Pencarian

Benteng Digital 7

Benteng Digital Digital Fortress Karya Dan Brown Bagian 7


rahasia kita. Setelah itu, ia bias melakukan apa saja. Ia bisa saja memutuskan
untuk menghapus semua berkas, atau ia bisa saja memutuskan untuk mencetak
gambar-gambar wajah bulat yang tersenyum di atas salah satu transkrip Gedung
Putih." Suara Fontaine tetap tenang dan terkendali. "Bisakah kau menghentikannya?"
Jabba mendesah panjang dan menatap layar. "Aku tidak tahu. Semuanya tergantung
dari seberapa kesalnya pembuat program ini." Jabba menunjuk ke arah pesan yang
ada di layar. "Ada yang mau memberitahukan apa maksudnya itu?"
HANYA KEBENARAN YANG BISA
MENYELAMATKAN KALIAN SEKARANG
MASUKKAN KUNCI SANDI Jabba menanti sebuah jawaban dan tidak mendapatkan apa-apa. "Kelihatannya ada
yang sedang mempermainkan kita, Direktur. Pemerasan. Ini pesan untuk meminta
tebusan." Suara Susan terdengar seperti sebuah bisikan dan kosong. "Itu ... Ensei
Tankado." Jabba berbalik ke arah Susan. Dia menatap Susan sesaat dengan mata terbelalak.
"Tankado?" Susan mengangguk lemah. "Dia ingin kita mengaku ... tentang TRANSLTR ... tetapi
hal ini merenggut-" "Pengakuan?" sela Brinkerhoff yang terlihat terkejut. "Tankado ingin kita
mengaku bahwa kita memiliki TRANSLTR" Aku rasa hal itu sudah terlambat!"
Susan membuka mulut untuk berbicara, tetapi Jabba mendahuluinya. "Kelihatannya
Tankado memiliki sebuah kode pemusnah," katanya sambil menatap pesan pada layar
itu. Setiap orang berbalik. "Kode pemusnah?" tanya Brinkerhoff.
Jabba mengangguk. "Ya. Sebuah kunci sandi yang akan menghentikan cacing itu.
Secara gampangnya, jika kita mengakui bahwa kita memiliki TRANSLTR, Tankado akan
memberi kita sebuah kode pemusnah. Kita mengetik kode itu dan menyelamatkan bank
data. Selamat datang di era pemerasan secara digital.
Fontaine berdiri membatu dan tidak bergerak. "Berapa banyak waktu yang kita
miliki?" "Sekitar satu jam," kata Jabba. "Cukup untuk mengadakan sebuah konferensi pers
dan mengakui semuanya."
"Rekomendasi," pinta Fontaine. "Menurutmu apa yang bisa kita lakukan?"
"Sebuah rekomendasi?" seru Jabba dengan tidak percaya. "Anda menginginkan sebuah
rekomendasi" Saya akan memberi Anda sebuah rekomendasi! Anda berhenti bermain-
main, itu yang harus Anda lakukan!"
"Tenang," kata Direktur memperingatkan Jabba.
"Direktur," kata Jabba. "Sekarang, Ensei Tankado menguasai bank data ini!
Berikan apa pun yang dia inginkan. Jika dia ingin dunia tahu tentang TRANSLTR,
hubungi CNN, dan bukalah segalanya. Lagi pula, sekarang TRANSLTR hanyalah sebuah
lubang di tanah - apa peduli Anda sekarang?"
Semua terdiam. Fontaine tampaknya sedang menim-bangnimbang pilihannya. Susan
mulai berbicara, tetapi Jabba kembali mengalahkannya.
"Anda menunggu apa lagi, Direktur! Telepon Tankado! Katakan padanya bahwa Anda
akan menuruti permainannya! Kita membutuhkan kode pemusnah itu, atau seluruh
tempat ini akan hancur!"
Tidak ada yang bergerak. "Apakah kalian semua gila?" jerit Jabba. "Hubungi Tankado! Katakan padanya kita
menyerah! Berikan kode pemusnah itu padaku! SEKARANG!" Jabba mengeluarkan
telepon selulernya dan menyalakannya. "Sudahlah! Beri aku nomornya! Aku akan
menghubungi bajingan kecil itu sendiri \"
"Tidak usah repot-repot," bisik Susan. "Tankado sudah mati."
Setelah bingung dan terkejut selama beberapa saat,
Jabba mulai mengerti. Dia merasa terhantam peluru.
Petugas Sys-Sec yang bertubuh besar itu terlihat hendak
roboh. "Mati" Tetapi lalu ... itu berarti ... kita tidak bisa ii
"Itu berarti kita membutuhkan rencana baru," kata Fontaine apa adanya.
Mata Jabba masih terlihat terpukul ketika seseorang dari arah belakang ruangan
mulai berteriak dengan liar.
"Jabba! Jabba!"
Orang itu adalah Soshi Kuta, kepala teknisi Jabba. Wanita itu berlari ke arah
podium sambil membawa kertas hasil cetak yang panjang. Soshi tampak ketakutan.
"Jabba!" Sohi terengah. "Cacing itu ... aku baru saja mengetahui cacing itu
diprogram untuk apa!" Soshi menyodorkan kertas itu ke tangan Jabba. "Aku
mendapatkannya dari program pemeriksaan kegiatan sistem! Kami mengisolasi
perintah-perintah dari cacing itu - coba lihat programnya! Lihat apa yang
direncanakan untuk dilakukannya!"
Dengan bingung, kepala Sys-Sec membaca hasil cetak itu. Kemudian, Jabba meraih
pegangan agar tidak terjatuh.
"Oh, Tuhan," kata Jabba terengah. "Tankado ... bajingan kau!"
*** 110 JABBA MENATAP kosong ke arah hasil cetak yang disodorkan Soshi. Dengan wajah
pucat, Jabba mengelap keningnya dengan lengan bajunya. "Direktur, kita tidak
mempunyai pilihan. Kita harus memutuskan sambungan listrik ke bank data."
"Tidak bisa," sahut Fontaine. "Hasilnya akan hancur berantakan."
Jabba sadar bahwa sang direktur ada benarnya. Ada lebih dari tiga ribu koneksi
ISDN yang tersambung dengan NSA dari seluruh penjuru dunia. Setiap hari, para
komandan militer mengakses foto-foto instan tentang pergerakan musuh yang
diambil oleh satelit. Para insinyur di Lockheed men-downhad potongan- potongan
cetak biru senjata terbaru. Para petugas lapangan mengakses berita terbaru
tentang misi mereka. Bank data NSA adalah tulang punggung pelaksanaan
pemerintahan A.S. Mematikan bank data tanpa ada peringatan akan mengakibatkan
kekacauan intelijen yang serius di seluruh dunia.
"Aku sadar akan akibatnya, Pak," kata Jabba, "tetapi kita tidak memiliki pilihan
lain." "Coba jelaskan," perintah Fontaine. Sang direktur melirik cepat ke arah Susan
yang sedang berdiri di sampingnya di atas podium. Tampaknya wanita itu sedang
termenung. Jabba menarik napas panjang dan mengelap alisnya lagi. Dari tampang Jabba,
kerumunan di atas podium itu sadar mereka tidak akan menyukai apa yang akan
dikatakannya. "Cacing ini," Jabba memulai. "Cacing ini bukanlah sebuah lingkaran degeneratif
biasa. Cacing ini adalah sebuah lingkaran yang selektif. Dengan kata lain,
cacing ini memiliki indra perasa."
Brinkerhoff membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi Fontaine menyuruhnya diam
dengan kibasan tangan. "Program-program aplikasi yang paling berbahaya akan menghapus bersih sebuah
bank data," lanjut Jabba, "tetapi yang satu ini jauh lebih kompleks. Cacing ini
hanya menghapus berkas-berkas yang berada pada jangkauan atau parameter
tertentu." "Maksudmu, cacing ini tidak akan menyerang seluruh bank data?" tanya Brinkerhoff
dengan penuh harap. "Itu bagus, bukan?"
"Tidak!" Jabba meledak. "Itu buruk! Itu benar-benar buruk!"
"Tenang!" perintah Fontaine. "Parameter apa yang diincar cacing ini" Militer"
Operasi-operasi terselubung?"
Jabba menggeleng. Dia menatap Susan yang masih terlihat melamun. Kemudian,
matanya bertemu dengan tatapan sang direktur. "Pak, seperti yang Anda tahu,
setiap orang yang ingin berhubungan dengan bank data ini dari luar harus
melewati serangkaian pintu jaga sebelum akhirnya diizinkan masuk."
Fontaine mengangguk. Hierarki untuk mengakses bank data NSA dirancang dengan
baik. Setiap orang yang berwenang dapat mengakses lewat internet dan jaringan
global atau WWW. Mereka diizinkan mengakses ke bagian mereka masing-masing,
bergantung dari urutan otorisasi.
"Karena kita terhubung ke internet global," Jabba menjelaskan, "para hacker,
pemerintah asing, dan hiu-hiu EFF berputar mengitari bank data ini selama 24 jam
dan berusaha mendobrak masuk."
"Ya," kata Fontaine, "dan 24 jam sehari, penyaring-penyaring pengaman kita terus
menghalangi mereka. Jadi, apa maksudmu?"
Jabba melihat ke arah hasil cetak itu lagi. "Maksudku adalah ini. Cacing Tankado
tidak mengincar data kita." Dia mendehem. "Cacing itu sedang mengincar
penyaring-penyaring pengaman kita."
Fontaine menjadi pucat. Tampaknya dia mengerti implikasinya - cacing ini mengincar
penyaring-penyaring yang selama ini menjaga kerahasiaan bank data NSA. Tanpa
penyaringpenyaring itu, semua informasi di dalam bank data bias diakses siapa
saja. "Kita harus mematikannya," ulang Jabba. "Kira-kira satu jam lagi, setiap anak
kelas tiga SD dengan sebuah modem akan bisa menembus bank data ini."
Fontaine berdiri untuk beberapa lama tanpa mengatakan apa pun. Jabba menunggu
dengan tidak sabar dan akhirnya berbalik kepada Soshi. "Soshi! VR! Sekarang!
Soshi langsung berlari. Jabba sering bergantung pada VR. Di dalam kalangan pengguna komputer, VR berarti
"virtual reality," atau sebuah dunia maya yang diciptakan oleh komputer. Tetapi
di NSA, VR berarti vis-rep-visual representation, tampilan visual. Di dalam
sebuah dunia yang penuh dengan para teknisi dan politisi, yang masing-masing
memiliki tingkat pengertian yang berbeda terhadap hal-hal teknis, sebuah
tampilan visual sering merupakan cara untuk menjelaskan suatu masalah. Jabba
tahu,VR untuk krisis yang sedang berlangsung sekarang bisa menjelaskan persoalan
itu dengan cepat. "VR!" teriak Soshi dari sebuah komputer ke bagian belakang ruangan itu.
Sebuah diagram yang dibuat oleh komputer muncul di dinding di depan mereka.
Susan menatap dengan pandangan kosong. Dia benar-benar terlepas dari kegilaan di
sekelilingnya. Setiap orang di ruangan itu mengikuti pandangan Jabba ke arah
layar di dinding. Diagram di depan mereka tampak bagaikan ling-karanlingkaran untuk membidik. Di
bagian tengah ada sebuah lingkaran merah bertanda DATA. Di sekeliling bagian
tengah itu ada lima lingkaran yang konsentris dengan ketebalan dan warna yang
berbeda. Lingkaran paling luar berwarna pucat, hampir tembus pandang.
"Kita memiliki lima tingkat pertahanan," Jabba menjelaskan. "Sebuah Bastion Host
primer, dua set paket penyaring untuk FTP dan X-sebelas, sebuah blok terowongan,
dan akhirnya sebuah program otorisasi berdasar PEM tepat di bawah proyek
Truffel. Perisai paling luar adalah Bastion Host yang sedang terancam. Perisai
itu hampir hilang. Dalam satu jam, kelima perisai itu akan hilang. Setelah itu,
seluruh dunia akan mengalir masuk. Setiap bit data di dalam NSA akan menjadi
milik publik." Fontaine mempelajari VR. Matanya tampak marah.
Brinkerhoff mengeluarkan suara rintihan lemah. "Cacing ini bisa membuka bank
data kita untuk dunia?"
"Ini bagaikan mainan bagi Tankado," bentak Jabba. "Gauntlet adalah pelindung
cadangan kita. Strathmore telah mengacaukannya."
"Ini tindakan perang," bisik Fontaine dengan nada getir.
Jabba menggeleng. "Aku benar-benar ragu jika Tankado bermaksud sampai sejauh
ini. Aku rasa dia berencana untuk menghentikannya."
Fontaine menatap ke arah layar dan memerhatikan bahwa lapisan pertama dari
kelima lingkaran itu telah hilang sama sekali.
"Bastion Host sudah musnah!" teriak seorang teknisi dari arah belakang ruangan.
"Perisai kedua terancam!"
"Kita harus segera mulai mematikan sambungan listrik," desak Jabba. "Dari apa
yang tampak pada VR, kita hanya punya 45 menit. Proses mematikannya adalah
rumit." Bank data NSA dirancang sedemikian rupa agar mesin itu jangan sampai kehilangan
tenaga listrik - secara tidak sengaja atau bila diserang. Mesin penyokong ganda
untuk telepon dan tenaga listrik terkubur di dalam ruangan beton yang dipadatkan
jauh di dalam tanah. Sebagai tambahan, NSA juga disokong beberapa cadangan
listrik utama milik umum. Proses mematikan mencakup serangkaian konfirmasi dan
prosedur yang kompleks - jauh lebih kompleks daripada proses peluncuran nuklir
kapal selam. "Kita masih punya waktu," kata Jabba, "jika kita cepat. Pemutusan hubungan
listrik secara manual akan memakan waktu tiga puluh menit."
Fontaine terus menatap ke arah VR. Tampaknya, dia sedang mempertimbangkan
pilihannya. "Direktur!" teriak Jabba. "Jika perisai-perisai pelindung itu hilang, setiap
pengguna komputer di seluruh dunia akan bisa masuk ke bank data kita dengan
mudah! Dan ini menyangkut rahasia-rahasia tingkat tinggi! Catatan tentang
operasi rahasia! Agen-agen kita di luar negeri! Nama dan tempat tinggal setiap
orang yang masuk dalam program perlindungan saksi! Kode konfirmasi untuk
meluncurkan roket! Kita harus mematikannya! Sekarang!
Sang direktur kelihatan tidak bergeming. "Pasti ada caralain."
"Ya," sembur Jabba, "ada! Kode pemusnah! Tetapi satusatunya pria yang
mengetahuinya telah mati!"
"Bagaimana dengan brute forcel" tanya Brinkerhoff. "Bisakah kita menebak kode
pemusnah itu?" Jabba mengempaskan lengannya. "Demi Tuhan! Kode pemusnah itu sama dengan kunci-
kunci tersandi - acak! Tidak mungkin ditebak! Jika kau bisa mengetik 600 billiar
kode dalam 45 menit, silakan!"
"Kode pemusnah itu ada di Spanyol," kata Susan dengan lemah.
Setiap orang di podium berbalik. Itu hal pertama yang diucapkan perempuan itu
sejak sekian lama. Susan menengadah dengan mata berkaca-kaca. "Tankado memberikannya pada seseorang
ketika dia meninggal."
Setiap orang tampak bingung.
"Kunci sandi itu kata Susan dengan gemetar.
"Komandan Strathmore mengirim seseorang untuk mencarinya."
"Dan?" tanya Jabba. "Apakah utusan Strathmore mendapa ikannya ?"
Susan berusaha menahan air matanya, tetapi tetap saja dia menangis. "Ya,"
katanya tercekat. "Aku rasa begitu."
*** 111 SEBUAH TERIAKAN yang memekakkan telinga memenuhi seluruh ruang kendali. "Para
hiu!" Itu teriakan Soshi.
Jabba berbalik ke arah VR. Dua garis tipis telah muncul dari arah luar
lingkaran-lingkaran konsentris itu. Kedua garis itu tampak seperti sperma yang
berusaha menembus sel telur.
"Mereka mencium darah, teman-teman!" Jabba berbalik ke arah Direktur. "Aku
membutuhkan keputusan. Kita mematikan bank data, atau kita akan terlambat sama
sekali. Segera setelah kedua penyusup ini melihat bahwa Bastion Host telah
musnah, mereka akan meneriakkan seruan perang."
Fontaine tidak bereaksi. Dia sedang memikirkan sesuatu. Berita dari Susan
Fletcher bahwa kunci sandi itu berada di Spanyol seolah menjanjikan sesuatu
baginya. Dia menatap Susan yang berada di bagian belakang. Wanita itu tampaknya
tenggelam dalam dunianya sendiri. Susan terduduk di atas sebuah kursi, kepalanya
dipangku oleh tangannya. Fontaine tidak tahu pasti apa yang menyebabkan reaksi
itu, tetapi apa pun itu, Fontaine tidak punya waktu untuk mengurusnya sekarang.
"Aku membutuhkan keputusan!" pinta Jabba. "Sekarang!"
Fontaine menengadah. Dia berbicara dengan tenang. "Baiklah, kau mendapatkannya.
Kita tidak akan mematikan bank data. Kita akan menunggu."
Jabba menganga tidak percaya. "Apa" Tetapi itu adalah-"
"Sebuah taruhan," sela Fontaine. "Sebuah taruhan yang mungkin bisa kita
menangkan." Dia mengambil telepon seluler Jabba dan menekan beberapa tombol.
"Midge," katanya. "Ini Leland Fontaine. Dengarkan dengan baik ...."
*** 112 "SEMOGA ANDA tahu apa yang sedang Anda lakukan, Direktur," desis Jabba. "Kita
hamper kehilangan kesempatan untuk mematikannya."
Fontaine tidak bereaksi. Bagai diberi aba-aba, pintu di bagian belakang ruang kendali terbuka, dan Midge
melangkah masuk. Wanita itu tiba dengan terengahengah di atas podium. "Direktur!
Switchboard sedang melacaknya sekarang!"
Fontaine berbalik dengan penuh harap ke arah layar di dinding depan. Lima belas
detik kemudian, layar berubah.
Pada mulanya, tampilan layar tampak bagaikan salju dan terlihat tidak alami.
Tetapi secara perlahan gambar itu tampak makin tajam. Itu adalah transmisi
digital yang menggunakan QuickTime - hanya lima tampilan per detik. Gambar itu
menunjukkan dua orang pria. Vang satu pucat dengan potongan rambut yang sangat
pendek. Yang satunya lagi pirang khas Amerika, ereka duduk menghadap kamera
bagaikan dua pembaca berita di televisi yang sedang menunggu waktu tayang.


Benteng Digital Digital Fortress Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa ini?" tanya Jabba.
"Duduk dengan tenang," perintah Fontaine.
Kedua pria pada layar itu tampak berada di dalam sebuah mobil van. Kabel-kabel
elektronik tampak tergantung di sekeliling mereka. Hubungan audio berderak dan
tersambung. Tiba-tiba terderak suara latar yang gaduh.
"Suara yang masuk," seorang teknisi berteriak dari belakang. "Lima menit lagi
sebelum hubungan dua arah tersambung."
"Siapa mereka?" tanya Brinkerhoff dengan gugup.
"Para pengawas," balas Fontaine sambil menatap ke arah dua pria yang diutusnya
ke Spanyol itu. Hal itu dilakukan untuk berjaga-jaga. Fontaine yakin akan hampir
semua aspek dari rencana Strathmore - penyingkiran Tankado yang disayangkan tetapi
harus dilaksanakan, penulisan ulang Benteng Digital - itu semua bisa dimengerti.
Tetapi ada satu hal yang membuat Fontaine gelisah: keterlibatan Hulohot. Hulohot
memang sangat ahli, tetapi pria itu adalah tentara bayaran. Apakah Hulohot bisa
dipercaya" Akankah pria itu merampas kunci sandi itu untuk dirinya sendiri"
Fontaine ingin agar Hulohot diawasi, untuk berjaga-jaga. Dan Fontaine telah
mengambil tindakan yang dibutuhkan.
*** 113 "SAMA SEKALI tidak bisa!" teriak pria yang berambut pendek di depan kamera.
"Kami harus melapor kepada Direktur Leland Fontaine dan hanya kepada Leland
Fontaine! Begitu perintah yang kami dapat."
Fontaine tampak sedikit geli. "Kau tampaknya tidak kenal aku."
"Tidak penting, bukan?" kata si pirang dengan sengit.
"Biar aku jelaskan," sela Fontaine. "Biar aku jelaskan sesuatu sekarang."
Beberapa detik kemudian, wajah kedua pria di dalam layar bersemu merah dan siap
menceritakan segalanya kepada Direktur NSA. "Ddirektur," kata si pirang
tergagap, "Aku adalah Agen Coliander. Ini Agen Smith."
"Baik," kata Fontaine. "Ceritakan kepada kami dengan cepat."
PADA BAGIAN belakang ruangan, Susan Fletcher terrduduk dan berjuang melawan rasa
kesepian yang mencekat di sekelilingnya. Matanya terpejam dan telinganya
berdenging. Susan terisak. Badannya telah menjadi mati rasa. Kekacauan di ruang
kendali itu telah mereda dan berubah menjadi gumaman yang membosankan.
Kerumunan orang di atas podium mendengarkan dengan gelisah saat Agen Smith mulai
bercerita. "Atas perintah Anda, Direktur," Smith memulai, "kami telah berada di Sevilla
selama dua hari untuk membuntuti Mr. Ensei Tankado."
"Ceritakan padaku tentang pembunuhan itu," kata Fontaine dengan tidak sabar.
Smith mengangguk. "Kami melihatnya dari dalam mobil van pada jarak kira-kira
lima puluh meter. Pembunuhan itu dilakukan dengan mulus. Tampaknya Hulohot
seorang profesional.Tetapi setelah itu, dia tidak bisa melanjutkan apa yang
diperintahkan kepadanya. Ada orang lain yang datang. Hulohot tidak sempat
mengambil benda itu."
Fontaine mengangguk. Kedua agen itu telah menghubunginya saat dia berada di
Amerika Selatan dan mengabarkan soal ketidakberesan itu. Gara-gara itulah
Fontaine langsung mengakhiri perjalanannya.
Coliander mengambil alih. "Kami membuntuti Hulohot sebagaimana yang Anda
perintahkan. Tetapi pria itu tidak pernah bergerak mendekati kamar mayat.
Sebaliknya, dia malah menguntit pria lain. Pria lain ini tampaknya dari pihak
swasta. Dia mengenakan jas dan dasi."
"Pihak swasta?" kata Fontaine sambil merenung. Kedengarannya seperti cava-cava
Strathmore - yang dengan bijaksana tidak mau melibatkan NSA.
"Penyaring FTP mulai hancur!" teriak seorang teknisi.
"Kami membutuhkan benda itu," desak Fontaine. "Di mana Hulohot sekarang?"
Smith menoleh ke belakang pundaknya. "Ya ... dia ada bersama kami, Pak."
Fontaine menghela napas. "Di mana?" Itu berita terbaik yang didengarnya hari
ini. Smith meraih dan mengatur lensa kamera. Kamera itu menyorot ke dalam mobil van,
dan dua onggok tubuh yang bersandar ke dinding belakang van mulai terlihat. Yang
satu berbadan besar dengan kacamata berbingkai kawat yang letaknya miring. Yang
lainnya adalah lelaki muda dengan rambut gelap tebal dan kemeja yang berlumuran
darah. "Hulohot adalah yang di sebelah kiri," Smith menjelaskan.
"Dia sudah mati?" tanya sang direktur. "Ya, Pak."
Fontaine tahu masih ada waktu nanti untuk penjelasan. Pria itu melihat ke arah
gambar perisai yang makin menipis. "Agen Smith," kata Fontaine dengan perlahan
dan jelas. "Benda itu. Aku membutuhkannya."
Smith tampak agak malu. "Pak, kami masih tidak tahu barang apa itu. Kami sedang
mencari tahu." *** 114 "KALAU BEGITU, cari lagi!" perintah Fontaine.
Sang direktur melihat dengan kecewa saat gambar pada layar menunjukkan kedua
agen itu sedang mencari sebuah daftar yang berisi nomor dan huruf acak di
sekujur tubuh kedua pria di dalam van itu.
Wajah Jabba pucat. "Oh, my God, mereka tidak bisa menemukannya. Matilah kita!"
"Kita kehilangan penyaring FTP!" sebuah suara berteriak. "Perisai ketiga mulai
terancam!" Orang-orang bertambah sibuk.
Pada layar di depan, agen yang berambut pendek mengangkat tangannya sebagai
tanda menyerah. "Pak, kunci sandi itu tidak ada di sini. Kami telah menggeledah
kedua pria ini. Kantong, pakaian, dan dompet mereka. Tidak ada tanda sama
sekali. Hulohot menggunakan sebuah komputer Monocle dan kami juga sudah
memeriksanya. Tampaknya, dia tidak mengirimkan apa pun yang menyerupai karakter-
karakter acak - yang ada hanya daftar korban yang telah dibunuhnya."
"Sialanf Fontaine merasa marah dan mendadak kehilangan ketenangannya. "Pasti ada
di sana! Cari terus!"
Tampaknya, Jabba merasa dirinya sudah cukup melihat - Fontaine telah bertaruh dan
kalah. Jabba mengambil kendali. Petugas Sys-Sec berbadan besar itu turun dari
tempatnya di podium bagaikan sebuah gunung yang bergemuruh. Dia melintas di
antara pasukan pemrogram sambil meneriakkan serangkaian perintah. "Akses ke
perintah pemadaman cadangan! Mulai mematikan bank data! Kerjakan sekarang!"
"Kita tidak akan sempat!" teriak Soshi. "Kita butuh setengah jam! Saat waktu
matinya tiba, segalanya akan sudah terlambat!"
Jabba membuka mulutnya untuk menjawab, tetapi dia disela oleh sebuah jeritan
pedih dari arah belakang ruangan.
Setiap orang berpaling. Bagai sebuah penampakan, Susan Fletcher bangkit dari
posisi meringkuk di bagian belakang ruang itu. Wajahnya putih, matanya terpaku
pada gambar di layar, pada gambar David Becker yang tidak bergerak, berdarah,
dan terpuruk di atas lantai van.
"Kau membunuhnya!" jerit Susan. "Kau membunuhnya!" Wanita itu terhuyung ke arah
gambar itu dan berusaha meraihnya. "David
Setiap orang menatap Susan dengan bingung. Perempuan itu bergerak maju, sambil
terus berteriak. Matanya tidak pernah beralih dari gambar David. "David," kata
Susan dengan terengah sambil berjalan maju. "Oh ... David ... teganya mereka-"
Fontaine tampak bingung. "Kau kenal pria ini?" Tubuh Susan bergoyang saat dia
melintasi podium. Dia berhenti beberapa kaki di depan proyeksi raksasa itu dan
mendongak. Bingung dan mati rasa. Berulang kali dia memanggil-manggil nama pria
yang dicintainya. *** 115 PIKIRAN DAVID Becker benar-benar kosong. Aku sudah mati. Tetapi dia mendengar
suara. Sebuah suara yang jauh. "David."
Ada rasa panas membakar yang memusingkan di bagian bawah lengan Becker. Darahku
seolah penuh dengan bara api. Tubuhku bukan lagi milikku. Tetapi ada sebuah
suara yang memanggil dirinya. Suara itu halus, jauh. Tetapi suara itu adalah
bagian dari dirinya. Becker juga mendengar suara-suara lain - suara asing dan
tidak penting yang sedang berteriak. Dia berjuang untuk menyingkirkan suara-
suara lain itu. Hanya ada satu suara yang penting. Suara itu kadang terdengar
jelas, kadang tidak. "David ... maafkan aku ...."
Becker melihat kilasan cahaya. Pada awalnya cahaya itu lemah, hanya seberkas
cahaya kelabu, kemudian semakin jelas. Becker berusaha untuk bergerak, tetapi
dia merasa sakit. Dia berusaha untuk berbicara, tetapi yang ada hanya kesunyian.
Suara itu terus memanggilnya.
Seseorang berada di dekat Becker dan mengangkatnya. Becker bergerak ke arah
suara itu. Suara itu sedang memanggilnya. Dengan linglung, Becker menatap ke
arah gambar yang bercahaya itu. Dia bisa melihat wanita itu pada sebuah layar
kecil. Wanita itu sedang menatap ke arahnya dari dunia lain. Apakah dia sedang
menyaksikan aku mati" "David ...."
Suara itu terdengar tidak asing. Wanita itu adalah malaikat. Dia telah datang
untuk Becker. Malaikat itu berbicara. "David, aku mencintaimu."
Tiba-tiba, David sadar. SUSAN MERAIH ke arah layar sambil menangis, tertawa, tenggelam dalam badai emosi
yang berkecamuk. Dia menghapus air matanya dengan cepat. "David, aku - aku
pikir ...." Agen Smith meletakkan David Becker di atas tempat duduk yang menghadap monitor.
"Dia merasa sedikit pusing, Bu. Beri dia sedikit waktu."
"T-tetapi," kata Susan tergagap. "Aku melihat sebuah pesan. Katanya ...."
Smith mengangguk. "Kami melihatnya juga. Hulohot telah menghitung anak ayam
sebelum telurnya menetas."
"Tetapi darah itu .... "
"Luka goresan," balas Smith. "Kami telah membalutnya dengan kain kasa." Susan
tidak bisa berbicara. Agen Coliander muncul di kamera. "Kami menembaknya dengan senjata J23 baru -
senjata pelumpuh yang mempunyai efek lama."
"Jangan khawatir, Bu," kata Smith meyakinkan. "Dia akan baik-baik saja."
David Becker menatap monitor televisi di hadapannya. Dia merasa pusing dan
bingung. Gambar di dalam layer adalah sebuah ruangan - sebuah ruangan yang hiruk
pikuk. Susan berada di sana. Wanita itu sedang berdiri di atas sebuah panggung
dan menatap dirinya. Susan sedang menangis dan tertawa. "David. Puji Tuhan! Kukira aku telah
kehilangan dirimu!" Becker menggosok pelipisnya. Dia bergerak maju ke arah layar dan menarik
mikrofon ke arah mulutnya. "Susan?" Susan menatap dengan takjub. Tampang David
yang berantakan sekarang memenuhi seluruh layar di depan wanita itu. Suara David
membahana. "Susan, aku harus menanyakan sesuatu padamu." Untuk beberapa saat, getaran dan
volume suara Becker membuat semua kegiatan di bank data terhenti. Setiap orang
berhenti mengerjakan apa yang sedang dikerjakannya dan berbalik.
"Susan Fletcher," suara itu menggema, "maukah kau menikahiku?"
Ruang kendali itu menjadi sunyi. Sebuah papan jepit untuk menulis terjatuh ke
lantai beserta satu mug penuh berisi pensil. Tidak ada yang memungut barang-
barang itu kembali. Yang ada hanya bunyi derum kipas komputer dan suara napas
David Becker yang teratur pada mikrofonnya.
"D-David kata Susan tergagap. Susan tidak sadar bahwa ada 37 orang yang sedang
berdiri terpaku di belakang dirinya. "Kau sudah menanyakan itu padaku, ingat"
Lima bulan yang lalu. Aku mengatakan ya."
"Aku tahu." Becker tersenyum. "Tetapi kali ini" - Becker mengulurkan tangan
kirinya ke arah kamera dan memamerkan sebuah cincin emas pada jari
manisnya-"kali ini aku memiliki sebuah cincin."
*** 116 "BACA, MR. Becker!" perintah Fontaine.
Jabba yang sedang duduk dan berkeringat meletakkan jemarinya di atas key-board.
"Ya," katanya, "baca ukiran itu!"
Susan Fletcher berdiri bersama mereka dengan lutut yang lemas dan perasaan
bahagia. Setiap orang di ruangan itu menghentikan segala kegiatan, dan menatap
gambar David Becker yang besar di layar. Profesor itu sedang memutar-mutar
cincin dengan jemarinya dan mempelajari ukirannya.
"Dan dengan sangat teliti,'" perintah Jabba. "Satu kesalahan saja, kita akan
tamat." Fontaine memandang kesal ke arah Jabba. Direktur NSA tersebut menyadari keadaan
yang sangat genting saat itu. Dia tidak membutuhkan tambahan tekanan lagi.
"Santai saja, Mr. Becker. Jika kita membuat kesalahan, kita akan mencoba lagi
sampai benar." "Nasihat yang buruk, Mr. Becker," sergah Jabba. "Saat pertama harus benar. Kode
pemusnah biasanya memberikan penalti jika salah - untuk mencegah permainan tebak-
tebak buah manggis. Jika kita salah memasukkan kode, kerja cacing itu mungkin
akan bertambah cepat. Jika kita membuat kesalahan dua kali, program tersebut
akan terkunci. Permainan usai."
Sang direktur mengernyit dan balik menatap layar. "Mr. Becker, saya tadi keliru.
Baca dengan teliti - baca dengan sangat teliti."
Becker mengangguk dan mempelajari cincin itu untuk sesaat. Kemudian dengan
tenang dia membacakan ukiran itu. "Q ... U ... I ... S ... spasi ... C
Jabba dan Susan menyela secara bersamaan. "Spasi?" Jabba berhenti mengetik. "Ada
spasi?" Becker mengangkat bahunya sambil memeriksa cincin itu. "Ya. Ada banyak."
"Ada yang tidak aku ketahui?" sela Fontaine. "Apa yang sedang kita tunggu?"
"Pak," kata Susan. Dia tampak bingung. "Ini ... ini agak ...."
"Aku setuju," kata Jabba. "Ini aneh. Kata kunci tidak pernah memiliki spasi."
Brinkerhoff menelan ludahnya. "Jadi, apa maksudmu?"
"Maksudnya," sela Susan, "ini mungkin bukan kode pemusnah."
Brinkerhoff menjerit. "Itu pasti kode pemusnah! Kalau tidak, apa lagi" Untuk apa
Tankado memberikannya kepada orang lain" Siapa lagi yang suka mengukirkan
serangkaian huruf acak pada cincinnya?"
Fontaine membuat Brinkerhoff terdiam dengan tatapan tajamnya.
"Ah ... saudara-saudara," sela Becker yang tampaknya enggan untuk terlibat.
"Kalian terus-menerus menyebut hurufhuruf acak. Kurasa aku harus memberi tahu
Anda ... bahwa huruf-huruf pada cincin ini tidak acak."
Setiap orang di podium berseru serentak. "Apa!"
Becker tampak gelisah. "Maaf, tetapi yang pasti di sini terdapat kata-kata.
Harus kuakui bahwa kata-kata ini terukir sangat rapat satu dengan yang lainnya.
Secara sekilas, kelihatannya acak. Tetapi jika diperhatikan dengan teliti, kau
akan melihat bahwa ukiran itu ... adalah bahasa Latin."
Jabba tergagap. "Kau bercanda!"
Becker menggeleng. "Tidak. Bunyinya, 'Quis custodiet ipsos custodes.' Terjemahan
bebasnya-" "Siapa yang akan mengawasi para pengawas!" sela Susan untuk menyelesaikan
kalimat David. Becker terkejut. "Susan, aku tidak tahu kau bisa-"
"Itu dikutip dari Satir karya Juvenal," kata Susan. "Siapa yang akan mengawasi
para pengawas" Siapa yang akan mengawasi NSA jika kita mengawasi dunia" Itu
peribahasa kesukaan Tankado!"
"Jadi," tanya Midge, "itu kunci sandinya atau bukan?"
"Itu pasti kunci sandinya," kata Brinkerhoff.
Fontaine berdiri dengan diam. Tampaknya, dia sedang mengolah semua keterangan
yang ada. "Aku tidak tahu apakah itu kunci sandinya," kata Jabba. "Menurutku Tankado tidak
mungkin menggunakan susunan yang tidak teracak."
"Hilangkan saja spasinya," teriak Brinkerhoff, "dan ketik kode sialan itu!"
Fontaine berbalik ke arah Susan. "Apa pendapat-mu, Ms. Fletcher?"
Susan berpikir sejenak. Dia tidak bisa memastikan hal ini, tetapi ada sesuatu
yang terasa janggal. Susan mengenal Tankado cukup baik untuk tahu bahwa pria itu
menyukai kesederhanaan. Hasil karyanya Tankado selalu jelas dan absolut.
Kenyataan bahwa spasinya harus dihilangkan terasa ganjil. Itu adalah detail yang
kecil, tetapi tetap saja merupakan sebuah cacat, dan sama sekali tidak bersih -
tidak seperti pukulan telak Tankado yang telah dibayangkan Susan.
"Rasanya tidak pas," kata Susan pada akhirnya. "Aku rasa itu bukan kuncinya."
Fontaine menarik napas panjang. Matanya yang gelap menatap ke dalam mata Susan.
"Ms. Fletcher, menurut Anda, jika ini bukan kuncinya, untuk apa Ensei Tankado
memberikannya kepada orang lain" Jika dia yakin kita yang telah membunuhnya,
tidakkah kau berkesimpulan bahwa dia akan menghukum kita dengan menghilangkan
cincin itu?" Sebuah suara baru menyela percakapan itu. "Eh ... Direktur?"
Semua mata menatap ke arah layar. Itu adalah Agen Smith yang berada di Sevilla.
Dia berada di belakang bahu Becker dan berbicara melalui pengeras suara. "Entah
ini berguna atau tidak. Aku tidak yakin Mr. Tankado sadar bahwa dirinya
dibunuh." "Bisa diulang?" pinta Fontaine.
"Hulohot sangat ahli. Kami menyaksikan pembunuhan itu - hanya berjarak lima puluh


Benteng Digital Digital Fortress Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meter dari kami. Semua bukti menunjukkan bahwa Tankado tidak sadar." "Bukti?"
tanya Brinkerhoff. "Bukti apa" Tankado memberikan cincin ini kepada orang lain.
Bukti itu sudah cukup!"
"Agen Smith," sela Fontaine. "Apa yang membuatmu berpikir Ensei Tankado tidak
sadar dirinya dibunuh?"
Smith mendehem. "Hulohot membunuhnya dengan sebuah NTB - sebuah peluru traumatis
noninvasif. Itu sebuah tabung karet yang mengenai dada dan menyebar. Peluru ini
tidak berbunyi dan sangat bersih. Mungkin Mr. Tankado hanya merasa totokan keras
pada dadanya sebelum dia mengalami gagal jantung.
"Peluru traumatis," Becker berpikir. "Itu menjelaskan luka memarnya."
"Sangat diragukan," Smith menambahkan, "bahwa Tankado menghubungkan rasa sakit
itu dengan seorang pembunuh bayaran."
"Tetapi dia tetap memberikan cincin itu kepada orang lain," kata Fontaine.
"Benar, Pak. Tetapi dia tidak pernah mencari penyerangnya. Seorang korban selalu
berusaha mencari penyerangnya saat dirinya ditembak. Itu naluri."
Fontaine bingung. "Dan kau mengatakan bahwa Tankado tidak berusaha mencari
Hulohot?" "Tidak, Pak. Kami memiliki rekaman filmnya jika Anda ingin-"
"Penyaring X-sebelas mulai hilang!" seorang teknisi berteriak. "Cacingnya sudah
hampir sampai di sana!"
"Lupakan rekaman film itu," kata Brinkerhoff. "Ketik saja kode pemusnah itu dan
akhiri semua ini!" Jabba mendesah. Mendadak dia menjadi tenang. "Direktur, jika kita memasukkan
kode yang salah ...."
"Ya," sela Susan, "jika Tankado tidak mencurigai bahwa kita yang membunuhnya,
kita memiliki beberapa pertanyaan untuk dijawab."
"Berapa banyak waktu yang kita miliki, Jabba?"
Jabba melihat ke arah VR. "Kira-kira dua puluh menit. Aku sarankan kita
menggunakan waktu dengan baik."
Fontaine terdiam cukup lama. Kemudian, dia mendesah dalam-dalam. "Baiklah, putar
film itu." *** 117 "PENAYANGAN VIDEO dimulai dalam waktu sepuluh detik," terdengar suara Agen Smith
yang berderak. "Kami mengirimkan setiap gambar yang ada berikut rekaman suaranya
- kami akan mengusahakan agar penayangan videonya bisa kalian terima pada saat
yang bersamaan dengan saat kami memutarnya."
Setiap orang di podium berdiri dengan diam, menatap, dan menunggu. Jabba
mengetik beberapa kunci dan mengatur tampilan layer video pada layar. Pesan
Tankado muncul di sisi kiri.
HANYA KEBENARAN YANG BISA MENYELAMATKAN KALIAN SEKARANG
Pada bagian kanan layar pada dinding itu ada gambar bagian dalam mobil van
dengan Becker dan kedua agen yang bergerombol di depan kamera. Di bagian tengah
layar muncul sebuah bingkai yang kurang jelas. Bingkai itu berubah menjadi
seperti gambar bintik-bintik yang biasa ditampilkan oleh sebuah televise yang
rusak, dan kemudian menjadi gambar sebuah taman berwarna hitam dan putih.
"Penayangan dimulai," Agen Smith mengumumkan.
Rekaman itu tampak bagaikan sebuah film kuno. Gambarnya tidak alami dan
berkedut-kedut - ini diakibatkan oleh proses pembuangan gambar. Proses pembuangan
dilakukan dengan mengurangi jumlah informasi yang dikirim sampai dengan
setengahnya agar proses penayangan bisa berlangsung lebih cepat.
Gambar pada rekaman bergerak ke sebuah lapangan luas yang satu sisinya dibatasi
sisi depan sebuah bangunan yang berbentuk setengah lingkaran - Seville
Ayuntamiento. Pada bagian depannya terdapat pepohonan. Taman itu kosong. "X-
sebelas hancur!" seorang teknisi berteriak. "Anak nakal ini benar-benar lapar!"
SMITH MULAI bercerita. Komentar-komentarnya menunjukkan dirinya seorang agen
yang berpengalaman. "Gambar ini diambil dari dalam van," katanya, "kira-kira
lima puluh meter dari tempat pembunuhan. Tankado sedang berjalan mendekat dari
arah kanan. Hulohot berada di tengah pepohonan di sebelah kiri."
"Kami sedang dikejar-kejar waktu di sini," desak Fontaine. "Ayo kita langsung ke
bagian yang penting saja."
Agen Coliander menyentuh beberapa tombol dan gambar video berubah dengan cepat.
Setiap orang di podium menonton dengan tegang saat bekas teman kerja mereka,
Ensei Tankado, muncul pada gambar. Penayangan video yang dipercepat membuat
gambargambar yang muncul tampak lucu. Tankado berjalan terburuburu ke arah
lapangan. Tampaknya dia sedang menikmati pemandangan. Dia memayungi matanya
dengan tangannya dan mendongak ke arah atap-atap curam di sisi depan bangunan
yang besar itu. "Ini dia," kata Smith. "Hulohot seorang ahli. Ini adalah tembakan pertamanya."
Smith benar. Ada kilatan cahaya dari belakang pepohonan di sebelah kiri layar.
Tidak lama kemudian, Tankado mencengkeram dadanya. Untuk beberapa saat lelaki
itu terhuyung. Kamera yang menyorotnya dari dekat agak bergoyang dan sesekali
kehilangan fokus. Saat penayangan itu berlangsung cepat, Smith dengan dingin terus bercerita.
"Seperti yang bisa kalian lihat, jantung Tankado langsung berhenti."
Gambar-gambar itu membuat Susan mual. Tankado mencengkeram dadanya dengan
tangannya yang cacat. Pada wajahnya terlihat rasa bingung dan takut.
"Kalian akan melihat," tambah Smith, "matanya tertuju ke bawah, ke dirinya
sendiri. Tidak sekali pun Tankado melihat ke sekeliling."
"Dan itu penting?" kata Jabba dengan setengah bertanya.
"Sangat," kata Smith. "Jika Tankado mencurigai adanya permainan kotor, secara
naluriah, dia akan melihat ke sekelilingnya. Tetapi seperti yang bisa kalian
saksikan, dia tidak melakukannya."
Pada layar, Tankado terjatuh di atas lututnya sambil terus memegangi dadanya.
Tidak sekali pun dia menengadah. Ensei Tankado adalah pria kesepian, yang
meninggal secara alamiah dalam kesendirian.
"Ini aneh," kata Smith dengan bingung. "Peluru-peluru trauma biasanya tidak
membunuh secepat ini. Terkadang, jika sasarannya cukup besar, peluru semacam ini
malah tidak mematikan."
"Jantung yang lemah," kata Fontaine datar.
Smith mengangkat alisnya dengan kagum. "Pemilihan senjata yang hebat."
Susan memerhatikan Tankado yang terguling dari posisi berlutut menjadi
menyamping dan akhirnya tergeletak. Dia terbaring dengan wajah menghadap ke atas
dan masih memegangi dadanya. Mendadak kamera berpindah dari Tankado dan kembali
ke arah kerumunan pohon. Seorang pria muncul. Dia mengenakan kacamata berbingkai
kawat dan membawa sebuah tas berukuran besar. Saat mendekati tubuh Tankado yang
kejang-kejang itu, jemari pria itu mulai membuat gerakan tahan bisu yang aneh
dengan sebuah alat yang tertempel pada jemarinya.
"Dia sedang menggunakan Monocle-nya," kata Smith mengumumkan. "Dia sedang
mengirim pesan bahwa Tankado sudah disingkirkan." Smith berbalik ke arah Becker
dan terkekeh. "Kelihatannya Hulohot mempunyai kebiasaan buruk untuk mengirimkan
laporan hasil pembunuhan sebelum korbannya benar-benar mati."
Coliander kembali mempercepat film itu dan kamera mengikuti Hulohot saat dia
bergerak menuju korbannya. Tiba-tiba seorang pria tua menghambur keluar dari
sebuah halaman di dekat situ. Pria tua itu berlari ke arah Tankado dan berlutut
di samping orang Jepang itu. Hulohot memperlambat gerakannya. Tidak lama
kemudian, dua orang lain muncul dari halaman yang sama - seorang pria gemuk dan
seorang wanita berambut merah. Mereka juga menghampiri Tankado.
"Pemilihan tempat yang salah untuk sebuah pembunuhan," kata Smith. "Hulohot
pikir korbannya akan sendirian."
Pada layar, Hulohot terlihat menatap sesaat dan kemudian kembali mundur ke arah
pepohonan. Tampaknya, dia ingin menunggu.
"Ini dia bagian serah terimanya. Pada awalnya kami tidak memerhatikan hal itu."
Susan menatap gambar yang mengerikan pada layar itu. Tankado kehabisan napas.
Tampaknya, dia berusaha menyampaikan sesuatu kepada "orang-orang Samaria" yang
sedang berlutut di sampingnya. Kemudian, dengan putus asa, dia menyodorkan
tangan kirinya ke atas dan hampir menghantam wajah pria tua itu. Tankado
menyorongkan jemarinya yang cacat ke depan mata pria tua itu. Kamera menyorot ke
arah ketiga jari Tankado yang aneh, dan pada salah satu jarinya terdapat sebuah
cincin emas yang berkilau di bawah matahari Spanyol. Tankado menyodorkannya
sekali lagi. Pria tua itu mundur. Tankado berpaling kepada wanita di sampingnya.
Dia menyodorkan ketiga jarinya yang cacat ke depan wajah wanita itu, seolah
memohon wanita itu agar mengerti. Cincin itu berkilau di bawah matahari. Wanita
itu berpaling ke arah lain. Tankado, sekarang tercekat dan tidak bisa bersuara,
berpaling kepada pria gendut itu dan mencoba untuk yang terakhir kalinya.
Pria yang tua tiba-tiba berdiri dan berlari, mungkin untuk mencari bantuan.
Tankado tampak semakin melemah, tetapi dia masih menyodorkan cincin itu ke
hadapan wajah pria gemuk itu. Pria gemuk itu lalu meraih dan memegang
pergelangan tangan Tankado untuk menyanggahnya. Tankado yang sekarat terlihat
menengadah untuk melihat jemarinya sendiri, cincinnya, dan kemudian ke arah mata
pria gemuk itu. Sebagai permohonan terakhir sebelum mati, Ensei Tankado
mengangguk lemah pada pria itu, seolah mengatakan ya.
Kemudian, Tankado jatuh lemas. "Tuhan," Jabba mengerang.
Tiba-tiba kamera menyorot ke tempat Hulohot bersembunyi. Pembunuh itu telah
pergi. Sebuah sepeda motor polisi muncul di atas Avenida Firelli. Kamera
berbalik ke tempat Tankado berbaring. Wanita yang sedang berlutut di samping
Tankado mendengar suara sirene polisi. Wanita itu melihat keadaan sekitarnya
dengan gelisah dan mulai menarik-narik temannya yang gendut itu sambil
memohonnya untuk pergi. Kedua orang itu pun berlalu.
Kamera kembali menyorot ke arah Tankado. Kedua tangan pria itu terlipat di atas
dadanya yang tidak bernyawa. Cincin pada jarinya telah hilang.
*** 118 "ITU BUKTINYA," kata Fontaine dengan mantap. "Tankado menyingkirkan cincin itu.
Dia menginginkan cincin itu berada sejauh mungkin dari dirinya - sehingga kita
tidak akan menemukannya."
"Tetapi, Direktur," debat Susan, "hal itu tidak masuk akal. Jika Tankado tidak
tahu bahwa dirinya dibunuh, kenapa dia memberikan kode pemusnah itu kepada orang
lain?" "Aku setuju," kata Jabba. "Tankado itu seorang pemberontak. Tetapi dia
pemberontak yang memiliki hati nurani. Memaksa kita untuk mengakui TRANSLTR
adalah satu hal, tetapi membongkar bank data rahasia kita adalah hal lain."
Fontaine menatap dengan rasa tidak percaya. "Kau pikir Tankado ingin
menghentikan cacing ini" Apakah saat dia sekarat, dia masih memikirkan nasib NSA
yang malang?" "Blok terowongan mulai hancur!" seorang teknisi berteriak. "Kita akan benar-
benar tidak berdaya dalam lima belas menit, maksimal!"
"Begini saja," kata sang direktur yang mengambil kendali. "Dalam lima belas
menit, setiap negara berkembang di planet ini akan belajar bagaimana membuat
sebuah peluru balistik antarbenua. Jika di dalam ruangan ini ada yang mempunyai
usul tentang kode pemusnah yang lebih baik daripada cincin ini, aku siap
mendengarkan." Sang direktur menunggu. Tidak ada yang berbicara. Sang direktur
melihat ke arah Jabba dan keduanya saling menatap. "Tankado menyingkirkan cincin
itu untuk sebuah alasan, Jabba. Apakah dia berusaha menguburnya, atau dia
berharap pria gemuk itu akan berlari ke arah telepon umum dan mengabari kita
tentang hal itu, aku benar-benar tidak peduli. Tetapi aku sudah membuat
keputusan. Kita akan memasukkan kutipan itu. Sekarang."
Jabba menarik napas panjang. Dia tahu bahwa Fontaine ada benarnya - tidak ada
pilihan yang lebih baik. Mereka kehabisan waktu. Jabba duduk. "Baik ... mari
kita lakukan." Jabba bergerak mendekati keyboard. "Mr. Becker" Kata-kata yang
terukir itu, silakan. Pelan-pelan saja." David Becker membaca ukiran itu, dan
Jabba mengetik. Ketika mereka selesai, mereka memeriksa ulang ejaannya dan
menghilangkan semua spasi yang ada. Pada sebuah panel di bagian tengah layar, di
dekat bagian atasnya, terdapat hurufhuruf:
QUISCUSTODIETIPSOSCUSTODES
"Aku tidak menyukai hal ini," Susan menggumam lembut. "Kode itu terasa aneh."
Jabba ragu-ragu. Jarinya menggantung di atas tombol ENTER.
"Laksanakan," perintah Fontaine.
Jabba menekan tombol itu. Beberapa detik kemudian, seluruh ruangan sadar bahwa
hal itu adalah sebuah kesalahan.
*** 119 "CACING ITU bertambah cepat!" teriak Soshi dari arah belakang ruangan. "Kode itu
salah!" Setiap orang terdiam dan menatap dengan ngeri.
Pada layar di depan mereka terdapat laporan kesalahan mereka:
SALAH MEMASUKKAN KODE. HANYA ANGKA SAJA.
"Sialan!" jerit Jabba. "Hanya angka saja! Kita sedang berurusan dengan angka!
Matilah kita! Cincin ini tidak berguna!"
"Cacingnya bertambah dua kali lebih cepat!" teriak Soshi. "Kita kena penalti!"
Pada bagian tengah layar, tepat di bawah laporan kesalahan, VR menunjukkan
sebuah gambar yang mengerikan. Saat pelindung tingkat ketiga musnah, kira-kira
setengah lusin garis tipis yang mewakili para hacker yang hendak menjarah
bergerak maju. Mereka berusaha mendekati bagian inti lingkaran itu. Dengan
berlalunya waktu, sebuah garis baru muncul. Disusul yang lainnya.
"Mereka bertambah banyak!" teriak Soshi.
"Sudah ada yang masuk dari luar negeri!" teriak teknisi lainnya. "Berita sudah
beredar!" Susan mengalihkan perhatiannya dari gambar lingkaran dinding pelindung yang
hancur itu dan melihat ke sisi layar. Tayangan gambar pembunuhan Tankado terus
berulang-ulang. Tayangan itu sama setiap kalinya - Tankado memegangi dadanya,
terjatuh, dan dengan pandangan panik yang putus asa, dia memaksa sekelompok
wisatawan yang tidak tahu-menahu untuk mengambil cincinnya. Ini tidak masuk
akai. Jika Tankado tidak tahu bahwa kita yang membunuhnya .... Pandangan Susan
kosong. Sekarang sudah terlambat. Kita tefah melewatkan sesuatu.
Pada VR, jumlah hacker yang menggedor gerbang bank data berlipat ganda setiap
menitnya. Dari saat sekarang, jumlah itu akan meningkat dengan hebat. Para
hacker, seperti halnya hiena (sejenis anjing liar), adalah sebuah keluarga
besar. Mereka selalu bersemangat untuk menyebarkan berita tentang buruan baru.
Tampaknya Leland Fontaine telah cukup melihat. "Matikan sekarang," dia
mengumumkan. "Matikan mesin sialan itu."
Jabba menatap ke arah depan bagaikan seorang kapten yang kapalnya sedang
tenggelam. "Sudah terlambat, Pak. Kita hancur."
*** 120 PETUGAS SYS-Sec berbobot empat ratus pon itu berdiri diam tidak bergerak.
Tangannya yang berada di atas kepalanya menunjukkan rasa tidak percayanya. Dia
telah diperintahkan untuk mematikan bank data, tetapi mereka sudah terlambat dua
puluh menit. Para hiu dengan modem berkecepatan tinggi akan sanggup men-downhad
sejumlah besar informasi rahasia dari bank data.
Jabba tersadar dari mimpi buruknya oleh Soshi yang berlari ke arah podium dengan
hasil cetak terbaru. "Aku menemukan sesuatu, Pak!" katanya dengan bersemangat.
"Ada orphan dalam cacing itu! Or-phan itu termasuk dalam kelompok alpha. Ada di
mana-mana!" Jabba bergeming. "Kita sedang mencari kode dengan angka! Bukan kode dengan
alpha! Kode pembunuh itu terdiri atas angka-angka!"
"Tetapi kita menemukan orphan. Tankado pasti terlalu baik untuk meninggalkan
orphan - apalagi dalam jumlah banyak!"
Istilah orphan merujuk kepada baris tambahan pada sebuah program. Baris tambahan
itu sama sekali tidak menyokong fungsi program itu. Baris tambahan itu tidak
memakan apa pun, tidak merujuk pada apa pun, tidak menuju ke mana pun, dan
biasanya dibuang pada proses debugging atau pembersihan akhir dan proses
kompilasi. Jabba mengambil hasil cetak itu dan mempelajarinya.
Fontaine berdiri dengan diam.
Susan mengintip hasil cetak itu dari balik pundak Jabba. "Kita diserang oleh
sebuah draf kasar dari cacing Tankado?"
"Sudah dipoles atau belum," sergah Jabba, "cacing ini telah menghancurkan kita."
"Aku tidak mengerti," debat Susan. "Tankado adalah seorang perfeksionis. Kau
tahu itu. Tidak mungkin dia meninggalkan bug pada programnya."
"Ada banyak bug!" jerit Soshi. Dia merampas hasil cetak itu dari Jabba dan
menyodorkannya kepada Susan. "Lihat!"
Susan mengangguk. Benar saja, setelah setiap kira-kira dua puluh baris program
itu, selalu ada empat karakter yang mengapung bebas. Susan melacak karakter-
karakter yang mengapung tersebut.
PFEE SESN RETM "Pengelompokan alpha empat bit," kata Susan dengan bingung. "Vang pasti, mereka
bukan bagian dari program itu."
"Lupakan ini," geram Jabba. "Kau hanya melakukan hal yang sia-sia."
"Mungkin tidak," kata Susan. "Banyak sandi menggunakan kelompok empat bit. Ini


Benteng Digital Digital Fortress Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin sebuah kode."
"Ya," Jabba mengerang. "Bunyinya - 'Ha, ha. Mampus kau.' " Jabba menatap ke arah
VR. "Tinggal sembilan menit lagi."
Susan tidak mengacuhkan Jabba dan menatap Soshi. "Ada berapa banyak orphan?"
Soshi mengangkat bahunya. Wanita itu melangkah ke arah komputer Jabba dan
mengetik semua kelompok orphan itu. Ketika selesai, dia mundur dari komputer.
Setiap orang menatap ke layar komputer itu.
PFEE SESN RETM MFHA IRWE OOIG MEE NRMA ENET SHAS DCNS IIAA IEER BRNK FBLE LODI
Hanya Susan yang tersenyum. "Tampaknya tidak asing," katanya. "Blok yang terdiri
atas empat huruf - seperti Enigma."
Sang direktur mengangguk. Enigma adalah mesin penulis sandi paling terkenal
dalam sejarah - sebuah mesin pembuat sandi seberat dua belas ton milik NAZI. Mesin
itu menulis sandi dalam blok yang terdiri atas empat huruf.
"Hebat!" Sang direktur mengerang. "Kau tidak memiliki mesin itu, bukan?"
"Bukan itu maksudku!" kata Susan yang mendadak menjadi bergairah. Hal seperti
ini adalah keahliannya. "Maksudku, ini sebuah kode. Tankado meninggalkan kita
sebuah petunjuk. Dia mengejek kita dan menantang kita untuk memecahkan kunci
sandi itu tepat pada waktunya. Dia meletakkan petunjuk- petunjuknya di luar
jangkauan kita!" "Konyol," sergah Jabba. "Tankado hanya memberikan satu petunjuk - mengumumkan
tentang TRANSLTR. Itu saja. Itulah jalan keluar kita, dan kita sudah
mengacaukannya." "Aku harus setuju dengan Jabba," kata Fontaine. "Aku ragu Tankado akan berani
mengambil risiko membiarkan kita lolos dengan memberikan petunjuk tentang kode
pemusnahnya." Susan mengangguk lemah, tetapi dia ingat bagaimana Tankado telah memberi mereka
petunjuk tentang NDAKOTA. Susan menatap huruf-huruf itu sambil bertanya-tanya
apakah ini adalah salah satu permainan Tankado.
"Blok terowongan tinggal separuh!" teriak seorang teknisi.
Pada VR, jumlah garis hitam yang tampak melesat makin masuk ke dalam kedua
perisai yang tertinggal. David yang dari tadi duduk dengan tenang sedang memerhatikan drama yang sedang
berlangsung dari monitor yang ada di depannya. "Susan?" panggil David. "Aku
mempunyai ide. Apakah teks itu terdiri atas enam belas kelompok blok dengan
empat huruf masing-masingnya?"
"Oh, demi Tuhan, " kata Jabba perlahan. "Sekarang setiap orang ingin ikut
bermain?" Susan tidak menghiraukan Jabba. "Ya. Enam belas."
"Hilangkan spasinya," kata Becker mantap.
"David," balas Susan yang merasa agak malu. "Kurasa kau tidak mengerti. Kelompok
empat adalah-" "Hilangkan spasinya," ulang David.
Untuk sejenak, Susan merasa ragu-ragu dan kemudian dia mengangguk kepada Soshi.
Dengan cepat Soshi menghilangkan spasi yang ada. Hasilnya tidak lebih jelas.
PFEESESNRETMMFHAIRWEOOIGMEENRMA ENETSHASDCNSIIAAIEERBRNKFBLELODI
Jabba meledak. "CUKUP! Waktu bermain-main sudah usai! Cacing itu bertambah cepat
dua kali! Waktu kita tinggal kira-kira delapan menit! Kita sedang mencari sebuah
angka. Bukan sekelompok huruf-huruf kacau!"
"Empat kali enam belas," kata David dengan tenang. "Hitung, Susan."
Susan menatap gambar David pada layar di dinding. Hitung" David payah daiam
matematika! Susan tahu David bisa menghapal konjugasi kata kerja dan kosakata
bagaikan sebuah mesin Xerox, tetapi matematika ....
"Daftar perkalian," kata Becker.
Daftar perkalian, pikir Susan. Apa yang sedang dia bicarakan "
"Empat kali enam belas," ulang profesor itu. "Aku harus menghafal daftar
perkalian di kelas empat."
Susan membayangkan daftar perkalian standar di sekolah dasar. Empat kali enam
belas. "64," kata Susan dengan bingung. "Terus apa?"
David mendekati arah kamera, wajahnya memenuhi seluruh layar. "64 huruf
Susan mengangguk. "Ya, tetapi huruf-huruf itu-" Susan membeku.
"64 huruf," ulang David.
Susan terengah. "My God! David, kau genius!"
*** 121 "TUJUH MENIT!" teriak seorang teknisi.
"Delapan baris yang terdiri atas delapan huruf!" seru Susan dengan bersemangat.
Soshi mengetik. Fontaine berdiri dan memerhatikan dengan membisu. Perisai
keempat mulai bertambah tipis.
"Enam puluh empat huruf!" Susan mengambil kendali. "Itu sebuah bujur sangkar
yang sempurna!" "Bujur sangkar yang sempurna?" tanya Jabba. "Terus apa?"
Sepuluh detik kemudian, Soshi telah menyusun huruf-huruf yang tampaknya acak itu
di layar. Huruf-huruf tersebut sekarang berada dalam delapan baris yang masing-
masing terdiri atas delapan huruf. Jabba memerhatikan hurufhuruf itu dan
melempar tangannya dengan putus asa. Susunan baru tersebut tidak lebih jelas
dari susunan semulanya. PFEESESN RETMPFHA I R W E O O I G MEENNRMA ENETSHAS D C N S I I A A I E E R B R N K F B L E L O D I "Benar-benar jelas!" Jabba mengerang.
"Ms. Fletcher," kata Fontaine, "coba jelaskan." Semua mata tertuju pada Susan.
Susan sedang memerhatikan blok teks tersebut. Secara perlahan dia mulai
mengangguk. Kemudian, dia tersenyum lebar. "David, bodohnya aku!"
Setiap orang di podium saling bertukar pandangan bingung.
David berkedip pada gambar Susan Fletcher yang kecil pada layar di depannya. "64
huruf. Julius Caesar beraksi lagi."
Midge tampak bingung. "Apa yang sedang kalian bicarakan?"
"Kotak Caesar." Susan bersemu. "Baca dari atas ke bawah. Tankado mengirimkan
sebuah pesan kepada kita."
*** 122 "ENAM MENIT!" teriak seorang teknisi.
Susan meneriakkan perintah. "Ketik ulang dari atas ke bawah! Baca menurun, bukan
menyamping!" Soshi dengan cepat mengatur ulang kolom dalam kotak itu dan mengetik ulang teks
tersebut. "Julius Caesar mengirim sandinya dengan cara ini!" kata Susan. "Perhitungan
huruf-huruf Caesar selalu berbentuk sebuah kotak sempurna!" "Selesai!" teriak
Soshi. Setiap orang menatap teks satu baris yang baru disusun ulang itu pada layar di
dinding. "Masih omong kosong," kata Jabba dengan kesal. "Lihat. Teks itu sama sekali
merupakan bit acak-" Kata-katanya tersangkut di tenggorokannya. Matanya
membelalak sebesar piring kecil. "Oh ... asta ...."
Fontaine juga telah melihatnya. Alis matanya melengkung naik. Tampaknya dia
terkesan. Midge dan Brinkerhoff berseru bersamaan. "Astaga."
Ke-64 huruf itu sekarang berbunyi
PRIMEDIFFERENCEBETWEENELEMENTSRESPONSIBLEFORHIROSHIMAANDNAGASAKI
"Selipkan spasi," perintah Susan. "Kita harus memecahkan teka-teki ini."
*** 123 SEORANG TEKNISI yang pucat berlari ke arah podium. "Blok terowongan hampir
hilang!" Jabba berbalik ke arah tampilan VR pada layar. Para penyerang bergerak maju.
Sebentar lagi mereka akan menyerang perisai kelima dan yang terakhir. Bank data
itu kehabisan waktu. Susan tidak menghiraukan kekacauan di sekelilingnya. Dia membaca pesan aneh dari
Tankado itu berulang kali.
PRIME DIFFERENCE BETWEEN ELEMENTS RESPONSIBLE FOR HIROSHIMA AND NAGASAKI
(Perbedaan utama antara unsur-unsur yang bertanggung jawab atas Hiroshima dan
Nagasaki) "Ini bahkan bukan sebuah pertanyaan!" seru Brinkerhoff. "Bagaimana bisa ada
jawabannya?" "Kita membutuhkan angka," Jabba mengingatkan. "Kode pemusnah itu terdiri atas
angkaangka." "Diam," kata Fontaine dengan tenang.Dia berbalik dan berbicara pada Susan. "Ms.
Fletcher, kau sudah membawa kita sampai sejauh ini. Aku membutuhkan tebakan
terbaikmu." Susan menarik napas panjang. "Tempat untuk mengetikkan kode pemusnah hanya
menerima angka. Tebakanku adalah teks ini merupakan sebuah petunjuk atas sebuah
angka. Teks ini menyebut Hiroshima dan Nagasaki - dua kota yang dihancurkan oleh
bom atom. Mungkin kode pemusnah itu berhubungan dengan jumlah korban, perkiraan
biaya kerusakan dalam dolar ...." Susan berhenti sesaat sambil membaca ulang
petunjuk itu. "Kata 'difference' tampaknya penting. The prime difference between
Nagasaki and Hiroshima. (Perbedaan utama antara Nagasaki dan Hiroshima.)
Tampaknya Tankado merasa kedua kejadian itu agak berbeda."
Raut muka Fontaine tidak berubah. Walaupun begitu, dia langsung kehilangan
harapan. Tampaknya masalah politis seputar kedua ledakan paling dashyat dalam
sejarah tersebut harus dianalisis, dibandingkan, dan diterjemahkan menjadi
sebuah angka ajaib ... dan semua itu harus dilakukan dalam waktu lima menit.
*** 124 "PERISAI TERAKHIR sedang diserang!"
Pada tampilan VR, program otorisasi PEM sedang diganyang. Garis-garis hitam
mulai mengepung dan menembus perisai pelindung lapis terakhir dan mulai
mendekati bagian inti. Para hacker lain mulai bermunculan dari seluruh dunia. Jumlahnya bertambah dua
kali lipat setiap menit. Tidak lama lagi, setiap orang yang memiliki komputer -
mata-mata asing, kelompok-kelompok radikal, teroris - akan memiliki akses ke
seluruh informasi rahasia pemerintah A.S.
Saat para teknisi dengan sia-sia berusaha mematikan sambungan listrik ke bank
data, kerumunan di podium itu berusaha mempelajari pesan Tankado. Bahkan David
dan kedua agen NSA juga berusaha memecahkan kode dari dalam mobil van mereka di
Spanyol. PRIME DIFFERENCE BETWEEN ELEMENTS RESPONSIBLE FOR HIROSHIMA AND NAGASAKI
Soshi berpikir sambil berbicara keras.
"Unsur-unsur yang bertanggung jawab atas Hiroshima dan
Nagasaki ... Pearl Harbour" Penolakan Hiroshito terhadap ii
"Kita membutuhkan angka," ulang Jabba, "bukan teoriteori politik. Kita sedang
membicarakan matematika - bukan sejarah!" Soshi terdiam.
"Bagaimana dengan berat bomnya?" tanya Brinkerhoff. "Jumlah korban" Jumlah
kerugian dalam dolar?"
"Kita sedang mencari angka yang pasti," Susan mengingatkan. "Perkiraan jumlah
kerugian bisa berbeda-beda." Wanita itu menatap pesan itu, "Unsur-unsur yang
bertanggung jawab ...."
Tiga ribu mil dari sana, mata David Becker terbelalak. "Unsur-unsur!" serunya.
"Kita sedang membicarakan matematika, bukan sejarah!"
Semua kepala menoleh ke arah layar satelit di dinding.
"Tankado bermain dengan kata-kata!" seru Becker. "Kata 'elements' atau 'unsur-
unsur' memiliki banyak arti!"
"Jelaskan, Mr. Becker," bentak Fontaine.
"Tankado berbicara tentang unsur-unsur kimia - bukan unsur-unsur sosial politik!"
Penjelasan Becker disambut dengan tatapan kosong.
"Unsur-unsur!" ulang Becker. "Daftar unsur berkala! Unsurunsur kimia. Tidak
adakah dari kalian yang pernah menyaksikan film Fa t Man and Littie Boy (Pria
Gemuk dan Anak Kecii) - mengenai Proyek Manhattan" Kedua bom atom itu berbeda.
Keduanya menggunakan bahan bakar yang berbeda-
unsur-unsur yang berbeda!"
Soshi bertepuk tangan. "Ya! Dia benar! Aku pernah membaca tentang hal itu! Kedua
bom itu menggunakan bahan bakar yang berbeda! Vang satu menggunakan uranium dan
yang satu lagi menggunakan plutonium! Dua unsur yang berbeda!"
Ruangan itu menjadi sepi.
"Uranium dan plutonium!" seru Jabba yang tiba-tiba mendapatkan semangatnya
kembali. "Petunjuk itu meminta perbedaan antara kedua unsur itu!" Jabba berbalik
pada pasukan pekerjanya. "Perbedaan antara uranium dan plutonium! Ada yang tahu
apa itu?" Semuanya saling bertukar tatapan kosong.
"Ayolah!" kata Jabba. "Kalian tidak pernah kuliah" Ada yang bisa" Siapa saja!
Aku membutuhkan perbedaan antara plutonium dan uranium!"
Tidak ada jawaban. Susan berbalik ke arah Soshi. "Aku membutuhkan akses ke web. Apakah ada
sambungan ke internet dari sini?"
Soshi mengangguk. "Netscape adalah yang terbaik."
Susan meraih tangan Soshi. "Ayo. Kita akan menjelajah dunia maya."
*** 125 "WAKTUNYA TINGGAL berapa lama?" Tanya Jabba dari arah podium.
Tidak ada jawaban dari para teknisi di bagian belakang. Mereka berdiri dengan
tercengang sambil melihat ke arah VR. Perisai terakhir semakin bertambah tipis.
Tak jauh dari sana, Susan dan Soshi sedang mempelajari hasil pencarian mereka di
Web. "Outlaw Labs, laboratorium-laboratorium yang bertentangan dengan hukum"
Siapa orang-orang ini?"
Soshi mengangkat bahunya. "Anda ingin saya membuka halaman ini?"
"Tentu saja," kata Susan. "Enam ratus empat puluh tujuh teks rujukan mengenai
uranium, plutonium, dan bom atom. Sepertinya ini pilihan yang bagus."
Soshi membuka halaman website itu. Sebuah peringatan muncul.
Informasi yang dimuat dafam berkas ini benar-benar hanya untuk digunakan untuk
eperiuan akademis. Setiap orang awam yang mencoba membuat saf ah satu afat yang
dijelaskan di sini akan menghadapi risiko keracunan radiasi dan/atau meledakkan
diri sendiri. "Meledakkan diri sendiri?" kata Soshi. "Tuhan."
"Cari," bentak Fontaine yang menoleh ke belakang. "Coba lihat apa yang kita
dapatkan." Soshi memeriksa berkas di Web itu. Secara sekilas dia membaca sebuah resep untuk
urea nitrat, bahan peledak yang sepuluh kali lebih kuat daripada dinamit.
Informasi itu tampak seperti sebuah resep untuk kue brownies.
"Plutonium dan uranium," ulang Jabba. "Ayo konsentrasi."
"Kembali ke halaman sebelumnya," perintah Susan. "Berkas ini terlalu besar.
"Cari di daftar isinya."
Soshi kembali ke halaman sebelumnya sampai mendapatkan daftar isi.
Mekanisme Sebuah Bom Atom
Alat Pengukur Ketinggian Pemicu dengan Tekanan Udara
Hulu Ledak Pemicu Bahan-bahan Peledak Deflektor Netron Uranium & Plutonium Timah Pelindung Sumbu-sumbu Pembelahan Nuklir/Peleburan Nuklir
Pembelahan (Bom-A) & Peleburan (Bom-H)
U-235, U-238, dan Plutonium
III. Sejarah Senjata-senjata Atom
A) Perkembangan (Proyek Manhattan) B) Peledakan 1) Hiroshima
Nagasaki Produk-produk Sampingan Peledakan
Daerah-daerah Peledakan "Bagian kedua!" teriak Susan. "Uranium dan Plutonium! Cari!"
Setiap orang menunggu saat Soshi mencari bagian yang dituju.
"Ini dia," kata Soshi. "Tunggu sebentar." Dengan cepat Soshi membaca data itu.
"Ada banyak informasi di sini. Satu bagan penuh. Bagaimana kita tahu perbedaan
seperti apa yang kita cari" Yang satu terbentuk secara alami. Yang lainnya
diciptakan oleh manusia. Plutonium pertama kali ditemukan oleh-"
"Angka," kata Jabba mengingatkan. "Kita membutuhkan angka."


Benteng Digital Digital Fortress Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Susan membaca pesan dari Tankado sekali lagi. Perbedaan utama antara unsur-unsur
... perbedaan antara ... kita membutuhkan sebuah angka ... "Tunggu!" kata Susan.
"Kata 'perbedaan' memiliki banyak arti. Kita membutuhkan angka - jadi kita sedang
membicarakan matematika. Ini salah satu permainan kata Tankado lagi - 'perbedaan'
berarti pengurangan."
"Ya!" kata Becker menyetujui dari arah layar di bagian atas. "Mungkin unsur-
unsur itu memiliki perbedaan jumlah proton atau semacam itu" Jika kalian
mengurangkan-" "Dia benar!" kata Jabba sambil berbalik ke arah Soshi. "Apakah ada angka dalam
bagan itu" Jumlah proton" Waktu yang dibutuhkan suatu zat untuk menyusut menjadi
separuh dari jumlah asalnya" Apa pun yang bisa kita kurangkan?"
"Tiga meniti" teriak seorang teknisi.
"Bagaimana dengan massa superkritis?" tanya Soshi. "Di sini dikatakan bahwa
massa superkritis dari plutonium adalah 35,2 pon."
"Ya!" kata Jabba. "Periksa uranium! Berapa massa superkritis uranium?"
Soshi mencari. "Em ... 110 pon."
"Seratus sepuluh?" Jabba mendadak terlihat memiliki harapan. "Berapa selisih
35,2 dan 110?" "Tujuh puluh empat koma delapan," kata Susan. "Tetapi aku pikir tidak-"
"Minggir," perintah Jabba sambil bergerak ke arah komputernya. "Pasti itu kode
pemusnahnya! Perbedaan antara massa kritisnya! Tujuh puluh empat koma delapan!"
"Tunggu," kata Susan sambil melihat lewat pundak Soshi. "Masih ada lagi di sini.
Berat atom. Jumlah netron. Tekniktenik ekstraksi." Susan membaca bagan itu
dengan cepat. "Uranium terbelah menjadi barium dan kripton. Lain halnya dengan
plutonium. Uranium memiliki 92 proton dan 146 netron, tetapi-"
"Kita membutuhkan sebuah perbedaan yang mencolok," kata Midge. "Petunjuk itu
berbunyi 'perbedaan utama antara unsur-unsur."
"Ya ampun!" umpat Jabba. "Bagaimana kita tahu apa yang dimaksud oleh Tankado
dengan perbedaan utama?"
David menyela. "Sebenarnya, petunjuk itu berbunyi prime atau prima, bukan
primary atau utama."
Kata itu membuat Susan tersadar. "Prima!" serunya. "Prima!" Susan berbalik ke
arah Jabba. "Kode pembunuh itu adalah sebuah bilangan prima! Coba pikir! Ini
benar-benar masuk akal!"
Jabba langsung sadar bahwa Susan benar. Ensei Tankado telah membangun kariernya
dengan menggunakan bilanganbilangan prima. Bilangan prima sangat penting dalam
pembuatan alogaritma sandi. Bilangan prima adalah nilai-nilai unik yang tidak
memiliki pembagi selain angka satu dan dirinya sendiri. Bilangan-bilangan prima
sangat bermanfaat dalam penulisan kode karena angka-angka itu membuat computer
yang biasanya menggunakan pemfak-toran angka tiga menjadi tidak bisa menebak.
Soshi menyela. "Ya! Sempurna! Bilangan-bilangan prima sangat berpengaruh dalam
kebudayaan Jepang! Haiku menggunakan bilangan-bilangan prima! Tiga baris dan
jumlah suku katanya selalu terdiri atas iima, tujuh, iima. Semuanya bilangan
prima, kuil-kuil di Kyoto memiliki-"
"Cukup!" kata Jabba. "Bahkan jika kode pemusnah itu adalah bilangan prima, terus
apa! Kemungkinannya tidak terbatas!"
Susan sadar bahwa Jabba benar. Karena bentangan bilangan prima tidak terbatas,
seseorang selalu bisa mencari lebih jauh dan mendapatkan sebuah bilangan prima
yang lain. Antara nol dan satu juta terdapat 70.000 pilihan bilangan prima.
Semuanya tergantung dari bilangan prima sebesar apa yang digunakan Tankado.
Makin besar bilangan itu, makin susah menebaknya.
"Pasti bilangan itu besar," kata Jabba. "Bilangan prima apa pun yang dipilih
Tankado, pasti nilainya sangat besar."
Sebuah teriakan terdengar dari arah belakang. "Tinggal dua menit!"
Jabba melihat ke arah VR dengan perasaan kalah. Perisai terakhir mulai hancur.
Para teknisi mulai hilir mudik.
Sesuatu dalam diri Susan mengatakan bahwa mereka hampir berhasil. "Kita bisa
mengatasi ini!" katanya sambil memegang kendali. "Dari semua perbedaan antara
uranium dan plutonium, aku bertaruh hanya ada satu yang diwakili oleh sebuah
bilangan prima. Itu petunjuk terakhir untuk kita. Angka yang kita cari adalah
sebuah bilangan prima!"
Jabba melihat ke arah bagan uranium/plutonium pada monitor dan menghempaskan
kedua lengannya. "Pasti ada banyak data di sini! Tidak mungkin kita bisa mencari
selisih dari semuanya dan memeriksa bilangan prima yang ada."
"Banyak data yang bukan angka," kata Susan untuk memberikan semangat. "Kita bisa
mengabaikan data-data seperti itu. Uranium bersifat alami sedangkan plutonium
adalah buatan manusia. Uranium menggunakan sebuah pemicu laras senjata sedangkan
plutonium menggunakan peledakan ke arah dalam. Keterangan-keterangan seperti itu
tidak berupa angka sehingga tidak relevan!"
"Lakukan," perintah Fontaine. Pada VR, perisai terakhir tampak setipis cangkang
telur. Jabba mengelap alisnya. "Baiklah, mari kita coba. Mulai mengurangkan. Aku akan
mengambil seperempat bagian di atas. Susan, kau mengambil yang di tengah.
Sisanya dibagi untuk yang lainnya. Kita mencari selisih dalam bilangan prima."
Tak lama kemudian, terlihat jelas bahwa mereka tidak akan bisa berhasil. Angka-
angka yang ada sangat besar nilainya dan pada banyak kasus, banyak unit yang
tidak sepadan. "Tidak pas," kata Jabba. "Kita menemukan data tentang sinar gamma yang
dibandingkan dengan denyut elektromagnet. Yang bisa dibelah dibandingkan dengan
yang tidak bias dibelah. Ada yang murni. Ada yang dalam persen. Sungguh
berantakan!" "Pasti ada di sini," kata Susan dengan tegas. "Kita harus berpikir. Ada
perbedaan antara plutonium dan uranium yang kita lewatkan! Sesuatu yang
sederhana!" "Eh ... saudara-saudara?" kata Soshi. Dia telah menampilkan sebuah berkas lain
pada layar dan membacanya.
"Apa itu?" tanya Fontaine. "Kau menemukan sesuatu?"
"Em, sepertinya begitu." Kata Soshi dengan tidak yakin. "Masih ingat ketika saya
mengatakan bahwa bom di Nagasaki adalah sebuah bom plutonium?"
"Ya," yang lain menjawab secara serentak.
"Eh Soshi menarik napas panjang. "Kelihatannya saya salah."
"Apa!" Jabba tercekat. "Kita sedang mencari hal yang keliru?"
Soshi menunjuk ke arah layar monitor. Semua berkerumun dan membaca teks
tersebut: ... pandangan umum yang salah bahwa bom Nagasaki adalah sebuah bom plutonium.
Sesungguhnya, bom itu menggunakan uranium, seperti halnya bom Hiroshima.
"Tetapi-" Susan terengah. "Jika kedua unsur adalah uranium, bagaimana kita bisa
menemukan perbedaan keduanya?" "Mungkin Tankado membuat kesalahan," kata
Fontaine. "Mungkin dia tidak tahu bahwa kedua bom itu sama." "Tidak." Susan mendesah.
"Tankado cacat karena bom-bom itu. Dia sangat tahu fakta-faktanya."
*** 126 "SATU MENIT!" Jabba melihat ke arah VR. "Otorisasi PEM hancur dengan cepat. Itu perlindungan
terakhir. Dan ada kerumunan yang sedang menunggu."
"Konsentrasi!" perintah Fontaine.
Soshi duduk di depan halaman web dan membaca dengan keras.
"... bom Nagasaki tidak menggunakan plutonium,
tetapi menggunakan isotop dengan netron jenuh dari uranium 238 sintetis."
"Sialan!" umpat Brinkerhoff. "Kedua bom itu menggunakan uranium. Unsur-unsur
yang bertanggung jawab sama-sama uranium. Tidak ada perbedaannya!"
"Matilah kita," erang Midge.
"Tunggu," kata Susan. "Baca bagian terakhir sekali lagi!"
Soshi mengulang teks itu. "... menggunakan isotop dengan netron jenuh dari
uranium 238 sintetis."
"238?" seru Susan. "Apakah tadi kita tidak melihat sesuatu yang mengatakan bahwa
bom Hiroshima menggunakan isotop uranium jenis lain?"
Semuanya saling bertukar pandangan bingung. Soshi dengan panik membuka halaman
web sebelumnya dan menemukan bagian tersebut. "Ya! Di sini dikatakan bahwa bom
Hiroshima menggunakan isotop uranium jenis lain!"
Midge terengah dan merasa takjub. "Keduanya uranium - tetapi jenisnya berbeda!"
"Keduanya uranium?" Jabba menyelak masuk dan menatap ke layar komputer. "Pas!
Sempurna!" "Bagaimana kedua isotop itu bisa berbeda?" tanya Fontaine. "Pasti karena suatu
hal yang mendasar." Soshi mencari dalam berkas, "Tunggu ... sedang mencari ... baiklah ...."
"Empat puluh lima detik!" teriak sebuah suara.
Susan menengadah. Perisai terakhir hampir tidak terlihat sekarang.
"Ini dia!" seru Soshi.
"Baca!" Jabba berkeringat. "Apa perbedaannya! Pasti ada perbedaan di antara
keduanya!" "Ya!" Soshi menunjuk ke arah monitor. "Lihat!" Mereka semua membaca teks itu:
... kedua bom menggunakan bahan bakar yang berbeda ... dengan karakteristik
kimiawi yang sama persis. Tidak ada satu pun ekstraksi kimiawi yang bisa
memisahkan kedua isotop itu. Dengan pengecualian pada berbedaan berat yang
sangat kecil, kedua isotop itu sama persis.
"Berat atom!" kata Jabba dengan bersemangat. "Itu dia! Satu-satunya perbedaan
adalah berat di antara keduanya! Itu kuncinya! Beri tahu aku beratnya! Kita mencari selisihnya!"
"Tunggu!" kata Soshi sambil kembali kehalaman berikutnya. "Hampir dapat! Ya!"
Setiap orang membaca teks itu.
... perbedaan beratnya sangat tipis ... ... difusi gas untuk memisahkan keduanya
... ... 10,032498X10" 134 dibandingkan dengan 19,39484X10^23.**
"Itu dia!" teriak Jabba. "Itu dia! Itu beratnya!" "Tiga puluh detik!"
"Ayo," bisik Fontaine. "Cari selisihnya. Cepat."
Jabba meraih kalkulatornya dan mulai memasukkan angkaangka itu.
"Untuk apa kedua tanda bintang itu?" tanya Susan. "Ada tanda bintang pada bagian
akhir angka itu!" Jabba tidak menghiraukan Susan. Dia sudah sibuk dengan kalkulatornya.
"Hati-hati!" kata Soshi memperingatkan. "Kita membutuhkan bilangan bulat."
"Tanda bintang itu," ulang Susan. "Ada catatan kaki."
Soshi mencari bagian bawah paragraf itu.
Susan membaca catatan kaki yang bertanda bintang itu. Dia menjadi pucat. "Oh ...
Tuhan." Jabba menengadah."Apa?"
Semua menyorongkan badan ke depan dan kemudian terdengar desahan kalah secara
bersamaan. Catatan kaki yang kecil itu berbunyi:
**12% marjin kesalahan. Angka-angka yang diterbitkan berbeda dari satu
laboratorium ke laboratorium lainnya.
*** 127 TIBA-TIBA SEMUA orang di podium menjadi terdiam dan takjub. Seolah-olah mereka
sedang menyaksikan gerhana atau letusan gunung berapi - serangkaian peristiwa
menakjubkan yang tidak bisa mereka kendalikan. Waktu seolah merangkak.
"Kita akan segera kehilangan bank data!" teriak seorang teknisi. "Para
pendobrak! Banyak sekali!"
Pada bagian sebelah kiri layar, David, Agen Smith, dan Agen Coliander menatap
kosong ke arah kamera. Pada tampilan VR, perisai terakhir sudah sangat tipis.
Segerombolan garis hitam mengelilinginya; ratusan garis yang mengantri untuk
mendobrak masuk ke bagian inti. Pada layar sebelah kanan masih terlihat gambar
Tankado. Tayangan kematiannya berputar berulang-ulang. Wajahnya yang putus asa -
jemarinya yang menjulur ke atas, dan cincin yang berkilau di bawah sinar
matahari. Susan melihat tayangan yang kadang tampak jelas, kadang tidak itu. Susan menatap
ke dalam mata Tankado yang tampak dipenuhi oleh rasa sesal. Sebenarnya Tankado
tidak ingin hai ini sampai berlarut-larut seperti sekarang, kata Susan pada
dirinya sendiri. Tankado ingin menyelamatkan kita. Tetapi yang tampak berulang-
ulang pada layar adalah Tankado yang sedang menyorongkan jemarinya ke atas,
menyodorkan cincinnya ke depan mata orang-orang. Dia berusaha berbicara tetapi
tidak mampu. Dia hanya terus menyorongkan tangannya ke atas.
Di Sevilla, otak Becker terus berputar. Dia bergumam pada dirinya sendiri, "Apa
kata mereka tentang kedua isotop itu?" U238 dan U ...?" Becker mendesah dengan
kencang - hal itu tidak penting. Dia seorang guru bahasa, bukan ahli fisika.
"Garis-garis yang masuk bersiap untuk mendobrak!"
"Tuhan!" teriak Jabba dengan putus asa. "Apa perbedaan kedua isotop itu" Tidak
ada yang tahu perbedaan keduanya"!" Tidak ada jawaban. Para teknisi di dalam
ruangan itu menatap tampilan itu dengan tidak berdaya. Jabba berbalik ke arah
monitor dan menghempaskan tangannya. "Kenapa tidak ada seorang ahli nuklir pun
ketika kau sedang membutuhkannya!"
SUSAN MENATAP ke arah tayangan QuickTime pada layer di dinding. Dia sadar,
semuanya telah usai. Dengan gerakan lambat, dia menatap Tankado sekarat berulang
kali. Tankado berusaha berbicara, tercekat, menyorongkan tangannya yang
cacat ... berusaha menyampaikan sesuatu. Tankado berusaha menyelamatkan bank
data, kata Susan pada dirinya sendiri. Tetapi kita tidak pernah tahu caranya.
"Pendobrak sudah akan masuk!"
Jabba menatap ke arah layar. "Ini dia!" Keringat mengucur di seluruh wajah
Jabba. Pada bagian tengah layar, perisai terakhir yang tipis hamper menghilang.
Kerumunan garis hitam yang mengelilingi bagian inti tampak sangat pekat dan
berdenyut-denyut. Midge berpaling. Fontaine berdiri dengan kaku dan menatap ke
depan. Brinkerhoff tampak mual.
"Sepuluh detik!"
Mata Susan tidak pernah meninggalkan gambar Tankado. Wajah yang putus asa itu.
Penyesalan itu. Tangan Tankado yang menyorong ke atas, berulang-ulang, cincin
yang berkilauan, jemari cacat yang berada di depan wajah-wajah asing. Tankado
sedang berusaha memberi tahu mereka sesuatu. Apa itu"
Pada bagian layar di atas, David kelihatan sedang berpikir keras. "Perbedaan,"
Becker terus menggumam pada dirinya sendiri. "Perbedaan antara U238 dan U23S.
Jawabannya pasti sederhana."
Seorang teknisi sedang menghitung mundur. "Lima! Empat! Tiga!"
Kata itu sampai di Spanyol dalam waktu sepersepuluh detik. Tiga ... tiga.
David bagaikan tertembak peluru kejut lagi. Dunia di sekitarnya seolah berhenti
berputar. Tiga ... tiga ... tiga. 238 kurang 235! Selisihnya tiga! Dengan sekuat
tenaga, Becker meraih mikrofon ....
Di tempat yang jauh, Susan sedang menatap tangan Tankado yang tersorong ke atas.
Tiba-tiba, dia melihat sesuatu di luar cincin itu ... di luar emas berukir, ke
arah daging di bawah cincin itu ... ke arah jemari Tankado. Tiga jari. Ternyata
bukan cincin. Tetapi jemarinya. Tankado tidak memberitahukan hal itu kepada
mereka. Dia menunjukkannya. Dia memberitahukan rahasianya, menyingkap kode
pemusnahnya - memohon seseorang agar mengerti ... berdoa agar rahasianya bisa
sampai di NSA tepat pada waktunya.
"Tiga," bisik Susan dengan tercengang.
"Tiga!" teriak Becker dari Spanyol.
Tetapi di dalam suasana hiruk pikuk itu, tidak ada yang mendengarkan.
"Kita hancuri" teriak seorang teknisi.
Tampilan VR berkedip hebat saat bagian inti hamper bobol. Terdengar suara
sirene. "Sudah ada data yang keluar!"
"Muncul pendobrak berkekuatan tinggi dari sega- la arah!"
Susan bergerak seolah dalam mimpi. Dia berbalik ke arah keyboard Jabba. Saat
berbalik, pandangannya terpaku pada tunangannya, David Becker. Suara David
kembali menggelegar dari mikrofon.
"Tiga! Selisih antara 235 dan 238 adalah 3!"
Setiap orang di dalam ruangan itu menengadah.
"Tiga!" teriak Susan di antara ingar bingar suara sirene yang memekakkan telinga
dan para teknisi yang ribut. Susan menunjuk ke arah layar. Semua mata
mengikutinya, ke arah tangan Tankado, terjulur, ketiga jarinya bergoyang dengan
putus asa di bawah matahari Sevilla.
Badan Jabba menjadi kaku. "My God!" Mendadak Jabba sadar bahwa si genius yang
cacat itu selama ini berusaha memberitahukan jawabannya kepada mereka.
"Tiga adalah bilangan prima!" seru Soshi. "Tiga adalah sebuah bilangan prima!"
Fontaine tampak bingung. "Mungkinkah sesederha- na itu?"
"Data keluar lagi!" teriak seorang teknisi. "Cepat sekali!"
Setiap orang di atas podium langsung berbalik ke computer Jabba dengan tangan
yang terjulur. Tetapi di antara kerumunan itu, Susan, bagaikan sebuah mobil yang
sedang menyalip, menyentuh targetnya. Susan mengetik angka 3. Setiap orang
berbalik lagi ke arah layar di dinding. Di antara kekacauan itu, terlihat pada
layar. MASUKKAN KUNCI SANDI" 3
"Ya!" perintah Fontaine. "Lakukan sekarang!" Susan menahan napas dan menekan
tombol ENTER. Komputer itu berbunyi bip satu kali. Tidak ada yang bergerak.


Benteng Digital Digital Fortress Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiga detik yang mengerikan kemudian tidak terjadi apaapa.
Suara sirene terus berbunyi. Lima detik. Enam detik. "Data keluar lagi!" "Tidak
ada perubahan!" Tiba-tiba Midge mulai menunjuk ke arah layar di dinding dengan panik. "Lihat!"
Sebuah pesan muncul pada layar.
KODE PEMUSNAH DITERIMA. "Perbaiki perisai pelindung!" perintah Jabba. Tetapi Soshi selangkah lebih maju
daripada Jabba. Soshi telah mengirimkan perintah itu.
"Data yang keluar terhalang!" teriak seorang teknisi. "Para pendobrak
dimusnahkan!" Pada tampilan VR, perisai lapis pertama mulai muncul kembali. Garis-garis hitam
yang menyerang bagian inti dengan cepat dimusnahkan.
"Muncul kembali!" teriak Jabba. "Perisai itu muncul kembali!"
Untuk sejenak, semuanya merasa tidak percaya, seolah dalam sekejap semuanya akan
hancur lebur. Tetapi kemudian, perisai kedua mulai kelihatan ... dan yang
ketiga. Tak lama kemudian, seluruh rangkaian penyaring muncul. Bank data
selamat. Ruangan itu meledak. Hiruk pikuk. Para teknisi saling berpelukan sambil melempar
hasil cetak komputer ke udara dengan bahagia. Suara sirene melemah. Brinkerhoff
meraih Midge dan berpelukan. Soshi menangis bahagia.
"Jabba," tanya Fontaine. "Berapa banyak yang mereka dapatkan?"
"Sangat sedikit," kata Jabba sambil memerhatikan monitornya. "Sangat sedikit.
Dan tidak ada yang secara utuh."
Fontaine mengangguk perlahan. Sebuah senyum tipis muncul di ujung bibirnya. Dia
melihat ke sekeliling untuk mencari Susan Fletcher, tetapi wanita itu sedang
berjalan ke depan ruangan. Pada dinding di depan Susan, wajah David Becker
memenuhi layar. "David?" "Hai, cantik." David tersenyum. "Pulanglah," kata Susan. "Pulang sekarang."
"Kita bertemu di Stone Manor?" tanya David. Susan mengangguk. Air matanya
menggenang. "Setuju."
"Agen Smith?" panggil Fontaine.
Dari belakang Becker, Smith muncul pada layar. "Ya, Pak?"
"Tampaknya Mr. Becker memiliki kencan. Apakah kau bisa mengurus agar dia bisa
pulang secepatnya?" Smith mengangguk. "Pesawat jet kita berada di Malaga."
Smith menepuk punggung Becker. "Anda mendapat perlakuan istimewa, Pak. Pernah
terbang dengan Learjet 60?"
Becker terkekeh. "Belum semenjak kemarin."
*** 128 KETIKA SUSAN terbangun, matahari sedang bersinar cerah. Cahaya lembutnya
menembus tirai dan jatuh di atas tempat tidurnya yang terbuat dari bulu angsa.
Susan meraih tubuh David. Apakah aku sedang bermimpi" Badan Susan tidak
bergerak. Dia merasa lelah, masih pusing akibat kelelahan malam sebelumnya.
"David?" erang Susan.
Tidak ada jawaban. Susan membuka matanya. Sekujur tubuhnya masih terasa letih.
Belahan kasur di sisinya dingin. David telah pergi.
Aku sedang bermimpi, pikir Susan. Dia terduduk. Ruangan tempat dia berada
bergaya Viktoria, banyak renda dan benda antik - ini kamar terbaik di Stone Manor.
Tas bawaannya berada di tengah lantai yang terbuat dari kayu keras ... pakaian
dalamnya berada di atas kursi bergaya Ratu Anne di samping tempat tidur.
Apakah David benar-benar sudah sampai" Susan teringat - badan David di atasnya.
Pria itu membangunkannya dengan kecupan-kecupannya. Apakah dirinya hanya
memimpikan halhal itu" Susan melihat ke arah meja di samping tempat tidur. Di
sana terdapat sebuah botol sampanye, dua gelas, ... dan sebuah catatan.
Sambil menggosok matanya yang masih mengantuk, Susan membalut dirinya dengan
selimut dan membaca catatan itu.
Susan tersayang, Aku mencintaimu.
Tanpa lilin, David. Susan bersemu dan mendekap catatan itu. Itu memang dari David. Tanpa lilin ...
itu kode yang belum berhasil dipecahkan Susan.
Susan menengadah karena merasa ada gerakan di bagian pojok. Di atas sebuah dipan
yang mewah, di bawah sinar matahari pagi, terbungkus mantel mandi yang tebal,
David Becker sedang duduk dengan diam sambil memerhatikan Susan. Susan
menjulurkan tangannya dan mengisyaratkan David untuk mendekat.
"Tanpa lilin?" tanya Susan lembut sambil memeluk David.
"Tanpa lilin." David tersenyum
Susan mencium David dalam-dalam. "Beri tahu aku artinya."
"Tidak akan." David tertawa. "Pasangan kekasih membutuhkan rahasia - hal itu
membuat segalanya lebih menarik."
Susan tersenyum culas. "Kalau memang lebih menarik daripada yang terjadi
semalam, aku tidak akan bisa berjalan lagi."
David merangkul Susan. Nyawanya hampir melayang kemarin dan sekarang dia berada
di sini. Dia merasa lebih hidup daripada yang pernah dibayangkannya.
Susan meletakkan kepalanya di atas dada David dan mendengarkan bunyi detak
jantung pria itu. Susan tidak percaya dirinya telah menyangka David sudah mati.
"David," desah Susan sambil melirik ke arah catatan yang berada di samping meja.
"Beri tahu aku tentang 'tanpa lilin.' Kau tahu, kan, aku paling benci jika ada
kode yang tidak bisa aku pecahkan."
David diam. "Beri tahu aku." Susan merengut. "Atau kau tidak akan pernah mendapatkan diriku
lagi." "Pembohong!"
Susan memukul David dengan bantal. "Beri tahu aku! Sekarang!"
Tetapi David tahu, dia tidak akan pernah memberi tahu Susan. Rahasia di balik
'tanpa lilin' terlalu manis. Sejarahnya kuno. Selama zaman Renaisans, para
pematung Spanyol yang membuat kesalahan saat memahat marmer mahal biasanya
menambal bagian yang sompal dengan cera-"lilin." Sebuah patung yang tidak
bercela dan tidak membutuhkan tambalan disebut sebagai sebuah "patung sin cera",
"patung tanpa lilin." Frase itu akhirnya berubah arti menjadi jujur atau benar.
Kata dalam bahasa Inggris "sincere" (tulus) berasal dari bahasa Spanyol sin
cera-"tanpa lilin." Kode rahasia David sebenarnya bukanlah sebuah misteri besar.
Dia hanya menandatangani surat-suratnya "Sincerely" atau "Dengan tulus." Tetapi
agaknya David tidak menyangka kalau Susan akan menjadi penasaran.
"Kau pasti senang kalau tahu," kata David sambil berusaha mengalihkan arah
pembicaraan, "bahwa dalam penerbangan pulang, aku menelepon rektor universitas."
Susan menengadah dengan penuh harapan. "Katakan kau telah mundur dari posisi
kepala departemen." David mengangguk. "Aku akan kembali mengajar semester depan."
Susan mendesah dengan lega. "Ke tempatmu semula."
David tersenyum lembut. "Ya, aku rasa Spanyol telah mengingatkanku tentang suatu
hal yang penting." "Kembali mematahkan hati para mahasiswi?" Susan mencium pipi David. "Vah, paling
tidak, kau akan punya waktu untuk membantuku menyunting manuskripku."
"Manuskrip?" "Ya. Aku telah memutuskan untuk menerbitkannya." "Menerbitkannya?" David tampak
ragu. "Menerbitkan apa?"
"Beberapa ide yang aku miliki tentang protokol penyaring varian dan residu
kuadrat." David mengerang. "Kedengarannya akan laku keras."
Susan tertawa. "Kau akan terkejut."
David merogoh ke dalam kantong mantel mandinya dan mengeluarkan sebuah benda
kecil. "Tutup matamu. Aku mempunyai sesuatu untukmu."
Susan menutup matanya. "Coba kutebak - sebuah cincin mencolok yang penuh dengan
ukiran dalam bahasa Latin?"
"Tidak." David terkekeh. "Aku telah menyuruh Fontaine mengembalikan cincin itu
ke tempat barang-barang peninggalan Tankado." David meraih tangan Susan dan
menyelipkan sesuatu pada jari Susan.
"Pembohong." Susan tertawa dan membuka matanya. "Aku tahu-"
Tetapi perempuan itu langsung terdiam. Cincin yang melingkar pada jarinya sama
sekali bukan cincin Tankado. Cincin itu terbuat dari platina bertahtakan sebutir
berlian. Susan terengah. David menatap ke dalam mata kekasihnya. "Maukah kau menikah denganku?"
Susan merasa tercekat. Dia menatap ke arah David dan kembali ke arah cincin itu.
Matanya mendadak menggenang. "Oh, David ... aku tidak tahu harus berkata apa."
"Katakan saja ya."
Susan berpaling dan tidak mengatakan apa-apa.
David menunggu. "Susan Fletcher, aku mencintaimu. Menikahlah denganku."
Susan mengangkat kepalanya. Matanya basah oleh air mata. "Maafkan aku, David,"
bisiknya. "Aku ... aku tidak bisa."
David menatap dengan terkejut. Dia menatap mata Susan untuk mencari tanda-tanda
bahwa wanita itu sedang bercanda. Tetapi dia tidak menemukannya. "S-Su-san,"
David tergagap. "A-aku tidak mengerti."
"Aku tidak bisa," ulang Susan. "Aku tidak bisa menikahimu." Wanita itu
berpaling. Pundaknya bergetar. Dia menutup wajahnya dengan tangannya.
David benar-benar bingung. "Tetapi, Susan ... aku pi-ker ...." Dia memegang bahu
kekasihnya yang bergetar dan membalikkan tubuh wanita itu ke arahnya. Saat
itulah David tahu. Susan Fletcher sama sekali tidak menangis. Wanita itu
histeris. "Aku tidak akan menikahimu!" Susan tertawa dan kembali menyerang David dengan
bantal. "Tidak, sampai kau menjelaskan arti 'tanpa lilin'! Kau membuatku
gila!!!" EPILOG BANYAK YANG mengatakan bahwa dalam kematian, segalanya menjadi jelas. Toku-gen
Numataka sekarang menyadari bahwa hal itu benar. Sambil berdiri di samping peti
mati di dalam kantor bea cukai Osaka, dia menyadari kenyataan pahit yang belum
pernah dia rasakan sebelumnya. Agamanya mengajarkan tentang perputaran, tentang
saling keterkaitan di dalam kehidupan, tetapi Numataka tidak pernah punya waktu
untuk beribadah. Para petugas bea cukai telah memberinya sebuah amplop yang berisi surat-surat
adopsi dan surat tanda kelahiran. "Anda adalah satusatunya anggota keluarga yang
masih hidup dari anak ini," kata mereka. "Kami mengalami kesulitan untuk
menemukan Anda." Ingatan Numataka berputar kembali, ke 32 tahun yang silam, ke suatu malam yang
sedang diguyur hujan, ke sebuah rumah sakit di mana dirinya telah meninggalkan
anaknya yang cacat dan istrinya yang sekarat. Numataka telah melakukannya atas
nama mertboku - kehormatan - yang sekarang hanya tinggal bayangan kosong.
Ada sebuah cincin yang terlampir bersama surat-surat itu. Cincin itu berukir
kata-kata yang tidak dia mengerti. Tetapi hal itu tidak penting, karena kata-
kata sudah tidak berarti lagi bagi Numataka. Dia telah menyia-nyiakan anak laki-
lakinya. Dan sekarang, nasib yang sangat kejam telah mempersatukan mereka.
UCAPAN TERIMA KASIH UNTUK PARA editorku di St. Martin's Press, Thornas Dunne dan, yang berbakat
hebat, Melissa Jacobs. Untuk para agenku di New York, George Weiser, Olga
Wiesel, dan Jake Elwell. Untuk sernua yang telah membaca dan mengambil bagian
sepanjang penulisan buku ini. Dan terutama untuk istriku, Blythe, atas semangat
dan kesabarannya. Juga ... terima kasih untuk kedua bekas kriptografer NSA yang tidak mau dikenali
identitasnya, yang telah memberikan bantuan yang tidak ternilai harganya lewat
remailer anonim. Tanpa mereka, buku ini tidak akan pernah ditulis.
Petualang Asmara 10 Empat Serangkai - Pulau Rahasia The Secret Island Kasih Diantara Remaja 4
^