Pencarian

Petualangan Digunung Bencana 3

Lima Sekawan 05 Petualangan Di Gunung Bencana Bagian 3


mengenakan pakai- an, ia berlutut di tepi kolam sambil meraba-raba ke dalam air.
Ia mencari benda aneh tadi, yang ketika teraba rasanya seperti roda kemudi.
"Tolong pegangkan senter, Lucy-Ann," katanya. "Ada sesuatu yang aneh di sini." "
Lucy-Ann memegangkan senter. Tangannya gemetar. Apakah yang akan ditemukan Jack
nanti" "Ini dia semacam roda, tapi kecil," kata Jack setelah beberapa saat mencari-
"cari. "Kenapa ada roda di sini" Roda gunanya untuk diputar, jadi kuputar saja
sekarang!" Jack memutar roda kecil di bawah air itu ke kanan. Ternyata dapat digerakkan
dengan gampang! Ia terlonjak kaget, karena tiba-tiba Dinah dan Lucy-Ann menjerit lalu
menubruknya! Bab 16 DI DALAM GUNUNG "ADA APA?" seru Jack sambil meloncat bangun. "Apakah yang terjadi?"
Lucy-Ann begitu takut dan kaget, sehingga senter yang dipegangnya terjatuh dan
Iangsung padam. Gua itu kini gelap gulita. Lucy-Ann cepat-cepat berpegangan Iagi
pada Jack. "Ada sesuatu menyentuhku!" kata Lucy-Ann sambil menangis ketakutan. "Terasa
jari-jari menggerayangi seluruh tubuhku! Apa itu, Jack?"
"Ya, aku pun disentuhnya," kata Dinah. Suaranya gemetar. "Mula-mula bahuku yang
disentuh, lalu sekujur tubuhku digerayangi sampai ke kaki. Ada sesuatu di gua
ini, Jack! Kita keluar saja yuk!"
"Mana senter kita?" kata Jack dengan kesal. "Kenapa kau jatuhkan tadi, Lucy-Ann
Mudah-mudahan saja tidak pecah!"
Jack meraba-raba, mencari senter itu. yang kemudian ditemukan. Untung saja tadi
tidak terjatuh ke dalam kolam. Senter itu menyala kembali, setelah diguncang-
guncangkan sebentar. Semua merasa lega.
"Nah apa yang menyentuhmu tadi?" tanya
"Jack pada Lucy-Ann. "Aku sama sekali tak
disentuh apa pun juga!"
"Aku tidak tahu pokoknya, aku ingin lekas-lekas keluar dari sini," kata Lucy-
" Ann sambil menangis. "Aku ngeri!"
Jack menyorotkan senter ke arah belakang Dinah dan Lucy-Ann. la berseru kaget
ketika melihat apa yang ada di situ. Dinah dan Lucy-Ann tidak berani ikut
memandang, Mereka terus merangkul Jack, sambil gemetar.
"Itu lihat apa yang menyentuh kalian tadi! Tangga tali, yang turun dari atas!?"kata Jack tertawa. "Kalian mesti malu begitu saja sudah takut!"
"Dinah langsung lenyap rasa takutnya. Ia memaksa dirinya tertawa.
"Wah keterlaluan," katanya. "Tapi aku benar-benar menyangka bahwa ada sesuatu
"yang menggerayangi diriku. Terasanya begitu sih!"
"Rupanya tadi meluncur ke bawah di belakang kalian," kata Jack. Disorotkannya
senter, menerangi tangga tali itu sampai di atas. "Aku kaget sekali tadi. ketika
kalian tahu-tahu menjerit. Nyaris saja tercebur ke dalam kolam!"
"Kejadiannya ketika kau memutar roda yang di bawah itu," kata Lucy-Ann. la masih
terisak-isak sedikit. "Ya ide ini memang hebat sekali," kata Jack. "Harus kuakui, ini merupakan
"jalan masuk ke gunung yang sungguh-sungguh tersembunyi. Gua Ali Baba saja masih
kalah, dibandingkan dengannya! Pertama-tama, tirai belukar yang menjulur dari
atas, menutupi celah pada tebing terjal. Setelah masuk ke dalam, yang nampak
hanya gua tak beratap serta kolam yang gelap. Kebanyakan orang yang secara
kebetulan bisa masuk kemari pasti hanya akan mengatakan, Eh aneh! lalu keluar
" "lagi!" "Memang, dan takkan ada yang menduga di sini ada tangga tali yang meluncur turun
apabila roda yang tersembunyi dalam air itu diputar," kata Dinah. "Segalanya ini
benar-benar dirancang dengan matang. Rupanya ada orang pintar diam di dalam
gunung ini!" "Ya, betul," kata Jack merenung. "Orang berotak cerdas yang menyebabkan gempa
bumi serta kepulan asap merah, begitu pula merancang tempat pendaratan untuk
helikopter di puncak dan memelihara kawanan anjing herder yang bertugas
"menyergap siapa pun yang berkeliaran terlalu dekat kemari. Benar-benar hebat!
Aku ingin tahu, apa sebetulnya yang dicari orang berotak cerdas itu di sini!"
Dinah dan Lucy-Ann memandangnya dalam gua yang remang-remang, sementara air
kolam yang gelap agak. berkilat memantulkan sinar senter. Kedengarannya Jack
serius sekali. Perasaannya saat itu memang sedang serius. Ada sesuatu yang
sangat aneh. Sangat cerdik bahkan cerdik sekali! Apakah yang sedang
"berlangsung di situ"
Ditatapnya tangga tali yang tergantung di dinding gua. Ia kepingin sekali
memanjatnya ke atas, karena ingin melihat apa sebenarnya yang ada di dalam
gunung. Di samping itu ia juga ingin mencari Philip.
Ketiga remaja itu kaget setengah mati, ketika tiba-tiba terdengar suara
menggema. "Anak nakali Beee!"
Jack langsung laga. "Itu Kiki," katanya. "Burung sialan kaget aku tadi mendengar suaramu!
"Bagaimana pendapatmu tentang gua ini, Kiki?"
"Baaa!" oceh Kiki, lalu menirukan bunyi mesin pemotong rumput. Kedengaran
berisik sekali di dalam gua tak beratap itu, menggema seperti tidak habis-
habisnya. Kiki senang mendengar gema suaranya, lalu mengulangi bunyi itu sekali
lagi. "Diam," kata Jack. "Bagaimana jika ada orang di ujung atas tangga, dan ia
mendengar suaramu"!"
"Kau kan tidak bermaksud hendak naik ke atas, Jack?" tanya Lucy-Ann cemas,
karena melihat Jack sudah menaruh kakinya ke jenjang tangga paling bawah.
"Memang, aku hendak naik sebentar ke atas untuk melihat apa yang ada di situ,"
kata Jack. "Kurasa di sana tidak ada orang yang menjaga, karena takkan ada yang
menyangka kita akan bisa mengetahui rahasia menurunkan tangga tali ini kemari.
Sementara itu kalian menunggu saja di luar."
"Tidak! Kami ikut," kata Lucy-Ann. Philip sudah lenyap dengan tiba-tiba. Jangan
sampai Jack pun lenyap pula nanti! la ikut memanjat tangga tali bersama Dinah.
Tangga itu teguh, baik buatannya. Ketiga remaja itu terayun-ayun sedikit ketika
memanjat ke atas. Tangga itu panjang sekali - seperti tidak berujung!
"Aku perlu beristirahat sebentar," kata Jack berbisik ke bawah. "Kalian juga
berhenti dulu. Capek rasanya, memanjat terus seperti ini."
Ketiga remaja itu berhenti sebentar memanjat, sambil berpegangan pada anak
tangga tali. Napas mereka agak terengah-engah. Lucy-Ann takut membayangkan sudah
berapa jauh mereka di atas dasar gua. la juga tidak mau memikirkan, masih berapa
jauh Iagi ujung sebelah atas tangga itu.
Kemudian mereka meneruskan panjatan. Mereka bergerak dalam keadaan gelap gulita.
Jack memasukkan senter ke dalam kantung, karena ia memerlukan kedua tangannya
untuk memanjat. Lucy-Ann mulai merasa seperti sedang bermimpi buruk Dalam mimpi
itu ia harus terus memanjat tangga, sampai terbangun waktu pagi!
"He aku sekarang bisa melihat sinar samar-samar di atas," bisik Jack. ?"Mestinya kita sudah hampir sampai di ujung tangga ini. Jangan sampai ada yang
bersuara!" Mereka sampai di ujung tangga, ketika Lucy-Ann merasa tidak sanggup lebih lama
lagi berpegangan ke tangga. Penglihatan Jack tadi ternyata benar di atas situ
"memang ada cahaya remang-remang. Ia merangkak naik ke semacam lantai batu,
diikuti oleh Dinah dan Lucy-Ann. Selama beberapa menit mereka terkapar di situ.
Napas mereka terengah-engah. Capek sekali rasanya melihat ke sekeliling saja
"pun mereka tidak mampu.
Jack yang paling dulu segar kembali. Ia menegakkan tubuh, memandang berkeliling
sambil duduk. Ternyata saat itu mereka berada di semacam ruangan sempit yang
diterangi lampu bercahaya redup. Di bagian belakang ruangan itu terdapat
sejumlah kendi yang terletak berjejer-jejer, berisi cairan yang kelihatannya
air. Di dekat kendi-kendi itu ada beberapa mangkuk untuk minum. Mata Jack
Iangsung bersinar-sinar. Memang itulah yang diharapkan, setelah capek memanjat
tadi! Diambilnya sebuah kendi serta tiga buah mangkuk, lalu dibawa ke tempat
Dinah dan Lucy-Ann yang masih rebah di lantai. Air kendi itu dingin, seperti air
es. Ketiganya minum dengan perasaan puas.
"Sekarang sudah enak lagi rasanya," kata Jack sambil mendesah. Kendi beserta
ketiga mangkuk tadi dikembalikannya ke tempat semula. Selain itu tidak ada apa-
apa Iagi dalam ruangan kecil itu. Di ujung belakangnya nampak sebuah lorong yang
mengarah ke perut gunung.
Lucy-Ann memanggil dengan suara pelan, ketika dilihatnya Jack melangkah menuju
lorong itu. "Kau tidak hendak kembali. Jack" Katamu tadi, kau hanya hendak melihat sebentar
saja kemari!" "Aku kan memang sedang melihat-lihat," jawab Jack. "Di situ ada lorong. Itu
" lihatlah sendiri! Aku ingin tahu ke mana arahnya."
Dinah dan Lucy-Ann datang menghampiri. Mereka mengikuti Jack, yang sementara itu
sudah memasuki lorong. Mereka tidak mau ditinggal, sendiri di luar.
Mereka sampai di dekat sebuah lampu lagi, yang juga redup sinarnya. Lampu itu
diletakkan di atas semacam ambang yang menonjol pada dinding lorong. Jack masih
terus saja berjalan menelusuri lorong yang berkelok-kelok. melewati lampu demi
lampu yang menerangi jalan.
"Kita kembali saja sekarang," bisik Lucy-Ann sambil" menarik lengan Jack. "Sudah
cukup jauh kita memasuki lorong ini."
Tapi Jack tidak mau diajak kembali. karena siapa tahu, mungkin Philip ada di
balik tikungan yang berikut! ia meneruskan langkah.
Tahu-tahu lorong itu bercabang tiga. Ketiga remaja itu berhenti. karena tidak
tahu cabang yang mana harus mereka masuki. Ketiga-tiganya nampak sama saja dalam
pandangan mereka. Tapi kemudian muncul sesuatu dari salah satu percabangan itu. Sesuatu yang
mereka kenal baik si Putih! -"Anak-anak gembira sekali melihat si Putih tahu-tahu muncul. Sedang anak kambing
itu juga tidak kalah gembira. Ia menanduk-nanduk mengusap-usapkan hidung ke
tangan mereka, sambil mengembik-ngembik senang.
"Kita ikuti saja si Putih," kata Jack dengan lega. "Ia pasti akan membawa kita
ke tempat Philip!" Si Putih disuruh berjalan di depan. Anak kambing itu menyusur lorong sambil
berjingkrak- jingkrak, memasuki sebuah rongga besar yang kelihatannya seperti
serambi rumah. Tapi ia tidak berhenti di situ, melainkan memasuki lorong yang
lain lagi- dan sampai di suatu tempat yang sangat menakjubkan.
Ruangan yang mereka masuki itu kelihatannya seperti laboratorium yang besar.
Tempat bekerja dalam gunung! Anak-anak muncul di sebelah atasnya. Mereka berdiri
di atas semacam langkan yang menjorok ke luar di dinding ruangan itu.
"Apa itu?" tanya Lucy-Ann takjub, memandang begitu banyak benda asing yang ada
di situ. Di bawah sama sekali tidak ada mesin besar melainkan jaringan kawat
"berkilat yang terentang ke mana-mana, bejana-bejana besar dari kaca yang
berjejer-jejer, kotak-kotak kristal yang di bagian dalamnya nampak percikkan api
menyambar ke atas dan ke bawah, serta sederetan roda yang berputar tanpa bunyi,
tapi memancarkan sinar aneh. Dari roda-roda itu terentang jaringan kawat ke
segala arah. Di tengah ruang kerja itu ada sebuah lampu aneh yang memancarkan sinar. Lampu
itu bersegi banyak, sedang warna cahaya yang terpancar berganti-ganti. Kadang-
kadang begitu menyilaukan sinarnya, sehingga anak-anak tidak tahan menatapnya.
Lalu meredup, tinggal pijarannya saja yang nampak remang-remang, berwarna merah,
hijau, atau biru. Lampu itu seolah-olah hidup, seperti mata raksasa yang
mengawasi segala- galanya di laboratorium tersembunyi itu.
Jack, Dinah, dan Lucy-Ann memandang dengan takjub. Di tempat itu tidak ada
orang. Segala peralatan itu kelihatannya bekerja secara otomatis, tanpa pernah
berhenti. Roda-roda berputar terus, kawat-kawat kemilau. Tempat itu sunyi
senyap, kecuali bunyi dengungan pelan.
Kemudian ?"Kemudian terdengar bunyi gemuruh yang sudah mereka kenal, bunyi yang seperti
datang dari jauh. Jauh di bagian dasar laboratorium itu ada bunyi bergejolak dan
mengerang-erang, seperti ada sesuatu yang sedang terjadi di dalam perut gunung.
Lalu seperti sebelumnya juga, gunung mulai bergetar. Mula-mula pelan, tapi lama-
kelamaan bertambah keras seperti ada kejadian dahsyat, jauh di dalam tanah.?"Dengan tiba-tiba saja lampu besar yang terdapat di tengah-tengah laboratorium
bersinar terang, Begitu terang, sehingga anak-anak takut lalu cepat-cepat
mundur. Sinar lampu itu berubah menjadi merah nyala. Belum pernah mereka melihat
warna merah yang begitu menyilaukan. Dari sebelah atasnya keluar asap berwarna
merah, mengepul-ngepul. Jack merasa mulai sukar bernapas. Lehernya seperti tercekik. Dengan cepat
didorongnya Dinah dan Lucy-Ann kembali ke dalam lorong. Lega sekali rasanya
menghirup udara yang lebih segar di situ. Si Putih meringkuk ketakutan,
merapatkan diri pada mereka.
"Itulah asap yang kita lihat mengepul keluar dari lubang di sisi gunung," kata
Jack berbisik-bisik. "Rupanya dari lampu itu ada cerobong yang menembus ke atas
gunung sampai ke lubang itu, lewat mana asap dapat mengepul ke luar."
"Apa yang sedang dibuat di sini, menurut perkiraanmu?" tanya Dinah dengan kagum.
"Untuk apa kawat-kawat itu. kotak-kotak kristal, serta barang-barang lainnya?"
"Entah - aku sama sekali tidak tahu," kata Jack. "Tapi jelas bahwa apa yang
"sedang terjadi di tempat ini sangat dirahasiakan. Sebab kalau tidak, untuk apa
ini semua di tempat terpencil yang tidak bisa didatangi ini?"
?""Jangan-jangan bom atom, atau yang begitu," kata Lucy-Ann sambil bergidik.
"Wah, tidak mungkin - karena untuk itu diperlukan bangunan yang besar sekali,"
"kata Jack. "Tidak ini pasti sesuatu yang aneh dan luar biasa, menurut
"pendapatku. Yuk, kita mengintip sebentar ke bawah."
Tapi semuanya yang di bawah masih tetap seperti tadi. Roda-roda berputar tanpa
bunyi. Kotak-kotak kristal nampak gemerlapan karena ada percikkan api menyambar-
nyambar di dalamnya, serta lampu besar seperti mata raksasa yang mengawasi
segala-galanya dengan warna yang berubah-ubah. Kadang-kadang biru, lalu berganti
hijau, dan kemudian oranye.
"Yuk, kita menyusur langkan ini! Aku ingin tahu, ke mana kita tiba nanti," bisik
Jack. "Saat ini aku merasa seperti berada di dalam semacam Gua Aladin dan
"setiap saat akan muncul Jin Lampu!"
Anak anak menyusur langkan, dan akhirnya tiba di tempat lain yang juga
"menakjubkan. Tempat itu sebetulnya gua biasa, yang tinggi langit-langitnya. Tapi
gua itu sudah berubah wujud, dijadikan semacam balai besar yang nampak mewah,
dengan sederet jenjang yang menuju ke sesuatu yang seperti singgasana. Tirai
yang indah menutupi dinding batu. Tirai-tirai itu digantungkan ke pinggir
langit-langit gua yang nampak gemerlapan karena lampu-lampu yang terpasang di
situ, berkilauan seperti bintang.
Di lantai terhampar permadani berwarna keemasan, sedang pada masing-masing
sisinya terdapat kursi-kursi indah berderet-deret. Anak-anak memandang semuanya
itu sambil melongo. "Apakah ini?" bisik Dinah. "Kelihatannya seperti tempat tinggal raja. Penguasa
gunung!" Bab 17 PHILIP DITEMUKAN "ANEH tidak ada seorang pun yang kelihatan," kata Jack sambil memperhatikan
"ruangan sunyi itu. "Ke mana semuanya" Tadi roda-roda, kawat, serta peralatan lainnya sibuk sendiri, tanpa ada yang
mengawasi lalu ini, ruangan besar yang kosong ini, dengan singgasana serta "tirai yang serba indah!"
"Jack!" bisik Dinah sambil menarik-narik lengannya. "Bagaimana jika kita
sekarang mencari Philip untuk menolongnya" Kita kan tinggal kembali menyusur
lorong yang panjang tadi, lalu menuruni tangga tali! Si Putih pasti akan membawa
kita ke Philip, dan kemudian kita bersama-sama lari ke luar!"
"Ya setuju," kata Jack. Ia mengelus-elus anak kambing berbulu putih yang ada
"di sisinya. "Mana Philip, Putih?" bisiknya. Didorongnya anak kambing itu,
disuruhnya berjalan. "Tunjukkan tempatnya, Putih!"
Si Putih menanduk-nanduk Jack dengan sikap manja. Rupanya anak kambing itu tidak
menangkap maksud anak itu. Jack masih mencoba beberapa kali lagi. Tapi sia-sia.
"Kita tunggu saja sampai dia pergi atas Kemauannya sendiri," katanya kemudian.
"Dan kalau dia pergi, kita ikuti!"
Ketiga remaja itu menunggu. Tidak lama kemudian si Putih mulai gelisah, lalu
melintasi ruangan luas itu, lewat singgasana yang besar. Anak-anak
membuntutinya. Mereka melakukannya dengan hati hati, sambil merapatkan diri ke
"dinding, berlindung dalam bayangan. Si Putih menyusup masuk ke balik tirai tebal
berwarna merah. Anak-anak mengintip sebentar. Ternyata di balik tirai itu ada
ruangan Iain yang agak kecil. Kelihatannya itu ruang baca, karena nampak buku-
buku berjejer sepanjang dinding. Jack, Dinah, dan Lucy-Ann menyimak judul buku-
buku itu dengan perasaan ingin tahu.Tapit1dak ada yang mereka pahami, karena
kebanyakan berbahasa asing. Semua kelihatannya sangat ilmiah dan sulit
dimengerti orang biasa. "Buku-buku ilmiah," kata Jack. "Yuk, kita menyusul si Putih. Ia tadi lewat
lubang itu!" Mereka menyusul anak kambing itu. Si Putih menunggu. karena melihat mereka belum
muncul. Anak anak bergegas, dengan harapan bahwa si Putih akan membawa mereka ke


Lima Sekawan 05 Petualangan Di Gunung Bencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"tempat Philip. Ternyata memang begitu! Anak kambing itu mendului berjalan ke arah atas, lewat
lorong yang berdinding melengkung seperti terowongan. Pada jarak-jarak tertentu
dalam lorong itu ada penerangan, berupa lampu bercahaya redup seperti yang
terdapat dalam lorong pertama. Seram rasanya berjalan dalam keremangan, tanpa
bisa melihat jauh ke depan atau ke belakang. Si Putih berjalan di depan. Sosok
tubuhnya yang putih nampak samar samar seperti hantu cilik.
"Mereka melalui rongga-rongga besar yang penuh berisi berbagai barang. Kotak-
kotak, peti-peti. begitu pula bermacam-macam bungkusan berserakan di mana-
"mana. Jack berhenti sebentar, untuk memperhatikan beberapa di antaranya. Kebanyakan
dilengkapi dengan etiket berbahasa asing. Sebuah kotak berada dalam keadaan
terbuka. Isinya kaleng kaleng makanan.
?"Kan benar kataku," kata Jack. "Perbekalan makanan mereka diangkut kemari
"kurasa mestinya dengan helikopter. Aku ingin tahu, apa sebetulnya yang mereka
lakukan di sini." Beberapa saat kemudian mereka sampai di suatu tangga yang dipahat pada dinding
batu. Tangga itu agak curam ke atas. berputar-putar. Si Putih naik lewat tangga
itu. Geraknya lincah. Tapi anak anak mendaki dengan napas terengah-engah. Makin
"lama makin tinggi. berputar-putar mengikuti lintasan tangga.
Akhirnya mereka sampai di sebuah pintu yang terdapat di sisi jenjang batu itu.
Pintu itu kekar, terbuat dari kayu tebal. Di bagian luarnya ada gerendel besar.
Si Putih berhenti di depannya, lalu mengembik-ngembik.
Anak-anak gembira sekali ketika terdengar suara yang mereka kenal baik.
"Aku masih ada di sini, Putih! Aku tidak bisa keluar tapi kau tak usah takut!?""Itu Philip!" kata Jack, lalu mengetuk-ngetuk pintu dengan pelan. "He, Philip!
Kami ada di sini! Sebentar akan kubukakan pintu."
"Terdengar suara berseru kaget di dalam, disusul bunyi orang berlari menghampiri
pintu. Setelah itu terdengar suara Philip Kedengarannya gugup.
"Jack! Aduh, betul-betul kaukah itu" Bisakah kau mengeluarkan aku dari sini?"
Jack mencoba menarik gerendel ke belakang. Ternyata gampang saja, karena
diminyaki. Begitu pintu sudah terbuka, Philip cepat-cepat menarik Jack ke dalam.
Dinah dan Lucy-Ann menyusul, diikuti oleh si Putih.
"Bagaimana kalian bisa tahu-tahu ada di sini?" tanya Philip pada Jack. "Aku
dikurung di tempat aneh ini, bersama orang berkulit hitam itu. Itu dia, di sana.
Kerjanya tidur terus selama kami ada di sini. Dialah yang dikejar-kejar kawanan
anjing herder." Laki-laki Negro itu menggeletak di lantai, menempel ke dinding. Ia tidur pulas.
Jack, Dinah, dan Lucy-Ann memandang berkeliling dengan perasaan heran.
Ruangan itu ternyata sebuah gua yang terdapat di sisi gunung, di sebelah puncak.
Gua itu terbuka ke arah luar. Anak-anak memandang lewat lubang yang mengarah ke
luar itu, yang berseberangan letaknya dengan pintu. Mulanya hanya langit biru
saja yang kelihatan. "Rupanya gua ini dekat sekali letaknya dengan puncak," kata Jack. "Benar-benar
hebat pemandangan dari sini kita bisa melayangkan pandangan lewat puncak
"gunung-gunung yang di sana itu. Belum pernah aku berada di tempat setinggi ini.
Gamang rasanya kalau lama-lama memandang ke luar."
Dinah melangkah maju. hendak menghampiri tepi gua. Tapi Philip cepat-cepat
menahannya. "Jangan terlalu dekat. Tebing di luar itu terjal sekali ke bawah. Jika kau
memandang ke bawah, nanti pusing rasanya seperti mau jatuh saja!"
?"Kalau begitu pegangi tanganku, sementara aku memandang ke luar," kata Dinah.
Jack juga ingin ikut melihat.
"Kalau memang ingin melihat ke bawah, sebaiknya sambil berbaring di lantai,"
kata Philip. "Dengan begitu kau takkan merasa gamang."
Keempat remaja itu merebahkan diri di lantai, lalu memandang ke bawah dari tepi
gua yang letaknya dekat sekali dengan puncak gunung itu. Rasanya memang agak
seram! Jauh di bawah nampak lereng gunung. Sedang lembah terhampar lebih jauh ke
bawah lagi. Lucy-Ann berpegangan pada Philip. Seperti akan terjungkir ke bawah
saja rasanya saat itu! Tapi tentu saja itu hanya perasaannya saja. Tidak mungkin
ia jatuh, karena ia berbaring di lantai gua. Berada di tempat yang sangat tinggi
itulah yang menyebabkan ia merasa seperti akan jatuh setiap saat!
"Ih, seram!" katanya, lalu beringsut-ingsut mundur. Anak-anak yang lain masih
terus memandang ke luar, sampai akhirnya merasa seperti mau jatuh pula. Semua
mundur. lalu duduk. "Cepat, kita keluar!" kata Jack pada Philip. "Kami tahu jalan dan kalau tidak
"pun, masih ada si Putih yang bisa menunjukkan jalan! Kita harus memanfaatkan
kesempatan ini, selama masih ada. Di sini kelihatannya sama sekali tidak ada
siapa siapa. Aneh!" " Orang-orang itu tinggalnya di puncak, kata Philip. "Banyak yang sudah " "kuketahui sekarang, karena diceritakan orang Negro itu. Gua ini dekat sekali
letaknya ke puncak. Begitu dekat, sehingga kadang-kadang terdengar suara orang
berbicara dan tertawa-tawa di atas. Rupanya di puncak sana ada dataran karena
"ada helikopter mendarat di sana."
"Wah kalau begitu mereka semua sekarang sedang ada di puncak!" kata Jack.
?"Ketika kami kemari tadi, sama sekali tidak berjumpa dengan siapa-siapa. Ayo,
Philip kita pergi sekarang juga! Jangan sampai ada waktu terbuang. Nanti saja
"bercerita. apabila kita sudah selamat, keluar dari gunung yang luar biasa ini."
Semua berjalan ke arah pintu. Tapi tiba-tiba Jack mendorong, menyuruh anak-anak
yang lain mundur. Ia menutup pintu dengan hati-hati, sambil menempelkan telunjuk
ke bibir. "Aku mendengar suara orang!"
Anak-anak yang lain juga mendengarnya. Suara beberapa orang yang bercakap-cakap
dengan lantang, mengarah ke pintu ruangan itu. Apakah yang datang itu akan
melihat bahwa gerendel pintu tertarik ke belakang"
Suara orang-orang itu kian mendekat, lalu
"lewat! Rupanya tidak ada yang memperhatikan
pintu ang sudah tidak digerendel lagi. Anak-anak
menarik napas lega. "Aduh, untung mereka lewat!" kata Jack. "Bagaimana apakah sebaiknya kita
" "tunggu dulu sebentar, lalu cepat-cepat lari?"
"Jangan! Tunggu sampai mereka kembali dan naik lagi ke atas," kata Philip.
"Kurasa itu tadi para penerjun payung, yang hendak mengambil perbekalan untuk
dibawa ke puncak." Anak-anakanak yang lain menatapnya dengan pandangan bingung.
"Penerjun payung?" kata Jack. Ia heran sekali. "Apa maksudmu" Kenapa ada
penerjun payung di sini?"
"Aku mendengarnya dari orang Negro itu," kata Philip menjelaskan, sambil
menganggukkan kepala ke arah laki-laki berkulit hitam yang masih tetap pulas.
"Namanya Sam. Lebih baik kita menunggu dulu, sampai orang-orang tadi sudah
kembali. Kurasa mereka nanti takkan memperhatikan pintu ruangan ini. Mereka
bahkan sama sekali tidak tahu bahwa aku ada di sini!"
"Kalau begitu kau bercerita saja dulu tentang segala-galanya," desak Jack. Ia
sudah tidak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya. "Pasukan payung! Kedengarannya
begitu mustahil!" "Kau tahu kan, sewaktu aku tertangkap," kata Philip memulai penuturannya. "Aku
dibawa ke tebing terjal itu. Aku disuruh masuk ke balik belukar yang merupakan
semacam tirai penutup. Ternyata di belakangnya ada lubang! Dalam gelap, aku
disuruh menaiki semacam tangga kurasa tangga tali. Lama sekali rasanya kami
"memanjat terus saja ke atas."
Anak anak yang Iain mengangguk. Itu sudah mereka ketahui.
?"Kemudian kami menelusuri lorong yang panjang. Kami sampai ke suatu tempat yang
menyeramkan. Di situ ada roda-roda dan macam-macam lagi .... Kalian juga
melihatnya?" "Ya. Luar biasa! Tapi tadi sama sekali tidak ada orang di sana. '
" "Tidak banyak yang sempat kulihat," kata Philip. "Kemudian kami berjalan
menyusur semacam langkan yang terdapat di pinggir sebelah atas ruangan di mana
ada roda-roda, kawat-kawat terentang, serta api yang menyala dan memercik-mercik
masuk ke suatu ruangan yang megah! Kelihatannya seperti ruang istana." ?"Ya kami pun melihatnya pula. Seperti balai tempat raja bertahta, lengkap
"dengan singgasana," kata Jack. "Tapi tidak ada siapa siapa di situ."
?"Nah setelah itu aku didorong masuk ke suatu lorong yang arahnya mendaki,
?"lalu lewat tangga berputar sampai ke gua ini," kata Philip. "Pintu Iangsung
digerendel dari luar, dan sejak itu aku terkurung terus di sini! Negro itu juga
ikut didorong masuk tapi si Putih ditahan di luar! Sejak itu berulang kali
"kudengar suaranya mengembik-ngembik di balik pintu. Sedih hatiku mendengarnya.
Jelas sekali bahwa ia merasa kehilangan!"
Tapi saat itu si Putih sudah berbahagia kembali! la berbaring di pangkuan
Philip. Sekali-sekali ditanduknya anak itu dengan pelan, meminta perhatian.
"Makanan untukku disorongkan ke dalam lewat pintu yang dibuka secelah. Selalu
saja makanan kalengan," sambung Philip. "Tapi orang-orang yang muncul semua
tetap membisu. Tidak ada yang berbicara padaku termasuk laki-laki bertampang
"asing yang menyergapku. Huh tampangnya tidak enak. Apalagi. matanya! Dalam
"cerita-cerita kan sering ditulis tentang orang dengan tatapan menusuk. Nah
"begitulah matanya tajam sekali! Untung saja ia tidak banyak bertanya-tanya.
"Coba kalau itu dilakukannya, kurasa ia pasti akan tahu segala-galanya, karena
bisa membaca pikiranku."
Anak-anak yang lain mendengarkan dengan penuh minat. Kemudian Jack menganggukkan
kepala ke arah orang Negro yang masih tidur.
Lalu apa saja cerita orang itu?" katanya.
?"Wah, macam-macam yang aneh-aneh," kata Philip. "Katanya, ia membaca iklan
"dalam koran, mencari beberapa orang yang pernah menjadi penerjun payung. Kalian
tahu kan, orang yang dilatih untuk terjun dengan payung pendarat dari pesawat
terbang yang sedang membubung tinggi."
"Ya, ya, kami tahu teruskan saja ceritamu," kata Jack dengan sikap tidak
"sabar. "Nah, laki-laki bermata elang itu, yang menyergap aku namanya Meier- ia
" "kemudian mewawancarai orang hitam ini di sebuah kantor, di Meksiko. Ia
menawarkan upah besar, jika Sam mau melakukan percobaan terjun payung jenis
baru." "Jenis baru yang bagaimana?" tanya Dinah.
"Kalau tentang itu, aku tidak begitu mengerti! Soalnya cara Sam menceritakannya
agak kacau atau mungkin juga aku yang tidak mengerti," kata Philip. "Pokoknya
"ada hubungannya dengan terbang memakai sayap yang dipasangkan pada lengan.
"Rupanya dengan sayap itu orang tak mungkin jatuh terbanting ke tanah. Bisa
terbang ke segala arah seperti burung."
"Itu kan mustahil." kata Jack dengan segera. "Ide gila-gilaan!"
"Memang. Karena itulah aku lantas beranggapan bahwa Sam salah mengerti," kata
Philip. "Nah ternyata orang yang bernama Meier itu berhasil mengontrak
"sejumlah orang yang bekas pasukan payung, dengan bayaran tinggi. Mereka kemudian
diangkut dengan helikopter ke mari, ke puncak gunung ini. Tugas mereka mencoba
sayap-sayap terbang itu. Setidak-tidaknya, begitulah kata Sam."
"la sendiri pernah melakukannya?" tanya Jack.
"Ia sendiri tidak, tapi tiga orang rekannya. Sayap-sayap aneh itu dipasangkan ke
lengan mereka, lalu suatu saat mereka disuruh meloncat dari helikopter. Kalau
tidak mau, mereka akan didorong ke luar." kata Philip.
"Lalu apa yang terjadi kemudian?" tanya Jack.?"Sam mengatakan bahwa ia tidak tahu," jawab Philip. "Soalnya, rekan-rekannya
yang disuruh terjun itu. tidak ada yang kembali! Sam yakin, mereka pasti tewas
dalam penerjunan itu. karena terbanting ke tanah. Ia tidak mau mengalami nasib
begitu dan karena itu minggat!"
" Bab 18 PENYELIDIKAN AGAK lama juga anak-anak membisu, setelah kisah aneh itu selesai diceritakan.
Kedengarannya begitu mustahil! Tapi sesudah mengalami hal-hal yang begitu aneh
selama beberapa hari belakangan, mereka beranggapan bahwa apa saja pun bisa
terjadi di gunung yang terpencil ini.
"Tapi maunya untuk apa?" tanya Jack beberapa saat kemudian. "Dan apa makna
segala roda, kawat, dan peralatan Iainnya itu" Aku tidak bisa mengerti!"
"Aku juga tidak. Tapi menurut Sam, jika percobaan ternyata berhasil, jika orang
bisa benar-benar terbang dengan sayap tiruan itu, maka ada orang yang akan
menjadi kaya raya, kata Philip. "Tentu saja, karena pasti siapa pun akan ingin
"memiliki sayap seperti itu. Semua pasti ingin bisa terbang."
"Kedengarannya memang asyik," kata Lucy-Ann. "Aku pun ingin bisa terbang seperti
burung! Pasti lebih nikmat, dibandingkan dengan naik pesawat udara!"
Anak-anak yang lain juga berperasaan begitu. Tapi tidak ada yang benar-benar
meyakini kebenaran cerita Sam mengenai hal itu.
"Bagaimana ia sampai bisa minggat dari sini?" tanya Jack sambil menggerakkan
kepala ke arah laki-laki berkulit hitam yang berbaring di lantai.
"Dengan jalan nekat. yang sama berbahayanya seperti meloncat dari helikopter
untuk menguji kegunaan sayap-sayap itu," kata Philip. "Dengan diam-diam
diambilnya payung terjun dari tempat penyimpanan, lalu terjun dengannya dari
sini!" Anak-anak yang lain merasa seram mendengarnya.
"Apa" Meloncat ke bawah dari sini" Dari puncak gunung?" kata Jack. "Wah, berani
sekali dia! ?"Memang! Payung terjunnya mengembang, dan ia mengambang ke tanah. Jatuhnya agak
keras, tapi untung ia pernah belajar terjun dengan payung. Karenanya ia tidak
mengalami cedera. Setelah itu ia mencari tempat persembunyian yang aman."
"Tidak ada tempat yang lebih sunyi dan terpencil daripada daerah pegunungan
sini," kata Jack. "Kurasa ia bahkan tidak tahu di mana ia sekarang berada."
"Memang, sama sekali tidak," kata Philip. "Aku mengatakan bahwa ini daerah Wales
tapi ternyata ia belum pernah mendengar bahwa ada daerah yang namanya begitu."
?"Lalu, kemudian ia dikejar-kejar kawanan anjing." kata Jack. "Kasihan!"
"Betul! Sam tahu tentang anjing-anjing itu, karena mereka juga tinggal di
puncak, bersama orang-orang yang ada di atas. Menurut ceritanya, anjing-anjing
itu gunanya untuk mengusir siapa saja yang muncul di sekitar gunung ini. Tentu
saja juga untuk mengejar orang yang rnelarikan diri, serta mencari penerjun yang
jatuh karena sayapnya tidak bekerja."
"Kurasa itu lebih mungkin," kata Jack. Huh yang mendalangi segalanya ini " "pasti orang-orang jahat yang tidak berperasaan! Seumur hidupku belum pernah
kudengar hal seperti ini."
"Kata Sam, ada raja di sini," kata Philip. "Penguasa gunung! Luar biasa tidak!"
Pasti dialah yang menjaring orang-orang yang bekas pasukan payung itu, lalu
memaksa mereka menjalankan percobaan-percobaan yang gila-gilaan." "Kami memang
sudah menyangka bahwa di balik semuanya ini pasti ada orang yang sangat cerdas,"
kata Jack. "Tentunya laki-laki bermata elang itu Meier, maksudku pasti
" "dialah raja itu, ya?" "
"Wah bukan! Aku tidak tahu pasti, apa nama orang yang pekerjaannya seperti dia
"-5 begitulah, semacam pengatur. Semua diurus olehnya. Mulai dari perbekalan,
urusan lain-lainnya sampai pada mengurung para penerjun payung saat helikopter
"datang. Pokoknya semua! Kelihatannya ada dua orang yang mengatur segala-galanya.
Sedang yang disebut raja itu hanya sekali-sekali saja tampil, apabila ada urusan
penting. Seperti kalau ada sayap baru yang selesai. Saat-saat begitu semua
harus turun ke balai besar untuk mendengarkan pidato yang tidak mereka mengerti
maknanya, serta menyaksikan salah seorang dari mereka dipilih untuk mencoba
sayap yang baru selesai dibuat itu."
"Kedengarannya seperti memilih seseorang untuk dijadikan korban!" kata Jack
dengan nada getir. "Ini sudah gila-gilaan namanya!"
"Sam kebetulan sakit, ketika terakhir kalinya raja menunjuk orang-orang yang
akan menjadi kor- ban," kata Philip. "Jadi ia belum pernah melihat raja itu.
Orangnya pasti aneh kejam dan tak berperasaan karena begitu tega menyuruh
" "orang mencoba sayap yang tidak mungkin bisa dipakai terbang!"
"Aku sependapat denganmu," kata Jack. "Dan kurasa kita perlu lekas lekas keluar
"dari sini, lalu berusaha menghubungi Bill! Aku tidak bisa merasa aman, selama
masih di gunung ini. Pantas Lucy-Ann waktu itu mengatakan mempunyai perasaan
tertentu tentang gunung ini. Aku pun begitu, sekarang!"
"Nah Sam bangun," kata Lucy-Ann. Anak-anak memandang ke arah laki-laki
"berkulit hitam itu. la menegakkan tubuh, sambil mengusap-usap mata. Kelihatannya
heran, kenapa tahu-tahu ada empat remaja di dalam gua.
Kemudian ia teringat, pernah melihat Lucy-Ann ketika ia bersembunyi di atas
pohon. la tersenyum, tapi kemudian menggeleng-gelengkan kepala.
"Kan sudah kubilang padamu, tinggalkan tempat ini." katanya. Tampangnya serius.
"Ini gunung jahat. Orang-orang juga jahat!"
"Kami memang akan pergi sekarang, Sam," kata Philip. "Begitu di luar sudah aman!
Kau mau ikut" Kami tahu jalan."
"Aku takut anjing," kata Sam dengan wajah ketakutan. "Di sini aku aman."
"Itu tidak benar. Sam! Kurasa nanti pasti kau yang akan ditunjuk untuk mencoba
sayap yang kauceritakan itu," kata Philip.
"Mendingan itu, daripada diserang anjing," kata Sam.
Saat itu terdengar orang lewat di luar sambil bercakap-cakap. Anak-anak langsung
diam sambil mendengarkan, sampai orang-orang yang di luar itu sudah berlalu.


Lima Sekawan 05 Petualangan Di Gunung Bencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu tadi Pete dan Jo," kata Sam, yang ikut mendengarkan.
"Mereka sudah naik lagi ke atas gunung," kata Jack. "Yuk rasanya ini saat yang"tepat bagi kita, untuk pergi dari sini. Sewaktu masuk kita tidak berjumpa siapa-
siapa jadi kemungkinannya begitu pula sekarang. Wah Bill pasti kaget kalau
" "mendengar cerita kita!"
Pintu dibuka dengan hati-hati. Dengan segera si Putih lari ke luar. Kiki
bertengger di bahu Jack. Ajaib, dari tadi burung iseng itu tidak mengoceh,
seperti biasanya. Rupanya ia tidak senang, berada di dalam gunung aneh itu!
Mereka menyelinap, menuruni tangga yang berbelit-belit. Rasa lapar timbul
melihat makanan berkaleng-kaleng, ketika mereka melewati rongga- rongga tempat
menyimpan perbekalan. Tapi saat mereka tidak sempat memikirkan urusan makan,
karena harus secepat-cepatnya lari meninggalkan tempat itu.
Si Putih berjalan paling depan, menyusur lorong yang samar-samar penerangannya.
Menurut per- kiraan anak-anak, mereka akan sampai ke ruang baca yang penuh
dengan buku-buku ilmiah. Tapi kemudian ternyata bahwa si Putih mengambil jalan
lain. Anak-anak berhenti, dengan perasaan tidak enak.
"Wah ini bukan jalan yang benar! Tadi kita tidak lewat gua itu. Aku yakin!"
"kata Jack. Mereka bimbang, tidak tahu mana yang lebih baik terus, atau kembali!
Kalau sampai tersesat di dalam gunung wah, gawat!
?"Aku mendengar bunyi sesuatu," kata Lucy-Ann sambil memiringkan kepala agar bisa
mendengar Iebih jelas. "Yuk, kita terus, untuk melihat apa yang berbunyi itu!"
Mereka meneruskan langkah ke dalam lorong lebar yang kadang-kadang curam sekali
arahnya ke bawah. Hawa di dalamnya tiba-tiba menjadi panas.
"Aduh," keluh Philip sambil menyeka kening. "Rasanya sulit sekali bernapas di
sini!" Mereka sampai di semacam serambi kecil yang menjorok di atas sebuah lubang yang
lebar dan dalam. Anak-anak tercengang melihat lubang yang begitu besar. Jauh di
bawah, di tengah-tengah lubang itu nampak sejumlah laki-laki yang sedang
bekerja. Dari atas serambi tidak bisa dilihat dengan jelas apa yang sedang
dilakukan orang-orang itu Jarak yang memisahkan begitu besar, sehingga orang-
orang itu kecil sekali kelihatannya.
Lubang itu diterangi seperangkat lampu yang besar besar. Anak-anak memandang
"dengan heran. Apakah yang sedang dilakukan orang-orang yang di bawah itu"
Tiba-tiba Jack menyentuh Philip dengan sikunya.
"Itu. lihat orang-orang itu menggeserkan lantai lubang ke samping! Kaulihat
"tidak" Ada apa di bawahnya?"
Philip tidak bisa menjawab, karena ia pun tidak tahu! Dari dalam lubang yang
menganga nampak sinar memancar dengan warna-warna cemerlang! Anak-anak belum
pernah melihat warna seperti itu. Bukan biru atau hijau juga bukan merah atau
"kuning. Entah apa nama warna seperti yang mereka lihat saat itu. Mereka
memandang sambil melongo.
Tahu-tahu mereka mengalami perasaan aneh perasaan ringan, seperti sedang
"bermimpi. Semua berpegangan erat-erat ke sandaran serambi, karena merasa seram.
Saat itu orang-orang yang berada di bawah menggeser lantai, sehingga lubang yang
menganga tertutup kembali. Begitu sinar yang memancarkan warna-warna asing
lenyap, hilang pula perasaan aneh tadi. Mereka merasa biasa kembali.
Semua agak lemas, setelah mengalami kejadian luar biasa itu.
"Yuk, kita pergi dari sini." kata Jack ketakutan. "Perasaanku tidak enak!"
Tapi sebelum mereka sempat beranjak dari situ. tahu tahu terdengar bunyi gemuruh
" yang sudah sering mereka alami. Bunyinya datang dari bawah dari dasar gunung! "Anak anak saling berpegangan dengan perasaan cemas. Bunyi gemuruh itu keras
"sekali. karena kini mereka berada di dalam gunung. Bunyinya Iebih nyaring
daripada guntur. Menyeramkan. seakan-akan berasal dari luar bumi. Kemudian
serambi kecil tempat mereka berdiri mulai bergetar.
Jack masih sempat sekali lagi melemparkan pandangan ke dalam lubang aneh di
bawah. Orang-orang tadi sudah tidak kelihatan lagi sekarang. Rupanya pergi
berlindung di balik dinding batu. Jack menyambar tangan Lucy-Ann, lalu cepat-
cepat lari dari situ. disusul oleh Philip dan Dinah. Kiki bertengger di bahu
Jack. la yang paling takut di antara mereka semua. Sedang si Putih sudah
menghilang entah ke mana!
" "Keempat remaja itu bergegas lari mendaki lorong lebar yang mereka lalui tadi.
Lantai lorong terasa bergerak gerak di bawah kaki. Menurut anak-anak, pasti
"seluruh gunung bergetar saat itu. Tenaga apakah yang dipergunakan orang-orang
itu" Pasti mereka itu berhasil menemukan salah satu rahasia ilmiah yang belum
diketahui orang lain! Ketika sudah sampai di ujung lorong yang mendaki itu, barulah anak-anak berhenti
berlari. Keringat mereka bercucuran. Napas terengah- engah. Tahu-tahu si Putih
muncul di dekat mereka, lalu merapatkan diri ke kaki Philip. Keempat remaja itu
ambruk ke lantai. Tidak ada yang mempedulikan si Putih, sementara anak kambing
itu dengan seenaknya saja menginjak-injak tubuh mereka.
"Ayo kita harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini," kata Philip beberapa
"saat kemudian. "Kalau kita ini ilmuwan, kita takkan merasa takut, tapi malah
sangat tertarik. Tapi walau begitu yuk, kita cepat-cepat keluar!"
"Semua setuju saja. Tapi sulitnya lewat mana" Mereka berdiri, lalu memasuki
"suatu lorong sempit yang berbelok-belok. Tidak lama kemudian lorong itu
bercabang dua. Anak-anak mengambil jalan lewat cabang sebelah kanan, karena
tidak tahu jalan yang menuju ke luar. Ternyata mereka sampai di sebuah gua
sempit, yang kelihatannya seperti sel. Di dalamnya ada tempat tidur, sebuah rak
dengan kendi berisi air, serta sebuah ember.
Cuma itu saja yang ada di situ. -
"Aneh!" kata Jack. "Kurasa ini kamar Meier, atau salah seorang rekannya. Lebih
baik kita kembali." Mereka kembali ke percabangan lorong, lalu masuk ke cabang
sebelah kiri. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa langkah mereka tertahan
oleh tirai sutra berwarna ungu dengan hiasan gambar naga berwarna merah!
Anak-anak berhenti. Philip memegang si Putih, agar anak kambing itu tidak
Iangsung lari menembus tirai. Jack menghampiri penghalang itu sambil berjingkat-
jingkat. Lalu mengintip. Ternyata di situ ada gua yang dihias indah sekali. Tirai-tirai tebal
digantungkan di sepanjang dinding, sedang lantainya dihampari permadani empuk,
sehingga tempat itu sama sekali tidak kelihatan seperti gua. Di satu sudut ada
semacam dipan yang dilapisi hamparan sutra ungu, dengan hiasan naga merah.
Persis seperti yang nampak pada tirai yang menutupi jalan masuk ke gua itu.
Jack memandang dengan heran. Mungkin itu tempat raja tidur. Hawa dalam ruangan
itu enak. Sejuk! Dari manakah datangnya hembusan angin sejuk itu" Jack melihat
batang logam langsing terpasang pada dinding di dekatnya. Batang logam itu
bercelah-celah, dari atas sampai ke bawah. Jack mendekatkan tangannya ke celah-
celah itu. Terasa ada angin keluar dari situ. Ajaib karena batang langsing itu
"tidak dihubungkan ke mana-mana. Begitu saja tergantung di dinding. Kenapa bisa
"ada angin menghembus keluar dari situ" Timbul lagi dugaan bahwa ada orang yang
sangat pintar dalam gunung itu.
Saat itu terdengar suara orang bercakap-cakap. Datangnya dari ruangan yang
letaknya agak Iebih jauh ke depan. Lubang masuk ke situ juga ditutup dengan
tirai ungu seperti yang menutupi ruangan ruangan Iainnya. Jack berjingkat-"jingkat, kembali ke tempat Philip serta kedua anak perempuan.
"Kita tunggu sebentar. Aku mendengar suara orang bercakap-cakap di ruangan
sebelah depan situ. Kurasa yang ini kamar tidur raja."
Mereka menunggu. sambil sekali-sekali mengintip dari balik tirai. Semua sudah
lapar sekali saat itu. Mereka lega ketika orang-orang yang ada di dalam kamar
sebelah berhenti bercakap-cakap. Anak- anak berjingkat-jingkat, memasuki kamar
itu. Mereka tertegun. Bukan karena keindahan tempat itu, melainkan karena melihat
sedapnya makanan yang tersaji di atas meja!
Bab 19 RAJA GUNUNG "LIHATLAH!" kata Jack. "Rupanya ada yang makan di sini tadi. Tiga orang! Dan
lihat apa yang masih tersisa!"
?"Bagaimana kalau'_ kita makan sedikit," kata Lucy-Ann. Dipandangnya mangkuk
besar yang berisi buah arbei segar. serta kendi kaca yang setengahnya masih
berisi krem. Di dekatnya ada piring berisi udang rebus, serta selada campur dua
basi. Nampak bahwa tadi ada tiga orang yang makan di situ, kalau melihat jumlah piring
dan gelas yang terletak di meja. Peralatan itu bagus sekali.
"Ini namanya pesta pesta besar!" kata Dinah. Diambilnya sepotong kue yang di
"atasnya dihiasi dengan krem berbentuk mawar, lalu langsung digigit. "Aku tidak
tahu ini makanan siapa tapi mau minta izin, tidak ada siapa-siapa di sini! Aku
"tidak sabar Iagi menunggu, karena sudah terlalu lapar!"
"Aku juga! Nanti kalau ada yang marah, biar Bill saja yang membayar ganti rugi,"
kata Jack sambil menyambar sepotong udang. Ada beberapa hidangan lain di situ,
yang belum pernah dilihat anak-anak. Mereka mencicipnya. Tapi mereka kurang
suka, karena bumbunya aneh.
Buah-buahan yang tersaji beraneka macam. Ada persik biasa, persik madu, nenas,
prem, dan macam-macam lagi.
"Helikopter itu pasti sibuk mondar-mandir, mengangkut segala makanan ini
kemari!" kata Philip sambil menghunjamkan giginya, menggigit daging buah persik
yang manis sekali. "Raja gunung ini kelihatannya tidak setengah-setengah menjamu
dirinya sendiri!" Tidak ada yang datang mengganggu keasyikan anak-anak saat itu. Kiki berpesta
pora, menikmati hidangan seperti anak-anak pula. Si Putih menyikat habis selada
yang disodorkan padanya. Sekali itu ia diperbolehkan duduk di pangkuan Philip,
sementara kedua kaki depannya diletakkan di atas meja.
Anak kambing itu sebenarnya ingin naik ke atas meja, tapi itu tidak diizinkan.
Ia heran, kenapa Kiki boleh!
"Aduh, rakusnya kau ini, Kiki!" kata Jack. "Awas, nanti kau tidak henti-hentinya
bersendawa, kalau masih makan terus!"
"Polly meletus." oceh Kiki. Ia sudah hendak terkekeh-kekeh, kalau Jack tidak
cepat-cepat melarangnya. "Nah, sekarang bagaimana jika kita lanjutkan lagi mencari jalan keluar," kata
Jack kemudian. "Aku tidak tahu apakah ini ada hubungannya dengan perasaan aneh
yang timbul ketika lantai lubang besar tadi digeser ke samping lalu nampak sinar
kemilau di bawahnya tapi aku kini merasa seperti tak peduli. Aku sudah tidak "takut lagi! Aku bahkan merasa tidak perlu cepat-cepat keluar dari sini meski
"aku sadar bahwa itu perlu sekali!"
"Aneh sekali perasaan itu tadi," kata Philip. "Saat itu aku merasa seperti akan
melayang ke atas sampai aku terpaksa berpegangan erat-erat!"
"Keempat remaja itu mengalami perasaan yang sama waktu itu. Dan kini perasaan
mereka sama seperti Jack perasaan tak peduli. Tapi itu berbahaya, karena
"mereka harus berusaha selekas mungkin meninggalkan tempat itu
Mereka keluar dari ruang makan, memasuki suatu lorong. Penerangan di situ jauh
lebih terang, dibandingkan dengan lorong-lorong yang pernah mereka lalui. Di
sepanjang dinding batunya bergantungan tirai-tirai besar yang terayun-ayun
sedikit kena angin yang berhembus pelan di situ.
"Rupanya tempat ini merupakan kediaman pribadi raja," kata Jack. "Mungkin
sebentar lagi kita akan sampai di ruang singgasana."
Dugaannya ternyata tepat. Mereka sampai di ruangan besar itu. Tapi kini ruangan
itu tidak kosong. melainkan penuh orang!
Orang-orang itu berdiri tanpa berbicara. Tampang mereka galak-galak. Mereka
terdiri dari berbagai bangsa. Beberapa di antaranya memakai baret merah yang
merupakan bagian dari pakaian seragam pasukan penerjun payung. Anak anak yang
"mengintip ke dalam menduga bahwa mereka itu pasti bekas anggota pasukan payung.
Jumlah mereka sekitar dua puluh orang. Sam ada di antara mereka. Philip kaget
ketika melihat laki-laki berkulit hitam itu ada di sana. Nah pasti sekarang
"sudah diketahui bahwa aku minggat. katanya dalam hati. Orang yang tadi datang ke
gua di atas untuk menjemput Sam, pasti saat itu melihat bahwa pintu sudah tidak
digerendel dan ia tidak ada lagi di dalam!
Sialan! Sekarang ia pasti dicari ke mana-mana. Sekarang pasti sulit lari dari
situ. Philip menyenggol Jack, lalu menuding ke arah Sam. Jack mengintip sebentar
ke arah yang ditunjuk, lalu mengangguk dengan wajah suram. Pikiran seperti
Philip tadi melintas dalam otaknya.
la menimbang-nimbang kemungkinan mereka berhasil melarikan diri saat itu juga.
Tapi untuk itu mereka harus lewat jalan yang tadi Iagi. Padahal lewat situ,
mereka pasti tidak akan bisa sampai ke jalan masuk yang mereka kenal. Mereka
bisa juga masuk ke dalam ruang singgasana. Tapi kalau lewat situ, mereka pasti
akan ketahuan. Tidak! Mereka harus tetap di situ di balik tirai sampai rapat
" "atau entah apa yang sedang berlangsung dalam ruangan itu selesai.
Di sisi barisan pasukan payung berdiri sederetan laki-laki berbadan kecil.
Mereka kelihatannya orang Jepang. Mereka memakai pakaian seragam dengan hiasan
macam-macam. Tidak ada orang duduk di singgasana. Sedang orang yang bernama
Meier tidak nampak di ruangan itu.
Kemudian terdengar orang-orang yang berkumpul itu berbisik-bisik sesama mereka.
Tirai-tirai besar di dekat singgasana disibakkan ke samping oleh dua orang
Jepang, membuka jalan untuk Raja Gunung!
" "Orangnya memberikan kesan jangkung, karena ada mahkota besar di atas kepalanya.
Mahkota itu penuh hiasan batu permata kemilau. la memakai jubah yang nampak
mewah. Pakaiannya seperti kostum pangeran India dalam pasta besar. Mukanya yang
kekuning-kuningan sedikit pun tidak menunjukkan gerak perasaan. Rambutnya yang
hitam tebal tergerai merangkum mukanya, di bawah mahkota yang besar. la
menghampiri singgasana, lalu duduk di situ.
Di kiri kanannya berdiri dua orang laki-laki. Philip merasa yakin bahwa satu di
antaranya pasti Meier. Sedang yang satu lagi tidak dikenalnya. Tapi ia tidak
suka melihat tampangnya yang seperti gorila. Orang itu berbadan besar dan
gempal. Mata Meier yang tajam menyapu seisi ruangan. Kemudian ia berbicara.
Suaranya tajam menyayat. Ia bercara dalam bahasa asing, yang tak dikenal anak-
anak. Meier berhenti sebentar, lalu menyambung dalam bahasa Inggris.
Anak-anak terpaku mendengarkan seperti terpukau. Meier berbicara tentang raja,"serta anugerah yang akan dilimpahkannya pada umat manusia - yaitu kemungkinan
?"bisa terbang. la berbicara tentang pahlawan-pahlawan yang membantu dalam
eksperimen, tentang para penerjun payung yang menyatakan bersedia mencoba 'sayap
terbang'. Ia berbicara tentang harta berlimpah ruah yang akan mereka terima,
serta kehormatan yang akan dilimpahkan nanti. Setelah itu Meier berbicara lagi
dalam dua bahasa lain. Semua kelihatan seperti tersihir, saat ia sedang berbicara. Dalam hati kecilnya,
Jack merasa bahwa segala kata-katanya itu omong kosong belaka. Tapi seakan-akan
ada yang memaksanya percaya. Sedang orang-orang yang ada di ruang singgasana
nampak meresapkan kata-kata Meier, tak peduli apakah ia berbicara dalam bahasa
mereka atau tidak. Bukan main kemampuannya mempesona orang!
Setelah itu diminta beberapa sukarelawan, agar maju ke depan. Orang-orang yang
menghadap langsung maju dengan serentak. Raja berdiri, lalu menunjuk beberapa
orang di antara mereka. Kelihatannya ia asal saja menunjuk. Kemudian ia
berbicara. Kata-katanya tak terdengar oleh anak- anak yang masih mengintip di
balik tirai. Suara Raja Gunung ternyata lemah dan kering, tak sepadan dengan
penampilannya yang begitu anggun.
Setelah itu Meier berbicara lagi. la mengatakan bahwa mereka yang dipilih itu
termasuk perintis penerbangan dengan sayap. Setelah menyelesaikan tugas
percobaan, mereka akan dikembalikan ke negeri masing-masing, dengan dibekali
harta yang pasti cukup untuk seumur hidup. Orang- orang yang sebelum itu telah
menguji keandalan sayap terbang, sementara ini sudah kembali ke rumah masing-
masing dengan selamat. Mereka kini menikmati kehidupan sebagai orang kaya dan
terhormat. "Omong kosong!" bisik Jack pada Philip, karena teringat pada cerita Sam mengenai
hal itu. Setelah itu raja meninggalkan ruangan dengan sikap agung, diikuti oleh Meier dan
laki-laki yang satu lagi. Para penerjun payung diantar ke luar oleh orang-orang
yang berbangsa Jepang. Beberapa saat kemudian tak ada seorang pun lagi di
ruangan besar itu. "Dari sini kami tahu jalan keluar!" bisik Jack pada Philip. "Yuk, kita
berangkat!" Mereka menuju ke ruang laboratorium yang besar, di mana roda-roda serta kawat-
kawat yang terentang nampak masih selalu bekerja dengan misterius. Anak-anak
berdiri di serambi sempit yang terdapat di atas ruangan luas itu, sambil menatap
lampu aneh yang ada di tengah-tengah. Jack kaget sekali ketika Dinah memegangnya
dengan tiba-tiba. Dinah menuding ke suatu tempat di bawah. Di situ ada sekelompok bejana kaca yang
saling dihubungkan oleh pipa pipa. Ternyata ada orang di situ. Orang itu sudah
"tua. Keningnya besar dan bulat, melebihi kening siapa pun yang pernah dilihat
Jack. Rambut di ubun-ubunnya sudah habis, sehingga kepalanya nampak semakin
aneh. Orang itu membungkuk di depan bejana-bejana sambil memperhatikan sesuatu.
"Yuk kita pergi dari sini, sebelum ketahuan," bisik Jack sambil menarik anak-
"anak yang lain ke lorong yang menuju ke luar. Setelah menelusuri lorong itu,
akhirnya mereka sampai di rongga sempit di mana terdapat kendi-kendi berisi air.
Sekarang tinggal menuruni tangga tali lalu cepat-cepat lari ke luar!
?"Bagaimana dengan si Putih?" bisik Dinah. "Bagaimana cara kita menurunkan dia?"
"Bagaimana ia waktu itu naik, ya?" kata Philip. "Begitu pula anjing-anjing
herder itu! Selama ini tak sempat kupikirkan hal itu. Waktu itu aku didorong-
dorong di dalam gelap, disuruh cepat-cepat naik. Aku takut sekali, sehingga si


Lima Sekawan 05 Petualangan Di Gunung Bencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Putih serta kawanan anjing itu tidak kupikirkan sama sekali. Tidak mungkin
mereka naik dengan jalan memanjat tangga tali!"
"Mestinya ada lubang, lewat mana mereka masuk," kata Dinah. "Lubang di luar,
maksudku! Untuk kita terlalu sempit, tapi masih bisa dilewati si Putih serta
anjing-anjing itu!" Kemudian ternyata bahwa Dinah benar. Dekat retakan pada dinding tebing di luar
ada lubang kecil. Si Putih serta kawanan anjing herder masuk lewat situ, lalu
naik lewat lorong sempit. Kawanan anjing sudah sering melalui lorong itu,
sehingga tahu jalan. Dengan cara begitulah si Putih bisa masuk ke dalam gunung,
tanpa ikut tertawan bersama Philip.
Anak kambing itu masih ada bersama anak-anak. Ia sebenarnya masih ingat jalan
yang dilaluinya sewaktu masuk. Tapi ia tidak mau meninggalkan anak-anak.
Jack menyalakan senter, sambil meraba-raba mencari tangga.
"Mana tangga sialan itu?" katanya kesal. "Mestinya kan di sini tempatnya!"
Si Putih datang menghampiri sambil mendesak-desak, sehingga nyaris saja Jack
terpental ke bawah. "Pegang si Putih!" katanya pada Philip. "Nyaris saja aku terjungkir didesaknya.
Aku tidak bisa menemukan tangga tali itu. Mestinya terjulur di sekitar sini."
"Mana coba aku yang mencari," kata Philip. Si Putih diserahkannya pada Dinah. "Setelah itu ia meraba-raba di tepi rongga. sementara Jack menyorotkan senternya
ke berbagai arah. Tapi tangga tali itu memang tidak ada Iagi. Atau kalaupun ada,
tidak seorang pun melihatnya! Jack menyinari dinding sebelah bawah tebing di
mana mereka berdiri. Tapi tangga tali itu tetap tidak kelihatan!
"Ke mana dia?" kata Jack kesal.
"Mungkin ada yang memutar roda kecil di dalam kolam itu, sehingga tangga tali
itu tergulung kembali ke atas masuk ke suatu tempat yang tidak nampak dari
"sini," kata Dinah.
Ngeri rasanya membayangkan kemungkinan itu. Jack mencari-cari di dalam rongga
sempit itu. Barangkali saja tangga itu ditarik ke atas dengan suatu mesin yang
digerakkan oleh putaran roda!
la meraba-raba dinding rongga. Tiba-tiba tangannya menyentuh suatu benda.
Rasanya seperti paku, tertancap di dinding batu. Diarahkannya sorotan senter ke
benda. yang mencuat itu. "Barangkali ini tuas pengungkit," katanya. "Lihat!"
Jack menarik dan mendorong-dorong batang itu, yang tiba-tiba tertarik ke bawah.
Seketika itu ` juga sebuah Iempengan batu tergeser k samping. Di belakangnya
"nampak tangga tali, dalam keadaan tergulung. Bagaimana hubungan antara tangga
dengan roda yang ada di dalam kolam di bawah, tidak bisa dibayangkan keempat
remaja itu. Yang jelas tangga itu tergulung di dalam rongga di balik batu tadi. Mereka tidak
bisa mengeluarkannya, walau sudah ditarik sekuat tenaga. Rupanya untuk itu harus
digerakkan oleh sebuah mesin dulu!
Kalau dari bawah, harus diputar dulu roda yang terbenam di dalam kolam.
"Tapi bagaimana cara mengulurnya, jika orang yang hendak mempergunakannya ada di
atas sini?" kata Jack untuk kesekian kalinya. Anak-anak menarik-narik lagi. Tapi
tangga tali itu tetap tergulung di tempatnya.
"Sudahlah percuma saja kita menarik-narik," kata Jack kemudian. Ia merasa "lesu. "Kita tidak bisa turun. Huh menjengkelkan sekali! Padahal kita sudah
"hampir keluar dari gunung sialan ini!"
Bab 20 RAHASIA YANG MENCENGANGKAN
SELAMA beberapa waktu mereka duduk dengan perasaan lesu bercampur bingung di
ruangan kecil itu. Berulang kali mereka mencoba lagi agar tangga tali itu bisa
diulurkan ke luar, tapi selalu sia-sia. Akhirnya mereka menjadi haus sekali, dan
juga lapar. Air yang masih tersisa di kendi-kendi mereka minum sampai habis.
Mereka berpikir- pikir, di mana mereka dapat memperoleh makanan.
Satu-satunya tempat yang teringat saat itu hanya ruangan di mana mereka makan
dengan nikmat sebelum itu.
"Kita kembali saja ke sana mungkin sisa-sisa makanan tadi masih ada," kata
?"Jack. "Lumayan, jika masih ada beberapa potong udang!"
"Kasihan Polly," kata Kiki, yang kelihatannya selalu tahu apabila anak-anak
sedang berbicara tentang makanan, "Polly pilek! Panggilkan dokter!"
"Eh kau bisa bicara lagi sekarang, ya?" kata Jack. "Kusangka kau sudah bisu!
"Awas jangan berteriak atau terkekeh-kekeh nanti kita ketahuan!"
" "Mereka berhasil kembali ke`ruang singgasana yang masih tetap kosong seperti
tadi. Dari situ mereka masuk ke ruang di mana ada makanan tersaji di atas meja.
Makanan itu masih ada di situ. Mata keempat remaja itu berbinar binar. Saat itu
"juga semangat mereka bangkit kembali.
Mereka duduk menghadapi meja, lalu mulai makan. Tapi tiba-tiba kening Jack
berkerut Ia menggapai Philip. Ada bunyi terdengar di kamar sebelah kamar
?"tidur yang terhias indah! Anak-anak diam seperti terpaku di tempat masing-
masing. Ada orangkah di dalam kamar itu"
Tiba-tiba Kiki melihat si Putih meletakkan kaki depannya ke atas meja. Rupanya
anak kambing itu hendak mengambil daun selada. Kiki marah melihat kekurangajaran
si Putih, lalu terbang menyambar ke arahnya sambil menjerit-jerit.
"Tamat riwayat kita sekarang," kata Jack. Tepat saat itu tirai pemisah ruangan
disibakkan ke samping oleh seseorang yang menyembulkan kepalanya ke dalam.
Anak-anak sudah pernah melihat wajah orang itu. Dialah laki-laki berkening
tinggi, yang berada di ruang laboratorium. Matanya melotot, berwarna biru
kehijauan. Hidungnya melengkung, sedang pipinya cekung. Warna kulitnya kekuning-
kuningan. Orang itu menatap anak-anak tanpa mengatakan apa-apa. Anak-anak membalas
tatapannya sambil membisu pula. Siapakah laki-laki tua berkening tinggi itu"
"Tahukah aku siapa kalian?" tanya orang itu. Tampangnya nampak bingung. "Aduh
"aku sudah lupa! Lupa." Tirai pemisah disibakkan Iebih lebar. Laki-laki tua itu
memasuki ruang makan. Ia mengenakan semacam jubah longgar yang terbuat dari kain
sutra biru. Penampilannya menimbulkan rasa kasihan. Suaranya tinggi dan kering.
Kiki Iangsung menirukannya.
Laki-laki itu tercengang, apalagi karena tidak bisa melihat Kiki yang saat itu
bertengger .di belakang sebuah jambangan bunga yang besar. Anak-anak diam saja.
Mereka menaksir kemungkinan melarikan diri dari situ.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya laki-laki tua itu dengan nada heran.
"Pernahkah aku melihat kalian sebelum ini" Kenapa kalian ada di sini?"
"Eh kami di sini karena hendak mencari seseorang," kata Jack. "Sekarang kami "tidak bisa keluar. Bisakah Anda menunjukkan jalan keluar dari sini?"
Laki-laki tua itu kelihatannya seperti sudah linglung, jadi menurut Jack mungkin
saja ia bisa ditipu, lalu menunjukkan jalan keluar. Tapi dugaannya ternyata
keliru. "Wah, tidak tidak bisa," kata laki-laki tua itu dengan segera. Air mukanya
"berubah, nampak licik. "Di sini banyak tersimpan rahasia. Rahasiaku! Orang yang
masuk kemari, tidak satu pun boleh keluar lagi sampai percobaanku sudah
"selesai sama sekali. Aku penguasa tempat ini! Otakkulah yang mengatur segala-
galanya!" Ia mengakhiri kata-katanya dengan suara melengking tinggi. Anak-anak merasa
seram mendengarnya. Gilakah laki-laki tua itu'" Tidak mungkin dia "raja" yang
mereka lihat dalam ruang singgasana!
"Anda tidak kelihatan seperti raja," kata Lucy-Ann pada orang itu. "Raja yang
kami lihat sewaktu di ruang singgasana. Orangnya jangkung, dengan mahkota besar
di kepala, sedang rambutnya hitam tergerai di sisi mukanya."
"Ya, memang penampilanku diatur supaya kelihatan begitu," kata laki-laki tua
"itu. "Aku ingin rnenjadi raja dunia! Seluruh dunia karena otakku yang cerdas.
"Tidak ada yang bisa menandingi pengetahuanku. Kata Meier, aku akan menjadi
penguasa dunia, begitu percobaan- percobaanku sudah selesai. Dan percobaanku itu
sudah hampir selesai. Sebentar lagi!" _
Kalau begitu, tentunya Meier yang mendandani Anda seperti raja, saat Anda
"tampil di ruang singgasana, ya?" tanya Jack. la merasa heran. Kemudian ia
berpaling, lalu berbicara dengan suara pelan pada anak-anak yang Iain. "Itu
pasti agar para penerjun payung terkesan! Dalam keadaannya yang seperti ini,
takkan mungkin ada yang kagum melihatnya."
"Aku memang raja karena kepandaianku yang luar biasa," kata laki-laki tua itu
"dengan sikap angkuh. "Aku mempunyai rahasia, dan kini aku mempergunakannya.
Kalian tentunya sudah melihat laboratoriumku yang hebat, kan" Ya, Anak- anakku,
aku tahu caranya mempergunakan segala kekuatan yang ada di bumi ini! Gerak
pasang, logam, angin dan gravitasi!"
?"Gravitasi" Apa itu?" tanya Lucy-Ann.
"Itu kekuatan yang menyebabkan kau tetap berada di bumi yang menyebabkan kau
"selalu kembali apabila kau meloncat, dan mengembalikan bola yang dilemparkan
tinggi-tinggi ke udara," kata laki-laki tua itu. "Tapi aku aku berhasil
"menaklukkan gravitasi!"
Menurut anak-anak, segala kata-katanya itu cmong kosong belaka. Kini mereka
yakin bahwa laki-laki tua itu benar-benar gila. Mungkin ia dulu pernah pintar
sekali tapi kini kepintaran itu sudah tidak banyak lagi gunanya bagi dirinya.
?"Kalian tidak percaya?" tukas laki-laki tua itu, ketika melihat air muka keempat
remaja yang ada di hadapannya. "Ketahuilah bahwa aku berhasil menemukan sinar
yang bisa menolak tarikan bumi. Mengertikah kalian, Anak-anak" Tidak, tidak
mungkin kalian mengerti karena itu terlalu rumit bagi kalian."
?"Tidak," kata Jack penuh minat. "Maksud Anda tadi, Anda merasa berhasil
menguasai sinar yang apabila dipakai, bisa melawan gravitasi" Jadi apabila sinar
itu diarahkan pada katakanlah, sebuah bola - maka bola itu tidak mengalami
" " tarikan bumi lagi" Bola itu akan melambung terus, dan tidak pernah jatuh lagi ke
bumi?" "Ya, betul itu maksudku, secara sederhana," kata laki laki tua itu. "Dan kini " "aku menciptakan sayap terbang. Sayap itu kukenai sinar temuanku. Sinar itu
terkurung dalam sayap. Lalu jika seseorang yang memakai sayapku itu terjun dari
pesawat terbang, ia harus menekan sebuah tombol untuk mengerahkan kekuatan
cahaya itu dan ia tidak akan jatuh terbanting ke bumi! la akan bisa melayang
"dan membubung tinggi sambil mengepak-ngepakkan sayap, ia bisa terbang seperti
burung. Kalau sudah bosan terbang, cahaya ditahan lagi dalam sayap dan ia
meluncur dengan tenang ke bumi!"
Anak-anak mendengarkan penuturannya tanpa mengatakan apa-apa. Belum pernah
mereka mendengar hal yang begitu menakjubkan.
"Tapi benarkah semuanya itu?" tanya Lucy-Ann kemudian. Asyik rasanya,
"membayangkan bisa terbang seperti burung!
"Kausangka kami mau datang ke gunung terpencil ini untuk melakukan percobaan-
percobaan kami, kaukira Meier dan Erlick mau dengan begitu saja mengeluarkan
uang mereka, apabila mereka tidak yakin bahwa aku bisa melaksanakan gagasanku
itu?" tanya laki-laki tua itu. Kelihatannya ia agak marah.
"Yah soalnya, hal itu kedengarannya begitu luar biasa," kata Lucy-Ann. "Tentu
"saja asyik sekali maksudku, aku berkorban apa saja, asal bisa terbang seperti
"itu. Anda pintar sekali rupanya!"
"Otakku paling hebat di dunia," kata laki-laki tua itu bersungguh-sungguh. "Aku
ini sarjana yang paling hebat di antara semua sarjana. Segala-galanya bisa
kulakukan. Apa saja!"
"Bisakah Anda menunjukkan jalan keluar dari sini?" tanya Jack sambil lalu.
Laki laki tua itu kelihatan agak merasa kikuk. "
?"Kalian bisa pergi dari sini,jika mempergunakan sayap-sayap ciptaanku," katanya
kemudian. "Selama itu kita semua harus tetap berada di sini termasuk aku!
"Meier yang mengatur begitu. Katanya aku harus lekas-lekas menyempurnakan sayap-
sayapku karena waktu sudah mendesak. Kalau semua sudah selesai, aku akan
"dinobatkan menjadi raja dunia. Semua akan memuliakan diriku."
"Pak Tua yang malang," kata Philip dalam hati. "la percaya saja pada apa yang
dikatakan oleh Meier, laki-laki jahat itu. Meier dan Erlick rupanya menggunakan
kepintaran orang ini demi kepentingan mereka sendiri."
Kemudian laki-laki tua itu pergi lagi, begitu cepat seperti kedatangannya.
Kelihatannya ia sudah tidak tahu lagi bahwa di ruangan itu ada anak-anak. la
pergi ke balik tirai, meninggalkan mereka tanpa mengatakan apa-apa Iagi. Keempat
remaja itu berpandang-pandangan dengan perasaan gelisah.
"Aku tidak tahu, _sampai seberapa jauh kata- katanya tadi bisa dipercaya," kata
Jack. "Benarkah ia berhasil mengetahui cara menaklukkan daya tarik bumi" Masih
ingat tidak kalian, perasaan apa yang tiba-tiba timbul ketika kita sedang
memandang cahaya kemilau yang muncul di bawah lubang dalam itu" Waktu itu kita
kan tiba-tiba merasa tubuh kita menjadi sangat ringan, sehingga kita terpaksa
berpegangan ke langkan karena takut melayang! Nah kurasa saat itu cahaya yang
"diceritakannya itu ada yang terlepas dari bawah!"
"Wah, betul juga katamu. Itu memang aneh!" kata Philip sambil berpikir-pikir.
"Dan tentu saja semuanya harus dilakukan di bawah tanah supaya cahaya itu
"tidak bertemperasan ke segala arah! Perut gunung kelihatannya memang cocok
sekali untuk mengadakan percobaan seperti ini- karena dikelilingi dinding batu
yang tebal sekali! Pantas kita tadi mendengar bunyi gemuruh, serta merasakan
tanah bergetar keras. Sarjana tua itu rupanya hebat pengetahuannya! Aku takut
berurusan dengan segala kekuatan yang diterapkan para sarjana sekarang. Ini
malah lebih hebat lagi daripada pembelahan atom!" "Aku tidak tahu apa-apa
tentang soal-soal seperti itu," kata Lucy-Ann. "Perasaanku sama seperti yang
mestinya dialami orang zaman dulu terhadap para dukun. Aku tidak mengerti apa
yang mereka lakukan tapi segalanya seakan-akan ilmu sihir. Aku takut!?""Tunggu saja sampai aku sudah memakai sayap antigravitasi atau entah apa namanya
benda itu," kata Philip sambil meraih buah persik. "Itu baru benar-benar ajaib!"
"Meier dan Erlick rupanya meyakini kebenaran gagasan laki-laki tua itu," kata
Jack. "Kalau tidak, mana mungkin mereka mau begitu merepotkan diri dan sangat
"merahasiakan segalanya. Kurasa jika gagasan itu nanti ternyata bisa terlaksana,
mereka akan bisa mengumpulkan harta begitu banyak sehingga keduanya menjadi
hartawan yang paling kaya di dunia dan juga yang paling berkuasa."
?"Betul! Merekalah yang akan menjadi penguasa dunia bukan laki-laki tua itu,"
"kata Philip. "la hanya diperalat saja, dijejali dengan segala macam omong
kosong. Pak Tua itu polos sekali, tapi sangat pintar. Meier dan Erlick nanti
pasti akan mengaku bahwa merekalah pencipta alat penolak daya tarik bumi itu,
dan bukan laki-laki tua itu. Bayangkan, mereka mengurungnya seperti itu di sini
dan juga yang lain-lainnya!"
?"Termasuk kita," kata Dinah. "Sekarang aku sudah mulai mengerti apa sebenarnya
yang sedang terjadi di sini. Tapi sulit sekali rasanya bisa kupercaya! Dan
kurasa Bill juga akan begitu sikapnya!"
Anak anak itu makan dengan nikmat dan tenang, tanpa ada yang datang mengganggu.
"Dari kamar laki-laki tua itu sama sekali tak terdengar bunyi apa-apa. Menurut
dugaan anak-anak ia pasti sudah tidur, atau mungkin juga kembali ke tempat
kerjanya yang aneh itu. Mereka sendiri biar bagaimanapun takkan mau datang lagi
ke sana. Itu sudah jelas!
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" kata Jack. "Coba bilang, Putih! He, Kiki
kau sudah cukup banyak makan persik!"
?""Kasihan Polly," kata Kiki sedih, lalu mengusap- kan paruhnya ke taplak meja.
"Ssst ada orang datang!" kata Lucy-Ann dengan tiba-tiba. "Cepat, bersembunyi!"
?"Di balik tirai yang menutupi dinding," bisik Dinah. Dengan cepat keempat remaja
itu menyembunyikan diri di belakang tirai-tirai tebal. Mereka berdiri di situ
sambil menahan napas. Dua orang Jepang masuk ke dalam ruangan. Rupanya mereka hendak membereskan meja
makan. Keduanya bercakap-cakap. Kedengarannya seperti heran. Mereka memang
heran, melihat begitu banyak makanan yang habis.
Anak-anak mendengar kedua orang itu berjalan hilir-mudik. Tiba-tiba seorang di
antaranya berseru. Tapi dalam bahasa Jepang, sehingga anak-anak tidak memahami
maksudnya. Mereka tetap bersembunyi di belakang tirai, jantung mereka berdebar
keras. Tiba-tiba terdengar suara Lucy-Ann menjerit. Jack dan Philip dengan cepat keluar
dari tempat persembunyian. Ternyata salah seorang Jepang itu melihat kaki
"Lucy-Ann tersembul keluar dari balik tirai, lalu menyergap anak itu.
"Jack! Philip! Cepat, tolong aku!" seru Lucy-Ann ketakutan. Dengan segera kedua
anak laki-laki itu datang membantunya.
Bab 21 DI PUNCAK GUNUNG Lucy-Ann dicengkeram oleh kedua orang Jepang itu. Ia menjerit-jerit. Tanpa
berpikir panjang Iagi, Jack dan Philip langsung menyerang kedua laki-laki itu.
Tapi tahu-tahu mereka terpelanting. Dengan gerakan tangan yang kelihatannya
sambil lalu saja, kedua orang Jepang itu menyebabkan Jack dan Philip terpental,
jatuh terjerembab. Kedua remaja itu cepat-cepat bangun Iagi. Tapi dengan cepat lawan mereka
beraksi. Satu di antaranya memiting Philip dan tahu-tahu anak itu sudah "terpental Iagi, melayang di atas kepala lawannya itu. la terbanting menubruk
meja makan. sehingga piring dan gelas yang ada di situ berserakan ke mana-mana.
Keadaan di situ ribut sekali karena jeritan Lucy-Ann, teriakan Jack dan Philip,
serta bunyi piring dan gelas yang berhamburan di lantai. Kiki menambah keramaian
dengan jeritan nyaring. Burung kakaktua itu terbang menghunjam, menyerang salah
seorang Jepang. Orang itu terpaksa sibuk menangkis.
Kemudian muncul empat orang Jepang lagi. Perlawanan anak-anak langsung berakhir.
Keempat-empatnya berhasil diringkus lawan mereka. Kiki terbang melarikan diri,
sambil terus menjerit-jerit, Sedang si Putih lenyap, entah ke mana perginya.
Keempat remaja itu digiring meninggalkan ruang makan. Mereka dibawa ke suatu
ruangan yang lebih luas. Tempat itu baik perlengkapannya, tapi tidak semewah


Lima Sekawan 05 Petualangan Di Gunung Bencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ruang pribadi raja. Di dinding tergantung tirai. Tirai-tirai itu biasa saja,
tanpa hiasan. Langit langit ruangan tidak ditutupi, sehingga anak-anak bisa
"melihat permukaan batu yang kasar di atas kepala mereka.
Lucy-Ann menangis. Dinah pucat sekali wajahnya, sedang Jack dan Philip bersikap
menantang. Philip meraba-raba kantungnya, untuk melihat apakah Sally Geliat
mengalami cedera dalam pergulatan tadi. Cecak ular itu rupanya tidak menyukai
kehidupan di gunung. Binatang itu nampak lesu. Tapi ia tidak mau meninggalkan
Philip. Ia tetap meringkuk di dalam kantung. Philip bertanya-tanya di dalam hati, di
mana Kiki dan si Putih saat itu. Bukan kebiasaan Kiki, begitu saja terbang
melarikan diri. Rupanya burung kakatua itu sangat ketakutan. Atau mungkin juga
ia tadi kena benturan piring yang terpelanting dari atas meja makan.
Beberapa menit kemudian Meier dan Erlick memasuki ruangan. Merekalah sebenarnya
yang berkuasa di situ, dengan menampilkan raja` yang sudah uzur sebagai boneka
"mereka. Tampang Meier masam sekali. la menatap anak-anak satu per satu dengan
matanya yang tajam. "Ah jadi kalian ini berempat! Kalian bertiga pasti masuk kemari untuk mencari
"anak laki-laki ini. Kalian membebaskannya dari gua tempat dia terkurung. Kalian
menyangka akan bisa minggat dari sini. Kalian beranggapan bahwa itu pasti
gampang, sangat gampang. Dan bagaimana kenyataannya?"
Ia melontarkan pertanyaan itu sambil tersenyum masam.
Anak-anak tetap membisu. "Bagaimana kalian bisa mengetahui cara menurunkan tangga tali itu?" Meier
mengajukan pertanyaan itu dengan begitu tiba tiba, sehingga anak anak kaget
" "sekali. "Siapa yang mengatakan caranya?"
Anak-anak tetap membungkam. Mata Meier menyempit. Dinah dan Lucy-Ann merasa
geram melihat tampang orang itu.
"Aku ini bertanya," tukas Meier. Ia menatap Jack. "He, kau ayo jawab!"
?"Aku memakai otakku," jawab Jack singkat.
"Kecuali kalian, ada Iagi yang mengetahui jalan masuk itu?" tiba-tiba Erlick
ikut Berbicara. Anak anak memandangnya. Mereka tidak suka melihat tampangnya.
"Hii seperti gorila, pikir mereka. Meier saja sudah menakutkan apalagi
" "Erlick. Tampangnya sepuluh kali lipat lebih jahat!
"Entah," kata Philip. la sudah jengkel sekali, karena cara kedua laki-laki itu
berbicara pada mereka. "Kalau ada orang lain yang tahu lalu kenapa" Apakah "yang kalian lakukan di sini itu begitu memalukan, sehingga kalian merasa perlu
menyembunyikan jalan masuk kemari?"
Erlick maju selangkah. Ditempelengnya Philip _ keras-keras. Lucy-Ann berhenti
menangis. Ia semakin ketakutan. Philip menatap laki-laki itu dengan sikap
menantang. Ditahannya rasa sakit karena ditempeleng itu.
"Jangan, Erlick," kata Meier. "Ada cara lain untuk membuat anak seperti dia mau
tunduk tanpa menempelengnya. Tapi sekarang akan kita kerahkan anjing-anjing
kita, mencari jejak di luar. Jika ada kawan anak-anak ini di dekat-dekat sini,
mereka pasti akan ditemukan anjing-anjing kita, lalu digiring masuk kemari."
Anak-anak merasa gelisah. Jangan-jangan kawanan anjing herder itu nanti
menyergap Bill dan Pak David kalau mereka sudah ada di situ! Kalau itu sampai
"terjadi, gawat! Saat itu terdengar suara batuk di Iuar ruangan. Meier dan Erlick kaget
mendengarnya. Dengan cepat Meier pergi ke ambang ruangan, lalu memandang ke sana
dan kemari. Tapi di luar tidak ada siapa-siapa.
"Masih ada lagi teman kalian?" tanya Meier. "Laki-laki atau perempuan?"
"Dua duanya bukan," kata Jack. Ia mengenali bunyi batuk tadi. Itu Kiki! Mudah-
"mudahan saja burung iseng itu tidak ikut-ikut campur. Kedua laki-laki itu pasti
tidak akan segan-segan memuntir lehernya!
"Puh! Hah!" terdengar lagi suara Kiki, yang setelah itu terkekeh-kekeh. Kedua
laki-laki itu kelihatan merasa seram mendengarnya. Mereka pergi ke ambang
ruangan lalu memandang ke sana dan kemari. Tapi mereka tidak melihat Kiki, yang
bertengger dengan- aman pada batu yang mencuat di atas ambang.
"Panggilkan dokter," kata Kiki dengan suara seperti orang yang sudah hampir
mati. Meier dan Erlick merinding. _
"Astaga! Siapa itu?" kata Erlick bingung. Ditatapnya anak-anak dengan sikap
mengancam. "Jika itu teman kalian yang hendak iseng awas! Dia akan kukuliti hidup-hidup!"
?"Kami cuma berempat saja," kata Jack.
"Dan semua ada di sini," kata Philip dengan seenaknya. la tahu, cara berbicara
demikian terhadap kedua laki-laki itu bisa menimbulkan bahaya bagi dirinya. Tapi
ia tak peduli. Philip sama seperti Dinah - keduanya kalau sudah marah, tidak
"memakai perhitungan lagi.
"Begitu ya! Kalau begitu kalian semua harus tetap tinggal di sini!" kata Meier.
"Nanti"kau pasti akan bisa kupaksa agar mau patuh. Mungkin selama ini kau bisa
seenaknya saja bersikap kurang ajar tapi dengan aku, itu tidak bisa! Sekarang
"jalan di depan kami. Jangan berhenti!"
Keempat remaja itu dipaksa berjalan meninggalkan gua itu, di depan Meier dan
Erlick. Mereka disuruh mendaki tangga yang berputar-putar ke atas, melewati
rongga-rongga tempat penyimpanan perbekalan, terus saja sampai di depan pintu
gua tempat Philip dikurung sebelum itu.
"He, kau!" bentak Meier. la menujukannya pada Philip. "Ayo, masuk lagi ke situ!
Kau pasti tidak berani kurang ajar lagi, apabila sudah mengalami kekurangan
makan selama beberapa hari. Yang lainnya naik terus ke atas!"
Kasihan Philip ia dikurung lagi dalam gua yang sisi luarnya terbuka. Tapi
" tidak ada lagi orang berkulit hitam menemaninya di situ. Philip duduk. Kini ia
agak menyesal, kenapa tadi bersikap kurang ajar terhadap kedua laki-laki yang
berwajah galak itu. Tapi saat berikut ia malah merasa puas. Ia tidak sudi tunduk
pada orang-orang jahat seperti mereka. Walau sayang, kini ia dipisahkan dari
anak-anak yang Iain. Tinggal Jack sendiri yang masih bisa melindungi Dinah dan
Lucy-Ann. Ketiga remaja itu dipaksa naik terus ke atas. Akhirnya mereka sampai di jenjang
yang lebar, yang dipahat pada batu. Anak-anak terus naik, sampai ke puncak
gunung. Mereka tertegun di situ, kagum melihat pemandangan menakjubkan yang
nampak di sekeliling. Mereka merasa seperti berada di atap dunia!
Sesaat mereka melupakan kesulitan yang dihadapi. Mereka memandang berkeliling
dengan kagum. Di mana-mana nampak puncak gunung yang menjulang tinggi. Sedang
jauh di bawah terhampar lembah lembah gelap. Nikmat rasanya berada di atas, di "tempat yang terang dan berangin sejuk, setelah begitu lama terkurung di dalam
perut gunung yang gelap. Puncak gunung itu datar sekali. Pada tiga sisinya ada batu menjulang terjal ke
atas, seperti gerigi. Jack langsung mengenali tempat itu. Mereka ternyata berada
di` atas Gunung Taring yang pernah terlihat sewaktu mereka berangkat mencari
Lembah Kupu-kupu. la memandang berkeliling. Puncak gunung itu gundul, sama
sekali tidak ada tumbuh-tumbuhan di situ. Dataran itu terdiri dari batu semata-
mata, berukuran sebesar pekarangan yang luas. Di satu sisi nampak para penerjun
payung sedang bermain kartu di tempat teduh.
Orang-orang itu memandang anak-anak dengan sikap heran. Sam, orang yang berkulit
hitam, ada di tengah kelompok penerjun payung. la menuding ke arah Jack, sambil
mengatakan sesuatu pada rekan-rekannya. Jack merasa lega, karena tahu bahwa
Philip tidak banyak bercerita pada orang itu tentang dirinya serta anak-anak
yang lain. Ia tidak menginginkan Meier tahu Iebih banyak lagi tentang mereka.
Di sisi dataran yang letaknya berseberangan dengan tempat para penerjun payung
duduk-duduk ada tenda. Meier mendorong ketiga remaja itu, disuruhnya berjalan ke
situ. "Kalian harus di sini terus," tukasnya. "Tidak boleh berbicara dengan orang-
orang itu! Awas, kalau berani ke sana! Kalian sekarang kami tawan. Kalian kemari
tanpa diundang dan sekarang kami tahan di sini selama kami anggap perlu."
?"Tidak bisakah Philip menyertai kami?" pinta Lucy-Ann. "Ia pasti kesepian, kalau
dipisahkan sendiri!"
"Philip itu anak yang tadi, ya" Tidak bisa ia perlu dihukum sebentar," kata
"Meier. "Biar dia agak menderita kelaparan dulu. Aku ingin tahu, apakah sesudah
itu ia bisa berbicara secara sopan."
Setelah itu Erlick dan Meier masuk kembali ke dalam gunung. Jack, Dinah, dan
Lucy-Ann duduk di bawah tenda. Perasaan mereka murung, karena tahu bahwa keadaan
mereka saat itu sama sekali tidak enak. Mereka juga sedih, memikirkan Philip
yang dipisahkan. Para penerjun rupanya juga sudah diperingatkan agar jangan mendekati anak anak
"yang baru datang itu. Tidak seorang pun dari mereka yang berani menyapa. Nampak
jelas bahwa orang-orang itu biasa mematuhi perintah Meier dan Erlick.
Di dekat tempat anak-anak duduk ada semacam sandaran alam, berupa dinding batu
yang agak tinggi, membatasi pinggiran dataran puncak. Jack pergi ke situ, lalu
duduk di atasnya. la memandang berkeliling dengan teropong. Siapa tahu, mungkin
ia bisa melihat Bill! Tapi sekaligus ia juga khawatir, kalau Bill memang ada di
dekat situ, nanti anjing-anjing herder akan disuruh mengejarnya. Mana anjing-
anjing itu, tanya Jack dalam hati.
Kemudian sikap duduknya berubah. Diarahkan- nya teropong pada bintik kecil yang
nampak bergerak di lereng gunung. Mungkinkah itu Bill dan Pak David, yang datang
dengan menunggang keledai"
Ternyata bukan Bill, melainkan kawanan anjing harder! Rupanya mereka itu sudah
dilepaskan, dan saat itu berkeliaran di luar! Jika Bill ada di sekitar situ,
mereka pasti akan berhasil mencium jejaknya. Gawat! Kalau itu terjadi, tentu
Bill akan ikut tertawan. Jack mencari-cari akal untuk mencegah kemungkinan itu.
Tapi sia-sia saja. Kemudian ia teringat pada si Belang. Untung saja keledai itu diikat dengan tali
yang cukup panjang, sehingga tidak perlu dikhawatirkan akan kelaparan atau
kehausan. Tapi si Belang pasti bingung, kenapa anak-anak tidak muncul-muncul!
Tiba-tiba Jack kaget, karena ada yang menyentuh tangannya. Ia menoleh ke bawah.
Ah, si Putih! Anak kambing itu ternyata berhasil menemukan mereka, dan kini
menyundul-nyundul tangan Jack dengan sikap takut-takut.
"Halo, Putih! Kau mencari Philip?" kata Jack sambil mengusap-usap hidung anak
kambing itu. "la sudah terkurung lagi di dalam gua itu. Kau tidak bisa
mendatanginya." Si Putih sudah mengetahuinya, karena sebelumnya ia sudah berdiri sambil
mengembik-ngembik di depan pintu tempat Philip terkurung. Tampangnya begitu
memelas, sehingga Jack membawanya ke bawah tenda, di mana ketiga anak itu
kemudian membujuk-bujuknya.
"Apa yang terjadi dengan Kiki?" tanya Lucy-Ann beberapa saat kemudian.
Ah, nanti kan muncul juga," kata Jack. "Kiki bisa menjaga dirinya sendiri. "Serahkan saja itu padanya! Mungkin saat ini ia sedang mempermainkan kedua laki-
laki tadi batuk-batuk, bersin, terkekeh-kekeh, dan menirukan bunyi kereta api
"cepat dalam terowongan!"
Dugaan Jack itu tepat. Kiki mempermainkan Meier dan Erlick. Keduanya benar-benar
bingung dibuatnya, karena tidak tahu bahwa keempat remaja itu datang bersama
seekor burung kakaktua. Ada suara tanpa orang aneh!
"Lama juga keadaan di atas tetap tenang. Tapi saat matahari terbenam, terdengar
bunyi gonggongan ribut. Dua orang Jepang menggiring kawanan anjing herder ke
puncak gunung. Anak-anak memandang dengan cemas. Mereka khawatir, jangan-jangan
Bill tertangkap. Ternyata tidak kawanan anjing itu muncul tanpa membawa
"tawanan. Anak-anak menarik napas lega.
Anjing-anjing herder itu dimasukkan ke dalam kandang besar yang terbuka dan
berpagar kawat, agak jauh dari tempat anak-anak.
"Hati-hati terhadap mereka," kata salah seorang Jepang itu pada anak-anak.
"Mereka galak-galak. Jadi hati-hati saja!"
Bab 22 HELIKOPTER TAPI ketiga remaja itu sama sekali tidak takut pada anjing-anjing itu. Bukankah
mereka sudah pernah tidur bersama-sama di luar gua, beberapa malam yang lalu"
Tapi tentu mereka tidak mengatakannya pada orang Jepang itu. Mereka menunggu
sampai keduanya sudah pergi, lalu mendatangi anjing yang besar-besar itu.
Tapi saat itu Philip tidak ada bersama mereka. Dan sikap anjing-anjing itu_
terhadap Jack dan kedua anak perempuan yang menyertainya berlainan dengan
terhadap Philip. Mereka menggeram ketika Jack datang menghampiri. Seekor di
antaranya menyeringai, menampakkan taring yang panjang dan runcing. Dinah dan
Lucy-Ann cepat-cepat mundur.
"Aduh galak sekali mereka! Rupanya sudah lupa pada kita. Hati-hati, Jack!" "Jack tidak merasa takut. Tapi walau begitu ia berhati-hati, ketika melihat
kawanan herder itu tidak menampakkan sikap ramah. Anjing-anjing besar yang
galak-galak itu rupanya kecewa karena tidak berhasil dalam perburuan hari itu.
Mereka juga lapar, serta merasa curiga terhadap Jack. Coba kalau Philip yang
saat itu datang menghampiri, pasti tingkah laku mereka akan lain sama sekali!
?"Jauhi mereka, Jack, kata Lucy-Ann, ketika mendengar geraman anjing-anjing itu.
?"Seram sekali suara mereka rasanya seperti suara serigala!"
"Anak-anak lantas kembali ke tempat mereka.
"Satu sudut untuk anjing-anjing, satu sudut untuk kita, dan satu lagi untuk
orang-orang itu," kata Jack. "Aku ingin tahu, berapa lama lagi kita akan ditahan
di sini!" Hari itu tidak ada yang datang mengantarkan makanan untuk mereka. Untung saja
sebelum itu mereka sudah makan besar di ruang pribadi raja! Jack bertanya-tanya
dalam hati, apakah mereka nanti harus tidur di atas batu. Jahat sekali orang-
orang itu, jika mereka ditahan di situ tanpa diberi selimut dan makanan!
Tapi ketika hari sudah mulai gelap, tiga orang Jepang muncul. Mereka membawa
beberapa lembar selimut, yang dicampakkan ke depan anak-anak. Seorang dari
mereka membawa air dalam kendi, serta beberapa buah mangkuk.
"Mana makanan untuk kami?" tanya Jack.
"Tidak bawa," kata salah seorang Jepang itu dalam bahasa Inggris terpatah-patah.
"Kata Tuan, jangan beri makan."
"Tuanmu tidak baik," kata Jack. "Tuanmu jahat sekali!"
Orang Jepang itu tidak menjawab. Ia pergi lagi bersama kedua rekannya,dengan
langkah menyelinap seperti kucing. Anak-anak meringkuk di bawah selimut sambil
memikir- kan nasib Philip yang terkurung dalam gua.
Suasana alam keesokan paginya sangat indah ketika matahari terbit dan menerangi
puncak-puncak gunung satu demi satu. Anak-anakanak asyik memandang sambil duduk
di atas dinding batu yang rendah. Mereka sudah lapar sekali saat itu. Si Putih
ada bersama mereka. Tapi Kiki belum muncul-muncul juga. Jack mulai khawatir
memikirkannya. Si Putih melompat naik ke atas dinding batu, di sisi Jack. Tidak ada yang bisa
melarikan diri lewat sisi luar dinding itu karena tebingnya curam sekali. Agak
jauh di bawahnya ada semacam langkan sempit yang menjorok ke luar. Orang yang
nekat melarikan diri lewat situ pasti akan terpeleset lalu jatuh tergelincir
terus sampai ke bawah, Tubuhnya pasti remuk!
Si Putih berdiri di atas dinding dengan telinga ditegakkan, seperti sedang
mendengarkan sesuatu. Kemudian dengan tiba-tiba ia mengembik. Dari salah satu
tempat terdengar suara orang menjawab. Tapi samar sekali, hampir-hampir tak
terdengar! Jack kaget. Suara Philip-kah itu tadi" Di mana letak gua tempat ia
dikurung" Barangkali tidak jauh dari dataran puncak!
Dinah dan Lucy-Ann bergegas menggabungkan diri, karena melihat sikap Jack yang
tiba-tiba berubah. Saat itu mereka terkejut karena kelakuan si Putih. Anak
kambing itu meloncat ke bawah, ke sisi tebing yang curam!
"Aduh mati dia nanti!" teriak Lucy-Ann ketakutan.
"Ia tidak berani melihat apa yang terjadi. Tapi Jack dan Dinah menjenguk ke
bawah, dengan perasaan ngeri. Ternyata si Putih melompat ke langkan sempit yang
mencuat ke luar, di bawah dinding yang rendah! la mendarat di situ dengan
keempat kaki merapat. Batu yang menonjol itu sempit sekali, sehingga hanya
dengan cara begitu saja anak kambing itu bisa mendarat di sana.
Sesaat lamanya si Putih berdiri di situ sambil mengimbangkan tubuh. Ketika
kelihatannya hampir jatuh, anak kambing itu meloncat lagi ke tonjolan sempit "Iainnya di sebelah bawah, merosot di atas permukaan tebing yang kasar lalu
"lenyap dari penglihatan.
"Astaga! Nekat sekali dia!" kata Dinah sambil menarik napas dalam-dalam.
"Jantungku sampai nyaris terhenti tadi!"
"Bagaimana si Putih dia tidak apa-apa?" tanya Lucy-Ann, yang masih tetap
?"belum berani melihat.
"Kelihatannya begitu. Ia tidak kelihatan lagi! Kurasa mungkin ia sudah menemukan
gua tempat Philip ditawan, kata Jack. "Moga-moga saja ia tidak mencoba naik
"lagi nanti lewat jalan ini karena pasti terjatuh ke bawah, sehingga lehernya
"patah?" Tapi setengah jam kemudian anak kambing itu ternyata berhasil kembali lewat
jalan yang sama, dengan gerakan lincah seperti bajing.
Di lehernya ada sepucuk surat yang diikatkan dengan tali. Dengan cepat Jack
mengambil surat itu lalu membukanya. Ia membacakan isinya pada Dinah dan Lucy-
Ann. "Bagaimana keadaan kalian"/\ku baik baik saja, cuma aku tidak mendapat makan.
"Hanya air minum saja. Kurasa orang-orang jahat itu hendak memaksa aku tunduk
karena kelaparan! Bisakah kalian mengirim si Putih kemari dengan apa saja yang
bisa kumakan, jika kalian diberi makanan"
salam, Philip." Saat itu datang seorang Jepang membawakan makanan untuk ketiga remaja itu.


Lima Sekawan 05 Petualangan Di Gunung Bencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semuanya makanan kalengan. Tapi banyak juga yang diberikan. termasuk sebatang
roti segar. Menurut perkiraan Dinah, orang-orang Jepang itu mungkin punya oven
di salah satu tempat dalam gunung, untuk membuat roti.
Anak-anak menunggu sampai orang Jepang itu sudah pergi lagi. Kemudian mereka
berunding, bagaimana sebaiknya cara mengirimkan makanan pada Philip. Kemudian
Jack membuat beberapa rangkap roti sandwich, lalu membungkusnya baik-baik dengan
kertas bekas pembungkus roti ketika diantar ke atas. la menyelipkan surat di antara roti roti itu untuk memberi tahu Philip bahwa si "Putih akan dikirim mengantarkan makanan setiap kali ada kesempatan baik.
Kemudian bungkusan berisi roti itu diikatkan ke punggung anak kambing itu. Si
Putih mencoba mengambil bungkusan itu, karena mencium bau makanan yang ada di
dalamnya. Tapi tidak bisa.
"Sekarang kau turun ke tempat Philip Iagi." kata Jack. la menepuk-nepuk sisi
atas dinding rendah, untuk menunjukkan pada anak kambing itu bahwa ia harus naik
ke situ. Begitu sudah naik, si Putih langsung teringat lagi pada Philip, lalu
cepat-cepat meloncat turun, berpindah-pindah dari tonjolan batu yang satu ke
tonjolan berikutnya. Anak-anak yang ada di puncak gunung merasa lega, karena tahu bahwa Philip kini
takkan kelaparan lagi. Kemudian mereka mulai makan. Sambil mengunyah, Jack
mengamat-amati daerah pegunungan yang terhampar di bawah dengan teropongnya.
Ingin sekali diketahuinya, apakah Bill akan datang hari itu. Ia pasti akan
muncul dengan segera! Waktu terasa seperti merayap hari itu. Para penerjun dijemput orang-orang Jepang
dan dibawa masuk ke dalam gunung. Kawanan anjing herder pun dibawa pergi. Jack
merasa yakin bahwa mereka nampak berkeliaran kembali di lereng gunung, beberapa
saat setelah itu. Mereka mengirim si Putih ke tempat Philip dengan membawa makanan. setiap kali
ada makanan diantar ke atas untuk mereka. Agak enak juga rasanya bisa saling
berkirim surat yang bernada riang walau saat itu tak ada yang benar-benar
"berperasaan begitu. Kiki masih belum muncul, dan sementara itu anak-anak sudah
cemas sekali memikirkan nasib burung kakaktua itu.
Sampai saat senja, para penerjun payung belum kembali. Anak-anak merasa heran,
karena tidak mengetahui sebabnya. Tapi kawanan anjing herder digiring naik ke
atas lagi. Anak-anak kini tidak mau lagi datang ke kandang mereka. Anjing-anjing
besar itu ribut berkelahi memperebutkan daging. Mereka kedengarannya galak dan
buas. Malam itu langit berawan. Hawa terasa panas. Anak-anak menyeret selimut mereka
dari bawah tenda, lalu dihamparkan di tempat yang dilewati angin. Mereka
berbaring beralaskan selimut Tidak lama kemudian Dinah dan Lucy-Ann sudah
tertidur. Tapi Jack belum bisa, karena sibuk memikirkan Kiki, Philip, serta
kedua anak perempuan itu.
Beberapa saat kemudian ia terduduk, karena mendengar bunyi samar di kejauhan.
Jack langsung mengenal bunyi itu. Helikopter! Tidak mungkin keliru lagi. Apakah
pesawat itu menuju ke puncak gunung"
Jack membangunkan kedua anak perempuan. "Dinah! Lucy-Ann! Ada helikopter datang.
Bangun kita akan mengamat-amatinya. Cepat, kita kembali ke bawah tenda, jangan
"sampai pesawat itu mendarat terlalu dekat ke kita!"
Mereka menyeret selimut ke bawah tenda kembali. Setelah itu mereka duduk di atas
dinding batu sambil memasang telinga. Mereka ingin tahu, apakah Philip juga
mendengar bunyi helikopter yang datang. Ternyata memang begitu! Philip berbaring
menelungkup di dekat ambang gua. la mendengarkan sambil berusaha melihat. Tidak
banyak yang nampak, karena di luar terlalu gelap. Mudah-mudahan saja ia bisa
ikut melihat apa yang terjadi kemudian, katanya pada diri sendiri.
Bunyi pesawat itu semakin mendekat dan akhirnya berisik sekali.
"Lihat itu dia," kata Jack. Ia tidak bisa tenang lagi. "Kalian lihat tidak
" "sekarang terbang memutar, agak di atas kepala kita. Tidak adakah yang menyalakan
senter, untuk menunjukkan tempat mendarat pada penerbangnya?"
Saat ia berbicara, dua orang Jepang muncul bergegas-gegas di pelataran, lalu
lari ke tengah. Di situ mereka melakukan sesuatu yang tidak bisa dilihat anak-
anak. Dengan segera ada sinar terang memancar ke atas, menerangi badan
helikopter yang sudah berada di atas kepala.
"Itu dia sekarang akan turun!" seru Jack. Lihatlah geraknya turun, pelan " "sekali hampir- hampir tegak lurus! Helikopter memang pesawat yang cocok untuk
"didaratkan di puncak gunung!"
Putaran baling-baling pesawat itu melambat ketika roda-rodanya sudah mencecah
pelataran, dan akhirnya berhenti berputar. Terdengar suara beberapa orang sahut-
menyahut. "Besar sekali," kata Jack. "Belum pernah kulihat helikopter sebesar itu. Pasti
banyak sekali muatan yang bisa diangkut dengannya."
Anak-anak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi kemudian, karena sinar yang
terang disorotkan ke arah pesawat itu. Peti-peti serta kotak-kotak dilemparkan
dari tempat muatan ke pelataran. Beberapa orang Jepang sibuk bekerja, menyeret-
nyeret muatan itu. Beberapa peti dibuka, lalu isinya diangkut lewat tangga batu
ke tempat penyimpanan perbekalan.
Penerbang pesawat helikopter itu seorang laki-laki yang masih muda, dengan
goresan bekas luka di pipi kanan. Ia ditemani seseorang berkulit cokelat, yang
jalannya sangat pincang. Dengan ketus mereka berbicara sebentar dengan para
pekerja yang berbangsa Jepang. Setelah itu mereka masuk ke dalam gunung.
"Pasti pergi melapor pada Meier dan Erlick," kata Jack menduga. "Yuk kita
"dekati helikopter itu Coba aku bisa menerbangkannya, kita bisa minggat dari sini
dengannya!" "Lalu melayang di depan gua Philip, untuk menjemputnya!" kata Dinah. Ketiga
remaja itu menghampiri pesawat helikopter. Jack menyusup masuk, lalu duduk di
kursi penerbang. Kepingin sekali rasanya bisa menerbangkannya!
Saat itu beberapa orang keluar dari dalam gunung. Meier, Erlick, penerbang serta
temannya yang pincang, dan seorang penerjun payung. Jack hendak cepat-cepat
keluar, sebelum ketahuan. Tapi terlambati Meier sudah melihatnya. Jack diseret
ke luar dengan kasar, sampai terpelanting ke pelataran.
"Apa yang sedang kaulakukan di sini" Jangan kaudekati pesawat ini!" teriak Meier
dengan berang. Jack lari ke tempat Dinah dan Lucy-Ann, sambil mengusap-usap
bahu. "Kau cedera, Jack?" tanya Lucy-Ann cemas. Jack membalas sambil berbisik bahwa ia
tidak apa-apa. Kemudian ia mengatakan sesuatu, yang rnenyebabkan kedua anak
perempuan itu memandang dengan cepat ke arah orang-orang yang berdiri
mengelompok di tengah pelataran. Mereka merasa ngeri!
"Kurasa penerjun payung itu yang kini akan disuruh mencoba sayap terbang," kata
Jack berbisik. "Mereka membawanya kemari karena hendak memperlihatkan helikopter
itu, serta menunjukkan dari mana ia harus meloncat nanti."
Dinah dan Lucy-Ann merasa seram, membayangkan harus terjun dari pesawat yang
sedang membubung tinggi di udara dan mengandalkan keselamatan diri pada sayap
"aneh ciptaan orang tua yang dikatakan raja. Sudah berapa saja yang mengalami
kegagalan, pikir mereka. Takkan ada yang bisa mengetahui apakah sayap itu benar-
benar bisa diandalkan, selama belum dicoba pemakaiannya.
Penerjun payung itu meneliti pesawat helikopter dengan seksama. Ia berbicara
dengan penerbangnya, yang menjawab dengan kata-kata singkat. Menurut perasaan
Jack, penerbang itu kelihatannya tidak begitu bergairah mengenai soal terjun
payung. Mungkin ia lebih suka jika tugasnya hanya terbatas pada pengangkutan
perbekalan ke gunung saja.
"Kalian berangkat besok malam," terdengar suara Meier yang tajam. "Sekarang
makan saja dulu." Dua orang Jepang ditugaskan menjaga helikopter, supaya anak-anak tidak bisa
mendekatinya. Sedang orang-orang yang lain masuk Iagi ke dalam gunung.
Besok malam, pikir Jack. Apakah yang akan terjadi saat itu"
Bab 23 SAYAP AJAIB ANAK-ANAK kembali ke bawah tenda. Mereka tidak berani mendekati helikopter lagi,
karena tahu bahwa kedua orang Jepang itu pasti akan bertindak keras. Tidak lama
kemudian si Putih muncul dari balik dinding rendah yang membatasi tepi
pelataran. Ia lari mendatangi helikopter. Ia ingin tahu, benda apa yang besar
itu. Tapi salah seorang penjaga di situ memukulnya.
"Jahat sekali orang itu sampai hati memukul si Putih yang begitu kecil!" kata "Jack. "Sini, Putih! Kau harus berhati-hati nanti kau dijadikan sup oleh kedua
"orang itu!" "Aduh, Jack jangan suka berbicara begitu," kata Lucy-Ann yang halus sekali
"perasaannya. "Benar-benarkah mereka tega berbuat begitu" Masa ada yang sampai
hati menyakiti si Putih?"
Si Putih cepat-cepat lari menggabungkan diri dengan anak-anak, lalu meloncat-
loncat dengan gerakan lincah, naik-turun dinding rendah. Sorotan lampu menerangi
helikopter. Tapi pelataran selebihnya terbenam dalam kegelapan.
Kawanan anjing herder melolong-lolong di kandang mereka. Anjing-anjing itu
gelisah, karena terganggu bunyi helikopter tadi. Kedua penjaga yang berbangsa
Jepang menyerukan sesuatu dengan nada mengancam, tapi anjing-anjing itu tidak
mengacuhkan mereka. "Aku sama sekali tidak suka pada petualangan kita ini," kata Lucy-Ann dengan
tiba-tiba. "Bukan cuma tidak suka, tapi bahkan benci! Aku ingin pergi dari sini.
Aku ingin kembali ke tempat pertanian, berkumpul lagi dengan Bill, Bibi Allie,
Pak Effans dan Bu Evans. Kenapa sih, kita harus mengalami petualangan lagi"
Padahal rencana kita kan berlibur dengan tenang, menikmati suasana musim panas!"
"Kita kan tidak mencarinya, tapi tahu-tahu saja terjadi," kata Jack. "Kurasa ada
sesuatu pada diri kita yang menarik petualangan seperti Philip yang selalu
"menarik perhatian binatang! Ada orang yang bernasib mujur, ada yang menarik
datangnya harta, ada yang menarik binatang. dan ada pula yang menarik
petualangan." "Aku lebih suka menarik hal-hal yang tidak berbahaya seperti anjing, atau
"kucing," keluh Lucy-Ann. "Aduh, si Putih ini seenaknya saja menginjak-nginjak
orang!" Akhirnya anak-anak itu tertidur. Paginya, ketika mereka menyuruh si Putih turun
untuk mengantar- kan makanan pada Philip, mereka menyertakan pula sepucuk surat
yang isinya tentang pengalam an mereka malam itu. Tidak lama kemudian si Putih
"kembali, membawa balasan dari Philip.
Aku kasihan pada penerjun payung itu! Aku ingin tahu, sudah berapa saja yang
"dikorbankan selama ini dalam percobaan yang gila-gilaan itu. Untung bukan aku
yang ditunjuk untuk melakukan tugas segila itu! Tabahkan hati kalian! Aku di
sini baik-baik saja. Si Putih hampir selalu ada di sini, menemani aku. Sedang
Sally Geliat sudah jinak sekali sekarang. la mau kusuapi. Tidurnya di atas batu
di tepi luar guaku ini. Bilang pada si Putih ia harus hati-hati sedikit kalau
kemari. Jangan berjingkrak-jingkrak seenaknya, nanti Sally terinjak. Nah, sampai
bertemu lagi! Philip." Waktu kembali terasa seperti merayap hari itu. Anjing-anjing tidak disuruh
berkeliaran lagi di luar gunung. Mereka diajak lari berkeliling pelataran,
digiring oleh beberapa orang Jepang.
"Dengan begini tidak ada bahaya mengancam, jika Bill datang hari ini," kata Jack
lega. "Jadi mudah-mudahan saja ia muncul sekarang walau sebenarnya tidak "banyak yang bisa diperbuatnya di sini. la tidak tahu letak jalan masuk ke dalam
gunung! Kalau ia berhasil menemukannya, ia tidak tahu bagaimana cara menurunkan
tangga tali. Sedang jalan lain tidak ada!"
Wajah Lucy-Ann nampak suram.
"Kalau begitu. kita harus tetap di sini seumur hidup?" katanya cemas. Jack dan
Dinah tertawa. "Wah, tentu saja tidak!"jawab Jack. "Bill pasti akan melakukan sesuatu untuk
menyelamatkan kita tapi jangan tanya apa!"
"Hari itu pun para penerjun payung masih belum muncul Iagi di atas, termasuk yang
ditugaskan mencoba sayap terbang malam itu. Helikopter masih tetap ada di tengah
pelataran. Baling-balingnya kemilau memantulkan sinar matahari.
Kemudian malam tiba. Anak-anak mulai gelisah. Makanan sudah diantarkan, tapi
0rang Jepang yang membawa ke atas diam saja. Sepatah kata pun tidak keluar dari
mulutnya. Apakah yang sedang dikerjakan para penerjun payung di dalam gunung"
Barangkali sibuk berupacara, sehubungan dengan tugas percobaan yang akan
dilakukan salah seorang rekan mereka!
Dan mana Kiki" Jack sudah sedih sekali memikirkan kakaktuanya itu. Berbagai
bayangan yang tidak-tidak timbul dalam pikirannya. Belum pernah Kiki menghilang
selama itu. Lampu yang terang dinyalakan lagi, menyinari helikopter. Meier muncul di atas
bersama Erlick, beberapa orang Jepang, penerjun yang akan melakukan percobaan,
serta penerbang helikopter dengan temannya yang pincang.
Setelah itu ada lagi yang muncul dari dalam gunung sang raja!
"Tubuhnya diselubungi jubahnya yang gemerlapan, sedang di atas kepalanya
terpasang mahkota. Penampilannya saat itu berbeda sekali dengan ketika ia muncul
beberapa hari yang lalu. Saat itu ia nampak berupa seorang tua yang malang. Kini
ia melangkah dengan sikap anggun, menuju ke tengah pelataran.
la diiringi empat orang Jepang yang membawa sebuah peti. Peti itu mereka
letakkan di hadapan raja. Tanpa mengatakan apa-apa. raja membungkuk lalu membuka
peti. Dari dalam peti itu dikeluarkannya sepasang sayap yang berkilau-kilauan seperti
emas. Bentuknya sayap burung yang terbentang tapi lebih besar dan lebar. Napas
"Lucy-Ann tersentak karena kagum.
"Wah lihatlah, Dinah! Indahnya sayap itu. Persis sayap asli!"
"Sementara itu raja berbicara pada penerjun payung yang kelihatan tercengang.
"Kalau kau terjun nanti, sayap ini akan membuatmu tidak akan jatuh. Begitu kau
melompat, cepat-cepat tekan tombol ini. Seketika itu juga kau takkan merasakan
tarikan bumi lagi Tubuhmu akan terasa ringan, seringan udara. Kau akan bisa
menggunakan sayap ini untuk menentukan arah gerakmu. Kau bisa melayang,
membubung tinggi sesukamu!"
" "Asyik, ya?" bisik Lucy-Ann. Dengan penuh minat disimaknya kata-kata orang tua
itu. "Sayap ini harus kaupasang ke lenganmu," sambung raja. "Sekarang bentangkan
lengan akan kupasangkan kedua sayap ini.?""Eh cuma ini saja yang akan menahan tubuhku sehingga tidak bisa jatuh?" tanya
"penerjun payung itu dengan nada sangsi.
?"Memang hanya ini yang kauperlukan," kata raja. "Dalam sayap ini tersimpan sinar
Petualangan Manusia Harimau 2 Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie Pendekar Latah 25
^