Pencarian

Di Gua Kelelawar 3

Lima Sekawan Di Gua Kelelawar Bagian 3


akan berusaha sekuat tenaga untuk menemukan kembali koleksi Anda!"
Julian tersenyum mendengar janji adiknya.
"Ingat Anne, kita ini bukan detektif sungguhan!"
"Walau begitu kita akan berusaha sekuat tenaga!" kata George menegaskan dengan
mantap. *** Hari-hari berikutnya keempat remaja itu dengan rajin mengikuti siaran radio dan
televisi yang berhubungan dengan jalannya penyidikan. Mereka juga datang lagi ke
Puri Berkshire untuk menemui Pangeran Penlech, dan untuk berbicara dengan para
petugas kepolisian yang melakukan pemeriksaan.
Tapi tidak ada hal-hal baru yang dapat diberitakan Pangeran Penlech pada mereka.
Bangsawan yang malang itu sangat sedih. Ia jarang keluar. Anak-anak merasa
kasihan padanya. *** Suatu siang George mengajak ketiga sepupunya ke rumah peranginan di kebun, untuk
merundingkan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya;
"Sama sekali tidak ada kabar baru mengenai kawanan pencuri itu," kata Julian
dengan nada kecewa. "Menurut dugaanku mereka merasa ngeri lalu cepat-cepat pergi
dari sini, walau sebelumnya pernah menyombongkan diri di depan Pangeran Penlech!
Jika mereka benar-benar pintar seperti yang kelihatannya selama ini, maka mereka
pasti sudah minggat dari sini!"
"Begitu pasti juga tidak Ju." bantah George. "Mungkin juga mereka hanya sengaja
tidak beraksi selama beberapa waktu, dan kemudian melakukan pencurian nekat
kembali!" "Pokoknya," sela Dick murung, "Sementara ini kita kehilangan jejak! Kita tidak
tahu,di mana Erich beserta kedua kawannya saat ini berada - begitu pula harta
hasil curian mereka!"
"Kita hanya berharap semoga kita mujur kembali" kata Anne menambahkan.
Bab 14 PENYELIDIKAN DI DALAM GUA
DUGAAN George ternyata benar. Dalam warta berita radio pertama keesokan paginya
anak-anak mendengar bahwa malam sebelumnya terjadi perampokan berani di sebuah
biara kuno yang letaknya sekitar tiga puluh kilometer dan Kirrin. Para pencuri
mengambil sebuah tempat hosti yang terbuat dari emas, tempat lilin antik dari
perak, sebuah patung Bunda Maria dari kayu yang sudah sangat tua, selanjutnya
dua lukisan berukuran kecil tapi sangat berharga, serta beberapa benda lain.
"Nah, apa kataku!" seru George. "Itu kan bukti bahwa Erich, Joe, dan Manuel
masih ada di sekitar sini!"
"Kalau pelakunya bukan kawanan lain!" potong Julian.
"Tidak mungkin!" bantah George. "Di kalangan penjahat kan ada semacam perjanjian
tidak tertulis yang melarang kawanan yang satu memasuki daerah operasi kawanan
lain. Erich dan kedua kawannya ternyata melakukan apa yang mereka sombongkan
pada Pangeran Penlech! Mereka tidak mau berhenti sebelum menyikat habis segala
harta yang ada di sini. Kita harus berusaha mencegah hal itu!"
"Tapi bagaimana caranya?" kata Dick dengan sikap sangsi. "Polisi kan sudah
memeriksa semua gua yang ada di sepanjang pesisir sini. Setiap ceruk dan relung
tebing sudah ditelusuri. Semak belukar diperiksa semua. Tapi tak hasil! Kawanan
pencuri itu rupanya memang benar-benar licin!"
Julian menggaruk-garuk kepalanya.
"Aku ingin tahu, di mana mereka menyembunyikan harta hasil curian mereka,"
katanya. "Mereka kan harus cepat-cepat menaruh hasil curian mereka ke situ
sewaktu lari lewat Puri Berkshire, karena terburu waktu. Jadi mestinya tempat
penyembunyian yang baru itu tidak mungkin jauh dari puri Pangeran Penlech!"
"Kecuali itu tempatnya juga harus cukup lapang." kata Anne menambahkan, "karena
peti-peti itu tidak bisa dikatakan kecil."
"Kecuali itu pencuri-pencuri pun harus bisa bersembunyi di situ, selama polisi
melakukan pelacakan ke mana-mana."
"Penyelidikan macet," kata George. "Aku heran, apa sebabnya bisa begitu."
"Apa maksudmu, George?" tanya Anne.
"Maksudku, ketiga penjahat waktu itu kan masuk ke dalam gua persembunyian mereka
naik perahu," kata George menjelaskan. "Dengan perahu itu mereka bisa
berkeliaran ke mana-mana tanpa menyolok mata, karena di sekitar sini banyak
sekali perahu. Kini mereka tidak punya perahu lagi. Mereka waktu melarikan did
terpaksa cepat-cepat menemukan tempat persembunyian baru yang cukup lapang.
Dengan begitu, cuma ada satu kemungkinannya...."
"Ke mana?" tanya ketiga sepupunya dengan serempak.
"Yah, tentu saja ke tempat persembunyian yang lama!"
"Maksudmu, kembali ke gua itu?" tanya Dick dengan mata terbelalak.
"Ya! Polisi kan sudah pernah memeriksa tempat itu," kata George, "Jadi takkan
diperiksa lagi sekarang!"
Ketiga sepupunya melongo.
"Mungkin kau benar!" kata Julian sambil mengangguk, setelah pulih dari
kekagetannya. "Memang besar sekali kemungkinannya bahwa pihak kepolisian tidak
berpikir untuk menggeledah gua itu sekali lagi. Sudah dicoret dari daftar
tempat-tempat yang perlu diperiksa."
"Jika kawanan pencuri itu ternyata kembali lagi ke tempat persembunyian mereka
yang lama," kata Anne, "maka itu membuktikan bahwa mereka benar-benar berani,
dan mengetahui cara kerja polisi!"
"Kurasa mereka lebih banyak nekat daripada cerdas," kata Dick. "Semua jalan
untuk melarikan diri ke luar negeri sudah diawasi. Tapi sementara itu para
penjahat ternyata menyembunyikan harta curian mereka tidak jauh-jauh dari puri,
dari mana benda-benda itu berasal. Semua menyangka bahwa mereka pasti akan
cepat-cepat melarikan diri. Tapi mereka dengan tenang meneruskan aksi mereka,
tanpa pernah ketahuan! Karena semua jalan di darat ditutup, mereka bergerak
lewat laut, dengan perahu mereka. Kalau mengingat itu semua, aku tidak heran
jika mereka ternyata kembali ke tempat persembunyian mereka yang lama, seperti
kata George tadi. Di sana mereka merasa aman!"
George meloncat turun dari tembok batu, di mana Ia selama itu duduk.
"Kita periksa saja apakah hal itu benar," katanya dengan santai.
"Jangan nekat!" seru Anne kaget. "Itu kan sangat berbahaya!"
"Sama sekali tidak! Ketiga pencuri itu kan juga perlu makan! Menurut dugaanku
mereka keluar dari tempat persembunyian itu saat malam hari, apabila keadaan
dianggap aman. Nah - kesempatan itulah yang kita manfaatkan untuk menyelamatkan
harta yang mereka curi!"
Kini Julian ikut campur. "Aku sepenuhnya sependapat dengan Anne, George!" katanya tegas. "Terlalu
berbahaya jika kita sendiri ke sana. Lebih baik dugaan tadi kita beritahukan
saja kepada polisi. Apabila mereka sependapat denganmu..."
"Tapi jika tidak, kita akan kehilangan waktu berharga," potong George. "Tidak,
Ju - menurutku, kita sendiri yang harus bertindak dengan cepat. Kita kan sudah
sering membuktikan bahwa kita juga mampu!"
"Tapi resikonya terlalu besar," kata Julian yang masih tetap sangsi.
"Begini sajalah," kata Dick. "Kita melakukan rencana George, tapi dengan hati-
hati sekali. Sebelum masuk ke gua, kita tinggalkan pesan tertulis untuk BIbi Fanny dan Paman Quentin,
agar mereka tahu ke mana pergi. Dengan begitu apabila kita mengalami kesulitan nanti, Paman bisa turun
tangan. Nah - bagaimana pendapat kalian tentang usulku itu"
Setelah didesak-desak, akhirnya Julian mau menyetujui usul itu. Setelah itu
dengan cepat ditulis sepucuk surat yang dialamatkan pada ayah George. Waktu
beberapa jam yang masih tersisa sebelum malam dimanfaatkan keempat remaja itu
untuk merundingkan rencana mereka.
"Kurasa yang paling kecil bahayanya ialah jika kita masuk ke gua lewat muara
sungai," kata Dick. "Para penjahat sekarang tidak punya perahu lagi, sedang
perahu George sudah selesai diperbaiki. Dengan begitu kecil sekali
kemungkinannya kita nanti tepergok kawanan penjahat itu, apabila mereka ternyata
masih berada di dalam. Begitu kita tahu bahwa mereka ada di dalam gua. kita
tinggal memutar haluan perahu saja. Mereka takkan bisa mengejar kita!"
"Itu memang benar," kata Julian. "Tapi kau lupa, dengan perahu, lama sekali baru
kita sampai di sana. Sedang kalau naik sepeda bermotor, dengan cepat sudah
sampai!" "Itu berarti kita masuk lewat lubang di bawah semak di bukit," kata George
mengambil keputusan. "Dengan demikian kita memerlukan gerobak gandengan, untuk
mengangkut segala harta itu!"
"Joe dan Manuel tidak sekuat Erich," kata Dick sambil tertawa. "Kurasa di dalam
gua pasti ada gerobak kecil, untuk mengangkut peti-peti itu."
"Kalau dugaanmu benar, malah lebih baik lagi," kata George. "Tapi untuk amannya,
kita bawa saja gerobak gandengan satu lagi"
"Rencana kita ini berbahaya sekali," gumam Julian, yang masih tetap agak was-
was. "Tapi kita sudah mengambil keputusan! Jadii begitu hari sudah gelap, kita
berangkat." "Apa kata kita nanti pada orang tuamu, George?" tanya Anne.
"Itu soal gampang!" jawab George dengan santai. "Kita bilang saja, ingin jalan-
jalan sebentar sehabis makan malam, untuk menghirup udara segar. Dan dalam
perjalanan ke bukit, kita kan memang benar-benar menghirup udara segar!"
Bab 15 KETAHUAN! GEORGE paling tidak suka berbohong. Dalam keadaan sangat terdesak pun hal itu
takkan dilakukannya. Paling tidak alasan yang diajukan untuk menutupi hal
sebenarnya merupakan alasan yang benar. Walau begitu malam itu saat keempat
remaja itu berada di perjalanan, Ia merasa bersalah. Soalnya, jika mereka ticlak
bermaksud untuk mendatangi gua tempat persembunyian penjahat, ia takkan keluar
lagi malam itu. Bu Kirrin yang sempat memperhatikan mereka berangkat, sama sekali tidak merasa
curiga. Ia bahkan tidak melihat bahwa George memasang gerobak gandengan di
belakang sepeda bermotornya.
Anak-anak memacu kendaraan mereka selaju mungkin. Tidak ada yang berbicara
selama perjalanan. Bahkan Timmy pun tetap tenang. Perasaan tegang menghinggapi
diri mereka. Apakah yang akan mereka alami nanti di dalam gua"
Dengan segera mereka sudah sampai di tebing yang menjulang curam di tepi pantai,
yang saat itu cukup terang karena disinari cahaya bulan. Sepeda-sepeda bermotor
mereka sembunyikan di dalam semak. Mereka mengenal baik lingkungan di situ.
Sambil mengendap-endap mereka menghampiri semak besar, yang di bawahnya
tersembunyi lubang masuk ke dalam lorong bawah tanah.
Julian masuk paling dulu, setelah beberapa saat melihat-lihat keadaan dengan
sikap waspada. Timmy langsung menyusul ke bawah.
"Apakah tidak lebih baik jika seorang dan kita menjaga di atas sini?" tanya Anne
takut-takut. "Tidak, karena itu takkan ada gunanya," kata Julian tegas. "Lebih baik kita
tetap bersama-sama. Nanti kalau ada sesuatu yang rasanya mencurigakan, kita
cepat-cepat lari kembali ke atas."
Mereka maju dengan hati-hati, menyusuri lorong sampai ke gua gema. Sewaktu
melintasi ruangan itu, semua menahan napas. Berjalan pun hati-hati jangan sampai
menimbulkan suara. Tahap itu berlalu dengan selamat. Mereka tidak melihat siapa-siapa. Dan
kesunyian saat itu, besar sekali kemungkinannya bahwa hanya mereka saja yang ada
di situ. Namun kesunyian itu terasa mencekam. Bulu tengkuk mereka merinding....
Julian mengangkat tangannya, sesaat sebelum memasuki rongga yang waktu itu
dijadikan tempat penyembunyian harta curian. Ketiga saudaranya melihat aba-aba
itu, lalu berhenti. Julian maju seorang diri. Tidak lama kemudian Ia sudah
muncul lagi, sambil tertawa lebar.
"Aman!" katanya dengan suara pelan. "Aku sempat melihat ceruk tempat peti-peti
disembunyikan waktu itu. George benar - pencuri-pencuri memang mengangkut
kembali hasil curian ke mereka sana. Tapi mereka sendiri saat ini tidak ada!"
Kabar menggembirakan itu disambut saudara-saudaranya dengan tarian senang tanpa
suara. Kini mereka bisa beraksi! Dengan lega mereka meneruskan langkah. Kini
mereka harus berhasil! Harta curian sudah ditemukan kembali, yang waktu itu
dilarikan pencuri. Mereka bertekad takkan melepaskan peluang baik yang tak
tersangka-sangka ini. Dalam hati George bersorak bangga. Saiudara-saudara sepupunya pun sudah
membayangkan sambutan yang pasti akan dilimpahkan pada mereka apabila nanti
berhasil kembali dengan membawa harta yang direbut dari tangan kawanan pencuri.
Bahkan Anne saat itu pun sudah tidak memikirkan lagi kecemasannya yang semula.
Ia ikut senang semua berjalan lancar.
Hanya Timmy saja yang agak gelisah. Berulang kali ia mengendus-endus dengan
sikap curiga. George tidak memperhatikan sikap anjingnya karena menurut
dugaannya Timmy pasti mencium bau ketiga penjahat itu di dalam lorong. Dan itu
tidak aneh - karena bukankah mereka memang kembali ke situ!
Sesampainya di rongga yang ada sungainya anak-anak bergegas mendatangi ceruk-
ceruk barang-barang curian disembunyikan di dalam peti. Ternyata peti-peti itu
sudah kembali berada di tempat semula, seperti dikatakan Julian tadi!
"Luar biasa!" seru George puas.
"Nah - apa kataku tadi siang!" seru Dick dengan nada bangga. "Itu - di situ ada
gerobak, , bisa kita pakai untuk mengangkuti barang-barang ini ke luar!"
Ia tertawa-tawa.... Saat itu Julian baru melihat sikap Timmy yang aneh.
Anjing itu berdiri di mulut lorong yang menuju ke Puri Berkshire. Ia mengendus-
endus dengan sikap curiga.
"Perhatikan sikap Timmy, George!" kata Julian. "Kurasa ada sesuatu di dalam
lorong yang menggelisahkannya!"
"Ah, mana mungkin!" tukas George sambil membantu Dick mengangkat peti-peti ke
dalam gerobak. "Paling-paling ia mencium bau tikus lagi. Ayo, bantu kami dong,
Jul. Peti ini berat sekali. Awas kakimu. Anne!"
Julian masih tetap khawatir. Tapi walau begitu Ia pergi juga membantu mengangkat
peti-peti itu. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang mengancam. Dengan susah payah,
barulah mereka berempat berhasil mengangkat peti yang berat ke atas gerobak.
Tapi tiba-tiba mereka dikejutkan gonggongan Timmy.
Keempat-empatnya berpaling dengan cepat. Julian memandang ke arah Timmy.
"Penjahat-penjahat itu"' desisnya dengan wajah pucat. "Cepat - kita harus pergi
dan sini!" Tapi tidak ada waktu lagi untuk melarikan diri, karena sementara itu ketiga
pencuri itu sudah menghambur keluar dari lorong yang menuju ke Puri Berkshire.
Erich yang muncul paling dulu, langsung menyergap Julian. Dalam beberapa detik
saja remaja itu sudah diikatnya dengan seutas tali. Kemudian laki-laki berbadan
kekar itu berpaling pada Dick.
Manuel menyelubungkan jaketnya menutupi kepala Timmy, sehingga anjing yang
berani itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Joe repot menghadapi George yang
melawan dengan sekuat tenaga. Ia menendang dan memukul dengan sengit. Tapi
tenaganya tidak sebanding dengan laki-laki dewasa itu.
Erich tertawa terbahak-bahak ketika melihat anak-anak tidak berdaya lagi.
"Nah, bagaimana sekarang?" ejeknya. "Kalian mau mempermainkan kami rupanya,
seperti perbuatan kami terhadap polisi. Kalian belum tahu siapa kami ini! Kalian
memang berhasil melarikan perahu kami waktu itu - tapi sekarang kalian sendiri
jatuh ke tangan kami!"
"Kalian memergoki kami pada saat yang tidak enak - justru ketika kami hendak
pergi dari sini!" tukas Joe dengan tampang masam. "Apa enaknya yang kami lakukan
sekarang terhadap kalian?" Ditatapnya George dengan sengit. "Jika aku tidak bisa
menahan diri, sebetulnya ingin kupuntir leher kalian satu-satu! Anak laki-laki
ini tadi menggigit tanganku!"
Sekali itu George tidak senang mendengar dirinya dikira anak laki-laki. Ia
sangat marah, karena rencananya semula gagal.
"Sayang gigimu tadi tidak rontok kuhajar!" teriaknya. "Tapi polisi lambat-laun
pasti akan berhasil membekuk leher kalian!"
"Sumpal mulut anak ini, Erich!" bentak Joe dengan marah.
Laki-laki berbadan besar itu menuruti perintahnya. "Kalau anjing itu, bisa
kutamatkan riwayatnya sekarang juga!" tukas Manuel dengan geram.
George menggigil mendengar kata-kata itu, karena ngeri. Tapi untunglah, Joe
menggeleng. "Jangan pergunakan kekerasan kalau tidak perlu!'. katanya. "Kalau anak-anak ini
kita tinggalkan di sini nanti mati kelaparan. Dan kalau ditemukan polisi dengan
segera, tentu mereka segera akan membuntuti kita lagi! Terus terang saja, aku
lebih tidak ingin berhadapan dengan mereka, dibandingkan dengan menghadapi
polisi. Begini sajalah - mereka kita bawa!"
Ketiga penjahat itu pergi melalui lorong dari mana mereka datang tadi. George
beserta ketiga sepupunya disuruh berjalan di depan, sambil didorong-dorong agar bergegas. Manuel berjalan
paling belakang. Ia memanggul karung berisi Timmy. Anjing itu meronta-ronta di
dalamnya, berusaha membebaskan diri. Tapi sia-sia belaka. Bahkan untuk bergerak
saja pun sudah sulit...

Lima Sekawan Di Gua Kelelawar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

George masih marah sekali. Julian dan Dick masih dihinggapi rasa kaget,
sementara Anne merasa nyaris mati karena ketakutan. Lututnya terasa lemas
sekali. Ke mana kita ini digiring oleh mereka, tanya George dalam hati. Ia ingin tahu,
jalan keluar mana yang akan dipilih. Apabila mereka sudah punya perahu lagi,
pasti akan dipilih lorong yang menuju ke laut. Tapi kalau memakai mobil,
mestinya mereka akan menuju ke atas.
Ternyata mereka menuju ke atas. Erich harus bekerja keras, karena ia yang
menghela gerobak yang dimuati peti-peti berat. Sesampainya di atas, anak anak
yang berada dalam keadaan terikat didorong naik lewat lubang keluar. Sinar bulan
yang pucat menerangi tempat itu, menimbulkan suasana yang mencekam.
"Lewat sini!" perintah Joe. Anak-anak mengikuti nya, ke sekelompok pepohonan. Di
balik bayangannya tennyata ada dua buah mobil. Tadi tidak kelihatan, karena
tempat itu sangat gelap. "Untung tersedia dua mobil," gumam Manuel.
"Kau tahu sendiri kan, Joe selalu cermat," jawab Erich dengan nada mengejek.
"Anak-anak, masuk!"
Keempat remaja itu masuk ke dalam mobil yang langsung berangkat. Mereka tidak
bisa mengenali lingkungan yang dilewati, karena sinar bulan tidak cukup
menerangi. Setelah beberapa kilometer Anne tertidur, karena sudah capek sekali.
Dick dan Julian berada di mobil yang di belakang. bersama Erich. Sedang Anne dan
George di mobil pertama. Joe yang menyetir. Manuel duduk di sampingnya. Sekali-
sekali Ia menoleh ke belakang.
"Yang satu sudah tertidur!" katanya, ketika melihat kepala Anne terkulai ke
samping. George mendapat akal bagus ketika mendengar ucapan itu. Beberapa saat kemudian
ia membiarkan kepalanya terangguk-angguk, seolah-olah sudah hampir tertidur.
Ketika Manuel kemudian berpaling untuk rnenoleh ke arahnya, kepala George sudah
rebah ke sandaran. Matanya terpejam.
"Anak laki-laki itu juga sudah tidur sekarang," kata Manuel dengan nada
menggerutu pada Joe. "Untung saja, karena dia yang paling banyak melawan ketika
kita ringkus tadi!" "Aku takkan bisa merasa tenang selama mereka masih ada bersama kita" kata Joe.
Manuel diam saja. Rupanya ia malas mengobrol. Sementara itu dengan sembunyi-
sembunyi, George berusaha membebaskan tangannya yang terikat Jalanan yang tidak
rata banyak membantunya. sehingga gerak-geriknya tidak ketahuan. Setelah
berhasil membebaskan diri diambilnya pisau saku dari kantungnya. Dengan hati-
hati sekali Ia kemudian mengeluarkan sapu tangan. Maksudnya hendak melemparkan
sapu tangan itu ke luar, lewat jendela yang setengah terbuka. Mungkin orang-
orang yang mencari nanti akan menemukannya, sehingga bisa dijadikan petunjuk
arah. Setelah itu ia bermaksud akan melemparkan gelang yang ada ukiran namanya.
Dan setelah itu dompet...
Sayangnya niatnya itu tidak jadi terlaksana, karena ketahuan oleh Manuel. Laki-
laki itu kebetulan menoleh, ketika tangan George bergerak dengan pelan mendekati
jendela. "Setan cilik!" sergah laki-laki itu. "Kau mau mencoba-coba mengelabui kami,
ya"!" Pergelangan tangan George disambarnya, lalu diguncang-guncangnya dengan sengit.
Anne terbangun mendengar suaranya. Ia menatap penjahat itu dengan mata
terbelalak ketakutan. *** Setelah dua jam, kedua mobil yang beriring-iringan itu berhenti. Keempat anak
itu didorong-dorong disuruh turun. Dengan sinarnya yang samar, bulan menerangi
sebuah bangunan panjang berwarna putih. Di sekelilingnya tidak nampak rumah-
rumah lain. Rupanya para penjahat memang memilih tempat yang terpencil, agar
tidak ada orang lain yang melihat gerak-gerik mereka. Erich mendorong anak-anak,
menyuruh mereka berjalan.
"Cepat! Ke sana!" bentaknya. "Jangan membuang-buang waktu!"
Mereka melintasi ruang depan yang berlantai ubin, lalu menaiki tangga menuju ke
tingkat atas. Rumah itu terdiri dari dua tingkat. Kecuali itu sebenarnya masih
ada satu tingkat lagi, yang letaknya di bawah atap. Untuk mencapai tempat itu
orang harus mendaki tangga yang terjal. Erich menyuruh anak-anak naik ke tingkat
itu. Kemudian ikatan yang membelenggu tangan mereka dilepaskan oleh Manuel.
"Di sini kalian boleh berteriak sepuas hati" katanya mengejek, sambil melepaskan
sumpal yang menyumbat mulut keempat remaja itu. "Takkan ada yang akan mendengar
kalian. Nah - sekarang selamat tidur!"
Manuel mencampakkan karung yang berisi Timmy ke dekat kaki George. Anjing itu
mendengking kesakitan. Penjahat-penjahat itu pergi, setelah mengunci pintu dari
luar. George membebaskan Timmy dari dalam karung. Dirangkulnya anjing itu untuk
menghiburnya. "Kita takkan bisa keluar dari sini," kata Julian sementara itu. "Lebih baik kita
tidur saja dulu. Besok kita lihat, apa yang bisa kita lakukan selanjutnya!"
Keempat remaja itu sudah capek sekali. Tanpa memikirkan bahaya yang mengancam,
mereka langsung tertidur di lantai.
Bab 16 MELARIKAN DIRI PAK Kirrin dan istrinya sama sekali tidak menyadari bahwa anaknya sedang
menghadapi bahaya besar, bersama ketiga sepupunya.
Malam itu Bibi Fanny cepat masuk ke tempat tidur. Sedang suaminya masih sibuk
dengan pekerjaannya, sampai jauh malam. Ia bahkan tidak tahu bahwa anak-anak
pergi lagi sehabis makan malam.
Karena itu baru keesokan paginya mereka menemukan surat yang ditinggalkan oleh
George untuk mereka. Ketika Bibi Fanny naik ke tingkat atas untuk membangunkan
Anne dan George karena mereka tidak muncul pada waktunya untuk sarapan pagi, Ia
melihat pembaringan kedua remaja itu sama sekali tidak menampakkan bekas
ditiduri. Kemudian dilihatnya surat yang terletak jelas di atas selimut.
Diambilnya surat itu lalu dibaca...
"Quentin!" terdengar suara Bibi Fanny menjerit di tingkat atas. "Aduh, gawat!
Ada sesuatu yang terjadi dengan anak-anak!"
Profesor Kirrin berlari-lari ke tingkat atas. Sesampainya di situ ditemukannya
istrinya duduk terhenyak di kursi. Bibi Fanny menyodorkan surat George yang
dipegangnya dengan tangan yang gemetar.
"Nih, baca!" Dengan cepat Paman Quentin membaca isi surat itu.
"Anak-anak itu memang keterlaluan!" tukasnya. "Kenapa mereka tidak bilang apa-
apa pada kita" Aku harus segera memberi tahu polisi!"
"Cepat, Quentin! Kita harus menyelamatkan mereka!" kata istrinya dengan cemas.
"Tenang sajalah dulu! Aku tahu apa yang harus kulakukan!"
Paman Quentin bergegas-gegas menuruni tangga rumah, menuju ke kamar kerjanya di
mana terdapat pesawat telepon. Beberapa saat kemudian semua kantor polisi di
daerah situ sudah diberi tahu..
Polisi langsung bertindak. Beberapa mobil berisi petugas-petugas kepolisian
beriringan menuju rumah di atas tebing itu. Cuaca pagi itu cerah sekali.
Matahari bersinar terang di langit biru tak berawan. Suasana sangat damai,
seakan tak ada kejadian yang sangat menegangkan perasaan saat itu. Sesampainya
di tempat tujuan, polisi langsung mengambil segala tindakan yang diperlukan
untuk membekuk para penjahat dan menyelamatkan anak-anak. Soalnya, mereka
menyangka bahwa penjahat masih ada di lorong-lorong bawah tanah. Sejumlah
petugas turun ke pantai, untuk menjaga jalan masuk ke gua. Kapal Patroli Penjaga
Pantai sementara itu sudah berangkat untuk mengawasi muara sungai bawah tanah.
Sedang petugas selebihnya masuk lewat lubang di bawah semak.
Profesor Kirrin berkeras ingin ikut dengan rombongan penyelamat.
"Anakku beserta sepupu-sepupunya ada di lorong bawah tanah itu" katanya pada
polisi. "Jadi aku takkan sanggup hanya menunggu hasil saja di luar!"
Akhirnya kepala polisi terpaksa mengabulkan permintaannya.
"Baiklah," katanya, "tapi Anda tidak boleh ribut-ribut. Jangan sampai para
penjahat tahu bahwa kita datang!"
Tapi segala siasat itu tidak membawa hasil. Ketika Profesor Kirrin akhirnya tiba
di tepi sungai bawah tanah bersama pasukan polisi, ternyata di situ tidak ada
siapa-siapa. Baik para penjahat maupun anak-anak sudah lenyap. Semua lorong dan ceruk
diperiksa dengan teliti. Tapi tetap tanpa hasil. Hanya di satu sudut rongga
ditemukan pita rambut Anne. Profesor Kirrin sudah cemas sekali....
*** George dan ketiga sepupunya baru bangun ketika hari sudah pagi, walau lantai
tempat mereka berbaring tidak bisa dibilang empuk.
Dick yang paling dulu membuka mata. Sesaat Ia memandang berkeliling dengan
bingung, karena tidak tahu di mana ia berada. Tapi kemudian Ia teringat kembali.
Dibangunkannya saudara-saudaranya.
"Ayo, cepat bangun! Kita harus mencari jalan keluar dan sini!"
"Sebelumnya kita periksa saja tempat ini dengan teliti" kata Julian mengusulkan.
Hal itu dengan cepat sudah selesai dilakukan. Ternyata hanya ada dua jalan
keluar dari ruang tempat mereka terkurung: lewat pintu yang terkunci dari luar
yang juga kokoh, serta lewat tingkap di atas kepala yang menuju ke atas atap.
"Kita benar-benar terkurung di sini," keluh Julian.
"Apakah yang akan terjadi dengan diri kita?" kata Anne terbata-bata sambil
memandang abangnya. "Jangan berkeluh-kesah dulu," tukas George dengan sikap tidak sabaran. "Itu tak
ada gunanya bagi kita. Ini salahku! Karena akulah kalian kini ikut terkurung.
Aku seharusnya lebih berhati-hati dan mau mendengar nasihat Julian!"
"Kau tidak perlu minta maaf," kata Julian. "Aku juga ikut salah, karena tidak
melarang dengan tegas. Dick, coba tolong junjung aku ke atas. Aku ingin mencoba
melihat keluar lewat tingkap itu. Mungkin atap rumah ini tidak terlalu jauh dari
tanah. Sayangnya di sini tidak ada kursi atau meja, yang bisa dijadikan tempat
berdiri." Dick menjalinkan kedua tangannya di depan perut, sambil berdiri di bawah
tingkap. Julian berdiri di atas tangan adiknya itu, lalu memanjangkan leher
untuk mencoba memandang ke luar. Sesaat kemudian terdengar suaranya mengumpat-
umpat. "Aku tidak bisa melihat apa-apa" katanya. "Satu rumah pun tak nampak. Yang ada
cuma tanah tandus dan semak belukar!"
Karena tidak tahu di mana mereka saat itu berada, anak-anak lantas berusaha
mengenali bunyi-bunyi yang terdengar di dalam rumah. George benlutut di lantai,
lalu memegang tengkuk Timmy.
"Ayo dengar, Tim!" katanya. "Dengar baik-baik!"
Anjing itu meruncingkan telinga. Melihat sikapnya, ia rupanya tidak mendengar
apa-apa. "Kurasa di bawah tidak ada orang," kate George setelah beberapa saat. "Rumah ini
sunyi senyap. Pencuri-pencuri itu sudah pergi meninggalkan tempat ini."
"Mungkin rumah ini cuma tempat persembunyian darat saja" kata Anne menggumam.
"Tidak! Kurasa ini memang tempat tinggal mereka."
"Tapi kalau begitu kenapa pergi?"
"Mungkin mereka lari ke luar negeri, dengan membawa harta curian," kata Julian
menduga. "Ya," kata Anne sambil mengangguk, "itu memang mungkin."
Tiba-tiba keempat remaja itu kaget, karena tahu-tahu Timmy mulai menggeram-
geram. "Ada orang datang!" bisik Dick gugup.
Terdengar langkah orang menaiki tangga curam, disusul bunyi anak kunci diputar
dalam lubangnya. Pintu kamar terbuka, dan seorang wanita berwajah keras
melangkah masuk. "Nih, makanan untuk kalian!" tukas wanita itu sambil meletakkan sebuah keranjang
ke lantai. "Harus cukup sampai besok!"
Tanpa mengatakan apa-apa lagi wanita itu keluar. Pintu ditutup dan dikunci
kembali dari luar. George mengepalkan tinjunya dengan geram.
"Kita ini benar-benar lamban dan dungu!" tukasnya. "Kita tadi seharusnya
meringkus wanita itu. Melawan kita berlima..."
Kalimatnya terpotong bunyi pintu rumah yang ditutup dengan keras. Dick mengintai
lewat tingkap atap, dengan dibantu Julian yang menjunjungnya ke atas.
"Wanita tadi sudah pergi lagi," kata Dick sambil memandang ke bawah. "Ia menuju
ke hutan yang ada di dekat sini."
Dick turun lagi ke lantai.
"Sekarang bagaimana?" katanya sambil menggaruk-garuk kepala. "Di dalam rumah ini
kelihatannya tidak ada siapa-siapa lagi, dan kita terkurung di sini."
"Apa boleh buat, kita terpaksa menunggu saja" desah Anne. "Paman Quentin dan
Bibi Fanny pasti sudah menemukan surat kita lalu memberi tahu polisi."
"Ya," kata Julian, "lalu polisi langsung berangkat ke atas tebing untuk masuk ke
lorong bawah tanah... dan tidak menemukan siapa-siapa di sana!"
"Janganlah berkeluh-kesah terus, mendingan kau lakukan sesuatu" kata George
mengomel. "Kita harus menolong diri sendiri!"
Ketiga sepupunya memandang dengan sikap bingung.
"Tapi bagaimana caranya?"
"Kau kan cekatan, Ju!" kata George. "Wanita tadi ketika pergi lagi tidak membawa
anak kunci pintu kamar ini. Sekarang masih terselip di lubangnya, walau di
sebelah luar! Tapi itu kan bukan masalah untukmu."
"Kau benar!" seru Julian bersemangat. "Bukan baru sekali ini aku berhasil
mengambil anak kunci dengan bantuan..." Julian tertegun, lalu mengumpat,
"Sialan! Kita tidak membawa pinsil. Koran juga tidak ada."
"In ada kertas kardus, serta sepotong kawat" kata Dick setelah sesaat mencari-
cari di lantai. Julian mulai beraksi. Ia berlutut di depan pintu, lalu menyelipkan kertas karton
keluar lewat celah sebelah bawah. Ujung karton itu dipegangnya, agar nanti bisa
ditarik masuk lagi. Kemudian ia mengorek-ngorek ke dalam lubang kunci, sampai
anak kunci yang terselip di luar terjauh ke atas kertas karton. Kini Ia tinggal
menarik karton itu dengan anak kuncinya ke dalam.
George, Dick, dan Anne mengerumuni Julian yang sedang bekerja dengan cermat.
Bahkan Timmy pun ikut-ikut mengerubung. Semua menahan napas karena tegang.
Dengan hati-hati Julian menarik kertas karton ke dalam. Tapi karton itu ternyata
terlalu tebal. Anak kunci yang terletak di atasnya tidak bisa lewat di bawah
daun pintu, dan tergeser dari karton.
Julian berdiri lagi, dengan karton di tangan. Mukanya pucat.
"Gagal," katanya dengan lesu.
Anak-anak memandang pintu sambil membisu. Semua merasa kecewa. Dick yang paling
dulu pulih semangatnya. "Jangan bingung dulu," katanya. "Aku punya ide yang hebat sekali. Aku ini benar-
benar jenius!" "Ya, ya, kau memang jenius," kata George dengan nada tidak sabaran. "Tapi cepat,
katakan apa idemu itu!"
"Kita lari lewat atap!"
Julian tidak langsung memahami maksudnya, begitu pula Anne. Tapi George segera
mengerti. "Hebat!" serunya. "Kau memang benar-benar jenius, Dick! Memang itu satu-satunya
jalan yang terbaik!"
"Tunggu, tunggu," seru Julian. "Kalian mau nekat, ya" Nanti jatuh, bisa patah
leher kita!" "Mustahil" bantah George. "Aku tidak pernah merasa gamang di tempat tinggi, dan
daya keseimbanganku pun baik sekali, karena biasa di laut. Sedang Dick sama
seperti aku! Tolong kami naik ke atas tingkap, Ju," sambungnya. "Kalau kami
sudah sampai di atap, aku ingin tahu apa yang masih menghalangi kami untuk turun
ke tanah. Lalu setelah itu kalian berdua kami bebaskan."
Julian membantu Dick dan George naik ke atas atap.
"Sebentar ya," kata George sebelum menghilang dari pandangan Anne dan Julian. Ia
merangkak-rangkak di atas atap, bersama Dick. Mereka harus sangat berjaga-jaga,
jangan sampai terpeleset. Salah pijak sedikit saja, keduanya pasti akan jatuh
terbanting ke tanah. "He, George," bisik Dick setelah beberapa saat, 'bagaimana cara kita turun dari
sini?" "Yuk, kita telusuri tepi atap. Di situ pasti ada saluran air."
Dugaan George ternyata benar. Tapi niatnya sangat berbahaya. Jika salah pegang
sedikit saja, mereka pasti akan terjatuh. Mati sih tidak, tapi pasti tulang-belulang mereka akan patah.
"Kita harus berhasil," gumam George membulatkan tekad. Mereka berdua harus
mengerahkan seluruh tenaga saat menuruni saluran air hujan ke bawah. Beberapa
kali mereka nyaris terpeleset. Untung saja bisa cepat-cepat mencari pegangan
yang kokoh. Keduanya tetap tenang dalam menghadapi bahaya.
Akhirnya mereka sampai di tanah dengan selamat. George bangga sekali.
"Sekarang kita harus masuk lagi ke rumah," katanya.
Bab 17 BANTUAN DATANG HAL itu ternyata mudah saja. Semua pintu dan jendela rumah ternyata memang
dikunci. Tapi lubang masuk ke gudang batu bara di kolong tidak digerendel.


Lima Sekawan Di Gua Kelelawar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan begitu Dick dan George dengan gampang bisa masuk ke ruang bawah rumah.
Pakaian mereka bahkan sama sekali tidak menjadi kotor saat itu, karena rumah itu
sudah lama tidak memakai batu bara lagi untuk pemanasan. Kedua remaja itu
berjalan mengitari ketel uap yang terdapat di tengah ruangan. Mereka menuju ke
sebuah tangga rendah yang berakhir di depan sebuah pintu kayu.
"Mudah-mudahan saja tidak dikunci" kata George agak khawatir. Tapi kecemasannya
itu ternyata tidak beralasan, karena pintu itu bisa dibuka. Kedua remaja itu
melewati ambang pintu, memasuki ruangan dapur yang lapang dan berubin. Dan situ
mereka melewati pintu lain, masuk ke ruang muka.
Keduanya berpandang-pandangan dengan wajah gembira. Setelah itu mereka bergegas
naik ke atas lewat tangga. Dick memungut anak kunci pintu ruang loteng yang
tergeletak di lantai, lalu cepat-cepat membebaskan Julian, Anne, dan Timmy.
Air mata Anne bercucuran karena merasa lega. Timmy menggonggong-gonggong,
sementara Julian menepuk-nepuk punggung Dick dan George.
"Kalian hebat!" katanya memuji. "Sekarang kita harus lekas-lekas pergi dari
sini! Tapi sebelumnya kita periksa dulu rumah ini..."
Mereka bergegas-gegas menggeledah ruangan demi ruangan, karena merasa diburu
waktu. Bangunan besar itu rupanya merupakan rumah pertanian yang modern. Rumah
itu pasti tidak dipilih oleh kawanan penjahat itu, tapi hanya sebagai tempat
bersembunyi saja! "Kalau harta hasil curian mereka angkut kemari." gumam Julian pada dirinya
"pasti ada di salah satu tempat di sini! Mereka takkan mau mondar-mandir membawa
peti-peti berat itu ke mana-mana..."
Keempat remaja itu tidak menemukan apa-apa di tingkat bawah. Di situ sama sekali
tidak ada sesuatu yang aneh. Namun di tingkat bawah ada sebuah ruangan yang
kelihatan misterius. Pintu ruangan itu kokoh sekali, dan dikunci dengan tiga gembok yang besar dan
kelihatannya masih baru. "Nah! gumam George. "Ketiga gembok ini kelihatan baru saja dipasang di sini.
Mungkin untuk mengamankan harta yang disimpan di dalam."
"Ya, kurasa memang begitu," kata Julian. "Ketiga penjahat itu rupanya berniat
menyembunyikan harta basil kejahatan mereka di sini, sampai ada kesempatan baik
untuk membawanya lari ke luar negeri."
"Kita harus cepat-cepat memberi tahu polisi!" desak Anne dengan suara berbisik-
bisik. Mereka bergegas-gegas menaiki tangga, lari melintasi ruang muka, membuka
gerendel yang mengunci pintu depan, dan akhirnya berada di luar rumah.
"Ahh, bebas juga kita akhirnya," kata Julian dengan lega. "Nikmat rasanya, bisa
menghirup udara segar lagi."
"Ju, aku ingin cepat-cepat pergi dari sini," pinta Anne ketakutan. "Bayangkan
apa jadinya, jika ketiga pencuri itu tahu-tahu datang lagi! Atau wanita yang
tadi!" "ltu tak perlu kaukhawatirkan, Anne," kata Dick. "Wanita tadi kan mengatakan
bahwa makanan yang diantarkannya harus cukup sampai besok. Itu kan berarti bahwa
Ia tidak bermaksud kembali lagi kemari hari ini!"
"Hmm, itu betum tentu," kata George sambil menggelengkan kepala. "Ia tadi kan
berjalan kaki! Jadi tak mungkin pergi jauh. Pokoknya, tidak ada salahnya jika
tetap berhati-hati. Kita dengan segera harus bersembunyi di sekitar sini, kalau
nanti melihat ada orang datang kemari. Aku tidak ingin dikurung lagi!"
Keempat remaja itu berjalan sambil memibisu. Pemandangan sekeliling nampak asing
bagi mereka. Jalan yang dilewati - yang jelas bukan merupakan jalan besar
rasanya seperti tidak ada habisnya. Di kejauhan nampak puncak menara gereja.
Mestinya di tempat itu ada desa.
Sementara itu matahari sudah tinggi di langit. Anak-anak kepanasan. Timmy
terengah-engah. Lidahnya terjulur ke luar.
"Kalau kita terus berjalan kaki secepat ini, pasti nanti sudah kehabisan tenaga
sebelum sampai." kata George. "Lebih baik kita membonceng kendaraan yang lewat!"
"Tapi bagaimana kalau yang lewat itu mobil para penjahat?" kata Julian
keberatan. "Kecuali itu mana ada mobil lewat di sini!"
Saat itu mereka mendengar bunyi mobil menuju ke arah mereka. Keempat remaja itu
kaget, lalu cepat-cepat menoleh ke arah kendaraan itu. Mereka melihat sebuah
mobil yang panjang dan berpotongan rendah meluncur ke arah mereka. Kelihatannya
menyolok sekali. Tidak mungkin para penjahat naik kendaraan seperti itu.
Tanpa berpikir panjang lagi, George meloncat ke tengah jalan sambil melambai-
lambaikan lengan. Mobil yang datang itu berhenti di dekatnya. Pengemudinya
seorang laki-laki yang masih muda.
"Halo, Anak-anak!" sapa orang itu dengan ramah. "Ada apa" Kalian ketinggalan
bis, ya?" "Tidak, kami bukan ketinggalan bis," jawab Julian. "Tapi kami harus lekas-lekas
mencapai desa terdekat, karena ada urusan penting. Bisakah kami ikut dengan Anda
sampai di sana" Kami harus ke kantor polisi."
"Polisi?" tanya laki-laki muda itu dengan heran. Ia memperhatikan keempat remaja
itu dengan seksama. "Kalian bukan potongan anak-anak yang lari dari rumah.
Baiklah, kuantar kalian ke kantor polisi!"
Dalam perjalanan, dengan singkat anak-anak menjelaskan apa yang terjadi. Laki-
laki yang mengemudi mendengarkan cerita mereka dengan seksama. Sesampainya di
kantor polisi ia mendukung cerita mereka, sehubungan dengan tempat di mana ia
tadi bertemu dengan George serta ketiga saudaranya.
Baru sekali itu polisi di desa yang biasanya tenang dan damai itu mengalami
kejadian yang demikian. Profesor Kirrin sudah memberitahukan pada semua kantor
polisi di sekitar Kirrin tentang lenyapnya anak-anak. Karena itu para petugas
desa sudah tahu mengenalinya. Dengan segera mereka memberi tahu rekan-rekan
mereka di Kirrin, untuk diteruskan pada orang tua George. Sekaligus juga
dimintakan bala bantuan. Sepasukan polisi dikirim untuk menjebak ketiga penjahat
itu. "Kami memerlukan bantuan kalian" kata polisi yang mernimpin pasukan itu pada
anak-anak. "Tolong tunjukkan letak tempat pertanian di mana kalian dikurung."
Tidak lama kemudian sepasukan polisi berangkat ke tempat itu. Pengemudi mobil
yang mengantar anak-anak ke kantor polisi juga ikut.
"Keempat remaja ini bisa ikut dalam mobil saya," katanya menawarkan pada polisi.
"Dengan begitu kalian tidak perlu bersesak-sesak."
Tawaran itu disambut dengan senang oleh pemimpin pasukan kepolisian.
"Terima kasih!" katanya.
Anak-anak masuk kembali ke mobil yang mengantar mereka tadi. Timmy cepat-cepat
berbaring di lantai, dekat kaki George. Itu caranya mengatakan bahwa Ia tidak
ingin ketinggalan. Mobil yang laju itu meluncur lagi, kembali ke arah semula. Di
belakangnya menyusul tiga mobil polisi. Mereka bergegas-gegas karena diburu
waktu. Mereka harus sudah sampai di rumah pertanian itu, sebelum pencuri-pencuri
itu kembali. Semua berlangsung seperti yang direncanakan. Anak-anak menunjukkan bangunan di
mana mereka dikurung ketiga penjahat itu. Petugas yang memimpin operasi bersama
dua orang bawahannya memeriksa, apakah di dalam rumah benar-benar tidak ada
orang. Setelah hal itu dipastikan, mobil-mobil disembunyikan di balik lumbung
yang besar. Beberapa petugas polisi diinstruksikan untuk berjaga-jaga di balik
pohon dan semak. "Sekarang cepat masuk ke rumah!" kata polisi yang memimpin pada anak-anak.
"Kalian menunggu di tingkat satu, bersama pengantar kalian tadi. Di situ kalian
aman. Sedang kami bersembunyi di bawah, untuk menyambut para penjahat begitu
mereka muncul lagi."
Pengendara mobil yang mengantar anak-anak memperkenalkan dirinya. Namanya
Patrick. Ia mengajak anak-anak bersembunyi di balik sandaran langkan tingkat
satu di dekat tangga. Dengan tegang mereka memandang ke bawah.
Tidak ada yang nampak bergerak-gerak di situ.
"Polisi sudah bersiap-siap di ruang muka" bisik Julian. "Dan begitu para
penjahat masuk, mereka akan langsung diringkus."
"Tapi mungkin juga Erich serta kedua kawannya baru besok datang lagi," kata Anne
dengan nada gelisah. "Atau bahkan mungkin lebih kemudian lagi."
"Itu mungkin saja - tapi wanita tadi pasti akan muncul," kata George dengan
yakin. "Jangan lupa, ia tadi pergi berjalan kaki. Jadi tidak mungkin pergi jauh.
Kurasa polisi juga memperhitungkan hal itu."
"Ssst - itu, aku mendengar sesuatu," bisik Patrick.
Di dalam kesunylan yang menyelubungi rumah, terdengar suara seorang petugas
polisi memberi peringatan pada atasannya.
"Ada seorang wanita datang, Pak! Nah - ia Iangsung menuju kemari. Anda lihat
saja sendiri!" Ia menyodorkan teropongnya. Atasannya meneropong sebentar sambil
tersenyum. Kemudian Ia memanggil George, disuruhnya turun.
"Ini - coba lihat, kaukenali tidak wanita ini," katanya.
"Ya, itu wanita yang menjaga kami," kata George menegaskan.
"Sekarang kembalilah ke atas. Bilang pada teman-temanmu, jangan bersuara sedikit
pun! Wanita itu sebentar lagi sudah sampai kemari!"
George bergegas ke atas lagi. Bersama anak-anak dan Patrick ditunggunya
perkembangan selanjutnya. Hati mereka berdebar-debar. Anne memegang lengan
abangnya erat-erat. "Aku takut, Jul" bisiknya.
"Ssst, jangan ribut," desis Julian.
"Apakah yang akan terjadi sekarang?"
"Polisi akan menyergap wanita yang menjaga kita. Mungkin Ia termasuk kawanan
penjahat. Sudah sepantasnya jika Ia ikut ditangkap."
Setelah itu Julian membisu, sementara petugas-petugas polisi di ruang muka
bersiap-siap. Suasana menjadi sunyi senyap. Yang terdengar hanya langkah wanita
yang semakin mendekat di luar. Kemudian bunyi anak kunci diselipkan ke dalam
lubangnya, lalu diputar. Dari tempat mereka bersembunyi anak-anak melihat pintu
depan terbuka. Sinar matahari yang cerah menerangi ruangan muka.
Tanpa sedikit pun merasa curiga, wanita itu melangkah masuk....
Bab 18 AKHIR YANG SERU KEJADIAN selanjutnya berlangsung dengan sangat cepat. Dua petugas polisi muncul
dari keremangan, menangkap wanita yang baru masuk. Wanita itu berusaha melawan.
"Siapa kalian" Kalian mau apa?" serunya marah- marah.
"Kami siapa, tanya Anda" Kan bisa dilihat dari pakaian seragam kami! Kami mau
apa" Ingin tahu, Anda ini siapa!" kata pemimpin pasukan dengan tenang.
"Aku takkan mengatakan apa-apa! Kalian tidak berhak..." teriiak wanita itu
dengan sengit. "Begitu, ya?" tukas pemimpin pasukan polisi dengan nada dingin, sambil
menghampiri wanita itu. "Lebih balk Anda pikirkan baik-baik. Yang jelas, Anda
sekarang kami tangkap. Karena Anda pasti anggota kawanan penjahat yang
belakangan ini mengacau di Iingkungan sini!"
"Aku tidak mengerti maksud Anda!" teriak wanita itu lagi. "Aku tidak tahu apa-
apa tentang urusan itu!"
"Juga tidak tahu tentang anak-anak yang dikurung di loteng?" tanya pemimpin
pasukan polisi sambil menuding ke arah anak-anak yang sementara itu berjalan
menuruni tangga. Wanita itu menoleh ke arah mereka dengan tatapan mata sengit.
Kemudian Ia bersikap pura-pura tidak tahu.
"Aku tidak tahu siapa mereka itu," katanya sambil mengangkat bahu. "Baru
sekarang aku melihat mereka"
"Mereka saksi kami!" tukas polisi.
Seat itu terdengar bunyi deru mobil di kejauhan. Polisi yang menjaga di dekat
jendela memberi tanda. "Ada mobil datang, dengan tiga orang laki-laki di dalamnya. Pengemudinya
bertubuh kekar dan berambut pirang."
"Itu mereka!" seru George. "Mereka itulah yang mengurung kami di sini!"
"Tenang, tenang!" kata pemimpin pasukan polisi. "Kalian kembali lagi ke atas.
Anda juga harus tenang. Jangan coba-coba memberi isyarat pada kawan-kawan Anda,"
sambungnya sambil menyeret wanita tadi ke tempat yang agak tersembunyi. Rumah
itu menjadi sunyi kembali. Anak-anak yang bersembunyi lagi di balik sandaran
langkan memperhatikan dengan napas tertahan. Sebentar lagi petualangan pasti
akan berakhir. Tapi apakah akan berakhir seperti yang mereka harapkan"
Mereka mendengar mobil berhenti di depan rumah, disusul suara Erich yang
memanggil-manggil, "He, Miriam! Kau ada di dalam" Ada kabar baik - besok kita pergi dari sini!"
Sambil berkata begitu Erich membuka pintu. Semua polisi mengarahkan perhatian ke
situ, sehingga tidak ada yang memperhatikan wanita yang rupanya bernama Miriam.
Wanita itu dengan cepat membebaskan diri lalu berteriak, "Awas! Cepat lari! Di
sini ada polisi!" Setelah sunyi sesaat terdengar langkah orang lari di luar. Pemimpin pasukan
polisi marah sekali. Bersama anak buahnya Ia mengejar para penjahat yang
berusaha melarikan din. Anak-anak, dan begitu pula Patrick, tidak mau
ketinggalan. Mereka pun bergegas lari mengejar.
Sesampainya di luar mereka tertegun karena kaget. Mereka melihat para penjahat
lari menuju mobil mereka yang ditaruh agak jauh di bawah pepohonan. Nampaknya
mereka akan berhasil melarikan diri, karena mobil-mobil polisi disembunyikan
jauh di balik lumbung. Untung George tidak kehilangan akal.
"Cepat, Tim! Sergap mereka!" serunya sambil menuding ke arah penjahat-penjahat.
Timmy langsung beraksi. Dengan cepat dikejarnya ketiga pencuri itu.
Erich berpaling dengan cepat, ketika mendengar napas Timmy yang mengejar di
belakangnya. Ia hanya sempat mengangkat lengan untuk melindungi mukanya. Detik
berikutnya ia sudah terbanting ke tanah, karena kakinya ditarik oleh Timmy.
Penjahat itu berteriak-teriak ketakutan. Ia masih berusaha membebaskan diri.
Tapi Timmy tidak mau melepaskan. Sambil menggeram-geram dicengkeramnya ujung
celana Erich, sampai polisi datang untuk meringkus orang itu. Setelah itu Timmy
berbalik, mengejar penjahat yang dua orang lagi. Perhatiannya terarah pada
Manuel, karena orang itulah yang memasukkannya ke dalam karung dengan kasar.
Manuel sangat ketakutan ketika menoleh dan melihat anjing itu mengejarnya. Ia
ngeri melihat taring Timmy yang runcing-runcing serta matanya yang berkilat-
kilat. Sesaat kemudian Timmy sudah menerpanya. Manuel begitu takut, sehingga
langsung pingsan. Joe tidak mempedulikan kedua kawannya. Ia sudah sampai di mobil, lalu langsung
menghidupkan mesin. Mobil mulai bergerak...
Para petugas kepolisian berteriak kecewa. Begitu pula anak-anak serta Patrick.
Mereka mengira, Joe pasti akan berhasil melarikan diri. Tapi sekali lagi George
bereaksi dengan cepat. "Kejar dia, Tim!" serunya dari jauh.
Anjing itu sudah hampir mencapai mobil, ketika kendaraan itu mulai bergerak.
Mungkin Ia akan berhenti mengejar, kalau tidak mendengar perintah tuannya. Tapi
begitu George berseru, Timmy lantas mempercepat larinya lalu meloncat masuk ke
dalam mobil lewat jendela yang terbuka. Mobil itu tidak begitu laju, karena
tidak mungkin di jalan sesempit itu. Joe terpaksa melepaskan kemudi, karena
harus membela diri dari serangan Timmy. Sebagai akibatnya kendaraan itu tak
terkendalikan lagi - dan meluncur ke arah sebatang pohon yang ada di pinggir
jalan. Benturan yang menyusul menyebabkan Joe merasa pusing. Ia berusaha keluar
dari mobil, sambil terus membela diri terhadap serangan Timmy. Sementara itu
polisi datang berlari-lari menghampini. Mereka tinggal meringkus Joe, yang
ternyata adalah pemimpin kawanan pencuri itu. Ia sudah payah sekali.
Dengan segera pencuri-pencuri itu serta wanita pembantu mereka digiring pergi.
Pemimpin pasukan kepolisian mengucapkan selamat pada George atas ketangkasan
reaksinya tadi. Sedang Timmy ditepuk-tepuk kepalanya, sebagai tanda penghargaan.
"Sekarang kalian ikut dengan kami kembali ke desa," kata pemimpin pasukan
kemudian pada George serta ketiga sepupunya. "Profesor Kirrin nanti akan
menjemput kalian di sana. Tapi sekarang kita periksa dulu tempat persembunyian
penjahat mi dengan cermat!"
Dugaan anak-anak ternyata benar. Ruang di bawah lantai dasar, yang digembok
rangkap tiga, dibuka oleh petugas kepolisian. Di dalamnya ditemukan semua harta
hasil curian Joe beserta kedua kawannya di berbagai puri dan museum sekitar
situ. "Jam-jam koleksi Pangeran Penlech juga ada!" seru George dengan gembira.
"Bangsawan itu pasti akan sangat bergembira jika hartanya dikembalikan padanya!"
Setelah berpisah sambil mengucapkan terima kasih pada Patrick yang menemani
mereka selama itu, anak-anak ikut dengan polisi, kembali ke desa, menuju ke
kantor polisi di situ. Profesor Kirrin juga ada di sana. Ia baru saja tiba.
Kedatangan anak-anak disambutnya dengan pandangan marah.
"Kalian keliru jika menyangka bahwa aku akan mengucapkan selamat!" tukasnya.
"Ibumu ketakutan sekali, George! Sedang kau, Julian - sebagai yang paling tua,
mestinya kau kan bisa berpikir lebih panjang. Perbuatan kalian ini tidak bisa
dimaafkan!" Anak-anak menunduk, karena merasa bersalah.
Kepala polisi di situ kaget melihat reaksi Profesor Kirrin. Ia berusaha
membujuknya. Tapi sia-sia, Profesor Kirrin tetap berkeras.
"Kalian perlu dihukum" katanya dalam perjalanan pulang. "Selama sisa liburan ini
kalian tidak boleh lagi pesiar naik sepeda-sepeda bermotor kalian, yang sudah


Lima Sekawan Di Gua Kelelawar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diantarkan polisi ke rumah. Kecuali itu Timmy tidak boleh masuk ke rumah. Ia
harus tinggal di luar. Itu kataku yang terakhir, tidak bisa ditawar-tawar lagi!"
Keputusan itu menyebabkan anak-anak merasa lesu selama sisa liburan. Berhari-
hari lamanya mereka tetap tinggal di sekitar Pondok Kirrin saja. Mereka bahkan
tidak berani bermain-main sesama mereka, takut kalau ayah George marah-marah
lagi. George tidak mau jauh-jauh dari Timmy yang dirantai di kandangnya. Julian, Dick,
dan Anne ikut menemaninya.
"Hukuman ini benar-benar tidak adil," keluh Dick. "Bagaimanapun juga, kan karena
kita akhirnya pencuri-pencuri itu tertangkap. Barang-barang antik dan museum-
museum sudah dikembalikan pada yang berhak - begitu pula halnya dengan jam-jam
koleksi Pangeran Penlech!"
"Eh - itu dia datang!" seru Anne sambil memandang ke arah gerbang depan.
Ternyata memang Pangeran Penlech yang datang. Ia mendengar dari polisi bahwa
anak-anak sedang mengalami kesulitan. Karena itu Ia datang, untuk membantu
mereka. Bangsawan itu langsung masuk ke rumah, lalu berembuk dengan ayah dan ibu George.
Beberapa saat kemudian ia keluar lagi, sambil tersenyum-senyum. Ia melambai-
lambaikan tangan. Ternyata ia memegang anak kunci gudang, di mana sepeda-sepeda
bermotor anak-anak ditaruh.
"Kalian diperbolehkan lagi pesiar," katanya, lalu menambahkan, "dan anjing itu
juga sudah diampuni. Bebaskan dia!"
Anak-anak berjingkrak-jingkrak denqan gembira.
"Terima kasih!" seru mereka berulang-ulang.
"Aku yang harus berterima kasih pada kalian, karena berhasil menyelamatkan
hartaku," kata Pangeran Penlech sambil tersenyum. "Dan padamu juga, Timmy!
Terima kasih!" Dengan wajah serius disalaminya kaki depan anjing itu.
Scan by tagdgn www.tag-dgn.blogspot.com Convert & edited by: Farid ZE
Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 12 Pendekar Bayangan Sukma 15 Maut Buat Madewa Gumilang Bandit Penyulam 3
^