Pencarian

Taiko 9

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 9


di dalam benteng, dan membunuh Tuan. Yang Mulia menganggap ini sebagai kesempatan
emas - yang tidak boleh dilewatkan."
Ketika Osawa mcmandang berkeliling, ia menyadari bahwa tak ada prajurit yang menyertainya, dan
bahwa ia berada di benteng musuh. Dan betapapun ia tak mengenal takut, bulu kuduknya berdiri.
Hideyoshi melanjutkan. "Jika aku menaati perintah Yang Mulia, aku akan melanggar janji yang telah
2 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kuberikan pada Tuan, dan ini berarti menginjak-injak kehormaian seorang samurai. Aku tak bisa
berbuat begitu. Namun di pihak lain, jika aku menegakkan kehormatan samurai, aku melanggar
perintah Yang Mulia. Aku telah sampai di suatu titik di mana aku tak bisa maju maupun mundur.
Jadi, sepanjang perjalanan dari Gunung Komaki, aku merasa sedih dan patah semangat, dan ini
kurasa telah menimbulkan kecurigaan dalam diri Tuan. Singkirkanlah segala keraguan Tuan.
Pemecahan masalah ini telah tergambar jelas dalam benakku."
"Apa maksud Tuan" Apa yang akan Tuan lakukan?" "Dengan melakukan bunuh diri, kurasa aku
bisa minta maaf, baik pada Tuan maupun pada Yang Mulia Nobunaga. Tak ada jalan lain. Jendral
Osawa, mari kita angkai cawan perpisahan. Setelah itu, aku pasrah pada nasib. Aku menjamin
bahwa takkan ada yang mengusik Tuan. Tuan bisa meninggalkan benteng ini dalam perlindungan
kegelapan malam. Jangan risaukan aku, tenangkanlah hati Tuan!"
Osawa mendengarkan ucapan Hideyoshi sambil membisu, tapi matanya berkaca-kaca. Berlainan
dengan kegarangan yang telah menyebabkan ia memperoleh julukan si Macan, air mata ini
merupakan air mata laki-laki biasa. Terlihat jelas bahwa Osawa sangat peka terhadap kebenaran.
"Aku berutang budi pada Tuan," ia terbata-bata, dan mengusap matanya. Mungkinkah ini sang
jendral yang telah ambil bagian dalam pertempuran yang tak terhitung banyaknya" "Dengarlah,
Tuan Hideyoshi. Melakukan seppuku merupakan tindakan yang tak dapat dimaafkan."
"Tapi kalau aku tidak melakukannya, tak ada cara lain untuk memohon maaf pada Tuan dan Yang
Mulia Nobunaga." "Tidak, apa pun alasan Tuan, tidak sepatutnya Tuan membelah perut dan membantuku.
Kehormatanku sebagai samurai takkan mengizinkannya."
"Akulah yang memulai semuanya dan mengundang Tuan ke sini. Aku jugalah yang keliru meraba
jalan pikiran Yang Mulia. Jadi, untuk memohon maaf pada Tuan dan Yang Mulia, sudah seharusnya
aku membayar untuk kejahatan ini dengan menyerahkan nyawaku. Kuharap Tuan tidak berusaha
mencegahku." "Tak peduli kesalahan apa yang menurut Tuan telah Tuan lakukan, aku pun ikut
bersalah. Urusan ini tidak pantas ditebus dengan nyawa Tuan. Peerkenankanlah aku menawarkan
kepalaku untuk membalas kepercayaan Tuan. Bawalah kepalaku kembali ke Komaki." Osawa mulai
mencabut pedang pendeknya.
Dengan terkejut Hideyoshi menarik tangan Osawa. "Apa yang hendak Tuan lakukan?"
"Lepaskan tanganku."
"Tidak. Tak ada yang lebih menyakitkan daripada membiarkan Tuan melakukan seppuku."
"Aku mengerti. Karena itulah aku menawarkan kepalaku. Seandainya Tuan merencanakan siasat
busuk, aku akan memperlihatkan bahwa aku sanggup melarikan diri dari sini, walaupun untuk itu
aku terpaksa meninggalkan tumpukan mayat. Tapi hatiku tersentuh oleh jiwa samurai yang Tuan
miliki." "Tunggu dulu. Berpikirlah scjenak. Rasanya ganjil bahwa kita sama-sama berlomba untuk menemui
kematian. Jendral Osawa, kepcrcayaan Tuan padaku bcgitu besar. Aku punya rencana yang
memungkinkan kita tctap hidup, sekaligus mempertahankan kehormatan kita scbagai samurai. Tapi
apakah Tuan masih memiliki kebesaran hati untuk membantu marga Oda satu langkah lagi?"
3 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Satu langkah lagi?"
"Pada dasarnya, keraguan Nobunaga merupakan ccrminan rasa hormatnya pada Tuan. Jadi,
seandainya Tuan melakukan sesuatu yang betul-betul membuktikan dukungan Tuan kepada marga
Oda, keraguan Yang Mulia akan segcra mencair."
Malam itu Osawa meninggalkan Benteng Sunomata dan menuju suatu tempat yang tidak diketahui.
Apa rencana yang diperlihatkan Hideyoshi kepadanya" Tak seorang pun mengetahuinya, tapi
belakangan semua orang mengerti. Seseorang mempengaruhi Iyo, Ando, dan Ujiie - Tiga Scrangkai
dari Mino, tonggak utama kekuasaan marga Saito - dan mengusulkan agar mereka mengikat janji
dengan pihak Oda. Orang yang bicara dengan begitu fasih dan yang berjasa memperkenalkan
mereka, tak lain dari Osawa Jirozaemon.
Tentu saja Hideyoshi tidak melakukan seppuku, Osawa pun selamat, dan Nobunaga memperoleh
empat jendral termasyhur dari Mino sebagai sekutu, tanpa pernah meninggalkan bentengnya.
Kebijakan Nobunaga atau kecerdikan Tokichiro-kah yang membawa kebcruntungan ini" Sepertinya
pikiran junjungan dan pengikut saling mempengaruhi. dan tak seorang pun sanggup memastikan
siapa sesungguhnya yang memegang kendali.
*** Nobunaga berwatak tak sabar. Ia telah melakukan pengorbanan besar untuk membangun benteng
di Sunomata, dan pembangunan itu pun memakan waktu banyak, jadi dapat dimengerti kalau ia
merasa kecewa. "Untuk membalas kematian ayah mertuaku, aku akan menghancurkan marga tak bermoral itu, dan
akan membebaskan orang-orang yang menderita di bawah pemerintahan yang lalim." Inilah
penjelasan mengenai motif Nobunaga, agar pertempurannya dapat diterima oleh dunia. Tapi,
seiring dengan waktu, kata-kata itu tentu saja kehilangan pengaruh. Di samping itu
terbayang-bayang kemungkinan bahwa kemampuannya dipertanyakan oleh marga Tokugawa dari
Mikawa, dan Nobunaga sadar bahwa mereka mengawasi gerak-gcriknya dari belakang.
Kekuatan Oda menjadi pertanyaan, dan persskutuan Oda-Tokugawa terancam karenanya. Meski
demikian, Nobunaga merasa tak sabar. Memang, ia telah menarik Osawa dan Tiga Serangkai dari
Mino ke pihaknya, tapi ini saja belum membuahkan kemenangan baginya.
Menundukkan Mino dengan sekali pukul merupakan permintaan yang diucapkannya dalam suatu
rapat perang. Rupanya, sejak Okehazama, kepercayaan Nobunaga pada konsep "sckali pukul"
menjadi lebih besar daripada sebelumnya. Karena itu, pada beberapa kesempatan, orang seperti
Hideyoshi mengemukakan keberatan mereka. Dalam rapat uniuk membahas pcnaklukan Mino pada
musim panas itu, Hideyoshi duduk mcmbisu di kursi paling rendah selama rapat berlangsung.
Ketika dimintai pendapat, ia menjawab, "Hamba pikir, mungkin waktunya belum tepat."
Jawaban ini amat tidak berkenan di hati Nobunaga yang lalu bertanya dengan nada menjurus
marah, "Bukankah kau yang bcrkata bahwa jika si Macan dari Unuma berhasil menarik Tiga
Serangkai dari Mino ke pihak kita, Mino akan runtuh dengan sendirinya, tanpa kita harus
mcninggalkan benteng?"
"Hamba mohon maaf, tapi kekuatan dan kekayaan Mino sepuluh kali lebih besar daripada kekuatan
4 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dan kekayaan Owari."
"Dulu kau khawatir mengenai jendral-jendral tangguh yang dimiliki Mino. dan kini kau risau karena
kekayaan dan kekuatan provinsi itu. Kalau begitu, kapan kau akan menyerang mereka?" Nobunaga
tidak lagi minta pendapat Hideyoshi mengenai apa pun. Rapat perang berjalan terus. Akhirnya
diputuskan bahwa di musim panas nanti, sebuah pasukan besar akan berangkat dari Gunung
Komaki menuju Mino. Sunomata akan digunakan scbagai pangkalan utama.
Pertempuran untuk menyeberangi sungai dan memasuki wilayah musuh berlangsung lebih dari satu
bulan. Selama itu, banyak orang terluka dikirim kembali. Laporan mengenai kemenangan tak
pernah terdengar. Pasukan yang telah lelah bertempur, mundur sambil membisu. Para prajurit dan
jendral sama-sama merapatkan bibir dan bersikap murung.
Ketika ditanya mengenai jalannya pertempuran oleh orang-orang yang tetap tinggal di benteng,
mereka semua menundukkan kepala dan menggeleng. Mulai saat itu Nobunaga pun terdiam.
Kelihaian jelas ia telah mendapat pelajaran bahwa tidak semua pertempuran berlangsung seperti
pertempuran Okehazama. Benteng Sunomata menjadi sunyi dan hanya dikunjungi oleh angin
musim gugur dari arah sungai.
Tiba-tiba Hikoemon dipanggil oleh majikannya. "Di antara bekas ronin-mu. mestinya banyak yang
lahir di provinsi lain, dan tentunya juga ada beberapa yang berasal dari Mino." Hideyoshi membuka
percakapan. "Ya, memang begitu."
"Adakah di antara mereka yang lahir di Fuwa?" "Hamba akan mencari tahu."
"Bagus. Kalau kau menemukan seseorang, maukah kau mcnyuruhnya ke sini?" Dalam waktu
singkat Hachisuka Hikoemon sudah membawa salah satu bekas ronin, seorang laki-laki bernama
Saya Kuwaju ke pekarangan tempat Hideyoshi menunggu. Orang itu tampak kuat dan berusia
sekitar tiga puluh tahun.
"Kau bernama Saya?" Hideyoshi bertanya. "Ya, Tuanku."
"Dan kau berasal dari Fuwa di Mino?" "Dari sebuah desa bernama Tarui."
"Hmm, kurasa kau cukup mengenal daerah itu." "Hamba tinggal di sana sampai usia dua puluh
tahun, jadi sedikit-banyak hamba mengenalnya." "Kau mempunyai sanak saudara di sana?" "Adik
perempuan hamba." "Ceritakan sedikit mengenai adikmu."
"Adik hamba menikah dengan petani dan hamba rasa dia sudah dikaruniai keturunan sckarang."
"Berminakah kau kcmbali ke sana" Sekali saja?" "Hamba tak pcrnah memikirkannya. Kalau adik
hamba mendengar bahwa kakaknya, si ronin, hendak pulang kampung dia mungkin akan mcrasa
rikuh ter- hadap kerabat suaminya dan para warga desa yang lain."
5 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tapi masa itu sudah bcrlalu. Sekarang kau pengikut Benteng Sunomata dan samurai terhormat.
Kau tak perlu malu karenanya, bukan?"
"Tapi Fuwa merupakan titik strategis di bagian barat Mino. Untuk apa hamba memasuki wilayah
musuh?" Hideyoshi mengangguk berulang kali, dan seperti-
nya memutuskan sesuatu dalam hati. "Aku ingin kau menyertaiku. Kita akan menyamar, agar tidak
menarik perhatian. Datanglah ke gerbang kayu di pekarangan ini menjelang malam."
Hikoemon bertanya dengan ragu-ragu, "Ke manakah tuanku hendak pcrgi mendadak begini?"
Hideyoshi merendahkan suara dan berbisik ke telinga Hikoemon. "Ke Bukit Kurihara."
Hikoemon menatap Hideyoshi, seakan-akan menyangsikan kewarasannya. Ia telah menduga
bahwa Hideyoshi merencanakan sesuatu, tapi Bukit Kurihara! Setelah mendengar jawaban
majikannya, Hikoemon tak sanggup mcnyembunyikan rasa kagetnya. Bekas pengikut marga Saito,
seorang laki-laki yang dipandang scbagai ahli strategi, hidup menyendiri di bukit itu. Orang tersebut
bernama Takenaka Hanbei. Beberapa waktu lalu, Hideyoshi telah mempelajari watak orang itu serta
hubungannya dengan marga Saito.
Nah, seandainya kita bisa menuntun kuda ini seperti kita menarik Osawa dan Tiga Serangkai dari
Mino... Inilah garis besar rencana Hideyoshi, namun bahwa ia sendiri akan menyusup ke wilayah
musuh dan mendatangi Bukit Kurihara, itu tak terbayangkan. "Tuanku sungguh-sungguh hendak
pergi ke sana?" tanya Hikoemon, seakan-akan tak percaya.
"Tentu saja." "Sungguh-sungguh?" Hikoemon mendesak.
"Kenapa kau mempersoalkan ini?" Hideyoshi rupanya berpendapai bahwa tak ada yang perlu
dicemaskan. "Pertama-tama hanya kau seorang yang mengetahui rencanaku, dan kami akan pergi
secara diam-diam. Kuminta kau mengatur semuanya di sini. sementara aku pergi beberapa hari."
"Tuanku akan pergi seorang diri"* "Tidak, aku akan membawa Saya."
"Pergi berdua dengan Saya sama saja dengan pergi tanpa senjata. Tuanku yakin bahwa tuanku
sanggup membujuk Hanbei untuk menjadi sekutu kita dengan memasuki wilayah musuh seorang
diri?" "Itu memang tugas berat." Hideyoshi seolah-olah bergumam pada diri sendiri. "Tapi aku akan
mencobanya. Kalau aku pergi dengan hati terbuka, hubungan Hanbei dengan marga Saito
betapapun eratnya, takkan berpengaruh banyak."
Tiba-tiba Hikoemon teringat kepandaian lidah Hideyoshi ketika berdebat dengannya di Hachisuka.
Meski demikian, Hikoemon meragukan apakah Hideyoshi akan sanggup mengajak Hanbei turun
dari Bukit Kurihara. Biarpun dengan kefasihan bicara yang dimilikinya. Kalaupun berhasil. dan
Hanbei memutuskan untuk meninggalkan tempat tinggalnya, tetap ada kemungkinan Hanbei
memilih berpihak ke Mino.
6 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Menurut desas-desus kala itu, Hanbei telah menarik diri dari percaturan dunia, dan menjalani
kehidupan tenteram di Bukit Kurihara. Tapi jika suatu hari marga Saito terancam bahaya, ia akan
kembali untuk memimpin pasukan mereka. Memang benar, ketika orang-orang Saito menangkal
serangan besar pasukan Oda, Hanbei tidak muncul di barisan depan. melainkan mengamati
awan-awan perang dari Bukit Kurihara, mengirim hasil renungannya satu per satu kepada marga
Saito dan mengajarkan strategi-strategi rahasia pada mereka. Tidak sedikit orang yang meneruskan
cerita ini, seakan-akan kebenarannya telah terbukti. Tugas ini memang sulit - Hideyoshi sendiri
mengakuinya, Hikoemon pun sependapat dan ia melepaskan suara menyerupai erangan.
"Ambisi tuanku sungguh sulit diwujudkan." Roman mukanya tampak waswas.
"Hmm..." Wajah Hideyoshi menjadi lebih cerah. "Sebenarnya tak banyak yang perlu dicemaskan.
Mungkin saja sesuatu yang sukar ternyata mudah sekali, sebaliknya sesuatu yang kelihatannya
mudah mungkin teramat sulit. Kurasa yang paling menentukan adalah apakah aku sanggup
membuat Hanbei percaya pada ketulusanku atau tidak. Mengingat siapa lawan bicaraku nanti, aku
tidak merencanakan tipu daya maupun muslihat."
Ia mulai melakukan persiapan untuk perjalanan rahasianya. Walaupun beranggapan bahwa upaya
Hideyoshi sia-sia belaka. Hikoemon tak dapat mencegahnya. Hari demi hari rasa hormatnya
terhadap Hideyoshi yang panjang akal dan berbudi luhur semakin besar dan ia yakin bahwa
kemampuan orang itu jauh di atas kemampuannya sendiri.
Malam pun tiba. Seperti telah disepakati. Saya menunggu di gerbang kayu di pekarangan benteng.
Penampilan Hideyoshi sama lusuhnya dengan Saya.
"Nah, Hikoemon, uruslah segala sesuatu dengan baik," kata Hideyoshi, lalu mulai melangkah
seolah-olah hanya ingin berjalan-jalan di taman. Sesungguhnya jarak dari Sunomata ke Bukit
Kurihara tidak seberapa jauh - mungkin sekitar sepuluh mil. Pada hari-hari cerah, Bukit Kurihara
kelihatan samar-samar di kejauhan. Tapi barisan pegunungan itu merupakan pertahanan Mino
terhadap musuh. Hideyoshi mengambil jalan memutar menyusuri pegunungan, dan mcmasuki
Fuwa. Untuk mengetahui adat kebiasaan serta ciri khas orang yang tinggal di sana, pertama-tama orang
harus mengamati keadaan alam kawasan itu. Fuwa terletak di antara bukit-bukit di kaki pegunungan
di bagian barat Mino, dan merupakan semacam leher botol pada jalan yang menuju ibu kota.
Warna-warni musim gugur di Sckigahara tampak sangat indah. Tak terhitung banyaknya sungai
yang membelah daerah itu. seperti urat darah. Sejarah kuno dan legenda-legenda melekat pada
akar tumbuh-tumbuhan, menandakan masa lalu yang berdarah. Pegunungan Yoro mcmbentuk
perbatasan dengan Provinsi Kai dan awan-awan terus-menerus datang dan pergi di sckitar Gunung
Ibuki. Takenaka Hanbei penduduk asli daerah itu. Konon ia dilahirkan di Inabayama, tapi melewatkan
sebagian besar masa kanak-kanaknya di kaki Gunung Ibuki. Ia lahir pada tahun Tmmon keempat,
berarti usianya kini baru dua puluh delapan tahun tak lebih dari seorang anak muda yang masih
mempelajari ilmu kemiliteran. Satu tahun lebih muda dari Nobunaga, satu tahun lebih tua dari
Hideyoshi. Meski demikian. ia telah menjauhi persaingan untuk meraih prestasi besar di sebuah
dunia yang dilanda kekacauan, dan membangun tcmpat bertapa di Bukit Kurihara bagi dirinya. Ia
mencintai alam, berteman dengan kitab-kitab kuno, dan menulis puisi, tanpa pernah menemui para
7 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tamu yang mendatangi rumahnya. Penipukah Hanbei" Tuduhan ini pun sering dilontarkan padanya,
tapi nama Hanbei dijunjung tinggi di Mino, dan reputasinya telah sampai ke Owari.
Aku ingin benemu dan menilai wataknya, itulah pikiran pertama yang melintas dalam benak
Hideyoshi. Patut disayangkan jika Hideyoshi berlalu begitu saja tanpa pernah bertemu dengan
laki-laki yang begitu langka dan luar biasa ini, padahal mereka dilahirkan ke dunia yang sama.
Kecuali itu, jika Hanbei terbawa ke kubu lawan, Hideyoshi akan terpaksa membunuhnya. Dengan
tulus Hideyoshi berharap ini takkan pernah terjadi, sebab ia akan sangat menyesali hal ini. Aku
akan menemuinya, tak peduli apakah ia menerima tamu atau tidak.
Penguasa Bukit Kurihara BUKTT KURIHARA bersebelahan dengan Gunung Nangu, tidak seberapa tinggi, dan menyerupai
anak kecil yang merapat pada orangtuanya.
Ah, betapa indahnya! Ketika mendekati puncak, Hideyoshi yang bukan penyair pun merasakan
kegembiraan meluap-luap, terpukau oleh keagungan pemandangan matahari musim gugur yang
sedang tenggelam. Tapi kini ia memusatkan perhatian pada satu pikiran: Apa yang harus kulakukan
agar Hanbei bersedia menjadi sekutuku" Dan pikiran ini segera diikuti oleh pikiran lainnya: Tidak,
menghadapi ahli strategi dengan cara menyusun strategi justru merupakan strategi paling buruk.
Aku hanya bisa menghadapi dia sebagai selembar kertas kosong. Aku akan bicara terus terang,
dengan segenap kekuatanku. Hideyoshi membangkitkan semangatnya. Tapi saat itu ia belum
mengetahui tempat tinggal Hanbei, dan sampai matahari terbenam mereka belum berhasil
menemukan rumahnya yang terpencil. Namun Hideyoshi tidak terburu-buru. Kalau hari mulai gelap,
pasti akan ada lentera yang dinyalakan di suatu tempat. Daripada berputar-putar tanpa tujuan dan
terus membelok ke arah yang salah, tentu lebih menyenangkan dan lebih cepat jika mereka tetap di
tempat. Hideyoshi duduk di tebing batu terjal sampai cahaya matahari lenyap dari langit. Akhirnya
mereka melihat sebuah titik terang di kejauhan, di seberang sebuah lembah berpaya-paya.
Mengikuti jalan setapak sempit yang berkelok-kelok naik-turun, mereka sampai di sana.
Tempat itu berupa sebidang tanah datar yang dikelilingi pinus merah, di tengah lereng bukit.
Semula mereka menduga akan menjumpai sebuah pondok kecil beratap rumbia yang dikelilingi oleh
pagar reyot, tapi kini mereka melihat tembok lumpur yang membatasi pekarangan luas. Ketika
mendekat, mereka melihat tiga atau empat lentera berkelip-kelip lebih ke belakang. Sebagai ganti
gerbang hanya ada rangka kayu berlapis anyaman bambu yang terkepak-kepak tertiup angin.
Tempat itu cukup besar, pikir Hideyoshi ketika ia melangkah masuk. Di dalam pekarangan ada
rumpun pinus. Ada jalan setapak dari pintu masuk menuju ke tengah pepohonan, dan selain
daun-daun cemara tak ada setitik kotoran pun. Setelah berjalan sekitar lima puluh langkah, mereka
sampai ke sebuah rumah. Seekor sapi sedang melenguh di dalam kandang yang berdekatan.
Mereka mendengar api meretih tertiup angin, asapnya memenuhi udara. Hideyoshi berdiri tak
bergerak. Ia menggosok-gosok matanya yang tajam. Tapi dengan satu hembusan angin dari
puncak bukit. tempat itu tiba-tiba terbebas dari asap, dan ketika Hideyoshi memandang ke depan, ia
melihat seorang anak kecil sedang menyusupkan ranting-ranting ke dalam tungku di pondok
memasak. 8 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Siapa Tuan?" anak laki-laki itu bertanya curiga. "Kau pelayan di sini?"


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku" Ya," bocah itu menjawab.
"Aku pengikut marga Oda. Namaku Kinoshita Hideyoshi. Bisakah kau menyampaikan pesan?"
"Pada siapa?" "Pada majikanmu." "Dia tidak ada di sini." "Dia sedang pergi?"
"Aku sudah bilang, dia tidak ada. Pergilah." Anak itu membelakangi para tamu dan duduk di
hadapan tungku sambil kembali menyusupkan ranting-ranting. Kabut malam di bukit itu terasa
dingin, dan Hideyoshi pun berjongkok di depan tungku, bersebelahan dengan si bocah.
"Bolehkah aku menghangatkan badan sejenak?" Anak itu tidak menjawab, hanya melirik sekilas dari
sudut mata. "Udara malam cukup dingin, bukan?"
"Tuan bcrada di atas bukit. Tentu saja udaranya dingin," si bocah berkata.
"Biksu cilik, ini..."
"Ini bukan biara! Aku murid Tuan Hanbei, bukan biksu!"
"Ha ha ha ha!" "Kenapa Tuan tertawa?" "Maaf."
"Pergilah! Kalau majikanku tahu ada orang asing masuk ke pondok memasak, aku akan dimarahi."
"Tidak. Kau takkan dimarahi. Nanti aku akan minta maaf pada majikanmu."
"Tuan betul-betul ingin menemuinya?"
"Betul. Kaupikir aku akan menuruni bukit ini tanpa menemui dia setelah berjalan begitu jauh?"
"Orang Owari memang kasar, ya" Tuan dari Owari. bukan?"
"Kenapa kau bertanya?"
"Majikanku membenci orang Owari. Aku juga. Owari provinsi musuh, bukan?"
"Kurasa itu benar."
"Tuan pasti mencari sesuatu di Mino, bukan" Kalau Tuan sekadar mampir, lebih baik Tuan segera
melanjutkan perjalanan. Kalau tidak, Tuan akan kehilangan kepala."
"Aku tidak bermaksud pergi ke tempat lain. Satu-satunya tujuanku adalah rumah ini."
"Untuk apa Tuan datang kc sini?"
9 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku datang untuk mendapatkan izin." "Mendapatkan izin" Tuan ingin menjadi murid majikanku,
seperti aku?" "He-eh. Kurasa aku ingin menjadi saudara seperguruanmu. Kita pasti bisa berteman baik. Sekarang
bicaralah dengan majikanmu. Biar aku yang menjaga perapian. Jangan khawatir, nasinya takkan
gosong." "Aku tidak khawatir. Aku tidak mau pergi dari sini." "Jangan cepat marah. Nah, bukankah itu suara
majikanmu sedang batuk di dalam?"
"Majikanku sering batuk pada malam hari. Badannya tidak kuat."
"Jadi, kau membohongiku waktu kau bilang dia tidak ada di sini."
"Ada atau tidak, itu sama saja. Dia tidak mau menemui siapa pun yang datang, tak peduli siapa
orangnya atau dari provinsi mana dia berasal."
"Hmm, aku akan menunggu waktu yang tepat." "Ya, kapan-kapan Tuan bisa kembali lagi."
"Tidak. Pondok ini nyaman dan hangat. Izinkan aku menunggu di sini selama beberapa waktu."
"Tuan jangan main-main! Pergilah!" Si bocah melompat berdiri, seakan-akan hendak menyerang
tamu tak diundang itu, tapi ketika memelototi Hideyoshi yang sedang tersenyum dalam cahaya api
tungku yang berkelap-kelip, ia tak sanggup tetap marah. Pada waktu si bocah menatap tajam ke
wajah laki-laki di hadapannya, rasa bermusuhan yang semula menggelora di dadanya
berangsur-angsur berkurang.
"Kokuma! Kokuma!" seseorang memanggil dari dalam rumah. Si bocah langsung bereaksi. Ia
meninggalkan Hideyoshi, bergegas dari pondok ke rumah, dan tidak kembali untuk beberapa wakiu.
Sementara itu, bau masakan gosong tercium dari panci besar di atas tungku. Hideyoshi segera
meraih sendok yang tergelctak pada tutup panci dan mengaduk-aduk isi panci itu - bubur beras
merah yang dicampur buah berangan dan sayuran yang telah dikeringkan. Orang lain mungkin
menertawakan makanan orang miskin ini, tapi Hideyoshi lahir dari keluarga petani melarat, dan
setiap kali memandang sebutir beras, ia teringat air mata ibunya. Bagi Hideyoshi, ini bukan urusan
sepele. "Dasar anak kecil! Masakannya akan gosong."
Setelah mengambil sepotong kain, ia meraih pegangan panci dan mengangkatnya.
"Oh, terima kasih. Tuan."
"Ah, Kokuma" Masakanmu hampir gosong, jadi pancinya kuangkat saja. Rasanya masakanmu
sudah matang." "Tuan sudah mengetahui namaku, heh?"
"Begitulah kau dipanggil oleh Tuan Hanbei tadi. Apa kau sudah memberitahukan kedatanganku
pada majikanmu?" 10 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku dipanggil karena soal lain. Mengenai permintaan Tuan, ah. menyampaikan hal tak berguna
pada majikanku hanya akan membuatnya marah. Karena itu aku tidak mengatakan apa-apa."
"Hmm, hmm. Kelihatannya kau sangat taat pada peraturan gurumu, ya" Aku terkesan sekali."
"Hah! Tuan hanya ingin mencari muka."
"Tidak, aku bersungguh-sungguh. Aku bukan orang sabar, tapi seandainya aku gurumu aku akan
memujimu seperti ini. Aku tidak bohong."
Pada saat itu seseorang keluar dari dapur yang berdekatan, sambil membawa lampion. Sebuah
suara perempuan berulang kali memanggil Kokuma. Waktu Hideyoshi berbalik, samar-samar ia
melihat seorang perempuan berumur sekitar enam belas atau tujuh belas tahun mengenakan
kimono berpola kembang ceri dan kabut, yang diikat tali kimono berwarna seperti buah prem. Sosok
gadis itu diterangi cahaya lampion di tangannya.
"Ada apa, Oyu?" Kokuma menghampiri dan mendengarkannya. Setelah selesai bicara, gadis itu
menuju rumah dan menghilang di balik tembok.
"Siapa itu?" tanya Hideyoshi.
"Adik guruku," jawab Kokuma dengan nada lembut, seakan-akan bicara mengenai keindahan
bunga-bunga di pekarangan majikannya.
"Aku minta sekali lagi." Hideyoshi mendesak. "Maukah kau menemui gurumu satu kali saja, untuk
menanyakan apakah dia sudi menerimaku" Kalau dia menolak, aku akan pergi."
"Tuan betul-betul akan pergi?" "Ya."
"Betul?" Suara Kokuma bernada tegas, tapi akhirnya ia pun masuk. Ia segera kembali dan berkata
ketus, "Guruku bilang tidak, dia tidak suka menerima tamu... dan ternyata aku memang kena marah.
Jadi pergilah. Tuan. Sekarang aku mau membawakan makanan untuk guruku."
"Hmm, malam ini aku akan pergi. Kapan-kapan aku akan datang lagi." Tanpa daya Hideyoshi berdiri
dan mulai menjauh. "Percuma saja Tuan kembali lagi!" kata Kokuma. Hideyoshi berjalan sambil membisu. Tanpa meng-
indahkan kegelapan, ia turun ke kaki bukit dan tidur.
Ketika terbangun keesokan harinya, ia mempersiapkan diri dan sekali lagi mendekati bukit.
Kemudian, persis seperti pada hari sebelumnya, ia mengunjungi tempat tinggal Hanbei menjelang
matahari terbenam. Pada hari sebelumnya, ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan si bocah,
sehingga hari ini ia mencoba mendatangi pintu yang kelihatannya merupakan pintu masuk utama.
Orang yang menanggapi sapaannya tcrnyata Kokuma. "Hah! Tuan kembali lagi?"
"Kupikir barangkali hari ini majikanmu berkenan menerima kedatanganku. Tolong tanyakan pada
gurumu sekali lagi." Kokuma masuk ke dalam rumah. dan entah berbicara dengan Hanbei atau
tidak segera kembali untuk menyampaikan penolakan yang sama seperti kemarin.
11 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kalau begitu, aku akan mencoba lagi kalau suasana hatinya sedang lebih baik," Hideyoshi berkata
dengan sopan, lalu pergi. Dua hari kemudian ia kembali mendaki bukit.
"Apakah majikanmu bersedia menemuiku hari ini?" Seperti biasa Kokuma menghilang ke dalam
rumah, dan sekali lagi ia menolak mentah-mentah. "Guruku mulai jengkel karena Tuan terus
mengganggunya." Hari itu pun Hideyoshi pulang sambil membisu. Berulang kali ia mendatangi rumah itu. Akhirnya,
setiap kali Kokuma melihat wajah Hideyoshi, ia tidak melakukan apa-apa selain tertawa.
"Kesabaran Tuan ternyata luar biasa. Tapi kedatangan Tuan di sini percuma saja, betapapun
sabarnya Tuan. Sekarang, kalau aku masuk untuk memberitahukan kedatangan Tuan pada guruku,
dia hanya tertawa. Dia tidak mengatakan apa-apa padaku."
Anak kecil mudah berteman, dan rasa akrab sudah mulai terjalin antara Kokuma dan Hideyoshi.
Keesokan harinya Hideyoshi untuk kesekian kali menaiki bukit. Saya, yang menunggu di kaki bukit,
tidak memahami jalan pikiran majikannya, dan akhirnya naik darah sehingga berkata. "Pongah betul
Takenaka Hanbei ini" Kali ini aku akan naik ke sana dan minta pertanggungjawaban atas sikapnya
yang kurang ajar." Kunjungan Hideyoshi yang kesepuluh diiringi angin kencang dan hujan deras dan baik Saya
maupun para pemilik rumah tempat mereka menginap berusaha keras mencegah Hideyoshi. Tapi
dengan keras kepala Hideyoshi mengenakan jas hujan dan topi yang terbuat dari jerami, lalu
memulai pendakiannya. Ketika tiba menjelang malam, ia berdiri di pintu masuk dan memanggil
seperti biasa. "Ya. Siapa itu?" Malam itu, untuk pertama kali, perempuan muda yang dikatakan Kokuma sebagai
adik Hanbei melangkah keluar.
"Aku tahu bahwa kedatanganku mengganggu Tuan Hanbe dan aku menyesal karena terpaksa
bertindak melawan kehendaknya, tapi aku datang sebagai utusan junjunganku. Sulit bagiku untuk
pulang sebelum menemui Tuan Hanbei. Menyampaikan pesan majikan merupakan bagian tugas
samurai, jadi aku bertekad untuk datang terus sampai Tuan Hanbei berkenan menerimaku, biarpun
untuk itu aku harus menunggu dua atau tiga tahun. Dan seandainya Tuan Hanbei tetap menolak,
aku telah memutuskan untuk membelah perutku. Wah, aku yakin Tuan Hanbei mengenal
penderitaan golongan samurai lebih baik dari siapa pun."
Di bawah percikan air hujan dari atap yang bocor, Hideyoshi berlutut dan mengajukan
permintaannya. Perempuan muda di hadapannya tampak tergerak.
"Tunggu sebentar," perempuan itu berkata lembut. lalu menghilang ke dalam rumah. Tapi ketika
kembali, dengan nada menyesal ia memberitahu Hideyoshi bahwa jawaban Hanbei tidak berubah.
"Aku menyesal bahwa kakakku begitu keras kepala, tapi sudikah Tuan meninggalkan rumah kami"
Kakakku berpesan, tak peduli berapa kali Tuan datang, dia takkan mau menemui Tuan. Kakakku
tidak suka bicara dengan orang lain, dan sekarang pun dia menolak."
"Begitukah?" Hideyoshi menundukkan kepala dengan kecewa, tapi tidak berkeras. Air dari cucuran
atap mengguyur bahunya. "Apa boleh buat. Hmm,. aku akan menunggu sampai perasaannya
sedang enak." Sambil mengenakan topi. Hideyoshi melangkah pergi, patah semangat. Ia menyusuri
12 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
jalan setapak yang membelah rumpun cemara seperti biasa, tapi ketika baru sampai di luar tcmbok
lumpur, ia mendengar Kokuma mengejarnya dari belakang.
"Tuan! Dia bersedia menemui Tuan! Dia bilang dia mau menemui Tuan! Dia minta Tuan kembali!"
"Hah" Tuan Hanbei bersedia menemuiku?" Terburu-buru Hideyoshi kembali bersama Kokuma. Tapi
hanya Oyu, adik Hanbei, yang menanti mereka.
"Kakakku begitu terkesan dengan ketulusan Tuan. sehingga dia akan merasa bersalah jika tidak
menemui Tuan. Tapi bukan malam ini. Kakakku harus berbaring karena hujan, tapi dia minta Tuan
kembali pada hari lain, setelah dia mengirim pesan untuk Tuan." Tiba-tiba terlintas di benak
Hideyoshi bahwa perempuan ini mungkin merasa iba padanya dan bahwa ia setelah Hideyoshi
pergi, membujuk kakaknya, Hanbei.
"Kapan pun harinya, kalau Tuan Hanbei mengirim pesan aku akan datang."
"Tuan tinggal di mana?"
"Aku tinggal di kaki bukit, di rumah Moemon, sebuah rumah petani di dekat pohon besar di Desa
Nangu." "Baiklah, kalau cuacanya sudah membaik." "Aku akan menunggu."
"Udaranya dingin dan Tuan basah kuyup karena hujan. Paling tidak keringkanlah baju Tuan di
depan tungku di pondok memasak, dan makanlah sedikit sebelum pergi."
"Tidak, lain kali saja. Aku akan pergi sekarang." Di bawah siraman hujan, Hideyoshi berjalan
menuruni bukit. Hujan terus turun keesokan harinya. Hari berikutnya. Bukit Kurihara terselubung awan putih, dan tak
ada berita dari Hanbei. Akhirnya cuaca kembali cerah, dan warna-warni di bukit itu tampak seperti
baru. Daun-daun pada pepohonan kelihatan merah menyala.
Pagi itu Kokuma tiba di gerbang Moemon sambil menuntun sapi. "Hei, Tuan!" katanya. "Aku datang
untuk mengundang Tuan ke atas! Aku disuruh majikanku memandu Tuan ke rumahnya. Dan karena
Tuan menjadi tamunya hari ini, aku membawakan tunggangan untuk Tuan. Silakan naiki sapi ini.
Sambil berkata begitu, Kokuma menyerahkan surat undangan dari Hanbei. Hideyoshi membukanya
dan membaca: Mengherankan. Tuan sering datang untuk mengun-jungi orang lemah yang telah mengurung diri di
daerah pelosok, tapi sesungguhnya sulit bagiku untuk meng-hadapi permintaan Tuan. Datanglah
untuk secangkir teh. Aku akan menunggu.
Kata-kata itu berkesan agak angkuh. Hideyoshi menyimpulkan bahwa Hanbei laki-laki yang tidak
ramah, bahkan sebelum sempat berhadapan langsung dengannya. Hideyoshi duduk di punggung
sapi dan berkata pada Kokuma. "Hmm, karena kau telah membawakan tunggangan untukku,
bagaimana kalau kita berangkat sekarang?" Kokuma berbalik ke arah bukit dan mulai melangkah.
Langit musim gugur di sekitar Bukit Kurihara dan Gunung Nangu tampak cerah. Untuk pertama kali
sejak Hideyoshi tiba di bukit-bukit di kaki pegunungan, ia dapat melihat gunung-gunung dengan
jelas jika menatap ke atas.
13 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika mereka akhirnya mendekati pintu masuk di tembok luar, mereka melihat perempuan cantik
berdiri di sana. Roman mukanya menunjukkan bahwa ia menunggu mereka. Perempuan itu Oyu,
yang telah berdandan lebih rapi daripada biasanya.
"Ah, sebenarnya kau tak perlu repot-repot," ujar Hideyoshi. Terburu-buru melompat turun dari
punggung sapi. Setelah masuk, ia ditinggalkan seorang diri di sebuah ruangan. Suara air mengalir terdengar di
telinganya. Batang-batang bambu yang terkena angin bergesekan dengan jendela. Suasana di bukit
ini betul-betul penuh kedamaian. Pada sebuah gulungan kertas yang tergantung di salah satu sudut
ruangan seorang biksu Zen telah menorehkan aksara Cina untuk kata "mimpi".
Bagaimana Hanbei bisa hidup di sini tanpa dilanda kejemuan" Hideyoshi bertanya-tanya bingung
menghadapi pikiran laki-laki yang memilih tempat seperti ini sebagai tempat tinggal. Hideyoshi
menyadari bahwa ia sendiri takkan tahan lebih dari tiga hari. Ia tak tahu apa yang harus
dilakukannya bahkan selama waktu singkat ia berada di sana. Walaupun hatinya disejukkan oleh
kicau burung dan desiran pohon cemara, pikirannya melayang ke Sunomata, lalu berlanjut ke Bukit
Komaki, sementara darahnya mendidih karena perputaran zaman. Hideyoshi merasa terasing di
tengah kedamaian seperti ini.
"Hmm, aku telah membuat Tuan menunggu." Suara seorang laki-laki muda terdengar dari belakang
Hideyoshi. Suara Hanbei. Sejak semula Hideyoshi sudah mengetahui bahwa Hanbei masih muda.
Tapi ketika mendengar suaranya, ia semakin terkesan. Sang tuan rumah duduk, memberikan kursi
kehormatan pada Hideyoshi.
Hideyoshi bicara terburu-buru, membuka percakapan dengan gaya rcsmi. "Aku pengikut marga
Oda. Namaku Kinoshita Hideyoshi."
Hanbei memotong dengan sopan. "Tidakkah Tuan sependapat bahwa kita bisa menghindari
formalitas yang kaku" Bukan itu maksud undanganku hari ini."
Hideyoshi merasa pembukaan ini telah menyebabkan ia kalah posisi. Sang tuan rumah telah lebih
dulu membuat gerakan awal.
"Aku Hanbei, pemilik pondok pegunungan ini. Aku mendapat kehormaian dengan kunjungan Tuan
hari ini." "Tidak, aku khawatir akulah yang berkeras kepala mengetuk gerbang dan mengusik ketenangan
Tuan." "Ha ha ha ha! Terus terang, sikap Tuan memang menjengkelkan. Tapi, setelah bertemu dengan
Tuan harus kuakui bahwa aku merasa lega kalau sesekali menerima tamu. Aku berharap Tuan
merasa seperti di rumah sendiri. O ya, Tamu yang Terhormat, sesung-
guhnya apa yang Tuan inginkan sehingga Tuan mau bersusah payah mendaki bukit untuk
mencapai rumahku" Kata orang, di pegunungan tak ada apa-apa selain kicau burung."
Hanbei memilih tempat duduk yang lebih rendah daripada tempat duduk tamunya, tapi matanya
berbinar-binar, dan sepertinya ia merasa geli melihat orang yang muncul entah dari mana ini.
14 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hideyoshi mengamatinya tanpa sembunyi-sembunyi. Tubuh Hanbei tampaknya memang tidak kuat.
Kulitnya lembek wajahnya pucat. Namun ia laki-laki tampan, dan bibirnya yang merah sangat
mencolok. Pada hakikatnya, sikap Hanbei merupakan cerminan dari cara ia dibesarkan. Ia tenang dan
berbicara dengan lembut, dan sambil tersenyum. Tapi ada sedikit keraguan apakah penampilan
laki-laki ini merupakan perwujudan sesungguhnya dari jati dirinya, ataukah ada yang terselubung di
balik penampilannya itu. Hideyoshi membandingkannya dengan Bukit Kurihara yang hari ini tampak
cukup tenteram untuk berjalan-jalan, tapi pada hari sebelumnya diamuk badai dari lembah yang
membuat pohon-pohon berderu-deru.
"Hmm, sebenarnya..." Sejenak Hideyoshi tersenyum, dan ia meluruskan bahunya. "Aku menemui
Tuan atas perintah Yang Mulia Nobunaga. Sudikah Tuan turun dari bukit ini" Dunia takkan
membiarkan orang dengan kemampuan seperti Tuan menjalani kehidupan tenteram di pegunungan
dalam usia begitu muda. Cepat atau lambat,. Tuan pasti akan mengabdi sebagai samurai. Dan
kalau begitu, pada siapa Tuan akan mengabdi, kalau bukan pada Yang Mulia Nobunaga" Jadi, aku
datang untuk membujuk Tuan agar mengabdi pada marga Oda. Tidakkah Tuan tergerak untuk
sekali lagi berdiri di tengah awan-awan perang?"
Hanbei hanya mendengarkan tamunya dan tersenyum misterius. Meski pun memiliki lidah yang
lincah, Tokichiro merasa semangatnya memudar menghadapi lawan seperti ini. Hanbei bagaikan
rumpun bambu yang merunduk saat tertiup angin. Hideyoshi tak dapat memastikan apakah laki-laki
itu mendengarkannya atau tidak. Ia membisu beberapa saat dan menunggu tanggapan Hanbei.
Sampai akhir pertemuan mereka, ia membawa diri seperti selembar kertas kosong menghadapi
laki-laki itu tanpa siasat maupun luapan perasaan.
Selama itu, kipas di tangan Hanbei menimbulkan embusan angin lembut. Sebelumnya Hanbei telah
menaruh tiga potong arang ke dalam anglo, dan setelah meletakkan penjepit, ia mengipas arang itu
sampai menyala, tanpa menerbangkan abu. Air di dalam cerek mulai mendidih. Sementara itu,
Hanbei meraih serbet yang digunakan dalam Upacara Minum Teh dan mengelap dua cawan kecil,
masing-masing untuk tuan rumah dan tamunya. Gerak-geriknya anggun dan seakan-akan tanpa
cela, tapi sekaligus tenang dan berhati-hati.
Hideyoshi mceasa kakina mulai kescmutan, tapi ia tak sanggup menemukan kesempatan tepat
untuk ucapan berikutnya. Dan sebelum ia menyadarinya, hal-hal yang dibicarakannya secara


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terperinci telah hilang terbawa angin ke arah pohon-pohon cemara. Sepertinya tak ada yang tersisa
di telinga Hanbei. "Hmm, sudikah Tuan memberi tanggapan mengenai hal-hal yang baru saja kukemukakan" Aku
yakin bahwa bujukan dengan nama dan pangkat bukanlah cara tepat untuk menarik Tuan dari sini,
jadi takkan kusinggung. Nah, memang benar Owari provinsi kecil, tapi di masa mendatang
Owari-lah yang akan mcngendalikan seluruh ncgeri, sebab selain junjunganku tak ada yang
memiliki kemampuan untuk itu. Jadi, tak sepatutnya Tuan hidup terpencil di pegunungan sementara
dunia dilanda kekacauan. Demi kepentingan bangsa, Tuan seharusnya turun dari bukit ini." Sang
tuan rumah tiba-tiba berpaling ke arah Hideyoshi, dan tanpa sadar Hideyoshi menahan napas. Tapi
Hanbei hanya menawarkan cawan teh.
"Silakan hirup teh ini." karanya. Kemudian, setelah meraih cawan kecil, Hanbei menghirup berulang
kali, seakan-akan tak ada hal lain yang menjadi perhatiannya.
15 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tamu yang Terhormat..." "Ya?"
"Apakah Tuan menyukai anggrck" Di musim semi anggrek indah sekali, tapi di musim gugur pun
daya tariknya tidak berkurang."
"Anggrek! Apa maksud Tuan, anggrek?"
"Bunga anggrek. Kalau Tuan berjalan sekitar tiga-empat mil ke dalam hutan, Tuan akan
menemukan bunga-bunga anggrek yang menyimpan embun masa lampau pada tebing-tebing dan
celah-celah. Aku telah meminta pelayanku, Kokuma, memetik sekuntum dan menaruhnya dalam
pot. Sudikali Tuan melihatnya?"
"Ti... tidak." Hideyoshi tcrdiam. "Aku tidak biasa mengamati anggrek."
"Bcgitukah?" "Kuharap suatu hari kelak aku bisa menikmati keindahan anggrek, tapi sekarang mimpi-mimpiku
selalu berkisar di sekitar medan laga, walaupun aku berada di rumah. Aku hanyalah pelayan marga
Oda. Aku tidak memahami perasaan orang yang hidup bersenang-senang."
"Hmm, ini memang masuk akal. Tapi tidakkah Tuan menyia-nyiakan hidup Tuan dengan memeras
tenaga untuk meraih keuntungan dan kemasyhuran" Kehidupan di pegunungan memiliki makna
yang sangat dalam. Mengapa Tuan tidak meninggalkan Sunomata dan mendirikan pondok di bukit
ini?" Bukankah ketulusan sama saja dengan ketololan" Dan pada akhirnya, bukankah tanpa strategi
berarti tanpa kebijakan" Barangkali ketulusan saja belum cukup untuk mengetuk hati nurani
seseorang. Aku tidak mengerti, pikir Hideyoshi ketika ia menuruni bukit sambil mcmbisu. Segala
upayanya sia-sia belaka. Kunjungannya ke rumah Hanbei tidak membuahkan hasil apa pun. Dengan hati terbakar, Hideyoshi
menoleh dan memandang ke belakang. Kini tak ada yang tersisa selain kemarahan. Tak ada
penyesalan. Seusai pertemuan pertama ini, Hideyoshi secara halus diminta pergi. Barangkali aku
takkan pernah berjumpa lagi dengannya. Hideyoshi berkata dalam hati. Tidak. Pada pertemuan
berikut aku akan mengamati kepalanya setelah dibawa ke hadapanku di medan tempur, demikian ia
berjanji pada diri sendiri sambil menggigit bibir. Berapa kalikah ia telah menyusun jalan setapak ini
dan menundukkan kepala, bersikap sopan dan menyembunyikan mulut jalan setapak ini telah
menjadi duri bagi Hideyoshi. Sekali lagi ia berbalik.
"Dasar casing!" ia berseru tanpa daya. Barangkali ia teringat wajah Hanbei yang pucat dan
tubuhnya yang letih. Dengan geram Hideyoshi mempercepat langkahnya. Kemudian, ketika
melewati sebuah tikungan, di tcpi jurang ia seolah-olah mendadak teringat sesuatu yang telah
mengganjal hatinya sejak ia meninggalkan rumah Hanbei. Sambil berdiri di tepi jalan, ia membuang
air kecil ke lembah di bawah. Arus membusur itu berubah menjadi kabut di tengah jalan. Hideyoshi
menyelesaikan hajatnya. lalu berseru. "Cukuplah sudah!" Ia semakin mempercepat langkah. dan
bergegas menuruni bukit. Ketika tiba di rumah Moemon, ia berkata. "Saya, perjalanan ini ternyata menghabiskan waktu lebih
lama dari yang diduga. Besok kita bangun pagi-pagi dan kembali ke Sunomata." Melihat majikannya
begitu bersemangat, Saya menduga bahwa pertemuan dengan Takenaka Hanbei berjalan mulus
16 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dan ia merasa bahagia untuk majikannya. Hideyoshi dan Saya melewatkan malam hari bersama
Moemon dan keluarganya, kemudian tidur. Hideyoshi terlelap dengan nyenyak. Saya begitu heran
mendengar majikannya mendengkur, sehingga dari waktu ke waktu ia membuka mata. Tapi ketika
merenungkannya, ia menyadari bahwa kecemasan serta kelelahan fisik karena berulang kali
mendaki Bukit Kurihara pasti tidak kecil. Akibatnya mata Saya pun berkaca-kaca.
Berusaha mencapai kejayaan, biarpun hanya sedikit. pastilah luar biasa, ia berkata pada diri sendiri.
Bahwa upaya majikannya berakhir dengan kegagalan sama sekali tak terbayangkan olehnya.
Sebelum fajar, Hideyoshi sudah hampir selesai dengan persiapan untuk perjalanan yang akan
ditempuhnya. Membelah embun, mereka meninggalkan desa. Tak pelak lagi banyak keluarga masih
terlelap. "Tunggu. Saya."
Hideyoshi mendadak berhenti dan berdiri tegak. menghadap ke matahari terbit. Bukit Kurihara
masih tampak gelap di atas lautan kabut pagi. Di balik bukit. awan-awan berkilauan diterpa cahaya
matahari cemerlang. "Ah, aku keliru." Hideyoshi bergumam. "Aku datang untuk meraih seseorang yang sukar diraih. Jadi,
tidak mengherankan kalau aku tak berhasil. Ketulusanku belum cukup. Bagaimana mungkin aku
melakukan hal-hal besar jika jiwaku tctap kerdil?"
Ia berbalik. "Saya, aku akan pergi sekali lagi ke Bukit Kurihara. Pulanglah lebih dulu." Kemudian ia
mendadak berbalik badan dan kembali menyusuri jalan yang menanjak, mengoyak kabut pagi di
lereng bukit, melangkah dengan mantap. Ketika Hideyoshi tiba di tepi paya lebar yang berdekatan
dengan rumah Hanbei, ia mendengar sebuah suara mcmanggilnya dari kejauhan.
Rupanya Oyu, dan Kokuma pun bersamanya. Oyu membawa keranjang berisi berbagai macam
daun, dan sedang menunggang sapi. Kokuma mcmcgang tali kekang.
"Wah, aku terkejut. Tuan memang luar biasa. Guruku pun menduga bahwa Tuan sudah kapok dan
takkan kcmbali lagi."
Sambil turun dari punggung sapi, Oyu mengucapkan salam seperti biasa. Tapi Kokuma memohon
pada Hideyoshi. "Tuan, janganlah Tuan pergi ke sana, paling tidak untuk hari ini saja. Guruku berkata bahwa dia
demam semalam, karena tecrlalu lama berbincang-bincang dengan Tuan. Tadi pagi pun suasana
hatinya buruk sekali, dan aku dimarahinya."
"Jangan kasar," Oyu memperingatkan Kokuma, lalu minta maaf pada Hideyoshi. Kemudian ia
memohon secara tak langsung agar Hideyoshi membatalkan kunjungannya. "Bukan Tuan yang
menyebabkan kakakku jatuh sakit. Kelihaiannya dia terkena flu. Hari ini dia berbaring di tempat
tidur, jadi aku akan memberitahunya bahwa Tuan hendak berkunjung. Tapi mohon jangan hari ini."
"Kedatanganku tentu akan mengganggu. Aku akan membatalkan niatku dan kembali ke bawah.
tapi..." Hideyoshi mengambil kuas dan tinta dari kimononya dan menulis pesan pada secarik kertas.
17 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tak ada kesenangan dalam kehidupan yang lamban. Itu sebaiknya hanya dijalani burung dan
binatang Rasa terasing bisa muncul di tengah keramaian. Ketenteraman bisa diperoleh di tengah
kota. Awan gunung tak mengenal beban duniawi. Datang dan pergi sesuka hati Apakah mungkin tempat
mengubur tulang-belulang Hanya terbatas pada gunung-gunung yang hijau"
Hideyoshi sadar betul bahwa sajaknya tidak bermutu, tapi hasil karyanya itu mengungkapkan
perasaannya dengan tepat. Ia menambahkan satu hal lagi.
Ke manakah arah awan yang meninggalkan puncak gunung"
Ke barat" Ke timur"
"Aku yakin Tuan Hanbei akan menertawakanku, serta menganggapku lancang dan tak tahu malu,
tapi ini terakhir kali aku mengganggumu. Aku akan menunggu di sini sampai aku mendapatkan
jawaban. Dan jika aku mendapat kesan bahwa perintah junjunganku tak mungkin dapat
dilaksanakan, aku akan melakukan seppuku di tepi paya ini. Jadi tolonglah, himbau dia satu kali
lagi." Hideyoshi bahkan lebih bersungguh-sungguh dibandingkan kemarin. Dan ia mengucapkan
kata seppuku tanpa menyimpan akal bulus. Kata itu seakan-akan meluncur dengan sendirinya dari
lubuk hati yang paling dalam.
Oyu bukannya memandang rendah pada Hideyoshi, ia malah merasakan simpati mendalam dan
kembali ke tempat tidur kakaknya dengan membawa surat Hideyoshi. Hanbei membaca surat itu
satu kali dan tidak mengatakan apa-apa. Ia memejamkan mata selama hampir setengah hari. Senja
pun tiba, dan hari berubah menjadi malam yang diterangi cahaya bulan.
"Kokuma, bawa sapi kita ke sini." Hanbei tiba-tiba berkata.
Melihat kakaknya hendak meninggalkan rumah, Oyu langsung cemas dan mengambilkan baju
katun serta kimono tebal untuknya. Kemudian Hanbei berangkat, duduk di punggung sapi. Dengan
Kokuma sebagai pemandu, mereka menuruni lereng bukit ke arah paya. Di sebuah gundukan tanah
di kejauhan. mereka melihat sosok seseorang yang belum menyentuh makanan maupun minuman,
bersilangkan kaki seperti biksu Zen di bawah rembulan. Pemburu yang melihatnya dari kejauhan
pasti berpendapat bahwa Hideyoshi merupakan sasaran empuk. Hanbei turun dari sapi dan
langsung menghampirinya. Kemudian ia berlutut di hadapan Hideyoshi dan membungkuk.
"Tuan Tamu, aku berlaku tidak sopan hari ini. Aku tidak tahu mengapa Tuan menaruh harapan pada
seorang laki-laki letih yang hidup di pegunungan, tapi Tuan bersikap lebih santun daripada yang
patut kuterima. Orang sering berkata bahwa seorang samurai rela mati untuk seseorang yang
sungguh-sungguh mengenalnya. Aku tak ingin Tuan mati sia-sia, dan aku akan mengukir ini di
hatiku. Namun aku pun pernah mcngabdi pada marga Saito. Aku tidak mengatakan bahwa aku
akan mengabdi pada Nobunaga. Aku akan mengabdi pada Tuan, serta menyerahkan tubuh ini
untuk kepentingan Tuan. Aku datang untuk menyampaikan ini. Sudikah Tuan memaafkan
kekasaran yang kuperlihatkan selama beberapa hari terakhir ini?"
*** Sudah beberapa lama tidak terjadi pertempuran. Baik Owari maupun Mino memperkuat pertahanan
dan membiarkan musim dingin dikuasai salju dan angin membekukan. Bersamaan dengan
18 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
gencatan senjata tak rcsmi, jumlah orang dan iringan kuda beban yang melakukan perjalanan di
antara kedua provinsi itu meningkat. Tahun Baru berlalu, dan akhirnya kuncup-
kuncup pohon-pohon prem mulai memperlihatkan warna. Para warga kota Inabayama menyangka
kehidupan akan berlangsung sentosa selama seratus tahun lagi.
Matahari musim semi menerpa tembok-tembok Benteng Inabayama yang putih menyelubungi
semuanya dengan suasana lamban menjemukan. Pada hari-hari seperti ini, para warga kota
menatap ke benteng, dan bertanya-tanya mengapa mereka membangun benteng itu di puncak
gunung tinggi. Kalau pusat kehidupan mereka dilanda ketegangan, mereka segera merasakannya;
jika kelesuan merajalela, mereka pun menjadi apatis. Tak peduli seberapa banyak pengumuman
resmi ditempelkan pada pagi dan malam hari, tetap saja tak ada yang memberikan tanggapan
serius. Hari telah siang. Kawanan bangau putih dan unggas air berceloteh di kolam-kolam. Bunga-bunga
pohon persik berguguran. Meskipun kebun buah-buahan itu berada di dalam tembok benteng,
jarang ada hari tanpa angin di puncak Gunung Inabayama yang tinggi. Tatsuoki tergeletak pingsan
karena mabuk di pondok teh di kebun buah.
Saito Kuroemon dan Nagai Hayato, dua penasihat senior Tatsuoki, sedang mencari si penguasa
Inabayama. Gundik-gundik Tatsuoki mungkin tak dapai menyaingi "harem tiga ribu kembang cantik"
dalam legenda Cina, tapi di sini pun tak ada kekurangan akan kecantikan. Jika para dayang ikut
diperhitungkan, jumlah mereka lebih besar daripada jumlah buah persik di kebun buah. Duduk
berkelompok, mereka menunggu, sedih dan jemu, sampai majikan mereka terbangun.
"Di mana Yang Mulia?" tanya Kuroemon.
"Yang Mulia mungkin lelah. Beliau tertidur di pondok teh." pelayan Tatsuoki membalas.
"Maksudmu, beliau sedang mabuk?" ujar Kuroemon. Ia dan Hayato mengintip ke pondok teh.
Mereka melihat Tatsuoki di tengah-tengah kerumunan perempuan, terbaring dengan rebana
sebagai ganjal kepala. "Hmm, nanti saja kita kembali lagi," kata Saito. Kcduanya mulai pergi.
"Siapa itu" Aku mendengar suara laki-laki!" Tatsuoki mengangkat wajahnya yang memerah.
Telinganya seakan-akan berpendar. "Kaukah itu, Kuroemon" Dan Hayato" Kenapa kalian ke sini"
Kami sedang mengamati kembang. Dan kalian belum mendapat sake!".
Sepertinya mereka datang untuk mengadakan pembicaraan pribadi. Tapi ketika disapa dengan cara
demikian, keduanya membatalkan niat untuk menyampaikan laporan-laporan dari provinsi-provinsi
musuh. "Mungkin nanti malam." Tapi pada malam hari kembali terjadi pesta mabuk-mabukan.
"Mungkin besok." Sekali lagi mereka menunggu, tapi siang hari tersita oleh pagelaran musik. Tak
satu hari pun dalam seminggu Tatsuoki mengurus masalah pemerintahan. Tugas itu ia serahkan
kepada para pengikut seniornya. Beruntung, banyak dari mereka merupakan veteran yang telah
menjadi abdi marga Saito seama tiga generasi. Merekalah yang menegakkan kekuasaan marga di
tengah-tengah kekacauan. Membiarkan Tatsuoki asyik dengan kesibukannya sendiri, para pengikut
19 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
senior tak tega menikmati kemewahan seperti tidur pada siang hari di musim semi.
Berdasarkan keterangan yang dikumpulkan mata-mata Hayato, marga Oda telah menarik pelajaran
dari kekalahan pahit yang mereka alami pada musim panas sebelumnya. dan telah menyadari
bahwa percuma saja mereka mencobanya sekali lagi. "Nobunaga hanya menyia-nyiakan pasukan
dan uang dalam serangan-scrangannya ke Mino, dan mungkin dia sudah membatalkan niatnya
sama sekali." Hayato menyim-pulkan. Berangsur-angsur ia jadi percaya bahwa Nobunaga telah
mencampakkan rencana-rencananya karena kehabisan uang.
Musim semi itu, Nobunaga mengundang seorang ahli upacara teh dan seorang penyair ke benteng,
dan mengisi hari-harinya dengan menjalankan Upacara Teh dan mengadakan acara menulis sajak.
Paling tidak, bagi orang luar, Nobunaga terlihat memanfaatkan masa damai ini untuk menikmati
hidup, seakan-akan tak ada hal lain yang membebani pikirannya.
Tepat seusai Perayaan Orang Mati di pertengahan musim panas, kurir-kurir yang membawa
berita-berita penting memacu kuda masing-masing dari Gunung Komaki ke semua distrik di Owari.
Kota benteng heboh. Pemeriksaan terhadap orang-orang yang menyeberang semakin diperketat.
Pengikut-pengikut datang dan pergi, dan sering bertemu dalam rapat-rapat yang diadakan larut
malam di benteng. Kuda-kuda diambil alih. Para samurai mendesak-desak para pembuat baju
tempur untuk segera menyelesaikan baju tempur dan senjata yang telah mereka kirim guna
diperbaiki. "Bagaimana dengan Nobunaga?" Hayato bertanya kepada para mata-matanya.
Mereka menjawab, meski kurang yakin. "Tak ada perubahan dalam bentcng. Lampu-lampu terus
menyala sampai fajar, dan nada-nada seruling serta genderang masih terdengar bergema."
Ketika kemarau berganti musim gugur, berita itu akhirnya bocor: "Nobunaga menuju ke barat
dengan pasukan berkekuatan sepuluh ribu orang! Mereka berpangkalan di Benteng Sunomata.
Sekarang ini pun mereka sudah mulai menyeberangi Sungai Kiso."
Tatsuoki, yang biasanya bersikap tak peduli pada dunia luar, menjadi histeris ketika akhirnya
dipaksa menghadapi kenyataan. Para penasihatnya pun merasa cemas, karena mereka belum
memikirkan tindakan balasan yang harus diambil.
"Barangkali ini hanya kabar angin," ujar Tatsuoki berulang-ulang. "Marga Oda tak mampu
mengerahkan pasukan berkekuatan sepuluh ribu orang. Belum pernah mereka sanggup menggelar
pasukan sebesar itu."
Tapi ketika para mata-mata memberitahunya bahwa pasukan Oda kali ini memang berkekuatan
sepuluh ribu orang, rasa ngeri menjalar sampai ke sumsum Tatsuoki. Kini ia meminta pendapat
para penasihat seniornya.
"Hmm, serangan ini tak lebih dari spekulasi sembrono. Apa yang akan kita lakukan untuk memukul
mereka sampai mundur?"
Akhirnya, persis seperti orang yang selalu minta pertolongan para dewa saat menghadapi kesulitan,
Tatsuoki mengirim surat panggilan kepada Tiga Serangkai. Namun tak satu pun dari mereka
bergegas ke Benteng Inabayama.
20 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bagaimana dengan si Macan dari Unuma?"
"Dia" Beberapa waktu terakhir dia berlagak sakit dan mengurung diri di bentengnya. Dia tak bisa
kita andalkan." Mendadak semangat Tatsuoki pulih kembali. seakan-akan menertawakan kebodohan para
pengikutnya, atau tiba-tiba menemukan rencana gemilang. "Sudahkah kalian mengirim kurir ke
Bukit Kurihara" Panggil Hanbei! Ada apa dengan kalian" Kenapa kalian tidak menuruti perintahku"
Jangan mengulur-ulur waktu dalam keadaan seperti ini! Utus seseorang sekarang juga! Sekarang
juga!" "Beberapa hari yang lalu, tanpa menunggu perintah tuanku, kami telah mengirim pesan mengenai
situasi gawat yang kami hadapi kepada Hanbei. Kami mendesaknya untuk segera turun gunung,
tapi..." "Dia tidak mau datang?" Tatsuoki mulai tak sabar. "Kenapa" Menurut kalian, kenapa dia tidak
bergegas ke sini dengan pasukannya" Bukankah dia pengikut yang setia?"
Dalam benak Tatsuoki, kata-kata "pengikut yang setia" itu menggambarkan seseorang yang
biasanya bicara tanpa tedeng aling-aling, dan mengganggu matanya dengan tampang yang tidak
menyenangkan. Tapi dalam keadaan gawat, orang itu pula yang pertama-tama menerjang maju
untuk membela junjungannya, tak peduli seberapa jauh ia berada.
"Kirim utusan sekali lagi." Tatsuoki berkeras.
Para pengikut utama menganggapnya tak berguna. Namun uniuk keempai kalinya mereka
mengutus kurir ke Bukit Kurihara. Orang itu kembali dengan hati remuk.
"Hamba akhirnya berhasil menemuinya, tapi setelah membaca perintah tuanku, dia tidak memberi
tanggapan apa pun. Dia hanya meneteskan air mata dan mendesah, bergumam mengenai para
penguasa yang malang di dunia ini." si kurir melaporkan.
Tatsuoki merasa dipermainkan mendengar berita itu. Wajahnya menjadi merah karena marah, dan
ia mencaci para pengikutnya. "Percuma saja mengandalkan orang sakit!"
Hari demi hari berlalu penuh kesibukan. Pasukan Oda telah mulai menyeberangi Sungai Kiso, dan
telah mulai melawan pasukan musuh dalam pertempuran sengit. Setiap jam ada laporan baru
mengenai kekalahan pasukan Saito.
Tatsuoki tak bisa tidur, matanya tampak merah. Dalam waktu singkat suasana di Benteng
Inabayama menjadi kacau-balau dan pilu. Tatsuoki telah memerintahkan agar di sekeiling kebun
buah dipasang tirai, dan di sanalah ia duduk. di tengah-tengah para pengikutnya.
"Kalau pasukan kita tidak memadai, kerahkan bala bantuan dari setiap distrik di wilayah kita.
Cukupkah pasukan di kota benteng" Kita tak perlu meminjam pasukan dari marga Asai, bukan"
Bagaimana menurut kalian?" Suaranya melengking ketakutan, bergetar karena ngeri. Para pengikut
harus berhati-hati agar keadaan Tatsuoki tidak sampai mempengaruhi prajurit-prajuritnya sendiri.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika malam tiba, orang-orang di dalam benteng bisa melihat kobaran api. Siang-malam pasukan
Oda mendesak maju, dari Atsumi dan Dataran Kano di selatan dan dari hulu anak-anak Sungai
21 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Nagara. sampai ke Goto dan Kagamijima di barat. Kebakaran-kebakaran yang mengikuti gerak
maju pasukan Oda berubah menjadi lautan api yang menghanguskan langit. Pada hari ketujuh di
bulan itu, orang-orang Oda mengepung Inabayama, benteng utama pihak musuh.
Untuk pertama kali Nobunaga memimpin pasukan yang demikian besar. Dari segi itu saja, tekadnya
untuk berhasil dapat dimengerti. Nobunaga telah mengerahkan kekuatan seluruh provinsi. Jika
mereka kalah, baik Owari maupun marga Oda akan lenyap dari muka bumi.
Begitu pasukan Oda mencapai Inabayama, gerak majunya terhenti, dan selama beberapa hari
kedua belah pihak terlibat pertempuran sengit. Letak Inabayama yang menguntungkan serta para
veteran berpengalaman dari pihak Saito terbukti sangat berharga. Tapi yang paling merugikan
pasukan Oda adalah persenjataan mereka. Kekayaan Mino telah memungkinkan orang-orang Saito
membeli senjata api dalam jumlah cukup besar.
Pihak Saito mempunyai kesatuan bedil - sesuatu yang tidak dimiliki pasukan Oda - yang
melepaskan tembakan kepada para penycrang pada waktu mereka mendekati kota benteng. Akechi
Mitsuhide, orang yang membentuk kesatuan itu, sudah lama meninggalkan Mino dan menjadi ronin.
Meski demikian, kesatuan bedil itu memiliki dasar-dasar kokoh, karena Mitsuhide telah
mencurahkan segenap perhatiannya untuk mempelajari senjata api.
Bagaimanapun, setelah beberapa hari mengalami hawa panas dan pertempuran jarak dekat,
pasukan Oda akhirnya mulai lelah. Seandainya saat itu marga Saito meminta bala bantuan dari Omi
atau Ise, scpuluh ribu orang takkan pernah melihat Owari lagi.
Yang paling mencemaskan adalah sosok Bukit Kurihara, Gunung Nangu, dan Gunung Bodai, yang
membayang di kejauhan. "Tuanku tak perlu menaruh pcrhatian ke arah itu." Hideyoshi meyakinkan Nobunaga.
Namun Nobunaga tetap cemas. "Pengepungan bukanlah strategi yang tepat, tetapi ketidaksabaran
hanya akan membawa kerugian bagi pasukanku. Aku tidak melihat jalan untuk merebut benteng itu,
apa pun yang kita lakukan."
Rapat demi rapat diadakan, tapi sepertinya tak seorang pun memiliki usul bagus. Akhirnya disetujui
untuk menjalankan rencana Hideyoshi, dan suatu malam ia menghilang dari barisan terdepan.
Mulai dari persimpangan jalan Unuma dan jalan Hida, yang berjarak sekitar empat sampai lima mil
dari ujung barisan gunung tempat Inabayama berdiri tegak, Hideyoshi berangkat dengan sembilan
orang kepercayaan saja. Bermandikan keringat, rombongan itu mendaki Gunung Zuiryuji yang
cukup jauh dari Inabayama, sehingga takkan dijaga. Di antara yang menyertai Hideyoshi terdapat
Hikoemon serta adiknya, Matajuro. Bertindak sebagai pemandu adalah laki-laki yang baru-baru ini
menjadi akrab dengan Hideyoshi dan merasa bcrutang budi padanya, Osawa Jirozaemon, si Macan
dari Unuma. "Dari kaki tebing besar itu kalian harus menuju ke arah lembah. Seberangi sungai kecil nun di sana,
lalu berjalanlah ke arah paya-paya."
Ketika mereka menduga telah mencapai ujung lembah, sekaligus ujung jalan setapak, mereka
meihat tanaman rambat menempel di sebuah tebing. Setelah mencari-cari, mereka menemukan
jalan setapak menuju lembah tersembunyi di balik rumpun bambu.
22 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Jarak dari sini ke bagian belakang benteng sekitar dua mil. Kalau kalian berjalan sejauh itu dengan
mengikuti peta, kalian akan menemukan sebuah pintu air yang menuju ke dalam. Nah, sekarang
aku mohon diri." Osawa meninggalkan rombongan itu dan kembali seorang diri. Ia laki-laki yang menjunjung tinggi
kesetiaan. Walaupun telah memutuskan untuk membantu Hideyoshi, ia pun pernah bersumpah
setia pada marga Saito. Batinnya, tentu tersiksa sekali ketika ia menuntun rombongan Hideyoshi
menyusuri jalan setapak rahasia yang menuju benteng utama bekas jun-jungannya. Hideyoshi
memahami perasaan Osawa, dan sengaja menyuruhnya kembali sebelum mereka mencapai
tempat tujuan. Dua mil tidak seberapa jauh, tapi sesungguhnya tak ada jalan setapak yang dapat mereka ikuti.
Sambil berjalan, Hideyoshi terus-menerus mengamati peta, berusaha mencari jalan setapak
rahasia. Tetapi gambar pada peta dan keadaan sesungguhnya ternyata tidak sesuai.
Ia tak dapat mencmukan sungai kecil yang seharusnya menjadi patokan bagi mereka. Mereka
tersesat. Sementara itu, matahari mulai tenggelam, dan udara mulai dingin. Hideyoshi tidak
memperhitungkan kemungkinan tersesat. Pikirannya tertuju pada pasukan yang mengepung
Inabayama. Jika ia gagal menjalankan rencananya sampai matahari terbit keesokan paginya,
rekan-rekannya itu akan menghadapi kesulitan yang tidak kecil.
"Tunggu!" salah seorang anggota rombongan mereka berkata, begitu mendadak, sehingga yang
lain tersentak kaget. "Aku melihat cahaya."
Cahaya lampu di lereng gunung memang mencurigakan, apalagi jika berdekatan dengan jalan
setapak rahasia menuju Benteng Inabayama. Rupanya mereka sudah di dekat benteng, dan
kemungkinan besar cahaya ini berasal dari pos jaga musuh.
Mereka segera bersembunyi. Dibandingkan para ronin yang bisa bergerak lincah saat mendaki
gunung maupun berjalan biasa, Hideyoshi merasa lamban.
"Berpeganglah pada ini." kata Hikoemon, menyodorkan gagang tombaknya. Hideyoshi
berpegangan erat, dan Hikoemon menaiki tebing yang terjal, menarik Hideyoshi di beakangnya.
Mereka tiba di sebuah lapangan datar. Ketika malam semakin gelap, cahaya yang mereka lihat
sebelumnya tampak berkelap-kelip dari sebuah celah di gunung sebelah barat mereka.
Dengan berasumsi bahwa itu sebuah pos jaga, jalan setapak rahasia itu hanya mungkin menuju ke
satu arah. "Tak ada pilihan lain," mereka berkata, bertekad untuk menerobos maju.
"Tunggu," Hideyoshi segera menenangkan mereka. "Kemungkinan besar hanya ada beberapa
orang di pos jaga itu, tidak cukup banyak untuk merepotkan kita, tapi kita tak boleh membiarkan
mereka mengirim isyarat ke Inabayama. Kalau memang ada tempat untuk memberi sinyal, letaknya
pasti di sekitar pos jaga. Jadi, mari kita cari, lalu tempatkan dua orang di sana. Setelah itu, untuk
mencegah para penjaga melarikan diri ke benteng, setengah dari kita mengambil tempat di balik
pos," Mengangguk pertanda setuju, mereka merangkak seperti binatang penghuni hutan, melewati
23 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sebuah cekungan dan memasuki lembah. Wangi rami di ladang-ladang terasa mengejutkan. Selain
itu juga ada petak-petak beras, bawang, dan ubi jalar.
Hideyoshi memiringkan kepala. Pondok itu dikelilingi ladang-ladang dan dibuat secara sederhana,
tidak menyerupai pos jaga. "Jangan terburu-buru. Aku akan mengintai dulu."
Hideyoshi merangkak di tengah-tengah rami, berusaha untuk tidak menimbulkan suara.
Berdasarkan apa yang dilihatnya, rumah itu hanyalah rumah kumuh milik keluarga pctani. Dalam
cahaya lentera remang-remang, Hideyoshi melihat dua orang. Yang satu rupanya perempuan tua
yang tidur berbaring di tikar jerami. Yang satu lagi kelihatan seperti putranya, dan ia sedang memijat
pinggang perempuan tua itu.
Sejenak Hideyoshi lupa di mana ia berada. Hatinya diliputi perasaan haru saat melihat adegan di
hadapannya. Rambut perempuan tua itu sudah memutih. Putranya cukup kckar, walaupun usianya
baru sekitar enam belas atau tujuh belas tahun. Hideyoshi tak dapat menganggap anak dan ibu ini
sebagai orang asing. Tiba-tiba ia merasa seakan-akan melihat ibunya di Nakamura serta dirinya
sendiri ketika masih anak-anak.
Anak muda itu mendadak bcrdiri dan berkata, "Ibu, tunggu sebentar. Ada sesuatu yang aneh."
"Ada apa, Mosuke?" Perempuan tua itu mengangkat kepala.
"Jangkrik-jangkrik tiba-tiba berhenti mengerik." "Paling-paling binatang yang mau masuk ke
gudang." "Bukan." Mosuke menggelengkan kepala. "Binatang takkan berani mendekat pada waktu lentera
masih menyala." Ia bergeser ke arah serambi, siap keluar rumah, dan meraih pedang. "Siapa yang
berkeliaran di luar!" serunya.
Hideyoshi tiba-tiba berdiri.
Terkejut. Mosuke menatap Hideyoshi. Akhirnya ia bergumam. "Ada apa ini" Sudah kuduga ada
orang di luar. Samurai dari Kashihara-kah Tuan?"
Hideyoshi tidak menjawab, melainkan berbalik dan memanggil anak buahnya dengan isyarat
tangan. "Kepung pondok itu! Kalau ada yang keluar, gunakan pedang kalian!" Para prajurit
melompat dari petak rami dan langsung mengepung pondok.
"Bersusah payah mengepung rumahku," kata Mosuke, seolah-olah menantang Hideyoshi yang
belum mendekat. "Hanya ibuku dan aku yang ada di sini. Tak ada yang patut dikepung dengan
begitu banyak orang. Apa yang kalian cari di sini, Samurai?"
Sikap Mosuke ketika berdiri di serambi jauh dari bingung. Justru sebaliknya, ia tampak terlalu
tenang. Ia jelas-jelas memandang rendah pada mereka.
Hideyoshi duduk di tepi serambi dan berkata, "Bukan, anak muda, kami hanya berhati-hati. Kami
tidak bermaksud menakut-nakuti kalian."
"Aku sama sekali tidak takut, tapi ibuku kaget. Kalau mau minta maaf, mintalah maaf pada ibuku."
Mosuke bicara tak gentar. Anak muda itu pasti bukan petani biasa. Hideyoshi menatap ke dalam
24 Pendekar Bloon Perjalanan ke Alam Baka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pondok. "Ah, Mosuke. Kenapa kau bersikap kasar terhadap seorang samurai?" ujar perempuan tua di dalam
rumah. Kemudian ia berpaling pada Hideyoshi dan berkata. "Hmm, hamba tidak tahu siapa Tuan.
Tapi anak hamba tak pernah bercampur dengan masyarakat luas, dan dia hanya anak kampung
yang tidak tahu sopan santun. Maafkanlah dia, Tuan."
"Kau ibu anak muda ini?" "Ya. Tuan."
"Kau mengatakan dia hanya anak kampung yang tidak tahu sopan santun, tapi dari ucapan dan
roman mukamu, rasanya sukar dipercaya bahwa kalian petani biasa."
"Kami menyandang hidup dengan bcrburu di musim dingin, serta dengan membuat dan menjual
arang di musim panas."
"Sekarang mungkin memang begitu, tapi tidak sebelumnya. Paling tidak, kalian berasal dari
keluarga berketurunan baik. Aku bukan pengikut marga Saito, namun karena keadaan, aku tersesat
di pegunungan ini. Kami tidak bermaksud mengganggu kalian. Kalau tidak keberatan, dapatkah kau
memberitahu kami di mana kami berada?"
Mosuke, yang telah duduk di samping ibunya, tiba-tiba bertanya. "Tuan Samurai, Tuan berbicara
dengan logat Owari. Apakah Tuan berasal dari Owari?"
"Ya, aku lahir di Nakamura."
"Nakamura" Itu tidak jauh dari desa kami. Aku lahir di Gokiso."
"Kalau begitu, kita dari provinsi yang sama."
"Kalau Tuan pengikut Owari, aku akan menceritakan scmuanya. Nama ayahku Horio Tanomo, abdi
Yang Mulia Nobukiyo di Benteng Koguchi."
"Ah, jika ayahmu abdi Yang Mulia Nobukiyo, kau pun pengikut Yang Mulia Nobunaga." Aku bertemu
orang yang tepat, pikir Hideyoshi dengan gembira.
Setelah diangkat menjadi komandan Sunomata, ia mencari orang-orang yang berkemampuan untuk
mengabdi padanya. Hideyoshi tak pernah mempekerjakan seseorang lebih dulu, baru kemudian
menilai kecakapannya. Jika mempercayai seseorang, ia langsung mempekerjakan orang itu,
kemudian ber- angsur-angsur memanfaatkan jasanya. Cara itu pula yang digunakan Hideyoshi ketika mencari istri.
Ia luar biasa jeli melihat bakat sejati dalam diri seseorang.
"Ya, aku mengerti. Tapi kurasa, sebagai ibu Mosuke, kau tentu tidak menginginkan Mosuke
menghabiskan hidupnya sebagai pembuat arang dan pemburu. Kenapa tidak kaupercayakan saja
anakmu padaku" Aku sadar bahwa aku akan mcngambil segenap milikmu. Kedudukanku tidak ti
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
25Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:24:38
nggi, tapi aku pengikut Yang Mulia Oda Nobunaga. Namaku Kinoshita Hideyoshi. Upahku tak
sebcrapa, dan aku meng-anggap diriku sebagai orang yang menghadapi dunia hanya
bersenjatakan tombak. Maukah kau mengabdi padaku?" Hideyoshi bertanya, menatap ibu dan
anak. "Apa" Aku?" Mosuke membelalakkan mata.
Begitu bahagia sampai bertanya-tanya apakah ia mimpi atau tidak, kedua mata si perempuan tua
berkaca-kaca. "Jika dia bisa mengabdi pada marga Oda, suamiku - yang mati tak terhormat dalam
pertempuran - pasti bahagia sekali. Mosuke! Terimalah tawaran ini dan bersihkanlah nama
ayahmu." Mosuke tentu saja tidak keberatan, dan langsung mengucapkan sumpah setia sebagai pengikut.
Kemudian Hideyoshi memberikan perintah pertama pada Mosuke. "Kami dalam perjalanan ke
bagian belakang Benteng Inabayama. Kami memiliki peta gunung ini, tapi tidak berhasil
menemukan jalan yang benar. Ini memang cukup sulit sebagai tugas pertama, tapi kau harus
menunjukkan jalan ke sana. Kaulah satu-satunya andalan kita."
Mosuke mempelajari peta itu selama beberapa waktu, melipatnya, dan mengembalikannya pada
Hideyoshi. "Aku mengerti. Adakah yang perlu makan" Cukupkah persediaan kita untuk dua kali
makan?" Berhubung tersesat, persediaan makanan yang mereka bawa sudah menipis.
"Jarak ke benteng memang hanya dua setengah mil, tapi sebaiknya kita bawa persediaan untuk
dua kali makan." Mosuke segera menanak nasi dan mencampurkan buah prem yang telah diasinkan, cukup untuk
sepuluh orang. Kemudian ia memungut gulungan tali rami dan mengikat batu api serta pedang
ayahnya ke pinggangnya. "Ibu, aku pcrgi sekarang." ujar Mosuke. "Menuju medan laga adalah cara terbaik untuk mengawali
pengabdianku, tapi tergantung nasibku sebagai samurai, mungkin ini terakhir kali kita saling
mcngucapkan selamat tinggal. Jika itu yang terjadi, terimalah kehilangan putramu dengan hati
lapang." Waktu untuk berangkat sudah tiba, namun ibu dan anak tentu saja merasa berat untuk berpisah.
Hideyoshi hampir tak tega menyaksikan mereka. Ia berjalan menjauhi pondok dan memandang ke
arah pegunungan yang gelap gulita.
Pada saat Mosuke hendak beranjak, ibunya memanggil. Perempuan tua itu menyodorkan sebuah
labu. "Isilah dengan air dan bawalah bersamamu." pesannya. "Kau pasti akan haus dalam
perjalanan nanti." Hideyoshi dan yang lain merasa senang. Sampai sekarang, mereka sudah lebih dan sekali
menderita karena kekurangan air, sebab di pegunungan hanya ada beberapa tempat mata air
mengalir. Tapi semakin dekat mereka ke puncak, semakin sedikit air yang bisa mereka peroleh.
1 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika mereka tiba di sebuah tebing, Mosuke melemparkan tali, mengikatnya pada akar pohon
cemara, memanjat naik, lalu menarik yang lain ke atas. "Mulai dari sini, medan yang harus ditempuh
akan semakin berat." katanya. "Ada beberapa tempat, seperti gardu jaga di Gua Akagawa, di mana
kita mungkin menangkap oleh para penjaga." Mendengar itu, Hideyoshi memahami kebijaksanaan
Mosuke yang ketika disuruh mengamati peta, mempelajarinya sejenak tanpa segera memberikan
komentar. Dalam beberapa hal Mosuke masih berkesan kekanakkanakan, tapi ini justru
memperdalam kasih sayang Hideyoshi terhadapnya.
Air di dalam labu akhirnya menjadi keringat pada wajah kesepuluh orang itu. Mosuke mengusap
peluh yang membasahi wajahnya dan berkata, "Kita takkan sanggup bertempur jika selelah ini.
Bagaimana kalau kita tidur di sini?"
"Kurasa itu gagasan baik." Hideyoshi menyetujui, namun kemudian benarnya seberapa jauh mereka
masih harus berjalan untuk mencapai bagian belakang benteng.
"Tinggal turun ke sana." kata Mosuke, menunjuk ke lembah.
Semuanya gembira, tapi Mosuke menenangkan mereka dengan gerakan tangan. "Kita tak bisa
bicara keras-keras lagi sekarang. Suara kita mungkin terbawa angin ke arah benteng."
Hideyoshi menatap ke bawah. Pepohonan gelap yang menyelubungi lembah tampak seperti danau
tanpa dasar. Tapi ketika matanya telah terbiasa dengan kegelapan, samar-samar ia melihat tembok
yang terbuat dari batu-batu besar, sebuah tembok pertahanan, dan sesuatu yang tampak seperti
gudang di antara pepohonan.
"Kita tepat di atas musuh. Baiklah, kita tidur di sini sampai fajar tiba."
Mereka duduk di tanah. Mosuke membungkus labu yang kini telah kosong dengan kain, dan
menyisipkannya ke bawah kepala majikannya. Sementara yang lain tidur selama dua jam. Mosuke
tetap membuka mata berjaga-jaga.
"Hei!" serunya.
Hideyoshi mengangkat kepala. "Ada apa, Mosuke?" Mosuke menunjuk ke timur. "Matahari terbit."
Ternyata betul, langit malam mulai terang. Lautan awan bertengger di puncak gunung, lembah di
balik Benteng Inabayama, yang berada tepat di bawah mereka, tak kelihatan sama sekali.
"Hmm, mari kita serang mereka," kata salah seorang. Hikoemon dan yang lain merasakan luapan
semangat, dan segera mengencangkan tali baju tern pur.
"Jangan, tunggu. Kita makan dulu," ujar Hideyoshi. Pada waktu matahan muncul di atas lauun awan
yang luas. mereka menghabiskan makanan yang disiapkan Mosuke malam sebelumnya.
Persediaan air mereka telah habis. Tapi nasi yang terbungkus daun ek terasa manis sekali, begitu
manis, sehingga mereka yakin takkan pernah melupakannya.
Seusai makan, kabut di lembah mulai menipis. Mereka melihat sebuah tebing curam dan sebuah
jembatan gantung yang dipenuhi tanaman rambat. Di balik jembatan ada pagar batu atau tembok
pertahanan yang diselubungi lumut tebal berwarna hijau. Tempatnya gelap, dan angin bertiup
terus-menerus. 2 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mana tabung suar" Berikan pada Mosuke dan ajarkan cara menyalakannya."
Hideyoshi berdiri pelan-pelan dan bertanya pada Mosuke, apakah ia mengetahui cara memakai
tabung suar, lalu berkata, "Kita akan turun sekarang dan menerobos masuk. Bukalah telingamu
lebar-lebar. Begitu mendengar teriakan, segeralah nyalakan tabung suar. Mengerti" Jangan keliru."
"Aku mengerti." Mosuke mengangguk dan berdiri di samping tabung suar. Melihat majikannya dan
yang lain turun ke lembah dengan semangat menyala-nyala, ia tampak agak sedih. Sebenarnya ia
ingin ikut bersama mereka. Awan-awan mulai menyerupai ombak besar yang sedang mengamuk,
dan dataran antara Mino dan Owari akhirnya tampak di bawah lapisan awan.
Karena musim panas baru berlalu, matahari masih terik. Tak lama kemudian kota benteng
Inabayama, aliran Sungai Nagara, bahkan persimpangan-persimpangan di antara rumah-rumah,
sudah kelihatan. Namun tak seorang pun terlihat. Matahari semakin tinggi.
"Ada apa?" Mosuke bertanya-tanya dengan gelisah. Jantungnya berdentum-dentum. Kcmudian,
tiba-tiba. ia mendengar letusan bedil menggema. Sinyal yang di tembakkannya meninggalkan jalur
asap di langit biru, seperti cumi-cumi melepaskan tintanya.
Hideyoshi dan anak buahnya tampak tenang ketika mendekati bagian belakang benteng.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Prajurit-prajurit Benteng Inabayama yang pertama-tama melihat mereka menyangka rombongan itu
terdiri atas orang-orang mereka sendiri. Ditempatkan sebagai penjaga gudang bahan bakar dan
lumbung padi, mereka menghabiskan jatah makan pagi sambil bergosip. Meski pertempuran sengit
telah berlangsung selama beberapa hari, ini benteng besar, dan seluruh hiruk-pikuk terjadi di
gerbang depan. Di sini, di bagian belakang benteng alami ini, suasana begitu tenang, sehingga
kicau burung pun terdengar jelas.
Pada waktu terjadi pertempuran di bagian depan benteng, para prajurit di bagian belakang dapat
mendengar letusan bedil dari jalan berliku-liku sang menuju gerbang depan. Tapi mereka. yang
hanya segelintir orang, menyangka takkan terlibat sampai menjelang akhir pertempuran.
"Mereka digempur habis-habisan di depan." kata salah seorang prajurit dengan prihatin.
Sambil menghabiskan jatah makanan masing-masing, para prajurit memperhatikan Hideyoshi dan
anak buahnya, dan akhirnya mulai curiga dengan kehadiran mereka. "Siapa mereka?"
"Maksudmu, orang-orang di sebelah sana itu?"
"He-eh. Cara mereka berkerumun agak aneh, bukan" Mereka mengintip ke gardu jaga di tembok
pertahanan." "Paling-paling mereka dan garis depan." "Tapi siapa mereka?"
"Semua orang tampak mirip kalau sedang memakai baju tempur."
"Hei, salah satu dari mereka baru keluar dapur sambil membawa kayu berapi! Mau diapakan kayu
berapi itu?" 3 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Di bawah pandangan para prajurit yang sedang memegang sumpit, laki-laki yang membawa kayu
berapi memasuki gudang bahan bakar dan menyulut tumpukan kayu bakar. Yang lainnya menyusul
membawa dan melemparkan obor ke bangunan-bangunan di sekitar mereka.
"Mereka musuh!" seru para penjaga.
Dua orang, Hideyoshi dan Hikoemon, berpaling ke arah mereka dan tertawa.
Di bagian depan benteng, begitu melihat suar menyala, pasukan Oda menyerbu, menyusuri ketiga
jalan setapak yang menuju gerbang utama. Pertempuran sengit segera pecah, tapi dalam setengah
hari Benteng Inabayama telah jatuh. Bagaimana benteng yang seakan-akan tak tertaklukkan ini
bisa jatuh dengan begitu mudah" Pertama-tama, keadaan di dalam benteng dilanda kekacauan
karena kobaran api di bagian belakang. Kedua, sorak-sorai Hideyoshi dan anak buahnya
menimbulkan kepanikan di tengah pasukan yang bertahan, sehingga mereka mulai saling
bertempur, menyangka ada pengkhianat di antara mereka. Tapi faktor paling penting dalam
kekalahan Inabayama, dan ini baru disadari kemudian, merupakan hasil nasihat seseorang.
Beberapa hari sebelumnya, Tatsuoki telah membawa anak-istri para prajurit yang bertempur di luar
serta keluarga warga kota kaya ke dalam benteng untuk dijadikan sandera, agar para prajuritnya
tidak menyerah pada musuh.
Tapi yang merancang strategi ini tak lain daro Iyo, salah satu dari Tiga Serangkai dari Mino, yang
telah bersekutu dengan Hideyoshi. Jadi. "strategi" ini tak lebih dari komplotan durhaka. Dan
karenanya, kekacauan yang terjadi di dalam benteng selama serbuan berlangsung sungguh
mengerikan, sehingga pasukan yang bertahan tak sanggup memberikan perlawanan berarti. Pada
puncak kekacauan. Nobunaga, yang selalu mencari-cari kesempatan, mengirim surat pada
Tatsuoki: Hari ini marga Tuan yang tak bermoral telah diselubungi api pembalasan dewa-dewa, dan akan
segera diluluhlantakkan oleh prajurit-prajuritku. Warga provinsi ini menanti-nanti hujan yang akan
memadamkan api ini, dan sorak-sorai kegembiraan sudah terdengar dari kota benteng. Tuan
keponakan istriku. Bertahun-tahun aku mengasihani kekecutan hati dan ketololan Tuan, dan aku tak
sanggup menghukum Tuan dengan pedangku. Sebaliknya, aku bersedia menyelamatkan nyawa
Tuan dan memberikan upah untuk Tuan. Jika Tuan ingin hidup, segeralah menyerah dan kirim
utusan ke perklemahanku Bcgitu Tatsuoki membaca surat itu, ia memerintahkan pasukannya agar
meletakkan senjata, dan ia bersama anggota-anggoia keluarganya meninggalkan benteng, disertai
tiga puluh pengikut saja. Setelah menugaskan prajurit-prajurit sendiri sebagai pengawal, Nobunaga
mengasingkan Tatsuoki ke Kaisei, tapi bcrjanji menganugerahkan sedikit tanah pada adik Tatsuoki,
Shingoro, agar marga Saito tidak sampai musnah.
Dengan penyatuan Owari dan Mino, nilai wilayah kckuasaan Nobunaga menjadi satu juta dua ratus
ribu gantang padi. Untuk ketiga kali Nobunaga memindahkan tempat kedudukannya, dari Gunung
Komaki kc Inabayama, yang diberinya nama Gifu, mengikuti nama tanah kelahiran Dinasti Chou di
Ncgeri Cina. Jadilah Tetangga yang Ramah
4 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
KOTA benteng Kiyosu kini lengang. Yang tersisa hanya beberapa toko dan rumah samurai. Namun
di balik kelengangan itu terdapat rasa puas karena telah terjadi pergantian kulit. Hukum alam
menyatakan, setelah rahim menjalankan fungsinya, ia akan membusuk dan lenyap. Dan dari segi
inilah semua orang merasa gembira bahwa Nobunaga takkan selamanya terjebak di kota
kelahirannya, biarpun karena itu kotanya harus mengalami kemunduran.
Dan di sinilah seorang perempuan yang pernah dilahirkan melewatkan hari tuanya. Perempuan itu
ibu Hideyoshi. Tahun ini usianya akan mencapai lima puluh. Saat ini ia menikmati hari tuanya
dengan damai, hidup bersama menantunya, Nene, di rumah mereka di perkampungan samurai di
Kiyosu. Tapi dua atau tiga tahun sebelumnya ia masih bekerja sebagai petani, dan sendi-sendi
tangannya masih berkulit tebal. Setelah melahirkan empat anak, ia telah kehilangan banyak gigi.
Namun rambutnya belum sepenuhnya putih.
Satu surat yang dikirim Hideyoshi dari medan tempur dapat mewakili banyak surat lain:
Bagaimanakah keadaan pinggang Ibu" Ibu masih memakai moxa" Ketika kita masih tinggal di
Nakamura, Ibu selalu berpesan. "Jangan sia-siakan makanan untuk Ibu," tak peduli apa pun yang
ada. Jadi di sini pun Ananda khawatir apabila Ibu tidak makan seperti seharusnya. Ibu harus
berumur panjang. Kalau Ibu tidak menjaga diri, Ananda khawatir tidak sempat mengurus Ibu
sebagaimana Ananda inginkan, karena Ananda begitu bodoh. Untung saja Ananda tidak jatuh sakit
selama berada di sini. Tampaknya Ananda memiliki nasib baik sebagai prajurit, dan Yang Mulia
sangat menghargaiku. Setelah penyerbuan ke Mino, surat yang dikirim Hideyoshi sukar dihitung jumlahnya.
"Nene, coba baca ini. Dia selalu menulis seperti anak kecil," kata ibu Hideyoshi pada Nene.
Setiap kali, ibunya menunjukkan surat-surat Hideyoshi kepada menantunya, dan sebaliknya Nene
memperlihatkan surat-surat yang ia terima kepada perempuan tua itu.
"Bunyi surat-surat yang kuterima tak pernah semanis itu. Selalu menyang-kut hal-hal seperti,
'Berhati-hatilah terhadap kebakaran.' atau 'jadilah istri yang berbakti sementara suamimu pergi.'
atau 'Jagalah ibuku."
"Anak itu memang cerdik. Dia mengirim satu surat padamu dan satu padaku. Jadi dia cukup baik
memisahkan isi suratnya, kalau diingat bahwa dia bersangkutan dengan kedua belah pihak."
"Pasti itu sebabnya." Nene tertawa, ia mengurusi ibu suaminya dengan setia. Ia berusaha melayani
mertuanya dengan sebaik-baiknya, seakan-akan ia pun seorang putri kandung seperti Otsumi.
Namun surat-surat Hideyoshi-lah yang memberikan kesenangan paling besar pada perempuan tua
itu. Ketika mereka mulai cemas karena sudah lama tidak menerima kabar, sepucuk surat tiba dari
Sunomata. Tapi entah kenapa surat ini hanya ditujukan pada istri Hideyoshi.
Kadang kala surat Hideyoshi hanya ditujukan pada ibunya, tanpa surat khusus untuk isirinya.
Pesan-pesan untuk Nene biasanya digabungkan ke dalam surat untuk ibunya. Sampai hari ini,
belum pernah Hideyoshi mengirim surat khusus untuk istrinya. Nene tiba-tiba cemas bahwa telah
terjadi sesuatu, atau bahwa Hideyoshi ingin menyampaikan sesuatu dan tak ingin membuat ibunya
khawatir. Setelah masuk ke kamarnya dan membuka amplop. Nene menemukan surat yang lebih
5 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
panjang daripada biasanya.
Sudah lama aku berharap kau dan ibuku bisa tinggal bersamaku di sini. Kini, setelah aku akhirnya
menjadi penguasa sebuah benteng dan di anugerahi panji jendral oleh Yang Mulia, keadaanku
cukup memadai untuk mengundang ibuku ke sini. Namun aku ragu apakah kehidupan di sini dapat
menyenangkan hatinya. Sebelum ini ibuku khawatir kehadirannya akan menjadi beban dalam
pengabdianku kepada Yang Mulia. Ibuku selalu berkata bahwa dia hanya perempuan tua dari desa
dan bahwa dia merasa tak pantas menjalani kehidupan seperti ini. Karenanya, dia pasti akan
menolak dengan berbagai alasan. biarpun aku menanyainya secara langsung.
Apa yang harus kukatakan" Nene sama sekali tidak mempunyai bayangan. Ia merasa permintaan
yang tersirat dalam surat suaminya sungguh berat.
Pada saat itulah suara ibu Hideyoshi terdengar memanggil dari belakang rumah. "Nene! Nene!
Coba datang ke sini dan lihat!"
"Sebentar!" Hari ini pun ibu Hideyoshi sibuk mencangkul tanah di sekeliling akar tanaman terong. Hari sudah
sore dan udara masih panas. Gundukan-gundukan tanah di pekarangan pun panas. Keringat
berkilau-kilau pada tangannya.
"Aduh! Panas-panas begini?" ujar Nene.
Tapi perempuan tua itu selalu menjawab bahwa itulah pekerjaan petani, dan jangan khawatir.
Berapa kali pun Nene mendengarnya, karena ia tidak dibesarkan sebagai petani dan tidak
menyadari keasyikan yang terkandung dalam bertani, ia tetap menganggapnya sebagai pekerjaan
yang sangat melelahkan. Namun belakangan ini Nene merasa mulai memahami, meski hanya
sedikit, mengapa ibu suaminya tak sanggup berhenti bekerja.
Perempuan tua itu sering menyebut hasil panen sebagai "anugerah dari bumi". Kenyataan bahwa ia
sanggup membesarkan empat anak di tengah-tengah kemiskinan dan bahwa ia sendiri tidak mati
kelaparan, merupakan salah satu anugerah. Pada pagi hari ia merapatkan tangan dan menghadap
matahari terbit untuk berdoa, dan menjelaskan bahwa ini pun kebiasaan lama dari Nakamura. Ia
tidak akan melupakan kehidupan sebelumnya.
Kadang-kadang ia berkata bahwa jika ia tiba-tiba terbiasa dengan pakaian mewah dan makanan
lezat, lalu melupakan berkah dari matahari dan bumi, ia pasti akan dihukum dan jatuh sakit.
"Oh, Nene, coba lihat ini!" Begitu melihat menantunya, ibu Hideyoshi meletakkan cangkul dan
menun-jukkan hasil jerih payahnya. "Lihatlah berapa banyak terong sudah matang. Kita akan
membuat acar, supaya bisa menyantapnya di musim dingin. Tolong bawakan keranjang ke sini, biar
kita bisa memetik beberapa."
Ketika Nene kembali, ia memberikan satu dan dua keranjang yang dibawanya kepada mertuanya.
Pada waktu mulai memetik dan memasukkan terong ke dalam keranjang, ia berkata, "Kalau Ibu
terus bekerja keras seperti ini, kita takkan kekurangan sayuran untuk sup dan acar."
"Toko-toko langganan kita pasti tidak gembira." "Hmm, para pelayan mengatakan bahwa Ibu
menyukai pekerjaan ini, dan bahwa pekerjaan ini baik untuk kesehatan Ibu. Dan yang pasti, kita
6 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menghemat uang, jadi manfaatnya tentu besar."
"Tapi nama baik Hideyoshi akan terpengaruh jika orang-orang menganggap kita melakukannya
karena kikir. Kita harus membeli barang lain dari para pedagang, supaya mereka tidak berpikiran
begitu." "Ya, itu bagus. Hmm, Ibu. Sebenarnya aku enggan mengatakan ini. Tapi beberapa waktu lalu aku
menerima sepucuk surat dari Sunomata."
"Oh" Dari anakku?"
"Ya. Tapi kali ini suratnya tidak ditujukan pada Ibu, melainkan hanya padaku."
"Sama saja. Hmm, apakah semuanya seperti biasa" Dia baik-baik saja, bukan" Sudah agak lama
kita tidak menerima kabar, dan kupikir ini pasti karena kepindahan Yang Mulia ke Gifu."
"Benar. Dalam suratnya, suamiku minta aku memberitahu Ibu bahwa Yang Mulia telah
mengangkatnya sebagai komandan benteng, jadi suamiku pikir sekaranglah waktu yang tepat bagi
kita untuk tinggal bersamanya. Suamiku minta aku membujuk Ibu agar mau pergi ke sana, lalu
menganjurkan agar Ibu dalam beberapa hari sudah pindah ke Benteng Sunomata."
"Oh... itu kabar bagus. Rasanya seperti mimpi... anakku - komandan sebuah benteng. Namun dia
tidak boleh melangkah terlalu jauh, sehingga akhirnya malah tersandung."
Meski gembira mendengar kabar baik mengenai putranya, hati nuraninya sebagai ibu khawatir
kalau keberuntungan anaknya hanya berlangsung sesaat saja. Perempuan tua itu dan menantunya
bersama-sama bekerja di kebun, memetik terong. Tak lama kemudian, kedua keranjang sudah
penuh sayuran ber- warna ungu. "Ibu, apakah punggung Ibu terasa sakit?"
"Apa" Ah, tidak, justru sebaliknya. Kalau aku setiap hari bekerja seperti ini, badanku akan tetap
segar." "Aku pun belajar dari Ibu. Sejak Ibu membolehkanku ikut membantu di kebun, aku mulai belajar
menikmati memetik sayur-mayur untuk membuat sup pada pagi hari, juga bercocok tanam
mentimun dan terong. Di pekarangan Benteng Sunomata pun tentu ada sepetak tanah yang bisa
kita jadikan kebun sayur. Kita akan bekerja sesuka hati."
Perempuan tua itu menutupi mulut dengan tangannya yang berlepotan tanah dan tertawa kecil.
"Kau sama cerdiknya dengan Hideyoshi. Kau telah memutuskan pindah ke Sunomata sebelum aku
sempat menyadari apa yang terjadi."
"Ibu!" Nene menyembah, merapatkan ujung jarinya ke tanah. "Penuhilah keinginan suamiku."
Ibu mertuanya cepat-cepat meraih kedua tangan Nene, "Jangan begitu! Aku hanya perempuan tua
yang mementingkan diri sendiri."
7 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tidak, itu tidak benar. Aku memahami kepri-hatinan Ibu."
"Jangan gusar karena perempuan tua yang keras kepala ini. Demi kepentingan anakku itulah aku
tidak mau pindah ke Sunomata. Dengan demikian, dia dapat mengabdi Yang Mulia tanpa cela."
"Suamiku pun mengerti itu."
"Kalaupun itu benar, Hideyoshi akan berada di tengah orang-orang yang iri melihat keberhasilannya
dan mereka akan memanggilnya dengan sebutan 'petani si Monyct dari Nakamura', atau 'si Anak
Petani'. Kalau seorang perempuan petani yang hina lalu bercocok tanam di pekarangan benteng,
pengikut-pengikutnya sendiri pun akan menertawakannya."
"Tidak, Ibu. Sesungguhnya Ibu tak perlu cemas mengenai masa depan. Apa yang Ibu takutkan
mungkin berlaku bagi orang yang mementingkan penampilan dan takut menjadi bahan gunjingan,
tapi hati suamiku tidak dikendalikan oleh pendapat umum. Sedangkan mengenai para
pengikutnya..." "Entahlah. Jika seorang penguasa benteng memiliki ibu seperti aku... bukankah itu mempengaruhi
reputasinya?" "Watak suamiku tidak sekerdil itu." Ucapan Nene begitu terus terang, sehingga mertuanya sempat
terkejut. Akhirnya mata perempuan tua itu berkaca-kaca. "Kata-kataku tak dapat dimaafkan. Nene.
Ampuni- lah aku." "Hmm, Ibu. Matahari sudah mulai tenggelam. Cucilah tangan dan kaki Ibu." Nene berjalan lebih
dulu, membawa kedua keranjang yang berat itu.
Bersama para pelayan, Nene meraih sapu dan menyapu. Kamar mertuanya dibersihkannya sendiri.
Lentera-lentera dinyalakan, dan makan malam disiapkan. Selain piring untuk mereka berdua, piring
tambahan disediakan bagi Hideyoshi, baik pagi maupun malam.
"Pinggang Ibu perlu dipijat?" tanya Nene.
Ibu mertuanya mempunyai keluhan kronis yang dari waktu ke waktu terasa mengganggu. Kalau
angin malam bertiup di musim gugur, ia sering mengeluh sakit. Ketika Nene memijat kakinya,
perempuan tua itu seperti hendak terlelap, tapi rupanya sepanjang waktu ia memikirkan sesuatu.
Akhirnya ia duduk dan berkata pada Nene.
"Dengar, sayangku. Kau ingin berkumpul kembali dengan suamimu. Aku menyesal telah
mementingkan diri sendiri. Tolong sampaikan pada putraku bahwa ibunya tidak keberatan pindah
ke Sunomata." Sehari sebelum ibu Hideyoshi diperkirakan tiba, seorang tamu tak terduga, namun sangat
diharapkan, melewati gerbang Sunomata. Tamu ini mengenakan pakaian sederhana. Matanya
tertutup topi, dan ia disertai dua orang saja, seorang perempuan muda dan seorang anak laki-laki.
"Kalau beliau melihatku, beliau akan mengerti," kata orang itu pada penjaga gerbang, yang lalu
meneruskannya pada Hideyoshi.
8 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hideyoshi bergegas ke gerbang benteng untuk menyambut tamu-tamunya. Takenaka Hanbei,
Kokuma, dan Oyu. "Hanya merekalah pengikut hamba," Hanbei memberitahunya. "Rumah tangga di benteng hamba di
Gunung Bodai cukup besar, tapi hamba memutuskan menarik diri dari percaturan dunia. Mengenai
janji hamba dulu, tuanku, hamba pikir waktunya telah tiba.
Jadi hamba meninggalkan pertapaan hamba dan turun gunung agar bisa berada di tengah orang
lagi. Sudikah tuanku menerima tiga pengembara ini sebagai pelayan paling rendah?"
Hideyoshi membungkuk dengan tangan berpegangan pada lutut dan berkata. "Tuanku terlalu
merendah. Kalau saja Tuan mengirim kabar lebih dulu, aku sendiri yang akan pergi ke gunung
untuk menyambut kedatangan Tuan."
"Apa" Tuan hendak menyambut ronin tak berharga yang datang umuk mengabdi pada Tuan?"
"Hmm, bagaimanapun, silakan masuk dulu." Ber-
jalan ke depan, Hideyoshi mengajak Hanbei ke dalam. Tapi ketika ia menawarkan kursi kehormatan
pada tamunya. Hanbei menolak tegas, "Itu bertentangan dengan keinginan untuk menjadi pengikut
Tuan." Hideyoshi menanggapinya dari lubuk hati yang paling dalam. "Tidak, tidak. Aku tidak patut
menempatkan diri di atas Tuan. Aku justru ingin merekomendasikanmu kepada Yang Mulia
Nobunaga." Hanbei menggelengkan kepala dan menolak dengan tegas. "Seperti hamba katakan sejak semula,
hamba tidak berkeinginan sama sekali untuk menjadi abdi Yang Mulia Nobunaga. Ini bukan sekedar
masalah kesetiaan terhadap marga Saito. Seandainya hamba mengabdi pada Yang Mulia
Nobunaga, dalam waktu singkat hamba tentu terpaksa mengundurkan diri. Kalau mengingat
kepribadian hamba yang jauh dari sempurna serta apa yang hamba dengar mengenai watak Yang
Mulia, hamba mendapat firasat bahwa hubungan majikan dan abdi takkan saling menguntungkan.
Tapi dengan tuanku, hamba tak perlu menutup-nutupi watak buruk hamba. Tuanku dapat menerima
hamba yang mementingkan diri sendiri serta keras kepala. Hamba mohon Tuanku sudi
menganggap hamba sebagai abdi yang paling rendah."
"Hmm, kalau begitu, bersediakah Tuan mengajarkan ilmu kemiliteran bukan hanya padaku,
melainkan juga pada pengikut-pengikutku?"
Dengan demikian, mereka berhasil mencapai kompromi, dan pada malam harinya mereka berbagi
sake, mengobrol sampai larut malam, tanpa mengingat waktu. Keesokan harinya merupakan hari
kedatangan ibu Hideyoshi di Sunomata. Disertai sejumlah pembantu, Hideyoshi meninggalkan
benteng dan menuju Desa Masaki yang berjarak sekitar satu mil dari Sunomata, untuk menyambut
tandu ibunya. Langit tampak biru, dan bunga-bunga serunai di pagar para warga desa menyebarkan bau harum.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Iring-iringan yang mulia ibunda tuanku sudah kelihaian," salah satu pembantu mengumumkan.
9 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Wajah Hideyoshi memperlihatkan kegembiraan yang hampir tak tertahankan. Tandu-tandu yang
membawa isiri dan ibunya akhirnya tiba. Ketika para pengawal melihat majikan mereka darang
menyambut, mereka langsung turun dari kuda masing-masing. Hachisuka Hikoemon segera
menghampiri tandu ibu Hideyoshi dan memberitahunya bahwa Hideyoshi datang untuk
menemuinya. Dari dalam tandu, suara pcrcmpuan tua itu terdengar meminta tandunya diturunkan. Para pembawa
tandu berhenti dan meletakkan kedua tandu di tanah. Para prajurit berlutut di kedua sisi jalan dan
membungkuk. Nene yang pertama turun. Ia menghampiri tandu mertuanya dan meraih tangan
perempuan tua itu. Ketika melirik wajah samurai yang cepat-cepat meletakkan sandal di depan kaki
ibu mertuanya, Nene melihat bahwa Hideyoshi-lah orangnya.
Diliputi perasaan terharu dan tanpa sempat mengucapkan sepatah kata pun, Nene menyapa
suaminya dengan memandangnya sekilas.
Setelah meraih tangan putranya, penuh hormat ibu Hideyoshi menempelkannya ke kening, lalu
berkata, "Sebagai penguasa benteng, tuanku terlalu bermurah hati. Hamba tak patut menerima
perlakuan demikian istimewa."
"Sungguh lega rasanya melihat Ibu begitu sehat. Ibu berkata bahwa aku terlalu bermurah hati, tapi
kedatanganku ke sini untuk menyambut Ibu, bukan sebagai samurai."
Ibu Hideyoshi turun dari tandu. Para samurai lain segera menyembah, sedangkan perempuan tua
itu merasa terlalu pusing untuk berjalan.
"Ibu tentu lelah." ujar Hideyoshi. "Beristirahatlah sejenak. Jarak ke benteng hanya sekitar satu mil."
Hideyoshi meraih tangan ibunya, dan menuntun percmpuan tua itu ke sebuah kursi di bawah teritis
sebuah rumah. Ibunya duduk dan menatap langit musim gugur yang membentang di atas
pepohonan. "Seperti dalam mimpi." ia berdesah. Mendengar ucapan itu, Hideyoshi mengingai-ingat tahun-tahun
yang telah berlalu. Ia tidak merasa bahwa saat ini menyerupai mimpi. Dengan jelas ia melihat setiap
langkah yang mcnghubungkan kenyataan sekarang dengan masa lampau. Dan ia yakin bahwa saat
ini merupakan tonggak bersejarah dalam perjalanan kariernya.
Bulan berikutnya, setelah ibu dan istri Hideyoshi pindah kc Sunomata, mereka diikuti oleh saudara
perempuannya yang berusia dua puluh sembilan tahun, Otsumi, saudara laki-laki yang berusia dua
puluh tiga tahun, Kochiku, serta saudara perempuannya yang berusia dua puluh tahun.
Otsumi belum juga menikah. Lama sebelumnya, Hideyoshi telah berjanji bahwa jika Otsumi
menjaga ibu mereka, setelah Hideyoshi berhasil menjadi orang, ia akan mencarikan suami
untuknya. Satu tahun kemudian Otsumi menikah di benteng dengan saudara istri Hideyoshi.
"Semuanya sudah besar," kata Hideyoshi pada ibunya, sambil mengamati kepuasan yang terpancar
dari wajah perempuan tua itu. Inilah sumber kebahagiaan Hideyoshi serta pendorongnya di masa
depan. Musim semi telah mendekati akhirnya. Bunga-bunga ceri berjatuhan dari atap ke sandaran tangga
tempat Nobunaga sedang berbaring-baring.
10 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ah... betul juga." Teringat sesuatu, Nobunaga cepat-cepat menulis sebuah pesan dan mengutus
kurir untuk membawanya ke Sunomata. Karena Hideyoshi kini komandan sebuah benteng, ia tak
mungkin lagi segera datang jika Nobunaga memanggilnya, dan ini rupanya membuat junjungannya
agak kesepian. Setelah menyeberangi Sungai Kiso yang lebar, kurir Nobunaga mengantarkan pesan majikannya ke
gerbang benteng Hideyoshi. Di sini pun musim semi berlangsung dalam damai, dan
kembang-kembang berayun-ayun dalam bayang-bayang sebuah bukit buatan di pekarangan. Di
balik bukit ini, di pinggir pekarangan yang luas, ada ruang belajar yang baru dibangun serta rumah
kecil untuk Takenaka Hanbei dan Oyu.
Ruang belajar berukuran besar itu merupakan sebuah dojo tempat para pengikut Hideyoshi dapat
berlatih bela diri. Dengan Takenaka Hanbei sebagai guru, para pengikut mempeajari sejarah Negeri
Cina pada pagi hari, lalu saling bersaing dalam teknik tombak dan pedang pada sore harinya.
Setelah itu Hanbei mengajarkan konsep-konsep perang yang disusun oleh Sun Tzu dan Wu Chi
sampai larut malam. Dengan tekun Hanbei mendidik para samurai muda agar mereka terbiasa
dengan disiplin ilmu bela diri serta adat istiadat kehidupan benteng. Sebagian besar pengikut
Hideyoshi bekas ronin liar yang dulu tergabung dalam gerombolan Hikoemon.
Hideyoshi sadar bahwa ia harus terus berupaya mempcrbaiki diri, untuk mengatasi
kekurangan-kekurangannya, dan untuk memperbesar kemampuan bermawas diri, dan ia pun
bertekad agar para samurai diharuskan melakukan hal yang sama. Jika Hideyoshi ingin agar masa
depan menjadi miliknya, pengikut-pengikut dengan kekuaran liar semata-maia takkan banyak
berguna. Hideyoshi mencemaskan ini. Jadi. selain merangkul Hanbei scbagai abdi, Hideyoshi juga
menganggapnya sebagai guru dan menghormatinya sebagai instruktur ilmu kemiliteran, serta
mempercayakan pendidikan para pengikuinya kepadanya.
Kemampuan ilmu bela diri meningkat pesat. Pada waktu Hanbei memberi ceramah mengenai Sun
Tzu atau sejarah Negeri Cina, orang-orang seperti Hikoemon selalu terlihat di antara para pendekar.
Satu-satunya masalah adalah kesehatan Hanbei. Karena itu, ceramah-ceramah terpaksa dibatalkan
dari waktu ke waktu, dan para pengikut merasa kecewa. Hari ini pun Hanbei terlalu menguras
tenaga pada siang hari, lalu berkata bahwa ia tak sanggup memberi ceramah malam. Ketika malam
tiba, ia cepat-cepat menyuruh pintu rumahnya ditutup.
Walaupun musim panas sudah di ambang pintu, angin malam dari hulu sungai Kilo semakin
melemahkan tubuh Hanbei. "Tempat tidur Kakak sudah kusiapkan di dalam. Lebih baik Kakak tidur saja." Oyu menaruh ramuan
obat di sebelah meja Hanbei. Hanbei sedang membaca, seperti biasa kalau ia memiliki waktu luang.
"Tidak perlu, keadaanku belum separah itu. Aku membatalkan ceramah malam ini karena menduga
akan ada panggilan dari Tuan Hideyoshi. Daripada menyiapkan tempat tidur. Lebih baik kausiapkan
pakaianku, supaya aku bisa cepat menjawab panggilan Yang Mulia."
"Itukah masalahnya" Malam ini ada pertemuan di benteng?"
"Sama sekali tidak.'' Hanbei menghirup ramuan obat yang masih panas. "Beberapa waktu lalu,
ketika kau menutup pintu, kau sendiri yang memberitahuku bahwa perahu dengan bendera kurir
11 Pendekar Bloon Jodoh Di Gunung Kendeng m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dari Gifu telah menyeberangi sungai, dan bahwa seseorang sedang menuju gerbang benteng."
"Jadi, itu yang Kakak maksud?"
"Jika kurir itu membawa pesan dari Gifu untuk Tuan Hideyoshi, tak ada yang dapat memastikan ke
mana urusan ini akan membawa beliau. Kalau pun aku tidak dipanggil, aku tak bisa melepaskan
ikat pinggang dan tidur."
"Penguasa benteng ini menghormati Kakak sebagai guru, dan Kakak memuliakannya sebagai guru,
jadi aku tidak tahu siapa yang lebih menghormati siapa. Kakak sungguh-sungguh bertekad
mengabdi pada orang ini?"
Sambil tersenyum. Hanbei memejamkan mata dan menengadahkan wajahnya ke langit-langit.
"Akhirnya aku pun telah sampai di titik itu. Kepercayaan seorang laki-laki pada laki-laki lain
merupakan sesuatu yang menakutkan. Aku tak mungkin disesatkan oleh kecantikan seorang
wanita." Pada waktu ia berkata demikian, seorang pelayan datang. Ia menyampaikan permintaan
Hideyoshi agar Hanbei segera menemuinya, lalu pergi lagi. Tak lama kemudian pelayan lain
menghadap Hideyoshi yang sedang duduk seorang diri sambil merenung, dan mengumumkan.
"Tuan Hanbei telah tiba."
Hideyoshi mengangkat kepala dan segera mening-galkan ruangan untuk menyambut Hanbei.
Berdua mereka kembali dan duduk.
"Aku mohon maaf karena memanggil Tuan di tengah malam buta. Bagaimana keadaan Tuan?"
Hanbei menatap tajam ke arah Hideyoshi, yang rupanya akan terus memperlakukannya sebagai
guru. "Tuanku terlalu bermurah hati, jika tuanku berbicara seperti itu dengan hamba, bagaimana
hamba dapat menjawabnya. Mengapa tuanku tidak bcrkata. 'Ah. kau sudah datang, Hanbei"' Tak
sepantasnya seorang pengikut seperti hamba menimbulkan beban pikiran pada tuanku."
"Bcgitukah" Apakah sikapku tidak baik bagi hubungan kita?"
"Menurut hamba, tak sepatutnya tuanku menghormati orang seperti hamba."
"Mengapa tidak?" Hideyoshi tertawa. "Aku tidak berpendidikan, sedangkan Tuan orang terpelajar.
Aku lahir di desa, sementara Tuan putra komandan benteng. Bagaimanapun, kuanggap kedudukan
Tuan lebih tinggi daripada kedudukanku."
"Kalau memang harus begitu, hamba akan lebih berhati-hari mulai sekarang."
"Baiklah, baiklah," Hideyoshi bergurau. "Lama-lama kita akan menjadi junjungan dan pengikut, jika
saja aku sanggup menjadi orang yang lebih besar."
Bumi Cinta 1 Pedang Siluman Darah 25 Kitab Pembawa Bencana Bidadari Pulau Penyu 1
^