Pencarian

Peperangan Raja Raja 11

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin Bagian 11


hijau dedaunan di hutan musim panas, begitu gelap sehingga
menyerap cahaya lilin. Sorot emas berkilauan dari ornamen
dan kait-kait bagai nyala api di dalam hutan itu, berkelip setiap
kali Renly bergerak. "Silakan lanjutkan, Lord Mathis."
"Yang Mulia," Mathis Rowan berkata sambil menatap
Catelyn dengan curiga. "Seperti saya bilang tadi, pertempuran
kita sudah direncanakan dengan baik. Mengapa menunggu
sampai matahari terbit" Perintahkan untuk maju sekarang."
"Dan akibatnya akan tersiar kabar kalau aku menang
dengan curang, menyerang di luar kesepakatan" Fajar adalah
waktu yang sudah dipilih."
"Dipilih oleh Stannis," Randyll Tarly mengingatkan.
585 "Dia membuat pasukan kita maju dengan menghadap ke arah
matahari terbit. Kita bakal setengah buta."
"Hanya sampai serangan pertama," kata Renly percaya
diri. "Ser Loras akan menerobos pertahanan mereka, dan
sesudah itu kerusuhan." Brienne mengencangkan tali-tali
kulit hijau dan mengaitkan gesper-gesper emas. "Saat kakakku
jatuh, pastikan tidak ada yang menghina mayatnya. Dia darah
dagingku, aku tak mau kepalanya diarak di ujung tombak."
"Dan kalau dia menyerah?" Lord Tarly bertanya.
"Menyerah?" Lord Rowan tertawa. "Saat Mace Tyrell
mengepung Storm"s End, Stannis memilih makan tikus
daripada membuka pintu gerbang."
"Yah, aku ingat." Renly mengangkat dagu agar Brienne
dapat memasang pelindung leher. "Menjelang akhir, Ser Gawen
Wylde dan tiga kesatrianya berusaha menyelinap keluar dari
pintu samping untuk menyerah. Stannis memergoki mereka
dan memerintahkan mereka dilemparkan dari dinding dengan
katapel. Aku masih bisa melihat wajah Gawen waktu mereka
mengikatnya. Dia dulu master laga kami."
Lord Rowan tampak bingung. "Tidak ada yang
dilontarkan dari dinding. Aku pasti ingat kalau ada."
"Maester Cressen mengingatkan Stannis kalau pada
akhirnya kita mungkin harus memakan mayat, dan tidak ada
gunanya membuang-buang daging bagus." Renly menyibakkan
rambut ke belakang. Brienne mengikatnya dengan pita beledu
dan menarik topi berbantalan menutupi telinga, untuk
melindungi dari beban helm. "Berkat Kesatria Bawang kita tak
pernah harus makan mayat, tapi nyaris saja. Nyaris untuk Ser
Gawen, yang mati dalam selnya."
"Yang Mulia." Catelyn sudah menunggu dengan sabar,
tapi waktunya tidak banyak. "Kau berjanji kita akan berbicara."
Renly mengangguk. "Siapkan pertempuran kalian, tuantuan" oh, dan kalau Barristan Selmy berada di pihak kakakku,
586 aku ingin dia dibiarkan hidup."
"Tidak ada kabar tentang Ser Barristan sejak Joffrey
memecatnya," bantah Lord Rowan.
"Aku kenal lelaki tua itu. Dia butuh raja untuk dijaga,
kalau tidak, siapalah dia" Tapi dia tidak pernah datang
kepadaku, dan kata Lady Catelyn dia tidak bersama Robb
Stark di Riverrun. Di mana lagi kalau bukan bersama Stannis?"
"Siap, Yang Mulia. Dia tidak akan disakiti." Kedua lord
membungkuk dalam-dalam lalu pergi.
"Silakan bicara, Lady Stark," Renly berkata. Brienne
memasangkan jubah di bahu Renly yang lebar. Terbuat dari
kain emas, tebal, dengan rusa bermahkota simbol Baratheon
tersusun dari kepingan batu jet.
"Lannister mencoba membunuh putraku Bran. Ribuan
kali aku menanyakan alasannya pada diriku sendiri. Kakakmu
memberiku jawaban. Ada perburuan pada hari putraku jatuh.
Robert, Ned, dan sebagian besar lelaki lain pergi berburu babi
hutan, tapi Jaime Lannister tetap tinggal di Winterfell, begitu
pula sang ratu." Renly dengan cepat menangkap maksudnya. "Jadi
menurutmu anak itu memergoki mereka..."?
"Aku mohon, my lord, izinkan aku menemui kakakmu
Stannis dan menyampaikan kecurigaanku ini padanya."
"Apa tujuannya?"
"Robb akan meletakkan mahkota jika kau dan kakakmu
mau melakukan hal yang sama," jawab Catelyn, berharap itu
benar. Catelyn akan memaksakannya menjadi benar bila perlu;
Robb pasti mau mendengar, bahkan meskipun para lord
pengikutnya menolak. "Kalian bertiga akan menyelenggarakan
Majelis Akbar, seperti yang belum pernah disaksikan kerajaan
ini selama seratus tahun. Kita akan mengirim pesan ke
Winterfell, agar Bran bisa menceritakan kisahnya dan semua
orang akan tahu bahwa Klan Lannister adalah perebut takhta
587 yang sesungguhnya. Biarkan seluruh penguasa di Tujuh
Kerajaan memilih siapa yang harus memimpin mereka."
Renly tertawa. "Katakan padaku, my lady, apakah
direwolf memilih siapa yang harus memimpin kawanan?"
Brienne mengambilkan sarung tangan dan helm besar sang
raja, dengan tanduk emas di puncaknya yang akan menambah
tinggi Renly sampai 45 sentimeter. "Saat untuk berbicara
sudah usai. Sekarang kita lihat siapa yang lebih kuat." Renly
memasang sarung tangan baja hijau-dan-emas pada tangan kiri,
sementara Brienne berlutut untuk mengaitkan gesper sabuk
yang diberati pedang panjang dan belati.
"Aku memohon padamu demi sang Bunda," Catelyn
sedang berbicara ketika tiba-tiba embusan angin mendadak
menyingkapkan pintu tenda. Sepertinya dia melihat gerakan,
tapi ketika dia menoleh, ternyata hanya bayangan sang raja
yang bergoyang-goyang pada dinding sutra. Dia mendengar
Renly melontarkan lelucon, bayangannya bergerak mengangkat
pedang, hitam berlatar hijau, lilin-lilin meredup, berkeredep,
ada yang aneh, terasa salah. Lalu dia melihat pedang Renly
masih dalam sarungnya, masih terbungkus, tapi bayangan
pedang itu"? "Dingin," kata Renly dengan suara pelan dan bingung,
satu detak jantung sebelum baja pelindung lehernya terbelah
bagai kain tipis di bawah bayangan pedang yang tidak ada di
sana. Renly sempat terkesiap pelan sebelum darah menyembur
dari lehernya. "Yang Mu"tidak!" jerit Brienne si Biru ketika melihat
aliran mengerikan itu, terdengar setakut gadis kecil mana pun.
Sang raja terhuyung ke dalam pelukannya, tirai darah merayap
menuruni bagian depan zirahnya, gelombang merah gelap
yang menenggelamkan warna hijau dan emas. Lebih banyak
lilin yang padam. Renly berusaha bicara, tapi dia tersedak
darahnya sendiri. Kakinya goyah, dan hanya kekuatan Brienne
588 yang menahannya tetap berdiri. Brienne melontarkan kepala
ke belakang dan menjerit, tanpa kata-kata dalam kepiluannya.
Bayangan itu.?Catelyn tahu sesuatu yang gelap dan jahat
telah terjadi di sini, sesuatu yang sama sekali tidak dia pahami.
Yang terlihat di dinding tenda tadi bukan bayangan Renly. Kematian
masuk dari pintu itu dan meniup kehidupan keluar dari Renly secepat
angin memadamkan lilin-lilinnya.
Hanya beberapa saat berlalu sebelum Robar Royce dan
Emmon Cuy menyerbu masuk, walaupun rasanya seperti
separuh malam. Sepasang prajurit mendesak masuk di belakang
mereka dengan membawa obor. Ketika mereka melihat Renly
dalam pelukan Brienne, yang basah kuyup dengan darah sang
raja, Ser Robar berteriak ngeri. "Perempuan terkutuk!" jerit
Ser Emmon, dia yang mengenakan zirah bergambar bunga
matahari. "Tinggalkan dia, makhluk aneh!"
"Demi para dewa, Brienne, kenapa?"?tanya Ser Robar.
Brienne mengangkat kepala dari jasad rajanya. Jubah
pelangi yang menggantung dari bahunya kini berwarna merah
di tempat darah sang raja merembesi kainnya. "Aku" aku?"?
"Kau akan mati untuk ini." Ser Emmon menyambar
kapak perang bergagang panjang dari tumpukan senjata di
dekat pintu. "Kau akan membayar nyawa rajamu dengan
nyawamu sendiri!" "TIDAK!" Catelyn Stark menjerit, akhinya bisa bersuara,
tapi sudah terlambat. Amarah sudah menguasai mereka,
dan mereka merangsek maju diiringi teriakan-teriakan yang
menenggelamkan suaranya. Brienne bergerak lebih cepat
daripada yang bisa dipercaya Catelyn. Pedangnya sendiri tidak
di tangan, jadi dia menyambar pedang Renly dari sarungnya
dan mengangkatnya untuk menangkis tebasan ke bawah
dari kapak Emmon. Percikan api meletup biru-putih saat
baja bertemu baja diiringi derak memekakkan, dan Brienne
melompat berdiri, jasad sang raja terbanting ke samping. Ser
589 Emmon tersandung jasad itu saat berusaha mendekat, dan
pedang Brienne menembus gagang kayu, membuat kepala
kapak itu terlempar. Lelaki lain melemparkan obor menyala ke
punggung Brienne, tapi jubah pelanginya terlalu kuyup dengan
darah untuk terbakar. Brienne berputar dan menebas, obor dan
tangan yang memegangnya terlempar. Api merayap di karpet.
Lelaki buntung mulai menjerit. Ser Emmon menjatuhkan
kapak dan menggapai pedangnya. Prajurit kedua menyerbu,
Brienne mengelak, pedang mereka menari dan berdentang
satu sama lain. Ketika Emmon Cuy menyerang lagi, Brienne
terpaksa mundur, namun entah bagaimana dia mampu
menahan mereka. Di lantai, kepala Renly bergulir memualkan
ke satu sisi, dan mulut kedua menganga lebar, darah sekarang
mengalir keluar darinya dalam denyutan-denyutan lambat.
Ser Robar sejak tadi diam, tidak yakin, tapi kini dia
meraih gagang pedang. "Robar, tidak, dengarkan." Catelyn
menyambar lengannya. "Kalian salah sangka, itu bukan
perbuatannya.? Tolong dia! Dengarkan aku, ini perbuatan
Stannis." Nama itu meluncur dari bibirnya sebelum dia
sempat memikirkan bagaimana bisa sampai di sana. Tapi saat
mengucapkannya, dia tahu itu benar. "Aku bersumpah, kau
tahu aku, Stannis yang membunuhnya."
Kesatria pelangi berusia muda itu menatap si perempuan
sinting dengan mata pucat yang bersorot ketakutan. "Stannis"
Bagaimana?" "Aku tidak tahu. Sihir, teluh, ada bayangan, bayangan."
Suaranya sendiri terdengar liar dan gila di telinga Catelyn,
tapi kata-kata mengalir deras sementara pedang-pedang terus
beradu di belakangnya. "Bayangan dengan pedang, sumpah
aku melihatnya. Apa kau buta, gadis itu mencintainya! Tolong
dia!" Catelyn menoleh ke belakang, melihat penjaga kedua
ambruk, pedangnya terlepas dari jari-jari yang lunglai. Di luar
terdengar teriakan. Dia tahu sesaat lagi bakal ada lebih banyak
590 lelaki murka yang menerobos masuk. "Dia tak bersalah, Robar.
Kau bisa memegang kata-kataku, demi kuburan suamiku dan
kehormatanku sebagai seorang Stark!"
Itu membuat sang kesatria mengambil keputusan. "Aku
akan menahan mereka," Ser Robar berkata. "Bawa dia pergi."
Pemuda itu berbalik dan keluar dari tenda.
Api sudah sampai ke dinding dan merayap naik melahap
sisi tenda. Ser Emmon mendesak Brienne tanpa ampun, dia
dalam balutan baja kuning berlapis email sementara Brienne
dalam balutan wol. Lelaki itu sudah melupakan Catelyn,
sampai tungku besi menghantam bagian belakang kepalanya.
Karena mengenakan helm, pukulan itu tidak menimbulkan
luka parah, tapi tetap membuatnya jatuh berlutut. "Brienne,
ikut aku," Catelyn memerintah. Gadis itu dengan cepat
memahami situasi. Satu tebasan, dan dinding tenda dari sutra
hijau terbelah. Mereka melangkah memasuki kegelapan dan
dinginnya fajar. Suara-suara keras terdengar dari sisi lain tenda.
"Lewat sini," desak Catelyn, "dan pelan-pelan. Kita tidak boleh
lari, nanti mereka malah bertanya. Jalan santai saja, seperti
tidak ada yang salah."
Brienne menyusupkan pedangnya ke sabuk dan
melangkah di samping Catelyn. Udara malam berbau hujan.
Di belakang mereka, tenda sang raja kini membara, lidah
api membubung tinggi berlatar kegelapan. Tidak ada yang
bergerak untuk menghentikan mereka. Orang-orang berlarian
melewati mereka, berteriak-teriak tentang api, pembunuhan,
dan sihir. Yang lain berdiri dalam kelompok-kelompok kecil
dan berbicara dengan suara pelan. Beberapa orang berdoa, dan
seorang squire muda berlutut, menangis tersedu-sedu.
Pasukan tempur Renly sudah mulai tercerai-berai saat
kabar menyebar dari mulut ke mulut. Api unggun sisa semalam
sudah redup, dan ketika langit timur mulai benderang,
bangunan Storm"s End yang megah muncul bagaikan mimpi
591 batu sementara sulur-sulur kabut pucat bertemperasan di
seluruh padang rumput, terbang menghindari matahari dengan
sayap-sayap angin.?Hantu pagi, Catelyn pernah mendengar
sebutan Nan Tua untuk kabut itu, arwah-arwah yang kembali
ke kubur. Dan Renly termasuk di antara mereka sekarang,
pergi seperti kakaknya Robert, seperti Ned tersayang.
"Aku tak pernah memeluknya kecuali saat dia mati,"
Brienne berkata lirih selagi mereka berjalan melintasi
kekacauan yang makin menyebar. Suara gadis itu terdengar
seakan-akan dia bakal ambruk sewaktu-waktu. "Satu saat dia
sedang tertawa, dan tiba-tiba saja darah di mana-mana"my
lady, aku tidak mengerti. Apa kau melihat, apa kau?"?
"Aku melihat bayangan. Awalnya kupikir itu bayangan
Renly, tapi itu bayangan kakaknya."
"Lord Stannis?"
"Aku merasakannya. Memang tidak masuk akal, aku
tahu?"? Bagi Brienne itu cukup masuk akal. "Akan kubunuh
dia," tegas gadis tinggi yang buruk rupa itu. "Dengan pedang
rajaku sendiri, akan kubunuh dia. Aku bersumpah. Aku
bersumpah. Aku bersumpah."
Hal Mollen dan rombongan pengawalnya yang lain
sudah menunggu dengan kuda-kuda. Ser Wendel Manderly tak
sabar ingin mengetahui apa yang terjadi. "My lady, perkemahan
kacau-balau," celotehnya ketika melihat mereka. "Lord Renly,
apakah dia?" Lelaki itu terdiam mendadak, menatap Brienne
dan darah yang membasahinya.
"Mati, tapi bukan perbuatan kami."
"Pertempuran?" Hal Mollen bicara lagi.
"Tidak akan ada pertempuran." Catelyn menaiki
kudanya, dan rombongan pengawal mengambil posisi
mengelilinginya, dengan Ser Wendel di sebelah kiri dan Ser
Perwyn Frey di sebelah kanan. "Brienne, kami membawa


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

592 cukup banyak kuda untuk dua kali lipat jumlah kami. Pilih
salah satu, dan ikutlah dengan kami."
"Aku punya kuda sendiri, my lady. Dan zirahku?"
"Tinggalkan saja. Kita harus sudah pergi jauh sebelum
mereka terpikir untuk mencari kita. Kita berdua bersama
sang raja saat dia dibunuh. Itu tidak akan terlupakan." Tanpa
berkata-kata, Brienne berbalik dan menuruti perkataan
Catelyn. "Jalan," Catelyn memerintah rombongannya ketika
mereka semua sudah menaiki kuda. "Kalau ada yang mencoba
menghentikan kita, habisi dia."
Saat jari-jari panjang fajar menyebar ke seluruh padang
rumput, warna mulai kembali ke dunia. Di tempat lelaki-lelaki
kelabu menunggangi kuda-kuda kelabu bersenjatakan tombaktombak gelap, ujung runcing sepuluh ribu lembing kini berkilau
dingin keperakan, dan pada begitu banyak panji yang berkibar
Catelyn melihat rona merah, merah muda, dan jingga, warna
biru dan cokelat yang pekat, warna emas dan kuning yang
cemerlang. Seluruh kekuatan Storm"s End dan Highgarden,
kekuatan yang dimiliki Renly satu jam lalu. Mereka milik Stannis
sekarang, Catelyn menyadari, bahkan jika mereka sendiri belum
mengetahuinya. Ke mana lagi mereka mesti berpaling, jika bukan
kepada Baratheon terakhir" Stannis telah memenangkan semuanya
dengan satu serangan keji.
Aku raja yang sah, katanya kemarin, dengan rahang
mengertak sekuat besi, dan putramu sama-sama pengkhianat
seperti adikku ini. Dia juga akan mendapatkan hukumannya."
Tubuh Catelyn menggigil. j 593 JON B ukit itu menjulang di atas rimbunnya belantara, mencuat
sendirian dan mendadak, puncaknya yang berangin tampak
dari jarak berkilo-kilometer. Menurut para penjelajah, orangorang wildling menyebutnya Tinju Kaum Pertama. Memang
mirip tinju, pikir Jon Snow, bukit itu menghunjam tanah dan
hutan, lereng-lereng gundul cokelatnya dipuncaki batu.
Jon berkuda ke puncak bersama Lord Mormont dan para
perwira, meninggalkan Ghost di hutan di kaki bukit. Direwolf
itu sudah tiga kali melarikan diri sewaktu mereka mendaki,
dua kali dia kembali dengan enggan saat mendengar siulan
Jon. Kali ketiga, Komandan hilang kesabaran dan membentak,
"Biarkan dia pergi, Nak. Aku ingin tiba di puncak sebelum
senja. Cari si serigala nanti saja."
Jalan ke atas curam dan berbatu, puncaknya dimahkotai
dinding dari reruntuhan bebatuan setinggi dada. Mereka
harus memutar cukup jauh ke barat sebelum menemukan
celah yang cukup besar untuk dilewati kuda. "Tempat yang
bagus, Thoren," si Beruang Tua mengumumkan ketika
mereka akhirnya mencapai puncak. "Kita hampir tak bisa
mengharapkan tempat yang lebih bagus lagi. Kita berkemah di
sini sambil menunggu si Jemari Buntung." Komandan berayun
turun dari pelana, menyuruh pergi raven dari bahunya. Sambil
594 mengeluh nyaring, burung itu pun mengudara.
Pemandangan dari puncak bukit mengesankan,
tapi lingkaran dinding batu itulah yang menarik mata Jon,
bebatuan kelabu termakan cuaca dengan bercak-bercak putih
lumut dan dijuntai oleh lumut hijau. Menurut cerita, Tinju
merupakan benteng melingkar Kaum Pertama pada Zaman
Permulaan. "Tempat yang tua, dan kuat," Thoren Smallwood
berkomentar. "Tua," pekik raven Mormont sambil mengepak-ngepak
dengan berisik di sekeliling kepala mereka. "Tua, tua, tua."
"Diam," geram Mormont pada si burung. Beruang Tua
itu terlalu tinggi hati untuk mengakui kelemahannya, tapi Jon
tak tertipu. Tekanan akibat harus mengimbangi mereka yang
lebih muda berakibat buruk pada sang komandan.
"Tempat tinggi semacam ini akan mudah dipertahankan,
kalau perlu," Thoren menuding seraya membimbing kuda
di sepanjang lingkaran batu, mantelnya yang berlapis kulit
musang berkibar-kibar tertiup angin.
"Ya, tempat ini cukup." Beruang Tua mengangkat tangan
ke udara, dan raven mendarat di lengannya, cakar menggeragau
zirah rantai hitamnya. "Bagaimana dengan air, my lord?" Jon bertanya.
"Tadi kita melewati sungai di kaki bukit."
"Perjalanan panjang untuk minum," Jon mengingatkan,
"dan di luar lingkaran batu."
Thoren berkata, "Apa kau terlalu malas mendaki bukit,
Nak?" Ketika Lord Mormont berkata, "Kemungkinan besar kita
takkan menemukan tempat sekuat ini. Kita akan mengangkut
air, dan memastikan perbekalan cukup," Jon tahu sebaiknya
tak membantah lagi. Begitulah, perintah telah diberikan,
dan para saudara Garda Malam membuat perkemahan di
dalam benteng batu yang dibangun Kaum Pertama. Tendatenda hitam bermunculan bagai cendawan seusai hujan,
selimut dan alas tidur menutupi tanah yang kosong. Para
595 pengurus menambatkan kuda garron dalam barisan panjang,
serta memberi mereka makan dan minum. Pekerja hutan
mengambil kapak menuju pepohonan di bawah cahaya sore
yang meredup untuk mengumpulkan cukup banyak kayu agar
cukup untuk sepanjang malam. Sejumlah pembangun bertugas
membersihkan belukar, menggali kakus, dan membongkar
buntelan-buntelan pasak yang dikeraskan dengan api. "Aku
ingin semua celah di dinding lingkaran ditutup dan dipasangi
pasak sebelum gelap,"si Beruang Tua memerintahkan.
Setelah mendirikan tenda Komandan dan mengurus
kuda mereka, Jon Snow menuruni bukit mencari Ghost.
Direwolf itu langsung datang, tanpa suara. Sesaat Jon melangkah
di bawah pepohonan, bersiul dan berteriak, sendirian dalam
kehijauan, biji-biji pinus dan daun-daun gugur di bawah
kakinya; lalu tahu-tahu, direwolf putih besar itu berjalan di
sisinya, sepucat kabut pagi.
Namun, ketika mereka tiba di benteng melingkar,
Ghost lagi-lagi berhenti. Dia maju dengan waspada untuk
mengendus-endus celah bebatuan, dan kemudian mundur,
seolah tidak senang dengan apa yang diciumnya. Jon berusaha
mencengkeram tengkuk Ghost dan menyeretnya masuk
benteng, bukan tugas mudah: berat si serigala sama dengannya,
dan jauh lebih kuat. "Ghost, apa yang salah denganmu?" Ghost
tidak biasanya gelisah. Akhirnya, Jon terpaksa menyerah.
"Terserah kaulah," katanya pada si serigala. "Sana, berburu."
Mata merah memperhatikan Jon selagi dia berjalan kembali
melewati bebatuan berlumut.
Mereka seharusnya aman di sini. Bukit menawarkan
pemandangan menyeluruh, lereng-lerengnya curam di utara
dan barat serta sedikit landai di timur. Namun, begitu senja
memekat dan kegelapan merembes ke celah-celah di antara
pepohonan, firasat buruk Jon meningkat. Ini hutan yang angker,
kata Jon pada diri sendiri. Mungkin ada hantu di sini, roh-roh
Kaum Pertama. Dulu, ini tempat mereka.
"Berhentilah bertingkah seperti anak kecil," katanya
596 pada diri sendiri. Jon memanjat ke atas tumpukan batu,
menatap ke arah matahari yang terbenam. Dia bisa melihat
cahaya berpendar mirip lempengan emas di permukaan
Sungai Susu yang berkelok-kelok menjauh ke selatan. Di
hulu, medannya lebih terjal, belantara lebat digantikan oleh
serangkaian bukit batu gundul yang menyembul tinggi dan
liar di utara dan barat. Di cakrawala menjulang pegunungan
bagaikan bayangan besar, bentangannya menyurut ke kejauhan
biru-kelabu,puncak bergeriginya kekal diselubungi salju.
Bahkan dari kejauhan pegunungan itu tampak luas, dingin,
dan tak ramah. Di wilayah yang lebih dekat, pepohonanlah yang
berkuasa. Di selatan dan timur, hutan terhampar sejauh mata
Jon memandang, jalinan akar dan dahan yang luas diwarnai
ribuan nuansa hijau, dengan di sana sini tampak petak merah
tempat sebatang weirwood merangsek menembus pohonpohon pinus dan sentinel, atau semburat kuning dedaunan
lebar yang mulai berubah. Ketika angin bertiup, Jon bisa
mendengar keriutan dan erangan dahan-dahan yang lebih tua
darinya. Ribuan dedaunan bergetar, dan sesaat hutan tampak
menyerupai lautan hijau yang dalam, diamuk badai dan
bergelora, abadi dan misterius.
Ghost tak senang sendirian di bawah sana, pikir Jon. Apa
pun bisa bergerak di bawah lautan tersebut, mengendap-endap
mendekati benteng melingkar melewati kegelapan belantara,
tersembunyi di bawah pepohonan itu. Apa pun. Bagaimana
mereka bisa mengetahuinya" Jon berdiri di sana lama sekali,
sampai matahari lenyap ke balik pegunungan bergerigi dan
kegelapan mulai merayap menembus hutan.
"Jon?" Samwell Tarly memanggil. "Sudah kukira itu kau.
Kau baik-baik saja?"
"Cukup baik." Jon melompat turun. "Bagaimana
kabarmu hari ini?" "Baik. Kabarku baik. Sungguh."
Jon tak berniat membagi keresahannya pada Samwell
597 Tarly, tidak ketika temannya akhirnya mulai menemukan
keberanian. "Beruang Tua berniat menunggu Qhorin si Jemari
Buntung dan saudara-saudara dari Menara Bayangan."
"Kelihatannya ini tempat yang kukuh," Sam berkomentar.
"Benteng melingkar Kaum Pertama. Apa menurutmu pernah
ada pertempuran di sini?"
"Sudah pasti. Sebaiknya kau menyiapkan burung.
Mormont pasti ingin mengirim kabar."
"Seandainya aku bisa mengirimkan mereka semua.
Mereka benci dikurung."
"Kau juga mau, kalau bisa terbang."
"Kalau aku bisa terbang, aku pasti sudah kembali ke
Kastel Hitam menggasak pai babi," ujar Sam.
Jon menepuk bahu Sam dengan tangannya yang
terbakar. Mereka berjalan kembali ke perkemahan bersama.
Api untuk memasak telah berkobar di sekeliling mereka. Di
atas, bintang-bintang sudah bermunculan. Ekor merah panjang
Suluh Mormont bersinar seterang bulan. Jon mendengar ravenraven sebelum melihat mereka. Sebagian memanggil namanya.
Burung-burung itu tak segan-segan membuat keributan.
Mereka juga merasakannya. "Sebaiknya aku menemui
si Beruang Tua," kata Jon. "Dia juga cerewet kalau belum
makan." Jon menemukan Mormont tengah bercakap-cakap
dengan Thoren Smallwood dan setengah lusin perwira lain.
"Rupanya kau di situ," gerutu lelaki tua itu. "Bawakan kami
anggur panas. Malam ini dingin."
"Baik, my lord." Jon menyalakan api untuk memasak,
mengambil tong kecil berisi anggur merah pekat kesukaan
Mormont dari perbekalan, dan menuangnya ke ketel kecil.
Dia menggantung ketel itu di atas api sambil mempersiapkan
bahan-bahan lain. Si Beruang Tua sangat rewel mengenai
anggur rempah panasnya. Sejumlah kayu manis dan sejumlah
pala dan sejumlah madu, tak boleh lebih setetes pun. Kismis,
kacang, dan beri kering, tapi tanpa lemon, itu jenis pelanggaran
598 paling serius bagi Orang Selatan"yang sebenarnya aneh,
mengingat si Beruang Tua selalu memasukkan lemon dalam
bir paginya. Anggurnya harus panas untuk menghangatkan
tubuh dengan layak, sang Komandan berkeras, tapi tidak boleh
sampai mendidih. Jon mengawasi ketel dengan teliti.
Selagi bekerja, dia bisa mendengar suara-suara
dalam tenda. Jarman Buckwell berkata, "Jalan termudah
menuju Taring Beku adalah dengan menyusuri Sungai Susu
ke sumbernya. Tapi kalau lewat sana, Rayder bakal tahu
kedatangan kita, sepasti matahari terbit."
"Bisa juga lewat Tangga Gergasi," Ser Mallador Locke
berkata, "atau Celah Lolongan, kalau bisa dilalui."
Anggur sudah beruap. Jon mengangkat ketel dari
api, mengisi delapan cawan, lalu membawanya ke tenda. Si
Beruang Tua tengah menekuri peta kasar yang digambar Sam
untuknya semasa di Kastel Craster. Dia mengambil satu cawan
dari nampan Jon, mencicipi seteguk anggur, lalu mengangguk
singkat tanda puas. Raven-nya melompat turun dari lengan.
"Jagung," kata si burung. "Jagung. Jagung."
Ser Ottyn Wythers mengibaskan tangan menolak anggur.
"Aku takkan memilih lewat pegunungan," katanya dalam suara
tipis dan lelah. "Taring Beku sangat dingin bahkan di musim
panas, dan sekarang... seandainya kita terjebak dalam badai..."
"Aku tidak bermaksud mengambil risiko melalui Taring
Bekukecuali terpaksa," kata Mormont. "Para wildling sama saja
dengan kita, tak bisa hidup di tengah salju dan batu. Mereka
akan turun dari ketinggian dalam waktu dekat, dan bagi
pasukan sebesar apa pun, satu-satunya rute adalah menyusuri
Sungai Susu. Jika itu terjadi, pertahanan kita di sini kuat.
Mereka tak punya harapan menyelinap melewati kita."
"Mereka mungkin tak mengharapkan itu. Jumlah
mereka ribuan, dan kita tiga ratus begitu si Jemari Buntung
tiba." Ser Mallador menerima cawan anggur dari Jon.
"Jika harus bertempur, kita tak bisa mengharapkan
599 posisi yang lebih baik daripada di sini," Mormont menyatakan.
"Kita akan memperkuat pertahanan. Lubang perangkap dan
pasak, ranjau disebarkan di lereng-lereng, setiap celah ditambal.
Jarman, aku mau orang-orangmu yang bermata paling tajam
sebagai pengintai. Tempatkan mereka mengitari kita dan
sepanjang sungai, untuk memperingatkan kalau ada yang
mendekat. Sembunyikan mereka di pohon. Dan sebaiknya kita
mulai mengangkut air, lebih banyak daripada yang dibutuhkan.
Kita akan menggali bak. Itu akan menyibukkan orang-orang,
dan mungkin nantinya berguna."
"Para penjelajahku?" Thoren Smallwood mulai berkata.
"Para penjelajahmu akan membatasi patroli mereka
hanya di sisi sungai sebelah sini sampai si Jemari Buntung tiba.
Setelah itu, kita lihat saja. Aku tidak mau kehilangan lebih
banyak prajurit." "Mance Rayder bisa saja mengumpulkan rombongannya
satu hari perjalanan dari sini, dan kita takkan pernah tahu,"
protes Smallwood. "Kita tahu di mana para wildling berkumpul," balas
Mormont. "Kita mendapatkan informasinya dari Craster. Aku
tidak menyukai orang itu, tapi menurutku dia tak berbohong


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada kita mengenai ini."
"Terserah katamu." Smallwood pergi dengan murung.
Yang lain menghabiskan anggur dan menyusul ke luar, lebih
sopan. "Haruskah kubawakan makanan, my lord?" Jon bertanya.
"Jagung," jerit si raven. Mormont tak langsung menjawab.
Ketika bicara dia hanya berkata, "Apa serigalamu mendapatkan
mangsa hari ini?" "Dia belum kembali."
"Kita butuh daging segar." Mormont merogoh sebuah
kantong dan mengulurkan segenggam jagung pada raven-nya.
"Menurutmu aku salah memutuskan penjelajah agar tetap di
dekat sini?" "Aku tak berhak memutuskan, my lord."
600 "Berhak kalau kau diminta."
"Jika para penjelajah harus tetap berada di dekat Tinju,
bagaimana mereka bisa berharap menemukan pamanku?" Jon
mengakui. "Mereka tidak bisa." Si raven mematuki biji jagung
di telapak tangan si Beruang tua. "Dua ratus orang atau
sepuluh ribu, negeri ini terlalu luas." Jagung habis, Mormont
membalikkan tangan. "Anda takkan berhenti mencari?"
"Maester Aemon menganggapmu pintar." Mormont
memindahkan si raven ke bahu. Burung itu menelengkan
kepala, mata kecilnya berkilat.
Jawabannya ada di sana. "Menurutku... menurutku
sepertinya mungkin lebih mudah bagi satu orang untuk
menemukan dua ratus orang daripada dua ratus menemukan
satu." Si raven menjerit melengking, tapi Beruang Tua
tersenyum dari balik janggut abu-abunya. "Manusia dan kuda
sebanyak ini meninggalkan jejak yang bahkan bisa diikuti oleh
Aemon. Di bukit ini, api kita pasti terlihat sampai ke kaki
perbukitan Taring Beku. Apabila Ben Stark masih hidup dan
bebas, dia akan mendatangi kita, aku tak meragukan itu."
"Benar," kata Jon, "tapi... bagaimana kalau..."
"... dia sudah mati?" tanya Mormont, bukan dengan
galak. Jon mengangguk enggan. "Mati," kata si raven. "Mati. Mati."
"Dia mungkin tetap saja akan mendatangi kita," si
Beruang Tua berkata. "Seperti Othor, dan Jafer Flowers. Aku
juga mengkhawatirkan itu sama sepertimu, Jon, tapi kita harus
mengakui kemungkinan tersebut."
"Mati," si raven berkaok, mengepakkan sayap. Suaranya
makin nyaring dan melengking. "Mati."
Mormont membelai bulu hitam si burung, dan
601 menahan kuap mendadak dengan punggung tangan. "Aku
akan melewatkan makan malam, kurasa. Beristirahat lebih
bermanfaat bagiku. Bangunkan aku saat fajar."
"Tidurlah yang nyenyak, my lord." Jon membereskan
cawan-cawan kosong dan pergi ke luar. Dia mendengar tawa
di kejauhan, lantunan sedih irama suling. Api unggun besar
meretih di tengah perkemahan, dan dia bisa mencium aroma
semur dimasak. Beruang Tua boleh saja tak lapar, tapi Jon
lapar. Dia menuju api itu.
Dywen sedang berbicara panjang lebar sambil memegang
sendok. "Aku kenal hutan ini sebaik manusia hidup mana pun,
dan aku takkan mau berkuda melewatinya sendirian malammalam. Bisakah kalian menciumnya?"
Grenn menatapnya dengan mata terbeliak, tapi Edd
Sengsara berkata, "Yang kucium cuma bau kotoran dua ratus
kuda. Dan semur ini. Yang aromanya mirip, setelah aku
mengendusnya." "Aku mencium aromamu yang mirip di sini." Hake
menepuk-nepuk belatinya. Sambil menggerutu, dia memenuhi
mangkuk Jon dari ketel. Semurnya kental oleh jelai, bawang bombai, dan wortel,
serta cabikan kasar daging asin di sana sini, empuk karena
dimasak. "Apa yang kaucium, Dywen?" tanya Grenn.
Rimbawan itu menyeruput sendok sesaat. Dia sudah
melepaskan gigi kayunya. Wajahnya kasar dan keriput,
tangannya berbonggol-bonggol mirip akar tua. "Sepertinya
bagiku baunya... yah... dingin."
"Kepalamu sama melompongnya dengan gigimu," kata
Hake padanya. "Dingin mana ada baunya."
Ada, pikir Jon, teringat malam itu di kamar Komandan.
Baunya mirip kematian. Tiba-tiba saja dia tak lapar lagi. Dia
memberikan semurnya pada Grenn, yang kelihatannya butuh
porsi tambahan untuk menghangatkannya pada malam hari.
Angin bertiup kencang ketika dia pergi. Pagi nanti,
602 salju akan menyelimuti tanah, dan tali-tali tenda bakal kaku
dan beku. Beberapa jari anggur rempah berkecipak di dasar
ketel. Jon memasukkan kayu baru ke api dan menaruh ketel
di atasnya untuk menghangatkan anggur lagi. Dia melemaskan
jemari seraya menunggu, meremas dan meregangkannya sampai
tangannya menggelenyar. Penjaga pertama telah menempati
posnya di sekeliling perkemahan. Deretan obor berkelip di
sepanjang benteng melingkar. Malam ini tak berbulan, tapi
seribu bintang bersinar di atas.
Terdengar suara di kegelapan, sayup-sayup dan jauh, tapi
jelas sekali: lolongan serigala. Suara mereka keras dan pelan,
lagu yang dingin, dan kesepian. Suara itu membuat rambut
tengkuk Jon menegak. Di seberang api, sepasang mata merah
menatapnya dari bayang-bayang. Cahaya api membuat mata itu
bersinar. "Ghost," gumam Jon, terkejut. "Rupanya kau mau
masuk juga, ya?" Serigala putih itu kerap berburu sepanjang
malam; dia tak menyangka akan bertemu Ghost lagi sampai
hari terang. "Apa berburunya payah?" tanyanya. "Sini.
Kemarilah, Ghost." Direwolf itu mengitari api, mengendus Jon, mengendus
angin, tak pernah diam. Sepertinya dia tidak menginginkan
daging saat ini. Ketika orang mati berjalan, Ghost tahu. Dia
membangunkanku, memperingatkanku. Dengan cemas, Jon
bangkit, "Apa ada sesuatu di luar sana" Ghost, kau mencium
sesuatu?" Dywen bilang dia mencium dingin.
Direwolf itu melompat menjauh, berhenti, menoleh ke
belakang. Dia ingin aku mengikuti. Jon memakai jubah, menjauhi
tenda-tenda, menjauhi kehangatan apinya, melewati deretan
kuda garron kecil berbulu kasar. Salah satu kuda meringkik
gugup saat Ghost berderap lewat. Jon menenangkannya dengan
bujukan dan berhenti sejenak untuk mengusap moncong
binatang itu. Dia bisa mendengar angin bersiul dari retakan
batu ketika mereka mendekati dinding benteng. Ada yang
berteriak padanya.Jon melangkah ke cahaya obor. "Aku harus
603 mengambilkan air untuk Komandan."
"Silakan, kalau begitu," kata pengawal. "Cepatlah."
Sambil meringkuk di balik jubah hitam, dengan tudung
diturunkan untuk menahan angin, lelaki itu bahkan tak
memperhatikan apakah Jon membawa ember.
Jon menyelinap menyamping di sela dua pasak tajam
sementara Ghost langsung menyusup melintasinya. Sebatang
obor dipasang di ceruk batu, cahayanya berkobar jingga pucat
bagai panji-panji saat angin bertiup. Jon menyambar obor
itu sewaktu melewati celah di dinding batu. Ghost berlari
menuruni bukit. Jon menyusul lebih pelan, obor diacungkan
ke depan selagi dia bergerak ke bawah. Suara-suara dari
perkemahan memudar di belakangnya. Malam itu gulita, lereng
bukit curam, berbatu, dan tak rata. Kelengahan walau sejenak
pasti akan mematahkan pergelangan kaki" atau lehernya. Apa
yang kulakukan" dia bertanya pada diri sendiri seraya turun
dengan hati-hati. Pepohonan tegak di bawah Jon, para prajurit berbaju
zirah kulit kayu dan dedaunan, berbaris dalam diam
menunggu perintah untuk menyerbu bukit. Mereka tampak
hitam" setelah cahaya obor menyapu mereka, barulah dia
melihat kelebatan hijau. Sayup-sayup, dia mendengar bunyi
air mengaliri bebatuan. Ghost menghilang di semak-semak.
Jon berjuang menyusulnya, mendengarkan gemercik sungai,
dedaunan yang berdesir diterpa angin. Ranting-ranting
mengait jubahnya, sedangkan di atas sana dahan-dahan besar
saling menjalin dan memblokir bintang-bintang.
Dia menemukan Ghost minum di sungai. "Ghost,"
panggilnya, "sini. Sekarang." Ketika direwolf itu mengangkat
kepala, matanya bersinar merah dan penuh kebencian,
sedangkan air menetes-netes dari moncongnya mirip air liur.
Ada sesuatu yang buas dan menakutkan pada Ghost pada
saat itu. Dan kemudian dia pun pergi, berderap melewati
Jon, berlari menembus pepohonan. "Ghost, jangan, tetap di
sini," serunya, tapi si serigala tak menggubris. Sosok ramping
604 putih itu ditelan kegelapan, dan Jon hanya punya dua pilihan"
kembali mendaki bukit, sendirian, atau mengikutinya.
Jon mengikutinya, berang, memegang obor rendahrendah supaya bisa melihat bebatuan yang bisa membuatnya
tersandung setiap kali melangkah, akar besar yang sepertinya
mencengkeram kakinya, lubang yang dapat membuat
pergelangan kaki terkilir. Setiap beberapa langkah dia
memanggil Ghost lagi, tapi angin malam yang berpusar di sela
pohon-pohon mereguk ucapannya. Ini gila, pikir Jon sembari
memasuki hutan lebih dalam. Dia sudah berniat berbalik
saat melihat kelebatan warna putih di sebelah kanan depan,
kembali ke arah bukit. Jon berlari mengejar, memaki pelan.
Dia mengejar si serigala seperempat jalan mengitari
Tinju, sebelum kehilangan binatang itu lagi. Akhirnya dia
berhenti untuk menarik napas di antara belukar, duri, dan
bebatuan yang jatuh ke kaki bukit. Di luar cahaya obor,
kegelapan mengimpit mendekat.
Bunyi cakaran pelan membuat Jon berbalik. Dia
bergerak menuju bunyi itu, melangkah hati-hati di sela batubatu dan belukar berduri. Di balik sebatang pohon tumbang,
dia bertemu Ghost lagi. Direwolf itu menggali penuh semangat,
mencakari tanah. "Apa yang kautemukan?" Jon menurunkan obor,
menampakkan gundukan bulat tanah gembur. Kuburan,
pikirnya. Tapi kuburan siapa"
Dia berlutut, menancapkan obor di tanah di sampingnya.
Tanah itu gembur, berpasir. Jon meraupnya segenggam penuh.
Tak ada batu, tak ada akar. Apa pun yang ada di sini pasti baru
dikubur baru-baru ini. Setengah meter ke dalam, jemarinya
menyentuh kain. Dia menduga menemukan mayat, khawatir
menemukan mayat, tapi ini sesuatu yang lain. Dia menekan
kain itu dan merasakan benda kecil dan keras di bawahnya,
bergeming. Tak ada bau, tak ada tanda-tanda cacing kubur.
Ghost mundur dan duduk tegak, memperhatikan.
Jon membersihkan tanah gembur itu dan melihat
605 bungkusan bulat yang lebarnya kira-kira lima puluh sentimeter.
Dia menusukkan jemari di tanah sekeliling bungkusan tersebut
dan melonggarkannya. Ketika Jon menariknya, apa pun isinya
bergerak dan berdenting. Harta karun, pikirnya, tapi bentuknya
tak mirip koin, dan bunyinya tak mirip logam.
Seutas tali panjang yang sudah terurai mengikat
bungkusan tersebut. Jon menghunus belati dan memotongnya,
meraba-raba mencari ujung kain, dan menarik. Bungkusan
itu berputar, dan isinya tumpah ke tanah, berkilat gelap dan
terang. Dia melihat selusin pisau, mata tombak berbentuk
daun, banyak sekali mata panah. Jon memungut sebilah belati,
seringan bulu dan hitam berkilat, tak bergagang. Cahaya obor
bersinar di sepanjang mata belati tersebut, segaris tipis warna
jingga yang menegaskan ketajamannya. Kaca naga. Yang disebut
para maester sebagai obsidian. Apa Ghost menemukan simpanan
rahasia kuno anak-anak hutan, terkubur di sini selama ribuan
tahun" Tinju Kaum Pertama merupakan tempat purba, tapi"
Di bawah kaca naga terdapat sangkakala perang
kuno, terbuat dari tanduk urus dan bergelang perunggu. Jon
membersihkan tanah dari dalamnya, dan mata panah mengalir
ke luar. Dia membiarkan semuanya jatuh, dan menarik salah
satu ujung kain yang membungkus senjata-senjata tersebut,
mengusapnya di antara jemari. Wol bagus, tebal, memiliki dua sisi
permukaan, lembap tapi belum lapuk. Pasti belum lama dikubur.
Dan warnanya gelap. Jon menggenggam dan menariknya ke
dekat obor. Bukan gelap. Hitam.
Bahkan sebelum Jon bangkit dan mengangkatnya dari
tanah, dia tahu apa yang ditemukannya: jubah hitam Saudara
Sesumpah Garda Malam. j 606 BRAN A lebelly menemukannya di bengkel pandai besi, memompa
puput untuk Mikken. "Maester memanggilmu ke
menara,Pangeran. Ada burung pengirim pesan dari Raja."
"Dari Robb?" Tak sabar lagi, Bran tidak menunggu
Hodor, melainkan membiarkan Alebelly menggendongnya
menaiki tangga. Lelaki itu bertubuh besar, meskipun tak
sebesar dan sama sekali tak sekuat Hodor. Pada saat mereka
mencapai menara sang maester, wajah Alebelly merah padam
dan tersengal-sengal. Rickon sudah tiba sebelum mereka,
begitu juga kedua bocah Walder Frey.
Maester Luwin menyuruh Alebelly pergi lalu menutup
pintu. "Tuan-tuan," katanya murung, "kami mendapat pesan
dari Yang Mulia, kabar baik dan buruk. Dia meraih kemenangan
besar di barat, menghancurkan pasukan Lannister di suatu
tempat bernama Oxcross, serta menguasai beberapa kastel.
Dia mengabari kita dari Ashemark, dulunya kubu milik Klan
Marbrand." Rickon menarik-narik jubah sang maester. "Apa Robb
akan pulang?" "Sayangnya belum. Masih ada pertempuran yang harus
dihadapi." "Dia mengalahkan Lord Tywin?" tanya Bran.
607 "Bukan," jawab sang maester. "Ser Stafford Lannister
yang memimpin pasukan musuh. Dia terbunuh dalam perang."
Bran bahkan tak pernah mendengar nama Ser Stafford


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lannister. Dia mendapati dirinya sependapat denganWalder
Besar yang berkata, "Hanya Lord Tywin yang penting."
"Bilang pada Robb aku mau dia pulang," ucap Rickon.
"Dia juga boleh bawa pulang serigalanya, juga Ibu dan Ayah."
Walaupun tahu Lord Eddard tiada, terkadang Rickon lupa"
dengan sengaja, Bran curiga. Adiknya itu sekeras kepala yang
hanya bisa dilakukan bocah empat tahun.
Bran senang dengan kemenangan Robb, tapi juga
gelisah. Dia teringat ucapan Osha pada hari ketika sang kakak
memimpin pasukan meninggalkan Winterfell. Dia berbaris ke
arah yang salah, perempuan wildling itu bersikeras.
"Sayangnya, tiada kemenangan tanpa pengorbanan."
Maester Luwin menoleh pada kedua Walder. "Tuan-tuan,
paman kalian Ser Stevron Frey menjadi salah satu korban
tewas di Oxcross. Robb mengabarkan bahwa dia terluka dalam
pertempuran. Semula lukanya dianggap tak serius, tapi tiga
hari kemudian dia meninggal di tendanya, sewaktu tidur."
Walder Besar mengedikkan bahu. "Dia sudah sangat
tua. Lima puluh enam, kurasa. Terlalu tua untuk berperang.
Dia selalu bilang sudah capek."
Walder Kecil berseru mengejek. "Capek menunggu
kakek kami meninggal, maksudmu. Apa itu artinya sekarang
Ser Emmon yang jadi ahli waris?"
"Jangan bodoh," kata sepupunya. "Anak lelaki dari putra
pertamalah yang berhak sebelum putra kedua. Ser Ryman di
urutan berikutnya, dan kemudian Edwyn, Walder Hitam, dan
Petyr Jerawat. Baru kemudian Aegon dan semua putranya."
"Ryman juga sudah tua," kata Walder Kecil. "Lebih dari
empat puluh, aku yakin. Dan perutnya parah. Apa menurutmu
dia akan jadi lord?"
"Aku akan jadi lord. Aku tak peduli kalau dia lord."
Maester Luwin menyela dengan tajam. "Kalian
608 seharusnya malu berbicara seperti itu, tuan-tuan. Di mana
dukacita kalian" Paman kalian tewas."
"Benar," kata Walder Kecil. "Kami sangat sedih."
Namun mereka tidak sedih. Bran merasa mual. Mereka
lebih menyukai berita ini daripada aku.Dia meminta diri pada
Maester Luwin. "Baiklah." Sang maester memanggil bantuan. Hodor
pasti sibuk di istal. Osha-lah yang datang. Tetapi Osha lebih
kuat daripada Alebelly, dan tak kesulitan mengangkat Bran
dan menggendongnya menuruni tangga.
"Osha," tanya Bran sewaktu mereka menyeberangi
pekarangan. "Kau tahu jalan ke utara" Ke Tembok dan" dan
bahkan lebih jauh dari itu?"
"Jalannya gampang. Cari saja konstelasi Naga Es, dan
kejar bintang biru di mata penunggang." Osah mundur
melewati dan mulai menaiki anak tangga yang melingkarlingkar.
"Apa di sana masih ada raksasa, dan" lainnya"Makhluk
Lain, dan anak-anak hutan juga?"
"Kalau raksasa aku pernah lihat, Anak-anak hutan aku
pernah dengar ceritanya, sedangkan pejalan putih" kenapa
kau ingin tahu?" "Apa kau pernah melihat gagak bermata tiga?"
"Tidak." Osha tergelak. "Dan aku tak bisa bilang aku
mau." Osha menendang pintu kamar Bran hingga terbuka
lalu menurunkannya di bangku jendela, tempat Bran bisa
memandang pekarangan di bawah.
Rasanya baru beberapa detak jantung Osha pergi ketika
pintu terbuka lagi, dan Jojen Reed masuk tanpa permisi,
disusul kakaknya Meera. "Kau sudah dengar soal burung itu?"
tanya Bran. Anak laki-laki satunya mengangguk. "Ternyata
bukan makan malam seperti katamu. Itu surat dari Robb, dan
kami tidak memakannya, tapi?"
"Mimpi masa depan kadang-kadang berwujud aneh,"
Jojen mengakui. "Arti sebenarnya dari mimpi itu tidak selalu
609 mudah dimengerti." "Ceritakan padaku hal buruk yang kaumimpikan," Bran
berkata. "Hal buruk yang akan menimpa Winterfell."
"Apa Pangeran sekarang percaya padaku" Apa dia
meyakini ucapanku, tak peduli seaneh apa kedengarannya di
telinganya?" Bran mengangguk. "Lautlah yang datang."
"Laut?" "Aku bermimpi laut menjilat Winterfell. Aku melihat
gelombang hitam menerpa gerbang dan menara, dan kemudian
air asin membanjiri dinding dan memenuhi kastel. Orangorang tenggelam terapung di pekarangan. Waktu pertama kali
memimpikan itu, semasa di Greywater, aku tidak kenal wajahwajah mereka, tapi sekarang aku tahu. Salah satunya Alebelly,
pengawal yang mengumumkan kedatangan kami saat pesta.
Septon-mu juga. Serta pandai besimu."
"Mikken?" Bran bingung sekaligus kecewa. "Tapi laut
ratusan kilometer jauhnya dari sini, dan dinding-dinding
Winterfell sangat tinggi jadi kalaupun air itu datang, pasti tak
bisa masuk." "Dalam gelapnya malam, laut asin akan membanjiri
dinding-dinding ini," Jojen berkata. "Aku melihat mayat,
bengkak dan tenggelam."
"Kita harus beritahu mereka," kata Bran. "Alebelly dan
Mikken, dan Septon Chayle. Kasih tahu mereka supaya jangan
tenggelam." "Itu tidak akan menyelamatkan mereka," balas anak
laki-laki berpakaian serbahijau itu.
Meera mendekati bangku jendela dan memegang bahu
Bran. "Mereka tidak bakal percaya, Bran. Seperti kau."
Jojen duduk di tempat tidur Bran. "Ceritakan padaku
apa mimpimu." Bran ketakutan, bahkan saat itu, tapi dia telah bersumpah
memercayai mereka, dan seorang Stark dari Winterfell selalu
610 memegang janji. "Mimpiku berbeda," katanya perlahan. "Ada
mimpi serigala, yang tidak separah yang lain. Aku berlari,
berburu, dan membunuh tupai. Lalu ada juga mimpi ketika
gagak datang dan menyuruhku terbang. Kadang-kadang pohon
itu juga ada dalam mimpi-mimpi tersebut, memanggil-manggil
namaku. Itu membuatku takut. Tapi mimpi terburuk adalah
waktu aku jatuh." Dia menunduk menatap pekarangan,
merasa merana. "Sebelumnya aku tak pernah terbiasa jatuh.
Saat memanjat. Aku pergi ke mana-mana, ke atas atap dan
sepanjang dinding-dinding, aku biasa memberi makan gagak
di Menara Hangus. Ibu takut aku jatuh tapi aku tahu tak bakal
jatuh. Tapi ternyata aku jatuh, dan sekarang setiap tidur aku
selalu jatuh." Meera meremas bahu Bran. "Itu saja?"
"Sepertinya begitu."
"Warg," kata Jojen Reed.
Bran menatapnya dengan mata terbeliak. "Apa?"
"Warg. Pengubah wujud. Beastling. Itulah julukan mereka
untukmu, kalau mereka tahu tentang mimpi serigalamu."
Julukan tersebut membuat Bran kembali gentar. "Siapa
yang akan menjulukiku?"
"Rakyatmu. Karena takut. Sebagian akan membencimu
seandainya mereka tahu apa dirimu. Sebagian lagi bahkan
akan mencoba membunuhmu."
Nan Tua kadang-kadang bercerita tentang beastling dan
pengubah wujud. Dalam cerita-cerita itu, mereka selalu jahat.
"Aku tidak seperti itu," kata Bran. "Tidak. Itu cuma mimpi."
"Mimpi serigala bukan mimpi sungguhan. Matamu
terpejam saat kau bangun, tapi begitu kau tertidur mata itu
terbuka dan jiwamu mencari pasangannya. Kekuatan itu besar
dalam dirimu." "Aku tidak menginginkannya. Aku mau jadi kesatria."
"Jadi kesatria adalah keinginanmu. Warg adalah dirimu.
Kau tak bisa mengubahnya, Bran, kau tak bisa menolak atau
mendorongnya menjauh. Kaulah serigala bersayap, tapi kau
611 takkan pernah terbang." Jojen bangkit dan berjalan ke jendela.
"Kecuali kau membuka mata." Dia mengulurkan dua jari dan
menusuk dahi Bran, keras-keras.
Sewaktu mengangkat tangan untuk memegang titik itu,
Bran hanya merasakan kulit utuh yang halus. Tidak ada mata,
bahkan yang terpejam. "Bagaimana aku bisa membukanya,
kalau mata itu tak di sini?"
"Kau takkan pernah menemukan mata itu dengan jarijarimu, Bran. Kau harus mencarinya dengan hatimu." Jojen
mengamati wajah Bran dengan mata hijau ganjil itu. "Atau apa
kau takut?" "Kata Maester Luwin tak ada yang perlu ditakutkan dari
mimpi." "Ada," ucap Jojen.
"Apa?" "Masa lalu. Masa depan. Kebenaran."
Mereka meninggalkan Bran dengan merasa lebih
kebingungan daripada sebelumnya. Ketika sedang sendiri, Bran
berusaha membuka mata ketiganya, tapi dia tak tahu caranya.
Tak peduli bagaimana dia mengerutkan dahi dan menusuknusuknya, penglihatannya tak berbeda dengan sebelumnya.
Pada hari-hari selanjutnya, dia berusaha memperingatkan yang
lain mengenai apa yang dilihat Jojen, tapi keadaan tak berjalan
sesuai keinginannya. Mikken menganggap itu lucu. "Laut, ya"
Kebetulan aku dari dulu ingin melihat laut. Tak pernah pergi
ke tempat yang ada lautnya. Jadi sekarang laut mendatangiku"
Dewa-dewa memang baik hati, repot-repot melakukan itu demi
seorang pandai besi miskin."
"Para dewa akan memanggilku bila sudah waktunya,"
Septon Chayle berkata lirih, "meskipun menurutku kecil
kemungkinannya aku akan tenggelam, Bran. Aku tumbuh
besar di tepian sungai Pisau Putih. Aku perenang yang lumayan
tangguh." Alebelly-lah satu-satunya yang mengindahkan peringatan
itu. Dia pergi berbicara dengan Jojen, dan sesudahnya tak lagi
612 mandi serta menolak dekat-dekat dengan sumur. Akhirnya,
saking baunya, enam pengawal melemparkan Alebelly ke bak
berisi air panas dan menggosok tubuhnya keras-keras sementara
dia berteriak-teriak bahwa mereka akan menenggelamkannya
seperti ucapan si bocah kodok. Sesudahnya dia merengut
setiap kali melihat Bran atau Jojen di seputaran kastel, dan
menggumam pelan. Beberapa hari setelah Alebelly mandi, Ser Rodrik pulang
ke Winterfell bersama tahanannya, pemuda gemuk berbibir
tebal dan basah dengan rambut panjang yang baunya seperti
kakus, bahkan lebih parah daripada Alebelly sebelumnya. "Dia
dipanggil Tengik," kata Hayhead saat Bran bertanya siapa dia.
"Aku tak pernah tahu nama aslinya. Kabarnya, dia melayani
Anak Haram Bolton dan membantunya membunuh Lady
Hornword." Anak Haram itu sendiri telah tewas, Bran
mengetahuinya hari itu ketika makan malam. Anak buah Ser
Rodrik memergokinya di lahan Hornwood sedang melakukan
tindakan mengerikan (Bran tak terlalu yakin apa itu, tapi
kelihatannya sesuatu yang dilakukan tanpa pakaian) dan
memanahnya saat dia berusaha melarikan diri. Namun mereka
terlambat untuk menyelamatkan Lady Hornwood yang malang.
Setelah pernikahan mereka, Anak Haram itu mengurungnya
di menara dan tak memberinya makan. Bran mendengar
orang-orang berkata bahwa Ser Rodrik mendobrak pintu dan
mendapati Lady Hornwood dengan mulut berlumuran darah
dan jemarinya habis digerogoti.
"Monster itu membelenggu kita dengan pernikahan
kontroversial," kata kesatria tua itu pada Maester Luwin. "Suka
atau tidak, Lady Hornwood adalah istrinya. Lelaki itu membuat
sang lady berikrar di depan septon dan pohon utama, lalu tidur
dengannya di depan para saksi. Sang lady menandatangani
surat wasiat yang menunjuk lelaki itu sebagai ahli waris dan
menempelkan segelnya di sana."
613 "Ikrar yang dibuat di ujung pedang tidak sah," sang
master membantah. "Roose Bolton mungkin tak sependapat. Tidak bila
ada tanah yang terlibat." Ser Rodrik tampak tak senang.
"Seandainya aku bisa memenggal kepala pelayan lelaki itu juga,
dia sejahat tuannya. Tapi sayangnya aku harus memastikannya
tetap hidup sampai Robb kembali dari perang. Dialah satusatunya saksi kejahatan terburuk Anak Haram itu. Siapa tahu,
jika Lord Bolton mendengar ceritanya, dia mau melepaskan
klaimnya, tapi sementara itu kesatria-kesatria Manderly dan
pasukan Dreadfort saling membunuh di hutan Hornwood,
dan aku kekurangan tenaga untuk menghentikan mereka."
Kesatria tua itu berputar di kursinya dan menatap Bran
tajam. "Dan apa yang kaulakukan selama aku pergi, Pangeran"
Memerintahkan pengawal kita supaya jangan mandi" Kau mau
mereka berbau seperti Tengik ini, ya?"
"Laut akan datang ke sini," Bran berkata. "Jojen
melihatnya dalam mimpi masa depan. Alebelly akan
tenggelam." Maester Luwin menarik kalung rantainya. "Bocah Reed
itu percaya dia melihat masa depan dalam mimpinya, Ser
Rodrik. Aku sudah bicara pada Bran tentang ketidakpastian
tentang ramalan semacam itu, tapi sejujurnya, memang ada
masalah di Pantai Berbatu. Penjarah yang membawa kapalkapal panjang, merampok desa-desa nelayan. Memerkosa dan
membakar. Leobalt Tallhart mengutus keponakannya Benfred
untuk mengatasi mereka, tapi aku menduga mereka bakal naik
kapal dan kabur begitu melihat pasukan bersenjata."
"Aye, dan menyerang tempat lain. Semoga Makhluk
Lain menghabisi semua pengecut semacam itu. Mereka takkan
pernah berani, begitu juga Anak Haram Bolton itu, seandainya
kekuatan utama kita tak berada seribu kilometer di selatan."
Ser Rodrik menatap Bran. "Apa lagi yang dikatakan bocah itu
padamu?" 614 "Dia bilang air akan membanjiri dinding-dinding kita.
Dia melihat Alebelly tenggelam, Mikken dan Septon Chayle
juga." Ser Rodrik mengernyit. "Yah, seandainya aku harus
menghadapi para penjarah itu sendiri, artinya aku sebaiknya
tak membawa Alebelly. Dia tidak melihat akutenggelam,
bukan" Tidak" Bagus."
Bran jadi ceria mendengar itu. Mungkin mereka takkan
tenggelam, kalau begitu, pikirnya. Bila mereka jauh-jauh dari laut.
Meera juga sependapat, belakangan malam itu sewaktu


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia dan Jojen menemui Bran di kamarnya untuk bermain
domino bertiga,tapi sang adik menggeleng. "Apa yang kulihat
dalam mimpi masa depan tidak bisa diubah."
Itu membuat kakaknya marah. "Kenapa para dewa
mengirimkan peringatan jika kita tak bisa mengindahkannya
dan mengubah apa yang terjadi?"
"Entahlah," kata Jojen sedih.
"Seandainya kau Alebelly, kau mungkin sudah lompat
ke sumur supaya semuanya berakhir! Dia seharusnya melawan,
Bran juga." "Aku?" Bran mendadak ngeri. "Kenapa aku harus
melawan" Apa aku akan tenggelam juga?"
Meera menatapnya dengan rasa bersalah. "Harusnya
aku tidak bilang?" Bran tahu Meera merahasiakan sesuatu. "Apa kau
melihatku dalam mimpi masa depan?" dia bertanya pada Jojen
dengan gugup. "Apa aku tenggelam?"
"Bukan tenggelam." Jojen berbicara seolah setiap patah
kata membuatnya tersiksa. "Aku memimpikan lelaki yang
datang hari ini, yang mereka panggil Tengik. Kau dan adikmu
tergeletak tewas di kakinya, dan dia menguliti wajah kalian
dengan belati merah panjang."
Meera bangkit. "Jika aku ke penjara bawah tanah, aku
bisa menusukkan tombak ke jantungnya. Bagaimana dia bisa
membunuh Bran kalau dia sudah mati?"
615 "Para penjaga penjara akan mencegahmu," Jojen
berkata. "Para pengawal. Dan kalau kau bilang pada mereka
kenapa kau mau dia mati, mereka takkan pernah percaya."
"Aku juga punya pengawal," Bran mengingatkan mereka.
"Alebelly dan Poxy Tym dan Hayhead dan lainnya."
Mata hijau lumut Jojen penuh rasa iba. "Mereka takkan
bisa menghentikan dia, Bran. Aku tak tahu kenapa, tapi aku
melihat akhirnya. Aku melihatmu dan Rickon di makam
bawah tanah kalian, jauh dalam kegelapan bersama raja-raja
yang telah tiada beserta serigala batu mereka."
Tidak, pikir Bran. Tidak. "Kalau aku pergi... ke
Greywater, atau ke para Gagak di Tembok, suatu tempat yang
jauh sehingga mereka tak bisa menemukanku..."
"Sia-sia saja. Itu mimpi masa depan, Bran, dan mimpi
masa depan tak berbohong."
j 616 TYRION V arys berdiri di depan tungku, menghangatkan tangan
halusnya. "Sepertinya Renly dibunuh secara mengerikan
di tengah-tengah pasukannya. Lehernya digorok dari telinga ke
telinga oleh belati yang mengiris baja dan tulang seperti keju
lembut." "Dibunuh oleh siapa?" desak Cersei.
"Apa Anda pernah berpikir bahwa terlalu banyak
jawaban sama saja dengan tak ada jawaban sama sekali"
Informanku tidak selalu berada di tempat yang tepat seperti
yang kita inginkan. Ketika seorang raja tewas, cerita-cerita
khayal bermunculan bagai cendawan dalam gelap. Seorang
pengurus kuda berkata Renly dibantai oleh kesatria dari
Garda Pelangi-nya sendiri. Tukang cuci mengklaim Stannis
menyelinap menembus jantung pasukan sang adik dengan
pedang ajaibnya. Beberapa prajurit rendah yakin seorang
perempuanlah yang melakukan pembunuhan tersebut tapi tak
sepakat perempuan yang mana. Seorang pelayan yang ditolak
Renly, klaim prajurit pertama. Seorang pengikut perkemahan
yang ditugaskan melayaninya menjelang pertempuran, kata
yang kedua. Yang ketiga menduga pelakunya barangkali Lady
Catelyn Stark." 617 Sang ratu tak senang. "Haruskah kau membuang waktu
kami dengan setiap gosip yang diceritakan orang-orang bodoh
itu" "Anda membayarku mahal untuk gosip-gosip ini, ratuku
yang mulia." "Kami membayarmu untuk kebenaran, Lord Varys.
Ingat itu, atau anggota majelis yang sedikit ini akan semakin
berkurang." Varys terkekeh gugup. "Anda dan saudara Anda yang
terhormat bisa-bisa membuat Yang Mulia tak lagi memiliki
majelis bila terus melakukan itu."
"Aku yakin, kerajaan bisa bertahan dengan anggota
majelis yang lebih sedikit," kata Littlefinger sambil tersenyum.
"Wah wah Petyr," sahut Varys, "apa kau tidak khawatir
namamu ada dalam daftar pendek Tangan Kanan Raja?"
"Sebelum kau, Varys" Aku takkan berani
memimpikannya." "Jangan-jangan kita akan menjadi saudara di Tembok,
kau dan aku." Varys terkekeh lagi.
"Lebih cepat daripada yang kauinginkan, kalau ucapan
berikutnya yang keluar dari mulutmu tidak berguna, orang
kasim." Dari sorot matanya, Cersei bersiap untuk mengebiri
Varys lagi. "Mungkinkah ini semacam taktik?" tanya Littlefinger.
"Kalau benar, ini taktik yang lebih dari cerdik," jawab
Varys. "Yang jelas ini mengelabuiku."
Tyrion sudah cukup mendengar. "Joff pasti sangat
kecewa," katanya. "Dia sudah menyimpan pasak bagus
untuk kepala Renly. Tapi siapa pun yang melakukan ini, kita
harus berasumsi Stannis-lah dalangnya. Sudah jelas dia yang
mendapatkan keuntungan." Tyrion tak menyukai kabar ini;
dia mengandalkan Baratheon bersaudara saling membantai
di pertempuran berdarah. Dia bisa merasakan sikunya yang
terluka oleh gada berduri, berdenyut-denyut. Hal itu terkadang
terjadi bila udara lembap. Dia meremasnya dengan tangan
618 tanpa hasil dan bertanya, "Bagaimana dengan pasukan Renly?"
"Sebagian besar pasukannya masih di Bitterbridge."
Varys menjauhi tungku untuk duduk di tempatnya di meja.
"Sebagian besar lord yang bepergian dengan Lord Renly ke
Storm"s End telah menyerah kepada Stannis bersama pengikut
dan senjata mereka, termasuk seluruh kesatria mereka."
"Dipimpin oleh Klan Florent, aku berani bertaruh,"
Littlefinger berkata. Varys tersenyum simpul padanya. "Kau pasti menang,
my lord.Memang Lord Alester yang pertama bertekuk lutut.
Masih banyak lagi yang menyusul."
"Banyak," kata Tyrion tajam, "tapi tidak semuanya?"
"Tidak semuanya," si orang kasim membenarkan.
"Loras Tyrell tidak, Randyll Tarly tidak, Mathis Rowan
tidak. Dan Storm"s End juga belum menyerah. Ser Cortnay
Penrose mempertahankan kastel itu atas nama Renly, dan
tak mau percaya bahwa rajanya sudah tewas. Dia mendesak
untuk melihat jasad Renly sebelum membuka gerbang, tapi
sepertinya jenazah itu menghilang entah ke mana. Terbawa
pergi, kemungkinan besar. Seperlima kesatria Renly pergi
bersama Ser Loras daripada bertekuk lutut pada Stannis.
Kabarnya, Kesatria Bunga jadi gila begitu melihat jenazah
rajanya, dan dalam kemurkaan membunuh tiga pengawal
Renly, di antaranya Emmon Cuy dan Robar Royce."
Sayang sekali dia hanya membunuh tiga orang, pikir Tyrion.
"Ser Loras kemungkinan besar menuju Bitterbridge,"
Varys melanjutkan. "Adiknya di sana, ratu Renly, begitu juga
prajurit dalam jumlah besar yang tiba-tiba mendapati bahwa
mereka tak punya raja. Sekarang mereka berpihak ke mana"
Itu pertanyaan yang menggelitik. Banyak di antara prajurit itu
mengabdi pada para lord yang bertahan di Storm"s End, dan
para lord itu kini milik Stannis."
Tyrion mencondongkan tubuh ke depan. "Menurutku,
ada kesempatan di sini. Pengaruhi Loras Tyrell untuk memihak
kita, maka Lord Mace Tyrell dan pengikutnya mungkin akan
619 bergabung dengan kita juga. Saat ini mereka mungkin sudah
bersumpah setia pada Stannis, tapi mereka tak bisa menyukai
lelaki itu, atau mereka pasti sudah berpihak padanya sejak
awal." "Apa rasa suka mereka pada kita lebih besar?" Cersei
bertanya. "Nyaris tidak," jawab Tyrion. "Mereka menyukai Renly,
sudah jelas, tapi Renly dibunuh. Barangkali kita bisa memberi
mereka alasan yang bagus dan kuat untuk memilih Joffrey
dibandingkan Stannis... jika kita bergerak cepat."
"Alasan macam apa yang rencananya kauberikan pada
mereka?" "Alasan emas," Littlefinger menyarankan.
Varys berdecak. "Petyr yang manis, pasti kau tak
bermaksud menyarankan bahwa para lord yang berkuasa dan
kesatria yang terhormat itu bisa dibeli seperti ayam-ayam di
pasar." "Kau pernah ke pasar akhir-akhir ini, Lord Varys?"
tanya Littlefinger. "Kau akan mendapati bahwa lebih mudah
membeli seorang lord daripada ayam, aku yakin. Tentu
saja, para lord berkotek lebih nyaring daripada ayam, dan
tersinggung bila kau menawari mereka koin seperti pedagang,
tapi mereka jarang menolak menerima hadiah... kehormatan,
tanah, kastel..." "Sogokan mungkin bisa menggoyahkan lord-lord kecil,"
Tyrion berkata, "tapi takkan mempan bagi Highgarden."
"Benar," Littlefinger mengakui. "Kesatria Bunga adalah
kuncinya. Mace Tyrell punya dua putra yang lebih tua, tapi
Loras dari dulu adalah kesayangannya. Menangkan hatinya,
dan Highgarden akan jadi milikmu."
Benar, pikir Tyrion. "Menurutku, kita harus mengambil
pelajaran dari mendiang Lord Renly. Kita bisa bersekutu
dengan Tyrell seperti dia. Melalui pernikahan."
Varys yang paling cepat mengerti. "Kau berniat
menikahkan Raja Joffrey dengan Margaery Tyrell."
620 "Benar." Seingatnya, ratu belia Renly itu tak lebih dari
lima belas, enam belas usianya... lebih tua daripada Joffrey, tapi
selisih beberapa tahun tak ada artinya, rencana ini begitu rapi
dan manis sampai-sampai Tyrion bisa merasakannya.
"Joffrey sudah bertunangan dengan Sansa Stark," Cersei
memprotes. "Kontrak perkawinan dapat dibatalkan. Apa untungnya
menikahkan Raja dengan putri seorang pengkhianat yang
sudah tewas?" Littlefinger angkat suara. "Anda mungkin bisa
mengingatkan Yang Mulia bahwa Klan Tyrell jauh lebih kaya
ketimbang Klan Stark, dan bahwa Margaery kabarnya cantik
jelita... dan bisa ditiduri."
"Benar," kata Tyrion. "Joff pasti cukup menyukai itu."
"Putraku terlalu belia untuk memedulikan hal-hal
semacam itu." "Menurutmu begitu?" tanya Tyrion. "Dia tiga belas,
Cersei. Umur yang sama ketika aku menikah."
"Kau mempermalukan kami semua dengan peristiwa
menyedihkan tersebut. Joffrey lebih baik daripada itu."
"Sebegitu baiknya sampai menyuruh Ser Boros merobek
gaun Sansa." "Dia marah pada gadis itu."
"Dia juga marah pada pelayan yang menumpahkan sup
semalam, tapi dia tak menelanjanginya."
"Ini bukan masalah sup tumpah?"
Bukan, ini masalah tubuh yang cantik. Setelah kejadian di
pekarangan waktu itu, Tyrion bicara pada Varys tentang cara
mengatur agar Joffrey mengunjungi Chataya. Mencicipi madu
barangkali bisa melunakkan bocah itu, Tyrion berharap. Dia
mungkin bahkan berterima kasih, semoga saja tidak, dan Tyrion
butuh jauh lebih banyak terima kasih dari rajanya.Tentu
saja itu harus dilakukan diam-diam. Bagian sulitnya adalah
memisahkan dia dari si Anjing. "Si Anjing tak pernah jauh-
621 jauh dari tuannya," dia mengamati pada Varys, "tapi semua
orang tidur. Dan beberapa juga berjudi dan tidur dengan
pelacur dan mendatangi kedai minum."
"Si Anjing melakukan semua itu, kalau itu
pertanyaanmu." "Bukan," Tyrion berkata. "Pertanyaanku adalah kapan."
Varys meletakkan satu jari di pipi, tersenyum misterius.
"My lord, lelaki pencuriga mungkin mengira kau ingin tahu
kapan Sandor Clegane tak melindungi Raja Joffrey, untuk
mencelakakan bocah itu."
"Kau pasti mengenalku lebih baik daripada itu, Lord
Varys," kata Tyrion. "Wah, yang kuinginkan hanya Joffrey
menyayangiku." Si orang kasim berjanji mengurus masalah tersebut.
Namun perang memiliki tuntutannya sendiri; inisiasi Joffrey
sebagai lelaki dewasa terpaksa menunggu. "Tak diragukan lagi
kau lebih mengenal putramu daripada aku," Tyrion membuat
dirinya mengatakan itu pada Cersei, "tapi bagaimanapun,
banyak keuntungannya menikahi seorang Tyrell. Barangkali
itu satu-satunya cara agar Joffrey hidup cukup lama untuk
mencapai malam pernikahannya."
Littlefinger sependapat. "Gadis Stark itu takkan
memberi Joffrey apa-apa selain tubuhnya, sebagus apa pun
tubuhnya. Margaery Tyrell akan mendatangkan lima puluh
ribu prajurit dan seluruh kekuatan Highgarden."
"Benar." Varys meletakkan tangan halusnya di lengan
baju sang ratu. "Anda memiliki hati seorang ibu, dan aku tahu
Yang Mulia mencintai anak manisnya itu. Tetapi, Raja harus
belajar untuk mengutamakan kepentingan kerajaan di atas
keinginannya sendiri. Menurutku, tawaran ini harus diajukan."
Ratu melepaskan diri dari sentuhan si orang kasim.
"Kau tidak akan bicara begitu seandainya kau perempuan.
Katakan saja apa yang kalian inginkan, tuan-tuan, tapi Joffrey
terlalu tinggi hati untuk menerimasisa-sisa Renly. Dia takkan
pernah setuju." 622 Tyrion mengedikkan bahu. "Ketika Raja cukup umur tiga
tahun lagi, dia bebas menolak atau memberikan persetujuan.
Sampai saat itu tiba, kaulah Ratu Pemangku dan aku Tangan
Kanannya, dan dia akan menikah dengan siapa pun yang kita


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perintahkan. Sisa-sisa atau bukan."
Bantahan Cersei sudah habis. "Kalau begitu ajukanlah
tawaran kalian, tapi semoga para dewa menyelamatkan kalian
semua jika Joff tidak menyukai gadis ini."
"Aku sangat senang kita bisa sependapat," Tyrion
berkomentar. "Nah, siapa dari kita yang sebaiknya pergi ke
Bitterbridge" Kita harus mengajukan tawaran itu pada Ser
Loras sebelum dia telanjur tenang."
"Kau bermaksud mengutus salah satu anggota majelis?"
"Aku nyaris tak bisa mengharapkan Kesatria Bunga
membuat kesepakatan dengan Bronn atau Shagga, bukan"
Harga diri Klan Tyrell sangat tinggi."
Sang kakak tak membuang-buang waktu untuk berusaha
memanfaatkan situasi demi keuntungannya. "Ser Jacelyn
Bywater seorang bangsawan. Kirim dia."
Tyrion menggeleng. "Kita butuh seseorang yang bukan
sekadar bisa mengulangi ucapan kita dan menyampaikan
balasan. Utusan kita harus berbicara atas nama Raja dan
membereskan urusan ini dengan cepat."
"Tangan Kanan Raja berbicara atas nama Raja." Cahaya
lilin bersinar sehijau api liardi mata Cersei. "Kalau kami
mengutusmu, Tyrion, sama saja dengan Joffrey sendiri yang
pergi. Dan siapa lagi yang lebih tepat" Kau menggunakan katakata semahir Jaime memakai pedang."
Apa kau sebegitu bersemangatnya menyingkirkanku dari kota,
Cersei" "Kau terlalu baik, Kak, tapi menurutku ibu anak itu
lebih cocok untuk mengurus pernikahannya dibandingkan
sang paman. Dan kau memiliki bakat mendapatkan teman
yang takkan pernah bisa kutandingi."
Mata sang ratu menyipit. "Joff membutuhkanku di
sisinya." 623 "Yang Mulia, my lord Tangan Kanan Raja," Littlefinger
berkata, "Raja memerlukan kalian berdua di sini. Biar aku
yang pergi sebagai gantinya."
"Kau?" Keuntungan apa yang dilihatnya dalam masalah ini"
Tyrion bertanya-tanya. "Aku anggota majelis raja, tapi bukan kerabat Raja, jadi
aku tidak bisa jadi sandera. Aku kenal baik Ser Loras sewaktu dia
di istana, dan tak memberinya alasan untuk tidak menyukaiku.
Mace Tyrell setahuku tak bermusuhan denganku, dan aku
menganggap diriku cukup terlatih dalam bernegosiasi."
Dia mengelabui kami. Tyrion tak memercayai Petyr
Baelish, juga tak ingin lelaki itu lepas dari pandangan, tapi
pilihan apa lagi yang tersisa" Harus Littlefinger atau Tyrion
sendiri, dan dia tahu betul bahwa jika dia meninggalkan King"s
Landing cukup lama, semua yang telah berhasil dicapainya
akan berantakan. "Ada pertempuran di antara tempat ini
dan Bitterbridge," Tyrion berkata hati-hati. "Dan sudah pasti
Lord Stannis melepaskan gembalanya untuk mengumpulkan
domba-domba adiknya yang tak patuh."
"Aku takkan pernah gentar pada gembala. Dombadomba itulah yang membuatku gelisah. Tetap saja, kurasa
pasukan pengawal mungkin diperlukan."
"Aku bisa menugaskan seratus jubah emas," kata Tyrion.
"Lima ratus." "Tiga ratus." "Ditambah empat puluh lagi"dua puluh kesatria dan
squire dengan jumlah sama. Kalau aku datang tanpa didampingi
kesatria, Klan Tyrell mungkin meremehkanku."
Cukup benar. "Setuju."
"Aku akan membawa si Horor dan si Iler dalam
rombongan, dan mengirim keduanya ke ayah mereka setelah
itu. Sebagai tanda iktikad baik. Kita butuh Paxter Redwyne,
dia sahabat terlama Mace Tyrell, dan juga punya kekuasaan
besar." "Serta pengkhianat," kata Ratu, menolak. "Arbor pasti
624 mendukung Renly bersama yang lain, kecuali Redwyne tahu
betul anak-anaknya akan menerima akibatnya."
"Renly sudah mati, Yang Mulia," Littlefinger
mengingatkan, "baik Stannis maupun Lord Paxter takkan
melupakan bagaimana kapal-kapal Redwyne menutupi laut
dalam pengepungan Storm"s End. Kembalikan si kembar dan
siapa tahu kita bisa memenangkan hati Redwyne."
Cersei tetap tak yakin. "Silakan saja Makhluk Lain
mendapatkan hatinya, aku menginginkan pedang dan
kapalnya. Menahan si kembar adalah cara terbaik untuk
memastikan kita akan mendapatkan itu."
Tyrion punya jalan keluar. "Kalau begitu biarkan kami
mengirim Ser Hobber kembali ke Arbor dan menahan Ser
Horas di sini. Lord Paxter pasti cukup cerdas untuk memahami
maksud dari tindakan tersebut, menurutku."
Saran itu diterima tanpa protes, tapi Littlefinger
belum selesai. "Kami akan butuh kuda-kuda. Gesit dan kuat.
Pertempuran akan membuat mengganti kuda sulit dilakukan.
Perbekalan emas yang cukup juga akan dibutuhkan, untuk
hadiah-hadiah yang kita bicarakan tadi."
"Bawalah sebanyak mungkin yang kaubutuhkan. Lagi
pula, jika kota ini jatuh, Stannis juga akan mencurinya."
"Aku menghendaki penugasanku secara tertulis.
Dokumen itu akan membuat Mace Tyrell tidak meragukan
wewenangku, beri aku kekuasaan penuh untuk menegosiasikan
perjodohan ini dan urusan lain yang mungkin diperlukan,
serta untuk membuat perjanjian mengikat atas nama Raja.
Dokumen itu harus ditandatangani Joffrey dan semua anggota
majelis ini, serta dilengkapi segel kita semua."
Tyrion beringsut resah. "Baik. Sudah semuanya"
Kuingatkan padamu, jarak antara tempat ini dan Bitterbridge
sangat jauh." "Aku akan bertolak sebelum fajar." Littlefinger bangkit.
"Aku meyakini bahwa setelah aku kembali, Raja akan
menganggapku pantas mendapatkan imbalan atas usahaku
625 yang gagah berani demi kepentingannya?"
Varys tergelak. "Joffrey adalah raja yang tahu berterima
kasih, aku yakin kau takkan punya alasan untuk mengeluh,
tuan yang pemberani."
Ratu lebih blakblakan. "Apa yang kauinginkan,Petyr?"
Littlefinger menatap Tyrion sekilas dengan senyum
licik. "Aku butuh waktu untuk mempertimbangkannya. Pasti
aku akan memikirkan sesuatu." Dia membungkuk singkat lalu
berpamitan, dengan santai seolah berniat pergi ke salah satu
rumah bordilnya. Tyrion menatap ke luar jendela. Kabut sangat tebal
sehingga dia bahkan tak bisa melihat dinding tinggi di seberang
pekarangan. Segelintir cahaya redup bersinar samar menembus
suasana kelabu itu. Hari yang buruk untuk bepergian, pikirnya.
Dia tidak iri pada Petyr Baelish. "Sebaiknya kita menyiapkan
dokumen-dokumen tersebut. Lord Varys, mintakan perkamen
dan pena. Dan seseorang harus membangunkan Joffrey."
Cuaca masih kelabu dan gelap ketika pertemuan
akhirnya selesai. Varys buru-buru pergi sendirian, sandal
lembutnya bergerak cepat menyusuri lantai. Kedua Lannister
berdiri di pintu sejenak. "Bagaimana rantaimu, Dik?" tanya
sang ratu sementara Ser Preston memasangkan mantel kelabu
berlapis bulu di sekeliling bahunya.
"Cincin demi cincin, semakin panjang saja.Kita
seharusnya bersyukur pada para dewa bahwa Ser Cortnay
Penrose sekeras kepala itu. Stannis takkan pernah menyerbu
ke utara bila Storm"s End belum dikuasainya."
"Tyrion, aku tahu kita tak selalu sependapat, tapi
kelihatannya aku keliru tentangmu. Kau bukan sebodoh
yang kubayangkan. Sebenarnya, aku kini menyadari kau
sangat membantu. Untuk itu, aku berterima kasih. Kau harus
memaafkan jika aku pernah berbicara kasar padamu dulu."
"Haruskah?" Tyrion memberinya kedikan bahu, seulas
senyum. "Kakakku yang manis, kau tak mengatakan apa pun
yang perlu dimaafkan."
626 "Hari ini, maksudmu?" Keduanya terbahak... dan Cersei
membungkuk lalu mendaratkan kecupan lembut singkat di
dahi Tyrion. Terlalu kaget untuk bicara, Tyrion hanya bisa
menyaksikan sang kakak berderap menyusuri koridor,
didampingi Ser Preston. "Apa aku sudah kehilangan akal, atau
apa kakakku memang baru saja menciumku?" dia bertanya
pada Bronn setelah Cersei menghilang.
"Apa ciumannya manis?"
"Itu... tak disangka-sangka." Belakangan ini, Cersei
bertingkah ganjil. Tyrion menganggap itu meresahkan. "Aku
berusaha mengingat-ingat kapan terakhir kali dia menciumku.
Umurku pasti tak lebih dari enam atau tujuh tahun. Jared
menantangnya melakukan itu."
"Perempuan itu akhirnya menyadari daya pikatmu."
"Bukan," Tyrion membantah. "Bukan, perempuan
itu merencanakan sesuatu. Sebaiknya kau cari tahu apa itu,
Bronn. Kau tahu aku benci kejutan."
j 627 THEON T heon menyeka ludah dari pipi dengan punggung tangan.
"Robb akan merobek perutmu, Greyjoy," Benfred Tallheart
berteriak. "Dia akan memberikan jantung pembelotmu ke
serigalanya, dasar tahi domba."
Suara Aeron si Rambut Lepek menembus hinaan itu
bagai pedang mengiris keju. "Sekarang kau harus bunuh dia."
"Aku punya pertanyaan dulu untuknya," kata Theon.
"Persetan dengan pertanyaanmu." Benfred digantung
berlumuran darah dan tak berdaya di antara Stygg dan Werlag.
"Kau akan tercekik oleh pertanyaan itu sebelum mendapatkan
jawaban dariku, pengecut. Pembelot."
Paman Aeron gelisah. "Saat dia meludahimu, dia
meludahi kita semua. Dia meludahi Dewa Terbenam. Dia
harus mati." "Ayahku memberiku kewenangan di sini, Paman."
"Dan mengutusku untuk memberimu nasihat."
Juga mengawasiku. Theon tak berani mendesak masalah
itu lebih jauh lagi dengan sang paman. Wewenang memang
miliknya, itu benar, tapi orang-orangnya meyakini Dewa
Terbenam bukan menyakini dirinya, dan mereka takut pada
Aeron si Rambut Lepek. Aku tak bisa menyalahkan mereka
karena itu. 628 "Kau akan kehilangan kepalamu karena ini, Greyjoy.
Gagak akan memakan agar-agar matamu." Benfred berusaha
meludah lagi, tapi hanya berhasil menyemburkan sedikit
darah. "Makhluk Lain akan menghancurkan dewa airmu."
Tallhart, kau meludahkan nyawamu, pikir Theon. "Stygg,
bungkam dia," kata Theon.
Mereka memaksa Benfred berlutut. Werlag merobek
kulit kelinci dari sabuknya dan menjejalkannya di mulut lelaki
itu untuk menghentikan teriakannya. Stygg menyiapkan kapak.
"Jangan," Aeron si Rambut Lepek menyatakan. "Dia
harus dipersembahkan pada dewa. Dengan cara lama."
Memangnya itu penting" Mati ya mati. "Bawa dia kalau
begitu." "Kau juga ikut. Kau komandan di sini. Persembahannya
harus berasal darimu."
Itu lebih daripada yang sanggup dicerna Theon. "Kau
pendetanya, Paman, kuserahkan urusan dewa padamu. Lakukan
hal yang sama untukku dan serahkan urusan pertempuran
padaku." Dia melambaikan tangan, Werlag dan Stygg mulai
menyeret tawanan mereka ke pantai. Aeron si Rambut
Lepek menatap keponakannya dengan sorot mengecam, lalu
mengikuti. Mereka akan menuju pantai berbatu kerikil, untuk
menenggelamkan Benfred Tallhart di air asin. Cara lama.
Barangkali itu kemurahan hati, Theon berkata pada diri
sendiri sembari melangkah ke arah berlawanan. Stygg bukan
algojo paling ahli, dan Benfred memiliki leher sebesar babi
hutan, tebal oleh otot dan lemak. Aku dulu sering mengejeknya
gara-gara itu, hanya untuk melihat aku bisa membuatnya seberapa
marah, dia teringat. Itu sudah, berapa, tiga tahun lalu" Ketika
Ned Stark pergi ke Torrhen's Square untuk menemui Ser
Helman, Theon menyertainya dan melewatkan dua minggu
ditemani Benfred. Dia dapat mendengar sorak-sorai parau penuh
kemenangan dari tikungan jalan tempat pertempuran terjadi...
kalau itu bisa disebut pertempuran. Lebih cocok disebut
629 membantai domba, sebenarnya. Domba berbulu baja, tapi tetap saja
domba. Theon memanjat ke gundukan batu, menunduk
menatap mayat-mayat dan kuda-kuda sekarat. Kuda-kuda itu
pantas diperlakukan lebih baik. Tymor dan saudara-saudaranya
mengumpulkan kuda yang selamat dari pertempuran, sedangkan
Urzen dan Lorren Hitam membungkam binatang-binatang
yang lukanya terlalu parah untuk diselamatkan. Prajuritnya
yang lain menjarah mayat. Gevin Harlaw berlutut di depan
dada sesosok jenazah, menggergaji jarinya untuk mengambil
cincin. Membayar harga besi. Ayahku pasti menyetujuinya. Theon
berpikir untuk mencari tubuh dua orang yang dibunuhnya
untuk melihat apa mereka memiliki perhiasan yang layak
diambil, tapi hal itu menimbulkan rasa pahit di mulutnya. Dia
bisa membayangkan apa yang akan dikatakan Eddard Stark.
Namun pikiran tersebut juga membuatnya berang. Stark sudah
mati dan membusuk, dan tak berarti bagiku, dia mengingatkan diri
sendiri. Botley Tua, yang dijuluki Sungut Ikan, duduk merengut
di dekat onggokan jarahannya sementara ketiga putranya terus
menambahkan barang ke tumpukan. Salah satu dari mereka
saling mendorong dengan lelaki gemuk bernama Todric, yang
terhuyung-huyung di antara mayat sambil memegang setanduk
ale di sebelah tangan dan kapak di tangan satunya, dia berbalut
jubah putih dari bulu rubah yang hanya sedikit bernoda
darah dari pemilik sebelumnya. Mabuk, Theon memutuskan,
memperhatikan lelaki itu meraung. Kabarnya manusia besi
yang sudah tua kerap mabuk darah dalam pertempuran,
mengamuk membabi buta sampai-sampai tak merasakan sakit
dan tak takut pada musuh, tapi ini mabuk ale biasa.
"Wex, busur dan anak panahku." Bocah itu berlari


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengambilnya. Theon melengkungkan busur dan memasang
tali di takiknya ketika Todric menjatuhkan pemuda Botley dan
menuangkan ale ke matanya. Si Sungut Ikan melompat bangkit
sambil memaki, tapi Theon lebih gesit. Dia mengincar tangan
630 yang memegang tanduk, berniat memberikan bidikan untuk
dibicarakan, tapi Todric merusaknya dengan terhuyung ke satu
sisi persis saat dia melepaskan panah. Anak panah menembus
perutnya. Para penjarah ternganga. Theon menurunkan busur.
"Tak boleh ada pemabuk, kataku, dan jangan memperebutkan
jarahan."Todric berlutut, sekarat dengan berisik. "Botley,
bungkam dia." Sungut Ikan dan putranya cepat-cepat
mematuhi. Mereka menggorok leher Todric sementara dia
menendang-nendang lemah, dan melucuti mantel, cincin, dan
senjatanya bahkan sebelum dia tewas.
Sekarang mereka tahu aku serius dengan ucapanku. Lord
Balon boleh saja memberinya wewenang, tapi Theon tahu
beberapa prajuritnya hanya melihat bocah lembek dari
negeri hijau saat menatapnya. "Ada lagi yang haus?" Tidak
ada yang menjawab. "Bagus." Ditendangnya panji Benfred
yang jatuh, yang berada dalam genggaman mayat squire yang
mengibarkannya. Secarik kulit kelinci diikatkan di bawah
bendera itu. Kenapa kulit kelinci" dia tadi ingin menanyakan
itu, tapi diludahi membuatnya lupa. Dia melemparkan
busur kembali pada Wex dan berderap pergi, teringat betapa
gembiranya dia setelah pertempuran Hutan Berbisik, dan
bertanya-tanya kenapa kemenangan yang ini tak terasa semanis
itu. Tallhart, kau itu si bodoh yang terlalu sombong, kau bahkan tak
mengirim pengintai. Mereka tadi bercanda dan bahkan bernyanyi sewaktu
datang, tiga pohon Tallhart berkibar-kibar di atas mereka
sementara kulit kelinci mengepak-ngepak konyol dari ujung
lembing. Pemanah bersembunyi di balik semak-semak berbunga
kuningmenyela lagu itu dengan hujan anak panah,dan
Theon sendiri memimpin pasukannya untuk menyelesaikan
tugas membantai dengan belati, kapak, dan godam besi. Dia
memerintahkan pemimpin mereka dibiarkan hidup untuk
ditanyai. Tetapi Theon tak menyangka orang itu Benfred Tallhart.
631 Tubuh terkulainya diseret dari laut ketika Theon
kembali ke Jalang Laut. Tiang-tiang kapal panjangnya tegak
membentuk siluet dilatari langit sepanjang pantai berkerikil.
Di desa nelayan, tak ada yang tersisa selain abu dingin yang
berbau busuk saat hujan. Kaum lelaki dibunuh, kecuali
segelintir yang diizinkan Theon kabur untuk memberi kabar
ke Torrhen's Square. Para istri dan putri mereka dijadikan
sebagai istri garam, untuk mereka yang muda dan cantik. Bagi
yang sudah tua dan jelek hanya diperkosa dan dibunuh, atau
diangkut sebagai budak bila mereka punya keahlian berguna
atau kecil kemungkinannya menimbulkan masalah.
Theon juga yang merencanakan serangan itu, membawa
kapalnya ke pantai dalam kegelapan dingin sebelum fajar
dan melompat dari haluan dengan kapak panjang di tangan,
memimpin anak buahnya memasuki desa yang terlelap. Dia
tidak menyukai semua ini, tapi pilihan apa yang dipunyanya"
Kakaknya yang terkutuk tiga kali lipat itu telah
melayarkan Angin Hitam ke utara saat ini, yakin dapat merebut
kastel sendiri. Lord Balon tak membiarkan berita tentang
berkumpulnya kapal-kapal itu tersebar ke luar dari Kepulauan
Besi, dan pekerjaan berdarah Theon di sepanjang Pantai
Berbatu akan dianggap sebagai ulah perompak laut yang
menjarah. Orang-orang Utara takkan menyadari ancaman
yang sesungguhnya, tidak sampai palu sudah diketukkan
di Deepwood Motte dan Moat Cailin. Dan setelah semua ini
selesai dan dimenangkan, mereka akan menciptakan lagu untuk si
Jalang Asha, dan melupakan aku bahkan ada di sini. Itu jika dia
membiarkannya. Dagmer Dagu Belah berdiri di haluan berukiran rumit
kapal panjangnya, Pereguk Buih. Theon menugaskannya
menjaga kapal-kapal; kalau tidak mereka akan menyebutnya
kemenangan Dagmer, bukan kemenangannya. Orang yang
pemarah mungkin menganggap itu sebagai hinaan, tapi Dagu
Belah hanya tertawa. "Hari ini sukses," seru Dagmer. "Tapi kau tak tersenyum,
Nak. Mereka yang hidup seharusnya tersenyum, karena yang
632 mati tidak bisa." Dia tersenyum sendiri untuk menunjukkan
caranya. Itu pemandangan yang mengerikan. Di bawah rambut
lebat seputih salju, Dagmer memiliki codet paling memualkan
yang pernah dilihat Theon, peninggalan dari kapak panjang
yang nyaris membunuhnya waktu masih kecil. Hantaman itu
meremukkan rahangnya, menghancurkan gigi depannya, dan
membuatnya memiliki bibir empat padahal orang lain hanya
punya dua. Janggut kasar menutupi pipi dan lehernya, tapi
rambut tak bisa tumbuh di atas bekas luka, maka jahitan
mengilat di kulit yang berkerut dan bergumpal-gumpal membagi
wajahnya mirip jurang yang melintasi padang bersalju. "Kami
bisa mendengar mereka bernyanyi," kata kesatria tua itu.
"Lagunya bagus, dan mereka menyanyikannya dengan baik."
"Mereka lebih mahir bernyanyi daripada bertarung.
Harpa lebih berguna bagi mereka daripada lembing."
"Berapa banyak prajurit yang tewas?"
"Di pihak kita?" Theon mengedikkan bahu. "Todric.
Aku membunuhnya karena dia mabuk dan berkelahi gara-gara
harta jarahan." "Beberapa orang memang dilahirkan untuk dibunuh."
Orang biasa mungkin takut mengulas senyum yang menakutkan
seperti senyumnya, tapi Dagmer malah tersenyum makin sering
dan lebih lebar daripada yang pernah dilakukan Lord Balon.
Meskipun jelek, senyum itu mengembalikan seratus
kenangan. Theon sering melihatnya waktu masih kecil, ketika
dia menunggang kuda melompati tembok berlumut, atau
mengayunkan kapak dan membelah papan sasaran. Theon
melihatnya saat menangkis pukulan pedang Dagmer, selagi dia
memanah sayap burung camar, sewaktu dia memegang tangkai
kemudi dan memandu kapal panjang dengan selamat melewati
deru bebatuan yang berbuih. Dia tersenyum padaku lebih sering
daripada gabungan senyum ayahku dan Eddard Stark. Bahkan
Robb... dia seharusnya memenangkan senyum pada hari dia
menyelamatkan Bran dari wildling itu, tapi dia malah dibentak,
seolah dia juru masak yang menghanguskan semur.
633 "Kau dan aku harus bicara, Paman," kata Theon.
Dagmer bukan paman kandungnya, hanya prajurit setia yang
mungkin memiliki sedikit darah Greyjoy empat atau lima
generasi lalu, dan itu pun bukan anak sah. Namun Theon
selalu memanggilnya paman.
"Naiklah ke dekku, kalau begitu." Tak ada sapaanm"lord
dari Dagmer, tidak saat dia berdiri di deknya. Di Kepulauan
Besi, setiap kapten adalah raja di kapal masing-masing.
Theon melintasi titian menuju dek Pereguk Buih dalam
empat langkah panjang, dan Dagmer memimpinnya memasuki
kabin sempit di buritan, tempat lelaki tua itu menuang
setanduk ale masam dan menawari Theon minuman yang
sama. Dia menolak. "Kami tidak menangkap cukup kuda.
Ada sedikit, tapi... yah, kurasa, aku akan memanfaatkan yang
kumiliki. Lebih sedikit pasukan berarti lebih banyak kejayaan."
"Apa gunanya kuda bagi kita?" Seperti kebanyakan
manusia besi, Dagmer lebih suka bertarung di atas tanah
atau di dek kapal. "Kuda hanya akan mengotori dek dan
menghalangi kita." "Kalau kita berlayar, memang benar," Theon mengakui.
"Aku punya rencana lain." Dia memperhatikan Dagmer dengan
saksama untuk melihat reaksinya mendengar ucapan itu.
Tanpa si Dagu Belah dia tak bisa mengharapkan keberhasilan.
Dengan atau tanpa wewenang, para prajurit takkan pernah
mematuhinya seandainya Aeron dan Dagmer menentangnya,
dan dia tidak punya harapan memenangkan hati pendeta
berwajah masam itu. "Ayahmu memerintahkan kami menyerang pesisir,
tidak lebih." Mata sepucat buih laut memperhatikan Theon
dari balik alis putih lebat. Apa ketidaksetujuan yang dilihatnya
di sana, atau percik ketertarikan" Yang terakhir, pikirnya...
harapnya... "Kau prajurit ayahku."
"Prajurit terbaiknya, dari dulu."
Harga diri, pikir Theon. Harga dirinya tinggi, aku harus
634 memanfaatkan itu, harga dirinyalah kuncinya. "Tidak ada orang di
Kepulauan Besi yang memiliki separuh keahlianmu memakai
tombak atau pedang."
"Kau terlalu lama pergi, Nak. Waktu itu, aku memang
seperti katamu, tapi aku sudah semakin tua selama mengabdi
pada Lord Greyjoy. Si penyanyi bernama Andrik-lah yang
terbaik sekarang. Andrik si Perengut, mereka menjulukinya.
Lelaki bertubuh raksasa. Dia mengabdi pada Lord Drumm
dari Old Wyk. Lorren Hitam dan Qarl si Gadis juga hampir
sama mengerikannya."
"Andrik boleh saja petarung hebat, tapi orang-orang tak
takut padanya seperti mereka takut padamu."
"Aye, memang begitu," kata Dagmer. Jemari yang
melingkari tanduk minum penuh cincin, dari emas, perak dan
perunggu, bertatahkan safir, garnet, dan kaca naga. Dia telah
membayar harga besi untuk semua orang, Theon tahu.
"Seandainya aku memiliki prajurit sepertimu, aku
takkan menyia-nyiakannya untuk urusan sepele menyerang
dan membakar seperti ini. Ini bukan pekerjaan bagi prajurit
terbaik Lord Balon..."
Cengiran Dagmer membelah bibirnya dan memamerkan
pecahan cokelat giginya. "Juga bukan bagi putra kandungnya?"
Dia berseru mengejek. "Aku terlalu mengenalmu, Theon. Aku
melihatmu melangkah untuk pertama kalinya, membantumu
melengkungkan busur pertama. Bukan aku yang merasa tersiasia."
"Berdasarkan hak, aku seharusnya mendapatkan
wewenang kakakku," dia mengaku, dengan tak nyaman
menyadari betapa picik ucapannya terdengar.
"Kau menganggap urusan ini terlalu serius, Nak. Itu
hanya karena ayahmu belum mengenalmu. Setelah kakak
lelakimu tewas dan kau diboyong oleh para serigala, kakak
perempuanmulah yang menjadi pelipur laranya. Ayahmu
belajar untuk mengandalkan dia, dan Asha tak pernah
mengecewakannya." 635 "Begitu juga aku. Keluarga Stark mengetahui nilaiku.
Aku salah satu pengintai yang dipilih Brynden Blackfish, dan
aku ikut gelombang serangan pertama di Hutan Berbisik.
Aku sedekat ini beradu pedang dengan sang Pembantai Raja."
Theon merentangkan kedua tangannya sejauh setengah meter.
"Daryn Hornwood menghalangi kami, dan mati karenanya."
"Kenapa kau menceritakan ini padaku?" tanya Dagmer.
"Akulah yang meletakkan pedang pertamamu di tanganmu.
Aku tahu kau bukan pengecut."
"Apa ayahku tahu?"
Kesatria tua beruban itu tampak seperti baru saja
menggigit sesuatu yang tak enak. "Hanya... Theon, Pemuda
Serigala itu temanmu dan keluarga Stark mengasuhmu selama
sepuluh tahun." "Aku bukan Stark." Lord Eddard memastikan itu. "Aku
seorang Greyjoy, dan aku ditakdirkan menjadi ahli waris
ayahku. Bagaimana aku bisa melakukan itu kecuali aku
membuktikan diri dengan beberapa aksi hebat?"
"Kau masih muda. Peperangan lain akan datang, dan
kau akan melakukan aksi hebatmu. Untuk saat ini, kita
diperintahkan menyerang Pantai Berbatu."
"Biar saja pamanku Aeron yang melakukannya. Aku
akan memberinya enam kapal, semuanya kecuali Pereguk Buih
dan Jalang Laut, dia boleh membakar dan menenggelamkan
untuk mengenyangkan dewanya."
"Wewenang itu diberikan padamu, bukan pada Aeron
si Rambut Lepek." "Selama serangan terlaksana, apa masalahnya" Tidak
ada pendeta yang mampu menjalankan rencanaku, atau apa
yang kuminta darimu. Aku memiliki tugas yang hanya bisa
dilaksanakan oleh Dagmer Dagu Belah."
Dagmer meneguk banyak-banyak isi tanduknya.
"Katakan padaku."
Dia tergoda, pikir Theon. Dia tak menyukai pekerjaan
menjarah ini sama seperti aku. "Jika kakakku bisa merebut kastel,
636 aku juga bisa." "Asha memiliki anak buah empat atau lima kali lipat
dibandingkan kita." Theon mengizinkan dirinya tersenyum licik. "Tapi kita
punya kecerdasan empat kali lipat, dan keberanian lima kali
lipat." "Ayahmu?" ?"akan berterima kasih padaku, begitu aku menyerahkan
kerajaan kepadanya. Aku berniat melakukan aksi yang akan
dinyanyikan musisi selama seribu tahun."
Theon tahu itu akan membuat Dagmer berpikir. Seorang
penyanyi menciptakan lagu tentang kapak yang meretakkan
rahangnya jadi dua, dan lelaki tua itu senang mendengarnya.
Setiap kali sedang mabuk, dia akan meminta lagu pejarahan,
sesuatu yang nyaring dan menggebu-gebu tentang pahlawanpahlawan yang telah tewas dan aksi gagah perkasa yang brutal.
Rambutnya beruban dan giginya busuk, tapi dia masih menyukai
kejayaan. "Apa peranku dalam rencanamu ini, Nak?" tanya
Dagmer Dagu Belah setelah membisu lama, dan Theon tahu
dia sudah menang. "Untuk menebarkan teror ke jantung musuh, yang hanya
bisa dilakukan orang dengan reputasimu. Kau akan membawa
sebagian besar kekuatan kita dan berbaris menuju Torrhen's
Square. Helman Tallhart membawa prajurit terbaiknya ke
selatan, dan Benfred tewas di sini bersama putra-putra mereka.
Pamannya Leobald akan ada di sana, bersama garnisun
kecil." Seandainya aku bisa menginterogasi Benfred, aku akan tahu
sekecil apa pasukannya. "Jangan rahasiakan kedatangan kalian.
Nyanyikan semua lagu-lagu berani sesuka kalian. Aku mau


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka menutup gerbang."
"Apa Torrhen's Square itu benteng yang kukuh?"
"Cukup kukuh. Dinding-dindingnya dari batu,tingginya
sepuluh meter, dengan menara persegi di setiap sudut dan
kastel persegi di dalamnya."
637 "Dinding-dinding batu tak bisa diserang. Bagaimana kita
bisa menaklukkannya" Kita bahkan tak punya cukup prajurit
untuk menyerbu kastel kecil."
"Kau akan membuat perkemahan di luar dinding mereka
dan mulai membangun katapel dan mesin pengepungan."
"Itu bukan Cara Lama. Apa kau sudah lupa" Manusia
besi bertarung memakai pedang dan kapak, bukan dengan
melemparkan batu-batu. Tak ada kejayaan dalam membuat
musuh kelaparan." "Leobald takkan tahu itu. Ketika dia melihatmu
mengepung menara, darah perempuan tuanya akan mendingin,
dan dia bakal mengembik minta bantuan. Tahan pemanahmu,
Paman, biarkan raven itu terbang. Pengurus kastel di Winterfell
adalah lelaki pemberani, tapi umur telah membuat kaku akal
dan tungkai-tungkainya. Begitu dia tahu salah satu pengikut
Rajanya diserang oleh Dagmer Dagu Belah yang ditakuti, dia
akan mengumpulkan kekuatan dan pergi membantu Tallhart.
Ser Rodrik itu sangat bertanggung jawab."
"Berapa pun prajurit yang dikumpulkannya, pasti
lebih besar daripada pasukanku," Dagmer berkata, "dan para
kesatria tua itu lebih licik daripada dugaanmu, atau mereka
takkan hidup untuk melihat uban pertama mereka. Kau
merencanakan pertempuran yang tak bisa kita menangkan,
Theon. Torrhen's Square takkan pernah jatuh."
Theon tersenyum. "Bukan Torrhen's Square yang ingin
kurebut." j 638 ARYA K ehebohan dan keriuhan menguasai kastel. Orang-orang
berdiri di bak pedati memuat berkarung-karung tepung,
dan bungkusan-bungkusan anak panah yang baru dipasangi
bulu.Pandai besi meluruskan pedang, mengetok penyok di
pelat dada, memasang sepatu kuda destrier dan mengemasi
keledai. Baju-baju zirah dilemparkan ke dalam tong-tong pasir
dan digulingkan ke tanah tak rata Taman Batu Alir untuk
menggosoknya bersih-bersih. Para perempuan anak buah
Weese harus menisik dua puluh mantel, seratus lagi untuk
dicuci. Para bangsawan dan orang biasa menyesaki kuil untuk
berdoa. Di luar dinding, semua tenda dan paviliun dibongkar.
Para squire menyiramkan berember-ember air di api untuk
memasak, sedangkan para prajurit mengeluarkan batu minyak
untuk mengasah pedang terakhir kalinya. Suara-suara itu bagai
gelombang pasang: kuda-kuda menyembur dan meringkik,
para lord meneriakkan perintah, para prajurit rendah bertukar
umpatan, pengikut perkemahan bertengkar.
Lord Tywin Lannister akhirnya berderap pergi.
Ser Addam Marbrand menjadi kapten pertama yang
bertolak, sehari sebelum yang lain. Dia melakukannya dengan
penampilan gagah berani, menunggang kuda merah penuh
semangat yang surai tembaganya sewarna dengan rambut
639 panjang yang tergerai melewati bahu Ser Addam sendiri. Kuda
itu dipasangi zirah warna perunggu yang dicat untuk menyamai
jubah si penunggang dan berhiaskan pohon terbakar. Beberapa
perempuan kastel terisak melihatnya pergi. Kata Weese, dia
penunggang kuda dan petarung pedang yang baik, komandan
Lord Tywin yang paling pemberani.
Kuharap dia mati, pikir Arya selagi memperhatikan lelaki
itu berkuda ke luar gerbang, pasukannya mengalir menyusulnya
dalam dua barisan. Kuharap mereka semua mati. Mereka akan
memerangi Robb, Arya tahu. Dari menguping obrolan sambil
bekerja, Arya mengetahui bahwa Robb meraih beberapa
kemenangan besar di barat. Dia membakar Lannisport,
kata beberapa orang, atau dia berniat membakarnya. Dia
menguasai Casterly Rock dan membunuh semua orang, atau
dia mengepung Golden Tooth... tapi sesuatu telah terjadi, itu
sudah pasti. Weese menyuruh Arya mengantarkan pesan dari fajar
hingga senja. Beberapa pesan bahkan membawanya ke luar
dinding kastel, ke tengah lumpur dan hiruk pikuk perkemahan.
Aku bisa melarikan diri, pikir Arya ketika pedati bergemuruh
melewatinya. Aku bisa melompat ke belakang pedati dan bersembunyi,
atau menyusupkan diri bersama pengikut perkemahan, takkan ada
yang mencegahku. Dia pasti sudah melakukan itu seandainya
bukan karena Weese. Lebih dari sekali Weese mengatakan
pada mereka apa yang akan dilakukannya pada orang yang
mencoba kabur darinya. "Bukan pukulan, oh, bukan. Aku
takkan menyentuh kalian sedikit pun. Aku akan menyimpan
kalian untuk si orang Qohor, sungguh, aku akan menyimpan
kalian untuk si Pencacat. Vargo Hoat namanya, dan begitu
kembali dia akan memotong kaki kalian." Mungkin kalau Weese
mati, pikir Arya... tapi tidak ketika dia sedang bersama lelaki
itu. Weese bisa menatapmu sekali dan mengendus apa yang
kaupikirkan, begitulah dia selalu berkata.
Namun Weese tak pernah membayangkan Arya bisa
membaca, makanya dia tak pernah repot-repot menyegel pesan
640 yang dikirimkannya. Arya membaca semuanya, tapi isinya
tak pernah ada yang berguna, hanya urusan bodoh mengirim
gerobak ini ke lumbung dan yang itu ke gudang senjata.
Pesan lain berisi tagihan judi, tapi kesatria yang diberinya
pesan tak bisa membaca. Sewaktu Arya memberitahukan
isinya, lelaki itu berusaha memukulnya, tapi dia merunduk
mengelak, menyambar tanduk minum bergelang perakdari
pelana sang kesatria, lalu melesat pergi. Lelaki itu meraung
dan mengejarnya, tapi Arya menyelinap ke antara dua gerobak,
meliuk-liuk menembus kerumunan pemanah, dan melompati
parit kakus. Karena memakai baju zirah, lelaki itu tak mampu
mengimbangi. Ketika Arya memberikan tanduk minum itu
pada Weese, dia berkata bahwa Musang kecil cerdik seperti
Arya pantas mendapat hadiah. "Aku mau makan ayam
gemuk yang dipanggang sampai kering malam ini. Kita akan
membaginya, aku dan kau. Kau pasti suka."
Ke mana pun Arya pergi, dia selalu mencari Jaqen
H"ghar, ingin membisikkan satu nama lagi padanya sebelum
semua yang dibencinya berada di luar jangkauan, tapi di
tengah-tengah kekacauan dan kehebohan ini, prajurit bayaran
dari Lorath itu tak bisa ditemukan. Jaqen masih berutang dua
kematian padanya, dan Arya khawatir tak bisa menagihnya
jika lelaki itu sudah bertolak ke medan perang bersama yang
lain. Akhirnya dia mengumpulkan keberanian untuk bertanya
pada salah satu penjaga gerbang apakah Jaqen sudah pergi.
"Dia salah satu prajurit Lorch, bukan?" kata si penjaga. "Kalau
begitu, dia tidak akan pergi. Tuannya Ser Amory menjadi
pemimpin kastel Harrenhal. Seluruh pasukannya tetap di sini,
mempertahankan kastel. Pelakon Berdarah juga akan pergi,
untuk mencari perbekalan makanan. Vargo Hoat si kambing
itu suka meludah,dia dan Lorch dari dulu saling membenci."
Namun, si Gunung akan pergi bersama Lord Tywin.
Dia akan memimpin barisan depan dalam pertempuran,
artinya Dunsen, Polliver, dan Raff bakal lolos kecuali Arya bisa
menemukan Jaqen dan menyuruhnya membunuh salah satu
dari ketiganya sebelum mereka pergi.
641 "Musang," panggil Weese siang itu. "Pergi ke gudang
senjata dan katakan pada Lucan bahwa pedang Ser Lyonel
rompal dalam latihan dan butuh yang baru. Ini pesannya." Dia
menyerahkan secarik kertas pada Arya. "Cepatlah, dia akan
segera pergi dengan Ser Kevan Lannister."
Arya mengambil kertas itu dan berlari. Gudang senjata
terhubung dengan bengkel pandai besi kastel, bangunan
berbentuk terowongan panjang beratap tinggi dengan dua
puluh tungku yang ditanam di dinding dan bak-bak batu
panjang berisi air untuk mengeraskan baja. Separuh tungku
sedang aktif sewaktu Arya masuk. Dinding menggema oleh
bunyi palu, dan para lelaki kekar yang memakai celemek kulit
berdiri bersimbah peluh seraya membungkuk di atas puput
dan paron. Ketika Arya melihat Gendry, dada telanjangnya
licin oleh keringat, tapi mata biru di bawah rambut hitam
tebal itu memiliki sorot keras kepala seperti yang diingatnya.
Arya bahkan tak tahu ingin bicara dengannya atau tidak.
Gara-gara Gendry-lah mereka semua tertangkap. "Mana yang
bernama Lucan?" Arya menyodorkan kertas itu. "Aku disuruh
mengambilkan pedang baru untuk Ser Lyonel."
"Lupakan soal Ser Lyonel." Gendry menarik lengannya,
membawanya menjauh. "Semalam Pai Panas bertanya apa aku
mendengarmu meneriakkan Winterfell saat di benteng, waktu
kita bertarung di tembok."
"Tidak pernah!"
"Ya, kau melakukannya. Aku juga dengar."
"Semua orang berteriak," kata Arya membela diri. "Pai
Panas berteriak pai panas. Dia pasti menyerukan itu seratus
kali." "Yang kauteriakkanlah yang penting. Kubilang pada
Pai Panas sebaiknya dia membersihkan telinganya, bahwa
yang kauteriakkan Pergi ke neraka! Kalau dia bertanya padamu,
sebaiknya kau mengatakan hal yang sama."
"Baik," ujar Arya, walaupun menurutnya pergi ke neraka
itu ucapan yang bodoh untuk diteriakkan. Dia tak berani
642 memberitahu Pai Panas siapa sebenarnya dirinya. Mungkin aku
sebaiknya menyebut nama Pai Panas pada Jaqen.
"Akan kupanggilkan Lucan," Gendry berkata.
Lucan menggerutu begitu melihat pesan (meskipun
menurut Arya dia tak bisa membacanya), dan mengambil
pedang panjang berat. "Ini terlalu bagus untuk si bodoh itu,
dan katakan itu padanya," ujar Lucan sambil memberikan
senjata tersebut pada Arya.
"Baik," Arya berdusta. Jika dia melakukan itu, Weese
akan menghajarnya habis-habisan. Lucan bisa menyampaikan
sendiri hinaannya itu. Pedang panjang itu jauh lebih berat daripada Needle
dulu, tapi Arya menyukai rasanya. Bobot baja di kedua tangan
membuatnya merasa lebih kuat. Mungkin aku belum menjadi
penari air, tapi aku juga bukan tikus. Tikus tak bisa memakai pedang,
tapi aku bisa. Gerbang terbuka, para prajurit keluar masuk,
gerobak masuk dalam keadaan kosong dan keluar dengan
berkeriut dan goyah akibat beban yang ditanggungnya. Arya
berpikir untuk masuk ke istal dan memberitahu mereka bahwa
Ser Lyonel menginginkan kuda baru. Dia masih membawa
pesan tadi, penjaga istal pasti juga tak bisa membaca seperti
Lucan. Aku bisa membawa kuda dan pedang ini lalu pergi begitu
saja. Jika pengawal mencoba menghentikannya, kutunjukkan saja
pesan ini dan berkata akan membawa semuanya untuk Ser Lyonel.
Tetapi dia tak tahu seperti apa wajah Ser Lyonel atau di mana
mencarinya. Jika mereka menanyainya, mereka pasti tahu, dan
kemudian Weese... Weese...
Saat menggigit bibir, berusaha tak memikirkan seperti
apa rasanya kakinya dipotong, sekelompok pemanah yang
mengenakan rompi kulit dan helm besi melintas, busur
disampirkan menyilang di bahu mereka.Arya mendengar
potongan-potongan percakapan mereka.
"... raksasa menurutku, dia punya raksasa setinggi enam
meter dari balik Tembok, mengikutinya seperti anjing..."
643 "... tidak wajar, menyerbu mereka cepat sekali, malammalam lagi. Dia lebih seperti serigala daripada manusia, semua
keluarga Stark itu..."
"... persetan dengan serigala dan raksasamu, bocah itu
bakal mengompol kalau tahu kita datang. Dia tak cukup berani
menyerbu Harrenhal, bukan" Dia kabur ke arah lain, bukan"
Sekarang dia pasti lari kalau tahu apa yang terbaik baiknya."
"Itu menurutmu, tapi bisa saja bocah itu tahu sesuatu
yang tidak kita tahu, mungkin kitalah yang seharusnya lari..."
Benar, pikir Arya. Benar, kalianlah yang seharusnya lari,
kalian, Lord Tywin, si Gunung, Ser Addam, Ser Amory, dan Ser
Lyonel bodoh siapa pun dirinya itu, kalian semua sebaiknya lari atau
kakakku akan membunuh kalian, dia seorang Stark, dia lebih seperti
serigala daripada manusia, begitu juga aku.
"Musang." Suara Weese berderak mirip cambuk. Arya
tak pernah melihat kedatangannya, tapi tiba-tiba saja Weese
sudah di depannya. "Berikan itu padaku. Kau lama sekali."
Dia merebut pedang dari jemari Arya, dan menamparnya keras
dengan punggung tangan. "Lain kali kerjakan lebih cepat."
Tadi Arya sempat kembali menjadi serigala, tapi
tamparan Weese merenggut semua itu dan tak menyisakan
apa-apa selain rasa darahnya sendiri di dalam mulut. Lidahnya
tergigit ketika dipukul. Dia membenci Weese karenanya.
"Mau lagi?" desak Weese. "Kau akan mendapatkannya
juga. Aku tak mau melihat tampang kurang ajarmu. Pergi
ke kilang bir dan bilang pada Tuffleberry aku punya dua
lusin tong untuknya, tapi sebaiknya dia menyuruh orang
untuk mengambilnya atau akan kucari seseorang yang lebih
menginginkannya." Arya mulai berlari, tapi tak cukup
cepat bagi Weese. "Kau lari kalau mau makan malam ini,"
teriaknya, janjinya akan ayam gemuk yang dipanggang sampai
kering sudah terlupakan. "Dan jangan tersesat lagi, atau aku
bersumpah akan menghajarmu sampai berdarah-darah."
Tidak akan, pikir Arya. Tidak akan pernah lagi. Tetapi dia
berlari. Dewa-dewa lama utara pasti membimbing langkahnya.
644 Setengah jalan menuju kilang bir, sewaktu melintas di bawah
jembatan batu yang melengkung di antara Menara Janda
dan Menara Pembakaran Raja, dia mendengar tawa kasar
menggeram. Rorge muncul dari sudut jalan bersama tiga lakilaki lain, simbol manticore Ser Amory dijahit di atas jantung
mereka. Ketika melihatnya, Rorge berhenti dan menyeringai,
memamerkan semulut penuh gigi cokelat berantakan di
bawah secarik kain yang kadang-kadang dipakainya untuk
menutupi lubang di wajah. "Jalang kecil Yoren," panggilnya.
"Kurasa kita tahu kenapa bajingan hitam itu menginginkan
kau di Tembok, bukan?" Dia tertawa lagi, dan yang lain ikut
terbahak. "Di mana pedangmu sekarang?" tanya Rorge tibatiba, senyumnya lenyap secepat datangnya. "Seingatku aku
berjanji menyodokmu dengan itu." Dia maju selangkah ke


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arah Arya, yang beringsut mundur. "Kau tak seberani dulu
setelah aku tak lagi dibelenggu, ya?"
"Aku menyelamatkanmu." Dia menjaga jarak dengan
mereka agar lebih dari satu meter, siap kabur secepat ular jika
Rorge bergerak untuk menangkapnya.
"Aku berutang satu sodokan lagi untuk itu, sepertinya.
Apa Yoren menidurimu, atau dia lebih suka bokong kencang
mungil itu?" "Aku mencari Jaqen," ujar Arya. "Ada pesan."
Rorge terdiam. Ada sesuatu di matanya... mungkinkah
dia takut pada Jaqen H"ghar" "Rumah mandi. Jangan halangi
jalanku." Arya berputar dan lari, segesit rusa, kakinya melayang
di atas batu kerikil sampai ke rumah mandi. Dia menemukan
Jaqen berendam dalam bak, uap membubung di sekitarnya
sementara seorang gadis pelayan mengguyurkan air panas ke
kepalanya. Rambut panjangnya, merah di satu sisi dan putih di
sisi satunya, tergerak di bahu, basah dan berat.
Arya mengendap-endap sesenyap bayangan, tapi Jaqen
tetap saja membuka mata. "Dia menyelinap masuk dengan
kaki tikus kecil, tapi orang mendengar," kata Jaqen. Bagaimana
645 dia bisa mendengarku" Arya bertanya-tanya, dan sepertinya
Jaqen juga mendengar itu. "Gesekan kulit di batu bernyanyi
lebih nyaring ketimbang sangkakala perang bagi orang dengan
telinga terbuka. Anak perempuan pintar bertelanjang kaki."
"Aku ada pesan." Arya mengamati si pelayan dengan ragu.
Ketika gadis itu kelihatannya takkan pergi, dia membungkuk
hingga mulutnya hampir menyentuh telinga Jaqen. "Weese,"
bisiknya. Jaqen H"gar memejamkan mata lagi, mengambang
lunglai, setengah tertidur. "Beritahu Yang Mulia, orang
akan melaksanakan kehendaknya." Tangan Jaqen bergerak
mendadak, mencipratkan air panas ke arahnya, dan Arya
terpaksa melompat mundur agar tak basah kuyup.
Ketika dia menyampaikan ucapan Weese pada
Tuffleberry, pembuat bir itu memaki nyaring. "Katakan pada
Weese, anak buahku punya pekerjaan yang harus dilakukan,
dan katakan padanya dia juga haram jadah berpenyakit cacar,
dan tujuh neraka akan membeku sebelum dia mendapat satu
tanduk ale-ku lagi. Aku menunggu tong-tong itu dalam satu
jam atau Lord Tywin akan tahu, kalau dia tak melakukannya."
Weese juga memaki ketika Arya menyampaikan
pesan itu, walaupun dia tak menyinggung soal haram jadah
berpenyakit cacar. Weese naik pitam dan mengancam, tapi
akhirnya mengumpulkan enam orang dan memerintahkan
mereka sambil menggerutu untuk membawa tong-tong itu ke
kilang bir. Hidangan makan malam hari itu berupa semur encer
jelai, bawang bombai, dan wortel, beserta sekerat roti cokelat
basi. Salah satu perempuan tidur di ranjang Weese, dan dia
mendapatkan seiris keju biru yang sudah matang serta sayap
ayam yang dijanjikan Weese tadi pagi. Weese melahap sendiri
ayam yang tersisa, lemak meleleh membentuk garis mengilap
dari sela-sela bisul yang bernanah di sudut mulutnya. Ayam itu
sudah hampir habis ketika dia mendongak dari piring kayunya
Miss Cupid 1 Pembunuhan Di Orient Ekspress Murder On The Orient Express Karya Agatha Christie Traveller 2
^