Pencarian

Peperangan Raja Raja 6

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin Bagian 6


akan menyampaikan usulan tersebut kepada Robb untuk
dipertimbangkan, sementara Maester Luwin menuliskannya di
perkamen. Tengah hari datang dan pergi. Maester Luwin menyuruh
Poxy Tym pergi ke dapur, dan mereka makan siang di ruangan
itu dengan hidangan keju, ayam jantan yang dikebiri, dan
roti gandum cokelat. Sambil mengoyak unggas dengan jarijari gemuk, Lord Wyman bertanya dengan sopan mengenai
Lady Hornwood, salah seorang sepupunya. "Dia lahir sebagai
seorang Manderly, kau tahu. Barangkali, bila sudah tidak
berduka lagi, dia ingin kembali menjadi seorang Manderly,
271 eh?" Dia menggigit potongan sayap, dan tersenyum lebar.
"Kebetulan sekali, aku sudah menduda delapan tahun terakhir
ini. Sudah saatnya aku menikah lagi, tidakkah kalian setuju,
tuan-tuan" Seorang lelaki mudah kesepian." Setelah melempar
tulang-tulang sayap, dia meraih potongan paha. "Atau jika sang
lady menyukai lelaki yang lebih muda, yah, putraku Wendel
juga belum menikah. Dia sedang berada di selatan mengawal
Lady Catelyn, tapi sudah pasti dia ingin menikah saat kembali
nanti. Pemuda yang gagah berani, dan periang. Lelaki yang
tepat untuk membuat sang lady tertawa lagi, benar?" Dia
menyeka lemak dari dagu dengan lengan tuniknya.
Bran bisa mendengar dentang samar senjata-senjata dari
jendela. Dia tidak peduli tentang pernikahan. Seandainya aku
bisa berada di halaman. Lord Wyman menunggu sampai meja dibersihkan
sebelum menyinggung masalah surat yang dia terima dari
Lord Tywin Lannister, yang menawan putranya Ser Wylis di
Anak Sungai Hijau. "Dia menawarkan untuk mengembalikan
putraku tanpa tebusan, dengan syarat aku menarik pasukanku
dari pasukan Yang Mulia dan bersumpah untuk tidak melawan
lagi." "Kau akan menolaknya, tentu saja," ujar Ser Rodrik.
"Tidak perlu khawatir soal itu," sang lord meyakinkan
mereka. "Raja Robb tak punya abdi yang lebih setia
dibandingkan Wyman Manderly. Namun aku tidak suka
melihat putraku merana di Harrenhal lebih lama daripada
yang seharusnya. Itu tempat yang mengerikan. Terkutuk, kata
orang. Bukan berarti aku percaya kisah-kisah semacam itu,
tapi tetap saja, demikianlah adanya. Lihat apa yang menimpa
si Janos Slynt. Diangkat menjadi Lord Harrenhal oleh sang
ratu, dan ditumbangkan oleh adik Ratu sendiri. Dikirim ke
Tembok Besar, kabarnya. Aku berharap pertukaran tawanan
yang pantas dapat diatur sebelum terlalu lama. Aku tahu Wylis
tidak akan mau duduk-duduk saja sampai perang berakhir.
Berani, putraku itu, dan seganas anjing mastiff."
272 Bahu Bran kaku akibat duduk terus di kursi yang sama
saat pertemuan hampir berakhir. Dan malam itu, sewaktu
bersiap untuk makan malam, terdengar bunyi sangkakala
mengabarkan kedatangan tamu lainnya. Lady Donella
Hornwood tidak membawa rombongan kesatria dan pelayan;
hanya dirinya sendiri serta enam prajurit letih dengan lambang
kepala rusa moose pada seragam jingga mereka yang berdebu.
"Kami sangat menyesal atas semua penderitaanmu, my lady,"
Bran berkata saat perempuan itu datang menghadapnya untuk
menyampaikan salam. Lord Hornwood terbunuh dalam
pertempuran di Anak Sungai Hijau, putra tunggal mereka
gugur di Hutan Berbisik. "Winterfell akan ingat."
"Senang mengetahuinya." Dia perempuan berkulit
pucat, setiap garis di wajahnya tergurat dengan dukacita. "Aku
sangat letih, my lord. Bila diizinkan untuk beristirahat, aku
sangat berterima kasih."
"Tentu saja," sahut Ser Rodrik. "Masih banyak waktu
untuk berbincang-bincang besok."
Ketika hari esok tiba, hampir sepanjang pagi dihabiskan
untuk membicarakan padi-padian, sayur-sayuran, dan daging
yang diasinkan. Begitu para maester di Citadel mereka
mengumumkan awal musim gugur, orang-orang bijak
menyisihkan sebagian hasil panen" walaupun seberapa banyak
yang disisihkan menjadi urusan yang sepertinya membutuhkan
banyak pembicaraan. Lady Hornwood menyimpan seperlima
hasil panennya. Atas saran Maester Luwin, dia berjanji akan
menaikkannya menjadi seperempat.
"Anak haram Bolton mengumpulkan orang di
Dreadfort," Lady Hornwood mengingatkan mereka. "Aku
harap dia bermaksud membawa mereka ke selatan untuk
bergabung dengan ayahnya di Twins, tapi waktu aku mengirim
orang untuk menanyakan niatnya, dia bilang tidak ada lelaki
Bolton yang sudi ditanya-tanya perempuan. Seakan-akan dia
anak kandung dan berhak menyandang nama itu."
"Lord Bolton tak pernah mengakui anak itu, sejauh
273 yang kutahu," Ser Rodrik berkata. "Kuakui, aku tidak
mengenalnya." "Tidak banyak yang mengenalnya," sahut Lady
Hornwood. "Dia tinggal bersama ibunya sampai dua tahun
lalu, ketika Domeric muda wafat dan meninggalkan Bolton
tanpa ahli waris. Saat itulah dia membawa anak haramnya
ke Dreadfort. Kudengar anak itu makhluk yang licik, dan dia
punya pelayan yang hampir sama kejamnya seperti dia. Reek,
mereka menyebutnya. Si Bau busuk. Kabarnya dia tidak pernah
mandi. Mereka berburu bersama, si Anak Haram dan Reek
ini, dan bukan berburu kijang. Aku mendengar banyak kisah,
hal-hal yang sulit kupercaya, bahkan untuk ukuran seorang
Bolton. Dan sekarang setelah suami serta putraku yang manis
pergi ke haribaan para dewa, si Anak Haram melihat tanahku
dengan lapar." Bran ingin memberikan seratus orang kepada sang lady
untuk mempertahankan haknya, namun Ser Rodrik hanya
berkata, "Dia mungkin melihat, tapi seandainya dia berbuat
lebih daripada itu, aku berjanji akan ada pembalasan yang
setimpal. Kau akan cukup aman, my lady... walaupun barangkali
pada saatnya nanti, ketika dukacitamu sudah berlalu, kau bisa
mempertimbangkan untuk menikah lagi."
"Aku sudah tidak mungkin mengandung lagi, kecantikan
yang kumiliki telah lama pergi," dia menjawab diiringi senyum
setengah hati yang letih, "tapi para lelaki datang mengendusku,
sesuatu yang tak pernah mereka lakukan waktu aku masih
gadis." "Kau tidak tertarik pada para peminang ini?" tanya
Luwin. "Aku akan menikah lagi jika Yang Mulia memerintahkan,"
Lady Hornwood menyahut, "tapi Mors Crowfood adalah
pemabuk keji, dan lebih tua dibandingkan ayahku. Sementara
sepupu ningratku Manderly, tempat tidur beliau tidak cukup
besar untuk menampung dirinya sendiri, dan aku jelas terlalu
kecil serta rapuh untuk berbaring di bawahnya."
274 Bran tahu bahwa laki-laki tidur di atas perempuan saat
mereka berbagi tempat tidur. Dia membayangkan, tidur di
bawah Lord Manderly pasti rasanya seperti tidur di bawah kuda
jatuh. Ser Rodrik mengangguk simpati kepada sang janda. "Kau
akan mendapat peminang lainnya, my lady. Kita akan mencoba
mencarikan calon yang lebih sesuai dengan seleramu."
"Barangkali kau tidak perlu mencari terlalu jauh, Ser."
Setelah sang lady pergi, Maester Luwin tersenyum. "Ser
Rodrik, aku yakin my lady tertarik padamu."
Ser Rodrik berdeham dan terlihat tidak nyaman.
"Dia sangat sedih," ujar Bran.
Ser Rodrik mengangguk. "Sedih dan lembut, sama sekali
bukan hal yang buruk untuk perempuan seusianya, dengan
segala kerendahan hatinya. Namun tetap saja merupakan
ancaman bagi kedamaian kerajaan kakakmu."
"Dia?" Bran bertanya, heran.
Maester Luwin menjawab. "Tanpa keturunan langsung,
sudah pasti akan banyak pengklaim yang bersaing untuk
mendapatkan tanah Hornwood. Klan Tallhart, Flint, dan
Karstark punya pertalian dengan Klan Hornwood melalui
garis perempuan, dan Klan Glover mengasuh anak haram Lord
Halys di Deepwood Motte. Dreadfort setahuku tidak punya
klaim, tapi tanah mereka bersisian, dan Roose Bolton bukan
orang yang rela melewatkan kesempatan semacam itu."
Ser Rodrik menarik-narik cambang. "Dalam kasus-kasus
seperti ini, lord junjungannya mesti mencarikan pasangan yang
sesuai." "Kenapa bukan kau saja yang menikahinya?" Bran
bertanya. "Kaubilang dia tidak buruk, dan Beth akan punya
ibu." Kesatria tua itu meletakkan tangan di lengan Bran.
"Gagasan yang murah hati, pangeranku, tapi aku hanya
seorang kesatria, lagi pula sudah terlalu tua. Aku mungkin bisa
mempertahankan tanahnya selama beberapa tahun, tapi begitu
aku mati, Lady Hornwood akan mendapati dirinya terperosok
275 ke dalam masalah yang sama, dan masa depan Beth mungkin
juga akan terancam."
"Kalau begitu biarkan saja anak haram Lord Hornwood
menjadi ahli waris," ujar Bran, memikirkan kakak tirinya Jon.
Ser Rodrik menyahut, "Itu pasti akan menyenangkan
Klan Glover, barangkali roh Lord Hornwood juga, tapi
menurutku Lady Hornwood tidak akan menyukai kita. Anak
itu bukan darah dagingnya."
"Tetap saja," ujar Maester Luwin, "itu patut
dipertimbangkan. Lady Donella sudah melewati masa
suburnya, seperti yang dia katakan sendiri. Kalau bukan si
anak haram, siapa lagi?"
"Boleh aku undur diri?" Bran bisa mendengar para
squire beradu pedang di halaman, dentang baja pada baja.
"Silakan, pangeranku," jawab Ser Rodrik. "Kau bertugas
dengan baik." Bran tersipu senang. Menjadi penguasa tidak
semembosankan yang dia khawatirkan, dan karena pertemuan
dengan Lady Hornwood jauh lebih ringkas daripada Lord
Manderly, dia bahkan punya waktu beberapa jam siang ini
untuk menjenguk Summer. Bran senang menghabiskan waktu
bersama serigalanya setiap hari, bila Ser Rodrik dan sang
maester mengizinkan. Begitu Hodor memasuki hutan sakral, Summer
langsung muncul dari bawah pohon ek, nyaris seolah-olah
dia sudah tahu mereka akan datang. Bran melihat satu sosok
hitam ramping juga mengawasi dari semak-semak. "Shaggy,"
dia memanggil. "Sini, Shaggydog. Kemarilah." Tapi serigala
Rickon menghilang secepat munculnya.
Hodor sudah tahu tempat favorit Bran, jadi dia membawa
anak itu ke pinggir kolam di bawah naungan rindang pohon
utama, tempat Lord Eddard kerap berlutut untuk berdoa. Riakriak melintasi permukaan air ketika mereka tiba, membuat
pantulan pohon weirwood bekerlapan dan menari. Tapi tidak
ada angin. Untuk sesaat Bran kebingungan.
Lalu Osha menyeruak keluar dari kolam diiringi percikan
276 besar, begitu mendadak sampai-sampai Summer sekalipun
tersentak mundur sambil menggeram. Hodor melonjak pergi
sambil melolong, "Hodor, Hodor" dengan cemas sampai Bran
menepuk-nepuk bahunya untuk menenangkan ketakutan
pemuda itu. "Bagaimana kau bisa berenang di situ?" tanyanya
kepada Osha. "Bukankah airnya dingin?"
"Waktu bayi aku menyusu air beku, Nak. Aku suka
dingin." Osha berenang ke bebatuan dan ke luar dengan tubuh
meneteskan air. Dia telanjang, kulitnya bergelombang karena
merinding. Summer merayap mendekat dan mengendus
perempuan itu. "Aku ingin menyentuh dasar kolam."
"Aku tidak pernah tahu ada dasarnya."
"Barangkali memang tidak ada." Dia menyeringai. "Apa
yang kaulihat, Nak" Belum pernah melihat perempuan?"
"Sudah pernah." Bran pernah mandi dengan kakakkakak perempuannya ratusan kali dan dia juga pernah melihat
para pelayan perempuan di kolam air panas. Tapi Osha tampak
berbeda, keras dan tajam, bukannya lembut dan berlekuk.
Kakinya sangat kurus, payudaranya rata seperti dua kantong
kosong. "Bekas lukamu banyak sekali."
"Semuanya didapat dengan susah payah." Osha
memungut gaun cokelatnya yang longgar, menepis daun-daun
yang menempel, lalu mengenakannya dari atas kepala.
"Bertarung dengan raksasa?" Osha bilang masih ada
raksasa di luar Tembok Besar. Mungkin suatu hari nanti aku bisa
melihatnya" "Bertarung dengan manusia." Dia mengencangkan
gaun dengan sabuk dari tali. "Seringnya dengan para gagak
hitam. Aku juga pernah membunuh satu," tuturnya sambil
mengibaskan rambut. Rambut Osha sudah tumbuh sejak dia
datang ke Winterfell, jauh melewati telinganya. Dia terlihat
lebih lembut dibandingkan perempuan yang pernah mencoba
merampok dan membunuh Bran di hutan serigala. "Aku
dengar omongan di dapur hari ini, tentang kau dan anak-anak
Frey itu." 277 "Siapa" Mereka bilang apa?"
Osha memberinya cengiran masam. "Bahwa hanya
bocah tolol yang berani mengejek raksasa, dan ini dunia yang
gila karena seorang anak cacat harus membela si raksasa."
"Hodor tak pernah tahu mereka mengejeknya," kata
Bran. "Dia tak pernah berkelahi." Bran ingat suatu masa
ketika masih kecil, dia pergi ke alun-alun pasar bersama
ibunya dan Septa Mordane. Mereka membawa Hodor untuk
membawakan barang-barang, tapi Hodor menghilang entah
ke mana, dan sewaktu mereka menemukannya, beberapa anak
tengah memojokkannya di salah satu gang, menusuk-nusuknya
dengan tongkat. "Hodor!" dia berteriak-teriak, meringkuk dan
melindungi diri, tapi tak pernah mengangkat tangan untuk
melawan para penyiksanya. "Kata Septon Chayle dia punya
jiwa yang halus." "Aye," sahut Osha, "dan tangan yang cukup kuat untuk
memuntir lepas kepala orang dari bahunya, kalau dia mau.
Meski begitu, dia sebaiknya berhati-hati terhadap Walder itu.
Dia dan kau juga. Si besar yang mereka panggil kecil, menurutku
namanya sangat cocok. Besar di luar, kecil di dalam, dan kejam
sampai ke tulang." "Dia takkan berani menyakitiku. Dia takut pada
Summer, walaupun tak mau mengakuinya."
"Berarti dia mungkin tak sebodoh yang terlihat." Osha


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selalu waspada saat berada di dekat direwolf-direwolf itu. Pada
hari Osha ditangkap, Summer dan Grey Wind mengoyak tiga
orang wildling sampai hancur. "Atau mungkin dia memang
bodoh. Dan itu juga bisa menimbulkan masalah." Osha
mengikat rambut. "Kau mendapat mimpi serigala lagi?"
"Tidak." Bran tidak suka membicarakan mimpi-mimpi
itu. "Seorang pangeran harus berdusta lebih baik daripada
itu." Osha tertawa. "Yah, mimpimu adalah urusanmu.
Urusanku di dapur, dan sebaiknya aku kembali sebelum Gage
mulai berteriak dan mengayunkan sendok kayunya yang besar.
278 Mohon undur diri, pangeranku."
Seharusnya dia tak pernah bicara tentang mimpi serigala,
Bran membatin selagi Hodor membawanya menaiki tangga
ke kamar. Dia berjuang melawan kantuk selama mungkin,
tapi pada akhirnya tidur berhasil menguasai, seperti biasa.
Malam ini dia memimpikan weirwood. Pohon itu menatapnya
dengan mata merah tua, memanggil-manggilnya dengan mulut
kayu yang terpelintir, dan dari sela dahan yang pucat si gagak
bermata tiga muncul sambil mengepakkan sayap, mematuki
wajah Bran dan menyerukan namanya dengan suara setajam
pedang. Gelegar sangkakala membangunkannya. Bran mendorong tubuh hingga terbaring miring, bersyukur atas
penangguhan hukuman itu. Dia mendengar kuda-kuda dan
seruan riuh rendah. Lebih banyak tamu yang datang, dan setengah
mabuk bila mendengar keributannya. Bran mencengkeram
palang lalu menghela tubuh dari tempat tidur dan pindah
ke bangku jendela. Pada panji mereka terpampang raksasa
terbelenggu rantai putus yang memberitahunya bahwa ini
adalah rombongan Umber, datang dari negeri utara sesudah
Sungai Akhir. Keesokan harinya dua di antara mereka datang bersamasama untuk menghadap; para paman Greatjon, lelaki-lelaki
galak berusia lanjut dengan janggut seputih jubah kulit beruang
yang mereka kenakan. Seekor gagak pernah salah mengira
Mors sudah mati dan mematuki matanya, maka lelaki itu
memasang kaca naga sebagi pengganti bola matanya. Seperti
yang diceritakan Nan Tua, Mors menyambar gagak itu lalu
menggigit kepalanya sampai lepas, maka mereka menamainya
Lahapan Gagak. Nan Tua tak pernah mau memberitahu Bran
mengapa kakak Mors yang kurus, Hother, dijuluki Kutukan
Sundal. Begitu mereka duduk, Mors langsung meminta izin
untuk menikahi Lady Hornwood. "Greatjon adalah tangan
kanan Serigala Muda yang dapat diandalkan, semua tahu itu
279 benar. Siapa yang lebih mampu melindungi tanah sang janda
daripada seorang Umber, dan Umber mana yang lebih baik
daripada aku?" "Lady Donella masih berduka," Maester Luwin berkata.
"Aku punya obat untuk dukacita di balik jubah buluku."
Mors tertawa. Ser Rodrik berterima kasih dengan sopan dan
berjanji akan menyampaikan hal tersebut kepada sang lady dan
sang raja. Hother menginginkan kapal-kapal. "Orang-orang
wildling menerobos dari utara, lebih banyak daripada yang
pernah kulihat selama ini. Mereka menyeberangi Teluk
Anjing Laut dengan perahu-perahu kecil dan mendarat di
pantai kami. Garda Malam di Mata Timur terlalu sedikit
untuk menghentikan mereka, dan mereka bersembunyi
secepat musang. Kapal panjanglah yang kami butuhkan, aye,
dan orang-orang kuat untuk membawanya berlayar. Greatjon
membawa terlalu banyak. Setengah hasil panen kami layu
karena kekurangan orang untuk mengayunkan sabit."
Ser Rodrik menarik-narik cambang. "Kau punya
hutan berisi pinus tinggi dan ek berusia tua. Lord Manderly
punya banyak perajin kapal dan pelaut. Bersama-sama kalian
seharusnya bisa meluncurkan cukup banyak kapal panjang
untuk menjaga kedua pantai kalian."
"Manderly?" Mors Umber mendengus. "Buntelan
karung lemak itu" Rakyatnya sendiri mengejek dia sebagai Lord
Lamprey, kudengar. Orang itu nyaris tak bisa berjalan. Kalau
kita menancapkan pedang di perutnya, sepuluh ribu belut
akan menggeliat keluar."
"Dia gendut," Ser Rodrik mengakui, "tapi dia tidak
bodoh. Kau akan bekerja sama dengannya, atau sang raja akan
mendapat laporan dariku." Di luar dugaan Bran, kedua Umber
yang kasar itu setuju melaksanakan perintahnya, walaupun
tetap sambil menggerutu. Selagi pertemuan berlangsung, pasukan Glover tiba dari
Deepwood Motte, begitu pula rombongan besar Tallhart dari
280 Torrhen"s Square. Galbart dan Robett Glover meninggalkan
Deepwood di tangan istri Robett, tapi pengurus rumah tangga
mereka yang datang ke Winterfell. "My lady meminta maaf
atas ketidakhadirannya. Anak-anaknya masih terlalu kecil
untuk perjalanan sejauh ini, dan dia tidak suka meninggalkan
mereka." Bran dengan segera menyadari bahwa sesungguhnya
si pengurus rumah tangga dan bukan Lady Glover-lah yang
berkuasa di Deepwood Motte. Lelaki itu mengakui bahwa saat
ini dia hanya menyisihkan sepersepuluh dari hasil panennya.
Seorang cenayang memberitahunya akan ada musim panas
yang berlimpah sebelum udara dingin datang, katanya. Maester
Luwin punya banyak hal buruk untuk dikatakan tentang
cenayang. Ser Rodrik memerintahkan lelaki itu menyisihkan
seperlima, dan menanyai si pengurus rumah tangga dengan
lebih detail tentang anak haram Lord Hornwood, si bocah
Larence Snow. Di utara, semua anak haram bangsawan
memakai nama belakang Snow. Anak ini hampir dua belas
tahun, dan si pengurus rumah tangga memuji kecerdasan serta
keberaniannya. "Gagasanmu tentang si anak haram mungkin berguna,
Bran," Maester Luwin berkata sesudahnya. "Aku rasa suatu hari
nanti kau akan menjadi penguasa yang baik untuk Winterfell."
"Tidak akan." Bran tahu dia takkan pernah menjadi
penguasa, seperti halnya dia takkan menjadi kesatria. "Robb
akan menikah dengan salah satu gadis Frey, kau sendiri yang
bilang padaku, dan anak-anak Walder mengatakan hal serupa.
Dia akan punya anak-anak lelaki, dan mereka yang akan
menjadi penguasa Winterfell menggantikannya, bukan aku."
"Bisa jadi, Bran," Ser Rodrik menyahut, "tapi aku
menikah tiga kali dan semua istriku melahirkan anak
perempuan. Sekarang hanya Beth yang tersisa untukku.
Kakakku Martyn memiliki empat putra yang kuat, tapi
hanya Jory yang hidup sampai dewasa. Saat dia dibunuh,
garis keturunan Martyn ikut mati bersamanya. Ketika kita
membicarakan masa depan, tidak pernah ada yang pasti."
281 Leobald Tallhart mendapat giliran keesokan harinya.
Dia membicarakan tanda-tanda cuaca dan kemalasan rakyat
jelata, serta menyampaikan betapa keponakannya gatal ingin
berperang. "Benfred sudah membentuk pasukan penombaknya
sendiri. Anak-anak muda, tidak ada yang di atas sembilan belas
tahun, tapi mereka semua menganggap diri mereka serigala
muda juga. Waktu kubilang mereka hanya kelinci-kelinci
muda, mereka menertawakanku. Sekarang mereka menyebut
diri mereka Terwelu Liar dan berkuda ke mana-mana dengan
kulit kelinci terikat ke ujung tombak mereka, menyanyikan
lagu-lagu kepahlawanan."
Menurut Bran, itu kedengaran hebat. Dia teringat
Benfred Tallhart, bocah besar pembual bersuara lantang
yang sering berkunjung ke Winterfell bersama ayahnya, Ser
Helman, dan berteman dengan Robb juga Theon Greyjoy.
Tapi Ser Rodrik jelas tidak suka mendengar hal itu. "Jika sang
raja membutuhkan pasukan tambahan, dia akan memanggil
mereka," tegasnya. "Beritahu keponakanmu bahwa dia harus
tetap berada di Torrhen's Square, seperti yang diperintahkan
ayahnya." "Baik, Ser," sahut Leobald, dan baru setelah itu
menyinggung masalah Lady Hornwood. Wanita malang, tanpa
suami untuk menjaga tanahnya maupun anak lelaki untuk
mewarisinya. Istrinya sendiri adalah seorang Hornwood, adik
mendiang Lord Halys, tentunya mereka ingat. "Kediaman yang
kosong sungguh menyedihkan. Aku terpikir untuk mengirim
putraku yang lebih muda kepada Lady Donella untuk diasuh
seperti putranya sendiri. Beren hampir sepuluh tahun, anak
yang baik, dan keponakan sang lady sendiri. Aku yakin dia bisa
menghibur bibinya, dan mungkin bahkan menggunakan nama
Hornwood?" "Jika dia ditunjuk sebagai ahli waris?" sela Maester
Luwin. ?"agar Klan mereka dapat berlanjut," pungkas Leobald.
Bran sudah tahu apa yang harus dikatakan. "Terima
282 kasih atas gagasannya, my lord," dia mencetus sebelum Ser
Rodrik sempat berbicara. "Kami akan menyampaikan masalah
ini kepada kakakku Robb. Oh, dan Lady Hornwood."
Leobald tampak kaget bahwa Bran bersuara. "Terima
kasih, pangeranku," dia berkata, tapi Bran melihat sorot iba
di mata biru pucatnya, mungkin bercampur dengan sedikit
kelegaan karena anak cacat ini, bagaimanapun, bukan putranya.
Untuk sesaat dia membenci lelaki itu.
Tapi Maester Luwin lebih menyukainya. "Beren Tallhart
bisa jadi merupakan jawaban terbaik kita," katanya ketika
Leobald sudah pergi. "Berdasarkan garis darah, dia setengah
Hornwood. Kalau dia menggunakan nama pamannya?"
?"tetap saja dia masih anak-anak," kata Ser Rodrik,
"dan bakal kesulitan mempertahankan tanahnya dari orangorang seperti Mors Umber atau anak haram Roose Bolton. Kita
harus memikirkannya dengan saksama. Robb harus menyimak
pendapat kita sebelum membuat keputusan."
"Pada akhirnya mungkin hanya masalah kepraktisan,"
ujar Maester Luwin. "Bangsawan mana yang paling dia
butuhkan bantuannya. Dataran sungai adalah bagian dari
kerajaannya, dia mungkin ingin memperkuat persekutuan
dengan menikahkan Lady Hornwood kepada salah satu
penguasa Trident. Seorang Blackwood, barangkali, atau
seorang Frey?" "Lady Hornwood boleh mengambil salah satu dari Frey
kita," tukas Bran. "Dia boleh mengambil dua-duanya kalau
mau." "Kau tidak berbaik hati, pangeranku," tegur Ser Rodrik
lembut. Bocah-bocah Walder juga tidak. Dengan wajah merengut,
Bran menekuri meja dan tidak berbicara.
Selama hari-hari berikutnya, burung raven berdatangan
dari kediaman penguasa lainnya, menyampaikan penyesalan.
Anak haram Klan Dreadfort tidak akan bergabung dengan
mereka, Klan Mormont dan Karstark semua sudah pergi ke
283 selatan bersama Robb, Lord Locke terlalu tua untuk menempuh
perjalanan jauh, Lady Flint sedang mengandung, ada wabah
penyakit di Mata Janda. Akhirnya seluruh pengikut utama
Klan Stark sudah menghadap kecuali Howland Reed si orang
rawa, yang selama bertahun-tahun tak pernah meninggalkan
rawanya, dan Klan Cerwyn yang kastelnya berjarak setengah
hari berkuda dari Winterfell. Lord Cerwyn ditawan pasukan
Lannister tapi putranya, pemuda berusia empat belas tahun,
tiba pada suatu pagi yang cerah dan berangin diiringi dua
lusin penombak berkuda. Bran tengah menunggangi Dancer
berkeliling halaman ketika mereka melintasi gerbang. Dia
berderap mendekat untuk menyambut mereka. Cley Cerwyn
sejak dulu berteman dengan Bran dan saudara-saudaranya.
"Selamat pagi, Bran," Cley berseru riang. "Atau aku
mesti memanggilmu Pangeran Bran sekarang?"
"Hanya kalau kau mau."
Cley tertawa. "Kenapa tidak" Semua orang lainnya
adalah raja atau pangeran akhir-akhir ini. Apakah Stannis juga
menulis surat untuk Winterfell?"
"Stannis" Aku tidak tahu."
"Dia juga raja sekarang," Cley memberitahu. "Dia bilang
Ratu Cersei tidur dengan saudara kembarnya, jadi Joffrey itu
anak haram." "Joffrey si Jadah," salah seorang kesatria Cerwyn
menggeram. "Pantas saja dia tidak beriman, karena berayah
sang Pembantai Raja."
"Aye," yang lain menyahut, "para dewa membenci inses.
Lihat saja bagaimana mereka meruntuhkan Klan Targaryen."
Untuk sesaat Bran merasa seolah tidak dapat bernapas.
Ada tangan raksasa yang meremas dadanya. Dia merasa seperti
meluncur jatuh, dan menggenggam tali kekang Dancer kuatkuat.
Kengerian pasti terlihat jelas di wajahnya. "Bran?" Cley
Cerwyn memanggil. "Kau sakit" Ini hanya tambahan satu raja
lagi." 284 "Robb akan mengalahkannya juga." Dia membelokkan
Dancer menuju istal, tidak menyadari tatapan bingung pasukan
Cerwyn. Darahnya menderu di telinga, dan seandainya tidak
terikat ke pelana barangkali dia sudah jatuh.
Malam itu Bran berdoa kepada dewa-dewa ayahnya
agar memberikan tidur tanpa mimpi. Seandainya para dewa
mendengar, mereka mengejek harapannya, sebab mimpi buruk
yang mereka kirimkan lebih buruk daripada semua mimpi
serigala. "Terbang atau mati!" pekik si gagak bermata tiga sambil
mematukinya. Dia menangis dan memohon tapi si gagak tak
kenal ampun. Si gagak mencungkil mata kirinya lalu yang
kanan, dan setelah dia buta, burung itu mematuki dahinya,
menusukkan paruh tajam yang menyakitkan jauh ke dalam
tengkoraknya. Dia menjerit sampai dia yakin paru-parunya
pasti meledak. Sakitnya seperti ada kapak yang membelah
kepala Bran, tapi ketika si gagak menarik ke luar paruhnya
yang berlumur serpihan tulang dan otak, dia bisa melihat lagi.
Apa yang dilihatnya membuat dia terkesiap ngeri. Dia sedang
bergelantungan di menara setinggi berkilo-kilometer, dan
jemarinya tergelincir, kukunya menggaruk-garuk batu, berat
kakinya menarik Bran ke bawah, kaki lumpuh yang tolol dan


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak berguna. "Tolong aku!" teriaknya. Seorang lelaki keemasan
muncul di langit di atas Bran dan menariknya ke atas. "Inilah
yang kulakukan demi cinta," gumamnya lirih selagi dia
mendorong Bran yang menendang-nendang ke udara kosong.
j 285 TYRION " T idurku tidak senyenyak waktu muda dulu," jelas
Maester Agung Pycelle dengan maksud meminta maaf
untuk pertemuan di pagi buta itu. "Lebih baik aku bangun,
walaupun dunia masih gelap, lalu berbaring gelisah di tempat
tidur, memikirkan tugas-tugas yang belum selesai," tuturnya"
meskipun mata sayunya membuat dia terlihat setengah tidur
sewaktu mengatakannya. Dalam ruangan berangin di bawah sarang raven, gadis
pelayannya menyajikan telur rebus, setup prem, dan bubur,
sementara Pycelle menyampaikan khotbahnya. "Pada masamasa susah ini, ketika begitu banyak yang kelaparan, menurutku
tindakan terbaik adalah hanya makan secukupnya."
"Patut dihargai," Tyrion mengakui seraya memecahkan
sebutir telur cokelat besar yang mengingatkannya pada
kepala botak sang Maester Agung yang bebercak. "Aku punya
pandangan berbeda. Kalau ada makanan aku memakannya,
siapa tahu besok tidak ada lagi." Dia tersenyum. "Aku ingin
tahu, apakah raven-ravenmu juga bangun pagi?"
Pycelle mengusap janggut putih yang menjuntai ke
dadanya. "Tentu saja. Perlukah aku minta diambilkan pena
dan tinta setelah kita makan?"
"Tidak perlu." Tyrion meletakkan surat-surat itu di
286 meja di samping buburnya, perkamen kembar yang digulung
rapat dan disegel dengan lilin pada kedua ujungnya. "Suruh
pelayanmu pergi supaya kita bisa bicara."
"Tinggalkan kami, Nak," perintah Pycelle. Gadis pelayan
itu buru-buru keluar dari ruangan. "Nah, surat-surat ini..."
"Ditujukan untuk Doran Martell, Pangeran Dorne."
Tyrion mengelupas cangkang yang retak dan menggigit
telurnya. Butuh garam. "Satu surat, dalam dua salinan. Kirim
burung-burung tercepatmu. Urusan ini sangat penting."
"Akan kulepas mereka begitu kita selesai sarapan."
"Lepaskan mereka sekarang. Setup prem bisa menunggu.
Kerajaan mungkin tidak. Lord Renly tengah memimpin
pasukannya di jalan mawar, dan tidak ada yang tahu kapan
Lord Stannis akan berlayar dari Dragonstone."
Pycelle berkedip. "Kalau my lord menginginkan?"
"Dia menginginkannya."
"Aku siap melayani." Sang maester berdiri dengan susah
payah, rantai ordonya berdenting lembut. Itu benda yang
berat, selusin rantai maester dijalin memutari dan mengait
satu sama lain, dihiasi batu-batu mulia. Dan di mata Tyrion
sepertinya rantai emas, perak, serta platina jauh lebih banyak
dibandingkan rantai-rantai dari logam biasa.
Pycelle bergerak begitu lambat sampai-sampai Tyrion
sempat mengabiskan telurnya dan mencicipi buah prem"
terlalu matang dan berair"menurut seleranya"sebelum bunyi
kepakan sayap mendorongnya untuk berdiri. Dia melihat
raven itu, titik gelap di langit fajar, dan cepat-cepat berbalik
menghadap labirin rak di ujung jauh ruangan.
Koleksi obat-obatan sang maester sungguh mengesankan;
lusinan botol bersegel lilin, ratusan tabung bersumbat, botolbotol dari kaca susu yang sama banyaknya, stoples-stoples
herba kering yang tak terhitung jumlahnya, masing-masing
ditempeli label dalam tulisan tangan Pycelle yang rapi. Benak
yang rapi, pikir Tyrion, dan benar saja, begitu sudah memahami
susunannya, dengan mudah terlihat bahwa setiap ramuan
287 memiliki tempat masing-masing. Dan benar-benar koleksi yang
menarik. Dia melihat racun tidurlelap dan tabirmalam, sari
bunga opium, air mata Lys, bubuk jamur payung kelabu, bunga
wolfsbane dan tarian iblis, racun basilisk, matabuta, darah
janda" Dengan berjinjit dan menjulurkan leher ke atas, dia
berhasil menarik botol kecil berdebu dari rak yang tinggi. Saat
membaca labelnya, dia tersenyum dan menyelipkan botol itu
ke dalam lengan baju. Dia sudah kembali ke meja dan mengupas telur
berikutnya ketika Maester Agung Pycelle merayap menuruni
tangga. "Sudah dilaksanakan, my lord." Lelaki tua itu duduk.
"Urusan seperti ini" lebih baik diselesaikan secepatnya, benar,
benar... sangat penting, katamu tadi?"
"Oh, ya." Buburnya terlalu kental, menurut Tyrion, dan
butuh tambahan mentega serta madu. Tentu saja, mentega
dan madu belakangan ini jarang terlihat di King"s Landing,
walaupun Lord Gyles menyimpannya dalam jumlah banyak di
kastel. Setengah dari makanan yang mereka santap akhir-akhir
ini berasal dari tanah lelaki itu atau Lady Tanda. Rosby dan
Stokeworth terletak tak jauh dari kota di sebelah utara, namun
belum tersentuh oleh perang.
"Pangeran Dorne sendiri. Bolehkah aku bertanya..."
"Sebaiknya tidak."
"Kalau itu maumu." Keingintahuan Pycelle begitu
menggebu sampai-sampai Tyrion nyaris bisa mengecapnya.
"Barangkali" majelis sang raja?"
Tyrion mengetukkan sendok kayu ke pinggir mangkuk.
"Majelis dibentuk untuk menasihati Raja, Maester."
"Benar," sahut Pycelle, "dan sang raja?"
?"adalah bocah tiga belas tahun. Aku berbicara
mewakilinya." "Itu benar. Tentu saja. Tangan Kanan Raja Sendiri.
Akan tetapi" kakak Anda yang mulia, Ratu Pemangku kita,
dia?" 288 ?"menanggung beban berat di bahu putihnya yang
indah itu. Aku tidak mau menambah bebannya. Apa kau
mau?" Tyrion menelengkan kepala dan menatap Maester
Agung dengan pandangan menyelidik.
Pycelle kembali menurunkan pandang ke makanannya.
Sesuatu tentang mata hijau-dan-biru Tyrion yang tak serasi
membuat orang-orang merinding; Tyrion tahu benar akan
hal itu dan memanfaatkannya. "Ah," si lelaki tua bergumam
ke buah premnya. "Sudah pasti kau punya hak untuk itu, my
lord. Baik sekali kau bersedia" membebaskan sang ratu" dari
beban ini." "Sifatku memang seperti itu." Tyrion kembali menyantap
bubur yang mengecewakan. "Baik hati. Bagaimanapun Cersei
adalah kakakku sendiri."
"Dan seorang perempuan, tentunya," Maester Agung
Pycelle berkata. "Perempuan yang luar biasa, tapi" ini bukan
hal yang mudah, mengelola semua urusan kerajaan, terlepas
dari jenis kelaminnya yang amat rapuh?"
Oh, ya, dia serapuh merpati, tanya saja Eddard Stark.
"Aku senang kau berbagi keprihatinan yang sama. Dan aku
berterima kasih atas kemurahan hatimu berbagi makanan.
Tapi hari panjang sudah menanti." Tyrion mengayunkan kaki
ke luar dan merosot turun dari kursi. "Maukah kau berbaik
hati untuk langsung mengabariku begitu kita menerima
balasan dari Dorne?"
"Tentu saja, my lord."
"Dan hanya kepadaku?"
"Ah" tentu saja." Tangan Pycelle yang bebercak
mencengkeram janggut seperti orang tenggelam mencengkeram
tali. Itu membuat hati Tyrion gembira. Satu, pikirnya.
Dia terkedek-kedek ke luar ke halaman bawah; kaki-kaki
pendeknya mengerang protes saat menuruni tangga. Matahari
sudah tinggi di langit, dan kastel menggeliat hidup. Para
penjaga menyusuri dinding, para kesatria dan prajurit berlatih
dengan senjata tumpul. Tak jauh dari sana, Bronn duduk di
289 bibir sumur. Sepasang gadis pelayan cantik melenggang lewat
membawa keranjang anyaman berisi ilalang, tapi si prajurit
bayaran tak pernah menoleh. "Bronn, kau membuatku putus
asa." Tyrion menunjuk gadis-gadis itu. "Dengan pemandangan
manis seperti itu di hadapanmu, matamu hanya melihat
kumpulan orang udik yang berisik."
"Ada seratus rumah bordil di kota ini tempat sekeping
perunggu sompek bisa memberiku semua pelacur yang
kuinginkan," Bronn menjawab, "tapi suatu hari nanti hidupku
mungkin akan bergantung pada secermat apa aku mengawasi
orang-orang udikmu." Dia berdiri. "Siapa bocah berbaju kotakkotak biru dengan gambar tiga mata di perisainya?"
"Kesatria merdeka. Tallad, dia menyebut namanya.
Kenapa?" Bronn mendorong seutas rambut jatuh dari depan
mata. "Dia yang terbaik di antara mereka. Tapi perhatikan,
dia terjebak dalam ritme, melakukan pukulan yang sama
dengan urutan yang sama setiap kali dia menyerang." Bronn
menyeringai. "Itu akan menjadi kematiannya, pada hari dia
berhadapan denganku."
"Dia bersumpah setia pada Joffrey; kemungkinan besar
dia tidak akan menghadapimu." Mereka beranjak menyeberangi
halaman, Bronn menyamakan langkah panjangnya dengan
langkah pendek Tyrion. Belakangan ini si prajurit bayaran
terlihat nyaris terhormat. Rambut gelapnya dicuci dan disikat,
dia baru bercukur, dan dia memakai pelat dada hitam sebagai
tanda perwira Garda Kota. Dari bahunya menjuntai jubah
merah tua Lannister bermotif tangan-tangan emas. Tyrion
menghadiahkan jubah itu kepada Bronn saat mengangkatnya
sebagai kepala pengawal pribadi. "Berapa banyak pemohon
yang datang hari ini?" dia bertanya.
"Tiga puluhan," jawab Bronn. "Kebanyakan mengajukan
keluhan, atau menginginkan sesuatu, seperti biasa. Binatang
peliharaanmu kembali."
Tyrion mengerang. "Lady Tanda?"
290 "Pesuruhnya. Dia mengundangmu makan malam
dengannya lagi. Dia bilang akan ada daging pinggang rusa,
sepasang angsa isi dengan saus mulberry, dan?"
?"putrinya," pungkas Tyrion masam. Sejak jam pertama
dia tiba di Benteng Merah, Lady Tanda terus membuntutinya,
bersenjatakan segudang pai lamprey, babi hutan, dan setup krim
lezat. Entah dari mana dia mendapat ide bahwa bangsawan
cebol akan menjadi suami yang sempurna bagi putrinya Lollys,
gadis besar, lembut, dan bodoh yang menurut kabar burung
masih perawan di usia 33 tahun. "Sampaikan penyesalanku
kepadanya." "Tidak berselera makan angsa isi?" Bronn tersenyum
jahat. "Mungkin sebaiknya kau yang makan angsanya dan
menikahi perawan itu. Atau lebih baik lagi, kirim Shagga."
"Shagga bisa jadi akan memakan si perawan dan
menikahi si angsa," renung Bronn. "Lagi pula, Lollys lebih
berat daripada dia."
"Itu intinya," Tyrion mengakui selagi mereka melintas
di bawah bayang-bayang lorong tertutup yang menghubungkan
dua menara. "Siapa lagi yang menginginkanku?"
Si prajurit bayaran menjadi serius. "Ada rentenir dari
Braavos, membawa kertas bagus dan sebagainya, minta bertemu
sang raja tentang pembayaran pinjaman."
"Seakan-akan Joff bisa menghitung lebih dari dua puluh.
Kirim orang itu ke Littlefinger, dia akan mencari jalan untuk
menghalanginya. Apa lagi?"
"Seorang bangsawan rendah dari Trident, mengatakan
pasukan ayahmu membakar kastelnya, memerkosa istrinya,
dan membunuh semua petaninya."
"Aku yakin mereka menyebut itu perang." Tyrion
menduga ini ulah Gregor Clegane, atau Ser Amory Lorch atau
anjing neraka peliharaan ayahnya yang lain, si orang Qohor.
"Apa yang dia inginkan dari Joffrey?"
"Petani-petani baru," ujar Bronn. "Dia berjalan sejauh
291 ini untuk menyanyikan betapa setianya dia dan memohon
ganti rugi." "Aku akan meluangkan waktu untuknya besok." Entah
benar-benar setia atau hanya putus asa, penguasa sungai yang
patuh mungkin akan berguna. "Pastikan dia mendapat kamar
yang nyaman dan makanan panas. Kirimkan juga sepatu
bot baru untuknya, yang bagus, atas kebaikan Raja Joffrey."
Pertunjukan kemurahan hati tak pernah merugikan.
Bronn mengangguk singkat. "Ada juga rombongan besar
tukang roti, tukang daging, juga penjual buah dan sayur yang
berteriak-teriak minta didengar."
"Aku sudah bilang pada mereka, aku tidak bisa
memberikan apa pun." Hanya ada sejumlah kecil makanan
yang masuk ke King"s Landing, sebagian besar ditujukan untuk
kastel dan garnisun. Harga melonjak gila-gilaan untuk sayurmayur, umbi-umbian, tepung, dan buah, dan Tyrion tidak
ingin memikirkan daging macam apa yang masuk ke periuk
di warung-warung makan di Bokong Kutu. Ikan, dia berharap.
Mereka masih punya sungai dan laut" setidaknya sampai Lord
Stannis berlayar. "Mereka menginginkan perlindungan. Tadi malam
seorang tukang roti dipanggang dalam ovennya sendiri. Massa
mengatakan dia menjual roti dengan harga terlalu mahal."
"Apa benar?" "Dia tidak mungkin menyangkalnya."
"Mereka tidak memakannya, kan?"
"Yang kudengar tidak."
"Kali berikutnya akan seperti itu," ujar Tyrion muram.
"Aku memberi mereka perlindungan sebisaku. Pasukan jubah
emas?" "Mereka bilang ada pasukan jubah emas di antara
massa," kata Bronn. "Mereka menuntut untuk bicara langsung
dengan sang raja." "Dasar bodoh." Tyrion mengusir mereka disertai
292 permintaan maaf; keponakannya pasti akan mengusir mereka
dengan cambuk dan tombak. Dia setengah tergoda untuk
membiarkannya" tapi tidak, dia tidak berani. Cepat atau
lambat, akan ada musuh yang menyerbu King"s Landing, dan
hal terakhir yang diinginkannya adalah para pengkhianat
di dalam kota. "Beritahu mereka Raja Joffrey memahami
ketakutan mereka dan akan berusaha semampunya untuk


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membantu mereka." "Mereka butuh roti, bukan janji."
"Kalau hari ini aku memberi roti, besok yang datang ke
gerbang bakal dua kali lebih banyak. Siapa lagi?"
"Seorang saudara hitam datang dari Tembok Besar. Kata
pengurus rumah tangga, dia membawa tangan busuk dalam
stoples." Tyrion tersenyum lemah. "Aku heran tidak ada yang
memakannya. Kurasa aku harus menemuinya. Bukan Yoren,
aku rasa?" "Bukan. Seorang kesatria. Thorne."
"Ser Alliser Thorne?" Dari semua saudara hitam yang
dia temui di Tembok Besar, Tyrion Lannister paling tidak suka
pada Ser Alliser Thorne. Lelaki getir dan keji yang terlalu tinggi
menilai diri sendiri. "Setelah dipikir lagi, rasanya aku tidak
berminat menemui Ser Alliser saat ini. Carikan dia kamar
sempit yang ilalang di lantainya sudah setahun tidak diganti,
dan biarkan tangannya bertambah busuk sedikit."
Bronn mendengus tertawa dan beranjak pergi,
sementara Tyrion berjuang menaiki tangga yang mengular.
Sewaktu terpincang-pincang melintasi halaman luar, dia
mendengar pintu besi berderak naik. Kakak perempuannya
dan satu rombongan besar sudah menunggu di gerbang utama.
Cersei menunggangi kuda putih, menjulang di atas
Tyrion. Dewi bergaun hijau. "Dik," panggilnya, tidak dengan
hangat. Sang ratu tidak suka dengan cara Tyrion menangani
Janos Slynt. "Yang Mulia." Tyrion membungkuk sopan. "Kau
293 tampak menawan pagi ini." Rambut Cersei emas, jubahnya
dari bulu cerpelai. Rombongannya menunggangi kuda-kuda
di belakangnya: Ser Boros Blount dari pasukan Pengawal
Raja, mengenakan zirah pelat putih dan wajah merengut
favoritnya; Ser Balon Swann, busur menggantung dari pelana
bertatahkan perak; Lord Gyles Rosby, batuk berdengihnya
terdengar makin parah; Hallyne sang Pawang Api dari Serikat
Alkemis; dan kesayangan terbaru sang ratu, sepupu mereka Ser
Lancel Lannister, squire mendiang suaminya yang naik pangkat
menjadi kesatria atas desakan janda yang ditinggalkan. Vylarr
dan dua puluh penjaga mengawal mereka. "Kau hendak ke
mana hari ini, Kak?" tanya Tyrion.
"Aku berpatroli ke gerbang-gerbang untuk memeriksa
semua pelontar panah dan pelontar api yang baru. Menurutku
tidak semua orang mengabaikan pertahanan kota ini seperti
yang tampaknya kaulakukan." Cersei menatap tajam dengan
mata hijau jernihnya, begitu indah bahkan dalam kemuakan.
"Aku mendapat kabar bahwa Renly Baratheon sudah berangkat
dari Highgarden. Dia kini sedang menyusuri jalan mawar,
diikuti seluruh pasukannya."
"Varys melaporkan hal yang sama padaku."
"Dia bisa tiba di sini saat purnama."
"Tidak dengan kecepatannya yang sangat santai,"
Tyrion meyakinkan. "Dia berpesta setiap malam di kastel yang
berbeda, dan mengadakan audiensi di setiap persimpangan
yang dilewatinya." "Dan setiap hari, makin banyak yang bergabung di
bawah panjinya. Kabarnya saat ini pasukannya berjumlah
seribu orang." "Kedengarannya terlalu banyak."
"Dia didukung kekuatan Storm"s End dan Highgarden,
bodoh," Cersei membentaknya. "Seluruh pengikut Tyrell
kecuali Klan Redwyne, dan untuk itu kau bisa berterima
kasih padaku. Selama aku menahan anak kembarnya yang
tak berguna itu, Lord Paxter akan bertahan di Arbor dan
294 menganggap dirinya beruntung tidak ikut terlibat."
"Sayang sekali kau membiarkan Kesatria Bunga lolos
dari jari-jari cantikmu. Meski begitu, Renly menghadapi
masalah lain selain kita. Ayah kita di Harrenhal, Robb Stark
di Riverrun... kalau jadi dia, aku hanya akan melakukan apa
yang dilakukannya saat ini. Berjalan maju, memamerkan
kekuatan untuk dilihat seisi kerajaan, mengamati, menunggu.
Membiarkan lawan-lawanku bertarung sementara aku
mengulur waktuku sendiri. Jika Stark mengalahkan kita,
wilayah selatan akan jatuh ke tangan Renly seperti durian
runtuh, dan dia tidak perlu kehilangan satu orang pun. Jika
yang terjadi sebaliknya, dia bisa menyerang kita saat kita masih
lemah." Cersei tidak terhibur. "Aku minta kau memaksa Ayah
membawa pasukannya ke King's Landing."
Tempat pasukan itu takkan bermanfaat selain membuatmu
merasa aman. "Kapan aku pernah bisa memaksa Ayah
melakukan apa pun?" Dia mengabaikan pertanyaan itu. "Dan kapan kau
berencana membebaskan Jaime" Dia bernilai seratus kali lipat
dirimu." Tyrion menyeringai masam. "Tolong jangan beritahu
Lady Stark. Kita tidak punya seratus diriku untuk ditukarkan."
"Ayah pasti sudah gila karena mengirimmu. Kau lebih
buruk daripada tak berguna." Sang ratu menyentak tali
kekang dan memutar kuda palfrey-nya. Dia berderap keluar
dari gerbang, jubah bulu cerpelai berkibar di belakangnya.
Rombongannya bergegas mengikuti.
Sesungguhnya, Renly Baratheon tidak terlalu
menggentarkan Tyrion, tak seperti kakaknya Stannis. Renly
kesayangan rakyat jelata, tapi dia belum pernah memimpin
pasukan dalam perang. Stannis sebaliknya: keras, dingin, tak
tergoyahkan. Andai mereka punya cara untuk mengetahui
apa yang terjadi di Dragonstone" tapi semua nelayan yang
dibayarnya untuk memata-matai pulau itu tak pernah kembali,
295 bahkan para informan yang menurut si orang kasim sudah dia
tempatkan dalam rumah tangga Stannis, secara mencurigakan
tidak bersuara. Namun lambung bergaris-garis khas kapal
perang Lys sudah terlihat di lepas pantai, dan Varys mendapat
laporan dari Myr tentang nakhoda-nakhoda bayaran yang
bekerja untuk Dragonstone.
Jika Stannis menyerang dari laut sementara adiknya Renly
menyerbu gerbang, mereka pasti akan langsung menancapkan kepala
Joffrey di pasak. Lebih buruk lagi, kepalaku akan terpancang di
sampingnya. Pikiran yang meresahkan. Dia mesti membuat
rencana untuk mengeluarkan Shae dengan selamat dari kota,
bila hal terburuk kemungkinan akan terjadi.
Podrick Payne berdiri di pintu ruangannya, mengamati
lantai. "Dia di dalam," pemuda itu mengumumkan ke gesper
sabuk Tyrion. "Ruangan Anda. My lord. Maaf."
Tyrion menghela napas. "Lihat aku, Pod. Sungguh tidak
nyaman kalau kau berbicara ke pelindung selangkanganku,
terutama saat aku sedang tidak mengenakannya. Siapa yang
ada di ruanganku?" "Lord Littlefinger." Podrick menatap wajahnya sekilas,
lalu buru-buru menurunkan pandang. "Maksud saya, Lord
Petyr. Lord Baelish. Sang bendahara."
"Kau membuatnya terdengar seperti banyak orang."
Bocah itu membungkuk seperti kena pukul, anehnya membuat
Tyrion merasa bersalah. Lord Petyr duduk di bangku jendela, malas-malasan
dan elegan dalam balutan baju doublet mewah sewarna buah
prem dan mantel satin kuning, satu tangannya yang bersarung
diletakkan di lutut. "Sang raja melawan terwelu dengan busur
silang," katanya. "Terwelunya menang. Lihatlah."
Tyrion harus berjinjit agar bisa melihat. Seekor
terwelu mati tergeletak di bawah sana; seekor lagi, telinga
panjangnya berkedut-kedut, sudah hampir mati terkena panah
di pinggangnya. Panah-panah berkepala persegi berserakan
di tanah yang padat seperti jerami yang dihamburkan badai.
296 "Sekarang!" seru Joff. Si pemburu melepaskan terwelu yang
dia pegang, lalu meloncat menjauh. Joffrey menyentak pelatuk
pada busur. Panahnya melesat enam puluh sentimeter. Terwelu
itu berdiri pada kaki belakangnya dan menggerak-gerakkan
hidung pada sang raja. Sambil mengumpat, Joff memutar roda
untuk menggulung kembali senarnya, tapi binatang itu sudah
lenyap sebelum dia sempat memasang panah baru. "Lagi!" Si
pemburu meraih ke dalam kandang. Kali ini si terwelu melesat
ke bebatuan, sementara tembakan Joffrey yang terburu-buru
nyaris mengenai selangkangan Ser Preston.
Littlefinger berpaling. "Nak, kau suka terwelu yang
diawetkan di periuk?" tanyanya kepada Podrick Payne.
Pod menatap sepatu bot sang tamu, sepatu bagus dari
kulit yang dicelup warna merah, berhias pola melingkar hitam.
"Untuk dimakan, my lord?"
"Berinvestasilah pada periuk," saran Littlefinger.
"Sebentar lagi terwelu akan membanjiri kastel. Kita bakal
makan terwelu tiga kali sehari."
"Lebih baik daripada sate tikus," ujar Tyrion. "Pod,
tinggalkan kami. Kecuali Lord Petyr ingin disajikan minuman?"
"Terima kasih, tapi tidak." Littlefinger menyunggingkan
senyum mengejeknya. "Kata orang, minumlah dengan si cebol,
dan saat terjaga kau sudah ada di Tembok Besar. Warna hitam
membuat wajah pucatku terlihat tak sehat."
Jangan takut, my lord, pikir Tyrion, bukan Tembok Besar
yang kurencanakan untukmu. Dia duduk di kursi tinggi yang
ditumpuk bantal-bantal dan berkata, "Kau terlihat sangat
elegan hari ini, my lord."
"Aku terluka. Aku berusaha terlihat elegan setiap hari."
"Apakah itu doublet baru?"
"Benar. Kau sangat cermat."
"Prem dan kuning. Apakah itu warna-warna Klan-mu?"
"Bukan. Tapi orang bisa bosan memakai warna yang
sama siang-malam, atau begitulah menurutku."
297 "Pisaumu juga sangat bagus."
"Benarkah?" Ada kekejian di mata Littlefinger. Dia
menghunus pisau itu dan mengamatinya dengan santai,
seakan-akan belum pernah melihatnya. "Baja Valyria, dan
gagang tulang naga. Tapi agak sederhana. Itu milikmu, kalau
kau mau." "Milikku?" Tyrion menatapnya lekat-lekat. "Tidak.
Kurasa tidak. Tak pernah jadi milikku." Dia tahu, bajingan
busuk. Dia tahu dan dia tahu bahwa aku tahu, dan dipikirnya aku
tak dapat menyentuhnya. Jika ada lelaki yang benar-benar membungkus dirinya
dengan zirah emas, itu adalah Petyr Baelish, bukan Jaime
Lannister. Zirah termasyhur Jaime hanya baja yang disepuh
emas, tapi Littlefinger, ah" Tyrion sudah mengetahui
beberapa hal tentang Petyr yang manis, dan pengetahuan itu
membuatnya gelisah. Sepuluh tahun lalu, Jon Arryn memberinya tugas remeh
di bagian cukai, tempat Lord Petyr dengan cepat membuktikan
kemampuannya sebagai petugas yang menghasilkan pendapatan
tiga kali lebih banyak dibandingkan semua pemungut cukai
lainnya. Raja Robert sangat boros dengan uang kerajaan.
Orang seperti Petyr Baelish, yang punya bakat menggosokkan
dua keping naga emas untuk menghasilkan keping ketiga,
sungguh tak ternilai bagi Tangan Kanan Raja. Littlefinger naik
kelas secepat panah melesat. Dalam tiga tahun sejak datang ke
istana, dia sudah menjadi bendahara sekaligus anggota majelis
kecil, dan hari ini pendapatan kerajaan berjumlah sepuluh
kali lipat dibandingkan saat dikelola pendahulunya yang
kesulitan" walaupun utang-utang kerajaan juga tumbuh pesat.
Petyr Baelish adalah ahli sulap.
Oh, dia memang cerdas. Dia bukan sekadar
mengumpulkan emas lalu menguncinya dalam ruang
penyimpanan, tidak. Dia membayar utang-utang sang raja
dengan janji, dan memutar emas sang raja. Dia membeli
pedati-pedati, kedai-kedai, kapal-kapal, rumah-rumah. Dia
298 membeli biji-bijian saat persediaan berlimpah dan menjual roti
saat persediaan langka. Dia membeli wol dari utara, linen dari
selatan, dan renda dari Lys, menimbunnya, memindahkannya,
mencelupnya, menjualnya. Naga emas beranak-pinak dan
berlipat ganda, lalu Littlefinger meminjamkan koin-koin itu
dan mendapat pengembalian ditambah bunga.
Dan dalam prosesnya, dia menggerakkan orang-orangnya
ke tempat yang tepat. Para Penjaga Kunci adalah orangnya,
keempat-empatnya. Penghitung dan Penimbang Raja adalah
orang-orang yang dia pilih. Para pejabat yang bertanggung
jawab atas ketiga percetakan koin. Syahbandar, penagih pajak,
petugas cukai, agen wol, pemungut bea, kepala keuangan
di kapal, agen anggur; sembilan dari setiap sepuluh orang
adalah kaki tangan Littlefinger. Mereka seluruhnya adalah
orang-orang dari kelas menengah; putra saudagar, bangsawan
rendah, kadang-kadang bahkan orang asing, tapi jika dilihat
hasil kerjanya, mereka lebih cakap dibandingkan pendahulu
mereka yang berdarah biru.
Tidak ada yang pernah berpikir untuk mempertanyakan
semua penunjukan itu, dan untuk apa" Littlefinger bukan
ancaman bagi siapa pun. Lelaki cerdas, ramah, penuh senyum,
teman semua orang, selalu bisa mendapatkan emas sejumlah
yang dibutuhkan sang raja atau Tangan Kanan-nya, namun
dari keluarga yang biasa-biasa saja, hanya satu tingkat di atas
kesatria merdeka, dia bukan orang yang perlu ditakuti. Dia
tidak punya panji untuk mengumpulkan pengikut, tidak punya
pasukan pelayan, tidak punya benteng megah, tidak punya
kekayaan yang layak diperbincangkan, tidak punya prospek
pernikahan yang agung. Tapi apakah aku berani menyentuhnya" Tyrion bertanyatanya. Bahkan jika dia seorang pengkhianat" Tyrion tak yakin
bisa sama sekali, apalagi sekarang, saat perang berkecamuk.
Jika punya banyak waktu, dia bisa menggantikan orang-orang
Littlefinger dengan orang-orangnya sendiri di posisi penting,
tapi" 299 Teriakan menggema dari halaman. "Ah, Yang Mulia
membunuh seekor terwelu," Lord Baelish melaporkan.
"Pasti yang larinya lambat," sahut Tyrion. "My lord,
kau diasuh di Riverrun. Kudengar kau menjadi sangat dekat
dengan keluarga Tully."
"Bisa dibilang

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu. Terutama anak-anak perempuannya." "Sedekat apa?" "Aku memerawani mereka. Apakah itu cukup dekat?"
Dusta itu"Tyrion cukup yakin itu dusta"diucapkan
dengan nada yang begitu tak acuh sampai-sampai nyaris
membuatnya percaya. Mungkinkah Catelyn Stark yang
berdusta" Tentang keperawanannya, dan tentang belati juga"
Semakin lama dia hidup, semakin Tyrion menyadari bahwa tak
ada yang sederhana dan hanya sedikit yang benar. "Putri-putri
Lord Hoster tidak mencintaiku," akunya. "Aku ragu mereka
mau mendengarkan tawaran apa pun yang mungkin kuajukan.
Tapi jika datang darimu, kata-kata yang sama mungkin akan
terdengar lebih manis di telinga mereka."
"Itu tergantung pada kata-katanya. Kalau kau bermaksud
menawarkan Sansa sebagai ganti kakakmu, silakan buang waktu
orang lain. Joffrey takkan pernah menyerahkan mainannya,
dan Lady Catelyn tidak sebodoh itu menukar Pembantai Raja
dengan satu gadis kecil."
"Aku bermaksud menyerahkan Arya juga. Aku sudah
menyuruh orang mencari."
"Mencari tak sama dengan menemukan."
"Akan kuingat itu, my lord. Apa pun yang terjadi, aku
berharap Lady Lysa yang berhasil kaubujuk. Untuknya, aku
punya penawaran yang lebih manis."
"Lysa lebih penurut dibandingkan Catelyn, itu benar"
tapi juga lebih penakut, dan setahuku dia membencimu."
"Dia yakin dia punya alasan yang bagus. Waktu aku
menjadi tamunya di Eyrie, dia bersikeras bahwa aku yang
membunuh suaminya, dan tak bersedia mendengar sangkalan."
300 Tyrion memajukan tubuh. "Kalau aku menyerahkan
pembunuh Jon Arryn yang sesungguhnya, dia mungkin akan
berpikiran lebih baik tentangku."
Ucapannya membuat Littlefinger duduk tegak.
"Pembunuh sesungguhnya" Terus terang, kau membuatku
penasaran. Siapa yang kauajukan?"
Sekarang giliran Tyrion yang tersenyum. "Hadiah yang
kuberikan pada teman-temanku, dengan cuma-cuma. Lysa
Arryn perlu memahami itu."
"Apakah pertemanannya yang kaubutuhkan, atau
prajuritnya?" "Dua-duanya." Littlefinger mengusap janggut runcingnya yang rapi.
"Lysa punya masalahnya sendiri. Suku-suku liar mencari
mangsa di Pegunungan Bulan, dalam jumlah yang lebih besar
dibandingkan sebelumnya" dan dengan persenjataan yang
lebih baik." "Sungguh meresahkan," ujar Tyrion Lannister, yang
mempersenjatai mereka. "Aku bisa membantunya soal itu.
Satu kata dariku?" "Dan apa balasan yang mesti dia berikan untuk satu
kata itu?" "Aku ingin Lady Lysa dan putranya mengakui Joffrey
sebagai raja, bersumpah setia, dan?"
?"menyatakan perang terhadap Klan Stark dan Tully?"
Littlefinger menggeleng. "Itu kelemahan dalam rencanamu,
Lannister. Lysa takkan pernah mengirim kesatrianya melawan
Riverrun." "Dan aku takkan memintanya. Kita tidak kekurangan
musuh. Aku akan menggunakan kekuatan Lady Lysa untuk
melawan Lord Renly, atau Lord Stannis, jika dia bergerak dari
Dragonstone. Sebagai imbalan, aku akan memberinya keadilan
untuk Jon Arryn dan kedamaian di Lembah. Aku bahkan
akan menobatkan anaknya yang mengerikan itu sebagai Nadir
Timur, seperti ayahnya sebelum dia." Aku ingin melihatnya
301 terbang, suara seorang bocah berbisik lirih dalam ingatan. "Dan
untuk mengesahkan tawar-menawar ini, aku akan memberinya
keponakanku." Dia menikmati sorot kaget yang sungguh-sungguh di
mata kelabu-hijau Petyr Baelish. "Myrcella?"
"Setelah cukup umur, dia bisa menikah dengan Lord
Robert cilik. Sebelum saat itu tiba, dia akan menjadi anak asuh
Lady Lysa di Eyrie."
"Dan apa pendapat Yang Mulia Ratu mengenai rencana
ini?" Ketika Tyrion mengangkat bahu, Littlefinger meledak
tertawa. "Kukira tidak. Kau lelaki kecil yang berbahaya,
Lannister. Ya, aku bisa membujuk Lysa dengan rencana ini
kepada Lysa." Lagi-lagi senyum licik itu, tatapan keji di matanya.
"Kalau aku peduli."
Tyrion mengangguk, menunggu, tahu Littlefinger tak
pernah tahan dengan kesunyian yang panjang. "Jadi," Lord
Petyr melanjutkan setelah jeda sejenak, tanpa malu-malu, "apa
imbalannya untukku?"
"Harrenhal." Sungguh menarik mengamati wajahnya. Ayah Lord
Petyr adalah bangsawan rendah yang paling rendah, kakeknya
kesatria merdeka tanpa tanah; berdasarkan hak lahir, dia hanya
punya beberapa ekar tanah berbatu di pesisir Fingers yang
tandus. Harrenhal adalah salah satu pusat kekuasaan terkaya di
Tujuh Kerajaan, tanahnya luas, berlimpah, dan subur. Kastel
megahnya sebagus kastel mana pun di kerajaan" dan begitu
besar sampai mengerdilkan Riverrun, tempat Petyr Baelish
diasuh oleh Klan Tully, hanya untuk diusir dengan kasar ketika
dia berani menaruh hati pada putri Lord Hoster.
Littlefinger mengulur waktu dengan merapikan lipatan
mantelnya, tapi Tyrion sudah melihat kilatan lapar di mata
kucing nan licik itu. Aku sudah mendapatkannya, dia tahu.
"Harrenhal itu terkutuk," Lord Petyr berkata sesaat kemudian,
berusaha terdengar bosan.
"Kalau begitu rubuhkan saja dan bangun yang baru sesuai
302 seleramu. Kau tidak akan kekurangan koin. Aku bermaksud
menjadikanmu lord junjungan di Trident. Para penguasa sungai
ini sudah terbukti tidak dapat dipercaya. Biarkan mereka
bersumpah setia padamu untuk tanah mereka."
"Bahkan Klan Tully?"
"Jika masih ada Klan Tully yang tersisa saat kita selesai."
Littlefinger tampak seperti anak kecil yang baru saja
menggigit sarang madu dengan diam-diam. Dia berusaha
waspada terhadap lebah, tapi madunya begitu manis.
"Harrenhal beserta tanah dan pendapatannya," dia merenung.
"Hanya begitu saja, kau akan menjadikanku salah satu lord
terhebat di kerajaan ini. Bukannya aku tak berterima kasih, my
lord, tapi"kenapa?"
"Kau melayani kakakku dengan baik dalam urusan
suksesi ini." "Begitu pula Janos Slynt. Yang kepadanya kastel
Harrenhal yang sama belum lama ini dianugerahkan"hanya
untuk direnggut kembali saat dia sudah tak berguna."
Tyrion tertawa. "Kau memergokiku, my lord. Aku bisa
bilang apa" Aku membutuhkanmu untuk menaklukkan Lady
Lysa. Aku tidak butuh Janos Slynt." Dia memberi kedikan bahu
miring. "Aku lebih suka melihatmu menduduki Harrenhal
daripada melihat Renly menduduki Takhta Besi. Apa alasan
yang bisa lebih gamblang lagi?"
"Itu dia. Kau sadar kalau aku mungkin perlu meniduri
Lysa Arryn lagi agar dia menyetujui pernikahan ini?"
"Aku tidak ragu kau dapat melaksanakan tugas itu
dengan baik." "Aku pernah bilang pada Ned Stark bahwa saat
kita mendapati diri telanjang bersama perempuan jelek,
yang harus kita lakukan hanyalah memejamkan mata dan
menyelesaikannya." Littlefinger menangkupkan jemari dan
menatap mata Tyrion yang tak serasi. "Aku minta waktu dua
malam untuk membereskan semua urusanku dan menyiapkan
kapal yang akan membawaku ke Gulltown."
303 "Dengan senang hati."
Tamunya itu berdiri. "Pagi ini sangat menyenangkan,
Lannister. Dan menguntungkan" bagi kita berdua, aku yakin."
Dia membungkuk, mantelnya bagai pusaran kuning saat dia
berjalan ke luar pintu. Dua, pikir Tyrion. Dia naik ke kamarnya untuk menunggu Varys, yang
sebentar lagi pasti akan muncul. Malam hari, terka Tyrion.
Barangkali selarut bulan terbit, meskipun dia berharap tidak.
Dia berharap mengunjungi Shae malam ini. Dia terkejut namun
senang ketika Galt dari suku Gagak Batu memberitahunya
tidak sampai satu jam kemudian bahwa lelaki berpupur itu
sudah datang. "Kau lelaki kejam, membuat Maester Agung
belingsatan seperti itu," tegur si orang kasim. "Orang itu tak
tahan kalau ada rahasia."
"Apakah itu gagak yang kudengar, mengejek burung
raven hitam" Atau kau lebih suka tak mendengar tawaranku
kepada Doran Martell?"
Varys terkekeh. "Barangkali burung-burung kecilku
sudah memberitahuku."
"Benarkah?" Tyrion ingin mendengarnya. "Ceritakan."
"Bangsa Dorne sejauh ini belum melibatkan diri
dalam perang. Doran Martell sudah mengumpulkan para
pengikutnya, tapi hanya itu. Kebenciannya pada Klan Lannister
sudah tersebar luas, dan pendapat umum memperkirakan dia
akan bergabung dengan Lord Renly. Kau ingin memintanya
untuk tetap pasif." "Semua ini sangat jelas," ujar Tyrion.
"Satu-satunya teka-teki adalah apa yang sudah
kautawarkan untuk kesetiaannya. Sang pangeran lelaki yang
sentimental, dan dia masih berduka untuk adiknya Elia serta
bayinya yang manis."
"Ayahku pernah bilang bahwa seorang penguasa tak
pernah membiarkan sentimen menghalangi ambisi" dan
kebetulan kita punya kursi kosong di majelis kecil, setelah Lord
304 Janos bergabung dengan Garda Malam."
"Kursi majelis bukan hal yang remeh," Varys mengakui,
"tapi apakah itu cukup untuk membuat lelaki dengan harga
diri tinggi melupakan pembunuhan adiknya?"
"Kenapa melupakan?" Tyrion tersenyum. "Aku berjanji
akan menyerahkan para pembunuh adiknya, hidup atau mati,
sesuai keinginannya. Sesudah perang berakhir, tentu saja."
Varys menatap Tyrion dengan pandangan culas.
"Burung-burung kecilku memberitahu bahwa Putri Elia
meneriakkan" sebuah nama" waktu mereka mendatanginya."
"Apakah rahasia tetap rahasia kalau semua orang tahu?"
Di Casterly Rock, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
Gregor Clegane membunuh Elia dan bayinya. Mereka bilang
dia memerkosa sang putri dengan tangan masih berlumuran
darah dan otak putranya. "Rahasia ini adalah pengikut setia ayahmu."
"Ayahku akan menjadi orang pertama yang mengatakan
padamu bahwa lima puluh ribu prajurit Dorne setimpal
dengan satu anjing gila."
Varys mengusap pipi berpupurnya. "Dan jika Pangeran
Doran menuntut darah lord yang memberi perintah selain
darah kesatria yang melaksanakan perintah?"
"Robert Baratheon memimpin pemberontakan itu.
Pada akhirnya, semua perintah datang darinya."
"Robert tidak berada di King"s Landing."
"Begitu pula Doran Martell."
"Begitu. Darah untuk harga dirinya, kursi untuk
ambisinya. Emas dan tanah, itu tidak perlu dijelaskan
lagi. Tawaran yang manis" namun manisan bisa diracuni.
Seandainya jadi sang pangeran, aku akan meminta lebih
sebelum meraih sarang madu ini. Semacam jaminan
kejujuran, perlindungan terhadap pengkhianatan." Varys
menyunggingkan senyum terliciknya. "Aku ingin tahu, mana
yang akan kauberikan kepadanya?"
305 Tyrion menghela napas. "Kau sudah tahu, bukan?"
"Karena kau mengatakannya seperti itu"ya. Tommen.
Kau tak mungkin menawarkan Myrcella kepada Doran Martell
sekaligus Lysa Arryn."
"Ingatkan aku untuk jangan pernah bermain tebaktebakan denganmu lagi. Kau curang."
"Pangeran Tommen anak yang baik."
"Kalau aku menjauhkannya dari Cersei dan Joffrey
selagi muda, mungkin dia bahkan akan tumbuh menjadi lelaki
yang baik." "Dan raja yang baik?"
"Joffrey raja kita."
"Dan Tommen penerusnya, bila hal buruk menimpa
Yang Mulia. Tommen, yang sifat aslinya begitu manis, dan
terutama" penurut."
"Benakmu penuh kecurigaan, Varys."
"Aku akan menganggapnya sebagai pujian, my lord.
Apa pun itu, Pangeran Doran tak mungkin mengabaikan
penghormatan besar yang kauberikan kepadanya. Tindakan
yang sangat terampil, menurutku" tapi ada satu cacat kecil."
Si cebol tertawa. "Bernama Cersei?"
"Apa artinya keterampilan bernegara melawan cinta
seorang ibu untuk anak yang dikandungnya" Barangkali, demi
kejayaan Klan-nya dan keamanan kerajaan, sang ratu bisa
dibujuk untuk mengirim Tommen atau Myrcella pergi. Tapi
keduanya" Jelas tidak."
"Apa yang tidak diketahui Cersei takkan pernah
menyakitiku." "Dan kalau Yang Mulia mengetahui niatmu sebelum
rencanamu berjalan?"
"Yah," sahutnya, "kalau begitu aku akan tahu bahwa
orang yang membocorkan kepadanya adalah musuh sejatiku."
Dan ketika Varys terkekeh, Tyrion berpikir, Tiga.
j 306 SANSA D atanglah ke hutan sakral malam ini, jika kau ingin pulang.
Kata-kata itu tetap sama setelah dibaca untuk keseratus


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalinya seperti saat pertama, ketika Sansa menemukan
lembaran perkamen yang terlipat di bawah bantal. Dia tidak
tahu bagaimana perkamen itu bisa sampai di sana atau siapa
yang mengirimnya. Pesan itu tanpa nama, tanpa segel, dan
tulisan tangannya asing. Diremasnya perkamen itu ke dada
lalu dibisikkanya kata-kata itu pada diri sendiri. "Datanglah
ke hutan sakral malam ini, jika kau ingin pulang," bisiknya,
dengan amat lirih. Apa kira-kira artinya" Haruskah dia menunjukkan surat
itu kepada sang ratu untuk membuktikan dia bersikap baik"
Dengan gugup dia mengusap perutnya. Memar ungu terang
yang ditinggalkan Ser Meryn di tubuhnya telah memudar
menjadi kuning jelek, tapi tetap sakit. Tinju lelaki itu
terbungkus sarung rantai saat dia memukul Sansa. Itu memang
salah Sansa sendiri. Dia mesti belajar menyembunyikan
perasaan dengan lebih baik agar tidak membuat marah Joffrey.
Ketika mendengar si Setan Kecil mengirim Lord Slynt ke
Tembok Besar, dia lupa diri dan berkata, "Semoga Makhluk
Lain mengambilnya." Sang raja tidak senang.
307 Datanglah ke hutan sakral malam ini, jika kau ingin pulang.
Sansa sudah berdoa begitu tekun. Mungkinkah
akhirnya doanya terjawab, seorang kesatria sejati dikirim untuk
menyelamatkannya" Barangkali salah satu si kembar Redwyne,
atau Ser Balon Swann nan pemberani" atau bahkan Beric
Dondarrion, lord muda yang dicintai temannya Jeyne Poole,
dengan rambut merah-emas dan taburan bintang pada jubah
hitamnya. Datanglah ke hutan sakral malam ini, jika kau ingin pulang.
Bagaimana jika ini lelucon kejam Joffrey, seperti hari
ketika dia membawa Sansa naik ke tembok benteng untuk
menunjukkan kepala ayahnya" Atau barangkali ini semacam
jebakan untuk membuktikan bahwa Sansa tidak setia. Jika dia
pergi ke hutan sakral, akankah dia menemukan Ser Ilyn Payne
tengah menunggunya, duduk tanpa suara di bawah pohon
utama dengan Ice di tangan, mata pucatnya mengawasi untuk
melihat apakah dia datang"
Datanglah ke hutan sakral malam ini, jika kau ingin pulang.
Ketika pintu terbuka, Sansa buru-buru menjejalkan
pesan itu di bawah selimut dan mendudukinya. Rupanya
pelayan kamar, yang wajahnya seperti tikus dengan rambut
cokelat lepek. "Kau mau apa?" tukas Sansa.
"Apakah milady ingin mandi malam ini?"
"Api, kurasa" aku kedinginan." Dia memang menggigil,
meskipun hari itu panas. "Baik." Sansa mengawasi gadis itu dengan curiga. Apakah dia
melihat pesan itu" Apakah dia yang menaruhnya di bawah
bantal" Tampaknya mustahil; gadis itu sepertinya bodoh,
bukan orang yang akan dipilih untuk mengantarkan pesan
rahasia, tapi Sansa tidak mengenalnya. Sang ratu mengganti
pelayan-pelayan Sansa setiap dua minggu, untuk memastikan
tak ada yang berteman dengannya.
Saat api sudah berkobar di perapian, Sansa berterima
kasih singkat kepada si pelayan dan menyuruhnya ke luar.
308 Gadis itu langsung mematuhinya, seperti biasa, tapi Sansa
memutuskan ada sesuatu yang licik pada matanya. Tidak
diragukan lagi, dia pasti bergegas pergi untuk melapor kepada
sang ratu, atau mungkin Varys. Semua pelayannya mematamatainya, dia yakin.
Begitu sudah sendirian, Sansa melempar pesan itu ke
api, mengawasi lembaran perkamen itu melengkung dan
menghitam. Datanglah ke hutan sakral malam ini, jika kau ingin
pulang. Dia beranjak ke jendela. Di bawah, dia bisa melihat
seorang kesatria pendek dengan zirah warna perak sepucat
bulan dan jubah putih tebal melangkah di jembatan gantung.
Melihat tinggi tubuhnya, itu pasti Ser Preston Greenfield. Sang
ratu membebaskannya menjelajahi kastel, meski demikian,
dia pasti ingin tahu ke mana Sansa pergi jika dia berusaha
meninggalkan Benteng Maegor malam-malam begini. Dia
harus bilang apa pada Ser Preston" Sekonyong-konyong Sansa
lega sudah membakar pesan itu.
Sansa membuka tali-tali gaun dan merayap naik ke
tempat tidur, tapi dia tidak tidur. Apakah orang itu masih di
sana" Sansa bertanya-tanya. Berapa lama dia akan menunggu"
Sungguh kejam, mengirim pesan tanpa memberitahukan apa
pun. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya.
Andai dia punya seseorang yang bisa memberinya saran.
Dia merindukan Septa Mordane, dan terlebih lagi Jeyne Poole,
temannya yang paling akrab. Sang septa kehilangan kepalanya
bersama yang lain, atas kejahatan mengabdi pada Klan
Stark. Sansa tidak tahu apa yang terjadi kepada Jeyne, yang
menghilang dari kamarnya sesudah itu, tak pernah disebutsebut lagi. Sansa berusaha tidak terlalu sering memikirkan
mereka, namun kadang-kadang ingatan datang tanpa dapat
dicegah, dan kemudian sulit menahan tumpahnya air mata.
Sesekali, Sansa bahkan merindukan adik perempuannya.
Saat ini Arya sudah kembali dengan selamat di Winterfell,
menari dan menjahit, bermain bersama Bran dan Rickon cilik,
bahkan berkuda ke kota musim dingin jika dia mau. Sansa juga
309 diperbolehkan berkuda, tapi hanya di halaman, dan berputarputar dalam lingkaran sepanjang hari amatlah membosankan.
Dia masih terjaga penuh saat mendengar teriakan itu.
Awalnya samar, lalu semakin keras. Banyak suara berteriak
berbarengan. Dia tidak dapat mendengar jelas kata-katanya.
Ada suara kuda-kuda juga, dan derap langkah, seruan-seruan
perintah. Dia beringsut ke jendela dan melihat para penjaga
berlarian di dinding benteng, membawa tombak dan obor.
Kembali ke tempat tidur, Sansa memerintah dirinya, ini tidak
berhubungan denganmu, hanya kericuhan baru di kota sana.
Pembicaraan di sekitar sumur belakangan ini hanya tentang
kericuhan di kota. Orang datang berduyun-duyun, lari dari
perang, dan banyak yang tidak tahu cara bertahan hidup selain
dengan merampok dan membunuh satu sama lain. Cepat
tidur. Tapi ketika dia mengamati, sang kesatria hitam sudah
menghilang, jembatan di atas parit pertahanan yang kering
diturunkan tapi tidak dijaga.
Sansa berbalik tanpa berpikir dan bergegas ke lemari
pakaian. Oh, apa yang kulakukan" dia bertanya pada diri sendiri
selagi berpakaian. Ini gila. Dia dapat melihat cahaya sejumlah
besar obor di tembok luar. Apakah Stannis dan Renly akhirnya
datang untuk membunuh Joffrey dan mengklaim takhta
kakak mereka" Jika demikian, para penjaga pasti menaikkan
jembatan gantung, mengisolasi Benteng Maegor dari kastel
luar. Sansa menyampirkan jubah abu-abu polos di bahunya dan
memungut pisau yang dia gunakan untuk memotong daging.
Jika ternyata ini jebakan, lebih baik aku mati daripada membiarkan
mereka menyakitiku lagi, dia membatin. Dia menyembunyikan
pisau di balik jubah. Barisan jago pedang berjubah merah berlari lewat selagi
dia menyelinap ke luar ke udara malam. Dia menunggu sampai
jarak mereka sudah jauh sebelum melesat menyeberangi
jembatan gantung yang tak dijaga. Di halaman, para prajurit
memasang sabuk pedang dan mengencangkan pelana kuda
310 mereka. Dia melihat Ser Preston di dekat istal bersama tiga
Pengawal Raja lainnya, jubah-jubah putih berkelebat seterang
bulan saat mereka membantu Joffrey mengenakan baju zirah.
Napas Sansa tersekat ketika dia melihat sang raja. Syukurlah,
Joffrey tidak melihatnya. Anak itu berteriak meminta pedang
dan busur silang. Keriuhan memudar sewaktu Sansa bergerak lebih jauh
ke dalam kastel, tidak berani menengok ke belakang karena
takut Joffrey mungkin sedang mengawasi" atau lebih buruk
lagi, mengikuti. Tangga yang mengular melingkar-lingkar di
depan sana, bergaris-garis ditimpa larik-larik cahaya suram dari
rangkaian jendela sempit di atasnya. Sansa tersengal-sengal
saat tiba di puncak tangga. Dia berlari menyusuri lorong gelap
dengan tiang-tiang penopang atap dan bersandar rapat-rapat
ke dinding untuk mengatur napas. Ketika sesuatu menyapu
kakinya, dia nyaris terlonjak kaget, tapi ternyata hanya kucing,
kucing jantan hitam lusuh dengan satu telinga sompek tergigit.
Binatang itu meludahinya dan melompat pergi.
Saat Sansa tiba di hutan sakral, keriuhan meredup
menjadi dentang samar baja dan teriakan di kejauhan. Sansa
merapatkan jubah. Udara harum dengan aroma tanah dan
daun. Lady pasti akan suka tempat ini, pikirnya. Ada semacam
nuansa liar pada hutan sakral; bahkan di sini, dalam jantung
kastel di jantung kota, dia dapat merasakan dewa-dewa lama
mengawasi dengan seribu mata tak terlihat.
Sansa lebih menyukai dewa-dewa ibunya ketimbang
dewa-dewa ayahnya. Dia menyukai patung-patungnya, gambargambar di kaca berjeruji timah, wangi dupa yang dibakar, para
septon dengan jubah dan kristal mereka, permainan warna
pelangi di atas altar yang bertatahkan cangkang kerang, oniks,
dan lapislazuli. Namun dia tak dapat menyangkal bahwa hutan
sakral juga memiliki kekuatan tertentu. Terutama saat malam
hari. Tolong aku, dia berdoa, kirimkan seorang teman, kesatria
sejati untuk memperjuangkan aku"
Dia bergerak dari pohon ke pohon, merasakan kasar kulit
311 pohon di bawah jemarinya. Dedaunan menyambar pipinya.
Apakah dia sudah terlambat" Sang kesatria tak mungkin pergi
secepat itu, bukan" Atau jangan-jangan memang tak pernah
datang" Beranikah dia memanggilnya" Di sini sepertinya begitu
sunyi dan tenang" "Aku khawatir kau takkan datang, Nak."
Sansa berputar. Seorang lelaki keluar dari bayang-bayang,
bertubuh gempal, berleher tebal, bergerak dengan lamban. Dia
mengenakan jubah abu-abu gelap dengan tudung runcing yang
ditarik ke depan, tapi ketika selarik tipis cahaya bulan menerpa
pipinya, Sansa langsung mengenalinya dari kulit berjerawat
dan gurat-gurat varises di bawahnya. "Ser Dontos," bisiknya
patah hati. "Kaukah itu?"
"Ya, my lady." Ketika lelaki itu beranjak mendekat, Sansa
dapat mencium bau masam anggur pada napasnya. "Aku." Dia
mengulurkan tangan. Sansa berkerut mundur. "Jangan!" Dia menyelipkan
tangan ke balik jubah, menyentuh pisau yang tersembunyi.
"Apa" apa yang kauinginkan dariku?"
"Hanya ingin menolongmu," Dontos berkata, "seperti
kau menolongku." "Kau mabuk, ya?"
"Hanya secawan anggur, untuk memancing keberanian.
Kalau aku tertangkap sekarang, mereka bakal menguliti
punggungku." Dan apa yang akan mereka lakukan padaku" Sansa
memikirkan Lady. Lady dapat mengendus kepalsuan, dulu dia
dapat, sekarang Lady sudah mati. Ayah membunuhnya, garagara Arya. Sansa mengeluarkan pisau dan mengacungkannya
dengan kedua tangan. "Apa kau akan menikamku?" tanya Dontos.
"Ya," sahutnya. "Katakan siapa yang mengirimmu."
"Tidak ada, nona manis. Aku bersumpah demi
kehormatanku sebagai kesatria."
312 "Kesatria?" Joffrey sudah menitahkan bahwa lelaki itu
bukan lagi seorang kesatria, hanya pelawak, bahkan lebih
rendah daripada Bocah Bulan. "Aku berdoa kepada para dewa
agar ada kesatria yang datang menyelamatkanku," kata Sansa.
"Aku berdoa dan berdoa. Untuk apa mereka mengirimkan
pelawak tua pemabuk?"
"Tapi aku layak mendapatkannya... aku tahu ini aneh,
tapi... selama bertahun-tahun menjadi kesatria, aku benarbenar konyol seperti pelawak, dan karena sekarang aku
pelawak kupikir" kupikir barangkali aku akan menemukan
panggilan jiwa untuk menjadi kesatria lagi, lady yang baik. Dan
semua itu berkat kau... keanggunanmu, keberanianmu. Kau
menyelamatkanku, bukan hanya dari Joffrey, tapi dari diriku
sendiri." Suaranya menjadi lirih. "Para penyanyi berlagu,
pernah ada pelawak lain yang dulunya kesatria paling hebat?"
"Florian," Sansa berbisik. Tubuhnya menggigil.
"Lady yang baik, aku akan menjadi Florian-mu," kata
Dontos rendah hati, lalu jatuh berlutut di hadapan Sansa.
Perlahan-lahan, Sansa menurunkan pisau. Kepalanya
terasa sangat ringan, seakan-akan dia melayang. Sungguh gila,
memercayakan diriku pada pemabuk ini, tapi jika aku berpaling
apakah kesempatan ini akan datang lagi" "Bagaimana" bagaimana
kau akan melakukannya" Membawaku pergi?"
Ser Dontos menengadah menatapnya. "Mengeluarkanmu
dari kastel, itu akan menjadi tugas terberat. Begitu sudah di
luar, ada kapal-kapal yang bisa membawamu pulang. Aku
hanya perlu mencari koin dan membuat pengaturan."
"Bisakah kita pergi sekarang?" tanya Sansa, hampirhampir tak berani berharap.
"Malam ini juga" Tidak, my lady, sayangnya tidak.
Pertama-tama aku harus mencari jalan yang pasti untuk
mengeluarkanmu dari kastel pada waktu yang tepat. Itu tidak
akan mudah, atau cepat. Mereka juga mengawasiku." Dia
menjilat bibir dengan gugup. "Bisakah kau menyingkirkan
pisaumu?" 313 Sansa menyelipkan pisau ke balik jubah. "Bangunlah,
Ser." "Terima kasih, lady yang baik." Ser Dontos merayap
berdiri dengan kikuk, lalu menepiskan tanah dan dedaunan
dari lutut. "Ayahmu adalah lelaki paling jujur yang pernah
dikenal kerajaan ini, tapi aku hanya berdiri diam dan
membiarkannya dibantai. Aku tidak mengatakan apa pun,
tidak melakukan apa pun" namun, ketika Joffrey sudah
akan membantaiku, kau berbicara. Lady, aku tidak pernah
menjadi pahlawan, aku bukan Ryam Redwyne atau Barristan si
Pemberani. Aku belum pernah memenangi turnamen perang,
tidak termasyhur dalam peperangan" tapi aku memang pernah
menjadi kesatria, dan kau sudah membantuku mengingat apa
artinya. Hidupku menyedihkan, tapi hidup ini milikmu." Ser
Dontos meletakkan tangan pada batang pohon utama yang
berbonggol-bonggol. Sansa melihat bahwa dia gemetar. "Aku
bersumpah, dengan dewa-dewa ayahmu sebagai saksi, bahwa
aku akan mengirimmu pulang."
Dia bersumpah. Sumpah nan khidmat, di hadapan para
dewa. "Kalau begitu" akan kuserahkan hidupku ke tanganmu,
Ser. Tapi dari mana aku bisa tahu saat yang tepat untuk pergi"
Apa kau akan mengirimiku pesan lagi?"


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ser Dontos memandang berkeliling dengan cemas.
"Risikonya terlalu besar. Kau mesti datang kemari, ke hutan
sakral. Sesering mungkin. Ini tempat paling aman. Satu-satunya
tempat aman. Tidak ada tempat seaman ini. Tidak di kamarmu
atau kamarku, di tangga atau di halaman, bahkan meskipun
sepertinya kita sendirian. Batu-batu di Benteng Merah punya
telinga, dan hanya di sini kita bisa bicara bebas."
"Hanya di sini," ujar Sansa. "Akan kuingat."
"Seandainya aku bersikap kejam, melecehkan, atau tak
mengacuhkan saat berada di muka umum, maafkan aku, Nak.
Aku punya peran untuk dimainkan, dan kau mesti melakukan
hal serupa. Satu kesalahan saja dan kepala kita akan menghiasi
puncak dinding seperti kepala ayahmu."
314 Gadis itu mengangguk. "Aku mengerti."
"Kau harus bersikap berani dan kuat" juga sabar, sabar
yang paling utama." "Pasti," Sansa berjanji, "tapi" tolong" usahakan secepat
mungkin. Aku khawatir?"
"Aku juga," timpal Ser Dontos, tersenyum lemah. "Dan
sekarang kau harus pergi, sebelum ketiadaanmu disadari."
"Kau tidak ikut denganku?"
"Lebih baik jika kita tak pernah terlihat bersama-sama."
Sansa mengangguk dan maju selangkah" lalu berbalik,
gugup, dan dengan lembut mengecup pipi lelaki itu sambil
memejamkan mata. "Florian-ku," dia berbisik. "Para dewa
mendengarkan doaku."
Sansa bergegas menyusuri jalan setapak tepi sungai,
melewati dapur kecil, dan melintasi petarangan babi, langkahlangkah cepatnya teredam keributan babi yang menguik-nguik
dalam kandang. Pulang, pikirnya, pulang, dia akan membawaku
pulang, dia akan melindungiku, Florian-ku. Lagu-lagu tentang
Florian dan Jonquil adalah lagu-lagu kesukaannya. Florian juga
berpenampilan biasa, walaupun tidak setua itu.
Dia sedang berlari menuruni tangga mengular ketika
seorang lelaki melompat keluar dari pintu yang tersembunyi.
Sansa menubruknya dan kehilangan keseimbangan. Jarijari besi mencengkeram pergelangan tangannya sebelum
dia sempat jatuh, dan suara berat berkata parau kepadanya.
"Ini perjalanan turun yang panjang, burung kecil. Kau mau
membunuh kita berdua?" Tawanya segarau gesekan gergaji
pada batu. "Barangkali begitu."
Si Anjing. "Tidak, my lord, maafkan, aku tidak bermaksud."
Sansa menghindari tatapannya tapi terlambat, lelaki itu sudah
melihat wajahnya. "Kumohon, kau menyakitiku." Dia berusaha
membebaskan diri. "Dan apa yang dilakukan burung kecil Joff, terbang
menuruni tangga di malam buta?" Ketika Sansa tidak
menjawab, dia mengguncangnya. "Dari mana kau?"
315 "Hu-hu-hutan sakral, my lord," katanya, tidak berani
berbohong. "Berdoa... berdoa untuk ayahku, dan... untuk sang
raja, berdoa dia tidak akan terluka."
"Kaupikir aku begitu mabuk sampai mau percaya
itu?" Dia melepaskan cengkeraman pada lengan Sansa, agak
limbung sewaktu berdiri, garis-garis cahaya dan kegelapan
tertera pada wajah terbakarnya yang mengerikan. "Kau hampir
terlihat seperti perempuan" wajah, dada, dan kau juga tinggi,
hampir" ah, kau masih burung kecil yang bodoh, bukan"
Menyanyikan semua lagu yang mereka ajarkan kepadamu"
nyanyikan sebuah lagu untukku, mau" Ayo. Bernyanyilah
untukku. Lagu tentang para kesatria dan perawan cantik. Kau
suka kesatria, bukan?"
Lelaki itu membuatnya takut. "Ke-kesatria sungguhan,
my lord." "Kesatria sungguhan," ejeknya. "Dan aku bukan lord,
sama seperti aku bukan kesatria. Apa aku perlu menghajarmu
agar mengingat itu?" Clegane terhuyung dan hampir-hampir
jatuh. "Demi para dewa," rutuknya, "terlalu banyak anggur.
Kau suka anggur, burung kecil" Anggur sungguhan" Seteko
anggur merah yang masam, segelap darah, hanya itu yang
dibutuhkan seorang lelaki. Atau perempuan." Dia tertawa,
menggeleng-geleng. "Semabuk anjing, terkutuklah aku. Ayo
ikut. Kembali ke sangkarmu, burung kecil. Kuantar kau ke
sana. Melindungimu untuk sang raja." Si Anjing mendorong
Sansa, anehnya dengan lembut, dan mengikutinya menuruni
tangga. Saat mereka tiba di dasar tangga, dia sudah kembali
ke sikapnya yang muram dan diam, seakan-akan melupakan
kehadiran Sansa. Ketika mereka tiba di Benteng Maegor, Sansa panik
melihat jembatan gantung kini dijaga Ser Boros Blount. Helm
putih tingginya menoleh kaku ketika dia mendengar langkah
kaki mereka. Sansa mengerut menghindari tatapannya. Ser
Boros adalah Pengawal Raja yang paling mengerikan, lelaki
buruk rupa pemarah, selalu membersut dan memberengut.
316 "Yang satu itu tak perlu ditakuti, Non." Si Anjing
meletakkan satu tangan yang berat di bahu Sansa. "Kodok
dicat belang-belang tidak akan menjadi harimau."
Ser Boros mengangkat pelindung mata. "Ser, ke mana?"
"Persetan dengan ser, Boros. Kau yang kesatria, bukan
aku. Aku anjing sang raja, ingat?"
"Sang raja tadi mencari anjingnya."
"Anjingnya sedang minum. Malam ini giliranmu
menjaganya, Ser. Kau dan saudara-saudaraku yang lain."
Ser Boros berpaling kepada Sansa. "Bagaimana bisa kau
tidak ada di kamarmu malam-malam begini, lady?"
"Aku pergi ke hutan sakral untuk berdoa demi
keselamatan sang raja." Kebohongan itu terdengar lebih baik
kali ini, nyaris meyakinkan.
"Kaupikir dia bisa tidur dengan semua keributan itu?"
tukas Clegane. "Ada masalah apa?"
"Orang-orang bodoh di gerbang," Ser Boros mengakui.
"Ada yang menyebarkan berita bohong tentang persiapan pesta
pernikahan Tyrek, dan bedebah-bedebah itu beranggapan
mereka juga harus ikut berpesta. Yang Mulia memimpin
serangan mendadak dan mengusir mereka."
"Pemuda pemberani," ujar Clegane, mulutnya meringis.
Kita lihat seberani apa dia saat menghadapi kakakku, Sansa
membatin. Si Anjing mengawalnya menyeberangi jembatan
gantung. Selagi mereka melangkah menaiki tangga, Sansa
berkata, "Kenapa kau membiarkan orang memanggilmu anjing"
Kau tidak membiarkan siapa pun menyebutmu kesatria."
"Aku lebih suka anjing daripada kesatria. Ayah dari
ayahku adalah pengurus anjing di Rock. Pada suatu musim
gugur, Lord Tytos menghalangi seekor singa betina dari
buruannya. Singa itu tak peduli kalau dia adalah lambang
Lannister sendiri. Binatang buas itu mengoyak kuda my lord
dan pasti sudah mengganyangnya juga, tapi kakekku datang
bersama anjing-anjing. Tiga anjingnya mati saat berusaha
mengusir si singa. Kakekku kehilangan satu kaki, maka
317 Lannister membalas jasanya dengan tanah dan rumah menara,
serta mengambil putranya sebagai squire. Tiga anjing pada
panji kami adalah tiga yang mati, berlatar kuning rumput
musim gugur. Anjing bersedia mati untukmu, tapi tak pernah
berdusta kepadamu. Dan dia akan menatapmu tepat di wajah."
Dia menangkup rahang Sansa, mengangkat dagu gadis itu, jarijarinya mencengkam menyakitkan. "Dan itu lebih dari yang
bisa dilakukan burung-burung kecil, bukan" Aku belum dapat
laguku." "Aku" aku tahu lagu tentang Florian dan Jonquil."
"Florian dan Jonquil" Pelawak dan pelacurnya. Tidak
usah saja. Tapi suatu hari nanti aku akan mendapat lagu
darimu, tak peduli kau mau atau tidak."
"Akan kunyanyikan untukmu dengan senang hati."
Sandor Clegane mendengus. "Gadis yang cantik,
dan pembohong yang sangat buruk. Anjing bisa mencium
kebohongan, kau tahu. Lihatlah ke sekelilingmu, dan endus
baik-baik. Mereka semua pembohong di sini" dan semuanya
lebih meyakinkan dibanding kau."
j 318 ARYA K etika memanjat sampai dahan paling tinggi, Arya bisa
melihat cerobong-cerobong asap mencuat di antara
pepohonan. Atap-atap jerami berkerumun di sepanjang tepi
danau dan sungai kecil yang mengalir ke sana, sebuah dermaga
kayu menjulur ke air di samping bangunan panjang dan rendah
beratap genting. Dia merayap lebih jauh, sampai dahan itu mulai
melendut di bawah beban tubuhnya. Tak ada perahu yang
terikat ke dermaga, tapi dia bisa melihat sulur-sulur tipis asap
membubung dari beberapa cerobong, dan bagian dari sebuah
pedati mencuat dari balik salah satu istal.
Ada orang di sana. Arya menggigit bibir. Semua tempat
lain yang telah mereka datangi selalu kosong dan rusak.
Pertanian, desa, kastel, kuil, gudang, tak ada bedanya. Jika
bisa terbakar, pasukan Lannister membakarnya; jika bisa mati,
mereka membunuhnya. Mereka bahkan membakar hutan bila
memungkinkan, meskipun daun-daunnya masih hijau dan
basah dari hujan yang baru turun, dan apinya tidak menyebar.
"Mereka pasti sudah membakar danau kalau bisa," Gendry
pernah berkata, dan Arya tahu dia benar. Pada malam pelarian
mereka, api dari kota yang terbakar berkilau begitu cemerlang
di air sehingga sepertinya danau memang terbakar.
319 Ketika mereka akhirnya punya cukup nyali untuk
menyelinap kembali ke reruntuhan esok malamnya, tidak
ada yang tersisa selain batu-batu hangus, kerangka-kerangka
rumah, dan mayat-mayat. Di beberapa tempat, sulur-sulur
asap pucat masih mengepul dari tumpukan abu. Pai Panas
memohon pada mereka agar tidak kembali, sementara Lommy
menyebut mereka bodoh dan bersumpah bahwa Ser Amory
akan menangkap dan membunuh mereka juga, tapi Lorch
dan orang-orangnya sudah lama pergi saat mereka tiba di
kubu pertahanan itu. Mereka mendapati gerbang rubuh,
dinding-dinding setengah hancur, dan jasad-jasad tak dikubur
berserakan di dalam. Sekali melihat sudah cukup bagi Gendry.
"Mereka membunuh semua orang," katanya. "Dan kawanan
anjing juga menyerbu mereka, lihat."
"Atau kawanan serigala."
"Anjing, serigala, tidak ada bedanya. Tak ada yang tersisa
di sini." Tapi Arya tak mau pergi sampai mereka menemukan
Yoren. Mereka tidak mungkin membunuhnya, dia meyakinkan
diri, lelaki itu terlalu keras dan tangguh, juga anggota Garda
Malam. Dia mengatakannya kepada Gendry selagi mereka
mencari di antara mayat-mayat.
Tebasan kapak yang membunuhnya sudah membelah
kepalanya, namun janggut lebat dan kusut itu tidak mungkin
milik orang lain, begitu pula pakaiannya, yang bertambaltambal, kotor, dan begitu lusuh sehingga warnanya lebih tepat
disebut abu-abu daripada hitam. Ser Amory Lorch tak mau
repot-repot mengubur anggota pasukannya yang tewas, maka
mayat empat prajurit Lannister bertumpuk di dekat mayat
Yoren. Arya bertanya-tanya berapa orang yang dibutuhkan
untuk melumpuhkan lelaki itu.
Dia akan membawaku pulang, pikirnya saat mereka
menggali kuburan untuk si lelaki tua. Terlalu banyak mayat
untuk mengubur mereka semua, tapi Yoren setidaknya harus
dimakamkan, Arya bersikeras. Dia akan mengantarku dengan
320 selamat ke Winterfell, dia berjanji. Sebagian dirinya ingin
menangis. Sebagian lagi ingin menendang lelaki itu.
Gendry-lah yang teringat tentang rumah menara sang
lord dan ketiga orang yang diutus Yoren untuk menjaganya.
Bangunan itu juga diserang, tapi menara bundarnya hanya
punya satu jalan masuk, pintu di lantai dua yang dicapai
dengan tangga. Begitu tangganya ditarik masuk, orangorang Ser Amory tidak dapat menjangkau mereka. Pasukan
Lannister menumpuk semak-semak di sekeliling dasar menara
dan membakarnya, tapi batu menara tak mau terbakar, dan
Lorch tidak punya kesabaran untuk menunggu mereka mati
kelaparan. Cutjack membuka pintu mendengar panggilan
Gendry, dan ketika Kurz mengatakan mereka lebih baik terus
ke utara daripada kembali, Arya menyimpan harapan bahwa
dia mungkin tetap bisa pulang ke Winterfell.
Yah, desa ini bukan Winterfell, tapi atap jerami itu
menjanjikan kehangatan serta naungan dan mungkin bahkan
makanan, jika mereka cukup berani untuk mengambil risiko.
Kecuali jika Lorch yang ada di sana. Dia punya banyak kuda;
perjalanannya pasti lebih cepat daripada kami.
Arya mengawasi dari pohon itu untuk waktu yang
lama, berharap akan melihat sesuatu; manusia, kuda, panji,
apa pun yang bisa memberinya petunjuk. Beberapa kali dia
melihat gerakan, tapi bangunan-bangunan itu terlalu jauh
sehingga sulit memastikannya. Satu kali, dengan sangat jelas,
dia mendengar ringkik kuda.
Udara dipenuhi burung, kebanyakan gagak. Dari
jauh, burung-burung itu tampak sekecil lalat, berputar dan
mengepak-ngepak di atas barisan atap jerami. Di sebelah timur,
Mata Para Dewa bagaikan lembaran biru terpapar matahari
yang mengisi separuh dunia. Pada beberapa hari, selagi mereka
bergerak lambat menyusuri pantai berlumpur (Gendry tak
mau menginjak jalan umum, dan bahkan Pai Panas serta
Lommy sekalipun memahami alasannya), Arya merasa seakanakan danau itu memanggilnya. Dia ingin terjun ke dalam air
321 biru yang tenang itu, merasa bersih lagi, berenang, bermain air,
dan mandi matahari. Tapi dia tidak berani melepas pakaian
di tempat yang lain bisa melihat, bahkan untuk sekadar
mencucinya. Pada pengujung hari dia kerap duduk di batu dan
menjuntaikan kaki ke air yang sejuk. Dia akhirnya membuang
sepatu yang sudah retak dan hancur. Berjalan dengan kaki
telanjang awalnya berat, tapi lepuh-lepuh akhirnya pecah, lukaluka pulih, dan telapaknya kini setebal kulit binatang. Lumpur
terasa nyaman di antara jemarinya, dan dia menyukai rasa
tanah di bawah kakinya saat dia berjalan.
Dari atas sini, dia dapat melihat pulau kecil berhutan
di sebelah timur laut. Sekitar tiga puluh meter dari pantai,
tiga angsa hitam meluncur di air, begitu damai" tak ada
yang memberitahu mereka bahwa perang telah datang, dan
mereka sama sekali tak peduli pada kota-kota yang terbakar
dan orang-orang yang dibantai. Dia menatap angsa-angsa itu
dengan penuh damba. Sebagian dirinya ingin menjadi angsa.


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagian lainnya ingin memakan angsa itu. Dia tadi sarapan
dengan bubur dari biji pohon ek dan segenggam serangga.
Serangga tidak terlalu buruk bila kita sudah terbiasa. Cacing
lebih buruk, tapi tetap tidak seburuk rasa perih di perut setelah
berhari-hari tidak makan. Mencari serangga itu mudah, yang
perlu dilakukan hanya membalik batu. Suatu kali Arya pernah
makan serangga waktu masih kecil, hanya untuk membuat
Sansa menjerit, jadi dia tidak takut untuk memakannya lagi.
Si Musang juga tidak, tapi Pai Panas memuntahkan kumbang
yang berusaha ditelannya, dan Lommy serta Gendry bahkan
tidak mau mencoba. Kemarin Gendry menangkap katak
dan membaginya dengan Lommy, kemudian, beberapa hari
lalu, Pai Panas menemukan semak beri hitam dan memetik
buahnya sampai habis, tapi seringnya mereka hanya hidup
dengan air dan buah ek. Kurz telah mengajari mereka cara
menggunakan batu untuk membuat semacam bubur buah ek.
Rasanya mengerikan. Dia berharap si pemburu gelap belum mati. Lelaki
itu lebih mengenal hutan dibandingkan mereka semua, tapi
322 panah menembus bahunya saat dia menarik tangga di rumah
menara. Tarber membalutnya dengan lumpur dan lumut dari
danau, dan selama satu atau dua hari Kurz bersumpah lukanya
tidak seberapa, meskipun daging di lehernya berubah gelap
sementara bilur-bilur merah terang merambati rahang sampai
ke dada. Kemudian suatu pagi dia tak punya kekuatan untuk
bangun, dan pagi berikutnya dia meninggal.
Mereka menguburnya di bawah tumpukan batu, dan
Cutjack mengambil pedang serta sangkakala berburunya,
sementara Tarber memungut busur, sepatu bot, dan pisau.
Mereka mengambil semua itu saat mereka pergi. Awalnya
mereka mengira kedua pemuda itu hanya pergi berburu,
bahwa mereka akan segera kembali membawa hasil buruan
untuk memberi makan semua. Tapi mereka menunggu
dan menunggu, sampai akhirnya Gendry memaksa mereka
berjalan lagi. Barangkali Tarber dan Cutjack berpikir bahwa
kemungkinan hidup mereka lebih besar jika tidak dibebani
gerombolan bocah yatim piatu. Mungkin memang benar, tapi
itu tak mencegahnya membenci mereka karena pergi.
Di bawah pohon, Pai Panas menggonggong seperti
anjing. Kurz menyuruh mereka menggunakan suara binatang
untuk saling memberi tanda. Trik lama pemburu gelap,
katanya, tapi dia sudah mati sebelum sempat mengajari mereka
cara menyuarakannya dengan benar. Siulan burung Pai Panas
sangat buruk. Gonggongannya lebih baik, tapi tidak terlalu.
Arya melompat dari dahan yang tinggi ke dahan di
bawahnya, tangannya terentang untuk menjaga keseimbangan.
Penari air tak pernah jatuh. Dengan sigap, jari-jari kakinya rapat
melingkari dahan, dia berjalan beberapa langkah, melompat
turun ke cabang yang lebih besar, kemudian berayun dari
tangan ke tangan menembus gerumbul dedaunan sampai tiba
di batang pohon. Kulit pohon itu terasa kasar di bawah jemari
tangannya, menggesek jari-jari kakinya. Dia turun dengan cepat,
melompati dua meter terakhir, berguling saat dia mendarat.
Gendry mengulurkan tangan untuk menariknya berdiri.
"Lama sekali kau di atas. Apa yang bisa kaulihat?"
323 "Desa nelayan, kecil saja, di utara sepanjang pantai
ini. Dua puluh enam atap jerami dan satu atap genting, aku
hitung. Aku melihat bagian dari pedati. Ada orang di sana."
Mendengar suara Arya, Musang merayap keluar dari
semak-semak. Lommy yang memberinya julukan itu. Dia bilang
gadis itu tampak seperti musang, walaupun tidak benar, tapi
mereka tidak mungkin terus memanggilnya si gadis menangis
setelah dia akhirnya berhenti menangis. Mulut gadis itu kotor.
Arya berharap dia tidak habis makan lumpur lagi.
"Kau melihat orang?" tanya Gendry.
"Kebanyakan hanya atap," Arya mengakui, "tapi
beberapa cerobong berasap, dan aku mendengar kuda." Si
Musang melingkarkan lengan di kaki Arya, memeluknya kuatkuat. Belakangan ini dia kadang melakukan itu.
"Kalau ada orang, ada makanan," Pai Panas berkata,
terlalu lantang. Gendry selalu menyuruhnya memelankan
suara, tapi tak pernah ada gunanya. "Mungkin mereka mau
membaginya sedikit untuk kita."
"Mungkin mereka juga akan membunuh kita," tukas
Gendry. "Tidak kalau kita menyerah," balas Pai Panas penuh
harap. "Sekarang kau terdengar seperti Lommy."
Lommy Tangan Hijau duduk bersandar di antara dua
akar tebal di dasar pohon ek. Betis kirinya tertembus tombak
saat pertempuran di kubu pertahanan. Di pengujung hari
berikutnya, dia harus terpincang-pincang pada satu kaki dengan
lengan melingkari bahu Gendry, dan sekarang dia bahkan
tak sanggup melakukan itu. Mereka menebang dahan-dahan
pohon untuk membuat tandu, tapi menggotong pemuda itu
terbukti lamban serta melelahkan, dan dia mengerang setiap
kali tandu terguncang. "Kita harus menyerah," dia berkata. "Itu yang seharusnya
dilakukan Yoren. Dia seharusnya membuka gerbang seperti
yang mereka minta." 324 Arya muak mendengar Lommy terus saja mengoceh
bahwa Yoren seharusnya menyerah. Hanya itu yang dibicarakan
Lommy saat mereka menandunya, itu dan kakinya dan perut
kosongnya. Pai Panas setuju. "Mereka menyuruh Yoren membuka
gerbang, mereka menyuruhnya atas nama sang raja. Kita harus
patuh kalau diperintah atas nama sang raja. Ini salah lelaki tua
busuk itu. Seandainya dia menyerah, mereka pasti tidak akan
mengusik kita." Gendry mengerutkan dahi. "Para kesatria dan
bangsawan, mereka menawan satu sama lain dan membayar
tebusan, tapi mereka tak peduli apakah orang-orang sepertimu
menyerah atau tidak." Dia berpaling kepada Arya. "Apa lagi
yang kaulihat?" "Kalau itu desa nelayan, mereka pasti menjual ikan,
aku yakin," kata Pai Panas. Danau ini penuh ikan segar, tapi
mereka tak punya alat untuk menangkapnya. Arya pernah
mencoba menggunakan tangan kosong, seperti yang dilihatnya
dilakukan Koss, tapi ikan lebih gesit daripada burung dara dan
air mengelabui matanya. "Aku tidak tahu soal ikan." Arya menarik-narik rambut
lepek si Musang, berpikir sebaiknya rambut itu dipangkas.
"Banyak burung gagak di pinggir air. Ada yang mati di sana."
"Ikan, terdampar di pantai," Pai Panas menyahut. "Kalau
burung gagak memakannya, aku yakin kita bisa."
"Kita harus menangkap burung gagak, kita bisa
memakan mereka," kata Lommy. "Kita bisa menyalakan api
dan memanggang mereka seperti ayam."
Gendry tampak garang saat membersut. Janggutnya
tumbuh tebal dan hitam bagai semak berduri. "Aku bilang,
jangan nyalakan api."
"Lommy lapar," rengek Pai Panas, "aku juga."
"Kita semua lapar," kata Arya.
"Kau tidak," Lommy meludah dari tempatnya duduk.
"Napas cacing."
325 Arya ingin sekali menendang luka pemuda itu. "Aku
sudah bilang aku akan menggali cacing untukmu, kalau kau
mau." Lommy menampakkan ekspresi jijik. "Kalau kakiku
tidak begini, pasti aku sudah berburu babi hutan untuk kita."
"Babi hutan apaan," ejek Arya. "Kau butuh tombak
khusus untuk berburu babi hutan, juga kuda-kuda dan anjinganjing, dan beberapa orang untuk memancing binatang itu
keluar dari sarang." Ayah Arya dulu berburu babi di hutan
serigala bersama Robb dan Jon. Suatu kali Ayah bahkan
mengajak Bran, tapi Arya tak pernah diajak, walaupun dia lebih
tua. Kata Septa Mordane berburu babi hutan bukan kegiatan
perempuan terhormat, dan Ibu hanya berjanji jika Arya sudah
lebih besar dia boleh memiliki burung elang sendiri. Dia sudah
lebih besar sekarang, tapi jika punya burung elang dia bakal
memakannya. "Kau tahu apa soal berburu babi hutan?" sergah Pai
Panas. "Lebih tahu dibandingkan kau."
Gendry sedang tak berminat mendengar pertengkaran.
"Diamlah, kalian berdua, aku perlu memikirkan tindakan
selanjutnya." Dia selalu terlihat kesakitan saat berusaha
berpikir, seakan-akan upaya itu sangat menyiksanya.
"Menyerah," Lommy berkata.
"Aku sudah memintamu berhenti mengoceh soal
menyerah. Kita bahkan tak tahu siapa yang ada di sana.
Barangkali kita bisa mencuri makanan."
"Lommy bisa mencuri, kalau kakinya tidak begitu," kata
Pai Panas. "Dia pencuri di kota."
"Pencuri yang payah," kata Arya, "kalau tidak dia pasti
tak tertangkap." Gendry menyipitkan mata menatap matahari. "Malam
hari akan menjadi waktu terbaik untuk menyusup. Aku akan
mengintai saat hari gelap."
"Tidak, aku saja," cetus Arya. "Kau terlalu berisik."
326 Wajah Gendry menampakkan ekspresi aneh. "Kita pergi
berdua." "Arry yang harus pergi," kata Lommy. "Dia lebih licin
dibandingkan kau." "Aku bilang kami pergi berdua."
"Tapi bagaimana kalau kalian tak kembali" Pai Panas
tidak sanggup menggotongku sendirian, kau tahu itu?"
"Dan ada serigala," Pai Panas menimpali. "Aku
mendengarnya tadi malam, waktu giliran jaga. Mereka
kedengarannya dekat."
Arya juga mendengarnya. Dia tidur di dahan sebatang
pohon elm, namun lolongan serigala membangunkannya. Dia
duduk terjaga selama satu jam penuh, mendengarkan mereka,
rasa dingin menjalari tulang punggungnya.
"Dan kau bahkan tidak mengizinkan kami menyalakan
api untuk mengusir mereka," protes Pai Panas. "Ini tidak benar,
meninggalkan kami untuk disantap serigala."
"Tak ada yang meninggalkan kalian," tukas Gendry
muak. "Lommy punya tombak kalau kawanan serigala datang,
dan kau akan bersamanya. Kami hanya akan pergi untuk
memeriksa, itu saja; kami pasti kembali."
"Siapa pun itu, kau harus menyerah pada mereka,"
Lommy merengek. "Aku butuh obat untuk kakiku, sakitnya
luar biasa." "Kalau kami melihat obat kaki, akan kami bawakan,"
Gendry berkata. "Arry, ayo berangkat, aku ingin mendekat
sebelum matahari terbenam. Pai Panas, jaga Musang tetap di
sini, aku tidak ingin dia mengikuti."
"Waktu terakhir kali dia menendangku."
"Aku yang akan menendangmu kalau kau tidak
menjaganya di sini." Tanpa menunggu jawaban, Gendry
mengenakan helm bajanya dan berjalan pergi.
Arya mesti berlari untuk menyusulnya. Gendry lima
tahun lebih tua dan tiga puluh senti lebih tinggi daripada Arya,
dengan kaki yang juga panjang. Selama beberapa saat dia tak
327 berbicara, hanya berderap melintasi pepohonan dengan wajah
membersut, membuat terlalu banyak suara. Tapi akhirnya dia
berhenti dan berkata, "Kurasa Lommy akan mati."
Arya tidak kaget. Kurz mati karena lukanya, padahal dia
lebih kuat dibandingkan Lommy. Setiap kali tiba giliran Arya
untuk membantu menggotong Lommy, dia dapat merasakan
betapa hangat kulitnya, dan mencium bau busuk kakinya.
"Barangkali kita bisa menemukan seorang maester?"
"Maester hanya bisa ditemukan di kastel, dan seandainya
ada pun, dia tidak mungkin mengotori tangan dengan merawat
orang seperti Lommy." Gendry menunduk menghindari dahan
yang menggantung rendah. "Itu tidak benar." Arya yakin Maester Luwin bersedia
menolong siapa pun yang datang menemuinya.
"Dia akan mati, dan semakin cepat itu terjadi, semakin
baik untuk kita semua. Seharusnya kita tinggalkan saja dia,
seperti yang dia bilang. Kalau kau atau aku yang terluka, kau
tahu dia pasti meninggalkan kita." Mereka merayap menuruni
parit curam dan naik di sisi seberang, menggunakan akar-akar
untuk berpegangan. "Aku muak menggotongnya, dan aku juga
muak mendengar ocehannya tentang menyerah. Andai dia bisa
berdiri, pasti sudah kutonjok mukanya. Lommy tak berguna
bagi siapa pun. Gadis menangis itu juga tak berguna."
"Kalau kita meninggalkan Musang, dia hanya bisa
ketakutan dan kelaparan." Arya menoleh ke belakang,
tapi sekali ini, gadis itu tidak mengikuti. Pai Panas pasti
memeganginya, seperti perintah Gendry.
"Dia tak berguna," ulang Gendry keras kepala. "Dia, Pai
Panas, dan Lommy, mereka memperlambat kita, dan mereka
bakal membuat kita terbunuh. Kau satu-satunya di antara
mereka yang bisa diandalkan. Walaupun kau perempuan."
Arya terpaku di tempat. "Aku bukan perempuan!"
"Ya, kau perempuan. Kaupikir aku sebodoh mereka?"
"Tidak, kau lebih bodoh. Garda Malam tidak menerima
perempuan, semua orang tahu itu."
328 "Memang benar. Aku tak tahu kenapa Yoren
membawamu, tapi pasti ada alasannya. Tetap saja kau
perempuan." "Bukan!" "Kalau begitu keluarkan burungmu dan kencing di sini.
Ayo." "Aku sedang tak ingin kencing. Kalau ingin pasti bisa."
"Pembohong. Kau tak bisa mengeluarkan burungmu
karena tidak punya. Sebelumnya aku tak menyadari waktu
kita masih bertiga puluh, tapi kau selalu pergi ke hutan untuk
buang air. Pai Panas tidak pernah melakukan itu, aku juga
tidak. Kalau bukan perempuan, kau pasti orang kasim."
"Kau yang orang kasim."
"Kau tahu itu tidak benar." Gendry tersenyum.
"Kau ingin aku membuktikannya" Tak ada yang perlu


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kusembunyikan." "Ya, ada," sembur Arya, ingin sekali menghindari topik
burung yang tak dimilikinya. "Pasukan jubah emas mencarimu
di penginapan, dan kau tak mau memberitahu alasannya."
"Seandainya aku tahu. Kupikir Yoren tahu, tapi dia tak
pernah memberitahuku. Tapi kenapa kau mengira mereka
mencarimu?" Arya menggigit bibir. Dia ingat perkataan Yoren, pada
hari lelaki itu memangkas rambutnya. Gerombolan ini, setengah
dari mereka akan menyerahkanmu kepada sang ratu secepat meludah
demi pengampunan dan mungkin beberapa keping perak. Setengahnya
lagi akan melakukan hal serupa, hanya, mereka memerkosamu dulu.
Tapi Gendry berbeda, sang ratu menginginkannya juga. "Aku
akan memberitahumu kalau kau memberitahuku," kata Arya
hati-hati. "Kalau tahu pasti akan kuberitahu, Arry" benarkah itu
namamu, atau kau punya nama perempuan?"
Arya memelototi akar berbonggol di dekat kakinya. Dia
sadar tak ada gunanya lagi berpura-pura. Gendry sudah tahu,
dan Arya tak punya apa-apa di balik celana untuk meyakinkan
329 yang sebaliknya. Dia bisa mengeluarkan Needle dan
membunuh Gendry di tempatnya berdiri, atau memercayainya.
Dia tak yakin apakah mampu membunuh Gendry, meskipun
mencobanya; pemuda itu punya pedang sendiri dan jauh lebih
kuat. Yang tersisa tinggal kebenaran. "Lommy dan Pai Panas
tak boleh tahu," tegas Arya.
"Tidak akan," Gendry bersumpah. "Tidak dariku."
"Arya." Dia menengadah menatap Gendry. "Namaku
Arya. Dari Klan Stark."
"Dari Klan?" Butuh beberapa waktu baginya sebelum
berkata, "Tangan Kanan Raja bernama Stark. Yang mereka
bunuh karena berkhianat."
"Dia bukan pengkhianat. Dia ayahku."
Mata Gendry membelalak. "Jadi itu sebabnya kau
mengira?" Arya mengangguk. "Yoren akan membawaku pulang ke
Winterfell." "Aku" kalau begitu kau bangsawan, seorang" seorang
lady..." Arya menekuri pakaiannya yang compang-camping dan
kakinya yang telanjang, retak-retak dan kapalan. Dia melihat
kotoran di bawah kukunya, keropeng di sikunya, luka garutan
di tangannya. Septa Mordane tidak akan mengenaliku, aku yakin.
Sansa mungkin mengenali, tapi akan berpura-pura tidak kenal.
"Ibuku seorang lady, kakakku juga, tapi aku sama sekali bukan."
"Kau seorang lady. Kau putri seorang lord dan kau
tinggal di kastel, bukan" Dan kau" terpujilah para dewa,
aku tak pernah?" Tiba-tiba saja Gendry terlihat tak yakin,
hampir-hampir takut. "Semua omongan tentang burung itu,
seharusnya aku tak pernah mengatakannya. Aku juga kencing
di depanmu dan sebagainya, aku" aku minta maaf, m"lady."
"Hentikan!" Arya mendesis. Apakah Gendry
mengejeknya" "Aku tahu sopan santun, m'lady," Gendry menyanggah,
keras kepala seperti biasa. "Setiap kali ada gadis bangsawan
330 datang ke bengkel bersama ayah mereka, majikanku
menyuruhku menekuk lutut, dan hanya berbicara saat mereka
mengajakku bicara, dan menyebut mereka m"lady."
"Kalau kau mulai menyebutku m"lady, Pai Panas sekalipun
akan sadar. Dan sebaiknya kau tetap kencing seperti biasa."
"Daulat, m"lady."
Arya menggebuk dada pemuda itu dengan dua tangan.
Gendry tersandung batu dan jatuh terduduk. "Putri lord
macam apa kau ini?" katanya sambil tertawa.
"Macam ini." Dia menendang pinggang Gendry, tapi
itu hanya membuatnya tertawa semakin kencang. "Silakan
tertawa semaumu. Aku akan melihat siapa yang ada di desa
itu." Matahari sudah turun ke bawah batas pepohonan; senja
sebentar lagi menyelimuti. Sekali ini Gendry yang harus
bergegas mengejar Arya. "Kau menciumnya?" tanya Arya.
Expected One 5 Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak Kutunggu Di Pintu Neraka 3
^