Pencarian

Naga Berkepala Empat 3

Hardy Boys Naga Berkepala Empat Bagian 3


"Tak seorang pun mendengar Dubek Krazak masuk ke kamar tunggu dengan kursi
rodanya. "Aku kemari untuk menyampaikan pesan dari ibu Frank dan Joe," Chet menjelaskan.
"Aku hampir tak dapat kemari, karena jembatan itu runtuh setelah kulewati..."
"Oke, oke," tukas ayah Maquala. "Apa pesan itu?"
"Ibu Hardy ingin memberitahu Frank dan Joe, bahwa ayahnya telah menelepon dari
Chicago. Katanya seorang informan mengaku telah melihat Bantler..."
Frank dan Joe memberi isyarat secara mati-matian agar Chet berhenti
mengatakannya. Tetapi Chet selalu memperhatikan Emile Grabb dengan tidak dapat melihat isyarat
tersebut. Joe terpaksa memotong kata-kata si gemuk.
"Chet! Pesan-pesan ayah selalu bersifat pribadi!"
Chet memerah wajahnya. "Wah, Aku menyesal. Tetapi..."
"Kalian mengerti," Frank menjelaskan kepada yang lain-lain, "bahwa kami tak
diperkenankan membicarakan perkara-perkara ayah dengan orang lain." Ia maju lalu
menarik Chet ke sisi. Joe mengikutinya.
"Nah, tentang apa ini sebetulnya?" tanya Frank setengah berbisik.
"Informan ini mengatakan, bahwa Bantler pergi ke suatu tempat persembunyian di
Pantai Timur untuk sementara waktu. Kemudian ia akan menuju ke Alaska untuk
menghancurkan jaringan pipa minyak. Ayahmu segera akan pulang dari Chicago.
Kalian diminta menjemput di Airport."
Frank dan Joe memandangi Chet dengan terpesona.
"Ayahmu juga tahu tentang badai itu," kata Chet selanjutnya. "Diperkirakan akan
reda dalam beberapa jam ini. Ayahmu akan mendarat segera setelah menerima izin
dari lapangan Terbang Bay-port."
"Kalau begitu lebih baik kita segera pergi," kata Joe. .
"Tidak bisa. Seperti kukatakan tadi, jembatan itu telah runtuh. Jalan satu-
satunya untuk mencapai kota ialah memutar sejauh empat puluh kilometer. Lagi
pula sangat berbahaya, karena banyak pohon yang tumbang. Aku pun tak dapat
pulang karena jembatan runtuh itu." Suara Chet menjadi bertambah keras dan
tegang lagi. Kakak beradik itu tak menyadari lirikan mata antara Dubek, Tonio dan Alessandro,
atau pun isyarat-isyarat tangan mereka. Tiba-tiba, sebelum Joe sempat berkata
kepada Frank dan Chet tentang Slicer, ilmuwan itu meluncurkan kursi rodanya
kepada mereka. "Karena temanmu mengatakan bahwa jembatan itu telah runtuh, kalian sebaiknya
menginap di sini. Setidak-tidaknya sampai badai itu reda," katanya dengan ramah.
"Aku tak dapat memaafkan diriku sendiri kalau terjadi kecelakaan atas kalian,
setelah kalian menyelamatkan jiwa anakku."
"Wah, terima kasih, pak Krazak," kata Frank. "Kami sangat senang menerima
tawaran anda." Joe senang, bahwa kakaknya menyetujui usul pak Krazak. Mungkin dengan jalan ini
mereka dapat menyelidiki rumah besar ini!
"Tetapi kami harus memberitahu ibu di mana kami berada," sambung Frank. "Jika
tidak, ibu tentu sangat khawatir."
Dubek Krazak mengangkat tangan sebagai tanda tak berdaya.
"Kalau saja aku dapat menolong kalian. Tetapi sayang sekali tak ada telepon di
rumah ini." "Kukira pak Grabb punya di rumahnya," kata Frank sambil tersenyum.
Mata ilmuwan itu berkilat marah sebentar. "Kukira tak ada halangannya kalau pak
Grabb mengizinkannya."
Pengurus rumah itu menggerutu dan menggaruk-garuk kepalanya.
"Yah, aku tak tahu..."Ia berpaling kepada
kakak beradik itu. "Fenton Hardy itu ayahmu?"
"Betul." "Aku ingat, nyonya Sayer sangat menghormati ayahmu."
"Apakah ia mengenal ayah?" tanya Joe.
"Ah, tidak secara pribadi. Tetapi ia biasa membaca tentang dia di surat-surat
kabar. Ia sangat menyukai cara ayahmu membongkar kejahatan. Katanya, seharusnya
kita memiliki orang-orang seperti ayahmu lebih banyak lagi. Kukira tak ada
salahnya menggunakan teleponku. Ayo ikut."
Dubek memandangi Tonio sambil mengangguk sedikit.
"Aku akan ikut mengantarkan kalian." Ia memandangi Frank dan Joe dengan masam.
"Kalau-kalau kalian jatuh dan cedera."
Dipimpin oleh Emile Grabb, kakak beradik Hardy, Chet dan Tonio tertatih-tatih di
tengah angin dan hujan. Sangat sulit mendapatkan pijakan di jalanan tanah yang
kini berubah menjadi lumpur. Joe berpura-pura terpeleset. "Aku tak dapat berdiri
tegak. Seharusnya aku tidak memakai sepatu model begini. Frank, Chet, biarlah
aku berpegangan pada kalian."
Ia merangkul pundak Frank dan Chet, hingga dapat berbicara cukup jelas di antara
mereka bertiga, tetapi tak terdengar oleh Tonio.
"Salah seorang yang duduk bersama Dubek di kamar tadi adalah Slicer!"
"Engkau yakin?" tanya Frank. "Pasti!"
"Alasan yang kuat bagi kita untuk tetap di sekitar sini."
Akhirnya mereka sampai di rumah pengurus rumah besar itu. Emile membuka pintu
dan menunjuk ke pesawat telepon. Yang terletak di sebuah meja kecil. "Itu
teleponnya. Sementara kalian ada di sini, dapatkah membantu aku mengangkut sebuah peti ke
ruang bawah tanah" Aku sudah lama menunggu orang untuk membantu aku
mengangkatnya." Chet, yang segera duduk di kursi empuk tak berusaha untuk berdiri lagi.
"Oke, aku akan membantu," kata Joe secara sukarela. Ia pergi bersama Grabb
sementara Frank menelepon. "Kuharap saja kawat teleponnya masih utuh," kata
detektif muda itu, sambil memutar nomor telepon rumahnya. "Ya, untung masih."
"Syukurlah," Chet menggumam.
"Haloo" Bibi Gertrude?" kata Frank. "Bagaimana keadaan di rumah" Ya, aku tahu,
lupa memasukkan kursi-kursi kebun. Kami tak mempunyai waktu lagi. Kursi-kursi
itu tertiup angin sampai ke jalan" Wah, ya, akan kami ambil besok.
"Dengar, bibi. Kami telah menerima berita ayah. Chet yang menyampaikannya.
Tetapi jembatan itu rusak. Kami tak dapat pergi hingga badai ini reda. Dan itu
pun kami harus berjalan memutar yang jauh sampai ke rumah. Barangkali pak Collig
dapat menjemput ayah di airport. Ya, aku akan memberitahu pak Collig. Tolong
katakan kepada ibu, ya. Bahwa kami akan segera pulang kalau sudah ada
kesempatan!" Selama percakapan itu, Chet memandang temannya dengan penuh rasa curiga. Frank
nampaknya sangat gugup. Apakah berita tentang Slicer itu telah mengganggunya
sedemikian" Ia nampak demikian gugup, hingga Frank selalu mengetuk-ngetukkan
sebuah pinsil pada pesawat telepon itu selama percakapannya!
"Sudah selesai?" tanya Tonio setelah Frank mengucapkan selamat malam kepada
bibinya, lalu meletakkan gagang teleponnya kembali.
"Mari kita kembali ke rumah besar."
Chet dengan segan-segan bangkit dari kursinya.
"Selamat malam, pak Grabb," seru Frank. "Terima kasih boleh menggunakan telepon
anda." Jawabannya hanya berupa gerutuan.
Mereka berjuang lagi menempuh perjalanan ke rumah besar. Kamar tunggu sudah
kosong ketika mereka tiba, tetapi cahaya yang terang benderang sangat melegakan
hati. Namun, baru beberapa langkah saja mereka berjalan masuk ke rumah, segera
pula mereka berada dalam kegelapan lagi.
"Kawat-kawat listrik tentu putus," kata Joe dengan lemas. "Keadaan semakin
parah!" 15. Tertangkap "Jangan takut dengan kegelapan," kata Tonio dengan nadanya yang selalu kurang
enak itu. "Kita selalu siap menghadapinya."
Mereka mendengar Tonio melangkah di sekitar kamar itu. Kemudian sebatang korek api dinyalakan dan sebuah lilin mulai menyala. Tonio memegang lilin itu di
depan dadanya, menyebabkan wajahnya terkena cahaya yang menyeramkan. Kalau hal
itu dimaksudkan untuk menambah seramnya suasana, hal itu tak ada hasilnya. Frank
dan Joe justru menganggap lucu.
"Ikuti aku," kata Tonio. Ia berjalan di depan menaiki tangga lalu turun ke
lorong, dan membuka pintu sebuah kamar tidur.
"Nah, selamat malam," katanya.
Frank berdiri di ambang pintu dengan kedua tangannya disedakapkan di dada. Tonio
diam berdiri, rupanya menunggu hingga Frank masuk ke dalam kamar. Tetapi pemuda
itu tetap saja berdiri di ambang pintu.
"Selamat malam," kata Tonio sekali lagi.
"Tonio menggerutu, membalikkan tubuhnya, lalu menghilang di kegelapan. Frank
menunggu hingga yakin bahwa pemuda itu telah pergi. Kemudian ia melangkah masuk
ke kamar tidur. "Kukira, Tonio berniat mengunci kita di kamar ini," ia berbisik. Ia tetap
memegangi tombol pintu, kalau kalau pemuda itu menyelinap kembali untuk menutup
pintu. "Nah, mari kita selidiki keadaannya, seperti yang selalu dikatakan ayah. Ada
sesuatu yang aneh sedang terjadi di rumah ini. Ketika Tonio keluar dari bagian
sayap rumah itu, kita tak diizinkan untuk melihatnya. Aku melihat dia memakai
cincin di jari tengahnya, cincin dengan pola naga berkepala empat!"
Chet menjadi bingung. "Lalu apa?" ia bertanya.
"Ingat mereka membongkar rumah Sam dan rumah kita" Para pencuri itu rupa-rupanya
mencari sesuatu yang ada hubungannya dengan naga. Kita telah mendengar mereka
membicarakan hal itu."
"Pada waktu itu, kata Joe, seperti tak ada artinya apa-apa. Tetapi, kini rupanya
berhubungan erat dengan kejadian di sini. Slicer adalah salah satu pencurinya.
Ia juga yang melakukan sabotase atas pesawat ayah. Dan malam ini ia ada di sini!
Kalau saja kita tahu, apa yang dia dan gerombolannya itu akan perbuat."
"Apa pun juga itu," kata Frank, "aku tak percaya Maquala terlibat di dalamnya."
"Tidak," Joe membenarkan. "Sekiranya terlibat, ia tentu berusaha menyuruh kita
keluar, seperti yang dikehendaki pamannya. Lagi pula, ia pun tidak diperkenankan
masuk ke bagian sayap rumah itu, di mana ayahnya bekerja."
Frank mengangguk. "Nah, mari kita teruskan. Kita harus menyelidiki seluruh rumah ini."
Joe merogoh saku belakang celananya, mengeluarkan kotak kecil detektifnya yang
selalu dibawa. Bungkusan kain kedap air itu berisi alat-alat yang dapat dilipat.
Ia mengeluarkan sebuah lampu senter kecil yang sangat kuat cahayanya.
"Aku sudah siap," katanya.
Mereka merayap di sepanjang lorong, berhenti pada setiap kamar. Sementara Chet
menjaga di luar, Joe menyoroti seluruh kamar sampai ia dan Frank puas hanya melihat sebuah
tempat tidur dan sebuah meja tulis, dan selebihnya kosong sama sekali.
Pada pintu masuk kamar keempat, Frank memegang lengan adiknya.
"Lihat, di seberang tempat tidur itu!" ia berbisik tersengal.
"Lihat tanda itu!"
Kakak beradik itu melangkah melintas kamar. Senter Joe membentuk cahaya bulat di
sekeliling gambar sebuah mata yang kecil dan sederhana. Pada sudutnya tertera
huruf-huruf SR. Gambar mata itu adalah tanda sandi dari pembantu pak Hardy, agar dapat diikuti
oleh teman-temannya. Dan huruf SR adalah inisial nama yang menggambar tanda
sandi tersebut. "Sam Radley!" bisik Joe. "Jadi ia pernah ada di sini! Entah bagaimana ia dapat
memperoleh sebatang pinsil lalu menggambar sandi tadi."
"Tetapi di mana dia sekarang?" tanya Frank.
Sebelum mereka sempat membicarakan hal itu, di luar terdengar suara berisik, dan
Chet terhuyung jatuh ke dalam. Joe menyorotkan senternya, tepat pada waktunya
Tonio sedang menutup pintu di belakang Chet. Joe melompat dua langkah, tetapi
ketika ia memegang tombol, sebuah kunci berputar. Mereka terkurung! Chet
perlahan-lahan bangkit. "Aku tak mendengar apa-apa," ia mengerang. "Padahal aku selalu siap-siap
mendengar suara-suara yang paling lemah pun. Orang itu seperti kucing saja.
Menyesal sekali, kalian sampai terkurung!"
"Jangan terlalu sedih," kata Frank. "Tonio memang terlalu cerdik. Ingat saja
bagaimana ia tanpa bersuara dapat berjalan di hutan melacak Joe dan anjing-
anjing liar itu" Ia tak pernah mematahkan sebatang ranting pun. Apakah kira-kira
kita dapat mendobrak pintu ini, Joe?"
"Dengan sebuah balok pendobrak memang dapat," jawab adiknya. Ia telah memeriksa
pintu kayu oak yang tebal itu. "Tetapi aku dapat mencoba pada engsel-engselnya."
Ia beberapa menit mencoba melepaskan engsel, lalu melangkah mundur sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Sudah berkarat."
"Kita harus dapat keluar dari sini," Chet meratap. Ia melangkah ke jendela satu-
satunya dan melihat keluar. "Kita juga tak dapat lewat sini. Di bawah sana hanya
lautan. Apa yang harus kita lakukan?"
"Untuk sementara, diam saja," kata Frank. "Kita harus sabar. Kukira kita harus
bersantai sampai pertolongan tiba."
"Pertolongan?" tanya Chet. "Bagaimana ada orang yang tahu bahwa kita dalam
bahaya?" "Sudah kukatakan kepada bibi Gertrude untuk memberitahu polisi."
"Aku mendengarkan percakapanmu," kata Chet. "Tetapi aku tak mendengar engkau
mengatakan sesuatu seperti itu!"
Frank tertawa. "Ingat, bibi telah hidup lama bersama tiga orang detektif. Ia mengerti sandi
Morse sama baiknya dengan kami!"
Chet menjentikkan jari-jarinya.
"Pinsil itu!" serunya.
"Apa yang kalian katakan itu?" tanya Joe.
"Ketika Frank berbicara dengan bibimu, ia mengetuk-ngetukkan sebatang pinsil
pada pesawat telepon itu ... dalam sandi Morse!" Chet tertawa terkekeh-kekeh.
"Ha, bagus!" kata Joe. "Apa yang kaukatakan kepadanya, Frank?"
"Gagasan yang bagus," kata Chet gembira. Tetapi segera ia menjadi murung
kembali. "Tetapi sekiranya mereka datang tidak tepat pada waktunya" Misalnya engkau lupa
tentang badai di luar itu, dan jembatan yang sudah hanyut?"
"Kita harapkan yang terbaik saja," kata Frank. "Sementara itu, bagaimana kalau
kita tidur dulu" Kita harus waspada nantinya." Ia melirik ke arlojinya.
"Sekarang jam sembilan," katanya. "Aku akan berjaga sampai jam sebelas. Kemudian
salah satu dari kalian mengganti."
"Aku jaga yang kedua," kata Chet. "Kalau aku berjaga yang terakhir, aku tentu
akan sampai lapar, hingga mungkin terpaksa memakan perabotan ini."
"Aku akan mengundi, siapa yang dapat tidur di ranjang. Tetapi gelapnya
sedemikian, tak dapat melihat sisi mana dari mata uang yang ada di atas."
"Apakah kaukira hantu itu akan berkeberatan?" tanya Frank menggoda.
"Hantu?" tanya Chet gemetar. "Ada apa pula dengan hantu?"
Joe menjelaskan, bahwa Abby Sayer membangun sebuah hotel bagi para hantu.
"Jadi engkau tahu, bahwa kamar ini sebenarnya diperuntukkan hantu."
"Ambillah tempat tidur itu," kata Chet. Aku akan tidur di lantai saja."
"Sudahlah, Chet," kata Frank. "Kami hanya bergurau. Engkau tentu tak percaya
segala omong kosong itu, bukan?"
"Ah, tentu saja tidak," kata Chet. "Tetapi kukira aku akan lebih enak tidur di
lantai. Bagai- manapun juga, jika sekiranya memang ada hantu, tak banyak bedanya apakah aku
percaya atau tidak."
Bujukan apa pun tak dapat merubah pendiriannya untuk tetap tidur di lantai.
Tetapi rupa-rupanya memang tak mengganggu baginya, sebab beberapa menit kemudian
ia dan Joe sudah mendengkur.
Frank menggunakan waktu jaganya untuk memikirkan tentang kesempatan untuk
melarikan diri, bila sekiranya polisi tidak datang pada waktunya. Misalkan saja,
mereka bertiga menyerang orang yang membuka pintu itu, lalu lari ke arah yang
berlain-lainan" Satu atau dua orang mungkin tertangkap, tetapi yang lain mungkin
dapat mencari bantuan. Pemuda detektif itu tak berharap banyak dari gagasan tersebut, tetapi hanya
itulah yang dapat dipikirkannya.
Ketika ia membangunkan Chet pada jam sebelas, teman itu melompat bangun dengan
terkejut. "Ada apa" Siapa engkau?"
"Aku, Frank." "Ehhh." Chet memegang kepalanya. "Jadi memang benar, ya" Bahwa kita menginap di
rumah besar Sayer?" "Memang."

Hardy Boys Naga Berkepala Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dan kita dikurung dalam sebuah kamar, dan ada badai pula?"
"Benar juga." "Kukira hanya mimpi," kata Chet mengeluh. "Sekarang giliranku untuk berjaga?"
"Pikiranmu tepat."
"Aku letih sekali," Chet menguap keras-keras. "Aku tidak tidur sedetik pun!"
"Kalau tidak tidur, bagaimana engkau dapat bermimpi?" tanya Frank.
Chet berpikir-pikir. "Kadang-kadang aku bermimpi ketika bangun."
"Engkau memang menggunakan sebagian besar waktumu untuk bermimpi," Frank
menggoda sambil merebahkan diri. "Pokoknya aku mau tidur. Engkau tak perlu
khawatir tentang hantu, Chet. Ia akan masuk menembus dinding melihat kepadamu
dan Joe, lalu akan berkata: Maaf, bung, aku tak mengira bahwa kamar ini kalian
gunakan. Ia lalu akan membuka topi untuk memberi hormat, kemudian pergi terbang
lewat langit-langit."
"Tidak lucu!" kata Chet kecut. "Kukira ini bukan waktunya untuk melawak. Ada
orang-orang jahat di rumah ini. Kita dikurung, dan badai besar sedang mengamuk,
sedangkan engkau menjual lawakan! Kalau engkau menanyakan aku..."
Ia berhenti berbicara ketika menyadari bahwa
ia hanya berbicara seorang diri. Frank sudah tertidur dengan enaknya!
Jam-jam berikutnya merupakan siksaan bagi Chet, Ia membayangkan mendengar
berbagai suara. Ia tak pernah merasa berkeberatan menghadapi lawan berdarah dan
berdaging yang dapat dilihat dengan mata; tetapi duduk di kegelapan, terbuka
bagi serangan para hantu, merupakan sesuatu yang hampir tak kuat dihadapinya.
Meskipun ia berkata pada diri sendiri bahwa ia tak percaya ada hantu, namun tak
urung ia merasa takut juga!
Ketika terdengar lonceng tua di menara itu mulai berbunyi, ia benar-benar
melompat bangun dari duduknya di lantai. Joe dan Frank segera terbangun pula.
"Menurut Maquala, jam itu sudah bertahun-tahun tidak bisa berbunyi," kata Frank.
"Sepuluh ... sebelas ... dua belas!" Chet menghitung dengan suara gemetar.
"Tiga belas!" seru Chet setelah sejenak berdiam diri. "Ada hantu di tengah
malam! Mereka tentu sedang akan makan malam sekarang ini!"
Keheningan dipecahkan oleh sebuah kunci yang berputar dan pintu segera terbuka.
Ketiga pemuda berhadapan dengan Dubek Krazak di kursi rodanya. Wajahnya yang
dingin kaku telah berubah ketakutan.
"Kalian harus segera meninggalkan tempat ini dengan segera!" ia mendesis.
"Kalian menghadapi bahaya besar! Aku belum dapat menjelaskan sekarang ini,
karena kalian tidak boleh berlambat-lambat sedikit pun. Tonio..." seraya
menunjuk ke pemuda yang ada di sampingnya memegangi sebatang lilin. "Ia akan
menunjukkan jalan bagi kalian. Pergilah entah ke mana, tetapi tinggalkanlah
rumah ini, kalau kalian menghargai jiwa kalian."
Dr. Krazak segera membalikkan kursi rodanya, lalu menghilang di kegelapan
lorong. Tonio menggapai, dan ketiga pemuda itu mengikutinya. Untuk sesaat Frank
berpikir-pikir, apakah mereka digiring ke suatu jebakan.
Tonio membawa mereka ke puncak tangga yang turun menuju ke kamar tunggu. "Aku
tak dapat membawa kalian seterusnya," kata Tonio dengan berbisik. "Aku harus
melindungi pak tua itu. Keluarlah dari sini dan panggillah polisi secepat-
cepatnya. Selamat." Dengan kata-kata itu ia lari turun ke lorong.
"Ayo," kata Frank. "Matikan sentermu, Joe. Kita jangan sampai dilihat orang."
Ketiga pemuda itu menuruni tangga dengan diam-diam tanpa bersuara.
"Kukira pintu tepat ada di depan kita," kata Joe. Mereka bergerak ke arah
tersebut. "Aku mendapatkannya," Joe berbisik ketika tangannya menyentuh tombol pintu.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin di belakang mereka, dan tiga buah lampu
senter menyala bersama-sama. Ketiga pemuda itu membalikkan tubuh. Mereka tak
dapat melihat siapa saja yang memegangi lampu senter itu, tetapi mereka melihat
laras-laras pestol tertuju kepada mereka.
"Ha, lihat siapa yang kita temukan di sini!" terdengar suara yang mereka kenal
bernada mengejek. "Frank dan Joe Hardy!"
16. Penjara Di Bawah Tanah
"Slicer, nyalakanlah beberapa lilin," terdengar suara memerintah. Terdengar
suara korek api digoreskan. Enam batang lilin segera menyala, dan ditempatkan
pada meja-meja di kamar tunggu yang bundar itu.
"He, itulah orangnya yang membantu aku membetulkan mobilku!" seru Chet, matanya
menatap ke pemimpin gerombolan itu.
"Ben Ebler!" seru Joe sambil menahan napas.
Frank menggigit bibirnya.
"Seharusnya aku tahu, ketika menemukan pemancar-pemancar mini itu. Siapa lagi
yang dapat memasang itu lagi di rumah?"
"Kesimpulan yang bagus," ejek pimpinan gerombolan itu.
"Tidak sepintar itu," kata Frank menyesal. "Baru sekarang ini aku mengetahui
siapa namamu yang sebenarnya. Engkaulah orang yang selalu berganti wajah setiap
kali dipotret, orang yang sangat ahli tentang elektronik. Engkaulah Burl
Bantler!" Orang itu membungkukkan badannya sedikit.
"Satu dan sama. Tetapi, seperti yang kaukatakan, agak sedikit terlambat
mengetahui kenyataan ini. Ya, semuanya terlaksana seperti yang kurencanakan.
Memang kita mendapatkan kegagalan-kegagalan kecil, sepergi gagalnya sabotase
terhadap pesawat ayahmu. Tetapi secara keseluruhan, merupakan skenario yang
lancar." "Engkau menganggapnya sebagai sandiwara atau filem?" tanya Frank.
"Tepat," kata Bantler bergairah. "Suatu kejahatan yang baik adalah yang
direncanakan dan dilaksanakan dengan lancar. Persis dengan pertunjukan
sandiwara, hanya saja dengan tambahan bahaya-bahaya. Dan aku adalah sutradara
sekaligus pemegang peranan utama!"
Joe memandang Slicer dan penjahat yang lain, yaitu seorang yang jangkung dan
kelihatan terpelajar. "He, orang buangan!" katanya.
"Baik kuperkenalkan dulu," kata Bantler. "Kukira kalian sudah sering bertemu
dengan Slicer Bork dalam beberapa peristiwa. Yang lain ini pernah menjadi
seorang aktor. Meskipun tidak terlalu terkenal, sampai ia mengikuti kami. Peranannya yang
terakhir adalah sebagai Dr. Morrison. Carl Harport, berilah hormat. Keluarga
Hardy ini sangat menghargai bakat-bakatmu."
"Mengapa engkau tak membiarkan aku menghadapi Joe sebentar?" tanya Slicer. "Aku
masih harus membayar utang!"
"Engkau tahu peraturanku," kata Bantler dengan tajam. "Tidak boleh ada kekerasan
kalau tidak terpaksa benar-benar."
Slicer melangkah mundur dan berkata dengan suara lebih lunak; "Apa perintahmu
saja, Burl." Rupanya ia takut kepada pemimpinnya.
Bantler berpaling kepada ketiga pemuda.
"Sudah tentu aku tak mengharapkan badai ini," ia melanjutkan. "Kalau tidak
muncul badai ini, kami tentu telah berada di tengah perjalanan ke Alaska sejam
yang lalu. Aku khawatir, rekor ayahmu tentang pembongkaran kejahatan sudah
berakhir, anak-anak. Kalian sudah sering terlalu dekat dengan macetnya usaha
kami. Tetapi sekarang tak ada jalan lagi untuk menghentikan kami menghancurkan
jaringan pipa." "Burl, semua ini memang menarik sekali, tetapi kukira kita harus mencari yang
lain-lain," kata Harport dengan gugup.
Mata Bantler berkilat sejenak, marah karena ditentang. Tetapi ia segera dapat
menenangkan diri. "Ia memang benar," katanya kepada para tawanan. "Entah bagaimana Alessandro
Krazak berhasil membunyikan lonceng rusak itu, kalian tentu mendengarnya pula.
Orang tolol itu tentu mengira akan ada orang yang memperhatikan suara itu lalu
menelepon polisi. Tetapi siapa yang dapat mendengarnya dalam badai yang sehebat
ini" Orang itu masih bebas berkeliaran entah di mana. Demikian pula Tonio dan
Dubek. Aku ingin sekali dapat melanjutkan mengobrol dengan kalian, tetapi kukira
lebih penting lagi untuk menangkap mereka dulu. Slicer, antarkan mereka ke
penjara di bawah tanah!"
Slicer mendorong para pemuda itu dengan pestolnya.
"Ayo jalan!" Mereka digiring melalui sebuah dapur ke sebuah lorong yang panjang,
dengan berakhir pada sebuah pintu.
"Bukalah!" perintah Slicer. Joe menurut, dan ketiga pemuda itu menuruni tangga
yang curam ke dalam sebuah terowongan.
Sementara mereka berjalan, mereka dapat melihat berkat lampu senter Slicer,
bahwa dindingnya terbuat dari batu yang kekar. Keadaannya lembab dan batu-batu
itu basah. "Nah, sudah sampai. Kalian berdiri membelakangi aku, dan angkat tanganmu tinggi-
tinggi! Jangan coba-coba berbuat yang bukan-bukan!"
Slicer membuka sebuah pintu yang sangat besar.
"He, Radley!" Ia berseru ke dalam. "Ada teman-teman untukmu. Tiga teman-temanmu
ingin bertemu." Rupanya penjahat itu menganggapnya hal itu suatu yang lucu. Ia tertawa terbahak-
bahak sambil mendorong ketiga pemuda itu ke dalam kegelapan. Pintu terbanting
menutup, dikunci, dan terdengar orang itu menjauh sambil tetap tertawa-tawa.
"Siapa itu?" terdengar suara Sam dari sebuah sudut.
"Sam! seru Joe. "Aku, Joe! Frank dan Chet di sini pula!"
"Tunggu. Kunyalakan lilin dulu. Si Slicer itu hanya memberi aku sebatang. Jadi
tak mungkin kita menyalakannya." Terlihat bunga api, kemudian sebuah api
menyala. Sam, sambil memegangi sebatang lilin, bangkit berdiri dari setumpukan
jerami. Ia menggeliat melemaskan otot-ototnya.
"Aku jadi teringat ketika masih menjadi tentara dan melakukan gerakan!" Ia
tersenyum. "Senang benar bertemu kalian."
"Kami pun senang menemukan anda!" kata Joe. "Anda tak apa-apa?"
"Kukira begitu. Aku terbangun di dalam mobil ambulans, dan kukira aku dibawa ke
rumah sakit. Tetapi kenyataannya, aku didorong masuk ke sebuah mobil dan dibawa
kemari. Aku masih saja pusing sejak melihat alat di hutan itu. Tetapi aku merasa
sehat. Eh, omong-omong, kita ada teman sekamar. Cort! Bangunlah. Kita mendapat
tamu!" Seorang lagi bangun dari sudut yang lain lalu melangkah maju.
"Joe Hardy yang kudengar ini?"
"Curt Gutman!" seru Frank ketika orang itu muncul di tempat yang terang.
"Frank! Chet Morton! Kuharap saja kalian akan membawa kami keluar dari sini. Aku
menyesal tak dapat datang untuk memasang permadani di rumahmu. Tetapi, seperti
yang kalian lihat sendiri, orang-orang itu telah menculik aku ketika aku
berangkat ke rumahmu, dan----"
"Sudahlah, jangan resah," kata Frank. "Engkau mendapatkan pengganti yang benar-
benar ahli." "Anak-anak," beritahukanlah semua kepadaku. Maukah kalian?" Sam meminta. "Apa
saja yang sedang terjadi ini?"
"Lebih baik sambil duduk-duduk," Frank menyarankan. "Ceritanya cukup panjang.
Kelima orang itu duduk mengelilingi lilin, dan Frank menceritakan segala
peristiwa sejak lima hari yang lalu.
"Jadi engkau tahu, Sam, sekarang semuanya telah terjalin menjadi satu. Tetapi
bagaimana Bantler hendak menghancurkan jaringan pipa, adalah di luar pengetahuan
kami." "Aku dapat katakan tentang hal itu," kata Sam.
"Aku melihatnya sendiri bagaimana alat itu bekerja," ia menggigil. "Kenyataannya
ialah, akulah kurbannya yang pertama!"
"Apa?" seru Frank.
"Semua itu bermula dari suatu kecelakaan. Beberapa hari yang lalu, aku sedang
bermobil di Bayport ketika aku memergoki Burl Bantler. Ia bertemu dengan aku
yang sedang mengendarai sebuah mobil pick-up dengan arah berlawanan. Aku
berhasil memutar mobilku lalu mengikuti dia ke tanah milik Sayer."
"Ia memasukinya, tetapi tentu saja aku tak berani mengejar dia selewat pintu
pagar. Kusembunyikan mobilku di semak-semak yang berhadapan dengan pintu gerbang."
"Kalau saja aku tahu ...!" kata Joe.
"Begitupun aku. Tetapi aku tak berhasil menelepon kalian atau memberitahu
polisi. Setelah beberapa jam, aku melihat Bantler, Slicer dan orang ketiga yang kemudian
kuketahui adalah Cari Harport. Ada lagi dua orang, seorang lagi dengan kursi
roda dan seorang lagi lebih muda."
Joe menyela. "Orang yang dengan kursi roda adalah Dubek Krazak, seorang ilmuwan dari Eropa
Timur. Pemuda itu Tonio Mossesky, juga orang asing."
Sam mengangguk dan melanjutkan: "Mereka masuk ke hutan di sebelah rumah besar.
Aku mengikuti mereka. Tonio membawa sejenis mesin, serupa dengan sebuah kamera
TV. Mereka berjalan kira-kira satu kilo sampai di dekat sebuah gedung tua, di
tempat terbuka di pinggir sungai. Mereka berhenti di sebelah selatan tempat
terbuka itu dan aku bersembunyi di belakang sebatang pohon di sebelah utaranya.
Ilmuwan itu ... siapa namanya?"
"Dubek Krazak," jawab Joe.
"Nah, Dubek Krazak memegangi mesin itu, mengarahkannya ke gudang tua itu, lalu
aku mendengar suara mendesir. Luar biasa! Aku belum pernah melihat sesuatu
seperti itu. Gudang itu seperti luluh-lumer! Rontok menjadi setumpuk serbuk gergaji di depan
mataku sendiri!" "Ya, kami melihat sisa-sisa gudang itu!" seru Chet. "Ayahku yang melihatnya
lebih dulu, tetapi tidak tahu apa yang terjadi sesungguhnya."
"Aku berusaha pergi untuk memberitahu polisi," Sam meneruskan. "Sebenarnya aku
sudah hampir berhasil. Tetapi sekawanan anjing liar muncul entah dari mana dan
menyerang aku!" "Kami pun bertemu kawanan itu," kata Frank. "Hampir saja mereka dapat menangkap
Joe." Sam menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku terpaksa lari ke arah tempat terbuka kembali, dan segera aku kepergok. Aku
mendengar Bantler berteriak-teriak: berikan alat Anni-hilator itu, dan kulihat
ia merebutnya dari tangan Krazak. Ia lalu mengarahkannya kepadaku dan
memasangnya!" Pemuda-pemuda itu ternganga menahan napas.
"Aku belum pernah merasakan sakit yang sedemikian sebelumnya," sambung Sam.
"Padahal aku sudah banyak sekali lolos dari siksaan-siksaan yang paling
mengerikan, percayalah. Rasanya, seperti ditembak dengan jutaan jarum-jarum yang tajam. Seluruh tubuhku
sakit tak karuan. Barangkali aku pun akan hancur seperti gudang itu, kalau saja
Krazak tidak menerjangnya dengan kursi rodanya, hingga Bantler terjatuh.
Krazak berteriak-teriak: "Jangan, jangan, ini bukan untuk membunuh!"
"Rasa sakit itu lenyap, tetapi aku pusing tak ingat apa-apa. Segala apa yang ada
di sekelilingku seperti kabur. Aku lalu berlari ... dan hanya itulah yang dapat
kuingat. Sampai akhirnya aku terbangun di dalam mobil ambulans dengan Harcourt membungkuk
di atasku. Seperti yang kalian katakan, aku tentunya telah lari sampai di
pertanian Morton." Semuanya terdiam untuk beberapa saat. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa
sejak beberapa hari yang lalu, serta keadaan mereka sekarang, yang tak
memberikan harapan. Akhirnya Frank menghela napas.
"Entah bagaimana caranya, kita harus dapat keluar dari sini dan menghentikan
Bantler. Ia segera akan berangkat ke Alaska begitu badai reda."
Joe melihat keluar dari jendela.
"Rupanya badai sudah mulai berkurang kekuatannya," katanya murung. "Aku belum
pernah merasakan sangat membenci badai yang mereda."
"Aku berpikir bagaimana bisa meloloskan diri," kata Sam. "Tetapi aku belum
menemukan rencana yang dapat dilaksanakan. Curt dan aku tak dapat menyergap
Slicer kalau ia masuk membawakan makan, sebab ia selalu membawa pestol."
"Tetapi dengan jumlah yang lebih banyak sekarang," kata Joe, "Mungkin kita dapat
menyergap dia." "Dari apa yang kalian katakan tadi, aku sangsi apakah ia akan kemari lagi," kata
Sam. "Untuk apa lari" Mereka akan pergi dan membuang kunci pintu."
"Mungkin polisi dapat segera datang kemari," kata Chet. "Juga, rupanya kelompok
Krazak sekarang berada di pihak kita. Barangkali saja mereka akan melepaskan
kita." Harapan itu segera buyar. Tiba-tiba pintu terbentang lebar, dan kakak beradik


Hardy Boys Naga Berkepala Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Krazak beserta Maquala dan Tonio didorong masuk! Pintu terbanting tertutup dan
para pendatang baru itu memandang berkeliling tak berdaya.
7. Rencana Jahat "Lenyaplah harapan kita," Chet mengeluh.
"Ah, bergembiralah Bung," saran Joe. "Sebelumnya kita sering menghadapi keadaan
yang lebih sulit." Tetapi kata-kata itu kurang meyakinkan, juga bagi dirinya
sendiri. Setelah menilai keadaan mereka, Alessandro menarik napas panjang. "Kukira kita
harus membenarkan pendapat temanmu itu, Joe. Rupanya tak seorang pun yang
mendengar usahaku yang lemah untuk mendapat pertolongan, dengan kubunyikannya
lonceng tua itu. Dalam waktu singkat ini Bantler dan rombongannya akan berangkat
ke Alaska, sementara kita tertahan disini. Mungkin sampai berhari-hari sebelum
kita diketahui ada di sini."
"Sampai waktu itu mungkin kita sudah mati kelaparan," kata Maquala. "Aku sungguh
sangat menyesal, bahwa penemuanku membawa kita semua pada kehancuran semua ini,"
kata Dubek dengan berat. "Pak, coba ceritakanlah kepada kami tentang naga berkepala empat itu," Frank
mengusulkan. Alessandro terkejut. "Engkau sudah tahu tentang hal itu?"
"Sebenarnya kami belum tahu apa sebenarnya," kata Joe.
"Lebih baik kalian tak usah tahu," Tonio menyatakan.
Dubek melambaikan tangan kepada pemuda
itu. "Apa bedanya sekarang" Bagaimanapun mereka berhak untuk mengetahui, apa yang
menyebabkan mereka sampai terjerumus dalam bahaya sebesar ini. Naga berkepala
empat adalah nama organisasi rahasia di belakang Tirai Besi. Organisasi ini
bertujuan untuk menumbangkan segala bentuk kelainan dan membebaskan penduduk
yang diperbudak di Eropa Timur. Dulu musuh kami adalah kaum Nazi. Sekarang
adalah pemerintahan yang menindas."
"Tetapi apa hubungannya dengan Bantler dan
gerombolannya?" tanya Joe yang juga belum mengerti.
"Lebih mudah kalau kita mulai dari awalnya," kata Maquala. "Ayah adalah pemimpin
dari organisasi Naga Berkepala Empat. Ketika kami terpaksa meninggalkan tanah
air, ayah datang di Amerika Serikat untuk mengumpulkan dana bagi perjuangan. Ia
percaya, bahwa orang-orang Amerika yang lebih mencintai kebebasan dari penduduk-
penduduk negara-negara lain di dunia ini, akan bersedia membantu mencarikan
dana." "Tetapi ia tak menyukai cara-cara dengan derma," kata Alessandro. "Karena itu ia
memutuskan untuk dapat memberikan imbalan ... sebuah mesin atau alat yang dia
sebut annihila-tor."
Sekarang giliran Frank yang tak mengerti.
"Dan kalian menjualnya kepada Bantler untuk menghancurkan jaringan pipa minyak
Alaska?" Dubek Krazak menghela napas.
"Sayang sekali, itulah yang terjadi. Tetapi kami tak pernah bermaksud demikian.
Alat itu tidak dimaksudkan sebagai senjata, tetapi sebagai alat untuk penghancur
bagi tujuan industri, atau sebagai pengganti dinamit untuk pembangunan jalan-
jalan, misalnya." Ia berpaling kepada Sam. "Engkau harus percaya," katanya memohon. "Kami tak pernah bermaksud mencelakakan
engkau." Sam menyeringai. "Tak usah meminta maaf. Anda juga yang menyelamatkan jiwaku,
bukan?" "Demikianlah," sambung ilmuwan itu. "Burt Bantler sebenarnya keturunan kaum
hucul juga. Ia adalah kemenakan jauh dari ayahku. Untuk itulah aku mencari dia ketika aku
tiba di sini. Ia menyatakan, senang sekali dapat membantu, dan aku
mempercayainya. Aku tak tahu sama sekali latar belakang kriminalnya. Aku
mengatakan kepadanya, niatku untuk membangun alat annihi-lator. Ia menyediakan
diri untuk membantu dalam percobaan-percobaan, dan aku harus mengakui, bahwa ia
adalah pembantu yang sangat cerdas."
"Itu cocok," kata Frank geram. "Ia memang terkenal di kalangan polisi sebagai
ahli elektronik." "Kita tahu dari pengalaman yang pahit," Joe menambahkan. Ia menceritakan,
bagaimana telitinya pemancar-pemancar mini yang telah ditempatkan di rumah
mereka. Bagaimana pula cerdiknya Bantler dapat melumpuhkan sistem pengamanan
terhadap pencurian yang paling rumit yang dipasang di rumah mereka.
"Kami membawa alat annihilator itu ke hutan, untuk melakukan percobaan pertama
yang sesungguhnya," Dubek melanjutkan ceritanya. "Pada saat itulah aku baru
tahu, bagaimana kejamnya Bantler hendak membunuh Sam Radley. Setelah engkau
berhasil melarikan diri, sdr. Radley, Burl kemudian menyampaikan maksud yang
sebenarnya untuk menggunakan alat penemuanku itu, yaitu untuk menghancurkan
jaringan pipa minyak di Alaska."
"Apakah ia benar-benar dapat melakukannya?" tanya Joe.
"Ah, ya. Mudah sekali. Ketahuilah, Annihi-lator ini berdasarkan sistem suara
yang berfrekuensi sangat tinggi. Engkau tentunya telah pernah mendengar bahwa
seorang penyanyi opera dapat memecahkan sebuah gelas tipis dengan suara
nyanyiannya, atau sepasukan tentara yang berbaris sangat teratur di atas
jembatan, dapat meruntuhkan jembatan itu. Itulah secara kasar prinsip dari alat
Annihilator itu. Ia memancarkan suara sedemikian tinggi, hingga seekor anjing
pun tak dapat mendengarnya."
"Dan ... tak ada cara bagi anda untuk menghentikan Bantler?" tanya Joe.
"Ia telah mengancam kami," Tonio menjelaskan. "Katanya, ia akan mencelakakan
Maquala kalau kami berusaha memberitahu polisi," jelas sekali dari wajah pemuda
itu, bahwa pikiran tentang Maquala yang cedera tidak tertahankan baginya. "Aku
sungguh-sungguh minta maaf atas kelakuanku yang tidak ramah, tetapi aku mengira
dengan demikian aku dapat menjauhkan kalian dari keterlibatan dalam masalah
ini." "Engkau tak pernah mengatakannya kepadaku," seru Maquala penuh sesal. "Aku
bahkan tak diizinkan untuk mengetahui tentang percobaan itu."
"Jangan salahkan, Tonio, sayangku," kata Dubek. "Aku yang menentukan agar engkau
ada di luar ini semua. Mungkin hal ini salah, tetapi aku tak ingin menakut-
nakuti engkau." Ia kembali berpaling kepada kakak beradik Hardy serta Sam
Radley. "Bantler marah sekali ketika Sam Radley dapat meloloskan diri. Ia tak
dapat melihat adanya kegagalan, dan mempunyai sifat yang keras yang tak dapat
terkendalikan. Ia takut bahwa Fenton Hardy membayanginya. Alasannya, untuk apa
lagi pembantu Hardy itu membayangi dia?"
"Karena itulah ia mendobrak masuk ke rumah kami dan ke apartemen Sam. Kemudian
ia mengganti kedudukan Curt sebagai tukang pasang karpet," kata Frank. "Karena
itu pula ia hendak melakukan sabotase atas pesawat ayah dan merampas kasetku."
Dubek mengangguk. "Karena itu pula ia lalu menculik Sam Radley.
Meskipun tak terbukti bahwa kalian sedang membuntuti dia, ia merasa tidak aman.
Ia sangat takut kalau kalau Sam Radley mendapatkan kembali ingatannya dan
mengenali dia." "Kalau saja aku ingat ketika masih ada di rumah sakit," kata Sam.
"Kalian tentu merasa, bahwa aku berlaku dingin dan kurang sopan ketika bertemu
kalian," sambung Dubek. "Itu memang kusengaja. Maksudku, sikapku yang tidak baik itu akan
menyebabkan kalian meninggalkan kami. Sebab aku memang mengkhawatirkan
keselamatan kalian. Pada saat itu Bantler belum sadar akan kehadiran kalian di
sini karena ia berada di bagian sayap gedung yang lain. Ketika teman kalian,
Chet Morton muncul, dan memberitahu jembatan itu telah runtuh, menjadi jelas
bahwa kalian masih tetap ada di sini. Aku berharap bahwa Bantler tak menyadari
akan sekelilingnya. Tetapi ketika kalian dan Tonio kembali ke rumah setelah
menelepon, Slicer melihat kalian masuk melalui kamar tunggu. Kemudian aku
menyuruh Tonio mengurung kalian ketika kalian berkeliaran di rumah ini. Aku
ingin mencegah kalian bertemu saudara jauhku itu," katanya dengan nada pahit.
"Tetapi tak ada gunanya. Ia tahu di mana kalian berada selama ini."
"Barangkali polisi berhasil datang kemari dengan segera," kata Joe penuh
harapan. Ia menceritakan kepada yang lain-lain, bagaimana Frank telah
mengirimkan berita sandi kepada bibi Gertrude.
Chet mengangkat bahu. "Mereka tak dapat segera datang, aku berani bertaruh. Tak ada kesempatan bagi
mereka untuk menyeberangi sungai itu, setelah jembatan itu runtuh. Airnya
berkecepatan satu mil satu menitnya!"
"Tetapi Bantler bermaksud akan berangkat begitu badai reda," seru Joe. "Kalau
Bantler dapat keluar, mengapa polisi tak dapat masuk?"
"Ya! Bagaimana Bantler bisa memperhitungkan untuk keluar?" tanya Curt. "Ia tidak
bisa pergi ke Bayport, dan jalan-jalan yang lain tentu sangat parah keadaannya.
Aku tak yakin ia akan pergi dengan perahu, karena lautan itu masih tetap ganas
dalam beberapa lama setelah badai reda."
"Ia tak pernah kehilangan akal," kata Ales-sendro. Ia mempunyai sebuah
helikopter, yang disembunyikannya dengan kain terjal di sebelah barat rumah. Aku
malah sangsi apakah Emile Grabb juga tahu bahwa di sana ada pesawat. Aku malah
mendengar Slicer berkata, bahwa mereka merencanakan untuk terbang ke lapangan
udara kecil di New Hampshire. Di sana mereka akan
bertukar pesawat yang lebih besar yang akan membawa ke Alaska."
"Dan hanya kita saja yang paling dekat dengan mereka, yang seharusnya dapat
mencegah hal itu!" kata Sam.
Ia memukulkan tinju ke tangannya yang lain.
"Kalau saja kita dapat lolos!"
Untuk beberapa menit berikutnya, Frank berjalan mondar-mandir di kamar itu.
Tiba-tiba ia berpaling kepada yang lain-lain.
"Kukira kita dapat lolos," katanya.
18. Tonio yang Berani Frank membuka satu-satunya jendela di kamar itu dan memukul-mukul jeruji yang
ada di bagian luar. "Persis seperti yang kukira. Jeruji-jeruji ini longgar."
Sam menggeleng. "Lupakan saja, Frank. Curt dan aku sudah mencoba untuk melepaskannya."
"Tetapi sekarang lebih banyak orang," kata detektif muda itu, "Lebih banyak
tenaga yang bisa melepaskan."
"Lalu bagaimana" Kita berada di bagian rumah yang ada di pinggir laut," kata
Chet. "Meskipun kita berhasil melepaskan jeruji-jeruji itu, tempat kita tinggi sekali
dari permukaan air!"
"Tetapi kulihat ada sebuah langkan di luar sana," kata Frank. "Barangkali dapat
digunakan untuk ke kamar lain. Kalau ada orang berjalan di atas langkan itu,
lalu masuk melalui jendela dan keluar ke lorong, ia dapat melepaskan kita
semua!" "Kedengarannya terlalu sinting bagiku," gumam Chet. "Tetapi kukira bisa dicoba.
Joe, Frank, Sam, Tonio dan Chet berkerumun di depan jendela dan memegangi jeruji
besi. Untuk tiga menit mereka mengerahkan tenaga. Wajah mereka menjadi merah, tetapi
jeruji-jeruji hanya bergerak dua tiga senti.
Kemudian Alessandro mendesak maju ke arah jendela.
"Dulu, selama Perang Dunia Kedua, aku pernah ikut sirkus berkeliling dari tangsi
musuh yang satu ke tangsi yang lain sebagai mata-mata. Aku banyak belajar,
terutama untuk menjadi orang kuat. Seperti yang disebut oleh Intellegence
Servise America sebagai "a good cover."
Ia memegangi jeruji-jeruji itu, mengambil napas dalam-dalam, bertahan, lalu
menariknya. Dengan perlahan-lahan jeruji-jeruji itu terlepas dari jendela!"
Yang lain-lain memandangi dengan penuh kekaguman.
"Ini sungguh-sungguh suatu kekuatan!" seru Chet sambil menahan napas.
"Ya, memang ada sebuah langkan di bawah sini," kata Alessandro, sembari
menjenguk keluar jendela. "Tetapi sempit, dan nampaknya tak begitu kuat. Siapa
yang hendak berjalan di langkan itu harus yang tubuhnya ringan, dan langkahnya
harus pasti." Ia nampak kecewa tak berani melakukan tugas itu.
"Itu tergantung dari padaku," kata Joe. "Aku yang paling ringan."
Ia melangkah ke jendela, tetapi Tonio mencegahnya.
"Jangan, temanku. Aku yang harus melaksanakannya," katanya. Suaranya jauh lebih
ramah dari pada biasanya jika berbicara dengan kakak beradik itu. "Engkau memang
lebih ringan dari padaku, tetapi aku lebih terbiasa berjalan di tempat-tempat
yang sempit." "Itu benar, Joe," kata pak Dubek. "Aku menyayangi Tonio seperti anakku sendiri
dan tentu tak senang melihat dia ambil resiko. Tetapi barangkali dialah yang
paling memenuhi syarat."
Joe mengangguk dan menyingkir. Tonio dengan gesit melompat ke ambang jendela,
kedua tangannya berpegangan pada kedua sisi jendela.
Ia mengulurkan kepalanya keluar, kemudian menoleh ke belakang.
"Aku melihat sebuah jendela, kira-kira dua belas meter di sebelah kiri,"
katanya. "Aku akan mencobanya."
Dengan hati-hati ia turun ke langkan, wajahnya menghadap ke dinding. Ia baru
saja melangkah setengah meter, ketika Joe yang melongok melihatinya berseru:
"Langkan itu pecah!"
Kayu langkan itu telah lapuk selama bertahun-tahun menghadapi angin dan badai.
Papannya terbelah dan Tonio mulai jatuh ke lautan di bawah. Joe menjulurkan
tubuhnya keluar dan menangkap pergelangan tangan Tonio. Tetapi tubuhnya tertarik
keluar oleh berat badan Tonio. Tepat ketika kedua pemuda itu seperti hendak
jatuh meluncur ke bawah, Alessandro menangkap pinggang Joe dan menariknya ke
dalam. Dalam sekejap saja Joe dan Tonio sudah ada di dalam kamar lagi. Alessandro
menyeka dahinya. "Aku sudah tak sekuat dulu-dulu lagi. Aku sungguh letih."
"Masih cukup kuat bagiku!" seru Joe.
"Terima kasih," kata Tonio, tangannya mengguncang-guncang tangan Joe.
"Dan kini kita mulai lagi!" kata Chet.
"Belum," kata Frank. "Masih ada alternatif lain." Ia memegangi sebuah kaleng tua
berkarat yang ditemukannya di sudut. "Minyak tanah!"
"Dapat berbuat apa kita dengan itu?" tanya Maquala.
"Membakar pintu itu tentu saja," seru pak Dubek. "Itulah pikiranmu, bukan?"
"Ya," jawab Frank. "Pintu itu memang kuat, tetapi sudah tua dan kering. Patut
kita coba. Nah, semua dengarkan baik-baik. Bila api mulai menyala, berbaringlah
tertelungkup dengan hidung menempel di lantai." Frank dan Sam menyiram pintu
dengan minyak tanah, hingga di bawah pintu menggenang minyak tanah. Sementara
itu Tonio membantu pak Dubek turun dari kursi rodanya. Sam menyentuh minyak itu
dengan api lilinnya. Terdengar suara mendesis dan api berkobar tinggi. Asap
bergulung-gulung di atas tubuh-tubuh yang tertelungkup di lantai. Pintu termakan
oleh api dan kayu yang sudah tua itu berkeretak-keretak.
Tetapi hal itu tak berlangsung lama. Api segera mati, meninggalkan pintu itu
menjadi hitam, namun masih kuat.
"Wahhh, sekarang apa lagi?" Chet mengerang.
Tepat pada saat itu mereka mendengar suara kunci diputar. Pintu terbuka dan
Emile Grabb berdiri di ambang pintu. Ia menyinarkan senter kedalam, mengintai
intai melalui asap yang tebal ke para tawanan.
"Ada apa di sini?" ia berteriak. "Sedang berbuat apa kalian?"
Ketika asap sudah keluar melalui jendela, Frank melompat turun.
"Senang sekali melihat engkau!"
Pengurus rumah yang terkejut itu mundur selangkah, memegangi tongkatnya untuk
mempertahankan diri. "Apa yang kaulakukan dengan rumah nyonya Sayer ini" Aneh-aneh saja! Mula-mula
lonceng itu berbunyi. Aku datang dan melihat tiga orang berkemas-kemas dan
membuat segalanya beran-takan. Kemudian aku mencium bau asap, dan kulihat kalian
hendak membakar rumah ini!" Sementara ia berbicara, kemarahannya semakin
memuncak dan suaranya semakin keras.
"Aku tak dapat membiarkan." Nyonya Sayer sangat baik terhadapku ketika aku masih
seorang yatim piatu, dan ia meninggalkan rumah ini dalam perawatanku. Aku tidak
dapat membiarkan siapa pun merusaknya!"
"Kami setuju sekali," kata Frank dengan cepat. "Dan hal ini kami serahkan
kepadamu. Tetapi sekarang tak ada waktu untuk menjelaskan. Orang-orang yang kaulihat tadi
adalah penjahat-penjahat. Mereka mengurung kami di sini
dan hendak melarikan diri dengan sepucuk senjata yang dapat menghancurkan negeri
kita. Mereka harus dihentikan, dan kami tak ada waktu lagi."
Asap dengan perlahan-lahan menghilang, dan Emile Grabb melirik ke pemuda
detektif itu. "Engkau salah satu anak pak Hardy, ya" Keluarga yang paling disanjung nyonya


Hardy Boys Naga Berkepala Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sayer. Oke! Aku harus mempercayai engkau. Mari ikuti aku. Kita coba menghalang-halangi
orang-orang itu." Ia membalikkan tubuhnya dan berlari sepanjang lorong ke tangga yang menuju ke
lantai utama. Kakak beradik Hardy, Chet, Tonio dan Sam mengikutinya ke pintu
bagian sayap rumah di mana dilakukan percobaan-percobaan.
"Terkunci!" seru Grabb sambil memutar-mutar tombol. "Aku justru meninggalkan
kunci kunciku di rumahku," Ia memukul-mukul pintu itu.
"Buka! Ayo buka!"
"Mereka tak akan memperdulikan," kata Frank.
Orang tua itu menjentikkan jari-jarinya. "Ah, hampir lupa, Ini bukan jalan satu-
satunya untuk masuk ke sayap rumah itu."
Ia mendahului jalan kembali ke ruang bawah, melewati kamar tempat mereka
dikurung. Alessandro baru saja keluar, mendorong kursi roda pak Dubek.
"Ke mana kalian?" ia berseru.
"Pak Grabb menunjukkan kita jalan ke bagian sayap rumah," jawab Tonio.
"Alessandro, Maquala dan aku akan menuju ke kamar tunggu, menunggu datangnya
polisi," kata pak Dubek. Di ujung koridor ada sebuah tangga yang dipakukan pada dinding. Grabb
menyorotkan senternya ke atas, ke sebuah pintu jebakan.
"Mari," ia menukas terus mulai menaiki tangga.
Mereka menyusul ke dalam sebuah kamar hantu. Dari sana mereka mendengar suara
langkah kaki yang tergesa-gesa berlari di lorong. Frank melompat keluar, tepat
pada waktunya untuk melihat para penjahat itu berlari keluar. Slicer mendorong
Frank ke belakang sambil berlari melewatinya. Frank terjatuh menimpa Tonio dan
Joe yang tepat berada di belakangnya. Ketiga-tiganya kehilangan keseimbangan dan
bergulingan di lantai. Pada saat mereka dapat berdiri kembali dan berlari di lorong, mereka mendengar
suara pintu ditutup dan dikunci.
Emile mengarahkan cahaya senternya ke
suara-suara tersebut. Nampak sebuah pintu yang tertutup.
Tonio merasa putus asa. "Mereka tentu berhasil mencapai helikopter dalam sekejap," katanya. "Nampaknya
seperti kita sudah kehilangan mereka untuk selama-lamanya!"
19. Pengejaran Helikopter
"Engkau terlalu cepat putus asa," kata pak Grabb. "Kalau kita bertindak cepat,
kita dapat menangkap mereka."
Sekali lagi ia menunjukkan jalan naik ke loteng yang sangat luas itu. Hujan
telah berhenti, meskipun angin masih cukup kencang. Sebuah bulan yang pucat
timbul tenggelam di awan yang berkejar-kejaran.
Sesaat kemudian, Bantler dan gerombolannya muncul dari rumah mengangkut sebuah
tas besar. Mereka bergegas ke benda yang tertutup di pinggir serumpun pohon-
pohonan. "Terlalu tinggi untuk melompat turun," kata Tonio.
Emile melirik kepadanya, lalu merogoh ke bawah bingkai jendela, dan mengeluarkan
segu-lung tambang. "Ini untuk bahaya kebakaran," ia menjelaskan. "Kita dapat meluncur ke bawah dan
menyergap mereka." Ia terdiam sejenak lalu melanjutkan dengan suara menyesal.
"Tetapi engkaulah yang harus menangkap mereka, kakiku sudah terlalu kaku."
Katanya pada Tonio. Ia lalu melirik ke Chet. "Engkau juga tak dapat keluar dari jendela! Terlalu
gemuk!" Kemudian ia memandangi Sam. "Engkau pun tidak, bung. Engkau seperti kurang sehat
sekarang ini." Frank dan Joe melemparkan gulungan tambang itu keluar dan ujungnya segera
mengenai tanah. Joe yang pertama-tama merangkak keluar dari jendela, diikuti
oleh Frank dan Tonio paling akhir. Kakak beradik itu melihat, bahwa Bantler dan
teman-temannya terlalu memusatkan perhatian mereka untuk membuka tutup terpal
helikopter. Mereka tak melihat ketiga pemuda itu meluncur turun.
"Sekarang kita tangkap kalian!" pikir Joe.
Ia menyentuh tanah dengan ringan dan menunggu Frank yang tiba sedetik kemudian.
Tambang itu sudah tua, dan serat-seratnya mulai putus ketika Tonio masih
setengah jalan. Pemuda itu dengan lenturnya jatuh tanpa
menderita cedera bagaikan seekor kucing. Tetapi suara berdebum jatuhnya menarik
perhatian para penjahat. Cari Harport yang berteriak: "Itu anak-anak Hardy!"
Ketiga penjahat terkejut dan bergerak sesaat. Kemudian mereka mulai beraksi,
menyerang para pengejarnya.
Slicer yang mula-mula tiba, tetapi Joe telah siap menghadapinya. Dengan waktu
yang tepat tinjunya menghunjam di ulu hati lawan, hingga orang itu seperti
terlipat dua. Sementara Slicer membungkuk dengan kedua tangannya memegangi perutnya, Joe
menangkap lengannya dan diayunkannya hingga Slicer melayang di udara. Ia
terjerembab dua meter jauhnya dan diam tak bergerak. Joe puas melihatnya.
Tetapi ketika Joe berpaling dari lawannya, pentungan karet Bantler menimpa
kepalanya. Pemuda itu jatuh, kepalanya agak pusing. Bantler dan Harport lari mendatangi dua
pemuda yang lain, pentungannya diayun-ayunkan. Tonio dan Frank berkelahi dengan
berani, tetapi segera mendapat nasib yang sama dengan Joe.
Harport sudah siap untuk memukul Frank lagi, yang telah terkulai tak berdaya.
Tetapi Bantler mencegahnya.
"Tinggalkan saja, kita tak punya waktu lagi."
"Biarlah kuhajar sedikit," kata si bekas aktor.
"Ia dan adiknya benar-benar penghalang bagi kita."
Bantler memukul lengan penjahat itu.
"Pembalasan hanya berlaku bagi orang tolol," ia menggertak. Masih banyak yang
lebih penting yang harus dikerjakan. Tolong angkat Slicer ke dalam heli. Ayo,
lekas!" Mereka menyeret teman yang tak sadar itu ke heli dan dilemparkan begitu saja ke
dalamnya. Kemudian mereka mengangkat tas besar yang berisi alat Annihilator itu,
dan diletakkannya di samping Slicer.
Bantler menoleh sebentar sebelum memasuki pesawat dan melambaikan tangannya
kepada para pemuda yang terbaring setengah sadar. "Selamat tinggal, Hardy Boys.
Senang sekali bertemu kalian. Kirim salam kepada ayah kalian!" Ia menutup pintu
dan mesin heli segera menderu. Beberapa saat kemudian pesawat itu naik ke udara.
Tonio dan kakak beradik hanya dapat memandangnya lenyap ke arah utara.
Dengan perlahan-lahan mereka merayap bangun. Kepala mereka masih terasa
berputar-putar akibat pukulan.
"Kalian tak apa-apa?" tanya Sam dari jendela loteng.
"Ya, tetapi mereka sudah kabur," jawab Joe. "Aku melihatnya," teriak Sam,
"Tetapi mungkin mereka dapat dicegat antara sini dan Alaska.
Para pemuda saling berpandangan. Mereka hanya punya harapan sedikit bahwa pihak
polisi akan mampu menangkap Bantler yang licin dan cerdik, sebelum ia berhasil
meledakkan jaringan pipa minyak.
"Pak Dubek yang malang," kata Tonio. "Apa yang dia harapkan ialah menciptakan
suatu penemuan yang bermutu tinggi dan untuk digunakan secara damai bagi negeri
kalian. Dengan demikian ia akan mendapat bantuan bagi organisasinya, Naga Berkepala
Empat. Sekarang apa yang telah diselesaikannya akan digunakan untuk merusak dunia. Ia
tentu akan sangat menderita karena ini," Tonio menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh di udara. Lampu-lampu sorot yang sangat kuat
menyinari tanah, bergerak di sekitar tanah milik Sayer. Untuk sesaat Frank
mengira bahwa Bantler telah kembali. Kemudian ia melihat tiga buah heli
melayang-layang di atas, masing-masing bertanda garis-garis merah dan biru,
tanda pengenal pesawat polisi.
"Ah, apa kataku!" seru Joe. "Barangkali kita masih punya harapan!"
Mereka melambai-lambai sekuat-kuatnya, lari-lari mengejar sinar lampu sinar di
tanah, hingga akhirnya mereka berhasil berada di tengah-tengah cahaya yang menyilaukan.
Seorang pilot melihat mereka lalu menurunkan pesawatnya.
Emile Grabb dengan yang lain-lain telah berhasil mencapai lapangan rumput di
sebelah barat pada saat polisi wilayah Bayport dan polisi negara berhamburan
keluar dari pesawat-pesawat helikopter, dipimpin oleh pak Collig. Mereka diikuti
oleh dua orang yang segera mereka kenal.
"Ayah dan Jack Wayne!" teriak Joe.
Fenton Hardy melompat turun dari heli.
"Frank! Joe! Kalian baik-baik saja?"
"Sedikit pusing, dipukul di kepala," Frank mengaku. "Tetapi segera akan hilang."
"Bibimu mengatakan, engkau menceritakan ada sesuatu yang aneh yang terjadi di
sini. Lho! Itu Sam!" Detektif itu melangkah dan memegang pundak pembantunya.
"Bagaimana engkau" Kudengar engkau diculik. Apa yang terjadi sebenarnya?"
"Banyak. Tetapi tak ada waktu untuk menceritakannya sekarang," jawab Sam dengan
geram. "Benar, ayah," kata Joe. "Bantler dan gerombolannya sedang melarikan diri
dan..." "Bantler?" tanya pak Hardy dengan heran. "Mereka menguasai senjata yang dapat
menghancurkan jaringan pipa minyak Alaska," sela Frank. "Mereka terbang dengan
heli belum lima menit yang lalu."
"Jarak mereka sudah cukup jauh, tetapi mungkin kita masih dapat mengejarnya!"
kata Jack Wayne. "Betul," pak Hardy menyetujui. "Frank dan Joe, kalian dapat menceritakan di
jalan. Ayo naik!" Pak Collig, yang sedang mewawancarai pak Grabb, segera membalikkan tubuhnya
ketika keluarga Hardy, Sam dan Jack melangkah kembali ke salah satu heli.
"Ke mana kalian hendak pergi?" Sam bertanya.
"Menangkap penjahat yang paling licin di dunia!" teriak pak Hardy.
"Oke! Kalian mendapat izinku untuk menggunakan salah satu heli polisi!" teriak
pak Collig kembali. Ketika mereka sudah tinggi di udara, pak Hardy menjadi sedikit tenang. "Nah,
sekarang ceritakan setepat-tepatnya apa yang telah terjadi," katanya kepada
kedua anaknya. Mula-mula Sam berbicara, bagaimana ia cedera oleh alat Annihilator, kemudian
diculik dan dibawa ke rumah besar Sayer. Kemudian Frank dan Joe menceritakan apa
yang terjadi semenjak saat terakhir mereka bertemu dengan ayah mereka.
Setelah mereka selesai bercerita, pak Hardy bersiul.
"Kalau dipikir-pikir, aku telah mencari orang yang bekerja di halaman belakang
rumahku sendiri! Bahkan yang telah mendobrak masuk ke rumahku!"
"Ada heli di depan, kira-kira satu mil," seru Jack Wayne dengan tiba-tiba.
"Posisi jam sepuluh." Ia menunjuk sedikit ke arah kiri.
Sinar bulan menunjukkan bayangan sebuah heli di latar belakang langit malam yang
terang bagaikan siang. Para penumpang Jack Wayne membungkukkan badan ke depan
dengan tegang. "Itu Bantler dan gerombolannya!" seru Joe.
20. Sasaran Empuk Pesawat polisi dengan konstan semakin mendekati heli di depan. Bantler, rupa-
rupanya tak sadar sedang dikejar, terbang dengan kecepatan biasa."
"Ia memang cerdik," kata Jack Wayne. "Ia tak mau terperangkap oleh badai ...
tetapi itulah keuntungan kita."
Baru setelah pesawat Hardy sudah ada di samping para penjahat, bangsat yang
licin itu melihat mereka. Ia mendesak pilotnya, Cari Harport, untuk memacu
pesawatnya, dengan jalan memukul-mukul punggung pilot sambil menunjuk ke depan.
Namun heli polisi jauh lebih kuat tenaganya dan para penjahat itu tak dapat
meloloskan diri. Bantler sangat marah dan mengacungkan tinjunya dengan rasa
penuh kecewa. Harport berusaha melakukan gerakan-gerakan untuk melepaskan diri: melayang
miring ke timur, lalu menanjak tinggi, menukik lalu terbang sangat rendah hingga
hampir menyentuh puncak-puncak pohon ... tetapi Jack Wayne selalu membuntutinya.
"Ia tak mendapat kesempatan untuk lolos," kata pilot itu penuh kemenangan.
"Kukira kita harus memberi laporan pada tempat ini."
Ia mengirimkan radio ke markas polisi di Bay-port, dan melaporkan posisi dan
arah mereka terbang. "Harap beritahukan kepada satuan-satuan polisi dan instalasi militer di depan,"
ia meminta. "Mintalah agar mereka menyergap heli itu. Kalau kita cukup pesawat,
kita dapat memaksa Bantler turun."
"Tak mungkin!" terdengar suara Bantler menyela. Ia memonitor siaran itu dan
suaranya penuh nada kemarahan. "Aku tak akan membiarkan kalian menangkapku, aku
sudah dekat dengan tujuanku. Pergi! Pergilah. Kalau tidak kalian akan menyesal!"
"Berbuatlah yang wajar," jawab pak Hardy tenang. "Jangan lakukan hal yang
mengecewakan dirimu sendiri."
Jawaban Bantler hanya mengutuk, lalu mematikan radionya. Mereka melihat Bantler
mengguncang-guncang Slicer yang duduk memegangi wajahnya. Ia sedang mulai sadar
dari perkelahiannya dengan Joe. Kedua orang itu kini membuka tas besar lalu
mengeluarkan sebuah mesin yang nampak berat.
"Mereka akan menggunakan Annihilator itu kepada kita!" seru Sam sambil menahan
napas. Ia gemetar teringat menjadi sasaran senjata penemuan Dubek Krazak. "Kalau
terkena, heli itu akan hancur menjadi debu!"
Dengan ketakutan, kakak beradik itu, Jack dan Sam memandangi mereka memasang
Annihilator itu di bahu Bantler. Sekali lagi suara bandit itu terdengar di
radio. "Kami akan menyikat kalian dari langit ini, atau siapa pun yang menghalangi
kami!" Dengan berkata-kata demikian, Bantler membidikkan alat itu kepada mereka.
Jack Wayne menukikkan pesawatnya untuk menghindar. Ia meluruskannya kembali
kira-kira lima puluh meter di bawah mereka. Suara Bantler yang marah menjerit-
jerit di radio. "Tak ada gunanya. Akhirnya kami tentu akan mengenai kalian!"
Harport menurunkan pesawatnya sejajar dengan heli pak Hardy. Sekali lagi
Annihilator dibidikkan. Tetapi sekali lagi Jack Wayne dengan cerdik dapat
menghindar, kali ini naik ke atas penyerangnya.
Harport menarik-narik alat-alat kemudinya dan heli itu miring empat puluh
derajat. Kemudian ---- "He! Ada sesuatu yang tidak beres!" seru Joe. "Mereka sedang jatuh!"
Harport dengan mati-matian hendak meluruskan terbangnya, tetapi sudah terlambat.
Semakin rendah, semakin rendah heli penjahat itu berputar-putar. Pak Hardy
beserta anak-anaknya, Jack Wayne dan Sam memandangi dengan terpukau heli yang
meluncur turun. Heli itu tercebur di danau, tetapi para penjahat itu berhasil melompat keluar
tepat sebelum heli itu menyentuh air. Pak Hardy menepuk pundak Jack.
"Turun!" perintahnya.
Pilot itu menurunkan pesawatnya dan sesaat kemudian ia mendarat dengan lunak tak
seberapa jauh dari tepian danau. Di terang bulan, mereka melihat Harport dan
Slicer berenang ke pantai.
Kemudian para penjahat itu membelok berganti arah. Tetapi rupanya mereka tak
kuat lagi untuk mencapai tepian di seberang. Mereka lalu menuju ke tempat kira-
kira seratus meter dari tempat mendarat rombongan pak Hardy.
Pak Hardy mengeluarkan dua buah borgol, yang sepasang diberikannya kepada Sam
Radley. "Mari!" Detektif itu bersama pembantunya bergegas ke arah tujuan para penjahat,
diikuti oleh Jack dan kedua pemuda.
"Di mana Burl Bantler!" seru Joe.
"Tidak! Kukira tenggelam bersama pesawat," jawab Jack.
"Tidak! Nah, itu dia," kata Frank. Ia menunjuk ke sesosok tubuh yang bergerak
kalang-kabut di tengah danau. "Ia tak bisa berenang, atau mendapat kejang!"
Kedua pemuda itu segera bertindak. Mereka membuka baju dan sepatu, lalu terjun
ke air. Mereka berenang secepat-cepatnya, pandangannya tertuju pada Bantler yang
berusaha mati-matian untuk tetap terapung. Mereka mencapai Bantler ketika
penjahat itu mulai hendak tenggelam, lalu ditangkapnya dan diseret ke tepian.
Ketika tiba di tepi, pak Hardy dan Sam telah menunggu dengan tawanan mereka. Pak
Hardy memborgol orang yang telah lama selalu lolos dari padanya, lalu
menyelimutinya dengan baju jasnya.
Sebelum mereka naik ke helikopter, Bantler memandangi Joe dan Frank dengan penuh
ingin tahu. "Aku telah mencoba membunuh kalian, tetapi mengapa kalian ingin
mengambil risiko untuk menyelamatkan jiwaku" Mengapa?" Joe menyeringai.


Hardy Boys Naga Berkepala Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya, ibu dan bibi mengatakan, engkau telah melakukan tugas yang bagus memasang
permadani yang baru, dan kami kira engkau pantas menerima hadiah untuk itu!"
Ketiga penjahat dibawa ke penjara Bayport Setelah itu pak Hardy dan rombongannya
pergi ke rumah besar Sayer.
"Inilah akhir riwayat Annihilator," kata pak Dubek, ketika mendengar bahwa hasil
penemuannya tenggelam di dasar danau.
"Mengapa?" tanya pak Hardy. "Anda dapat membangun yang lain, atau dapat pula
mengambilnya dengan menggunakan jangkar di danau."
Ilmuwan itu tersenyum masam.
"Untuk apa" Ia hanya membawa kejahatan. Ternyata penemuan itu hanya merupakan
alat penghancur dan penyebar kematian!"
"Tetapi dapat digunakan sebagai alat untuk tujuan baik," jawab pak Hardy. "Lihat
saja dinamit. Ia dapat membunuh orang, tetapi sangat penting untuk melakukan
kegiatan demi kebaikan."
"Anda pandai berdebat," kata Alessandro.
"Tetapi bagaimanapun kami tak mampu lagi membangunnya. Kami tinggal mempunyai
uang sedikit sekali."
"Tentang hal itu tak perlu khawatir," kata detektif itu. "Aku banyak teman yang
tentu ingin membantu dengan dana bagi anda."
Tonio dan Maquala berdiri berdampingan dengan diam, tangannya bergandengan. Kini
merasa dekat kepada Frank dan Joe.
"Tonio ingin berbicara," kata Maquala.
Pemuda itu nampak kebingungan untuk mendapatkan kata-kata yang hendak diucapkan.
"Aku ... kami ... harus berterima kasih sebanyak-banyaknya pada kalian. Kalau
tidak karena kalian ..." ia mengayunkan tangannya tak berdaya. "Yah, aku hanya
ingin mengucapkan terima kasih atas apa yang telah kalian lakukan, dan aku
sungguh-sungguh minta maaf atas caraku menghadapi kalian."
Kini giliran kakak beradik itu yang menjadi kebingungan. Untunglah mereka
tertolong oleh Emile Grabb yang sedang memandangi rumah besar itu dengan
perasaan kecewa. "Aku tak akan menyewakan rumah ini lagi."
Pak Hardy mengerutkan alisnya.
"Engkau berbicara seperti yang punya hak untuk menentukan. Aku tak mengerti..."
"Aku pemiliknya!" kata pengurus rumah itu tersinggung. "Abby Sayer mewariskannya
kepadaku. Tetapi hanya para pengacara yang mengetahuinya. Aku sudah berusaha
untuk merawat bangunan ini agar tetap dalam keadaan baik. Sebab aku telah
berjanji kepada nyonya Sayer pada saat kematiannya. Tetapi biaya untuk perawatan
itu terlalu besar bagiku akhir-akhir ini. Karena itulah kukatakan kepada
pengacara, agar disewakan saja.
Tetapi sekarang tidak lagi. Lebih baik dibiarkan menjadi puing-puing!"
"Aku dapat mengerti pendirian anda," kata pak Hardy. "Tetapi aku punya gagasan.
Mengapa tidak dibuat musium saja" Orang-orang selalu ingin tahu tentang rumah
itu. Kukira akan mengundang banyak turis dari tempat yang jauh-jauh. Engkau
dapat menjadi pemandunya, dan biaya yang diperoleh dapat lebih dari cukup untuk
membiayai perawatannya."
Pak Grabb menjentikkan jari-jarinya
"Itu bagus! Sekarang aku baru tahu, mengapa nyonya Sayer sangat kagum atas
kepandaian anda! Aku akan melakukannya!"
Sinar pagi mulai menggurat di langit. Frank menatap penuh pikiran ke kejauhan.
Apakah yang akan ditampilkan oleh hari berikutnya" Apakah akan ada tantangan-
tantangan baru bagi kedua kakak beradik itu"
TAMAT Djvu: BBSC Edit by : zheraf.net http://www.zheraf.net Anak Rajawali 12 Jago Pedang Tak Bernama Bu Beng Kiam Hiap Karya Kho Ping Hoo Empat Mayat Aneh 2
^