Minggat 3
Lima Sekawan Minggat Bagian 3
yang baik untuk mengangkutnya ke tempat aman" Bukankah Pak Stick itu pelaut!
Pasti ia mengenal seluk-beluk penyelundupan. Kurasa ia termasuk komplotan
penyelundup." "Kurasa kau benar!" ujar George bersemangat. "Sekarang kita menunggu saja sampai
keluarga Stick sudah pergi lagi. Sudah itu kita turun ke ruangan bawah tanah.
Kita periksa tempat itu - karena barangkali saja ada barang-barang disembunyikan
di situ! Kita akan menyelidiki rahasia mereka, lalu mencegahnya. Wah! Benar-
benar mengasyikkan!"
XVI KELUARGA STICK KETAKUTAN TETAPI ternyata keluarga Stick tidak pergi! Setiap kali salah seorang di antara
keempat anak yang bersembunyi dalam gua naik ke puncak tebing, selalu nampak
salah seorang dari keluarga Stick. Hari makin larut. Matahari mulai terbenam.
Tetapi keluarga Stick masih belum pergi juga. Julian lari ke pantai yang
letaknya tak jauh dari tempat persembunyian mereka. Di situ ia menemukan sebuah
perahu kecil. Ternyata keluarga Stick berhasil menemukan jalan mengitari Pulau
Kirrin, lalu berdayung ke dekat bangkai kapal. Mungkin pula mereka naik sebentar
ke atas. Sudah itu datang ke pantai, berperahu dengan cekatan melewati batu-batu
karang yang merintangi. "Kelihatannya keluarga Stick akan menginap di sini," ujar Julian dengan suram.
"Terganggu ketenangan kita sekarang karenanya! Kita sudah susah-susah minggat
karena tak mau diganggu lagi oleh keluarga Stick - eh, tahu-tahu mereka muncul
di sini! Benar-benar sialan!"
"Mereka kita takut-takuti!" kata George tiba-tiba. Matanya berkilat-kilat
diterangi cahaya lilin yang berkelip-kelip dalam gua.
"Apa maksudmu?" kata Dick bersemangat. Ia selalu menyukai ide yang datang dari
George, walau kadang-kadang ide itu gila-gilaan.
"Begini! Menurut pendapatku, mestinya mereka menginap dalam salah satu ruangan
di bawah tanah," kata George. "Di puri tak ada lagi tempat yang masih bisa
didiami, sebab kalau ada tentu sudah kita tempati lebih dulu. Satu-satunya
tempat yang bisa dipakai terdapat di bawah tanah. Aku sendiri tak mau tidur di
sana. Tapi kurasa keluarga Stick tak keberatan."
"Lalu?" tanya Dick dengan tidak sabar. "Bagaimana idemu?"
"Bagaimana kalau kita turun ke situ dengan diam-diam lalu berteriak-teriak
sehingga ribut gemanya," usul George. "KRU masih ingat tentunya, dulu kita juga
ngeri mendengar gema di sana, ketika kita masuk untuk pertama kali. Kita cukup
mengatakan satu dua patah kata. Nanti kan bergema, makin lama makin ribut!"
"O ya, aku ingat lagi," kata Anne. "Sedang Timmy saja ngeri ketika mendengar
gema gonggongannya sendiri! Dikiranya ada beribu-ribu anjing besar bersembunyi
di bawah tanah!" "Hebat," ujar Julian. "Biar keluarga Stick ketakutan setengah mati! Salah mereka
sendiri, berani-berani datang seenaknya ke pulau kita. Kalau kita berhasil
membuat mereka lari ketakutan, berarti kita menang! Ayohlah, kita lakukan
sekarang juga!" "Bagaimana dengan Tim?" tanya Anne. "Tidakkah lebih baik ia ditinggal di sini
saja?" "Tidak! Ia bisa ikut, dan menjaga di jalan masuk ke ruangan bawah tanah," ujar
George. "Kalau ternyata nanti ada penyelundup-penyelundup yang benar datang, Tim
bisa memperingatkan kita. Aku tak mau meninggalkannya."
"Ayohlah, kita pergi sekarang!" kata Julian. "Hari sudah gelap, tapi aku membawa
senter. Begitu kita mengetahui dengan pasti bahwa keluarga Stick ada dalam
ruangan di bawah tanah, kita bisa mulai menakut-nakuti mereka!"
Keluarga Stick tak nampak di luar. Tak ada api unggun atau nyala lilin, dan tak
terdengar suara orang bercakap-cakap. Jadi mungkin mereka sudah pergi
meninggalkan pulau, atau sudah turun ke ruangan bawah tanah. Batu-batu yang
tertumpuk di atas jalan masuk sudah disingkirkan. Anak-anak merasa yakin bahwa
musuh mereka ada di bawah.
"Tim, kau harus menjaga di sini," kata George sambil berbisik. "Tapi kau tak
boleh ribut, ya. Kalau ada orang datang, baru menggonggong! Tapi kalau tidak,
kau tak boleh ribut. Kami akan turun ke dalam ruangan bawah tanah."
"Lebih baik aku di sini saja, bersama Tim," kata Anne sekonyong-konyong. Ia agak
ngeri ketika melihat jalan masuk yang gelap. "Mungkin saja Tim nanti ketakutan,
George! Atau merasa kesepian, karena harus seorang diri di sini?"
Saudara-saudaranya tertawa geli. Mereka tahu bahwa Anne ketakutan. Julian
memegang lengan adiknya itu.
"Baiklah, kau tinggal saja di sini," katanya berbaik hati. "Kau menemani Tim."
Sudah itu Julian, George dan Dick menuruni anak tangga yang banyak jumlahnya,
masuk ke dalam ruangan bawah tanah. Mereka sudah pernah ke situ musim panas yang
lalu, ketika sedang mencari harta yang hilang. Dan sekarang mereka masuk lagi ke
dalam! Akhirnya mereka sampai di bawah. Ruangan-ruangan bawah tanah itu terdiri dari
sejumlah bilik. Ada yang besar, dan ada pula yang kecil. Ruangan-ruangan itu
berhawa lembab. Mungkin jaman dulu ruangan-ruangan itu dipakai sebagai tempat
mengurung tawanan! Anak-anak menyelinap melewati lorong-lorong yang gelap. Julian membawa sepotong
kapur putih. Sambil berjalan ia membuat tanda di sana sini, supaya gampang
menemukan jalan kembali nanti.
Sekonyong-konyong anak-anak mendengar suara orang bercakap-cakap. Mereka pun
melihat cahaya penerangan di depan. Mereka berhenti, lalu berbisik-bisik
sebentar. "Mereka di kamar tempat kita menemukan harta karun. Rupanya di situlah mereka
tidur! Bunyi apa saja yang akan kita teriakkan?"
"Aku jadi sapi," kata Dick. "Aku bisa menguak seperti sapi!"
"Dan aku jadi biri-biri," sambung Julian. "Kau jadi kuda, George. Kau pintar
meringkik-ringkik, dan mendengus-dengus, persis seperti kuda. Kau saja yang
mulai, Dick!" Sambil bersembunyi di balik sebuah tiang batu, Dick membuka mulut lebar-lebar
lalu mulai menguak seperti sapi. Bunyinya memilukan, seolah-olah ada seekor sapi
sedang kesakitan. Dengan segera suaranya menggema, makin lama semakin nyaring.
Gema itu terpantul ke mana-mana, Sehingga akhirnya seolah-olah ada seribu ekor
sapi tersasar ke dalam ruangan bawah tanah dan menguak-nguak ketakutan.
Stick anak-beranak kaget dan ketakutan mendengar bunyi yang timbul secara
sekonyong-konyong itu. "Mama! Suara apa itu?" kata Edgar. Ia nyaris menangis karena ketakutan. Si Bau
cepat-cepat meringkuk ke pojok bilik. Ia pun ketakutan!
"Sapi," kata Pak Stick tercengang. "Itu suara sapi! Tak kaudengar suaranya
menguak" Dari mana datangnya sapi-sapi itu?"
"Omong kosong!" kata Ibu Stick, setelah agak pulih rasa terkejutnya. "Kau gila!
Mana mungkin ada sapi dalam ruangan-ruangan bawah tanah ini. Sebentar lagi
kaukatakan, di sini ada biri-biri!"
Kebetulan sekali sewaktu Ibu Stick berkata begitu, Julian mulai mengembik
seperti biri-biri. Suaranya langsung disambung gema yang berpantulan kian ke
mari. Tiba-tiba saja ruangan-ruangan gelap itu penuh dengan suara biri-biri.
Seakan-akan beratus-ratus ekor biri-biri tersasar di dalamnya!
Pak Stick terlompat dari duduknya. Mukanya pucat pasi.
"Nah! Itu kan suara biri-biri!" katanya. "Ada apa di sini" Aku sudah selalu
merasa kurang enak di sini! Seperti ada semacam perasaan buruk."
Sementara itu gema suara biri-biri mengembik, sudah disambung dengan suara kuda.
George meringkik-ringkik, menirukan suara seekor kuda yang tak sabar. Ia
mendongak, lalu mendengus-dengus. Kakinya dientak-entakkan ke lantai batu.
Seketika itu juga bunyi kakinya menggema. Bunyi ringkik, dengus dan entakan kaki
kuda menggema makin lama makin nyaring, menjadi dua puluh kali lebih nyaring
ketika sampai di bilik tempat keluarga Stick menginap.
Si Bau mendengking-dengking ketakutan. Dirapatkannya tubuh ke lantai, seakan-
akan ingin menghilang ke dalam bumi. Edgar memegang tangan ibunya erat-erat.
"Mama, kita naik saja," rintihnya. "Aku tak tahan lama-lama di sini. Dalam
ruangan-ruangan bawah tanah ini ada beratus-ratus biri-biri, kuda dan sapi
berkeliaran. Mereka tak nampak, tetapi terdengar jelas suara mereka. Pasti
hantu! Aku takut, Ma!"
Pak Stick menjengukkan kepala ke luar pintu bilik, lalu berseru kuat-kuat,
"He! Pergi dari sini! Jangan ganggu kami!"
George tertawa cekikikan. Kemudian ia berseru lagi, dengan suara serak diberat-
beratkan. "AWAS!" serunya. Seketika itu juga suaranya menggema.
"AWAS! WAS! WASWASWASASASAS!"
Pak Stick cepat-cepat masuk lagi ke bilik, lalu menyalakan sebatang lilin lagi.
Ditutupnya daun pintu yang kokoh. Tangannya gemetar.
"Benar-benar aneh!" katanya setengah berbisik. "Aku tak mau tinggal lebih lama
di sini, kalau setiap malam terjadi peristiwa seperti ini!"
Sementara itu Julian, Dick dan George sudah tidak bisa lagi menahan tertawa
mereka. Ketiga-tiganya cekikikan! Mereka tak sanggup lagi meniru-nirukan suara
sapi, kuda ataupun biri-biri. George mulai bersuara seperti seekor babi.
Bunyinya mirip sekali, sehingga Dick tertawa terguling-guling di lantai. Di
mana-mana terdengar suara babi!
"Ayohlah, kita keluar saja," kata Julian. "Bisa mati kita di sini nanti, karena
menahan tertawa. Ke luar!"
Seketika itu juga menggema bisikannya,
"Keluar! Keluar! Luar - luar - uar-uararar!"
Ketiga anak itu cepat-cepat naik sambil menyumbat mulut dengan sapu tangan.
Mereka mudah menemukan jalan sampai ke tangga, karena mengikuti tanda-tanda yang
telah dibuat oleh Julian di dinding lorong. Mustahil mereka bisa tersesat!
Sesampai di atas mereka duduk di anak tangga bersama Anne dan Tim. Dengan
terbatuk-batuk karena tertawa, mereka bercerita tentang perbuatan dalam ruangan
bawah tanah. "Kami mendengar suara Pak Stick berteriak menyuruh kami pergi," kata George.
"Kedengarannya ia sangat ketakutan! Sedang si Bau, sedikit pun tak terdengar
suaranya. Kutanggung sesudah pengalaman ini, keluarga Stick besok malam pasti
tak mau lagi menginap di sini! Tentunya mereka tadi ngeri setengah mati!"
"Wah, benar-benar asyik kita tadi!" ujar Julian. "Sayang aku kemudian tertawa.
Padahal aku baru saja bermaksud hendak berteriak seperti gajah. Bayangkan!
Beratus-ratus ekor gajah dalam ruangan di bawah tanah. Pasti gemanya akan hebat
sekali!" "Aneh!" ujar Dick dengan tiba-tiba. Selama itu ia nampak sedang berpikir-pikir.
"Untuk apa keluarga Stick menginap di pulau ini" Mereka pergi dari Pondok Kirrin
- tapi mereka bukan mencari kita! Rupanya mereka memang sekongkol dengan para
penyelundup. Mungkin karena itulah Ibu Stick bekerja sebagai juru masak di rumah
kalian, George! Dengan begitu mereka berada dekat ke Pulau Kirrin jika saatnya
sudah tiba - yaitu apabila para penyelundup memerlukan bantuan mereka!"
"Kita kan bisa kembali ke Pondok Kirrin sekarang?" kata Anne. Ia senang tinggal
di pulau itu, tetapi saat itu sudah enggan karena keluarga Stick ada di situ.
"Apa katamu" Kembali ke Pondok Kirrin" Kau mau meninggalkan petualangan yang
baru saja mulai"!" ujar George dengan nada mencemoohkan. "Kau memang konyol,
Anne. Pulanglah, kalau kau kepingin pulang! Tapi pasti tak ada seorang pun yang
mau ikut denganmu!" "Ah, Anne akan tetap di sini bersama kita," ujar Julian. Ia tahu adiknya akan
merasa tersinggung karena disuruh pulang. "Jangan khawatir - yang akan pergi
dari sini adalah keluarga Stick!"
"Kita kembali saja ke gua," kata Anne. Ia sudah ingin berada di tempat aman itu,
dengan cahaya lilinnya yang terang. Mereka bangkit, lalu berjalan melintasi
pekarangan puri dan menuju ke tembok rendah yang mengelilingi pekarangan itu.
Tembok itu pun mereka lampaui, lalu berjalan menuju ke tebing. Ketika dirasakan
sudah aman, Julian menyalakan senternya. Mereka berjalan dalam gelap, dan ia tak
ingin tiba-tiba terperosok dalam lubang.
Akhirnya Julian berdiri di samping lubang itu. Disorotkannya sinar senter ke
situ, supaya saudara-saudaranya bisa menuruni tali dengan aman. Sambil menunggui
saudara-saudaranya turun, Julian mengamat-amati laut yang gelap.
Tiba-tiba dilihatnya cahaya di tengah laut. Cahaya itu memberi isyarat! Rupanya
orang yang ada di sana melihat sinar senternya. Julian memandang sambil
bertanya-tanya dalam hati. Mungkinkah isyarat itu datang dari sebuah kapal"
Kalau betul, di manakah letak kapal itu, dan kenapa mereka memberi isyarat"
"Mungkin mereka hendak menaruhkan barang-barang selundupan lagi ke bangkai kapal
tua, supaya diambil kemudian oleh keluarga Stick," pikirnya. "Aku ingin tahu,
benarkah dugaanku ini atau tidak! Aku ingin menyelidikinya - tetapi pasti
berbahaya pergi ke sana siang hari, karena bisa ketahuan oleh keluarga Stick!"
Lampu yang di tengah laut masih lama juga berkelip-kelip, seolah-olah
mengisyaratkan pesan tertentu. Julian tak bisa menebak maknanya. Baginya hanya
nampak berupa cahaya lampu yang berkelip-kelip saja. Tetapi ia merasa pasti,
sinar itu merupakan isyarat tertentu bagi keluarga Stick!
"Nah, pokoknya isyarat itu malam ini tidak sampai!" pikir Julian dengan perasaan
geli, ketika akhirnya isyarat berhenti berkelip-kelip. "Kurasa malam ini
keluarga Stick takkan berani keluar dari bilik mereka di bawah tanah! Mereka
ngeri ditubruk beratus-ratus biri-biri, sapi dan kuda yang berkeliaran di
lorong-lorong." Dugaan Julian benar. Keluarga Stick tetap meringkuk dalam bilik. Biar diupah apa
pun, mereka tak mau keluar sebelum pagi.
XVII EDGAR DITAKUT-TAKUTI MALAM itu anak-anak tidur dengan tenang. Mereka merasa yakin bahwa tak ada
kejadian penting sepanjang malam, karena tak sekali pun Tim terdengar menggeram.
Keesokan paginya mereka bangun, lalu sarapan. Hidangannya seperti biasa di Pulau
- nikmat! Lidah asin, buah persik dalam kaleng, roti dengan mentega serta sirup
kental, serta minuman air jahe,
"Sayang, ini botol kita yang terakhir," ujar Julian menyesal. "Air jahe benar-
benar hebat - cocok diminum dengan apa saja!"
"Wah, sarapannya enak sekali," kata Anne. "Benar-benar nikmat! Makanan kita di
Pulau Kirrin selalu enak-enak. Aku ingin tahu, apakah keluarga Stick juga enak."
"Tentu saja!" jawab Dick. "Kurasa mereka pasti membongkar lemari-lemari Bibi
Fanny, lalu mengangkut segala makanan terenak yang mereka temukan di dalamnya."
"Jahat benar mereka!" kata George dengan mata berkilat-kilat karena marah. "Tak
terpikir olehku kemungkinan itu! Jangan-jangan rumah kami dirampok habis-habisan
oleh mereka!" "Mungkin saja," jawab Julian. Dahinya berkerut. "Aku pun tak teringat ke situ!
Nah, bagaimana ya George! Jangan-jangan ibumu nanti kembali dalam keadaan lemah
dan lesu, lalu melihat rumah kosong kena rampok!"
"Astaga!" ujar Anne kecut. "Susah ya, kalau begitu - George?"
"Memang!" jawab George. Kelihatan anak itu sangat marah. "Bisa kubayangkan
keluarga Stick berbuat sejahat itu! Kalau mereka sudah berani datang ke mari
tanpa ijin, pasti mereka pun cukup nekat dan mencuri barang-barang dari rumah
ibuku. Aku kepingin tahu, apakah mereka benar-benar melakukannya."
"Dengan perahu, bisa saja mereka mengangkut barang banyak-banyak," kata Julian.
"Mestinya mereka ke mari dengan perahu. Apabila mereka mengangkut barang curian,
tentunya kemudian disimpan di salah satu tempat. Kurasa dalam ruangan bawah
tanah." "Ada baiknya jika kita memeriksa, tanpa terlihat oleh mereka," usul Dick.
"Kita pergi saja sekarang," sambut George, yang selalu ingin langsung bertindak.
"Anne, kau yang mencuci piring dan membersihkan rumah kita ini, ya?"
Anne agak bimbang. Ia ingin turut bersama saudara-saudaranya. Tetapi ia juga
ingin main rumah-rumahan lagi. Ia senang mengatur barang-barang, membereskan
tempat tidur serta membersihkan gua tempat tinggal mereka itu. Akhirnya ia
memilih tinggal di gua. Julian, George dan Dick naik ke tebing lewat tangga tali. Tim ditinggal untuk
menemani Anne, karena anak-anak khawatir bahwa ia akan menggonggong nanti. Ia
diikat oleh Anne. Meskipun Tim mendengking-dengking sebentar, tetapi ia tidak
ribut. Anak-anak yang pergi mengintai berbaring menelungkup di puncak tebing. Mereka
memandang ke arah puri yang sudah meruntuh di bawah mereka. Mula-mula tak
seorang pun yang nampak di situ. Tetapi tak lama kemudian ketiga Stick anak-
beranak muncul. Rupanya mereka baru keluar dari bawah tanah. Nampaknya lega
karena bisa melihat cahaya matahari lagi. Ketiga anak yang berada di atas tebing
tak heran melihatnya, karena mereka pun tahu bahwa di bawah dingin dan gelap.
Keluarga Stick memandang berkeliling. Si Bau tak mau jauh-jauh dari Ibu Stick.
Buntutnya terselip ke bawah.
"Kelihatannya mereka sedang mencari sapi, biri-biri dan kuda yang mereka dengar
suaranya dalam ruangan bawah tanah kemarin malam!" bisik Dick pada Julian.
Ketiga orang yang di bawah bercakap-cakap sebentar. Sudah itu Pak Stick dan Ibu
Stick pergi menuju pantai yang berhadapan dengan bangkai kapal. Edgar menuju ke
bilik yang mula-mulanya hendak dipakai anak-anak menginap.
"Aku akan mengintip suami isteri Stick," bisik Julian kepada saudara-saudaranya.
"Kalian berdua mengamat-amati perbuatan Edgar."
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Julian pergi menyelinap di balik semak-semak sambil mengikuti suami isteri
Stick. George dan Dick melintasi tebing dengan berhati-hati. Mereka menuju ke
puri yang terletak di tengah pulau itu. Mereka mendengar Edgar bersiul-siul. Si
Bau berlari-lari di halaman puri.
Edgar muncul dari bilik yang sudah runtuh. Ia membawa setumpuk bantal, yang
rupa-rupanya disimpan di situ.
"Itu kan bantal-bantal dipan kepunyaan ibuku," bisik George. Dipegangnya tangan
Dick erat-erat. Mukanya merah padam. "Bantal ibuku yang terbagus! Jahat benar
orang-orang itu!" Dick ikut marah. Jelas keluarga Stick mengangkut segala-galanya yang bisa
diangkut, sewaktu mereka meninggalkan Pondok Kirrin. Diambilnya segumpal tanah.
Setelah mengambil ancang-ancang dengan cermat, gumpalan tanah itu dilontarkannya
ke atas. Tanah berhamburan di halaman, antara Edgar dan si Bau.
Edgar menjatuhkan bantal-bantal yang sedang digendong, lalu memandang ke atas
dengan ketakutan. Nampak jelas, ia mengira ada sesuatu jatuh dari langit. George
mengambil segumpal tanah pula, membidik dengan cermat, lalu melemparkannya
tinggi-tinggi ke udara. Tanah itu berhamburan menjatuhi si Bau. Anjing itu
terdengking, lalu lari terbirit-birit ke lubang yang menuju ke ruangan bawah
tanah. Sekali lagi Edgar memandang ke langit. Kemudian ia melihat berkeliling dengan
mulut ternganga lebar. Anak itu bingung. Dick menunggu sampai Edgar melihat ke
arah lain, lalu melontarkan gumpalan tanah berikutnya. Gumpalan itu pecah
berhamburan dan menghujani Edgar.
Kemudian Dick menirukan suara sapi yang sedang kesakitan. Edgar berdiri seperti
terpaku di tempatnya. Ia ketakutan setengah mati. Sapi-sapi itu datang lagi! Di
mana mereka bersembunyi"
Sekali lagi Dick menguak. Edgar terpekik, lalu lari bergegas-gegas menuruni
tangga ke bawah tanah. Ia menghilang sambil meraung ketakutan. Bantal-bantal
yang diambilnya tadi ditinggalkannya berjatuhan di tanah.
"Cepat!" ujar Dick sambil bangkit dari tempatnya bersembunyi. "Ia sangat
ketakutan, jadi pasti belum berani muncul kembali dengan cepat. Kita ambil
bantal-bantal itu, dan membawanya ke mari. Kenapa Stick sekeluarga yang harus
memakainya dalam ruangan di bawah" Kan lebih baik untuk kita sendiri!"
Kedua anak itu melintasi halaman puri, menyambar bantal yang berserakan, lalu
lari kembali ke tempat persembunyian mereka. Dick memandang ke bilik dari mana
Edgar mengambil tumpukan bantal itu.
"He - bagaimana bila kita menyelinap ke bilik itu, untuk melihat apa-apa lagi
yang mereka simpan di sana?" usulnya. "Kita tak boleh membiarkan mereka memiliki
barang-barang yang bukan kepunyaan mereka."
"Aku saja yang ke sana," jawab George. "Kau mengawasi pintu masuk ke ruangan
bawah tanah. Kalau Edgar muncul, kau cukup menguak lagi seperti sapi. Pasti ia
akan lari pontang-panting!"
"Baik," kata Dick sambil nyengir, lalu pergi cepat-cepat ke tangga yang menuju
ke bawah tanah. Tetapi baik Edgar maupun si Bau tak nampak di situ.
George pergi ke bilik yang sudah runtuh. Ia memandang berkeliling dengan marah.
Betul! Ternyata keluarga Stick memang merampok barang-barang ibunya. Itu sudah
jelas! Ia melihat selimut, sendok garpu dan bermacam-macam bahan makanan.
Rupanya Ibu Stick membongkar lemari besar yang terdapat di bawah tangga, dan
mengambil berbagai bahan makanan yang disimpan di situ untuk keperluan mingguan.
George lari kembali ke tempat Dick bersembunyi.
"Banyak sekali barang-barang kami di sana!" katanya sambil berbisik marah.
"Ayoh, tolong aku mengambilnya. Kita harus berusaha mengangkut semuanya dari
situ, sebelum Edgar muncul kembali atau suami isteri Stick datang lagi."
Ketika mereka sedang berbisik-bisik, terdengar bunyi suitan pelan. Mereka
berpaling ke arah suitan itu. Nampak Julian datang menghampiri.
"Suami isteri Stick sudah pergi ke bangkai kapal naik perahu," katanya. "Mereka
mempunyai perahu, yang ditaruh di sela-sela batu di pantai. Rupanya Pak Stick
seorang pelaut yang cekatan, karena bisa berdayung melewati rintangan batu-batu
yang berbahaya." "Wah! Kalau begitu cukup banyak waktu yang tersedia untuk melaksanakan niat
kita," ujar Dick dengan senang. Bergegas diceritakannya pada Julian mengenai
barang-barang yang dilihat oleh George terdapat dalam bilik puri.
"Mereka benar-benar maling!" ujar Julian. "Sekarang jelas, mereka tak berniat
kembali ke Pondok Kirrin. Rupanya mereka ada urusan di sini dengan para
penyelundup! Kalau urusan itu sudah selesai, mereka kemudian minggat dengan
membawa barang-barang curian. Mereka naik ke kapal di salah satu tempat, dan
pergi ke tempat yang aman bagi mereka."
"Tidak!" kata George dengan segera. "Semua barang curian mereka harus kita ambil
lagi, dan kita bawa ke gua! Dick akan menjaga Edgar di jalan masuk ke bawah
tanah. Dan kita berdua cepat-cepat mengangkut barang-barang dari bilik!
Memasukkannya ke gua lewat lubang di atas tebing!"
"Kalau begitu cepatlah sedikit!" kata Julian. "Kita harus melakukannya sebelum
suami isteri Stick datang kembali. Kurasa pergi mereka takkan lama. Barangkali
mereka ke bangkai kapal untuk mengambil koper dan barang-barang lain yang juga
ada di sana. Kemarin malam aku melihat cahaya berkelip-kelip di tengah laut.
Mungkin cahaya itu merupakan isyarat dari penyelundup, untuk mengabarkan bahwa
mereka meninggalkan sesuatu di atas kapal rusak itu, yang harus dijemput oleh
keluarga Stick." George dan Julian lari ke bilik. Dengan cepat mengambil barang-barang yang ada
di situ sebanyak-banyaknya, lalu lari lagi ke tebing dan menyembunyikannya di
sana. Kalau sudah ada waktu nanti, barulah barang-barang itu dibawa ke lubang
gua. Rupa-rupanya keluarga Stick mengangkut segala macam benda yang mudah
dibawa, karena bahkan jam dapur pun ikut terangkut oleh mereka!
Selama itu Edgar tak muncul-muncul. Karenanya Dick hanya menganggur saja sambil
duduk-duduk memandang kedua saudaranya yang sibuk. Setelah beberapa kali bolak-
balik dari bilik ke tebing Julian dan George menghembuskan napas lega. Mereka
melambaikan tangan, memanggil Dick. Anak itu meninggalkan tempatnya menjaga
selama itu dan mendatangi saudara-saudaranya.
"Semua sudah kami ambil," kata Julian. "Sekarang aku akan mengintip dari atas
tebing, kalau-kalau suami isteri Stick sudah kembali. Kalau ternyata belum,
barang-barang akan kita angkut ke lubang gua, dan memasukkannya ke bawah."
Tak lama kemudian ia kembali lagi.
"Perahu mereka masih tertambat di kapal tua," katanya. "Jadi kita bisa bekerja
dengan tenang selama beberapa waktu. Ayoh, kita selamatkan barang-barang ibumu.
Kita benar-benar bernasib mujur!"
Barang-barang mereka angkut ke lubang gua, lalu Julian memanggil-manggil adiknya
dari atas. "Anne! Kami banyak membawa barang-barang, yang akan kami turunkan ke dalam gua.
Kau harus berjaga-jaga dan menerimanya di bawah!"
Tak lama kemudian bermacam-macam barang diturunkan ke dalam gua. Anne
tercengang-cengang melihatnya. Barang-barang yang gampang rusak dibungkus dalam
selimut, lalu diturunkan dengan hati-hati memakai tali.
"Astaga!" seru Anne. "Tak lama lagi gua ini akan kelihatan benar-benar seperti
rumah, apabila aku selesai mengatur segala-galanya."
Ketika mereka baru saja selesai menurunkan barang-barang, tiba-tiba anak-anak
mendengar suara orang di kejauhan.
"Suami isteri Stick sudah datang lagi!" kata Julian, lalu mengintip dengan hati-
hati dari tepi tebing. Ternyata dugaannya benar. Kedua orang itu sudah kembali
ke pantai, dan saat itu sedang berjalan menuju ke puri. Mereka membawa koper
yang sebelumnya disimpan di kapal rusak.
"Kita ikuti mereka dari belakang. Aku ingin melihat apa yang terjadi, apabila
mereka melihat bahwa barang-barang curian mereka lenyap," kata Julian sambil
meringis. "Ayoh, kita berangkat semua."
Keempat anak itu merangkak-rangkak menuruni tebing, lalu bersembunyi di balik
serumpun semak. Sesampai di puri, suami isteri Stick meletakkan koper yang
dijinjing. Mereka mencari-cari Edgar. Tetapi Edgar tak nampak batang hidungnya!
"Ke mana lagi perginya anak itu?" kata Ibu Stick dengan kesal, "Padahal tadi kan
kusuruh memindahkan barang-barang dari bilik. Edgar! EDGAR!"
Pak Stick pergi ke bilik yang telah runtuh langit-langitnya, lalu memandang
sebentar ke dalam. "Di sini sudah kosong," serunya pada isterinya. "Rupanya ia telah mengangkut
barang-barang itu ke ruangan bawah tanah."
"Tadi kukatakan padanya, ia harus duduk di sini jika sudah selesai bekerja,"
kata Ibu Stick lagi. "Ia harus berjemur di bawah sinar matahari. Ruangan bawah
tanah itu kurang sehat baginya. EDGAR!"
Sekali itu Edgar mendengar panggilan ibunya. Kepalanya muncul di jalan masuk ke
bawah. Kelihatannya sangat ketakutan.
"Ayoh naik!" kata Ibu Stick. "Barang-barang sudah kauturunkan, jadi lebih baik
kalau kau sekarang menjemur badan sebentar."
"Aku takut," kata Edgar. "Aku tak mau sendirian di atas."
"Kenapa tidak?" tanya ayahnya dengan heran.
"Sapi-sapi datang lagi!" ujar Edgar yang malang. "Banyaknya beratus-ratus ekor!
Mereka menguak-nguak dengan ribut, serta melempar-lempar. Mereka sangat
berbahaya. Aku tak mau sendirian di atas!"
XVIII TAWANAN TAK TERSANGKA SUAMI isteri Stick memandang Edgar, seolah-olah menyangka anak mereka sudah
gila. "Sapi melempar-lempar?" tanya Ibu Stick setelah bisa ngomong lagi. "Apa
maksudmu" Sapi tidak mungkin bisa melempar!"
"Tapi sapi-sapi tadi bisa," jawab Edgar. Ia mulai bercerita. Persoalannya
dilebih-lebihkan, agar orang tuanya mau kasihan terhadapnya. "Sapi-sapi itu
menakutkan! Jumlahnya beratus-ratus. Tanduk mereka sepanjang tanduk rusa, dan
suaranya menyeramkan sekali! Aku dan si Abu mereka lempari dengan bermacam-macam
benda. Si Abu ketakutan, dan aku juga! Kulemparkan bantal-bantal yang hendak
kubawa ke bawah, lalu cepat-cepat lari bersembunyi."
"Kalau begitu mana bantal-bantal itu?" tanya Pak Stick sambil memandang
berkeliling. "Tak satu pun kulihat di sini. Tentunya sekarang kau akan bercerita
bahwa bantal-bantal itu habis dimakan sapi."
"Jadi barang-barang belum ada yang kaubawa ke bawah?" tanya Ibu Stick. "Tapi
bilik itu sudah kosong. Tak ada lagi barang di dalamnya."
"Tak ada satu pun yang sempat kupindahkan," kata Edgar, sambil beringsut-ingsut
ke luar. "Bantal-bantal tadi kujatuhkan di tempat Mama berdiri sekarang. Apa
yang terjadi dengan bantal-bantal itu?"
"He!" seru Pak Stick dengan heran. "Siapa datang ke mari selama kita pergi tadi"
Ada orang yang mengambil bantal dan barang-barang lainnya. Sekarang di mana
barang-barang itu?" "Pasti sapi-sapi tadi yang mengambil," ujar Edgar sambil memandang berkeliling.
Seolah-olah setiap saat akan bermunculan sapi-sapi, membawa bantal, sendok garpu
serta selimut. "Jangan ngomong lagi tentang sapi," bentak Ibu Stick. Ia marah sekarang. "Di
pulau ini sama sekali tak ada sapi. Kita mengetahuinya dengan pasti, karena pagi
ini kita sudah melihat ke mana-mana. Suara yang terdengar kemarin malam mestinya
salah satu bunyi yang kemudian menggema. Tidak! Ada sesuatu yang aneh mengenai
persoalan ini. Kelihatannya ada orang lain di pulau ini!"
Dari bawah tanah terdengar suara anjing melolong. Si Bau ketakutan karena
ditinggal sendiri, tetapi ia juga tak berani menyusul ke luar.
"Kasihan si Abu!" kata Ibu Stick, yang rupanya lebih menyayangi anjing itu
dibandingkan dengan suami dan anaknya.
"Kenapa dia?" Si Bau melolong sekali lagi, kedengarannya semakin sedih. Ibu Stick bergegas
menuruni tangga untuk mengajaknya ke atas. Pak Stick menyusul, dan Edgar tak
membuang-buang waktu dan langsung membuntut pula.
"Ayoh, cepat!" kata Julian sambil bangkit. "Kau ikut dengan aku, Dick!
Barangkali saja kita masih sempat menyambar koper itu. Kita berlari!"
Kedua anak itu lari melintasi halaman puri tua. Mereka menjinjing koper hitam,
lalu lari lagi terhuyung-huyung ke tempat George menunggu.
"Kita bawa ke gua," bisik Julian. "Kau menunggu di sini, untuk melihat apa yang
terjadi nanti." Julian dan Dick berjalan melintasi tebing sambil membawa koper. Sedang George
menelungkup di balik semak. Ia menunggu perkembangan selanjutnya. Tak lama
kemudian Pak Stick keluar. Ia memandang berkeliling, rupanya mencari-cari koper.
Ketika menyadari bahwa koper itu lenyap, mulutnya ternganga. Ia berpaling ke
arah jalan masuk ke bawah, lalu berteriak,
"Clara! Koper hilang!"
Saat itu Ibu Stick sudah sampai di tangga, diiringi oleh si Bau dan Edgar yang
tak mau jauh-jauh dari ibunya. Ia keluar, lalu memandang pula berkeliling.
"Hilang, katamu?" kata Ibu Stick dengan heran. "Hilang" Ke mana hilangnya?"
"Itu dia yang ingin kuketahui!" jawab Pak Stick. "Baru saja kita tinggalkan
beberapa menit di sini - tahu-tahu sudah lenyap! Seolah-olah bisa menghilang -
seperti barang-barang yang lain."
"Pasti ada orang di pulau ini," kata Ibu Stick. "Dan akan kuselidiki siapa orang
itu. Kau membawa pistol, Pak?"
"Ya," jawab Pak Stick sambil menepuk-nepuk pinggangnya. "Dan sebaiknya kaucari
sebatang tongkat yang kokoh. Si Abu kita bawa serta. Kalau kita tak berhasil
mengetahui siapa yang sedang berusaha menggagalkan rencana kita, tak pantas aku
bernama Stick!" George pergi menyelinap. Ia harus memberitahukan saudara-saudaranya. Sebelum
menuruni tangga tali ke gua, ia masih sempat menutupi lubang dengan beberapa
ranting. Kemudian ia cepat-cepat meluncur ke bawah, lalu melaporkan kejadian
yang baru dialami pada Julian serta kedua adiknya.
Saat itu Julian sedang mencoba untuk membuka koper. Tetapi koper itu masih tetap
terkunci. Ia mendongak sebentar, ketika George bercerita dengan napas putus-putus sehabis
berlari. "Kita akan aman di sini, selama tidak ada yang kebetulan terperosok ke dalam
lubang di atas itu!" katanya. "Sekarang kita harus diam-diam di sini. Dan kau,
Tim - jangan berani-berani menggeram, ya!"
Selama beberapa saat tak terdengar apa-apa. Kemudian anak-anak mendengar
gonggongan si Abu. Suaranya masih agak jauh.
"Sekarang diam semua!" kata Julian memperingatkan. "Mereka sudah dekat!"
Keluarga Stick sekali lagi naik ke tebing. Setiap semak mereka periksa dengan
seksama. Ketika sampai di semak tempat anak-anak biasa bersembunyi sambil
mengintip, mereka melihat rumput yang rebah karena sering tertindih.
"Ada orang yang pernah berada di sini," ujar Pak Stick. "Mungkin saja
bersembunyi di tengah daerah bersemak ini. Ranting-ranting dan daun-daunnya
lebat, sepasukan pun bisa bersembunyi di dalamnya. Aku akan mencoba menerobos ke
dalam. Clara, kau menjaga di sini dengan pistolku."
Sementara itu Edgar berkeliaran seorang diri. Menurut perasaannya, mustahil ada
orang yang sebegitu gila, mau berada di tengah semak yang banyak onak durinya.
Ia melintas di atas tebing. Sekonyong-konyong ia terperosok. Terkejutnya bukan
main! Kakinya masuk ke dalam sebuah lubang. Tangannya masih menggapai-gapai
beberapa ranting yang ada di sisi lubang, tetapi sia-sia. Ia merosot terus,
makin dalam dan semakin kencang, dan tiba-tiba - BUMM!
Edgar terperosok ke dalam lubang yang terdapat di langit-langit gua. Anak-anak
yang di bawah tercengang melihat Edgar tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ia
jatuh di pasir yang empuk. Seketika itu juga Tim menerjang maju sambil
menggeram. Untung saja George sempat menahannya.
Edgar agak nanar, karena kaget dan takut. Ia terbaring di lantai gua sambil
mengerang-erang. Matanya terpejam rapat. Anak-anak menatapnya. Sudah itu mereka
saling berpandangan. Sesaat lamanya mereka ikut kaget, sehingga tak seorang pun
bisa mengatakan apa-apa. Tim menggeram-geram dengan galak. Mendengarnya, Edgar
terbelalak ketakutan! Ia memandang berkeliling, melihat keempat anak dan anjing
mereka. Edgar kaget dan ketakutan setengah mati.
Ia membuka mulut, hendak berteriak minta tolong. Dengan segera Julian
mendekapkan tangannya ke mulut anak itu.
"Kalau kau berani berteriak sekali saja, akan kusuruh Tim menggigit! Dia boleh memilih, bagian mana dari badanmu yang ingin digigitnya," ujar
Julian dengan suara galak, segalak geram Tim. "Nah, bagaimana" Mau mencoba juga"
Silakan, Tim sudah ingin menggigit."
"Aku takkan berteriak," kata Edgar berbisik. Suaranya pelan sekali, sehingga
nyaris tak terdengar oleh anak-anak. "Jangan kaulepaskan anjing itu! Aku takkan
berteriak." George berbicara pada anjingnya.
"Tim! Dengar baik-baik. Kalau anak ini berani berteriak, langsung kauserang, ya!
Berbaringlah di sebelahnya. Tunjukkan taringmu yang runcing-runcing. Kalau dia
berteriak, kau boleh menggigitnya sesukamu!"
"Wau!" jawab Tim. Kelihatannya ia senang mendengar perintah itu. Ia berbaring di
dekat Edgar. Anak itu berusaha agak menjauhkan diri; tetapi setiap kali ia
bergerak, Tim selalu merapat lagi.
Edgar memandang anak-anak itu.
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang kalian bikin di pulau ini?" tanyanya.
"Kami mengira bahwa kalian sudah pulang."
"Ini pulau kami!" kata George. Suaranya galak sekali kedengarannya. "Kalau kami
mau, kami berhak ada di sini! Tapi kalian tak mempunyai hak itu. Kalian sama
sekali tak berhak! Mau apa kalian ke mari?"
"Tidak tahu!" jawab Edgar cemberut.
"Lebih baik terus terang saja," ujar Julian. "Kami mengetahui bahwa kalian
bersekongkol dengan penyelundup."
Edgar kaget mendengarnya.
"Penyelundup?" tanyanya heran. "Aku tak tahu-menahu. orang tuaku tak bercerita
apa-apa. Aku tak mau berurusan dengan penyelundup."
"Kau tak tahu apa-apa?" tanya Dick. "Kau tak tahu kenapa kalian datang ke Pulau
Kirrin?" "Aku tak tahu sedikit pun," kata Edgar lagi dengan nada tersinggung. "Orang
tuaku jahat padaku. Tak pernah ada yang diberitahukan padaku. Pokoknya aku harus
selalu patuh. Sungguh, aku tak tahu apa-apa tentang penyelundup."
Anak-anak melihat dengan jelas bahwa Edgar memang sama sekali tak mengetahui
alasan kedatangan orang tuanya ke Pulau Kirrin.
"Aku tak heran bahwa si Jerawat ini tak pernah diberitahu," kata Julian.
"Kutanggung ia tak bisa menyimpan rahasia! Pokoknya kita tahu bahwa mereka
terlibat dalam penyelundupan."
"Lepaskan aku," kata Edgar dengan masam. "Kalian tak berhak menahanku di sini."
"Kau takkan kami lepaskan," jawab George dengan segera. "Sekarang kau menjadi
tawanan kami. Kalau kami lepaskan, kau pasti langsung lari ke orang tuamu dan
mengatakan bahwa kami ada di sini. Hal itu tak boleh terjadi! Mereka tak boleh
tahu bahwa kami di sini. Kami bermaksud hendak menggagalkan rencana mereka."
Edgar memahami keterangan itu. Ia pun memahami berbagai persoalan yang mula-mula
membingungkannya. "Kalian rupanya yang mengambil bantal dan barang-barang dari puri," katanya.
"Bukan, Edgar," jawab Dick. "Yang mengambil kan sapi! Kau tak ingat lagi" Kau
kan bercerita pada ibumu, tentang beratus-ratus sapi yang ribut menguak-nguak
dan melempari dirimu, serta mencuri bantal-bantal yang terjatuh sewaktu kau lari
terbirit-birit. Masakan kau sudah lupa lagi pada sapi-sapimu!"
"Kaukira kau lucu, ya"!" tukas Edgar. "Apa yang akan kalian lakukan dengan
diriku sekarang" Aku tak mau tinggal di sini - itu sudah pasti!"
"Mau tak mau kau harus tinggal di sini, Jerawat," ujar Julian. "Kau akan tetap
di sini sampai kami memberi ijin untuk pergi. Untuk itu kau harus menunggu
sampai kami berhasil memecahkan rahasia penyelundupan di sini. Sebaiknya
kuperingatkan saja - kalau kau berani mencoba-coba lari atau berteriak, Tim
sudah siap untuk menggigit."
"Kalian semua jahat-jahat," ujar Edgar. Ia menyadari bahwa ia terpaksa menuruti
perintah anak-anak itu. "Orang tuaku pasti marah sekali!"
Orang tuanya tidak marah. Mereka heran setengah mati! Setelah tak berhasil
menemukan orang bersembunyi dalam semak, Pak Stick mencari Edgar. Tetapi sekali
lagi Edgar menghilang. "Ke mana lagi anak bengal itu?" tanya Pak Stick. Ia berseru-seru, "Edgar!
EDGAR!" Tetapi Edgar tak menjawab. Kedua orang tuanya mencari-cari lama sekali, di atas
dan di bawah tanah. Ibu Stick yakin bahwa anaknya tersasar dalam rongga-rongga
bawah tanah. Disuruhnya si Bau mencari. Tetapi anjing itu hanya berani masuk
sampai ke rongga pertama. Ia masih ingat pada bunyi-bunyi aneh yang didengarnya
kemarin malam. Ia tak kepingin berkeliaran dalam ruangan-ruangan aneh itu.
Sesudah persoalan dengan Edgar beres, Julian memalingkan perhatiannya pada koper
hitam. "Dengan cara bagaimanapun, aku pasti berhasil membukanya," ujarnya penuh tekat.
"Tanggung di dalamnya terdapat barang-barang selundupan!"
"Kita jebol saja kuncinya," kata Dick. Julian mengambil sebuah batu, lalu
berusaha merusak kunci koper. Akhirnya ia berhasil. Dengan segera anak-anak
membuka tutup koper. Di sebelah atas terhampar selimut anak-anak, bersulamkan kelinci-kelinci putih.
Julian menyingkapkannya. Ia menyangka akan melihat barang-barang selundupan di
bawah selimut itu. Ia tercengang, ketika yang nampak pakaian anak-anak!
Dikeluarkannya pakaian itu. Dalam koper ada dua baju kaos biru, sebuah rok biru,
beberapa potong rompi dan celana sampai ke lutut. Serta sebuah mantel tebal. Dan
di dasar koper terletak beberapa boneka dan sebuah beruang-beruangan!
"Astaga!" ujar Julian tercengang. "Untuk apa itu" Kenapa suami isteri Stick
membawanya ke Pulau - dan untuk apa para penyelundup menyembunyikannya di kapal
rusak" Benar-benar aneh!"
Kelihatannya Edgar ikut tercengang. Ia pun mengira isi koper itu barang-barang
berharga. George dan Anne mengeluarkan boneka-boneka. Cantik sekali rupanya!
Anne menimang-nimangnya. Anak itu sangat suka pada boneka. Tetapi George tak mau
peduli. "Siapa pemilik boneka-boneka itu?" tanya Anne. "Pasti anak itu sedih karena
kehilangan! Tidak anehkah persoalan ini, Julian" Untuk apa sebuah koper berisi
pakaian anak-anak serta boneka dibawa ke Pulau Kirrin?"
XIX JERITAN DI TENGAH MALAM TAK ada yang bisa menjawab pertanyaan Anne yang sedang tercengang-cengang.
Bahkan menebak pun tidak! Mereka menatap isi koper yang terhampar di depan
mereka. Mereka heran. Aneh benar barang-barang selundupan itu! Mereka ingat pada
barang-barang lain yang juga terdapat dalam lemari geladak di kapal tua. Makanan
berkaleng-kaleng. Benar-benar aneh! Anak-anak tak bisa mengerti, mengapa barang-
barang begitu diselundupkan.
"Aneh," ujar Dick. "Bingung aku melihatnya! Sudah pasti di sini sedang terjadi
hal-hal yang misterius - karena kalau tidak, untuk apa Stick sekeluarga berada
di sini. Dan kita pun melihat tanda-tanda isyarat cahaya yang datang dari sebuah
kapal di tengah laut. Pasti di sini sedang terjadi sesuatu yang aneh! Mula-mula
kita mengira akan bisa mengetahui lebih jelas apabila koper ini berhasil kita
buka! Tapi ternyata rahasianya malah menjadi semakin rumit."
Saat itu terdengar suara suami isteri Stick berteriak-teriak memanggil Edgar.
Tetapi Edgar tak berani menjawab, karena hidung Tim sudah merapat ke kakinya.
Jangan-jangan ia nanti langsung menyambar! Sekali-sekali Tim menggeram, untuk
mengingatkan bahwa ia tetap waspada.
"Kau tahu tentang kapal yang malam-malam memberi isyarat ke pulau itu?" tanya
Julian pada Edgar. Anak itu menggeleng.
"Aku tak tahu apa-apa tentang isyarat," katanya. "Aku cuma mendengar Mama
berkata, ia menunggu kedatangan Kelana malam ini. Tapi aku tak memahami
maksudnya." "Kelana?" kata George menyambung. "Apa itu"! Orang - nama kapal - atau apa?"
"Aku tak tahu," jawab Edgar. "Kalau aku bertanya, selalu ditempeleng! Selidiki
saja sendiri!" "Kami akan mengetahuinya juga," kata Julian geram. "Malam ini kami akan menunggu
kedatangan Kelana! Terima kasih atas keteranganmu."
Sehari itu anak-anak duduk diam-diam dalam gua. Mereka bermalas-malas. Hanya
Anne saja yang sibuk. Ketika ia selesai, gua mereka semakin mirip rumah
nampaknya. Selimut-selimut ditaruh di atas tempat tidur, sedang selimut luar
yang tebal dan kasar dihamparkan di lantai sebagai pengganti permadani.
Edgar tak diperbolehkan meninggalkan gua. Tim menjaganya dengan waspada. Sedetik
pun tidak alpa! Edgar boleh dibilang terus-menerus tidur. Ia mengeluh kurang
tidur semalam, karena ketakutan kalau-kalau didatangi lagi oleh 'sapi dan macam-
macam lagi'. Sambil berbisik-bisik, Julian merundingkan rencana dengan saudara-saudaranya.
Mereka memutuskan akan mengadakan penjagaan di atas tebing malam itu. Sekali
menjaga berdua, silih berganti. Kalau Kelana datang, mereka akan menyusun
rencana baru. Matahari terbenam, dan laut menjadi gelap. Edgar sudah tidur lagi, sehabis
diberi makan malam yang terdiri dari ikan sarden, roti diisi corned beef, buah
aprikot dalam kaleng serta susu kaleng. Anak itu mendengkur pelan-pelan. Anne
dan Dick naik ke tebing. Mereka mendapat giliran menjaga yang pertama. Saat itu
sekitar setengah sebelas malam.
Pukul setengah satu Julian dan George memanjat tali bersimpul, dan menggabungkan
diri dengan Dick dan Anne. Tak ada kejadian penting yang bisa dilaporkan oleh
kedua anak itu sebelum turun ke gua. Edgar masih mendengkur terus, sedang Tim
masih tetap menjaganya. Anne dan Dick langsung tertidur pula, begitu mereka
merebahkan diri di pembaringan.
Julian dan George memandang ke arah laut, menjaga kalau-kalau ada kapal datang.
Bulan bersinar malam itu, jadi keadaan sekeliling tidak begitu gelap. Tiba-tiba
terdengar suara orang bercakap-cakap dengan pelan. Mereka melihat beberapa sosok
tubuh samar-samar di tengah batu-batu yang terhampar di bawah mereka.
"Suami isteri Stick," bisik Julian. "Kurasa mereka hendak berangkat lagi ke
bangkai kapal." Terdengar bunyi dayung masuk ke air, dan kemudian anak-anak itu melihat sebuah
perahu bergerak ke tengah laut. Saat itu Julian disenggol oleh George, yang
menunjuk-nunjuk ke arah laut terbuka. Jauh di tengah nampak cahaya lampu
berkelip-kelip. Datangnya dari sebuah kapal yang hampir-hampir tak nampak oleh
mereka. Kemudian bulan menghilang di balik awan. Selama beberapa waktu, tak
suatu pun bisa mereka lihat.
Tetapi mereka terus mengamat-amati sambil menahan napas. Apakah kapal yang
nampak samar-samar itu yang bernama 'Kelana'" Atau barangkali pemiliknya yang
bernama begitu" Apakah para penyelundup akan beraksi malam itu"
"He, lihat! - Kulihat sebuah perahu lain!" ujar George. "Mestinya datang dari
kapal yang di tengah laut. Kau bisa melihatnya, karena bulan sudah muncul dari
balik awan. Perahu itu menuju ke bangkai kapal. Rupanya di situlah tempat mereka
bertemu." Tetapi kemudian terjadi hal yang sangat menjengkelkan. Bulan kembali menghilang
di balik awan! Lama juga menghilangnya, sampai anak-anak tak sabar lagi. Namun
akhirnya bulan muncul juga. Sinarnya menerangi permukaan laut.
"Sekarang kedua perahu itu meninggalkan kapal," ujar Julian dengan perasaan
tegang. "Rupanya mereka sudah bertemu, dan juga sudah memindahkan barang-barang
selundupan! Sekarang perahu yang satu kembali ke kapal yang di tengah laut,
sedang perahu Stick menuju ke mari. Kalau mereka sampai di pantai, kita ikuti
dari belakang. Dengan begitu kita bisa melihat di mana barang-barang selundupan
disembunyikan." Setelah beberapa waktu, akhirnya perahu suami isteri Stick sampai ke pantai.
Selama beberapa menit sesudahnya, Julian dan George tak bisa melihat apa-apa.
Tetapi kemudian suami isteri Stick nampak sedang berjalan menuju ke puri. Pak
Stick memanggul sesuatu yang nampaknya seperti bungkusan besar. Dari tempat
mereka mengintip, anak-anak tak bisa mengetahui apakah Ibu Stick membawa barang
atau tidak. Suami isteri Stick sampai di halaman puri, lalu menuju ke lubang masuk ke
ruangan bawah tanah. "Mereka membawa barang-barang selundupan ke bawah," bisik Julian. Sementara itu
ia dan George sudah mengamat-amati dari balik tembok yang letaknya tak jauh dari
lubang masuk itu. "Kita kembali sekarang dan menceritakan penglihatan kita pada
Dick dan Anne. Kita harus menyusun rencana! Kita harus berusaha merebut barang-
barang selundupan itu, mengangkutnya ke darat dan kemudian menghubungi polisi!"
Sekonyong-konyong terdengar suara menjerit. Jeritan di tengah malam! Suaranya
melengking tinggi - suara orang yang sangat ketakutan! Anak-anak ngeri
mendengarnya. Mereka tak tahu dari mana datangnya suara itu.
"Cepat, ke gua! Jangan-jangan Anne yang menjerit!" kata Julian. Mereka berdua
lari secepat-cepatnya menuju lubang di tebing, lalu bergegas menuruni tangga
tali ke gua. Sesampainya di bawah, Julian memandang berkeliling dengan perasaan
cemas. Apa yang telah terjadi di situ, sampai Anne menjerit begitu ngeri"
Tetapi ternyata Anne masih tidur nyenyak. Dick bahkan mendengkur, bersama-sama
dengan Edgar. Dan Tim" Tim masih tetap menjaga dengan waspada.
"Aneh," ujar Julian. Ia masih kaget. "Benar-benar aneh! Kalau begitu, siapa yang
menjerit tadi" Tak mungkin Anne - karena kalau dia yang menjerit sekeras itu
dalam tidurnya, pasti yang lain-lain sudah terbangun."
"Kalau begitu siapa yang menjerit?" kata George. Ia agak ngeri sekarang. "Aneh
ya, Julian" Seram rasanya. Kedengarannya tadi seperti teriakan seseorang yang
sangat ketakutan. Tapi siapa yang menjerit?"
Dick dan Anne dibangunkan, lalu diceritakan tentang jeritan aneh itu. Anne
sangat kaget. Sedang Dick tertarik mendengar laporan bahwa dua perahu mengadakan
pertemuan di bangkai kapal tua, dan suami isteri Stick kemudian kembali dengan
membawa barang-barang selundupan yang kemudian mereka masukkan ke dalam ruangan
bawah tanah. "Wah, asyik!" ujarnya gembira. "Besok kita akan mengambilnya."
"Kenapa aku yang kalian kira berteriak tadi?" tanya Anne. "Apakah kedengarannya
seperti suara anak perempuan?"
"Ya - kedengarannya seperti jeritanmu jika tiba-tiba dikejutkan," kata Julian.
"Benar-benar menjerit, seperti anak perempuan. Bukan berteriak, yang biasa
dilakukan anak-anak laki-laki."
"Aneh," kata Anne. Ia berbaring kembali di tempat tidur. George merebahkan diri
di sampingnya. "Aduh Anne - tempat tidur kita penuh dengan boneka!" kata George dengan jengkel.
"Dan beruang-beruang pun kaubaringkan di sini! Kau memang benar-benar anak
kecil!" "Aku bukan anak kecil," jawab Anne tersinggung. "Boneka dan beruang itu yang
masih kecil! Mereka takut dan kesepian, karena terpisah dari gadis kecil pemilik
mereka. Karenanya kuajak tidur bersamaku. Pasti gadis kecil itu akan senang."
"Gadis kecil!" kata Julian sambil berpikir-pikir. "Kita tadi rasanya mendengar
jeritan seorang anak perempuan. Kita juga menemukan sebuah koper kecil, isinya
penuh dengan pakaian serta boneka-boneka kepunyaan anak perempuan. Apa arti
semuanya ini?" Anak-anak terdiam sesaat. Kemudian Anne mendapat firasat.
"Aku tahu!" katanya bersemangat. "Barang yang diselundupkan itu sebenarnya
seorang anak perempuan! Anak itu diculik - dan ini boneka-boneka kepunyaannya.
Pakaian yang dalam koper itu juga kepunyaannya yang ikut dicuri pada saat ia
diculik, supaya ia bisa berganti pakaian. Anak itu sekarang ada di Pulau. Kalian
tadi mendengar jeritannya, sewaktu dibawa oleh suami isteri Stick yang jahat ke
ruangan bawah tanah!"
"Hm! Kurasa dugaan Anne benar," ujar Julian. "Kau pintar, Anne! Kurasa kau
benar. Pulau ini bukan dipergunakan oleh penyelundup, melainkan penculik!"
"Penculik" Apa itu?" tanya Anne. Ia memang masih kecil.
"Penculik mencuri anak kecil atau orang dewasa, lalu disembunyikannya di salah
satu tempat. Kalau uang tebusan yang diminta olehnya sudah dibayar, barulah yang
diculik dibebaskan kembali," ujar Julian menerangkan.
"Rupanya itulah yang terjadi sekarang di sini!" ujar George.
"Betul!" sambung Dick. "Seorang anak perempuan putri keluarga kaya diculik, lalu
dibawa dengan perahu dari sebuah kapal ke bangkai kapal tua! Dari situ dijemput
oleh suami isteri Stick. Jahat benar mereka itu!"
"Dan tadi kita mendengar jeritan anak itu, ketika dibawa ke ruangan bawah
tanah," kata George. "Julian! Kita harus menolong anak itu!"
"Tentu saja," jawab Julian. "Jangan khawatir, akan kita selamatkan anak itu!
Besok kita akan membebaskannya!"
Tiba-tiba Edgar terbangun.
"Kalian ngomong tentang apa?" tanyanya. "Siapa yang harus diselamatkan?"
"Bukan urusanmu," bentak Julian.
George menyenggolnya, lalu berbisik-bisik.
"Mudah-mudahan Ibu Stick saat ini cemas karena kehilangan Edgar-nya yang manis,
secemas ibu yang kehilangan anak perempuannya," kata George.
"Besok kita akan menemukan tempat anak itu disembunyikan, lalu
menyelamatkannya," ujar Julian. "Suami isteri Stick pasti akan waspada. Tapi
kita toh akan berhasil."
"Aku capek," kata George sambil merebahkan diri kembali. "Kita tidur saja
sekarang! Nanti kalau bangun lagi, badan kita sudah segar kembali. Anne!
Geserkan boneka-boneka ini ke pinggir sedikit. Paling sedikit tiga tertindih
olehku." Boneka-boneka itu diambil oleh Anne, lalu dibaringkannya di sisinya.
"Kalian tak perlu merasa kesepian," katanya. "Kalian akan kurawat baik-baik,
sampai saatnya bisa berkumpul lagi dengan ibu kalian. Selamat tidur!" George
mendengar kata-kata saudara sepupunya itu, tetapi ia diam saja.
Tak lama kemudian mereka tertidur semua. Semua, kecuali Tim! Anjing itu menjaga
sepanjang malam. Selama Tim ada, anak-anak tak perlu bergiliran menjaga gua. Tak
ada penjaga yang sebaik Tim!
XX AKSI PERTOLONGAN JULIAN bangun pagi-pagi benar keesokan harinya. Ia naik ke puncak tebing, karena
ingin melihat apakah suami isteri Stick juga sudah bangun. Dilihatnya kedua
orang itu muncul dari lubang tangga ruangan bawah tanah. Ibu Stick kelihatan,
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pucat dan cemas. "Kita harus mencari Edgar," katanya berulang-ulang pada suaminya. "Pak, kita
harus mencari Edgar! Ia tak ada dalam ruangan di bawah tanah. Aku tahu pasti!
Sampai serak suara kita menjerit-jerit memanggilnya di sana, tetapi Edgar tetap
tak muncul!" "Dan dia pun tak ada di Pulau," sambung Pak Stick. "Kita sudah mencari ke mana-
mana kemarin. Kurasa orang yang datang ke mari mengambil barang-barang kita,
menculik Edgar, lalu melarikan diri dengan perahu. Itu pendapatku."
"Kalau begitu Edgar dibawa ke daratan," kata Ibu Stick. "Sebaiknya kita kembali
dengan perahu ke sana, dan bertanya-tanya pada orang. Barangkali saja ada yang
melihat Edgar dibawa orang! Soal yang ingin kuketahui sekarang - siapa yang
datang ke mari dan mengganggu rencana kita" Aku jadi takut rasanya! Padahal
semua sudah berjalan lancar sebelumnya."
"Baikkah jika pergi saat ini?" tanya Pak Stick ragu-ragu. "Bagaimana kalau orang
yang kemarin itu masih ada di sini" Jangan-jangan nanti masuk ke ruangan bawah
tanah, pada saat kita sedang pergi-"
"Mustahil!" jawab Ibu Stick tegas. "Mereka sudah tak di sini lagi. Pakailah
otakmu - jika kau punya otak! Kalau Edgar terkurung dalam salah satu tempat di
pulau ini, bukankah pasti ia sudah menjerit-jerit" Dan kalau ia menjerit,
masakan kita tak mendengarnya" Percayalah, ia sudah dibawa pergi dengan perahu,
bersama dengan barang-barang yang lenyap dari bilik. Aku tak mau membiarkannya
terjadi!" "Ya, ya - sudahlah," kata Pak Stick menggerutu. "Anak itu selalu ada-ada saja!
Selalu terlibat kerumitan konyol!"
"Enak saja kau berbicara begitu tentang Edgar!" seru Ibu Stick dengan marah.
"Kaukira dia senang diculik! Bayangkan saja apa yang dideritanya sekarang -
ketakutan dan kesepian, karena aku tak menyertainya!"
Julian muak mendengarnya. Ibu Stick mengasihani si Jerawat - padahal seorang
anak perempuan dikurungnya dalam ruangan bawah tanah! Seorang anak perempuan
yang lebih muda umurnya dari Edgar. Ibu Stick memang benar-benar jahat!
"Bagaimana dengan si Abu?" tanya Pak Stick. Ia masih jengkel, karena didamprat
tadi oleh isterinya. "Sebaiknya kita tinggal di sini saja ya" Untuk menjaga
jalan masuk ke bawah tanah! Bukan karena ada orang di sini - kalau katamu
benar!" "Ya, sudahlah! Si Abu kita tinggal di sini," jawab Ibu Stick sambil berjalan
menuju ke perahu mereka. Julian melihat kedua orang itu berangkat. Anjing mereka
ditinggal. Anjing itu memandang kedua tuannya pergi dengan buntut terselip ke
bawah. Kemudian ia berpaling dan pergi ke halaman puri. Ia berbaring dengan lesu
di tempat yang disinari cahaya matahari. Si Bau merasa gelisah. Telinganya
tegak, sedang matanya berkeliaran mengawasi setiap sudut. Ia tak suka tinggal di
pulau aneh itu, yang penuh dengan suara-suara yang mengejutkan.
Julian bergegas-gegas kembali ke gua. Ia turun lewat tangga tali. Edgar terkejut
melihatnya tiba-tiba muncul.
"Kita keluar sebentar! Nanti akan kuceritakan rencanaku," kata Julian pada
saudara-saudaranya. Ia tak ingin Edgar ikut mengetahui niatnya. Keempat anak itu
pergi ke luar gua. Sementara Julian pergi, Anne sudah menyiapkan sarapan. Air di
atas kompor sudah mendidih.
"Sekarang dengarkan!" kata Julian sesudah berada di luar. "Pak dan Ibu Stick
sudah berangkat dengan perahu, kembali ke darat. Mereka hendak mencari Edgar
kesayangan mereka di sana. Ibu Stick sudah gelisah terus, karena menyangka
anaknya diculik orang. Ia takut Edgar akan merasa ngeri dan kesepian seorang
diri!" "Keterlaluan!" kata George jengkel. "Apakah menurut perkiraannya anak kecil yang
mereka culik tidak lebih sengsara lagi" Jahat benar perempuan itu!"
"Memang," kata Julian mengiakan. "Sekarang usulku begini! Kita turun ke ruangan
bawah tanah, lalu menolong anak perempuan yang terkurung di situ. Kita ajak dia
ke mari, dan kita sarapan bersama-sama. Sudah itu kita beramai-ramai pergi ke
darat dengan perahu. Sampai di sana lalu menghadap polisi. Kita tanyakan siapa
orang tua anak itu, dan menelepon mereka untuk mengabarkan bahwa putri mereka
selamat." "Dan Edgar kita apakan?" tanya Anne.
"Aku tahu akal," jawab George dengan segera. "Edgar kita kurung dalam ruangan
bawah tanah, sebagai pengganti anak perempuan itu. Pasti orang tuanya akan heran
sekali melihat anak yang mereka culik tahu-tahu lenyap - sedang Edgar terkurung
di situ sebagai gantinya!"
"Wah! Bagus sekali idemu itu," ujar Anne. Saudara-saudaranya tertawa. Mereka
menyetujui ide George. "Kau menunggu saja di sini, Anne! Siapkan sarapan untuk anak perempuan itu,"
kata Julian pada adiknya. Ia tahu Anne paling tidak senang disuruh masuk ke
dalam ruangan bawah tanah itu.
Anne mengangguk. Ia senang, karena tidak dipaksa ikut.
"Baiklah! Dan ceret itu kuangkat saja dulu dari api, supaya airnya tidak habis
menguap." Anak-anak kembali ke dalam gua.
"Kau ikut dengan kami, Edgar," kata Julian. "Kau juga, Tim."
"Aku hendak kalian bawa ke mana?" tanya Edgar curiga.
"Ke suatu tempat yang nyaman dan tenang, di mana kau tidak akan dikejar sapi,"
jawab Julian. "Ayoh, cepatlah sedikit!"
Edgar bergegas bangkit, karena Tim sudah ikut-ikut menggeram. Hidungnya sudah
dekat sekali ke kaki Edgar.
Anak-anak memanjat tali, naik ke puncak tebing. Edgar sangat ketakutan. Ia
merasa takkan mampu memanjat tali itu. Tetapi Tim menyambar-nyambar pergelangan
kakinya. Karena itu Edgar buru-buru memanjat, lalu ditarik ke atas lubang oleh
Julian. "Sekarang kita harus berjalan cepat-cepat!" kata anak itu lagi. Ia ingin sudah
selesai, sebelum suami isteri Stick kembali lagi ke Pulau Kirrin. Anak-anak
bergegas melintasi tebing, memanjat tembok puri yang rendah dan kemudian
melintasi halaman yang sudah rusak.
"Aku tak mau ikut turun ke bawah tanah," kata Edgar ketakutan.
"Kau ikut, Jerawat," balas Julian dengan nada senang.
"Ke mana orang tuaku?" ujar Edgar. Ia memandang berkeliling dengan cemas.
"Kurasa sudah ditangkap sapi," kata George. "Itu, yang datang menguak-nguak dan
melempari dirimu dengan segala macam barang."
Anak-anak tertawa cekikikan. Hanya Edgar saja yang tidak. Ia kelihatan cemas dan
pucat. Petualangan seperti itu sama sekali tak diingininya. Anak-anak sampai di
jalan masuk ke bawah tanah. Ternyata suami isteri Stick bukan saja telah
mengembalikan batu penutupnya, tetapi juga menumpukkan batu-batu besar di
atasnya. "Sialan benar orang tuamu!" kata Julian kepada Edgar. "Merepotkan orang lain
saja kerja mereka. Ayoh, kita beramai-ramai menggeser batu-batu ini. Edgar, kau
ikut menarik kalau kami menarik! Ayoh! Awas, kalau kau tak mau!"
Edgar takut diancam begitu. Karenanya ia ikut menarik. Satu per satu batu-batu
yang bertumpuk disingkirkan. Kemudian batu penutup lubang juga diangkat. Lubang
yang menuju ke bawah ternganga di depan kaki mereka.
"Itu si Abu!" seru Edgar sekonyong-konyong, sambil menunjuk ke sebuah semak yang
tak jauh dari tempat mereka berdiri. Memang, anjing itu bersembunyi di situ.
Rupanya ia ketakutan karena melihat Tim datang.
"Pengecut sekali si Bau," kata Julian. "Jangan, Tim! Kau tak boleh memakannya.
Tinggal saja di sini! Dimakan pun takkan enak rasanya!"
Tim menyesal karena tak diperbolehkan mengejar si Bau berkeliling pulau!
Mengejar kelinci sudah dilarang - kan setidak-tidaknya ia boleh mengejar si Bau
mestinya! Anak-anak turun ke ruangan bawah tanah. Tanda-tanda yang dibuat oleh Julian
dengan kapur putih masih nampak di dinding lorong-lorong di situ. Jadi dengan
mudah mereka menemukan jalan menuju bilik batu di mana mereka menemukan emas
berbatang-batang musim panas yang lalu. Mereka merasa pasti anak perempuan yang
diculik terkurung di situ, karena bilik itu berpintu kayu yang kokoh dan bisa
dikunci dengan gerendel dari luar.
Mereka sampai di pintu itu. Ternyata memang digerendel. Di dalam tak terdengar
apa-apa. Tim menggaruk-garuk daun pintu, sambil mendengking-dengking pelan. Ia
tahu, di dalam ada orang!
"Halo!" seru Julian dengan suara gembira. "Kau ada di dalam" Kami datang
menyelamatkanmu!" Di dalam terdengar bunyi menggeresek, seperti ada orang bangkit dari bangku.
Kemudian menyusul suara lemah.
"Kau siapa" Tolong, keluarkan aku dari sini! Aku takut seorang diri!"
"Kami sedang membuka gerendel!" seru Julian membalas. "Kami semua anak-anak,
jadi kau tak usah takut. Sebentar lagi kau akan selamat."
Gerendel pintu terbuka, dan pintu dikuakkan. Bilik itu diterangi cahaya sebuah
lentera. Seorang anak perempuan yang masih kecil berdiri dalam bilik. Mukanya
pucat ketakutan. Ia memandang dengan matanya yang besar dan hitam. Rambutnya
yang kusut terurai menutupi pipi. Kelihatannya anak itu habis menangis tersedu-
sedu, karena mukanya basah kena air mata.
Dick menghampiri anak itu, lalu merangkulnya.
"Kau sudah aman sekarang," katanya membujuk. "Akan kami antarkan pulang ke orang
tuamu." "Ya, ya - aku ingin ke ibuku," kata anak kecil itu. Ia menangis lagi. "Kenapa
aku di sini" Aku tak suka dikurung di bilik ini."
"Kau tak perlu menangis lagi," kata Julian membesarkan hati anak itu. "Semuanya
sudah lewat sekarang - atau tepatnya, hampir lewat. Masih ada sesuatu hal yang
harus dibereskan. Bagian ini yang paling memuaskan! Kau ikut dengan kami, dan
sarapan bersama-sama kami di gua. Kami mempunyai sebuah gua yang bagus dekat
sini." "O ya?" kata anak itu sambil mengusap air matanya. "Aku mau ikut kalian, karena
aku suka pada kalian. Tapi aku tak suka pada orang-orang lain itu."
"Tentu saja tidak!" ujar George. "Dan ini Tim, anjing kami. Ia juga ingin
bersahabat denganmu."
"Bagus benar anjingmu!" kata anak itu sambil menepuk-nepuk kepala Tim. George
senang mendengar anjingnya dipuji-puji. Dirangkulnya anak itu.
"Namamu siapa?" tanyanya.
"Jennifer Mary Armstrong," jawab anak itu. "Dan kau?"
"Namaku George," kata George yang sebetulnya bernama Georgina. Anak itu
mengangguk. Dikiranya George memang seorang anak laki-laki, karena mengenakan
celana pendek seperti Julian dan Dick. Rambutnya pun dipotong pendek, walau ikal
bergelung-gelung. Julian dan Dick menyebut nama mereka pula. Anak itu memandang Edgar, yang selama
itu terus membungkam. "Dia ini bernama si Jerawat," kata Julian. "Ia bukan teman kami. Orang tuanyalah
yang mengurungmu di sini, Jennifer. Sekarang dia akan kami kurung di sini,
menggantikanmu. Pasti orang tuanya akan tercengang jika menemukannya terkurung
di sini!" Edgar menjerit ketakutan. Ia mencoba mundur - tetapi ditolakkan keras-keras oleh
Julian, sehingga tersungkur masuk ke dalam bilik!
"Hanya ada satu cara mengajar orang seperti kau dan orang tuamu, bahwa kejahatan
tak ada gunanya!" ujar Julian dengan geram. "Kalian harus dihukum secara keras.
Orang-orang seperti kalian tak menghargai kebaikan budi. Kalian menganggap orang
yang baik budi itu tolol dan lemah. Nah - sekarang kaurasakan sendiri nasib
seperti Jennifer selama ini. Mudah-mudahan kalian jera karenanya! Selamat
tinggal!" Edgar mulai menangis melolong-lolong ketika didengarnya Julian mengatupkan
gerendel pintu sebelah atas dan bawah.
"Aku akan mati kelaparan di sini!" tangis Edgar.
"Tak mungkin," balas Julian. "Di dalam banyak tersedia makanan dan minuman.
Walau begitu, tak ada salahnya apabila kau sekali-sekali kelaparan!"
"Awas! Jangan sampai digigit sapi!" seru Dick mengganggu, sambil menguak persis
seperti sapi. Jennifer terkejut mendengarnya, karena suara itu menggema ke mana-
mana. "Jangan takut - itu hanya gema," kata George sambil tersenyum pada anak itu.
Edgar menangis tersedu-sedu seperti anak kecil dalam bilik tempatnya dikurung.
"Penakut sekali anak itu," kata Julian. "Ayohlah, kita kembali ke gua. Perutku
sudah lapar sekali, minta sarapan!"
"Aku juga," kata Jennifer sambil memegang tangan Julian. "Dalam bilik tadi aku
tak merasa lapar. Tapi sekarang lapar sekali rasanya. Terima kasih atas
bantuanmu menyelamatkan diriku."
"Ah, itu kan sudah semestinya," kata Julian sambil tersenyum memandang Jennifer.
"Kami senang melakukannya - apalagi karena bisa mengurung si Jerawat dalam bilik
sebagai penggantimu. Biar keluarga Stick tahu, bagaimana rasanya kalau diculik!"
Jennifer tak mengenal nama yang disebutkan oleh Julian. Tetapi kedua saudaranya
tertawa mendengarnya. Mereka menuju ke tangga melewati lorong-lorong gelap
berbau pengap. Di kanan kiri berjejeran bilik-bilik batu, besar dan kecil.
Akhirnya mereka mendaki tangga, menyongsong cahaya matahari yang cerah di luar.
"Ah!" kata Jennifer, sambil menarik napas dalam-dalam. Dihirupnya udara laut
yang segar. "Ah, nikmatnya bernapas dalam udara segar. Di mana kita sekarang?"
"Di pulau kami," jawab George. "Dan bangunan yang sudah meruntuh ini puri kami.
Kau dibawa ke mari kemarin malam, dengan perahu. Kami mendengar jeritanmu!
Karena itulah kami lantas menyangka bahwa kau terkurung di bawah tanah."
Mereka berjalan ke atas tebing. Jennifer tercengang ketika melihat anak-anak
menghilang ke bawah lewat tali. Ia kepingin mencoba, dan ia pun ikut meluncur
turun. "Anak itu baik, ya?" kata Julian pada George. "Bukan main, dia lebih hebat
pengalamannya daripada kita!"
XXI KE KANTOR POLISI ANNE sangat senang pada Jennifer. Anak itu dipeluk dan diciumnya. Jennifer
memandang berkeliling, tercengang-cengang melihat gua yang seperti rumah itu.
Tiba-tiba ia menjerit karena heran dan gembira. Tangannya menunjuk ke tempat
tidur Anne yang sudah dirapikan. Di situ berjajar beberapa boneka yang cantik-
cantik, serta sebuah beruang-beruangan besar.
"Bonekaku!" seru anak itu. "Dan beruangku juga ada di sini! Dari mana kau
mendapatnya" Aku rindu sekali pada mereka! Aduh, Josephine, Angela, Rosebud dan
Marigold! Kalian tentunya juga sudah sangat rindu padaku, ya?"
Jennifer memeluk boneka-bonekanya. Anne tertarik mendengar nama-nama yang
disebutkan. "Aku mengurus mereka baik-baik," katanya pada Jennifer. "Mereka tak kekurangan
sedikit pun selama di sini."
"Aduh, terima kasih," kata Jennifer dengan senang. "Kalian semua baik hati.
Aduh! - enak betul sarapan kalian!"
Memang enak! Anne membuka ikan salem sekaleng, lalu dua kaleng persik, sekaleng
susu, dan juga sudah menyiapkan roti yang diolesi mentega. Ia juga tak lupa
membuatkan minuman coklat sekendi besar. Begitu duduk, Jennifer langsung makan.
Kelihatannya sangat lapar. Ia makan dengan lahap. Pelan-pelan mukanya tak
kelihatan pucat seperti sebelumnya. Pipinya kemerah-merahan, dan mukanya
berseri-seri karena merasa bahagia.
Anak-anak itu sibuk bercakap-cakap sambil makan. Jennifer bercerita tentang
pengalamannya. "Aku sedang bermain-main dalam kebun, ditemani pengasuhku," katanya. "Kemudian
pengasuhku itu masuk ke rumah, karena ada sesuatu yang hendak diambilnya. Tiba-
tiba seorang laki-laki masuk ke kebun dengan jalan memanjat tembok. Kepalaku
ditutupnya dengan selembar selendang, lalu aku dipanggul dan dibawa pergi. Kami
tinggal di tepi laut. Tak lama kemudian terdengar bunyi ombak memecah. Karena
itu aku tahu bahwa aku dimasukkan ke dalam sebuah perahu, atau sekoci. Aku
dibawa ke sebuah kapal besar. Di situ aku dikurung dalam bilik selama dua hari.
Sudah itu pada suatu malam rupanya aku dibawa ke mari. Aku sangat ketakutan,
lalu menjerit." "Jeritanmu itulah yang kami dengar," kata George. "Untung saja kami
mendengarnya. Mula-mula kami menyangka di pulau kami ini sedang terjadi perkara
penyelundupan. Tak tersangka bahwa persoalannya menyangkut penculikan, sampai
kami mendengarmu berteriak ketakutan. Padahal sebelumnya kami telah menemukan
kopermu, yang berisi pakaian dan boneka."
"Entah dengan cara bagaimana penculikku bisa mendapat koper itu," ujar Jennifer.
"Mungkin dibantu oleh salah seorang wanita pelayan kami. Ada seorang di
antaranya yang tak kusenangi. Namanya Sarah Stick."
"Ah!" kata Julian dengan segera. "Pasti dia orangnya! Kedua orang yang membawamu
ke mari adalah Pak dan Ibu Stick. Mestinya pelayan yang bernama Sarah Stick itu
keluarga mereka juga. Menurut perasaanku ketiga-tiganya bekerja untuk orang lain
- seseorang yang memiliki kapal, sehingga bisa membawamu ke mari dan
menyembunyikanmu di sini."
"Tempat ini memang cocok sekali," kata George. "Kalau bukan kami, takkan ada
orang yang bisa mengetahuinya."
Anak-anak sarapan dan minum coklat sambil merundingkan rencana selanjutnya.
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pagi ini juga kita naik perahu ke daratan," kata Julian. "Di sana langsung
menghadap ke kantor polisi, bersama Jennifer. Kurasa berita mengenai lenyapnya
dimuat dalam setiap surat kabar. Jadi polisi akan segera mengenalinya."
"Mudah-mudahan saja mereka berhasil menangkap keluarga Stick," kata George.
"Jangan-jangan mereka langsung menghilang, begitu mendengar bahwa Jennifer sudah
ditemukan." "Ya - kemungkinan itu harus kita beritahukan pada polisi," kata Julian sambil
berpikir. "Sebaik nya jangan disebarkan dulu kabar bahwa Jennifer sudah
ditemukan, selama kedua Stick itu belum tertangkap. Aku kepingin tahu di mana
mereka sekarang." "Kita ke perahu saja sekarang," kata Dick. "Tak ada gunanya menunggu lebih lama
di sini. Orang tua Jennifer sudah pasti akan senang apabila menerima kabar bahwa
putri mereka selamat."
"Aku enggan meninggalkan gua yang bagus ini," kata Jennifer. Anak itu sudah tak
takut lagi. Ia merasa senang berkumpul dengan kelima teman barunya. "Aku
kepingin tinggal di sini juga. Apakah kalian akan kembali lagi dan tinggal di
sini, Julian?" "Mungkin kami masih akan tinggal di sini selama beberapa hari lagi," jawab
Julian. "Soalnya saat ini rumah bibi kami kosong, karena ia tiba-tiba sakit dan
harus dirawat di rumah sakit. Paman kami selama itu menemaninya. Jadi tak ada
salahnya apabila kami tetap tinggal di sini, sampai mereka kembali."
"Aduh, asyiknya! Bolehkah aku ikut?" kata Jennifer meminta-minta. Wajahnya
berseri-seri, membayangkan akan tinggal dalam gua di sebuah pulau, bersama
keempat anak yang baik hati serta anjing mereka yang bagus. "Boleh ya" Aku
kepingin sekali. Dan aku juga sangat senang pada Tim."
"Kurasa orang tuamu takkan mengijinkan! Apalagi kau baru saja diculik," jawab
Julian. "Tapi kalau kau kepingin, coba saja tanyakan pada mereka."
Anak-anak masuk ke dalam perahu, sedang Julian mendorongnya ke air. George yang
mendayung. Dengan cekatan didayungnya perahu di sela-sela batu karang yang
runcing. Ketika lewat dekat bangkai kapal, Jennifer meminta pada George agar
arah perahu dibelokkan ke situ. Ia ingin sekali melihat-lihat di kapal itu.
Tetapi Julian dan ketiga saudaranya beranggapan, lebih baik secepat mungkin
mereka ke daratan. Tak lama kemudian mereka sampai di pantai. Alf nampak berdiri di situ. Anak
nelayan itu melihat mereka, lalu melambai-lambai. Begitu perahu sampai di pasir,
ia pun ikut membantu menariknya ke atas.
"Baru saja aku hendak ke tempat kalian," katanya. "Master George, ayahmu sudah
pulang. Tapi ibumu belum! Kabarnya ia sudah mulai sembuh, dan seminggu lagi
pasti bisa kembali ke rumah."
"Kalau begitu untuk apa ayahku pulang?" tanya George dengan heran.
"Kecemasannya timbul ketika ia menelepon, dan tak ada orang di rumah yang
menerima," kata Alf menerangkan. "Begitu sampai, ia langsung ke rumahku dan
bertanya padaku tentang kalian. Ia ingin tahu, di mana kalian berada! Tentu saja
tak kukatakan padanya. Aku bisa menyimpan rahasia. Pagi ini aku sebenarnya
hendak berangkat ke Pulau, karena ingin memberitahukan tentang kedatangan
ayahmu, Master George. Ia marah-marah ketika datang kemarin malam. Tak ada
seorang pun di rumah yang menyediakan makanan untuknya. Rumah berantakan, sedang
barang-barang banyak yang hilang! Saat ini ia sedang ke kantor polisi."
"Astaga!" ujar George. "Padahal kami juga hendak ke sana sekarang. Pasti akan
berjumpa dengannya di situ. Mudah-mudahan saja Ayah tak terlampau marah. Ia tak
bisa diajak bicara, kalau sedang jengkel."
"Ayohlah!" kata Julian mengajak pergi. "Di satu pihak ada baiknya ayahmu di
situ, George - jadi sekaligus kita bisa menerangkan duduk persoalan padanya, dan
juga pada polisi." Mereka meninggalkan Alf yang tercengang-cengang melihat Jennifer bersama mereka.
Ia tak tahu dari mana anak itu datang. Sudah jelas tak ikut sewaktu berangkat -
tetapi bersama-sama waktu kembali. Bagaimana mungkin terjadi" Alf bingung
memikirkannya. Anak-anak sampai ke kantor polisi, lalu langsung masuk. Polisi yang ada di depan
heran melihat kedatangan mereka.
"He! He!" serunya. "Ada apa kalian beramai-ramai ke mari" Apakah habis merampok,
dan sekarang hendak mengaku dosa?"
"St! Dengar!" ujar George tiba-tiba, karena terdengar suara seseorang berbicara
keras-keras di kamar sebelah. "Itu suara ayahku!"
Ia bergegas menghampiri pintu kamar itu. Petugas polisi melarangnya. Ia sangat
terkejut. "He, jangan masuk ke situ," larangnya. "Di dalam ada Pak Inspektur. Ia khusus
datang ke mari untuk urusan penting. Jadi tidak boleh diganggu."
Tetapi George sudah membuka pintu kamar, dan langsung masuk. Ayahnya berpaling
dan melihat George. Saat itu juga ia bangkit.
"George! Ke mana saja kau selama ini" Kenapa kau berani-berani pergi
meninggalkan rumah kita! Sebagai akibatnya kita kena rampok habis-habisan. Aku
sedang melaporkan pada Pak Inspektur, apa-apa saja yang hilang."
"Jangan khawatir, Ayah," kata George. "Ayah benar-benar tak perlu khawatir.
Barang-barang itu telah kami temukan kembali. Apa kabar Ibu?"
"Sudah hampir sembuh," jawab ayahnya. Kelihatannya ia masih marah dan heran.
"Syukur aku bisa kembali dan memberi kabar padanya bahwa kau tak apa-apa. Ibu
selalu bertanya-tanya tentang kalian! Dan aku terpaksa mengatakan kabar kalian
baik-baik saja, agar ia jangan cemas. Tapi aku sama sekali tak tahu apa yang
terjadi dengan kalian, atau di mana kalian berada. Aku benar-benar marah padamu.
Ke mana saja kalian selama ini?"
"Di Pulau," kata George dengan wajah cemberut, seperti biasanya apabila ayahnya
marah padanya. "Julian akan menceritakan tentang soal itu pada Ayah."
Julian masuk, diikuti oleh Dick, Anne, Jennifer dan Tim. Pak Inspektur mengamat-
amati mereka. Pak Inspektur berbadan besar tinggi, bermata tajam dengan alis
tebal. Kelihatan orangnya pintar. Ketika dilihatnya Jennifer, ia tertegun - lalu
cepat-cepat berdiri. "Siapa namamu, Nak?" tanyanya pada anak perempuan itu.
"Jennifer Mary Armstrong," kata Jenny dengan heran.
"Astaga!" ujar Pak Inspektur kaget. "Ini dia anak perempuan yang dicari-cari di
seluruh negeri! Tahu-tahu muncul dengan begitu saja di sini. Dari mana dia?"
"Apa maksud Anda?" tanya ayah George. Sekarang dia yang heran. "Anak mana yang
dicari-cari di seluruh negeri" Sudah berhari-hari aku tak membaca surat kabar."
"Jadi Anda tak membaca berita tentang penculikan Jenny Armstrong?" tanya Pak
Inspektur. Ia duduk kembali, lalu menarik Jenny ke dekatnya. "Ia putri Harry
Armstrong, seorang jutawan. Anak itu diculik orang. Penculiknya meminta uang
tebusan sebanyak seratus ribu pound. Wah, kami sudah bersusah-payah mencari-cari
di seluruh negeri - eh, tahu-tahu ia muncul di sini. Baru sekali ini kualami
kejadian seaneh ini. Di mana kau selama ini, Jenny?"
"Di Pulau," jawab Jenny. "Kau sajalah yang menceritakannya, Julian."
Julian bercerita, dari awal sampai akhir. Polisi yang di luar disuruh masuk dan
mencatat keterangan Julian itu. Semua yang hadir mendengarkan dengan tercengang-
cengang. Ayah George benar-benar heran. Ada-ada saja pengalaman anak-anak itu!
Dan mereka selalu berhasil mengatasi segala kerumitan.
"Mungkinkah kau juga mengetahui pemilik kapal yang membawa Jenny ke mari?" tanya
Pak Inspektur. "Tidak," jawab Julian. "Kami hanya mendengar bahwa Kelana akan datang malam
itu." "AHA!" seru Pak Inspektur dengan puas. "Kebetulan kami mengenal kapal yang
bernama 'Kelana'! Sejak beberapa waktu kami memperhatikan gerak-geriknya.
Pemiliknya kami curigai terlibat dalam bermacam-macam kegiatan melanggar hukum.
Kabar ini benar-benar menyenangkan! Yang menjadi pertanyaan sekarang: di mana
suami isteri Stick, dan bagaimana caranya supaya mereka tertangkap basah" Jenny
sudah kalian selamatkan. Jangan-jangan mereka nanti memungkiri perbuatan
mereka!" "Saya tahu bagaimana cara menangkap mereka," ujar Julian cepat-cepat. "Anak
mereka, Edgar, kami kurung dalam bilik bawah tanah di mana Jenny sebelumnya
terkurung. Jika salah seorang dari kami mengatakan pada mereka di mana Edgar
berada, maka pasti mereka akan pergi ke Pulau Kirrin dan langsung menuju ke
ruangan bawah tanah. Dan kalau Bapak memergoki mereka ketika sedang di sana,
maka takkan mungkin mereka masih bisa mengatakan tak tahu apa-apa tentang tempat
itu, dan belum pernah datang ke situ."
"Memang dengan begitu persoalan menjadi lebih gampang," kata Pak Inspektur. Ia
memijit bel, memanggil polisi seorang lagi. Pak Inspektur menyampaikan
keterangan tentang rupa suami isteri Stick padanya, lalu memerintahkannya agar
mengamat-amati daerah sekitar situ. Begitu kedua orang itu ditemukan, ia harus
segera melaporkan. "Kalau begitu, barangkali kau saja yang mengobrol dengan mereka tentang Edgar,
Julian," kata Pak Inspektur sambil tersenyum. "Kalau mereka kembali ke Pulau
kita akan mengikuti dari belakang dan menyergap mereka di sana. Kita akan
mempunyai bukti-bukti kuat. Terima kasih atas bantuan kalian. Sekarang kita
harus menelepon orang tua Jenny, untuk mengabarkan bahwa anak mereka sudah
selamat." "Selama itu ia bisa ikut dengan kami ke Pondok Kirrin," kata ayah George. Ia
masih tetap nampak agak bingung mengalami kejadian-kejadian yang tak terduga-
duga itu. "Aku telah meminta Joanna, juru masak kami yang dulu, agar mau
membantu membereskan urusan di rumah sebentar. Jadi ada orang yang bisa diserahi
tugas mengurus anak-anak. Mereka semua harus kembali."
"Baiklah, Ayah," jawab George dengan tegas. "Kami akan pulang selama hari ini
saja. Tapi kami bermaksud hendak tinggal selama seminggu lagi di Pulau Kirrin,
sampai Ibu kembali dari rumah sakit. Biarlah Joanna sendiri merawat rumah kita,
supaya semuanya beres apabila Ibu pulang. Ia tak perlu repot-repot mengurus kami
pula! Kami bisa mengurus diri sendiri di Pulau."
"Menurut pendapatku anak-anak ini layak diberi hadiah atas jasa mereka," kata
Pak Inspektur mencampuri pembicaraan. Jadi persoalan itu beres.
"Baiklah," kata ayah George, "Kalian boleh kembali ke Pulau! Tapi ingat, kalau
Ibu pulang kalian harus kembali, ya."
"Tentu saja," jawab George. "Saya sudah ingin bertemu dengan Ibu. Tapi tanpa
Ibu, tak enak rasanya tinggal di rumah. Lebih senang hidup di Pulau."
"Aku juga kepingin ikut," ujar Jenny tanpa tersangka-sangka. "Pak Inspektur!
Mintalah agar orang tuaku datang ke Kirrin, ya - nanti aku akan bisa minta ijin,
agar diperbolehkan ikut dengan anak-anak."
"Aku akan berusaha sebaik-baiknya," kata Pak Inspektur sambil tersenyum
memandang kelima anak-anak itu. Anak-anak senang padanya, karena ia sangat
ramah. Ayah George bangkit.
"Ayohlah," katanya. "Aku kepingin makan siang. Perutku lapar sekali, setelah
mengalami peristiwa yang begitu mendebarkan hati. Kita lihat saja nanti,
hidangan apa yang telah disiapkan oleh Joanna!"
Mereka pun pergi berbondong-bondong sambil ribut berbicara. Ayah George bingung
mendengarnya. Entah kenapa, nampaknya ia selalu terlibat dalam kejadian-kejadian
seru yang dialami oleh anak-anak!
XXII KEMBALI KE PULAU KIRRIN! TAK LAMA kemudian mereka berkumpul di Pondok Kirrin. Kedatangan mereka disambut
oleh Joanna, juru masak mereka yang dulu. Ia tercengang-cengang mendengar kisah
pengalaman mereka. Sementara itu ia tidak tinggal diam saja, melainkan sibuk
menyiapkan makan siang. Sementara mereka sedang makan, Julian yang kebetulan memandang ke luar jendela
melihat sesosok tubuh yang dikenalnya dengan baik. Orang yang dilihatnya itu
sedang mengendap-ngendap di balik pagar.
"Pak Stick!" katanya, lalu meloncat bangkit dari tempat duduknya. "Aku akan
mendatanginya. Kalian menunggu di sini."
Julian lari ke luar, mengitari pojok rumah lalu berdiri berhadap-hadapan dengan
Pak Stick. Orang itu terkejut melihat Julian sekonyong-konyong muncul di
depannya. "Mau tahu di mana Edgar sekarang?" tanya Julian. Ia sama sekali tak merasa perlu
mengucapkan salam terlebih dulu. Untuk apa berbasa-basi dengan orang jahat!
Pak Stick terkejut. Ia bingung. Tak tahu apa yang harus dikatakan. Ia hanya bisa
menatap Julian. "Ia di ruangan bawah tanah, terkurung dalam bilik batu," ujar Julian dengan
suara misterius. "Kau tak tahu apa-apa tentang Edgar," ujar Pak Stick. "Kau ke mana" Bukankah
kalian sudah pulang ke rumah?"
"Sudahlah," kata Julian mengelakkan pertanyaan itu. "Pokoknya apabila ingin
menemukan Edgar - cari dalam bilik di bawah tanah!"
Pak Stick melotot sebentar memandangnya. Sudah itu ia pergi. Julian bergegas
masuk ke rumah, lalu menelepon kantor polisi. Ia merasa yakin, Pak Stick akan
menyampaikan kata-katanya pada Ibu Stick. Dan Ibu Stick pasti akan memaksa
kembali ke Pulau Kirrin, karena ingin melihat apakah kata-katanya itu benar.
Jadi polisi tinggal mengamat-amati perahu-perahu yang terdapat di pantai, untuk
melihat kapan keluarga Stick pergi ke Pulau.
Anak-anak selesai makan siang. Paman Quentin mengatakan bahwa ia harus segera
kembali ke rumah sakit, karena Bibi Fanny pasti sudah tak sabar lagi menunggu
berita. "Akan kukatakan padanya bahwa kalian sedang bersenang-senang di Pulau," katanya.
"Mengenai pengalaman kalian, lebih baik kalau kutunggu dulu sampai ia sudah di
rumah lagi." Ayah George berangkat naik mobil. Sesaat anak-anak bingung, apakah sebaiknya
segera berangkat ke Pulau atau tidak. Tetapi akhirnya mereka memutuskan akan
menunggu sebentar, karena mereka tak tahu Jenny harus ke mana apabila mereka
pergi saat itu juga. Tak lama kemudian sebuah mobil besar muncul di jalan, dan berhenti di depan
pintu pagar pekarangan Pondok Kirrin. Seorang laki-laki jangkung berambut merah
keluar dari dalam mobil, diikuti seorang wanita cantik.
"Pasti itu orang tuamu, Jenny," kata Julian.
Dugaannya benar. Jennifer dipeluk dan diciumi oleh orang tuanya yang gembira
karena berkumpul lagi dengan putri kesayangan mereka. Jenny disuruh bercerita
berulang kali. Ayahnya tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Julian
beserta saudara-saudaranya.
"Sebutkan saja hadiah apa yang kalian inginkan," katanya. "Kalian akan
mendapatnya! Aku tak sanggup menyatakan rasa terima kasihku, atas jasa kalian
menyelamatkan Jenny dari tangan penculik!"
"Kami tak menginginkan apa-apa," kata Julian dengan sopan. "Kami sendiri pun
senang karenanya. Kami menyukai pengalaman-pengalaman yang mendebarkan hati!"
"Ah, pasti ada yang kalian inginkan!" ujar ayah Jenny mendesak.
Julian melirik saudara-saudaranya. Ia tahu, tak seorang pun dari mereka
mengharapkan diberi hadiah. Jenny menyenggolnya sambil mengangguk-angguk.
Melihat gelagat anak itu, Julian tertawa.
"Yah," katanya, "kalau dipaksa juga, ada sesuatu yang sangat kami inginkan!"
"Kau tak perlu menyebutkannya lagi. Kuberi!" kata ayah Jenny bermurah hati.
"Bolehkah Jenny ikut dengan kami, menginap selama seminggu di Pulau Kirrin?"
tanya Julian. Jenny menjerit girang, lalu menggenggam lengan Julian erat-erat.
Orang tua Jenny agak kaget mendengar permintaan itu.
"Wah - " kata ayahnya agak ragu, "wah, bagaimana ya" Soalnya Jenny baru saja
habis diculik - saat ini kami tak ingin jauh-jauh daripadanya - dan...."
"Ayah tadi berjanji akan memberikan apa pun juga yang diminta oleh Julian," kata
Jenny mendesak. "Ayah sudah berjanji! Ijinkanlah aku ikut, Ayah! Ya" Aku sudah
selalu ingin tinggal di sebuah pulau. Pulau ini bagus sekali, Ayah! Ada sebuah
gua yang benar-benar menarik, dan ada puri kuno yang sudah meruntuh, lalu
ruangan-ruangan bawah tanah di mana aku dikurung, lalu - "
"Kami akan mengajak Tim, anjing kami," sela Julian. "Lihat saja, badannya besar
sekali! Kalau ada Tim, kami tak mungkin mengalami bahaya!"
Tim menggonggong dengan suaranya yang berat, seolah-olah menegaskan kata-kata
Julian. "Baiklah! Kau boleh ikut, Jenny. Tapi dengan satu syarat," kata ayah anak itu
pada akhirnya. "Besok aku beserta ibumu akan datang ke sana dan tinggal sehari
penuh bersama kalian. Supaya kami yakin bahwa kalian tak kekurangan suatu apa
pun di sana." "Wah! Terima kasih! Terima kasih, Ayah!" seru Jenny sambil menari-nari
sekeliling kamar. Ia diperbolehkan tinggal seminggu di Pulau Kirrin bersama
teman-teman barunya, dijaga oleh Tim! Anak itu gembira sekali! Ia bahkan
diperbolehkan menginap di Pondok Kirrin, sementara orang tuanya tidur di hotel.
Tak lama kemudian orang tua Jenny pergi lagi, karena masih harus ke kantor
polisi untuk meminta keterangan tentang peristiwa penculikan secara terperinci.
Anak-anak ke dapur, untuk melihat kalau-kalau Joanna membuatkan kue sebagai
hidangan minum teh. Menjelang saat minum teh, terdengar pintu diketuk dari luar. Seorang polisi
berbadan besar berdiri di depan pintu.
"Master Julian ada di rumah?" tanyanya. "Ah, kau sendiri! Kami memerlukan
bantuanmu. Suami isteri Stick baru saja berangkat dengan perahu mereka ke Pulau.
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekoci kami sudah siap di pantai. Tapi kami tak mengenal jalan keluar masuk di
sela-sela batu karang berbahaya yang mengelilingi Pulau Kirrin. Bisakah kau atau
Miss Georgina mengantar kami ke sana?"
"Aku George, bukan Georgina," kata George tersinggung,
"Maaf, Pak!" kata polisi itu sambil nyengir. Ia geli melihat tingkah George yang
memang agak kelaki-lakian. "Kau bisa ikut?"
"Kami semua akan ikut!" seru Dick sambil meloncat. "Aku ingin kembali ke sana,
dan tidur lagi di gua malam ini. Kenapa kita harus menyia-nyiakan satu malam.
Besok perahu bisa kembali guna menjemput orang tua Jenny. Kami semua ikut
sekarang!" Polisi itu agak ragu, apakah anak sebanyak itu bisa muat semuanya dalam perahu
polisi. Tetapi anak-anak tetap mendesak. Karena mereka tak bisa membuang-buang
waktu lagi, akhirnya mereka berdesak-desak seperahu dengan tiga orang polisi
yang besar-besar. Seperti biasa, Tim juga ikut.
George bertindak sebagai penunjuk jalan. Tak lama kemudian mereka sudah mendarat
di teluk kecil. Sedang suami isteri Stick mengambil jalan mengitar lewat bangkai
kapal, dan mendarat di tepi pulau yang lebih berbatu-batu.
"Sekarang jangan ribut-ribut," kata Julian memperingatkan. Mereka berjalan
menyelinap menuju runtuhan puri. Suami isteri Stick tak nampak di halaman.
"Kita ke bawah tanah," ujar Julian. "Aku membawa senter. Kurasa mereka sudah ke
bawah, karena ingin membebaskan Edgar yang tersayang."
Mereka menuruni tangga batu, menuju ruangan bawah tanah. Sekali itu Anne ikut
turun, sambil memegang tangan seorang polisi erat-erat. Mereka bergegas melewati
lorong yang panjang dan berbelit-belit.
Akhirnya sampai di depan pintu bilik tempat Edgar terkurung. Gerendel sebelah
atas dan bawah masih tertutup.
"Lihatlah!" bisik Julian sambil menyorotkan cahaya senternya ke pintu. "Mereka
belum ke mari." "Ssst!" desis George, karena Tim mulai menggeram-geram. "Ada orang datang! Ayoh,
kita bersembunyi. Kurasa suami isteri Stick datang!"
Mereka bersembunyi di balik dinding dekat situ. Terdengar bunyi langkah-langkah
mendekat, disusul oleh suara Ibu Stick yang berbicara dengan nada marah,
"Aku takkan diam saja, apabila anakku benar-benar terkurung di dalam bilik!
Keterlaluan, anak tak bersalah dikurung! Aku tak mengerti. Kalau ia ada di situ,
lantas ke mana anak perempuan yang kita kurung" Ayoh jawab! Kurasa kepala kita
berkhianat, karena tak mau membagi uang tebusan. Bukankah ia sudah berjanji akan
memberi uang sebanyak seribu pound, apabila Jenny Armstrong kita sembunyikan
selama seminggu" Kurasa kita ditipu olehnya! Disuruhnya orang ke mari, dan anak
perempuan itu diambil kembali. Sedang Edgar dijebloskan ke dalam kurungan!"
"Mungkin kau benar, Clara," kata Pak Stick. Terdengar suaranya semakin dekat.
"Tapi dari mana anak yang bernama Julian itu tahu bahwa Edgar terkurung di sini"
Banyak yang tak kumengerti dalam perkara ini."
Sementara itu suami isteri Stick sudah berdiri di depan pintu bilik. Si Bau ikut
bersama mereka. Anjing itu mencium bau orang-orang yang bersembunyi, lalu
mendengking-dengking ketakutan. Pak Stick menendangnya.
"Jangan berisik! Sudah cukup pusing kepalaku mendengar gema suaraku sendiri. Kau
tak perlu menambah lagi dengan dengkinganmu!"
Ibu Stick memanggil-manggil,
"Edgar! Kau ada di dalam" Edgaar!"
"Mama!" seru Edgar dari dalam bilik. "Ya, aku di sini! Mama, aku mau keluar! Aku
takut! Aku mau keluar!"
Dengan segera Ibu Stick menggeserkan gerendel, lalu membuka pintu. Ia melihat
Edgar berdiri di dalamnya, diterangi cahaya lentera. Anak itu lari menghampiri
ibunya sambil merengek-rengek ketakutan.
"Siapa mengurungmu di dalam?" tanya Ibu Stick. "Adukan pada ayahmu. Biar orang
itu dihajarnya! Ya, Ayah" Kurang ajar, anak sedang ketakutan dijebloskan ke
dalam bilik gelap di bawah tanah. Jahat benar orang itu!"
Tiba-tiba ketiga keluarga Stick terkejut setengah mati - karena tahu-tahu muncul
seorang polisi berbadan besar dari tempat gelap. Tangannya yang satu memegang
senter, sedang di tangan sebelahnya tergenggam sebuah buku notes!
"Aba!" kata polisi itu dengan suara berat. "Katamu tadi benar, Clara Stick.
Memang jahat perbuatan orang yang mengurung anak yang ketakutan dalam bilik itu!
Dan bukankah justru itu yang kaulakukan dengan Jenny Armstrong. Anak perempuan
itu masih kecil. Anakmu tahu bahwa ia takkan apa-apa - tetapi anak perempuan itu
setengah mati ketakutan!"
Ibu Stick hanya bisa berdiri seperti terpaku di tempatnya. Mulutnya terbuka dan
tertutup lagi, seperti ikan maskoki. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya yang
mengap-mengap. Sedang Pak Stick terjerit-jerit, seperti tikus masuk perangkap.
"Kita tertipu! Rupanya mereka memasang jebakan. Kita tertipu!"
Edgar mulai menangis tersedu-sedu, seperti anak kecil. Anak-anak muak
melihatnya. Julian menyalakan senternya. Tiba-tiba keluarga Stick melihat anak-
anak itu berkerumun di depan mereka.
"Astaga! Anak-anak ada di sini semua - dan itu Jenny Armstrong!" kata Pak Stick
terheran-heran. "Apa yang terjadi di sini" Siapa yang mengurung Edgar?"
"Jawabannya akan kaudengar apabila kita sudah berada di kantor polisi," ujar
polisi berbadan besar. "Sekarang ikut kami!"
Keluarga Stick tidak berdaya lagi. Mereka berjalan mengikuti polisi. Edgar
menangis terisak-isak. Sudah dibayangkannya ayah dan ibunya dalam penjara,
sedang ia sendiri dimasukkan ke Panti Pendidikan Anak-anak Nakal. Bertahun-tahun
ia takkan boleh bertemu dengan ibunya. Sebetulnya hal itu tak mengapa, karena
baik Pak Stick maupun Ibu Stick bukan orang tua yang baik. Edgar hanya diajar
hal-hal yang buruk saja oleh mereka. Mungkin anak malang itu bisa menjadi orang
baik-baik, apabila ia dipisahkan dari orang tuanya. Anak itu harus diberi
teladan baik! "Kami tak ikut kembali," kata Julian dengan sopan pada polisi-polisi yang
membawa mereka. "Kami menginap di sini malam ini. Bapak-bapak bisa kembali
dengan perahu keluarga Stick. Mereka tahu jalan. Bawa saja anjing mereka. Itu
dia - kami menamakannya si Bau."
Polisi berhasil menemukan perahu keluarga Stick. Mereka berangkat bersama-sama.
Si Bau tak mau ketinggalan. Anjing itu bergegas meloncat ke dalam perahu. Ia
merasa lega, karena bisa menyingkir dari pelototan Tim.
Julian mendorong perahu itu ke air.
"Selamat jalan!" serunya. Anak-anak lainnya ikut melambai-lambai.
"Selamat jalan, Pak Stick, jangan suka menculik anak lagi! Selamat jalan, Ibu
Stick, jaga Edgar baik-baik - nanti diculik lagi! Selamat jalan, Jerawat,
berusahalah menjadi anak yang baik! Selamat jalan, Bau, kau harus cepat mandi.
Selamat jalan semuanya!"
Ketiga polisi nyengir mendengar seruan anak-anak. Mereka ikut melambai-lambai.
Tetapi keluarga Stick diam saja. Mereka duduk dalam perahu dengan wajah
cemberut. Mereka masih bingung, apa sebabnya rencana yang begitu bagus ternyata
berakhir seperti itu. Perahu yang mengangkut penculik-penculik sial itu lenyap di balik sebuah batu
besar. "Horee!" seru Dick. "Mereka sudah pergi - untuk selama-lamanya! Kita sendiri
lagi di pulau kita! Ayoh, Jenny - kami tunjukkan pulau ini padamu. Kita akan
bersenang-senang di sini."
Kelima anak-anak itu berlari-lari dengan perasaan senang dan bahagia, disertai
oleh anjing mereka yang setia. Mereka sudah sendiri lagi di pulau mereka yang
tercinta. Kita tinggalkan saja mereka, menikmati kebahagiaan di sana selama
seminggu. Sudah selayaknya mereka menikmatinya!
Scan & DJVU: BBSC Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://epublover.blogspot.com
http://facebook.com/epub.lover
(Pengeditan HANYA dengan metode pemeriksaan Spell & Grammar, bukan full-edited)
Rahasia Tombak Dewa 1 Pendekar Rajawali Sakti 69 Titisan Ratu Pantai Selatan Kisah Pendekar Bongkok 4
yang baik untuk mengangkutnya ke tempat aman" Bukankah Pak Stick itu pelaut!
Pasti ia mengenal seluk-beluk penyelundupan. Kurasa ia termasuk komplotan
penyelundup." "Kurasa kau benar!" ujar George bersemangat. "Sekarang kita menunggu saja sampai
keluarga Stick sudah pergi lagi. Sudah itu kita turun ke ruangan bawah tanah.
Kita periksa tempat itu - karena barangkali saja ada barang-barang disembunyikan
di situ! Kita akan menyelidiki rahasia mereka, lalu mencegahnya. Wah! Benar-
benar mengasyikkan!"
XVI KELUARGA STICK KETAKUTAN TETAPI ternyata keluarga Stick tidak pergi! Setiap kali salah seorang di antara
keempat anak yang bersembunyi dalam gua naik ke puncak tebing, selalu nampak
salah seorang dari keluarga Stick. Hari makin larut. Matahari mulai terbenam.
Tetapi keluarga Stick masih belum pergi juga. Julian lari ke pantai yang
letaknya tak jauh dari tempat persembunyian mereka. Di situ ia menemukan sebuah
perahu kecil. Ternyata keluarga Stick berhasil menemukan jalan mengitari Pulau
Kirrin, lalu berdayung ke dekat bangkai kapal. Mungkin pula mereka naik sebentar
ke atas. Sudah itu datang ke pantai, berperahu dengan cekatan melewati batu-batu
karang yang merintangi. "Kelihatannya keluarga Stick akan menginap di sini," ujar Julian dengan suram.
"Terganggu ketenangan kita sekarang karenanya! Kita sudah susah-susah minggat
karena tak mau diganggu lagi oleh keluarga Stick - eh, tahu-tahu mereka muncul
di sini! Benar-benar sialan!"
"Mereka kita takut-takuti!" kata George tiba-tiba. Matanya berkilat-kilat
diterangi cahaya lilin yang berkelip-kelip dalam gua.
"Apa maksudmu?" kata Dick bersemangat. Ia selalu menyukai ide yang datang dari
George, walau kadang-kadang ide itu gila-gilaan.
"Begini! Menurut pendapatku, mestinya mereka menginap dalam salah satu ruangan
di bawah tanah," kata George. "Di puri tak ada lagi tempat yang masih bisa
didiami, sebab kalau ada tentu sudah kita tempati lebih dulu. Satu-satunya
tempat yang bisa dipakai terdapat di bawah tanah. Aku sendiri tak mau tidur di
sana. Tapi kurasa keluarga Stick tak keberatan."
"Lalu?" tanya Dick dengan tidak sabar. "Bagaimana idemu?"
"Bagaimana kalau kita turun ke situ dengan diam-diam lalu berteriak-teriak
sehingga ribut gemanya," usul George. "KRU masih ingat tentunya, dulu kita juga
ngeri mendengar gema di sana, ketika kita masuk untuk pertama kali. Kita cukup
mengatakan satu dua patah kata. Nanti kan bergema, makin lama makin ribut!"
"O ya, aku ingat lagi," kata Anne. "Sedang Timmy saja ngeri ketika mendengar
gema gonggongannya sendiri! Dikiranya ada beribu-ribu anjing besar bersembunyi
di bawah tanah!" "Hebat," ujar Julian. "Biar keluarga Stick ketakutan setengah mati! Salah mereka
sendiri, berani-berani datang seenaknya ke pulau kita. Kalau kita berhasil
membuat mereka lari ketakutan, berarti kita menang! Ayohlah, kita lakukan
sekarang juga!" "Bagaimana dengan Tim?" tanya Anne. "Tidakkah lebih baik ia ditinggal di sini
saja?" "Tidak! Ia bisa ikut, dan menjaga di jalan masuk ke ruangan bawah tanah," ujar
George. "Kalau ternyata nanti ada penyelundup-penyelundup yang benar datang, Tim
bisa memperingatkan kita. Aku tak mau meninggalkannya."
"Ayohlah, kita pergi sekarang!" kata Julian. "Hari sudah gelap, tapi aku membawa
senter. Begitu kita mengetahui dengan pasti bahwa keluarga Stick ada dalam
ruangan di bawah tanah, kita bisa mulai menakut-nakuti mereka!"
Keluarga Stick tak nampak di luar. Tak ada api unggun atau nyala lilin, dan tak
terdengar suara orang bercakap-cakap. Jadi mungkin mereka sudah pergi
meninggalkan pulau, atau sudah turun ke ruangan bawah tanah. Batu-batu yang
tertumpuk di atas jalan masuk sudah disingkirkan. Anak-anak merasa yakin bahwa
musuh mereka ada di bawah.
"Tim, kau harus menjaga di sini," kata George sambil berbisik. "Tapi kau tak
boleh ribut, ya. Kalau ada orang datang, baru menggonggong! Tapi kalau tidak,
kau tak boleh ribut. Kami akan turun ke dalam ruangan bawah tanah."
"Lebih baik aku di sini saja, bersama Tim," kata Anne sekonyong-konyong. Ia agak
ngeri ketika melihat jalan masuk yang gelap. "Mungkin saja Tim nanti ketakutan,
George! Atau merasa kesepian, karena harus seorang diri di sini?"
Saudara-saudaranya tertawa geli. Mereka tahu bahwa Anne ketakutan. Julian
memegang lengan adiknya itu.
"Baiklah, kau tinggal saja di sini," katanya berbaik hati. "Kau menemani Tim."
Sudah itu Julian, George dan Dick menuruni anak tangga yang banyak jumlahnya,
masuk ke dalam ruangan bawah tanah. Mereka sudah pernah ke situ musim panas yang
lalu, ketika sedang mencari harta yang hilang. Dan sekarang mereka masuk lagi ke
dalam! Akhirnya mereka sampai di bawah. Ruangan-ruangan bawah tanah itu terdiri dari
sejumlah bilik. Ada yang besar, dan ada pula yang kecil. Ruangan-ruangan itu
berhawa lembab. Mungkin jaman dulu ruangan-ruangan itu dipakai sebagai tempat
mengurung tawanan! Anak-anak menyelinap melewati lorong-lorong yang gelap. Julian membawa sepotong
kapur putih. Sambil berjalan ia membuat tanda di sana sini, supaya gampang
menemukan jalan kembali nanti.
Sekonyong-konyong anak-anak mendengar suara orang bercakap-cakap. Mereka pun
melihat cahaya penerangan di depan. Mereka berhenti, lalu berbisik-bisik
sebentar. "Mereka di kamar tempat kita menemukan harta karun. Rupanya di situlah mereka
tidur! Bunyi apa saja yang akan kita teriakkan?"
"Aku jadi sapi," kata Dick. "Aku bisa menguak seperti sapi!"
"Dan aku jadi biri-biri," sambung Julian. "Kau jadi kuda, George. Kau pintar
meringkik-ringkik, dan mendengus-dengus, persis seperti kuda. Kau saja yang
mulai, Dick!" Sambil bersembunyi di balik sebuah tiang batu, Dick membuka mulut lebar-lebar
lalu mulai menguak seperti sapi. Bunyinya memilukan, seolah-olah ada seekor sapi
sedang kesakitan. Dengan segera suaranya menggema, makin lama semakin nyaring.
Gema itu terpantul ke mana-mana, Sehingga akhirnya seolah-olah ada seribu ekor
sapi tersasar ke dalam ruangan bawah tanah dan menguak-nguak ketakutan.
Stick anak-beranak kaget dan ketakutan mendengar bunyi yang timbul secara
sekonyong-konyong itu. "Mama! Suara apa itu?" kata Edgar. Ia nyaris menangis karena ketakutan. Si Bau
cepat-cepat meringkuk ke pojok bilik. Ia pun ketakutan!
"Sapi," kata Pak Stick tercengang. "Itu suara sapi! Tak kaudengar suaranya
menguak" Dari mana datangnya sapi-sapi itu?"
"Omong kosong!" kata Ibu Stick, setelah agak pulih rasa terkejutnya. "Kau gila!
Mana mungkin ada sapi dalam ruangan-ruangan bawah tanah ini. Sebentar lagi
kaukatakan, di sini ada biri-biri!"
Kebetulan sekali sewaktu Ibu Stick berkata begitu, Julian mulai mengembik
seperti biri-biri. Suaranya langsung disambung gema yang berpantulan kian ke
mari. Tiba-tiba saja ruangan-ruangan gelap itu penuh dengan suara biri-biri.
Seakan-akan beratus-ratus ekor biri-biri tersasar di dalamnya!
Pak Stick terlompat dari duduknya. Mukanya pucat pasi.
"Nah! Itu kan suara biri-biri!" katanya. "Ada apa di sini" Aku sudah selalu
merasa kurang enak di sini! Seperti ada semacam perasaan buruk."
Sementara itu gema suara biri-biri mengembik, sudah disambung dengan suara kuda.
George meringkik-ringkik, menirukan suara seekor kuda yang tak sabar. Ia
mendongak, lalu mendengus-dengus. Kakinya dientak-entakkan ke lantai batu.
Seketika itu juga bunyi kakinya menggema. Bunyi ringkik, dengus dan entakan kaki
kuda menggema makin lama makin nyaring, menjadi dua puluh kali lebih nyaring
ketika sampai di bilik tempat keluarga Stick menginap.
Si Bau mendengking-dengking ketakutan. Dirapatkannya tubuh ke lantai, seakan-
akan ingin menghilang ke dalam bumi. Edgar memegang tangan ibunya erat-erat.
"Mama, kita naik saja," rintihnya. "Aku tak tahan lama-lama di sini. Dalam
ruangan-ruangan bawah tanah ini ada beratus-ratus biri-biri, kuda dan sapi
berkeliaran. Mereka tak nampak, tetapi terdengar jelas suara mereka. Pasti
hantu! Aku takut, Ma!"
Pak Stick menjengukkan kepala ke luar pintu bilik, lalu berseru kuat-kuat,
"He! Pergi dari sini! Jangan ganggu kami!"
George tertawa cekikikan. Kemudian ia berseru lagi, dengan suara serak diberat-
beratkan. "AWAS!" serunya. Seketika itu juga suaranya menggema.
"AWAS! WAS! WASWASWASASASAS!"
Pak Stick cepat-cepat masuk lagi ke bilik, lalu menyalakan sebatang lilin lagi.
Ditutupnya daun pintu yang kokoh. Tangannya gemetar.
"Benar-benar aneh!" katanya setengah berbisik. "Aku tak mau tinggal lebih lama
di sini, kalau setiap malam terjadi peristiwa seperti ini!"
Sementara itu Julian, Dick dan George sudah tidak bisa lagi menahan tertawa
mereka. Ketiga-tiganya cekikikan! Mereka tak sanggup lagi meniru-nirukan suara
sapi, kuda ataupun biri-biri. George mulai bersuara seperti seekor babi.
Bunyinya mirip sekali, sehingga Dick tertawa terguling-guling di lantai. Di
mana-mana terdengar suara babi!
"Ayohlah, kita keluar saja," kata Julian. "Bisa mati kita di sini nanti, karena
menahan tertawa. Ke luar!"
Seketika itu juga menggema bisikannya,
"Keluar! Keluar! Luar - luar - uar-uararar!"
Ketiga anak itu cepat-cepat naik sambil menyumbat mulut dengan sapu tangan.
Mereka mudah menemukan jalan sampai ke tangga, karena mengikuti tanda-tanda yang
telah dibuat oleh Julian di dinding lorong. Mustahil mereka bisa tersesat!
Sesampai di atas mereka duduk di anak tangga bersama Anne dan Tim. Dengan
terbatuk-batuk karena tertawa, mereka bercerita tentang perbuatan dalam ruangan
bawah tanah. "Kami mendengar suara Pak Stick berteriak menyuruh kami pergi," kata George.
"Kedengarannya ia sangat ketakutan! Sedang si Bau, sedikit pun tak terdengar
suaranya. Kutanggung sesudah pengalaman ini, keluarga Stick besok malam pasti
tak mau lagi menginap di sini! Tentunya mereka tadi ngeri setengah mati!"
"Wah, benar-benar asyik kita tadi!" ujar Julian. "Sayang aku kemudian tertawa.
Padahal aku baru saja bermaksud hendak berteriak seperti gajah. Bayangkan!
Beratus-ratus ekor gajah dalam ruangan di bawah tanah. Pasti gemanya akan hebat
sekali!" "Aneh!" ujar Dick dengan tiba-tiba. Selama itu ia nampak sedang berpikir-pikir.
"Untuk apa keluarga Stick menginap di pulau ini" Mereka pergi dari Pondok Kirrin
- tapi mereka bukan mencari kita! Rupanya mereka memang sekongkol dengan para
penyelundup. Mungkin karena itulah Ibu Stick bekerja sebagai juru masak di rumah
kalian, George! Dengan begitu mereka berada dekat ke Pulau Kirrin jika saatnya
sudah tiba - yaitu apabila para penyelundup memerlukan bantuan mereka!"
"Kita kan bisa kembali ke Pondok Kirrin sekarang?" kata Anne. Ia senang tinggal
di pulau itu, tetapi saat itu sudah enggan karena keluarga Stick ada di situ.
"Apa katamu" Kembali ke Pondok Kirrin" Kau mau meninggalkan petualangan yang
baru saja mulai"!" ujar George dengan nada mencemoohkan. "Kau memang konyol,
Anne. Pulanglah, kalau kau kepingin pulang! Tapi pasti tak ada seorang pun yang
mau ikut denganmu!" "Ah, Anne akan tetap di sini bersama kita," ujar Julian. Ia tahu adiknya akan
merasa tersinggung karena disuruh pulang. "Jangan khawatir - yang akan pergi
dari sini adalah keluarga Stick!"
"Kita kembali saja ke gua," kata Anne. Ia sudah ingin berada di tempat aman itu,
dengan cahaya lilinnya yang terang. Mereka bangkit, lalu berjalan melintasi
pekarangan puri dan menuju ke tembok rendah yang mengelilingi pekarangan itu.
Tembok itu pun mereka lampaui, lalu berjalan menuju ke tebing. Ketika dirasakan
sudah aman, Julian menyalakan senternya. Mereka berjalan dalam gelap, dan ia tak
ingin tiba-tiba terperosok dalam lubang.
Akhirnya Julian berdiri di samping lubang itu. Disorotkannya sinar senter ke
situ, supaya saudara-saudaranya bisa menuruni tali dengan aman. Sambil menunggui
saudara-saudaranya turun, Julian mengamat-amati laut yang gelap.
Tiba-tiba dilihatnya cahaya di tengah laut. Cahaya itu memberi isyarat! Rupanya
orang yang ada di sana melihat sinar senternya. Julian memandang sambil
bertanya-tanya dalam hati. Mungkinkah isyarat itu datang dari sebuah kapal"
Kalau betul, di manakah letak kapal itu, dan kenapa mereka memberi isyarat"
"Mungkin mereka hendak menaruhkan barang-barang selundupan lagi ke bangkai kapal
tua, supaya diambil kemudian oleh keluarga Stick," pikirnya. "Aku ingin tahu,
benarkah dugaanku ini atau tidak! Aku ingin menyelidikinya - tetapi pasti
berbahaya pergi ke sana siang hari, karena bisa ketahuan oleh keluarga Stick!"
Lampu yang di tengah laut masih lama juga berkelip-kelip, seolah-olah
mengisyaratkan pesan tertentu. Julian tak bisa menebak maknanya. Baginya hanya
nampak berupa cahaya lampu yang berkelip-kelip saja. Tetapi ia merasa pasti,
sinar itu merupakan isyarat tertentu bagi keluarga Stick!
"Nah, pokoknya isyarat itu malam ini tidak sampai!" pikir Julian dengan perasaan
geli, ketika akhirnya isyarat berhenti berkelip-kelip. "Kurasa malam ini
keluarga Stick takkan berani keluar dari bilik mereka di bawah tanah! Mereka
ngeri ditubruk beratus-ratus biri-biri, sapi dan kuda yang berkeliaran di
lorong-lorong." Dugaan Julian benar. Keluarga Stick tetap meringkuk dalam bilik. Biar diupah apa
pun, mereka tak mau keluar sebelum pagi.
XVII EDGAR DITAKUT-TAKUTI MALAM itu anak-anak tidur dengan tenang. Mereka merasa yakin bahwa tak ada
kejadian penting sepanjang malam, karena tak sekali pun Tim terdengar menggeram.
Keesokan paginya mereka bangun, lalu sarapan. Hidangannya seperti biasa di Pulau
- nikmat! Lidah asin, buah persik dalam kaleng, roti dengan mentega serta sirup
kental, serta minuman air jahe,
"Sayang, ini botol kita yang terakhir," ujar Julian menyesal. "Air jahe benar-
benar hebat - cocok diminum dengan apa saja!"
"Wah, sarapannya enak sekali," kata Anne. "Benar-benar nikmat! Makanan kita di
Pulau Kirrin selalu enak-enak. Aku ingin tahu, apakah keluarga Stick juga enak."
"Tentu saja!" jawab Dick. "Kurasa mereka pasti membongkar lemari-lemari Bibi
Fanny, lalu mengangkut segala makanan terenak yang mereka temukan di dalamnya."
"Jahat benar mereka!" kata George dengan mata berkilat-kilat karena marah. "Tak
terpikir olehku kemungkinan itu! Jangan-jangan rumah kami dirampok habis-habisan
oleh mereka!" "Mungkin saja," jawab Julian. Dahinya berkerut. "Aku pun tak teringat ke situ!
Nah, bagaimana ya George! Jangan-jangan ibumu nanti kembali dalam keadaan lemah
dan lesu, lalu melihat rumah kosong kena rampok!"
"Astaga!" ujar Anne kecut. "Susah ya, kalau begitu - George?"
"Memang!" jawab George. Kelihatan anak itu sangat marah. "Bisa kubayangkan
keluarga Stick berbuat sejahat itu! Kalau mereka sudah berani datang ke mari
tanpa ijin, pasti mereka pun cukup nekat dan mencuri barang-barang dari rumah
ibuku. Aku kepingin tahu, apakah mereka benar-benar melakukannya."
"Dengan perahu, bisa saja mereka mengangkut barang banyak-banyak," kata Julian.
"Mestinya mereka ke mari dengan perahu. Apabila mereka mengangkut barang curian,
tentunya kemudian disimpan di salah satu tempat. Kurasa dalam ruangan bawah
tanah." "Ada baiknya jika kita memeriksa, tanpa terlihat oleh mereka," usul Dick.
"Kita pergi saja sekarang," sambut George, yang selalu ingin langsung bertindak.
"Anne, kau yang mencuci piring dan membersihkan rumah kita ini, ya?"
Anne agak bimbang. Ia ingin turut bersama saudara-saudaranya. Tetapi ia juga
ingin main rumah-rumahan lagi. Ia senang mengatur barang-barang, membereskan
tempat tidur serta membersihkan gua tempat tinggal mereka itu. Akhirnya ia
memilih tinggal di gua. Julian, George dan Dick naik ke tebing lewat tangga tali. Tim ditinggal untuk
menemani Anne, karena anak-anak khawatir bahwa ia akan menggonggong nanti. Ia
diikat oleh Anne. Meskipun Tim mendengking-dengking sebentar, tetapi ia tidak
ribut. Anak-anak yang pergi mengintai berbaring menelungkup di puncak tebing. Mereka
memandang ke arah puri yang sudah meruntuh di bawah mereka. Mula-mula tak
seorang pun yang nampak di situ. Tetapi tak lama kemudian ketiga Stick anak-
beranak muncul. Rupanya mereka baru keluar dari bawah tanah. Nampaknya lega
karena bisa melihat cahaya matahari lagi. Ketiga anak yang berada di atas tebing
tak heran melihatnya, karena mereka pun tahu bahwa di bawah dingin dan gelap.
Keluarga Stick memandang berkeliling. Si Bau tak mau jauh-jauh dari Ibu Stick.
Buntutnya terselip ke bawah.
"Kelihatannya mereka sedang mencari sapi, biri-biri dan kuda yang mereka dengar
suaranya dalam ruangan bawah tanah kemarin malam!" bisik Dick pada Julian.
Ketiga orang yang di bawah bercakap-cakap sebentar. Sudah itu Pak Stick dan Ibu
Stick pergi menuju pantai yang berhadapan dengan bangkai kapal. Edgar menuju ke
bilik yang mula-mulanya hendak dipakai anak-anak menginap.
"Aku akan mengintip suami isteri Stick," bisik Julian kepada saudara-saudaranya.
"Kalian berdua mengamat-amati perbuatan Edgar."
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Julian pergi menyelinap di balik semak-semak sambil mengikuti suami isteri
Stick. George dan Dick melintasi tebing dengan berhati-hati. Mereka menuju ke
puri yang terletak di tengah pulau itu. Mereka mendengar Edgar bersiul-siul. Si
Bau berlari-lari di halaman puri.
Edgar muncul dari bilik yang sudah runtuh. Ia membawa setumpuk bantal, yang
rupa-rupanya disimpan di situ.
"Itu kan bantal-bantal dipan kepunyaan ibuku," bisik George. Dipegangnya tangan
Dick erat-erat. Mukanya merah padam. "Bantal ibuku yang terbagus! Jahat benar
orang-orang itu!" Dick ikut marah. Jelas keluarga Stick mengangkut segala-galanya yang bisa
diangkut, sewaktu mereka meninggalkan Pondok Kirrin. Diambilnya segumpal tanah.
Setelah mengambil ancang-ancang dengan cermat, gumpalan tanah itu dilontarkannya
ke atas. Tanah berhamburan di halaman, antara Edgar dan si Bau.
Edgar menjatuhkan bantal-bantal yang sedang digendong, lalu memandang ke atas
dengan ketakutan. Nampak jelas, ia mengira ada sesuatu jatuh dari langit. George
mengambil segumpal tanah pula, membidik dengan cermat, lalu melemparkannya
tinggi-tinggi ke udara. Tanah itu berhamburan menjatuhi si Bau. Anjing itu
terdengking, lalu lari terbirit-birit ke lubang yang menuju ke ruangan bawah
tanah. Sekali lagi Edgar memandang ke langit. Kemudian ia melihat berkeliling dengan
mulut ternganga lebar. Anak itu bingung. Dick menunggu sampai Edgar melihat ke
arah lain, lalu melontarkan gumpalan tanah berikutnya. Gumpalan itu pecah
berhamburan dan menghujani Edgar.
Kemudian Dick menirukan suara sapi yang sedang kesakitan. Edgar berdiri seperti
terpaku di tempatnya. Ia ketakutan setengah mati. Sapi-sapi itu datang lagi! Di
mana mereka bersembunyi"
Sekali lagi Dick menguak. Edgar terpekik, lalu lari bergegas-gegas menuruni
tangga ke bawah tanah. Ia menghilang sambil meraung ketakutan. Bantal-bantal
yang diambilnya tadi ditinggalkannya berjatuhan di tanah.
"Cepat!" ujar Dick sambil bangkit dari tempatnya bersembunyi. "Ia sangat
ketakutan, jadi pasti belum berani muncul kembali dengan cepat. Kita ambil
bantal-bantal itu, dan membawanya ke mari. Kenapa Stick sekeluarga yang harus
memakainya dalam ruangan di bawah" Kan lebih baik untuk kita sendiri!"
Kedua anak itu melintasi halaman puri, menyambar bantal yang berserakan, lalu
lari kembali ke tempat persembunyian mereka. Dick memandang ke bilik dari mana
Edgar mengambil tumpukan bantal itu.
"He - bagaimana bila kita menyelinap ke bilik itu, untuk melihat apa-apa lagi
yang mereka simpan di sana?" usulnya. "Kita tak boleh membiarkan mereka memiliki
barang-barang yang bukan kepunyaan mereka."
"Aku saja yang ke sana," jawab George. "Kau mengawasi pintu masuk ke ruangan
bawah tanah. Kalau Edgar muncul, kau cukup menguak lagi seperti sapi. Pasti ia
akan lari pontang-panting!"
"Baik," kata Dick sambil nyengir, lalu pergi cepat-cepat ke tangga yang menuju
ke bawah tanah. Tetapi baik Edgar maupun si Bau tak nampak di situ.
George pergi ke bilik yang sudah runtuh. Ia memandang berkeliling dengan marah.
Betul! Ternyata keluarga Stick memang merampok barang-barang ibunya. Itu sudah
jelas! Ia melihat selimut, sendok garpu dan bermacam-macam bahan makanan.
Rupanya Ibu Stick membongkar lemari besar yang terdapat di bawah tangga, dan
mengambil berbagai bahan makanan yang disimpan di situ untuk keperluan mingguan.
George lari kembali ke tempat Dick bersembunyi.
"Banyak sekali barang-barang kami di sana!" katanya sambil berbisik marah.
"Ayoh, tolong aku mengambilnya. Kita harus berusaha mengangkut semuanya dari
situ, sebelum Edgar muncul kembali atau suami isteri Stick datang lagi."
Ketika mereka sedang berbisik-bisik, terdengar bunyi suitan pelan. Mereka
berpaling ke arah suitan itu. Nampak Julian datang menghampiri.
"Suami isteri Stick sudah pergi ke bangkai kapal naik perahu," katanya. "Mereka
mempunyai perahu, yang ditaruh di sela-sela batu di pantai. Rupanya Pak Stick
seorang pelaut yang cekatan, karena bisa berdayung melewati rintangan batu-batu
yang berbahaya." "Wah! Kalau begitu cukup banyak waktu yang tersedia untuk melaksanakan niat
kita," ujar Dick dengan senang. Bergegas diceritakannya pada Julian mengenai
barang-barang yang dilihat oleh George terdapat dalam bilik puri.
"Mereka benar-benar maling!" ujar Julian. "Sekarang jelas, mereka tak berniat
kembali ke Pondok Kirrin. Rupanya mereka ada urusan di sini dengan para
penyelundup! Kalau urusan itu sudah selesai, mereka kemudian minggat dengan
membawa barang-barang curian. Mereka naik ke kapal di salah satu tempat, dan
pergi ke tempat yang aman bagi mereka."
"Tidak!" kata George dengan segera. "Semua barang curian mereka harus kita ambil
lagi, dan kita bawa ke gua! Dick akan menjaga Edgar di jalan masuk ke bawah
tanah. Dan kita berdua cepat-cepat mengangkut barang-barang dari bilik!
Memasukkannya ke gua lewat lubang di atas tebing!"
"Kalau begitu cepatlah sedikit!" kata Julian. "Kita harus melakukannya sebelum
suami isteri Stick datang kembali. Kurasa pergi mereka takkan lama. Barangkali
mereka ke bangkai kapal untuk mengambil koper dan barang-barang lain yang juga
ada di sana. Kemarin malam aku melihat cahaya berkelip-kelip di tengah laut.
Mungkin cahaya itu merupakan isyarat dari penyelundup, untuk mengabarkan bahwa
mereka meninggalkan sesuatu di atas kapal rusak itu, yang harus dijemput oleh
keluarga Stick." George dan Julian lari ke bilik. Dengan cepat mengambil barang-barang yang ada
di situ sebanyak-banyaknya, lalu lari lagi ke tebing dan menyembunyikannya di
sana. Kalau sudah ada waktu nanti, barulah barang-barang itu dibawa ke lubang
gua. Rupa-rupanya keluarga Stick mengangkut segala macam benda yang mudah
dibawa, karena bahkan jam dapur pun ikut terangkut oleh mereka!
Selama itu Edgar tak muncul-muncul. Karenanya Dick hanya menganggur saja sambil
duduk-duduk memandang kedua saudaranya yang sibuk. Setelah beberapa kali bolak-
balik dari bilik ke tebing Julian dan George menghembuskan napas lega. Mereka
melambaikan tangan, memanggil Dick. Anak itu meninggalkan tempatnya menjaga
selama itu dan mendatangi saudara-saudaranya.
"Semua sudah kami ambil," kata Julian. "Sekarang aku akan mengintip dari atas
tebing, kalau-kalau suami isteri Stick sudah kembali. Kalau ternyata belum,
barang-barang akan kita angkut ke lubang gua, dan memasukkannya ke bawah."
Tak lama kemudian ia kembali lagi.
"Perahu mereka masih tertambat di kapal tua," katanya. "Jadi kita bisa bekerja
dengan tenang selama beberapa waktu. Ayoh, kita selamatkan barang-barang ibumu.
Kita benar-benar bernasib mujur!"
Barang-barang mereka angkut ke lubang gua, lalu Julian memanggil-manggil adiknya
dari atas. "Anne! Kami banyak membawa barang-barang, yang akan kami turunkan ke dalam gua.
Kau harus berjaga-jaga dan menerimanya di bawah!"
Tak lama kemudian bermacam-macam barang diturunkan ke dalam gua. Anne
tercengang-cengang melihatnya. Barang-barang yang gampang rusak dibungkus dalam
selimut, lalu diturunkan dengan hati-hati memakai tali.
"Astaga!" seru Anne. "Tak lama lagi gua ini akan kelihatan benar-benar seperti
rumah, apabila aku selesai mengatur segala-galanya."
Ketika mereka baru saja selesai menurunkan barang-barang, tiba-tiba anak-anak
mendengar suara orang di kejauhan.
"Suami isteri Stick sudah datang lagi!" kata Julian, lalu mengintip dengan hati-
hati dari tepi tebing. Ternyata dugaannya benar. Kedua orang itu sudah kembali
ke pantai, dan saat itu sedang berjalan menuju ke puri. Mereka membawa koper
yang sebelumnya disimpan di kapal rusak.
"Kita ikuti mereka dari belakang. Aku ingin melihat apa yang terjadi, apabila
mereka melihat bahwa barang-barang curian mereka lenyap," kata Julian sambil
meringis. "Ayoh, kita berangkat semua."
Keempat anak itu merangkak-rangkak menuruni tebing, lalu bersembunyi di balik
serumpun semak. Sesampai di puri, suami isteri Stick meletakkan koper yang
dijinjing. Mereka mencari-cari Edgar. Tetapi Edgar tak nampak batang hidungnya!
"Ke mana lagi perginya anak itu?" kata Ibu Stick dengan kesal, "Padahal tadi kan
kusuruh memindahkan barang-barang dari bilik. Edgar! EDGAR!"
Pak Stick pergi ke bilik yang telah runtuh langit-langitnya, lalu memandang
sebentar ke dalam. "Di sini sudah kosong," serunya pada isterinya. "Rupanya ia telah mengangkut
barang-barang itu ke ruangan bawah tanah."
"Tadi kukatakan padanya, ia harus duduk di sini jika sudah selesai bekerja,"
kata Ibu Stick lagi. "Ia harus berjemur di bawah sinar matahari. Ruangan bawah
tanah itu kurang sehat baginya. EDGAR!"
Sekali itu Edgar mendengar panggilan ibunya. Kepalanya muncul di jalan masuk ke
bawah. Kelihatannya sangat ketakutan.
"Ayoh naik!" kata Ibu Stick. "Barang-barang sudah kauturunkan, jadi lebih baik
kalau kau sekarang menjemur badan sebentar."
"Aku takut," kata Edgar. "Aku tak mau sendirian di atas."
"Kenapa tidak?" tanya ayahnya dengan heran.
"Sapi-sapi datang lagi!" ujar Edgar yang malang. "Banyaknya beratus-ratus ekor!
Mereka menguak-nguak dengan ribut, serta melempar-lempar. Mereka sangat
berbahaya. Aku tak mau sendirian di atas!"
XVIII TAWANAN TAK TERSANGKA SUAMI isteri Stick memandang Edgar, seolah-olah menyangka anak mereka sudah
gila. "Sapi melempar-lempar?" tanya Ibu Stick setelah bisa ngomong lagi. "Apa
maksudmu" Sapi tidak mungkin bisa melempar!"
"Tapi sapi-sapi tadi bisa," jawab Edgar. Ia mulai bercerita. Persoalannya
dilebih-lebihkan, agar orang tuanya mau kasihan terhadapnya. "Sapi-sapi itu
menakutkan! Jumlahnya beratus-ratus. Tanduk mereka sepanjang tanduk rusa, dan
suaranya menyeramkan sekali! Aku dan si Abu mereka lempari dengan bermacam-macam
benda. Si Abu ketakutan, dan aku juga! Kulemparkan bantal-bantal yang hendak
kubawa ke bawah, lalu cepat-cepat lari bersembunyi."
"Kalau begitu mana bantal-bantal itu?" tanya Pak Stick sambil memandang
berkeliling. "Tak satu pun kulihat di sini. Tentunya sekarang kau akan bercerita
bahwa bantal-bantal itu habis dimakan sapi."
"Jadi barang-barang belum ada yang kaubawa ke bawah?" tanya Ibu Stick. "Tapi
bilik itu sudah kosong. Tak ada lagi barang di dalamnya."
"Tak ada satu pun yang sempat kupindahkan," kata Edgar, sambil beringsut-ingsut
ke luar. "Bantal-bantal tadi kujatuhkan di tempat Mama berdiri sekarang. Apa
yang terjadi dengan bantal-bantal itu?"
"He!" seru Pak Stick dengan heran. "Siapa datang ke mari selama kita pergi tadi"
Ada orang yang mengambil bantal dan barang-barang lainnya. Sekarang di mana
barang-barang itu?" "Pasti sapi-sapi tadi yang mengambil," ujar Edgar sambil memandang berkeliling.
Seolah-olah setiap saat akan bermunculan sapi-sapi, membawa bantal, sendok garpu
serta selimut. "Jangan ngomong lagi tentang sapi," bentak Ibu Stick. Ia marah sekarang. "Di
pulau ini sama sekali tak ada sapi. Kita mengetahuinya dengan pasti, karena pagi
ini kita sudah melihat ke mana-mana. Suara yang terdengar kemarin malam mestinya
salah satu bunyi yang kemudian menggema. Tidak! Ada sesuatu yang aneh mengenai
persoalan ini. Kelihatannya ada orang lain di pulau ini!"
Dari bawah tanah terdengar suara anjing melolong. Si Bau ketakutan karena
ditinggal sendiri, tetapi ia juga tak berani menyusul ke luar.
"Kasihan si Abu!" kata Ibu Stick, yang rupanya lebih menyayangi anjing itu
dibandingkan dengan suami dan anaknya.
"Kenapa dia?" Si Bau melolong sekali lagi, kedengarannya semakin sedih. Ibu Stick bergegas
menuruni tangga untuk mengajaknya ke atas. Pak Stick menyusul, dan Edgar tak
membuang-buang waktu dan langsung membuntut pula.
"Ayoh, cepat!" kata Julian sambil bangkit. "Kau ikut dengan aku, Dick!
Barangkali saja kita masih sempat menyambar koper itu. Kita berlari!"
Kedua anak itu lari melintasi halaman puri tua. Mereka menjinjing koper hitam,
lalu lari lagi terhuyung-huyung ke tempat George menunggu.
"Kita bawa ke gua," bisik Julian. "Kau menunggu di sini, untuk melihat apa yang
terjadi nanti." Julian dan Dick berjalan melintasi tebing sambil membawa koper. Sedang George
menelungkup di balik semak. Ia menunggu perkembangan selanjutnya. Tak lama
kemudian Pak Stick keluar. Ia memandang berkeliling, rupanya mencari-cari koper.
Ketika menyadari bahwa koper itu lenyap, mulutnya ternganga. Ia berpaling ke
arah jalan masuk ke bawah, lalu berteriak,
"Clara! Koper hilang!"
Saat itu Ibu Stick sudah sampai di tangga, diiringi oleh si Bau dan Edgar yang
tak mau jauh-jauh dari ibunya. Ia keluar, lalu memandang pula berkeliling.
"Hilang, katamu?" kata Ibu Stick dengan heran. "Hilang" Ke mana hilangnya?"
"Itu dia yang ingin kuketahui!" jawab Pak Stick. "Baru saja kita tinggalkan
beberapa menit di sini - tahu-tahu sudah lenyap! Seolah-olah bisa menghilang -
seperti barang-barang yang lain."
"Pasti ada orang di pulau ini," kata Ibu Stick. "Dan akan kuselidiki siapa orang
itu. Kau membawa pistol, Pak?"
"Ya," jawab Pak Stick sambil menepuk-nepuk pinggangnya. "Dan sebaiknya kaucari
sebatang tongkat yang kokoh. Si Abu kita bawa serta. Kalau kita tak berhasil
mengetahui siapa yang sedang berusaha menggagalkan rencana kita, tak pantas aku
bernama Stick!" George pergi menyelinap. Ia harus memberitahukan saudara-saudaranya. Sebelum
menuruni tangga tali ke gua, ia masih sempat menutupi lubang dengan beberapa
ranting. Kemudian ia cepat-cepat meluncur ke bawah, lalu melaporkan kejadian
yang baru dialami pada Julian serta kedua adiknya.
Saat itu Julian sedang mencoba untuk membuka koper. Tetapi koper itu masih tetap
terkunci. Ia mendongak sebentar, ketika George bercerita dengan napas putus-putus sehabis
berlari. "Kita akan aman di sini, selama tidak ada yang kebetulan terperosok ke dalam
lubang di atas itu!" katanya. "Sekarang kita harus diam-diam di sini. Dan kau,
Tim - jangan berani-berani menggeram, ya!"
Selama beberapa saat tak terdengar apa-apa. Kemudian anak-anak mendengar
gonggongan si Abu. Suaranya masih agak jauh.
"Sekarang diam semua!" kata Julian memperingatkan. "Mereka sudah dekat!"
Keluarga Stick sekali lagi naik ke tebing. Setiap semak mereka periksa dengan
seksama. Ketika sampai di semak tempat anak-anak biasa bersembunyi sambil
mengintip, mereka melihat rumput yang rebah karena sering tertindih.
"Ada orang yang pernah berada di sini," ujar Pak Stick. "Mungkin saja
bersembunyi di tengah daerah bersemak ini. Ranting-ranting dan daun-daunnya
lebat, sepasukan pun bisa bersembunyi di dalamnya. Aku akan mencoba menerobos ke
dalam. Clara, kau menjaga di sini dengan pistolku."
Sementara itu Edgar berkeliaran seorang diri. Menurut perasaannya, mustahil ada
orang yang sebegitu gila, mau berada di tengah semak yang banyak onak durinya.
Ia melintas di atas tebing. Sekonyong-konyong ia terperosok. Terkejutnya bukan
main! Kakinya masuk ke dalam sebuah lubang. Tangannya masih menggapai-gapai
beberapa ranting yang ada di sisi lubang, tetapi sia-sia. Ia merosot terus,
makin dalam dan semakin kencang, dan tiba-tiba - BUMM!
Edgar terperosok ke dalam lubang yang terdapat di langit-langit gua. Anak-anak
yang di bawah tercengang melihat Edgar tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ia
jatuh di pasir yang empuk. Seketika itu juga Tim menerjang maju sambil
menggeram. Untung saja George sempat menahannya.
Edgar agak nanar, karena kaget dan takut. Ia terbaring di lantai gua sambil
mengerang-erang. Matanya terpejam rapat. Anak-anak menatapnya. Sudah itu mereka
saling berpandangan. Sesaat lamanya mereka ikut kaget, sehingga tak seorang pun
bisa mengatakan apa-apa. Tim menggeram-geram dengan galak. Mendengarnya, Edgar
terbelalak ketakutan! Ia memandang berkeliling, melihat keempat anak dan anjing
mereka. Edgar kaget dan ketakutan setengah mati.
Ia membuka mulut, hendak berteriak minta tolong. Dengan segera Julian
mendekapkan tangannya ke mulut anak itu.
"Kalau kau berani berteriak sekali saja, akan kusuruh Tim menggigit! Dia boleh memilih, bagian mana dari badanmu yang ingin digigitnya," ujar
Julian dengan suara galak, segalak geram Tim. "Nah, bagaimana" Mau mencoba juga"
Silakan, Tim sudah ingin menggigit."
"Aku takkan berteriak," kata Edgar berbisik. Suaranya pelan sekali, sehingga
nyaris tak terdengar oleh anak-anak. "Jangan kaulepaskan anjing itu! Aku takkan
berteriak." George berbicara pada anjingnya.
"Tim! Dengar baik-baik. Kalau anak ini berani berteriak, langsung kauserang, ya!
Berbaringlah di sebelahnya. Tunjukkan taringmu yang runcing-runcing. Kalau dia
berteriak, kau boleh menggigitnya sesukamu!"
"Wau!" jawab Tim. Kelihatannya ia senang mendengar perintah itu. Ia berbaring di
dekat Edgar. Anak itu berusaha agak menjauhkan diri; tetapi setiap kali ia
bergerak, Tim selalu merapat lagi.
Edgar memandang anak-anak itu.
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang kalian bikin di pulau ini?" tanyanya.
"Kami mengira bahwa kalian sudah pulang."
"Ini pulau kami!" kata George. Suaranya galak sekali kedengarannya. "Kalau kami
mau, kami berhak ada di sini! Tapi kalian tak mempunyai hak itu. Kalian sama
sekali tak berhak! Mau apa kalian ke mari?"
"Tidak tahu!" jawab Edgar cemberut.
"Lebih baik terus terang saja," ujar Julian. "Kami mengetahui bahwa kalian
bersekongkol dengan penyelundup."
Edgar kaget mendengarnya.
"Penyelundup?" tanyanya heran. "Aku tak tahu-menahu. orang tuaku tak bercerita
apa-apa. Aku tak mau berurusan dengan penyelundup."
"Kau tak tahu apa-apa?" tanya Dick. "Kau tak tahu kenapa kalian datang ke Pulau
Kirrin?" "Aku tak tahu sedikit pun," kata Edgar lagi dengan nada tersinggung. "Orang
tuaku jahat padaku. Tak pernah ada yang diberitahukan padaku. Pokoknya aku harus
selalu patuh. Sungguh, aku tak tahu apa-apa tentang penyelundup."
Anak-anak melihat dengan jelas bahwa Edgar memang sama sekali tak mengetahui
alasan kedatangan orang tuanya ke Pulau Kirrin.
"Aku tak heran bahwa si Jerawat ini tak pernah diberitahu," kata Julian.
"Kutanggung ia tak bisa menyimpan rahasia! Pokoknya kita tahu bahwa mereka
terlibat dalam penyelundupan."
"Lepaskan aku," kata Edgar dengan masam. "Kalian tak berhak menahanku di sini."
"Kau takkan kami lepaskan," jawab George dengan segera. "Sekarang kau menjadi
tawanan kami. Kalau kami lepaskan, kau pasti langsung lari ke orang tuamu dan
mengatakan bahwa kami ada di sini. Hal itu tak boleh terjadi! Mereka tak boleh
tahu bahwa kami di sini. Kami bermaksud hendak menggagalkan rencana mereka."
Edgar memahami keterangan itu. Ia pun memahami berbagai persoalan yang mula-mula
membingungkannya. "Kalian rupanya yang mengambil bantal dan barang-barang dari puri," katanya.
"Bukan, Edgar," jawab Dick. "Yang mengambil kan sapi! Kau tak ingat lagi" Kau
kan bercerita pada ibumu, tentang beratus-ratus sapi yang ribut menguak-nguak
dan melempari dirimu, serta mencuri bantal-bantal yang terjatuh sewaktu kau lari
terbirit-birit. Masakan kau sudah lupa lagi pada sapi-sapimu!"
"Kaukira kau lucu, ya"!" tukas Edgar. "Apa yang akan kalian lakukan dengan
diriku sekarang" Aku tak mau tinggal di sini - itu sudah pasti!"
"Mau tak mau kau harus tinggal di sini, Jerawat," ujar Julian. "Kau akan tetap
di sini sampai kami memberi ijin untuk pergi. Untuk itu kau harus menunggu
sampai kami berhasil memecahkan rahasia penyelundupan di sini. Sebaiknya
kuperingatkan saja - kalau kau berani mencoba-coba lari atau berteriak, Tim
sudah siap untuk menggigit."
"Kalian semua jahat-jahat," ujar Edgar. Ia menyadari bahwa ia terpaksa menuruti
perintah anak-anak itu. "Orang tuaku pasti marah sekali!"
Orang tuanya tidak marah. Mereka heran setengah mati! Setelah tak berhasil
menemukan orang bersembunyi dalam semak, Pak Stick mencari Edgar. Tetapi sekali
lagi Edgar menghilang. "Ke mana lagi anak bengal itu?" tanya Pak Stick. Ia berseru-seru, "Edgar!
EDGAR!" Tetapi Edgar tak menjawab. Kedua orang tuanya mencari-cari lama sekali, di atas
dan di bawah tanah. Ibu Stick yakin bahwa anaknya tersasar dalam rongga-rongga
bawah tanah. Disuruhnya si Bau mencari. Tetapi anjing itu hanya berani masuk
sampai ke rongga pertama. Ia masih ingat pada bunyi-bunyi aneh yang didengarnya
kemarin malam. Ia tak kepingin berkeliaran dalam ruangan-ruangan aneh itu.
Sesudah persoalan dengan Edgar beres, Julian memalingkan perhatiannya pada koper
hitam. "Dengan cara bagaimanapun, aku pasti berhasil membukanya," ujarnya penuh tekat.
"Tanggung di dalamnya terdapat barang-barang selundupan!"
"Kita jebol saja kuncinya," kata Dick. Julian mengambil sebuah batu, lalu
berusaha merusak kunci koper. Akhirnya ia berhasil. Dengan segera anak-anak
membuka tutup koper. Di sebelah atas terhampar selimut anak-anak, bersulamkan kelinci-kelinci putih.
Julian menyingkapkannya. Ia menyangka akan melihat barang-barang selundupan di
bawah selimut itu. Ia tercengang, ketika yang nampak pakaian anak-anak!
Dikeluarkannya pakaian itu. Dalam koper ada dua baju kaos biru, sebuah rok biru,
beberapa potong rompi dan celana sampai ke lutut. Serta sebuah mantel tebal. Dan
di dasar koper terletak beberapa boneka dan sebuah beruang-beruangan!
"Astaga!" ujar Julian tercengang. "Untuk apa itu" Kenapa suami isteri Stick
membawanya ke Pulau - dan untuk apa para penyelundup menyembunyikannya di kapal
rusak" Benar-benar aneh!"
Kelihatannya Edgar ikut tercengang. Ia pun mengira isi koper itu barang-barang
berharga. George dan Anne mengeluarkan boneka-boneka. Cantik sekali rupanya!
Anne menimang-nimangnya. Anak itu sangat suka pada boneka. Tetapi George tak mau
peduli. "Siapa pemilik boneka-boneka itu?" tanya Anne. "Pasti anak itu sedih karena
kehilangan! Tidak anehkah persoalan ini, Julian" Untuk apa sebuah koper berisi
pakaian anak-anak serta boneka dibawa ke Pulau Kirrin?"
XIX JERITAN DI TENGAH MALAM TAK ada yang bisa menjawab pertanyaan Anne yang sedang tercengang-cengang.
Bahkan menebak pun tidak! Mereka menatap isi koper yang terhampar di depan
mereka. Mereka heran. Aneh benar barang-barang selundupan itu! Mereka ingat pada
barang-barang lain yang juga terdapat dalam lemari geladak di kapal tua. Makanan
berkaleng-kaleng. Benar-benar aneh! Anak-anak tak bisa mengerti, mengapa barang-
barang begitu diselundupkan.
"Aneh," ujar Dick. "Bingung aku melihatnya! Sudah pasti di sini sedang terjadi
hal-hal yang misterius - karena kalau tidak, untuk apa Stick sekeluarga berada
di sini. Dan kita pun melihat tanda-tanda isyarat cahaya yang datang dari sebuah
kapal di tengah laut. Pasti di sini sedang terjadi sesuatu yang aneh! Mula-mula
kita mengira akan bisa mengetahui lebih jelas apabila koper ini berhasil kita
buka! Tapi ternyata rahasianya malah menjadi semakin rumit."
Saat itu terdengar suara suami isteri Stick berteriak-teriak memanggil Edgar.
Tetapi Edgar tak berani menjawab, karena hidung Tim sudah merapat ke kakinya.
Jangan-jangan ia nanti langsung menyambar! Sekali-sekali Tim menggeram, untuk
mengingatkan bahwa ia tetap waspada.
"Kau tahu tentang kapal yang malam-malam memberi isyarat ke pulau itu?" tanya
Julian pada Edgar. Anak itu menggeleng.
"Aku tak tahu apa-apa tentang isyarat," katanya. "Aku cuma mendengar Mama
berkata, ia menunggu kedatangan Kelana malam ini. Tapi aku tak memahami
maksudnya." "Kelana?" kata George menyambung. "Apa itu"! Orang - nama kapal - atau apa?"
"Aku tak tahu," jawab Edgar. "Kalau aku bertanya, selalu ditempeleng! Selidiki
saja sendiri!" "Kami akan mengetahuinya juga," kata Julian geram. "Malam ini kami akan menunggu
kedatangan Kelana! Terima kasih atas keteranganmu."
Sehari itu anak-anak duduk diam-diam dalam gua. Mereka bermalas-malas. Hanya
Anne saja yang sibuk. Ketika ia selesai, gua mereka semakin mirip rumah
nampaknya. Selimut-selimut ditaruh di atas tempat tidur, sedang selimut luar
yang tebal dan kasar dihamparkan di lantai sebagai pengganti permadani.
Edgar tak diperbolehkan meninggalkan gua. Tim menjaganya dengan waspada. Sedetik
pun tidak alpa! Edgar boleh dibilang terus-menerus tidur. Ia mengeluh kurang
tidur semalam, karena ketakutan kalau-kalau didatangi lagi oleh 'sapi dan macam-
macam lagi'. Sambil berbisik-bisik, Julian merundingkan rencana dengan saudara-saudaranya.
Mereka memutuskan akan mengadakan penjagaan di atas tebing malam itu. Sekali
menjaga berdua, silih berganti. Kalau Kelana datang, mereka akan menyusun
rencana baru. Matahari terbenam, dan laut menjadi gelap. Edgar sudah tidur lagi, sehabis
diberi makan malam yang terdiri dari ikan sarden, roti diisi corned beef, buah
aprikot dalam kaleng serta susu kaleng. Anak itu mendengkur pelan-pelan. Anne
dan Dick naik ke tebing. Mereka mendapat giliran menjaga yang pertama. Saat itu
sekitar setengah sebelas malam.
Pukul setengah satu Julian dan George memanjat tali bersimpul, dan menggabungkan
diri dengan Dick dan Anne. Tak ada kejadian penting yang bisa dilaporkan oleh
kedua anak itu sebelum turun ke gua. Edgar masih mendengkur terus, sedang Tim
masih tetap menjaganya. Anne dan Dick langsung tertidur pula, begitu mereka
merebahkan diri di pembaringan.
Julian dan George memandang ke arah laut, menjaga kalau-kalau ada kapal datang.
Bulan bersinar malam itu, jadi keadaan sekeliling tidak begitu gelap. Tiba-tiba
terdengar suara orang bercakap-cakap dengan pelan. Mereka melihat beberapa sosok
tubuh samar-samar di tengah batu-batu yang terhampar di bawah mereka.
"Suami isteri Stick," bisik Julian. "Kurasa mereka hendak berangkat lagi ke
bangkai kapal." Terdengar bunyi dayung masuk ke air, dan kemudian anak-anak itu melihat sebuah
perahu bergerak ke tengah laut. Saat itu Julian disenggol oleh George, yang
menunjuk-nunjuk ke arah laut terbuka. Jauh di tengah nampak cahaya lampu
berkelip-kelip. Datangnya dari sebuah kapal yang hampir-hampir tak nampak oleh
mereka. Kemudian bulan menghilang di balik awan. Selama beberapa waktu, tak
suatu pun bisa mereka lihat.
Tetapi mereka terus mengamat-amati sambil menahan napas. Apakah kapal yang
nampak samar-samar itu yang bernama 'Kelana'" Atau barangkali pemiliknya yang
bernama begitu" Apakah para penyelundup akan beraksi malam itu"
"He, lihat! - Kulihat sebuah perahu lain!" ujar George. "Mestinya datang dari
kapal yang di tengah laut. Kau bisa melihatnya, karena bulan sudah muncul dari
balik awan. Perahu itu menuju ke bangkai kapal. Rupanya di situlah tempat mereka
bertemu." Tetapi kemudian terjadi hal yang sangat menjengkelkan. Bulan kembali menghilang
di balik awan! Lama juga menghilangnya, sampai anak-anak tak sabar lagi. Namun
akhirnya bulan muncul juga. Sinarnya menerangi permukaan laut.
"Sekarang kedua perahu itu meninggalkan kapal," ujar Julian dengan perasaan
tegang. "Rupanya mereka sudah bertemu, dan juga sudah memindahkan barang-barang
selundupan! Sekarang perahu yang satu kembali ke kapal yang di tengah laut,
sedang perahu Stick menuju ke mari. Kalau mereka sampai di pantai, kita ikuti
dari belakang. Dengan begitu kita bisa melihat di mana barang-barang selundupan
disembunyikan." Setelah beberapa waktu, akhirnya perahu suami isteri Stick sampai ke pantai.
Selama beberapa menit sesudahnya, Julian dan George tak bisa melihat apa-apa.
Tetapi kemudian suami isteri Stick nampak sedang berjalan menuju ke puri. Pak
Stick memanggul sesuatu yang nampaknya seperti bungkusan besar. Dari tempat
mereka mengintip, anak-anak tak bisa mengetahui apakah Ibu Stick membawa barang
atau tidak. Suami isteri Stick sampai di halaman puri, lalu menuju ke lubang masuk ke
ruangan bawah tanah. "Mereka membawa barang-barang selundupan ke bawah," bisik Julian. Sementara itu
ia dan George sudah mengamat-amati dari balik tembok yang letaknya tak jauh dari
lubang masuk itu. "Kita kembali sekarang dan menceritakan penglihatan kita pada
Dick dan Anne. Kita harus menyusun rencana! Kita harus berusaha merebut barang-
barang selundupan itu, mengangkutnya ke darat dan kemudian menghubungi polisi!"
Sekonyong-konyong terdengar suara menjerit. Jeritan di tengah malam! Suaranya
melengking tinggi - suara orang yang sangat ketakutan! Anak-anak ngeri
mendengarnya. Mereka tak tahu dari mana datangnya suara itu.
"Cepat, ke gua! Jangan-jangan Anne yang menjerit!" kata Julian. Mereka berdua
lari secepat-cepatnya menuju lubang di tebing, lalu bergegas menuruni tangga
tali ke gua. Sesampainya di bawah, Julian memandang berkeliling dengan perasaan
cemas. Apa yang telah terjadi di situ, sampai Anne menjerit begitu ngeri"
Tetapi ternyata Anne masih tidur nyenyak. Dick bahkan mendengkur, bersama-sama
dengan Edgar. Dan Tim" Tim masih tetap menjaga dengan waspada.
"Aneh," ujar Julian. Ia masih kaget. "Benar-benar aneh! Kalau begitu, siapa yang
menjerit tadi" Tak mungkin Anne - karena kalau dia yang menjerit sekeras itu
dalam tidurnya, pasti yang lain-lain sudah terbangun."
"Kalau begitu siapa yang menjerit?" kata George. Ia agak ngeri sekarang. "Aneh
ya, Julian" Seram rasanya. Kedengarannya tadi seperti teriakan seseorang yang
sangat ketakutan. Tapi siapa yang menjerit?"
Dick dan Anne dibangunkan, lalu diceritakan tentang jeritan aneh itu. Anne
sangat kaget. Sedang Dick tertarik mendengar laporan bahwa dua perahu mengadakan
pertemuan di bangkai kapal tua, dan suami isteri Stick kemudian kembali dengan
membawa barang-barang selundupan yang kemudian mereka masukkan ke dalam ruangan
bawah tanah. "Wah, asyik!" ujarnya gembira. "Besok kita akan mengambilnya."
"Kenapa aku yang kalian kira berteriak tadi?" tanya Anne. "Apakah kedengarannya
seperti suara anak perempuan?"
"Ya - kedengarannya seperti jeritanmu jika tiba-tiba dikejutkan," kata Julian.
"Benar-benar menjerit, seperti anak perempuan. Bukan berteriak, yang biasa
dilakukan anak-anak laki-laki."
"Aneh," kata Anne. Ia berbaring kembali di tempat tidur. George merebahkan diri
di sampingnya. "Aduh Anne - tempat tidur kita penuh dengan boneka!" kata George dengan jengkel.
"Dan beruang-beruang pun kaubaringkan di sini! Kau memang benar-benar anak
kecil!" "Aku bukan anak kecil," jawab Anne tersinggung. "Boneka dan beruang itu yang
masih kecil! Mereka takut dan kesepian, karena terpisah dari gadis kecil pemilik
mereka. Karenanya kuajak tidur bersamaku. Pasti gadis kecil itu akan senang."
"Gadis kecil!" kata Julian sambil berpikir-pikir. "Kita tadi rasanya mendengar
jeritan seorang anak perempuan. Kita juga menemukan sebuah koper kecil, isinya
penuh dengan pakaian serta boneka-boneka kepunyaan anak perempuan. Apa arti
semuanya ini?" Anak-anak terdiam sesaat. Kemudian Anne mendapat firasat.
"Aku tahu!" katanya bersemangat. "Barang yang diselundupkan itu sebenarnya
seorang anak perempuan! Anak itu diculik - dan ini boneka-boneka kepunyaannya.
Pakaian yang dalam koper itu juga kepunyaannya yang ikut dicuri pada saat ia
diculik, supaya ia bisa berganti pakaian. Anak itu sekarang ada di Pulau. Kalian
tadi mendengar jeritannya, sewaktu dibawa oleh suami isteri Stick yang jahat ke
ruangan bawah tanah!"
"Hm! Kurasa dugaan Anne benar," ujar Julian. "Kau pintar, Anne! Kurasa kau
benar. Pulau ini bukan dipergunakan oleh penyelundup, melainkan penculik!"
"Penculik" Apa itu?" tanya Anne. Ia memang masih kecil.
"Penculik mencuri anak kecil atau orang dewasa, lalu disembunyikannya di salah
satu tempat. Kalau uang tebusan yang diminta olehnya sudah dibayar, barulah yang
diculik dibebaskan kembali," ujar Julian menerangkan.
"Rupanya itulah yang terjadi sekarang di sini!" ujar George.
"Betul!" sambung Dick. "Seorang anak perempuan putri keluarga kaya diculik, lalu
dibawa dengan perahu dari sebuah kapal ke bangkai kapal tua! Dari situ dijemput
oleh suami isteri Stick. Jahat benar mereka itu!"
"Dan tadi kita mendengar jeritan anak itu, ketika dibawa ke ruangan bawah
tanah," kata George. "Julian! Kita harus menolong anak itu!"
"Tentu saja," jawab Julian. "Jangan khawatir, akan kita selamatkan anak itu!
Besok kita akan membebaskannya!"
Tiba-tiba Edgar terbangun.
"Kalian ngomong tentang apa?" tanyanya. "Siapa yang harus diselamatkan?"
"Bukan urusanmu," bentak Julian.
George menyenggolnya, lalu berbisik-bisik.
"Mudah-mudahan Ibu Stick saat ini cemas karena kehilangan Edgar-nya yang manis,
secemas ibu yang kehilangan anak perempuannya," kata George.
"Besok kita akan menemukan tempat anak itu disembunyikan, lalu
menyelamatkannya," ujar Julian. "Suami isteri Stick pasti akan waspada. Tapi
kita toh akan berhasil."
"Aku capek," kata George sambil merebahkan diri kembali. "Kita tidur saja
sekarang! Nanti kalau bangun lagi, badan kita sudah segar kembali. Anne!
Geserkan boneka-boneka ini ke pinggir sedikit. Paling sedikit tiga tertindih
olehku." Boneka-boneka itu diambil oleh Anne, lalu dibaringkannya di sisinya.
"Kalian tak perlu merasa kesepian," katanya. "Kalian akan kurawat baik-baik,
sampai saatnya bisa berkumpul lagi dengan ibu kalian. Selamat tidur!" George
mendengar kata-kata saudara sepupunya itu, tetapi ia diam saja.
Tak lama kemudian mereka tertidur semua. Semua, kecuali Tim! Anjing itu menjaga
sepanjang malam. Selama Tim ada, anak-anak tak perlu bergiliran menjaga gua. Tak
ada penjaga yang sebaik Tim!
XX AKSI PERTOLONGAN JULIAN bangun pagi-pagi benar keesokan harinya. Ia naik ke puncak tebing, karena
ingin melihat apakah suami isteri Stick juga sudah bangun. Dilihatnya kedua
orang itu muncul dari lubang tangga ruangan bawah tanah. Ibu Stick kelihatan,
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pucat dan cemas. "Kita harus mencari Edgar," katanya berulang-ulang pada suaminya. "Pak, kita
harus mencari Edgar! Ia tak ada dalam ruangan di bawah tanah. Aku tahu pasti!
Sampai serak suara kita menjerit-jerit memanggilnya di sana, tetapi Edgar tetap
tak muncul!" "Dan dia pun tak ada di Pulau," sambung Pak Stick. "Kita sudah mencari ke mana-
mana kemarin. Kurasa orang yang datang ke mari mengambil barang-barang kita,
menculik Edgar, lalu melarikan diri dengan perahu. Itu pendapatku."
"Kalau begitu Edgar dibawa ke daratan," kata Ibu Stick. "Sebaiknya kita kembali
dengan perahu ke sana, dan bertanya-tanya pada orang. Barangkali saja ada yang
melihat Edgar dibawa orang! Soal yang ingin kuketahui sekarang - siapa yang
datang ke mari dan mengganggu rencana kita" Aku jadi takut rasanya! Padahal
semua sudah berjalan lancar sebelumnya."
"Baikkah jika pergi saat ini?" tanya Pak Stick ragu-ragu. "Bagaimana kalau orang
yang kemarin itu masih ada di sini" Jangan-jangan nanti masuk ke ruangan bawah
tanah, pada saat kita sedang pergi-"
"Mustahil!" jawab Ibu Stick tegas. "Mereka sudah tak di sini lagi. Pakailah
otakmu - jika kau punya otak! Kalau Edgar terkurung dalam salah satu tempat di
pulau ini, bukankah pasti ia sudah menjerit-jerit" Dan kalau ia menjerit,
masakan kita tak mendengarnya" Percayalah, ia sudah dibawa pergi dengan perahu,
bersama dengan barang-barang yang lenyap dari bilik. Aku tak mau membiarkannya
terjadi!" "Ya, ya - sudahlah," kata Pak Stick menggerutu. "Anak itu selalu ada-ada saja!
Selalu terlibat kerumitan konyol!"
"Enak saja kau berbicara begitu tentang Edgar!" seru Ibu Stick dengan marah.
"Kaukira dia senang diculik! Bayangkan saja apa yang dideritanya sekarang -
ketakutan dan kesepian, karena aku tak menyertainya!"
Julian muak mendengarnya. Ibu Stick mengasihani si Jerawat - padahal seorang
anak perempuan dikurungnya dalam ruangan bawah tanah! Seorang anak perempuan
yang lebih muda umurnya dari Edgar. Ibu Stick memang benar-benar jahat!
"Bagaimana dengan si Abu?" tanya Pak Stick. Ia masih jengkel, karena didamprat
tadi oleh isterinya. "Sebaiknya kita tinggal di sini saja ya" Untuk menjaga
jalan masuk ke bawah tanah! Bukan karena ada orang di sini - kalau katamu
benar!" "Ya, sudahlah! Si Abu kita tinggal di sini," jawab Ibu Stick sambil berjalan
menuju ke perahu mereka. Julian melihat kedua orang itu berangkat. Anjing mereka
ditinggal. Anjing itu memandang kedua tuannya pergi dengan buntut terselip ke
bawah. Kemudian ia berpaling dan pergi ke halaman puri. Ia berbaring dengan lesu
di tempat yang disinari cahaya matahari. Si Bau merasa gelisah. Telinganya
tegak, sedang matanya berkeliaran mengawasi setiap sudut. Ia tak suka tinggal di
pulau aneh itu, yang penuh dengan suara-suara yang mengejutkan.
Julian bergegas-gegas kembali ke gua. Ia turun lewat tangga tali. Edgar terkejut
melihatnya tiba-tiba muncul.
"Kita keluar sebentar! Nanti akan kuceritakan rencanaku," kata Julian pada
saudara-saudaranya. Ia tak ingin Edgar ikut mengetahui niatnya. Keempat anak itu
pergi ke luar gua. Sementara Julian pergi, Anne sudah menyiapkan sarapan. Air di
atas kompor sudah mendidih.
"Sekarang dengarkan!" kata Julian sesudah berada di luar. "Pak dan Ibu Stick
sudah berangkat dengan perahu, kembali ke darat. Mereka hendak mencari Edgar
kesayangan mereka di sana. Ibu Stick sudah gelisah terus, karena menyangka
anaknya diculik orang. Ia takut Edgar akan merasa ngeri dan kesepian seorang
diri!" "Keterlaluan!" kata George jengkel. "Apakah menurut perkiraannya anak kecil yang
mereka culik tidak lebih sengsara lagi" Jahat benar perempuan itu!"
"Memang," kata Julian mengiakan. "Sekarang usulku begini! Kita turun ke ruangan
bawah tanah, lalu menolong anak perempuan yang terkurung di situ. Kita ajak dia
ke mari, dan kita sarapan bersama-sama. Sudah itu kita beramai-ramai pergi ke
darat dengan perahu. Sampai di sana lalu menghadap polisi. Kita tanyakan siapa
orang tua anak itu, dan menelepon mereka untuk mengabarkan bahwa putri mereka
selamat." "Dan Edgar kita apakan?" tanya Anne.
"Aku tahu akal," jawab George dengan segera. "Edgar kita kurung dalam ruangan
bawah tanah, sebagai pengganti anak perempuan itu. Pasti orang tuanya akan heran
sekali melihat anak yang mereka culik tahu-tahu lenyap - sedang Edgar terkurung
di situ sebagai gantinya!"
"Wah! Bagus sekali idemu itu," ujar Anne. Saudara-saudaranya tertawa. Mereka
menyetujui ide George. "Kau menunggu saja di sini, Anne! Siapkan sarapan untuk anak perempuan itu,"
kata Julian pada adiknya. Ia tahu Anne paling tidak senang disuruh masuk ke
dalam ruangan bawah tanah itu.
Anne mengangguk. Ia senang, karena tidak dipaksa ikut.
"Baiklah! Dan ceret itu kuangkat saja dulu dari api, supaya airnya tidak habis
menguap." Anak-anak kembali ke dalam gua.
"Kau ikut dengan kami, Edgar," kata Julian. "Kau juga, Tim."
"Aku hendak kalian bawa ke mana?" tanya Edgar curiga.
"Ke suatu tempat yang nyaman dan tenang, di mana kau tidak akan dikejar sapi,"
jawab Julian. "Ayoh, cepatlah sedikit!"
Edgar bergegas bangkit, karena Tim sudah ikut-ikut menggeram. Hidungnya sudah
dekat sekali ke kaki Edgar.
Anak-anak memanjat tali, naik ke puncak tebing. Edgar sangat ketakutan. Ia
merasa takkan mampu memanjat tali itu. Tetapi Tim menyambar-nyambar pergelangan
kakinya. Karena itu Edgar buru-buru memanjat, lalu ditarik ke atas lubang oleh
Julian. "Sekarang kita harus berjalan cepat-cepat!" kata anak itu lagi. Ia ingin sudah
selesai, sebelum suami isteri Stick kembali lagi ke Pulau Kirrin. Anak-anak
bergegas melintasi tebing, memanjat tembok puri yang rendah dan kemudian
melintasi halaman yang sudah rusak.
"Aku tak mau ikut turun ke bawah tanah," kata Edgar ketakutan.
"Kau ikut, Jerawat," balas Julian dengan nada senang.
"Ke mana orang tuaku?" ujar Edgar. Ia memandang berkeliling dengan cemas.
"Kurasa sudah ditangkap sapi," kata George. "Itu, yang datang menguak-nguak dan
melempari dirimu dengan segala macam barang."
Anak-anak tertawa cekikikan. Hanya Edgar saja yang tidak. Ia kelihatan cemas dan
pucat. Petualangan seperti itu sama sekali tak diingininya. Anak-anak sampai di
jalan masuk ke bawah tanah. Ternyata suami isteri Stick bukan saja telah
mengembalikan batu penutupnya, tetapi juga menumpukkan batu-batu besar di
atasnya. "Sialan benar orang tuamu!" kata Julian kepada Edgar. "Merepotkan orang lain
saja kerja mereka. Ayoh, kita beramai-ramai menggeser batu-batu ini. Edgar, kau
ikut menarik kalau kami menarik! Ayoh! Awas, kalau kau tak mau!"
Edgar takut diancam begitu. Karenanya ia ikut menarik. Satu per satu batu-batu
yang bertumpuk disingkirkan. Kemudian batu penutup lubang juga diangkat. Lubang
yang menuju ke bawah ternganga di depan kaki mereka.
"Itu si Abu!" seru Edgar sekonyong-konyong, sambil menunjuk ke sebuah semak yang
tak jauh dari tempat mereka berdiri. Memang, anjing itu bersembunyi di situ.
Rupanya ia ketakutan karena melihat Tim datang.
"Pengecut sekali si Bau," kata Julian. "Jangan, Tim! Kau tak boleh memakannya.
Tinggal saja di sini! Dimakan pun takkan enak rasanya!"
Tim menyesal karena tak diperbolehkan mengejar si Bau berkeliling pulau!
Mengejar kelinci sudah dilarang - kan setidak-tidaknya ia boleh mengejar si Bau
mestinya! Anak-anak turun ke ruangan bawah tanah. Tanda-tanda yang dibuat oleh Julian
dengan kapur putih masih nampak di dinding lorong-lorong di situ. Jadi dengan
mudah mereka menemukan jalan menuju bilik batu di mana mereka menemukan emas
berbatang-batang musim panas yang lalu. Mereka merasa pasti anak perempuan yang
diculik terkurung di situ, karena bilik itu berpintu kayu yang kokoh dan bisa
dikunci dengan gerendel dari luar.
Mereka sampai di pintu itu. Ternyata memang digerendel. Di dalam tak terdengar
apa-apa. Tim menggaruk-garuk daun pintu, sambil mendengking-dengking pelan. Ia
tahu, di dalam ada orang!
"Halo!" seru Julian dengan suara gembira. "Kau ada di dalam" Kami datang
menyelamatkanmu!" Di dalam terdengar bunyi menggeresek, seperti ada orang bangkit dari bangku.
Kemudian menyusul suara lemah.
"Kau siapa" Tolong, keluarkan aku dari sini! Aku takut seorang diri!"
"Kami sedang membuka gerendel!" seru Julian membalas. "Kami semua anak-anak,
jadi kau tak usah takut. Sebentar lagi kau akan selamat."
Gerendel pintu terbuka, dan pintu dikuakkan. Bilik itu diterangi cahaya sebuah
lentera. Seorang anak perempuan yang masih kecil berdiri dalam bilik. Mukanya
pucat ketakutan. Ia memandang dengan matanya yang besar dan hitam. Rambutnya
yang kusut terurai menutupi pipi. Kelihatannya anak itu habis menangis tersedu-
sedu, karena mukanya basah kena air mata.
Dick menghampiri anak itu, lalu merangkulnya.
"Kau sudah aman sekarang," katanya membujuk. "Akan kami antarkan pulang ke orang
tuamu." "Ya, ya - aku ingin ke ibuku," kata anak kecil itu. Ia menangis lagi. "Kenapa
aku di sini" Aku tak suka dikurung di bilik ini."
"Kau tak perlu menangis lagi," kata Julian membesarkan hati anak itu. "Semuanya
sudah lewat sekarang - atau tepatnya, hampir lewat. Masih ada sesuatu hal yang
harus dibereskan. Bagian ini yang paling memuaskan! Kau ikut dengan kami, dan
sarapan bersama-sama kami di gua. Kami mempunyai sebuah gua yang bagus dekat
sini." "O ya?" kata anak itu sambil mengusap air matanya. "Aku mau ikut kalian, karena
aku suka pada kalian. Tapi aku tak suka pada orang-orang lain itu."
"Tentu saja tidak!" ujar George. "Dan ini Tim, anjing kami. Ia juga ingin
bersahabat denganmu."
"Bagus benar anjingmu!" kata anak itu sambil menepuk-nepuk kepala Tim. George
senang mendengar anjingnya dipuji-puji. Dirangkulnya anak itu.
"Namamu siapa?" tanyanya.
"Jennifer Mary Armstrong," jawab anak itu. "Dan kau?"
"Namaku George," kata George yang sebetulnya bernama Georgina. Anak itu
mengangguk. Dikiranya George memang seorang anak laki-laki, karena mengenakan
celana pendek seperti Julian dan Dick. Rambutnya pun dipotong pendek, walau ikal
bergelung-gelung. Julian dan Dick menyebut nama mereka pula. Anak itu memandang Edgar, yang selama
itu terus membungkam. "Dia ini bernama si Jerawat," kata Julian. "Ia bukan teman kami. Orang tuanyalah
yang mengurungmu di sini, Jennifer. Sekarang dia akan kami kurung di sini,
menggantikanmu. Pasti orang tuanya akan tercengang jika menemukannya terkurung
di sini!" Edgar menjerit ketakutan. Ia mencoba mundur - tetapi ditolakkan keras-keras oleh
Julian, sehingga tersungkur masuk ke dalam bilik!
"Hanya ada satu cara mengajar orang seperti kau dan orang tuamu, bahwa kejahatan
tak ada gunanya!" ujar Julian dengan geram. "Kalian harus dihukum secara keras.
Orang-orang seperti kalian tak menghargai kebaikan budi. Kalian menganggap orang
yang baik budi itu tolol dan lemah. Nah - sekarang kaurasakan sendiri nasib
seperti Jennifer selama ini. Mudah-mudahan kalian jera karenanya! Selamat
tinggal!" Edgar mulai menangis melolong-lolong ketika didengarnya Julian mengatupkan
gerendel pintu sebelah atas dan bawah.
"Aku akan mati kelaparan di sini!" tangis Edgar.
"Tak mungkin," balas Julian. "Di dalam banyak tersedia makanan dan minuman.
Walau begitu, tak ada salahnya apabila kau sekali-sekali kelaparan!"
"Awas! Jangan sampai digigit sapi!" seru Dick mengganggu, sambil menguak persis
seperti sapi. Jennifer terkejut mendengarnya, karena suara itu menggema ke mana-
mana. "Jangan takut - itu hanya gema," kata George sambil tersenyum pada anak itu.
Edgar menangis tersedu-sedu seperti anak kecil dalam bilik tempatnya dikurung.
"Penakut sekali anak itu," kata Julian. "Ayohlah, kita kembali ke gua. Perutku
sudah lapar sekali, minta sarapan!"
"Aku juga," kata Jennifer sambil memegang tangan Julian. "Dalam bilik tadi aku
tak merasa lapar. Tapi sekarang lapar sekali rasanya. Terima kasih atas
bantuanmu menyelamatkan diriku."
"Ah, itu kan sudah semestinya," kata Julian sambil tersenyum memandang Jennifer.
"Kami senang melakukannya - apalagi karena bisa mengurung si Jerawat dalam bilik
sebagai penggantimu. Biar keluarga Stick tahu, bagaimana rasanya kalau diculik!"
Jennifer tak mengenal nama yang disebutkan oleh Julian. Tetapi kedua saudaranya
tertawa mendengarnya. Mereka menuju ke tangga melewati lorong-lorong gelap
berbau pengap. Di kanan kiri berjejeran bilik-bilik batu, besar dan kecil.
Akhirnya mereka mendaki tangga, menyongsong cahaya matahari yang cerah di luar.
"Ah!" kata Jennifer, sambil menarik napas dalam-dalam. Dihirupnya udara laut
yang segar. "Ah, nikmatnya bernapas dalam udara segar. Di mana kita sekarang?"
"Di pulau kami," jawab George. "Dan bangunan yang sudah meruntuh ini puri kami.
Kau dibawa ke mari kemarin malam, dengan perahu. Kami mendengar jeritanmu!
Karena itulah kami lantas menyangka bahwa kau terkurung di bawah tanah."
Mereka berjalan ke atas tebing. Jennifer tercengang ketika melihat anak-anak
menghilang ke bawah lewat tali. Ia kepingin mencoba, dan ia pun ikut meluncur
turun. "Anak itu baik, ya?" kata Julian pada George. "Bukan main, dia lebih hebat
pengalamannya daripada kita!"
XXI KE KANTOR POLISI ANNE sangat senang pada Jennifer. Anak itu dipeluk dan diciumnya. Jennifer
memandang berkeliling, tercengang-cengang melihat gua yang seperti rumah itu.
Tiba-tiba ia menjerit karena heran dan gembira. Tangannya menunjuk ke tempat
tidur Anne yang sudah dirapikan. Di situ berjajar beberapa boneka yang cantik-
cantik, serta sebuah beruang-beruangan besar.
"Bonekaku!" seru anak itu. "Dan beruangku juga ada di sini! Dari mana kau
mendapatnya" Aku rindu sekali pada mereka! Aduh, Josephine, Angela, Rosebud dan
Marigold! Kalian tentunya juga sudah sangat rindu padaku, ya?"
Jennifer memeluk boneka-bonekanya. Anne tertarik mendengar nama-nama yang
disebutkan. "Aku mengurus mereka baik-baik," katanya pada Jennifer. "Mereka tak kekurangan
sedikit pun selama di sini."
"Aduh, terima kasih," kata Jennifer dengan senang. "Kalian semua baik hati.
Aduh! - enak betul sarapan kalian!"
Memang enak! Anne membuka ikan salem sekaleng, lalu dua kaleng persik, sekaleng
susu, dan juga sudah menyiapkan roti yang diolesi mentega. Ia juga tak lupa
membuatkan minuman coklat sekendi besar. Begitu duduk, Jennifer langsung makan.
Kelihatannya sangat lapar. Ia makan dengan lahap. Pelan-pelan mukanya tak
kelihatan pucat seperti sebelumnya. Pipinya kemerah-merahan, dan mukanya
berseri-seri karena merasa bahagia.
Anak-anak itu sibuk bercakap-cakap sambil makan. Jennifer bercerita tentang
pengalamannya. "Aku sedang bermain-main dalam kebun, ditemani pengasuhku," katanya. "Kemudian
pengasuhku itu masuk ke rumah, karena ada sesuatu yang hendak diambilnya. Tiba-
tiba seorang laki-laki masuk ke kebun dengan jalan memanjat tembok. Kepalaku
ditutupnya dengan selembar selendang, lalu aku dipanggul dan dibawa pergi. Kami
tinggal di tepi laut. Tak lama kemudian terdengar bunyi ombak memecah. Karena
itu aku tahu bahwa aku dimasukkan ke dalam sebuah perahu, atau sekoci. Aku
dibawa ke sebuah kapal besar. Di situ aku dikurung dalam bilik selama dua hari.
Sudah itu pada suatu malam rupanya aku dibawa ke mari. Aku sangat ketakutan,
lalu menjerit." "Jeritanmu itulah yang kami dengar," kata George. "Untung saja kami
mendengarnya. Mula-mula kami menyangka di pulau kami ini sedang terjadi perkara
penyelundupan. Tak tersangka bahwa persoalannya menyangkut penculikan, sampai
kami mendengarmu berteriak ketakutan. Padahal sebelumnya kami telah menemukan
kopermu, yang berisi pakaian dan boneka."
"Entah dengan cara bagaimana penculikku bisa mendapat koper itu," ujar Jennifer.
"Mungkin dibantu oleh salah seorang wanita pelayan kami. Ada seorang di
antaranya yang tak kusenangi. Namanya Sarah Stick."
"Ah!" kata Julian dengan segera. "Pasti dia orangnya! Kedua orang yang membawamu
ke mari adalah Pak dan Ibu Stick. Mestinya pelayan yang bernama Sarah Stick itu
keluarga mereka juga. Menurut perasaanku ketiga-tiganya bekerja untuk orang lain
- seseorang yang memiliki kapal, sehingga bisa membawamu ke mari dan
menyembunyikanmu di sini."
"Tempat ini memang cocok sekali," kata George. "Kalau bukan kami, takkan ada
orang yang bisa mengetahuinya."
Anak-anak sarapan dan minum coklat sambil merundingkan rencana selanjutnya.
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pagi ini juga kita naik perahu ke daratan," kata Julian. "Di sana langsung
menghadap ke kantor polisi, bersama Jennifer. Kurasa berita mengenai lenyapnya
dimuat dalam setiap surat kabar. Jadi polisi akan segera mengenalinya."
"Mudah-mudahan saja mereka berhasil menangkap keluarga Stick," kata George.
"Jangan-jangan mereka langsung menghilang, begitu mendengar bahwa Jennifer sudah
ditemukan." "Ya - kemungkinan itu harus kita beritahukan pada polisi," kata Julian sambil
berpikir. "Sebaik nya jangan disebarkan dulu kabar bahwa Jennifer sudah
ditemukan, selama kedua Stick itu belum tertangkap. Aku kepingin tahu di mana
mereka sekarang." "Kita ke perahu saja sekarang," kata Dick. "Tak ada gunanya menunggu lebih lama
di sini. Orang tua Jennifer sudah pasti akan senang apabila menerima kabar bahwa
putri mereka selamat."
"Aku enggan meninggalkan gua yang bagus ini," kata Jennifer. Anak itu sudah tak
takut lagi. Ia merasa senang berkumpul dengan kelima teman barunya. "Aku
kepingin tinggal di sini juga. Apakah kalian akan kembali lagi dan tinggal di
sini, Julian?" "Mungkin kami masih akan tinggal di sini selama beberapa hari lagi," jawab
Julian. "Soalnya saat ini rumah bibi kami kosong, karena ia tiba-tiba sakit dan
harus dirawat di rumah sakit. Paman kami selama itu menemaninya. Jadi tak ada
salahnya apabila kami tetap tinggal di sini, sampai mereka kembali."
"Aduh, asyiknya! Bolehkah aku ikut?" kata Jennifer meminta-minta. Wajahnya
berseri-seri, membayangkan akan tinggal dalam gua di sebuah pulau, bersama
keempat anak yang baik hati serta anjing mereka yang bagus. "Boleh ya" Aku
kepingin sekali. Dan aku juga sangat senang pada Tim."
"Kurasa orang tuamu takkan mengijinkan! Apalagi kau baru saja diculik," jawab
Julian. "Tapi kalau kau kepingin, coba saja tanyakan pada mereka."
Anak-anak masuk ke dalam perahu, sedang Julian mendorongnya ke air. George yang
mendayung. Dengan cekatan didayungnya perahu di sela-sela batu karang yang
runcing. Ketika lewat dekat bangkai kapal, Jennifer meminta pada George agar
arah perahu dibelokkan ke situ. Ia ingin sekali melihat-lihat di kapal itu.
Tetapi Julian dan ketiga saudaranya beranggapan, lebih baik secepat mungkin
mereka ke daratan. Tak lama kemudian mereka sampai di pantai. Alf nampak berdiri di situ. Anak
nelayan itu melihat mereka, lalu melambai-lambai. Begitu perahu sampai di pasir,
ia pun ikut membantu menariknya ke atas.
"Baru saja aku hendak ke tempat kalian," katanya. "Master George, ayahmu sudah
pulang. Tapi ibumu belum! Kabarnya ia sudah mulai sembuh, dan seminggu lagi
pasti bisa kembali ke rumah."
"Kalau begitu untuk apa ayahku pulang?" tanya George dengan heran.
"Kecemasannya timbul ketika ia menelepon, dan tak ada orang di rumah yang
menerima," kata Alf menerangkan. "Begitu sampai, ia langsung ke rumahku dan
bertanya padaku tentang kalian. Ia ingin tahu, di mana kalian berada! Tentu saja
tak kukatakan padanya. Aku bisa menyimpan rahasia. Pagi ini aku sebenarnya
hendak berangkat ke Pulau, karena ingin memberitahukan tentang kedatangan
ayahmu, Master George. Ia marah-marah ketika datang kemarin malam. Tak ada
seorang pun di rumah yang menyediakan makanan untuknya. Rumah berantakan, sedang
barang-barang banyak yang hilang! Saat ini ia sedang ke kantor polisi."
"Astaga!" ujar George. "Padahal kami juga hendak ke sana sekarang. Pasti akan
berjumpa dengannya di situ. Mudah-mudahan saja Ayah tak terlampau marah. Ia tak
bisa diajak bicara, kalau sedang jengkel."
"Ayohlah!" kata Julian mengajak pergi. "Di satu pihak ada baiknya ayahmu di
situ, George - jadi sekaligus kita bisa menerangkan duduk persoalan padanya, dan
juga pada polisi." Mereka meninggalkan Alf yang tercengang-cengang melihat Jennifer bersama mereka.
Ia tak tahu dari mana anak itu datang. Sudah jelas tak ikut sewaktu berangkat -
tetapi bersama-sama waktu kembali. Bagaimana mungkin terjadi" Alf bingung
memikirkannya. Anak-anak sampai ke kantor polisi, lalu langsung masuk. Polisi yang ada di depan
heran melihat kedatangan mereka.
"He! He!" serunya. "Ada apa kalian beramai-ramai ke mari" Apakah habis merampok,
dan sekarang hendak mengaku dosa?"
"St! Dengar!" ujar George tiba-tiba, karena terdengar suara seseorang berbicara
keras-keras di kamar sebelah. "Itu suara ayahku!"
Ia bergegas menghampiri pintu kamar itu. Petugas polisi melarangnya. Ia sangat
terkejut. "He, jangan masuk ke situ," larangnya. "Di dalam ada Pak Inspektur. Ia khusus
datang ke mari untuk urusan penting. Jadi tidak boleh diganggu."
Tetapi George sudah membuka pintu kamar, dan langsung masuk. Ayahnya berpaling
dan melihat George. Saat itu juga ia bangkit.
"George! Ke mana saja kau selama ini" Kenapa kau berani-berani pergi
meninggalkan rumah kita! Sebagai akibatnya kita kena rampok habis-habisan. Aku
sedang melaporkan pada Pak Inspektur, apa-apa saja yang hilang."
"Jangan khawatir, Ayah," kata George. "Ayah benar-benar tak perlu khawatir.
Barang-barang itu telah kami temukan kembali. Apa kabar Ibu?"
"Sudah hampir sembuh," jawab ayahnya. Kelihatannya ia masih marah dan heran.
"Syukur aku bisa kembali dan memberi kabar padanya bahwa kau tak apa-apa. Ibu
selalu bertanya-tanya tentang kalian! Dan aku terpaksa mengatakan kabar kalian
baik-baik saja, agar ia jangan cemas. Tapi aku sama sekali tak tahu apa yang
terjadi dengan kalian, atau di mana kalian berada. Aku benar-benar marah padamu.
Ke mana saja kalian selama ini?"
"Di Pulau," kata George dengan wajah cemberut, seperti biasanya apabila ayahnya
marah padanya. "Julian akan menceritakan tentang soal itu pada Ayah."
Julian masuk, diikuti oleh Dick, Anne, Jennifer dan Tim. Pak Inspektur mengamat-
amati mereka. Pak Inspektur berbadan besar tinggi, bermata tajam dengan alis
tebal. Kelihatan orangnya pintar. Ketika dilihatnya Jennifer, ia tertegun - lalu
cepat-cepat berdiri. "Siapa namamu, Nak?" tanyanya pada anak perempuan itu.
"Jennifer Mary Armstrong," kata Jenny dengan heran.
"Astaga!" ujar Pak Inspektur kaget. "Ini dia anak perempuan yang dicari-cari di
seluruh negeri! Tahu-tahu muncul dengan begitu saja di sini. Dari mana dia?"
"Apa maksud Anda?" tanya ayah George. Sekarang dia yang heran. "Anak mana yang
dicari-cari di seluruh negeri" Sudah berhari-hari aku tak membaca surat kabar."
"Jadi Anda tak membaca berita tentang penculikan Jenny Armstrong?" tanya Pak
Inspektur. Ia duduk kembali, lalu menarik Jenny ke dekatnya. "Ia putri Harry
Armstrong, seorang jutawan. Anak itu diculik orang. Penculiknya meminta uang
tebusan sebanyak seratus ribu pound. Wah, kami sudah bersusah-payah mencari-cari
di seluruh negeri - eh, tahu-tahu ia muncul di sini. Baru sekali ini kualami
kejadian seaneh ini. Di mana kau selama ini, Jenny?"
"Di Pulau," jawab Jenny. "Kau sajalah yang menceritakannya, Julian."
Julian bercerita, dari awal sampai akhir. Polisi yang di luar disuruh masuk dan
mencatat keterangan Julian itu. Semua yang hadir mendengarkan dengan tercengang-
cengang. Ayah George benar-benar heran. Ada-ada saja pengalaman anak-anak itu!
Dan mereka selalu berhasil mengatasi segala kerumitan.
"Mungkinkah kau juga mengetahui pemilik kapal yang membawa Jenny ke mari?" tanya
Pak Inspektur. "Tidak," jawab Julian. "Kami hanya mendengar bahwa Kelana akan datang malam
itu." "AHA!" seru Pak Inspektur dengan puas. "Kebetulan kami mengenal kapal yang
bernama 'Kelana'! Sejak beberapa waktu kami memperhatikan gerak-geriknya.
Pemiliknya kami curigai terlibat dalam bermacam-macam kegiatan melanggar hukum.
Kabar ini benar-benar menyenangkan! Yang menjadi pertanyaan sekarang: di mana
suami isteri Stick, dan bagaimana caranya supaya mereka tertangkap basah" Jenny
sudah kalian selamatkan. Jangan-jangan mereka nanti memungkiri perbuatan
mereka!" "Saya tahu bagaimana cara menangkap mereka," ujar Julian cepat-cepat. "Anak
mereka, Edgar, kami kurung dalam bilik bawah tanah di mana Jenny sebelumnya
terkurung. Jika salah seorang dari kami mengatakan pada mereka di mana Edgar
berada, maka pasti mereka akan pergi ke Pulau Kirrin dan langsung menuju ke
ruangan bawah tanah. Dan kalau Bapak memergoki mereka ketika sedang di sana,
maka takkan mungkin mereka masih bisa mengatakan tak tahu apa-apa tentang tempat
itu, dan belum pernah datang ke situ."
"Memang dengan begitu persoalan menjadi lebih gampang," kata Pak Inspektur. Ia
memijit bel, memanggil polisi seorang lagi. Pak Inspektur menyampaikan
keterangan tentang rupa suami isteri Stick padanya, lalu memerintahkannya agar
mengamat-amati daerah sekitar situ. Begitu kedua orang itu ditemukan, ia harus
segera melaporkan. "Kalau begitu, barangkali kau saja yang mengobrol dengan mereka tentang Edgar,
Julian," kata Pak Inspektur sambil tersenyum. "Kalau mereka kembali ke Pulau
kita akan mengikuti dari belakang dan menyergap mereka di sana. Kita akan
mempunyai bukti-bukti kuat. Terima kasih atas bantuan kalian. Sekarang kita
harus menelepon orang tua Jenny, untuk mengabarkan bahwa anak mereka sudah
selamat." "Selama itu ia bisa ikut dengan kami ke Pondok Kirrin," kata ayah George. Ia
masih tetap nampak agak bingung mengalami kejadian-kejadian yang tak terduga-
duga itu. "Aku telah meminta Joanna, juru masak kami yang dulu, agar mau
membantu membereskan urusan di rumah sebentar. Jadi ada orang yang bisa diserahi
tugas mengurus anak-anak. Mereka semua harus kembali."
"Baiklah, Ayah," jawab George dengan tegas. "Kami akan pulang selama hari ini
saja. Tapi kami bermaksud hendak tinggal selama seminggu lagi di Pulau Kirrin,
sampai Ibu kembali dari rumah sakit. Biarlah Joanna sendiri merawat rumah kita,
supaya semuanya beres apabila Ibu pulang. Ia tak perlu repot-repot mengurus kami
pula! Kami bisa mengurus diri sendiri di Pulau."
"Menurut pendapatku anak-anak ini layak diberi hadiah atas jasa mereka," kata
Pak Inspektur mencampuri pembicaraan. Jadi persoalan itu beres.
"Baiklah," kata ayah George, "Kalian boleh kembali ke Pulau! Tapi ingat, kalau
Ibu pulang kalian harus kembali, ya."
"Tentu saja," jawab George. "Saya sudah ingin bertemu dengan Ibu. Tapi tanpa
Ibu, tak enak rasanya tinggal di rumah. Lebih senang hidup di Pulau."
"Aku juga kepingin ikut," ujar Jenny tanpa tersangka-sangka. "Pak Inspektur!
Mintalah agar orang tuaku datang ke Kirrin, ya - nanti aku akan bisa minta ijin,
agar diperbolehkan ikut dengan anak-anak."
"Aku akan berusaha sebaik-baiknya," kata Pak Inspektur sambil tersenyum
memandang kelima anak-anak itu. Anak-anak senang padanya, karena ia sangat
ramah. Ayah George bangkit.
"Ayohlah," katanya. "Aku kepingin makan siang. Perutku lapar sekali, setelah
mengalami peristiwa yang begitu mendebarkan hati. Kita lihat saja nanti,
hidangan apa yang telah disiapkan oleh Joanna!"
Mereka pun pergi berbondong-bondong sambil ribut berbicara. Ayah George bingung
mendengarnya. Entah kenapa, nampaknya ia selalu terlibat dalam kejadian-kejadian
seru yang dialami oleh anak-anak!
XXII KEMBALI KE PULAU KIRRIN! TAK LAMA kemudian mereka berkumpul di Pondok Kirrin. Kedatangan mereka disambut
oleh Joanna, juru masak mereka yang dulu. Ia tercengang-cengang mendengar kisah
pengalaman mereka. Sementara itu ia tidak tinggal diam saja, melainkan sibuk
menyiapkan makan siang. Sementara mereka sedang makan, Julian yang kebetulan memandang ke luar jendela
melihat sesosok tubuh yang dikenalnya dengan baik. Orang yang dilihatnya itu
sedang mengendap-ngendap di balik pagar.
"Pak Stick!" katanya, lalu meloncat bangkit dari tempat duduknya. "Aku akan
mendatanginya. Kalian menunggu di sini."
Julian lari ke luar, mengitari pojok rumah lalu berdiri berhadap-hadapan dengan
Pak Stick. Orang itu terkejut melihat Julian sekonyong-konyong muncul di
depannya. "Mau tahu di mana Edgar sekarang?" tanya Julian. Ia sama sekali tak merasa perlu
mengucapkan salam terlebih dulu. Untuk apa berbasa-basi dengan orang jahat!
Pak Stick terkejut. Ia bingung. Tak tahu apa yang harus dikatakan. Ia hanya bisa
menatap Julian. "Ia di ruangan bawah tanah, terkurung dalam bilik batu," ujar Julian dengan
suara misterius. "Kau tak tahu apa-apa tentang Edgar," ujar Pak Stick. "Kau ke mana" Bukankah
kalian sudah pulang ke rumah?"
"Sudahlah," kata Julian mengelakkan pertanyaan itu. "Pokoknya apabila ingin
menemukan Edgar - cari dalam bilik di bawah tanah!"
Pak Stick melotot sebentar memandangnya. Sudah itu ia pergi. Julian bergegas
masuk ke rumah, lalu menelepon kantor polisi. Ia merasa yakin, Pak Stick akan
menyampaikan kata-katanya pada Ibu Stick. Dan Ibu Stick pasti akan memaksa
kembali ke Pulau Kirrin, karena ingin melihat apakah kata-katanya itu benar.
Jadi polisi tinggal mengamat-amati perahu-perahu yang terdapat di pantai, untuk
melihat kapan keluarga Stick pergi ke Pulau.
Anak-anak selesai makan siang. Paman Quentin mengatakan bahwa ia harus segera
kembali ke rumah sakit, karena Bibi Fanny pasti sudah tak sabar lagi menunggu
berita. "Akan kukatakan padanya bahwa kalian sedang bersenang-senang di Pulau," katanya.
"Mengenai pengalaman kalian, lebih baik kalau kutunggu dulu sampai ia sudah di
rumah lagi." Ayah George berangkat naik mobil. Sesaat anak-anak bingung, apakah sebaiknya
segera berangkat ke Pulau atau tidak. Tetapi akhirnya mereka memutuskan akan
menunggu sebentar, karena mereka tak tahu Jenny harus ke mana apabila mereka
pergi saat itu juga. Tak lama kemudian sebuah mobil besar muncul di jalan, dan berhenti di depan
pintu pagar pekarangan Pondok Kirrin. Seorang laki-laki jangkung berambut merah
keluar dari dalam mobil, diikuti seorang wanita cantik.
"Pasti itu orang tuamu, Jenny," kata Julian.
Dugaannya benar. Jennifer dipeluk dan diciumi oleh orang tuanya yang gembira
karena berkumpul lagi dengan putri kesayangan mereka. Jenny disuruh bercerita
berulang kali. Ayahnya tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Julian
beserta saudara-saudaranya.
"Sebutkan saja hadiah apa yang kalian inginkan," katanya. "Kalian akan
mendapatnya! Aku tak sanggup menyatakan rasa terima kasihku, atas jasa kalian
menyelamatkan Jenny dari tangan penculik!"
"Kami tak menginginkan apa-apa," kata Julian dengan sopan. "Kami sendiri pun
senang karenanya. Kami menyukai pengalaman-pengalaman yang mendebarkan hati!"
"Ah, pasti ada yang kalian inginkan!" ujar ayah Jenny mendesak.
Julian melirik saudara-saudaranya. Ia tahu, tak seorang pun dari mereka
mengharapkan diberi hadiah. Jenny menyenggolnya sambil mengangguk-angguk.
Melihat gelagat anak itu, Julian tertawa.
"Yah," katanya, "kalau dipaksa juga, ada sesuatu yang sangat kami inginkan!"
"Kau tak perlu menyebutkannya lagi. Kuberi!" kata ayah Jenny bermurah hati.
"Bolehkah Jenny ikut dengan kami, menginap selama seminggu di Pulau Kirrin?"
tanya Julian. Jenny menjerit girang, lalu menggenggam lengan Julian erat-erat.
Orang tua Jenny agak kaget mendengar permintaan itu.
"Wah - " kata ayahnya agak ragu, "wah, bagaimana ya" Soalnya Jenny baru saja
habis diculik - saat ini kami tak ingin jauh-jauh daripadanya - dan...."
"Ayah tadi berjanji akan memberikan apa pun juga yang diminta oleh Julian," kata
Jenny mendesak. "Ayah sudah berjanji! Ijinkanlah aku ikut, Ayah! Ya" Aku sudah
selalu ingin tinggal di sebuah pulau. Pulau ini bagus sekali, Ayah! Ada sebuah
gua yang benar-benar menarik, dan ada puri kuno yang sudah meruntuh, lalu
ruangan-ruangan bawah tanah di mana aku dikurung, lalu - "
"Kami akan mengajak Tim, anjing kami," sela Julian. "Lihat saja, badannya besar
sekali! Kalau ada Tim, kami tak mungkin mengalami bahaya!"
Tim menggonggong dengan suaranya yang berat, seolah-olah menegaskan kata-kata
Julian. "Baiklah! Kau boleh ikut, Jenny. Tapi dengan satu syarat," kata ayah anak itu
pada akhirnya. "Besok aku beserta ibumu akan datang ke sana dan tinggal sehari
penuh bersama kalian. Supaya kami yakin bahwa kalian tak kekurangan suatu apa
pun di sana." "Wah! Terima kasih! Terima kasih, Ayah!" seru Jenny sambil menari-nari
sekeliling kamar. Ia diperbolehkan tinggal seminggu di Pulau Kirrin bersama
teman-teman barunya, dijaga oleh Tim! Anak itu gembira sekali! Ia bahkan
diperbolehkan menginap di Pondok Kirrin, sementara orang tuanya tidur di hotel.
Tak lama kemudian orang tua Jenny pergi lagi, karena masih harus ke kantor
polisi untuk meminta keterangan tentang peristiwa penculikan secara terperinci.
Anak-anak ke dapur, untuk melihat kalau-kalau Joanna membuatkan kue sebagai
hidangan minum teh. Menjelang saat minum teh, terdengar pintu diketuk dari luar. Seorang polisi
berbadan besar berdiri di depan pintu.
"Master Julian ada di rumah?" tanyanya. "Ah, kau sendiri! Kami memerlukan
bantuanmu. Suami isteri Stick baru saja berangkat dengan perahu mereka ke Pulau.
Lima Sekawan Minggat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekoci kami sudah siap di pantai. Tapi kami tak mengenal jalan keluar masuk di
sela-sela batu karang berbahaya yang mengelilingi Pulau Kirrin. Bisakah kau atau
Miss Georgina mengantar kami ke sana?"
"Aku George, bukan Georgina," kata George tersinggung,
"Maaf, Pak!" kata polisi itu sambil nyengir. Ia geli melihat tingkah George yang
memang agak kelaki-lakian. "Kau bisa ikut?"
"Kami semua akan ikut!" seru Dick sambil meloncat. "Aku ingin kembali ke sana,
dan tidur lagi di gua malam ini. Kenapa kita harus menyia-nyiakan satu malam.
Besok perahu bisa kembali guna menjemput orang tua Jenny. Kami semua ikut
sekarang!" Polisi itu agak ragu, apakah anak sebanyak itu bisa muat semuanya dalam perahu
polisi. Tetapi anak-anak tetap mendesak. Karena mereka tak bisa membuang-buang
waktu lagi, akhirnya mereka berdesak-desak seperahu dengan tiga orang polisi
yang besar-besar. Seperti biasa, Tim juga ikut.
George bertindak sebagai penunjuk jalan. Tak lama kemudian mereka sudah mendarat
di teluk kecil. Sedang suami isteri Stick mengambil jalan mengitar lewat bangkai
kapal, dan mendarat di tepi pulau yang lebih berbatu-batu.
"Sekarang jangan ribut-ribut," kata Julian memperingatkan. Mereka berjalan
menyelinap menuju runtuhan puri. Suami isteri Stick tak nampak di halaman.
"Kita ke bawah tanah," ujar Julian. "Aku membawa senter. Kurasa mereka sudah ke
bawah, karena ingin membebaskan Edgar yang tersayang."
Mereka menuruni tangga batu, menuju ruangan bawah tanah. Sekali itu Anne ikut
turun, sambil memegang tangan seorang polisi erat-erat. Mereka bergegas melewati
lorong yang panjang dan berbelit-belit.
Akhirnya sampai di depan pintu bilik tempat Edgar terkurung. Gerendel sebelah
atas dan bawah masih tertutup.
"Lihatlah!" bisik Julian sambil menyorotkan cahaya senternya ke pintu. "Mereka
belum ke mari." "Ssst!" desis George, karena Tim mulai menggeram-geram. "Ada orang datang! Ayoh,
kita bersembunyi. Kurasa suami isteri Stick datang!"
Mereka bersembunyi di balik dinding dekat situ. Terdengar bunyi langkah-langkah
mendekat, disusul oleh suara Ibu Stick yang berbicara dengan nada marah,
"Aku takkan diam saja, apabila anakku benar-benar terkurung di dalam bilik!
Keterlaluan, anak tak bersalah dikurung! Aku tak mengerti. Kalau ia ada di situ,
lantas ke mana anak perempuan yang kita kurung" Ayoh jawab! Kurasa kepala kita
berkhianat, karena tak mau membagi uang tebusan. Bukankah ia sudah berjanji akan
memberi uang sebanyak seribu pound, apabila Jenny Armstrong kita sembunyikan
selama seminggu" Kurasa kita ditipu olehnya! Disuruhnya orang ke mari, dan anak
perempuan itu diambil kembali. Sedang Edgar dijebloskan ke dalam kurungan!"
"Mungkin kau benar, Clara," kata Pak Stick. Terdengar suaranya semakin dekat.
"Tapi dari mana anak yang bernama Julian itu tahu bahwa Edgar terkurung di sini"
Banyak yang tak kumengerti dalam perkara ini."
Sementara itu suami isteri Stick sudah berdiri di depan pintu bilik. Si Bau ikut
bersama mereka. Anjing itu mencium bau orang-orang yang bersembunyi, lalu
mendengking-dengking ketakutan. Pak Stick menendangnya.
"Jangan berisik! Sudah cukup pusing kepalaku mendengar gema suaraku sendiri. Kau
tak perlu menambah lagi dengan dengkinganmu!"
Ibu Stick memanggil-manggil,
"Edgar! Kau ada di dalam" Edgaar!"
"Mama!" seru Edgar dari dalam bilik. "Ya, aku di sini! Mama, aku mau keluar! Aku
takut! Aku mau keluar!"
Dengan segera Ibu Stick menggeserkan gerendel, lalu membuka pintu. Ia melihat
Edgar berdiri di dalamnya, diterangi cahaya lentera. Anak itu lari menghampiri
ibunya sambil merengek-rengek ketakutan.
"Siapa mengurungmu di dalam?" tanya Ibu Stick. "Adukan pada ayahmu. Biar orang
itu dihajarnya! Ya, Ayah" Kurang ajar, anak sedang ketakutan dijebloskan ke
dalam bilik gelap di bawah tanah. Jahat benar orang itu!"
Tiba-tiba ketiga keluarga Stick terkejut setengah mati - karena tahu-tahu muncul
seorang polisi berbadan besar dari tempat gelap. Tangannya yang satu memegang
senter, sedang di tangan sebelahnya tergenggam sebuah buku notes!
"Aba!" kata polisi itu dengan suara berat. "Katamu tadi benar, Clara Stick.
Memang jahat perbuatan orang yang mengurung anak yang ketakutan dalam bilik itu!
Dan bukankah justru itu yang kaulakukan dengan Jenny Armstrong. Anak perempuan
itu masih kecil. Anakmu tahu bahwa ia takkan apa-apa - tetapi anak perempuan itu
setengah mati ketakutan!"
Ibu Stick hanya bisa berdiri seperti terpaku di tempatnya. Mulutnya terbuka dan
tertutup lagi, seperti ikan maskoki. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya yang
mengap-mengap. Sedang Pak Stick terjerit-jerit, seperti tikus masuk perangkap.
"Kita tertipu! Rupanya mereka memasang jebakan. Kita tertipu!"
Edgar mulai menangis tersedu-sedu, seperti anak kecil. Anak-anak muak
melihatnya. Julian menyalakan senternya. Tiba-tiba keluarga Stick melihat anak-
anak itu berkerumun di depan mereka.
"Astaga! Anak-anak ada di sini semua - dan itu Jenny Armstrong!" kata Pak Stick
terheran-heran. "Apa yang terjadi di sini" Siapa yang mengurung Edgar?"
"Jawabannya akan kaudengar apabila kita sudah berada di kantor polisi," ujar
polisi berbadan besar. "Sekarang ikut kami!"
Keluarga Stick tidak berdaya lagi. Mereka berjalan mengikuti polisi. Edgar
menangis terisak-isak. Sudah dibayangkannya ayah dan ibunya dalam penjara,
sedang ia sendiri dimasukkan ke Panti Pendidikan Anak-anak Nakal. Bertahun-tahun
ia takkan boleh bertemu dengan ibunya. Sebetulnya hal itu tak mengapa, karena
baik Pak Stick maupun Ibu Stick bukan orang tua yang baik. Edgar hanya diajar
hal-hal yang buruk saja oleh mereka. Mungkin anak malang itu bisa menjadi orang
baik-baik, apabila ia dipisahkan dari orang tuanya. Anak itu harus diberi
teladan baik! "Kami tak ikut kembali," kata Julian dengan sopan pada polisi-polisi yang
membawa mereka. "Kami menginap di sini malam ini. Bapak-bapak bisa kembali
dengan perahu keluarga Stick. Mereka tahu jalan. Bawa saja anjing mereka. Itu
dia - kami menamakannya si Bau."
Polisi berhasil menemukan perahu keluarga Stick. Mereka berangkat bersama-sama.
Si Bau tak mau ketinggalan. Anjing itu bergegas meloncat ke dalam perahu. Ia
merasa lega, karena bisa menyingkir dari pelototan Tim.
Julian mendorong perahu itu ke air.
"Selamat jalan!" serunya. Anak-anak lainnya ikut melambai-lambai.
"Selamat jalan, Pak Stick, jangan suka menculik anak lagi! Selamat jalan, Ibu
Stick, jaga Edgar baik-baik - nanti diculik lagi! Selamat jalan, Jerawat,
berusahalah menjadi anak yang baik! Selamat jalan, Bau, kau harus cepat mandi.
Selamat jalan semuanya!"
Ketiga polisi nyengir mendengar seruan anak-anak. Mereka ikut melambai-lambai.
Tetapi keluarga Stick diam saja. Mereka duduk dalam perahu dengan wajah
cemberut. Mereka masih bingung, apa sebabnya rencana yang begitu bagus ternyata
berakhir seperti itu. Perahu yang mengangkut penculik-penculik sial itu lenyap di balik sebuah batu
besar. "Horee!" seru Dick. "Mereka sudah pergi - untuk selama-lamanya! Kita sendiri
lagi di pulau kita! Ayoh, Jenny - kami tunjukkan pulau ini padamu. Kita akan
bersenang-senang di sini."
Kelima anak-anak itu berlari-lari dengan perasaan senang dan bahagia, disertai
oleh anjing mereka yang setia. Mereka sudah sendiri lagi di pulau mereka yang
tercinta. Kita tinggalkan saja mereka, menikmati kebahagiaan di sana selama
seminggu. Sudah selayaknya mereka menikmatinya!
Scan & DJVU: BBSC Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://epublover.blogspot.com
http://facebook.com/epub.lover
(Pengeditan HANYA dengan metode pemeriksaan Spell & Grammar, bukan full-edited)
Rahasia Tombak Dewa 1 Pendekar Rajawali Sakti 69 Titisan Ratu Pantai Selatan Kisah Pendekar Bongkok 4