Pencarian

Peperangan Raja Raja 4

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin Bagian 4


tong-tong air yang mereka berikan padaku untuk Siluman.?Pinus
hijau. Airnya bakal tercemar dalam pelayaran yang panjang."
"Aku dapat yang sama untuk Lady Marya," sahut Allard.
"Anak buah sang ratu mengambil semua kayu yang bagus."
"Aku akan bicara pada Raja soal itu," Davos berjanji.
Lebih baik Stannis mendengar darinya ketimbang dari Allard.
Putra-putranya petarung yang andal dan pelaut yang lebih
andal lagi, tapi mereka tidak tahu cara berbicara kepada
seorang lord.? Mereka rakyat jelata, sama seperti aku dulu, tapi
mereka tidak suka mengingatnya. Saat menatap panji kami, mereka
hanya melihat kapal hitam tinggi yang terbang menunggangi angin.
Mereka menutup mata pada gambar bawang bombai.
Davos belum pernah melihat pelabuhan sepadat ini.
Setiap dermaga dipenuhi pelaut yang memuat persediaan, dan
setiap penginapan disesaki pelaut yang bermain dadu, minumminum, atau mencari pelacur" pencarian yang sia-sia, sebab
Stannis melarang pelacuran di pulau ini. Kapal-kapal berjajar
di pantai; kapal perang dan kapal nelayan, kapal niaga yang
kukuh dan kapal berdasar lebar. Tempat berlabuh terbaik
sudah diambil oleh kapal-kapal yang paling besar: Kapal utama
Amarah milik Stannis berayun-ayun di antara Lord Steffon
dan Rusa Laut, Kejayaan Driftmark milik Lord Velaryon yang
berlambung perak serta tiga saudarinya, Cakar Merah milik
Lord Celtigar yang penuh ukiran, Ikan Todak yang berat dan
lamban dengan haluan besi panjang. Lebih jauh dari pantai
154 berlabuh kapal besar Valyrian milik Salladhor Saan di antara
selusin kapal Lys yang lebih kecil, dengan lambung bergarisgaris.
Sebuah penginapan kecil yang kusam berdiri di ujung
dermaga batu tempat Betha Hitam, Siluman, dan Lady Marya
berbagi tempat berlabuh dengan setengah lusin kapal lain yang
memiliki seratus dayung atau kurang. Davos haus. Dia pamit
pada kedua putranya lalu berbelok menuju penginapan. Di
depan penginapan, berjongkok satu patung gargoyle setinggi
pinggang, begitu aus terpapar hujan dan garam sehingga
rupanya tak dapat dikenali lagi. Tapi gargoyle itu dan Davos
adalah teman lama. Dia menepuk kepala si patung sewaktu
berjalan masuk. "Untuk keberuntungan," gumamnya.
Di seberang ruang bersama yang berisik, Salladhor
Saan duduk menyantap buah anggur dalam mangkuk kayu.
Ketika melihat Davos, dia memberi isyarat untuk mendekat.
"Tuan kesatria, duduklah bersamaku. Makan anggur. Jangan
cuma satu. Luar biasa manisnya." Lelaki dari Lys itu pesolek
dan murah senyum, sifat flamboyannya menjadi buah bibir
di kedua sisi laut sempit. Hari ini dia mengenakan pakaian
berwarna perak yang mencolok, dengan lengan wol yang
begitu panjang sampai-sampai ujungnya bertumpuk di lantai.
Kancing-kancing bajunya berbentuk kera dari ukiran giok, dan
di puncak rambut ikalnya yang putih dan tipis bertengger topi
hijau ceria berhias bulu-bulu merak.
Davos berjalan di antara meja-meja ke sebuah kursi.
Sebelum menjadi kesatria, dia sering membeli kargo dari
Salladhor Saan. Orang Lys itu juga penyelundup, selain saudagar,
bankir, bajak laut termashyur, dan menobatkan dirinya sendiri
sebagai Pangeran Laut Sempit.?Ketika seorang bajak laut sudah
cukup kaya, mereka menjadikannya pangeran.?Davos-lah yang pergi
ke Lys untuk merekrut bajingan tua itu agar mendukung Lord
Stannis. "Kau tidak melihat dewa-dewa terbakar, my lord?"
tanyanya. 155 "Para pendeta merah punya kuil besar di Lys. Mereka
selalu membakar ini dan membakar itu, berseru-seru
memanggil R"hllor mereka. Mereka membuatku bosan dengan
api mereka. Sebentar lagi mereka juga akan membuat Raja
Stannis bosan, mudah-mudahan." Dia seolah benar-benar tak
peduli jika ada yang mendengar ucapannya, tetap mengunyah
anggur dan mendorong biji-bijinya ke bibir, lalu menjentiknya
dengan satu jari. "Burung Seribu Warna-ku datang kemarin,
tuan yang baik. Dia bukan kapal perang, bukan, tapi kapal
dagang, dan dia datang dari King"s Landing. Kau yakin tidak
mau anggur" Anak-anak kelaparan di kota, kabarnya." Dia
mengayunkan anggur di depan Davos dan tersenyum.
"Yang aku butuhkan ale, dan kabar."
"Orang-orang Westeros selalu terburu-buru," keluh
Salladhor Saan. "Apa gunanya, kutanya padamu" Dia yang
terburu-buru menjalani hidup akan terburu-buru masuk ke
kuburan." Lelaki itu beserdawa. "Lord Casterly Rock mengirim
putra cebolnya untuk mengurus King"s Landing. Barangkali
dia berharap wajah buruk putranya akan menciutkan nyali
para penyerang" Atau membuat kita tertawa sampai mati
waktu si Setan Kecil meloncat-loncat di tembok benteng, siapa
yang tahu" Si cebol sudah menyingkirkan orang udik yang
memimpin pasukan jubah emas dan menggantikannya dengan
kesatria bertangan besi." Dia mencomot sebutir anggur lalu
meremasnya di antara ibu jari dan telunjuk sampai kulit buah
itu pecah. Sari buah menetes di antara jemarinya.
Seorang gadis pelayan berjalan lewat dengan susah
payah, menepis tangan-tangan yang menggerayanginya. Davos
memesan satu mok ale, kembali menghadap Saan, lalu berkata,
"Sebaik apa pertahanan kota itu?"
Lawan bicaranya itu mengangkat bahu. "Dindingdinding kota tinggi dan kuat, tapi siapa yang akan menjaganya"
Oh, ya, mereka membuat pelontar batu dan pelontar api, tapi
anggota pasukan jubah emas terlalu sedikit dan terlalu hijau.
Mereka juga tak punya pasukan lain. Serangan kilat, seperti
156 elang menyambar kelinci, dan kota megah itu akan menjadi
milik kita. Jika angin berpihak pada kita, rajamu sudah bisa
duduk di Takhta Besi-nya besok malam. Kita bisa mendandani
si cebol dengan baju warna-warni dan menusuk bokongnya
dengan tombak untuk membuatnya menari, dan barangkali
rajamu yang baik akan menghadiahkan Ratu Cersei kepadaku,
untuk menghangatkan ranjangku barang semalam. Aku sudah
terpisah terlalu lama dari istri-istriku, demi melayani rajamu."
"Bajak Laut," ujar Davos. "Kau tak punya istri, hanya
gundik, dan kau sudah dibayar mahal untuk setiap hari dan
setiap kapal." "Baru dijanjikan," tukas Salladhor Saan muram. "Tuan
yang baik, aku mengharapkan emas, bukan kata-kata di kertas."
Dia melempar sebutir anggur ke dalam mulut.
"Kau akan dapat emasmu saat kita merebut
perbendaharaan di King"s Landing. Tak seorang pun di Tujuh
Kerajaan yang lebih terhormat daripada Stannis Baratheon.
Dia pasti menepati janjinya." Namun selagi Davos berbicara,
dia berpikir, Dunia ini benar-benar sudah kacau, jika penyelundup
jelata harus menjamin kehormatan para raja.
"Dia sudah mengatakannya berulang-ulang. Jadi aku
bilang, mari kita lakukan. Bahkan anggur ini tak mungkin
lebih matang daripada kota itu, teman lamaku."
Si gadis pelayan kembali membawa ale. Davos
memberinya sekeping tembaga. "Mungkin kita bisa merebut
King"s Landing, seperti katamu," ujar Davos sambil
mengangkat mok, "tapi berapa lama kita bisa menguasainya"
Tywin Lannister diketahui berada di Harrenhal bersama
pasukan yang besar, dan Lord Renly?"?
"Ah, ya, si adik," cetus Salladhor Saan. "Bagian itu tidak
terlalu bagus, Teman. Raja Renly bertindak sendiri. Bukan, di
sini dia Lord Renly, maafkan aku. Begitu banyak raja, lidahku
capek mengucapkan kata itu. Renly sudah meninggalkan
Highgarden bersama ratu mudanya yang cantik, para lord
yang berbunga-bunga dan para kesatria yang gemerlap, serta
157 pasukan besar yang berjalan kaki. Dia berbaris menyusuri jalan
mawarmu menuju kota megah yang juga sedang kita bicarakan
ini." "Dia membawa pengantinnya?"
Lawan bicaranya mengangkat bahu. "Dia tidak
memberitahu alasannya. Barangkali dia tak suka berpisah
dengan liang hangat di antara paha perempuan itu, bahkan
untuk semalam. Atau barangkali dia begitu yakin akan
kemenangannya." "Raja harus diberitahu."
"Aku sudah melakukannya, tuan yang baik. Walaupun
Yang Mulia merengut begitu galak setiap kali dia melihatku
sehingga aku selalu gemetar saat datang menghadapnya.
Menurutmu dia bakal lebih menyukaiku kalau aku memakai
baju dari bulu hewan dan tak pernah tersenyum" Yah, aku
takkan melakukan itu. Aku orang jujur, dia harus bersedia
menerima pakaian sutraku dan baju mengilap ini. Kalau
tidak, aku akan membawa kapal-kapalku ke tempat yang lebih
mencintaiku. Pedang itu bukan Pembawa Cahaya, Teman."
Perubahan topik yang mendadak membuat Davos
gelisah. "Pedang?"
"Pedang yang dicabut dari api, ya. Orang mengatakan
banyak hal padaku, aku hanya tersenyum sopan. Bagaimana
pedang hangus bisa membantu Stannis?"
"Pedang terbakar," ralat Davos.
"Hangus," tukas Salladhor Saan, "dan bersyukurlah
karenanya, Sobat. Kau tahu kisah penempaan Pembawa
Cahaya" Akan kuceritakan padamu. Ketika itu kegelapan
menyelubungi dunia. Untuk melawannya, sang pahlawan
harus punya pedang pahlawan, oh, seperti yang belum pernah
ada. Maka selama tiga puluh hari dan tiga puluh malam, Azor
Ahai bekerja tanpa tidur di kuil, menempa sebilah pedang
dalam api keramat. Panas dan palu dan lipat, panas dan palu
dan lipat, oh, ya, sampai pedang itu selesai. Tapi ketika dia
mencelupkannya ke dalam air untuk dikeraskan, pedang itu
158 hancur lebur. "Sebagai pahlawan, bukan sifatnya untuk menyerah
begitu saja dalam pencarian anggur menakjubkan seperti ini,
jadi dia mulai lagi. Kali kedua dia butuh lima puluh hari dan
lima puluh malam, dan pedang itu bahkan terlihat lebih bagus
lagi dibandingkan yang pertama. Azor Ahai menangkap seekor
singa, untuk mengeraskan pedang dengan mencelupkannya ke
jantung merah binatang itu, tapi sekali lagi bajanya hancur dan
patah. Saat itu kesengsaraan dan kesedihannya begitu hebat,
sebab dia tahu apa yang mesti dia lakukan.
"Seratus hari dan seratus malam dia bekerja keras
menyelesaikan pedang ketiga, dan ketika pedang itu bersinar
putih membara dalam api keramat, dia memanggil istrinya.
"Nissa Nissa," dia berkata kepada sang istri, sebab itulah
namanya, "perlihatkan dadamu, dan ketahuilah bahwa aku
mencintaimu melebihi apa pun di dunia ini." Sang istri
menuruti permintaan tersebut, entah apa alasannya, dan
Azor Ahai menancapkan pedang berasap ke jantung yang
masih berdegup. Kabarnya jeritan kesakitan dan kebahagiaan
perempuan itu membuat permukaan bulan retak secelah,
namun darah, jiwa, dan kekuatan serta keberaniannya merasuk
ke dalam pedang. Begitulah kisah penempaan Pembawa
Cahaya, Pedang Merah Para Pahlawan.
"Sekarang kau mengerti maksudku" Bersyukurlah
bahwa hanya pedang hangus yang ditarik sang raja dari api.
Terlalu banyak cahaya bisa menyakiti mata, Sobat, dan api itu
membakar." Salladhor Saan menghabiskan anggur terakhir lalu
mendecap-decapkan bibir. "Kapan menurutmu sang raja akan
memerintahkan kita berlayar, tuan yang baik?"
"Segera, kurasa," jawab Davos, "jika dewanya
mengizinkan." "Dewa-nya, temanku yang terhormat" Bukan dewamu"
Di manakah dewa Ser Davos Seaworth, kesatria kapal bawang
bombai?" Davos menyesap ale untuk mengulur waktu.?Penginapan
159 ini penuh, dan kau bukan Salladhor Saan, dia mengingatkan
diri.?Berhati-hatilah menjawab.?"Raja Stannis adalah dewaku. Dia
menciptakanku dan memberkatiku dengan kepercayaannya."
"Akan kuingat." Salladhor Saan berdiri. "Maaf. Anggur
ini membuatku lapar, dan makan malam sudah menunggu
di Valyrian-ku.?Domba cincang dengan merica dan burung
camar panggang isi jamur, adas, dan bawang bombai. Sebentar
lagi kita akan makan bersama di King"s Landing, benar"
Di Benteng Merah kita akan berpesta, sementara si cebol
menyanyikan lagu gembira untuk kita. Bila kau berbicara
dengan Raja Stannis, tolong ingatkan kepadanya bahwa dia
akan berutang tiga puluh ribu naga lagi saat bulan hitam tiba.
Dia seharusnya memberikan dewa-dewa itu padaku. Mereka
terlalu indah untuk dibakar, dan mungkin bisa berharga sangat
tinggi di Pentos atau Myr. Yah, kalau dia menghadiahkan Ratu
Cersei untuk semalam aku bisa memaafkannya." Orang Lys
itu menepuk punggung Davos lalu melenggang pergi dari
penginapan seolah-olah dia pemiliknya.
Ser Davos Seaworth menekuri moknya untuk waktu
lama, berpikir. Setahun lalu, dia bersama Stannis di King"s
Landing ketika Raja Robert mengadakan turnamen perang
untuk hari penamaan Pangeran Joffrey. Dia ingat pendeta
merah Thoros dari Myr, dan pedang berapi yang dia gunakan
dalam perkelahian massal. Lelaki itu merupakan pertunjukan
yang penuh warna, jubah merahnya berkibar sementara
pedangnya terselubung lidah api hijau pucat, tapi semua orang
tahu tidak ada sihir sungguhan di sana. Pada akhirnya api itu
redup dan Bronze Yohn Royce menghantam kepalanya dengan
gada biasa. Pedang api sungguhan, nah, itu baru keajaiban yang
patut dilihat. Namun dengan harga semahal itu" Ketika dia
memikirkan Nissa Nissa, yang terbayang adalah Marya-nya
sendiri, perempuan gemuk yang baik hati dengan payudara
melorot dan senyum ramah, perempuan terbaik di dunia.
Davos berusaha membayangkan diri menancapkan pedang di
160 dada Marya, dan merinding. Aku tidak punya kualitas seorang
pahlawan, dia memutuskan. Jika itu harga yang diminta untuk
sebilah pedang ajaib, dia tidak bersedia membayarnya.
Davos menghabiskan ale, mendorong mok menjauh,
dan meninggalkan penginapan. Dalam perjalanan keluar,
Davos menepuk kepala si gargoyle dan bergumam, "Untuk
keberuntungan." Mereka semua akan membutuhkannya.
Hari sudah gelap ketika Devan datang ke Betha
Hitam, menuntun kuda kecil berwarna seputih salju. "Ayah,"
panggilnya, "Yang Mulia memintamu menghadap di Ruang


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meja Berlukis. Kau diminta menaiki kuda ini dan datang
sekarang juga." Betapa menyenangkan melihat Devan tampak begitu
gagah dalam pakaian squire-nya, tapi perintah tersebut
membuat Davos gelisah. Apakah dia akan menyuruh kami
berlayar" batinnya. Salladhor Saan bukan satu-satunya nakhoda
yang merasa bahwa ini waktu yang tepat untuk menyerang
King"s Landing, tapi seorang penyelundup harus belajar sabar.
Kami tak punya harapan untuk menang. Itu yang kukatakan kepada
Maester Cressen, pada hari aku kembali ke Dragonstone, dan belum
ada yang berubah. Jumlah kami terlalu sedikit, musuh kami terlalu
banyak. Jika nekat mengayuh dayung, kami mati. Meski demikian,
Davos menaiki kuda itu. Ketika Davos tiba di Drum Batu, selusin kesatria
bangsawan dan para pengikut utama baru saja pergi. Lord
Celtigar dan Velaryon sama-sama mengangguk kaku kepadanya
lalu berjalan terus sementara yang lain mengabaikannya
sepenuhnya, tapi Ser Axell Florent berhenti untuk berbicara.
Paman Ratu Selyse itu adalah lelaki bertubuh gempal
dengan lengan gemuk dan kaki bengkok. Dia memiliki telinga
khas seorang Florent, bahkan lebih lebar dibandingkan telinga
keponakannya. Rambut kasar yang mencuat dari telinga
tidak menghalanginya mendengar sebagian besar peristiwa
yang berlangsung di kastel. Selama sepuluh tahun Ser Axell
mengabdi sebagai pengelola kastel Dragonstone, sementara
161 Stannis bertugas di majelis Robert di King"s Landing, tapi
belakangan ini dia muncul sebagai anak buah utama sang ratu.
"Ser Davos, senang melihatmu, seperti biasa," katanya.
"Senang juga melihatmu, my lord."
"Aku juga melihat kehadiranmu tadi pagi. Dewa-dewa
palsu itu menyala dengan cahaya yang meriah, bukan?"
"Menyala sangat terang." Davos tak memercayai
lelaki ini, terlepas dari sikap sopannya. Klan Florent sudah
bersumpah setia untuk Renly.
"Lady Melisandre memberitahu kami, kadang-kadang
R"hllor mengizinkan para pelayan setianya melihat kilasan masa
depan di dalam api. Waktu mengamati api tadi pagi rasanya
aku melihat selusin penari cantik, gadis-gadis berpakaian sutra
kuning berputar dan meliuk di hadapan seorang raja agung.
Menurutku itu penglihatan yang sesungguhnya, Ser. Kilasan
kejayaan yang menanti Yang Mulia setelah kita merebut King"s
Landing sekaligus takhta yang merupakan haknya."
Stannis tidak suka tarian semacam itu, pikir Davos, tapi dia
tak berani menyinggung paman sang ratu. "Aku hanya melihat
api," dia berkata, "tapi asapnya membuat mataku berair.
Aku mohon pamit, Ser, sang raja menunggu." Dia mendesak
lewat, bertanya-tanya mengapa Ser Axell sampai repot-repot
mengajaknya bicara.?Dia anak buah Ratu dan aku anak buah raja.
Stannis duduk di depan Meja Berlukis, sementara
Maester Pylos berdiri di belakangnya, tumpukan kertas
berantakan di depan mereka. "Ser," sang raja berkata ketika
Davos masuk, "coba kaulihat surat ini."
Dengan patuh, dia memilih selembar kertas secara acak.
"Kelihatannya cukup bagus, Yang Mulia, tapi sayang saya tak
bisa membaca kata-katanya." Davos mampu membaca peta
sebaik siapa pun, tapi huruf dan bentuk tulisan lain berada di
luar kekuasaannya. Tapi Devan-ku sudah belajar baca-tulis, begitu
pula Steffon dan Stannis muda.
"Aku lupa." Kerutan jengkel muncul di antara alis sang
raja. "Pylos, bacakan untuknya."
162 "Yang Mulia." Sang maester mengambil salah satu
perkamen dan berdeham.?"Semua orang mengenalku sebagai
putra kandung Steffon Baratheon, Lord Storm"s End, dengan
istrinya Cassana dari Klan Estermont. Aku menyatakan atas dasar
kehormatan Klan-ku bahwa kakakku terkasih Robert, mendiang
raja kita, tidak meninggalkan keturunan yang merupakan darah
dagingnya sendiri. Bocah Joffrey, Tommen, dan Myrcella adalah anakanak jadah yang lahir dari hubungan inses antara Cersei Lannister
dan saudara kembarnya Jaime sang Pembantai Raja. Berdasarkan
hak lahir dan darah, pada hari ini aku menyatakan klaim atas
Takhta Besi di Tujuh Kerajaan Westeros. Hendaknya semua
orang menyatakan kesetiaan mereka. Dibuat dalam Cahaya sang
Penguasa, dengan lambang dan segel Stannis dari Klan Baratheon,
Yang Pertama dari Namanya, Raja bangsa Andal, bangsa Rhoynar,
dan Kaum Pertama, serta Penguasa Tujuh Kerajaan."?Perkamen
itu bekersik pelan saat Pylos meletakkannya.
"Mulai sekarang ganti jadi Ser Jaime sang Pembantai
Raja," kata Stannis sambil mengerutkan dahi. "Apa pun yang
dilakukannya, dia tetap seorang kesatria. Aku juga tak tahu
apakah kita sebaiknya menyebut Robert kakak terkasihku. Dia
hanya mengasihiku secukupnya, begitu pula aku padanya."
"Hanya adab sopan santun, Yang Mulia," ujar Pylos.
"Itu kebohongan. Coret saja." Stannis berpaling kepada
Davos. "Maester memberitahuku kita punya 117 burung raven.
Aku bermaksud menggunakan semuanya. Seratus tujuh belas
raven akan membawa 117 salinan suratku ke setiap sudut
kerajaan, dari Arbor hingga Tembok Besar. Barangkali seratus
raven akan selamat dari badai, elang, dan panah. Jika demikian,
seratus maester akan membacakan suratku kepada seratus
lord dalam seratus ruangan dan kamar... lalu surat-surat itu
kemungkinan akan dibakar, dan bibir-bibir bersumpah untuk
menutup mulut. Para lord hebat ini mengasihi Joffrey, atau
Renly, atau Robb Stark. Aku raja mereka yang sah, tapi mereka
akan menolakku jika bisa. Jadi, aku membutuhkanmu."
"Saya siap menerima perintah, Yang Mulia. Seperti
163 biasa." Stannis mengangguk. "Aku minta kau membawa Betha
Hitam ke utara, mendatangi Gulltown, Fingers, Kepulauan
Tiga Saudari, bahkan White Harbor. Putramu Dale akan pergi
ke selatan dengan Siluman, melewati Cape Wrath dan Lengan
Patah, menyusuri pesisir Dorne sampai sejauh Arbor. Kalian
masing-masing akan membawa sepeti surat, dan mengantarkan
satu surat ke setiap pelabuhan, kubu pertahanan, serta desa
nelayan. Pakukan surat-surat itu ke pintu kuil dan penginapan
agar dibaca semua orang yang bisa membaca."
Davos menyahut, "Pasti tidak banyak."
"Ser Davos benar, Yang Mulia," ujar Maester Pylos.
"Akan lebih baik jika surat itu dibacakan keras-keras."
"Lebih baik, tapi lebih berbahaya," balas Stannis.
"Pengumuman ini tidak akan disambut dengan baik."
"Beri aku beberapa kesatria untuk membacakannya,"
kata Davos. "Itu akan lebih berkesan daripada apa pun yang
bisa kusampaikan." Stannis tampak sangat puas mendengarnya. "Aku bisa
memberimu bantuan semacam itu, ya. Aku punya seratus
kesatria yang lebih pandai membaca daripada bertarung.
Terbukalah di tempat yang memungkinkan dan bertindak
diam-diam di tempat yang berbahaya. Gunakan semua trik
penyelundup yang kauketahui, layar hitam, teluk rahasia, apa
pun yang dibutuhkan. Kalau kau kehabisan surat, tangkap
beberapa septon dan suruh mereka menyalin lebih banyak.
Aku juga bermaksud menggunakan putra keduamu. Dia akan
membawa Lady Marya menyeberangi laut sempit, ke Braavos
dan Kota-kota Merdeka lainnya, mengantarkan surat kepada
orang-orang yang berkuasa di sana. Dunia akan mengetahui
klaimku, dan kebejatan Cersei."
Kau bisa memberitahu mereka, pikir Davos, tapi apakah
mereka akan percaya" Dia menatap Maester Pylos dengan sorot
ragu. Sang raja memergoki tatapan itu. "Maester, sebaiknya
kau mulai menulis. Kita akan butuh banyak sekali surat, dan
164 secepatnya." "Baik, Yang Mulia." Pylos membungkuk, lalu undur
diri. Sang raja menunggu sampai lelaki itu pergi sebelum
berkata, "Apa yang tidak ingin kaukatakan di hadapan maesterku, Davos?"
"Tuanku, Pylos cukup menyenangkan, tapi aku tak
dapat melihat rantai di lehernya tanpa merasa berduka untuk
Maester Cressen." "Apakah salahnya lelaki tua itu mati?" Stannis menatap
api. "Aku tak pernah menginginkan Cressen menghadiri
jamuan itu. Dia membuatku marah, ya, dia memberiku
nasihat yang buruk, tapi aku tidak menginginkannya mati.
Aku berharap dia dianugerahi beberapa tahun yang tenang dan
nyaman. Setidaknya dia layak mendapatkan itu, tapi?"Stannis
mengertakkan gigi?"tapi dia mati. Dan Pylos melayaniku
dengan cakap." "Pylos bukan masalah utama. Surat itu" Aku ingin
tahu, apa pendapat para lord-mu?"
Stannis mendengus. "Celtigar menyebutnya mengagumkan. Kalau kutunjukkan isi kakusku, dia pasti juga
akan bilang mengagumkan. Yang lain menganguk-angguk
seperti kawanan angsa, semuanya kecuali Velaryon, yang
mengatakan bahwa masalah itu dapat diputuskan dengan
pedang, bukan kata-kata pada perkamen. Seakan-akan
aku tidak pernah memikirkannya. Biar saja Makhluk Lain
mengambil para lord-ku, aku hanya perlu pendapatmu."
"Suratmu blakblakan dan tegas."
"Dan benar." "Dan benar. Tapi kau tak punya bukti. Tentang inses ini.
Tak lebih dari bukti yang kaumiliki setahun lalu."
"Ada semacam bukti di Storm"s End. Anak haram Robert.
Anak yang dia buahkan pada malam pernikahanku, di tempat
tidur yang mereka siapkan untukku dan pengantinku. Delena
165 seorang Florent, dan masih perawan waktu dia merenggutnya,
jadi Robert mengakui anak itu. Mereka memanggilnya Edric
Storm. Kata orang dia sangat mirip kakakku. Kalau orangorang yang melihatnya juga mengamati Joffrey dan Tommen,
aku rasa mereka pasti bertanya-tanya."
"Tapi bagaimana orang-orang bisa melihatnya jika dia di
Storm"s End?" Stannis mengetukkan jemari pada Meja Berlukis. "Itu
satu rintangan. Di antara sekian banyak." Dia menengadah.
"Ada lagi yang ingin kausampaikan tentang surat itu. Ayo,
katakan saja. Aku tidak menjadikanmu kesatria supaya kau
bisa belajar mengucapkan sopan santun basi. Aku sudah punya
para lord untuk itu. Katakan saja terus terang, Davos."
Davos mengangguk. "Ada satu kalimat di akhir surat.
Bagaimana bunyinya"?Dilakukan dalam Cahaya sang Penguasa?"?
"Ya." Rahang sang raja mengeras.
"Rakyatmu takkan menyukai kata-kata itu."
"Memangnya kau suka?" tanya Stannis tajam.
"Kalau sebagai gantinya kau mengatakan, Dilakukan di
hadapan para dewa dan manusia, atau Atas berkat dewa-dewa baru
dan lama?"? "Apa kau sudah jadi orang saleh, penyelundup?"
"Itu juga yang ingin kutanyakan padamu, tuanku."
"Benarkah" Kedengarannya seakan-akan kau sama tidak
sukanya pada dewa baruku seperti pada maester baruku."
"Aku tidak mengenal Penguasa Cahaya ini," Davos
mengakui, "tapi aku mengenal dewa-dewa yang kita bakar
tadi pagi. Sang Pandai Besi telah melindungi kapal-kapalku,
sementara sang Bunda telah memberiku tujuh putra yang
kuat." "Istrimu memberimu tujuh putra yang kuat. Apa kau
berdoa kepadanya" Yang kita bakar tadi pagi itu kayu."
"Mungkin begitu," sahut Davos, "tapi waktu aku masih
kecil di Bokong Kutu meminta-minta sekeping tembaga,
166 kadang para septon memberiku makan."
"Aku memberimu makan sekarang."
"Kau memberiku tempat terhormat di meja makanmu.
Dan sebagai balasan, aku memberimu kebenaran. Rakyatmu
tidak akan mencintaimu jika kau merenggut dewa-dewa yang
selalu mereka puja, lalu memberi mereka dewa yang namanya
terdengar asing di lidah."
Stannis berdiri mendadak. "R"hllor.?Apa susahnya nama
itu" Mereka tidak akan mencintaiku, kaubilang" Kapan mereka
pernah mencintaiku" Mana bisa aku kehilangan sesuatu yang
tak pernah kumiliki?" Dia beranjak ke jendela selatan untuk
menatap laut yang disinari cahaya bulan. "Aku tak lagi percaya
pada dewa sejak hari aku melihat Laju Angin hancur di teluk.
Dewa sejahat itu yang menenggelamkan ibu dan ayahku
takkan pernah aku puja, itu sumpahku. Di King"s Landing,
Septon Agung selalu mengoceh padaku tentang betapa semua
keadilan dan kebaikan mengalir dari Tujuh Wajah, tapi selama
ini aku lihat kedua hal itu dilakukan oleh manusia."
"Kalau kau tak percaya pada dewa-dewa?"
?"kenapa harus repot-repot dengan dewa baru ini?"
Stannis menyela. "Aku juga menanyakannya pada diri sendiri.
Aku tak tahu banyak dan tak peduli pada dewa-dewa, tapi
pendeta perempuan itu punya kekuatan."
Ya, tapi kekuatan macam apa"?"Cressen punya
kebijaksanaan." "Aku memercayai kebijaksanaannya dan kecerdikanmu,
tapi apa manfaatnya bagiku, penyelundup" Para lord badai
mengusirmu. Aku mendatangi mereka seperti pengemis dan
mereka menertawakanku. Yah, tidak ada lagi meminta-minta,
dan tidak ada lagi tertawa. Takhta Besi adalah milikku yang
sah, tapi bagaimana caraku mengambilnya" Ada empat raja
di kerajaan ini, tiga di antaranya punya lebih banyak pasukan
dan lebih banyak emas daripada aku. Aku punya kapal"
dan aku punya perempuan itu.?Perempuan merah. Setengah
kesatriaku bahkan tak berani mengucapkan namanya, apa kau
167 tahu itu" Kalaupun dia tak punya kemampuan lain, penyihir
yang bisa menimbulkan ketakutan sebesar itu pada diri lelaki
dewasa tidak boleh dipandang rendah. Orang yang ketakutan
adalah orang yang kalah. Dan barangkali perempuan itu punya
kemampuan lain. Aku bermaksud mencari tahu.
"Waktu kecil aku menemukan elang goshawk yang terluka
dan merawatnya sampai sehat lagi. Aku menamainya Proudwing,
sayap gagah. Dia selalu bertengger di bahuku, terbang dari
ruangan ke ruangan mengejarku, dan mengambil makanan
dari tanganku, tapi dia tak mau mengangkasa. Berkali-kali


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku mengajaknya pergi berburu, tapi dia tak pernah terbang
melebihi puncak pepohonan. Robert menyebutnya Weakwing,
sayap lemah.?Dia punya elang gryfalcon bernama Thunderclap
yang serangannya tak pernah meleset. Suatu hari kakek-paman
kami Ser Harbert menyuruhku mencoba burung yang berbeda.
Aku mempermalukan diri dengan Proudwing, katanya, dan
dia benar." Stannis Baratheon berpaling dari jendela, serta
hantu-hantu yang berkeliaran di laut selatan. "Tujuh Wajah
bahkan tak pernah memberiku burung pipit. Sekarang saatnya
mencoba elang lain, Davos. Elang merah."
j 168 THEON T idak ada tempat yang aman untuk berjangkar di Pyke,
tapi Theon Greyjoy ingin memandang kastel ayahnya dari
laut, melihat bangunan itu seperti terakhir kali dia melihatnya,
sepuluh tahun silam, ketika kapal perang Robert Baratheon
membawanya pergi untuk menjadi anak asuh Eddard Stark.
Pada hari itu dia berdiri di samping pagar, mendengarkan
kayuhan dayung dan gebukan drum sang master sambil
mengawasi Pyke yang makin mengecil di kejauhan. Sekarang
dia ingin melihatnya membesar, muncul dari hamparan laut
di depannya. Mematuhi keinginannya, Myraham melaju melewati
tempat tersebut dengan layar mengepak-ngepak sementara
nakhodanya mengutuk angin, anak buahnya, dan kebodohan
para bangsawan. Theon menarik tudung jubah untuk
menghalau percikan air, dan menatap rumah.
Pantai di sana seluruhnya berupa batu karang tajam
serta tebing curam, dan kastel itu seakan-akan menyatu dengan
lingkungannya. Menara, dinding, dan jembatan di sana
dibangun dari batu kelabu-hitam yang sama, basah oleh ombak
bergaram yang sama, berhiaskan petak-petak lumut hijau gelap
yang sama, serta bebercak kotoran burung laut yang sama.
Daratan menjorok tempat Klan Greyjoy mendirikan benteng
169 mereka pernah menusuk ke perut samudra bagaikan sebilah
pedang, namun ombak menerpanya siang dan malam hingga
daratan itu patah dan hancur, ribuan tahun silam. Yang tersisa
hanyalah tiga pulau kosong dan tandus serta selusin tumpukan
batu menjulang yang mencuat dari air seperti pilar-pilar kuil
dewa laut, sementara ombak yang marah berbuih dan berdebur
di sela-selanya. Suram, gelap, dan tampak mengancam, Pyke berdiri di
puncak pulau-pulau dan pilar-pilar itu, nyaris menjadi bagian
dari mereka, tembok pelindungnya menghalangi tanjung di
sekeliling dasar jembatan batu megah yang terbentang dari
puncak tebing ke pulau terbesar, didominasi oleh bangunan
masif Menara Utama. Lebih jauh lagi terdapat Menara Dapur
dan Menara Berdarah, masing-masing di pulaunya sendiri.
Menara-menara dan bangunan-bangunan tambahan menempel
pada tumpukan batu di luar, terhubung satu sama lain dengan
lorong beratap melengkung di tempat pilar-pilarnya berdiri
berdekatan, dengan jembatan ayun dari kayu dan tali di tempat
di tempat pilar berjauhan.
Menara Laut menjulang dari pulau terluar di ujung
pedang patah, bagian tertua kastel. Bentuknya bundar dan
tinggi, pilar bersisi terjal tempat bangunan itu berdiri sudah
setengah terkikis oleh hantaman ombak tanpa henti. Bagian
dasar menara berwarna putih akibat percikan garam berabadabad, lantai-lantai teratas berwarna hijau dari lumut yang
merambatinya bagaikan selimut tebal, puncaknya yang bergerigi
menghitam tersaput jelaga dari obor penjaga setiap malam.
Di atas Menara Laut berkibarlah panji ayah Theon.
Myraham terlalu jauh bagi Theon untuk melihat lebih jelas
selain lembaran kain itu sendiri, tapi dia tahu benar lambang
yang terpampang: kraken emas Klan Greyjoy, tentakeltentakelnya menggeliat dan menggapai dengan latar warna
hitam. Panji itu terikat pada tiang besi, bergetar dan berpilin
saat angin bertiup, seperti burung yang berjuang untuk terbang.
Dan di sini setidaknya direwolf Stark tak berkibar di atasnya,
menerakan bayangan pada kraken Greyjoy.
170 Theon belum pernah melihat pemandangan yang begitu
menggugah. Di langit yang melatari kastel, ekor merah komet
tampak jelas di balik awan-awan tipis berarak. Sepanjang
perjalanan dari Riverrun ke Seagard, pasukan Mallister
berdebat mengenai maknanya. Itu kometku, Theon membatin,
menyusupkan tangan ke balik jubah bertepi bulu untuk
menyentuh kantong kain minyak yang tersimpan di sakunya.
Di dalam kantong itu terdapat surat pemberian Robb Stark,
kertas yang sama nilainya dengan mahkota.
"Apakah kastel itu tampak seperti yang kauingat, milord?"
putri nakhoda kapal bertanya seraya menempelkan tubuh ke
lengan Theon. "Terlihat lebih kecil," Theon mengakui, "walaupun
barangkali itu hanya karena jaraknya." Myraham adalah
kapal dagang berlambung gendut dari Oldtown di selatan.
Membawa anggur, kain, dan biji-bijian untuk ditukar dengan
bijih besi. Nakhodanya juga saudagar berperut gendut dari
selatan, dan laut berkarang yang berbuih-buih di dasar kastel
membuat bibir gemuknya gemetar, jadi dia menjaga jarak jauhjauh, lebih jauh daripada yang disukai Theon. Nakhoda dari
kepulauan besi dengan kapal panjang pasti sudah membawa
mereka menyusuri tebing dan lewat di bawah jembatan tinggi
yang menghubungkan celah antara kubu gerbang dan Menara
Utama, tapi orang Oldtown yang gemuk ini tidak punya kapal,
anak buah, maupun keberanian untuk mencoba hal semacam
itu. Maka mereka meluncur lewat pada jarak aman, dan Theon
harus puas dengan melihat Pyke dari jauh. Meski demikian,
Myraham harus berjuang keras untuk menghindari bebatuan
itu. "Pasti di sana berangin," renung putri nakhoda.
Theon tertawa. "Berangin, dingin, dan lembap. Tempat
yang keras dan menyedihkan, sebenarnya" tapi ayahku pernah
bilang bahwa tempat yang keras melahirkan lelaki yang keras,
dan lelaki yang keras menguasai dunia."
171 Wajah sang nakhoda sehijau laut ketika dia datang
membungkuk kepada Theon dan bertanya, "Bisa kita berlabuh
sekarang, milord?" "Bisa," sahut Theon, senyum samar bermain-main di
bibirnya. Janji akan emas sudah mengubah orang Oldtown
itu menjadi penjilat ludah yang tak tahu malu. Ini pasti akan
menjadi pelayaran yang berbeda andai kapal panjang dari
kepulauan menunggu di Seagard seperti yang diharapkannya.
Nakhoda-nakhoda dari kepulauan besi berbangga diri dan
bertekad kuat, dan tidak terpesona oleh garis keturunan
seseorang. Kepulauan terlalu kecil untuk merasa terpesona, dan
kapal panjang lebih kecil lagi. Jika setiap nakhoda adalah raja
di kapalnya sendiri, seperti yang kerap dikatakan, tidak heran
mereka menyebut kepulauan sebagai negeri seribu raja. Dan
kalau pernah melihat raja kita muntah ke laut atau pucat pasi
saat badai, sulit untuk berlutut dan berpura-pura menganggap
mereka dewa. "Dewa Terbenam menciptakan manusia," Raja
Urron Redhand tua pernah berucap, ribuan tahun silam, "tapi
manusialah yang menciptakan mahkota."
Kapal panjang juga akan mengurangi waktu pelayaran
sampai setengahnya. Kalau mau jujur, Myraham adalah kapal
yang pendek, lebar, dan lamban, dan Theon takkan mau
berada di dalamnya saat badai menerjang. Meski begitu, dia
sebenarnya tidak terlalu kecewa. Dia di sini, tidak tenggelam,
dan pelayaran ini telah memberinya bentuk hiburan tersendiri.
Dia merangkul putri nakhoda. "Panggil aku saat kita tiba di
Lordsport," perintahnya pada ayah si gadis. "Kami akan ada di
bawah, dalam kabinku." Dia menuntun gadis itu ke buritan,
sementara ayah si gadis mengawasi kepergian mereka dengan
kegusaran tanpa suara. Sebenarnya kabin itu milik sang nakhoda, tapi
diserahterimakan kepada Theon saat mereka berlayar dari
Seagard. Putri nakhoda tidak diserahterimakan kepadanya, tapi
toh dia mendatangi ranjang Theon dengan sukarela. Secawan
anggur, beberapa bisikan, dan di sanalah gadis itu berada.
172 Gadis itu agak gemuk untuk seleranya, dengan kulit bebercak
seperti bubur gandum, tapi payudaranya terasa pas di tangan
Theon dan dia perawan kali pertama Theon menidurinya.
Itu mengejutkan untuk gadis seusianya, tapi menurut Theon
mengasyikkan. Dia rasa sang nakhoda tak setuju, dan itu juga
menghibur, menonton lelaki itu berjuang meredam kemarahan
sembari menunjukkan sopan santun pada si bangsawan tinggi,
imbalan emas yang dijanjikan kepadanya tak pernah jauh dari
pikirannya. Saat Theon mencopot jubah yang basah, gadis itu
berkata, "Kau pasti senang melihat rumahmu lagi, milord.
Sudah berapa tahun kau pergi?"
"Sepuluh, kurang lebih," dia menjawab. "Aku baru
sepuluh tahun waktu dibawa ke Winterfell sebagai anak asuh
Eddard Stark." Istilahnya adalah anak asuh, tapi kenyataannya
tawanan. Separuh hidupnya dia adalah tawanan" tapi tidak
lagi. Hidup Theon kini kembali menjadi miliknya, dan tak
ada satu pun Stark yang terlihat. Dia menarik putri nakhoda
mendekat lalu mengecup telinganya. "Buka jubahmu."
Gadis itu menurunkan pandang, tiba-tiba malu, tapi
menuruti perintahnya. Ketika pakaian berat yang basah dengan
percikan air itu merosot dari bahu ke lantai, si gadis mengangguk
kecil dan tersenyum penuh harap. Dia terlihat agak tolol saat
tersenyum, tapi Theon tak pernah mensyaratkan kecerdasan
pada diri seorang perempuan. "Kemarilah," perintahnya.
Gadis itu menurut. "Aku belum pernah melihat
Kepulauan Besi." "Anggaplah dirimu beruntung." Theon membelai
rambutnya. Rambut gadis itu halus dan gelap, walaupun angin
telah mengusutkannya. "Kepulauan itu tempat yang keras
dan berbatu, jauh dari kenyamanan dan prospeknya suram."
Kematian tak pernah jauh di sini, sementara kehidupannya
kejam dan serba kekurangan. Para lelaki melewatkan malam
dengan minum ale dan berdebat tentang kelompok mana yang
lebih buruk, para nelayan yang menantang laut atau para petani
173 yang mencoba mengais hasil panen dari tanah yang keras dan
tandus. Kalau mau jujur, para penambang malah lebih buruk
dibandingkan keduanya karena membanting tulang dalam
kegelapan, dan untuk apa" Besi, timah hitam, timah putih,
itulah harta karun kami. Tidak heran orang-orang kepulauan
di masa lalu memilih merampas."
Gadis bodoh itu sepertinya tidak mendengarkan. "Aku
bisa ikut turun denganmu," dia berkata. "Aku bersedia, kalau
itu menyenangkanmu..."
"Kau bisa turun ke darat," Theon membenarkan, "tapi
sayangnya bukan denganku."
"Aku bisa bekerja di kastelmu, milord. Aku bisa
membersihkan ikan, memanggang roti, dan mengaduk
mentega. Ayah bilang semur kepiting mericaku yang terbaik
yang pernah dia makan. Kau bisa mencarikan tempat di
dapurmu dan aku bisa membuatkan semur kepiting merica."
"Dan menghangatkan ranjangku saat malam?" Theon
meraih tali korset gadis itu dan mulai menguraikannya, jarijarinya tangkas dan terlatih. "Dulu aku mungkin sudah
membawamu pulang sebagai hadiah, dan menjadikanmu
istri entah kau bersedia atau tidak. Lelaki besi di masa lalu
melakukan hal semacam itu. Seorang lelaki punya istri batu,
pasangan yang sesungguhnya, sama-sama lahir di kepulauan
besi, tapi dia juga punya istri garam"gundik, para perempuan
yang ditangkap saat penyerangan."
Mata gadis itu melebar, dan bukan karena Theon
memampangkan tubuhnya. "Aku akan jadi istri garammu,
milord." "Aku khawatir masa itu sudah berlalu." Lengan Theon
melingkari tubuh gadis itu. "Kami tidak lagi menunggangi
angin dengan api dan pedang, mengambil apa yang kami
inginkan. Sekarang kami menggaruk tanah dan melempar
pancing ke laut seperti orang-orang lainnya, dan menganggap
diri kami beruntung jika punya ikan cod asin serta bubur yang
174 cukup untuk melewati musim dingin." Theon menciuminya,
dan menggigitnya sampai si gadis terkesiap.
Ketika Theon mengangkat kepala darinya, kulitnya
merah gelap di tempat mulut Theon menandainya. "Aku
akan senang mengajarimu hal yang baru. Puaskan aku dengan
mulutmu." "Dengan mulutku?"
Ibu jari Theon menyapu ringan bibir penuh si gadis.
"Itu gunanya bibir ini diciptakan, Manis. Kalau mau jadi istri
garamku, kau harus menuruti perintahku."
Awalnya dia malu-malu, tapi untuk gadis setolol itu,
dia belajar dengan cepat dan Theon senang karenanya. Dulu
aku pasti sudah benar-benar mengambilnya sebagai istri garam,
pikir Theon selagi menyusupkan jemari ke rambut kusut gadis
itu.?Dulu. Waktu kami masih mengikuti Cara Lama, hidup dengan
kapak alih-alih beliung, mengambil apa yang kami mau, baik harta,
perempuan, maupun kemuliaan. Masa itu, orang kepulauan
besi tidak bekerja di tambang; itu tugas untuk para tawanan
yang dibawa pulang dari penyerangan, begitu pula tugas-tugas
menyedihkan bertani serta menggembala kambing dan domba.
Perang adalah keahlian orang kepulauan besi. Dewa Terbenam
menciptakan mereka untuk merampas dan memerkosa,
mendirikan kerajaan-kerajaan dan menuliskan nama mereka
dengan api, darah, serta lagu.
Aegon sang Naga menghancurkan Cara Lama ketika
dia membakar Harren Hitam, menyerahkan kembali kerajaan
Harren kepada orang-orang sungai yang lemah, dan menciutkan
Kepulauan Besi menjadi bagian kecil dan tak berarti dari
kerajaan yang jauh lebih besar. Namun kisah-kisah lama itu
masih diceritakan di sekeliling api unggun dan perapian di
sepenjuru kepulauan, bahkan di balik dinding tinggi kastel
Pyke. Salah satu gelar yang diciptakan ayah Theon adalah
Raja Pembantai, dan semboyan Klan Greyjoy membanggakan
bahwa Kami Tidak Menabur.
175 Lord Balon melakukan pemberontakan besarnya lebih
karena ingin mengembalikan Cara Lama ketimbang merebut
mahkota tak berarti. Robert Baratheon menulis akhir yang


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdarah untuk harapan tersebut, dengan bantuan temannya
Eddard Stark, tapi kedua lelaki itu sudah mati sekarang. Raja
bocah memimpin menggantikan mereka, dan kerajaan yang
ditempa Aegon sang Penakluk kini hancur dan terpecah.?Ini
saatnya, pikir Theon selagi putri nakhoda mencumbunya,
saatnya, tahunnya, harinya, dan aku orang yang tepat.?Dia
tersenyum miring, bertanya-tanya apa yang akan dikatakan
ayahnya saat Theon menyampaikan bahwa dia, anak bungsu,
masih muda dan tawanan, telah berhasil sementara Lord
Balon sendiri gagal. Puncak kepuasannya datang mendadak laksana badai.
Sesudahnya, gadis itu merayap ke sampingnya. "Apakah aku
memuaskan milord?" "Cukup memuaskan," sahut Theon.
"Rasanya asin," gumam gadis itu.
"Seperti laut?"
Gadis itu mengangguk. "Aku selalu suka laut, milord."
"Aku juga," kata Theon sambil membelai-belai tubuh
gadis itu, setengah melamun. Memang benar. Laut berarti
kebebasan bagi para lelaki Kepulauan Besi. Dia sudah
melupakannya sampai Myraham mengangkat sauh di Seagard.
Bunyi-bunyian itu membangkitkan perasaan lama; derit kayu
dan tali, seruan perintah dari nakhoda, kelepak layar saat angin
menggembungkannya, semua itu sefamilier debar jantungnya
sendiri, dan sama nyamannya. Aku harus mengingat ini, Theon
bersumpah pada diri sendiri.?Aku tak boleh jauh-jauh dari laut
lagi. "Bawalah aku bersamamu, milord," putri nakhoda
memohon. "Aku tak perlu tinggal di kastelmu. Aku bisa
tinggal di suatu kota, dan menjadi istri garammu." Gadis itu
mengulurkan tangan untuk mengusap pipi Theon.
176 Theon Greyjoy menepis tangan gadis itu dan turun dari
ranjang. "Tempatku di Pyke, dan tempatmu di kapal ini."
"Aku tak mungkin tinggal di sini sekarang."
Theon menalikan celana. "Kenapa tidak"
"Ayahku," jawab gadis itu. "Begitu kau pergi, dia
bakal menghukumku, milord. Dia bakal menyumpahi dan
memukuliku." Theon menyambar jubah dari kaitan dan
menyampirkannya di bahu. "Semua ayah seperti itu," dia
mengakui sambil menyatukan lipatan jubah dengan bros perak.
"Katakan padanya seharusnya dia senang. Melihat betapa
seringnya aku menidurimu, kemungkinan besar kau sudah
mengandung. Tidak semua orang mendapat kehormatan
membesarkan anak haram raja." Gadis itu menatapnya dengan
bodoh, maka Theon meninggalkannya di sana.
Myraham memutari tanjung berhutan. Di bawah
tebing berselimut pinus, selusin perahu nelayan tengah
menarik jaring. Kapal besar itu bermanuver untuk menjaga
jarak dari mereka. Theon beranjak ke haluan agar mendapat
pemandangan yang lebih jelas. Dia pertama-tama melihat
kastel itu, benteng Klan Botley. Waktu dia kecil, benteng itu
terbuat dari batang kayu serta anyaman dahan dan ranting,
tapi Robert Baratheon meratakan bangunan itu dengan tanah.
Lord Sawane membangunnya kembali dari batu, dan sekarang
kastel persegi kecil memuncaki bukit itu. Bendera-bendera
hijau pucat terkulai dari menara-menara sudut yang pendekgemuk, masing-masing bendera bergambar kawanan ikan
keperakan. Di bawah perlindungan kastel kecil pemuja ikan yang
meragukan itu terhampar desa Lordsport, pelabuhannya
dikerumuni kapal. Saat terakhir kali Theon melihat Lordsport,
tempat itu tinggal tanah kosong berasap, kerangka kapal
panjang yang hangus dan kapal yang hancur berserakan di
pantai berbatu bagaikan tulang-tulang binatang laut raksasa,
rumah-rumah hanya menyisakan dinding ambruk dan abu
177 dingin. Setelah sepuluh tahun, hanya sedikit jejak perang
yang tersisa. Penduduk desa sudah membangun pondokpondok baru dengan batu-batu lama, dan memotong rumput
segar untuk atapnya. Sebuah penginapan baru telah berdiri di
samping dermaga, ukurannya dua kali lipat penginapan lama,
lantai bawahnya dari batu potong dan dua lantai teratas dari
kayu. Tapi kuil di sana tak pernah dibangun kembali; yang
tersisa di tempat itu hanya pondasi bersisi tujuh. Sepertinya,
kemarahan Robert Baratheon telah menyurutkan minat
manusia besi pada dewa-dewa baru.
Theon lebih tertarik pada kapal daripada dewa. Di
antara tiang-tiang perahu nelayan yang tak terhitung banyaknya,
dia melihat sebuah kapal dagang Tyrosh tengah menurunkan
muatan di samping kapal Ibben yang lamban dengan lambung
hitam berlapis ter. Sejumlah besar kapal panjang, sedikitnya
lima belas atau delapan belas meter, membuang jangkar di laut
atau berlabuh pada pantai berkerikil di sebelah utara. Sebagian
layarnya bergambar lambang dari pulau-pulau lainnya; bulan
darah dari Wynch, sangkakala hitam bercincin milik Lord
Goodbrother, sabit perak Harlaw. Theon mencari-cari kapal
Hening milik pamannya. Dia tak melihat kapal merah yang
ramping dan mengerikan itu, tapi Kraken Agung milih ayahnya
ada di sana, haluannya berhiaskan pelantak besi abu-abu yang
dibentuk sesuai nama kapal tersebut.
Apakah Lord Balon sudah menunggu kedatangannya
dan mengumpulkan panji-panji Greyjoy" Tangan Theon
menyusup ke dalam jubah lagi, menyentuh kantong dari kain
minyak. Tidak ada yang tahu tentang surat ini selain Robb
Stark; mereka tidak sebodoh itu memercayakan rahasia mereka
pada seekor burung. Tetapi Lord Balon juga tidak bodoh. Dia
mungkin sudah menduga mengapa putranya pulang setelah
sekian lama, dan bertindak sesuai dugaan tersebut.
Pikiran tersebut tidak membuat Theon senang. Perang
ayahnya telah lama berlalu, dan dia kalah. Sekarang giliran
Theon"rencananya, kemuliaannya, dan pada saatnya nanti,
178 mahkotanya.?Namun jika kapal-kapal panjang berkumpul"?
Setelah dia memikirkannya lagi, barangkali ini sekadar
berjaga-jaga. Tindakan pencegahan, kalau-kalau perang
menyebar ke seberang laut. Berhati-hati adalah sifat alami
lelaki tua. Ayahnya sudah tua sekarang, begitu pula pamannya
Victarion, yang memimpin Armada Besi. Tentu saja pamannya
Euron berbeda dari mereka, tapi Hening sepertinya tidak ada
di pelabuhan. Semua ini ada baiknya, Theon membatin. Dengan
begini, aku jadi bisa menyerang lebih cepat lagi.
Selagi Myraham bergerak menuju daratan, Theon
mondar-mandir di dek dengan gelisah, mengamati pantai.
Dia tak berharap akan melihat Lord Balon sendiri di sekitar
dermaga, karena ayahnya pasti akan mengirim orang untuk
menemuinya. Sylas Sourmouth si pengurus rumah tangga,
Lord Botley, barangkali bahkan Dagmer Dagu Belah. Pasti
menyenangkan melihat wajah buruk si tua Dagmer lagi.
Mereka toh sudah mendengar kabar tentang kedatangannya.
Robb mengirim burung-burung raven dari Riverrun, dan ketika
mereka tak melihat kapal panjang di Seagard, Jason Mallister
mengirim burung-burungnya sendiri ke Pyke, menduga burungburung Robb hilang.
Namun Theon tak melihat wajah yang familier, tak ada
pengawal kehormatan yang menunggu untuk mengawalnya dari
Lordsport ke Pyke, hanya penduduk desa yang sibuk dengan
urusan remeh mereka. Para buruh menggulingkan tong-tong
anggur dari kapal dagang Tyrosh, para nelayan meneriakkan
tangkapan hari itu, anak-anak berlari dan bermain. Seorang
pendeta dengan jubah warna laut ciri pengikut Dewa
Terbenam menuntun sepasang kuda di sepanjang pantai
berkerikil, sementara di atasnya seorang perempuan yang kotor
dan berantakan menjulurkan tubuh dari jendela penginapan,
memanggil-manggil para pelaut Ibben yang lewat.
Segelintir saudagar Lordsport sudah berkumpul untuk
menyambut kapal itu. Mereka menyerukan berbagai pertanyaan
sementara Myraham membuang sauh. "Kami dari Oldtown,"
179 sang nakhoda balas berseru, "membawa apel dan jeruk, anggur
dari Arbor, bulu dari Kepulauan Musim Panas. Aku punya
merica, kulit anyaman, segelondong renda Myr, cermin untuk
milady, sepasang harpa kayu Oldtown dengan suara termanis
yang pernah kalian dengar." Papan jalan diturunkan disertai
bunyi berkeriut dan berdebuk. "Dan aku membawa pulang
putra mahkota kalian."
Orang-orang Lordsport itu menatap Theon dengan
pandangan hampa, dan dia menyadari bahwa mereka tidak
tahu siapa dirinya. Itu membuatnya marah. Dia menempelkan
sekeping naga emas ke telapak tangan sang nakhoda. "Minta
anak buahmu membawakan barang-barangku." Tanpa
menunggu jawaban, dia berjalan menuruni papan. "Pemilik
penginapan," dia berteriak, "aku minta kuda."
"Baik, m"lord," lelaki itu menyahut, bahkan tanpa
menundukkan kepala. Theon sudah lupa betapa orang
kepulauan besi bisa sangat lancang. "Kebetulan aku punya satu
yang bagus. Kau hendak ke mana, m"lord?"
"Pyke." Si tolol itu tetap tak tahu siapa Theon. Seharusnya
dia memakai doublet-nya yang bagus, dengan lambang kraken
tersulam di dada. "Sebaiknya kau segera berangkat, agar tiba di Pyke
sebelum gelap," saran si pemilik penginapan. "Anakku akan
pergi denganmu dan menunjukkan jalan."
"Anakmu tidak diperlukan," satu suara berat menimpali,
"begitu pula kudamu. Akan kupastikan keponakanku tiba di
rumah ayahnya." Yang berbicara adalah pendeta yang dilihat Theon
menuntun kuda menyusuri pantai. Ketika lelaki itu mendekat,
orag-orang menekuk lutut, dan Theon mendengar pemilik
penginapan bergumam, "Rambut Lepek."
Pendeta itu tinggi dan kurus, dengan mata hitam
yang tajam dan hidung bagai paruh. Dia mengenakan jubah
bercoreng hijau, abu-abu, dan biru, warna-warna Dewa
Terbenam. Labu kulit menggantung di bawah lengannya pada
180 tali kulit, utas-utas rumput laut kering dikepang di antara
rambut hitam sepinggang dan janggut yang tak dipangkas.
Sebentuk ingatan menghampiri Theon. Dalam salah
satu surat singkatnya yang jarang, Lord Balon menulis tentang
adik laki-lakinya yang tenggelam di tengah badai, dan berubah
menjadi orang suci saat dia terdampar di pantai dengan
selamat. "Paman Aeron?" tanyanya ragu.
"Keponakan Theon," sang pendeta membalas. "Ayahmu
menyuruhku menjemputmu. Mari."
"Sebentar, Paman." Dia berbalik menghadap Myraham.
"Barang-barangku," perintahnya pada sang nakhoda.
Seorang pelaut mengantarkan busur tingginya yang
terbuat dari pohon yew dan tarkas anak panah, tapi putri
nakhoda yang membawakan tas berisi pakaian bagusnya.
"Milord." Mata gadis itu merah. Ketika Theon mengambil tas
itu, putri nakhoda seakan hendak memeluknya, di hadapan
ayahnya sendiri dan paman pendeta Theon serta separuh
penduduk pulau. Theon dengan gesit menyingkir. "Terima kasih banyak."
"Tolong," kata gadis itu, "Aku sangat mencintaimu,
milord." "Aku harus pergi." Theon bergegas mengikuti pamannya,
yang sudah berjalan menyusuri dermaga. Theon menyusulnya
dalam selusin langkah panjang. "Aku tidak mencarimu, Paman.
Setelah sepuluh tahun, kupikir barangkali Ayah dan Ibu
akan datang sendiri, atau mengirim Dagmer dengan seorang
pengawal kehormatan."
"Bukan tempatmu untuk mempertanyakan perintah
Raja Pembantai dari Pyke." Sikap sang pendeta dingin, sama
sekali tak seperti yang diingat Theon. Aeron Greyjoy dulu
pamannya yang paling ramah, sembrono, dan murah tawa,
penggemar lagu, ale, serta perempuan. "Mengenai Dagmer, si
Dagu Belah sudah pergi ke Old Wyk atas perintah ayahmu,
untuk menyiagakan Klan Stonehouse dan Klan Drumm."
"Untuk tujuan apa" Kenapa banyak kapal panjang
181 berkumpul?" "Selama ini kapal panjang berkumpul untuk apa?"
Pamannya tadi mengikat kuda-kuda di depan penginapan tepi
laut. Saat mereka tiba di sana, dia berpaling kepada Theon.
"Katakan sejujurnya, Keponakan. Apa kau sekarang berdoa
pada dewa-dewa serigala?"
Theon nyaris tak pernah berdoa, tapi itu bukan sesuatu
yang pantas untuk diakui kepada pendeta, meskipun dia adik
ayahmu sendiri. "Ned Stark berdoa pada pohon. Tidak, aku
tak peduli pada dewa-dewa Stark."
"Bagus. Berlututlah."
Di bawah sana hanya ada batu dan lumpur. "Paman,
aku?" "Berlutut.?Atau kau terlalu angkuh sekarang, bangsawan
muda dari negeri hijau yang datang mengunjungi kami?"
Theon berlutut. Dia punya tujuan di sini, dan mungkin
membutuhkan bantuan Aeron untuk mewujudkannya.
Sebuah mahkota setimpal dengan sedikit lumpur dan tai kuda
di celana, pikirnya. "Tundukkan kepalamu." Sang paman mengangkat
labu kulit, menarik sumbat penutup, lalu mengarahkan
aliran kecil air laut ke kepala Theon. Air itu menguyupkan
rambutnya dan mengaliri dahi sampai masuk ke matanya.
Kucuran air membasahi pipinya, merembes ke balik jubah,
doublet, dan menetesi punggungnya, bagaikan sungai dingin
yang menjalari tulang punggung. Garam membuat matanya
perih, sampai-sampai dia harus berjuang agar tidak menjerit.
Dia dapat mengecap samudra pada bibirnya. "Semoga Theon
pelayanmu terlahir kembali dari laut, seperti halnya dirimu,"
Aeron Greyjoy berlagu. "Berkati dia dengan garam, berkati dia
dengan batu, berkati dia dengan baja. Keponakan, kau masih
ingat kata-katanya?"
"Yang gugur takkan pernah mati," kata Theon
mengingat-ingat. "Yang gugur takkan pernah mati," pamannya
182 mengulangi, "tapi bangkit kembali, lebih tangguh dan lebih
kuat. Berdiri." Theon berdiri, berkedip mengenyahkan air mata akibat
garam di matanya. Tanpa berkata-kata, sang paman menutup
labu kulit, membuka ikatan kuda, dan menungganginya.


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Theon melakukan hal serupa. Mereka berangkat bersamasama, meninggalkan penginapan dan pelabuhan di belakang
mereka, naik melewati kastel Lord Botley menuju perbukitan
berbatu. Sang pendeta tidak mengajak bicara lagi.
"Separuh hidupku kulewatkan jauh dari rumah,"
akhirnya Theon memulai percakapan. "Apakah aku akan
menemukan kepulauan ini berubah?"
"Para lelaki mencari ikan di laut, menggali tanah, lalu
mati. Para perempuan melahirkan anak-anak dengan darah dan
kesakitan, lalu mati. Malam mengikuti pagi. Angin dan pasang
tetap hadir. Kepulauan ini persis seperti yang diciptakan dewa
kita." Demi para dewa, dia jadi getir, pikir Theon. "Apakah aku
akan bertemu kakak perempuan dan ibuku di Pyke?"
"Tidak. Ibumu tinggal di Harlaw, bersama saudarinya
sendiri. Di sana alamnya tidak terlalu keras, dan batuk ibumu
sangat mengganggunya. Kakakmu membawa Angin Hitam ke
Great Wyk, membawa pesan dari ayahmu. Dia masih lama
kembali, itu pasti."
Theon tidak perlu diberitahu bahwa Angin Hitam adalah
kapal panjang Asha. Dia sudah sepuluh tahun tak bertemu
kakaknya, tapi dia tahu sebanyak itu tentangnya. Aneh juga
Asha menamainya begitu, sementara Robb Stark punya serigala
bernama Grey Wind"Angin Kelabu. "Stark abu-abu dan
Greyjoy hitam," gumamnya sambil tersenyum, "tapi sepertinya
kita sama-sama berangin."
Sang pendeta tak punya tanggapan untuk itu.
"Bagaimana denganmu, Paman?" tanya Theon. "Kau
bukan pendeta waktu aku dibawa dari Pyke. Aku ingat kau
183 selalu menyanyikan lalu-lagu lama tentang perampasan sambil
berdiri di meja dengan setanduk ale di tangan."
"Aku masih muda, dan sombong," sahut Aeron Greyjoy,
"tapi laut menyapu bersih kebodohan dan kesombonganku.
Lelaki itu tenggelam, Keponakan. Paru-parunya terisi air laut,
dan ikan menggigiti kulit mati dari matanya. Waktu aku
bangkit lagi, aku melihat dengan jelas."
Dia sinting, selain getir.?Theon menyukai Aeron Greyjoy
yang diingatnya dulu. "Paman, kenapa ayahku mengumpulkan
prajurit dan kapalnya?"
"Dia pasti akan memberitahumu di Pyke."
"Aku ingin tahu rencananya sekarang."
"Kau tidak akan tahu dariku. Kami dilarang
mengatakannya pada sembarang orang."
"Bahkan kepadaku?" Kemarahan Theon tersulut. Dia
sudah pernah memimpin pasukan dalam perang, berburu
bersama seorang raja, memenangkan tempat kehormatan
di perkelahian massal turnamen perang, berkuda dengan
Brynden Blackfish dan Greatjon Umber, bertarung di Hutan
Berbisik, meniduri lebih banyak gadis daripada yang bisa dia
ingat, namun sang paman memperlakukannya seakan-akan dia
masih bocah sepuluh tahun. "Kalau ayahku membuat rencana
perang, aku harus mengetahuinya. Aku bukan "sembarang
orang", aku ahli waris Pyke dan Kepulauan Besi."
"Mengenai hal itu," ujar pamannya, "kita lihat nanti."
Kata-katanya bagaikan tamparan di wajah. "Kita lihat
nanti"?Kedua kakak lelakiku sudah mati. Aku satu-satunya
putra ayahku yang masih hidup."
"Kakak perempuanmu masih hidup."
Asha, pikir Theon kebingungan. Dia tiga tahun lebih tua
daripada Theon, tapi tetap saja" "Perempuan boleh mewarisi
hanya jika tidak ada penerus laki-laki dalam garis keturunan
langsung," tegasnya dengan lantang. "Aku tak mau hak-hakku
dilanggar, kuperingatkan padamu."
Pamannya menggerutu. "Kau memperingatkan pelayan
184 Dewa Terbenam, Bocah" Kau sudah lupa lebih banyak daripada
yang kau tahu. Dan kau sangat bodoh jika meyakini ayahmu
akan pernah menyerahkan kepulauan suci ini kepada seorang
Stark. Sekarang diamlah. Perjalanan ini sudah cukup panjang
tanpa ocehan cerewetmu."
Theon menahan lidah, walaupun dengan susah
payah.?Jadi begitu rupanya, dia membatin. Seakan-akan sepuluh
tahun di Winterfell bisa menjadikannya seorang Stark. Lord
Eddard membesarkan Theon di antara anak-anaknya sendiri,
tapi Theon tak pernah menjadi salah satu dari mereka. Seluruh
penghuni kastel, dari Lady Stark sampai pesuruh dapur paling
rendah, tahu dia ditawan untuk membuat ayahnya patuh, dan
memperlakukan Theon sesuai dengan statusnya. Bahkan si
anak haram Jon Snow lebih dihormati ketimbang dia.
Lord Eddard sudah berusaha bersikap seperti ayah dari
waktu ke waktu, tapi bagi Theon, dia selalu menjadi lelaki
yang membawa darah dan api ke Pyke serta merenggutnya
dari rumah. Sebagai anak-anak, dia hidup dalam ketakutan
terhadap wajah tegas Stark serta pedangnya yang besar dan
gelap. Istrinya malah lebih menjaga jarak dan menaruh curiga.
Sementara anak-anak mereka, yang kecil hanyalah bayibayi cengeng selama sebagian besar waktunya di Winterfell.
Hanya Robb dan saudara tirinya Jon Snow yang cukup tua
untuk layak mendapatkan perhatiannya. Si anak haram
adalah pemuda yang muram, sensitif terhadap penghinaan,
dan iri pada status bangsawan Theon serta rasa hormat
Robb kepadanya. Terhadap Robb sendiri, Theon memang
menyimpan rasa sayang, seperti kepada adik lelaki" tapi lebih
baik tidak menyinggung soal itu. Sepertinya perang lama masih
berkobar di Pyke. Seharusnya dia tidak kaget. Kepulauan
Besi hidup pada masa lalu; masa kini terlalu keras dan getir
untuk ditanggung. Selain itu, ayah dan pamannya sudah tua,
dan bangsawan-bangsawan tua memang seperti itu; mereka
membawa perseteruan berdebu mereka ke liang kubur, tidak
melupakan apa pun apalagi memaafkan.
185 Ini juga sama seperti keluarga Mallister, teman-teman
seperjalanannya dari Riverrun ke Seagard. Patrek Mallister
tidak terlalu menyebalkan; mereka sama-sama menyukai
pelacur, anggur, dan berburu dengan elang. Tapi ketika Lord
Jason tua melihat penerusnya makin menikmati pertemanan
dengan Theon, dia menarik Patrek dan mengingatkannya
bahwa Seagard dibangun untuk melindungi pesisir terhadap
serangan para penjarah dari Kepulauan Besi, dan Klan Greyjoy
dari Pyke adalah pemimpin mereka. Menara Menggelegar
mereka dinamai karena lonceng perunggunya yang amat besar,
yang pada masa lalu berdentang untuk memanggil penduduk
kota dan buruh tani ke kastel saat kapal-kapal panjang terlihat
di cakrawala barat. "Walaupun pada kenyataannya lonceng itu hanya
berdentang satu kali dalam tiga ratus tahun," Patrek
memberitahu Theon keesokan harinya, saat dia membagi
peringatan ayahnya dan seteko wine apel hijau.
"Waktu kakakku menyerbu Seagard," Theon berkata.
Lord Jason membantai Rodrik Greyjoy di bawah dinding
kastel, dan melempar para manusia besi kembali ke teluk.
"Kalau ayahmu mengira aku menyimpan dendam padanya, itu
karena dia tak pernah mengenal Rodrik."
Mereka menertawakan hal itu sambil bergegas
menghampiri istri tukang giling berusia muda yang dikenal
Patrek.? Seandainya Patrek bersamaku sekarang. Mallister atau
bukan, dia teman berkuda yang lebih menyenangkan ketimbang
pendeta tua masam yang dulunya adalah Paman Aeron.
Jalur yang mereka lewati berliku-liku ke atas, memasuki
perbukitan tandus dan berbatu. Tak lama kemudian laut sudah
tak terlihat, walaupun bau garam masih menggantung tajam
di udara yang lembap. Mereka bergerak lamban dalam irama
yang teratur, melewati ladang gembala dan area-area tambang
yang terbengkalai. Aeron Greyjoy yang baru dan suci ini tidak
senang berbicara. Mereka berkuda dalam keheningan yang
suram. Akhirnya Theon tidak tahan lagi. "Robb Stark sekarang
186 Lord Winterfell," ujarnya.
Aeron terus berkuda. "Satu serigala sama saja dengan
serigala yang lain."
"Robb melanggar sumpah setia pada Takhta Besi dan
menobatkan dirinya sebagai Raja di Utara. Perang pecah."
"Raven-raven sang maester terbang di atas garam secepat
batu. Kabar ini sudah lama dan basi."
"Ini artinya hari baru, Paman."
"Setiap pagi membawa hari baru, sama saja seperti hari
lama." "Di Riverrun, mereka akan mengatakan hal yang
berbeda. Mereka bilang komet merah merupakan pertanda
zaman baru. Pesan dari para dewa."
"Memang pesan," sang pendeta membenarkan,
"tapi dari dewa kita, bukan dewa-dewa mereka. Itu pedang
terbakar, seperti yang dibawa bangsa kita dulu. Itu adalah api
Dewa Terbenam yang dibawa dari laut, dan mengumumkan
gelombang pasang. Sekarang saatnya mengangkat layar dan
maju memasuki dunia dengan api dan pedang."
Theon tersenyum. "Aku sangat setuju."
"Persetujuan manusia terhadap dewa sama tak berartinya
seperti setetes hujan di tengah badai."
Tetes hujan ini suatu hari akan menjadi seorang raja, pak
tua. Theon sudah muak dengan kemuraman pamannya.
Dia menyentuhkan taji ke kuda dan berderap maju sambil
tersenyum. Matahari hampir terbenam saat mereka tiba di dindingdinding Pyke, lengkungan batu gelap yang membentang dari
tebing ke tebing, dengan kubu gerbang di tengah dan tiga
menara persegi di kedua sisinya. Theon masih dapat melihat
guratan-guratan yang ditinggalkan batu-batu dari katapel
Robert Baratheon. Menara selatan yang baru telah berdiri
dari reruntuhan menara lama, warna kelabu batunya lebih
pucat dan belum ternoda petak-petak lumut. Di sanalah
Robert menerobos masuk, melewati puing-puing dan mayat187
mayat dengan godam di tangan dan Ned Stark di sampingnya.
Theon ketika itu mengawasi dari Menara Laut yang aman, dan
terkadang dia masih melihat obor-obor itu dalam mimpinya,
serta mendengar gemuruh redam saat menara ambruk.
Gerbang berdiri terbuka untuknya, pintu besi berkarat
sudah dinaikkan. Para penjaga di puncak tembok bergerigi
mengawasi dengan mata yang asing sewaktu Theon Greyjoy
akhirnya pulang. Di balik dinding luar terhampar empat puluh hektare
tanjung yang tampak kontras berlatar langit dan laut. Istalistal ada di sini, juga kandang-kandang anjing, dan sejumlah
bangunan tambahan lainnya. Domba dan babi berdesakan
dalam kandang mereka sementara anjing-anjing kastel berlarian
dengan bebas. Di sebelah selatan terdapat tebing-tebing, dan
jembatan batu lebar menuju Menara Utama Kastel. Theon
bisa mendengar debur ombak selagi dia berayun turun dari
pelana. Seorang pengurus istal menghampiri untuk mengambil
kudanya. Sepasang anak kurus kering dan beberapa pelayan
menatapnya dengan mata kosong, tapi tak terlihat tanda-tanda
kehadiran sang ayah, atau siapa pun yang diingatnya dari masa
kecil. Kepulangan yang suram dan getir, pikirnya.
Sang pendeta tidak turun dari kudanya. "Apa kau
tidak akan bermalam, berbagi makanan dan minuman kami,
Paman?" "Membawamu, itu perintah untukku. Kau sudah
dibawa. Sekarang aku kembali ke urusan dewa." Aeron Greyjoy
memutar kuda dan keluar perlahan di bawah pasak-pasak
berlumpur pintu besi. Perempuan tua berpunggung bungkuk dengan gaun
abu-abu tak berbentuk mendekatinya dengan hati-hati. "M"lord,
saya diminta menunjukkan kamar Anda."
"Siapa yang menyuruh?"
"Ayah Anda, m"lord."
Theon melepas sarung tangan. "Jadi kau memang tahu
siapa aku. Kenapa ayahku tidak keluar menyambutku?"
188 "Dia menunggu Anda di Menara Laut, m"lord. Setelah
Anda beristirahat dari perjalanan."
Dan kupikir Ned Stark itu dingin.?"Kau siapa?"
"Helya, yang mengurus kastel ini untuk ayah Anda."
"Sylas pengurus rumah tangga di sini. Mereka
menjulukinya Mulut Masam." Sampai sekarang Theon masih
ingat bau masam anggur dari napas lelaki tua itu.
"Mati lima tahun yang lalu, m"lord."
"Bagaimana dengan Maester Qalen, di mana dia?"
"Dia tidur di laut. Wendamyr yang mengurus burungburung raven sekarang."
Aku seperti orang asing di sini, pikir Theon.?Tidak ada yang
berubah, namun segalanya telah berubah. "Tunjukkan kamarku,
perempuan," perintahnya. Setelah mengangguk kaku,
perempuan itu memandunya melintasi tanjung ke jembatan.
Setidaknya jembatan itu masih seperti yang dia ingat; batu-batu
kuno yang licin terpapar semburan air dan bebercak lumut,
laut berbuih di bawah kaki mereka bagai binatang buas raksasa,
angin bergaram melekat ke pakaian mereka.
Setiap kali mereka-reka kepulangannya, dia selalu
membayangkan dirinya kembali ke kamar yang nyaman di
Menara Laut, tempat dia tidur waktu kecil. Tetapi perempuan
tua itu membawanya ke Menara Berdarah. Ruangan-ruangannya
lebih luas dengan perabot yang lebih baik, walaupun sama
dingin dan lembapnya. Theon diberi ruangan yang terdiri
atas kamar-kamar dingin dengan langit-langit begitu tinggi
hingga menghilang dalam kegelapan. Dia mungkin bakal
lebih terkesan andai tidak mengetahui bahwa inilah tepatnya
ruangan yang menjadi asal nama Menara Berdarah. Seribu
tahun sebelumnya, putra-putra Raja Sungai dibantai di sini,
dicincang di tempat tidur agar potongan-potongan tubuh
mereka bisa dikirim kembali kepada ayah mereka di daratan.
Tapi keluarga Greyjoy tidak ada yang dibunuh di Pyke
kecuali satu kali, lama berselang, oleh kakak-kakak mereka,
sedangkan kedua kakak Theon sudah mati. Bukan ketakutan
189 pada hantu yang membuatnya mengedarkan pandang dengan
benci. Tapestri-tapestri menghijau dimakan jamur, kasurnya
apak dan melengkung, alang-alang di lantai sudah lama dan
getas. Sudah bertahun-tahun ruangan ini tidak pernah dibuka.
Kelembapannya sampai merasuk ke tulang. "Aku minta
sebaskom air panas dan api di pendiangan," katanya kepada
si perempuan tua. "Pastikan mereka menyalakan tungku di
kamar-kamar lain untuk mengusir hawa dingin. Dan demi
para dewa, suruh orang kemari sekarang juga untuk mengganti
alang-alang ini."

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik, m"lord. Segera dilaksanakan." Perempuan itu
buru-buru pergi. Beberapa waktu kemudian, mereka membawakan air
panas yang diminta Theon. Tapi ternyata airnya hanya suamsuam kuku, dan sebentar saja sudah dingin, ditambah lagi
itu air laut, namun bisa juga membilas debu perjalanan jauh
dari wajah, rambut, dan tangannya. Sementara dua pelayan
menyalakan tungku-tungku, Theon melucuti pakaiannya yang
kotor dan berdandan untuk menemui ayahnya. Dia memilih
sepatu bot dari kulit hitam yang lentur, celana wol lembut
berwarna abu-abu keperakan, doublet beledu hitam dengan
kraken emas lambang Klan Greyjoy tersulam di bagian dada.
Dia mengenakan rantai emas tipis di leher, dan sabuk kulit
putih yang dikelantang di pinggang. Dia menggantungkan
parang di satu pinggul dan pedang panjang di pinggul satunya,
dalam sarung bergaris-garis hitam-emas. Dia mengeluarkan
parang dari sarung dan menguji ketajamannya dengan ibu
jari, lalu mengambil batu asah dari kantong sabuk dan
menggosoknya sebentar. Dia membanggakan diri karena
selalu menjaga ketajaman senjatanya. "Saat kembali nanti, aku
mengharapkan kamar yang hangat dan alang-alang bersih," dia
memperingatkan kedua pelayan sembari mengenakan sarung
tangan hitam, sutranya dihiasi pola melingkar yang rumit dari
benang emas. Theon kembali ke Menara Utama Kastel melalui lorong
190 batu beratap, gema langkah kakinya berbaur dengan gemuruh
laut di bawah sana. Untuk mencapai Menara Laut pada pilarnya
yang miring, dia mesti menyeberangi tiga jembatan berikutnya,
setiap jembatan lebih sempit daripada yang sebelumnya.
Jembatan terakhir terbuat dari tali dan kayu, dan angin basah
bergaram membuat jembatan itu berayun-ayun seperti makhluk
hidup. Jantung Theon serasa berada di mulut saat dia sudah
setengah jalan. Jauh di bawah sana, ombak menyemburkan
percikan air yang tinggi saat menghantam karang. Waktu kecil
dulu, dia biasa berlari menyeberangi jembatan ini, bahkan pada
malam yang gelap.?Anak-anak lelaki yakin tidak ada yang bisa
menyakiti mereka, keraguannya berbisik. Lelaki dewasa lebih bijak.
Pintunya dari kayu abu-abu berpaku besi, dan Theon
mendapati pintu itu dipalang dari dalam. Dia menggedor-gedor
dengan tinju, dan mengumpat saat serpihan kayu merobek
sarung tangannya. Kayu itu lembap dan berjamur, paku-paku
besinya berkarat. Sesaat kemudian pintu dibuka dari dalam oleh seorang
penjaga yang mengenakan pelat dada besi berwarna hitam
serta helm bundar. "Kau putranya?"
"Minggir, atau kau akan tahu siapa aku." Lelaki itu
menyingkir. Theon menaiki tangga yang berputar-putar ke
ruangan di puncak menara. Dia mendapati ayahnya duduk
di samping tungku, berbalut jubah apak dari kulit anjing laut
yang membungkusnya dari kaki ke dagu. Mendengar bunyi
sepatu bot pada batu, Penguasa Kepulauan Besi itu mengangkat
kepala dan menatap putra terakhirnya yang masih hidup. Dia
lebih kecil daripada yang diingat Theon. Dan begitu kurus.
Balon Greyjoy selalu kurus, tapi sekarang seakan-akan para
dewa sudah mencemplungkan lelaki itu ke kuali dan merebus
setiap ons daging yang tersisa dari tulang-tulangnya, sampai tak
ada apa-apa lagi selain rambut dan kulit. Dia kurus dan kaku,
dengan wajah yang seolah dikikis dari batu api. Matanya juga
seperti batu api, hitam dan tajam, namun waktu dan angin
garam telah mengubah rambutnya menjadi sekelabu laut
191 musim dingin, bebercak warna putih di sana-sini. Tidak diikat,
rambut itu menjuntai sampai ke pinggang.
"Sembilan tahun, benar?" Lord Balon akhirnya berkata.
"Sepuluh," sahut Theon sambil melepas sarung tangan.
"Mereka mengambil seorang bocah," ujar ayahnya.
"Sekarang apa dirimu?"
"Lelaki dewasa," jawab Theon. "Darah daging dan
penerusmu." Lord Balon menggerutu. "Kita lihat nanti."
"Kau akan melihatnya," Theon berjanji.
"Sepuluh tahun, katamu. Stark memilikimu selama aku
memilikimu. Dan sekarang kau datang sebagai utusannya."
"Bukan utusannya," Theon berkata. "Lord Eddard
sudah mati, dipenggal oleh ratu Lannister."
"Mereka berdua sudah mati, Stark dan si Robert
yang menghancurkan dindingku dengan batu-batunya. Aku
bersumpah akan hidup untuk melihat mereka berdua dikubur,
dan sumpahku terwujud." Lord Balon menyeringai. "Tapi
udara dingin dan kelembapan masih membuat sendi-sendiku
nyeri, seperti waktu mereka masih hidup. Jadi apa gunanya?"
"Ada gunanya." Theon beranjak mendekat. "Aku
membawa surat?" "Apakah Ned Stark mendandanimu seperti itu?" sela
ayahnya, menyipitkan mata dari balik jubah. "Apakah dia
mendapat kepuasan dengan memakaikan beledu dan sutra
padamu dan menjadikanmu putri manisnya?"
Theon merasakan darah naik ke wajahnya. "Aku bukan
putri siapa pun. Kalau kau tidak suka pakaianku, aku akan
menggantinya." "Ganti saja." Lord Balon melemparkan jubah kulit lalu
menghela tubuhnya berdiri. Dia tidak setinggi yang diingat
Theon. "Hiasan di lehermu itu"apakah dibeli dengan emas
atau besi?" Theon menyentuh rantai emas itu. Dia sudah lupa.?Sudah
192 lama sekali" Dalam Cara Lama, para perempuan boleh
menghias diri dengan ornamen yang dibeli menggunakan
koin, tapi seorang pejuang hanya mengenakan perhiasan yang
diambil dari mayat musuh yang dia bunuh dengan tangannya
sendiri. ?Membayar harga besi, itu istilahnya.
"Kau merona merah seperti perawan, Theon. Aku
bertanya padamu. Apakah kau membayar harga emas, atau
besi?" "Emas," Theon mengakui.
Ayahnya menyelipkan jemari di bawah kalung dan
menyentaknya begitu keras seolah hendak mencopot kepala
Theon, seandainya rantai itu tidak patah lebih dulu. "Putriku
mengambil kapak sebagai kekasih," Lord Balon berkata.
"Takkan kubiarkan putraku mendandani dirinya seperti
pelacur." Dia menjatuhkan kalung yang patah ke dalam
tungku, tempat benda itu menyusup di antara batu bara. "Ini
yang kutakutkan. Negeri hijau sudah membuatmu lembek,
dan Klan Stark sudah menjadikanmu milik mereka."
"Kau salah. Ned Stark menjadikanku tawanan, tapi
darahku masih garam dan besi."
Lord Balon berpaling untuk menghangatkan tangan
kurusnya di atas tungku. "Tapi bocah Stark itu mengirimmu
kepadaku seperti raven terlatih yang mencengkeram pesan
kecilnya." "Surat yang kubawa sama sekali tidak kecil," tukas
Theon, "dan tawaran yang diberikannya dibuat berdasarkan
saranku." "Raja serigala ini meminta nasihatmu?" Gagasan itu
sepertinya membuat Lord Balon geli.
"Ya, dia mendengarkanku. Aku berburu bersamanya,
berlatih bersamanya, berbagi makanan dan minuman
dengannya, berperang di sisinya. Aku sudah mendapatkan
kepercayaannya. Dia menganggapku sebagai kakaknya, dia?"
"Tidak."?Ayahnya menudingkan jari ke wajah Theon.
"Tidak di sini, tidak di Pyke, tidak dalam pendengaranku,
193 kau tidak boleh menyebutnya saudara, putra dari lelaki yang
sudah membunuh saudara kandungmu ini. Atau kau sudah
melupakan Rodrik dan Maron, darah dagingmu sendiri?"
"Aku tak melupakan apa pun." Sebenarnya Ned Stark
tidak membunuh kedua kakaknya. Rodrik dihabisi oleh Lord
Jason Mallister di Seagard, Maron tewas saat menara selatan yang
lama ambruk" tapi Stark pasti akan langsung membinasakan
keduanya jika situasi perang ternyata mempertemukan
mereka. "Aku mengingat kakak-kakakku dengan sangat baik,"
Theon bersikeras. Dia terutama mengingat tamparan mabuk
Rodrik dan lelucon kejam Maron serta kebohongannya yang
tiada akhir. "Aku juga ingat waktu ayahku menjadi raja."
Dia mengeluarkan surat Robb dan menyorongkannya. "Ini.
Bacalah" Yang Mulia."
Lord Balon mematahkan segel dan membuka gulungan
perkamen itu. Mata hitamnya bergerak-gerak. "Jadi bocah itu
akan memberiku mahkota lagi," katanya, "dan yang perlu
kulakukan hanyalah menghancurkan musuh-musuhnya."
Bibir tipis lelaki itu melengkung dalam senyuman.
"Saat ini Robb di Golden Tooth," kata Theon.
"Begitu sudah merebutnya, dia akan melewati perbukitan
itu dalam sehari. Pasukan Lord Tywin berada di Harrenhal,
terputus dari barat. Sang Pembantai Raja menjadi tawanan di
Riverrun. Hanya Ser Stafford Lannister dan orang-orang tak
berpengalaman yang dia kumpulkan yang akan mengadang
Robb di barat. Ser Stafford akan menempatkan dirinya di
antara pasukan Robb dan Lannisport, berarti kota tidak
terlindungi saat kita menyerangnya lewat laut. Jika para dewa
bersama kita, bahkan Casterly Rock sendiri bisa jatuh sebelum
pasukan Lannister sadar kita mendatangi mereka."
Lord Balon menggerutu. "Casterly Rock tak pernah
jatuh." "Sampai sekarang." Theon tersenyum. Dan betapa
manisnya saat itu terjadi.
Ayahnya tak membalas senyum itu. "Jadi ini alasan Robb
194 Stark mengembalikanmu kepadaku, setelah sekian lama" Agar
kau bisa mendapatkan persetujuanku untuk rencananya ini?"
"Ini rencanaku, bukan rencana Robb," cetus Theon
bangga.? Rencanaku, seperti halnya kemenangan akan menjadi
milikku, dan mahkota pada saatnya nanti.?"Aku sendiri yang akan
memimpin serangan, kalau kau mengizinkan. Sebagai hadiah
aku akan memintamu memberikan Casterly Rock untuk pusat
kekuasaanku sendiri, begitu kita sudah merebutnya dari Klan
Lannister." Bersama Rock, dia bisa menguasai Lannisport
dan wilayah barat yang penuh emas. Itu akan mendatangkan
kekayaan dan kekuasaan yang belum pernah dikenal Klan
Greyjoy. "Kau menghadiahi dirimu dengan sangat mahal
untuk suatu gagasan dan beberapa baris tulisan." Ayahnya
membaca surat itu lagi. "Bocah itu tak bilang apa-apa soal
hadiah. Hanya bahwa kau berbicara mewakilinya, dan aku
diminta mendengarkan, lalu memberikan kapal dan pedangku
kepadanya, dan sebagai balasannya dia akan memberiku
takhta." Mata batu api itu terangkat menatap mata putranya.
"Dia akan memberiku takhta," Lord Balon mengulangi, suaranya
menjadi tajam. "Pilihan kata yang buruk, tapi maksudnya adalah?"
"Maksudnya adalah apa yang tertulis di sini. Bocah itu
akan memberiku takhta. Dan apa yang diberikan bisa diambil
kembali." Lord Balon melempar surat ke tungku, di atas
kalung. Perkamen itu melengkung, menghitam, dan terbakar.
Theon terperangah. "Apa kau sudah gila?"
Ayahnya melayangkan tamparan yang menyengat dengan
punggung tangan. "Jaga lidahmu. Kau bukan di Winterfell
sekarang, dan aku bukan Robb si Bocah yang bisa kauajak
bicara seperti itu. Aku sang Greyjoy, Raja Pembantai dari Pyke,
Raja Garam dan Batu, Putra Angin Laut, dan tidak seorang
pun memberiku takhta. Aku membayar harga besi. Aku akan
mengambil takhtaku, seperti yang dilakukan Urron Redhand
lima ribu tahun silam."
195 Theon beringsut mundur, menjauh dari kemarahan
mendadak dalam suara ayahnya. "Ambillah, kalau begitu,"
dia meludah, pipinya masih berdenyut. "Sebut dirimu Raja
Kepulauan Besi, takkan ada yang peduli" sampai perang
berakhir, lalu sang pemenang memandang berkeliling dan
melihat orang tua bodoh bertengger di pantainya dengan
mahkota besi di kepala."
Lord Balon tertawa. "Yah, setidaknya kau bukan
pengecut. Sama seperti aku bukan orang bodoh. Kaupikir
aku mengumpulkan kapal-kapalku untuk menonton mereka
berayun-ayun di pelabuhan" Aku bermaksud memahat
kerajaan dengan api dan pedang" tapi bukan dari barat,
dan bukan atas perintah Raja Robb si Bocah. Casterly Rock
terlalu kuat, dan Lord Tywin terlalu menyebalkan liciknya.
Aye, kami mungkin merebut Lannisport, tapi kami tidak akan
mempertahankannya. Tidak. Aku mendambakan buah prem
yang berbeda" memang tidak semanis dan serenyah itu, tapi
buah itu menggantung di sana, matang dan tak terlindungi."
Di mana"?Theon bisa saja bertanya, tapi saat itu dia
sudah tahu. j 196 DAENERYS B angsa Dothraki menyebut komet itu shierak qiya, Bintang
Berdarah. Para lelaki tua menggumam bahwa itu pertanda
buruk, tapi Daenerys Targaryen melihatnya pertama kali
pada malam dia membakar Khal Drogo, malam ketika naganaganya terbangun. Itu adalah isyarat kegemilanganku, dia
membatin sewaktu menengadah menatap langit malam
dengan ketakjuban di hatinya. Para dewa mengirimnya untuk
menunjukkan jalan padaku.
Namun ketika dia mengutarakan pikiran tersebut,
dayangnya Doreah bergidik. "Di sana terbentang negeri merah,
Khaleesi.?Tempat yang suram dan menakutkan, kata para
penunggang kuda." "Arah yang ditunjuk komet itu adalah arah yang harus
kita tuju," Dany berkeras" walaupun sebenarnya, itu satusatunya arah yang terbuka untuknya.
Dia tidak berani ke utara menuju hamparan rumput
luas yang mereka sebut laut Dothraki. Khalasar pertama
yang mereka temui akan menghabisi rombongan compangcampingnya, membantai para pejuang dan memperbudak
sisanya. Negeri Kaum Biri-biri di sebelah selatan sungai juga
sama tertutupnya bagi mereka. Jumlah mereka terlalu sedikit
untuk mempertahankan diri bahkan dari kaum yang tak
197 pandai berperang itu, dan bangsa Lhazareen tak punya alasan
untuk menyukai mereka. Dia mungkin bisa pergi ke hilir


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuju kota Meereen, Yunkai, dan Astapor, tapi Rakharo
memperingatkan bahwa khalasar Pono sudah bergerak ke arah
itu, menggiring ribuan tawanan untuk dijual di pasar-pasar
budak yang membusuk bagaikan luka-luka terbuka di pesisir
Teluk Pembudak. "Kenapa aku harus takut pada Pono?" protes
Dany. "Dia ko2 Drogo, dan selalu ramah padaku."
"Ko Pono ramah padamu," sahut Ser Jorah Mormont.
"Khal Pono akan membunuhmu. Dia yang pertama
meninggalkan Drogo. Sepuluh ribu pejuang pergi bersamanya.
Kau punya seratus." Tidak, pikir Dany.?Aku punya empat. Sisanya perempuan,
lelaki tua yang sakit, dan bocah-bocah lelaki yang rambutnya
belum pernah dikepang.?"Aku punya naga-naga itu," Dany
mengingatkan. "Mereka baru menetas," kata Ser Jorah. "Satu tebasan
arakh bakal mengakhiri hidup mereka, walaupun Pono
kemungkinan besar akan menangkap mereka untuk dimiliki
sendiri. Telur-telur nagamu lebih berharga dibandingkan batu
mirah. Naga yang hidup tak ternilai harganya. Di seluruh
dunia, hanya ada tiga. Setiap orang yang melihat pasti akan
menginginkan mereka, ratuku."
"Mereka milikku," kata Dany garang. Naga-naga itu lahir
dari keyakinan dan kebutuhannya, dihidupkan oleh kematian
suami, putranya yang belum lahir, dan maegi Mirri Maz Duur.
Dany melangkah ke dalam api saat mereka muncul, dan mereka
meminum susu dari payudaranya yang membengkak. "Tidak
boleh ada yang mengambilnya dariku selama aku hidup."
"Kau takkan hidup lama jika sampai bertemu Khal
Pono. Atau Khal Jhaqo, maupun yang lainnya. Kau harus pergi
ke tempat yang tidak mereka datangi."
Dany mengangkat lelaki itu menjadi Pengawal Ratu"
dan ketika pendapat keras Mormont sudah seiring dengan
2. Ko adalah letnan dalam khalasar.
198 pertanda di langit, jalannya pun terbuka. Dia mengumpulkan
rakyatnya dan menunggangi kuda peraknya. Rambut Dany
hangus dalam api pembakaran Drogo, maka dayang-dayangnya
memakaikan kulit hrakkar yang dibunuh Drogo, singa putih
dari laut Dothraki. Kepala seram binatang itu menjadi tudung
untuk menutupi kepala botak Dany, kulit bulunya menjadi
jubah yang membungkus bahu dan menjuntai ke punggung.
Naga berwarna krem membenamkan cakar-cakar hitam tajam
ke surai singa itu dan melilitkan ekornya di lengan Dany,
sementara Ser Jorah menempati posisinya yang biasa di sisi
Dany. "Kita mengikuti komet," Dany memberitahu khalasarnya.?Begitu sudah diumumkan, tak ada kata yang terucap
untuk menentangnya. Mereka dulu rakyat Drogo, tapi mereka
rakyatnya sekarang.?Sang Kebal Api, mereka menyebutnya, dan
Ibu para Naga. Kata-kata Dany adalah hukum bagi mereka.
Mereka berkuda saat malam, dan siang harinya
berlindung dari matahari di bawah naungan tenda. Segera
saja Dany menyadari kebenaran kata-kata Doreah. Ini bukan
negeri yang bersahabat. Mereka meninggalkan jejak kuda-kuda
mati dan sekarat di sepanjang perjalanan, sebab Pono, Jhaqo,
dan yang lain sudah membawa hewan terbaik Drogo, hanya
menyisakan yang tua, kurus, sakit-sakitan, dan lemah, serta
kuda-kuda yang gering dan sulit diatur. Begitu pula dengan
orang-orangnya.? Mereka tidak kuat, Dany membatin, jadi aku
harus menjadi kekuatan mereka. Aku tak boleh menunjukkan
ketakutan, kelemahan, keraguan. Segentar apa pun hatiku, ketika
mereka menatap wajahku, yang harus mereka lihat hanyalah ratu
Drogo.?Dia merasa lebih tua dibandingkan umurnya yang
empat belas tahun. Seandainya dia memang pernah menjadi
seorang gadis, masa itu telah berlalu.
Tiga hari setelah perjalanan dimulai, orang pertama
mati. Lelaki tua ompong dengan mata biru berkabut, dia
jatuh kelelahan dari pelananya dan tidak mampu bangun lagi.
Satu jam kemudian dia telah tiada. Lalat darah mengerumuni
199 mayatnya dan menyampaikan nasib buruknya kepada yang
masih hidup. "Waktunya telah habis," dayang Dany, Irri,
mengumumkan. "Seharusnya tidak ada orang yang hidup
lebih lama daripada giginya." Yang lain setuju. Dany menyuruh
mereka membunuh kuda-kuda sekarat yang paling lemah, agar
lelaki mati itu dapat berkuda memasuki kerajaan malam.
Dua malam kemudian, seorang bayi perempuan yang
tewas. Lolongan pilu sang ibu berlangsung sepanjang hari,
tapi tak ada yang bisa dilakukan. Anak itu terlalu kecil untuk
diajak berkuda, sungguh malang. Rumput hitam tak berujung
di kerajaan malam bukanlah untuknya; anak itu harus terlahir
kembali. Tidak banyak makanan di negeri merah yang tandus,
dan air lebih sedikit lagi. Wilayah itu panas dan gersang
dengan perbukitan rendah dan dataran gundul yang tersapu
angin. Sungai-sungai yang mereka seberangi sekering tulang
orang mati. Kuda-kuda mereka hidup dari rumput iblis
cokelat dan alot yang tumbuh berumpun di dasar bebatuan
dan pohon-pohon mati. Dany mengirim pasukan pengawal
untuk menyebar mendahului rombongan, tapi mereka tak
menemukan sumur maupun sumber mata air, hanya kolamkolam berbau busuk, dangkal dan menggenang, menyusut
terbakar matahari. Semakin jauh mereka memasuki wilayah
tandus itu, semakin kecil kolam-kolamnya, dengan jarak yang
semakin jauh. Seandainya ada dewa di belantara tak bertuan
berisi batu, pasir, dan tanah merah ini, mereka adalah dewadewa yang tak berbelas kasih, tuli terhadap doa meminta hujan.
Anggur yang pertama kali habis, dan tak lama kemudian
susu kuda kental yang disukai para raja kuda melebihi
minuman keras beragi. Setelah itu persediaan roti pipih dan
daging kering juga tandas. Para pemburu tak menemukan
binatang buruan, dan hanya daging kuda mereka yang
mengganjal perut. Kematian menyusul kematian. Anak-anak
lemah, perempuan-perempuan tua keriput, orang-orang yang
sakit, bodoh, dan ceroboh, negeri kejam itu merenggut mereka
200 semua. Doreah menjadi kurus dan bermata cekung, rambut
emasnya yang halus kini segetas jerami.
Dany kelaparan dan kehausan bersama yang lain. Susu
di dadanya mengering, putingnya pecah-pecah dan berdarah,
dagingnya menyusut dari hari ke hari sampai dia sekurus dan
sekeras tongkat, namun naga-naganyalah yang dia khawatirkan.
Ayah Dany dibunuh sebelum dia lahir, begitu pula kakaknya
yang hebat, Rhaegar. Ibu Dany meninggal saat melahirkannya
sementara badai berkecamuk di luar. Ser Willem Darry nan
baik hati, yang pastinya menyayangi Dany meski tak seberapa,
dikalahkan penyakit ketika Dany masih sangat muda.
Kakaknya Viserys, Khal Drogo yang merupakan matahari-danbintang-nya, bahkan putranya yang belum lahir, para dewa
telah merenggut mereka semua. Mereka tidak boleh mengambil
naga-nagaku, Dany bersumpah. Tidak boleh.
Naga-naga itu tidak lebih besar daripada kucing ceking
yang pernah dilihatnya mengendap-endap di sepanjang
dinding estat Magistrat Illyrio di Pentos" sampai mereka
membentangkan sayap. Bentangan sayap mereka tiga kali
lipat panjang tubuh mereka, masing-masing sayap berbentuk
lembaran halus kulit transparan dengan warna menakjubkan,
terentang tegang di antara tulang-tulang tipis panjang. Jika
diamati benar-benar, bisa terlihat bahwa sebagian besar tubuh
mereka tersusun dari leher, ekor, dan sayap.?Sungguh makhlukmakhluk yang mungil, pikirnya selagi menyuapi mereka dengan
tangan. Atau lebih tepatnya, mencoba menyuapi mereka,
sebab naga-naga itu tak mau makan. Mereka mendesis dan
meludahi setiap potongan daging kuda berdarah sementara
asap mengepul dari lubang hidung, namun mereka tak mau
mengambil makanan itu" sampai Dany teringat perkataan
Viserys kepadanya saat mereka masih anak-anak.
Hanya naga dan manusia yang menyantap daging matang,
kata Viserys dulu. Setelah Dany meminta dayang-dayangnya membakar
daging kuda itu sampai gosong, ketiga naga mencabiknya
201 dengan bernafsu, kepala mereka memagut-magut seperti ular.
Asalkan dagingnya dibakar, mereka menelan dalam jumlah
beberapa kali lipat berat tubuh mereka sendiri setiap hari,
dan akhirnya mulai tumbuh lebih besar dan lebih kuat. Dany
mengagumi kehalusan sisik mereka, dan panas yang menguar
dari mereka, begitu gamblang sehingga pada malam-malam
yang dingin seluruh tubuh mereka seakan berasap.
Setiap malam saat khalasar itu berangkat, Dany memilih
seekor naga untuk bertengger di bahunya. Irri dan Jhiqui
membawa kedua naga lainnya dalam sangkar dari anyaman
kayu yang tergantung di antara kuda-kuda mereka, dan
berderap dekat di belakangnya, sehingga Dany tak pernah
hilang dari pandangan mereka. Itu satu-satunya cara untuk
membuat mereka tenang. "Naga-naga Aegon namanya diambil dari dewa-dewa
Valyria Tua," dia memberitahu para penunggang sedarahnya
pada suatu pagi setelah perjalanan malam yang panjang. "Naga
Visenya bernama Vhagar, Rhaenys punya Meraxes, dan Aegon
menunggangi Balerion, sang Teror Hitam. Dikisahkan bahwa
napas Vhagar begitu panas sampai bisa melelehkan zirah
seorang kesatria dan mematangkan bagian dalam tubuhnya,
bahwa Meraxes menelan kuda bulat-bulat, dan Balerion"
apinya sehitam sisiknya, sayapnya begitu lebar sehingga seluruh
kota tertutupi bayangannya saat naga itu melintas di langit."
Orang-orang Dothraki menatap ketiga anak naga
Daenerys dengan gelisah. Naga terbesar dari ketiganya
berwarna hitam mengilap, sisiknya dihiasi garis-garis merah tua
menyala serasi dengan sayap dan tanduknya. "Khaleesi," Aggo
bergumam, "itu dia Balerion, terlahir kembali."
"Mungkin benar yang kaukatakan, darah dari darahku,"
jawab Dany sungguh-sungguh, "tapi dia harus punya nama
baru untuk hidup baru ini. Aku akan menamai mereka semua
seperti orang-orang yang telah direnggut para dewa. Naga yang
hijau kunamai Rhaegal, untuk kakakku yang gagah berani,
yang tewas di Anak Sungai Hijau Trident. Yang krem dan emas
202 kunamai Viserion. Viserys kejam, lemah, dan penakut, tapi dia
tetap kakakku. Naganya akan melakukan apa yang tak dapat
dia lakukan." "Dan naga yang hitam?" tanya Ser Jorah Mormont.
"Yang hitam," sahut Dany, "adalah Drogon."
Namun sementara naga-naganya menjadi makmur,
khalasar-nya layu dan mati. Di sekeliling mereka tanah menjadi
semakin gersang. Bahkan rumput iblis pun semakin jarang;
kuda-kuda ambruk di tengah perjalanan, meninggalkan begitu
sedikit sehingga sebagian rakyatnya harus terseok-seok berjalan
kaki. Doreah terjangkit demam dan bertambah parah seiring
setiap liga yang mereka lewati. Bibir dan tangannya dipenuhi
lepuh darah, rambutnya rontok segumpal-segumpal, dan suatu
malam dia tak punya kekuatan untuk menunggangi kudanya.
Menurut Jhogo mereka harus meninggalkan Doreah atau
mengikatnya ke pelana, tapi Dany ingat satu malam di laut
Dothraki, ketika gadis Lys itu mengajarkan rahasia agar Drogo
bisa lebih mencintainya. Dia memberi Doreah air dari labu
kulitnya sendiri, mengompres dahinya dengan kain basah, dan
menggenggam tangannya sampai gadis itu meninggal dengan
tubuh gemetar. Baru setelah itu dia mengizinkan khalasar?-nya
untuk melanjutkan perjalanan.
Mereka tak melihat tanda-tanda keberadaan pejalan
lain. Orang-orang Dothraki mulai merutuk dengan ngeri
bahwa komet telah menuntun mereka ke neraka. Dany
mendatangi Ser Jorah suatu pagi saat mereka berkemah di
antara gundukan batu yang terpapar angin hitam. "Apakah kita
tersesat?" tanyanya kepada lelaki itu. "Apakah tanah tandus ini
tak berujung?" "Ada ujungnya," jawab Ser Jorah letih. "Aku sudah
melihat peta-peta yang digambarkan para pedagang, ratuku.
Tak banyak kafilah yang lewat sini, itu benar, tapi ada
kerajaan-kerajaan besar di sebelah timur, kota-kota yang penuh
keajaiban. Yi Ti, Qarth, Asshai di Tepi Bayangan?"?
"Apakah kita akan hidup untuk melihat semua itu?"
203 "Aku tak akan berbohong padamu. Jalan ini lebih sulit
daripada yang berani kubayangkan." Wajah sang kesatria
tampak pucat dan letih. Luka di pinggul yang didapatnya pada
malam ketika bertarung dengan para penunggang sedarah
Khal Drogo tak pernah benar-benar pulih; Dany bisa melihat
bagaimana lelaki itu mengernyit saat menaiki kuda, dan dia
sepertinya terkulai di pelana sepanjang perjalanan. "Barangkali
kita akan binasa jika terus melanjutkan" tapi aku tahu pasti
bahwa kita akan binasa jika kembali."
Dany mengecupnya ringan di pipi. Melihat lelaki itu
tersenyum membesarkan hatinya.?Aku juga mesti kuat untuknya,
pikir Dany muram.?Dia mungkin seorang kesatria, tapi aku adalah
keturunan naga. Kolam air berikutnya yang mereka temukan panas
mendidih dan berbau belerang, tapi labu kulit mereka hampir
kosong. Orang-orang Dothraki mendinginkan air dalam kendi
dan teko lalu meminumnya hangat-hangat. Rasa busuknya
tidak berkurang, tapi air tetaplah air, dan mereka semua
kehausan. Dany menatap cakrawala dengan putus asa. Mereka
sudah kehilangan sepertiga rombongan, tapi tanah tandus itu
masih membentang di hadapan mereka, suram, merah, dan
tak berujung.?Komet mengejek harapanku, pikirnya, menengadah
ke tempat komet itu menggurat langit.?Apakah aku melintasi
setengah dunia dan menyaksikan kelahiran naga-naga hanya untuk
mati bersama mereka di gurun panas yang kejam ini"?Dany tidak
mau memercayainya. Keesokan harinya, fajar merekah sewaktu mereka
menyeberangi hamparan tanah merah keras yang retak-retak.
Dany sudah hendak memerintahkan mereka untuk berkemah
ketika pasukan pengawalnya melaju kencang mendatanginya.
"Ada kota, Khaleesi," seru mereka. "Kota sepucat bulan dan
secantik perawan. Satu jam perjalanan, tidak lebih."
"Tunjukkan padaku," katanya.
Ketika kota itu muncul di hadapan Dany, dindingdinding dan menara-menaranya berkilau putih di balik
204 selubung panas, terlihat begitu indah sehingga Dany yakin
itu pasti fatamorgana. "Kau tahu kira-kira tempat apa ini?"
tanyanya kepada Ser Jorah.
Sang kesatria buangan menggeleng lelah. "Tidak,
ratuku. Aku belum pernah pergi sejauh ini ke timur."
Dinding-dinding putih di kejauhan menjanjikan


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

istirahat dan keamanan, kesempatan untuk pulih dan
menguatkan diri. Tak ada yang lebih diinginkan Dany selain
bergegas mendatanginya. Alih-alih dia berpaling kepada
para penunggang sedarahnya. "Darah dari darahku, pergilah
mendahului kami dan cari tahu nama kota ini, sambutan
seperti apa yang harus kita harapkan."
"Ai, Khaleesi," sahut Aggo.
Para penunggangnya sudah kembali dalam waktu singkat.
Rakharo berayun turun dari pelana. Dari sabuk medalinya
menggantung arakh besar melengkung yang dihadiahkan Dany
saat dia mengangkatnya sebagai penunggang sedarah. "Kota ini
mati, Khaleesi.?Kami menemukannya tanpa nama dan tanpa
dewa, gerbang-gerbangnya rusak, hanya angin dan lalat yang
berkeliaran di jalan."
Jhiqui bergidik. "Saat para dewa pergi, roh jahat berpesta
pada malam hari. Tempat-tempat semacam itu sebaiknya
dihindari. Semua orang tahu itu."
"Semua orang tahu," Irri membenarkan.
"Aku tidak." Dany menyentuhkan tumit ke kuda dan
memimpin jalan, berderap di bawah lengkungan hancur
gerbang kuno lalu menyusuri jalan yang sunyi. Ser Jorah dan
para penunggang sedarah mengikuti, kemudian, dengan lebih
lambat, orang-orang Dothraki lainnya menyusul.
Dia tak bisa mengetahui sudah berapa lama kota itu
ditinggalkan, tapi dinding-dinding putih yang begitu indah
dari kejauhan, ternyata retak dan berguguran saat dilihat
dari dekat. Di dalamnya terhampar labirin gang-gang sempit
yang berliku. Bangunan-bangunan berdiri berdekatan, bagian
mukanya kosong, pucat, tak berjendela. Semuanya putih,
205 seakan-akan orang yang tinggal di sini tak pernah mengenal
warna. Mereka berkuda melewati tumpukan puing yang
terpanggang matahari tempat rumah-rumah ambruk, dan di
tempat lain melihat noda-noda pudar bekas api. Di satu lokasi
tempat enam gang bertemu, Dany melewati tumpuan marmer
yang kosong. Dothraki pernah mengunjungi tempat ini,
sepertinya. Barangkali saat ini patung yang hilang itu tengah
berdiri di antara dewa-dewa curian lainnya di Vaes Dothrak.
Dia mungkin sudah melewatinya ratusan kali tanpa sadar. Di
bahu Dany, Viserion mendesis.
Mereka berkemah di depan reruntuhan sebuah
istana, di alun-alun yang porak-poranda tempat rumput iblis
tumbuh di antara batu jalan. Dany mengirim orang untuk
menggeledah reruntuhan itu. Sebagian pergi dengan enggan,
tapi mereka tetap pergi" dan seorang lelaki tua berparut
kembali sesaat kemudian, melompat-lompat dan tersenyum
lebar, tangannya penuh buah ara. Buah-buah itu kecil dan layu,
namun rakyatnya menyambar dengan rakus, saling dorong dan
sikut, menjejalkan buah ke dalam pipi dan mengunyah dengan
bahagia. Penggeledah lainnya kembali dengan cerita tentang
pohon-pohon buah lain, tersembunyi di balik pintu-pintu
tertutup dalam taman-taman rahasia. Aggo menunjukkan
kepadanya halaman berpagar tembok yang ditumbuhi sulursulur melingkar dan anggur hijau kecil, sementara Jhogo
menemukan sebuah sumur dengan air yang jernih dan dingin.
Tetapi mereka juga menemukan tulang-tulang, tengkoraktengkorak orang mati yang tak dikubur, terkelantang dan
rusak. "Hantu," gumam Irri. "Hantu-hantu jahat. Kita tak
boleh tinggal di sini, Khaleesi, ini tempat mereka."
"Aku tidak takut pada hantu. Naga lebih perkasa
dibandingkan hantu."?Dan buah ara lebih penting.?"Pergilah
dengan Jhiqui dan cari pasir bersih untuk mandi, jangan
ganggu aku lagi dengan omongan konyol."
Dalam kesejukan tendanya, Dany membakar daging
206 kuda di atas tungku dan merenungkan pilihan-pilihannya.
Ada makanan dan air di sini untuk menopang mereka, serta
cukup banyak rumput untuk mengembalikan kekuatan kudakuda. Betapa menyenangkan jika bisa terbangun setiap hari di
tempat yang sama, bersantai di taman yang rindang, makan
buah ara, dan minum air dingin sebanyak yang diinginkannya.
Ketika Irri dan Jhiqui kembali dengan periuk-periuk
berisi pasir putih, Dany membuka baju dan membiarkan
mereka menggosoknya sampai bersih. "Rambutmu mulai
tumbuh, Khaleesi," Jhiqui berkata sembari mengikis pasir dari
punggungnya. Dany mengusap puncak kepalanya, merasakan
rambut baru itu. Para lelaki Dothraki memanjangkan rambut
mereka, menatanya menjadi kepangan berminyak dan hanya
memotongnya saat kalah. Barangkali aku harus melakukan hal
serupa, pikirnya, untuk mengingatkan mereka bahwa kekuatan
Drogo hidup dalam diriku sekarang.?Khal Drogo mati dengan
rambut yang tak pernah dipotong, hanya segelintir lelaki yang
bisa membanggakan hal serupa.
Di seberang tenda, Rhaegal membentangkan sayap hijau
lalu mengepak dan terbang menggeletar setinggi lima belas
senti sebelum berdebuk ke karpet. Ketika naga itu mendarat,
ekornya melecut-lecut dengan marah, dan dia mengangkat
kepala lalu memekik.?Kalau punya sayap, aku pasti ingin terbang
juga, pikir Dany. Klan Targaryen pada masa lalu menunggangi
naga saat pergi berperang. Dia mencoba membayangkan
seperti apa rasanya, menaiki leher naga dan membubung tinggi
ke udara.?Pasti rasanya seperti berdiri di puncak gunung, hanya lebih
baik. Seluruh dunia terbentang di bawah sana. Jika terbang cukup
tinggi, aku bahkan dapat melihat Tujuh Kerajaan, dan menggapai
serta menyentuh komet. Irri membuyarkan lamunan Dany dan memberitahu
bahwa Ser Jorah Mormont ada di luar, menunggu untuk
menemuinya. "Suruh dia masuk," perintah Dany, kulitnya yang
tergosok pasir menggelenyar. Dia membungkus tubuh dengan
kulit singa. Tubuh hrakkar itu jauh lebih besar daripada Dany,
207 maka lembaran kulitnya menutupi semua yang ingin ditutupi.
"Aku membawakan buah persik," Ser Jorah berkata
sambil berlutut. Buah itu begitu kecil sehingga Dany nyaris bisa
menyembunyikannya dalam genggaman, dan terlalu matang,
tapi saat dia mencoba gigitan pertama, dagingnya begitu
manis sampai dia nyaris menangis. Dia memakannya perlahanlahan, menikmati setiap suapan, sementara Ser Jorah bercerita
tentang pohon dari mana buah itu dipetik, dalam taman dekat
dinding barat. "Buah, air, dan tempat bernaung," ujar Dany, pipinya
lengket dengan sari buah persik. "Para dewa berbaik hati
membawa kita ke tempat ini."
"Kita harus beristirahat di sini sampai sudah lebih
kuat," desak sang kesatria. "Negeri merah tidak ramah pada
yang lemah." "Kata dayang-dayangku di sana ada hantu."
"Di mana-mana ada hantu," sahut Ser Jorah lembut.
"Kita membawa mereka ke mana pun kita pergi."
Ya, Dany membatin. Viserys, Khal Drogo, putraku Rhaego,
mereka selalu bersamaku. "Katakan padaku nama hantumu,
Jorah. Kau tahu semua hantuku."
Wajah lelaki itu tanpa ekspresi. "Namanya Lynesse."
"Istrimu?" "Istri keduaku."
Membicarakan perempuan itu menyakiti hatinya, Dany
menyadari, tapi dia ingin tahu yang sebenarnya. "Hanya itu
yang bersedia kaukatakan tentangnya?" Kulit singa merosot
dari satu bahu dan Dany menariknya ke tempat semula.
"Apakah dia cantik?"
"Sangat cantik." Ser Jorah mengangkat pandang dari
bahu Dany ke wajahnya. "Pertama kali memeluknya, kupikir dia
dewi yang turun ke bumi, sang Perawan sendiri yang menjadi
nyata. Asal-usulnya jauh lebih mulia daripada aku. Dia putri
bungsu Lord Leyton Hightower dari Oldtown. Sang Banteng
Putih yang memimpin pasukan Pengawal Raja ayahmu adalah
208 paman-kakeknya. Hightower adalah keluarga kuno, sangat kaya
dan sangat angkuh." "Dan setia," Dany menimpali. "Aku ingat, Viserys
mengatakan bahwa Klan Hightower termasuk yang tetap
mendukung ayahku." "Itu benar," Ser Jorah mengakui.
"Apakah ayah kalian yang menjodohkan?"
"Tidak," sahut Ser Jorah. "Pernikahan kami" ceritanya
panjang dan membosankan, Yang Mulia. Aku tidak ingin
mengganggumu dengan cerita itu."
"Aku tak harus pergi ke mana-mana," kata Dany. "Cerita
saja." "Jika itu yang diperintahkan ratuku." Ser Jorah
mengerutkan dahi. "Rumahku" kau harus memahami itu
untuk memahami bagian lainnya. Bear Island indah, tapi
terpencil. Bayangkan pohon-pohon Old Oak berbonggol
dan pinus-pinus tinggi, semak berduri yang berbunga, batubatu kelabu berlapis lumut, sungai-sungai kecil mengalirkan
air sedingin es menuruni lereng-lereng bukit yang curam.
Kastel Mormont dibangun dari batang-batang kayu besar dan
dikelilingi pagar tanah. Selain sejumlah kecil petani pemilik
lahan, rakyatku tinggal di sepanjang pesisir dan mencari ikan
di laut. Pulau itu terletak jauh ke utara, dan musim dingin
kami lebih berat daripada yang bisa kaubayangkan, Khaleesi.
"Meski demikian, pulau itu cukup memuaskanku, dan
aku tak pernah kekurangan perempuan. Aku bergaul dengan
banyak perempuan penjual ikan dan putri petani, sebelum
dan sesudah aku menikah. Aku menikah muda, dengan
pengantin pilihan ayahku, seorang Glover dari Deepwood
Motte. Sepuluh tahun kami menikah, atau kira-kira selama itu.
Dia perempuan berwajah biasa, tapi baik hati. Kurasa lamakelamaan aku mencintainya sampai taraf tertentu, walaupun
hubungan kami lebih merupakan kewajiban daripada gairah.
Tiga kali dia keguguran saat berusaha memberiku keturunan.
Yang terakhir kalinya dia tak pernah pulih lagi. Dia meninggal
209 tak lama sesudahnya."
Dany menangkup tangan Ser Jorah dan meremas
jemarinya. "Aku ikut berdua untukmu, sungguh."
Ser Jorah mengangguk. "Saat itu ayahku sudah
bergabung dengan Garda Malam, jadi aku adalah Penguasa
Bear Island yang sah. Aku tidak kekurangan tawaran
pernikahan, tapi sebelum aku sempat mengambil keputusan,
Lord Balon Greyjoy memberontak melawan Perebut Takhta,
dan Ned Stark mengumpulkan pengikutnya untuk membantu
temannya Robert. Pertempuran terakhir berlangsung di Pyke.
Ketika pelontar batu Robert membuka celah di dinding Raja
Balon, seorang pendeta dari Myr menjadi orang pertama yang
menerobos, tapi aku tidak jauh di belakangnya. Untuk itu aku
dianugerahi gelar kesatria.
"Untuk merayakan kemenangannya, Robert menitahkan
bahwa turnamen perang harus diselenggarakan di luar
Lannisport. Di sanalah aku bertemu Lynesse, seorang gadis
berumur separuh dariku. Dia datang dari Oldtown bersama
ayahnya untuk menyaksikan kakak-kakak lelakinya berduel.
Aku tak mampu memalingkan pandangan darinya. Dengan
nekat, aku meminta tanda matanya untuk kukenakan dalam
turnamen perang, tak pernah bermimpi dia akan mengabulkan
permintaanku, namun ternyata dia setuju."
"Aku bertarung sama baiknya dengan lelaki mana pun,
Khaleesi, tapi aku tak pernah menjadi kesatria turnamen perang.
Namun dengan restu Lynesse terikat di lenganku, aku menjadi
lelaki yang berbeda. Aku memenangkan duel demi duel. Lord
Jason Mallister berhasil kutumbangkan, juga Bronze Yohn
Royce. Ser Ryman Frey, saudaranya Ser Hosteen, Lord Whent,
Babi Perkasa, bahkan Ser Boros Blount dari pasukan Pengawal
Raja, aku menjatuhkan semuanya dari kuda mereka. Dalam
pertarungan terakhir, aku mematahkan sembilan lembing
saat melawan Jaime Lannister, dan Raja Robert memberiku
mahkota daun sebagai juara. Aku memahkotai Lynesse ratu
cinta dan kecantikan, dan malam itu juga mendatangi ayahnya
210 untuk melamar dia. Aku mabuk, karena kemenangan sekaligus
anggur. Lazimnya, aku pasti menerima penolakan yang penuh
hinaan, tapi Lord Leyton menerima lamaranku. Kami menikah
di sana di Lannisport, dan selama dua minggu aku adalah
lelaki paling bahagia di seluruh dunia."
"Hanya dua minggu?" tanya Dany.?Bahkan aku saja
diberi lebih banyak kebahagiaan daripada itu, bersama Drogo sang
matahari-dan-bintang-ku. "Dua minggu adalah waktu yang kami butuhkan untuk
berlayar dari Lannisport kembali ke Bear Island. Rumahku
menjadi kekecewaan besar bagi Lynesse. Terlalu dingin, terlalu
lembap, terlalu jauh, kastelku hanya bangunan panjang dari
kayu. Kami tak punya pertunjukan drama, pentas komedi,
tidak ada pesta dansa maupun pekan raya. Musim demi musim
bisa berlalu tanpa seorang penyanyi pun datang untuk tampil
menghibur kami, dan tidak ada perajin emas di pulau. Bahkan
makanan pun menjadi cobaan. Juru masakku hanya paham
tentang memanggang dan merebus, dan sebentar saja Lynesse
sudah bosan dengan ikan dan daging rusa.
"Aku hidup demi senyumnya, jadi kusuruh orang
pergi jauh ke Oldtown untuk mencari juru masak baru, dan
mendatangkan pemain harpa dari Lannisport. Perajin emas,
pedagang permata, pembuat gaun, apa pun yang dia inginkan
aku carikan untuknya, tapi ternyata tidak pernah cukup. Bear
Island kaya akan beruang dan pohon, tapi kekurangan dalam
segala hal lain. Aku membangun kapal yang bagus untuknya
dan kami berlayar ke Lannisport serta Oldtown untuk
menghadiri festival dan pekan raya, suatu kali bahkan sampai
ke Braavos, tempat aku meminjam banyak uang dari rentenir.
Aku memenangkan janji pernikahan dan hatinya sebagai juara
turnamen, jadi aku mengikuti turnamen-turnamen lainnya
demi dia, namun keajaiban itu telah hilang. Aku tak pernah
Si Cantik Dari Tionggoan 2 Pendekar Pulau Neraka 23 Selir Raja Setan Harpa 13
^