Melacak Topeng Hitam 1
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam Bagian 1
LIMA SEKAWAN MELACAK TOPENG HITAM "Hore! kita akan berlayar mengelilingi Laut Tengah dengan kapal pesiar Santa
Maria!" George dan ketiga saudara sepupunya gembira sekali ketika mendapat kesempatan
berlibur di atas kapal Santa Maria yang mewah itu.
Tapi kelihatannya perjalanan itu tidak akan semulus yang diperkirakan. Beberapa
surat kabar memberitakan bahwa seorang penjahat internasional yang licin saat
ini juga sedang berlibur selama tiga minggu di atas kapal Santa Maria!
Selama ini penjahat itu tidak pernah bisa dikenali wajahnya, karena dalam
operasi-operasinya ia selalu mengenakan jubah dan topeng hitam...
LIMA SEKAWAN bertekad untuk menemukan bandit itu di antara para penumpang Santa
Maria, sebelum kapal itu berlabuh kembali ke Marseille. Tidak mudah untuk
membekuk Topeng Hitam, karena penjahat itu akan melakukan apa saja untuk
mencegah niat LIMA SEKAWAN
Penerbit PT Gramedia JI. Palmerah Selatan Scan bytagdgn www.tag-dgn.blogspot.com Edited by Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
LES CINQ CONTRE LE MASQUE NOIR
by Claude Voiler Copyright ? Librairie Hachette. 1974
All rights reserved LIMA SEKAWAN: MELACAK TOPENG HITAM
dialihbahasakan dari edisi bahasa Jerman
DIE BERUHMTEN 5 UND DIE SCHWARZE MASKE
oleh Agus Setiadi GM 84.143 Hak cipta terjemahan Indonesia
PT Gramedia, Jakarta Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia. Jakarta,
November 1984 Anggota IKAPI Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia
Jakarta DAFTAR ISI Bab 1 Berlayar! 7 Bab 2 Siapakah Topeng Hitam" 13
Bab 3 Ke Marseille 22 Bab 4 Salam yang Mencemaskan 31
Bab 5 Max Normand 41 Bab 6 Pencurian Nekat 53 Bab 7 Pesiar ke Korsika 73
Bab 8 Peristiwa Misterius 86
Bab 9 Nona Ping Mencurigakan 99
Bab 10 Perampokan di Hotel 115
Bab 11 Pengejaran yang Sia-sia 126
Bab 12 Timmy dan Phil 139
Bab 13 Keliru Lagi 149 Bab 14 Dugaan Anne 159 Bab 15 Lagi-lagi Topeng Hitam! 174
Bab 16 George Menarik Kesimpulan 184
Bab 17 Terjebak! 195 Bab 18 Timmy Berjasa 202 Bab I BERLAYAR "Ayo, coba terka - ke mana kita berlibur kali ini" George memandang berkeliling.
Matanya berkilat-kilat. Potongannya mirip anak laki-laki, karena rambut ikalnya
yang coklat dipotong pendek. Kecuali itu selalu memakai celana jeans. Karenanya
semua menyapanya dengan nama George. Nama sebenarnya Georgina. Tapi sejak lahir
nama itu tidak pernah dipakai, sehingga akhirnya orang lupa bahwa namanya
begitu. Gadis remaja itu merangkul temannya yang paling dekat: Timmy, anjingnya
yang setia. Timmy bersandar pada George, yang memandang ketiga saudara sepupunya
dengan sikap menunggu. Julian, Dick, dan Anne memandang George dengan heran. Mereka baru beberapa jam
yang lalu tiba di Kirrin. Setiap liburan musim panas mereka selalu datang ke
Pondok Kirrin, untuk berlibur di situ bersama George serta ayah dan ibtinya.
Tapi sekarang kenapa George tahu-tahu bertanya begitu"
"Rupanya Paman Quentin dan Bibi Fanny ingin mengusir kami, ya?" kata Dick
mencoba berkelakar, sambil meringis. Rambutnya coklat, seperti rambut George.
Tingkah lakunya juga liar, seperti saudara sepupunya itu. Karena Ia sebaya
dengan George, banyak yang mengira mereka anak kembar.
"Bukan begitu," kata George sambil tertawa. "Orang tuaku mengajak kita
bepergian." "Aku malas berteka-teki seperti itu," kata Julian. Ia yang tertua di antara
ketiga sepupu George. Remaja itu bertubuh tinggi, Iangsing tapi kekar, berambut
pirang. "Bagiku, Pondok Kirrin masih tetap yang paling menyenangkan. Untuk apa
kita pergi dan sini?"
"Ya, betul!" sambut Anne, yang termuda di antara keempat remaja itu. Ia
mengibaskan rambut pirangnya yang sebahu panjangnya. "Kan tidak menjadi soal
apakah kita di pantai, di pegunungan, di pedesaan, atau di kota - selama kita
tetap bersama-sama!"
George tersenyum. Senyumannya misterius.
"Pokoknya masih lebih asyik dari itu semua!" katanya.
Ketiga sepupunya memandang dengan mata terbuka lebar.
"Apakah kau hendak mengatakan, kita akan pergi ke bulan?" seru Julian. "Atau
berkeliaran dalam liang tambang!"
"Tidak - di air..."
"Memancing!" seru Dick.
"Masih jauh lebih asyik! Pesiar dengan kapal di Laut Tengah! Nah - apa kata
kalian sekarang?" George memandang berkeliling, menunggu tanggapan.
Ketiga saudaranya membisu sesaat, karena kaget. Tapi kemudian mereka melompat-
lompat dengan gembira. "Hore! Berlayar! Asyik - aku menjadi nakhoda!" seru Dick. "Tapi akan ke mana
kita nanti?" George sudah tak tahan lagi. Ia memang tidak kuat lama-lama menyimpan rahasia.
"Kita akan pesiar mengelilingi Laut Tengah," katanya. "Pelabuhan-pelabuhan yang
disinggahi baru akan diberitahukan beberapa saat sebelumnya. Kapal kita 'Santa
Maria'. Di situ segala-galanya tersedia. Ini ide Ibu!"
"Dan Paman Quentin tidak memprotes?" tanya Julian dengan heran. "Ia mau
meninggalkan kesibukan ilmiahnya" Ilmuwan seperti dia - yang tahunya cuma rumus-
rumus belaka"!"
"Betul!" kata George memotong. "Dan karena Ia terlalu banyak bekerja, ibuku
lantas membujuk-bujuknya agar mau melupakan penelitiannya untuk sementara waktu.
Dan nampaknya kali ini Ibu berhasil. Dan di tengah laut nanti, kurasa Ayah
takkan..." Ia berhenti sebentar, lalu tertawa. "Tapi kubilang saja pada kalian,
ya - kurasa Ibu kalah dalam bersiasat. Soalnya, Ayah takkan mau diajak berlayar,
jika tidak ada alasan tertentu. Profesor Scott juga akan ikut dengan kapal Santa
Maria!" Profesor Scott itu seorang ilmuwan termashur - seperti Paman Quentin juga.
Anaknya, John, teman baik George serta ketiga saudara sepupunya. Ia sekelas
dengan Dick. Teman-temannya memanggilnya Johnny. Panggilan itu cocok dengan
pembawaannya yang selalu periang.
"Johnny juga ikut?" tanya Anne.
"Jelas dong! Dan yang lebih asyik lagi - binatang peliharaan boleh dibawa. Timmy
akan kuajak, sedang Johnny akan membawa Pil, monyet ciliknya!"
"Asyik!" seru Julian.
"Ya - kalau Timmy tidak boleh dibawa, mana mungkin George menyetujui rencana
ini!" kata Dick sambil nyengir.
"Betul!"kata George. "Aku tidak mau kalau disuruh berpisah dari Timmy!"
"Dan tanpa kalian berdua," sambung Dick, "kita bukan lagi Lima Sekawan!"
Nama itu benar-benar sesuai, karena berlima mereka sudah sering mengalami
petualangan yang seru, serta mengusut misteri yang aneh-aneh.
"Mudah-mudahan dalam pelayaran pesiar ini kita akan menjumpai teka-teki rumit
yang perlu dipecahkan" kata Dick lagi, "atau kejadian misterius yang bisa kita
usut." "Kenapa tidak?" kata George bersemangat. "Yang jelas, kita takkan merasa bosan
di atas kapal!" Anak-anak sudah tidak sabar lagi menanti. Gagasan Bibi Fanny itu benar-benar
cemerlang! Mereka sama sekali tidak menyangka akan diajak pesiar naik kapal!
"Lusa siang kita berangkat ke Marseille di Prancis Selatan" kata George. "Besok
kita harus berkemas-kemas. Kita kumpulkan pakaian musim panas yang hendak kita
bawa. Kita akan dibantu Ibu. Sekarang bagaimana jika kita pergi ke rumah Johnny"
Ia pasti juga sangat gembira!"
Sepuluh menit kemudian mereka sudah bersepeda menyusur jalan pedesaan yang
menuju ke rumah Johnny. Ia tinggal bersama ayahnya, Profesor Scott, di sebuah
rumah yang menghadap ke sebuah tanjung, hanya beberapa kilometer dan Pondok
Kirrin. Bab 2 SIAPAKAH TOPENG HITAM"
JOHNNY menyambut kedatangan teman-temannya dengan gembira. Ia bersorak-sorak.
Pil, seekor monyet kecil yang gemar makan permen dan segala jenis pil, meloncat
ke atas tengkuk Timmy lalu duduk di situ dengan santai. Kedua binatang itu
bersahabat. "Kita benar-benar bernasib baik!" seru Johnny sambil menyongsong. "Kita akan
pesiar naik kapal! Wah - pasti asyik nanti!"
Setelah itu anak-anak sibuk berembuk di dalam kebun, mengatur rencana untuk
nanti. Seperti Paman Quentin, ayah Johnny juga tidak suka diganggu kalau sedang
sibuk bekerja. "Ayo masuk, Anak-anak!" Kelima remaja itu menoleh ke arah rumah. Mereka melihat
Betty rnenjulurkan kepalanya ke luar dan jendela. Ia berseru lagi, "Aku sudah
menyediakan hidangan untuk kalian!"
Wanita itu pengurus rumah tangga Profesor Scott. Orangnya kecil, bertubuh gemuk,
dan bersikap tegas. Ia yang mengatur segala-galanya di situ, sejak ibu Johnny
meninggal dunia. Begitu melihat George dan ketiga sepupunya datang, ia lantas
buru-buru membuat kue. Ia tahu, anak-anak itu tidak pernah menolak jika ditawari
makanan. Dan benarlah - dalam beberapa menit saja kue yang tidak kecil itu sudah
habis disikat beramai-ramai. Anak-anak menyandarkan diri di kursi, karena
kekenyangan. Tiba-tiba Johnny membuka mulut, memecah kesunyian,
"Kalian mendengar warta berita siang tadi" Topeng Hitam yang misterius kabarnya
mulai beraksi kembali!"
"Topeng Hitam?" tanya Anne bingung. "Siapa itu?"
"Ah -," kata Julian dengan sikap tak acuh, "seorang penjahat internasional.
Kurasa tak lama lagi polisi pasti akan berhasil membekuknya."
Julian memang jarang ribut - berlawanan dengan George, yang selalu langsung
merasa terlibat. "Mana bisa,Ju!" bantahnya. "Kurasa Topeng Hitam terlalu cerdas - takkan mungkin
segampang itu menangkapnya. Orangnya selicik seratus monyet digabungkan - eh,
jangan kaucubit aku, Pil, aku kan tidak berbicara tentang dirimu! - dan karena
Ia selalu beraksi sendiri, takkan ada yang mungkin bisa berkhianat. Sampai
sekarang tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya!"
"Ya - karena jika sudah diketahui, pasti akan langsung ditangkap dan dimasukkan
ke penjara" kata Julian.
"Tapi itu hanya kalau perbuatannnya bisa dibuktikan," kata George yang masih
tetap bersemangat. "Kelompok seperti kita ini misalnya, mungkin saja akan bisa
melakukan pengusutan - sekawan penyelidik remaja yang takkan menimbulkan
kecunigaannya. tabah, tangkas, cerdas..."
"..dan sangat rendah hati!" kata Dick, menggoda sepupunya. "Jika kau memang
begitu tertarik hendak mengetahui siapa Topeng Hitam, lebih baik kau jangan ikut
pesiar. Penjahat itu takkan kaujumpai di atas kapal Santa Maria. Ia terlalu
sibuk dengan aksi-aksinya, mana mungkin sempat berlibur!"
Selama beberapa saat kelima remaja itu masih asyik mengobrol tentang petualangan
pencuri yang terkenal tapi misterius itu.
"Aksinya selalu dalam ukuran besar" kata Julian pada Anne, yang tidak tahu apa-
apa tentang orang itu. "Ia biasa mencuri perhiasan wanita yang kaya-raya. Tadi
pagi aku juga mendengar berita tentang dia di radio - yang mengatakan bahwa Ia
membongkar lemari besi sebuah bank di Amerika Selatan. Di Buenos Aires! Itu
bukan pekerjaan gampang, jika dilakukan seorang diri. Aku ingin tahu, bagaimana
ia melakukannya!" "Perincian mengenainya pasti dimuat di surat kabar malam ini," kata Johnny.
"Tapi tahukah kalian bahwa orang itu juga mata-mata?"
Napas George tersentak. "Mata-mata?" katanya mengulangi.
"Ya, betul! Ayahku bercerita bahwa Topeng Hitam berhasil mencuri dokumen-dokumen
rahasia dari kalangan ilmuwan dan diplomat berbagai negara, lalu menjualnya pada
penawar yang berani membayar paling tinggi!"
"Kenapa selama ini aku tidak pernah mendengar apa-apa tentang dia?" kata Anne,
heran. "Karena kau selalu melamun - seakan-akan hidupmu di bulan," kata Dick menggoda,
"dan aksi Topeng Hitam selama ini belum sampai ke sana!"
Anne bergidik. Ia merasa seram mendengar kisah tentang pencuri kelas
internasional itu, yang sekaligus juga mata-mata. Anne paling tidak suka pada
perbuatan tidak jujur, kekerasan, dan pengkhianatan. Secara tidak langsung
wataknya itu telah berulang kali menyebabkan anak-anak terhindar dari situasi
gawat. Umurnya masih muda dan sifatnya yang ramah sering merupakan pertolongan
besar dalam berbagai petualangan Lima Sekawan. Senyuman Anne yang cerah menawan
perasaan orang. Johnny memandang arlojinya.
"Hampir pukul lima!" katanya. "Kita dengarkan sebentar warta berita di radio.
Barangkali saja ada kabar baru tentang Topeng Hitam."
Mereka pergi ke ruang duduk. Pesawat radio dinyalakan tepat pukul lima. Saat itu
juga terdengar suara pembaca warta berita,
"Topeng Hitam kembali meninggalkan kartu pengenalnya di dalam sebuah peti besi
yang dikuras habis isinya oleh penjahat itu, yaitu secarik kertas putih dengan
gambar topeng hitam berukuran kecil. Kartu demikian selalu ditinggalkannya di
tempat ia beraksi. Rupanya tindakan itu merupakan tanda bahwa korban dipandang
enteng olehnya. Direktur Bank Argentina yang dirampok, Alfonso da Silva,
melakukan percobaan bunuh diri setelah kejadian itu, tapi berhasil digagalkan."
"Topeng Hitam itu benar-benar keterlaluan!" tukas George. "Perbuatannya sama
saja dengan membunuh!"
"Pendapatku juga begitu!" kata Julian sambil mengangguk.
"Tidak bisa kumengerti, orang sejahat dia masih tetap bisa berkeliaran dengan
bebas!" kata Dick mengumpat. "Kemarin Ia masih ada di Monaco dan merampok habis
uang yang ada di kas kasino - dan hari ini Ia tahu-tahu muncul di Buenos Aires!
Lalu di mana ia akan beraksi besok?"
"Ah - kenapa kita harus pusing-pusing memikirkan orang itu," kata Johnny. "Lebih
baik kita berbicara tentang acara pesiar kita yang akan datang! Itu kan lebih
menyenangkan!" Bab 3 KE MARSEILLE KEESOKAN harinya seisi Pondok Kirrin sibuk. Semua menyiapkan segala yang
diperlukan untuk liburan kali ini, yang besok petang akan diawali dengan
penerbangan ke kota Marseille. Penyelenggara program pariwisata itu rnenyediakan
kamar-kamar di sebuah hotel mewah di kota itu. Para peserta akan menginap
semalam di situ, lalu keesokan paginya naik ke kapal. Rombongan Profesor Kirrin
berangkat seiring dengan Profesor Scott serta anaknya.
Perjalanan dengan pesawat terbang terasa terlalu cepat berlalu. Setelah mandi
sebentar di kamar masing-masing yang serba mewah, anak-anak pergi ke ruang duduk
hotel, menunggu saat makan malam. Pil nampaknya masih bingung, karena baru
pertama kali itu diajak terbang. Monyet kecil itu merintih-rintih sambil
merangkul leher Timmy, seolah-olah minta perlindungan. Timmy menjilati muka Pil,
untuk menenangkannya. Kelihatannya lucu sekali - tapi juga mengharukan....
Dengan segera kedua binatang itu sudah menjadi pusat perhatian para tamu hotel,
yang juga sedang menunggu saat makan malam di situ.
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Wah - lucu sekali mereka!" seru seorang laki-laki berambut hitam dan berkaca
mata dengan logat asing. "Belum pernah kulihat kejekana... eh, apa itu....
kejenakaan seperti ini.."
Johnny tertawa. Orang asing itu tersenyum padanya, sambil mengelus-elus Timmy
dan Pil. Di jari kelingking orang itu ada sebentuk cincin berlian yang besar.
Tiba-tiba terdengar seorang wanita memprotes dengan suara serak,
"Binatang sebetulnya tidak boleh diizinkan masuk kemari, karena pasti berkutu!"
George menoleh dengan marah ke arah wanita yang dianggapnya menghina Timmy itu.
Wanita itu sudah tua. Kekeriputan mukanya cocok dengan suaranya yang serak.
Hidungnya yang melengkung dan dagunya yang mencuat ke depan menyebabkan wanita
itu nampak seperti nenek sihir dalam dongeng.
"Anjingku tidak berkutu!" sergah George.
"Monyetku juga tidak!" tukas Johnny dengan marah.
Seorang laki-laki gemuk berwajah ramah tertawa.
"Jangan kalian dengarkan si Tua itu," gumamnya. "Aku tadi duduk selama satu jam
di sampingnya. Kerjanya memang cuma mengomel saja. Segala-galanya dicerca
olehnya!" Tapi George tidak mau disabarkan.
"Nenek sihir jahat!" desisnya.
Wanita tua itu mendengar ucapannya. Ia memandang George sambil mendelikkan
matanya. Seorang wanita Asia bertubuh ramping memandang sambil membisu. Senyumannya
seakan-akan menyimpan rahasia yang tidak bisa ditebak. Tidak bisa diketahui
apakah ia mengejek atau menaruh simpati.
"Kita ke ruang makan saja sekarang!" kata seorang laki-laki berpenampilan rapi.
Jari-jari tangannya panjang dan halus. Ia berdiri dari kursinya. "Kelihatannya
hidangan sudah siap untuk disajikan." Terasa bahwa ia hendak melonggarkan
suasana yang sedang tegang saat itu. Dengan langkah santai ia berjalan menuju
ruang makan, diikuti tamu-tamu lainnya. Anak-anak tinggal di ruang duduk.
"Jika nenek sihir itu ikut berlayar, mendingan aku tidak jadi ikut!" kata George
sambil menghentakkan kaki ke lantai.
"Wah - kalau begitu kau memang tidak jadi ikut, Anak muda," kata seseorang di
belakang mereka. George kaget, lalu berpaling. Dilihatnya seorang laki-laki berumur sekitar tiga
puluh tahun. Orang itu berdiri dari kursi di manaa selama itu duduk. Anak-anak
tidak melihatnya tadi, karena tertutup sandaran kursi yang tinggi.
"Apa maksud Anda?" tanya George heran.
Laki-laki itu tersenyum. "Baiklah - akan kujelaskan, Anak muda," katanya. Ia menyangka George anak laki-
laki. "Orang-orang yang tadi ada di sini, hampir semuanya kukenal. Orang asing
dengan cincin berlian besar di jari kelingking tadi bernama Pedro Ruiz, pemilik
perkebunan kopi yang paling kaya di Brasilia. Sedang wanita yang mengomel itu
Helene von Blumental. Orang Jerman. Namanya memang bagus - artinya 'lembah
bunga'. Tapi wataknya perengut - sama sekali tidak seindah bunga."
Anak-anak tertawa. "Ia kaya-raya! Karenanya ia menyangka bisa berbicara seenak hatinya terhadap
siapa saja!" "Anjingku bisa memberi pelajaran dengan sekali gigit saja, supaya ia melepaskan
kebiasaan buruk itu," kata George dengan sengit.
"Ia masih punya kesempatan untuk melakukannya, karena wanita berwatak
menyenangkan itu akan ikut berlayar bersama kita."
"Ah - Anda juga ikut, rupanya?" kata Julian ingin tahu.
"Ya! Namaku Max Normand. Tapi aku masih ingin bercerita sedikit lagi tentang
teman-teman kita sekapal nanti. Laki-laki gemuk dan ramah tadi pedagang intan.
Orang Belanda. Namanya Hagg. Lalu laki-laki bertangan halus itu pianis kenamaan
dari Prancis, Fortune Barge. Sedang wanita Cina yang senyumannya misterius,
bernama Nona Ping." Julian serta anak-anak yang lain memperkenalkan dirinya pada kenalan baru itu.
Max Normand menyalami mereka, lalu memandang George sambil tersenyum.
"Maaf - aku tadi mengira kau anak laki-laki," katanya. Ia tidak tahu bahwa
George malah senang dikira begitu!
Sewaktu makan malam, anak-anak dengan diam-diam memperhatikan para tamu yang
akan ikut berlayar dengan kapal Santa Maria. Setidak-tidaknya yang disebutkan
oleh Max Normand tadi. Laki-laki muda itu duduk di meja sebelah. Sekali-sekali
ia menoleh ke arah mereka, lalu mengedipkan mata dengan sikap bersekongkol.
"Orangnya ramah, ya?" kata Dick.
"Yang jelas lebih ramah daripada Helene von Anu," kata George menggerutu, sambil
mengelus-elus Timmy yang berbaring di bawah meja.
"Aduh, kau ini !" kata Julian sambil nyengir. "Dalam pelayaran pesiar seperti
ini, biasa kalau bertemu dengan berbagai macam manusia. Ada yang baik, ada yang
tidak begitu ramah dan begitu pula..."
"...yang sangat menyebalkan!" kata George dengan lantang. Ia masih tetap belum
bisa menerima penghinaan tadi.
"Sudahlah," desis Julian. "Jika ayahmu sampai mendengar.."
"Ah - kau ini masih seperti dulu juga, Ju!" kata Johnny sambil tertawa. "Jangan
khawatir, orang tua kita jauh..." Dengan sembunyi-sembunyi ia menuding ke sebuah
meja di seberang ruangan, di mana nampak orang tua George yang sibuk berbincang-
bincang dengan Profesor Scott.
"Untung saja meja-meja ini tidak begitu besar, sehingga tidak muat untuk kita
semua" kata Johnny lagi. "Semboyanku, kita hanya bisa tentram jika hidup
terpisah." "Aduh, Johnny," kata Anne sambil menggeleng-geleng, "kau melebih-lebihkan!
Ayahmu, Paman Quentin, dan Bibi Fanny kan baik-baik. Kita diberi keleluasaan
bergerak!" "Itu satu-satunya yang menyenangkan dari mereka!" kata Johnny sambil nyengir
bandel. Bab 4 SALAM YANG MENCEMASKAN KEESOKAN harinya, pagi-pagi benar mereka sudah bangun. Mereka tidak sabar lagi
menunggu saat naik ke Santa Maria.
Para penumpang berangkat dengan beberapa mobil ke dermaga. George berseru girang
ketika melihat kapal anggun berwarna putih, yang selama minggu-minggu mendatang
akan menjadi tempat tinggal terapung bagi mereka.
"Luar biasa! Lihat saja, betapa rampingnya. Santa Maria ini kelihatannya seperti
camar raksasa yang mengapung di permukaan laut siap untuk terbang."
George mernang sangat menyukai laut. Sejak kecil ia sudah biasa berkecimpung di
dalam air. Dick memandang sepupunya itu dengan sikap hendak menggoda.
"Di samping segala watakmu yang menarik - seperti tabah, pernurah, cerdas, dan
terbuka - kau ternyata juga romantis, Georgina!"
George yang lebih suka menjadi anak laki-laki dan paling benci kalau dipanggil
dengan nama Georgina, menjulurkan lidahnya ke arah Dick (dalam buku aslinya
George-editor). Tapi kemudian Ia berseru dengan gembira.
"Cepat - naik ke kapal! Kita masuki tempat kediaman kita yang baru!"
Sambil bercakap-cakap dengan riang para penumpang menuju ke kabin masing-masing,
diantar oleh para nelayan yang membawakan kopor-kopor mereka. Setelah itu semua
keluar lagi, untuk menyaksikan kapal Santa Maria berangkat.
Dengan lambat kapal itu bergerak, menjauhi dermaga. Matahari bersinar cerah,
terpantul sinarnya pada permukaan laut yang berombak-ombak. Warna air laut biru
bening. Pelayaran pesiar dimulai dengan menyenangkan.
Anak-anak bersandar ke pagar kapal. Mereka mengamat-amati buih yang menyembur
dari haluan kapal. Bahtera mewah itu meluncur tenang, meninggalkan pelabuhan.
"Ah - indahnya!" desah Anne, lalu menghirup napas dalam-dalam. "Lapang rasanya
dadaku!" "Yuk - kita mengenakan pakaian renang," kata George mengusulkan. "Di atas kapal
ini ada kolam renang. Kita mandi-mandi dulu, lalu setelah itu berjemur."
Anak-anak berjalan menuju kabin mereka. Tiba-tiba mendengar suara orang berseru
di geladak. Anak-anak bergegas kembali ke luar.
Beberapa orang penumpang sudah berbaringing dengan santai di kursi malam.
Beberapa di antaranya membaca surat kabar terbitan pagi itu. Dan seruan yang
terdengar tadi disebabkan oleh salah satu berita di situ....
"Anda sudah membaca berita ini?" seru seorang yang sudah berumur. "Berita yang
menggemparkan begini seharusnya tidak boleh dimuat! Pasti ini hanya keisengan
orang saja!" "Ada yang hendak mengacau pesiar ini!" kata seorang wanita muda menduga.
"Ah - saya rasa bukan cuma mengacau," kata seorang wanita yang agak tua. "Ini
berita serius. Tahu-tahu kita semua sudah mati terbunuh! Ih, menyeramkan...
Seram! Seram!" "Tenanglah, Bu," kata seorang wanita lain, setelah ia selesai membaca berita
itu. "Topeng Hitam memang pencuri dan penipu yang terkenal karena kejahatannya,
tapi Ia bukan pembunuh. Katakanlah Ia ada di atas kapal Santa Maria ini - tapi
Ia takkan sampai membunuh orang."
Anak-anak kaget mendengar kata-kata itu.
"Topeng Hitam ada di sini!" bisik George. "Astaga! Pasti asyik, jika kita bisa
membuka kedoknya!" "Ya, ya - George memang selalu rendah hati," kata Johnny dengan nada menyindir.
"Kita harus mengetahui isi berita itu?" kata Julian bersemangat. "Aku ingin..."
Ia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena pada saat itu Timmy yang
ditunggangi Pil berlari menghampiri sebuah kursi malas, di mana tergeletak
selembar surat kabar. Pil menyambar koran itu, lalu menyodorkannya pada Timmy.
"Bukan main - rupanya binatang bisa lebih cerdas daripada beberapa orang
tertentu!" seru Johnny. "Kurasa kedua binatang itu mengerti apa yang sedang kita
bicarakan." "Cepat, kemarikan!" kata George sambil merampas koran itu dari tangan Johnny,
lalu buru-buru mencari berita yang menggemparkan itu. Setelah ketemu, ia mulai
membaca. "Coba dengar ini" katanya sambil menyimak berita itu. "Di bawah kepala berita
berjudul 'Topeng Hitam Ikut Pesiar"', tertulis begini: 'Pagi ini redaksi pers di
Prancis menerima surat yang ditandatangani Topeng Hitam serta dibubuhi tandanya
yang khas.' Anak-anak yang lain langsung mengerumuni George, sementara anak itu meneruskan
bacaannya. 'Surat yang ditulis pada kartu pengenal pencuri dan mata-mata yang melanglang
buana itu memuat kata-kata yang mencemaskan: 'Salam dari Topeng Hitam yang akan
berlibur selama tiga minggu di atas kapal Santa Maria."
"Nekat sekali! Seakan-akan hendak menantang!" tukas Julian. "Jika surat itu
benar-benar dari Topeng Hitam, kurasa orang itu sudah sinting! Itu kan sama saja
dengan mengundang polisi untuk menangkapnya!"
"Pasti ini cuma keisengan orang saja," kata Johnny.
"Tapi kalau tidak - bagaimana?" tanya Anne sambil memandang Julian.
Di belakang mereka terdengar suara beberapa penumpang yang berbicara dengan nada
kesal, "Kenapa pelayaran pesiar ini masih dilangsungkan juga, setelah ada ancaman
itu"!" "Keterlaluan!" "Nakhoda harus mempertanggungjawabkan keputusan ini!"
Tapi sebelum mereka sempat berbuat apa-apa, lewat alat pengeras suara terdengar
suara seseorang yang berbicara dengan nada berwibawa, meminta agar para
penumpang tenang. Fakhoda hendak memberikan penjelasan untuk menenangkan mereka.
"Santa Maria baru berangkat setelah terlebih dulu polisi mengadakan pemeriksaan
dengan cermat," katanya. "Topeng Hitam tidak ada di atas kapal. Para penumpang
semuanya orang baik-baik, sedang awak kapal merupakan orang pilihan yang bisa
diandalkan. Berita tentang pesan Topeng Hitam disiarkan oleh berbagai surat
kabar tanpa mengecek kebenarannya terlebih dulu. Mungkin itu hanya merupakan
perbuatan orang yang iseng belaka, yang ingin menimbulkan kegemparan!
"Harap Anda pertimbangkan saja sendiri," kata nakhoda melanjuikan penjelasannya.
"Andaikan Topeng Hitam nanti ternyata ada di antara kita - walau itu boleh
dikatakan nyaris mustahil - Ia pasti akan ketahuan dan langsung ditahan. Kapal
kita ini bagaikan putau terapung, dan tidak ada yang bisa lari dan sini tanpa
diketahui orang. Nah - atas nama perusahaan dan para krabat kerja. saya
mengucapkan selamat menikmati liburan di atas kapal pesiar ini !"
Lewat corong pengeras suara terdengar irama musik mengalun lembut. Dick tertawa,
melihat wajah George yang memancarkan kekecewaan.
"Sudahlah" kata Dick. "Sekali ini Lima Sekawan tidak jadi mengalami petualangan
yang mengasyikkan! Apa boleh buat"
Anak-anak yang lain tertawa, sementara Timmy menggonggong dan Pil menjerit-jenit
dengan suaranya yang melengking tinggi. Lambat-laun air muka George menjadi
cerah kembali. Kulupakan saja urusan Topeng Hitam, katanya dalam hati.
Bab 5 MAX NORMAND HARI pertama berlayar berjalan dengan menyenangkan. Anak-anak menikmati cuaca
yang cerah. Mereka mandi-mandi di kolam renang, lalu berjemur dan bermain-main
di geladak. Mereka berkeliaran, melihat-lihat kapal. Segala tempat yang boleh
didatangi, mereka masuki.
Sehabis makan, yang berlangsung dalam suasana ceria, anak-anak pergi ke
anjungan. "Malam ini aku pasti tidur pulas" kata Anne sambil menguap. "Habis - capek sih,
bermain dan berjalan-jalan terus sehari penuh!"
"Kau sudah mau tidur sekarang?" tanya Dick, heran. "Kita kan diizinkan tidur
agak larut! Mendingan menonton film!"
"Aku lebih suka menyaksikan pertunjukan sulap," kata Johnny. "Kabarnya pemain
sulap itu sangat hebat!"
Anne langsung segar lagi. Rasa mengantuknya lenyap.
"Aku suka sekali menonton pertunjukan sulap!" katanya dengan gembira.
"Huhh," kata George sambil mengernyitkan muka, "Itu kan untuk anak-anak kecil,
yang belum tahu apa-apa!"
"Biar! Yuk, kita nonton!" kata Johnny berkeras. Ditariknya anak-anak yang lain
ke ruang santap, yang sementara itu sudah diubah menjadi tempat pertunjukan.
"Siapa nama pemain sulap itu?" tanya Julian.
"Entah - aku tidak tahu," kata Johnny, "tapi menurut keterangan perwira satu
pada seorang penumpang tadi, Ia sangat berbakat - walau pun belum terkenal!"
Anak-anak duduk di deretan kursi paling depan. Timmy merebahkan diri dekat kaki
George. Pil sudah terlelap dalam gendongan Johnny.
Ketika penonton sudah duduk semua, tahu-tahu dari sengah-tengah mereka muncul
seorang pemuda berpenampilan rapi. la meloncat ke panggung, lalu memberi salam
sambil tersenyum. Ia mengenakan stelan resmi berwarna hitam, serta topi tinggi.
Tongkat sulap tergenggam di tangan kanan.
"He!" kata George bensemangat. "Itukan kawan baru kita! Max Normand!"
"Aku memang agak heran, kenapa Ia tidak bercerita apa-apa mengenai dirinya,"
kata Julian. "Ternyata ia pemain sulap! Nah - ia melihat kita!"
Max Normand melambai ke arah anak-anak. Setelah itu Ia mulai dengan
pertunjukannya. Anne menatap dengan mulut ternganga, sementara laki-laki muda
berpenampilan apik itu melambung-lambungkan beberapa bola putih, yang kemudian
tahu-tahu lenyap ketika seakan-akan sedang dilambungkan. Seekor burung kenari
menjelma menjadi kelinci. Sebuah kaleng sosis yang sedang dipegang lenyap, lalu
muncul lagi ketika Max Normand merogoh ke dalam topi tingginya. Adegan demi
adegan susul-menyusul dengan cepat, diperagakan dengan ketangkasan pemain sulap
yang ulung. Setelah beristirahat sebentar, Max Normand memrpeagakan nomor-nomor pertunjukan
hasil ciptaannya sendiri. Disaksikan penonton yang memandang dengan gembira,
antara lain ia mengubah air yang dituangkan menjadi nyala api berwarna hijau.
Setelah itu Ia mengelompokkan berbagai benda, lalu dijelmakani menjadi sebuah
mobil kecil beroda persegi empat... tapi mobil itu bisa berjalan mulus. Sebagai
nomor puncak, diundangnya salah seorang penonton naik ke atas panggung. Dick
maju dengan segera. Max Normand mengajaknya mengobrol. Tahu-tahu penonton melihat kepala Dick
seakan-akan mengambang ke atas, terlepas dari pundaknya. Tapi remaja itu ngobrol
terus dengan pemain sulap itu, karena ia sendiri tidak merasakan perubahan
sedikit pun pada dirinya.
Tepuk tangan meriah menyambut nomor itu.
"Hebat!" seru George bergairah. "Luar biasa!"
"Bagaimana - kalian menyukai pertunjukanku?" tanya Max sambil membungkukkan diri
ke arah anak-anak. "Hebat! Terima kasih!" kata Pil, yang terbangun karena suara penonton yang ramai
bertepuk dan bersorak. Dan sebelum Johnny sempat pulih dari kekagetannya, Timmy
sudah menimpali, "Wah - baru sekali ini aku mendengar monyet berbicara!"
George yang semula melongo, kini tertawa. Ia sadar bahwa suara-suara itu
sebenarnya berasal dari Max Normand. Laki-laki muda itu ternyata bukan hanya
pemain sulap saja, tapi juga ventrilokuis - pandai memindahkan suara!
Pertunjukan diakhiri. Penonton bertepuk tangan. Mereka puas menyaksikan keahilan
Max Normand main sulap. Anak-anak mengucapkan terima kasih pada laki-laki muda
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Mereka bangga berteman dengan dia.
Setelah itu mereka menuju kabin masing-masing. George sekabin dengan Anne - dan
Timmy, tentunya! Sedang ketiga anak laki-laki menempati kabin sebelah yang
berisi empat pembaringan.
Malam itu anak-anak tidur pulas. Memang nikmat rasanya, tidur dalam kapal yang
mengayun lembut, dibuai ombak mengalun. Keesokan paginya mereka bangun. Segar
sekali tubuh rasanya. Mereka cepat-cepat mandi dan berpakaian, lalu pergi ke
ruang santap untuk sarapan pagi. Ayah George sudah sibuk berbincang-bincang
dengan Profesor Scott, membicarakan proyek penelitian. Bibi Fanny ikut
mendengarkan dengan penuh minat. Jadi anak-anak bebas lagi berkeliaran.
Menurut program pelayaran pesiar itu, setiap pagi nakhoda mengumumkan acara
pesiar untuk hari itu. Karenanya penumpang langsung terdiam, begitu pimpinan
kapal memasuki ruangan. "Selamat pagi," sapanya dengan ramah. "Hari ini kita menelusuri pesisir Spanyol.
Nanti akan dapat disaksikan berturut-turut kota Barcelona, Tarragona, dan
kemudian Valencia, di mana kita singgah malam ini. Besok pagi-pagi kita
berangkat lagi, menuju kepulauan Baleares. Di sana kita menyinggahi Ibiza."
Setelah itu nakhoda pergi lagi, diiringi suara puas para penumpang.
"Nah - ternyata Ia memang baru menyebutkan tujuan pelayaran beberapa saat
sebelumnya" kata Julian.
"Ide itu hebat" kata Max Normand, yang saat itu menghampiri meja tempat anak-
anak duduk. "Itu merupakan selingan menarik bagiku, yang biasanya mengadakan
pertunjukan menurut jadwal ketat. Di sini aku setidak-tidaknya punya waktu untuk
bersantai-santai di sela acara-acara."
Setelah makan malam, Max mengajak anak-anak melancong, melihat-lihat kota
Valencia. Bibi Fanny Iangsung mengizinkan, karena ia sedang sakit kepala jadi
tidak berminat pergi melancong malam-malam. Sedang suaminya sejak pagi masih
saja asyik membicarakan suatu problem keilmuan dengan Profesor Scott. Ia tidak
ingin kesibukan itu terganggu oleh acara melancong, yang dianggapnya membuang-
buang waktu saja. Anak-anak menerima ajakan laki-laki muda pemain sulap itu dengan gembira. Max
sudah pernah mengadakan pertunjukan keliling di Spanyol. Jadi negeri itu sudah
dikenalnya. Ketika mereka hendak turun dari kapal, Nona Ping, wanita Cina dengan senyuman
misterius datang menghampiri. la ingin ikut melancong.
"Kelihatannya Anda sudah mengenal kota Valencia ini," katanya dengan ramah pada
Max Normand. "Saya akan senang sekali jika diperbolehkan ikut memanfaatkan
pengetahuan Anda itu."
Max belum sempat menjawab, ketika seorang laki-laki berambut lebat dan dengan
senyuman lebar datang mendekat.
"Bolehkah saya ikut juga?" kata orang itu. "Pasien saya sudah tidur, ia
mengizinkan saya bersenang-senang sebentar. Tidak enak rasanya jika keluyuran
seorang diri, karena tidak ada yang bisa diajak bicara."
Penampilan orang itu ramah. Anak-anak tahu siapa orang itu. Mereka pernah
melihatnya mendorong kursi roda yang diduduki seorang usahawan dari Paris.
Usahawan itu mengalami cedera patah kaki pada musim dingin yang lewat, dan kini
baru bisa berjalan tertatih-tatih dengan bantuan tongkat penyangga. la memilih
bergerak dengan kursi roda di kapal. Dan laki-laki itu, yang bernama Lucien,
bekerja pada usahawan itu selaku asisten dan sekaligus juga perawat.
Anak-anak sebenarnya lebih suka jika melancong sendiri bersama Max. Tapi mereka
tidak sampai hati menolak permintaan Nona Ping dan Lucien. Kecuali itu Max
Normand sudah menjawab terlebih dulu.
"Ya - tentu saja!" katanya sambil tersenyum menarik. "Silakan menggabungkan diri
bersama kami! Tapi saat ini kita tidak bisa lagi melihat-lihat museum, karena
sudah terlalu malam. Kita terpaksa harus puas melihat-lihat sibuknya kehidupan
malam di jalan-jalan kota Valencia. Suasana di situ ramai dan meriah - seperti
umumnya kota-kota di Spanyol."
Max mengajak rombongannya menelusuri kota yang terang-benderang, di mana orang-
orang sibuk dengan urusan masing-masing. Kesannya, seolah-olah saat itu siang!
Penduduk kota seakan-akan berada di luar rumah semuanya!
"Beginilah gaya hidup di kawasan selatan Eropa," kata Max Normand menjelaskan.
"Saat siang hari yang terik, orang-orang biasa menikmati siesta - atau 'tidur
siang'. Malam hari barulah mereka pergi ke luar rumah."
Menjelang akhir pelancongan rombongan itu mereka menyusur suatu jalan ramai. Max
mengajak mampir di sebuah restoran kecil di pinggir jalan, untuk minum sebentar.
Anak-anak mengucapkan terima kasih pada Max. Mereka sangat menikmati pelancongan
di kota yang asing bagi mereka itu. Max mengedipkan mata dengan jenaka.
"Simpan dulu ucapan terima kasih kalian untuk besok. Kalian akan kuajak melihat-
lihat Ibiza. Pulau itu benar-benar indah - seindah impian!"
Setelah itu mereka kembali ke Santa Maria. Masing-masing pergi ke kabin yang
ditempati. "Bagaimana pendapatmu tentang Nona Ping?" tanya Anne pada George, ketika
keduanya sudah berada dalam kabin. "Aku senang padanya."
"Kesanku, ?a seperti macan jinak," kata George. "Senyumannya begitu misterius -
tidak bisa diduga apa yang ada dalam pikirannya!"
"Dan Lucien" Orangnya lucu, ya! Menurutku, dia itu hebat!"
"Kau ini - siapa pun selalu kaukatakan hebat, baik hati! Tapi sudahlah, kita
tidur saja sekarang. Aku sudah capek sekali."
Bab 6 PENCURIAN NEKAT KEESOKAN paginya datang lagi pengumuman dari nakhoda kapal. Setelah mampir di
Ibiza, Santa Maria akan men uju ke Pulau Korsika - dan di situ mampir di le-
Rousse. Menurut rencana persinggahan akan :berlangsung sehari penuh, dan para
penumpang akan bisa melancong untuk melihat-lihat serta mandi-mandi di laut.
Kunjungan di Ibiza sangat menyenangkan. Para penumpang turun semua. Mereka yang
semula begitu takut menghadapi ancaman Topeng Hitam, sementara itu sudah agak
tenang. Sampai saat itu sama sekali tidak ada tanda-tanda pencuri ulung itu akan
beraksi. "Nah! Apa kataku," kata Julian pada Anne, "kau tidak perlu cemas - Topeng Hitam
tidak ada di kapal."
"Aku masih sangsi," kata Anne agak termangu-mangu. "Sampai sekarang belum ada
berita lagi meengenainya di radio. Kemungkinannya ada dua: ia sedang
beristirahat - atau saat ini memang ada di tengah-tengah kita!"
"Kurasa ia memang sedang beristirahat" kata seseorang yang ada di belakang Anne.
"Ingat saja kata-kata nakhoda. Kalau Ia berani beraksi di sini, pasti dengan
segera akan ketahuan siapa orangnya. Kita yang berada di atas kapal ini kan
terbatas jumlahnya!"
Orang yang berbicara itu pernain piano, yang biasa nenyajikan hiburan di bar.
Anne menjawab dengan senyuman ramah. Ia memang cenderung menganggap semua orang
itu baik. Apalagi seniman terkenal yang penarnpilannya menarik itu.
"Mudah-mudahan saja Anda benar" katanya mendesah, sambil menatap pianis yang
bernama Fortune Barge itu dengan senyuman berseri.
Para penumpang pergi berkelompok-kelompok, pesiar di pulau yang tanahnya dibuat
berjenjang-jenjang dan penuh dengan bunga beraneka warna. Indah sekali
nampaknya, menjulang di atas laut berwarna biru cerah. Semua merasa kagum -
kecuali Helene von Blumental. Wanita tua kaya-raya itu tidak henti-hentinya
mengomel: tentang matahari yang sinarnya terlalu terik, hembusan angin yang
mengacak-acak rambut, kerikil yang membuat orang tidak enak berjalan di atasnya.
Timmy tidak mau dekat-dekat dengan manusia keriput itu. Anjing cerdik itu merasa
bahwa ia tidak disenangi.
Nona Ping ikut dalam rombongan di mana anak-anak ikut serta, bersama Paman
Quentin, Bibi Fanny, dan Profesor Scott. Dalarn perjalanan pulang ke kapal,
tiba-tiba wanita Cina itu terpekik,
"Anting-antingku hilang! Aduh - ke mana jatuhnya perhiasanku itu" Aku sangat
menyayanginya - karena itu warisan dari ibuku!"
Dengan segera semua ikut mencari ke mana-mana.
Setiap berkas rumput disibak. Satu-satu dibalikkan - tapi sia-sia belaka,
anting-anting berharga itu tetap lenyap!
Nona Ping bingung sekali....
Anak-anak pernah melihat anting-anting itu. Dibuat dari kawat emas, berbentuk
bintang, dan bertatahkan sejumlah intan kecil-kecil. Perhiasan itu merupakan
karya seni yang sangat bermutu!
Akhirnya orang berhenti mencari. Perhiasan itu tetap hilang. Helene von
Blumental menyatakan pendapatnya dengan nada sengit,
"Anting-anting itu bukan tercecer, tapi dicuri orang! Percayalah! Dan siapa
pencurinya" Siapa lagi, kalau
bukan Topeng Hitam! Orang itu nekat!"
"Ya, betul!" kata Pak Hagg. Orang Belanda pedagang intan bertubuh gemuk itu
tertawa berdengus-dengus. "Ini aksi pertama Topeng Hitam!
Kemarin malam aku kehilangan uang seratus franc. Kusangka karena kalah berjudi.
Aku memang main poker saat itu. Tapi ternyata uang itu dicuri penjahat nekat
itu." Pak Hagg tertawa lagi.
Bibir Helene von Blumental langsung menipis. Ia tidak mengatakan apa-apa lagi,
karena sadar bahwa ia ditertawakan oleh orang Belanda itu.
Menjelang malam, Santa Maria melabuhkan jangkar di lle-Rousse, sebuah kota
pelabuhan di Pulau Korsika.
"Siapkan kamera fotomu, Ju," kata Dick. "Warna-warna di sini begitu semarak -
sasaran yang indah untuk dipotret!"
George bersandar ke pagar kapal sambil termangu-mangu. Seperti para penumpang
lainnya, ia sedang memandang dengan kagum ke arah sekian banyak pulau kecil yang
nampak berderet di depan pantai pulau. Tapi keningnya berkerut. Ia memang sedang
memikirkan kejadian yang dialami di Ibiza. Ingatannya berkisar sekitar anting-
anting Nona Ping. Mungkinkah dugaan Helene von Blumental yang berlidah tajam itu
benar" Bagaimana jika anting-anting itu memang dicuri Topeng Hitam" Tapi George tidak
berani mengengahkan pikirannya itu pada anak-anak yang lain. Ia takut
dItertawakan, seperti sudah sering mereka lakukan. Anak-anak menganggap George
sering dipengaruhi khayalannya sendiri. Mungkin ini memang cuma khayalanku saja,
pikir anak itu sambil mendesah. Bukankah Pak Nakhoda sudah
menegaskan bahwa para penumpang semuanya orang baik-baik! Kecuali itu George
sementara itu juga sudah cukup mengenal para penumpang. Tidak seorang pun
menimbulkan kecurigaan bahwa Ia Topeng Hitam. Ah, sudahlah - lebih baik Ia
berpikir .tentang hal-hal yang menyenangkan saja!
Acara pelancongan di Korsika keesokan harinya berjalan dengan tenang, tanpa ada
kejadian yang mengejutkan. Sepanjang siang anak-anak berjemur di pantai. Ketika
malamnya mereka kembali ke kapal untuk mandi dan menukar pakaian sebelum makan
malam mereka mendengar pengumuman yang tak terduga.
Nakhoda Santa Maria mengumumkan bahwa malam itu di kapal akan diadakan pesta.
"Kita akan mengadakan semacam pesta karnaval," Pak Nakhoda. "Harap Anda semua
berdandan seorisinil mungkin. Disediakan hadiah istimewa untuk kostum yang
paling kocak!" Anak-anak berjingkrak-jingkrak dengan gembira, karena tak menduga bahwa malam
itu masih ada acara yang sangat menyenangkan. Selama makan malam mereka sibuk
berunding, mencari-cari gagasan paling edan untuk kostum yang akan mereka
kenakan. "Aku sudah tahu, aku nanti datang sebagai apa!" kata Julian. "Akan kuselubungi
diriku dengan seprai. Aku akan menjadi hantu!"
"Aku juga akan memakal seprai - tapi kusampirkan ke bahu" kata Dick. "Aku akan
berdandan menjadi tokoh Romawi Purba. Dengan sandal serta rambutku yang ikal
ini, aku pasti akan dikira Julius Caesar - kaisar Romawi!"
"Untukku, cukup satu mataku kututup dengan kain," kata George sambil tertawa.
"Aku akan menjadi bajak laut!"
"Aku muncul sebagai pengamen," kata Johnny. Ia mengedipkan mata dengan jenaka.
"Di dapur pasti ada kotak kardus yang tidak diperlukan lagi. Itu akan kujadikan
alat musik" "Aku akan menjadi Ratu Cleopatra dari Mesir Purba," kata Anne. "Sepraiku akan
kujadikan serban yang menarik. Dan aku kan punya gelang berbentuk ular. Itu
kujadikan lambang kematian ratu Mesir itu"
"Dan aku akan tampil sebagai fakir dari India," kata Max, yang saat itu datang
menggabungkan diri. "ltu sebenarnya kurang adil terhadap para penumpang, tapi
sayang kan - punya kostum sebagus itu, tapi kubiarkan saja tergeletak di dalam
kopor." Para penumpang di meja-meja selebihnya juga ramai berbincang-bincang tentang
pesta kostum yang akan diadakan itu. George melirik ke arah Helene von
Blumental. Wajah wanita tua itu masam - seperti biasanya.
"Kalau dia, tinggal menunggang sapu saja," kata George dengan suara pelan. "Kan
cocok - tampil sebagai nenek sihir!"
Pukul sembilan malam orkes kapal mulai memperdengarkan musik dansa. Pelan-pelan
ruangan itu dipenuhi para penumpang yang ingin ikut berpesta. Semua mengenakan
kostum yang aneh-aneh. Bibi Fanny datang sebagai wanita Arab. Setidak-tidaknya,
wanita Arab gaya Bibi Fanny. Ia memakai piamanya yang longgar, sedang kepalanya
diselubungi beberapa lapis selendang sutra. Paman Quentin tidak ikut muncul.
Begitu pula Profesor Scott. Keduanya menyendiri dalam ruang duduk tempat
merokok. Yah - pikiran mereka memang tidak bisa lepas dari kesibukan selaku
ilmuwan! Para penumpang yang hadir tertawa geli ketika Helene von Blumental muncul.
Wanita itu rupanya membuat namanya sebagai dasar dandanan, karena sekujur
tubuhnya ditaburi bunga. Kelihatannya sangat aneh dan kocak - apalagi karena ia
tersenyum. Walau nampak kaku - tapi Ia tersenyum. Baru sekali itulah anak-anak
melihat mulut wanita kaya-raya itu tidak merengut.
Pak Hagg menangkringkan sebuah topi kecil berwarna merah di atas rambutnya.
Pipinya yang tembam dimerahkan. Dengan tubuhnya yang bulat, penampilannya saat
itu mirip keju Belanda yang baunya bukan main!
Tiba-tiba seluruh ruangan terdiam. Seorang pria muncul di ambang pintu,
mengenakan stelan malam serba hitam - serta topeng hitam menutupi
Topeng Hitam! Nona Ping yang mengenakan kostum 'Cheongsam', yang memang
merupakan busana wanita Cina, terpekik ketika melihat pria itu muncul. Tapi
dengan segera ketegangan reda, berganti suasana penuh gelak tertawa lega. Pria
yang muncul itu ternyata Pak Stone, seorang lnggris bertubuh kurus kering. Ia-
lah yang iseng itu! Orang semakin ramai tertawa ketika kemudian muncul Topeng Hitam kedua. Pria yang
mengenakannya Pedro Ruiz, hartawan dari Brasilia! Kegelian para penumpang
akhirnya menimbulkan tertawa riuh, ketika kemudian muncul lagi Topeng Hitam
ketiga dan keempat - yang masing-masing dikenakan oleh pianis Fortune Barge
serta seorang laki-laki yang senegara dengannya.
"Well," kata Topeng Hitam nomor satu sambil menyeringai, "rupanya daya fantasi
kita memang tidak terlalu hebat. Saya tadi menyangka bahwa penampilan saya akan
menimbulkan kegemparan. Tapi empat Topeng Hitam sekaligus..."
Pesta malam itu berlangsung dengan meriah. Anak-anak merasa asyik. Mereka puas
sekali. Ketika saat pemberian hadiah diumumkan, usahawan Prancis yang ke mana-
mana selalu dengan kursi roda muncul. Ia ingin ikut menyaksikan kemeriahan
suasana saat itu, walau hanya dengan melihat dari jauh. Teriring bunyi tiupan
terompet melengking serta drum yang ditabuh seperti berondongan senapan mesin,
Pak Nakhoda menyerahkan hadiah utama pada - Helene von Blumental! Penyihir tua
itu berseri-seri. Ia memang sepantasnya menerima hadiah itu, karena
penampilannya kocak sekali!
"Dan sekarang - kita teruskan berpesta!" kata Pak Nakhoda dengan gembira.
Orkes mulai memperdengarkan irama dansa lagi. Tapi tiba-tiba seorang wanita
bertubuh montok bergegas rnenghampiri Pak Nakhoda, sambil berteriak-teriak,
"Tolong, Kapten! Saya ditimpa musibah! Kalung berlian saya dicuri orang! - Ya,
sungguh! Padahal sedang saya pakai! Pencuri itu melepaskannya dari leher saya,
ketika saya sedang berdansa dengan suami saya!"
Wanita itu orang Amerika - kabarnya wanita terkaya di dunia! Suaminya jutawan
minyak dari Texas. Ia memandang berkeliling dengan sikap tak acuh.
"Tenang-tenang saja - kalung istriku itu diasuransikan" kata jutawan itu dengan
sikap santai. "Kerugian ini akan diganti sepenuhnya oleh perusahaan asuransi
yang menjamin!" "Tapi selama itu aku tidak punya lagi kalung seperti itu...! Dan pencurinya ada
di atas kapal!" seru istrinya kebingungan.
"Ah - mungkin tadi kaitannya terlepas, lalu jatuh ke lantai," kata Pak Nakhoda.
"Tidak mungkin, karena kait pengamannya ganda. Pencuri itu cekatan sekali, bisa
membukanya," kata wanita kaya-raya itu.
Tiba-tiba George membungkuk.
"Lihatlah - apa yang kutemukan di lantai!" serunya. Disodorkannya secarik kertas
pada Pak Nakhoda. Pada kertas itu tertera gambar topeng hitam.
"Kartu nama Topeng Hitam!" seru Pak Nakhoda kaget.
"Ada tulisannya," kata Dick sambil mengamat-amati kartu itu.
"Ya," kata Julian, lalu membaca tulisan itu dengan suara keras. "Salam dari
Topeng Hitam. Kuucapkan terima kasih pada Bu Hernington, untuk hadiahnya yang
sangat indah!"
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suasana meriah yang beberapa saat sebelumnya masih memenuhi ruangan, kini
berganti kesunyian yang mencekam.
Nenek Sihir alias Helene von Blumental yang paling dulu membuka mulut.
"Apa kataku!" serunya dengan suara melengking. "Topeng Hitam ada di sini! Ia
satu dar kita yang ada di sini!"
Semangat petualangan George langsung timbul. Bulu tengkuknya meremang. Nah -
akhirnya ada juga yang bisa diusut oleh Lima Sekawan!
Dick memandang sepupunya itu.
"Hebat, Detektif ulung! Sudah puas sekarang?"
Anne diam saja. Ia selalu ikut dalam petualangan saudara-saudaranya. Tapi bukan
berarti Ia menggemarinya. Anne lebih suka bisa berlibur tanpa mengalami kejadian
yang membuat jantung berdebar-debar!
Air muka Julian nampak serius. Johnny menyikutnya.
"Bagaimana pendapatmu tentang kejadian ini, Ju?" tanya Johnny dengan suara
pelan. "Lima Sekawan bisa berjasa lagi."
"Itu tidak aneh," kata George. "Kami memang selalu mujur. Tak terduga-duga -
tapi begitulah kenyataannya!"
"Guk!" gonggong Timmy sambil mendongak. Pil memekik, karena ingin ikut
disertakan. Pak Nakhoda menghampiri mikrofon, lalu berbicara a para penumpang yang masih
berkerumun. "Harap tenang," kate pimpinan kapal itu dengan nada berwibawa. "Kami
harus mengadakan hubungan dengan daratan. Harap jangan meninggalkan ruangan
dulu, sebelum saya kembali!"
Nakhoda bergegas pergi ke luar. Para penumpang saling lirik-melirik dengan sikap
curiga. Masing-masing beranggapan bahwa mungkin orang yang ada sampingnyalah
Topeng Hitam.... "Pemeriksaan oleh Pak Nakhoda bersama petugas keamanan takkan memakan waktu
lama." kata Julian, karena yang hadir dalam pesta kostum ini tidak begitu
banyak." "Untung Ayah dan Profesor Scott tidak ikut berpesta" kata George. "Jadi mereka
tidak ikut dicurigai."
"Sedang kita masih terlalu muda," kata Johnny mengambiI menarik napas lega.
"Sedang Bibi Fanny tak mungkin dicurigai - karena ia kan wanita," kata Anne.
"Hmm," gumam George. Ia menggeleng-geleng, seperti menimbang-nimbang. "Tidak
mungkinkah Topeng Hitam itu wanita" Kan tidak ada yang pernah melihatnya!"
Dick tertawa mendengar perkiraan George.
"Dugaanku terarah pada Nona Ping! Habis - senyumannya begitu misterius sih!"
"Aku akan senang sekali jika pelakunya ternyata nenek Sihir Helene - musuh
beratku," kata George sambil nyengir. "Biar nanti dikurung di ruang palka -
supaya Timmy tidak gemetar lagi kalau melihatnya."
"Guk!" gonggong Timmy, lalu merapatkan diri ke kaki George.
"Sudahlah - jangan menuduh-nuduh begitu," kata Julian. "Lihatlah - Pak Nakhoda
sudah kembali, bersama petugas keamanan."
Seorang laki-laki bertubuh kurus, dengan rambut yang sudah jarang serta mata
tajam mengamat-amati para penumpang tanpa berkedip. Sikapnya sangat serius. Pak
Nakhoda memperkenalkan orang itu.
"Ini petugas keamanan kita, Pak Sergei. Ia akan melakukan pemeriksaan dengan
cepat. Harap Anda bersedia menjawab pertanyaannya - agar urusan ini bisa
diselesaikan dengan memuaskan. Terima kasih."
Petugas keamanan itu duduk di belakang sebuah meja. Para penumpang diminta maju
satu per satu. Mereka menyebutkan nama masing-masing. Mereka diminta
menceritakan apa saja yang mereka lakukan dalam pesta itu. Ketika giliran George
diperiksa, dikatakannya di mana ia menemukan kartu Topeng Hitam tadi.
Tidak lama kemudian pemeriksaan pertama selesai. Para penumpang diperbolehkan
kembali ke kabin masing-masing. Tapi kalung berlian itu tetap lenyap.
Bab 7 PESIAR KE KORSIKA KEESOKAN harinya terjadi kesibukan di atas kapal. Petugas keamanan mengadakan
penggeledahan kabin, bersama sejumlah perwira kapal. Para penumpang tidak ada
yang memprotes. "Itu tindakan yang sudah seharusnya," kata Pak Stone, laki-laki Inggris yang
pertama muncul sebagai Topeng Hitam dalam pesta malam sebelumnya. "Dengan begitu
terbukti bahwa kita tidak bersalah."
Tapi penggeledahan itu tidak menghasilkan apa-apa. Anak-anak pergi ke kolam
renang yang hari itu lengang. Rupanya tidak ada yang ingin mandi-mandi saat itu.
Anak-anak bisa berunding di situ, tanpa ada yang mengganggu.
"Pak Nakhoda bingung, karena kalung berlian itu tidak dapat ditemukan kembali"
Delapan Sabda Dewa 3 Animorphs - 44 Tak Terduga Rahasia Peti Wasiat 8
LIMA SEKAWAN MELACAK TOPENG HITAM "Hore! kita akan berlayar mengelilingi Laut Tengah dengan kapal pesiar Santa
Maria!" George dan ketiga saudara sepupunya gembira sekali ketika mendapat kesempatan
berlibur di atas kapal Santa Maria yang mewah itu.
Tapi kelihatannya perjalanan itu tidak akan semulus yang diperkirakan. Beberapa
surat kabar memberitakan bahwa seorang penjahat internasional yang licin saat
ini juga sedang berlibur selama tiga minggu di atas kapal Santa Maria!
Selama ini penjahat itu tidak pernah bisa dikenali wajahnya, karena dalam
operasi-operasinya ia selalu mengenakan jubah dan topeng hitam...
LIMA SEKAWAN bertekad untuk menemukan bandit itu di antara para penumpang Santa
Maria, sebelum kapal itu berlabuh kembali ke Marseille. Tidak mudah untuk
membekuk Topeng Hitam, karena penjahat itu akan melakukan apa saja untuk
mencegah niat LIMA SEKAWAN
Penerbit PT Gramedia JI. Palmerah Selatan Scan bytagdgn www.tag-dgn.blogspot.com Edited by Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
LES CINQ CONTRE LE MASQUE NOIR
by Claude Voiler Copyright ? Librairie Hachette. 1974
All rights reserved LIMA SEKAWAN: MELACAK TOPENG HITAM
dialihbahasakan dari edisi bahasa Jerman
DIE BERUHMTEN 5 UND DIE SCHWARZE MASKE
oleh Agus Setiadi GM 84.143 Hak cipta terjemahan Indonesia
PT Gramedia, Jakarta Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia. Jakarta,
November 1984 Anggota IKAPI Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia
Jakarta DAFTAR ISI Bab 1 Berlayar! 7 Bab 2 Siapakah Topeng Hitam" 13
Bab 3 Ke Marseille 22 Bab 4 Salam yang Mencemaskan 31
Bab 5 Max Normand 41 Bab 6 Pencurian Nekat 53 Bab 7 Pesiar ke Korsika 73
Bab 8 Peristiwa Misterius 86
Bab 9 Nona Ping Mencurigakan 99
Bab 10 Perampokan di Hotel 115
Bab 11 Pengejaran yang Sia-sia 126
Bab 12 Timmy dan Phil 139
Bab 13 Keliru Lagi 149 Bab 14 Dugaan Anne 159 Bab 15 Lagi-lagi Topeng Hitam! 174
Bab 16 George Menarik Kesimpulan 184
Bab 17 Terjebak! 195 Bab 18 Timmy Berjasa 202 Bab I BERLAYAR "Ayo, coba terka - ke mana kita berlibur kali ini" George memandang berkeliling.
Matanya berkilat-kilat. Potongannya mirip anak laki-laki, karena rambut ikalnya
yang coklat dipotong pendek. Kecuali itu selalu memakai celana jeans. Karenanya
semua menyapanya dengan nama George. Nama sebenarnya Georgina. Tapi sejak lahir
nama itu tidak pernah dipakai, sehingga akhirnya orang lupa bahwa namanya
begitu. Gadis remaja itu merangkul temannya yang paling dekat: Timmy, anjingnya
yang setia. Timmy bersandar pada George, yang memandang ketiga saudara sepupunya
dengan sikap menunggu. Julian, Dick, dan Anne memandang George dengan heran. Mereka baru beberapa jam
yang lalu tiba di Kirrin. Setiap liburan musim panas mereka selalu datang ke
Pondok Kirrin, untuk berlibur di situ bersama George serta ayah dan ibtinya.
Tapi sekarang kenapa George tahu-tahu bertanya begitu"
"Rupanya Paman Quentin dan Bibi Fanny ingin mengusir kami, ya?" kata Dick
mencoba berkelakar, sambil meringis. Rambutnya coklat, seperti rambut George.
Tingkah lakunya juga liar, seperti saudara sepupunya itu. Karena Ia sebaya
dengan George, banyak yang mengira mereka anak kembar.
"Bukan begitu," kata George sambil tertawa. "Orang tuaku mengajak kita
bepergian." "Aku malas berteka-teki seperti itu," kata Julian. Ia yang tertua di antara
ketiga sepupu George. Remaja itu bertubuh tinggi, Iangsing tapi kekar, berambut
pirang. "Bagiku, Pondok Kirrin masih tetap yang paling menyenangkan. Untuk apa
kita pergi dan sini?"
"Ya, betul!" sambut Anne, yang termuda di antara keempat remaja itu. Ia
mengibaskan rambut pirangnya yang sebahu panjangnya. "Kan tidak menjadi soal
apakah kita di pantai, di pegunungan, di pedesaan, atau di kota - selama kita
tetap bersama-sama!"
George tersenyum. Senyumannya misterius.
"Pokoknya masih lebih asyik dari itu semua!" katanya.
Ketiga sepupunya memandang dengan mata terbuka lebar.
"Apakah kau hendak mengatakan, kita akan pergi ke bulan?" seru Julian. "Atau
berkeliaran dalam liang tambang!"
"Tidak - di air..."
"Memancing!" seru Dick.
"Masih jauh lebih asyik! Pesiar dengan kapal di Laut Tengah! Nah - apa kata
kalian sekarang?" George memandang berkeliling, menunggu tanggapan.
Ketiga saudaranya membisu sesaat, karena kaget. Tapi kemudian mereka melompat-
lompat dengan gembira. "Hore! Berlayar! Asyik - aku menjadi nakhoda!" seru Dick. "Tapi akan ke mana
kita nanti?" George sudah tak tahan lagi. Ia memang tidak kuat lama-lama menyimpan rahasia.
"Kita akan pesiar mengelilingi Laut Tengah," katanya. "Pelabuhan-pelabuhan yang
disinggahi baru akan diberitahukan beberapa saat sebelumnya. Kapal kita 'Santa
Maria'. Di situ segala-galanya tersedia. Ini ide Ibu!"
"Dan Paman Quentin tidak memprotes?" tanya Julian dengan heran. "Ia mau
meninggalkan kesibukan ilmiahnya" Ilmuwan seperti dia - yang tahunya cuma rumus-
rumus belaka"!"
"Betul!" kata George memotong. "Dan karena Ia terlalu banyak bekerja, ibuku
lantas membujuk-bujuknya agar mau melupakan penelitiannya untuk sementara waktu.
Dan nampaknya kali ini Ibu berhasil. Dan di tengah laut nanti, kurasa Ayah
takkan..." Ia berhenti sebentar, lalu tertawa. "Tapi kubilang saja pada kalian,
ya - kurasa Ibu kalah dalam bersiasat. Soalnya, Ayah takkan mau diajak berlayar,
jika tidak ada alasan tertentu. Profesor Scott juga akan ikut dengan kapal Santa
Maria!" Profesor Scott itu seorang ilmuwan termashur - seperti Paman Quentin juga.
Anaknya, John, teman baik George serta ketiga saudara sepupunya. Ia sekelas
dengan Dick. Teman-temannya memanggilnya Johnny. Panggilan itu cocok dengan
pembawaannya yang selalu periang.
"Johnny juga ikut?" tanya Anne.
"Jelas dong! Dan yang lebih asyik lagi - binatang peliharaan boleh dibawa. Timmy
akan kuajak, sedang Johnny akan membawa Pil, monyet ciliknya!"
"Asyik!" seru Julian.
"Ya - kalau Timmy tidak boleh dibawa, mana mungkin George menyetujui rencana
ini!" kata Dick sambil nyengir.
"Betul!"kata George. "Aku tidak mau kalau disuruh berpisah dari Timmy!"
"Dan tanpa kalian berdua," sambung Dick, "kita bukan lagi Lima Sekawan!"
Nama itu benar-benar sesuai, karena berlima mereka sudah sering mengalami
petualangan yang seru, serta mengusut misteri yang aneh-aneh.
"Mudah-mudahan dalam pelayaran pesiar ini kita akan menjumpai teka-teki rumit
yang perlu dipecahkan" kata Dick lagi, "atau kejadian misterius yang bisa kita
usut." "Kenapa tidak?" kata George bersemangat. "Yang jelas, kita takkan merasa bosan
di atas kapal!" Anak-anak sudah tidak sabar lagi menanti. Gagasan Bibi Fanny itu benar-benar
cemerlang! Mereka sama sekali tidak menyangka akan diajak pesiar naik kapal!
"Lusa siang kita berangkat ke Marseille di Prancis Selatan" kata George. "Besok
kita harus berkemas-kemas. Kita kumpulkan pakaian musim panas yang hendak kita
bawa. Kita akan dibantu Ibu. Sekarang bagaimana jika kita pergi ke rumah Johnny"
Ia pasti juga sangat gembira!"
Sepuluh menit kemudian mereka sudah bersepeda menyusur jalan pedesaan yang
menuju ke rumah Johnny. Ia tinggal bersama ayahnya, Profesor Scott, di sebuah
rumah yang menghadap ke sebuah tanjung, hanya beberapa kilometer dan Pondok
Kirrin. Bab 2 SIAPAKAH TOPENG HITAM"
JOHNNY menyambut kedatangan teman-temannya dengan gembira. Ia bersorak-sorak.
Pil, seekor monyet kecil yang gemar makan permen dan segala jenis pil, meloncat
ke atas tengkuk Timmy lalu duduk di situ dengan santai. Kedua binatang itu
bersahabat. "Kita benar-benar bernasib baik!" seru Johnny sambil menyongsong. "Kita akan
pesiar naik kapal! Wah - pasti asyik nanti!"
Setelah itu anak-anak sibuk berembuk di dalam kebun, mengatur rencana untuk
nanti. Seperti Paman Quentin, ayah Johnny juga tidak suka diganggu kalau sedang
sibuk bekerja. "Ayo masuk, Anak-anak!" Kelima remaja itu menoleh ke arah rumah. Mereka melihat
Betty rnenjulurkan kepalanya ke luar dan jendela. Ia berseru lagi, "Aku sudah
menyediakan hidangan untuk kalian!"
Wanita itu pengurus rumah tangga Profesor Scott. Orangnya kecil, bertubuh gemuk,
dan bersikap tegas. Ia yang mengatur segala-galanya di situ, sejak ibu Johnny
meninggal dunia. Begitu melihat George dan ketiga sepupunya datang, ia lantas
buru-buru membuat kue. Ia tahu, anak-anak itu tidak pernah menolak jika ditawari
makanan. Dan benarlah - dalam beberapa menit saja kue yang tidak kecil itu sudah
habis disikat beramai-ramai. Anak-anak menyandarkan diri di kursi, karena
kekenyangan. Tiba-tiba Johnny membuka mulut, memecah kesunyian,
"Kalian mendengar warta berita siang tadi" Topeng Hitam yang misterius kabarnya
mulai beraksi kembali!"
"Topeng Hitam?" tanya Anne bingung. "Siapa itu?"
"Ah -," kata Julian dengan sikap tak acuh, "seorang penjahat internasional.
Kurasa tak lama lagi polisi pasti akan berhasil membekuknya."
Julian memang jarang ribut - berlawanan dengan George, yang selalu langsung
merasa terlibat. "Mana bisa,Ju!" bantahnya. "Kurasa Topeng Hitam terlalu cerdas - takkan mungkin
segampang itu menangkapnya. Orangnya selicik seratus monyet digabungkan - eh,
jangan kaucubit aku, Pil, aku kan tidak berbicara tentang dirimu! - dan karena
Ia selalu beraksi sendiri, takkan ada yang mungkin bisa berkhianat. Sampai
sekarang tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya!"
"Ya - karena jika sudah diketahui, pasti akan langsung ditangkap dan dimasukkan
ke penjara" kata Julian.
"Tapi itu hanya kalau perbuatannnya bisa dibuktikan," kata George yang masih
tetap bersemangat. "Kelompok seperti kita ini misalnya, mungkin saja akan bisa
melakukan pengusutan - sekawan penyelidik remaja yang takkan menimbulkan
kecunigaannya. tabah, tangkas, cerdas..."
"..dan sangat rendah hati!" kata Dick, menggoda sepupunya. "Jika kau memang
begitu tertarik hendak mengetahui siapa Topeng Hitam, lebih baik kau jangan ikut
pesiar. Penjahat itu takkan kaujumpai di atas kapal Santa Maria. Ia terlalu
sibuk dengan aksi-aksinya, mana mungkin sempat berlibur!"
Selama beberapa saat kelima remaja itu masih asyik mengobrol tentang petualangan
pencuri yang terkenal tapi misterius itu.
"Aksinya selalu dalam ukuran besar" kata Julian pada Anne, yang tidak tahu apa-
apa tentang orang itu. "Ia biasa mencuri perhiasan wanita yang kaya-raya. Tadi
pagi aku juga mendengar berita tentang dia di radio - yang mengatakan bahwa Ia
membongkar lemari besi sebuah bank di Amerika Selatan. Di Buenos Aires! Itu
bukan pekerjaan gampang, jika dilakukan seorang diri. Aku ingin tahu, bagaimana
ia melakukannya!" "Perincian mengenainya pasti dimuat di surat kabar malam ini," kata Johnny.
"Tapi tahukah kalian bahwa orang itu juga mata-mata?"
Napas George tersentak. "Mata-mata?" katanya mengulangi.
"Ya, betul! Ayahku bercerita bahwa Topeng Hitam berhasil mencuri dokumen-dokumen
rahasia dari kalangan ilmuwan dan diplomat berbagai negara, lalu menjualnya pada
penawar yang berani membayar paling tinggi!"
"Kenapa selama ini aku tidak pernah mendengar apa-apa tentang dia?" kata Anne,
heran. "Karena kau selalu melamun - seakan-akan hidupmu di bulan," kata Dick menggoda,
"dan aksi Topeng Hitam selama ini belum sampai ke sana!"
Anne bergidik. Ia merasa seram mendengar kisah tentang pencuri kelas
internasional itu, yang sekaligus juga mata-mata. Anne paling tidak suka pada
perbuatan tidak jujur, kekerasan, dan pengkhianatan. Secara tidak langsung
wataknya itu telah berulang kali menyebabkan anak-anak terhindar dari situasi
gawat. Umurnya masih muda dan sifatnya yang ramah sering merupakan pertolongan
besar dalam berbagai petualangan Lima Sekawan. Senyuman Anne yang cerah menawan
perasaan orang. Johnny memandang arlojinya.
"Hampir pukul lima!" katanya. "Kita dengarkan sebentar warta berita di radio.
Barangkali saja ada kabar baru tentang Topeng Hitam."
Mereka pergi ke ruang duduk. Pesawat radio dinyalakan tepat pukul lima. Saat itu
juga terdengar suara pembaca warta berita,
"Topeng Hitam kembali meninggalkan kartu pengenalnya di dalam sebuah peti besi
yang dikuras habis isinya oleh penjahat itu, yaitu secarik kertas putih dengan
gambar topeng hitam berukuran kecil. Kartu demikian selalu ditinggalkannya di
tempat ia beraksi. Rupanya tindakan itu merupakan tanda bahwa korban dipandang
enteng olehnya. Direktur Bank Argentina yang dirampok, Alfonso da Silva,
melakukan percobaan bunuh diri setelah kejadian itu, tapi berhasil digagalkan."
"Topeng Hitam itu benar-benar keterlaluan!" tukas George. "Perbuatannya sama
saja dengan membunuh!"
"Pendapatku juga begitu!" kata Julian sambil mengangguk.
"Tidak bisa kumengerti, orang sejahat dia masih tetap bisa berkeliaran dengan
bebas!" kata Dick mengumpat. "Kemarin Ia masih ada di Monaco dan merampok habis
uang yang ada di kas kasino - dan hari ini Ia tahu-tahu muncul di Buenos Aires!
Lalu di mana ia akan beraksi besok?"
"Ah - kenapa kita harus pusing-pusing memikirkan orang itu," kata Johnny. "Lebih
baik kita berbicara tentang acara pesiar kita yang akan datang! Itu kan lebih
menyenangkan!" Bab 3 KE MARSEILLE KEESOKAN harinya seisi Pondok Kirrin sibuk. Semua menyiapkan segala yang
diperlukan untuk liburan kali ini, yang besok petang akan diawali dengan
penerbangan ke kota Marseille. Penyelenggara program pariwisata itu rnenyediakan
kamar-kamar di sebuah hotel mewah di kota itu. Para peserta akan menginap
semalam di situ, lalu keesokan paginya naik ke kapal. Rombongan Profesor Kirrin
berangkat seiring dengan Profesor Scott serta anaknya.
Perjalanan dengan pesawat terbang terasa terlalu cepat berlalu. Setelah mandi
sebentar di kamar masing-masing yang serba mewah, anak-anak pergi ke ruang duduk
hotel, menunggu saat makan malam. Pil nampaknya masih bingung, karena baru
pertama kali itu diajak terbang. Monyet kecil itu merintih-rintih sambil
merangkul leher Timmy, seolah-olah minta perlindungan. Timmy menjilati muka Pil,
untuk menenangkannya. Kelihatannya lucu sekali - tapi juga mengharukan....
Dengan segera kedua binatang itu sudah menjadi pusat perhatian para tamu hotel,
yang juga sedang menunggu saat makan malam di situ.
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Wah - lucu sekali mereka!" seru seorang laki-laki berambut hitam dan berkaca
mata dengan logat asing. "Belum pernah kulihat kejekana... eh, apa itu....
kejenakaan seperti ini.."
Johnny tertawa. Orang asing itu tersenyum padanya, sambil mengelus-elus Timmy
dan Pil. Di jari kelingking orang itu ada sebentuk cincin berlian yang besar.
Tiba-tiba terdengar seorang wanita memprotes dengan suara serak,
"Binatang sebetulnya tidak boleh diizinkan masuk kemari, karena pasti berkutu!"
George menoleh dengan marah ke arah wanita yang dianggapnya menghina Timmy itu.
Wanita itu sudah tua. Kekeriputan mukanya cocok dengan suaranya yang serak.
Hidungnya yang melengkung dan dagunya yang mencuat ke depan menyebabkan wanita
itu nampak seperti nenek sihir dalam dongeng.
"Anjingku tidak berkutu!" sergah George.
"Monyetku juga tidak!" tukas Johnny dengan marah.
Seorang laki-laki gemuk berwajah ramah tertawa.
"Jangan kalian dengarkan si Tua itu," gumamnya. "Aku tadi duduk selama satu jam
di sampingnya. Kerjanya memang cuma mengomel saja. Segala-galanya dicerca
olehnya!" Tapi George tidak mau disabarkan.
"Nenek sihir jahat!" desisnya.
Wanita tua itu mendengar ucapannya. Ia memandang George sambil mendelikkan
matanya. Seorang wanita Asia bertubuh ramping memandang sambil membisu. Senyumannya
seakan-akan menyimpan rahasia yang tidak bisa ditebak. Tidak bisa diketahui
apakah ia mengejek atau menaruh simpati.
"Kita ke ruang makan saja sekarang!" kata seorang laki-laki berpenampilan rapi.
Jari-jari tangannya panjang dan halus. Ia berdiri dari kursinya. "Kelihatannya
hidangan sudah siap untuk disajikan." Terasa bahwa ia hendak melonggarkan
suasana yang sedang tegang saat itu. Dengan langkah santai ia berjalan menuju
ruang makan, diikuti tamu-tamu lainnya. Anak-anak tinggal di ruang duduk.
"Jika nenek sihir itu ikut berlayar, mendingan aku tidak jadi ikut!" kata George
sambil menghentakkan kaki ke lantai.
"Wah - kalau begitu kau memang tidak jadi ikut, Anak muda," kata seseorang di
belakang mereka. George kaget, lalu berpaling. Dilihatnya seorang laki-laki berumur sekitar tiga
puluh tahun. Orang itu berdiri dari kursi di manaa selama itu duduk. Anak-anak
tidak melihatnya tadi, karena tertutup sandaran kursi yang tinggi.
"Apa maksud Anda?" tanya George heran.
Laki-laki itu tersenyum. "Baiklah - akan kujelaskan, Anak muda," katanya. Ia menyangka George anak laki-
laki. "Orang-orang yang tadi ada di sini, hampir semuanya kukenal. Orang asing
dengan cincin berlian besar di jari kelingking tadi bernama Pedro Ruiz, pemilik
perkebunan kopi yang paling kaya di Brasilia. Sedang wanita yang mengomel itu
Helene von Blumental. Orang Jerman. Namanya memang bagus - artinya 'lembah
bunga'. Tapi wataknya perengut - sama sekali tidak seindah bunga."
Anak-anak tertawa. "Ia kaya-raya! Karenanya ia menyangka bisa berbicara seenak hatinya terhadap
siapa saja!" "Anjingku bisa memberi pelajaran dengan sekali gigit saja, supaya ia melepaskan
kebiasaan buruk itu," kata George dengan sengit.
"Ia masih punya kesempatan untuk melakukannya, karena wanita berwatak
menyenangkan itu akan ikut berlayar bersama kita."
"Ah - Anda juga ikut, rupanya?" kata Julian ingin tahu.
"Ya! Namaku Max Normand. Tapi aku masih ingin bercerita sedikit lagi tentang
teman-teman kita sekapal nanti. Laki-laki gemuk dan ramah tadi pedagang intan.
Orang Belanda. Namanya Hagg. Lalu laki-laki bertangan halus itu pianis kenamaan
dari Prancis, Fortune Barge. Sedang wanita Cina yang senyumannya misterius,
bernama Nona Ping." Julian serta anak-anak yang lain memperkenalkan dirinya pada kenalan baru itu.
Max Normand menyalami mereka, lalu memandang George sambil tersenyum.
"Maaf - aku tadi mengira kau anak laki-laki," katanya. Ia tidak tahu bahwa
George malah senang dikira begitu!
Sewaktu makan malam, anak-anak dengan diam-diam memperhatikan para tamu yang
akan ikut berlayar dengan kapal Santa Maria. Setidak-tidaknya yang disebutkan
oleh Max Normand tadi. Laki-laki muda itu duduk di meja sebelah. Sekali-sekali
ia menoleh ke arah mereka, lalu mengedipkan mata dengan sikap bersekongkol.
"Orangnya ramah, ya?" kata Dick.
"Yang jelas lebih ramah daripada Helene von Anu," kata George menggerutu, sambil
mengelus-elus Timmy yang berbaring di bawah meja.
"Aduh, kau ini !" kata Julian sambil nyengir. "Dalam pelayaran pesiar seperti
ini, biasa kalau bertemu dengan berbagai macam manusia. Ada yang baik, ada yang
tidak begitu ramah dan begitu pula..."
"...yang sangat menyebalkan!" kata George dengan lantang. Ia masih tetap belum
bisa menerima penghinaan tadi.
"Sudahlah," desis Julian. "Jika ayahmu sampai mendengar.."
"Ah - kau ini masih seperti dulu juga, Ju!" kata Johnny sambil tertawa. "Jangan
khawatir, orang tua kita jauh..." Dengan sembunyi-sembunyi ia menuding ke sebuah
meja di seberang ruangan, di mana nampak orang tua George yang sibuk berbincang-
bincang dengan Profesor Scott.
"Untung saja meja-meja ini tidak begitu besar, sehingga tidak muat untuk kita
semua" kata Johnny lagi. "Semboyanku, kita hanya bisa tentram jika hidup
terpisah." "Aduh, Johnny," kata Anne sambil menggeleng-geleng, "kau melebih-lebihkan!
Ayahmu, Paman Quentin, dan Bibi Fanny kan baik-baik. Kita diberi keleluasaan
bergerak!" "Itu satu-satunya yang menyenangkan dari mereka!" kata Johnny sambil nyengir
bandel. Bab 4 SALAM YANG MENCEMASKAN KEESOKAN harinya, pagi-pagi benar mereka sudah bangun. Mereka tidak sabar lagi
menunggu saat naik ke Santa Maria.
Para penumpang berangkat dengan beberapa mobil ke dermaga. George berseru girang
ketika melihat kapal anggun berwarna putih, yang selama minggu-minggu mendatang
akan menjadi tempat tinggal terapung bagi mereka.
"Luar biasa! Lihat saja, betapa rampingnya. Santa Maria ini kelihatannya seperti
camar raksasa yang mengapung di permukaan laut siap untuk terbang."
George mernang sangat menyukai laut. Sejak kecil ia sudah biasa berkecimpung di
dalam air. Dick memandang sepupunya itu dengan sikap hendak menggoda.
"Di samping segala watakmu yang menarik - seperti tabah, pernurah, cerdas, dan
terbuka - kau ternyata juga romantis, Georgina!"
George yang lebih suka menjadi anak laki-laki dan paling benci kalau dipanggil
dengan nama Georgina, menjulurkan lidahnya ke arah Dick (dalam buku aslinya
George-editor). Tapi kemudian Ia berseru dengan gembira.
"Cepat - naik ke kapal! Kita masuki tempat kediaman kita yang baru!"
Sambil bercakap-cakap dengan riang para penumpang menuju ke kabin masing-masing,
diantar oleh para nelayan yang membawakan kopor-kopor mereka. Setelah itu semua
keluar lagi, untuk menyaksikan kapal Santa Maria berangkat.
Dengan lambat kapal itu bergerak, menjauhi dermaga. Matahari bersinar cerah,
terpantul sinarnya pada permukaan laut yang berombak-ombak. Warna air laut biru
bening. Pelayaran pesiar dimulai dengan menyenangkan.
Anak-anak bersandar ke pagar kapal. Mereka mengamat-amati buih yang menyembur
dari haluan kapal. Bahtera mewah itu meluncur tenang, meninggalkan pelabuhan.
"Ah - indahnya!" desah Anne, lalu menghirup napas dalam-dalam. "Lapang rasanya
dadaku!" "Yuk - kita mengenakan pakaian renang," kata George mengusulkan. "Di atas kapal
ini ada kolam renang. Kita mandi-mandi dulu, lalu setelah itu berjemur."
Anak-anak berjalan menuju kabin mereka. Tiba-tiba mendengar suara orang berseru
di geladak. Anak-anak bergegas kembali ke luar.
Beberapa orang penumpang sudah berbaringing dengan santai di kursi malam.
Beberapa di antaranya membaca surat kabar terbitan pagi itu. Dan seruan yang
terdengar tadi disebabkan oleh salah satu berita di situ....
"Anda sudah membaca berita ini?" seru seorang yang sudah berumur. "Berita yang
menggemparkan begini seharusnya tidak boleh dimuat! Pasti ini hanya keisengan
orang saja!" "Ada yang hendak mengacau pesiar ini!" kata seorang wanita muda menduga.
"Ah - saya rasa bukan cuma mengacau," kata seorang wanita yang agak tua. "Ini
berita serius. Tahu-tahu kita semua sudah mati terbunuh! Ih, menyeramkan...
Seram! Seram!" "Tenanglah, Bu," kata seorang wanita lain, setelah ia selesai membaca berita
itu. "Topeng Hitam memang pencuri dan penipu yang terkenal karena kejahatannya,
tapi Ia bukan pembunuh. Katakanlah Ia ada di atas kapal Santa Maria ini - tapi
Ia takkan sampai membunuh orang."
Anak-anak kaget mendengar kata-kata itu.
"Topeng Hitam ada di sini!" bisik George. "Astaga! Pasti asyik, jika kita bisa
membuka kedoknya!" "Ya, ya - George memang selalu rendah hati," kata Johnny dengan nada menyindir.
"Kita harus mengetahui isi berita itu?" kata Julian bersemangat. "Aku ingin..."
Ia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena pada saat itu Timmy yang
ditunggangi Pil berlari menghampiri sebuah kursi malas, di mana tergeletak
selembar surat kabar. Pil menyambar koran itu, lalu menyodorkannya pada Timmy.
"Bukan main - rupanya binatang bisa lebih cerdas daripada beberapa orang
tertentu!" seru Johnny. "Kurasa kedua binatang itu mengerti apa yang sedang kita
bicarakan." "Cepat, kemarikan!" kata George sambil merampas koran itu dari tangan Johnny,
lalu buru-buru mencari berita yang menggemparkan itu. Setelah ketemu, ia mulai
membaca. "Coba dengar ini" katanya sambil menyimak berita itu. "Di bawah kepala berita
berjudul 'Topeng Hitam Ikut Pesiar"', tertulis begini: 'Pagi ini redaksi pers di
Prancis menerima surat yang ditandatangani Topeng Hitam serta dibubuhi tandanya
yang khas.' Anak-anak yang lain langsung mengerumuni George, sementara anak itu meneruskan
bacaannya. 'Surat yang ditulis pada kartu pengenal pencuri dan mata-mata yang melanglang
buana itu memuat kata-kata yang mencemaskan: 'Salam dari Topeng Hitam yang akan
berlibur selama tiga minggu di atas kapal Santa Maria."
"Nekat sekali! Seakan-akan hendak menantang!" tukas Julian. "Jika surat itu
benar-benar dari Topeng Hitam, kurasa orang itu sudah sinting! Itu kan sama saja
dengan mengundang polisi untuk menangkapnya!"
"Pasti ini cuma keisengan orang saja," kata Johnny.
"Tapi kalau tidak - bagaimana?" tanya Anne sambil memandang Julian.
Di belakang mereka terdengar suara beberapa penumpang yang berbicara dengan nada
kesal, "Kenapa pelayaran pesiar ini masih dilangsungkan juga, setelah ada ancaman
itu"!" "Keterlaluan!" "Nakhoda harus mempertanggungjawabkan keputusan ini!"
Tapi sebelum mereka sempat berbuat apa-apa, lewat alat pengeras suara terdengar
suara seseorang yang berbicara dengan nada berwibawa, meminta agar para
penumpang tenang. Fakhoda hendak memberikan penjelasan untuk menenangkan mereka.
"Santa Maria baru berangkat setelah terlebih dulu polisi mengadakan pemeriksaan
dengan cermat," katanya. "Topeng Hitam tidak ada di atas kapal. Para penumpang
semuanya orang baik-baik, sedang awak kapal merupakan orang pilihan yang bisa
diandalkan. Berita tentang pesan Topeng Hitam disiarkan oleh berbagai surat
kabar tanpa mengecek kebenarannya terlebih dulu. Mungkin itu hanya merupakan
perbuatan orang yang iseng belaka, yang ingin menimbulkan kegemparan!
"Harap Anda pertimbangkan saja sendiri," kata nakhoda melanjuikan penjelasannya.
"Andaikan Topeng Hitam nanti ternyata ada di antara kita - walau itu boleh
dikatakan nyaris mustahil - Ia pasti akan ketahuan dan langsung ditahan. Kapal
kita ini bagaikan putau terapung, dan tidak ada yang bisa lari dan sini tanpa
diketahui orang. Nah - atas nama perusahaan dan para krabat kerja. saya
mengucapkan selamat menikmati liburan di atas kapal pesiar ini !"
Lewat corong pengeras suara terdengar irama musik mengalun lembut. Dick tertawa,
melihat wajah George yang memancarkan kekecewaan.
"Sudahlah" kata Dick. "Sekali ini Lima Sekawan tidak jadi mengalami petualangan
yang mengasyikkan! Apa boleh buat"
Anak-anak yang lain tertawa, sementara Timmy menggonggong dan Pil menjerit-jenit
dengan suaranya yang melengking tinggi. Lambat-laun air muka George menjadi
cerah kembali. Kulupakan saja urusan Topeng Hitam, katanya dalam hati.
Bab 5 MAX NORMAND HARI pertama berlayar berjalan dengan menyenangkan. Anak-anak menikmati cuaca
yang cerah. Mereka mandi-mandi di kolam renang, lalu berjemur dan bermain-main
di geladak. Mereka berkeliaran, melihat-lihat kapal. Segala tempat yang boleh
didatangi, mereka masuki.
Sehabis makan, yang berlangsung dalam suasana ceria, anak-anak pergi ke
anjungan. "Malam ini aku pasti tidur pulas" kata Anne sambil menguap. "Habis - capek sih,
bermain dan berjalan-jalan terus sehari penuh!"
"Kau sudah mau tidur sekarang?" tanya Dick, heran. "Kita kan diizinkan tidur
agak larut! Mendingan menonton film!"
"Aku lebih suka menyaksikan pertunjukan sulap," kata Johnny. "Kabarnya pemain
sulap itu sangat hebat!"
Anne langsung segar lagi. Rasa mengantuknya lenyap.
"Aku suka sekali menonton pertunjukan sulap!" katanya dengan gembira.
"Huhh," kata George sambil mengernyitkan muka, "Itu kan untuk anak-anak kecil,
yang belum tahu apa-apa!"
"Biar! Yuk, kita nonton!" kata Johnny berkeras. Ditariknya anak-anak yang lain
ke ruang santap, yang sementara itu sudah diubah menjadi tempat pertunjukan.
"Siapa nama pemain sulap itu?" tanya Julian.
"Entah - aku tidak tahu," kata Johnny, "tapi menurut keterangan perwira satu
pada seorang penumpang tadi, Ia sangat berbakat - walau pun belum terkenal!"
Anak-anak duduk di deretan kursi paling depan. Timmy merebahkan diri dekat kaki
George. Pil sudah terlelap dalam gendongan Johnny.
Ketika penonton sudah duduk semua, tahu-tahu dari sengah-tengah mereka muncul
seorang pemuda berpenampilan rapi. la meloncat ke panggung, lalu memberi salam
sambil tersenyum. Ia mengenakan stelan resmi berwarna hitam, serta topi tinggi.
Tongkat sulap tergenggam di tangan kanan.
"He!" kata George bensemangat. "Itukan kawan baru kita! Max Normand!"
"Aku memang agak heran, kenapa Ia tidak bercerita apa-apa mengenai dirinya,"
kata Julian. "Ternyata ia pemain sulap! Nah - ia melihat kita!"
Max Normand melambai ke arah anak-anak. Setelah itu Ia mulai dengan
pertunjukannya. Anne menatap dengan mulut ternganga, sementara laki-laki muda
berpenampilan apik itu melambung-lambungkan beberapa bola putih, yang kemudian
tahu-tahu lenyap ketika seakan-akan sedang dilambungkan. Seekor burung kenari
menjelma menjadi kelinci. Sebuah kaleng sosis yang sedang dipegang lenyap, lalu
muncul lagi ketika Max Normand merogoh ke dalam topi tingginya. Adegan demi
adegan susul-menyusul dengan cepat, diperagakan dengan ketangkasan pemain sulap
yang ulung. Setelah beristirahat sebentar, Max Normand memrpeagakan nomor-nomor pertunjukan
hasil ciptaannya sendiri. Disaksikan penonton yang memandang dengan gembira,
antara lain ia mengubah air yang dituangkan menjadi nyala api berwarna hijau.
Setelah itu Ia mengelompokkan berbagai benda, lalu dijelmakani menjadi sebuah
mobil kecil beroda persegi empat... tapi mobil itu bisa berjalan mulus. Sebagai
nomor puncak, diundangnya salah seorang penonton naik ke atas panggung. Dick
maju dengan segera. Max Normand mengajaknya mengobrol. Tahu-tahu penonton melihat kepala Dick
seakan-akan mengambang ke atas, terlepas dari pundaknya. Tapi remaja itu ngobrol
terus dengan pemain sulap itu, karena ia sendiri tidak merasakan perubahan
sedikit pun pada dirinya.
Tepuk tangan meriah menyambut nomor itu.
"Hebat!" seru George bergairah. "Luar biasa!"
"Bagaimana - kalian menyukai pertunjukanku?" tanya Max sambil membungkukkan diri
ke arah anak-anak. "Hebat! Terima kasih!" kata Pil, yang terbangun karena suara penonton yang ramai
bertepuk dan bersorak. Dan sebelum Johnny sempat pulih dari kekagetannya, Timmy
sudah menimpali, "Wah - baru sekali ini aku mendengar monyet berbicara!"
George yang semula melongo, kini tertawa. Ia sadar bahwa suara-suara itu
sebenarnya berasal dari Max Normand. Laki-laki muda itu ternyata bukan hanya
pemain sulap saja, tapi juga ventrilokuis - pandai memindahkan suara!
Pertunjukan diakhiri. Penonton bertepuk tangan. Mereka puas menyaksikan keahilan
Max Normand main sulap. Anak-anak mengucapkan terima kasih pada laki-laki muda
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Mereka bangga berteman dengan dia.
Setelah itu mereka menuju kabin masing-masing. George sekabin dengan Anne - dan
Timmy, tentunya! Sedang ketiga anak laki-laki menempati kabin sebelah yang
berisi empat pembaringan.
Malam itu anak-anak tidur pulas. Memang nikmat rasanya, tidur dalam kapal yang
mengayun lembut, dibuai ombak mengalun. Keesokan paginya mereka bangun. Segar
sekali tubuh rasanya. Mereka cepat-cepat mandi dan berpakaian, lalu pergi ke
ruang santap untuk sarapan pagi. Ayah George sudah sibuk berbincang-bincang
dengan Profesor Scott, membicarakan proyek penelitian. Bibi Fanny ikut
mendengarkan dengan penuh minat. Jadi anak-anak bebas lagi berkeliaran.
Menurut program pelayaran pesiar itu, setiap pagi nakhoda mengumumkan acara
pesiar untuk hari itu. Karenanya penumpang langsung terdiam, begitu pimpinan
kapal memasuki ruangan. "Selamat pagi," sapanya dengan ramah. "Hari ini kita menelusuri pesisir Spanyol.
Nanti akan dapat disaksikan berturut-turut kota Barcelona, Tarragona, dan
kemudian Valencia, di mana kita singgah malam ini. Besok pagi-pagi kita
berangkat lagi, menuju kepulauan Baleares. Di sana kita menyinggahi Ibiza."
Setelah itu nakhoda pergi lagi, diiringi suara puas para penumpang.
"Nah - ternyata Ia memang baru menyebutkan tujuan pelayaran beberapa saat
sebelumnya" kata Julian.
"Ide itu hebat" kata Max Normand, yang saat itu menghampiri meja tempat anak-
anak duduk. "Itu merupakan selingan menarik bagiku, yang biasanya mengadakan
pertunjukan menurut jadwal ketat. Di sini aku setidak-tidaknya punya waktu untuk
bersantai-santai di sela acara-acara."
Setelah makan malam, Max mengajak anak-anak melancong, melihat-lihat kota
Valencia. Bibi Fanny Iangsung mengizinkan, karena ia sedang sakit kepala jadi
tidak berminat pergi melancong malam-malam. Sedang suaminya sejak pagi masih
saja asyik membicarakan suatu problem keilmuan dengan Profesor Scott. Ia tidak
ingin kesibukan itu terganggu oleh acara melancong, yang dianggapnya membuang-
buang waktu saja. Anak-anak menerima ajakan laki-laki muda pemain sulap itu dengan gembira. Max
sudah pernah mengadakan pertunjukan keliling di Spanyol. Jadi negeri itu sudah
dikenalnya. Ketika mereka hendak turun dari kapal, Nona Ping, wanita Cina dengan senyuman
misterius datang menghampiri. la ingin ikut melancong.
"Kelihatannya Anda sudah mengenal kota Valencia ini," katanya dengan ramah pada
Max Normand. "Saya akan senang sekali jika diperbolehkan ikut memanfaatkan
pengetahuan Anda itu."
Max belum sempat menjawab, ketika seorang laki-laki berambut lebat dan dengan
senyuman lebar datang mendekat.
"Bolehkah saya ikut juga?" kata orang itu. "Pasien saya sudah tidur, ia
mengizinkan saya bersenang-senang sebentar. Tidak enak rasanya jika keluyuran
seorang diri, karena tidak ada yang bisa diajak bicara."
Penampilan orang itu ramah. Anak-anak tahu siapa orang itu. Mereka pernah
melihatnya mendorong kursi roda yang diduduki seorang usahawan dari Paris.
Usahawan itu mengalami cedera patah kaki pada musim dingin yang lewat, dan kini
baru bisa berjalan tertatih-tatih dengan bantuan tongkat penyangga. la memilih
bergerak dengan kursi roda di kapal. Dan laki-laki itu, yang bernama Lucien,
bekerja pada usahawan itu selaku asisten dan sekaligus juga perawat.
Anak-anak sebenarnya lebih suka jika melancong sendiri bersama Max. Tapi mereka
tidak sampai hati menolak permintaan Nona Ping dan Lucien. Kecuali itu Max
Normand sudah menjawab terlebih dulu.
"Ya - tentu saja!" katanya sambil tersenyum menarik. "Silakan menggabungkan diri
bersama kami! Tapi saat ini kita tidak bisa lagi melihat-lihat museum, karena
sudah terlalu malam. Kita terpaksa harus puas melihat-lihat sibuknya kehidupan
malam di jalan-jalan kota Valencia. Suasana di situ ramai dan meriah - seperti
umumnya kota-kota di Spanyol."
Max mengajak rombongannya menelusuri kota yang terang-benderang, di mana orang-
orang sibuk dengan urusan masing-masing. Kesannya, seolah-olah saat itu siang!
Penduduk kota seakan-akan berada di luar rumah semuanya!
"Beginilah gaya hidup di kawasan selatan Eropa," kata Max Normand menjelaskan.
"Saat siang hari yang terik, orang-orang biasa menikmati siesta - atau 'tidur
siang'. Malam hari barulah mereka pergi ke luar rumah."
Menjelang akhir pelancongan rombongan itu mereka menyusur suatu jalan ramai. Max
mengajak mampir di sebuah restoran kecil di pinggir jalan, untuk minum sebentar.
Anak-anak mengucapkan terima kasih pada Max. Mereka sangat menikmati pelancongan
di kota yang asing bagi mereka itu. Max mengedipkan mata dengan jenaka.
"Simpan dulu ucapan terima kasih kalian untuk besok. Kalian akan kuajak melihat-
lihat Ibiza. Pulau itu benar-benar indah - seindah impian!"
Setelah itu mereka kembali ke Santa Maria. Masing-masing pergi ke kabin yang
ditempati. "Bagaimana pendapatmu tentang Nona Ping?" tanya Anne pada George, ketika
keduanya sudah berada dalam kabin. "Aku senang padanya."
"Kesanku, ?a seperti macan jinak," kata George. "Senyumannya begitu misterius -
tidak bisa diduga apa yang ada dalam pikirannya!"
"Dan Lucien" Orangnya lucu, ya! Menurutku, dia itu hebat!"
"Kau ini - siapa pun selalu kaukatakan hebat, baik hati! Tapi sudahlah, kita
tidur saja sekarang. Aku sudah capek sekali."
Bab 6 PENCURIAN NEKAT KEESOKAN paginya datang lagi pengumuman dari nakhoda kapal. Setelah mampir di
Ibiza, Santa Maria akan men uju ke Pulau Korsika - dan di situ mampir di le-
Rousse. Menurut rencana persinggahan akan :berlangsung sehari penuh, dan para
penumpang akan bisa melancong untuk melihat-lihat serta mandi-mandi di laut.
Kunjungan di Ibiza sangat menyenangkan. Para penumpang turun semua. Mereka yang
semula begitu takut menghadapi ancaman Topeng Hitam, sementara itu sudah agak
tenang. Sampai saat itu sama sekali tidak ada tanda-tanda pencuri ulung itu akan
beraksi. "Nah! Apa kataku," kata Julian pada Anne, "kau tidak perlu cemas - Topeng Hitam
tidak ada di kapal."
"Aku masih sangsi," kata Anne agak termangu-mangu. "Sampai sekarang belum ada
berita lagi meengenainya di radio. Kemungkinannya ada dua: ia sedang
beristirahat - atau saat ini memang ada di tengah-tengah kita!"
"Kurasa ia memang sedang beristirahat" kata seseorang yang ada di belakang Anne.
"Ingat saja kata-kata nakhoda. Kalau Ia berani beraksi di sini, pasti dengan
segera akan ketahuan siapa orangnya. Kita yang berada di atas kapal ini kan
terbatas jumlahnya!"
Orang yang berbicara itu pernain piano, yang biasa nenyajikan hiburan di bar.
Anne menjawab dengan senyuman ramah. Ia memang cenderung menganggap semua orang
itu baik. Apalagi seniman terkenal yang penarnpilannya menarik itu.
"Mudah-mudahan saja Anda benar" katanya mendesah, sambil menatap pianis yang
bernama Fortune Barge itu dengan senyuman berseri.
Para penumpang pergi berkelompok-kelompok, pesiar di pulau yang tanahnya dibuat
berjenjang-jenjang dan penuh dengan bunga beraneka warna. Indah sekali
nampaknya, menjulang di atas laut berwarna biru cerah. Semua merasa kagum -
kecuali Helene von Blumental. Wanita tua kaya-raya itu tidak henti-hentinya
mengomel: tentang matahari yang sinarnya terlalu terik, hembusan angin yang
mengacak-acak rambut, kerikil yang membuat orang tidak enak berjalan di atasnya.
Timmy tidak mau dekat-dekat dengan manusia keriput itu. Anjing cerdik itu merasa
bahwa ia tidak disenangi.
Nona Ping ikut dalam rombongan di mana anak-anak ikut serta, bersama Paman
Quentin, Bibi Fanny, dan Profesor Scott. Dalarn perjalanan pulang ke kapal,
tiba-tiba wanita Cina itu terpekik,
"Anting-antingku hilang! Aduh - ke mana jatuhnya perhiasanku itu" Aku sangat
menyayanginya - karena itu warisan dari ibuku!"
Dengan segera semua ikut mencari ke mana-mana.
Setiap berkas rumput disibak. Satu-satu dibalikkan - tapi sia-sia belaka,
anting-anting berharga itu tetap lenyap!
Nona Ping bingung sekali....
Anak-anak pernah melihat anting-anting itu. Dibuat dari kawat emas, berbentuk
bintang, dan bertatahkan sejumlah intan kecil-kecil. Perhiasan itu merupakan
karya seni yang sangat bermutu!
Akhirnya orang berhenti mencari. Perhiasan itu tetap hilang. Helene von
Blumental menyatakan pendapatnya dengan nada sengit,
"Anting-anting itu bukan tercecer, tapi dicuri orang! Percayalah! Dan siapa
pencurinya" Siapa lagi, kalau
bukan Topeng Hitam! Orang itu nekat!"
"Ya, betul!" kata Pak Hagg. Orang Belanda pedagang intan bertubuh gemuk itu
tertawa berdengus-dengus. "Ini aksi pertama Topeng Hitam!
Kemarin malam aku kehilangan uang seratus franc. Kusangka karena kalah berjudi.
Aku memang main poker saat itu. Tapi ternyata uang itu dicuri penjahat nekat
itu." Pak Hagg tertawa lagi.
Bibir Helene von Blumental langsung menipis. Ia tidak mengatakan apa-apa lagi,
karena sadar bahwa ia ditertawakan oleh orang Belanda itu.
Menjelang malam, Santa Maria melabuhkan jangkar di lle-Rousse, sebuah kota
pelabuhan di Pulau Korsika.
"Siapkan kamera fotomu, Ju," kata Dick. "Warna-warna di sini begitu semarak -
sasaran yang indah untuk dipotret!"
George bersandar ke pagar kapal sambil termangu-mangu. Seperti para penumpang
lainnya, ia sedang memandang dengan kagum ke arah sekian banyak pulau kecil yang
nampak berderet di depan pantai pulau. Tapi keningnya berkerut. Ia memang sedang
memikirkan kejadian yang dialami di Ibiza. Ingatannya berkisar sekitar anting-
anting Nona Ping. Mungkinkah dugaan Helene von Blumental yang berlidah tajam itu
benar" Bagaimana jika anting-anting itu memang dicuri Topeng Hitam" Tapi George tidak
berani mengengahkan pikirannya itu pada anak-anak yang lain. Ia takut
dItertawakan, seperti sudah sering mereka lakukan. Anak-anak menganggap George
sering dipengaruhi khayalannya sendiri. Mungkin ini memang cuma khayalanku saja,
pikir anak itu sambil mendesah. Bukankah Pak Nakhoda sudah
menegaskan bahwa para penumpang semuanya orang baik-baik! Kecuali itu George
sementara itu juga sudah cukup mengenal para penumpang. Tidak seorang pun
menimbulkan kecurigaan bahwa Ia Topeng Hitam. Ah, sudahlah - lebih baik Ia
berpikir .tentang hal-hal yang menyenangkan saja!
Acara pelancongan di Korsika keesokan harinya berjalan dengan tenang, tanpa ada
kejadian yang mengejutkan. Sepanjang siang anak-anak berjemur di pantai. Ketika
malamnya mereka kembali ke kapal untuk mandi dan menukar pakaian sebelum makan
malam mereka mendengar pengumuman yang tak terduga.
Nakhoda Santa Maria mengumumkan bahwa malam itu di kapal akan diadakan pesta.
"Kita akan mengadakan semacam pesta karnaval," Pak Nakhoda. "Harap Anda semua
berdandan seorisinil mungkin. Disediakan hadiah istimewa untuk kostum yang
paling kocak!" Anak-anak berjingkrak-jingkrak dengan gembira, karena tak menduga bahwa malam
itu masih ada acara yang sangat menyenangkan. Selama makan malam mereka sibuk
berunding, mencari-cari gagasan paling edan untuk kostum yang akan mereka
kenakan. "Aku sudah tahu, aku nanti datang sebagai apa!" kata Julian. "Akan kuselubungi
diriku dengan seprai. Aku akan menjadi hantu!"
"Aku juga akan memakal seprai - tapi kusampirkan ke bahu" kata Dick. "Aku akan
berdandan menjadi tokoh Romawi Purba. Dengan sandal serta rambutku yang ikal
ini, aku pasti akan dikira Julius Caesar - kaisar Romawi!"
"Untukku, cukup satu mataku kututup dengan kain," kata George sambil tertawa.
"Aku akan menjadi bajak laut!"
"Aku muncul sebagai pengamen," kata Johnny. Ia mengedipkan mata dengan jenaka.
"Di dapur pasti ada kotak kardus yang tidak diperlukan lagi. Itu akan kujadikan
alat musik" "Aku akan menjadi Ratu Cleopatra dari Mesir Purba," kata Anne. "Sepraiku akan
kujadikan serban yang menarik. Dan aku kan punya gelang berbentuk ular. Itu
kujadikan lambang kematian ratu Mesir itu"
"Dan aku akan tampil sebagai fakir dari India," kata Max, yang saat itu datang
menggabungkan diri. "ltu sebenarnya kurang adil terhadap para penumpang, tapi
sayang kan - punya kostum sebagus itu, tapi kubiarkan saja tergeletak di dalam
kopor." Para penumpang di meja-meja selebihnya juga ramai berbincang-bincang tentang
pesta kostum yang akan diadakan itu. George melirik ke arah Helene von
Blumental. Wajah wanita tua itu masam - seperti biasanya.
"Kalau dia, tinggal menunggang sapu saja," kata George dengan suara pelan. "Kan
cocok - tampil sebagai nenek sihir!"
Pukul sembilan malam orkes kapal mulai memperdengarkan musik dansa. Pelan-pelan
ruangan itu dipenuhi para penumpang yang ingin ikut berpesta. Semua mengenakan
kostum yang aneh-aneh. Bibi Fanny datang sebagai wanita Arab. Setidak-tidaknya,
wanita Arab gaya Bibi Fanny. Ia memakai piamanya yang longgar, sedang kepalanya
diselubungi beberapa lapis selendang sutra. Paman Quentin tidak ikut muncul.
Begitu pula Profesor Scott. Keduanya menyendiri dalam ruang duduk tempat
merokok. Yah - pikiran mereka memang tidak bisa lepas dari kesibukan selaku
ilmuwan! Para penumpang yang hadir tertawa geli ketika Helene von Blumental muncul.
Wanita itu rupanya membuat namanya sebagai dasar dandanan, karena sekujur
tubuhnya ditaburi bunga. Kelihatannya sangat aneh dan kocak - apalagi karena ia
tersenyum. Walau nampak kaku - tapi Ia tersenyum. Baru sekali itulah anak-anak
melihat mulut wanita kaya-raya itu tidak merengut.
Pak Hagg menangkringkan sebuah topi kecil berwarna merah di atas rambutnya.
Pipinya yang tembam dimerahkan. Dengan tubuhnya yang bulat, penampilannya saat
itu mirip keju Belanda yang baunya bukan main!
Tiba-tiba seluruh ruangan terdiam. Seorang pria muncul di ambang pintu,
mengenakan stelan malam serba hitam - serta topeng hitam menutupi
Topeng Hitam! Nona Ping yang mengenakan kostum 'Cheongsam', yang memang
merupakan busana wanita Cina, terpekik ketika melihat pria itu muncul. Tapi
dengan segera ketegangan reda, berganti suasana penuh gelak tertawa lega. Pria
yang muncul itu ternyata Pak Stone, seorang lnggris bertubuh kurus kering. Ia-
lah yang iseng itu! Orang semakin ramai tertawa ketika kemudian muncul Topeng Hitam kedua. Pria yang
mengenakannya Pedro Ruiz, hartawan dari Brasilia! Kegelian para penumpang
akhirnya menimbulkan tertawa riuh, ketika kemudian muncul lagi Topeng Hitam
ketiga dan keempat - yang masing-masing dikenakan oleh pianis Fortune Barge
serta seorang laki-laki yang senegara dengannya.
"Well," kata Topeng Hitam nomor satu sambil menyeringai, "rupanya daya fantasi
kita memang tidak terlalu hebat. Saya tadi menyangka bahwa penampilan saya akan
menimbulkan kegemparan. Tapi empat Topeng Hitam sekaligus..."
Pesta malam itu berlangsung dengan meriah. Anak-anak merasa asyik. Mereka puas
sekali. Ketika saat pemberian hadiah diumumkan, usahawan Prancis yang ke mana-
mana selalu dengan kursi roda muncul. Ia ingin ikut menyaksikan kemeriahan
suasana saat itu, walau hanya dengan melihat dari jauh. Teriring bunyi tiupan
terompet melengking serta drum yang ditabuh seperti berondongan senapan mesin,
Pak Nakhoda menyerahkan hadiah utama pada - Helene von Blumental! Penyihir tua
itu berseri-seri. Ia memang sepantasnya menerima hadiah itu, karena
penampilannya kocak sekali!
"Dan sekarang - kita teruskan berpesta!" kata Pak Nakhoda dengan gembira.
Orkes mulai memperdengarkan irama dansa lagi. Tapi tiba-tiba seorang wanita
bertubuh montok bergegas rnenghampiri Pak Nakhoda, sambil berteriak-teriak,
"Tolong, Kapten! Saya ditimpa musibah! Kalung berlian saya dicuri orang! - Ya,
sungguh! Padahal sedang saya pakai! Pencuri itu melepaskannya dari leher saya,
ketika saya sedang berdansa dengan suami saya!"
Wanita itu orang Amerika - kabarnya wanita terkaya di dunia! Suaminya jutawan
minyak dari Texas. Ia memandang berkeliling dengan sikap tak acuh.
"Tenang-tenang saja - kalung istriku itu diasuransikan" kata jutawan itu dengan
sikap santai. "Kerugian ini akan diganti sepenuhnya oleh perusahaan asuransi
yang menjamin!" "Tapi selama itu aku tidak punya lagi kalung seperti itu...! Dan pencurinya ada
di atas kapal!" seru istrinya kebingungan.
"Ah - mungkin tadi kaitannya terlepas, lalu jatuh ke lantai," kata Pak Nakhoda.
"Tidak mungkin, karena kait pengamannya ganda. Pencuri itu cekatan sekali, bisa
membukanya," kata wanita kaya-raya itu.
Tiba-tiba George membungkuk.
"Lihatlah - apa yang kutemukan di lantai!" serunya. Disodorkannya secarik kertas
pada Pak Nakhoda. Pada kertas itu tertera gambar topeng hitam.
"Kartu nama Topeng Hitam!" seru Pak Nakhoda kaget.
"Ada tulisannya," kata Dick sambil mengamat-amati kartu itu.
"Ya," kata Julian, lalu membaca tulisan itu dengan suara keras. "Salam dari
Topeng Hitam. Kuucapkan terima kasih pada Bu Hernington, untuk hadiahnya yang
sangat indah!"
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suasana meriah yang beberapa saat sebelumnya masih memenuhi ruangan, kini
berganti kesunyian yang mencekam.
Nenek Sihir alias Helene von Blumental yang paling dulu membuka mulut.
"Apa kataku!" serunya dengan suara melengking. "Topeng Hitam ada di sini! Ia
satu dar kita yang ada di sini!"
Semangat petualangan George langsung timbul. Bulu tengkuknya meremang. Nah -
akhirnya ada juga yang bisa diusut oleh Lima Sekawan!
Dick memandang sepupunya itu.
"Hebat, Detektif ulung! Sudah puas sekarang?"
Anne diam saja. Ia selalu ikut dalam petualangan saudara-saudaranya. Tapi bukan
berarti Ia menggemarinya. Anne lebih suka bisa berlibur tanpa mengalami kejadian
yang membuat jantung berdebar-debar!
Air muka Julian nampak serius. Johnny menyikutnya.
"Bagaimana pendapatmu tentang kejadian ini, Ju?" tanya Johnny dengan suara
pelan. "Lima Sekawan bisa berjasa lagi."
"Itu tidak aneh," kata George. "Kami memang selalu mujur. Tak terduga-duga -
tapi begitulah kenyataannya!"
"Guk!" gonggong Timmy sambil mendongak. Pil memekik, karena ingin ikut
disertakan. Pak Nakhoda menghampiri mikrofon, lalu berbicara a para penumpang yang masih
berkerumun. "Harap tenang," kate pimpinan kapal itu dengan nada berwibawa. "Kami
harus mengadakan hubungan dengan daratan. Harap jangan meninggalkan ruangan
dulu, sebelum saya kembali!"
Nakhoda bergegas pergi ke luar. Para penumpang saling lirik-melirik dengan sikap
curiga. Masing-masing beranggapan bahwa mungkin orang yang ada sampingnyalah
Topeng Hitam.... "Pemeriksaan oleh Pak Nakhoda bersama petugas keamanan takkan memakan waktu
lama." kata Julian, karena yang hadir dalam pesta kostum ini tidak begitu
banyak." "Untung Ayah dan Profesor Scott tidak ikut berpesta" kata George. "Jadi mereka
tidak ikut dicurigai."
"Sedang kita masih terlalu muda," kata Johnny mengambiI menarik napas lega.
"Sedang Bibi Fanny tak mungkin dicurigai - karena ia kan wanita," kata Anne.
"Hmm," gumam George. Ia menggeleng-geleng, seperti menimbang-nimbang. "Tidak
mungkinkah Topeng Hitam itu wanita" Kan tidak ada yang pernah melihatnya!"
Dick tertawa mendengar perkiraan George.
"Dugaanku terarah pada Nona Ping! Habis - senyumannya begitu misterius sih!"
"Aku akan senang sekali jika pelakunya ternyata nenek Sihir Helene - musuh
beratku," kata George sambil nyengir. "Biar nanti dikurung di ruang palka -
supaya Timmy tidak gemetar lagi kalau melihatnya."
"Guk!" gonggong Timmy, lalu merapatkan diri ke kaki George.
"Sudahlah - jangan menuduh-nuduh begitu," kata Julian. "Lihatlah - Pak Nakhoda
sudah kembali, bersama petugas keamanan."
Seorang laki-laki bertubuh kurus, dengan rambut yang sudah jarang serta mata
tajam mengamat-amati para penumpang tanpa berkedip. Sikapnya sangat serius. Pak
Nakhoda memperkenalkan orang itu.
"Ini petugas keamanan kita, Pak Sergei. Ia akan melakukan pemeriksaan dengan
cepat. Harap Anda bersedia menjawab pertanyaannya - agar urusan ini bisa
diselesaikan dengan memuaskan. Terima kasih."
Petugas keamanan itu duduk di belakang sebuah meja. Para penumpang diminta maju
satu per satu. Mereka menyebutkan nama masing-masing. Mereka diminta
menceritakan apa saja yang mereka lakukan dalam pesta itu. Ketika giliran George
diperiksa, dikatakannya di mana ia menemukan kartu Topeng Hitam tadi.
Tidak lama kemudian pemeriksaan pertama selesai. Para penumpang diperbolehkan
kembali ke kabin masing-masing. Tapi kalung berlian itu tetap lenyap.
Bab 7 PESIAR KE KORSIKA KEESOKAN harinya terjadi kesibukan di atas kapal. Petugas keamanan mengadakan
penggeledahan kabin, bersama sejumlah perwira kapal. Para penumpang tidak ada
yang memprotes. "Itu tindakan yang sudah seharusnya," kata Pak Stone, laki-laki Inggris yang
pertama muncul sebagai Topeng Hitam dalam pesta malam sebelumnya. "Dengan begitu
terbukti bahwa kita tidak bersalah."
Tapi penggeledahan itu tidak menghasilkan apa-apa. Anak-anak pergi ke kolam
renang yang hari itu lengang. Rupanya tidak ada yang ingin mandi-mandi saat itu.
Anak-anak bisa berunding di situ, tanpa ada yang mengganggu.
"Pak Nakhoda bingung, karena kalung berlian itu tidak dapat ditemukan kembali"
Delapan Sabda Dewa 3 Animorphs - 44 Tak Terduga Rahasia Peti Wasiat 8