Pencarian

Lovhobia 1

Lovhobia Karya Elsa Puspita Bagian 1


?"Lovhobia Karya: Elsa Puspita Bab 1 Gefan menyisir rambut panjangnya dengan jari sambil terus melangkah menuju kantin. Beberapa orang yang dilewatinya langsung menyingkir, memberi jalan supaya dia tidak menabrak mereka. Gefan mengabaikan tingkah orang-orang itu. Dia tidak menyalahkan mereka. Penampilannya memang tidak mencerminkan mahasiswa yang baik. Rambut sebahu yang nyaris selalu berantakan, kemeja lusuh, jins belel, lengkap dengan sepatu kets yang sudah tidak jelas berwarna apa. Hal terutama yang membuat orang-orang itu menjauhinya adalah sebuah tato abstrak mengerikan di lehernya. Hanya karena penampilannya seperti preman terminal bukan berarti tingkahnya juga seperti itu. Tetapi, dia tidak merasa harus mengadakan konferensi pers untuk mengklafikasi dugaan-dugaan miring itu. Biar saja orang-orang berpikir sesuka mereka tentang dirinya, dia tidak peduli. Semakin banyak orang yang menjaga jarak darinya, semakin baik untuk hidupnya. Dia berbelok memasuki kantin dan melihat sesosok gadis duduk di meja tengah. Gadis itu tampak asyik dengan handycam di tangannya sambil mengulum lollipop. Gefan menghampiri gadis itu. Woy! tegurnya sambil menggebrak meja. Monyet bunting! teriak gadis itu kaget. Dia menatap Gefan dongkol. Harus, ya, ngagetin gitu" sungutnya. Gefan menyeringai. Laper, Na, ucapnya. Lanna kembali pada handycam-nya. Ya, makan. Ngapain ngomong sama gue" Emang muka gue mirip rumah makan Padang" Gefan tertawa kecil. Dia lalu berdiri untuk memesan makanan. Beberapa mahasiswa lain menyingkir saat dia mengantre, termasuk mahasiswa senior. Meskipun baru semester dua, dia sudah cukup terkenal sebagai mahasiswa paling sangar di jurusannya. Padahal, Gefan tidak pernah bersikap kasar kepada mereka. Nasi ayam bakarnya satu, Bu, pesannya. Bu Asih, salah seorang penjual di kantin, langsung membuatkan pesanan Gefan. Setelah si ibu menyerahkan pesanannya, Gefan membayar dengan uang pas, lalu kembali ke meja Lanna. Lanna masih dengan kegiatannya. Jus jambu di depan gadis itu nyaris tidak tersentuh. Gefan menjulurkan leher sedikit kea rah handycam Lanna, lalu mencibir. Lanna sedang melihat rekaman tentang pacarnya, Arsen. Gue nggak nyangka kalau cewek kuliahan masih ada yang minat pacaran sama anak SMA, ledeknya sambil memasukkan sesendok nasi dan potongan ayam bakar ke mulutnya. Lanna memelototi Gefan. Bentar lagi dia juga bakal jadi mahasiswa! semprotnya. Ya. Dan, lo udah semester tiga. Dia" Maba. Lanna mengabaikannya. Gefan dan Arsen tidak pernah bisa berdamai. Dia sendiri tidak tahu mengapa. Yang jelas, sejak kali pertama dia memperkenalkan kedua orang itu, mereka langsung sepakat untuk saling memusuhi. Setiap kumpul bertiga, pasti ada yang menjadi bahan pertengkaran mereka. Dan, Lanna harus selalu siap menjadi penengah kedua lelaki itu. Lanna mematikan handycam itu, lalu menyeruput jus jambunya. Daripada lo ngurusin kehidupan cinta gue sama Arsen, kenapa lo nggak ngurusin kehidupan cinta lo aja" Gefan mengangkat bahu. Nggak minat, jawabnya, kembali berkonsentrasi pada nasi soto di depannya. Lanna menghela napas sambil geleng-geleng kepala. Gue nggak pernah nyangka kalau fobia cinta itu beneran ada. Gefan mengabaikannya. *** Laura Fernita baru saja selesai memasang kancing terakhir kemejanya ketika ponselnya berbunyi. Dia melihat nama Delia, sahabat sekaligus teman sekelasnya di kampus, sebagai pengirim pesan. Isinya mengatakan kalau gadis itu tidak masuk hari ini karena ada pemotretan di luar kota dan menitipkan absen. Dia menyisir rambut pendeknya dengan jari, lalu mengibaskannya. Setelah memastikan penampilannya cukup layak, dia berjalan keluar kamar. Dia menemukan Rangga, kakaknya, dan orangtua mereka sudah di meja makan. Aura menarik kursi di sebelah Rangga. Kak, bareng, ya, katanya. Delia nggak masuk, tuh, mobilku juga belom ganti oli. Rangga mendengus. Iya tuh anak, baru pulang beberapa hari, udah pergi lagi. Aura mengambil selembar roti, lalu mengolesnya dengan selai cokelat. Karier dia lagi bagus. Bangga, dong, punya pacar model beken. Yah, kalau setiap saat ditinggal, kesel juga, gumam Rangga. Ajak nikah aja, kata Mama. Biar nggak ke mana-mana lagi. Rangga tersedak susu yang baru diminumnya. Delia itu masih seumuran Aura, Ma. Dua puluh tahun juga belum. Mana mau dia nikah. Mama nikah umur delapan belas. Iya, kan, Pa" Papa mengiyakan tanpa berpaling dari korannya. Aura terkikik. Coba aja kalau aku yang minta nikah, pasti dilarang. Yah& , kalau kamu dapet suami yang udah mapan, nggak bakal dilarang, kok, kata Mama polos. Ada, Ma. Temen kantor Rangga naksir dia. Anaknya baik lho, Ma. Posisinya juga lumayan. Mapan, deh, secara materi. Aura-nya nggak mau, kata Rangga. Mama menatap Aura dengan serius. Kamu, kok, nggak pernah ngenalin pacar kamu, sih, Ra" Aura nggak pernah pacaran, kata Rangga. Aura mengabaikan celoteh mama dan kakaknya. Setelah menghabiskan sarapannya, dia mengajak Rangga berangkat. Begitu tiba di kampus, Aura langsung memelesat menuju ruang kelasnya. He, tumben sendirian. Delia mana" Bolos lagi" sapa Anya, teman sekelasnya. Aura mengempaskan tubuhnya di kursi. Pemotretan di Bali, katanya. Wah& , enak banget jalanjalan terus. Tuh anak baru balik dari Singapura, kan, ya" Gue juga mau, deh, jadi model. Kenapa nggak jad model juga" Tanya Aura. Anya menatap Aura sambil mengerjapkan matanya. Gue pantes, ya, jadi model" Iya. Model bungkus makanan ikan. Anya menoyor kepala Aura kesal. Aura balas menoyor kepala Anya sambil tertawa. Dia menaikkan kakinya ke kursi. Pengin bolos, deh. Kemarin Kak Rangga dapet kaset PS baru. Gue pengin maen. Ini, nih, cirri-ciri mahasiswi bermasa depan suram. Yang ada di otaknya Cuma bolos dan PS. Anya mendecakkan lidahnya. Sekali-kali kerjain sesuatu yang bermanfaat dan produktif nggak bisa, ya" Semua yang gue lakuin produktif. Semakin sering gue maen, level gue semakin tinggi. Dan, pengaruhnya buat hidup lo" Nggak gampang stress, kata Aura, mengangkat bahu dengan tidak peduli. Anya mencibir. Aura baru akan mengeluarkan binder ketika ponselnya berbunyi. Tertera nama Ayu, sahabatnya yang kuliah di kedokteran. Besok ke kampus gue, ya. Ada acara, nih. Gue juga udah ajak Lanna sama Lola. Mereka ikut. Lo juga, ya, kata Ayu. Aura membolak-balik bindernya yang dipenuhi beragam gambar karikatur dan berhenti di halaman kosong. Ada acara apa" balasnya. Dateng aja. Sekalian kumpul-kumpul. Delia lagi di Bali, ya" Iya. Pemotretan bikini, Jawab Aura asal. Lanna sama Lola dating" Iya, mereka dateng. Lo nggak ada kuliah, kan, besok" Besok sabtu, Nona. Ngapain gue kuliah sendirian" Yah& , kan, kali aja ada jadwal tambahan atau apa gitu. Aura mengeluarkan pulpennya dan mulai menggambar, Kalau sampai ada gituan, gue bolos, jawabnya. Ya udah, gue usahain dateng. Oke. Sampai ketemu besok, Aura. Dah& Aura mengembalikan ponselnya ke dalam tas sambil mendengus. Beberapa saat kemudia, dosennya melangkah memasuki kelas. Anya mengeluarkan notebook pink cerah miliknya. Aura kembali pada bindernya, berniat menyelesaikan karikatur Anya yang sedang dikerjakannya. Kalau lo bikin karikatur aneh lagi pake muka gue, gue tabok lo. Tenang. Setelah gue pikir, muka lo emang nggak cocok digabung sama badan bebek, jawab Aura tanpa berpaling dari gambarnya. Makanya kali ini mau gue gabung sama badan gorilla. Anya melotot. Belum sempat dia bersuara, dosen mereka sudah menyampaikan materi. Bertekad akan mencekik Aura setelah perkuliahan selesai, Anya memaksakan diri memperhatikan dosen. *** Na, apa bedanya pemeran pendukung sama figuran" Tanya Gefan tanpa berpaling dari kertas folio bergaris di depannya. Gitu aja nggak bisa, mau jadi sutradara, dengus Arsen. Gefan melotot. Gue nanya Lanna, bukan lo. Diem, deh. Anak kecil nggak usah ikut-ikut! Udah! potong Lanna sebelum Arsen membalas. Nggak bisa, ya, kalian damai bentar" Kita udah sepuluh menit di sini dan baru aja mulai perang. Sepuluh menit udah lumayan lama bagi aku buat damai sama dia, jawab Arsen, mengambil handycam dari tangan Lanna. Ngapain juga, sih, lo ngajak dia" omel Gefan. Gue Cuma ngajak lo" Gue nggak akan akan pernah biarin Lanna berduaan sama makhluk kayak lo, sambar Arsen. Kalau kalian nggak diem juga, gue plester mulut kalian! ancam Lanna. Dia menatap pekerjaan Gefan. Pemeran pendukung itu tokoh yang nggak memainkan peran pokok, tapi erat kaitannya sama peran pokok. Kayak misalnya keluarga, sahabat, atau pacar tokoh utama. Kalau figuran itu pemain yang memainkan peran tambahan, kaitan sama peran pokok lainnya longgar, Cuma buat pelengkap adegan. Misalnya, adegan di pesta, trus buat tamu undangan, orang-orang yang nggak punya nama, tapi ikut masuk ke cerita atau film. Untung, ya, kamu nggak ketularan begonia dia, kata Arsen kepada Lanna. Na, kalau brondong lo itu nggak diem juga, gue cemplungin kepalanya ke panic bakso! Gefan menggeram sambil terus menuliskan penjelasan Lanna. Dan, gue bakal tendang bokong lo sampai ke Afrika! balas Arsen. Lanna menggeretakkan giginya. Soal mana lagi" tanyanya kepada Gefan, mengabaikan keributan tidak penting dari dua lelaki itu. Gefan membaca soalnya. Sebutkan teori E. Kretschmer tentang empat tipe fisik pemain. Ya ampun. Itu kemarin udah dijelasin panjang lebar, kata Lanna. Otaknya nggak sanggup ngapal hal-hal kayak gitu, Na, cetus Arsen dengan nada sok bijak. Gefan melempar pulpennya kea rah Arsen, tepat mengenai kepalanya. Arsen memungut pulpen Gefan, yang jatuh di dekat kakinya, lalu balas melemparnya hingga mengenai hidung Gefan. Gefan melotot. Arsen balas melotot. Astaga! Ini terakhir kalinya gue pertemukan lo berdua! kata Lanna, nyaris berteriak. Kamu udah ngomong gitu berkali-kali, dengus Arsen. Bisa nggak, sih, berhenti berkelakuan kayak anak kecil nggak punya otak" pinta Lanna. Dia yang nggak punya otak! ujar Arsen dan Gefan berbarengan. Apa lo ikut-ikut" omel Arsen. Lo yang ngikutin gue! balas Gefan. Arsen! Gefan! Kalau kalian nggak diem juga, gue siram pake kuah bakso! ancam Lanna. Kedua cowok itu langsung diam. Pertama, tipe piknis, tubuh pendek dengan berat badan melebihi berat normal, sampai tulang-tulangnya nggak kelihatan. Hobinya makan. Biasanya tipe ini dipake buat tokoh lucu atau konyol, kata Lanna, sementara Gerfan menuliskan jawabannya. Kedua, tipe leptosome, memiliki karakteristik tinggi dan kurus, kebalikan dari tipe piknis, tulang-tulangnya sampai kelihatan jelas. Wajahnya cenderung tirus dan sayu. Biasa dipake buat tipe culun yang kutu buku. Ketiga, tipe atletis, bentuk tubuh yang tinggi, tegap, dan kekar. Nggak banyak lemak, tapi nggak kurus juga. Urat-uratnya menonjol daan terlatih. Berat badan dan tinggi badanya ideal. Film laga atau superhero pasti pake tipe ini buat jadi pemeran utama. Keempat, tipe displastis, bentuk tubuh yang unik atau nggak umum. Misalnya, cebol. Biasanya dipake buat film horror atau komedi. Dia masuk tipe apa" Tanya Arsen, menunjuk Gefan dengan dagunya. Lanna melotot, menyuruh Arsen diam. Arsen mengerucutkan bibirnya, lalu kembali bermain dengan handycam Lanna. Gefan kembali menyebutkan soal-soal lain, dan Lanna mnjawabnya dengan baik. Sekitar satu jam kemudian, pekerjaan Gefan selesai. Akhirnya& Gefan meletakkan pulpennya, lalu merenggangkan badan. Thanks, Na. lo emang sahabat gue paling baik. Besok gue kenalin sama temen gue, deh. Ganteng, Na. pemain sinetron. Biar lo punya pilihan selain brondong buduk itu. Gue buduk, lo apa namanya" kata Arsen. Gembel aja penampilannya lebih bagus daripada lo. Lanna kembali mengambil handycam-nya, membiarkan kedua lelaki itu perang mulut. Dia sudah malas meladeni mereka. Setelah memasukkan handycam-nya ke dalam tas, dia berdiri. Yuk, pulang, ajaknya kepada Arsen. Besok ada kelas jam Sembilan, jangan lupa, pesannya kepada Gefan. Bye, Hati-hati, Na. kalau dia ngompol di jalan, pakein daun pisang aja, kata Gefan. Arsen mengepalkan tinjunya kepada Gefan. Udah, ah. Lanna menurunkan tangan Arsen, lalu menggandengnya. Aku nggak suka kamu maen sama dia, gerutu Arsen, menyerahkan helm kepada Lanna. Lanna tidak repot-repot menanggapi Arsen. Kalimat itu sudah diucapkan Arsen sejak kali pertama Lanna memperkenalkannya dengan Gefan saat dia baru masuk kuliah. Arsen memakai helm, lalu menyalakan mesin motornya. Setelah Lanna naik, motor itu memelesat meninggalkan tempat tersebut. Gefan menghela napas puas. Dengan hati-hati, dia masukkan hasil kerjanya dengan Lanna ke dalam ransel. Dia tersenyum sendiri. Bertengkar dengan Arsen selalu bisa membuatnya menjadi lebih bersemangat. Sudah sangat lama dia tidak mempunyai lawan untuk mengobrol atau bertengkar. Sampai dia bertemu Lanna dan Arsen, dia kembali merasakan indahnya bersosialisasi. Bersiul ringan, Gefan melangkah menuju motornya sendiri untuk pulang.
**** Bab 2 Suasana lapangan dekanat fakultas kedokteran di sebuah universitas negeri terlihat ramai, meskipun sabtu. Spanduk besar bertuliskan Bazar Amal Tahunan Fakultas Kedokteran terpajang di jalan masuk. Stan-stan yang berada di sana menyediakan berbagai barang dan makanan. Ada juga stan kesehatan, yang menyediakan pelayanan cek kesehatan gratis, serta stan donor darah untuk para pengunjung yang berniat mendonorkan darahnya. Lanna berjalan bersama Gefan dan Lola, menuju stan jus buah yang dijaga oleh Ayu. Lanna mengarahkan handycam-nya untuk mengambil gambar-gambar acara itu. Sesekali dia mengambil gambar Gefan dan Lola. Aura belum datang. Lanna tidak bisa mengajak Arsen karena pacarnya itu harus sekolah. Tadinya Arsen sempat berniat bolos, tetapi dilarang keras oleh Lanna. Gefan ikut karena saat Ayu menelepon Lanna, mereka tengah berada di kantin. Saat Lanna sempat curiga kalau cowok itu sengaja ikut untuk memancing kekesalan Arsen. Semakin Arsen kesal, dia akan semakin senang. Namun, Lanna tidak terlalu memikirkannya. Lola menyambar jus buah naga yang baru dibuat oleh Ayu. Ayu mendelik, tetapi tidak berkata apa-apa. Gratis, ya" Tanya Lanna, bersiap mengambil jus jambu biji. Bayar! kata Ayu melotot. Katanya amal, balas Lola. Ayu menatap Lola datar. Sesuatu yang mau diamalin itu didapat dari penghasilan sini. Dari kalian, pengunjung, yang beli dan bayar. Kalau nggak, apa yang mau diamalin" Jusnya bisa diamalin, usul Lanna, mengambil jus jambu biji. Lima belas ribu sama punya Lola, Kata Ayu, menandahkan tangannya. Gefan mengambil jus apel. Berapa" Ayu menatap Gefan dengan alis menyatu. Tujuh ribu, katanya. Gefan menyerahkan uang dua puluh lima ribu. Sama punya dua nona ini. Kembaliannya buat amal, katanya. Ayu mengambil uang itu, lalu menatap Lanna dengan pandangan bertanya. Lanna menyeruput jusnya, lalu memperkenalkan Gefan kepada Ayu. Dia sudah memperkenalkan Gefan kepada Lola saat bertemu di gerbang tadi, sebelum mereka menuju fakultas kedokteran. Lanna menatap sekitar. Aura sama Delia, kok, belum dateng" Aura is miss ngaret, as usual. Delia lagi di Bali, pemotretan. Jawab Ayu. Jalan-jalan terus tuh anak. Kata Lola. Belum sempat Ayu menanggapi, seorang lelaki, salah seorang teman kuliah Ayu, berjalan mendekati mereka dan mengatakan kalau seorang dosen mencarinya, Ayu langsung memelesat untuk menemui dosen yang dimaksud, sementara temannya tersebut mengambil alih penjaga stan. Gefan sebenarnya mulai merasa bosan di tempat ini. Dia ingin pulang supaya bisa kembali ke kasurnya dan melanjutkan tidur. Tapi, dia tidak enak pada Lanna, kalau dia sampai merengek-rengek ingin pulang. Duh, sori telat! terdengar sebuah suara feminim. Gefan berbalik. Dia terpaku melihat sosok gadis yang baru datang. Gadis itu tidak terlihat seperti Lanna dan teman-temannya, yang berpenampilan selayaknya seorag wanita. Gadis yang baru datang ini memilih kostum lelaki. Kaus kedodoran lengan pendek yang digulung dan jins belel dengan sedikit robekan di bagian lutut. Rambut lurus sebatas lehernya dibuat jabrik di bagian belakang. Dia pikir semua teman dekat Lanna adalah gadis-gadis metropolitan yang fashionable. Dia tidak pernah menyangka kalau ada satu orang yang sangat bertolak belakang dengan teman-temannya yang lain. Oke, Lanna memang tidak masuk kategori yang terlalu fashionable, tapi jelas tidak seurakan gadis yang baru datang ini. Akhirnya Miss Ngaret dateng juga, ledek Lola. Nyasar di mana kali ini" Telat bangun, kata Aura sambil menyeringai. Dia menangkap sosok Gefan. Matanya terpaku, persis ekspresi Gefan saat melihat penampilannya. Pandangannya menagkap tato abstrak di leher Gefan. Tato itu sebenarnya cantik, tetapi ada kesan menyeramkan. Dia selalu ingin membuat tato, tetapi ancaman mamanya untuk memotong bagian tubuh Aura mana pun yang ditempeli tato, membuatnya mengkeret dan mengurungkan niat. Dan sejujurnya, Aura belum pernah melihat tato dengan kesan campuran seperti yang ditimbulkan tato lelaki itu. Hal itu membuatnya sedikit kagum, Hai, sapanya, tersenyum kecil kepada Gefan. Akhirnya, ada yang satu aliran sama gue. Aura mengulurkan tangannya. Orang-orang ini manggil gue, Aura. Dahi Gefan berkerut mendengar celoteh panjang gadis itu. Ragu-ragu, Gefan menyambut uluran tangannya. Dia sudah terbiasa dengan pandangan mengernyit atau takut, atau bahkan jijik, saat orang melihatnya kali pertama. Pun ketika dia bertemu Lola di gerbang tadi, Gefan bisa menangkap ketakutan gadis itu sebentar, yang kemudian lenyap begitu Lanna memperkenalkan mereka. Lanna pun sempat takut kepadanya saat mereka awal-awal bertemu dulu. Tapi,gadis di depannya ini sama sekali tidak terlihat takut. Hal itu cukup membuatnya terpana. Gefan, balasnya. Teman Lanna" Apa Lola" Tanya Aura. Teman gue, jawab Lanna, menatap Aura dengan sorot bingung. Pandangannya beralih kepada Gefan, membuat dahinya makin berkerut. Oh& , Aura tampak berpikir, kemudian wajahnya mendadak seperti mengingat sesuatu. Oh, ini yang sering dibilang Arsen, Maharaja Iblis itu, ya" tambahnya tanpa maksud apa-apa. Gefan hanya mendengus mendengarnya, tetapi tidak menjawab. Ngomong-ngomong, Arsen mana" Tanya Aura. Sekolah, jawab Lanna. Aura meringis. Gue lupa kalau lo pacaran sama brondong. Lanna mengabaikannya. Dia menyikut perut Gefan yang menahan tawa sebelum cowok itu mengomentari kalimat Aura. Celah sekecil apa pun, yang bisa digunakan untuk menghina Arsen, pasti dimanfaatkannya dengan baik. Dan, Lanna sedang tidak ingin mendengar hinaan apa pun mengenai pacarnya itu. Lihat-lihat yang lain, yuk, ajak Lola, menarik Aura dan Lanna. Gefan mengekor di belakang, membiarkan dirinya mengikuti gadis-gadis itu. Langkahnya terhenti di depan tenda dengan logo PMI yang disediakan untuk siapa pun yang berminat mendonorkan darahnya. Bentar, Na. Gefan mendekati tenda itu. Lo mau& , Aura meringis. Gefan menaikkan sebelah alis. Kenapa" baru ngebayangin jarum masuk ke badan gue aja udah bikin merinding. Dia takut jarum, jelas Lanna kepada Gefan. Lo beneran mau donor" Gefan mengangguk. Nggak usah, deh, ujar Aura, masih meringis. Udah banyak yang donor. Golongan darah gue AB, langka dan pasti dibutuhin. Jarum masuk badan doang nggak akan bisa bikin mati. Ujar Gefan tak acuh. Darah gue juga langka. Gumam Aura pelan. Tapi, sebelum ada orang sekarat yang benar-benar butuh donor, gue nggak akan pernah biarin jarum masuk ke badan gue. Gefan menaikkan sebelah alisnya, menatap Aura bingung untuk beberapa saat. Mengangkat bahu, dia menyibak pintu tenda dan melangkah masuk. *** Aura, Lola, Lanna, dan Gefan sudah bersiap meninggalkan fakultas kedokteran untuk mencari makan siang ketika ponsel Lanna berbunyi. Lanna menjauh sebentar untuk menjawab telepon itu. Kok, gue kayak pernah lihat elo, ya" gumam Aura, menatap Gefan dengan seksama. Gefan melirik Aura sekilas, lalu memijat dahinya yang sedikit pusing. Oh, ya" balasnya singkat. Iya. Aura mengerutkan dahi, menunjukkan kalau dia tengah memikirkan sesuatu. Muka lo lumayan familier, Mirip artis kali, sambung Lola, berusaha membantu. Atau, lo pernah jadi cameo sinetron" tanyanya kepada Gefan. Aura doyan nonton sinetron. Ngikutin pilihannya Mama, jawab Aura, mengangkat bahu. Jadi, lo pernah jadi cameo" Gefan menggeleng, karena Aura mengatakannya, dia jadi berpikir kalau wajah Aura pun cukup familier baginya. Namun, dia tidak mau memikirkannya. Mungkin, mereka pernah berpapasan di suatu tempat secara tidak sengaja. Atau, mungkin memang wajah mereka saja yang pasaran sehingga mirip banyak orang. Aura masih mencoba mengingat-ingat di mana dia pernah melihat Gefan, ketika Lanna kembali bergabung dengan mereka. Arsen mau nyusul. Tungguin bentar, ya, kata Lanna. Gefan melihat jalan keluar agar bisa pergi sekarang. Lo sama Arsen" Kalau gitu, gue pulang nggak apa-apa, ya" Oh, Lanna kaget sebentar. Oke, jawabannya. Makasih, ya, udah mau nemenin. Gefan mengangguk. Dia berpamitan kepada Lola daan Aura, kemudian bergegas pergi. Gue yakin pernah lihat dia di suatu tempat, kata Aura, menatap punggung Gefan yang menjauh. Cuma mirip kali, sahut Lola sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Nggak, kok, bantah Aura. Ngomong-ngomong, tatonya bagus. Bikin di mana, ya" gue juga mau tatoan. Lanna menatap Aura geli. Yakin lo" Emang nyokap lo udah ngizinin" Lagian, bikin tato pake jarum, lho. Jarum yang nusuk kulit berkali-kali. Aura langsung bergidik. Dia memukul lengan Lanna pelan. Sialan lo! Lanna dan Lola tertawa. Beberapa saat kemudian, Arsen bergabung dengan mereka. Wajah Lanna mendadak lebih cerah ketika Arsen sudah berdiri di sampingnya. Lola berdehem. Yah, karena sang pangeran hati udah dateng, yuk makan sekarang. Ajaknya. Mereka berjalan menuju tempat makan di sebelah kampus itu. Ayu tidak bisa ikut karena masih banyak yang harus dikerjakan. Mereka memutuskan untuk makan siang dulu sambil menunggu Ayu pulang. Kamu pesen apa" Tanya Lanna kepada Arsen sambil melihat daftar menu yang ditempel di dinding. Aku pengin puyonghai kepiting sama es jeruk, Samain, deh, kata Arsen, mengambil bangku di sebelah Lanna. Lanna menatap dua sahabatnya. Lola memesan nasi ayam jamur dan jus mangga, sementara Aura memilih lalapan bebek bakar dan jus avokad. Lanna menghampiri penjual untuk menyampaikan pesanan mereka, lalu kembali ke bangkunya. jadi, kalian udah ketemu sama Maharaja Iblis dari Neraka Jahanam" Tanya Arsen. Gimana tampangnya" Arsen! tegur Lanna sambil melotot. Arsen menampilkan wajah polos terbaiknya. Trust me, my dear. He is an evil. Raja Iblis dari tempat paling gelap di dunia. You don t know him. Don t judge him like that. Kata Lanna. Bibir Arsen mengerucut tidak suka. Kamu udah terlalu lama bergaul sama dia. Makanya udah kebal sama pengaruh hitamnya. Dia tuh semacem se& . Lanna membungkam mulut Arsen. Itu karena kamu sama dia nggak bisa ngelewati waktu lebih dari sepuluh menit dalam damai. Dia melepaskan tangannya. Dari tampang dan penampilannya, sih, nggak salah kalau orang ngira dia jahat. Tapi, kayaknya penampilan itu disengaja, deh, ujar Aura. Lola mengangguk setuju. Gue juga tadi sempet takut waktu lihat dia. Tapi, kayaknya, sih, dia nggak seburuk kelihatannya. Mungkin dia bertingkah gitu supaya orang mikir dia emang gitu. Tuh, kan! Lanna menatap Arsen penuh kemenangan. Apa gunanya" Tanya Arsen sangsi. Lola mengangkat bahu. Cuma dia yang tahu. Mungkin sebagai tameng biar orang-orang jauhin dia. Tetap aja auranya suram, sambung Arsen. Kamu harus hati-hati. Lanna meninju lengan Arsen dengan kesal. Kamu udah ribuan kali ngomong gitu. Apa pernah ada sesuatu yang kurang tiap aku abis jalan sama dia" Coba aja. Kalau sampai ada apa-apa, nggak bakal aku lepasin tuh orang, kata Arsen. Aku serius. Lanna mengibaskan tangannya. Tepat saat itu pesanan datang. Mereka menikmatinya sambil terus membicarakan banyak hal, terutama Lola, Aura, dan Arsen yang banyak bertukar cerita karena jarang bertemu. Lanna hanya menanggapi sesekali. Setelah makan, mereka kembali ke tempat bazaar. Lanna menemani Arsen berkeliling, sementara Aura dan Lola bergabung dengan Ayu
Bab 3 Gefan memakirkan Honda CBR 250-nya di belakang sebuah BMW hitam yang berada di dalam garasi rumahnya. Dia melepas helm, kemudian turun dari motornya. Dahinya mengernyit saat melihat mobil itu. Dengan langkah panjang, dia masuk ke dalam rumah. Gefan berniat langsung masuk ke kamarnya, mengabaikan ayahnya yang berada di ruang tengah. Tetapi, ayahnya tidak berpikiran sama. Lelaki berusia empat puluhan tahun itu menegurnya.
Sini, kata ayahnya. Apa" Tanya Gefan tanpa berniat mendekat. Angin apa yang bawa ayah pulang" Kehabisan bensin" sindirnya.
Apa itu cara menyambut kedatangan ayahmu" Kita udah setahun nggak ketemu. Apa kamu nggak mau bertukar cerita"
Gefan mendengus. Cerita apa" Pengalaman ayah mengelilingi Yugoslavia" Penampakan Aurora Borelis di Alaska"
Aska, ayah Gefan, hanya menyeringi mendengar nada sinis dari putra tunggalnya itu. Melompati sofa, dia berjalan menghampiri Gefan. Peluncuran buku baru, Aska menyodorkan buku di tangannya.
Gefan hanya menatap buku tersebut tanpa berniat mengambilnya, lalu kembali mendengus. Selamat kalau begitu, katanya acuh. Kemudian, dia berjalan menaiki tangga spiral menuju loteng yang sudah disulap menjadi kamarnya.
Siap-siap melihatnya di deretan buku best seller, seperti biasa! Kamu masih kerja di toko buku, kan" teriak Aska.
Aku kerja di toko CD, bukan toko Buku. Terima kasih sudah mengingatnya, balas Gefan Aska berdecak keras. Ayahmu seorang penulis buku traveling terbaik dan kamu Cuma kerja di toko CD" Apa kamu nggak bisa nemu kerjaan lain yang lebih baik" dengusnya. Saya bisa dengan mudah memasukkanmu di perusahaan TV dan kamu bisa jadi crew di sana. Nggak tertarik, komentar Gefan pendek, yang disusul dengan suara pintu yang ditutup. Gefan melempar tasnya ke kolong meja. Penulis terbaik" Crew TV" Gefan mengumpat. Jangan harap gue mau sekantor sama dia, sambungnya jengkel.
Seluruh bagian loteng itu merupakan wilayah kamar Gefan. Tidak seperti kamar yang umumnya memiliki pintu berdiri, pintu di kamar Gefan terletak di lantai, persis di atas tangga. Dia memodifikasi ruangan ini saat SMP.
Kamar itu berukuran 4 X 7 meter persegi dan benar-benar berada di loteng. Satu-satunya cahaya hanya berasal dari jendela bundar yang ada di dekat meja. Sebuah kasur ukuran single diletakkan di sudut kamar, yang di bagian kepala ranjangnya terdapat lampu meja. Di sisi lain kamar ada sebuah TV plasma, perangkat stereo, dengan bantal duduk, dan meja kopi kecil, dengan sebuah laptop di atasnya. Beberapa rak berjejer dengan tinggi beragam, mengikuti alur kemiringan atap, mulai dari rak pakaian, buku-buku, miniature-miniatur pajangan, alat-alat tulis, dan benda-benda lain. Sebuah graffiti bertuliskan namanya terlukis di lantai, sementara dinding dan langit-langit kamar yang miring dipenuhi mural-mural abstrak dengan warna-warna pekat.
Dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum berangkat bekerja. Sudah dua tahun ini dia bekerja di sebuah toko kaset, setelah sebelumnya bekerja sebagai barista di sebuah caf". Dia bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan tidak pernah sudi menerima uang sepeser pun dari ayahnya. Semua uang yang diberi Aska hanya digunakan untuk ibunya. Ayahnya adalah seorang wartawan, presenter, backpacker, dan penulis buku traveling terkenal. Dia hanya pulang saat sudah menyelesaikan buku dan siap meluncurkannya. Selain itu, Aska juga bekerja sebagai pengisi kolam tip jalan-jalan di sebuah surat kabar nasional yang cukup terkenal, Diamond press. Sikapnya yang sombong dan arogan membuat Gefan benar-benar muak. Aska tidak pernah menjadi sosok ayah baginya. Dia sangat membenci ayahnya sebesar ketidakpedulian Aska kepada anak dan istrinya.
Gefan menarik kaus seragamnya dari dalam lemari, memakainya, dan melapisinya dengan jaket. Setelah menggendong ransel dan memakai sepatu kets, dia berjalan keluar. Ayahnya masih duduk santai di depan TV sambil mengunyah keripik kentang. Kembali mengabaikannya, Gefan berjalan ke dapur. Sambil membawa nampan berisi makan siang, dia memasuki kamar ibunya. Ekpresi keras Gefan berubah lembut saat melihat sosok wanita yang sedang duduk di depan jendela sambil bersenandung. Tatapan mata wanita itu kosong, sementara tangannya memilin rambut panjangnya yang tergerai kusut. Gefan melangkah pelan mendekati wanita tersebut. Ma, panggil Gefan. Makan dulu, ya.
Lavia, ibu Gefan, tidak bereaksi. Dia terus bersenandung sambil memainkan rambutnya. Gefan menyuapi makanan untuk Lavia. Awalnya Lavia tidak peduli. Tetapi, saat sendok menyentuh mulut, dia membukanya. Gefan tersenyum kecil.
Wah, kamu masih jadi anak baik, ya"
Gefan menoleh dan melihat ayahnya berdiri di ambang pintu. Melihat senyum angkuh Aska, Gefan membuang muka, kembali focus kepada mamanya.
Tawaran waktu itu masih berlaku. Kamu masih terlalu muda untuk melakukan semuanya sendiri.
Gefan menggigit lidahnya, menahan diri untuk tidak membalas ucapan ayahnya. Rumah sakit jiwa mungkin akan lebih baik. Kata Aska kalem.
Mata Gefan berkilat. Meletakkan nampan di kasur, dia menyerbu ayahnya dan mendorong Aska menjauh dari kamar Lavia. Selama aku hidup, nggak seorang pun bisa bawa Mama ke tempat itu!
Aska mengibaskan tangan di bagian depan kemejanya, tempat yang disentuh Gefan saat mendorongnya tadi. Dia pernah nyaris membunuhmu, kata Aska santai, mengedikkan dagunya ke arah tato Gefan. Kamu mungkin berusaha membuatnya tampak menarik, menutupinya dengan tato. Itu bukti nyata kalau mamamu itu berbahaya. Aska menyentuh tato di bagian kiri leher Gefan.
Gefan menepis tangan ayahnya. Ini Cuma kecelakaan.
Aska mengangkat bahu tak acuh. Lima menit saja Ayah telat datang, kamu sudah jadi abu sekarang.
Mengepalkan tangan, Gefan berbalik, kembali ke kamar mamanya. Hubungi saja ayahmu ini kalau kamu berubah pikiran, kata Aska. Gefan tidak mengacuhkannya.
*** Ra, buat kolom profil , lo wawancara Aska Pandagri, ya. Nih, contact person-nya. Anya menyerahkan sebuah kartu nama kepada Aura.
Aura mengambil kartu nama itu tanpa berpaling dari karikatur. Kenapa dia" Dia baru launching buku baru.
Aura mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi nomor yang tertera di kartu itu. Ketika panggilannya dijawab, dia memperkenalkan diri sebagai wartawan Comment Media, CM, pers mahasiswa tempatnya bergabung. Aura meminta izin bertemu untuk mengadakan wwancara. Sekitar lima menit kemudian, telepon berakhir.
Aura menghela napas seraya membereskan barang-barangnya. Dia nyuruh langsung ke rumahnya. Sekarang juga. Narasumber kadang emang nyebelin.
Mau ditemanin" tawar Anya.
Aura menggeleng. Sebagai ketua redaksi, Anya sudah cukup sibuk. Aura mengambil kunci mobil, lalu berjalan meninggalkan ruang secretariat menuju tempat parkir. Dia sebenarnya mau mengajak Delia, tetapi sahabatnya itu sudah menghilang sejak dua jam yang lalu. Cuaca hari itu tidak terlalu panas. Tetapi, terjabak macet di tengah banyak kendaraan yang semuanya mengeluarkan asap polusi, sanggup membuat panas cuaca seperti apa pun. Dia menutup jendela, dan ganti menyalakan AC. Udara sejuk yang berembus membuat suasana hatinya membaik, meskipun masih terjebak macet.
Tiga puluh menit kemudian Aura menghentikan mobilnya di depan pagar sebuah rumah. Rumah itu minimalis dengan halaman yang sangat asri. Aura menekan bel. Setelah menekan bel tiga kali, seorang lelaki tampan keluar dari rumah, berjalan menuju gerbang. Aura menebak usia lelaki itu sekitar awal empat puluh tahun, dan dia menebak kalau lelaki itu pasti termasuk salah seorang lelaki tampan oada masa mudanya.
Saya Laura Fernita, ujar Aura langsung. Dari Comment Media, pers mahasiswa jurusan desain grafis, yang tadi menelepon untuk wawancara.
Raut bertanya lelaki itu berubah menjadi raut cerah. Oh, kamu, dia membuka gerbang. Silahkan masuk.
Aura melangkah mengikuti Aska. Mereka duduk di ruang tamu. Tidak seperti kebanyakan tuan rumah yang menawari minum, Aska tidak melakukannya. Dia langsung duduk di sofa panjang berlapis kulit yang tampak mahal. Aura memilih duduk di depannya.
Maaf mengganggu waktu luang anda, ucap Aura sopan. Dia menyiapkan perlengkapan wawancaranya, sebuah recorder. Dia tidak sempat membuat daftar pertanyaan. Tapi, itu bukan masalah besar. Bukan kali pertama dia harus menghadapi narasumber secara tiba-tiba. Wawancara itu berjalan cukup lancar. Aska tampak sangat senang menceritakan tentang bukunya. Aura tidak perlu susah payah memancingnya. Aska bahkan membocorkan beberapa hal yang ada di bukunya. Di tengah-tengah wawancara mereka, Aura melihat seseorang keluar dari salah satu kamar dengan membawa nampan dan piring kotor. Orang itu tampak tidak asing baginya.
Rambut gondrong ikal yang dikuncir berantakan dan tato mengerikan, tetapi cantik di bagian leher. Aura tidak mengalihkan pandangannya dari sosok itu. Gefan juga menangkap kehadiran Aura, mungkin karena merasa diperhatikan. Matanya menyipit saat melihat Aura. Elo, temennya Lanna kemarin, kan" Gefan sedikit bingung. Ngapain di sini" tanyanya. Dia menatap Aura dan Aska bergantian.
Aura menghentikan rekamannya sebentar karena tidak mau kata-kata Gefan mengganggu hasil wawancara sebelumnya. Wawancara. Lo sendiri"
Gefan mendengus mendengarnya. Yah. Tuan ini memang butuh publisitas lebih, katanya, mengedikkan dagu ke arah Aska. Tanpa menjawab pertanyaan Aura, dia berbelok ke arah dapur.
Kamu kenal dia" Tanya Aska.
Aura kembali menghadap Aska. Dia teman kampus sahabat saya.
Dia punya teman" Aska tampak tidak percaya. Saya pikir dia menikmati hidup menjadi makhluk penyendiri.
Aura ingin bertanya banyak, tetapi merasa itu bukan urusannya. Akhirnya, dia menyalakan recorder-nya lagi dan melanjutkan wawancara mereka.
Terima kasih atas waktunya, ucap Aura saat wawancaranya selesai. Dia menyimpan recordernya ke dalam tas.
Tunggu di sini sebentar, Aska beranjak pergi ke dalam rumah.
Aura duduk diam, menunggu. Sebelum Aska kembali, dia melihat Gefan keluar dari dapur, lalu berjalan ke ruang tamu.
Gefan, tahan Aura sebelum Gefan keluar rumah. Kenapa lo ada di sini" Gue tinggal di sini, jawab Gefan tak acuh. Kemudian, dia meneruskan langkah keluar rumah. Aura terdiam. Kalau Gefan tinggal di sini juga, berarti ada hubungan antara cowok itu dengan Aska. Aura ingin tahu hubungan apa. Tetapi, dia tidak mau bertanya kepada Aska, apalagi Gefan langsung.
Aska kembali ke ruang tamu sambil membawa sebuah buku. Dia menyerahkan buku itu kepada Aura. Semoga kamu menikmatinya.
Aura mengambilnya. Terima kasih, ucapnya. Sekali lagi, terima kasih atas kesempatan wawancaranya.
Dengan senang hati, kata Aska ceria.
Bab 4 Aura memperhatikan tidak banyak yang berubah dari kamar Lanna sejak terakhir dia datang. Sekitar setengah tahun lalu. Kesibukan masing-masing membuat mereka tidak bisa sering berkumpul seperti saat mereka masih SMA. Lanna makin aktif dengan klub filmnya dan lebih sering menghabiskan waktu luangnya, yang tidak begitu banyak, dengan Arsen. Ayu sibuk dengan kuliahnya sebagai calon dokter. Jadwal Delia sebagai seorang model pro juga makin padat, mengharuskannya sering ke luar kota. Lola, yang kuliah di jurusan administrasi bisnis, mulai sibuk mengelola toko aksesoris kecil di sebuah mall bersama teman-teman kampusnya. Sementara dia sering keluyuran untuk mewawancarai narasumber sebagai wartawan pers mahasiswa, juga bekerja sebagai pembuat karikatur freelance untuk Diamond Press, sebuah surat kabar nasional yang berada di bawah naungan perusahaan Diamond Group. Aura menyambar handycam Lanna yang tergeletak di atas meja. Sejak memutuskan untuk melupakan Ega, mantan gebetan yang tidak sempat menjadi pacarnya, Lanna tidak terlalu sensitive masalah handycam yang sering dibuka.
Aura membuka rekaman paling baru, berisi pertandingan Arsen.
Lanna masuk ke kamar dengan handuk membelit kepalanya. Dia duduk di depan laptop untuk menyalakan music. Lagu Begin Again dari Taylor Swift mengalun lembut. Lanna melepas handuk, lalu menyampirkannya di sandaran kursi. Kemudian, dia duduk di kasur, di sebelah Aura yang sedang mengutak-atik handycam-nya.
Ega sekarang apa kabar, Na" Tanya Aura basa-basi, sebelum mulai menanyakan apa yang sesungguhnya ingin di ketahuinya.
Kayaknya, sih, baik. Kata Arsen, dia baru direkrut tim mana gitu buat jadi pemain mereka. Waktu gue nonton PERSASTIA tanding minggu lalu, dia ada. Dia juga asisten pelatih PERSASTIA,lho. Gue udah pernah cerita"
Aura menggeleng. Dia sedikit takjub dengan hubungan ganjil yang terbentuk di antara Lanna, Arsen, dan Ega. Mereka bertiga bisa berteman baik, seakan perasaan Lanna untuk Ega pada masa lalu tidak pernah ada. Arsen pun bisa tetap akrab dengan Ega, sama sekali tidak terganggu dengan fakta kalau lelaki itu adalah cinta pertama pacarnya. Menurut Lanna, itu bagus. Menurut Aura, itu ajaib.
Setelah banyak basa-basi lain seputar Ega, Aura memulai tujuannya. Gefan, tuh, siapanya Aska Pandagri, Na" tanyanya tanpa menatap Lanna.
Aska siapa" Aska Pandagri. Penulis buku Traveling itu, lho.
Nama belakangnya sama kayak Gefan, dahi Lanna berkerut. Nggak tahu. Emang kenapa" Mereka tinggal serumah, jawab Aura. Dia lalu menceritakan kejadian beberapa hari lalu saat dia mewawancarai Aska. Kayaknya mereka ngga saling suka gitu. Aska, sih, biasa. Gefan yang bener-bener ngeluarin aura permusuhan.
Lanna mengangkat bahu. Satu-satunya hal pribadi dia yang gue tahu Cuma nama lengkapnya. Geofan Asklav Pandagri.
Kayak nama orang Rusia, gumam Aura. Selain itu"
Lanna menggeleng. Dia nggak pernah cerita macem-macem. Rumahnya di mana aja gue nggak tahu. Mungkin Aska, tuh, omnya. Atau Ayahnya"
Nggak mungkin kalau ayahnya. Aska, tuh, masih muda banget. Masa punya anak segede Gefan"
Kali aja, kata Lanna. Lo nginep sini Cuma mau ngomongin ini"
Aura mengangguk, sambil mencari-cari rekaman lain. Malam minggu, nih. Lo nggak jalan sama Arsen"
Lanna merebahkan diri di kasur, lalu menyambar remote untuk menyalakan TV. Nggak. Lo bilang mau nginep sini. Masa gue pergi" Lanna mencari channel yang menarik minatnya.
Lagian, gue sebel sama dia.
Aura mematikan handycam Lanna. Kenapa"
Lanna kembali duduk. Dia bilang mau ngelanjutin kuliah di luar. Dan, lo tahu artinya, kan" LDR" gumam Aura.
Lanna mengangguk. Long disaster relationship, gerutunya.
Aura mengambil remote dari tangan Lanna. Emang dia mau kuliah apa sampai ke luar negeri" Sekolah kuliner. Dia mau ngambil pendidikan chef.
Wah, keren, dong! puji Aura.
Keren dari mana" Lanna melotot. Masak doang mau sampai ke luar. Di sini juga banyak sekolah tata boga. Dasar aja tuh anak.
Dia mau ke mana" Le Cordon Bleu" Tanya Aura, menyebut salah satu sekolah kuliner terkenal di dunia.
Bukan. Culinary Institute of America. Di sebelah mananya Amerika" Tanya Aura. Lanna mengangkat bahu. New York kalau nggak salah.
Aura berdecak. Welcome New York, katanya, lalu tertawa keras. Tunggu bentar, deh. Dia pemain bola, tiba-tiba banting stir jadi tukang masak, kesambet dedemit mana" Katanya gara-gara gue sering minta masakin macem-mace, jadi kepikiran buat jadi chef. Tuh anak nggak pernah mikirin mau jadi apa ntar. Pokoknya jalanin aja. Kuliah ntar aja awalnya belom kepikiran mau ke mana. Mana yang disuruh papanya, ya, dia masuk sana. Trus, tiba-tiba dia ngomongin ide gila itu. Makin rusak aja otaknya.
Aura menatap Lanna geli. Ya udahlah, ikhlasin kenapa" Seharusnya, lo seneng dia akhirnya menemukan jati diri yang selama ini tersembunyi. Dia aja dukung lo jadi sutradara. Lo juga harus dukung dia, dong.
Gue bukan nggak dukung dia jadi chef. Dia ke luar yang jadi masalah. Males LDR, kata Lanna membela diri.
Iya, sih. LDR itu sama aja kayak nggak pacaran. Arsen nya gimana"
Nyantai, lah. Yang mau pergi, kan, dia. Dia bilang, zaman sekarang nggak ada lagi jarak. Ada Skype, 3G, blablabla. Nggak usah khawatir. Lanna menarik-narik sarung gulingnya. Tetep aja nggak sama. Emang bisa dinner pake Skype" Jemput pake 3G"
Ya, udah. Kan, ada Gefan yang bisa ngajak lo dinner. Lanna mendelik kesal.
Aura tertawa, lalu berbaring. Lo pasti khawatir karena bakal banyak bule cantik di sana, kan" Takut Arsen tergoda" Apalagi, mukanya Arsen ganteng. Pasti bakal banyak yang suka. Dan, dia di New York! dia berguling untuk menatap Lanna. Ngikut aja.
Lanna melempar bantal ke wajah Aura. Lo pikir Jakarta-New York bisa ditempuh pake bajaj" Ngomong suka nggak pake otak. Lanna kembali menyambar remote.
Aura memeluk bantal yang dilempar Lanna. Asyik ya, Na, pacaran" Kalau lagi asyik, ya asyik, Lanna melirik. Gue nggak percaya lo beneran belom pernah pacaran,
Aura menatap Lanna datar. Kalau Delia atau Lola yang ngomong gitu, gue bisa terima. Lo" Please, deh. Arsen pacar pertama lo. Sebelum jadian sama dia, lo juga belom pernah pacaran. Yah& , emang. Tapi, seenggaknya gue ngerasain fase cinta monyet. Meskipun nggak kesampaian. Lo" Dari awal kenal, yang deket sama lo Cuma PS. Cowok yang sering lo ceritain Cuma Kak Rangga. Lo normal , kan, Ra"
Kunyuk lo! Aura menoyor kepala Lanna. Belom ada aja cowok beruntung yang berhasil narik perhatian gue.
Atau lo yang kelewat cuek, ledek Lanna.
Aura mengangkat bahu. Gue ngantuk. Matiin lampunya, dong. Nggak, tolak Lanna. Nyctophobia gue masih akut. Payah lo. Aura menarik selimut hingga menutupi kepalanya.
Seenggaknya gue nggak langsung pingsan waktu lihat jarum. Cibir Lanna, yang disambut lemparan bantal dari Aura.
*** Aska Pandagri siapa lo, Fan" Tanya Lanna. Dia mencomot pisang goreng di plastic Gefan, lalu melahapnya.
Gefan menatap Lanna dengan alis menyatu. Tau dari mana tentang dia" Aura, jawab Lanna dengan mulut penuh pisang goreng. Dia menelannya sebelum kembali bersuara. Katanya, waktu dia dateng ke rumah si Aska buat wawancara, lo ada di sana. Gefan kembali pada baksonya. Oh.
Oh" Itu bukan jawaban, Geofan Asklav Pandagri, kata Lanna dongkol.
Gefan berpikir sejenak, antara ingin menjawab pertanyaan Lanna atau mengabaikannya. Paling mudah memang mengabaikan. Tetapi, entah mengapa dia malah menjawab pertanyaan itu. Bokap gue, jawabnya tak acuh.
Lanna mengambil satu gorengan lagi. Kata Aura, si Aska masih terlalu muda buat punya anak setua lo. Umurnya berapa"
Empat Puluhan.nggak tahu berapa pasnya. Gefan mengambil pisang goreng dari tangan Lanna. Beli sendiri! Dasar tukang nyolong gorengan.
Bibir Lanna mengerucut. Dia berdiri menuju penjual gorengan. Beberapa saat kemudian, dia kembali dengan seplastik gorengan. Lanna memasukkan tahu isi ke mulutnya. Lo nggak akur, ya, sama dia"
Wajah Gefan tiba-tiba mengeras. Nggak usah bahas keluarga, Na. terlalu pribadi, katanya. Oh, Lanna terdiam sejenak. Oke.
Gefan menghela napas. Masih laper. Makan apa lagi, ya" dia menatap satu per satu penjual di kantin. Nasi campur kayaknya enak, gumamnya. Dia berdiri, lalu berjalan menuju stan nasi campur.
Lanna hanya geleng kepala melihat nafsu makan temannya itu. Mengabaikan Gefan, Lanna asyik menikmati gorengannya. Di tengah keasyikannya mengunyah, seorang gadis cantik duduk di depannya dengan wajah galak.
Lo masih deket-deketin Gefan" serang Gadis itu langsung. Lanna menatap gadis itu malas. Trus"
Devita, gadis itu, menggebrak meja dengan kesal. Jangan deket-deket sama Gefan! Gefan itu puny ague!
Mata Lanna membulat. Ya ampun! Gue nggak tahu kalau Gefan punya pemilik. Gue kira dia manusia, bukan kucing.
Devita menggeram. Dia baru akan kembali menyerang Lanna ketika Gefan kembali dengan membawa sepiring penuh nasi campur. Dahi Gefan mengernyit saat melihat sosok Devita. Minggir.
Devita menatap Gefan dengan pandangan tidak percaya. Gefan& , rengek Davita, Kok, kamu gitu, sih, sama aku"
Emang gue harus gimana sama lo"
Devita berdiri. Kamu seharusnya bersikap lembut dan manis sama aku. Walaupun sekarang kamu masih mengelak, kamu harus tahu kalau kita ini ditakdirkan jadi pasangan. Belahan jiwa. Lanna memutar bola matanya, sementara Gefan menatap Devita seakan yakin kalau gadis itu sudah gila. Mengabaikan Devita, Gefan duduk di bangkunya yang tadi diduduki Devita. Gefan!
Apa, sih"! bentak Gefan. Gue nggak percaya sama belahan jiwa. Gue Cuma tahu belahan rambut. Cari aja cowok lain yang mau jadi belahan jiwa lo. Gue mau makan. Lanna tertawa, terlebih saat melihat wajah Devita memerah. Setelah mendengus keras, gadis itu berlalu meninggalkan meja mereka. Dia bener-bener cinta mati sama lo, Fan.
Gue nggak, balas Gefan tak acuh sambil terus melahap makanannya. Lanna menyeringai. Gue bener-bener penasaran sama cewek yang bisa naklukin elo ntar. Gefan menyunggingkan senyum miring. Gue hewan liar, My Dear. Selamanya liar. Nggak akan bisa dibikin jinak.
Lanna balas tersenyum. Lo bakal kaget kalau tahu apa yang bisa dilakukan oleh cinta. Gue nggak percaya cinta.
Lanna menghela napas. Suatu saat, Honey, lo harus buka hati. Seandainya gue berani, kata Gefan pelan, membuat Lanna terdiam. ***
Gefan mengutak-atik kubus rubik 4 x 4 di tangannya dengan pandangan ke luar jendela. Sudah pukul sebelas malam. Lampu kamarnya sudah di matikan, tinggal lampu meja kecil yang masih menyala. Gefan duduk di atas meja yang berada tepat di depan satu-satunya jendela, berbentuk bundar sebesar bola basket, yang ada di kamar itu. Entah mengapa, saat ini dia memikirkan ucapan Lanna di kantin tadi, yang menyuruhnya untuk membuka hati.
Dia menghela napas panjang, menatap rubik yang hampir tersusun sempurna. Tidak sampai satu menit kemudian, rubik itu selesai. Gefan meletakkan benda itu di sampingnya, lalu melipat tangan di lutut dan kembali menatap luar jendela. Suasana rumahnya sepi. Mama dan ayahnya sudah tidur di kamar terpisah.
Gefan mendesah. Hubungan orangtuanya berhasil membuatnya memandang negative pernikahan. Sesuatu yang biasanya diagungkan orang-orang, malah sangat dihindarinya. Dia tidak percaya pada cinta. Apalagi cinta sejati, belahan jiwa, dan sejenisnya. Pernikahan karena cinta hanya dongeng baginya. Dia melihat sendiri pada orangtuanya.
Lavia dan Aska memutuskan menikah saat masih sangat muda. Lavia berusia Sembilan belas tahun, dan Aska dua puluh dua tahun. Singkap angkuh dan arogan ayahnya merupakan daya tarik bagi sang mama. Di mata Lavia, Aska adalah lelaki paling sempurna untuknya. Tampan, berjiwa petualang, menarik. Lavia tidak pernah mengira kalau pernikahannya dengan Aska akan hancur berantakan bertahun-tahun kemudian.
Gefan tidak terlalu tahu bagaimana kondisi pernikahan mereka sejak awal. Dia sendiri baru lahir saat mamanya sudah berusia dua puluh empat, sementara Aska berusia dua puluh tujuh. Aska berprofesi sebagai wartawan dan pengisi kolom Jalan-jalan di Diamond Press, surat kabar yang juga di kelola perusahaan bernama Diamond Group. Saat itu, penghasilan ayahnya tidak sebanyak sekarang. Masalah uang selalu menjadi pemicu pertengkaran. Mamanya sering protes karena penghasilan yang tidak sebanding dengan waktu yang dikeluarkan Aska. Meskipun Aska lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah karena pekerjaannya, tetap saja penghasilannya sedikit. Padahal, menurut Aska, dirinya sudah bekerja begitu keras untuk menyenangkan Lavia. Tetapi, berapa pun yang diberikannya tidak pernah cukup untuk Lavia hingga dia harus bekerja lebih keras lagi.
Saat Gefan berusia lima tahun, karier Aska mulai menanjak. Dia ditawari menjadi pengisi acara untuk program jalan-jalan di salah satu televise swasta, DiTV, yang berada di bawah naungan perusahaan yang sama. Sejak itulah hobinya sebagai backpacker makin menjadi. Saat itu juga Gefan mulai jarang bertemu ayahnya. Aska hanya pulang sebulan sekali, atau lebih jika bertepatan dengan saat peluncuran buku barunya. Selebihnya, Aska berkeliling dunia untuk keperluan siaran TV dan bahan tulisannya.
Hingga pada suatu malam, saat usianya sebelas tahun, Gefan terbangun dari tidur lelapnya karena teriakan marah Aska yang memenuhi rumah. Dia sering mendengar orangtuanya bertengkar, tetapi baru kali itu ayahnya yang berteriak. Biasanya, berteriak adalah peran mamanya, sementara Aska, dengan suara pelan, selalu mencoba menenangkan Lavia. Pada malam itu, situasi berbalik. Aska yang berteriak, sementara Lavia hanya bisa menangis. Gefan tidak tahu apa yang terjadi karena tidak berani meninggalkan kamarnya. Dia juga tidak bisa menangkap kata-kata yang diteriakkan Aska. Hal terakhir yang diingatnya setelah itu adalah suara keras pintu yang dibanting menutup, disusul bunyi mesin mobil yang meraung meninggalkan rumah. Itulah kali terakhir Gefan melihat ayahnya rutin pulang sebulan sekali, berganti menjadi beberapa bulan sekali.
Entah karena terlalu kesepian atau tertekan atas sikap tak acuh sang suami, ketika Gefan baru masuk SMP, gangguan mental Lavian mulai muncul. Berawal dengan suara tangis dari kamar mamanya, hingga teriakan-teriakan putus asa yang terdengar sangat memilukan. Gefan berusaha menghibur mamanya, dengan mengatakan kalau dirinya tidak akan pergi seperti sang ayah. Tetapi, hal itu tidak berpengaruh banyak untuk Lavia. Sampai akhirnya, Lavia seperti sekarang, selalu banyak diam dan tidak ingat dengan orang-orang disekitarnya. Gefan bahkan ragu Lavia masih mengingat dirinya sendiri.
Melihat kondisi mamanya yang memburuk akibat tingkah ayahnya, Gefan diam-diam bertekad tidak akan pernah mau mengikat diri pada pernikahan. Mungkin ayahnya mencintai sang mama ketika mereka memutuskan menikah. Tapi, terbukti cinta itu tidak bertahan lama. Hanya karena popularitas yang melambung tinggi, Aska lupa pada cintanya. Melupakan Lavia. Saat mengetahui kondisi Lavia yang memburuk, Aska hanya menyarankan agar mamanya dimasukkan ke rumah sakit jiwa untuk ditangani oleh orang yang lebih berpengalaman. Dia tidak bersedia merawat istrinya sendiri. Jangankan merawat, mengunjungi kamar istrinya pun sangat jarang.
Gefan tahu dia tidak akan bersikap seperti ayahnya. Tapi, bukan berarti pasangannya nanti juga akan berpikiran sama. Bagaimana kalau nanti malah pasangannya yang bersikap seperti Aska" Meninggalkannya demi hal lain yang lebih menarik. Gefan tidak mau bernasib sama seperti mamanya. Itu yang membuatnya takut membuka diri untuk menyukai lawan jenis. Gefan sudah lama belajar untuk mengubur perasaan dan membentengi hatinya. Dia menjauhi semua gadis yang mendekatinya, merayunya, dan mengatakan cinta kepadanya. Dia nyaris menjaga jarak kepada semua orang. Penampilan premannya sekarang pun merupakan salah satu cara untuk membuat orang-orang menjauhinya. Meskipun tidak berhasil sepenuhnya. Beberapa perempuan bernyali besar, atau tidak punya otak seperti Devita, masih gencar mendekatinya meskipun dia sudah berkali-kali menolak. Entah apa yang dilihat Devita darinya.
Mungkin gadis itu mengira bisa menjinakkannya. Gefan tertawa muram. Dia tidak akan pernah dijinakkan. Seperti yang dikatakannya kepada Lanna, dia hewan liar. Selamanya akan tetap liar. Lo bakal kaget kalau tahu apa yang bisa dilakukan oleh cinta.
Gefan menyunggingkan senyum sinis. Dia sangat tahu apa yang bisa dilakukan cinta. Cinta bisa menghancurkannya kalau tidak berhati-hati mengendalikan perasaan dan menjaga hatinya. Melompat turun dari meja, Gefan berjalan menuju kasurnya. Dia menyingkirkan selimut sebelum membaringkan diri. Memunggungi dinding, dia menarik selimut, lalu mencoba tidur.
Bab 5 Aura membuka pintu toko CD langganannya. Hari ini dia tidak ada jadwal kuliah dan ingin dihabiskannya dengan menonton film. Dia memandang sekeliling sejenak, kemudian mendekati seorang karyawan yang sedang menyusun CD-CD baru.
Mas, film Puss in Boots udah ada belom"
Karyawan itu berbalik. Sudah, jawabnya, lalu terdiam sebentar, tampak kaget saat melihat Aura. Hai, sapanya.
Aura menatap Gefan sedikit bingung. Hai, balasnya. Pandangannya menangkap seragam yang dipakai Gefan. Lo kerja di sini"
Gefan mengangguk. Dahi Aura berkerut sebentar, kemudian wajahnya mendadak cerah. Tuh, kan, bener! Gue emang pernah lihat lo! Pasti di sini. Lo udah lama kerja di sini"
Lumayan, gumam Gefan. Gue juga kayaknya beberapa kali lihat lo ke sini. Gue selalu dateng paling nggak sebulan dua kali, kata Aura bangga. Oh, Gefan menggaruk lehernya. Jadi, cari film apa"
Puss in Boots, The King s Speech, Black Swan, The Red Riding Hood, Beastly,& . Lo mau buka toko CD" potong Gefan saat daftar film yang disebut Aura terus bertambah. Hah" Aura menghentikan ucapannya. Emang udah berapa yang gue sebut" Sepuluh atau sebelas, jawab Gefan.
Yah, ambilin aja deh. Tenang, gue bayar full, nggak pake minta diskon, Aura menyeringai. Bibir Gefan tertarik sedikit membentuk senyum ragu, lalu dia buru-buru berpaling untuk mengambil CD film-film yang diinginkan Aura. Aura mengambil semua CD itu. Makasih, ucap Aura. Kemudian, dia bergegas menuju kasir. Setelah selesai bertransaksi, Aura berjalan keluar. Bye, Gefan, pamitnya.
Terima kasih kunjungannya, balas salah seorang teman Gefan, sesame karyawan toko, sementara Gefan sendiri hanya mengangguk singkat.
Aura tengah berjalan menuju mobilnya, ketika sebuah motor menyerempetnya dari samping dan membuatnya terjatuh dengan bokong lebih dulu menghantam aspal. Benturan itu cukup keras, membuat Aura shock. Untuk beberapa saat, dia tidak bisa bernapas. Tulang punggungnya terasa sangat sakit. Dia bahkan tidak sanggup berdiri, terlalu sibuk berusaha bernapas. Tibatiba, seseorang membantunya berdiri.
Lo nggak apa-apa" Aura memejamkan mata, bertumpu sepenuhnya kepada si penolong. Dia merasa tubuhnya dibawa berjalan, menaiki tangga, kemudian dibantu duduk.
Aura" Aura memberi isyarat bahwa dia belum bisa bicara. Sialan, tulang punggungnya seakan retak. Benturan tadi tepat mengenai tulang ekornya. Suatu keajaiban hal itu tidak sampai membuatnya lumpuh, mengingat benturannya cukup keras. Setelah napasnya mulai normal, Aura membuka mata perlahan dan menangkap sosok Gefan.
Makasih, ucap Aura sambil setengah meringis. Lo nggak apa-apa" gefan mengulung pertanyaannya. Punggung gue sakit.
Tangan Gefan sudah terulur untuk menyentuh punggung Aura, tetapi dia menghentikannya. Gue ambilin minum. Lo duduk aja dulu.
Gefan berkata seakan Aura bisa langsung berjalan setelah apa yang menimpanya. Saat Gefan kembali dengan sebotol air mineral, Aura menerimanya, meskipun dia tidak haus. Dia tidak ingin menyinggung orang yang telah menolongnya ini.
Perlu ke dokter" Tanya Gefan saat melihat Aura kembali meringis. Aura menggeleng. Sakitnya udah mulai berkurang. Perlu dianter pulang" Atau gue teleponin Lanna"
Aura kembali menggeleng. Gue bisa pulang sendiri, kok. Cuma butuh waktu nenangin diri bentar, ucapnya.
Gefan hanya mengangguk. Hati-hati. Di sini jarang ada orang yang nyetir sopan. Katanya. Kemudian, dia berdiri. Gue balik kerja, ya" Nggak apa-apa, kan, ditinggal" Aura tersenyum kecil. Nggak apa-apa. Makasih lagi.
Gefan menatap Aura sejenak. Seakan memastikan kalau gadis itu akan baik-baik saja, lalu melangkah kembali ke dalam toko.
Tepat saat itu, terdengar suara teriakan keras yang dibarengi dengan suara benda menabrak sesuatu. Gefan berbalik, dan melihat sebuah mobil baru saja menabrak seorang gadis berseragam SMA. Teman gadis itu berteriak histeris, sementara si mobil langsung memelesat pergi.
Tabrak lari! teriak seseorang.
Gefan berjalan pelan mendekati kerumunan kecil yang mulai terbentuk di sekeliling gadis yang ditabrak itu, diikuti Aura.
Ya, ampun& , Aura membekap mulut.
Tolongin! tangis seorang gadis yang mengenakan seragam serupa dengan si korban. Teleponin ambulans! Atau taksi! Atau apa pun!
Gefan menatap satu per satu Penonton yang ada di sana. Saat tidak melihat seorang pun dari mereka berani mengambil tindakan, dia menadahkan tangan kepada Aura. Mana kunci mobil lo"
Hah" Aura kaget sebentar, kemudian menyerahkan kunci mobilnya. Buat apa" Gefan tidak menjawab. Dia menjauh sebentar untuk mengambil mobil Aura, dan kembali mendekati kerumunan itu. Dia turun dari mobil untuk menghampiri si korban. Ayo, kita anter ke rumah sakit, katanya kepada Aura.
Aura melongo. Apa" Nggak ada waktu, omel Gefan. Jangan Cuma jadi penonton. Anak itu sekarat! bentaknya. Dia menghampiri teman korban. Bisa hubungi keluarganya"
Gadis itu mengangguk sambil sesenggukan.
Oke. Saya sama teman saya akan bawa dia ke rumah sakit, kamu nanti nyusul sama orangtuanya. Bisa"
Bi& bisa& , jawab gadis itu, sesenggukan. Makasih, Kak. Tolongin teman saya, ya. Gefan mengangkat tubuh si korban yang sudah berlumuran darah. Ayo, ajaknya kepada Aura. Untunglah Aura cepat mengerti. Dengan sigap, dia membuka pintu belakang mobilnya. Dengan hati-hati, supaya tidak semakin banyak darah yang keluar, Gefan membaringkan anak SMA itu di jok belakang. Aura ikut masuk ke belakang supaya bisa menjaga anak itu, sementara Gefan masuk ke kursi pengemudi. Mengabaikan orang-orang yang memperhatikan mereka, Gefan memelesat secepat mungkin menuju rumah sakit terdekat.
*** Aura dan Gefan duduk di kursi depan ruang UGD, bersama orangtua dan teman dari anak yang menjadi korban tabrak lari tersebut. Tidak ada yang bersuara di antara mereka. Raut wajah orang tua dan teman anak SMA itu tampak cemas dan gelisah. Aura melirik Gefan dan melihat wajah cowok itu tanpa ekspresi. Seragam kerja Gefan dipenuhi bercak darah, tetapi lelaki itu tampak tidak peduli. Aura berusaha tidak memikirkan bercak darah yang juga memenuhi jok mobilnya. Mamanya pasti akan histeris nanti saat melihatnya.
Jahat banget, ya, yang nabrak trus kabur gitu, gumam Aura pelan, berusaha mencairkan ketegangan. Sebagai orang yang juga baru saja menjadi korban tabrak lari, Aura bersyukur kondisinya tidak separah anak SMA itu. Hanya bokong dan punggungnya yang masih sedikit sakit, tidak sampai harus dirawat di UGD.
Gefan hanya bergumam tidak jelas sebagai tanggapan.
Pintu ruang UGD di buka. Dua orang perawat keluar dengan wajah datar. Salah seorangnya langsung memelesat melewati mereka, sementara yang lain menatap mereka satu per satu. Apakah ada di antara kalian yang memiliki golongan darah O negative" Tanya perawat itu. Wanita paruh baya, ibu korban, berdiri. Saya O negative. Ada apa, Suster" Perawat itu mengangguk. Korban butuh donor darah sekarang. Dia kehilangan banyak darah. Baik! Ambil darah saya, Suster! Ambil sebanyak apa pun yang kalian butuh untuk menyelamatkan putrid saya! kata wanita itu dengan wajah bersimbah air mata. Tolong selamatkan putri saya! pintanya.
Ma, tegur suaminya. Mama diabetes. Nggak boleh kasih donor.
Wajah perawat itu tampak prihatin. Ya, penderita diabetes tidak boleh memberikan donor. Dia menatap Gefan, Aura, dan gadis berseragam SMA yang duduk di sebelah Aura. Kalian" Si gadis SMA dan Gefan menggeleng pelan. Aura menelan ludah. Gefan meliriknya dengan sebelah alis terangkat.
Perawat lain, yang tadi langsung melewati mereka, muncul kembali dengan wajah khawatir. Kita sama sekali tidak punya stok darah O negative.
Kamu sudah menghubungi PMI"
Sudah. Dan, kosong. Saya. Ucap Aura pelan. Suaranya sedikit bergetar. Darah saya O negative. Benarkah" Tanya Ayah korban penuh harap. Kamu tidak mengidap penyakit apa pun, Nak" Sejauh yang saya tahu, saya sehat. Tapi, supaya lebih meyakinkan, saya bersedia diperiksa. Gefan mengerutkan dahi saat mendengar nada suara Aura. Suaranya bergetar, seperti menahan sesuatu. Tepat saat itu, dia mengingat ekspresi Aura ketika melihatnya akan mendonorkan darah beberapa waktu lalu. Dia juga ingat kata-kata Lanna tentang ketakutan Aura pada jarum. Ketika Aura akan mengikuti perawat untuk mulai prosedur donor darah, Gefan ikut berdiri. Boleh saya menemani" tanyanya kepada Perawat.
Tanpa sadar, Aura mengembuskan napas lega. Dia memang tidak ingin sendiri. Dan, tawaran Gefan untuk menemani sangat berharga untuknya saat ini.
*** Tenang, bisik Gefan, ketika Aura berbaring di ranjang dengan gugup. Rasanya nggak beda jauh kayak digigit semut, kok.
Aura mendengus, sementara perawat menyiapkan alat untuk mengambil darahnya. Kalau nggak inget ada anak sekarat, gue nggak akan mau ngelakuin ini. Matanya membulat ketika melihat jarum yang disiapkan perawat. Ya, ampun & dia menelan ludah. Benda itu bakal nancep ke badan gue"
Ada masalah" Tanya perawat.
Nggak ada, jawab Gefan. Dia Cuma gugup. Baru pertama kali donor darah. Aura memelototi jarum yang sudah terarah ke lengannya. Ya ampun& ya ampun & ya amp& ucapnya terpotong saat tiba-tiba Gefan mengalihkan wajahnya kea rah lain. Gimana nggak takut kalau lo melotot sampai segitunya"
Aura menatap wajah Gefan yang sekarang berada tepat di depannya. Untuk sesaat, dia terpaku. Di balik rambut sebahunya, Gefan ternyata memiliki wajah yang menarik. Dan, ketika mata mereka bertemu, Aura merasa seakan tengah memandangi langit malam yang pekat. Lo cakep juga, gumam Aura sambil lalu.
Thanks, jawab Gefan tak acuh. Lo juga lumayan.
Aura menjerit kecil saat jarum sudah masuk ke lengannya. Saat dia akan kembali melihat, Gefan menahan wajahnya.
Nggak apa-apa, Aura. Nggak perlu dilihat. Jarumnya bener-bener ada di badan gue" Kenapa lo takut jarum" Tanya Gefan tiba-tiba.
Kalau lo ngabisin masa kecil dengan terus-terusan ketusuk jarum, lo juga bakal parno. Nggak jarum jahit, peniti, jarum pentul, sampai jarum suntik, nggak ada yang ngasih kesan bagus ke gue.
Wajah Gefan tampak geli. Oh, ya" Emang apa yang mereka lakuin ke elo" Nusuk gue terus-terusan, jawab Aura dengan wajah cemberut. Padahal, gue udah nyoba pegang sehati-hati mungkin, tetep aja ketusuk. Ya udah, gue nyerah. Nggak mau lagi berurusan sama benda-benda itu.
Aneh, dengus Gefan. Aura mencibir. Menurut lo aneh. Menurut gue, sih, normal.
Bener juga, Gefan mengangguk setuju. Semua orang normal dengan cara mereka masingmasing.
Tepat. Gefan terus mengajak Aura mengobrol, menjauhkan pikiran gadis itu dari kenyataan sebuah jarum tengah menancap di lengannya. Saat perawat berkata selesai, Aura mendesah lega. Dia sedikit sempoyongan ketika berdiri.
Pusing" Tanya Gefan.
Lumayan, jawab Aura, menyambut tangan Gefan yang terulur untuk membantunya turun dari ranjang.
Mereka kembali bergabung dengan orangtua dan teman korban setelah Aura merasa cukup baik. Ibu si gadis terus mengucapkan terima kasih kepada Aura. Setelah yakin tidak ada yang harus mereka lakukan lagi, keduanya memutuskan untuk pulang.
Lo bisa pulang sendiri" Tanya Gefan
Bisa, jawab Aura. Ya udah. Lo langsung pulang aja. Gue harus balik ke toko. Gue anter sekalian" tawar Aura.
Gefan menggeleng, Gue naik angkot aja, dia sudah berjalan beberapa langkah, kemudian berbalik. Lo hebat. Bisa ngatasin rasa takut buat nolong orang.
Wajah Aura bersemu malu. Dia mengangkat bahu tak acuh, berusaha bersikap santai. Ketakutan itu kelihatan konyol aja kalau sampai bikin gue biarin anak itu kehabisan darah. Egois dan nggak berperikemanusiaan.
Gefan memiringkan kepalanya sedikit. Ya. Konyol banget. Aura tersenyum kecil. Bye, Fan. Sampai ketemu lagi. Bye, balas Gefan.
*** Jadi, anak itu udah nggak apa-apa" Tanya Agra, teman kerja Gefan. Gefan melepaskan kausnya yang berlumuran darah, kemudian mengenakan jaket untuk melapisi singlet putihnya. Semoga, sih, udah nggak apa-apa. Seenggaknya dia udah dapet darah.
Sakit jiwa, tuh, yang nabrak. Berani banget dia langsung maen kabur gitu. Nggak ketangkep, ya"
Ketangkep, jawab Agra. Nggak lama abis lo sama cewek itu pergi bawa korban, yang nabrak digiring ke TKP. Terakhir gue lihat, sih, dia dibawa ke kantor polisi. Arga menggaruk hidungnya. Ngomong-ngomong, cewek tadi pacar lo, ya"
Bukan! bantah Gefan cepat. Temannya teman gue.
Oh& , Arga mengangguk paham. Ngomong-ngomong, Devita apa kabar" Kenapa nanya gue" Emang gue bapaknya"
Arga tertawa, Lo harus cepet nemu cewek, Man. Biar hidup kaku lo lebih menarik. Gue nggak perlu saran dari buaya sinting kayak lo.
Tawa Arga makin keras. Gefan menyambar kardus yang masih berisi penuh. Kemudian mereka melangkah meninggalkan gudang. Gefan berdiri di depan computer untuk memasukkan data CD baru, sebelum kembali menyusunnya. Arga berdiri di depannya, sementara Fara, bagian kasir, sibuk melayani pembeli. Gefan sesekali melirik Arga yang tampak sibuk mengamati pembeli yang sedang mengantre.
Belanja mata terus, sindir Gefan tanpa menatap Arga.
Gue normal,Fan. Kata Arga membela diri. Lo, tuh, yang wajib diperiksa. Nggak pernah peduli sama cewek. Iya, nggak, Far"
Nggak ikutan, jawab Fara tak acuh.
Gefan tersenyum tipis. Lo nggak bisa ngerti gue sama kayak gue nggak akan pernah bisa ngerti otak kotor lo.
Arga mendengus, Lo emang payah.
Fara menatap Arga. Nggak ada kerjaan" Tuh, pelanggan banyak. Ngapain lo ngurusin Gefan" Arga menyeringai. Pulang kerja, jalan yuk, Far.
Fara kembali pada pekerjaannya. Nggak, makasih. Gue alergi sama playboy. Gefan melempar pandang prihatin bercampur geli. Arga mendengus, lalu meninggalkan mereka untuk menghampiri pelanggan yang baru masuk.
Bab 6 Gefan sedang menikmati sarapannya ketika Aska meletakkan sebuah amplop cokelat di depannya. Lalu, ayahnya itu duduk di depannya, mengambil selembar roti dan mengoleskan selai kacang di atasnya. Itu untuk kuliah dan biaya sehari-harimu. Juga mamamu, kata Aska sambil melahap rotinya. Gefan hanya menatap amplop itu tanpa mengambilnya. Dia meminum kopi panasnya, mengabaikan Aska. Setelah menghabiskan tiga lembar roti dan segelas jus jeruk, Aska berdiri, memakai jaketnya, lalu menenteng tas kecil di bahunya. I have to go. See you soon, in one or two or six months later. Tersenyum lebar, dia mengacak rambut Gefan, kemudian menyeret koper kecilnya menuju ruang depan. Gefan berlari menyusul ayahnya. Ayah nggak nemuin Mama" Tanya nya Aska berhenti sejenak, lalu berbalik. Apa ada fungsi pamit sama dia" Dia bahkan nggak kenal sama dirinya sendiri. She s your wife! geram Gefan Aska melepaskan kopernya, kemudian berjalan menghampiri Gefan. Dia masih lebih tinggi lima senti daripada Gefan. Kedua tangannya menyentuh bahu Gefan. I know it, my little boy. Dia istri saya, seperti kamu juga anak saya. Karena itu saya menyempatkan pulang sesekali dan rutin mengirimkan uang untuk kalian. Apa itu masih kurang" Gefan menyentak tangan ayahnya dengan kasar, Aku nggak butuh uang Ayah! Aku bisa menghidupi diriku sendiri! Mama yang butuh Ayah! Aska mengangkat bahu. I have to go, katanya. Lalu, dia kembali menyeret kopernya dan meninggalkan rumah. Gefan menendang pintu dengan geram. Dia mengumpat, menyumpah serapah, dan mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak pantas diucapkan seorang anak kepada ayahnya. Tapi, Gefan tidak peduli. Ayahnya benar-benar manusia paling berengsek baginya. Amukan Gefan sedikit mereda saat dia mendengar suara pintu kamar mamanya dibuka. Lavia melangkah keluar dengan mata menatap Gefan. Dahi Lavia berkerut dan matanya dipenuhi Tanya. Gefan mendekati mamanya. Mau ke mana, Ma" Tanya Gefan lembut, seraya menggandeng tangan Lavia dan membawanya ke ruang tengah. Lavia tidak melepaskan matanya dari Gefan. Tangannya terulur menyentuh kedua pipi Gefan, kedua rahangnya, leher, dan berhenti di bahu. Bibirnya menyunggingkan senyum miring. Aska, ucapnya penuh sayang. Aku kangen, sambungnya. Lalu, Lavia memeluk Gefan erat. Jangan pergi lagi. Dada Gefan terasa nyeri melihat keadaan mamanya. Ayahnya benar-benar tega memperlakukan mamanya seperti ini. Ma, ini Gefan. Lavia tampak seolah tidak mendengar ucapan Gefan. Dia terus memeluk lelaki itu, mengusap-usap wajah di dada Gefan, mempererat pelukannya, seolah tidak ingin melepasnya lagi. Gefan hanya diam, membiarkan Lavia memeluknya. Lavia berceloteh, mengungkapkan semua isi hatinya untuk Aska. Kedua tangan Gefan sudah terkepal di sisi tubuhnya, tetapi dia menahan diri untuk tidak menghancurkan sesuatu. Lavia melepas pelukannya, menatap Gefan dengan bingung. Kenapa kamu nggak peluk aku" Kamu nggak sayang lagi, ya, sama aku" Gefan memaksakan diri tersenyum. Dia menarik Lavia dalam pelukannya. Tubuh Lavia menjadi lebih rileks saat dia kembali membenamkan wajah di dada Gefan. Ayahnya akan membalas ini nanti. Gefan bertekad akan membuat ayahnya lebih menderita daripada mamanya sekarang. *** Lanna mengernyit saat melihat wajah kusut Gefan. Temannya itu duduk di sudut belakang kelas sambil mencoret-coret bindernya. Lanna menarik kursi ke sampingnya, lalu duduk. Kenapa lo" Gefan tidak menjawab. Bindernya sudah penuh coretan gambar-gambar abstrak yang cantik tetapi mengerikan, sejenis dengan tato di lehernya. Lanna menyandarkan punggungnya ke kursi, tidak bertanya lagi. Dia hanya mengamati Gefan yang masih sibuk menggambar sesuatu. Ntar jalan yuk, Na, ajak Gefan tanpa berpaling dari gambarnya. Lo kerja jam dua, kan" Ntar langsung gue anter. Oke. Mau ke mana" Ke mana aja. Keliling-keliling nggak jelas. Gefan membalik bindernya, mencari halaman kosong untuk membuat gambar baru. Ntar gue yang ngomong sama Arsen. Nggak usah. Ntar gue aja. Dia hari ini juga nggak bisa jemput, kok. Ada les sampai sore. Ya udah, jawab Gefan singkat. Kemudian dia tidak bersuara lagi, focus pada gambarnya. Lanna mengamati Gefan dan bindernya bergantian. Ada yang aneh dengan Gefan hari ini. Dia tahu Gefan sosok yang pendiam. Pendiam dan nyaris introvert. Tetapi, baru kali ini dia merasa aura yang sangat muram di sekitar Gefan. Teman dekatnya itu seperti sedang menahan sesuatu yang akan meledak. Dia ingin bertanya, tapi tidak berani mendesak. Gefan yang sedang marah sepertinya bukan sesuatu yang baik. Meskipun belum pernah melihat langsung, Lanna bisa merasakannya. Gefan tidak pernah mau membagi masalah pribadinya. Setiap Lanna menanyakan sesuatu yang sedikit probadi, cowok itu langsung gusar dan menyuruh tidak membahas. Meskipun hubungan mereka cukup dekat, Lanna tidak benar-benar mengenal Gefan sepenuhnya. Gefan tetap sosok penyendiri yang misterius. Seperti brankas yang membutuhkan kode rumit untuk membukanya. Begitu kelas mereka berakhir, Lanna mengikuti Gefan ke tempat parkir motor. Mereka lebih dulu makan di sebuah warteg pinggir jalan, sambil memutuskan ke mana mereka akan pergi. Lanna mengajak Gefan ke bioskop, tapi Gefan menolak. Dia sedang ingin menghindari keramaian. Akhirnya, setelah makan, mereka hanya berkeliling-keliling sampai bensin motor Gefan nyaris habis. Sebelum mengantar Lanna ke tempat kerjanya, Gefan mampir di sebuah SPBU untuk mengisi bensin. Kamu di mana" Tanya Arsen. Dari tadi aku telepon nggak di angkat. Lagi di jalan, sama Gefan. APA"! Arsen langsung terdengar gusar. Ngapain sama dia" Lanna menghela napas. Dia masih tidak mengerti mengapa Arsen sangat antisipasi dengan Gefan. Padahal. Arsen tahu Gefan tidak pernah bertingkah kurang ajar atau mencoba mendekatinya. Sekarang kamu di mana" Aku jemput. Lanna melihat Gefan sudah selesai mengisi bahan bakar dan sedang melaju ke arahnya. Udah mau ke toko. Jemput pulang kerja aja, ya. Arsen menggeram. Aku bunuh cowok itu! sungutnya. Kamu baik-baik aja, kan" Masih lengkap, kan" Arsen, sayang, aku jalan sama Gefan, bukan sama psikopat. Dia berjiwa psikopat buat aku, kata Arsen dengan nada dongkol. Ya udah, aku jemput pulang kerja. Hatihati. Kamu masih rajin bawa semprotan lada, kan" Kalau dia macem-macem dan kamu nggak sempet ngeluarinnya, langsung tending aja selangkangannya. Arsen! Lanna tertawa. I II be fine, sweet pea. Gefan berhenti di depan Lanna. Lanna naik ke boncengannya. See you later, kata Lanna. Setelah member kecupan mesra di telepon. Pasti ngamuk-ngamuk nggak jelas, tuh, bocah, dengus Gefan Gitu, deh. Tapi, nggak bakal perang, kok. Kata Lanna. Buruan jalan. Ntar gue telat. *** Gefan mengamati kondisi mamanya semakin membaik sejak mengenali dirinya sebagai Aska. Lavia menjadi lebih sering keluar kamar dan mengekornya saat dia ada di rumah. Gefan senang melihat mamanya sudah lebih Hidup , tetapi juga sedih karena sang mama masih belum juga mengingatnya. Lavia seperti terjebak dalam memori masa lalunya yang indah dengan Aska, ketika Aska belum berubah menjadi lelaki sialan seperti sekarang. Gefan selalu meringis setiap melihat Lavia menatapnya dengan penuh cinta. Bukan cinta ibu kepada anaknya, melainkan cinta perempuan kepada seorang lelaki. Terlihat jelas kalau Lavia sangat mencintai Aska. Seperti saat ini, begitu Gefan melangkah masuk ke rumah, Lavia langsung menyambutnya dengan senyum. Gefan balas tersenyum sambil mengecup pipi mamanya dengan sayang. Lavia menarik Gefan ke ruang makan. Gefan takjub saat melihat deretan makanan memenuhi meja. Sudah sangat lama dia tidak merasakan masakan mamanya lagi. Aku bikin sup iga kesukaan kamu, kata Lavia. Memeluk leher Gefan dari belakang, lalu mengecup pipi kirinya. Suka, kan" Suka, kata Gefan. Dia benar-benar canggung harus bersikap sebagai kekasih dengan ibu kandungnya sendiri. Tetapi, dia tidak tega jika harus mengecewakan mamanya. Satu-satunya hal paling berharga dalam hidupnya hanya sang mama. Dan, dia akan melakukan apa pun untuk membuat mamanya senang. Lavia tersenyum senang, lalu duduk di sebelah Gefan. Dia mengisi piring Gefan dengan nasi dan beragam sayur serta lauk yang sudah dibuatnya, lalu mengisi piringnya sendiri. Lavia tidak hentinya melirik Gefan dengan pandangan memuja. Sesekali dia menyuapi Gefan, mengelus pipinya, membuat Gefan bergidik setiap kali Lavia melakukannya. Selesai makan, Lavia mengajak Gefan duduk di ruang tengah sambil menonton TV. Kepala Lavia bersandar di bahu Gefan sambil memeluk pinggangnya. Gefan hanya diam, berusaha mengalihkan perhatian dengan acara TV di depannya. Sayang, bisik Lavia, mendongakkan kepalanya. Gefan menunduk. Ya" Tiba-tiba, Lavia mendekatkan wajahnya kepada Gefan. Gefan tersentak dan mendorong mamanya. Dia tahu apa yang akan dilakukan mamanya. Dan, ini sudah melebihi batas wajar. Aska& ekpresi terluka di wajah Lavia menyayat hati Gefan. Aku Gefan, Ma! Anak mama. Bukan Aska! kata Gefan, mengguncang bahu mamanya. Lihat aku, Ma! Aku bukan Aska! Lavia berdiri dengan ketakutan dan menjauhi Gefan. Gefan mendekat, berusaha menyentuh mamanya lagi. Tepat saat Gefan menyentuh tangannya, Lavia berteriak. Teriakan keras dan histeris. Penuh ketakutan. Gefan sampai harus menutup telinganya. MANA ASKA" ASKAAA!!!! teriak Lavia. Ma! Gefan menarik Lavia dalam pelukannya, mencoba kembali menenangkan mamanya. Akan tetapi, kali ini Lavia yang mendorong Gefan. Lavia menarik-narik rambutnya sendiri dengan frustasi sambil terus berteriak memanggil Aska. Dia sama sekali tidak menghiraukan keberadaan Gefan. Setelah lelah berteriak, dia duduk dan menangis. Hati Gefan terasa tercabik saat melihat keadaan mamanya. Lavia hanya ingin bahagia bersama lelaki yang dicintainya. Sayang, lelaki itu tidak mau memedulikannya sama sekali. Dengan lembut, Gefan menarik Lavia agar berdiri, lalu mengantar wanita itu ke kamarnya. Lavia langsung meringkuk di kasur, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, seraya terus terisak. Gefan mengelus rambut mamanya sebentar, sebelum melangkah perlahan keluar kamar. Hari-hari Lavia menjadi zombie sepertinya akan kembali. Kenyataan itu makin melukai Gefan. ***
Bab 7 Gefan membuka pintu kamar Lavia perlahan, lalu terbelalak. Lavia masih berbaring di kasurnya, tampak kesulitan bernapas. Gefan meletakkan makanan yang dibawanya ke atas meja kecil yang ada di samping tempat tidur, lalu menghampiri mamanya dengan panic. Belum sempat Gefan bertanya ada apa, tubuh Lavia melemas, lalu pingsan. Gefan mengangkat tubuh Lavia dan membawanya keluar rumah. Salah seorang tetangganya baru saja mengluarkan mobil. Gefan langsung mengadangnya. Ada apa, Gefan" Tanya Tobi, pemilik mobil itu. Mama saya. Butuh ke rumah sakit. Sekarang, kata Gefan. Dengan sigap, Tobi membuka pintu belakang mobilnya. Ayo, saya antar, katanya. Makasih, ucap Gefan seraya masuk. Perjalanan menuju rumah sakit seperti menanti eksekusi hukuman gantung bagi Gefan. Penuh rasa tegang dan ketakutan. Dia tidak mau kehilangan mamanya dengan cara apa pun. Entah apa yang terjadi, dia tidak sempat memikirkannya. Yang jelas, dia ingin mamanya selamat. Begitu tiba di rumah sakit, Lavia langsung dibawa ke ruang UGD. Gefan hanya bisa pasrah saat dokter mengambil alih mamanya. Dia mengucapkan terima kasih kepada Tobi. Kamu mau ditemani" Tanya Tobi, melirik jam tangannya, lalu kembali manatap Gefan. Gefan menggeleng. Makasih banyak, Om. Ucapnya. Maaf merepotkan. Tobi menepuk pelan bahu Gefan. Bukan masalah, dia tersenyum kecil, sedikit merasa bersalah. Saya harus pergi. Kalau ada apa-apa, kamu bisa menghubungi saya. Gefan mengangguk. Setelah Tobi pergi, gefan mengeluarkan ponselnya. Dia mengirim SMS kepada Lanna, mengatakan kalau dia tidak masuk semua kelas hari ini. Lanna membalasnya, bertanya mengapa dia tidak masuk. Gefan mengabaikannya. Dia berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD, berharap pintu itu segera terbuka dan dokter member kabar kalau mamanya baik-baik saja. *** Delia mengintip dari bahu Aura untuk melihat apa yang sedang dikerjakan sahabatnya itu. Seperti biasa, Aura sibuk dengan karikaturnya. Tetapi, kali ini ada yang berbeda. Delia menunduk, agar bisa melihat lebih jelas. Siapa, tuh" Aura langsung menutup bukunya. Bukan siapa-siapa. Mata Delia menyipit. Dia menarik kursi ke sebelah Aura. Siapa" ulangnya. Nggak usah usil deh, omel Aura. Dia kembali membuka bindernya, tetapi ke halaman kosong. Dia mulai membuat karikatur baru. Dengan sigap, Delia menarik binder itu, lalu membawanya menjauh dari Aura. Aura terbelalak dan langsung mengejar Delia. Delia membalik halaman berisi gambar seorang lelaki yang dibuat Aura tadi. Dia mengamatinya, mencoba mengenali lelaki itu. Tidak seperti gambar Aura yang biasanya aneh dan konyol, gambar satu ini terlihat indah dan menarik. Seorang pria dengan rambut nyaris menyentuh bahu, sedikit bergelombang. Yang menarik, pria itu dibuat telanjang dada dengan tato rumit tetapi cantik dilehernya. Belum sempat Delia mengamati lebih jauh, Aura berhasil menarik kembali bukunya. Dia menatap Delia kesal. Usil banget, sih, lo" dengus Aura. Delia tersenyum nakal. Wah& ., Rangga pasti heboh kalau tahu adik tersayangnya mulai lirik-lirik cowok. Wajah Aura memerah. Kalau lo lapor ke Kak Rangga, gue beneran ngambek sama lo. Delia tertawa keras. Melihat raut Aura, dia menghentikan tawanya. Berdehem, dia kembali bersuara. Emang udah waktunya, ya, Ra. Anak mana" Aura berjalan kembali ke kelasnya, sementara Delia mengekor. Dia sama sekali tidak ingin bercerita kepada Delia mengenai cowok di gambarnya. Nit, tegur Delia. Mahasiswa sini juga" Aura mengangkat bahu. Delia menepuk punggung Aura geram. Nggak usah sok-sok rahasia, deh. Sama gue juga. Siapa" kejarnya dengan nada penasaran. Aura duduk, mengabaikan Delia sepenuhnya. Kalau nggak mau ngasih tahu, gue bakal cerita ke Rangga. Aura melotot. Resek lo! umpatnya. Delia kembali menyunggingkan senyum manis. Kalau gitu, cerita, dong. Bukan siapa-siapa. Bukan siapa-siapa, kok, muka lo merah" goda Delia. Diem, ah. Delia kembali tertawa. Nggak apa-apa, Ra. Jatuh cinta bukan dosa besar, kok, sampai lo harus malu gitu. Gue nggak jatuh cinta. Delia bersandar, menyilangkan kakinya. Belom, bukan nggak, katanya. Siapa, sih" Cakep nggak" Sama Rangga, cakepan siapa" Aura merasakan pipinya memanas. Udah, Del. Gue nggak akan ngomong apa-apa. Nggak asyik lo, Delia merengut. Janji, Deh, nggak bakal kasih tahu siapa-siapa! Sumpah pramuka! Aura menatap Delia geli, lalu menggeleng. Nggak! jawabnya dengan nada final. Ntar gue mau ke Diamond. Ikut" Aura mengalihkan pembicaraan. Delia mencibir, menyadari usaha Aura untuk mengalihkan topic. Nggak, ah. Mau nyalon, jawabnya, sambil mengibaskan rambut hingga mengenai wajah Aura. Aura hanya mendengus. *** Gefan duduk di bangku depan ruang UGD dengan perasaan yang amat tidak tenang. Matanya berkali-kali manatap pintu ruangan itu yang tertutup rapat. Ketika pintu itu terbuka, Gefan langsung melompat berdiri dan menghampiri dokter. Gimana mama saya, dok" Tanya Gefan langsung. Dokter itu menghela napas pelan. Mamamu mengalami overdosis. Hal itu menyebabkan aliran darah dari jantung ke otaknya berhenti. Maaf, tapi kami sudah berusaha melakukan yang terbaik yang kami bisa. Gefan merasakan jantungnya berhenti berdetak sesaat. Apa maksud dokter" tanyanya dengan suara bergetar. Dokter itu menatap Gefan sambil menepuk pundaknya. Karena aliran darah berhenti, fungsi jantung pun berhenti. Itu artinya, mamamu telah beristirahat dengan tenang. Yang kuat, ya, ucap dokter berhati-hati. Gefan berteriak. Teriakan yang penuh kesakitan. Dokter bohong! bentaknya. Mama saya nggak mungkin meninggal! Kalian nggak berusaha! Kalau kalian benar-benar berusaha, mama saya nggak akan meninggal! Dokter itu menepuk bahu Gefan penuh rasa bersalah. Maaf. Semoga kamu bisa menerimanya. Gefan langsung berlari memasuki ruang UGD, menghampiri mamanya. Kain putih sudah ditarik menutup hingga ke wajah Lavia. Gefan membukanya perlahan. Mamanya seperti sedang tidur. Namun, wajahnya amat pucat, pertanda tidak ada lagi darah yang mengalir di sana. Gefan menyentuh dada mamanya dengan mata terpejam. Tidak ada lagi detak jantung yang terasa di telapak tangannya. Mamanya benar-benar sudah pergi. Meninggalkannya. Matanya memanas, sementara bahunya mulai bergetar. Mama" panggil Gefan pelan. Ma" Ini Gefan. Mama dengar, kan, Ma" Mama Cuma tidur, kan" Tubuh Lavia bergeming. Gefan menggenggam tangan mamanya yang mulai mendingin. Ini tidak mungkin terjadi kepadanya. Gefan sayang Mama. Mama jangan pergi. Mama nggak boleh pergi! Gefan nggak mau sendirian di sini. Cuma Mama yang Gefan punya. Gefan membiarkan air matanya jatuh. Bangun, Ma& Seorang suster memasuki ruangan itu dan menghampiri Gefan yang masih terus berusaha berbicara dengan mamanya. Suster, tolongin Mama saya, pinta Gefan. Tolong& jangan biarkan dia meninggal & Suster itu menatap Gefan prihatin. Mamamu sudah tenang di sana. Kamu harus ikhlas. Gefan menggeleng. Dia tidak mau membiarkan mamanya meninggal sekarang. Dia belum melakukan apa pun untuk membahagiakan mamanya. Lavia tidak boleh meninggal. Hal terakhir yang dilakukannya kepada Lavia membuat robekan di hati Gefan makin lebar. Kalau saja dia tidak mendorong Lavia& Selain dirinya, masih ada satu orang lagi yang bertanggung jawab atas kondisi Lavia. Kalau bukan karena orang itu, Lavia tidak akan sakit. Lavia tidak akan salah mengenalinya. Dan, Lavia pasti masih hidup sekarang. Bukan Lavia yang seharusnya mati, melainkan orang itu. Dengan tangan terkepal, Gefan pergi meninggalkan tempat itu. Dia menghentikan taksi dan memerintahkan si sopir untuk membawanya ke kantor Diamond Group. Kantor itu pasti tahu di mana ayahnya sekarang, karena mereka yang menyusun jadwal perjalanan Aska. Dia ingin memburu dan mengubur lelaki itu hidup-hidup. Karena ayahnya, dia kehilangan satu-satunya hal yang paling berharga di hidupnya. Dia benar-benar akan membunuh pria itu. Gefan menerobos masuk tanpa menghiraukan security yang menjaga pintu. Security itu menghadangnya dengan galak. Gefan balas menatap orang itu dengan garang. Dengan emosi seperti ini, dia bisa menyakiti siapa pun yang menghalanginya dan dia tidak akan menyesali perbuatan itu. Mau ke mana" bentak satpam itu. Bertemu dengan siapa pun yg mengirim Aska pergi dari Negara ini, kata Gefan, menggeretakkan giginya. Seorang wanita mengenakan setelan blazer berwarna hijau limun menghampiri mereka. Ada apa ini" Tanya wanita itu. Anak ini mau membuat kekacauan, lapor si satpam. Mata wanita itu menyipit saat melihat Gefan. Apa saya mengenalmu" Nggak, jawab Gefan dengan rahang terkatup. Tapi, anda pasti mengenal ayah saya. tatapan mata Gefan di penuhi amarah. Ke mana Aska pergi" Aska" alis wanita itu menyatu. Aska siapa" Aska Pandagri. Oh, kamu anaknya Pak Aska" Aku harap bukan, geram Gefan. Ke mana dia" New Orleans. Sebentar lagi Paskah. Dia tidak ingin ketinggalan perayaan Mardi Gras, untuk bahan artikel dan bukunya. Wanita itu tampak semakin bingung. Apa dia tidak mengabarimu" Gefan kembali berteriak seperti hewan liar yang terluka. BERENGSEK! Sementara istrinya sekarat sampai meninggal, dia pergi buat nonton perayaan bodoh" Istri Pak Aska meninggal" Gefan mengabaikan pertanyaan itu. Pandangan matanya terlihat amat tersiksa. Bilang ke dia, sebaiknya dia nggak pernah muncul di depan muka saya lagi. Atau, saya akan membunuhnya! tatapan mata Gefan makin dingin. Dan, terima kasih sudah membunuh mama saya. Kamu tidak ingin menghubungi Pak Aska" tahan wanita itu saat Gefan berbalik. Gefan hanya menatap wanita itu sekilas, lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Kesedihan memenuhi hatinya. Mamanya sudah meninggal. Dia tidak akan pernah lagi melihat mamanya setelah ini. Gefan membiarkan air matanya kembali turun sambil terus berjalan tanpa arah. Gefan! Gefan mengabaikan panggilan itu. Tiba-tiba, seseorang menahan lengannya dari belakang. Gefan menyentak tangannya, lalu kembali berjalan. Gefan! kali ini orang itu menyentak bahu Gefan hingga berbalik. Alis Aura langsung menyatu saat melihat wajah Gefan dipenuhi air mata. Lo kenapa" Apa peduli lo! bentak Gefan. Nggak usah ikut campur. Dia kembali berjalan, meninggalkan Aura yang terpaku. Aura tersentak mendengar nada kasar Gefan. Dia bisa saja pergi dari tempat itu, mengabaikan Gefan seperti perintah lelaki itu. Namun, pandangan mata Gefan yang penuh duka tidak bisa diabaikan begitu saja. Dan, lelaki itu sedang menangis. Nekat, dia berlari kecil menghampiri Gefan dan berdiri di depannya. Lo baik-baik aja, Fan" Ada apa" Tanya Aura pelan, berharap suara lembutnya meluluhkan Gefan. Gefan hanya menatap Aura tajam. Aura bisa melihat kilat kemarahan di mata cowok itu. Seharusnya, dia takut dan langsung menyingkir dari jalan Gefan. Namun, yang dilakukannya malah mengulurkan tangan untuk memegang kedua bahu Gefan. Gefan kembali menyentak tangan Aura. Apa yang terjadi sama gue, sama sekali bukan urusan lo! Begitu juga dengan apa yang terjadi sama gue, bukan urusan lo. Tapi, lo tetep bantu gue pas gue jatuh. Kenapa gue nggak boleh ngelakuin hal yang sama" Aura menatap Gefan tajam. Kebetulan masalah gue jauh lebih parah daripada sekedar bokong yang benturan sama aspal. Jawab Gefan dingin. Lo nggak harus ngusir semua orang, ujar Aura. Dia mengangkat tangannya, menyerah. Oke. Kita emang belum bener-bener saling kenal sampai lo harus cerita sama gue. Dia mengeluarkan ponselnya. Apa perlu gue hubungi Lanna" Gue bisa ngatasin semuanya sendiri. Gefan menghentikan taksi kosong yang lewat, lalu pergi dari tempat itu. Kembali ke mobilnya, Aura menyusul taksi yang membawa Gefan. Saat-saat seperti ini, dia merindukan motor bebeknya, di mana bisa langsung memutar tanpa kesulitan. Dia melupakan tujuannya semula, ingin menyerahkan karikatur barunya. Dia penasaran apa yang membuat lelaki segahar Gefan terlihat begitu hancur. Aura melambatkan mobilnya ketika melihat taksi yang diikutinya berhenti di sebuah rumah sakit. Setelah memarkir, Aura berjalan di belakang Gefan. Alisnya kembali bertautan saat melihat Gefan ke & kamar jenazah" Tengkuk Aura merinding. Ada apa ini" Mengapa Gefan masuk ke kamar jenazah" Beberapa saat kemudian, setelah menyelesaikan masalah administrasi rumah sakit, Gefan mengikuti beberapa perawat mendorong ranjang keluar dari kamar jenazah. Sosok di atas ranjang itu ditutupi sepenuhnya, tanda kalau sudah tidak bernyawa lagi. Aura tidak bisa mendeskripsikan raut wajah Gefan. Tidak cukup hanya dengan kata sedih, terluka, hancur, dan sebagainya. Gefan terlihat seperti dunianya sudah musnah. Tepat sebelum Gefan ikut naik ke ambulans, Aura kembali menahannya. Gefan sedikit terkejut melihat Aura. Siapa" Tanya Aura. Mata Gefan menggelap karena emosi. Nyokap gue. Mulut Aura ternganga. Gue ikut belasungkawa, ucapnya. Gefan mengangguk kaku, lalu naik ke ambulans, meninggalkan Aura. Ketika ambulans itu berjalan, Aura tidak menyusulnya. Dia mengeluarkan ponsel dan menekan nomor Lanna. Na, nyokap Gefan meninggal, katanya langsung begitu Lanna menjawab. Gue tahu rumahnya. Kita berangkat bareng aja, sambungnya, lalu menutup ponselnya. *** Gefan sedikit kaget saat melihat Aura, Lanna, dan Arsen datang ke rumahnya untuk melayat. Rumahnya sendiri sudah dipenuhi tetangga-tetangga di sekitarnya. Dengan canggung, dia mempersilahkan mereka masuk. Lanna berhenti di depan Gefan sebentar, mengelus lengannya, lalu bergabung dengan Aura untuk duduk di dekat ibu-ibu di bagian belakang rumah, sementara Arsen dan Gefan duduk bersama bapak-bapak di ruang tamu. Arsen menepuk bahu Gefan yang duduk di sampingnya. Gue ikut berdukacita. Gefan menatap Arsen. Thanks, ucapnya. Lo nggak apa-apa" Sangat apa-apa. Jawab Gefan. Satu-satunya hal paling berharga dalam hidup gue udah pergi. Gimana menurut lo" Arsen menghela napas. Gue ngerti. Bisa dibilang, lo malah lebih beruntung karena dikasih kesempatan buat kenal sama nyokap, sementara gue Cuma bisa lihat foto. Gefan tidak menanggapi. Arsen tidak bersuara lagi. Dia membiarkan Gefan larut dalam perasaan kehilangannya. Gefan tidak melepaskan pandangan dari jasad mamanya yang berada tepat di depannya. Saat merapikan rumah untuk menyambut para pelayat, Gefan sempat beres-beres di kamar mamanya. Dia menemukan botol obat tidur yang sudah kosong. Seperti yang dibilang dokter, mamanya overdosis obat tidur. Saat itulah dia tahu kalau mamanya sengaja mengakhiri hidupnya. Lavia membunuh dirinya sendiri. Kenyataan itu melukai Gefan lebih dalam. Seandainya, dia tidak mendorong Lavia saat mamanya itu akan menciumnya, mungkin Lavia tidak akan melakukan ini. Seharusnya, dia tetap membiarkan Lavia menganggapnya Aska, yang pasti akan membuat mamanya sangat bahagia. Gefan mengutuk dirinya karena tidak bisa membahagiakan mamanya. Jenazah Lavia dikebumikan sekitar pukul tiga sore. Gefan tetap tidak bersuara saat jasad mamanya diturunkan ke liang lahat. Dia menangis tanpa suara. Aura dan Lanna berdiri di kiri-kananya, mencoba memberinya kekuatan. Arsen bahkan ikut menepuk punggungnya dari belakang. Begitu prosesi pemakaman selesai, satu per satu pelayat meninggalkan tempat itu. Tinggal Gefan, Lanna, Arsen, dan Aura yang tersisa. Gefan seperti tidak ingin meninggalkan pusaran mamanya. Dia menyentuh nisan sang mama sambil sesekali membersit hidungnya. Kacamata hitam yang dipakainya tidak mampu menutupi raut sedihnya. Pulang aja kalau mau pulang. Gue masih mau di sini. Sendiri, kata Gefan tanpa menatap mereka. Telepon gue kapan pun lo butuh. Oke" ucap Lanna. Kita sahabat, kan" Gefan mengangguk. Thanks, Na. Lanna meremas bahu Gefan, lalu berjalan bersama Arsen. Saat dia mengajak Aura, sahabatnya itu menggeleng. Alis Lanna menyatu, tetapi tidak bertanya. Akhirnya, dia membiarkan Aura bersama Gefan. Gue mau sendiri, Ra, kata Gefan dengan nada lelah. Bukannya mendengarkan, Aura malah ikut berjongkok di sebelah Gefan. Aura memutar bahu Gefan agar menghadapnya, lalu menarik cowok itu dalam pelukannya. Tubuh Gefan mengejang karena kontak itu. Belum pernah ada orang yang memeluknya seperti ini, selain mamanya. Hal pertama yang terbesit di benak Gefan adalah mendorong Aura menjauh. Namun, yang dilakukannya malah balas memeluk Aura dan terisak di bahu gadis itu. *** Bab 8
Aura membenturkan kepala di meja belajarnya sambil terus-menerus mengutuk dirinya. Apaapaan yang dilakukannya tadi" Memeluk Gefan" Ya, ampun! Idiot macam apa yang sudah merasuki tubuhnya hingga dia berani bersikap seperti itu" Ya, walaupun Gefan pernah memberinya semangat saat dia kali pertama melakukan donor darah waktu itu, tetap saja itu tidak bisa dijadikan alasan untuk membenarkan tindakan bodohnya.
Ungtunglah Gefan tidak melemparnya, atau menguburnya hidup-hidup, mengingat mereka sedang berada di pemakaman. Gefan malah balas memeluknya dan menangis. Benar-benar terisak. Aura tidak pernah membayangkan sosok sesangar itu bisa terisak seperti anak kecil. Bahunya sudah basah oleh air mata Gefan, saat akhirnya cowok itu mau diajak pulang. Setelah Gefan terlihat lebih tenang, Aura baru meninggalkannya.
Setelah dipikir-pikir, nyaris semua yang ada pada diri Gefan berlawanan. Tampang yang sangar, tetapi ternyata memiliki hati lembut dan rapuh. Tato abstraknya yang cantik, tetapi penuh kesan menyeramkan.
Bukannya udah biasa"
Aura kembali duduk tegak, kali ini sambil melotot.
Mama tertawa. Mengacak rambut pendek Aura penuh sayang, dia duduk di tepi ranjang Aura. Semua orang pasti pernah, bahkan mungkin sering, ngelakuin hal bodoh. Itu manusiawi, kok. Nggak usah bertingkah kayak dunia mau kiamat gitu.
Dunia emang kayak kiamat gara-gara kebodohan Aura kali ini, Ma. Emang kamu ngapain"
Aura ragu. Apa reaksi mamanya kalau dia berkata sudah memeluk seorang cowok" Dia sendiri masih benar-benar tidak mengerti mengapa bisa memeluk cowok itu tadi. Nggak usah dibahas, ah, kata Aura akhirnya. Dia bangkit, berjalan menuju kasurnya, lalu berbaring. Mama ikut berbaring di samping Aura, memeluk putrid bungsunya itu. Masalah cowok, ya" tebaknya sambil mengelus rambur Aura.
Aura memainkan pita baju tidur mamanya. Kok, tahu" Beneran" Kata Rangga, Aura nggak punya pacar. Emang bukan pacar.
Terus" Menghela napas, Aura akhirnya menceritakan apa yang terjadi hari ini. Mulai dari pertemuannya dengan Gefan di dekat kantor Diamond Group, dia mengikuti Gefan ke rumah sakit, kabar tentang meninggalnya mama Gefan, hingga peristirahatan bodoh dia memeluk cowok itu. Menurut mama itu bukan tindakan bodoh. Kamu berniat baik untuk menghibur dia. Dan, berhasil. Apa yang bikin kamu uring-uringan"
Aura sama Gefan itu belum deket, kan, aneh kalau tiba-tiba Aura tadi meluk dia. Kenapa Aura tiba-tiba meluk dia"
Aura mengedikkan bahunya. Pas lihat muka dia yang sedih banget, Aura jadi nggak tega. Trus, tiba-tiba nggak tahu kenapa meluk aja.
Aura suka sama Gefan"
Nggak! jawab Aura cepat.
Mama tersenyum. Aura suka sama Gefan, ulangnya, kali ini sebagai pernyataan, bukan pertanyaan.
Nggak, Mama. Mama berdiri. Ya, udah. Pertunangan Rangga sama Delia bulan depan. Ajak Gefan, gih, supaya dia nggak sedih lagi. Mengecup dahi Aura, Mama berjalan keluar. Aura memeluk gulingnya. Dia tidak mungkin menyukai Gefan. Apa yang dilakukannya tidak lebih sebagai bentuk simpati atas kesedihan yang dialami cowok itu. Hanya itu.
Benarkah" Lalu, apa maksud gambaran-gambaran indah wajah Gefan yang dibuatnya beberapa hari belakangan ini" Aura membenamkan wajahnya di bantal. Benar-benar melapetka kalau dia sampai menyukai Gefan, sementara cowok itu sama sekali tidak tertarik kepadanya. ***
Gefan" Gefan mengangkat kepala dari lututnya saat mendengar panggilan samar itu. Dia sedang duduk di atas meja, di depan jendela kamarnya, sambil memeluk lutut. Tanpa berniat menyahut, Gefan diam di tempatnya.
Terdengar bunyi ketukan dari pintu di lantai kamarnya, Gefan"
Itu suara Aska. Kemarahan Gefan tersulut. Dia mengangkat pintu dan melihat Aska berdiri di tangga spiral menuju kamarnya. Meraung keras, Gefan menerjang Aska hingga ayahnya itu terjatuh. Lalu, dia melompat ke atas tubuh Aska, menghujani wajah sang ayah dengan pukulanpukulan membabi buta. Dia ingin membunuh ayahnya. Sangat ingin melihat ayahnya mati dengan mengenaskan.
Aska menangkap sebelah tangan Gefan, kemudian menahan tangan yang satunya. Darah mengalir dari hidung dan sudut bibirnya. Simpan tenagamu. Kata Aska pelan. Dia mendorong Gefan dari atas tubuhnya, lalu berdiri.
Gefan mengepalkan tangannya. Mau apa" Buat apa kamu dateng lagi" bentaknya marah. Kurang puas bikin Mama meninggal" Mau lihat Gefan mati juga" Gefan mendengus keras. Itu nggak akan terjadi. Kamu yang mesti mati duluan! dia kembali menyerang Aska, berniat menerjang perutnya.
Aska menangkap kaki Gefan, memelintirnya hingga anak itu jatuh dengan dada membentur lantai lebih dulu. Gefan kesulitan bernapas. Dia megap-megap, berusaha memasukkan oksigen ke paru-parunya.


Lovhobia Karya Elsa Puspita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aska berjongkok di dekat wajah Gefan. Saya tahu kamu sedih. Bisa dibilang, Lavia adalah hartamu yang paling berharga. Tapi, saya mau membela diri. Kematiannya bukan karena salah saya. Saya nggak pernah pengin dia mati.
Gefan bangkit perlahan. Matanya menyipit, menatap Aska penuh kebencian. Oh, ya" Kamu sama sekali nggak peduli sama Mama! Nggak pernah peduli! Sementara Mama sangat mencintaimu! Itu sama aja kamu udah bunuh Mama pelan-pelan!
Jaga bicaramu, Anak muda, kata Aska, masih tampak tidak peduli. Saya jauh-jauh datang bukan buat berhadapan sama amarah liarmu.
Trus" Buat dateng ke makam istrimu" Tanya Gefan sinis.
Saya sudah ke sana. Aska berjalan menuju dapur. Dia membuka lemari kaca berisi koleksi anggurnya dan mengambil sebotol wine. Kamu nggak punya siapa-siapa lagi di sini. Aska membuka tutup botol, lalu menuangkan isinya ke gelas bening. Saya mau kamu ikut. Ikut" Denganmu" Gefan mendengus. Nggak akan pernah! jawabnya langsung. Dia berjalan menuju tangga untuk kembali ke kamarnya.
Ayolah. Bisakah sekali-kali kita berbincang layaknya ayah dan anak" Kenapa harus selalu rebut" keluh Aska.
Kamu nggak pernah bertingkah layaknya seorang ayah, cergah Gefan. Oke. Aska mengangkat tangannya, menyerah. Saya nggak punya cukup waktu buat merayumu sekarang, dia berjalan menghampiri Gefan sambil membawa gelasnya. Saya harus segera pergi lagi.
Gue nggak peduli! kata Gefan, terus berjalan menuju kamarnya. Sampai kapan kamu mau ngurung diri di kamar"
Sampai kamu pergi di sini. Gefan mendorong pintunya hingga terbuka, melangkah naik memasuki kamar, lalu membantingnya menutup.
*** Aura, Delia, dan Lanna sedang berkumpul di food court sebuah pusat perbelanjaan sambil menikmati makan siang masing-masing. Ayu tidak bisa ikut karena sedang sibuk, seperti biasa, sementara Lola tidak bisa dihubungi.
Delia menyeruput diet coke-nya, lalu menyendok salad, dan melahapnya. Kayaknya ada yang nggak beres sama Lola. Terakhir ketemu, sekitat tiga hari lalu, dia kelihatan kusut gitu. Ya, kan, Ra"
Aura mengangguk sambil menggigit kentang gorengnya. Paling bermasalah sama si Coki, jawabnya tak acuh.
Kayaknya lebih dari sekedar bermasalah, deh, gumam Delia. Dia nggak cerita apa-apa ke gue, Lanna ikut bersuara. Ke gue juga. Tumben-tumbenan anak itu nggak share.
Delia mengambil satu kentang goreng Aura, lalu menggigitnya. Gue kangen gorengan, keluhnya, mengambil tiga kentang sekaligus. Peraturan sialan.
Risiko jadi model, kata Lanna, menyeruput lemon ice nya.
Gue heran aja sama orang-orang itu. Nyaris semua modelnya udah kayak penderita anoreksia akut, masih aja disuruh diet gila-gilaan. Pelatih gue bahkan tahu kalau gue abis makan pisang goreng sebiji. Cuma sebiji! Delia menggeleng frustasi. Saat kembali bersuara, dia menirukan suara berat pelatih modelingnya. Delia, kalau sampai berat kamu naik lagi, kamu nggak akan bisa ikut fashion week selanjutnya. Rencana Ivan Gunawan pun nggak akan indah dipakai oleh model yang berperut buncit. Dia mendengus kesal, lalu berdiri. Look at me! Udah kayak papan penggilesan gini saking kurusnya. Gerutunya seraya kembali duduk.
Karena itu kamu mau cepat-cepat nikah sama Kak Rangga" goda Aura. Tunangan, ralat Delia tak acuh.
Belum sempat Aura membalas, ponselnya bergetar. Dahinya berkerut saat melihat nama Aska Pandagri sebagai penelepon. Bokapnya Gefan, katanya pelan. Lalu, dia menekan tombol answer. Halo"
Lanna dan Delia menatap Aura dengan alis menyatu.
Siapa Gefan" Tanya Delia kepada Lanna, sementara Aura focus pada ponselnya. Tangannya sudah terulur untuk mengambil kentang goreng Aura, tetapi diurungkannya. Dia tidak butuh ocehan dari pelatihnya lagi. Sambil mendengus, dia melahap saladnya. Teman kampus gue, jawab Lanna.
Kok, bokapnya nelpon Aura, bukan elo"
Lanna hanya mengangkat bahu saat ponselnya ikut bergetar. Bokapnya Arsen, gumamnya, kemudian menjawab telepon itu.
Delia menatap kedua sahabatnya bergantian, mengangkat bahu, lalu kembali makan. Aura dan Lanna menyelesaikan telepon mereka nyaris berbarengan. Jadi" Tanya Delia.
Lanna memasukkan ponsel, lalu menenteng tasnya. Arsen masuk rumah sakit. Gejala DBD. Papanya lagi nggak di sini. Dia berdiri.
Aura menghela napas. Bokap Gefan nyuruh gue ke rumahnya karena udah seminggu sejak pemakaman mamanya, Gefan nggak mau keluar kamar.
Tangan Lanna terjatuh lunglai di sisi tubuhnya. Ya, ampun. Trus gimana" dia menggigit bibir gelisah. Di satu sisi dia ingin menghibur Gefan, di sisi lain dia lebih ingin menemani Arsen di rumah sakit.
Menurut gue, lo ke rumah sakit aja. Biar Aura yang ngurus si Gefan itu, saran Delia. Aura mengangguk.
Oke. Kata Lanna, menatap Aura dengan bingung. Nanti, gue bakal Tanya apa hubungan kalian, sambungnya. Tanpa membuang waktu, Lanna memelesat pergi.
Delia menatap Aura dengan alis bertaut. Gefan itu cowok yang sering lo gambar akhir-akhir ini, ya":
Wajah Aura bersemu. Kata Lanna, tuh cowok temen kampusnya. Kok, yang ditelepon elo"
Aura menghabiskan milkshake cappuccino-nya, kemudian menyerahkan kentang gorengnya yang tinggal separuh kepada Delia. Bokapnya Cuma punya nomor gue. Kemarin gue sempet wawancara sama dia. Dia tahu kalau gue, bisa dibilang, temen Gefan. Dia ikut berdiri. Lo masih mau di sini, apa pulang"
Delia memasukkan dua kentang sekaligus ke mulutnya. Di sini aja. Bentar lagi Rangga istirahat.
Oke, Bye. Aura ikut pergi meninggalkan tempat itu. Namun, dia berhenti sebentar. Tutup mulut, ya, Del. Nggak usah ngomong apa-apa ke Rangga!
Delia membuat bentuk holy di atas kepalanya. Dia menatap kepergian kedua sahabatnya sambil terus mengunyah. Saat menangkap wadah kentang goreng di tangannya nyaris kosong, dia tersadar apa yang sedang dimakannya. Mengumpat, dia meletakkan wadah itu ke meja dengan kesal.
*** Aska langsung menyuruh Aura masuk saat gadis itu tiba di rumahnya. Aura melangkah masuk dengan ragu, tidak yakin apakah seharusnya dia datang atau tidak. Aska berjalan ke dapur dan menyuruh Aura mengikutinya. Aura hanya diam saat Aska meletakkan beberapa makanan di nampan.
Tolong bujuk dia makan. Pinta Aska seraya menyerahkan nampan itu kepada Aura. Aura mengambilnya dengan bingung. Kenapa saya"
Dia membenci saya, kata Aska, mengedikkan bahunya dengan tak acuh. Seminggu ini dia nyaris tidak makan apa pun. Sangat memalukan kalau sampai anak Aska Pandagri mati karena kelaparan.
Aura makin bingung melihat nada tak acuh Aska dan sikap tidak pedulinya. Di mana kamarnya"
Aska menunjuk pintu kayu tepat di atas tangga spiral.
Di loteng" Aura menatap Aska dan pintu itu bergantian, tidak percaya. Dia tidur di loteng" Pilihannya sendiri, jawab Aska. Saya sudah menawarkan kamar di halaman belakang, dia menolak dan lebih memilih di loteng.
Cinderella boy, gumam Aura. Dia melangkah pelan menaiki tangga spiral. Dengan gugup, dua menggedor pintu kamar Gefan. Tidak ada sahutan. Fan" Gue Aura, panggil Aura, lalu kembali menggedor.
Terdengar bunyi klik , lalu pintu itu terangkat terbuka. Gefan menunduk, menatap Aura dengan wajah datar. Ngapain"
Aura mengangkat nampan di tangannya. Makan" tawarnya. Gue nggak laper. Gefan berbalik pergi, tetapi tidak menutup pintunya. Aura menganggap itu berarti Gefan mengizinkannya masuk. Dengan hati-hati, dia menaiki tangga sampai memasuki kamar itu. Waw. Gumamnya kagem saat melihat keadaan kamar Gefan. Aura meletakkan nampannya di meja, sambil mengamati kamar itu. Saat menunduk, Aura terperangah melihat gambaran yang ada di lantai. Sebuah graffiti yang sangat indah di sepanjang lantai itu.
Apa tulisannya" Tanya Aura.
Nama gue, jawab Gefan. Dia kembali duduk di meja, tempat biasa saat dia ingin menenangkan diri. Jadi, selain mau ngasih gue makan, apa tujuan lo" Siapa yang nyuruh lo ke sini" Bokap lo. Aura menarik kursi di depan meja yang diduduki Gefan. Gefan hanya diam saat melihat Aura duduk. Masih di sini orang itu.
Katanya udah seminggu lo nyaris nggak makan apa pun. Dia& Aura memikirkan kata yang tepat, Kayaknya dia khawatir sama lo. Kurang lebih seperti itu, meskipun menurut Aura bentuk kepedulian Aska hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Gefan mendengus, seakan bisa membaca pikiran gadis itu. Dia melirik makanan yang di bawa Aura, lalu kembali menatap ke luar jendela. Gue nggak laper.
Oh, ya" Tanya Aura tidak percaya. Dia menaiki kursi, lalu ikut duduk di meja, di samping Gefan. Dia mengulurkan roti cokelat. Gue tau lo laper.
Gefan mengabaikannya. Aura mencubit roti itu sedikit, lalu menggoyang-goyangkannya ke arah mulut Gefan. Pesawat meluncur, siap memasuki ke terowongan. Ayo, buka pintunya sebelum terjadi tabrakan. Aaaaa & , gumamnya, seperti membujuk seorang anak kecil.
Sudut bibir Gefan terangkat. Pesawat apa yang mau masuk terowongan" Pesawat jatuh kehabisan bensin yang siap tabrakan"
Aura mendengus. Tabrakan beneran terjadi kalau terowongannya nggak dibuka. Ayo, cepat! Gefan membuka mulutnya sedikit, menerima roti yang disuapi Aura. Gadis itu tersenyum senang, kembali mencubit roti, dan mengulangi kata-kata sejenis. Dia hanya mengganti kendaraannya. Kereta api, mobil balap, sepeda ontel, delman, dan berbagai kendaraan lain yang memasuki terowongan.
Yak, terakhir. Jordan mendribel bola menuju ring. Lalu, dia bersiap melakukan tembakan tiga angka dan & , Aura mengangkat tanganya hingga Gefan sedikit mendongak saat menerima potongan roti terakhir, Masuk! Yeeee! sorak Aura.
Gefan tertawa kecil, lalu menerima air yang disodorkan Aura.
Aura tersenyum senang. Ini makanan sebenernya, ujarnya, mengangkat piring berisi nasi,sup, dan ayam goreng.
Gefan mengambil piring dari Aura, lalu mulai makan. Aura kembali duduk di kursi sambil memandangi Gefan yang tampak lahap. Sepertinya cowok itu memang kelaparan. Tetapi, kesedihannya mampu mengalahkan rasa lapar. Aura ikut prihatin. Kehilangan orangtua, apalagi sosok ibu yang sangat disayangi, pasti akan menghancurkan hati anak mana pun. Makasih, ucap Gefan saat dia menyelesaikan makanannya.
Aura meletakkan piring kosong Gefan di atas nampan. Sama-sama, balasnya. Dia lalu berdiri di depan Gefan, menyentuh lututnya yang terlipat. Gue tahu lo sedih. Tapi, nggak seharusnya kesedihan itu terlalu berlarut. Masih ada hidup yang harus lo jalanin.
Wajah Gefan mengeras. Dia kembali membuang muka. Selama ini, gue jalanin hidup buat nyokap. Hidup gue selesai waktu nyokap dikubur.
Trus, lo sengaja diem di sini, berharap ikut mati" Gefan tidak menjawab.
Aura menangkup wajah Gefan, lalu memaksa cowok itu menatapnya. Hidup lo masih panjang. Hidup gue udah selesai.
Belom! tegas Aura. Lo masih muda. Kalau lo nggak mau hidup buat diri lo sendiri, jalani hidup buat nyokap lo.
Dia udah nggak ada. Tepat. Dia udah nggak ada. Sekeras apa pun lo nyiksa diri, ngurung diri berabad-abad di sini, nggak akan bikin dia hidup lagi.
Gefan membuang muka. Lo nggak akan ngerti.
Emang. Gue nggak akan pernah ngerti kesedihan lo, perasaan lo. Tapi, satu hal yang gue yakini. Selama lo hidup, nyokap lo tetep ada. Di sini. Aura menyentuh dada Gefan. Dia nggak akan pernah ke mana-mana.
Gefan terdiam, menatap Aura cukup lama, sementara tangan Aura berada di dadanya. Kenapa lo ngelakuin ini" Kita bahkan nggak bener-bener saling kenal.
Aura menarik tangannya, lalu mengangkat bahu. Gue kenal lo, Gefan. Dan, lo tahu gue, Aura. Menurut gue, itu udah masuk kategori saling kenal . Dia kembali duduk di kursi. Keduanya diam beberapa saat. Saat hari semakin sore. Aura akhirnya pamit pulang. Gefan mengantar gadis itu sampai ke mobilnya.
Makasih, Ra, ucap Gefan.
Aura membuka pintu mobilnya. Dia tersenyum kecil kepada Gefan. Gue nggak ngelakuin apaapa. Semua keputusan ada di tangan lo. Mau lanjutin hidup, atau jadi Cinderella Boy selamanya. Dia melirik jendela bundar kamar Gefan. Gue pulang, ya, pamitnya, kemudian masuk mobil dan memelesat pergi
*** Bab 9 Gefan mengintip ke dalam kelas, sebelum memutuskan untuk melangkah masuk. Saat melihat sosok Lanna duduk di bangku sudut paling depan, dia baru melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu. Lanna sedang sibuk dengan ponselnya ketika Gefan menarik kursi di sebelahnya. Mendengar kursi sebelahnya ditarik, Lanna menoleh. Wajahnya langsung cerah saat melihat Gefan. Gefan! Gimana kabar lo" sapanya dengan senyum lebar.
Gefan membalasnya dengan senyum tipis. Sebaik yang bisa dirasain anak yang baru kehilangan ibunya.
Senyum Lanna mengilang. Dia meninju bahu Gefan. Udah, ah. Sejak kapan lo jadi cengeng" Emang gue nangis" Gefan menatap Lanna dengan muram. I m fine. Cuma masih agak terpukul, sambungnya.
Lanna mengelus bahu Gefan pelan. Lo kuat, kok, ucapnya yakin, membuat Gefan tersenyum kecil. Tiba-tiba dahi Lanna berkerut. Lo sama Aura jadian, ya"
Hah" Gefan terbelalak. Kok, lo ngira gitu"
Lanna mengangkat bahu. Bokap lo nelpon dia. Kalian jadi kayak punya semacam ikatan gitu. Nggak. Gue juga nggak tahu gimana tuh orang bisa nelepon Aura. Gue sama dia, ya, Cuma teman, ama kayak kita.
Oh, ya" Tanya Lanna sangsi.
Abis kuliah mau ke mana" Tanya Gefan, mengalihkan pembicaraan. Dia menyandarkan punggung di kursi, lalu mengacak rambut gondrongnya.
Lanna kembali pada ponselnya. Ke rumah sakit. Arsen kena gejala demam berdarah. Oh, Gefan tampak terkejut. Gimana keadaannya"
Ya, gitu. Trombositnya turun terus. Keluh Lanna dengan nada khawatir. Papanya baru balik ntar malam.
Emang bokapnya ke mana" Tanya Gefan sambil lalu.
Ke Aceh. Seharusnya sampai minggu depan di sana. Berhubung Arsen sakit, jadi dipercepat. Gefan termangu. Seandainya ayahnya juga bersikap seperti itu. Jadi, lo nginep di rumah sakit" Lanna mengangguk. Sama pengasuhnya Arsen juga.
Tuan muda, dengus Gefan. Udah setua itu, masih pake pengasuh.
Lanna melotot. Itu yang ngurus dia dari bayi! Arsen nggak mau pengasuhnya dipecat. Kasihan. Makanya tetep disuruh kerja. Bukan karena dia bayi tua manja yang butuh pengasuh! Emang emaknya ke mana sampai dia diurus orang dari bayi" Sibuk jadi wanita karier" Nggak usah sinis gitu kali! omel Lanna. Mamanya meninggal abis ngelahirin dia. Gefan terdiam. Dia jadi teringat ucapan Arsen saat melayat ke rumahnya. Sori, ucapnya. Lanna mendengus. Bukan Cuma lo yang pernah kehilangan.
Seenggaknya, bokap dia selalu siap setiap saat, kata Gefan. Dan, bokap lo"
Bakal mati bentar lagi. Lanna melongo. Gefan mengabaikannya, lalu membenamkan kepala di meja. Lanna ingin bersuara, tetapi tidak jadi karena merasa Gefan sudah mempertebal benteng pertahanan diri dan tidak mau urusan pribadinya di ganggu.
*** Aura celingak-celinguk di depan toko CD, mencari-cari sosok Gefan. Seorang lelaki tampan, salah seorang pegawai toko, menghampirinya dengan senyum ramah.
Ada yang bisa dibantu" Cari kaset apa"
Aura menatap pegawai itu sejenak, lalu kembali memandangi sekeliling. Er & , matanya menangkap pintu tertutup di dekat meja kasir dengan gantungan Staff only. Arga melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Aura, meminta perhatian gadis itu.
Mbak" Hah" Ya" Aura kembali menatap Arga. Er & gue mau & .,
Pintu ruangan yang tadi dilihat Aura terbuka. Gefan melangkah keluar sambil membawa sebuah kardus besar.
Dia berjalan ke meja kasir untuk memasukkan data-data CD yang baru masuk, sebelum mulai menyusunnya. Aura tersenyum tipis, senang akhirnya lelaki itu sudah mau keluar dari sarangnya.
Halo" tegur Arga. Dia mengikuti arah pandangan Aura, lalu mengangguk paham. Aura melewati Arga, menuju rak CD film Indonesia, rak yang paling dekat dengan meja kasir, agar bisa lebih leluasa mengamati Gefan. Arga menyusulnya, lalu berdiri di samping gadis itu. Woy, Fan! panggil Arga.
Gefan mengalihkan pandangannya dari layar computer. Dia sedikit kaget saat melihat sosok Aura di samping Arga. Dia memandang Aura beberapa saat, lalu menoleh ke Arga. Apa" Mbak ini kayaknya nyari elo, lapor Arga seraya menunjuk Aura.
Pisau Terbang Li 15 Dewa Naga Karya Anang Widyan Sang Pengintai 2
^