Pencarian

Amulet Bertuah 3

Fear Street - Sagas I Amulet Bertuah A New Fear Bagian 3


atas gelondongan kayu. Nicholas duduk di sebelahnya. "Apakah Jason
ikut makan bersama kita?"
Ike mengangkat bahu. "Katanya, dia ada urusan."
"Apakah menurutmu dia jengkel karena aku tinggal di rumah
kos bersama Betsy dan ibunya?" Nicholas bertanya.
"Tergantung," sahut Ike. "Apa yang dibawakan Betsy untuk
bekal kekasihnya hari ini?" tanya Ike.
"Aku bukan kekasihnya," gerutu Nicholas.
"Tapi menurut Betsy kau adalah kekasihnya," sergah Ike,
matanya yang berwarna hijau berkilat. Diraihnya kotak makan
Nicholas dan melihat isinya. "Hmmm-mmm. Ayam goreng. Aku pasti
akan senang menjadi kekasihnya kalau dia memasak seperti ini
untukku." Nicholas memberikan sepotong ayam pada Ike, dan mereka
makan tanpa bicara"menikmati ayam itu dan sinar matahari yang
hangat. "Kenapa kita tidak berganti tempat saja?" Ike mengusulkan
setelah mereka selesai makan siang. "Aku yang menjalankan
gergajinya dan kau yang memasukkan papannya."
"Baiklah," Nicholas setuju dan mereka kembali ke dalam. "Aku
sudah memeriksa kayunya sebelum makan tadi. Aku tahu kau akan
melakukannya"tapi aku ingin memeriksanya juga."
"Wah, kau sudah jadi nenek-nenek seperti Jason rupanya,"
bentak Ike. "Aku bercanda kok," tambahnya lagi. "Memang sebaiknya
kita memeriksa segala sesuatunya sendiri."
Ike mengambil tempat di sebelah gergaji. "Hati-hati terhadap
serpihan kayu saat kau mengangkat papan-papan itu," Ike
menasihatkan. "Serpihan-serpihan itu bisa sangat menyakitkan."
Ike menekan tombol. Gergaji menderu hidup.
Nicholas mengangkat sepotong papan dan membawanya ke
arah Ike dan gergajinya. Gergaji yang menderu melahap kayu itu.
Kemudian tiba-tiba gergajinya macet.
Ike mengumpat. Ia menekan papan itu.
Tetap macet. Ike mendoyongkan tubuh ke muka.
Mata gergaji melompat bebas. Merobek membelah papan.
Ike mengeluarkan lolongan kesakitan yang panjang dan dalam.
Darah menyembur ke udara. Menyembur ke wajah Nicholas.
Merembes ke kemejanya. Nicholas melompat ke gergaji dan mematikannya.
"Ambilkan mereka! Ambilkan mereka!" jerit Ike.
"Apa?" Nicholas balas berteriak. "Aku tak tahu apa yang
kauinginkan!" "Jari-jariku!" erang Ike.
BAB 21 NICHOLAS berjongkok di sebelah gergaji. Darah mengalir dari
tangan Ike, membuat serbuk gergaji di lantai jadi berwarna merah
terang. Nicholas mendengar Ike mengerang. Ia mencari-cari di antara
serbuk gergaji yang basah. Mencari, mencari.
"Jemariku!" jerit Ike lagi. Orang lain berteriak. Gergaji-gergaji
berhenti satu demi satu. Suara-suara langkah kaki terdengar mendekat
dan berhenti di sebelah Nicholas.
Nicholas terus mencari. Serbuk gergaji terbang ke matanya,
membuatnya sulit melihat.
Kemudian ia melihatnya. Tiga jemari telah terbang ke sisi lain
meja kerja mereka. Nicholas berbaring menelungkup di bawah meja. Wajahnya
menekan serbuk gergaji yang penuh darah. Ia nyaris bisa meraih jarijari itu.
Ia melompat berdiri, jari-jari itu di dalam genggamannya. Jarijari itu masih terasa hangat. "Aku menemukannya, Ike! Aku
menemukan ketiganya," Nicholas berseru.
Seseorang telah membalutkan secarik kain di sekeliling tangan
Ike. Tapi darah membuatnya basah kuyup.
Nicholas merobek kemejanya dan menekankannya pada ujung
jemari Ike yang berdarah. Darah membasahi kemeja itu hanya dalam
beberapa detik. Ike mengerang pelan. Setiap bintik tampak jelas di wajahnya
yang pucat pasi. "Kami akan membawamu ke dokter," janji Nicholas.
Tiba-tiba Jason mendorong Nicholas ke tepi. "Aku sudah tahu
kami tak bisa percaya padamu," sergahnya. "Ini salahmu!"
Memelototi Nicholas, Jason membalut tangan Ike yang
berdarah dengan kemejanya sendiri. "Pergi cari dokter," ia
memerintah salah satu pekerja.
Jason membimbing Ike ke sudut ruangan dan
membaringkannya di lantai. Ia memegangi tangan Ike lurus ke atas.
Nicholas merasakan perasaan bersalah menerpanya.
Benarkah ini salahku" ia bertanya-tanya. Apakah aku
melakukan kesalahan" Aku telah memeriksa papan-papan itu sebelum
makan siang tadi. Aku telah memeriksa papan-papan itu. Sama sekali
tidak ada mata kayunya. Nicholas melihat sebagian pekerja menatapnya dengan ekspresi
marah. Tak semestinya mereka menyalahkanku. Hal yang sama bisa
saja terjadi padaku bila akulah yang mengoperasikan gergajinya,
pikirnya. Perasaan dingin menyerbunya. Ia teringat batu yang
disambitkan padanya kemarin. Batu dengan pesan yang
memperingatkan Nicholas bahwa ia tidak diinginkan di Shadyside.
Apakah seseorang telah sengaja meletakkan papan itu" Aku dan
Ike tidak memutuskan untuk berganti posisi sampai setelah makan
siang. Apakah seseorang berharap aku terluka"
*************** Keesokan harinya, tempat penggergajian itu terasa terlalu sepi.
Meski dengan suara-suara mesin sekalipun.
Dokter tidak tahu kapan Ike akan kembali bekerja. Atau apakah
ia bisa bekerja lagi. ebukulawas.blogspot.com
Nicholas merasa tidak keruan. Ike adalah teman pertamanya di
Shadyside. Ia menjadikan pekerjaan mereka menyenangkan. Dan ia
bersedia mengajarinya apa pun.
Ia rela melakukan apa pun agar Ike lepas dari semua ini. Tapi
tak ada yang bisa dilakukannya.
Ia nyaris tak percaya Ike tidak berjalan di belakangnya,
berseloroh tentang makan siang Nicholas yang dibuatkan oleh Betsy.
Ia tak tahu apa yang akan dilakukannya bila Ike tidak akan pernah bisa
kembali bekerja. Ia tahu hampir semua pekerja menyalahkan dirinya. Ia sendiri
tak henti-hentinya menyalahkan dirinya. Ia telah memeriksa papanpapan itu dengan sangat hati-hati. Tapi mungkin ia memang tidak
melihat mata kayu itu. Ia merasa mual setiap kali membayangkan tangan Ike. Atau
ekspresi wajah Ike saat ia menjerit meminta jemarinya.
Nicholas memperhatikan urat-urat kayu di setiap lembar papan
yang diberikan Jason padanya. Ia ingin memastikan tak ada yang
merencanakan sebuah "kecelakaan" baginya.
Sekitar siang hari, Jason berhenti memberikan papan dan pergi
tanpa mengatakan apa-apa.
Kurasa itu artinya sudah waktunya makan siang, pikir Nicholas.
Bagus sekali, Jason. Nicholas mematikan gergaji. Derunya terus
terdengar di telinganya. Ia berjalan ke luar dan duduk di atas gelondongan kayu yang
didudukinya kemarin bersama Ike. Ia merasa kesepian.
Aku membutuhkan Rosalyn, pikirnya. Aku membutuhkan
seseorang untuk kuajak bicara.
Ia mendengar suara langkah kaki dan menengadah. Mr.
Manning berjalan ke arahnya. Ruth melangkah di belakang ayahnya.
Apakah ia akan memecatku" Nicholas menerka-nerka. Apakah
ia juga menyalahkanku atas kecelakaan yang menimpa Ike"
Mr. Manning ikut duduk di atas gelondongan kayu. Ia menarik
napas dalam-dalam. "Kau sudah bertemu putriku?" ia bertanya.
"Sudah, Ayah," sahut Ruth sebelum Nicholas sempat
menjawab. "Aku menabraknya sebelum ia mulai bekerja di
penggergajian." Ruth menatap Nicholas malu-malu, dan mereka tersenyum
mengingat kejadian itu. "Ruth mengerjakan surat-suratku," Mr. Manning berkata. Ia
menepuk bahu Nicholas. "Dia gadis yang cerdas. Dia berbakat
menangani angka-angka."
Apakah ia akan menanyaiku tentang kecelakaan itu" batin
Nicholas. "Kau tahu banyak tentang usaha penggergajian?"
"Aku belajar sedikit-sedikit setiap hari," Nicholas menjawab,
masih bingung. Wajah Mr. Manning bersinar. "Bagus. Kakekku membangun
tempat ini. Ia mewariskannya pada ayahku yang kemudian
meninggalkannya untukku. Aku akan menyerahkannya pada Ruth
ketika waktunya tiba. Ia akan meneruskannya pada anak-anaknya.
Kau suka Shadyside?"
Nicholas mengerjapkan mata karena penggantian pokok
pembicaraan yang tiba-tiba itu.
"Ya, Sir." "Ini tempat yang bagus bagi seorang pria untuk membangun
keluarga. Kalau ia bisa menemukan wanita yang tepat." Ia
mengedipkan mata dan memiringkan kepala ke arah Ruth.
Ia ingin aku menaruh perhatian pada putrinya, Nicholas
tersadar. Itu sebabnya ia mendatangiku.
"Mmmhmm," gumam Nicholas. Ia tidak ingin melukai hati
bosnya. Tapi ia juga tak ingin membuat Mr. Manning terlalu berharap.
Dipandangnya Ruth. Gadis itu menatap tanah, kepalanya
tertunduk. Rasanya Nicholas bisa melihat rona samar di pipinya.
Ia malu, pikir Nicholas. Ia merasa iba padanya. Gadis mana sih
yang mau mendengar ayahnya mencoba menyuap seorang pria untuk
memacarinya" Ruth mengangkat matanya yang hitam dan mati, seakan-akan ia
tahu Nicholas menatapnya. "Maaf," ujarnya, menggeleng pelan.
Nicholas memutar matanya, mencoba memberitahunya bahwa
ia mengerti orangtua memang suka begitu.
"Ruth adalah kebanggaanku?"
"Ayah, ini sandwich-nya," potong Ruth. Ia mengeluarkan
sepotong sandwich dari sebuah kotak dan mengulurkannya pada
ayahnya. Nicholas menahan tawanya. Rupanya itulah salah satu cara
untuk membuatnya berhenti bicara, pikirnya. Isi mulutnya penuhpenuh.
Ruth mengeluarkan sepotong sandwich untuk dirinya sendiri
dan menawarkan satu pada Nicholas.
"Tidak, terima kasih," sahut pemuda itu. "Aku bawa makan
siang sendiri." Dikeluarkannya kotak makan siangnya. Betsy telah
menggambarkan bunga-bunga mawar di antara hati-hatinya. Nicholas
merasa konyol telah membiarkan Ruth dan Mr. Manning melihatnya.
Mr. Manning terlalu sibuk makan hingga tak memberi
komentar. Ia menghabiskan sandwich-nya dengan empat gigitan. Ruth
memberinya sepotong lagi sebelum ayahnya sempat memintanya.
Mr. Manning menyikut Nicholas dengan sikunya. "Lihat, dia
tahu bagaimana mengurus seorang pria."
"Ayah?" Ruth mulai memprotes pelan. Ia berhenti dan
menatap wajah ayahnya. "Ayah baik-baik saja?" tanyanya. Ia
terdengar was-was. Nicholas berpaling melihat Mr. Manning. Ada rona kehijauan di
wajahnya. Bulir-bulir kecil keringat menghias keningnya. "Anda
kelihatan sakit," Nicholas berkata.
"Omong kosong," gerutu Mr. Manning. Ia mengeluarkan
selembar saputangan sutra dan mengusap keringatnya. "Aku cuma
makan terlalu cepat. Tak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Kau menikmati makan siangmu, Nicholas?" sebuah suara
bernada tinggi terdengar. Betsy. Ia lari menghampiri, rambut
pirangnya melompat-lompat di bahunya.
Nicholas tersenyum padanya. Gadis itu mengenakan gaun putih
bermotif bintik-bintik merah. Pita dan renda memenuhi setiap bagian
yang kosong. Rosalyn takkan pernah mengenakan gaun seperti itu,
pikir Nicholas. Ia pernah bilang pada Nicholas, gaun seperti itu
membuat para gadis tampak seperti boneka raksasa.
Dan Ruth akan tampak konyol mengenakan gaun seperti itu.
Bintik-bintik merah manyalanya akan semakin menonjolkan sifat
pemalunya serta matanya yang hitam dan mati.
Tapi dikenakan oleh Betsy, gaun itu tampak sempurna. "Makan
siangnya enak sekali," Nicholas memberitahunya. "Terima kasih telah
membuatkannya untukku."
"Aku senang membuatkan apa pun untukmu," Betsy
memberitahunya. Nicholas mendengar Mr. Manning mendengus kesal.
"Kau kelihatan sangat cantik hari ini," Ruth berkata pelan.
"Terima kasih," sahut Betsy. "Baik sekali kau berkata seperti
itu. Betsy merapikan renda yang mengelilingi pergelangan tangan
gaunnya. Dipandangnya Nicholas dengan penuh harapan.
"Ruth benar," timpal Nicholas. Ia tak ingin menyakiti perasaan
Betsy. "Gaunmu bagus."
Kuharap Betsy tidak menyangka aku merayunya. Aku akan
memastikan dan memberitahunya tentang Rosalyn malam ini,
Nicholas berjanji. Mungkin mereka malah bisa berteman kalau aku
mengajak Rosalyn ke Shadyside nantinya.
"Aku akan memasakkan kue istimewaku khusus untuk makan
malammu nanti," Betsy memberitahunya dengan gayanya yang biasa.
"Dan aku?" "Betsy!" seru Jason. Pemuda itu bersandar di sebatang pohon di
dekat pintu masuk penggergajian. "Kemarilah!"
Betsy mencebik. "Kurasa lebih baik kulihat dulu apa yang
diinginkannya." Ia mengedipkan matanya pada Nicholas. "Lekas
pulang sehabis kerja. Ibuku pergi mengunjungi saudara
perempuannya, jadi kita bisa makan malam berdua saja"setelah anak
kos lain selesai makan."
Ia melenggang ke arah Jason. Dari atas puncak kepala Betsy,
Jason menatap marah ke arah Nicholas. Kemudian dicengkeramnya
pundak gadis itu dan bicara dengan ekspresi marah.
Mengingatkannya untuk menjauh dariku, aku yakin, pikir
Nicholas. ************* Nicholas buru-buru meninggalkan tempat penggergajian begitu
ia selesai menyelipkan papan terakhir ke mulut gergaji.
Ia sudah tak sabar lagi ingin pergi dari tatapan bermusuhan para
pekerja lainnya. Tak ada yang terang-terangan menyalahkannya, tapi
ia tahu hampir semua pekerja menganggapnya bertanggung jawab atas
kecelakaan yang menimpa Ike.
Lagi pula, pikir Nicholas, Betsy ingin agar aku pulang lebih
cepat. Ia bergegas ke rumah kos dan berputar menuju pintu dapur.
Aroma ragi menyambutnya bahkan sebelum ia membuka pintu.
Nicholas nyengir. Dari baunya sepertinya Betsy sibuk sekali.


Fear Street - Sagas I Amulet Bertuah A New Fear di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia mendorong pintu dapur hingga terbuka dan melangkah
masuk. Gelombang panas menerpa wajahnya.
Bagaimana gadis itu bisa tahan dengan dapur sepanas ini" Betsy
pasti telah menyalakan tungku selama berjam-jam.
"Betsy?" Nicholas memanggil.
Aroma ragi nyaris terasa menusuk. Nicholas mencium bau lain.
Aroma kayu manis dan gula yang manis bercampur dengan
sesuatu yang... busuk. "Betsy?" teriak Nicholas.
Kemudian ia melihatnya. "Tiddaaaak!" jeritnya.
Betsy tergeletak di lantai dapur. Tangannya terikat di punggung.
BAB 22 NICHOLAS melesat menghampiri Betsy. Dilepasnya ikatan
tangannya, dengan tidak sabar ditariknya talinya.
Kemudian dengan lembut ia menggulingkan tubuh gadis itu
hingga telentang. Perut Nicholas langsung mulas saat ia memandang gadis itu.
Wajah Betsy. Wajah cantiknya yang mungil dan berbintikbintik. Wajahnya kini bengkak. Amat sangat bengkak.
Nicholas nyaris tak bisa melihat matanya. Daging di
sekelilingnya telah membengkak begitu rupa hingga matanya nyaris
tertutup seluruhnya. "Kau bisa mendengarku, Betsy?" seru Nicholas. Diangkatnya
pergelangan tangan gadis itu, mencoba menemukan denyutnya.
Lalu ia melihat sesuatu yang padat dan berwarna putih
mendesak keluar dari mulutnya. Nicholas melepaskan pergelangan
tangan Betsy. Ia membuka bibir dan gigi gadis itu.
Benda putih dan lengket itu meluap keluar dari mulut Betsy.
Adonan. Nicholas memeriksa hidung gadis itu. Adonan berwarna putih
dan padat juga memenuhinya.
Ada yang memasukkan adonan ke dalam hidung dan mulut
Betsy. Lalu orang itu meninggalkannya di dekat tungku dengan tangan
terikat di punggung. Dan bersamaan dengan mengembangnya adonan itu, Betsy pun
tak bisa bernapas. "Oh, Betsy, aku sangat menyesal," bisik Nicholas parau. Ia
bangkit berdiri, tak yakin apa yang harus dilakukannya.
Siapa kiranya yang tega melakukan ini pada Betsy" Musuh
macam apa yang mungkin dimiliki oleh gadis seperti Betsy"
Tiba-tiba Nicholas teringat bagaimana Jason mencengkeram
bahu gadis itu. Jason tampak gusar sekali hari ini. Mungkinkah ia
begitu cemburu hingga... Tidak, Nicholas berkata pada dirinya. Ia memang baru
mengenal Jason selama beberapa hari, tapi ia yakin pemuda itu tak
mungkin tega melakukan hal mengerikan seperti ini. Pasti bukan
Jason yang selalu berhati-hati. Jason yang selalu mematuhi peraturan.
Aroma manis yang membuat mual itu menyengat hidungnya
lagi. Dan kali ini ia mengenalinya. Bau mayat. Bau kematian.
Nicholas berjalan terhuyung-huyung keluar dari dapur.
Dibantingnya pintu di belakangnya.
Ia terjatuh ke atas hamparan rumput di samping rumah.
Dihelanya napas dalam-dalam. Mencoba mengenyahkan bau kematian
dari hidung dan paru-parunya.
Bau itu membuatnya berpikir tentang ibunya. Tentang malam ia
mati. Malam ia memohon pada Nicholas untuk tidak pernah
meninggalkan Shadow Cove.
Ibunya dengan sangat hati-hati telah menjauhkannya dari
Shadyside. Ia bahkan tak pernah memberitahu nama Nicholas yang
sebenarnya. Apakah ia percaya pada nasib buruk keluarga Fear"
Nicholas bertanya-tanya. Pikiran yang mengerikan terlintas di benak Nicholas. Apakah
Betsy masih akan hidup saat ini jika saja ia tidak mengundang seorang
Fear tinggal di rumahnya"
Apakah kecelakaan yang menimpa Ike akan terjadi jika
Nicholas tetap tinggal di Shadow Cove"
Apa yang akan terjadi selanjutnya" Siapa yang akan terluka kali
berikutnya" Apakah kematian yang mengerikan menanti Nicholas di
Shadyside" Kini ia mengerti mengapa seseorang melemparinya dengan
batu. Ia baru tinggal selama beberapa hari di sini, namun sepertinya ia
telah membawa nasib buruk keluarga Fear kembali ke Shadyside.
Nicholas mengusapkan tangannya ke rambut, kuku jemarinya
menggaruk kulit kepalanya. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan, ke
mana ia harus pergi. Siapa yang bersedia membantunya"
Mr. Manning. Mungkin Mr. Manning bisa membantunya
mencari jalan keluar. Setidaknya ia telah memberi Nicholas pekerjaan
walaupun ia tak tahu apa-apa tentang dirinya.
Nicholas bangkit berdiri dan berjalan ke jalan. Kemudian ia
menghentikan langkah. Ada yang harus dilakukannya sebelum ia
pergi. Ia memaksa dirinya kembali ke dapur. Disentakkannya taplak
dari atas meja dan dengan lembut menyelimutkannya ke tubuh Betsy.
Lalu tanpa menoleh lagi ia berjalan keluar.
Sepanjang perjalanan ke rumah keluarga Manning, Nicholas
terus berlari. Ia berlari kencang sekali, tangan dan kakinya terayun
cepat. Paru-parunya seperti terbakar.
Tapi ia tak bisa lari cukup cepat untuk melepaskan diri dari
bayangan wajah Betsy yang bengkak. Atau perasaan bahwa entah
bagaimana dialah yang bertanggung jawab.
Nicholas melesat melewati pintu gerbang hitam keluarga
Manning yang terbuat dari besi tempa. Ia tergesa menghampiri pintu
muka. Disambarnya pengetuk pintu dan diketukkannya beberapa kali.
Mrs. Baker perlahan-lahan membuka pintu sedikit dan menengadah
menatapnya, ekspresi ketakutan ada di wajahnya.
"Ini Nicholas Fear, Mrs. Baker. Boleh aku bertemu Mr.
Manning?" "Sore ini dia tidak enak badan," sahut Mrs. Baker, suaranya
terdengar sangsi. "Tolong. Aku harus bicara padanya," Nicholas memohon.
Mrs. Baker membuka pintu lebih lebar. "Ayo masuk, kalau
begitu." Lampu-lampu gas berkedap-kedip saat ia masuk ke ruang
muka. "Ikuti aku," ujar Mrs. Baker.
Mrs. Baker membawa Nicholas menaiki anak-anak tangga yang
remang-remang. Ia berhenti di samping daun pintu ek yang digosok
mengilap. "Di sana."
Nicholas mengetuk pintu, lalu masuk ke dalam.
Mr. Manning berbaring di tempat tidur, selimutnya ditarik
sampai dagu. "Senang sekali bertemu kau, Nak," ujar orang tua itu.
Nicholas menyeberangi kamar. Mr. Manning mengulurkan
tangan, dan Nicholas menjabatnya. Ia bisa merasakan tangan orang
tua itu gemetar. Dan dingin. Terlalu dingin.
Nicholas duduk di kursi di sebelah tempat tidur. Tampang Mr.
Manning membuatnya ngeri. Kulit pria tua itu telah berubah hijau
jelek, lebih jelek dari waktu makan siang tadi. Bulir-bulir keringat kini
memenuhi keningnya. Dijilatnya bibirnya yang pecah-pecah.
"Aku menyesal Anda sakit," Nicholas berkata.
Mr. Manning menggerakkan kepalanya dari kiri ke kanan.
"Cuma pilek atau sebangsanya. Dalam sehari-dua hari aku juga bakal
pulih dan bisa bangun lagi. Apa yang membuatmu datang sore ini?"
Nicholas tak tahu harus bilang apa. "Betsy tewas," akhirnya ia
berkata. Kemudian ia menceritakan semua yang dilihatnya di rumah
kos. "Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan," simpul Nicholas.
"Aku tidak tahu mau berpaling ke mana."
"Tindakanmu datang kemari sudah tepat," Mr. Manning
menenangkannya. Ia berguling miring dan meraih tangan Nicholas. Diremasnya
tangan pemuda itu dengan keras. Nicholas tak menyangka pria tua itu
bisa meremas tangannya sekeras itu.
"Kau harus menginap di sini malam ini," Mr. Manning berkata
buru-buru. "Kumohon. Kami punya kamar kosong. Bagaimana kalau
ada yang ingin menculik Ruth kesayanganku" Aku terlalu sakit untuk
melindunginya. Tolong, tinggallah di sini sampai kesehatanku pulih."
Nicholas mengangguk. "Anda baik sekali padaku. Bagaimana
mungkin aku menolak?"
Ia bangkit berdiri. "Akan kubiarkan Anda istirahat sekarang,"
katanya. Ia tak menyukai desah keras napas.Mr. Manning.
"Suruh Mrs. Baker memberitahu pendeta mengenai kematian
Betsy," desah Mr. Manning. "Aku membutuhkanmu di sini. Ruth
dalam bahaya. Setelah apa yang terjadi pada Betsy yang malang."
*************** Nicholas dan Ruth menghadiri pemakaman Betsy bersamasama. Hanya itulah satu-satunya cara ia dapat memegang janjinya
pada Mr. Manning"dan sekaligus melakukan apa yang ia pikir Betsy
ingin agar dilakukan olehnya.
Upacara pemakaman itu rasanya tak pernah berakhir. Namun
setidaknya petinya telah ditutup. Nicholas ingin mengingat wajah
Betsy sebelum ia dibunuh, bukannya bengkak dan memar-memar.
Nicholas merasa air mata membasahi matanya. Ia mendengar
Ruth menangis pelan di sisinya, dan Mrs. Winter tersedu di deret
pertama bangku gereja. Ia menggeser kepalanya sedikit. Jason duduk di seberang
tempat duduknya, matanya yang biru menatap Nicholas lekat-lekat.
Garis mulutnya tampak keras, rahangnya dikertak kan rapat-rapat.
Ketika upacara berakhir, Nicholas bangkit dan mengajak Ruth
keluar cepat-cepat dari gereja.
Ia harus keluar. Keluar ke bawah siraman matahari.
Ia merasa ada tangan yang kuat menyambar dan memutarkan
tubuhnya. Ia berpandang-pandangan dengan wajah Jason yang
menatapnya tanpa ampun. "Mestinya kaulah yang dikubur hari ini" bukan sepupuku,"
gerung pemuda itu. BAB 23 JANTUNG Nicholas berdentam-dentam memukul telinga.
Saking kerasnya hingga cuma itu yang bisa didengarnya.
Jason adalah sepupu Betsy"apakah itu artinya ia bermarga
Goode" Itukah sebabnya ia sangat membenciku"
Jason mendekatinya, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah
Nicholas. "Kau membunuh Betsy!" raungnya.
Nicholas tidak berusaha menghindar. Ditatapnya mata Jason
lekat-lekat. "Aku tidak membunuh sepupumu," ia berkata, pelan dan
pasti. "Tak ada apa pun kecuali kehancuran bila seorang Goode
menikah dengan Fear," Jason ngotot. "Aku seorang Goode. Aku tahu
sejarah keluargaku. Aku tahu apa yang telah dilakukan keluarga Fear
terhadap keluarga Goode. Aku telah mengingatkan Betsy bahwa
kesialan mengikuti setiap anggota keluarga Fear, tapi dia tak mau
mendengar." Nicholas menunduk dan melihat tangan Jason telah mengepal
menjadi tinju. "Pukul aku, jika itu bisa membuat perasaanmu lebih
enak," tantang Nicholas.
Ia mendengar Ruth menahan napas di belakangnya.
Nicholas maju mendekati Jason. "Ini takkan mengembalikan
Betsy, tapi silakan, lakukan saja."
Setiap otot di tubuh Jason tampak menegang. Nicholas dapat
melihat urat darah di kepala Jason berdenyut.
"Hati-hati, Nicholas Fear," Jason berkata pelan. "Sebab aku
bersumpah akan terus mengawasimu. Aku akan mengawasimu sampai
kau meninggalkan kota ini."
Ia berbalik dan pergi dari situ.
Nicholas mengedarkan pandangannya. Orang-orang
menatapnya. Sebagian tampak marah. Sebagian lagi ketakutan. Yang
lain penasaran. Berapa orang dari kalian bermarga Goode" ia ingin bertanya.
Berapa dari kalian yang membenciku hanya karena aku bermarga
Fear" Ia balas menatap orang-orang itu, menatap mata mereka satu
per satu. Mungkin nasib sial memang terus mengikuti keluarga Fear.
Tapi Nicholas tidak membunuh Betsy.
Ia tidak menyumpal mulutnya dengan adonan kue dan
membiarkannya tercekik. Tidak, orang lain di Shadyside yang
melakukannya. Seseorang yang berhati jahat.
Satu per satu, orang-orang itu berpaling dan pergi dari situ.
"Ayo kita pulang," Nicholas bergumam kepada Ruth.
Nicholas sedang tak ingin bicara. Ia lega Ruth tidak
mengajaknya mengobrol sepanjang perjalanan pulang.
Ketika mereka sampai di gerbang besi besar di depan
rumahnya, Ruth meletakkan tangannya di atas lengan Nicholas. Ia
mendongak memandang laki-laki itu, matanya yang hitam tanpa
ekspresi. "Aku ikut sedih," ia berkata.
Ruth mendorong pintu gerbang itu hingga terbuka dan Nicholas
mengikutinya menyusuri jalan setapak.
"Dia tak tahu apa-apa tentang diriku," sembur Nicholas.
Ruth berbalik dan menatapnya. "Siapa?"
"Jason Goode. Ia tak tahu bahwa ibuku bermarga Goode.
Seorang Goode seperti dirinya," Nicholas berkata.
"Kenapa kau tidak memberitahunya?" tanya Ruth.
"Kenapa aku harus menjelaskan apa-apa padanya?" sergah
Nicholas. "Dia menuduhku membunuh Betsy tanpa menanyaiku sekali
pun. Semua orang di kota ini telah memutuskan untuk membenciku"
dan hampir semua dari mereka bahkan belum pernah bicara padaku."
"Tapi tidak semua," timpal Ruth pelan.
Nicholas langsung merasa tidak enak. "Tidak. Kau benar. Kau
dan ayahmu selalu baik padaku."
"Ayahku memandang tinggi dirimu," Ruth memberitahunya
seraya meneruskan langkah ke rumah. "Dia ingin mengajarimu segala
sesuatu tentang bisnis kayu."
Dia benar, pikir Nicholas. Aku akan tetap tinggal di Shadyside.
Aku akan bekerja pada Mr. Manning sampai aku bisa melunasi pajak
lahan Fear. Kemudian aku akan membangun mansion yang sangat
luas hingga tak seorang pun akan pernah lupa bahwa ada seorang
bermarga Fear di kota. Ruth membuka pintu dan mereka melangkah masuk. Nicholas
membantunya melepaskan mantelnya. Sepertinya ia melihat wajah
gadis itu kembali merona.
Ruth yang malang, pikir Nicholas. Ia tak terbiasa menerima
perhatian sekecil apa pun dari seorang pemuda.
"Aku akan memeriksa Ayah dulu," Ruth bergumam, matanya
menatap lantai. "Terima kasih telah menghadiri pemakaman itu bersamaku,"
seru Nicholas saat gadis itu menyeberangi ruangan. Ruth mengangguk
kecil sebagai jawaban. Nicholas menggantungkan mantel Ruth di rak dan melepaskan
mantelnya sendiri. Lolongan menyayat hati terdengar dari atas.


Fear Street - Sagas I Amulet Bertuah A New Fear di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ruth! Nicholas menjatuhkan mantelnya dan berlari ke tangga.
Ruth meluncur menuruninya. Wajahnya pucat pasi.
Air mata mengalir menuruni pipinya.
Nicholas menyambar bahunya.
"Ada apa" Ada apa, Ruth?" desaknya.
"Ayahku..." Bibirnya gemetar saat ia berusaha bicara.
"Ayahku meninggal!"
BAB 24 NICHOLAS duduk di sebelah Ruth di atas sofa ruang duduk
beberapa jam kemudian. Di tangannya ada cangkir teh yang
dicengkeramnya begitu erat hingga buku-buku tangannya menjadi
putih. Nicholas tak tahu harus bilang apa padanya. Jadi ia hanya
duduk di situ tanpa berkata-kata.
Benaknya terus berputar mengingat-ingat berbagai kejadian
yang telah terjadi sejak ia tiba di Shadyside. Begitu banyak kematian.
"Aku harus mengatakan sesuatu padamu, Nicholas," Ruth
berkata. Ia terus menatap cangkir tehnya.
"Ada apa?" Nicholas bertanya ketika Ruth tidak meneruskan
ucapannya. "Aku tak tahu bagaimana caranya mengatakannya padamu," ia
mengaku. Nicholas ingin berteriak rasanya. Ia sedang tak ingin diusik. Ia
butuh waktu untuk berpikir. Untuk memikirkan apa yang akan
dilakukannya. Tapi ia tak bisa meninggalkan Ruth sendirian. "Katakan
padaku," desaknya, berusaha terdengar sabar.
"Permintaan terakhir ayahku adalah agar kita menikah," kata
Ruth cepat. "Apa?" Nicholas menahan napas.
"Aku sama syok-nya denganmu." Ruth meletakkan cangkir
tehnya dan berpaling menatapnya. "Semalam aku duduk dengannya.
Aku menggenggam tangannya. Ia mulai bicara tentang mati."
Ruth terisak. "Aku bilang padanya, jangan konyol. Tapi dia tak
mau berhenti. Katanya bila terjadi sesuatu padanya, dia ingin agar kita
menikah." Nicholas menundukkan kepala dan menekuri sepatunya. Aku
bisa mendengar kepedihan dalam suaranya, pikirnya. Aku tahu
perasaannya terluka. Aku tak ingin semakin melukai perasaannya.
Tapi aku tak bisa menikahinya.
Nicholas tak tahan membayangkan dirinya menyentuh Ruth.
Kulit Ruth yang dingin dan lembap membuatnya bergidik. Dan mata
ikannya yang hitam membuatnya jijik.
Aku harus memberitahunya tentang Rosalyn. Setelah itu ia pasti
mengerti. Ia tak perlu tahu bahwa aku tak mau menikahinya dengan
alasan apa pun. Ruth memuntir-muntir tangannya di atas pangkuan. "Aku tahu
kau tidak mencintaiku Aku sendiri juga tidak mencintaimu."
Nicholas memandangnya, terkejut. Mungkin Ruth juga tak
ingin menikah dengannya! Ia akan meyakinkan gadis itu dengan
mengatakan bahwa ayahnya takkan pernah menginginkan putrinya
menikah tanpa cinta. Nicholas merasa sekujur tubuhnya mengendur.
"Tapi kita bisa menjadi teman yang baik," Ruth melanjutkan.
"Aku punya banyak uang. Kau tak perlu khawatir tentang hal itu."
Ruth memandangnya dengan penuh permohonan.
Nicholas bangkit berdiri dan menghampiri perapian yang
kosong. Suara Ruth sarat dengan kesedihan. Ia tahu gadis itu pasti
akan kesepian tinggal di rumah yang besar ini seorang diri. Tapi itu
bukan tanggung jawabnya. Ia berbalik menghadapi Ruth. Ia memutuskan untuk tidak
memberitahunya tentang Rosalyn. Itu mungkin hanya akan membuat
Ruth bertambah sedih. "Maaf," Nicholas berkata, "tapi menurutku kita
berdua takkan bahagia bila kita menikah."
"Kau mungkin benar. Tapi aku harus bertanya, kan," Ruth
menjelaskan. Ia mendesah. "Aku sangat berutang budi pada ayahku."
Perasaan lega menyirami tubuh Nicholas. "Aku akan
membantumu sebisaku. Aku juga berutang budi pada ayahmu. Ia
sangat baik padaku."
Ruth bangkit berdiri dan mengangguk. Ketika ia bicara,
suaranya tenang dan datar. "Kau boleh tinggal di rumahku sebagai
tamu selama yang kauinginkan."
"Aku tak yakin itu pantas," Nicholas memulai. "Kau belum
menikah?" "Jangan," sela Ruth. "Ayahku pasti ingin kau tinggal di sini.
Kalau kau tak ingin melakukannya untukku, maka kumohon,
lakukanlah untuknya."
Dengan enggan, Nicholas mengangguk. "Baiklah."
Senyum yang menyedihkan menghiasi bibir gadis itu. "Terima
kasih. Kepalaku sakit sekali. Kurasa aku harus berbaring sebentar.
Anggap saja di rumah sendiri, ya."
Nicholas mengawasi saat gadis itu pelan-pelan keluar dari
ruangan. Ia tampak sangat lelah dan lemah, pikir Nicholas. Lalu ia
duduk. Kematian ayahnya merupakan pukulan keras baginya.
Dan bagiku juga, Nicholas menambahkan. Dan bagiku juga.
Mr. Manning bisa saja mengusirku ketika aku menerobos
masuk ke rumahnya dan menuntut warisanku. Tapi sebaliknya, ia
malah memberiku pekerjaan.
Perut Nicholas terasa mulas. Mungkinkah Mr. Manning
merupakan korban lain dari kesialan keluarga Fear"
Kemalangan telah menimpa setiap orang yang telah berbaik hati
pada Nicholas sejak ia tiba di Shadyside. Ike. Betsy. Mr. Manning.
Sebentar, Nicholas berpikir Pelan-pelan. Kesialan bukanlah
penjelasan satu-satunya. Bukan, masih ada penjelasan lain yang jauh lebih masuk akal.
Jason Goode. Jason membenciku. Sejak awal ia sudah membenciku.
Bukan, Nicholas teringat. Bukan sejak awal. Tapi sejak ia tahu
bahwa aku bermarga Fear. Ia sangat ramah sampai Betsy datang mengantarkan makan
siangku. Kusangka ia cemburu karena Betsy mau repot-repot
mengurusiku"tapi ia tak tahu aku seorang Fear sampai Betsy
menyebutkan nama lengkapku.
Setelah tahu margaku Fear, sikapnya padaku pun berubah.
Sejak saat itu ia membenciku karena perselisihan di antara kedua
keluarga kami. Jason tahu Mr. Manning menyukai dan memperhatikanku.
Jason tak tahan melihatnya. Jadi dibunuhnya Mr. Manning.
Tapi bagaimana dengan Ike dan Betsy" Jason sangat
menyayangi keduanya. Apakah kebenciannya terhadap keluarga Fear
begitu besarnya hingga ia tega membuat jari temannya putus dan
membunuh sepupunya sendiri"
Jason mungkin merencanakan agar akulah yang
mengoperasikan gergajinya dan bukan Ike, pikir Nicholas. Akulah
yang mengoperasikannya pagi itu. Dan aku orang baru. Taruhan Jason
tak menyangka Ike akan mengizinkan aku berganti tugas begitu cepat.
Jason ingin melukaiku"bukan Ike.
Tapi bagaimana dengan Betsy" Kematiannya bukan sesuatu
yang tidak disengaja. Jason berusaha menjauhkan gadis itu dariku, Nicholas teringat.
Setiap kali ia melihat kami bersama-sama, ia selalu menyuruh Betsy
pergi. Mungkin Jason tak tahan memikirkan Betsy akan menikah
dengan marga Fear. Mungkin pikirnya lebih baik Betsy mati saja
daripada ikut terseret dalam kesialan keluarga Fear.
Jason takkan terbebas dari perbuatannya, Nicholas bersumpah.
Bagaimanapun Jason akan mengakui yang sebenarnya.
Dan ia akan membayar harga nyawa-nyawa yang telah
direnggutnya. BAB 25 NICHOLAS tidak mengetuk pintu kamar Jason. Ia
membantingnya hingga terbuka dan masuk ke dalam.
Jason sedang berdiri di dekat perapian, menusuk-nusuk api
dengan tongkat pengorek api. Ia berbalik.
"Apa yang kaulakukan di sini?" bentaknya. Bibirnya mengerut
menjadi seringai. "Aku datang untuk menuntut jawaban," Nicholas balas
membentak. "Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu ketika kau
melihat tangan Ike bersimbah darah"karena ulahmu."
Mata Jason berubah gelap oleh amarah dan kebencian.
Tubuhnya tegang dan kaku. "Itu salahmu!" sergah Jason. "Kau?"
"Aku ingin tahu bagaimana rasanya membunuh Betsy,"
Nicholas memotong. "Sepupumu sendiri."
"Tidddaaaak!" lolong Jason. "Kaulah yang membunuh Betsy!"
Ia maju menyerang Nicholas, tongkat pengorek api teracung di
depannya. Nicholas menyergap lutut Jason. Dijatuhkannya pemuda itu ke
lantai. Kepala Jason menghantam keras batu perapian.
Tapi itu tidak menghentikannya. Jason berguling dan
menduduki tubuh Nicholas, menahannya ke lantai.
Diangkatnya pengorek api itu tinggi-tinggi di atas kepala. Lalu
ia mengarahkannya ke wajah Nicholas.
Ia akan membunuhku, Nicholas berpikir. Ia meronta sekuat
tenaga hingga Jason kehilangan keseimbangan.
Pengorek api itu terlempar jauh dan mendarat di dekat pintu.
Nicholas berguling bebas dan menyerang perut Jason dengan
lututnya. Dicekiknya leher Jason.
"Ayo mengaku!" teriak Nicholas.
Jason mengeluarkan suara tercekik, mencoba bicara.
Nicholas mengendurkan cekikannya, tapi tidak melepaskan
tangannya. "Mengaku apa?" tukas Jason.
"Bahwa kau membunuh Mr. Manning dan Betsy! Kaulah yang
mengatur kecelakaan yang menimpa Ike di penggergajian. Kau ingin
aku pergi dari Shadyside. Jadi kau menyerang semua orang yang baik
padaku." "Aku ingin kau meninggalkan Shadyside," Jason balas
berteriak. "Dan akulah yang menyambit kepalamu dengan batu"
sekarang aku berharap kalau saja batu itu menewaskanmu. Tapi hanya
itu yang kulakukan."
"Dasar pembohong." Nicholas mendorong lututnya ke perut
Jason. Jason mengerang kesakitan. "Katakan yang sebenarnya!"
tuntutnya. "Itulah yang sebenarnya. Aku takkan pernah membunuh orangorang yang tak berdosa"bahkan bila itu bisa menyakiti hatimu.
Apalagi Betsy." Mata Jason penuh air mata. "Aku menyayangi Betsy.
Ia tak pernah menyakiti siapa pun. Seseorang membunuhnya. Tapi
bukan aku orangnya."
Nicholas menunduk menatap Jason. Apakah ia mengatakan
yang sebenarnya" "Kalau begitu, siapa yang membunuhnya?" Nicholas bertanya.
Dilepaskannya Jason. Mereka bangkit berdiri sambil bertatapan
dengan waspada. "Kaulah yang melakukannya!" Jason bersikeras.
"Bukan! Kau dibutakan oleh kebencianmu sendiri. Kenapa aku
ingin membunuh Mr. Manning atau Betsy?"
"Kau membunuh Betsy karena ia seorang Goode." Jason
mendelik menatap Nicholas. "Keluarga Fear tak pernah membutuhkan
alasan untuk membunuh seorang Goode."
"Ibuku seorang Goode," sergah Nicholas. "Seorang Goode yang
menikah dengan pemuda bermarga Fear."
"Aku tak percaya," tukas Jason. Tapi kemarahannya telah
lenyap dari suaranya. "Aku akan mencari tahu siapa yang membunuh Betsy," Jason
berjanji. "Kalau kau berbohong padaku, kalau aku akhirnya
menemukan bahwa kaulah yang membunuhnya, aku akan
mencarimu." "Baiklah," Nicholas setuju. "Dan kalau aku menemukan bahwa
kaulah pembunuhnya, aku akan membunuhmu."
Lama sekali Nicholas dan Jason saling melotot. Kemudian
Nicholas berbalik untuk pergi dari situ.
Dan ketika itulah seseorang keluar dari bayang-bayang di dekat
pintu dan menyerang Nicholas.
BAB 26 RUTH! Apa yang dilakukan Ruth di sini"
Ruth berlari melewati Nicholas.
Dengan bunyi berdecit, ia memungut pengorek api itu dari
lantai. "Stop!" teriak Nicholas.
Tapi Ruth tidak ragu-ragu. Ia berbalik dan membenamkan
pengorek api itu ke leher Jason.
Darah menyembur ke dinding.
Jason jatuh terjengkang di atas lantai kayu.
Ia berusaha bernapas. Suaranya basah dan tercekik.
Nicholas melesat dan mencengkeram bahu Ruth. Gadis itu
meronta sambil menggeram.
Nicholas menatap ngeri saat Ruth menggerak-gerakkan
pengorek api itu maju-mundur. Ia bisa mendengar benda itu
berkeretak menyentuh permukaan lantai di bawah leher Jason.
Ruth telah menusuk Jason begitu kerasnya hingga pengorek api
itu menembus belakang lehernya.
Gadis itu sinting. Benar-benar tidak waras.
Ruth sama sekali tidak seperti gadis pemalu dan kikuk yang
selama ini dikenal Nicholas. Apakah kematian ayahnya telah
membuatnya gila" Ataukah selama ini ia selalu menyembunyikannya
rapat-rapat di dalam dirinya"
Darah berwarna merah manyala bergelegak dari mulut Jason.
Pemuda itu menatap kosong ke arah Nicholas. Ekspresi terkejut
membeku di wajahnya. "Sekarang mau tak mau kau harus menikah denganku," Ruth
berkata. Dijatuhkannya pengorek api itu dan berbalik. Senyum
kemenangan tersungging di wajahnya.
"Ruth! Mengapa kau membunuhnya" Mengapa?" teriak
Nicholas. Mata gadis itu menatapnya, lurus-lurus. Tak lagi menunduk
malu-malu. "Kubunuh dia supaya jika kau tak mau menikah denganku, kau
akan digantung karena telah membunuhnya," ujar gadis itu, suaranya
terdengar mantap. "Aku akan bersumpah bahwa kaulah yang
membunuh Jason. Orang pasti akan percaya padaku. Tak seorang pun
akan mempercayai ucapanmu"ucapan orang asing bermarga Fear?"
"Kaubunuh Jason untuk memaksaku menikahimu?" tanya
Nicholas. Ia merasa pening dan mual.
Ruth mengangkat dagunya dengan sikap menantang. "Aku
memutuskan ingin menikah denganmu ketika sepedaku menabrakmu.


Fear Street - Sagas I Amulet Bertuah A New Fear di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan aku selalu mendapatkan apa pun yang kuinginkan."
"Biarpun itu berarti membunuh orang yang tidak berdosa"
Gadis macam apa kau ini?" sergah Nicholas.
Jantungnya berdegup keras di telinganya. Ia nyaris tak
mempercayai apa yang telah dilihatnya dengan mata kepalanya
sendiri. Ruth. Ruth yang lemah dan pemalu adalah pembunuh brutal.
"Jason bukanlah satu-satunya yang kubunuh demi mendapatkan
dirimu," kata Ruth apa adanya. "Aku juga membunuh Betsy. Dan
meracuni ayahku. Dan akulah yang mengatur kecelakaan yang
menimpa Ike." Lutut Jason terasa lemas. Apa katanya" Teganya ia dengan
tenang menjelaskan bahwa ia telah membunuh ayahnya sendiri"
"Kenapa" Kenapa, Ruth?"
"Aku tak ingin kau memiliki siapa-siapa untuk dimintai
tolong"kecuali aku. Aku ingin membuatmu sama sekali tak berdaya
dan tak punya teman. Dengan begitu kau terpaksa tergantung padaku
sepenuhnya," Ruth menjelaskan. Ia terdengar puas dengan dirinya.
Ia benar-benar tak melihat ada yang salah dengan dirinya,
Nicholas tersadar. Ia menginginkan sesuatu"dan ia melakukan apa
pun yang harus dilakukannya untuk mendapatkannya. Sesederhana
itu. Ia iblis, Nicholas berpikir. Benar-benar iblis.
"Katamu, sebelum meninggal ayahmu memintaku
menikahimu," Nicholas berkata lemah. Ia sungguh-sungguh kasihan
pada Ruth. Dalam hati ia bertanya-tanya bagaimana gadis itu bisa
meneruskan hidupnya tanpa ayahnya.
Ruth mengangkat bahu. "Aku yakin begitulah permintaan
terakhirnya"kalau ia punya tenaga untuk mengatakan sesuatu."
Ruth berjalan ke pintu. "Tak ada pertanyaan lagi, Nicholas,"
tukasnya. "Tak ada bedanya lagi sekarang. Yang penting aku ingin
segera menikah." "Aku takkan menikahimu," Nicholas bersumpah. Bayangan
harus menghabiskan hidupnya bersama Ruth membuatnya merinding.
"Oh, kurasa kau akan menikah denganku. Karena pilihan
lainnya adalah kematian," kata Ruth datar.
Nicholas terkejut ketika melihat air mata memenuhi mata Ruth
dan mengalir menuruni kedua pipinya. Ada apa ini"
Ruth tersenyum manis padanya. "Aku bisa membuat diriku
menangis jika aku menginginkannya, dan aku akan terus menangis di
bangku saksi. Akan kukatakan pada mereka betapa baiknya ayahku
padamu dan bagaimana kau membalas kebaikan hatinya dengan
meracuninya. Aku akan memberitahu hakim bahwa kau membunuh
Jason karena pria itu berhasil mengetahui yang sebenarnya."
Ia mengusap air matanya dan matanya serta-merta kering.
Ia akan melakukannya, batin Nicholas. Kalau aku tidak
melakukan seperti yang diinginkannya, ia akan memastikan aku
digantung. Bagaimana ia bisa terbebas dari gadis itu"
"Apa keputusanmu?" Ruth bertanya. "Kau memilih mati atau
menikah denganku?" Sementara Ruth menantikan jawabannya, sebuah ide mulai
terbentuk di benak Nicholas.
Ide yang brilian. Ide yang jahat. BAB 27 "APA keputusanmu?" ulang Ruth dingin. Mati! teriak Nicholas
pada dirinya sendiri. Lebih baik mati daripada menikah denganmu!
Tapi ia tidak membiarkan emosinya kelihatan. Wajahnya tanpa
ekspresi, matanya hampa. Ruth telah memainkan permainannya. Ia telah menipunya,
membohonginya. Ia bukanlah gadis pemalu dan malang yang selama
ini dikiranya. Tapi Nicholas bisa memainkan permainannya juga. Hanya saja
ia akan mengubah peraturan permainan itu sampai sesuai dengannya.
Ia menunduk menatap mayat Jason, seolah-olah sedang
memikirkan pilihan-pilihannya. Kemudian ditatapnya mata Ruth dan
tersenyum. "Aku akan menikah denganmu."
Tapi kemudian aku akan membunuhmu dan mengambil
uangmu, dalam hati ia menambahkan. Dengan uangmu aku akan
menikah dengan Rosalyn dan membelikan apa pun yang layak
didapatkannya. Ruth mengatur segala persiapan perkawinan mereka. Dua hari
kemudian ia dan Nicholas berdiri di ruang duduk bersama pendeta.
Ruth memberitahu pendeta bahwa ia masih berkabung karena
kematian ayahnya dan menginginkan upacara perkawinan yang
tertutup. Istri pendeta dan Mrs. Baker adalah satu-satunya saksi.
Pendeta itu mulai membacakan janji perkawinan. Ruth
mengikuti janji itu dengan suaranya yang bening dan tegas.
Nicholas tersenyum lembut padanya. Pikirmu kau telah
menang, Ruth, batinnya. Aku tak sabar lagi ingin melihat kekagetan di
wajahmu saat kau tersabar betapa singkatnya "sampai kematian
memisahkan kita" itu sebenarnya.
Pendeta berpaling pada Nicholas. Nicholas mengucapkan janji
perkawinan, menjaga suaranya tetap datar. Ia tak ingin Ruth
mengetahui rencananya tentang dirinya.
Kemudian pendeta meminta Nicholas menyerahkan sesuatu
kepada Ruth sebagai tanda cintanya. Ruth mengatakan ia tidak
menginginkan cincin. Ia menginginkan amulet itu.
Nicholas benci membayangkan milik Rosalyn yang paling
berharga tergantung di leher Ruth. Menyentuh kulitnya yang dingin.
Ia tidak akan mengenakan amulet itu lama-lama, Nicholas
mengingatkan dirinya. Aku akan mengambilnya kembali setelah
membunuhnya. Rosalyn takkan pernah tahu aku menggunakannya
untuk mendapatkan kekayaan kami.
"Silakan cium pengantin wanitanya," pendeta berkata riang.
Ada yang aneh dengan wajah Ruth. Kulitnya seperti bergerak.
Belatung. Nicholas tersadar belatung-belatung kecil berwarna
putih merayap keluar-masuk hidung dan mulutnya. Merayap di manamana.
Ruth mengulurkan tangan dan menarik kepala Nicholas ke
kepalanya sendiri. BAB 28 RUTH tersenyum, dan giginya berubah hitam busuk. Gigigiginya berjatuhan ke lantai dan menimbulkan suara ting.
Dagingnya tersobek dari wajahnya dalam gumpalan-gumpalan.
Ia bisa melihat tulang- tulang pipinya dan sebagian tengkorak
kepalanya. Sebelah matanya bergelantungan pada sesuatu yang penuh
darah. Ruth mengerucutkan bibirnya.
Aku tak bisa menciumnya, pikir Nicholas. Pokoknya tidak bisa.
Bayangan itu lenyap. Ruth kembali tampak normal.
"Ciumlah aku, Nicholas." Ia mengucapkannya dengan manis.
Namun Nicholas tahu itu adalah perintah.
Yang penting selesaikan saja upacaranya. Kau akan terbebas
darinya malam ini, Nicholas berkata pada dirinya sendiri. Malam ini
riwayatnya akan tamat. Nicholas buru-buru mengusapkan bibirnya ke bibir Ruth. Bibir
Ruth sangat dingin"seperti juga bagian tubuhnya yang lain.
Tapi sebelum esok pagi bibirnya akan lebih dingin lagi, pikir
Nicholas. Dan aku tak perlu lagi menciumnya..
"Kurasa kalian akan memberi tahu orang-orang tentang
perkawinan kalian," ujar pendeta.
"Ya, tentu saja," Ruth meyakinkannya. "Aku tahu seharusnya
kami menunggu, tapi permintaan terakhir ayahku memang adalah agar
kami menikah." Nicholas meraih tangannya, memaksa dirinya memainkan
peranannya. "Benar," ia menambahkan. "Dan kami sama-sama
percaya pentingnya menghormati permintaan terakhirnya."
Pendeta itu mengangguk Setuju. "Aku yakin kalian berdua ingin
ditinggal sendirian," ia berkata. Diajaknya istrinya dan Mrs. Baker ke
pintu. Nicholas merasa lega ketika mereka mengucapkan selamat dan
ia bisa menutup pintu di belakangnya.
Ia berbalik kepada Ruth. "Aku membawakan sebotol sampanye
dari gudang anggur bawah tanah ayahmu. Kukira kita bisa bersulang."
"Oh, Nicky! Menyenangkan sekali!" seru Ruth. "Aku akan
berganti pakaian dan segera kembali." Ia buru-buru berlari
menyeberangi ruangan menuju anak tangga.
Nicky. Aku benci nama itu, Nicholas berpikir seraya berjalan ke
dapur. Aku benci cara Ruth tersenyum dan berlagak seperti gadis kecil
yang konyol. Ia tahu aku melihatnya menusukkan pengorek api itu ke leher
Jason. Ia tahu aku telah melihat caranya yang mengerikan ketika
membunuh Betsy. Kenapa ia masih repot-repot berpura-pura"
Ia memandang ke luar ke jendela dapur. Sebentar lagi badai
akan datang. Nicholas mengambil dua buah gelas. Ia mengeluarkan dua
bungkus racun tikus dari sakunya dan menuangkan isinya ke salah
satu gelas. Kemudian ia mengisi gelas itu dengan sampanye dan
mengaduknya hingga racun itu larut.
Pelayan di toko makanan di Waynesbridge meyakinkannya
bahwa bungkusan itu lebih dari cukup untuk mengatasi binatangbinatang pengerat itu.
Kalau racun itu bisa membunuh semua tikus di sebuah gudang,
maka racun itu akan sanggup membunuh Ruth.
Nicholas mengisi gelasnya sendiri, mengangkat gelas Ruth, dan
membawa keduanya ke ruang baca. Kemudian ia duduk di salah satu
kursi kulit dan menantikan Ruth.
Langit semakin gelap dan awan mendung semakin banyak
berarak datang. Kemudian hujan mulai turun.
"Kau kelihatan serius sekali, Nicky," tukas Ruth. "Apa yang
kaupikirkan?" Nicholas memalingkan kepalanya dan melihat Ruth berdiri di
ambang pintu. Di tangannya ada kue pengantin kecil.
Petir menyambar, dan permata-permata biru amulet yang
menggantung di leher Ruth tampak berkilauan.
Sudah waktunya memainkan permainan, Nicholas berkata pada
dirinya. Ia memaksakan senyum yang cerah. "Aku hanya berpikir betapa
beruntungnya aku telah datang ke Shadyside."
Tersenyum, Ruth meletakkan kue itu di meja. Kemudian ia
berjalan mengitari kursi Nicholas dan meletakkan tangannya di bahu
suaminya. "Kau manis sekali. Baru beberapa saat kita menikah kau
sudah menyadari bahwa kau akan bahagia bersamaku."
Nicholas menelengkan kepala ke belakang dan memaksa
dirinya menatap mata Ruth yang hitam dan mati. "Kau benar, Ruth.
Kita berteman. Kita akan menjadi teman yang baik."
Nicholas bangkit berdiri. "Mari kita bersulang."
Hati-hati, ia mengingatkan dirinya. Ruth cerdik. Kalau ia
melihat bahwa sikapmu aneh, tamatlah semuanya. Ia masih bisa
memberitahu polisi bahwa kau telah membunuh Jason.
Nicholas memberikan gelas itu pada Ruth, lalu mengangkat
gelasnya sendiri. Tangannya tidak gemetar. Bagus.
"Aku belum pernah minum sampanye, Nicky," seru Ruth. "Ini
menyenangkan sekali."
"Aku senang kau pertama kali meminumnya bersamaku,"
Nicholas berkata. Karena dengan begitu Ruth takkan tahu bahwa rasa
sampanye itu aneh. ebukulawas.blogspot.com
Nicholas mengangkat gelasnya. "Untuk perkawinan kita!"
Ia baru saja akan menyesap minumannya.
"Jangan!" seru Ruth.
Nicholas membeku. "Ada apa?" ia bertanya.
"Kita harus mengaitkan tangan kita. Dengan begitu aku akan
minum dari gelasmu dan kau minum dari gelasku. Aku pernah
membacanya di novel." Ruth mendekat dan mengaitkan tangannya di
sekeliling tangan Nicholas.
Gelas beracun itu hanya beberapa inci dari bibir Nicholas.
Jantungnya bergetar sedikit di dadanya. Apa yang akan dilakukannya"
Sebuah ketukan terdengar di kejauhan.
Selamat! "Biar kubuka!" Nicholas berkata dengan suara keras.
Mereka melepaskan kaitan tangan mereka, dan Nicholas
meletakkan gelasnya di meja.
Malam ini tak pelak lagi akan menjadi ma lam paling panjang
dalam hidupku, pikirnya seraya melesat ke pintu. Ia telah
merencanakan akan mengubur Ruth di hutan setelah ia
membunuhnya. Ia malah sudah menyiapkan lubangnya.
Suara ketukan terdengar lagi.
Nicholas menyambar gagang pintu dan menariknya terbuka.
Jantungnya seperti mencelos. Lehernya kering.
"Rosalyn," ia berbisik parau.
BAB 29 NICHOLAS buru-buru keluar ke beranda dan menutup pintu di
belakangnya. Rosalyn mengalungkan tangannya di leher Nicholas, sementara
pemuda itu memeluknya erat-erat.
Pakaian Rosalyn basah kuyup, tapi Nicholas dapat merasakan
kehangatan tubuhnya. Hangat. Sangat hangat.
Sama sekali berbeda dengan tubuh Ruth yang dingin. Nicholas
bergidik, membayangkan Ruth memeluknya.
Ditekankannya wajahnya di rambut Rosalyn yang basah. Aroma
mawar memenuhi lubang hidungnya. Ia ingin melupakan Ruth.
Melupakan semua kematian yang telah disaksikannya.
Ia tak ingin melepaskan Rosalyn. Tapi ia harus. Ia tak bisa
membiarkan Rosalyn melihat Ruth. Rosalyn takkan pernah mengerti.
Ia akan kehilangan gadis itu selamanya.
Nicholas mundur selangkah dan menatap wajah Rosalyn,
mencoba mengingat setiap detailnya. Rasanya sudah bertahun-tahun
lamanya semenjak mereka saling mengucapkan selamat tinggal di
peron stasiun kereta di Shadow Cove.
Padahal baru lewat beberapa hari. Tapi begitu banyak yang
telah terjadi. Terlalu banyak.
Petir menyambar. Nicholas bisa melihat dengan jelas
kekhawatiran di mata Rosalyn yang berwarna cokelat. "Sesuatu telah
terjadi," gadis itu berkata pelan. "Katakan padaku."
"Aku ingin memberitahumu," sahut Nicholas. "Tapi aku tidak
bisa. Tidak di sini. Kau harus pergi. Sewa kamar di hotel. Aku akan
datang menemuimu malam ini. Janji."
Begitu aku selesai membunuh istriku, pikirnya. Begitu aku
selesai membunuh istriku.
Sebelum Rosalyn sempat menanyakan sesuatu, Nicholas
menunduk dan menciumnya. Mencoba menunjukkan padanya
seberapa besar ia merindukan gadis itu. Seberapa besar ia ingin
bersamanya. Seberapa besar cintanya padanya.
Kemudian Nicholas dengan lembut menjauhkan dirinya. "Kau
harus pergi sekarang."
Rosalyn mengangguk. "Aku mencintaimu, Nicholas."
Pintu di belakang Nicholas mendadak terbuka. Cahaya tercurah
ke beranda. Ruth meluncur keluar menghampiri Nicholas dan menyambar
tangannya. "Oh, hai!" serunya pada Rosalyn. "Apakah kau salah satu
teman Nicky?"

Fear Street - Sagas I Amulet Bertuah A New Fear di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nicholas tahu Rosalyn menunggu agar ia memperkenalkan
dirinya sebagai tunangannya. Tapi ia langsung membeku. Tak
sanggup bicara. "Saya Rosalyn," ia akhirnya berkata.
Katakan sesuatu, Nicholas memerintah dirinya. Apa saja.
"Rosalyn membutuhkan petunjuk jalan ke hotel," akhirnya ia berkata.
"Dia akan segera pergi."
"Jangan!" protes Ruth. "Temanmu harus tinggal dan ikut
bersulang bersama kita. Apalagi ia tak sempat menghadiri upacara
perkawinannya." Nicholas melihat darah lenyap dari pipi Rosalyn. Wajahnya jadi
seputih kapur. "Tak mungkin," Nicholas berkata lemah. "Rosalyn benar-benar
harus pergi?" Ruth tidak menghiraukannya. Ia menggandeng tangan Rosalyn
dan mengajaknya masuk. Nicholas mengikuti di belakang. "Aku ini
benar-benar bodoh," celoteh Ruth. "Aku belum memperkenalkan
diriku. Aku Ruth. Mrs. Nicholas Fear."
Ruth berpaling kepada Nicholas. "Ambilkan gelas satu lagi," ia
berkata, matanya yang hitam tanpa ekspresi.
"Rosalyn tak ingin?" Nicholas memulai.
"Tidak," Rosalyn menyela. Ia berbalik dan menatap Nicholas.
"Aku ingin bersulang untuk kebahagiaanmu. Kau tahu betapa
pentingnya kebahagiaanmu untukku, Nicholas."
Nicholas dapat mendengar kepedihan dalam suara Rosalyn saat
gadis itu berusaha keras mengendalikan diri.
"Aku akan segera mengambilkan gelas itu," gumam Nicholas.
Ia bergegas pergi ke dapur. Tangannya gemetar saat ia mengeluarkan
gelas dari rak dan mengisinya dengan sampanye.
Ia harus segera kembali pada Rosalyn dan Ruth. Ia harus yakin
Rosalyn tidak minum dari gelas yang telah diberi racun.
Nicholas berjalan secepat mungkin menuju ruang baca.
"Lihatlah apa yang diberikan Nicky sebagai tanda cintanya
padaku," ia mendengar Ruth membual saat ia memasuki ruangan.
"Nicholas pasti sangat mencintaimu hingga ia memberimu
hadiah seistimewa itu," Rosalyn berkata pelan. Ia memandang
Nicholas dan Nicholas melihat air mata memenuhi matanya.
Ia ingin menjelaskan semuanya saat itu juga. Tapi ia tak bisa.
Rencananya telah telanjur jauh. Ia harus berperan sebagai suami yang
bahagia sampai Ruth mati.
"Mari kita bersulang," Ruth berkata. Ia mengangkat gelasnya.
Gelasnya. Ruth telah memegang gelas sampanye. Rosalyn juga.
Tapi gelas mana yang beracun"
BAB 30 "UNTUK Nicholas dan mempelai barunya," Rosalyn berkata
seraya mengangkat gelasnya.
Rosalyn membawa gelasnya ke bibir.
"Tiddaaak!" teriak Nicholas.
Tapi Rosalyn menenggak habis isi gelasnya.
Ruth juga. "Ada apa, Nicky?" celoteh Ruth. "Apakah kau ingin
bersulang?" Nicholas tak memedulikannya. Ia memandang Rosalyn dan
Ruth bergantian. Siapa yang meminum racun itu"
"Aku akan meninggalkan kalian berdua sekarang," Rosalyn
berkata. "Kau tak ingin mencicipi sepotong kue pengantin dulu?" Ruth
bertanya. Ia mengangkat sebilah pisau besar, siap memotongkan kue
itu untuk Rosalyn. "Tidak. Aku harus pergi."
Ruth mengangkat bahu dan menaruh kembali pisau itu ke piring
kue. Rosalyn maju dua langkah ke pintu. Kemudian berhenti.
Ia maju selangkah lagi, dan lututnya langsung lemas. Ia jatuh ke
lantai. Nicholas melesat dan berlutut di sisinya. Sekujur tubuhnya
bergetar hebat. Ia mengerang pelan.
Nicholas meraihnya ke dalam pelukannya. Dipeluknya gadis itu
erat-erat. Mencoba menghentikan gemetarnya. "Maafkan aku,
Rosalyn. Kumohon, maafkan aku. Aku tak pernah bermaksud
menyakitimu." Bibir Rosalyn bergerak. Nicholas menunduk lebih dekat lagi.
Mencoba menangkap ucapannya. Tapi tak bisa.
Kemudian Rosalyn terbatuk. Batuk dan batuk. Berjuang untuk
bernapas. Darah berwarna merah gelap menyembur keluar dari mulutnya.
Tubuhnya kaku. Kemudian lemas. Lemas dan diam.
Mati. Nicholas berayun maju-mundur, maju-mundur. Membuai tubuh
Rosalyn. Kemudian ia mengibaskan rambutnya yang hitam dari
wajahnya. Mengusap darah dari bibirnya. "Aku benar-benar menyesal.
Aku sangat menyesal, Rosalyn."
Ia terus-menerus mengulangi penyesalannya, walaupun Rosalyn
tak bisa mendengarnya. Tak pernah lagi mendengarnya.
Dan bersama dengan berlalunya waktu, tubuh Rosalyn pun
semakin dingin. "Aku mencintaimu," Nicholas bergumam.
"Kau harus mengenyahkan mayatnya," Ruth berkata tenang.
Nicholas lupa Ruth ada di situ. Ruth harus mati, pikirnya.
Seharusnya dialah yang mati. Bukan Rosalyn.
Ruth! ulang Nicholas dalam hati. Ruth seharusnya mati.
Ruth akan mati. Permainan ini akan berakhir sekarang.
Nicholas bangkit berdiri. Disambarnya pisau besar di atas piring
kue. Dan mengarahkannya pada Ruth.
BAB 31 RUTH mengangkat amulet itu di depan tubuhnya. Nicholas
serta-merta berhenti melangkah.
Amulet itu bersinar dengan cahayanya yang biru.
"A-apa?" Nicholas tergagap.
Ruth tertawa. "Kau bahkan tak tahu apa yang kaumiliki. Amulet
ini mengandung kekuasaan. Segala kekuasaan yang kauinginkan."
Suara Ruth pelan dan kuat. Ia telah melepaskan topengnya lagi.
Memperlihatkan kekejaman yang ada di baliknya.
"Aku memahami kekuatannya, tapi aku bukanlah seorang Fear.
Jadi aku tak bisa menggunakan kekuatan itu seperti kau. Bayangkan
apa yang bisa kita lakukan bersama," Ruth berkata.
"Kuasa," seringai Nicholas. "Aku baru saja akan memberimu
pelajaran tentang kekuasaan."
"Biarkan aku dulu yang mengajarimu,"
Ruth berkata tenang. "Amulet ini telah menjadi milik keluarga
Fear selama beberapa generasi. Daniel Fear memberikannya pada
Nora Goode ketika mereka menikah."
Nicholas menggelengkan kepala. "Ibuku tidak memberikan
amulet itu padaku. Aku memperolehnya dari Rosalyn. Ia
menemukannya di pantai waktu ia masih kecil."
Ruth mengangkat bahu dengan pelan. "Amulet itu selalu akan
kembali kepada keluarga Fear. Pengasuhku dulu bekerja di mansion
Fear. Dia menceritakan banyak kisah mengenai keluargamu."
Nicholas menatap cahaya biru yang berpendar-pendar itu.
Disentuhnya salah satu kait perak amulet itu. Kaitan itu terasa hangat
di bawah jemarinya. "Kau bisa merasakan kekuatannya, ya kan, Nicholas" Kuasa itu
bisa menjadi milikmu" dengan bantuanku," ujar Ruth.
Ditatapnya Ruth. Matanya yang hitam dan mati tidak
menunjukkan apa-apa. Aku tidak perlu menikahi Ruth, Nicholas tersadar. Sudah sejak
dulu kuasa itu adalah milikku. Aku masih bisa membunuhnya. Aku
bisa membunuhnya sekarang juga.
"Aku tahu apa yang kaupikirkan, Nicholas," kata Ruth tenang.
"Pikirmu kau bisa memiliki kekuasaan yang kauidam-idamkan itu
tanpa diriku. Kau sedang berpikir untuk membunuhku."
Jemari Nicholas mencengkeram gagang pisau itu lebih erat lagi.
"Kenapa tidak" Setelah semua yang kaulakukan padaku." Ia
menunduk memandang tubuh Rosalyn yang terbujur kaku.
"Untukmu!" protes Ruth. "Aku telah melakukan segalanya
untukmu. Kau menginginkan kekuasaan. Sekarang kau memilikinya.
Aku bisa mengajarimu bagaimana caranya memanfaatkan dan
menggunakannya. Rosalyn pasti akan menghalangimu menggunakan
kuasamu." Nicholas mengendurkan cengkeramannya. Ruth benar. Rosalyn
takkan pernah menyukai kekuasaan yang didapatkan dari kejahatan.
"Kau dan aku dapat mengendalikan kuasa itu," Ruth
melanjutkan, jemarinya menggenggam amulet itu. "Kau seorang Fear.
Aku telah mempelajari segala sesuatu tentang amulet itu dan ilmuilmu hitam. Berdua kita bisa mendapatkan apa saja."
Rosalyn sudah mati, pikir Nicholas.
Ibuku telah mati. Aku tak punya teman. Mengapa aku tak boleh memiliki kekuasaan itu" Hanya itu yang
kumiliki sekarang. Ruth tahu aku tidak mencintainya. Aku takkan pernah
mencintainya. Tapi aku bisa memperalatnya untuk mendapatkan apa
yang kuinginkan. Nicholas mengulurkan pisau itu kepada Ruth.
"Kukira kau baru saja akan memotong kue pengantin itu untuk
kita," ia berkata. Membalas senyum Nicholas, Ruth menyelipkan tangannya ke
tangan suaminya. "Banyak rencana yang harus kita buat, suamiku."
Nicholas memandang Rosalyn untuk terakhir kalinya. Rosalyn
yang manis dan mati. Kemudian ia berpaling pada Ruth. "Banyak
sekali rencana," katanya setuju.
Aku adalah seorang Fear, pikir Nicholas. Aku akan hidup
sebagai seorang Fear. "Kekuasaan melalui kejahatan," ia berkata. Lalu tersenyum.
EPILOG PENDUDUK Shadyside bertepuk tangan saat Nicholas
memotong pita berwarna merah itu dengan gunting yang besar. Ia dan
Ruth memimpin menuju lahan yang baru saja dibuka.
"Ini adalah kavling rumah pertama di Fear Street," Nicholas
mengumumkan. Khalayak ramai bersorak.
Ruth bergerak tepat ke belakang suaminya. Nicholas memaksa
dirinya untuk tidak menarik diri saat istrinya mengusap pipinya
dengan tangannya yang dingin. "Aku punya kejutan untukmu,"
bisiknya. "Aku mengandung anakmu."
Seorang anak. Nicholas berjanji pada dirinya sendiri bahwa anak itu akan
tumbuh besar dengan segala sesuatu yang tak pernah dimilikinya.
Anak itu akan memiliki semua kekuasaan dan kekayaan keluarga
Fear. "Bersama-sama kita akan menjadikan Fear Street sesuai dengan
namanya," Ruth berjanji. Ia mengusap kata-kata yang terukir di balik
amulet itu. KEKUASAAN MELALUI KEJAHATAN.
Nicholas memandang sisa-sisa reruntuhan mansion Fear. Ya,
pikirnya. Sebentar lagi semua orang akan tahu nama Fear Street.END
Tembang Tantangan 15 Pusaka Negeri Tayli Karya Can Id Telapak Setan 9
^