Pencarian

Suro Buldog 4

Suro Buldog Karya Pandir Kelana Bagian 4


Kedatangan Nyonya Besar di gubuk itu disambut oleh... Sinder
Suprapto! Langsung dua insan itu berpeluk-pelukan dan...
masuk ke dalam gubuk. Sayup-sayup terdengar desah-desah
bergairah. Cepat aku meninggalkan tempat itu. Pikirku, "Gila
Sinder Prapto. Istri majikannya dimakan. Kalau sampai
ketahuan... mampus dia. Ah, ya, barangkali... Nyonya Besar yang
memang secara sadar memberi peluang." Ya, kehidupan di
perkebunan gula waktu itu memang tidak serba suci, tapi kalau
Sinder Inlander sampai mampu menggaet istri Administrator
Ndara Tuan Besar, itu hal yang luar biasa. Yah, postur Sinder
Prapto memang bukan postur Suro Buldog.
Sementara itu pula aku semakin sering datang ke rumah
Sinder Prapto, baik karena dipanggil maupun hanya untuk
melihat-lihat apa ada bagian-bagian rumah yang perlu
diperbaiki, atau halaman rumah yang perlu ditata, di samping...
melihat wanita yang walaupun tidak terlalu muda lagi dan hanya
pembantu Ndara Ayu, tapi kecantikannya mendekati yang
disembah-sembahnya itu....
51 Semakin sering aku ikut mendengarkan Ndara Ayu Sinder
bercerita dan berkidung, semakin tersayat-sayat rasa hatiku. Ya,
apa yang dapat kulakukan di Madugondo" Mengajar pencak
silat seperti di Nusakambangan" Bukan tempatnya. Ya, apa"
Pada suatu hari Minggu aku menghadap Sinder Prapto.
Tekadku bulat sudah setelah aku mendengar keluhan dari
teman-teman mandor yang lain. Durahman terutama. Kuli-kuli
kebun banyak yang terjerat utang lintah darat, wuker. Duduk-
duduk di kursi taman di halaman depan rumah, kulaporkan
http://dewi-kzanfo/ 167 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Ndara Sinder, "Ada sesuatu yang perlu saya sampaikan,
Ndara." "Ada apa, Darmin" Risi rasanya kau memanggilku dengan
sebutan 'Ndara'. Kau bukan mandor sembarang mandor. Bagiku
juga kurang enak memanggilmu dengan 'Darmin' begitu saja,
tapi demi keamananmu dan keamananku, apa boleh buat Ada
kesukaran apa, Darmin?"
Jawabku, "Begini, Ndara, kuli-kuli kebun banyak yang
terjerat utang pada lintah darat, Ndara. Walhasil, mereka tidak
mampu membayar tagihan-tagihan bon-bon di berbagai warung
dan toko. Rumah gadai padat dikunjungi kuli-kuli kebun, sampai
52 alat dapur pun digadaikan."
Sejenak Suprapto merenung, kemudian ia berkata, "Ya, aku
sudah mendengar tentang hal itu. Mandor Durahman,
walaupun bukan mandorku, juga pernah mengadu. Kau ada
pikiran bagaimana mengatasinya, Darmin?"
"Sedikit-sedikit saya ada pengalaman tentang koperasi,
Ndara. Barangkali bisa mengatasi kesulitan mereka."
"Yah, gara-gara zaman radio. Kemajuan memang, tapi
membawa pengaruh sampingan Jor-joran beli radio, padahal
harganya masih cukup mahal untuk bisa dijangkau oleh para
kuli." "Kesulitannya, Ndara, modal. Kalau sekarang ini harus digali
dari teman-teman kuli, sudah terlalu sulit, Ndara. Apakah dinas
tidak bisa meminjami modal, Ndara?"
Tanggap Sinder Prapto, "Hmmm, ya, aku dapat
memahaminya. Baiklah, akan kucoba bicara-bicara dulu dengan
para sinder lainnya. Orang yang dibebani cicilan utang yang
http://dewi-kzanfo/ 168 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencekik leher tak mungkin dapat kerja baik. Baiklah, apa
lagi...?" Pembantu yang sudah lama kukenal, yang namanya
53 Tomblok, muncul membawa baki dan minuman dalam teko dan
cangkir-cangkir. Untuk Ndara Sinder dan untukku. Sewaktu
Tomblok hendak menuangkan minuman kopi ke dalam
cangkirku, aku tidak sampai hati untuk dilayani oleh Den
Nganten Tomblok itu. Maksudku hendak mengambil alih
pekerjaan menuang-nuang itu. Eee, baru tersentuh jari
kelingkingnya saja, yang namanya Tomblok itu sudah gemetar.
Ya, malapetaka tak terelakkan. Minuman kopi seteko penuh dan
masih panas mendidih itu tumpah ke pangkuanku. Bayangkan,
bayangkan.... Mendengar ramai-ramai di depan rumah, Ndara Ayu
muncul. Setelah melihat apa yang terjadi itu dan suasana sudah
tenang kembali, Ndara Ayu berkata, "Ngalamat, ngalamat. Wis
pancen bakal dadi jodone. Bosen, bosen! Nek kedayohan
Darmin mesti nggregeli. Tak nikahke pisan kowe, Mbok....
(Alamat baik. Mungkin memang akan menjadi suami-istri.
Bosan, bosan aku! Setiap kali Darmin datang, pasti ada-ada saja.
Baiknya kunikahkan saja ya, Mbok...)"
Sambil berteriak-teriak, "Mboten, mboten, (Tidak, tidak)"
Tomblok lari masuk ke dalam rumah.
Pembicaraan dengan Ndara Sinder itu tidak bisa dilanjutkan,
sebagai akibat musibah teko yang melejit dari tangan Tomblok.
Aku pulang untuk berganti pakaian bersih.
Keesokan harinya apa yang dibicarakan dengan Sinder
Suprapto itu kurundingkan dengan Mandor Durahman. Tanggap
54 Durahman, "Hidup tutup lubang gali lubang. Utang sana utang
sini, tapi masih saja tetap membeli-beli barang-barang yang
http://dewi-kzanfo/ 169 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebenarnya masih jauh dari jangkauan kemampuan. Yah, untuk
apa mencicil sepeda Fongers yang mahal itu" Malahan tidak itu
saja. Main judi! Dikiranya dengan berjudi itu mereka mampu
membayar kembali utang-utangnya. Tidak juga berhenti sampai
di situ saja. Kalah main, berkelahi!"
Kataku, "Ya, mudah-mudahan usaha Ndara Sinder Prapto
akan berhasil. Kang Dur, apa kau juga sudah melaporkan
masalah keadaan kuli-kuli itu kepada Tuan Sinder Baumann?"
"Tuan Sinder Baumann" Percuma saja. Pernah aku
menyinggungnya, walaupun tidak secara langsung. Jawabnya,
'Itu urusan mandor, bukan urusan sinder. Pokoknya, kalau tidak
mau kerja baik, pecat saja.' Kalau dipecati, makin kurang
kulinya, pekerjaan tertinggal. Ganti kuli baru" Masih harus
mendidik, makan waktu. Repot jadinya. Yah, kawan-kawan
diajak hidup tertib saja susah, apalagi kalau diajak berjuang. Ah,
itu urusanmu, Dik Darmin."
Sebulan kemudian, aku dipanggil Sinder Suprapto di
rumahnya. Kata Ndara Sinder, "Darmin, Tuan Besar mau
55 mengerti. Langsung dia mengumpulkan para sinder dan
menjelaskan keadaan kuli-kuli. Dia tidak bilang bahwa akulah
yang pernah memberikan keterangan kepadanya. Itu bukan
soal. Kata Van Hoogendorp, Kalau sampai kuli-kuli terjerumus ke
dalam utang, produksi dan mutu gula akan menurun. Er tnoet
wat aan gedaan worden.' (harus dapat diatasi) Van Hoogendorp
sendiri yang mengajukan gagasan koperasi itu. Beberapa sinder
mendukung gagasan Tuan Besar. Akhirnya diputuskan, akan
disediakan dana modal dan akulah yang diserahi tugas untuk
membentuk koperasi itu. Nah, Darmin, kau bisa mulai kerja
sekarang." http://dewi-kzanfo/ 170 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ndara Sinder Prapto sendiri yang mengumpulkan para
mandor di rumahnya. Dijelaskannya sendiri maksud dan tujuan
pembentukan koperasi itu. Ternyata Sinder Prapto bukannya
orang kemarin sore dalam masalah perkoperasian. Tahapan
pertama belum diadakan pemilihan pengurus. Pimpinan
dipegang sendiri oleh Suprapto, aku sebagai sekretaris, dan
sebagai bendahara ditunjuk Mandor Durahman yang cukup
disegani oleh kuli-kuli. Selesai pertemuan, Durahman dan aku
tinggal untuk menerima petunjuk-petunjuk lebih lanjut dari
56 Sinder Prapto. Kata Suprapto, "Kuharap Mandor Darmin dan
Durahman tidak bosan-bosan menjelaskan masalah perkoperasian kepada para kuli. Pasti mereka sulit diajak
bergabung, maklumlah! Kukira yang perlu digarap lebih dulu
kelompok kerja Darmin dan Durahman saja. Baru kalau sudah
kelihatan manfaatnya, yang lain pasti akan ikut. Uang pangkal
disediakan dinas, tapi harus dicicil sampai lunas."
Apa yang dijelaskan oleh Suprapto memang terbukti. Mula-
mula pekerja-pekerja sulit untuk diajak berkoperasi. Walaupun
uang pangkal disediakan oleh dinas. Namun demikian, siapa
yang ikut harus menyetorkan iuran wajib bulanan. Kelompokku
sendiri mula-mula hanya separonya yang ikut dan itu pun tidak
tanpa sikap ragu-ragu. Yang perlu diatasi, melepaskan mereka
dari belenggu utang. Koperasi simpan-pinjam sebagai pangkal -
tolak. Praktek wuker lintah darat harus dibabat habis dulu.
Beberapa mandor yang menjadi rentenir terpukul hebat dan
mereka mencoba merongrong gerakan koperasi itu. Suku bunga
mereka turunkan drastis, tapi juga tidak mampu menyaingi suku
bunga ringan yang dapat disediakan oleh koperasi. Tampaknya
mandor-mandor rentenir itu didukung pihak luar. Akhirnya
mereka menyerah kalah juga dan malahan bergabung. Wibawa
57 Durahman di kalangan kuli-kuli sangat membantu. Kadang-
http://dewi-kzanfo/ 171 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kadang ia tidak segan-segan menggunakan cara-cara yang agak
otoriter, berlawanan dengan prinsip koperasi yang demokratis
itu. Suprapto membiarkannya. Katanya kepadaku, "Ya, tekanan-
tekanan Durahman sementara diperlukan. Nanti pada saatnya
baru prinsip demokratis dapat dijalankan." Koperasi melangkah
maju, menangani masalah konsumsi. Dihimpun juga dana-dana
simpanan kemalangan dan lain sebagainya, misalnya bila kena
musibah. Ketentuan-ketentuan ditegakkan. Patuh pada
peraturan, terutama mematuhi ketentuan pengembalian
pinjaman. Tidak memenuhi peraturan, dikeluarkan dari
keanggotaan. Tidak jarang kami harus ikut mengamati
penggunaan keuangan kuli-kuli, mendidik mereka hidup hemat
dan tidak konsumtif. Pendidikan politik dilakukan secara halus sekali. 58 Perkumpulan-perkumpulan ludruk, kethoprak didirikan. Gamelan besi yang mula-mula dimiliki koperasi, akhirnya bisa
diganti dengan gamelan perunggu yang mutunya lebih baik.
Cerita-cerita untuk pertunjukan kethoprak, Ndara Ayu Sinder
yang menggubahnya. Babad Demak, Mataram, dan lain
sebagainya. Menanamkan rasa cinta tanah air tanpa
mengundang persoalan dengan pimpinan perkebunan. Cerita-
cerita seperti Kapten Tak dan Trunojoyo dihindari. Aku kagum
akan keterampilan Ndara Ayu dan... embannya, Tomblok, yang
juga pandai berkidung tembang. Ya, walaupun bukan suara
emas, tapi perak begitulah.
Gerakan koperasi yang diselenggarakan di Madugondo
berhasil mengembalikan gairah kerja kuli-kuli kebun.
Produktivitas berangsur-angsur naik kembali. Kuli-kuli yang
terjerumus ke dalam l umpur utang kepada lintah darat semakin
mengecil jumlahnya. Koperasi memberikan manfaat yang sangat
dirasakan oleh para pekerja.
http://dewi-kzanfo/ 172 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
59 Keesokan harinya, kami sedang bekerja bersih-bersih kebun.
Tiba-tiba kami melihat Ndara Ayu berlari-lari sepanjang jalur rel
kereta api. Pekerja-pekerja berhenti mencangkul-cangkul,
terheran-heran bercampur cemas. Ada apa" Kucegat Ndara Ayu
dan kutanyakan, "Ada apa, Ndara?"
Terengah-engah Ndara Ayu menjawab, "Ah, tidak ada apa-
apa, Pak Darmin. Di mana Ndara Sinder ya sekarang ini?"
"Terus saja, Ndara... Iha itu apa dresin-nya, Ndara," jawabku.
"Itu, Ndara." Di kejauhan tampak sebuah dresin sedang melaju mendekat,
didayung oleh dua pekerja. Di bangku dresin duduk Sinder
Suprapto berpakaian seragam lapangan.
Melihat kedatangan suaminya itu Ndara Ayu melambai-
lambaikan tangannya yang memegang secarik kertas.
Pendayung-pendayung, Paijo dan Paimo, mengerahkan segenap
kekuatannya untuk mempercepat laju dresin. Begitu dresin
berhenti, Ndara Sinder melompat turun, menghampiri istrinya
seraya bertanya, "Ada apa, ada apa, Bu?"
Terbata-bata Ndara Ayu menjawab, "Hono... Hono, Pak."
Tampak Sinder Prapto semakin menjadi cemas. Disambarnya
secarik kertas yang digenggam oleh istrinya itu. Kertas yang
ternyata surat itu dibacanya berulang-ulang. Yakin sepenuhnya
bahwa anaknya sudah menyandang gelar insinyur, sinder itu
berjingkrak-jingkrak kegirangan sambil berkata,
"Hono lulus.... Lulus! Dia insinyur sekarang.... Insinyur! He,
60 kemari semuanya!" Sinder Suprapto memanggil pekerja-pekerjanya. Berbondong-bondong anak buahnya mendekat.
http://dewi-kzanfo/ 173

Suro Buldog Karya Pandir Kelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada apa, Ndara?" tanyaku.
"Anakmu, Min, anakmu, Suhonooo... insinyur, Min! Suhono
lulus, lulus! Ndara mas sinyur dia sekarang. Darmin, kasih tahu
para mandor. Nanti malam makan-makan di rumah. Kasih tahu
Tomblok, suruh bantu-bantu Ndara Ayu masak-masak, ya."
Berulang-ulang surat anaknya yang ditulis dalam bahasa Jawa
halus itu dibacanya keras-keras. Katanya, "Darmin, dengarkan,
dengarkan. Akan kubacakan surat Ndara Mas Suhono. Ini!
'Sembah sungkem mugi katur Ibu/Bapak.
Dengan sengaja berita gembira ini tidak Ananda sampaikan
lewat telegram. Ananda khawatir kalau hanya akan
mengejutkan Ibu dan Bapak saja. Atas ridho Tuhan Yang Maha
Pemurah dan atas doa restu Ibu dan Bapak, Ananda telah lulus
dengan predikat cum laude. Kini Ananda menyandang gelar
61 insinyur sudah. Ananda belum bisa lekas pulang, karena masih
banyak urusan yang harus diselesaikan di Batavia. Tak lain
Ananda mohon doa restu. Salam Ananda untuk Mandor Darmin. Namung semanten
atur kulo. Nuwun. Putro tresno, Ir. Suhono.' "Kau dapat salam dari Insinyur Suhono, Darmin. Ini lihat
sendiri." Sinder Suprapto menunjukkan surat itu kepadaku.
Entah bagaimana, aku menangis di hadapan Sinder Suprapto
dan Ndara Ayu. Aku ikut bahagia menyaksikan kebahagiaan
Sinder Suprapto dan Ndara Ayu itu. Mungkin saat itu aku sedang
menangisi nasibku. Ya, ya, aku tidak akan pernah
berkesempatan mengasuh anakku sendiri, Harnoto.
http://dewi-kzanfo/ 174 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ndara Sinder memerintahkan, "Paimo, Paijo, Darmin... a ntar
Ndara Ayu pulang, dan kau, Darmin, kau pulang dan beritahu
Tomblok agar membantu Ndara Ayu masak."
Setelah mengantar Ndara Ayu pulang naik dresin, aku sendiri
juga langsung pulang. Begitu tiba di rumah, Tomblok yang sudah
jadi istriku bertanya, "Lho, Kang, pulang, ada apa?"
62 "Ah, tidak apa-apa. Kamu dimint
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
a bantu-bantu Ndara Ayu masak-masak," jawabku.
"Masak-masak" Begitu mendadak?" tanya Tomblok
terheran-heran. "Ada apa, sih?"
"Ndara Sinder terima surat dari Ndara Mas Suhono. Dia lulus
jadi sinyur." "Ndara Mas sudah jadi sinyur" Tobil, tobil. Aku yang
ngemong lho, Pakne. Sejak kecil."
"Bukan kamu saja yang ngemong. Aku juga ikut," tanggapku,
"meskipun tidak sejak kecil."
Melihat wajahku yang bahagia tapi bercampur sedih itu
Tomblok berkata, "Pakne, kubuatkan minuman teh panas gula
jawa, ya. Duduklah sebentar sebelum kembali ke tempat kerja."
Aku duduk dan tak lama kemudian Tomblok membawa
segelas minuman teh dan gula jawa. Ia duduk menemaniku.
Celetuknya, "Sudahlah, Pakne. Aku bisa ikut merasakan apa
yang kaurasakan. Harnoto kan di tangan orang baik-baik.
Ikhlaskan saja." Jawabku, "Kau benar, Mbokne. Aku hanya agak nelongso
(bersedih hati) saja, tidak berkesempatan mengasuhnya
sendiri." http://dewi-kzanfo/ 175 1 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tomblok-lah yang malahan menangis. Gumamnya, "Maaf ya,
Pakne, aku tidak bisa memberikan anak padamu. Maklum, aku
sudah lewat umur untuk itu."
Kupegang kedua belah tangan istriku erat-erat, kataku,
"Bukan itu, Mbok, soalnya. Semenjak aku mengawinimu, aku
sudah tahu itu. Aku yang seharusnya meminta maaf padamu.
Baiklah, aku kembali ke kebun, ya. Kau langsung saja
menghadap Ndara Ayu."
Malam itu kami mandor-mandor bersantap malam di
kediaman Sinder Prapto. Seperti malam-malam semacam itu
sebelumnya, kami duduk-duduk di atas tikar pandan di ruang
depan rumah. Sehabis makan dan minum kopi, Ndara Ayu
membacakan kidung tembangnya. Suara emasnya mengalun,
diikuti oleh anggukan-anggukan suaminya. Sinder Suprapto
tampak bangga dan bahagia. Dalam hati aku bertanya-tanya,
sesudah anak tunggalnya itu memperoleh gelar insinyur, apa
Don Juan itu masih saja akan bermain cinta dengan istri
majikannya" Pagi itu Sinder Suprapto sedang memberikan petunjuk-
petunjuknya kepada mandor-mandornya. Katanya, "Kebun
harus diawasi ketat, terus-menerus. Sekalipun daun-daun kering
sudah dibersihkan, bahaya kebakaran masih saja bisa terjadi.
Udara begitu panas akhir-akhir ini. Jangan sampai ada pekerja
2 begitu saja membuang puntung rokok seenaknya. Sederhana
tampaknya, tapi bisa besar akibatnya."
Kebetulan pada saat Suprapto memberikan petunjuk-
petunjuknya, ia melihat di kejauhan Sinder Dirk Baumann
sedang marah-marah. Kebun kuasa Suprapto berbatasan
dengan kebun kuasa Baumann. Tampak berdiri di hadapan
Baumann yang Belanda Indo itu, Mandor Durahman. Suprapto
http://dewi-kzanfo/ 176 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu betul sifat Durahman. Seorang mandor yang terampil,
cekatan, dan penuh dedikasi terhadap tugasnya, tapi Durahman
tidak suka dihina orang, walaupun oleh sinder sekalipun. Rupa-
rupanya Baumann dan Durahman terlibat dalam pertengkaran
mulut. Cepat Suprapto mendekat. Ia masih sempat mendengar
umpatan Baumann, "Bangsat Inlander... babi kau." (Baca: Ibu
Sinder, Pandir Kelana."
Durahman tampak menjadi marah, mukanya merah,
tangannya gemetar memegang-megang golok di pinggang.
Melihat kemungkinan yang tidak diharapkan itu, Sinder
Suprapto berteriak nyaring, "Durahmaan! Awas!"
Durahman terkejut ada orang yang memanggilnya.
Menengok ke arah datangnya suara, ia melihat Sinder Suprapto.
3 Durahman mengurungkan niatnya untuk mencabut golok.
Suprapto mendekati Baumann dan bertanya, "Ada apa, Dirk,
kau mengumpat-umpat?"
"Bukan urusanmu, Suprapto. Kau tak berhak turut campur,
Durahman mandorku, bukan mandormu," jawab Baumann.
Dengan tenangnya Suprapto menanggapi, "Memang
Durahman mandormu. Kau mengumpatinya, itu hakmu.
Umpatan kasarmu itu yang tidak bisa diterima mandormu."
"Kausangka aku takut, Suprapto. Kaukira aku akan
menyerahkan kepalaku begitu saja kepada Inlander Madura itu"
Salah terka kau, Suprapto. Tinjuku akan lebih dulu menyumbat
mulut Inlander kerbau itu."
Suprapto sulit untuk mempercayai pendengarannya. Begitu
kasarnya kata-kata Baumann. Kata Suprapto, "Hati-hati dengan
kata-katamu, Dirk. Aku juga Inlander. Jangan gampang
menghina kau." http://dewi-kzanfo/ 177 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jawaban Baumann semakin menyakitkan hati, katanya, "Kau
sendiri yang harus jaga mulut, Suprapto. Kalau kau mau
membela de vuile Madurees (orang Madura Busuk) ... silakan.
Ini Indische jongen (anak indo) dari Meester Cornelis."
4 Tanggap Suprapto, "Ini de vuile Javaan (orang Jawa busuk)
dari Banyumas. Kalau mau coba, ayo silakan, Belanda
singkong..." Mendengar ucapan Belanda singkong itu, Dirk Baumann naik
pitam dan langsung saja melangkah maju. Tinjunya lepas
meluncur ke arah rahang Sinder Suprapto. Suprapto hanya
memalingkan kepalanya saja dan sebelum Baumann sadar apa
yang terjadi, sepatu kebun Suprapto sudah bersarang pada
perut Baumann. Baumann mengaduh, mundur beberapa
langkah terhuyung-huyung. Suprapto menunggu. Baumann
kembali menyerang. Ia meloncat dengan maksud akan
menyekap lawannya. Suprapto mengelak, membalik, dan
dengan kaki kanan mendorong pantat Baumann. Oleh daya
lajunya sendiri dan didorong kaki Suprapto, Baumann meluncur
menerobos tanaman tebu dan jatuh telungkup.
Dalam hati aku tertawa geli melihat Baumann loncat indah
masuk tanaman tebu itu. Kukagumi kegesitan majikanku itu. Ia
sama sekali tidak memperlihatkan kemahiran pencak silatnya.
Diikuti saja gerakan lawannya. Baumann bangkit, wajahnya
semakin menjadi merah padam karena amarahnya. Ia
mendekati Suprapto lagi. Tinjunya beruntun lepas.
Suprapto sambil melangkah-langkah mundur mengelak
dengan hanya memaling-malingkan kepalanya ke kanan dan ke
kiri, dan dengan kata-kata, "Maaf, Dirk," sepatu kirinya
bersarang pada bagian tubuh Baumann yang paling peka.
5 Baumann membungkuk-bungkuk, melangkah-langkah mundur,
http://dewi-kzanfo/ 178 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil menutupi alat vitalnya dengan kedua belah tangannya. Ia
terjatuh telentang dalam parit kering dan tetap menggeletak di
tempat itu. Dirk Baumann sudah tidak mampu bangkit kembali.
Suprapto memerintahkan kepada pekerja-pekerja yang ikut
menyaksikan perkelahian itu, "Ayo, lekas kembali kerja."
Pekerja-pekerja itu menghilang masuk ke rimbunnya tanaman
tebu, termasuk Durahman. Sinder Suprapto sendiri kembali
menuju kebun kuasanya, sedangkan Baumann masih saja
terbaring telentang di dalam parit sambil menyeringai-nyeringai
dan mengumpat-umpat. Sore hari lepas kerja ramai dibicarakan orang peristiwa
perkelahiar antara dua sinder itu. Mereka yang ikut menyaksil
an adu jotos itu mengungkapkan versinya sendiri-sendiri. Yang
tinggal diam dalam seribu bahasa, Mandor Durahman. Dialah
yang menjadi sebab adanya perkelahian itu. Nasib apa yang
bakal menimpa dirinya"
Keesokan harinya Durahman dipanggil oleh Sinder Prapto.
Kata Suprapto, "Kau masih beruntung, Dur. Putusan Tuan Besar
lunak. Hanya dipotong gaji tiga puluh persen selama setahun
6 dan tahun ini tidak akan mendapat bonus. Kau dipindahkan
menjadi mandorku. Kebetulan malahan, aku memang sedang
kekurangan mandor. Itu saja. Jangan cari perkara lagi, Dur."
Kami mandor-mandor tahu semua bahwa Sinder Prapto-lah
yang membelanya sehingga Durahman tidak dipecat dari
pekerjaannya. Tak berapa lama kemudian hubungan Suprapto
dan Baumann kembali normal.
Peristiwa lain mencemaskan diriku. Lagi-lagi karena ulah
Sinder Suprapto. Pada suatu malam aku mendapat giliran tugas
ikut jaga gedung Besaran, kediaman Tuan Besar Statir Jonkheer
van Hoogendorp. Aku sedang duduk-duduk di belakang gedung
http://dewi-kzanfo/ 179 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di luar tembok keliling yang tingginya tiga meter itu. Pada
tembok keliling bagian belakang ada pintu yang biasanya
digunakan untuk keluar-masuk pembantu-pembantu rumah
tangga Tuan Besar. Waktu itu sudah menjelang dini hari, sekitar
jam satu barangkali. Tiba-tiba aku melihat sesosok tubuh yang
dengan hati-hati sekali mendekati pintu belakang itu. Tidak
salah lagi... Sinder Suprapto, dalam seragam lapangan serba
gelap. Ia mengetuk-ngetuk pintu tiga kali-tiga kali berulang-
ulang. Pintu dibuka dengan cepatnya dan jelas kelihatan yang
7 membuka pintu itu Mbok Wongso, pengasuh pribadi Nyonya
Besar Fien van Hoogendorp. Suprapto menyelinap masuk dan
pintu belakang itu ditutup kembali. Gumamku, "Memang gila
sinder satu itu. Berani-beraninya masuk kandang harimau
betina. Tentu segala-galanya sudah diatur dari dalam oleh
Nyonya Besar sendiri."
Kesempatan baik memang waktu itu. Tuan Besar
Administrator sedang pergi ke Batavia dan kata orang, Fien van
Hoogendorp itu pelukis dan punya sanggar lukis di paviliun
gedung bagian belakang. Tidak ada yang boleh masuk
sanggarnya selain Mbok Wongso dan Tuan Besar sendiri. Yang
boleh membersihkan sanggar itu pun Nyonya Besar sendiri dan
Mbok Wongso. Kutinggalkan tempat itu. Pikirku, "Ya, mudah-mudahan saja
tidak ketahuan orang lain." Bisa celaka dia. Siapa orangnya yang
tidak akan memberanikan diri untuk mengambil risiko kalau dia
diingini oleh nyonya besar yang cantik menggiurkan itu,
walaupun usianya sudah tidak muda lagi. Anaknya saja sudah
mahasiswa kedokteran. Sambil jalan menelusuri tembok pagar
tinggi itu kutanyakan pada diriku, "He, Darmin. Kalau kau
ditantang masuk oleh Fien van Hoogendorp dan diberi jalan
yang mulus, apa kau akan hanya berdiri mematung saja" Apalagi
http://dewi-kzanfo/ 180 8 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disertai ancaman, kalau kau tidak memenuhi keinginannya, kau
bakal dipecat." Gila, gila, ah, apa bedanya dengan perbuatan
sialan yang kulakukan dengan Rita De Bruyn" Siapa tahu, Van
Hoogendorp juga membiarkannya.
Sebulan kemudian sang insinyur muda pulang dan lagi-lagi
Sinder Suprapto mengadakan selamatan. Sehabis selamatan
dilanjutkan dengan pembacaan kidung-kidung tembang oleh
Ndara Ayu Sinder. Suhono yang duduk di sampingku berbisik di
telingaku, "Pak Darmin... maaf ya... masih suka baca-baca surat
kabar De Locomotifi"


Suro Buldog Karya Pandir Kelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku hanya mampu menyeringai saja. Kemudian aku
menjawab merendah, "Ah, apa, Ndara Mas, saya hanya suka
lihat-lihat gambarnya saja."
Tanggap Suhono sambil tertawa, "Kalau hanya suka gambar-
gambarnya saja, aku membawa maja-lah DeLach banyak. Bapak
banyak bercerita mengenai dirimu, Pak. Ya, kami bisa mengerti.
Tidak sia-sia, Pak, Pak Darmin berhasil mendidik pekerja-
pekerja. Teruskan, Pak, siapa tahu ada gunanya di belakang
hari." Sambil menunggu keputusan penempatannya, Suhono
menjadi tamu tetap gedung Besaran. Anak Van Hoogendorp
yang juga baru saja memperoleh gelar doktoranda medis
sedang liburan. Pasangan Ir. Suhono Suprapto dan Dra. Medis
9 Ivonne van Hoogendorp mampu menyemarakkan suasana
Madugondo. Pasangan yang serasi itu menjadi buah bibir
penduduk Perkebunan dan Pabrik Gula Gebroeders van Zanten.
Postur tubuh Suhono mengikuti jalur sang ayah. Wajahnya yang
ganteng itu diperolehnya dari garis keturunan ibunya.
Sebaliknya, Ivonne van Hoogendorp adalah duplikat Fien van
Hoogendorp. Pasangan Suhono-Ivonne tidak lama menghiasi
http://dewi-kzanfo/ 181 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jalan-jalan Madugondo. Ivonne kembali kuliah di Geneeskundige Hoge School, Sekolah Tinggi Kedokteran, dan
Suhono ditempatkan di Ambon, Maluku.
Sementara itu Eropa sudah mulai dibayang-bayangi Perang
Dunia II. Kaum pergerakan juga tidak tinggal diam, walaupun
petisi Soetardjo dalam Volksraad ditolak oleh Pemerintah
Belanda berdasarkan Keputusan Kerajaan No. 40, tanggal 16
November 1938. Pada tanggal 21 Mei 1939 persidangan
10 konsentrasi nasional di Batavia berhasil membentuk organisasi
gabungan partai-partai politik yang diberi nama GAPI. Anggaran
dasarnya antara lain menyebutkan hak untuk menentukan nasib
sendiri, persatuan nasional bagi seluruh bangsa Indonesia
berdasarkan kerakyatan dalam paham politik, ekonomi, dan
sosial, serta persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.
Semboyan "Indonesia Berparlemen" berkumandang di
seluruh penjuru Tanah Air. Bendera-bendera kecil "Indonesia
Berparlemen" menghiasi sepeda, taksi, dokar, dan gerobak.
Kemudian GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia yang
diresmikan pada tanggal 25 Desember 1939. Keputusan penting
yang diambil oleh Kongres, menetapkan bendera Merah Putih
dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan
Indonesia, serta menganjurkan agar pemakaian bahasa
Indonesia oleh rakyat Indonesia! ditingkatkan. Tuntutan
"Indonesia Berparlemen" juga ditolak oleh Pemerintah Belanda.
Alasannya tetap yang itu-itu juga. Belum waktunya dan belum
matang untuk berparlemen.
Ya, pada akhirnya perang besar melanda daratan Eropa.
Negara-negara di Eropa Timur dan Eropa Utara, satu demi satu
jatuh dalam kekuasaan Jerman Nazi di bawah pimpinan Adolf
Hitler, dan pada bulan Mei 1940 Negeri Belanda diserbu dan
http://dewi-kzanfo/ 182 11 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diduduki Jerman. Ratu Wilbelmina dan Pemerintah Belanda
menyingkir ke Inggris. Sikap orang-orang Belanda di Madugondo berubah total.
Belanda-Belanda yang menjadi anggota NSB, National
Socialisten Bond yang pro Jerman itu ditangkapi dan diinternir.
Wajah-wajah suram berubah cepat menjadi wajah-wajah penuh
senyum yang dilontarkan kepada kaum Inlander. Dalam pada itu
kaum pergerakan seperti memperoleh angin segar. Berbagai
tuntutan diajukan kepada pihak Belanda. GAPI unjuk gigi lagi,
menyampaikan resolusi yang ditujukan kepada Gubernur
Jenderal, Ratu Wilhelmina, dan Pemerintah Belanda di London.
Isinya antara lain, "Volksraad secepatnya dijadikan parlemen
sejati yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat Diangkat
menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Parlemen."
Ya, kaum pergerakan tidak bertopang dagu saja, tapi apa yang
dapat kulakukan di Madugondo" Kosong belaka!
Hubungan politik Inggris, Belanda, Amerika, dan pihak
Jepang juga semakin memburuk. Ramalan Doktor Ratulangi
menjadi kenyataan. Imperialisme Barat dan Timur bertabrakan
dan pecahlah Perang Pasifik sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari Perang Dunia II. Nippon menyerang Pearl
Harbor di Hawaii tanpa pernyataan perang sebelumnya.
Amerika langsung terlibat dalam Perang Dunia II. Nippon
12 bergerak begitu cepatnya. Hongkong, Filipina, Malaya, Sumatra,
Borneo jatuh. Tinggal Jawa saja yang masih belum diserbu.
Dengan sombongnya pihak Belanda berkata, "Benteng Jawa"
akan dipertahankan mati-matian.
Sementara itu di Madugondo ditempatkan sepasukan
Tentara KNIL, tidak lebih dari satu kompi barangkali. Sekitar 150
orang serdadu campuran, Jawa, Sunda, Madura, Ambon,
Menado, dan di antara serdadu-serdadu itu ada seorang yang
http://dewi-kzanfo/ 183 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpangkat sersan mayor, orang Sunda. Namanya... Tardana!
Ya, Tardana! Jabatannya dalam Kompi Akkerman itu sersan
mayor pelatih. Cukup tinggi kedudukannya untuk seorang
Inlander. Saat itu aku dihadapkan pada suatu dilema. Apakah aku akan
mendekatinya dan terus terang mengatakan kepadanya siapa
aku ini sebenarnya, atau tetap begini saja seterusnya. Semenjak
aku menjadi mandor kebun, aku tidak pernah berhubungan lagi
dengan Mas Sudibyo. Kuanggap tidak ada perlunya lagi. Baru setelah Tardana
berkemah di Madugondo itu aku teringat kembali pada Sudibyo.
Minta pertimbangannya" Hilang waktu banyak, dan lagi Suro
13 Pranoto sudah mati, bagi Tardana dan Hartini terutama. Pikirku,
"Barangkali sudah saatnya aku menjelaskan segala sesuatunya
kepada Sinder Suprapto."
Aku memperoleh kesempatan itu sewaktu istirahat di gubuk
yang tidak asing lagi bagi Suprapto dan Fien van Hoogendorp.
Kebetulan sekali tidak ada mandor lain yang ikut berlindung di
tempat itu. Kukatakan kepada Sinder Suprapto, "Ndara, saya
memerlukan nasihat" "Ada apa, Darmin" Katakanlah terus terang. Siapa tahu aku
bisa membantumu," jawab Suprapto.
Kujelaskan kepadanya, siapa aku ini sebenarnya dan
akhirnya masalah Sersan Mayor Tardana kusampaikan
kepadanya. Kataku, "Apa yang harus kulakukan, Ndara" Aku tahu siapa
Tardana, tapi Tardana tidak tahu siapa aku ini sebenarnya. Kami
sudah saling mengenal di Toko Koperasi Sejahtera. Biasanya
Tardana malam hari mampir untuk membeli rokok."
http://dewi-kzanfo/ 184 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sinder Suprapto diam, berpikir, lalu berkata, "Sulit, sulit,
sebab Tardana bukan orang yang tanpa perasaan. Ia menikahi
Hartini karena ia berkeyakinan bahwa suaminya sudah
14 meninggal. Bukan hanya sekadar kabar-kabarnya saja, kepastian
itu diperolehnya dari Sudibyo sendiri. Bukan Tardana yang
penting bagimu, Darmin, tapi Harnoto. Sekarang zaman perang.
Jangan Tardana ditambahi beban soal-soal lain yang rumit-rumit
dan peka. Bagimu sendiri apa keuntungannya, Darmin" Tidak
ada. Kalau Tardana tahu kau masih hidup, pasti dia akan
menceritakan masalah itu kepada Hartini. Bekas istrimu yang
sudah bisa hidup tenang itu akan menghadapi persoalan batin
yang berat. Pasti, baik Tardana maupun Hartini akan
melemparkan kesalahannya kepada Mas Sudibyo. Bakal
berantai masalahnya dan siapa tahu akan melibatkan Harnoto.
Sabarlah dulu, Darmin. Jangan tergesa-gesa mau membuka
segala tabir yang menutupi hidupmu."
Lega rasa hatiku mendapat petuah yang berharga itu. Ya,
Tardana sudah mengenalku sebagai Mandor Darmin yang
kadang-kadang malam hari bercanda ikut jualan di toko
koperasi. Tidak dapat disangsikan lagi, Harnoto berada dalam
tangan yang baik. Mau apa lagi"
Kompi Akkerman tidak lama ditempatkan di Madugondo.
Pindah bertahan di Kroya. Sementara itu Nippon mendaratkan
pasukannya di dua tempat. Di Banten Utara dan di Kragan dekat
Rembang. Ya, akhirnya "Benteng Jawa" runtuh juga, dan pada
tanggal 8 Maret 1941 Belanda memenuhi tuntutan Nippon
untuk menyerah tanpa syarat. Di Kalijati, Jawa Barat, Letnan
Jenderal Imamura bertemu dengan Letnan Jenderal Ter
15 Poorten, panglima tertinggi Angkatan Perang Belanda, dan
disaksikan oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh
Stachouwer, Angkatan Perang Belanda resmi menyerah kepada
http://dewi-kzanfo/ 185 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bala tentara Dai Nippon. Berakhirlah masa penjajahan Belanda
di persada bumi Nusantara Indonesia. Nippon-lah yang
menggantikan kedudukan Belanda di persada Nusantara.
(Oo-dwkz-oki-oO) Sepasukan bala tentara Dai Nippon melewati Madugondo,
dielu-elukan oleh rakyat. Ya, pasukan penyerbu. Sopan tingkah
lakunya, jembel penampilannya. Tentara macam itukah yang
mampu merobohkan kekuasaan Belanda yang berabad-abad
itu" Sungguh sulit dipercaya. Beberapa bendera Merah Putih
muncul di sana-sini, dilambai-lambaikan untuk menyambut
datangnya sang pembebas. Iring-iringan kendaraan truk itu
berhenti di depan Besaran. Seorang opsir Nippon keluar,
disambut oleh Van Hoogendorp sendiri. Bicara-bicara sebentar
dan pasukan bala tentara Nippon itu melanjutkan perjalanan.
Entah ke mana perginya. Berdiri ikut menyaksikan peristiwa bersejarah yang begitu
singkat itu, aku teringat pada ramalan Joyoboyo yang pernah
16 dijelaskan oleh Ndara Ayu Sinder. Bunyinya,
"Tekane bebantu saka Nusa Tembini, kekulitan jenar, dedeg
cebol kepalang. Iku kang bakal ngebroki tanah Jawa kene.
Pangrehe mung sakumure jagung suwene, nuli boyong nang
negarane dhewe. Nusa Tembini. Tanah Jawa bali nang asale
sakawit. ((Datanglah bantuan dari Nusa Tembini, berkulit
kuning, pendek-pendek tubuhnya. Merekalah yang menduduki
Pulau Jawa dan memerintah selama umur jagung. Mereka
pulang ke negerinya Nusa Tembini. Pulau Jawa kembali ke asal
mulanya.)" Melihat kedatangan sepasukan Nippon berkendaraan
bermotor itu, aku tidak mampu menahan air mata. Ternyata
bukan bangsaku yang melempar keluar kekuasaan Belanda, tapi
http://dewi-kzanfo/ 186 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bangsa Asia yang lain. Nippon! Ramalan Joyoboyo yang
terselubung itu dan ramalan Ratulangi yang rasional, bersatu
sudah dalam kenyataan sejarah. Namun apa kelanjutannya"
Apakah benar mereka itu akan memerintah hanya sepanjang
umur jagung" Sekitar tiga setengah bulan" Mereka akan
kembali ke Nusa Tembini" Kembali ke Nippon" Pulau Jawa
kembali ke asal mula" Asal mula yang mana" Entahlah, hanya
17 Tuhan Yang Maha Mengetahui.
Van Hoogendorp yang sudah patah hati mengumumkan
bahwa kami pekerja-pekerja harus bekerja seperti biasa. Barang
siapa mengadakan perusakan-perusakan akan ditindak tegas
dan dihukum mati oleh Jepang. Rupa-rupanya Nippon
membiarkan Belanda-Belanda itu terus bekerja.
Bendera Merah Putih bermunculan, lagu ke-bangsaan
Indonesia dinyanyikan. Rakyat penuh harapan menyambut
kemerdekaan yang jauh hari sudah dikumandangkan oleh Radio
Tokyo sebelum pecah Perang Pasifik. Sekitar tiga minggu
kemudian, datanglah sepasukan kecil Nippon yang lain. Hanya
dua truk bermuatan serdadu, sebuah sedan, dan beberapa truk
kosong yang lain. Iring-iringan itu berhenti di depan gedung
Besaran. Keluar dari sedan beberapa opsir Nippon. Lagi lagi
kedatangan mereka disambut oleh Van Hoogendorp sendiri di
pendapa Besaran. Opsir itu menunjukkan sehelai kertas. Bicara-
bicara sebentar. Van Hoogendorp memerintahkan sesuatu
kepada Sekretaris Perkebunan dan sekitar satu setengah jam
kemudian berkumpul Belanda-Belanda lengkap dengan
keluarganya dan koper-kopernya. Van Hoogendorp, istrinya
Fien, dan Ivonne yang pertama-tama harus naik truk, disusul
oleh Belanda-Belanda yang lain beserta keluarganya. Sepasukan
tentara Nippon itu pergi. Yang tinggal beberapa opsir dengan
http://dewi-kzanfo/ 187 18 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
stafnya. Ya, mereka itulah rupa-rupanya yang menggantikan
Van Hoogendorp. Ternyata tidak.
Beberapa hari kemudian datang lagi serombongan orang-
orang Nippon. Entah apa keperluannya, aku tidak tahu. Ya, pada
akhirnya Madugondo sepenuhnya dikuasai oleh Nippon.
Yamaguci yang menggantikan Van Hoogendorp sebagai
administrator. Kepadanya diperbantukan sepasukan kecil
tentara Nippon di bawah pimpinan seorang sersan mayor. Aku
kurang paham pangkat-pangkat tentara Nippon, tapi jelas
Kongga itu bukan opsir. Tidak hanya pedang samurai.
Senjatanya pistol biasa. Pada suatu hari Wedana-Demang diperintahkan untuk
mengumpulkan penduduk di lapangan se-pakbola. Berduyun-


Suro Buldog Karya Pandir Kelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

duyun rakyat Madugondo berdatangan. Tua, muda, lelaki,
perempuan, bahkan anak-anak kecil pun ikut hadir. Seorang
pembesar Nippon, entah dari mana datangnya, mengucapkan
pidato, berapi-api dan bersemangat namun bernada marah-
marah. Orang mengira pidatonya itu akan diterjemahkan oleh
juru bahasa. Ternyata tidak. Walaupun tak seorang pun yang
mengerti apa yang dikatakannya itu, tepuk tangan gegap
gempita menyambut penutup pidatonya. Pembesar itu tidak
segera turun dari mimbar. Tampak ia mengumpati Yamaguci.
19 Administrator Perkebunan dan Pabrik Gula yang baru itu hanya
mampu membungkuk-bungkukkan tubuhnya puluhan kali.
Pembesar itu turun dari mimbar dan langsung meninggalkan
tempat, dibuntuti oleh Yamaguci dan anak buahnya. Penduduk
hanya mampu saling pandang saja. Pak Wedana-Demang pun
tampak ragu-ragu. Apakah khalayak ramai itu sudah boleh
bubar apa belum. Seorang Nippon berlari-lari kembali
memasuki lapangan dan langsung saja naik mimbar.
Perintahnya, "Bubaaar!"
http://dewi-kzanfo/ 188 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil jalan pulang, aku mengikuti Sinder Suprapto dan
Sinder Sugondo. Kata Sinder Sugondo, "Apa Nippon itu sudah
gila" Dia mestinya kan tahu bahwa tak seorang pun mengerti
apa yang dipidatokan. Penduduk bertepuk tangan, marah-
marah dia. Apa maunya?"
Jawab Suprapto, "Ah, baru zaman edan. Mau apa?"
Baru kemudian kami mengetahui bahwa sang juru bahasa
hari itu terserang disentri berat. Ia tak bisa hadir membacakan
terjemahan pidato pembesar itu.
Cepat Madugondo berubah wajah. Bendera Merah Putih
yang sempat berkibar-kibar di mana-mana, sudah tak tampak
20 lagi. Dilarang oleh Nippon. Lagu kebangsaan Indonesia Raya
sudah tak terdengar lagi. Bendera bola merah yang
menggantikan dan kami dipaksa untuk belajar menyanyikan
Kimigayo, lagu kebangsaan Nippon yang sulit untuk dinyanyikan.
Satuan-satuan pemuda dibentuk. Barisan Seinendan dan
Keibondan namanya. Yang paling ditakuti di Madugondo adalah
Sersan Mayor Kongga. Orangnya bengis dan kejam. Senapan
kayu dan bambu runcing menjadi teman tidur para pemuda.
Setiap tempat yang cukup lebar dan jalan-jalan, pagi, siang, dan
sore hari dipenuhi oleh para pemuda yang sedang berlatih.
Sementara itu, dua montir pembantu di pabrik mati di ujung
bayonet serdadu Nippon. Dua-duanya Belanda Indo yang
dituduh melakukan sabotase. Masalahnya, mesin-mesin uap itu
memang sudah tua-tua. Kalau di sana-sini rusak, itu adalah hal
yang wajar-wajar saja. Orang-orang pabrik mampu memperbaikinya. Namun Kees Kamp dan Jan Bolio terlambat
lapor sehingga kerusakan menjadi semakin parah. Akibatnya,
habis riwayat mereka. http://dewi-kzanfo/ 189 21 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa hari kemudian terjadi kebakaran di kebun. Mandor
Suratno kali itu dituduh mata-mata musuh yang sengaja
membakar kebun tebu. Ia mengalami nasib yang sama. Mati di
ujung bayonet. Atas peristiwa-peristiwa tersebut di atas,
pegawai-pegawai pabrik dan pekerja-pekerja kebun hidupnya
dibayang-bayangi ketakutan dituduh mata-mata musuh.
Pada suatu hari aku berkunjung ke rumah Sinder Prapto. Aku
hanya sekadar datang untuk mengeluh saja. Sinder Suprapto
bukan Sinder Suprapto yang dulu-dulu lagi. Wajahnya tampak
murung. Tidak ada lagi kesempatan makan-makan malam di
rumahnya sambil mendengarkan Ndara Ayu berkidung
tembang. Kata Suprapto waktu itu, "Nippon tidak membawa kebaikan
apa pun. Terkecuali satu."
Tanggapku, "Apa yang satu itu, Ndara?"
"Latihan-latihan 'kyoreng' (kemiliteran) itu. Mereka membuat bangsaku militan. Itu penting. Siapa tahu ada gunanya
di belakang hari." Bulan berganti tahun. Pangan sudah mulai langka. Petani
22 harus menyerahkan sebagian besar hasil panennya kepada
Nippon. Sumbangan perang, katanya. Sandang semakin sulit
didapat Kalau ada, harganya sudah menggila, tidak terjangkau
lagi oleh rakyat banyak. Di mana-mana Nippon membangun
kubu-kubu pertahanan yang dirahasiakan letaknya. Untuk itu
dikerahkan tenaga kerja sukarela yang namanya romusha.
Setiap desa diwajibkan menyediakan romusha. Mereka
dipekerjakan Nippon untuk membangun kubu-kubu itu,
membangun jalan-jalan baru, dan lain sebagainya. Jangankan
yang namanya upah, makan pun tidak cukup untuk hidup,
apalagi untuk bekerja berat. Yang sudah tidak tahan lagi
http://dewi-kzanfo/ 190 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melarikan diri. Rupa-rupanya pihak Nippon tidak ambil pusing.
Tenaga-tenaga baru mengalir dengan derasnya darf seluruh
pelosok. Ndara Ayu menemukan seseorang yang tinggal tulang
berkulit saja di halaman rumahnya. Ternyata sesosok tubuh itu
adalah seorang bekas romusha yang melarikan diri. Dibantu
oleh Mbok Marto Koki dan Diman, orang, itu dirawat sampai
sehat kembali dan mampu bekerja sebagai tukang kebun di
rumah Sinder Suprapto. Karsimin, begitu nama orang itu,
23 bersama beberapa teman sedesanya ditunjuk oleh Lurah untuk
mewakili desanya sebagai romusha. Karsimin dipekerjakan di
Banten bersama ribuan romusha lainnya. Membangun jalan
kereta api ke Malingping di pantai selatan. Karsimin tidak tahan
menanggung penderitaan yang menimpanya. Ia melarikan diri
dan terdampar di Madugondo hanya dengan bercelana pendek
bekas karung goni sebagai satu-satunya penutup tubuh.
Walaupun ia sudah sehat kembali, Karsimin tidak berani pulang
kampung. Takut ditangkap oleh Nippon setempat.
Hari naas yang sulit kulupakan. Hari itu Sinder Sugondo
sedang mengawasi pemuatan batang-batang tebu tebangan ke
lori-lori kereta api tebu. Munthit namanya. Setelah seluruh lori
dimuati, Sugondo memerintahkan masinis lokomotif untuk
berangkat menuju tempat penimbunan di dekat pabrik.
Perlahan-lahan kereta api bergerak. Muatan terakhir untuk hari
itu. Kereta api melaju diikuti pandangan mata sindernya, tapi
dengan tiba-tiba saja roda-roda lori yang paling belakang keluar
dari rel dan mulai melaju miring-miring. Sugondo dan pekerja-
pekerja berlari-lari untuk mencoba menahan lori jangan sampai
terguling. Terlambat, lori itu terguling dan membawa serta lori-
lori yang lain. Muatan tebu tumpah ruah. Pekerjaan pemuatan
harus diulang kembali dari nol. Untung loknya tidak apa-apa.
http://dewi-kzanfo/ 191 24 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak sulit untuk menempatkan lori-lori itu kembali di atas rel,
tapi memuat kembali batang-batang tebu ke dalam lori-lori itu
akan makan waktu banyak. Kereta api tebu berhenti. Sugondo
tampak kebingungan. Ia akan terlambat masuk lapangan
penimbunan. Sugondo telah kehilangan akal sama sekali.
Masinis dan pekerja-pekerja menunggu-nunggu perintahnya,
tapi sinder itu hanya berdiri mematung saja. Masinis melihat
sebuah dresin sedang mendekat.
"Itu Sinder Prapto!" teriaknya.
Benar, begitu Sinder Prapto turun dan melihatku, ia
memerintahkan, "Darmin, bawa dresin ini. Kerahkan kemari
semua tenaga yang ada dan bawa kemari. Cepat!"
Aku memerintahkan pendayung-pendayung untuk balik
kanan, kembali ke tempat pemuatan batang-batang tebu
tanggung jawab Sinder Suprapto. Tiba di tempat, kawan-kawan
mandor bertanya, "Ada apa, Darmin" Di mana Ndara Sinder?"
Jawabku, "Jangan banyak tanya. Sinder Sugondo dalam
kesulitan. Mari kita bantu. Semua kuli ikut. Ayo!"
Mandor-mandor berteriak-teriak mengumpulkan anak
buahnya dan kami serentak meninggalkan lori-lori yang belum
selesai dimuati batang-batang tebu itu. Berlari-lari pekerja-
pekerja itu membuntuti dresin yang dipacu sekuat tenaga.
Mandor-mandor Durahman, Tomo, Marto, Makbul, dan aku
25 duduk berdesak-desakan di bangku dresin. Setiba di tempat,
kami segera menolong anak buah Ndara Gondo yang sedang
mengembalikan batang-batang tebu ke tempatnya semula.
Sambil bekerja, Durahman berkata, "Min, nanti kita sendiri
yang bakal terlambat tiba di tempat penimbunan."
http://dewi-kzanfo/ 192 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanggapku, "Itu soal nanti. Yang penting Ndara Sinder
Gondo tertolong dulu."
Pemuatan kembali selesai dalam waktu yang cukup singkat.
Sebelum kereta api tebu diberangkatkan, Sinder Sugondo
bertanya kepada Sinder Suprapto, "Bagaimana dengan
pekerjaanmu sendiri, Mas Prapto?"
Jawab Suprapto, "Cepat berangkatlah! Jangan sampai
terlambat" Dan berangkatlah kereta api tebu itu menuju tempat
penimbunan. Perintah Suprapto, "Darmin, Durahman, Tomo, Marto,
Makbul, ayo cepat kembali ke tempat kita sendiri. Cepat!"
Kami sudah kehilangan waktu banyak. Tidak mungkin lagi
untuk bisa sampai di lapangan penimbunan tepat pada
waktunya. Selesai pemuatan kami berangkat dan terlambat
memasuki lapangan penimbunan sampai dua jam. Sudah
26 menunggu di tempat itu, pengawas Nippon yang kami benci,
Mikimoto, dan di sampingnya berdiri Sersan Mayor Kongga.
Mereka membiarkan saja kami membongkar muatan dan
menumpuknya di lapangan. Kami tahu bahwa Sinder Suprapto
harus mempertanggungjawabkan keterlambatannya. Ia tahu
bahwa ia akan menerima hukumannya, sebab Kongga ikut
berdiri di lapangan penimbunan. Begitu selesai, Suprapto
memerintahkan, "Lekas pulang. Jangan lama-lama tinggal di sini.
Biar aku sendiri yang menghadapi."
Lingkungan lapangan penimbunan memang sudah agak
gelap. Aku dan Durahman pergi, tapi setelah lepas dari
pengamatan Mikimoto dan Kongga, kami cepat-cepat
bersembunyi di suatu tempat untuk menyaksikan apa yang
bakal ditimpakan pada Sinder Suprapto. Kami melihat sendiri
apa yang dilakukan oleh Kongga dan Mikimoto terhadap
http://dewi-kzanfo/ 193 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suprapto." Sinderku itu mereka hajar habis-habisan. Suprapto
sadar bahwa baginya tak ada gunanya untuk melawan. Ia
membiarkan dirinya menjadi bulan-bulanan kedua orang
Nippon itu. Akhirnya Suprapto jatuh pingsan. Mikimoto dan
Kongga meninggalkan lapangan penimbunan dan membiarkan
27 Suprapto tergeletak di lantai beton.
Setelah sepi, aku dan Durahman memberanikan diri untuk
mendekat dan menolong Sinder Suprapto. Ternyata Suprapto
tidak sedang jatuh pingsan., Ia hanya berpura-pura saja. Sinder
Suprapto kami papah pulang. Sambil berjalan tertatih-tatih
Suprapto berkata, "Jangan kauceritakan apa yang dialami oleh
Sinder Sugondo. Tutup mulut saja."
Permulaan tahun 1944. Tampaknya bala tentara Nippon
sudah harus bertahan mati-matian untuk mampu tetap
menduduki posisinya di semua medan pertempuran, bahkan di
sana-sini sudah mulai terdesak. Pulau Jawa masih tetap tenang-
tenang saja, walaupun sudah sering kali didatangi pesawat-
pesawat pengintai Sekutu. Sementara itu Jenderal MacArthur
telah menduduki Holandia (Jayapura), Biak, dan sekitarnya.
Minggu pagi, hujan rintik-rintik diselang-seling oleh kilatan
halilintar dan ledakan guntur. Terjadi peristiwa musibah yang
sulit dapat kulupakan. Aku sedang mengawasi orang-orangku
bekerja. Tampak mendekat dresin yang dinaiki oleh Sinder
Suprapto dan Mandor Durahman. Dengan tiba-tiba saja, udara
berubah menjadi terang benderang. Hanya sekejap mata.
Pendayung dresin, Katam dan Dipo, seperti begitu saja
terlompat dari tempat duduknya, ledakan dahsyat menyusul
dan suasana sepi kembali.
Aku, Darso, Subehan, dan Jito hanya mampu jongkok
mematung. Kami tidak bisa percaya apa yang kami saksikan itu.
28 http://dewi-kzanfo/ 194 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dresin Sinder Suprapto disambar petir. Orang-orang yang
menyaksikan peristiwa itu masih saja belum berani mendekat.
Tanpa pikir panjang lagi aku lari mendekati dresin, dibuntuti
oleh orang-orangku. Melihat keadaan Sinder Suprapto dan
Mandor Durahman, pekerja-pekerja itu memalingkan kepala.
Wajah-wajah itu kelihatan biru kehitam-hitaman. Terbakar!
Mandor Gumbreg, anak buah Sinder Gondo, yang kebetulan
berada di tempat itu memerintahkan anak buahnya, "Di, Sardi,
lekas beritahu Ndara Sinder."
Sardi lari mencari Sinder Sugondo. Dua sosok tubuh yang
terbakar itu lalu kami angkat dari tempat duduk dresin dan kami
letakkan di tepi jalur. Dua pekerja merelakan sarungnya untuk
menutupi kedua jenazah itu. Sementara itu Mandor Gumbreg
menampar-nampar muka Katam dan Dipo. Dua pendayung itu
sadar diri kembali, tapi mereka seperti orang yang linglung saja.


Suro Buldog Karya Pandir Kelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setengah jam kemudian datang Sinder Sugondo. Kepada
Gumbreg Sugondo memerintahkan,
"Gumbreg! Angkut Durahman dengan dresin-ku. Aku dan Ndara Prapto di dresin ini.
Ke rumah sakit! Cepat!"
29 Aku dan Jito langsung naik ke tempat duduk pendayung,
menggantikan Katam dan Dipo dan berangkatlah kami
membawa Sinder Suprapto dan Mandor Durahman ke rumah
sakit untuk diperiksa. Ya, sebenarnya tidak perlu diadakan
pemeriksaan lagi. Ndara Ayu tidak bisa tinggal di rumah instansi itu. Ia tidak
pulang ke Sala, kembali ke lingkungan keraton, tapi ia menetap
di Yogya. Ya, aneh entah mengapa, ia bermukim di lingkungan
kampung yang kurang sesuai dengan asal-usulnya. Di kampung
Gandekan, dekat Balokan, kampung pelacuran.
http://dewi-kzanfo/ 195 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepeninggal Sinder Suprapto dan Ndara Ayu, rasa-rasanya
aku tidak betah lagi berada di Madugondo. Di samping
perlakuan kejam penguasa-penguasa Nippon di Perkebunan dan
Pabrik Gula Madugondo itu, aku juga merasa sangat kesepian.
Sudah tidak ada teman lagi yang mampu meringankan beban
tekanan batin. Sementara itu tentara Pembela Tanah Air, PETA, sudah
dibentuk. Walaupun pembentukan PETA itu demi kepentingan
Nippon sendiri, tapi aku yakin bahwa prajurit-prajuritnya
berjiwa patriot Indonesia. Bangga aku melihat mereka itu.
30 Gagah-gagah, muda-muda, berotot, dan bersemangat. Sorot
mata menyala-nyala. Lain sekali dengan penampilan serdadu-
serdadu KNIL tentara kolonial itu. Walaupun dibentuk oleh
Nippon, kami dapat menerima PETA sebagai tentara kita sendiri.
Tentara kebangsaan Indonesia.
Pada suatu hari, datanglah ke rumah seorang prajurit PETA
berpangkat bundancho, komandan regu. Dalimin namanya,
anak Mandor Jito. Ia membawa surat tanpa alamat pengirim.
Setelah kubuka dan kubaca, aku terkejut bukan main. Pengirim
surat itu... Chudancho Tardana. Isi surat itu berbunyi sebagai
berikut: Mas Pranoto, Tentu Mas Pranoto sangat terkejut menerima surat dari saya
ini. Sebelum Mas Sudibyo meninggal dunia, menyusul istrinya,
Mbakyu Sudibyo, saya masih memperoleh kesempatan untuk
menungguinya. Mas Sudibyo menjelaskan segala sesuatunya
kepada saya dan mengatakan bahwa Mas Pranoto berada di
Perkebunan Gula Madugondo. Namun Mas Dibyo masih tetap
merahasiakan keadaan Mas Pranoto terhadap Hartini. Soal
Hartini adalah urusan Hartini dan Tardana. Mas Dibyo hanya
http://dewi-kzanfo/ 196 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
31 mampu menggambarkan penampilan Mas Pranoto. Katanya,
tidak sulit untuk menemukannya di Madugondo. Secara
kebetulan, kepercayaan saya, Bundancho Dalimin ini, bercerita
tentang situasi di Madugondo. Mandor Darmin, salah seorang
mandor yang telah berbuat banyak untuk pekerja-pekerja
Madugondo. Dalimin menceritakan penampilan Mas Pranoto.
Tidak salah lagi, Mandor Darmin adalah Mas Pranoto. Saya
masuk PETA sekarang dan memperoleh jabatan chudancho.
Kalau di KNIL dulu, compagnies commandant. Kiranya sudah
waktunya bagi Mas Pranoto untuk menangani tugas lain. Saya
sangat memerlukan tenaga Mas Pranoto. Silakan menanyakan
segala sesuatunya kepada Dalimin.
N.B. Harap surat ini dimusnahkan.
Hormat saya, Tardana. Surat itu kubaca berulang-ulang. Ya, perjalanan hidup
manusia hanya Tuhan yang mengetahuinya. Apa yang pernah
dikatakan Mas Dibyo terbukti. Tardana masuk tentara KNIL tidak
tanpa tujuan, dan kini dia menjabat chudancho di tentara
Pembela Tanah Air, PETA Kutanyakan kepada Dalimin, "Maaf, Dai, duduk perkara surat
ini bagaimana?" Jawab Dalimin, "Mula-mula aku hanya bercerita tentang
keadaan Madugondo. Aku juga bercerita bahwa aku pernah
menjadi salah seorang pimpinan Seinendan di Madugondo.
Chudancho Dono Tardana bertanya mengapa aku masuk PETA.
32 Kujawab, bahwa aku memang berkeinginan sekali untuk masuk
PETA, tapi di samping itu, aku juga memperoleh dorongan dari
Pak Darmin. Lalu aku bercerita tentang Bapak. Anehnya,
Chudancho Dono mendesak agar aku bercerita tentang Pak
Darmin. Malahan ia bertanya tentang penampilan Pak Darmin
http://dewi-kzanfo/ 197 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan sebagainya. Ya maaf, Pak, kuceritakan semuanya.
Tanggapan Chudancho Dono, 'Tidak salah lagi. Dia orangnya.'
Beliau pesan, bila aku memperoleh cuti pulang kampung,
Chudancho Dono mau titip surat untuk Pak Darmin."
Aku berpikir sejenak. Apa kiranya yang sedang dikerjakan
oleh Tardana itu" Mengapa ia memilih diriku untuk
membantunya" Apa hanya sekadar atas cerita Mas Dibyo saja"
Apa salahnya kupancing pendapat Dalimin.
Kutanyakan kepada bundancho itu, "Di samping tugas
keprajuritan, apa yang kalian kerjakan di Semarang sana, Dai?"
Jawab Dalimin tegas, "Menyiapkan pemberontakan, Pak, bila
Nippon kalah nanti."
Aku terkejut atas jawaban Dalimin yang langsung dan tegas
itu. Wajahnya 33 tampak bersungguh-sungguh dan menggambarkan kebencian yang mendalam.
Kutanyakan lebih lanjut, "Mau berontak" Mengapa,
Dalimin?" "Kami tidak tahan lagi melihat kekejaman-kekejaman
Nippon, Pak. Daidan kami membuat kubu-kubu perbentengan di
Gunung Pathi, di sebelah selatan Semarang. Tentu Jepun yang
suruh, Pak. Yang harus bekerja... romusha! Romusha-romusha
itu sudah kerja berat, hanya dikasih makan se-bathok sehari,
Pak. Lauknya kerupuk. Siapa yang bisa bertahan" Sekali makan
sehari, hanya se-bathok, bahkan akhir-akhir ini se-bathok pun
tidak penuh lagi. Terpaksa jatah kami sebagian kami berikan
kepada pekerja-pekerja romusha itu, tapi jelas tidak mencukupi.
Kalau pengawas Nippon datang, bisanya hanya marah-marah.
Orang Indonesia malas-malas, katanya. Tampar sana, tampar
sini. Rasa-rasanya kami mau melawan saja. Hampir-hampir
http://dewi-kzanfo/ 198 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedang samurai Shodancho Saryanto lepas sarung untuk
melabrak Nippon itu. Untung Chudancho Dono masih mampu
34 mengendalikan dirinya. Pokoknya, tunggu pembalasan. Kita
akan berontak. Chudancho Tardana menyusun kekuatan di
bawah tanah, Pak." Segera aku dapat menangkap tugas apa kiranya yang akan
dibebankan kepadaku. Bergerak di bawah tanah, menyiapkan
pemberontakan. Tapi bagaimana caranya aku bisa lepas dari
Perkebunan Madugondo" Aku hanya pesan kepada Dalimin,
"Dai, kalau kau kembali ke Semarang, sampaikan kepada
Chudancho Tardana bahwa aku sudah menerima suratnya. Pada
saatnya nanti aku akan datang. Begitu saja, Dai."
Sepeninggal Dalimin, aku berpikir, bagaimana aku bisa
melarikan diri. Minta berhenti, itu tidak mungkin. Nippon pasti
akan menghalang-halangi-nya dan mungkin malahan aku akan
dituduh macam-macam. Bisa celaka. Tidak ada jalan lain kecuali
melarikan diri saja. Tentang bagaimana caranya, itu soal nanti.
Dalam kesibukan kerja sehari-hari itu aku semakin merasa
kesepian saja. Tidak ada lagi orang yang bisa kujadikan tumpuan
pelarian untuk menyampaikan keluh kesahku. Sinder Sugondo
yang menggantikan Sinder Suprapto bukan orangnya untuk itu.
Imbauan Tardana untuk bekerja untuknya, ya tampaknya tidak
hanya sekadar bekerja untuknya tapi untuk kemerdekaan
bangsa, semakin kuat mempengaruhi diriku. Mungkin pekerjaan
itu akan lebih kongkret sifatnya, daripada apa yang telah
kulakukan di masa lampau. Ya, siapa tahu, lebih dekat dengan
apa yang diimpi-impikan oleh seluruh rakyat Indonesia.
35 Kemerdekaan Bangsa. Tekadku menjadi semakin bulat.
Melarikan diri. Tapi bagaimana dengan Tomblok"
http://dewi-kzanfo/ 199 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rupa-rupanya kegelisahanku itu juga tidak luput dari
pengamatan Tomblok. Pada suatu malam sambil tiduran
Tomblok bertanya, "Kang Darmin, kulihat kau sudah kehilangan
kegembiraan sama sekali. Kalau Kakang sudah tidak lagi kerasan
di Madugondo ini, katakanlah, Kang. Mari kita pergi dari sini.
Aku istrimu, Kang, jangan lupa. Ke mana pun Kakang pergi, aku
bersedia ikut," Tomblok kudekap kuat-kuat dan malam itu kuceritakan
kepadanya siapa aku ini sebenarnya. Seperti sekarang ini aku
bercerita semalam suntuk. Ya, pada akhirnya kami berdua
menemukan jalan yang paling tepat untuk meninggalkan
Madugondo. Kami bersepakat untuk bermain sandiwara.
Bagi tetangga-tetangga, setapak demi setapak kehidupan
suami-istri Mandor Darmin semakin retak. Pertengkaran mulut
tidak luput dari pendengaran tetangga-tetangga terdekat,
bahkan tidak jarang pula terdengar tangis dan jeritan Tomblok
di malam buta. Ya, seolah-olah Tomblok itu dianiaya oleh sang
suami. 36 Pada suatu hari aku dipanggil oleh Sinder Sugondo di
kediamannya. Tanya Sinder itu, "Aku dengar dari mandor-
mandor lain, kau sering bertengkar dengan istrimu, Darmin. Ada
apa" Bahkan kau tidak segan-segan untuk memukulinya. Apa
benar itu, Darmin?" Aku pura-pura diam saja saat itu, tapi dalam hati aku
tertawa. Permainan sandiwara kami berhasil. Sugondo sendiri
sudah mulai campur tangan.
Tampaknya keretakan perkawinan kami sudah tersiar luas di
perkampungan pekerja-pekerja perkebunan. Tomblok sendiri
tidak alpa untuk berpura-pura mengadu kepada istri-istri para
mandor yang lain. Memang kadang-kadang aku berteriak-teriak
http://dewi-kzanfo/ 200 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengumpati Tomblok dengan kata-kata, "Kau gabukl Gabuk!
Tidak bisa bunting!" Tetangga-tetangga terdekat pasti akan
mendengarnya. Ah, biar Mbokne saja yang bercerita nanti.
Sementara itu segala sesuatunya sudah kami atur dengan
rapi. Tomblok menyurati Ndara Ayu di Yogya, bahwa suaminya
berlaku kejam padanya, bahwa Mandor Darmin menginginkan
kelahiran anak, dan sebagainya, dan sebagainya. Maksudnya
agar Ndara Ayu percaya saja dulu. Soal penjelasan, itu soal
37 nanti. Ya, keadaan semakin menjadi matang. Tomblok
meninggalkan rumah... entah ke mana perginya. Hanya aku
yang tahu ke mana. Tidak ada seorang pun di Madugondo yang
dapat mengetahui ke mana Tomblok pergi.
Sesudah kepergian Tomblok itu, aku berpura-pura bersikap
murung saja. Kepada siapa pun, terutama kepada tetangga-
tetangga, kujelaskan mengenai penyesalanku. Pada umumnya
mereka menasihatkan agar aku minta maaf saja dan meminta
agar Tomblok mau kembali pulang. Sampai Sinder Sugondo
suami-istri pun memberikan nasihat yang sama. Katanya, "Yang
sudah ya sudah. Kalau tidak bisa punya anak, apa salahnya
mengambil anak angkat saja."
Aku berpura-pura dapat menyetujui nasihat Sinder Sugondo,
tapi juga kusampaikan kepadanya, "Ya, tapi aku tidak tahu ke
mana istriku itu pergi, Pak. Kini aku baru sadar bahwa aku
sangat membutuhkan Tomblok. Ndara, aku sudah berketetapan
hati untuk mencarinya sampai ketemu." Setelah itu, aku sengaja
bekerja kurang baik, seolah-olah aku sangat terpengaruh oleh
kepergian istriku itu dan pada akhirnya... aku melarikan diri,'
meninggalkan Madugondo... tanpa meninggalkan utang sepeser
pun... dan tidak ada seorang pun tahu ke mana aku pergi.
http://dewi-kzanfo/ 201 38 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pagi itu aku duduk-duduk di bangku peron Stasiun Cirebon
sambil menunggu pemberangkatan kereta api yang akan
membawaku menuju Yogya-i karta. Semula aku mempunyai
rencana untuk me-l nemui Tomblok di rumah kedia man Ndara
Ayu Suprapto di kampung Gandekan. Setelah kupertim-bangkan
masak-masak, kuurungkan niat itu. Aku harus menemui Tardana
terlebih dahulu. Di mana aku akan dipekerjakan, di kota
Semarang atau di tempat lain, dan di tempat kerja itu aku harus
mempunyai pekerjaan yang tetap dulu, baru aku akan
mengambil Tomblok. Setelah lama berpikir di tempat duduk
peron, aku teringat akan kesanggupan Dahlan Bandot untuk
membantuku setiap saat aku memerlukannya. Ya, Dahlan
Bandot orangnya! Ah, mudah-mudahan saja Dahlan masih tetap
tinggal di Magelang. Tiba di Magelang, aku langsung menuju kampung Magersari.
Perjalanan yang pernah kulakukan, kuulangi kembali. Ternyata,
Dahlan Bandot masih tetap Dahlan Bandot yang lama. Tiba di
rumahnya, aku dipeluk-peluknya sambil menangis kegirangan.
Ucapnya, "Kau, Dik Kodok, kau. Mari, mati." Setelah duduk,
Dahlan bertanya, "Apa yang kaukerjakan selama ini, Dik?"
Jawabku, "Ceritanya panjang... ya, sangat panjang, Kang.
Kang Bandot sendiri bagaimana keadaannya selama ini?"
"Muak, muak aku sudah, Dik. Yang kukerjakan sekarang ini,


Suro Buldog Karya Pandir Kelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya aku tidak suka, tapi terpaksa, Dik, terpaksa," jawab
39 Dahlan dengan mata berkaca-kaca.
Sebelum aku menanyakan sesuatu, ia sudah melanjutkan
ceritanya dengan berkata, "Dulu aku melindungi pelacur-pelacur
itu. Ya, aku merasa dapat berbuat sesuatu untuk mereka, tapi
sekarang, ya, sekarang ini... kuserahkan mereka itu pada
bangsat-bangsat Nippon. Aku leveransir perempuan, Dik Kodok.
http://dewi-kzanfo/ 202 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menjijikkan. Muak, muaaak aku! Yaaa, di mata Nippon aku ini
orang penting memang, tapi yang sulit melayani pembesar-
pembesar itu. Mereka tidak begitu saja mau menerima pelacur-
pelacur. Bangsat-bangsat itu malahan menghendaki perempuan-perempuan yang baik-baik. Terpaksa aku harus
mencarinya. Jalan dan cara apa pun kutempuh untuk
memuaskan para pembesar itu. Sudahlah, Dik, Dahlan Bandot
bukan orang yang terhormat lagi di kampung ini. Aku tidak lagi
disegani tetangga, tapi ditakuti, karena aku begitu akrab dengan
Nippon. Siapa yang tidak benci Nippon sekarang ini, Dik" Berapa
40 perempuan baik-baik yang sudah kujerumuskan ke dalam
sarang Nippon, Dik?"
Aku tidak bisa berkata-kata apa pun. Aku dapat memahami
apa yang dirasakan oleh Dahlan Bandot itu dan baginya sulit
untuk melepaskan diri dari cengkeraman kekuasaan Nippon.
Aku masih dapat melarikan diri, tapi Dahlan... entah!
Tanya Dahlan kemudian, "Dik Kodok. Apa kerjamu
sekarang?" Jawabku, "Aku seorang pelarian, Kang. Sekarang ini aku
memerlukan pertolonganmu."
"Maaf, Dik, kalau begitu lebih baik Dik Kodok jangan
menginap di rumahku. Jangan khawatir. Aku punya tempat lain
yang aman. Ya maaf saja, Dik, lingkungannya bagimu tidak
sepadan, tapi soal keamanan, Dik Kodok, terjamin."
Malam itu aku menginap di rumah seorang wanita
kepercayaan Dahlan Bandot, seorang perempuan yang tidak
muda lagi, cukup cantik, dan oleh penduduk kupu-kupu malam
dianggap sebagai simpanan Dahlan Bandot Malam itu Dahlan
sendiri juga menginap di situ. Kami sempat berbincang-bincang
http://dewi-kzanfo/ 203 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semalam suntuk. Kujelaskan kepadanya apa yang kualami
41 selama berada di Madugondo.
Tanya Dahlan itu kepadaku, "Apa yang harus kuperbuat, Dik
Kodok" Aku ini sudah dalam cengkeraman kebuasan Nippon.
Mau lari ke mana aku?"
Jawabku terus terang, "Entahlah, Kang. Di mata orang-orang
Nippon, pembesar-pembesarnya terutama, kau itu orang
penting. Barangkali bukan soal baik-tidaknya perempuan-
perempuan itu yang-menarik bagi orang-orang Nippon. Tingkah
lakunya mungkin. Kalau tingkah lakunya seperti pelacur tepi
jalan, pembesar-pembesar Nippon itu pasti tidak menyukainya,
tapi biar pelacur tepi jalan jika tingkah lakunya seperti priyayi
saja, barangkali itu yang dicari-cari pembesar-pembesar itu...."
Belum aku sempat menjelaskannya lebih lanjut, Dahlan
Bandot memotongnya dengan berkata, "Itu, itu, ya itu yang
dicari-cari Nippon-Nippon penggede, tapi mana ada pelacur
yang bersikap seperti putri Sala."
"Disulap, Kang, disulap. Artinya, dididik dan dilatih. Kau bisa
sewa orang, Kang. Maaf ya, maaf... ini hanya sekadar memberi
jalan keluar bagimu. Sekali lagi maaf. Yu Senik itu barangkali bisa
mengajari mereka." Mata Dahlan Bandot berubah menjadi bersinar-sinar
kegirangan. Katanya, "Dik Kodok, aku memang orang goblok,
gobloook aku. Ya, ya, dilatih. Tapi Senik?"
Kutambahkan, "Ah, siapa tahu, tapi siapa tahu barangkali
saja istriku mau menolongmu juga. Kalau boleh tanya ya, Kang.
42 Di luar soal perempuan, usaha apa lagi yang kautekuni
sekarang" Taksi* kan sudah tidak ada lagi."
http://dewi-kzanfo/ 204 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dahlan Bandot yang sudah merasa menemukan jalan keluar
itu menjawab, "Begini, Dik. Kalau kau mau, usaha dokarku itu
kauambil oper saja. Kau tahu, Dik, dokar-dokar di koplak sana
sebagian milikku, Dik. Ya tidak seluruhnya, tapi aku punya dokar
sebelas biji. Mau kau, Dik" Paro-paro, Dik."
Aku berpikir sejenak. Jadi kusir dokar apa salahnya, tapi
identitasku bagaimana" Kutanyakan kepada Dahlan, "Kang, aku
ini pelarian. Surat keterangan aku tidak punya."
"Begini ya, Dik. Saling membantu. Soal surat keterangan,
jangan khawatir. Dari pembesar Nippon pun aku bisa dapat,
pakai cap cakar ayam segala bisa."
"Ah, bukan surat keterangan semacam itu. Kalau aku bisa
diakui sebagai penduduk kampung ini saja sudah cukup. Ya,
keterangan lurah saja, Kang."
"Ooo, kalau hanya itu, gampang. Omong punya omong,
kiranya bagaimana, istrimu apa bakal mau jadi guru sopan
santun" Wah, kalau anak buahku bisa bergaya putri di kubunya
Nippon sana, bisa-kutipu semua Nippon-Nippon itu. Senik, baik
43 dia memang, tapi rasa-rasanya kok masih kurang. Bagaimana,
Dik?" "Sabar, sabar, aku tidak janji, tapi akan ku-usahakan. Apa
aku untuk sementara boleh tinggal di sini dulu, Kang, sambil
menunggu surat keterangan lurah itu?"
"Ooo, untukmu, Dik, biar. setahun di sini boleh-boleh saja.
Kalau perlu uang, mintalah, Dik. Jangan ragu-ragu. Surat
keterangan lurah, besok bisa siap."
Aku tinggal beberapa hari di rumah Yu Senik simpanan
Dahlan Bandot itu, sambil memikirkan apa yang akan kulakukan
selanjutnya. Aku belum memperoleh kepastian mengenai sikap
http://dewi-kzanfo/ 205 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nippon-Nippon di Madugondo. Ya kalau mereka itu
membiarkan aku pergi begitu saja. Kalau tidak, bagaimana! Apa
mereka akan mencariku" Ah, kukira tidak. Apa kedudukan
mandor begitu pentingnya" Setiap malam Dahlan Bandot
mengunjungiku, sambil membicarakan rencana melatih anak
buahnya. Kukatakan padanya, "Begini saja, Kang. Bicara-bicara
terus-menerus tak ada gunanya. Kini aku yakin, tempat ini
memang cukup aman bagiku. Itu kalau aku memang sedang
dicari-cari oleh Nippon-Nippon Madugondo. Untuk amannya,
44 yaaa siapa tahu. Bagaimana kalau kau yang menjemput istriku di
Yogya" Sementara aku menghilang saja dulu."
Jawab Dahlan Bandot, "Mengapa tidak, Dik" Mana suratnya,
kubawanya ke Yogya."
"Begini, Kang. Jangan pakai surat-surat dulu. Lebih baik kita
bersikap hati-hati. Katakan saja kepadanya, bahwa kau Dahlan
Bandot...." "Nanti dulu, Dik. Istrimu belum mengenal diri ku. Aku bakal
tidak dipercayainya. Sulit itu nanti," kata Dahlan.
"Tak perlu kau khawatir, Kang. Aku sudah pernah bercerita
kepadanya tentang dirimu. Nama Dahlan Bandot tidak akan
cepat hilang dari ingatan."
"Dik Kodok, di mana rumah Ndara Ayu itu?"
"Di kampung Gandekan dekat kampung Balo-kan," jawabku.
"Cukup dikenal kampung itu."
"Balokan" Balokan" Ndara Ayu itu rumahnya dekat Balokan"
Aku tahu betul keadaan kampung itu. Sama dengan Magersari
ini. Baik, baik, gampang diingat Tomblok ya nama istrimu itu?"
kata Dahlan. http://dewi-kzanfo/ 206 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Betul, Kang, di Balokan sana, tapi jangan sekali-kali
45 kauhilang mencari Mbok Darmin. Ingat, Kang, barangkali saja
aku masih orang buronan. Kaucari saja rumah Den Ayu
Suprapto, atau Ndara Ayu Sinder. Begitu."
Hari berikutnya Dahlan Bandot berangkat ke Yogya naik
kereta api. Ya, sudah sekian lamanya aku tidak berjumpa
dengan Tomblok. Sudah begitu kangen rasanya. Tapi apakah
Tomblok bisa percaya pada omongan Dahlan" Mudah-mudahan
saja. Melihat sikapku selalu gelisah, Yu Senik menggangguku
dengan berkata, "Aduuuh, sudah tak sabar menunggu ya, Kang.
Sabaaar, sabaaar!" Jawabku, "Maklumlah, Yu, sudah lama nggak berjumpa dan
lagi keadaannya begini ini."
"Jangan khawatir, Kang. Kang Dahlan orangnya cekatan.
Pasti berhasil." Selama aku tinggal di rumah Yu Senik itu timbul pertanyaan
dalam hati, mengapa Dahlan tidak mengawininya, padahal
hubungannya begitu akrab. Sudah seperti suami-istri saja.
Semula aku ragu untuk bertanya-tanya, tapi akhirnya aku
memberanikan diri juga. Kutanyakan kepada Yu Senik, "Yu,
sudah berapa lama kenal dengan Kang Dahlan, Yu?"
Jawabnya, "Ah, sudah cukup lama, Kang. Ada apa, sih?"
"Ah, tidak ada apa-apa. Maaf ya kalau aku salah ucap. Apa
tidak ada maksud dari Kang Dahlan untuk mengawini Yu Senik"
Sekali lagi maaf ya, Yu, kalau aku menyinggung perasaan."
Yu Senik diam. Ia menggigit-gigit jari manisnya. Celetuknya,
46 "Terus terang ya, Kang, Kang Dahlan sudah beberapa kali
mendesak, tapi aku masih saja belum bersedia memberikan
jawaban yang tegas."
http://dewi-kzanfo/ 207 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa begitu, Yu?" potongku.
"Ah, Kang, kau tahu sendiri apa yang dikerjakan oleh Kang
Dahlan. Kalau Kang Dahlan beristri apa tidak bakal mengganggu
usahanya" Dan lagi aku tahu, nanti aku jadi perempuan yang
cemburuan. Kalau Kang Dahlan sudah jadi suamiku, aku akan
menghakinya. Keakraban yang kuhayati sekarang ini bisa
berantakan. Bagaimana pendapat Kang Kodok?"
Rasa-rasanya sulit juga untuk menjawab pertanyaannya. Ada
benarnya apa yang dijelaskan oleh wanita yang sudah tidak
dapat dikatakan muda lagi itu, tapi masih sangat menarik.
Setelah berpikir aku berkata, "Itu tergantung kalian berdua
tentunya. Yaaa sudah barang tentu Kang Dahlan harus bisa
menyesuaikan diri nantinya. Kiranya dia bisa apa tidak, Yu?"
Yu Senik tersenyum dan berkata, "Ada satu hal yang aku
belum bisa mengerti. Barangkali dia dusta, atau dia mengatakan
yang sebenarnya." Tanyaku, "Lho, dusta bagaimana, Yu?"
47 "Begini, Kang. Kata Kang Dahlan... Katanya, Kang Dahlan
tidak bisa menggauli perempuan lain selain diriku. Masa ada
laki-laki semacam itu, Kang" Bohong dia."
Lama aku tidak menanggapi kata-kata Yu Senik itu. Apa ya
mungkin ada lelaki yang hanya dapat terangsang oleh satu
orang saja" Aku belum pernah mendengarnya juga. Kasus Kees
Van Dorp dan Rita De Bruyn. Ya, soalnya lain. Dua-duanya
hiperseks. Ah, mengapa tidak kutanyakan saja pada Dahlan
Bandot sendiri. Kataku kemudian, "Begini ya, Yu, entah Kang
Dahlan itu berbohong apa tidak, bagaimana kalau kutanyakan
kepadanya" Aneh memang aneh, tapi siapa tahu, Kang Dahlan
berkata benar." http://dewi-kzanfo/ 208 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terserah, Kang. Yang jelas, aku tidak suka disaingi orang
lain, kalau aku nanti sudah menjadi istrinya. Apalagi dimadu,
suthik (tidak sudi) aku!"
Sore harinya Dahlan Bandot pulang. Langsung ia berkata,
"Maaf ya, aku tidak bisa memaksa istrimu untuk datang hari ini,
tapi tugasku berhasil. Dia akan datang, tapi perlu waktu untuk
menjelaskan segala sesuatunya kepada Ndara Ayu. Jadi sabar
dulu ya, Kang. Besok atau lusa dia pasti kemari dan sudah
48 kuberitahukan kepadanya di mana rumahku. Alamat rumah ini
yang kuberikan kepadanya. Kau lebih aman di sini sementara."
"Bagaimana sikap Ndara Ayu waktu kau datang, Kang?" aku
bertanya. Dahlan Bandot tertawa lebar, katanya, "Aku Dahlan Bandot,
Kang. Tidak suka berputar-putar bicara. Kujelaskan kepada
Ndara Ayu kalau aku ini teman sepenjara dengan Dik Kodok, eee
dengan Mandor Darmin."
Kupotong pembicaraannya dengan bertanya, "Kau berkata
teman Mandor Darmin?"
"Maaf, maaf, itu yang kukatakan, tapi aku tidak berkata
bahwa kau ada di sini sekarang dan... maaf, ya. Ndara Ayu
terkejut sekali begitu mendengar bahwa aku ini teman
sepenjara dengan Mandor Darmin. Ndara Ayu sama sekali tidak
tahu bahwa kau itu pernah menjadi orang buangan. Rupa-
rupanya suaminya, Ndara Sinder, tak pernah bercerita kepada
istrinya. Sekali lagi maaf, ya. Ya kuceritakan kepadanya apa
adanya. Tentu hanya yang kuketahui saja."
"Bagaimana tanggapan Ndara Ayu, Kang?" kutanyakan lagi.
Jawab Dahlan, "Ia hanya mengangguk-angguk saja. Ia bisa
mengerti mengapa suaminya diam saja. Saat itu Ndara Ayu tahu
http://dewi-kzanfo/ 209 49 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa ada hal-hal yang hanya akan kubicarakan dengan istrimu
saja. Ia pura-pura pamit pergi ke pasar. Aku berkesempatan
bicara-bicara sendiri dengan Dik Tomblok. Itu hasilnya, Kang."


Suro Buldog Karya Pandir Kelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wah, kalau begitu aku harus bicara sendiri dengan Ndara
Ayu. Ah, itu soal nanti. Masih ada kesempatan lain," celetukku.
Keesokan harinya, aku diajak jalan-jalan Kang Dahlan, sambil
menunggu kedatangan Tomblok. Naik dokarnya keliling-keliling
kota. Ditunjukkannya kepadaku rumah-rumah tuan-tuan Nippon
yang dilayaninya. Dahlan mengusiri sendiri dokarnya. Kata
Dahlan, "Aku sudah muak dengan Nippon-Nippon itu. Mau
menangnya sendiri saja. Ya, dumeh (mentang-mentang)
berkuasa saja. Kalau bisa begitu, aku mau melarikan diri saja,
tapi bagaimana nasib Senik nantinya?"
Saat itu aku memperoleh peluang untuk menyinggung
hubungannya dengan Yu Senik. Kataku, "Kalau aku boleh
bertanya ya, Kang. Apa kau tidak ada niat untuk mengawini Yu
Senik, Kang" Orangnya begitu baik. Mau apa lagi, Kang?"
Sejenak Dahlan Bandot diam, kemudian ia menjawab, "Yah,
niat itu ada, Dik. Aku sudah semakin menjadi tua. Aku sayang
padanya. Terus terang, Dik, sudah sering kali aku mendesaknya,
tapi ia selalu saja menolak. Aku mengerti mengapa. Senik
mengingini kehidupan yang wajar. Ya, kalau sebagai dhaokeh
(pemilik) dokar saja, jelas dia terima, tapi pekerjaanku yang lain-
lain itu yang sulit bisa diterima olehnya. Sudah kukatakan, aku
50 jadi orang penting di mata Nippon. Akulah yang bisa
menyediakan perempuan-perempuan kepada mereka. Ini
namanya penjara kedua. Bebas sih bebas, tapi bebas yang
bagaimana. Kasarnya begitu, aku jadi tawanan Nippon."
Secara langsung saja kutanyakan kepadanya, "Kang, kita
sama-sama bekas bajingan. Sambil cari-cari perempuan untuk
http://dewi-kzanfo/ 210 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nippon-Nippon bajingan itu, kau juga ikut menikmati
perempuan-perempuan itu apa tidak, Kang?"
Sambil melecuti kuda, Dahlan Bandot menjawab, "Sama-
sama orang Nusakambangan ya, Dik, kau tahu kehidupan di
sana. Tidak ada perempuan, yang kumakan ya teman-teman
tahanan. Begitu keluar penjara, aku jadi orang yang tidak suka
sama perempuan lagi. Yaaa, kuikuti kebiasaan warok-warok
seperti Kang Darso Belo dulu, aku nggemblak, Dik. Piara pacar-
pacar laki-laki. Akhirnya aku bertemu dengan Senik. Ya mula-
mula berkawan sajalah. Kusentuh saja tidak. Eee, tahu-tahu,
maaf ya, aku masuk kamarnya, Senik sedang digauli... ah, dunia
memang serba celaka. Bukannya Senik itu digauli lelaki, Dik,
yang menggauli orang perempuan juga. Tapi, entah mengapa,
saat aku melihat dua wanita itu bergumul, nafsu birahi-ku
51 bergejolak. Yang namanya pacar perempuan Senik itu kulempar
keluar dan akulah yang menggantikannya. Anehnya, Dik,
anehnya, Senik menyukainya dan aku juga. Sejak peristiwa itu,
aku jadi orang waras kembali, Senik rupa-rupanya juga jadi
perempuan biasa. Kami bisa saling memuaskan. Sampai
sekarang. Sampai kini, Senik tetap belum mau percaya bahwa
aku hanya punya selera birahi terhadap dirinya. Dia mau jadi
istriku, kalau aku hanya miliknya. Bukan milik orang lain juga."
Kupotong pembicaraannya, "Apa betul setelah kau sembuh
itu, kau tidak bisa menggauli perempuan lain selain Yu Senik,
Kang?" Jawab Dahlan Bandot, "Terus terang ya, Dik. Sering kali
aku menguji diriku sendiri. Sama perempuan lain, 'Sinyo Willem'
itu nggak mau berdiri, Dik, tapi begitu dekat dengan Senik,
langsung saja tegar dia." Dahlan tertawa terbahak-bahak,
lanjutnya, "Itulah rahasia pribadiku. Walaupun sudah seribu kali
kujelaskan kepada Senik, dia masih saja tetap belum mau
percaya. Curiga teruuus. Sebaliknya, kutanyakan juga apa Senik
http://dewi-kzanfo/ 211 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih tertarik sama manusia sejenisnya. Jawabnya, tidak sama
sekali. Kurang apa lagi, ya?"
Tanyaku, "Kang, kau betul-betul mau mengawininya?"
52 "Walohi, Dik, walohil" jawab Dahlan. "Bagaimana kalau aku
bicara dengan Senik, Kang, kau tidak keberatan?"
"Keberatan" Ooo, kalau kau bisa meng-glembuk Senik dan
dia mau jadi istriku... sudahlah, Dik, dokar-dokarku dan kuda-
kudaku kauambil semua. Rela aku. Aku bisa cari lagi. Entah
bagaimana, aku tak pernah susah-susah cari rezeki."
Tiba di rumah kembali, kami disongsong oleh... Yu Senik dan
Tomblok. Tomblok kudekap kuat-kuat... Aku menangis.
Kami lalu duduk-duduk dan Tomblok menjelaskan kepadaku
bahwa segala sesuatunya sudah dijelaskannya kepada Ndara
Ayu, dan Ndara Ayu dapat memahaminya. Ia juga menceritakan
kehidupan Ndara Ayu di kampungnya. Tanpa kusadari aku
meneteskan air mata. Gumamku, "Ya, Tuhan memang
menghendakinya." Rencana kerja dibuat. Perempuan-perempuan sesat tingkat
tepi jalan tapi cukup menarik, dilatih oleh Tomblok dan Senik
dan berhasil. Nippon-Nippon percaya bahwa perempuan-
perempuan yang dibawa oleh Dahlan Bandot itu benar-benar
perempuan priyayi yang sopan-sopan budi bahasa dan tingkah
lakunya. Puas Nippon-Nippon itu dan begitu juga Dahlan
Bandot. Ya, kadang-kadang Tomblok bertanya, "Kang, dosa apa
tidak ya yang kita lakukan ini?"
Jawabku, "Soal dosa apa tidak, hanya Tuhan sendiri yang
dapat menilainya." http://dewi-kzanfo/ 53 212 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, aku juga sempat berbicara pan-jang-lebar
dengan Senik, dibantu oleh Tomblok. Ya, akhirnya Dahlan
Bandot dan Senik Tuginah menjadi suami-istri. Senik diboyong
ke rumah resmi Dahlan Bandot. Rumah Senik dijadikan tempat
latihan. Pada suatu hari aku menemui Dahlan. Kukatakan kepadanya,
"Kang, apa aku boleh minta tolong kepadamu, Kang?"
Dahlan tertawa terbahak-bahak, "Pertanyaan apa itu! Itu tak
perlu kautanyakan kepadaku, Dik. Ya, apa yang dapat kubantu"
Katakanlah." "Apa kau bisa pergi ke Madugondo sana dan menyelidiki
apakah orang-orang Nippon masih mencari-cari diriku atau
tidak, Kang?" "Ah, sepele itu. Bekas bajingan tidak kurang akal. Apakah
aku perlu menemui orang di sana, Dik?"
"Jangan, jangan, terserah kepadamu, Kang, bagaimana."
"Ah, beres, beres. Besok aku pergi," jawab Dahlan Bandot
tegas. Keesokan harinya Dahlan pergi, dan dua hari kemudian ia
sudah muncul kembali di rumah Yu Senik yang sudah dijadikan
rumahku itu, walaupun juga tetap dipakai sebagai tempat
54 latihan perempuan-perempuan sesat jalan.
Tertawa-tawa Dahlan berkata, "Ah, Dik, kau takut pada
bayanganmu sendiri. Tidak ada orang yang mencari-carimu. Di
sana aku berpura-pura saudaramu. Ah, sebenarnya Dik Kodok
lebih dari saudara. Kutanyakan kian-kemari. Semua orang yang
kutanya, jawabnya sama. Mandor Darmin pergi mencari istrinya
yang purik. Kedudukannya sebagai mandor digantikan oleh
http://dewi-kzanfo/ 213 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tabrani. Aku masih serba penasaran rasa-rasanya. Kudatangi
Sinder Sugondo. Kutanyakan kepadanya. Jawabnya meyakinkan
sekali. Apa katanya" Mandor Darmin jadi setengah gila, begitu
istrinya meninggalkannya. Entah ke mana Darmin pergi dan
itulah yang dilaporkannya kepada penguasa Madugondo.
Nippon-Nippon mempercayainya. Beres kan, Dik!"
Dahlan Bandot kudekap. Begitu gembiranya aku. Kini
saatnya sudah tiba untuk menemui Chudancho Tardana, pikirku.
Setelah kubicarakan dengan Tomblok aku berangkat ke
Semarang. Tomblok masih sempat memesan, "Kang, hati-hati
ya, Kang. Selidiki dulu apakah istrinya juga ikut ke Semarang.
Kukira belum waktunya untuk mengungkap tabir rahasia
anakmu Harnoto. Sabarlah dulu, Kang. Tuhan pasti akan
55 memberikan jalan yang lapang."
Tomblok kupeluk, jawabku, "Terima kasih. Aku akan
memperhatikannya." Seperti halnya pada waktu aku hendak bertemu dengan Mas
Sudibyo di Tasikmalaya, kuselidiki dengan saksama rumah
Chudancho Tardana itu. Ternyata istrinya tidak ikut, tetap di
Tasikmalaya menunggui rumah Mas Sudibyo yang barangkali
saja diwariskan kepadanya. Setelah aku menjadi kusir dokar,
pada hari yang kuanggap baik dan aku tahu bahwa Tardana ada
di rumah, aku mengunjunginya di Semarang. (Baca Bara Bola
Api, Pandir Kelana) (Oo-dwkw-END-oki-oO) http://dewi-kzanfo/ 214 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
PEJUANG-PEJUANG HASTA PALAGAN
Pandir Kelana menulis novel-novel yang berlatar belakang
Sejarah Perjuangan Bangsa dalam Revolusi Kemerdekaan, yang
terdiri atas 8 buku pokok dan beberapa buku sampingan.
Kedelapan buku pokok tersebut dapat dihimpun dalam satu
novel besar dengan judul Pejuang-pejuang Hasta Palagan.
Buku-buku Pokok: 1. Suro Buldog (1923/1945) - Gramedia Pustaka Utama,
56 1992. Tokoh utamanya adalah Suropranoto, yang kemudian lebih
dikenal sebagai Suro Buldog, seorang Pejuang Kemerdekaan.
Tokoh ini juga muncul sebagai tokoh sampingan dalam novel Ibu
Sinder, sebagai Mandor Darmin, dan sebagai salah seorang
tokoh pokok, Darno Kusir, dalam novel Bara Bola Api.
2. Bara Bola Api (1944/1945) - Gramedia Pustaka Utama,
1992. Tokoh utamanya adalah Bargowo, yang juga muncul dalam
novel Kadarwati: Wanita dengan Lima Nama dan Rintihan
Burung Ke-dasih. 3. Huru-hara di Kaki Gunung Slamet (1945/1946) - Dalam
penggarapan. Tokoh utamanya Handoyo, yang muncul juga dalam novel
Rintihan Burung Kedasih, bersama tokoh-tokoh lainnya.
4. Quo Vadis" (1946/1947) - Dalam penggarapan.
Mengisahkan berkumpulnya tokoh-tokoh, untuk kemudian
menyebar kembali. 5. Kereta Api Terakhir (1947) - Gramedia Pustaka Utama,
1991. http://dewi-kzanfo/ 215 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
57 Tokoh utamanya Herman, yang muncul dalam novel Ibu
Sinder, Kadarwati, dan Rintihan Burung Kedasih. Sudah
difilmkan. 6. Di Sepanjang Garis Demarkasi (1947/1948) -Dalam
penggarapan. Lokasinya adalah Palagan Surabaya Utara. Tokoh-tokoh yang
muncul dalam palagan-palagan sebelumnya, muncul lagi dalam
novel ini. 7. Madiun, Madiun! (1948) - Dalam penggarapan.
Mengisahkan berkumpulnya tokoh-tokoh dalam kisah-kisah
palagan dalam serial perjuangan ini, dalam palagan Madiun,
Pati - Pemberontakan PKI Madiun.
8. Rintihan Burung Kedasih (1948/1949) - Gramedia Pustaka
Utama, 1992. Mengisahkan fase terakhir dalam Revolusi
Kemerdekaan Indonesia. Handoyo, Herman, dan kawan-
kawannya muncul kembali dalam palagan di Keresidenan Pati.
Buku-buku Sampingan: 1. Kadarwati: Wanita dengan Lima Nama (1943-1973) -
Sudah diterbitkan dan difilmkan. Pelaku-pelaku terkait dalam
novel ini adalah Bargowo, Herman, Ibu Sinder, dan Darno Kusir.
2. Ibu Sinder (1909/1950) - Gramedia Pustaka Utama, 1991.
Tokoh utamanya adalah Ibu Sinder. Pelaku-pelaku dalam
novel lain yang muncul dalam kisah ini adalah Herman,
Bargowo, Kadarwati (yang dalam novel ini muncul sebagai
Mirah), dan Suro Buldog (yang dalam novel ini muncul sebagai
58 Mandor Darmin). 3. Merah Putih Golek Kencana: Katharina Khoo Giok Nio
Menggugat (1945-1980-an) - Gramedia Pustaka Utama, 1992.
http://dewi-kzanfo/ 216 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kisah yang dimulai dengan Pertempuran Lima Hari
Semarang. Dan lain-lain. Selain novel-novel di atas, Pandir Kelana juga menulis novel
sejarah, seperti: 1. Tusuk Sanggul Pudak Wangi (1291-1293) -Sudah
diterbitkan. Mengisahkan lahirnya Kerajaan Majapahit.
2. Subang Zamrud Nurhayati (1620-1630) -Gramedia Pustaka
Utama, 1992. Mengisahkan tentang Sendyakala Nusantara,
datangnya kekuatan-kekuatan Barat di Nusantara, berhadapan
dengan Aceh, Johor, Banten, Mataram, Makassar, Ternate,
Tidore. Dan lain-lain dalam penggarapan.
http://dewi-kzanfo/ 217 59 (http://cerita-silat.mywapblog.com)
60 Pedang Ular Emas 2 Pendekar Rajawali Sakti 67 Perangkap Berdarah Cinta Bernoda Darah 10
^