Petualangan Dilaut Sunyi 3
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi Bagian 3
dibandingkan dengan keadaannya yang bergelora pada hari sebelumnya.
Kini nampak begitu tenang dan biru. Ombak kecil-kecil berkejar-kejaran ke arah
pantai, berhiaskan mahkota buih memutih. Sehabis mandi anak-anak sarapan di
tempat mereka berkemah sebelum tenda-tenda diterbangkan angin.
Enggas dan Enggos muncul begitu anak-anak tiba. Keduanya menyambut dengan
gembira. "Rrrrr! Rrrrr!"
"Mereka mengatakan, mudah-mudahan ada sarapan yang enak untuk mereka," kata
Dinah. "Kenapa kalian tidak makan tikus saja, Enggas dan Enggos! Kalau mau, maka
kalian ada gunanya."
Dinah jengkel karena tikus-tikus putih piaraan Philip muncul kembali setelah
badai berlalu. Lincah sekali mereka pagi itu. Seekor di antaranya masuk ke dalam
kantong Jack untuk mencari biji bunga matahari di situ. Tikus itu menamukan
sebuah lalu dibawanya ke luar. Ia duduk memakannya di atas lutut Jack. Tapi Kiki
langsung menyambar biji bunga matahari, sementara Pencicit lari terbirit-birit
kembali ke tempat Philip.
"Kau ini pendengki, Kiki," tukas Jack. "Kau sendiri tidak mau makan biji bunga
matahari tapi jika Pencicit hendak memakannya, kau tidak rela. Huh, apa itu"!?""Huh-hih-hah," kata Kiki dengan segera, lalu tertawa tercekakak dekat telinga
Jack. Anak itu mendorong Kiki pergi.
"Sekarang aku pasti tuli sepanjang hari!" kata Jack. "Awas, Lucy-Ann jaga
"daging asin itu. Enggas kelihatannya Sangat tertarik melihatnya."
"Masih untung ada yang tersisa bagi kita sendiri melihat Kiki saban kali
"mencopet buah dari dalam kaleng, Enggas dan Enggos mengemis-ngemis minta daging
asin, dan tikus-tikus putih piaraan Philip berkeliaran mencari makan!" kata
Lucy-Ann. Tapi walau begitu menyenangkan juga bahwa binatang-binatang itu ikut
makan bersama mereka. Rupanya sudah merasa seperti keluarga sendiri. Enggas dan
Enggos kocak sekali pagi itu, karena kini mereka sudah benar-benar jinak.
Segala-galanya ingin mereka periksa. Tahu-tahu Enggas tertarik melihat garpu
yang dipakai oleh Dinah. Alat makan itu dipatuknya.
"Aduh, jangan kautelan, Goblok!" seru Dinah sambil berusaha mengambil garpunya
kembali. Tapi paruh Enggas kuat sekali. Ia memenangkan pertandingan adu tarik
garpu itu. Ia agak menjauh agar dapat memeriksa garpu itu dengan tenang.
"Jangan khawatir, ia takkan menelannya," kata Philip. Dilemparkannya garpunya
sendiri pada Dinah. "Biarkan ia bermain-main sebentar dengan garpumu itu supaya
ia agak tenang." Api unggun yang dinyalakan anak-anak sehari sebelumnya tentu saja sudah padam.
Mereka terpaksa menguraikan unggun kayu dan rumput yang basah lalu menyalakannya
sekali. Pekerjaan itu sama sekali tidak mudah. Untung saja sinar matahari panas
sekali, sehingga beberapa saat kemudian kayu dan rumput timbunan itu sudah
kembali kering kerontang.
Hari itu anak-anak sama sekali tidak makan siang. Soalnya, ketika mereka
akhirnya selesai sarapan pagi hari sudah pukul dua belas.
"Nanti saja kita makan saat minum teh pukul lima petang," kata Jack. "Sekarang
banyak sekali yang harus kita lakukan! Mencari tenda-tenda yang diterbangkan
angin, menyalakan api unggun, mencari tambahan kayu bakar lalu memeriksa
"keadaan perahu motor."
Tenda-tenda yang dicari tidak berhasil mereka temukan. Yang tersisa hanya satu
atau dua pasaknya saja. "Tenda-tenda itu mungkin kini berada di salah satu pulau lain, bermil-mil dari
sini," kata Jack. "Biar burung-burung laut yang tinggal di sana ketakutan
karenanya. Yah - bagaimana jika malam ini kita tidur lagi dalam rongga tadi?"
"Aduh, jangan di situ bau," kata Lucy-Ann. "Hawa sekarang kan sudah tidak "dingin lagi. Pasti kita bisa tidur di luar, beralaskan selimut yang dihamparkan
di atas rumput. itu kan enak!"
Philip mendongak, memperhatikan langit yang biru cerah. Tidak ada awan nampak
saat itu. "Yah kalau cuaca nanti malam masih begini, enak juga tidur di luar," katanya.
?"Begitu sajalah rencana kita asal cuaca nanti tidak berubah lagi. Sekarang
"kita cari tempat yang empuk. Kalau sudah dapat, kita taruh selimut-selimut di
sana bersama pakaian kita, lalu kita tutupi dengan alas tenda. Untung alas itu
hanya diterbangkan angin sampai pohon-pohon kerdil itu dan menyangkut di sana!"
Mereka menemukan tempat empuk berumput tebal tidak jauh dari tempat Lucy-Ann
menyimpan perbekalan di bawah batu besar. Semua baju hangat tambahan, begitu
pula mantel-mantel hujan, selimut-selimut dan alas tenda mereka letakkan di
situ. Lucy-Ann mulanya menyimpan semua baju tambahan mereka di bawah batu tempat
perbekalan. Tapi air hujan malam sebelumnya masuk ke tempat itu sehingga segala
baju di situ menjadi lembab. Akhirnya diputuskan untuk memanfaatkannya sebagai
baju tidur tambahan pada malam hari. Sedang siang hari baju-baju itu ditaruh di
bawah alas tenda. Setelah semuanya selesai dilakukan, anak-anak pergi melihat api unggun mereka
yang sementara itu sudah berkobar kembali. Mereka duduk-duduk di puncak tebing,
menghadap laut tenang berwarna biru cerah, sementara burung-burung laut terbang
mengitari sambil berteriak-teriak.
"Apa itu?" tanya Lucy-Ann tiba-tiba. Ia menuding ke arah sesuatu yang mengapung
di air, tidak jauh dari garis pantai. "
"Kelihatannya seperti onggokan kayu," kata Philip. "Barangkali berasal dari
kapal karam. Mudah-mudahan saja nanti hanyut ke pantai. Kita bisa
memanfaatkannya untuk api unggun kita."
Banda hanyut itu pelan-pelan menepi dibawa arus air pasang. Philip
memperhatikannya dengan teropong. Tapi kemudian teropong itu dilepaskannya dari
matanya dengan gerakan lambat.
Anak-anak yang lain merasa takut melihat sikapnya yang jelas kaget sekali.
"Ongg0kan kayu itu kelihatannya seperti puing-puing Lucky Star," kata Philip.
"Dan lihatlah, di sebelah sana masih ada lagi onggokan lain. Kurasa kita bisa
menemukan sisanya di batu-batu karang di bawah tebing ini."
Sesaat semuanya membisu karena kaget. Selama itu tidak seorang pun memikirkan
kemungkinan perahu motor mereka hancur dilanda badai. Jack meneguk ludah. Kalau
itu sampai terjadi wah, gawat!
?"Yuk lebih baik kita periksa saja sekarang," katanya sambil bangkit "Kurasa
"memang besar kemungkinannya pecah dihantam ombak tapi di pihak lain, bagaimana
"pun kita tidak berkemungkinan memindahkannya. Wah sial sekali apabila perahu
"kita hancur! Karena walau mesinnya berantakan, sebenarnya kan masih bisa
dipakai. Kita bisa memasang layar atau kemungkinan lainnya .... "
"Tanpa berbicara anak-anak meninggalkan api unggun, berjalan menuruni bagian
tebing yang runtuh, lalu menyusur tonjolan-tonjolan pada permukaan tebing sampai
ke pelabuhan sempit. Tidak ada perahu lagi di situ. Yang tersisa daripadanya hanya sepotong tali
tambatannya saja, yang masih terikat ke batu di dekat situ. Bagian tali yang
terputus melambai-lambai dipermainkan angin semilir.
"Lihatlah!" kata Jack sambil menuding. "Rupanya perahu kita terbanting-banting
dihantam ombak yang datang ke dalam lewat celah sempit itu! Lihatlah di batu "ini nampak bekas-bekas cat, di mana lambungnya menghantam! Dan lihat saja
serpihan kayu yang berserakan di mana-mana. Rupanya begitu tali penambat itu
putus, perahu kita diseret arus ke luar dari celah, lalu hancur berantakan
terhantam ke dasar tebing. Aduh, sayang!"
Air mata Dinah dan Lucy-Ann berlinang-linang di pelupuk. Bahkan Philip pun
terpaksa memalingkan muka, karena tidak mau ketahuan bahwa ia ikut merasa sedih.
Sayang sekali, perahu motor sebagus itu! Sekarang yang tersisa hanya onggokan
puing puing belaka, yang gunanya hanya sebagai bahan bakar api unggun mereka.
"Lucky Star yang malang lebih cocok jika namanya Bintang Malang dan bukan
"Bintang Mujur! "Apa boleh buat, kita memang tidak bisa mencegah kejadian ini," kata Jack
setelah beberapa saat. "Bagaimanapun juga, badai pasti akan menghancurkannya A
walau jika Bill ada di sini dan mesin perahu tidak apa-apa, ia pasti bisa
memindahkannya ke Teluk Cebur lalu kita beramai-ramai menyeretnya naik ke atas
pasir sehingga gelombang tidak bisa menghantamnya. Ini bukan kesalahan kita."
Dengan perasaan lesu dan sedih mereka naik lagi ke atas tebing, meninggalkan
pelabuhan kecil celaka itu. Matahari sudah menurun di barat Petang itu sangat
tenang dan indah. Angin hampir-hampir tak terasa bertiup.
"Ada pesawat terbang lagi!" kata Lucy-Ann. Pendengarannya yang tajam telah
menangkap bunyi mendengung di kejauhan, mendului anak-anak yang lain. "Dengar!"
Di kejauhan nampak sebuah bintik hitam, rendah di langit biru. Jack dan Philip
cepat-cepat memperhatikan bintik itu dengan teropong mereka. Jack berseru kaget.
"Ada sesuatu yang dijatuhkan lihatlah!"katanya. "Apa itu, Philip" Payung
"terjun?" "Kelihatannya memang seperti payung terjun berukuran kecil sedang di bawahnya
"ada sesuatu terayun-ayun," kata Philip yang masih terus menatap dengan
teropongnya. "Orangkah itu" Tidak, bukan 0rang! Kalau begitu, apa" Dan apa
sebabnya pesawat itu menjatuhkan segala macam benda di sini" Aduh coba Bill
"ada di sini sekarang sehingga bisa ikut melihatnya. Memang di sini memang
"sedang berlangsung hal-hal yang aneh. Pasti itu perbuatan musuh. Aku takkan
heran jika mereka cemas apabila melihat asap api unggun kita, lalu datang untuk
memeriksa pulau ini. Besok seorang dari kita harus selalu ada di atas tebing
untuk mengamat-amati."
Anak-anak kembali ke Lembah Tidur dengan perasaan haru biru. Saat itu sudah
waktunya makan sore. Dinah dan Lucy-Ann bekerja menyiapkan makanan tanpa
berkata-kata. Ternyata mereka sudah terjerumus ke dalam petualangan lagi
"petualangan yang kelihatannya tanpa jalan ke luar!
Bab 17 ADA PERAHU DATANG "Jika pesawat-pesawat itu ternyata memang musuh kita, menurut kalian adakah
gunanya api unggun kita nyalakan terus?" tanya Lucy-Ann kemudian.
"Yah jika kita ingin ada yang datang menyelamatkan, kita perlu membuat salah
"satu isyarat sebagai tanda bahwa kita ada di sini," kata Jack. "Kita harus
menanggung risiko isyarat itu kelihatan dari pesawat terbang. Siapa tahu,
mungkin akan ada orang datang dengan perahu motor mencari kita apabila berita
dari Bill tidak masuk lagi. Nah kalau ada orang datang mencari, mereka pasti
"akan melihat isyarat kita, lalu menuju kemari."
"Mudah-mudahan saja," kata Dinah. "Aku tidak ingin berbulan-bulan terdampar di
sini. Bayangkan bagaimana gawatnya musim dingin nanti di pulau ini!"
"Aduh, jangan bicarakan mengenai terdampar di sini di musim dingin!" seru Lucy-
Ann ketakutan. "Sekarang kan baru bulan Mei!"
"Biasa Dinah kan selalu melihat segala hal dari segi yang paling suram," kata "Philip. Dinah langsung marah.
"Sama sekali tidak begitu!" tukasnya. "Aku hanya memakai akal sehatku. Kau
selalu mengatakan itu 'sikap memandang suram , 'bersikap pesimis', dan
"sebagainya!" "Aduh janganlah bertengkar," pinta Lucy-Ann. "Saat ini kita harus bersatu
"padu. Dan jangan jail, Philip! Jangan kaubiarkan tikus-tikus itu mendekati
Dinah!" Philip menjentikkan jarinya. Dengan segera tikus-tikus putihnya lari masuk ke
dalam kantongnya. Kiki mendengus, seperti mencemoohkan.
"Tiga tikus buta, lihat mereka lari, tus Kiki meletus!"
"Rrrr," kata Enggas. Kocak sekali rasanya melihatnya bersama Enggos seolah-olah
berbicara dengan Kiki. Mereka selalu hanya memperdengarkan bunyi itu-itu terus.
Tapi nadanya selalu berubah-ubah sehingga kadang-kadang seperti sedang
mengobrol. Malam itu anak-anak tidur di luar. Malam indah sekali. Bintang--bintang nampak
seolah-olah bergantungan di langit yang luas dan cerah. Lucy-Ann berjaga-jaga
kalau ada bintang jatuh. Ia suka sekali melihatnya. Tapi malam itu ia tidak
melihatnya sama sekali. Pembaringannya sangat nyaman. Anak-anak memilih tempat yang berumput tebal di
mana mereka kemudian menghamparkan alas serta selimut-selimut sementara pakaian
tambahan mereka jadikan bantal. Angin sepoi-sepoi membelai pipi dan rambut
mereka. Senang sekali rasanya berbaring di situ dengan bintang-bintang kemilau
"di atas kepala, serta bunyi laut di kejauhan.
"Kedengarannya seperti bunyi angin di sela dedaunan," pikir Lucy-Ann dalam
keadaan setengah tidur. "Sedang angin yang berhembus di dedaunan kedengarannya
seperti bunyi laut. Wah aku mulai ngawur ngaw nga "
" " " "Keesokan harinya cuaca masih tetap bagus. Asap api unggun menjulang hampir tegak
lurus ke atas, karena angin nyaris tak ada saat itu. Jack dan Philip sibuk
memotret burung burung. Berulang kali Jack memandang ke dinding tebing yang
"terjal tempat penghunian burung-burung laut. Ia kepingin menuruni tebing sedikit
untuk memotret burung-burung yang ada di situ.
"Bill mengatakan jangan," kata Philip. "Dan menurutku, sebaiknya memang kita
tidak melakukannya. Kalau ada sesuatu terjadi dengan kita berdua, lalu bagaimana
nanti dengan Dinah dan Lucy-Ann" Kita kan sudah banyak sekali membuat foto tanpa
telur dan burung-burung yang ada di bawah sana."
"Coba puffin-puffin ini sudah masanya bertelur," kata Jack. "Sampai sekarang
sebutir telur pun belum kutemukan. Mungkin sekarang belum saatnya. Anak puffin
pasti lucu sekali rupanya! Aku kepingin melihatnya."
"Melihat keadaannya sekarang, keinginanmu itu mungkin bisa menjadi kenyataan,"
kata Philip dengan erangan setengah melucu. "Mungkin kita akan lama terdampar di
sini." Seperti sudah direncanakan, salah seorang anak harus selalu ada di atas tebing
untuk menjaga. Dari tempat tinggi itu pandangan dapat diarahkan hampir ke
seluruh pulau. Jika ada yang datang, dari kejauhan pasti akan sudah ketahuan.
Dengan begitu akan cukup banyak waktu untuk memberitahukan anak-anak yang lain,
lalu bersama-sama pergi menyembunyikan diri.
"Kurasa sebaiknya semua barang-barang kita disembunyikan saja ke dalam rongga di
bawah tanah," kata Lucy-Ann ketika mereka sedang mengatur rencana. "Kalau
dibiarkan tetap di bawah batu, akan cepat_ sekali ketahuan."
"Ah, kita timbuni saja dengan rerumputan," kata Jack. "Malas rasanya setiap kali
harus keluar masuk lubang setiap kali kita hendak makan."
Akhirnya diaturlah rerumputan di bawah batu besar di mana kaleng-kaleng makanan
disimpan. Orang lain takkan menyangka rerumputan itu tidak semula sudah tumbuh
di situ. "Jika kita melihat ada orang datang, masih cukup waktu untuk mencampakkan
pakaian serta barang-barang kita yang lain ke dalam rongga bawah tanah itu,"
kata Jack. "Biar aku saja yang mendapat giliran pertama menjaga di atas tebing.
Aku takkan merasa bosan, karena begitu banyak burung di sana dan Kiki gemar "sekali berkelakar dengan mereka. Melihatnya, tidak kalah asyiknya seperti
menonton pertunjukan pantomim."
Dua hari berlalu tanpa ada kejadian yang luar biasa. Sekali mereka mendengar
bunyi pesawat terbang. Tapi mereka tidak melihatnya. Kayu-kayu bekas perahu
Lucky Star yang pecah mereka temukan lagi terdampar di pantai. Anak-anak pergi
mandi di laut serta makan dan tidur, sementara selalu satu di antara mereka
menjaga di atas tebing. Tapi tidak nampak sesuatu yang bisa menimbulkan
kegelisahan. Kiki selalu menemani Jack menjaga. Sedang Enggas dan Enggos memilih giliran
bersama Philip. Sekali seekor puffin lain datang menghampiri Philip. Terlalu
dekat, menurut perasaan Enggas. Dengan segera burung itu menyeruduk teman
sejenisnya itu sambil memperdengarkan bunyi "rrr" seperti anjing sedang marah.
Kedua burung itu saling beradu paruh. Philip tertawa terpingkal-pingkal menonton
pertarungan kocak itu. "Perang paruh," katanya ketika kemudian bercerita mengenainya. "Kalau menjangan
jantan berkelahi dengan saling beradu tanduk kedua puffin tadi tidak kalah
"sengitnya mengadu paruh mereka."
"Siapa yang menang" Enggas?" tanya Lucy-Ann dengan penuh minat.
"Tentu saja," kata Philip. "Bukan cuma menang, tapi puffin yang satu lagi
dikejarnya terus sampai masuk ke dalam liang burung itu, lalu keluar lagi lewat
lubang lainnya. Enggas berhasil menyusul musuhnya. Aku heran melihat burung itu
masih punya bulu ketika akhirnya Enggas puas menghajarnya."
Sore hari ketika Jack sedang duduk di atas tebing tempat pemukiman burung laut.
Saat itu gilirannya menjaga. Ia memandang ke arah laut dengan malas-malasan.
Hari itu angin bertiup sedikit lebih kencang daripada biasa. Ombak yang bergerak
ke tepi berhiaskan buih di puncak-puncaknya.
Sambil memandang, Jack terkenang pada Bill. Di manakah ia sekarang" Apakah yang
terjadi dengan dirinya" Mungkinkah ia berhasil melarikan diri dan jika betul
"begitu, akan cepatkah ia datang untuk menyelamatkan mereka" Dan bagaimana dengan
Bibi Allie" Sudahkah ia mendengar kabar bahwa dari Bill sama sekali tidak ada
berita dan apakah karenanya Bibi gelisah sekarang"
"Jack sibuk merenung tentang segala hal itu sambil mendengarkan bunyi burung yang
beraneka ragam di sekitarnya serta gerak terbang mereka yang sedap dipandang
mata di atas permukaan laut Tapi tiba-tiba matanya terpicing. Ia melihat sesuatu
di tengah laut. Sikapnya berubah, menegang. Diraihnya teropong, lalu didekatkannya ke mata.
Ternyata benda yang dilihatnya di kejauhan itu sebuah perahu motor berukuran
kecil. "Ada musuh," pikirnya. Ia sudah hendak cepat-cepat bangkit. Untung saat itu
teringat olehnya bahwa yang datang itu mungkin juga memiliki teropong. Kalau ia
berdiri, jangan-jangan nanti terlihat. Oleh karena itu ia pergi sambil
bertiarap. Ketika sudah cukup jauh turun ke lembah barulah ia meloncat bangkit,
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lalu lari menghampiri anak-anak yang lain.?"Heee ada perahu datang!" serunya dengan napas tersengal-sengal, sementara ia
"terus lari menuju Lembah Tidur di mana anak-anak sedang berbaring-baring.
Semua langsung bangun mendengar seruannya itu. Mata Lucy-Ann yang berwarna hijau
nampak nyalang karena kaget bercampur takut.
"Di mana" Masih berapa jauh?"
"Masih cukup jauh," jawab Jack. "Mereka memerlukan waktu sepuluh menit untuk
masuk kemari dan menambatkan perahu. Sebaiknya kita cepat-cepat saja memasukkan
segala-galanya ke dalam rongga bawah tanah kita."
"Bagaimana dengan api unggun?" tanya Dinah sambil meraup tumpukan baju hangat
dan mantel yang tadi dijadikan bantal olehnya.
"Terpaksa kita- tinggalkan begitu saja. Mereka pun sudah melihat kepulan
asapnya," kata Jack. "Ayo, cepat! Cepatlah sedikit, Lucy-Ann!"
Mereka tidak memerlukan waktu lama-lama untuk menyibakkan semak belukar yang
menutupi mulut lubang masuk ke rongga lalu mencampakkan segala bawaan mereka ke
bawah. Jack mencabut ranting yang ditancapkan sebagai tanda di tempat itu.
"Tidak perlu kita memberi petunjuk pada mereka nanti," katanya dengan nada riang
untuk menenangkan perasaan Lucy-Ann. Adiknya tersenyum, walau sinar matanya
masih memancarkan rasa cemas.
"Nah semua sudah beres?" tanya Philip sambil memandang berkeliling. Rerumputan
"yang rebah kena tindih tubuh mereka sewaktu berbaring-baring tadi ditarik-tarik
olehnya supaya bisa tegak kembali. Tapi perbuatannya itu sebenarnya tidak perlu,
karena tetumbuhan liat itu sudah tegak kembali dengan sendirinya. Philip
memungut sebuah sendok yang tertinggal, lalu dikantongi.
Nampaknya kini sudah tidak ada lagi barang tertinggal, yang dapat dijadikan
petunjuk bahwa beberapa menit yang lalu anak-anak masih berada di tempat itu.
"Ayo, Jambul! Tunggu apa lagi"!" seru Jack. Ia sudah tidak sabar, ingin lekas-
lekas turun ke bawah. Dinah dan Lucy-Ann sudah lebih dulu turun. Jack menyusup
ke dalam lubang, di susul oleh Philip.
Dari bawah Jack mengatur letak semak dan rerumputan sehingga mulut lubang
tertutup lagi. "Nah! Sekarang kita aman kecuali orang yang datang itu secara kebetulan
"terperosok ke dalam lubang ini, seperti yang terjadi dengan Philip waktu itu.
Takkan ada yang tahu bahwa di bawah sini ada rongga besar."
"Aku rasanya seperti burung puffin saat ini," kata Philip. "Aku kepingin
menggali liang. Bagaimana jika kita masing-masing menggali liang tempat kita
berbaring?" ?"Aduh, janganlah berkelakar sekarang," pinta Lucy-Ann,."Saat ini aku tidak
merasa riang. Bahkan sebaliknya! Rasanya seperti sesak napasku. Sedang jantungku
berdebar keras sekali. Bisa kedengaran atau tidak?"
Tidak ada yang mendengar debar jantungnya. Tapi jantung masing-masing sudah
berdebar keras jadi tidaklah mengherankan jika tidak ada yang bisa mendengar
"debaran jantung teman.
"Bisakah kita berbisik-bisik di sini?" tanya Dinah berbisik. Tapi bisikannya
keras sampai yang mendengar kaget.
"Kurasa kalau berbisik, bisa. Tapi jangan keras-keras," kata Jack. "Dan nanti
kalau terdengar ada orang datang, kita semua harus memasang telinga `supaya tahu
yang datang itu kawan atau lawan. Bayangkan jika ternyata yang muncul kawan dan
kita tidak tahu sehingga kita biarkan mereka pergi lagi tanpa menemukan kita."
Memang tidak enak membayangkan kemungkinan itu rasanya bahkan sedikit lebih "tidak enak dibandingkan dengan bayangan ketahuan oleh musuh. Anak-anak semua
duduk dengan diam-diam. Semua menahan napas, menajamkan pendengaran masing-
masing. "Kawan atau lawan, kawan atau lawan."
Lucy-Ann seolah-0lah mendengar kata-kata itu berulang kali dalam benaknya. Tanpa
disadari, ia berkata mengikuti bunyi kata-kata itu,
"Kawan atau.... ?"Sssst!" desis Jack dengan tiba-tiba. "Aku mendengar sesuatu."
Tapi yang didengarnya itu ternyata hanya Enggas dan Enggos saja, yang saat itu
masuk ke dalam lubang. Semak yang menutupi disibakkan ke samping lalu keduanya
menjatuhkan diri ke dalam, mengejutkan anak-anak. Lubang tertutup semak kembali,
sementara Enggas dan Enggos menatap dalam gelap. Mereka berusaha menemukan
Philip. "Burung-burung sialan!" tukas Philip. "Bagaimana jika musuh sampai mengetahui
persembunyian kita! Sekarang jangan bicara!"
"Rrrrr!" bunyi Enggas dengan suara parau. Philip mendorongnya dengan kesal.
Diperlakukan begitu, Enggas langsung menjauh. Ia heran, karena baru sekali itu
Philip yang disayanginya berkata atau berbuat kasar terhadapnya. Enggas
melonjak-lonjak ke mulut sebuah liang di dekatnya diikuti oleh Enggos. Keduanya
langsung masuk dengan sikap tersinggung. Sekali itu anak-anak merasa lega
melihat mereka pergi. "Ssst!" Jack mendesis lagi. Anak-anak berpegang-pegangan ketakutan. "Sekarang
benar-benar mereka yang datang. Sssst!"
Bab 18 MUSUH DAN KIKI " Gedebak-gedebuk langkah orang terasa getarannya dalam rongga gelap di bawah
tanah itu. Kemudian terdengar suara orang bercakap-cakap.
"Kita periksa seluruh pulau ini. Pasti ada orang yang mengurus sehingga api
unggun itu menyala terus!"
"Tidak banyak tempat -yang bisa dijadikan persembunyian di pulau kecil ini. Di
dinding tebing tidak mungkin, karena terlalu curam. Sedang di lembah ini jelas
tidak ada siapa-siapa kecuali burung-burung konyol itu."
Kemudian terdengar bunyi korek api dinyalakan. Rupanya salah satu dari orang-
orang itu menghidupkan rokok. Batang korek api dicampakkannya dengan begitu saja
dan terjatuh ke dalam lubang di mana anak-anak bersembunyi dengan tubuh
"gemetar. Dinah nyaris berteriak, karena korek yang masih menyala itu jatuh
mengenai lututnya. "Mereka dekat sekali," demikian pikir anak-anak.
"Dekat, dekat sekali!"
"He!" Tiba tiba terdengar suara salah seorang laki-laki yang ada di atas. "Apa "ini" Secarik kertas pembungkus coklat! Kalau begitu, orang itu pasti bersembunyi
tidak jauh dari sini!"
Jantung anak-anak nyaris berhenti berdenyut. Philip teringat bahwa ada sepotong
kertas pembungkus coklat yang dimakannya terbang dibawa angin, tapi ia malas
memungutnya kembali. Aduh, gawat!
Jack mencari-cari Kiki Ke mana burung kakaktua itu" Tadi ia turun dari bahunya,
tapi ternyata tidak ada lagi di dekat Jack ketika dicari-cari. Jack berdoa dalam
hati, mudah-mudahan burung iseng itu tidak secara tiba-tiba saja mengoceh,
karena orang-0rang tak dikenal itu masih saja ada di atas kepala.
Kiki sebenarnya mengikuti Enggas dan Enggos naik ke atas lewat liang burung
puffin. Sesampai di atas, Enggas dan Enggos berdiri di mulut liang sambil
memperhatikan orang-orang yang datang mencari siapa yang menghidupkan api
unggun. Kedua burung itu menatap mereka tanpa berkedip.
"Coba lihat kedua burung. konyol itu," kata laki-laki yang satu. "Burung jenis
apa itu, dengan paruh bermacam-macam warna?"
"Entahlah puffin atau nuri laut pokoknya begitulah," jawab temannya.
" ?"Enggas dan Enggos, kata Kiki dengan lantang, seolah-0lah mengajak mengobrol.
"Orang-orang itu kaget sekali, lalu celingukan memandang berkeliling. Tapi mereka
tidak melihat Kiki, karena burung iseng itu berada dalam liang di belakang
Enggas dan Enggos. Ia tidak mendesak maju ke depan, karena tidak kepingin
dipatuk kedua puffin. "Kau mendengar itu tadi?" tanya orang yang satu.
"Yah aku memang seolah-olah mendengar sesuatu," kata kawannya. "Tapi aku tidak
"pasti, karena burung-burung di sekitar sini berisik sekali."
"Ya sangat bising," sahut orang yang pertama.
?"Sing-sing a song, " oceh Kiki menyanyikan sebuah lagu, disusul bunyi
cekakakannya. Kedua laki-laki tadi memandang dengan kecut ke arah kedua puffin
yang masih terus menatap dengan serius.
"He burung-burung itukah yang menyanyi?" kata seorang dari kedua laki-laki
"itu, sementara Kiki masih cekakakan terus. Kemudian ia mendehem dengan suara
berat. "Aneh juga, ya?" kata laki-laki yang pertama. Sambil mengusap-usap dagu
ditatapnya Enggas dan Enggos. Kelihatannya memang kedua burung itulah yang
menyanyi dan batuk-batuk, karena Kiki sama sekali tidak nampak saat itu.
Enggas membuka paruhnya. "Rrrrrr!" bunyinya dengan nada serius.
"Nah sekali ini aku melihatnya," kata laki-laki yang menatap itu. "Burung itu
"bisa bicara! Katamu tadi, mereka mungkin burung nuri laut sedang nuri bisa
"bicara, kan?" "Memang, tapi harus ada yang mengajar," kata temannya. "Lalu siapa yang
mengajari kedua burung ini?"
Ah, sudahlah jangan buang-buang waktu lagi dengan burung-burung konyol,"
" "kata laki-laki yang pertama sambil berpaling hendak pergi. "Kita ke pantai saja
sekarang dan menelusurinya untuk memeriksa apakah ada siapa-siapa di situ.
Sayang perahu itu hancur berantakan dilanda badai. Sebetulnya bisa kita ambil
makanan yang ada di dalamnya."
Kedua laki-laki itu tertegun. Mulut mereka ternganga keheranan, karena saat itu
Kiki memamerkan kebolehannya menirukan bunyi sepeda motor di kejauhan.
Sungguh baru saja aku seperti mendengar bunyi sepeda motor," kata yang satu " "sambil tertawa agak malu. "Yuk kita sudah dengar-dengaran sekarang di sini.
"Awas kalau orang yang ada di pulau ini terbekuk olehku biar tahu rasa dia
"nanti, menyebabkan kita membuang-buang waktu mencarinya!"
Anak-anak lega sekali mendengar suara orang-orang itu makin lama makin jauh dan
akhirnya tidak terdengar sama sekali. Sementara itu Kiki masuk lagi ke dalam
rongga tempat mereka bersembunyi.
"Sayang, sayang," bisiknya sambil bekertak paruh.
"Kiki goblok nyaris saja kau membuat kita ketahuan!" desis Jack. "Ayo, naik ke
"bahuku dan awas, jika kau berani mengocehkan sepatah kata lagi, akan kuikat
"moncongmu itu dengan sapu tangan."
"Rrrrrr!" kata Kiki, lalu bertengger di bahu Jack dengan kepala tersusup ke
bawah sayap. Kiki sakit hati.
Rasanya lama sekali anak-anak duduk membisu dalam rongga bawah tanah. Mereka
tidak mendengar suara orang bercakap-cakap lagi di atas, dan dinding rongga
tidak bergetar lagi karena langkah-langkah orang.
"Masih berapa lama lagi kita harus begini?" bisik Dinah kemudian. Anak itu
selalu yang paling dulu merasa tidak sabar lagi. "Badanku pegal."
"Entah aku juga belum tahu," kata Jack. Bisikannya menggema dalam rongga
"lapang itu. "Aku belum berani mengambil risiko menyembulkan kepalaku ke atas untuk memeriksa."
"Aku lapar," kata Lucy-Ann. "Tadi kenapa kita tidak membawa makanan kemari" Aku
juga haus sekarang."
Jack berpikir-pikir. Bagaimana jika ia memberanikan diri, menjenguk sesaat ke
atas" Tepat pada saat itu terdengar sesuatu bunyi yang melegakan hati di
kejauhan. "Itu bunyi mesin perahu mereka dihidupkan," kata Jack. "Untunglah rupanya "mereka akhirnya menyerah juga, tidak melanjutkan pencarian. Kita tunggu lagi
beberapa menit. Setelah itu aku akan keluar."
Lima menit lagi mereka menunggu. Bunyi mesin perahu motor masih terdengar
sesaat, makin lama makin menjauh dan akhirnya lenyap.
Hati-hati sekali Jack menyembulkan kepalanya ke atas. la tidak melihat apa-apa
kecuali kerumunan burung puffin. Enggas dan Enggos duduk dekat lubang itu.
Keduanya bangkit dengan sopan ketika melihat kepala Jack tersembul dari lubang.
Rrrrrr!" kata mereka.
"Jack keluar lalu langsung bertiarap. Dengan teropong diamat-amatinya laut di
sekeliling pulau. Akhirnya nampak yang dicari-cari perahu motor yang bergerak
"menjauh dengan laju, makin lama makin mengecil di kejauhan.
"Sudah aman!" serunya ke dalam lubang, memberi tahu anak-anak yang menunggu di
bawah. "Mereka sudah hampir tidak kelihatan lagi. Kalian bisa keluar sekarang!"
Tidak lama kemudian keempat anak itu sudah duduk-duduk lagi di Lembah Tidur.
Dinah dan Lucy-Ann dengan segera menyiapkan makanan, karena mereka benar-benar
sudah sangat lapar. Limun sudah habis diminum. Karenanya mereka kini beralih
minum air yang berasal dari kolam di tengah batu. Rasanya agak hangat kena sinar
matahari. Hujan lebat saat badai menyebabkan air kolam itu bertambah banyak.
"Aduh tadi kita benar-benar nyaris celaka," kata Philip. Semangatnya bangkit
"kembali karena perut sudah tidak begitu kosong lagi. "Aku sudah khawatir saja,
jangan-jangan seorang dari mereka terperosok ke dalam lubang rongga tempat kita
bersembunyi." "Huh menurutmu bagaimana perasaanku ketika korek api tadi jatuh ke dalam dan
"mengenai lututku?" kata Dinah. "Nyaris saja aku terpekik."
"Kiki juga nyaris membuat kita ketahuan," kata Jack sambil meletakkan daging
asin ke atas sekeping biskuit. "Enak saja bernyanyi-nyanyi! Kau memang
keterlaluan, Kiki!" "Kiki sedang merajuk," kata Dinah sambil tertawa. "Lihatlah ia pura-pura tidak
"mendengar. Aduh, malah membuang muka sekarang. Rupanya karena kau tadi
mengomelinya." Jack tertawa nyengir. Dipanggilnya Enggas dan Enggos, yang seperti biasa berdiri
dengan sabar dekat Philip. "He, Gas dan Gos nih, kuberi makanan. Burung manis,
"ke sinilah!" Enggas dan Enggos berjalan oleng seperti kelasi menghampiri Jack. Masing-masing
mendapat sepotong biskuit dari anak itu. Kiki ternyata tidak tahan lagi
melihatnya. Dengan cepat ia berpaling sambil menjerit sekuat-kuatnya.
"Anak nakal, nakal, nakal! Polly malang, Polly malang! Polly pilek, ayo masak
air, anak nakal, anak nakal!"
Ia belum puas dengan mengata-ngatai saja, tapi kemudian melabrak kedua puffin
yang tidak tahu apa-apa dan mematuk dengan paruhnya yang runcing. Enggas
langsung membalas sehingga Kiki terpaksa mundur. Kakaktua itu menjerit seperti
kereta api. Enggas dan Enggos buru-buru lari ke dekat lutut Philip. Dari tempat
yang aman itu mereka menatap Kiki dengan pandangan ngeri. Keduanya sudah siap
menyusup ke dalam liang begitu keadaan memaksa.
Anak-anak terpingkal-pingkal melihat pertunjukan kocak itu. Kiki beringsut-
ingsut dengan gaya jenaka mendekati Jack.
"Kasihan Kiki, Kiki malang anak nakal, anak nakal!?"Jack menyodorkan sedikit makanan padanya. Burung iseng itu memakannya sambil
bertengger di bahu tuannya. Enggas dan Enggos dipandangnya dengan sikap menang.
"Rrrrr!" sergah Kiki pada mereka. Kedengarannya seperti geraman anjing yang
sedang marah. "Rrrrr!" "Sudahlah, Kiki jangan menggeram-geram terus dekat telingaku," kata Jack "Dan
"untuk sementara lebih baik jika kau tidak terlalu dekat menghampiri Enggas. Ia
pasti takkan melupakan patukanmu tadi."
"Bagaimana aman tidak jika kita tidur di luar lagi malam ini?" tanya Dinah
"sambil membenahi sisa sisa makanan. "Aku tidak kepingin tidur lagi dalam rongga
"pengap itu." "Ah, kurasa takkan apa-apa," kata Jack "Orang-orang tadi rasanya takkan kembali
malam-malam. Sayang kita tidak sempat melihat siapa mereka."
"Aku tidak suka mendengar suara mereka mereka kedengarannya galak," kata Lucy-
"Ann. "Untung tenda-tenda kita diterbangkan angin sewaktu ada badai!" kata Dinah tiba-
tiba. "Coba kalau tidak kita takkan menemukan rongga bawah tanah itu yang
"ternyata berguna sebagai tempat sembunyi. Coba kalau tidak ada itu mau ke mana
"kita?" "Betul," kata Philip mengiakan. "Aku ingin tahu, akan kembali lagikah orang-
orang tadi. Tapi pokoknya kita teruskan penjagaan kita, dan api unggun terus
kita nyalakan. Itu satu-satunya harapan kita supaya bisa diselamatkan dari sini.
Dan kurasa juga satu-satunya harapan bagi Bill karena jika tidak ada yang datang
menyelamatkan kita, Bill juga takkan mungkin bisa ditolong!"
"Kasihan Bill," kata Lucy-Ann. "Ia ingin menghilang - dan kini ia benar-benar
lenyap!" "Rupanya mereka memadamkan api unggun kita," kata Jack dengan tiba-tiba ketika
menyadari bahwa kepulan asap sudah tidak nampak lagi.
"Sialan mereka itu! Kurasa mereka sengaja berbuat begitu, sehingga apabila kita
menyalakannya kembali dan asap nampak mengepul, mereka akan tahu dengan pasti
bahwa di sini ada orang."
"Tapi kita tetap akan menyalakannya kembali," kata Philip dengan segera. "Akan
kita tunjukkan pada mereka, kita membuat api unggun apabila kita menghendakinya
- tanpa takut-takut. Kurasa mereka tidak mau api itu menyala, karena takut ada
orang lain kebetulan lewat lalu melihatnya. Mereka tidak menghendaki orang
datang memeriksa kemari saat ini."
Anak-anak pergi ke atas tebing, lalu mulai sibuk menyalakan api unggun kembali.
Onggokan kayu dan rumput di situ berserakan. Rupanya orang-orang tadi mengobrak-
abrik supaya api lekas padam.
Tidak lama kemudian api sudah berkobar lagi. Anak-anak mengatur timbunan dengan
seksama, lalu dinyalakan oleh Philip. Dengan segera timbunan kayu dan rumput
kering itu menyala. Lidah api menjilat ke atas. Ketika api sudah benar-benar berkobar dengan baik,
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anak-anak lantas menimbunkan rumput laut ke atasnya. Dengari segera kepulan asap
tebal menjulang ke langit.
"Hah mau apa kalian! Mudah-mudahan kalian melihat isyarat kami ini lagi!" seru"Jack sambil menatap ke tengah laut. "Kalian takkan mungkin bisa menundukkan
kami! Lihat saja nanti kalian pasti kalah!"
"Bab 19 ADA LAGI YANG DATANG Sementara itu warna kulit anak-anak sudah coklat sekali kena sinar matahari.
"Jika ibu melihat kita sekarang, pasti ia tidak menyebut kita pucat lagi," kata
Philip. "Sedang bintik-bintik di muka kalian sudah nampak lagi, Jack dan Lucy-
Ann. Bukan cuma nampak lagi, tapi bahkan bertambah banyak!"
"Aduh!" kata Lucy-Ann sambil menggosok-gosok mukanya yang coklat berbintik-
bintik. "Sayang, karena menurut pendapatku aku kelihatan lebih cocok tanpa bintik
sewaktu sedang sakit campak waktu itu."
"Aku rasanya sudah tidak tahu hari lagi," kata Jack. "Aku sama sekali tidak
tahu, sekarang ini hari Selasa atau Rabu."
"Sekarang hari Jumat," kata Philip dengan segera. "Baru saja tadi pagi aku
menghitunghitung. Sudah lumayan juga lamanya kita di sini."
"Wah jadi baru seminggu lewat sejak kita berangkat dari rumah?" kata Dinah
"heran. "Rasanya seperti sudah enam bulan. Bagaimana keadaan ibu sekarang, ya?"
"Pasti agak gelisah tentang kita," kata Philip. "Tapi ia menyangka Bill masih
ada bersama kita jadi pasti kita baik-baik saja, hanya kabar mengenai kita
"saja yang tidak datang-datang."
"Padahal Bill tidak ada di sini dan keadaan kita sama sekali tidak baik-baik
saja," kata Lucy-Ann. "Aku kepingin bisa mengetahui di mana Bill berada sekarang
dan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Coba kita masih punya perahu,
kita bisa berangkat mencarinya. Bill pasti dibawa ke salah satu tempat di
sebelah barat karena pesawat-pesawat terbang selalu muncul di sebelah sana."
?"Yah rasanya tak mungkin kita akan bisa memperoleh perahu," kata Philip. "Yuk
" "kita naik ke atas tebing untuk mengurus api unggun. Pagi ini kepulan asapnya
tidak begitu tebal. Kalian ikut, Enggas dan Enggos?"
"Rrrr!" kata kedua puffin itu serempak, lalu berjalan seiring dengan Philip.
Enggas mempunyai kebiasaan baru, yaitu membawakan oleh-oleh ikan untuk Philip.
Pertama kalinya burung itu datang dengan ikan di paruhnya yang besar, anak-anak
mulanya tidak tahu apa yang dibawanya. Tapi ketika ia sudah mendekat, meledaklah
gelak tertawa anak-anak. "Aduh, Philip! Ia membawa enam sampai tujuh ekor ikan dalam paruhnya untukmu!
Lihatlah betapa ia mengaturnya, berselang-seling kepala dan ekor," seru Jack
"sambil tertawa. "Bagaimana caramu mengatur tadi, Enggas?"
"Terima kasih banyak," kata Philip, sementara Enggas meletakkan ikan-ikan itu di
sampingnya. "Kau memang baik hati."
Sejak itu Enggas biasa membawakan ikan dua sampai tiga kali sehari. Anak-anak
geli melihat kebiasaannya itu. Philip tahu cara mengolah ikan untuk dimasak di
atas api. Ikan yang agak besar dimakan dengan biskuit serta mentega yang diambil
dari dalam kaleng. Enggas menerima sepotong ikan yang sudah di masak, tapi
Enggos sama sekali tidak mau mencicip.
"Kita takkan mati kelaparan selama ada Enggas yang selalu membawakan ikan," kata
Jack. "Kau tidak boleh merasa iri, Kiki. Biarkan saja jika Enggas ingin bermurah
hati pada kami." Jack mengomelinya, karena Kiki berusaha menghalang-halangi Enggas ketika burung
itu datang membawa ikan. Kiki sendiri tidak bisa menangkap ikan, dan ia tidak
senang melihat Enggas selalu membawakan oleh-oleh ikan untuk anak-anak.
"Nakal, nakal, anak nakal!" pekik Kiki. Tapi Enggas sama sekali tidak
mengacuhkannya. Kini anak-anak duduk mengelilingi api unggun. Sekali-sekali ada yang iseng
melemparkan ranting kayu ke atas nyala yang dikorek-korek supaya lebih berkobar
sedikit lagi. Asap menjulang, sedikit condong ke arah utara. Jack mengambil
teropongnya, lalu mengamat-amati laut yang lengang. Siapa tahu, barangkali saja
ada kawan datang. Atau lawan!
"He! Ada perahu lagi datang ke arah sini!" seru Jack beberapa saat kemudian.
Teropongnya diarahkan pada suatu benda kecil yang nampak di kejauhan. "Ambil
teropongmu, Philip!"
Kedua anak laki-laki itu mengamat-amati dengan teropong, sementara Dinah dan
Lucy-Ann menunggu dengan perasaan tidak sabar. Mereka tidak bisa melihat apa-apa
tanpa teropong - bahkan suatu bintik pun tidak di tengah laut yang kelihatannya
kosong. "Perahu yang itu juga atau bukan, ya?" kata Philip bertanya-tanya. "Sebentar
lagi kita bisa mengetahuinya dengan pasti karena jaraknya semakin dekat
kemari." "Kelihatannya bukan," kata Jack. "Yang ini lebih kecil Dan datangnya dari arah
lain. Tapi bisa juga itu cuma siasat saja supaya kita menyangka yang datang "itu kawan."
"Bagaimana kita bisa tahu kawan atau musuh?" kata Lucy-Ann. "Apakah kita perlu
bersembunyi lagi?" Jack meminjamkan teropongnya pada adiknya. Kemudian ia berpaling pada Philip.
Matanya berkilat-kilat. "Yang datang sekali ini hanya seorang saja, Philip! Jika ia benar kemari, pasti
perahunya nanti harus ditambatkan di salah satu tempat. Bagaimana jika kita
merampasnya?" "Wah kalau bisa, asyik!" kata Philip. Mukanya berseri-seri. "Itu perahu motor.
"Biar kecil, tapi cukup besar bagi kita untuk bisa pergi dari sini!"
"Merampasnya" Bagaimana caranya?" tanya Dinah sambil terus meneropong perahu
motor yang mendekat. "Orang itu dengan gampang saja bisa melihat kita lalu
datang mengejar dan akhirnya malah kita tertangkap olehnya!"
?"Sinikan teropongku," kata Philip sambil merenggut teropongnya dari tangan
Dinah. "Itulah payahnya kau ini kalau diberi giliran selalu berlama-lama!"
?"Lebih baik kita berpikir dulu sebentar," kata Jack dengan mata bersinar-sinar.
"Orang itu tidak mungkin datang untuk menyelamatkan kita, karena orang yang tahu
kita sendirian saja di sini tentunya akan mengirim perahu yang lebih besar.
Dan kemungkinannya orang yang disuruh kemari juga lebih banyak untuk berjaga-
jaga kalau harus menghadapi musuh kita. Pasti itulah yang akan terjadi jika Bill
berhasil menyampaikan kabar ke luar. Oleh karena itu kurasa orang di perahu itu
tidak datang untuk menyelamatkan kita .... "
"Jadi kemungkinannya, itu siasat musuh kita," sambung Philip. "Mungkin mereka
tahu dan mungkin juga tidak bahwa yang ada di sini Cuma anak-anak. Itu " "tergantung dari seberapa banyak yang diceritakan Bill pada mereka. Tapi bisa
saja mereka mengirim seseorang yang berpura-pura bukan musuh supaya kita tertipu
lalu kita nanti dibujuknya agar mau masuk ke perahunya agar kemudian dibawa ke
"tempat aman tapi kemudian diangkut ke salah satu tempat di mana Bill sudah
"berada sebagai tawanan mereka!"
"Aduh!" keluh Lucy-Ann yang merasa tidak enak mendengar segala dugaan itu.
"Kalau begitu aku tidak mau diajak naik ke perahunya. Apa yang harus kita
lakukan sekarang, Jack?"
"Begini," kata Jack. "Aku punya akal bagus. Tapi untuk melakukannya, kita semua
perlu ikut. Kalian juga Dinah dan Lucy-Ann."
"Lalu apa yang harus kita lakukan itu?" tanya Dinah tidak sabaran.
"Kita harus menyelidiki, di mana orang itu nanti menambatkan perahunya," kata
Jack "Kemungkinannya di celah sempit di mana Lucky Star waktu itu ditambatkan
"atau ditarik naik ke pasir di salah satu bagian pantai. Sebentar lagi kita akan
sudah mengetahuinya, karena ia akan kita intip."
"Lalu, setelah itu?" tanya Lucy-Ann. Semangatnya mulai timbul mendengar rencana
menarik itu. "Lalu aku beserta Dinah akan bersembunyi di dekat-dekat situ," kata Jack. "Nanti
orang itu tentunya akan datang mencari-cari kita. Saat itu kau menyongsongnya,
Philip bersama Lucy-Ann."
?"Aduh, aku tidak berani," kata Lucy-Ann ketakutan.
"Baiklah kau bersembunyi saja di salah satu tempat," kata Jack, "biar Philip
"sendiri yang datang menyongsong. Philip dengan salah satu cara kau nanti harus
"memancing orang itu sehingga masuk ke rongga bawah tanah. Kalau sudah masuk,
dengan gampang kita akan bisa menawannya di sana. Kita kurung ia di situ dengan
bekal makanan yang banyak. Sedang kita sendiri lari dengan perahunya."
Selama beberapa saat anak-anak terdiam, sementara Philip, Dinah, dan Lucy-Ann
berusaha memahami rencana Jack.
"Tapi bagaimana caraku nanti memancingnya masuk ke dalam lubang?" tanya Philip
kemudian. "Rasanya seperti laba-laba yang hendak memancing lalat agar mau
menyangkutkan diri ke jaringnya! Kurasa lalat berkepala hitam itu takkan begitu
mudah bisa dibujuk!"
"Tidak bisakah kau mengajaknya berjalan menyusur pemukiman burung puffin lalu
"kalau sudah dekat lubang rongga menyengkelitnya sehingga terjatuh?" tanya Jack
dengan sikap tidak sabar. "Kalau aku, kurasa aku pasti mampu melakukannya."
"Kalau begitu kau saja yang melakukan tugas itu," balas Philip, "biar aku yang
bersembunyi dekat perahu untuk merampasnya. Tapi bagaimana kalau kau tidak
berhasil menjatuhkan orang itu ke dalam lubang" Bagaimana dengan perahunya" Apa
yang harus kulakukan dengannya?"
"Konyol! Kau cepat-cepat masuk ke situ jika kaulihat aku tidak berhasil
menguasai orang itu," kata Jack, "Lalu kau cepat-cepat mengemudikannya ke tengah
laut. Kau terus tinggal di situ sampai hari sudah gelap. Saat itu dengan hati-
hati kau menuju kemari, lalu berusaha mencari kami agar kita semua bisa
melarikan diri dari sini. Tapi kau tak usah khawatir aku pasti akan berhasil "menguasai orang itu. Akan kusergap dia seperti caraku menyergap lawan bermain
rugby di sekolah." Lucy-Ann memandang abangnya dengan kagum. Asyik jadi anak laki-laki, katanya
dalam hati. "Aku nanti juga ikut membantu," katanya. "Aku akan ikut menyongsongnya
bersamamu." "Kita nanti harus pura-pura percaya mendengar segala kata-katanya," kata Jack.
"Tidak peduli apa yang diocehkannya!" Pasti kocak nanti ia berusaha mengecoh
"kita dengan cerita bohong, sedang kita pun berbuat begitu pula!"
"Mudah-mudahan saja orangnya tidak galak," kata Lucy-Ann.
"Kurasa ia akan pura-pura menjadi orang baik," kata Jack. "Mungkin ia akan
mengaku penyelidik alam, atau sebangsanya dan bersikap polos dan ramah. Yah
" "aku pun akan bersikap begitu pula!"
"Perahu sudah semakin mendekat," kata Philip. "Isinya ternyata memang satu orang
saja. Ia memakai kaca mata hitam!"
"Untuk menutupi matanya yang galak mestinya," kata Lucy-Ann ketakutan. "Pasti
bukan untuk melindunginya dari sinar matahari. Bagaimana cara kita muncul
nanti?" "Hanya kita berdua saja," kata Jack. "Kita berdua nanti berdiri, Lucy-Ann! Kita
berdiri di samping api unggun, lalu melambai-lambai dengan bersemangat, Dan
ingat ocehan apa pun yang kukatakan nanti, kau harus selalu mendukungku.
"Philip, kau dan Dinah sama sekali tidak boleh kelihatan nanti."
"Di mana ia akan menaruh perahunya nanti?" tanya Dinah ingin tahu. "Wah
"ternyata langsung menuju celah sempit. Rupanya ia mengenal Pelabuhan Tersembunyi
kita." "Nah apa kataku tadi!" kata Jack. "Tak mungkin orang yang belum mengenal
"tempat itu akan langsung menuju ke sana. Besar kemungkinannya ia itu satu dari
orang-orang yang kemari dengan perahu motor yang lebih besar."
Kemungkinan itu memang masuk akal, karena orang yang datang itu langsung
mengarahkan haluan perahunya ke celah sempit. Perbuatannya itu seolah-olah ia
sebelumnya sudah pernah ke sana. Ketika tebing karang sudah didekati olehnya,
Jack dan Lucy-Ann berdiri lalu melambai-lambai ke arahnya. Orang yang di perahu
membalas lambaian mereka.
"Nah, Di sekarang kau bersama Philip harus bersembunyi di tengah batu batu di
" "tebing yang menuju ke Pelabuhan Tersembunyi. Di sana ada beberapa batu besar
yang bisa kalian jadikan tempat berlindung sampai perahu sudah ditambatkan
olehnya, dan ia sudah kemari untuk mendatangi kami. Saat itu kalian berdua
cepat-cepat turun lalu naik ke perahu, siap untuk menuju ke tengah laut apabila
kami berdua di sini gagal memancingnya. Kalau kami tidak gagal, segala-galanya
akan beres! Kita akan mempunyai tawanan yang bisa dijadikan sandera serta
"sebuah perahu motor untuk lari dari sini!" '
"Hore!" seru Philip bersemangat.
"Hore, hore, hore!" kata Kiki yang saat itu datang lalu hinggap di bahu Jack.
Selama itu ia keluyuran sendiri Mungkin mengganggu burung-burung camar di
sekitar situ, kata Jack dalam hati.
"Kau boleh ikut beraksi nanti, Kiki," kata Jack. "Tapi ingat, kalau bicara yang
benar!" "Panggil dokter," jawab Kiki dengan serius. "Cul Pak Dokter muncul!?""Orang itu sekarang sudah masuk ke dalam celah," kata Philip. "Yuk, Dinah
"sudah waktunya kita bersembunyi sekarang! Selamat beraksi, Jack dan Lucy-Ann!
"Bab 20 PAK TIPPERLONG KAGET Orang yang datang itu mengemudikan perahunya dengan cekatan memasuki celah
sempit di mana Lucky Star waktu itu rusak dihantam ombak. Kelihatannya ia
tercengang memandang potongan tali yang masih terikat ke salah satu batu besar
yang ada di situ. Dinah dan Philip merunduk di balik beberapa batu besar, sedikit di sebelah atas
pada tebing. Mereka tidak bisa melihat apa yang sedang dilakukan orang itu.
Mereka tidak berani mengintip dari balik batu karena takut ketahuan.
Sementara itu Jack dan Lucy-Ann menunggu di atas tebing. Lucy-Ann sangat
gelisah. "Lututku aneh rasanya," keluh anak itu pada abangnya. Jack malah tertawa.
"Jangan penakut. Ayo tegak, lutut! Nah sekarang orang itu datang. Kau tidak
"perlu bicara jika tidak mau."
Orang itu datang mendaki tonjolan-tonjolan batu yang terdapat di dinding tebing,
menuju ke bagian yang runtuh. Badannya kurus dengan kaki seperti lidi. Ia
memakai celana pendek serta baju hangat berlengan panjang. Warna kulitnya merah
terbakar matahari. Di sana-sini nampak bagian-bagian yang melepuh.
Di bawah hidungnya melintang kumis tipis. Keningnya tinggi, sedang ubun-ubunnya
agak botak. Ia memakai kaca mata hitam sehingga matanya sama sekali tidak
kelihatan. Potongannya sama sekali tidak menimbulkan rasa takut, kata Jack dalam
hati. "Halo, halo, halo," sapa orang itu ketika berjumpa dengan kedua anak yang datang
menyongsong. "Aku tercengang ketika tahu di sini ada orang."
"Siapa yang mengatakan pada Anda?" tanya Jack dengan segera.
"Bukan siapa-siapa aku sendiri yang melihat kepulan asap api kalian," kata
"orang itu. "Sedang apa kalian di sini" Berkemah, ya?"
"Mungkin," jawab Jack dengan santai. "Anda sendiri, kenapa datang kemari?"
"Aku ini ahli Omitologi," kata orang itu dengan serius. "'Kalian tentunya tidak
tahu artinya." Dalam hati Jack tertawa geli. Bayangkan padahal ia dan Philip menganggap diri
"mereka ahli omitologi yang ulung. Tapi ia tentu saja tidak berniat mengatakannya
pada orang itu. "Orni Orin orminologi?" katanya berlagak tolol. "Binatang apa itu?"
" ?"Ahli omitologi itu seseorang yang kerjanya menyelidiki kehidupan burung," kata
orang itu. "Penggemar burung, seseorang yang ingin tahu segala-galanya tentang
burung serta kehidupan mereka."
"Jadi untuk itu Anda kemari" Untuk mempelajari kehidupan burung-burung di sini?"
tanya Lucy-Ann yang merasa harus ikut mengatakan sesuatu. Lututnya sudah tidak
gemetar dan terasa aneh lagi sesudah ia melihat bahwa laki-laki yang datang itu
sama sekali tidak menakutkan tampangnya.
"Ya. Bertahun-tahun yang lalu, ketika aku masih muda belia, aku pernah
berkunjung ke pulau ini," kata orang itu. "Dan aku kepingin datang lagi, walau
menemukannya kembali ternyata tidak begitu mudah. Aku terkejut ketika melihat
kepulan asap kalian. Kenapa kalian membuat api unggun" Pura-pura menjadi pelaut
yang terdampar: ya" Aku kenal kesenangan anak-anak."
Jelas orang itu sedikit sekali pengetahuannya mengenai anak-anak, atau ia
menyangka Jack dan Lucy-Ann jauh lebih muda dari umur mereka yang sebenarnya.
"Banyak pengetahuan Anda mengenai burung, Pak?" tanya Jack. Pertanyaan orang
yang tadi tidak dijawabnya.
"Yah pengetahuanku mengenai burung-burung laut tidak sebegitu banyak," kata "orang itu. "Itulah sebabnya kenapa aku kembali ke pulau-pulau sini. Kalau
mengenai burung-burung biasa, aku lebih banyak tahu."
"Hah!" kata Jack dalam hati. "Ia berkata begitu karena takut kutanyai tentang
burung-burung yang hidup di sini."
"Kami punya dua ekor puffin yang jinak-jinak," kata Lucy-Ann dengan tiba-tiba.
"Anda mau melihatnya?"
"O ya tentu saja, aku kepingin sekali melihatnya," kata laki-laki itu sambil
"memandang Lucy-Ann dengan wajah berseri-seri. "O ya, ngomong-ngomong, namaku
Tipperlong Horace Tipperlong."
?"Tripalong?" kata Lucy-Ann sambil cekikikan. Ia merasa geli, karena kata itu
berarti berjalan dengan langkah kecil-kecil'. Penamaan begitu cocok sekali
"dengan orang itu, karena jalannya memang demikian. Jack harus menahan diri
supaya jangan sampai tertawa.
"Bukan, bukan Tipperlong," kata orang itu lagi. la memandang Lucy-Ann sambil
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"tersenyum lebar. "Namamu sendiri siapa?"
"Namaku Lucy-Ann,", kata anak perempuan itu. "Dan abangku ini bernama Jack. Anda
ikut melihat burung-burung puffin kami" Kita harus ke sini."
"Aku juga ingin berjumpa dengan orang yang menjadi pengasuh kalian di sini,"
kata Pak Horace Tipperlong. "Dan eh mana perahu kalian" Tentunya kalian
" "kemari naik perahu!"
"Pecah, Pak hancur dihantam ombak sewaktu ada badai," kata Jack dengan serius.
"Pak Tipperlong mendecak-decakkan lidah, tanda ikut prihatin.
"Gawat!" katanya. "Kalau begitu, bagaimana kalian pulang nanti?"
"Awas!" kata Jack. Cepat-cepat ditahannya Pak Tipperlong yang nyaris terperosok
ke dalam sebuah liang sarang puffin "Di sini banyak sekali liang tempat burung-
burung puffin bersarang, Pak! Anda harus berhati-hati kalau berjalan."
"Huh banyaknya burung di sini!" kata Pak Tipperlong. Ia tertegun. Tadi ia
"begitu sibuk mengobrol sampai tidak memperhatikan besarnya permukiman burung-
burung puffin di situ. Satu lagi tanda yang menambah kecurigaan terhadap
dirinya! Menurut Jack, seorang ahli omitologi sejati takkan mungkin berjalan di
tengah-tengah pemukiman burung puffin tanpa mengatakan apa-apa yang menyatakan
kekagumannya. "Luar biasa! Benar-benar menakjubkan! Sepanjang ingatanku, aku belum pernah
melihat kerumunan burung sebanyak di sini," kata Pak Horace. "Belum lagi beribu-
ribu yang bertengger di dinding tebing. Wah, wah, wah! Dan katamu tadi, kau
punya dua ekor puffin yang jinak" Luar biasa!"
"Mereka kepunyaan Philip," kata Lucy-Ann sebelum sempat berpikir. Seketika itu
juga mukanya memucat. Tapi apa boleh buat, kata yang sudah diucapkan tidak
mungkin bisa ditelan lagi.
"Kusangka kau tadi mengatakan abangmu bernama Jack," kata Pak Tipperlong dengan
nada menyelidik. "Ah dia cuma salah sebut saja, Pak!" kata Jack asal bunyi. Saat itu mereka "sudah dekat sekali ke lubang tempat masuk ke liang bawah tanah.
Lucy-Ann merasa gelisah. Bagaimana jika orang yang mengaku bernama Tipperlong
itu nanti tidak jatuh ke dalam lubang pada saat Jack menyengkelitnya lalu
"kemudian menyergap Jack" Bagaimana yah, bagaimana jika tiba-tiba ia mencabut
"pistol" Potongannya tidak kelihatan sejahat itu tapi yah siapa tahu! Lucy-
" "Ann melirik ke arah kantong celana pendek orang itu untuk melihat apakah di situ
tampak tonjolan berbentuk pistol.
Tapi kantong kantong celana orang itu menggelembung sekali karena berisi
"berbagai macam barang. Jadi tidak dapat dipastikan apakah ia mengantongi pistol
atau tidak. Jack menyenggol adiknya.
"Sekarang minggir," kata Jack dengan suara pelan. Dengan cepat Lucy-Ann mundur,
dengan jantung berdebar keras.
Sementara itu Jack sudah sampai di depan mulut lubang masuk ke rongga. Sebatang
ranting sudah tertancap lagi di situ, karena tempat itu nyaris mustahil dapat
ditemukan kalau tidak diberi tanda. Pak Horace berjalan dengan langkah-langkah
pendek sambil memandang dengan mata cadok di balik kaca mata hitamnya ketika
"tiba-tiba ia kaget karena tahu-tahu Jack menyengkelit kakinya sambil mendorong.
Pak Horace Tipperlong terjerembab ke sisi lubang dan sebelum ia sempat
"bangkit, Jack mendorongnya dan laki-laki itu tersungkur masuk ke dalam lubang.
"Bum! Jack memegang sebatang tongkat yang dipungutnya dari tumpukan kayu dekat api
unggun. Ia menyibakkan semak dan rumput yang menutupi mulut lubang, lalu
memandang ke dalam. Samar-samar dilihatnya Pak Tipperlong duduk. Terdengar
suaranya mengerang. Saat itu Pak Tipperlong mendongak. Dilihatnya Jack memandangnya dari atas.
"Anak jahat!" serunya marah. "Apa-apaan ini?"
Kaca mata hitamnya terlepas ketika ia jatuh tadi. Matanya ternyata sama sekali
tidak kelihatan galak. Malah nampak agak kuyu dan berair. Ia memegang kepalanya,
seakan-akan merasa sakit.
"Maaf, tapi ini perlu dilakukan," kata Jack. "Pilihan hanya ada dua: kami yang
terjebak, atau Anda! Sekarang kita tidak usah berpura-pura lagi. Kami tahu, Anda
anggota gerombolan mana."
"Apa yang kauocehkan itu?" teriak laki-laki yang di bawah sambil bangkit.
Kepalanya tersembul ke luar dari lubang. Jack langsung mengangkat tongkatnya.
"Ayo, masuk lagi!" bentaknya dengan galak. "Kau tawanan_ kami sekarang. Kau kan
yang meringkus Bill" Nah, sekarang kau yang kami tawan. Jika kau berani
"mencoba keluar dari situ, akan kuhajar kepalamu dengan tongkat nanti. Coba
sajalah kalau berani!" I
"Dengan cepat Horace menarik kepalanya ke bawah. Lucy-Ann memandang dengan muka
pucat pasi. "Aduh cederakah ia, Jack?" tanyanya ketakutan. "Kau benar-benar akan
"memukulnya nanti?"
"Tentu saja." jawab Jack. "Ingat Bill, Lucy-Ann dan perahu kita yang malang " "dan kita sendiri terdampar di sini karena perbuatan orang ini beserta kawan-
kawannya. Tidakkah kausadari, jika ia sampai bisa keluar dan pergi dengan
perahunya, mereka akan mengirim orang lebih banyak lagi" Mereka takkan berhenti
sebelum berhasil meringkus kita! Kau tidak boleh lemah, Lucy-Ann!"
"Yah tapi aku tidak tahan melihatmu memukulnya," kata Lucy-Ann. "Dinah pasti
"tidak apa-apa, tapi aku tidak setega Dinah."
"He!" seru Horace dari bawah. "Maukah kalian mengatakan alasan segala omong
kosong ini" Belum pernah kualami kejadian seperti ini! Aku datang ke sebuah
pulau tempat kediaman burung, yang sepanjang pengetahuanku bukan merupakan
kejahatan lalu kalian berdua memancingku kemari, menyengkelit kakiku, dan
"mendorongku ke lubang ini. Kepalaku sakit sekali! . Lalu kaukatakan jika aku
berani keluar, akan kauhajar kepalaku dengan tongkat. Anak-anak jahat!"
"Aku benar-benar tidak senang melakukan itu tadi, tapi apa boleh buat jalan
"lain tidak ada," kata Jack. "Anda harus mengerti bahwa kami memerlukan perahu,
karena perahu kami sendiri sudah hancur ditambah dengan lenyapnya Bill. Kami
"tidak mau di sini terus seumur hidup."
Horace heran dan bingung mendengar kata-kata itu. Ia berdiri lagi tapi cepat-
"cepat duduk ketika melihat tongkat di tangan Jack.
"Nanti dulu kau sungguh-sungguh, ya kau benar-benar hendak merampas
" "perahuku" Belum pernah kudengar tindakan sekurang ajar itu. Awas, jika aku sudah
bertemu dengan orang yang memimpin kalian! kalian pasti dihajar habis-habisan
"olehnya!" Bab 21 HORACE TIDAK MENYUKAI PULAU PUFFIN
"Lucy-Ann coba kaucari Philip atau Dinah," kata Jack pada adiknya. "Philip
mungkin sudah ada dalam perahu, siap untuk menghidupkan mesin kalau perlu tapi
"Dinah barangkali sedang berjaga-jaga kalau ada isyarat dari kita."
Lucy-Ann berdiri. Dilihatnya Dinah berdiri di kejauhan. Anak itu menunggu dengan
gelisah di ujung atas bagian tebing yang runtuh. Sedang Philip tidak kelihatan.
Kemungkinannya ia sudah berada di perahu, di kaki tebing. Lucy-Ann melambaikan
tangan dengan bersemangat.
"Beres! Kami sudah berhasil menjebaknya ke dalam lubang!" serunya.
Dinah membalas lambaian Lucy-Ann, lalu turun. Ia hendak menyampaikan kabar itu
pada Philip. Tidak lama kemudian keduanya muncul lagi di atas, lalu bergegas
menghampiri untuk mendengar apa yang telah terjadi.
"Kami berhasil menawannya," kata Jack dengan bangga. "Gampang sekali!" Ia
langsung jatuh ke bawah gedebuk!"
?"Siapa di situ?" terdengar suara Horace bertanya dengan mengiba-iba. "Ada orang
lain di atas" He kau harus mengatakan, apa sebenarnya yang sedang terjadi di
"sini. Aku benar-benar bingung! Rasanya seperti terapung di tengah lautan luas!"
"Ke situlah kami sebentar lagi berangkat mudah-mudahan," kata Jack sambil
"nyengir. "Dan dengan perahumu! Philip, perkenalkan orang ini bernama Pak
"Horace Tripalong."
"Astaga! Betul begitukah namanya?" kata Philip.
Dari dalam lubang terdengar seruan marah,
"Namaku TIPPERLONG! Jangan seenaknya saja mengganti nama orang! Anak kurang
ajar! Awas nanti kau kuadukan; biar di hukum. Belum pernah kualami tingkah "laku sekurang ajar kalian."
"Kegalakannya itu bukan salahnya," kata Jack.
"Katanya, ia ahli ahli he, Pak Tripalong kau tadi mengatakan bahwa kau
" " " "seorang apa?"
"Ahli omitologi, T0L0L!" teriak Pak Tipperlong.
"Astaga! Apa itu?" kata Philip berpura-pura bodoh. Anak-anak yang lain
cekikikan. "Aku harus keluar dari sini," tukas Pak Tipperlong. Kepalanya tersembul pelan-
pelan dari mulut lubang, siap untuk ditarik kembali ke dalam - kalau perlu.
Ternyata itu memang perlu.
"Kau ini rupanya perlu kuhajar dulu dengan tongkat ini sebelum mau mengerti
bahwa aku tadi tidak main-main, ya!" tukas Jack dengan jengkel.
"Awas, aku ini bersungguh-sungguh! Aku tidak kepingin memukul kepalamu, tapi
jika terpaksa pasti akan kulakukan! Kau pasti memukul Bill sebelum bisa
meringkusnya. Ingat peribahasa: ada ubi ada talas!"
"Bicaramu ngawur!" kata Horace dengan nada sebal. "Kurasa kalian pasti sudah
sinting. Maksudmu, kalian hanya sendiri saja di pulau ini" Aku tidak percaya!
Katakan pada pengasuh kalian agar segera kemari! Aku ingin bicara dengan orang
itu. Kalian salah sangka jika menyangka aku mau tinggal lebih lama lagi di
lubang ini. Baru sekarang aku menjumpai anak-anak yang begini menyebalkan.
Kalian pasti sedang main sandera-sanderaan! Bah!"
Ucapan Horace yang terakhir enak sekali bunyinya. Kiki, yang selama itu
memperhatikan pembicaraan mereka dengan rasa heran bercampur asyik saat itu ikut
campur. "Bah! Buh! Bah! Buk!"
Ia terbang ke pinggir lubang lalu memandang ke dalam.
"Bah!" ocehnya sekali lagi sambil cekakakan.
Horace mendongak dengan perasaan kecut. Betulkah itu burung kakaktua yang berada
di mulut lubang yang mengata-ngatainya dengan kasar"
?"Itu itukah salah satu burung puffin jinak yang kau ceritakan tadi?" tanyanya
"sangsi. "Kusangka kau ahli omitologi, kata Jack mencemooh. "Kiki tadi burung kakaktua,
tahu! Kusangka setiap orang tahu bahwa itu kakaktua!"
"Tapi tapi bagaimana mungkin ada kakaktua hidup di sini?" kata Horace.
" ?"Kakaktua kan bukan burung laut! Aduh, kurasa aku ini sedang bermimpi. Tapi
mimpi konyol!" Saat itu seekor puffin masuk ke dalam rongga lewat salah satu liang yang
berujung di situ. "Rrrr!" bunyinya dengan suara berat dan parau.
Pak Tipperlong terlonjak karena kaget. Dalam keremangan rongga ia hanya bisa
melihat sepasang mata yang menatap dengan jahat, serta paruh besar berwarna-
warni. "Pergi!" katanya lemah. "Husy!"
"Husy!" balas Kiki dari mulut lubang. Ia merasa asyik, ada teman untuk saling
kata-mengatai. "Bah! Buh! Husy! Rrrr!"
"Kalian semua edan," keluh Horace. "Kurasa aku juga sudah gila. Husy! Husy!"
Puffin yang tadi memperdengarkan suaranya lagi lalu kembali ke dalam liangnya.
Kemudian menyusul bunyi itu beruntun-runtun. Rupanya burung tadi sedang
bercerita pada betinanya mengenai makhluk puffin aneh yang baru saja dilihatnya
dalam rongga. "Sekarang apa lagi yang akan kita lakukan setelah dia kita tawan?" kata Philip
dengan suara lirih. "Ia itu pasti musuh, atau bukan" Maksudku kedengarannya ia"memang agak tolol."
"Semuanya itu merupakan bagian dari siasat licik," kata Jack. "Ia bukan ahli
omitologi. Ia disuruh menyamar seperti ahli omitologi yang konyol dan bertingkah
laku begitu. Di antara ahli-ahli kehidupan burung memang ada juga yang tingkah
lakunya ketolol-tololan. Tapi yang ini terlalu berlebih-lebihan tahu tidak,
"overacting istilah kerennya! Untung saja ia tidak bersenjatakan pistol. Itu yang
sedari tadi kukhawatirkan."
"Ya, aku juga," kata Philip. "Tapi mungkin di perahu ada. Mudah-mudahan saja!
Mungkin nanti ada gunanya. Nah sekarang bagaimana kelanjutannya?"
?"Bisakah ia mendengar pembicaraan kita?" tanya Lucy-Ann takut-takut.
"Tidak mungkin jika kita berbicara sepelan sekarang ini," kata Philip. "Jack,
perahunya bagus sekali! Agak lebih kecil kalau dibandingkan dengan Lucky Star-
tapi ada kabinnya. Biar sempit. Kita semua bisa masuk ke situ. Tempat untuk
bekal makanan juga ada."
"Tapi di situ ada dayung atau tidak?" tanya Jack. "Siapa tahu, mungkin kita
terpaksa mematikan mesin saat hendak mendarat di salah satu pulau nanti."
"Ada," jawab Philip. "Kulihat ada dayung di situ. Kau sudah punya rencana yang
bagus, Jack" Dari tadi aku tidak henti-hentinya mencari akal, tapi yang bisa
kupikirkan hanya lari dengan perahu tapi tanpa tahu mau ke mana. Kita memang
"ingin lari dari sini tapi kita perlu tahu lari ke mana! Jangan sampai dari
"mulut singa pindah ke mulut buaya. Dan kalau mau lari, kurasa harus lekas-lekas
karena jika si Tripalong ini tidak segera kembali ke gerombolannya dengan
"membawa kabar, pasti mereka akan mengirim orang-orang lain kemari."
"Ya, kemungkinan itu juga sudah kupikirkan," kata Jack, sementara Dinah dan
Lucy-Ann mengangguk tanda mereka pun juga sudah berpikir begitu. "Yang menjadi
persoalan kini apakah sebaiknya kita berusaha menuju pulau-pulau yang terletak
"di sebelah luar dan mencari salah satu yang didiami nelayan lalu minta bantuan
di situ" atau lebih baik kita berusaha pergi ke daratan" Atau kemungkinan
"ketiga, mencari Bill?"
Selama beberapa saat suasana sunyi, karena semua sibuk berpikir. Lucy-Ann yang
paling dulu menyatakan pendapat.
"Aku setuju jika kita mencari Bill," katanya. "Setidak-tidaknya kita bisa
mencoba itu dulu lalu jika gagal, baru menyelamatkan diri. Tapi menurut
"pendapatku, kita terlebih dulu harus berusaha mencari Bill."
"Hebat, Lucy-Ann," kata Jack. "Pendapatku juga begitu! Sekarang kita mengatur
rencana lagi." Tapi perhatian mereka kembali diganggu oleh Horace Tipperlong.
"Sudah, jangan membual terus," serunya dengan suara cerewet. "Aku lapar dan "haus! Kalau kalian berniat membiarkan aku_ di sini mati kelaparan, bilang saja!
Tapi jangan berbuat begitu tanpa memberi tahu padaku."
"Jangan konyol siapa bilang kami akan membiarkan kau mati kelaparan," kata
"Jack. "Tolong bukakan beberapa kalcng makanan, Lucy-Ann lalu berikan padanya. Beri
"sekaligus beberapa potong biskuit. Dinah! Ambilkan air dalam pasu dari kolam
kita!" "Siap, Boss!" kata Dinah sambil nyengir, lalu pergi mengambilkan air dari kolam
di tengah batu. Begitu mendapat air dan makanan, Horace makan dengan lahap.
Anak-anak ikut lapar melihatnya.
"Kurasa kita juga makan saja sekarang," kata Philip. "Bagaimana jika kau
kugantikan sebentar memegang tongkat dan menjaga di mulut lubang, Jack"
?"Boleh," kata Jack. "Tapi ingat getok saja kepalanya begitu ia berani muncul
"sedikit ke atas!"
Kata-kata itu diucapkannya dengan lantang untuk meyakinkan bahwa Horace ikut
mendengarnya. Tapi orang itu diam saja. Rupanya ia sudah mau menunggu saat yang
lebih baik. Dengan segera anak-anak sudah melahap daging ayam dengan ercis yang dimakan
tanpa dipanaskan lagi, lalu buah campur dengan krem. Sebagai pelepas haus,
mereka minum air tawar dari kolam.
"Hmmm, sedap!" kata Jack sambil mendesah puas. "Sekarang sudah lebih enak
perasaanku. Ajaib, betapa perut kenyang dapat mengubah perasaan orang!"
"Aku malah mual apabila makan sebanyak yang baru saja kausikat," kata Dinah.
"Kau ini rakus! Makanmu dua kali lebih banyak dari kami."
"Aku memang dua kali lebih lapar daripada kalian," kata Jack. "Nah mulai
"sekarang kita berbicara lebih pelan karena akan mengatur rencana."
?"Bagaimana kalau kita pergi malam-malam?" kata Philip setengah berbisik.
"Jangan," jawab Jack dengan segera. "Kita takkan bisa melihat arah yang harus
ditempuh, juga apabila saat ini sedang terang bulan. Sebaiknya kita berangkat.
besok pagi-pagi saja, menjelang fajar. Mudah-mudahan saja saat itu si Tripalong
masih tidur sehingga kita bisa berangkat tanpa takut dirongrong olehnya."
"Ya, betul karena saat kita semua menuju ke perahu, lubang rongga tidak ada
"yang menjaga," kata Lucy-Ann.
"Kalau soal itu, aku sudah memikirkan penyelesaiannya," kata Jack. "Kalian
bertiga pergi dulu ke perahu dengan membawa bekal makanan serta pakaian dan
selimut kita. Kalian menyiapkan segala-galanya di sana. Kalau sudah tinggal
berangkat, kalian berseru memanggilku. Aku akan cepat-cepat lari menggabungkan
diri. Atau bisa juga Dinah naik ke atas tebing, lalu melambai-lambai.
?"Dan saat Horace menyadari bahwa di luar tidak ada siapa-siapa lagi yang akan
memukul kepalanya begitu tersembul ke luar, kita akan sudah di tengah laut
dengan perahu motornya!" kata Dinah. Ia senang sekali membayangkan hal itu.
"Horace yang malang! Aku kasihan sekali padanya."
"Aku tidak," kata Jack dengan tandas. "Jika ia musuh Bill, ia pun musuhku pula.
Apa yang terjadi pada dirinya sekarang merupakan pembalasan yang wajar lagi
"pula kecuali disengkelit sampai jatuh ke dalam lubang, ia sebenarnya tidak
mengalami apa-apa yang bisa dikeluhkan. Aku tidak bermaksud menutup mulut lubang
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada saat kita pergi setelah memasukkan bekal makanan untuknya walau memang "begitu rencanaku mulanya Tidak menjadi soal apabila ia keluar begitu kita sudah
pergi dari sini. Dan kurasa tidak lama lagi teman-teman gerombolannya tentu akan
kemari untuk memeriksa apa sebabnya ia tidak kembali ke pangkalan mereka yang
"letaknya entah di mana!"
"Pulau-pulau di sekitar sini banyak sekali jadi usaha mencari Bill rasanya
"seperti mencari kutu di kepala," kata Philip. "Tapi aku belum enak jika kita
tidak mencobanya." "Aku juga begitu," kata Jack. "Dalam petualangan kita selama ini, Bill sudah
sering datang menyelamatkan kita. Jadi sudah waktunya kita menyelamatkannya
"jika kita berhasil mengetahui di mana ia saat ini berada. Kurasa sudah pasti
musuh membawanya ke pangkalan mereka di salah satu pulau sini."
"Apakah tidak sebaiknya kita menyiapkan segala galanya malam ini juga?" kata
"Dinah dengan tiba-tiba. "Maksudku mengangkut bekal makanan ke perahu lalu
"selimut dan pakaian kita supaya besok pagi kita tidak usah membuang-buang
"waktu lagi untuk bersiap-siap. Kau tadi kan mengatakan hendak berangkat
menjelang fajar." "Ya idemu itu bagus," kata Jack. "Biar aku lagi menjaga di dekat lubang itu
"dengan tongkat, Philip sementara kau membantu Dinah dan Lucy-Ann mengangkut
"barang-barang kita ke perahu. Kita benar-benar mujur, berhasil merampas perahu
sebagus itu! Walau aku sendiri yang bilang, tapi kita ini memang cerdik." ,
"Buh!" kata Kiki. "Bah! Buh!"
"Sayang kau tak sependapat, Kiki," kata Jack. "Tapi aku tetap berpendapat, kami
ini cerdik." "Kita sebaiknya meninggalkan makanan sedikit untuk Tripalong, ya?" kata Dinah.
"Maksudku aku tahu, kawan-kawannya segerombolan dalam sehari dua ini pasti
"akan datang untuk memeriksa apa yang terjadi dengan dirinya tapi selama itu ia
"kan juga perlu makan."
"Ya kita tinggalkan makanan beberapa kaleng beserta alat pembuka kaleng
"untuknya," kata Jack. "O ya, Philip adakah selimut selimut di perahu tadi,
" "milik orang ini?"
"Ada," kata Philip. "Nantilah kubawa kemari sekembaliku dari mengangkut bekal ke
sana. Kita lemparkan saja selimut itu ke dalam lubang. Menurut pendapatku, kita
ini benar-benar baik hati terhadap musuh kita."
Tapi Horace ternyata tidak sependapat dengan Philip. Setelah beberapa waktu
kemarahannya timbul lagi. Ia berteriak-teriak dalam rongga bawah tanah,
"Sudah cukup lama aku bersabar. Keluarkan aku dari sini, bandit-bandit cilik!
Awas jika kalian sampai terpegang olehku! Aku ingin tahu, apa sebenarnya
"alasan perbuatan kalian ini?"
"Sudahlah, jangan berpura-pura terus, Pak Horace Tripalong," kata Jack dengan
sebal. "Kau sendiri tahu, kita ini musuh. Sekarang bicaralah sedikit katakan
"di mana kalian menyekap Bill, serta beberapa hal lagi. Siapa tahu, mungkin
hukumanmu nanti bisa diperingan karenanya."
"Siapa itu Bill yang selalu kalian sebut-sebut?" kata Horace dengan nada
jengkel. "He kalian ini main bajak laut, atau Indian-indianan, atau bagaimana"
"Belum pernah kudengar ada orang disekap dalam lubang oleh segerombolan anak-anak
nakal!" seperti aku sekarang ini.
"Tidak, kalau kupikir pikir, aku juga belum mendengar kejadian seperti ini,"
"kata Jack. "Nah, Horace, jika kau tidak mau mengakui apa yang sudah kami
ketahui, lebih baik kau tutup mulut."
"Bah!" tukas Horace yang sudah jengkel sekali.
"Bah!" oceh Kiki dengan segera, lalu terbang ke mulut rongga dan memandang ke
bawah. "Bah! Anak nakal! Cul si Kunyuk muncul! Sudah berapa kali kukatakan,
tutup pintu! Hidup Raja! Bah!"
Pak Tipperlong mendengarkan ocehannya dengan heran bercampur ngeri. Jangan-
jangan ia memang sudah edan sekarang! Betulkah kakaktua itu mengata-ngatainya
dengan begitu kasar"
"Kupatahkan lehernya," sergah Horace sambil bangkit.
"Bunyikan lonceng, ya!" kata Kiki, lalu tertawa terkekeh kekeh. Setelah itu "dimasukkannya kepalanya ke dalam lubang sambil menjerit menirukan bunyi peluit
lokomotif dalam terowongan. Bunyinya memekakkan telinga dalam rongga bawah tanah
itu. Horace terjerembab ke tanah, tidak mampu melawan lagi.
"Edan! Benar-benar edan! Semua edan!" gumamnya. Ia membenamkan kepala dalam
kedua tangannya tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Bab 22 MUSUH Dengan ditemani Enggas dan Enggos, anak-anak yang tiga lagi berulang kali
mondar-mandir dari Lembah Tidur ke perahu motor sambil mengangkut makanan,
selimut, dan pakaian mereka. Philip kembali dari perahu dengan membawa setumpuk
selimut, yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga di mana Horace masih disekap.
Selimut-selimut itu jatuh menyelubungi orang itu. Ia kaget sekali. Tapi kemudian
ia merasa senang ketika menyadari bahwa anak-anak yang menawan dirinya ternyata
memberi alas tidur yang hangat dan empuk.
Dihamparkannya selimut-selimut itu di bawah tubuhnya. Ah begini lebih nyaman,
"katanya dalam hati. Ia mulai membayangkan apa saja yang akan dilakukannya
terhadap anak-anak bengal itu apabila ia nanti sudah bebas lagi.
Akhirnya semua sudah diangkut ke perahu motor rampasan. Mereka tinggal berangkat
saja pagi-pagi. Saat itu senja sudah temaram. Philip, Lucy-Ann, dan Dinah
datang, lalu duduk di samping Jack.
"Kurasa tentunya kita harus silih berganti menjaga di sini semalaman agar jangan
sampai Horace bisa melarikan diri, ya?" bisik Philip. Jack mengangguk.
"Betul! Kita tidak bisa mengambil risiko dia melarikan diri, padahal kita sudah
menyiapkan segala-galanya. Kau yang menjaga paling dulu, Philip. Dinah dan Lucy-
Ann tidak usah, karena aku yakin mereka takkan mampu cukup keras memukul kepala
Horace jika ia berani muncul ke atas."
"Siapa bilang! , tukas Dinah yang langsung panas. "Lucy-Ann memang anak yang
"lembut hati tapi aku tidak!"
"Lucy-Ann diam saja. Ia tahu pasti, ia takkan tega memukul kepala Horace
keras keras. Lagi pula kan sudah diputuskan oleh Jack dan Philip bahwa hanya
"mereka berdua saja yang perlu bergantian menjaga. Jadi soal itu sudah beres!
Matahari terbenam ke balik laut. Di langit mulai bermunculan bintang-bintang.
Anak-anak berbaring dengan nyaman di atas rumput sambil mengobrol dengan suara
pelan. Dari lubang tidak terdengar suara Horace. Mungkin ia sudah tidur.
Ketiga ekor tikus putih piaraan Philip, yang secara tiba-tiba saja sudah nampak
dewasa muncul untuk mengendus hawa malam. Melihat mereka Dinah langsung
menyingkir. Enggas dan Enggos menatap tikus-tikus itu tanpa berkejap. Kiki
menguap, lalu bersin. Setelah itu ia terbatuk-batuk.
"Diam, Kiki!" kata Jack. "Jika kau hendak berlatih menirukan suara-suara anehmu,
sana pergilah ke tebing. Biar burung-burung camar saja menjadi pendengarmu.?""Rrrr!" kata Enggas dengan serius.
"Enggas setuju dengan usulku," kata Jack
"Bah!" kata Kiki.
"Kau sendiri yang bah," kata Jack. "Sekarang diam, Kiki. Malam ini begitu indah
- janganlah kau merusaknya dengan bah dan buhmu "
Jack baru saja selesai berbicara ketika dari arah laut terdengar bunyi yang jauh
sekali. Mulanya hanya samar-samar, nyaris tak kedengaran karena bunyi laut dan
angin tapi lama-kelamaan bertambah jelas.
?"Bunyi perahu motor!" kata Jack Duduknya menegak. "Apa apaan .... '
?"Mungkinkah mereka sudah datang untuk mencari Horace?" kata Philip dengan suara
pelan. "Sialan! Ini merusak segala rencana kita!"
Tak ada yang kelihatan di laut yang sementara itu sudah semakin gelap. Tapi
bunyi tadi kian mendekat. Jack berbisik di telinga Philip,
"Hanya satu yang bisa kita lakukan sekarang. Kita semua harus cepat-cepat lari
ke perahu lalu langsung berangkat. Jangan sampai musuh melihat perahu itu
"dalam celah, karena nanti akan mereka ambil, dan satu-satunya harapan kita untuk
lari dari sini lenyap dengannya. Ayo, cepat!"
Dengan diam-diam keempat anak itu bangkit Kiki terbang ke bahu Jack tanpa
mengoceh sama sekali. Enggas dan Enggos yang semula sudah masuk ke liang mereka
saat itu muncul lagi. Keduanya terbang menghampiri anak-anak yang sedang bergegas-gegas. Mereka pun
tidak memperdengarkan suara mereka yang khas.
Semua melintasi pemukiman burung-burung puffin, tersaruk-saruk di antara liang-
liang sarang yang ratusan jumlahnya di situ. Mereka mendaki lereng tebing, lalu
turun lewat celah bagian yang runtuh. Semua melangkah dengan sangat berhati-hati
di situ apalagi ketika menuruni bagian-bagian yang menonjol. Masuk ke perahu
"yang oleng dengan napas memburu serta jantung berdebar keras.
"Hidupkan mesin," kata Philip pada Jack, sementara ia sendiri melepaskan tali
yang tertambat lalu melemparkannya ke dalam perahu dekat kaki Dinah dan Lucy-
Ann. Sesaat kemudian perahu sudah diundurkan pelan-pelan, keluar dari celah
sempit. Dengan segera mereka sudah berada di lautan terbuka. Philip mengarahkan haluan
agak ke timur. Hari sudah hampir gelap saat itu.
"Kita matikan mesin," kata Philip. "Kita menunggu di sini sampai perahu motor
tadi sudah masuk ke celah. Kurasa memang ke situlah tujuannya. Aku tidak
kepingin bertubrukan dengannya. Lagi pula, orang-orang yang ada di situ mungkin
akan mendengar bunyi mesin kita jika terus dihidupkan."
Mesin perahu dimatikan. Perahu itu terayun-ayun dipermainkan ombak yang bergerak
ke arah tebing. Bunyi perahu yang satu lagi sementara itu sudah nyaring sekali terdengar. Philip
agak menyesal, kenapa tadi tidak bergerak sedikit lebih jauh lagi. Tapi perahu
yang datang itu lewat tanpa berhenti, lalu masuk ke dalam pelabuhan yang
tersembunyi itu. Anak-anak yang memperhatikan dengan mata terpicing sambil
merunduk dalam perahu hanya bisa mengenali bayangan gelap saja. Lain tidak.
Malam kembali sunyi, karena mesin perahu yang satu lagi dimatikan. Beberapa ekor
burung laut yang terganggu ketenangan mereka terbang sebentar sambil berteriak-
teriak, lalu kembali ke sarang masing-masing di dinding tebing.
"Horace pasti senang, karena ia diselamatkan," kata Dinah setelah beberapa saat.
"Ya, mungkin saat ini ia sudah keluar dari rongga bawah tanah," kata Jack.
"Dengan segera ia akan menyadari bahwa kita sudah tidak ada lagi. Caci maki
pasti akan berhamburan nanti jika para penjahat mendengar bahwa kita menawan
Horace dan apabila mereka tahu bahwa perahunya kita rampas ....?""Rrrrr!"
Dari arah sandaran tepi geladak terdengar suara yang berat dan parau. Anak-anak
kaget sekali mendengarnya. Tapi hanya sekejap saja.
"Ah itu pasti Enggas dan Enggos," kata Philip
"senang. "Bayangkan mereka ternyata ikut dengan kita tadi."
?"Mereka manis-manis," kata Lucy-Ann. Ia mengulurkan tangan, hendak meraba
Enggas. Kedua burung puffin itu ada di situ, duduk berdampingan dalam gelap.
Dengan segera Kiki terbang menggabungkan diri dengan mereka.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang" kata Dinah. "Beranikah kita berangkat
"dalam gelap begini" Jangan-jangan nanti menubruk karang sehingga perahu pecah."
"Kita terpaksa menunggu di sini sampai saat fajar," kata Philip. "Kalau fajar
sudah menyingsing kita akan berangkat. Mudah-mudahan saja orang-orang yang di
pulau tidak mendengar bunyi mesin perahu lalu datang mengejar."
"Tapi sementara itu kita akan sudah lebih dulu berangkat," kata Jack. "Nah
"kalau kita toh masih harus menunggu dulu di sini, bagaimana jika kita tidur saja
sebentar" Mana jangkarnya" Kita buang jangkar tidak" Aku tidak ingin semalaman
hanyut entah ke mana, dipermainkan ombak!
"Sementara Jack dan Philip sibuk dengan perahu, Dinah dan Lucy-Ann mempersiapkan
tempat berbaring. Mereka menghamparkan selimut, mantel, dan baju-baju hangat
sebagai alas. Malam itu tidak dingin, jadi tidak ada yang berkeberatan tidur
begitu "Enak rasanya berbaring dinaungi langit berbintang sebagai ganti langit-langit
atau atap tenda," kata Lucy-Ann sambil merebahkan diri. "Aneh aku sama sekali
"tidak merasa mengantuk. Mungkin disebabkan kesibukan. Sementara ini aku mulai
merasa biasa dengan petualangan kita yang sekarang. Huh lega hatiku karena
"tidak harus memukul kepala Horace tadi! Aku bisa dikejar-kejar mimpi terus jika
itu kulakukan." Selama beberapa waktu keempat anak itu mengobrol sambil berbaring-baring. Tidak
seorang pun merasa mengantuk. Enggas dan Enggos rupanya juga belum tidur, karena
sekali-sekali terdengar mereka saling ber "rrrrr"-"rrrrr" an.
" "Kiki yang bertengger di kaki Jack juga belum tidur. Burung iseng itu asyik
mengocehkan segala lagu anak anak yang dikenalnya, tapi secara campur aduk.
"'Tutup mulut!" tukas Jack "Kami mau tidur, Burung rewel!"
"Mudah-mudahan saja Enggas dan Enggos tetap ikut kita," kata Lucy-Ann. "Asyik
kan jika kita bisa membawa keduanya pulang sebagai piaraan?"
"Tutup mulut!" bentak Kiki, lalu tertawa terkekeh-kekeh.
"Kakaktua tidak boleh berbicara begitu," kata Jack dengan garang sambil bangkit
ke sikap duduk. Maksudnya hendak menampar paruh Kiki Tapi burung itu lebih
sigap. Cepat-cepat disusupkannya kepala ke bawah sayap sehingga Jack tidak bisa
memukul. "Binatang licik, kata Jack. Dari bawah sayap terdengar Kiki membalas secara "menggumam, "Bah!"
Lucy-Ann mulai terlelap. Tapi tiba-tiba ia terbangun, karena anak-anak yang lain
tahu-tahu duduk tegak. "Ada apa?" tanyanya bingung. Tapi saat itu juga ia tahu sendiri.
Bunyi mesin perahu motor yang tadi terdengar lagi. Lucy-Ann ikut duduk sambil
memicingkan mata, berusaha memandang dalam gelap.
"Rupanya mereka sudah menemukan Horace dan mendengar laporannya lalu bergegas-
"gegas kembali ke perahu," kata Jack. "Yuk, kita membuntuti mereka. Cepat, angkat
jangkar! Mereka takkan mendengar bunyi mesin kita, karena mesin perahu mereka
sendiri bising sekali. Ayo, kita susul mereka! Dengan begitu kita akan tiba ke
tempat Bill ditawan."
Perahu motor para penjahat membelok begitu sudah keluar dari celah sempit, dan
kini menuju ke tengah laut. Dengan segera perahu anak-anak sudah membuntuti dari
belakang. Mereka tidak bisa mendengar bunyi mesin perahu yang di depan karena
dikalahkan bunyi perahu mereka sendiri. Tapi mereka tahu, dengan alasan sama
bunyi mesin mereka pun takkan bisa terdengar oleh orang-orang yang ada di depan.
Enggas dan Enggos masih bertengger di sandaran tepi geladak. Rupanya mereka
hendak ikut ke mana saja anak-anak pergi. Lucy-Ann merasa senang karena ada
kawan-kawan yang begitu setia, walau mereka hanya burung puffin belaka. Kiki
sudah bertengger lagi di bahu Jack dengan paruh ke arah angin.
"Semua naik," katanya berulang-ulang. "Semua naik. Bah!"
Perahu yang di depan melesat dengan laju. Gampang sekali mengikutinya dengan
memakai lampu-lampu perahu itu sebagai penunjuk. Anak-anak tidak ada yang
berbicara. Semua berdiri diam dengan wajah menghadap ke depan. Kemudian Lucy-Ann
yang lebih dulu memecah kesunyian.
"Petualangan ini makin lama makin seru," katanya. "Ya sungguh!"
"Bab 23 LAGUNA RAHASIA Lama juga kedua perahu motor itu mengarungi laut dengan laju.
"Ini benar-benar Laut Petualangan namanya!"kata Lucy-Ann dalam hati. "Segala-
galanya bisa terjadi di sini. Aduh mudah-mudahan saja nanti kita bisa
"menemukan Bill. Kalau ia ada, segala-galanya beres rasanya."
"Sebaiknya kalian berdua tidur saja sebentar," kata Jack pada Dinah dan Lucy-
Ann. "Kalian pasti sudah sangat capek. Biar aku dan Philip yang bangun sambil
bergantian memegang kemudi. Kalian tidur saja."
Tidak lama kemudian Dinah dan Lucy-Ann sudah terlelap. Mereka bermimpi tentang
ayunan, karena gerak perahu motor yang berayun seperti membuaikan.
Setelah beberapa lama membisu, Jack menyapa Philip, "He, Jambul! Kaulihat sinar
terang berkelip-kelip di sana itu" Kurasa itu pasti semacam isyarat. Perahu di
depan berubah haluan, menuju ke cahaya itu. Mudah-mudahan pelayaran kita ini
sudah mendekati akhirnya karena sebentar lagi bulan akan terbit dan saat itu ada
kemungkinannya kita ketahuan oleh orang-orang yang di depan."
"Cahaya itu mestinya merupakan penunjuk jalan untuk perahu yang di depan atau "mungkin juga untuk pesawat terbang," kata Philip. "Aduh, sial! Bulan sudah
muncul! itu, keluar dari balik awan. Untung saja tidak begitu terang."
"Berkat sinar bulan anak-anak dapat melihat ada sebuah pulau di depan. Di sebelah
kiri ada pulau lagi, letaknya sekitar dua sampai tiga mil dari pulau yang
pertama. Setidak-tidaknya, begitulah jaraknya menurut taksiran Jack dan Philip.
"He, Jack! Kita kan tidak bermaksud masuk ke dalam perangkap musuh," kata
"Philip. "Itulah yang akan terjadi jika kita terus mengikuti perahu di depan
sampai ke pulau yang ditujunya. Kurasa lebih baik kita ke pulau yang satu lagi
"itu, yang di sana! Mungkin sinar bulan cukup terang untuk membantu kita
menemukan teluk kecil yang bisa dijadikan tempat berlabuh. Kita berdua pasti
mampu mengemudikan perahu ini ke tempat aman."
"Setuju," kata Jack sambil memutar roda kemudi. Kini mereka tidak lagi mengikuti
arah perahu motor yang di depan, yang dengan segera sudah tidak kelihatan lagi.
Mungkin sudah masuk ke dalam suatu pelabuhan kecil. Sedang perahu anak-anak
"menuju ke pulau yang satu lagi. Mereka bisa melihat segala-galanya dengan cukup
jelas sekarang, karena mata mereka sudah terbiasa melihat dengan bantuan sinar
bulan yang temaram saat itu.
"Kelihatannya tidak begitu berbatu-batu," kata Jack sambil mengarahkan haluan
perahu dengan tenang menghampiri pulau. "Tidak di mana-mana pantainya terdiri
"dari pasir dan kerikil halus. Kuarahkan perahu kita lurus ke pantai, Philip.
Bersiaplah untuk melompat ke luar begitu kita terhenti."
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara itu Dinah dan Lucy-Ann terbangun, lalu cepat-cepat melepaskan selimut
yang menyelubungi tubuh. Jack mengarahkan haluan lurus ke pantai berkerikil.
Begitu perahu terhenti, dengan sigap Philip meloncat turun.
"Sedikit pun tidak bisa digerakkan lagi," katanya terengah-engah setelah
beberapa saat berusaha menarik perahu lebih ke atas lagi bersama Dinah dan Lucy-
Ann. "Sudahlah, kita benamkan saja jangkar. Saat ini pasang surut hampir
mencapai kedudukan terendah. Jadi sebaiknya kita masuk saja sebentar ke air lalu
membuang jangkar dan kemudian mendorong perahu sedikit-sedikit pasti akan aman,
jika laut tetap tenang seperti sekarang."
Setelah melakukan pekerjaan itu Jack dan Philip merebahkan diri ke pantai karena
kehabisan napas. Keduanya sudah capek sekali. Hampir saja mereka tertidur dalam
keadaan begitu. Tapi Dinah tidak membiarkan saja.
"Ayo, Jack dan Philip," katanya, "kita ambil selimut, lalu kita mencari tempat
yang terlindung. Kalian sudah hampir tertidur."
Ah, kita kan aman di sini setidak-tidaknya sampai pagi," gumam Jack
" "sementara ia berjalan tersaruk-saruk menyusur pantai ke atas bersama anak-anak
yang lain. Ia melangkah dalam keadaan setengah tidur. "'Tidak ada yang tahu kita
di sini. Kurasa pulau ini penghuninya juga hanya burung-burung saja."
Mereka tiba di kaki sebuah tebing yang rendah. Lucy-Ann melihat sebuah gua di
situ. "Coba nyalakan senter," katanya pada Philip. "Mungkin kita bisa tidur di
dalamnya." Gua itu ternyata berukuran kecil dengan dasar berpasir kering dan empuk. Tercium
bau rumput laut di situ, tapi bagi anak-anak itu tidak apa-apa karena tidak
terlalu mengganggu. Mereka menghamparkan selimut ke dasar gua, lalu merebahkan
tubuh di atasnya. Enggas dan Enggos mengambil tempat duduk di mulut gua, seolah-
olah menjadi penjaga di situ.
Jack dan Philip langsung tidur begitu kepala mereka menyentuh selimut Dinah dan
Lucy-Ann menyusul. Tidak lama kemudian hanya bunyi dengkur pelan saja yang
terdengar di situ. Jack yang mendengkur, karena ia berbaring menelentang. Kiki
mengamat-amati muka anak itu dalam gelap. Ia ingin tahu, kenapa anak yang
disayanginya itu mengeluarkan suara yang begitu aneh Tapi kemudian Kiki
berpendapat bahwa itu soal sepele tidak perlu diributkan. Ia pindah ke atas "perut Jack, lalu tidur mendekam di situ.
Keesokan paginya Enggas dan Enggos mendatangi Philip, lalu duduk di atas
perutnya sambil mengeluarkan bunyi mereka yang biasa.
"Rrrrrr!" Maksud mereka hendak mengatakan, "Ayo, bangun!"
Dan Philip terbangun. "Turun!" tukasnya. "Kalian jangan meniru kebiasaan Kiki yang jelek, Enggas dan
Enggos. Wah kalian membawakan ikan untukku! Terima kasih tapi jangan
" "digeletakkan di dadaku, Enggas!"
Tadi Enggas sudah sempat menyelam di laut, menangkap ikan. Hasilnya diletakkan
dengan cermat di atas tubuh Philip. Puffin itu membuka dan menutup paruhnya
beberapa kali sambil mengeluarkan satu-satunya bunyi yang dapat diperdengarkan,
tapi dengan nada puas. "Rrrrrr!" Anak-anak yang lain tertawa geli ketika Philip menceritakan pengalamannya dengan
pemberian Enggas pagi itu. Sambil mengusap-usap mata mereka memutuskan akan
pergi mandi sebentar di laut, karena semua merasa perlu membersihkan badan.
"Setelah itu kita sarapan," kata Jack. "Aduh, kenapa sih aku ini selalu saja
merasa lapar! Wah pulau ini bagus juga kelihatannya! Lihat yang di sana itu
" "pulau tempat musuh kita. Aku ingin tahu, benarkah Bill ada di sana."
"Sesudah sarapan kita naik ke puncak tertinggi yang ada di pulau ini," kata
Philip mengusulkan. "Dari situ kita bisa memandang berkeliling, memperhatikan
pulau-pulau yang di sekitar sini. Yuk kita ambil dulu makanan dari perahu."
"Saat itu air laut sedang pasang tinggi. Anak-anak terpaksa berenang menuju
perahu mereka yang terapung-apung agak ke tengah. Mereka langsung mencari
makanan untuk sarapan. Ketika sedang mencari-cari kaleng yang berisi ikan salm,
tiba-tiba Lucy-Ann berteriak. Ia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Lihat! di sini ada radio! Mungkinkah di samping menerima, pesawat ini juga
"merupakan pemancar" Mungkinkah kita bisa mengirim berita dengannya?"
"Entah," kata Jack sambil memeriksa. "Bentuknya lain sekali dari kepunyaan Bill.
Lagi pula, katakanlah ini pesawat pemancar tapi aku tidak tahu cara
"memakainya. Kurasa ini cuma pesawat penerima saja. Yuk kita sarapan saja dulu.
"Huhh panasnya sinar matahari!"
"Keempat anak itu sarapan dengan nikmat di perahu, ditemani Kiki, ketiga tikus
putih, serta Enggas dan Enggos yang ikut mendapat bagian.
"Nah sekarang bagaimana selanjutnya" Kata Jack setelah kenyang. "Bagaimana
"jika kita naik ke atas tempat yang paling tinggi di pulau ini, lalu dari situ
melihat apa saja yang nampak di sekitar sini?"
"Setuju!" kata anak-anak yang lain. Mereka lantas meninggalkan perahu terapung-
apung dekat pantai, mendaki tebing yang tidak begitu tinggi lalu melintasi
padang berumput yang terdapat di belakangnya. Tempat itu tidak begitu bersemak
belukar seperti Pulau Puffin. Burung-burung pun tidak begitu banyak di situ.
"Aneh! Mestinya kan banyak di pulau sebagus ini." kata Jack. "Lihatlah di
" ujung sebelah sana ada bukit! Yuk, kita mendaki ke atasnya."
Anak-anak mendaki bukit itu sampai ke puncaknya. Setiba di sana mereka langsung
tertegun karena kagum. Di hadapan mereka terbentang sebuah laguna. Sebuah danau
berair asin. Sebetulnya danau juga bukan, karena perairan itu letaknya di antara
dua pulau. Tapi kedua pulau itu saling dihubungkan oleh beting karang yang cukup
lebar, mengungkung perairan di tengahnya, sehingga sulit sekali menentukan
laguna itu sebetulnya merupakan bagian dari pulau yang mana. Di beberapa bagian
karang bahkan menjulang setinggi bukit dan di antara batu-batu pembatas itu "terhampar perairan yang kelihatan begitu indah biru kemilau dan selicin kaca
"permukaannya. Astaga!" kata Jack terkagum-kagum. "Sudah banyak pemandangan menakjubkan yang
"kita lihat tapi tidak ada yang bisa menandingi keindahan laguna biru yang
"nampak membentang di depan mata. Tidak mungkin itu benar-benar ada! Mungkin
hanya fatamorgana belaka!"
Fatamorgana adalah tipuan penglihatan yang terjadi apabila lapisan-lapisan udara
di suatu tempat sangat berlainan suhu, sehingga kepadatannya berbeda-beda.
Lapisan-lapisan itu menjadi seperti cermin, memantulkan bayangan benda-benda
yang jauh sehingga kelihatan dekat. Ini dapat terjadi di laut, atau di gurun
pasir misalnya. Tapi yang dilihat anak-anak itu sama sekali bukan fatamorgana. Laguna itu benar-
benar ada terbentang seluas satu setengah mil di bawah mereka. Letaknya begitu
"terlindung oleh pulau dan beting karang yang mengelilingi, sehingga permukaannya
yang biru sedikit pun tak nampak bergerak-gerak.
Saat itu terjadi sesuatu yang menyebabkan anak-anak terkejut setengah mati.
Mereka mendengar bunyi dengung pesawat terbang! Mereka juga melihatnya datang
menuju arah mereka. Jack cepat-cepat menyuruh semua bertiarap, karena takut
kalau-kalau kelihatan dari atas. Pesawat itu terbang melintasi laguna. Ketika
melintas nampak sesuatu dijatuhkan sesuatu yang mengembang berwarna putih. Di
"bawahnya ada sesuatu yang tergantung-gantung.
Anak-anak menatap dengan takjub. Berbagai pikiran aneh melintas dalam benak
mereka. Apakah itu suatu percobaan ilmiah" Atau bom bom atom apakah itu"
" "Barang yang kemudian mengembang itu payung terjun. Geraknya menurun dengan
lambat ke arah laguna. Benda yang tergantung di bawahnya dibungkus dengan bahan
pembungkus yang berkilat. Pasti bahan kedap air, kata Jack - dalam hati.
Sesampai di laguna, payung mengembang di permukaan air dan tidak bergerak lagi.
Tapi sementara anak-anak masih memandang, payung itu seolah-olah menghilang ke
dalam air, ikut tenggelam bersama benda di bawahnya.
"Lihatlah pesawat mengitari laguna lagi.
"Rupanya hendak melemparkan payung terjun lagi," kata Philip. Semua memperhatikan
betapa pesawat itu sekali lagi meluncurkan sebuah payung yang dibebani sesuatu.
Dan kejadian sama berulang lagi. Payung berayun turun ke air dengan benda yang
tergantung di bawahnya, dan beberapa menit kemudian lenyap ke dalam laguna.
Kemudian masih satu lagi payung diluncurkan ke bawah. Pesawat terbang berputar
mengelilingi perairan itu sekali, lalu terbang menjauh. Tidak lama kemudian
sudah menghilang di kejauhan.
"Kenapa pesawat itu menjatuhkan barang-barang ke laguna ini?" kata Jack heran.
"Aneh! Dan apa isi bungkusan-bungkusan besar yang tergantung di bawah ketiga
payung terjun tadi?"
"Dan kenapa dijatuhkan ke dalam laguna?"tanya Dinah yang tidak kalah bingung.
"Apakah mereka memang hendak membuangnya" Tapi kenapa begitu aneh caranya!"
"Yuk kita masuk ke laguna dengan perahu kita," ajak Lucy-Ann. "Di situ kita
"coba, apakah bisa memandang sampai ke dasarnya."
"Lalu bagaimana menurutmu, cara kita masuk, Tolol?" tukas Jack. "Perahu tidak
mungkin bisa masuk ke situ kecuali apabila digotong melewati beting karang "yang membatasinya."
"Aduh benar juga! - dasar aku ini memang tolol!" kata Lucy-Ann. "Tapi walau
"begitu aku tetap ingin kita bisa memandang ke dasarnya untuk melihat rahasia
"apa yang sebenarnya tersembunyi di situ."
"Rrrrr!" kata Enggas dan Enggos. Keduanya mengepakkan sayap, lalu meluncur
mengarungi udara menuju ke laguna. Suara mereka seolah-olah hendak mengatakan,
"Kalian ingin ke sana" Itu kan gampang! Begini caranya!"
Sesaat kemudian kedua puffin itu sudah terapung-apung di air. Kelihatannya kecil
sekali di kejauhan. Anak-anak memperhatikan mereka, sementara keduanya menyelam-
nyelam ke dalam air untuk mencari ikan.
Kenapa kita tidak ikut saja turun ke sana lalu berenang-renang," kata Jack
"kemudian. "Kita nanti berenang agak ke tengah lalu menyelam untuk melihat apakah
ada sesuatu yang bisa kita lihat di situ. Siapa tahu, kan?"
"Kalau begitu sekarang saja kita berangkat," kata Dinah bersemangat. "Aku
kepingin sekali mengetahui apa sebenarnya yang tersembunyi di balik segala
kejadian ini. Bagiku segala-galanya terasa sangat misterius!"
Anak-anak bergerak menuruni bukit yang makin ke: bawah semakin berbatu-batu.
Untung banyak rumput yang tumbuh di sela-selanya sehingga kaki tidak terasa
sakit berjalan di situ. Akhirnya mereka sampai di tepi laguna yang biru tenang
airnya. Keempat anak itu membuka pakaian lalu terjun ke air. Air di situ ternyata
hangat. Rasanya seperti sutra, membelai lengan dan tubuh. Anak-anak berenang
dengan santai, menikmati kehangatan air dan sinar matahari yang menyinari tubuh
sebelah atas. "Sekarang aku akan menyelam," kata Jack. "Aku ingin tahu, barangkali ada yang
bisa kulihat di bawah."
Ia menungging seperti bebek, lalu menyelam makin lama makin jauh ke dalam air.
"Bab 24 PENEMUAN YANG TAK DISANGKA
Laguna itu lumayan juga dalamnya. Jack tidak berhasil menyelam sampai ke dasar,
karena tidak mampu menahan napas cukup lama untuk itu. Ia muncul lagi ke
permukaan sambil mengap-mengap.
"Aku hanya bisa melihat setumpukan benda keputih-putihan terletak di dasar,"
katanya tersengal-sengal. "Hanya itu saja! Aku tadi tidak berhasil menyelam
sampai ke situ, karena napasku habis."
"Yah itu tidak banyak gunanya," kata Dinah. "Kita kan ingin tahu, apa yang
"terdapat di dalam bungkus kedap air itu. Kita harus merobeknya supaya nampak apa
isinya." "Itu tidak bisa kita lakukan dengan gampang," kata Philip. "Pasti bungkus itu
terikat erat, atau dikencangkan dengan salah satu cara yang hebat. Biar aku saja
yang mencoba sekarang, Jack mungkin nanti aku bisa menyelam sampai cukup dekat
"sehingga bisa meraba apa isinya."
"Aduh tapi hati-hati, ya," kata Lucy-Ann. "Jangan-jangan isinya barang
" berbahaya." "Tapi kurasa bukan sesuatu yang bisa memakan kita," kata Jack sambil nyengir.
"He, Kiki kenapa kau tidak ikut menyelam seperti Enggas dan Enggos supaya " "kau ada gunanya sedikit!"
Tapi Kiki sama sekali tidak senang melihat anak-anak begitu gemar mandi-mandi.
Ia terbang mengitar di atas kepala anak-anak yang sedang berenang. Sekali-sekali
ia mencoba hinggap ke bahu salah satu dari mereka. Tapi Enggas dan Enggos senang
ditemani anak-anak. Keduanya berenang dan menyelam-nyelam di samping mereka
sambil memperdengarkan bunyi, "rrrr" bernada puas.
Philip menukik, lalu menyelam. Dengan laju ia berenang menurun. Matanya terbuka
lebar, memandang dalam air yang asin. Jauh di bawah dilihatnya ada onggokan
putih yang nampak kemilau samar-samar di dasar laguna. Ia berenang lurus ke arah
situ, lalu mengulurkan tangan untuk menyentuh. Di bawah bahan pembungkus
dirasakannya ada sesuatu yang keras.
Saat itu napasnya habis. Dengan dada serasa akan meledak, ia naik lagi ke
permukaan. Sesampai di atas ia menghirup udara sambil tersengal-sengal.
"Aku merasakan suatu benda keras tadi," katanya ketika napasnya sudah teratur
kembali. "Tapi tidak mungkin bagiku mengetahui benda apa itu. Sial! Benar-benar
menyebalkan kita kini tepat berada di atas suatu misteri, tapi tidak mampu
"mengetahuinya!"
"Yah kurasa kita terpaksa menyerah," kata Jack. "Aku tahu pasti, napasku tidak
"mungkin mencukupi untuk menyelam sampai ke dasar, lalu di situ meraba-raba
pembungkus untuk mengetahui isinya. Bisa pecah paru-paruku nanti."
"Aku tidak suka jika kita cepat-cepat menyerah," kata Dinah
"Kalau begitu kenapa tidak kau saja yang menyelam ke bawah, untuk melihat apakah
kau bisa mengetahui sesuatu," kata Philip.
"Kau kan tahu, napasku malah lebih pendek lagi," kata Dinah. "Jadi apa gunanya?"
"Aku ingin ke tepi," kata Lucy-Ann. "Di sebelah sana ada batu yang terselubung
rumput laut Letaknya enak, kena sinar matahari. Aku ingin berjemur sebentar di
situ." Dengan gerakan lamban ia berenang ke tempat itu. Enggas dan Enggos mengiringinya
sambil menyelam. "Bagaimana rupa mereka kalau menyelam dalam air?" tanya Lucy-Ann dalam hati.
"Aku ingin melihat mereka mengejar ikan."
Ia menukik, lalu menyelam. Ah itu Enggas, sedang mengepakkan sayap dalam air.
"Begitu rupanya cara burung puffin berenang! Ia sedang mengejar seekor ikan yang
besar. Ketika hendak menuju ke permukaan kembali, tiba-tiba ia melihat sesuatu
di bawahnya. Di tempat itu laguna tidak begitu dalam, karena di situ terdapat
batu-batu yang merupakan bagian dari kaki tebing. Batu-batu itu menjorok agak ke
tengah sehingga air di situ agak dangkal. Tapi masih cukup dalam juga, karena
kaki Lucy-Ann tidak dapat disentuhkan ke dasar.
Lucy-Ann memandang sebentar ke bawah, untuk melihat apa yang terletak di atas
batu dalam air itu. Tapi sayang, napasnya habis. Sambil terbatuk-batuk ia muncul
ke permukaan. Setelah napasnya biasa lagi, anak itu menyelam sekali lagi dan saat itu
"barulah ia tahu apa yang dilihatnya sekilas tadi. Ternyata salah satu bungkusan
yang dijatuhkan dengan payung terjun tidak terjatuh di perairan yang dalam,
melainkan tenggelam ke dasar berbatu di tempat yang agak dangkal. Bungkusan itu
pecah dan isinya berserakan di atas batu.
" Tapi benda-benda apakah itu" Lucy-Ann tidak berhasil mengenali. Bentuknya begitu
aneh. Ia muncul lagi ke permukaan, lalu berseru-seru memanggil Jack
"He, Jack! Salah satu bungkusan misterius itu jatuh di sini lalu pecah ketika
terbentur ke batu-batu yang merupakan dasar di tempat ini! Tapi aku tidak bisa
mengenali benda-benda itu!"
Jack berenang menghampiri dengan gembira, diikuti oleh Philip dan Dinah.
Semuanya ikut menyelam ke bawah, makin lama makin dalam. Mereka sampai di tempat
bungkusan yang pecah pembungkusnya. Bahan keputih-putihan yang kedap air itu
bergerak-gerak turun naik dengan lambat, mengikuti gerak air di situ. Sedang di
sekitarnya berserakan isi bungkusan itu.
Jack dan Philip bergegas-gegas memeriksa benda-benda itu karena mereka sudah
hampir kehabisan napas. Setelah itu keduanya melesat kembali ke permukaan.
Mereka berpandang-pandangan dengan napas - tersengal-sengal. Sejenak kemudian
kedua menyerukan kata-kata yang sama,
"Senapan! Senapan! Berlusin-lusin!"
Anak-anak itu berenang menuju ke batu besar di mana Lucy-Ann sementara itu sudah
duduk bermandikan sinar matahari. Mereka ikut naik ke atasnya.
"Bayangkan senapan! Untuk apa senapan-senapan dijatuhkan ke laguna ini" "Mungkin dibuang" Tapi kenapa?"
"Bukan, bukan dibuang karena kalau begitu untuk apa repot-repot membungkusnya
"dengan bahan kedap air?" kata Philip. "Senapan-senapan itu disembunyikan di
sini." "Disembunyikan!" Aneh benar menyembunyikan senjata api di sini!" kata Dinah.
?"Lalu kemudian hendak diapakan senjata-senjata sebanyak itu?"
"Mungkin orang-orang itu gerombolan penyelundup senjata," kata Jack. "Mereka
mengangkut beratus-ratus pucuk senjata api dari salah satu tempat kemari untuk
disembunyikan di sini, siap untuk diambil lagi jika diperlukan untuk aksi
revolusi di salah satu tempat mungkin di Amerika Selatan."
?"Ya, kurasa begitulah," kata Philip. "Selalu ada saja orang yang menimbulkan
kerusuhan di mana saja, dan mereka memerlukan senjata untuk bertempur. Orang
yang bisa menyelenggarakan senjata untuk mereka, bisa menjadi kaya raya. Ya,
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
benar itulah yang sedang terjadi di sini penyelundupan senjata!"
" ?"Wah!" kata Lucy-Ann. "Dan kita secara tak sengaja terlibat dalam urusan yang
begitu! Kurasa Bill sudah menduga kemungkinan ini tapi orang-orang itu
Arca Dewi Bumi 2 Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Jaringan Hitam 1
dibandingkan dengan keadaannya yang bergelora pada hari sebelumnya.
Kini nampak begitu tenang dan biru. Ombak kecil-kecil berkejar-kejaran ke arah
pantai, berhiaskan mahkota buih memutih. Sehabis mandi anak-anak sarapan di
tempat mereka berkemah sebelum tenda-tenda diterbangkan angin.
Enggas dan Enggos muncul begitu anak-anak tiba. Keduanya menyambut dengan
gembira. "Rrrrr! Rrrrr!"
"Mereka mengatakan, mudah-mudahan ada sarapan yang enak untuk mereka," kata
Dinah. "Kenapa kalian tidak makan tikus saja, Enggas dan Enggos! Kalau mau, maka
kalian ada gunanya."
Dinah jengkel karena tikus-tikus putih piaraan Philip muncul kembali setelah
badai berlalu. Lincah sekali mereka pagi itu. Seekor di antaranya masuk ke dalam
kantong Jack untuk mencari biji bunga matahari di situ. Tikus itu menamukan
sebuah lalu dibawanya ke luar. Ia duduk memakannya di atas lutut Jack. Tapi Kiki
langsung menyambar biji bunga matahari, sementara Pencicit lari terbirit-birit
kembali ke tempat Philip.
"Kau ini pendengki, Kiki," tukas Jack. "Kau sendiri tidak mau makan biji bunga
matahari tapi jika Pencicit hendak memakannya, kau tidak rela. Huh, apa itu"!?""Huh-hih-hah," kata Kiki dengan segera, lalu tertawa tercekakak dekat telinga
Jack. Anak itu mendorong Kiki pergi.
"Sekarang aku pasti tuli sepanjang hari!" kata Jack. "Awas, Lucy-Ann jaga
"daging asin itu. Enggas kelihatannya Sangat tertarik melihatnya."
"Masih untung ada yang tersisa bagi kita sendiri melihat Kiki saban kali
"mencopet buah dari dalam kaleng, Enggas dan Enggos mengemis-ngemis minta daging
asin, dan tikus-tikus putih piaraan Philip berkeliaran mencari makan!" kata
Lucy-Ann. Tapi walau begitu menyenangkan juga bahwa binatang-binatang itu ikut
makan bersama mereka. Rupanya sudah merasa seperti keluarga sendiri. Enggas dan
Enggos kocak sekali pagi itu, karena kini mereka sudah benar-benar jinak.
Segala-galanya ingin mereka periksa. Tahu-tahu Enggas tertarik melihat garpu
yang dipakai oleh Dinah. Alat makan itu dipatuknya.
"Aduh, jangan kautelan, Goblok!" seru Dinah sambil berusaha mengambil garpunya
kembali. Tapi paruh Enggas kuat sekali. Ia memenangkan pertandingan adu tarik
garpu itu. Ia agak menjauh agar dapat memeriksa garpu itu dengan tenang.
"Jangan khawatir, ia takkan menelannya," kata Philip. Dilemparkannya garpunya
sendiri pada Dinah. "Biarkan ia bermain-main sebentar dengan garpumu itu supaya
ia agak tenang." Api unggun yang dinyalakan anak-anak sehari sebelumnya tentu saja sudah padam.
Mereka terpaksa menguraikan unggun kayu dan rumput yang basah lalu menyalakannya
sekali. Pekerjaan itu sama sekali tidak mudah. Untung saja sinar matahari panas
sekali, sehingga beberapa saat kemudian kayu dan rumput timbunan itu sudah
kembali kering kerontang.
Hari itu anak-anak sama sekali tidak makan siang. Soalnya, ketika mereka
akhirnya selesai sarapan pagi hari sudah pukul dua belas.
"Nanti saja kita makan saat minum teh pukul lima petang," kata Jack. "Sekarang
banyak sekali yang harus kita lakukan! Mencari tenda-tenda yang diterbangkan
angin, menyalakan api unggun, mencari tambahan kayu bakar lalu memeriksa
"keadaan perahu motor."
Tenda-tenda yang dicari tidak berhasil mereka temukan. Yang tersisa hanya satu
atau dua pasaknya saja. "Tenda-tenda itu mungkin kini berada di salah satu pulau lain, bermil-mil dari
sini," kata Jack. "Biar burung-burung laut yang tinggal di sana ketakutan
karenanya. Yah - bagaimana jika malam ini kita tidur lagi dalam rongga tadi?"
"Aduh, jangan di situ bau," kata Lucy-Ann. "Hawa sekarang kan sudah tidak "dingin lagi. Pasti kita bisa tidur di luar, beralaskan selimut yang dihamparkan
di atas rumput. itu kan enak!"
Philip mendongak, memperhatikan langit yang biru cerah. Tidak ada awan nampak
saat itu. "Yah kalau cuaca nanti malam masih begini, enak juga tidur di luar," katanya.
?"Begitu sajalah rencana kita asal cuaca nanti tidak berubah lagi. Sekarang
"kita cari tempat yang empuk. Kalau sudah dapat, kita taruh selimut-selimut di
sana bersama pakaian kita, lalu kita tutupi dengan alas tenda. Untung alas itu
hanya diterbangkan angin sampai pohon-pohon kerdil itu dan menyangkut di sana!"
Mereka menemukan tempat empuk berumput tebal tidak jauh dari tempat Lucy-Ann
menyimpan perbekalan di bawah batu besar. Semua baju hangat tambahan, begitu
pula mantel-mantel hujan, selimut-selimut dan alas tenda mereka letakkan di
situ. Lucy-Ann mulanya menyimpan semua baju tambahan mereka di bawah batu tempat
perbekalan. Tapi air hujan malam sebelumnya masuk ke tempat itu sehingga segala
baju di situ menjadi lembab. Akhirnya diputuskan untuk memanfaatkannya sebagai
baju tidur tambahan pada malam hari. Sedang siang hari baju-baju itu ditaruh di
bawah alas tenda. Setelah semuanya selesai dilakukan, anak-anak pergi melihat api unggun mereka
yang sementara itu sudah berkobar kembali. Mereka duduk-duduk di puncak tebing,
menghadap laut tenang berwarna biru cerah, sementara burung-burung laut terbang
mengitari sambil berteriak-teriak.
"Apa itu?" tanya Lucy-Ann tiba-tiba. Ia menuding ke arah sesuatu yang mengapung
di air, tidak jauh dari garis pantai. "
"Kelihatannya seperti onggokan kayu," kata Philip. "Barangkali berasal dari
kapal karam. Mudah-mudahan saja nanti hanyut ke pantai. Kita bisa
memanfaatkannya untuk api unggun kita."
Banda hanyut itu pelan-pelan menepi dibawa arus air pasang. Philip
memperhatikannya dengan teropong. Tapi kemudian teropong itu dilepaskannya dari
matanya dengan gerakan lambat.
Anak-anak yang lain merasa takut melihat sikapnya yang jelas kaget sekali.
"Ongg0kan kayu itu kelihatannya seperti puing-puing Lucky Star," kata Philip.
"Dan lihatlah, di sebelah sana masih ada lagi onggokan lain. Kurasa kita bisa
menemukan sisanya di batu-batu karang di bawah tebing ini."
Sesaat semuanya membisu karena kaget. Selama itu tidak seorang pun memikirkan
kemungkinan perahu motor mereka hancur dilanda badai. Jack meneguk ludah. Kalau
itu sampai terjadi wah, gawat!
?"Yuk lebih baik kita periksa saja sekarang," katanya sambil bangkit "Kurasa
"memang besar kemungkinannya pecah dihantam ombak tapi di pihak lain, bagaimana
"pun kita tidak berkemungkinan memindahkannya. Wah sial sekali apabila perahu
"kita hancur! Karena walau mesinnya berantakan, sebenarnya kan masih bisa
dipakai. Kita bisa memasang layar atau kemungkinan lainnya .... "
"Tanpa berbicara anak-anak meninggalkan api unggun, berjalan menuruni bagian
tebing yang runtuh, lalu menyusur tonjolan-tonjolan pada permukaan tebing sampai
ke pelabuhan sempit. Tidak ada perahu lagi di situ. Yang tersisa daripadanya hanya sepotong tali
tambatannya saja, yang masih terikat ke batu di dekat situ. Bagian tali yang
terputus melambai-lambai dipermainkan angin semilir.
"Lihatlah!" kata Jack sambil menuding. "Rupanya perahu kita terbanting-banting
dihantam ombak yang datang ke dalam lewat celah sempit itu! Lihatlah di batu "ini nampak bekas-bekas cat, di mana lambungnya menghantam! Dan lihat saja
serpihan kayu yang berserakan di mana-mana. Rupanya begitu tali penambat itu
putus, perahu kita diseret arus ke luar dari celah, lalu hancur berantakan
terhantam ke dasar tebing. Aduh, sayang!"
Air mata Dinah dan Lucy-Ann berlinang-linang di pelupuk. Bahkan Philip pun
terpaksa memalingkan muka, karena tidak mau ketahuan bahwa ia ikut merasa sedih.
Sayang sekali, perahu motor sebagus itu! Sekarang yang tersisa hanya onggokan
puing puing belaka, yang gunanya hanya sebagai bahan bakar api unggun mereka.
"Lucky Star yang malang lebih cocok jika namanya Bintang Malang dan bukan
"Bintang Mujur! "Apa boleh buat, kita memang tidak bisa mencegah kejadian ini," kata Jack
setelah beberapa saat. "Bagaimanapun juga, badai pasti akan menghancurkannya A
walau jika Bill ada di sini dan mesin perahu tidak apa-apa, ia pasti bisa
memindahkannya ke Teluk Cebur lalu kita beramai-ramai menyeretnya naik ke atas
pasir sehingga gelombang tidak bisa menghantamnya. Ini bukan kesalahan kita."
Dengan perasaan lesu dan sedih mereka naik lagi ke atas tebing, meninggalkan
pelabuhan kecil celaka itu. Matahari sudah menurun di barat Petang itu sangat
tenang dan indah. Angin hampir-hampir tak terasa bertiup.
"Ada pesawat terbang lagi!" kata Lucy-Ann. Pendengarannya yang tajam telah
menangkap bunyi mendengung di kejauhan, mendului anak-anak yang lain. "Dengar!"
Di kejauhan nampak sebuah bintik hitam, rendah di langit biru. Jack dan Philip
cepat-cepat memperhatikan bintik itu dengan teropong mereka. Jack berseru kaget.
"Ada sesuatu yang dijatuhkan lihatlah!"katanya. "Apa itu, Philip" Payung
"terjun?" "Kelihatannya memang seperti payung terjun berukuran kecil sedang di bawahnya
"ada sesuatu terayun-ayun," kata Philip yang masih terus menatap dengan
teropongnya. "Orangkah itu" Tidak, bukan 0rang! Kalau begitu, apa" Dan apa
sebabnya pesawat itu menjatuhkan segala macam benda di sini" Aduh coba Bill
"ada di sini sekarang sehingga bisa ikut melihatnya. Memang di sini memang
"sedang berlangsung hal-hal yang aneh. Pasti itu perbuatan musuh. Aku takkan
heran jika mereka cemas apabila melihat asap api unggun kita, lalu datang untuk
memeriksa pulau ini. Besok seorang dari kita harus selalu ada di atas tebing
untuk mengamat-amati."
Anak-anak kembali ke Lembah Tidur dengan perasaan haru biru. Saat itu sudah
waktunya makan sore. Dinah dan Lucy-Ann bekerja menyiapkan makanan tanpa
berkata-kata. Ternyata mereka sudah terjerumus ke dalam petualangan lagi
"petualangan yang kelihatannya tanpa jalan ke luar!
Bab 17 ADA PERAHU DATANG "Jika pesawat-pesawat itu ternyata memang musuh kita, menurut kalian adakah
gunanya api unggun kita nyalakan terus?" tanya Lucy-Ann kemudian.
"Yah jika kita ingin ada yang datang menyelamatkan, kita perlu membuat salah
"satu isyarat sebagai tanda bahwa kita ada di sini," kata Jack. "Kita harus
menanggung risiko isyarat itu kelihatan dari pesawat terbang. Siapa tahu,
mungkin akan ada orang datang dengan perahu motor mencari kita apabila berita
dari Bill tidak masuk lagi. Nah kalau ada orang datang mencari, mereka pasti
"akan melihat isyarat kita, lalu menuju kemari."
"Mudah-mudahan saja," kata Dinah. "Aku tidak ingin berbulan-bulan terdampar di
sini. Bayangkan bagaimana gawatnya musim dingin nanti di pulau ini!"
"Aduh, jangan bicarakan mengenai terdampar di sini di musim dingin!" seru Lucy-
Ann ketakutan. "Sekarang kan baru bulan Mei!"
"Biasa Dinah kan selalu melihat segala hal dari segi yang paling suram," kata "Philip. Dinah langsung marah.
"Sama sekali tidak begitu!" tukasnya. "Aku hanya memakai akal sehatku. Kau
selalu mengatakan itu 'sikap memandang suram , 'bersikap pesimis', dan
"sebagainya!" "Aduh janganlah bertengkar," pinta Lucy-Ann. "Saat ini kita harus bersatu
"padu. Dan jangan jail, Philip! Jangan kaubiarkan tikus-tikus itu mendekati
Dinah!" Philip menjentikkan jarinya. Dengan segera tikus-tikus putihnya lari masuk ke
dalam kantongnya. Kiki mendengus, seperti mencemoohkan.
"Tiga tikus buta, lihat mereka lari, tus Kiki meletus!"
"Rrrr," kata Enggas. Kocak sekali rasanya melihatnya bersama Enggos seolah-olah
berbicara dengan Kiki. Mereka selalu hanya memperdengarkan bunyi itu-itu terus.
Tapi nadanya selalu berubah-ubah sehingga kadang-kadang seperti sedang
mengobrol. Malam itu anak-anak tidur di luar. Malam indah sekali. Bintang--bintang nampak
seolah-olah bergantungan di langit yang luas dan cerah. Lucy-Ann berjaga-jaga
kalau ada bintang jatuh. Ia suka sekali melihatnya. Tapi malam itu ia tidak
melihatnya sama sekali. Pembaringannya sangat nyaman. Anak-anak memilih tempat yang berumput tebal di
mana mereka kemudian menghamparkan alas serta selimut-selimut sementara pakaian
tambahan mereka jadikan bantal. Angin sepoi-sepoi membelai pipi dan rambut
mereka. Senang sekali rasanya berbaring di situ dengan bintang-bintang kemilau
"di atas kepala, serta bunyi laut di kejauhan.
"Kedengarannya seperti bunyi angin di sela dedaunan," pikir Lucy-Ann dalam
keadaan setengah tidur. "Sedang angin yang berhembus di dedaunan kedengarannya
seperti bunyi laut. Wah aku mulai ngawur ngaw nga "
" " " "Keesokan harinya cuaca masih tetap bagus. Asap api unggun menjulang hampir tegak
lurus ke atas, karena angin nyaris tak ada saat itu. Jack dan Philip sibuk
memotret burung burung. Berulang kali Jack memandang ke dinding tebing yang
"terjal tempat penghunian burung-burung laut. Ia kepingin menuruni tebing sedikit
untuk memotret burung-burung yang ada di situ.
"Bill mengatakan jangan," kata Philip. "Dan menurutku, sebaiknya memang kita
tidak melakukannya. Kalau ada sesuatu terjadi dengan kita berdua, lalu bagaimana
nanti dengan Dinah dan Lucy-Ann" Kita kan sudah banyak sekali membuat foto tanpa
telur dan burung-burung yang ada di bawah sana."
"Coba puffin-puffin ini sudah masanya bertelur," kata Jack. "Sampai sekarang
sebutir telur pun belum kutemukan. Mungkin sekarang belum saatnya. Anak puffin
pasti lucu sekali rupanya! Aku kepingin melihatnya."
"Melihat keadaannya sekarang, keinginanmu itu mungkin bisa menjadi kenyataan,"
kata Philip dengan erangan setengah melucu. "Mungkin kita akan lama terdampar di
sini." Seperti sudah direncanakan, salah seorang anak harus selalu ada di atas tebing
untuk menjaga. Dari tempat tinggi itu pandangan dapat diarahkan hampir ke
seluruh pulau. Jika ada yang datang, dari kejauhan pasti akan sudah ketahuan.
Dengan begitu akan cukup banyak waktu untuk memberitahukan anak-anak yang lain,
lalu bersama-sama pergi menyembunyikan diri.
"Kurasa sebaiknya semua barang-barang kita disembunyikan saja ke dalam rongga di
bawah tanah," kata Lucy-Ann ketika mereka sedang mengatur rencana. "Kalau
dibiarkan tetap di bawah batu, akan cepat_ sekali ketahuan."
"Ah, kita timbuni saja dengan rerumputan," kata Jack. "Malas rasanya setiap kali
harus keluar masuk lubang setiap kali kita hendak makan."
Akhirnya diaturlah rerumputan di bawah batu besar di mana kaleng-kaleng makanan
disimpan. Orang lain takkan menyangka rerumputan itu tidak semula sudah tumbuh
di situ. "Jika kita melihat ada orang datang, masih cukup waktu untuk mencampakkan
pakaian serta barang-barang kita yang lain ke dalam rongga bawah tanah itu,"
kata Jack. "Biar aku saja yang mendapat giliran pertama menjaga di atas tebing.
Aku takkan merasa bosan, karena begitu banyak burung di sana dan Kiki gemar "sekali berkelakar dengan mereka. Melihatnya, tidak kalah asyiknya seperti
menonton pertunjukan pantomim."
Dua hari berlalu tanpa ada kejadian yang luar biasa. Sekali mereka mendengar
bunyi pesawat terbang. Tapi mereka tidak melihatnya. Kayu-kayu bekas perahu
Lucky Star yang pecah mereka temukan lagi terdampar di pantai. Anak-anak pergi
mandi di laut serta makan dan tidur, sementara selalu satu di antara mereka
menjaga di atas tebing. Tapi tidak nampak sesuatu yang bisa menimbulkan
kegelisahan. Kiki selalu menemani Jack menjaga. Sedang Enggas dan Enggos memilih giliran
bersama Philip. Sekali seekor puffin lain datang menghampiri Philip. Terlalu
dekat, menurut perasaan Enggas. Dengan segera burung itu menyeruduk teman
sejenisnya itu sambil memperdengarkan bunyi "rrr" seperti anjing sedang marah.
Kedua burung itu saling beradu paruh. Philip tertawa terpingkal-pingkal menonton
pertarungan kocak itu. "Perang paruh," katanya ketika kemudian bercerita mengenainya. "Kalau menjangan
jantan berkelahi dengan saling beradu tanduk kedua puffin tadi tidak kalah
"sengitnya mengadu paruh mereka."
"Siapa yang menang" Enggas?" tanya Lucy-Ann dengan penuh minat.
"Tentu saja," kata Philip. "Bukan cuma menang, tapi puffin yang satu lagi
dikejarnya terus sampai masuk ke dalam liang burung itu, lalu keluar lagi lewat
lubang lainnya. Enggas berhasil menyusul musuhnya. Aku heran melihat burung itu
masih punya bulu ketika akhirnya Enggas puas menghajarnya."
Sore hari ketika Jack sedang duduk di atas tebing tempat pemukiman burung laut.
Saat itu gilirannya menjaga. Ia memandang ke arah laut dengan malas-malasan.
Hari itu angin bertiup sedikit lebih kencang daripada biasa. Ombak yang bergerak
ke tepi berhiaskan buih di puncak-puncaknya.
Sambil memandang, Jack terkenang pada Bill. Di manakah ia sekarang" Apakah yang
terjadi dengan dirinya" Mungkinkah ia berhasil melarikan diri dan jika betul
"begitu, akan cepatkah ia datang untuk menyelamatkan mereka" Dan bagaimana dengan
Bibi Allie" Sudahkah ia mendengar kabar bahwa dari Bill sama sekali tidak ada
berita dan apakah karenanya Bibi gelisah sekarang"
"Jack sibuk merenung tentang segala hal itu sambil mendengarkan bunyi burung yang
beraneka ragam di sekitarnya serta gerak terbang mereka yang sedap dipandang
mata di atas permukaan laut Tapi tiba-tiba matanya terpicing. Ia melihat sesuatu
di tengah laut. Sikapnya berubah, menegang. Diraihnya teropong, lalu didekatkannya ke mata.
Ternyata benda yang dilihatnya di kejauhan itu sebuah perahu motor berukuran
kecil. "Ada musuh," pikirnya. Ia sudah hendak cepat-cepat bangkit. Untung saat itu
teringat olehnya bahwa yang datang itu mungkin juga memiliki teropong. Kalau ia
berdiri, jangan-jangan nanti terlihat. Oleh karena itu ia pergi sambil
bertiarap. Ketika sudah cukup jauh turun ke lembah barulah ia meloncat bangkit,
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lalu lari menghampiri anak-anak yang lain.?"Heee ada perahu datang!" serunya dengan napas tersengal-sengal, sementara ia
"terus lari menuju Lembah Tidur di mana anak-anak sedang berbaring-baring.
Semua langsung bangun mendengar seruannya itu. Mata Lucy-Ann yang berwarna hijau
nampak nyalang karena kaget bercampur takut.
"Di mana" Masih berapa jauh?"
"Masih cukup jauh," jawab Jack. "Mereka memerlukan waktu sepuluh menit untuk
masuk kemari dan menambatkan perahu. Sebaiknya kita cepat-cepat saja memasukkan
segala-galanya ke dalam rongga bawah tanah kita."
"Bagaimana dengan api unggun?" tanya Dinah sambil meraup tumpukan baju hangat
dan mantel yang tadi dijadikan bantal olehnya.
"Terpaksa kita- tinggalkan begitu saja. Mereka pun sudah melihat kepulan
asapnya," kata Jack. "Ayo, cepat! Cepatlah sedikit, Lucy-Ann!"
Mereka tidak memerlukan waktu lama-lama untuk menyibakkan semak belukar yang
menutupi mulut lubang masuk ke rongga lalu mencampakkan segala bawaan mereka ke
bawah. Jack mencabut ranting yang ditancapkan sebagai tanda di tempat itu.
"Tidak perlu kita memberi petunjuk pada mereka nanti," katanya dengan nada riang
untuk menenangkan perasaan Lucy-Ann. Adiknya tersenyum, walau sinar matanya
masih memancarkan rasa cemas.
"Nah semua sudah beres?" tanya Philip sambil memandang berkeliling. Rerumputan
"yang rebah kena tindih tubuh mereka sewaktu berbaring-baring tadi ditarik-tarik
olehnya supaya bisa tegak kembali. Tapi perbuatannya itu sebenarnya tidak perlu,
karena tetumbuhan liat itu sudah tegak kembali dengan sendirinya. Philip
memungut sebuah sendok yang tertinggal, lalu dikantongi.
Nampaknya kini sudah tidak ada lagi barang tertinggal, yang dapat dijadikan
petunjuk bahwa beberapa menit yang lalu anak-anak masih berada di tempat itu.
"Ayo, Jambul! Tunggu apa lagi"!" seru Jack. Ia sudah tidak sabar, ingin lekas-
lekas turun ke bawah. Dinah dan Lucy-Ann sudah lebih dulu turun. Jack menyusup
ke dalam lubang, di susul oleh Philip.
Dari bawah Jack mengatur letak semak dan rerumputan sehingga mulut lubang
tertutup lagi. "Nah! Sekarang kita aman kecuali orang yang datang itu secara kebetulan
"terperosok ke dalam lubang ini, seperti yang terjadi dengan Philip waktu itu.
Takkan ada yang tahu bahwa di bawah sini ada rongga besar."
"Aku rasanya seperti burung puffin saat ini," kata Philip. "Aku kepingin
menggali liang. Bagaimana jika kita masing-masing menggali liang tempat kita
berbaring?" ?"Aduh, janganlah berkelakar sekarang," pinta Lucy-Ann,."Saat ini aku tidak
merasa riang. Bahkan sebaliknya! Rasanya seperti sesak napasku. Sedang jantungku
berdebar keras sekali. Bisa kedengaran atau tidak?"
Tidak ada yang mendengar debar jantungnya. Tapi jantung masing-masing sudah
berdebar keras jadi tidaklah mengherankan jika tidak ada yang bisa mendengar
"debaran jantung teman.
"Bisakah kita berbisik-bisik di sini?" tanya Dinah berbisik. Tapi bisikannya
keras sampai yang mendengar kaget.
"Kurasa kalau berbisik, bisa. Tapi jangan keras-keras," kata Jack. "Dan nanti
kalau terdengar ada orang datang, kita semua harus memasang telinga `supaya tahu
yang datang itu kawan atau lawan. Bayangkan jika ternyata yang muncul kawan dan
kita tidak tahu sehingga kita biarkan mereka pergi lagi tanpa menemukan kita."
Memang tidak enak membayangkan kemungkinan itu rasanya bahkan sedikit lebih "tidak enak dibandingkan dengan bayangan ketahuan oleh musuh. Anak-anak semua
duduk dengan diam-diam. Semua menahan napas, menajamkan pendengaran masing-
masing. "Kawan atau lawan, kawan atau lawan."
Lucy-Ann seolah-0lah mendengar kata-kata itu berulang kali dalam benaknya. Tanpa
disadari, ia berkata mengikuti bunyi kata-kata itu,
"Kawan atau.... ?"Sssst!" desis Jack dengan tiba-tiba. "Aku mendengar sesuatu."
Tapi yang didengarnya itu ternyata hanya Enggas dan Enggos saja, yang saat itu
masuk ke dalam lubang. Semak yang menutupi disibakkan ke samping lalu keduanya
menjatuhkan diri ke dalam, mengejutkan anak-anak. Lubang tertutup semak kembali,
sementara Enggas dan Enggos menatap dalam gelap. Mereka berusaha menemukan
Philip. "Burung-burung sialan!" tukas Philip. "Bagaimana jika musuh sampai mengetahui
persembunyian kita! Sekarang jangan bicara!"
"Rrrrr!" bunyi Enggas dengan suara parau. Philip mendorongnya dengan kesal.
Diperlakukan begitu, Enggas langsung menjauh. Ia heran, karena baru sekali itu
Philip yang disayanginya berkata atau berbuat kasar terhadapnya. Enggas
melonjak-lonjak ke mulut sebuah liang di dekatnya diikuti oleh Enggos. Keduanya
langsung masuk dengan sikap tersinggung. Sekali itu anak-anak merasa lega
melihat mereka pergi. "Ssst!" Jack mendesis lagi. Anak-anak berpegang-pegangan ketakutan. "Sekarang
benar-benar mereka yang datang. Sssst!"
Bab 18 MUSUH DAN KIKI " Gedebak-gedebuk langkah orang terasa getarannya dalam rongga gelap di bawah
tanah itu. Kemudian terdengar suara orang bercakap-cakap.
"Kita periksa seluruh pulau ini. Pasti ada orang yang mengurus sehingga api
unggun itu menyala terus!"
"Tidak banyak tempat -yang bisa dijadikan persembunyian di pulau kecil ini. Di
dinding tebing tidak mungkin, karena terlalu curam. Sedang di lembah ini jelas
tidak ada siapa-siapa kecuali burung-burung konyol itu."
Kemudian terdengar bunyi korek api dinyalakan. Rupanya salah satu dari orang-
orang itu menghidupkan rokok. Batang korek api dicampakkannya dengan begitu saja
dan terjatuh ke dalam lubang di mana anak-anak bersembunyi dengan tubuh
"gemetar. Dinah nyaris berteriak, karena korek yang masih menyala itu jatuh
mengenai lututnya. "Mereka dekat sekali," demikian pikir anak-anak.
"Dekat, dekat sekali!"
"He!" Tiba tiba terdengar suara salah seorang laki-laki yang ada di atas. "Apa "ini" Secarik kertas pembungkus coklat! Kalau begitu, orang itu pasti bersembunyi
tidak jauh dari sini!"
Jantung anak-anak nyaris berhenti berdenyut. Philip teringat bahwa ada sepotong
kertas pembungkus coklat yang dimakannya terbang dibawa angin, tapi ia malas
memungutnya kembali. Aduh, gawat!
Jack mencari-cari Kiki Ke mana burung kakaktua itu" Tadi ia turun dari bahunya,
tapi ternyata tidak ada lagi di dekat Jack ketika dicari-cari. Jack berdoa dalam
hati, mudah-mudahan burung iseng itu tidak secara tiba-tiba saja mengoceh,
karena orang-0rang tak dikenal itu masih saja ada di atas kepala.
Kiki sebenarnya mengikuti Enggas dan Enggos naik ke atas lewat liang burung
puffin. Sesampai di atas, Enggas dan Enggos berdiri di mulut liang sambil
memperhatikan orang-orang yang datang mencari siapa yang menghidupkan api
unggun. Kedua burung itu menatap mereka tanpa berkedip.
"Coba lihat kedua burung. konyol itu," kata laki-laki yang satu. "Burung jenis
apa itu, dengan paruh bermacam-macam warna?"
"Entahlah puffin atau nuri laut pokoknya begitulah," jawab temannya.
" ?"Enggas dan Enggos, kata Kiki dengan lantang, seolah-0lah mengajak mengobrol.
"Orang-orang itu kaget sekali, lalu celingukan memandang berkeliling. Tapi mereka
tidak melihat Kiki, karena burung iseng itu berada dalam liang di belakang
Enggas dan Enggos. Ia tidak mendesak maju ke depan, karena tidak kepingin
dipatuk kedua puffin. "Kau mendengar itu tadi?" tanya orang yang satu.
"Yah aku memang seolah-olah mendengar sesuatu," kata kawannya. "Tapi aku tidak
"pasti, karena burung-burung di sekitar sini berisik sekali."
"Ya sangat bising," sahut orang yang pertama.
?"Sing-sing a song, " oceh Kiki menyanyikan sebuah lagu, disusul bunyi
cekakakannya. Kedua laki-laki tadi memandang dengan kecut ke arah kedua puffin
yang masih terus menatap dengan serius.
"He burung-burung itukah yang menyanyi?" kata seorang dari kedua laki-laki
"itu, sementara Kiki masih cekakakan terus. Kemudian ia mendehem dengan suara
berat. "Aneh juga, ya?" kata laki-laki yang pertama. Sambil mengusap-usap dagu
ditatapnya Enggas dan Enggos. Kelihatannya memang kedua burung itulah yang
menyanyi dan batuk-batuk, karena Kiki sama sekali tidak nampak saat itu.
Enggas membuka paruhnya. "Rrrrrr!" bunyinya dengan nada serius.
"Nah sekali ini aku melihatnya," kata laki-laki yang menatap itu. "Burung itu
"bisa bicara! Katamu tadi, mereka mungkin burung nuri laut sedang nuri bisa
"bicara, kan?" "Memang, tapi harus ada yang mengajar," kata temannya. "Lalu siapa yang
mengajari kedua burung ini?"
Ah, sudahlah jangan buang-buang waktu lagi dengan burung-burung konyol,"
" "kata laki-laki yang pertama sambil berpaling hendak pergi. "Kita ke pantai saja
sekarang dan menelusurinya untuk memeriksa apakah ada siapa-siapa di situ.
Sayang perahu itu hancur berantakan dilanda badai. Sebetulnya bisa kita ambil
makanan yang ada di dalamnya."
Kedua laki-laki itu tertegun. Mulut mereka ternganga keheranan, karena saat itu
Kiki memamerkan kebolehannya menirukan bunyi sepeda motor di kejauhan.
Sungguh baru saja aku seperti mendengar bunyi sepeda motor," kata yang satu " "sambil tertawa agak malu. "Yuk kita sudah dengar-dengaran sekarang di sini.
"Awas kalau orang yang ada di pulau ini terbekuk olehku biar tahu rasa dia
"nanti, menyebabkan kita membuang-buang waktu mencarinya!"
Anak-anak lega sekali mendengar suara orang-orang itu makin lama makin jauh dan
akhirnya tidak terdengar sama sekali. Sementara itu Kiki masuk lagi ke dalam
rongga tempat mereka bersembunyi.
"Sayang, sayang," bisiknya sambil bekertak paruh.
"Kiki goblok nyaris saja kau membuat kita ketahuan!" desis Jack. "Ayo, naik ke
"bahuku dan awas, jika kau berani mengocehkan sepatah kata lagi, akan kuikat
"moncongmu itu dengan sapu tangan."
"Rrrrrr!" kata Kiki, lalu bertengger di bahu Jack dengan kepala tersusup ke
bawah sayap. Kiki sakit hati.
Rasanya lama sekali anak-anak duduk membisu dalam rongga bawah tanah. Mereka
tidak mendengar suara orang bercakap-cakap lagi di atas, dan dinding rongga
tidak bergetar lagi karena langkah-langkah orang.
"Masih berapa lama lagi kita harus begini?" bisik Dinah kemudian. Anak itu
selalu yang paling dulu merasa tidak sabar lagi. "Badanku pegal."
"Entah aku juga belum tahu," kata Jack. Bisikannya menggema dalam rongga
"lapang itu. "Aku belum berani mengambil risiko menyembulkan kepalaku ke atas untuk memeriksa."
"Aku lapar," kata Lucy-Ann. "Tadi kenapa kita tidak membawa makanan kemari" Aku
juga haus sekarang."
Jack berpikir-pikir. Bagaimana jika ia memberanikan diri, menjenguk sesaat ke
atas" Tepat pada saat itu terdengar sesuatu bunyi yang melegakan hati di
kejauhan. "Itu bunyi mesin perahu mereka dihidupkan," kata Jack. "Untunglah rupanya "mereka akhirnya menyerah juga, tidak melanjutkan pencarian. Kita tunggu lagi
beberapa menit. Setelah itu aku akan keluar."
Lima menit lagi mereka menunggu. Bunyi mesin perahu motor masih terdengar
sesaat, makin lama makin menjauh dan akhirnya lenyap.
Hati-hati sekali Jack menyembulkan kepalanya ke atas. la tidak melihat apa-apa
kecuali kerumunan burung puffin. Enggas dan Enggos duduk dekat lubang itu.
Keduanya bangkit dengan sopan ketika melihat kepala Jack tersembul dari lubang.
Rrrrrr!" kata mereka.
"Jack keluar lalu langsung bertiarap. Dengan teropong diamat-amatinya laut di
sekeliling pulau. Akhirnya nampak yang dicari-cari perahu motor yang bergerak
"menjauh dengan laju, makin lama makin mengecil di kejauhan.
"Sudah aman!" serunya ke dalam lubang, memberi tahu anak-anak yang menunggu di
bawah. "Mereka sudah hampir tidak kelihatan lagi. Kalian bisa keluar sekarang!"
Tidak lama kemudian keempat anak itu sudah duduk-duduk lagi di Lembah Tidur.
Dinah dan Lucy-Ann dengan segera menyiapkan makanan, karena mereka benar-benar
sudah sangat lapar. Limun sudah habis diminum. Karenanya mereka kini beralih
minum air yang berasal dari kolam di tengah batu. Rasanya agak hangat kena sinar
matahari. Hujan lebat saat badai menyebabkan air kolam itu bertambah banyak.
"Aduh tadi kita benar-benar nyaris celaka," kata Philip. Semangatnya bangkit
"kembali karena perut sudah tidak begitu kosong lagi. "Aku sudah khawatir saja,
jangan-jangan seorang dari mereka terperosok ke dalam lubang rongga tempat kita
bersembunyi." "Huh menurutmu bagaimana perasaanku ketika korek api tadi jatuh ke dalam dan
"mengenai lututku?" kata Dinah. "Nyaris saja aku terpekik."
"Kiki juga nyaris membuat kita ketahuan," kata Jack sambil meletakkan daging
asin ke atas sekeping biskuit. "Enak saja bernyanyi-nyanyi! Kau memang
keterlaluan, Kiki!" "Kiki sedang merajuk," kata Dinah sambil tertawa. "Lihatlah ia pura-pura tidak
"mendengar. Aduh, malah membuang muka sekarang. Rupanya karena kau tadi
mengomelinya." Jack tertawa nyengir. Dipanggilnya Enggas dan Enggos, yang seperti biasa berdiri
dengan sabar dekat Philip. "He, Gas dan Gos nih, kuberi makanan. Burung manis,
"ke sinilah!" Enggas dan Enggos berjalan oleng seperti kelasi menghampiri Jack. Masing-masing
mendapat sepotong biskuit dari anak itu. Kiki ternyata tidak tahan lagi
melihatnya. Dengan cepat ia berpaling sambil menjerit sekuat-kuatnya.
"Anak nakal, nakal, nakal! Polly malang, Polly malang! Polly pilek, ayo masak
air, anak nakal, anak nakal!"
Ia belum puas dengan mengata-ngatai saja, tapi kemudian melabrak kedua puffin
yang tidak tahu apa-apa dan mematuk dengan paruhnya yang runcing. Enggas
langsung membalas sehingga Kiki terpaksa mundur. Kakaktua itu menjerit seperti
kereta api. Enggas dan Enggos buru-buru lari ke dekat lutut Philip. Dari tempat
yang aman itu mereka menatap Kiki dengan pandangan ngeri. Keduanya sudah siap
menyusup ke dalam liang begitu keadaan memaksa.
Anak-anak terpingkal-pingkal melihat pertunjukan kocak itu. Kiki beringsut-
ingsut dengan gaya jenaka mendekati Jack.
"Kasihan Kiki, Kiki malang anak nakal, anak nakal!?"Jack menyodorkan sedikit makanan padanya. Burung iseng itu memakannya sambil
bertengger di bahu tuannya. Enggas dan Enggos dipandangnya dengan sikap menang.
"Rrrrr!" sergah Kiki pada mereka. Kedengarannya seperti geraman anjing yang
sedang marah. "Rrrrr!" "Sudahlah, Kiki jangan menggeram-geram terus dekat telingaku," kata Jack "Dan
"untuk sementara lebih baik jika kau tidak terlalu dekat menghampiri Enggas. Ia
pasti takkan melupakan patukanmu tadi."
"Bagaimana aman tidak jika kita tidur di luar lagi malam ini?" tanya Dinah
"sambil membenahi sisa sisa makanan. "Aku tidak kepingin tidur lagi dalam rongga
"pengap itu." "Ah, kurasa takkan apa-apa," kata Jack "Orang-orang tadi rasanya takkan kembali
malam-malam. Sayang kita tidak sempat melihat siapa mereka."
"Aku tidak suka mendengar suara mereka mereka kedengarannya galak," kata Lucy-
"Ann. "Untung tenda-tenda kita diterbangkan angin sewaktu ada badai!" kata Dinah tiba-
tiba. "Coba kalau tidak kita takkan menemukan rongga bawah tanah itu yang
"ternyata berguna sebagai tempat sembunyi. Coba kalau tidak ada itu mau ke mana
"kita?" "Betul," kata Philip mengiakan. "Aku ingin tahu, akan kembali lagikah orang-
orang tadi. Tapi pokoknya kita teruskan penjagaan kita, dan api unggun terus
kita nyalakan. Itu satu-satunya harapan kita supaya bisa diselamatkan dari sini.
Dan kurasa juga satu-satunya harapan bagi Bill karena jika tidak ada yang datang
menyelamatkan kita, Bill juga takkan mungkin bisa ditolong!"
"Kasihan Bill," kata Lucy-Ann. "Ia ingin menghilang - dan kini ia benar-benar
lenyap!" "Rupanya mereka memadamkan api unggun kita," kata Jack dengan tiba-tiba ketika
menyadari bahwa kepulan asap sudah tidak nampak lagi.
"Sialan mereka itu! Kurasa mereka sengaja berbuat begitu, sehingga apabila kita
menyalakannya kembali dan asap nampak mengepul, mereka akan tahu dengan pasti
bahwa di sini ada orang."
"Tapi kita tetap akan menyalakannya kembali," kata Philip dengan segera. "Akan
kita tunjukkan pada mereka, kita membuat api unggun apabila kita menghendakinya
- tanpa takut-takut. Kurasa mereka tidak mau api itu menyala, karena takut ada
orang lain kebetulan lewat lalu melihatnya. Mereka tidak menghendaki orang
datang memeriksa kemari saat ini."
Anak-anak pergi ke atas tebing, lalu mulai sibuk menyalakan api unggun kembali.
Onggokan kayu dan rumput di situ berserakan. Rupanya orang-orang tadi mengobrak-
abrik supaya api lekas padam.
Tidak lama kemudian api sudah berkobar lagi. Anak-anak mengatur timbunan dengan
seksama, lalu dinyalakan oleh Philip. Dengan segera timbunan kayu dan rumput
kering itu menyala. Lidah api menjilat ke atas. Ketika api sudah benar-benar berkobar dengan baik,
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anak-anak lantas menimbunkan rumput laut ke atasnya. Dengari segera kepulan asap
tebal menjulang ke langit.
"Hah mau apa kalian! Mudah-mudahan kalian melihat isyarat kami ini lagi!" seru"Jack sambil menatap ke tengah laut. "Kalian takkan mungkin bisa menundukkan
kami! Lihat saja nanti kalian pasti kalah!"
"Bab 19 ADA LAGI YANG DATANG Sementara itu warna kulit anak-anak sudah coklat sekali kena sinar matahari.
"Jika ibu melihat kita sekarang, pasti ia tidak menyebut kita pucat lagi," kata
Philip. "Sedang bintik-bintik di muka kalian sudah nampak lagi, Jack dan Lucy-
Ann. Bukan cuma nampak lagi, tapi bahkan bertambah banyak!"
"Aduh!" kata Lucy-Ann sambil menggosok-gosok mukanya yang coklat berbintik-
bintik. "Sayang, karena menurut pendapatku aku kelihatan lebih cocok tanpa bintik
sewaktu sedang sakit campak waktu itu."
"Aku rasanya sudah tidak tahu hari lagi," kata Jack. "Aku sama sekali tidak
tahu, sekarang ini hari Selasa atau Rabu."
"Sekarang hari Jumat," kata Philip dengan segera. "Baru saja tadi pagi aku
menghitunghitung. Sudah lumayan juga lamanya kita di sini."
"Wah jadi baru seminggu lewat sejak kita berangkat dari rumah?" kata Dinah
"heran. "Rasanya seperti sudah enam bulan. Bagaimana keadaan ibu sekarang, ya?"
"Pasti agak gelisah tentang kita," kata Philip. "Tapi ia menyangka Bill masih
ada bersama kita jadi pasti kita baik-baik saja, hanya kabar mengenai kita
"saja yang tidak datang-datang."
"Padahal Bill tidak ada di sini dan keadaan kita sama sekali tidak baik-baik
saja," kata Lucy-Ann. "Aku kepingin bisa mengetahui di mana Bill berada sekarang
dan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Coba kita masih punya perahu,
kita bisa berangkat mencarinya. Bill pasti dibawa ke salah satu tempat di
sebelah barat karena pesawat-pesawat terbang selalu muncul di sebelah sana."
?"Yah rasanya tak mungkin kita akan bisa memperoleh perahu," kata Philip. "Yuk
" "kita naik ke atas tebing untuk mengurus api unggun. Pagi ini kepulan asapnya
tidak begitu tebal. Kalian ikut, Enggas dan Enggos?"
"Rrrr!" kata kedua puffin itu serempak, lalu berjalan seiring dengan Philip.
Enggas mempunyai kebiasaan baru, yaitu membawakan oleh-oleh ikan untuk Philip.
Pertama kalinya burung itu datang dengan ikan di paruhnya yang besar, anak-anak
mulanya tidak tahu apa yang dibawanya. Tapi ketika ia sudah mendekat, meledaklah
gelak tertawa anak-anak. "Aduh, Philip! Ia membawa enam sampai tujuh ekor ikan dalam paruhnya untukmu!
Lihatlah betapa ia mengaturnya, berselang-seling kepala dan ekor," seru Jack
"sambil tertawa. "Bagaimana caramu mengatur tadi, Enggas?"
"Terima kasih banyak," kata Philip, sementara Enggas meletakkan ikan-ikan itu di
sampingnya. "Kau memang baik hati."
Sejak itu Enggas biasa membawakan ikan dua sampai tiga kali sehari. Anak-anak
geli melihat kebiasaannya itu. Philip tahu cara mengolah ikan untuk dimasak di
atas api. Ikan yang agak besar dimakan dengan biskuit serta mentega yang diambil
dari dalam kaleng. Enggas menerima sepotong ikan yang sudah di masak, tapi
Enggos sama sekali tidak mau mencicip.
"Kita takkan mati kelaparan selama ada Enggas yang selalu membawakan ikan," kata
Jack. "Kau tidak boleh merasa iri, Kiki. Biarkan saja jika Enggas ingin bermurah
hati pada kami." Jack mengomelinya, karena Kiki berusaha menghalang-halangi Enggas ketika burung
itu datang membawa ikan. Kiki sendiri tidak bisa menangkap ikan, dan ia tidak
senang melihat Enggas selalu membawakan oleh-oleh ikan untuk anak-anak.
"Nakal, nakal, anak nakal!" pekik Kiki. Tapi Enggas sama sekali tidak
mengacuhkannya. Kini anak-anak duduk mengelilingi api unggun. Sekali-sekali ada yang iseng
melemparkan ranting kayu ke atas nyala yang dikorek-korek supaya lebih berkobar
sedikit lagi. Asap menjulang, sedikit condong ke arah utara. Jack mengambil
teropongnya, lalu mengamat-amati laut yang lengang. Siapa tahu, barangkali saja
ada kawan datang. Atau lawan!
"He! Ada perahu lagi datang ke arah sini!" seru Jack beberapa saat kemudian.
Teropongnya diarahkan pada suatu benda kecil yang nampak di kejauhan. "Ambil
teropongmu, Philip!"
Kedua anak laki-laki itu mengamat-amati dengan teropong, sementara Dinah dan
Lucy-Ann menunggu dengan perasaan tidak sabar. Mereka tidak bisa melihat apa-apa
tanpa teropong - bahkan suatu bintik pun tidak di tengah laut yang kelihatannya
kosong. "Perahu yang itu juga atau bukan, ya?" kata Philip bertanya-tanya. "Sebentar
lagi kita bisa mengetahuinya dengan pasti karena jaraknya semakin dekat
kemari." "Kelihatannya bukan," kata Jack. "Yang ini lebih kecil Dan datangnya dari arah
lain. Tapi bisa juga itu cuma siasat saja supaya kita menyangka yang datang "itu kawan."
"Bagaimana kita bisa tahu kawan atau musuh?" kata Lucy-Ann. "Apakah kita perlu
bersembunyi lagi?" Jack meminjamkan teropongnya pada adiknya. Kemudian ia berpaling pada Philip.
Matanya berkilat-kilat. "Yang datang sekali ini hanya seorang saja, Philip! Jika ia benar kemari, pasti
perahunya nanti harus ditambatkan di salah satu tempat. Bagaimana jika kita
merampasnya?" "Wah kalau bisa, asyik!" kata Philip. Mukanya berseri-seri. "Itu perahu motor.
"Biar kecil, tapi cukup besar bagi kita untuk bisa pergi dari sini!"
"Merampasnya" Bagaimana caranya?" tanya Dinah sambil terus meneropong perahu
motor yang mendekat. "Orang itu dengan gampang saja bisa melihat kita lalu
datang mengejar dan akhirnya malah kita tertangkap olehnya!"
?"Sinikan teropongku," kata Philip sambil merenggut teropongnya dari tangan
Dinah. "Itulah payahnya kau ini kalau diberi giliran selalu berlama-lama!"
?"Lebih baik kita berpikir dulu sebentar," kata Jack dengan mata bersinar-sinar.
"Orang itu tidak mungkin datang untuk menyelamatkan kita, karena orang yang tahu
kita sendirian saja di sini tentunya akan mengirim perahu yang lebih besar.
Dan kemungkinannya orang yang disuruh kemari juga lebih banyak untuk berjaga-
jaga kalau harus menghadapi musuh kita. Pasti itulah yang akan terjadi jika Bill
berhasil menyampaikan kabar ke luar. Oleh karena itu kurasa orang di perahu itu
tidak datang untuk menyelamatkan kita .... "
"Jadi kemungkinannya, itu siasat musuh kita," sambung Philip. "Mungkin mereka
tahu dan mungkin juga tidak bahwa yang ada di sini Cuma anak-anak. Itu " "tergantung dari seberapa banyak yang diceritakan Bill pada mereka. Tapi bisa
saja mereka mengirim seseorang yang berpura-pura bukan musuh supaya kita tertipu
lalu kita nanti dibujuknya agar mau masuk ke perahunya agar kemudian dibawa ke
"tempat aman tapi kemudian diangkut ke salah satu tempat di mana Bill sudah
"berada sebagai tawanan mereka!"
"Aduh!" keluh Lucy-Ann yang merasa tidak enak mendengar segala dugaan itu.
"Kalau begitu aku tidak mau diajak naik ke perahunya. Apa yang harus kita
lakukan sekarang, Jack?"
"Begini," kata Jack. "Aku punya akal bagus. Tapi untuk melakukannya, kita semua
perlu ikut. Kalian juga Dinah dan Lucy-Ann."
"Lalu apa yang harus kita lakukan itu?" tanya Dinah tidak sabaran.
"Kita harus menyelidiki, di mana orang itu nanti menambatkan perahunya," kata
Jack "Kemungkinannya di celah sempit di mana Lucky Star waktu itu ditambatkan
"atau ditarik naik ke pasir di salah satu bagian pantai. Sebentar lagi kita akan
sudah mengetahuinya, karena ia akan kita intip."
"Lalu, setelah itu?" tanya Lucy-Ann. Semangatnya mulai timbul mendengar rencana
menarik itu. "Lalu aku beserta Dinah akan bersembunyi di dekat-dekat situ," kata Jack. "Nanti
orang itu tentunya akan datang mencari-cari kita. Saat itu kau menyongsongnya,
Philip bersama Lucy-Ann."
?"Aduh, aku tidak berani," kata Lucy-Ann ketakutan.
"Baiklah kau bersembunyi saja di salah satu tempat," kata Jack, "biar Philip
"sendiri yang datang menyongsong. Philip dengan salah satu cara kau nanti harus
"memancing orang itu sehingga masuk ke rongga bawah tanah. Kalau sudah masuk,
dengan gampang kita akan bisa menawannya di sana. Kita kurung ia di situ dengan
bekal makanan yang banyak. Sedang kita sendiri lari dengan perahunya."
Selama beberapa saat anak-anak terdiam, sementara Philip, Dinah, dan Lucy-Ann
berusaha memahami rencana Jack.
"Tapi bagaimana caraku nanti memancingnya masuk ke dalam lubang?" tanya Philip
kemudian. "Rasanya seperti laba-laba yang hendak memancing lalat agar mau
menyangkutkan diri ke jaringnya! Kurasa lalat berkepala hitam itu takkan begitu
mudah bisa dibujuk!"
"Tidak bisakah kau mengajaknya berjalan menyusur pemukiman burung puffin lalu
"kalau sudah dekat lubang rongga menyengkelitnya sehingga terjatuh?" tanya Jack
dengan sikap tidak sabar. "Kalau aku, kurasa aku pasti mampu melakukannya."
"Kalau begitu kau saja yang melakukan tugas itu," balas Philip, "biar aku yang
bersembunyi dekat perahu untuk merampasnya. Tapi bagaimana kalau kau tidak
berhasil menjatuhkan orang itu ke dalam lubang" Bagaimana dengan perahunya" Apa
yang harus kulakukan dengannya?"
"Konyol! Kau cepat-cepat masuk ke situ jika kaulihat aku tidak berhasil
menguasai orang itu," kata Jack, "Lalu kau cepat-cepat mengemudikannya ke tengah
laut. Kau terus tinggal di situ sampai hari sudah gelap. Saat itu dengan hati-
hati kau menuju kemari, lalu berusaha mencari kami agar kita semua bisa
melarikan diri dari sini. Tapi kau tak usah khawatir aku pasti akan berhasil "menguasai orang itu. Akan kusergap dia seperti caraku menyergap lawan bermain
rugby di sekolah." Lucy-Ann memandang abangnya dengan kagum. Asyik jadi anak laki-laki, katanya
dalam hati. "Aku nanti juga ikut membantu," katanya. "Aku akan ikut menyongsongnya
bersamamu." "Kita nanti harus pura-pura percaya mendengar segala kata-katanya," kata Jack.
"Tidak peduli apa yang diocehkannya!" Pasti kocak nanti ia berusaha mengecoh
"kita dengan cerita bohong, sedang kita pun berbuat begitu pula!"
"Mudah-mudahan saja orangnya tidak galak," kata Lucy-Ann.
"Kurasa ia akan pura-pura menjadi orang baik," kata Jack. "Mungkin ia akan
mengaku penyelidik alam, atau sebangsanya dan bersikap polos dan ramah. Yah
" "aku pun akan bersikap begitu pula!"
"Perahu sudah semakin mendekat," kata Philip. "Isinya ternyata memang satu orang
saja. Ia memakai kaca mata hitam!"
"Untuk menutupi matanya yang galak mestinya," kata Lucy-Ann ketakutan. "Pasti
bukan untuk melindunginya dari sinar matahari. Bagaimana cara kita muncul
nanti?" "Hanya kita berdua saja," kata Jack. "Kita berdua nanti berdiri, Lucy-Ann! Kita
berdiri di samping api unggun, lalu melambai-lambai dengan bersemangat, Dan
ingat ocehan apa pun yang kukatakan nanti, kau harus selalu mendukungku.
"Philip, kau dan Dinah sama sekali tidak boleh kelihatan nanti."
"Di mana ia akan menaruh perahunya nanti?" tanya Dinah ingin tahu. "Wah
"ternyata langsung menuju celah sempit. Rupanya ia mengenal Pelabuhan Tersembunyi
kita." "Nah apa kataku tadi!" kata Jack. "Tak mungkin orang yang belum mengenal
"tempat itu akan langsung menuju ke sana. Besar kemungkinannya ia itu satu dari
orang-orang yang kemari dengan perahu motor yang lebih besar."
Kemungkinan itu memang masuk akal, karena orang yang datang itu langsung
mengarahkan haluan perahunya ke celah sempit. Perbuatannya itu seolah-olah ia
sebelumnya sudah pernah ke sana. Ketika tebing karang sudah didekati olehnya,
Jack dan Lucy-Ann berdiri lalu melambai-lambai ke arahnya. Orang yang di perahu
membalas lambaian mereka.
"Nah, Di sekarang kau bersama Philip harus bersembunyi di tengah batu batu di
" "tebing yang menuju ke Pelabuhan Tersembunyi. Di sana ada beberapa batu besar
yang bisa kalian jadikan tempat berlindung sampai perahu sudah ditambatkan
olehnya, dan ia sudah kemari untuk mendatangi kami. Saat itu kalian berdua
cepat-cepat turun lalu naik ke perahu, siap untuk menuju ke tengah laut apabila
kami berdua di sini gagal memancingnya. Kalau kami tidak gagal, segala-galanya
akan beres! Kita akan mempunyai tawanan yang bisa dijadikan sandera serta
"sebuah perahu motor untuk lari dari sini!" '
"Hore!" seru Philip bersemangat.
"Hore, hore, hore!" kata Kiki yang saat itu datang lalu hinggap di bahu Jack.
Selama itu ia keluyuran sendiri Mungkin mengganggu burung-burung camar di
sekitar situ, kata Jack dalam hati.
"Kau boleh ikut beraksi nanti, Kiki," kata Jack. "Tapi ingat, kalau bicara yang
benar!" "Panggil dokter," jawab Kiki dengan serius. "Cul Pak Dokter muncul!?""Orang itu sekarang sudah masuk ke dalam celah," kata Philip. "Yuk, Dinah
"sudah waktunya kita bersembunyi sekarang! Selamat beraksi, Jack dan Lucy-Ann!
"Bab 20 PAK TIPPERLONG KAGET Orang yang datang itu mengemudikan perahunya dengan cekatan memasuki celah
sempit di mana Lucky Star waktu itu rusak dihantam ombak. Kelihatannya ia
tercengang memandang potongan tali yang masih terikat ke salah satu batu besar
yang ada di situ. Dinah dan Philip merunduk di balik beberapa batu besar, sedikit di sebelah atas
pada tebing. Mereka tidak bisa melihat apa yang sedang dilakukan orang itu.
Mereka tidak berani mengintip dari balik batu karena takut ketahuan.
Sementara itu Jack dan Lucy-Ann menunggu di atas tebing. Lucy-Ann sangat
gelisah. "Lututku aneh rasanya," keluh anak itu pada abangnya. Jack malah tertawa.
"Jangan penakut. Ayo tegak, lutut! Nah sekarang orang itu datang. Kau tidak
"perlu bicara jika tidak mau."
Orang itu datang mendaki tonjolan-tonjolan batu yang terdapat di dinding tebing,
menuju ke bagian yang runtuh. Badannya kurus dengan kaki seperti lidi. Ia
memakai celana pendek serta baju hangat berlengan panjang. Warna kulitnya merah
terbakar matahari. Di sana-sini nampak bagian-bagian yang melepuh.
Di bawah hidungnya melintang kumis tipis. Keningnya tinggi, sedang ubun-ubunnya
agak botak. Ia memakai kaca mata hitam sehingga matanya sama sekali tidak
kelihatan. Potongannya sama sekali tidak menimbulkan rasa takut, kata Jack dalam
hati. "Halo, halo, halo," sapa orang itu ketika berjumpa dengan kedua anak yang datang
menyongsong. "Aku tercengang ketika tahu di sini ada orang."
"Siapa yang mengatakan pada Anda?" tanya Jack dengan segera.
"Bukan siapa-siapa aku sendiri yang melihat kepulan asap api kalian," kata
"orang itu. "Sedang apa kalian di sini" Berkemah, ya?"
"Mungkin," jawab Jack dengan santai. "Anda sendiri, kenapa datang kemari?"
"Aku ini ahli Omitologi," kata orang itu dengan serius. "'Kalian tentunya tidak
tahu artinya." Dalam hati Jack tertawa geli. Bayangkan padahal ia dan Philip menganggap diri
"mereka ahli omitologi yang ulung. Tapi ia tentu saja tidak berniat mengatakannya
pada orang itu. "Orni Orin orminologi?" katanya berlagak tolol. "Binatang apa itu?"
" ?"Ahli omitologi itu seseorang yang kerjanya menyelidiki kehidupan burung," kata
orang itu. "Penggemar burung, seseorang yang ingin tahu segala-galanya tentang
burung serta kehidupan mereka."
"Jadi untuk itu Anda kemari" Untuk mempelajari kehidupan burung-burung di sini?"
tanya Lucy-Ann yang merasa harus ikut mengatakan sesuatu. Lututnya sudah tidak
gemetar dan terasa aneh lagi sesudah ia melihat bahwa laki-laki yang datang itu
sama sekali tidak menakutkan tampangnya.
"Ya. Bertahun-tahun yang lalu, ketika aku masih muda belia, aku pernah
berkunjung ke pulau ini," kata orang itu. "Dan aku kepingin datang lagi, walau
menemukannya kembali ternyata tidak begitu mudah. Aku terkejut ketika melihat
kepulan asap kalian. Kenapa kalian membuat api unggun" Pura-pura menjadi pelaut
yang terdampar: ya" Aku kenal kesenangan anak-anak."
Jelas orang itu sedikit sekali pengetahuannya mengenai anak-anak, atau ia
menyangka Jack dan Lucy-Ann jauh lebih muda dari umur mereka yang sebenarnya.
"Banyak pengetahuan Anda mengenai burung, Pak?" tanya Jack. Pertanyaan orang
yang tadi tidak dijawabnya.
"Yah pengetahuanku mengenai burung-burung laut tidak sebegitu banyak," kata "orang itu. "Itulah sebabnya kenapa aku kembali ke pulau-pulau sini. Kalau
mengenai burung-burung biasa, aku lebih banyak tahu."
"Hah!" kata Jack dalam hati. "Ia berkata begitu karena takut kutanyai tentang
burung-burung yang hidup di sini."
"Kami punya dua ekor puffin yang jinak-jinak," kata Lucy-Ann dengan tiba-tiba.
"Anda mau melihatnya?"
"O ya tentu saja, aku kepingin sekali melihatnya," kata laki-laki itu sambil
"memandang Lucy-Ann dengan wajah berseri-seri. "O ya, ngomong-ngomong, namaku
Tipperlong Horace Tipperlong."
?"Tripalong?" kata Lucy-Ann sambil cekikikan. Ia merasa geli, karena kata itu
berarti berjalan dengan langkah kecil-kecil'. Penamaan begitu cocok sekali
"dengan orang itu, karena jalannya memang demikian. Jack harus menahan diri
supaya jangan sampai tertawa.
"Bukan, bukan Tipperlong," kata orang itu lagi. la memandang Lucy-Ann sambil
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"tersenyum lebar. "Namamu sendiri siapa?"
"Namaku Lucy-Ann,", kata anak perempuan itu. "Dan abangku ini bernama Jack. Anda
ikut melihat burung-burung puffin kami" Kita harus ke sini."
"Aku juga ingin berjumpa dengan orang yang menjadi pengasuh kalian di sini,"
kata Pak Horace Tipperlong. "Dan eh mana perahu kalian" Tentunya kalian
" "kemari naik perahu!"
"Pecah, Pak hancur dihantam ombak sewaktu ada badai," kata Jack dengan serius.
"Pak Tipperlong mendecak-decakkan lidah, tanda ikut prihatin.
"Gawat!" katanya. "Kalau begitu, bagaimana kalian pulang nanti?"
"Awas!" kata Jack. Cepat-cepat ditahannya Pak Tipperlong yang nyaris terperosok
ke dalam sebuah liang sarang puffin "Di sini banyak sekali liang tempat burung-
burung puffin bersarang, Pak! Anda harus berhati-hati kalau berjalan."
"Huh banyaknya burung di sini!" kata Pak Tipperlong. Ia tertegun. Tadi ia
"begitu sibuk mengobrol sampai tidak memperhatikan besarnya permukiman burung-
burung puffin di situ. Satu lagi tanda yang menambah kecurigaan terhadap
dirinya! Menurut Jack, seorang ahli omitologi sejati takkan mungkin berjalan di
tengah-tengah pemukiman burung puffin tanpa mengatakan apa-apa yang menyatakan
kekagumannya. "Luar biasa! Benar-benar menakjubkan! Sepanjang ingatanku, aku belum pernah
melihat kerumunan burung sebanyak di sini," kata Pak Horace. "Belum lagi beribu-
ribu yang bertengger di dinding tebing. Wah, wah, wah! Dan katamu tadi, kau
punya dua ekor puffin yang jinak" Luar biasa!"
"Mereka kepunyaan Philip," kata Lucy-Ann sebelum sempat berpikir. Seketika itu
juga mukanya memucat. Tapi apa boleh buat, kata yang sudah diucapkan tidak
mungkin bisa ditelan lagi.
"Kusangka kau tadi mengatakan abangmu bernama Jack," kata Pak Tipperlong dengan
nada menyelidik. "Ah dia cuma salah sebut saja, Pak!" kata Jack asal bunyi. Saat itu mereka "sudah dekat sekali ke lubang tempat masuk ke liang bawah tanah.
Lucy-Ann merasa gelisah. Bagaimana jika orang yang mengaku bernama Tipperlong
itu nanti tidak jatuh ke dalam lubang pada saat Jack menyengkelitnya lalu
"kemudian menyergap Jack" Bagaimana yah, bagaimana jika tiba-tiba ia mencabut
"pistol" Potongannya tidak kelihatan sejahat itu tapi yah siapa tahu! Lucy-
" "Ann melirik ke arah kantong celana pendek orang itu untuk melihat apakah di situ
tampak tonjolan berbentuk pistol.
Tapi kantong kantong celana orang itu menggelembung sekali karena berisi
"berbagai macam barang. Jadi tidak dapat dipastikan apakah ia mengantongi pistol
atau tidak. Jack menyenggol adiknya.
"Sekarang minggir," kata Jack dengan suara pelan. Dengan cepat Lucy-Ann mundur,
dengan jantung berdebar keras.
Sementara itu Jack sudah sampai di depan mulut lubang masuk ke rongga. Sebatang
ranting sudah tertancap lagi di situ, karena tempat itu nyaris mustahil dapat
ditemukan kalau tidak diberi tanda. Pak Horace berjalan dengan langkah-langkah
pendek sambil memandang dengan mata cadok di balik kaca mata hitamnya ketika
"tiba-tiba ia kaget karena tahu-tahu Jack menyengkelit kakinya sambil mendorong.
Pak Horace Tipperlong terjerembab ke sisi lubang dan sebelum ia sempat
"bangkit, Jack mendorongnya dan laki-laki itu tersungkur masuk ke dalam lubang.
"Bum! Jack memegang sebatang tongkat yang dipungutnya dari tumpukan kayu dekat api
unggun. Ia menyibakkan semak dan rumput yang menutupi mulut lubang, lalu
memandang ke dalam. Samar-samar dilihatnya Pak Tipperlong duduk. Terdengar
suaranya mengerang. Saat itu Pak Tipperlong mendongak. Dilihatnya Jack memandangnya dari atas.
"Anak jahat!" serunya marah. "Apa-apaan ini?"
Kaca mata hitamnya terlepas ketika ia jatuh tadi. Matanya ternyata sama sekali
tidak kelihatan galak. Malah nampak agak kuyu dan berair. Ia memegang kepalanya,
seakan-akan merasa sakit.
"Maaf, tapi ini perlu dilakukan," kata Jack. "Pilihan hanya ada dua: kami yang
terjebak, atau Anda! Sekarang kita tidak usah berpura-pura lagi. Kami tahu, Anda
anggota gerombolan mana."
"Apa yang kauocehkan itu?" teriak laki-laki yang di bawah sambil bangkit.
Kepalanya tersembul ke luar dari lubang. Jack langsung mengangkat tongkatnya.
"Ayo, masuk lagi!" bentaknya dengan galak. "Kau tawanan_ kami sekarang. Kau kan
yang meringkus Bill" Nah, sekarang kau yang kami tawan. Jika kau berani
"mencoba keluar dari situ, akan kuhajar kepalamu dengan tongkat nanti. Coba
sajalah kalau berani!" I
"Dengan cepat Horace menarik kepalanya ke bawah. Lucy-Ann memandang dengan muka
pucat pasi. "Aduh cederakah ia, Jack?" tanyanya ketakutan. "Kau benar-benar akan
"memukulnya nanti?"
"Tentu saja." jawab Jack. "Ingat Bill, Lucy-Ann dan perahu kita yang malang " "dan kita sendiri terdampar di sini karena perbuatan orang ini beserta kawan-
kawannya. Tidakkah kausadari, jika ia sampai bisa keluar dan pergi dengan
perahunya, mereka akan mengirim orang lebih banyak lagi" Mereka takkan berhenti
sebelum berhasil meringkus kita! Kau tidak boleh lemah, Lucy-Ann!"
"Yah tapi aku tidak tahan melihatmu memukulnya," kata Lucy-Ann. "Dinah pasti
"tidak apa-apa, tapi aku tidak setega Dinah."
"He!" seru Horace dari bawah. "Maukah kalian mengatakan alasan segala omong
kosong ini" Belum pernah kualami kejadian seperti ini! Aku datang ke sebuah
pulau tempat kediaman burung, yang sepanjang pengetahuanku bukan merupakan
kejahatan lalu kalian berdua memancingku kemari, menyengkelit kakiku, dan
"mendorongku ke lubang ini. Kepalaku sakit sekali! . Lalu kaukatakan jika aku
berani keluar, akan kauhajar kepalaku dengan tongkat. Anak-anak jahat!"
"Aku benar-benar tidak senang melakukan itu tadi, tapi apa boleh buat jalan
"lain tidak ada," kata Jack. "Anda harus mengerti bahwa kami memerlukan perahu,
karena perahu kami sendiri sudah hancur ditambah dengan lenyapnya Bill. Kami
"tidak mau di sini terus seumur hidup."
Horace heran dan bingung mendengar kata-kata itu. Ia berdiri lagi tapi cepat-
"cepat duduk ketika melihat tongkat di tangan Jack.
"Nanti dulu kau sungguh-sungguh, ya kau benar-benar hendak merampas
" "perahuku" Belum pernah kudengar tindakan sekurang ajar itu. Awas, jika aku sudah
bertemu dengan orang yang memimpin kalian! kalian pasti dihajar habis-habisan
"olehnya!" Bab 21 HORACE TIDAK MENYUKAI PULAU PUFFIN
"Lucy-Ann coba kaucari Philip atau Dinah," kata Jack pada adiknya. "Philip
mungkin sudah ada dalam perahu, siap untuk menghidupkan mesin kalau perlu tapi
"Dinah barangkali sedang berjaga-jaga kalau ada isyarat dari kita."
Lucy-Ann berdiri. Dilihatnya Dinah berdiri di kejauhan. Anak itu menunggu dengan
gelisah di ujung atas bagian tebing yang runtuh. Sedang Philip tidak kelihatan.
Kemungkinannya ia sudah berada di perahu, di kaki tebing. Lucy-Ann melambaikan
tangan dengan bersemangat.
"Beres! Kami sudah berhasil menjebaknya ke dalam lubang!" serunya.
Dinah membalas lambaian Lucy-Ann, lalu turun. Ia hendak menyampaikan kabar itu
pada Philip. Tidak lama kemudian keduanya muncul lagi di atas, lalu bergegas
menghampiri untuk mendengar apa yang telah terjadi.
"Kami berhasil menawannya," kata Jack dengan bangga. "Gampang sekali!" Ia
langsung jatuh ke bawah gedebuk!"
?"Siapa di situ?" terdengar suara Horace bertanya dengan mengiba-iba. "Ada orang
lain di atas" He kau harus mengatakan, apa sebenarnya yang sedang terjadi di
"sini. Aku benar-benar bingung! Rasanya seperti terapung di tengah lautan luas!"
"Ke situlah kami sebentar lagi berangkat mudah-mudahan," kata Jack sambil
"nyengir. "Dan dengan perahumu! Philip, perkenalkan orang ini bernama Pak
"Horace Tripalong."
"Astaga! Betul begitukah namanya?" kata Philip.
Dari dalam lubang terdengar seruan marah,
"Namaku TIPPERLONG! Jangan seenaknya saja mengganti nama orang! Anak kurang
ajar! Awas nanti kau kuadukan; biar di hukum. Belum pernah kualami tingkah "laku sekurang ajar kalian."
"Kegalakannya itu bukan salahnya," kata Jack.
"Katanya, ia ahli ahli he, Pak Tripalong kau tadi mengatakan bahwa kau
" " " "seorang apa?"
"Ahli omitologi, T0L0L!" teriak Pak Tipperlong.
"Astaga! Apa itu?" kata Philip berpura-pura bodoh. Anak-anak yang lain
cekikikan. "Aku harus keluar dari sini," tukas Pak Tipperlong. Kepalanya tersembul pelan-
pelan dari mulut lubang, siap untuk ditarik kembali ke dalam - kalau perlu.
Ternyata itu memang perlu.
"Kau ini rupanya perlu kuhajar dulu dengan tongkat ini sebelum mau mengerti
bahwa aku tadi tidak main-main, ya!" tukas Jack dengan jengkel.
"Awas, aku ini bersungguh-sungguh! Aku tidak kepingin memukul kepalamu, tapi
jika terpaksa pasti akan kulakukan! Kau pasti memukul Bill sebelum bisa
meringkusnya. Ingat peribahasa: ada ubi ada talas!"
"Bicaramu ngawur!" kata Horace dengan nada sebal. "Kurasa kalian pasti sudah
sinting. Maksudmu, kalian hanya sendiri saja di pulau ini" Aku tidak percaya!
Katakan pada pengasuh kalian agar segera kemari! Aku ingin bicara dengan orang
itu. Kalian salah sangka jika menyangka aku mau tinggal lebih lama lagi di
lubang ini. Baru sekarang aku menjumpai anak-anak yang begini menyebalkan.
Kalian pasti sedang main sandera-sanderaan! Bah!"
Ucapan Horace yang terakhir enak sekali bunyinya. Kiki, yang selama itu
memperhatikan pembicaraan mereka dengan rasa heran bercampur asyik saat itu ikut
campur. "Bah! Buh! Bah! Buk!"
Ia terbang ke pinggir lubang lalu memandang ke dalam.
"Bah!" ocehnya sekali lagi sambil cekakakan.
Horace mendongak dengan perasaan kecut. Betulkah itu burung kakaktua yang berada
di mulut lubang yang mengata-ngatainya dengan kasar"
?"Itu itukah salah satu burung puffin jinak yang kau ceritakan tadi?" tanyanya
"sangsi. "Kusangka kau ahli omitologi, kata Jack mencemooh. "Kiki tadi burung kakaktua,
tahu! Kusangka setiap orang tahu bahwa itu kakaktua!"
"Tapi tapi bagaimana mungkin ada kakaktua hidup di sini?" kata Horace.
" ?"Kakaktua kan bukan burung laut! Aduh, kurasa aku ini sedang bermimpi. Tapi
mimpi konyol!" Saat itu seekor puffin masuk ke dalam rongga lewat salah satu liang yang
berujung di situ. "Rrrr!" bunyinya dengan suara berat dan parau.
Pak Tipperlong terlonjak karena kaget. Dalam keremangan rongga ia hanya bisa
melihat sepasang mata yang menatap dengan jahat, serta paruh besar berwarna-
warni. "Pergi!" katanya lemah. "Husy!"
"Husy!" balas Kiki dari mulut lubang. Ia merasa asyik, ada teman untuk saling
kata-mengatai. "Bah! Buh! Husy! Rrrr!"
"Kalian semua edan," keluh Horace. "Kurasa aku juga sudah gila. Husy! Husy!"
Puffin yang tadi memperdengarkan suaranya lagi lalu kembali ke dalam liangnya.
Kemudian menyusul bunyi itu beruntun-runtun. Rupanya burung tadi sedang
bercerita pada betinanya mengenai makhluk puffin aneh yang baru saja dilihatnya
dalam rongga. "Sekarang apa lagi yang akan kita lakukan setelah dia kita tawan?" kata Philip
dengan suara lirih. "Ia itu pasti musuh, atau bukan" Maksudku kedengarannya ia"memang agak tolol."
"Semuanya itu merupakan bagian dari siasat licik," kata Jack. "Ia bukan ahli
omitologi. Ia disuruh menyamar seperti ahli omitologi yang konyol dan bertingkah
laku begitu. Di antara ahli-ahli kehidupan burung memang ada juga yang tingkah
lakunya ketolol-tololan. Tapi yang ini terlalu berlebih-lebihan tahu tidak,
"overacting istilah kerennya! Untung saja ia tidak bersenjatakan pistol. Itu yang
sedari tadi kukhawatirkan."
"Ya, aku juga," kata Philip. "Tapi mungkin di perahu ada. Mudah-mudahan saja!
Mungkin nanti ada gunanya. Nah sekarang bagaimana kelanjutannya?"
?"Bisakah ia mendengar pembicaraan kita?" tanya Lucy-Ann takut-takut.
"Tidak mungkin jika kita berbicara sepelan sekarang ini," kata Philip. "Jack,
perahunya bagus sekali! Agak lebih kecil kalau dibandingkan dengan Lucky Star-
tapi ada kabinnya. Biar sempit. Kita semua bisa masuk ke situ. Tempat untuk
bekal makanan juga ada."
"Tapi di situ ada dayung atau tidak?" tanya Jack. "Siapa tahu, mungkin kita
terpaksa mematikan mesin saat hendak mendarat di salah satu pulau nanti."
"Ada," jawab Philip. "Kulihat ada dayung di situ. Kau sudah punya rencana yang
bagus, Jack" Dari tadi aku tidak henti-hentinya mencari akal, tapi yang bisa
kupikirkan hanya lari dengan perahu tapi tanpa tahu mau ke mana. Kita memang
"ingin lari dari sini tapi kita perlu tahu lari ke mana! Jangan sampai dari
"mulut singa pindah ke mulut buaya. Dan kalau mau lari, kurasa harus lekas-lekas
karena jika si Tripalong ini tidak segera kembali ke gerombolannya dengan
"membawa kabar, pasti mereka akan mengirim orang-orang lain kemari."
"Ya, kemungkinan itu juga sudah kupikirkan," kata Jack, sementara Dinah dan
Lucy-Ann mengangguk tanda mereka pun juga sudah berpikir begitu. "Yang menjadi
persoalan kini apakah sebaiknya kita berusaha menuju pulau-pulau yang terletak
"di sebelah luar dan mencari salah satu yang didiami nelayan lalu minta bantuan
di situ" atau lebih baik kita berusaha pergi ke daratan" Atau kemungkinan
"ketiga, mencari Bill?"
Selama beberapa saat suasana sunyi, karena semua sibuk berpikir. Lucy-Ann yang
paling dulu menyatakan pendapat.
"Aku setuju jika kita mencari Bill," katanya. "Setidak-tidaknya kita bisa
mencoba itu dulu lalu jika gagal, baru menyelamatkan diri. Tapi menurut
"pendapatku, kita terlebih dulu harus berusaha mencari Bill."
"Hebat, Lucy-Ann," kata Jack. "Pendapatku juga begitu! Sekarang kita mengatur
rencana lagi." Tapi perhatian mereka kembali diganggu oleh Horace Tipperlong.
"Sudah, jangan membual terus," serunya dengan suara cerewet. "Aku lapar dan "haus! Kalau kalian berniat membiarkan aku_ di sini mati kelaparan, bilang saja!
Tapi jangan berbuat begitu tanpa memberi tahu padaku."
"Jangan konyol siapa bilang kami akan membiarkan kau mati kelaparan," kata
"Jack. "Tolong bukakan beberapa kalcng makanan, Lucy-Ann lalu berikan padanya. Beri
"sekaligus beberapa potong biskuit. Dinah! Ambilkan air dalam pasu dari kolam
kita!" "Siap, Boss!" kata Dinah sambil nyengir, lalu pergi mengambilkan air dari kolam
di tengah batu. Begitu mendapat air dan makanan, Horace makan dengan lahap.
Anak-anak ikut lapar melihatnya.
"Kurasa kita juga makan saja sekarang," kata Philip. "Bagaimana jika kau
kugantikan sebentar memegang tongkat dan menjaga di mulut lubang, Jack"
?"Boleh," kata Jack. "Tapi ingat getok saja kepalanya begitu ia berani muncul
"sedikit ke atas!"
Kata-kata itu diucapkannya dengan lantang untuk meyakinkan bahwa Horace ikut
mendengarnya. Tapi orang itu diam saja. Rupanya ia sudah mau menunggu saat yang
lebih baik. Dengan segera anak-anak sudah melahap daging ayam dengan ercis yang dimakan
tanpa dipanaskan lagi, lalu buah campur dengan krem. Sebagai pelepas haus,
mereka minum air tawar dari kolam.
"Hmmm, sedap!" kata Jack sambil mendesah puas. "Sekarang sudah lebih enak
perasaanku. Ajaib, betapa perut kenyang dapat mengubah perasaan orang!"
"Aku malah mual apabila makan sebanyak yang baru saja kausikat," kata Dinah.
"Kau ini rakus! Makanmu dua kali lebih banyak dari kami."
"Aku memang dua kali lebih lapar daripada kalian," kata Jack. "Nah mulai
"sekarang kita berbicara lebih pelan karena akan mengatur rencana."
?"Bagaimana kalau kita pergi malam-malam?" kata Philip setengah berbisik.
"Jangan," jawab Jack dengan segera. "Kita takkan bisa melihat arah yang harus
ditempuh, juga apabila saat ini sedang terang bulan. Sebaiknya kita berangkat.
besok pagi-pagi saja, menjelang fajar. Mudah-mudahan saja saat itu si Tripalong
masih tidur sehingga kita bisa berangkat tanpa takut dirongrong olehnya."
"Ya, betul karena saat kita semua menuju ke perahu, lubang rongga tidak ada
"yang menjaga," kata Lucy-Ann.
"Kalau soal itu, aku sudah memikirkan penyelesaiannya," kata Jack. "Kalian
bertiga pergi dulu ke perahu dengan membawa bekal makanan serta pakaian dan
selimut kita. Kalian menyiapkan segala-galanya di sana. Kalau sudah tinggal
berangkat, kalian berseru memanggilku. Aku akan cepat-cepat lari menggabungkan
diri. Atau bisa juga Dinah naik ke atas tebing, lalu melambai-lambai.
?"Dan saat Horace menyadari bahwa di luar tidak ada siapa-siapa lagi yang akan
memukul kepalanya begitu tersembul ke luar, kita akan sudah di tengah laut
dengan perahu motornya!" kata Dinah. Ia senang sekali membayangkan hal itu.
"Horace yang malang! Aku kasihan sekali padanya."
"Aku tidak," kata Jack dengan tandas. "Jika ia musuh Bill, ia pun musuhku pula.
Apa yang terjadi pada dirinya sekarang merupakan pembalasan yang wajar lagi
"pula kecuali disengkelit sampai jatuh ke dalam lubang, ia sebenarnya tidak
mengalami apa-apa yang bisa dikeluhkan. Aku tidak bermaksud menutup mulut lubang
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada saat kita pergi setelah memasukkan bekal makanan untuknya walau memang "begitu rencanaku mulanya Tidak menjadi soal apabila ia keluar begitu kita sudah
pergi dari sini. Dan kurasa tidak lama lagi teman-teman gerombolannya tentu akan
kemari untuk memeriksa apa sebabnya ia tidak kembali ke pangkalan mereka yang
"letaknya entah di mana!"
"Pulau-pulau di sekitar sini banyak sekali jadi usaha mencari Bill rasanya
"seperti mencari kutu di kepala," kata Philip. "Tapi aku belum enak jika kita
tidak mencobanya." "Aku juga begitu," kata Jack. "Dalam petualangan kita selama ini, Bill sudah
sering datang menyelamatkan kita. Jadi sudah waktunya kita menyelamatkannya
"jika kita berhasil mengetahui di mana ia saat ini berada. Kurasa sudah pasti
musuh membawanya ke pangkalan mereka di salah satu pulau sini."
"Apakah tidak sebaiknya kita menyiapkan segala galanya malam ini juga?" kata
"Dinah dengan tiba-tiba. "Maksudku mengangkut bekal makanan ke perahu lalu
"selimut dan pakaian kita supaya besok pagi kita tidak usah membuang-buang
"waktu lagi untuk bersiap-siap. Kau tadi kan mengatakan hendak berangkat
menjelang fajar." "Ya idemu itu bagus," kata Jack. "Biar aku lagi menjaga di dekat lubang itu
"dengan tongkat, Philip sementara kau membantu Dinah dan Lucy-Ann mengangkut
"barang-barang kita ke perahu. Kita benar-benar mujur, berhasil merampas perahu
sebagus itu! Walau aku sendiri yang bilang, tapi kita ini memang cerdik." ,
"Buh!" kata Kiki. "Bah! Buh!"
"Sayang kau tak sependapat, Kiki," kata Jack. "Tapi aku tetap berpendapat, kami
ini cerdik." "Kita sebaiknya meninggalkan makanan sedikit untuk Tripalong, ya?" kata Dinah.
"Maksudku aku tahu, kawan-kawannya segerombolan dalam sehari dua ini pasti
"akan datang untuk memeriksa apa yang terjadi dengan dirinya tapi selama itu ia
"kan juga perlu makan."
"Ya kita tinggalkan makanan beberapa kaleng beserta alat pembuka kaleng
"untuknya," kata Jack. "O ya, Philip adakah selimut selimut di perahu tadi,
" "milik orang ini?"
"Ada," kata Philip. "Nantilah kubawa kemari sekembaliku dari mengangkut bekal ke
sana. Kita lemparkan saja selimut itu ke dalam lubang. Menurut pendapatku, kita
ini benar-benar baik hati terhadap musuh kita."
Tapi Horace ternyata tidak sependapat dengan Philip. Setelah beberapa waktu
kemarahannya timbul lagi. Ia berteriak-teriak dalam rongga bawah tanah,
"Sudah cukup lama aku bersabar. Keluarkan aku dari sini, bandit-bandit cilik!
Awas jika kalian sampai terpegang olehku! Aku ingin tahu, apa sebenarnya
"alasan perbuatan kalian ini?"
"Sudahlah, jangan berpura-pura terus, Pak Horace Tripalong," kata Jack dengan
sebal. "Kau sendiri tahu, kita ini musuh. Sekarang bicaralah sedikit katakan
"di mana kalian menyekap Bill, serta beberapa hal lagi. Siapa tahu, mungkin
hukumanmu nanti bisa diperingan karenanya."
"Siapa itu Bill yang selalu kalian sebut-sebut?" kata Horace dengan nada
jengkel. "He kalian ini main bajak laut, atau Indian-indianan, atau bagaimana"
"Belum pernah kudengar ada orang disekap dalam lubang oleh segerombolan anak-anak
nakal!" seperti aku sekarang ini.
"Tidak, kalau kupikir pikir, aku juga belum mendengar kejadian seperti ini,"
"kata Jack. "Nah, Horace, jika kau tidak mau mengakui apa yang sudah kami
ketahui, lebih baik kau tutup mulut."
"Bah!" tukas Horace yang sudah jengkel sekali.
"Bah!" oceh Kiki dengan segera, lalu terbang ke mulut rongga dan memandang ke
bawah. "Bah! Anak nakal! Cul si Kunyuk muncul! Sudah berapa kali kukatakan,
tutup pintu! Hidup Raja! Bah!"
Pak Tipperlong mendengarkan ocehannya dengan heran bercampur ngeri. Jangan-
jangan ia memang sudah edan sekarang! Betulkah kakaktua itu mengata-ngatainya
dengan begitu kasar"
"Kupatahkan lehernya," sergah Horace sambil bangkit.
"Bunyikan lonceng, ya!" kata Kiki, lalu tertawa terkekeh kekeh. Setelah itu "dimasukkannya kepalanya ke dalam lubang sambil menjerit menirukan bunyi peluit
lokomotif dalam terowongan. Bunyinya memekakkan telinga dalam rongga bawah tanah
itu. Horace terjerembab ke tanah, tidak mampu melawan lagi.
"Edan! Benar-benar edan! Semua edan!" gumamnya. Ia membenamkan kepala dalam
kedua tangannya tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Bab 22 MUSUH Dengan ditemani Enggas dan Enggos, anak-anak yang tiga lagi berulang kali
mondar-mandir dari Lembah Tidur ke perahu motor sambil mengangkut makanan,
selimut, dan pakaian mereka. Philip kembali dari perahu dengan membawa setumpuk
selimut, yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga di mana Horace masih disekap.
Selimut-selimut itu jatuh menyelubungi orang itu. Ia kaget sekali. Tapi kemudian
ia merasa senang ketika menyadari bahwa anak-anak yang menawan dirinya ternyata
memberi alas tidur yang hangat dan empuk.
Dihamparkannya selimut-selimut itu di bawah tubuhnya. Ah begini lebih nyaman,
"katanya dalam hati. Ia mulai membayangkan apa saja yang akan dilakukannya
terhadap anak-anak bengal itu apabila ia nanti sudah bebas lagi.
Akhirnya semua sudah diangkut ke perahu motor rampasan. Mereka tinggal berangkat
saja pagi-pagi. Saat itu senja sudah temaram. Philip, Lucy-Ann, dan Dinah
datang, lalu duduk di samping Jack.
"Kurasa tentunya kita harus silih berganti menjaga di sini semalaman agar jangan
sampai Horace bisa melarikan diri, ya?" bisik Philip. Jack mengangguk.
"Betul! Kita tidak bisa mengambil risiko dia melarikan diri, padahal kita sudah
menyiapkan segala-galanya. Kau yang menjaga paling dulu, Philip. Dinah dan Lucy-
Ann tidak usah, karena aku yakin mereka takkan mampu cukup keras memukul kepala
Horace jika ia berani muncul ke atas."
"Siapa bilang! , tukas Dinah yang langsung panas. "Lucy-Ann memang anak yang
"lembut hati tapi aku tidak!"
"Lucy-Ann diam saja. Ia tahu pasti, ia takkan tega memukul kepala Horace
keras keras. Lagi pula kan sudah diputuskan oleh Jack dan Philip bahwa hanya
"mereka berdua saja yang perlu bergantian menjaga. Jadi soal itu sudah beres!
Matahari terbenam ke balik laut. Di langit mulai bermunculan bintang-bintang.
Anak-anak berbaring dengan nyaman di atas rumput sambil mengobrol dengan suara
pelan. Dari lubang tidak terdengar suara Horace. Mungkin ia sudah tidur.
Ketiga ekor tikus putih piaraan Philip, yang secara tiba-tiba saja sudah nampak
dewasa muncul untuk mengendus hawa malam. Melihat mereka Dinah langsung
menyingkir. Enggas dan Enggos menatap tikus-tikus itu tanpa berkejap. Kiki
menguap, lalu bersin. Setelah itu ia terbatuk-batuk.
"Diam, Kiki!" kata Jack. "Jika kau hendak berlatih menirukan suara-suara anehmu,
sana pergilah ke tebing. Biar burung-burung camar saja menjadi pendengarmu.?""Rrrr!" kata Enggas dengan serius.
"Enggas setuju dengan usulku," kata Jack
"Bah!" kata Kiki.
"Kau sendiri yang bah," kata Jack. "Sekarang diam, Kiki. Malam ini begitu indah
- janganlah kau merusaknya dengan bah dan buhmu "
Jack baru saja selesai berbicara ketika dari arah laut terdengar bunyi yang jauh
sekali. Mulanya hanya samar-samar, nyaris tak kedengaran karena bunyi laut dan
angin tapi lama-kelamaan bertambah jelas.
?"Bunyi perahu motor!" kata Jack Duduknya menegak. "Apa apaan .... '
?"Mungkinkah mereka sudah datang untuk mencari Horace?" kata Philip dengan suara
pelan. "Sialan! Ini merusak segala rencana kita!"
Tak ada yang kelihatan di laut yang sementara itu sudah semakin gelap. Tapi
bunyi tadi kian mendekat. Jack berbisik di telinga Philip,
"Hanya satu yang bisa kita lakukan sekarang. Kita semua harus cepat-cepat lari
ke perahu lalu langsung berangkat. Jangan sampai musuh melihat perahu itu
"dalam celah, karena nanti akan mereka ambil, dan satu-satunya harapan kita untuk
lari dari sini lenyap dengannya. Ayo, cepat!"
Dengan diam-diam keempat anak itu bangkit Kiki terbang ke bahu Jack tanpa
mengoceh sama sekali. Enggas dan Enggos yang semula sudah masuk ke liang mereka
saat itu muncul lagi. Keduanya terbang menghampiri anak-anak yang sedang bergegas-gegas. Mereka pun
tidak memperdengarkan suara mereka yang khas.
Semua melintasi pemukiman burung-burung puffin, tersaruk-saruk di antara liang-
liang sarang yang ratusan jumlahnya di situ. Mereka mendaki lereng tebing, lalu
turun lewat celah bagian yang runtuh. Semua melangkah dengan sangat berhati-hati
di situ apalagi ketika menuruni bagian-bagian yang menonjol. Masuk ke perahu
"yang oleng dengan napas memburu serta jantung berdebar keras.
"Hidupkan mesin," kata Philip pada Jack, sementara ia sendiri melepaskan tali
yang tertambat lalu melemparkannya ke dalam perahu dekat kaki Dinah dan Lucy-
Ann. Sesaat kemudian perahu sudah diundurkan pelan-pelan, keluar dari celah
sempit. Dengan segera mereka sudah berada di lautan terbuka. Philip mengarahkan haluan
agak ke timur. Hari sudah hampir gelap saat itu.
"Kita matikan mesin," kata Philip. "Kita menunggu di sini sampai perahu motor
tadi sudah masuk ke celah. Kurasa memang ke situlah tujuannya. Aku tidak
kepingin bertubrukan dengannya. Lagi pula, orang-orang yang ada di situ mungkin
akan mendengar bunyi mesin kita jika terus dihidupkan."
Mesin perahu dimatikan. Perahu itu terayun-ayun dipermainkan ombak yang bergerak
ke arah tebing. Bunyi perahu yang satu lagi sementara itu sudah nyaring sekali terdengar. Philip
agak menyesal, kenapa tadi tidak bergerak sedikit lebih jauh lagi. Tapi perahu
yang datang itu lewat tanpa berhenti, lalu masuk ke dalam pelabuhan yang
tersembunyi itu. Anak-anak yang memperhatikan dengan mata terpicing sambil
merunduk dalam perahu hanya bisa mengenali bayangan gelap saja. Lain tidak.
Malam kembali sunyi, karena mesin perahu yang satu lagi dimatikan. Beberapa ekor
burung laut yang terganggu ketenangan mereka terbang sebentar sambil berteriak-
teriak, lalu kembali ke sarang masing-masing di dinding tebing.
"Horace pasti senang, karena ia diselamatkan," kata Dinah setelah beberapa saat.
"Ya, mungkin saat ini ia sudah keluar dari rongga bawah tanah," kata Jack.
"Dengan segera ia akan menyadari bahwa kita sudah tidak ada lagi. Caci maki
pasti akan berhamburan nanti jika para penjahat mendengar bahwa kita menawan
Horace dan apabila mereka tahu bahwa perahunya kita rampas ....?""Rrrrr!"
Dari arah sandaran tepi geladak terdengar suara yang berat dan parau. Anak-anak
kaget sekali mendengarnya. Tapi hanya sekejap saja.
"Ah itu pasti Enggas dan Enggos," kata Philip
"senang. "Bayangkan mereka ternyata ikut dengan kita tadi."
?"Mereka manis-manis," kata Lucy-Ann. Ia mengulurkan tangan, hendak meraba
Enggas. Kedua burung puffin itu ada di situ, duduk berdampingan dalam gelap.
Dengan segera Kiki terbang menggabungkan diri dengan mereka.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang" kata Dinah. "Beranikah kita berangkat
"dalam gelap begini" Jangan-jangan nanti menubruk karang sehingga perahu pecah."
"Kita terpaksa menunggu di sini sampai saat fajar," kata Philip. "Kalau fajar
sudah menyingsing kita akan berangkat. Mudah-mudahan saja orang-orang yang di
pulau tidak mendengar bunyi mesin perahu lalu datang mengejar."
"Tapi sementara itu kita akan sudah lebih dulu berangkat," kata Jack. "Nah
"kalau kita toh masih harus menunggu dulu di sini, bagaimana jika kita tidur saja
sebentar" Mana jangkarnya" Kita buang jangkar tidak" Aku tidak ingin semalaman
hanyut entah ke mana, dipermainkan ombak!
"Sementara Jack dan Philip sibuk dengan perahu, Dinah dan Lucy-Ann mempersiapkan
tempat berbaring. Mereka menghamparkan selimut, mantel, dan baju-baju hangat
sebagai alas. Malam itu tidak dingin, jadi tidak ada yang berkeberatan tidur
begitu "Enak rasanya berbaring dinaungi langit berbintang sebagai ganti langit-langit
atau atap tenda," kata Lucy-Ann sambil merebahkan diri. "Aneh aku sama sekali
"tidak merasa mengantuk. Mungkin disebabkan kesibukan. Sementara ini aku mulai
merasa biasa dengan petualangan kita yang sekarang. Huh lega hatiku karena
"tidak harus memukul kepala Horace tadi! Aku bisa dikejar-kejar mimpi terus jika
itu kulakukan." Selama beberapa waktu keempat anak itu mengobrol sambil berbaring-baring. Tidak
seorang pun merasa mengantuk. Enggas dan Enggos rupanya juga belum tidur, karena
sekali-sekali terdengar mereka saling ber "rrrrr"-"rrrrr" an.
" "Kiki yang bertengger di kaki Jack juga belum tidur. Burung iseng itu asyik
mengocehkan segala lagu anak anak yang dikenalnya, tapi secara campur aduk.
"'Tutup mulut!" tukas Jack "Kami mau tidur, Burung rewel!"
"Mudah-mudahan saja Enggas dan Enggos tetap ikut kita," kata Lucy-Ann. "Asyik
kan jika kita bisa membawa keduanya pulang sebagai piaraan?"
"Tutup mulut!" bentak Kiki, lalu tertawa terkekeh-kekeh.
"Kakaktua tidak boleh berbicara begitu," kata Jack dengan garang sambil bangkit
ke sikap duduk. Maksudnya hendak menampar paruh Kiki Tapi burung itu lebih
sigap. Cepat-cepat disusupkannya kepala ke bawah sayap sehingga Jack tidak bisa
memukul. "Binatang licik, kata Jack. Dari bawah sayap terdengar Kiki membalas secara "menggumam, "Bah!"
Lucy-Ann mulai terlelap. Tapi tiba-tiba ia terbangun, karena anak-anak yang lain
tahu-tahu duduk tegak. "Ada apa?" tanyanya bingung. Tapi saat itu juga ia tahu sendiri.
Bunyi mesin perahu motor yang tadi terdengar lagi. Lucy-Ann ikut duduk sambil
memicingkan mata, berusaha memandang dalam gelap.
"Rupanya mereka sudah menemukan Horace dan mendengar laporannya lalu bergegas-
"gegas kembali ke perahu," kata Jack. "Yuk, kita membuntuti mereka. Cepat, angkat
jangkar! Mereka takkan mendengar bunyi mesin kita, karena mesin perahu mereka
sendiri bising sekali. Ayo, kita susul mereka! Dengan begitu kita akan tiba ke
tempat Bill ditawan."
Perahu motor para penjahat membelok begitu sudah keluar dari celah sempit, dan
kini menuju ke tengah laut. Dengan segera perahu anak-anak sudah membuntuti dari
belakang. Mereka tidak bisa mendengar bunyi mesin perahu yang di depan karena
dikalahkan bunyi perahu mereka sendiri. Tapi mereka tahu, dengan alasan sama
bunyi mesin mereka pun takkan bisa terdengar oleh orang-orang yang ada di depan.
Enggas dan Enggos masih bertengger di sandaran tepi geladak. Rupanya mereka
hendak ikut ke mana saja anak-anak pergi. Lucy-Ann merasa senang karena ada
kawan-kawan yang begitu setia, walau mereka hanya burung puffin belaka. Kiki
sudah bertengger lagi di bahu Jack dengan paruh ke arah angin.
"Semua naik," katanya berulang-ulang. "Semua naik. Bah!"
Perahu yang di depan melesat dengan laju. Gampang sekali mengikutinya dengan
memakai lampu-lampu perahu itu sebagai penunjuk. Anak-anak tidak ada yang
berbicara. Semua berdiri diam dengan wajah menghadap ke depan. Kemudian Lucy-Ann
yang lebih dulu memecah kesunyian.
"Petualangan ini makin lama makin seru," katanya. "Ya sungguh!"
"Bab 23 LAGUNA RAHASIA Lama juga kedua perahu motor itu mengarungi laut dengan laju.
"Ini benar-benar Laut Petualangan namanya!"kata Lucy-Ann dalam hati. "Segala-
galanya bisa terjadi di sini. Aduh mudah-mudahan saja nanti kita bisa
"menemukan Bill. Kalau ia ada, segala-galanya beres rasanya."
"Sebaiknya kalian berdua tidur saja sebentar," kata Jack pada Dinah dan Lucy-
Ann. "Kalian pasti sudah sangat capek. Biar aku dan Philip yang bangun sambil
bergantian memegang kemudi. Kalian tidur saja."
Tidak lama kemudian Dinah dan Lucy-Ann sudah terlelap. Mereka bermimpi tentang
ayunan, karena gerak perahu motor yang berayun seperti membuaikan.
Setelah beberapa lama membisu, Jack menyapa Philip, "He, Jambul! Kaulihat sinar
terang berkelip-kelip di sana itu" Kurasa itu pasti semacam isyarat. Perahu di
depan berubah haluan, menuju ke cahaya itu. Mudah-mudahan pelayaran kita ini
sudah mendekati akhirnya karena sebentar lagi bulan akan terbit dan saat itu ada
kemungkinannya kita ketahuan oleh orang-orang yang di depan."
"Cahaya itu mestinya merupakan penunjuk jalan untuk perahu yang di depan atau "mungkin juga untuk pesawat terbang," kata Philip. "Aduh, sial! Bulan sudah
muncul! itu, keluar dari balik awan. Untung saja tidak begitu terang."
"Berkat sinar bulan anak-anak dapat melihat ada sebuah pulau di depan. Di sebelah
kiri ada pulau lagi, letaknya sekitar dua sampai tiga mil dari pulau yang
pertama. Setidak-tidaknya, begitulah jaraknya menurut taksiran Jack dan Philip.
"He, Jack! Kita kan tidak bermaksud masuk ke dalam perangkap musuh," kata
"Philip. "Itulah yang akan terjadi jika kita terus mengikuti perahu di depan
sampai ke pulau yang ditujunya. Kurasa lebih baik kita ke pulau yang satu lagi
"itu, yang di sana! Mungkin sinar bulan cukup terang untuk membantu kita
menemukan teluk kecil yang bisa dijadikan tempat berlabuh. Kita berdua pasti
mampu mengemudikan perahu ini ke tempat aman."
"Setuju," kata Jack sambil memutar roda kemudi. Kini mereka tidak lagi mengikuti
arah perahu motor yang di depan, yang dengan segera sudah tidak kelihatan lagi.
Mungkin sudah masuk ke dalam suatu pelabuhan kecil. Sedang perahu anak-anak
"menuju ke pulau yang satu lagi. Mereka bisa melihat segala-galanya dengan cukup
jelas sekarang, karena mata mereka sudah terbiasa melihat dengan bantuan sinar
bulan yang temaram saat itu.
"Kelihatannya tidak begitu berbatu-batu," kata Jack sambil mengarahkan haluan
perahu dengan tenang menghampiri pulau. "Tidak di mana-mana pantainya terdiri
"dari pasir dan kerikil halus. Kuarahkan perahu kita lurus ke pantai, Philip.
Bersiaplah untuk melompat ke luar begitu kita terhenti."
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara itu Dinah dan Lucy-Ann terbangun, lalu cepat-cepat melepaskan selimut
yang menyelubungi tubuh. Jack mengarahkan haluan lurus ke pantai berkerikil.
Begitu perahu terhenti, dengan sigap Philip meloncat turun.
"Sedikit pun tidak bisa digerakkan lagi," katanya terengah-engah setelah
beberapa saat berusaha menarik perahu lebih ke atas lagi bersama Dinah dan Lucy-
Ann. "Sudahlah, kita benamkan saja jangkar. Saat ini pasang surut hampir
mencapai kedudukan terendah. Jadi sebaiknya kita masuk saja sebentar ke air lalu
membuang jangkar dan kemudian mendorong perahu sedikit-sedikit pasti akan aman,
jika laut tetap tenang seperti sekarang."
Setelah melakukan pekerjaan itu Jack dan Philip merebahkan diri ke pantai karena
kehabisan napas. Keduanya sudah capek sekali. Hampir saja mereka tertidur dalam
keadaan begitu. Tapi Dinah tidak membiarkan saja.
"Ayo, Jack dan Philip," katanya, "kita ambil selimut, lalu kita mencari tempat
yang terlindung. Kalian sudah hampir tertidur."
Ah, kita kan aman di sini setidak-tidaknya sampai pagi," gumam Jack
" "sementara ia berjalan tersaruk-saruk menyusur pantai ke atas bersama anak-anak
yang lain. Ia melangkah dalam keadaan setengah tidur. "'Tidak ada yang tahu kita
di sini. Kurasa pulau ini penghuninya juga hanya burung-burung saja."
Mereka tiba di kaki sebuah tebing yang rendah. Lucy-Ann melihat sebuah gua di
situ. "Coba nyalakan senter," katanya pada Philip. "Mungkin kita bisa tidur di
dalamnya." Gua itu ternyata berukuran kecil dengan dasar berpasir kering dan empuk. Tercium
bau rumput laut di situ, tapi bagi anak-anak itu tidak apa-apa karena tidak
terlalu mengganggu. Mereka menghamparkan selimut ke dasar gua, lalu merebahkan
tubuh di atasnya. Enggas dan Enggos mengambil tempat duduk di mulut gua, seolah-
olah menjadi penjaga di situ.
Jack dan Philip langsung tidur begitu kepala mereka menyentuh selimut Dinah dan
Lucy-Ann menyusul. Tidak lama kemudian hanya bunyi dengkur pelan saja yang
terdengar di situ. Jack yang mendengkur, karena ia berbaring menelentang. Kiki
mengamat-amati muka anak itu dalam gelap. Ia ingin tahu, kenapa anak yang
disayanginya itu mengeluarkan suara yang begitu aneh Tapi kemudian Kiki
berpendapat bahwa itu soal sepele tidak perlu diributkan. Ia pindah ke atas "perut Jack, lalu tidur mendekam di situ.
Keesokan paginya Enggas dan Enggos mendatangi Philip, lalu duduk di atas
perutnya sambil mengeluarkan bunyi mereka yang biasa.
"Rrrrrr!" Maksud mereka hendak mengatakan, "Ayo, bangun!"
Dan Philip terbangun. "Turun!" tukasnya. "Kalian jangan meniru kebiasaan Kiki yang jelek, Enggas dan
Enggos. Wah kalian membawakan ikan untukku! Terima kasih tapi jangan
" "digeletakkan di dadaku, Enggas!"
Tadi Enggas sudah sempat menyelam di laut, menangkap ikan. Hasilnya diletakkan
dengan cermat di atas tubuh Philip. Puffin itu membuka dan menutup paruhnya
beberapa kali sambil mengeluarkan satu-satunya bunyi yang dapat diperdengarkan,
tapi dengan nada puas. "Rrrrrr!" Anak-anak yang lain tertawa geli ketika Philip menceritakan pengalamannya dengan
pemberian Enggas pagi itu. Sambil mengusap-usap mata mereka memutuskan akan
pergi mandi sebentar di laut, karena semua merasa perlu membersihkan badan.
"Setelah itu kita sarapan," kata Jack. "Aduh, kenapa sih aku ini selalu saja
merasa lapar! Wah pulau ini bagus juga kelihatannya! Lihat yang di sana itu
" "pulau tempat musuh kita. Aku ingin tahu, benarkah Bill ada di sana."
"Sesudah sarapan kita naik ke puncak tertinggi yang ada di pulau ini," kata
Philip mengusulkan. "Dari situ kita bisa memandang berkeliling, memperhatikan
pulau-pulau yang di sekitar sini. Yuk kita ambil dulu makanan dari perahu."
"Saat itu air laut sedang pasang tinggi. Anak-anak terpaksa berenang menuju
perahu mereka yang terapung-apung agak ke tengah. Mereka langsung mencari
makanan untuk sarapan. Ketika sedang mencari-cari kaleng yang berisi ikan salm,
tiba-tiba Lucy-Ann berteriak. Ia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Lihat! di sini ada radio! Mungkinkah di samping menerima, pesawat ini juga
"merupakan pemancar" Mungkinkah kita bisa mengirim berita dengannya?"
"Entah," kata Jack sambil memeriksa. "Bentuknya lain sekali dari kepunyaan Bill.
Lagi pula, katakanlah ini pesawat pemancar tapi aku tidak tahu cara
"memakainya. Kurasa ini cuma pesawat penerima saja. Yuk kita sarapan saja dulu.
"Huhh panasnya sinar matahari!"
"Keempat anak itu sarapan dengan nikmat di perahu, ditemani Kiki, ketiga tikus
putih, serta Enggas dan Enggos yang ikut mendapat bagian.
"Nah sekarang bagaimana selanjutnya" Kata Jack setelah kenyang. "Bagaimana
"jika kita naik ke atas tempat yang paling tinggi di pulau ini, lalu dari situ
melihat apa saja yang nampak di sekitar sini?"
"Setuju!" kata anak-anak yang lain. Mereka lantas meninggalkan perahu terapung-
apung dekat pantai, mendaki tebing yang tidak begitu tinggi lalu melintasi
padang berumput yang terdapat di belakangnya. Tempat itu tidak begitu bersemak
belukar seperti Pulau Puffin. Burung-burung pun tidak begitu banyak di situ.
"Aneh! Mestinya kan banyak di pulau sebagus ini." kata Jack. "Lihatlah di
" ujung sebelah sana ada bukit! Yuk, kita mendaki ke atasnya."
Anak-anak mendaki bukit itu sampai ke puncaknya. Setiba di sana mereka langsung
tertegun karena kagum. Di hadapan mereka terbentang sebuah laguna. Sebuah danau
berair asin. Sebetulnya danau juga bukan, karena perairan itu letaknya di antara
dua pulau. Tapi kedua pulau itu saling dihubungkan oleh beting karang yang cukup
lebar, mengungkung perairan di tengahnya, sehingga sulit sekali menentukan
laguna itu sebetulnya merupakan bagian dari pulau yang mana. Di beberapa bagian
karang bahkan menjulang setinggi bukit dan di antara batu-batu pembatas itu "terhampar perairan yang kelihatan begitu indah biru kemilau dan selicin kaca
"permukaannya. Astaga!" kata Jack terkagum-kagum. "Sudah banyak pemandangan menakjubkan yang
"kita lihat tapi tidak ada yang bisa menandingi keindahan laguna biru yang
"nampak membentang di depan mata. Tidak mungkin itu benar-benar ada! Mungkin
hanya fatamorgana belaka!"
Fatamorgana adalah tipuan penglihatan yang terjadi apabila lapisan-lapisan udara
di suatu tempat sangat berlainan suhu, sehingga kepadatannya berbeda-beda.
Lapisan-lapisan itu menjadi seperti cermin, memantulkan bayangan benda-benda
yang jauh sehingga kelihatan dekat. Ini dapat terjadi di laut, atau di gurun
pasir misalnya. Tapi yang dilihat anak-anak itu sama sekali bukan fatamorgana. Laguna itu benar-
benar ada terbentang seluas satu setengah mil di bawah mereka. Letaknya begitu
"terlindung oleh pulau dan beting karang yang mengelilingi, sehingga permukaannya
yang biru sedikit pun tak nampak bergerak-gerak.
Saat itu terjadi sesuatu yang menyebabkan anak-anak terkejut setengah mati.
Mereka mendengar bunyi dengung pesawat terbang! Mereka juga melihatnya datang
menuju arah mereka. Jack cepat-cepat menyuruh semua bertiarap, karena takut
kalau-kalau kelihatan dari atas. Pesawat itu terbang melintasi laguna. Ketika
melintas nampak sesuatu dijatuhkan sesuatu yang mengembang berwarna putih. Di
"bawahnya ada sesuatu yang tergantung-gantung.
Anak-anak menatap dengan takjub. Berbagai pikiran aneh melintas dalam benak
mereka. Apakah itu suatu percobaan ilmiah" Atau bom bom atom apakah itu"
" "Barang yang kemudian mengembang itu payung terjun. Geraknya menurun dengan
lambat ke arah laguna. Benda yang tergantung di bawahnya dibungkus dengan bahan
pembungkus yang berkilat. Pasti bahan kedap air, kata Jack - dalam hati.
Sesampai di laguna, payung mengembang di permukaan air dan tidak bergerak lagi.
Tapi sementara anak-anak masih memandang, payung itu seolah-olah menghilang ke
dalam air, ikut tenggelam bersama benda di bawahnya.
"Lihatlah pesawat mengitari laguna lagi.
"Rupanya hendak melemparkan payung terjun lagi," kata Philip. Semua memperhatikan
betapa pesawat itu sekali lagi meluncurkan sebuah payung yang dibebani sesuatu.
Dan kejadian sama berulang lagi. Payung berayun turun ke air dengan benda yang
tergantung di bawahnya, dan beberapa menit kemudian lenyap ke dalam laguna.
Kemudian masih satu lagi payung diluncurkan ke bawah. Pesawat terbang berputar
mengelilingi perairan itu sekali, lalu terbang menjauh. Tidak lama kemudian
sudah menghilang di kejauhan.
"Kenapa pesawat itu menjatuhkan barang-barang ke laguna ini?" kata Jack heran.
"Aneh! Dan apa isi bungkusan-bungkusan besar yang tergantung di bawah ketiga
payung terjun tadi?"
"Dan kenapa dijatuhkan ke dalam laguna?"tanya Dinah yang tidak kalah bingung.
"Apakah mereka memang hendak membuangnya" Tapi kenapa begitu aneh caranya!"
"Yuk kita masuk ke laguna dengan perahu kita," ajak Lucy-Ann. "Di situ kita
"coba, apakah bisa memandang sampai ke dasarnya."
"Lalu bagaimana menurutmu, cara kita masuk, Tolol?" tukas Jack. "Perahu tidak
mungkin bisa masuk ke situ kecuali apabila digotong melewati beting karang "yang membatasinya."
"Aduh benar juga! - dasar aku ini memang tolol!" kata Lucy-Ann. "Tapi walau
"begitu aku tetap ingin kita bisa memandang ke dasarnya untuk melihat rahasia
"apa yang sebenarnya tersembunyi di situ."
"Rrrrr!" kata Enggas dan Enggos. Keduanya mengepakkan sayap, lalu meluncur
mengarungi udara menuju ke laguna. Suara mereka seolah-olah hendak mengatakan,
"Kalian ingin ke sana" Itu kan gampang! Begini caranya!"
Sesaat kemudian kedua puffin itu sudah terapung-apung di air. Kelihatannya kecil
sekali di kejauhan. Anak-anak memperhatikan mereka, sementara keduanya menyelam-
nyelam ke dalam air untuk mencari ikan.
Kenapa kita tidak ikut saja turun ke sana lalu berenang-renang," kata Jack
"kemudian. "Kita nanti berenang agak ke tengah lalu menyelam untuk melihat apakah
ada sesuatu yang bisa kita lihat di situ. Siapa tahu, kan?"
"Kalau begitu sekarang saja kita berangkat," kata Dinah bersemangat. "Aku
kepingin sekali mengetahui apa sebenarnya yang tersembunyi di balik segala
kejadian ini. Bagiku segala-galanya terasa sangat misterius!"
Anak-anak bergerak menuruni bukit yang makin ke: bawah semakin berbatu-batu.
Untung banyak rumput yang tumbuh di sela-selanya sehingga kaki tidak terasa
sakit berjalan di situ. Akhirnya mereka sampai di tepi laguna yang biru tenang
airnya. Keempat anak itu membuka pakaian lalu terjun ke air. Air di situ ternyata
hangat. Rasanya seperti sutra, membelai lengan dan tubuh. Anak-anak berenang
dengan santai, menikmati kehangatan air dan sinar matahari yang menyinari tubuh
sebelah atas. "Sekarang aku akan menyelam," kata Jack. "Aku ingin tahu, barangkali ada yang
bisa kulihat di bawah."
Ia menungging seperti bebek, lalu menyelam makin lama makin jauh ke dalam air.
"Bab 24 PENEMUAN YANG TAK DISANGKA
Laguna itu lumayan juga dalamnya. Jack tidak berhasil menyelam sampai ke dasar,
karena tidak mampu menahan napas cukup lama untuk itu. Ia muncul lagi ke
permukaan sambil mengap-mengap.
"Aku hanya bisa melihat setumpukan benda keputih-putihan terletak di dasar,"
katanya tersengal-sengal. "Hanya itu saja! Aku tadi tidak berhasil menyelam
sampai ke situ, karena napasku habis."
"Yah itu tidak banyak gunanya," kata Dinah. "Kita kan ingin tahu, apa yang
"terdapat di dalam bungkus kedap air itu. Kita harus merobeknya supaya nampak apa
isinya." "Itu tidak bisa kita lakukan dengan gampang," kata Philip. "Pasti bungkus itu
terikat erat, atau dikencangkan dengan salah satu cara yang hebat. Biar aku saja
yang mencoba sekarang, Jack mungkin nanti aku bisa menyelam sampai cukup dekat
"sehingga bisa meraba apa isinya."
"Aduh tapi hati-hati, ya," kata Lucy-Ann. "Jangan-jangan isinya barang
" berbahaya." "Tapi kurasa bukan sesuatu yang bisa memakan kita," kata Jack sambil nyengir.
"He, Kiki kenapa kau tidak ikut menyelam seperti Enggas dan Enggos supaya " "kau ada gunanya sedikit!"
Tapi Kiki sama sekali tidak senang melihat anak-anak begitu gemar mandi-mandi.
Ia terbang mengitar di atas kepala anak-anak yang sedang berenang. Sekali-sekali
ia mencoba hinggap ke bahu salah satu dari mereka. Tapi Enggas dan Enggos senang
ditemani anak-anak. Keduanya berenang dan menyelam-nyelam di samping mereka
sambil memperdengarkan bunyi, "rrrr" bernada puas.
Philip menukik, lalu menyelam. Dengan laju ia berenang menurun. Matanya terbuka
lebar, memandang dalam air yang asin. Jauh di bawah dilihatnya ada onggokan
putih yang nampak kemilau samar-samar di dasar laguna. Ia berenang lurus ke arah
situ, lalu mengulurkan tangan untuk menyentuh. Di bawah bahan pembungkus
dirasakannya ada sesuatu yang keras.
Saat itu napasnya habis. Dengan dada serasa akan meledak, ia naik lagi ke
permukaan. Sesampai di atas ia menghirup udara sambil tersengal-sengal.
"Aku merasakan suatu benda keras tadi," katanya ketika napasnya sudah teratur
kembali. "Tapi tidak mungkin bagiku mengetahui benda apa itu. Sial! Benar-benar
menyebalkan kita kini tepat berada di atas suatu misteri, tapi tidak mampu
"mengetahuinya!"
"Yah kurasa kita terpaksa menyerah," kata Jack. "Aku tahu pasti, napasku tidak
"mungkin mencukupi untuk menyelam sampai ke dasar, lalu di situ meraba-raba
pembungkus untuk mengetahui isinya. Bisa pecah paru-paruku nanti."
"Aku tidak suka jika kita cepat-cepat menyerah," kata Dinah
"Kalau begitu kenapa tidak kau saja yang menyelam ke bawah, untuk melihat apakah
kau bisa mengetahui sesuatu," kata Philip.
"Kau kan tahu, napasku malah lebih pendek lagi," kata Dinah. "Jadi apa gunanya?"
"Aku ingin ke tepi," kata Lucy-Ann. "Di sebelah sana ada batu yang terselubung
rumput laut Letaknya enak, kena sinar matahari. Aku ingin berjemur sebentar di
situ." Dengan gerakan lamban ia berenang ke tempat itu. Enggas dan Enggos mengiringinya
sambil menyelam. "Bagaimana rupa mereka kalau menyelam dalam air?" tanya Lucy-Ann dalam hati.
"Aku ingin melihat mereka mengejar ikan."
Ia menukik, lalu menyelam. Ah itu Enggas, sedang mengepakkan sayap dalam air.
"Begitu rupanya cara burung puffin berenang! Ia sedang mengejar seekor ikan yang
besar. Ketika hendak menuju ke permukaan kembali, tiba-tiba ia melihat sesuatu
di bawahnya. Di tempat itu laguna tidak begitu dalam, karena di situ terdapat
batu-batu yang merupakan bagian dari kaki tebing. Batu-batu itu menjorok agak ke
tengah sehingga air di situ agak dangkal. Tapi masih cukup dalam juga, karena
kaki Lucy-Ann tidak dapat disentuhkan ke dasar.
Lucy-Ann memandang sebentar ke bawah, untuk melihat apa yang terletak di atas
batu dalam air itu. Tapi sayang, napasnya habis. Sambil terbatuk-batuk ia muncul
ke permukaan. Setelah napasnya biasa lagi, anak itu menyelam sekali lagi dan saat itu
"barulah ia tahu apa yang dilihatnya sekilas tadi. Ternyata salah satu bungkusan
yang dijatuhkan dengan payung terjun tidak terjatuh di perairan yang dalam,
melainkan tenggelam ke dasar berbatu di tempat yang agak dangkal. Bungkusan itu
pecah dan isinya berserakan di atas batu.
" Tapi benda-benda apakah itu" Lucy-Ann tidak berhasil mengenali. Bentuknya begitu
aneh. Ia muncul lagi ke permukaan, lalu berseru-seru memanggil Jack
"He, Jack! Salah satu bungkusan misterius itu jatuh di sini lalu pecah ketika
terbentur ke batu-batu yang merupakan dasar di tempat ini! Tapi aku tidak bisa
mengenali benda-benda itu!"
Jack berenang menghampiri dengan gembira, diikuti oleh Philip dan Dinah.
Semuanya ikut menyelam ke bawah, makin lama makin dalam. Mereka sampai di tempat
bungkusan yang pecah pembungkusnya. Bahan keputih-putihan yang kedap air itu
bergerak-gerak turun naik dengan lambat, mengikuti gerak air di situ. Sedang di
sekitarnya berserakan isi bungkusan itu.
Jack dan Philip bergegas-gegas memeriksa benda-benda itu karena mereka sudah
hampir kehabisan napas. Setelah itu keduanya melesat kembali ke permukaan.
Mereka berpandang-pandangan dengan napas - tersengal-sengal. Sejenak kemudian
kedua menyerukan kata-kata yang sama,
"Senapan! Senapan! Berlusin-lusin!"
Anak-anak itu berenang menuju ke batu besar di mana Lucy-Ann sementara itu sudah
duduk bermandikan sinar matahari. Mereka ikut naik ke atasnya.
"Bayangkan senapan! Untuk apa senapan-senapan dijatuhkan ke laguna ini" "Mungkin dibuang" Tapi kenapa?"
"Bukan, bukan dibuang karena kalau begitu untuk apa repot-repot membungkusnya
"dengan bahan kedap air?" kata Philip. "Senapan-senapan itu disembunyikan di
sini." "Disembunyikan!" Aneh benar menyembunyikan senjata api di sini!" kata Dinah.
?"Lalu kemudian hendak diapakan senjata-senjata sebanyak itu?"
"Mungkin orang-orang itu gerombolan penyelundup senjata," kata Jack. "Mereka
mengangkut beratus-ratus pucuk senjata api dari salah satu tempat kemari untuk
disembunyikan di sini, siap untuk diambil lagi jika diperlukan untuk aksi
revolusi di salah satu tempat mungkin di Amerika Selatan."
?"Ya, kurasa begitulah," kata Philip. "Selalu ada saja orang yang menimbulkan
kerusuhan di mana saja, dan mereka memerlukan senjata untuk bertempur. Orang
yang bisa menyelenggarakan senjata untuk mereka, bisa menjadi kaya raya. Ya,
Lima Sekawan 04 Petualangan Di Laut Sunyi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
benar itulah yang sedang terjadi di sini penyelundupan senjata!"
" ?"Wah!" kata Lucy-Ann. "Dan kita secara tak sengaja terlibat dalam urusan yang
begitu! Kurasa Bill sudah menduga kemungkinan ini tapi orang-orang itu
Arca Dewi Bumi 2 Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Jaringan Hitam 1