Petualangan Dilaut Sunyi 2
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi Bagian 2
burung-burung puffin yang berkeliaran dengan langkah sempoyongan di antara
semak-semak dan rerumputan pantai," katanya. "Kurasa, mereka pasti akan
kerepotan dirongrong terus 0Ieh burung konyol ini.
"Semakin banyak burung-burung nampak di sekeliling, sementara perahu semakin
mendekati pulau yang paling dekat. Ada yang melayang dengan anggun mengikuti
arus angin, ada yang menukik untuk menyambar ikan, dan ada pula yang terangguk-
angguk di atas permukaan air seperti bebek mainan. Bermacam ragam suara
terdengar, campur aduk. Ada yang melengking, ada yang parau, ada yang seperti
sedih dan pilu. Semuanya menimbulkan perasaan menggelora dalam sanubari anak-
anak. Tapi kemudian mereka terdiam ketika pulau itu dihampiri. Suatu tebing yang
tinggi dan terjal menjulang di depan mata. Tebing itu penuh dengan
burung burung, dari dasar sampai ke puncaknya! Anak-anak memandang dengan asyik.
"Burung ke mana saja mereka memandang, hanya burung saja yang nampak. Di setiap
"bagian yang agak menonjol pasti ada burung hinggap. Begitu banyak jenisnya
sampai anak-anak tidak mampu membedakan satu dari yang lainnya, walau sampai
bermenit-menit mereka memperhatikan dengan teropong.
"Bukan main sibuknya mereka, pergi dan datang!" kata Bill yang ikut memandang
dengan kagum. Memang, suasana di tebing itu luar biasa sibuknya. Di samping
burung-burung yang berdiri di bagian-bagian yang menonjol, selalu ada saja lain-
lainnya yang datang dan pergi. Semua serba sibuk sambil berteriak hingar-bingar.
"Mereka kelihatannya tidak terlalu hati-hati dengan telur-telur mereka," kata
Lucy-Ann dengan cemas ketika ia mendapat giliran memperhatikan dengan teropong
milik Jack. Burung-burung sembrono itu terbang dan pergi dengan seenaknya saja,
sehingga kadang-kadang ada telur yang tersenggol lalu jatuh terbanting di atas
karang yang terdapat di dasar tebing.
"Tidak apa, karena mereka masih bisa bertelur lagi," kata Jack. "Ayo, Lucy-Ann
"kembalikan teropongku itu! Aduh, bukan main hebatnya pemandangan ini! Nanti
malam akan kutuliskan segala-galanya dalam buku catatanku."
Perahu motor itu bergerak dengan hati-hati mengitari tebing berbatu-batu. Bill
tidak lagi memperhatikan burung-burung. Perhatiannya beralih pada batu-batu
karang yang runcing-runcing itu. Setelah tebing terjal dilewati, nampak garis
pantai lebih melandai. Bill melihat suatu tempat yang kelihatannya cocok untuk
berlabuh. Tempat itu sebuah teluk kecil yang terlindung dan berpantai pasir. Bill
mengarahkan haluan perahu ke tepi lalu mencecahkannya dengan pelan ke pasir. la
melompat turun bersama Jack dan Philip lalu mengamankan perahu dengan jalan
menarik tali jangkar ke atas pantai lalu menancapkan jangkar ke dalam pasir.
"Inikah tempat yang akan kita jadikan pangkalan kita?" tanya Dinah sambil
memandang berkeliling. "Wah, jangan," kata Jack dengan segera. "Kita kan masih hendak menjelajah
perairan sini dulu untuk mencari pulau tempat kediaman burung-burung puffin. Ya
kan, Bill" Aku kepingin berada di tengah-tengah kepulauan burung ini supaya bisa
dengan seenaknya pergi dari pulau yang satu ke pulau berikutnya. Tapi kita bisa
saja tinggal malam ini di sini. Ya, kan?"
Bagi Jack, Philip, Dinah, dan Lucy-Ann hari itu sangat menyenangkan. Begitu pula
halnya bagi Bill. Diiringi beribu-ribu burung yang beterbangan sambil berteriak-
teriak di atas kepala, tapi kelihatannya tanpa rasa takut sama sekali, anak-anak
pergi mendaki tebing terjal yang mereka lihat dari sisi lain pulau itu.
Di mana-mana burung bersarang dengan begitu saja di tanah. Kadang-kadang sulit
sekali rasanya melangkah tanpa mengganggu burung yang sedang duduk atau
menginjak telur yang terletak di tanah. Beberapa ekor burung melakukan gerakan
seolah-olah hendak mematuk kaki anak-anak. Tapi tidak seorang pun benar-benar
kena patukan. Burung-burung itu ternyata hanya menggertak elaka.
Kiki tidak terdengar ocehannya. Burung itu bertengger di bahu Jack dengan kepala
tertarik ke bawah. Burung sebanyak itu rupanya membingungkan dirinya. Tapi Jack
tahu, Kiki pasti sebentar lagi sudah pulih dari kebingungannya, lalu mengejutkan
burung-burung di sekitarnya dengan suruhan agar membersihkan kaki dan menutup
pintu. Akhirnya anak-anak sampai di puncak tebing. Nyaris tuli mereka rasanya, karena
bising mendengar jerit dan teriakan yang membahana di sekeliling mereka. Burung-
burung terbang membubung dan hinggap di tanah, melayang-layang membuat berbagai
pola yang tak kenal habis di langit yang biru.
"Ajaib tak sekali pun terjadi benturan sesama mereka," kata Lucy-Ann kagum. ?"Sedari tadi kuperhatikan, tapi belum kulihat ada dua ekor burung bertubrukan."
"Mungkin di antara mereka ada polisi lalu lintas," kata Philip dengan serius.
"Siapa tahu, mungkin di antara burung-burung itu ada yang memiliki surat izin
terbang di bawah sayap."
"Tidak lucu, ah," tukas Lucy-Ann. "Tapi walau begitu mereka hebat tidak pernah
"saling bertubrukan, walau jumlahnya di sini pasti ribuan ekor. Huhh bisingnya!
"Aku nyaris tidak bisa mendengar kata-kataku sendiri."
Mereka sampai di tubir tebing. Bill memegang lengan Lucy-Ann.
"Jangan terlalu dekat ke tepi," kata Bill memperingatkan. "Sisi tebing di sini
nyaris tegak lurus ke bawah."
Memang begitulah keadaannya. Anak-anak merebahkan diri, berbaring menelungkup.
Setelah itu dengan hati-hati mereka memandang ke bawah tebing. Hihh seram
"rasanya melihat laut berada begitu jauh di bawah, melihat ombak bergerak pelan
ke tepi lalu mundur lagi ke tengah. Ombak memecah diiringi bunyi gemuruh yang
hanya terdengar samar-samar saja. Tanpa sadar, Lucy-Ann mencengkeram gumpalan
rumput pantai yang tumbuh di dekatnya.
"Aku rasanya seperti goyah," katanya sambil tertawa. "Aku merasa harus
berpegangan kuat-kuat. Aku seperti terjungkir balik saat ini."
Mendengar kata-katanya itu, Bill cepat-cepat memegangnya erat-erat. Ia tahu
bahwa Lucy-Ann merasa gamang. Bill tidak ingin terjadi sesuatu dengan anak itu.
Anak-anak semua disayangi olehnya, tapi kesayangannya yang utama adalah pada
Lucy-Ann. Anak-anak mengamat-amati tingkah laku burung-burung di bawah mereka, yang tidak
henti-hentinya terbang pergi dan datang dari dan ke tonjolan-tonjolan sempit
yang terdapat pada sisi tebing terjal. Pemandangan yang mereka saksikan benar-
benar menyenangkan. Sambil memperhatikan dengan teropong, Jack tertawa geli
melihat ulah burung-burung yang saling bertengkar dan mendorong pada tonjolan-
tonjolan tebing yang sangat sempit.
"Persis anak-anak nakal," katanya. "Saling menyuruh teman agar bergeser sedikit
apabila tidak ingin didorong sampai jatuh dan kemudian benar-benar ada yang "terdorong dari tempatnya. Tapi tak apa dengan segera yang terdorong itu
"mengembangkan sayap, dan meluncurlah ia dengan anggun dibawa angin. Wah aku
"mau menjadi burung laut. Kan enak, bisa berjalan menyusur pantai, atau terapung-
apung di atas ombak, atau menyelam menangkap ikan, atau melayang jauh sekali di
atas angin yang bertiup. Aku mau menjadi..." ?"Apa itu?" kata Philip dengan tiba-tiba. Ia mendengar bunyi yang bukan
ditimbulkan oleh burung burung yang banyak itu. "Coba dengar! Itu kan suara
"pesawat terbang!"
Sambil memasang telinga, semua memicingkan mata berusaha melihat. Langit cerah
"menyilaukan. Tapi akhirnya mereka berhasil melihat sesuatu. Jauh sekali di
angkasa nampak sebuah bintik kecil yang bergerak dengan kecepatan tetap. Mereka
mendengar bunyi dengung mesin pesawat.
"Pesawat terbang! Aku sama sekali tak menduga akan ada yang melintas di sini,
karena ini tidak termasuk jalur penerbangan tetap," kata Bill.
Bab 9 TIBA DI PULAU PUFFIN Bill nampaknya heran melihat anak-anak memandangnya dengan tercengang. Apa
anehnya melihat pesawat di situ, walau pulau-pulau burung itu terpencil
letaknya" Bill meminjam teropong Jack. Tapi sudah terlambat ia tidak bisa mengenali apa-
"apa lagi, walau mengamat-amati dengan bantuan alat pembesar itu.
"Tadi itu pesawat amfibi atau pesawat biasa, ya?" katanya setengah pada diri
sendiri. "Aneh!"
"Apanya yang aneh?" tanya Dinah. "Dewasa ini, pesawat terbang kan sudah biasa
terbang ke mana saja."
Bill tidak mengatakan apa-apa lagi. Dikembalikannya teropong yang dipinjamnya
dari Jack. "Kurasa sebaiknya kita makan saja dulu lalu setelah itu memasang tenda," kata
"Bill. "Bagaimana jika memasangnya dekat sungai kecil tadi yang kita lihat
sewaktu berangkat kemari" Letaknya sekitar seperempat mil dari pantai. Jarak itu
tidak terlalu jauh apabila kita semua. gotong-royong mengangkut barang-barang
kita." Akhirnya mereka memasang tenda-tenda dulu. Alas dihamparkan di tanah, dan
setelah itu dilapisi dengan selimut-selimut tebal. Setelah pekerjaan itu
selesai, berlima mereka makan sambil duduk-duduk di suatu lereng yang agak
landai, menghadap ke laut biru.
"Aku selalu merasa," kata Lucy-Ann sambil mengunyah makanan yang terdiri dari
roti kering rangkap dua dan diisi dengan mentega dan keju lunak, "aku selalu
merasa..." "Sudah, tidak perlu kaukatakan lebih lanjut," kata Jack. "Kami tahu apa yang
hendak kaukatakan, dan kami memang sependapat denganmu."
"Mana mungkin kau tahu apa yang hendak kukatakan," kata Lucy-Ann tersinggung.
"Tahu saja," kata Philip. "Kau selalu mengatakannya saban kali kita makan-makan
di luar pada waktu berlibur."
"Kau tadi hendak mengatakan, 'Aku selalu merasa makanan rasanya lebih enak jika
dimakan di luar rumah,` ya, kan?" kata Dinah.?"Ya, betul," kata Lucy-Ann mengaku. "Masa aku selalu berkata begitu" Tapi kataku
itu benar, kan" Aku memang merasa..."
"Ya, ya -- kita semua sudah tahu," kata Jack. "Kau ini gemar sekali mengulang-
ulang, Lucy-Ann. Selalu yang itu-itu saja kaukatakan pada kami. Tapi tidak apa,
kami pun berpendapat begitu walau tidak mengatakannya berulang kali. Heh,
"Kiki! Jangan kau udap keju lunak itu! Lihatlah, paruhmu berlumur keju."
"Kiki memang keterlaluan," tukas Dinah. "Sudah tiga potong biskuit dicopetnya.
Kau kurang banyak memberinya biji bunga matahari, Jack!"
"Siapa bilang"!" balas Jack. "Tapi kalau ada hidangan seperti begini, mana mau
Kiki makan biji bunga matahari. Bahkan melihatnya saja pun sudah enggan! Tapi
tikus-tikus putihmu masih ada, Philip. Biar mereka saja yang memakan. Tadi aku
menemukan Pencicit dalam kantongku sedang asyik memakan sebuah biji bunga
matahari." "Asal ia jangan sakit saja karenanya," kata Philip dengan agak cemas. "Ha!
Lihatlah ada burung camar datang. Wah, jinak sekali! Kurasa ia juga ingin
"diberi biskuit."
Ternyata memang demikian. Burung itu melihat Kiki mematuk-matuk sekeping
biskuit. Kelihatannya enak sekali. Karena itu ia pun minta bagian. Kiki melihat
camar itu datang dari sudut matanya, lalu beringsut menjauh. Tapi dengan sekali
sambar saja camar berhasil merebut biskuit. Burung nakal itu langsung terbang
membubung sambil memperdengarkan suara seperti tertawa. Kedengarannya seperti
mengejek. Kiki marah lalu terbang mengejar sambil mengata-ngatai camar yang menyambar
biskuitnya. Kata-kata yang dilontarkannya kasar sekali. Tapi sial baginya, camar
yang dikata-katai tidak memahami bahasa manusia. Kiki tidak berhasil mengejar
camar yang bersayap kuat itu. Akhirnya ia kembali dengan lesu ke tempat anak-
anak duduk. "Jangan mengomel, Kiki!" kata Jack. "Kau tadi memang tidak boleh mencopet
biskuit dari kaleng - sedang camar itu juga tidak boleh merampasnya dari mu.
Jadi kalian berdua sama-sama salah!"
"Sayang, sayang!" oceh Kiki. Tapi sementara itu ia sudah beringsut-ingsut lagi
menghampiri kaleng biskuit.
"Kiki ini benar-benar badut," kata Bill sambil mengibas-ngibaskan baju hangatnya
yang kotor karena remah-remah makanan. "Nah sekarang siapa mau ikut kembali ke
" perahu motor untuk mendengarkan kabar terbaru lewat radio" Kecuali itu aku juga
harus mengirim kabar terutama untuk ibu kalian, Philip. Ia pasti ingin tahu, "apakah kita sudah sampai dengan selamat di sini."
Anak-anak semuanya ingin jalan-jalan sebentar setelah kenyang makan. Karenanya
mereka beramai-ramai berjalan ke pantai, melalui hamparan rumput pantai yang
empuk seperti permadani, dengan bunga-bunganya yang merah muda terangguk-angguk
ditiup angin. Sesampai di perahu mereka memperhatikan Bill menegakkan antena pesawat radionya
lalu memutar-mutar tombol. Pesawat itu di samping menerima siaran juga bekerja
sebagai pemancar. "Kurasa jika Anda mengirim kabar setiap malam ke rumah, kami tidak perlu lagi
berkirim surat pada Bibi Allie," kata Lucy-Ann. Semua yang mendengar kata-
katanya itu langsung tertawa terbahak-bahak.
"Mengirim surat" Kau mau mengeposkannya di mana, he?" tanya Jack. "Di sekitar
sini aku sama sekali tidak melihat kotak pos. Aduh, Lucy-Ann kau ini benar-
"benar anak goblok!"
"Ya, memang," kata Lucy-Ann. Mukanya merah padam karena malu. "Tentu saja kita
tidak bisa berkirim surat di sini! Untung Anda dapat mengirim berita lewat
pesawat radio Anda, Bill! Dengan begitu jika salah seorang dari kita memerlukan
bantuan, Anda dapat mengusahakannya."
"Betul," kata Bill. "Tapi jika ada di antara kalian yang perlu bantuan, mudah-
mudahan aku bisa mengantarkan dengan perahu motor. Pokoknya, aku takkan mau
mengajak kalian pergi ke tempat terasing seperti di sini jika aku tidak mendapat
perlengkapan pemancar, supaya aku bisa mengirim kabar setiap malam. Aku
mengirimkannya ke markas besar, dan dari situ kabar itu diteruskan lewat telepon
pada Bibi Allie. Dengan begitu setiap malam ia bisa mendengar berita terbaru
tantang perjalanan dan pengalaman kita."
Anak-anak memandang kesibukan Bill, lalu mendengarkan sebagian dari suatu acara
siaran. Tahu tahu Lucy-Ann menguap, dan langsung ditirukan olah Kiki.
?"Sialan! Kau ini membuat aku ikut-ikutan mengantuk," kata Dinah sambil mengusap-
usap matanya. "Wah hari sudah mulai gelap."
"Beramai-ramai mereka kembali ke tempat berkemah. Tidak lama kemudian semua sudah
berbaring di bawah selimut. Dari arah tebing dan laut tak henti-hentinya
terdengar suara bising burung-burung.
"Kurasa sepanjang malam mereka tidak ada yang tidur," pikir Dinah. Tapi
dugaannya itu meleset. Burung-burung itu diam ketika hari sudah benar-benar
gelap. Rupanya mereka tidur juga.
Keesokan harinya hawa terasa panas dan pengap.
"Kelihatannya tidak lama lagi akan datang hujan badai," kata Bill. Ia
memicingkan mata, menatap langit yang nampak masih cerah. "Kurasa kita perlu
mencari tempat untuk dijadikan pangkalan hari ini juga, supaya ada tempat
berlindung apabila benar-benar ada badai nanti. Liburan macam begini seharusnya
disertai cuaca yang bagus. Badai sama sekali tidak menyenangkan apabila tempat
berteduh hanya berupa tenda. Pasti segala-galanya akan diterbangkan angin."
"Aku masih ingin membuat beberapa foto dari tebing-tebing sini serta burung-
burung yang ada di situ," kata Jack. "Aku akan cepat-cepat membuatnya sementara
kalian membongkar tenda. Kalian tidak keberatan kan jika sekali ini aku tidak
membantu?" Tidak ada yang merasa keberatan. Karena itu bersama Kiki, Jack pergi ke atas
tebing yang terjal. Bill berseru untuk memperingatkan agar jangan mencoba-coba
menuruni dinding tebing. Sambil berjalan terus, Jack menjawab bahwa hal itu
takkan dilakukan olehnya.
Dengan segera barang-barang sudah dikemaskan dan diangkut kembali ke perahu
motor yang sementara itu sudah terapung apung di air. Saat itu air laut sedang "pasang baik. Selesai memuat barang-barang ke perahu, Bill serta anak-anak
menunggu Jack kembali. Tidak lama kemudian anak itu muncul. Wajahnya bersari-
seri. "Aku berhasil membuat beberapa foto yang bagus," katanya. "Tadi Kiki besar
sekali bantuannya. Aku menyuruhnya mondar-mandir di depan burung-burung itu.
Semua terdiam, karena heran melihat burung yang bagi mereka asing itu. Tepat
pada saat itu aku menjepretkan kameraku. Burung-burung itu kupotret dalam
keadaan tidak bergerak sama sekali. Pasti ada beberapa yang berhasil baik."
Bagus!" kata Bill. Ia tersenyum melihat Jack begitu bersemangat. "Nanti kau
"harus menerbitkan buku foto-foto burung. Judulnya, Karya-karya Besar oleh Jack
Trent, harga tiga puluh shilling."
"Boleh juga," kata Jack dengan mata bersinar-sinar. "Bukan harga tiga puluh
shilling itu maksudku, tapi menerbitkan buku mengenai burung dengan namaku
sebagai penyusun." "Ayo, sudahlah cepat naik, kata Philip tidak sabar lagi, karena Jack masih
" "saja berdiri di tapi perahu. "Kita harus cepat-cepat berangkat. Panas sekali
hawa sekarang! Aku kepingin cepat-cepat berada di tengah laut lagi, supaya bisa
kurasakan hembusan angin di mukaku sementara perahu kita melaju terus.
"Tidak lama kemudian semua bisa menarik napas lega, karena angin laut sudah
terasa lagi membelai wajah. Hawa hari itu memang panas sekali mengingat waktu
itu masih musim semi. Kapal meluncur laju di atas air terlambung-lambung sedikit saat melanda ombak
Lucy-Ann merendamkan tangannya lagi ke dalam air. Sejuk sekali rasanya. Enak!
"Aku kepingin sekali bisa mandi sekarang," kata Philip. Nampak keringat
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbintik-bintik di sekeliling hidungnya. "Bagaimana jika Anda hentikan perahu,
Bill supaya kita bisa berenang?"
?"Tunggu saja dulu sampai kita sudah tiba di suatu pulau," kata Bill. "Aku enggan
menghentikan perahu kita ini di tengah laut. karena kelihatannya tidak lama lagi
akan ada badai. Hawa begini panas kurasa pasti akan terjadi badai disertai
"kilat sambar-menyambar. Sebelumnya, aku ingin sudah menemukan tempat berteduh.
Nah di depan sana sudah nampak pulau-pulau lagi. Coba kita teliti, barangkali
"ada pulau yang didiami burung-burung puffin. Itu yang kalian cari, kan?"
Lucy-Ann masih membiarkan tangannya terjulur , ke dalam air. Tiba-tiba ia merasa
ada sesuatu menyentuh jari-jarinya. Dengan heran ia memandang ke air sementara
tangannya cepat-cepat ditarik ke atas. Ia takut kalau-kalau yang tersentuh itu
ubur-ubur. Ia semakin heran ketika melihat bahwa benda itu kulit jeruk yang sementara itu
sudah menjauh lagi dibawa air. Ia memanggil Bill,
"Lihat Bill itu ada sepotong kulit jeruk. Siapa yang memakan jeruk di pulau-
"pulau sini" Tempat ini kan jauh dari mana-mana! Mungkinkah di sekitar sini ada
lagi pengamat burung selain kita?"
Semua memandang potongan kulit jeruk yang sementara itu sudah hanyut semakin
jauh ke belakang. Memang aneh sekali rasanya melihat ada kulit jeruk di tempat
"itu. Bill memandang dengan kening berkerut. Katakanlah ada nelayan di pulau-
pulau yang hendak mereka datangi tapi kecil sekali di tempat mereka ada jeruk.
"Sedang pengamat alam, kecil sekali kemungkinannya membawa bekal jeruk.
Kalau begitu kenapa ada kulit jeruk di tempat itu" Tidak ada kapal yang "melintas dekat pulau-pulau itu. Perairan situ jarang didatangi orang, karena
kecuali letaknya yang terpencil, keadaannya juga sangat liar. Sering dengan
tiba-tiba terjadi badai di situ, yang menimbulkan ombak setinggi rumah.
"Ah, entahlah!" kata Bill setelah berpikir-pikir agak lama. "Mungkin saja
sesudah ini kita akan melihat nenas terapung-apung di air! Tapi lihatlah itu
"ada sebuah pulau. Kelihatannya agak datar jadi mungkin saja di situ ada burung
"puffin. Bagaimana jika kita ke sana saja?"
"Jangan dulu sebelumnya kita melihat-lihat pulau lain lainnya dulu," kata Jack
" "meminta. "Lumayan juga banyaknya di perairan sini."
Mereka masih pesiar sebentar, melihat-lihat pulau demi pulau. Akhirnya mereka
menghampiri sebuah pulau yang bertebing terjal sisi timurnya. Tanah menurun dari
tempat itu sampai ke semacam lembah. Dari situ tanah menanjak lagi dan berakhir
di tebing kembali. Jack mengamat-amati pulau itu dengan teropongnya. Ia berseru dengan bersemangat
ketika melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Burung puffin! Banyak sekali! Kau bisa melihat mereka, Philip" Kurasa pulau itu
penuh dengan sarang mereka di tanah. Di sini saja kita mendarat, Bill. Di tebing
banyak burung-burung lain, sedang di pedalaman ada beratus-ratus burung puffin.
Pulau ini lumayan besarnya. Mungkin di situ kita dapat menamukan tempat berteduh
yang baik, dan juga air. Di sisi timur dan barat ada tebing yang melindungi kita
dari serangan badai. Hore, untuk Pulau Puffin!"
"Setuju," kata Bill. Sambil mengemudikan perahu menuju pulau yang dipilih itu,
ia memandang berkeliling dengan cermat. Tidak jauh dari situ ada pulau-pulau
lain. Tapi dari hasil pengamatannya ia menarik kesimpulan bahwa penghuni pulau-
pulau itu hanya burung saja. Perairan di antara pulau-pulau berombak kecil.
Perahu motor dikemudikan oleh Bill mengitari pulau yang oleh Jack diberi nama
Pulau Puffin. "Ini ada tempat bagus untuk berlabuh, Bill," seru Philip pada suatu saat.
"Lihatlah lewat celah itu kita bisa masuk ke dalam sampai ke dekat tebing. Air
"di situ pasti dalam. Perahu bisa kita tambatkan ke batu. Kita pasang saja
bantalan supaya sisi perahu tidak rusak kena batu."
Perahu motor diarahkan masuk ke celah yang dimaksudkan oleh Philip. Tempat itu
ternyata memang dalam. Suatu pelabuhan alam yang kecil.
Di situ juga ada bagian tebing yang datar dan rendah, di mana perahu bisa
disandarkan. Apa lagi yang kurang" Hidup Pulau Puffin!
Bab 10 MEMERIKSA LOKASI "Bagus kan tempat ini?" kata Jack, sementara perahu dengan perlahan-lahan
memasuki pelabuhan kecil buatan alam itu. Tidak banyak ruang tersisa antara sisi
perahu dan dinding tebing yang membatasi terusan yang dilalui. "Seakan akan ini
"tempat berlabuh khusus untuk Lucky Star."
Bill meloncat dari perahu ke batu datar yang ternyata cocok sekali dijadikan
tempat pendaratan. Tebing batu menjulang lurus di atas kepala, pada kedua tepi
air. Pada t0nj0lan-tonjolan sempit yang terdapat pada permukaan kedua tebing
nampak banyak sekali burung-burung bertengger berjejer-jejer. Saban kali ada
saja telur jatuh, terdorong burung-burung sembrono itu. Sebutir telur jatuh
dekat Bill. Kakinya kena kuning telur.
"Bidikan kalian hebat!" seru Bill pada burung-burung yang terbang berputar-putar
di atas. Anak anak tertawa mendengar kelakarnya itu."Perahu ditambatkan ke sebuah batu besar yang ada di dekat situ. Ombak bergerak
keluar masuk celah sempit, menyebabkan perahu terangguk-angguk.
"Saat ini laut sedang pasang naik," kata Bill. "Nanti kalau surut lagi, dalam
celah ini air masih akan cukup dalam. Tapi letak perahu akan sangat menurun. Nah
adakah jalan naik ke atas tebing dari sini" Jangan sampai kita harus menyusur
"kakinya dan memanjat-manjat untuk melewati beratus-ratus batu besar sebelum bisa
benar-benar sampai di pulau."
Semuanya memandang berkeliling. Jack lari ke bagian yang tinggi dari batu besar
tempat mereka berada saat itu. Sesampai di situ ia langsung berpaling.
"He!" serunya. "Kita bisa naik lewat sini! Di sebelah sini permukaan tebing
lebih kasar, ada bagian-bagian menonjol membentuk anak tangga menuju ke atas.
Sedang di atas sana tebing bercelah. Kurasa kita bisa memanjat sampai ke atas!"
"Kalian berempat sajalah yang pergi dulu," kata Bill. "Aku tinggal di sini. Sisi
perahu perlu diberi bantaian supaya jangan sampai rusak terbentur ke batu.
Kalian periksa saja keadaan pulau. Cari kalau ada teluk yang terlindung
tempatnya. Nanti kubawa perahu kita ke sana."
Philip, Dinah, dan Lucy-Ann turun dari perahu lalu menyusui Jack Kiki terbang
mendului sambil berteriak-teriak seperti burung camar. Sementara itu Jack
mendaki paling depan, bergerak naik dari tonjolan batu yang satu ke tonjolan
berikut. Tonjolan-tonjolan itu kelihatannya seperti jenjang raksasa yang ditatah
oleh ombak laut yang mengganas saat musim dingin dari abad ke abad.
Dugaan Jack tadi ternyata benar. Di sebelah atas, pada permukaan tebing ada
celah yang ditimbulkan oleh bagian tebing yang gugur. Celah itu seperti lembah,
walau masih cukup terjal.
Dengan susah payah anak-anak berjalan melewati bagian itu. Mereka kehabisan
napas ketika sampai di puncak tebing. Tapi pemandangan yang nampak dari situ
menyebabkan mereka lupa akan segala jerih payah.
Di sekeliling pulau nampak laut terbentang biru cerah. Langit di atas kepala
kelihatan tak berbatas. Ke mana pun mata memandang, selalu nampak pulau-pulau
samar kebiruan karena jauhnya. Kelihatannya di situ terdapat semacam kepulauan
"dan pulau mereka terletak di tengah-tengahnya.
Tiba-tiba anak-anak dikejutkan teriakan Jack.
"Burung-burung puffin!" serunya. "Lihatlah beratus-ratus!" Anak-anak yang lain
"memandang ke arah tudingan Jack. Benarlah di sela rerumputan pantai nampak
"burung-burung yang aneh sekali tampangnya.
Burung-burung itu berbulu belang hitam dan putih. Sedang kaki mereka berwarna
oranye. Tapi paruh mereka yang luar biasalah yang menarik perhatian anak-anak.
"Coba lihat warna paruh mereka!" kata Dinah sambil tertawa. "Pangkalnya biru
"lalu bersetrip-setrip merah dan kuning!"
"Dan besarnya bukan main!" seru Lucy-Ann. "Aku jadi teringat pada paruh Kiki."
"Burung-burung puffin juga dinamakan nuri laut," kata Jack. Ia geli melihat
gerombolan puffin yang bersikap seperti serius sekali.
"Cocok kalau begitu, karena kakaktua pun termasuk keluarga nuri," kata Lucy-Ann
lagi. "Mata mereka jenaka sekali," kata Philip. "Lihatlah mereka menatap kita tanpa
" berkedip! Dan lihat cara mereka berjalan begitu tegak!?"Memperhatikan burung-burung puffin sama asyiknya seperti menonton pertunjukan
pantomim. Ada beratus-ratus, bahkan beribu-ribu burung di situ. Sejumlah di
antaranya hanya berdiri saja, sambil memperhatikan burung yang bersebelahan
dengan serius. Ada pula yang berkeliaran, berjalan terhuyung-huyung seperti
pelaut. Ada pula yang terbang kelihatannya seperti pesawat terbang mini,
"bergegas hendak turun ke laut.
"Lihat! - burung yang satu itu, apa yang sedang dikerjakannya?" tanya Lucy-Ann.
la melihat seekor puffin sibuk mengais-ngais tanah.
"Kurasa sedang menggali lubang untuk dijadikan sarang," kata Dinah. "Burung-
burung ini bersarang dalam tanah kan, Jack?"
"Betul! Pulau ini pasti sudah penuh dengan liang sarang burung puffin, " kata
Jack. Ia menghampiri gerombolan burung yang sedang sibuk. "Yuk, kita dekati
mereka. Kiki, kau tetap di bahuku, ya! Aku tidak mau kau nanti menjerit-jerit
seperti lokomotif. Nanti burung-burung itu takut, lalu lari."
Kiki tertarik sekali melihat burung-burung puffin yang nampak jenaka itu. Dengan
segera ia sudah dapat menirukan bunyi mereka dengan tepat.
"Rrrrr!" bunyi suara burung-burung itu. Dan, "rrrr," oceh Kiki menirukan mereka.
Beberapa ekor puffin menoleh ke arahnya dengan pandangan seolah-olah hendak
bertanya. Anak-anak gembira sekali melihat burung-burung puffin itu, tidak sedikit pun
kelihatan takut. Mereka bahkan tidak menyingkir ketika anak-anak datang
mendekat. Mereka biarkan saja keempat anak itu berjalan di antara mereka.
Memang, seekor di antara. mereka berlagak hendak mematuk kaki Philip ketika anak
itu tersandung dan hampir saja terjatuh menimpanya. Tapi sama sekali tidak ada
yang benar-benar menyerang dengan paruh mereka yang nampak kokoh.
"Asyik!" kata Lucy-Ann sambil mengamat-amati burung-burung aneh itu dari dekat.
"Benar-benar asyik. Tak kusangka burung-burung yang hidup di alam bebas bisa
begini jinak." "Mereka tidak jinak," kata Jack. "Burung-burung ini liar. Tapi karena tidak
biasa melihat manusia, mereka sama sekali tidak takut pada kita."
Anak anak meneruskan langkah. Sambil berjalan, sekali-sekali kaki mereka
"terbenam ke dalam tanah. Rupanya di bawah ada liang sarang, dan injakan kaki
mereka menyebabkan tanah gugur ke dalam lubang itu.
"Tempat ini benar benar penuh dengan liang sarang mereka," kata Philip. "Baunya
"di sini tidak enak, ya?"
Memang tempat itu tidak enak baunya. Jack dan Philip dengan cepat sudah
"terbiasa dengannya. Tapi Dinah dan Lucy-Ann tidak.
"Huh!" kata Lucy-Ann sambil mengernyitkan hidung. "Baunya makin lama makin
payah. Lebih baik tenda kita nanti tidak kita pasang terlalu dekat pada
burung burung ini- bau di sini sama tidak enaknya seperti di kandang babi!"
?"Jangan rewel," tukas Jack. "He, Kiki! Ayo ke sini!"
"Tapi Kiki sudah terbang dari bahunya. Ia hinggap di tanah, dekat burung-burung
puffin. Burung-burung itu menatapnya dengan serius.
"Rrrrr!" sapa Kiki dengan hormat. "Rrrrr! Hidup Raja!"
"Rrrr!" jawab seekor puffin. Burung itu berjalan terhuyung-huyung menghampiri
Kiki. Kedua burung itu saling berpandang-pandangan.
"Kurasa sebentar lagi Kiki pasti mengatakan, Apa kabar"` pada teman barunya,"
kata Dinah sambil tercekikik geli. "Keduanya kelihatan begitu serius."
"Jerangkan air!" kata Kiki.
"Rrrr," sahut burung puffin lalu terhuyung-huyung kembali ke liangnya. Kiki
mengikutinya. Tapi ternyata dalam liang itu ada puffin lain yang tidak
menghendaki kedatangan Kiki. Sesaat kemudian terdengar Kiki menjerit kesakitan.
Detik itu juga burung kakaktua iseng itu melesat ke luar lubang, jauh lebih
cepat dari pada masuknya tadi.
Dengan segera ia terbang kembali ke bahu Jack.
"Kasihan Kiki, sayang, sayang!" keluhnya.
"Salahmu sendiri siapa yang menyuruhmu terlalu ingin tahu!" tukas Jack sambil "melangkah maju. Ia menginjak segumpal rumput pantai. Rumput itu langsung amblas,
dan tahu-tahu kaki Jack terperosok ke dalam lubang yang dalam. Puffin yang
tinggal di situ rupanya tidak suka pada kaki Jack. Kaki itu dipatuknya keras-
keras. "Aduh!" Jack terduduk, lalu menggosok-gosok kakinya yang sakit. "Lihatlah
"nyaris saja daging betisku sobek dipatuknya!"
Anak-anak berjalan lagi di tengah-tengah kawanan puffin yang menakjubkan. Di
mana-mana nampak burung-burung itu; di tanah, di udara dan bahkan juga di atas
"air! Di mana-mana terdengar saruan mereka, "rrrrr", "rrrrr".
"Wah aku akan bisa membuat foto-foto yang indah nanti," kata Jack senang.
?"Sayang saat ini belum masanya telur-telur ditetaskan. Bahkan kurasa telur
puffin pun saat ini belum banyak."
Kebanyakan burung nuri laut itu tinggal di lembah kecil yang hijau di sela
kedua tebing yang menjulang tinggi. Philip mencari-cari tempat yang baik di
mana mereka bisa memasang tenda.
"Kita semua kan ingin membuat pangkalan kita di Pulau Puffin ini?" katanya.
"Kurasa Jack takkan bisa lagi kita ajak pindah dari sini. Di tebing ada beraneka
ragam burung laut yang lain, sedang di lembah sini terdapat ribuan burung puffin
jadi pasti ia sudah puas sekarang."
"Memang," kata Jack. "Di sini saja kita berkemah. Pulau ini kita jadikan pulau
kita bersama sama dengan puffin-puffin ini."
" ?"Yah kalau begitu kita cari saja tempat yang baik untuk perkemahan," kata
"Philip. "Tapi sebaiknya dipilih tempat yang di dekatnya ada air yang mengalir
"itu kalau di sini ada air mengalir. Kita memerlukan air bersih untuk minum. O
ya, kita juga masih harus mencari teluk kecil di mana perahu motor kita dapat
berlabuh, Kita tidak bisa meninggalkannya dalam celah tebing yang sempit tadi."
"Lihatlah di bawah sana ada teluk kecil yang bagus!" kata Dinah dengan tiba-
"tiba sambil menunjuk ke arah laut. "Di situ kita bisa mandi dan perahu kita
"pun akan aman di tempat itu. Yuk, kita bilang pada Bill."
"Biar aku sendiri saja yang pergi." kata Philip. "Jack pasti masih ingin
memperhatikan burung-burung ini. Jadi biar aku saja yang menemani Bill membawa
perahu motor kita ke teluk kecil itu, Dinah kau dan Lucy-Ann sementara itu
"mencari tempat yang baik untuk tenda-tenda kita. Kalau sudah kalian temukan,
kemudian kita bersama-sama mengangkut barang-barang dari perahu ke tempat itu."`
Philip bergegas untuk memberitahukan pada Bill bahwa tempat yang baik untuk
perahu. Mereka sudah ditemukan. Jack duduk di tanah bersama Kiki, memperhatikan
tingkah laku burung-burung puffin. Sedang Dinah dan Lucy-Ann pergi mencari
tempat yang baik untuk perkemahan.
Kedua anak itu berkeliaran sekeliling pulau. Di ujung sebelah sana dari tempat
burung-burung puffin, sebelum sampai ke tebing terjal yang terdapat di sisi satu
lagi dari pulau itu, terdapat semacam lembah kecil. Di tempat itu tumbuh
beberapa batang pohon yang kerdil serta semak padang.
"Ini tempat yang cocok sekali," kata Dinah senang. "Di sini kita bisa memasang
tenda dengan aman, terlindung dari gangguan angin. Dari sini kita juga bisa
memperhatikan kehidupan burung-burung puffin, mandi ke laut kapan saja kita mau
lalu semuanya sudah bosan, kita juga bisa mendatangi pulau-pulau lain dengan "perahu motor."
"Memang hidup yang serba nikmat," kata Lucy-Ann sambil tertawa. "Tapi sekarang
"ada air atau tidak di sini?"
"Di pulau itu sama sekali tidak ada sungai. Tapi kemudian Dinah menemukan sesuatu
sebagai penggantinya. Setidak-tidaknya begitulah diharapkan olehnya.
"Coba lihat ini!" serunya pada Lucy-Ann. "Di tengah batu besar ini ada cekungan
yang penuh berisi air. Aku sudah mencicipnya. Sama sekali tidak asin rasanya."
Lucy-Ann datang bersama Jack. Dinah meraup air dalam cekungan itu lalu
meminumnya. Rasanya tawar.
"Air hujan," katanya puas. "Sekarang semua sudah terjamin. Asal saja cekungan
ini tidak kering apabila hawa panas terus seperti sekarang. Yuk kita kembali
"saja dulu ke perahu dan mengambil barang-barang kita. Sekarang kita harus kerja
keras sebentar." "Kita tunggu saja dulu di sini," kata Jack yang saat itu tiba bersama Kiki.
"Kurasa saat ini Bill dan Philip sedang membawa perahu kita ke teluk yang di
sana itu. Kalau mereka sudah tiba, kita datangi mereka untuk mengatakan bahwa
kita sudah menemukan tempat yang baik untuk berkemah. Setelah itu kita bantu
mereka mengangkut barang barang kemari."
"Tidak lama kemudian perahu motor masuk ke teluk dengan Bill dan Philip di
atasnya. Sesampai di tepi, Bill meloncat turun lalu membenamkan jangkar jauh ke
atas pantai. Ia melihat Jack dan kedua anak perempuan di atas dan melambai ke
arah mereka. "Kami baru saja tiba!" serunya. "Kalian sudah menemukan tempat yang baik untuk
perkemahan kita?" Beberapa saat kemudian ia sudah naik ke atas bersama Philip. Ia senang melihat
lembah kecil yang ditemukan Dinah.
"Ini benar-benar cocok!" kata Bill. "Yah kalau begitu sekarang saja kita ambil
"barang-barang yang kita perlukan dari perahu."
Selama beberapa waktu mereka sibuk mondar-mandir dari teluk ke lembah,
mengangkut barang barang. Ternyata mereka tidak memerlukan waktu selama yang
"mereka duga untuk itu. Itu disebabkan karena mereka berlima. Kiki juga ikut
membantu. Burung itu mengangkut pasak pengokoh tali tenda. Kiki sebenarnya
melakukan hal itu untuk pamer terhadap burung-burung puffin. Burung-burung itu
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memperhatikannya dengan serius sementara Kiki terbang di depan mereka dengan
pasak tenda di paruhnya yang besar dan melengkung.
"Rrrrr," seru Kiki dengan suara burung puffin.
"Kau ini cuma mau pamer saja sebenarnya, Kiki," kata Jack memarahi. "Dasar
burung sok aksi!" "Rrrrr," kata Kiki. Dijatuhkannya pasak tenda yang sedang diangkutnya ke atas
kepala Jack. Asyik sekali mereka berlima mengatur tempat kediaman yang baru. Bill berbagi
tenda dengan Jack dan Philip. Sedang Dinah setenda dengan Lucy-Ann. Anak itu
menemukan batu yang menonjol di belakang tenda-tenda. Di bawah bagian yang
menonjol terdapat rongga yang cukup lapang dan kering.
"Cocok sekali sebagai tempat penyimpanan barang," kata Lucy-Ann dengan bangga.
"Jack! Kemarikan kaleng-kaleng makanan itu serta pakaian kita di sini cukup " "banyak tempat untuk apa saja. Wah akan asyik kediaman kita di sini!"
"Bab 11 ENGGAS DAN ENGGOS "Bukankah ini sudah waktunya kita makan?" keluh Jack sambil berjalan terhuyung-
huyung membawa setumpuk kaleng makanan dalam pelukannya. "Terbit liurku membaca
nama-nama makanan yang serba enak pada kaleng-kaleng ini."
Bill memandang arlojinya, lalu menengadah ke arah matahari.
"Astaga!" katanya kaget. "Betul, memang sudah waktunya kita makan. Lihatlah,
matahari sudah mulai terbenam. Bukan main cepat sekali waktu berlalu!"
"Tidak lama kemudian mereka sudah duduk-duduk di atas rumput sambil makan biskuit
dengan daging yang diawetkan. Setelah itu masih ada pula buah persik dalam
kaleng. Bill membawa beberapa botol limun jahe dari perahu. Anak-anak lebih suka
minum limun saja daripada repot-repot memasak air untuk membuat teh atau coklat,
Hal itu tidak mengherankan, karena hawa saat itu sangat panas.
"Aku senang sekali di sini," kata Lucy-Ann. Matanya menerawang, memandang ke
arah laut yang berwarna biru tua di kejauhan. "Aku merasa jauh sekali dari mana-
mana sungguh, saat ini tak terbayang olehku bahwa sekolah itu ada. Dan daging
"ini enak sekali rasanya."
Tikus-tikus putih piaraan Philip sependapat dengan Lucy-Ann. Begitu tercium bau
makanan, dengan segera mereka muncul dari balik baju anak laki-laki itu. Seekor
di antaranya duduk tegak sambil makan di atas lutut Philip. Seekor lagi membawa
pergi makanan yang diberikan padanya, masuk ke dalam salah satu kantong yang
gelap. Sedang tikus yang ketiga duduk di atas bahu Philip.
"Kau menggelitik cuping telingaku," kata Philip.
Dinah cepat-cepat menggeser duduknya, menjauhi abangnya. Tapi seperti Lucy-Ann,
saat itu Dinah sedang bahagia sekali perasaannya. Karena itu ia sama sekali
tidak mengomel. Anak-anak makan dengan lahap, seperti Bill. Sambil mengunyah, mereka memandang
ke arah matahari yang akan terbenam di tengah laut yang berwarna keemasan
bercampur merah. Lucy-Ann memandang sekilas ke arah Bill.
"Anda senang menghilang, Bill?" tanya anak itu. "Asyik, kan?"
"Kalau untuk dua minggu saja, bolehlah," kata Bill. "Tapi tidak senang
perasaanku. membayangkan kehidupanku seorang diri di pulau-pulau terpencil ini
nanti jika kalian berempat sudah pulang. Bagiku, bersenang-senang bukan begitu
macamnya. Aku lebih suka hidup menyerempet-nyerempet bahaya daripada hidup
menyendiri seperti puffin-puffin itu."
"Bill yang malang," kata Dinah. Dibayangkannya sahabat mereka itu tinggal di
situ seorang diri, hanya ditemani buku-buku dan pesawat radio, tapi tanpa teman
yang bisa diajak bicara. "Kalau Anda mau, kutinggal tikus-tikusku di sini sebagai teman," kata Philip
bermurah hati. "`Wah lebih baik jangan!" kata Bill dengan segera. "Aku kan kenal tikus-"tikusmu! Nanti mereka beranak-pinak, dan pada saat aku pergi lagi dari sini,
tempat ini akan sudah harus diganti namanya. Pulau Tikus, dan tidak lagi Pulau
Puffin. Di samping itu, aku juga tidak sebegitu senang pada bangsa tikus, tidak
seperti kau, Philip!"
"Aduh coba lihat itu! Cepat lihatlah! kata Dinah tiba-tiba. Semua ikut
" "memandang. Seekor puffin pergi meninggalkan liangnya dan berjalan terhuyung-
huyung ke arah mereka. "Rupanya ia datang minta makan!"
"Kalau begitu kau harus bernyanyi, Puffin! " kata Jack. "Ayo nyanyi, kalau ingin
minta makanan!" "Rrrrr!" Puffin itu memperdengarkan suaranya yang berat. Semua tertawa
mendengarnya. Burung nuri laut itu langsung menghampiri Philip, lalu berhenti
ketika sudah sampai dekat lutut anak itu. Ditatapnya Philip tanpa berkedip.
"Nah daya penarik Philip sudah bekerja lagi," kata Lucy-Ann dengan nada iri.
?"Apa yang menyebabkan segala jenis binatang ingin berteman denganmu, Philip"
Coba lihat puffin itu begitu kagum ia memandangmu."
"Entahlah, aku juga tidak tahu sebabnya," jawab Philip. Ia senang pada teman
barunya yang aneh itu. Diusap-usapnya kepala burung itu, yang mengeluarkan
suara-suara lembut sebagai tanda senang. Kemudian Philip mengambilkan secuil
roti berisi daging asap dan menyodorkannya pada puffin itu, yang langsung
menelannya lalu meminta tambahan.
"Sekarang kau pasti akan terus-menerus dibuntuti seekor puffin yang setia,"
kata"Dinah. "Yah, puffin lebih mendingan daripada tiga ekor tikus putih, atau
tikus rumah, atau landak jelek berkutu yang pernah kaupelihara atau sepasang
"kumbang tanduk itu atau..
" ?"Sudah, sudah, Dinah jangan kauteruskan lagi," pinta Bill. "Kita semua sudah
"tahu, Philip ini memang seperti kebun binatang berjalan. Aku sendiri sama sekali
tidak keberatan jika ia menyukai burung puffin goblok seperti itu. Sayang kita
tidak membawa kalung dan rantai untuk menuntunnya.
"Puffin itu berbunyi "rrr" lagi, sekali ini sedikit lebih nyaring dari tadi, lalu
pergi lagi dengan sikap tegak. Paruhnya yang berwarna-warni berkilat-kilat kena
sinar matahari sore. "Wah kenapa sebentar saja kau bertamu, sobat," kata Philip kecewa. Puffin itu
"masuk ke dalam liangnya. Tapi langsung muncul lagi dengan seekor puffin lain.
Puffin yang kedua agak lebih kecil ukuran tubuhnya. Tapi paruhnya lebih semarak
warna-warnanya. "Darby dan Joan!" kata Jack sambil tertawa. Melihat kedua burung itu, ia
langsung teringat pada tokoh suami istri dalam suatu lagu kuno, yang diceritakan
hidup rukun dan damai sampai tua. Sementara itu kedua puffin tadi berjalan
berdampingan mendatangi Philip. Anak-anak memandang mereka dengan geli.
"Kita beri nama apa ya, kedua burung ini?" tanya Dinah. "Jika mereka hendak
menggabungkan diri dengan kita, mereka harus diberi nama. Kocak sekali puffin-
puffin cilik ini!" "Puffin cilik enggas-enggos," oceh Kiki dengan tiba-tiba. Ia teringat lagi pada
kata-kata yang pernah diucapkannya. "Enggas .
?"Ya, tentu saja1 Enggas dan Enggos!" seru Lucy-Ann dengan gembira. "Lihat saja
cara mereka berjalan, terenggas-enggos seperti sepasang kakek-nenek! Kau ini
burung pintar, Kiki! Sejak kita berangkat kau selalu menyebut-nyebutnya dan "sekarang inilah mereka Enggas dan Enggos!" '
"Semua tertawa. Enggas dan Enggos rasanya memang cocok sebagai nama kedua burung
kocak itu. Sementara itu Enggas dan Enggos sudah dekat sekali ke tempat Philip
duduk, lalu ikut duduk dengan sikap puas di situ. Philip memandang mereka dengan
geli. Tapi Kiki sama sekali tidak senang. Ia menelengkan kepala, memandang kedua
burung itu. Mereka membalas tatapannya dengan dua pasang mata bertepi merah
darah. Akhirnya Kiki membuang muka sambil menguap.
"Hah Kiki kalah beradu tatapan mata!" kata Jack. "Padahal itu tidak gampang!"
"Ketiga tikus putih piaraan Philip beranggapan sebaiknya jangan dekat-dekat pada
Enggas dan Enggos. Dari tempat yang aman dekat leher Philip, mereka memandang
kedua burung puffin yang duduk dekat kaki tuan mereka. Ketika Enggas pada suatu
saat bergerak, secepat kilat tikus-tikus itu menyusup masuk ke dalam baju
Philip. Bill menggeliat. "Aku tidak tahu bagaimana dengan kalian tapi aku capek," katanya. "Matahari
"sudah terbenam di barat. Yuk, kita bereskan tempat ini sebentar lalu sesudah
"itu kita masuk ke dalam tenda. Besok kita bisa bersenang-senang lagi, mandi-
mandi dan berjemur sambil memperhatikan kehidupan burung-burung di sini.
Sementara ini aku sudah terbiasa dengan bunyi teriakan mereka yang tidak henti-
hentinya. Tapi mulanya nyaris tuli aku karenanya."
Dinah dan Lucy-Ann membereskan bekas-bekas makanan mereka. Lucy-Ann memasukkan
sebuah pasu besar ke dalam cekungan yang berisi air, lalu menyodorkannya
berkeliling pada semuanya untuk mencuci muka dan tangan.
"Sebaiknya kita jangan membersihkan badan dalam kolam ya kan, Bill?" katanya
"dengan serius. "Astaga! Tentu saja tidak!" kata Bill. "Airnya pasti akan langsung menjadi hitam
begitu Jack dan Philip masuk ke dalamnya! Air itu sebaiknya kita sediakan saja
untuk minum. Kalau kita memerlukan air untuk memasak atau mencuci badan, kita
ambil saja dengan pasu seperti kaulakukan tadi."
"Ahh aku kepingin berendam dalam air sebentar," kata Jack sambil bangkit.
?"Tidak, bukan dalam kolammu itu, Lucy-Ann! Kau tidak usah memandangku dengan
cemas. Aku akan turun ke teluk kecil di mana perahu kita berlabuh. Kau ikut,
Philip?" "Terang dong," kata Philip. Didorongnya Enggas dan Enggos yang menempel ke
lututnya. "Sana pergi, aku ini tidak tumbuh di sini, tahu!"
?"Aku juga ikut," kata Bill. Dipadamkannya pipa yang selama itu diisapnya.
"Badanku dekil rasanya. Kalian berdua juga mau ikut?"
"Tidak," kata Lucy-Ann. "Biar kubereskan saja tenda kalian. Akan kuhamparkan
selimut-selimut supaya kalian nanti tinggal berbaring saja lagi."
"Dinah juga tidak mau ikut. karena merasa capek sekali. Penyakit campak ternyata
banyak sekali menyadap tenaga kedua anak perempuan itu. Mereka tinggal di
perkemahan, sementara Bill bersama Jack dan Philip berangkat ke teluk untuk
mandi-mandi di sana. Di tempat itu lembah melandai sampai ke tepi laut, dan
teluk kecil berpasir itu cocok sekali untuk tempat mandi-mandi. Bill dan kedua
anak laki-laki yang menemani membuka pakaian mereka, lalu melompat ke dalam
laut. Air laut terasa nikmat dan hangat, membelai tubuh seperti sutra.
"Sedaaap!" kata Bill, lalu mulai mengejar Jack dan Philip. Sambil berteriak-
teriak dan memukul-mukul air keduanya mengelak. Berisik sekali suara mereka
bertiga main kejar-kejaran sampai Enggas dan Enggos, yang dengan setengah
berjalan dan setengah terbang tadi ikut menemani Philip ke tepi air, kini mundur
sedikit ke atas pasir. Kedua burung itu memandang mereka bertiga yang sedang
mandi-mandi dengan sikap merenung. Philip senang melihat mereka masih ada di
pantai. Pasti selama itu belum ada orang yang mempunyai piaraan dua ekor puffin!
Sementara itu Dinah Dan Lucy-Ann sibuk mengatur alas tenda serta selimut-
selimut. Tiba-tiba Dinah berhenti bekerja. Ia memiringkan kepala, seperti
mendengarkan. Lucy-Ann mengikuti perbuatannya.
"Ada apa?" bisiknya tapi saat itu ia pun mendengarnya. Pasti itu bunyi pesawat"terbang lagi!
Keduanya keluar dari tenda Ialu menengadah ke langit, mencari-cari sumber bunyi
itu. "Itu itu, di sana!" seru Lucy-Ann sambil menunjuk ke arah barat. "Masa kau
"belum melihatnya" Wah, wah mau apa pesawat itu sekarang?"
"Dinah masih juga belum berhasil melihat pesawat terbang itu. Matanya sudah
dipicing-picingkan, tapi ia masih belum juga melihat pesawat yang hanya nampak
berupa titik di langit. "Ada sesuatu jatuh dari pesawat itu," kata Lucy-Ann sambil memicingkan mata.
"Aduh, mana sih teropongnya" Cepat ambil, Dinah!"
Dinah mencari-cari, tapi teropong Jack dan Philip tidak ditemukan olehnya.
Sementara itu Lucy-Ann masih saja tengadah, memandang langit.
"Ada sesuatu yang jatuh lambat-lambat dari pesawat." katanya. "Warnanya putih.
Aku melihatnya tadi. Barang apa itu, ya" Mudah-mudahan saja pesawat itu tidak
dalam kesulitan." "Bill pasti tahu," kata Dinah. "Ia dan kedua abang kita tentu melihatnya pula.
Mungkin kedua teropong itu mereka bawa, karena kucari-cari di sini tidak ada."
Tidak lama kemudian pesawat itu lenyap dari penglihatan. Bunyinya juga tidak
kedengaran lagi. Dinah dan Lucy-Ann meneruskan pekerjaan, membereskan tenda.
Hawa saat itu masih tetap panas seperti tadi. Karenanya Dinah menyingkapkan
tutup tenda supaya ada angin segar masuk ke dalam.
"Rupanya tidak jadi datang badai," katanya sambil memandang ke langit sebelah
barat, untuk melihat apakah dari arah sana datang awan bergulung-gulung. "Tapi
hawa masih saja pengap, seperti mau hujan."
"Mereka sudah kembali," kata Lucy-Ann ketika ia melihat Bill bersama Jack dan
Philip datang dari pantai. "Dan Enggas serta Enggos masih saja ikut dengan
mereka. Wah, Di- asyik juga ya jika kita mempunyai piaraan dua ekor puffin!"
"Kalau puffin, aku tidak keberatan," kata Dinah. "Tikus yang tidak kusukai!
Halo, Bill! Anda tadi mendengar bunyi pesawat atau tidak?"
"Tidak! Ada pesawatkah tadi?" tanya Bill dengan penuh minat. "Di mana kalian
melihatnya" Kenapa kami tidak mendengar apa-apa"
"Habis kita tadi berisik sekali sih," kata Jack sambil nyengir. "Biar seratus
pesawat lewat, kita masih tetap takkan mendengarnya."
"Aneh," kata Lucy-Ann pada Bill. "Ketika aku sedang memperhatikan tadi, tahu-
tahu ada sesuatu jatuh dari pesawat itu. Sesuatu yang putih warnanya."
Bill memandang dengan kening berkerut.
"Payung terjun barangkali?" tebaknya. "Kau bisa melihatnya dengan jelas?"
"Tidak, karena jaraknya terlalu jauh," kata Lucy-Ann. "Mungkin saja yang kulihat
itu payung terjun. Tapi bisa juga gumpalan asap! Pokoknya, tadi nampaknya
seperti ada sesuatu jatuh dengan lambat dari pesawat itu. Kenapa Anda kelihatan
begitu serius, Bill?"
"Karena aku merasa ada sesuatu yah, sesuatu yang aneh dengan pesawat-pesawat "itu," kata Bill. "Kurasa sebaiknya aku pergi saja sebentar ke perahu kita, lalu
mengirim kabar lewat radio. Mungkin saja kejadian itu tidak ada artinya tapi
"mungkin juga sangat penting!"
Bab 12 BILL BERANGKAT SENDIRI Bill menuruni lembah, menuju ke teluk kecil di mana perahu motor ditambatkan.
Saban kali ia melangkah, kakinya terbenam di tanah yang lunak. Anak-anak
memperhatikan sahabat mereka itu pergi.
Lucy-Ann berwajah serius seserius Enggas dan Enggos yang saat itu sudah
"bersandar lagi dengan sikap tegak pada Philip.
"Aduh apa maksud Bill tadi" Kita sekarang kan tidak lagi-lagi terjerumus ke
"dalam petualangan yang baru" Di sini, di mana yang ada hanya laut, angin, dan
burung-burung! Apa ya yang mungkin terjadi di sini?"
?"Bill takkan banyak bercerita pada kita," kata Philip. "Jadi jangan ganggu dia
dengan bertanya-tanya terus. Aku mau tidur sekarang. Hihh agak dingin hawanya
"sekarang. Enak, tidur di bawah tumpukan selimut tebal. Enggas dan Enggos, kalian
tidur di luar saja, ya! Tempat dalam tenda takkan mencukupi jika kalian berdua
ikut masuk karena kami sudah bertiga, ditambah dengan Kiki serta ketiga tikus
"putihku." Enggas dan Enggos berpandang-pandangan. Setelah itu secara serempak mereka mulai
mengais-ngais di luar tenda, menyebabkan tanah berhamburan di belakang mereka.
Lucy-Ann tertawa geli. "Wah! Mereka hendak membuat liang sedekat mungkin padamu, Philip!" katanya.
"Kocak sekali mereka berdua!"
Kiki datang mendekat untuk memeriksa kesibukan kedua ekor puffin itu. Sebagai
akibatnya seluruh badannya kena tanah yang berhamburan. Kiki marah.
"Rrrrrrl" gerutunya. Kedua puffin yang sedang sibuk menggali- berbunyi serempak
menyatakan bahwa mereka sependapat dengan Kiki.
"Rrrrrrr!" Setengah jam kemudian Bill kembali. Anak anak sudah meringkuk di bawah selimut,
"sedang Lucy-Ann malah sudah tidur pulas. Dinah menyapa ketika ia mendengar
langkah Bill di luar. "Semua beres, Bill?"
"Ya! Aku tadi menerima kabar dari London, katanya keadaan ibumu sudah agak
lumayan sekarang," kata Bill. "Tapi rupanya penyakit campaknya cukup berat juga.
Untung ia tidak perlu mengurus kalian lagi saat ini!"
"Bagaimana dengan berita Anda sendiri, Bill- mengenai pesawat terbang itu?"
tanya Dinah yang ingin sekali mengetahui mengapa Bill begitu berminat
terhadapnya. "Anda juga sudah mengirimkannya?"
"Ya, sudah,"kata Bill singkat. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nah tidur "saja sekarang, Dinah."
Dua menit kemudian semua sudah tidur. Pencicit serta kedua saudaranya hanya
nampak berupa onggokan kecil-kecil dalam baju Philip. Kiki bertengger di atas
perut Jack, walau anak itu sudah beberapa kali mendorongnya supaya turun dari
situ. Enggas dan Enggos duduk dalam liang yang baru mereka buat. Paruh mereka
yang besar dan berwarna-warni saling bersentuhan. Suasana tenang dan damai,
sementara bulan bergerak pada lintasannya di langit. Bayang-bayangnya nampak
berupa jalur terang keperak-perakan di atas air yang tak kenal tenang.
Fajar menyingsing membawa hari yang cerah dan indah. Kelihatannya badai tidak
jadi datang, karena hawa tidak lagi pengap seperti hari sebelumnya. Anak-anak
begitu bangun langsung lari ke pantai untuk mandi-mandi di laut. Lari mereka
begitu kencang sehingga Enggas dan Enggos kepayahan mengikuti. Kedua puffin itu
terpaksa terbang agar jangan sampai tertinggal jauh. Mereka ikut masuk ke air
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersama anak-anak, lalu terapung-apung dipermainkan ombak. Konyol sekali
kelihatannya! Setelah itu mereka menyelam, mencari ikan. Mereka berenang dengan sayap digerak-
gerakkan dalam air. Ternyata mereka sangat tangkas, karena dengan cepat sudah
tersembul lagi di permukaan dengan ikan di paruh mereka yang besar.
"Bagaimana jika seekor kalian berikan pada kami untuk sarapan pagi, Enggas?"
seru Philip. Ia mencoba mengambil seekor ikan dari paruh puffin yang terdekat.
Tapi burung itu tidak mau melepaskan. Ikan yang berada di paruhnya kemudian
ditelan bulat bulat. ?"Seharusnya kau mengajari mereka menangkap ikan untuk kita," kata Jack sambil
tertawa geli. "Dengan begitu kita kan bisa sarapan ikan bakar! He, lepaskan,
Enggos itu kakiku, bukan ikan!"
"Saat sarapan mereka merembukkan rencana untuk hari itu.
"Apa yang akan kita lakukan hari ini" Yuk, kita memeriksa seluruh pulau kita
ini, dan memberi nama pada tempat-tempat khusus. Misalnya lembah kecil di mana kita berada sekarang,
namanya Lembah Tidur, karena di sinilah tempat kita tidur," kata Lucy-Ann.
"Dan pantai tempat kita mandi-mandi namanya Teluk Cebur," kata Dinah. "Sedang di
mana kita mula-mula menambatkan perahu kita, enaknya diberi nama Pelabuhan
Tersembunyi." Bill tidak banyak berbicara saat itu. Jack menoleh padanya.
"Apa yang ingin Anda lakukan hari ini, Bill" Anda mau ikut menjelajahi pulau ini
bersama kami?" "Kalian pasti akan sudah sibuk dan asyik sendiri nanti," kata Bill. "Karenanya
jika kalian tidak keberatan, aku hendak berkeliling sendiri dengan perahu motor
mendatangi pulau-pulau sekitar sini.?"Apa" Tanpa kami?" tanya Dinah tercengang. "Kami ikut saja dengan Anda kalau
begitu itu jika Anda menghendakinya."
?"Sekali ini aku akan pergi sendiri," kata Bill. "Lain kali saja kalian ikut.
Hari ini aku hendak pergi seorang diri."
"Ada ada apa, Bill?" tanya Jack. Ia mendapat perasaan, jangan-jangan ada yang
"tidak beres. "Ada sesuatu yang terjadi?"
"Sepanjang pengetahuanku, tidak," kata Bill dengan riang. "Aku cuma ingin pergi
seorang diri saja lain tidak! Dari jika aku sendiri saja melihat-lihat keadaan
"di sekeliling perairan sini, nanti aku kan bisa mengetahui tempat-tempat mana
saja yang paling baik untuk didatangi beramai-ramai. Ya, kan?"
"Baiklah, Bill," kata Jack yang masih tetap merasa heran. "Lakukanlah apa yang
Anda kehendaki. Ini juga liburan bagi Anda, meski liburan untuk menghilangkan
jejak!" Jadi hari itu Bill pergi seorang diri. Anak-anak mendengar bunyi mesin perahu
motornya yang bergerak ke tengah laut.
"Ada sesuatu yang hendak dilakukan Bill," kata Philip. "Dan aku berani bertaruh,
pasti ada sangkut pautnya dengan kedua pesawat terbang itu. Coba ia mau
bercerita pada kita mengenainya. Tapi Bill takkan mau mengatakannya."
Mudah-mudahan nanti ia kembali dalam keadaan selamat." kata Lucy-Ann cemas.
?"Gawat kalau kita sampai terdampar di pulau ini tanpa ada seorang pun yang tahu
di mana tepatnya kita berada."
"Wah, benar juga katamu itu," kata Jack. "Tak terpikir olehku hal itu selama
ini. Tapi sudahlah kau tidak perlu cemas, Lucy-Ann! Kecil sekali
"kemungkinannya Bill akan menjumpai mara bahaya. Orangnya kan cerdas!"
Hari itu berlalu dalam suasana gembira. Anak-anak pergi ke tebing, mengamat-
amati kawanan burung yang tinggal di sana. Mereka juga duduk-duduk di tengah
kerumunan burung-burung puffin, memperhatikan kehidupan burung-burung aneh
berparuh besar itu. Lucy-Ann mengikatkan sapu tangan untuk menutupi hidung. Ia
tidak tahan terhadap bau tempat itu. Tapi anak-anak yang lain dengan segera
sudah merasa biasa dengan bau yang masam. Lagi pula, saat itu angin bertiup
lumayan kencang. Enggas dan Enggos selalu ikut ke mana saja anak-anak pergi. Mereka berjalan atau
berlari bersama anak-anak. Keduanya terbang mengitari mereka, serta ikut pula
mandi-mandi di laut. Kiki agak cemburu. Tapi setelah sekali mengalami patukan
paruh Enggas, kakaktua itu tidak berani terlalu mendekat lagi. Ia melampiaskan
kekesalannya dengan jalan mengata-ngatai.
"Bersihkan hidungmu! Sudah berapa kali kukatakan, kau harus membersihkan kakimu"
Anak nakal! Enggas-Enggos saja terus-terusan. Plak, si puffin meledak!"
Sehabis makan sore anak-anak duduk di Lembah Tidur, menunggu Bill kembali.
Matahari mulai condong ke barat. Lucy-Ann nampak gelisah. Mukanya pucat. Ke mana
Bill" Kenapa belum kembali"
"Jangan khawatir sebentar lagi pasti pulang," kata Philip. "Tak lama lagi "pasti akan terdengar suara perahu motornya."
Tapi saat matahari terbenam Bill masih belum muncul juga. Kegelapan malam
menyelubungi pulau. Anak-anak merasa tidak ada gunanya menunggu lebih lama lagi.
Empat anak yang gelisah masuk ke tenda mereka. Keempat-empatnya berbaring di
bawah selimut. Tapi tidak satu pun bisa tidur.
Akhirnya Dinah dan Lucy-Ann pindah ke tenda yang satu lagi, lalu mengajak Jack
dan Philip mengobrol. Tiba-tiba terdengar bunyi yang sejak lama ditunggu-tunggu.
Bunyi mesin perahu motor! Semua langsung bangkit dan lari ke luar.
"Itu Bill! Pasti Dia! Mana senternya" Yuk, kita turun ke teluk."
Anak-anak berjalan tersandung-sandung di tengah kawanan burung puffin yang
sedang enak-enak tidur. Tidak sedikit yang terbangun karena terinjak atau kena
tendangan tanpa sengaja. Mereka sampai di pantai tepat pada saat Bill melangkah
ke luar dari tepi air. Keempat anak itu berhamburan menghampirinya dengan
gembira. "Bill! Aduh, Bill! Apa yang selama ini terjadi dengan Anda" Kami sudah mengira,
jangan-jangan Anda tersesat!"
"Aduh, Bill takkan kami biarkan Anda pergi sendiri lagi!"
?"Maaf jika aku menyebabkan kalian cemas," kata Bill. "Tapi aku tidak ingin
"kembali selama hari masih terang, karena khawatir kalau kelihatan dari pesawat
terbang tak dikenal itu. Jadi aku terpaksa menunggu sampai gelap dulu, walau aku
juga tahu bahwa kalian pasti cemas. Tapi ini aku, sudah ada di sini lagi!"
?"Tapi Bill Anda tidak mau menceritakan apa-apa pada kami?" seru Dinah. "Kenapa
"Anda tidak mau kembali selama masih terang" Anda khawatir kelihatan oleh siapa"
Dan kalau kelihatan, lantas mengapa?"
Yah," kata Bill setelah beberapa saat, "ada sesuatu yang aneh sedang
"berlangsung di perairan terpencil ini. Aku tidak tahu persis, apa itu. Tapi aku
ingin mengetahuinya. Hari ini aku tidak melihat siapa-siapa, walau aku sudah
mengelilingi entah berapa pulau saja sepanjang hari. Aku memang tidak
memperkirakannya, karena tak ada orang yang begitu goblok datang kemari untuk
"sesuatu urusan rahasia, tapi membiarkan ada orang lain melihat atau
mengetahuinya. Tapi aku masih merasa, mungkin aku akan berhasil menemukan salah
satu petunjuk." "Kurasa kulit jeruk yang kita lihat terapung-apung itu merupakan petunjuk bahwa
di salah satu pulau sekitar sini ada orang lagi selain kita ya kan, Bill?"
"kata Lucy-Ann. Ia teringat pada kulit jeruk yang dilihatnya terapung-apung lalu
menyentuh jari-jarinya yang direndamkan dalam air ketika perahu motor sedang
melaju. "Tapi apa yang dilakukannya di sini" Tidak banyak yang bisa dikerjakan
di perairan yang begini terpencil. Yang ada cuma pulau-pulau yang dihuni burung-
burung saja." "Justru itulah yang membuat aku bingung," kata Bill. Kalau penyelundupan tidak
"mungkin, karena pesisir daerah daratan saat ini dijaga ketat. Jadi untuk apa?"
"Bill" Anda tadi yakin tidak ada yang melihat Anda?" tanya Dinah agak cemas.
"Mungkin saja di salah satu pulau itu ada pengintai yang bersembunyi dan kalau
" betul begitu, mungkin saja Anda dilihat olehnya tanpa Anda melihat dirinya."
"Betul juga katamu tapi risiko itu harus kutanggung," kata Bill. "Tapi "kemungkinannya kecil sekali. Kurasa takkan ada penjaga ditempatkan di mana pun
juga, karena kecil sekali kemungkinannya ada orang datang ke pulau-pulau sini
dan mengganggu kegiatan rahasia yang sedang berlangsung."
"Walau begitu ada saja kemungkinan Anda dilihat atau didengar orang lain,"
"kata Dinah berkeras. "Aduh, Bill padahal Anda kan ditugaskan untuk menghilang
"sama sekali. Sekarang Anda mungkin terlihat musuh-musuh Anda!"
"Kecil sekali kemungkinannya mereka adalah lawan-lawanku, dari pengintaian siapa
aku harus melenyapkan diri," kata Bill sambil tertawa. "Kurasa takkan ada orang
lain yang mengenali diriku di sini, nampak di kejauhan dalam perahu motor.
Paling-paling orang yang melihatku tadi menyangka aku ini pengamat burung atau
pengamat alam yang senang hidup menyendiri di perairan sini."
Tidak lama kemudian mereka sudah masuk lagi ke dalam tenda masing-masing. Anak-
anak merasa senang, karena Bill sudah ada di tengah-tengah mereka lagi dalam
keadaan selamat. Bintang-bintang kemerlip di langit malam yang cerah. Enggas dan Enggos masuk ke
dalam liang kediaman mereka. Kedua burung itu merasa senang, karena kerabat
mereka yang baru akhirnya pergi tidur. Keduanya tidak begitu senang jalan-jalan
pada waktu malam. Sambil berbaring di bawah selimutnya, Lucy-Ann masih saja merasa gelisah.
"Saat ini terasa olehku bahwa ada petualangan sedang menjelang. Aduh padahal
"tempat ini paling tidak enak untuk mengalami petualangan!"
Bab 13 APA YANG TERJADI MALAM ITU"
Keesokan paginya semua beres, seolah-olah memang tidak ada apa-apa. Anak-anak
sudah melupakan lagi rasa takut mereka malam sebelumnya. Sedang Bill asyik
berkelakar dan tertawa-tawa bersama anak-anak.
Tapi walau begitu, sebenarnya ia masih merasa gelisah. Ketika sebuah pesawat
terbang muncul lalu melintas beberapa kali di atas pulau, dengan cepat
disuruhnya anak-anak bertiarap. Tepat di tengah pemukiman burung puffin di mana
mereka saat itu berada. "Kurasa tenda-tenda kita tidak terlihat dari atas," kata Bill. "Mudah-mudahan
saja." "Anda tidak mau ada orang lain tahu kita di sini, Bill?" tanya Jack.
"Betul," kata Bill singkat. "Setidak-tidaknya untuk saat ini. Jika kalian
mendengar bunyi pesawat terbang, lekas-lekas mengendap. Dan kita jangan
menyalakan api untuk memasak air. Kita minum limun saja.
"Walau demikian hari itu berlalu dengan cukup menyenangkan. Hawa kembali sangat
panas. Anak-anak berulang kali pergi mandi-mandi, dan setelah itu berjemur badan
di bawah sinar matahari. Kiki cemburu pada Enggas dan Enggos karena kedua puffin
itu bisa ikut masuk ke dalam air bersama anak-anak. Burung kakaktua itu berdiri
di pantai dengan cakar terbenam dalam pasir. Ia berteriak-teriak dengan suara
lantang. "Pol!y pilek panggil dokter!" Untuk lebih meyakinkan, Kiki menirukan bunyi
"orang bersin. "Konyol tidak si Kiki?" kata Jack. Disemburkannya air ke arah burung itu. Kiki
" melangkah mundur dengan jengkel. "Kasihan Kiki! Sayang! Sayang malang, bukan
main Kiki!" "Betul, bukan main Kiki!" seru Jack, lalu menyelam untuk menarik kaki Bill di
dalam air. Berulang kali mereka membuat foto. Enggas dan Enggos ikut berpose. Sikap mereka
apik sekali, menatap dengan serius ke arah kamera yang dibidikkan.
"Melihat mereka, aku merasa seolah-olah sebentar lagi keduanya akan saling
berangkulan," kata Jack sambi! menjepretkan kameranya.
"Terima kasih, Enggas dan Enggos. Pose kalian bagus sekali! Tapi lain kali
tersenyumlah sedikit. Ayo minggir, Kiki- dan jangan kau sentuh pasak tenda itu.
Sudah tiga yang kaucabut!"
Petangnya langit tertutup awan tebal. Matahari tidak kelihatan.
"Rasa-rasanya sebentar lagi akan datang badai yang waktu itu tidak jadi," kata
Bill. "Cukup kokoh atau tidak ya tenda kita?"
"Yah pilihan lain tidak ada," kata Jack. "Lembah Tidur kita merupakan tempat "yang paling terlindung di pulau ini. Sepanjang yang kulihat sampai sekarang, di
tempat ini sama sekali tidak ada gua atau semacam itu."
"Siapa tahu, mungkin saja badai ini pun tidak jadi," kata Philip. "Huh,
panasnya! Kurasa aku perlu mandi sekali lagi untuk terakhir kalinya."
"Kau sudah delapan kali mandi," kata Dinah, "Aku menghitungnya."
Hari itu lekas gelap karena ada awan tebal menyelubungi langit. Malam itu anak-
anak cepat masuk ke pembaringan masing-masing sambil menguap karena sudah
mengantuk. Bill memandang arlojinya.
"Aku hendak ke perahu sebentar untuk mengirim kabar dengan pesawat memancarku,
"katanya. "Siapa tahu, mungkin nanti juga ada berita untukku. Kalian tidur saja
dulu. Aku takkan lama."
"Baiklah," kata Jack dan Philip mengantuk. Bill menyelinap ke luar dari tenda.
Dinah dan Lucy-Ann sudah tidur, jadi tidak tahu bahwa Bill pergi.
Sementara Philip terlelap begitu Bill keluar, Jack masih bangun selama beberapa
waktu lagi. Untuk kelima kalinya ia mendorong Kiki yang hendak bertengger di
atas perutnya. Kiki pindah ke atas perut Philip. Ia menunggu suatu tonjolan bergerak mendekati
cakarnya. Pasti itu salah satu tikus putih piaraan Philip, pikir Kiki. Ketika
selimut dekatnya tiba-tiba terangkat, dengan segera ia mematuk dengan sengit.
Terdengar suara Philip berteriak kesakitan,
"Kau ini memang setan, Kiki! Ambil dia, Jack! Pinggangku dipatuknya tadi. Coba
aku bisa melihatnya saat ini, pasti kutampar paruhnya."
Kiki keluar dari tenda, menunggu Jack dan Philip sudah tidur lagi. la terbang ke
puncak tenda lalu bertengger di situ.
Sementara itu Bill sudah sibuk memutar-mutar tombol pesawat radionya dalam
perahu motor. Tapi gangguan cuaca saat itu menyebabkan ia hanya mendengar bunyi
gemerisik saja. "Sialan!" kata Bill. "Kalau begini terus, aku takkan bisa mengirim berita sama
sekali. Lebih baik jika perahu kubawa saja ke celah sempit waktu itu apa
"namanya yang diberikan anak-anak" ah ya, Pelabuhan Tersembunyi. Mungkin di
" sana radioku bisa bekerja lebih baik karena tempat itu lebih terlindung "daripada di sini."
Bill perlu sekali memakai pesawat radionya malam itu. Karenanya dengan segera ia
berangkat ke Pelabuhan Tersembunyi. Dengan hati-hati dikemudikannya perahu
memasuki celah. Setelah perahu ditambatkan, dicobanya pesawat radionya sekali lagi. Setelah
beberapa saat sibuk, ia seolah-olah mendengar bunyi sesuatu dari arah laut.
Bunyinya kian mendekat. Bill mematikan radionya, lalu memasang telinga baik-
baik. Tapi tiupan angin yang bertambah kencang saja yang terdengar olahnya.
Bill menghidupkan radionya kembali. Ia menyimak dengan tekun, menunggu berita
untuknya. Satu diterimanya, disusul olah pemberitahuan agar menunggu pengumuman
penting dari markas basar.
Bill menunggu dengan sabar, sementara dari radio hanya terdengar bunyi gemerisik
dan mencuit-cuit. Tiba-tiba ia menoleh dengan heran. Ia mendengar bunyi yang
tidak berasal dari pesawat radio di depannya. Ia mengira Jack atau Philip yang
datang. Tapi ternyata bukan. Bill bertatapan muka dengan seorang laki-laki berwajah
keras dan berhidung bangkok, yang memandang ke dalam kabin. Orang itu bersaru
heran ketika melihat wajah Bill yang menoleh ke arahnya,
"Kau"!" saru orang itu. "Cari apa kau di sini" Apa yang kau ketahui tantang....
"Bill bangkit dengan cepat. Tapi saat itu juga orang tadi menerjang ke arahnya
dengan bersenjatakan pentungan. Bill langsung roboh kena pukul. Kepalanya
terbentur pada sudut pesawat radio. Tubuhnya menggeleser ke lantai. Bill jatuh
pingsan. Laki-laki berhidung bangkok tadi bersuit dengan nyaring. Seorang laki-laki lagi
menghampiri pintu kabin dan memandang ke dalam.
"Kaulihat itu?" kata laki-laki yang pertama sambil menuding ke arah tubuh Bill.
"Tidak disangka-sangka, ya menjumpainya di sini" Bagaimana pendapatmu
" "mungkinkah ia menduga apa-apa?"
"Melihat ia ada di sini, mestinya begitu," kata laki-laki yang satu lagi.
Potongan mulutnya yang kejam tersembunyi di balik janggut tebal yang dipotong
pendek "Ikat dia! Siapa tahu, mungkin ada gunanya nanti. Akan kita paksa dia
membuka mulut!" Dengan segera Bill sudah diikat erat-erat. Ia masih belum siuman kembali. Kedua
laki-laki tadi memindahkannya ke sebuah perahu kecil yang bersandar di samping
Lucky Star. Dengan cepat tali tambatan dilepaskan, siap untuk mendayungnya
kembali ke perahu motor mereka yang dilabuhkan di depan pulau.
"Mungkinkah ada orang lain ikut dengannya di sini?" tanya laki-laki berhidung
bengkok pada temannya. "Kalau di perahu tadi. yang ada cuma ia sendiri."
"Tidak, ia seorang diri. Ketika perahunya itu kelihatan kemarin, hanya ada satu
orang di dalamnya dan ternyata memang dia," kata laki-laki berjanggut tebal.
?"Kalau ada orang lain bersamanya, pasti kelihatan oleh kita. Tidak ia seorang
"diri di sini! Hah! Ia tidak tahu bahwa ada yang memperhatikan dirinya ketika ia
kembali kemari kemarin malam."
"Ya, kurasa memang tidak ada siapa-siapa lagi di sini, kata laki-laki pertama
"yang kelihatannya masih enggan pergi. "Apakah perahu motornya tidak perlu kita
rusak untuk berjaga-jaga"
"Baiklah dan jangan lupa radionya juga," jawab temannya, laki-laki yang
"
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berjanggut. Ia menemukan sebuah palu. Tidak lama kemudian terdengar bunyi
hantaman bertubi-tubi dalam kabin Lucky Star. Mesin perahu dan pesawat radio
Bill dihancurkan. Setelah itu kedua laki-laki tadi kembali ke perahu mereka dan mulai
mendayungnya, membawa Bill yang masih pingsan. Mereka sampai di perahu motor
yang menunggu di luar. Tidak lama kemudian terdengar bunyi mesinnya, makin lama
makin menjauh. Tapi tidak ada yang mendengarnya di Pulau Puffin, kecuali Kiki.
Dan juga burung-burung puffin, tentunya!"
Anak-anak sama sekali tidak tahu bahwa Bill tidak kembali malam itu. Mereka
berempat tidur pulas, bermimpi tentang burung-burung puffin, ombak besar, serta
pasir yang putih keemasan.
Jack yang paling dulu bangun keesokan paginya. Itu pun karena Kiki mencubiti
kupingnya dengan paruh. .
"Kau ini Sialan, Kiki!" kata Jack sambil mendorong kakaktua itu pergi. "Aduh "Enggas dan Enggos pun sudah hadir!"
Kedua burung air itu berjalan terenggas-enggos menghampiri Philip, lalu berdiri
dengan sabar dekat muka anak yang masih tidur itu.
"Rrrrr," sapa Enggas.
Philip terbangun. Ia langsung nyengir ketika melihat Enggas dan Enggos ada di
dekatnya, lalu duduk sambil menguap lebar-lebar.
"Halo, Jack!" katanya. "Bill sudah bangun?"
"Kelihatannya begitu," kata Jack. "Mungkin sedang mandi sekarang. Kenapa kita
tidak sekaligus dibangunkannya tadi"! Yuk, kita bangunkan Dinah dan Lucy-Ann
"lalu menyusulnya ke pantai."
Tak lama kemudian nampak keempat anak itu berlari-lari ke tepi air. Mereka
mengira akan melihat Bill di sana. Tapi sahabat mereka ternyata tidak ada di
tempat itu. "Kalau begitu, di mana dia?" tanya Lucy-Ann dengan nada bingung. "Astaga! mana
"perahu motor kita?"
Ya, betul mana perahu motor mereka" Di tempat itu tidak ada, itu sudah jelas.
"Anak-anak memandang ke arah teluk dengan perasaan heran bercampur kecut.
"Pasti Bill membawanya ke Pelabuhan Tersembunyi," kata Jack. "Mungkin saja
radionya tidak jalan di sini, terganggu keadaan cuaca yang buruk."
"Kalau begitu yuk, kita ke Pelabuhan Tersembunyi," ajak Philip. "Mungkin
"sesampai di sana Bill lantas merasa mengantuk, lalu tidur dalam kabin."
"Mungkin saja ia ada di sana," kata Dinah. "Dan sekarang masih pulas! Yuk, kita
ke sana lalu mengejutkannya. Kita berseru kuat-kuat ke dalam kabin supaya ia
"terloncat bangun. Huh Penidur!"
?"Mudah-mudahan saja betul ia ada di sana," kata Lucy-Ann. Anak itu menggigil,
karena kedinginan bercampur rasa cemas.
Keempat anak itu bergegas-gegas mengenakan pakaian mereka. Semua agak menggigil,
karena matahari sudah lenyap di balik gumpalan awan yang nampak seram.
"Mudah-mudahan saja cuaca kini tidak berubah menjadi buruk padahal kita baru
"saja mengawali liburan ini dengan menyenangkan," kata Dinah. "Aduh, maaf Enggas
tapi kau sih, kenapa mendekat-dekat terus. Terinjak tadi, ya?"
" Burung puffin itu nampaknya tidak peduli, walau terinjak oleh Dinah. Sambil
mengibaskan sayap serta mengeluarkan bunyi "rrrr", Enggas bergegas menyusul
Enggos yang saat itu berusaha mengikuti kecepatan Philip berjalan.
Mereka melintasi tempat pemukiman burung-burung puffin, menuju ke bagian tebing
yang runtuh sedikit. Sesampai di sana nampak perahu motor mereka terayun-ayun
lembut dipermainkan ombak, di bawah tebing.
"Itu dia!" seru Dinah bergembira. "Bill ternyata memang membawanya kemari!"
"Bill tidak ada di geladak," kata Jack. "Kalau begitu pasti di kabin. Yuk, kita
biarkan saja ia tidur dulu."
"Kita panggil saja," kata 'Lucy-Ann tiba-tiba. "Ayolah! Aku ingin tahu, benarkah
ia ada di sana." Sebelum anak-anak sempat mencegah, ia sudah berseru senyaring-nyaringnya.
"Bill! Bill! ANDA ADA DI SANA?"
Tapi tidak nampak Bill muncul dari kabin. Untuk pertama kalinya anak-anak merasa
cemas. "BILL!" seru Jack. Kelantangan suaranya menyebabkan anak-anak yang lain
terkejut. "BILL! Keluarlah!"
Tidak terdengar suara apa-apa dari arah perahu motor. Tahu tahu keempat anak itu"dilanda rasa panik. Tersaruk-saruk mereka menuruni tebing, menuju ke perahu.
Sesampai di bawah mereka meloncat ke geladak, lalu memandang ke dalam ruangan
kabin. "Tidak ada," kata Dinah ketakutan. "Kalau begitu ke mana, ya?"
"Mestinya ada di sekitar tempat ini, karena perahu kita masih di sini," kata
Jack. "Sebentar lagi ia pasti datang. Mungkin sedang berkeliaran memeriksa salah
satu sudut pulau ini."
Mereka berpaling dari kabin. Tiba-tiba Philip tertegun, karena melihat sesuatu.
Air mukanya berubah, nampak pucat pasi. Dicengkeramnya lengan Jack.
"Ada apa?" tanya Jack ketakutan. Tanpa mengatakan apa-apa, Philip menuding ke
arah pesawat radio yang terdapat dalam kabin.
"Hancur!" katanya berbisik. "Hancur berantakan! Perbuatan siapa itu?"
Lucy-Ann mulai menangis. Jack pergi ke geladak. Ia memeriksa berkeliling dengan
perasaan tak menentu. Tiba-tiba terdengar Philip yang masih ada dalam kabin
berteriak. Kedengarannya seperti panik. Bergegas-gegas anak-anak yang lain
datang menghampiri. "Lihatlah! Mesin perahu pun ikut dirusak! Rusak habis-habisan. Aduh apakah
"yang sebenarnya telah terjadi di sini?"
"Dan mana Bill?" tanya Dinah dengan bisikan parau.
"Lenyap. Diculik orang," kata Philip lambat lambat. "Ada orang datang
"menyergapnya malam-malam. Kurasa orang-orang itu tidak tahu kita ada di sini.
Mereka mengira Bill seorang diri saja. Mereka menyekapnya dan kini kita
"terdampar di Pulau Puffin tanpa ada kemungkinan melarikan diri!"
Bab 14 BEBERAPA RENCANA Tiba-tiba semua merasa kecut ketakutan. Lucy-Ann jatuh terduduk, disusul oleh
Dinah. Sedang Jack dan Philip terus menatap mesin yang berantakan, seolah-olah
tidak bisa mempercayai penglihatan mereka.
"Pasti kita sedang bermimpi," kata Dinah setelah beberapa saat. "Tidak mungkin
ini benar-benar terjadi. Kemarin semuanya kan masih beres lalu sekarang... " ?"Sekarang perahu kita berantakan sehingga kita tidak bisa pergi dari sini.
Pemancar hancur, jadi kita tidak bisa mengirimkan berita, sedang Bill lenyap,"
kata Philip. "Ini bukan mimpi buruk ini kenyataan." `
?"Yuk, kita duduk beramai-ramai dalam kabin,"kata Lucy-Ann sambil mengusap
matanya. "Kita duduk dekat-dekat. Jangan ada yang pergi."
"Kasihan," kata Philip. Ia merangkul Lucy-Ann ketika anak itu duduk dengan sikap
goyah. "Jangan cemas. Kita pernah mengalami kejadian yang lebih gawat daripada ini."
"Tidak ini kejadian terburuk yang pernah kita alami!" kata Dinah.
"Kiki merasa bahwa saat itu anak-anak sedang dalam keadaan tegang. Ia bertengger
dengan tenang di bahu Jack- sambil mengeluarkan bunyi-bunyi pelan yang
kedengarannya seperti hendak menghibur. Enggas dan Enggos duduk di geladak.
Sikap mereka serius sekali. Mereka menatap lurus ke depan. Kelihatannya kedua
puffin itu juga dapat merasakan bahwa telah terjadi sesuatu hal yang gawat.
Perasaan anak-anak agak enak ketika mereka sudah berada dalam kabin. Mereka
duduk saling berdekatan. Jack membongkar isi sebuah lemari kecil yang terdapat
di sisinya. Diambilnya beberapa batang coklat dari situ. Anak-anak belum sempat
sarapan pagi itu. Walau kekagetan mereka seolah-olah melenyapkan selera makan,
tetapi coklat yang disodorkan oleh Jack diterima juga dan kemudian digigit
sedikit-sedikit. "Coba kita reka-reka, apa yang sebetulnya telah terjadi," kata Jack sambil
memberikan secuil coklatnya pada Kiki.
"Yah kita tahu, Bill gelisah tentang sesuatu," kata Philip. "Misalnya mengenai
"pesawat-pesawat terbang itu. Bill merasa pasti, ada sesuatu yang aneh sedang
berlangsung di sini. Itu sebabnya ia pergi seorang diri dengan perahu ini. Dan
rupanya ada yang melihatnya."
"Ya dan mungkin dengan salah satu cara, musuh-musuhnya kemudian tahu bahwa ia
"ada di sini," kata Dinah. "Mungkin saja mereka mengikutinya dari jauh,
memperhatikan dirinya dengan bantuan teropong. Pokoknya, jelas mereka datang
mencarinya kemari." "Dan menemukannya," kata Jack "Coba ia tidak kemari kemarin malam untuk
mengutak-utik pemancarnya!"
"Kalau itu tidak dilakukan olehnya, musuh-musuhnya itu barangkali akan memeriksa
seluruh pulau dengan hasil bahwa kita pun ikut ketahuan," kata Dinah. "Sedang
sekarang mungkin orang-orang itu tidak tahu kita ada di sini."
?"Kalau ketahuan pun tidak apa-apa bagi mereka," kata Lucy-Ann sambil terisak
pelan. Orang-orang itu pasti tahu bahwa kita takkan berbahaya bagi mereka, karena
"berada di pulau yang tidak mungkin bisa kita tinggalkan."
"Mereka mungkin kemari naik perahu motor," sambung Jack. Perahu motor itu
"mereka tinggalkan di luar lalu masuk kemari dengan sekoci dayung. Mereka
"mestinya mengenal celah sempit ini atau melihat cahaya terang dari kabin sini.
" Bill pasti menyalakan lampu kabin, dan nyalanya kan terang sekali."
"Betul! Dan pasti Bill disergap ketika sedang lengah, lalu dipukul sehingga
pingsan," kata Philip dengan suara lesu. "Sekarang ia dibawa pergi oleh mereka!
Entah bagaimana nasibnya sekarang."
"Mereka kan mereka kan tidak akan menyakiti Bill, ya?" kata Lucy-Ann. Suaranya"bergetar. Tidak ada yang memberi jawaban. Anak itu mulai menangis lagi.
"Jangan menangis, Lucy-Ann," kata Philip. "Kita pernah mengalami keadaan yang
lebih gawat daripada ini, tak peduli apa kata Dinah tadi. Kita pasti bisa keluar
dengan selamat dari kesulitan ini."
"Tapi bagaimana?" kata Lucy-Ann sambil menangis terus. "Aku sama sekali tidak
melihat ada kemungkinan. Dan kau juga tidak!"
Ucapan Lucy-Ann memang benar. Philip menggaruk-garuk kepalanya, lalu memandang
Jack. "Yah kita perlu mengatur salah satu rencana dulu," kata Jack. "Maksudku kita
" "perlu menentukan sikap mengenai apa yang akan kita lakukan untuk berusaha lari
dari sini. Begitu pula apa yang kita lakukan sampai kita bisa lari."
"Tidakkah kawan-kawan Bill akan datang mencari kita apabila mereka tidak
menerima kabar dari dia?" tanya Dinah tiba-tiba.
"Huh! Apa gunanya itu untuk kita?" tukas Philip dengan segera. "Di sekitar sini
ada beratus-ratus pulau kecil seperti tempat kita ini. Diperlukan waktu
bertahun-tahun apabila segala pulau ini didatangi dan diperiksa satu-satu untuk
mencari kita!" "Kita bisa membuat api unggun di atas tebing yang harus menyala terus, supaya
kalau ada yang mencari kita akan bisa melihat asapnya pada siang hari, atau
nyalanya waktu malam," kata Dinah bersemangat "Itu seperti yang dilakukan para
"pelaut yang terdampar di pulau terpencil."
"Ya, itu bisa kita lakukan," kata Jack. "Tapi payahnya musuh kita mungkin akan
melihatnya pula lalu datang dan menemukan kita di sini sebelum ada orang lain
"datang." Anak-anak membisu. Tidak ada yang tahu, siapa sebenarnya musuh yang dihadapi.
Mereka rasanya begitu misterius, perkasa, dan menyeramkan.
"Yah, apa boleh buat menurutku tidak ada pilihan lain kecuali menyalakan api
"unggun seperti yang diusulkan oleh Dinah tadi," kata Philip setelah beberapa
saat. "Kita harus menerima risiko api unggun itu kelihatan oleh musuh, lalu
mereka datang mencari kita. Tapi kita harus berbuat sesuatu untuk memberi
isyarat pada orang-orang yang mencari kita. Kita bisa saja berjaga-jaga, lalu
cepat-cepat bersembunyi kalau musuh yang datang."
"Bersembunyi" Di mana kita bisa bersembunyi?" tanya Dinah dengan nada mencemooh.
"Tidak ada satu tempat pun di pulau ini yang bisa dijadikan persembunyian!"
"Memang, katamu benar," kata Jack. "Tidak ada gua, tidak ada pohon kecuali
beberapa batang yang tumbuh kerdil itu sedang sisi tebing terlalu curam
"sehingga tidak bisa kita selidiki. Kita benar-benar dalam keadaan terjepit saat
ini!" "Tidak adakah yang bisa kita lakukan untuk menolong Bill?" tanya Lucy-Ann dengan
sedih. "Aku selalu saja terkenang padanya."
"Aku juga," kata Jack. "Tapi aku saat ini tidak melihat kemungkinan untuk
menolong diri kita sendiri. Apalagi menolong Bill! Kalau saja kita bisa minggat
dari sini atau meminta bantuan lewat radio dan memanggil beberapa kawan Bill
" kemari itu akan sudah lumayan. Tapi kelihatannya kita tidak bisa berbuat apa-apa
kecuali menunggu di sini.
"Untung bekal makanan kita banyak," kata Dinah. "Makanan kalengan, biskuit dan
daging asin, susu dan sarden... ?"Sebaiknya kita angkut saja semuanya dari sini," kata Jack. "Aku heran, apa
sebabnya musuh tidak membawa sebanyak mungkin tadi malam. Tapi mungkin juga
mereka bermaksud akan kembali lagi untuk itu! Jadi kita dului saja mereka.
Sebagian bisa kita sembunyikan dalam liang-liang burung puffin."
"Kita sarapan dulu sekarang, yuk!" ajak Philip. Perasaannya sudah agak enak
karena masalah yang dihadapi sudah dibicarakan, dan di samping itu sudah disusun
pula beberapa rencana. "Kita buka beberapa kaleng makanan dan minum limun jahe
beberapa botol. Ayo!"
Perasaan anak-anak menjadi bertambah enak setelah perut mereka terisi makanan
dan minuman. Pesawat pemancar yang berantakan mereka selubungi, karena tidak
enak perasaan melihat keadaannya begitu.
Selesai sarapan Jack naik ke geladak. Hawa sudah mulai pengap kembali. Bahkan
angin yang bertiup pun terasa menyesakkan. Matahari yang bersinar di balik cadar
awan tipis nampak kemerah-merahan.
"Kemungkinan badai masih tetap ada," kata
Jack. "Yuk, kita mulai saja sebelum badai datang."
Mereka memutuskan bahwa Philip dan Dinah mencari kayu hanyut untuk dijadikan
bahan api unggun di atas tebing.
"Kita tidak tahu, apakah pesawat-pesawat terbang yang kadang-kadang kelihatan
itu musuh kita atau bukan," kata Philip. "Kalau bukan, ada kemungkinan mereka
datang dan terbang berputar di atas kita jika mereka melihat ada api di sini.
Setelah itu mereka pasti akan memanggilkan bantuan. Mungkin saja akan ada lagi
pesawat muncul hari ini. Jadi kita nyalakan saja api, lalu kita tumpukkan rumput
laut kering di atasnya. Dengan begitu api kita akan banyak asapnya."
"Jack dan Lucy-Ann bertugas mengangkut barang-barang dari perahu ke perkemahan di
Lembah Tidur. "Bawa semua bekal yang bisa kalian angkut," kata Philip. "Kalau tidak, dan musuh
datang lagi malam-malam lalu mengangkut segala-galanya, tamatlah riwayat kita.
Kita akan kelaparan! Sedang jika kita angkut sekarang juga, akan cukup bekal
untuk berminggu-minggu!"
Keempat anak itu bekerja keras. Jack dan Lucy-Ann membawa makanan kaleng
berkarung-karung dari perahu motor yang rusak ke Lembah Tidur. Untuk sementara
bekal itu ditumpukkan saja dekat tenda-tenda. Kiki memeriksa kaleng-kaleng itu
dengan penuh minat. Beberapa di antaranya dipatuk olehnya.
"Untung paruhmu itu bukan alat pembuka kaleng, Kiki," kata Jack. Ia berkelakar
untuk memancing Lucy-Ann agar mau tersenyum. "Coba kalau ya bisa tidak banyak
"bekal tersisa untuk kami."
Philip dan Dinah juga sibuk sekali. Masing-masing berbekal sebuah karung yang
diambil dari perahu, lalu berjalan _menyusur pantai untuk mengumpulkan kayu
hanyut. Cukup banyak yang mereka temukan sepanjang garis pasang tinggi Semua
dimasukkan ke karung-karung yang mereka bawa, lalu dipanggul ke atas tebing.
Enggas dan Enggos itu terus bersama mereka. Sikap kedua burung itu tetap serius,
seperti biasa. Philip menumpahkan isi karungnya di suatu tempat yang dirasakan
cocok. Setelah itu ia mulai menyalakan api, sementara Dinah pergi lagi untuk
mencari rumput laut yang kering. Banyak juga hasil pencariannya.
Jack dan Lucy-Ann, yang sedang menumpahkan isi karung mereka di perkemahan di
Lembah Tidur, tidak lama kemudian melihat asap mengepul ke atas dari puncak
tebing. "Lihatlah!" kata Jack. "Api unggun sudah menyala. Hebat!"
Angin membelokkan arah asap ke timur. Kepulannya tebal sehingga anak-anak merasa
yakin akan bisa kelihatan dari jauh.
"Sebaiknya seorang dari kita selalu ada di sini untuk menjaga api, dan mengamat-
amati kalau ada musuh atau kawan datang, kata Philip.
"Bagaimana kita bisa tahu yang muncul nanti kawan atau lawan?" tanya Dinah
sambil mencampakkan sebatang ranting ke api.
"Yah - kita memang tidak bisa mengetahuinya," kata Philip. "Kurasa sebaiknya
kita bersembunyi saja apabila nampak ada perahu datang itu jika kita bisa "menemukan tempat untuk bersembunyi! dan satelah itu berusaha menyelidiki,
"apakah pendatang itu kawan atau musuh. Kita pasti akan bisa mendengar mereka
bercakap-cakap. Kita perlu mengumpulkan kayu lebih banyak lagi, Di api sebesar
"ini banyak memerlukan bahan bakar!"
Lucy-Ann dan Jack datang membantu ketika keduanya sudah selesai dengan pekerjaan
mereka. "Semua kalang dan makanan yang ada di perahu sudah kami`bawa pergi," kata Lucy-
Ann. "Sekarang bekal kita benar-benar sudah banyak. Sedang apabila limun sudah habis,
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kan masih ada air dalam kolam batu. Limun memang sudah tidak banyak lagi yang
tersisa. Kalian belum ingin makan sekarang?"
"Ya aku sudah lapar sekali," kata Philip.
?"Bagaimana kalau kita makan di sini saja" Atau terlalu merepotkan, Lucy-Ann"
Soalnya, salah seorang dari kita harus ada di sini secara bergantian agar api
kita tidak sampai padam."
"Kurasa untuk sementara waktu takkan mungkin padam," kata Lucy-Ann. "Timbuni
saja dengan rumput laut lagi. Terus terang- saja kami capek sekali setelah
mengangkuti barang-barang sebegitu banyak Yuk kita ke Lembah Tidur saja untuk
"istirahat sebentar sambil makan."
Anak-anak turun ke Lembah Tidur. Kedua tenda yang ada di situ mengelepak-
ngelepak kena tiupan angin. Sementara anak-anak yang lain duduk di rumput, Lucy-
Ann sibuk membuka kaleng-kaleng makanan lalu menyendokkan isinya ke piring
masing-masing. "Kita makan ikan salem dengan biskuit dan mentega, tomat dan buah pir," katanya.
Bahkan Enggas dan Enggos pun lebih mendekat lagi dari biasanya, minta dibagi
makanan seenak itu. Kalau diberi, ikan salem yang dihidangkan mampu mereka sikat
habis berdua saja. Kiki memilih buah pir. Tapi ia hanya diberi sekaleng saja.
"Coba kalau makanan seenak ini tidak ada pasti lebih gawat lagi keadaan kita,"
"kata Jack, setelah selesai makan. la menyandar ke belakang, menikmati kehangatan
sinar matahari. "Petualangan tanpa makanan pasti tidak enak! Kiki jangan
"kaumasukkan kepalamu ke dalam kaleng itu. Tadi kau sudah kebagian lebih banyak
dari kami, Rakus!" Bab 15 BADAI DAHSYAT Mulai sekitar pukul lima petang angin bertambah kencang. Air di sekeliling pulau
menggelora dibuatnya. Ombak besar berbuih-buih kejar-mengejar menuju pulau lalu
memecah ke tebing dan pantai dengan bunyi berderu seperti guruh. Burung-burung
meninggalkan teluk tempat mereka semula mengambang. Mereka terbang ke udara
sambil berteriak-teriak. Angin membawa mereka melayang jauh tanpa perlu
mengepakkan sayap. Burung-burung itu nampak asyik sekali.
Kiki tidak suka apabila terlalu banyak angin, karena tidak bisa melayang seperti
burung camar. Karenanya ia dekat-dekat saja ke tenda yang bergerak gerak seperti"hidup ditiup angin kencang.
"Tidak mungkin kita bisa menjaga api semalaman," kata Philip. "Jadi sebaiknya
kita timbuni saja dengan rumput laut dengan harapan akan menyala terus. Aduh
"coba lihat, asapnya buyar kena tiupan angin!" .
Matahari masuk ke balik awan berwarna ungu seram yang nampak bergumpal-gumpal di
sebelah barat Jack dan Philip memandang ke arah itu.
"Itu dia badainya," kata Jack. "Yah sudah beberapa hari kita merasa akan
"datang badai, karena hawa sepanas selama ini biasanya berakhir dengannya. Mudah-
mudahan saja malam nanti tenda-tenda kita tidak diterbangkan angin."
"Ya mudah-mudahan," kata Philip mengiakan. "Astaga, kencangnya angin bertiup!
"Dan lihatlah awan menyeramkan itu!"
"Jack dan Philip memperhatikan awan hitam yang menutupi langit, menyebabkan
petang itu menjadi lebih gelap lagi dari pada biasanya. Philip merogohkan tangan
ke salah satu kantongnya.
"Tikus-tikusku tahu akan ada badai," katanya. "Semuanya meringkuk berdempetan di
dasar kantongku ini. Aneh betapa binatang bisa mengetahui hal-hal seperti
"itu." "Jack!" seru Lucy-Ann dengan nada cemas. "Sudah amankah tenda-tenda kita menurut
pendapatmu" Lihatlah bagaimana keadaannya kena tiupan angin!"
"Jack dan Philip memeriksa keadaan tenda-tenda. Semua sudut telah dikokohkan
dengan pasak-pasak. Tapi siapa yang berani meramalkan apa yang akan terjadi
apabila angin bertiup demikian kencang"
"Kita tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdoa semoga semua beres'," kata Jack
dengan nada agak suram. "Sentermu ada padamu, Philip" Sebaiknya kita berjaga-
jaga saja mungkin kita perlu memasang pasak-pasak tenda kita lagi nanti
"apabila ada yang terlepas kena tiupan badai."
Kedua anak laki-laki itu memiliki senter yang baru saja diganti baterainya, jadi
soal itu beres. Keduanya meletakkan senter masing-masing di sebelah pembaringan,
ketika malam itu mereka merebahkan diri di situ. Semua cepat masuk ke tempat
tidur karena di luar gelap sekali, ditambah pula dengan hujan lebat yang mulai
turun. Dan yang paling menentukan adalah mereka berempat sudah lelah sekali
setelah bekerja keras hari itu. Kiki ikut masuk ke dalam tenda bersama Jack dan
Philip, seperti biasa. Sedang Enggas dan Enggos bergegas masuk ke dalam liang
mereka di dekat situ. "Aku ingin tahu, bagaimana keadaan Bill saat ini," kata Jack pada Philip,
sementara keduanya berbaring sambil mendengarkan bunyi angin menderu-deru di
luar. "Pasti ia sangat cemas memikirkan kita!
?"Sayang, ya padahal semula kita sudah mengira akan bisa mengalami liburan yang
"sangat menyenangkan," kata Philip. "Dan sekarang cuaca pun lembah menjadi buruk!
Apa yang akan kita lakukan jika keadaannya begini terus selama berhari-hari"
Bisa gawat!" "Ah kurasa cuaca akan cerah kembali apabila badai sudah lewat," kata Jack, ?"Aduh, coba dengarkan bunyi ombak mengepas ke tebing yang curam, serta derunya
melanda pantai! Burung-burung yang di luar pasti tidak bisa tidur malam ini.
"Bunyi angin pun dahsyat sekali," kata Philip.
"Sialan! Aku capek sekali rasanya, tapi dengan keributan begini mana mungkin
bisa tidur"! Astaga bunyi apa itu?"
?"Bunyi guntur," kata Jack sambil duduk lagi. "Badai sudah sampai di atas kita
sekarang. Yuk kita pindah ke tenda Dinah dan Lucy-Ann, Philip. Lucy-Ann pasti
"takut jika ia masih bangun. Badai di pulau kecil terbuka seperti ini memang
menakutkan." Kedua anak laki-laki itu merangkak masuk ke tenda yang satu lagi. Ternyata Dinah
dan Lucy-Ann masih belum tidur. Keduanya merasa lega melihat kedua abang mereka
datang. Dinah berpindah masuk ke bawah tumpukan selimut di pembaringan Lucy-Ann,
sedang Jack dan Philip menyusup ke dalam selimut yang ditinggalkan oleh Dinah.
Jack menyalakan senternya.
Ia melihat Lucy-Ann sudah hampir-hampir menangis karena ketakutan.
"Tidak ada yang perlu kautakutkan," kata Jack lembut. "Ini kan cuma badai dan
"kau kan tahu sendiri, selama ini kau belum pernah takut pada badai."
"Ya, aku tahu," kata Lucy-Ann sambil meneguk ludah. "Cuma badai ini rasanya
"dahsyat sekali dan rasanya seperti benci pada kita. Tenda kita ditarik-
"tariknya, dan bunyinya seolah-olah auman untuk menakut-nakuti. Aku merasa
seolah-olah badai ini hidup."
Jack tertawa. Saat itu guntur menggema lagi. Bunyinya nyaring sekali,
mengalahkan bunyi ombak yang memecah di pantai. Kiki merapat ke tubuh Jack.
"Plok, plok, plok," kata Kiki, lalu menyembunyikan kepalanya di bawah sayap.
"Bunyi guntur bukan begitu, Kiki," kata Jack mencoba berkelakar. Tapi tidak ada
yang merasa geli. Angin bertiup semakin menggila. Anak-anak menggigil
kedinginan. Tiba-tiba petir menyambar. Anak-anak kaget, karena cahayanya begitu menyilaukan.
Sesaat tebing dan laut yang menggelora nampak jelas sekali. Setelah itu semuanya
gelap kembali. Bum! Guntur membahana sekali lagi bunyinya seperti tepat di atas kepala.
"Setelah itu petir kembali membelah langit. Sekali lagi anak-anak melihat bentuk
tebing dan laut dengan jelas. Terdapat kesan seolah-olah yang nampak bukan
benda-benda yang sebenarnya.
"Seolah-olah melihat alam lain," kata Philip. "Aduh, bukan main bunyi hujan.
Badanku basah kena percikkan air yang masuk walau semuanya sudah tertutup rapat
"sekali!" "Angin bertambah kencang," kata Lucy-Ann ketakutan. "Bisa lenyap tenda kita
diterbangkannya nanti. Pasti itu akan terjadi. Pasti, pasti!"
"Tidak, tidak mungkin," kata Jack dengan tabah. Dipegangnya tangan Lucy-Ann yang
terasa dingin untuk menenangkan adiknya itu. "Tidak mungkin angin me..."
Tapi tepat saat itu terdengar bunyi barang sobek, di susul suara mengelepak. Ada
sesuatu menampar muka Jack, dan tenda mereka lenyap!
"Sesaat anak-anak seperti terpaku karena kaget. Angin menderu di sekeliling
mereka. Tubuh mereka basah kuyup tersiram hujan lebat. Tak ada lagi yang
menaungi mereka karena tenda sudah lenyap. Lenyap dibawa angin yang mengamuk "di tengah kegelapan malam.
Lucy-Ann menjerit sambil memeluk Jack. Jack menyalakan senternya cepat-cepat. .
"Astaga! Tenda kita lenyap dibawa badai! Cepat, kita pindah ke tenda yang satu
lagi!" Tapi sebelum mereka sempat berdiri, tenda yang kedua pun ikut diterbangkan
badai. Tenda itu melayang dekat Philip yang saat itu sedang membantu Dinah dan
Lucy-Ann berdiri. Ketika ia berpaling untuk melihat tenda itu, ternyata yang
dicari sudah tidak ada lagi.
"Tenda kita pun sudah lenyap, Jack!" serunya, berusaha mengatasi deru angin.
"Bagaimana sekarang?"
"Sebaiknya kita pergi ke perahu kalau bisa." teriak Jack. "Atau mungkinkah
"kita nanti terbawa angin" Apakah lebih baik jika kita menggulung tubuh kita
dalam selimut dan alas tenda, menunggu sampai badai sudah lewat?"
"Tidak nanti basah kuyup tubuh kita! Lebih baik kita berusaha mencapai
"perahu," kata Philip. Ditariknya Dinah dan Lucy-Ann supaya berdiri. Anak-anak
membungkus tubuh masing-masing dengan selimut untuk sedikit menahan serangan
hujan dan hawa dingin. "Pegangan tangan dan jangan terlalu berpisah-pisah!" seru Philip mengatasi bunyi
angin dan hujan. "Aku jalan paling depan."
Keempat anak itu berpegangan tangan. Philip mulai melangkah. Geraknya tersaruk-
saruk melawan dorongan angin yang melanda dari arah depan. Dengan susah payah ia
merambah jalan di tengah pemukiman burung puffin.
Dinah yang memegang tangan Philip tiba-tiba merasa dirinya tertarik. Gerakan
mengejut itu disusul suara abangnya berteriak. Dinah ketakutan, lalu memanggil-
manggil, "Philip! Ada apa, Philip?"
Abangnya tidak menjawab. Sementara itu Jack dan Lucy-Ann datang menghampiri.
"Ada apa" Mana Philip?"
Jack menyorotkan senternya ke arah depan. Tidak kelihatan Philip di situ. Anak
itu secara tiba-tiba saja lenyap. Dengan hati berdebar keras, ketiga anak
lainnya berdiri seperti terpaku di tempat masing-masing. Mereka heran bercampur
ngeri. Jangan-jangan Philip dibawa badai!
"PHILIP! PHILIP!" seru Jack berulang-ulang. Tapi hanya deru angin saja- yang
kedengaran sebagai jawaban. Kemudian ketiga tiganya berteriak memanggil-manggil.
"Jack merasa seperti mendengar seruan samar menjawab. Tapi dari mana"
Kedengarannya seperti datang dari bawah, dekat kakinya. Jack mengarahkan sorotan
senternya ke bawah. Ia kaget dan takut sekali ketika melihat kepala Philip tapi
"hanya kepalanya saja, seperti tersembul dari dalam tanah.
Dinah terpekik ngeri. Jack cepat-cepat berlutut. Ia tidak bisa mengatakan apa-
apa, saking kagetnya. Philip tinggal kepalanya saja hanya kepala ....
"Tiba-tiba Jack menyadari apa sebenarnya yang telah terjadi. Rupanya tadi Philip
menginjak tanah yang bagian bawahnya ada liang tempat burung puffin bersarang.
Tanah yang diinjaknya terban, dan ia terhenyak masuk ke dalam lubang yang
terdapat di bawah. Jack merasa seperti mau menangis karena lega.
"Kau tidak apa-apa, Philip?" serunya.
"Semua beres," jawab Philip sambil berteriak pula. "Tolong kemarikan sentermu.
Punyaku terlepas dari pegangan tadi. Rupanya aku terjerumus ke dalam lubang yang
besar sekali. Mungkin cukup lapang untuk tempat kita berteduh." Jack
mendengarnya hanya secara samar-samar saja begitu keras deru angin yang "bertiup saat itu.
Jack menyodorkan senternya pada Philip. Kepala anak itu hilang sebentar. Lalu
muncul kembali, tersembul di sela-sela rerumputan.
"Ya, ternyata lubang di bawah sini besar sekali," kata Philip. "Bisakah kalian
turun ke sini" Di sini kita bisa menunggu dengan tenang sampai badai lewat.
Tidak perlu menjadi basah seperti di atas. Ayolah! Di sini memang agak bau
"tapi masih bisa ditahan."
Dinah merosot ke bawah lewat mulut lubang yang sempit. Ia sampai di dasar
lubang, di samping Philip. Kemudian menyusul Lucy-Ann, lalu Jack. Jack menemukan
senter Philip yang tadi terjatuh. Kini dua senter disorotkan berkeliling ruangan
bawah tanah itu. "Kurasa kelinci dan burung puffin bersama-sama menggali di sini sehingga
sekarang terdapat lubang yang begini besar," kata Jack. "Lihatlah di sebelah
"sana ada liang puffin dan seekor burung itu memandang kita dengan heran. Halo!
"Maaf ya, tadi kami masuk begitu saja tanpa minta permisi lagi."
Kelegaan perasaan melihat Philip selamat, begitu pula kenyataan bahwa bunyi
bising yang ditimbulkan badai tidak mengganggu lagi, menyebabkan Jack menjadi
riang gembira. Lucy-Ann pun tidak terisak-isak lagi. Anak-anak memandang
berkeliling dengan penuh minat.
Menurutku, ini rongga buatan alam," kata Philip, "dengan lapisan tanah kokoh di
"atas karena ditahan akar rerumputan. Tapi penggalian yang dilakukan burung-
burung puffin menyebabkan bagian atasnya menjadi rapuh sehingga runtuh sewaktu
kupijak tadi. Yah dan tepat inilah yang kita perlukan saat sekarang ini."
"Di atas mereka badai masih terus mengamuk, walau bunyinya hanya terdengar samar
karena tertahan semak dan rerumputan. Hujan tidak masuk ke dalam rongga. Guntur
terdengar jauh bunyinya, sementara kilatan petir sama sekali tidak nampak.
"Kenapa kita tidak tidur di sini saja malam ini," kata Jack sambil menghamparkan
selimut yang tadi menyelubungi bahunya. "Tanah di sini kering dan empuk,
sementara udara mestinya cukup segar karena Puffin tadi masih tetap ada,
"menatap kita. Wah mudah-mudahan saja Enggas dan Enggos tidak apa-apa di atas."
"Anak-anak menghamparkan selimut masing-masing, lalu berbaring saling berdekatan.
"Selamat, Philip - karena berhasil menemukan tempat berteduh yang begini bagus
untuk menginap malam ini," kata Jack sebelum tertidur.
Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 16 KEESOKAN HARINYA Semua tidur nyenyak dalam tempat perlindungan mereka yang aneh itu. Mereka baru
bangun ketika matahari sudah sepenggalah tingginya - jadi sudah agak siang.
Soalnya, dalam rongga bawah tanah itu gelap. Lagi pula mereka capek sekali.
Jack yang paling dulu bangun, karena merasa Kiki bergerak dekat lehernya. Sesaat
itu tidak tahu di mana ia berada. Sinar matahari merembes masuk lewat mulut
rongga tapi hanya sedikit saja. Hawa di dalam sangat panas.
"Rrrrr!" Jack kaget ketika mendengar suara yang parau. "Rrrrr!"
Yang berbunyi itu burung puffin yang kemarin malam masuk ke dalam liangnya untuk
melihat anak-anak. Jack menyalakan senternya, lalu memandang burung itu sambil
nyengir. "Selamat pagi jika sekarang memang pagi. Maaf, jika kau sampai terganggu "karena kedatangan kami. Nanti akan kuminta pada Enggas dan Enggos untuk
menjelaskan sebabnya padamu."
Saat itu Philip bangun dan langsung duduk. Setelah itu Dinah dan Lucy-Ann mulai
bergerak-gerak. Tidak lama kemudian semua sudah bangun. Mereka memandang ke
sekeliling rongga asing itu, sementara pelan-pelan timbul lagi ingatan pada---
kejadian-kejadian malam sebelumnya.
"Bukan main malam tadi!" kata Dinah sambil bergidik. "Aduh ketika tenda kita
" "diterbangkan - angin, aku benar-benar ngeri saat itu!"
"Apalagi ketika Philip tahu tahu lenyap," kata Lucy-Ann. "Pukul berapa sekarang,
"Jack?" Jack memandang arlojinya. la bersiul karena kaget.
"Astaga sudah hampir pukul sepuluh. Lama sekali kita tidur! Yuk, kita periksa
"sebentar, apakah badai masih selalu mengamuk di luar!"
Ia berdiri, lalu menyibakkan semak yang menutupi lubang masuk ke rongga itu.
Seketika itu juga anak-anak terkejap-kejap matanya, silau kena sinar matahari
yang memancar masuk. Jack menyembulkan kepalanya ke luar.
"Huiii! Cuaca cegah sekali di luar!" serunya dengan gembira. "Langit sudah biru
kembali. Di mana-mana terang. Badai sudah lewat! Yuk, kita keluar."
Anak-anak saling membantu memanjat ke atas. Begitu semua sudah keluar dan semak
belukar menutupi mulut rongga, sedikit pun tidak nampak lagi tempat mereka
menginap malam itu. "Tidakkah ini tempat persembunyian yang bagus sekali?" kata Jack. Anak-anak yang
lain memandangnya. Serempak semuanya mendapat pikiran sama.
"Ya! Dan jika musuh datang ke situlah kita pergi!" kata Dinah. "Mereka takkan
"bisa menemukannya, kecuali -jika mereka melangkah di atas mulut lubang sehingga
terperosok ke dalam. Aku sendiri saja sekarang tidak tahu lagi di mana letak
lubang itu padahal baru saja keluar dari situ!" Aduh jangan-jangan kita
" " "tidak tahu lagi tempatnya," kata Jack. Anak-anak sibuk mencari-cari letak mulut
lubang. Akhirnya Jack yang menemukannya dengan cara sama seperti dialami
"Philip malam sebelumnya. Ia terperosok ke dalam. Setelah keluar lagi
ditancapkannya sebatang ranting di sampingnya, supaya lain kali tidak perlu
repot-repot lagi mencari.
"Kita tidur saja di bawah sana setiap malam, karena tenda-tenda kita sudah tidak
ada lagi," kata Jack mengusulkan. "Sayang, selimut kita ikut dibawa ke atas
tadi. Tapi biarlah karena memang perlu dijemur. Kita hamparkan saja di atas
rumput." "Untung angin menyeramkan yang kemarin sudah tidak bertiup lagi," kata Dinah.
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sekarang bahkan hampir tidak ada angin sama sekali. Hawa hari ini pasti akan
panas sekali. Yuk, kita mandi-mandi."
Anak-anak mandi di laut yang teduh. Lain sekali kelihatannya saat itu
Bentrok Rimba Persilatan 4 Pendekar Rajawali Sakti 146 Bunuh Pendekar Rajawali Sakti Gerhana Di Gajahmungkur 2
burung-burung puffin yang berkeliaran dengan langkah sempoyongan di antara
semak-semak dan rerumputan pantai," katanya. "Kurasa, mereka pasti akan
kerepotan dirongrong terus 0Ieh burung konyol ini.
"Semakin banyak burung-burung nampak di sekeliling, sementara perahu semakin
mendekati pulau yang paling dekat. Ada yang melayang dengan anggun mengikuti
arus angin, ada yang menukik untuk menyambar ikan, dan ada pula yang terangguk-
angguk di atas permukaan air seperti bebek mainan. Bermacam ragam suara
terdengar, campur aduk. Ada yang melengking, ada yang parau, ada yang seperti
sedih dan pilu. Semuanya menimbulkan perasaan menggelora dalam sanubari anak-
anak. Tapi kemudian mereka terdiam ketika pulau itu dihampiri. Suatu tebing yang
tinggi dan terjal menjulang di depan mata. Tebing itu penuh dengan
burung burung, dari dasar sampai ke puncaknya! Anak-anak memandang dengan asyik.
"Burung ke mana saja mereka memandang, hanya burung saja yang nampak. Di setiap
"bagian yang agak menonjol pasti ada burung hinggap. Begitu banyak jenisnya
sampai anak-anak tidak mampu membedakan satu dari yang lainnya, walau sampai
bermenit-menit mereka memperhatikan dengan teropong.
"Bukan main sibuknya mereka, pergi dan datang!" kata Bill yang ikut memandang
dengan kagum. Memang, suasana di tebing itu luar biasa sibuknya. Di samping
burung-burung yang berdiri di bagian-bagian yang menonjol, selalu ada saja lain-
lainnya yang datang dan pergi. Semua serba sibuk sambil berteriak hingar-bingar.
"Mereka kelihatannya tidak terlalu hati-hati dengan telur-telur mereka," kata
Lucy-Ann dengan cemas ketika ia mendapat giliran memperhatikan dengan teropong
milik Jack. Burung-burung sembrono itu terbang dan pergi dengan seenaknya saja,
sehingga kadang-kadang ada telur yang tersenggol lalu jatuh terbanting di atas
karang yang terdapat di dasar tebing.
"Tidak apa, karena mereka masih bisa bertelur lagi," kata Jack. "Ayo, Lucy-Ann
"kembalikan teropongku itu! Aduh, bukan main hebatnya pemandangan ini! Nanti
malam akan kutuliskan segala-galanya dalam buku catatanku."
Perahu motor itu bergerak dengan hati-hati mengitari tebing berbatu-batu. Bill
tidak lagi memperhatikan burung-burung. Perhatiannya beralih pada batu-batu
karang yang runcing-runcing itu. Setelah tebing terjal dilewati, nampak garis
pantai lebih melandai. Bill melihat suatu tempat yang kelihatannya cocok untuk
berlabuh. Tempat itu sebuah teluk kecil yang terlindung dan berpantai pasir. Bill
mengarahkan haluan perahu ke tepi lalu mencecahkannya dengan pelan ke pasir. la
melompat turun bersama Jack dan Philip lalu mengamankan perahu dengan jalan
menarik tali jangkar ke atas pantai lalu menancapkan jangkar ke dalam pasir.
"Inikah tempat yang akan kita jadikan pangkalan kita?" tanya Dinah sambil
memandang berkeliling. "Wah, jangan," kata Jack dengan segera. "Kita kan masih hendak menjelajah
perairan sini dulu untuk mencari pulau tempat kediaman burung-burung puffin. Ya
kan, Bill" Aku kepingin berada di tengah-tengah kepulauan burung ini supaya bisa
dengan seenaknya pergi dari pulau yang satu ke pulau berikutnya. Tapi kita bisa
saja tinggal malam ini di sini. Ya, kan?"
Bagi Jack, Philip, Dinah, dan Lucy-Ann hari itu sangat menyenangkan. Begitu pula
halnya bagi Bill. Diiringi beribu-ribu burung yang beterbangan sambil berteriak-
teriak di atas kepala, tapi kelihatannya tanpa rasa takut sama sekali, anak-anak
pergi mendaki tebing terjal yang mereka lihat dari sisi lain pulau itu.
Di mana-mana burung bersarang dengan begitu saja di tanah. Kadang-kadang sulit
sekali rasanya melangkah tanpa mengganggu burung yang sedang duduk atau
menginjak telur yang terletak di tanah. Beberapa ekor burung melakukan gerakan
seolah-olah hendak mematuk kaki anak-anak. Tapi tidak seorang pun benar-benar
kena patukan. Burung-burung itu ternyata hanya menggertak elaka.
Kiki tidak terdengar ocehannya. Burung itu bertengger di bahu Jack dengan kepala
tertarik ke bawah. Burung sebanyak itu rupanya membingungkan dirinya. Tapi Jack
tahu, Kiki pasti sebentar lagi sudah pulih dari kebingungannya, lalu mengejutkan
burung-burung di sekitarnya dengan suruhan agar membersihkan kaki dan menutup
pintu. Akhirnya anak-anak sampai di puncak tebing. Nyaris tuli mereka rasanya, karena
bising mendengar jerit dan teriakan yang membahana di sekeliling mereka. Burung-
burung terbang membubung dan hinggap di tanah, melayang-layang membuat berbagai
pola yang tak kenal habis di langit yang biru.
"Ajaib tak sekali pun terjadi benturan sesama mereka," kata Lucy-Ann kagum. ?"Sedari tadi kuperhatikan, tapi belum kulihat ada dua ekor burung bertubrukan."
"Mungkin di antara mereka ada polisi lalu lintas," kata Philip dengan serius.
"Siapa tahu, mungkin di antara burung-burung itu ada yang memiliki surat izin
terbang di bawah sayap."
"Tidak lucu, ah," tukas Lucy-Ann. "Tapi walau begitu mereka hebat tidak pernah
"saling bertubrukan, walau jumlahnya di sini pasti ribuan ekor. Huhh bisingnya!
"Aku nyaris tidak bisa mendengar kata-kataku sendiri."
Mereka sampai di tubir tebing. Bill memegang lengan Lucy-Ann.
"Jangan terlalu dekat ke tepi," kata Bill memperingatkan. "Sisi tebing di sini
nyaris tegak lurus ke bawah."
Memang begitulah keadaannya. Anak-anak merebahkan diri, berbaring menelungkup.
Setelah itu dengan hati-hati mereka memandang ke bawah tebing. Hihh seram
"rasanya melihat laut berada begitu jauh di bawah, melihat ombak bergerak pelan
ke tepi lalu mundur lagi ke tengah. Ombak memecah diiringi bunyi gemuruh yang
hanya terdengar samar-samar saja. Tanpa sadar, Lucy-Ann mencengkeram gumpalan
rumput pantai yang tumbuh di dekatnya.
"Aku rasanya seperti goyah," katanya sambil tertawa. "Aku merasa harus
berpegangan kuat-kuat. Aku seperti terjungkir balik saat ini."
Mendengar kata-katanya itu, Bill cepat-cepat memegangnya erat-erat. Ia tahu
bahwa Lucy-Ann merasa gamang. Bill tidak ingin terjadi sesuatu dengan anak itu.
Anak-anak semua disayangi olehnya, tapi kesayangannya yang utama adalah pada
Lucy-Ann. Anak-anak mengamat-amati tingkah laku burung-burung di bawah mereka, yang tidak
henti-hentinya terbang pergi dan datang dari dan ke tonjolan-tonjolan sempit
yang terdapat pada sisi tebing terjal. Pemandangan yang mereka saksikan benar-
benar menyenangkan. Sambil memperhatikan dengan teropong, Jack tertawa geli
melihat ulah burung-burung yang saling bertengkar dan mendorong pada tonjolan-
tonjolan tebing yang sangat sempit.
"Persis anak-anak nakal," katanya. "Saling menyuruh teman agar bergeser sedikit
apabila tidak ingin didorong sampai jatuh dan kemudian benar-benar ada yang "terdorong dari tempatnya. Tapi tak apa dengan segera yang terdorong itu
"mengembangkan sayap, dan meluncurlah ia dengan anggun dibawa angin. Wah aku
"mau menjadi burung laut. Kan enak, bisa berjalan menyusur pantai, atau terapung-
apung di atas ombak, atau menyelam menangkap ikan, atau melayang jauh sekali di
atas angin yang bertiup. Aku mau menjadi..." ?"Apa itu?" kata Philip dengan tiba-tiba. Ia mendengar bunyi yang bukan
ditimbulkan oleh burung burung yang banyak itu. "Coba dengar! Itu kan suara
"pesawat terbang!"
Sambil memasang telinga, semua memicingkan mata berusaha melihat. Langit cerah
"menyilaukan. Tapi akhirnya mereka berhasil melihat sesuatu. Jauh sekali di
angkasa nampak sebuah bintik kecil yang bergerak dengan kecepatan tetap. Mereka
mendengar bunyi dengung mesin pesawat.
"Pesawat terbang! Aku sama sekali tak menduga akan ada yang melintas di sini,
karena ini tidak termasuk jalur penerbangan tetap," kata Bill.
Bab 9 TIBA DI PULAU PUFFIN Bill nampaknya heran melihat anak-anak memandangnya dengan tercengang. Apa
anehnya melihat pesawat di situ, walau pulau-pulau burung itu terpencil
letaknya" Bill meminjam teropong Jack. Tapi sudah terlambat ia tidak bisa mengenali apa-
"apa lagi, walau mengamat-amati dengan bantuan alat pembesar itu.
"Tadi itu pesawat amfibi atau pesawat biasa, ya?" katanya setengah pada diri
sendiri. "Aneh!"
"Apanya yang aneh?" tanya Dinah. "Dewasa ini, pesawat terbang kan sudah biasa
terbang ke mana saja."
Bill tidak mengatakan apa-apa lagi. Dikembalikannya teropong yang dipinjamnya
dari Jack. "Kurasa sebaiknya kita makan saja dulu lalu setelah itu memasang tenda," kata
"Bill. "Bagaimana jika memasangnya dekat sungai kecil tadi yang kita lihat
sewaktu berangkat kemari" Letaknya sekitar seperempat mil dari pantai. Jarak itu
tidak terlalu jauh apabila kita semua. gotong-royong mengangkut barang-barang
kita." Akhirnya mereka memasang tenda-tenda dulu. Alas dihamparkan di tanah, dan
setelah itu dilapisi dengan selimut-selimut tebal. Setelah pekerjaan itu
selesai, berlima mereka makan sambil duduk-duduk di suatu lereng yang agak
landai, menghadap ke laut biru.
"Aku selalu merasa," kata Lucy-Ann sambil mengunyah makanan yang terdiri dari
roti kering rangkap dua dan diisi dengan mentega dan keju lunak, "aku selalu
merasa..." "Sudah, tidak perlu kaukatakan lebih lanjut," kata Jack. "Kami tahu apa yang
hendak kaukatakan, dan kami memang sependapat denganmu."
"Mana mungkin kau tahu apa yang hendak kukatakan," kata Lucy-Ann tersinggung.
"Tahu saja," kata Philip. "Kau selalu mengatakannya saban kali kita makan-makan
di luar pada waktu berlibur."
"Kau tadi hendak mengatakan, 'Aku selalu merasa makanan rasanya lebih enak jika
dimakan di luar rumah,` ya, kan?" kata Dinah.?"Ya, betul," kata Lucy-Ann mengaku. "Masa aku selalu berkata begitu" Tapi kataku
itu benar, kan" Aku memang merasa..."
"Ya, ya -- kita semua sudah tahu," kata Jack. "Kau ini gemar sekali mengulang-
ulang, Lucy-Ann. Selalu yang itu-itu saja kaukatakan pada kami. Tapi tidak apa,
kami pun berpendapat begitu walau tidak mengatakannya berulang kali. Heh,
"Kiki! Jangan kau udap keju lunak itu! Lihatlah, paruhmu berlumur keju."
"Kiki memang keterlaluan," tukas Dinah. "Sudah tiga potong biskuit dicopetnya.
Kau kurang banyak memberinya biji bunga matahari, Jack!"
"Siapa bilang"!" balas Jack. "Tapi kalau ada hidangan seperti begini, mana mau
Kiki makan biji bunga matahari. Bahkan melihatnya saja pun sudah enggan! Tapi
tikus-tikus putihmu masih ada, Philip. Biar mereka saja yang memakan. Tadi aku
menemukan Pencicit dalam kantongku sedang asyik memakan sebuah biji bunga
matahari." "Asal ia jangan sakit saja karenanya," kata Philip dengan agak cemas. "Ha!
Lihatlah ada burung camar datang. Wah, jinak sekali! Kurasa ia juga ingin
"diberi biskuit."
Ternyata memang demikian. Burung itu melihat Kiki mematuk-matuk sekeping
biskuit. Kelihatannya enak sekali. Karena itu ia pun minta bagian. Kiki melihat
camar itu datang dari sudut matanya, lalu beringsut menjauh. Tapi dengan sekali
sambar saja camar berhasil merebut biskuit. Burung nakal itu langsung terbang
membubung sambil memperdengarkan suara seperti tertawa. Kedengarannya seperti
mengejek. Kiki marah lalu terbang mengejar sambil mengata-ngatai camar yang menyambar
biskuitnya. Kata-kata yang dilontarkannya kasar sekali. Tapi sial baginya, camar
yang dikata-katai tidak memahami bahasa manusia. Kiki tidak berhasil mengejar
camar yang bersayap kuat itu. Akhirnya ia kembali dengan lesu ke tempat anak-
anak duduk. "Jangan mengomel, Kiki!" kata Jack. "Kau tadi memang tidak boleh mencopet
biskuit dari kaleng - sedang camar itu juga tidak boleh merampasnya dari mu.
Jadi kalian berdua sama-sama salah!"
"Sayang, sayang!" oceh Kiki. Tapi sementara itu ia sudah beringsut-ingsut lagi
menghampiri kaleng biskuit.
"Kiki ini benar-benar badut," kata Bill sambil mengibas-ngibaskan baju hangatnya
yang kotor karena remah-remah makanan. "Nah sekarang siapa mau ikut kembali ke
" perahu motor untuk mendengarkan kabar terbaru lewat radio" Kecuali itu aku juga
harus mengirim kabar terutama untuk ibu kalian, Philip. Ia pasti ingin tahu, "apakah kita sudah sampai dengan selamat di sini."
Anak-anak semuanya ingin jalan-jalan sebentar setelah kenyang makan. Karenanya
mereka beramai-ramai berjalan ke pantai, melalui hamparan rumput pantai yang
empuk seperti permadani, dengan bunga-bunganya yang merah muda terangguk-angguk
ditiup angin. Sesampai di perahu mereka memperhatikan Bill menegakkan antena pesawat radionya
lalu memutar-mutar tombol. Pesawat itu di samping menerima siaran juga bekerja
sebagai pemancar. "Kurasa jika Anda mengirim kabar setiap malam ke rumah, kami tidak perlu lagi
berkirim surat pada Bibi Allie," kata Lucy-Ann. Semua yang mendengar kata-
katanya itu langsung tertawa terbahak-bahak.
"Mengirim surat" Kau mau mengeposkannya di mana, he?" tanya Jack. "Di sekitar
sini aku sama sekali tidak melihat kotak pos. Aduh, Lucy-Ann kau ini benar-
"benar anak goblok!"
"Ya, memang," kata Lucy-Ann. Mukanya merah padam karena malu. "Tentu saja kita
tidak bisa berkirim surat di sini! Untung Anda dapat mengirim berita lewat
pesawat radio Anda, Bill! Dengan begitu jika salah seorang dari kita memerlukan
bantuan, Anda dapat mengusahakannya."
"Betul," kata Bill. "Tapi jika ada di antara kalian yang perlu bantuan, mudah-
mudahan aku bisa mengantarkan dengan perahu motor. Pokoknya, aku takkan mau
mengajak kalian pergi ke tempat terasing seperti di sini jika aku tidak mendapat
perlengkapan pemancar, supaya aku bisa mengirim kabar setiap malam. Aku
mengirimkannya ke markas besar, dan dari situ kabar itu diteruskan lewat telepon
pada Bibi Allie. Dengan begitu setiap malam ia bisa mendengar berita terbaru
tantang perjalanan dan pengalaman kita."
Anak-anak memandang kesibukan Bill, lalu mendengarkan sebagian dari suatu acara
siaran. Tahu tahu Lucy-Ann menguap, dan langsung ditirukan olah Kiki.
?"Sialan! Kau ini membuat aku ikut-ikutan mengantuk," kata Dinah sambil mengusap-
usap matanya. "Wah hari sudah mulai gelap."
"Beramai-ramai mereka kembali ke tempat berkemah. Tidak lama kemudian semua sudah
berbaring di bawah selimut. Dari arah tebing dan laut tak henti-hentinya
terdengar suara bising burung-burung.
"Kurasa sepanjang malam mereka tidak ada yang tidur," pikir Dinah. Tapi
dugaannya itu meleset. Burung-burung itu diam ketika hari sudah benar-benar
gelap. Rupanya mereka tidur juga.
Keesokan harinya hawa terasa panas dan pengap.
"Kelihatannya tidak lama lagi akan datang hujan badai," kata Bill. Ia
memicingkan mata, menatap langit yang nampak masih cerah. "Kurasa kita perlu
mencari tempat untuk dijadikan pangkalan hari ini juga, supaya ada tempat
berlindung apabila benar-benar ada badai nanti. Liburan macam begini seharusnya
disertai cuaca yang bagus. Badai sama sekali tidak menyenangkan apabila tempat
berteduh hanya berupa tenda. Pasti segala-galanya akan diterbangkan angin."
"Aku masih ingin membuat beberapa foto dari tebing-tebing sini serta burung-
burung yang ada di situ," kata Jack. "Aku akan cepat-cepat membuatnya sementara
kalian membongkar tenda. Kalian tidak keberatan kan jika sekali ini aku tidak
membantu?" Tidak ada yang merasa keberatan. Karena itu bersama Kiki, Jack pergi ke atas
tebing yang terjal. Bill berseru untuk memperingatkan agar jangan mencoba-coba
menuruni dinding tebing. Sambil berjalan terus, Jack menjawab bahwa hal itu
takkan dilakukan olehnya.
Dengan segera barang-barang sudah dikemaskan dan diangkut kembali ke perahu
motor yang sementara itu sudah terapung apung di air. Saat itu air laut sedang "pasang baik. Selesai memuat barang-barang ke perahu, Bill serta anak-anak
menunggu Jack kembali. Tidak lama kemudian anak itu muncul. Wajahnya bersari-
seri. "Aku berhasil membuat beberapa foto yang bagus," katanya. "Tadi Kiki besar
sekali bantuannya. Aku menyuruhnya mondar-mandir di depan burung-burung itu.
Semua terdiam, karena heran melihat burung yang bagi mereka asing itu. Tepat
pada saat itu aku menjepretkan kameraku. Burung-burung itu kupotret dalam
keadaan tidak bergerak sama sekali. Pasti ada beberapa yang berhasil baik."
Bagus!" kata Bill. Ia tersenyum melihat Jack begitu bersemangat. "Nanti kau
"harus menerbitkan buku foto-foto burung. Judulnya, Karya-karya Besar oleh Jack
Trent, harga tiga puluh shilling."
"Boleh juga," kata Jack dengan mata bersinar-sinar. "Bukan harga tiga puluh
shilling itu maksudku, tapi menerbitkan buku mengenai burung dengan namaku
sebagai penyusun." "Ayo, sudahlah cepat naik, kata Philip tidak sabar lagi, karena Jack masih
" "saja berdiri di tapi perahu. "Kita harus cepat-cepat berangkat. Panas sekali
hawa sekarang! Aku kepingin cepat-cepat berada di tengah laut lagi, supaya bisa
kurasakan hembusan angin di mukaku sementara perahu kita melaju terus.
"Tidak lama kemudian semua bisa menarik napas lega, karena angin laut sudah
terasa lagi membelai wajah. Hawa hari itu memang panas sekali mengingat waktu
itu masih musim semi. Kapal meluncur laju di atas air terlambung-lambung sedikit saat melanda ombak
Lucy-Ann merendamkan tangannya lagi ke dalam air. Sejuk sekali rasanya. Enak!
"Aku kepingin sekali bisa mandi sekarang," kata Philip. Nampak keringat
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbintik-bintik di sekeliling hidungnya. "Bagaimana jika Anda hentikan perahu,
Bill supaya kita bisa berenang?"
?"Tunggu saja dulu sampai kita sudah tiba di suatu pulau," kata Bill. "Aku enggan
menghentikan perahu kita ini di tengah laut. karena kelihatannya tidak lama lagi
akan ada badai. Hawa begini panas kurasa pasti akan terjadi badai disertai
"kilat sambar-menyambar. Sebelumnya, aku ingin sudah menemukan tempat berteduh.
Nah di depan sana sudah nampak pulau-pulau lagi. Coba kita teliti, barangkali
"ada pulau yang didiami burung-burung puffin. Itu yang kalian cari, kan?"
Lucy-Ann masih membiarkan tangannya terjulur , ke dalam air. Tiba-tiba ia merasa
ada sesuatu menyentuh jari-jarinya. Dengan heran ia memandang ke air sementara
tangannya cepat-cepat ditarik ke atas. Ia takut kalau-kalau yang tersentuh itu
ubur-ubur. Ia semakin heran ketika melihat bahwa benda itu kulit jeruk yang sementara itu
sudah menjauh lagi dibawa air. Ia memanggil Bill,
"Lihat Bill itu ada sepotong kulit jeruk. Siapa yang memakan jeruk di pulau-
"pulau sini" Tempat ini kan jauh dari mana-mana! Mungkinkah di sekitar sini ada
lagi pengamat burung selain kita?"
Semua memandang potongan kulit jeruk yang sementara itu sudah hanyut semakin
jauh ke belakang. Memang aneh sekali rasanya melihat ada kulit jeruk di tempat
"itu. Bill memandang dengan kening berkerut. Katakanlah ada nelayan di pulau-
pulau yang hendak mereka datangi tapi kecil sekali di tempat mereka ada jeruk.
"Sedang pengamat alam, kecil sekali kemungkinannya membawa bekal jeruk.
Kalau begitu kenapa ada kulit jeruk di tempat itu" Tidak ada kapal yang "melintas dekat pulau-pulau itu. Perairan situ jarang didatangi orang, karena
kecuali letaknya yang terpencil, keadaannya juga sangat liar. Sering dengan
tiba-tiba terjadi badai di situ, yang menimbulkan ombak setinggi rumah.
"Ah, entahlah!" kata Bill setelah berpikir-pikir agak lama. "Mungkin saja
sesudah ini kita akan melihat nenas terapung-apung di air! Tapi lihatlah itu
"ada sebuah pulau. Kelihatannya agak datar jadi mungkin saja di situ ada burung
"puffin. Bagaimana jika kita ke sana saja?"
"Jangan dulu sebelumnya kita melihat-lihat pulau lain lainnya dulu," kata Jack
" "meminta. "Lumayan juga banyaknya di perairan sini."
Mereka masih pesiar sebentar, melihat-lihat pulau demi pulau. Akhirnya mereka
menghampiri sebuah pulau yang bertebing terjal sisi timurnya. Tanah menurun dari
tempat itu sampai ke semacam lembah. Dari situ tanah menanjak lagi dan berakhir
di tebing kembali. Jack mengamat-amati pulau itu dengan teropongnya. Ia berseru dengan bersemangat
ketika melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Burung puffin! Banyak sekali! Kau bisa melihat mereka, Philip" Kurasa pulau itu
penuh dengan sarang mereka di tanah. Di sini saja kita mendarat, Bill. Di tebing
banyak burung-burung lain, sedang di pedalaman ada beratus-ratus burung puffin.
Pulau ini lumayan besarnya. Mungkin di situ kita dapat menamukan tempat berteduh
yang baik, dan juga air. Di sisi timur dan barat ada tebing yang melindungi kita
dari serangan badai. Hore, untuk Pulau Puffin!"
"Setuju," kata Bill. Sambil mengemudikan perahu menuju pulau yang dipilih itu,
ia memandang berkeliling dengan cermat. Tidak jauh dari situ ada pulau-pulau
lain. Tapi dari hasil pengamatannya ia menarik kesimpulan bahwa penghuni pulau-
pulau itu hanya burung saja. Perairan di antara pulau-pulau berombak kecil.
Perahu motor dikemudikan oleh Bill mengitari pulau yang oleh Jack diberi nama
Pulau Puffin. "Ini ada tempat bagus untuk berlabuh, Bill," seru Philip pada suatu saat.
"Lihatlah lewat celah itu kita bisa masuk ke dalam sampai ke dekat tebing. Air
"di situ pasti dalam. Perahu bisa kita tambatkan ke batu. Kita pasang saja
bantalan supaya sisi perahu tidak rusak kena batu."
Perahu motor diarahkan masuk ke celah yang dimaksudkan oleh Philip. Tempat itu
ternyata memang dalam. Suatu pelabuhan alam yang kecil.
Di situ juga ada bagian tebing yang datar dan rendah, di mana perahu bisa
disandarkan. Apa lagi yang kurang" Hidup Pulau Puffin!
Bab 10 MEMERIKSA LOKASI "Bagus kan tempat ini?" kata Jack, sementara perahu dengan perlahan-lahan
memasuki pelabuhan kecil buatan alam itu. Tidak banyak ruang tersisa antara sisi
perahu dan dinding tebing yang membatasi terusan yang dilalui. "Seakan akan ini
"tempat berlabuh khusus untuk Lucky Star."
Bill meloncat dari perahu ke batu datar yang ternyata cocok sekali dijadikan
tempat pendaratan. Tebing batu menjulang lurus di atas kepala, pada kedua tepi
air. Pada t0nj0lan-tonjolan sempit yang terdapat pada permukaan kedua tebing
nampak banyak sekali burung-burung bertengger berjejer-jejer. Saban kali ada
saja telur jatuh, terdorong burung-burung sembrono itu. Sebutir telur jatuh
dekat Bill. Kakinya kena kuning telur.
"Bidikan kalian hebat!" seru Bill pada burung-burung yang terbang berputar-putar
di atas. Anak anak tertawa mendengar kelakarnya itu."Perahu ditambatkan ke sebuah batu besar yang ada di dekat situ. Ombak bergerak
keluar masuk celah sempit, menyebabkan perahu terangguk-angguk.
"Saat ini laut sedang pasang naik," kata Bill. "Nanti kalau surut lagi, dalam
celah ini air masih akan cukup dalam. Tapi letak perahu akan sangat menurun. Nah
adakah jalan naik ke atas tebing dari sini" Jangan sampai kita harus menyusur
"kakinya dan memanjat-manjat untuk melewati beratus-ratus batu besar sebelum bisa
benar-benar sampai di pulau."
Semuanya memandang berkeliling. Jack lari ke bagian yang tinggi dari batu besar
tempat mereka berada saat itu. Sesampai di situ ia langsung berpaling.
"He!" serunya. "Kita bisa naik lewat sini! Di sebelah sini permukaan tebing
lebih kasar, ada bagian-bagian menonjol membentuk anak tangga menuju ke atas.
Sedang di atas sana tebing bercelah. Kurasa kita bisa memanjat sampai ke atas!"
"Kalian berempat sajalah yang pergi dulu," kata Bill. "Aku tinggal di sini. Sisi
perahu perlu diberi bantaian supaya jangan sampai rusak terbentur ke batu.
Kalian periksa saja keadaan pulau. Cari kalau ada teluk yang terlindung
tempatnya. Nanti kubawa perahu kita ke sana."
Philip, Dinah, dan Lucy-Ann turun dari perahu lalu menyusui Jack Kiki terbang
mendului sambil berteriak-teriak seperti burung camar. Sementara itu Jack
mendaki paling depan, bergerak naik dari tonjolan batu yang satu ke tonjolan
berikut. Tonjolan-tonjolan itu kelihatannya seperti jenjang raksasa yang ditatah
oleh ombak laut yang mengganas saat musim dingin dari abad ke abad.
Dugaan Jack tadi ternyata benar. Di sebelah atas, pada permukaan tebing ada
celah yang ditimbulkan oleh bagian tebing yang gugur. Celah itu seperti lembah,
walau masih cukup terjal.
Dengan susah payah anak-anak berjalan melewati bagian itu. Mereka kehabisan
napas ketika sampai di puncak tebing. Tapi pemandangan yang nampak dari situ
menyebabkan mereka lupa akan segala jerih payah.
Di sekeliling pulau nampak laut terbentang biru cerah. Langit di atas kepala
kelihatan tak berbatas. Ke mana pun mata memandang, selalu nampak pulau-pulau
samar kebiruan karena jauhnya. Kelihatannya di situ terdapat semacam kepulauan
"dan pulau mereka terletak di tengah-tengahnya.
Tiba-tiba anak-anak dikejutkan teriakan Jack.
"Burung-burung puffin!" serunya. "Lihatlah beratus-ratus!" Anak-anak yang lain
"memandang ke arah tudingan Jack. Benarlah di sela rerumputan pantai nampak
"burung-burung yang aneh sekali tampangnya.
Burung-burung itu berbulu belang hitam dan putih. Sedang kaki mereka berwarna
oranye. Tapi paruh mereka yang luar biasalah yang menarik perhatian anak-anak.
"Coba lihat warna paruh mereka!" kata Dinah sambil tertawa. "Pangkalnya biru
"lalu bersetrip-setrip merah dan kuning!"
"Dan besarnya bukan main!" seru Lucy-Ann. "Aku jadi teringat pada paruh Kiki."
"Burung-burung puffin juga dinamakan nuri laut," kata Jack. Ia geli melihat
gerombolan puffin yang bersikap seperti serius sekali.
"Cocok kalau begitu, karena kakaktua pun termasuk keluarga nuri," kata Lucy-Ann
lagi. "Mata mereka jenaka sekali," kata Philip. "Lihatlah mereka menatap kita tanpa
" berkedip! Dan lihat cara mereka berjalan begitu tegak!?"Memperhatikan burung-burung puffin sama asyiknya seperti menonton pertunjukan
pantomim. Ada beratus-ratus, bahkan beribu-ribu burung di situ. Sejumlah di
antaranya hanya berdiri saja, sambil memperhatikan burung yang bersebelahan
dengan serius. Ada pula yang berkeliaran, berjalan terhuyung-huyung seperti
pelaut. Ada pula yang terbang kelihatannya seperti pesawat terbang mini,
"bergegas hendak turun ke laut.
"Lihat! - burung yang satu itu, apa yang sedang dikerjakannya?" tanya Lucy-Ann.
la melihat seekor puffin sibuk mengais-ngais tanah.
"Kurasa sedang menggali lubang untuk dijadikan sarang," kata Dinah. "Burung-
burung ini bersarang dalam tanah kan, Jack?"
"Betul! Pulau ini pasti sudah penuh dengan liang sarang burung puffin, " kata
Jack. Ia menghampiri gerombolan burung yang sedang sibuk. "Yuk, kita dekati
mereka. Kiki, kau tetap di bahuku, ya! Aku tidak mau kau nanti menjerit-jerit
seperti lokomotif. Nanti burung-burung itu takut, lalu lari."
Kiki tertarik sekali melihat burung-burung puffin yang nampak jenaka itu. Dengan
segera ia sudah dapat menirukan bunyi mereka dengan tepat.
"Rrrrr!" bunyi suara burung-burung itu. Dan, "rrrr," oceh Kiki menirukan mereka.
Beberapa ekor puffin menoleh ke arahnya dengan pandangan seolah-olah hendak
bertanya. Anak-anak gembira sekali melihat burung-burung puffin itu, tidak sedikit pun
kelihatan takut. Mereka bahkan tidak menyingkir ketika anak-anak datang
mendekat. Mereka biarkan saja keempat anak itu berjalan di antara mereka.
Memang, seekor di antara. mereka berlagak hendak mematuk kaki Philip ketika anak
itu tersandung dan hampir saja terjatuh menimpanya. Tapi sama sekali tidak ada
yang benar-benar menyerang dengan paruh mereka yang nampak kokoh.
"Asyik!" kata Lucy-Ann sambil mengamat-amati burung-burung aneh itu dari dekat.
"Benar-benar asyik. Tak kusangka burung-burung yang hidup di alam bebas bisa
begini jinak." "Mereka tidak jinak," kata Jack. "Burung-burung ini liar. Tapi karena tidak
biasa melihat manusia, mereka sama sekali tidak takut pada kita."
Anak anak meneruskan langkah. Sambil berjalan, sekali-sekali kaki mereka
"terbenam ke dalam tanah. Rupanya di bawah ada liang sarang, dan injakan kaki
mereka menyebabkan tanah gugur ke dalam lubang itu.
"Tempat ini benar benar penuh dengan liang sarang mereka," kata Philip. "Baunya
"di sini tidak enak, ya?"
Memang tempat itu tidak enak baunya. Jack dan Philip dengan cepat sudah
"terbiasa dengannya. Tapi Dinah dan Lucy-Ann tidak.
"Huh!" kata Lucy-Ann sambil mengernyitkan hidung. "Baunya makin lama makin
payah. Lebih baik tenda kita nanti tidak kita pasang terlalu dekat pada
burung burung ini- bau di sini sama tidak enaknya seperti di kandang babi!"
?"Jangan rewel," tukas Jack. "He, Kiki! Ayo ke sini!"
"Tapi Kiki sudah terbang dari bahunya. Ia hinggap di tanah, dekat burung-burung
puffin. Burung-burung itu menatapnya dengan serius.
"Rrrrr!" sapa Kiki dengan hormat. "Rrrrr! Hidup Raja!"
"Rrrr!" jawab seekor puffin. Burung itu berjalan terhuyung-huyung menghampiri
Kiki. Kedua burung itu saling berpandang-pandangan.
"Kurasa sebentar lagi Kiki pasti mengatakan, Apa kabar"` pada teman barunya,"
kata Dinah sambil tercekikik geli. "Keduanya kelihatan begitu serius."
"Jerangkan air!" kata Kiki.
"Rrrr," sahut burung puffin lalu terhuyung-huyung kembali ke liangnya. Kiki
mengikutinya. Tapi ternyata dalam liang itu ada puffin lain yang tidak
menghendaki kedatangan Kiki. Sesaat kemudian terdengar Kiki menjerit kesakitan.
Detik itu juga burung kakaktua iseng itu melesat ke luar lubang, jauh lebih
cepat dari pada masuknya tadi.
Dengan segera ia terbang kembali ke bahu Jack.
"Kasihan Kiki, sayang, sayang!" keluhnya.
"Salahmu sendiri siapa yang menyuruhmu terlalu ingin tahu!" tukas Jack sambil "melangkah maju. Ia menginjak segumpal rumput pantai. Rumput itu langsung amblas,
dan tahu-tahu kaki Jack terperosok ke dalam lubang yang dalam. Puffin yang
tinggal di situ rupanya tidak suka pada kaki Jack. Kaki itu dipatuknya keras-
keras. "Aduh!" Jack terduduk, lalu menggosok-gosok kakinya yang sakit. "Lihatlah
"nyaris saja daging betisku sobek dipatuknya!"
Anak-anak berjalan lagi di tengah-tengah kawanan puffin yang menakjubkan. Di
mana-mana nampak burung-burung itu; di tanah, di udara dan bahkan juga di atas
"air! Di mana-mana terdengar saruan mereka, "rrrrr", "rrrrr".
"Wah aku akan bisa membuat foto-foto yang indah nanti," kata Jack senang.
?"Sayang saat ini belum masanya telur-telur ditetaskan. Bahkan kurasa telur
puffin pun saat ini belum banyak."
Kebanyakan burung nuri laut itu tinggal di lembah kecil yang hijau di sela
kedua tebing yang menjulang tinggi. Philip mencari-cari tempat yang baik di
mana mereka bisa memasang tenda.
"Kita semua kan ingin membuat pangkalan kita di Pulau Puffin ini?" katanya.
"Kurasa Jack takkan bisa lagi kita ajak pindah dari sini. Di tebing ada beraneka
ragam burung laut yang lain, sedang di lembah sini terdapat ribuan burung puffin
jadi pasti ia sudah puas sekarang."
"Memang," kata Jack. "Di sini saja kita berkemah. Pulau ini kita jadikan pulau
kita bersama sama dengan puffin-puffin ini."
" ?"Yah kalau begitu kita cari saja tempat yang baik untuk perkemahan," kata
"Philip. "Tapi sebaiknya dipilih tempat yang di dekatnya ada air yang mengalir
"itu kalau di sini ada air mengalir. Kita memerlukan air bersih untuk minum. O
ya, kita juga masih harus mencari teluk kecil di mana perahu motor kita dapat
berlabuh, Kita tidak bisa meninggalkannya dalam celah tebing yang sempit tadi."
"Lihatlah di bawah sana ada teluk kecil yang bagus!" kata Dinah dengan tiba-
"tiba sambil menunjuk ke arah laut. "Di situ kita bisa mandi dan perahu kita
"pun akan aman di tempat itu. Yuk, kita bilang pada Bill."
"Biar aku sendiri saja yang pergi." kata Philip. "Jack pasti masih ingin
memperhatikan burung-burung ini. Jadi biar aku saja yang menemani Bill membawa
perahu motor kita ke teluk kecil itu, Dinah kau dan Lucy-Ann sementara itu
"mencari tempat yang baik untuk tenda-tenda kita. Kalau sudah kalian temukan,
kemudian kita bersama-sama mengangkut barang-barang dari perahu ke tempat itu."`
Philip bergegas untuk memberitahukan pada Bill bahwa tempat yang baik untuk
perahu. Mereka sudah ditemukan. Jack duduk di tanah bersama Kiki, memperhatikan
tingkah laku burung-burung puffin. Sedang Dinah dan Lucy-Ann pergi mencari
tempat yang baik untuk perkemahan.
Kedua anak itu berkeliaran sekeliling pulau. Di ujung sebelah sana dari tempat
burung-burung puffin, sebelum sampai ke tebing terjal yang terdapat di sisi satu
lagi dari pulau itu, terdapat semacam lembah kecil. Di tempat itu tumbuh
beberapa batang pohon yang kerdil serta semak padang.
"Ini tempat yang cocok sekali," kata Dinah senang. "Di sini kita bisa memasang
tenda dengan aman, terlindung dari gangguan angin. Dari sini kita juga bisa
memperhatikan kehidupan burung-burung puffin, mandi ke laut kapan saja kita mau
lalu semuanya sudah bosan, kita juga bisa mendatangi pulau-pulau lain dengan "perahu motor."
"Memang hidup yang serba nikmat," kata Lucy-Ann sambil tertawa. "Tapi sekarang
"ada air atau tidak di sini?"
"Di pulau itu sama sekali tidak ada sungai. Tapi kemudian Dinah menemukan sesuatu
sebagai penggantinya. Setidak-tidaknya begitulah diharapkan olehnya.
"Coba lihat ini!" serunya pada Lucy-Ann. "Di tengah batu besar ini ada cekungan
yang penuh berisi air. Aku sudah mencicipnya. Sama sekali tidak asin rasanya."
Lucy-Ann datang bersama Jack. Dinah meraup air dalam cekungan itu lalu
meminumnya. Rasanya tawar.
"Air hujan," katanya puas. "Sekarang semua sudah terjamin. Asal saja cekungan
ini tidak kering apabila hawa panas terus seperti sekarang. Yuk kita kembali
"saja dulu ke perahu dan mengambil barang-barang kita. Sekarang kita harus kerja
keras sebentar." "Kita tunggu saja dulu di sini," kata Jack yang saat itu tiba bersama Kiki.
"Kurasa saat ini Bill dan Philip sedang membawa perahu kita ke teluk yang di
sana itu. Kalau mereka sudah tiba, kita datangi mereka untuk mengatakan bahwa
kita sudah menemukan tempat yang baik untuk berkemah. Setelah itu kita bantu
mereka mengangkut barang barang kemari."
"Tidak lama kemudian perahu motor masuk ke teluk dengan Bill dan Philip di
atasnya. Sesampai di tepi, Bill meloncat turun lalu membenamkan jangkar jauh ke
atas pantai. Ia melihat Jack dan kedua anak perempuan di atas dan melambai ke
arah mereka. "Kami baru saja tiba!" serunya. "Kalian sudah menemukan tempat yang baik untuk
perkemahan kita?" Beberapa saat kemudian ia sudah naik ke atas bersama Philip. Ia senang melihat
lembah kecil yang ditemukan Dinah.
"Ini benar-benar cocok!" kata Bill. "Yah kalau begitu sekarang saja kita ambil
"barang-barang yang kita perlukan dari perahu."
Selama beberapa waktu mereka sibuk mondar-mandir dari teluk ke lembah,
mengangkut barang barang. Ternyata mereka tidak memerlukan waktu selama yang
"mereka duga untuk itu. Itu disebabkan karena mereka berlima. Kiki juga ikut
membantu. Burung itu mengangkut pasak pengokoh tali tenda. Kiki sebenarnya
melakukan hal itu untuk pamer terhadap burung-burung puffin. Burung-burung itu
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memperhatikannya dengan serius sementara Kiki terbang di depan mereka dengan
pasak tenda di paruhnya yang besar dan melengkung.
"Rrrrr," seru Kiki dengan suara burung puffin.
"Kau ini cuma mau pamer saja sebenarnya, Kiki," kata Jack memarahi. "Dasar
burung sok aksi!" "Rrrrr," kata Kiki. Dijatuhkannya pasak tenda yang sedang diangkutnya ke atas
kepala Jack. Asyik sekali mereka berlima mengatur tempat kediaman yang baru. Bill berbagi
tenda dengan Jack dan Philip. Sedang Dinah setenda dengan Lucy-Ann. Anak itu
menemukan batu yang menonjol di belakang tenda-tenda. Di bawah bagian yang
menonjol terdapat rongga yang cukup lapang dan kering.
"Cocok sekali sebagai tempat penyimpanan barang," kata Lucy-Ann dengan bangga.
"Jack! Kemarikan kaleng-kaleng makanan itu serta pakaian kita di sini cukup " "banyak tempat untuk apa saja. Wah akan asyik kediaman kita di sini!"
"Bab 11 ENGGAS DAN ENGGOS "Bukankah ini sudah waktunya kita makan?" keluh Jack sambil berjalan terhuyung-
huyung membawa setumpuk kaleng makanan dalam pelukannya. "Terbit liurku membaca
nama-nama makanan yang serba enak pada kaleng-kaleng ini."
Bill memandang arlojinya, lalu menengadah ke arah matahari.
"Astaga!" katanya kaget. "Betul, memang sudah waktunya kita makan. Lihatlah,
matahari sudah mulai terbenam. Bukan main cepat sekali waktu berlalu!"
"Tidak lama kemudian mereka sudah duduk-duduk di atas rumput sambil makan biskuit
dengan daging yang diawetkan. Setelah itu masih ada pula buah persik dalam
kaleng. Bill membawa beberapa botol limun jahe dari perahu. Anak-anak lebih suka
minum limun saja daripada repot-repot memasak air untuk membuat teh atau coklat,
Hal itu tidak mengherankan, karena hawa saat itu sangat panas.
"Aku senang sekali di sini," kata Lucy-Ann. Matanya menerawang, memandang ke
arah laut yang berwarna biru tua di kejauhan. "Aku merasa jauh sekali dari mana-
mana sungguh, saat ini tak terbayang olehku bahwa sekolah itu ada. Dan daging
"ini enak sekali rasanya."
Tikus-tikus putih piaraan Philip sependapat dengan Lucy-Ann. Begitu tercium bau
makanan, dengan segera mereka muncul dari balik baju anak laki-laki itu. Seekor
di antaranya duduk tegak sambil makan di atas lutut Philip. Seekor lagi membawa
pergi makanan yang diberikan padanya, masuk ke dalam salah satu kantong yang
gelap. Sedang tikus yang ketiga duduk di atas bahu Philip.
"Kau menggelitik cuping telingaku," kata Philip.
Dinah cepat-cepat menggeser duduknya, menjauhi abangnya. Tapi seperti Lucy-Ann,
saat itu Dinah sedang bahagia sekali perasaannya. Karena itu ia sama sekali
tidak mengomel. Anak-anak makan dengan lahap, seperti Bill. Sambil mengunyah, mereka memandang
ke arah matahari yang akan terbenam di tengah laut yang berwarna keemasan
bercampur merah. Lucy-Ann memandang sekilas ke arah Bill.
"Anda senang menghilang, Bill?" tanya anak itu. "Asyik, kan?"
"Kalau untuk dua minggu saja, bolehlah," kata Bill. "Tapi tidak senang
perasaanku. membayangkan kehidupanku seorang diri di pulau-pulau terpencil ini
nanti jika kalian berempat sudah pulang. Bagiku, bersenang-senang bukan begitu
macamnya. Aku lebih suka hidup menyerempet-nyerempet bahaya daripada hidup
menyendiri seperti puffin-puffin itu."
"Bill yang malang," kata Dinah. Dibayangkannya sahabat mereka itu tinggal di
situ seorang diri, hanya ditemani buku-buku dan pesawat radio, tapi tanpa teman
yang bisa diajak bicara. "Kalau Anda mau, kutinggal tikus-tikusku di sini sebagai teman," kata Philip
bermurah hati. "`Wah lebih baik jangan!" kata Bill dengan segera. "Aku kan kenal tikus-"tikusmu! Nanti mereka beranak-pinak, dan pada saat aku pergi lagi dari sini,
tempat ini akan sudah harus diganti namanya. Pulau Tikus, dan tidak lagi Pulau
Puffin. Di samping itu, aku juga tidak sebegitu senang pada bangsa tikus, tidak
seperti kau, Philip!"
"Aduh coba lihat itu! Cepat lihatlah! kata Dinah tiba-tiba. Semua ikut
" "memandang. Seekor puffin pergi meninggalkan liangnya dan berjalan terhuyung-
huyung ke arah mereka. "Rupanya ia datang minta makan!"
"Kalau begitu kau harus bernyanyi, Puffin! " kata Jack. "Ayo nyanyi, kalau ingin
minta makanan!" "Rrrrr!" Puffin itu memperdengarkan suaranya yang berat. Semua tertawa
mendengarnya. Burung nuri laut itu langsung menghampiri Philip, lalu berhenti
ketika sudah sampai dekat lutut anak itu. Ditatapnya Philip tanpa berkedip.
"Nah daya penarik Philip sudah bekerja lagi," kata Lucy-Ann dengan nada iri.
?"Apa yang menyebabkan segala jenis binatang ingin berteman denganmu, Philip"
Coba lihat puffin itu begitu kagum ia memandangmu."
"Entahlah, aku juga tidak tahu sebabnya," jawab Philip. Ia senang pada teman
barunya yang aneh itu. Diusap-usapnya kepala burung itu, yang mengeluarkan
suara-suara lembut sebagai tanda senang. Kemudian Philip mengambilkan secuil
roti berisi daging asap dan menyodorkannya pada puffin itu, yang langsung
menelannya lalu meminta tambahan.
"Sekarang kau pasti akan terus-menerus dibuntuti seekor puffin yang setia,"
kata"Dinah. "Yah, puffin lebih mendingan daripada tiga ekor tikus putih, atau
tikus rumah, atau landak jelek berkutu yang pernah kaupelihara atau sepasang
"kumbang tanduk itu atau..
" ?"Sudah, sudah, Dinah jangan kauteruskan lagi," pinta Bill. "Kita semua sudah
"tahu, Philip ini memang seperti kebun binatang berjalan. Aku sendiri sama sekali
tidak keberatan jika ia menyukai burung puffin goblok seperti itu. Sayang kita
tidak membawa kalung dan rantai untuk menuntunnya.
"Puffin itu berbunyi "rrr" lagi, sekali ini sedikit lebih nyaring dari tadi, lalu
pergi lagi dengan sikap tegak. Paruhnya yang berwarna-warni berkilat-kilat kena
sinar matahari sore. "Wah kenapa sebentar saja kau bertamu, sobat," kata Philip kecewa. Puffin itu
"masuk ke dalam liangnya. Tapi langsung muncul lagi dengan seekor puffin lain.
Puffin yang kedua agak lebih kecil ukuran tubuhnya. Tapi paruhnya lebih semarak
warna-warnanya. "Darby dan Joan!" kata Jack sambil tertawa. Melihat kedua burung itu, ia
langsung teringat pada tokoh suami istri dalam suatu lagu kuno, yang diceritakan
hidup rukun dan damai sampai tua. Sementara itu kedua puffin tadi berjalan
berdampingan mendatangi Philip. Anak-anak memandang mereka dengan geli.
"Kita beri nama apa ya, kedua burung ini?" tanya Dinah. "Jika mereka hendak
menggabungkan diri dengan kita, mereka harus diberi nama. Kocak sekali puffin-
puffin cilik ini!" "Puffin cilik enggas-enggos," oceh Kiki dengan tiba-tiba. Ia teringat lagi pada
kata-kata yang pernah diucapkannya. "Enggas .
?"Ya, tentu saja1 Enggas dan Enggos!" seru Lucy-Ann dengan gembira. "Lihat saja
cara mereka berjalan, terenggas-enggos seperti sepasang kakek-nenek! Kau ini
burung pintar, Kiki! Sejak kita berangkat kau selalu menyebut-nyebutnya dan "sekarang inilah mereka Enggas dan Enggos!" '
"Semua tertawa. Enggas dan Enggos rasanya memang cocok sebagai nama kedua burung
kocak itu. Sementara itu Enggas dan Enggos sudah dekat sekali ke tempat Philip
duduk, lalu ikut duduk dengan sikap puas di situ. Philip memandang mereka dengan
geli. Tapi Kiki sama sekali tidak senang. Ia menelengkan kepala, memandang kedua
burung itu. Mereka membalas tatapannya dengan dua pasang mata bertepi merah
darah. Akhirnya Kiki membuang muka sambil menguap.
"Hah Kiki kalah beradu tatapan mata!" kata Jack. "Padahal itu tidak gampang!"
"Ketiga tikus putih piaraan Philip beranggapan sebaiknya jangan dekat-dekat pada
Enggas dan Enggos. Dari tempat yang aman dekat leher Philip, mereka memandang
kedua burung puffin yang duduk dekat kaki tuan mereka. Ketika Enggas pada suatu
saat bergerak, secepat kilat tikus-tikus itu menyusup masuk ke dalam baju
Philip. Bill menggeliat. "Aku tidak tahu bagaimana dengan kalian tapi aku capek," katanya. "Matahari
"sudah terbenam di barat. Yuk, kita bereskan tempat ini sebentar lalu sesudah
"itu kita masuk ke dalam tenda. Besok kita bisa bersenang-senang lagi, mandi-
mandi dan berjemur sambil memperhatikan kehidupan burung-burung di sini.
Sementara ini aku sudah terbiasa dengan bunyi teriakan mereka yang tidak henti-
hentinya. Tapi mulanya nyaris tuli aku karenanya."
Dinah dan Lucy-Ann membereskan bekas-bekas makanan mereka. Lucy-Ann memasukkan
sebuah pasu besar ke dalam cekungan yang berisi air, lalu menyodorkannya
berkeliling pada semuanya untuk mencuci muka dan tangan.
"Sebaiknya kita jangan membersihkan badan dalam kolam ya kan, Bill?" katanya
"dengan serius. "Astaga! Tentu saja tidak!" kata Bill. "Airnya pasti akan langsung menjadi hitam
begitu Jack dan Philip masuk ke dalamnya! Air itu sebaiknya kita sediakan saja
untuk minum. Kalau kita memerlukan air untuk memasak atau mencuci badan, kita
ambil saja dengan pasu seperti kaulakukan tadi."
"Ahh aku kepingin berendam dalam air sebentar," kata Jack sambil bangkit.
?"Tidak, bukan dalam kolammu itu, Lucy-Ann! Kau tidak usah memandangku dengan
cemas. Aku akan turun ke teluk kecil di mana perahu kita berlabuh. Kau ikut,
Philip?" "Terang dong," kata Philip. Didorongnya Enggas dan Enggos yang menempel ke
lututnya. "Sana pergi, aku ini tidak tumbuh di sini, tahu!"
?"Aku juga ikut," kata Bill. Dipadamkannya pipa yang selama itu diisapnya.
"Badanku dekil rasanya. Kalian berdua juga mau ikut?"
"Tidak," kata Lucy-Ann. "Biar kubereskan saja tenda kalian. Akan kuhamparkan
selimut-selimut supaya kalian nanti tinggal berbaring saja lagi."
"Dinah juga tidak mau ikut. karena merasa capek sekali. Penyakit campak ternyata
banyak sekali menyadap tenaga kedua anak perempuan itu. Mereka tinggal di
perkemahan, sementara Bill bersama Jack dan Philip berangkat ke teluk untuk
mandi-mandi di sana. Di tempat itu lembah melandai sampai ke tepi laut, dan
teluk kecil berpasir itu cocok sekali untuk tempat mandi-mandi. Bill dan kedua
anak laki-laki yang menemani membuka pakaian mereka, lalu melompat ke dalam
laut. Air laut terasa nikmat dan hangat, membelai tubuh seperti sutra.
"Sedaaap!" kata Bill, lalu mulai mengejar Jack dan Philip. Sambil berteriak-
teriak dan memukul-mukul air keduanya mengelak. Berisik sekali suara mereka
bertiga main kejar-kejaran sampai Enggas dan Enggos, yang dengan setengah
berjalan dan setengah terbang tadi ikut menemani Philip ke tepi air, kini mundur
sedikit ke atas pasir. Kedua burung itu memandang mereka bertiga yang sedang
mandi-mandi dengan sikap merenung. Philip senang melihat mereka masih ada di
pantai. Pasti selama itu belum ada orang yang mempunyai piaraan dua ekor puffin!
Sementara itu Dinah Dan Lucy-Ann sibuk mengatur alas tenda serta selimut-
selimut. Tiba-tiba Dinah berhenti bekerja. Ia memiringkan kepala, seperti
mendengarkan. Lucy-Ann mengikuti perbuatannya.
"Ada apa?" bisiknya tapi saat itu ia pun mendengarnya. Pasti itu bunyi pesawat"terbang lagi!
Keduanya keluar dari tenda Ialu menengadah ke langit, mencari-cari sumber bunyi
itu. "Itu itu, di sana!" seru Lucy-Ann sambil menunjuk ke arah barat. "Masa kau
"belum melihatnya" Wah, wah mau apa pesawat itu sekarang?"
"Dinah masih juga belum berhasil melihat pesawat terbang itu. Matanya sudah
dipicing-picingkan, tapi ia masih belum juga melihat pesawat yang hanya nampak
berupa titik di langit. "Ada sesuatu jatuh dari pesawat itu," kata Lucy-Ann sambil memicingkan mata.
"Aduh, mana sih teropongnya" Cepat ambil, Dinah!"
Dinah mencari-cari, tapi teropong Jack dan Philip tidak ditemukan olehnya.
Sementara itu Lucy-Ann masih saja tengadah, memandang langit.
"Ada sesuatu yang jatuh lambat-lambat dari pesawat." katanya. "Warnanya putih.
Aku melihatnya tadi. Barang apa itu, ya" Mudah-mudahan saja pesawat itu tidak
dalam kesulitan." "Bill pasti tahu," kata Dinah. "Ia dan kedua abang kita tentu melihatnya pula.
Mungkin kedua teropong itu mereka bawa, karena kucari-cari di sini tidak ada."
Tidak lama kemudian pesawat itu lenyap dari penglihatan. Bunyinya juga tidak
kedengaran lagi. Dinah dan Lucy-Ann meneruskan pekerjaan, membereskan tenda.
Hawa saat itu masih tetap panas seperti tadi. Karenanya Dinah menyingkapkan
tutup tenda supaya ada angin segar masuk ke dalam.
"Rupanya tidak jadi datang badai," katanya sambil memandang ke langit sebelah
barat, untuk melihat apakah dari arah sana datang awan bergulung-gulung. "Tapi
hawa masih saja pengap, seperti mau hujan."
"Mereka sudah kembali," kata Lucy-Ann ketika ia melihat Bill bersama Jack dan
Philip datang dari pantai. "Dan Enggas serta Enggos masih saja ikut dengan
mereka. Wah, Di- asyik juga ya jika kita mempunyai piaraan dua ekor puffin!"
"Kalau puffin, aku tidak keberatan," kata Dinah. "Tikus yang tidak kusukai!
Halo, Bill! Anda tadi mendengar bunyi pesawat atau tidak?"
"Tidak! Ada pesawatkah tadi?" tanya Bill dengan penuh minat. "Di mana kalian
melihatnya" Kenapa kami tidak mendengar apa-apa"
"Habis kita tadi berisik sekali sih," kata Jack sambil nyengir. "Biar seratus
pesawat lewat, kita masih tetap takkan mendengarnya."
"Aneh," kata Lucy-Ann pada Bill. "Ketika aku sedang memperhatikan tadi, tahu-
tahu ada sesuatu jatuh dari pesawat itu. Sesuatu yang putih warnanya."
Bill memandang dengan kening berkerut.
"Payung terjun barangkali?" tebaknya. "Kau bisa melihatnya dengan jelas?"
"Tidak, karena jaraknya terlalu jauh," kata Lucy-Ann. "Mungkin saja yang kulihat
itu payung terjun. Tapi bisa juga gumpalan asap! Pokoknya, tadi nampaknya
seperti ada sesuatu jatuh dengan lambat dari pesawat itu. Kenapa Anda kelihatan
begitu serius, Bill?"
"Karena aku merasa ada sesuatu yah, sesuatu yang aneh dengan pesawat-pesawat "itu," kata Bill. "Kurasa sebaiknya aku pergi saja sebentar ke perahu kita, lalu
mengirim kabar lewat radio. Mungkin saja kejadian itu tidak ada artinya tapi
"mungkin juga sangat penting!"
Bab 12 BILL BERANGKAT SENDIRI Bill menuruni lembah, menuju ke teluk kecil di mana perahu motor ditambatkan.
Saban kali ia melangkah, kakinya terbenam di tanah yang lunak. Anak-anak
memperhatikan sahabat mereka itu pergi.
Lucy-Ann berwajah serius seserius Enggas dan Enggos yang saat itu sudah
"bersandar lagi dengan sikap tegak pada Philip.
"Aduh apa maksud Bill tadi" Kita sekarang kan tidak lagi-lagi terjerumus ke
"dalam petualangan yang baru" Di sini, di mana yang ada hanya laut, angin, dan
burung-burung! Apa ya yang mungkin terjadi di sini?"
?"Bill takkan banyak bercerita pada kita," kata Philip. "Jadi jangan ganggu dia
dengan bertanya-tanya terus. Aku mau tidur sekarang. Hihh agak dingin hawanya
"sekarang. Enak, tidur di bawah tumpukan selimut tebal. Enggas dan Enggos, kalian
tidur di luar saja, ya! Tempat dalam tenda takkan mencukupi jika kalian berdua
ikut masuk karena kami sudah bertiga, ditambah dengan Kiki serta ketiga tikus
"putihku." Enggas dan Enggos berpandang-pandangan. Setelah itu secara serempak mereka mulai
mengais-ngais di luar tenda, menyebabkan tanah berhamburan di belakang mereka.
Lucy-Ann tertawa geli. "Wah! Mereka hendak membuat liang sedekat mungkin padamu, Philip!" katanya.
"Kocak sekali mereka berdua!"
Kiki datang mendekat untuk memeriksa kesibukan kedua ekor puffin itu. Sebagai
akibatnya seluruh badannya kena tanah yang berhamburan. Kiki marah.
"Rrrrrrl" gerutunya. Kedua puffin yang sedang sibuk menggali- berbunyi serempak
menyatakan bahwa mereka sependapat dengan Kiki.
"Rrrrrrr!" Setengah jam kemudian Bill kembali. Anak anak sudah meringkuk di bawah selimut,
"sedang Lucy-Ann malah sudah tidur pulas. Dinah menyapa ketika ia mendengar
langkah Bill di luar. "Semua beres, Bill?"
"Ya! Aku tadi menerima kabar dari London, katanya keadaan ibumu sudah agak
lumayan sekarang," kata Bill. "Tapi rupanya penyakit campaknya cukup berat juga.
Untung ia tidak perlu mengurus kalian lagi saat ini!"
"Bagaimana dengan berita Anda sendiri, Bill- mengenai pesawat terbang itu?"
tanya Dinah yang ingin sekali mengetahui mengapa Bill begitu berminat
terhadapnya. "Anda juga sudah mengirimkannya?"
"Ya, sudah,"kata Bill singkat. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nah tidur "saja sekarang, Dinah."
Dua menit kemudian semua sudah tidur. Pencicit serta kedua saudaranya hanya
nampak berupa onggokan kecil-kecil dalam baju Philip. Kiki bertengger di atas
perut Jack, walau anak itu sudah beberapa kali mendorongnya supaya turun dari
situ. Enggas dan Enggos duduk dalam liang yang baru mereka buat. Paruh mereka
yang besar dan berwarna-warni saling bersentuhan. Suasana tenang dan damai,
sementara bulan bergerak pada lintasannya di langit. Bayang-bayangnya nampak
berupa jalur terang keperak-perakan di atas air yang tak kenal tenang.
Fajar menyingsing membawa hari yang cerah dan indah. Kelihatannya badai tidak
jadi datang, karena hawa tidak lagi pengap seperti hari sebelumnya. Anak-anak
begitu bangun langsung lari ke pantai untuk mandi-mandi di laut. Lari mereka
begitu kencang sehingga Enggas dan Enggos kepayahan mengikuti. Kedua puffin itu
terpaksa terbang agar jangan sampai tertinggal jauh. Mereka ikut masuk ke air
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersama anak-anak, lalu terapung-apung dipermainkan ombak. Konyol sekali
kelihatannya! Setelah itu mereka menyelam, mencari ikan. Mereka berenang dengan sayap digerak-
gerakkan dalam air. Ternyata mereka sangat tangkas, karena dengan cepat sudah
tersembul lagi di permukaan dengan ikan di paruh mereka yang besar.
"Bagaimana jika seekor kalian berikan pada kami untuk sarapan pagi, Enggas?"
seru Philip. Ia mencoba mengambil seekor ikan dari paruh puffin yang terdekat.
Tapi burung itu tidak mau melepaskan. Ikan yang berada di paruhnya kemudian
ditelan bulat bulat. ?"Seharusnya kau mengajari mereka menangkap ikan untuk kita," kata Jack sambil
tertawa geli. "Dengan begitu kita kan bisa sarapan ikan bakar! He, lepaskan,
Enggos itu kakiku, bukan ikan!"
"Saat sarapan mereka merembukkan rencana untuk hari itu.
"Apa yang akan kita lakukan hari ini" Yuk, kita memeriksa seluruh pulau kita
ini, dan memberi nama pada tempat-tempat khusus. Misalnya lembah kecil di mana kita berada sekarang,
namanya Lembah Tidur, karena di sinilah tempat kita tidur," kata Lucy-Ann.
"Dan pantai tempat kita mandi-mandi namanya Teluk Cebur," kata Dinah. "Sedang di
mana kita mula-mula menambatkan perahu kita, enaknya diberi nama Pelabuhan
Tersembunyi." Bill tidak banyak berbicara saat itu. Jack menoleh padanya.
"Apa yang ingin Anda lakukan hari ini, Bill" Anda mau ikut menjelajahi pulau ini
bersama kami?" "Kalian pasti akan sudah sibuk dan asyik sendiri nanti," kata Bill. "Karenanya
jika kalian tidak keberatan, aku hendak berkeliling sendiri dengan perahu motor
mendatangi pulau-pulau sekitar sini.?"Apa" Tanpa kami?" tanya Dinah tercengang. "Kami ikut saja dengan Anda kalau
begitu itu jika Anda menghendakinya."
?"Sekali ini aku akan pergi sendiri," kata Bill. "Lain kali saja kalian ikut.
Hari ini aku hendak pergi seorang diri."
"Ada ada apa, Bill?" tanya Jack. Ia mendapat perasaan, jangan-jangan ada yang
"tidak beres. "Ada sesuatu yang terjadi?"
"Sepanjang pengetahuanku, tidak," kata Bill dengan riang. "Aku cuma ingin pergi
seorang diri saja lain tidak! Dari jika aku sendiri saja melihat-lihat keadaan
"di sekeliling perairan sini, nanti aku kan bisa mengetahui tempat-tempat mana
saja yang paling baik untuk didatangi beramai-ramai. Ya, kan?"
"Baiklah, Bill," kata Jack yang masih tetap merasa heran. "Lakukanlah apa yang
Anda kehendaki. Ini juga liburan bagi Anda, meski liburan untuk menghilangkan
jejak!" Jadi hari itu Bill pergi seorang diri. Anak-anak mendengar bunyi mesin perahu
motornya yang bergerak ke tengah laut.
"Ada sesuatu yang hendak dilakukan Bill," kata Philip. "Dan aku berani bertaruh,
pasti ada sangkut pautnya dengan kedua pesawat terbang itu. Coba ia mau
bercerita pada kita mengenainya. Tapi Bill takkan mau mengatakannya."
Mudah-mudahan nanti ia kembali dalam keadaan selamat." kata Lucy-Ann cemas.
?"Gawat kalau kita sampai terdampar di pulau ini tanpa ada seorang pun yang tahu
di mana tepatnya kita berada."
"Wah, benar juga katamu itu," kata Jack. "Tak terpikir olehku hal itu selama
ini. Tapi sudahlah kau tidak perlu cemas, Lucy-Ann! Kecil sekali
"kemungkinannya Bill akan menjumpai mara bahaya. Orangnya kan cerdas!"
Hari itu berlalu dalam suasana gembira. Anak-anak pergi ke tebing, mengamat-
amati kawanan burung yang tinggal di sana. Mereka juga duduk-duduk di tengah
kerumunan burung-burung puffin, memperhatikan kehidupan burung-burung aneh
berparuh besar itu. Lucy-Ann mengikatkan sapu tangan untuk menutupi hidung. Ia
tidak tahan terhadap bau tempat itu. Tapi anak-anak yang lain dengan segera
sudah merasa biasa dengan bau yang masam. Lagi pula, saat itu angin bertiup
lumayan kencang. Enggas dan Enggos selalu ikut ke mana saja anak-anak pergi. Mereka berjalan atau
berlari bersama anak-anak. Keduanya terbang mengitari mereka, serta ikut pula
mandi-mandi di laut. Kiki agak cemburu. Tapi setelah sekali mengalami patukan
paruh Enggas, kakaktua itu tidak berani terlalu mendekat lagi. Ia melampiaskan
kekesalannya dengan jalan mengata-ngatai.
"Bersihkan hidungmu! Sudah berapa kali kukatakan, kau harus membersihkan kakimu"
Anak nakal! Enggas-Enggos saja terus-terusan. Plak, si puffin meledak!"
Sehabis makan sore anak-anak duduk di Lembah Tidur, menunggu Bill kembali.
Matahari mulai condong ke barat. Lucy-Ann nampak gelisah. Mukanya pucat. Ke mana
Bill" Kenapa belum kembali"
"Jangan khawatir sebentar lagi pasti pulang," kata Philip. "Tak lama lagi "pasti akan terdengar suara perahu motornya."
Tapi saat matahari terbenam Bill masih belum muncul juga. Kegelapan malam
menyelubungi pulau. Anak-anak merasa tidak ada gunanya menunggu lebih lama lagi.
Empat anak yang gelisah masuk ke tenda mereka. Keempat-empatnya berbaring di
bawah selimut. Tapi tidak satu pun bisa tidur.
Akhirnya Dinah dan Lucy-Ann pindah ke tenda yang satu lagi, lalu mengajak Jack
dan Philip mengobrol. Tiba-tiba terdengar bunyi yang sejak lama ditunggu-tunggu.
Bunyi mesin perahu motor! Semua langsung bangkit dan lari ke luar.
"Itu Bill! Pasti Dia! Mana senternya" Yuk, kita turun ke teluk."
Anak-anak berjalan tersandung-sandung di tengah kawanan burung puffin yang
sedang enak-enak tidur. Tidak sedikit yang terbangun karena terinjak atau kena
tendangan tanpa sengaja. Mereka sampai di pantai tepat pada saat Bill melangkah
ke luar dari tepi air. Keempat anak itu berhamburan menghampirinya dengan
gembira. "Bill! Aduh, Bill! Apa yang selama ini terjadi dengan Anda" Kami sudah mengira,
jangan-jangan Anda tersesat!"
"Aduh, Bill takkan kami biarkan Anda pergi sendiri lagi!"
?"Maaf jika aku menyebabkan kalian cemas," kata Bill. "Tapi aku tidak ingin
"kembali selama hari masih terang, karena khawatir kalau kelihatan dari pesawat
terbang tak dikenal itu. Jadi aku terpaksa menunggu sampai gelap dulu, walau aku
juga tahu bahwa kalian pasti cemas. Tapi ini aku, sudah ada di sini lagi!"
?"Tapi Bill Anda tidak mau menceritakan apa-apa pada kami?" seru Dinah. "Kenapa
"Anda tidak mau kembali selama masih terang" Anda khawatir kelihatan oleh siapa"
Dan kalau kelihatan, lantas mengapa?"
Yah," kata Bill setelah beberapa saat, "ada sesuatu yang aneh sedang
"berlangsung di perairan terpencil ini. Aku tidak tahu persis, apa itu. Tapi aku
ingin mengetahuinya. Hari ini aku tidak melihat siapa-siapa, walau aku sudah
mengelilingi entah berapa pulau saja sepanjang hari. Aku memang tidak
memperkirakannya, karena tak ada orang yang begitu goblok datang kemari untuk
"sesuatu urusan rahasia, tapi membiarkan ada orang lain melihat atau
mengetahuinya. Tapi aku masih merasa, mungkin aku akan berhasil menemukan salah
satu petunjuk." "Kurasa kulit jeruk yang kita lihat terapung-apung itu merupakan petunjuk bahwa
di salah satu pulau sekitar sini ada orang lagi selain kita ya kan, Bill?"
"kata Lucy-Ann. Ia teringat pada kulit jeruk yang dilihatnya terapung-apung lalu
menyentuh jari-jarinya yang direndamkan dalam air ketika perahu motor sedang
melaju. "Tapi apa yang dilakukannya di sini" Tidak banyak yang bisa dikerjakan
di perairan yang begini terpencil. Yang ada cuma pulau-pulau yang dihuni burung-
burung saja." "Justru itulah yang membuat aku bingung," kata Bill. Kalau penyelundupan tidak
"mungkin, karena pesisir daerah daratan saat ini dijaga ketat. Jadi untuk apa?"
"Bill" Anda tadi yakin tidak ada yang melihat Anda?" tanya Dinah agak cemas.
"Mungkin saja di salah satu pulau itu ada pengintai yang bersembunyi dan kalau
" betul begitu, mungkin saja Anda dilihat olehnya tanpa Anda melihat dirinya."
"Betul juga katamu tapi risiko itu harus kutanggung," kata Bill. "Tapi "kemungkinannya kecil sekali. Kurasa takkan ada penjaga ditempatkan di mana pun
juga, karena kecil sekali kemungkinannya ada orang datang ke pulau-pulau sini
dan mengganggu kegiatan rahasia yang sedang berlangsung."
"Walau begitu ada saja kemungkinan Anda dilihat atau didengar orang lain,"
"kata Dinah berkeras. "Aduh, Bill padahal Anda kan ditugaskan untuk menghilang
"sama sekali. Sekarang Anda mungkin terlihat musuh-musuh Anda!"
"Kecil sekali kemungkinannya mereka adalah lawan-lawanku, dari pengintaian siapa
aku harus melenyapkan diri," kata Bill sambil tertawa. "Kurasa takkan ada orang
lain yang mengenali diriku di sini, nampak di kejauhan dalam perahu motor.
Paling-paling orang yang melihatku tadi menyangka aku ini pengamat burung atau
pengamat alam yang senang hidup menyendiri di perairan sini."
Tidak lama kemudian mereka sudah masuk lagi ke dalam tenda masing-masing. Anak-
anak merasa senang, karena Bill sudah ada di tengah-tengah mereka lagi dalam
keadaan selamat. Bintang-bintang kemerlip di langit malam yang cerah. Enggas dan Enggos masuk ke
dalam liang kediaman mereka. Kedua burung itu merasa senang, karena kerabat
mereka yang baru akhirnya pergi tidur. Keduanya tidak begitu senang jalan-jalan
pada waktu malam. Sambil berbaring di bawah selimutnya, Lucy-Ann masih saja merasa gelisah.
"Saat ini terasa olehku bahwa ada petualangan sedang menjelang. Aduh padahal
"tempat ini paling tidak enak untuk mengalami petualangan!"
Bab 13 APA YANG TERJADI MALAM ITU"
Keesokan paginya semua beres, seolah-olah memang tidak ada apa-apa. Anak-anak
sudah melupakan lagi rasa takut mereka malam sebelumnya. Sedang Bill asyik
berkelakar dan tertawa-tawa bersama anak-anak.
Tapi walau begitu, sebenarnya ia masih merasa gelisah. Ketika sebuah pesawat
terbang muncul lalu melintas beberapa kali di atas pulau, dengan cepat
disuruhnya anak-anak bertiarap. Tepat di tengah pemukiman burung puffin di mana
mereka saat itu berada. "Kurasa tenda-tenda kita tidak terlihat dari atas," kata Bill. "Mudah-mudahan
saja." "Anda tidak mau ada orang lain tahu kita di sini, Bill?" tanya Jack.
"Betul," kata Bill singkat. "Setidak-tidaknya untuk saat ini. Jika kalian
mendengar bunyi pesawat terbang, lekas-lekas mengendap. Dan kita jangan
menyalakan api untuk memasak air. Kita minum limun saja.
"Walau demikian hari itu berlalu dengan cukup menyenangkan. Hawa kembali sangat
panas. Anak-anak berulang kali pergi mandi-mandi, dan setelah itu berjemur badan
di bawah sinar matahari. Kiki cemburu pada Enggas dan Enggos karena kedua puffin
itu bisa ikut masuk ke dalam air bersama anak-anak. Burung kakaktua itu berdiri
di pantai dengan cakar terbenam dalam pasir. Ia berteriak-teriak dengan suara
lantang. "Pol!y pilek panggil dokter!" Untuk lebih meyakinkan, Kiki menirukan bunyi
"orang bersin. "Konyol tidak si Kiki?" kata Jack. Disemburkannya air ke arah burung itu. Kiki
" melangkah mundur dengan jengkel. "Kasihan Kiki! Sayang! Sayang malang, bukan
main Kiki!" "Betul, bukan main Kiki!" seru Jack, lalu menyelam untuk menarik kaki Bill di
dalam air. Berulang kali mereka membuat foto. Enggas dan Enggos ikut berpose. Sikap mereka
apik sekali, menatap dengan serius ke arah kamera yang dibidikkan.
"Melihat mereka, aku merasa seolah-olah sebentar lagi keduanya akan saling
berangkulan," kata Jack sambi! menjepretkan kameranya.
"Terima kasih, Enggas dan Enggos. Pose kalian bagus sekali! Tapi lain kali
tersenyumlah sedikit. Ayo minggir, Kiki- dan jangan kau sentuh pasak tenda itu.
Sudah tiga yang kaucabut!"
Petangnya langit tertutup awan tebal. Matahari tidak kelihatan.
"Rasa-rasanya sebentar lagi akan datang badai yang waktu itu tidak jadi," kata
Bill. "Cukup kokoh atau tidak ya tenda kita?"
"Yah pilihan lain tidak ada," kata Jack. "Lembah Tidur kita merupakan tempat "yang paling terlindung di pulau ini. Sepanjang yang kulihat sampai sekarang, di
tempat ini sama sekali tidak ada gua atau semacam itu."
"Siapa tahu, mungkin saja badai ini pun tidak jadi," kata Philip. "Huh,
panasnya! Kurasa aku perlu mandi sekali lagi untuk terakhir kalinya."
"Kau sudah delapan kali mandi," kata Dinah, "Aku menghitungnya."
Hari itu lekas gelap karena ada awan tebal menyelubungi langit. Malam itu anak-
anak cepat masuk ke pembaringan masing-masing sambil menguap karena sudah
mengantuk. Bill memandang arlojinya.
"Aku hendak ke perahu sebentar untuk mengirim kabar dengan pesawat memancarku,
"katanya. "Siapa tahu, mungkin nanti juga ada berita untukku. Kalian tidur saja
dulu. Aku takkan lama."
"Baiklah," kata Jack dan Philip mengantuk. Bill menyelinap ke luar dari tenda.
Dinah dan Lucy-Ann sudah tidur, jadi tidak tahu bahwa Bill pergi.
Sementara Philip terlelap begitu Bill keluar, Jack masih bangun selama beberapa
waktu lagi. Untuk kelima kalinya ia mendorong Kiki yang hendak bertengger di
atas perutnya. Kiki pindah ke atas perut Philip. Ia menunggu suatu tonjolan bergerak mendekati
cakarnya. Pasti itu salah satu tikus putih piaraan Philip, pikir Kiki. Ketika
selimut dekatnya tiba-tiba terangkat, dengan segera ia mematuk dengan sengit.
Terdengar suara Philip berteriak kesakitan,
"Kau ini memang setan, Kiki! Ambil dia, Jack! Pinggangku dipatuknya tadi. Coba
aku bisa melihatnya saat ini, pasti kutampar paruhnya."
Kiki keluar dari tenda, menunggu Jack dan Philip sudah tidur lagi. la terbang ke
puncak tenda lalu bertengger di situ.
Sementara itu Bill sudah sibuk memutar-mutar tombol pesawat radionya dalam
perahu motor. Tapi gangguan cuaca saat itu menyebabkan ia hanya mendengar bunyi
gemerisik saja. "Sialan!" kata Bill. "Kalau begini terus, aku takkan bisa mengirim berita sama
sekali. Lebih baik jika perahu kubawa saja ke celah sempit waktu itu apa
"namanya yang diberikan anak-anak" ah ya, Pelabuhan Tersembunyi. Mungkin di
" sana radioku bisa bekerja lebih baik karena tempat itu lebih terlindung "daripada di sini."
Bill perlu sekali memakai pesawat radionya malam itu. Karenanya dengan segera ia
berangkat ke Pelabuhan Tersembunyi. Dengan hati-hati dikemudikannya perahu
memasuki celah. Setelah perahu ditambatkan, dicobanya pesawat radionya sekali lagi. Setelah
beberapa saat sibuk, ia seolah-olah mendengar bunyi sesuatu dari arah laut.
Bunyinya kian mendekat. Bill mematikan radionya, lalu memasang telinga baik-
baik. Tapi tiupan angin yang bertambah kencang saja yang terdengar olahnya.
Bill menghidupkan radionya kembali. Ia menyimak dengan tekun, menunggu berita
untuknya. Satu diterimanya, disusul olah pemberitahuan agar menunggu pengumuman
penting dari markas basar.
Bill menunggu dengan sabar, sementara dari radio hanya terdengar bunyi gemerisik
dan mencuit-cuit. Tiba-tiba ia menoleh dengan heran. Ia mendengar bunyi yang
tidak berasal dari pesawat radio di depannya. Ia mengira Jack atau Philip yang
datang. Tapi ternyata bukan. Bill bertatapan muka dengan seorang laki-laki berwajah
keras dan berhidung bangkok, yang memandang ke dalam kabin. Orang itu bersaru
heran ketika melihat wajah Bill yang menoleh ke arahnya,
"Kau"!" saru orang itu. "Cari apa kau di sini" Apa yang kau ketahui tantang....
"Bill bangkit dengan cepat. Tapi saat itu juga orang tadi menerjang ke arahnya
dengan bersenjatakan pentungan. Bill langsung roboh kena pukul. Kepalanya
terbentur pada sudut pesawat radio. Tubuhnya menggeleser ke lantai. Bill jatuh
pingsan. Laki-laki berhidung bangkok tadi bersuit dengan nyaring. Seorang laki-laki lagi
menghampiri pintu kabin dan memandang ke dalam.
"Kaulihat itu?" kata laki-laki yang pertama sambil menuding ke arah tubuh Bill.
"Tidak disangka-sangka, ya menjumpainya di sini" Bagaimana pendapatmu
" "mungkinkah ia menduga apa-apa?"
"Melihat ia ada di sini, mestinya begitu," kata laki-laki yang satu lagi.
Potongan mulutnya yang kejam tersembunyi di balik janggut tebal yang dipotong
pendek "Ikat dia! Siapa tahu, mungkin ada gunanya nanti. Akan kita paksa dia
membuka mulut!" Dengan segera Bill sudah diikat erat-erat. Ia masih belum siuman kembali. Kedua
laki-laki tadi memindahkannya ke sebuah perahu kecil yang bersandar di samping
Lucky Star. Dengan cepat tali tambatan dilepaskan, siap untuk mendayungnya
kembali ke perahu motor mereka yang dilabuhkan di depan pulau.
"Mungkinkah ada orang lain ikut dengannya di sini?" tanya laki-laki berhidung
bengkok pada temannya. "Kalau di perahu tadi. yang ada cuma ia sendiri."
"Tidak, ia seorang diri. Ketika perahunya itu kelihatan kemarin, hanya ada satu
orang di dalamnya dan ternyata memang dia," kata laki-laki berjanggut tebal.
?"Kalau ada orang lain bersamanya, pasti kelihatan oleh kita. Tidak ia seorang
"diri di sini! Hah! Ia tidak tahu bahwa ada yang memperhatikan dirinya ketika ia
kembali kemari kemarin malam."
"Ya, kurasa memang tidak ada siapa-siapa lagi di sini, kata laki-laki pertama
"yang kelihatannya masih enggan pergi. "Apakah perahu motornya tidak perlu kita
rusak untuk berjaga-jaga"
"Baiklah dan jangan lupa radionya juga," jawab temannya, laki-laki yang
"
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berjanggut. Ia menemukan sebuah palu. Tidak lama kemudian terdengar bunyi
hantaman bertubi-tubi dalam kabin Lucky Star. Mesin perahu dan pesawat radio
Bill dihancurkan. Setelah itu kedua laki-laki tadi kembali ke perahu mereka dan mulai
mendayungnya, membawa Bill yang masih pingsan. Mereka sampai di perahu motor
yang menunggu di luar. Tidak lama kemudian terdengar bunyi mesinnya, makin lama
makin menjauh. Tapi tidak ada yang mendengarnya di Pulau Puffin, kecuali Kiki.
Dan juga burung-burung puffin, tentunya!"
Anak-anak sama sekali tidak tahu bahwa Bill tidak kembali malam itu. Mereka
berempat tidur pulas, bermimpi tentang burung-burung puffin, ombak besar, serta
pasir yang putih keemasan.
Jack yang paling dulu bangun keesokan paginya. Itu pun karena Kiki mencubiti
kupingnya dengan paruh. .
"Kau ini Sialan, Kiki!" kata Jack sambil mendorong kakaktua itu pergi. "Aduh "Enggas dan Enggos pun sudah hadir!"
Kedua burung air itu berjalan terenggas-enggos menghampiri Philip, lalu berdiri
dengan sabar dekat muka anak yang masih tidur itu.
"Rrrrr," sapa Enggas.
Philip terbangun. Ia langsung nyengir ketika melihat Enggas dan Enggos ada di
dekatnya, lalu duduk sambil menguap lebar-lebar.
"Halo, Jack!" katanya. "Bill sudah bangun?"
"Kelihatannya begitu," kata Jack. "Mungkin sedang mandi sekarang. Kenapa kita
tidak sekaligus dibangunkannya tadi"! Yuk, kita bangunkan Dinah dan Lucy-Ann
"lalu menyusulnya ke pantai."
Tak lama kemudian nampak keempat anak itu berlari-lari ke tepi air. Mereka
mengira akan melihat Bill di sana. Tapi sahabat mereka ternyata tidak ada di
tempat itu. "Kalau begitu, di mana dia?" tanya Lucy-Ann dengan nada bingung. "Astaga! mana
"perahu motor kita?"
Ya, betul mana perahu motor mereka" Di tempat itu tidak ada, itu sudah jelas.
"Anak-anak memandang ke arah teluk dengan perasaan heran bercampur kecut.
"Pasti Bill membawanya ke Pelabuhan Tersembunyi," kata Jack. "Mungkin saja
radionya tidak jalan di sini, terganggu keadaan cuaca yang buruk."
"Kalau begitu yuk, kita ke Pelabuhan Tersembunyi," ajak Philip. "Mungkin
"sesampai di sana Bill lantas merasa mengantuk, lalu tidur dalam kabin."
"Mungkin saja ia ada di sana," kata Dinah. "Dan sekarang masih pulas! Yuk, kita
ke sana lalu mengejutkannya. Kita berseru kuat-kuat ke dalam kabin supaya ia
"terloncat bangun. Huh Penidur!"
?"Mudah-mudahan saja betul ia ada di sana," kata Lucy-Ann. Anak itu menggigil,
karena kedinginan bercampur rasa cemas.
Keempat anak itu bergegas-gegas mengenakan pakaian mereka. Semua agak menggigil,
karena matahari sudah lenyap di balik gumpalan awan yang nampak seram.
"Mudah-mudahan saja cuaca kini tidak berubah menjadi buruk padahal kita baru
"saja mengawali liburan ini dengan menyenangkan," kata Dinah. "Aduh, maaf Enggas
tapi kau sih, kenapa mendekat-dekat terus. Terinjak tadi, ya?"
" Burung puffin itu nampaknya tidak peduli, walau terinjak oleh Dinah. Sambil
mengibaskan sayap serta mengeluarkan bunyi "rrrr", Enggas bergegas menyusul
Enggos yang saat itu berusaha mengikuti kecepatan Philip berjalan.
Mereka melintasi tempat pemukiman burung-burung puffin, menuju ke bagian tebing
yang runtuh sedikit. Sesampai di sana nampak perahu motor mereka terayun-ayun
lembut dipermainkan ombak, di bawah tebing.
"Itu dia!" seru Dinah bergembira. "Bill ternyata memang membawanya kemari!"
"Bill tidak ada di geladak," kata Jack. "Kalau begitu pasti di kabin. Yuk, kita
biarkan saja ia tidur dulu."
"Kita panggil saja," kata 'Lucy-Ann tiba-tiba. "Ayolah! Aku ingin tahu, benarkah
ia ada di sana." Sebelum anak-anak sempat mencegah, ia sudah berseru senyaring-nyaringnya.
"Bill! Bill! ANDA ADA DI SANA?"
Tapi tidak nampak Bill muncul dari kabin. Untuk pertama kalinya anak-anak merasa
cemas. "BILL!" seru Jack. Kelantangan suaranya menyebabkan anak-anak yang lain
terkejut. "BILL! Keluarlah!"
Tidak terdengar suara apa-apa dari arah perahu motor. Tahu tahu keempat anak itu"dilanda rasa panik. Tersaruk-saruk mereka menuruni tebing, menuju ke perahu.
Sesampai di bawah mereka meloncat ke geladak, lalu memandang ke dalam ruangan
kabin. "Tidak ada," kata Dinah ketakutan. "Kalau begitu ke mana, ya?"
"Mestinya ada di sekitar tempat ini, karena perahu kita masih di sini," kata
Jack. "Sebentar lagi ia pasti datang. Mungkin sedang berkeliaran memeriksa salah
satu sudut pulau ini."
Mereka berpaling dari kabin. Tiba-tiba Philip tertegun, karena melihat sesuatu.
Air mukanya berubah, nampak pucat pasi. Dicengkeramnya lengan Jack.
"Ada apa?" tanya Jack ketakutan. Tanpa mengatakan apa-apa, Philip menuding ke
arah pesawat radio yang terdapat dalam kabin.
"Hancur!" katanya berbisik. "Hancur berantakan! Perbuatan siapa itu?"
Lucy-Ann mulai menangis. Jack pergi ke geladak. Ia memeriksa berkeliling dengan
perasaan tak menentu. Tiba-tiba terdengar Philip yang masih ada dalam kabin
berteriak. Kedengarannya seperti panik. Bergegas-gegas anak-anak yang lain
datang menghampiri. "Lihatlah! Mesin perahu pun ikut dirusak! Rusak habis-habisan. Aduh apakah
"yang sebenarnya telah terjadi di sini?"
"Dan mana Bill?" tanya Dinah dengan bisikan parau.
"Lenyap. Diculik orang," kata Philip lambat lambat. "Ada orang datang
"menyergapnya malam-malam. Kurasa orang-orang itu tidak tahu kita ada di sini.
Mereka mengira Bill seorang diri saja. Mereka menyekapnya dan kini kita
"terdampar di Pulau Puffin tanpa ada kemungkinan melarikan diri!"
Bab 14 BEBERAPA RENCANA Tiba-tiba semua merasa kecut ketakutan. Lucy-Ann jatuh terduduk, disusul oleh
Dinah. Sedang Jack dan Philip terus menatap mesin yang berantakan, seolah-olah
tidak bisa mempercayai penglihatan mereka.
"Pasti kita sedang bermimpi," kata Dinah setelah beberapa saat. "Tidak mungkin
ini benar-benar terjadi. Kemarin semuanya kan masih beres lalu sekarang... " ?"Sekarang perahu kita berantakan sehingga kita tidak bisa pergi dari sini.
Pemancar hancur, jadi kita tidak bisa mengirimkan berita, sedang Bill lenyap,"
kata Philip. "Ini bukan mimpi buruk ini kenyataan." `
?"Yuk, kita duduk beramai-ramai dalam kabin,"kata Lucy-Ann sambil mengusap
matanya. "Kita duduk dekat-dekat. Jangan ada yang pergi."
"Kasihan," kata Philip. Ia merangkul Lucy-Ann ketika anak itu duduk dengan sikap
goyah. "Jangan cemas. Kita pernah mengalami kejadian yang lebih gawat daripada ini."
"Tidak ini kejadian terburuk yang pernah kita alami!" kata Dinah.
"Kiki merasa bahwa saat itu anak-anak sedang dalam keadaan tegang. Ia bertengger
dengan tenang di bahu Jack- sambil mengeluarkan bunyi-bunyi pelan yang
kedengarannya seperti hendak menghibur. Enggas dan Enggos duduk di geladak.
Sikap mereka serius sekali. Mereka menatap lurus ke depan. Kelihatannya kedua
puffin itu juga dapat merasakan bahwa telah terjadi sesuatu hal yang gawat.
Perasaan anak-anak agak enak ketika mereka sudah berada dalam kabin. Mereka
duduk saling berdekatan. Jack membongkar isi sebuah lemari kecil yang terdapat
di sisinya. Diambilnya beberapa batang coklat dari situ. Anak-anak belum sempat
sarapan pagi itu. Walau kekagetan mereka seolah-olah melenyapkan selera makan,
tetapi coklat yang disodorkan oleh Jack diterima juga dan kemudian digigit
sedikit-sedikit. "Coba kita reka-reka, apa yang sebetulnya telah terjadi," kata Jack sambil
memberikan secuil coklatnya pada Kiki.
"Yah kita tahu, Bill gelisah tentang sesuatu," kata Philip. "Misalnya mengenai
"pesawat-pesawat terbang itu. Bill merasa pasti, ada sesuatu yang aneh sedang
berlangsung di sini. Itu sebabnya ia pergi seorang diri dengan perahu ini. Dan
rupanya ada yang melihatnya."
"Ya dan mungkin dengan salah satu cara, musuh-musuhnya kemudian tahu bahwa ia
"ada di sini," kata Dinah. "Mungkin saja mereka mengikutinya dari jauh,
memperhatikan dirinya dengan bantuan teropong. Pokoknya, jelas mereka datang
mencarinya kemari." "Dan menemukannya," kata Jack "Coba ia tidak kemari kemarin malam untuk
mengutak-utik pemancarnya!"
"Kalau itu tidak dilakukan olehnya, musuh-musuhnya itu barangkali akan memeriksa
seluruh pulau dengan hasil bahwa kita pun ikut ketahuan," kata Dinah. "Sedang
sekarang mungkin orang-orang itu tidak tahu kita ada di sini."
?"Kalau ketahuan pun tidak apa-apa bagi mereka," kata Lucy-Ann sambil terisak
pelan. Orang-orang itu pasti tahu bahwa kita takkan berbahaya bagi mereka, karena
"berada di pulau yang tidak mungkin bisa kita tinggalkan."
"Mereka mungkin kemari naik perahu motor," sambung Jack. Perahu motor itu
"mereka tinggalkan di luar lalu masuk kemari dengan sekoci dayung. Mereka
"mestinya mengenal celah sempit ini atau melihat cahaya terang dari kabin sini.
" Bill pasti menyalakan lampu kabin, dan nyalanya kan terang sekali."
"Betul! Dan pasti Bill disergap ketika sedang lengah, lalu dipukul sehingga
pingsan," kata Philip dengan suara lesu. "Sekarang ia dibawa pergi oleh mereka!
Entah bagaimana nasibnya sekarang."
"Mereka kan mereka kan tidak akan menyakiti Bill, ya?" kata Lucy-Ann. Suaranya"bergetar. Tidak ada yang memberi jawaban. Anak itu mulai menangis lagi.
"Jangan menangis, Lucy-Ann," kata Philip. "Kita pernah mengalami keadaan yang
lebih gawat daripada ini, tak peduli apa kata Dinah tadi. Kita pasti bisa keluar
dengan selamat dari kesulitan ini."
"Tapi bagaimana?" kata Lucy-Ann sambil menangis terus. "Aku sama sekali tidak
melihat ada kemungkinan. Dan kau juga tidak!"
Ucapan Lucy-Ann memang benar. Philip menggaruk-garuk kepalanya, lalu memandang
Jack. "Yah kita perlu mengatur salah satu rencana dulu," kata Jack. "Maksudku kita
" "perlu menentukan sikap mengenai apa yang akan kita lakukan untuk berusaha lari
dari sini. Begitu pula apa yang kita lakukan sampai kita bisa lari."
"Tidakkah kawan-kawan Bill akan datang mencari kita apabila mereka tidak
menerima kabar dari dia?" tanya Dinah tiba-tiba.
"Huh! Apa gunanya itu untuk kita?" tukas Philip dengan segera. "Di sekitar sini
ada beratus-ratus pulau kecil seperti tempat kita ini. Diperlukan waktu
bertahun-tahun apabila segala pulau ini didatangi dan diperiksa satu-satu untuk
mencari kita!" "Kita bisa membuat api unggun di atas tebing yang harus menyala terus, supaya
kalau ada yang mencari kita akan bisa melihat asapnya pada siang hari, atau
nyalanya waktu malam," kata Dinah bersemangat "Itu seperti yang dilakukan para
"pelaut yang terdampar di pulau terpencil."
"Ya, itu bisa kita lakukan," kata Jack. "Tapi payahnya musuh kita mungkin akan
melihatnya pula lalu datang dan menemukan kita di sini sebelum ada orang lain
"datang." Anak-anak membisu. Tidak ada yang tahu, siapa sebenarnya musuh yang dihadapi.
Mereka rasanya begitu misterius, perkasa, dan menyeramkan.
"Yah, apa boleh buat menurutku tidak ada pilihan lain kecuali menyalakan api
"unggun seperti yang diusulkan oleh Dinah tadi," kata Philip setelah beberapa
saat. "Kita harus menerima risiko api unggun itu kelihatan oleh musuh, lalu
mereka datang mencari kita. Tapi kita harus berbuat sesuatu untuk memberi
isyarat pada orang-orang yang mencari kita. Kita bisa saja berjaga-jaga, lalu
cepat-cepat bersembunyi kalau musuh yang datang."
"Bersembunyi" Di mana kita bisa bersembunyi?" tanya Dinah dengan nada mencemooh.
"Tidak ada satu tempat pun di pulau ini yang bisa dijadikan persembunyian!"
"Memang, katamu benar," kata Jack. "Tidak ada gua, tidak ada pohon kecuali
beberapa batang yang tumbuh kerdil itu sedang sisi tebing terlalu curam
"sehingga tidak bisa kita selidiki. Kita benar-benar dalam keadaan terjepit saat
ini!" "Tidak adakah yang bisa kita lakukan untuk menolong Bill?" tanya Lucy-Ann dengan
sedih. "Aku selalu saja terkenang padanya."
"Aku juga," kata Jack. "Tapi aku saat ini tidak melihat kemungkinan untuk
menolong diri kita sendiri. Apalagi menolong Bill! Kalau saja kita bisa minggat
dari sini atau meminta bantuan lewat radio dan memanggil beberapa kawan Bill
" kemari itu akan sudah lumayan. Tapi kelihatannya kita tidak bisa berbuat apa-apa
kecuali menunggu di sini.
"Untung bekal makanan kita banyak," kata Dinah. "Makanan kalengan, biskuit dan
daging asin, susu dan sarden... ?"Sebaiknya kita angkut saja semuanya dari sini," kata Jack. "Aku heran, apa
sebabnya musuh tidak membawa sebanyak mungkin tadi malam. Tapi mungkin juga
mereka bermaksud akan kembali lagi untuk itu! Jadi kita dului saja mereka.
Sebagian bisa kita sembunyikan dalam liang-liang burung puffin."
"Kita sarapan dulu sekarang, yuk!" ajak Philip. Perasaannya sudah agak enak
karena masalah yang dihadapi sudah dibicarakan, dan di samping itu sudah disusun
pula beberapa rencana. "Kita buka beberapa kaleng makanan dan minum limun jahe
beberapa botol. Ayo!"
Perasaan anak-anak menjadi bertambah enak setelah perut mereka terisi makanan
dan minuman. Pesawat pemancar yang berantakan mereka selubungi, karena tidak
enak perasaan melihat keadaannya begitu.
Selesai sarapan Jack naik ke geladak. Hawa sudah mulai pengap kembali. Bahkan
angin yang bertiup pun terasa menyesakkan. Matahari yang bersinar di balik cadar
awan tipis nampak kemerah-merahan.
"Kemungkinan badai masih tetap ada," kata
Jack. "Yuk, kita mulai saja sebelum badai datang."
Mereka memutuskan bahwa Philip dan Dinah mencari kayu hanyut untuk dijadikan
bahan api unggun di atas tebing.
"Kita tidak tahu, apakah pesawat-pesawat terbang yang kadang-kadang kelihatan
itu musuh kita atau bukan," kata Philip. "Kalau bukan, ada kemungkinan mereka
datang dan terbang berputar di atas kita jika mereka melihat ada api di sini.
Setelah itu mereka pasti akan memanggilkan bantuan. Mungkin saja akan ada lagi
pesawat muncul hari ini. Jadi kita nyalakan saja api, lalu kita tumpukkan rumput
laut kering di atasnya. Dengan begitu api kita akan banyak asapnya."
"Jack dan Lucy-Ann bertugas mengangkut barang-barang dari perahu ke perkemahan di
Lembah Tidur. "Bawa semua bekal yang bisa kalian angkut," kata Philip. "Kalau tidak, dan musuh
datang lagi malam-malam lalu mengangkut segala-galanya, tamatlah riwayat kita.
Kita akan kelaparan! Sedang jika kita angkut sekarang juga, akan cukup bekal
untuk berminggu-minggu!"
Keempat anak itu bekerja keras. Jack dan Lucy-Ann membawa makanan kaleng
berkarung-karung dari perahu motor yang rusak ke Lembah Tidur. Untuk sementara
bekal itu ditumpukkan saja dekat tenda-tenda. Kiki memeriksa kaleng-kaleng itu
dengan penuh minat. Beberapa di antaranya dipatuk olehnya.
"Untung paruhmu itu bukan alat pembuka kaleng, Kiki," kata Jack. Ia berkelakar
untuk memancing Lucy-Ann agar mau tersenyum. "Coba kalau ya bisa tidak banyak
"bekal tersisa untuk kami."
Philip dan Dinah juga sibuk sekali. Masing-masing berbekal sebuah karung yang
diambil dari perahu, lalu berjalan _menyusur pantai untuk mengumpulkan kayu
hanyut. Cukup banyak yang mereka temukan sepanjang garis pasang tinggi Semua
dimasukkan ke karung-karung yang mereka bawa, lalu dipanggul ke atas tebing.
Enggas dan Enggos itu terus bersama mereka. Sikap kedua burung itu tetap serius,
seperti biasa. Philip menumpahkan isi karungnya di suatu tempat yang dirasakan
cocok. Setelah itu ia mulai menyalakan api, sementara Dinah pergi lagi untuk
mencari rumput laut yang kering. Banyak juga hasil pencariannya.
Jack dan Lucy-Ann, yang sedang menumpahkan isi karung mereka di perkemahan di
Lembah Tidur, tidak lama kemudian melihat asap mengepul ke atas dari puncak
tebing. "Lihatlah!" kata Jack. "Api unggun sudah menyala. Hebat!"
Angin membelokkan arah asap ke timur. Kepulannya tebal sehingga anak-anak merasa
yakin akan bisa kelihatan dari jauh.
"Sebaiknya seorang dari kita selalu ada di sini untuk menjaga api, dan mengamat-
amati kalau ada musuh atau kawan datang, kata Philip.
"Bagaimana kita bisa tahu yang muncul nanti kawan atau lawan?" tanya Dinah
sambil mencampakkan sebatang ranting ke api.
"Yah - kita memang tidak bisa mengetahuinya," kata Philip. "Kurasa sebaiknya
kita bersembunyi saja apabila nampak ada perahu datang itu jika kita bisa "menemukan tempat untuk bersembunyi! dan satelah itu berusaha menyelidiki,
"apakah pendatang itu kawan atau musuh. Kita pasti akan bisa mendengar mereka
bercakap-cakap. Kita perlu mengumpulkan kayu lebih banyak lagi, Di api sebesar
"ini banyak memerlukan bahan bakar!"
Lucy-Ann dan Jack datang membantu ketika keduanya sudah selesai dengan pekerjaan
mereka. "Semua kalang dan makanan yang ada di perahu sudah kami`bawa pergi," kata Lucy-
Ann. "Sekarang bekal kita benar-benar sudah banyak. Sedang apabila limun sudah habis,
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kan masih ada air dalam kolam batu. Limun memang sudah tidak banyak lagi yang
tersisa. Kalian belum ingin makan sekarang?"
"Ya aku sudah lapar sekali," kata Philip.
?"Bagaimana kalau kita makan di sini saja" Atau terlalu merepotkan, Lucy-Ann"
Soalnya, salah seorang dari kita harus ada di sini secara bergantian agar api
kita tidak sampai padam."
"Kurasa untuk sementara waktu takkan mungkin padam," kata Lucy-Ann. "Timbuni
saja dengan rumput laut lagi. Terus terang- saja kami capek sekali setelah
mengangkuti barang-barang sebegitu banyak Yuk kita ke Lembah Tidur saja untuk
"istirahat sebentar sambil makan."
Anak-anak turun ke Lembah Tidur. Kedua tenda yang ada di situ mengelepak-
ngelepak kena tiupan angin. Sementara anak-anak yang lain duduk di rumput, Lucy-
Ann sibuk membuka kaleng-kaleng makanan lalu menyendokkan isinya ke piring
masing-masing. "Kita makan ikan salem dengan biskuit dan mentega, tomat dan buah pir," katanya.
Bahkan Enggas dan Enggos pun lebih mendekat lagi dari biasanya, minta dibagi
makanan seenak itu. Kalau diberi, ikan salem yang dihidangkan mampu mereka sikat
habis berdua saja. Kiki memilih buah pir. Tapi ia hanya diberi sekaleng saja.
"Coba kalau makanan seenak ini tidak ada pasti lebih gawat lagi keadaan kita,"
"kata Jack, setelah selesai makan. la menyandar ke belakang, menikmati kehangatan
sinar matahari. "Petualangan tanpa makanan pasti tidak enak! Kiki jangan
"kaumasukkan kepalamu ke dalam kaleng itu. Tadi kau sudah kebagian lebih banyak
dari kami, Rakus!" Bab 15 BADAI DAHSYAT Mulai sekitar pukul lima petang angin bertambah kencang. Air di sekeliling pulau
menggelora dibuatnya. Ombak besar berbuih-buih kejar-mengejar menuju pulau lalu
memecah ke tebing dan pantai dengan bunyi berderu seperti guruh. Burung-burung
meninggalkan teluk tempat mereka semula mengambang. Mereka terbang ke udara
sambil berteriak-teriak. Angin membawa mereka melayang jauh tanpa perlu
mengepakkan sayap. Burung-burung itu nampak asyik sekali.
Kiki tidak suka apabila terlalu banyak angin, karena tidak bisa melayang seperti
burung camar. Karenanya ia dekat-dekat saja ke tenda yang bergerak gerak seperti"hidup ditiup angin kencang.
"Tidak mungkin kita bisa menjaga api semalaman," kata Philip. "Jadi sebaiknya
kita timbuni saja dengan rumput laut dengan harapan akan menyala terus. Aduh
"coba lihat, asapnya buyar kena tiupan angin!" .
Matahari masuk ke balik awan berwarna ungu seram yang nampak bergumpal-gumpal di
sebelah barat Jack dan Philip memandang ke arah itu.
"Itu dia badainya," kata Jack. "Yah sudah beberapa hari kita merasa akan
"datang badai, karena hawa sepanas selama ini biasanya berakhir dengannya. Mudah-
mudahan saja malam nanti tenda-tenda kita tidak diterbangkan angin."
"Ya mudah-mudahan," kata Philip mengiakan. "Astaga, kencangnya angin bertiup!
"Dan lihatlah awan menyeramkan itu!"
"Jack dan Philip memperhatikan awan hitam yang menutupi langit, menyebabkan
petang itu menjadi lebih gelap lagi dari pada biasanya. Philip merogohkan tangan
ke salah satu kantongnya.
"Tikus-tikusku tahu akan ada badai," katanya. "Semuanya meringkuk berdempetan di
dasar kantongku ini. Aneh betapa binatang bisa mengetahui hal-hal seperti
"itu." "Jack!" seru Lucy-Ann dengan nada cemas. "Sudah amankah tenda-tenda kita menurut
pendapatmu" Lihatlah bagaimana keadaannya kena tiupan angin!"
"Jack dan Philip memeriksa keadaan tenda-tenda. Semua sudut telah dikokohkan
dengan pasak-pasak. Tapi siapa yang berani meramalkan apa yang akan terjadi
apabila angin bertiup demikian kencang"
"Kita tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdoa semoga semua beres'," kata Jack
dengan nada agak suram. "Sentermu ada padamu, Philip" Sebaiknya kita berjaga-
jaga saja mungkin kita perlu memasang pasak-pasak tenda kita lagi nanti
"apabila ada yang terlepas kena tiupan badai."
Kedua anak laki-laki itu memiliki senter yang baru saja diganti baterainya, jadi
soal itu beres. Keduanya meletakkan senter masing-masing di sebelah pembaringan,
ketika malam itu mereka merebahkan diri di situ. Semua cepat masuk ke tempat
tidur karena di luar gelap sekali, ditambah pula dengan hujan lebat yang mulai
turun. Dan yang paling menentukan adalah mereka berempat sudah lelah sekali
setelah bekerja keras hari itu. Kiki ikut masuk ke dalam tenda bersama Jack dan
Philip, seperti biasa. Sedang Enggas dan Enggos bergegas masuk ke dalam liang
mereka di dekat situ. "Aku ingin tahu, bagaimana keadaan Bill saat ini," kata Jack pada Philip,
sementara keduanya berbaring sambil mendengarkan bunyi angin menderu-deru di
luar. "Pasti ia sangat cemas memikirkan kita!
?"Sayang, ya padahal semula kita sudah mengira akan bisa mengalami liburan yang
"sangat menyenangkan," kata Philip. "Dan sekarang cuaca pun lembah menjadi buruk!
Apa yang akan kita lakukan jika keadaannya begini terus selama berhari-hari"
Bisa gawat!" "Ah kurasa cuaca akan cerah kembali apabila badai sudah lewat," kata Jack, ?"Aduh, coba dengarkan bunyi ombak mengepas ke tebing yang curam, serta derunya
melanda pantai! Burung-burung yang di luar pasti tidak bisa tidur malam ini.
"Bunyi angin pun dahsyat sekali," kata Philip.
"Sialan! Aku capek sekali rasanya, tapi dengan keributan begini mana mungkin
bisa tidur"! Astaga bunyi apa itu?"
?"Bunyi guntur," kata Jack sambil duduk lagi. "Badai sudah sampai di atas kita
sekarang. Yuk kita pindah ke tenda Dinah dan Lucy-Ann, Philip. Lucy-Ann pasti
"takut jika ia masih bangun. Badai di pulau kecil terbuka seperti ini memang
menakutkan." Kedua anak laki-laki itu merangkak masuk ke tenda yang satu lagi. Ternyata Dinah
dan Lucy-Ann masih belum tidur. Keduanya merasa lega melihat kedua abang mereka
datang. Dinah berpindah masuk ke bawah tumpukan selimut di pembaringan Lucy-Ann,
sedang Jack dan Philip menyusup ke dalam selimut yang ditinggalkan oleh Dinah.
Jack menyalakan senternya.
Ia melihat Lucy-Ann sudah hampir-hampir menangis karena ketakutan.
"Tidak ada yang perlu kautakutkan," kata Jack lembut. "Ini kan cuma badai dan
"kau kan tahu sendiri, selama ini kau belum pernah takut pada badai."
"Ya, aku tahu," kata Lucy-Ann sambil meneguk ludah. "Cuma badai ini rasanya
"dahsyat sekali dan rasanya seperti benci pada kita. Tenda kita ditarik-
"tariknya, dan bunyinya seolah-olah auman untuk menakut-nakuti. Aku merasa
seolah-olah badai ini hidup."
Jack tertawa. Saat itu guntur menggema lagi. Bunyinya nyaring sekali,
mengalahkan bunyi ombak yang memecah di pantai. Kiki merapat ke tubuh Jack.
"Plok, plok, plok," kata Kiki, lalu menyembunyikan kepalanya di bawah sayap.
"Bunyi guntur bukan begitu, Kiki," kata Jack mencoba berkelakar. Tapi tidak ada
yang merasa geli. Angin bertiup semakin menggila. Anak-anak menggigil
kedinginan. Tiba-tiba petir menyambar. Anak-anak kaget, karena cahayanya begitu menyilaukan.
Sesaat tebing dan laut yang menggelora nampak jelas sekali. Setelah itu semuanya
gelap kembali. Bum! Guntur membahana sekali lagi bunyinya seperti tepat di atas kepala.
"Setelah itu petir kembali membelah langit. Sekali lagi anak-anak melihat bentuk
tebing dan laut dengan jelas. Terdapat kesan seolah-olah yang nampak bukan
benda-benda yang sebenarnya.
"Seolah-olah melihat alam lain," kata Philip. "Aduh, bukan main bunyi hujan.
Badanku basah kena percikkan air yang masuk walau semuanya sudah tertutup rapat
"sekali!" "Angin bertambah kencang," kata Lucy-Ann ketakutan. "Bisa lenyap tenda kita
diterbangkannya nanti. Pasti itu akan terjadi. Pasti, pasti!"
"Tidak, tidak mungkin," kata Jack dengan tabah. Dipegangnya tangan Lucy-Ann yang
terasa dingin untuk menenangkan adiknya itu. "Tidak mungkin angin me..."
Tapi tepat saat itu terdengar bunyi barang sobek, di susul suara mengelepak. Ada
sesuatu menampar muka Jack, dan tenda mereka lenyap!
"Sesaat anak-anak seperti terpaku karena kaget. Angin menderu di sekeliling
mereka. Tubuh mereka basah kuyup tersiram hujan lebat. Tak ada lagi yang
menaungi mereka karena tenda sudah lenyap. Lenyap dibawa angin yang mengamuk "di tengah kegelapan malam.
Lucy-Ann menjerit sambil memeluk Jack. Jack menyalakan senternya cepat-cepat. .
"Astaga! Tenda kita lenyap dibawa badai! Cepat, kita pindah ke tenda yang satu
lagi!" Tapi sebelum mereka sempat berdiri, tenda yang kedua pun ikut diterbangkan
badai. Tenda itu melayang dekat Philip yang saat itu sedang membantu Dinah dan
Lucy-Ann berdiri. Ketika ia berpaling untuk melihat tenda itu, ternyata yang
dicari sudah tidak ada lagi.
"Tenda kita pun sudah lenyap, Jack!" serunya, berusaha mengatasi deru angin.
"Bagaimana sekarang?"
"Sebaiknya kita pergi ke perahu kalau bisa." teriak Jack. "Atau mungkinkah
"kita nanti terbawa angin" Apakah lebih baik jika kita menggulung tubuh kita
dalam selimut dan alas tenda, menunggu sampai badai sudah lewat?"
"Tidak nanti basah kuyup tubuh kita! Lebih baik kita berusaha mencapai
"perahu," kata Philip. Ditariknya Dinah dan Lucy-Ann supaya berdiri. Anak-anak
membungkus tubuh masing-masing dengan selimut untuk sedikit menahan serangan
hujan dan hawa dingin. "Pegangan tangan dan jangan terlalu berpisah-pisah!" seru Philip mengatasi bunyi
angin dan hujan. "Aku jalan paling depan."
Keempat anak itu berpegangan tangan. Philip mulai melangkah. Geraknya tersaruk-
saruk melawan dorongan angin yang melanda dari arah depan. Dengan susah payah ia
merambah jalan di tengah pemukiman burung puffin.
Dinah yang memegang tangan Philip tiba-tiba merasa dirinya tertarik. Gerakan
mengejut itu disusul suara abangnya berteriak. Dinah ketakutan, lalu memanggil-
manggil, "Philip! Ada apa, Philip?"
Abangnya tidak menjawab. Sementara itu Jack dan Lucy-Ann datang menghampiri.
"Ada apa" Mana Philip?"
Jack menyorotkan senternya ke arah depan. Tidak kelihatan Philip di situ. Anak
itu secara tiba-tiba saja lenyap. Dengan hati berdebar keras, ketiga anak
lainnya berdiri seperti terpaku di tempat masing-masing. Mereka heran bercampur
ngeri. Jangan-jangan Philip dibawa badai!
"PHILIP! PHILIP!" seru Jack berulang-ulang. Tapi hanya deru angin saja- yang
kedengaran sebagai jawaban. Kemudian ketiga tiganya berteriak memanggil-manggil.
"Jack merasa seperti mendengar seruan samar menjawab. Tapi dari mana"
Kedengarannya seperti datang dari bawah, dekat kakinya. Jack mengarahkan sorotan
senternya ke bawah. Ia kaget dan takut sekali ketika melihat kepala Philip tapi
"hanya kepalanya saja, seperti tersembul dari dalam tanah.
Dinah terpekik ngeri. Jack cepat-cepat berlutut. Ia tidak bisa mengatakan apa-
apa, saking kagetnya. Philip tinggal kepalanya saja hanya kepala ....
"Tiba-tiba Jack menyadari apa sebenarnya yang telah terjadi. Rupanya tadi Philip
menginjak tanah yang bagian bawahnya ada liang tempat burung puffin bersarang.
Tanah yang diinjaknya terban, dan ia terhenyak masuk ke dalam lubang yang
terdapat di bawah. Jack merasa seperti mau menangis karena lega.
"Kau tidak apa-apa, Philip?" serunya.
"Semua beres," jawab Philip sambil berteriak pula. "Tolong kemarikan sentermu.
Punyaku terlepas dari pegangan tadi. Rupanya aku terjerumus ke dalam lubang yang
besar sekali. Mungkin cukup lapang untuk tempat kita berteduh." Jack
mendengarnya hanya secara samar-samar saja begitu keras deru angin yang "bertiup saat itu.
Jack menyodorkan senternya pada Philip. Kepala anak itu hilang sebentar. Lalu
muncul kembali, tersembul di sela-sela rerumputan.
"Ya, ternyata lubang di bawah sini besar sekali," kata Philip. "Bisakah kalian
turun ke sini" Di sini kita bisa menunggu dengan tenang sampai badai lewat.
Tidak perlu menjadi basah seperti di atas. Ayolah! Di sini memang agak bau
"tapi masih bisa ditahan."
Dinah merosot ke bawah lewat mulut lubang yang sempit. Ia sampai di dasar
lubang, di samping Philip. Kemudian menyusul Lucy-Ann, lalu Jack. Jack menemukan
senter Philip yang tadi terjatuh. Kini dua senter disorotkan berkeliling ruangan
bawah tanah itu. "Kurasa kelinci dan burung puffin bersama-sama menggali di sini sehingga
sekarang terdapat lubang yang begini besar," kata Jack. "Lihatlah di sebelah
"sana ada liang puffin dan seekor burung itu memandang kita dengan heran. Halo!
"Maaf ya, tadi kami masuk begitu saja tanpa minta permisi lagi."
Kelegaan perasaan melihat Philip selamat, begitu pula kenyataan bahwa bunyi
bising yang ditimbulkan badai tidak mengganggu lagi, menyebabkan Jack menjadi
riang gembira. Lucy-Ann pun tidak terisak-isak lagi. Anak-anak memandang
berkeliling dengan penuh minat.
Menurutku, ini rongga buatan alam," kata Philip, "dengan lapisan tanah kokoh di
"atas karena ditahan akar rerumputan. Tapi penggalian yang dilakukan burung-
burung puffin menyebabkan bagian atasnya menjadi rapuh sehingga runtuh sewaktu
kupijak tadi. Yah dan tepat inilah yang kita perlukan saat sekarang ini."
"Di atas mereka badai masih terus mengamuk, walau bunyinya hanya terdengar samar
karena tertahan semak dan rerumputan. Hujan tidak masuk ke dalam rongga. Guntur
terdengar jauh bunyinya, sementara kilatan petir sama sekali tidak nampak.
"Kenapa kita tidak tidur di sini saja malam ini," kata Jack sambil menghamparkan
selimut yang tadi menyelubungi bahunya. "Tanah di sini kering dan empuk,
sementara udara mestinya cukup segar karena Puffin tadi masih tetap ada,
"menatap kita. Wah mudah-mudahan saja Enggas dan Enggos tidak apa-apa di atas."
"Anak-anak menghamparkan selimut masing-masing, lalu berbaring saling berdekatan.
"Selamat, Philip - karena berhasil menemukan tempat berteduh yang begini bagus
untuk menginap malam ini," kata Jack sebelum tertidur.
Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 16 KEESOKAN HARINYA Semua tidur nyenyak dalam tempat perlindungan mereka yang aneh itu. Mereka baru
bangun ketika matahari sudah sepenggalah tingginya - jadi sudah agak siang.
Soalnya, dalam rongga bawah tanah itu gelap. Lagi pula mereka capek sekali.
Jack yang paling dulu bangun, karena merasa Kiki bergerak dekat lehernya. Sesaat
itu tidak tahu di mana ia berada. Sinar matahari merembes masuk lewat mulut
rongga tapi hanya sedikit saja. Hawa di dalam sangat panas.
"Rrrrr!" Jack kaget ketika mendengar suara yang parau. "Rrrrr!"
Yang berbunyi itu burung puffin yang kemarin malam masuk ke dalam liangnya untuk
melihat anak-anak. Jack menyalakan senternya, lalu memandang burung itu sambil
nyengir. "Selamat pagi jika sekarang memang pagi. Maaf, jika kau sampai terganggu "karena kedatangan kami. Nanti akan kuminta pada Enggas dan Enggos untuk
menjelaskan sebabnya padamu."
Saat itu Philip bangun dan langsung duduk. Setelah itu Dinah dan Lucy-Ann mulai
bergerak-gerak. Tidak lama kemudian semua sudah bangun. Mereka memandang ke
sekeliling rongga asing itu, sementara pelan-pelan timbul lagi ingatan pada---
kejadian-kejadian malam sebelumnya.
"Bukan main malam tadi!" kata Dinah sambil bergidik. "Aduh ketika tenda kita
" "diterbangkan - angin, aku benar-benar ngeri saat itu!"
"Apalagi ketika Philip tahu tahu lenyap," kata Lucy-Ann. "Pukul berapa sekarang,
"Jack?" Jack memandang arlojinya. la bersiul karena kaget.
"Astaga sudah hampir pukul sepuluh. Lama sekali kita tidur! Yuk, kita periksa
"sebentar, apakah badai masih selalu mengamuk di luar!"
Ia berdiri, lalu menyibakkan semak yang menutupi lubang masuk ke rongga itu.
Seketika itu juga anak-anak terkejap-kejap matanya, silau kena sinar matahari
yang memancar masuk. Jack menyembulkan kepalanya ke luar.
"Huiii! Cuaca cegah sekali di luar!" serunya dengan gembira. "Langit sudah biru
kembali. Di mana-mana terang. Badai sudah lewat! Yuk, kita keluar."
Anak-anak saling membantu memanjat ke atas. Begitu semua sudah keluar dan semak
belukar menutupi mulut rongga, sedikit pun tidak nampak lagi tempat mereka
menginap malam itu. "Tidakkah ini tempat persembunyian yang bagus sekali?" kata Jack. Anak-anak yang
lain memandangnya. Serempak semuanya mendapat pikiran sama.
"Ya! Dan jika musuh datang ke situlah kita pergi!" kata Dinah. "Mereka takkan
"bisa menemukannya, kecuali -jika mereka melangkah di atas mulut lubang sehingga
terperosok ke dalam. Aku sendiri saja sekarang tidak tahu lagi di mana letak
lubang itu padahal baru saja keluar dari situ!" Aduh jangan-jangan kita
" " "tidak tahu lagi tempatnya," kata Jack. Anak-anak sibuk mencari-cari letak mulut
lubang. Akhirnya Jack yang menemukannya dengan cara sama seperti dialami
"Philip malam sebelumnya. Ia terperosok ke dalam. Setelah keluar lagi
ditancapkannya sebatang ranting di sampingnya, supaya lain kali tidak perlu
repot-repot lagi mencari.
"Kita tidur saja di bawah sana setiap malam, karena tenda-tenda kita sudah tidak
ada lagi," kata Jack mengusulkan. "Sayang, selimut kita ikut dibawa ke atas
tadi. Tapi biarlah karena memang perlu dijemur. Kita hamparkan saja di atas
rumput." "Untung angin menyeramkan yang kemarin sudah tidak bertiup lagi," kata Dinah.
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sekarang bahkan hampir tidak ada angin sama sekali. Hawa hari ini pasti akan
panas sekali. Yuk, kita mandi-mandi."
Anak-anak mandi di laut yang teduh. Lain sekali kelihatannya saat itu
Bentrok Rimba Persilatan 4 Pendekar Rajawali Sakti 146 Bunuh Pendekar Rajawali Sakti Gerhana Di Gajahmungkur 2