Pencarian

Taiko 10

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 10


Sebagai penguasa benteng, Hideyoshi berusaha keras agar ia tidak silau oleh martabatnya sendiri.
Ia tak pernah menutup-nutupi kekurangannya di hadapan Hanbei.
"Hmm, kalau begitu, mengapa tuanku memanggil hamba?" tanya Hanbei dengan sopan.
"Oh, ya." ujar Hideyoshi, tiba-tiba teringat maksud pertemuan mereka. "Aku baru saja menerima
surat dari Yang Mulia Nobunaga. Beginilah bunyinya: Setelah bersantai, aku tiba-tiba jemu dengan
12 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Gifu. Angin dan awan penuh damai, dan aku ingin memandang semuanya sekali lagi. Keindahan
alam belum juga berteman denganku. Bagaimana dengan rencana tahun ini"' Menurut Tuan, apa
yang harus kujawab?"
"Hmm, artinya sudah jelas. Jadi tuanku dapat menjawab dengan satu baris saja."
"Aku memahami artinya, tapi bagaimana cara menjawab dengan satu baris saja?"
"'Jadilah tetangga yang baik. Persiapkan masa depan'?"
"Begitulah." "Hmm, begitu."
"Hamba menduga Yang Mulia Nobunaga merasa bahwa setelah merebut Gifu, tahun inilah waktu
yang tepat untuk membenahi pemerintahan, mengistirahatkan pasukan, dan menunggu hari lain,"
kata Hanbei. "Aku pun yakin bahwa itulah rencana beliau, tapi bagaimana dengan wataknya" Beliau tak sanggup
membiarkan hari demi hari berlalu tanpa berbuat apa-apa."
"Merencanakan masa depan, bersekutu dengan para tetangga - hamba kira sekaranglah
kesempatan yang paling baik."
"Jadi?" tanya Hideyoshi.
"Ini hanya pendapat hamba, sebab tuanku, bukan hamba yang dipandang mampu di begitu banyak
bidang. Pertama, jawablah dengan satu baris saja: jadilah tetangga yang baik. Persiapkan masa
depan. Kemudian, pada saat yang tepat, pergilah ke Gifu untuk menjelaskan rencana tuanku."
"Bagaimana kalau kita masing-masing mengambil kertas dan mencatat provinsi mana yang paling
patut dijadikan sekutu, lalu membandingkan hasilnya untuk melihat apakah jalan pikiran kita sama?"
Hanbei yang lebih dulu menulis, dan kemudian Hideyoshi menggoreskan Ketika mereka menukar
dan membuka kertas, ternyata mereka sama-sama menuliskan Takeda dari Kai, dan keduanya
tertawa gembira. Lentera-lentera di ruang tamu menyala terang. Kurir dari Gifu dipersilakan menempati kursi
kehormatan, ibu dan istri Hideyoshi pun hadir. Ketika Hideyoshi duduk, semua lentera seakan-akan
bertambah terang dan suasana semakin seru.
Nene merasa suaminya kini lebih banyak minum sake dibandingkan dulu. Nene memperhatikan
Hideyoshi yang bersikap gembira sepanjang jamuan makan, seolah-olah tidak melihat apa-apa.
Hideyoshi menghibur tamunya, membuat ibunya tertawa, dan rupanya ia sendiri pun merasa
senang. Hanbei pun yang tak pernah minum, menempelkan cawan sake ke bibirnya dan menghirup
sedikit untuk bersulang bagi Hideyoshi.
Orang-orang lain bergabung, dan suasana segera menjadi meriah. Setelah Nene dan ibunya
mengundurkan diri, Hideyoshi melangkah keluar, mencari angin. Kembang-kembang ceri telah
berguguran, dan hanya wangi tanaman paulownia yang memenuhi udara malam.
"Ah! Siapa itu di bawah pepohonan?" seru Hideyoshi.
13 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku," jawab sebuah suara perempuan. "Oyu, sedang apa kau di sana?"
"Kakakku belum pulang, padahal tubuhnya lemah, jadi aku agak cemas."
"Hatiku tersentuh melihat hubungan yang begitu indah antara kakak dan adik."
Hideyoshi menghampiri Oyu. Perempuan itu hendak menyembah, tapi Hideyoshi lebih dulu meraih
tangannya. "Oyu, mari kita jalan-jalan ke pondok minum teh itu. Aku begitu mabuk, sehingga
langkahku tak menentu. Aku ingin kau membuatkan secawan teh untukku."
"Oh! Tanganku! Ini tidak pantas. Tolong lepaskan." "Tidak apa-apa. Jangan khawatir."
"Tak sepatutnya tuanku berbuat begini." "Ini tidak apa-apa."
"Tuanku!" "Kenapa kau begitu ribut" Berbisiklah. Kau terlalu kejam."
"Ini tidak pantas."
Saat itulah Hanbei terdengar berseru. Ia dalam pcrjalanan pulang. Ketika melihat Hanbei, Hideyoshi
segera melepaskan tangan Oyu. Hanbei menatapnya heran. "Tuanku, seperti inikah pengaruh
sake?" Hideyoshi menepuk kepala dengan satu tangan. Kemudian, sambil menertawakan diri sendiri, ia
membuka mulutnya yang lebar dan berkata. "Ya, ehm, ada apa" Inilah yang disebut 'beramah
tamah dengan tetangga dan mempersiapkan masa depan. Jangan khawatir."
Musim panas berganti dengan musim gugur. Hikoemon datang dengan pesan untuk Hanbei,
meminta Oyu menjadi dayang ibu Hideyoshi. Ketika mendengar permintaan itu, Oyu gemetar
ketakutan. Tangisnya meledak. Itulah jawabannya terhadap permintaan Hideyoshi.
Cawan teh yang tidak mempunyai cacat dianggap kurang indah, dan watak Hideyoshi pun memiliki
cela. Walaupun keindahan cawan teh, bahkan kelemahan manusia, menarik untuk direnungkan,
dari sudut pandang seorang perempuan kekurangan ini tidak "menarik" sama sekali. Melihat
adiknya tersedu-sedu ketika urusan itu dibicarakan, Hanbei berpendapat bahwa penolakannya
masuk akal, dan ia menyampaikannya pada Hikoemon.
Musim gugur pun berlalu dengan tcnang. Di Gifu, prinsip "menjadi tetangga yang baik dan
mempersiapkan masa depan" sedang dilaksanakan. Bagi marga Oda, marga Takeda dari Kai sejak
dulu merupakan ancaman dari belakang. Rencana disusun untuk mengawinkan putri Nobunaga
dengan putra Takcda Shingen, Katsuyori. Calon pengantin perempuan berusia tiga belas tahun,
dan kecantikannya tanpa tandingan. Namun ia anak angkat, bukan darah daging Nobunaga. Meski
demikian, seusai upacara pernikahan, Shingen tampak senang sekali, dan tak lama kemudian
perkawinan itu telah dikaruniai seorang putra. Taro.
Paling tidak untuk sementara waktu perbatasan utara marga Oda seharusnya aman, tapi si ibu
muda meninggal ketika melahirkan Taro. Nobunaga lalu mempertunangkan putra tertuanya,
Nobutada, dengan putri Shingen keenam, untuk mencegah retaknya persekutuan antara kedua
14 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
provinsi. Ia juga mengirim usul ikatan perkawinan kepada Tokugawa Ieyasu dari Mikawa. Lalu,
persekutuan militer yang telah terjalin di antara mereka diperkuat dengan ikatan keluarga. Pada
saat pertunangan, baik putra tertua Ieyasu, Takechiyo, maupun putri Nobunaga berusia delapan
tahun. Pendekatan ini juga digunakan terhadap marga Sasaki di Omi. Dengan demikian, benteng di
Gifu disibukkan dengan perayaan selama dua tahun berikut.
Wajah samurai itu tersembunyi dalam bayangan topi lebar. Ia jangkung, berusia sekitar empat puluh
tahun. Melihat pakaian dan sandalnya, ia pendekar yang sudah cukup lama berkelana. Dari
belakang pun tubuhnya tidak memberi peluang untuk diserang. Ia baru selesai makan siang, dan
sedang melangkah ke salah satu jalan di Gifu. Ia berputar-putar, melihat-lihat, tanpa tujuan tertentu.
Sesekali ia bergumam pada diri sendiri, betapa suatu tempat telah berubah.
Dari sctiap tempat di dalam kota, si pengelana bisa melihat tembok-tcmbok Benteng Gifu menjulang
tinggi. Sambil memegang tepi topinya yang berbentuk kerucut, sesaat ia memandang
tembok-tembok itu dengan takjub.
Tiba-tiba seorang pejalan kaki, mungkin istri seorang saudagar, berbalik dan berhenti untuk
menatapnya. Perempuan itu membisikkan sesuatu kepada pelayan yang menyertainya, lalu
menghampiri si pendekar dengan ragu-ragu. "Maaf, sebenarnya tak pantas aku menyapa Tuan di
tengah jalan, tapi bukankah Tuan keponakan Tuan Akechi?"
Terkejut, si pendekar cepat-cepat menjawab. "Bukan!" dan pergi dengan langkah-langkah panjang.
Namun setelah sekitar sepuluh langkah, ia berbalik dan menatap perempuan tadi, yang masih
memandang ke arahnya. Dia putri Shunsai, si tukang baju tempur, katanya dalam hati. Mestinya dia
sudah berkeluarga sekarang.
Ia kembali menyusuri jalan-jalan. Dua jam kemudian ia berada di dekat Sungai Nagara. Ia duduk di
tepi sungai yang ditumbuhi rumput dan menatap permukaan air. Rasanya ia bisa tinggal di sini
untuk selama-lamanya. Alang-alang berdesir di bawah mata-hari musim gugur yang dingin pucat.
"Tuan Pendekar?" Seseorang menepuk pundaknya. Mitsuhide berbalik dan melihat tiga laki-Iaki -
kemungkinan besar samurai Oda yang sedang berpatroli.
"Sedang apa Tuan di sini?" salah seorang dari mereka bertanya dengan nada biasa-biasa saja.
Namun roman muka ketiga orang itu tegang dan penuh curiga.
"Aku telah berjalan, dan berhenti untuk beristirahat sejenak." si pendekar menjawab tenang. "Kalian
dari marga Oda?" ia balik bertanya, berdiri, dan menepis batang-batang rumput yang menempel
pada pakaiannya. "Betul," kata si prajurit dengan kaku. "Tuan datang dari mana, dan hendak pergi ke mana?"
"Aku dari Echizen. Aku punya saudara di benteng dan berusaha menghubunginya."
"Seorang abdi?" "Bukan."
"Tapi bukankah Tuan baru saja mengatakan bahwa orang itu berada di benteng?"
"Dia bukan abdi. Dia anggota rumah tangga." "Siapa namanya?"
15 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku enggan menyebutkannya di sini." "Bagaimana dengan nama Tuan sendiri?" "Sama juga,"
"Maksud Tuan, Tuan Tidak ingin bicara di tempat terbuka?"
"Benar." "Hmm, kalau begitu, silakan ikut ke gardu jaga dengan kami."
Rupanya mereka mencurigainya sebagai mata-mata. Untuk berjaga-jaga seandainya si pendekar
melawan, mereka berseru ke arah jalan tempat seorang samurai berkuda, yang tampaknya
pemimpin mereka, dan sepuluh prajurit lain sedang menunggu.
"Inilah yang kuharapkan. Silakan tunjukkan jalannya." Si pendekar segera mulai melangkah.
Di Gifu, seperti di setiap provinsi lain, pemeriksaan ketat, diberlakukan di tempat penyeberangan
sungai, di kota benteng, serta di perbatasan-perbatasan. Nobunaga belum lama pindah ke Benteng
Gifu, dan dengan perubahan pemerintahan dan undang-undang, tugas para hakim sungguh besar.
Meski beberapa pihak mengeluh bahwa penjagaan terlalu ketat, sebenarnya masih banyak bekas
pengikut marga Saito yang telah digulingkan di dalam kota, dan komplotan provinsi-provinsi musuh
sering kali terlambat diketahui.
Mori Yoshinari pantas menduduki jabatan hakim kepala, tapi sama seperti prajurit mana pun, ia
lebih menyukai medan perang daripada tugas-tugas sipil. Pada waktu pulang menjelang malam, ia
selalu melepaskan desahan lega. Dan setiap malam ia memperlihatkan roman muka yang sama
kepada istrinya. "Ada surat dari Ranmaru untukmu."
Ketika mendengar nama Ranmaru, Yoshinari tersenyum. Berita dari benteng merupakan satu di
antara sedikit kesenangan Yoshinari. Ranmaru-lah putra yang dikirimnya untuk mengabdi di
benteng ketika masih kanak-kanak. Sejak semula sudah jelas bahwa Ranmaru takkan menonjol,
namun ia anak yang tampan dan telah menarik perhatian Nobunaga, dan karena itu ditunjuk
sebagai salah satu pelayan pribadi. Belakangan ini ia akrab dengan para pembantu lain, dan
rupanya dipercayai memegang tugas tertentu.
"Ada berita apa?" tanya istri Yoshinari.
"Sebenarnya tidak ada apa-apa. Semuanya tenang, dan Yang Mulia sedang bergembira."
"Dia tidak menulis apa-apa bahwa dia sakit?"
"Tidak. dia bilang dia sehat-sehat saja." balas Yoshinari.
"Anak itu memang pintar. Dia pasti tidak mau orangtuanya khawatir."
"Mungkin," kata Yoshinari. "Tapi dia masih kecil, dan terus-menerus berada di sisi Yang Mulia pasti
melelahkan sekali baginya."
"Sesekali dia tentu ingin pulang untuk dimanjakan sedikit."
16 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Saat itu seorang samurai muncul dan memberitahu bahwa tak lama setelah Yoshinari pulang,
terjadi sesuatu di tempat kerjanya, dan bahwa beberapa anak buahnya datang untuk berunding,
meskipun malam telah larut. Ketiga petugas itu sedang menunggu di pintu masuk.
"Ada apa?" Yoshinari bertanya pada mereka. Pemimpin mereka memberi laporan. "Menjelang
malam, salah satu patroli menangkap seorang pendekar yang tampak mencurigakan di dekat
Sungai Nagara." "Lalu?" "Orang itu menurut saja ketika digiring ke gardu jaga. Tapi ketika kami menanyainya, dia menolak
menyebutkan nama maupun provinsi asalnya, dan dia berkata bahwa dia akan mengungkapkannya
hanya jika bisa berbicara dengan Tuan Yoshinari. Kemudian dia mengaku bukan mata-mau, dan
bahwa saudaranya - seorang perempuan - sudah bekerja dalam rumah tangga Oda sejak Yang
Mulia bertempat tinggal di Kiyosu. Tapi dia tak mau mengatakan apa-apa lagi, kecuali jika
dihadapkan pada orang yang berwenang. Dia sangat keras kepala.''
"Hmm, hmm. Berapa umurnya?" "Sekitar empat puluh tahun." "Seperti apa dia?"
"Penampilannya cukup mengesankan. Rasanya sukar dipcrcaya bahwa dia cuma pendekar
pengelana biasa." Beberapa saat kemudian, orang yang ditangkap itu dibawa masuk. Seorang pengikut tua
menggiringnya ke salah satu ruangan di bagian belakang rumah. Sebuah bantal dan semmlah
makanan telah menantinya.
"Tuan Yoshinari akan segcra menemui Tuan," kata si pengikut, lalu pergi.
Asap dupa memasuki ruangan. Si pendekar, dengan pakaian kotor akibat perjalanan yang
ditempuhnya, menyadari bahwa dupa itu amat bermutu, terlalu bermutu untuk dibakar bagi
sembarang orang. Sambil membisu ia menunggu kedatangan tuan rumah.
Wajah yang semula tcrsembunyi di balik pinggiran topi kini mengamati cahaya lentera yang
berkelap-kelip. Tak dapat disangkal, ia terlalu pucat untuk membuat patroli tadi percaya bahwa ia
pendekar pengelana. Selain itu, sorot matanya lembut dan penuh damai - berlainan dengan sorot
mata seseorang yang sehari-harinya makan-tidur bersama pedang.
Pintu geser membuka, dan seorang perempuan dengan pakaian dan sikap yang menunjukkan
bahwa ia bukan pelayan, mengantarkan semangkuk nasi. Tanpa berkata apa-apa, perempuan itu
meletakkan mangkuk di hadapan si pendekar, lalu mengundurkan diri, menutup pintu geser di
belakangnya. Sekali lagi, kalau bukan karena dianggap tamu penting, si pendekar takkan
memperoleh perlakuan seperti itu.
Beberapa saat kemudian, sang tuan rumah, Yoshinari, melangkah masuk, dan secara tak langsung
minta maaf karena telah membiarkan tamunya menunggu.
Si pendekar bcrgeser dari bantal ke posisi berlutut yang lebih resmi. "Apakah aku mendapat
kehormatan untuk berhadapan dengan Tuan Mori" Kurasa sikapku telah menimbulkan sedikit
kesulitan bagi anak buah Tuan. Aku sedang menjalankan misi rahasia bagi marga Asakura di
17 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Echizen. Namaku Akechi Mitsuhide."
"Ternyata benar. Kuharap Tuan sudi memaafkan kekasaran bawahan-bawahanku. Aku sendiri
dibuat terkejut oleh apa yang kudengar beberapa saat yang lalu, dan bergegas untuk menemui
Tuan." "Aku tidak menyebutkan nama maupun tempat asalku, jadi dari mana Tuan mengetahui siapa aku?"
"Tuan sempat menyinggung seorang perempuan - keponakan Tuan, kalau aku tidak salah - yang
sudah agak lama menjadi anggota rumah tangga Yang Mulia. Ketika hal ini dilaporkan padaku, aku
langsung menduga bahwa Tuan yang datang. Keponakan Tuan bernama Hagiji, bukan" Dia telah
mengabdi pada istri Yang Mulia Nobunaga sejak kepindahannya dari Mino ke Owari."
"Betul! Pengetahuan Tuan mengenai detail seperti ini sungguh mengesankan."
"Itu memang bagian dari tugasku. Kami biasa menyelidiki tempat asal, keturunan, serta kerabat
semua orang, mulai dari para dayang senior sampai gadis-gadis pelayan."
"Kewaspadaan Tuan patut dipuji."
"Kami juga menyelidiki latar belakang keponakan Tuan. Pada saat Yang Mulia Dosan menemui ajal,
salah satu paman Hagiji melarikan diri dari Mino dan menghilang. Hagiji sering bercerita pada istri
Yang Mulia mengenai seseorang bernama Mitsuhide dari Benteng Akechi. Inilah yang sampai ke
telingaku. Jadi, ketika para bawahanku menggambarkan umur dan penampilan Tuan, dan
memberitahuku bahwa Tuan menghabiskan setengah hari dengan berjalan-jalan di kota benteng,
aku menggabungkan semuanya dan menerka bahwa Tuan-lah yang dimaksud."
"Kemampuan Tuan untuk menarik kesimpulan memang mengagumkan." kata Mitsuhide sambil
tersenyum. Yoshinari berseri-seri. Dengan nada lebih resmi, ia lalu bertanya. "Tapi, Tuan Mitsuhide. urusan apa
kiranya yang membawa Tuan demikian jauh dari Echizen?"
Roman muka Mitsuhide langsung serius, dan ia segera merendahkan suara. "Apakah ada orang
lain di sini?" Pandangannya tertuju ke pintu geser.
"Tuan tidak perlu khawatir. Para pelayan sudah kusuruh pergi. Orang di balik pintu adalah pengikut
kepercayaanku. Dan selain penjaga di ujung koridor, tidak ada siapa-siapa lagi."
"Sebenarnya ada dua surat untuk Yang Mulia Nobunaga yang dipercayakan padaku. Yang pertama
dari Shogun Yoshiaki. yang satu lagi dari Yang Mulia Hosokawa Fujitaka."
"Dari sang Shogun!"
"Hal ini harus dirahasiakan dari marga Asakura, jadi Tuan dapat membayangkan betapa sulitnya
menem-puh perjalanan sampai ke sini."
Tahun scbdumnya, Shogun Yoshiteru dibunuh oleh wakil gubernur Jendralnya, Miyoshi Nagayoshi,
dan pengikut Miyoshi, Matsunaga Hisahide, yang meram-pas kekuasaan sang Shogun. Yoshiteru
mempunyai dua adik laki-laki. Yang lebih tua, seorang kepala biara Buddha, dibunuh olch para
18 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pemberontak. Yang lebih muda, Yoshiaki, yang ketika itu menjadi rahib di Nara, mcnyadari bahaya
yang mengancamnya dan meloloskan diri dengan bantuan Hosokawa Fujitaka. Selama beberapa
waktu ia bersembunyi di Omi, melepaskan kedudukannya sebagai rahib, dan mengambil gelar
shogun keempat belas pada usia dua puluh enam tahun.
Setelah itu sang "shogun pengembara" mendekati marga Wada, marga Sasaki, dan beberapa
marga lain untuk mencari dukungan. Sejak awal Yoshiaki meren-canakan untuk tidak tergantung
pada kebaikan orang lain. Ia berniat mengalahkan para pembunuh kakaknya serta mengembalikan
kedudukan dan kewibawaan keluarganya. Ia mencari bantuan, memohon marga-marga di provinsi
yang jauh. Tapi sesungguhnya urusan ini menyangkut seluruh negeri, sebab Miyoshi dan Matsunaga telah
merebut pemerintahan pusat. Meskipun Yoshiaki bergelar shogun, dalam kenyataan ia hanya
seorang tanpa harta yang hidup di pengasingan. Ia tidak memiliki uang. apalagi pasukan sendiri.
Kecuali itu, ia pun tidak terlalu disukai oleh rakyat.
Mitsuhide mengawali ceritanya dengan kedatangan Yoshiaki di Bentcng Asakura di Echizen. Pada
saat itu, seorang laki-laki bernasib buruk yang belum diterima sebagai pengikut marga sedang
mengabdi pada Asakura. Orang itu adalah Akechi Mitsuhide sendiri. Di sanalah Mitsuhide pertama
kali bertemu Hosokawa Fujitaka.
Mitsuhide melanjutkan. "Ceritanya agak panjang, tapi jika Tuan bersedia mendengarkannya,
kuminta Tuan menyampaikannya pada Yang Mulia Nobunaga. Tentunya surat dari sang Shogun


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus kuserahkan secara langsung pada Yang Mulia."
Kemudian, untuk menjelaskan situasinya sendiri, Mitsuhide menceritakan peristiwa-peristiwa yang
terjadi sejak ia meninggalkan Benteng Akechi dan melarikan diri dari Mino ke Echizen. Selama lebih
dari sepuluh tahun, Mitsuhide merasakan penderitaan di dunia. Sesuai dengan wataknya, ia mudah
tertarik pada buku-buku dan ilmu pengetahuan. Ia bersyukur atas kemalangan yang dialammya.
Masa pengembara-annya yang penuh kesusahan itu memang panjang. Benteng Akechi hancur
dalam perang saudara di Mino, dan hanya ia dan sepupunya, Mitsuharu, yang berhasil lolos ke
Echizen. Pada tahun-tahun sesudah itu Mitsuhide menghilang, menjalani hidup sebagai ronin dan
menyambung hidup dengan mengajar anak-anak petani membaca dan menulis.
Satu-satunya hasrat yang tersimpan di dadanya adalah menemukan junjungan yang tepat, serta
satu kesempatan baik. Sambil mencari jalan keberhasilan, Mitsuhide mengamati semangat juang,
keadaan ekonomi, dan benteng-benteng di berbagai provinsi dengan mata ahli strategi militer,
bersiap-siap menghadapi masa yang akan datang.
Ia terus berkelana dan mengunjungi semua provinsi di daerah barat. Mitsuhide memiliki alasan kuat
untuk berbuat demikian. Daerah baratlah yang selalu lebih dulu menerima penemuan asing, dan
kemungkinan besar di sanalah ia dapat menambah pengetahuan mengenai bidang yang menjadi
keahliannya - senjata api. Pengetahuan Mitsuhide dalam hal senjata api menimbulkan berbagai
peristiwa di provinsi-provinsi barat. Seorang pengikut marga Mori bernama Kaisura menangkap
Mitsuhide di kota Yamaguchi, karena mencurigainya sebagai mata-mata. Saat itu Mitsuhide
berterus terang mengenai tempat asalnya, situasinya, serta harapan-harapannya, dan bahkan
mengemukakan penilaiannya mengenai provinsi-provinsi tetangga.
Ketika menanyai Mitsuhide, Katsura begitu terkesan oleh pengetahuannya, sehingga ia lalu
memuji-muji Mitsuhide di hadapan junjungannya, Mori Motonari. "Hamba rasa dia memiliki bakat
19 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang luar biasa. Seandainya dia diberi pekerjaan di sini, hamba yakin dia akan melakukan hal-hal
besar di kemudian hari."
Pencarian orang-orang berbakat berlangsung di mana-mana. Orang-orang seperti itu, yang
meninggalkan kampung halaman dan mengabdi di provinsi lain, suatu ketika akan berhadapan
sebagai musuh dengan bekas junjungan mereka. Begitu Motonari mendengar kabar mengenai
Mitsuhide, ia ingin bertemu dengannya. Suatu hari Mitsuhide dipanggil ke benteng Motonari.
Keesokan harinya, Katsura seorang diri menghadap Motonari, dan menanyakan pendapatnya
mengenai tamunya. "Seperti kaukatakan, orang berbakat jarang ditemui. Sebaiknya kita beri dia sejumlah uang dan
beberapa potong pakaian, lalu mempersilakannya melanjutkan perjalanan."
"Baik, tapi tidakkah dia membuat tuanku terkesan?" "Memang. Ada dua macam orang besar:
mereka yang benar-benar besar, dan para bajingan. Nah, kalau seorang bajingan juga orang
terpelajar, dia akan membawa kehancuran bagi dirinya sendiri dan bagi majikannya." Motonari
melanjutkan, "Ada sesuatu yang licik pada penampilannya. Pada waktu dia bicara dengan tenang
dan sorot mata cerah, daya pikatnya sungguh memukau. Ya, dia memang laki-laki yang menawan,
tapi aku lebih menyukai sikap para prajurti daerah barai yang tak pernah banyak omong. Kalau
kutempatkan orang ini di tengah-tengah prajuritku, dia akan menonjol seperti burung bangau di
tengah kawanan ayam. Ini saja sudah cukup untuk menolaknya." Dengan demikian Mitsuhide tidak
diterima oleh marga Mori.
Ia menjelajahi Hizen dan Higo, serta daerah kekuasaan marga Otomo. Ia menyeberangi laut ke
Pulau Shikoku, tempat ia mempelajari jurus-jurus marga Chosokabe.
Ketika Mitsuhide kembali ke rumahnya di Echizen. ia baru mengetahui bahwa istrinya telah jatuh
sakit dan meninggal, dan sepupunya, Mitsuharu, pergi untuk mengabdi pada marga lain. Setelah
enam tahun berkelana, situasinya ternyata belum bertambah baik. Ia belum juga melihat titik terang
pada jalan yang membentang di hadapannya.
Di saat yang serbasusah itulah ia menemui Ena, kcpala rahib Kuil Shonen di Echizen. Ia menyewa
rumah di depan kuil dan mulai mengajari anak-anak tetangga. Sejak awal Mitsuhide telah
menyadari bahwa mengajar di sekolah bukanlah panggilan hidupnya. Dalam beberapa tahun ia
telah memahami seluk-beluk pemerintahan serta masalah-masalah yang dihadapi provinsinya.
Selama masa itu, Echizen berulang kali dirongrong pemberontakan para anggota sekte Ikko. Suatu
ketika. pada waktu pasukan Asakura melewatkan musim dingin di medan perang melawan para
biksu yang memberontak. Mitsuhide bertanya pada Ena, "Ini hanya pendapat hamba yang tak
berguna, tapi hamba ingin menyampaikan sebuah strategi kepada marga Asakura. Siapakah yang
harus hamba temui untuk itu?"
Ena langsung mengerti apa yang tersimpan dalam benak Mitsuhide. "Temuilah Asakura Kageyuki.
Kurasa dia bersedia mendengarkanmu."
Mitsuhide mempercayakan murid-muridnya pada Ena dan pergi ke perkemahan Asakura Kageyuki.
Karena tidak memiliki perantara. ia langsung saja memasuki perkemahan, membawa rencana yang
dicatatnya pada secarik kenas. Ia ditangkap, tanpa mengetahui apakah rencananya diserahkan
pada Kageyuki atau tidak, dan selama dua bulan ia tidak mendapat kabar apa pun. Walaupun
dipenjara, dari pergerakan dan semangat pasukan, Mitsuhide menarik kesimpulan bahwa Kageyuki
20 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menjalankan rencananya. Mula-mula Kageyuki merasa curiga pada Mitsuhide. Karena inilah Mitsuhide dipenjara. Tapi karena
tak ada jalan lain untuk mengatasi jalan buntu yang dihadapinya di medan laga. Kageyuki
memutuskan untuk mencoba rencana Mitsuhide. Ketika kedua laki-laki itu akhirnya benemu.
Kageyuki memuji Mitsuhide sebagai prajurit berpengetahuan luas mengenai sejarah dan ilmu bela
diri. Setelah memperkenankan Mitsuhide berjalan-jalan di perkemahan, Kageyuki memanggilnya
dari waktu ke waktu. Namun rupanya tidak mudah bagi Mitsuhide untuk memperoleh status
pengikut, karena itu pada suatu hari ia berkata dengan tegas. "Jika tuanku berscdia itu
meminjamkan senjata api pada hamba, hamba akan menembak jendral musuh di tengah-tengah
perkemahannya." "Kau boleh bawa satu," kata Kageyuki, tapi karena rasa curiganya belum pupus sama sekali, ia
diam-diam menunjuk seseorang untuk mengawasi Mitsuhide.
Pada masa itu, sepucuk senapan sangat berharga, bahkan untuk marga Asakura yang kaya
sekalipun. Setelah mengucapkan terima kasih atas kebaikan Kageyuki. Mitsuhide mengambil
senapan itu, terjun ke tengah pasukan, dan menuju garis depan. Ketika pertempuran meletus, ia
menghilang di balik barisan musuh.
Mendengar bahwa Mitsuhide menghilang, Kageyuki lalu minta pertanggungjawaban orang yang
ditugaskan mengawasi Mitsuhide, dan bertanya kenapa ia tidak menembaknya dari belakang.
"Mungkin saja dia ternyata memang mata-mata musuh yang datang ke sini untuk mempelajari
kcadaan." Tapi beberapa hari kemudian terdengar laporan bahwa jendral musuh ditembak oleh penyerang tak
dikenal ketika ia memeriksa garis tempur. Semangat pasukan lawan dikabarkan tiba-tiba menipis.
Tak lama setelah itu, Mitsuhide kembali ke perkemahan. Ketika bertemu Kageyuki, ia segera
menegurnya. "Kenapa tuanku Tidak mengerahkan seluruh pasukan dan menumpas musuh kita"
Patutkah orang yang membiarkan kesempatan seperti ini lewat begitu saja diberi pangkat jendral?"
Mitsuhide memenuhi janjinya. Ia telah menyusup ke wilayah musuh, menembak jendral mereka, lalu
kembali. Ketika Asakura Kageyuki kembali ke Benteng Ichijogadani, ia menceritakan kejadian itu pada
Asakura Yoshikage, Yoshikage mengamati Mitsuhide dan memintanya menjadi pengikutnya.
Kemudian Yoshikage menyuruh para bawahannya mendirikan sasaran di pekarangan benteng, dan
memerintahkan Mitsuhide untuk memperlihatkan kebolehannya. Dari seratus tembakan yang
dilepaskan Mitsuhide, yang bukan ahli menembak, enam puluh delapan mengenai sasaran.
Mitsuhide kini memperoleh tempat tinggal di kota benteng, dan diberi upah sebesar seribu kan
seratus putra pengikut ditempatkan di bawah bimbingannya, dan sekali lagi ia membentuk kesatuan
penembak. Mitsuhide begitu berterima kasih pada Yoshikage, karena diselamatkan dari
penderitaan, sehingga selama beberapa tahun ia bekerja tanpa kenal lelah untuk membalas berkah
dan budi baik yang diterimanya.
Tapi pada akhirnya pengabdian Mitsuhide justru memancing rasa dengki orang-orang sekitarnya.
Mereka menuduhnya bersikap congkak dan angkuh. Tak peduli apa yang sedang dibicarakan atau
dikerjakan, kecemerlangan Mitsuhide tampak nyata di mata semua orang.
21 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Sikap Mitsuhide tidak berkenan di hati para pengikut marga Asakura yang mulai mengeluh
mengenai dirinya: "Dia memang sombong." "Dia tinggi hati."
Tentu saja, keluhan-keluhan ini juga sampai ke telinga Yoshikage. Prestasi Mitsuhide pun mulai
berkurang. Dilahirkan dengan watak dingin, ia kini menjadi sasaran tatapan yang sama dinginnya.
Persoalannya mungkin lain seandainya Yoshikage melindunginya, tapi Yoshikage ditahan oleh para
pengikutnya. Perselisihan itu membuat ke seluruh benteng, bahkan ke selir-selir favorit Yoshikage.
Mitsuhide sendiri tidak memiliki koneksi, dan di tempat yang dianggapnya rumah tempat ia hanya
diberikan perlindungan sementara. Hatinya gundah gulana, tapi tak ada yang dapat ia lakukan.
Aku membuat kesalahan, Mitsuhide berkata dalam hati. Ia telah memperoleh sandang pangan, tapi
kini ia menyesali keputusannya. Karena terburu-buru hendak meloloskan diri dari kemalangan, ia
tidak menyadari bahwa pelabuhan yang dipilihnya merupakan pelabuhan yang salah. Begitulah
pikirannya setelah melewati hari-hari tanpa kebahagiaan. Aku telah menyia-nyiakan seluruh
hidupku! Tekanan batin yang ia alami rupanya berpengaruh pada kesehatannya, dan ia mulai
menderita penyakit kulit yang kemudian menjadi serius. Mitsuhide mengajukan permohonan cuti
pada Yoshikage agar dapat berobat di kota permandian Yamashiro.
Pada waktu berada di sana, ia mendapat kabar bahwa Istana Nijo diserang pemberontak, dan
bahwa Shogun Yoshiteru mati terbunuh. Di Yamashiro pun, di tengah-tengah pegunungan.
orang-orang merasa terkejut dan gelisah.
"Kalau sang Shogun terbunuh. negeri ini akan dilanda kekacauan lagi." Mitsuhide segera
bersiap-siap untuk kembali ke Ichijogadani. Kekacauan di Kyoto berarti kekacauan di seantero
negeri. Peristiwa itu dengan sendirinya akan membawa akibat di provinsi-provinsi. Tak pelak lagi, di
mana-mana persiapan dibuat dengan tergesa-gesa.
Aku bisa saja merajuk dan merasa tertekan karena hal-hal sepele, tapi itu memalukan bagi laki-laki
yang sedang berada dalam masa jayanya, Mitsuhide memutuskan. Penyakit kulit yang ia derita
telah sembuh, dan kini Mitsuhide cepat-cepat menghadap junjungannya. Yoshikage nyaris tidak
menanggapi kedatangannya, dan Mitsuhide menarik diri tanpa mendapat perhatian Yoshikage.
Setelah itu ia tak pernah dipanggil lagi. Sementara berobat, ia telah dibebastugaskan dari
jabatannya sebagai komandan kesatuan penembak, dan di mana-mana ia diperlaku-
kan dengan sikap bermusuhan. Setelah kepercayaan Yoshikage pada Mitsuhide berubah sama
sekali. Mitsuhide sekali lagi mengalami penderitaan batin.
Saat itulah ia menerima kunjungan dari Hosokawa Fujitaka, yang hanya dapat dilukiskan sebagai
tamu utusan para dewa. Mitsuhide begitu terkejut, sehingga ia sendiri melangkah keluar untuk
menyambut orang iiu, seakan-akan tak percaya bahwa orang dengan kedudukan seperti Fujitaka
sudi datang ke rumahnya. Pembawaan Fujitaka tepat seperti yang disukai Mitsuhide. Sikapnya agung dan terpelajar.
Mitsuhide sudah lama mengeluh bahwa ia tak pernah berjumpa dengan orang-orang besar, dan
tamu seperti itu tentu saja menimbulkan kegembiraan di hatinya. Namun ia merasa ragu-ragu
mengenai maksud kunjungan Fujitaka.
22 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Meskipun berasal dari keluarga bangsawan, pada saat ia diam-diam mengunjungi rumah Mitsuhide,
Fujitaka tak lebih dari orang buangan. Setelah terusir dari Kyoto, Yoshiaki mengungsi dan berkelana
dari provinsi ke provinsi. Fujitaka-lah yang mendekati Asakura Yoshikage untuk kepentingan sang
Shogun. Sambil mengelilingi provinsi-provinsi untuk berkhotbah mengenai kesetiaan, sekaligus
berusaha mempengaruhi para penguasa daerah agar mengambil tindakan, Hosokawa Fujitaka
merupakan satu-satunya orang yang ikut menderita bersama Yoshiaki. Segala upaya dijalankannya
untuk mengatasi kemalangan yang menimpa junjungannya.
"Tentunya marga Asakura akan berpihak pada sang Shogun. Jika Provinsi Wakasa dan Echizen
bergabung dengan kami, semua marga di daerah utara akan bergegas mendukung perjuangan
kami." Yoshikage berniat menolak permintaan itu. Tak peduli apa yang dikatakan Fujitaka mengenai
kesetia-an. Yoshikage tidak berminat mengangkat senjata demi shogun yang tanpa kekuasaan dan
hidup dalam pengasingan. Masalahnya bukan kekuatan militer maupun kekayaan, Yoshikage
memang mendukung keadaan saat itu.
Fujitaka segera melihat bahwa situasinya tidak menguntungkan bagi mereka, dan menyadari
nepotisme serta pergulatan dalam marga Asakura, ia membatalkan usaha mencari dukungan di
sana. Tetapi Yoshikage dan para pengikutnya sudah dalam perjalanan menuju Echizen.
Walaupun orang-orang Asakura merasa terganggu, sang Shogun tak bisa diperlakukan dengan
semena-mena, dan mereka menyediakan sebuah kuil sebagai tempat tinggal sementara. Mereka
menerimanya dengan baik, namun sekaligus berdoa agar ia segera angkat kaki lagi.
Kemudian, secara tiba-tiba Mitsuhide mendapat kunjungan dari Fujitaka. Tapi ia tak dapat
meraba-raba maksud kunjungan itu.
"Aku mendengar bahwa Tuan menggemari puisi. Aku sempat melihat karya yang Tuan buat ketika
pergi ke Mishima." kata Fujitaka pada awal percakapan mereka. Ia tidak tampak seperti orang yang
hatinya sedang digerogoti kesusahan. Roman mukanya lembut dan ramah.
"Oh, puisiku tak patut mendapai perhatian Tuan," Mitsuhide tidak sekadar merendah; ia
sungguh-sungguh merasa malu. Fujitaka memang terkenal karena puisi-puisinya. Hari itu
perbincangan mereka dibuka dengan puisi, lalu beralih pada sastra Jepang.
"Astaga, percakapan kita begitu menarik, sehingga aku lupa bahwa ini pertama kali aku bertamu di
sini." Setelah meminta maaf karena kunjungannya begitu lama, Fujitaka mohon diri.
Mitsuhide semakin bingung. Memandangi lentera di hadapannya, ia duduk termenung-menung.
Fujitaka berkunjung dua atau tiga kali lagi, tapi tema pembicaraan mereka tak pernah menyimpang
dari puisi atau Upacara Minum Teh. Tapi suatu hari - ketika itu hujan turun begitu dcras, sehingga
lentera-lentera terpaksa dinyalakan di dalam rumah - Fujitaka bersikap lebih resmi dan pada biasa.
"Hari ini aku ingin membahas sesuatu yang sangat serius dan rahasia," katanya.
Mitsuhide memang telah menanti-nanti ucapan ini, dan menjawab. "Kalau kepercayaan Tuan
padaku begitu besar sehingga Tuan mau membuka rahasia, aku berjanji untuk menjaganya. Silakan
bicara secara terbuka, mengenai apa saja."
23 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Fujitaka mengangguk. "Aku yakin orang secerdik Tuan tentu sudah paham mengapa aku sering
berkunjung. Sesungguhnya kami, para pembantu sang Shogun, datang ke sini dengan bertumpu
pada harapan bahwa Yang Mulia Asakura akan mendukung perjuangan kami. Sampai sekarang
sudah berkali-kali kami diam-diam memohon kesediaan beliau dan melakukan perundingan rahasia.
Namun jawaban Yang Mulia ditunda-tunda terus, dan tampaknya takkan ada keputusan dalam
waktu dekat. Sementara itu kami mempelajari pemerintahan Yang Mulia Asakura, dan sekarang aku
yakin bahwa beliau tak ingin bertempur bagi sang Shogun. Mereka yang mengajukan permohonan
pun menyadari bahwa ini sia-sia belaka. Meski demikian..." Fujitaka kini tampak berbeda sama
sekali dengan laki-laki yang berkunjung sebelumnya. "Siapa di antara para panglima provinsi -
terkecuali Yang Mulia Asakura - yang dapat kami andalkan" Siapa panglima perang di negeri ini
yang paling bisa dipercaya sekarang" Adakah orang sepcrti itu?"
"Ada." "Ada?" Mata Fujitaka berbinar-binar.
Dengan tenang Mitsuhide menggunakan jari untuk menuliskan sebuah nama di lantai: Oda
Nobunaga. "Sang penguasa Gifu?" Fujitaka menarik napas. Ia mengalihkan pandangannya dari lantai ke wajah
Mitsuhide, dan terdiam sejenak. Kemudian kedua orang itu membahas Nobunaga untuk waktu yang
cukup panjang. Mitsuhide pernah menjadi anggota marga Saito, dan ketika mengabdi pada bekas
junjungannya, Saito Dosan, ia sempat mengamati watak menantu Dosan. Jadi, ucapan Mitsuhide
memang memiliki bobot. Beberapa hari kemudian, Mitsuhide menemui Fujitaka di gunung-gunung di balik kuil yang menjadi
tcmpat menginap sang Shogun. Fujitaka menyerahkan sepucuk surat yang ditulis sendiri oleh sang
Shogun dan dialamatkan pada Nobunaga. Malam itu Mitsuhide meninggalkan Ichijogadani. Tentu
saja ia melepaskan kediaman dan para pengikutnya, karena menyangka ia takkan kembali.
Keesokan harinya seluruh marga Asakura gempar.
Teriakan "Mitsuhide melarikan diri!" terdengar menggema. Regu pelacak dibentuk untuk
membawanya kembali, tapi Mitsuhide tak dapat ditemukan dalam batas-batas provinsi. Kemudian
Asakura Yoshikage memperoleh kabar bahwa salah seorang pengikut sang Shogun, Hosokawa
Fujitaka, sering mengunjungi Mitsuhide, dan kini Yoshikage berpaling pada sang Shogun. "Tak
pelak lagi, dialah yang menghasut Mitsuhide dan mungkin mengutusnya sebagai kurir ke provinsi
lain." Walhasil Yoshikage mengusir sang Shogun dari Echizen.
Sejak semula Fujitaka telah meramalkan perkembangan ini. Jadi, dengan memanfaatkannya
sebagai kesempatan baik, ia beserta rombongannya pergi dari Echizen ke Omi, dan diterima oleh
Asai Nagamasa di Benteng Odani. Di sanalah Fujitaka menunggu kabar dari Mitsuhide.
Dan inilah sebabnya Mitsuhide datang ke Gifu. Membawa surat sang Shogun, selama dalam
perjalanan ia acap kali mempertaruhkan nyawa. Kini Mitsuhide berhasil mencapai setengah dari
tujuannya. Ia sudah menembus sampai ke kediaman Mori Yoshinari, dan malam ini sedang duduk
berhadap-hadapan dengan sang tuan rumah, menjelaskan misinya secara terperinci dan meminta
kesediaan Yoshinari untuk bertindak sebagai perantara guna menghadap Nobunaga.
Hari itu hari ketujuh di Bulan Kesepuluh pada tahun Eiroku kesembilan. Hari itu mungkin dianggap
hari yang menentukan oleh sementara orang. Mori telah menjadi perantara bagi Mitsuhide, dan
24 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
seluk-beluk keadaan sudah disampaikan pada Nobunaga. Hari inilah Mitsuhide memasuki Benteng
Gifu dan bertemu untuk pertama kali dengan Nobunaga. Mitsuhide berusia tiga puluh delapan
tahun - enam tahun lebih tua daripada Nobunaga.
"Aku telah mempelajari surat-surat dari Yang Mulia Hosokawa dan sang Shogun." kata Nobunaga,
"dan kulihat mereka menginginkan dukunganku. Betapa-pun tak berartinya aku, aku akan
mengerahkan segenap kekuatan yang kumiliki."
Mitsuhide membungkuk dan menanggapi ucapan Nobunaga. "Mempertaruhkan nyawa hamba yang
hina merupakan tugas yang jauh melampaui status hamba." Tak ada kepalsuan dalam kata-kata
Mitsuhide. Ketulusannya membuat Nobunaga terkesan, begitu juga sikap dan pembawaannya, pemilihan
katanya yang cerdik, serta kecerdasannya yang patut dikagumi. Semakin lama Nobunaga
memperhatikannya, ia semakin terkesan. Orang ini pasti akan berguna, katanya dalam hati. Dengan
demikian, Akechi Mitsuhide menemukan dirinya di bawah sayap marga Oda. Dalam waktu singkat
ia telah menerima anugerah berupa tanah senilai empat ribu di Mino. Di samping itu, karena sang
Shogun dan para pengikutnya berada bersama marga Asai, Nobunaga mengutus sejumlah orang di
bawah pimpinan Mitsuhide umuk mengawal mereka ke Benteng Gifu, Nobunaga bahkan pergi ke


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perbatasan provinsi untuk menyambut kedatangan sang Shogun, yang telah diperlakukan sebagai
orang yang merepotkan di provinsi-provinsi lain.
Di gerbang benteng, Nobunaga meraih tali kekang kuda sang Shogun dan memperlakukannya
sebagai tamu kehormatan. Tetapi sesungguhnya Nobunaga tidak sekadar meraih tali kekang kuda
sang Shogun, melainkan mengambil alih kendali atas seluruh negeri. Mulai saat itu, jalan mana pun
yang ditempuhnya, awan badai dan angin zaman berada di tangan yang menggenggam tali kekang
demikian erat. Sang Shogun Pengelana SETELAH sang Shogun dan rombongannya menemukan tempat perlindungan bersama Nobunaga,
mereka ditempatkan di sebuah kuil di Gifu. Namun para pengikut Shogun sombong dan berjiwa
kerdil, dan satu-satunya keinginan mereka adalah menegakkan wibawa mereka sendiri. Mereka
tidak menyadari perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, dan begitu mereka
menetap, mereka mulai bersikap congkak dan mengeluh kepada para pengikut Nobunaga.
"Makanan ini kurang enak
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
25Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:24:43
." "Tempat tidur kami terlalu keras."
"Aku tahu kuil sempit ini hanya untuk sementara, tapi tempat semacam ini tidak sepadan dengan
martabat sang Shogun."
Mereka tak mengenai batas. "Kami ingin melihat perlakuan yang lebih baik terhadap sang Shogun.
Carilah tempat yang indah untuk membangun istana bagi sang Shogun, dan mulailah dengan
pekerjaan pembangunan.'' Nobunaga, yang mendengar tuntutan mereka, menganggap orang-orang itu patut dikasihani.
Seketika ia memanggil para pengikut Yoshiaki dan berkata pada mereka, "Aku mendapat kabar
bahwa kalian ingin aku membangun istana bagi sang Shogun.
karena kediamannya sekarang terlalu sempit." "Memang!" juru bicara mereka menanggapinya.
"Tempat tinggal beliau yang sekarang tidak memadai. Kuil itu sama sekali tidak pantas sebagai
kediaman sang Shogun."
"Hmm, hmm," balas Nobunaga dengan nada melecehkan. "Bukankah pikiran Tuan-Tuan agak
lamban" Sang Shogun mendatangiku karena berharap aku akan mengusir Miyoshi dan Matsunaga
dari Kyoto, merebut kembali wilayah kekuasaannya, dan mengembalikan beliau ke kedudukan yang
menjadi hak beliau."
"Itu benar." "Betapapun tak beraninya aku, aku bertekad memikul tanggung jawab besar ini. Selain itu, aku
merasa sanggup mewujudkan harapan-harapan sang Shogun dalam waktu dekat, bagaimana
mungkin aku meluangkan waktu untuk mendirikan istana bagi beliau" Apakah Tuan-Tuan
sungguh-sungguh telah melepaskan harapan untuk kembali ke Kyoto guna menegakkan
pemerintahan yang sah" Puaskah Tuan-Tuan dengan melewatkan hidup secara tenang di suatu
tempat berpemandangan indah di Gifu, dan tinggal sebagai pertapa di sebuah istana besar, dengan
makanan yang disediakan oleh tuan rumah?"
Para pengikut Yoshiaki menarik diri tanpa berkata apa-apa lagi. Setelah itu mereka tidak banyak
mengeluh. Nobunaga tidak mengada-ada. Pada waktu musim panas berganti musim gugur,
Nobunaga memerintahkan mobilisasi umum di seluruh Mino dan Owari. Pada hari kelima di Bulan
Kesembilan, hampir tiga puluh ribu prajurit siap bergerak. Pada hari ketujuh, mereka sudah berbaris
meninggalkan Gifu, menuju ibu kota.
Dalam pesta besar yang diadakan di benteng pada malam sebelum keberangkatan, Nobunaga
berkata kepada para perwira dan anak buahnya. "Kekacauan di negeri ini, yang merupakan akibat
dari persaingan para panglima provinsi, menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi rakyat.
Tak perlu disebutkan bahwa kesengsaraan yang melanda seluruh negeri menimbulkan kesedihan
bagi sang Tenno. Sejak zaman Ayahanda, Nobuhide, sampai sekarang, marga Oda berpegang
pada peraturan tak tertulis bahwa kewajiban utama seorang samurai adalah melindungi sang Tenno
beserta kerabatnya. Jadi, pada waktu menuju ibu kota, kalian tidak bertempur untukku, melainkan
atas nama sang Kaisar."
1 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Setiap komandan dan prajurit menanggapi perintah berangkat dengan semangat berkobar-kobar.
Untuk langkah besar ini, Tokugawa Ieyasu dari Mikawa, yang belum lama ini menjalin persekutuan
militer dengan Nobunaga, mengirim pasukan berkekuatan seribu orang. Saat seluruh pasukan mulai
bergerak, sejumlah orang mengemukakan kritik.
"Orang yang dikirim si penguasa Mikawa tidak banyak. Dia memang licik, persis seperti yang kita
dengar selama ini." Nobunaga tidak menghiraukannya. "Mikawa sedang membenahi pemerintahan dan ekonomi,
karena itu mereka tak punya waktu untuk pertimbangan-pertimbangan lain. Saat ini Ieyasu tak
mungkin mengirim pasukan besar. Dia memilih bertindak cermat, meski sadar bahwa dia akan
dicerca karenanya. Tapi dia pun bukan panglima biasa. Aku percaya bahwa pasukan yang
dikirimnya terdiri atas orang-orang terbaik di Mikawa."
Sesuai dugaan Nobunaga, keseribu prajurit Mikawa di bawah Matsudaira Kanshiro tak pernah
dilampaui dalam pertempuran. Selalu bertcmpur di baris terdepan, mereka membuka jalan bagi
para sekutu mereka, dan keberanian mereka menambah keharuman nama Ieyasu.
Setiap hari cuaca tetap indah. Tiga puluh ribu pejuang bergerak bagaikan garis hitam di bawah
langit musim gugur. Barisan mereka begitu panjang. sehingga pada waktu ujung depannya
mencapai Kashiwabara, ujung belakangnya masih melewati Tarui dan Akasaka. Panji-panji mereka
menutupi langit. Ketika mereka melewati kota Hino dan memasuki Takamiya, dari depan terdengar
seruan-seruan. "Kurir! Ada rombongan kurir dari ibu kota!"
Tiga jendral berkuda maju untuk menemui mereka. "Kami ingin menghadap Yang Mulia Nobunaga."
Para kurir membawa surat dari Miyoshi Nagayoshi dan Matsunaga Hisahide.
Ketika permintaan mereka disampaikan ke markas, Nobunaga berkata. "Bawa mereka ke sini."
Para kurir segcra dipanggil, tapi Nobunaga mencemooh tawaran perdamaian dalam surat itu
sebagai siasat musuh. "Katakan pada mereka bahwa jawaban akan kuberikan setelah aku tiba di
ibu kota." Ketika matahari terbit pada hari kesebelas, ujung depan pasukan Nobunaga menyeberangi Sungai
Aichi. Kccsokan harinya Nobunaga bergerak menuju kubu pertahanan orang-orang Sasaki di
Kannonji dan Mitsukuri. Benteng Kannonji berada di bawah komando Sasaki Jotei. Putra Jotei,
Sasaki Rokkaku. mempersiapkan Benteng Mitsukuri menghadapi pengepungan. Marga Sasaki dari
Omi bersekutu dengan Miyoshi dan Matsunaga, dan ketika Yoshiaki mencari perlindungan bersama
mereka, mereka malah berusaha membunuhnya.
Omi merupakan kawasan stratcgis yang membentang sepanjang Danau Biwa, di tepi jalan yang
menuju ke arah selatan. Dan di sinilah orang-orang Sasaki menunggu, berkoar bahwa mereka akan
melumatkan Nobunaga seperti Nobunaga menghancurkan Imagawa Yoshimoto dengan sekali
pukul. Sasaki Rokkaku meninggalkan Benteng Mitsukuri, bergabung dengan pasukan ayahnya di
Kannonji, dan membagi-bagi pasukannya di semua benteng Omi yang berjumlah delapan belas.
Sambil melindungi matanya dari sinar matahari, Nobunaga memandang dari tempat tinggi dan
2 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tertawa. "Barisan musuh sungguh gemilang. Persis seperti dalam risalah kuno."
Ia memrintahkan Sakuma Nobumori dan Niwa Nagahide untuk merebut Benteng Mitsukuri, dan
menempatkan pasukan Mikawa di barisan terdepan. Kemudian ia berpesan, "Seperti kukatakan
pada malam sebelum keberangkatan kita, gerakan menuju ibu kota ini bukan balas dendam pribadi.
Aku ingin setiap prajurit dalam pasukan kita paham bahwa kita bertempur untuk sang Tenno.
Jangan bunuh mereka yang melarikan diri. Jangan bakar rumah-rumah para penduduk. Dan, sejauh
mungkin, jangan menginjak-injak ladang yang belum dipanen."
*** Dalam kabut pagi, air Danau Biwa belum tampak. Mengoyak-ngoyak kabut itu, tiga puluh prajurit
mulai bergerak. Ketika Nobunaga melihat sinyal api yang menandakan serangan terhadap benteng
Mitsukuri oleh pasukan Niwa dan Sakuma, ia memberi perintah. "Pindahkan markas ke Benteng
Wada." Benteng Wada merupakan kubu pertahanan musuh, jadi perintah Nobunaga untuk memindahkan
markas ke sana berarti menyerang dan merebut benteng itu. Namun perintah itu diucapkannya
seakan-akan anak buahnya tinggal menempati posisi yang telah dikosongkan oleh pasukan musuh.
"Nobunaga sendiri ikut dalam penyerangan!" jendral yang memimpin Benteng Wada bersorak,
menanggapi seruan para pengintai di menara jaga. Sambil menepuk pangkal pedang, ia berpidato
di depan pasukannya. "Ini berkah dari para dewa! Baik Benteng Kannonji maupun Benteng
Mitsukuri seharusnya mampu bertahan selama paling tidak satu bulan, dan sementara itu pasukan
Matsunaga dan Miyoshi beserta sekutu-sekutu mereka di sebelah utara danau bisa memotong jalur
mundur Nobunaga. Tetapi Nobunaga telah mempercepat kematiannya dengan menyerang benteng
ini. Ini kesempatan emas! Jangan biarkan keberuntungan ini lepas bcgitu saja! Ambillah kepala
Nobunaga!" Seluruh pasukannya bersorak-sorai. Mereka yakin bahwa tembok besi marga Sasaki dapat
bertahan selama satu bulan, meskipun Nobunaga memimpin pasukan berkekuatan tiga puluh ribu
orang dan membawahi banyak jendral hebat. Provinsi-provinsi kuat di sekitar mereka pun meyakini
hal ini. Namun pada kenyataannya Benteng Wada takluk dalam setengah hari saja. Seusai
pertempuran selama sekitar empat jam, pasukan yang bertahan tercerai-berai, dan terpaksa
melarikan diri ke gunung dan ke tepi danau.
"Jangan kejar mereka!" Nobunaga memberi perintah dari puncak Bukit Wada, dan panji yang
dikibarkan di sana terlihat jelas di bawah matahari siang. Berlepotan darah dan lumpur, para prajurit
bcrangsur-angsur berkumpul di bawah panji kesatuan masing-masing. Kemudian, setelah
melepaskan teriakan kemenangan, mereka menghabiskan ransum makan siang. Berita-
berita terus berdatangan dari arah Mitsukuri. Pasukan Tokugawa dari Mikawa, yang ditempatkan di
barisan terdepan di bawah komando Niwa dan Sakuma, sedang bertempur dengan gagah,
bermandikan darah. Satu per satu berita kejayaan terkumpul di tangan Nobunaga.
Laporan mengenai kekalahan Mitsukuri sampai di telinga Nobunaga sebelum matahari tenggelam.
Menjelang malam, asap hitam tampak mengepul dari arah benteng di Kannonji. Pasukan Hideyoshi
sudah mulai mendesak maju. Perintah untuk serbuan habis-habisan diberikan. Nobunaga
memindahkan perkemahannya, dan seluruh pasukan Mitsukuri beserta sekutu-sekuiu mereka
dipaksa mundur sampai ke Benteng Kannonji. Ketika hari berganti malam, orang pertama telah
3 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
berhasil mendobrak dinding benteng musuh.
Bintang dan bunga api berkilauan di langit cerah. Para penyerang melanda masuk bagaikan air bah.
Lagu kemenangan berkumandang, dan bagi para sekutu marga Sasaki, lagu itu menyerupai suara
angin musim gugur yang kejam. Tak seorang pun menduga bahwa kubu pertahanan ini akan
bertekuk lutut dalam satu hari saja. Benteng di Bukit Wada serta kedelapan belas tempat strategis
lainnya sama sekali tak sanggup memberikan perlawanan berarti terhadap serbuan pasukan
Nobunaga yang bagaikan ombak dahsyat.
Segcnap marga Sasaki - mulai dari para perempuan dan anak-anak sampai ke pemimpin mereka,
Rokkaku dan Jotei - terhuyung-huyung mengarungi kegelapan malam, melarikan diri dari api yang
menyelimuti benteng mereka, dan menuju benteng di Ishibe.
"Biarkan para pelarian kabur sesuka hati mereka, besok masih ada musuh lain yang menanti kita."
Nobunaga tidak hanya membiarkan mereka hidup, ia juga tidak merampas harta yang mereka
bawa. Nobunaga tidak biasa berlambat-lambat di tengah jalan. Pikirannya sudah berada di Kyoto, di
pusat lapangan permainan. Api di Benteng Kannonji akhirnya padam. Begitu Nobunaga memasuki
reruntuhan benteng itu, ia memperlihatkan rasa terima kasih pada pasukannya dengan berkata,
"Kuda-kuda dan para prajurit patut diberi kesrmpatan melepas lelah."
Namun ia sendiri tidak beristirahat lama. Malam itu ia tidur tanpa melepas baju tempur, dan pada
waktu fajar tiba, ia mengumpulkan para pengikut senior untuk mengadakan rapai. Sekali lagi ia
mengeluarkan keputusan-keputusan yang harus diumumkan di seluruh provinsi, dan langsung
mengutus Fuwa Kawachi dengan perintah untuk membawa Shogun Yoshiaki dari Gifu ke Moriyama.
Kemarin ia bertempur di muka pasukan, hari ini ia memegang kendali pemerintahan. Inilah
Nobunaga. Setelah memberikan tanggung jawab sementara sebagai administrator dan hakim di
Otsu kepada empat jcndral, dua hari kemudian ia menyeberangi Danau Biwa, dan hampir lupa
makan karena sibuk memberi perintah demi perintah.
Pada hari kedua belas bulan ini, Nobunaga memasuki wilayah Omi dan menyerang Kannonji dan
Mitsukuri. Kemudian, pada tanggal dua puluh lima, pasukan Nobunaga mulai memasang
pengumuman-pengumuman mengenai undang-undang baru yang akan diberlakukan di provinsi itu.
Hanya ada satu jalan untuk meraih keunggulan! Kapal-kapal perang dari tepi timur Danau Biwa
berlayar ke Omi. Segala sesuatu, mulai dari pembuatan kapal sampai pemuatan ransum untuk para
prajurii dan makanan untuk kuda-kuda, melibatkan kerja sama dengan rakyat jelata. Tentu saja
mereka meringkuk ketakutan menghadapi kekuatan militer Nobunaga. Tetapi selama itu, kenyataan
bahwa rakyat Omi bersatu untuk mendukung Nobunaga adalah karena mereka menyctujui gaya
pemerintahannya, yang mereka anggap dapat dipercaya.
Nobunagalah satu-satunya orang yang menyelamatkan orang-orang kecil dari api peperangan dan
secara terang-terangan membela kepentingan mereka. Ketika mereka menanyakan nasib mereka,
jawaban Nobunaga terasa membesarkan hati. Dalam situasi seperti itu, tak ada waktu untuk
menyusun kebijak-sanaan politik secara terperinci. Rahasia Nobunaga sebenarnya tak lebih dari
melaksanakan semua hal secara cepat dan jelas. Yang diinginkan rakyat jelata di sebuah negeri
yang diombang-ambingkan oleh perang bukanlah administrator ulung atau pemimpin bijaksana.
Dunia dilanda kekacauan. Jika Nobunaga sanggup mengendalikannya, mereka pun bersedia
menanggung penderitaan sampai batas-batas tertentu.
Angin di tengah danau mengingatkan orang bahwa musim gugur telah tiba, dan armada Nobunaga
4 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menimbulkan gelombang dengan pola memanjang yang indah pada permukaan air. Pada tanggal
dua puluh lima, kapal yang ditumpangi Yoshiaki berlayar dari Moriyama dan mendarat di bawah Kuil
Mii. Nobunaga, yang telah tiba lebih dulu, menduga bahwa Miyoshi dan Matsunaga akan melancarkan
serangan, tapi kali ini dugaannya meleset.
Ia menyambut Yoshiaki di Kuil Mii dengan berkata, "Boleh dibilang kita sudah memasuki ibu kota."
Pada tanggal dua puluh delapan, Nobunaga akhirnya mendesak pasukannva ke Kyoto. Ketika
mencapai Awataguchi, seluruh pasukan berhenti. Hideyoshi, yang berada di samping Nobunaga,
memacu kudanya ke depan, sementara Akechi Mitsuhide datang dari arah barisan depan.
"Ada apa?" "Utusan sang Tenno."
Nobunaga pun terkejut, dan segera turun dari kuda. Kedua utusan tiba dengan membawa surat dari
sang Tenno. Sambil membungkuk rendah, Nobunaga bersikap penuh hormat, "Sebagai pemimpin pasukan
provinsi, aku tidak memiliki kemampuan selain mengangkat senjata. Sejak zaman Ayahanda, kami
telah menyayangkan keadaan menyedihkan yang menimpa Istana Kekaisaran serta
ketidaktenteraman dalam hati sang Tenno. Namun hari ini aku mendatangi ibu kota dari pelosok
negeri untuk menjaga Yang Mulia. Tak ada tugas yang lebih mcmbanggakan bagi seorang prajurit
atau lebih menggembirakan bagi keluargaku."
Bersama tiga puluh ribu prajurit, Nobunaga berikrar untuk menaati setiap keinginan sang Tenno.
Nobunaga menempatkan markasnya di Kuil Totuku. Pada hari yang sama, berbagai pengumuman
dipasang di mana-mana. Pertama-tama adalah penyu-sunan patroli keamanan. Tugas jaga pada
siang hari diberikan pada Sugaya Kuemon, sementara tanggung jawab jaga malam diembankan
pada Hideyoshi. Salah satu prajurit Oda pergi minum-minum. Prajurit yang baru saja meraih kemenangan mudah
terpancing untuk bertingkah sewenang-wenang. Setelah minum sampai mabuk dan makan sampai
kenyang, si prajurit melemparkan beberapa keping uang dengan nilai kurang dari setengah yang
seharusnya ia bayar, lalu melangkah keluar sambil berkata. "Itu sudah cukup."
Pemilik kedai itu segera mengejarnya sambil marah-marah. Tapi ketika ia menangkap si prajurit,
orang itu memukulnya, kemudian pergi dengan langkah terhuyung-huyung. Hideyoshi, yang sedang
berpatroli, kebetulan melihai kejadian tersebut dan segera memerintahkan agar praiurit yang
bersangkutan dicekal. Ketika prajurit itu dibawa ke markas, Nobunaga memuji kesigapan patroli,
melucuti baju tempur si prajurit, dan bawahannya mengikat orang itu ke pohon besar di muka
gerbang kuil. Keterangan mengenai kejahatan yang dilakukannya dicatat pada sebuah papan
pengumuman, kemudian Nobunaga memerintahkan agar orang iiu dipertontonkan selama tujuh
hari, untuk selanjutnya dipenggal. Hari demi hari tak terhitung banyaknya orang yang
mondar-mandir di depan gerbang kuil. Tak sedikit dari mereka saudagar kaya atau bangsawan, juga
ada kurir-kurir dari kuil-kuil lain, serta pcmilik toko yang mengantarkan barang dagangan mcrcka.
5 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Orang-orang yang berlalu-lalang berhenti untuk membaca papan pengumuman dan mengamati
orang yang terikat di pohon. Dengan demikian para warga ibu kota melihat sendiri keadilan dan
ketegasan Nobunaga. Mereka melihat bahwa undang-undang yang diumumkan di setiap sudut
kota - pencurian sekeping uang pun akan diganjar hukuman mati - ditegakkan tanpa pandang bulu,
dimulai dengan prajurit Nobunaga sendiri. Tak seorang pun menyatakan ketidakpuasannya.
Istilah "mati karena sekeping" menjadi umum di antara para warga untuk menggambarkan kerasnya
hukuman di bawah undang-undang yang diberlakukan Nobunaga. Dua puluh satu hari berlalu sejak
pasukannya berangkai dari Gifu.
Setelah Nobunaga berhasil menguasai situasi di ibu kota dan kembali ke Gifu, ia berpaling dari
segala urusan yang menyibukkannya dan menemukan bahwa Mikawa bukan lagi provinsi lemah
dan miskin seperti semula.
Mau tak mau ia mengagumi kewaspadaan Ieyasu. Si Penguasa Mikawa rupanya tidak puas menjadi
penjaga pintu belakang Owari dan Mino sementara sekutunya, Nobunaga, bergerak ke pusat
kekuasaan. Bertekad untuk tidak membiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja, Ieyasu memaksa
pasukan penerus Imagawa Yoshimoto, Imagawa Ujizane, keluar dari Provinsi Suruga dan Totomi.
Ini, tentu saja, tidak semata-mata berkat kekuatannya sendiri. Berhubungan dengan marga Oda di
satu pihak, Ieyasu juga bekerja sama dengan Takeda Shingen dari Kai, dan mereka bersepakat
untuk membagi bekas wilayah Imagawa. Ujizane memang bodoh, dan memberikan banyak alasan
kuat bagi marga Tokugawa maupun marga Takeda untuk menyerangnya.
Meskipun seluruh negeri dilanda kekacauan, setiap komandan militer memahami bahwa ia tak bisa
memulai perang tanpa alasan, dan jika ia nekat melakukannya, pada akhirnya ia akan menderita
kekalahan. Ujizane menjalankan pemerintahan yang memberikan peluang bagi musuh-musuhnya
untuk bersikap demikian, dan ia sendiri tak sanggup membaca pertanda zaman. Semua orang tahu
bahwa ia tak pantas menjadi penerus Yoshimoto.
Provinsi Suruga menjadi milik marga Takeda, sementara Totomi menjadi bagian wilayah kekuasaan
marga Tokugawa. Pada hari Tahun Baru di tahun Eiroku ketiga belas, Ieyasu menyerahkan
komando benteng di Okazaki kepada putranya, lalu pindah ke Hamamatsu di Totomi. Di bulan


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedua, ia menerima surat berisi ucapan selamat dari Nobunaga.
Tahun lalu aku mengungkapkan kenginanku yang telah lama terpendam dan mencapai berbagai
ke-berhasilan kecil, tetapi tak ada yang lebih menggembirakan daripada menambahkan tanah
Totomi yang subur ke dalam wilayah Tuan. Secara kolektif, kita semua bertambah kuat.
Pada awal musim semi, Ieyasu pergi ke Kyoto bersama Nobunaga. Tentu saja kunjungan mereka
adalah untuk menikmati ibu kota di musim semi dan bersantai di bawah kembang ceri, paling tidak
itulah yang tampak dari luar. Namun dari sudut politik, seluruh dunia memandang ke arah kedua
pemimpin yang bertemu di Kyoto dan bertanya-tanya apa scsungguhnya tujuan mereka.
Tetapi perjalanan Nobunaga kali ini memang hanya untuk bersenang-senang. Nobunaga dan
Ieyasu menghabiskan satu hari penuh di ladang-ladang dengan berburu menggunakan burung
rajawali. Pada malam hari. Nobunaga mengadakan jamuan makan dan minta agar para warga desa
menampilkan nyanyian dan tarian di tempat menginapnya. Pada dasarnya. ia dan Ieyasu hanya
menikmati waktu santai. Ketika mereka tiba di ibu kota, Hideyoshi, yang diberi tanggung jawab atas
pertahanan Kyoto, pergi sampai ke Otsu untuk menyambut mereka. Nobunaga
memperkenalkannya pada Ieyasu.
6 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ya, aku sudah lama mengenalnya. Aku pertama kali berjumpa dengannya pada waktu aku
berkunjung ke Kiyosu, dan dia berada dalam barisan samurai yang ditugaskan di gerbang untuk
menyambutku. Itu satu tahun setelah pertempuran di Okehazama, jadi memang sudah agak lama,"
Ieyasu menatap Hideyoshi dan tersenyum. Hideyoshi terkesan dengan daya ingat Ieyasu yang
begitu baik. Ieyasu kini berusia dua puluh delapan tahun, Nobunaga tiga puluh enam, Hideyoshi
hampir tiga puluh empat. Pertempuran di Okehazama berlangsung scpuluh tahun lalu.
Setelah tiba di Kyoto. Nobunaga pertama-tama meninjau perbaikan Istana Kekaisaran.
"Menurut perkiraan kami, pekerjaan ini akan tuntas tahun depan." kedua pengawas pembangunan
memberitahunya. "Biayanya tak perlu ditekan-tekan." jawab Nobu-naga. "Sudah bertahun-tahun Istana Kekaisaran
berada dalam keadaan tak terurus."
Ieyasu mendengar komentar Nobunaga dan berkata, "Aku benar-benar iri terhadap posisi Tuan.
Tuan dapat memperlihatkan pengabdian pada sang Tenno secara nyata."
"Memang begitu," balas Nobunaga tanpa malu-malu, kcmudian mengang-angguk, seakan-akan se-
pendapat dengan Ieyasu. Nobunaga tidak hanya memugar Istana Kekaisaran, ia juga memperbaiki keuangan istana. Sang
Tenno tentu saja merasa senang dan Nobunaga pun berhasil memperlihatkan kesetiaannya pada
rakyat. Setelah yakin bahwa kaum bangsawan maupun rakyat jelata merasa senang, Nobunaga
menikmati waktu yang dihabiskannya bersama Ieyasu selama bulan kedua, mengagumi kembang
ceri, menjalani Upacara Minum Teh, serta menyelenggarakan tarian dan musik istana.
Siapa yang dapat menerka bahwa selama itu dalam hati ia sedang mempersiapkan
langkah-langkah untuk menghadapi kesulitan berikut yang bakal menghadang" Nobunaga
memprakarsai tindakan-tindakannya seiring dengan perkembangan yang terjadi, dan menyusun
rencana serta memikirkan pelaksanaannya bahkan pada saat ia tidur. Tiba-tiba, pada hari kedua di
bulan keempat, semua jendralnya menerima panggilan untuk berkumpul di tempat kediaman sang
Shogun. Ruang rapat yang berukuran besar terisi penuh.
"Ini menyangkut marga Asakura di Echizen." Nobu-naga angkat bicara, mengungkapkan apa yang
direncanakannya sejak bulan kedua. "Yang Mulia Asakura tak pernah menanggapi permintaan sang
Shogun, dan tidak mengirim sepotong kayu pun untuk pembangunan Istana Kekaisaran. Yang
Mulia Asakura ditunjuk oleh sang Shogun dan berkedudukan sebagai pengikut sang Tenno, tapi tak
ada yang dipikirkannya selain kemewahan dan kemalasan marganya sendiri. Aku ingin turun tangan
untuk menyelidiki kcjahatan ini, dan membentuk pasukan untuk menghukumnya. Bagaimana
pendapat yang lain?"
Di antara mereka yang langsung berada di bawah kendali keshogunan sesungguhnya terdapat
orang-orang yang sudah lama menjalin persahabatan dengan marga Asakura, dan secara tak
langsung mendukung mereka, tapi tak seorang pun merasa keberatan. Dan karena tidak sedikit
yang secara terus terang menyetujui rencana Nobunaga, tak seorang pun berani bicara di bawah
7 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tekanan kelompok yang lebih besar.
Menyerang marga Asakura berarti mengadakan serbuan ke daerah utara. Ini suatu langkah besar,
tapi dalam waktu singkat rencananya telah disetujui.
Pada hari yang sama sebuah pengumuman diedarkan, berisi pemberitahuan mengenai
penge-rahan pasukan, dan pada hari kedua puluh di bulan yang sama, pasukan itu telah terbentuk
di Sakamoto. Selain pasukan Owari dan Mino masih ada tambahan delapan ribu prajurit di bawah
komando Tokugawa Ieyasu. Di Bulan Keempat yang cerah, pasukan berkekuatan sekitar seratus
ribu orang tampak membentang di sepanjang tepi danau di Niodori.
Ketika memeriksa pasukannya. Nobunaga menunjuk pegunungan di utara. "Lihatlah! Salju yang
menyelimuti gunung-gunung di daerah utara telah mencair. Kita akan diiringi bunga-bunga musim
semi!" Hideyoshi pun termasuk dalam pasukan ini, dan ia memimpin sekelompok prajurit.
Hideyoshi mengangguk-angguk dan berkata dalam hati, "Hmm, rupanya Tuan Nobunaga sengaja
melewatkan musim semi dengan bersenang-senang di ibu kota bersama Yang Mulia Ieyasu karena
menunggu salju mencair di pegunungan yang menuju daerah utara."
Tetapi Hideyoshi menganggap bahwa langkah Nobunaga yang paling gemilang adalah
mengundang Ieyasu ke ibu kota. Secara tak langsung Nobunaga telah memamerkan kekuatan dan
keberhasilannya, sehingga Ieyasu takkan menyesali keputusannya untuk mengirim pasukan
Mikawa. Inilah kelebihan Nobu-naga. Meskipun dunia tengah menghadapi kekacauan, Nobunaga
akan mempersatukannya dengan kemam-puan yang ia miliki. Hideyoshi meyakini hal ini, dan ia
lebih paham daripada siapa pun bahwa makna pertempuran yang mereka hadapi terletak pada
kenyataan bahwa pertempuran itu memang harus terjadi.
Pasukan Nobunaga berangkat dari Takashima, melewati Kumagawa di Wakasa, dan menuju
Tsuruga di Echizen. Pasukan itu terus mendesak maju, membumihanguskan benteng-benteng
musuh serta pos-pos perbatasan, melintasi gunung demi gunung, dan melancarkan serangan ke
Tsuruga dalam bulan yang sama.
Orang-orang Asakura, yang semula menganggap enteng pasukan musuh, tertegun karena
Nobunaga sudah berada di sana. Setengah bulan sebelumnya ia masih mengagumi bunga-bunga
musim semi di ibu kota. Orang-orang Asakura tak bisa percaya, bahkan dalam mimpi pun, bahwa
mereka melihat panji-panji Nobunaga berkibar di provinsi mereka sendiri.
Martabat marga Asakura yang tua menanjak pesat berkat bantuan yang mereka berikan pada
Shogun Pertama, dan kemudian mereka dianugcrahi seluruh Provinsi Echizen.
Marga itulah marga terkuat di daerah utara. Ini diakui oleh mereka sendiri maupun oleh
marga-marga lain. Marga Asakura berkedudukan sebagai peserta dalam keshogunan, mereka
memiliki kekayaan alam berlimpah, dan kekuatan militer mereka dapat diandalkan.
Ketika memperoleh kabar bahwa Nobunaga telah sampai di Tsuruga, Yoshikage hampir mencaci
orang yang menyampaikan berita itu. "Jangan panik. Kau pasti keliru."
Pasukan Oda yang menyerang Tsuruga berkemah di tempat itu, dan mengirim beberapa batalion
untuk menyerbu benteng-benteng di Kanegasaki dan Tezutsugamine.
8 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Di mana Mitsuhide?" tanya Nobunaga.
"Jendral Akechi ditugaskan sebagai komandan barisan depan," jawab pembantunya.
"Panggil dia ke sini!" perintah Nobunaga.
"Ada apa, tuanku?" tanya Mitsuhide, bergegas kembali dari barisan depan.
"Kau cukup lama tinggal di Echizen, jadi kau tentu mengenai medan antara tempat ini dan benteng
utama marga Asakura di Ichijogadani. Mengapa kau bertempur untuk merebut keberhasilan kecil
bersama barisan depan, tanpa menyusun suatu strategi?" Nobu-naga ingin tahu.
"Hamba mohon ampun." Mitsuhide membungkuk, seakan-akan tertusuk oleh ucapan Nobunaga.
"Jika tuanku memerintahkannya, hamba akan menggambar peta dan menyerahkannya untuk
dipelajari oleh tuan-ku."
"Baiklah, kalau begitu kuberikan perintah resmi. Peta-peta yang kubawa ternyata kurang cermat,
dan sepertinya ada beberapa daerah yang sama sekali salah. Bandingkan peta-peta itu dengan
petamu, lakukan koreksi, lalu serahkan kembali padaku."
Mitsuhide memiliki beberapa peta terperinci yang tak dapat dibandingkan dengan peta-peta milik
Nobu-naga. Mitsuhide menjiplak peta-petanya sendiri, dan kembali untuk menyerahkan peta-peta
itu pada Nobu-naga. "Kurasa kau sebaiknya pergi ke markasku dan mengamati medan. Selain itu, rasanya kau harus
kujadikan perwira staf untuk dewan perang." Setelah itu, Nobunaga tak pernah membiarkan laki-laki
ini pergi jauh dari markasnya.
Tezutsugamine, benteng yang dipimpin oleh Hitta Ukon, menyerah dalam waktu singkat. Tapi
benteng di Kanegasaki tak bisa secepat itu ditaklukkan. Benteng ini dipertahankan mati-matian oleh
Asakura Kagetsune, seorang jendral berusia dua puluh enam tahun. Ketika ia menjadi biksu pada
masa mudanya, banyak orang menyayangkan bahwa prajurit dengan potongan dan pembawaan
seperti Kagetsune hendak memasuki biara. Karena itu ia terpaksa kembati ke kehidupan duniawi,
dan segera dipercaya sebagai komandan sebuah benteng. Dikepung oleh lebih dari empat puluh
ribu prajurit di bawah pimpinan jendral-jendral berpengalaman seperti Sakuma Nobumori. Ikeda
Shonyu, dan Mori Yoshinari, Kagetsune sesekali memandang dari menara bentengnya dan
mengem-bangkan senyum. "Sok pamer." Yoshinari, Nobumori, dan Shonyu melancarkan serangan besar-besaran, menodai tembok-tembok
dengan percikan darah, dan sepanjang hari mencengkeram bagaikan semut. Ketika mereka
menghitung jumlah mayat mnjelang malam, pihak musuh kehilangan tiga ratus orang, tapi korban
jiwa di pasukan mereka sendiri berjumlah lebih dari delapan ratus. Malam itu benteng di Kanegasaki
tampak megah di bawah cahaya bulan musim panas.
"Benteng ini takkan jatuh. Dan kalau pun kita dapat menaklukkannya, kita tidak meraih
ke-menangan," kau Hideyoshi pada Nobunaga.
Nobunaga kelihatan agak tidak sabar. "Kenapa kita tidak meraih kemenangan jika benteng ini
9 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
jatuh?" Pada saat-saat seperti itu, Nobunaga tidak memiliki alasan untuk bergembira.
"Kalaupun benteng Kanegasaki takluk, itu tidak berarti Echizen akan runtuh. Dengan merebut
benteng ini, kekuatan militer tuanku takkan meningkat."
Nobunaga memotongnya dengan berkata. "Tapi bagaimana kita bisa maju tanpa mengalahkan
Kanegasaki?" Hideyoshi tiba-tiba berpaling ke samping, Ieyasu telah melangkah masuk dan berdiri di sana.
Melihat Ieyasu, Hideyoshi segera membungkuk dan menarik diri. Kemudian ia membawa beberapa
tikar dan menawarkan tempat duduk di samping Nobunaga pada Ieyasu.
"Mengganggukah aku?" tanya Ieyasu, lalu ia duduk di tempat yang disediakan oleh Hideyoshi. Tapi
pada Hideyoshi ia tidak memberi tanggapan sama sekali. "Rupanya Tuan tengah membahas
sesuatu." "Tidak." Sambil menunjuk Hideyoshi dengan dagu dan memperlunak sikapnya. Nobunaga
menjelaskan apa yang mereka bicarakan kepada Ieyasu.
Ieyasu mcngangguk dan menatap Hideyoshi. Ieyasu delapan tahun lebih muda daripada Nobunaga,
tapi Hideyoshi justru merasa sebaliknya. Ketika Ieyasu menatapnya, Hideyoshi seolah-olah tak
dapat percaya bahwa pembawaan dan roman mukanya milik laki-laki bcrusia dua puluhan.
"Aku sependapat dengan apa yang dikatakan Kinoshita. Membuang-buang waktu dan
mcnyia-nyiakan pasukan di benteng ini bukanlah langkah bijaksana."
"Tuan berpendapat bahwa kita sebaiknya membatalkan serangan, lalu menuju jantung pertahanan
musuh?" "Pertama-tama, mari kita dengar apa yang akan dikatakan Kinoshita. Dia tentu menyimpan sesuatu
dalam kepalanya." "Hideyoshi." "Ya. tuanku."
"Ceritakan rencanamu."
"Hamba belum mcnyusun rencana."
"Apa?" Bukan Nobunaga saja yang tampak terkejut. Ieyasu pun kelihatan bingung.
"Di dalam benteng itu ada tiga ribu prajurit dan tembok-tembok benteng diperkuat oleh hasrat
mereka untuk mcnghadapi musuh berkekuatan sepuluh ribu orang dan bertempur sampai titik darah
penghabisan. Meskipun hanya benteng kecil, Kanegasaki takkan dapat direbut dengan mudah.
Hamba sangsi apakah benteng itu akan goyah, kalaupun kita mempunyai rencana. Orang-orang itu
pun manusia biasa, jadi hamba mcmbayangkan bahwa mereka juga memiliki perasaan dan
ketulusan...." "Kau mulai lagi, he?" ujar Nobunaga. Ia tak ingin Hideyoshi mengoceh tak keruan. Ieyasu
10 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
merupakan sekutunya yang paling berkuasa, dan Nobunaga memperlakukannya dengan amat
sopan; tapi bagaimana- pun ia penguasa Provinsi Mikawa dan Totomi, bukan anggota inti marga Oda. Selain itu, Nobunaga
telah mengenal cara berpikir Hideyoshi, sehingga ia tak perlu mendengar penjelasan terperinci
untuk mempercayainya. "Bagus. Bagus sekali." kata Nobunaga. "Dengan ini aku memberimu wewenang umuk melakukan
apa saja yang ada dalam kepalamu. Laksanakan-lah dengan sebaik-baiknya."
"Terima kasih, tuanku." Hideyoshi menarik diri, seakan-akan urusan itu tidak seberapa penting. Tapi
pada malam hari ia memasuki benteng musuh seorang diri dan menemui komandannya, Asakura
Kagetsune. Hideyoshi membuka hatinya dan berbicara dengan penguasa benteng yang masih
muda itu. "Tuan pun berasal dari keluarga samurai, jadi perhatian Tuan tentu tertuju pada hasil akhir
pertempuran ini. Perlawanan lebih lanjut hanya akan mengakibatkan kematian prajurit-prajurit yang
sangat berharga. Aku sendiri tak ingin melihat Tuan mati percuma. Daripada tewas sia-sia,
mengapa Tuan tidak membuka gerbang benteng dan mundur teratur, bergabung dengan Yang
Mulia Yoshikage dan menghadapi kami sekali lagi di medan pertempuran yang lain" Aku akan
menjamin keamanan semua harta, senjata, serta para perempuan dan anak-anak di dalam
benteng, dan mengirim semuanya kepada Tuan, tanpa gangguan."
"Berpindah medan tempur dan menghadapi Tuan di lain waktu memang menarik," balas Kageisune,
lalu mempersiapkan diri untuk mundur. Bersikap seperti samurai sejati, Hideyoshi membcrikan
scgala kemudahan bagi pasukan musuh yang hendak mundur, lalu mengawal mereka sampai
sejauh satu mil dari benteng.
Satu setengah hari berlalu sampai urusan Kanegasaki berhasil dituntaskan, tapi ketika Hideyoshi
memberitahu Nobunaga bahwa pekerjaannya telah rampung, junjungannya hanya berkata,
"Begitukah?" dan tidak memberikan pujian sama sekali. Namun roman muka Nobunaga
memperlihatkan bahwa ia berpikir. "Kau terlalu bcrhasil - amal bakti pun ada batasnya." Tapi
keberhasilan Hideyoshi tak dapat disangkal, tak peduli siapa yang menilainya.
Seandainya Nobunaga memujinya setinggi langit, Shonyu, Nobumori. dan Yoshinari tentu merasa
malu dan takkan berani lagi muncul di hadapan junjungan mereka. Bagaimanapun, mereka telah
mengirim delapan ratus prajurit menemui ajal dan tak sanggup meraih kemenangan, bahkan
dengan pasukan yang jauh lebih besar daripada pasukan musuh. Hideyoshi pun memahami
perasaan ketiga jendral itu, dan ketika memberikan laporan, ia mengaku sekadar menjalankan
perintah Nobunaga. "Hamba hanya ingin menjalankan segala sesuatu sesuai perintah. Hamba berharap sepak terjang
hamba dapat dimaafkan." Dengan mengucapkan permintaan maaf, ia menarik diri.
Saat itu Ieyasu kebetulan berada bersama jendral-jendral lain di sisi Nobunaga. Sambil menggerutu
ia menyaksikan Hideyoshi pergi. Mulai detik itu ia menyadari bahwa ada laki-laki hebat dengan
umur tidak terpaut jauh dari usianya sendiri, yang dilahirkan di masa yang sama. Sementara itu,
setelah mengosongkan Kanegasaki. Asakura Kagetsunc bergegas mundur. berencana untuk
bergabung dengan pasukan di benteng utama di Ichijogadani, lalu sekali lagi mengadu kekuatan
dengan pasukan Nobunaga di tempat lain. Ketika masih dalam perjalanan, ia bertemu dengan
11 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kedua puluh ribu prajurit yang dikirim oleh Asakura Yoshikage sebagai bala bantuan untuk
Kanegasaki. "Kacau!" seru Kagetsune, menyesal karena ia menuruti nasihat musuh, tapi sudah terlambat.
"Kenapa kautinggalkan benteng tanpa bertempur?" hardik Yoshikage, marah sekali, tapi ia terpaksa
menggabungkan kedua pasukan dan kembali ke Ichijogadani.
Pasukan Nobunaga menyerbu sampai ke Kinome Pass. Jika ia berhasil menembus tempat strategis
itu, markas marga Asakura akan berada tepat di depan matanya. Tapi sebuah pesan penting
mengejutkan pasukan Oda. Mereka mendapat kabar bahwa Asai Nagamasa dari Omi, yang sudah selama beberapa generasi
terlibat persekutuan antarmarga dengan orang-orang Asakura, telah membawa pasukannya dari
utara Danau Biwa dan memotong jalur mundur Nobunaga. Selain itu, Sasaki Rokkaku, yang sudah
sempat mencicipi kekalahan di tangan Nobunaga, bekerja sama dengan orang-orang Asai dan
menyerbu dari wilayah berbukit-bukit di Koga. Satu per satu mereka menyerang sisi Nobunaga.
Musuh kini berada di depan dan di belakang. Mungkin karena perkembangan inilah semangat
pasukan Asakura berkobar-kobar, dan mereka siap menerjang dari Ichijogadani untuk melancarkan
serangan balasan. "Kita telah memasuki rahang kematian," kata Nobunaga. Ia mcnyadari bahwa mereka seakan-akan
mencari kuburan di wilayah musuh. Yang tiba-tiba membuatnya khawatir bukan saja karena Sasaki
Rokkaku dan Asai Nagamasa telah memotong jalur mundurnya; yang membuat bulu kuduk
Nobunaga berdiri adalah kemungkinan bahwa para biksu-prajurit Honganji, yang memiliki kubu
pertahanan di daerah ini, akan mengangkat senjata dan menentang pasukan penyerbu. Cuaca
mendadak berubah, dan pasukan penyerbu menyerupai perahu yang berada di ambang badai.
Tapi di manakah lubang yang cukup besar agar sepuluh ribu prajurit dapat mundur" Para ahli
strategi mewanti-wanti bahwa bergerak maju selalu lebih mudah daripada menarik pasukan
mundur. Jika seorang jendral melakukan satu kesalahan saja, ia mungkin akan kehilangan seluruh
pasukannya. "Perkenankan hamba mengambil komando barisan belakang. Setelah itu tuanku dapat menempuh
jalan pintas melewati Kuchikidani, tanpa direpotkan oleh terlalu banyak orang, dan dalam
perlindungan kegelapan malam, menyusup keluar dari tanah kematian ini."
Scmakin lama bahaya yang mengancam semakin besar. Malam itu, hanya disertai segclintir
pengikut dan pasukan berkekuatan sekitar tiga ratus orang, Nobunaga menyusuri lembah-lembah
dan jurang-jurang, serta berkuda sepanjang malam menuju Kuchikidani. Berkali-kali mereka
diserang oleh para biksu-prajurit dari sekte Ikko serta oleh gerombolan bandit setempat, dan selama
dua hari dua malam mereka tidak makan, minum, maupun tidur. Pada hari keempat mereka
akhirnya tiba di Kyoto, dan pada saat itu sebagian besar dari mereka begitu lelah. sehingga nyaris


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak sanggup berjalan. Tapi mereka masih terhitung beruntung. Yang patut dikasihani adalah laki-laki
yang memegang tanggung jawab atas barisan belakang dan setelah pasukan utama berhasil lolos,
bertahan di Benteng Kanegasaki.
Orang iiu Hideyoshi. Jendral-jendral lain, yang selama ini iri melihat keberhasilannya dan secara
sembunyi-sembunyi menyebutnya tukang cekcok dan anak kemarin sore, kini berpisah dengan
12 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
memuji Hideyoshi sebagai "tonggak utama marga Oda" dan "pejuang sejati", dan mengantarkan
senjata api, bubuk mesiu, serta persediaan makanan ketika mereka hendak berangkat. Kesannya
seakan-akan mereka meletakkan rangkaian bunga di kuburan.
Kcmudian, dari fajar sampai menjelang siang setelah Nobunaga meloloskan diri, kesembilan ribu
prajurit di bawah pimpinan Katsuie, Nobumori, dan Ikeda pun berhasil lolos. Ketika pasukan
Asakura melihat ini dan mengejar mereka, Hideyoshi menyerang dari samping dan mengancam dari
belakang. Dan ketika pasukan Oda akhirnya terbebas dari impitan maut, Hideyoshi beserta anak
buahnya mengurung diri di dalam Benteng Kanegasaki, dan bcrikrar, "Di sinilah kita akan
mcninggalkan dunia ini."
Dengan memperlihatkan ketetapan hati untuk gugur bertempur, mereka memalangi benteng
rapat-rapat, memakan yang bisa dimakan, tidur jika ada waktu untuk tidur, dan mengucapkan
selamat tinggal pada dunia. Pasukan Asakura berada di bawah Jendral Keya Shichizaemon yang
terkenal berani. Daripada mempertaruhkan nyawa orang-orangnya dengan menyerang pasukan
yang sudah siap mati, ia memilih mengepung benteng, memotong jalur mundur Hideyoshi.
"Serangan malam!" Ketika peringatan ini terdengar pada pertengahan malam kedua, segala
persiapan yang telah di lakukan disebarkan tanpa ragu-ragu. Pasukan Keya segera menyerang
musuh yang bergerak dalam kegelapan malam dan memorak-porandakan pasukan Hideyoshi, yang
kemudian cepat-cepat kembali ke dalam benteng.
"Musuh sudah pasrah menghadapi kematian! Pergunakan kesempatan ini, dan menjelang fajar
benteng itu sudah berada di tangan kita!" Keya memberi perintah. Mereka bergegas ke tepi selokan,
membuat rakit-rakit, dan menyeberang. Dalam sekejap ribuan prajurit berhasil merebut
tembok-tembok pertahanan.
Kemudian, persis seperti yang dikatakan Shichizaemon, Kanegasaki takluk menjelang fajar. Tapi
apa yang ditemui pasukannya" Tak satu pun anak buah Hideyoshi berada di dalam benteng.
Panji-panji mereka berdiri tegak. Asap sudah mulai membubung ke langit. Kuda-kuda meringkik,
Namun Hideyoshi tak ada di sana. Serangan pada malam sebelumnya sama sekali bukan
serangan. Di bawah pimpinan Hideyoshi, pasukan kecil itu hanya berpura-pura melarikan diri ke dalam
benteng. Sesungguhnya mereka terburu-buru mencari jalan keluar dari kematian yang seolah-olah
tak terelakkan. Ketika fajar menyingsing, anak buah Hideyoshi sudah berada di kaki pegunungan
yang membentang di sepanjang perbatasan provinsi.
Kcya Shichizaemon beserta pasukannya tentu saja tidak rela melihat musuh mereka lolos begitu
saja. "Siapkan pengejaran!" perintah Shichizaemon. "Kejar mereka!"
Pasukan Hideyoshi mundur ke pegunungan, scpanjang malam meneruskan pelarian tanpa berhenti
untuk makan maupun minum.
"Kita belum lolos dari sarang macan!" Hideyoshi memperingatkan. "Jangan berlambat-lambat.
Jangan mengaso. Jangan pikirkan rasa haus. Pertahankanlah keinginan untuk hidup!" Tak
henti-hentinya Hide-yoshi berusaha memacu semangat anak buahnya. Seperti telah diduga, Keya
mulai menyusul. Ketika mendengar teriakan perang musuh di belakang, Hideyoshi pertama-tama
memerintahkan istirahat singkat, lalu berkaia kepada prajurit-prajurirnya.
13 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Jangan khawatir. Musuh kita telah bertindak bodoh. Mereka bersorak-sorai sambil menaiki lembah,
sementara kita berada di tempat yang lebih tinggi. Kita semua lelah, tapi musuh mengejar kita
sambil marah, dan banyak dari mereka akan kehabisan tenaga. Kalau mereka sudah mendekat,
hujani mereka dengan batu, lalu gunakan lombak-tombak kalian."
Tenaga anak buahnya memang terkuras, tapi ucapan Hideyoshi mengembalikan rasa percaya diri
mereka. "Ayo, majulah!'' seru mereka sambil bersiap-siap menghadapi serangan. Upaya Keya umuk
menghukum pasukan Hideyoshi berakhir dengan kekalahan. Tak terhitung jumlah korban yang
roboh di bawah hujan batu dan tombak.
"Mundur!" "Ini kesempatan kita! Mundur! Mundur!"
Hideyoshi seakan-akan meniru musuhnya, para anak buahnya berbalik dan lari ke arah dataran
rendah di sebelah selatan. Mendahului prajurit-prajuritnya yang masih hidup, Keya sekali lagi
mengejar. Pasukan Keya sungguh keras kepala, meski kekuatan mereka telah berkurang, tapi para
biksu-prajurit Honganji turut bcrgabung, menutup jalan pada waktu anak buah Hideyoshi berusaha
menuruni gunung untuk mencapai Omi. Pasukan Hideyoshi dihujani panah dan batu dari paya-paya
dan hutan di kiri-kanan jalan, dan mendengar orang-orang berteriak. "jangan biarkan mereka lewat!"
Hideyoshi pun mulai berpikir bahwa ajalnya telah dekat. Tapi sekaranglah waktunya untuk
menggalang semangat hidup serta menolak godaan untuk menyerah.
"Biar para dewa yang memutuskan apakah kita bernasib baik atau buruk, dan apakah kita akan
hidup atau mati! Seberangi paya-paya ke arah barat. Ikuti aliran sungai! Semuanya bermuara di
Danau Biwa. Berlarilah secepat aliran air. Hanya kecepatan yang sanggup menyelamatkan kalian
dari kematian." Ia tidak menyuruh mereka bertempur. Inilah Hideyoshi yang begitu pandai
menggrakkan orang, namun ia pun tak ingin memerintahkan pasukannya yang kelaparan dan tidak
tidur maupun istirahat selama dua hari dua malam, menangkal serangan biksu-prajurit yang
jumlahnya tidak diketahui. Ia hanya ingin membantu setiap prajurit agar dapat kembali ke ibu kota.
Dan tak ada yang lebih mujarab daripada keinginan untuk bertahan hidup.
Di bawah perintah Hideyoshi, pasukan yang lelah dan lapar bergegas memasuki paya-paya.
Langkah itu penuh risiko, sebab para biksu-prajurit bersembunyi di dalam hutan, seperti kawanan
nyamuk. Meski demikian, anak buah Hideyoshi terus berlari, menem-bus barisan musuh,
menggagalkan penyergapan yang telah disusun dengan cermat. Suasana menjadi kacau-balau,
dan semuanya berlari ke selatan, menyusuri sungai-sungai pegunungan.
"Danau Biwa!" "Kita selamat!" Mereka bersorak-sorai dengan gembira. Keesokan harinya mereka memasuki Kyoto.
Ketika Nobunaga melihat mereka, ia berseru, "Kalian masih hidup! Kalian seperti dewa-dewa.
Kalian sungguh-sungguh seperti dewa-dewa."
14 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
BUKU EMPAT TAHUN GENKI PERTAMA 1570 TOKOH dan TEMPAT ASAI NAGAMASA, penguasa Omi dan saudara ipar
Nobunaga ASAKURA YOSHIKAGE, penguasa Echizen
AMAKASU SANPEI, ninja marga Takeda
TAKEDA SHINGEN, penguasa Kai
KAISEN, biksu Zen dan penasihat Shingen
SAKUMA NOBUMORI, pengikut senior marga Oda
TAKEI SEKIAN, pengikut senior marga Oda
MORI RANMARU, pelayan Nobunaga
FUJIKAGE MIKAWA, pengikut senior marga Asai
OICHI, istri Asai Nagamasa dan saudara perempuan Nobunaga
CHACHA, putri sulung Oichi dan Nagamasa
HONGANJI, markas besar para biksu-prajurit sekte Ikko
GUNUNG HIEI, gunung di sebelah timur Kyoto dan markas besar sekte Tendai
KAI, provinsi marga Takeda
HAMAMATSU, benteng marga Tokugawa
NIJO, istana shogun di Kyoto
OMI, provinsi marga Asai ODANI, benteng utama marga Asai
ECHIZEN, provinsi marga Asakura
15 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Musuh Sang Buddha PADA malam pertama setelah kembali ke Kyoto, hanya ada satu pikiran dalam benak para perwira
dan prajurit barisan belakang yang berhasil menyelamatkan nyawa - tidur.
Setelah melapor pada Nobunaga, Hideyoshi pergi dalam keadaan linglung.
Tidur. Tidur. Keesokan paginya ia membuka mata sejenak, lalu segera terlelap kembali. Sekitar siang Hideyoshi
dibangunkan oleh seorang pelayan dan makan sedikit bubur nasi, tapi dalam keadaan antara sadar
dan bermimpi, ia hanya tahu bahwa makanannya lezat.
"Tuanku hendak tidur lagi?" si pelayan bertanya heran.
Hideyoshi akhirnya bangun menjelang malam, dua hari kemudian, sama sekali kehilangan orientasi.
"Hari apa sekarang?"
"Hari kedua," jawab samurai yang sedang bertugas.
Hari kedua, pikir Hideyoshi sambil menyeret tubuhnya keluar dari kaniur tidur. Kalau begitu, Tuan
Nobunaga pun sudah pulih.
Nobunaga telah memugar Istana Kekaisaran dan membangun kediaman baru bagi sang Shogun,
tapi ia sendiri tidak memiliki rumah di ibu kota. Setiap kali datang ke Kyoto, ia tinggal di sebuah kuil,
dan para pengikutnya menempati kuil-kuil di sekitarnya.
Hideyoshi keluar dari kuil tempat ia menginap, dan untuk pertama kali dalam beberapa hari ia
menatap bintang-bintang. Musim panas sudah di ambang pintu, katanya dalam hati. Dan kemudian
ia menyadari, "Aku masih hidup!" Kegembiraannya meluap-luap. Meski malam telah larut, ia minta
izin untuk menghadap Nobunaga. Hideyoshi segera dipersilakan masuk, seakan-akan Nobunaga
telah menunggunya. "Hideyoshi, pasti ada sesuatu yang membuatmu gembira," ujar Nobunaga. "Senyummu lebar
sekali." "Bagaimana hamba tidak gembira?" balas Hideyoshi. "Sebelum ini, hamba tidak tahu betapa
berharganya hidup ini. Tapi setelah lolos dari ancaman maut, hamba menyadari bahwa hamba tidak
membutuhkan apa-apa selain hidup. Hanya dengan memandang lentera ini atau wajah tuanku,
hamba tahu bahwa hamba masih hidup, dan bahwa hamba menikmati berkah yang lebih besar
daripada yang patut hamba terima. Tapi bagaimana keadaan tuanku?"
"Aku kecewa. Inilah pertama kali aku mengalami aib dan merasakan kegetiran yang menyusul
ke-kalahan." 16 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Pernahkah orang mencapai hasil besar tanpa mengalami kekalahan?"
"Hmm, itu pun bisa kaubaca dari wajahku" Perut kuda hanya perlu dipecut satu kali. Hideyoshi,
persiapkan dirimu untuk melakukan perjalanan."
"Perjalanan?" "Kita kembali ke Gifu." Tepat pada saat Hideyoshi merasa berada satu langkah di depan Nobunaga,
junjungannya kembali mengambil alih pimpinan. Nobunaga memang memiliki beberapa alasan
untuk sesegera mungkin kembali ke Gifu.
Meski Nobunaga sering disebut tukang mimpi, ia pun dikenal sebagai laki-laki berkemauan keras.
Malam itu Nobunaga, Hideyoshi, serta rombongan pengawal berjumlah kurang dari tiga ratus orang
meninggalkan ibu kota. Tapi, walaupun mereka bergerak cepat, keberangkatan mereka tak dapat
dirahasiakan. Sebelum fajar, rombongan itu tiba di Otsu. Membelah kegelapan malam, letusan senapan
menggema di pegunungan. Kuda-kuda langsung ketakutan. Beberapa pengikut segera memacu
kuda mereka ke depan, cemas akan nasib Nobunaga, sekaligus mencari-cari si penembak gelap.
Nobunaga rupanya tidak mengetahui tembakan itu. Ia bahkan mendului yang lain lebih dari lima
puluh meter. Di tempat itu ia berbalik dan berseru, "Biarkan saja!"
Karena Nobunaga berada seorang diri dan jauh di depan anak buahnya, mereka membiarkan si
pembunuh yang gagal. Ketika Hideyoshi dan para jendral lain menyusul Nobunaga dan
menanyakan apakah ia terluka, Nobunaga memperlambat kudanya dan mengangkat lengan baju,
memperlihatkan sebuah lubang kecil. Komentarnya singkat saja, "Nasib kita berada di tangan para
dewa." Belakangan diketahui bahwa yang melepaskan tembakan ke arah Nobunaga ternyata seorang
biksu-prajurit yang terkenal sebagai penembak jitu.
"Nasib kita berada di tangan para dewa," kata Nobunaga, tapi itu tidak berarti ia menunggu sampai
keinginan para dewa menjadi kenyataan. Ia tahu bahwa para panglima saingan merasa iri padanya.
Dunia tidak memandangnya sebelah mata ketika ia melebarkan sayap ke Owari dan Mino dari
wilayah kekuasaannya yang hanya meliputi dua distrik di Owari. Tapi kini ia berada di tengah
panggung, memberi perintah dari Kyoto, dan marga-marga kuat tiba-tiba merasa tidak tenang.
Marga-marga yang tidak terlibat pertikaian dengannya - marga Otomo dan Shimazu dari Kyushu,
marga Mori dari daerah barat, marga Chosokabe dari Shikoku, bahkan marga Uesugi dan Date di
utara - semuanya memandang keberhasilan-keberhasilannya dengan sikap bermusuhan.
Tetapi bahaya sesungguhnya datang dari saudara-saudara iparnya sendiri. Kini sudah jelas bahwa
Takeda Shingen dari Kai tak lagi dapat dipercaya. Nobunaga pun tak bisa menutup mata terhadap
marga Hojo; dan Asai Nagamasa dari Odani, yang menikah dengan saudara perempuan
Nobunaga, Oichi, merupakan bukti nyata mengenai kelemahan persekutuan politik yang didasarkan
atas perkawinan. Ketika Nobunaga menyerbu daerah utara, musuh utamanya - orang yang tiba-tiba
bersekutu dengan marga Asakura dan mengancam jalur mundur Nobunaga - ternyata tak lain dari
Asai Nagamasa. Ini sekali lagi membuktikan bahwa ambisi seorang laki-laki tak dapat dibendung
dengan pesona perempuan. 17 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ke mana pun Nobunaga memandang ia melihat musuh. Sisa-sisa marga Miyoshi dan Matsunaga
tetap merupakan lawan merepotkan yang menunggu-nunggu kesempatan, dan di mana-mana para
biksu-prajurit dari Honganji mcngipas-ngipas api pemberontakan. Sepertinya seluruh negeri berbalik
menentang Nobunaga ketika ia meraih kekuasaan, jadi sudah sewajarnya jika ia hendak sesegera
mungkin kembali ke Gifu. Seandainya ia berdiam satu bulan lebih lama di Kyoto, mungkin tak ada
benteng atau marga tempat ia bisa berpulang, tapi kini ia mencapai Benteng Gifu tanpa kejadian di
luar dugaan. "Pengawal! Pengawal!" Malam yang singkat itu belum berakhir, tapi Nobunaga sudah
memanggil-manggil di ruang tidur. Tidaklah aneh bagi Nobunaga untuk bangun dini hari dan
langsung memberi perintah. Para penjaga malam sudah terbiasa, tapi sepertinya setiap kali mereka
mengendurkan penjagaan sedikit saja, mereka langsung dikejutkan oleh suara Nobunaga.
"Ya, tuanku?" Kali ini si pengawal tidak membuang-buang waktu.
"Siapkan rapat perang. Beritahu Nobumori bahwa semua jendral harus segera berkumpul," ujar
Nobu- naga sambil keluar dari ruang tidur.
Para pelayan dan pembantu mengikutinya. Mereka masih setengah tidur dan tak sanggup
memastikan apakah masih tengah malam atau sudah menjelang fajar. Yang jelas masih gelap, dan
bintang-bintang bersinar cerah di langit malam.
"Hamba akan menyalakan lentera," salah seorang pelayan berkata. "Mohon Tuanku bersabar
sejenak saja." Tetapi Nobunaga sudah membuka pakaian. Ia masuk ke kamar mandi dan mulai mengguyur
tubuhnya dengan air. Di benteng luar, keadaan bahkan lebih kacau lagi. Orang-orang seperti Nobimori, Tadatsugu, dan
Hideyoshi berada di dalam benteng, tapi banyak jendral lain tinggal di kota benteng. Pada waktu
kurir-kurir ditugaskan memanggil mereka, ruangan besar dibersihkan dan lentera-lentera
dinyalakan. Akhirnya semua jendral berkumpul. Cahaya lentera menerangi wajah Nobunaga. Ia telah
memutuskan bahwa menjelang pagi mereka akan berangkat untuk menyerang Asai Nagamasa dari
Odani. Meski pertemuan ini merupakan rapat perang, tujuannya bukan untuk mengemukakan
pendapat yang berbeda-beda atau berdiskusi. Nobunaga hanya ingin tahu apakah ada yang
hendak mengajukan usulan mengenai taktik.
Setelah jelas bahwa Nobunaga telah membulatkan tekad, semua jendral terdiam. Rasanya ada
sesuatu yang mengganjal dalam hati mereka. Mereka semua mengetahui bahwa hubungan
Nobunaga dengan Nagamasa bukan sekadar hubungan antara sekutu politik. Nobunaga
sungguh-sungguh menyukai saudara iparnya itu, dan ia pernah mengundang Nagamasa ke Kyoto
dan mengantarnya berkeliling-keliling.
Nobunaga mempunyai alasan kuat mengapa ia tidak memberitahu Nagamasa bahwa ia akan
menyerang marga Asakura. Ia tahu bahwa marga Asai dan Asakura terikat persekutuan yang lebih
tua daripada hubungan marga Asai dengan marga Oda. Karena pertimbangan kedudukan saudara
18 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
iparnya itu, Nobunaga berusaha keras agar Nagamasa tidak terlibat.
Namun, begitu mendapat kabar bahwa pasukan Nobunaga telah menembus jauh ke wilayah
musuh, Nagamasa mengkhianati Nobunaga, memotong jalur mundur, dan memastikan bahwa
kekalahan tak terelakkan.
Sejak kembali ke Kyoto, Nobunaga terus memikirkan hukuman bagi saudara iparnya. Dan di tengah
malam buta ia menerima sebuah laporan rahasia. Laporan itu menyebutkan bahwa Sasaki Rokkaku
telah menyulut pemberontakan petani dengan bantuan Benteng Kannonji dan para biksu-prajurit.
Rokkaku memanfaatkan kekacauan itu, dan dengan bekerja sama dengan orang-orang Asai, ia
hendak menghancurkan Nobunaga dengan sekali pukul.
Seusai rapat perang, Nobunaga mengajak para jendral ke pekarangan dan menunjuk ke langit. Di
kejauhan, langit tampak merah karena api yang mengiringi huru-hara.
Keesokan harinya, hari kedua puluh, Nobunaga membawa pasukannya ke Omi. Ia menaklukkan
para biksu-prajurit dan mematahkan pertahanan Asai Nagamasa dan Sasaki Rokkaku. Pasukan
Nobunaga bergerak secepai badai yang menyapu awan-awan dari dataran luas, dan menyerang
mendadak bagaikan petir. Pada hari kedua puluh satu, orang-orang Oda mendesak benteng utama marga Asai di Odani.
Sebelumnya mereka telah mengepung benteng Yokoyama, sebuah benteng milik marga Asai.
Pasukan musuh dibuat kocar kacir. Mereka tak punya waktu untuk mempertahankan diri, dan
perlawanan mereka ambruk, tanpa ada kesempatan untuk menempati posisi baru.
Kedalaman Sungai Ane hanya beberapa meter, jadi walaupun cukup lebar, orang bisa
menyeberanginya dengan berjalan kaki. Tapi airnya yang jernih, yang berasal dari pegunungan di
bagian timur Provinsi Asai, begitu dingin, sehingga terasa menusuk sampai ke sumsum, bahkan di


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

musim kemarau. Fajar baru menyingsing. Nobunaga membawahi dua puluh tiga ribu orang, ditambah enam ribu
prajurit Tokugawa, dan menyebarkan pasukan di sepanjang tepi timur sungai.
Sejak tengah malam pada hari sebelumnya, pasukan gabungan Asai dan Asakura - berjumlah
sekitar delapan belas ribu orang - perlahan-lahan menyusup dari Gunung Oyose. Tersembunyi di
balik rumah-rumah di tepi barat, mereka menunggu saat yang tepat untuk menyerang. Malam masih
gelap, dan hanya bunyi air mengalir yang terdengar.
"Yasumasa," Ieyasu memanggil salah seorang komandan, "pasukan musuh sedang bergerak ke
tepi sungai." "Sukar untuk melihat jelas dalam kabut ini, tapi hamba mendengar kuda meringkik di kejauhan."
"Ada perkembangan baru di bagian hilir?" "Belum ada, tuanku."
"Pihak mana yang akan mendapat berkah dari dewa" Dalam setengah hari, kita akan
mengetahuinya." "Setengah hari" Mungkinkah selama itu?"
19 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mereka jangan dianggap enteng," ujar Ieyasu sambil berjalan ke hutan di tepi sungai. Di sinilah
prajurit-prajuritnya menanti, kelompok elite dalam pasukan Nobunaga. Suasana di dalam hutan
hening sepenuhnya. Para prajurit telah menyebar, bersembunyi di semak-semak. Pasukan tombak
menggenggam senjata masing-masing dan menatap ke seberang sungai. Di sana belum ada yang
bergerak. Apakah hari ini membawa kematian"
Mata para prajurit tampak berbinar-binar. Tak terusik oleh persoalan hidup dan mati, mereka
membayangkan akhir pertempuran sambil membisu. Tttk ada yang kelihatan yakin bahwa ia akan
kembali memandang langit malam itu.
Ditemani Yasumasa, Ieyasu menyusuri barisan prajurit. Tak ada cahaya, keeuali sumbu-sumbu
senapan yang membara. Seseorang bersin - mungkin prajurit yang sedang pilek, dengan hidung
gatal terkena asap sumbu. Tapi akhirnya sama saja, prajurit-prajurit lain bertambah tegang.
Permukaan air menjadi putih, dan sederetan awan megah menerangi dahan-dahan pohon di
Gunung Ibuki. "Musuh!" seseorang bcrteriak.
Para perwira di sekitar Ieyasu memberi isyarat pada kesatuan penembak untuk menunggu. Di tepi
seberang, sedikit ke arah hilir, gabungan pasukan berkuda dan infanteri berjumlah sekitar seribu
dua ratus sampai seribu tiga ratus orang menyeberangi sungai secara diagonal, membuat air
bergolak. Barisan depan marga Asai yang terkenal hebat tidak memedulikan barisan depan marga Oda
maupun garis pertahanan kedua dan ketiga. Mereka langsung hendak menyerbu ke tengah-tengah
perkemahan Oda. Anak buah Ieyasu menelan ludah, dan semuanya berseru bersamaan, "Isono Tamba!"
"Kesatuan Tamba!"
Isono Tamba yang termasyhur, kebanggaan marga Asai, memang lawan yang tangguh. Panji-panji
tampak berkibar-kibar di tengah buih dan percikan air.
Tembakan senapan! Apakah ini tembakan perlindungan bagi pihak musuh, atau senapan-senapan mereka sendiri"
Bukan, tembak-menembak dimulai secara bersamaan dari kedua sisi. Bergema di atas permukaan
sungai, kebisingannya terasa memekakkan. Awan-awan mulai menguak, dan langit musim panas
memperlihatkan warna-warninya. Saat itulah garis kedua pasukan Oda, di bawah komando Sakai
Tadatsugu, dan garis ketiga pimpinan Ikeda Shonyu tiba-tiba menyerbu ke sungai. "Jangan biarkan
musuh menginjak sisi kita! Dan jangan biarkan satu orang pun kembali ke sisi mereka!" para
perwira berseru. Anak buah Sakai menyerang pasukan musuh dari samping. Dalam sekejap terjadi pertempuran
satu lawan satu di tengah sungai. Tombak beradu dengan tombak, pedang beradu dengan pedang.
Para prajurit bergulat dan jatuh dari kuda, dan air sungai menjadi merah oleh darah.
20 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pasukan Sakai dipaksa mundur oleh kesatuan elite di bawah komando Tamba. Sambil berseru,
"Kita dipermalukan!" begitu keras sehingga terdengar di kedua sisi sungai, putra Sakai, Kyuzo,
terjun ke tengah-tengah pertempuran. Ia gugur dengan gagah, bersama lebih dari seratus anak
buahnya. Tanpa dapat dibendung, kesatuan Tamba menembus garis ketiga pasukan Oda. Para pembawa
tombak di bawah Ikeda menyiapkan senjata masing-masing dan berusaha mematahkan serangan
musuh, namun mereka tak dapat berbuat apa-apa.
Kini giliran Hideyoshi merasa takjub. Ia bergumam pada Hanbei, "Pernahkah kau melihat
orang-orang yang begitu garang?" Tetapi Hanbei pun tidak memiliki taktik untuk menghadapi
serangan ini. Bukan ini saja alasan kekalahan Hideyoshi. Tak sedikit anak buah Hideyoshi
merupakan bekas prajurit musuh yang menyerah ketika benteng-benteng mereka ditaklukkan
pasukan Oda. Para "sekutu" baru ini ditempatkan di bawah komando Hideyoshi, tapi sebelumnya
mereka menerima upah dari marga Asai dan Asakura. Tidak mengherankan bahwa tombak-tombak
mereka jarang menemui sasaran, dan ketika diperintahkan mengejar musuh, mereka malah
cenderung menghalang-halangi pasukan Hideyoshi sendiri.
Akibatnya barisan Hideyoshi menderita kekalahan, dan garis pertahanan kelima dan keenam pun
dipaksa bertekuk lutut. Secara keseluruhan Tamba menggulung sebelas dari tiga belas garis
pertahanan marga Oda. Pada saat inilah pasukan Tokugawa di sebelah hilir menyeberangi sungai,
menyerbu musuh di tepi seberang, lalu bergerak ke arah hulu. Tapi ketika memandang ke
belakang, mereka melihat para prajurit Tamba sudah mendesak mendekati markas Nobunaga.
Sambil berseru, "Serang sisi mereka!" pasukan Tokugawa kembali melompat ke sungai. Para
prajurit Tamba menyangka pasukan Tokugawa sekutu yang memasuki sungai dari tepi barat,
bahkan setelah mereka mendekat. Dipimpin oleh Kazumasa, para samurai Tokugawa menggempur
kesatuan Isono Tamba. Tiba-tiba menyadari kehadiran musuh, Tamba berseru-seru sampai serak, memerintahkan anak
buahnya mundur. Seorang prajurit bersenjatakan tombak menusuknya dari samping. Sambil
menggenggam gagang tombak yang melukainya, Tamba berusaha berdiri, tapi lawannya tidak
memberi kesempatan. Sebilah pedang tampak berkilau di atas kepala Tamba dan menghantam
helm besinya. Pedang itu pecah berkeping-keping. Tamba berdiri, air di sekitar kakinya menjadi
merah. Tiga orang mengepung Tamba, menikam, dan mencincangnya.
"Musuh!" para pengikut di sekeliling Nobunaga berseru. Mereka bergegas dari markas ke tepi
sungai, dengan tombak siap di tangan.
Takenaka Kyusaku, adik Hanbei, tergabung dalam kesatuan Hideyoshi, tapi dalam pertempuran ia
terpisah dari resimennya. Ia mengejar-ngejar musuh, dan kini berada di dekat markas Nobunaga.
Apa" Kyusaku bertanya-tanya heran. Musuh sudah ada di sini" Ketika menatap berkeliling,
Kyusaku melihat seorang samurai muncul dari balik markas. Orang itu mengenakan baju tempur
yang menandakan ia bukan prajurit biasa. Ia mengangkat tirai dan mengintip dengan hati-hati.
Kyusaku segera menerjang dan menangkap kakinya yang terbungkus pelindung tulang kering.
Samurai itu mungkin anggota pasukan mereka sendiri, dan Kyusaku tidak membunuh seorang
sekutu. Si samurai berbalik tanpa kelihatan kaget. Tampaknya ia perwira pasukan Asai.
21 Pendekar Bloon Api Di Puncak Sembuang m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kawan atau lawan?" tanya Kyusaku.
"Lawan, tentu saja!" si samurai membentak, menyiapkan tombak di tangan.
"Siapakah Tuan" Apakah Tuan mempunyai nama yang patut dicatat?"
"Aku Maenami Shinpachiro dari pasukan Asai. Aku datang untuk memenggal kepala Yang Mulia
Nobunaga. Hei, kerdil menjijikkan! Siapa kau?"
"Aku Takenaka Kyusaku, pengikut Kinoshita Tokichiro. Coba lawan aku dulu!"
"Hmm, hmm. Adik Takenaka Hanbei rupanya." "Betul." Pada detik ia mengatakan ini, Kyusaku
menarik tombak lawannya, lalu mendorongnya kembali sehingga membentur dada Shinpachiro.
Tapi sebelum Kyusaku menghunus pedang, Shinpachiro sudah menangkapnya.
Keduanya jatuh ke tanah, Kyusaku di sebelah bawah. Ia menendang-nendang sampai terbebas,
tapi sekali lagi diimpit oleh musuhnya. Saat itulah ia menggigit jari Shinpachiro, sehingga
Pendekar Negeri Tayli 13 Pendekar Romantis 03 Pedang Siluman Rahasia Kampung Garuda 3
^