Pencarian

Peperangan Raja Raja 2

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin Bagian 2


Di tengah-tengah mereka, menunggangi kuda merah
tinggi dalam sadel besar aneh yang mengayunnya ke depan dan
ke belakang, adalah adik kerdil sang ratu, Tyrion Lannister, yang
dijuluki Setan Kecil. Dia sudah membiarkan janggut tumbuh
menutupi wajah berkerutnya sampai menjadi jalinan kusut
rambut kuning dan hitam, sekasar kawat. Di punggungnya
25 berkibar jubah dari kulit shadowcat, hitam bergaris-garis putih.
Dia memegang kekang dengan tangan kiri sementara tangan
kanannya dibebat ambin sutra putih, tapi selain itu tetap
terlihat sama ganjilnya dengan yang diingat Sansa dari saat dia
mengunjungi Winterfell. Dengan dahi menonjol dan mata
berbeda warna, dia masih lelaki paling buruk rupa yang pernah
dilihat Sansa. Namun Tommen menyentuhkan taji ke kuda poninya
dan mencongklang ke seberang halaman sambil berseru-seru
gembira. Salah satu orang liar, lelaki besar berantakan yang
begitu berbulu sampai-sampai wajahnya tersembunyi di balik
cambang, meraup bocah itu dari sadel, dengan zirah dan
semuanya, lalu menurunkannya ke tanah di samping sang
paman. Tawa Tommen yang terengah-engah memantul pada
dinding kastel sewaktu Tyrion menepuknya di pelat punggung,
dan Sansa tercengang melihat mereka berdua sama tingginya.
Myrcella berlari menyusul adiknya, dan si cebol mengangkat
gadis itu pada pinggangnya lalu memutarnya sambil memekik.
Saat dia menurunkannya lagi ke tanah, lelaki kecil
itu mengecup ringan dahi Myrcella dan terkedek-kedek
menyeberangi halaman mendatangi Joffrey. Dua anak buahnya
mengikuti dekat di belakangnya; prajurit bayaran berambut
dan bermata hitam yang bergerak seperti kucing pemburu,
serta pemuda kurus dengan satu rongga kosong di tempat
mata seharusnya berada. Tommen dan Myrcella membuntuti
di belakang mereka. Si cebol berlutut pada satu kaki di depan sang raja.
"Yang Mulia." "Kau," ujar Joffrey.
"Aku," si Setan Kecil membenarkan, "walaupun
sambutan yang lebih sopan sudah selayaknya diberikan, untuk
26 seorang paman dan orang yang lebih tua."
"Mereka bilang kau sudah mati," kata si Anjing.
Lelaki kecil itu menatap tajam lelaki yang besar. Salah
satu matanya hijau, satu lagi hitam, dan keduanya tampak
dingin. "Aku bicara pada Raja, bukan anjingnya."
"Aku senang kau tidak mati," kata Putri Myrcella.
"Kita sependapat, anak manis." Tyrion berpaling kepada
Sansa. "My lady, aku berduka atas kehilanganmu. Sungguh,
para dewa memang kejam."
Sansa tak dapat memikirkan balasan untuk diucapkan.
Bagaimana mungkin si Setan Kecil berduka atas kehilangannya"
Apakah lelaki itu mengejeknya" Bukan para dewa yang kejam,
tapi Joffrey. "Aku juga berduka atas kehilanganmu, Joffrey," ujar si
cebol. "Kehilangan apa?"
"Ayahmu" Lelaki besar dan tangguh berjanggut hitam;
kau pasti bisa mengingatnya kalau mau mencoba. Dia raja
sebelum kau." "Oh, dia. Ya, sangat menyedihkan, dibunuh babi hutan."
"Itukah yang "mereka" katakan, Yang Mulia?"
Joffrey mengerutkan dahi. Sansa merasa harus
mengatakan sesuatu. Apa yang selalu diingatkan Septa
Mordane kepadanya"?Zirah seorang lady adalah sopan santun, itu
dia. Sansa mengenakan zirahnya dan berkata, "aku menyesal
ibuku sudah menawanmu, my lord."
"Banyak orang yang menyesal soal itu," Tyrion menyahut,
"dan sebelum aku selesai, beberapa orang mungkin akan jauh
lebih menyesal" tapi terima kasih atas simpatimu. Joffrey, di
mana aku bisa menemukan ibumu?"
"Dia bersama majelisku," sang raja menjawab. "Kakakmu
27 Jaime terus-menerus kalah perang." Dia menatap marah pada
Sansa, seakan-akan itu salahnya. "Dia ditangkap pasukan Stark
dan kita kehilangan Riverrun dan sekarang kakak Sansa yang
tolol menyebut dirinya raja."
Si cebol tersenyum masam. "Segala jenis orang menyebut
diri mereka raja akhir-akhir ini."
Joff tidak benar-benar memahami perkataan pamannya,
walaupun dia terlihat curiga dan kesal. "Ya. Begitulah. Aku
senang kau tidak mati, Paman. Apa kau membawa hadiah
untuk hari penamaanku?"
"Tentu. Kecerdasanku."
"Aku lebih senang mendapat kepala Robb Stark," sahut
Joff sambil menatap licik ke arah Sansa. "Tommen, Myrcella,
ayo." Sandor Clegane menunggu sejenak. "Jaga lidahmu,
lelaki kecil," dia memperingatkan, sebelum berjalan menyusul
majikannya. Sansa ditinggalkan bersama si cebol dan kedua
monsternya. Dia berusaha memikirkan apa lagi yang dapat
diucapkan. "Tanganmu terluka," akhirnya dia berkata.
"Salah satu orang utaramu menyerangku dengan gada
berduri saat pertempuran di Anak Sungai Hijau. Aku selamat
darinya dengan jatuh dari kudaku." Cengirannya berubah
menjadi ekspresi yang lebih lembut sewaktu dia mengamati
wajah Sansa. "Apakah duka untuk ayahmu yang membuatmu
begitu sedih?" "Ayahku pengkhianat," Sansa langsung menyahut.
"Kakak dan ibuku juga pengkhianat." Itu jawaban refleks yang
dia pelajari dengan cepat. "Aku setia pada Joffrey terkasih."
"Sudah pasti. Sesetia rusa yang dikelilingi serigala."
"Singa," bisik Sansa tanpa berpikir. Dia menoleh-
28 noleh dengan gugup, tapi tak ada yang cukup dekat untuk
mendengarkan. Lannister meraih dan menggenggam tangan Sansa, lalu
meremasnya. "Aku hanya singa kecil, Nak, dan aku bersumpah,
aku takkan pernah menyakitimu." Seraya membungkuk dia
berkata, "Tapi sekarang aku mohon undur diri. Ada urusan
penting dengan Ratu dan majelis."
Sansa mengawasi lelaki itu berjalan pergi, tubuhnya
berayun berat dari kanan ke kiri seiring setiap langkah, seperti
makhluk aneh.?Bicaranya lebih manis daripada Joffrey, pikir Sansa,
tapi sang ratu juga berbicara manis kepadaku. Dia tetap seorang
Lannister, adik sang ratu dan juga paman Joff, bukan teman.?Sansa
pernah mencintai Pangeran Joffrey dengan setulus hati, dan
mengaguminya serta memercayai ibunya, sang ratu. Mereka
membalas cinta dan kepercayaannya dengan kepala ayahnya.
Sansa takkan pernah mengulangi kesalahan serupa.
j 29 TYRION D alam balutan pakaian putih Pengawal Raja, Ser Mandon
Moore terlihat seperti mayat terbungkus kain kafan.
"Yang Mulia memberi perintah, majelis yang sedang berunding
tak boleh diganggu."
"Aku hanya akan menjadi gangguan kecil, Ser." Tyrion
mengeluarkan perkamen dari lengan bajunya. "Aku membawa
surat dari ayahku, Lord Tywin Lannister, Tangan Kanan Raja.
Ada segelnya." "Yang Mulia tidak ingin diganggu," Ser Mandon
mengulangi lambat-lambat, seakan Tyrion orang bodoh yang
tidak mendengar perkataannya barusan.
Jaime pernah mengatakan kepadanya bahwa Moore
adalah yang paling berbahaya di antara Pengawal Raja"kecuali
dia sendiri, tentu saja"sebab wajahnya tak menunjukkan apa
yang mungkin dia perbuat selanjutnya. Tyrion lebih senang
mendapat petunjuk. Bronn dan Timett dapat dengan mudah
membunuh kesatria ini jika harus bertarung, tapi tidak akan
bagus dampaknya jika dia memulai dengan membantai salah
satu pelindung Joffrey. Namun jika dia membiarkan lelaki ini
30 mengusirnya, di mana wibawanya" Dia memaksakan senyum.
"Ser Mandon, kau belum berkenalan dengan teman-temanku.
Ini Timett putra Timett, pemimpin suku Manusia Hangus.
Dan ini Bronn. Barangkali kau ingat Ser Vardis Egen, kepala
pengawal rumah tangga Lord Arryn?"
"Aku kenal lelaki itu." Mata Ser Mandon abu-abu pucat,
tampak kosong dan tak bernyawa.
"Sebelum dia mati," ralat Bronn sambil tersenyum tipis.
Ser Mandon tidak berkenan memperlihatkan bahwa dia
mendengarnya. "Meski begitu," kata Tyrion santai, "aku benar-benar
harus bertemu kakakku dan menyerahkan surat ini, Ser.
Maukah kau berbaik hati membukakan pintu untuk kami?"
Sang kesatria putih tidak menanggapi. Tyrion sudah
hampir berniat untuk memaksa masuk ketika Ser Mandon
tiba-tiba menyingkir. "Kau boleh masuk. Mereka tidak."
Kemenangan kecil, pikir Tyrion, tapi manis.?Dia sudah
lulus ujian pertamanya. Tyrion Lannister mendesak masuk
melewati pintu, merasa nyaris tinggi. Lima anggota majelis kecil
Raja mendadak menghentikan pembicaraan. "Kau," Cersei,
kakaknya, berkata dengan nada tak percaya sekaligus muak.
"Bisa kulihat dari mana Joffrey mempelajari sopan
santunnya." Tyrion berhenti untuk mengagumi sepasang
sphinx Valyria yang menjaga pintu, pura-pura bersikap santai
dan percaya diri. Cersei dapat mencium kelemahan seperti
anjing mencium ketakutan.
"Mau apa kau kemari?" Mata hijau indah kakaknya
mengamati tanpa sedikit pun tanda-tanda kasih sayang.
"Mengantarkan surat dari ayah kita." Tyrion berjalan
lambat ke meja dan meletakkan perkamen yang digulung
rapat-rapat itu di antara mereka.
31 Varys si orang kasim mengambil surat itu dan
membaliknya di tangan halus berpupur. "Baik sekali Lord
Tywin. Dan warna emas lilin segelnya sungguh indah." Varys
meneliti segel itu dengan saksama. "Dari tampilannya ini
seperti emas asli." "Tentu saja itu asli." Cersei menyambarnya dari tangan
Varys. Dia memecahkan segel dan membuka gulungan
perkamen. Tyrion mengawasi perempuan itu membaca. Kakaknya
sudah menduduki kursi sang raja"dia yakin Joffrey tak sering
merepotkan diri untuk menghadiri pertemuan majelis, sama
seperti Robert"maka Tyrion menduduki kursi Tangan Kanan.
Sepertinya itu pantas. "Ini tidak masuk akal," sang ratu akhirnya bersuara.
"Ayahku mengirim adikku untuk menggantikannya di majelis
ini. Dia meminta kita menerima Tyrion sebagai Tangan Kanan
Raja, sampai tiba saatnya dia bisa bergabung dengan kita."
Maester Agung Pycelle mengusap janggut putih
panjangnya dan mengangguk kaku. "Sepertinya kita harus
memberikan sambutan."
"Tentu saja." Janos Slynt yang botak dengan dagu
bergelambir hampir-hampir terlihat seperti katak, katak
sombong yang memandang tinggi diri sendiri. "Kami amat
membutuhkanmu, my lord. Pemberontakan di mana-mana,
pertanda yang menakutkan di langit, kerusuhan di jalanan
kota..." "Dan salah siapakah itu, Lord Janos?" Cersei
membentak. "Pasukan jubah emasmu bertanggung jawab
menjaga ketertiban. Sedangkan kau, Tyrion, kau lebih baik
bertugas untuk kami di medan perang."
Tyrion tertawa. "Tidak, aku sudah selesai dengan
32 medan perang, terima kasih. Aku lebih jago duduk di kursi
daripada di kuda, dan aku lebih suka memegang cawan anggur
daripada kapak perang. Semua cerita hebat tentang genderang
perang, cahaya matahari berkilau pada zirah, kuda perang
gagah yang mendengus dan mendompak" Yah, genderang
membuatku sakit kepala, cahaya matahari yang berkilau pada
zirah membuatku terpanggang seperti bebek gemuk, dan kuda
perang yang gagah itu berak di mana-mana.?Bukan berarti
aku mengeluh. Dibandingkan keramahan yang kunikmati di
Lembah Arryn, genderang, tahi kuda, dan gigitan lalat adalah
hal-hal yang kusukai."
Littlefinger tertawa. "Tepat sekali, Lannister. Kita punya
pandangan serupa." Tyrion tersenyum kepadanya, mengingat sebilah belati
bergagang tulang naga dengan mata baja Valyria.?Kita harus
bicara soal itu, secepatnya.?Dia bertanya-tanya apakah masalah
itu juga akan dianggap lucu oleh Lord Petyr. "Tolong," katanya
pada mereka, "izinkan aku bertugas, sekecil apa pun yang
kubisa." Cersei membaca surat itu lagi. "Berapa banyak orang
yang kaubawa?" "Beberapa ratus. Kebanyakan orang-orangku sendiri.
Ayah tak mau berpisah dengan orang-orangnya. Bagaimanapun,
dia sedang berperang."
"Apa gunanya beberapa ratus orang jika Renly berbaris
menuju kota ini, atau Stannis berlayar dari Dragonstone" Aku
meminta pasukan prajurit tapi Ayah malah mengirim orang
cebol. Sang raja yang mengangkat Tangan Kanan, dengan
persetujuan majelis. Joffrey mengangkat ayah kita."
"Dan ayah kita mengangkatku."
"Dia tidak bisa melakukan itu. Tidak tanpa persetujuan
33 Joff." "Lord Tywin berada di Harrenhal bersama pasukannya,
kalau kau ingin membicarakan hal ini dengannya," kata Tyrion
sopan. "Tuan-tuan, barangkali kalian bersedia mengizinkanku
bicara empat mata dengan kakakku?"
Varys merayap berdiri, dengan senyum manis dibuatbuat khas dirinya. "Kau pasti begitu merindukan suara merdu
kakakmu. Tuan-tuan, mari, kita beri waktu sejenak untuk
mereka. Penderitaan kerajaan kita yang sedang bergejolak bisa
menunggu." Janos Slynt berdiri dengan enggan dan Maester Agung


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pycelle dengan susah payah, namun mereka berdiri. Littlefinger
yang terakhir. "Perlukah kuberitahu pengurus rumah tangga
untuk menyiapkan kamar di Benteng Maegor?"
"Terima kasih, Lord Petyr, tapi aku akan menempati
bekas kediaman Lord Stark di Menara Tangan Kanan Raja."
Littlefinger tertawa. "Kau lebih pemberani daripada
aku, Lannister. Kau tahu nasib yang menimpa dua Tangan
Kanan terakhir kita?"
"Dua" Kalau kau bermaksud menakutiku, kenapa tidak
bilang empat?" "Empat?" Littlefinger mengangkat satu alis. "Apakah
para Tangan Kanan sebelum Lord Arryn menemui nasib yang
buruk di Menara" Sayang sekali aku terlalu muda untuk cukup
peduli pada mereka."
"Tangan Kanan terakhir Aerys Targaryen tewas saat
Penyerbuan King"s Landing, walaupun aku ragu dia sempat
menetap di Menara itu. Dia hanya dua minggu menjadi Tangan
Kanan. Pendahulunya dibakar sampai mati. Dan sebelum
mereka, dua orang lainnya mati di pengasingan, tanpa tanah
maupun harta, tapi mereka bisa dibilang beruntung. Aku yakin
34 ayahku adalah Tangan Kanan terakhir yang meninggalkan
King"s Landing dengan nama, harta benda, dan organ tubuh
yang masih utuh." "Menarik," ujar Littlefinger. "Dan semakin menguatkan
alasan bahwa aku lebih baik tidur di sel bawah tanah."
Barangkali harapanmu itu akan terwujud, pikir Tyrion,
tapi dia berkata, "Keberanian dan kebodohan adalah saudara
sepupu, atau begitulah yang kudengar. Kutukan apa pun yang
mungkin bersemayam di Menara Tangan Kanan Raja, aku
berdoa semoga aku cukup kecil untuk lolos dari perhatiannya."
Janos Slynt tertawa, Littlefinger tersenyum, dan Maester
Agung Pycelle mengikuti mereka berdua keluar sambil
membungkuk khidmat. "Kuharap Ayah tidak mengirimmu jauh-jauh kemari
untuk merecoki kami dengan pelajaran sejarah," kakaknya
berkata saat mereka tinggal berdua.
"Betapa aku merindukan suara merdumu," desah
Tyrion kepadanya. "Betapa aku mendambakan lidah orang kasim itu
ditarik ke luar dengan sepit panas," sergah Cersei. "Apa Ayah
sudah hilang akal" Atau kau memalsukan surat ini?" Dia
membacanya sekali lagi, dengan kejengkelan yang semakin
meningkat. "Kenapa dia membebankanmu padaku" Aku ingin
dia sendiri yang datang." Dia meremukkan surat Lord Tywin
dengan jemarinya. "Aku wali Joffrey, dan aku mengirimnya
perintah kerajaan!" "Dan dia mengabaikanmu," Tyrion mengingatkan. "Dia
punya pasukan yang cukup besar, dia bisa melakukan itu. Dan
dia bukan yang pertama. Benar?"
Mulut Cersei mengencang. Tyrion bisa melihat
wajahnya memerah. "Kalau aku bilang surat ini dipalsukan
35 dan menyuruh mereka melemparmu ke penjara bawah tanah,
tidak akan ada yang mengabaikan itu, aku jamin."
Tyrion tahu dia sedang berjalan menapaki es yang
rapuh. Meleset satu langkah saja dia bisa tercebur. "Tidak akan
ada," Tyrion membenarkan dengan ramah, "apalagi ayah kita.
Yang punya pasukan. Tapi kenapa kau ingin melemparku ke
penjara, kakak manis, padahal aku datang sejauh ini untuk
membantumu?" "Aku tidak butuh bantuanmu. Yang kuminta adalah
kehadiran ayah kita."
"Ya," sahut Tyrion pelan, "tapi Jaime-lah yang
kauinginkan." Sang kakak menganggap dirinya pandai menutupi
perasaan, tapi Tyrion tumbuh besar bersamanya. Dia dapat
membaca wajah Cersei seperti salah satu buku favoritnya,
dan yang dibacanya sekarang adalah amarah, ketakutan, dan
keputusasaan. "Jaime?"
?"adalah saudaraku juga, bukan hanya saudaramu,"
Tyrion memotong. "Berikan dukunganmu dan aku janji,
kita pasti bisa membuat Jaime dibebaskan dan dikembalikan
kepada kita tanpa terluka."
"Bagaimana?" tuntut Cersei. "Si bocah Stark dan ibunya
tidak akan lupa bahwa kita memenggal Lord Eddard."
"Benar," Tyrion sepakat, "tapi kau masih menahan
putri-putrinya, bukan" Aku melihat yang besar di arena
bersama Joffrey." "Sansa," kata sang ratu. "Aku menyebarkan kabar
bahwa adik berandalnya juga ada padaku, tapi itu bohong.
Aku mengirim Meryn Trant untuk menangkapnya saat Robert
mati, tapi master tari sialannya ikut campur dan anak itu kabur.
Sejak itu tak ada yang pernah melihatnya. Kemungkinan dia
36 mati. Banyak orang mati hari itu."
Tyrion mengharapkan kedua gadis Stark, tapi sepertinya
harus cukup dengan satu gadis. "Ceritakan tentang temanteman kita di majelis."
Kakaknya melirik ke pintu. "Ada apa dengan mereka?"
"Ayah sepertinya tidak menyukai mereka. Waktu aku
meninggalkannya, dia bertanya-tanya seperti apa rupa kepala
mereka jika diletakkan di samping kepala Lord Stark." Tyrion
memajukan tubuh melintasi meja. "Apa kau yakin akan
kesetiaan mereka" Kau memercayai mereka?"
"Aku tak percaya siapa pun," bentak Cersei. "Aku
membutuhkan mereka. Apakah Ayah yakin mereka
memperdaya kita?" "Curiga, tepatnya."
"Kenapa" Apa yang dia ketahui?"
Tyrion mengangkat bahu. "Dia tahu bahwa masa
pemerintahan putramu yang baru seumur jagung bagaikan
parade panjang kebodohan dan bencana. Itu bisa berarti ada
yang memberi nasihat sangat buruk kepada Joffrey."
Cersei menatapnya dengan pandangan menyelidik. "Joff
tidak kekurangan nasihat bagus. Dia selalu berkemauan keras.
Sekarang setelah menjadi raja, dia yakin dia harus bertindak
sesuai keinginannya, bukan sesuai perintah."
"Mahkota mengakibatkan hal-hal aneh pada kepala di
bawahnya," Tyrion sepakat. "Insiden Eddard Stark ini" ulah
Joffrey?" Sang ratu meringis. "Dia diminta untuk memaafkan
Stark, mengizinkannya bergabung dengan Garda Malam.
Lelaki itu akan menyingkir dari hadapan kita untuk selamanya,
dan barangkali kita bisa berdamai dengan putranya, tapi Joff
memutuskan untuk memberi pertunjukan yang lebih menarik
37 bagi penonton. Apa yang bisa kulakukan" Dia meminta
kepala Lord Eddard di hadapan separuh penghuni kota. Dan
Janos Slynt serta Ser Ilyn mematuhinya dengan gembira lalu
memenggal lelaki itu tanpa bertanya padaku!" Tangan Cersei
mengepal. "Septon Agung menyatakan kami sudah menodai
Kuil Baelor dengan darah, setelah berbohong kepadanya
tentang niat kami." "Sepertinya dia tidak salah," ujar Tyrion. "Jadi Lord Slynt
ini, dia terlibat dalam insiden itu, benar" Aku ingin tahu, siapa
yang punya ide hebat untuk menganugerahinya Harrenhal dan
mengangkatnya menjadi anggota majelis?"
"Littlefinger yang membuat pengaturan. Kami butuh
pasukan jubah emas Slynt. Eddard Stark berkomplot dengan
Renly dan dia menulis surat untuk Lord Stannis, menawarkan
takhta kepadanya. Kita mungkin sudah kehilangan segalanya.
Dan memang nyaris. Kalau Sansa tidak mendatangiku dan
memberitahu semua rencana ayahnya?"
Tyrion terkejut. "Sungguh" Putrinya sendiri?" Sansa
selalu terlihat seperti anak yang manis, lembut dan sopan.
"Gadis itu jatuh cinta setengah mati. Dia rela
melakukan apa pun untuk Joffrey, sampai Joffrey memancung
kepala ayahnya dan menyebutnya sebagai kemurahan hati. Itu
memadamkan gelora cinta."
"Yang Mulia punya cara yang unik untuk merebut hati
rakyatnya," ujar Tyrion sambil tersenyum masam. "Apakah
kehendak Joffrey juga untuk memecat Barristan Selmy sebagai
Pengawal Raja?" Cersei menghela napas. "Joff membutuhkan orang
untuk disalahkan atas kematian Robert. Varys mengusulkan
Ser Barristan. Kenapa tidak" Itu menjadikan Jaime pemimpin
Pengawal Raja dan anggota majelis kecil, sementara Joff jadi bisa
38 melemparkan tulang untuk anjingnya. Dia sangat menyukai
Sandor Clegane. Kami sudah siap menawarkan tanah dan
kastel untuk Selmy, lebih daripada yang pantas diterima orang
tua bodoh tak berguna itu."
"Kudengar orang tua bodoh tak berguna itu membantai
dua anggota jubah emas saat mereka mencoba menangkapnya
di Gerbang Lumpur." Kakaknya terlihat sangat gusar. "Janos seharusnya
mengirim lebih banyak orang. Dia tidak sekompeten yang
diharapkan." "Ser Barristan adalah Komandan Pengawal Raja Robert
Baratheon," Tyrion mengingatkan dengan tajam. "Hanya
dia dan Jaime yang selamat di antara tujuh pengawal Aerys
Targaryen. Rakyat jelata membicarakannya seperti mereka
membicarakan Serwyn sang Perisai Cermin dan Pangeran
Aemon sang Kesatria Naga. Menurutmu apa yang akan
mereka pikirkan saat melihat Barristan si Pemberani berkuda
di samping Robb Stark atau Stannis Baratheon?"
Cersei memalingkan wajah. "Aku tidak mempertimbangkan itu."
"Ayah mempertimbangkannya," sahut Tyrion. "Itu
sebabnya dia mengirimku. Untuk mengakhiri kebodohan ini
dan mengendalikan putramu."
"Joff tidak mungkin lebih patuh kepadamu daripada
kepadaku." "Mungkin saja."
"Kenapa dia harus patuh padamu?"
"Dia tahu kau tidak akan pernah menyakitinya."
Mata Cersei menyipit. "Kalau kaupikir aku akan pernah
membiarkanmu menyakiti putraku, kau sudah gila."
Tyrion menghela napas. Cersei melewatkan inti
39 persoalan, seperti yang kerap terjadi. "Joffrey sama amannya
bersamaku seperti dia bersamamu," Tyrion meyakinkannya,
"tapi selama bocah itu merasa terancam, dia akan lebih
bersedia untuk mendengarkan." Tyrion meraih tangan Cersei.
"Aku adikmu, tahu. Kau membutuhkanku, entah kau mau
mengakuinya atau tidak. Putramu membutuhkanku, jika dia
berharap untuk menguasai kursi besi jelek itu."
Kakaknya tampak kaget karena Tyrion sampai
menyentuhnya. "Sejak dulu kau memang licik."
"Dengan cara kecilku sendiri." Tyrion menyeringai.
"Mungkin ini layak dicoba" tapi jangan salah, Tyrion.
Kalau aku menerimamu, kau akan menjabat sebagai Tangan
Kanan Raja, tapi sesungguhnya kau adalah Tangan Kanan-ku.
Kau harus memberitahu semua rencana dan niatmu kepadaku
sebelum bertindak, dan kau tak boleh melakukan apa pun
tanpa persetujuanku. Mengerti?"
"Oh, ya." "Kau setuju?" "Tentu saja," dustanya. "Aku milikmu, Kak."?Selama
waktu yang kubutuhkan.?"Jadi, setelah sekarang kita satu tujuan,
tidak boleh lagi ada rahasia di antara kita. Kau bilang Joffrey
memerintahkan Lord Eddard dibunuh, Varys menyingkirkan
Ser Barristan, dan Littlefinger menghadiahkan Lord Slynt
untuk kita. Siapa yang membunuh Jon Arryn?"
Cersei menyentak lepas tangannya. "Mana aku tahu?"
"Janda yang berduka di Eyrie sepertinya menganggap
itu perbuatanku. Aku ingin tahu, dari mana dia mendapat
gagasan itu?" "Aku yakin aku tidak tahu. Si tolol Eddard Stark juga
menuduhkan hal serupa padaku. Dia memberi isyarat bahwa
Lord Arryn mencurigai atau... yah, meyakini?"
40 "Bahwa kau meniduri Jaime kita yang manis?"
Cersei menamparnya. "Kaupikir aku sebuta Ayah?" Tyrion mengusap pipi.
"Kepada siapa kau berbohong tidak penting bagiku" walaupun
sepertinya tidak adil kalau kau membuka kakimu untuk satu
saudara tapi tidak untuk saudara satunya."
Cersei menamparnya. "Tenanglah, Cersei, aku hanya bercanda. Jujur saja,
aku lebih suka bersama pelacur yang baik hati. Aku tak
pernah mengerti apa yang dilihat Jaime pada dirimu, selain
pantulannya sendiri."
Cersei menamparnya. Pipi Tyrion merah dan panas, namun dia tersenyum.
"Kalau kau terus melakukan itu, aku bisa marah."
Ucapannya mendiamkan tangan Cersei. "Apa peduliku
kalau kau marah?" "Aku punya teman-teman baru," Tyrion mengakui.
"Kau takkan menyukai mereka sama sekali. Bagaimana kalian
membunuh Robert?" "Dia melakukannya sendiri. Kami hanya membantu.
Waktu Lancel melihat Robert mengejar babi hutan, dia
memberinya anggur yang kuat. Anggur merah masam
kesukaannya, tapi diperkuat, tiga kali lebih keras daripada yang
biasa dia minum. Si tolol busuk itu menyukainya. Dia bisa
saja berhenti meminumnya kapan pun dia mau, tapi tidak,
dia menenggak habis satu labu kulit dan menyuruh Lancel
mengambilkan lagi. Babi hutan itu mengerjakan sisanya.
Seharusnya kau hadir di pesta perjamuan, Tyrion. Tidak
pernah ada babi selezat itu. Mereka memasaknya dengan jamur
dan apel, dan rasanya seperti kemenangan."
"Sungguh, Kak, kau terlahir untuk menjadi janda."
41 Tyrion lumayan suka pada Robert Baratheon, lelaki besar yang
bodoh dan kasar itu" tentu saja sebagian alasannya karena


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cersei sangat membencinya. "Nah, kalau kau sudah selesai
menamparku, aku mau pergi." Dia membelokkan kakinya dan
merayap turun dengan canggung dari kursi.
Cersei mengerutkan dahi. "Aku belum memberimu
izin untuk pergi. Aku ingin tahu bagaimana rencanamu untuk
membebaskan Jaime." "Akan kukabari kalau aku sudah tahu. Rencana itu
seperti buah, butuh kematangan tertentu. Saat ini, aku ingin
berkuda menyusuri jalanan dan meninjau kota." Tyrion
menumpangkan tangan pada kepala sphinx di samping pintu.
"Satu permintaan sebelum berpisah. Tolong pastikan Sansa
Stark tidak terluka. Percuma saja kalau sampai kehilangan
kedua anak perempuan."
Di luar ruang majelis, Tyrion mengangguk pada Ser
Mandon dan berjalan melintasi lorong berkubah yang panjang
itu. Bronn mengikuti di sampingnya. Sementara Timett putra
Timett tak terlihat batang hidungnya. "Di mana pemimpin
perang kita?" tanya Tyrion.
"Dia merasakan dorongan untuk menjelajah. Jenis
orang seperti dia tidak diciptakan untuk menunggu-nunggu di
lorong." "Kuharap dia tidak membunuh orang penting." Orangorang suku yang dibawa Tyrion dari benteng-benteng mereka
di Pegunungan Bulan setia dengan cara mereka sendiri yang
ganas, namun mereka juga angkuh dan senang ribut, cenderung
membalas penghinaan yang nyata maupun khayalan dengan
hantaman baja. "Coba cari dia. Dan sekalian kaupastikan yang
lain sudah mendapat tempat bernaung dan makanan. Aku
ingin mereka ditampung dalam barak-barak di bawah Menara
42 Tangan Kanan Raja, tapi jangan sampai pengurus rumah tangga
menempatkan Gagak Batu dekat Saudara Bulan, dan beritahu
dia kalau Manusia Hangus harus diberi ruangan sendiri."
"Kau mau ke mana?"
"Aku mau kembali ke Paron Patah."
Bronn menyeringai lancang. "Butuh kawalan" Kabarnya
jalanan sangat berbahaya."
"Aku akan memanggil kepala pengawal rumah tangga
Cersei, dan mengingatkannya kalau aku juga seorang Lannister,
sama seperti kakakku. Dia harus ingat bahwa sumpahnya adalah
kepada Casterly Rock, bukan kepada Cersei atau Joffrey."
Satu jam kemudian, Tyrion berkuda dari Benteng Merah
didampingi selusin pengawal Lannister berjubah merah dengan
helm setengah kepala berpuncak singa. Saat mereka lewat di
bawah pintu besi, dia melihat kepala-kepala yang terpancang
di puncak dinding. Hitam akibat pembusukan dan ter lama,
kepala-kepala itu sudah lama tak dapat dikenali lagi. "Kapten
Vylarr," serunya, "aku minta kepala-kepala itu diturunkan
besok. Berikan kepada saudari sunyi untuk dibersihkan." Dia
tahu pasti sulit sekali mencocokkan kepala-kepala itu dengan
tubuh mereka, tapi harus dilakukan. Bahkan di tengah perang,
tetap ada norma-norma yang mesti dijaga.
Vylarr ragu-ragu. "Yang Mulia memberitahu kami dia
ingin kepala para pengkhianat ini tetap di dinding sampai dia
sudah mengisi tiga pasak kosong di ujung sana."
"Coba aku tebak. Satu untuk Robb Stark, yang dua lagi
untuk Lord Stannis dan Lord Renly. Benar?"
"Ya, my lord." "Keponakanku berumur tiga belas tahun hari ini,
Vylarr. Cobalah ingat itu. Aku minta semua kepala diturunkan
besok, atau salah satu pasak kosong akan dipasangi kepala yang
43 berbeda. Kau paham maksudku, Kapten?"
"Saya sendiri yang akan memastikan kepala-kepala itu
diturunkan, my lord."
"Bagus." Tyrion menyentuhkan tumit ke kudanya
dan berderap pergi, membiarkan pasukan jubah merah itu
mengikutinya sebisa mereka.
Dia memberitahu Cersei bahwa dia ingin meninjau
kota ini. Itu tidak sepenuhnya bohong. Tyrion Lannister tidak
senang dengan sebagian besar yang dia lihat. Jalan-jalan di
King"s Landing selalu padat, ramai, dan berisik, tapi sekarang
jalanan menguarkan aura bahaya yang tidak dikenalinya dari
kunjungan-kunjungan sebelumnya. Sesosok mayat tergeletak
dalam selokan dekat Jalan Pemintal, dicabik-cabik kawanan
anjing liar, namun sepertinya tak ada yang peduli. Para penjaga
terlihat di mana-mana, berjalan sepasang-sepasang menyusuri
gang demi gang dalam balutan jubah emas dan tunik rantai
hitam, gada besi tak pernah jauh dari tangan mereka. Pasarpasar dipadati kerumunan compang-camping yang menjual
peralatan rumah tangga mereka dengan harga berapa pun yang
bisa didapat" dan malah kosong dari para petani yang menjual
makanan. Sedikit hasil panen yang dia lihat harganya tiga kali
lipat dibandingkan tahun lalu. Seorang pedagang keliling
menjajakan tikus yang dipanggang pada tusukan daging.
"Tikus segar," serunya lantang, "tikus segar."?Sudah jelas tikus
segar lebih disukai daripada tikus busuk yang bau. Dan yang
menakutkan, tikus-tikus itu terlihat lebih menggugah selera
dibandingkan sebagian besar dagangan tukang daging. Di Jalan
Tepung, Tyrion melihat penjaga di hampir setiap pintu toko.
Pada masa yang sulit, bahkan para tukang roti pun mendapati
prajurit bayaran lebih murah daripada roti, renungnya.
"Tidak ada makanan yang datang, ya?" tanyanya kepada
Vylarr. 44 "Cukup sedikit," sang kapten mengakui. "Dengan
perang di dataran sungai dan Lord Renly mengobarkan
pemberontakan di Highgarden, jalanan ditutup ke selatan dan
barat." "Dan apa yang sudah dilakukan kakak manisku tentang
hal ini?" "Dia mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan
kedamaian sang raja," Vylarr meyakinkannya. "Lord Slynt
sudah menambah kekuatan Garda Kota menjadi tiga kali
lipat, dan sang ratu mempekerjakan seribu perajin untuk
membangun pertahanan kita. Tukang batu memperkuat
dinding-dinding, tukang kayu menciptakan ratusan senjata
pelontar dan katapel, pembuat senjata membuat anak panah,
pandai besi menempa pedang, sementara Serikat Sekerja
Alkemis menjanjikan sepuluh ribu botol api liar."
Tyrion bergerak-gerak gelisah di sadelnya. Dia senang
Cersei tidak diam saja, tapi api liar adalah benda yang berbahaya,
dan sepuluh ribu botol cukup untuk mengubah King"s Landing
menjadi arang. "Dari mana kakakku mendapatkan koin untuk
membayar semua itu?" Bukan rahasia lagi bahwa Raja Robert
meninggalkan takhta dalam keadaan terlilit utang, dan para
alkemis tak pernah bekerja secara sukarela.
"Lord Littlefinger selalu menemukan jalan, my lord. Dia
memungut pajak dari mereka yang ingin masuk ke kota."
"Ya, itu bisa membantu," ujar Tyrion sambil berpikir,
Pintar. Pintar dan kejam.?Puluhan ribu orang melarikan diri
dari pertempuran dengan harapan dapat berlindung di King"s
Landing. Dia melihat mereka di jalan raja; rombongan ibu,
anak, dan ayah yang cemas, memandangi kuda-kuda serta
pedati-pedatinya dengan tatapan iri. Begitu tiba di kota mereka
sudah pasti akan membayar dengan semua harta benda agar
45 bisa berada di balik dinding-dinding kukuh yang memisahkan
mereka dari peperangan" walaupun mereka mungkin akan
berpikir dua kali jika sampai tahu tentang api liar.
Penginapan di bawah papan nama bergambar paron
patah berdiri dalam jarak pandang dinding-dinding itu, dekat
Gerbang Para Dewa tempat mereka masuk tadi pagi. Sewaktu
mereka berkuda memasuki pekarangannya, seorang bocah
lelaki berlari ke luar untuk membantu Tyrion turun dari kuda.
"Bawa anak buahmu kembali ke kastel," dia memerintah
Vylarr. "Aku akan bermalam di sini."
Sang kapten tampak ragu. "Apa Anda akan aman, my
lord?" "Yah, mengenai itu, Kapten, saat aku meninggalkan
penginapan tadi pagi, tempat ini dipenuhi suku Telinga
Hitam. Tak ada yang bisa benar-benar aman jika berada di
dekat Chella putri Cheyk." Tyrion terkedek-kedek menuju
pintu, meninggalkan Vylarr untuk memikirkan maksud
perkataannya. Suara-suara riang menyambutnya begitu dia memasuki
ruang bersama penginapan itu. Dia mengenali kekeh serak
Chella dan tawa merdu Shae. Gadis itu duduk di depan
perapian, menyesap anggur di meja kayu bundar bersama
tiga anggota suku Telinga Hitam yang ditinggalkan Tyrion
untuk menjaganya serta seorang lelaki gempal yang duduk
memunggunginya. Pemilik penginapan, dia menduga" sampai
Shae memanggil nama Tyrion dan si penyusup berdiri. "Tuan
yang baik, aku senang sekali melihatmu," celotehnya, senyum
lembut khas orang kasim tersungging di wajah berpupur.
Tyrion terhuyung. "Lord Varys. Aku tak mengira
akan melihatmu di sini."?Semoga Makhluk Lain mengambilnya,
bagaimana dia bisa menemukan mereka secepat ini"
"Maaf kalau aku mengganggu," ujar Varys. "Aku
46 mendapat dorongan mendadak untuk bertemu lady mudamu."
"Lady muda," ulang Shae, menikmati kata-kata itu. "Kau
setengah benar, m"lord. Aku memang muda."
Delapan belas, pikir Tyrion.?Delapan belas tahun, dan
pelacur, tapi cerdik, segesit kucing di tempat tidur, dengan mata gelap
besar dan rambut hitam halus serta mulut kecil yang manis, lembut,
dan lapar" dan milikku! Berengsek kau, orang kasim. "Sepertinya
aku yang mengganggu, Lord Varys," katanya dengan kesopanan
yang dipaksakan. "Waktu aku masuk, kau sedang tertawa
riang." "M"lord Varys memuji telinga-telinga Chella dan
mengatakan dia pasti sudah membunuh banyak orang sampai
bisa punya kalung sebagus itu," Shae menjelaskan. Tyrion
jengkel mendengar Shae menyebut Varys m"lord dengan nada
itu; itu panggilannya untuk Tyrion saat mereka di ranjang.
"Dan Chella bilang hanya pengecut yang membunuh orang
kalah." "Lebih gagah jika membiarkan orang itu hidup,
memberinya kesempatan membalas rasa malu dengan merebut
kembali telinganya," jelas Chella, perempuan kecil berkulit
gelap yang kalung mengerikannya digayuti tak kurang dari 46
telinga kering keriput. Tyrion pernah menghitungnya. "Hanya
dengan begitu kau bisa membuktikan kau tidak takut pada
musuhmu." Shae tergelak. "Lalu m"lord bilang, kalau dia anggota suku
Telinga Hitam dia takkan pernah tidur, karena memimpikan
orang-orang bertelinga satu."
"Masalah yang takkan pernah harus kuhadapi," ujar
Tyrion. "Aku takut pada musuh-musuhku, jadi kubunuh
mereka semua." Varys terkekeh. "Mau minum anggur bersama kami, my
lord?" 47 "Aku mau anggur." Tyrion mendudukkan diri di
samping Shae. Dia paham apa yang sedang berlangsung di sini,
walaupun Chella dan gadis itu tidak. Varys menyampaikan
pesan. Waktu dia berkata, Aku mendapat dorongan mendadak
untuk bertemu lady mudamu, yang dia maksud adalah, Kau
berusaha menyembunyikannya, tapi aku tahu di mana dia
berada, dan di sinilah aku.?Tyrion bertanya-tanya siapa yang
mengkhianatinya. Pemilik penginapan, bocah di istal, penjaga
di gerbang" atau salah satu orangnya sendiri"
"Aku selalu senang kembali ke kota ini lewat Gerbang
Para Dewa," Varys berkata kepada Shae sembari mengisi cawancawan anggur. "Pahatan di kubu gerbang amat menakjubkan,
membuatku menangis setiap kali melihatnya. Mata itu" begitu
ekspresif, kau setuju" Nyaris seolah-olah mengikutimu saat kau
berkuda di bawah pintu besi."
"Aku tak pernah memperhatikan, m"lord," Shae
menyahut. "Akan kulihat lagi besok, kalau itu membuatmu
senang." Jangan repot-repot, anak manis, pikir Tyrion, memutarmutar anggur di dalam cawan.?Dia sama sekali tak peduli tentang
pahatan. Mata yang dia gembar-gemborkan adalah matanya sendiri.
Maksud perkataannya adalah dia mengawasi, dia tahu kita di sini
begitu kita melewati gerbang itu.
"Berhati-hatilah, Nak," desak Varys. "King"s Landing
tidak sepenuhnya aman belakangan ini. Aku sangat mengenal
jalan-jalan di sini, tapi aku nyaris tak berani datang tadi, karena
sendirian dan tak bersenjata. Orang-orang biadab berkeliaran
di masa yang suram ini, oh, ya. Lelaki-lelaki dengan baja dingin
dan hati yang lebih dingin lagi."?Sementara aku datang sendirian
dan tak bersenjata, orang lain bisa datang dengan pedang di tangan
mereka, maksudnya. Shae hanya tertawa. "Kalau mereka mencoba
48 menggangguku, telinga mereka akan berkurang satu saat
Chella menghajar mereka."
Varys tergelak seakan-akan itu hal paling lucu yang
pernah didengarnya, tapi tidak ada tawa di matanya saat dia
berpaling menatap Tyrion. "Lady mudamu sangat ramah. Aku
akan menjaganya baik-baik kalau jadi kau."
"Aku berniat begitu. Siapa pun yang mencoba
menyakitinya"yah, aku terlalu kecil untuk menjadi
Telinga Hitam, dan aku takkan mengaku-ngaku sebagai
pemberani."? Kaudengar itu" Aku bicara bahasa yang sama
denganmu, orang kasim. Sakiti dia, dan akan kupenggal kepalamu.
"Aku pamit dulu." Varys berdiri. "Aku tahu kau pasti
lelah sekali. Aku hanya ingin menyambutmu, my lord, dan
menyampaikan betapa senangnya aku dengan kedatanganmu.
Kami amat membutuhkanmu di majelis. Apa kau sudah
melihat komet itu?" "Aku pendek, bukan buta," sergah Tyrion. Di jalan
raja sana, komet itu seakan-akan menutupi setengah langit,
mengalahkan terangnya cahaya bulan.
"Di jalanan, mereka menyebutnya Utusan Merah," kata
Varys. "Mereka bilang komet itu datang sebagai pembawa
pesan untuk raja, memperingatkan api dan darah yang
akan muncul." Si orang kasim menggosokkan kedua tangan
berpupurnya. "Bolehkah aku meninggalkanmu dengan sedikit
teka-teki, Lord Tyrion?" Dia tidak menunggu jawaban. "Dalam
sebuah ruangan duduk tiga lelaki hebat, seorang raja, seorang
pendeta, dan seorang lelaki kaya dengan emasnya. Di antara
mereka berdiri seorang prajurit bayaran, lelaki kecil rakyat jelata


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan pikiran yang sederhana. Masing-masing lelaki hebat itu
menyuruhnya membunuh dua lelaki yang lain. "Lakukan," kata
sang raja, "karena aku penguasamu yang sah." "Lakukan," kata
sang pendeta, "karena aku memerintahkanmu atas nama para
49 dewa." "Lakukan," kata sang lelaki kaya, "dan semua emas ini
akan menjadi milikmu." Coba jawab"siapa yang hidup dan
siapa yang mati?" Si orang kasim membungkuk dalam-dalam
lalu bergegas meninggalkan ruang bersama dengan kaki lembut
bersandal. Setelah dia pergi, Chella mendengus dan Shae
mengerutkan wajah cantiknya. "Lelaki kaya yang hidup. Benar
kan?" Tyrion menyesap anggurnya, berpikir keras. "Bisa jadi.
Atau tidak. Sepertinya itu tergantung pada si prajurit bayaran."
Dia meletakkan cawannya. "Ayo, kita ke atas."
Shae harus menunggunya di puncak tangga, sebab kaki
gadis itu ramping dan luwes sementara kaki Tyrion pendek,
kerdil, dan nyeri bukan main. Tapi Shae tersenyum saat
Tyrion meraihnya. "Apa kau merindukanku?" godanya seraya
menggandeng tangan lelaki itu.
"Sangat," Tyrion mengakui. Tinggi Shae hanya sedikit di
atas 150 sentimeter, namun Tyrion harus menengadah untuk
menatapnya" tapi dalam kasus Shae, Tyrion tidak keberatan.
Gadis itu manis untuk ditatap dari bawah.
"Kau akan merindukanku sepanjang waktu di Benteng
Merah-mu," katanya seraya menuntun Tyrion ke kamarnya.
"Sendirian di ranjangmu yang dingin di Menara Tangan
Kanan Raja." "Benar sekali." Tyrion dengan senang hati ingin
membawa Shae bersamanya, tapi Ayah sudah melarang. Kau
tak boleh membawa pelacur itu ke istana, perintah Lord Tywin.
Membawa Shae ke kota adalah pembangkangan terjauh yang
berani dia lakukan. Seluruh wewenang Tyrion didapat dari
ayahnya, gadis itu harus bisa mengerti. "Kau tak akan jauh,"
janjinya. "Kau akan punya rumah, dengan penjaga dan pelayan,
50 dan aku akan mengunjungimu sesering mungkin."
Shae menendang pintu hingga tertutup. Dari balik kaca
buram jendela yang sempit, Tyrion bisa melihat Kuil Agung
Baelor di puncak Bukit Visenya, tapi dia teralihkan oleh
pemandangan yang berbeda. Shae membungkuk dan meraih
keliman ujung gaunnya, meloloskannya dari atas kepala, lalu
melemparnya. Dia tidak percaya pada pakaian dalam. "Kau
takkan pernah bisa beristirahat," dia berkata selagi berdiri di
hadapan Tyrion, merah muda, telanjang, dan elok, dengan satu
tangan berkacak di pinggul. "Kau akan memikirkanku setiap
kali pergi tidur. Lalu kau akan mengeras tapi tak ada yang bisa
menolongmu dan kau tak mungkin bisa tidur kecuali?"dia
menyunggingkan seringai nakal yang amat disukai Tyrion"
"itukah alasan mereka menyebutnya Menara Tangan Kanan
Raja, m"lord?" "Diamlah dan cium aku," perintah Tyrion.
Dia dapat mengecap anggur di bibir Shae, dan merasakan
payudara kecil dan kencang itu menekannya sementara jari-jari
Shae bergerak ke tali celananya. "Singaku," bisik gadis itu saat
mengakhiri ciuman mereka untuk melucuti pakaian. "Lord-ku
yang manis, raksasa Lannister-ku." Tyrion mendorongnya ke
tempat tidur. Saat mereka bercinta, Shae menjerit cukup keras
untuk membangunkan Baelor yang Suci dalam kuburnya, dan
jari-jari gadis itu meninggalkan goresan dalam di punggung
Tyrion. Dia tak pernah merasakan kesakitan yang begitu
disukainya seperti ini. Bodoh, dia membatin sesudahnya, saat mereka berbaring
di tengah kasur melendut di antara seprai yang kusut. Apa kau
tak pernah belajar, Cebol" Dia pelacur, berengsek, dia mencintai
koinmu, bukan kejantananmu. Ingat Tysha"?Namun ketika jarijarinya mengusap lembut, puncak payudara Shae langsung
mengeras oleh sentuhan itu, dan dia bisa melihat bekas merah
51 di payudara itu tempat dia menggigitnya saat dilanda gairah.
"Jadi apa yang akan kaulakukan, m"lord, setelah sekarang
kau menjadi Tangan Kanan Raja?" Shae bertanya selagi Tyrion
menangkup daging manis yang hangat itu.
"Sesuatu yang takkan pernah diduga Cersei," gumam
Tyrion lembut di leher si gadis. "Aku akan melakukan"
keadilan." j 52 BRAN B ran lebih memilih batu keras bangku jendela
dibandingkan kenyamanan ranjang bulu dan selimutnya.
Di ranjang, dinding-dinding terasa mengimpit dan langit-langit
menggantung berat di atasnya; di ranjang, kamar ini adalah
selnya, dan Winterfell penjaranya. Namun di luar jendela
kamar, dunia luas masih memanggil-manggil.
Dia tidak dapat berjalan, memanjat, berburu, atau
bertarung dengan pedang kayu seperti dulu, tapi dia masih
dapat melihat.?Dia senang melihat jendela-jendela mulai
berpendar di seluruh Winterfell selagi lilin-lilin dan api
pendiangan dinyalakan di balik kaca berbentuk berlian pada
menara dan koridor. Dia juga senang mendengarkan para
direwolf bernyanyi untuk bintang-bintang.
Belakangan ini, dia kerap bermimpi tentang
serigala.? Mereka berbicara kepadaku sebagai sesama saudara,
dia membatin saat direwolf-direwolf itu melolong. Dia nyaris
dapat memahami mereka" tidak terlalu, tidak sepenuhnya,
tapi nyaris" seakan-akan mereka bernyanyi dalam bahasa
yang pernah dia kenal dan entah bagaimana terlupakan.
Kedua bocah Walder mungkin takut pada mereka, tapi Klan
53 Stark dialiri darah serigala. Nan Tua bilang begitu padanya.
"Walaupun pada beberapa orang, darah itu lebih kental
dibandingkan yang lain," dia memperingatkan.
Lolongan Summer panjang dan sedih, dipenuhi dukacita
dan kerinduan. Lolongan Shaggydog lebih liar. Suara mereka
bergema di sepenjuru halaman dan ruangan-ruangan sampai
kastel berdengung dan seakan-akan ada kawanan besar direwolf
yang menghantui Winterfell, bukan hanya dua" dua dari yang
sebelumnya berjumlah enam. Apakah mereka juga merindukan
saudara-saudara mereka" Bran bertanya-tanya.?Apakah mereka
memanggil-manggil Grey Wind dan Ghost, Nymeria dan bayangan
Lady" Apakah mereka ingin saudara-saudaranya pulang dan menjadi
satu kawanan lagi" "Siapa yang bisa tahu isi pikiran serigala?" Ujar Ser
Rodrik Cassel saat Bran bertanya mengapa mereka melolong.
Ibu Bran menunjuk Ser Rodrik sebagai pengelola Winterfell
selama kepergiannya, dan tugas-tugas lelaki itu membuatnya
tak punya banyak waktu untuk pertanyaan iseng.
"Mereka memanggil-manggil kebebasan," tegas Farlen,
pengurus anjing yang tak menyukai direwolf-direwolf itu sama
seperti anjing-anjingnya tak menyukai mereka. "Mereka
tidak senang terkurung di balik tembok, dan siapa yang bisa
menyalahkan mereka" Binatang liar seharusnya berada di alam
liar, bukan di kastel."
"Mereka ingin berburu," Gage si juru masak
membenarkan seraya melemparkan bongkah-bongkah lemak
ke dalam kuali rebusan besar. "Penciuman serigala lebih kuat
daripada manusia mana pun. Barangkali mereka mencium bau
mangsa." Maester Luwin tidak sependapat. "Serigala sering
melolong pada bulan. Mereka ini melolong pada komet.
Kaulihat betapa cemerlangnya komet itu, Bran" Barangkali
54 mereka mengira itu memang bulan."
Ketika Bran menuturkannya kepada Osha, perempuan
itu tertawa. "Serigala-serigalamu lebih cerdas daripada maestermu," perempuan wildling itu berkata. "Mereka mengetahui
kebenaran yang sudah dilupakan manusia abu-abu." Cara
Osha mengatakannya membuat Bran merinding, dan waktu
menanyakan arti komet itu, Osha menjawab, "Darah dan api,
Nak, bukan hal yang indah."
Bran menanyai Septon Chayle tentang komet itu
selagi mereka memilah-milah perkamen yang diselamatkan
dari kebakaran perpustakaan. "Itu pedang yang memenggal
musim," dia menjawab, dan tak lama sesudah raven putih
datang dari Oldtown membawa kabar datangnya musim gugur,
jelas sekali dia benar. Meskipun Nan Tua tidak sependapat, dan dia sudah
hidup lebih lama dibandingkan mereka semua. "Naga," ujarnya
sambil mengangkat kepala dan mengendus-endus. Dia hampir
buta dan tak dapat melihat komet, tapi dia mengklaim dapat
menciumnya. "Itu pasti naga, Nak," dia bersikeras. Bran tidak
dipanggil pangeran oleh Nan, sejak dulu tidak pernah.
Hodor hanya bilang, "Hodor." Hanya itu yang pernah
dia katakan. Dan direwolf-direwolf itu masih terus melolong. Para
penjaga di tembok menggumamkan umpatan, anjing-anjing di
kandang menggonggong gusar, kuda-kuda menendangi istal,
kedua Walder menggigil di depan perapian mereka, bahkan
Maester Luwin pun mengeluhkan malam-malam tanpa tidur.
Hanya Bran yang tidak keberatan. Ser Rodrik sudah mengurung
dua serigala itu di hutan sakral setelah Shaggydog menggigit
Walder Kecil, tapi batu-batu Winterfell memainkan trik yang
aneh terhadap suara, dan kadang-kadang kedengarannya kedua
binatang itu berada di halaman di bawah jendela Bran. Di lain
55 waktu, Bran berani bersumpah binatang-binatang itu berada
di puncak dinding luar kastel, mondar-mandir seperti prajurit
jaga. Dia berharap dia dapat melihat mereka.
Dia dapat melihat komet menggantung di atas Ruang
Penjaga serta Menara Lonceng, dan lebih jauh lagi berdiri
Menara Pertama, lebar dan bundar, barisan gargoyle-nya
berwujud sosok-sosok hitam berlatar senja ungu gelap. Dulu
Bran mengenal setiap batu pada bangunan itu, luar-dalam;
dia pernah memanjat semuanya, merayap menaiki dinding
semudah bocah-bocah lain berlari menuruni tangga. Atap
bangunan itu merupakan tempat rahasianya, dan kawanan
gagak di puncak menara runtuh adalah teman-teman
istimewanya. Lalu dia jatuh. Bran tak ingat pernah jatuh, namun mereka bilang
dia jatuh, jadi menurutnya itu pasti benar. Dia nyaris tewas.
Ketika melihat barisan gargoyle di puncak Menara Pertama
tempat peristiwa itu terjadi, dia dilanda perasaan tegang di
perutnya. Dan sekarang dia tidak dapat memanjat, berjalan,
berlari, maupun beradu pedang, dan mimpi-mimpinya tentang
menjadi kesatria kini berubah masam dalam pikirannya.
Summer melolong pada hari Bran jatuh, dan lama
sesudahnya selagi Bran terbaring tanpa daya di ranjang; Robb
yang memberitahu sebelum dia pergi untuk berperang. Summer
berduka untuknya, dan Shaggydog serta Grey Wind ikut
berduka bersamanya. Dan pada malam ketika raven berdarah
itu membawa kabar tentang kematian ayah mereka, serigalaserigala juga mengetahuinya. Bran tengah berada di menara
kecil sang maester bersama Rickon, membicarakan anak-anak
hutan, ketika Summer dan Shaggydog menenggelamkan suara
Luwin dengan lolongan mereka.
Mereka berduka untuk siapa sekarang"?Apakah musuh
56 membunuh Raja di Utara, yang sebelumnya adalah Robb,
kakaknya" Apakah kakak tirinya Jon Snow jatuh dari
Tembok Besar" Apakah ibunya meninggal, atau salah satu
kakak perempuannya" Atau ini tentang hal lain, seperti yang
tampaknya dipikirkan maester, septon, dan Nan Tua"
Andai aku benar-benar direwolf, aku pasti memahami
lolongan itu, pikirnya gundah. Dalam mimpi-mimpi serigalanya,
dia dapat berlari menaiki lereng pegunungan, gunung-gunung
es bergerigi yang lebih tinggi dibandingkan menara mana pun,
dan berdiri di puncaknya dinaungi bulan purnama sementara
seisi dunia terhampar di bawahnya, seperti dulu.
"Oooo," seru Bran ragu-ragu. Dia menangkupkan
tangan di sekeliling mulut, lalu menengadah ke arah
komet. "Ooooooooooooooooooo, ahoooooooooooooo,"?lolongnya.
Kedengarannya bodoh. Melengking, hampa, dan gemetar,
seperti lolongan bocah lelaki dan bukannya lolongan serigala.
Namun Summer menyahut, suara beratnya membenamkan
suara tipis Bran, dan Shaggydog menjadikannya paduan suara.
Bran menderam lagi. Mereka melolong bersama sisa-sisa
kawanan mereka. Keriuhan itu membawa seorang penjaga ke pintunya,
Hayhead yang di hidungnya tumbuh kutil. Dia mengintip ke
dalam, melihat Bran melolong ke luar jendela, dan berkata,
"Ada apa ini, pangeranku?"
Bran merasa aneh setiap kali mereka memanggilnya
Pangeran, walaupun dia memang penerus Robb, dan Robb
adalah Raja di Utara sekarang. Dia menoleh dan melolong
kepada si penjaga. "Oooooooo. Oo-oo-oooooooooooo."
Hayhead mengerutkan wajah. "Hentikan sekarang
juga." "Ooo-ooo-oooooo. Ooo-ooo-ooooooooooooooooo."
Penjaga itu berlalu. Ketika kembali, Maester Luwin ikut
57 bersamanya dalam balutan pakaian serbakelabu, rantainya
melilit kencang di leher. "Bran, binatang-binatang itu sudah
cukup berisik tanpa bantuanmu." Dia melintasi kamar dan
menyentuh dahi anak itu. "Ini sudah larut, seharusnya kau
sedang tidur nyenyak."
"Aku sedang bicara dengan serigala-serigala itu." Bran
menepis tangan sang maester.
"Apa Hayhead perlu kuminta menggendongmu ke
tempat tidur?" "Aku bisa ke sana sendiri." Mikken sudah memasangkan
sederet palang besi ke dinding, sehingga Bran dapat menghela
tubuh berkeliling kamar dengan tangan. Perjalanan itu lambat
dan berat, juga membuat bahunya nyeri. Tapi dia benci
digendong. "Lagi pula, aku tidak harus tidur kalau tidak ingin."
"Semua manusia harus tidur, Bran. Bahkan pangeran."
"Saat tidur aku berubah menjadi serigala." Bran
memalingkan wajah dan kembali menatap kegelapan malam
di luar. "Apakah serigala bermimpi?"
"Semua makhluk bermimpi, kurasa, tapi tidak sesering


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia." "Apakah orang mati bermimpi?" tanya Bran, memikirkan
ayahnya. Dalam kuburan gelap di bawah Winterfell, seorang
tukang batu sedang mengerjakan patung ayahnya dengan batu
granit. "Ada yang bilang begitu, ada yang bilang tidak," sahut
sang maester. "Orang mati sendiri tak pernah berbicara soal
itu." "Apakah pohon bermimpi?"
"Pohon" Tidak?"?
"Mereka bermimpi," kata Bran dengan kepastian
mendadak. "Mereka memimpikan mimpi-mimpi pohon. Aku
kadang-kadang memimpikan sebatang pohon. Pohon weirwood,
58 seperti yang ada di hutan sakral. Pohon itu memanggilku.
Mimpi-mimpi serigala lebih menyenangkan. Aku mencium
berbagai hal, dan kadang-kadang aku bisa mengecap darah."
Maester Luwin menarik rantai di tempat benda itu
menggores lehernya. "Seandainya kau mau menghabiskan
lebih banyak waktu dengan anak-anak yang lain?"
"Aku benci anak-anak yang lain," tukas Bran, yang dia
maksud adalah kedua Walder. "Aku memerintahkanmu untuk
mengirim mereka pergi."
Luwin berubah tegas. "Dua bocah Frey itu anak asuh
ibumu, dikirim kemari untuk diasuh atas perintahnya. Kau
tidak berhak mengusir mereka, dan itu juga bukan sikap yang
baik. Kalau kita menolak mereka, ke mana mereka harus
pergi?" "Pulang. Gara-gara mereka, kau tidak mengizinkanku
membawa Summer." "Bocah Frey itu tidak minta diserang," sergah sang
maester, "sama seperti aku."
"Itu ulah Shaggydog." Serigala hitam besar milik Rickon
begitu ganas sampai-sampai kadang Bran takut padanya.
"Summer tak pernah menggigit siapa pun."
"Summer mengoyak leher seorang lelaki di kamar ini,
atau kau sudah lupa" Faktanya, anak-anak serigala manis yang
kau dan kakak-kakakmu temukan di salju sudah tumbuh
menjadi binatang buas berbahaya. Bocah-bocah Frey bijaksana
karena menjauhi mereka."
"Seharusnya kedua Walder itu kita taruh di hutan sakral.
Mereka bisa bermain penguasa pelintasan sesuka mereka,
dan Summer bisa tidur bersamaku lagi. Kalau aku pangeran,
kenapa kau tak mau mematuhiku" Aku ingin menunggangi
Dancer, tapi Alebelly tak mengizinkanku keluar gerbang."
"Dan tindakannya benar. Hutan Serigala sangat
59 berbahaya; perjalanan terakhirmu seharusnya bisa menjadi
pelajaran. Apa kau mau ada penjahat menangkapmu lalu
menjualmu ke Klan Lannister?"
"Summer pasti akan menyelamatkanku," sahut Bran
keras kepala. "Pangeran seharusnya boleh berlayar di laut dan
berburu babi hutan di hutan serigala dan berduel dengan
lembing." "Bran, Nak, kenapa kau menyiksa diri seperti itu" Suatu
hari kau mungkin melakukan semua ini, tapi sekarang kau
baru delapan tahun."
"Aku lebih baik jadi serigala. Aku bisa hidup di hutan
dan tidur kapan pun aku mau. Aku juga bisa mencari Arya dan
Sansa. Akan kuendus tempat mereka berada saat ini dan pergi
menyelamatkan mereka, lalu ketika Robb maju berperang
aku akan bertarung di sampingnya seperti Grey Wind. Akan
kurobek leher sang Pembantai Raja dengan gigiku, krek, maka
perang akan berakhir dan semua orang akan kembali ke
Winterfell. Andai aku seekor serigala?" Dia melolong.?"Oooooo-oooooooooooo."
Luwin mengeraskan suaranya. "Pangeran sejati akan
menerima?" "AAHOOOOOOO," Bran melolong lebih keras.
"OOOO-OOOO-OOOO."
Sang maester menyerah. "Terserah kau saja, Nak."
Dengan ekspresi setengah sedih dan setengah muak, dia
meninggalkan kamar. Melolong kehilangan daya pikatnya begitu Bran
sendirian. Setelah beberapa saat dia terdiam.?Aku memang
menerima mereka, dia membatin dengan marah.?Aku lord di
Winterfell, lord sungguhan, dia tak bisa bilang sebaliknya. Ketika
kedua Walder tiba dari Twins, Rickon-lah yang menginginkan
mereka pergi. Bayi berumur empat tahun, dia menjerit bahwa
60 dia menginginkan Ibu, Ayah, dan Robb, bukan dua orang
asing ini. Bran-lah yang harus menenangkan adiknya dan
menyambut kedua bocah Frey. Dia menawari mereka makan
dan minum serta tempat duduk di depan perapian, dan
sesudahnya Maester Luwin sekalipun mengatakan dia telah
bersikap dengan baik. Tapi itu sebelum permainan.
Permainan tersebut melibatkan batang kayu, tongkat,
genangan air, dan banyak teriakan. Air adalah faktor
terpenting, Walder dan Walder meyakinkan Bran. Kita bisa
menggunakan papan kayu atau bahkan sejumlah batu, dan
sebatang ranting bisa dijadikan tongkat. Kita tidak harus
berteriak. Tapi tanpa air, tidak ada permainan. Karena Maester
Luwin dan Ser Rodrik tidak mungkin mengizinkan anak-anak
berkeliaran ke hutan serigala untuk mencari sungai, mereka
harus puas dengan kolam-kolam keruh di hutan sakral. Walder
dan Walder belum pernah melihat air panas bergelembunggelembung dari tanah, tapi mereka berdua setuju bahwa itu
akan membuat permainan semakin seru.
Kedua bocah itu bernama Walder Frey. Walder Besar
menjelaskan bahwa ada sekumpulan Walder di Twins,
semuanya dinamai sesuai nama kakek mereka, Lord Walder
Frey. "Kami punya nama sendiri di Winterfell," sahut Rickon
angkuh ketika mendengarnya.
Cara melakukan permainan itu: letakkan batang kayu
melintang di atas air, dan satu pemain berdiri di tengahnya
sambil memegang tongkat. Dia adalah penguasa pelintasan,
dan ketika salah satu pemain lain mendekat, dia harus berkata,
"Aku lord pelintasan, siapa di sana?" Pemain satunya harus
mengarang pidato tentang siapa mereka dan mengapa mereka
harus diperbolehkan menyeberang. Sang lord bisa meminta
mereka bersumpah dan menjawab sejumlah pertanyaan.
61 Mereka tidak harus berkata jujur, tapi sumpahnya mengikat
kecuali mereka berkata, "Barangkali," maka triknya adalah
mengatakan "Barangkali" sehingga sang lord pelintasan tidak
menyadarinya. Kemudian kau boleh mencoba menjatuhkan
sang lord ke air dan kau bisa menjadi lord pelintasan, tapi
hanya jika kau mengatakan "Barangkali". Kalau tidak kau
keluar dari permainan. Sang lord bisa memukul siapa pun di
dalam air kapan pun dia mau, dan dia satu-satunya yang boleh
menggunakan tongkat. Pada praktiknya, permainan itu sepertinya kebanyakan
hanya berisi saling dorong, saling pukul, dan tercebur ke air,
disertai banyak perdebatan sengit tentang apakah seseorang
sudah mengatakan "Barangkali" atau belum. Walder Kecil
yang lebih sering menjadi lord pelintasan.
Dia dipanggil Walder Kecil walaupun tubuhnya tinggi
dan kekar, dengan wajah merah dan perut bulat yang besar.
Walder Besar berwajah tirus, kurus, dan lima belas senti lebih
pendek. "Dia lebih tua 52 hari dariku," jelas Walder Kecil,
"jadi awalnya dia lebih besar, tapi aku tumbuh lebih cepat."
"Kami bersepupu, bukan bersaudara," timpal Walder
Besar, yang kecil. "Aku Walder putra Jammos. Ayahku adalah
putra Lord Walder dari istri keempat. Dia Walder putra
Merrett. Neneknya adalah istri ketiga Lord Walder, dari Klan
Crakehall. Dia berada di atasku dalam garis suksesi walaupun
aku lebih tua." "Hanya 52 hari," protes Walder Kecil. "Dan tak satu
pun dari kita akan pernah memimpin Twins, bodoh."
"Aku akan memimpinnya," Walder Besar mengumumkan. "Dan bukan cuma kami yang bernama
Walder. Ser Stevron punya cucu, Walder Hitam, dia urutan
keempat dalam garis suksesi, lalu ada Walder Merah, putra
Ser Emmon, dan Walder Anak Haram, yang tidak tercantum
62 dalam garis suksesi. Dia dinamai Walder Rivers dan bukan
Walder Frey. Selain itu ada anak-anak perempuan bernama
Walda." "Dan Tyr. Kau selalu melupakan Tyr."
"Dia Waltyr, bukan Walder," kata Walder Besar riang.
"Dan dia berada pada urutan di bawah kita, jadi dia tidak
penting. Lagi pula, aku tak pernah menyukainya."
Ser Rodrik memutuskan bahwa kedua anak itu akan
menempati kamar lama Jon Snow, sebab Jon bergabung dengan
Garda Malam dan takkan pernah kembali. Bran membenci
itu; rasanya seakan-akan kedua bocah Frey berusaha mencuri
tempat Jon. Dia menonton dengan gusar selagi kedua Walder
bertanding dengan Turnip, putri juru masak, serta gadis-gadis
Joseth, Bandy dan Shyra. Kedua Walder sudah menetapkan
bahwa Bran harus menjadi hakim dan memutuskan apakah
para pemain sudah mengatakan "Barangkali," tapi begitu
mulai bermain mereka semua langsung melupakannya.
Teriakan dan kecipak air dengan segera menarik anakanak lainnya: Palla si gadis pengurus kandang, Calon putra
Cayn, TomToo putra Tom Gendut yang tewas bersama ayah
Bran di King"s Landing. Sebentar saja, mereka semua sudah
basah kuyup dan berlumpur. Palla berlumur lumpur dari kepala
sampai kaki, dengan lumut di rambutnya, tertawa sampai
tersengal-sengal. Bran tak pernah mendengar tawa sebanyak itu
sejak malam ketika raven berdarah tiba.?Andai punya kaki, sudah
kudorong mereka semua ke air, pikirnya pahit. ?Mereka semua tidak
akan pernah menjadi lord pelintasan, hanya aku.
Akhirnya Rickon berlari-lari ke dalam hutan sakral,
diikuti Shaggydog. Dia menonton Turnip dan Walder
Kecil memperebutkan tongkat sampai Turnip kehilangan
keseimbangan dan tercebur disertai percikan besar air,
63 lengannya menggapai-gapai. Rickon berseru, "Aku! Giliranku!
Aku mau main!" Walder Kecil memberi isyarat agar dia
mendekat, dan Shaggydog mengikutinya. "Tidak, Shaggy,"
perintah adiknya. "Serigala tak boleh ikut. Kau dengan Bran
saja." Dan Shaggy menurut"?
"sampai Walder Kecil menghantam Rickon dengan
tongkat, tepat di perutnya. Sebelum Bran sempat berkedip,
serigala hitam itu melayang di atas papan, ada darah di air,
kedua Walder menjerit-jerit, Rickon terduduk di lumpur
sambil tertawa-tawa, dan Hodor datang terhuyung-huyung
sambil berteriak "Hodor! Hodor Hodor!"
Sesudah itu, anehnya, Rickon memutuskan dia menyukai
kedua Walder. Mereka tak pernah bermain lord pelintasan
lagi, tapi bermacam permainan lainnya"monster dan gadis
perawan, tikus dan kucing, datanglah-ke-kastelku, permainan
semacam itu. Dengan Rickon di sisi mereka, kedua Walder
menggeratak dapur menjarah pai dan sarang madu, berlarian
mengelilingi kastel, melemparkan tulang untuk anak-anak
anjing di kandang, dan berlatih dengan pedang kayu di bawah
pengawasan ketat Ser Rodrik. Rickon bahkan menunjukkan
ruangan gelap di bawah tanah kepada mereka, tempat tukang
batu sedang memahat makam Ayah. "Kau tidak berhak!" Bran
meneriaki adiknya saat dia mendengar kabar itu. "Itu tempat
kita, tempat seorang Stark!" Tapi Rickon tak pernah peduli.
Pintu kamarnya terbuka. Maester Luwin membawa
stoples hijau, dan kali ini Osha serta Hayhead ikut dengannya.
"Aku membuatkan obat tidur untukmu, Bran."
Osha meraup Bran dengan lengan kurusnya. Dia sangat
tinggi untuk ukuran perempuan, dan luar biasa kuat. Dia
dengan mudah menggendong Bran ke tempat tidur.
"Ini akan memberimu tidur tanpa mimpi," Maester
Luwin berkata sembari menarik tutup stoples. "Tidur lelap
64 tanpa mimpi." "Benarkah?" tanya Bran, ingin memercayainya.
"Ya. Minumlah."
Bran menurut. Ramuan itu kental dan berkapur, tapi
ada madu di dalamnya, jadi meluncur dengan mudah.
"Besok pagi, kau akan merasa lebih baik." Luwin
tersenyum kepada Bran dan menepuknya sewaktu berjalan
keluar. Osha tetap tinggal. "Apakah mimpi serigala lagi?"
Bran mengangguk. "Kau seharusnya jangan terlalu melawan, Nak. Aku
melihatmu berbicara pada pohon utama. Mungkin para dewa
sedang mencoba menjawabnya."
"Para dewa?" gumamnya, sudah dilanda kantuk. Wajah
Osha menjadi kabur dan kelabu.?Tidur lelap tanpa mimpi, pikir
Bran. Namun ketika kegelapan melingkupinya, dia mendapati
dirinya berada di dalam hutan sakral, bergerak tanpa suara
di bawah barisan sentinel hijau-kelabu dan pohon-pohon ek
berbonggol yang sudah setua masa. Aku berjalan, pikirnya
gembira. Sebagian dirinya tahu itu hanya mimpi, tapi mimpi
berjalan pun lebih baik daripada kungkungan kamarnya,
dinding, langit-langit, dan pintu.
Di tengah pepohonan sangat gelap, tapi komet
menerangi jalannya, dan kakinya terasa mantap. Dia bergerak
dengan empat kaki yang sehat, kuat dan tangkas, dan dia dapat
merasakan tanah di bawahnya, derak lembut daun-daun gugur,
akar yang kukuh dan batu yang keras, lapisan-lapisan tebal
humus. Perasaan yang menyenangkan.
Bau-bauan memenuhi kepalanya, hidup dan
memabukkan; bau menyengat lumpur hijau di kolam-kolam
panas, aroma manis tanah busuk yang gembur di bawah kuku
65 kakinya, tupai-tupai di pohon ek. Bau tupai mengingatkannya
pada rasa darah panas dan tulang-tulang yang remuk di antara
gigi. Air liur memenuhi mulutnya. Dia baru makan tak
sampai setengah hari yang lalu, tapi tak ada kesenangan dalam


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyantap daging mati, meskipun itu daging rusa. Dia dapat
mendengar tupai-tupai bercericip dan berkelebat di atasnya,
aman di antara dedaunan mereka, tapi mereka tahu sebaiknya
tidak turun ke tempat dia dan saudaranya berkeliaran.
Dia juga dapat mengendus saudaranya, aroma yang
familier, kuat dan berbau tanah, aromanya sehitam bulunya.
Saudaranya berlari-lari mengitari dinding, dipenuhi amarah.
Dia berputar dan berputar, dari malam ke siang ke malam
lagi, tak kenal lelah, mencari" mangsa, jalan keluar, ibunya,
saudara-saudara seperindukan, kawanannya" mencari,
mencari, mencari, dan tak pernah menemukan.
Di belakang pepohonan, dinding-dinding berdiri tegak,
tumpukan batu mati buatan manusia yang menjulang di atas
sekelumit hutan hidup ini. Dinding-dinding itu berbintik
kelabu dan bernoda lumut, namun tebal, kuat, dan lebih tinggi
daripada yang dapat dilompati serigala mana pun. Besi dingin
dan kayu yang menyerpih menyegel lubang-lubang di tengah
tumpukan batu yang mengungkung mereka. Saudaranya akan
berhenti di setiap lubang dan memampangkan taringnya
dengan murka, namun semua jalan keluar itu tetap tertutup.
Dia melakukan hal serupa pada malam pertama, dan
menyadari bahwa itu tak ada gunanya. Geraman tak bisa
membuka jalan di sini. Mengitari dinding tidak akan membuat
dinding itu mundur. Mengangkat kaki dan menandai
pepohonan tidak akan mengusir manusia mana pun. Dunia
telah menyempit di sekeliling mereka, namun di luar hutan
berdinding ini masih berdiri gua-gua batu buatan manusia,
besar dan kelabu. Winterfell, dia ingat, nama itu tiba-tiba
66 mendatanginya. Di luar tebing-tebing setinggi langit buatan
manusia ini, dunia yang sesungguhnya memanggil, dan dia
mesti menjawab atau mati.
j 67 ARYA M ereka berjalan dari fajar hingga petang, melewati hutanhutan, kebun-kebun buah, dan ladang-ladang yang
terawat rapi, melintasi desa-desa kecil, kota-kota pasar yang
padat, dan kubu-kubu pertahanan yang kukuh. Saat hari
gelap, mereka akan berkemah dan makan dengan diterangi
cahaya Pedang Merah. Lelaki-lelaki itu berjaga bergantian. Arya
bisa melihat kilasan api unggun yang berkeredep di antara
pepohonan dari perkemahan para pengelana lain. Sepertinya
ada lebih banyak perkemahan setiap malam, dan lebih banyak
lalu lintas di jalan raja pada siang hari.
Pagi, siang, dan malam mereka berdatangan, orangorang tua dan anak-anak kecil, lelaki-lelaki besar dan kecil,
gadis-gadis bertelanjang kaki dan perempuan-perempuan
dengan bayi yang menyusu. Sebagian mengendarai pedati
pertanian atau terguncang-guncang di bak belakang gerobak
lembu. Yang lain menunggangi kuda cepat, kuda poni, bagal,
keledai, apa pun yang bisa berjalan, berlari, atau menggelinding.
Seorang perempuan menuntun sapi perah yang punggungnya
diduduki seorang gadis kecil. Arya melihat seorang pandai
68 besi mendorong gerobak sorong berisi perkakasnya, palu-palu,
tang-tang, bahkan paron, dan sesaat kemudian lelaki lain
mendorong gerobak lainnya, hanya saja kali ini berisi dua bayi
terbungkus selimut. Sebagian besar di antara mereka berjalan
kaki, menggotong harta benda di bahu dan menampakkan
ekspresi letih serta cemas. Mereka berjalan ke selatan, ke arah
kota, menuju King"s Landing, dan hanya satu di antara seratus
yang mau repot-repot bertukar sepatah kata dengan Yoren dan
rombongannya yang bergerak ke utara. Arya bertanya-tanya
mengapa tak seorang pun menuju arah yang sama dengan
mereka. Banyak pengelana yang membawa senjata; Arya melihat
belati dan golok, sabit dan kapak, serta pedang di sana-sini.
Ada juga yang membuat pentung dari batang pohon, atau
memapras tongkat berbonggol-bonggol. Mereka memegangi
senjata dan mengawasi pedati-pedati yang bergulir lewat
tanpa berkedip, namun pada akhirnya mereka membiarkan
rombongan itu berlalu. Tiga puluh terlalu banyak, tak peduli
apa yang ada dalam pedati-pedati itu.
Lihat dengan matamu, Syrio selalu berkata, dengarkan
dengan telingamu. Suatu hari seorang perempuan sinting meneriaki mereka
dari pinggir jalan. "Dasar bodoh! Mereka bakal membunuh
kalian, bodoh!" Perempuan itu kurus kering, dengan mata
cekung dan kaki berdarah.
Keesokan paginya, seorang saudagar necis yang
menunggangi kuda betina abu-abu menghampiri Yoren dan
menawarkan untuk membeli semua pedati beserta segala isinya
dengan harga seperempat dari nilai sesungguhnya. "Ini perang,
mereka akan mengambil apa yang mereka inginkan, lebih baik
kaujual saja padaku, sobat." Yoren berpaling sambil memutar
69 bahu bungkuknya, dan meludah.
Arya melihat kuburan pertama pada hari yang sama;
gundukan kecil di samping jalan, digali untuk anak-anak.
Sepotong kristal ditanam di tanah yang lembek, dan Lommy
ingin mengambilnya sampai si Banteng memperingatkan
sebaiknya dia jangan mengganggu orang mati. Beberapa
kilometer kemudian, Praed menunjuk lebih banyak kuburan,
sebaris penuh yang baru digali. Sesudah itu, tiada hari berlalu
tanpa melewati satu kuburan pun.
Suatu kali Arya terbangun di gelapnya malam, ketakutan
untuk alasan yang tak dapat dia jelaskan. Di atas sana, Pedang
Merah berbagi langit dengan ratusan bintang. Malam itu
anehnya terasa sepi bagi Arya, meskipun dia bisa mendengar
dengkur redam Yoren, derak api, bahkan gerak-gerik lirih
kawanan keledai. Namun entah bagaimana dunia seakan-akan
menahan napas, dan Hening itu membuatnya menggigil. Dia
kembali tidur sambil mencengkeram Needle.
Keesokan paginya, ketika Praed tidak bangun, Arya
sadar suara batuk pemuda itulah yang semalam tidak
didengarnya. Maka mereka menggali kuburan mereka sendiri,
memakamkan si prajurit bayaran di tempatnya tidur. Yoren
melucuti barang-barangnya yang berharga sebelum mereka
menimbun pemuda itu dengan tanah. Satu orang mengambil
sepatu botnya, yang lain mengambil belatinya. Zirah rantai
dan helmnya dibagikan. Pedang panjangnya diserahkan Yoren
kepada si Banteng. "Lengannya seperti lenganmu, mungkin
kau bisa belajar menggunakan ini," ujar Yoren. Bocah
bernama Tarber melemparkan segenggam biji ek ke atas jasad
Praed, agar sebatang pohon ek dapat tumbuh untuk menandai
kuburannya. Petang itu mereka berhenti di sebuah desa dan
70 mendatangi penginapan berselubung tanaman ivy. Yoren
menghitung koin dalam kantong uangnya dan memutuskan
mereka mampu membeli makanan panas. "Kita akan tidur di
luar, seperti biasa, tapi mereka punya rumah mandi di sini,
jika di antara kalian ada yang butuh air panas dan sentuhan
sabun." Arya tidak berani, walaupun saat ini badannya sudah
sebau Yoren, masam dan busuk. Sebagian makhluk yang kini
mendiami pakaiannya datang jauh-jauh dari Bokong Kutu
bersamanya; sepertinya jahat jika menenggelamkan mereka.
Tarber, Pai Panas, dan si Banteng bergabung dalam barisan
lelaki yang mengantre untuk mandi. Yang lain duduk-duduk
di depan rumah mandi. Sisanya berdesakan memasuki ruang
bersama. Yoren bahkan menyuruh Lommy mengantarkan
mok-mok bir untuk ketiga tahanan yang ditinggalkan dalam
keadaan terikat di bagian belakang pedati.
Orang-orang yang sudah dan belum mandi samasama menyantap pai babi panas dan apel panggang. Pemilik
penginapan menggratiskan segelas bir untuk mereka semua.
"Seorang saudaraku bergabung dengan Garda Malam,
bertahun-tahun lalu. Pemuda yang berbakti dan cerdas, tapi
suatu hari dia tepergok mencuri merica dari meja m"lord. Dia
menyukai rasanya, itu saja. Hanya sejumput merica, tapi Ser
Malcolm orangnya keras. Kalian punya merica di Tembok
Besar?" Ketika Yoren menggeleng, lelaki itu mendesah. "Sayang
sekali. Lync sangat suka mericanya."
Arya menyesap isi moknya dengan waspada, di antara
suapan pai yang masih hangat dari oven. Ayahnya kadangkadang mengizinkan mereka minum segelas bir, dia ingat.
Sansa selalu mengernyit saat mencicipinya dan mengatakan
bahwa anggur jauh lebih enak, tapi Arya sejak dulu cukup
71 menyukai bir. Dia jadi sedih memikirkan Sansa dan ayahnya.
Penginapan penuh orang yang menuju selatan, dan
ruang bersama meledak dalam cemoohan ketika Yoren berkata
mereka akan pergi ke arah sebaliknya. "Kau pasti akan segera
kembali," si pemilik penginapan bersumpah. "Tidak ada
gunanya pergi ke utara. Setengah ladang hangus terbakar, dan
orang-orang yang tersisa terkurung dalam kubu pertahanan
mereka. Satu gerombolan berkuda pergi saat fajar dan satu lagi
muncul saat petang."
"Tak ada artinya bagi kami," tegas Yoren keras kepala.
"Tully atau Lannister, tak ada bedanya. Garda tidak ikut
campur." Lord Tully itu kakekku, batin Arya. Itu penting baginya,
tapi dia menggigit bibir dan tetap diam, mendengarkan.
"Bukan hanya Lannister dan Tully," pemilik penginapan
berkata. "Ada orang-orang liar dari Pegunungan Bulan, coba
saja beritahu mereka kau tidak ikut campur. Dan pasukan Stark
juga ambil bagian, lord muda itu ikut terjun, putra mendiang
Tangan Kanan Raja?" Arya duduk tegak, membuka telinga lebar-lebar. Apakah
maksudnya Robb" "Kudengar dia maju perang dengan menunggangi
serigala," timpal lelaki berambut kuning dengan mok bir di
tangan. "Omongan tolol." Yoren meludah.
"Orang yang cerita padaku melihatnya sendiri. Serigala
sebesar kuda, dia bersumpah."
"Bersumpah tidak menjadikannya benar, Hod," tukas
pemilik penginapan. "Kau terus-terusan bersumpah akan
membayar utangmu, tapi aku belum melihat sekeping tembaga
pun." Ruang bersama meledak dengan tawa, dan wajah si lelaki
72 berambut kuning merah padam.
"Ini tahun yang buruk untuk serigala," ujar lelaki pucat
dengan jubah hijau yang kotor karena perjalanan. "Di daerah
sekitar Mata Para Dewa, kawanan serigala semakin berani
daripada yang bisa diingat siapa pun. Biri-biri, sapi, anjing, tak
ada bedanya, mereka membunuh tanpa pandang bulu, dan
mereka tidak takut pada manusia. Taruhannya nyawa kalau
pergi ke hutan itu malam-malam."
"Ah, lebih banyak dongeng, dan tidak lebih benar
daripada yang lain."
"Aku juga mendengar cerita serupa dari sepupuku, dan
dia bukan pembohong," seorang perempuan tua menyahut.
"Dia bilang ada kawanan besar, ratusan jumlahnya, pembunuh
manusia. Serigala pemimpinnya betina, binatang buas dari
neraka ketujuh." Serigala betina.?Arya menandaskan birnya, bertanyatanya. Apakah Mata Para Dewa di dekat Trident" Andai saja
dia punya peta. Dia meninggalkan Nymeria di dekat Trident.
Dia tidak ingin melakukannya, tapi kata Jory mereka tak punya
pilihan, jika Nymeria kembali bersama mereka pasti akan
dibunuh karena telah menggigit Joffrey, walaupun anak itu
pantas mendapatkannya. Mereka harus mengusir, meneriaki,
dan melemparinya dengan batu, tapi setelah beberapa batu
Arya mengenai sasaran barulah direwolf itu akhirnya berhenti
mengikuti mereka. Dia mungkin tidak mengenaliku lagi sekarang,
pikir Arya.?Atau kalau masih mengenali, dia pasti membenciku.
Lelaki berjubah hijau berkata, "Aku mendengar
bagaimana binatang neraka itu berjalan memasuki desa suatu
hari" hari pasar, orang di mana-mana, dan dia berjalan dengan
sangat santai lalu merenggut seorang bayi dari gendongan
ibunya. Ketika kabar itu sampai di telinga Lord Mooton, dia
73 dan putra-putranya bersumpah akan menghabisi binatang itu.
Mereka melacak binatang itu ke sarangnya bersama sekawanan
anjing pemburu serigala, dan nyaris tidak berhasil lolos hiduphidup. Tak satu pun anjing itu yang kembali, tak satu pun."
"Itu cuma cerita," sembur Arya sebelum sempat
menahan diri. "Serigala tidak makan bayi."
"Dan dari mana kau tahu soal itu, Nak?" tanya lelaki
berjubah hijau. Sebelum Arya bisa memikirkan jawaban, Yoren
mencengkeram lengannya. "Anak ini mabuk bir, pasti gara-gara
itu." "Aku tidak mabuk. Serigala tidak makan bayi..."
"Keluar, Buyung" dan pastikan kau tetap di luar sampai
sudah belajar menutup mulut saat orang dewasa bicara."
Yoren mendorong Arya dengan kasar ke arah pintu samping
yang mengarah ke istal. "Pergi sekarang. Periksa apakah bocah
pengurus istal sudah memberi minum kuda-kuda kita."
Arya beranjak keluar, tegang karena murka. "Mereka
tidak makan bayi," gerutunya sambil menendang batu selagi
berjalan pergi. Batu itu berguling dan berhenti di bawah pedati.
"Anak lelaki," suara ramah memanggil. "Anak lelaki
yang cantik." Salah satu laki-laki dalam kurungan berbicara kepadanya.
Dengan waspada, Arya menghampiri pedati, satu tangan
menangkup gagang Needle. Si tawanan mengangkat mok yang kosong, rantainya
berderak-derak. "Tambah bir lagi sepertinya enak juga. Orang
bisa sangat haus digayuti gelang seberat ini." Lelaki itu yang
paling muda di antara mereka bertiga, ramping, berwajah
tampan, selalu tersenyum. Rambutnya merah di satu sisi dan
putih di sisi satunya, seluruhnya lepek dan kotor dari kurungan
74 dan perjalanan jauh. "Kalau bisa mandi juga enak," dia berkata
saat melihat Arya menatapnya. "Tak ada salahnya anak lelaki
punya teman." "Aku punya teman-teman," sahut Arya.
"Tak ada yang bisa kulihat," balas lelaki tanpa hidung.
Dia pendek dan gemuk, dengan tangan yang besar. Bulu
hitam menutupi lengan, kaki, dada, bahkan punggungnya. Dia
mengingatkan Arya pada gambar yang pernah dilihatnya dalam


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buku, gambar kera dari Kepulauan Musim Panas. Lubang di
wajahnya membuat Arya sulit menatap lelaki itu lama-lama.
Lelaki yang botak membuka mulut dan mendesis
seperti kadal putih raksasa. Ketika Arya melompat mundur
karena kaget, lelaki itu membuka mulut lebar-lebar dan
menggoyangkan lidah padanya, tetapi lebih tepat disebut
puntung daripada lidah. "Hentikan," tukas Arya.
"Orang tak bisa memilih teman-temannya di kurungan,"
ujar lelaki tampan berambut merah-putih. Sesuatu dalam
cara bicaranya mengingatkan Arya pada Syrio; sama namun
berbeda. "Mereka ini tak punya sopan santun. Aku harus
meminta maaf. Namamu Arry, bukan begitu?"
"Kepala Bengkak," lelaki tanpa hidung menimpali. "Si
Kurus Kepala Bengkak Wajah Bengkak. Hati-hati, Lorath,
nanti dia memukulmu dengan tongkatnya."
"Orang sesungguhnya merasa malu dengan teman-teman
yang dia miliki, Arry," si lelaki tampan berkata. "Orang ini
mendapat kehormatan sebagai Jaqen H"ghar, dulu penduduk
Kota Merdeka Lorath. Seandainya dia berada di rumah. Temanteman payahnya dalam kurungan ini bernama Rorge?"dia
melambaikan mok ke arah lelaki tanpa hidung?"dan Biter."
Biter kembali mendesis pada Arya, memperlihatkan deretan gigi
menguning yang diasah hingga runcing. "Orang harus punya
75 nama, bukankah begitu" Biter tak bisa bicara dan Biter tak bisa
menulis, tapi giginya sangat tajam, jadi orang memanggilnya
Biter dan dia tersenyum. Apa kau terhibur?"
Arya menjauh dari pedati. "Tidak."?Mereka tak bisa
menyakitiku, dia membatin, mereka semua dirantai.
Si lelaki tampan menjungkirkan moknya. "Orang bisa
menangis." Rorge, yang tak berhidung, melemparkan gelas
minumnya kepada Arya sambil mengumpat. Belenggu membuat
gerakannya kikuk, tapi dia pasti berhasil menghantam kepala
Arya dengan mok timah yang berat itu andai Arya tidak
melompat ke samping. "Ambilkan bir untuk kami, Jerawat.
Sekarang!" "Tutup mulutmu!" Arya berusaha memikirkan apa yang
mungkin dilakukan Syrio. Dia menghunus pedang latihannya
yang terbuat dari kayu. "Mendekatlah," kata Rorge, "biar kujejalkan tongkat itu
ke dalam bokongmu sampai kau berdarah."
Rasa takut mengiris lebih dalam ketimbang pedang.?Arya
memaksa dirinya mendekati pedati. Setiap langkah lebih
berat dibandingkan langkah sebelumnya.?Seganas wolverine,
setenang air dalam.?Kata-kata itu bernyanyi dalam kepalanya.
Syrio pasti tidak akan takut. Arya sudah nyaris cukup dekat
untuk menyentuh roda ketika Biter melompat berdiri dan
menyambar gadis itu, rantainya berdentang dan berderak.
Belenggu membuat kedua tangannya tertahan, lima belas senti
dari wajah Arya. Dia mendesis.
Arya memukulnya. Keras-keras, tepat di antara kedua
mata yang kecil. Biter menjerit dan terhuyung mundur, lalu melontarkan
seluruh berat tubuhnya melawan ikatan rantai. Mata-mata
76 rantai meliuk, berputar, dan menegang, dan Arya bisa
mendengar keriut kayu kering tua sewaktu cincin-cincin besi
besar tertarik dari lantai papan pedati. Tangan pucat yang
besar menggapainya sementara urat-urat nadi bertonjolan
di sepanjang lengan Biter, namun ikatannya bertahan, dan
akhirnya lelaki itu ambruk ke belakang. Darah menetes dari
luka-luka basah di pipinya.
"Anak lelaki punya keberanian yang lebih besar
ketimbang akal sehatnya," lelaki yang menyebut dirinya Jaqen
H"ghar berkomentar. Arya beringsut mundur menjauhi pedati. Ketika
merasakan sentuhan tangan di bahunya, dia berbalik sambil
menghunus pedang kayu lagi, tapi ternyata hanya si Banteng.
"Kau sedang apa?"
Si Banteng mengangkat tangan dengan defensif. "Yoren
bilang kita semua tidak boleh mendekati tiga orang itu."
"Aku tidak takut pada mereka," tukas Arya.
"Berarti kau bodoh. Aku takut pada mereka." Tangan
si Banteng bergerak menyentuh gagang pedangnya, dan Rorge
tertawa. "Kita tinggalkan saja mereka."
Arya menggesek tanah dengan kakinya, tapi dia
membiarkan si Banteng menuntunnya ke depan penginapan.
Tawa Rorge dan desisan Biter mengikuti mereka. "Mau
berkelahi?" tanyanya kepada si Banteng. Arya ingin menghajar
sesuatu. Si Banteng mengerjap padanya, terkejut. Helai-helai
rambut hitam tebal, masih basah dari rumah mandi, terurai
menutupi mata biru gelapnya. "Aku bakal menyakitimu."
"Tidak bakal." "Kau tak tahu betapa kuatnya aku."
"Kau tak tahu betapa cepatnya aku."
77 "Kau yang minta, Arry." Si Banteng menghunus pedang
panjang Praed. "Ini baja murah, tapi pedang sungguhan."
Arya mengeluarkan Needle dari sarung. "Ini baja yang
bagus, jadi lebih nyata daripada pedangmu."
Si Banteng menggeleng. "Kau janji tak akan menangis
kalau terluka?" "Aku janji kalau kau janji juga." Arya berdiri miring,
mengambil posisi penari air, tapi si Banteng bergeming. Dia
menatap sesuatu di belakang Arya. "Ada apa?"
"Jubah emas." Wajahnya mengeras.
Tidak mungkin, pikir Arya, tapi ketika dia menoleh ke
belakang, mereka tengah berderap menyusuri jalan raja, enam
anggota Garda Kota berpakaian tunik rantai hitam dan jubah
emas. Satu orang merupakan perwira; dia mengenakan pelat
dada email hitam berhias empat lempengan emas. Mereka
berhenti di depan penginapan.?Lihat dengan matamu, suara
Syrio seakan berbisik. Mata Arya melihat busa putih di
bawah pelana; kuda-kuda itu sudah melaju kencang dan jauh.
Setenang air dalam, dia menggamit lengan si Banteng dan
menariknya ke belakang semak tinggi berbunga.
"Ada apa?" tanya pemuda itu. "Apa yang kaulakukan"
Lepaskan aku." "Sehening bayangan," bisik Arya, menarik pemuda itu ke
bawah. Sebagian rombongan Yoren sedang duduk di depan
rumah mandi, menunggu giliran. "Kalian semua," salah
seorang jubah emas berseru. "Kalian yang akan bergabung
dengan Garda Malam?"
"Barangkali," terdengar jawaban waspada.
"Kami lebih suka bergabung dengan kalian," Reysen tua
menjawab. "Kami dengar di Tembok Besar dingin."
78 Sang perwira jubah emas turun dari kuda. "Aku
membawa surat perintah untuk seorang bocah?"
Yoren melangkah keluar dari penginapan, mengusap
janggut hitam yang kusut. "Siapa yang menginginkan bocah
ini?" Para jubah emas lainnya turun lalu berdiri di samping
kuda mereka. "Kenapa kita sembunyi?" bisik si Banteng.
"Akulah yang mereka cari," Arya balas berbisik. Telinga
si Banteng berbau sabun. "Kau jangan bersuara."
"Sang ratu yang menginginkan dia, pak tua, bukan
berarti itu urusanmu," sahut sang perwira sambil menarik
sehelai pita dari sabuk. "Ini, segel dan surat perintah Yang
Mulia." Di belakang semak, si Banteng menggeleng-geleng ragu.
"Untuk apa sang ratu menginginkanmu, Arry?"
Arya meninju bahu pemuda itu. "Jangan bersuara!"
Yoren mengusap pita yang dihiasi gumpalan lilin emas.
"Cantik." Dia meludah. "Masalahnya, bocah itu anggota
Garda Malam sekarang. Perbuatannya di kota tak ada artinya
lagi sekarang." "Ratu tidak tertarik pada pendapatmu, pak tua, begitu
pula aku," si perwira berkata. "Aku akan membawa bocah itu."
Arya berpikir untuk lari, tapi dia tahu mustahil
untuk lolos dengan keledainya sementara para jubah emas
menunggang kuda. Dan dia sudah lelah berlari. Dia lari
waktu Ser Meryn datang mencarinya, dan lari lagi saat mereka
membunuh ayahnya. Jika Arya penari air sungguhan, dia
seharusnya keluar menghunus Needle lalu membunuh mereka
semua, dan tidak pernah lagi berlari dari siapa pun.
"Kalian tak akan membawa siapa-siapa," sergah Yoren
keras kepala. "Ada hukum untuk hal-hal semacam itu."
79 Si jubah emas mengeluarkan pedang pendek. "Ini
hukummu." Yoren menatap senjata itu. "Itu bukan hukum, hanya
pedang. Kebetulan aku juga punya."
Si perwira tersenyum. "Orang tua bodoh. Aku membawa
lima prajurit." Yoren meludah. "Kebetulan aku membawa tiga puluh
orang." Pasukan jubah emas tertawa. "Gerombolan ini?" kata
lelaki kasar bertubuh besar dengan hidung patah. "Siapa
duluan?" serunya sambil menunjukkan pedang.
Tarber mencabut garu dari tumpukan jerami. "Aku."
"Bukan, aku," seru Cutjack, si tukang batu gemuk,
menarik palu dari celemek kulit yang selalu dikenakannya.
"Aku." Kurz berdiri dari tanah dengan pisau penjangat
di tangan. "Aku dan dia." Koss meregangkan busur panjangnya.
"Kami semua," Reysen menimpali seraya menyambar
tongkat jalan tinggi dari kayu keras yang dibawanya.
Dobber melangkah ke luar dengan tubuh telanjang dari
rumah mandi sambil membawa buntelan pakaian, melihat apa
yang terjadi, lalu menjatuhkan semuanya kecuali belati. "Ini
perkelahian?" tanyanya.
"Kurasa begitu," sahut Pai Panas, merangkak di tanah
mencari batu besar untuk dilemparkan. Arya tak dapat
memercayai penglihatannya. Dia membenci Pai Panas! Untuk
apa pemuda itu mempertaruhkan nyawa demi dirinya"
Prajurit berhidung patah masih menganggap semua
ini lucu. "Kalian gadis-gadis singkirkan batu dan tongkat itu
sebelum bokong kalian dipukul. Kalian semua tak tahu mana
ujung pedang yang harus dipegang."
80 "Aku tahu!"?Arya takkan membiarkan mereka mati
untuknya seperti Syrio. Tidak akan! Dia merangsek keluar dari
balik semak dengan Needle di tangan, lalu mengambil kudakuda penari air.
Hidung Patah terbahak-bahak. Si perwira mengamatinya
dari atas ke bawah. "Singkirkan pedang itu, gadis kecil, tak ada
yang ingin menyakitimu."
"Aku bukan gadis!" teriaknya marah. Bagaimana mereka
ini" Jelas-jelas mereka berkuda jauh-jauh untuk mencarinya.
Sekarang dia di sini dan mereka hanya tersenyum kepadanya.
"Akulah yang kalian cari."
"Dia yang kami cari." Si perwira menudingkan pedang
pendeknya ke arah si Banteng, yang sudah maju untuk berdiri
di samping Arya, menggenggam pedang murah Praed.
Tapi salah besar jika sampai mengalihkan pandang dari
Yoren, bahkan untuk sekejap. Seketika itu juga, pedang si
saudara hitam menekan jakun di leher si perwira. "Kau takkan
membawa seorang pun dari mereka, kecuali kau ingin aku
memastikan apakah buah jakunmu sudah matang. Aku masih
punya sepuluh, lima belas saudara lagi dalam penginapan
itu kalau kau masih butuh diyakinkan. Jika jadi kau, akan
kulepaskan pedangku, menaruh bokongku di punggung
kuda kecil gemuk itu, dan cepat-cepat kembali ke kota." Dia
meludah, dan menusuk lebih keras dengan ujung pedangnya.
"Sekarang." Jari-jari si perwira membuka. Pedangnya jatuh ke tanah.
"Kami akan menyimpannya," ujar Yoren. "Baja yang
bagus selalu dibutuhkan di Tembok Besar."
"Seperti katamu tadi. Untuk sekarang. Prajurit." Pasukan
jubah emas menyarungkan pedang dan naik ke punggung
kuda. "Sebaiknya kau segera pergi ke Tembok Besar-mu, pak
81 tua. Kali berikutnya aku menyusulmu, akan kupastikan untuk
membawa kepalamu bersama kepala bocah haram itu."
"Orang yang lebih hebat darimu sudah pernah
mencobanya." Yoren menampar bokong kuda si perwira
dengan sisi pedangnya, membuat lelaki itu terhuyung-huyung
pergi menyusuri jalan raja. Anak buahnya mengikuti.
Ketika mereka sudah hilang dari pandangan, Pai Panas
mulai bersorak, tapi Yoren terlihat lebih marah dibandingkan
sebelumnya. "Tolol! Kalian pikir dia sudah selesai dengan kita"
Lain kali dia tidak bakal berbasa-basi dan menyerahkan pita
sialan itu. Suruh yang lain keluar dari rumah mandi, kita harus
bergerak. Jika berjalan sepanjang malam, mungkin kita bisa
mendahului mereka sedikit." Dia memungut pedang pendek
yang dijatuhkan si perwira. "Siapa yang mau ini?"
"Aku." Pai Panas berteriak.
"Jangan gunakan untuk melawan Arry." Dia
menyerahkan pedang pada pemuda itu, gagangnya lebih dulu,
lalu berjalan ke arah Arya, tapi si Banteng-lah yang diajaknya
bicara. "Ratu sangat menginginkanmu, Nak."
Arya kebingungan. "Kenapa dia menginginkan si
Banteng?" Pemuda itu memelototinya. "Kenapa dia menginginkanmu" Kau tak lebih dari tikus got kecil!"
"Yah, kau tak lebih dari anak haram!" Atau barangkali
dia hanya berpura-pura sebagai anak haram. "Siapa nama
aslimu?" "Gendry," jawabnya, seakan-akan dia tidak yakin.
"Entah kenapa ada yang menginginkan kalian berdua,"
tukas Yoren, "tapi tetap saja mereka tak boleh mengambil
kalian. Kalian naik dua kuda cepat itu. Begitu melihat ada
jubah emas, segeralah pergi ke Tembok Besar seperti dikejar-
82

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kejar naga. Kami semua tak ada harganya bagi mereka."
"Kecuali kau," Arya mengingatkan. "Kata lelaki itu dia
akan membawa kepalamu juga."
"Yah, soal itu," Yoren berkata, "kalau dia bisa
mencopotnya dari bahuku, silakan saja dia bawa."
j 83 JON "S am?" panggil Jon lirih.
Udara berbau kertas, debu, dan tahun demi tahun.
Di hadapannya, rak-rak kayu tinggi menjulang ke dalam
keremangan, penuh sesak dengan buku berjilid kulit dan peti
berisi perkamen kuno. Cahaya kuning pudar menyelusup di
sela-sela tumpukan dari lampu yang tersembunyi. Jon meniup
lilin yang dibawanya, mencegah risiko kebakaran di tengah
begitu banyak kertas kering tua. Dia memilih mengikuti
cahaya, menyusuri lorong-lorong sempit di bawah langit-langit
melengkung. Berpakaian hitam-hitam, dia bagaikan bayangan
di antara bayang-bayang dengan rambut gelap, wajah muram,
dan mata kelabu. Sarung tangan bulu binatang membalut
tangannya; yang kanan karena terbakar, yang kiri karena
rasanya konyol hanya memakai satu sarung tangan.
Samwell Tarly duduk membungkuk di atas meja dalam
ceruk yang dipahat pada batu tembok. Cahaya itu berasal dari
lampu yang tergantung di atas kepalanya. Dia menengadah
mendengar langkah kaki Jon.
"Kau di sini semalaman?"
"Masa?" Sam tampak kaget.
"Kau tidak sarapan dengan kami, dan tempat tidurmu
tidak ditiduri." Menurut Rast mungkin Sam melarikan diri,
84 tapi Jon tak percaya. Desersi membutuhkan keberanian
tersendiri, dan Sam tak punya cukup banyak keberanian.
"Apa sudah pagi" Di bawah sini tidak bisa ketahuan."
"Sam, dasar konyol," cetus Jon. "Kau akan merindukan
tempat tidur itu saat kita harus tidur di tanah keras yang
dingin, percayalah."
Sam menguap. "Maester Aemon menyuruhku mencari
peta-peta untuk Komandan. Aku tak pernah mengira" Jon,
buku-bukunya, kau pernah melihat yang seperti ini" Ada ribuan!"
Dia melihat ke sekeliling. "Perpustakaan di Winterfell
menyimpan lebih dari seratus buku. Kau menemukan petapetanya?"
"Oh, ya." Tangan Sam melambai di atas meja, jari-jari
segemuk sosis menunjuk buku-buku dan perkamen-perkamen
yang berserakan di depannya. "Sedikitnya selusin." Dia
membuka gulungan selembar perkamen. "Catnya sudah pudar,
tapi bisa terlihat di mana si pembuat peta menandai lokasi
desa-desa wildling, dan ada satu buku lain" di mana bukunya"
Aku membacanya beberapa saat lalu." Sam menyingkirkan
beberapa perkamen untuk memperlihatkan buku berdebu
dengan jilid kulit yang sudah busuk. "Ini," katanya takzim,
"adalah catatan perjalanan dari Menara Bayangan sampai ke
Titik Sunyi di Pantai Beku, ditulis oleh penjelajah bernama
Redwyn. Tak ada tanggalnya, tapi dia menyebut seorang Dorren
Stark sebagai Raja di Utara, jadi ini pasti sebelum Penaklukan.
Jon, mereka melawan raksasa-raksasa! Redwyn bahkan berbarter
dengan anak-anak hutan, semua ada di sini." Dengan teramat
lembut, dia membalik-balik halaman dengan satu jari. "Dia
juga menggambar peta-peta, lihatlah?"?
"Mungkin kau bisa menulis catatan penjelajahan kita,
Sam." Jon bermaksud membesarkan hati, tapi itu hal yang
keliru untuk diucapkan. Hal terakhir yang dibutuhkan Sam
adalah diingatkan tentang perjalanan yang harus mereka
hadapi besok. Dia menggeser-geser perkamen tanpa tujuan.
85 "Masih ada peta-peta lainnya. Andai aku punya waktu untuk
mencari" semuanya berantakan.?Tapi aku bisa merapikannya;
aku pasti bisa, tapi itu butuh waktu" yah, bertahun-tahun,
sebenarnya." "Mormont menginginkan peta-peta itu agak lebih
cepat." Jon memungut satu perkamen dari peti, meniup
lapisan debu yang paling tebal. Satu sudutnya menyerpih lepas
di antara jemari saat dia membuka gulungan itu. "Lihat, yang
ini hancur," katanya, mengerutkan dahi menatap naskah yang
rapuh. "Hati-hati." Sam memutari meja dan mengambil
perkamen dari tangan Jon, memeluknya seakan-akan itu
binatang terluka. "Buku-buku yang penting biasanya disalin
saat dibutuhkan. Beberapa buku tertua mungkin sudah disalin
lima puluh kali." "Yah, tak usah repot-repot menyalin yang itu. Dua puluh
tiga tong acar ikan cod, delapan belas botol minyak ikan, sepeti
garam?"? "Inventaris," ujar Sam, "atau barangkali kuitansi
penjualan." "Siapa peduli berapa banyak acar ikan cod yang mereka
makan enam ratus tahun lalu?" tanya Jon.
"Aku peduli." Sam dengan hati-hati mengembalikan
perkamen itu ke peti tempat Jon memungutnya. "Kita bisa
belajar banyak dari catatan transaksi seperti itu, sungguh.
Catatan tersebut dapat menggambarkan berapa banyak
anggota Garda Malam ketika itu, cara hidup mereka, apa yang
mereka makan?" "Mereka makan makanan," sahut Jon, "dan cara hidup
mereka sama seperti kita."
"Kau bakal terkejut. Ruang bawah tanah ini adalah
harta karun, Jon." "Kalau kau bilang begitu." Jon sangsi. Harta karun
artinya emas, perak, dan permata. Bukan debu, laba-laba, dan
kulit membusuk. 86 "Aku memang bilang begitu," sembur si bocah gemuk.
Dia lebih tua daripada Jon, lelaki dewasa berdasarkan hukum,
tapi sulit menganggapnya lebih dari sekadar bocah. "Aku
menemukan gambar-gambar wajah di pohon, dan buku
tentang bahasa anak-anak hutan" tulisan-tulisan yang bahkan
tak dimiliki Citadel, perkamen-perkamen dari Valyria kuno,
catatan berbagai periode yang ditulis para maester yang sudah
mati ribuan tahun lalu?"?
"Buku-buku itu akan tetap ada di sini saat kita kembali."
"Kalau kita kembali?"?
"Beruang Tua membawa dua ratus prajurit terlatih,
tiga perempatnya penjelajah. Qhorin Jemari Buntung akan
membawa seratus saudara lagi dari Menara Bayangan. Kau
akan seaman di kastel ayahmu di Horn Hill."
Samwell Tarly berhasil memaksakan senyum tipis
yang sedih. "Aku juga tak pernah benar-benar aman di kastel
ayahku." Para dewa memainkan lelucon yang kejam, pikir Jon. Pyp
dan Kodok, yang semuanya begitu ingin menjadi bagian dari
penjelajahan akbar, tetap tinggal di Kastel Hitam. Tapi Samwell
Tarly-lah, si pengecut dan penakut bertubuh sangat gemuk,
dengan kemampuan berkuda yang nyaris sama buruknya
dengan kemampuan berpedang, yang harus menghadapi hutan
angker. Beruang Tua membawa dua sangkar raven, agar mereka
dapat mengirim kabar sepanjang perjalanan. Maester Aemon
buta dan terlalu lemah untuk berkuda bersama mereka, maka
pengurus rumah tangganya harus menggantikan tempatnya.
"Kami membutuhkanmu untuk mengirim raven, Sam. Dan
harus ada yang membantuku menjaga Grenn tetap rendah
hati." Dagu Sam bergetar. "Kau bisa mengurus raven, Grenn
juga bisa, atau siapa pun," katanya dengan setitik nada putus
asa dalam suaranya. "Aku bisa menunjukkan caranya. Kau juga
melek huruf, kau bisa menuliskan pesan-pesan Lord Mormont
sebaik aku." 87 "Aku pengurus rumah tangga Beruang Tua. Aku mesti
mengurus keperluannya, merawat kudanya, mendirikan
tendanya; aku tak punya waktu untuk menjaga burung-burung
juga. Sam, kau sudah mengucapkan sumpah. Kau saudara
Garda Malam sekarang."
"Saudara Garda Malam seharusnya tidak setakut ini."
"Kami semua takut. Bodoh kalau kami tidak takut."
Terlalu banyak penjelajah yang hilang selama dua tahun
terakhir, bahkan Benjen Stark, paman Jon. Mereka sudah
menemukan dua anak buah pamannya di hutan, tewas
terbunuh, tapi kedua mayat itu bangkit saat malam buta.
Jari-jari Jon yang terbakar berkedut saat mengingatnya. Dia
masih melihat hantu itu dalam mimpinya, mendiang Othor
dengan mata biru membara dan tangan hitam dingin, namun
itu hal terakhir yang perlu diutarakan kepada Sam. "Ayahku
bilang, tak perlu malu merasa takut, yang penting cara kita
menghadapinya. Ayo, aku bantu mengumpulkan peta-peta
itu." Sam mengangguk muram. Rak-rak berdiri begitu rapat
sehingga mereka mesti melangkah dalam satu barisan saat
berjalan pergi. Ruang penyimpanan itu tersambung ke salah
satu terowongan yang oleh para saudara disebut jalan cacing,
lorong berkelok-kelok yang menghubungkan menara-menara
Kastel Hitam di bawah tanah. Pada musim panas jalan cacing
jarang digunakan, kecuali oleh tikus dan hama lainnya, tapi
saat musim dingin lain lagi ceritanya. Ketika salju menumpuk
setinggi sepuluh sampai lima belas meter dan angin sedingin
es melolong dari utara, hanya jalinan terowongan itu yang
menyatukan Kastel Hitam. Sebentar lagi, pikir Jon selagi mereka menaiki tangga.
Dia sudah melihat pertanda yang mendatangi Maester Aemon
dengan kabar mengenai akhir musim panas, seekor raven besar
dari Citadel, seputih dan sehening Ghost. Dia pernah melihat
musim dingin satu kali waktu masih kecil, tapi semua orang
sepakat bahwa itu musim dingin yang singkat dan ringan. Kali
88 ini akan berbeda. Jon dapat merasakan itu di tulang-tulangnya.
Tangga yang curam membuat Sam tersengal-sengal
seperti puput pandai besi saat mereka tiba di permukaan.
Mereka disambut angin kencang yang membuat jubah Jon
terpuntir dan terkepak-kepak. Ghost terpentang tidur di
bawah lumbung yang terbuat dari anyaman ranting, tapi dia
terbangun saat Jon muncul, ekor putih lebat berdiri tegak
sewaktu dia berjalan mendatangi mereka.
Sam menyipitkan mata menatap Tembok Besar.
Tembok itu menjulang di atas mereka, tebing es setinggi dua
ratus meter. Kadang-kadang Jon merasa tembok itu bagaikan
makhluk hidup, dengan suasana hatinya sendiri. Warna esnya
biasa berubah seiring pergeseran cahaya. Terkadang warnanya
biru segelap sungai beku, lalu putih kotor seperti salju lama,
dan ketika awan melintas menutupi matahari, tembok itu
menggelap menjadi kelabu pucat seperti batu berbintik.
Tembok Besar membentang ke timur dan barat sejauh mata
memandang, begitu akbar sehingga menara-menara kayu dan
batu di kastel terlihat tak berarti. Ini adalah ujung dunia.
Dan kami akan pergi melewatinya.
Langit pagi dihiasi sulur-sulur awan kelabu tipis, namun
garis merah pucat bergeming di belakangnya. Para saudara
hitam menyebut pengembara langit itu Suluh Mormont,
mengatakan (sambil setengah bercanda) bahwa para dewa
pasti mengirimkannya untuk menerangi jalan lelaki tua itu
menembus hutan angker. "Komet itu begitu terang sampai-sampai bisa terlihat
pada siang hari," kata Sam, menaungi matanya dengan
setumpuk buku. "Lupakan soal komet, peta-peta ini yang diinginkan
Beruang Tua." Ghost melompat-lompat mendahului mereka. Halaman
kastel tampak kosong pagi ini, karena sebagian besar
penjelajah mendatangi bordil di Kota Cecurut, menggali harta
karun terpendam dan minum sampai mabuk. Grenn ikut
89 bersama mereka. Pyp, Halder, dan Kodok menawarkan untuk
membayari perempuan pertamanya, merayakan penjelajahan
pertamanya. Mereka juga ingin Jon dan Sam ikut, tapi Sam
nyaris sama takutnya pada pelacur seperti pada hutan angker,
sementara Jon sama sekali tak berminat. "Lakukan saja
semaumu," katanya kepada Kodok, "aku sudah bersumpah."
Sewaktu mereka melewati kuil, dia mendengar suarasuara melantunkan nyanyian. Sebagian lelaki menginginkan
pelacur kala perang menjelang, sebagian lagi mengingkan para dewa.
Jon bertanya-tanya siapa yang merasa lebih baik sesudahnya.
Kuil itu sama tak menariknya bagi Jon seperti bordil; dewadewanya sendiri mendiami kuil di tempat-tempat liar, tempat
pohon weirwood merentangkan dahan-dahan seputih tulang.
Tujuh Wajah tak punya kekuatan di luar Tembok Besar, pikirnya,
tapi dewa-dewaku akan menunggu.
Di luar ruang senjata, Ser Endrew Tarth sedang bekerja
dengan orang-orang baru yang tak berpengalaman. Mereka
datang tadi malam bersama Conwy, salah satu perekrut yang
menjelajahi Tujuh Kerajaan mengumpulkan orang untuk
bertugas di Tembok Besar. Hasil perburuannya terdiri atas lelaki
tua bertongkat, dua bocah pirang yang sepertinya bersaudara,
pemuda pesolek dengan baju satin yang kotor, lelaki jembel
berkaki pengkor, dan satu orang bodoh yang pasti menganggap
dirinya pejuang. Ser Endrew tengah menunjukkan padanya
kekeliruan anggapan itu. Dia master laga yang lebih lunak
dibandingkan Ser Alliser Thorne, tapi pelajarannya tetap
mengakibatkan memar-memar. Sam mengernyit seiring setiap
pukulan, tapi Jon Snow menyaksikan adu pedang itu dengan
saksama. "Apa pendapatmu tentang mereka, Snow?" Donal Noye
berdiri di pintu gudang senjatanya, bertelanjang dada di balik
celemek kulit, sekali ini puntung lengan kirinya tertutup.
Dengan perut besar dan dada lebar, hidung pesek dan rahang
berjanggut hitam kaku, Noye tidak sedap dipandang, tapi Jon
gembira melihatnya. Si pembuat senjata telah membuktikan
90 diri sebagai teman yang baik.
"Mereka berbau musim panas," ujar Jon selagi Ser
Endrew menerjang lawannya dan membuatnya jatuh terkapar.
"Di mana Conwy menemukan mereka?"
"Penjara bawah tanah seorang lord di dekat Gulltown,"


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawab si pandai besi. "Satu begal, satu tukang cukur, satu
pengemis, dua yatim piatu, dan satu bocah pelacur. Dengan
orang-orang seperti itulah kita melindungi negeri ini."
"Mereka pasti bisa." Jon tersenyum diam-diam kepada
Sam. "Kami bisa."
Noye memanggilnya mendekat. "Kau sudah dengar
kabar tentang saudaramu?"
"Tadi malam." Conwy dan rombongannya membawa
kabar itu ke utara bersama mereka, dan pembicaraan di ruang
bersama hampir seluruhnya tentang hal tersebut. Jon masih
belum yakin bagaimana perasaannya mengenai hal itu. Robb
menjadi raja" Saudara yang menjadi temannya bermain,
berkelahi, dan berbagi cawan anggur pertama"?Tapi tidak berbagi
susu ibu, tidak. Jadi sekarang Robb akan menyesap anggur musim
panas dari piala bertatahkan permata, sementara aku berlutut
di samping sungai menyedot lelehan salju dari tangkupan tangan.
"Robb akan menjadi raja yang hebat," kata Jon setia.
"Benarkah begitu?" Si pandai besi mengamatinya
terang-terangan. "Kuharap begitu, Nak, tapi dulu aku pernah
mengatakan hal yang sama tentang Robert."
"Mereka bilang kau menempa godamnya," Jon teringat.
"Aye. Aku pengikutnya, pengikut Baratheon, pandai besi
dan pembuat senjata di Storm"s End sampai aku kehilangan
lengan. Aku cukup tua untuk mengingat Lord Steffon sebelum
laut menelannya, dan aku kenal ketiga putranya itu sejak
mereka mendapatkan nama. Kuberitahu padamu"Robert tak
pernah sama lagi sejak mengenakan mahkota. Sebagian lelaki
itu seperti pedang, dibuat untuk bertarung. Jika digantung saja
bakal berkarat." 91 "Dan adik-adiknya?" tanya Jon.
Si pembuat senjata memikirkannya sejenak. "Robert
adalah baja sejati. Stannis besi murni. Hitam, keras, dan kuat,
ya, tapi getas, layaknya besi. Dia bakal patah sebelum bengkok.
Dan Renly, yang satu itu tembaga. Cemerlang dan berkilau,
sedap dipandang tapi pada akhirnya tak bernilai tinggi."
Dan logam apakah Robb"?Jon tidak bertanya. Noye adalah
pengikut Baratheon; kemungkinan besar dia menganggap
Joffrey raja yang sah dan Robb pengkhianat. Di antara
persaudaraan Garda Malam, ada kesepakatan yang tak
terucapkan untuk tidak menyelidik terlalu jauh mengenai
masalah semacam itu. Para lelaki datang ke Tembok Besar dari
seluruh penjuru Tujuh Kerajaan, dan cinta serta kesetiaan lama
tak mudah terlupakan, tak peduli sebanyak apa sumpah yang
diucapkan" dan Jon sendiri punya alasan yang kuat untuk
memahami hal itu. Bahkan Sam"Klan ayahnya bersumpah setia
pada Highgarden, yang penguasanya, Lord Tyrell, mendukung
Raja Renly. Lebih baik tidak membicarakan hal-hal semacam
itu. Garda Malam tidak memihak. "Lord Mormont menunggu
kami," ujar Jon. "Aku takkan menahanmu dari Beruang Tua." Noye
menepuk pundak Jon dan tersenyum. "Semoga para dewa
menyertaimu besok, Snow. Bawa pulang pamanmu itu, kau
dengar?" "Pasti," Jon berjanji kepadanya.
Komandan Mormont menempati Menara Raja setelah
api menghanguskan menaranya sendiri. Jon meninggalkan
Ghost bersama para penjaga di luar pintu. "Tangga lagi," kata
Sam sengsara saat mereka mulai mendaki. "Aku benci tangga."
"Yah, itu satu hal yang takkan kita temui di hutan."
Ketika mereka memasuki ruangan di puncak menara, si
raven langsung melihat mereka. "Snow!"?burung itu memekik.
Mormont menghentikan percakapannya. "Lama juga kau
mencari peta-peta itu." Dia menyingkirkan bekas sarapan
92 untuk memberi ruang di meja. "Taruh di sini. Nanti akan
kulihat." Thoren Smallwood, penjelajah berotot dengan dagu
lembek dan mulut lebih lembek yang tersembunyi di balik
janggut tipis kusut, menatap Jon dan Sam dengan dingin. Dia
salah satu kaki tangan Alliser Thorne, dan tidak menyukai
mereka berdua. "Tempat sang Komandan adalah di Kastel
Hitam, memimpin dan memerintah," katanya kepada
Mormont, mengabaikan kedua pendatang baru, "menurutku
begitu." Si raven mengepakkan sayap-sayap hitam besarnya. "Aku,
aku, aku." "Kalau kau Komandan-nya, silakan lakukan apa yang
kau suka," ujar Mormont pada si penjelajah, "tapi aku yakin
aku belum mati, dan para saudara juga tidak mendudukkanmu
di tempatku." "Aku Penjelajah Pertama sekarang, setelah Ben Stark
hilang dan Ser Jaremy terbunuh," kata Smallwood keras kepala.
"Seharusnya aku yang memberi perintah."
Mormont tidak menggubrisnya. "Aku mengirim
Ben Stark, dan Ser Waymar sebelum dia. Aku tidak ingin
mengirimmu mencari mereka lalu duduk di sini sambil
bertanya-tanya berapa lama aku mesti menunggu sebelum
terpaksa merelakanmu juga." Dia menunjuk. "Dan Stark tetap
Penjelajah Pertama sampai kita sudah tahu pasti bahwa dia
mati. Bila saat itu tiba, akulah yang memilih penggantinya,
bukan kau. Sekarang jangan membuang waktuku lagi. Kita
berangkat saat fajar, atau kau sudah lupa?"
Smallwood bangkit berdiri. "Jika itu yang diperintahkan
tuanku." Dalam perjalanan keluar, dia membersut pada Jon,
seakan-akan entah bagaimana semua ini salahnya.
"Penjelajah Pertama!" Mata Beruang Tua tertuju pada
Sam. "Aku lebih baik memilihmu sebagai Penjelajah Pertama.
Lancang sekali dia mengatakan di depan mukaku kalau aku
terlalu tua untuk berkuda dengannya. Apa aku terlihat tua
93 bagimu, Nak?" Rambut yang telah menyingkir dari kulit kepala
Mormont yang bebercak menyatu kembali di bawah dagu
Pendekar Latah 31 Pendekar Rajawali Sakti 121 Rahasia Patung Kencana Hantu Pegunungan Batu 3
^