satunya cara yaitu terus maju, menguasai pecahan-pecahan ini, dan mencari cara
untuk menyatukannya. "Dan kau juga," Jo-An menambahkan, sambil membaca pikiranku.
"Itulah yang ingin kuyakini," kataku akhirnya. "Tapi kenyataannya dia berada di tempat
spiritualitas yang terdalam, sedangkan aku mungkin lebih praktis. Bagiku semuanya tampak
Anak Harimau 20 Pendekar Rajawali Sakti 102 Pembunuh Berdarah Dingin Sang Pembantai 1
padanya." "Aku ingin tahu kisah hidupnya," kata Lord Fujiwara. "Aku tahu dia memiliki banyak
rahasia. Tragedi kematian ayahnya merupakan salah satunya, kurasa. Kuharap kau akan
mengatakan padanya kelak, jika dia tidak mampu mengatakannya." Suaranya pecah.
"Kecantikannya yang mernbius sungguh menusuk jiwaku," katanya. Shizuka mendengar
kepura-puraan, tapi mata Lord Fujiwara berlinang air mata. "Jika dia hidup, aku akan
menikahinya," katanya. "Dengan begitu aku akan selalu memilikinya. Kau boleh pergi. Kau
akan mengatakan ucapanku ini kepadanya?"
"Lord Fujiwara." Shizuka menyembah hingga dahi menyentuh lantai lalu mundur
sambil berlutut. Andai dia hidup"* LIAN HEARN BUKU KEDUA 105 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
KOTA Matsue yang terletak di sebelah utara sangat dingin. Kami tiba di kota ini pada
pertengahan musim gugur, saat angin dari tanah daratan berderu melintasi lautan dengan
warna segelap baja. Bila salju mulai turun, seperti halnya Hagi, Matsue akan terputus dari
daerah di sekitarnya selama tiga bulan. Tempat yang cocok untuk belajar.
Selama seminggu kami berjalan melalui pesisir pantai. Meskipun tidak turun hujan,
namun langit sering mendung dan siang hari berlangsung lebih pendek dan lebih dingin.
Kami berhenti di sejumlah desa untuk menghibur anak-anak dengan permainan juggle,
spinning top, dan permainan senar yang dikuasai Yuki dan Keiko. Di malam hari kami selalu
menginap di rumah anggota Tribe. Aku selalu terjaga hingga larut malam, mendengarkan
percakapan berbisik, mencium aroma sake atau aroma bahan makanan yang terbuat kedelai.
Aku memikirkan Kaede, merindukannya. Dan terkadang di saat sedang sendiri, kubaca
surat Shigeru yang memintaku untuk membalaskan kematiannya, dan juga menjaga Lady
Shirakawa. Meskipun aku telah memutuskan untuk bergabung dengan Tribe, namun
bayangan kedua paman Shigeru yang belum mendapat hukuman di Hagi, serta pedang
Shigeru, Jato, yang kini terlelap di Terayama, selalu muncul di benakku.
Saat tiba di Matsue, Yuki dan aku telah menjadi sepasang kekasih. Hubungan kami
tidak terelakkan, bukan atas kemauanku. Aku selalu menyadari keberadaannya selama di
perjalanan, inderaku terbiasa dengan suaranya, keharumannya. Tapi, aku selalu bersikap
waspada dan berhati-hati untuk mengambil langkah apa pun pada dia. Sudah jelas kalau
Akio juga tertarik pada Yuki. Dia tergila-gila pada Yuki. Dia selalu mencari-cari
kesempatan untuk dapat bersamanya, berjalan di sisinya, dan duduk di sampingnya saat
makan. Aku tak ingin membuat Akio semakin membenciku.
Posisi Yuki di rombongan ini tidak jelas. Dia selalu patuh dan memperlakukan Akio
dengan hormat, meskipun Yuki lebih jago ketimbang Akio. Status mereka tampak sejajar,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 106 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sedangkan posisi Keiko jauh di bawah mereka, mungkin dia berasal dari keluarga yang lebih
kecil atau sekadar saudara seketurunan. Keiko selalu mengabaikan diriku, namun dia
menunjukkan kesetiaan buta pada Akio. Sedangkan pada laki-laki yang tertua, Kazuo,
semua orang memperlakukan dia sebagai pelayan dan juga paman. Dia memiliki banyak
keahlian praktis, termasuk mencopet.
Akio adalah keturunan Kikuta dari ayah dan ibunya. Dia sepupu keduaku dan bentuk
tangan kami pun serupa. Kemampuan fisiknya sangat mengagumkan; gerakannya sangat cepat dan dapat
melompat begitu tinggi sehingga dia terlihat seperti melayang. Selain mampu menghilangkan diri, dia tidak memiliki keistimewaan Kikuta yang lain. Yuki mengatakan itu padaku
saat kami berjalan jauh di depan rombongan.
"Para tetua takut keistimewaan itu akan lenyap. Di setiap generasi kemampuan itu
semakin berkurang." Dia berpaling kepadaku lalu menambahkan, "Itulah mengapa sangat
penting bagi kami untuk mempertahankanmu."
Ibunya Yuki pernah mengatakan hal serupa, dan aku ingin sekali bisa mendengar lebih
banyak dari Yuki, tapi Akio berteriak bahwa kini giliranku untuk mengendalikan gerobak.
Aku melihat kecemburuan di wajahnya. Dapat kulihat dengan jelas rasa cemburu dan rasa
bencinya padaku. Dia sangat fanatik pada Tribe, mungkin karena dia besar dalam ajaran dan
pandangan hidup Tribe; kemunculanku yang tiba-tiba mungkin telah mengusik ambisi dan
harapannya. Aku tak berkata apa-apa saat mengambil alih kendali gerobak. Akio lalu berlari ke depan
agar dapat berjalan di samping Yuki, kemudian berbisik. Seperti biasa, dia lupa kalau aku
bisa mendengar setiap ucapannya. Dia biasa memanggilku si Anjing, dan nama panggilan
itu agaknya tepat untuk dilekatkan padaku. Aku memiliki kesamaan dengan anjing, aku
dapat mendengar apa yang anjing dengar dan aku tahu bagaimana rasanya tidak bisa bicara.
"Apa yang kau bicarakan dengan si Anjing?" dia bertanya pada Yuki.
"Pelajaran dan pelajaran," balas Yuki acuh. "Masih banyak yang harus dia pelajari."
Namun apa yang kelak dia ajarkan hanyalah seni bercinta.
Yuki dan Keiko dapat berperan sebagai pelacur selama perjalanan jika terpaksa.
Kebanyakan anggota Tribe, laki-laki dan perempuan, tidak berpikir buruk tentang mereka
LIAN HEARN BUKU KEDUA 107 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
berdua karena melacur. Pelacuran hanyalah peran lain yang harus dimainkan, kemudian
dilupakan. Tentu saja klan memiliki gagasan yang berbeda tentang keperawanan calon
pengantin dan kesetiaan isteri mereka. Laki-laki boleh melakukan apa pun yang mereka
suka; perempuan diharuskan tetap setia. Ajaran yang membesarkanku ada di antara
keduanya: Hidden diwajibkan bebas dari segala hasrat fisik, meskipun kenyataannya kami
memaafkan penyelewengan orang lain, dalam segala hal kami selalu memaafkan.
Di malam keempat kami menginap di rumah seorang saudagar. Meskipun terjadi
kelangkaan barang setelah terjadi badai, namun mereka memiliki banyak sekali persediaan.
Mereka juga tuan rumah yang baik. Saudagar itu menawari kami para gadis pelayannya, dan
Akio serta Kazuo tidak menampik. Ketika aku menolak, mereka mencemooh dengan hebat,
untung saja mereka tidak memaksa. Setelah gadis-gadis masuk ke kamar laki-laki, aku lalu
pindahkan kasur ke beranda. Sebenarnya aku sangat mendambakan Kaede, bahkan
perempuan mana pun. Aku sungguh tersiksa. Kemudian aku mendengar pintu digeser
terbuka, dan seorang gadis dari kediaman ini, kupikir, keluar ke beranda. Saat dia menutup
pintu, aku mengenali keharuman tubuh dan langkahnya.
Yuki berlutut di sampingku. Aku menyentuhnya lalu menariknya ke sampingku.
Korsetnya terbuka, kimononya sudah dilepas. Aku teringat rasa terima kasihku yang amat
besar padanya. Dia melepas pakaianku, membuatnya semua berjalan sangat mudah bagiku"
terlalu mudah. Keesokan pagi Akio menatapku curiga. "Kau berubah pikiran semalam?"
Aku heran bagaimana dia bisa tahu, apakah dia mendengar ataukah dia hanya menduga.
"Seorang gadis mendatangiku. Tampaknya tidak sopan untuk diusir," jawabku.
Dia menggerutu tanpa menuntut penjelasan, namun dia selalu mengawasi aku dan Yuki,
bahkan di saat kami sedang tidak berbincang, seolah-olah dia tahu ada yang terjadi di antara
kami. Aku terus-menerus memikirkan Yuki, terbuai antara senang dan putus asa. Senang
karena saat-saat bersamanya begitu indah, dan putus asa karena dia bukan Kaede, dan apa
yang telah kami lakukan justru semakin mempererat ikatanku dengan Tribe.
Aku teringat komentar Kenji saat dia pergi: akan sangat bagus bila Yuki selalu berada di
sekitarmu untuk mengawasi. Dia tahu ini akan terjadi. Apakah dia yang merencanakan
semua ini" Apakah Akio juga telah diberi tahu" Aku diliputi rasa was-was. Aku tak
LIAN HEARN BUKU KEDUA 108 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mempercayai Yuki, tapi bukan berarti aku menjauh darinya. Itu membuat kecemburuan
Akio semakin terlihat jelas.
Akhirnya rombongan kecil kami tiba di Matsue. Dari luar kami nampak kompak, tapi
sebenarnya kami tercabik-cabik oleh berbagai emosi. Sebagai anggota Tribe, kami biasa
menyembunyikan semua itu.
Di kota ini kami tinggal di rumah yang beraroma kedelai olahan: tauco* dan tofu.
Saudagar pemilik rumah, Gosaburo adalah adik bungsu Kotaro, juga sepupu pertama
ayahku. Hanya sedikit rahasia yang perlu kami jaga. Kami telah jauh di luar wilayah Tiga
Negara sehingga dari jangkauan Arai. Pemimpin klan di Matsue, Yoshida, tidak
bermusuhan dengan Tribe. Dia merasa Tribe berguna untuk simpan-pinjam uang, sebagai
mata-mata dan juga pembunuh. Di sini kami mendengar kabar tentang Arai yang sibuk
menaklukkan wilayah Timur dan wilayah Tengah, menyusun persekutuan, dan bertempur
kecil-kecilan demi memperjuangkan perbatasan dan menetapkan daerah administrasi. Kami
mendengar rumor tentang kampanye Arai untuk membersihkan daerahnya dari Tribe. Ada
yang menyambut kabar ini dengan gembira namun banyak pula orang yang mencemooh.
Aku tidak akan menceritakan pelatihanku lebih rinci. Kegiatan pelatihan ini ditujukan
untuk membangkitkan kekejaman dalam diriku. Tapi hingga sekarang ini, setelah setahun
berlalu, kenangan akan kebengisan dan kekasaran masih membuatku tersentak, dan aku
berusaha memalingkan wajah. Itulah masa-masa yang kejam: pada saat itu mungkin Surga
murka, mungkin manusia telah dicengkeram oleh setan, mungkin juga kekuatan baik sudah
lemah sehingga kebrutalan datang menyerbu. Tribe, kelompok yang paling kejam di antara
yang paling kejam, pun tumbuh subur.
Aku bukan satu-satunya anggota Tribe di pelatihan itu. Ada beberapa anak laki-laki
lain, sebagian besar jauh lebih muda dariku, dan semua terlahir sebagai Kikuta serta tumbuh
dalam keluarga itu. Salah seorang yang seumur denganku bertubuh gemuk, periang, dan aku
sering dipasangkan dengannya. Namanya Hajime, dan meskipun tidak jelas-jelas
membelokkan kemarahan Akio padaku"karena bila dia lakukan secara terang-terangan
akan dianggap tidak sopan. Ada sesuatu pada dirinya yang kusuka, meskipun aku kurang
mempercayainya. Keahlian bertarungnya jauh lebih hebat dariku. Dia jago sumo dan cukup
kuat menarik anak panah raksasa dari panah sang guru. Namun tak satu pun anugrah yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 109 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dia dan pemuda lainnya miliki yang mampu mendekati kemampuanku. Baru kini kusadari
betapa istimewanya kemampuan yang kumiliki. Aku dapat menghilangkan diri cukup lama
di sudut ruangan, bahkan di dinding kosong bercat putih; Akio pun, terkadang, tidak dapat
melihatku. Aku mampu membelah sosokku saat sedang bertarung, dan menyaksikan
lawanku bertarung menghadapi sosok keduaku dari sudut lain ruangan. Aku dapat bergerak
tanpa suara dan pendengaranku semakin tajam. Anak muda lainnya dengan cepat belajar
untuk tidak menatap mataku. Hampir semua anak pernah tertidur karena ulahku. Perlahanlahan aku belajar mengendalikannya setelah mempraktekkan pada anak-anak itu. Saat
menatap mata mereka, aku melihat kelemahan dan ketakutan yang membuat mereka rapuh
dalam tatapanku: terkadang ketakutan pada diri mereka, dan terkadang ketakutan mereka
padaku dan pada kekuatan gaib yang aku miliki.
Setiap pagi aku berlatih bersama Akio guna menambah kekuatan dan kecepatanku.
Gerakanku lebih lambat dan lemah dibanding dia hampir dalam segala bidang. Demi
menghargai bakatnya, Akio juga diminta mengajariku keahlian melompat, dan dia berhasil.
Kedua keahliannya itu memang telah mengendap dalam diriku"tidak heran ayah tiriku
sering memangilku monyet liar"ditambah lagi cara Akio mengajar yang brutal sehingga
mampu memunculkan keliaranku, dan memaksaku untuk mengendalikannya. Hanya dalam
beberapa minggu aku merasa ada perbedaan dalam diriku, tubuh yang kuat dan pikiran yang
tajam. Kami selalu mengakhiri latihan dengan bertarung tangan kosong"bukan berarti Tribe
sering menggunakan cara bela diri ini: mereka lebih suka membunuh secara diam-diam.
Setelah latihan kami lalu duduk bermeditasi dalam keheningan, jubah disampirkan ke tubuh
kami agar suhu tubuh tetap naik oleh kekuatan kehendak. Kepalaku sering berdengung
akibat pukulan atau terjatuh sehingga aku tak mampu mengosongkan pikiran seperti yang
seharusnya kulakukan. Sebaliknya, aku malah memikirkan betapa inginnya aku melihat
Akio menderita. Ingin sekali aku lampiaskan pada Akio semua siksaan yang Jo-An alami,
seperti yang dia pernah ceritakan padaku.
Pelatihan ini dirancang untuk membangkitkan kekejaman dan aku menerimanya dengan
senang hati karena meningkatnya semua kemampuan yang pernah kupelajari bersama anakanak ksatria Otori semasa Shigeru masih hidup. Darah Kikuta dari ayahku bersemi dalam
LIAN HEARN BUKU KEDUA 110 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
diriku. Sementara sifat welas asih yang diturunkan ibuku tersapu hanyut bersama semua
ajaran di masa kecilku. Aku tidak lagi berdoa; tuhan yang rahasia, Sang Pencerah, maupun
pada roh-roh kini tidak berarti apa-apa lagi bagiku. Aku tidak mempercayai keberadaan
mereka dan aku tidak melihat bukti bahwa mereka bermurah hati pada hambanya.
Terkadang, di malam hari, aku terjaga dan merasa jijik pada keadaanku saat ini, dan
kemudian aku akan bangun dan, jika aku bisa, pergi mencari Yuki.
Pertemuanku dengan Yuki selalu berjalan singkat dan tanpa suara. Namun pada suatu
sore, kami hanya berdua di rumah, selain pelayan yang bekerja di toko. Akio dan Hajime
membawa anak-anak yang lebih muda ke kuil untuk seremoni, sedangkan aku disuruh
menyalin dokumen untuk kepentingan Gosaburo. Aku mensyukuri tugas ini. Aku jarang
menggenggam kuas dan karena aku sangat terlambat belajar menulis, aku takut bila semua
huruf akan lenyap dariku. Saudagar itu memiliki beberapa buku dan, seperti yang Shigeru
ajarkan, aku sebaiknya menulis kapan saja aku sempat, namun sejak kehilangan tinta dan
kuas di Inuyama, aku jarang menulis lagi.
Dengan tekun aku menyalin dokumen, membuat laporan jumlah pembelian beras dan
kedelai dari petani setempat, namun jariku gatal ingin melukis. Aku teringat kunjungan
pertamaku ke Terayama, cemerlangnya musim panas di sana, keindahan lukisan, serta
burung kecil yang kulukis lalu kuberikan pada Kaede.
Seperti biasa, saat mengenang masa lalu, bayangan Kaede datang dan menguasai seluruh
diriku. Dapat kurasakan kehadirannya, keharuman rambutnya, dan mendengar suaranya.
Begitu kuat Kaede hadir di dekatku, seolah-olah rohnya menyelinap masuk ke ruangan ini
dengan penuh kebencian dan murka karena aku telah mengabaikan dirinya. Ucapannya
masih terngiang-ngiang di telingaku: Aku takut pada diriku. Aku hanya merasa aman bila
bersamamu. Hawa dingin menyapu ruangan dan hari semakin gelap, diiringi ancaman akan
datangnya musim dingin. Aku menggigil, dihinggapi rasa menyesal yang mendalam.
Tanganku kaku karena kedinginan.
Aku mendengar langkah Yuki mendekat dari belakang bangunan. Aku mulai menulis
lagi. Dia menyeberang halaman dan melepas sandal di beranda ruang pencatat. Aku
mencium bau kayu terbakar. Dia membawa tungku kecil, lalu dia letakkan di lantai, di
LIAN HEARN BUKU KEDUA 111 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dekatku. "Kau kedinginan," katanya. "Mau kubuatkan teh?"
"Nanti saja." Aku menaruh kuas dan menggenggam kedua tanganku untuk
mendapatkan rasa hangat. Yuki meraih tanganku dan menggosok-gosokkan di antara kedua
telapak tangannya. "Akan kututup jendela," katanya.
"Kalau begitu sebaiknya kau ambilkan lampu. Aku tidak bisa menulis bila gelap."
Dia tertawa pelan. Satu demi satu jendela dia tutup. Ruangan menjadi remang-remang,
hanya diterangi bara dari arang. Saat mendekat, Yuki telah melepas pakaiannya. Segera saja
kami berdua merasa hangat. Tapi rasa gelisah melandaku. Roh Kaede seakan hadir di
ruangan ini. Apakah aku membuat dia sedih, cemburu, dan jengkel"
Sambil meringkuk di dekatku, dengan kehangatan yang terpancar darinya, Yuki berkata,
"Ada pesan dari sepupumu."
"Sepupu yang mana?" Kini aku punya lusinan sepupu.
"Muto Shizuka."
Aku menjauh dari Yuki agar dia tidak mendengar debar jantungku. "Apa pesannya?"
"Lady Shirakawa sedang sekarat. Shizuka mengatakan mungkin Kaede tidak akan
bertahan." Yuki menambahkan dengan suara malas, "Sungguh malang nasibnya."
Yuki sedang senang. Namun yang kupikirkan saat ini hanyalah Kaede, kerapuhannya,
keingintahuannya, dan kecantikannya yang menyihir. Aku berteriak pada diriku sendiri:
Jangan mati. Aku harus bertemu denganmu lagi. Aku akan datang kepadamu. Jangan mati
sebelum aku melihatmu lagi!
Roh Kaede seakan menatapku, matanya gelap oleh celaan dan kesedihan.
Yuki berbalik untuk memandangku, kaget akan keheninganku. "Shizuka merasa kau
perlu tahu itu"apakah ada sesuatu di antara kalian" Ayahku juga menangkap kesan itu,
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
namun dia menganggap itu hanyalah cinta monyet. Ayahku mengatakan bahwa semua
orang yang memandang Kaede akan tergila-gila padanya."
Aku tak menjawab. Yuki duduk, menarik kimono menutupi tubuhnya. "Lebih dari itu,
kan" Kau mencintainya." Dia meraih tanganku dan membalikkan badanku agar berhadapan
dengannya. "Kau mencintainya," ulangnya, ada nada cemburu dalam suaranya. "Apakah itu
LIAN HEARN BUKU KEDUA 112 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sudah berakhir?" "Tak akan pernah berakhir," kataku, "Bahkan jika dia mati, aku tak akan berhenti
mencintainya." Kini sudah terlambat untuk mengatakannya pada Kaede, aku tahu itu.
"Bagian hidupmu yang itu telah berakhir," kata Yuki pelan, namun tajam. "Semuanya.
Lupakan dia! Kau tak akan bertemu dengannya lagi." Ada nada marah dan frustasi dalam
suaranya. "Aku tak akan mengatakan ini bila kau tak menyebut tentang dia." Kutarik tanganku
dari tangannya dan kembali berpakaian. Kehangatan telah hilang secepat datangnya. Bara
yang ada di tungku tak mampu membuatku hangat.
"Ambilkan arang," perintahku. "Dan lampu. Aku harus menyelesaikan tugasku."
"Takeo," dia mulai berkata, lalu tiba-tiba berhenti. "Akan kusuruh pelayan
mengambilkan arang untukmu," dia berkata sambil berdiri. Dia menyentuh tengkuk leherku
saat pergi, namun aku tak menanggapi. Secara fisik, kami sudah terlibat terlalu dalam:
tangannya telah memijatku, dan memukulku saat memberi hukuman. Kami pernah
membunuh dengan berdampingan, kami telah bercinta.
Tapi dia hanya mampu melukis permukaan hatiku saja, dan kami sadari itu.
Aku tidak menunjukkan tanda-tanda kesedihan, tapi di dalam hatiku, aku menangis
karena Kaede dan juga karena hidup yang seharusnya kami miliki saat ini. Tidak ada berita
lebih jauh dari Shizuka, meskipun aku selalu bertanya pada penyampai pesan. Yuki tak
menyinggung topik itu lagi. Aku tidak yakin Kaede sudah mati. Di siang hari aku
bergantung pada keyakinan itu, namun berbeda bila malam tiba.
Warna dedaunan mulai memudar saat gugur dari pohon maple dan pohon willow.
Rombongan angsa liar mulai terbang ke selatan melintasi langit yang mendung. Penyampai
pesan semakin jarang datang, seiring kota yang mulai terkucil karena musim dingin. Namun
terkadang ada yang datang membawa kabar tentang kegiatan Tribe dan pertempuran di
Tiga Negara dan juga, selalu, membawa perintah baru bagi trade kami.
Istilah trade adalah cara kami menggambarkan tugas memata-matai atau perintah
membunuh. Trade dengan nyawa manusia perlu didata karena banyak jumlahnya. Aku
menyalin semua catatan tentang kegiatan itu, terkadang hingga larut malam dengan
ditemani Gosaburo, si saudagar, sambil berpindah dari catatan tentang panen kedelai hingga
LIAN HEARN BUKU KEDUA 113 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
urusan kematian. Dua kegiatan yang berbeda ini menghasilkan keuntungan yang bagus,
meskipun kedelai terpengaruh badai sedangkan pembunuhan tidak, walau bisa saja calon
korban mati akibat badai sebelum Tribe berhasil menyeretnya sehingga sering timbul
sengketa yang tak berkesudahan tentang pembayarannya.
Kikuta, keluarga yang lebih kejam, diharuskan lebih ahli dalam membunuh
dibandingkan Muto yang secara turun-temurun lebih efektif menjadi mata-mata. Dua
keluarga ini termasuk golongan aristrokat dalam Tribe; tiga keluarga lainnya yaitu, Kuroda,
Kudo, dan Imai, lebih banyak bekerja pada tugas yang kasar dan menjemukan: menjadi
pelayan, mencuri, mencari berita, dan sebagainya. Lantaran keahlian turun-temurun sangat
berharga, banyak pernikahan antara Muto dan Kikuta dilangsungkan, sementara hanya
sedikit di antara mereka yang menikah dengan keluarga selain itu, meskipun ada
pengecualian sehingga melahirkan orang jenius seperti si pembunuh, Shintaro.
Setelah urusan hitung-menghitung, Kikuta Gosaburo akan menjelaskan tentang silsilah
keluarga, sambil menjelaskan hubungan yang ruwet di antara kalangan Tribe yang tersebar
ibarat jaring laba-laba musim gugur yang melintasi Tiga Negara. Gosaburo seorang laki-laki
gemuk dengan dagu berlipat seperti perempuan dan berwajah halus, seolah memiliki
perawakan yang lemah-lembut. Aroma kedelai fermentasi melekat di pakaian dan kulitnya.
Jika suasana hatinya sedang baik, dia akan menyajikan sake dan beralih dari pelajaran silsilah
ke sejarah-sejarah leluhurku dari pihak Tribe. Ksatria bisa bangkit dan jatuh, klan bisa saja
tumbuh subur dan menghilang, namun trade kaum Tribe di segala esensi terus kehidupan
berlanjut. Kecuali saat ini, Arai hendak membawa angin perubahan. Pada saat semua ksatria
ingin bekerjasama dengan Tribe, Arai justru ingin menghancurkan mereka.
Dagu Gosaburo bergerak-gerak saat menertawakan gagasan itu.
Awalnya aku hanya ditugasi sebagai mata-mata, dikirim untuk menguping pembicaran
di kedai dan warung teh, lalu diperintahkan memanjat dinding dan atap di malam hari dan
mendengarkan para laki-laki menceritakan rahasia kepada anak atau isteri mereka. Aku
mendengarkan semua rahasia dan ketakutan penduduk kota ini, strategi klan Yoshida di
musim semi nanti, perhatian pemerintah kastil setempat atas rencana Arai yang sudah
kelewat batas serta tentang pemberontakan petani yang hampir terjadi. Aku pergi ke desadesa di pegunungan untuk mencari tahu biang keladi pemberontakan.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 114 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Suatu malam Gosaburo mendecak-decakkan lidah, tak senang karena ada yang
menunggak pembayaran. Bukan hanya belum dibayar, orang itu bahkan memesan barang
lebih banyak. Nama pemesan itu adalah Furoda, seorang ksatria klas rendahan yang kini
beralih menjadi petani demi menghidupi keluarga besarnya dan sangat menyukai barang
mewah. Di bawah tulisan namanya, aku membaca simbol-simbol yang menunjukkan bahwa
beberapa usaha intimidasi telah dilakukan: lumbungnya dibakar, seorang anak gadisnya
diculik, anak laki-lakinya dipukul habis-habisan. Tetap saja, dia tenggelam lebih jauh dalam
hutang pada Kikuta. "Masalah ini bisa diserahkan pada si Anjing," kata saudagar itu pada Akio yang datang
bergabung untuk minum sake. Seperti yang lainnya, kecuali Yuki, Gosaburo juga
memanggilku dengan nama kecil pemberian Akio.
Akio mengambil gulung kertas itu dan membaca sejarah Furoda yang menyedihkan.
"Orang ini terlalu banyak diberi kemudahan."
"Sebenarnya orang itu menyenangkan. Aku mengenalnya sejak kanak-kanak. Tapi, aku
tidak bisa terus-menerus memberinya pinjaman."
"Paman, bila kau tak segera berurusan dengannya, bukankah orang lain akan
mengharapkan kelonggaran yang sama?" kata Akio.
"Itulah masalahnya. Sekarang ada banyak orang yang menunggak pembayaran. Mereka
pikir bisa menghindar karena Furoda berhasil." Gosaburo menghela napas panjang, matanya
nyaris hilang dalam lipatan pipinya. "Hatiku terlalu lembut. Itu masalahku. Kakakku selalu
mengatakan itu padaku."
"Si Anjing juga berhati lembut," kata Akio, "Tapi kami telah melatihnya agar berjiwa
keras. Dia bisa mengurusi Furoda. Akan lebih baik baginya."
"Jika dibunuh, dia tak akan bisa bayar hutang," kataku.
"Tapi yang lain akan segera membayar." Akio berkata seakan-akan sedang menunjukkan
kebenaran yang sudah jelas kepada orang tolol.
"Seringkali lebih mudah mengambil harta orang yang sudah mati daripada yang masih
hidup," kata Gosaburo, dengan nada sedih.
Aku tidak mengenal Furoda, orang yang menyukai kesenangan, kurang bertanggungjawab dan santai ini, dan aku enggan membunuhnya. Tapi aku harus
LIAN HEARN BUKU KEDUA 115 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
melakukannya. Beberapa hari kemudian, pada suatu malam hari, aku mendatangi rumahnya
yang terletak di pinggiran kota, aku diamkan anjing-anjing, lalu berjalan dengan
menghilangkan diriku dan menyelinap melewati penjaga. Rumah Furoda dipalang dengan
kuat sehingga aku menunggu orang itu keluar ke kamar kecil. Sudah lama kuamati
rumahnya dan aku tahu ia selalu bangun awal untuk buang hajat. Furoda dulunya bertubuh
besar dan padat yang kemudian berhenti berlatih dan menyerahkan pekerjaan berat di
ladang pada anaknya sehingga kini dia lemah. Dia dibunuh hampir tanpa keributan.
Ketika aku merapikan garotte, rintik hujan nyaris sedingin es. Atap dinding licin. Malam
begitu gelap. Aku kembali ke rumah Kikuta diam-diam, dibungkam oleh kegelapan dan
dingin, seakan mereka menjalar dalam diriku dan meninggalkan bayangan di relung jiwaku.
Anak-anak Furoda segera membayar hutang ayahnya, dan Gosaburo senang dengan
hasil kerjaku. Aku tak ingin orang tahu seberapa besar pembunuhan itu menggangguku, tapi
tugas berikutnya justru lebih buruk lagi. Keluarga Yoshida memerintahkan suatu
pembunuhan. Mereka memutuskan untuk menghentikan kerusuhan di kalangan penduduk
desa sebelum musim dingin, dan meminta agar pemimpin pemberontak dibunuh. Aku tahu
pemimpinnya, tahu lahan rahasianya, meskipun aku tidak mengatakan itu pada siapa pun.
Ketika aku katakan pada Gosaburo dan Akio di mana orang itu bisa ditemui sedang sendiri
setiap pagi, mereka lalu memberi tugas itu kepadaku.
Orang itu memiliki sawah dan ladang kentang manis yang tersembunyi di sebuah goa,
terhalang oleh pebukitan, dan ditutupi bebatuan dan semak belukar. Dia sedang bekerja di
ladangnya sewaktu aku menapak di tanah yang landai. Aku salah menilainya: dia lebih kuat
dari yang kuduga, dan dia melawan dengan menggunakan cangkul. Selagi berkelahi, kain
penutup kepalaku merosot ke belakang dan dia sempat melihat wajahku. Sorot mata lakilaki itu seperti mengenaliku, diiringi rasa takut. Saat itu aku menggunakan sosok keduaku
untuk menghampiri sisi belakang dan menggorok lehernya, samar-samar aku mendengar dia
berkata. "Lord Shigeru!"
Tubuhku berlumuran darah, darahnya dan darahku. Aku pusing karena terkena pukulan
yang tak sempat aku hindari. Cangkulnya sempat menggores kepalaku hingga berdarah.
Kata-kata orang itu sangat menggangguku. Apakah dia meminta arwah Shigeru untuk
LIAN HEARN BUKU KEDUA 116 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menolongnya, ataukah dia mengira aku adalah Lord Shigeru" Aku ingin bertanya, namun
matanya menatap kosong ke langit yang temaram. Dia sudah mati dan tak dapat menjawab
itu selama-lamanya. Aku menghilangkan diri dan bertahan seperti itu hingga di dekat rumah Kikuta, inilah
pertama kalinya aku menghilangkan diri begitu lama. Aku ingin menghilang selamanya,
andaikan bisa. Aku tak dapat melupakan katakata terakhir orang itu, dan aku teringat apa
yang pernah Lord Shigeru katakan, sewaktu di Hagi: Aku tidak pernah membunuh orang
yang tidak bersenjata, dan tidak juga membunuh demi kesenangan.
Pemimpin klan sangat puas. Kematian orang itu telah merampas jantung kekacauan.
Penduduk desa mulai jinak dan patuh. Banyak dari mereka yang mati kelaparan sebelum
akhir musim dingin. Benar-benar hasil yang sangat memuaskan, kata Gosaburo.
Sejak kejadian itu, setiap malam aku memimpikan Shigeru. Dia datang dan berdiri di
depanku, seolah-olah muncul dari sungai dengan darah dan air menetes dari tubuhnya,
tanpa bicara. Matanya terpaku padaku, seakanakan dia sedang menungguku dengan
kesabaran burung bangau hingga aku dapat bicara lagi.
Lambat-laun kondisi itu mulai meruntuhkanku hingga aku merasa tidak sanggup
menjalani hidup seperti ini lagi, tapi aku tidak tahu cara melarikan diri. Aku telah membuat
kesepakatan dengan ketua Kikuta yang kini tidak mungkin lagi aku tepati. Saat itu aku
membuat penawaran dalam suasana bernafsu, tidak berharap untuk hidup setelah malam itu,
dan tanpa memahami diriku sendiri. Kupikir Ketua Kikuta, yang sepertinya mengenali
diriku, akan membantu mengatasi sifatku yang terpecah-belah, tapi ternyata dia malah
mengirimku ke Matsue, pada Akio. Tribe dapat mengajari cara menyembunyikan sifatku
yang lembut ini, namun mereka tak mampu mengatasinya; semua itu bahkan terseret
semakin dalam pada diriku.
Suasana hatiku semakin buruk ketika Yuki pergi. Dia tak mengatakan apa pun tentang
kepergiannya, dia menghilang begitu saja. Saat berlatih di pagi hari, aku mendengar suara
dan langkahnya. Aku mendengar dia berjalan ke gerbang dan pergi tanpa mengucapkan
salam perpisahan pada siapa pun. Seharian aku menanti kepulangannya, tapi dia tidak
kembali. Aku mencoba bertanya, tanpa mencolok, ke mana perginya Yuki; semua orang
seperti mengelak untuk menjawabnya, sedangkan aku tak ingin bertanya pada Akio atau
LIAN HEARN BUKU KEDUA 117 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Gosaburo. Aku merindukannya, tapi aku juga lega karena tidak perlu lagi menghadapi
pertanyaan apakah aku tidur dengannya atau tidak. Setiap siang, sejak Yuki
memberitahukan kabar tentang Kaede, aku memutuskan untuk tidak mendekatinya lagi,
namun kenyataannya setiap malam aku melakukannya.
Dua hari kemudian, ketika aku memikirkan Yuki saat sedang bermeditasi di akhir
latihan pagi, aku mendengar pelayan memanggil Akio dengan pelan. Akio membuka mata
perlahan, lalu dengan hawa ketenangan yang selalu dia rasakan setelah bermeditasi (dan aku
yakin dia hanya berpura-pura), dia bangkit dan berjalan ke pintu.
"Ketua datang," kata gadis itu. "Beliau menunggumu."
"Hei, Anjing," Akio memanggilku. Saat aku berdiri, pemuda lainnya tetap duduk
membeku, tanpa membuka mata. Akio menyentakkan kepala, dan aku mengikutinya ke
ruangan utama di mana Kikuta Kotaro dan Gosaburo sedang minum teh.
Kami masuk dan menyembah di hadapannya.
"Duduklah tegak," katanya sambil mengamatiku selama beberapa saat. Kemudian dia
menyapa Akio, "Ada masalah?"
"Tidak juga," kata Akio, menunjukkan secara tidak langsung kalau memang ada
beberapa masalah. "Bagaimana dengan sikapnya" Tidak ada masalah?" Akio menggelengkan kepala dengan
perlahan. "Meskipun sebelum meninggalkan Yamagata...?" Kurasa Kotaro ingin aku tahu
bahwa dia mengetahui segala sesuatu tentangku.
"Masalah itu bisa diatasi," balas Akio singkat.
"Pemuda ini cukup berguna," Gosaburo menyela.
"Aku senang mendengarnya," ujar Kotaro datar.
Saudara Kotaro itu lalu berdiri dan permisi keluar ruangan"dengan alasan harus
menjaga toko. Setelah Gosaburo pergi, sang ketua berkata, "Semalam aku bicara dengan
Yuki." "Dia di mana?" "Itu tidak penting. Tapi dia mengatakan sesuatu yang agak menggangguku. Kami tahu
kalau Shigeru sengaja mencarimu ke Mino. Dia membiarkan Kenji percaya bahwa
pertemuan itu hanyalah kebetulan."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 118 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Kotaro berhenti bicara. Aku diam menunggu. Aku ingat kapan Yuki mengetahui itu,
yaitu saat dia memotong rambutku. Dia menganggap berita ini penting, cukup penting
untuk disampaikan pada ketua. Tidak diragukan lagi, gadis itu pasti menceritakan semua
tentang diriku. "Informasi itu membuat aku curiga kalau Shigeru mengetahui tentang Tribe lebih dari
yang kusadari," kata Kotaro. "Benarkah?"
"Memang benar dia tahu siapa aku," jawabku. "Dan dia sahabat ketua Muto selama
bertahun-tahun. Hanya itu yang kutahu tentang hubungannya dengan Tribe."
"Dia tidak mengatakan lebih banyak lagi?"
"Tidak." Aku berbohong. Sebenarnya Shigeru memang menceritakan lebih banyak, saat
kami di Tsuwano"bahwa dia sebenarnya mencari tahu tentang Tribe dan bahwa dia
mungkin tahu lebih banyak tentang mereka dibandingkan orang luar mana pun. Aku tak
pernah membagi informasi ini dengan Kenji dan aku tidak melihat alasan untuk
mengatakannya pada Kotaro. Shigeru memang sudah meninggal, sedangkan aku terikat
pada Tribe, namun aku tidak akan membongkar rahasia yang Shigeru percayakan padaku.
Aku berusaha agar suaraku terdengar polos, "Yuki juga menanyakan hal yang sama.
Pentingkah itu sekarang?"
"Kami mengira telah mengenal Shigeru," kata Kotaro. "Ternyata dia masih mengejutkan
kami, bahkan setelah dia mati. Dia juga menyimpan beberapa rahasia dari Kenji"
hubungannya dengan Maruyama Naomi, misalnya. Apa lagi yang dia sembunyikan?"
Aku mengangkat bahu. Aku membayangkan Shigeru, yang bernama kecil sang Petani,
sedang tersenyum tulus, dia nampak jujur dan sederhana. Semua orang ternyata salah
menilainya, terutama Tribe. Dia jauh melampaui dugaan mereka.
"Mungkinkah dia menyimpan catatan tentang Tribe?"
"Dia menyimpan banyak catatan," kataku, pura-pura bingung. "Tentang cuaca,
percobaan pertanian, ladang, sawah, dan juga tentang pengawalnya. Ichiro, gurunya, sering
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membantunya menangani catatan itu tapi biasanya dia yang menulis sendiri."
Aku seperti dapat melihat Shigeru sedang menulis hingga larut malam, lampu berkedapkedip, dingin yang menusuk, wajahnya tampak waspada dan cerdas, agak berbeda dari raut
wajahnya sehari-hari. LIAN HEARN BUKU KEDUA 119 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Apakah kau selalu bersamanya?"
"Tidak, selain dari pertemuan kami di Mino."
"Seberapa sering dia berkelana?"
"Aku kurang yakin; sewaktu di Hagi dia tidak pernah keluar kota."
Kotaro menggerutu. Ruangan pun hening. Aku hampir tak mendengar napas orang lain.
Dari kejauhan terdengar bunyi-bunyian dari toko dan rumah di sore hari, suara pembeli,
penjaja keliling yang berteriak-teriak di jalan. Angin makin kencang, bersiul di balik
dedaunan, menggetarkan kisi-kisi jendela. Tiupan angin membawa tandatanda salju.
Akhirnya sang ketua berkata, "Hampir bisa dipastikan dia menyimpan catatan-catatan
itu. Semua catatan itu harus kita peroleh. Akan timbul bencana jika catatan itu jatuh ke
tangan Arai. Kau harus ke Hagi. Cari tahu apakah catatan itu memang ada dan bawa semua
berkas-berkasnya kemari."
Aku nyaris tidak percaya. Tak pernah kubayangkan akan ke sana lagi. Kini aku harus
kembali ke rumah yang begitu kucintai.
"Ini gara-gara nightingale floor itu," kata Kotaro. "Aku tahu Shigeru telah membangun
lantai itu di sekitar rumahnya dan hanya kau yang dapat melintas di atasnya tanpa berbunyi."
Aku merasa seakan sudah berada di sana: dapat kurasakan kelembaban udara malam di
bulan keenam, melihat diriku berlari pelan seperti hantu, mendengar Shigeru berkata:
Bisakah kau melakukannya lagi"
Aku berusaha mengendalikan suaraku, tapi tetap saja otot-otot senyumku bergetar.
"Kau harus segera pergi," Kotaro melanjutkan, "Kau harus tiba di sana dan kembali
sebelum musim dingin. Saat ini hampir akhir tahun, sedangkan di saat bulan pertama, Hagi
dan Matsue akan tertutup salju."
Belum pernah aku melihat orang itu marah, tapi kini dia terlihat marah. Mungkin
karena dia melihat aku tersenyum.
"Mengapa kau tak pernah mengatakan hal ini?" dia bertanya, menuntut. "Mengapa kau
simpan dari Kenji?" Marahku memuncak saat membalasnya. "Lord Shigeru merahasiakannya dan aku
menuruti perintahnya. Sumpah setiaku yang pertama adalah kepadanya. Aku tak akan
mengungkapkan sesuatu yang Shigeru ingin rahasiakan. Lagipula, waktu itu aku adalah
LIAN HEARN BUKU KEDUA 120 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
bagian dari Otori." "Dan kurasa sampai sekarang pun kau tidak berubah," Akio menyela. "Dia akan selalu
setia Shigeru." dia menambahkan, "Anjing hanya mengenal satu tuan."
Aku berpaling menatapnya sambil berharap dia balas tatapanku agar dapat kubungkam
dia, membuat dia tertidur, namun setelah memberi tatapan menghina, Akio kembali
menunduk. "Bagus, tugas ini akan membuktikan pendapat kalian," balas Kotaro. "Kurasa misi ini
akan menguji kesetiaanmu. Ichiro pasti tahu keberadaan catatan itu."
Aku membungkuk, tanpa bicara, sambil memikirkan apakah aku sanggup membunuh
Ichiro, orang yang menjadi guru Shigeru dan juga guruku. Aku pernah berpikir untuk
membunuhnya saat aku dihukum atau dipaksa belajar, tapi bagaimanapun juga dia adalah
orang kepercayaan Shigeru. Aku terikat kewajiban dan kesetiaan padanya, juga karena rasa
hormatku yang terpaksa dan baru kusadar kini, kasih sayangku padanya.
Di saat yang sama, aku menjelajahi kemarahan ketua, merasakan amarahnya di lidahku.
Rasanya sama seperti kemurkaan Akio padaku yang tidak pernah lenyap, seolah-olah
mereka berdua membenci sekaligus takut padaku. Kikuta senang sekali ketika tahu Isamu
mempunyai anak laki-laki, begitu kata isteri Kenji. Jika mereka senang, lalu kenapa mereka
sangat marah padaku" Bukankah Katoro juga menyatakan, kami semua senang"
Reaksi Kikuta atas kemunculanku terkesan terpecah: mungkin mereka senang pada
kemampuanku, tapi ada sesuatu pada diriku yang membuat mereka waspada, dan aku belum
tahu gerangan apakah itu.
Murkanya ketua yang seharusnya membuatku tunduk dan patuh, justru mendorongku
untuk lebih keras kepala, dan menyulut sifat keras kepalaku dan memberiku energi. Aku
merasakan gelombang energi dalam diriku scat aku renungkan takdir yang mengirimku
pulang ke Hagi. "Sekarang ini kita memasuki masa yang berbahaya," kata ketua sambil mengamatiku,
seakan dapat membaca pikiranku. "Rumah Muto di Yamagata telah diperiksa dan diobrakabrik. Ada yang curiga kau bersembunyi di sana. Untungnya Arai sudah kembali ke
Inuyama sedangkan Hagi jauh dari sana. Kepulanganmu memang beresiko, tapi akan jauh
lebih berbahaya bila catatan Shigeru jatuh ke tangan orang lain."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 121 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Bagaimana bila dokumen itu tidak ada di rumah Shigeru" Bila disembunyikan di
tempat lain?" "Mungkin Ichiro tahu. Tanyakan padanya lalu ambil semua catatan itu."
"Aku harus segera pergi?"
"Makin cepat, makin baik."
"Sebagai seniman?"
"Tak ada seniman yang berkeliling di saat seperti ini," cemooh Akio. "Lagipula, kita
hanya pergi berdua."
Aku berdoa semoga Akio tidak ikut. Ketua berkata, "Akio akan menemanimu. Anggap
saja kakeknya"yaitu kakekmu"meninggal dan kalian kembali ke Hagi untuk melayat."
"Aku tidak mau pergi dengan Akio," kataku.
Akio menghela napas panjang. Kotaro berkata, "Kau tidak berhak memilih. Yang ada
hanyalah kepatuhan."
Keras kepalaku muncul, dan aku tatap mata sang ketua. Dia menatapku seperti yang
pernah dia lakukan sebelumnya: saat dia membuatku tertidur. Tapi sekali ini aku membalas
tatapannya tanpa tertidur. Ada sesuatu yang membuat dia agak tersentak. Aku mencari-cari
dalam tatapannya, lalu muncul rasa curigaku.
Dialah yang membunuh ayahku.
Aku merasa ngeri atas apa yang kulakukan, kemudian pandanganku terpaku. Meskipun
menyeringai, tapi aku jauh dari tersenyum. Aku melihat tatapan takjub sang ketua dan
melihat pandangannya berkabut. Akio berdiri, memukul wajahku sehingga aku hampir
terjungkir. "Berani benar kau lakukan itu pada ketua" Kau tidak punya rasa hormat, dasar sampah."
Kotaro berkata, "Duduklah, Akio."
Aku menatap tajam mata Akio, namun dia tetap tidak membalas tatapanku.
"Aku menyesal, ketua," kataku pelan. "Maaf."
Dia tahu ucapanku tidak tulus. Dia lalu berdiri dan menutupi kejadian tadi dengan
marah. "Sejak menemukanmu, kami berusaha melindungimu dari dirimu sendiri." Dia tidak
meninggikan suara, tapi tidak ragu lagi kalau dia marah. "Bukan hanya demi
LIAN HEARN BUKU KEDUA 122 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
keselamatanmu. Kau tahu benar apa bakatmu dan betapa bergunanya itu bagi kami. Namun
pola asuhmu, darah campuran dan karaktermu bekerjasama melawan dirimu. Kurasa
pelatihan di sini dapat membantu, hanya saja kita tak ada waktu untuk meneruskannya.
Akio akan ikut bersamamu ke Hagi dan kau harus patuh padanya dalam segala hal. Dia jauh
lebih berpengalaman, dia tahu di mana rumah yang aman, siapa yang dapat dihubungi dan
dapat dipercaya." Dia berhenti sejenak saat aku membungkuk menerima perintahnya, lalu dia
melanjutkan, "Kau dan aku pernah membuat kesepakatan di Inuyama, tapi kau
membangkang dengan kembali ke kastil. Akibat kematian Iida tidaklah menguntungkan
kami. Kami jauh lebih baik di bawah kekuasaan Iida ketimbang di bawah kekuasaan Arai.
Kini hidupmu bukan milikmu lagi berdasarkan sumpahmu sendiri."
Aku tidak membalas perkataannya. Kurasa dia hampir menyerah untuk dapat
mengatasiku. Kesabaran, pengertiannya yang dulu membuat aku tenang dan damai, kini
mengering. Begitu pula dengan kepercayaanku padanya. Kecurigaan mengendap di
benakku; sekali kecurigaan itu muncul, tak ada yang sanggup menghilangkannya"ayahku
telah mati di tangan Tribe, kemungkinan Kotaro yang membunuhnya. Kelak aku mulai
menyadari kalau hal ini menjelaskan banyak hal tentang hubunganku dengan Kikuta,
bersikerasnya mereka untuk membuatku patuh, sikap mendua mereka atas semua
kemampuanku, dan kebencian mereka atas kesetiaanku pada Shigeru, tapi sekarang ini rasa
curigaku justru membuatku semakin depresi. Akio membenciku, aku telah menyinggung
sang ketua, Yuki meninggalkanku, Kaede mungkin sudah mati... Aku tak ingin meneruskan
daftar ini. Aku menatap kosong ke lantai selagi Kikuta dan Akio membahas rincian perjalanan.
Kami berangkat keesokan pagi. Banyak sekali pengelana di jalan, mereka memanfaatkan
minggu-minggu terakhir sebelum salju turun sekaligus pulang untuk merayakan perayaan
Tahun Baru. Kami bergaul dengan mereka, sebagai dua bersaudara yang hendak ke
kampung halaman untuk menghadiri pemakaman. Tidak sulit bagiku untuk berpura-pura
berdukacita. Kesedihan telah menjadi kondisi alami diriku. Satu-satunya yang mencerahkan
kegelapan yang selama ini melingkupiku yaitu pikiran bahwa aku akan segera melihat
rumahku di Hagi, dan mendengarkan nyanyian musim dingin rumah itu untuk terakhir
LIAN HEARN BUKU KEDUA 123 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
kalinya. Pasangan latihanku, Hajime, pergi bersama kami di hari pertama; dia hendak bergabung
dalam pelatihan sumo selama musim salju guna menyiapkan pertandingan di musim panas.
Kami bermalam dengan para pesumo, dan makan malam bersama mereka. Para pesumo
makan sayur dan ayam sangat banyak, dan mie yang terbuat dari beras dan soba. Para
pesumo mendapat jatah lebih banyak dibanding jatah makan rata-rata keluarga dalam
seminggu. Hajime, dengan tubuh besar dan wajahnya yang tenang, berbaur dengan mereka.
Dia telah mengenal mereka di tempat pelatihan, yang juga dikelola oleh Kikuta, sejak dia
kanak-kanak dan para pesumo memperlakukan dia dengan olok-olok penuh kasih sayang.
Sebelum makan, kami mandi bersama di tempat permandian air panas yang dibangun
diseberang sumber air panas belerang yang mendidih. Para ahli pijat menggosok dan
membersihkan lengan dan perut para pesumo yang padat. Rasanya hampir seperti berada di
antara sekumpulan raksasa. Mereka semua mengenal Akio, tentu saja, dan memperlakukannya dengan hormat karena dia kerabat dari pemilik tempat ini, dan
cemoohan halus karena dia bukan pesumo. Tak seorang pun bicara padaku, dan tak seorang
pun memperhatikan aku. Mereka terserap oleh dunia mereka sendiri.
Aku tidak banyak bicara, aku hanya mendengar. Aku dengarkan rencana pertandingan
di musim panas, harapan dan keinginan para pesumo, lelucon yang dibisikkan para pemijat
perempuan, berbagai usulan, penolakan atau penerimaan atas usul itu. Malam harinya,
setelah Akio menyuruhku tidur dan aku telah berbaring di kasur yang terletak di bangsal,
aku mendengar dia dan Hajime berbincang di ruangan bawah. Mereka memutuskan untuk
bersantai dan minum bersama sebelum berpisah besok.
Aku hilangkan dengkuran para pesumo dari pendengaranku agar dapat mendengar
pembicaraan di ruangan bawah. Aku mendengar pembicaraan mereka dengan jelas. Akio
lupa kalau pendengaranku tajam. Kurasa dia tak ingin mengakui anugrah yang kumiliki dan
sikap ini membuat dia meremehkanku. Awalnya kupikir itu adalah kelemahannya, satusatunya kelemahannya; kelak kusadari kalau ada beberapa hal yang sengaja dia ingin aku
dengar. Mereka membicarakan hal-hal biasa-tentang pelatihan Hajime yang akan segera
dilangsungkan, teman bergaul mereka-hingga sake mulai memabukkan mereka.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 124 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kalian akan ke Yamagata?" tanya Hajime.
"Mungkin tidak. Ketua Muto sekarang ini masih di gunung, dan rumahnya kosong."
"Kukira Yuki telah kembali ke keluarganya."
"Tidak, dia pergi ke desa Kikuta, di utara Matsue. Dia akan di sana sampai melahirkan."
"Anak?" Hajime terdengar kaget, sama sepertiku.
Keheningan melanda cukup lama. Aku dengar Akio meneguk minuman. Ketika bicara
lagi, suaranya jauh lebih pelan. "Dia sedang mengandung anak si Anjing."
Hajime berkata. "Maaf, sepupuku, aku tidak ingin membuatmu kesal, tapi apakah itu
bagian dari rencana?"
"Mengapa tidak?"
"Aku selalu berpikir, kau dan dia... kalian akan menikah."
"Kami telah berjanji sejak kanak-kanak," kata Akio. "Kami akan tetap menikah. Para
ketua ingin Yuki tidur dengannya agar dia diam, untuk mengalihkan perhatiannya, jika
mungkin untuk mendapatkan anak."
Seandainya Akio merasakan kepedihan, saat itu dia tidak menunjukkannya. "Aku
berpura-pura curiga dan cemburu," ucapnya datar. "Jika si Anjing tahu dia sedang ditipu, dia
mungkin tak akan berhubungan dengan Yuki. Ya, aku tidak harus berpura-pura-aku tidak
menyangka kalau Yuki akan menikmatinya. Aku tak bisa membayangkan bagaimana dia
bersama si Anjing, mencari perhatiannya siang dan malam seperti anjing kepanasan...."
suaranya tiba-tiba terhenti. Aku mendengar Akio meneguk habis segelas sake, lalu dia
menuangkan lagi. "Semua itu pasti ada baiknya," kata Hajime, suaranya kembali ceria. "Anak itu pasti
mewarisi campuran bakat yang langka."
"Begitu juga dugaan ketua Kikuta. Dan anak ini akan tinggal bersama kami. Dia akan
dibesarkan dengan tepat, tanpa kelemahan yang dimiliki si Anjing."
"Sungguh berita yang luar biasa," kata Hajime. "Tak heran kau mau melakukannya."
"Seringkali timbul niatku untuk membunuhnya," Akio mengakui, sambil meneguk
dalam-dalam lagi. "Kau diperintahkan untuk membunuhnya?" tanya Hajime dengan muram.
"Tergantung pada apa yang terjadi di Hagi. Anggap saja ini kesempatan dia yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 125 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
terakhir." "Dia tidak tahu" Apakah dia sedang diuji?"
"Kalau belum tahu, maka dia akan segera tahu," kata Akio. Setelah diam lama, dia
berkata, "Andai Kikuta tahu keberadaannya, mereka pasti akan mengambil dan
membesarkannya. Tapi sejak awal dia sudah rusak akibat pola asuhnya dan kemudian
hubungannya dengan Otori."
"Ayahnya mati sebelum dia lahir. Kau tahu siapa yang membunuh?"
"Ada banyak orang," bisik Akio. "Tidak seorang pun tahu siapa sebenarnya yang
melakukan, namun pembunuhan itu hasil kesepakatan seluruh keluarga. Ketua yang
mengatakan itu padaku waktu di Inuyama."
"Sungguh menyedihkan," gumam Hajime, "Begitu banyak bakat yang tersia-siakan."
"Ini karena darah campuran," kata Akio. "Memang benar, terkadang darah campuran
menghasilkan banyak bakat langka, tapi juga diikuti dengan ketololan. Dan satu-satunya
obat ketololan adalah mati!"
Tidak lama setelah itu mereka pergi tidur. Aku masih berbaring, berpura-pura tidur
sampai subuh. Pikiranku terganggu tanpa daya memikirkan berita itu. Aku yakin, tidak
peduli apakah aku berhasil atau gagal di Hagi, Akio tetap akan membunuhku di sana.
Ketika mengucapkan selamat tinggal pada Hajime keesokan paginya, dia tidak menatap
mataku. Suaranya mengumandangkan keceriaan palsu, dan tatapannya terus mengikuti
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami, wajahnya murung. Kurasa dia menduga tak akan bertemu denganku lagi.
Kami berkelana selama tiga hari tanpa bicara hingga tiba di perbatasan wilayah Otori. Di
situ kami tidak menemui masalah, Akio telah dibekali tanda pengenal yang diperlukan. Dia
membuat semua keputusan selama perjalanan; di mana kami harus makan, di mana kami
harus berhenti di malam hari, jalan mana yang harus ditempuh. Aku mengikutinya tanpa
banyak tanya. Aku tahu dia tidak akan membunuhku sebelum sampai di Hagi; dia
membutuhkanku untuk bisa masuk ke kediaman Shigeru, melintasi nightingale floor. Setelah
beberapa saat, aku mulai menyesal karena tidak melakukan perjalanan dengan teman.
Perjalanan ini terasa hampa. Aku mendambakan teman, orang seperti Makoto atau teman
lamaku di Hagi, Fumio, yang bisa diajak bicara dan berbagi kegundahan hatiku.
Sesampai di wilayah Otori, aku berharap melihat pemandangan kota yang makmur
LIAN HEARN BUKU KEDUA 126 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
seperti pertama kali aku melalui wilayah ini bersama Shigeru, namun semua tempat tampak
porak-poranda akibat badai, dan kelaparan yang mengiringi bencana itu. Seluruh desa
tampak keringkerontang, rumah yang rusak tidak diperbaiki, banyak pengemis di pinggir
jalan. Aku menguping beberapa potong percakapan, bagaimana pemimpin Otori kini menuntut enam puluh persen hasil panen padi, bukan empat puluh persen seperti aturan
sebelumnya, guna membayar pasukan perang yang dibentuk untuk melawan Arai. Dan
bagaimana orang tua membunuh anaknya sebelum bunuh diri karena takut mati kelaparan
di saat musim dingin. Di awal tahun aku dan Shigeru biasa melakukan perjalanan dengan menggunakan
perahu karena lebih cepat, namun badai salju telah menerpa tepi pantai, mendorong ombak
abu-abu berbuih ke tepi pantai yang menghitam. Perahu-perahu nelayan ditambatkan di
tempat yang aman agar tidak hanyut, atau diangkat tinggi-tinggi ke atas atap, tinggal
bersama keluarga mereka hingga musim panas. Selama musim dingin keluarga nelayan
membakar api unggun untuk mendapatkan garam dari air laut. Beberapa kali kami berhenti
untuk menghangatkan diri dan makan bersama para nelayan dengan membayar beberapa
keping koin. Makanannya sederhana: ikan asin, sup rumput laut, dan kerang laut.
Seorang laki-laki meminta kami untuk membeli anak gadisnya, dan kami boleh
memanfaatkan tubuh anaknya atau menjualnya ke rumah bordil di Hagi. Gadis itu tak lebih
dari tiga belas tahun, hampir masuk masa puber. Dia tidak cantik. Aku masih ingat
wajahnya, kedua matanya yang ketakutan dan memohon, air matanya, wajah leganya ketika
Akio dengan sopan menampik, dan sikap putus asa ayahnya saat pergi.
Malamnya Akio menggerutu karena udara yang dingin, sambil menyesali keputusannya.
"Gadis itu bisa membuat diriku hangat," ujarnya lebih dari sekali.
Aku membayangkan gadis itu sedang tidur di sebelah ibunya, berhadapan dengan
pilihan antara kelaparan dan sesuatu yang tak lebih dari perbudakan. Aku memikirkan
keluarga Furoda, tentang kunjunganku ke rumah mereka yang buruk namun nyaman, dan
aku memikirkan laki-laki yang kubunuh di ladang rahasianya, dan desa yang akan musnah
karena ulahku. Orang lain mungkin tidak merasa terganggu"karena inilah hidup"namun semua itu
menghantuiku. Dan tentu saja, ini terjadi karena aku selalu memikirkannya di malam hari,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 127 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dan membuang semua pikiran yang mengendap dalam diriku di siang hari.
Yuki sedang mengandung anakku, anak yang akan dibesarkan oleh Tribe. Aku mungkin
tak akan pernah melihat anakku itu.
Kikuta membunuh ayahku karena melanggar aturan Tribe. Pasti mereka juga tidak akan
ragu membunuhku. Aku belum memutuskan apa pun, dan tidak menyimpulkan apa pun. Aku hanya
berbaring terjaga di malam hari, menggenggam pikiranku seperti aku menggenggam bola
hitam di tanganku, dan memandanginya.
Jalan curam dari gunung ke laut mengelilingi Hagi, jadi kami memutar melalui daerah
pedalaman lalu mendaki sebelum menyeberangi puncak terakhir dan turun ke kota.
Hatiku diliputi berbagai perasaan, meskipun aku tidak mengatakannya. Hagi terletak di
teluk, dikelilingi sungai kembar dan laut. Sore ini adalah hari titik balik matahari
musim dingin, dan matahari yang pucat berjuang menembus awan yang kelabu. Pepohonan
seperti telanjang tanpa daun, tebalnya daun yang berguguran menutupi tanah.
Pembakaran batang padi menyebarkan asap biru yang bergantung di atas sungai, sejajar
dengan jembatan batu. Persiapan telah dilakukan untuk menyambut Perayaan Tahun Baru; ikatan jerami suci
tergantung di mana-mana dan pohon pinus berdaun gelap ditempatkan di pintu; kuil
dipenuhi orang. Sungai meluap akibat air pasang. Sungai menyanyikan lagu liarnya dan di
bawah air yang bergelombang aku seperti mendengar suara tukang batu yang terjebak dalam
hasil karyanya sedang melakukan percakapan tiada akhir dengan sang sungai. Seekor burung
bangau muncul dari tempat dangkal saat kami mendekat.
Ketika menyeberangi jembatan, aku membaca lagi prasasti yang pernah Shigeru bacakan
kepadaku: Klan Otori menyambut keadilan dan kesetiaan. Ketidakadilan dan ketidaksetiaan
harus waspada. Ketidakadilan dan ketidaksetiaan. Aku adalah gabungan keduanya. Tidak setia pada
Shigeru yang telah mempercayakan tanahnya kepadaku, dan tidak adil seperti Tribe yang
tidak memiliki belas kasihan.
Aku melangkah melalui ruas-ruas jalan dengan menunduk sambil mengubah
penampilanku seperti yang Kenji ajarkan. Aku yakin orang tidak akan mengenaliku. Kini
LIAN HEARN BUKU KEDUA 128 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
aku lebih tinggi, lebih kurus dan lebih berotot dibanding beberapa musim yang lalu.
Rambutku telah dipotong pendek, pakaianku seperti seorang seniman. Bahasa tubuh,
ucapan, sifatku-semua tentangku berubah sejak hari-hari ketika aku berjalan melalui jalan
ini sebagai bangsawan muda dari Klan Otori.
Kami pergi ke tempat pembuatan minuman keras di sudut kota. Dulu aku pernah
melewati tempat ini puluhan kali tanpa pernah memperhatikan. Tapi, kupikir, Shigeru pasti
tahu. Pikiran bahwa Shigeru telah menyimpan berbagai kegiatan Tribe, bahwa dia
mengetahui berbagai hal tentang Tribe, dan juga mengetahui keberadaanku.
Tempat ini sibuk dengan berbagai persiapan untuk menyambut musim dingin. Kayu
dikumpulkan untuk memanasi tong dan udara sarat dengan aroma beras fermentasi. Kami
disambut seorang laki-laki kecil berwajah bingung yang mirip Kenji. Dia berasal dari
keluarga Muto; namanya Yuzuru. Dia tidak menyangka akan kedatangan tamu di tahun ini,
dan kehadiranku serta misi yang kami beritahukan membuat dia gelisah. Dia buru-buru
mengajak kami ke ruangan tersembunyi.
"Keadaan sekarang sangat buruk," katanya. "Otori mulai bersiap-siap menghadapi Arai
di musim panas. Hanya musim dingin yang melindungi kami."
"Kau mendengar tentang kampanye Arai melawan Tribe?"
"Semua orang membicarakannya," balas Yuzuru. "Kita diminta mendukung Otori
melawan Arai semampunya." Dia menatapku sekilas dan berkata marah, "Keadaan jauh
lebih baik di bawah kekuasaan Iida. Dan yakinlah, adalah suatu kesalahan besar membawa
orang ini kemari. Jika ada yang mengenalinya...."
"Kami akan pergi besok," Akio menyela. "Dia hanya perlu mengambil sesuatu dari
rumahnya yang dulu."
"Dari rumah Lord Shigeru" Ini gila. Dia pasti akan tertangkap."
"Kurasa tidak. Dia cukup mahir." Ada nada sindiran di balik pujian Akio, dan aku
menganggap ucapannya itu sebagai petunjuk bahwa dia hendak membunuhku.
Yuzuru menggigit bibir bawahnya. "Bahkan monyet bisa jatuh dari pohon. Benda apa
yang begitu penting?"
"Kami menduga si Otori menyimpan catatan tentang Tribe."
"Shigeru" Si Petani" Mustahil!"
LIAN HEARN BUKU KEDUA 129 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Mata Akio menyipit. "Mengapa kau berpikir begitu?"
"Semua orang tahu... Shigeru orang yang baik. Semua orang sayang padanya.
Kematiannya benar-benar tragedi. Namun dia mati karena..." Yuzuru mengerjap geram dan
menatap maaf ke arahku. "Dia mudah percaya. Nyaris lugu. Dia tidak pernah berkomplot.
Dia tak mengetahui apa pun tentang Tribe."
"Kami punya alasan untuk berpikir sebaliknya," kata Akio. "Besok, kita akan tahu siapa
yang benar." "Kalian akan kesana malam ini?"
"Kami harus kembali ke Matsue sebelum salju turun."
"Salju akan turun lebih awal tahun ini. Mungkin sebelum akhir tahun." Yuzuru
terdengar lega saat membicarakan sesuatu yang menyangkut urusan alam misalnya cuaca.
"Semua tanda menunjukkan kalau musim dingin kali ini akan dahsyat dan berkepanjangan.
Tapi jika di musim panas akan terjadi perang, kuharap musim panas tidak pernah datang."
Hawa mulai membeku di kamar yang gelap dan kecil ini. Ini ketiga kalinya aku
disembunyikan di dalam kamar sempit. Yuzuru datang membawa makanan, sake, dan the
yang sudah dingin saat kami mencicipinya. Akio minum sake, tapi aku tidak. Aku ingin
pendengaranku tetap tajam. Kami duduk tanpa bicara saat malam tiba.
Tempat pengolahan sake ini mulai sepi, meskipun aromanya tidak lenyap. Aku
mendengarkan suara-suara kota, setiap suara terasa sangat akrab. Aku yakin dapat
menunjukkan jalan yang tepat, rumah yang tepat, dan dari mana suara itu berasal.
Keakraban dengan lingkungan di sini membuatku tenang, dan depresiku mulai berkurang.
Lonceng berdentang dari Daishoin, biara terdekat, menandakan sudah waktunya untuk
berdoa tengah malam. Aku dapat menggambarkan bangunannya yang telah dimakan cuaca,
kegelapan hijau tua dari hutan, lentera-lentera batu yang menandai makam para bangsawan
dan orang kepercayaan Klan Otori. Aku seperti bermimpi sedang berjalan di tengah-tengah
pemakaman itu. Kemudian Shigeru mendatangiku lagi, seakan dia keluar dari asap putih, dengan
meneteskan air dan darah, matanya menghitam, menyimpan pesan yang sangat jelas bagiku.
Aku tersentak sadar, menggigil kedinginan.
"Minumlah, sake bisa menguatkan sarafmu," kata Akio.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 130 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Aku menggeleng, kemudian berdiri lalu melakukan latihan pelemasan yang biasa Tribe
lakukan agar badan hangat. Kemudian aku duduk bermeditasi, mencoba mempertahankan
rasa hangat, dan mengumpulkan semua kekuatanku sambil memfokuskan pikiranku pada
tugas malam ini. Dari Biara Daishoin terdengar bunyi lonceng tengah malam.
Aku mendengar Yuzuru mendekat, dan pintu bergeser terbuka. Dia memberi isyarat dan
memimpin kami ke gerbang luar. Di sini dia menyuruh penjaga waspada, dan kami
menyeberangi dinding. Seekor anjing menyalak singkat, namun dihentikan dengan satu
pukulan. Di malam yang begitu gelap, udara membeku, angin berhembus dari laut, tak seorang
pun ada di jalanan. Kami pergi tanpa bicara ke tepi sungai dan berjalan ke tenggara menuju
muara sungai kembar. Bambu-bambu penangkap ikan yang dulu sering kugunakan untuk
menyeberang kini mengambang karena lemahnya arus. Di seberang itulah terletak rumah
Shigeru. Ada beberapa perahu tertambat di tepi sungai. Kami dulu biasa menyeberangi
sungai dengan perahu-perahu itu bila hendak ke tanah milik Shigeru yang ada di seberang,
meninjau sawah dan ladangnya. Perahu-perahu yang membawa kayu untuk membangun
rumah minum teh dan nightingale floor berjejer rendah dengan papan kayu beraroma harum
karena belum lama ditebang dari hutan di belakang lahan pertanian. Malam ini terlalu gelap
bahkan untuk dapat melihat lereng gunung yang penuh pepohonan.
Kami menunduk di sisi jalan dan mengintip ke rumah itu. Hanya ada cahaya samarsamar dari pos jaga di gerbang. Dari suaranya, dapat kupastikan penjaga dan anjing sedang
tidur nyenyak. Terlintas pikiran di benakku: mereka tak akan tertidur seperti itu bila Shigeru
masih hidup. Aku marah atas nama Shigeru, dan juga atas namaku sendiri.
Akio berbisik, "Kau tahu apa yang harus dilakukan?" Aku mengangguk.
"Kalau begitu, pergi sana."
Kami tidak mempunyai rencana apa pun. Dia hanya menyuruhku seakan aku elang atau
anjing pemburu. Aku tahu benar apa yang Akio rencanakan: bila aku muncul dengan
catatan-catatan itu, dia akan merampasnya lalu pulang dengan laporan bahwa aku dibunuh
penjaga, dan tubuhku dilempar ke sungai.
Aku menyeberangi jalan, menghilangkan diri, melompat melewati dinding lalu
LIAN HEARN BUKU KEDUA 131 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menjatuhkan diri di taman. Samar-samar alunan rumah ini membelaiku: hembusan angin di
pepohonan, riak sungai, percikan air terjun, gelombang air pasang. Kesedihan melandaku.
Apa yang kulakukan di sini, di tengah malam, dengan mengendapngendap seperti pencuri"
Nyaris tanpa sadar aku membiarkan wajahku berubah, membiarkan wajah Otori muncul
kembali. Meskipun nightingale floor terbentang mengelilingi rumah, tapi aku tidak merasa
terancam. Bahkan di malam yang gelap ini aku masih dapat melintas di atasnya tanpa
membuat lantai itu bernyanyi. Di ujung rumah aku memanjat dinding menuju jendela
ruangan atas-rute yang dilalui si pembunuh bayaran, Shintaro, setahun lalu. Sesampai di
atas, aku memasang telinga. Ruangan itu nampaknya kosong.
Jendela tertutup untuk menghalangi masuknya udara malam yang dingin membeku, tapi
tidak terkunci sehingga mudah dimasuki. Di dalam ruangan tidak lebih hangat, tapi lebih
gelap. Di sini tercium lapuk dan apak seakan ruangan ini sudah lama tidak dimasuki, seakan
sudah lama tidak ada orang yang duduk di sini, selain hantu.
Aku mendengar napas penghuni rumah ini dan mengenali gaya tidur setiap orang.
Namun aku tak mendengar napas orang yang harus kutemukan: Ichiro. Aku menuruni anak
tangga yang sempit, aku mengenal bunyi-bunyian tangga mi seperti aku mengenal kedua
tanganku. Saat berada di bawah, semua ruangan memang gelap seperti yang terlihat dari
jalan. Di ruangan terjauh, tempat kesukaan Ichiro, ada lampu menyala. Aku datangi dengan
hening. Jendela kertas tertutup, namun lampu memantulkan bayangan sosok laki-laki tua.
Aku menggeser pintu agar terbuka.
Orang itu mengangkat kepala dan menatapku tanpa terkejut. Dia tersenyum sedih dan
mengusir dengan gerakan tangan. "Apa yang dapat kulakukan untukmu" Kau tahu aku akan
melakukan apa saja agar kau tenang, tapi aku sudah tua. Aku lebih sering memakai pena
ketimbang pedang." "Guru," aku berbisik. "Ini aku. Takeo." Aku melangkah masuk, menutup pintu di
belakangku lalu berlutut di hadapannya.
Dia melakukan satu gerakan ketakutan seolah-olah dia sedang tidur dan baru terjaga,
atau seakan dia berada di alam kubur dan dipanggil kembali ke dunia. Dia mencengkram
bahuku dan menarikku ke arahnya, ke dekat lampu. "Takeo" Benarkah ini kau?" Dia
LIAN HEARN BUKU KEDUA 132 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mengelus kepala dan pelipisku, seakan takut aku hanyalah bayangan. Air mata berlinang di
pipinya. Dia lalu memelukku, mengusap-usap kepalaku di atas bahunya, seakan aku anaknya
yang sudah lama hilang. Aku dapat merasakan dadanya yang kurus.
Dia mundur sedikit dan memandangi wajahku. "Aku mengira kau Shigeru. Dia sering
mengunjungiku di malam hari. Dia berdiri di depan pintu itu. Aku tahu apa yang dia
inginkan, tapi apa yang dapat kulakukan?" Dia menyeka air mata dengan lengan baju. "Kau
persis seperti dia. Agak aneh. Ke mana saja kau selama ini" Semula kami pikir kau sudah
dibunuh, tapi karena setiap minggu ada yang mencarimu kemari, jadi kami menduga kau
masih hidup." "Aku disembunyikan Tribe," kataku, bertanya-tanya seberapa jauh dia mengetahui latar
belakangku. "Pertama di Yamagata, lalu selama dua bulan terakhir di Matsue. Mereka
menculikku di Inuyama tapi kemudian melepasku pergi ke kastil dan membawa Lord
Shigeru keluar. Sebagai imbalannya, aku setuju bergabung dengan mereka. Kau mungkin
tidak tahu kalau aku memiliki ikatan darah dengan mereka."
"Kami sudah menduganya," kata Ichiro. "Apa lagi yang membuat Muto Kenji muncul di
sini?" Dia meraih kepalaku dan memegangnya dengan penuh perasaan. "Semua orang
bercerita tentang bagaimana kau menyelamatkan Shigeru dan membunuh Iida. Aku tidak
keberatan untuk mengatakan, dulu aku merasa Shigeru membuat kesalahan karena telah
mengangkatmu, tapi kau menghapus kecemasanku dan membayar semua hutangmu
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
padanya di malam itu."
"Belum semuanya. Kedua pemimpin Otori yang telah mengkhianatinya belum
dihukum." "Itukah alasannya kau datang" Itu akan membuat arwah Shigeru tenang."
"Bukan, aku dikirim oleh Tribe. Mereka yakin Lord Shigeru menyimpan catatan
tentang mereka dan mereka ingin mengambilnya."
Ichiro tersenyum kering. "Dia menyimpan catatan tentang berbagai hal. Kedua
pemimpin Otori menganggap pengangkatanmu tidak sah dan mungkin, mereka mengira
kau sudah mati sehingga Shigeru tidak memiliki pewaris sehingga tanahnya harus
dikembalikan pada pemerintah kastil. Aku sudah mencari bukti lebih banyak agar kau bisa
mempertahankan apa yang menjadi milikmu." Suaranya berubah lebih keras dan mendesak.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 133 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kau harus kembali, Takeo. Sebagian dari ksatria Klan Otori akan mendukung atas apa
yang telah kau lakukan di Inuyama. Banyak orang yang mencuriga kedua paman Shigeru
yang merencanakan kematiannya dan mereka murka karenanya. Kembalilah dan tuntaskan
dendammu." Kehadiran Shigeru terasa di sekitar kami. Aku seperti melihat dia berjalan dengan
langkah bersemangat, tersenyum tulus, dan dengan sorot matanya yang begitu jujur namun
menyembunyikan begitu banyak hal.
"Aku akan melakukannya," kataku lambat. "Aku tak akan tenang sebelum membalaskan
dendam Shigeru. Tapi aku pasti dibunuh jika kabur"Tribe tidak akan berhenti memburu
hingga mereka berhasil membunuhku."
Ichiro menghela napas panjang. "Ternyata aku memang tidak salah menilaimu,"
katanya. "Bila catatan itu ada padaku, berarti kau akan membunuhku. Aku sudah tua, aku
siap mati. Tapi aku ingin melihat pekerjaan Shigeru selesai. Memang benar, dia menyimpan
catatan tentang Tribe. Dia yakin tak seorang pun akan mampu mewujudkan perdamaian di
Wilayah Tengah bila pengaruh Tribe terlalu kuat, jadi dia mengabdikan diri untuk mencari
tahu tentang mereka kemudian menulisnya. Dia menjamin tak seorang pun tahu isi
catatannya, tidak juga aku. Dia menyimpan semua rahasianya lebih dari yang disadari siapa
pun. Dia memang harus begitu: selama sepuluh tahun Iida dan kedua pamannya berusaha
melenyapkan dirinya."
"Bisa kau berikan berkasnya kepadaku?"
"Aku tidak akan menyerahkan catatan itu pada Tribe," katanya. Lampu yang berkedapkedip tiba-tiba menerangi tatapan aneh di wajah Ichiro yang belum pernah kulihat
sebelumnya. "Aku harus menambah minyak atau kita akan duduk di sini dalam kegelapan.
Aku akan membangunkan Chiyo."
"Sebaiknya jangan," kataku, meskipun aku ingin bertemu wanita tua yang
memperlakukanku seperti anaknya. "Aku tidak bisa berlama-lama."
"Kau datang sendiri?"
Aku menggelengkan kepala. "Kikuta Akio sedang menungguku di luar."
"Berbahayakah dia?"
"Dia hampir pasti akan membunuhku. Terutama bila aku kembali dengan tangan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 134 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
kosong." Aku ingin tahu apa yang sedang Akio lakukan. Lagu musim salju di rumah ini
mengelilingiku. Aku enggan meninggalkannya. Pilihanku tampaknya semakin sulit. Ichiro
tidak mau menyerahkan catatan itu pada Tribe; aku pun tidak mampu membunuh orang tua
itu untuk mendapatkannya. Aku keluarkan belati dari sabuk, merasakan beratnya yang akrab
di tanganku. "Aku akan bunuh diri."
"Bunuh diri bisa menjadi jawabannya," kata Ichiro sambil menghela napas. "Tapi itu
bukan tindakan yang memuaskan. Itu berarti akan ada dua hantu penasaran yang
mendatangiku setiap malam. Dan pembunuh Shigeru tak akan pernah dihukum."
Cahaya lampu bergetar. Ichiro berdiri. "Aku akan pergi ambil minyak," gerutunya. Aku
mendengarkan langkah kakinya sambil mengenang Shigeru. Berapa malam dia duduk
hingga larut malam di ruangan ini" Beberapa kotak yang berisi kertas gulungan tergeletak di
sekelilingku. Saat menatap malas ke gulungan itu, aku teringat pada peti kayu yang kubawa
ketika mendaki lereng sebagai hadiah bagi Kepala Biara Terayama waktu kami mengunjungi
biara untuk melihat lukisan Sesshu. Aku seperti melihat Shigeru tersenyum ke arahku.
Ketika Ichiro kembali dan mengisi minyak, dia berkata, "Dapat kupastikan semua
catatan itu tidak ada di sini."
"Aku tahu," kataku. "Ada di Terayama."
Ichiro menyeringai. "Saranku, meskipun dulu kau tak pernah memperhatikannya,
pergilah ke sana. Pergilah sekarang, malam ini. Akan kuberikan kau uang untuk bekalmu di
perjalanan. Mereka akan menyembunyikanmu selama musim dingin. Di sana kau dapat
merencanakan pembalasan dendammu pada pemimpin Otori. Itulah yang Shigeru
inginkan." "Itu juga keinginanku. Tapi aku telah membuat kesepakatan dengan ketua Kikuta. Kini
aku terikat sumpah pada Tribe."
"Kurasa kau telah berjanji setia pada Otori lebih dulu," kata Ichiro. "Bukankah Shigeru
yang menyelamatkanmu sebelum Tribe tahu keberadaanmu?"
Aku mengangguk. "Dan kau juga mengatakan Akio akan membunuhmu" Mereka sudah melanggar
kesetiaanmu. Bisakah kau melewatinya" Di mana dia?"
"Dia menungguku di jalan, di luar gerbang. Dia bisa berada di mana saja saat ini."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 135 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kau bisa mendengarnya lebih dulu, kan" Dan bagaimana dengan semua muslihat yang
sering kau gunakan untuk mengelabuiku" Kau selalu berada di mana saja saat aku mengira
kau sedang belajar."
"Guru," aku mulai berkata. Aku hendak meminta maaf tapi dia melambaikan tangan
agar aku diam. "Aku memaafkanmu. Bukan ajaranku yang membuatmu mampu membawa Shigeru
keluar dari Inuyama."
Dia keluar dan datang membawa sekantong kecil koin dan sedikit kue mochi yang
dibungkus rumput laut. Aku tidak membawa kain atau kotak untuk menyimpan barangbarang itu, sedangkan aku pasti akan membutuhkan tanganku agar dapat bergerak bebas.
Aku lalu mengikatkan uang itu ke kain di bagian pinggang yang terletak di balik pakaianku,
dan menaruh kue mochi di dalam ikat pinggangku.
"Kau masih ingat jalannya?" dia bertanya, mulai cerewet seperti yang sering dia lakukan
ketika mengunjungi kuil atau mengadakan perjalanan.
"Aku masih ingat."
"Aku akan menulis surat agar kau bisa lolos melewati penjagaan. Kau akan menjadi
seorang pelayan"seperti itulah kau terlihat saat ini"yang sedang membuat janji untuk
kedatanganku ke kuil itu tahun depan. Aku akan menemuimu di Terayama bila salju telah
mencair. Tunggu aku di sana. Shigeru telah bersekutu dengan Arai. Aku tak tahu apa yang
terjadi di antara kalian, tapi kau harus meminta perlindungan Arai. Dia akan sangat
berterima kasih atas segala informasi yang bisa dia gunakan untuk melawan Tribe."
Ichiro lalu mengambil kuas dan langsung menulis. "Kau masih bisa menulis?" dia
bertanya tanpa menoleh. "Kurang mahir."
"Kau bisa berlatih menulis selama musim dingin ini." Dia lalu melipat surat itu dan
berdiri. "Oh ya, apa yang terjadi pada Jato?"
"Pedang itu ada. Aku menyimpannya di Terayama."
"Sudah tiba waktunya kau mengambilnya." Dia kembali tersenyum dan mengeluh,
"Chiyo akan membunuhku karena tidak membangunkannya."
Aku selipkan surat ke dalam pakaian, lalu kami berpelukan.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 136 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Takdir yang aneh telah mengikatmu dengan rumah ini," katanya. "Aku yakin kau tidak
bisa lolos dari ikatan itu." Suaranya berhenti dan aku melihat Ichiro hampir menitikkan air
mata lagi. "Aku tahu itu," bisikku. "Akan kulakukan apa yang kau sarankan." Aku tak akan
menyerahkan rumah dan tahta warisan. Ini milikku. Aku harus mendapatkannya kembali.
Semua yang Ichiro katakan sangat masuk akal. Aku harus lari dari Tribe. Catatan Shigeru
akan melindungiku dari mereka, dan memberiku kekuatan untuk tawar-menawar dengan
Arai. Andaikan aku berhasil mencapai Inuyama.... *
LIAN HEARN BUKU KEDUA 137 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
AKU meninggalkan rumah dengan cara yang sama seperti seat aku datang, keluar melalui
jendela di lantai atas, menuruni dinding dan melintasi nightingale floor. Lantai itu tertidur di
bawah kakiku namun aku bersumpah kelak akan kemari lagi dan berjalan di atas lantai ini
dan membuatnya bernyanyi kencang. Aku tidak memanjat dinding untuk bisa sampai ke
jalan. Sebaliknya, aku berlari tanpa suara menembus taman, bergerak tak kasat mata dan,
melekat erat di bebatuan layaknya laba-laba, lalu memanjat saluran air yang mengalir ke
sungai. Aku meloncat ke perahu terdekat, melepaskan talinya, mengambil dayung yang
tergeletak di dalam buritan, dan mendorong perahu ke sungai.
Perahu merintih pelan ketika tertimpa tubuhku, dan riak air memukul-mukul dinding
perahu lebih keras. Aku kaget lantaran langit cerah. Suasana lebih dingin dan, di bawah
bulan sabit, lebih terang. Ketika mendengar ada langkah kaki di tepi sungai, aku
mengirimkan sosok keduaku kembali ke dinding, dan aku menunduk rendah di dalam
perahu tapi Akio tidak tertipu oleh bayanganku.
Dia lalu melompat dari dinding seperti terbang. Aku kembali menghilangkan diri,
meskipun aku tahu mungkin itu sia-sia, kemudian aku meloncat dari perahu lalu melompat
rendah menyeberangi permukaan air ke perahu lain yang bersandar di dinding sungai. Aku
berjuang melepaskan tambatan perahu, dan mendorongnya dengan dayung. Aku melihat
Akio mendarat dan menjejakkan kaki melawan goyangan perahu, kemudian dia meloncat
cepat dan melayang lagi saat aku memisahkan diri, meninggalkan sosok keduaku di perahu
sedangkan aku melompat ke perahu lain. Aku merasakan gerakan udara ketika kami saling
berpapasan. Sambil mengendalikan keseimbangan, aku melompat ke perahu pertama, lalu
mengambil dayung dan mulai mengayuh secepat-cepatnya.
Sosok keduaku lenyap saat Akio menariknya dan aku melihat dia bersiap-siap
melompat lagi. Tak ada jalan untuk lolos, kecuali aku bergerak ke tengah sungai. Aku tarik
LIAN HEARN BUKU KEDUA 138 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
belati dan begitu dia mendarat, aku langsung menikamnya. Dia ber,gerak dengan kecepatan
biasa dan mengelak dengan mudah. Aku telah mengantisipasi gerakkannya dan menyaanbut
kepalanya dengan dayung. Dia terjatuh, pingsan sejenak, sementara aku hilang keseimbangan dan hampir tercebur ke sungai karena goyangan keras perahu. Aku Lnenjatuhkan
dayung dan berpegangan ke pinggiran perahu. Aku tidak ingin tercebur ke air yang
membeku kecuali aku membawa Akio bersamaku dan menenggelamkannya. Sewaktu aku
tergelincir ke sisi lain perahu, Akio telah siuman. Dia meloncat tegak ke atas dan meluncur
turun tepat di atasku. Kami berdua jatuh dan dia mencekik leherku.
Aku masih tak kasat mata, tapi dengan rasa tak berdaya, terjepit di bawah Akio ibarat
ikan di penggorengan. Pandanganku gelap; kemudian dia agak melonggarkan cengkramannya. "Dasar pengkhianat," katanya. "Kenji telah memperingatkan kalau kau akan kembali ke
Otori. Aku senang kau melakukannya karena aku ingin kau mati sejak pertama kita
bertemu. Kau harus bayar pembangkanganmu pada ketua dan karena melukai tanganku.
Dan juga untuk Yuki."
"Bunuh saja aku," kataku, "seperti keluargamu membunuh ayahku. Kalian tak akan lolos
dari hantu kami. Kalian akan dikutuk dan digentayangi hingga ajal kalian. Kalian telah
membunuh kerabatmu sendiri."
Perahu terombang-ambing oleh gelombang air pasang. Jika Akio langsung
menggunakan tangan atau belati, aku tak akan bisa menceritakan kisah ini. Tapi dia tak
mampu menahan keinginannya untuk menghinaku yang terakhir kalinya. "Anakmu akan
menjadi milikku. Akan aku didik dia menjadi Kikuta sejati." Dia menggoncang-goncangku
dengan kejam. "Tunjukkan wajahmu," gertaknya. "Aku ingin melihat tampangmu saat aku
mengatakan caraku mengajari anakmu untuk membencimu. Aku ingin melihatmu mati."
Dia mencondongkan badannya lebih dekat, matanya mevncari-cari wajahku. Perahu
meluncur diterangi cahaya bul;m, dan pada saat itulah aku membiarkan wajahku terlihat
olehnya dan kutatap lurus ke matanya. Aku melihat apa yang ingin kutemukan:
kedengkiannya padaku yang mengaburkan penilaiannya dan telah melemahkannya.
Dia menyadari kesalahannya, dan berusaha memalingkan pandangan tapi itu sudah
terlambat. Dia sudah pusing oleh pengaruh tidur Kikuta. Dia jatuh menyamping, kelopak
LIAN HEARN BUKU KEDUA 139 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
matanya mengerjap tak beraturan saat melawan rasa kantuk. Perahu oleng dan bergoyanggoyang. Dia tercebur ke sungai.
Perahu terus mengapung, kini lebih cepat terbawa arus pasang yang bergelombang
hebat. Diterangi cahaya bulan, aku melihat tubuh Akio mengapung perlahan. Aku tak ingin
kembali dan membunuhnya. Aku hanya berharap dia tenggelam atau membeku sampai
mati, namun aku pasrahkan semua itu pada takdir. Kuambil dayung lalu mengayuh hingga
ke tepian terjauh. Saat perahu menepi, aku menggigil kedinginan. Ayam mulai berkokok dan bulan
tampak rendah di langit. Rerumputan di tepi sungai kaku oleh salju, dan bebatuan serta
ranting bersinar putih. Seekor bangau terjaga dari tidur dan aku bertanya-tanya itukah
bangau yang pernah datang mencari ikan di kolam, di rumah Shigeru. Hewan itu terbang
menghindar dari cabang pohon willow dengan kepakan sayap yang telah akrab kudengar.
Aku kehabisan tenaga, namun tak terlintas sedikit pun di benakku untuk tidur, aku
harus terus bergerak untuk menghangatkan tubuh. Aku memaksakan diri untuk berjalan
lebih cepat, mengikuti jalan pegunungan yang sempit ke tenggara. Bulan bersinar terang dan
aku mengenali lintasan jalan ini. Saat fajar menyingsing, aku telah melewati puncak gunung
pertama dan sedang berjalan turun ke perkampungan kecil. Hampir tak seorang pun ada di
jalan, kecuali seorang nenek yang sedang meniup arang di tungku. Dia memanaskan sedikit
sup dengan imbalan sekeping uang. Aku berbohong dengan mengatakan bahwa guruku
yang sudah renta menyuruhku mencari seekor angsa liar di biara terpencil yang ada di
pengunungan. Musim dingin mungkin telah membuat guruku itu mati kedinginan dan aku
akan terperangkap di sana.
Dengan terkekeh-kekeh dia berkata, "Kalau begitu, kau harus menjadi biksu!"
"Tidak bisa. Aku sangat menyukai perempuan."
Ucapanku membuatnya senang sehingga dia memberi aku acar plum sebagai tambahan
sarapan. Ketika melihat sekantong uang kepingku, dia menawariku penginapan dan juga
makanan. Makan memang membawa setan kantuk lebih dekat dan aku tak sabar ingin
berbaring, namun aku cemas bila akan dikenali, dan menyesal telah berbicara banyak pada
perempuan itu. Aku mungkin telah meninggalkan Akio di sungai, tetapi aku tahu
bagaimana sungai akan membebaskan korbannya, baik hidup maupun mati, dan aku takut
LIAN HEARN BUKU KEDUA 140 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
bila dia mengejarku. Aku tidak bangga berhasil lari dari Tribe apalagi setelah bersumpah
untuk mematuhi mereka, dan dalam cahaya pagi yang dingin, aku menyadari seperti apa sisa
hidupku kelak. Aku telah memutuskan untuk kembali ke Otori, namun aku tak akan bebas
dari ancaman pembunuhan. Seluruh anggota Tribe akan berusaha menangkapku dan
menghukumku atas ketidaksetiaanku. Untuk menyelinap di sela-sela jaringan mereka, aku
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus bergerak lebih cepat ketimbang para penyampai pesan mereka. Dan aku harus sampai
di Terayama sebelum turun salju.
Langit berganti hitam kelam ketika aku mencapai Tsuwano di sore hari kedua. Benakku
dipenuhi kenangan akan pertemuanku dengan Kaede di sana dan latihan pedang saat aku
jatuh cinta padanya. Apakah namanya telah tercantum di nisan" Apakah kini aku harus
menyalakan lilin untuknya di setiap Festival of the Dead sampai aku mati" Apakah kami akan
bergabung di akhirat atau kami akan dikutuk untuk tak akan pernah bertemu lagi dalam
hidup atau pun mati" Takut dan malu menyiksaku. Kaede pernah berkata, Aku hanya aman
bersamamu, tapi aku telah mengabaikannya. Jika takdir berbaik hati dan dia datang ke dalam
pelukanku lagi, tak akan kubiarkan dia pergi dariku.
Dengan perasaan pedih, aku menyesali keputusanku ikut bersama Tribe dan
memikirkan lagi alasan di balik keputusanku itu berulang kali. Aku memang telah membuat
kesepakatan dan aku menyerahkan hidupku pada mereka"itu di satu sisi. Namun di luar
itu, aku menyesali kesombonganku. Aku ingin menyelami dan mengembangkan karakter
yang berasal dari ayahku, dari Kikuta, dari Tribe: warisan kegelapan yang memberiku
kemampuan yang aku banggakan. Aku menanggapi rayuan mereka dengan penuh semangat
dan tanpa keraguan, menanggapi pujian, pengertian dan kekejaman yang mereka gunakan
untuk memanipulasi diriku. Aku bertanya-tanya seberapa besar peluangku lolos dari mereka.
Pikiranku berputar-putar laksana lingkaran. Aku berjalan limbung. Aku hanya tidur
sebentar di tengah hari, di tepi jalan, dan terbangun akibat hembusan angin dingin. Satusatunya cara agar tetap hangat yaitu terus berjalan. Aku berkeliling mengitari kota dan,
seiring turun melewati puncak, aku kembali menyusuri jalan di tepi sungai. Sungai yang
meluap karena badai yang dulu menunda perjalanan kami di Tsuwano kini telah normal,
dan tepi sungai telah diperbaiki, tapi jembatan kayu belum diperbaiki. Aku membayar
seorang tukang perahu untuk membawaku menyeberang. Tak ada orang yang bepergian
LIAN HEARN BUKU KEDUA 141 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
selarut ini; akulah penumpangnya yang terakhir. Dia mengawasiku dengan rasa ingin tahu,
tapi dia tidak mengajakku bicara. Aku yakin dia bukan Tribe, tapi tetap saja dia membuatku
gelisah. Ketika sampai di seberang, aku langsung berjalan cepat meninggalkannya. Saat aku
berbalik di ujung jalan untuk melihatnya, dan dia masih tetap mengawasiku. Aku membuat
gerakan kepala, namun dia tidak menyadarinya.
Cuaca kini lebih dingin, udaranya lembab dan beku. Aku menyesal belum menemukan
tempat bernaung untuk malam ini. Jika aku terperangkap dalam badai salju sebelum sampai
di kota berikutnya, peluangku untuk bertahan akan sirna. Yamagata masih beberapa hari
jauhnya. Memang ada pos penjagaan di perbatasan, namun, aku tak ingin bermalam di sana
meskipun ada surat dari Ichiro dan penyamaranku sebagai pelayan"terlalu banyak orang
yang akan curiga, terlalu banyak penjaga. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, jadi aku
terus berjalan. Malam tiba. Bahkan dengan kemampuan memandang jauh yang kumiliki, tetap saja
aku sulit melihat jalan. Dua kali aku jalan berputar-putar dan harus kembali ke rute yang
sama. Sekali waktu aku terperosok di lubang atau parit, dengan air di dasarnya, sehingga
kakiku basah hingga ke lutut. Angin berderu dan suara-suara aneh datang dari pepohonan
sehingga mengingatkanku pada legenda monster dan goblin, dan membuatku merasa ada
sesosok arwah berjalan di belakangku.
Ketika langit mulai memucat di timur, tulangku mulai terasa kaku, dan badanku
menggigil tak terkendali. Meskipun senang karena tak lama lagi fajar akan menyingsing,
namun ini menyadarkan betapa kesepiannya diriku. Untuk pertama kalinya, suatu gagasan
merayap perlahan di benakku: bila perbatasan dijaga anak buah Arai, aku akan menyerahkan
diri. Mereka akan membawaku ke Arai, namun sebelumnya mereka akan memberiku
minuman hangat. Mereka akan mempersilakan aku duduk di dekat perapian dan
membuatkan teh untukku. Kini aku terobsesi oleh nikmatnya teh. Dapat kurasakan panas
uapnya di wajahku, hangatnya mangkuk teh di tanganku. Aku begitu terobsesi sehingga aku
tidak memperhatikan ada yang berjalan di belakangku.
Tiba-tiba kusadari kehadiran seseorang di belakangku. Aku berbalik, kaget karena tak
mendengar langkahnya, bahkan tak mendengar desah napasnya. Aku tercengang, bahkan
ketakutan, membayangkan aku telah kehilangan pendengaranku. Pejalan kaki itu seakan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 142 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
jatuh dari langit atau berjalan tanpa menyentuh tanah, seperti hantu. Lalu aku tahu bahwa,
entah karena letih yang mengganggu pikiranku atau aku memang sedang melihat hantu,
orang yang berjalan tak jauh di belakangku adalah si gelandangan, Jo-An, yang kukira telah
mati disiksa oleh anak buah Arai di Yamagata.
Begitu hebatnya kekagetanku sehingga aku hampir pingsan. Darah berdesir cepat di
kepalaku, membuatku terhuyung-huyung. Jo-An meraihku saat aku terjatuh, kedua
tangannya tampak cukup nyata, kuat dan padat, berbau kulit hewan. Bumi dan langit
berputar-putar di sekitarku dan titik-titik hitam menggelapkan pandanganku. Dia
menurunkan aku di tanah dan mendorong kepalaku ke antara kedua lututku. Sesuatu
menjerit di telingaku, menulikanku. Aku meringkuk dengan posisi kepala seperti itu,
tangannya memegang kepalaku, sampai jeritan mereda dan kegelapan susut dari
penglihatanku. Aku menatap ke tanah. Embun membeku di dedaunan dan butiran es inasuk
di sela-sela bebatuan. Angin berhembus di pepohonan cedar. Selain itu, saru-satunya suara
adalah gemeretuk gigiku. Jo-An berkata. Tidak diragukan lagi; itu suaranya. "Maaf, tuan. Aku membuatmu
kaget. Aku tidak bermaksud menakutimu."
"Mereka bilang kau sudah mati. Aku tidak tahu apakah kau ini manusia atau hantu."
"Mungkin aku mati beberapa saat," dia berbisik. "Anak buah Arai pun mengira begitu
sehingga mereka membuang tubuhku ke rawa-rawa. Namun Tuhan Rahasia memiliki
rencana lain dan mengirimku kembali ke dunia ini. Pekerjaanku di sini belum selesai."
Aku mengangkat kepala dengan hati-hati dan menatapnya. Ada bekas luka yang baru,
belum lama sembuh, dari hidung ke telinga, dan beberapa giginya hilang. Aku pegang dan
aku balikkan tangannya. Semua kukunya lenyap, jari-jarinya terluka dan hancur.
"Maafkan aku," kataku, merasa mual.
"Tak ada yang terjadi pada diri kita selain apa yang telah Tuhan rencanakan," balasnya.
Aku berpikir mengapa rencana tuhan harus melibatkan siksaan, namun tidak kukatakan
pada Jo-An. Malah aku bertanya, "Bagaimana kau menemukanku?"
"Ada tukang perahu datang dan bercerita kalau dia telah menyeberangkan seseorang
yang menurutnya adalah dirimu. Aku memang sedang menanti kabar tentangmu." Dia lalu
mengangkat buntalannya dan membuka ikatannya. "Ramalan harus dituntaskan,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 143 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
bagaimanapun juga." "Ramalan apa?" aku teringat kalau isteri Kenji pernah menyebut Jo-An si sinting.
Dia tidak menjawab. Dia mengambil dua kue mochi kecil dari kain, mendoakan kue itu,
lalu memberiku satu. "Kau selalu memberiku makanan," kataku. "Kurasa aku tidak bisa makan."
"Kalau begitu, minumlah," kata Jo-An sambil menyodorkan tabung bambu. Aku ragu
menerima tawarannya namun kupikir minuman itu akan dapat menghangatkan. Begitu sake
menghantam perutku, kegelapan pun menjadi kembali dan aku melontarkan sumpah
serapah berkali-kali dengan kencang, aku disiksa oleh satu guncangan hebat.
Jo-An mendecakkan lidah sama seperti yang orang lakukan pada seekor kuda atau
kerbau. Dia memiliki sentuhan kesabaran orang yang terbiasa berurusan dengan hewan,
meskipun tentu saja dia berurusan dengan hewanhewan yang sudah mati untuk kemudian
dikuliti. Ketika bicara, aku berkata melalui gemeretuk gigiku, "Aku harus tetap berjalan."
"Kemana?" dia bertanya.
"Terayama. Aku akan menghabiskan musim dingin di sana."
"Bailah," dia berkata, dan tenggelam dalam salah satu keheningan yang terasa akrab dari
dirinya. Dia sedang berdoa, mendengarkan suara batin yang akan memberitaltukan apa yang
harus dia lakukan. "Bagus," dia berkata akhirnya. "Kita akan pergi melintasi gunung. Bila
melalui jalan darat, mereka akan menghentikanmu di perbatasan dan itu akan perlu waktu
lama; keburu salju sebelum kau mencapai Terayama."
"Melintasi pegunungan?" Aku menatap ke puncak-puncak bergerigi yang membentang
ke tenggara. Jalan daratrat dari Tsuwano ke Yamagata memang harus mengitari kaki
gunung, tapi Terayama berada di balik gunung. Di sekeliling barisan pegunungan terlihat
awan menggantung rendah, dengan kilauan kabut pudar yang menandai datangnya salju.
"Jalannya curam," kata Jo-An. "Kau harus istirahat dulu."
Aku berpikir untuk berdiri. "Aku tidak punya waktu. Aku harus sampai di biara
sebelum salju." Jo-An menatap ke langit dan menghirup udara. "Terlalu dingin untuk turun salju
malam ini, tapi salju bisa turun esok. Kita akan minta Sang Rahasia menahannya."
Dia bangkit, lalu membantuku berdiri. "Kau masih bisa berjalan" Jarak tempat tinggalku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 144 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
tidak jauh. Kau dapat beristirahat di sana. Nanti aku akan mengantarmu ke orang yang
dapat menunjukkan jalan pintas."
Aku merasa seakan-akan tubuhku kehilangan substansinya, rasanya seperti aku telah
memisahkan diri dan, entah bagaimana, diriku lenyap bersama bayanganku. Aku bersyukur
pada pelatihan Tribe yang telah mengajariku cara untuk menemukan kekuatan cadangan
yang tidak disadari sebagian besar orang. Perlahan-lahan, saat aku memfokuskan napas, aku
merasa sebagian energi dan daya tahanku kembali. Jo-An pasti akan mengatakan kalau
pulihnya diriku berkat doanya. Sejenak dia memperhatikan diriku dengan matanya yang
sayu, lalu tersenyum, dan mulai berjalan kembali ke jalan yang telah aku lewati.
Aku bimbang, sebagian karena aku tidak senang memikirkan diriku menelusuri kembali
jejakku, karena berjalan ke tempat yang pernah kulewati berarti jarak yang harus kutempuh
akan semakin jauh, selain itu aku juga enggan berjalan bersama gelandangan. Akan berbeda
berbicara dengannya di malam hari, hanya berdua, dibandingkan berjalan di dekatnya
sehingga terlihat seperti temannya. Aku ingatkan diriku bahwa aku belum menjadi
pemimpin Otori, dan bukan anggota Tribe, bahwa Jo-An sedang menawarkan bantuan dan
tempat bernaung, namun tetap saja aku merasa risih saat mengikutinya.
Setelah berjalan cukup jauh, kami keluar dari jalan raya dan masuk ke jalan lebih kecil
tepi sungai, melewati beberapa desa yang kondisinya menyedihkan. Anak-anak berlari
keluar meminta makanan, tapi mereka langsung membalikkan badan ketika mengenali
gelandangan itu. Di desa kedua, dua pemuda cukup berani melempari kami batu. Salah
seorang dari mereka hampir memukul punggungku"aku mendengarnya tepat waktu
sehingga berhasil mengelak"dan ketika aku hendak menghampiri untuk menghukum
pemuda itu, Jo-An menahanku.
Jauh sebelum mencapai tempat Jo-An, aku mencium bau kulit hewan. Sungai melebar
dan akhirnya mengalir ke muara utama. Di pertemuan sungai, berdiri deretan tiang kayu,
kulit-kulit dibentangkan di atasnya. Di sini, di tempat terlindung yang lembab ini, kulitkulit itu terhindar dari butiran salju, namun akan diturunkan dan disimpan hingga musim
semi bila salju semakin tebal. Para laki-laki bekerja, mereka semua gelandangan tentu saja,
sambil bertelanjang badan, semuanya sekurus Jo-An dan dengan wajah tertindas yang mirip
anjing teraniaya. Kabut bergantungan di atas sungai, bercampur dengan asap dari
LIAN HEARN BUKU KEDUA 145 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
pcmbakaran arang. Ada sebuah jembatan apung dari bambu yang dibangun melintasi
sungai. Aku ingat Jo-An pernah memintaku datang ke jembatan para gelandangan jika aku
perlu bantuan. Kini takdir membawaku ke sini"Jo-An akan mengatakan semua itu karena
kekuasaan Tuhan Rahasia, pasti.
Jauh dari sisi tiang kayu terdapat beberapa gubuk. Gubuk-gubuk itu tampak akan rata
dengan tanah bila ada angin kencang. Saat aku mengikuti Jo-An ke gubuk terdekat, para
laki-laki tetap meneruskan pekerjaan mereka, tapi tatapan mereka mengiringi langkahku.
Semua orang menatapku dengan pandangan memohon, seakan aku dapat menolong
mereka. Sambil menutupi rasa enggan, aku melangkah masuk tanpa melepas sepatu karena
lantainya dari tanah. Api kecil menyala di perapian. Ruangan penuh dengan asap sehingga
mataku pedih. Di dalam gubuk ada satu orang, dia meringkuk di sudut, di bawah tumpukan
kulit. Aku mengira orang itu isteri Jo-An sampai kemudian dia maju sambil berlutut dan
menyembah di depanku. Dialah tukang perahu yang membawaku menyeberangi sungai.
"Dia berjalan semalaman untuk menyampaikan kalau dia telah melihatmu," kata Jo-An
dengan nada kasihan. "Dia perlu beristirahat sebelum pulang."
Aku menyadari pengorbanan yang harus orang itu hadapi, bukan hanya berjalan sendiri
melewati kegelapan yang penuh goblin, tapi juga bahaya dari ancaman para perampok dan
patroli, dan juga kehilangan penghasilan sehari-harinya.
"Mengapa kau lakukan ini?"
Tukang perahu itu menegakkan badan lalu menatapku singkat. Dia tidak berkata apaapa, namun tatapannya persis seperti yang kulihat pada tatapan penyamak yang lain, tatapan
yang penuh pengharapan dan juga lapar. Aku pernah menyaksikan pandangan seperti itu,
berbulan-bulan lalu, di wajah penduduk desa saat kami dari Terayama ke Yamagata, tatapan
memohon mereka kepada Shigeru. Mereka merasa kalau Shigeru dapat memberikan
sesuatu-keadilan, kasih sayang"dan kini laki-laki di sini menatapku dengan harapan yang
sama. Apa pun yang pernah Jo-An katakan tentang diriku kepada mereka telah berhasil
mengubahku menjadi harapan mereka.
Sesuatu dalam diriku merespon sikap mereka, persis seperti yang kulakukan pada para
penduduk desa, pada para petani dengan lahan tersembunyi mereka. Selama ini mereka
LIAN HEARN BUKU KEDUA 146 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
diperlakukan seperti anjing, ditindas dan dibiarkan kelaparan, tapi aku melihat mereka
sebagai manusia, tak jauh berbeda seperti ksatria atau saudagar. Aku dibesarkan di antara
orang-orang seperti mereka, dan diajari bahwa Tuhan Rahasia memandang mereka semua
sejajar. Tidak peduli apa jadinya aku sekarang, tak peduli ajaran lain yang kuterima dari
Otori atau Tribe, tidaklah mungkin aku melupakan ajaran ibuku.
Jo-An berkata, "Kini dia adalah anak buahmu. Seperti aku, seperti kami semua. Tuan
hanya perlu memberi perintah." Dia menyeringai, giginya yang hancur bersinar
dikeremangan malam. Dia telah membuatkan teh lalu menyodorkan kepadaku mangkuk
kayu kecil. Aku merasakan uap berhembus menyentuh wajahku. Teh ini terbuat dari ranting
pohon, sama seperti yang biasa kami minum di Mino.
"Mengapa aku harus memerintah kalian" Yang aku butuhkan adalah sepasukan
bersenjata!" Aku meneguk minuman, dan kehangatan menyebar di tubuhku.
"Benar, sepasukan bersenjata," balas Jo-An. "Banyak pertempuran menanti di depanmu.
Begitulah isi ramalan."
"Lalu, bagaimana kau bisa membantuku" Bukankah kau tidak boleh membunuh."
"Para ksatria memang membunuh," kata Jo-An, "Tapi banyak hal penting lain yang
tidak dapat mereka lakukan. Hal-hal yang mereka anggap remeh, seperti membangun
jembatan, menjagal hewan, dan menguburkan orang mati. Kau akan menyadarinya kelak."
Teh menenangkan perutku. Jo-An mengeluarkan dua kue mochi lagi, tapi aku tidak
berselera makan jadi aku paksa si tukang perahu mengambil jatahku. Jo-An juga tidak
makan, dia menyimpan kue itu lagi. Aku melihat tatapan, si tukang perahu mengikuti
gerakan Jo-An memasukkan kue itu dan kuberi dia beberapa keping logam. Dia menolak,
namun kupaksa dengan menaruh uang itu ke dalam tangannya.
Jo-An menggumamkan salam restu kepergian kepada tukang perahu itu lalu
menyingkirkan tumpukan kulit agar aku dapat menggunakan tempat orang tadi.
Kehangatan teh tetap tinggal bersamaku. Kulit-kulit ini bau, namun bisa menghindari
dingin dan meredam suara-suara di luar. Terlintas di benakku kemungkinan salah satu dari
orang kelaparan ini akan mengkhianatiku demi semangkuk sop tapi aku tidak punya pilihan
lain; aku harus mempercayai Jo-An. Aku biarkan kegelapan menghempas dan menyeretku
ke alam tidur. LIAN HEARN BUKU KEDUA 147 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jo-An membangunkanku ketika hari telah sore. Dia memberiku teh yang tidak hangat
lagi, dan meminta maaf karena tak ada lagi makanan yang bisa diberikan padaku.
"Kita harus berangkat sekarang," dia berkata, "Bila kita ingin bertemu para pembakar
arang sebelum gelap."
"Pembakar arang?" Aku biasanya langsung berdiri, tapi hari ini aku merasa pusing
akibat tidur.
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mereka masih di gunung. Mereka tahu jalan pintas menembus hutan yang bisa
membawamu ke perbatasan. Tapi, mereka akan pergi di saat salju turun." Dia berhenti
sesaat, lalu berkata, "Kita akan menemui seseorang di perjalanan nanti."
"Siapa?" "Tidak akan lama." Dia tersenyum sekilas. Kami berjalan keluar, dan di tepi sungai aku
berlutut untuk memercikkan air ke muka. Airnya sangat dingin; seperti yang Jo-An
perkirakan, temperatur menurun dan udara lebih kering. Terlalu dingin dan terlalu kering
untuk turun salju. Aku mengibas-ngibaskan air dari tanganku sementara dia bicara kepada para laki-laki.
Mata mereka mengerjap ke arahku. Mereka berhenti bekerja lalu berlutut kemudian
menunduk ketika aku berjalan melewati mereka.
"Mereka tahu siapa aku?" tanyaku pada Jo-An dengan suara rendah. Sekali lagi, aku
takut dikhianati orang-orang miskin ini.
"Mereka tahu kau adalah Otori Takeo," jawabnya, "Malaikat Yamagata yang membawa
keadilan dan kedamaian. Itulah isi ramalan."
"Ramalan apa?" tanyaku lagi.
Dia berkata, "Nanti kau akan mendengarnya sendiri."
Hatiku penuh keraguan. Apa yang sedang kulakukan, mempercayakan hidupku pada si
sinting ini" Aku merasa setiap waktu yang terbuang percuma akan menghalangiku mencapai
Terayama sebelum salju turun atau Tribe berhasil menangkapku. Namun kini kusadari
bahwa satu-satunya harapan adalah berjalan melintasi pegunungan. Mau tak mau aku harus
mengikuti Jo-An. Kami menyeberangi sungai kecil yang tak jauh dari hulu dengan melewati tambak ikan.
Kami bepergian dengan beberapa orang, sepasang nelayan, dan beberapa gadis yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 148 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
membawa makanan untuk orang yang sedang membakar batang padi dan menyebarkan
pupuk kandang di lahan kosong. Para gadis memilih berjalan di tepi sungai ketimbang
melewati jalan kami. Seorang nelayan bahkan meludahi kami, dan seorang lagi menyumpahi
Jo-An karena mencemari air. Aku tetap menunduk agar wajahku terlihat samar, tapi mereka
tak memperhatikanku. Mereka bahkan tidak mau menatap kami secara langsung, seolah
dengan melihat saja mereka akan kotor dan sial.
Jo-An nampak tidak mempedulikan kekasaran mereka, dia seakan menarik dirinya ke
dalam mantel gelap, tapi ketika kami telah melewati orang itu, dia berkata, "Mereka tak
mengijinkan kami menggunakan jembatan kayu untuk membawa kulit ke seberang. Itulah
sebabnya kami membangun jembatan sendiri. Ketika jembatan mereka runtull, mereka tetap
menolak menggunakan jembatan kami." Dia menggeleng-gelengkan kepala dan berbisik,
"Andai saja mereka mengenal Sang Rahasia."
Kami menyusuri sungai beberapa mil lagi kemudian berbelok ke timur laut, jalan mulai
menanjak. Pohon maple dan pohon beech yang tak berdaun memberi celah bagi pinus dan
cedar untuk menampakkan diri. Semakin dalam ke hutan, jalan semakin gelap dan curam
sampaisampai kami harus mendaki karang dan batu-batu besar. Tidur membuatku segar dan
memulihkan kekuatanku. Jo-An mendaki tak mengenal lelah, nyaris tidak terengah-engah.
Sulit sekali menebak usianya. Kemiskinan dan penderitaan telah menggerogoti sehingga dia
mirip orang tua, padahal usianya mungkin tidak lebih dari tiga puluh tahun. Ada yang tidak
wajar pada dirinya, dia seperti baru kembali dari kematian.
Akhirnya kami mencapai puncak dan berdiri di dataran tinggi kecil. Sebuah karang
raksasa melintang akibat jatuh dari tebing di atas. Di bawah terlihat kilauan sungai, hampir
sepanjang Tsuwano. Kabut melayang melintasi bukit. Awan rendah menutupi barisan
pegunungan di sisi yang berlawanan. Pendakian telah menghangatkan kami, tapi di saat
berhenti, napas kami mengeluarkan asap putih di udara yang kering ini. Beberapa buah arbei
terakhir masih memancarkan warna merah di semak-semak yang tidak berdaun; selain itu
tak ada lagi warna di segala tempat. Bahkan pepohonan hijau kini menghitam. Aku
mendengar gemericik air, dan dua burung gagak saling bersahutan dari tebing yang terjal.
Ketika gagak-gagak itu diam, aku mendengar napas seseorang.
Aku mendengar suara, lambat dan beraturan, yang berasal dari dalam karang itu. Aku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 149 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
melambatkan napasku, menyentuh lengan Jo-An dan membuat satu tanda dengan kepalaku
ke arah suara. Dia tersenyum dan berkata pelan. "Tenang saja. Dialah orang yang hendak kita temui."
Burung gagak berteriak dengan suara yang tajam dan kurang menyenangkan. Kini aku
mulai menggigil. Hawa dingin merayapi tubuhku, mengepungku. Ketakutan di malam
sebelumnya kembali muncul. Aku ingin tetap bergerak. Aku tak ingin bertemu dengan siapa
pun yang bersembunyi di balik karang itu, yang bernapas begitu lambat sehingga hampir
tidak mirip napas manusia.
"Ayolah," kata Jo-An, dan aku mengikuti dia memutari pinggiran karang sambil
melihat waspada agar tidak jatuh. Di balik karang terdapat gua di badan gunung. Air
menetes dari langit-langit gua. Tetesan itu membentuk lembing dan tiang serta mengikis
membentuk satu parit di tanah yang mengarah ke kolam kecil yang dalam, di pinggirannya
terdapat tangki persediaan air dan batu kapur putih.
Airnya berwarna hitam. Langit-langit gua berbentuk landai, mengikuti bentuk gunung, dan di tempat yang
lebih tinggi dan kering duduk satu sosok yang kukira patung seandainya aku tidak mendengar desah napasnya. Sosok itu putih keabu-abuan, mirip seonggok kapur. Sepertinya
sosok itu sudah duduk di sana begitu lama hingga mulai mengeras. Sulit mengatakan apakah
orang itu laki-laki atau perempuan. Dia mirip pertapa, biksu atau biarawati yang telah
melintasi jenis kelamin dan menjelma lebih dekat ke dunia berikutnya, dia hampir
menyerupai roh. Rambutnya menjurai jatuh bagai selendang putih, muka dan tangannya
kelahu ibarat kertas usang.
Sosok itu sedang duduk dalam posisi meditasi di lantai gua tanpa menunjukkan tandatanda ketidaknyamanan. Di depannya ada semacam batu altar yang dipenuhi bunga layu,
kuntum lili musim gugur terakhir, dan beberapa sesembahan: dua jeruk yang kulitnya telah
keriput, sepotong kecil kain dan beberapa uang logam bernilai rendah. Tempat ini seperti
kuil yang diperuntukkan bagi dewa gunung, kecuali di batunya terukir simbol Hidden,
seperti yang Lady Maruyama torehkan di tanganku sewaktu pertama kali bertemu
dengannya di Chigawa. Jo-An melepas ikatan di bajunya lalu mengeluarkan sisa kue mochi. Dia berlutut,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 150 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
meletakkan kue itu dengan hati-hati di altar, lalu bersujud. Sosok itu membuka mata dan
memandang ke arah kami, tapi tidak melihat. Kedua matanya putih seperti kabut karena
buta. Muncul ekspresi di wajahnya sehingga membuatku berlutut dan menunduk di
depannya-raut kelembutan dan kasih sayang yang teramat dalam, berbaur dengan
kesempurnaan pengetahuan. Tidak diragukan lagi, aku dalam pengaruh orang suci.
"Tomasu," dia berkata, dan kurasa suaranya lebih mirip suara perempuan. Sudah lama
sekali orang menyebut nama pemberian ibuku sehingga bulu kudukku berdiri dan aku pun
menggigil, bukan hanya karena kedinginan.
"Duduk tegak," dia berkata. "Aku ingin menyampaikan scsuatu yang harus kau dengar.
Kau adalah Tomasu dari Mino, tapi kau telah menjadi Otori dan Kikuta. Tiga darah
bercampur dalam dirimu. Kau terlahir di Hidden, tapi hidupmu dibawa ke alam
keterbukaan dan tidak lagi menjadi milikmu sendiri. Bumi akan menghantarkan apa yang
menjadi keinginan Surga."
Dia lalu diam. Waktu berlalu. Dingin merasuki tulang tulangku. Aku ingin tahu apakah
dia hendak mengatakan hal lain. Awalnya aku tercengang karena dia mengetahui diriku; tapi
kemudian aku menduga kalau Jo-An telah mengatakan pada orang itu. Jika perkataannya ini
adalah ramalan, maka maksudnya sangat tidak jelas. Jika berlutut lebih lama lagi, aku pasti
akan mati beku, tapi aku tertahan oleh kekuatan mata wanita buta itu.
Aku mendengar napas kami bertiga dan suara-suara alam, burung-burung gagak masih
menjerit dengan suara tajam, pepohonan cedar bergoyang-goyang dalam semilir angin
timur, percikan dan tetesan air, dan erangan gunung saat udara semakin dingin dan karang
menyusut. "Wilayah kekuasaanmu akan terbentang dari laut hingga laut," akhirnya dia berkata.
"Tapi damai hanya dapat diwujudkan melalui pertumpahan darah. Lima peperangan akan
membayar perdamaian, empat kali menang dan satu kali kalah. Banyak orang yang mati,
tapi kau akan selamat, kecuali di tangan anak laki-lakimu sendiri."
Perempuan itu lalu diam lama. Cahaya meredup seiring berlalunya waktu menuju
malam dan udara pun terasa kian dingin. Aku menatap sekeliling gua. Di dekat tempat
perempuan suci itu ada roda pendoa di atas balok kecil yang berukir daun teratai di
pinggirannya. Aku bingung. Aku tahu banyak kuil gunung yang dilarang bagi perempuan,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 151 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
namun belum pernah aku melihat kuil yang berisi gabungan berbagai simbol, seakan Tuhan
Rahasia, Sang Pencerah, dan roh gunung tinggal bersama-sama di sini.
Dia berkata seakan mengetahui apa yang aku pikirkan; suaranya menunjukkan tawa
sekaligus takjub. "Semua adalah tunggal. Simpan ucapanku di hatimu. Semuanya adalah
tunggal." Dia menyentuh roda pendoa dan menggerakkannya. Ritme roda rasanya berpindah ke
dalam urat nadiku lalu bercampur bersama darahku. Dengan lembut dia melantunkan katakata yang belum pernah aku dengar dan aku pahami. Kata-kata itu terus mengalir dan
mengelilingi kami hingga akhirnya terdengar sayup-sayup terbawa angin. Ketika aku
mendengarkan lagi, lantunan itu berubah seperti restu perpisahan dari kaum Hidden. Dia
menyerahkan mangkuk dan menyuruh kami minum dari kolam sebelum pergi.
Lapisan es tipis sudah terbentuk di permukaan kolam, dan dinginnya air terasa
menggigit gigiku. Jo-An lalu dengan tergesa-gesa menuntunku pergi sambil menatap cemas
ke utara. Sebelum kami kembali berjalan melintasi puncak, aku menoleh untuk yang terakhir
kali ke perempuan suci itu. Dia duduk tak bergerak; dari jauh dia seperti bagian dari karang.
Sungguh tak bisa dipercaya dia tinggal di tempat itu sendirian.
"Bagaimana dia bisa bertahan?" tanyaku pada Jo-An. "Dia akan mati kedinginan."
Jo-An mengerenyitkan alis. "Dia dilindungi Tuhan. Tidak peduli baginya jika dia mati."
"Kalau begitu, dia sepertimu?"
"Dia orang suci. Semula kupikir dia malaikat. Dia manusia yang berubah karena
kekuatan Tuhan." Jo-An tak ingin bicara lebih banyak lagi. Dia seperti mengerti keadaanku yang
mendesak. Kami menuruni jalan dengan langkah cepat, tapi ketika tiba di reruntuhan
karang kecil, kami terpaksa merangkak. Di sisi lain, ada jalan setapak menuju hutan yang
gelap. Di jalan setapak itu kami mulai mendaki lagi.
Daun pinus yang menyerupai jarum menutupi jalan dan ini menyulitkan langkah kami.
Di bawah pepohonan, malam seperti hampir tiba. Jo-An berjalan lebih cepat. Berjalan
membuat badanku hangat, namun telapak dan tungkai kakiku lambat-laun membatu,
seakan itu akibat air kapur yang tadi kuminum. Jantungku juga membeku karena kata-kata
yang mencengangkan dari sang pertapa dan semua kata-kata itu menunjukkan gambaran
LIAN HEARN BUKU KEDUA 152 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
masa depanku. Aku belum pernah berperang; apakah aku akan benar-benar terlibat dalam
lima peperangan itu" Jika pertumpahan darah menjadi harga dari satu perdamaian, maka
lima peperangan akan menjadi mahal. Dan gagasan bahwa anakku, yang bahkan belum
lahir, akan membunuhku, menimbulkan rasa sedih yang tak tertahankan.
Aku menyusul Jo-An dan menyentuh lengannya. "Apa makna perkataannya?"
"Sama seperti yang dia katakan," balasnya sambil memperlambat langkahnya untuk
menghela napas. "Apakah dia juga pernah mengatakan kata-kata yang sama padamu?"
"Ya." "Kapan?" "Setelah aku mati, lalu hidup lagi. Aku ingin hidup seperti dia, seorang pertapa di
gunung. Aku ingin menjadi pelayannya, pengikutnya. Namun dia mengatakan kalau tugasku
di dunia belum selesai, dan dia mengungkapkan beberapa kata tentang dirimu."
"Kau mengatakan padanya siapa diriku, masa laluku dan semuanya?"
"Tidak," Jo-An berkata dengan sabar, "Tidak perlu mengatakan sesuatu yang sudah dia
tahu. Dia menyuruh aku melayanimu, karena engkau yang akan membawa perdamaian."
"Perdamaian?" ulangku. Inikah yang dimaksud sebagai keinginan Surga" Aku bahkan
tak yakin makna kata-kata itu. Gagasan perdamaian rasanya seperti salah satu khayalan
kaum Hidden, seperti cerita kerajaan yang selalu ibuku bisikkan di malam hari. Apakah
mungkin menghentikan peperangan antar-klan" Seluruh klas ksatria bertarung; demi itulah
mereka dibesarkan, dilatih, dan hidup. Terlepas dari tradisi dan keliormatan diri mereka,
ada satu kebutuhan untuk membentuk pasukan bersenjata demi memperluas wilayah dan
menjalin persekutuan, seperti yang Iida Sadamu lakukan, dan kini, tidak jauh berbeda, Arai
Daiichi. "Perdamaian melalui peperangan?"
"Adakah cara lain?" balas Jo-An. "Nantinya akan ada beberapa peperangan."
Empat kali menang, sekali kalah.
"Itulah alasannya kami mulai bersiap-siap. Kau sudah melihat orang-orang di tempat
penyamakan tadi, kau sudah melihat tatapan mereka. Sejak tindakanmu yang welas asih di
Kastil Yamagata, sewaktu kau mengakhiri penderitaan orang Hidden yang disiksa, kau telah
menjadi pahlawan bagi orang-orang ini. Belum lagi pengabdianmu pada Lord Shigeru di
Inuyama... bahkan tanpa adanya ramalan, mereka rela mati demimu. Kini mereka tahu kalau
LIAN HEARN BUKU KEDUA 153 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Tuhan ada di pihakmu."
"Perempuan itu duduk di dalam kuil gunung dan menggunakan roda pendoa," kataku.
"Tapi, dia memberkati kita menurut kebiasaan orang-orangmu."
"Orang-orang kita," dia membetulkan.
Aku menggelengkan kepala, "Aku tak lagi mengikuti ajaran itu. Aku sudah sering
membunuh. Apa kau yakin dia menyampaikan kata-kata tuhanmu?"
Bagi kaum Hidden, Tuhan Rahasia adalah satu-satunya kebenaran, dan roh yang
disembah orang lain hanyalah delusi.
"Aku tidak tahu mengapa Tuhan menyuruhku menuruti perkataan perempuan itu," dia
mengakui. "Tapi dia telah mengatakannya, dan itulah yang akan kulakukan."
Dia gila, pikirku, siksaan dan ketakutan telah membuat dia gila. "Perempuan itu berkata,
"Semua adalah tunggal. Kau tidak percaya itu, kan?" tanyaku.
Jo-An berbisik, "Aku mempercayai semua ajaran Sang Rahasia. Aku menuruti
ajarannya sejak kecil. Aku tahu itu benar. Tapi bagiku ada suatu tempat di luar semua ajaran
itu, suatu tempat di balik kata-kata, suatu tempat di mana kebenaran berada. Tempat di
mana semua kepercayaan keluar dari satu sumber. Saudaraku seorang rahib; dan dia pasti
akan mengatakan ucapanku ini dosa. Aku belum sampai ke titik itu, tapi di situlah si pertapa
bermukim." Aku diam, memikirkan hubungan kata-katanya dengan diriku. Dapat kurasakan ada
tiga unsur yang membentuk sifatku, yang bergulung-gulung dalam diriku"seperti tiga ekor
ular yang terpisah, masing-masing ular akan saling membunuh jika diberi kesempatan
menyerang. Aku tak mengambil salah satu tanpa mengabaikan dua pertiga hidupku yang
lain. Satu-satunya cara yaitu terus maju, menguasai pecahan-pecahan ini, dan mencari cara
untuk menyatukannya. "Dan kau juga," Jo-An menambahkan, sambil membaca pikiranku.
"Itulah yang ingin kuyakini," kataku akhirnya. "Tapi kenyataannya dia berada di tempat
spiritualitas yang terdalam, sedangkan aku mungkin lebih praktis. Bagiku semuanya tampak
Anak Harimau 20 Pendekar Rajawali Sakti 102 Pembunuh Berdarah Dingin Sang Pembantai 1