Sayap Bidadari 2
Sayap Bidadari Karya Bois Bagian 2
Begitupun dengan pilihan miskin, jika ia miskin dan
menyusahkan orang lain maka pilihan miskin pun
bukanlah yang terbaik. Dan sebaik-baiknya pilihan
adalah hidup sederhana, sebab Rasullullah pun
memang menganjurkan demikian. Sebaik-baiknya
pilihan adalah yang pertengahan. Ketahuilah, jika
100 suatu saat ia sudah siap menjadi orang kaya, maka ia
akan menjadi orang kaya yang bertakwa dan sangat
dermawan. Kenapa bisa begitu" Sebab biarpun dia
memiliki harta yang berlimpah ruah, ia tetap akan
memilih untuk hidup sederhana dan bersahaja. Lalu
secara otomatis harta yang berlebihan itu tentu akan
ia hambur-hamburkan untuk tujuan yang mulia.
Begitupun jika suatu saat dia sudah siap untuk
menjadi orang miskin, maka ia akan menjadi orang
miskin yang zuhud, yang senantiasa bertakwa kepada
Allah dan tidak pernah menyusahkan orang lain," jelas
Bobby panjang lebar. "Hmm" Jadi, menjadi orang kaya, sederhana,
atau miskin itu adalah pilihan takdir" Dan itu artinya,
kita sendiri yang menentukan kita mau kaya,
sederhana, atau miskin." Komentar Wanda seakan
mengerti. "Benar sekali, sebab Allah menghargai setiap
usaha yang manusia lakukan. Karena itulah sistem
takdir yang sudah Allah tetapkan adalah, setiap
manusia yang mau berusaha memilih takdir dengan
101 baik, maka akan mendapat hasil yang baik pula. Tapi
jangan lupa, bahwa pilihan seseorang juga
dipengaruhi oleh pilihan orang lain. O ya, ada sebuah
contoh lagi mengenai pilihan, yaitu seandainya
dihadapanmu ada dua buah jembatan gantung yang
melintasi jurang, yang satu masih baru dan tampak
kokoh, sedangkan yang satunya lagi sudah lama dan
tampak lapuk. Nah, dari kedua jembatan itu manakah
yang kau pilih untuk diseberangi?" tanya Bobby
menambahkan. "Tentu saja jembatan yang baru itu pilihan
terbaik," jawab Wanda.
"Hmm" Jika kau mengira demikian, maka
pilihanmu kurang tepat. Sebab, apa yang tampak baik
lewat pandangan manusia, belum tentu baik di mata
Allah. Coba kau pikirkan, bagaimana jika jembatan
yang menurut pengelihatanmu itu kokoh ternyata
menyimpan sebuah kelemahan, ada pengikat tali yang
kendor, atau dibuat dengan bahan berkualitas rendah
misalnya, sehingga saat jembatan itu dilewati, bisa
saja tali jembatan itu terlepas dan akhirnya
102 membuatmu celaka. Dan siapa yang mengira kalau
jembatan yang tampak sudah lapuk ternyata justru
masih kuat lantaran dibuat dengan bahan yang
berkualitas tinggi. Karena itulah, sebaiknya tidak
menilai sesuatu dengan mengandalkan perangkat
indra manusia saja, namun yang terbaik adalah juga
dengan berdoa, memohon petunjuk Allah agar bisa
memilih dengan baik. Sesungguhnya sikap kehatihatian
itu tidaklah menjamin manusia akan selamat,
namun petunjuk dan pertolongan Allah-lah yang bisa
membuatnya selamat. Begitulah takdir. Sebenarnya semua pilihan yang
positif sama saja. Lantas kenapa semua itu bisa
menjadi begitu sulit dan membuat kepala jadi pusing
tujuh keliling. Sebab, manusia terkadang memang
lebih condong kepada ego dan lebih suka
menyombongkan diri. Aku pun terkadang masih
seperti itu, sebab pemahamanku tentang agama
memang masih jauh dari sempurna, dan juga nilai
ketakwaanku pun masih jauh dari sempurna. Namun
begitu, lagi-lagi aku akan terus berusaha untuk bisa
103 menyempurnakannya, yaitu dengan berpegang teguh
kepada ajaran Rasulullah, yaitu hidup hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin. Karena itulah, aku akan
berusaha untuk lebih berhati-hati dalam memilih! Dan
aku pun sudah semakin yakin kalau sebaik-sebaiknya
pilihan adalah yang berdasarkan petunjuk dari Allah,
yaitu Al-Quran dan Hadits. Selain itu, aku pun terus
berusaha untuk selalu bertakwa kepada Allah agar
nurani senantiasa bersih sehingga ia mampu menjadi
penasihat akal yang bisa diandalkan. Terakhir, aku
berusaha untuk selalu berdoa memohon petunjuk dan
keselamatan hanya kepada Allah, kemudian
bertawakal hanya kepada-Nya," jelas Bobby lagi
panjang lebar. "O ya, Kak. Ngomong-ngomong, dari ketiga pilihan
itu, mana yang Kakak pilih?"
"Jelas aku lebih memilih menjadi orang
sederhana, sebab aku khawatir jika aku terobsesi
menjadi orang kaya bisa-bisa aku menghalalkan
berbagai cara, dan jika sudah menjadi orang kaya
bisa-bisa malah terlena dengan kekayaanku.
104 Karenanyalah kini aku hanya berniat untuk membuka
sebuah usaha kecil yang halal lagi berkah. Semoga
dengan begitu, aku pun bisa hidup sederhana dan
tidak menjadi orang miskin yang menyusahkan orang
lain"menjadi penjahat kelas teri demi untuk sesuap
nasi misalnya." "Kak, terus terang aku salut akan keputusanmu
itu." "Terima kasih, Wan. Alhamdulillah... Itu karena
aku mau memilih takdirku dengan berpedoman
kepada Al-Quran dan Hadits. Tanpa itu, mungkin kini
aku sudah menjadi orang yang suka menghalalkan
berbagai cara." "Hmm... Sepertinya kini aku sudah mulai bisa
memahami perihal takdir. Dan sepertinya, hal itu sulit
untuk bisa direalisasikan. Sebab jika melihat kondisi
sekarang, dimana orang-orang lebih condong untuk
menghalalkan berbagai cara. Hal itu sama juga
dengan melawan arus. Dan jika kita melawan arus,
bukankah itu berarti menyulitkan diri sendiri?"
105 "Ya, aku akui. Hal itu memang tidak mudah.
Namun sebagai manusia, kita wajib untuk berusaha,
dan apa pun hasilnya kita pasrahkan kepada sang
Pencipta." "Wah, sungguh sulit bisa kubayangkan kalau aku
akan hidup susah lantaran melawan arus. Dan aku
pun tidak yakin, apakah aku bisa tahan melalui semua
itu?" "Percayalah! Kalau Allah sudah mengukur
kemampuan setiap manusia. Bahkan dengan
petunjuk-Nya, Insya Allah manusia akan mampu
melalui semua itu. Karenanyalah, Allah pun telah
menjanjikan surga untuk mereka yang mau berjuang
mengikuti kemauan-Nya. Sebab surga itu sendiri
adalah sebuah pilihan yang membuat orang awam
menjadi termotifasi untuk berbuat baik. Jangan kan
surga, jika kau mau mewujudkan impianmu meraih
kesenangan dunia, maka kau pun tentu harus bekerja
keras untuk bisa mewujudkannya, sekalipun dengan
cara menghalalkan berbagai cara. Terkadang aku
suka heran, kenapa untuk kesenangan dunia yang
106 hanya sementara orang mau mati-matian untuk bisa
mendapatkannya, namun untuk kesenangan akhirat
yang kekal orang malah enggan untuk meraihnya."
"Itu karena urusan akhirat tidak bisa langsung
dirasakan kenikmatannya. Berbeda dengan urusan
dunia, yang jelas-jelas memang bisa langsung
dirasakan." "Siapa bilang seperti itu" Ketahuilah! Bagi orang
yang betul-betul sudah bisa memahami arti
kehidupan, maka ia bisa langsung merasakan
kenikmatannya, sekalipun masih hidup di dunia. Dan
motifasinya berbuat baik dunia pun bukanlah lagi
karena menginginkan surga, melainkan lebih karena
rasa cintanya kepada Allah."
"Hmm... Apakah Kakak sendiri sudah bisa
merasakan itu?" "Jujur saja, belum. Mungkin semua itu karena aku
yang selalu gagal pada setiap ujian, sebab aku
memang belum sepenuhnya bisa istiqamah."
Mengetahui jawaban itu, Wanda langsung
membatin. "Huh, sok alim sekali dia. Dari tadi sok
107 menasihati aku, padahal dia sendiri juga belum apaapa,"
keluh Wanda dalam hati. "O ya, Kak. Jika
memang benar demikian, kenapa Kakak bisa yakin?"
"Sebab, aku memang sudah membaca riwayat
orang-orang yang sudah mengalami hal itu. Lagi pula,
apakah kita harus merasakannya dulu, baru setelah
itu percaya. Itu sama saja dengan merasakan
nikmatnya makanan tanpa melalui proses masuknya
makanan ke dalam mulut. Sungguh sesuatu yang
mustahil bisa dilakukan manusia, kecuali ia sedang
bermimpi." "Maaf ya, Kak. Ngomong-ngomong, aku sudah
mengantuk sekali, nih. Lagi pula, apa Kakak tidak
capek karena dari tadi terus menceramahiku?"
"Menceramahimu" Ketahuilah, aku ini diciptakan
adalah untuk menjadi khalifah, dan karenanya aku
merasa perlu untuk menyampaikan apa yang
menurutku perlu untuk disampaikan. Sekarang aku
tanya padamu, apakah menurutmu aku salah karena
menunaikan kewajibanku untuk menyampaikan nilai
kebenaran. Apakah menurutmu aku harus
108 meninggalkan kewajibanku itu dan menjadi berdosa
karenanya" Padahal jelas-jelas kita ini diperintahkan
untuk menyampaikan kebenaran walaupun cuma satu
ayat." "Lho... Kenapa Kakak malah marah padaku?"
"Ti-tidak" Aku tidak marah. Eng" Aku hanya
merasa kecewa pada diriku sendiri, kalau ternyata
aku belum mampu untuk menyampaikan nilai
kebenaran dengan cara yang tepat dan efektif.
Terbukti segala apa yang kusampaikan tidak terserap
sesuai dengan harapan. Aku pun merasa kau pasti
menilaiku sebagai orang yang sok alim yang katakatanya
tak patut untuk didengarkan, apalagi diikuti.
Padahal, sesungguhnya kebenaran itu tetaplah
kebenaran walaupun nilai kebenaran itu disampaikan
oleh seorang penjahat sekalipun. Dan aku merasa,
nasihat-menasihati sesama saudara seiman masih
dianggap sesuatu yang menyakitkan. Sungguh aku
tidak mengerti, kenapa masih ada orang yang
menganggap kalau nasihat itu hanya pantas di
sampaikan oleh seorang Da"i atau Alim Ulama saja,
109 padahal sebetulnya tidak demikian. Intinya adalah,
siapa pun dia selama yang dikatakannya itu sebuah
kebenaran maka kita wajib mendengarkan dan
mentaatinya. Aku tanya padamu. Apakah kau lebih senang jika
aku bersikap masabodo dengan tanpa menyampaikan
nilai kebenaran padamu. Perlu kamu ketahui juga, sok
alim itu adalah sebuah bentuk kesombongan karena
manusia merasa sudah berbuat baik. Dan apakah aku
memang orang yang seperti itu, padahal aku
menyadari betul kalau aku ini hanyalah makhluk
lemah yang menggantungkan hidup hanya kepada
Allah (dalam hal apa saja, termasuk kebaikan, yaitu
taufik dan hidayah), dan aku telah diberikan tugas
untuk mematuhi segala perintah-Nya. Pantaskah aku
menjadi sombong jika aku menyadari hal yang
demikian. Ketahuilah, aku ini makhluk yang tak mungkin bisa
mulia jika tanpa mempedulikan kemuliaan manusia
lain. Tanpa itu, manusia tak mungkin sempurna
kemuliannya, tak lengkap nilai kemanusiaannya yang
110 sudah ditugaskan untuk menjadi khalifah di muka
bumi ini. Jika tidak melakukan tugas mulia itu, aku ini
sama saja seperti hewan yang diciptakan hanya
sekedar untuk berkembang biak dan memenuhi
kebutuhan hidupnya, bahkan ada hewan yang sama
sekali tidak peduli dengan hewan lain yang menjadi
mangsa atau pemangsa, sebab yang terpenting bagi
hewan adalah bagaimana ia bisa mempertahankan
kehidupannya sendiri dengan tanpa mempedulikan
kehidupan hewan lain. Karenanyalah, aku tidak mau
seperti hewan. Aku ini manusia yang sudah
dikaruniakan akal pikiran, yang dengannya aku bisa
menjalani kehidupanku sebagai manusia. Namun
begitu, aku tidak akan memaksakan nilai
kemanusiaanku kepada orang lain. Sebab aku sadar,
kalau kewajibanku hanya menyampaikan dan harus
belajar hidup dari kesalahan dan kekurangan manusia
lain. Sekali lagi aku bertanya padamu, apakah yang
kulakukan ini salah?"
"Maaf, Kak! Bukan maksudku menilai Kakak
seperti itu. Dan kalau aku boleh jujur, sebetulnya aku
111 belum siap mendengar ceramah Kakak itu. Ups!
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maksudku, mendengar pesan kebenaran yang Kakak
sampaikan itu. Terus terang saja, aku pusing Kak."
"Hmm... Baiklah kalau itu yang kau inginkan, dan
kalau kau memang sudah mengantuk sebaiknya aku
memang harus mohon diri. O ya, tolong sampaikan
salamku untuk kedua orang tuamu. Sudah ya, Wan.
Assalamu"alaikum!"
"Wa"allaikum salam!" balas Wanda seraya
memperhatikan kepergian pemuda itu.
Setibanya di rumah, Bobby tidak langsung tidur.
Tapi dia malah memikirkan kata-kata Wanda yang
membuatnya semakin yakin kalau dia memang bukan
cinta sejatinya. "Hmm... Ternyata dia memang
bukanlah gadis yang baik untukku. Buktinya dia belum
siap dan merasa pusing dengan pesan kebenaran
yang kusampaikan, dan itu artinya dia belum
mendapatkan taufik dan hidayah dari Allah sehingga
apapun pesan kebenaran yang kusampaikan justru
menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan hatinya.
Sungguh sangat berbeda dengan Angel, yang justru
112 sangat senang jika aku berbicara hal-hal yang
menyangkut kerohanian. Hmm... Sepertinya
perjodohan ini pun tidak akan berlangsung lama,
sebab aku memang masih sulit untuk bisa mencintai
wanita seperti itu. Semula aku sempat mengira kalau
ia adalah gadis yang baik, sebab dari kata-katanya
memang sangat meyakinkan. Namun setelah aku
berbicara lebih lanjut, akhirnya sifat aslinya pun mulai
kelihatan, kalau dia memang bukanlah gadis yang
baik seperti anggapanku semula. Lagi pula kini aku
sudah menyadari, kalau berbakti kepada orang tua itu
tidak berarti harus mentaati kemauan mereka yang
jelas-jelas tak sesuai dengan hati nuraniku."
Begitulah Bobby menilai Wanda hingga akhirnya
dia memutuskan untuk tetap mencintai Angel"Gadis
yang diyakini sebagai cinta sejatinya.
113 LIMA Penantian yang menjemukan
rum! Brum! Bruuummm! Bobby tampak melaju
dengan sepeda motornya menuju ke rumah
Raka. Kini dia sudah kembali melakukan aktifitasnya
sebagai manusia yang mempunyai kesibukan, bahkan
kini dia sudah tidak terlalu memikirkan Angel dan
Wanda. Maklum, belakangan ini kehidupannya jadi
terbengkalai cuma gara-gara memikirkan soal jodoh.
"Ka, kau sudah bertemu dengan Aldo?" tanya
Bobby. "Belum, memangnya kenapa?" Raka balik
bertanya. "Tidak... Aku cuma tahu saja mengenai naskah
terakhirnya. Soalnya belum lama ini dia datang ke
rumahku dan memperlihatkan sebuah kerangka cerita
anak-anak. Jika kulihat dari kerangkanya sepertinya
seru juga, yaitu mengenai petualangan lima orang
anak yang kesemuanya berbeda agama. Aku jadi
B 114 penasaran, seperti apa ya jadinya" Sekarang kita ke
rumahnya yuk!" "Wah, Sorry nih. Satu jam lagi aku harus sudah
berada di warnet. Biasa" Ada masalah dengan
jaringan," tolak Raka.
"Ya sudah kalau begitu. Eng" Bagaimana jika
setelah membetulkan jaringan saja kita ke sana?"
"Eng, kalau kau memang mau menunggu sih tidak
apa-apa. Kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang!"
Lantas ke dua pemuda itu pun berangkat menuju
warnet. Setibanya di tempat tujuan, Raka langsung
melakukan tugasnya membetulkan beberapa
komputer yang jaringannya sedang bermasalah. Pada
saat yang sama, Bobby tampak asyik berbincangbincang
dengan seorang penulis senior yang memang
sering berkunjung ke warnet itu. Maklumlah, penulis
senior itu sengaja datang ke warnet lantaran dia
gaptek alias gagap teknologi. Seperti waktu itu
misalnya, ketika dia hendak memindahkan data dari
PDA terbarunya ke komputer, saat itu dia betul-betul
bingung dengan berbagai fitur yang ada. Namun
115 karena di tempat itu ada operator warnet yang sudah
mengusai, maka dia pun menjadi terbantu.
"Lagi upload naskah baru, Pak?" tanya Bobby.
"Iya, nih. Soal kerusakan situs bersejarah karena
gempa tempo hari. O ya, sekarang lagi menulis apa?"
"Biasa, Pak. Masih cerita fiksi."
"Good! Teruskan saja! O ya, yang lalu sudah terbit
belum?" "Belum, Pak. Masih proses. Tapi sepertinya sih
bakal ditolak lagi."
"Huss! Jangan fesimis begitu. Itu artinya kau tidak
yakin kalau karyamu itu bagus. Padahal kesuksesan
seorang penulis itu dikarenakan dia meyakini betul
kalau karyanya itu memang bagus. Kau kan tahu
kalau penerbit bukan cuma satu, tapi ada banyak. Jika
kau sudah tidak yakin dengan karyamu sendiri,
bagaimana mungkin kau percaya diri untuk
mengajukannya ke penerbit yang lain. Iya kan?"
"Bapak betul. Enam karyaku yang dulu ditolak kini
cuma jadi konsumsi teman-teman dekatku, dan itu
lantaran aku sudah memfonis kalau karyaku itu
116 memang tidak pantas terbit. Maklumlah, sebab pihak
penerbit mengatakan kalau karyaku itu belum
memenuhi standard. Dan karenanyalah, aku jadi tidak
yakin kalau karyaku akan diterima oleh penerbit lain.
Terus terang saja, saat ini aku memang masih belum
mengerti tentang standard yang harus dipenuhi pada
setiap penerbitan. Andai saja pihak penerbit mau
mengemukakan alasannya dengan lebih jelas,
mungkin akan lebih membantu."
"Anak muda... Ketahuilah! Standard setiap
penerbit itu berbeda-beda, dan itu tergantung dari visi
dan misi mereka dalam menerbitkan sebuah buku.
Jika karyamu ditolak karena tidak sesuai dengan
standard mereka, itu artinya karyamu tidak sejalan
dengan visi dan misi mereka. Karenanyalah... Kau
harus mencari penerbit lain yang mempunyai visi dan
misi sama sepertimu. Jika tidak... Itu artinya kau cuma
membuang-buang waktu."
"O, jadi begitu... Berarti, penerbit yang selama ini
kupercaya, ternyata tidak mempunyai visi dan misi
yang sama denganku. Dan itu artinya, mereka tidak
117 sejalan dengan perjuanganku dalam upaya
menegakkan kebenaran."
"Tepat, begitulah kira-kira... Maklumlah, bukankah
setiap manusia itu mempunyai ideologi yang berbedabeda,
dan karena itu pulalah yang menyebabkan
karyamu dinilai tidak pantas karena mungkin saja
bertolak belakang dengan ideologi mereka."
"Wah, itu artinya aku harus berjuang keras untuk
menemukan penerbit yang mempunyai ideologi sama
denganku." "Tepat, begitulah kira-kira... Sebab, ideologi yang
dianut itu bisa mempengaruhi mereka dalam
menentukan penerbitan sebuah buku. Maklumlah,
terkadang ada saja penerbit yang takut untuk
menerbitkan sebuah buku lantaran takut akan
dampaknya, yaitu karena bisa menjadi kontroversi
dikalangan masyarakat. Beruntung jika mayoritas
masyarakat mendukung, namun jika tidak, tentu buku
itu akan ditarik dari peredaran. Dan itu artinya, mereka
harus menanggung kerugian. Jika penerbit yang
orientasinya mencari keuntungan tentu hal itu sangat
118 menakutkan. Lain halnya dengan penerbit yang
memang betul-betul mau memperjuangkan
ideologinya, mereka akan berani menanggung apapun
risikonya. Karenanyalah, kau memang harus mencari
penerbit yang mempunyai ideologi sama sepertimu,
sehingga mereka bersedia menerbitkan karyakaryamu
demi sebuah perjuangan."
"Wah, repot juga kalau begitu. Ideologi dalam satu
agama saja bisa sangat beragam, apalagi di negeri
ini, yang mempunyai beragam agama, tentu ideologi
yang ada akan semakin banyak saja. Dan itu artinya,
peluang untuk menemukan penerbit yang cocok
sangatlah kecil." "Ya... Sepertinya memang begitu. Sebab, biarpun
kau itu orang Islam, belum tentu penerbit yang
mengaku islami mau menerbitkan karyamu.
Maklumlah, jika idologimu tidak sejalan dengan
mereka, atau karena alasan lain, tentu mereka
enggan untuk menerbitkannya. Dan itu artinya, kau
harus mencari penerbit professional yang juga
mempunyai visi dan misi dalam upaya memperbaiki
119 ahklak bangsa. Penerbit yang seperti itu tidak terlalu
dipusingkan oleh masalah ideologi, pokoknya apapun
ideologi seorang penulis, selama penulis itu membuat
karya sastra yang baik dan bertujuan untuk mengajak
orang agar berbuat baik, tentu mereka akan memberi
kesempatan untuk menerbitkannya."
"Ya... Sepertinya aku harus mencari penerbit yang
seperti itu. Sebab, aku juga seorang penulis yang
tidak terlalu memusingkan masalah ideologi orang
lain. Pokoknya apa pun agama, suku, dan bangsa
orang itu, selama dia baik dan mau memperjuangkan
ajaran Tuhan, aku pasti akan bersedia bekerja sama.
Sebab aku percaya, orang seperti mereka adalah
mitra yang baik dalam memperjuangkan kebenaran.
Begitu pun sebaliknya, jika orang itu mau merusak
akhlak bangsa ini, maka dia adalah musuh yang nyata
bagiku. Dan aku berkewajiban untuk memeranginya,
sekalipun orang itu mengaku satu keyakinan
denganku. Sebab aku ini bukanlah orang yang melihat
sesuatu dari status belaka, melainkan dari apa yang
diperbuatnya. Aku ini seorang muslim, dan aku lebih
120 menghormati seorang non muslim yang memberi
minum seekor anjing daripada seorang yang mengaku
muslim tapi justru menyiksanya."
"Wah, wah...! Good good... Memang begitulah
seharusnya sifat manusia sejati. Dia tidak melihat
kepada status belaka, tapi melihat kepada apa yang
diperbuatnya. Pokoknya selama yang diperbuatnya itu
tidak bertentangan dengan nurani kemanusiaannya,
maka dia akan membelanya. Namun jika
bertentangan, maka dia akan melawannya. Good...
good... teruskan saja apa yang sudah menjadi
keyakinanmu itu!" Kedua orang itu terus berbincang-bincang hingga
akhirnya Bobby kehabisan kata-kata. Begitupun
dengan penulis senior itu, yang kini lebih banyak
terdiam karena tak tahu harus berbicara apa. Pada
saat itulah Bobby mulai merasa kesal lantaran Raka
belum juga selesai dengan tugasnya. "Aduuuh...
Kenapa Raka lama sekali sih" Sungguh aku merasa
jenuh berada di tempat ini," keluh Bobby dalam hati.
121 Tapi untunglah, sebelum kekesalannya itu
memuncak, Raka sudah datang menghampiri. "Yuk,
Bob! Kita berangkat sekarang!" ajaknya kepada
Bobby. Mengetahui itu, Bobby pun lantas mohon diri
kepada penulis yang sangat dihormatinya. "Pak Ari,
aku permisi dulu ya!" pamitnya kepada penulis itu.
"O, silakan.. Silakan...! Jangan lupa untuk
membaca naskah yang baru ku-upload di blog-ku ini
ya!" "Insya Allah, Pak!" ucap Bobby, "Yuk, Ka!" ajaknya
kepada Raka. Tak lama kemudian, Bobby dan Raka tampak
sudah melaju menuju ke rumah Aldo. Dalam
perjalanan, kedua pemuda itu tampak asyik
berbincang-bincang. "O ya, ngomong-ngomong kenapa tadi lama
sekali?" tanya Bobby dengan nada kesal.
"Maaf, Bob. Selain menangani masalah jaringan,
tadi aku juga sempat mengurusi virus Tobatyuk yang
membuatku benar-benar pusing tujuh keliling.
122 Maklumlah, varian barunya itu memang bandel sekali.
Sungguh aku kagum dengan pembuat virus lokal yang
suka membawa pesan moral itu."
"Hehehe... Ternyata pembuat virus itu masih kuat
untuk memperjuangkan cita-citanya" Padahal selama
ini virusnya itu sudah sering diserang oleh berbagai
anti virus yang sudah mengetahui kelemahannya. Aku
yakin, selama pembuat virus itu masih merasa
tertantang maka dia akan terus membuat varian
barunya. Hanya ada beberapa hal yang bisa
membuatnya menghentikan pembuatan virus itu.
Pertama, cita-citanya itu memang sudah terwujud.
Kedua, dia sudah lelah dan menyadari kalau caranya
itu memang sia-sia belaka. Ketiga, dia sudah
kehabisan akal untuk bisa mengakali celah-celah
sistem operasional yang selama ini menjadi andalan
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam menyebarkan dan mengaktifkan virusnya."
"Wah, jika ketiga hal itu tak terjadi, bisa-bisa
pekerjaanku akan semakin bertambah berat saja
dibuatnya. Bayangkan saja, selama ini pelanggan di
warnet milik temanku itu seringkali mengeluh lantaran
123 kegiatan mereka jadi terganggu, dan ujung-ujungnya
aku juga yang repot karena harus bisa menangani
virus itu." "Hehehe...! Sebetulnya itu karena salahmu juga.
Coba kalau kau mau menuruti apa yang diinginkan
oleh virus itu, yaitu membuat komputer di warnet itu
bersih dari hal-hal yang negatif dan tidak
menggunakan software-software yang menjadi
musuhnya tentu virus itu tidak akan terlalu
mengganggu. Ketahuilah, selama dirinya merasa
terancam maka virus itu akan berusaha untuk
membela diri, salah satunya adalah dengan cara
merestart komputer. Atau jika virus itu mengetahui
user menjalankan software atau web site yang tak
dihendakinya maka ia pun akan merestart komputer.
Tujuannya adalah melindungi user dari hal-hal yang
bisa membahanyakan dirinya. Misalkan ada user di
bawah umur yang mau membuka web site porno,
maka si virus akan buru-buru merestart komputer.
Nah... bukankah itu melindungi namanya."
124 "Memang sih. Tapi kan, repot juga jika harus
mengikuti apa yang dinginkan oleh virus itu. Itu kan
komputer warnet, Bob. Bukannya komputer pribadiku.
Bagaimana mungkin aku bisa membatasi gerak para
pelanggan yang mau menggunakan komputer di situ.
Hmm... Sepertinya aku ini memang harus mau dibuat
repot oleh virus yang menjengkelkan itu."
"Itu sih terserah kepada keputusanmu. Sebab aku
menyadari, kalau setiap perjuangan memang perlu
ada yang dikorbankan. Jika kau mau berjuang untuk
memberikan kebebasan kepada pelanggan di warnet
temanmu itu, maka kau harus rela menjadi repot
lantaran ulah virus itu. Begitupun dengan pembuat
virus, dia harus mengorbankan perasaannya yang
mungkin saja merasa sangat berdosa karena sudah
menyusahkan orang-orang sepertimu. Ya... Begitulah
hidup, penuh dengan pengorbanan. Bukankah
prototype site blocker buatanku yang kini terpasang di
warnet temanmu itu juga terpaksa harus
mengorbankan user wanita karena kata kunci yang
kugunakan adalah kata-kata yang berhubungan
125 dengan bagian tubuh wanita. Bukankah selama ini
ada saja wanita yang mengeluh lantaran web site
yang mau mereka dibuka jadi ikut-ikutan diblokir,
padahal web site yang mereka mau buka itu bukan
web site porno melainkan web site tentang kesehatan.
Namun karena alamat web site itu mengandung kata
kunci terpaksa jadi ikut-ikutan diblokir."
"Kau betul, Bob. Habis mau bagaimana lagi,
tujuan kita memasang site blocker itu kan untuk
melindungi pelanggan warnet yang masih di bawah
umur. Maklumlah, di warnet temanku itu terkadang
memang suka ada Adware nakal yang memunculkan
web site porno. Dan kalau hal itu tidak dicegah,
kasihan pelanggan yang masih dibawah umur itu kan."
"Yang kau katakan itu memang betul itu, Ka.
Walaupun pemerintah sudah berusaha untuk
memberikan perlindungan dengan memblokirnya
pada tingkat provider tapi masih saja ada orang yang
bisa mengakalinya." "Sungguh membingungkan hidup di era teknologi
yang canggih ini ya, di satu sisi teknologi jelas bisa
126 sangat bermanfaat, namun di lain sisi juga bisa sangat
merusak?" "Ya begitulah..."
Kedua pemuda itu terus melangkah, hingga
akhirnya mereka tiba di rumah kediaman Aldo. Kini
mereka sudah saling bertatap muka dan sedang
bercakap-cakap dengan si penulis kocak yang sering
membuat Bobby terpingkal-pingkal.
"Hahaha! Kau itu memang suka asal, Do,"
komentar Bobby menanggapi anekdot Aldo yang
berhasil membuatnya terpingkal-pingkal.
"Satu lagi nih, Bob. Di sebuah kerajaan entah
berantah..." KRIIING...! KRIIING...! KRIIING...! tiba-tiba saja
telepon berdering. "Tunggu sebentar ya! Aku harus menerima
telepon dulu," pamit Aldo seraya melangkah masuk.
Pada saat yang sama Bobby kembali teringat
dengan Angel yang hingga kini belum ada kabarnya.
"Ka, ngomong-ngomong... Kenapa Angel belum juga
memberi kabar ya?" 127 "Itu biasa, Bob. Dia itu memang suka begitu.
Selama ini saja aku sudah dicuekin hampir selama
setahun. Dan belakangan ini dia baru datang karena
katanya mau belajar komputer, tapi anehnya
bukannya serius belajar komputer, eh malah
membahas kisah nyatanya. Semula aku sempat ragu
kalau dia memang serius mau menjadi seorang
penulis, sebab dia itu memang suka semangat pada
awalnya saja. Namun setelah aku mengenalkan dia
padamu, aku semakin bertambah yakin kalau
sebenarnya dia memang serius untuk menjadi
seorang penulis. Bahkan tujuannya belajar komputer
itu pun jelas sekali ada hubungannya dengan kegiatan
menulisnya, yaitu bisa menulis dengan menggunakan
komputer. Hmm" Mungkin saja saat ini dia sedang sibuk
menulis atau juga sedang resah menunggu hasil ujian
nasional yang menentukan lulus tidaknya dia dari
SMA. Dan karena itulah dia menjadi lupa dengan
orang-orang di sekitarnya. Begitulah dia, terkadang
memang suka tidak peduli dengan orang-orang yang
128 merasa khawatir dengan keadaannya. Karenanyalah,
kau harus bisa bersabar menghadapi orang seperti
dia." "A-apa! Ja-jadi... Angel itu baru mau lulus SMA.
Sungguh tidak kusangka, semula aku pikir dia itu
sudah kuliah, sebab dari penampilannya sama sekali
tidak menunjukkan kalau itu baru mau lulus SMA."
"Dia itu memang pernah tidak naik setahun, Bob.
Selain itu, dia itu juga seorang gadis yang bongsor.
Bayangkan saja, selama ini dia justru akrab dengan
teman-teman kakaknya daripada temannya sendiri
yang sebaya. Karena itulah terkadang dia agak sok
tua dan tidak canggung untuk ngobrol dengan pria
seusia kita." "O, pantas saja kalau begitu," kata Bobby seraya
senyam-senyum sendiri. "Kenapa, Bob?" tanya Raka heran melihat Bobby
senyam-senyum seperti itu, padahal yang barusan
dikatakannya itu tidaklah lucu.
"Tidak... Aku cuma ingat kata-kata Angel waktu
itu, yaitu ketika aku memberi tahu kalau aku kesulitan
129 menggarap cerita tentang kehidupan berumah tangga.
Katanya, wajar saja kalau orang seusia kita kesulitan,
sebab kita kan belum pernah berumah tangga.
Hehehe....! "orang seusia kita" Sepertinya dia itu
menganggap aku ini masih seusia dengannya.
Padahal kan usiaku jauh lebih tua darinya."
"Wah, lagi ngobrolin apa nih" tampaknya seru
sekali," tanya Aldo yang kini sudah kembali bergabung
bersama mereka. "Biasa" Soal wanita," jawab Raka terus terang.
"Asyik tuh. Aku boleh ikutan tidak?"
"Tidak boleh, kau itu masih bau kencur tahu,"
jawab Bobby mencandai Aldo yang usianya memang
lebih muda lima tahun darinya.
"Betul kata Bobby, Do. Sebaiknya kau jangan
memikirkan soal wanita lagi deh, sebab kau itu belum
siap mental. Buktinya, waktu itu kau sempat menangis
tersedu-sedu dan mau gantung diri lantaran patah
hati. Iya kan?" "Itu kan dulu, Ka. Sekarang kan aku sudah lebih
dewasa dan lebih matang."
130 "Benarkah begitu, lalu kenapa pada cerpen yang
berjudul Kristal Air Mata, tokoh Boy lagi-lagi menangis
dan mau gantung diri?" tanya Raka perihal cerpen 8
halaman yang belum lama dibacanya.
"Aduh, aduh...! Boy itu bukan aku, tahu. Cerita itu
murni hasil karanganku dan bukan pengalaman
pribadiku." "Ah, aku tidak percaya. Bukankah dulu kau pernah
menulis kisah nyatamu dengan menggunakan nama
yang sama," kata Raka memojokkan.
"Terserah kau deh. Sebab aku memang sulit
untuk membuktikannya."
"Sudahlah, Ka. Jangan mentang-mentang Aldo
pernah menulis kisah nyatanya, lantas kau bisa
menilai kalau karyanya itu adalah kisah nyata.
Ketahuilah! Terkadang penulis memang suka
menuliskan kisah nyatanya, namun terkadang pula
yang ditulisnya itu memang murni hasil fantasinya.
Tapi kebanyakan penulis lebih suka mencampur
pengalaman pribadinya dengan kisah fiktif yang
membuat membaca terkadang bingung untuk bisa
131 membedakan. Maklumlah, terkadang memang ada
saja pembaca yang suka menilai kalau tokoh
utamanya adalah penulisnya sendiri. Seperti yang kau
lakukan barusan ketika menilai kalau tokoh utama
pada kisah Kristal Air Mata adalah si Aldo. Sebab
yang bisa mengetahui itu kisah nyata atau bukan,
hanyalah Aldo sendiri atau tokoh-tokoh lain yang juga
terlibat di dalamnya. Memangnya pada cerita itu ada
tokoh yang mirip denganmu?"
"Tidak sih. Tapi biarpun begitu, aku tetap yakin
kalau itu adalah kisah nyata. Sebab karakter Boy
dalam cerita itu memang persis sekali dengan Aldo."
"Hehehe...! Kalau memang begitu, berarti itu
memang kisah nyata. Maaf ya, Do. Bukannya aku
mendukung pendapat Raka. Namun karena Raka
memang sudah mengenal karaktermu, dia memang
tidak mudah untuk bisa dibohongi."
"Baiklah... Aku mau mengaku. Itu memang kisah
nyataku. Belum lama aku memang sempat putus
dengan pacarku, namun sekarang kami sudah baikan
132 dan sudah menyambung kembali jalinan cinta kami
yang sempat terputus itu."
"Kau beruntung, Do. Seandainya dia tidak mau
kembali padamu, mungkin saat ini kau sudah tinggal
nama karena nekat gantung diri. Iya kan?" tanya Raka
asal. Aldo tidak menjawab, sepertinya saat itu dia kesal
sekali dengan perkataan Raka yang memang suka
sekali memojokkannya. "O ya, Do. Sebetulnya kedatanganku kemari mau
mengetahui perihal perkembangan naskah cerita
anak-anak yang sedang kau tulis itu. Kalau boleh
kutahu, cerita itu sudah selesai berapa persen?" tanya
Bobby perihal tujuan utamanya datang ke tempat itu.
"Wah, baru 65%, Bob. Maklumlah, pengetahuanku
soal agama lain kan memang sangat terbatas. Jadi
terkadang aku masih sulit untuk bisa membuat kelima
anak-anak yang berbeda agama itu tetap rukun dan
kompak. Maklumlah, terkadang ada saja budaya dan
kebiasaan mereka yang saling berbenturan. Dan
sebagai penulis, aku pun harus pandai-pandai
133 menengahi masalah itu sehingga kelima anak itu bisa
tetap kompak. Misalnya ketika mereka sedang
berpetualang ke Pulau Dewata, saat itu mereka yang
sudah sangat kelaparan akhirnya mendapat bantuan
dari seorang wanita yang baik hati. Sayangnya saat
itu, Rangga yang seorang muslim tidak mungkin bisa
memakan makanan itu lantaran mengandung Babi.
Haruskah keempat anak lainnya membiarkan Rangga
kelaparan seorang diri. Tentu saja tidak, keempat
anak lainnya harus bisa menyelesaikan persoalan
yang sedang mereka hadapi itu. Begitu pun ketika
Gusti merasa tidak nyaman lantaran keempat anak
lainnya sedang memakan daging sapi. Dan setelah
mengetahui itu, lantas keempat anak lainnya yang
sedang memakan daging sapi itu pun terpaksa buruburu
menghentikannya dan menyingkirkan daging
sapi itu jauh-jauh dari Gusti. Hingga akhirnya,
keempat anak itu harus rela makan dengan seadanya,
padahal daging sapi yang semula mereka makan itu
sangatlah lezat. Begitulah Bob, salah satu kendala
134 yang sedang kuhadapi untuk bisa menyelesaikan
cerita itu." "Hehehe...! Menyatukan dua karakter yang
berbeda agama saja sudah cukup repot lantaran
adanya perbedaan budaya dan kebiasaan. Apalagi
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cerita yang kau tulis itu, sampai lima agama sekaligus.
Ditambah lagi anak-anak itu merupakan anak-anak
yang cerdas dan taat pada agama masing-masing.
Sungguh bukan perkara yang mudah, sebab jika kau
sampai salah karena kurangnya ilmu pengetahuanmu
soal agama lain bisa-bisa kau diprotes banyak orang."
"Bob, ada SMS dari Angel," kata Raka tiba-tiba.
"Apa katanya?" tanya Bobby penasaran.
"Katanya, kini dia sudah lulus SMA."
"Benarkah" Syukurlah kalau memang begitu. O
ya, apa dia bicara mengenai naskahku?"
"Tidak, Bob. Dia hanya memberi tahu soal
kelulusannya. Sabar saja, Bob! Kalau dia sudah
selesai membaca naskahmu dia pasti akan
mengabari." 135 "Angel...?" kata Aldo tiba-tiba. "Hmm" Sepertinya
aku mengenal gadis itu," sambungnya kemudian.
"Ka-kau kenal dengan dia, Do?" tanya Bobby
penasaran. "Tentu saja, kalau tidak salah dia itu..."
Belum sempat Aldo melanjutkan, tiba-tiba Raka
sudah memberi kode agar Aldo diam.
"Kenapa tidak kau lanjutkan, Do?" tanya Bobby
yang tidak mengetahui Raka sudah memberi kode.
"Ayo dong, Do. Cepat katakan! Dia itu... Dia itu apa?"
tanya Bobby semakin tambah penasaran.
"Eng... Dia itu kan perempuan, Bob. Hehehe.... Iya
kan?" jawab Aldo asal.
"Brengsek kau, Do. Aku kira kau betul-betul
mengenalnya," ungkap Bobby dengan nada kecewa.
Kini ketiga pemuda itu sudah tidak lagi
membicarakan soal itu, melainkan membicarakan
perihal Pacar Aldo yang katanya sudah mendesaknya
untuk minta segera dilamar. Padahal saat ini Aldo
belum siap lantaran dia merasa belum mapan.
Memang ada-ada saja kendala yang dihadapi oleh
136 ketiga pemuda itu, yang satu ingin buru-buru menikah
sedang yang satunya lagi malah takut untuk menikah.
Sedangkan Raka sama sekali tidak mau dipusingkan
oleh kedua perkara itu lantaran suatu sebab yang
enggan ia ceritakan. Esok sorenya, Bobby terlihat sangat rapi. Dia
mengenakan kemeja biru tua kotak-kotak yang
berpadu dengan jeans biru muda yang terlihat sangat
matching. "Mmm... Senang rasanya ketika
mengetahui Angle telah lulus dari SMA. Sungguh tidak
sia-sia usaha dan kerja kerasnya selama ini, yang
telah berusaha menuntut ilmu demi masa depannya
yang gemilang," ungkap Bobby dalam hati.
Sungguh Bobby merasa bangga dengan Angel
yang bisa lulus walaupun dengan peringkat yang tidak
memuaskan. Maklumlah, nilai ujian nasional yang
harus dicapainya memang terlalu tinggi, apalagi Angel
itu seorang yang mudah pusing dan sedikit error.
137 Karenanyalah, biarbagaimanapun juga, Bobby merasa
kalau semua itu merupakan berkah yang memang
patut disyukuri. Sebab, gadis yang diketahuinya
mudah pusing dan sedikit error itu ternyata bisa lulus
juga. Bahkan untuk mengungkapkan rasa
gembiranya, ingin rasanya pemuda itu segera bertemu
dan mengucapkan selamat padanya, sekalian
melepaskan rasa rindunya yang sudah tak
tertahankan. Lantas dengan segera Bobby berkemas dan
berangkat ke tempat kursus Angel, bahkan sampaisampai
dia lupa mematikan komputer yang sempat
dinyalakan. Maklumlah, semula dia begitu asyik
mendengarkan tembang manis yang berjudul SMS"
tembang yang selalu membuatnya berhayal tentang
Angel"yang dengan suara manjanya menanyakan
perihal SMS yang membuat dirinya cemburu. Di dalam
angannya, Bobby tampak berusaha menjelaskan
kalau itu adalah memang SMS dari seorang temannya
yang iseng, dan Bobby tampak begitu senang jika
Angel masih juga tidak percaya. Terbayang sudah raut
138 cemburunya yang membuat Bobby begitu ingin
membelainya dengan penuh kasih sayang"
memberinya pengertian kalau dia memang tidak
sedang berdusta. Sungguh Bobby sudah terlena
dengan tembang yang satu itu, yang selama ini sering
memancingnya untuk semakin jauh berhayal dan
berhayal. Sungguh lagu itu memang sudah berhasil
meracuninya, bayangkan" saking populernya, lagu
itu tidak hanya terdengar di TV atau radio, tapi juga di
diputar di berbagai area pertokoan, di acara hajatan,
bahkan juga terdegar di jalan-jalan. Secara otomatis
lagu itu pun terekam di memorinya, bersamaan
dengan segala peristiwa indah yang dialaminya.
Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 16.30
akhirnya Bobby tiba juga di depan Departement store,
tak jauh dari tempat Angel kursus. Kini Bobby sedang
berdiri di antara para penjual yang berjajar di
sepanjang bahu jalan. Kedua matanya tak bergeming
memandang ke arah bangunan tempat Angel kursus,
menanti sang belahan jiwa. Lelah sudah matanya
karena terus memandang ke tempat kursus yang
139 membosankan itu, yang dia lihat hanyalah spanduk
warna kuning yang tulisannya sudah berulang kali dia
baca. Kini Bobby memperhatikan sebuah metro mini
yang biasa ditumpangi Angel. Saat penumpangnya
turun, segera diperhatikannya satu per satu"
berharap salah satu dari mereka adalah Angel.
Bobby memang agak nekad, sebab dia tidak tahu
dengan pasti kapan Angel datang maupun pulang dari
tempat kursusnya. Saat itu dia hanya bisa berharap
kalau dugaannya mengenai Angel yang akan pulang
pukul 17.00 adalah benar. Namun setelah pukul 17.00
lewat, ternyata Angel belum juga kelihatan batang
hidungnya. Lantas Bobby pun menduga kalau Angel
pasti pulang pukul 17.30 atau 18.00. Lalu dengan kaki
yang semakin pegal, Bobby terus menunggu dan
berharap waktu cepat berlalu. Hingga akhirnya, sudah
cukup banyak juga bis metro mini yang
penumpangnya selalu diperhatikannya satu per satu.
Kini Bobby tampak memperhatikan tubuh seksi
yang mirip dengan Angel, sejenak hatinya gembira
karena mengira dia adalah Angel. Namun setelah dia
140 amati dengan seksama ternyata gadis itu bukanlah
Angel, apalagi setelah dia melihat gadis itu membawa
tas yang berwarna kuning cerah. Maklumlah, hingga
kini Bobby masih ingat betul tas milik Angel, dari
bentuk hingga warnanya. Bukan hanya tas, wajah
Angel pun masih diingatnya dengan jelas, wajahnya
itu tampak begitu manis dan tak pernah membuatnya
jemu. Ya, pokoknya hanya manis dan manis saja yang
diingatnya. Sungguh saat itu dia begitu
merindukannya. Merindukan wajah manis dan telah
membuatnya ingin sekali menciumnya.
Ketika waktu kira-kira sudah menunjukkan pukul
17.30, lalu lintas yang agak macet mulai menghalangi
pandangan Bobby. Karena khawatir Angel keluar tak
terlihat olehnya, Bobby pun pindah posisi di tempat
metro mini biasa ngetem menunggu penumpang, yaitu
pada jalur yang berlawanan. Dia menduga, jika Angel
pulang nanti dia pasti akan naik metro mini di tempat
itu. Kini Bobby sudah kembali menunggu, satu per
satu gadis seksi yang melangkah menuju metro mini
diamatinya dengan penuh seksama. Berbagai paras
141 manis, cantik, dan juga kurang cantik, tak luput dari
amatannya. Namun sayangnya, wajah-wajah itu tidak
ada yang serupa dengan wajah manis yang ada di
dalam ingatannya. Sungguh kini Bobby sudah lelah
menunggu, bahkan kedua kakinya sudah semakin
sangat pegal saja dibuatnya. Ingin rasanya dia duduk
sejenak di halte yang ada di depan Departement
Store, namun saat itu dia takut Angel menjadi luput
dari pandangannya. Sebab dari tempat itu
pandangannya memang tidak begitu jelas karena
terhalang lalu lintas yang padat.
Bobby masih terus menunggu dan menunggu,
hingga akhirnya di kejauhan terdengar azan magrib
yang berkumandang. Saat itulah Bobby langsung
menyerah kalah, sungguh dia merasa kalau apa yang
dilakukannya hanyalah sebuah penantian yang
menjemukan. Lagi pula, memang tidak mungkin
rasanya kalau Angel belum pulang, sebab saat itu hari
tampak sudah semakin gelap. Bobby menduga, saat
itu bisa saja Angel sudah pulang dan luput dari
pengamatannya, apalagi setelah Bobby ingat kalau
142 waktu itu, ketika Angel main ke tempat Raka waktu
memang sudah magrib. Ya, rasanya memang tidak
mungkin jika saat itu Angel belum juga pulang. Karena
itulah, akhirnya Bobby memutuskan untuk segera
pulang. Sambil menunggu angkot yang akan
ditumpanginya, Bobby masih saja memikirkan Angel.
"Hmm" Apa mungkin Angel tidak pergi kursus
lantaran sakit" Duhai Allah... Jika dia memang sedang
sakit, aku mohon sembuhkanlah!" ucap Bobby yang
tiba-tiba saja mengkhawatirkannya. Hari itu Bobby
betul-betul sangat kecewa lantaran gagal menjumpai
Angel, gadis yang begitu dicintai. Dalam hati dia
sempat berharap, Jumat depan kiranya Tuhan bisa
mempertemukannya dengan Angel. "Duhai Allah...
Aku sudah begitu merindukannya... pertemukanlah
kami... ikatlah kami dalam sebuah ikatan cinta yang
suci"ikatan cinta yang Engkau ridhai... yang akan
membawa kami kepada kebahagiaan yang Engkau
ridhai pula. Amin..." ucap Bobby seraya menaiki
sebuah angkot. 143 ENAM Ungkapan hati uk! Tuk! Tuk! Suara jemari Angel terdengar
mengetuk-ngetuk balai kayu yang didudukinya.
Saat itu dia tampak gelisah, pikirannya menerawang
jauh " memikirkan Bobby dan juga naskah yang akan
dikembalikannya. Sesekali gadis itu tampak
memperhatikan Raka yang duduk disebelahnya, ingin
rasanya dia mengatakan sesuatu pada pemuda itu,
namun entah kenapa lidahnya terasa begitu kelu.
"Kau kenapa, An" Dari tadi aku lihat kau seperti
orang kebingungan," tanya Raka heran.
"Ti-tidak apa-apa, Kak," jawab Angel terbata,
"Eng" Bagaimana kalau kakak saja yang
mengembalikan naskah ini" Biar aku menunggu saja
di sini," lanjutnya kemudian.
"Lho, kau ini bagaimana sih" Bukankah dia
memintamu membaca lantaran mau tahu
T 144 pendapatmu. Kalau aku yang menyerahkannya, terus
aku harus bilang apa?"
"Kak... Se-sebenarnya..." Angel tidak melanjutkan
kata-katanya, saat itu dia tampak begitu berat untuk
mengatakannya. "Sebenarnya ada apa, An?" tanya Raka
penasaran. "Ti-tidak, Kak. Aku tidak mau mengatakannya."
"Hmm" Jadi begini sikapmu sekarang, kau tidak
mau berterus terang lagi padaku" Baiklah" Aku
sadar kalau aku ini memang hanya teman biasa."
"Kak" Baiklah, aku akan mengatakannya terus
terang. Eng... A-aku mencintai Kak Bobby, Kak."
"A-apa?"" Ka-kau mencintainya?" tanya Raka
dengan keterkejutan yang tak terkira.
"Betul, Kak. Bukankah Kakak pernah bilang, kalau
aku boleh memilih selain diri Kakak. Dan itu karena
kita memang tidak mungkin bisa bersatu."
Sejenak Raka terdiam, raut wajahnya pun
berubah sedih, dan tak lama kemudian dia kembali
berkata, "Iya, An. Kau betul. Hingga saat ini orang
145 tuaku memang masih belum bisa merestui hubungan
kita. Eng... Jika kau memang betul-betul
mencintainya, aku rela kau menjadi miliknya." Usai
mengatakan itu, Raka pun kembali terdiam, saat itu
dikejauhan sayup-sayup terdengar tembang manis
dari Nadin yang berjudul "My Heart", yang kebetulan
memang sedang tayang di TV. "Angel... bisakah kita
mencintai yang lain," ucap pemuda itu kemudian.
"Kak... Bukankah tadi Kakak sudah merelakannya.
Percayalah padaku! Kita pasti bisa, kak."
"Ya, semoga saja begitu," ucap Raka berharap. "O
ya, An. Bukankah kau mencintainya. Lalu, kenapa kau
justru seperti enggan bertemu dengannya?"
"A-aku takut, Kak. Bagaimana kalau dia
menanyakan perihal keterlambatanku membaca
naskahnya. Selain itu, aku juga malu, Kak. Lihat saja
penampilanku sekarang! Beda sekali kan?"
"Kau sih pakai potong rambut segala. Padahal,
kau itu lebih cantik dengan potongan kemarin. Sebab,
potongan sekarang ini seperti..." Raka tidak
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melanjutkan kata-katanya.
146 "Seperti apa, Kak...?"
"Tidak, Ah. Aku tidak mau bilang."
"Cepat bilang, Kak! Awas, ya! Kalau tidak bilang
aku marah nih," ancam Angel.
"Kau tidak pernah berubah juga. Selalu saja
memaksakan keinginanmu. Kau itu seperti anak kecil,
tahu." "Biarin... Ayo cepat bilang! Seperti apa?"
"Baiklah... Potongan rambutmu itu seperti tantetante."
"Tuh, iya kan. Tadi kakakku juga bilang begitu.
Makanya aku malu bertemu Kak Bobby, nanti dia
malah tidak suka padaku."
"An... Bobby tidak akan seperti itu, dia tidak akan
menilai seseorang berdasarkan penampilannya.
Sebab aku kenal betul siapa dia."
"Benarkah begitu?"
"Iya, An. Masa sih aku bohong padamu."
"Terus, bagaimana kalau dia marah perihal
naskahnya?" 147 "Tidak akan, An. Aku saja yang membacanya
lebih lama dari kamu tidak pernah dimarahi, apalagi
kamu." "Eng, baiklah... Kalau memang begitu, ayo kita
berangkat sekarang!" ajak Angel bersemangat.
Lalu tanpa buang waktu, mereka pun segera
berangkat menuju rumah Bobby. Setibanya di tempat
tujuan, keduanya segera menemui Bobby dan
berbincang-bincang di teras muka.
"Maaf ya, Kak. Kalau aku terlalu lama
mengembalikan naskah Kakak," ungkap Angel
kepada Bobby. "Sudahlah! Aku maklum kok. Kau pasti sibuk, iya
kan?" "Iya, Kak. Maklumlah, setiap kali aku mau
membaca naskah Kakak, ada saja temanku yang
datang dan memintaku untuk mendengarkan keluh
kesahnya. Bukankah kau pernah bilang kalau aku ini
tempat penampungan keluh-kesah teman-temanku.
Dan tampaknya mereka memang tidak mau mengerti,
kalau aku sendiri juga sedang punya banyak masalah
148 yang terkadang membuatku bingung"kepada siapa
harus menumpahkannya. Tapi untunglah, Tuhan
selalu memberi jalan agar aku bisa
menumpahkannya. Seperti yang belum lama ini
terjadi. Ketahuilah! Sebetulnya sudah lama sekali aku
tidak pernah menghubungi Raka. Maklumlah, selama
ini aku sibuk menuntut ilmu. Semula aku berniat
menemuinya karena aku sedang kursus komputer,
dan karena aku ingat Raka jago komputer lantas aku
pun berniat minta diajarkan olehnya. Maksudnya sih,
biar nilai kursusku jadi bagus. Eh, ujung-ujungnya aku
bukan belajar tapi malah curhat sama dia. Hihihi...!
Semula dia sih sempat marah padaku, katanya aku
datang cuma lagi butuh saja. Tapi untunglah, dia itu
memang teman yang baik"biarpun begitu dia tetap
mau mendengarkan keluh-kesahku," jelas Angel
panjang lebar. Mendengar itu, Raka langsung komentar. "Ya
namanya juga anak kecil. Kalau tidak dituruti pasti
ngambek. Ketahuilah, Bob! Jika Angel sudah
149 ngambek bisa membuat orang di sekelilingnya jadi
pusing tujuh keliling. "
"Bohong, Kak," ucap Angel seraya memasang
tampang galak pada Raka. "Kak Raka! Kau ini apaapaan
sih," kata Angel seraya mencubit pinggang
pemuda itu. "Nah, lihat sendiri kan, Bob. Dia itu memang suka
begini," komentar Raka lagi.
Saat itu Bobby cuma cengar-cengir melihat
kelakuan Angel yang demikian. "O ya, ngomongngomong
bagaimana pendapatmu soal naskahku?"
tanya Bobby mengalihkan pembicaraan.
"O ya, Kak. Sebetulnya aku sudah menulis
pendapatku itu pada buku catatanku. Tapi, aku belum
sempat menyalinnya. Nanti ya, jika sudah pasti akan
kuberikan pada Kakak."
"Ya sudah kalau begitu. Tapi, kau kan bisa
mengemukakannya secara singkat."
"Iya, Kak. Secara garis besar cerita itu sudah
cukup bagus. Namun menurutku masih ada beberapa
bagian yang masih perlu diperbaiki."
150 "O ya, apa itu?"
"Wah, aku lupa, Kak. Pokoknya semua itu ada di
buku catatanku." "Baiklah... Aku mengerti, kok. O ya, ngomongngomong"
Bagaimana dengan kursus komputermu?"
"Aku sudah tidak pernah datang lagi, Kak. Habis
waktu itu kalian mentertawakan aku sih," jawab Angel.
"Tuh, iya kan, Bob," kata Raka tiba-tiba, "Aku
yakin, dia pasti ngambek karena waktu itu kita telah
mentertawakannya. Dia itu memang suka begitu, Bob.
Makanya kalau bicara sama dia itu harus hati-hati!
Sebab, kalau tidak kau tahu sendiri akibatnya kan?"
"Hmm... Pantas saja waktu itu aku tidak bertemu
Angel," kata Bobby mencoba menceritakan perihal
penantiannya yang menjemukan. "Kalian tahu tidak,
waktu itu aku sempat menunggu Angel di tempat
kursusnya sambil terus berdiri di pinggir jalan. Aku
baru tahu kalau menunggu selama itu, selain
menjemukan ternyata juga bisa membuat kedua
kakiku jadi pegal, pegaaal sekali rasanya."
151 "Ka-Kau menunggu Angel sampai seperti itu,
Bob?" tanya Raka hampir tak mempercayainya.
"Ya, tapi sayang... Ternyata usahaku itu sia-sia
belaka lantaran orang yang kutunggu sedang mogok
belajar." "Ma-mafkan aku, Kak. Aku tidak menyangka kalau
kakak sampai datang ke tempat kursusku dan
menungguku selama itu," ucap Angel tulus.
"Kau tidak perlu minta maaf, An. Semua itu karena
kebodohanku yang tidak sabar ingin bertemu
denganmu dan mengetahui perihal naskahku."
"Tidak, Kak. Aku tetap merasa bersalah. Andai
saja aku bisa lebih cepat membaca naskah itu, tentu
tidak akan seperti itu kejadiannya."
Bobby tersenyum, "Baiklah" kalau kau memang
merasa bersalah, mau tidak mau aku memang harus
memaafkannya," ucapnya kemudiam. Dalam hati
pemuda itu menyesal juga lantaran
ketidakterusterangannya, kalau dia menunggu Anggel
bukan saja ingin mengetahui soal naskahnya, namun
yang lebih utama karena dia ingin mengucapkan
152 selamat atas kelulusan Angel sebagai wujud
perhatiannya, dan yang tak kalah penting karena dia
sudah sangat merindukannya. "O ya, An. Ngomongngomong,
benarkah hanya karena kami telah
menertawakanmu lantas kau jadi mogok belajar?"
tanya Bobby kemudian. "Ya, pokoknya itu karena kalian telah
mentertawakan aku. Terus terang, aku malu sekali,
Kak. Orang-orang sudah pada jago menggunakan
Word Processor, eh aku baru mulai belajar. Aku
benar-benar menyesal, kenapa saat masih di SMP
aku tidak mau mengikuti pelajaran komputer. Coba
waktu itu aku masuk di sekolah yang mewajibkan
pelajaran itu, tentu kini aku sudah mahir."
"An... Bukankah waktu itu kau pernah bilang, lebih
baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Apa kau
tidak lebih malu jika betul-betul tidak bisa?"
"Sudahlah, Kak. Mending bicara yang lain saja.
Terus terang, aku pusing nih."
"Iya kan, Bob. Dia memang selalu begitu, kalau
dia tidak bisa menjawab pasti jawabannya pusing..."
153 "Biarin... Memang nyatanya aku suka pusing kok,"
bela Angel dengan wajah cemberut.
Ketiga muda-mudi itu terus berbincang-bincang,
hingga akhirnya waktu sudah menunjukkan pukul
sembilan malam. "Kak, aku pulang ya! Sudah terlalu
malam nih," pamit Angel.
"Iya, An. Sepertinya memang sudah waktunya kau
pulang. Tapi sebelum itu, aku akan memberikan
sesuatu padamu." "Apa itu, Kak?" tanya Angel penasaran.
"Tunggu sebentar ya!" pinta Bobby seraya
melangkah masuk. Tak lama kemudian, dia sudah
kembali dengan membawa amplop besar berwarna
coklat. "Ini, ada naskah baru. Dibaca ya!"
"Aduh... Naskah lagi. Maaf deh, Kak. Belakangan
ini aku lagi banyak masalah, nanti saja jika semuanya
sudah beres. Terus terang, aku takut kalau akan
terlalu lama membacanya,"
"Santai saja, naskah ini untukmu kok. Kau tidak
perlu mengembalikannya, sebab aku sengaja menulis
ini agar kau bisa memahami berbagai gaya menulis
154 yang bisa digunakan. Maklumlah, sebenarnya naskah
ini adalah kumpulan cerpen yang kutulis dengan
berbagai gaya kepenulisan. Dengan begitu, kau akan
menemukan gaya mana yang sesuai dengan
karaktermu." "Betul ini untukku?"
Bobby mengangguk. "Kalau begitu terima kasih ya, Kak. Kau sudah
mau repot-repot menyediakan semua ini untukku."
Saat itu Bobby hanya tersenyum saja. "O ya,
ngomong-ngomong aku ikut dengan kalian ya!"
"Mau apa, Kak" Ini kan sudah malam."
"Aku cuma mau tahu rumahmu kok. Jika aku ada
naskah baru, kau kan tidak perlu repot-repot datang
kemari. Biar aku saja yang mengantarnya hingga ke
rumahmu." "Betul, An. Biarkan Bobby ikut. Lagi pula, jika
kelak kau terlalu lama membaca naskahnya, dia kan
bisa langsung menemui dan memarahimu.
Hehehe...!" 155 Mengetahui itu, Angel langsung merespon, "Kalau
begitu, aku tidak akan mau jika disuruh membaca
naskah Kak Bobby lagi," ancam Angel dengan wajah
serius. "Tidak kok, An. Tadi itu aku cuma bercanda.
Percayalah! Bobby tidak akan seperti itu. Sebetulnya
aku cuma kasihan saja sama dia, jangan sampai dia
menunggumu lagi di suatu tempat seperti yang
diceritakannya tadi."
"Kau kan bisa mengantarkan Bobby ke rumahku,
Kak." "Iya, kalau aku lagi ada di tempat. Kalau tidak
bagaimana?" "Betul itu, An. Lagi pula, aku tidak mau jika sampai
merepotkan Raka," timpal Bobby memberi alasan.
Karena alasan Bobby masuk akal, akhirnya Angel
setuju juga. "Eng... Kalau begitu, baiklah... Kakak
boleh ikut," katanya mengizinkan.
"Nah begitu dong," kata Bobby bersemangat
seraya buru-buru mengeluarkan sepeda motornya.
156 Tak lama kemudian, ketiga muda-mudi itu sudah
melaju ke rumah Angel. Saat itu Raka yang
memboncengi Angel tampak melaju lebih dulu,
sedangkan Bobby tampak membuntutinya. Setibanya
di rumah Angel, Bobby sempat terheran-heran
lantaran rumah Angel ternyata tidak begitu jauh dari
gang tempatnya dulu mengantar. Lantas dalam hati
pemuda itu langsung membatin, "Hmm... Kenapa
waktu itu Angel bilang rumahnya jauh" Padahal, dari
gang itu cuma butuh waktu dua menit untuk bisa
sampai ke sini," tanya Bobby seraya memperhatikan
keadaan rumah Angel yang kecil dan tidak terawat.
"Mmm" Apa betul ini rumahnya Angel?" tanya Bobby
lagi hampir tak mempercayainya.
Rumah kecil itu bertingkat dua, bagian dasarnya
terbuat dari batu bata yang kokoh, namun bagian
atasnya terbuat dari kayu yang tampak lapuk. Kamar
Angel berada di lantai atas, di sampingnya terdapat
balkon sederhana yang juga terbuat dari kayu dan
langsung terhubung dengan tempat menjemur
pakaian. "Hmm... Apa mungkin karena ini yang
157 membuatnya tidak mau diantar sampai ke rumah"
Bahkan, tadi pun dia begitu keberatan jika aku ikut ke
sini. Hmm" Apakah karena hal ini pula yang
membuatnya tidak bisa bersatu dengan cinta
sejatinya?" tanya Bobby dalam hati sambil terus
memperhatikan keadaan rumah Angel yang ternyata
bukan orang berada. "Yuk masuk dulu, Kak!" ajak Angel kepada kedua
pemuda itu. Karena ajakan itulah, lantas Bobby dan Raka tidak
langsung pulang. Kini mereka justru asyik melanjutkan
perbincangan sewaktu di rumah Bobby. Saat itu
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka ngobrol di teras muka, di atas sebuah kursi
bambu yang beralaskan bantalan yang cukup empuk.
Bantalan itu terbuat dari sponge bekas berlapis kain
yang terbuat dari kantong terigu.
Bobby, Raka, dan Angel terus berbincang-bincang
hingga akhirnya... "Huaaahh...!" Raka menguap lebar.
"Aduh...! Aku sudah mengantuk sekali nih. Kita pulang
yuk, Bob!" ajaknya kemudian seraya melihat jam di
158 HP-nya. "Gila...! Sudah hampir pukul dua belas,"
katanya lagi dengan agak terkejut.
"Benarkah" Perasaan kita baru sebentar berada di
sini," komentar Bobby yang sebetulnya masih ingin
berlama-lama di tempat itu"merasakan kebahagiaan
bersama gadis yang dicintainya.
Mendengar itu, Raka langsung membatin, "Hmm...
Tampaknya Bobby pun menyukai Angel, buktinya dia
sampai tidak menyadari kalau waktu sudah berlalu
begitu lama. Aku menduga saat ini dia tentu masih
ingin berlama-lama dengan Angel. Hmm... Bagaimana
ya?" Sejenak Raka memikirkan perihal itu, hingga
akhirnya dia bisa juga mengambil putusan. "An! Aku
pulang ya. Terus terang, aku sudah tidak kuat lagi.
Maklumlah, belakangan ini aku memang kurang tidur,"
pamit pemuda itu. "O ya, Bob. Jika kau masih betah,
biar aku pulang sendiri saja."
Mengetahui itu, Bobby lekas merespon, "Tidak ah.
Enak saja kau tinggalkan aku sendiri. Ketahuilah"!
Jika aku pulang sendirian, bisa-bisa aku malah
nyasar" Bukankah jalan ke sini sangat berliku, bahkan
159 aku tidak yakin kelak aku masih ingat jalan menuju ke
sini." Angel yang sejak tadi diam, tiba-tiba ikut bicara.
"Kak Bobby! Sebetulnya jalan ke sini mudah kok. Tadi
aku sengaja meminta Raka lewat jalan tadi
dikarenakan jalan yang biasa kulewati sedang dipakai
hajatan. Tapi bukankah sekarang sudah jam segini,
aku rasa pesta itu sudah bubar."
"Tapi, biar pun katamu mudah kalau aku belum
pernah lewat jalan itu bagaimana aku bisa tahu.
Karenanyalah, sebaiknya aku pulang bersama Raka
saja. An, aku pulang ya!"
"Eng.. Iya deh. Kalian hati-hati di jalan, ya!"
Tak lama kemudian, Bobby dan Raka tampak
sudah melaju dengan sepeda motornya masingmasing,
hingga akhirnya mereka menghilang di
kejauhan. Sementara itu, Angel yang kini sudah
berada di kamar tampak sedang berkemas untuk
tidur. Namun belum sempat dia merebahkan diri, tibatiba
ingatannya langsung tertuju kepada naskah yang
baru diberikan Bobby. Karena penasaran, lantas gadis
160 itu pun berniat melihat-lihatnya sejenak. "Eh, apa ini?"
tanya Angel heran ketika melihat sepucuk surat
tampak terjatuh di pangkuannya. Entah kenapa, tibatiba
saja Angel sudah tidak tertarik lagi dengan
naskah yang hendak dilihatnya, namun dia lebih
tertarik dengan sepucuk surat yang membuatnya
begitu penasaran. Kini gadis itu sudah merobek aplop
surat dan segera membaca isinya.
Hi, Angel sayang...! Semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Angel sayang... Ketahuilah... Kalau aku sangat
mencintaimu, dan aku sangat sayang padamu. Aku
tahu kau sudah mempunyai pujaan hati, namun
bukankah kau pernah berkata kalau kalian sulit untuk
bisa bersatu. Angel sayang... Berilah aku kesempatan
untuk bisa membahagiakanmu. Kau tidak perlu
melupakan cinta sejatimu, biarlah ia tetap berada di
hatimu... Sebab, aku hanya mendambakan bisa
mencintaimu. Sesungguhnya dengan itu saja sudah
161 cukup buatku untuk bisa membahagiakanmu.
Sejujurnya aku tidak peduli apakah kau bisa
mencintaiku atau tidak, yang terpenting buatku adalah
aku bisa mencintaimu dan mencurahkan kasih
sayangku dengan sepenuh hati. Kalau kau mau tahu,
kenapa aku mau bersikap demikian" Sebab hingga
kini aku masih mempercayai, kalau cinta itu adalah
mau memberi dan melayani orang yang dicintainya,
dan bukannya mengharap imbalan dari orang yang
dicintainya. Angel sayang... Ketahuilah" Semula aku sempat
ragu apakah kau memang pantas menjadi kekasihku.
Maklumlah, usia kita memang cukup jauh berbeda.
Namun setelah aku ingat kalau istri Nabi Muhammad
yang bernama Siti Aisyah ternyata juga mempunyai
perbedaan usia yang cukup jauh, malah bisa dibilang
sangat jauh. Toh keduanya bisa menjadi pasangan
suami-istri yang serasi, dan bahkan sangat harmonis.
Karena itulah, akhirnya aku pun tidak
mempermasalahkan usia lagi. Bagiku kau adalah
belahan jiwaku, dan aku tidak akan menuntut banyak
162 darimu. Aku hanya mau kau bisa menerimaku apa
adanya, dan juga mau mendengar segala nasihatku
yang tak menyimpang dari Al-Quran dan Hadits,
semata demi untuk kebaikanmu.
Angel sayang... Terus terang, sebetulnya aku
sangat berharap kau mau menerima cintaku ini! Dan
aku akan bahagia sekali jika kau mau menerimanya.
Andai pun tidak, izinkanlah aku untuk selalu bisa
mencintai dan menyayangimu. Biarlah nanti aku turuti
saja keinginan orang tuaku yang menginginkan aku
menikah dengan gadis pilihan mereka, yaitu gadis
yang tak aku cintai. Bahkan aku sendiri tidak yakin
apakah aku bisa membahagiakannya, sebab dia itu
memang bukan gadis yang aku cintai. Ketahuilah!
Syarat utama untuk bisa menjadi pemimpin adalah
seorang pemimpin harus mencintai orang yang
dipimpinnya. Karena itulah takdir wanita itu dipilih dan
bukan memilih, sebab wanita itu bukanlah seorang
pemimpin di dalam rumah tangga. Ketahuilah" Pria
itu adalah pemimpin yang senantiasa berpikir secara
rasional dan terkadang memang suka bentrok dengan
163 pola pikir wanita yang rumit dan sangat emosional.
Itulah kenapa aku memilihmu daripada wanita pilihan
orang tuaku sendiri, sebab aku sangat mencintaimu.
Dan aku percaya, dengan cinta itulah, Isya Allah
seorang suami tidak akan tega untuk menceraikan
istrinya, walau bagaimanapun buruknya konflik rumah
tangga. Berbeda jika seorang pria menikahi wanita
tanpa didasari cinta, bisa-bisa dengan begitu
mudahnya dia akan menjatuhkan talak perceraian.
Angel sayang... Ketahuilah"! Setelah sekian lama
aku mencari tambatan hatiku, hanya kaulah yang
begitu kucintai sama seperti ketika dulu aku mencintai
cinta sejatiku. Cerita "Demi Cinta Sejatiku" 75%
adalah kisah nyata. Tokoh Irfan itu adalah aku, dan
Thufa adalah gadis yang betul-betul aku cintai. Kini
Thufa telah menikah dengan tambatan hatinya sendiri,
dan karenanyalah aku tak mempunyai harapan lagi.
Kini hanya kaulah gadis yang kucintai dengan
sepenuh hatiku. Percayalah"! Kau itu bukanlah
pelarian cintaku, sebab cintaku padamu sebesar
cintaku kepada cinta sejatiku. Jika bukan karena itu,
164 untuk apa aku menulis semua ini, yang sejujurnya
adalah merupakan ungkapan perasaanku.
Percayalah"! Ini bukan cinta buta, sebab aku
semakin bertambah cinta padamu setelah mengetahui
kalau kau itu begitu menyukai berbagai hal yang
menyangkut kerohanian, yang dengannya kau bisa
menjadi gadis yang shalihah. Seorang gadis yang
suatu hari kelak bisa menjadi istri idaman, yang
bersama suaminya bisa bersama-sama mengarungi
dunia yang fana ini dalam upaya membekali diri guna
meraih kebahagiaan di kehidupan selanjutnya, yaitu
surga Allah SWT. Demikianlah Angel sayang... Aku sengaja
mengungkap ini agar kau tahu kalau aku benar-benar
mencintaimu. Kutunggu jawaban darimu.
Bye... Angel sayang...! Sekali lagi aku doakan
semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Salam sayang selalu dari aku yang begitu
mencintaimu... Bobby 165 Setelah membaca surat itu, Angel tampak senang
bercampur heran. "Dia panggil aku dengan sebutan
"Sayang?" Huh, gombal sekali. Benarkah semua yang
dikatakannya ini. Jangan-jangan... Ah, dia pasti cuma
mau mempermainkanku. Mmm... Tapi, bagaimana
jika dia memang betul-betul mencintaiku. Aduh, kini
aku benar-benar jadi bingung. Tidak kupungkiri, aku
memang sudah jatuh hati padanya. Tapi... Prosesnya
kan tidak harus secepat ini. Lagi pula, aku kan belum
mampu untuk melupakan Raka. Hmm... Benarkah
Kak Bobby bisa menerimaku jika aku menduakan
cintanya. Sungguh mengherankan, dia itu kan lakilaki.
Tidak mungkin lelaki mau diduakan cintanya. Ya,
aku rasa memang begitu. Maksud Kak Bobby bicara
begitu pasti cuma alasan saja demi mendapatkan
cintaku. Sungguh gegabah sekali dia, apa jadinya jika
kelak ternyata dia tidak mau aku duakan. Lagi pula,
dia kan tidak tahu cinta sejatiku. Kalau saja dia tahu,
mungkin dia akan berpikiran dua kali untuk
menyatakan cintanya. Kalau begitu, aku harus
membicarakan masalah ini pada Kak Raka."
166 Malam itu Angel jadi susah tidur. Lama dia terus
memikirkan perkara yang memusingkan itu hingga
akhirnya dia baru tidur setelah waktu sudah
menunjukkan pukul 2 dini hari.
Sore harinya, Angel langsung menemui Raka.
Saat itu dia langsung menumpahkan segala
kebingungan yang menimpanya, yaitu segala hal yang
berkenaan dengan surat yang dibacanya semalam.
"Lho... Memangnya kenapa" Bukankah
seharusnya kau itu senang?"
"Tapi, Kak. Ini kan terlalu cepat. Terus terang, aku
belum siap. Aduh, Kak... Sungguh hal ini telah
membuatku bertambah pusing. Satu persoalan belum
selesai, eh sudah ditambah persoalan baru. Kak"
Sepertinya aku ingin mati saja."
"Ya, sudah. Kalau kau memang mau mati, apa
perlu aku belikan tambang sekarang, biar kau cepat
bisa gantung diri." 167 "Kak Raka... Ka-kau... Kau betul-betul ingin aku
mati?" "Habis, aku sudah lelah memberitahumu. Kau itu
kan sudah dewasa, cobalah berani sedikit mengambil
sikap, jangan seperti anak kecil begitu. Kalau kau
memang masih mencintaiku, bukankah kau bisa
menolaknya. Namun jika tidak, ya kau tinggal
menerimanya. Berapa kali aku harus bilang kalau aku
bisa merelakannya. Kupikir waktu itu kau sudah
memahaminya, tapi ternyata..."
"Iya, aku ini memang masih seperti anak kecil,
dan aku benar-benar bingung mengambil sikap.
Ketahuilah, Kak" Jika aku jawab tidak, aku takut dia
akan menikah dengan wanita pilihan orang tuanya.
Namun jika aku jawab iya, aku kan belum begitu
mengenalnya." "Ya, Bobby memang ada-ada saja. Seharusnya
kepada gadis sepertimu jangan menyatakan cintanya
begitu cepat. Seharusnya dia itu berusaha untuk
pendekatan lebih dulu."
168 "Kau benar, Kak. Seharusnya memang seperti itu,
aku tuh maunya pendekatan lebih dulu."
"Tapi, aku mengerti kenapa Bobby bersikap
demikian. Sebab, dia itu pasti sudah didesak oleh
orang tuanya untuk segera menikah. Dan sebagai
anak yang berbakti kepada orang tua, tentu dia ingin
segera membahagiakan kedua orang tuanya. O ya,
An... Aku ingin tahu lebih pasti, apakah benar kau itu
memang benar-benar mencintai Bobby?"
"Iya, Kak. Sepertinya aku memang benar-benar
mencintainya." "Kok sepertinya?"
"Eh, Iya" Iya... Aku memang benar-benar
mencintainya." "Eng, baiklah.... Jika kau memang benar-benar
mencintainya, aku akan berusaha untuk
membantumu." "Nah begitu, Dong. Kata-kata itulah yang sejak
tadi kutunggu-tunggu. Kak Raka, janji ya kalau Kakak
mau membantuku menyelesaikan masalah ini! Eng,
kini apa yang sebaiknya aku lakukan?"
169 "Mmm... Mudah saja. Kau jangan sampai
mengatakan isi hatimu padanya!"
"Iya, aku juga tahu. Tapi bagaimana jika dia
menanyakannya?"
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Usahakanlah jangan sampai bertemu dengan
dia." "Duh, Kakak ini bagaimana sih" Dia itu kan sudah
tahu rumahku, dia pasti akan datang mencariku."
"I ya, An. Aku mengerti. Tapi untuk sementara,
kau kan bisa tinggal di rumah saudaramu, atau
sahabat perempuanmu."
"Hmm" Sepertinya itu ide yang bagus, Kak.
Untuk sementara ini, sebaiknya aku memang harus
menghilang." Kedua muda-mudi itu terus membahas masalah
itu lebih lanjut. Sementara itu di tempat berbeda,
Bobby tampak sedang memikirkan perihal surat yang
diberikannya pada Angel. "Mmm... Angel pasti sudah
membaca suratku. Lalu, kenapa hingga kini dia belum
juga memberikan jawaban. Mmm" Kenapa ya" Apa
dia sedang pikir-pikir dulu" Baiklah" Jika memang
170 benar demikian, aku akan memberinya waktu hingga
satu minggu. Namun jika ternyata dia masih belum
juga memberi kabar, terpaksa aku harus
menemuinya." 171 TUJUH Demi cinta dan persahabatan
redep! Dredep! Dredep! Suara jemari Bobby
yang meniru derap langkah kuda terdengar
menemani lamunannya. Saat itu dia sedang berbaring
di atas tempat tidur sambil terus memikirkan Angel
yang sudah dua minggu belum pulang ke rumah.
Sungguh semua itu telah membuat kekhawatiran
Bobby tampak semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya
dia memutuskan untuk kembali mengirim surat untuk
Angel. Maklumlah, saat itu Bobby menduga kalau
surat cinta yang diberikan waktu itulah yang menjadi
penyebabnya, atau mungkin juga Angel takut
menemuinya lantaran dia tidak mau diminta tolong
untuk membaca naskahnya. Karena itulah, akhirnya
Bobby merasa perlu untuk mengirim surat lagi demi
mendapat jawaban yang pasti.
"Nah... Selesai sudah. Aku harap, dia mau
memberikan jawaban yang sebenarnya. Dengan
D 172 begitu, aku pun tidak khawatir lagi dan juga tidak
berpikiran macam-macam mengenainya," kata Bobby
dalam hati seraya mencetak surat yang baru ditulisnya
dengan menggunakan printer tua yang selama ini
menjadi andalannya. Kini pemuda itu tampak sudah siap berangkat
untuk menitipkan surat itu kepada kakak Angel yang
bernama Nadia, dialah yang selama ini selalu
memberi kabar mengenai keberadaan Angel, bahkan
belum lama ini dia sempat mengabarkan kalau Angel
pernah pulang, namun hanya untuk mengambil
pakaian. Karenanyalah, Bobby yakin sekali kalau
Angel pasti akan pulang untuk mengambil pakaian
lagi, lalu pada saat itulah suratnya bisa sampai ke
tangan Angel. Sementara itu di tempat berbeda, di
sebuah ruangan yang tampak nyaman, Angel tampak
sedang memikirkan Bobby. "Kak Bobby, maafkanlah
aku. Sungguh aku tidak menyangka, kalau aku akan
membuat Kakak begitu kerepotan mencariku. Bahkan
hampir semua sahabatku sudah Kakak telepon demi
mengetahui keberadaanku. Akibatnya, mereka pun
173 jadi ikut-ikutan mengkhawatirkanku. Semalam, lima
orang sahabatku telah datang bersama-sama demi
untuk mengetahui keadaanku. Mereka tidak percaya
kalau aku dalam keadaan baik-baik saja, dan
karenanyalah mereka memaksa untuk datang
menemuiku di tempat persembunyianku ini. Sungguh
aku tidak menduga, kalau kau dan juga sahabatsahabatku
ternyata begitu perhatian padaku," tiba-tiba
Angel meneteskan air matanya. Sungguh dia merasa
terharu akan segala perhatian yang telah diberikan
kepadanya. "Oh... Kak Bobby... Aku sangat
mencintaimu. Bahkan saat ini aku ingin sekali
menemuimu dan mencurahkan segala kerinduanku.
Namun, aku tidak bisa... Aku belum siap..." Saat itu
Angel hanya bisa menangis sambil memeluk erat
guling yang sejak tadi menemaninya. Pada saat yang
sama, di sebuah rumah yang cukup besar, di dalam
sebuah kamar yang tertata rapi, seorang pemuda
tampak sedang mendengarkan tembang sedih dari
Caffeine. Dialah Raka, pemuda yang selama ini
sangat mencintai Angel. Seiring dengan bergulirnya
174 tembang dari Caffeine itu, airmatanya pun menetes
meresapi setiap lirik yang begitu menyentuh hatinya.
Kau... di hatiku... selalu menjadi pujaannku
Kau... di jiwaku... mengalir di dalam darahku
yang... terdalam... yang sama pernah kurasakan
yang... terindah... yang tak kan kulupakan
Tapi tak kan kumiliki... semua cinta di dirimu
Karena kau telah memilih... satu cinta teman baikku
Ku... tak ingin... hancurkan rasa di hatimu
Ku... tak ingin... hancurkan persahabatanku
Kau... memulai... dua cinta yang kau jalani
Dan... tak akan... kuharapkan cintamu
Aku tak kan memiliki... semua cinta di dirimu
Karena kau telah memilih... satu cinta teman baikku
Semua kan jadi kenangan... yang tersimpan dalam hidupku
Yang tak kan pernah terjadi... saat cinta seperti dulu
Aku tak kan memiliki... 175 "Angel... Biarpun aku sangat mencintaimu, namun
aku tak mau menghancurkan rasa di hatimu, dan aku
tak ingin menghancurkan persahabatanku. Kini aku
tak akan mengharapkanmu lagi, sebab kau telah
memilih satu cinta teman baikku," ungkap Raka
bertekad untuk tidak mengharapkan cinta Angel lagi.
Tiga hari kemudian, di dalam sebuah kamar milik
seorang sahabat Angel yang baik hati. Angel terlihat
sedang memandangi sepucuk surat yang
mencantumkan nama Bobby. Saat itu jantungnya
berdebar keras, khawatir kalau isinya bisa saja
menyakiti perasaannya. Namun karena penasaran,
akhirnya gadis itu terpaksa membacanya juga.
Hi, Angel sayang...! Apa kabar"
Semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
176 Angel sayang... Ketahuilah... Aku sudah begitu
merindukanmu, aku sudah begitu ingin bertemu. Ingin
kulihat lagi kecerahan wajahmu yang manis
menggemaskan, ingin kupandang kedua matamu
yang bening bersinar, dan ingin kulihat lagi tawa dan
candamu yang membahagiakan.
Angel sayang... Aku haus perhatianmu, aku haus
kasih sayangmu, dan aku sangat mendambakan
cintamu. Siang dan malam kau selalu terbayang,
membuat hati ini resah dan gelisah, dan membuatku
jadi serba salah. Angel sayang.... Kenapa kau tak menghiraukan
aku" Kenapa kau takut padaku" Apakah aku telah
menyakiti perasaanmu sehingga kau begitu
membenciku" Jika benar demikian, aku minta maaf.
Bukan maksudku untuk kurang ajar padamu dan
bukan pula untuk menyakiti perasaanmu. Perlakuanku
padamu semata-mata karena aku begitu
mencintaimu. Tidak bolehkah aku mencintai gadis
yang begitu kusayang"
177 Angel sayang... Apakah kau takut kuminta tolong
untuk membaca naskahku" Jika benar demikian, aku
mohon janganlah kau takut. Andai cerita "Demi Buah
Hatiku" waktu itu tidak kau baca sekalipun aku tidak
akan marah. Percayalah Angel" Naskahku sama
sekali tidak berarti apa-apa jika dibanding dengan
dirimu yang begitu kusayang.
Angel sayang... Apakah kau takut karena kau
mungkin menganggap aku ini orang yang aneh, atau
mungkin kau menganggap aku ini orang yang begitu
terobsesi denganmu. Apa kau mungkin menganggap
aku ini cuma bercanda dan hanya main-main, sebab
dalam waktu begitu singkat aku sudah begitu
mencintaimu. Percayalah Angel! Aku tidak seperti
anggapanmu selama ini. Aku mencintaimu karena aku
sudah lebih memahami arti kehidupan, dan juga
sudah memahami tujuan hidupku yang sebenarnya.
Bahkan aku sudah siap menerima apapun yang bakal
terjadi, sebab semua itu memang sudah merupakan
ketentuan Tuhan yang harus aku jalani.
178 Angel sayang... Aku menjalani kehidupan ini
bagaikan air yang mengalir. Hidupku hanya untuk hari
ini, dan aku tidak mau dipusingkan dengan
kehidupanku besok. Pokoknya aku tidak mau ambil
pusing dengan segala perkara yang akan kujalani
nanti, perkara yang sama sekali belum aku ketahui
dampaknya. Sesungguhnya yang terpenting bagiku
adalah aku akan senantiasa berusaha untuk
berpegang kepada ajaran Rasulullah, yaitu hidup hari
ini harus lebih baik dari kemarin.
Angel sayang... Janganlah kau menilai diriku
melalui karya-karyaku, sebab itu sama sekali tidak
mewakili pribadiku sesungguhnya. Aku menulis dan
menciptakan tokoh-tokohnya hanyalah untuk
bercermin dan mengenali diriku sendiri. Siapa
sebenarnya aku, dan untuk apa aku diciptakan.
Apakah aku ini orang baik, atau barangkali saja aku ini
orang yang jahat. Apakah aku ini orang yang
bertakwa, atau malah seorang pembangkang. Apakah
aku seorang yang jujur dan terpercaya atau barangkali
hanya orang yang munafik. Dengan terciptanya
179 berbagai karakter di ceritaku, aku terus bercermin,
dan akhirnya aku mencoba meneladani segala
kebaikan mereka. Terus terang, aku takut sekali
menjadi orang yang munafik, dan karenanyalah mau
tidak mau aku memang harus mengamalkan segala
pesan baik yang kusisipkan di setiap cerita yang
kutulis. Angel sayang... Sekali lagi aku mohon. Berilah aku
kesempatan untuk lebih mengenalmu, kalau kau
memang tidak bersedia menjadi kekasih, aku rela jika
kau hanya menjadi sahabatku, atau kalau boleh kau
bisa menjadi adikku. Kau tahu kan kalau aku tidak
mempunyai adik perempuan, dan jika kau memang
mau menjadi adikku tentu aku akan bahagia sekali.
Angel sayang... Janganlah kau merasa takut akan
memberikan harapan padaku, sebab aku bukanlah
orang yang berpikiran sempit dan "keras kepala". Aku
ini sudah dewasa dan sudah sering mengalami
berbagai hal yang menyakitkan. Aku pasti bisa
mengerti dan memahami apapun segala putusanmu,
asalkan kau mau mengatakannya dengan terus
180 terang. Selama ini aku selalu menjadikan pengalaman
pahit sebagai pelajaran yang penuh hikmah, darinya
aku belajar memahami arti kehidupan, sehingga aku
pun menjadi lebih dewasa dan lebih bijaksana.
Karenanyalah karya terbaruku yang berjudul "Menuai
Masa Lalu" yang juga telah kutitipkan bersamaan
dengan surat ini adalah buah dari segala pengalaman
hidup yang kutuangkan ke dalam sebuah cerita.
Dengan menulis cerita itu, pikiranku pun semakin
terbuka dan lebih memahami arti kehidupan. Angel
sayang... Kalau kau tertarik dengan cerita itu, kau
boleh membacanya. Kalaupun tidak, aku tidak akan
memaksa, dan aku tidak akan marah. Percayalah...!
Demikianlah Angel sayang... Aku berharap kau
mau lebih terbuka padaku. Percayalah...! Apa pun itu,
aku pasti akan menerimanya dengan lapang dada.
Janganlah kau sungkan padaku, perlakukanlah aku
seperti kau memperlakukan sahabatmu Raka. Jika
kau memang tak mencintaiku, bersikaplah wajar.
Anggaplah aku ini sebagai seorang kakak yang
mencintai dan menyayangi adiknya.
181 Bye... Angel sayang...! Sekali lagi aku doakan
semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Salam sayang selalu dari aku yang begitu
mencintaimu... Bobby "Aduuh...! Kenapa sih dia berkeras ingin
mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Jika
begitu, percuma saja aku terus menghindar. Sebab,
dia pasti akan terus mengejarku demi sebuah
jawaban. Hmm... Kini aku semakin bertambah
bingung. Bagaimana ini, hingga saat ini aku masih
belum mampu untuk mengungkapkannya. Hmm...
Kalau begitu, baiklah... Agar dia puas aku akan
segera memberikan jawaban. Namun aku tidak akan
memberikan jawaban yang sebenarnya, melainkan
jawaban yang juga sesuai dengan keinginannya, yaitu
menjadi adiknya. Bukankah dengan begitu aku bisa
182
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dekat dengannya dan bisa mengetahui segala tindaktanduknya.
Tapi, bagaimana jika..."
Saat itu Angel betul-betul bingung untuk
mengambil putusan, sebab keputusan yang akan
diambilnya itu bisa saja berdampak tidak sesuai
dengan harapannya. "Ah, sudahlah... Biar kulihat saja
nanti. Pokoknya apa pun itu, aku harus siap
menghadapinya. Lagi pula, kata-kata di suratnya
seolah dia itu tak begitu mencintai dan
mengharapkanku. Jika memang benar demikian,
pantaskah aku mencintai pria yang tampaknya kurang
bersungguh-sungguh demi mendapatkan cintanya"
Masa begitu mudahnya dia merelakan aku begitu
saja. Keputusanku ini adalah juga sebuah ujian
untuknya, jika ia memang benar-benar mencintaiku
dia pasti tidak akan mau menerimanya, dia pasti akan
berusaha untuk bisa mendapatkanku, yaitu dengan
bersabar menunggu jawaban yang sejujurnya," pikir
Angel berusaha meyakinkan diri agar berani
memberikan jawaban. 183 Lantas dengan penuh kebimbangan, akhirnya
gadis itu berani juga menulis surat untuk Bobby. Kata
demi kata dirangkainya dengan penuh perasaan dan
sedikit pertimbangan, hingga akhirnya gadis itu bisa
juga menyelesaikan suratnya.
Beberapa hari kemudian, di malam yang cerah,
surat yang di tulis Angel akhirnya tiba di tangan Bobby.
Kini pemuda itu tampak memandangi sepucuk surat
yang baru diterimanya. Saat itu hatinya langsung
berdebar kencang, berbagai praduga seketika
berkecamuk mengguncang hatinya. Ingin rasanya dia
segera membaca isi surat itu, yang mana telah
membuatnya betul-betul penasaran. Sebab, Raka
yang mengantarkan surat itu sempat bilang kalau
Bobby akan mendapat jawaban yang memuaskan.
Bahkan kata Raka, Angel sendirilah yang memintanya
untuk mengatakan itu. "Hmm... "jawaban yang
memuaskan". Apakah itu artinya dia mencintaiku" Jika
184 benar demikian, aku tentu bahagia sekali. Namun...
jika maksud "jawaban yang memuaskan" itu tidak
sesuai dengan harapanku, apakah aku bisa tabah
menerimanya. Bodohnya aku, kenapa aku menulis
surat seperti itu, yang isinya seolah aku ini orang yang
tegar dan tidak terlalu mengharapkan cintanya.
Padahal sesungguhnya, aku ini sangat mengharapkan
cintanya. Namun karena saat itu aku tidak mempunyai
pilihan terbaik, mau tidak mau aku memang harus
menulisnya begitu. Sebab jika tidak, aku khawatir dia
akan semakin menjauh dariku lantaran takut
memberikan harapan. Beruntung jika saat itu dia
memang mencintaiku, namun jika tidak, tentu
kekhawatiranku itu akan menjadi kenyataan."
Bobby terus memikirkan perihal isi surat yang
belum dibacanya itu, dan setelah merenungkannya
agak lama, akhirnya pemuda itu berani juga untuk
membaca dan siap menerima apa pun jawaban
Angel. Saat itu, Bobby memang sudah betul-betul siap
dan bisa menjadi orang yang tegar seperti apa yang
tertulis pada suratnya. 185 Dear, kakakku. Semoga Kakak selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Maafkanlah kalau adikmu ini baru bisa balas surat
Kakak sekarang. Ketahuilah, Kak. Sebetulnya selama
ini Angel bukan bermaksud menghindar dari Kakak,
atau Angel tidak mau membaca naskah Kakak lagi.
Selama ini Angel pergi dari rumah karena Angel
sedang ada masalah keluarga. O ya, Kak. Angel
sudah baca surat Kakak yang mengungkapkan
perasaan Kakak pada Angel. Sebetulnya Angel ingin
segera membalas surat itu, tapi karena selama ini
Angel sedang ada masalah terpaksa Angel baru bisa
membalasnya sekarang. Itu pun karena Kakak sudah
mengirim surat lagi dan ingin segera mengetahui
perasaan Angel yang sebenarnya.
Kak... Angel yakin kalau kakak pasti sudah tahu
jawabannya. Namun begitu, biar kakak lebih yakin
Angel akan mengatakannya lagi. Kak, ketahuilah"
Kalau menurut Angel, kakak itu tidak pantas mencintai
Angel. Bukan apa-apa, Kak. Kakak kan belum tahu
186 sifat Angel yang sebenarnya. Kak... Kakak itu
orangnya baik, dewasa, pengertian, dan tidak pernah
berpikiran sempit. Bahkan kakak sudah biasa
menghadapi berbagai masalah yang besar dan
menyakitkan. Kakak kan tahu kalau Angel masih
seperti anak kecil, dan menurut Angel yang pantas
menjadi kekasih kakak itu adalah gadis yang juga
sudah dewasa seperti kakak. Maaf ya, Kak. Angel
bukan bermaksud membicarakan soal usia kita yang
jauh berbeda. Biarpun usia kita sama, namun jika sifat
Angel masih seperti sekarang, Angel merasa tetap
tidak akan pantas menjadi kekasih Kakak. Saat ini
Angel hanya merasa pantas dianggap adik sama
Kakak. Nah... Tentu sekarang Kakak senang karena
kini sudah mempunyai adik perempuan, yaitu Angel.
O ya, Kak. Kalau boleh adikmu ini kasih saran,
bagaimana kalau Kakak menerima saja pilihan orang
tua kakak itu. Percayalah, Kak...! Orang tua Kakak
tidak mungkin memberikan sesuatu yang terburuk
untuk anaknya. Satu lagi, Kak. Bukankah cinta itu
tidak harus memiliki, dan Kakak tentu akan bahagia
187 jika melihat Angel bahagia. Bukankah Kakak sendiri
yang bilang begitu" Nah... Kakakku yang baik, Angel rasa kini
semuanya sudah jelas. Tak lupa Angel ucapkan
terima kasih untuk semuanya, dan Angel tidak akan
pernah bosan untuk membaca naskah cerita Kakak
selanjutnya. Terima kasih juga karena Kakak mau
mengerti jika Angel belum sempat bisa membaca
naskah terbaru Kakak lantaran kesibukan Angel.
Bukankah Kakak sendiri yang bilang kalau Kakak rela
jika Angel lebih mendahulukan sesuatu yang lebih
penting daripada harus membaca naskah Kakak"
Sudah dulu ya, Kak. Sekali lagi Angel doakan
semoga Kakak selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Adikmu yang akan selalu menyayangimu
Angel Sungguh Bobby tidak menyangka kalau jawaban
Angel akan seperti itu, dan dia sungguh tidak mengira
188 kalau Gadis itu bisa menolaknya dengan cara yang
demikian. Sungguh isi surat itu sudah membuatnya
benar-benar patah hati dan membuatnya malas untuk
hidup, bahkan saat itu dia merasa Tuhan tidak lagi
menyayanginya. Padahal saat itu Bobby yakin betul
kalau Tuhan sudah mengetahui tujuannya mencintai
Angel adalah untuk beribadah, namun anehnya
kenapa Tuhan justru tidak mengabulkannya. Sungguh
saat itu yang diinginkan Bobby hanyalah kematian,
mati minum racun, gantung diri, atau ditabrak kereta
api misalnya. Namun karena dari awal dia sudah
mempersiapkan diri dan menyadari betul kalau bunuh
diri itu adalah perbuatan dosa, akhirnya dia segera
mengembalikan apa yang dirasakannya itu kepada
sang Pencipta. Setelah kepasrahannya itulah akhirnya
dia mendapat jawaban yang membuatnya yakin untuk
terus berprasangka baik kepada Tuhan, bahwa Tuhan
tidak menghendakinya menjadi kekasih Angel bukan
lantaran tidak sayang padanya, namun karena justru
Tuhan sayang dan tidak menghendaki Bobby jadi
menderita jika bersama gadis yang dicintainya itu.
189 Kini perasaan Bobby sudah menjadi lebih tenang,
dan dia pun mulai bisa berpikir kembali dengan jernih.
"Hmm... Ini benar-benar membingungkan. Kata
Angel... Dia tidak pantas menjadi kekasihku lantaran
merasa belum dewasa. Tapi jika dicermati dari isi
suratnya, sepertinya dia itu justru lebih dewasa dariku.
Malah dia gunakan kata-kataku sendiri untuk
menasihati aku. Pintar sekali dia. Hmm... Jika dia
memang tak mencintaiku, ya sudah. Aku kan sudah
berusaha, jika ternyata gagal berarti dia memang
bukan jodohku. Kini aku semakin bertambah yakin,
Tuhan tidak menghendaki hal itu lantaran Tuhan tahu
kalau Angel bukanlah pendamping yang baik untukku.
Hmm... Aku rasa cintaku padanya memang karena
cinta buta, dan itu karena aku hendak melarikan diri
dari kenyataan karena sudah tak sanggup
menghadapi tekanan dari berbagai pihak, yaitu orang
tua, teman dan keluarga besar. Kalau memang begitu
kenyataannya, berarti aku memang harus menikah
dengan pilihan orang tuaku. Kini aku semakin mantap
mau menikah bukan karena cinta buta atau cinta
190 sejati, tapi demi baktiku kepada kedua orang tua yang
selama ini sudah bersusah payah membesarkanku.
Ya... Sepertinya aku memang harus mau menerima
Wanda sebagai istriku. Mungkin saat ini aku belum
bisa mencintainya, namun siapa tahu suatu saat nanti
aku bisa sangat mencintainya."
Begitulah, akhirnya Bobby mau juga menerima
pilihan orang tuanya dan mencoba untuk senantiasa
berpikir positif terhadap takdir yang sudah digariskan
kepadanya. Dua minggu kemudian, Angel dan Raka datang
menemui Bobby. Saat itu mereka datang karena
hendak mengembalikan naskah yang berjudul
"Menuai Masa Lalu". Kini ketiga muda-muda itu
tampak sedang berbincang-bincang di teras depan,
dan ketika Raka pamit untuk membeli rokok, saat
itulah Bobby menceritakan perihal pertemuannya
dengan Wanda. Bahkan dia sempat menceritakan
191 kalau sifat Wanda ternyata tidak jauh berbeda dengan
Angel, apalagi saat itu dia juga sempat menangkap
sinyal suka dari Wanda, yang akhirnya membuat
Bobby tak kuasa lagi mengelak. Sungguh dia merasa
kalau gadis itu adalah belahan jiwanya yang selama
ini dia cari"cinta sejatinya yang hakiki. Apalagi
setelah dia tahu, kalau Wanda bersedia berkorban
untuk tidak menjadi wanita karir, maka semakin besar
saja cintanya kepada Wanda.
"Benarkah itu?" tanya Angel hampir tak
mempercayainya. "Eng... Selamat ya, Kak. Aku betulbetul
bahagia mengetahuinya, dan semoga keinginan
Kakak untuk segera menikah bisa terlaksana."
"Terima kasih, An. Kau memang adikku yang
baik... O ya, jangan bilang-bilang Raka ya! Sebab aku
tidak mau hal ini sampai tersebar luas."
Angel mengangguk. Pada saat itulah dia melihat
Raka sudah kembali dari membeli rokok. "Kak Raka,
kita pulang yuk!" ajak gadis itu tiba-tiba.
192 "Pulang?" tanya Bobby terkejut. "Lho, kenapa
terburu-buru" Bukankah kalian belum lama di sini,
bahkan aku belum sempat menyuguhkan minum."
"Iya, nih. Kita kan belum lama berada di sini,"
timpal Raka heran. "Please, Raka. Aku ke mari kan cuma mau
mengembalikan naskah. Lagi pula, pukul sembilan
nanti temanku mau datang menginap, katanya dia
mau curhat denganku," jelas Angel memberi alasan.
"Lho sekarang kan baru pukul setengah delapan,"
unjuk Raka. "Memang sih. Tapi bagaimana jika dia datang
lebih awal?" tanya Angel.
"Tidak akan... Lagi pula, salah sendiri jika dia
datang lebih awal," jawab Raka asal.
"Aduh, Kak Raka. Kau itu tidak pengertian sekali
sih. Pokoknya aku mau pulang sekarang, titik."
"Angel... Setengah jam lagi saja ya!" pinta Bobby
mencoba menahan. Angel tidak berkata-kata, dia hanya menggelenggeleng
dengan tingkahnya yang seperti anak kecil.
193 Sungguh saat itu Bobby merasa senang dengan
tingkahnya yang demikian, ingin rasanya dia mencium
wajahnya yang manis dan menggemaskan itu,
kemudian memandangi dan membelainya dengan
penuh kasih sayang. Raka yang saat itu sependapat dengan usul
Bobby juga mencoba menahannya, "Iya, An...
Setengah jam lagi saja! Please..." kata pemuda itu
memohon. "Tidak mauuu, pokoknya pulang sekaraaang!"
pinta Angel dengan nada manjanya.
Mengetahui itu, Raka langsung menarik nafas
panjang. "Wah, kumat deh. Eng... sebetulnya apa sih
yang sudah terjadi di antara kalian?" tanya Raka yang
kini sudah bisa membaca situasi.
"Tidak ada apa-apa kok," jawab Angel berusaha
meyakinkan. "Ayo dong, Kak. Kita pulang!" ajaknya
seraya menarik lengan Raka dengan penuh
kemanjaan.
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saat itulah Raka bisa merasakan tangan Angel
yang begitu dingin. "Iya.. iya... Kita pulang," kata Raka
194 yang menyadari kalau dia memang tidak seharusnya
menahan Angel lebih lama lagi di tempat itu. "Maaf ya,
Bob. Angel memang seperti ini, kalau tidak dituruti
bisa-bisa tambah parah," katanya kemudian.
"Iya, iya... Aku mengerti kok," jelas Bobby.
"Sudah ya, Bob. Aku pamit sekarang.
Assalamu"alaikum..." ucap Raka
"Wa"allaikum salam..." balas Bobby seraya
memperhatikan kedua muda-mudi itu menaiki sepeda
motor dan akhirnya menghilang di kejauhan.
Kini Bobby sudah berada di ruang tamu
memikirkan peristiwa barusan. "Hmm... sebenarnya
apa yang telah terjadi" Kenapa setelah Angel
mengetahui mengenai hubunganku dengan Wanda
dia malah jadi seperti itu. Ja-jangan-jangan..."
KRIIING...! KRIIING...! KRIIING...! tiba-tiba
terdengar dering telepon yang membuyarkan pikiran
Bobby. Semula Bobby enggan mengangkatnya,
namun karena dia menduga telepon itu berasal dari
Angel atau Raka yang ingin menjelaskan kejadian
barusan maka dengan segera Bobby mengangkatnya.
195 "Ya Hallo!" sapa Bobby kepada orang di seberang
sana. "Bisa bicara dengan, Bobby."
"Ya, ini aku sendiri. Siapa nih?"
"Hi, Bob. Ini aku, Aldo."
"O, kau Do. Ada apa?"
"Begini, Bob. Naskah cerita anak-anak yang
kutulis kan sudah selesai. Kau mau kan membantu
untuk mengoreksinya?"
"Tentu saja aku mau, Do. Memangnya selama ini
aku pernah menolak bila kau meminta bantuanku."
"Iya sih... Tapi sekarang kan kita sudah jarang
bertemu. Karena itulah aku tidak tahu apakah kau lagi
tidak mood atau tidak."
"Ketahuilah, Do! Sebetulnya aku justru sangat
penasaran ingin membacanya."
"Benarkah?" "Lho, bukankah waktu itu aku sempat main ke
rumahmu dan menanyakan perihal itu?"
"Hehehe...! Iya, ya Bob. Eng, baiklah... Kalau
begitu, besok aku akan mengantarnya ke rumahmu."
196 "Oke, Do. Aku akan menunggumu."
"Kalau begitu sudah dulu ya, Bob. Bye..."
"Bye..." Kini Bobby kembali memikirkan peristiwa yang
membuatnya terus bertanya-tanya. Hingga akhirnya
dia memutuskan menulis surat untuk Angel yang
isinya mempertanyakan hal yang membingungkan itu.
Beberapa hari kemudian. Di sebuah kamar,
seorang gadis tampak duduk bersandar di atas
tempat tidurnya. Jemarinya yang lentik tampak
membuka sampul surat yang baru diterimanya. Lalu
dengan hati berdebar, gadis itu pun mulai
Pukulan Naga Sakti 10 Godfather Terakhir The Last Don Karya Mario Puzo Makam Bunga Mawar 23
Begitupun dengan pilihan miskin, jika ia miskin dan
menyusahkan orang lain maka pilihan miskin pun
bukanlah yang terbaik. Dan sebaik-baiknya pilihan
adalah hidup sederhana, sebab Rasullullah pun
memang menganjurkan demikian. Sebaik-baiknya
pilihan adalah yang pertengahan. Ketahuilah, jika
100 suatu saat ia sudah siap menjadi orang kaya, maka ia
akan menjadi orang kaya yang bertakwa dan sangat
dermawan. Kenapa bisa begitu" Sebab biarpun dia
memiliki harta yang berlimpah ruah, ia tetap akan
memilih untuk hidup sederhana dan bersahaja. Lalu
secara otomatis harta yang berlebihan itu tentu akan
ia hambur-hamburkan untuk tujuan yang mulia.
Begitupun jika suatu saat dia sudah siap untuk
menjadi orang miskin, maka ia akan menjadi orang
miskin yang zuhud, yang senantiasa bertakwa kepada
Allah dan tidak pernah menyusahkan orang lain," jelas
Bobby panjang lebar. "Hmm" Jadi, menjadi orang kaya, sederhana,
atau miskin itu adalah pilihan takdir" Dan itu artinya,
kita sendiri yang menentukan kita mau kaya,
sederhana, atau miskin." Komentar Wanda seakan
mengerti. "Benar sekali, sebab Allah menghargai setiap
usaha yang manusia lakukan. Karena itulah sistem
takdir yang sudah Allah tetapkan adalah, setiap
manusia yang mau berusaha memilih takdir dengan
101 baik, maka akan mendapat hasil yang baik pula. Tapi
jangan lupa, bahwa pilihan seseorang juga
dipengaruhi oleh pilihan orang lain. O ya, ada sebuah
contoh lagi mengenai pilihan, yaitu seandainya
dihadapanmu ada dua buah jembatan gantung yang
melintasi jurang, yang satu masih baru dan tampak
kokoh, sedangkan yang satunya lagi sudah lama dan
tampak lapuk. Nah, dari kedua jembatan itu manakah
yang kau pilih untuk diseberangi?" tanya Bobby
menambahkan. "Tentu saja jembatan yang baru itu pilihan
terbaik," jawab Wanda.
"Hmm" Jika kau mengira demikian, maka
pilihanmu kurang tepat. Sebab, apa yang tampak baik
lewat pandangan manusia, belum tentu baik di mata
Allah. Coba kau pikirkan, bagaimana jika jembatan
yang menurut pengelihatanmu itu kokoh ternyata
menyimpan sebuah kelemahan, ada pengikat tali yang
kendor, atau dibuat dengan bahan berkualitas rendah
misalnya, sehingga saat jembatan itu dilewati, bisa
saja tali jembatan itu terlepas dan akhirnya
102 membuatmu celaka. Dan siapa yang mengira kalau
jembatan yang tampak sudah lapuk ternyata justru
masih kuat lantaran dibuat dengan bahan yang
berkualitas tinggi. Karena itulah, sebaiknya tidak
menilai sesuatu dengan mengandalkan perangkat
indra manusia saja, namun yang terbaik adalah juga
dengan berdoa, memohon petunjuk Allah agar bisa
memilih dengan baik. Sesungguhnya sikap kehatihatian
itu tidaklah menjamin manusia akan selamat,
namun petunjuk dan pertolongan Allah-lah yang bisa
membuatnya selamat. Begitulah takdir. Sebenarnya semua pilihan yang
positif sama saja. Lantas kenapa semua itu bisa
menjadi begitu sulit dan membuat kepala jadi pusing
tujuh keliling. Sebab, manusia terkadang memang
lebih condong kepada ego dan lebih suka
menyombongkan diri. Aku pun terkadang masih
seperti itu, sebab pemahamanku tentang agama
memang masih jauh dari sempurna, dan juga nilai
ketakwaanku pun masih jauh dari sempurna. Namun
begitu, lagi-lagi aku akan terus berusaha untuk bisa
103 menyempurnakannya, yaitu dengan berpegang teguh
kepada ajaran Rasulullah, yaitu hidup hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin. Karena itulah, aku akan
berusaha untuk lebih berhati-hati dalam memilih! Dan
aku pun sudah semakin yakin kalau sebaik-sebaiknya
pilihan adalah yang berdasarkan petunjuk dari Allah,
yaitu Al-Quran dan Hadits. Selain itu, aku pun terus
berusaha untuk selalu bertakwa kepada Allah agar
nurani senantiasa bersih sehingga ia mampu menjadi
penasihat akal yang bisa diandalkan. Terakhir, aku
berusaha untuk selalu berdoa memohon petunjuk dan
keselamatan hanya kepada Allah, kemudian
bertawakal hanya kepada-Nya," jelas Bobby lagi
panjang lebar. "O ya, Kak. Ngomong-ngomong, dari ketiga pilihan
itu, mana yang Kakak pilih?"
"Jelas aku lebih memilih menjadi orang
sederhana, sebab aku khawatir jika aku terobsesi
menjadi orang kaya bisa-bisa aku menghalalkan
berbagai cara, dan jika sudah menjadi orang kaya
bisa-bisa malah terlena dengan kekayaanku.
104 Karenanyalah kini aku hanya berniat untuk membuka
sebuah usaha kecil yang halal lagi berkah. Semoga
dengan begitu, aku pun bisa hidup sederhana dan
tidak menjadi orang miskin yang menyusahkan orang
lain"menjadi penjahat kelas teri demi untuk sesuap
nasi misalnya." "Kak, terus terang aku salut akan keputusanmu
itu." "Terima kasih, Wan. Alhamdulillah... Itu karena
aku mau memilih takdirku dengan berpedoman
kepada Al-Quran dan Hadits. Tanpa itu, mungkin kini
aku sudah menjadi orang yang suka menghalalkan
berbagai cara." "Hmm... Sepertinya kini aku sudah mulai bisa
memahami perihal takdir. Dan sepertinya, hal itu sulit
untuk bisa direalisasikan. Sebab jika melihat kondisi
sekarang, dimana orang-orang lebih condong untuk
menghalalkan berbagai cara. Hal itu sama juga
dengan melawan arus. Dan jika kita melawan arus,
bukankah itu berarti menyulitkan diri sendiri?"
105 "Ya, aku akui. Hal itu memang tidak mudah.
Namun sebagai manusia, kita wajib untuk berusaha,
dan apa pun hasilnya kita pasrahkan kepada sang
Pencipta." "Wah, sungguh sulit bisa kubayangkan kalau aku
akan hidup susah lantaran melawan arus. Dan aku
pun tidak yakin, apakah aku bisa tahan melalui semua
itu?" "Percayalah! Kalau Allah sudah mengukur
kemampuan setiap manusia. Bahkan dengan
petunjuk-Nya, Insya Allah manusia akan mampu
melalui semua itu. Karenanyalah, Allah pun telah
menjanjikan surga untuk mereka yang mau berjuang
mengikuti kemauan-Nya. Sebab surga itu sendiri
adalah sebuah pilihan yang membuat orang awam
menjadi termotifasi untuk berbuat baik. Jangan kan
surga, jika kau mau mewujudkan impianmu meraih
kesenangan dunia, maka kau pun tentu harus bekerja
keras untuk bisa mewujudkannya, sekalipun dengan
cara menghalalkan berbagai cara. Terkadang aku
suka heran, kenapa untuk kesenangan dunia yang
106 hanya sementara orang mau mati-matian untuk bisa
mendapatkannya, namun untuk kesenangan akhirat
yang kekal orang malah enggan untuk meraihnya."
"Itu karena urusan akhirat tidak bisa langsung
dirasakan kenikmatannya. Berbeda dengan urusan
dunia, yang jelas-jelas memang bisa langsung
dirasakan." "Siapa bilang seperti itu" Ketahuilah! Bagi orang
yang betul-betul sudah bisa memahami arti
kehidupan, maka ia bisa langsung merasakan
kenikmatannya, sekalipun masih hidup di dunia. Dan
motifasinya berbuat baik dunia pun bukanlah lagi
karena menginginkan surga, melainkan lebih karena
rasa cintanya kepada Allah."
"Hmm... Apakah Kakak sendiri sudah bisa
merasakan itu?" "Jujur saja, belum. Mungkin semua itu karena aku
yang selalu gagal pada setiap ujian, sebab aku
memang belum sepenuhnya bisa istiqamah."
Mengetahui jawaban itu, Wanda langsung
membatin. "Huh, sok alim sekali dia. Dari tadi sok
107 menasihati aku, padahal dia sendiri juga belum apaapa,"
keluh Wanda dalam hati. "O ya, Kak. Jika
memang benar demikian, kenapa Kakak bisa yakin?"
"Sebab, aku memang sudah membaca riwayat
orang-orang yang sudah mengalami hal itu. Lagi pula,
apakah kita harus merasakannya dulu, baru setelah
itu percaya. Itu sama saja dengan merasakan
nikmatnya makanan tanpa melalui proses masuknya
makanan ke dalam mulut. Sungguh sesuatu yang
mustahil bisa dilakukan manusia, kecuali ia sedang
bermimpi." "Maaf ya, Kak. Ngomong-ngomong, aku sudah
mengantuk sekali, nih. Lagi pula, apa Kakak tidak
capek karena dari tadi terus menceramahiku?"
"Menceramahimu" Ketahuilah, aku ini diciptakan
adalah untuk menjadi khalifah, dan karenanya aku
merasa perlu untuk menyampaikan apa yang
menurutku perlu untuk disampaikan. Sekarang aku
tanya padamu, apakah menurutmu aku salah karena
menunaikan kewajibanku untuk menyampaikan nilai
kebenaran. Apakah menurutmu aku harus
108 meninggalkan kewajibanku itu dan menjadi berdosa
karenanya" Padahal jelas-jelas kita ini diperintahkan
untuk menyampaikan kebenaran walaupun cuma satu
ayat." "Lho... Kenapa Kakak malah marah padaku?"
"Ti-tidak" Aku tidak marah. Eng" Aku hanya
merasa kecewa pada diriku sendiri, kalau ternyata
aku belum mampu untuk menyampaikan nilai
kebenaran dengan cara yang tepat dan efektif.
Terbukti segala apa yang kusampaikan tidak terserap
sesuai dengan harapan. Aku pun merasa kau pasti
menilaiku sebagai orang yang sok alim yang katakatanya
tak patut untuk didengarkan, apalagi diikuti.
Padahal, sesungguhnya kebenaran itu tetaplah
kebenaran walaupun nilai kebenaran itu disampaikan
oleh seorang penjahat sekalipun. Dan aku merasa,
nasihat-menasihati sesama saudara seiman masih
dianggap sesuatu yang menyakitkan. Sungguh aku
tidak mengerti, kenapa masih ada orang yang
menganggap kalau nasihat itu hanya pantas di
sampaikan oleh seorang Da"i atau Alim Ulama saja,
109 padahal sebetulnya tidak demikian. Intinya adalah,
siapa pun dia selama yang dikatakannya itu sebuah
kebenaran maka kita wajib mendengarkan dan
mentaatinya. Aku tanya padamu. Apakah kau lebih senang jika
aku bersikap masabodo dengan tanpa menyampaikan
nilai kebenaran padamu. Perlu kamu ketahui juga, sok
alim itu adalah sebuah bentuk kesombongan karena
manusia merasa sudah berbuat baik. Dan apakah aku
memang orang yang seperti itu, padahal aku
menyadari betul kalau aku ini hanyalah makhluk
lemah yang menggantungkan hidup hanya kepada
Allah (dalam hal apa saja, termasuk kebaikan, yaitu
taufik dan hidayah), dan aku telah diberikan tugas
untuk mematuhi segala perintah-Nya. Pantaskah aku
menjadi sombong jika aku menyadari hal yang
demikian. Ketahuilah, aku ini makhluk yang tak mungkin bisa
mulia jika tanpa mempedulikan kemuliaan manusia
lain. Tanpa itu, manusia tak mungkin sempurna
kemuliannya, tak lengkap nilai kemanusiaannya yang
110 sudah ditugaskan untuk menjadi khalifah di muka
bumi ini. Jika tidak melakukan tugas mulia itu, aku ini
sama saja seperti hewan yang diciptakan hanya
sekedar untuk berkembang biak dan memenuhi
kebutuhan hidupnya, bahkan ada hewan yang sama
sekali tidak peduli dengan hewan lain yang menjadi
mangsa atau pemangsa, sebab yang terpenting bagi
hewan adalah bagaimana ia bisa mempertahankan
kehidupannya sendiri dengan tanpa mempedulikan
kehidupan hewan lain. Karenanyalah, aku tidak mau
seperti hewan. Aku ini manusia yang sudah
dikaruniakan akal pikiran, yang dengannya aku bisa
menjalani kehidupanku sebagai manusia. Namun
begitu, aku tidak akan memaksakan nilai
kemanusiaanku kepada orang lain. Sebab aku sadar,
kalau kewajibanku hanya menyampaikan dan harus
belajar hidup dari kesalahan dan kekurangan manusia
lain. Sekali lagi aku bertanya padamu, apakah yang
kulakukan ini salah?"
"Maaf, Kak! Bukan maksudku menilai Kakak
seperti itu. Dan kalau aku boleh jujur, sebetulnya aku
111 belum siap mendengar ceramah Kakak itu. Ups!
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maksudku, mendengar pesan kebenaran yang Kakak
sampaikan itu. Terus terang saja, aku pusing Kak."
"Hmm... Baiklah kalau itu yang kau inginkan, dan
kalau kau memang sudah mengantuk sebaiknya aku
memang harus mohon diri. O ya, tolong sampaikan
salamku untuk kedua orang tuamu. Sudah ya, Wan.
Assalamu"alaikum!"
"Wa"allaikum salam!" balas Wanda seraya
memperhatikan kepergian pemuda itu.
Setibanya di rumah, Bobby tidak langsung tidur.
Tapi dia malah memikirkan kata-kata Wanda yang
membuatnya semakin yakin kalau dia memang bukan
cinta sejatinya. "Hmm... Ternyata dia memang
bukanlah gadis yang baik untukku. Buktinya dia belum
siap dan merasa pusing dengan pesan kebenaran
yang kusampaikan, dan itu artinya dia belum
mendapatkan taufik dan hidayah dari Allah sehingga
apapun pesan kebenaran yang kusampaikan justru
menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan hatinya.
Sungguh sangat berbeda dengan Angel, yang justru
112 sangat senang jika aku berbicara hal-hal yang
menyangkut kerohanian. Hmm... Sepertinya
perjodohan ini pun tidak akan berlangsung lama,
sebab aku memang masih sulit untuk bisa mencintai
wanita seperti itu. Semula aku sempat mengira kalau
ia adalah gadis yang baik, sebab dari kata-katanya
memang sangat meyakinkan. Namun setelah aku
berbicara lebih lanjut, akhirnya sifat aslinya pun mulai
kelihatan, kalau dia memang bukanlah gadis yang
baik seperti anggapanku semula. Lagi pula kini aku
sudah menyadari, kalau berbakti kepada orang tua itu
tidak berarti harus mentaati kemauan mereka yang
jelas-jelas tak sesuai dengan hati nuraniku."
Begitulah Bobby menilai Wanda hingga akhirnya
dia memutuskan untuk tetap mencintai Angel"Gadis
yang diyakini sebagai cinta sejatinya.
113 LIMA Penantian yang menjemukan
rum! Brum! Bruuummm! Bobby tampak melaju
dengan sepeda motornya menuju ke rumah
Raka. Kini dia sudah kembali melakukan aktifitasnya
sebagai manusia yang mempunyai kesibukan, bahkan
kini dia sudah tidak terlalu memikirkan Angel dan
Wanda. Maklum, belakangan ini kehidupannya jadi
terbengkalai cuma gara-gara memikirkan soal jodoh.
"Ka, kau sudah bertemu dengan Aldo?" tanya
Bobby. "Belum, memangnya kenapa?" Raka balik
bertanya. "Tidak... Aku cuma tahu saja mengenai naskah
terakhirnya. Soalnya belum lama ini dia datang ke
rumahku dan memperlihatkan sebuah kerangka cerita
anak-anak. Jika kulihat dari kerangkanya sepertinya
seru juga, yaitu mengenai petualangan lima orang
anak yang kesemuanya berbeda agama. Aku jadi
B 114 penasaran, seperti apa ya jadinya" Sekarang kita ke
rumahnya yuk!" "Wah, Sorry nih. Satu jam lagi aku harus sudah
berada di warnet. Biasa" Ada masalah dengan
jaringan," tolak Raka.
"Ya sudah kalau begitu. Eng" Bagaimana jika
setelah membetulkan jaringan saja kita ke sana?"
"Eng, kalau kau memang mau menunggu sih tidak
apa-apa. Kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang!"
Lantas ke dua pemuda itu pun berangkat menuju
warnet. Setibanya di tempat tujuan, Raka langsung
melakukan tugasnya membetulkan beberapa
komputer yang jaringannya sedang bermasalah. Pada
saat yang sama, Bobby tampak asyik berbincangbincang
dengan seorang penulis senior yang memang
sering berkunjung ke warnet itu. Maklumlah, penulis
senior itu sengaja datang ke warnet lantaran dia
gaptek alias gagap teknologi. Seperti waktu itu
misalnya, ketika dia hendak memindahkan data dari
PDA terbarunya ke komputer, saat itu dia betul-betul
bingung dengan berbagai fitur yang ada. Namun
115 karena di tempat itu ada operator warnet yang sudah
mengusai, maka dia pun menjadi terbantu.
"Lagi upload naskah baru, Pak?" tanya Bobby.
"Iya, nih. Soal kerusakan situs bersejarah karena
gempa tempo hari. O ya, sekarang lagi menulis apa?"
"Biasa, Pak. Masih cerita fiksi."
"Good! Teruskan saja! O ya, yang lalu sudah terbit
belum?" "Belum, Pak. Masih proses. Tapi sepertinya sih
bakal ditolak lagi."
"Huss! Jangan fesimis begitu. Itu artinya kau tidak
yakin kalau karyamu itu bagus. Padahal kesuksesan
seorang penulis itu dikarenakan dia meyakini betul
kalau karyanya itu memang bagus. Kau kan tahu
kalau penerbit bukan cuma satu, tapi ada banyak. Jika
kau sudah tidak yakin dengan karyamu sendiri,
bagaimana mungkin kau percaya diri untuk
mengajukannya ke penerbit yang lain. Iya kan?"
"Bapak betul. Enam karyaku yang dulu ditolak kini
cuma jadi konsumsi teman-teman dekatku, dan itu
lantaran aku sudah memfonis kalau karyaku itu
116 memang tidak pantas terbit. Maklumlah, sebab pihak
penerbit mengatakan kalau karyaku itu belum
memenuhi standard. Dan karenanyalah, aku jadi tidak
yakin kalau karyaku akan diterima oleh penerbit lain.
Terus terang saja, saat ini aku memang masih belum
mengerti tentang standard yang harus dipenuhi pada
setiap penerbitan. Andai saja pihak penerbit mau
mengemukakan alasannya dengan lebih jelas,
mungkin akan lebih membantu."
"Anak muda... Ketahuilah! Standard setiap
penerbit itu berbeda-beda, dan itu tergantung dari visi
dan misi mereka dalam menerbitkan sebuah buku.
Jika karyamu ditolak karena tidak sesuai dengan
standard mereka, itu artinya karyamu tidak sejalan
dengan visi dan misi mereka. Karenanyalah... Kau
harus mencari penerbit lain yang mempunyai visi dan
misi sama sepertimu. Jika tidak... Itu artinya kau cuma
membuang-buang waktu."
"O, jadi begitu... Berarti, penerbit yang selama ini
kupercaya, ternyata tidak mempunyai visi dan misi
yang sama denganku. Dan itu artinya, mereka tidak
117 sejalan dengan perjuanganku dalam upaya
menegakkan kebenaran."
"Tepat, begitulah kira-kira... Maklumlah, bukankah
setiap manusia itu mempunyai ideologi yang berbedabeda,
dan karena itu pulalah yang menyebabkan
karyamu dinilai tidak pantas karena mungkin saja
bertolak belakang dengan ideologi mereka."
"Wah, itu artinya aku harus berjuang keras untuk
menemukan penerbit yang mempunyai ideologi sama
denganku." "Tepat, begitulah kira-kira... Sebab, ideologi yang
dianut itu bisa mempengaruhi mereka dalam
menentukan penerbitan sebuah buku. Maklumlah,
terkadang ada saja penerbit yang takut untuk
menerbitkan sebuah buku lantaran takut akan
dampaknya, yaitu karena bisa menjadi kontroversi
dikalangan masyarakat. Beruntung jika mayoritas
masyarakat mendukung, namun jika tidak, tentu buku
itu akan ditarik dari peredaran. Dan itu artinya, mereka
harus menanggung kerugian. Jika penerbit yang
orientasinya mencari keuntungan tentu hal itu sangat
118 menakutkan. Lain halnya dengan penerbit yang
memang betul-betul mau memperjuangkan
ideologinya, mereka akan berani menanggung apapun
risikonya. Karenanyalah, kau memang harus mencari
penerbit yang mempunyai ideologi sama sepertimu,
sehingga mereka bersedia menerbitkan karyakaryamu
demi sebuah perjuangan."
"Wah, repot juga kalau begitu. Ideologi dalam satu
agama saja bisa sangat beragam, apalagi di negeri
ini, yang mempunyai beragam agama, tentu ideologi
yang ada akan semakin banyak saja. Dan itu artinya,
peluang untuk menemukan penerbit yang cocok
sangatlah kecil." "Ya... Sepertinya memang begitu. Sebab, biarpun
kau itu orang Islam, belum tentu penerbit yang
mengaku islami mau menerbitkan karyamu.
Maklumlah, jika idologimu tidak sejalan dengan
mereka, atau karena alasan lain, tentu mereka
enggan untuk menerbitkannya. Dan itu artinya, kau
harus mencari penerbit professional yang juga
mempunyai visi dan misi dalam upaya memperbaiki
119 ahklak bangsa. Penerbit yang seperti itu tidak terlalu
dipusingkan oleh masalah ideologi, pokoknya apapun
ideologi seorang penulis, selama penulis itu membuat
karya sastra yang baik dan bertujuan untuk mengajak
orang agar berbuat baik, tentu mereka akan memberi
kesempatan untuk menerbitkannya."
"Ya... Sepertinya aku harus mencari penerbit yang
seperti itu. Sebab, aku juga seorang penulis yang
tidak terlalu memusingkan masalah ideologi orang
lain. Pokoknya apa pun agama, suku, dan bangsa
orang itu, selama dia baik dan mau memperjuangkan
ajaran Tuhan, aku pasti akan bersedia bekerja sama.
Sebab aku percaya, orang seperti mereka adalah
mitra yang baik dalam memperjuangkan kebenaran.
Begitu pun sebaliknya, jika orang itu mau merusak
akhlak bangsa ini, maka dia adalah musuh yang nyata
bagiku. Dan aku berkewajiban untuk memeranginya,
sekalipun orang itu mengaku satu keyakinan
denganku. Sebab aku ini bukanlah orang yang melihat
sesuatu dari status belaka, melainkan dari apa yang
diperbuatnya. Aku ini seorang muslim, dan aku lebih
120 menghormati seorang non muslim yang memberi
minum seekor anjing daripada seorang yang mengaku
muslim tapi justru menyiksanya."
"Wah, wah...! Good good... Memang begitulah
seharusnya sifat manusia sejati. Dia tidak melihat
kepada status belaka, tapi melihat kepada apa yang
diperbuatnya. Pokoknya selama yang diperbuatnya itu
tidak bertentangan dengan nurani kemanusiaannya,
maka dia akan membelanya. Namun jika
bertentangan, maka dia akan melawannya. Good...
good... teruskan saja apa yang sudah menjadi
keyakinanmu itu!" Kedua orang itu terus berbincang-bincang hingga
akhirnya Bobby kehabisan kata-kata. Begitupun
dengan penulis senior itu, yang kini lebih banyak
terdiam karena tak tahu harus berbicara apa. Pada
saat itulah Bobby mulai merasa kesal lantaran Raka
belum juga selesai dengan tugasnya. "Aduuuh...
Kenapa Raka lama sekali sih" Sungguh aku merasa
jenuh berada di tempat ini," keluh Bobby dalam hati.
121 Tapi untunglah, sebelum kekesalannya itu
memuncak, Raka sudah datang menghampiri. "Yuk,
Bob! Kita berangkat sekarang!" ajaknya kepada
Bobby. Mengetahui itu, Bobby pun lantas mohon diri
kepada penulis yang sangat dihormatinya. "Pak Ari,
aku permisi dulu ya!" pamitnya kepada penulis itu.
"O, silakan.. Silakan...! Jangan lupa untuk
membaca naskah yang baru ku-upload di blog-ku ini
ya!" "Insya Allah, Pak!" ucap Bobby, "Yuk, Ka!" ajaknya
kepada Raka. Tak lama kemudian, Bobby dan Raka tampak
sudah melaju menuju ke rumah Aldo. Dalam
perjalanan, kedua pemuda itu tampak asyik
berbincang-bincang. "O ya, ngomong-ngomong kenapa tadi lama
sekali?" tanya Bobby dengan nada kesal.
"Maaf, Bob. Selain menangani masalah jaringan,
tadi aku juga sempat mengurusi virus Tobatyuk yang
membuatku benar-benar pusing tujuh keliling.
122 Maklumlah, varian barunya itu memang bandel sekali.
Sungguh aku kagum dengan pembuat virus lokal yang
suka membawa pesan moral itu."
"Hehehe... Ternyata pembuat virus itu masih kuat
untuk memperjuangkan cita-citanya" Padahal selama
ini virusnya itu sudah sering diserang oleh berbagai
anti virus yang sudah mengetahui kelemahannya. Aku
yakin, selama pembuat virus itu masih merasa
tertantang maka dia akan terus membuat varian
barunya. Hanya ada beberapa hal yang bisa
membuatnya menghentikan pembuatan virus itu.
Pertama, cita-citanya itu memang sudah terwujud.
Kedua, dia sudah lelah dan menyadari kalau caranya
itu memang sia-sia belaka. Ketiga, dia sudah
kehabisan akal untuk bisa mengakali celah-celah
sistem operasional yang selama ini menjadi andalan
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam menyebarkan dan mengaktifkan virusnya."
"Wah, jika ketiga hal itu tak terjadi, bisa-bisa
pekerjaanku akan semakin bertambah berat saja
dibuatnya. Bayangkan saja, selama ini pelanggan di
warnet milik temanku itu seringkali mengeluh lantaran
123 kegiatan mereka jadi terganggu, dan ujung-ujungnya
aku juga yang repot karena harus bisa menangani
virus itu." "Hehehe...! Sebetulnya itu karena salahmu juga.
Coba kalau kau mau menuruti apa yang diinginkan
oleh virus itu, yaitu membuat komputer di warnet itu
bersih dari hal-hal yang negatif dan tidak
menggunakan software-software yang menjadi
musuhnya tentu virus itu tidak akan terlalu
mengganggu. Ketahuilah, selama dirinya merasa
terancam maka virus itu akan berusaha untuk
membela diri, salah satunya adalah dengan cara
merestart komputer. Atau jika virus itu mengetahui
user menjalankan software atau web site yang tak
dihendakinya maka ia pun akan merestart komputer.
Tujuannya adalah melindungi user dari hal-hal yang
bisa membahanyakan dirinya. Misalkan ada user di
bawah umur yang mau membuka web site porno,
maka si virus akan buru-buru merestart komputer.
Nah... bukankah itu melindungi namanya."
124 "Memang sih. Tapi kan, repot juga jika harus
mengikuti apa yang dinginkan oleh virus itu. Itu kan
komputer warnet, Bob. Bukannya komputer pribadiku.
Bagaimana mungkin aku bisa membatasi gerak para
pelanggan yang mau menggunakan komputer di situ.
Hmm... Sepertinya aku ini memang harus mau dibuat
repot oleh virus yang menjengkelkan itu."
"Itu sih terserah kepada keputusanmu. Sebab aku
menyadari, kalau setiap perjuangan memang perlu
ada yang dikorbankan. Jika kau mau berjuang untuk
memberikan kebebasan kepada pelanggan di warnet
temanmu itu, maka kau harus rela menjadi repot
lantaran ulah virus itu. Begitupun dengan pembuat
virus, dia harus mengorbankan perasaannya yang
mungkin saja merasa sangat berdosa karena sudah
menyusahkan orang-orang sepertimu. Ya... Begitulah
hidup, penuh dengan pengorbanan. Bukankah
prototype site blocker buatanku yang kini terpasang di
warnet temanmu itu juga terpaksa harus
mengorbankan user wanita karena kata kunci yang
kugunakan adalah kata-kata yang berhubungan
125 dengan bagian tubuh wanita. Bukankah selama ini
ada saja wanita yang mengeluh lantaran web site
yang mau mereka dibuka jadi ikut-ikutan diblokir,
padahal web site yang mereka mau buka itu bukan
web site porno melainkan web site tentang kesehatan.
Namun karena alamat web site itu mengandung kata
kunci terpaksa jadi ikut-ikutan diblokir."
"Kau betul, Bob. Habis mau bagaimana lagi,
tujuan kita memasang site blocker itu kan untuk
melindungi pelanggan warnet yang masih di bawah
umur. Maklumlah, di warnet temanku itu terkadang
memang suka ada Adware nakal yang memunculkan
web site porno. Dan kalau hal itu tidak dicegah,
kasihan pelanggan yang masih dibawah umur itu kan."
"Yang kau katakan itu memang betul itu, Ka.
Walaupun pemerintah sudah berusaha untuk
memberikan perlindungan dengan memblokirnya
pada tingkat provider tapi masih saja ada orang yang
bisa mengakalinya." "Sungguh membingungkan hidup di era teknologi
yang canggih ini ya, di satu sisi teknologi jelas bisa
126 sangat bermanfaat, namun di lain sisi juga bisa sangat
merusak?" "Ya begitulah..."
Kedua pemuda itu terus melangkah, hingga
akhirnya mereka tiba di rumah kediaman Aldo. Kini
mereka sudah saling bertatap muka dan sedang
bercakap-cakap dengan si penulis kocak yang sering
membuat Bobby terpingkal-pingkal.
"Hahaha! Kau itu memang suka asal, Do,"
komentar Bobby menanggapi anekdot Aldo yang
berhasil membuatnya terpingkal-pingkal.
"Satu lagi nih, Bob. Di sebuah kerajaan entah
berantah..." KRIIING...! KRIIING...! KRIIING...! tiba-tiba saja
telepon berdering. "Tunggu sebentar ya! Aku harus menerima
telepon dulu," pamit Aldo seraya melangkah masuk.
Pada saat yang sama Bobby kembali teringat
dengan Angel yang hingga kini belum ada kabarnya.
"Ka, ngomong-ngomong... Kenapa Angel belum juga
memberi kabar ya?" 127 "Itu biasa, Bob. Dia itu memang suka begitu.
Selama ini saja aku sudah dicuekin hampir selama
setahun. Dan belakangan ini dia baru datang karena
katanya mau belajar komputer, tapi anehnya
bukannya serius belajar komputer, eh malah
membahas kisah nyatanya. Semula aku sempat ragu
kalau dia memang serius mau menjadi seorang
penulis, sebab dia itu memang suka semangat pada
awalnya saja. Namun setelah aku mengenalkan dia
padamu, aku semakin bertambah yakin kalau
sebenarnya dia memang serius untuk menjadi
seorang penulis. Bahkan tujuannya belajar komputer
itu pun jelas sekali ada hubungannya dengan kegiatan
menulisnya, yaitu bisa menulis dengan menggunakan
komputer. Hmm" Mungkin saja saat ini dia sedang sibuk
menulis atau juga sedang resah menunggu hasil ujian
nasional yang menentukan lulus tidaknya dia dari
SMA. Dan karena itulah dia menjadi lupa dengan
orang-orang di sekitarnya. Begitulah dia, terkadang
memang suka tidak peduli dengan orang-orang yang
128 merasa khawatir dengan keadaannya. Karenanyalah,
kau harus bisa bersabar menghadapi orang seperti
dia." "A-apa! Ja-jadi... Angel itu baru mau lulus SMA.
Sungguh tidak kusangka, semula aku pikir dia itu
sudah kuliah, sebab dari penampilannya sama sekali
tidak menunjukkan kalau itu baru mau lulus SMA."
"Dia itu memang pernah tidak naik setahun, Bob.
Selain itu, dia itu juga seorang gadis yang bongsor.
Bayangkan saja, selama ini dia justru akrab dengan
teman-teman kakaknya daripada temannya sendiri
yang sebaya. Karena itulah terkadang dia agak sok
tua dan tidak canggung untuk ngobrol dengan pria
seusia kita." "O, pantas saja kalau begitu," kata Bobby seraya
senyam-senyum sendiri. "Kenapa, Bob?" tanya Raka heran melihat Bobby
senyam-senyum seperti itu, padahal yang barusan
dikatakannya itu tidaklah lucu.
"Tidak... Aku cuma ingat kata-kata Angel waktu
itu, yaitu ketika aku memberi tahu kalau aku kesulitan
129 menggarap cerita tentang kehidupan berumah tangga.
Katanya, wajar saja kalau orang seusia kita kesulitan,
sebab kita kan belum pernah berumah tangga.
Hehehe....! "orang seusia kita" Sepertinya dia itu
menganggap aku ini masih seusia dengannya.
Padahal kan usiaku jauh lebih tua darinya."
"Wah, lagi ngobrolin apa nih" tampaknya seru
sekali," tanya Aldo yang kini sudah kembali bergabung
bersama mereka. "Biasa" Soal wanita," jawab Raka terus terang.
"Asyik tuh. Aku boleh ikutan tidak?"
"Tidak boleh, kau itu masih bau kencur tahu,"
jawab Bobby mencandai Aldo yang usianya memang
lebih muda lima tahun darinya.
"Betul kata Bobby, Do. Sebaiknya kau jangan
memikirkan soal wanita lagi deh, sebab kau itu belum
siap mental. Buktinya, waktu itu kau sempat menangis
tersedu-sedu dan mau gantung diri lantaran patah
hati. Iya kan?" "Itu kan dulu, Ka. Sekarang kan aku sudah lebih
dewasa dan lebih matang."
130 "Benarkah begitu, lalu kenapa pada cerpen yang
berjudul Kristal Air Mata, tokoh Boy lagi-lagi menangis
dan mau gantung diri?" tanya Raka perihal cerpen 8
halaman yang belum lama dibacanya.
"Aduh, aduh...! Boy itu bukan aku, tahu. Cerita itu
murni hasil karanganku dan bukan pengalaman
pribadiku." "Ah, aku tidak percaya. Bukankah dulu kau pernah
menulis kisah nyatamu dengan menggunakan nama
yang sama," kata Raka memojokkan.
"Terserah kau deh. Sebab aku memang sulit
untuk membuktikannya."
"Sudahlah, Ka. Jangan mentang-mentang Aldo
pernah menulis kisah nyatanya, lantas kau bisa
menilai kalau karyanya itu adalah kisah nyata.
Ketahuilah! Terkadang penulis memang suka
menuliskan kisah nyatanya, namun terkadang pula
yang ditulisnya itu memang murni hasil fantasinya.
Tapi kebanyakan penulis lebih suka mencampur
pengalaman pribadinya dengan kisah fiktif yang
membuat membaca terkadang bingung untuk bisa
131 membedakan. Maklumlah, terkadang memang ada
saja pembaca yang suka menilai kalau tokoh
utamanya adalah penulisnya sendiri. Seperti yang kau
lakukan barusan ketika menilai kalau tokoh utama
pada kisah Kristal Air Mata adalah si Aldo. Sebab
yang bisa mengetahui itu kisah nyata atau bukan,
hanyalah Aldo sendiri atau tokoh-tokoh lain yang juga
terlibat di dalamnya. Memangnya pada cerita itu ada
tokoh yang mirip denganmu?"
"Tidak sih. Tapi biarpun begitu, aku tetap yakin
kalau itu adalah kisah nyata. Sebab karakter Boy
dalam cerita itu memang persis sekali dengan Aldo."
"Hehehe...! Kalau memang begitu, berarti itu
memang kisah nyata. Maaf ya, Do. Bukannya aku
mendukung pendapat Raka. Namun karena Raka
memang sudah mengenal karaktermu, dia memang
tidak mudah untuk bisa dibohongi."
"Baiklah... Aku mau mengaku. Itu memang kisah
nyataku. Belum lama aku memang sempat putus
dengan pacarku, namun sekarang kami sudah baikan
132 dan sudah menyambung kembali jalinan cinta kami
yang sempat terputus itu."
"Kau beruntung, Do. Seandainya dia tidak mau
kembali padamu, mungkin saat ini kau sudah tinggal
nama karena nekat gantung diri. Iya kan?" tanya Raka
asal. Aldo tidak menjawab, sepertinya saat itu dia kesal
sekali dengan perkataan Raka yang memang suka
sekali memojokkannya. "O ya, Do. Sebetulnya kedatanganku kemari mau
mengetahui perihal perkembangan naskah cerita
anak-anak yang sedang kau tulis itu. Kalau boleh
kutahu, cerita itu sudah selesai berapa persen?" tanya
Bobby perihal tujuan utamanya datang ke tempat itu.
"Wah, baru 65%, Bob. Maklumlah, pengetahuanku
soal agama lain kan memang sangat terbatas. Jadi
terkadang aku masih sulit untuk bisa membuat kelima
anak-anak yang berbeda agama itu tetap rukun dan
kompak. Maklumlah, terkadang ada saja budaya dan
kebiasaan mereka yang saling berbenturan. Dan
sebagai penulis, aku pun harus pandai-pandai
133 menengahi masalah itu sehingga kelima anak itu bisa
tetap kompak. Misalnya ketika mereka sedang
berpetualang ke Pulau Dewata, saat itu mereka yang
sudah sangat kelaparan akhirnya mendapat bantuan
dari seorang wanita yang baik hati. Sayangnya saat
itu, Rangga yang seorang muslim tidak mungkin bisa
memakan makanan itu lantaran mengandung Babi.
Haruskah keempat anak lainnya membiarkan Rangga
kelaparan seorang diri. Tentu saja tidak, keempat
anak lainnya harus bisa menyelesaikan persoalan
yang sedang mereka hadapi itu. Begitu pun ketika
Gusti merasa tidak nyaman lantaran keempat anak
lainnya sedang memakan daging sapi. Dan setelah
mengetahui itu, lantas keempat anak lainnya yang
sedang memakan daging sapi itu pun terpaksa buruburu
menghentikannya dan menyingkirkan daging
sapi itu jauh-jauh dari Gusti. Hingga akhirnya,
keempat anak itu harus rela makan dengan seadanya,
padahal daging sapi yang semula mereka makan itu
sangatlah lezat. Begitulah Bob, salah satu kendala
134 yang sedang kuhadapi untuk bisa menyelesaikan
cerita itu." "Hehehe...! Menyatukan dua karakter yang
berbeda agama saja sudah cukup repot lantaran
adanya perbedaan budaya dan kebiasaan. Apalagi
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cerita yang kau tulis itu, sampai lima agama sekaligus.
Ditambah lagi anak-anak itu merupakan anak-anak
yang cerdas dan taat pada agama masing-masing.
Sungguh bukan perkara yang mudah, sebab jika kau
sampai salah karena kurangnya ilmu pengetahuanmu
soal agama lain bisa-bisa kau diprotes banyak orang."
"Bob, ada SMS dari Angel," kata Raka tiba-tiba.
"Apa katanya?" tanya Bobby penasaran.
"Katanya, kini dia sudah lulus SMA."
"Benarkah" Syukurlah kalau memang begitu. O
ya, apa dia bicara mengenai naskahku?"
"Tidak, Bob. Dia hanya memberi tahu soal
kelulusannya. Sabar saja, Bob! Kalau dia sudah
selesai membaca naskahmu dia pasti akan
mengabari." 135 "Angel...?" kata Aldo tiba-tiba. "Hmm" Sepertinya
aku mengenal gadis itu," sambungnya kemudian.
"Ka-kau kenal dengan dia, Do?" tanya Bobby
penasaran. "Tentu saja, kalau tidak salah dia itu..."
Belum sempat Aldo melanjutkan, tiba-tiba Raka
sudah memberi kode agar Aldo diam.
"Kenapa tidak kau lanjutkan, Do?" tanya Bobby
yang tidak mengetahui Raka sudah memberi kode.
"Ayo dong, Do. Cepat katakan! Dia itu... Dia itu apa?"
tanya Bobby semakin tambah penasaran.
"Eng... Dia itu kan perempuan, Bob. Hehehe.... Iya
kan?" jawab Aldo asal.
"Brengsek kau, Do. Aku kira kau betul-betul
mengenalnya," ungkap Bobby dengan nada kecewa.
Kini ketiga pemuda itu sudah tidak lagi
membicarakan soal itu, melainkan membicarakan
perihal Pacar Aldo yang katanya sudah mendesaknya
untuk minta segera dilamar. Padahal saat ini Aldo
belum siap lantaran dia merasa belum mapan.
Memang ada-ada saja kendala yang dihadapi oleh
136 ketiga pemuda itu, yang satu ingin buru-buru menikah
sedang yang satunya lagi malah takut untuk menikah.
Sedangkan Raka sama sekali tidak mau dipusingkan
oleh kedua perkara itu lantaran suatu sebab yang
enggan ia ceritakan. Esok sorenya, Bobby terlihat sangat rapi. Dia
mengenakan kemeja biru tua kotak-kotak yang
berpadu dengan jeans biru muda yang terlihat sangat
matching. "Mmm... Senang rasanya ketika
mengetahui Angle telah lulus dari SMA. Sungguh tidak
sia-sia usaha dan kerja kerasnya selama ini, yang
telah berusaha menuntut ilmu demi masa depannya
yang gemilang," ungkap Bobby dalam hati.
Sungguh Bobby merasa bangga dengan Angel
yang bisa lulus walaupun dengan peringkat yang tidak
memuaskan. Maklumlah, nilai ujian nasional yang
harus dicapainya memang terlalu tinggi, apalagi Angel
itu seorang yang mudah pusing dan sedikit error.
137 Karenanyalah, biarbagaimanapun juga, Bobby merasa
kalau semua itu merupakan berkah yang memang
patut disyukuri. Sebab, gadis yang diketahuinya
mudah pusing dan sedikit error itu ternyata bisa lulus
juga. Bahkan untuk mengungkapkan rasa
gembiranya, ingin rasanya pemuda itu segera bertemu
dan mengucapkan selamat padanya, sekalian
melepaskan rasa rindunya yang sudah tak
tertahankan. Lantas dengan segera Bobby berkemas dan
berangkat ke tempat kursus Angel, bahkan sampaisampai
dia lupa mematikan komputer yang sempat
dinyalakan. Maklumlah, semula dia begitu asyik
mendengarkan tembang manis yang berjudul SMS"
tembang yang selalu membuatnya berhayal tentang
Angel"yang dengan suara manjanya menanyakan
perihal SMS yang membuat dirinya cemburu. Di dalam
angannya, Bobby tampak berusaha menjelaskan
kalau itu adalah memang SMS dari seorang temannya
yang iseng, dan Bobby tampak begitu senang jika
Angel masih juga tidak percaya. Terbayang sudah raut
138 cemburunya yang membuat Bobby begitu ingin
membelainya dengan penuh kasih sayang"
memberinya pengertian kalau dia memang tidak
sedang berdusta. Sungguh Bobby sudah terlena
dengan tembang yang satu itu, yang selama ini sering
memancingnya untuk semakin jauh berhayal dan
berhayal. Sungguh lagu itu memang sudah berhasil
meracuninya, bayangkan" saking populernya, lagu
itu tidak hanya terdengar di TV atau radio, tapi juga di
diputar di berbagai area pertokoan, di acara hajatan,
bahkan juga terdegar di jalan-jalan. Secara otomatis
lagu itu pun terekam di memorinya, bersamaan
dengan segala peristiwa indah yang dialaminya.
Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 16.30
akhirnya Bobby tiba juga di depan Departement store,
tak jauh dari tempat Angel kursus. Kini Bobby sedang
berdiri di antara para penjual yang berjajar di
sepanjang bahu jalan. Kedua matanya tak bergeming
memandang ke arah bangunan tempat Angel kursus,
menanti sang belahan jiwa. Lelah sudah matanya
karena terus memandang ke tempat kursus yang
139 membosankan itu, yang dia lihat hanyalah spanduk
warna kuning yang tulisannya sudah berulang kali dia
baca. Kini Bobby memperhatikan sebuah metro mini
yang biasa ditumpangi Angel. Saat penumpangnya
turun, segera diperhatikannya satu per satu"
berharap salah satu dari mereka adalah Angel.
Bobby memang agak nekad, sebab dia tidak tahu
dengan pasti kapan Angel datang maupun pulang dari
tempat kursusnya. Saat itu dia hanya bisa berharap
kalau dugaannya mengenai Angel yang akan pulang
pukul 17.00 adalah benar. Namun setelah pukul 17.00
lewat, ternyata Angel belum juga kelihatan batang
hidungnya. Lantas Bobby pun menduga kalau Angel
pasti pulang pukul 17.30 atau 18.00. Lalu dengan kaki
yang semakin pegal, Bobby terus menunggu dan
berharap waktu cepat berlalu. Hingga akhirnya, sudah
cukup banyak juga bis metro mini yang
penumpangnya selalu diperhatikannya satu per satu.
Kini Bobby tampak memperhatikan tubuh seksi
yang mirip dengan Angel, sejenak hatinya gembira
karena mengira dia adalah Angel. Namun setelah dia
140 amati dengan seksama ternyata gadis itu bukanlah
Angel, apalagi setelah dia melihat gadis itu membawa
tas yang berwarna kuning cerah. Maklumlah, hingga
kini Bobby masih ingat betul tas milik Angel, dari
bentuk hingga warnanya. Bukan hanya tas, wajah
Angel pun masih diingatnya dengan jelas, wajahnya
itu tampak begitu manis dan tak pernah membuatnya
jemu. Ya, pokoknya hanya manis dan manis saja yang
diingatnya. Sungguh saat itu dia begitu
merindukannya. Merindukan wajah manis dan telah
membuatnya ingin sekali menciumnya.
Ketika waktu kira-kira sudah menunjukkan pukul
17.30, lalu lintas yang agak macet mulai menghalangi
pandangan Bobby. Karena khawatir Angel keluar tak
terlihat olehnya, Bobby pun pindah posisi di tempat
metro mini biasa ngetem menunggu penumpang, yaitu
pada jalur yang berlawanan. Dia menduga, jika Angel
pulang nanti dia pasti akan naik metro mini di tempat
itu. Kini Bobby sudah kembali menunggu, satu per
satu gadis seksi yang melangkah menuju metro mini
diamatinya dengan penuh seksama. Berbagai paras
141 manis, cantik, dan juga kurang cantik, tak luput dari
amatannya. Namun sayangnya, wajah-wajah itu tidak
ada yang serupa dengan wajah manis yang ada di
dalam ingatannya. Sungguh kini Bobby sudah lelah
menunggu, bahkan kedua kakinya sudah semakin
sangat pegal saja dibuatnya. Ingin rasanya dia duduk
sejenak di halte yang ada di depan Departement
Store, namun saat itu dia takut Angel menjadi luput
dari pandangannya. Sebab dari tempat itu
pandangannya memang tidak begitu jelas karena
terhalang lalu lintas yang padat.
Bobby masih terus menunggu dan menunggu,
hingga akhirnya di kejauhan terdengar azan magrib
yang berkumandang. Saat itulah Bobby langsung
menyerah kalah, sungguh dia merasa kalau apa yang
dilakukannya hanyalah sebuah penantian yang
menjemukan. Lagi pula, memang tidak mungkin
rasanya kalau Angel belum pulang, sebab saat itu hari
tampak sudah semakin gelap. Bobby menduga, saat
itu bisa saja Angel sudah pulang dan luput dari
pengamatannya, apalagi setelah Bobby ingat kalau
142 waktu itu, ketika Angel main ke tempat Raka waktu
memang sudah magrib. Ya, rasanya memang tidak
mungkin jika saat itu Angel belum juga pulang. Karena
itulah, akhirnya Bobby memutuskan untuk segera
pulang. Sambil menunggu angkot yang akan
ditumpanginya, Bobby masih saja memikirkan Angel.
"Hmm" Apa mungkin Angel tidak pergi kursus
lantaran sakit" Duhai Allah... Jika dia memang sedang
sakit, aku mohon sembuhkanlah!" ucap Bobby yang
tiba-tiba saja mengkhawatirkannya. Hari itu Bobby
betul-betul sangat kecewa lantaran gagal menjumpai
Angel, gadis yang begitu dicintai. Dalam hati dia
sempat berharap, Jumat depan kiranya Tuhan bisa
mempertemukannya dengan Angel. "Duhai Allah...
Aku sudah begitu merindukannya... pertemukanlah
kami... ikatlah kami dalam sebuah ikatan cinta yang
suci"ikatan cinta yang Engkau ridhai... yang akan
membawa kami kepada kebahagiaan yang Engkau
ridhai pula. Amin..." ucap Bobby seraya menaiki
sebuah angkot. 143 ENAM Ungkapan hati uk! Tuk! Tuk! Suara jemari Angel terdengar
mengetuk-ngetuk balai kayu yang didudukinya.
Saat itu dia tampak gelisah, pikirannya menerawang
jauh " memikirkan Bobby dan juga naskah yang akan
dikembalikannya. Sesekali gadis itu tampak
memperhatikan Raka yang duduk disebelahnya, ingin
rasanya dia mengatakan sesuatu pada pemuda itu,
namun entah kenapa lidahnya terasa begitu kelu.
"Kau kenapa, An" Dari tadi aku lihat kau seperti
orang kebingungan," tanya Raka heran.
"Ti-tidak apa-apa, Kak," jawab Angel terbata,
"Eng" Bagaimana kalau kakak saja yang
mengembalikan naskah ini" Biar aku menunggu saja
di sini," lanjutnya kemudian.
"Lho, kau ini bagaimana sih" Bukankah dia
memintamu membaca lantaran mau tahu
T 144 pendapatmu. Kalau aku yang menyerahkannya, terus
aku harus bilang apa?"
"Kak... Se-sebenarnya..." Angel tidak melanjutkan
kata-katanya, saat itu dia tampak begitu berat untuk
mengatakannya. "Sebenarnya ada apa, An?" tanya Raka
penasaran. "Ti-tidak, Kak. Aku tidak mau mengatakannya."
"Hmm" Jadi begini sikapmu sekarang, kau tidak
mau berterus terang lagi padaku" Baiklah" Aku
sadar kalau aku ini memang hanya teman biasa."
"Kak" Baiklah, aku akan mengatakannya terus
terang. Eng... A-aku mencintai Kak Bobby, Kak."
"A-apa?"" Ka-kau mencintainya?" tanya Raka
dengan keterkejutan yang tak terkira.
"Betul, Kak. Bukankah Kakak pernah bilang, kalau
aku boleh memilih selain diri Kakak. Dan itu karena
kita memang tidak mungkin bisa bersatu."
Sejenak Raka terdiam, raut wajahnya pun
berubah sedih, dan tak lama kemudian dia kembali
berkata, "Iya, An. Kau betul. Hingga saat ini orang
145 tuaku memang masih belum bisa merestui hubungan
kita. Eng... Jika kau memang betul-betul
mencintainya, aku rela kau menjadi miliknya." Usai
mengatakan itu, Raka pun kembali terdiam, saat itu
dikejauhan sayup-sayup terdengar tembang manis
dari Nadin yang berjudul "My Heart", yang kebetulan
memang sedang tayang di TV. "Angel... bisakah kita
mencintai yang lain," ucap pemuda itu kemudian.
"Kak... Bukankah tadi Kakak sudah merelakannya.
Percayalah padaku! Kita pasti bisa, kak."
"Ya, semoga saja begitu," ucap Raka berharap. "O
ya, An. Bukankah kau mencintainya. Lalu, kenapa kau
justru seperti enggan bertemu dengannya?"
"A-aku takut, Kak. Bagaimana kalau dia
menanyakan perihal keterlambatanku membaca
naskahnya. Selain itu, aku juga malu, Kak. Lihat saja
penampilanku sekarang! Beda sekali kan?"
"Kau sih pakai potong rambut segala. Padahal,
kau itu lebih cantik dengan potongan kemarin. Sebab,
potongan sekarang ini seperti..." Raka tidak
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melanjutkan kata-katanya.
146 "Seperti apa, Kak...?"
"Tidak, Ah. Aku tidak mau bilang."
"Cepat bilang, Kak! Awas, ya! Kalau tidak bilang
aku marah nih," ancam Angel.
"Kau tidak pernah berubah juga. Selalu saja
memaksakan keinginanmu. Kau itu seperti anak kecil,
tahu." "Biarin... Ayo cepat bilang! Seperti apa?"
"Baiklah... Potongan rambutmu itu seperti tantetante."
"Tuh, iya kan. Tadi kakakku juga bilang begitu.
Makanya aku malu bertemu Kak Bobby, nanti dia
malah tidak suka padaku."
"An... Bobby tidak akan seperti itu, dia tidak akan
menilai seseorang berdasarkan penampilannya.
Sebab aku kenal betul siapa dia."
"Benarkah begitu?"
"Iya, An. Masa sih aku bohong padamu."
"Terus, bagaimana kalau dia marah perihal
naskahnya?" 147 "Tidak akan, An. Aku saja yang membacanya
lebih lama dari kamu tidak pernah dimarahi, apalagi
kamu." "Eng, baiklah... Kalau memang begitu, ayo kita
berangkat sekarang!" ajak Angel bersemangat.
Lalu tanpa buang waktu, mereka pun segera
berangkat menuju rumah Bobby. Setibanya di tempat
tujuan, keduanya segera menemui Bobby dan
berbincang-bincang di teras muka.
"Maaf ya, Kak. Kalau aku terlalu lama
mengembalikan naskah Kakak," ungkap Angel
kepada Bobby. "Sudahlah! Aku maklum kok. Kau pasti sibuk, iya
kan?" "Iya, Kak. Maklumlah, setiap kali aku mau
membaca naskah Kakak, ada saja temanku yang
datang dan memintaku untuk mendengarkan keluh
kesahnya. Bukankah kau pernah bilang kalau aku ini
tempat penampungan keluh-kesah teman-temanku.
Dan tampaknya mereka memang tidak mau mengerti,
kalau aku sendiri juga sedang punya banyak masalah
148 yang terkadang membuatku bingung"kepada siapa
harus menumpahkannya. Tapi untunglah, Tuhan
selalu memberi jalan agar aku bisa
menumpahkannya. Seperti yang belum lama ini
terjadi. Ketahuilah! Sebetulnya sudah lama sekali aku
tidak pernah menghubungi Raka. Maklumlah, selama
ini aku sibuk menuntut ilmu. Semula aku berniat
menemuinya karena aku sedang kursus komputer,
dan karena aku ingat Raka jago komputer lantas aku
pun berniat minta diajarkan olehnya. Maksudnya sih,
biar nilai kursusku jadi bagus. Eh, ujung-ujungnya aku
bukan belajar tapi malah curhat sama dia. Hihihi...!
Semula dia sih sempat marah padaku, katanya aku
datang cuma lagi butuh saja. Tapi untunglah, dia itu
memang teman yang baik"biarpun begitu dia tetap
mau mendengarkan keluh-kesahku," jelas Angel
panjang lebar. Mendengar itu, Raka langsung komentar. "Ya
namanya juga anak kecil. Kalau tidak dituruti pasti
ngambek. Ketahuilah, Bob! Jika Angel sudah
149 ngambek bisa membuat orang di sekelilingnya jadi
pusing tujuh keliling. "
"Bohong, Kak," ucap Angel seraya memasang
tampang galak pada Raka. "Kak Raka! Kau ini apaapaan
sih," kata Angel seraya mencubit pinggang
pemuda itu. "Nah, lihat sendiri kan, Bob. Dia itu memang suka
begini," komentar Raka lagi.
Saat itu Bobby cuma cengar-cengir melihat
kelakuan Angel yang demikian. "O ya, ngomongngomong
bagaimana pendapatmu soal naskahku?"
tanya Bobby mengalihkan pembicaraan.
"O ya, Kak. Sebetulnya aku sudah menulis
pendapatku itu pada buku catatanku. Tapi, aku belum
sempat menyalinnya. Nanti ya, jika sudah pasti akan
kuberikan pada Kakak."
"Ya sudah kalau begitu. Tapi, kau kan bisa
mengemukakannya secara singkat."
"Iya, Kak. Secara garis besar cerita itu sudah
cukup bagus. Namun menurutku masih ada beberapa
bagian yang masih perlu diperbaiki."
150 "O ya, apa itu?"
"Wah, aku lupa, Kak. Pokoknya semua itu ada di
buku catatanku." "Baiklah... Aku mengerti, kok. O ya, ngomongngomong"
Bagaimana dengan kursus komputermu?"
"Aku sudah tidak pernah datang lagi, Kak. Habis
waktu itu kalian mentertawakan aku sih," jawab Angel.
"Tuh, iya kan, Bob," kata Raka tiba-tiba, "Aku
yakin, dia pasti ngambek karena waktu itu kita telah
mentertawakannya. Dia itu memang suka begitu, Bob.
Makanya kalau bicara sama dia itu harus hati-hati!
Sebab, kalau tidak kau tahu sendiri akibatnya kan?"
"Hmm... Pantas saja waktu itu aku tidak bertemu
Angel," kata Bobby mencoba menceritakan perihal
penantiannya yang menjemukan. "Kalian tahu tidak,
waktu itu aku sempat menunggu Angel di tempat
kursusnya sambil terus berdiri di pinggir jalan. Aku
baru tahu kalau menunggu selama itu, selain
menjemukan ternyata juga bisa membuat kedua
kakiku jadi pegal, pegaaal sekali rasanya."
151 "Ka-Kau menunggu Angel sampai seperti itu,
Bob?" tanya Raka hampir tak mempercayainya.
"Ya, tapi sayang... Ternyata usahaku itu sia-sia
belaka lantaran orang yang kutunggu sedang mogok
belajar." "Ma-mafkan aku, Kak. Aku tidak menyangka kalau
kakak sampai datang ke tempat kursusku dan
menungguku selama itu," ucap Angel tulus.
"Kau tidak perlu minta maaf, An. Semua itu karena
kebodohanku yang tidak sabar ingin bertemu
denganmu dan mengetahui perihal naskahku."
"Tidak, Kak. Aku tetap merasa bersalah. Andai
saja aku bisa lebih cepat membaca naskah itu, tentu
tidak akan seperti itu kejadiannya."
Bobby tersenyum, "Baiklah" kalau kau memang
merasa bersalah, mau tidak mau aku memang harus
memaafkannya," ucapnya kemudiam. Dalam hati
pemuda itu menyesal juga lantaran
ketidakterusterangannya, kalau dia menunggu Anggel
bukan saja ingin mengetahui soal naskahnya, namun
yang lebih utama karena dia ingin mengucapkan
152 selamat atas kelulusan Angel sebagai wujud
perhatiannya, dan yang tak kalah penting karena dia
sudah sangat merindukannya. "O ya, An. Ngomongngomong,
benarkah hanya karena kami telah
menertawakanmu lantas kau jadi mogok belajar?"
tanya Bobby kemudian. "Ya, pokoknya itu karena kalian telah
mentertawakan aku. Terus terang, aku malu sekali,
Kak. Orang-orang sudah pada jago menggunakan
Word Processor, eh aku baru mulai belajar. Aku
benar-benar menyesal, kenapa saat masih di SMP
aku tidak mau mengikuti pelajaran komputer. Coba
waktu itu aku masuk di sekolah yang mewajibkan
pelajaran itu, tentu kini aku sudah mahir."
"An... Bukankah waktu itu kau pernah bilang, lebih
baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Apa kau
tidak lebih malu jika betul-betul tidak bisa?"
"Sudahlah, Kak. Mending bicara yang lain saja.
Terus terang, aku pusing nih."
"Iya kan, Bob. Dia memang selalu begitu, kalau
dia tidak bisa menjawab pasti jawabannya pusing..."
153 "Biarin... Memang nyatanya aku suka pusing kok,"
bela Angel dengan wajah cemberut.
Ketiga muda-mudi itu terus berbincang-bincang,
hingga akhirnya waktu sudah menunjukkan pukul
sembilan malam. "Kak, aku pulang ya! Sudah terlalu
malam nih," pamit Angel.
"Iya, An. Sepertinya memang sudah waktunya kau
pulang. Tapi sebelum itu, aku akan memberikan
sesuatu padamu." "Apa itu, Kak?" tanya Angel penasaran.
"Tunggu sebentar ya!" pinta Bobby seraya
melangkah masuk. Tak lama kemudian, dia sudah
kembali dengan membawa amplop besar berwarna
coklat. "Ini, ada naskah baru. Dibaca ya!"
"Aduh... Naskah lagi. Maaf deh, Kak. Belakangan
ini aku lagi banyak masalah, nanti saja jika semuanya
sudah beres. Terus terang, aku takut kalau akan
terlalu lama membacanya,"
"Santai saja, naskah ini untukmu kok. Kau tidak
perlu mengembalikannya, sebab aku sengaja menulis
ini agar kau bisa memahami berbagai gaya menulis
154 yang bisa digunakan. Maklumlah, sebenarnya naskah
ini adalah kumpulan cerpen yang kutulis dengan
berbagai gaya kepenulisan. Dengan begitu, kau akan
menemukan gaya mana yang sesuai dengan
karaktermu." "Betul ini untukku?"
Bobby mengangguk. "Kalau begitu terima kasih ya, Kak. Kau sudah
mau repot-repot menyediakan semua ini untukku."
Saat itu Bobby hanya tersenyum saja. "O ya,
ngomong-ngomong aku ikut dengan kalian ya!"
"Mau apa, Kak" Ini kan sudah malam."
"Aku cuma mau tahu rumahmu kok. Jika aku ada
naskah baru, kau kan tidak perlu repot-repot datang
kemari. Biar aku saja yang mengantarnya hingga ke
rumahmu." "Betul, An. Biarkan Bobby ikut. Lagi pula, jika
kelak kau terlalu lama membaca naskahnya, dia kan
bisa langsung menemui dan memarahimu.
Hehehe...!" 155 Mengetahui itu, Angel langsung merespon, "Kalau
begitu, aku tidak akan mau jika disuruh membaca
naskah Kak Bobby lagi," ancam Angel dengan wajah
serius. "Tidak kok, An. Tadi itu aku cuma bercanda.
Percayalah! Bobby tidak akan seperti itu. Sebetulnya
aku cuma kasihan saja sama dia, jangan sampai dia
menunggumu lagi di suatu tempat seperti yang
diceritakannya tadi."
"Kau kan bisa mengantarkan Bobby ke rumahku,
Kak." "Iya, kalau aku lagi ada di tempat. Kalau tidak
bagaimana?" "Betul itu, An. Lagi pula, aku tidak mau jika sampai
merepotkan Raka," timpal Bobby memberi alasan.
Karena alasan Bobby masuk akal, akhirnya Angel
setuju juga. "Eng... Kalau begitu, baiklah... Kakak
boleh ikut," katanya mengizinkan.
"Nah begitu dong," kata Bobby bersemangat
seraya buru-buru mengeluarkan sepeda motornya.
156 Tak lama kemudian, ketiga muda-mudi itu sudah
melaju ke rumah Angel. Saat itu Raka yang
memboncengi Angel tampak melaju lebih dulu,
sedangkan Bobby tampak membuntutinya. Setibanya
di rumah Angel, Bobby sempat terheran-heran
lantaran rumah Angel ternyata tidak begitu jauh dari
gang tempatnya dulu mengantar. Lantas dalam hati
pemuda itu langsung membatin, "Hmm... Kenapa
waktu itu Angel bilang rumahnya jauh" Padahal, dari
gang itu cuma butuh waktu dua menit untuk bisa
sampai ke sini," tanya Bobby seraya memperhatikan
keadaan rumah Angel yang kecil dan tidak terawat.
"Mmm" Apa betul ini rumahnya Angel?" tanya Bobby
lagi hampir tak mempercayainya.
Rumah kecil itu bertingkat dua, bagian dasarnya
terbuat dari batu bata yang kokoh, namun bagian
atasnya terbuat dari kayu yang tampak lapuk. Kamar
Angel berada di lantai atas, di sampingnya terdapat
balkon sederhana yang juga terbuat dari kayu dan
langsung terhubung dengan tempat menjemur
pakaian. "Hmm... Apa mungkin karena ini yang
157 membuatnya tidak mau diantar sampai ke rumah"
Bahkan, tadi pun dia begitu keberatan jika aku ikut ke
sini. Hmm" Apakah karena hal ini pula yang
membuatnya tidak bisa bersatu dengan cinta
sejatinya?" tanya Bobby dalam hati sambil terus
memperhatikan keadaan rumah Angel yang ternyata
bukan orang berada. "Yuk masuk dulu, Kak!" ajak Angel kepada kedua
pemuda itu. Karena ajakan itulah, lantas Bobby dan Raka tidak
langsung pulang. Kini mereka justru asyik melanjutkan
perbincangan sewaktu di rumah Bobby. Saat itu
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka ngobrol di teras muka, di atas sebuah kursi
bambu yang beralaskan bantalan yang cukup empuk.
Bantalan itu terbuat dari sponge bekas berlapis kain
yang terbuat dari kantong terigu.
Bobby, Raka, dan Angel terus berbincang-bincang
hingga akhirnya... "Huaaahh...!" Raka menguap lebar.
"Aduh...! Aku sudah mengantuk sekali nih. Kita pulang
yuk, Bob!" ajaknya kemudian seraya melihat jam di
158 HP-nya. "Gila...! Sudah hampir pukul dua belas,"
katanya lagi dengan agak terkejut.
"Benarkah" Perasaan kita baru sebentar berada di
sini," komentar Bobby yang sebetulnya masih ingin
berlama-lama di tempat itu"merasakan kebahagiaan
bersama gadis yang dicintainya.
Mendengar itu, Raka langsung membatin, "Hmm...
Tampaknya Bobby pun menyukai Angel, buktinya dia
sampai tidak menyadari kalau waktu sudah berlalu
begitu lama. Aku menduga saat ini dia tentu masih
ingin berlama-lama dengan Angel. Hmm... Bagaimana
ya?" Sejenak Raka memikirkan perihal itu, hingga
akhirnya dia bisa juga mengambil putusan. "An! Aku
pulang ya. Terus terang, aku sudah tidak kuat lagi.
Maklumlah, belakangan ini aku memang kurang tidur,"
pamit pemuda itu. "O ya, Bob. Jika kau masih betah,
biar aku pulang sendiri saja."
Mengetahui itu, Bobby lekas merespon, "Tidak ah.
Enak saja kau tinggalkan aku sendiri. Ketahuilah"!
Jika aku pulang sendirian, bisa-bisa aku malah
nyasar" Bukankah jalan ke sini sangat berliku, bahkan
159 aku tidak yakin kelak aku masih ingat jalan menuju ke
sini." Angel yang sejak tadi diam, tiba-tiba ikut bicara.
"Kak Bobby! Sebetulnya jalan ke sini mudah kok. Tadi
aku sengaja meminta Raka lewat jalan tadi
dikarenakan jalan yang biasa kulewati sedang dipakai
hajatan. Tapi bukankah sekarang sudah jam segini,
aku rasa pesta itu sudah bubar."
"Tapi, biar pun katamu mudah kalau aku belum
pernah lewat jalan itu bagaimana aku bisa tahu.
Karenanyalah, sebaiknya aku pulang bersama Raka
saja. An, aku pulang ya!"
"Eng.. Iya deh. Kalian hati-hati di jalan, ya!"
Tak lama kemudian, Bobby dan Raka tampak
sudah melaju dengan sepeda motornya masingmasing,
hingga akhirnya mereka menghilang di
kejauhan. Sementara itu, Angel yang kini sudah
berada di kamar tampak sedang berkemas untuk
tidur. Namun belum sempat dia merebahkan diri, tibatiba
ingatannya langsung tertuju kepada naskah yang
baru diberikan Bobby. Karena penasaran, lantas gadis
160 itu pun berniat melihat-lihatnya sejenak. "Eh, apa ini?"
tanya Angel heran ketika melihat sepucuk surat
tampak terjatuh di pangkuannya. Entah kenapa, tibatiba
saja Angel sudah tidak tertarik lagi dengan
naskah yang hendak dilihatnya, namun dia lebih
tertarik dengan sepucuk surat yang membuatnya
begitu penasaran. Kini gadis itu sudah merobek aplop
surat dan segera membaca isinya.
Hi, Angel sayang...! Semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Angel sayang... Ketahuilah... Kalau aku sangat
mencintaimu, dan aku sangat sayang padamu. Aku
tahu kau sudah mempunyai pujaan hati, namun
bukankah kau pernah berkata kalau kalian sulit untuk
bisa bersatu. Angel sayang... Berilah aku kesempatan
untuk bisa membahagiakanmu. Kau tidak perlu
melupakan cinta sejatimu, biarlah ia tetap berada di
hatimu... Sebab, aku hanya mendambakan bisa
mencintaimu. Sesungguhnya dengan itu saja sudah
161 cukup buatku untuk bisa membahagiakanmu.
Sejujurnya aku tidak peduli apakah kau bisa
mencintaiku atau tidak, yang terpenting buatku adalah
aku bisa mencintaimu dan mencurahkan kasih
sayangku dengan sepenuh hati. Kalau kau mau tahu,
kenapa aku mau bersikap demikian" Sebab hingga
kini aku masih mempercayai, kalau cinta itu adalah
mau memberi dan melayani orang yang dicintainya,
dan bukannya mengharap imbalan dari orang yang
dicintainya. Angel sayang... Ketahuilah" Semula aku sempat
ragu apakah kau memang pantas menjadi kekasihku.
Maklumlah, usia kita memang cukup jauh berbeda.
Namun setelah aku ingat kalau istri Nabi Muhammad
yang bernama Siti Aisyah ternyata juga mempunyai
perbedaan usia yang cukup jauh, malah bisa dibilang
sangat jauh. Toh keduanya bisa menjadi pasangan
suami-istri yang serasi, dan bahkan sangat harmonis.
Karena itulah, akhirnya aku pun tidak
mempermasalahkan usia lagi. Bagiku kau adalah
belahan jiwaku, dan aku tidak akan menuntut banyak
162 darimu. Aku hanya mau kau bisa menerimaku apa
adanya, dan juga mau mendengar segala nasihatku
yang tak menyimpang dari Al-Quran dan Hadits,
semata demi untuk kebaikanmu.
Angel sayang... Terus terang, sebetulnya aku
sangat berharap kau mau menerima cintaku ini! Dan
aku akan bahagia sekali jika kau mau menerimanya.
Andai pun tidak, izinkanlah aku untuk selalu bisa
mencintai dan menyayangimu. Biarlah nanti aku turuti
saja keinginan orang tuaku yang menginginkan aku
menikah dengan gadis pilihan mereka, yaitu gadis
yang tak aku cintai. Bahkan aku sendiri tidak yakin
apakah aku bisa membahagiakannya, sebab dia itu
memang bukan gadis yang aku cintai. Ketahuilah!
Syarat utama untuk bisa menjadi pemimpin adalah
seorang pemimpin harus mencintai orang yang
dipimpinnya. Karena itulah takdir wanita itu dipilih dan
bukan memilih, sebab wanita itu bukanlah seorang
pemimpin di dalam rumah tangga. Ketahuilah" Pria
itu adalah pemimpin yang senantiasa berpikir secara
rasional dan terkadang memang suka bentrok dengan
163 pola pikir wanita yang rumit dan sangat emosional.
Itulah kenapa aku memilihmu daripada wanita pilihan
orang tuaku sendiri, sebab aku sangat mencintaimu.
Dan aku percaya, dengan cinta itulah, Isya Allah
seorang suami tidak akan tega untuk menceraikan
istrinya, walau bagaimanapun buruknya konflik rumah
tangga. Berbeda jika seorang pria menikahi wanita
tanpa didasari cinta, bisa-bisa dengan begitu
mudahnya dia akan menjatuhkan talak perceraian.
Angel sayang... Ketahuilah"! Setelah sekian lama
aku mencari tambatan hatiku, hanya kaulah yang
begitu kucintai sama seperti ketika dulu aku mencintai
cinta sejatiku. Cerita "Demi Cinta Sejatiku" 75%
adalah kisah nyata. Tokoh Irfan itu adalah aku, dan
Thufa adalah gadis yang betul-betul aku cintai. Kini
Thufa telah menikah dengan tambatan hatinya sendiri,
dan karenanyalah aku tak mempunyai harapan lagi.
Kini hanya kaulah gadis yang kucintai dengan
sepenuh hatiku. Percayalah"! Kau itu bukanlah
pelarian cintaku, sebab cintaku padamu sebesar
cintaku kepada cinta sejatiku. Jika bukan karena itu,
164 untuk apa aku menulis semua ini, yang sejujurnya
adalah merupakan ungkapan perasaanku.
Percayalah"! Ini bukan cinta buta, sebab aku
semakin bertambah cinta padamu setelah mengetahui
kalau kau itu begitu menyukai berbagai hal yang
menyangkut kerohanian, yang dengannya kau bisa
menjadi gadis yang shalihah. Seorang gadis yang
suatu hari kelak bisa menjadi istri idaman, yang
bersama suaminya bisa bersama-sama mengarungi
dunia yang fana ini dalam upaya membekali diri guna
meraih kebahagiaan di kehidupan selanjutnya, yaitu
surga Allah SWT. Demikianlah Angel sayang... Aku sengaja
mengungkap ini agar kau tahu kalau aku benar-benar
mencintaimu. Kutunggu jawaban darimu.
Bye... Angel sayang...! Sekali lagi aku doakan
semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Salam sayang selalu dari aku yang begitu
mencintaimu... Bobby 165 Setelah membaca surat itu, Angel tampak senang
bercampur heran. "Dia panggil aku dengan sebutan
"Sayang?" Huh, gombal sekali. Benarkah semua yang
dikatakannya ini. Jangan-jangan... Ah, dia pasti cuma
mau mempermainkanku. Mmm... Tapi, bagaimana
jika dia memang betul-betul mencintaiku. Aduh, kini
aku benar-benar jadi bingung. Tidak kupungkiri, aku
memang sudah jatuh hati padanya. Tapi... Prosesnya
kan tidak harus secepat ini. Lagi pula, aku kan belum
mampu untuk melupakan Raka. Hmm... Benarkah
Kak Bobby bisa menerimaku jika aku menduakan
cintanya. Sungguh mengherankan, dia itu kan lakilaki.
Tidak mungkin lelaki mau diduakan cintanya. Ya,
aku rasa memang begitu. Maksud Kak Bobby bicara
begitu pasti cuma alasan saja demi mendapatkan
cintaku. Sungguh gegabah sekali dia, apa jadinya jika
kelak ternyata dia tidak mau aku duakan. Lagi pula,
dia kan tidak tahu cinta sejatiku. Kalau saja dia tahu,
mungkin dia akan berpikiran dua kali untuk
menyatakan cintanya. Kalau begitu, aku harus
membicarakan masalah ini pada Kak Raka."
166 Malam itu Angel jadi susah tidur. Lama dia terus
memikirkan perkara yang memusingkan itu hingga
akhirnya dia baru tidur setelah waktu sudah
menunjukkan pukul 2 dini hari.
Sore harinya, Angel langsung menemui Raka.
Saat itu dia langsung menumpahkan segala
kebingungan yang menimpanya, yaitu segala hal yang
berkenaan dengan surat yang dibacanya semalam.
"Lho... Memangnya kenapa" Bukankah
seharusnya kau itu senang?"
"Tapi, Kak. Ini kan terlalu cepat. Terus terang, aku
belum siap. Aduh, Kak... Sungguh hal ini telah
membuatku bertambah pusing. Satu persoalan belum
selesai, eh sudah ditambah persoalan baru. Kak"
Sepertinya aku ingin mati saja."
"Ya, sudah. Kalau kau memang mau mati, apa
perlu aku belikan tambang sekarang, biar kau cepat
bisa gantung diri." 167 "Kak Raka... Ka-kau... Kau betul-betul ingin aku
mati?" "Habis, aku sudah lelah memberitahumu. Kau itu
kan sudah dewasa, cobalah berani sedikit mengambil
sikap, jangan seperti anak kecil begitu. Kalau kau
memang masih mencintaiku, bukankah kau bisa
menolaknya. Namun jika tidak, ya kau tinggal
menerimanya. Berapa kali aku harus bilang kalau aku
bisa merelakannya. Kupikir waktu itu kau sudah
memahaminya, tapi ternyata..."
"Iya, aku ini memang masih seperti anak kecil,
dan aku benar-benar bingung mengambil sikap.
Ketahuilah, Kak" Jika aku jawab tidak, aku takut dia
akan menikah dengan wanita pilihan orang tuanya.
Namun jika aku jawab iya, aku kan belum begitu
mengenalnya." "Ya, Bobby memang ada-ada saja. Seharusnya
kepada gadis sepertimu jangan menyatakan cintanya
begitu cepat. Seharusnya dia itu berusaha untuk
pendekatan lebih dulu."
168 "Kau benar, Kak. Seharusnya memang seperti itu,
aku tuh maunya pendekatan lebih dulu."
"Tapi, aku mengerti kenapa Bobby bersikap
demikian. Sebab, dia itu pasti sudah didesak oleh
orang tuanya untuk segera menikah. Dan sebagai
anak yang berbakti kepada orang tua, tentu dia ingin
segera membahagiakan kedua orang tuanya. O ya,
An... Aku ingin tahu lebih pasti, apakah benar kau itu
memang benar-benar mencintai Bobby?"
"Iya, Kak. Sepertinya aku memang benar-benar
mencintainya." "Kok sepertinya?"
"Eh, Iya" Iya... Aku memang benar-benar
mencintainya." "Eng, baiklah.... Jika kau memang benar-benar
mencintainya, aku akan berusaha untuk
membantumu." "Nah begitu, Dong. Kata-kata itulah yang sejak
tadi kutunggu-tunggu. Kak Raka, janji ya kalau Kakak
mau membantuku menyelesaikan masalah ini! Eng,
kini apa yang sebaiknya aku lakukan?"
169 "Mmm... Mudah saja. Kau jangan sampai
mengatakan isi hatimu padanya!"
"Iya, aku juga tahu. Tapi bagaimana jika dia
menanyakannya?"
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Usahakanlah jangan sampai bertemu dengan
dia." "Duh, Kakak ini bagaimana sih" Dia itu kan sudah
tahu rumahku, dia pasti akan datang mencariku."
"I ya, An. Aku mengerti. Tapi untuk sementara,
kau kan bisa tinggal di rumah saudaramu, atau
sahabat perempuanmu."
"Hmm" Sepertinya itu ide yang bagus, Kak.
Untuk sementara ini, sebaiknya aku memang harus
menghilang." Kedua muda-mudi itu terus membahas masalah
itu lebih lanjut. Sementara itu di tempat berbeda,
Bobby tampak sedang memikirkan perihal surat yang
diberikannya pada Angel. "Mmm... Angel pasti sudah
membaca suratku. Lalu, kenapa hingga kini dia belum
juga memberikan jawaban. Mmm" Kenapa ya" Apa
dia sedang pikir-pikir dulu" Baiklah" Jika memang
170 benar demikian, aku akan memberinya waktu hingga
satu minggu. Namun jika ternyata dia masih belum
juga memberi kabar, terpaksa aku harus
menemuinya." 171 TUJUH Demi cinta dan persahabatan
redep! Dredep! Dredep! Suara jemari Bobby
yang meniru derap langkah kuda terdengar
menemani lamunannya. Saat itu dia sedang berbaring
di atas tempat tidur sambil terus memikirkan Angel
yang sudah dua minggu belum pulang ke rumah.
Sungguh semua itu telah membuat kekhawatiran
Bobby tampak semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya
dia memutuskan untuk kembali mengirim surat untuk
Angel. Maklumlah, saat itu Bobby menduga kalau
surat cinta yang diberikan waktu itulah yang menjadi
penyebabnya, atau mungkin juga Angel takut
menemuinya lantaran dia tidak mau diminta tolong
untuk membaca naskahnya. Karena itulah, akhirnya
Bobby merasa perlu untuk mengirim surat lagi demi
mendapat jawaban yang pasti.
"Nah... Selesai sudah. Aku harap, dia mau
memberikan jawaban yang sebenarnya. Dengan
D 172 begitu, aku pun tidak khawatir lagi dan juga tidak
berpikiran macam-macam mengenainya," kata Bobby
dalam hati seraya mencetak surat yang baru ditulisnya
dengan menggunakan printer tua yang selama ini
menjadi andalannya. Kini pemuda itu tampak sudah siap berangkat
untuk menitipkan surat itu kepada kakak Angel yang
bernama Nadia, dialah yang selama ini selalu
memberi kabar mengenai keberadaan Angel, bahkan
belum lama ini dia sempat mengabarkan kalau Angel
pernah pulang, namun hanya untuk mengambil
pakaian. Karenanyalah, Bobby yakin sekali kalau
Angel pasti akan pulang untuk mengambil pakaian
lagi, lalu pada saat itulah suratnya bisa sampai ke
tangan Angel. Sementara itu di tempat berbeda, di
sebuah ruangan yang tampak nyaman, Angel tampak
sedang memikirkan Bobby. "Kak Bobby, maafkanlah
aku. Sungguh aku tidak menyangka, kalau aku akan
membuat Kakak begitu kerepotan mencariku. Bahkan
hampir semua sahabatku sudah Kakak telepon demi
mengetahui keberadaanku. Akibatnya, mereka pun
173 jadi ikut-ikutan mengkhawatirkanku. Semalam, lima
orang sahabatku telah datang bersama-sama demi
untuk mengetahui keadaanku. Mereka tidak percaya
kalau aku dalam keadaan baik-baik saja, dan
karenanyalah mereka memaksa untuk datang
menemuiku di tempat persembunyianku ini. Sungguh
aku tidak menduga, kalau kau dan juga sahabatsahabatku
ternyata begitu perhatian padaku," tiba-tiba
Angel meneteskan air matanya. Sungguh dia merasa
terharu akan segala perhatian yang telah diberikan
kepadanya. "Oh... Kak Bobby... Aku sangat
mencintaimu. Bahkan saat ini aku ingin sekali
menemuimu dan mencurahkan segala kerinduanku.
Namun, aku tidak bisa... Aku belum siap..." Saat itu
Angel hanya bisa menangis sambil memeluk erat
guling yang sejak tadi menemaninya. Pada saat yang
sama, di sebuah rumah yang cukup besar, di dalam
sebuah kamar yang tertata rapi, seorang pemuda
tampak sedang mendengarkan tembang sedih dari
Caffeine. Dialah Raka, pemuda yang selama ini
sangat mencintai Angel. Seiring dengan bergulirnya
174 tembang dari Caffeine itu, airmatanya pun menetes
meresapi setiap lirik yang begitu menyentuh hatinya.
Kau... di hatiku... selalu menjadi pujaannku
Kau... di jiwaku... mengalir di dalam darahku
yang... terdalam... yang sama pernah kurasakan
yang... terindah... yang tak kan kulupakan
Tapi tak kan kumiliki... semua cinta di dirimu
Karena kau telah memilih... satu cinta teman baikku
Ku... tak ingin... hancurkan rasa di hatimu
Ku... tak ingin... hancurkan persahabatanku
Kau... memulai... dua cinta yang kau jalani
Dan... tak akan... kuharapkan cintamu
Aku tak kan memiliki... semua cinta di dirimu
Karena kau telah memilih... satu cinta teman baikku
Semua kan jadi kenangan... yang tersimpan dalam hidupku
Yang tak kan pernah terjadi... saat cinta seperti dulu
Aku tak kan memiliki... 175 "Angel... Biarpun aku sangat mencintaimu, namun
aku tak mau menghancurkan rasa di hatimu, dan aku
tak ingin menghancurkan persahabatanku. Kini aku
tak akan mengharapkanmu lagi, sebab kau telah
memilih satu cinta teman baikku," ungkap Raka
bertekad untuk tidak mengharapkan cinta Angel lagi.
Tiga hari kemudian, di dalam sebuah kamar milik
seorang sahabat Angel yang baik hati. Angel terlihat
sedang memandangi sepucuk surat yang
mencantumkan nama Bobby. Saat itu jantungnya
berdebar keras, khawatir kalau isinya bisa saja
menyakiti perasaannya. Namun karena penasaran,
akhirnya gadis itu terpaksa membacanya juga.
Hi, Angel sayang...! Apa kabar"
Semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
176 Angel sayang... Ketahuilah... Aku sudah begitu
merindukanmu, aku sudah begitu ingin bertemu. Ingin
kulihat lagi kecerahan wajahmu yang manis
menggemaskan, ingin kupandang kedua matamu
yang bening bersinar, dan ingin kulihat lagi tawa dan
candamu yang membahagiakan.
Angel sayang... Aku haus perhatianmu, aku haus
kasih sayangmu, dan aku sangat mendambakan
cintamu. Siang dan malam kau selalu terbayang,
membuat hati ini resah dan gelisah, dan membuatku
jadi serba salah. Angel sayang.... Kenapa kau tak menghiraukan
aku" Kenapa kau takut padaku" Apakah aku telah
menyakiti perasaanmu sehingga kau begitu
membenciku" Jika benar demikian, aku minta maaf.
Bukan maksudku untuk kurang ajar padamu dan
bukan pula untuk menyakiti perasaanmu. Perlakuanku
padamu semata-mata karena aku begitu
mencintaimu. Tidak bolehkah aku mencintai gadis
yang begitu kusayang"
177 Angel sayang... Apakah kau takut kuminta tolong
untuk membaca naskahku" Jika benar demikian, aku
mohon janganlah kau takut. Andai cerita "Demi Buah
Hatiku" waktu itu tidak kau baca sekalipun aku tidak
akan marah. Percayalah Angel" Naskahku sama
sekali tidak berarti apa-apa jika dibanding dengan
dirimu yang begitu kusayang.
Angel sayang... Apakah kau takut karena kau
mungkin menganggap aku ini orang yang aneh, atau
mungkin kau menganggap aku ini orang yang begitu
terobsesi denganmu. Apa kau mungkin menganggap
aku ini cuma bercanda dan hanya main-main, sebab
dalam waktu begitu singkat aku sudah begitu
mencintaimu. Percayalah Angel! Aku tidak seperti
anggapanmu selama ini. Aku mencintaimu karena aku
sudah lebih memahami arti kehidupan, dan juga
sudah memahami tujuan hidupku yang sebenarnya.
Bahkan aku sudah siap menerima apapun yang bakal
terjadi, sebab semua itu memang sudah merupakan
ketentuan Tuhan yang harus aku jalani.
178 Angel sayang... Aku menjalani kehidupan ini
bagaikan air yang mengalir. Hidupku hanya untuk hari
ini, dan aku tidak mau dipusingkan dengan
kehidupanku besok. Pokoknya aku tidak mau ambil
pusing dengan segala perkara yang akan kujalani
nanti, perkara yang sama sekali belum aku ketahui
dampaknya. Sesungguhnya yang terpenting bagiku
adalah aku akan senantiasa berusaha untuk
berpegang kepada ajaran Rasulullah, yaitu hidup hari
ini harus lebih baik dari kemarin.
Angel sayang... Janganlah kau menilai diriku
melalui karya-karyaku, sebab itu sama sekali tidak
mewakili pribadiku sesungguhnya. Aku menulis dan
menciptakan tokoh-tokohnya hanyalah untuk
bercermin dan mengenali diriku sendiri. Siapa
sebenarnya aku, dan untuk apa aku diciptakan.
Apakah aku ini orang baik, atau barangkali saja aku ini
orang yang jahat. Apakah aku ini orang yang
bertakwa, atau malah seorang pembangkang. Apakah
aku seorang yang jujur dan terpercaya atau barangkali
hanya orang yang munafik. Dengan terciptanya
179 berbagai karakter di ceritaku, aku terus bercermin,
dan akhirnya aku mencoba meneladani segala
kebaikan mereka. Terus terang, aku takut sekali
menjadi orang yang munafik, dan karenanyalah mau
tidak mau aku memang harus mengamalkan segala
pesan baik yang kusisipkan di setiap cerita yang
kutulis. Angel sayang... Sekali lagi aku mohon. Berilah aku
kesempatan untuk lebih mengenalmu, kalau kau
memang tidak bersedia menjadi kekasih, aku rela jika
kau hanya menjadi sahabatku, atau kalau boleh kau
bisa menjadi adikku. Kau tahu kan kalau aku tidak
mempunyai adik perempuan, dan jika kau memang
mau menjadi adikku tentu aku akan bahagia sekali.
Angel sayang... Janganlah kau merasa takut akan
memberikan harapan padaku, sebab aku bukanlah
orang yang berpikiran sempit dan "keras kepala". Aku
ini sudah dewasa dan sudah sering mengalami
berbagai hal yang menyakitkan. Aku pasti bisa
mengerti dan memahami apapun segala putusanmu,
asalkan kau mau mengatakannya dengan terus
180 terang. Selama ini aku selalu menjadikan pengalaman
pahit sebagai pelajaran yang penuh hikmah, darinya
aku belajar memahami arti kehidupan, sehingga aku
pun menjadi lebih dewasa dan lebih bijaksana.
Karenanyalah karya terbaruku yang berjudul "Menuai
Masa Lalu" yang juga telah kutitipkan bersamaan
dengan surat ini adalah buah dari segala pengalaman
hidup yang kutuangkan ke dalam sebuah cerita.
Dengan menulis cerita itu, pikiranku pun semakin
terbuka dan lebih memahami arti kehidupan. Angel
sayang... Kalau kau tertarik dengan cerita itu, kau
boleh membacanya. Kalaupun tidak, aku tidak akan
memaksa, dan aku tidak akan marah. Percayalah...!
Demikianlah Angel sayang... Aku berharap kau
mau lebih terbuka padaku. Percayalah...! Apa pun itu,
aku pasti akan menerimanya dengan lapang dada.
Janganlah kau sungkan padaku, perlakukanlah aku
seperti kau memperlakukan sahabatmu Raka. Jika
kau memang tak mencintaiku, bersikaplah wajar.
Anggaplah aku ini sebagai seorang kakak yang
mencintai dan menyayangi adiknya.
181 Bye... Angel sayang...! Sekali lagi aku doakan
semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Salam sayang selalu dari aku yang begitu
mencintaimu... Bobby "Aduuh...! Kenapa sih dia berkeras ingin
mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Jika
begitu, percuma saja aku terus menghindar. Sebab,
dia pasti akan terus mengejarku demi sebuah
jawaban. Hmm... Kini aku semakin bertambah
bingung. Bagaimana ini, hingga saat ini aku masih
belum mampu untuk mengungkapkannya. Hmm...
Kalau begitu, baiklah... Agar dia puas aku akan
segera memberikan jawaban. Namun aku tidak akan
memberikan jawaban yang sebenarnya, melainkan
jawaban yang juga sesuai dengan keinginannya, yaitu
menjadi adiknya. Bukankah dengan begitu aku bisa
182
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dekat dengannya dan bisa mengetahui segala tindaktanduknya.
Tapi, bagaimana jika..."
Saat itu Angel betul-betul bingung untuk
mengambil putusan, sebab keputusan yang akan
diambilnya itu bisa saja berdampak tidak sesuai
dengan harapannya. "Ah, sudahlah... Biar kulihat saja
nanti. Pokoknya apa pun itu, aku harus siap
menghadapinya. Lagi pula, kata-kata di suratnya
seolah dia itu tak begitu mencintai dan
mengharapkanku. Jika memang benar demikian,
pantaskah aku mencintai pria yang tampaknya kurang
bersungguh-sungguh demi mendapatkan cintanya"
Masa begitu mudahnya dia merelakan aku begitu
saja. Keputusanku ini adalah juga sebuah ujian
untuknya, jika ia memang benar-benar mencintaiku
dia pasti tidak akan mau menerimanya, dia pasti akan
berusaha untuk bisa mendapatkanku, yaitu dengan
bersabar menunggu jawaban yang sejujurnya," pikir
Angel berusaha meyakinkan diri agar berani
memberikan jawaban. 183 Lantas dengan penuh kebimbangan, akhirnya
gadis itu berani juga menulis surat untuk Bobby. Kata
demi kata dirangkainya dengan penuh perasaan dan
sedikit pertimbangan, hingga akhirnya gadis itu bisa
juga menyelesaikan suratnya.
Beberapa hari kemudian, di malam yang cerah,
surat yang di tulis Angel akhirnya tiba di tangan Bobby.
Kini pemuda itu tampak memandangi sepucuk surat
yang baru diterimanya. Saat itu hatinya langsung
berdebar kencang, berbagai praduga seketika
berkecamuk mengguncang hatinya. Ingin rasanya dia
segera membaca isi surat itu, yang mana telah
membuatnya betul-betul penasaran. Sebab, Raka
yang mengantarkan surat itu sempat bilang kalau
Bobby akan mendapat jawaban yang memuaskan.
Bahkan kata Raka, Angel sendirilah yang memintanya
untuk mengatakan itu. "Hmm... "jawaban yang
memuaskan". Apakah itu artinya dia mencintaiku" Jika
184 benar demikian, aku tentu bahagia sekali. Namun...
jika maksud "jawaban yang memuaskan" itu tidak
sesuai dengan harapanku, apakah aku bisa tabah
menerimanya. Bodohnya aku, kenapa aku menulis
surat seperti itu, yang isinya seolah aku ini orang yang
tegar dan tidak terlalu mengharapkan cintanya.
Padahal sesungguhnya, aku ini sangat mengharapkan
cintanya. Namun karena saat itu aku tidak mempunyai
pilihan terbaik, mau tidak mau aku memang harus
menulisnya begitu. Sebab jika tidak, aku khawatir dia
akan semakin menjauh dariku lantaran takut
memberikan harapan. Beruntung jika saat itu dia
memang mencintaiku, namun jika tidak, tentu
kekhawatiranku itu akan menjadi kenyataan."
Bobby terus memikirkan perihal isi surat yang
belum dibacanya itu, dan setelah merenungkannya
agak lama, akhirnya pemuda itu berani juga untuk
membaca dan siap menerima apa pun jawaban
Angel. Saat itu, Bobby memang sudah betul-betul siap
dan bisa menjadi orang yang tegar seperti apa yang
tertulis pada suratnya. 185 Dear, kakakku. Semoga Kakak selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Maafkanlah kalau adikmu ini baru bisa balas surat
Kakak sekarang. Ketahuilah, Kak. Sebetulnya selama
ini Angel bukan bermaksud menghindar dari Kakak,
atau Angel tidak mau membaca naskah Kakak lagi.
Selama ini Angel pergi dari rumah karena Angel
sedang ada masalah keluarga. O ya, Kak. Angel
sudah baca surat Kakak yang mengungkapkan
perasaan Kakak pada Angel. Sebetulnya Angel ingin
segera membalas surat itu, tapi karena selama ini
Angel sedang ada masalah terpaksa Angel baru bisa
membalasnya sekarang. Itu pun karena Kakak sudah
mengirim surat lagi dan ingin segera mengetahui
perasaan Angel yang sebenarnya.
Kak... Angel yakin kalau kakak pasti sudah tahu
jawabannya. Namun begitu, biar kakak lebih yakin
Angel akan mengatakannya lagi. Kak, ketahuilah"
Kalau menurut Angel, kakak itu tidak pantas mencintai
Angel. Bukan apa-apa, Kak. Kakak kan belum tahu
186 sifat Angel yang sebenarnya. Kak... Kakak itu
orangnya baik, dewasa, pengertian, dan tidak pernah
berpikiran sempit. Bahkan kakak sudah biasa
menghadapi berbagai masalah yang besar dan
menyakitkan. Kakak kan tahu kalau Angel masih
seperti anak kecil, dan menurut Angel yang pantas
menjadi kekasih kakak itu adalah gadis yang juga
sudah dewasa seperti kakak. Maaf ya, Kak. Angel
bukan bermaksud membicarakan soal usia kita yang
jauh berbeda. Biarpun usia kita sama, namun jika sifat
Angel masih seperti sekarang, Angel merasa tetap
tidak akan pantas menjadi kekasih Kakak. Saat ini
Angel hanya merasa pantas dianggap adik sama
Kakak. Nah... Tentu sekarang Kakak senang karena
kini sudah mempunyai adik perempuan, yaitu Angel.
O ya, Kak. Kalau boleh adikmu ini kasih saran,
bagaimana kalau Kakak menerima saja pilihan orang
tua kakak itu. Percayalah, Kak...! Orang tua Kakak
tidak mungkin memberikan sesuatu yang terburuk
untuk anaknya. Satu lagi, Kak. Bukankah cinta itu
tidak harus memiliki, dan Kakak tentu akan bahagia
187 jika melihat Angel bahagia. Bukankah Kakak sendiri
yang bilang begitu" Nah... Kakakku yang baik, Angel rasa kini
semuanya sudah jelas. Tak lupa Angel ucapkan
terima kasih untuk semuanya, dan Angel tidak akan
pernah bosan untuk membaca naskah cerita Kakak
selanjutnya. Terima kasih juga karena Kakak mau
mengerti jika Angel belum sempat bisa membaca
naskah terbaru Kakak lantaran kesibukan Angel.
Bukankah Kakak sendiri yang bilang kalau Kakak rela
jika Angel lebih mendahulukan sesuatu yang lebih
penting daripada harus membaca naskah Kakak"
Sudah dulu ya, Kak. Sekali lagi Angel doakan
semoga Kakak selalu dalam lindungan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Adikmu yang akan selalu menyayangimu
Angel Sungguh Bobby tidak menyangka kalau jawaban
Angel akan seperti itu, dan dia sungguh tidak mengira
188 kalau Gadis itu bisa menolaknya dengan cara yang
demikian. Sungguh isi surat itu sudah membuatnya
benar-benar patah hati dan membuatnya malas untuk
hidup, bahkan saat itu dia merasa Tuhan tidak lagi
menyayanginya. Padahal saat itu Bobby yakin betul
kalau Tuhan sudah mengetahui tujuannya mencintai
Angel adalah untuk beribadah, namun anehnya
kenapa Tuhan justru tidak mengabulkannya. Sungguh
saat itu yang diinginkan Bobby hanyalah kematian,
mati minum racun, gantung diri, atau ditabrak kereta
api misalnya. Namun karena dari awal dia sudah
mempersiapkan diri dan menyadari betul kalau bunuh
diri itu adalah perbuatan dosa, akhirnya dia segera
mengembalikan apa yang dirasakannya itu kepada
sang Pencipta. Setelah kepasrahannya itulah akhirnya
dia mendapat jawaban yang membuatnya yakin untuk
terus berprasangka baik kepada Tuhan, bahwa Tuhan
tidak menghendakinya menjadi kekasih Angel bukan
lantaran tidak sayang padanya, namun karena justru
Tuhan sayang dan tidak menghendaki Bobby jadi
menderita jika bersama gadis yang dicintainya itu.
189 Kini perasaan Bobby sudah menjadi lebih tenang,
dan dia pun mulai bisa berpikir kembali dengan jernih.
"Hmm... Ini benar-benar membingungkan. Kata
Angel... Dia tidak pantas menjadi kekasihku lantaran
merasa belum dewasa. Tapi jika dicermati dari isi
suratnya, sepertinya dia itu justru lebih dewasa dariku.
Malah dia gunakan kata-kataku sendiri untuk
menasihati aku. Pintar sekali dia. Hmm... Jika dia
memang tak mencintaiku, ya sudah. Aku kan sudah
berusaha, jika ternyata gagal berarti dia memang
bukan jodohku. Kini aku semakin bertambah yakin,
Tuhan tidak menghendaki hal itu lantaran Tuhan tahu
kalau Angel bukanlah pendamping yang baik untukku.
Hmm... Aku rasa cintaku padanya memang karena
cinta buta, dan itu karena aku hendak melarikan diri
dari kenyataan karena sudah tak sanggup
menghadapi tekanan dari berbagai pihak, yaitu orang
tua, teman dan keluarga besar. Kalau memang begitu
kenyataannya, berarti aku memang harus menikah
dengan pilihan orang tuaku. Kini aku semakin mantap
mau menikah bukan karena cinta buta atau cinta
190 sejati, tapi demi baktiku kepada kedua orang tua yang
selama ini sudah bersusah payah membesarkanku.
Ya... Sepertinya aku memang harus mau menerima
Wanda sebagai istriku. Mungkin saat ini aku belum
bisa mencintainya, namun siapa tahu suatu saat nanti
aku bisa sangat mencintainya."
Begitulah, akhirnya Bobby mau juga menerima
pilihan orang tuanya dan mencoba untuk senantiasa
berpikir positif terhadap takdir yang sudah digariskan
kepadanya. Dua minggu kemudian, Angel dan Raka datang
menemui Bobby. Saat itu mereka datang karena
hendak mengembalikan naskah yang berjudul
"Menuai Masa Lalu". Kini ketiga muda-muda itu
tampak sedang berbincang-bincang di teras depan,
dan ketika Raka pamit untuk membeli rokok, saat
itulah Bobby menceritakan perihal pertemuannya
dengan Wanda. Bahkan dia sempat menceritakan
191 kalau sifat Wanda ternyata tidak jauh berbeda dengan
Angel, apalagi saat itu dia juga sempat menangkap
sinyal suka dari Wanda, yang akhirnya membuat
Bobby tak kuasa lagi mengelak. Sungguh dia merasa
kalau gadis itu adalah belahan jiwanya yang selama
ini dia cari"cinta sejatinya yang hakiki. Apalagi
setelah dia tahu, kalau Wanda bersedia berkorban
untuk tidak menjadi wanita karir, maka semakin besar
saja cintanya kepada Wanda.
"Benarkah itu?" tanya Angel hampir tak
mempercayainya. "Eng... Selamat ya, Kak. Aku betulbetul
bahagia mengetahuinya, dan semoga keinginan
Kakak untuk segera menikah bisa terlaksana."
"Terima kasih, An. Kau memang adikku yang
baik... O ya, jangan bilang-bilang Raka ya! Sebab aku
tidak mau hal ini sampai tersebar luas."
Angel mengangguk. Pada saat itulah dia melihat
Raka sudah kembali dari membeli rokok. "Kak Raka,
kita pulang yuk!" ajak gadis itu tiba-tiba.
192 "Pulang?" tanya Bobby terkejut. "Lho, kenapa
terburu-buru" Bukankah kalian belum lama di sini,
bahkan aku belum sempat menyuguhkan minum."
"Iya, nih. Kita kan belum lama berada di sini,"
timpal Raka heran. "Please, Raka. Aku ke mari kan cuma mau
mengembalikan naskah. Lagi pula, pukul sembilan
nanti temanku mau datang menginap, katanya dia
mau curhat denganku," jelas Angel memberi alasan.
"Lho sekarang kan baru pukul setengah delapan,"
unjuk Raka. "Memang sih. Tapi bagaimana jika dia datang
lebih awal?" tanya Angel.
"Tidak akan... Lagi pula, salah sendiri jika dia
datang lebih awal," jawab Raka asal.
"Aduh, Kak Raka. Kau itu tidak pengertian sekali
sih. Pokoknya aku mau pulang sekarang, titik."
"Angel... Setengah jam lagi saja ya!" pinta Bobby
mencoba menahan. Angel tidak berkata-kata, dia hanya menggelenggeleng
dengan tingkahnya yang seperti anak kecil.
193 Sungguh saat itu Bobby merasa senang dengan
tingkahnya yang demikian, ingin rasanya dia mencium
wajahnya yang manis dan menggemaskan itu,
kemudian memandangi dan membelainya dengan
penuh kasih sayang. Raka yang saat itu sependapat dengan usul
Bobby juga mencoba menahannya, "Iya, An...
Setengah jam lagi saja! Please..." kata pemuda itu
memohon. "Tidak mauuu, pokoknya pulang sekaraaang!"
pinta Angel dengan nada manjanya.
Mengetahui itu, Raka langsung menarik nafas
panjang. "Wah, kumat deh. Eng... sebetulnya apa sih
yang sudah terjadi di antara kalian?" tanya Raka yang
kini sudah bisa membaca situasi.
"Tidak ada apa-apa kok," jawab Angel berusaha
meyakinkan. "Ayo dong, Kak. Kita pulang!" ajaknya
seraya menarik lengan Raka dengan penuh
kemanjaan.
Sayap Bidadari Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saat itulah Raka bisa merasakan tangan Angel
yang begitu dingin. "Iya.. iya... Kita pulang," kata Raka
194 yang menyadari kalau dia memang tidak seharusnya
menahan Angel lebih lama lagi di tempat itu. "Maaf ya,
Bob. Angel memang seperti ini, kalau tidak dituruti
bisa-bisa tambah parah," katanya kemudian.
"Iya, iya... Aku mengerti kok," jelas Bobby.
"Sudah ya, Bob. Aku pamit sekarang.
Assalamu"alaikum..." ucap Raka
"Wa"allaikum salam..." balas Bobby seraya
memperhatikan kedua muda-mudi itu menaiki sepeda
motor dan akhirnya menghilang di kejauhan.
Kini Bobby sudah berada di ruang tamu
memikirkan peristiwa barusan. "Hmm... sebenarnya
apa yang telah terjadi" Kenapa setelah Angel
mengetahui mengenai hubunganku dengan Wanda
dia malah jadi seperti itu. Ja-jangan-jangan..."
KRIIING...! KRIIING...! KRIIING...! tiba-tiba
terdengar dering telepon yang membuyarkan pikiran
Bobby. Semula Bobby enggan mengangkatnya,
namun karena dia menduga telepon itu berasal dari
Angel atau Raka yang ingin menjelaskan kejadian
barusan maka dengan segera Bobby mengangkatnya.
195 "Ya Hallo!" sapa Bobby kepada orang di seberang
sana. "Bisa bicara dengan, Bobby."
"Ya, ini aku sendiri. Siapa nih?"
"Hi, Bob. Ini aku, Aldo."
"O, kau Do. Ada apa?"
"Begini, Bob. Naskah cerita anak-anak yang
kutulis kan sudah selesai. Kau mau kan membantu
untuk mengoreksinya?"
"Tentu saja aku mau, Do. Memangnya selama ini
aku pernah menolak bila kau meminta bantuanku."
"Iya sih... Tapi sekarang kan kita sudah jarang
bertemu. Karena itulah aku tidak tahu apakah kau lagi
tidak mood atau tidak."
"Ketahuilah, Do! Sebetulnya aku justru sangat
penasaran ingin membacanya."
"Benarkah?" "Lho, bukankah waktu itu aku sempat main ke
rumahmu dan menanyakan perihal itu?"
"Hehehe...! Iya, ya Bob. Eng, baiklah... Kalau
begitu, besok aku akan mengantarnya ke rumahmu."
196 "Oke, Do. Aku akan menunggumu."
"Kalau begitu sudah dulu ya, Bob. Bye..."
"Bye..." Kini Bobby kembali memikirkan peristiwa yang
membuatnya terus bertanya-tanya. Hingga akhirnya
dia memutuskan menulis surat untuk Angel yang
isinya mempertanyakan hal yang membingungkan itu.
Beberapa hari kemudian. Di sebuah kamar,
seorang gadis tampak duduk bersandar di atas
tempat tidurnya. Jemarinya yang lentik tampak
membuka sampul surat yang baru diterimanya. Lalu
dengan hati berdebar, gadis itu pun mulai
Pukulan Naga Sakti 10 Godfather Terakhir The Last Don Karya Mario Puzo Makam Bunga Mawar 23