Terpesona Disidratul Muntaha 2
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa Bagian 2
dengan kekuatan tarik antar keduanya.
Jika gaya tarik dan gerak putarnya tidak seimbang, maka bisa
dipastikan sistem itu akan 'runtuh' dan tidak akan terbentuk atom
Hidrogen. Artinya kita tidak akan pernah mengenal sebuah gas yang
disebut gas Hidrogen, karena elektronnya terlepas dan proton sebagai inti
atom. Dan lebih lanjut, kita juga tidak akan pernah mengenal benda yang
bemama Air, karena Air adalah zat yang tersusun dari 2 buah atom
hidrogen yang 'bergandengan' dengan 1 atom Oksigen.
Selain Hidrogen ada gas yang bemama Oksigen. Gas yang menjadi
pasangan Hidrogen dalam pembentukan molekul Air itu juga memiliki
elektron yang berputar di sekitar inti atom. Hanya saja jumlahnya jauh
lebih banyak dari Hidrogen. Oksigen memiliki 16 elektron yang semuanya
barputar-putar mengelilingi inti atom, sebagaimana planet-planet
mengelilingi Matahari. Masing-masing elektron tersebut memiliki lintasan
orbit. Persis seperti planet-planet di langit.
Karena inti atom Oksigen dikelilingi oleh 16 elektron maka di pusatnya
juga memiliki 16 proton. Ini diperlukan supaya terjadi keseimbangan antara
muatan negatif dar; 16 elektron dengan muatan positif dari 16 Proton.
Dengan begitu, Oksigen tersebut menjadi netral. Tidak bermuatan Iistrik.
Akan tetapi, selain itu, di inti atom Oksigen juga terdapat 6 neutron
yang terletak 'berdempet-dempetan' dengan 16 proton untuk membangun
bobot atom. Neutron adalah partlkel yang memiliki bobot, tetapi tidak
memiliki muatan Iistrik alias netral,
19 Ringkas kata, sebenarnya atom-atom benda di alam Ini memiliki
struktur yang sama. Yaitu terdiri dari inti atom yang berisi 'kelereng'
bemama proton dan neutron, serta dikelilingi oleh 'kelereng' elektron dalam
lintasan tertentu. Yang membedakan benda satu dengan benda lainnya,
semata-mata hanyalah jumlah 'kelereng' yang ada di Inti atom dan Iintasan
yang mengitarinya. Tetapi, semuanya tersusun dari 'kelereng' yang sama,
yaitu proton, neutron dan elektron.
Sebagai contoh, Hidrogen tersusun dari 1 proton di dalam inti, dan 1
elektron yang berputar di orbitnya. Helium memiliki 2 elektron di lintasan
orbit, 2 proton dan 2 neutron di inti atomnya. Lithium punya 3 elektron di
orbitnya, dan 3 proton serta 3 neutron di intinya. Besi tersusun dari 26
elektron dan 26 proton serta 26 neutron di intinya. Emas terbuat dari 79
elektron, 79 proton dan 79 neutron, dan seterusnya berkait dengan
puluhan jenis unsur di alam semesta ini.
Nah, atom-atom itulah yang kemudian membentuk gugusan-gugusan
yang disebut sebagai molekul unsur dan senyawa, sehingga terbentuklah
batangan logam besi, logam emas, calran Air dan Bensin, serta udara dan
gas yang terkandung di dalam atmosfer.
Di sini kita mulai merasakan 'keanehan'. Ternyata seluruh benda yang
berbeda-beda di sekitar kita itu tersusun dari partikel yang sama. Yang
membuatnya berbeda semata-mata hanya jumlah partikelnya.
Kalau demikian adanya, apakah kita bisa mengubah sebatang besi
menjadi sebatang emas hanya dengan mengubah jumlah partikel
penyusun-nya" Secara teoritis bisa!. Besi terdiri dari 26 proton, 26 neutron
dan 26 elektron. Sedangkan emas terdiri dari 79 proton, 79 neutron dan 79
20 elektron. Kalau kita ingin mengubah besi menjadi emas, pada dasarnya
hanya tinggal menambahkan jumah proton, neutron dan elektronnya
masing-masing menjadi 79.
Sungguh secara teoritis tidak ada kesulitan apa pun untuk
menciptakan sebuah benda dari benda lain yang berbeda. Hanya saja,
secara teknologis memang belum diketemukan cara untuk mengubah
susunan partikel penyusun atom. Suatu ketika, jika teknologinya sudah
ketemu, manusia akan bisa membuat emas hanya dari tumpukan besi
rongsokan belaka. Jadi, sebuah benda ternyata adalah gugusan partikel-partikel sub
atomik yang membentuk sistem energial tertentu, seperti sebuah sistem
tatasurya. kalau kita cermati, sistem itu terdiri dari susunan benda-benda
dan energi belaka. Yaitu proton, neutron, elektron (dan partikel sub atomik
lainnya) yang disatukan oleh sebuah 'Energi Ikat' ( binding energy) dalam
bentuk gerakan-gerakan berputar dan potensial kelistrikan.
Yang menartk, semakin kecil partlkel sub atomik, ternyata semakin
hilang sifat kebendaannya, dan yang muncul adalah sifat gelombang alias
energi. Proton dan neutron misalnya, adalah partikel yang bersifat materi
alias benda. Akan tetapi, elektron adalah partikel yang lebih kecil dengan
massa hampir nol yang bersifat materi Sekaligus gelombang.
Di dalam inti atom sendiri ternyata terdapat berbagai jenis partikeI
yang semakin kecil. Misalnya, neutron ternyata bisa dipecah menjadi proton
dan elektron. Di dalam inti itu juga ditemui berbagai jenis partikel seperti
positron, neutrino, dll. Semakin kecil, sifat gelombangnya semakin besar,
dan sifat materinya semakin menghilang. Maka, dalam penemuan mutakhir
21 diketahui bahwa partikel-partikel sub atomik itu sebenarnya tersusun dari
semacam 'pilinan' energi yang disebut Quark.
Dari semua ltu, sebenarnya saya hanya ingin mengatakan behwa
materi dan energi itu bagalkan sebuah timbangan. Jika sifat materinya
menonjol, maka sifat energinya menjadi lemah dan tersimpan sebagai
potensi saja. Sebaliknya jika sifat materinya melemah, maka sifat energinya
akan menonjol. Maka, jika kita ingin memperoleh energi dari suatu benda,
kita mesti merusak benda tersebut sehingga massanya berkurang. Selisih
massa itulah yang berubah menjadi energi. Dan secara ekstrim, kita lantas
bisa menciptakan energi yang luar biasa besarnya dengan cara
memusnahkan materi menjadi energi, mengikuti rumus Einstein yang
sangat terkenal, yaitu E = Mc2. Reaksi itu disebut sebagai reaksi Annihilasi.
Begitulah, alam semesta ini tersusun dari partikell materi dan energi.
Jika di sana ada materi dalam jumlah besar, maka sebagian besar
energinya akan tersimpan sebagai potensi. Misalnya, jika di alam ini
terbentuk matahari baru, maka matahari itu adalah sebuah material yang
menyimpan energi. Energi panas yang tersimpan di dalamnya sebagian
dilepaskan dengan cara bereaksi secara termonuklir.
Reaksi di matahari kita misalnya, adalah bergabungnya 4 atom
Hidrogen berubah menjadi 1 atom Helium, dengan menghasilkan panas
sebesar 26,7 MeV yang terbentuk dari selisih massa antara sebelum reaksi
dengan sesudah reaksi. Maka setiap detiknya, di matahari kita itu terjadi
pembakaran atau pemusnahan sekitar 4 x 10(38) proton. (alias 400 juta
juta juta juta juta juta atom hidrogen). Namun karena massa matahari kita
sekitar 2 x 10 (30) kg atau setara dengan 10 pang kat 57 atom hidrogen,
22 maka dperkirakan pembakaran gas hidrogen itu baru habis miliaran tahun
massa matahari sebagiannya dirubah menjadi panas, dan sebagian lainnya
lagi berupa potensial energi gravitasi yang 'mengikat' planet-planet di
sekitarnya. Demikian pula gaya gravitasi Bumi. Gaya itu muncul dari potensi
energi yang tersimpan di dalam struktur materi penyusun ini. Dan gaya
gravitasi itu bisa menembus jarak yang sangat jauh antar benda langit,
yang berjarak jutaan kilometer.
Maka, sebenarnya di alam semesta ini tidak ada ruang kosong yang
vakum mutlak. Karena ternyata, ruang kosong antara langit dan Bumi itu
terisi oleh berbagai macam gaya dan energi yang terpancar dari benda-
benda langit pengisinya. Padahal, kita tahu bahwa energi itu adalah sebuah
manifestasi dari materi. Artinya, kita boleh mengatakan bahwa ruang
kosong di luar angkasa itu sebenarnya terisi oleh 'materi' yang berbentuk
energi. Kesimpulannya, ruang langit ini sebenarnya ' messive' . Kalau nggak
terisi materi, ya terisi energi. Cuma, kerapatan materi dan energinya
memang beragam. Ada yang sangat rapat, maka dia disebut zat padat. Ada
yang kurang rapat, maka dia disebut zat cair Ada yang tidak rapat disebut
sebagai zat gas. Dan yang 'sangat renggang' dia berbentuk energi.
3. Ruang dan Waktu Selain terisi oleh materi dan energi, alam semesta inij uga 'terisi' oleh
'ruang' dan 'waktu'. Agak aneh memang, kalau kita menyebut alam semesta
'terisi' oleh 'ruang' dan 'waktu'. Bukankah alam semesta ini adalah 'ruang'
23 yang berfungsi untuk mewadahi seluruh benda dan energi"
Ternyat bukan. Selama ini kita menganggap bahwa alam semesta ini
adalah ruang yang besarnya tetap. Lantas, di dalam ruangan itulah
terdapat benda-benda (materi) dan energi. Dan, semua itu terikat di dalam
pergerakan waktu yang juga bersifat mutlak. Ya, kita berplklr, 'ruang' dan
'waktu' adalah besaran mutlak yang tidak bisa dipengaruhi oleh apa pun.
Justru ruang dan waktu itulah yang mempengaruhi materi dan energi.
Pengamatan para ahli Fisika Modern menyimpulkan tidak demikian.
Ternyata alam semesta ini terbentuk dan adanya materi - energi - ruang -
waktu secara bersamaan. Keempat-empatnya berkedudukan sejajar, dan
saling mempengaruhi. Keempat 'Besaran' itu terbentuk bersamaan dengan terbentuknya alam
semesta. Jadi, ketika alam semesta ini belum ada, ruang-waktu-materi-
energi juga tidak ada. Yang ada hanya 'Ketiadaan' mutlak. Begitu alam
semesta terbentuk maka keempat besaran itu juga terbentuk dan
mengembang serta berubah terus menerus, sampai sekarang. Masing-
masing berpengaruh terhadap besaran yang lain.
Perubahan ruang dan waktu berpengaruh pada perubahan materi dan
energi. Sebaliknya, perubahan materi dan energi ternyata juga berpengaruh
pada ruang dan waktu. Keempat komponen itu sepenuhnya berfungsi
membentuk alam semesta. Jika tidak ada salah satu dari keempatnya,
maka alam semesta tidak akan berbentuk sepertl sekarang. Ambillah
contoh, jika tidak ada materi (benda): maka alam semesta ini juga tidak
akan terbentuk seperti sekarang. Hanya terbentuk dari tiga unsur.
Sementara kita tahu bahwa energi adalah bentuk lain dari materi (benda).
24 Tidak ada benda, berarti tidak ada energi. Maka tidak mungkin alam
semesta ini hanya tersusun dari 'ruang' dan 'waktu' saja. Jika tidak ada
materi dan energi, ruangan juga tidak terbentuk dan tidak bermakna.
Ruang hanya terjadi ketika ada materi. Demikian pula 'waktu', ia hanya
akan ada jika ada 'materi' dan 'ruang' yang dikenal oleh perubahannya.
Jadi, sekali lagi, alam semesta ini terbentuk bersamaan dengan adanya
materi, energi, ruang, dan waktu.
Karena itu keempatnya juga berada di dalam alam semesta, dan
menyatu dengannya. Tidak ada 'ruang' di luar alam semesta. Tidak ada
'waktu' di luar alam semesta. Dan juga tidak ada 'materi' ataupun 'energi' di
luar alam seesta. Dengan kata lain, saya bisa mengatakan, di mana pun di
penjuru alam semesta ini selalu ada 'materi', 'energi', 'ruang' dan 'waktu',
Meskipun dalam 'kuantltas dan kualitas' yang berbeda-beda.
Keempat komponen itu memiliki fungsi yang berbeda-beda. 'Ruang'
berfungsi sebagai wadah. 'Waktu' berperanan mengikat usia. 'Benda'
sebagai pengisi. Dan 'energi' sebagai penggerak terjadinya dinamika.
Akan tetapi, jangan pernah berpikir bahwa wadah tesebut ukurannya
tetap dan bisa terlepas dari 'matert', Ternyata tidak. Wadah (ruang angkasa)
ternyata besarnya terbentuk oleh karena ada 'materi', Kalau 'materi' di alam
semesta mengkerut, maka 'ruangan langit' juga akan ikut mengecil. Dan
sebaliknya, jika materi alam semesta ini memuai atau berkembang, maka
ruang langit pun ikut membesar.
Memang agak rumit memahami penjelasan ini, karena kita tidak
terbiasa dengan anggapan bahwa 'ruang' bisa mulur mungkret. Ruang
adalah ruang, yang besarnya 'tetap' sepanjang masa. Sejak dulu sampai
25 sekarang. Bahkan hingga kiamat nanti. Sehingga, kita membayangkan
bahwa yang berubah posisi itu hanya benda-benda langit yang menjadi
isinya. Ruang langitnya tetap. Padahal, sebenarnya tidak demikian.
Ternyata ruang langit ini dulu pernah begitu kecilnya. Hampir nol.
Yaitu sekitar 12 miliar tahun yang lalu, Ketika materi di alam semesta ini
demikian padatnya. Tidak serenggang sekarang. Meskipun, kita melihat ada
zat padat di sekitar kita, ternyata dulu, zat padat ltu 'Iebih padat' lagi.
Itulah yang dlsebut dengan massa jenis.
Kalau sekarang, massa jenis benda yang terberat di Bumi adalah Air
Raksa, yaitu 13,6 grlcc. Maka, dulu ada benda yang memiliki bobot (massa)
berpuluh-puluh ton per satu sendoknya. Jadi demikian padatnya. Dan
lebih dulu lagi, benda-benda di alam semesta ini memiliki masse jenis
berjuta-juta ton setiap 1 sendok. Dan seterusnya, sampai pada bobot yang
tak terhingga besarnya setiap sendok benda. Sekarang pun benda yang
memiliki 'bobot' sangat besar itu masih ada di angkasa. Di antaranya yang
terdapat di bintang Neutron.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa ketika ruangan mengecil, maka
benda yang ada di dalamnya menjadi mengkerut sedemikian padatnya.
Karena memang di seluruh penjuru ruang itu terisi oleh materi - yang
kelihatan maupun tidak kelihatan.
Sebaliknya, ketika alam semesta kini memuai, benda-benda di alam
semesta ini menjadi renggang, sehlngga terdpta 'ruang-ruang' dan 'jarak' di
antara benda-benda langit. Akan tetapi, sebenarnya di ruang-ruang itu pun
masih terisi oleh materi yang massa jenisnya semakin renggang.
Sebagai contoh, di ruang langit antara Matahari dan Bumi sebenarnya
26 tidaklah kosong, melainkan terisi oleh debu angkasa dan gaya gravitasi
(ingat : energi gravitasi adalah bentuk lain dari materi). Artinya, seluruh
ruang antara Matahari dan Bumi tersebut terisi materi. Jika jarak antara
Bumi dan Matahari merenggang, maka bukan berarti ruangan itu kosong.
Tetap saja terisi oIeh materi, tetapi dengan kerapatan yang semakin rendah.
Dan menariknya lagi, kita juga memperoleh kesimpulan bahwa ruang
langit itu juga dipengaruhi oleh waktu. Dulu, ketika usia alam semesta
masih muda, ruangan langit berukuran kecil. Dan kini, ketika usia alam
semesta sudah meneapai 12 miliar tahun, ukuran alam semesta
diperkirakan berdiameter 30 miliar tahun cahaya. Dalam waktu yang
bersamaan, kerapatan materinya Juga semakin rendah. Dan karena energi
adalah sebanding dengan massa benda, maka secara bersamaan kerapatan
energi di alam semesta ini juga mengecil.
Lebih jauh lagi, ternyata ruang dan waktu juga bisa berubah
dikarenakan gerakan, Jika ada seseorang yang bergerak dengan kecepatan
tinggi, mendekati kecepatan cahaya, maka waktu baginya menjadi mulur.
Tetapi sebaliknya, ruang menjadi mengkerut. Dalam Fisika Modern ini
dikenal sebagai relatifitas. Yaitu berubahnya ruang dan waktu disebabkan
oleh kecepatan bergerak si pengamat.
Maka, kita melihat betapa ruang dan waktu bukan lagi sebuah
besaran yang mutlak. Namun bisa berubah-ubah dipengaruhi oleh
komponen aiam semesta yang lain. Jika, salah satu dari empat komponen
alam (ruang, waktu, materi, dan energi - kecepatan) berubah, maka tiga
komponen yang lain pun akan mengalami perubahan.
Hal-hal di atas perlu saya jelaskan di sini, karena akan sangat berkait
27 dengan pembahasan-pembahasan selanjutnya, ketika Rasulullah SAW
menjelajahi langit yang tujuh, Dan, apa yang saya jelaskan tersebut di atas,
barulah Langit Pertama, yang dalam istilah agama kita dikenal sebagai
Langit Dunia. 4. Ini Bukan Alam Sekarang Jika pada suatu malam yang cerah kita memandang langit, barangkali
terucap kalimat : " Indah sekali ya malam ini," Akan tetapi Pernahkah
terlintas di benak Anda bahwa malam itu sebenarnya bukan malam itu!
"lho, maksudnya gimana"'
Ya, sesungguhnya pemandangan langit yang sedang kita nikmati pada
malam itu bukanlah kondisi langit pada saat itu. kenapa bisa demikian"
Karena, cahaya benda-benda langit yang ditangkap oleh mata kita berasal
dari jarak yang sangat jauh dan berbeda-beda. Ada yang berasal dari
bintang terdekat - berjarak 8 tahun cahaya - tapi ada juga yang berasal dari
galaksi nun jauh berjarak 1 miliar tahun cahaya.
Bukankah telah saya sampaikan di depan bahwa cahaya memiliki
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecepatan tertentu dan butuh waktu untuk menempuh jerak, Ambillah
contoh sinar Bulan. Sinar Bulan yang kita lihat pada malam ltu,
sebenarnya membutuhkan waktu untuk menempuh jarak cari Bulan ke
Bumi. Berapakah jerak Bulan-Bumi" Sekitar 350 ribu kilometer. Karena
kecepatan cahaya sekiitar 300.000 m per detik, maka cahaya Bulan itu
membutuhkan waktu lebih dari 1 detik untuk sampai ke Bumi.
Artinya, ketika kita melihat Bulan, sebenarnya Bulan yang kita lihat
itu bukanlah Bulan pada saat itu. Kenapa begitu" ya, karena sinar Bulan
28 yang sampai ke mata kita tersebut membutuhkan waktu untuk menempuh
jarak 350 ribu km, yaitu selama 1 detik. Maka, Bulan yang kita lihat itu
pun sebenarnya adalah Bulan 1 detik yang lalu ...
Hal ini juga terjadi ketika kita melihat matahari. Karena [arak
Matahari- Bumi yang demikian jauhnya - sekitar 150 juta km - maka
cahaya membutuhkan waktu 8 menit untuk sampai ke Bumi. Artinya, jika
waktu itu kita melihat Matahari, maka Matahari yang kita lihat itu
sebenarnya bukanlah Matahari pada saat itu, melainkan Matahari 8 menit
yang lalu. Keanehan itu semakin besar kalau kita melihat benda-benda langit
yang berjarak lebih jauh. Ada bintang yang berjarak 8 tahun cahaya dari
Bumi, misalnya. Maka, kalau kita melihat bintang itu, sebenarnya kita
sedang menikmati pemandangan bintang 8 tahun yang lalu.
Padahal benda-benda langit memiliki jarak yang beragam. Ada bintang
yang berjarak 1 juta tahun cahaya. Ada juga yang berjarak 1 miliar tahun
cahaya. Bahkan ada berjarak 10 miliar tahun cahaya. Artinya, cahaya-
cahaya bintang tersebut telah melakukan perjalananan menempuh jarak
yang jauh menuju Bumi sejak miliaran tahun yang lalu.
Maka, jika bintang yang kita lihat itu berjarak 1 juta tahun cahaya dari
Bumi, sesungguhnya pemandangan yang kita lihat pada saat itu adalah
pemandangan 1 juta tahun yang lalu. Begitu pula, kalau kita melihat
bintang berjarak 1 miliar tahun cahaya, yang terlihat pada saat itu adalah
bintang 1 miliar tahun yang lalu. Dan seterusnya, bintang yang berjarak 10
miliar tahun cahaya, itu adalah bintang 10 miliar tahun yang lalu!
Maka, langit yang kita lihat pada suatu malam itu sebenarnya adalah
29 pemandangan yang 'aneh'. Pada saat yang bersamaan kita telah melihat
pemandangan sekarang, seribu tahun yang lalu, sejuta tahun yang lalu,
dan semiliar tahun yang lalu. Ya, saat ini pun kalau kita melihat ke langit,
kita sebenarnya tidak sedang menikmati alam semesta saat ini, melainkan
langit sejak zaman dulu sampai sekarang!
Sampai di sini kita kembali merasakan betapa ruang dan waktu yang
ada di sekitar kita ini aneh. Terutama kalau kita berbicara dalam skala
besar misalnya alam semesta.
Selama ini kita memang tidak merasakan keanehan Itu, karena kita
hanya berinteraksi dengan 'ruang' dan 'waktu: di sekitar permukaan Bumi
saja. Dan kita menganggap bahwa di seluruh penjuru alam semesta itu,
ruang-waktunya' ya sama seperti di Bumi ini. Ternyata tidak!
Dalam konteks yang berbeda, Kalau kita datang ke planet Merkurius,
misalnya, maka hari-hari yang kita jalani di sana juga bakal jauh berbeda.
Kalau di Bumi kita merasakan setahun sebagai 365 hari, maka di sana kita
bakal mengalami setahun hanya 88 hari. Dan seharinya, bisa mencapai
58,6 harinya Bumi. Jadi, setahun dan seharinya tidak berbeda jauh.
Artinya, 1 tahun Merkurius = 1,5 hari, Merkurius.
Suasananya akan berbeda dan 'semakin seru' ketika kita datang ke
planet-planet lain di tatasurya. Misalnya Venus, yang 1 harinya sama
dengan 243 hari Bumi. Sedangkan setahunnya sama dengan 225 hari.
Mars setahunnya 687 hari, Yupiter setahunnya 4.332 hari, Saturnus
10.759 hari, Uranus 30.685 hari, Neptunus 60.190 hari, dan Pluto 90.550
hari. Dan berbagai kondisi yang sangat berbeda dengan kondisi Bumi.
30 Kalau kita menyebut waktu 'sehari', itu sebenarnya berlaku untuk
Bumi, seiring gerak rotasinya. Karena ternyata sehari Yupiter dan Pluto
berbeda dengan di Bumi. Begitu pula kalau kita mengatakan bahwa usia
kita sudah 30 tahun, maka usia kita itu juga hanya berlaku untuk ukuran
Bumi. Kalau kita hidup di Planet lain, maka usia kita tidak segitu!
Belum lagi kalau kita berbicara tentang relatifitas waktu, yang
sebagiannya juga sudah saya ceritakan dalam buku-buku saya terdahulu.
Bahwa ternyata panjang-pendeknya waktu bergantung pada kecepatan
pelaku. Seseorang yang hidup di Bumi, dan bergerak dengan sesuai dengan
kecepatan Bumi, maka dia memiliki waktu yang kita alami sekarang ini.
Akan tetapi bagi mereka yang naik pesawat ruang angkasa - dengan
kecepatan tinggi - maka waktu yang dia alami juga akan mengikuti pesawat
ruang angkasanya. Semakin cepat gerakan pesawat itu, maka waktu yang
berlaku bagi penumpangnya akan semakin mulur. Bisa-bisa, bagi dia cuma
1 jam, tetapi bagi manusia yang di Bumi, waktu sudah berjalan ratusan
atau ribuan tahun. Inilah yang digambarkan oleh Allah dalam beberapa ayat Qur'an. Di
antaranya dalam QS. Al Ma'arij : 4. bahwa satu harinya malaikat sama
dengan 50.000 tahun manusia di muka bumi.
QS, Al Ma'arij (70) : 4 Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan
dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.
Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
31 http://anesularnaga.blogspot.com
TUJUH ALAM HIDUP BERDAMPINGAN
Bagaimana memahami bahwa alam semesta ini memiliki 7 buah langit.
Sejauh ini, kita selalu memahami bahwa langit ini ya hanya satu saja: yang
terbentang di atas kita. Dan begitulah memang yang juga dipahami oleh
ilmu Astronomi. Dalam pemahaman Astronomi, langit adalah seluruh ruang yang
terbentang di atas kita. Atau, terbentang di luar Bumi. Artinya, bukan
hanya yang terbentang di atas Indonesia, melainkan juga yang terbentang
di balik Bumi Indonesia, yaitu benua Amerika. Atau pun di seluruh benua-
benua yang lain. Ya, langit adalah seluruh ruang angkasa semesta, yang di
dalamnya ada berbagai benda langit, termasuk Matahari, Bumi, planet-
planet, galaksi-galaksi, Superkluster, dan sebagainya. Hal in! dikemukakan
oleh Allah di dalam firman-Nya.
QS. Al Mulk (67) : 5 Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat
pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka
yang menyala-nyala. Jadi dalam konteks informasi Al Qur'an, langit yang - berisi bintang-
bintang itu memang disebut sebagai langit Dunia. Itulah langit yang kita
kenai selama ini. Dan itu pula yang dipelajari oleh ilmu Astronomi selama
ini, yang diduga diameternya sekitar 30 miliar tahun cahaya. Dan
32 mengandung bertriliun-triliun benda langit dalam skala tak berhingga.
Namun demikian, ternyata Allah menyebut langit yang demikian besar
dan dahsyat itu baru sebagai langit Dunia alias langit pertama. Maka
dimanakah letak langit kedua sampai ke tujuh"
Ketika masih kecil dulu, saya mendapat cerita dari guru ngaji, banwa
langit ini memang ada tujuh lapis. Lantas beliau menambahkan bahwa
setiap langit memiliki tangga-tangga tempat naik. Jika kita naik lewat
tangga itu maka kita akan bertemu dengan pintu-pintu langit, yang akan
mengantarkan kita sampai di langit yang kedua, ketiga, dan seterusnya
sampai langit yang ketujuh.
Saya lantas membayangkan betapa langit itu bagaikan kue lapis.
Antara langit satu dan langit lainnya bertumpuk-tumpuk ke atas, Dan di
setiap perbatasannya ada pintu-pintu yang bisa dimasuki, plus ada
penjaganya. Setelah dewasa, saya merasa lucu sendiri terhadap persepsi
yang saya miliki waktu itu, karena sangat berbeda dengan kenyataan yang
kita temui lewat astronomi.
Dan segi penafsiran, pemahaman itu sebenarnya memang ada
dasarnya. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini. Akan tetapi, agaknya
pemahaman tersebut perlu didiskusikan ulang. Setidak-tidaknya dttinjau
agar lebih komprehensif. QS. Al An'aam (6) : 35 Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu,
maka jika kamu dapat membuat lobang di Bumi atau tangga ke
langit lalu kamu dapat mendatangkan mu'jizat kepada mereka,
(maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah
33 menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah
kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil.
QS. At Thuur (52): 38 Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)" Maka
hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka
mendatangkan suatu keterangan yang nyata. "
QS. Jin (72) : 8 dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetehui (rahasia)
langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang
kuat dan panah-panah api,"
QS. An Naba' (78): 18 - 19
yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu
datang berkelompok-kelompok. Dan dibukalah langit, maka
terdapatlah beberapa pintu,"
Kalau kita baca beberapa ayat di atas, maka kita memang menemukan
informasi tentang 'tangga' menuju ke langit, 'penjagaan' yang kuat dan
'pintu-pintu'. Namun, marilah kita cermati. Informasi tentang tangga-
tangga menuju langit itu sebenarnya berupa 'pertanyaan' dan
34 'pengandaian': "jika kamu dapat membuat lobang di Bumi, dan tangga ke
langit. . . " "Ataukah mereka mempunyai tangga ke langit .. ." Jadi bukan sebagai
sebuah informasi bahwa Allah menyebutkan ada tangga-tangga menuju
langit. Namun, jika pun ada yang menafsirkan ltu sebagai sebuah informasl,
tentu janqanlah dibayangkan sebagaimana tangga yang kita kenai selama
ini, Tapi fahamilah bahwa tangga adalah 'jalan' atau lintasan untuk naik ke
tempat yang lebih tinggi.
Bayangkanlah sebuah pesawat angkasa luar yang akan lepas landas
dari Bumi menuju bulan. Maka pesawat tersebut tidak bisa 'seenaknya'
melepaskan diri dari muka Bumi bergerak lurus menuju Bulan. Ia harus
melewati Iintasan berputar naik, sebelum lepas dari permukaan Bumi. Nah,
lintasan naik ke arah bulan itu diinterpretasikan sebagai 'tangga' menuju
langit. Selain itu, ada tangga kenaikan yang bersifat dimensional, yang
akan saya jelaskan pada bagian berikutnya, ketika bercerita tentang
perjalanan mi'raj, Stasiun luar angkasa Demikian pula informasi tentang 'pintu-pintu', Janganlah kita
membayangkan sebagaimana pintu gerbang atau pintu rumah. Kata
'beberapa pintu' yang digambarkan pada QS. An Naba': 18-19, lebih
menggambarkan adanya sebuah 'jalan membus' antar langit, mulai dari
langit pertama yang berdimensi 3 sampai langit ke tujuh yang berdimensi 9.
35 Dan lebih khusus lagi, ayat tersebut menggambarkan dibukanya batas-
batas langit pada hari Kiamat. Hal ini telah saya uraikan pada buku kedua
saya, 'Ternyata AKHIRAT TIDAK KEKAL'.
Jadi, secara umum, pengertian kita tentang perjalanan Rasulullah SAW
menuju langit yang ke tujuh itu jangan dibayangkan seperti seseorang yang
naik tangga ke atas, kemudian bertemu pintu-pintu di batas langit, dan
dibukakan oleh penjaganya. Saya kira sebaiknya kita memahami tentang
kondisi langit yang sesungguhnya, yang terbentang dalam realitas
kehidupan kita. Sebagaimana telah kita bahas di depan, kita telah memahami
gambaran langit pertama. Jika kita bepergian ke angkasa luar, sampai
kapan pun kita tidak akan pernah menemukan batas langit. Kita tidak
akan menemui ada 'langit-langit' atau atap yang membatasinya. Apalagi
menemukan pintu-pintu yang ada penjaganya.
Seandainya kita diberi umur panjang oleh Allah, katakanlah 1 miliar
tahun, maka usia yang demikian fantastis itu tidak cukup untuk kita
gunakan mengarungi alam semesta.
Dan sungguh kita tidak akan pernah menemui batas angkasa. Bahkan
seandainya usia kita ditambah 1 miliar tahun lagi, dan bisa bergerak
dengan kecepatan cahaya, itu juga masih tidak berarti apa-apa untuk
mengarungi alam semesta. Diameter atau garis tengah alam semesta (langit
pertama) ini diperkirakan sekitar 283 dikalikan 10 pangkat 21 kilometer.
Alias, 283 dengan nol sebanyak 21. Dan cahaya butuh waktu 30 miliar
tahun untuk mengarunginya.
36 Akan tetapi, penggambaran alam semesta di atas menjurus kapada
bentuk bola. Padahal penggambaran sebagai sebuah bola itu sebenarnya
adalah penggambaran yang tidak tepat. Karena, bentuk alam semesta ini
memang tidak seperti bola. Ternyata ruang alam semesta ini melengkung.
Kalau bola, ruang di dalamnya kan tidak melengkung, tapi bulat.
Ruang melengkung ltu, misalnya, ruang yang terbentuk di dalam
sebuah balon udara yang berbentuk donat. Jika kita bergerak ke arah
lengkungan donat, maka suatu ketika kita akan sampai di tempat semula.
Akan tetapi, alam semesta ini juga tidak berbentuk donat. Sebab donat
nanya memiliki ruang melengkung ke satu arah saja. Yaitu, seperti sebuah
terowongan yang berputar. Alam semesta ini, melengkungnya bukan satu
aran, melainkan ke segala penjuru. Sulit juga ya membayangkan.
Untuk mempermudah pemahaman kita, maka bayangkanlah sebuah
balon udara. Lantas, anggaplah permukaan baIon udara itu sebagai dunia
kita. Ambillah spidol kemudian
gambarlah bulatan kecil-kecil dl permukaan balon. Dan, kemudian bayangkan bulatan-bulatan ttu sebagai
benda langit, seperti matahari, Bumi, bulan, planet, galaksi dan lain
sebagainya. Jadi, kita sedang membuat perumpamaan: ruangan alam semesta
yang berdimensi 3 ini, menjadi sebuah permukaan balon udara yang
berdimensi 2. Maka, bayangkanlah, kita sebagai penghuninya - bagaikan
37 titik-titik - yang hidup di permukaan salah satu bulatan kecil (Bumi)
tersebut. Alam semesta diumpamakan sebagai permukaan balon
udara. Bulatan-bulatan kecil di atas permukaan balon itu
diumpamakan sebagai matahari, Bumi dan benda-benda
langit lainnya. Manusia berada di salah satu bulatan itu.
Nah, sekarang bayangkan, manusia (yang berupa tltik) melakukan
perjalanan ke angkasa, lepas dari satu bulatan menuju bulatan lain. Maka -
tidak bisa tidak - kita bergerak di permukaan balon itu. Kemudian, kita
berpindah lagi ke bulatan-bulatan yang lain, untuk menggambarkan betapa
kita sedang melakukan perjalanan antar planet.
Jika perjalanan itu kita teruskan ke arah depan (tidak berbelok-belok),
misalnya, maka suatu ketika kita akan kembali ke bulatan semula (Bumi).
Kenapa bisa begitu" Ya, karena permukaan balon tersebut berbentuk
lengkung.
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka, begitulah analogi (persamaan) bentuk alam semesta ini. Langit
kita ini berbentuk lengkung, bagaikan sebuah permukaan balon. Hanya
bedanya, permukaan balon adalah 'ruang' berdimensi 2 alias luasan,
sedangkan langit kita yang sesungguhnya adalah ruang berdimensi 3 alias
volume. Langit berbentuk lengkung, maka ketika kita melakukan perjalanan ke
angkasa luar menuju ke depan, tidak berbeIok-belok, suatu ketika kita
akan sampai kembali ke Bumi. Itu kalau usia kita mencukupi. Sayangnya
usia kita tida mencukupi untuk melakukan perjalanan superhebat itu.
38 Hal ini mirip dengan, kalau kita naik sebuah kapal laut atau pesawat
terbang untuk mengelilingi Bumi. Misalnya, ambil ke arah matahari
terbenam, maka setelah sekian lama kita akan kembali tempat semula.
Katakanlah pelabuhan Tanjung Perak atau bandara juanda di Surabaya.
Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
http://anesularnaga.blogspot.com
LANGIT KEDUA Nah, kalau kita lanjutkan pembahasan kita tentang langit yang
berlapis tujuh, lantas kita bertanya-tanya: kalau beqitu dimanakah letak
langit: kedua, ketiga. dan seterusnya sampai yang ke tujuh"
Ternyata langit kedua tidak bersusun seperti kue lapis terhadap langit
yang pertama. Melainkan, tersusun secara dimensional. Bagaimanakah itu"
Jika kita asumsikan setiap langit bertambah 1 dimensi pada setiep
kenaikan tingkatnya, maka langit pertama adalah alam berdimensi 3, dan
langit keduanya adalah alam berdimensi 4.
Untuk memahaminya, marilah kita bikin perumpamaan. Bayangkan
kembali, balon tersebut. Permukaannya adalah langit Dunia, dimana di situ
tergambar butatan-bulatan kecil sebagai planet dan mataharinya. Lantas
kita juga berada di situ, digambarkan sebagai titik-titik yang bisa bergerak
ke sana kemari. Jika manusia mau mengarungi angkasa, maka dia harus bergerak di
39 sepanjang permukaan balon itu, Ke segala penjurunya. Dia harus bergerak
melengkung, mengikuti permukaan balon. Kenapa demlkian" Karena kita
sebagai titik-titik tidak pernah bisa 'terlepas' dari luasan permukaan balon
itu. Sehingga untuk mencapai bulatan (planet) lain di balik balon itu
misalnya, kita narus bergerak melengkung sesuai permukaan balon.
Padahal, coba lihat, sebenarnya ada jarak yang lebih pendek, berupa
garis lurus. larak yang lebih pendek itu adalah lewat 'ruangan' di tengahnya
balon. Jadi, jika 'kita' (titik-titik) mau bergerak dari titik A di tepi kiri balon
ke titik B di tepi kanannya, kita bisa menempuhnya dengan dua cara: yang
pertama adalah lewat permukaan balon (Iintasan melengkung). Dan yang
kedua adalah menembus ruangan di tengah-tengah balon (Iintasan lurus).
Itulah perumpamaan langit pertama dengan langit ke dua. Langit
pertama adalah permukaan balon yang memiliki lintasan lengkung,
sedangkan langit ke dua adalah ruang di dalam (dan di luar) balon yang
bisa ditempuh dengan lintasan lurus, Permukaan balon berdimensi 2,
sedangkan ruang di dalam balon berdimensi 3.
Kalau kita kembali pada keadaan langit yang sesungguhnya, maka kita
mendapati bahwa langit pertama adalah ruang berdimensi 3, sedangkan
langit ke dua adalah 'ruang' berdimensi 4. Siapakah yang menghuni langit
kedua" Yang hidup di sana adalah bangsa lin.
Jadi, langit pertama dan kedua sebenarnya tidak 'berjarak' jauh, dan
bertumpuk ke atas. Tetapi tersusun berdampingan. Seperti permukaan bola
dengan ruangan di dalamnya. Atau di seperti bayang-bayang di permukaan
tembok, dengan ruangan di sebelahnya. Masing-masing memuat benda
40 yang berbeda. langit ke 1 adalah permukaan tembok Sedangkan langit ke-2 berupa ruang yang
bersebelahan di dekatnya.
Saya kira, perumpamaan kita ini bisa menjelaskan lebih baik lagi.
Bayangkanlah permukaan tembok dan sebuah ruangan yang dikelilingi oleh
dinding-dindingnya (Iihat gambar di atas). Umpamakan ada dua jenis
makhluk hidup yang tinggal di sana. Makhluk yang pertama adalah
'bayang-bayang' yang hidupnya di permukaan tembok. Sedangkan makhluk
kedua adalah manusia (dalam gambar di' atas, berupa balok) yang
hidupnya di dalam ruangan.
Mudah-mudahan, Anda bisa dengan mudah melihat bahwa kedua
makhluk Itu hidup di Dunia yang berbeda. Yang satu hidup di permukaan
tembok, yang lainnya hidup di dalam ruangan. Keduanya tidak bercampur.
Tidak mungkin, misalnya, sebuah bayangan terlepas dari permukaan
dinding masuk ke ruangan dimana manusia (balok) berada ltu adalah
peristiwa yang mustahll terjadi !
Kenapa demikian" Karena kedua makhluk itu memang berbeda
dimensi. Bayang-bayang adalah makhluk berdimensi 2 - punya luasan,
tidak punya ketebalan. Sedangkan manusia (balok) adalah makhluk
berdimensi 3 - punya luasan, sekaligus punya ketebalan. Ringkasnya :
bayang-bayang adalah makhluk 'luas' sedangkan manusia adalah makhluk
volume'. Namun demikian, mereka hidup berdampingpn. Tidak jauh. Bayang-
41 bayang tidak bisa masuk ke Dunia manusia, akan tetapi manusia bisa
masuk ke Dunia bayang-bayang. Kenapa begitu" Ya karena manusia
memiliki unsur luas. Unsur luas itulah yang bisa berinteaksi dengan dunia
bayang-bayang, yang juga berupa mahluk 'luas'. Jelasnya bagai mana"
jika manusia ingin badannya masuk ke Dunia bayang-bayang, maka
dia cukup menempelkan badannya ke permukaan tembok. Bagian (luasan)
yang menempel ltu sudah masuk ke Dunia 2 dimensi, dimapa bayang-
bayang "hidup ', Maka, permukaan badan kita yang menempel itu akan bisa
'dilihat' oleh bayang-bayang.
Seandainya, bayang-bayang itu adalah makhluk hidup, barangkali dia
akan mengatakan: "hei, ada makhluk manusia masuk ke Dunia bayang-
bayang." Tetapi, apa yang dia lihat sebenarnya berbeda dengan bentuk
manusia yang sesungguhnya.
Kenapa demikian" Sebab, bagian tubuh manusia yang bisa masuk ke
Dunia bayang-bayang hanya luasannya saja, Ketebalanrya tidak terwadahi
oleh 'Dunia luasan' itu. Jadi, kalau yang kita tempelkan adalah telapak
tangan, maka yang terlihat oleh bayang-bayang itu hanya permukaan
telapak tangan kita saja. Sedangkan ketebalan telapak tangan kita tidak
terlihat olehnya. Boleh jadi, ketika itu, telapak tangan yang masuk ke dunia bayang-
bayang itu lantas dikejar dan mau ditangkap oleh makhluk 'bayang-bayang'
maka telapak tangan itu kita geser menjauh. Sehingga terjadi 'kejar-
kejaran' antara telapak tangan dan makhluk 'bayang-bayang'. Dan ketika
telapak tangan kita hampir tertangkap oleh bayang-bayang, maka kita
dengan mudah lepas dari kejarannya, dengan cara menarik tangan tersebut
42 lepas dari permukaan tembok tersebut, dipersepsi oleh bayang-bayang
sebagai 'hilangnya' telapak tangan dan 'Dunia luasan', Mereka menganggap
bahwa manusia adalan makhluk yang 'sakti', karena btsa menghilang dari
Dunia mereka. Padahal, sebetulnya hanya menarik diri dari Dunia luas
menuju Dunia volume. Atau, melepaskan din dari Dunia 2 dimensi menuju
Dunia 3 dimensi. Nah, sekarang marilah perumpamaan itu kita pakai untuk
menjelaskan langit yang sesungguhnya. Posisi Dunia bayang-bayang kita
gantikan sebagai Dunia manusia Sedangkan posisi Dunia manusia (balok) -
dalam perumpamaan di atas - kita gantikan sebagai Dunia jin.
Maka, kita memperoleh gambaran yang kurang lebih sama, tetapi
dengan dimensi yang berbeda. Langit pertama yang dihuni manusia
berdimensi 3, sedangkan langit kedua yang dihuni oleh jin berdimensi 4.
Jin sebagai makhluk yang berdimensi lebih tinggi bisa melihat
manusia. Sebaliknya manusia tidak bisa melihat jin' dengan matanya.
Bahkan lebih jauh, jin bisa masuk ke Dunia manusia, tetapi manusia tidak
bisa masuk ke Dunia jin. Jika jin menghendaki masuk ke Dunia manusia, makanya bisa
melakukan dengan mudah. Seperti manusia yang menempelkan telapak
tangannya ke permukaan tembo. Maka jika jin menempelkan sebagian
badannya ke Dunia manusia, tiba-tiba kita bisa melihat tubuh jin itu,
sebagian. Tubuh jin bisa kita lihat dalam ukuran 3 dimensinya saja.
Sedangkan 'ketebalan dimensi ke 4 nya tidak bisa kita lihat. Persis
sebagaimana bayangan tidak bisa melihat 'ketebalan' telapak tangan kita.
43 Yang bisa dia lihat cuma 'luasan' telapak tangannya saja.
Hal ini dikarenakan mata manusia tidak bisa menjangkau dimensi ke-
4 makhluk jin. Maka, benarlah ketika Allah mengatakan bahwa jin bisa
melihat manusia dan Dunianya, sedangkan kita tidak bisa melihat dia.
QS. A'raaf (7) : 27 Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh
syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu
dari Surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk
memperlihatkan kepada keduanya. auratnya. Sesungguhnya ia
dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang
kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah
menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-
orang yang tidak beriman. "
Dunia jin memiliki jarak yang lebih pendek dibandingkan dengan alam
manusia. Katakanlah jarak Surabaya - Jakarta. Bagi manusia, kedua kota
tersebut berjarak sekitar 1000 km. Namun bagi jin jaraknya menjadi lebih
pendek, karena lintasan di Dunia mereka berbentuk 'garis lurus',
Sedangkan lintasan di Dunia manusia berbentuk melengkung mengikuti
permukaan bola. Analog; Dunia manusia (permukaan bola) dan Dunia lin (ruang di dalam dan
di luar bola). larak A ke B, lewat permukaan bola lebIh jauh dibandingkan
lewat tengah bola. Kenapa demikian" Hal ini disebabkan oleh perbedaan dtmensi antara
kedua alam itu. Dunia manusia berdimensi 3 sedangkan Dunia jin
44 berdimensi 4. Selain itu, Dunia manusia melengkung membentuk ruang
berdimensi 3 ke arah alam jin yang berdimensi 4.
Bayangkan, sebuah balon udara berada di sebuah ruang bebas yang
tidak ada batasnya. Balon udara tersebut dibentuk oleh karet elastis yang
bisa mengembang dan mengkerut. Di atas permukaan balon yang bisa
mengembang dan mengkerut itu kita gambar 'bayang-bayang' berupa
bulatan-bulatan kecil. (Iihat lagi gambar-gambar sebelumnya)
Maka, kita bisa menyebut permukaan balon yang melengkung itu
menjadi Dunianya bayang-bayang. Sedangkan ruang di luar balon atau di
dalamnya adalan ruang bebas yang memuat balon itu. Dengan kata lain
balon itu sebenarnya berada di dalam ruangan bebas yang sangat besar
dan luas. Maka seperti terlihat pada gam bar di atas, permukaan bola adalah
langit pertama yang dihuni oleh manusia. Lintasannya melengkung
mengikuti permukaan bola. Tidak ada lagi langit pertama kecuali sebesar
permukaan bola tersebut. Maka jika manusia beraktifitas, ia hanya bisa
beraktifitas seluas permukaan bola. Jika dia bergerak 'lurus' ke depan,
misalnya, dia akan bergerak melingkari permukaan bola, dan akan kembali
ke tempat semula. Sedangkan Dunia jin adalah seluruh ruang 3 dimensi, yaitu selain
permukaan bola tersebut. Baik yang berada di dalam bola maupun yang di
luar bola. Sosok jin bisa bergerak bebas di seluruh ruangan tersebut.
Sekali waktu dia bisa juga menempel di permukaan bola. Maka, ketika
Itu, dia masuk ke Dunia Manusia. Dan terlihat oleh manusia. Akan tetapi
ketika di lepas dari permukaan bola (permukaan langit pertama), maka dia
45 tidak bisa lagi terlihat oleh manusia.
Menurut kenyataan astronomi, langit pertama yang dihuni manusia
sedang berkembang ( expanding universe). Maka, bayangkanlah ia seperti
sebuah balon yang sedang ditiup. Permukaan elastis balon tersebut akan
mengembang ke segala arah mengikuti tiupan. Jarak antar titik (gambar
bulatan) di permukaan bola itu akan ikut menjauh, karena permukaan
balon tersebut mengembang.
Pengembangan itu menjadi mungkin, karena balon udara tesebut
berada di dalam ruangan bebas berdimensi 3. Sehingga seberapa besar pun
balon itu mau mengembang, tetap bisa diwadahi oleh ruang berdimensi 3 di
mana ia berada. Nah, dalam konteks yang sesungguhnya, langit pertama yang dihuni
manusia ini memang sedang mengembang. Kemana mengembangnya" Ke
langit kedua. Persis seperti sebuah balon yang mengembang di ruang bebas
3 dimensi. Lengkungan langit pertama (3 dimensi) bisa mengembang karena
ia berada di dalam Langit kedua yang berdimensi 4.
LANGIT KETIGA Dimanakah langit ketiga" Sebagaimana langit kedua, langit ketiga itu
juga tidak jauh dari sekitar kita, Ruang langit ketiga memiliki dimensi 1
tingkat lebih tinggi dibanding langit kedua. lika langit pertama berdimensi
3, dan langit kedua berdimensl 4, maka langit ketiga memiliki dimensi 5.
Bagaimana cara menjelaskanya"
Tidak berbeda dengan penjelasan yang saya sampaikan di atas.
Keberadaan langit kedua bisa dtjelaskan dengan analogi-analogi ruangan
46 yang berdimensi lebih rendah.
Kenapa demikian" Apakah memang tidak bisa digambarkan secara
nyata tentang keberadaan langit -Iangit yang berdimensi lebih tinggi itu"
jawabnya adalah 'tidak bisa' Kenapa" Sebab Dunia manusia hanya bisa
memuat benda dan gambar-gambar berdimensi 3 saja. Untuk mengambar
benda yang berdimensi 4 saja, ruang Dunia kita tidak mencukupi. Tidak
ada seorang pun di Dunia manusia ini yang bisa mengambar benda
berdimensi 4, karena kita berada di langit pertama yang berdimensi 3. Jadi,
maksimal, kita hanya bisa menggambar benda-benda berdimensi 3.
Maka, untuk membuat penggambaran terhadap benda-benda
berdimensi lebih tinggi dari 3, kita mesti membuat analogi dengan
menurunkan tingkat dimensinya menjadi lebih rendah. Agar kita bisa
menggambar benda berdimensi maka kita narus mengumpamakan benda
tersebut 4, jadi benda berdimensi 1 atau 2 atau maksimal 3. Cara itulah
yang saya lakukan untuk menjelaskan langit ke 2 sampai ke 7.
Untuk menggambarkan langit ke tiga saya melakukan cara yang sama.
Karena langit ke tiga berdimensi 5, maka kita harus 'menurunkan' dimensi
langit ke tiga itu sebagai Dunia yang berdimensi 3. Sehingga, dengan
sendirinya, langit ke dua menjadi Dunia yang berdimensi 2. Dan langit
pertama menjadi dunia yang berdimensi 1. Bagaimana kongkretnya"
Untuk mendapatkan gambaran yang proporsional, marilah kita
membuat perumpamaan 'Balon di dalam Ruang'. Sebelumnya, kita
mengumpamakan bahwa permukaan balon itu adalah langit pertama,
sedangkan ruang yang memuat balon tersebut adalah langit kedua.
Langit pertama (permukaan bola) memuat benda-benda berdimensi
47 tiga seperti bulan, bintang, matahari, galaksi, dan lain sebagainya termasuk
manusia (digambarkan sebagai bulatan hitam dan titik-titik di atas
permukaan balon). Sedangkan langit kedua memuat makhluk dari
kalanqan jin dengan berbagai jenisnya. Termasuk benda-benda hasil
peradaban' mereka. Kedua alam itu hidup berdampingan, tidak bercampur,
tetapi bisa berinteraksi secara khas,
Langit ke tiga tidak berbeda jauh. Umpamakanlah permukaan bola
sebagai langit kedua. Berarti di permukaan itu hidup para jin dengan
berbagai fasilitasnya. Maka, langit ga berada di dekatnya berupa ruang
bebas yang memuat keberadaan balon tersebut. Yaitu sebuah ruangan yang
1 tingkat lebih tinggi. Ibaratnya jika jin adalah makhluk bayang-bayang yang hidup di
permukaan bola, maka kita - manusia - adalah mahluk yang hidup di langit
ke tiga. Ini analoginya. Akan tetapi pada kenyataannya, Dunia langit ke dua dihuni oleh jin,
sedangkan Dunia langit ke tiga dihuni oleh arwah. Jadi perbandingan
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
antara alam jin dengan alam arwah itu bagaikan antara Dunia manusia
dengan Dunia jin. Bagi Dunia manusia, alam jin adalah alam ghaib. Jin bisa melihat
manusia, sebaliknya manusia tidak bisa melihat jin. Namun, jin bukanlah
tahu-segala-galanya. Sebab, ia hanya tahu tentang langit ke dua yang
memang dihuninya, ditambah Dunianya manusia yang dimensinya lebih
rendah. Langit ke tiga adalah alam ghaib bagi jin.
Mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk memahami
Dunia langit ke tiga yang berisi arwah orang-orang yang meninggal. Kira-
48 kira, sama dengan manusia yang tidak begitu paham tentang Dunia jin.
Meskipun, ada manusia yang memiliki ilmu jin, tetapi sebenarnya mereka
tidak sangat paham tentang Dunia jin itu. Apa yang dia pahami sangat
terbatas. Bergantung pada informasi lain. Baik yang berasal dari Al Qur'an
maupun yang diceritakan oleh bangsa jin sendiri kepada manusia.
Namun informasi dari bangsa jin itu belum tentu diberikan secara
jujur. Terlalu banyak hal yang disembunyikan oleh bangsa jin terhadap
manusia, supaya manusia menganggap bangsa jin tetap sebagai makhluk
yang misterius dan 'sakt (http://cerita-silat.mywapblog.com)
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
i'. Dengan tujuan, supaya manusia menganggap
bangsa jin sebagai bangsa yang lebih tinggi dibandingkan dengan manusia.
Hal ini terjadi sejak manusia pertama diciptakan oleh Allah. Ketika itu
Iblis - yang berasal dari bangsa jin - tidak mau mengakui keunggulan Adam
sebagai khalifah di muka Bumi. Alasannya, karena Iblis (jin) adalah
makhluk yang memiliki berbagai keunggulan dibandingkan manusia.
Di antaranya, jin diciptakan lebih dahulu (Iebih senior) dibandingkan
manusia. Ia juga diciptakan dari material yang lebih canggih dibandingkan
'sekadar' dari saripati tanah (zat-zat biokimiawi). Jin - termasuk Iblis -
badannya terbuat dari 'energi panas' api yang tentu saja lebih 'ringan' dan
lebih 'tahan' terhadap perubahan alam. Bahkan, digambarkan mereka bisa
melihat manusia dari tempat yang tidak terlihat oleh manusia.
Nah, dengan berbagai kelebihan itu, maka Iblis tidak rela dan tidak
mau mangakui Adam sebagai khalifah di muka Bumi. Inginnya, bangsa
jinlah yang mesti memimpin kehidupan di muka Bumi ini. Sedangkan
manusia harus menjadi pengikut mereka. Namun, kenyataannya, Allah
tetap memilih manusia - Adam - sebagai pemimpin dan 'manajer' Bumi.
Dan justru bangsa jin harus mengikuti manusia.
Hal itu, lebih lanjut, ditunjukkan oleh Allah dengan cara memilih para
Nabi dan Rasul berasal dari bangsa manusia. Bukan dari bangsa jin.
Malahan, bangsa jin harus belajar kepada para Nabi dan Rasul manusia
untuk memahami wahyu-wahyu Allah dengan berbagai tatacara ibadahnya,
Maka jangan heran, bangsa jin sangat cemburu kepada bangsa
manusia. Kebanyakan mereka ingin menyesatkan manusia dengan cara
1 mengikuti apa yang mereka informasikan. Dan celakanya banyak manusia
yang lantas tergelincir oleh tipu daya mereka.
Akan tetapi, tidak semua bangsa jin memilih jalan ber-oposisi terhadap
manusia. Banyak Juga yang menerima keputusan Allah itu dengan ikhlas.
Mereka memutuskan untuk menqikuti para Nabi dan Rasul. Sehingga
kalau kita baca dalam Surat Jin di dalam Al Qur'an, Allah menceritakan
sebagian dari golongan jin seringkali berkerumun di sekitar Rasulullah SAW
untuk mendengarkan ajaran-ajaran dan wahyu yang beliau bawa. Mereka
lantas kembali kepada kaumnya untuk meneruskan pelajaran itu kepada
kaumnya, agar menjadi muslim yang baik. Akan tetapi, secara umum,
kebanyakan jin senang jika manusia mengikuti mereka.
Maka, digambarkan sebagian bangsa jin itu sering mencuri-curi dengar
informasi yang berasal dari langit yang lebih tinggi. Yang paling dekat tentu
adalah langit ketiga. Hal ini diceritakan Allah dalam berbagai firman-Nya, di
antaranya adalah sebagai berikut.
QS. Al Hijr (15) : 18 kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari
malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.
QS. Ash shaaffaat (37) : 10
akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi
(pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.
Dalam informasi tersebut Allah menggunakan istilah setan untuk
mereka yang mencoba mencuri-curi dengat terhadap informasi yang lebih
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka itu adalah segolongan jin yang
mengumpulkan informasi untuk kepentingan yang tidak baik. Diantaranya
2 adalah untuk menipu manusia. Agar manusia percaya kepada mereka
bahwa bangsa jin - khususnya setan - adalah bangsa yang lebih unggul dan
memiliki keahlian atau pengetahuan yang lebih tinggi.
Dalam hal ini, termasuk di antaranya adalah upaya ramal-meramal
yang kemudian terbukti banyak menyesatkan manusia. Juga ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan kesaktian tertentu, yang biasanya berorientasi
untuk mencelakakan orang lain, dan lain sebagainya.
Kembali kepada langit ketiga, maka langit ketiga adalah ruang
berdimensi 5 yang dihuni oleh arwah para orang yang sudah meninggal
Dunia. Ini adalah alam penantian bagi para arwah itu sampai dengan
terjadinya kiamat. Agaknya alam arwah ini bukan hanya menempati langit
ketiga saja, melainkan juga menempati langit keempat, kelima, keenam,
dan ke tujuh. Hal ini terbukti ketika Rasulullah SAW sedang melakukan
mi'raj ke langit yang ketujuh, sempat bertemu dengan arwah para Nabi di
masing-masing langit. Semakin tinggi maqamnya (tingkat kesucian-nya),
maka semakin tinggi pula tingkatan langit yang dihuni oleh arwah.
Sebaliknya arwah orang-orang yang jahat dan mencintai Dunia secara
berlebihan tidak bisa masuk ke langit yang lebih tinggi. Mereka
'bergentayangan' di langit rendah, mendekati alam Dunia. Yaitu bercampur
dengan alamnya jin dan setan di langit ke dua.
Kenapa demikian" Karena dosa-dosa mereka membebani terangkatnya
jiwa mereka menuju langit yang lebih tinggi. Apalagi, kebanyakan mereka
memang terlalu mencintai Dunia, Sehingga bagi mereka sangat berat untuk
meninggalkan Dunia, menuju langit yang lebih tinggi. Mereka tidak rela
meninggalkan harta benda, kekuasaan, dan orang-orang yang mereka
3 cintai. mereka tidak tahu, bahwa sebenarnya di langit yang lebih tinggi
terdapat kebahagiaan yang lebih tinggi pula. Mereka buta daripada itu,
sebab selama di Dunia mereka tidak berusaha memahaminya lewat ajaran
agama. Namun, sebenarnya jiwa mereka itu tidak bisa bercampur lagi ke alam
Dunia manusia maupun alamnya jin. Mereka hanya berada di perbatasan
langit itu saja, Tidak bisa memasukinya. Ada batas yang sangat tegas, yaitu
berupa perbedaan dimensi, yang oleh Allah disebut sebagai barzakh.
Mereka hanya bisa melihat tanpa bisa masuk ke alam Dunia. Seperti orang
yang berada di depan etalase toko.
QS. Al Mukminuun (23) : 100
agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku,
tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan
yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding
(barzakh) sampai hari mereka dibangkitkan.
Begitulah gambaran langit ketiga. Semakin tinggi tingkatan langit yang
dicapai, maka semakin luas ruangan yang dihuninya. Seperti sebuah
bayang-bayang yang 'terlepas' dari permukaan tembok menuju ruang 3
dimensi yang jauh lebih 'luas' dibandingkan sekedar luasan dinding
tersebut. Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
http://anesularnaga.blogspot.com
4 LANGIT KE 4 SAMPAI KE 6 Langit keempat adalah ruangan yang berdimensi 6. Sebagaimana
langit-Iangit sebelumnya, kita tidak mungkin untuk menggambarkan
bentuk langit keempat, Yang bisa kita lakukan adalah membuat analogi
seperti pembahasan sebelumnya. Kita harus membuat gambar sedemikian
rupa supaya langit keempat itu juga menjadi maksimal berdimensi 3, agar
bisa digambar di Dunia 3 dimensi ini.
Dengan kata lain, secara matematis, ada sejumlah garis sumbu
cartesian yang digabung menjadi satu, Sebagai contoh, ambillah gambar
atau benda 3 dimensi dalam koordinat X, Y, Z. Kemudian, kita disuruh
menjadikannya sebuah gambar 2 dimensi. Apakah yang harus kita
lakukan" Proyeksikanlah gam bar 3 dimensi itu ke sebuah dinding, maka di dinding
itu akan terbentuk bayang-bayang benda tersebut dalam bentuk 2 dimensi.
Salah satu sumbu cartesiannya hilang terpadu ke sumbu yang lain.
Gambar di atas adalah sebuah cara untuk memproyeksikan benda 3
dimensi menjadi benda 2 dimensi. Ada sebuah balok ditaruh di tengah
ruangan. Benda itu, tantas, disorot lampu kearah dinding. Maka, kita lihat,
di dinding itu akan muncul bayangan benda. Bentuknya sama persis
dengan benda aslinya, tetapi tidak mempunyai ketebalan.
Di sini kita lihat, betapa benda yang memiliki ketebalan ketika
diproyeksikan ke dimensi yang lebih rendah menjadi kehilangan tebalnya.
5 Sumbu tebalnya telah berhimpit alias bergabung dengan luasannya. Cara
inilah yang kita gunakan untuk menggambarkan bentuk langit yang lebih
tinggi, di atas 3 dimensi.
Langit ke dua yang berdimensi 4 kita proyeksikan ke ukuran 3
dimensi, sehingga 'ketebalan' dimensi ke empatnya hilang, menyatu dengan
volumenya. Maka, kita lantas bisa memahami-nya dari sudut pandang
Dunia manusia. Demikian pula langit ke tiga, kita proyeksikan ke langit kedua menjadi
berdimensi 4, dan selanjutnya diproyeksikan lagi ke langit pertama yang
berdimensi 3. Maka, langit ketiga yang berdimensi 5 itu pun kehilangan
sumbu ketebalannya 2 kali. Dengan kata lain, 2 sumbu koordinatnya
menyatu dengan volumenya yang berdimensi 3. Dan seterusnya, langit
keempat, ketika kita proyeksikan ke langit pertama akan kehilangan 3
sumbu 'ketebalannya'. Hal ini, secara berulang-ulang bisa kita gunakan untuk menjelaskan
Langit yang berdimensi lebih tinggi, sampai ke langit yang ketujuh.
Dalam penjelasan yang lebih mudah, kita bisa membuat
perumpamaan antara manusia dengan bayangannya. Jika Dunia bayangan
dianggap sebagai langit pertama, maka Dunia manusia adalah langit kedua.
Antara keduanya terdapat perbedaan 'ketebalan' alias perbedaan 1 dimensi.
Demikian pula perbandingan antara langit ke 2 dan ke 3. Jika dunia
bayangan adalah langit ke 2, maka Dunia manusia adalah langit ke 3.
Langit keempatnya demikian pula. Jika Dunia bayangan adalah langit
ketiga, maka Dunia manusia adalah langit ke empat.
Langit ke-4 adalah ruangan berdimensi 6 yang beri kehidupan arwah
6 yang sedang menanti hari kebangkitan. Arwah yang tinggal di langit
keempat ini memiliki tingkat kesucian yang lebih tinggi dibanding langit ke
tiga. Semakin tinggi langitnya, semakin tinggi pula tingkat kesuciannya.
Alam arwah ini terus menempati langit yang semakin tinggi sampai di langit
yang keenam. Langit yang lebih tinggi bisa mengobservasi langit yang lebih rendah.
Tetapi sebaliknya, langit yang lebih rendah tidak bisa melihat langit yang
lebih tinggi. Ini persis dengan keadaan antara manusia dan jin. Manusia
tidak bisa 'melihat' ke alam jin, tetapi jin bisa melihat manusia.
Penampakan jin kepada manusia terjadi hanya dalam keadaan khusus.
Yaitu, ketika jin sengaja menampakkan diri pada manusia. Atau, manusia
tersebut telah bisa mengaktifkan indera ke enamnya.
Demikian pula dengan arwah. Arwah menempati alam yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alam jin. Maka, arwah bisa melihat banpsa jin.
Sebaliknya jin tidak bisa melihat ke alam arwah. Akan tetapi, sesekali jin
ini berusaha mencari berbagai informasi yang terkait dengan alam arwah
untuk dijadikan bahan ' ngegosip" atau ' ngerjain' manusia. Namun rupanya,
ada energi yang besar yang sulit ditembus di perbatasan antara alam jin
dengan aIam arwah. Apalagi, dengan alam malakut yang ada di anglt
ketujuh. Maka digambarkan betapa mereka sering 'dikejar' oleh suluh-suluh
berapi, Ini mengingatkan kita kepada kondisi manusia ketika mencoba
menembus atmosfer Bumi. Di luar angkasa sana, manusia juga menemui
hal yang kurang lebih sama ketika mencoba naik ke angkasa luarnya.
7 Banyak batu angkasa dan meteor yang berseliweran. Dan ini sangat
membahayakan pesawat-pesawat ruang angkasa manusia.
Begitu juga, agaknya perbatasan Dunia jin dengan langit yang lebih
tinggi terdapat benda-benda yang membahayakan. Digambarkan bagaikan
meteor-meteor yang memancarkan api dan berpotensi menabrak apa saja
yang berada di dekatnya. Termasuk jin yang mencoba melakukan
perjalanan ke angkasa luar di Dunia mereka.
Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
http://anesularnaga.blogspot.com
LANGIT KE TUJUH Langit ke tujuh adalah langit tertinggi dan terbesar dalam susunan
'sab'a samaawaat' alias langit yang tujuh. Di sanalah alam Akhirat berada
dan terdapat dalam ukuran yang sesungguhnya.
Kenapa saya katakan demikian" Karena susunan langit kesatu sampai
ketujuh itu memang bukan terpisah-pisah dan bertumpuk ke atas.
Melainkan tersusun dalam bentuk dimensional yang memungkinkan langit
paling rendah termuat oleh langit yang lebih tingkatnya. Coba perhatikan
gambar berikut ini. Ini adalah dugaan struktur langit berlapis tujuh yang paling
tradisional, karena menganggap langit hanya bertingkat ke Satu arah saja,
8 yaitu ke 'atas' kita. Pemikiran yang lebih modern, menduga langit
bertingkat ke segala penjuru alam semesta. Akan tetapi tidak dijejaskan
tentang perbedaan dimensinya.
Pemikiran yang paling mutakhir mempersepsi langit bertingkat tujuh
sebagai peningkatan dimensi dari 3 sampai 9. Untuk itu, kita tidak
mungkin bisa menggambarkan secara utuh, kecuali dengan cara
memproyeksikan ke langit pertama yang berdimensi 3. secara analogi, kita
lantas bisa membuat perumpamaan sebagai berikut.
Gb. 1. Garis adalah 'alam' berdimensi 1 - yang tersusun dari 'titik-titik' berjumlah
tidak berhingga Gb. 2 Luasan adalah alam berdimensi 2 - yang tersusun dari 'garis-garis' berjumlah
tidak berhingga Gb. 3 Volume atau balok adalah alam berdimensi 3 - yang tersusun dari 'Iembaran-
Iembaran' luasan berjumlah tak berhingga
Coba perhatikan gambar-gambar di atas, Bahwa sebuah garis
(berdimensi 1) ternyata tersusun dari titik-titik dalam jumlah tak berhingga.
Dan jika 'garis-garis' tersebut dijejer ke samping dalam jumlah tak
berhingga, akan terbentuklah sebuah lembaran alias 'luasan' (yang
berdimensi 2). Dan seterusnya, jika lembaran-Iembaran itu ditumpuk ke
atas, akan terbentuk balok atau ruang berdimensi 3.
Sehingga dengan kata lain, saya boleh mengatakan bahwa sebuah
9 bendalruang berdimensi 3 tersusun dari lembaran berdimensi 2 dalam
jumlah tak berhingga. Dan, begitu pula, lembaran ruang berdimensi 2
tersusun dari garis-garis l ruang berdimensi 1.
Maka, dalam sebuah balok yang berdimensi 3 itu sebenarnya
terkandung garis-garis (berdimensi 1) dan lembaran-lembaran (berdimensi
2). Atau dengan kalimat yang berbeda saya juga boleh mengatakan,
bahwa sebuah 'ruang' selalu tersusun oleh 'ruang' berdimensi lebih rendah
dalam jumlah yang tidak berhingga. Misalnya, ruang 3 dimensi tersusun
oleh ruang 2 dimensi dalam jumlah tidak berhingga. Sedangkan ruang 2
dimensi juga tersusun atas ruang 1 dimensi dalam jumlah tak berhingga.
Nah, sekarang saya harapkan pembaca mulai bisa membayangkan
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
susunan langit yang tujuh. Di bagian depan sudah saya sampaikan bahwa
langit pertama sampai dengan yang ketujuh tersusun dalam struktur
dimensi yang semakin tinggi. Langit pertama 3 dimensi, langit kedua 4
dimensi, langit ketiga 5 dimensi dan seterusnya sampai langit ketujuh yang
berdimensi 9. Berdasar kefahaman kita tentang dimensi yang telah kita iskusikan di
atas, maka kita bisa mengatakan begini :
Langit pertama: adalah ruang berdimensi 3, yang dihuni manusia dan
berbagai macam benda langit. Dalam susunan langit alam berdimensi 3
seperti yang dihuni manusia ini terdapat dalam jumlah yang tidak terbatas
alias tidak berhingga akan tetapi, dari jumlah tak berhingga itu yang dihuni
oleh manusia dan makhluk 3 dimensi hanyalah satu saja. Bersama-sama
dengan ruang berdimensi 3 lainnya, Dunia manusia ini menjadi penyusun
10 langit ke dua, yang berdimensi 4.
Langit ke dua: adalah ruang berdimensi 4, yang dihuni oleh bangsa jin
dan berbagai bendalmakhluk yang berdimensi lainnya. Jumlah langit ke
dua ini tidaklah terbatas, alias tak berhingga. Salah satunya dihuni oleh
bangsa jin,selebihnya tidak berpenghuni. Seluruh langit ke dua yang
jumlahnya tak berhingga itu membentuk langit yang lebih tinggi, yaitu
langit ketiga. Langit ke tiga: adalah ruang berdimensi 5, yang didalamnya 'hidup'
arwah dari orang-orang yang sudah meninggal. Mereka meninggal. Mereka
tinggal mulai dari langit ketiga sampai langit ke enam. Langit ketiga ini
tersusun dari langit ke dua dalam jumlah tidak berhingga. Ini sesuai
dengan kesimpulan kita bahwa ruang berdimensi 5 adalah ruang yang
tersusun dari ruang-ruang berdimensi 4 dalam jumlah yang tidak
berhingga. Langit keempat sld ke tujuh, memiliki gambaran yang sama, yaitu
tersusun dari langit-Iangit sebelumnya, tersusun dan langit sebelumnya.
dan tersusun dari langit-Iangit sebelumnya. Dalam skala yang tidak
berhingga. Dalam bahasa yang berbeda, kita juga bisa mengatakan bahwa langit
ketujuh adaleh langit berdimensi 9 yang memuat langit keenam berdimensi
8. Langit keenam yang berdimensi 8 memuat dan tersusun dari langit
kelima yang berdimensi 7. Langit kelima,adalah berdimensi 7 yang memuat
dan tersusun dan Langit keempat yang berdimensi 6. Selanjutnya tersusun
dari langit ketiga yang berdimensi 5, tersusun dan Langit kedua yang
berdimensi 4, dan akhirnya Juga memuat dan tersusun dari langit pertama
11 yang berdimensi 3. Bisa anda bayangkan betapa besarnya langit ke tujuh. Karena ia
adalah perlipatan tak berhingga sebanyak tujuh kali dari langit dunia yang
dihuni manusia. Dan Dunia manusia itu berada di dalam struktur langit
yang tujuh itu. Di langit pertama terdapat manusia. Sedangkan di langit yang ketujuh
terdapat alam Akhirat, Surga dan Neraka. Alam Dunia sendiri merupakan
bagian terkecil dari alam Akhirat Karena itu, ketika Rasulullah SAW ditanya
mengenai perbandingan Dunia dan Akhirat, beliau mengumpamakan
sebagai berikut: Perbandingan antara Dunia dan Akhirat adalah seperti air
samudera, celupkan jarimu ke semudera, maka, setetes air yang
ada di jerimu itu adalah Dunia, sedangkan air samudera yang
sangat luas adalah Akhirat.
Sungguh sebuah perumpamaan yang sangat menarik dan pas sekali.
Kenapa saya katakan menarik dan pas" Karena perumpamaan itu telah
berhasil menjawab dua hal yang sangat mendasar.
Yang pertama: tentang perbandingan ukuran besarnya. Secara tidak
langsung Rasulullah SAW mengatakan bahwa besarnya alam Akhirat itu
seperti banyaknya air di samudera, dlbandingkan dengan setetes air di
ujung jari kita yang menggambarkan betapa kecilnya Dunia. Begitulah,
perbandingan antara setetes air (Dunia) dan air samudera (Akhirat) adalah
tidak berhingga. Yang kedua: tentang keberadaan Dunia terhadap Akhirat Dengan
membandingkan air samudera dan setetes air d ujung jari, Rasulullah SAW
12 saakan-akan ingin mengatakan banwa Dunia kita ini sebenarnya bagian
dari Akhirat. Bukar terpisah darinya. Sebab, setetes air yang berada di
ujung jari kita itu memang berasal dan menjadi bagian dari air samudera.
Ya, Dunia kita ini sebenarnya berada di dalam alam Akhirat. Tidak
terpisah. Bahkan, juga merupakan bagian dari alam Akhirat. Hanya saja,
dengan skala perbandingan yang tidak berhingga. Dunia ini berukuran tak
berhingga kecil sedangkan Akhirat tak berhingga besarnya.
Begitu juga kualitas kebahagiaan dan kesengsaraannya, Kebahagiaan
yang kita peroleh di Dunia sebenarnya adalah bagian dari 'rasa' Surga
tetapi dalam kualitas yang sangat sedikit. Sedangkan penderitaan yang kita
dapatkan di Dunia juga merupakan sebagian kecil dari pendertiaan Neraka.
Kualitas yang sesungguhnya baru akan kita dapatkan ketika kita telah
berada di dalam periode Akhirat. Waktu itu, Allah membukakan batas-
batas langit pertama sampai dengan yang ke tujuh, sehingga kita bisa
mengobservasi dan merasakan alam semesta yang sesungguhnya, yang
bertingkat tujuh. Alam Dunla dan alam Akhirat telah 'menyatu' dalam
periode Akhirat itu. Hal ini telah saya jelaskan panjanq lebar dalam buku
sebelumnya yang berjudul 'Ternyata AKHIRAT TIDAK KEKAL'.
MENEMBUS BATAS LANGIT Seperti telah saya katakan di bagian depan bahwa perjalanan
Rasululiah saw ke langit ke tujuh itu bukanlah perjalanan menempuh jarak
berjuta atau bermiliar kilometer. Juga bukan sebuah 'pengembaraan'
angkasa luar, menjelajah ruang bertabur bintang. Melainkan, sebuah
perjalanan lintas dimensi menembus betas-betas langit, dari langit pertama
13 sampat langit ke tujuh. Dan kemudian beraknlr di Sidratul Muntaha.
(meskipun, nanti akan kita bahas, bahwa Rasulullah SAW tetap bisa
'memandang'seluruh alam semesta yang bertaburan bintang itu dari 'sudut
pandang' yang berbeda.) Kenapa saya berkesimpulan bahwa itu bukan perjalanan luar
anqkasa" Sebab ada bagian-bagian mustahil yang sulit dijelaskan secara
logis, balk dari sisi sunatullah maupun science. Salah satunya, adatah yang
terkait dengan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak Bumi
menuju langit ketujuh tersebut.
Maksud saya begini. Kita sudah mengetahui bahwa langit adalah
ruang tak berhingga yang memuat triliunan benda-benda langit, seperti
matahari, bulan, bintang, galaksi, dan lain-lain termasuk Bumi. Dan kita
juga tahu bahwa ruang langit terhampar dalam jarak yang luar biasa
jauhnya. Diperkirakan diameter alam semesta ini sekitar 30 miliar tahun
cahaya. Artinya, cahaya saja membutuhkan waktu 3 miliar tahun untuk
menempuh jarak tersebut. Dan itu pun menurut Al Qur'an baru langit yang
pertama. Maka, logikanya, Rasulullah SAW tidak mungkin bisa menempuh jarak
yang demikian jauh itu hanya dalam waktu semalam atau bahkan setengah
malam. Cahaya saja, yang memiliki kecepata tertinggi di alam semesta,
membutuhkan waktu 30 miliar tahun Apalagi manusia. Bahkan, meskipun
badan Rasulullah SAW telah diubah menjadi cahaya oleh malaikat Jibril,
tetap tidak bisa dijelaskan bagaimana cara beliau menempuh jarak tersebut
Sekali lagi, cahaya membutuhkan waktu bermiliar-miliar tahun Sedang
Nabi hanya punya waktu setengah malam saja!
14 Karena itu, saya mencoba memahami dari sudut pandang yang
berbeda. Bahwa Nabi tidak mengarungi angkasa raya tersebut, melainkan
bergerak lintas dimensi. Apaka maksudnya"
Kita sudah membicarakan tentang dimensi langit yang berbeda-beda
pada setiap tingkat. Yang paling rendah adala langit pertama yang
berdimensi 3 dan yang paling tinggi adalan langit ketujuh berdimensi 9.
Maka, perjalanan Rasulullah SAW pada saat mi'raj itu adalah sebuah
perjalanan berpindah dimensi. Beliau bergerak dari dimensi 3 di langit
pertama, menuju ke dimensi 4 di langit kedua naik lagi ke dimensi 5 di
Langit ketiga, diteruskan ke dimensi di langit keempat, berlanjut ke dimensi
7 di langit kelima menembus dimensi 8 di langit keenam, dan akhirnya
berhenti di ruang berdimensi 9 di langit ketujuh.
Waktu itu Rasulullah SAW sampai di suatu tempat 'tertinggi' di alam
semesta yang disebut sebagai Sidratul Muntaha Itulah puncak perjalanan
beliau menembus dimensi langit Bagaimana menggambarkan perjalanan
dimensional secara sederhana" Analogi 'makhluk bayang-bayang' mungkin
bisa membantu kefahaman kita.
Anggaplah anda sedang berada di dalam ruangan yang cukup luas,
yang memiliki batas tembok di sebelah kanan,kiri, muka belakang, atas dan
bawah, Selain anda, di ruangan, diruangan itu hadir juga sebuah makhluk
bayang-bayang. Tentu saja, makhluk bayang-bayang itu tidak berada di
dalam ruangan, melainkan berada di permukaan salah satu tembok.
Katakanlah, di permukaan tembok di depan anda,
Nah, seperti telah saya jelaskan di depan bahwa Dunia manusia dan
dunia bayangan adalah dunia yang berbeda dimensi, tetapi berdekatan.
15 punya bayangan memilki dimensi 2, sedangkan dunia manusia memiliki
dimensi 3. Artinya, meskipun berdekatan, Anda dan bayang-bayang itu tidak
hidup di dalam Dunia yang sama. Anda teluasa bergerak di dalam ruang :
maju ke depan, mundur, ke kanan, ke kiri, ke atas dan ke bawah.
Sedangkan 'bayangan' di depan anda tersebut hanya bisa bergerak di
permukaan tembok saja. Ke kiri, ke kanan, ke atas dan ke bawah. Dia tidak
bisa bergerak ke depan (ke arah anda) sehingga terlepas dari tembok.
Ataupun, ke arah belakangnya, karena memang dia tidak punya ruang lagi
di belakangnya. Jadi, tidak mungkin sosok bayangan bergerak 'Iepas' dari
permukaan tembok, yang menjadi Dunianya.
Keadaan yang saya ceritakan itu bisa digunakan untuk
menggambarkan situasi Rasulullah SAW, yang badannya 'terikat' di langit
pertama. Dan kemudian beliau akan melakukan perjalanan menuju langit
kedua, langit ketiga dan seterusnya sampai ke langit yang ke tujuh, yang
meningkat dimensinya. Ini sama dengan sebuah perjalanan makhluk bayang-bayang yang
ingin 'lepas' dari permukaan tembok menuju kedalam ruangyang dihuni
oleh manusia. Ibaratnya, jika jika dunia bayang-bayang adalah langit
pertama, maka dunia manusia adalah langit kedua. Ibaratnya juga,
makhluk yang hidup di permukaan tembok itu adalah manusia, maka
makhluk yang hidup di dalam ruang adalah jin. Jadi sebenarnya Rasululiah
saw bergerak melintasi Dunia jin yang berdimensi 4, pada saat mi'raj.
Dalam kondisi biasa, tidak mungkin sebuah bayangan bisa lepas dari
permukaan tembok. Lantas, bagaimana caranya agar bayangan bisa lepas
16 dari permukaan tembok" Caranya" 'bayangan' tersebut harus dibantu oleh
makhluk yang hidup di Dunia ruang (dimensi yang lebih tinggi).
Begini, seandainya anda yang yang berada di dalam ruang itu, maka
tempelkanlah punggung anda ke tembok tempa bayangan berada. Dan
kemudian katakan kepada bayang itt :"hei bayangan, menempellah ke
punggungku" . Maka, ketika bayangan itu sudah menempel ke punggung,
anda lantas bergerak melepaskan diri dari permukaan tembok dan menuju
ke tengah ruangan. Pada saat itu, bayangan sudah terlepas dari permukaan tembok dan
beralih ke punggung anda. Maka, bayangan itu telah bersama-sama anda
berada di tengah ruangan Sang bayangan telah terlepas dari dunianya, dan
kini sedang berada di Dunia berdimensi lebih tinggi.
Seandainya bayangan itu adalah manusia, maka pada, saat itu sang
manusia telah terlepas dari Dunianya di langi pertama. la telah berada di
langit kedua, yaitu di dalan Dunia jin.
Begitulah kira-kira, proses terlepasnya badan Rasulullah SAW dari
langit pertama menuju langit kedua. Beliau bisa melakukan perjalanan
lintas dimensi itu, karena dibantu Jibril yang memang ditugasi oleh Allah
mendamping Rasululiah saw menuju langit ke tujuh.
Kondisi ini sekali lagi menguatkan informasi sebelumnya bahwa
perjalanan itu memang bukan atas kemauan dan kemampuan Rasululiah
saw sendiri, melainkan atas kehendak Allah semata. Beliau memang
sengaja diperjalankan sejak dari Mekkah - Palestina dan kemudian menuju
Sidratul Muntaha. Ada 2 hal yang ingin saya jelaskan mengiringi perpindahan badan
17 Rasulullah SAW dari langit pertama ke langit ke dua ini. Yang Pertama,
jarak antara langit pertama dan langit kedua. Dan yang berikutnya, adalah
keluasan sudut pandang antara langit pertama dan langit kedua.
1. Jarak antar Langit. Saya perlu menegaskan hal ini, karena di sini ada pemahaman yang
radikal berbeda antara kefahaman kita selama ini dengan kefahaman yang
saya jelaskan lewat teori dimensi.
Selama lni, kita berpendapat bahwa perjalanan Rasulullah SAW
menuju langit ke tujuh adalah perjalanan menempuh jarak yang sangat
jauh. Sehingga, konsekuensinya membutuhkan waktu yang sangat lama.
Bahkan tidak mungkin. Dengan teori dimensi lni, Rasulullah SAW tidak perlu menempuh jarak
yang jauh untuk sampai di langit kedua. 'Bergeser' 1cm saja pun,
Rasulullah SAW sudah bisa bergerak menembus batas langit tersebut.
Karena memang, langit kedua itu tidak berada jauh dari langit pertama.
Keduanya terletak secara berdampingan.
Persis seperti antara 'permukaan tembok' dengan 'ruang' di dekatnya.
Berapa jauhkah jarak antara sebuah permukaan tembok dengan ruang
yang ada di sebelahnya" Hampir tidak ada jaraknya. Begitu sebuah
'bayangan' bisa terlepas dari Dermukaan temook maka ia sesungguhnya
telah masuk ke dalam ruangan. Ia telah berpindah dari langit pertama ke
langit ke dua. Demikian pula Rasulullah SAW. Ketika itu beliau memulai perjalanan
Mi'raj dari masjid Al Aqsha. Maka, ketika beliau bersama Jibril terlepas dari
'pijakannya' dilangit pertama itu, mereka sesungguhnya mereka telah
18 'terlepas' dari langit Dunia. Dan seketika itu pula telah berada di langit ke
dua. Jadi, langit kedua itu tidak jauh-jauh dari Rasululiah saw. Bahkan
sebenarnya tidak berjarak sama sekali. Cuma berbeda dimensi. Maka,
ketika ltu sebenarnya Rasululiah saw tidak berada jauh dari masjid Al
Aqsha, Palestina. Mereka masih di sekitar-sekitar situ juga. Tetapi badan
kasarnya telah 'hilang'dari langit pertama, berpindah ke langit kedua.
Sehingga, kalau seandainya waktu itu ada yang mengikuti proses
perjalanan mi'raj tersebut, orang itu akan celingukan, karena tiba-tlba
badan Nabi lenyap dari pandangannya. Meskipun, Rasululiah saw maslh
berada di sekitar situ juga. Orang terse but tidak bisa melihat Nabi,
sebaliknya Nabi bise melihat orang terse but.
2. Sudut Pandang Berbeda.
Selain soal jarak, perubahan sudut pandang yang terjad juga sangat
radikal. penglihatan yang 'tertangkap mata pada saar kita berada di langit
pertama sangatlah berbeda dengan yang terlihat di langit kedua.
Coba bayangkan, ada 2 makhluk 'bayang-bayang' si A dan si B sedang
bercakap-cakap di sebuah permukaan tembok Bisakah anda membayangkan, bagaimana bentuk si A dilihat oleh si B"
19 Tentu saja, si A akan dilihat oleh si B sebagai sebuah garis lurus yang
tidak punya ketebalan. Demikian pula si B akar dipersepsi oleh si A sebagai
sebuah garis belaka. Kenapa demikian" Karena, kedua makhluk 'bayangan'
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu memang sedang 'berhadap-hadapan' dengan cara 'berdampingan' pada
salah satu sisinya. Tidak kelihatan sisi yang lainnya. Untuk jelasnya coba
amati gambar berikut ini.
Si A melihat si B (atau sebaliknya) dari sudut pandang yang berbeda dengan
si manusia melihat kedua bayang-bayang nu. Bagi manusia, kedua bayang-
bayang itu tampak sebagai bulatan. Akan tetapi, bagi bayangan, lawan
bicaranya akan tampak sebagai sebuah garis saja, karena mereka melihat
temannya itu dari samping. Pada sisi yang lain, si A juga tidak bisa melihat
si C karena terhalang oleh si B.
Maka, itulah yang dialami oleh Rasulullah SAW ketika berada di langit
kedua. Pada saat beliau masih berada di langit pertama, persepst beliau
tentang langit pertama (beserta segala isinya) adalah sebagaimana yang kita
rasakan kini. Bahwa tubuh manusia adalah berbentuk volume begini,
bahwa bentuk matahari dan berbagai planet adalah bulat-bulat seperti
bola, bahwa air laut dan samudera adalah demikian adanya.
Namun, begitu sempai di langit kedua, beliau terperanjat karena
'melihat' pemandangan yang sangat berbeda. Bumi yang tadinya berbentuk
bulat kini tidak bulat lagi. Demikian Pula matahari, planet, bintanq,
manusia, binatang, Pepohonan, dan berbagai makhluk lainnya. Tiba-tiba
beliau mendapati alam semesta ini bentuknya berbeda dari yang selama ini
20 beliau persepsi. Kenapa bisa begitu" Jawabnya: karena beliau 'melihatnya' dan Sudut
pandang yang berbeda. Persis seperti sebuah 'bayangan' yang dilihat dari
permukaan tembok oleh kawannya, dibandingkan dengan dilihat dari
tengah ruangar oleh manusia. Coba lihat kembali gambar di atas.
Ketika 'bayangan' dilihat oleh sesama bayangan, maka yang kelihatan
adalah salah satu sisi dari bayangan itu sehingga tampak bagaikan
sepotong garis belaka. Akar tetapi ketika dilihat oleh manusia dari tengah
ruangan maka bayangan terlihat bukan sebagai garis lagi, melainkar
sebagai lingkaran (untuk gambar tersebut).
Demikian juga Rasulullah SAW. Tiba-tiba beliau 'melihat alam semesta
ini tidak seperti biasanya lagi. Seluruhnya berubah. Tidak lagi berdimensi
3, melainkan berdimensi 4 Bagaimanakah gambaran bentuknya. Kita tidak
akan pernah bisa membayang-kan, selama kita masih tinggal di langit
pertama ini. Kita baru faham dan bisa membayangkai ketika kita berada di
langit kedua, dan kemudian 'melihat ke arah langit pertama, seperti gambar
di atas . Bahkan yang menarik, bukan hanya bentuk alam semesta yang
terlihat berbeda. Melainkan, jara jangkau pandangan Rasulullah SAW juga
menjadi semakin jauh. Kalau tadinya, ketika di langit pertama Rasulullah
SAW hanya bisa melihat pemandangan di sekitarnya saja, maka pada saat
berada di langit kedua tiba-tiba beliau bisa melihat benda-benda yang
sangat jauh dari kota Palestina. Bahkan, mungkin, bisa melihat ke berbagai
benua di muka Bumi. Dan, juga benda-benda segala penjuru langit, dalam
sekali pandang. Bagaimana hal itu bisa terjadi"
21 Coba amati kembali qambar di atas. Ketika berada di Duni 'permukaan
tembok', si A tidak bisa melihat si C, karen pandangannya terhalang oleh si
B. Apalagi melihat benda-benda di baliknya si C, dan seterusnya. Yang bisa
dilihat ole si A hanyalah benda-benda yang persis berada disekitarnya saja.
Yang lebih jauh tidak kellhatan,
Akan tetapi, bagi orang yang berada di tengah ruangan dia bukan
hanya bisa melihat si A atau si B, sekaligus dia bisa melihat si C atau
benda-benda alam di permukaan tembok tersebut. -Mulai dari ujung paling
kiri sampai ujung yang paling kanan. -Mulai dari yang paling atas sampal
yang paling bawah. pokoknya, seluruh benda yang terhampar di
permukaan tembok itu akan bisa dilihat secara keseluruhan dalam sekali
melihat. Itulah yang dialami Rasulullah SAW ketika memandang langit
pertama dari langit kedua. Rasulullah SAW bisa melihat pemandangan di
seluruh langit pertama dalam sekali pandang dari langit kedua, Tentu saja
beliau sangat takjub, Tidak hanya berhenti di langit kedua, Rasulullah SAW melanjutkan
parjalanannya menuju tingkatan langit yang lebih tinggi. Meskipun beliau
sebenarnya belum menjelajah alam dimensi 4 itu. Beliau tidak melakukan
penjelajahan di sana, karena tujuan beliau memang bukan di langit kedua,
Beliau hanya melintas saja, menuju langit ke tujuh.
Ke arah manakah Rasulullah SAW 22 melintas melanjutkan perjalanannya" Ke arah langit ke tiga. Dimanakah langit ketiga" Ternyata
juga tidak jauh dan posisi Nabi berada,
Posisi langit ketiga berada satu dimensi lebih tinggi dibanding'kan
langit kedua. ( Dalam seluruh pembahasan langit bertingkat tujuh ini, saya
mengasumsikan bahwa setiap bertambah tinggi langitnya, maka dimensinya
bertambah satu. Pada kenyataannya Allah bisa menambahkan berapa pun
yang Dia kehendaki untuk pertambahan dimensi langit itu. Yang saya
kemukakan ini adalah gambaran yang paling sederhana).
Maka, untuk menggambarkannya, caranya sama dengan ketika
menggambarkan berpindahnya Rasulullah SAW dari langit Pertama
menuju langit kedua. Dalam hal ini, kita juga membuat perumpamaan alias
analogi Dunia bayang-bayang.
Bayangkanlah kini Rasulullah SAW sedang berada di langit kedua yang
berdimensi 4. Untuk memperoleh gambaran pergerakan Nabi dari langit ke
dua menuju langit ketiga umpamakan badan Nabi bagaikan sosok bayang-
bayang vane berada di permukaan tembok. Lantas, beliau ingin 'Iepas dari
permukaan tembok itu menuju ruangan yang ada d dekatnya.
Maka mekanismenya menjadi sama persis dengan ketiks Rasulullah
SAW bergerak dari langit pertama pindah menuju langit ke dua. Beliau
tidak bisa berpindah sendiri dari langit kedua menuju ke langit ketiga,
melainkan dibawa oleh Jibril, yang memang merupakan makhluk dari langi
ketujuh. Sebagaimana saya katakan di bagian depan, bahwa perpindahan
23 makhluk dimensi 3 ke dimensi-dimensi yang lebih tinggi hanya bisa terjadi
jika dibantu oleh makhluk yang berasal dari dimensi yang lebih tinggi.
Dalam hal ini Jibril ditugasi oleh Allah untuk mendampingi Rasulullah SAW
bergerak menuju langit ketujuh.
Maka, perjalanan ke langit langit berikutnya memang menggunakan
mekanisme yang tidak jauh berbeda dengan mekanisme sebelumnya.
Cuma, pemandangan yang dilihat oleh Rasulullah SAW semakin lama
semakin menakjubkan. Bayangkan saja, ketika di langit kedua Rasulullah SAW sudah
demikian takjub karena bisa melihat seluruh penjuru langit pertama hanya
dalam sekali pandang. Hal in disebabkan oleh sudut pandang di langit
kedua memang jauh lebih lebar dibandingkan dengan langit pertama.
Nah, pada saat berada di langit ke tiga beliau lebih takjub lagi, karena
sudut pandangnya menjadi semakin labar, Pada waktu itu beliau tiba-tiba
bisa 'melihat' langit kedua di segala penjurunya. Persis seperti ketika
berada di langit kedua bisa melihat seluruh penjuru langit pertama.
Hanya saja, penglihatan Rasulullah SAW di langit ketiga ini bukan
sebuah penglihatan yang 'murni' dihasilkan oleh 'mata kepala'. Kenapa
demikian" Karena, mata kepala manusia, secara fisik tidak mungkin lagi
bisa memahami benda-benda yang berdimensi lebih tinggi dari 3.
Apa yang kita pahami lewat mata adalah sebuah proses proyeksi lensa
mata terhadap benda 3 dimensi yang tergambar di 'Iayar mata' yang disebut
sebagai retina. Retina ini ada di bagian belakang bola mata kita, yang
kemudian berfungsi mengubah gambar proyeksi itu menjadi pulsa-pulsa
listrik yang diteruskan ke pusat penglihatan di otak,
24 Nah, desain mata dan retina kita itu dlkhususkan untuk benda-benda
berdimensi 3 atau lebih rendah. Untuk melihat bsnda-benda yang lebih
tinggi dimensinya, tidak berguna lagi. Indera yang bisa kita gunakan untuk
melihat benda? benda berdimensi y.ang lebih tinggi di langit kedua sampai
ketujuh adalah hati. Hal ini telah saya jelaskan pada buku-buku saya sebelumnya, yaitu
'PUSARAN ENERGI KA'SAH' dan 'Ternyata AKHlRAT TIDAK KEKAL'. Sahwa
hati adalah indera keenam yang bekerja berdasar getaran universal.
Maka dengan hati yang terlatih dan lembut, kita bisa 'melihat'
sekaligus mendengar dan merasakan kehadiran sesuatu benda. Getaran
itulah yang dikirim ke otak untuk diterjemahkan sebagai persepsi. Jadi,
semakin 'tinggi' perjalanan Rasulullah SAW menempuh langit, maka beliau
semakin mengandalkan potensi hati dan seluruh kesadaran universalnya
untuk memahami alam semesta.
Kembali kepada 'penglihatan' Rasulullah SAW di langil ke tiga. Ketika
masih berada di langit pertama, beliau tidalk pernah bisa melihat Dunia jin
dalam skala yang demikian luas. Bahkan ketika berada di langit kedua pun,
beliau belum sempat melakukan penjelajahan di Dunia jin itu. Kini tiba-
tiba beliau disuguhi pemandangan seeara begitu manakjubkan terhadap
keseluruhan Dunia jin. Dalam sekali pandang saja, Seperti menonton
pemandangan di layar bioskop. -Mulai dari sisi paling kiri hingga paling
kanan. Dan atas sampai ke bagian bawah.
Bahkan, Nabi bukan hanya 'melihat' langit kedua yang belum pernah
dibayangkannya. Beliau juga terperanjat melihat langit pertama (Dunia
manusia) dari sudut pandang langit ketiga. Sungguh beliau tidak pernah
25 membayangkan bahwa Dunia manusia dilihat dari langit pertama berbeda
dengan ditihat dari langit kedua, dan berbeda pula dllihat dari langit ketiga.
Semakin naik posisi dimensi Nabi, beliau memiliki sudut pandang yang
semakin luas dan menakjubkan. Saya jadi teringat ketika pertama kali naik
pesawat terbang. Saya begitu takjubnya memandangi benda-benda di
permukaan Bumi yang semakin lama terlihat semakin kecil. Apalagi ketika
saya berada di atas awan. Saya seperti berada di Dunia 'antah berantah'
yang tidak pernah saya bayangkan.
Perbandingan ini memang tidak tepat, karena langit yang dilewati
pesawat terbang bukanlah langit kedua. Masih tetap di langit pertama.
Sedangkan perjalanan Nabi adalah perjalanan yang jauh lebih dahsyat
karena -menembus batas dimensi. Akan tetapi seeara psikologis, saya bisa
membayangkan betapa takjubnya Nabi ketika itu. Pasti jauh lebih takjub
dari yang saya rasakan. Ketakjuban-ketakjuban semacam ini juga pernah dirasakan oleh para
astronout ketika pesawat mereka 'Melepaskan' diri dari Bumi menuju
angkasa luar. Dan kemujian memandangi planet Bumi dari sana. Ada
suatu rasa keindahan yang tidak bisa digambarkan dan diceritakan kepada
orang-orang yang tidak pernah mengalaminya. Rasa keindahan itu hanya
bisa disampaikan kepada orang-orang yang sudah pernah mengalami.
Namun sekali lagi, kondisinya sangat berbeda antara ketakjuban
Rasulullah SAW yang melakukan perjalanan lintas dimensi dibandingkan
dengan ketakjuban perjalanan yang 'sekadar' ke angkasa luar - di langit
pertama. Ketakjuban Rasulullah SAW terus mengalami peningkatan luar biasa,
26 seiring perjalanan beliau mellntasi dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi.
Setiap kenaikan dimensi, beliau mendapati pemandangan yang radikal
berbeda dengan pemahaman sebelumnya.
Hal ini dlsebabkan selama ini kita terkungkung pada langit pertama
yang meskipun demikian luasnya dan belum ketahuan batasnya, ternyata
hanyalah langit yang 'kecil' dibandingkan keluasan langit yang tujuh.
Yang menarik, setiap beranjak mencapai langit yang lebih tinggi, beliau
lantas memahami bahwa langit yang lebih rendah itu ternyata adalah
bagian dari langit yang sedang beliau tempati.
Konkretnya, ketika beliau berada di langit kedua, tibatiba beliau baru
mengerti bahwa langit pertama itu sebenarnya adalah bagian dari langit
kedua, dengan struktur yang tidak pernah beliau bayangkan sebelumnya.
Padahal ketika masih di langit pertama, sebagai makhluk berdimensi 3
beliau hanya bisa melihat dan menghayati eksistensi langit pertama saja.
Hal ini, kurang lebih, sama dengan Dunia bayang? bayang. Mereka -
makhluk bayang-bayang itu - tahunya hanya Dunia mereka, yaitu
permukaan tembok. Akan tetapi bagi kita, manusia yang tinggal di
ruangan, kita tahu bahwa Dunia bayangan adalah sebagian dari kehidupan
kita. Tembok adalah salah satu bagian dari ruangan tempat kita tinggal.
Ketakjuban Rasulullah SAW itu juga disebabkan oleh begitu
dahsyatnya perbedaan kualitas di setiap langit. Perbandingan kualitas -
termasuk juga kuantitasnya - adalah tidak berhingga untuk setiap
kenaikan dimensi langit. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas,
saya akan menguraikan lewat analogianalogi berikut ini,
-Kuncinya adalah bertambahnya ukuran dimensi pada setiap langit.
27 Dengan pertambahan dimensi itu, kita mendapai kenyataan bahwa dimensi
yang lebih tinggi merupakan sebuah 'ruang' yang ukurannya berlipat kali
tidak berhingga terhadap ruang sebelumnya.
Ambiliah contoh sebuah garis. Untuk menggam-bar sebuah garis, kita
bisa menyusunnya dari sederet titik-titik yang dijejer ke samping dalam
jumlah tak berhingga. Dengan kata lain, saya bisa mengatakan, bahwa
sepotong garis adalah kumpulan tak terhingga dari titik-titik.
Selanjutnya, jika garis-garis itu dijejer tegak ke arah samping dalam
jumlah tak berhingga, maka suatu ketika kita akan mendapati bahwa
kumpulan garis itu telah membentuk sebidang luasan. Dengan kata lain
maka saya bisa mengatakan bahwa sebidang luasan adalah 'Iembaran' yang
terbentuk dari jejeran garis-garis dalam jumlah tidak berhingga.
Dan kemudian, jika lembaran-lembaran luasan itu kita tumpuk dalam
jumlah tak berhingga, tiba-tiba kita akan mendapati tumpukan lembaran
itu menjadi sebentuk balok atau kubus yang berdimensi 3.
Dari uratan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa sebuah balok
(dimensi 3) terbentuk dari lembaran-Iembaran (dimensi 2) dalam jumlah
yang tidak berhingga. Demikian pula, selembar 'luasan' ternyata juga
terbentuk dari sebegitu banyak (tak berhingga) garis-garis yang berdimensi
1. Maka, secara umum, kita bisa menqatakan banwa langit ke tujuh yang
berdimensi 9 sebenarnya tersusun dari langit ke enam yang berdimensi 8
dalam jumlah tak berhingga. Sedangkan langit ke enam itu tersusun oleh
langit ke lima yang berdimensi 7 dalam jumlah tak berhingga. Dan
setanjutnya, langit kelima tersusun oleh langit keempat, tersusun oleh
28 langit ketiga, kedua dan kesatu. Semuanya berlipat tidak berhingga.
Jadi, dengan pertambahan 1 dimensi saja, ternyata langit kedua yang
dihuni oleh bangsa jin itu memiliki besar yang tidak berhingga
dibandingkan dengan Duma manusia, begitu juga langit ketiga terhadap
langit kedua, dan seterusnya. Maka, ketlka kita bicara langit ketujuh, kita
bisa mengatakan, bahwa langit ke tujuh itu merupakan langit yang
besarnya tidak berhingga pangkat 7. (Sebuah kenyataan yang tide k bisa
digambarkan oleh ilmu matematika tingkat tinggi sekali pun).
Maka, jika krta berbicara kualltas langit ke tujuh (alam Akhirat)
dibandingkan dengan langit ke satu (alam Dunia) menjadi demikian jauh
perbedaannya. Apa yang kita rasakan di alam Dunia ini tidaklah bisa kita
bandingkan dengan apa yang kita rasakan di alam Akhirat. Baik dalam
bentuk kebahagiaan maupun penderitaan.
Kebahagiaan yang kita rasakan pada saat hidup di Dunia ini
sebenarnya a dalah sebagian kecil dari kebahagiaan Surga. Demikian juga
kesengsaraan atau pedneritaan yang ita rasakan, juga adalah sebagian kecil
saja dari keseng-saraan Neraka. Kenapa demikian" Inl merupakan konse-
kuensi dari struktur langit yang jelaskan di depan. Bahwa langit pertama
alias Dunia ini sebenarnya merupakan 'bagian' dari langit ke tujuh alias
Akhirat, dalam skala perbandingan yang 'tidak berhingga tujuh kali'.
Ya, alam Dunia ini memang alam yang termuat ( dalam alam Akhirat.
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka menjadi logislah, jika segala yang kita alami di alam Dunia ini
sebenarnya juga bagian dari keberadaan alam Akhirat itu sendiri. Namun
dalam kualitas yang sangat jauh berbeda. Jika diumpamakan kualitas alam
Akhirat itu 100%, maka barangkali kualitas alam Dunia ini hanya
29 sepersekian miliar persennya. Atau bahkan lebih kecil lagi. Itulah yang oleh
Rasulullah SAW diumpamakan sebagai lautan dibandingan dengan setetes
air di ujung jari, yang telah kita bicarakan di depan.
Kembali kepada perjalanan Rasulullah SAW. Ketik beliau meningkat
terus ke langit yang lebih tinggi, maka beliau merasakan ketakjuban
berulangkali dalam skala yang semakin tidak bisa dibayangkan.
Kenikmatan dan kebahagiaan yang beliau rasakan dalam Mi'raj nya itu
sangatlah sulit untuk digambarkan kepada kita yang tidak pernah
mengalaminya. Akan tetapi kita bisa 'merasakan logikanya, lewat apa yang
saya uraikan dalam analog analogi di atas.
Sehingga sungguh sangatlah dahsyat perasaan yang beliau rasakan
itu, saat beliau mencapai puneak langit ketujuh yang disebut sebagai
Sidratul Muntaha. Di puncak langit itu Rasulullah SAW benar-benar terpesona
memandangi ciptaan Allah yang luar biasa dahsyatnya. Beliau diberi
kesempatan yang tiada bandingnya oleh Allah untuk menyaksikan ciptaan
Yang Maha Perkasa dan Maha Berilmu dari suatu tempat yang tidak ada
seorang manusia pun pernah melihat alam semesta.
Tidak para Rasul sebelumnya. Dan tidak Juga para ilmuwan
sesudahnya. Sidratul Muntaha adalah suat tempat yang Nabi bisa melihat
struktur alam semesta secara utuh. Sudut pandangnya sangat luas, tetapi
jaraknya sangat dekat. Artinya Rasulullah SAW bisa melihat detil-detil
pemandangan yang terhampar di alam semesta ini, namun dalam waktu
yang bersamaan beliau bisa melihat keseluruhannya.
Ini berbeda dengan sudut pandang yang biasa kita alami. Jika kita
30 mendekat untuk melihat detilnya, maka kita akan kehilangan sudut
pandang yang holistik (menyeluruh). Sebaliknya, jika kita ingin melihat
sesuatu secara holistlk, maka kita harus mengambil jarak sedemikian rupa
sehingga kita kehilangan detil-detilnya.
Di langit ketujuh, kedua-duanya bisa tercapai dalam sekali waktu.
Inilah yang digambarkan oleh Allah dalam ayatayatnya bahwa Allah itu
meliputi segala sesuatu (holistik)innahu bikulli syai-in mukhith. Tapi
sekaligus wanahnu aqrabu ilaihi min hablil waridi (detil).
QS. Qaaf (50) : 16 Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan
tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah, bahwa
sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu'
QS. Fushshilat (41): 54 Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih
dekat kepadanya dari pada urat lehernya".
Hal ini ada kaltannya struktur alam yang melengkung. Coba
bayangkan sebuah bola. Langit pertamanya terdapat pada permukaan bola,
yang melengkung. Sedangkan langit kedua berada di dalam bola berupa
ruang berdimensi 3. Maka dengan mudah kita bisa membuktikan bahwa
jarak tempuh atas permukaan bola itu adalah lebih jauh dibandingank
dengan jarak tempuh yang ada di dalam bola.
Ambillah titik A di permukaan bola sebelah kiri. Sedangkan titik B di
seberang permukaan sebelah kanan. Kalau kita ingin bergerak dari titik A
di sebelah kiri ke titik B di sebelah kanan lewat permukaan bola, maka kita
31 harus menyusuri permukaan yang melengkung. Tetapi, jika kita
menembus, melewati tengah bola, maka kita mendapati jaraknya lebih
pendek karena lintasannya lurus.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa jarak tempuh di langit?pertama
adalah lebih jauh dibandingkan jarak tempuh di langit kedua. Dengan kata
lain, langit kedua memiliki jarak yang lebih pendek dibandingkan Iangit
pertama. Hal ini juga berlaku pada langit-Iangit yang lebih tinggi Jarak di langit
ketiga adalah lebih pendek dibandingkan dengan jarak di langit kedua.
Perumpamaannya sama persis dengan bola di atas, Angaplah permukaan
bola sebagai langit kedua, dan ruang di dalam bola sebagai langit ketiga.
Maka di langit ketiga ada jalan tembus yang berjarak lebih pendek
dibandingkan dengan permukaan bola yang berbentuk melengkung.
Jika ini diteruskan, maka kita akan dapati bahwa di langit ke empat
jaraknya lebih pendek dibandingkan langit kelima. Demikian pula, di langit
kelima, keenam, dan ketujuh. Langit ketujuh itu sebenarnya adalah langit
yang berjarak paling pendek di antara langit-Iangit yang lain. Semakin
tinggi langit semakin pendek jaraknya terhadap kita. Sehingga Allah (yang
berada lebih tinggi dari langit ketujuh itu) mengatakan bahwa ota
sebenarnya lebih dekat dari urat leher kita sendiri. DEMIKIAN DEKATNYA
... ! Begitulah, ketika Rasulullah SAW berada di Sidratul Muntaha
sebenarnya beliau justru berada di suatu langit yang sangat dekat. Akan
tetapi justru beliau diperjalankan secara 'memutar' oteh Allah lewat langit-
Iangit yang lebih rendah.
32 Maka sekali lagi, Rasulullah SAW di Sidratul Muntaha itu bisa
menyaksikan seluruh ciptaan Allah yang terhampar di alam semesta itu
secara keseluruhan tetapi mendetil. Di situlah Rasulullah SAW terpesona,
sebagai digambarkan di dalam ayatayat berikut ini.
QS. An Najm (53) : 14 - 18
Di Sidratul Muntaha . Di dekatnya ada Surga tempat tinggal, ketika
Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya ( Muhammad ) tidak berpaling dari yang dilihatnya
itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.
Ayat di atas mengambarkan situasi ketika Rasulullah SAW sampai di
puncak langit. Dan sampai di situ pulalah batas tertinggi pengetahuan
Rasulullah tentang ke-Maha Agungan Allah dengan berbagai tanda-
tandanya di alam semesta Ayat 14, sebenarnya menggambarkan bahwa Rasulull; saw pernah
meIihat Jibril dalam bentuk yang sesungguhnya Kejadian itu berlangsung di
Sidratul Muntaha, karena memang Jibril adalah makhluk dari langit ke
tujuh. Malah ketika Rasulullah SAW sampai di sana beliau langsung bisa
melihatnya dalam bentuk yang asli.
Namun, ayat-ayat berikutnya memberikan gambaran kepada kita
tentang situasi yang ada di sekitar 'Puncak Langit itu. Bahwa, tenyata
Surga sudah ada sejak dulu. Dan bahwa Surga itu berada di langit ke
tujuh, Dan bahwa Surga terletak di dekat Sidratul Muntaha. Dan, di ayat
lain (QS. Imran : 133), Allah mengatakan bahwa besarnya Surga adalah
sebesar langit dan Bumi. Artinya Bumi kita ini juga bagian dari Surga itu
33 sendiri. Dan bentangannya sampai langit yang ke tujuh. Begitulah kira-kira
pemahamannya. QS. Ali Imran (3) : 133 Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
Sedangkan Sidratul Muntaha itu tidak termasuk bagi dari Surga.
Karena itu digunakan kata 'inda alias di dekatnya atau di sisinya. Jika
Rasulullah SAW bisa melihat Surga tempat tinggal yang terhampar seluas
langit dan Bumi, maka tidak demikian dengan Sidratul Muntaha.
Tempat itu ternyata lebih misterius dibandingkan Surga. Karena itu, di
ayat berikutnya Allah mengatakan bahwa Sidratul Muntaha itu tertutup
oleh sesuatu 'misteri' yang menutupinya. Sehingga Rasulullah SAW tidak
bisa melihat apa yang ada di baliknya. Agaknya inilah batas dimensi
Petualangan Digunung Bencana 1 Goosebumps - Pembalasan Di Malam Halloween Api Di Bukit Menoreh 7
dengan kekuatan tarik antar keduanya.
Jika gaya tarik dan gerak putarnya tidak seimbang, maka bisa
dipastikan sistem itu akan 'runtuh' dan tidak akan terbentuk atom
Hidrogen. Artinya kita tidak akan pernah mengenal sebuah gas yang
disebut gas Hidrogen, karena elektronnya terlepas dan proton sebagai inti
atom. Dan lebih lanjut, kita juga tidak akan pernah mengenal benda yang
bemama Air, karena Air adalah zat yang tersusun dari 2 buah atom
hidrogen yang 'bergandengan' dengan 1 atom Oksigen.
Selain Hidrogen ada gas yang bemama Oksigen. Gas yang menjadi
pasangan Hidrogen dalam pembentukan molekul Air itu juga memiliki
elektron yang berputar di sekitar inti atom. Hanya saja jumlahnya jauh
lebih banyak dari Hidrogen. Oksigen memiliki 16 elektron yang semuanya
barputar-putar mengelilingi inti atom, sebagaimana planet-planet
mengelilingi Matahari. Masing-masing elektron tersebut memiliki lintasan
orbit. Persis seperti planet-planet di langit.
Karena inti atom Oksigen dikelilingi oleh 16 elektron maka di pusatnya
juga memiliki 16 proton. Ini diperlukan supaya terjadi keseimbangan antara
muatan negatif dar; 16 elektron dengan muatan positif dari 16 Proton.
Dengan begitu, Oksigen tersebut menjadi netral. Tidak bermuatan Iistrik.
Akan tetapi, selain itu, di inti atom Oksigen juga terdapat 6 neutron
yang terletak 'berdempet-dempetan' dengan 16 proton untuk membangun
bobot atom. Neutron adalah partlkel yang memiliki bobot, tetapi tidak
memiliki muatan Iistrik alias netral,
19 Ringkas kata, sebenarnya atom-atom benda di alam Ini memiliki
struktur yang sama. Yaitu terdiri dari inti atom yang berisi 'kelereng'
bemama proton dan neutron, serta dikelilingi oleh 'kelereng' elektron dalam
lintasan tertentu. Yang membedakan benda satu dengan benda lainnya,
semata-mata hanyalah jumlah 'kelereng' yang ada di Inti atom dan Iintasan
yang mengitarinya. Tetapi, semuanya tersusun dari 'kelereng' yang sama,
yaitu proton, neutron dan elektron.
Sebagai contoh, Hidrogen tersusun dari 1 proton di dalam inti, dan 1
elektron yang berputar di orbitnya. Helium memiliki 2 elektron di lintasan
orbit, 2 proton dan 2 neutron di inti atomnya. Lithium punya 3 elektron di
orbitnya, dan 3 proton serta 3 neutron di intinya. Besi tersusun dari 26
elektron dan 26 proton serta 26 neutron di intinya. Emas terbuat dari 79
elektron, 79 proton dan 79 neutron, dan seterusnya berkait dengan
puluhan jenis unsur di alam semesta ini.
Nah, atom-atom itulah yang kemudian membentuk gugusan-gugusan
yang disebut sebagai molekul unsur dan senyawa, sehingga terbentuklah
batangan logam besi, logam emas, calran Air dan Bensin, serta udara dan
gas yang terkandung di dalam atmosfer.
Di sini kita mulai merasakan 'keanehan'. Ternyata seluruh benda yang
berbeda-beda di sekitar kita itu tersusun dari partikel yang sama. Yang
membuatnya berbeda semata-mata hanya jumlah partikelnya.
Kalau demikian adanya, apakah kita bisa mengubah sebatang besi
menjadi sebatang emas hanya dengan mengubah jumlah partikel
penyusun-nya" Secara teoritis bisa!. Besi terdiri dari 26 proton, 26 neutron
dan 26 elektron. Sedangkan emas terdiri dari 79 proton, 79 neutron dan 79
20 elektron. Kalau kita ingin mengubah besi menjadi emas, pada dasarnya
hanya tinggal menambahkan jumah proton, neutron dan elektronnya
masing-masing menjadi 79.
Sungguh secara teoritis tidak ada kesulitan apa pun untuk
menciptakan sebuah benda dari benda lain yang berbeda. Hanya saja,
secara teknologis memang belum diketemukan cara untuk mengubah
susunan partikel penyusun atom. Suatu ketika, jika teknologinya sudah
ketemu, manusia akan bisa membuat emas hanya dari tumpukan besi
rongsokan belaka. Jadi, sebuah benda ternyata adalah gugusan partikel-partikel sub
atomik yang membentuk sistem energial tertentu, seperti sebuah sistem
tatasurya. kalau kita cermati, sistem itu terdiri dari susunan benda-benda
dan energi belaka. Yaitu proton, neutron, elektron (dan partikel sub atomik
lainnya) yang disatukan oleh sebuah 'Energi Ikat' ( binding energy) dalam
bentuk gerakan-gerakan berputar dan potensial kelistrikan.
Yang menartk, semakin kecil partlkel sub atomik, ternyata semakin
hilang sifat kebendaannya, dan yang muncul adalah sifat gelombang alias
energi. Proton dan neutron misalnya, adalah partikel yang bersifat materi
alias benda. Akan tetapi, elektron adalah partikel yang lebih kecil dengan
massa hampir nol yang bersifat materi Sekaligus gelombang.
Di dalam inti atom sendiri ternyata terdapat berbagai jenis partikeI
yang semakin kecil. Misalnya, neutron ternyata bisa dipecah menjadi proton
dan elektron. Di dalam inti itu juga ditemui berbagai jenis partikel seperti
positron, neutrino, dll. Semakin kecil, sifat gelombangnya semakin besar,
dan sifat materinya semakin menghilang. Maka, dalam penemuan mutakhir
21 diketahui bahwa partikel-partikel sub atomik itu sebenarnya tersusun dari
semacam 'pilinan' energi yang disebut Quark.
Dari semua ltu, sebenarnya saya hanya ingin mengatakan behwa
materi dan energi itu bagalkan sebuah timbangan. Jika sifat materinya
menonjol, maka sifat energinya menjadi lemah dan tersimpan sebagai
potensi saja. Sebaliknya jika sifat materinya melemah, maka sifat energinya
akan menonjol. Maka, jika kita ingin memperoleh energi dari suatu benda,
kita mesti merusak benda tersebut sehingga massanya berkurang. Selisih
massa itulah yang berubah menjadi energi. Dan secara ekstrim, kita lantas
bisa menciptakan energi yang luar biasa besarnya dengan cara
memusnahkan materi menjadi energi, mengikuti rumus Einstein yang
sangat terkenal, yaitu E = Mc2. Reaksi itu disebut sebagai reaksi Annihilasi.
Begitulah, alam semesta ini tersusun dari partikell materi dan energi.
Jika di sana ada materi dalam jumlah besar, maka sebagian besar
energinya akan tersimpan sebagai potensi. Misalnya, jika di alam ini
terbentuk matahari baru, maka matahari itu adalah sebuah material yang
menyimpan energi. Energi panas yang tersimpan di dalamnya sebagian
dilepaskan dengan cara bereaksi secara termonuklir.
Reaksi di matahari kita misalnya, adalah bergabungnya 4 atom
Hidrogen berubah menjadi 1 atom Helium, dengan menghasilkan panas
sebesar 26,7 MeV yang terbentuk dari selisih massa antara sebelum reaksi
dengan sesudah reaksi. Maka setiap detiknya, di matahari kita itu terjadi
pembakaran atau pemusnahan sekitar 4 x 10(38) proton. (alias 400 juta
juta juta juta juta juta atom hidrogen). Namun karena massa matahari kita
sekitar 2 x 10 (30) kg atau setara dengan 10 pang kat 57 atom hidrogen,
22 maka dperkirakan pembakaran gas hidrogen itu baru habis miliaran tahun
massa matahari sebagiannya dirubah menjadi panas, dan sebagian lainnya
lagi berupa potensial energi gravitasi yang 'mengikat' planet-planet di
sekitarnya. Demikian pula gaya gravitasi Bumi. Gaya itu muncul dari potensi
energi yang tersimpan di dalam struktur materi penyusun ini. Dan gaya
gravitasi itu bisa menembus jarak yang sangat jauh antar benda langit,
yang berjarak jutaan kilometer.
Maka, sebenarnya di alam semesta ini tidak ada ruang kosong yang
vakum mutlak. Karena ternyata, ruang kosong antara langit dan Bumi itu
terisi oleh berbagai macam gaya dan energi yang terpancar dari benda-
benda langit pengisinya. Padahal, kita tahu bahwa energi itu adalah sebuah
manifestasi dari materi. Artinya, kita boleh mengatakan bahwa ruang
kosong di luar angkasa itu sebenarnya terisi oleh 'materi' yang berbentuk
energi. Kesimpulannya, ruang langit ini sebenarnya ' messive' . Kalau nggak
terisi materi, ya terisi energi. Cuma, kerapatan materi dan energinya
memang beragam. Ada yang sangat rapat, maka dia disebut zat padat. Ada
yang kurang rapat, maka dia disebut zat cair Ada yang tidak rapat disebut
sebagai zat gas. Dan yang 'sangat renggang' dia berbentuk energi.
3. Ruang dan Waktu Selain terisi oleh materi dan energi, alam semesta inij uga 'terisi' oleh
'ruang' dan 'waktu'. Agak aneh memang, kalau kita menyebut alam semesta
'terisi' oleh 'ruang' dan 'waktu'. Bukankah alam semesta ini adalah 'ruang'
23 yang berfungsi untuk mewadahi seluruh benda dan energi"
Ternyat bukan. Selama ini kita menganggap bahwa alam semesta ini
adalah ruang yang besarnya tetap. Lantas, di dalam ruangan itulah
terdapat benda-benda (materi) dan energi. Dan, semua itu terikat di dalam
pergerakan waktu yang juga bersifat mutlak. Ya, kita berplklr, 'ruang' dan
'waktu' adalah besaran mutlak yang tidak bisa dipengaruhi oleh apa pun.
Justru ruang dan waktu itulah yang mempengaruhi materi dan energi.
Pengamatan para ahli Fisika Modern menyimpulkan tidak demikian.
Ternyata alam semesta ini terbentuk dan adanya materi - energi - ruang -
waktu secara bersamaan. Keempat-empatnya berkedudukan sejajar, dan
saling mempengaruhi. Keempat 'Besaran' itu terbentuk bersamaan dengan terbentuknya alam
semesta. Jadi, ketika alam semesta ini belum ada, ruang-waktu-materi-
energi juga tidak ada. Yang ada hanya 'Ketiadaan' mutlak. Begitu alam
semesta terbentuk maka keempat besaran itu juga terbentuk dan
mengembang serta berubah terus menerus, sampai sekarang. Masing-
masing berpengaruh terhadap besaran yang lain.
Perubahan ruang dan waktu berpengaruh pada perubahan materi dan
energi. Sebaliknya, perubahan materi dan energi ternyata juga berpengaruh
pada ruang dan waktu. Keempat komponen itu sepenuhnya berfungsi
membentuk alam semesta. Jika tidak ada salah satu dari keempatnya,
maka alam semesta tidak akan berbentuk sepertl sekarang. Ambillah
contoh, jika tidak ada materi (benda): maka alam semesta ini juga tidak
akan terbentuk seperti sekarang. Hanya terbentuk dari tiga unsur.
Sementara kita tahu bahwa energi adalah bentuk lain dari materi (benda).
24 Tidak ada benda, berarti tidak ada energi. Maka tidak mungkin alam
semesta ini hanya tersusun dari 'ruang' dan 'waktu' saja. Jika tidak ada
materi dan energi, ruangan juga tidak terbentuk dan tidak bermakna.
Ruang hanya terjadi ketika ada materi. Demikian pula 'waktu', ia hanya
akan ada jika ada 'materi' dan 'ruang' yang dikenal oleh perubahannya.
Jadi, sekali lagi, alam semesta ini terbentuk bersamaan dengan adanya
materi, energi, ruang, dan waktu.
Karena itu keempatnya juga berada di dalam alam semesta, dan
menyatu dengannya. Tidak ada 'ruang' di luar alam semesta. Tidak ada
'waktu' di luar alam semesta. Dan juga tidak ada 'materi' ataupun 'energi' di
luar alam seesta. Dengan kata lain, saya bisa mengatakan, di mana pun di
penjuru alam semesta ini selalu ada 'materi', 'energi', 'ruang' dan 'waktu',
Meskipun dalam 'kuantltas dan kualitas' yang berbeda-beda.
Keempat komponen itu memiliki fungsi yang berbeda-beda. 'Ruang'
berfungsi sebagai wadah. 'Waktu' berperanan mengikat usia. 'Benda'
sebagai pengisi. Dan 'energi' sebagai penggerak terjadinya dinamika.
Akan tetapi, jangan pernah berpikir bahwa wadah tesebut ukurannya
tetap dan bisa terlepas dari 'matert', Ternyata tidak. Wadah (ruang angkasa)
ternyata besarnya terbentuk oleh karena ada 'materi', Kalau 'materi' di alam
semesta mengkerut, maka 'ruangan langit' juga akan ikut mengecil. Dan
sebaliknya, jika materi alam semesta ini memuai atau berkembang, maka
ruang langit pun ikut membesar.
Memang agak rumit memahami penjelasan ini, karena kita tidak
terbiasa dengan anggapan bahwa 'ruang' bisa mulur mungkret. Ruang
adalah ruang, yang besarnya 'tetap' sepanjang masa. Sejak dulu sampai
25 sekarang. Bahkan hingga kiamat nanti. Sehingga, kita membayangkan
bahwa yang berubah posisi itu hanya benda-benda langit yang menjadi
isinya. Ruang langitnya tetap. Padahal, sebenarnya tidak demikian.
Ternyata ruang langit ini dulu pernah begitu kecilnya. Hampir nol.
Yaitu sekitar 12 miliar tahun yang lalu, Ketika materi di alam semesta ini
demikian padatnya. Tidak serenggang sekarang. Meskipun, kita melihat ada
zat padat di sekitar kita, ternyata dulu, zat padat ltu 'Iebih padat' lagi.
Itulah yang dlsebut dengan massa jenis.
Kalau sekarang, massa jenis benda yang terberat di Bumi adalah Air
Raksa, yaitu 13,6 grlcc. Maka, dulu ada benda yang memiliki bobot (massa)
berpuluh-puluh ton per satu sendoknya. Jadi demikian padatnya. Dan
lebih dulu lagi, benda-benda di alam semesta ini memiliki masse jenis
berjuta-juta ton setiap 1 sendok. Dan seterusnya, sampai pada bobot yang
tak terhingga besarnya setiap sendok benda. Sekarang pun benda yang
memiliki 'bobot' sangat besar itu masih ada di angkasa. Di antaranya yang
terdapat di bintang Neutron.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa ketika ruangan mengecil, maka
benda yang ada di dalamnya menjadi mengkerut sedemikian padatnya.
Karena memang di seluruh penjuru ruang itu terisi oleh materi - yang
kelihatan maupun tidak kelihatan.
Sebaliknya, ketika alam semesta kini memuai, benda-benda di alam
semesta ini menjadi renggang, sehlngga terdpta 'ruang-ruang' dan 'jarak' di
antara benda-benda langit. Akan tetapi, sebenarnya di ruang-ruang itu pun
masih terisi oleh materi yang massa jenisnya semakin renggang.
Sebagai contoh, di ruang langit antara Matahari dan Bumi sebenarnya
26 tidaklah kosong, melainkan terisi oleh debu angkasa dan gaya gravitasi
(ingat : energi gravitasi adalah bentuk lain dari materi). Artinya, seluruh
ruang antara Matahari dan Bumi tersebut terisi materi. Jika jarak antara
Bumi dan Matahari merenggang, maka bukan berarti ruangan itu kosong.
Tetap saja terisi oIeh materi, tetapi dengan kerapatan yang semakin rendah.
Dan menariknya lagi, kita juga memperoleh kesimpulan bahwa ruang
langit itu juga dipengaruhi oleh waktu. Dulu, ketika usia alam semesta
masih muda, ruangan langit berukuran kecil. Dan kini, ketika usia alam
semesta sudah meneapai 12 miliar tahun, ukuran alam semesta
diperkirakan berdiameter 30 miliar tahun cahaya. Dalam waktu yang
bersamaan, kerapatan materinya Juga semakin rendah. Dan karena energi
adalah sebanding dengan massa benda, maka secara bersamaan kerapatan
energi di alam semesta ini juga mengecil.
Lebih jauh lagi, ternyata ruang dan waktu juga bisa berubah
dikarenakan gerakan, Jika ada seseorang yang bergerak dengan kecepatan
tinggi, mendekati kecepatan cahaya, maka waktu baginya menjadi mulur.
Tetapi sebaliknya, ruang menjadi mengkerut. Dalam Fisika Modern ini
dikenal sebagai relatifitas. Yaitu berubahnya ruang dan waktu disebabkan
oleh kecepatan bergerak si pengamat.
Maka, kita melihat betapa ruang dan waktu bukan lagi sebuah
besaran yang mutlak. Namun bisa berubah-ubah dipengaruhi oleh
komponen aiam semesta yang lain. Jika, salah satu dari empat komponen
alam (ruang, waktu, materi, dan energi - kecepatan) berubah, maka tiga
komponen yang lain pun akan mengalami perubahan.
Hal-hal di atas perlu saya jelaskan di sini, karena akan sangat berkait
27 dengan pembahasan-pembahasan selanjutnya, ketika Rasulullah SAW
menjelajahi langit yang tujuh, Dan, apa yang saya jelaskan tersebut di atas,
barulah Langit Pertama, yang dalam istilah agama kita dikenal sebagai
Langit Dunia. 4. Ini Bukan Alam Sekarang Jika pada suatu malam yang cerah kita memandang langit, barangkali
terucap kalimat : " Indah sekali ya malam ini," Akan tetapi Pernahkah
terlintas di benak Anda bahwa malam itu sebenarnya bukan malam itu!
"lho, maksudnya gimana"'
Ya, sesungguhnya pemandangan langit yang sedang kita nikmati pada
malam itu bukanlah kondisi langit pada saat itu. kenapa bisa demikian"
Karena, cahaya benda-benda langit yang ditangkap oleh mata kita berasal
dari jarak yang sangat jauh dan berbeda-beda. Ada yang berasal dari
bintang terdekat - berjarak 8 tahun cahaya - tapi ada juga yang berasal dari
galaksi nun jauh berjarak 1 miliar tahun cahaya.
Bukankah telah saya sampaikan di depan bahwa cahaya memiliki
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecepatan tertentu dan butuh waktu untuk menempuh jerak, Ambillah
contoh sinar Bulan. Sinar Bulan yang kita lihat pada malam ltu,
sebenarnya membutuhkan waktu untuk menempuh jarak cari Bulan ke
Bumi. Berapakah jerak Bulan-Bumi" Sekitar 350 ribu kilometer. Karena
kecepatan cahaya sekiitar 300.000 m per detik, maka cahaya Bulan itu
membutuhkan waktu lebih dari 1 detik untuk sampai ke Bumi.
Artinya, ketika kita melihat Bulan, sebenarnya Bulan yang kita lihat
itu bukanlah Bulan pada saat itu. Kenapa begitu" ya, karena sinar Bulan
28 yang sampai ke mata kita tersebut membutuhkan waktu untuk menempuh
jarak 350 ribu km, yaitu selama 1 detik. Maka, Bulan yang kita lihat itu
pun sebenarnya adalah Bulan 1 detik yang lalu ...
Hal ini juga terjadi ketika kita melihat matahari. Karena [arak
Matahari- Bumi yang demikian jauhnya - sekitar 150 juta km - maka
cahaya membutuhkan waktu 8 menit untuk sampai ke Bumi. Artinya, jika
waktu itu kita melihat Matahari, maka Matahari yang kita lihat itu
sebenarnya bukanlah Matahari pada saat itu, melainkan Matahari 8 menit
yang lalu. Keanehan itu semakin besar kalau kita melihat benda-benda langit
yang berjarak lebih jauh. Ada bintang yang berjarak 8 tahun cahaya dari
Bumi, misalnya. Maka, kalau kita melihat bintang itu, sebenarnya kita
sedang menikmati pemandangan bintang 8 tahun yang lalu.
Padahal benda-benda langit memiliki jarak yang beragam. Ada bintang
yang berjarak 1 juta tahun cahaya. Ada juga yang berjarak 1 miliar tahun
cahaya. Bahkan ada berjarak 10 miliar tahun cahaya. Artinya, cahaya-
cahaya bintang tersebut telah melakukan perjalananan menempuh jarak
yang jauh menuju Bumi sejak miliaran tahun yang lalu.
Maka, jika bintang yang kita lihat itu berjarak 1 juta tahun cahaya dari
Bumi, sesungguhnya pemandangan yang kita lihat pada saat itu adalah
pemandangan 1 juta tahun yang lalu. Begitu pula, kalau kita melihat
bintang berjarak 1 miliar tahun cahaya, yang terlihat pada saat itu adalah
bintang 1 miliar tahun yang lalu. Dan seterusnya, bintang yang berjarak 10
miliar tahun cahaya, itu adalah bintang 10 miliar tahun yang lalu!
Maka, langit yang kita lihat pada suatu malam itu sebenarnya adalah
29 pemandangan yang 'aneh'. Pada saat yang bersamaan kita telah melihat
pemandangan sekarang, seribu tahun yang lalu, sejuta tahun yang lalu,
dan semiliar tahun yang lalu. Ya, saat ini pun kalau kita melihat ke langit,
kita sebenarnya tidak sedang menikmati alam semesta saat ini, melainkan
langit sejak zaman dulu sampai sekarang!
Sampai di sini kita kembali merasakan betapa ruang dan waktu yang
ada di sekitar kita ini aneh. Terutama kalau kita berbicara dalam skala
besar misalnya alam semesta.
Selama ini kita memang tidak merasakan keanehan Itu, karena kita
hanya berinteraksi dengan 'ruang' dan 'waktu: di sekitar permukaan Bumi
saja. Dan kita menganggap bahwa di seluruh penjuru alam semesta itu,
ruang-waktunya' ya sama seperti di Bumi ini. Ternyata tidak!
Dalam konteks yang berbeda, Kalau kita datang ke planet Merkurius,
misalnya, maka hari-hari yang kita jalani di sana juga bakal jauh berbeda.
Kalau di Bumi kita merasakan setahun sebagai 365 hari, maka di sana kita
bakal mengalami setahun hanya 88 hari. Dan seharinya, bisa mencapai
58,6 harinya Bumi. Jadi, setahun dan seharinya tidak berbeda jauh.
Artinya, 1 tahun Merkurius = 1,5 hari, Merkurius.
Suasananya akan berbeda dan 'semakin seru' ketika kita datang ke
planet-planet lain di tatasurya. Misalnya Venus, yang 1 harinya sama
dengan 243 hari Bumi. Sedangkan setahunnya sama dengan 225 hari.
Mars setahunnya 687 hari, Yupiter setahunnya 4.332 hari, Saturnus
10.759 hari, Uranus 30.685 hari, Neptunus 60.190 hari, dan Pluto 90.550
hari. Dan berbagai kondisi yang sangat berbeda dengan kondisi Bumi.
30 Kalau kita menyebut waktu 'sehari', itu sebenarnya berlaku untuk
Bumi, seiring gerak rotasinya. Karena ternyata sehari Yupiter dan Pluto
berbeda dengan di Bumi. Begitu pula kalau kita mengatakan bahwa usia
kita sudah 30 tahun, maka usia kita itu juga hanya berlaku untuk ukuran
Bumi. Kalau kita hidup di Planet lain, maka usia kita tidak segitu!
Belum lagi kalau kita berbicara tentang relatifitas waktu, yang
sebagiannya juga sudah saya ceritakan dalam buku-buku saya terdahulu.
Bahwa ternyata panjang-pendeknya waktu bergantung pada kecepatan
pelaku. Seseorang yang hidup di Bumi, dan bergerak dengan sesuai dengan
kecepatan Bumi, maka dia memiliki waktu yang kita alami sekarang ini.
Akan tetapi bagi mereka yang naik pesawat ruang angkasa - dengan
kecepatan tinggi - maka waktu yang dia alami juga akan mengikuti pesawat
ruang angkasanya. Semakin cepat gerakan pesawat itu, maka waktu yang
berlaku bagi penumpangnya akan semakin mulur. Bisa-bisa, bagi dia cuma
1 jam, tetapi bagi manusia yang di Bumi, waktu sudah berjalan ratusan
atau ribuan tahun. Inilah yang digambarkan oleh Allah dalam beberapa ayat Qur'an. Di
antaranya dalam QS. Al Ma'arij : 4. bahwa satu harinya malaikat sama
dengan 50.000 tahun manusia di muka bumi.
QS, Al Ma'arij (70) : 4 Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan
dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.
Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
31 http://anesularnaga.blogspot.com
TUJUH ALAM HIDUP BERDAMPINGAN
Bagaimana memahami bahwa alam semesta ini memiliki 7 buah langit.
Sejauh ini, kita selalu memahami bahwa langit ini ya hanya satu saja: yang
terbentang di atas kita. Dan begitulah memang yang juga dipahami oleh
ilmu Astronomi. Dalam pemahaman Astronomi, langit adalah seluruh ruang yang
terbentang di atas kita. Atau, terbentang di luar Bumi. Artinya, bukan
hanya yang terbentang di atas Indonesia, melainkan juga yang terbentang
di balik Bumi Indonesia, yaitu benua Amerika. Atau pun di seluruh benua-
benua yang lain. Ya, langit adalah seluruh ruang angkasa semesta, yang di
dalamnya ada berbagai benda langit, termasuk Matahari, Bumi, planet-
planet, galaksi-galaksi, Superkluster, dan sebagainya. Hal in! dikemukakan
oleh Allah di dalam firman-Nya.
QS. Al Mulk (67) : 5 Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat
pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka
yang menyala-nyala. Jadi dalam konteks informasi Al Qur'an, langit yang - berisi bintang-
bintang itu memang disebut sebagai langit Dunia. Itulah langit yang kita
kenai selama ini. Dan itu pula yang dipelajari oleh ilmu Astronomi selama
ini, yang diduga diameternya sekitar 30 miliar tahun cahaya. Dan
32 mengandung bertriliun-triliun benda langit dalam skala tak berhingga.
Namun demikian, ternyata Allah menyebut langit yang demikian besar
dan dahsyat itu baru sebagai langit Dunia alias langit pertama. Maka
dimanakah letak langit kedua sampai ke tujuh"
Ketika masih kecil dulu, saya mendapat cerita dari guru ngaji, banwa
langit ini memang ada tujuh lapis. Lantas beliau menambahkan bahwa
setiap langit memiliki tangga-tangga tempat naik. Jika kita naik lewat
tangga itu maka kita akan bertemu dengan pintu-pintu langit, yang akan
mengantarkan kita sampai di langit yang kedua, ketiga, dan seterusnya
sampai langit yang ketujuh.
Saya lantas membayangkan betapa langit itu bagaikan kue lapis.
Antara langit satu dan langit lainnya bertumpuk-tumpuk ke atas, Dan di
setiap perbatasannya ada pintu-pintu yang bisa dimasuki, plus ada
penjaganya. Setelah dewasa, saya merasa lucu sendiri terhadap persepsi
yang saya miliki waktu itu, karena sangat berbeda dengan kenyataan yang
kita temui lewat astronomi.
Dan segi penafsiran, pemahaman itu sebenarnya memang ada
dasarnya. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini. Akan tetapi, agaknya
pemahaman tersebut perlu didiskusikan ulang. Setidak-tidaknya dttinjau
agar lebih komprehensif. QS. Al An'aam (6) : 35 Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu,
maka jika kamu dapat membuat lobang di Bumi atau tangga ke
langit lalu kamu dapat mendatangkan mu'jizat kepada mereka,
(maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah
33 menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah
kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil.
QS. At Thuur (52): 38 Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)" Maka
hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka
mendatangkan suatu keterangan yang nyata. "
QS. Jin (72) : 8 dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetehui (rahasia)
langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang
kuat dan panah-panah api,"
QS. An Naba' (78): 18 - 19
yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu
datang berkelompok-kelompok. Dan dibukalah langit, maka
terdapatlah beberapa pintu,"
Kalau kita baca beberapa ayat di atas, maka kita memang menemukan
informasi tentang 'tangga' menuju ke langit, 'penjagaan' yang kuat dan
'pintu-pintu'. Namun, marilah kita cermati. Informasi tentang tangga-
tangga menuju langit itu sebenarnya berupa 'pertanyaan' dan
34 'pengandaian': "jika kamu dapat membuat lobang di Bumi, dan tangga ke
langit. . . " "Ataukah mereka mempunyai tangga ke langit .. ." Jadi bukan sebagai
sebuah informasi bahwa Allah menyebutkan ada tangga-tangga menuju
langit. Namun, jika pun ada yang menafsirkan ltu sebagai sebuah informasl,
tentu janqanlah dibayangkan sebagaimana tangga yang kita kenai selama
ini, Tapi fahamilah bahwa tangga adalah 'jalan' atau lintasan untuk naik ke
tempat yang lebih tinggi.
Bayangkanlah sebuah pesawat angkasa luar yang akan lepas landas
dari Bumi menuju bulan. Maka pesawat tersebut tidak bisa 'seenaknya'
melepaskan diri dari muka Bumi bergerak lurus menuju Bulan. Ia harus
melewati Iintasan berputar naik, sebelum lepas dari permukaan Bumi. Nah,
lintasan naik ke arah bulan itu diinterpretasikan sebagai 'tangga' menuju
langit. Selain itu, ada tangga kenaikan yang bersifat dimensional, yang
akan saya jelaskan pada bagian berikutnya, ketika bercerita tentang
perjalanan mi'raj, Stasiun luar angkasa Demikian pula informasi tentang 'pintu-pintu', Janganlah kita
membayangkan sebagaimana pintu gerbang atau pintu rumah. Kata
'beberapa pintu' yang digambarkan pada QS. An Naba': 18-19, lebih
menggambarkan adanya sebuah 'jalan membus' antar langit, mulai dari
langit pertama yang berdimensi 3 sampai langit ke tujuh yang berdimensi 9.
35 Dan lebih khusus lagi, ayat tersebut menggambarkan dibukanya batas-
batas langit pada hari Kiamat. Hal ini telah saya uraikan pada buku kedua
saya, 'Ternyata AKHIRAT TIDAK KEKAL'.
Jadi, secara umum, pengertian kita tentang perjalanan Rasulullah SAW
menuju langit yang ke tujuh itu jangan dibayangkan seperti seseorang yang
naik tangga ke atas, kemudian bertemu pintu-pintu di batas langit, dan
dibukakan oleh penjaganya. Saya kira sebaiknya kita memahami tentang
kondisi langit yang sesungguhnya, yang terbentang dalam realitas
kehidupan kita. Sebagaimana telah kita bahas di depan, kita telah memahami
gambaran langit pertama. Jika kita bepergian ke angkasa luar, sampai
kapan pun kita tidak akan pernah menemukan batas langit. Kita tidak
akan menemui ada 'langit-langit' atau atap yang membatasinya. Apalagi
menemukan pintu-pintu yang ada penjaganya.
Seandainya kita diberi umur panjang oleh Allah, katakanlah 1 miliar
tahun, maka usia yang demikian fantastis itu tidak cukup untuk kita
gunakan mengarungi alam semesta.
Dan sungguh kita tidak akan pernah menemui batas angkasa. Bahkan
seandainya usia kita ditambah 1 miliar tahun lagi, dan bisa bergerak
dengan kecepatan cahaya, itu juga masih tidak berarti apa-apa untuk
mengarungi alam semesta. Diameter atau garis tengah alam semesta (langit
pertama) ini diperkirakan sekitar 283 dikalikan 10 pangkat 21 kilometer.
Alias, 283 dengan nol sebanyak 21. Dan cahaya butuh waktu 30 miliar
tahun untuk mengarunginya.
36 Akan tetapi, penggambaran alam semesta di atas menjurus kapada
bentuk bola. Padahal penggambaran sebagai sebuah bola itu sebenarnya
adalah penggambaran yang tidak tepat. Karena, bentuk alam semesta ini
memang tidak seperti bola. Ternyata ruang alam semesta ini melengkung.
Kalau bola, ruang di dalamnya kan tidak melengkung, tapi bulat.
Ruang melengkung ltu, misalnya, ruang yang terbentuk di dalam
sebuah balon udara yang berbentuk donat. Jika kita bergerak ke arah
lengkungan donat, maka suatu ketika kita akan sampai di tempat semula.
Akan tetapi, alam semesta ini juga tidak berbentuk donat. Sebab donat
nanya memiliki ruang melengkung ke satu arah saja. Yaitu, seperti sebuah
terowongan yang berputar. Alam semesta ini, melengkungnya bukan satu
aran, melainkan ke segala penjuru. Sulit juga ya membayangkan.
Untuk mempermudah pemahaman kita, maka bayangkanlah sebuah
balon udara. Lantas, anggaplah permukaan baIon udara itu sebagai dunia
kita. Ambillah spidol kemudian
gambarlah bulatan kecil-kecil dl permukaan balon. Dan, kemudian bayangkan bulatan-bulatan ttu sebagai
benda langit, seperti matahari, Bumi, bulan, planet, galaksi dan lain
sebagainya. Jadi, kita sedang membuat perumpamaan: ruangan alam semesta
yang berdimensi 3 ini, menjadi sebuah permukaan balon udara yang
berdimensi 2. Maka, bayangkanlah, kita sebagai penghuninya - bagaikan
37 titik-titik - yang hidup di permukaan salah satu bulatan kecil (Bumi)
tersebut. Alam semesta diumpamakan sebagai permukaan balon
udara. Bulatan-bulatan kecil di atas permukaan balon itu
diumpamakan sebagai matahari, Bumi dan benda-benda
langit lainnya. Manusia berada di salah satu bulatan itu.
Nah, sekarang bayangkan, manusia (yang berupa tltik) melakukan
perjalanan ke angkasa, lepas dari satu bulatan menuju bulatan lain. Maka -
tidak bisa tidak - kita bergerak di permukaan balon itu. Kemudian, kita
berpindah lagi ke bulatan-bulatan yang lain, untuk menggambarkan betapa
kita sedang melakukan perjalanan antar planet.
Jika perjalanan itu kita teruskan ke arah depan (tidak berbelok-belok),
misalnya, maka suatu ketika kita akan kembali ke bulatan semula (Bumi).
Kenapa bisa begitu" Ya, karena permukaan balon tersebut berbentuk
lengkung.
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka, begitulah analogi (persamaan) bentuk alam semesta ini. Langit
kita ini berbentuk lengkung, bagaikan sebuah permukaan balon. Hanya
bedanya, permukaan balon adalah 'ruang' berdimensi 2 alias luasan,
sedangkan langit kita yang sesungguhnya adalah ruang berdimensi 3 alias
volume. Langit berbentuk lengkung, maka ketika kita melakukan perjalanan ke
angkasa luar menuju ke depan, tidak berbeIok-belok, suatu ketika kita
akan sampai kembali ke Bumi. Itu kalau usia kita mencukupi. Sayangnya
usia kita tida mencukupi untuk melakukan perjalanan superhebat itu.
38 Hal ini mirip dengan, kalau kita naik sebuah kapal laut atau pesawat
terbang untuk mengelilingi Bumi. Misalnya, ambil ke arah matahari
terbenam, maka setelah sekian lama kita akan kembali tempat semula.
Katakanlah pelabuhan Tanjung Perak atau bandara juanda di Surabaya.
Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
http://anesularnaga.blogspot.com
LANGIT KEDUA Nah, kalau kita lanjutkan pembahasan kita tentang langit yang
berlapis tujuh, lantas kita bertanya-tanya: kalau beqitu dimanakah letak
langit: kedua, ketiga. dan seterusnya sampai yang ke tujuh"
Ternyata langit kedua tidak bersusun seperti kue lapis terhadap langit
yang pertama. Melainkan, tersusun secara dimensional. Bagaimanakah itu"
Jika kita asumsikan setiap langit bertambah 1 dimensi pada setiep
kenaikan tingkatnya, maka langit pertama adalah alam berdimensi 3, dan
langit keduanya adalah alam berdimensi 4.
Untuk memahaminya, marilah kita bikin perumpamaan. Bayangkan
kembali, balon tersebut. Permukaannya adalah langit Dunia, dimana di situ
tergambar butatan-bulatan kecil sebagai planet dan mataharinya. Lantas
kita juga berada di situ, digambarkan sebagai titik-titik yang bisa bergerak
ke sana kemari. Jika manusia mau mengarungi angkasa, maka dia harus bergerak di
39 sepanjang permukaan balon itu, Ke segala penjurunya. Dia harus bergerak
melengkung, mengikuti permukaan balon. Kenapa demlkian" Karena kita
sebagai titik-titik tidak pernah bisa 'terlepas' dari luasan permukaan balon
itu. Sehingga untuk mencapai bulatan (planet) lain di balik balon itu
misalnya, kita narus bergerak melengkung sesuai permukaan balon.
Padahal, coba lihat, sebenarnya ada jarak yang lebih pendek, berupa
garis lurus. larak yang lebih pendek itu adalah lewat 'ruangan' di tengahnya
balon. Jadi, jika 'kita' (titik-titik) mau bergerak dari titik A di tepi kiri balon
ke titik B di tepi kanannya, kita bisa menempuhnya dengan dua cara: yang
pertama adalah lewat permukaan balon (Iintasan melengkung). Dan yang
kedua adalah menembus ruangan di tengah-tengah balon (Iintasan lurus).
Itulah perumpamaan langit pertama dengan langit ke dua. Langit
pertama adalah permukaan balon yang memiliki lintasan lengkung,
sedangkan langit ke dua adalah ruang di dalam (dan di luar) balon yang
bisa ditempuh dengan lintasan lurus, Permukaan balon berdimensi 2,
sedangkan ruang di dalam balon berdimensi 3.
Kalau kita kembali pada keadaan langit yang sesungguhnya, maka kita
mendapati bahwa langit pertama adalah ruang berdimensi 3, sedangkan
langit ke dua adalah 'ruang' berdimensi 4. Siapakah yang menghuni langit
kedua" Yang hidup di sana adalah bangsa lin.
Jadi, langit pertama dan kedua sebenarnya tidak 'berjarak' jauh, dan
bertumpuk ke atas. Tetapi tersusun berdampingan. Seperti permukaan bola
dengan ruangan di dalamnya. Atau di seperti bayang-bayang di permukaan
tembok, dengan ruangan di sebelahnya. Masing-masing memuat benda
40 yang berbeda. langit ke 1 adalah permukaan tembok Sedangkan langit ke-2 berupa ruang yang
bersebelahan di dekatnya.
Saya kira, perumpamaan kita ini bisa menjelaskan lebih baik lagi.
Bayangkanlah permukaan tembok dan sebuah ruangan yang dikelilingi oleh
dinding-dindingnya (Iihat gambar di atas). Umpamakan ada dua jenis
makhluk hidup yang tinggal di sana. Makhluk yang pertama adalah
'bayang-bayang' yang hidupnya di permukaan tembok. Sedangkan makhluk
kedua adalah manusia (dalam gambar di' atas, berupa balok) yang
hidupnya di dalam ruangan.
Mudah-mudahan, Anda bisa dengan mudah melihat bahwa kedua
makhluk Itu hidup di Dunia yang berbeda. Yang satu hidup di permukaan
tembok, yang lainnya hidup di dalam ruangan. Keduanya tidak bercampur.
Tidak mungkin, misalnya, sebuah bayangan terlepas dari permukaan
dinding masuk ke ruangan dimana manusia (balok) berada ltu adalah
peristiwa yang mustahll terjadi !
Kenapa demikian" Karena kedua makhluk itu memang berbeda
dimensi. Bayang-bayang adalah makhluk berdimensi 2 - punya luasan,
tidak punya ketebalan. Sedangkan manusia (balok) adalah makhluk
berdimensi 3 - punya luasan, sekaligus punya ketebalan. Ringkasnya :
bayang-bayang adalah makhluk 'luas' sedangkan manusia adalah makhluk
volume'. Namun demikian, mereka hidup berdampingpn. Tidak jauh. Bayang-
41 bayang tidak bisa masuk ke Dunia manusia, akan tetapi manusia bisa
masuk ke Dunia bayang-bayang. Kenapa begitu" Ya karena manusia
memiliki unsur luas. Unsur luas itulah yang bisa berinteaksi dengan dunia
bayang-bayang, yang juga berupa mahluk 'luas'. Jelasnya bagai mana"
jika manusia ingin badannya masuk ke Dunia bayang-bayang, maka
dia cukup menempelkan badannya ke permukaan tembok. Bagian (luasan)
yang menempel ltu sudah masuk ke Dunia 2 dimensi, dimapa bayang-
bayang "hidup ', Maka, permukaan badan kita yang menempel itu akan bisa
'dilihat' oleh bayang-bayang.
Seandainya, bayang-bayang itu adalah makhluk hidup, barangkali dia
akan mengatakan: "hei, ada makhluk manusia masuk ke Dunia bayang-
bayang." Tetapi, apa yang dia lihat sebenarnya berbeda dengan bentuk
manusia yang sesungguhnya.
Kenapa demikian" Sebab, bagian tubuh manusia yang bisa masuk ke
Dunia bayang-bayang hanya luasannya saja, Ketebalanrya tidak terwadahi
oleh 'Dunia luasan' itu. Jadi, kalau yang kita tempelkan adalah telapak
tangan, maka yang terlihat oleh bayang-bayang itu hanya permukaan
telapak tangan kita saja. Sedangkan ketebalan telapak tangan kita tidak
terlihat olehnya. Boleh jadi, ketika itu, telapak tangan yang masuk ke dunia bayang-
bayang itu lantas dikejar dan mau ditangkap oleh makhluk 'bayang-bayang'
maka telapak tangan itu kita geser menjauh. Sehingga terjadi 'kejar-
kejaran' antara telapak tangan dan makhluk 'bayang-bayang'. Dan ketika
telapak tangan kita hampir tertangkap oleh bayang-bayang, maka kita
dengan mudah lepas dari kejarannya, dengan cara menarik tangan tersebut
42 lepas dari permukaan tembok tersebut, dipersepsi oleh bayang-bayang
sebagai 'hilangnya' telapak tangan dan 'Dunia luasan', Mereka menganggap
bahwa manusia adalan makhluk yang 'sakti', karena btsa menghilang dari
Dunia mereka. Padahal, sebetulnya hanya menarik diri dari Dunia luas
menuju Dunia volume. Atau, melepaskan din dari Dunia 2 dimensi menuju
Dunia 3 dimensi. Nah, sekarang marilah perumpamaan itu kita pakai untuk
menjelaskan langit yang sesungguhnya. Posisi Dunia bayang-bayang kita
gantikan sebagai Dunia manusia Sedangkan posisi Dunia manusia (balok) -
dalam perumpamaan di atas - kita gantikan sebagai Dunia jin.
Maka, kita memperoleh gambaran yang kurang lebih sama, tetapi
dengan dimensi yang berbeda. Langit pertama yang dihuni manusia
berdimensi 3, sedangkan langit kedua yang dihuni oleh jin berdimensi 4.
Jin sebagai makhluk yang berdimensi lebih tinggi bisa melihat
manusia. Sebaliknya manusia tidak bisa melihat jin' dengan matanya.
Bahkan lebih jauh, jin bisa masuk ke Dunia manusia, tetapi manusia tidak
bisa masuk ke Dunia jin. Jika jin menghendaki masuk ke Dunia manusia, makanya bisa
melakukan dengan mudah. Seperti manusia yang menempelkan telapak
tangannya ke permukaan tembo. Maka jika jin menempelkan sebagian
badannya ke Dunia manusia, tiba-tiba kita bisa melihat tubuh jin itu,
sebagian. Tubuh jin bisa kita lihat dalam ukuran 3 dimensinya saja.
Sedangkan 'ketebalan dimensi ke 4 nya tidak bisa kita lihat. Persis
sebagaimana bayangan tidak bisa melihat 'ketebalan' telapak tangan kita.
43 Yang bisa dia lihat cuma 'luasan' telapak tangannya saja.
Hal ini dikarenakan mata manusia tidak bisa menjangkau dimensi ke-
4 makhluk jin. Maka, benarlah ketika Allah mengatakan bahwa jin bisa
melihat manusia dan Dunianya, sedangkan kita tidak bisa melihat dia.
QS. A'raaf (7) : 27 Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh
syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu
dari Surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk
memperlihatkan kepada keduanya. auratnya. Sesungguhnya ia
dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang
kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah
menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-
orang yang tidak beriman. "
Dunia jin memiliki jarak yang lebih pendek dibandingkan dengan alam
manusia. Katakanlah jarak Surabaya - Jakarta. Bagi manusia, kedua kota
tersebut berjarak sekitar 1000 km. Namun bagi jin jaraknya menjadi lebih
pendek, karena lintasan di Dunia mereka berbentuk 'garis lurus',
Sedangkan lintasan di Dunia manusia berbentuk melengkung mengikuti
permukaan bola. Analog; Dunia manusia (permukaan bola) dan Dunia lin (ruang di dalam dan
di luar bola). larak A ke B, lewat permukaan bola lebIh jauh dibandingkan
lewat tengah bola. Kenapa demikian" Hal ini disebabkan oleh perbedaan dtmensi antara
kedua alam itu. Dunia manusia berdimensi 3 sedangkan Dunia jin
44 berdimensi 4. Selain itu, Dunia manusia melengkung membentuk ruang
berdimensi 3 ke arah alam jin yang berdimensi 4.
Bayangkan, sebuah balon udara berada di sebuah ruang bebas yang
tidak ada batasnya. Balon udara tersebut dibentuk oleh karet elastis yang
bisa mengembang dan mengkerut. Di atas permukaan balon yang bisa
mengembang dan mengkerut itu kita gambar 'bayang-bayang' berupa
bulatan-bulatan kecil. (Iihat lagi gambar-gambar sebelumnya)
Maka, kita bisa menyebut permukaan balon yang melengkung itu
menjadi Dunianya bayang-bayang. Sedangkan ruang di luar balon atau di
dalamnya adalan ruang bebas yang memuat balon itu. Dengan kata lain
balon itu sebenarnya berada di dalam ruangan bebas yang sangat besar
dan luas. Maka seperti terlihat pada gam bar di atas, permukaan bola adalah
langit pertama yang dihuni oleh manusia. Lintasannya melengkung
mengikuti permukaan bola. Tidak ada lagi langit pertama kecuali sebesar
permukaan bola tersebut. Maka jika manusia beraktifitas, ia hanya bisa
beraktifitas seluas permukaan bola. Jika dia bergerak 'lurus' ke depan,
misalnya, dia akan bergerak melingkari permukaan bola, dan akan kembali
ke tempat semula. Sedangkan Dunia jin adalah seluruh ruang 3 dimensi, yaitu selain
permukaan bola tersebut. Baik yang berada di dalam bola maupun yang di
luar bola. Sosok jin bisa bergerak bebas di seluruh ruangan tersebut.
Sekali waktu dia bisa juga menempel di permukaan bola. Maka, ketika
Itu, dia masuk ke Dunia Manusia. Dan terlihat oleh manusia. Akan tetapi
ketika di lepas dari permukaan bola (permukaan langit pertama), maka dia
45 tidak bisa lagi terlihat oleh manusia.
Menurut kenyataan astronomi, langit pertama yang dihuni manusia
sedang berkembang ( expanding universe). Maka, bayangkanlah ia seperti
sebuah balon yang sedang ditiup. Permukaan elastis balon tersebut akan
mengembang ke segala arah mengikuti tiupan. Jarak antar titik (gambar
bulatan) di permukaan bola itu akan ikut menjauh, karena permukaan
balon tersebut mengembang.
Pengembangan itu menjadi mungkin, karena balon udara tesebut
berada di dalam ruangan bebas berdimensi 3. Sehingga seberapa besar pun
balon itu mau mengembang, tetap bisa diwadahi oleh ruang berdimensi 3 di
mana ia berada. Nah, dalam konteks yang sesungguhnya, langit pertama yang dihuni
manusia ini memang sedang mengembang. Kemana mengembangnya" Ke
langit kedua. Persis seperti sebuah balon yang mengembang di ruang bebas
3 dimensi. Lengkungan langit pertama (3 dimensi) bisa mengembang karena
ia berada di dalam Langit kedua yang berdimensi 4.
LANGIT KETIGA Dimanakah langit ketiga" Sebagaimana langit kedua, langit ketiga itu
juga tidak jauh dari sekitar kita, Ruang langit ketiga memiliki dimensi 1
tingkat lebih tinggi dibanding langit kedua. lika langit pertama berdimensi
3, dan langit kedua berdimensl 4, maka langit ketiga memiliki dimensi 5.
Bagaimana cara menjelaskanya"
Tidak berbeda dengan penjelasan yang saya sampaikan di atas.
Keberadaan langit kedua bisa dtjelaskan dengan analogi-analogi ruangan
46 yang berdimensi lebih rendah.
Kenapa demikian" Apakah memang tidak bisa digambarkan secara
nyata tentang keberadaan langit -Iangit yang berdimensi lebih tinggi itu"
jawabnya adalah 'tidak bisa' Kenapa" Sebab Dunia manusia hanya bisa
memuat benda dan gambar-gambar berdimensi 3 saja. Untuk mengambar
benda yang berdimensi 4 saja, ruang Dunia kita tidak mencukupi. Tidak
ada seorang pun di Dunia manusia ini yang bisa mengambar benda
berdimensi 4, karena kita berada di langit pertama yang berdimensi 3. Jadi,
maksimal, kita hanya bisa menggambar benda-benda berdimensi 3.
Maka, untuk membuat penggambaran terhadap benda-benda
berdimensi lebih tinggi dari 3, kita mesti membuat analogi dengan
menurunkan tingkat dimensinya menjadi lebih rendah. Agar kita bisa
menggambar benda berdimensi maka kita narus mengumpamakan benda
tersebut 4, jadi benda berdimensi 1 atau 2 atau maksimal 3. Cara itulah
yang saya lakukan untuk menjelaskan langit ke 2 sampai ke 7.
Untuk menggambarkan langit ke tiga saya melakukan cara yang sama.
Karena langit ke tiga berdimensi 5, maka kita harus 'menurunkan' dimensi
langit ke tiga itu sebagai Dunia yang berdimensi 3. Sehingga, dengan
sendirinya, langit ke dua menjadi Dunia yang berdimensi 2. Dan langit
pertama menjadi dunia yang berdimensi 1. Bagaimana kongkretnya"
Untuk mendapatkan gambaran yang proporsional, marilah kita
membuat perumpamaan 'Balon di dalam Ruang'. Sebelumnya, kita
mengumpamakan bahwa permukaan balon itu adalah langit pertama,
sedangkan ruang yang memuat balon tersebut adalah langit kedua.
Langit pertama (permukaan bola) memuat benda-benda berdimensi
47 tiga seperti bulan, bintang, matahari, galaksi, dan lain sebagainya termasuk
manusia (digambarkan sebagai bulatan hitam dan titik-titik di atas
permukaan balon). Sedangkan langit kedua memuat makhluk dari
kalanqan jin dengan berbagai jenisnya. Termasuk benda-benda hasil
peradaban' mereka. Kedua alam itu hidup berdampingan, tidak bercampur,
tetapi bisa berinteraksi secara khas,
Langit ke tiga tidak berbeda jauh. Umpamakanlah permukaan bola
sebagai langit kedua. Berarti di permukaan itu hidup para jin dengan
berbagai fasilitasnya. Maka, langit ga berada di dekatnya berupa ruang
bebas yang memuat keberadaan balon tersebut. Yaitu sebuah ruangan yang
1 tingkat lebih tinggi. Ibaratnya jika jin adalah makhluk bayang-bayang yang hidup di
permukaan bola, maka kita - manusia - adalah mahluk yang hidup di langit
ke tiga. Ini analoginya. Akan tetapi pada kenyataannya, Dunia langit ke dua dihuni oleh jin,
sedangkan Dunia langit ke tiga dihuni oleh arwah. Jadi perbandingan
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
antara alam jin dengan alam arwah itu bagaikan antara Dunia manusia
dengan Dunia jin. Bagi Dunia manusia, alam jin adalah alam ghaib. Jin bisa melihat
manusia, sebaliknya manusia tidak bisa melihat jin. Namun, jin bukanlah
tahu-segala-galanya. Sebab, ia hanya tahu tentang langit ke dua yang
memang dihuninya, ditambah Dunianya manusia yang dimensinya lebih
rendah. Langit ke tiga adalah alam ghaib bagi jin.
Mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk memahami
Dunia langit ke tiga yang berisi arwah orang-orang yang meninggal. Kira-
48 kira, sama dengan manusia yang tidak begitu paham tentang Dunia jin.
Meskipun, ada manusia yang memiliki ilmu jin, tetapi sebenarnya mereka
tidak sangat paham tentang Dunia jin itu. Apa yang dia pahami sangat
terbatas. Bergantung pada informasi lain. Baik yang berasal dari Al Qur'an
maupun yang diceritakan oleh bangsa jin sendiri kepada manusia.
Namun informasi dari bangsa jin itu belum tentu diberikan secara
jujur. Terlalu banyak hal yang disembunyikan oleh bangsa jin terhadap
manusia, supaya manusia menganggap bangsa jin tetap sebagai makhluk
yang misterius dan 'sakt (http://cerita-silat.mywapblog.com)
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
i'. Dengan tujuan, supaya manusia menganggap
bangsa jin sebagai bangsa yang lebih tinggi dibandingkan dengan manusia.
Hal ini terjadi sejak manusia pertama diciptakan oleh Allah. Ketika itu
Iblis - yang berasal dari bangsa jin - tidak mau mengakui keunggulan Adam
sebagai khalifah di muka Bumi. Alasannya, karena Iblis (jin) adalah
makhluk yang memiliki berbagai keunggulan dibandingkan manusia.
Di antaranya, jin diciptakan lebih dahulu (Iebih senior) dibandingkan
manusia. Ia juga diciptakan dari material yang lebih canggih dibandingkan
'sekadar' dari saripati tanah (zat-zat biokimiawi). Jin - termasuk Iblis -
badannya terbuat dari 'energi panas' api yang tentu saja lebih 'ringan' dan
lebih 'tahan' terhadap perubahan alam. Bahkan, digambarkan mereka bisa
melihat manusia dari tempat yang tidak terlihat oleh manusia.
Nah, dengan berbagai kelebihan itu, maka Iblis tidak rela dan tidak
mau mangakui Adam sebagai khalifah di muka Bumi. Inginnya, bangsa
jinlah yang mesti memimpin kehidupan di muka Bumi ini. Sedangkan
manusia harus menjadi pengikut mereka. Namun, kenyataannya, Allah
tetap memilih manusia - Adam - sebagai pemimpin dan 'manajer' Bumi.
Dan justru bangsa jin harus mengikuti manusia.
Hal itu, lebih lanjut, ditunjukkan oleh Allah dengan cara memilih para
Nabi dan Rasul berasal dari bangsa manusia. Bukan dari bangsa jin.
Malahan, bangsa jin harus belajar kepada para Nabi dan Rasul manusia
untuk memahami wahyu-wahyu Allah dengan berbagai tatacara ibadahnya,
Maka jangan heran, bangsa jin sangat cemburu kepada bangsa
manusia. Kebanyakan mereka ingin menyesatkan manusia dengan cara
1 mengikuti apa yang mereka informasikan. Dan celakanya banyak manusia
yang lantas tergelincir oleh tipu daya mereka.
Akan tetapi, tidak semua bangsa jin memilih jalan ber-oposisi terhadap
manusia. Banyak Juga yang menerima keputusan Allah itu dengan ikhlas.
Mereka memutuskan untuk menqikuti para Nabi dan Rasul. Sehingga
kalau kita baca dalam Surat Jin di dalam Al Qur'an, Allah menceritakan
sebagian dari golongan jin seringkali berkerumun di sekitar Rasulullah SAW
untuk mendengarkan ajaran-ajaran dan wahyu yang beliau bawa. Mereka
lantas kembali kepada kaumnya untuk meneruskan pelajaran itu kepada
kaumnya, agar menjadi muslim yang baik. Akan tetapi, secara umum,
kebanyakan jin senang jika manusia mengikuti mereka.
Maka, digambarkan sebagian bangsa jin itu sering mencuri-curi dengar
informasi yang berasal dari langit yang lebih tinggi. Yang paling dekat tentu
adalah langit ketiga. Hal ini diceritakan Allah dalam berbagai firman-Nya, di
antaranya adalah sebagai berikut.
QS. Al Hijr (15) : 18 kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari
malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.
QS. Ash shaaffaat (37) : 10
akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi
(pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.
Dalam informasi tersebut Allah menggunakan istilah setan untuk
mereka yang mencoba mencuri-curi dengat terhadap informasi yang lebih
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka itu adalah segolongan jin yang
mengumpulkan informasi untuk kepentingan yang tidak baik. Diantaranya
2 adalah untuk menipu manusia. Agar manusia percaya kepada mereka
bahwa bangsa jin - khususnya setan - adalah bangsa yang lebih unggul dan
memiliki keahlian atau pengetahuan yang lebih tinggi.
Dalam hal ini, termasuk di antaranya adalah upaya ramal-meramal
yang kemudian terbukti banyak menyesatkan manusia. Juga ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan kesaktian tertentu, yang biasanya berorientasi
untuk mencelakakan orang lain, dan lain sebagainya.
Kembali kepada langit ketiga, maka langit ketiga adalah ruang
berdimensi 5 yang dihuni oleh arwah para orang yang sudah meninggal
Dunia. Ini adalah alam penantian bagi para arwah itu sampai dengan
terjadinya kiamat. Agaknya alam arwah ini bukan hanya menempati langit
ketiga saja, melainkan juga menempati langit keempat, kelima, keenam,
dan ke tujuh. Hal ini terbukti ketika Rasulullah SAW sedang melakukan
mi'raj ke langit yang ketujuh, sempat bertemu dengan arwah para Nabi di
masing-masing langit. Semakin tinggi maqamnya (tingkat kesucian-nya),
maka semakin tinggi pula tingkatan langit yang dihuni oleh arwah.
Sebaliknya arwah orang-orang yang jahat dan mencintai Dunia secara
berlebihan tidak bisa masuk ke langit yang lebih tinggi. Mereka
'bergentayangan' di langit rendah, mendekati alam Dunia. Yaitu bercampur
dengan alamnya jin dan setan di langit ke dua.
Kenapa demikian" Karena dosa-dosa mereka membebani terangkatnya
jiwa mereka menuju langit yang lebih tinggi. Apalagi, kebanyakan mereka
memang terlalu mencintai Dunia, Sehingga bagi mereka sangat berat untuk
meninggalkan Dunia, menuju langit yang lebih tinggi. Mereka tidak rela
meninggalkan harta benda, kekuasaan, dan orang-orang yang mereka
3 cintai. mereka tidak tahu, bahwa sebenarnya di langit yang lebih tinggi
terdapat kebahagiaan yang lebih tinggi pula. Mereka buta daripada itu,
sebab selama di Dunia mereka tidak berusaha memahaminya lewat ajaran
agama. Namun, sebenarnya jiwa mereka itu tidak bisa bercampur lagi ke alam
Dunia manusia maupun alamnya jin. Mereka hanya berada di perbatasan
langit itu saja, Tidak bisa memasukinya. Ada batas yang sangat tegas, yaitu
berupa perbedaan dimensi, yang oleh Allah disebut sebagai barzakh.
Mereka hanya bisa melihat tanpa bisa masuk ke alam Dunia. Seperti orang
yang berada di depan etalase toko.
QS. Al Mukminuun (23) : 100
agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku,
tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan
yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding
(barzakh) sampai hari mereka dibangkitkan.
Begitulah gambaran langit ketiga. Semakin tinggi tingkatan langit yang
dicapai, maka semakin luas ruangan yang dihuninya. Seperti sebuah
bayang-bayang yang 'terlepas' dari permukaan tembok menuju ruang 3
dimensi yang jauh lebih 'luas' dibandingkan sekedar luasan dinding
tersebut. Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
http://anesularnaga.blogspot.com
4 LANGIT KE 4 SAMPAI KE 6 Langit keempat adalah ruangan yang berdimensi 6. Sebagaimana
langit-Iangit sebelumnya, kita tidak mungkin untuk menggambarkan
bentuk langit keempat, Yang bisa kita lakukan adalah membuat analogi
seperti pembahasan sebelumnya. Kita harus membuat gambar sedemikian
rupa supaya langit keempat itu juga menjadi maksimal berdimensi 3, agar
bisa digambar di Dunia 3 dimensi ini.
Dengan kata lain, secara matematis, ada sejumlah garis sumbu
cartesian yang digabung menjadi satu, Sebagai contoh, ambillah gambar
atau benda 3 dimensi dalam koordinat X, Y, Z. Kemudian, kita disuruh
menjadikannya sebuah gambar 2 dimensi. Apakah yang harus kita
lakukan" Proyeksikanlah gam bar 3 dimensi itu ke sebuah dinding, maka di dinding
itu akan terbentuk bayang-bayang benda tersebut dalam bentuk 2 dimensi.
Salah satu sumbu cartesiannya hilang terpadu ke sumbu yang lain.
Gambar di atas adalah sebuah cara untuk memproyeksikan benda 3
dimensi menjadi benda 2 dimensi. Ada sebuah balok ditaruh di tengah
ruangan. Benda itu, tantas, disorot lampu kearah dinding. Maka, kita lihat,
di dinding itu akan muncul bayangan benda. Bentuknya sama persis
dengan benda aslinya, tetapi tidak mempunyai ketebalan.
Di sini kita lihat, betapa benda yang memiliki ketebalan ketika
diproyeksikan ke dimensi yang lebih rendah menjadi kehilangan tebalnya.
5 Sumbu tebalnya telah berhimpit alias bergabung dengan luasannya. Cara
inilah yang kita gunakan untuk menggambarkan bentuk langit yang lebih
tinggi, di atas 3 dimensi.
Langit ke dua yang berdimensi 4 kita proyeksikan ke ukuran 3
dimensi, sehingga 'ketebalan' dimensi ke empatnya hilang, menyatu dengan
volumenya. Maka, kita lantas bisa memahami-nya dari sudut pandang
Dunia manusia. Demikian pula langit ke tiga, kita proyeksikan ke langit kedua menjadi
berdimensi 4, dan selanjutnya diproyeksikan lagi ke langit pertama yang
berdimensi 3. Maka, langit ketiga yang berdimensi 5 itu pun kehilangan
sumbu ketebalannya 2 kali. Dengan kata lain, 2 sumbu koordinatnya
menyatu dengan volumenya yang berdimensi 3. Dan seterusnya, langit
keempat, ketika kita proyeksikan ke langit pertama akan kehilangan 3
sumbu 'ketebalannya'. Hal ini, secara berulang-ulang bisa kita gunakan untuk menjelaskan
Langit yang berdimensi lebih tinggi, sampai ke langit yang ketujuh.
Dalam penjelasan yang lebih mudah, kita bisa membuat
perumpamaan antara manusia dengan bayangannya. Jika Dunia bayangan
dianggap sebagai langit pertama, maka Dunia manusia adalah langit kedua.
Antara keduanya terdapat perbedaan 'ketebalan' alias perbedaan 1 dimensi.
Demikian pula perbandingan antara langit ke 2 dan ke 3. Jika dunia
bayangan adalah langit ke 2, maka Dunia manusia adalah langit ke 3.
Langit keempatnya demikian pula. Jika Dunia bayangan adalah langit
ketiga, maka Dunia manusia adalah langit ke empat.
Langit ke-4 adalah ruangan berdimensi 6 yang beri kehidupan arwah
6 yang sedang menanti hari kebangkitan. Arwah yang tinggal di langit
keempat ini memiliki tingkat kesucian yang lebih tinggi dibanding langit ke
tiga. Semakin tinggi langitnya, semakin tinggi pula tingkat kesuciannya.
Alam arwah ini terus menempati langit yang semakin tinggi sampai di langit
yang keenam. Langit yang lebih tinggi bisa mengobservasi langit yang lebih rendah.
Tetapi sebaliknya, langit yang lebih rendah tidak bisa melihat langit yang
lebih tinggi. Ini persis dengan keadaan antara manusia dan jin. Manusia
tidak bisa 'melihat' ke alam jin, tetapi jin bisa melihat manusia.
Penampakan jin kepada manusia terjadi hanya dalam keadaan khusus.
Yaitu, ketika jin sengaja menampakkan diri pada manusia. Atau, manusia
tersebut telah bisa mengaktifkan indera ke enamnya.
Demikian pula dengan arwah. Arwah menempati alam yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alam jin. Maka, arwah bisa melihat banpsa jin.
Sebaliknya jin tidak bisa melihat ke alam arwah. Akan tetapi, sesekali jin
ini berusaha mencari berbagai informasi yang terkait dengan alam arwah
untuk dijadikan bahan ' ngegosip" atau ' ngerjain' manusia. Namun rupanya,
ada energi yang besar yang sulit ditembus di perbatasan antara alam jin
dengan aIam arwah. Apalagi, dengan alam malakut yang ada di anglt
ketujuh. Maka digambarkan betapa mereka sering 'dikejar' oleh suluh-suluh
berapi, Ini mengingatkan kita kepada kondisi manusia ketika mencoba
menembus atmosfer Bumi. Di luar angkasa sana, manusia juga menemui
hal yang kurang lebih sama ketika mencoba naik ke angkasa luarnya.
7 Banyak batu angkasa dan meteor yang berseliweran. Dan ini sangat
membahayakan pesawat-pesawat ruang angkasa manusia.
Begitu juga, agaknya perbatasan Dunia jin dengan langit yang lebih
tinggi terdapat benda-benda yang membahayakan. Digambarkan bagaikan
meteor-meteor yang memancarkan api dan berpotensi menabrak apa saja
yang berada di dekatnya. Termasuk jin yang mencoba melakukan
perjalanan ke angkasa luar di Dunia mereka.
Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
http://anesularnaga.blogspot.com
LANGIT KE TUJUH Langit ke tujuh adalah langit tertinggi dan terbesar dalam susunan
'sab'a samaawaat' alias langit yang tujuh. Di sanalah alam Akhirat berada
dan terdapat dalam ukuran yang sesungguhnya.
Kenapa saya katakan demikian" Karena susunan langit kesatu sampai
ketujuh itu memang bukan terpisah-pisah dan bertumpuk ke atas.
Melainkan tersusun dalam bentuk dimensional yang memungkinkan langit
paling rendah termuat oleh langit yang lebih tingkatnya. Coba perhatikan
gambar berikut ini. Ini adalah dugaan struktur langit berlapis tujuh yang paling
tradisional, karena menganggap langit hanya bertingkat ke Satu arah saja,
8 yaitu ke 'atas' kita. Pemikiran yang lebih modern, menduga langit
bertingkat ke segala penjuru alam semesta. Akan tetapi tidak dijejaskan
tentang perbedaan dimensinya.
Pemikiran yang paling mutakhir mempersepsi langit bertingkat tujuh
sebagai peningkatan dimensi dari 3 sampai 9. Untuk itu, kita tidak
mungkin bisa menggambarkan secara utuh, kecuali dengan cara
memproyeksikan ke langit pertama yang berdimensi 3. secara analogi, kita
lantas bisa membuat perumpamaan sebagai berikut.
Gb. 1. Garis adalah 'alam' berdimensi 1 - yang tersusun dari 'titik-titik' berjumlah
tidak berhingga Gb. 2 Luasan adalah alam berdimensi 2 - yang tersusun dari 'garis-garis' berjumlah
tidak berhingga Gb. 3 Volume atau balok adalah alam berdimensi 3 - yang tersusun dari 'Iembaran-
Iembaran' luasan berjumlah tak berhingga
Coba perhatikan gambar-gambar di atas, Bahwa sebuah garis
(berdimensi 1) ternyata tersusun dari titik-titik dalam jumlah tak berhingga.
Dan jika 'garis-garis' tersebut dijejer ke samping dalam jumlah tak
berhingga, akan terbentuklah sebuah lembaran alias 'luasan' (yang
berdimensi 2). Dan seterusnya, jika lembaran-Iembaran itu ditumpuk ke
atas, akan terbentuk balok atau ruang berdimensi 3.
Sehingga dengan kata lain, saya boleh mengatakan bahwa sebuah
9 bendalruang berdimensi 3 tersusun dari lembaran berdimensi 2 dalam
jumlah tak berhingga. Dan, begitu pula, lembaran ruang berdimensi 2
tersusun dari garis-garis l ruang berdimensi 1.
Maka, dalam sebuah balok yang berdimensi 3 itu sebenarnya
terkandung garis-garis (berdimensi 1) dan lembaran-lembaran (berdimensi
2). Atau dengan kalimat yang berbeda saya juga boleh mengatakan,
bahwa sebuah 'ruang' selalu tersusun oleh 'ruang' berdimensi lebih rendah
dalam jumlah yang tidak berhingga. Misalnya, ruang 3 dimensi tersusun
oleh ruang 2 dimensi dalam jumlah tidak berhingga. Sedangkan ruang 2
dimensi juga tersusun atas ruang 1 dimensi dalam jumlah tak berhingga.
Nah, sekarang saya harapkan pembaca mulai bisa membayangkan
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
susunan langit yang tujuh. Di bagian depan sudah saya sampaikan bahwa
langit pertama sampai dengan yang ketujuh tersusun dalam struktur
dimensi yang semakin tinggi. Langit pertama 3 dimensi, langit kedua 4
dimensi, langit ketiga 5 dimensi dan seterusnya sampai langit ketujuh yang
berdimensi 9. Berdasar kefahaman kita tentang dimensi yang telah kita iskusikan di
atas, maka kita bisa mengatakan begini :
Langit pertama: adalah ruang berdimensi 3, yang dihuni manusia dan
berbagai macam benda langit. Dalam susunan langit alam berdimensi 3
seperti yang dihuni manusia ini terdapat dalam jumlah yang tidak terbatas
alias tidak berhingga akan tetapi, dari jumlah tak berhingga itu yang dihuni
oleh manusia dan makhluk 3 dimensi hanyalah satu saja. Bersama-sama
dengan ruang berdimensi 3 lainnya, Dunia manusia ini menjadi penyusun
10 langit ke dua, yang berdimensi 4.
Langit ke dua: adalah ruang berdimensi 4, yang dihuni oleh bangsa jin
dan berbagai bendalmakhluk yang berdimensi lainnya. Jumlah langit ke
dua ini tidaklah terbatas, alias tak berhingga. Salah satunya dihuni oleh
bangsa jin,selebihnya tidak berpenghuni. Seluruh langit ke dua yang
jumlahnya tak berhingga itu membentuk langit yang lebih tinggi, yaitu
langit ketiga. Langit ke tiga: adalah ruang berdimensi 5, yang didalamnya 'hidup'
arwah dari orang-orang yang sudah meninggal. Mereka meninggal. Mereka
tinggal mulai dari langit ketiga sampai langit ke enam. Langit ketiga ini
tersusun dari langit ke dua dalam jumlah tidak berhingga. Ini sesuai
dengan kesimpulan kita bahwa ruang berdimensi 5 adalah ruang yang
tersusun dari ruang-ruang berdimensi 4 dalam jumlah yang tidak
berhingga. Langit keempat sld ke tujuh, memiliki gambaran yang sama, yaitu
tersusun dari langit-Iangit sebelumnya, tersusun dan langit sebelumnya.
dan tersusun dari langit-Iangit sebelumnya. Dalam skala yang tidak
berhingga. Dalam bahasa yang berbeda, kita juga bisa mengatakan bahwa langit
ketujuh adaleh langit berdimensi 9 yang memuat langit keenam berdimensi
8. Langit keenam yang berdimensi 8 memuat dan tersusun dari langit
kelima yang berdimensi 7. Langit kelima,adalah berdimensi 7 yang memuat
dan tersusun dan Langit keempat yang berdimensi 6. Selanjutnya tersusun
dari langit ketiga yang berdimensi 5, tersusun dan Langit kedua yang
berdimensi 4, dan akhirnya Juga memuat dan tersusun dari langit pertama
11 yang berdimensi 3. Bisa anda bayangkan betapa besarnya langit ke tujuh. Karena ia
adalah perlipatan tak berhingga sebanyak tujuh kali dari langit dunia yang
dihuni manusia. Dan Dunia manusia itu berada di dalam struktur langit
yang tujuh itu. Di langit pertama terdapat manusia. Sedangkan di langit yang ketujuh
terdapat alam Akhirat, Surga dan Neraka. Alam Dunia sendiri merupakan
bagian terkecil dari alam Akhirat Karena itu, ketika Rasulullah SAW ditanya
mengenai perbandingan Dunia dan Akhirat, beliau mengumpamakan
sebagai berikut: Perbandingan antara Dunia dan Akhirat adalah seperti air
samudera, celupkan jarimu ke semudera, maka, setetes air yang
ada di jerimu itu adalah Dunia, sedangkan air samudera yang
sangat luas adalah Akhirat.
Sungguh sebuah perumpamaan yang sangat menarik dan pas sekali.
Kenapa saya katakan menarik dan pas" Karena perumpamaan itu telah
berhasil menjawab dua hal yang sangat mendasar.
Yang pertama: tentang perbandingan ukuran besarnya. Secara tidak
langsung Rasulullah SAW mengatakan bahwa besarnya alam Akhirat itu
seperti banyaknya air di samudera, dlbandingkan dengan setetes air di
ujung jari kita yang menggambarkan betapa kecilnya Dunia. Begitulah,
perbandingan antara setetes air (Dunia) dan air samudera (Akhirat) adalah
tidak berhingga. Yang kedua: tentang keberadaan Dunia terhadap Akhirat Dengan
membandingkan air samudera dan setetes air d ujung jari, Rasulullah SAW
12 saakan-akan ingin mengatakan banwa Dunia kita ini sebenarnya bagian
dari Akhirat. Bukar terpisah darinya. Sebab, setetes air yang berada di
ujung jari kita itu memang berasal dan menjadi bagian dari air samudera.
Ya, Dunia kita ini sebenarnya berada di dalam alam Akhirat. Tidak
terpisah. Bahkan, juga merupakan bagian dari alam Akhirat. Hanya saja,
dengan skala perbandingan yang tidak berhingga. Dunia ini berukuran tak
berhingga kecil sedangkan Akhirat tak berhingga besarnya.
Begitu juga kualitas kebahagiaan dan kesengsaraannya, Kebahagiaan
yang kita peroleh di Dunia sebenarnya adalah bagian dari 'rasa' Surga
tetapi dalam kualitas yang sangat sedikit. Sedangkan penderitaan yang kita
dapatkan di Dunia juga merupakan sebagian kecil dari pendertiaan Neraka.
Kualitas yang sesungguhnya baru akan kita dapatkan ketika kita telah
berada di dalam periode Akhirat. Waktu itu, Allah membukakan batas-
batas langit pertama sampai dengan yang ke tujuh, sehingga kita bisa
mengobservasi dan merasakan alam semesta yang sesungguhnya, yang
bertingkat tujuh. Alam Dunla dan alam Akhirat telah 'menyatu' dalam
periode Akhirat itu. Hal ini telah saya jelaskan panjanq lebar dalam buku
sebelumnya yang berjudul 'Ternyata AKHIRAT TIDAK KEKAL'.
MENEMBUS BATAS LANGIT Seperti telah saya katakan di bagian depan bahwa perjalanan
Rasululiah saw ke langit ke tujuh itu bukanlah perjalanan menempuh jarak
berjuta atau bermiliar kilometer. Juga bukan sebuah 'pengembaraan'
angkasa luar, menjelajah ruang bertabur bintang. Melainkan, sebuah
perjalanan lintas dimensi menembus betas-betas langit, dari langit pertama
13 sampat langit ke tujuh. Dan kemudian beraknlr di Sidratul Muntaha.
(meskipun, nanti akan kita bahas, bahwa Rasulullah SAW tetap bisa
'memandang'seluruh alam semesta yang bertaburan bintang itu dari 'sudut
pandang' yang berbeda.) Kenapa saya berkesimpulan bahwa itu bukan perjalanan luar
anqkasa" Sebab ada bagian-bagian mustahil yang sulit dijelaskan secara
logis, balk dari sisi sunatullah maupun science. Salah satunya, adatah yang
terkait dengan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak Bumi
menuju langit ketujuh tersebut.
Maksud saya begini. Kita sudah mengetahui bahwa langit adalah
ruang tak berhingga yang memuat triliunan benda-benda langit, seperti
matahari, bulan, bintang, galaksi, dan lain-lain termasuk Bumi. Dan kita
juga tahu bahwa ruang langit terhampar dalam jarak yang luar biasa
jauhnya. Diperkirakan diameter alam semesta ini sekitar 30 miliar tahun
cahaya. Artinya, cahaya saja membutuhkan waktu 3 miliar tahun untuk
menempuh jarak tersebut. Dan itu pun menurut Al Qur'an baru langit yang
pertama. Maka, logikanya, Rasulullah SAW tidak mungkin bisa menempuh jarak
yang demikian jauh itu hanya dalam waktu semalam atau bahkan setengah
malam. Cahaya saja, yang memiliki kecepata tertinggi di alam semesta,
membutuhkan waktu 30 miliar tahun Apalagi manusia. Bahkan, meskipun
badan Rasulullah SAW telah diubah menjadi cahaya oleh malaikat Jibril,
tetap tidak bisa dijelaskan bagaimana cara beliau menempuh jarak tersebut
Sekali lagi, cahaya membutuhkan waktu bermiliar-miliar tahun Sedang
Nabi hanya punya waktu setengah malam saja!
14 Karena itu, saya mencoba memahami dari sudut pandang yang
berbeda. Bahwa Nabi tidak mengarungi angkasa raya tersebut, melainkan
bergerak lintas dimensi. Apaka maksudnya"
Kita sudah membicarakan tentang dimensi langit yang berbeda-beda
pada setiap tingkat. Yang paling rendah adala langit pertama yang
berdimensi 3 dan yang paling tinggi adalan langit ketujuh berdimensi 9.
Maka, perjalanan Rasulullah SAW pada saat mi'raj itu adalah sebuah
perjalanan berpindah dimensi. Beliau bergerak dari dimensi 3 di langit
pertama, menuju ke dimensi 4 di langit kedua naik lagi ke dimensi 5 di
Langit ketiga, diteruskan ke dimensi di langit keempat, berlanjut ke dimensi
7 di langit kelima menembus dimensi 8 di langit keenam, dan akhirnya
berhenti di ruang berdimensi 9 di langit ketujuh.
Waktu itu Rasulullah SAW sampai di suatu tempat 'tertinggi' di alam
semesta yang disebut sebagai Sidratul Muntaha Itulah puncak perjalanan
beliau menembus dimensi langit Bagaimana menggambarkan perjalanan
dimensional secara sederhana" Analogi 'makhluk bayang-bayang' mungkin
bisa membantu kefahaman kita.
Anggaplah anda sedang berada di dalam ruangan yang cukup luas,
yang memiliki batas tembok di sebelah kanan,kiri, muka belakang, atas dan
bawah, Selain anda, di ruangan, diruangan itu hadir juga sebuah makhluk
bayang-bayang. Tentu saja, makhluk bayang-bayang itu tidak berada di
dalam ruangan, melainkan berada di permukaan salah satu tembok.
Katakanlah, di permukaan tembok di depan anda,
Nah, seperti telah saya jelaskan di depan bahwa Dunia manusia dan
dunia bayangan adalah dunia yang berbeda dimensi, tetapi berdekatan.
15 punya bayangan memilki dimensi 2, sedangkan dunia manusia memiliki
dimensi 3. Artinya, meskipun berdekatan, Anda dan bayang-bayang itu tidak
hidup di dalam Dunia yang sama. Anda teluasa bergerak di dalam ruang :
maju ke depan, mundur, ke kanan, ke kiri, ke atas dan ke bawah.
Sedangkan 'bayangan' di depan anda tersebut hanya bisa bergerak di
permukaan tembok saja. Ke kiri, ke kanan, ke atas dan ke bawah. Dia tidak
bisa bergerak ke depan (ke arah anda) sehingga terlepas dari tembok.
Ataupun, ke arah belakangnya, karena memang dia tidak punya ruang lagi
di belakangnya. Jadi, tidak mungkin sosok bayangan bergerak 'Iepas' dari
permukaan tembok, yang menjadi Dunianya.
Keadaan yang saya ceritakan itu bisa digunakan untuk
menggambarkan situasi Rasulullah SAW, yang badannya 'terikat' di langit
pertama. Dan kemudian beliau akan melakukan perjalanan menuju langit
kedua, langit ketiga dan seterusnya sampai ke langit yang ke tujuh, yang
meningkat dimensinya. Ini sama dengan sebuah perjalanan makhluk bayang-bayang yang
ingin 'lepas' dari permukaan tembok menuju kedalam ruangyang dihuni
oleh manusia. Ibaratnya, jika jika dunia bayang-bayang adalah langit
pertama, maka dunia manusia adalah langit kedua. Ibaratnya juga,
makhluk yang hidup di permukaan tembok itu adalah manusia, maka
makhluk yang hidup di dalam ruang adalah jin. Jadi sebenarnya Rasululiah
saw bergerak melintasi Dunia jin yang berdimensi 4, pada saat mi'raj.
Dalam kondisi biasa, tidak mungkin sebuah bayangan bisa lepas dari
permukaan tembok. Lantas, bagaimana caranya agar bayangan bisa lepas
16 dari permukaan tembok" Caranya" 'bayangan' tersebut harus dibantu oleh
makhluk yang hidup di Dunia ruang (dimensi yang lebih tinggi).
Begini, seandainya anda yang yang berada di dalam ruang itu, maka
tempelkanlah punggung anda ke tembok tempa bayangan berada. Dan
kemudian katakan kepada bayang itt :"hei bayangan, menempellah ke
punggungku" . Maka, ketika bayangan itu sudah menempel ke punggung,
anda lantas bergerak melepaskan diri dari permukaan tembok dan menuju
ke tengah ruangan. Pada saat itu, bayangan sudah terlepas dari permukaan tembok dan
beralih ke punggung anda. Maka, bayangan itu telah bersama-sama anda
berada di tengah ruangan Sang bayangan telah terlepas dari dunianya, dan
kini sedang berada di Dunia berdimensi lebih tinggi.
Seandainya bayangan itu adalah manusia, maka pada, saat itu sang
manusia telah terlepas dari Dunianya di langi pertama. la telah berada di
langit kedua, yaitu di dalan Dunia jin.
Begitulah kira-kira, proses terlepasnya badan Rasulullah SAW dari
langit pertama menuju langit kedua. Beliau bisa melakukan perjalanan
lintas dimensi itu, karena dibantu Jibril yang memang ditugasi oleh Allah
mendamping Rasululiah saw menuju langit ke tujuh.
Kondisi ini sekali lagi menguatkan informasi sebelumnya bahwa
perjalanan itu memang bukan atas kemauan dan kemampuan Rasululiah
saw sendiri, melainkan atas kehendak Allah semata. Beliau memang
sengaja diperjalankan sejak dari Mekkah - Palestina dan kemudian menuju
Sidratul Muntaha. Ada 2 hal yang ingin saya jelaskan mengiringi perpindahan badan
17 Rasulullah SAW dari langit pertama ke langit ke dua ini. Yang Pertama,
jarak antara langit pertama dan langit kedua. Dan yang berikutnya, adalah
keluasan sudut pandang antara langit pertama dan langit kedua.
1. Jarak antar Langit. Saya perlu menegaskan hal ini, karena di sini ada pemahaman yang
radikal berbeda antara kefahaman kita selama ini dengan kefahaman yang
saya jelaskan lewat teori dimensi.
Selama lni, kita berpendapat bahwa perjalanan Rasulullah SAW
menuju langit ke tujuh adalah perjalanan menempuh jarak yang sangat
jauh. Sehingga, konsekuensinya membutuhkan waktu yang sangat lama.
Bahkan tidak mungkin. Dengan teori dimensi lni, Rasulullah SAW tidak perlu menempuh jarak
yang jauh untuk sampai di langit kedua. 'Bergeser' 1cm saja pun,
Rasulullah SAW sudah bisa bergerak menembus batas langit tersebut.
Karena memang, langit kedua itu tidak berada jauh dari langit pertama.
Keduanya terletak secara berdampingan.
Persis seperti antara 'permukaan tembok' dengan 'ruang' di dekatnya.
Berapa jauhkah jarak antara sebuah permukaan tembok dengan ruang
yang ada di sebelahnya" Hampir tidak ada jaraknya. Begitu sebuah
'bayangan' bisa terlepas dari Dermukaan temook maka ia sesungguhnya
telah masuk ke dalam ruangan. Ia telah berpindah dari langit pertama ke
langit ke dua. Demikian pula Rasulullah SAW. Ketika itu beliau memulai perjalanan
Mi'raj dari masjid Al Aqsha. Maka, ketika beliau bersama Jibril terlepas dari
'pijakannya' dilangit pertama itu, mereka sesungguhnya mereka telah
18 'terlepas' dari langit Dunia. Dan seketika itu pula telah berada di langit ke
dua. Jadi, langit kedua itu tidak jauh-jauh dari Rasululiah saw. Bahkan
sebenarnya tidak berjarak sama sekali. Cuma berbeda dimensi. Maka,
ketika ltu sebenarnya Rasululiah saw tidak berada jauh dari masjid Al
Aqsha, Palestina. Mereka masih di sekitar-sekitar situ juga. Tetapi badan
kasarnya telah 'hilang'dari langit pertama, berpindah ke langit kedua.
Sehingga, kalau seandainya waktu itu ada yang mengikuti proses
perjalanan mi'raj tersebut, orang itu akan celingukan, karena tiba-tlba
badan Nabi lenyap dari pandangannya. Meskipun, Rasululiah saw maslh
berada di sekitar situ juga. Orang terse but tidak bisa melihat Nabi,
sebaliknya Nabi bise melihat orang terse but.
2. Sudut Pandang Berbeda.
Selain soal jarak, perubahan sudut pandang yang terjad juga sangat
radikal. penglihatan yang 'tertangkap mata pada saar kita berada di langit
pertama sangatlah berbeda dengan yang terlihat di langit kedua.
Coba bayangkan, ada 2 makhluk 'bayang-bayang' si A dan si B sedang
bercakap-cakap di sebuah permukaan tembok Bisakah anda membayangkan, bagaimana bentuk si A dilihat oleh si B"
19 Tentu saja, si A akan dilihat oleh si B sebagai sebuah garis lurus yang
tidak punya ketebalan. Demikian pula si B akar dipersepsi oleh si A sebagai
sebuah garis belaka. Kenapa demikian" Karena, kedua makhluk 'bayangan'
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu memang sedang 'berhadap-hadapan' dengan cara 'berdampingan' pada
salah satu sisinya. Tidak kelihatan sisi yang lainnya. Untuk jelasnya coba
amati gambar berikut ini.
Si A melihat si B (atau sebaliknya) dari sudut pandang yang berbeda dengan
si manusia melihat kedua bayang-bayang nu. Bagi manusia, kedua bayang-
bayang itu tampak sebagai bulatan. Akan tetapi, bagi bayangan, lawan
bicaranya akan tampak sebagai sebuah garis saja, karena mereka melihat
temannya itu dari samping. Pada sisi yang lain, si A juga tidak bisa melihat
si C karena terhalang oleh si B.
Maka, itulah yang dialami oleh Rasulullah SAW ketika berada di langit
kedua. Pada saat beliau masih berada di langit pertama, persepst beliau
tentang langit pertama (beserta segala isinya) adalah sebagaimana yang kita
rasakan kini. Bahwa tubuh manusia adalah berbentuk volume begini,
bahwa bentuk matahari dan berbagai planet adalah bulat-bulat seperti
bola, bahwa air laut dan samudera adalah demikian adanya.
Namun, begitu sempai di langit kedua, beliau terperanjat karena
'melihat' pemandangan yang sangat berbeda. Bumi yang tadinya berbentuk
bulat kini tidak bulat lagi. Demikian Pula matahari, planet, bintanq,
manusia, binatang, Pepohonan, dan berbagai makhluk lainnya. Tiba-tiba
beliau mendapati alam semesta ini bentuknya berbeda dari yang selama ini
20 beliau persepsi. Kenapa bisa begitu" Jawabnya: karena beliau 'melihatnya' dan Sudut
pandang yang berbeda. Persis seperti sebuah 'bayangan' yang dilihat dari
permukaan tembok oleh kawannya, dibandingkan dengan dilihat dari
tengah ruangar oleh manusia. Coba lihat kembali gambar di atas.
Ketika 'bayangan' dilihat oleh sesama bayangan, maka yang kelihatan
adalah salah satu sisi dari bayangan itu sehingga tampak bagaikan
sepotong garis belaka. Akar tetapi ketika dilihat oleh manusia dari tengah
ruangan maka bayangan terlihat bukan sebagai garis lagi, melainkar
sebagai lingkaran (untuk gambar tersebut).
Demikian juga Rasulullah SAW. Tiba-tiba beliau 'melihat alam semesta
ini tidak seperti biasanya lagi. Seluruhnya berubah. Tidak lagi berdimensi
3, melainkan berdimensi 4 Bagaimanakah gambaran bentuknya. Kita tidak
akan pernah bisa membayang-kan, selama kita masih tinggal di langit
pertama ini. Kita baru faham dan bisa membayangkai ketika kita berada di
langit kedua, dan kemudian 'melihat ke arah langit pertama, seperti gambar
di atas . Bahkan yang menarik, bukan hanya bentuk alam semesta yang
terlihat berbeda. Melainkan, jara jangkau pandangan Rasulullah SAW juga
menjadi semakin jauh. Kalau tadinya, ketika di langit pertama Rasulullah
SAW hanya bisa melihat pemandangan di sekitarnya saja, maka pada saat
berada di langit kedua tiba-tiba beliau bisa melihat benda-benda yang
sangat jauh dari kota Palestina. Bahkan, mungkin, bisa melihat ke berbagai
benua di muka Bumi. Dan, juga benda-benda segala penjuru langit, dalam
sekali pandang. Bagaimana hal itu bisa terjadi"
21 Coba amati kembali qambar di atas. Ketika berada di Duni 'permukaan
tembok', si A tidak bisa melihat si C, karen pandangannya terhalang oleh si
B. Apalagi melihat benda-benda di baliknya si C, dan seterusnya. Yang bisa
dilihat ole si A hanyalah benda-benda yang persis berada disekitarnya saja.
Yang lebih jauh tidak kellhatan,
Akan tetapi, bagi orang yang berada di tengah ruangan dia bukan
hanya bisa melihat si A atau si B, sekaligus dia bisa melihat si C atau
benda-benda alam di permukaan tembok tersebut. -Mulai dari ujung paling
kiri sampai ujung yang paling kanan. -Mulai dari yang paling atas sampal
yang paling bawah. pokoknya, seluruh benda yang terhampar di
permukaan tembok itu akan bisa dilihat secara keseluruhan dalam sekali
melihat. Itulah yang dialami Rasulullah SAW ketika memandang langit
pertama dari langit kedua. Rasulullah SAW bisa melihat pemandangan di
seluruh langit pertama dalam sekali pandang dari langit kedua, Tentu saja
beliau sangat takjub, Tidak hanya berhenti di langit kedua, Rasulullah SAW melanjutkan
parjalanannya menuju tingkatan langit yang lebih tinggi. Meskipun beliau
sebenarnya belum menjelajah alam dimensi 4 itu. Beliau tidak melakukan
penjelajahan di sana, karena tujuan beliau memang bukan di langit kedua,
Beliau hanya melintas saja, menuju langit ke tujuh.
Ke arah manakah Rasulullah SAW 22 melintas melanjutkan perjalanannya" Ke arah langit ke tiga. Dimanakah langit ketiga" Ternyata
juga tidak jauh dan posisi Nabi berada,
Posisi langit ketiga berada satu dimensi lebih tinggi dibanding'kan
langit kedua. ( Dalam seluruh pembahasan langit bertingkat tujuh ini, saya
mengasumsikan bahwa setiap bertambah tinggi langitnya, maka dimensinya
bertambah satu. Pada kenyataannya Allah bisa menambahkan berapa pun
yang Dia kehendaki untuk pertambahan dimensi langit itu. Yang saya
kemukakan ini adalah gambaran yang paling sederhana).
Maka, untuk menggambarkannya, caranya sama dengan ketika
menggambarkan berpindahnya Rasulullah SAW dari langit Pertama
menuju langit kedua. Dalam hal ini, kita juga membuat perumpamaan alias
analogi Dunia bayang-bayang.
Bayangkanlah kini Rasulullah SAW sedang berada di langit kedua yang
berdimensi 4. Untuk memperoleh gambaran pergerakan Nabi dari langit ke
dua menuju langit ketiga umpamakan badan Nabi bagaikan sosok bayang-
bayang vane berada di permukaan tembok. Lantas, beliau ingin 'Iepas dari
permukaan tembok itu menuju ruangan yang ada d dekatnya.
Maka mekanismenya menjadi sama persis dengan ketiks Rasulullah
SAW bergerak dari langit pertama pindah menuju langit ke dua. Beliau
tidak bisa berpindah sendiri dari langit kedua menuju ke langit ketiga,
melainkan dibawa oleh Jibril, yang memang merupakan makhluk dari langi
ketujuh. Sebagaimana saya katakan di bagian depan, bahwa perpindahan
23 makhluk dimensi 3 ke dimensi-dimensi yang lebih tinggi hanya bisa terjadi
jika dibantu oleh makhluk yang berasal dari dimensi yang lebih tinggi.
Dalam hal ini Jibril ditugasi oleh Allah untuk mendampingi Rasulullah SAW
bergerak menuju langit ketujuh.
Maka, perjalanan ke langit langit berikutnya memang menggunakan
mekanisme yang tidak jauh berbeda dengan mekanisme sebelumnya.
Cuma, pemandangan yang dilihat oleh Rasulullah SAW semakin lama
semakin menakjubkan. Bayangkan saja, ketika di langit kedua Rasulullah SAW sudah
demikian takjub karena bisa melihat seluruh penjuru langit pertama hanya
dalam sekali pandang. Hal in disebabkan oleh sudut pandang di langit
kedua memang jauh lebih lebar dibandingkan dengan langit pertama.
Nah, pada saat berada di langit ke tiga beliau lebih takjub lagi, karena
sudut pandangnya menjadi semakin labar, Pada waktu itu beliau tiba-tiba
bisa 'melihat' langit kedua di segala penjurunya. Persis seperti ketika
berada di langit kedua bisa melihat seluruh penjuru langit pertama.
Hanya saja, penglihatan Rasulullah SAW di langit ketiga ini bukan
sebuah penglihatan yang 'murni' dihasilkan oleh 'mata kepala'. Kenapa
demikian" Karena, mata kepala manusia, secara fisik tidak mungkin lagi
bisa memahami benda-benda yang berdimensi lebih tinggi dari 3.
Apa yang kita pahami lewat mata adalah sebuah proses proyeksi lensa
mata terhadap benda 3 dimensi yang tergambar di 'Iayar mata' yang disebut
sebagai retina. Retina ini ada di bagian belakang bola mata kita, yang
kemudian berfungsi mengubah gambar proyeksi itu menjadi pulsa-pulsa
listrik yang diteruskan ke pusat penglihatan di otak,
24 Nah, desain mata dan retina kita itu dlkhususkan untuk benda-benda
berdimensi 3 atau lebih rendah. Untuk melihat bsnda-benda yang lebih
tinggi dimensinya, tidak berguna lagi. Indera yang bisa kita gunakan untuk
melihat benda? benda berdimensi y.ang lebih tinggi di langit kedua sampai
ketujuh adalah hati. Hal ini telah saya jelaskan pada buku-buku saya sebelumnya, yaitu
'PUSARAN ENERGI KA'SAH' dan 'Ternyata AKHlRAT TIDAK KEKAL'. Sahwa
hati adalah indera keenam yang bekerja berdasar getaran universal.
Maka dengan hati yang terlatih dan lembut, kita bisa 'melihat'
sekaligus mendengar dan merasakan kehadiran sesuatu benda. Getaran
itulah yang dikirim ke otak untuk diterjemahkan sebagai persepsi. Jadi,
semakin 'tinggi' perjalanan Rasulullah SAW menempuh langit, maka beliau
semakin mengandalkan potensi hati dan seluruh kesadaran universalnya
untuk memahami alam semesta.
Kembali kepada 'penglihatan' Rasulullah SAW di langil ke tiga. Ketika
masih berada di langit pertama, beliau tidalk pernah bisa melihat Dunia jin
dalam skala yang demikian luas. Bahkan ketika berada di langit kedua pun,
beliau belum sempat melakukan penjelajahan di Dunia jin itu. Kini tiba-
tiba beliau disuguhi pemandangan seeara begitu manakjubkan terhadap
keseluruhan Dunia jin. Dalam sekali pandang saja, Seperti menonton
pemandangan di layar bioskop. -Mulai dari sisi paling kiri hingga paling
kanan. Dan atas sampai ke bagian bawah.
Bahkan, Nabi bukan hanya 'melihat' langit kedua yang belum pernah
dibayangkannya. Beliau juga terperanjat melihat langit pertama (Dunia
manusia) dari sudut pandang langit ketiga. Sungguh beliau tidak pernah
25 membayangkan bahwa Dunia manusia dilihat dari langit pertama berbeda
dengan ditihat dari langit kedua, dan berbeda pula dllihat dari langit ketiga.
Semakin naik posisi dimensi Nabi, beliau memiliki sudut pandang yang
semakin luas dan menakjubkan. Saya jadi teringat ketika pertama kali naik
pesawat terbang. Saya begitu takjubnya memandangi benda-benda di
permukaan Bumi yang semakin lama terlihat semakin kecil. Apalagi ketika
saya berada di atas awan. Saya seperti berada di Dunia 'antah berantah'
yang tidak pernah saya bayangkan.
Perbandingan ini memang tidak tepat, karena langit yang dilewati
pesawat terbang bukanlah langit kedua. Masih tetap di langit pertama.
Sedangkan perjalanan Nabi adalah perjalanan yang jauh lebih dahsyat
karena -menembus batas dimensi. Akan tetapi seeara psikologis, saya bisa
membayangkan betapa takjubnya Nabi ketika itu. Pasti jauh lebih takjub
dari yang saya rasakan. Ketakjuban-ketakjuban semacam ini juga pernah dirasakan oleh para
astronout ketika pesawat mereka 'Melepaskan' diri dari Bumi menuju
angkasa luar. Dan kemujian memandangi planet Bumi dari sana. Ada
suatu rasa keindahan yang tidak bisa digambarkan dan diceritakan kepada
orang-orang yang tidak pernah mengalaminya. Rasa keindahan itu hanya
bisa disampaikan kepada orang-orang yang sudah pernah mengalami.
Namun sekali lagi, kondisinya sangat berbeda antara ketakjuban
Rasulullah SAW yang melakukan perjalanan lintas dimensi dibandingkan
dengan ketakjuban perjalanan yang 'sekadar' ke angkasa luar - di langit
pertama. Ketakjuban Rasulullah SAW terus mengalami peningkatan luar biasa,
26 seiring perjalanan beliau mellntasi dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi.
Setiap kenaikan dimensi, beliau mendapati pemandangan yang radikal
berbeda dengan pemahaman sebelumnya.
Hal ini dlsebabkan selama ini kita terkungkung pada langit pertama
yang meskipun demikian luasnya dan belum ketahuan batasnya, ternyata
hanyalah langit yang 'kecil' dibandingkan keluasan langit yang tujuh.
Yang menarik, setiap beranjak mencapai langit yang lebih tinggi, beliau
lantas memahami bahwa langit yang lebih rendah itu ternyata adalah
bagian dari langit yang sedang beliau tempati.
Konkretnya, ketika beliau berada di langit kedua, tibatiba beliau baru
mengerti bahwa langit pertama itu sebenarnya adalah bagian dari langit
kedua, dengan struktur yang tidak pernah beliau bayangkan sebelumnya.
Padahal ketika masih di langit pertama, sebagai makhluk berdimensi 3
beliau hanya bisa melihat dan menghayati eksistensi langit pertama saja.
Hal ini, kurang lebih, sama dengan Dunia bayang? bayang. Mereka -
makhluk bayang-bayang itu - tahunya hanya Dunia mereka, yaitu
permukaan tembok. Akan tetapi bagi kita, manusia yang tinggal di
ruangan, kita tahu bahwa Dunia bayangan adalah sebagian dari kehidupan
kita. Tembok adalah salah satu bagian dari ruangan tempat kita tinggal.
Ketakjuban Rasulullah SAW itu juga disebabkan oleh begitu
dahsyatnya perbedaan kualitas di setiap langit. Perbandingan kualitas -
termasuk juga kuantitasnya - adalah tidak berhingga untuk setiap
kenaikan dimensi langit. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas,
saya akan menguraikan lewat analogianalogi berikut ini,
-Kuncinya adalah bertambahnya ukuran dimensi pada setiap langit.
27 Dengan pertambahan dimensi itu, kita mendapai kenyataan bahwa dimensi
yang lebih tinggi merupakan sebuah 'ruang' yang ukurannya berlipat kali
tidak berhingga terhadap ruang sebelumnya.
Ambiliah contoh sebuah garis. Untuk menggam-bar sebuah garis, kita
bisa menyusunnya dari sederet titik-titik yang dijejer ke samping dalam
jumlah tak berhingga. Dengan kata lain, saya bisa mengatakan, bahwa
sepotong garis adalah kumpulan tak terhingga dari titik-titik.
Selanjutnya, jika garis-garis itu dijejer tegak ke arah samping dalam
jumlah tak berhingga, maka suatu ketika kita akan mendapati bahwa
kumpulan garis itu telah membentuk sebidang luasan. Dengan kata lain
maka saya bisa mengatakan bahwa sebidang luasan adalah 'Iembaran' yang
terbentuk dari jejeran garis-garis dalam jumlah tidak berhingga.
Dan kemudian, jika lembaran-lembaran luasan itu kita tumpuk dalam
jumlah tak berhingga, tiba-tiba kita akan mendapati tumpukan lembaran
itu menjadi sebentuk balok atau kubus yang berdimensi 3.
Dari uratan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa sebuah balok
(dimensi 3) terbentuk dari lembaran-Iembaran (dimensi 2) dalam jumlah
yang tidak berhingga. Demikian pula, selembar 'luasan' ternyata juga
terbentuk dari sebegitu banyak (tak berhingga) garis-garis yang berdimensi
1. Maka, secara umum, kita bisa menqatakan banwa langit ke tujuh yang
berdimensi 9 sebenarnya tersusun dari langit ke enam yang berdimensi 8
dalam jumlah tak berhingga. Sedangkan langit ke enam itu tersusun oleh
langit ke lima yang berdimensi 7 dalam jumlah tak berhingga. Dan
setanjutnya, langit kelima tersusun oleh langit keempat, tersusun oleh
28 langit ketiga, kedua dan kesatu. Semuanya berlipat tidak berhingga.
Jadi, dengan pertambahan 1 dimensi saja, ternyata langit kedua yang
dihuni oleh bangsa jin itu memiliki besar yang tidak berhingga
dibandingkan dengan Duma manusia, begitu juga langit ketiga terhadap
langit kedua, dan seterusnya. Maka, ketlka kita bicara langit ketujuh, kita
bisa mengatakan, bahwa langit ke tujuh itu merupakan langit yang
besarnya tidak berhingga pangkat 7. (Sebuah kenyataan yang tide k bisa
digambarkan oleh ilmu matematika tingkat tinggi sekali pun).
Maka, jika krta berbicara kualltas langit ke tujuh (alam Akhirat)
dibandingkan dengan langit ke satu (alam Dunia) menjadi demikian jauh
perbedaannya. Apa yang kita rasakan di alam Dunia ini tidaklah bisa kita
bandingkan dengan apa yang kita rasakan di alam Akhirat. Baik dalam
bentuk kebahagiaan maupun penderitaan.
Kebahagiaan yang kita rasakan pada saat hidup di Dunia ini
sebenarnya a dalah sebagian kecil dari kebahagiaan Surga. Demikian juga
kesengsaraan atau pedneritaan yang ita rasakan, juga adalah sebagian kecil
saja dari keseng-saraan Neraka. Kenapa demikian" Inl merupakan konse-
kuensi dari struktur langit yang jelaskan di depan. Bahwa langit pertama
alias Dunia ini sebenarnya merupakan 'bagian' dari langit ke tujuh alias
Akhirat, dalam skala perbandingan yang 'tidak berhingga tujuh kali'.
Ya, alam Dunia ini memang alam yang termuat ( dalam alam Akhirat.
Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka menjadi logislah, jika segala yang kita alami di alam Dunia ini
sebenarnya juga bagian dari keberadaan alam Akhirat itu sendiri. Namun
dalam kualitas yang sangat jauh berbeda. Jika diumpamakan kualitas alam
Akhirat itu 100%, maka barangkali kualitas alam Dunia ini hanya
29 sepersekian miliar persennya. Atau bahkan lebih kecil lagi. Itulah yang oleh
Rasulullah SAW diumpamakan sebagai lautan dibandingan dengan setetes
air di ujung jari, yang telah kita bicarakan di depan.
Kembali kepada perjalanan Rasulullah SAW. Ketik beliau meningkat
terus ke langit yang lebih tinggi, maka beliau merasakan ketakjuban
berulangkali dalam skala yang semakin tidak bisa dibayangkan.
Kenikmatan dan kebahagiaan yang beliau rasakan dalam Mi'raj nya itu
sangatlah sulit untuk digambarkan kepada kita yang tidak pernah
mengalaminya. Akan tetapi kita bisa 'merasakan logikanya, lewat apa yang
saya uraikan dalam analog analogi di atas.
Sehingga sungguh sangatlah dahsyat perasaan yang beliau rasakan
itu, saat beliau mencapai puneak langit ketujuh yang disebut sebagai
Sidratul Muntaha. Di puncak langit itu Rasulullah SAW benar-benar terpesona
memandangi ciptaan Allah yang luar biasa dahsyatnya. Beliau diberi
kesempatan yang tiada bandingnya oleh Allah untuk menyaksikan ciptaan
Yang Maha Perkasa dan Maha Berilmu dari suatu tempat yang tidak ada
seorang manusia pun pernah melihat alam semesta.
Tidak para Rasul sebelumnya. Dan tidak Juga para ilmuwan
sesudahnya. Sidratul Muntaha adalah suat tempat yang Nabi bisa melihat
struktur alam semesta secara utuh. Sudut pandangnya sangat luas, tetapi
jaraknya sangat dekat. Artinya Rasulullah SAW bisa melihat detil-detil
pemandangan yang terhampar di alam semesta ini, namun dalam waktu
yang bersamaan beliau bisa melihat keseluruhannya.
Ini berbeda dengan sudut pandang yang biasa kita alami. Jika kita
30 mendekat untuk melihat detilnya, maka kita akan kehilangan sudut
pandang yang holistik (menyeluruh). Sebaliknya, jika kita ingin melihat
sesuatu secara holistlk, maka kita harus mengambil jarak sedemikian rupa
sehingga kita kehilangan detil-detilnya.
Di langit ketujuh, kedua-duanya bisa tercapai dalam sekali waktu.
Inilah yang digambarkan oleh Allah dalam ayatayatnya bahwa Allah itu
meliputi segala sesuatu (holistik)innahu bikulli syai-in mukhith. Tapi
sekaligus wanahnu aqrabu ilaihi min hablil waridi (detil).
QS. Qaaf (50) : 16 Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan
tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah, bahwa
sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu'
QS. Fushshilat (41): 54 Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih
dekat kepadanya dari pada urat lehernya".
Hal ini ada kaltannya struktur alam yang melengkung. Coba
bayangkan sebuah bola. Langit pertamanya terdapat pada permukaan bola,
yang melengkung. Sedangkan langit kedua berada di dalam bola berupa
ruang berdimensi 3. Maka dengan mudah kita bisa membuktikan bahwa
jarak tempuh atas permukaan bola itu adalah lebih jauh dibandingank
dengan jarak tempuh yang ada di dalam bola.
Ambillah titik A di permukaan bola sebelah kiri. Sedangkan titik B di
seberang permukaan sebelah kanan. Kalau kita ingin bergerak dari titik A
di sebelah kiri ke titik B di sebelah kanan lewat permukaan bola, maka kita
31 harus menyusuri permukaan yang melengkung. Tetapi, jika kita
menembus, melewati tengah bola, maka kita mendapati jaraknya lebih
pendek karena lintasannya lurus.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa jarak tempuh di langit?pertama
adalah lebih jauh dibandingkan jarak tempuh di langit kedua. Dengan kata
lain, langit kedua memiliki jarak yang lebih pendek dibandingkan Iangit
pertama. Hal ini juga berlaku pada langit-Iangit yang lebih tinggi Jarak di langit
ketiga adalah lebih pendek dibandingkan dengan jarak di langit kedua.
Perumpamaannya sama persis dengan bola di atas, Angaplah permukaan
bola sebagai langit kedua, dan ruang di dalam bola sebagai langit ketiga.
Maka di langit ketiga ada jalan tembus yang berjarak lebih pendek
dibandingkan dengan permukaan bola yang berbentuk melengkung.
Jika ini diteruskan, maka kita akan dapati bahwa di langit ke empat
jaraknya lebih pendek dibandingkan langit kelima. Demikian pula, di langit
kelima, keenam, dan ketujuh. Langit ketujuh itu sebenarnya adalah langit
yang berjarak paling pendek di antara langit-Iangit yang lain. Semakin
tinggi langit semakin pendek jaraknya terhadap kita. Sehingga Allah (yang
berada lebih tinggi dari langit ketujuh itu) mengatakan bahwa ota
sebenarnya lebih dekat dari urat leher kita sendiri. DEMIKIAN DEKATNYA
... ! Begitulah, ketika Rasulullah SAW berada di Sidratul Muntaha
sebenarnya beliau justru berada di suatu langit yang sangat dekat. Akan
tetapi justru beliau diperjalankan secara 'memutar' oteh Allah lewat langit-
Iangit yang lebih rendah.
32 Maka sekali lagi, Rasulullah SAW di Sidratul Muntaha itu bisa
menyaksikan seluruh ciptaan Allah yang terhampar di alam semesta itu
secara keseluruhan tetapi mendetil. Di situlah Rasulullah SAW terpesona,
sebagai digambarkan di dalam ayatayat berikut ini.
QS. An Najm (53) : 14 - 18
Di Sidratul Muntaha . Di dekatnya ada Surga tempat tinggal, ketika
Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya ( Muhammad ) tidak berpaling dari yang dilihatnya
itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.
Ayat di atas mengambarkan situasi ketika Rasulullah SAW sampai di
puncak langit. Dan sampai di situ pulalah batas tertinggi pengetahuan
Rasulullah tentang ke-Maha Agungan Allah dengan berbagai tanda-
tandanya di alam semesta Ayat 14, sebenarnya menggambarkan bahwa Rasulull; saw pernah
meIihat Jibril dalam bentuk yang sesungguhnya Kejadian itu berlangsung di
Sidratul Muntaha, karena memang Jibril adalah makhluk dari langit ke
tujuh. Malah ketika Rasulullah SAW sampai di sana beliau langsung bisa
melihatnya dalam bentuk yang asli.
Namun, ayat-ayat berikutnya memberikan gambaran kepada kita
tentang situasi yang ada di sekitar 'Puncak Langit itu. Bahwa, tenyata
Surga sudah ada sejak dulu. Dan bahwa Surga itu berada di langit ke
tujuh, Dan bahwa Surga terletak di dekat Sidratul Muntaha. Dan, di ayat
lain (QS. Imran : 133), Allah mengatakan bahwa besarnya Surga adalah
sebesar langit dan Bumi. Artinya Bumi kita ini juga bagian dari Surga itu
33 sendiri. Dan bentangannya sampai langit yang ke tujuh. Begitulah kira-kira
pemahamannya. QS. Ali Imran (3) : 133 Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
Sedangkan Sidratul Muntaha itu tidak termasuk bagi dari Surga.
Karena itu digunakan kata 'inda alias di dekatnya atau di sisinya. Jika
Rasulullah SAW bisa melihat Surga tempat tinggal yang terhampar seluas
langit dan Bumi, maka tidak demikian dengan Sidratul Muntaha.
Tempat itu ternyata lebih misterius dibandingkan Surga. Karena itu, di
ayat berikutnya Allah mengatakan bahwa Sidratul Muntaha itu tertutup
oleh sesuatu 'misteri' yang menutupinya. Sehingga Rasulullah SAW tidak
bisa melihat apa yang ada di baliknya. Agaknya inilah batas dimensi
Petualangan Digunung Bencana 1 Goosebumps - Pembalasan Di Malam Halloween Api Di Bukit Menoreh 7