Pencarian

Breaking Dawn 9

Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer Bagian 9


lalu meletakkan lengannya di sebelah lenganku. Kulitnya berpendar redup, tak
terlalu kentara dan misterius. Ia tak perlu bersembunyi di dalam ruangan saat
matahari bersinar terik, tidak seperti kulitku yang berkilauan sekarang ini,
Renesmee menyentuh wajahku, memikirkan perbedaan itu dan merasa tidak senang
karenanya, "Kau yang paling cantik," aku meyakinkan dia.
"Sepertinya aku tidak sependapat," kata Edward, dan waktu aku berpaling untuk
menjawabnya, cahaya matahari di wajahnya membuatku terpesona hingga tak mampu
mengatakan apa-apa. Jacob menaungi wajahnya dengan tangan, berpura-pura melindungi matanya dari
kilauan yang menyilaukan.
"Bella si makhluk aneh," komentarnya,
"Dia sungguh makhluk yang sangat menakjubkan," gumam Edward, nyaris menyetujui,
seolah-olah komentar Jacob tadi dimaksudkan sebagai pujian. Ia memesona
sekaligus terpesona. Sungguh perasaan yang aneh -tidak mengejutkan, kurasa, karena semua terasa aneh
sekarang-merasa alami dalam sesuatu hal. Sebagai manusia aku belum pernah
menjadi yang terbaik dalam hal apa pun. Aku berhubungan baik dengan Renee, tapi
mungkin banyak orang lain bisa melakukan yang lebih baik lagi; Phil sepertinya
bisa bertahan. Aku murid yang baik, meski tak pernah menduduki peringkat
pertama. Jelas aku juga tak bisa dibilang atletis. Aku juga tidak artistik,
tidak pandai bermain musik, tidak punya bakat yang bisa dibanggakan. Tak ada
yang pernah memberiku piala karena banyak membaca buku. Setelah delapan belas
tahun menjadi biasa-biasa saja, aku terbiasa jadi orang rata-rata. Baru sekarang
aku sadar bahwa sudah sejak lama aku melupakan aspirasiku untuk berkilau dalam
bidang apa pun. Aku hanya melakukan yang terbaik yang aku bisa, tak pernah
benar-benar cocok dengan duniaku.
Jadi ini benar-benar berbeda. Sekarang aku luar biasa-terhadap mereka dan diriku
sendiri. Seakan-akan aku memang dilahirkan untuk menjadi vampir. Pikiran itu
membuatku ingin tertawa, tapi juga membuatku ingin menyanyi. Aku telah menemukan
tempat sejatiku di dunia, tempat di mana aku bisa cocok, tempat di mana aku
berkilau. 27. RENCANA PERJALANAN Aku mempelajari Mitologi jauh lebih serius sejak menjadi vampir.
Sering kali, kalau aku menengok kembali masa tiga bulan pertamaku sebagai
makhluk abadi, aku membayangkan bagaimana benang kehidupanku terlihat dalam
tenunan Takdir- siapa yang tahu hal semacam itu benar-benar ada" Aku yakin
benangku pasti sudah berubah warna; kupikir mungkin awalnya berwarna beige
lembut, pokoknya warna yang lembut dan tidak terlalu mencolok, yang akan
terlihat manis sebagai latar belakang. Sekarang warnanya pasti merah tua, atau
mungkin emas mengkilat. Permadani keluarga dan teman-temanku yang terjalin mengelilingiku adalah sesuatu
yang indah dan berkilau, penuh warna-warni cemerlang yang saling melengkapi.
Kaget juga aku melihat beberapa benang yang kulibatkan dalam hidupku, Para
werewolf, dengan warna-warna kayu mereka yang gelap, benar-benar tak kusangka
akan menjadi bagian hidupku; Jacob, tentu saja, Seth juga. Tapi teman-teman
lamaku, Quil dan Embry, juga menjadi bagian dari permadani itu setelah mereka
bergabung dengan kawanan Jacob, bahkan Sam serta Emily pun baik padaku-
Ketegangan di antara keluarga kami sudah mereda, sebagian besar karena Renesmee.
Mudah sekali mencintainya.
Sue dan Letih Clearwater juga terjalin dalam hidup kami- dua orang lagi yang
sama sekali di luar dugaanku.
Sue tampaknya menugasi diri sendiri untuk memuluskan transisi Charlie ke dunia
khayalan. Sering kali ia datang bersama Charlie ke rumah keluarga Cullen,
walaupun sepertinya ia tak pernah benar-benar nyaman berada di sini, seperti
anak lelakinya dan sebagian besar anggota kawanan Jacob. Ia jarang bicara; ia
hanya terdiri dengan sikap protektif di dekat Charlie. Ia selalu jadi orang
pertama yang dipandang Charlie bila Renesmee melakukan sesuatu yang terlalu
cepat untuk usianya-dan itu sering terjadi. Sebagai jawaban, Sue akan menatap
Seth dengan sikap penuh arti seolah-olah berkata, Yeah, baru tahu ya"
Sikap Leah bahkan jauh lebih kaku daripada Sue. Ia satu-satunya bagian keluarga
besar kami yang terang-terangan menunjukkan sikap tidak suka atas penggabungan
ini. Namun ia dan Jacob sekarang akrab, dan itu membuat kami semua jadi dekat.
Aku pernah bertanya pada Jacob tentang hal itu-meskipun ragu-ragu; aku tak ingin
mengorek-ngorek, tapi hubungan mereka sangat berbeda dibandingkan dulu hingga
membuatku penasaran. Jacob hanya mengangkat bahu dan mengatakan itu lumrah dalam
kawanan. Leah sekarang menjadi wakilnya, "beta"-nya, seperti yang dulu pernah
kusebutkan. "Kupikir karena aku toh akan jadi Alfa sungguhan," Jacob menjelaskan, "sebaiknya
kulakukan saja sesuai peraturan."
Tanggung jawab baru itu membuat Leah merasa perlu sering-sering mengecek,
keberadaan Jacob, dan karena Jacob selalu bersama Renesmee...
Leah tidak terlalu suka berada di dekat kami, tapi ia merupakan-pengecualian.
Kebahagiaan adalah komponen utama dalam hidupku sekarang, pola dominan di
permadani itu. Sedemikian, rupa hingga hubunganku dengan Jasper sekarang jauh
lebih dekat daripada yang kupikir bakal pernah terjadi.
Meskipun awalnya aku benar-benar jengkel
"Aaaahh!" keluhku pada Edward suatu malam, setelah kami menidurkan Renesmee di
boksnya yang terbuat dari besi tempa. "Aku belum membunuh Charlie atau Sue, dan
itu mungkin tidak bakal terjadi. Kalau saja Jasper berhenti menungguiku setiap
saat!" "Tak ada yang meragukanmu, Bella, sedikit pun tidak" Edward meyakinkanku. "Kau
tahulah bagaimana Jasper-dia tidak bisa menolak iklim emosional yang baik. Kau
sangat bahagia, Sayang, jadi dia otomatis terus berada di sekelilingmu"
Kemudian Edward memelukku erat-erat, karena tak ada yang lebih menyenangkannya
selain kegembiraanku yang meluap-luap di kehidupan baru ini.
Dan sebagian besar aku memang merasakan euforia kegembiraan. Hari-hari rasanya
tak cukup panjang untuk kupakai mengagumi putriku; malam-malam tidak memiliki
cukup waktu untuk memuaskan hasratku pada Edward.
Namun pasti ada sesuatu di balik semua kebahagiaan ini. Kalau kau membalik
permadani hidup kami, aku membayangkan desain di bagian belakang pastilah
merupakan pintalan benang-benang kelabu penuh keraguan dan ketakutan.
Renesmee mengucapkan kata pertamanya ketika ia menginjak usia tepat satu minggu.
Kata itu adalah Momma, yang seharusnya membuatku senang, tapi masalahnya aku
sangat ketakutan oleh kemajuannya yang begitu cepat hingga nyaris tak sanggup
menggerakkan wajahku unruk membalas senyumnya. Keadaan justru semakin parah
ketika ia beralih dari kata pertama ke kalimat pertama dalam satu tarikan napas.
"Momma, mana Grandpa?" tanyanya dengan suara soprano yang jernih dan jelas,
merasa perlu berbicara dengan suara keras karena aku berada di seberang ruangan.
Ia sudah menanyakannya pada Rosalie, menggunakan cara berkomunikasinya yang
normal (atau yang sangat abnormal, kalau dilihat dari sudut pandang lain).
Rosalie tidak mengetahui jawabannya, jadi Renesmee menanyakannya padaku.
Ketika ia berjalan untuk pertama kali, kurang dari tiga minggu kemudian,
kejadiannya pun hampir mirip. Sebelumnya ia hanya memandangi Alice, mengamati
dengan saksama sementara bibinya merangkai bunga di vas-vas yang tersebar di
seantero ruangan, menari-nari di lantai dengan lengan penuh bunga. Tahu-tahu
Renesmee berdiri, dan tanpa goyah sedikit pun, berjalan melintasi ruangan dengan
langkah-langkah nyaris anggun.
Jacob langsung bertepuk tangan, karena jelas itu respons yang diinginkan
Renesmee. Karena ia begitu terikat pada Renesmee, reaksinya tidaklah terlalu
penting; refleks pertama Jacob adalah selalu memberi Renesmee apa pun yang ia
butuhkan. Tapi saat mata kami bertemu, aku melihat kepanikan dalam mataku
menggema juga di matanya. Kupaksa diriku bertepuk tangan juga, berusaha
menyembunyikan perasaan takutku dari Renesmee. Edward juga bertepuk tangan pelan
di sampingku, dan tanpa harus menyuarakan pikiran, kami tahu pikiran kami sama.
Edward dan Carlisle sibuk melakukan riset, mencari jalan, untuk mengetahui apa
yang mungkin bakal terjadi.
'Ingat sedikit yang bisa ditemukan, dan tak satu pun bisa diverifikasi.
Alice dan Rosalie biasanya memulai hari kami dengan peragaan busana. Renesmee
tak pernah memakai pakaian yang sama dua kali, sebagian karena setelah dipakai,
baju-bajunya langsung tidak muat lagi, dan sebagian lagi karena Alice dan
Rosalie berusaha menciptakan album bayi yang sepertinya mencakup beberapa tahun,
bukan beberapa minggu. Mereka mengambil ribuan foto, mendokumentasikan setiap
fase masa kanak-kanaknya yang sangat cepat.
Di usia tiga bulan, Renesmee bisa disangka bocah satu tahun bertubuh besar, atau
bocah dua tahun bertubuh kecil. Bentuk badannya juga tidak mirip balita; ia
lebih langsing tinggi, anggun, proporsi tubuhnya seperti orang dewasa. Rambut
tembaganya yang ikal menjuntai hingga ke pinggang; aku tak tega memotongnya,
walaupun Alice pasti memperbolehkannya. Renecsmee bisa berbicara dengan tata
bahasa dan artikulasi sempurna, tapi ia jarang mau bicara, lebih suka
menunjukkan saja kepada orang-orang apa yang ia inginkan. Ia bukan hanya bisa
berjalan, tapi juga berlari dan menari. Ia bahkan bisa membaca.
Aku sedang membacakan buku karya Tennyson suatu malam, karena aliran dan ritme
puisi karangannya terasa menenangkan. (Aku harus terus-menerus mencari materi
baru; Renesmee tidak suka bila cerita-cerita pengantar tidurnya diulang-ulang,
seperti yang biasanya disukai anak-anak, dan ia juga tidak menyukai buku cerita
bergambar.) Ia mengulurkan tangan untuk menyentuh pipiku, memunculkan gambar
kami dalam pikirannya, tapi dia yang memegang buku. Kuberikan buku itu padanya,
tersenyum. '"There is sweet tnusic here,'" bacanya tanpa keraguan sedikit pun, '"that
sojter fatts than petals jrom blown roses on the grass, or night-dews on still
waters between walls of shadowy grantte, 'm a gleaming pass...'"
Tanganku seperti robot waktu kuambil lagi buku itu,
"Kalau kau membaca, bagaimana kau bisa tidur?" tanyaku dengan suara yang nyaris
tak mampu menyembunyikan getarannya.
Menurut perhitungan Carlisle, pertumbuhan tubuh Renesmee berangsur-angsur
melambat; namun pikirannya terus berpacu maju. Seandainya taraf penurunan
pertumbuhan ini tetap berlanjut, tetap saja Renesmee akan jadi dewasa kurang
dari empat tahun lagi. Empat tahun. Dan menjadi wanita tua di usia lima belas tahun.
Hanya punya waktu lima belas tahun.
Tapi ia sangat sehat. Vital, cemerlang, bersinar, dan bahagia. Keadaannya yang
sehat itu membuatku mudah menikmati kebahagiaan bersamanya sekarang dan tidak
berpikir yang bukan-bukan tentang masa depan.
Dengan suara pelan Carlisle dan Edward mendiskusikan pilihan-pilihan kami untuk
masa depan dari setiap sisi. Aku mencoba untuk tidak mendengarkannya. Mereka tak
pernah mendiskusikan hal itu kalau ada Jacob, karena ada satu cara pasti untuk
menghentikan proses penuaan, dan Jacob pasti tidak bakal suka mendengarnya. Aku
juga tidak. Terlalu berbahaya! insting-instingku menjerit padaku. Jacob dan
Renesmee mirip dalam banyak hal, keduanya sama-sama setengah manusia dan
setengah makhluk lain, dua sosok pada saat bersamaan. Dan semua legenda werewolf
percaya bahwa racun vampir sama saja dengan vonis mati, bukan jalan menuju
keabadian... Charlisle dan Edward sudah melakukan semua riset yang bisa mereka lakukan dari
jarak jauh, dan sekarang kami bersiap siap menyusuri legenda-legenda kuno itu ke
sumbernya, Kami akan kembali ke Brasil, memulai pencarian dari sana, suku
Ticuana memiliki legenda tentang anak-anak seperti Renesmee... Kalau anak-anak
lain seperti dia pernah ada, mungkin masih tersisa cerita tentang berapa lama
bocah setengah abadi bisa hidup...
Satu-satunya pertanyaan yang tersisa adalah kapan kami pergi.
Akulah yang menjadi penghalang. Sebagian kecil karena aku ingin tinggal dekat
Forks sampai setelah masa libur lewat, Demi Charlie. Tapi lebih daripada itu,
ada perjalanan lain yang aku tahu harus dilakukan lebih dulu-itu prioritas yang
jelas. Juga, aku harus pergi sendirian.
Satu-satunya argumen antara Edward dan aku sejak aku menjadi vampir. Keberatan
utama adalah masalah "sendirian" ini. Tapi faktanya memang demikian, dan hanya
rencanaku yang masuk akal. Aku harus pergi menemui keluarga Volturi, dan aku
benar-benar harus melakukannya sendirian.
Bahkan setelah terbebas dari mimpi buruk, dari mimpi apa pun, mustahil melupakan
keluarga Volturi, Mereka juga tidak membiarkan kami begitu saja tanpa
mengingatkan akan keberadaan mereka.
Ketika hadiah dari Aro datang, aku baru tahu Alice telah mengirimkan
pemberitahuan pernikahan kepada para pemimpin Volturi; kami sedang berada di
Pulau Esme ketika Alice mendapat penglihatan prajurit-prajurit Volturi-di
antaranya Jane dan Alec, si kembar yang memiliki kekuatan mahadahsyat. Caius
berencana mengirim kelompok pemburu untuk melihat apakah aku masih manusia, hal
yang bertentangan dengan perintah mereka (karena aku tahu tentang dunia rahasia
vampir, jadi aku harus bergabung dengannya atau dibungkam.. , selamanya). Maka
Alice pun segera mengirimkan pemberitahuan pernikahan, melihat bahwa tindakan
itu akan menunda keberangkatan mereka sementara mereka berusaha mengartikan
makna di balik pemberitahuan itu. Tapi akhirnya mereka pasti datang juga. Itu
sudah pasti. Hadiah itu sendiri tidak mengancam secara terang-terangan. Mewah, ya, nyaris
menakutkan saking mewahnya. Ancaman justru tersirat dalam baris terakhir surat
ucapan selamat dari Aro, yang ditulis dengan tinta hitam di kertas putih polos
tebal, dengan tulisan tangan Aro sendiri;
" y/kf/ -Mf/f/// //f/a/,--'a/fw /r/g/ /itr/f'ha/ SjMTa. '(--////r/t gf//ig /aru
Hadiah itu diletakkan di kotak kayu antik berukir bertatahkan emas dan kerang
mutiara, berhias batu-batu permata dalam aneka warna pelangi. Kata Alice,
kotaknya sendiri sudah merupakan harta karun yang tak ternilai harganya, dan
pasti mengalahkan perhiasan apa pun, kecuali perhiasan yang tersimpan di
dalamnya. "Selama ini aku penasaran ke mana hilangnya permata-permata mahkota setelah John
of England menggadaikannya pada abad ketiga belas," kata Carlisle. "Kurasa aku
tidak kaget bila ternyata keluarga Volturi mendapat bagian juga."
Kalungnya sederhana-emas yang dijalin menyerupai tali rantai tebal, seperti
bersisik, bagaikan ular mulus yang melingkari leher. Sebutir permata tergantung
di tali itu: berlian putih seukuran bola golf.
Peringatan yang tidak terlalu halus dalam surat Aro lebih menarik perhatianku
ketimbang perhiasan itu. Keluarga Volturi harus melihat bahwa aku sudah berubah
menjadi immortal, menunjukkan kepada mereka bahwa keluarga Cullen patuh pada
perinrah keluarga Volturi, dan mereka harus segera melihatnya. Jangan sampai
mereka mendekati Forks. Hanya ada satu cara untuk menyelamatkan hidup kami di
sini. "Pokoknya kau tidak boleh pergi sendirian," tegas Edward dengan rahang terkatup
rapat, kedua tangannya mengepal.
"Mereka takkan menyakitiku," kataku dengan nada semenenangkan mungkin, memaksa
suaraku terdengar yakin. 'Mereka toh tak punya alasan untuk itu. Aku sudah jadi
vampir. Habis perkara."
"Tidak. Pokoknya tidak boleh."
"Edward, hanya ini satu-satunya cara melindungi Renesmee."
Dan Edward tak bisa membantah perkataanku itu. Logikaku kuat, tak terbantahkan.
Bahkan lewat pertemuanku dengan Aro yang hanya sebentar, aku sudah bisa melihat
ia adalah kolektor - dan harta karunnya yang paling berharga adalah makhluk
hidup. Ia mendambakan kecantikan, bakat, dan kelangkaan dari para pengikut
immoltarnya, lebih daripada perhiasan apa pun yang terkunci dalam lemari
besinya. Sayangnya ia sudah mulai menginginkan kemampuan Alice dan Edward. Aku
tak ingin memberinya alasan lagi untuk merasa iri pada keluarga Carlisle.
Renesmee cantik, berbakat, dan unik - tak ada duanya di dunia ini. Jangan sampai
Aro melihat Renesmee, bahkan tidak melalui pikiran orang lain.
Dan hanya aku yang pikirannya tak bisa didengar Aro. Jadi tentu saja aku harus
pergi sendirian. Alice tak melihat masalah dengan perjalananku, tapi ia mengkhawatirkan kualitas
penglihatannya yang kabur. Katanya, terkadang penglihatannya kabur seperti itu
bila ada keputusan luar yang mungkin menimbulkan konflik, tapi itu belum bisa
dipastikan benar. Ketidakyakinan itu membuat Edward, yang memang sudah ragu,
menentang habis-habisan apa yang harus kulakukan, Ia ingin menemaniku sampai ke
London, tempat aku harus berganti pesawat, tapi aku tak ingin meninggalkan
Renesmee tanpa kedua orangtuanya. Jadi Carlisle-lah yang ikut. Itu membuat
Edward maupun aku sedikit rileks, tahu Carlisle hanya akan berada beberapa jam
jauhnya dariku. Alice terus-menerus berusaha melihat masa depan, tapi hal-hal yang ia temukan
tak ada hubungannya dengan apa yang ia cari. Tren baru di pasar modal;
kemungkinan kedatangan Irma untuk melakukan rekonsiliasi, walaupun keputusannya
belum mantap; badai salju yang baru akan menghantam wilayah ini enam minggu
lagi; telepon dari Renee (aku masih melatih suara "parau"-ku, dan semakin lama
hasilnya semakin baik- sepanjang pengetahuan Renee, aku masih sakit, tapi sudah
mulai membaik). Kami membeli tiket ke Italia sehari setelah Renesmee menginjak usia tiga bulan.


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rencananya aku hanya akan pergi sebentar, jadi aku tidak memberitahu Charlie.
Jacob tahu, dan ia berpihak pada Edward. Namun hari ini topik argumennya adalah
tentang Brasil. Jacob bertekad hendak ikut dengan kami.
Kami bertiga, Jacob, Renesmee, dan aku, berburu bersama. Minum darah binatang
bukanlah kesukaan Renesmee - itulah sebabnya Jacob diperbolehkan ikut. Jacob
membuatnya menjadi semacam perlombaan di antara mereka, dan itu membuat Renesmee
bersemangat. Pandangan Renesmee cukup jelas tentang apa yang baik dan buruk berkaitan dengan
memburu manusia; menurutnya bisa digantikan dengan darah hasil donor. Makanan
manusia bisa membuatnya kenyang dan sepertinya cocok dengan pencernaannya, tapi
ia tidak menyukai semua jenis makanan padat seperti dulu aku tidak menyukai
kembang kol dan buncis. Setidaknya lebih baik minum darah binatang daripada itu.
Pada dasarnya Renesmee suka berkompetisi, dan tantangan mengalahkan Jacob
membuatnya senang berburu.
"Jacob," kataku, berusaha mengajaknya bicara lagi sementara Renesmee menari-nari
di depan kami menuju daerah terbuka yang panjang, mencari bau yang disukainya.
"Kau punya kewajiban di sini. Seth, Leah... "
Jacob mendengus. "Aku kan bukan pengasuh bayi kawananku. Mereka semua toh punya
tanggung jawab masing-masing di La Push."
"Seperti kau" Apakah kau sudah resmi berhenti sekolah kalau begitu" Kalau kau
ingin bisa mengimbangi Renesmee, kau harus belajar lebih keras lagi."
"Hanya cuti sebentar. Aku akan kembali ke sekolah setelah keadaan... tenang
kembali." Konsentrasiku buyar waktu ia mengatakannya, dan otomatis kami menoleh kepada
Renesmee. Ia sedang memandangi kepingan-kepingan salju yang berguguran tinggi di
atas kepalanya, mencair sebelum sempat menempel di rerumputan kuning di lapangan
terbuka berbentuk anak panah tempat kami berdiri. Gaun putih gadingnya yang
berkerut hanya sedikit lebih gelap daripada salju, dan rambut ikalnya yang
cokelat kemerahan tetap berpendar, walaupun matahari tersembunyi jauh di balik
awan. Kami melihatnya membungkuk sebentar kemudian melejit empat setengah meter ke
udara. Kedua tangannya yang mungil meraup sekeping salju, dan ia mendarat ringan
di kedua kakinya, la berbalik menghadap kami dengan senyum mengagetkan -jelas, kau takkan pernah
terbiasa melihatnya-dan membuka telapak tangannya untuk menunjukkan bintang es
bersudut delapan yang sempurna bentuknya sebelum kemudian mencair.
"Cantik," seru Jacob kagum, "Tapi kurasa kau sengaja mengulur-ulur waktu,
Nessie." Renesmee berlari-lari kembali kepada Jacob; Jacob mengulurkan kedua lengannya
tepat saat Renesmee melompat ke dalam pelukannya. Gerakan mereka sangat sinkron.
Ia melakukannya bila ada yang ingin ia katakan. Ia masih lebih suka tidak
berbicara. Renesmee menyentuh wajah Jacob, merengut menggemaskan sementara kami
mendengarkan suara seekor rusa kecil berjalan semakin jauh ke dalam hutan.
"Pastilaaahh kau tidak haus, Nessie," jawab Jacob sedikit menyindir, tapi
sekaligus juga sedikit memanjakan. "Kau hanya takut aku akan menangkap yang
paling besar lagi!" Renesmee melompat mundur dari gendongan Jacob, mendarat ringan dengan dua kaki,
dan memutar bola matanya- ia sangat mirip Edward waktu melakukannya. Kemudian ia
melesat ke pepohonan. "Baik," seru Jacob sementara aku mencondongkan badan seperti hendak mengikuti.
Ia merenggut kausnya sambil berlari mengikuti Renesmee memasuki hutan, sekujur
tubuhnya mulai bergetar. "Kalau kau curang tidak masuk hitungan, ya," teriaknya
kepada Renesmee, Aku tersenyum pada daun-daun yang menggeletar di belakang mereka, menggeleng-
gelengkan kepala. Terkadang Jacob lebih mirip anak-anak dibanding Renesmee.
Aku terdiam sejenak, memberi kesempatan kepada para pemburuku. Mudah saja
melacak keberadaan mereka, dan Rencsmee senang sekali mengagetkanku dengan
ukuran buruannya. Lapangan sempit itu sunyi senyap, kosong melompong. Salju yang berguguran mulai
menipis di atasku, nyaris lenyap. Alice mendapat penglihatan bahwa salju rianya
akan bertahan beberapa minggu lagi.
Biasanya Edward dan aku pergi berburu bersama-sama. Tapi Edward sedang bersama
Carlisle hari ini, merencanakan perjalanan ke Rio, berbicara di balik punggung
Jacob... aku mengerutkan kening. Kalau kembali nanti, aku akan berpihak kepada
Jacob. Ia seharusnya ikut bersama kami. la juga mempertaruhkan banyak hal di
sini, sama seperti kami-seluruh hidupnya dipertaruhkan, sama seperti hidupku.
Sementara pikiranku berkelana ke masa depan, mataku menyapu kawasan pegunungan,
sesuatu yang rutin kulakukan, mencari buruan atau bahaya. Aku tidak
memikirkannya; do-imigan itu otomatis saja kulakukan.
Atau mungkin memang ada alasan mengapa mataku menjelajahi kawasan itu, karena
ada semacam pemicu kecil yang berhasil tertangkap indraku yang setajam silet
sebelum aku sempat menyadarinya.
Ketika mataku menjelajahi tepian tebing di kejauhan, yang menjulang tinggi
dengan warna biru-kelabu mencolok berlatar belakang hutan hijau kehitaman,
kilauan warna perak-atau mungkin emas"-menarik perhatianku.
Pandanganku tertuju pada warna yang seharusnya tak ada di sana, begitu jauh di
balik naungan kabut hingga elang pun pasti takkan mampu melihatnya. Aku
memandanginya. Ia balas memandangku. Bahwa ia vampir, itu sudah jelas. Kulitnya seputih marmer, teksturnya jutaan
kali lebih halus daripada kulit manusia. Bahkan di bawah naungan awan, kulitnya
berpendar redup. Seandainya bukan kulit yang membuat identitasnya diketahui,
tubuhnya yang diam tak bergerak pasti akan membuatnya ketahuan. Hanya vampir dan
patung yang bisa berdiri diam tak bergerak seperti itu.
Rambutnya pucat, pirang pucat, nyaris perak. Itulah kilauan yang tertangkap
mataku tadi. Rambut itu tergerai lurus seperti penggaris hingga ke dagu, dibelah
persis di tengah. Aku tidak mengenalnya. Aku sangat yakin belum pernah melihatnya sebelum ini,
bahkan sebagai manusia. Tak ada wajah dalam ingatan kaburku yang mirip wajah
ini. Tapi aku langsung tahu siapa dia dari mata emasnya yang gelap.
Ternyata Irina memutuskan untuk datang juga.
Sejenak aku hanya bisa menatapnya, dan ia balas memandangiku. Dalam hati aku
bertanya-tanya apakah ia akan langsung mengenaliku juga. Aku baru mengangkat
tangan, bermaksud melambai, tapi bibirnya terpilin sedikit, membuat wajahnya
mendadak terlihat jahat. Aku mendengar jerit kemenangan Renesmee dari hutan, mendengar lolongan Jacob
yang menggema, dan melihat wajah Irina tersentak ketika suara itu bergema
beberapa detik kemudian. Tatapannya bergerak sedikit ke kanan, dan aku tahu apa
yang dilihatnya. Seekor werewolf cokelat kemerahan besar, mungkin werewolf yang
sama yang membunuh Laurent-nya. Sudah berapa lama ia mengawasi kami" Cukup lama
untuk melihat hubungan kami yang bersahabat tadi, aku yakin. Wajah Irina
berkerut pedih. Terdorong oleh insting, aku membuka kedua tanganku dengan sikap meminta maaf. Ia
berpaling menghadapiku, dan bibirnya tertarik ke belakang, memamerkan giginya.
Rahangnya terbuka saat ia menggeram.
Ketika suara samar itu mencapai telingaku, ia sudah berbalik dan lenyap ke dalam
hutan. "Sialan!" erangku.
Aku melesat memasuki hutan, mencari Renesmee dan Jaccob, tak ingin mereka lepas
dari pandanganku. Aku tidak tahu arah mana yang diambil Irina, atau seberapa
marahnya ia sekarang. Balas dendam adalah obsesi yang lumrah dilakukan vampir,
yang tidak mudah diredam.
Berlari dengan kecepatan penuh, aku hanya butuh dua detik untuk mencapai mereka.
"Punyaku lebih besar" kudengar Renesmee berseru sementara aku menerobos semak-
semak berduri lebat menuju lapangan terbuka kecil tempat mereka berdiri.
Telinga Jacob terlipat begitu melihat ekspresiku; ia merunduk ke depan,
menyeringai memamerkan giginya-moncongnya berlepotan darah hewan buruannya.
Matanya menjelajahi seisi hutan. Bisa kudengar suara geraman muncul di
kerongkongannya. Renesmee sama sigapnya dengan Jacob. Meninggalkan begitu saja bangkai rusa jantan di kakinya, ia melompat ke lenganku
yang terkembang menunggunya, menempelkan tangannya yang ingin tahu ke pipiku.
"Aku bereaksi berlebihan," aku buru-buru meyakinkan mereka. "Tidak apa-apa,
kurasa. Tunggu." Kukeluarkan ponselku dan kutekan tombol "Speed Dial" Edward langsung menjawab
pada dering pertama. Jacob dan Renesmee mendengarkan dengan saksama di sampingku
sementara aku menceritakan apa yang terjadi pada Edward.
"Datanglah, ajak Carlisle," kataku dengan kecepatan tinggi hingga dalam hati
sempat bertanya-tanya apakah Jacob bisa mengikuti perkataanku atau tidak. "Aku
melihat Irina, dan dia melihatku, tapi kemudian dia melihat Jacob, lalu marah
dan lari menjauh, kurasa. Dia tidak muncul di sini-belum, setidaknya-tapi dia
tampak sangat marah jadi mungkin saja dia akan muncul. Kalau dia tidak muncul,
kau dan Carlisle harus menemuinya dan bicara dengannya. Aku merasa sangat tidak
enak." Jacob menggeram. "Kami akan tiba di sana setengah menit lagi," Edward meyakinkanku, dan aku bisa
mendengar embusan angin saat ia berlari.
Kami melesat kembali ke lapangan panjang, kemudian menunggu sambil berdiam diri
sementara Jacob dan aku mendengarkan dengan saksama suara langkah-langkah kaki
yang tidak kami kenali. Ketika suara itu datang, kedengarannya sangat familier. Dan sejurus kemudian
Edward sudah berada di sampingku, Carlisle menyusul beberapa detik kemudian. Aku
terkejut mendengar langkah-langkah kaki berat mengikuti di belakang Carlisle.
Kurasa tak seharusnya aku merasa shock. Karena Renesmee berada dalam bahaya,
tentu saja Jacob akan memanggil bala bantuan.
"Dia tadi berada di tebing sana," aku langsung memberitahu mereka, menuding ke
satu titik. Kalau Irina benar-benar melarikan diri, dia pasti sudah cukup jauh.
Maukah ia berhenti dulu mendengarkan penjelasan Carlisle" Ekspresinya membuatku
ragu. "Mungkin sebaiknya kautelepon Emmett dan Jasper suruh mereka ikut bersama
kalian. Dia kelihatan... sangat marah. Dia menggeram padaku.''
"Apa?" seru Edward marah.
Carlisle meletakkan tangannya di lengan Edward. "Irina sedang berduka. Akan
kucari dia." "Aku ikut," desak Edward.
Mereka berpandangan lama sekali-mungkin Carlisle sedang menimbang-nimbang
seberapa besar kekesalan Edward pada Irina dibandingkan dengan kegunaannya bisa
membaca pikiran. Akhirnya Carlisle mengangguk, dan mereka bergegas mencari jejak
Irina tanpa memanggil Jasper maupun Emmett,
Jacob mendengus-dengus tidak sabar dan menyenggol punggungku dengan hidungnya.
Ia pasti ingin Renesmee kembali berada di rumah yang aman, hanya untuk berjaga-
jaga. Aku sependapat dengannya, dan kami bergegas pulang bersama Seth dan Leah
yang berlari mengapit kami.
Renesmee tenang dalam gendonganku, sebelah tangannya masih memegang wajahku.
Karena perburuan dihentikan, ia terpaksa harus minum darah donor. Pikirannya
mengatakan agak puas pada diri sendiri.
28. MASA DEPAN CARLISLE dan Edward gagal menyusul Irina sebelum jejaknya lenyap. Mereka
berenang ke seberang untuk melihat apakah jejaknya masih berlanjut, namun hingga
berkilo-kilometer jauhnya di kedua sisi pantai timur, tak ditemukan jejak Irina
sama sekali. Semua itu salahku. Ia datang, seperti sudah dilihat Alice, untuk berdamai dengan
keluarga Cullen, tapi yang terjadi kemudian ia malah marah melihat keakrabanku
dengan Jacob. Kalau saja aku sempat melihatnya sebelum Jacob berubah wujud.
Kalau saja kami berburu di tempat lain.
Tak banyak yang bisa dilakukan. Carlisle menelepon Tanya dan mendapat kabar yang
mengecewakan. Ternyara Tanya dan Kate sudah lama tidak bertemu Irina, sejak
mereka memutuskan datang ke pernikahanku. Mereka kalut mendengar Irina sudah
begitu dekat tapi belum juga kembali ke rumah; mereka sedih kehilangan saudara,
walaupun perpisahan itu mungkin hanya sementara. Aku bertanya-tanya dalam hati
apakah kejadian ini membawa kembali kenangan buruk kehilangan ibu mereka
berabad-abad yang lalu. Alice berhasil menangkap beberapa kilasan gambar tentang masa depan Irina yang
akan terjadi dalam waktu dekat, tapi tidak ada yang terlalu konkret. Ia tidak
kembali ke Denali, hanya sejauh itu yang bisa disimpulkan Alice. Penglihatannya
kabur. Yang terlihat oleh Alice hanyalah bahwa Irina jelas kalut; ia berkeliaran
di tengah hutan berselimutkan salju-kemana" Ke timur"-dengan ekspresi merana. Ia
belum membuat keputusan apa-apa untuk menentukan tujuan baru selain sedang
berdukacita tanpa arah yang jelas.
Hari-hari berlalu dan, walaupun tentu saja aku tak pernah melupakan apa pun,
Irina dan kesedihannya terus menggayuti pikiranku. Ada hal-hal lain yang lebih
penting untuk dipikirkan sekarang. Beberapa hari lagi aku akan berangkat ke
Italia. Setelah aku pulang, kami semua akan berangkat ke Amerika Selatan.
Setiap detail sudah dibicarakan berulang-ulang, ratusan kali. Kami akan memulai
pencarian dari suku Ticuana, menyusuri legenda mereka sebaik mungkin dari
sumbernya. Sekarang sudah disepakati bahwa Jacob akan ikut bersama kami, ia
mendapat tugas penting dalam rencana itu -kecil kemungkinan orang-orang yang
percaya pada vampir mau berbicara pada salah seorang di antara kami tentang
kisah mereka. Kalau kami menemui jalan buntu dengan suku Ticuana, ada banyak
suku lain yang berhubungan dekat di area sekitar itu untuk melakukan riset.
Carlisle punya beberapa teman lama di Amazon; bila kami bisa menemukan mereka,
mungkin mereka bisa memberi kami informasi juga. Atau paling tidak saran-saran
seperti di mana lagi kami bisa pergi mencari jawaban. Kecil kemungkinan ketiga
vampir Amazon itu memiliki kaitan dengan legenda-legenda vampir hibrida, karena
mereka semua wanita. Tak ada yang tahu berapa lama pencarian kami akan
berlangsung. Aku belum memberitahu Charlie tentang rencana perjalanan kami yang lama, dan aku
bingung memikirkan harus mengatakan apa padanya, sementara diskusi Edward dan
Carlisle terus berlanjut. Bagaimana caranya menyampaikan kabar ini dengan tepat
pada Charlie" Kupandangi Renesmee sambil berdebat sendiri dalam hati. Ia sedang meringkuk di
sofa, tarikan napasnya lambat karena tertidur nyenyak, rambut ikalnya kusut dan
menyebar di sekeliling wajahnya. Biasanya Edward dan aku membawanya kembali ke
pondok untuk menidurkannya di tempat tidurnya sendiri, tapi malam ini kami lebih
lama bersama keluarga. Edward dan Carlisle masih asyik berdiskusi.
Sementara itu Emmett dan Jasper lebih bersemangat merencanakan berbagai
kemungkinan berburu. Habitat di kawasan Amazon berbeda dengan habitat normal di
daerah kami. Jaguar dan macan tutul, misalnya. Emmett memendam keinginan
bergulat dengan anakonda. Esme dan Rosalie merencanakan apa saja yang akan
mereka bawa. Jacob sedang pergi bersama kawanan Sam, menyusun rencana menghadapi
kepergiannya. Alice bergerak lambat-untuk ukurannya-mengitari ruangan yang besar itu,
merapikan ruangan yang sebenarnya tak perlu dirapikan lagi, meluruskan hiasan-
hiasan gantung Esme yang terpasang sempurna. Saat itu ia sedang mengatur posisi
vas-vas Esme di meja konsol. Bisa kulihat dari ekspresi wajahnya yang
berfluktuasi-sadar, kemudian kosong, kemudian sadar lagi-bahwa ia sedang
menelaah masa depan. Asumsiku, ia sedang berusaha melihat melalui titik-titik
buta yang ditimbulkan kehadiran Jacob dan Renesmee dalam penglihatannya, apa
yang akan menunggu kami di Amerika Selatan sampai Jasper berkata, "Sudahlah,
Alice, dia bukan urusan kita," dan gelombang ketenteraman menyusup masuk pelan
menyebar tanpa kentara ke Seantero ruangan. Alice pasti sedang mengkhawatirkan
Irina lagi. Ia menjulurkan lidah kepada Jasper kemudian mengangkat vas kristal berisi mawar
merah dan putih, lalu berbalik menuju dapur. Padahal mawar-mawar putih itu belum
terlalu layu, tapi Alice sepertinya ngotot ingin semuanya serba-sempurna,
sebagai upaya mengalihkan perhatian dari kurangnya visi yang ia dapatkan malam
ini. Karena saat itu sedang memandangi Renesmee, aku tidak melihat ketika vas itu
terlepas dari jari-jari Alice. Aku hanya mendengar embusan angin bersiul
melewati kristal, dan saat aku mengangkat wajah, yang kulihat puluhan ribu
keping berlian bertebaran di lantai dapur yang terbuat dari marmer.
Kami diam tak bergerak saat kristal yang berkeping-keping meloncat dan
berhamburan ke segala penjuru dengan bunyi berdenting nyaring, semua mata
tertuju ke punggung Alice.
Pikiran tak logis pertama yang muncul dalam benakku pastilah Alice sedang
mencandai kami. Karena tidak mungkin Alice tidak sengaja menjatuhkan vas itu.
Aku sendiri bisa melesat ke seberang ruangan untuk menangkap vas itu, kalau aku
tidak berasumsi ia sendiri yang akan menangkapnya. Dan bagaimana vas itu bisa
terlepas dari jari-jarinya" Jari-jarinya kan mantap sekali.
Belum pernah aku melihat vampir secara tak sengaja menjatuhkan apa pun. Tidak
pernah.

Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian Alice menghadap kami, memutar badannya begitu cepat.
Matanya separo di sini dan separo lagi terkunci ke masa depan, membelalak,
memandang, mengisi wajahnya yang kurus, hingga wajah itu nyaris tak bisa
menampung semuanya. Menatap matanya seperti melihat ke luar lubang kubur dari
dalam; aku terkubur dalam teror, kengerian, dan ketakutan melihat tatapannya.
Kudengar Edward tersentak, suaranya pecah dan separo tersedak.
"Apa?" geram Jasper, melompat ke sisi Alice dalam gerakan kabur, meremukkan
kristal yang pecah itu dengan kakinya. Disambarnya bahu Alice dan
diguncangkannya keras-keras. Alice seperti mainan tanpa suara di tangan Jasper.
"Apa, Alice?" Emmett masuk dalam pandanganku, menyeringaikan gigi sementara matanya berkelebat
ke jendela, mengantisipasi datangnya serangan.
Sementara Esme, Carlisle, dan Rose hanya bisa diam, membeku kaku seperti aku.
Jasper kembali mengguncang tubuh Alice, Ada apa?"
"Mereka datang menemui kita," Alice dan Edward berbisik berbarengan dengan
sempurna. "Mereka semua."
Sunyi. Kali itu akulah yang paling cepat memahami-karena ada sesuatu dalam kata-kata
mereka yang memicu penglihatanku sendiri. Sebenarnya hanya kenangan lama dari
sebuah mimpi-samar, transparan, tidak jelas, seolah-olah aku berusaha mengintip
dari balik bebatan kain kassa tebal... Dalam benakku aku melihat barisan makhluk
berjubah hitam menghampiriku, hantu dari mimpi buruk manusiaku yang sudah separo
dilupakan. Aku tak bisa melihat kilau mata merah mereka karena kepala mereka
mengenakan selubung, atau kilatan gigi mereka yang basah dan tajam, tapi aku
tahu di mana kilauan ini seharusnya berada.
Lebih kuat daripada kenangan penglihatan adalah kenangan perasaan kebutuhan
sangat luar biasa untuk melindungi makhluk berharga di belakangku.
Aku ingin menyambar Renesmee ke dalam pelukanku, menyembunyikannya di balik
kulit dan rambutku, membuatnya tak terlihat. Tapi aku bahkan tak bisa berbalik
untuk melihatnya. Aku tidak merasa seperti batu, tetapi es. Untuk pertama kali
sejak terlahir kembali sebagai vampir, aku merasa dingin.
Aku nyaris tak mendengar konfirmasi dari ketakutanku. Aku tidak membutuhkannya.
Aku sudah tahu. "Keluarga Volturi," erang Alice.
"Mereka semua," Edward mengerang pada saat bersamaan.
"Mengapa?" Alice berbisik kepada diri sendiri. "Bagaimana?"
"Kapan?" bisik Edward.
"Mengapa?" Esme menirukan.
"Kapan?" ulang Jasper dengan suara bagai serpihan es.
Mata Alice tak berkedip sedikit pun, tapi seolah-olah ada yang menutupinya;
wajahnya tampak benar-benar kosong. Hanya mulutnya yang mengangga dengan
ekspresi ngeri. "Tidak lama," ia dan Edward menjawab serempak. Kemudian Alice berbicara
sendirian. "Tampak salju di hutan, salju di kota. Kurang dari sebulan lagi."
"Mengapa?" Kali ini Carlisle yang bertanya, Esme menjawab. "Mereka pasti punya
alasan. Mungkin untuk melihat... "
"Ini bukan tentang Bella," kata Alice hampa. "Mereka semua akan datang-Aro,
Caius, Marcus, setiap anggota pengawal, bahkan istri-istri mereka."
"Para istri tak pernah meninggalkan menara," Jasper menyanggah perkataan Alice
dengan suara datar. "Tidak pernah. Bahkan saat pemberontakan selatan pun tidak.
Juga tidak ketika vampir Rumania berusaha menggulingkan mereka. Bahkan tidak
ketika mereka memburu anak-anak imortal. Tidak pernah."
"Sekarang mereka datang," bisik Edward.
"Tapi mengapa"'' tanya Carlisle lagi. "Kita tidak melakukan apa-apa! Dan
kalaupun melakukan sesuatu, perbuatan apa yang kita lakukan hingga bisa
mendatangkan ini bagi kita?"
"Jumlah kita banyak sekali," Edward menjawab muram. "Mereka ingin memastikan
bahwa..." Ia tidak menyelesaikan kata-katanya.
"Itu tidak menjawab pertanyaan paling krusial! Mengapa?"
Rasanya aku tahu jawaban pertanyaan Carlisle, namun pada saat bersamaan juga
tidak tahu. Renesmee-lah alasannya. Entah bagaimana sejak awal pun aku tahu
mereka pasti akan datang mencarinya. Alam bawah sadarku sudah memberi peringatan
sebelum aku tahu aku mengandung dia. Aku merasakan perasaan mengharapkan yang
ganjil. Seakan-akan selama ini aku sudah tahu keluarga Volturi akan datang dan
merenggut kebahagiaanku. Namun tetap saja itu tidak menjawab pertanyaan.
"Kembalilah, Alice," Jasper memohon. "Cari pemicunya. Cari."
Alice menggeleng lambat-lambat, bahunya terkulai. "Penglihatan itu muncul begitu
saja, Jazz. Aku tidak mencari penglihatan tentang mereka, atau bahkan tentang
kita. Aku hanya mencari Irina. Dia tidak berada di tempat yang kuharapkan..."
Suara Alice menghilang, matanya kembali berkelana. Matanya sesaat kembali
menerawang. Kemudian kepalanya tersentak, matanya sekeras batu api. Kudengar Edward
tersentak. "Dia memutuskan pergi menghadap mereka," kata Alice. "Irina memutuskan pergi
menemui keluarga Volturi. Kemudian mereka akan memutuskan... Seolah-olah mereka
memang menunggu kedatangan Irina. Seakan-akan mereka sudah mengambil keputusan,
dan hanya menunggunya... "
Suasana kembali sunyi sementara kami mencerna kata-katanya. Apa yang akan
dikatakan Irina kepada keluarga Volturi yang akan berakibat pada penglihatan
Alice yang mengerikan "
"Kita bisa menghentikannya?" tanya Jasper.
"Tidak sempat lagi. Dia sudah hampir sampai ke sana."
"Apa yang dia lakukan?" tanya Carlisle, tapi aku tak lagi memerhatikan diskusi
itu. Seluruh perhatianku tercurah pada gambaran yang perlahan-lahan mulai
menyatu dalam benakku. Aku membayangkan Irina berdiri di tebing, mengawasi. Apa yang dilihatnya saat
itu" Vampir dan werewolf yang bersahabat. Aku terfokus pada gambaran itu,
gambaran yang pasti menjelaskan reaksinya. Tapi bukan hanya itu yang dilihatnya.
Dia juga melihat seorang anak. Bocah yang sangat memesona, menunjukkan
kebolehannya di tengah hujan salju, jelas lebih daripada manusia...
Irina... kakak-beradik yang yatim-piatu... Carlisle pernah bercerita pengalaman
kehilangan ibu mereka karena keadilan yang diterapkan keluarga Volturi telah
membuat Tanya, Kate, ilan Irina menaati hukum tanpa kompromi.
Baru setengah menit yang lalu Jasper sendiri mengatakannya: Bahkan tidak ketika
mereka memburu anak-anak imortal... Anak-anak imortal-kutuk yang tidak boleh
disebut, sesuatu yang tabu untuk dibicarakan...
Dengan masa lalu Irina, bagaimana mungkin ia menerjemahkan apa yang dilihatnya
hari itu di lapangan sempit secara berbeda" Waktu itu ia tidak berada cukup
dekat untuk bisa mendengar detak jantung Renesmee, merasakan panas yang
terpancar dari tubuhnya. Pipi Renesmee yang kemerahan bisa jadi hanya trik yang
kami lakukan untuk mengecohnya, begitu mungkin yang ia kira.
Bagaimanapun, keluarga Cullen berhubungan baik dengan kaum werewolf. Dari sudut
pandang Irina, mungkin itu berarti kami tak segan-segan melakukan apa saja...
Irina, meremas-remas tangannya di tengah hutan bersalju - ternyata tidak sedang
berduka cita mengenang Laurent, tapi tahu sudah kewajibannya melaporkan keluarga
Cullen, tahu apa yang akan menimpa mereka bila ia melakukannya. Rupanya,
nuraninya mengalahkan persahabatan yang sudah terjalin berabad-abad.
Dan respons keluarga Volturi terhadap pelanggaran ini begitu otomatis, sehingga
sudah diputuskan. Aku berbalik dan menyelubungi tubuh Renesmee yang tertidur dengan tubuhku,
menutupinya dengan rambutku, mengubur wajahku ke rambutnya yang ikal.
"Pikirkan apa yang dilihatnya siang itu," kataku dengan suara rendah,
menginterupsi apa pun yang hendak dikatakan Emmett. "Di mata seseorang yang
pernah kehilangan ibu gara-gara anak imortal, bagaimana dia memandang Renesmee?"
Segalanya kembali senyap saat yang lain-lain mulai memahami apa yang sudah lebih
dulu kutangkap. "Anak imortal," bisik Carlisle.
Aku merasa Edward berlutut di sebelahku, mendekap kami dengan kedua lengannya.
"Padahal dia keliru." sambungku. "Renesmee tidak seperti anak-anak lain itu.
Mereka membelai, sementara Renesmee justru tumbuh membesar setiap hari. Mereka
tidak terkendali, tapi Renesmee tak pernah menyakiti Charlie atau Sue, atau
bahkan menunjukkan kepada mereka hal-hal yang mungkin akan meresahkan mereka.
Dia bisa menguasai diri. Dia bahkan lebih cerdas daripada kebanyakan orang
dewasa. Jadi tak ada alasan... "
Aku mengoceh tidak keruan, menunggu mendengar ada yang mengembuskan napas lega,
menunggu ketegangan di ruangan mencair begitu mereka menyadari aku benar.
Ruangan ini sepertinya semakin dingin. Akhirnya, suaraku yang kecil lenyap
sendiri, membisu. lama sekali tak ada yang mengatakan apa-apa.
Kemudian Edward berbisik di rambutku. "Itu bukan jenis kejahatan yang ingin
mereka sidangkan, Sayang," ia menjelaskan dengan suara pelan. "Aro melihat bukti
Irina dalam pikirannya. Mereka datang untuk menghancurkan, bukan untuk meminta
penjelasan." "Padahal mereka salah," sergahku keras kepala.
"Mereka takkan menunggu kita menunjukkan itu pada mereka."
Suara Edward masih pelan, lembut, sehalus beledu... meski begitu, kepedihan dan
kesedihan dalam suaranya tak bisa dihindari. Suaranya mirip mata Alice
sebelumnya-seperti di liang kubur.
"Apa yang bisa kita lakukan?" tuntutku.
Renesmee begitu hangat dan sempurna dalam pelukanku, bermimpi dengan tenang.
Padahal tadi aku takut memikirkan pertumbuhannya yang begitu cepat- khawatir ia
hanya akan hidup satu dekade lebih sedikit... teror itu terkesan ironis
sekarang. Tak sampai satu bulan lagi...
Jadi ini batasnya, kalau begitu" Aku telah mengalami kebahagiaan lebih daripada
kebanyakan orang. Apakah ada semacam hukum alam yang menuntut porsi yang sama
besar dari kebahagiaan dan penderitaan di dunia ini" Apakah kegembiraanku
merusak keseimbangan itu" Apakah hanya empat bulan aku bisa merasakan
kebahagiaan" Emmett-lah yang menjawab pertanyaan retorisku.
"Kita melawan." ujar Emmet tenang.
"Kita tidak bisa menang," geram Jasper. Bisa kubayangkan bagaimana wajahnya,
bagaimana tubuhnya melengkung secara protektif, melindungi tubuh Alice.
"Well, kita juga tidak bisa lari. Tidak bisa karena ada Demetri." Emmett
mengeluarkan suara seperti orang jijik, dan secara instingtif aku tahu ia bukan
tidak suka membayangkan pelacak keluarga Volturi, tapi membayangkan melarikan
diri. "Dan aku tak yakin kita memang tidak bisa menang" tukasnya. "Ada beberapa opsi
yang bisa dipertimbangkan. Kita tidak perlu melawan sendirian."
Aku mengentakkan kepalaku begitu mendengarnya. "Kita tidak perlu melibatkan suku
Quileute ke dalam vonis mati kita, Emmett!"
"Tenang, Bella." Ekspresinya tak berbeda dengan saat ia mempertimbangkan
bertarung melawan anakonda. Bahkan ancaman pemusnahan massal tak mampu mengubah
perspektif Emmett, kemampuannya menghadapi tantangan dengan penuh semangat.
"Maksudku bukan kawanan itu. Bersikaplah realistis, tapi-apa kaukira Jacob atau
Sam tidak peduli bila terjadi invasi" Walaupun misalnya tidak berkaitan dengan
Nessie" Belum lagi karena, gara-gara Irina, Aro tahu tentang persekutuan kita
dengan kawanan itu sekarang. Tapi yang kumaksud adalah teman-teman lain"
Carlisle menggemakan perkataanku tadi dengan berbisik. "teman-teman lain yang
tidak perlu kita seret dalam vonis mati."
"Hei, kita beri mereka kesempatan memutuskan sendiri," kita Emmett dengan nada
menenangkan. "Aku tidak mengatakan mereka harus bertempur bersama kita." Bisa
kulihat rencana itu mulai terbentuk dalam pikirannya sementara ia berbicara.
"Kalau mereka mau mendampingi kita, cukup lama untuk membuat keluarga Volturi
ragu-ragu. Bagaimanapun Bella benar. Kalau kita bisa memaksa mereka berhenti dan
mendengarkan. Walaupun itu mungkin akan mengenyahkan SEMUA alasan untuk
bertempur... " Tampak secercah senyuman di wajah Emmett sekarang. Kaget juga aku belum ada yang
memukulnya. Ingin benar aku melakukannya.
"Ya," sambut Esme penuh semangat. "Itu masuk akal, Emmett. Yang perlu kita
lakukan adalah membuat keluarga Volturi berhenti sebentar saja. Cukup lama untuk
mendengar-kan" "Kalau begitu kita membutuhkan saksi dalam jumlah besar," sergah Rosalie kasar,
suaranya serapuh kaca. Esme mengangguk setuju, seolah tidak mendengar nada sarkastis dalam suara
Rosalie. "Kita toh bisa meminta teman-teman kita. Hanya menjadi saksi."
"Kalau diminta, kita pun pasti mau," kata Emmett.
"Pasti mau, asal cara kita memintanya benar," gumam Alice.
Aku menoleh dan melihat matanya kembali hampa. "Mereka harus ditunjukkan dengan
sangat hati-hati." "Ditunjukkan?" tanya Jasper.
Alice dan Edward menunduk menatap Renesmee. Lalu mata Alice menerawang.
"Keluarga Tanya," ujarnya. "Kelompok Siobhan. Amun. Beberapa kaum nomaden-
Garrett dan Mary, sudah pasti Mungkin Alistair."
"Bagaimana dengan Peter dan Charlotte?" tanya Jasper takut-takut, seolah
berharap jawabannya adalah tidak dan kakak lelakinya tak perlu dilibatkan dalam
pembantaian! besar-besaran yang bakal terjadi.
"Mungkin?" "Kelompok Amazon?" tanya Carlisle. "Kachiri, Zafrina, dan Senna?"
Awalnya Alice seperti tenggelam dalam penglihatannya sehingga tak bisa menjawab;
akhirnya ia bergidik, dan matanya berkedip-kedip, kembali ke masa kini. Ia
menatap mata Carlisle sejenak, kemudian menunduk.
"Aku tidak bisa melihat."
"Apa itu tadi?" tanya Edward, bisikannya bernada menuntut. "Bagian di dalam
hutan itu. Apakah kita akan mencari mereka?"
"Aku tidak bisa melihat," ulang Alice, tak berani menatap mata Edward. Secercah
perasaan bingung melintas di wajah Edward. "Kita harus berpencar dan bergegas-
sebelum salju menempel di tanah. Kita harus mengumpulkan siapa saja dan membawa
mereka ke sini untuk menunjukkan pada mereka." Ia kembali menerawang. "Tanyalah
pada Eleazar. Ini lebih dari sekadar masalah anak imortal."
Kesunyian yang panjang terasa menakutkan sementara Alice berada dalam keadaan
trance. Setelah selesai ia mengerjap pelan-pelan, matanya tampak buram meskipun
faktanya jelas berada di masa sekarang.
"Banyak sekali. Kita harus bergegas," bisik Alice.
"Alice?" tanya Edward. "Tadi itu terlalu cepat-aku tidak mengerti. Apa yang-?"
"Aku tidak bisa melihat!" bentak Alice pada Edward. "Jacob sudah hampir sampai!"
Rosalie maju selangkah ke pintu depan. "Biar aku yang mengurus... "
"Tidak, biarkan saja dia," kata Alice cepat-cepat, suaranya semakin tegang dan
melengking dalam setiap kata. Ia menyambar tangan Jasper dan mulai menariknya ke
pintu belakang. "Aku akan bisa melihat lebih jelas bila jauh dari Nessie juga.
Aku harus pergi. Aku benar-benar perlu berkonsentrasi. Aku harus melihat semua
yang kubisa. Aku harus pergi. Ayo, Jasper, jangan buang-buang waktu!"
Kami bisa mendengar Jacob menaiki tangga. Dengan tak sabar Alice menyentak
tangan Jasper, Jasper buru-buru mengikuti, sorot bingung terpancar dari matanya,
sama seperti Edward. Mereka melesat ke luar pintu, memasuki malam yang
keperakan. "Cepat!" ia berseru pada kami. "Kalian harus menemukan mereka semua!"
"Menemukan apa?" tanya Jacob, menutup pintu depan setelah ia masuk. "Alice ke
mana?" Tak ada yang menjawab; kami hanya memandanginya.
Jacob mengibas rambut basahnya dan memasukkan kedua tangannya ke lengan T-shirt,
matanya tertuju pada Renesmee, "Hai, Bells! Kusangka kalian sudah pulang malam-
malam begini... " Akhirnya ia menengadah padaku, mengerjapkan mata, kemudian menatap kami. Kulihat
ekspresinya waktu akhirnya ia menyadari suasana dalam ruangan itu. Ia menunduk,
matanya membelalak, melihat air yang menggenang di lantai, bunga-bunga mawar
yang berserakan, serta serpihan kristal di mana-mana. Jari-jarinya bergetar.
"Apa?" tanyanya datar. "Apa yang terjadi?"
Aku tak tahu harus mulai dari mana. Yang lain juga tidak sanggup mengatakan apa-
apa. Jacob melintasi ruangan dalam tiga langkah lebar dan jatuh berlutut di samping
Renesmee dan aku. Aku bisa merasakan panas merambati tubuhnya saat getaran
mengguncang kedua lengan hingga ke tangannya.
"Dia baik-baik saja?" tuntut Jacob, menyentuh dahi Renesmee, menelengkan kepala
saat ia mendengarkan detak jantungnya. "Jangan main-main denganku, Bella,
pleasel" "Tak ada yang salah dengan Renesmee," jawabku tersendat-sendat.
"Kalau begitu siapa?"
"Kami semua, Jacob," bisikku. Dan nada itu juga terdengar dalam suaraku -suara


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari liang kubur. "Sudah berakhir. Kami semua divonis mati."
29. DITINGGAL KAMl duduk di sana sepanjang malam, patung-patung yang dilanda kengerian dan
kesedihan, dan Alice tak pernah kembali.
Kami sudah tak tahan-saking takutnya hingga diam tak bergerak sama sekali.
Carlisle saja nyaris tak bisa menggerakan bibir untuk menjelaskan semuanya pada
Jacob. Menjelaskan kembali seakan-akan membuat keadaan semakin buruk; bahkan
Emmett berdiri diam dan membeku sejak saat ini.
Baru setelah matahari bersinar dan aku tahu Renesmee sebentar lagi akan bergerak
dalam gendonganku, untuk pertama kalinya aku bertanya-tanya mengapa Alice pergi
begitu lama. Aku berharap akan mengetahui jawabannya sebelum menghadapi
keingintahuan putriku. Bahwa ada jawaban dari keherananku. Hanya secuil, secuil
harapan bahwa aku bisa tersenyum dan menjaga agar kebenaran tidak membuat Nessie
ketakutan. Aku merasa wajahku kaku, membentuk topeng permanen yang kupakai sepanjang malam.
Entah apakah aku mampu tersenyum lagi.
Jacob mendengkur di sudut ruangan, gulungan bulu di lantai, berkedut-kedut
gelisah dalam tidurnya. Sam tahu semuanya-para serigala bersiap-siap menghadapi
apa yang bakal terjadi. Walaupun persiapan itu takkan menghasilkan apa-apa
kecuali membuat mereka ikut terbunuh bersama seluruh keluargaku.
Cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela-jendela belakang, berkilau di
kulit Edward, Mataku belum beranjak sedikit pun darinya sejak kepergian Alice.
Kami saling menatap sepanjang malam, merasa tak sanggup kehilangan diri masing-
masing. Kulihat bayanganku terpantul di matanya yang menderita saat matahari
menyentuh kulitku. Alisnya bergerak sedikit, lalu bibirnya.
"Alice," ujarnya.
Suara Edward terdengar seperti es yang pecah karena mencair. Kami bergerak
sedikit, mengendurkan kekakuan sedikit. Bergerak lagi.
"Lama sekali dia pergi," gumam Rosalie, terkejut.
"Di mana dia kira-kira?" tanya Emmett, berjalan selangkah menuju pintu. Esme
meletakkan tangan di lengannya. "Kita tidak ingin mengusik... "
"Dia kan belum pernah pergi selama ini," kata Edward. Kekhawatiran baru
menggores topeng yang menutupi wajah aslinya. Wajahnya kembali hidup, matanya
tiba-tiba membelalak oleh ketakutan baru, kepanikan ekstra. "Carlisle,
mungkinkah menurutmu-serangan pendahuluan" Mungkinkah Alice sempat melihat jika
mereka mengirim orang untuk mencarinya?"
Kulit transparan Aro memenuhi benakku. Aro, yang pernah melihat seluruh isi
pikiran Alice hingga ke sudut-sudutnya, yang tahu semua yang bisa ia lakukan...
Emmett memaki dengan suara nyaring, membuat Jacob terlonjak kaget dan berdiri
sambil menggeram. Di halaman, geramannya digemakan kawanannya. Keluargaku
bergerak secepat kilat hingga gerakan mereka kabur.
"Tetaplah bersama Renesmee!" aku menjerit sekuat tenaga pada Jacob sambil
berlari keluar pintu. Aku masih lebih kuat daripada mereka semua, dan kekuatan itu untuk memacu
diriku. Dalam beberapa detik aku sudah berhasil menyusul Esme, dan Rosalie
beberapa langkah kemudian. Aku menghambur menembus hutan lebat sampai berada
persis di belakang Edward dan Carlisle.
"Mungkinkah mereka bisa melakukan sesuatu tanpa Alice mengetahuinya lebih dulu?"
tanya Carlisle, suaranya datar seolah-olah ia berdiri diam tak bergerak,
bukannya sedang berlari dengan kecepatan penuh.
"Sepertinya tidak mungkin," jawab Edward. "Tapi Aro mengenal Alice lebih
daripada siapa pun. Lebih daripada aku."
"Apakah ini jebakan?" seru Emmett dari belakang kami.
"Mungkin," jawab Edward. "Tidak ada bau lain selain bau Alice dan Jasper. Ke
mana perginya mereka?"
Jejak Alice dan Jasper melengkung membentuk lekukan lebar; pertama membentang ke
timur rumah, tapi mengarah ke seberang sungai, kemudian kembali lagi ke barat
selelah beberapa kilometer. Kami kembali menyeberangi sungai, keenamnya
melompat, masing-masing dengan jeda sedetik. Edward berlari paling depan,
berkonsentrasi penuh. "Kau mencium bau itu tidak?" seru Esme beberapa saat setelah kami melompati
sungai untuk kedua kalinya. Ia berada paling belakang, di ujung kiri rombongan.
Ia melambaikan tangan ke arah tenggara
"Tetaplah di jalur utama-kita sudah hampir sampai ke perbatasan Quileute,"
Edward memerintahkan dengan nada tegang. "Jangan berpencar. Lihat apakah mereka
berbelok ke utara atau selatan."
Tidak seperti mereka, aku tak tahu persis di mana garis perbatasan, tapi aku
bisa mencium secercah bau serigala dalam angin yang bertiup dari timur. Edward
dan Carlisle memperlambat lari sedikit karena kebiasaan, dan aku bisa melihat
mereka menoleh ke kiri dan ke kanan, menunggu jejak berbelok.
Kemudian bau serigala tiba-tiba menguat, dan Edward tiba-tiba menyentakkan
kepala. Ia mendadak berhenti. Kami semua ikut membeku.
"Sam?" tanya Edward datar, "Ada apa ini?"
Sam keluar dari balik pepohonan beberapa ratus meter dari situ, dengan langkah
cepat ia menghampiri kami dalam wujud manusia, diapit dua serigala besar-Paul
dan Jared. Cukup lama juga waktu yang ia butuhkan untuk mencapai kami; wujud
manusianya membuatku tak sabar. Aku tidak ingin memikirkan apa yang terjadi. Aku
ingin terus bergerak, melakukan sesuatu. Aku ingin memeluk Alice, ingin
mengetahui dengan pasti bahwa ia selamat.
Kulihat wajah Edward berubah pasi ketika ia membaca pikiran Sam. Sam
mengabaikannya, memandang Carlisle lurus-lurus begitu ia berhenti berjalan dan
mulai bicara. "Tepat selepas tengah malam, Alice dan Jasper datang ke tempat ini dan meminta
izin menyeberangi tanah kami untuk mencapai samudera, Kuizinkan, dan aku sendiri
yang mengantar- mereka ke tepi pantai. Mereka langsung masuk ke air dan tak
kembali. Dalam perjalanan menuju ke sana, Alice berpesan agar tidak memberitahu
Jacob bahwa aku telah bertemu dengannya sampai aku berbicara dengan kalian. Aku
harus menunggu di sini sampai kalian datang mencarinya, kemudian memberikan
surat ini. Dia memintaku menaatinya seakan-akan nyawa kamilah taruhannya kalau
kami melanggar." Wajah Sam muram ketika ia mengulurkan kertas terlipat, huru-huruf hitam kecil
bertebaran di seluruh permukaannya. Kertas yang dirobek dari buku; mataku yang
tajam membaca kata-kata yang tercetak di sana sementara Carlisle membuka lipatan
kertas itu untuk melihat di baliknya. Sisi yang menghadap ke arahku adalah
halaman copyright The Merchant of Venice. Secercah bauku berembus dari kertas
itu ketika Carlisle mengguncangkan untuk melicinkannya. Sadarlah aku kertas itu
dirobek dari salah satu bukuku. Aku memang membawa beberapa benda dari rumah
Charlie ke pondok; beberapa setel baju normal, semua surat dari ibuku, juga
buku-buku favoritku. Koleksi novel Shakespeare-ku yang sudah usang tersimpan
dalam rak buku ruang duduk di pondokku yang mungil kemarin pagi...
"Alice memutuskan untuk meninggalkan kita," bisik Carlisle,
"Apa?" pekik Rosalie,
Carlisle membalik kertas itu ke arah kami supaya kami semua bisa membacanya.
Jangan cari kami. Jangan buang-buang waktu. Ingat: Tanya., Siobhan, Amun,
Alistair, semua, vampir kaum nomaden yang bisa kalian temukan. Kami akan mencari
Peter dan Charlotte dalam perjalanan. Kami sangat menyesal karena harus
meninggalkan kalian dengan cara seperti ini, tanpa pamit atau penjelasan. Hanya
ini satu-satunya jalan bagi kami. Kami menyayangi kalian.
Lagi-lagi kami membeku, kesunyian begitu senyap, yang terdengar hanya detak
jantung para serigala serta embusan napas mereka. Pikiran mereka pasti juga
lantang, Edwardlah yang pertama bergerak, merespons apa yang didengarnya dalam
benak Sam. "Ya, keadaan memang sangat berbahaya."
"Cukup berbahaya hingga membuatmu tega meninggalkan keluargamu!"'' Sam bertanya
dengan suara keras, nadanya mengecam. Jelas ia tidak membaca surat itu sebelum
memberikannya kepada Carlisle, Ia tampak marah sekarang, menyesal karena telah
menuruti kata-kata Alice.
Ekspresi Edward kaku di mata Sam itu mungkin akan terlihat marah atau arogan,
tapi aku bisa melihat kepedihan di wajahnya.
"Kita tak tahu apa yang dilihatnya," kata Edward. "Alice bukan orang yang tidak
punya perasaan atau pengecut. Dia hanya tahu lebih banyak daripada kami."
"Kami tidak...," Sam mulai berkata.
"Kalian terikat dengan cara berbeda dengan kami." bentak Edward. "Kami masing-
masing memiliki kehendak bebas."
Dagu Sam terangkat, matanya tiba-tiba terlihat datar dan hitam.
"Tapi sebaiknya kalian mengindahkan peringatan ini," lanjut Edward. "Kalian
pasti tak ingin melibatkan diri dalam hal ini. Kalian masih bisa menghindari apa
yang dilihat Alice."
Sam tersenyum masam. "Kami tak pernah melarikan diri." di belakangnya, Paul
mendengus. "Jangan sampai seluruh keluargamu dibantai hanya gara-gara keangkuhan," Carlisle
menyela pelan. Sam menatap Carlisle dengan ekspresi lebih lembut. "Seperti yang telah
ditegaskan Edward tadi, kami tidak memiliki kebebasan seperti kalian. Renesmee
sudah menjadi bagian keluarga kami sekarang, sama halnya seperti dia bagian
keluarga kalian. Jacob tak mungkin meninggalkannya, dan kami tak bisa
meninggalkan Jacob." Matanya melirik surat Alice, bibirnya terkatup rapat,
membentuk garis lurus. "Kau tidak kenal Alice," tukas Edward.
"Memangnya kau kenal?" balas Sam blak blakan.
Carlisle memegang bahu Edward. "Banyak yang harus kira lakukan, Nak. Apa pun
keputusan Alice, sungguh tolol bila kita tidak mengikuti nasihatnya sekarang.
Ayo kita pulang dan mulai bekerja."
Edward mengangguk, wajahnya masih kaku akibat kesedihan. Di belakangku, aku bisa
mendengar sedu sedan Esme yang tanpa air mata.
Aku tak tahu bagaimana caranya menangis dalam tubuh ini. Aku tidak bisa
melakukan apa-apa kecuali memandangi. Belum ada perasaan apa-apa. Segalanya
terkesan tidak nyata, seolah-olah aku kembali bermimpi setelah beberapa bulan
tak pernah lagi bermimpi. Bermimpi buruk.
"Terima kasih, Sam" kata Carlisle.
"Maafkan aku," jawab Sam. "Seharusnya kami tidak mengizinkannya lewat."
"Kau sudah melakukan yang benar," kata Carlisle. "Alice bebas melakukan apa saja
yang dia inginkan. Aku takkan merenggut kebebasan itu darinya."
Selama ini aku selalu memandang keluarga Cullen sebagai satu kesatuan, unit yang
tidak bisa dipecah-pecah. Mendadak aku ingat bahwa tidak selamanya begitu.
Carlisle menciptakan Edward, Esme, Rosalie, dan Emmert; Edward menciptakan aku.
Secara fisik kami terikat oleh darah dan racun vampir. Aku tak pernah
membayangkan Alice dan Jasper sebagai kelompok terpisah-yang diadopsi ke dalam
keluarga. Tapi sebenarnya, justru Alice yang mengadopsi keluarga Cullen. Ia
muncul dengan masa lalu yang tak ada hubungannya sama sekali dengan mereka,
membawa Jasper yang memiliki masa lalu sendiri, dan masuk ke dalam keluarga yang
sudah lebih dulu ada. Baik Alice maupun Jasper tahu ada kehidupan lain di luar
keluarga Cullen. Apakah ia benar-benar memilih menjalani hidup baru setelah
melihat kehidupan bersama keluarga Cullen telah berakhir.'
Habislah kami kalau begitu, benar bukan" Tak ada harapan sama sekali. Tidak ada
sedikit atau secercah harapan pun yang bisa meyakinkan Alice bahwa ia memiliki
peluang untuk selamat bila tetap bersama kami.
Udara pagi yang cemerlang mendadak terasa pengap, jadi lebih gelap, seolah-olah
secara fisik jadi semakin gelap akibat kesedihanku,
"Aku takkan menyerah begitu saja tanpa melawan," Emmett menggeram pelan. "Alice
menyuruh kita melakukan sesuatu. Mari kita lakukan."
Yang lain mengangguk dengan ekspresi penuh tekad, dan sadarlah aku, mereka semua
berharap pada entah kesempatan apa yang diberikan Alice pada kami. Bahwa mereka
tak mau menyerah begitu saja tanpa harapan dan menunggu datangnya kematian.
Ya, kami semua akan melawan. Apa lagi yang bisa kami lakukan" Dan rupanya kami
akan melibatkan yang lain, karena itulah yang dikatakan Alice sebelum ia pergi
meninggalkan kami. Kami akan melawan, mereka akan melawan, dan kita semua akan mati.
Aku tidak merasakan tekad yang sama seperti yang tampaknya dirasakan yang lain.
Alice tahu seberapa besar peluangnya, la memberi kami satu-satunya kesempatan
yang bisa dilihatnya, tapi kesempatan itu terlalu riskan baginya untuk
dipertaruhkan. Aku sudah merasa babak-belur saat berbalik memunggungi wajah Sam yang penuh
kritik dan mengikuti Carlisle menuju ke rumah.
Kami berlari sekarang, tapi tidak panik seperti sebelumnya. Saat kami mendekati
sungai, kepala Esme terangkat. "Ada jejak lain. Masih baru."
Ia mengangguk ke depan, ke tempat yang dikatakannya tadi pada Edward dalam
perjalanan ke sini. Ketika kami berlari untuk menyelamatkan Alice...
"Pasti jejak itu baru ditinggalkan dini hari tadi. Hanya Alice, tanpa Jasper,"
kata Edward lesu. Wajah Esme berkerut, dan ia mengangguk.
Aku bergerak ke kanan, agak tertinggal di belakang. Aku yakin Edward benar, tapi
selain itu... Bagaimanapun juga, mana bisa pesan Alice ditulis di halaman yang
dirobek dari bukuku"
"Bella?" tanya Edward dengan suara tanpa emosi ketika melihatku ragu-ragu.
"Aku ingin mengikuti jejaknya," kataku padanya, mencium bau samar Alice yang
melenceng dari jalur awalnya. Aku baru dalam hal ini, tapi baunya sama persis
dalam penciumanku, hanya minus bau Jasper,
Mata keemasan Edward kosong. "Mungkin jejaknya hanya mengarah kembali ke rumah."
"Kalau begitu aku akan bertemu denganmu di sana,"
Mulanya kusangka ia akan membiarkanku pergi sendirian, tapi kemudian, setelah
aku bergerak beberapa langkah, mata kosong Edward mengerjap, kembali tersadar.
"Aku akan menemanimu" ujar Edward pelan. "Sampai ketemu nanti di rumah,
Carlisle." Carlisle mengangguk, dan yang lain-lain pergi. Kutunggu sampai mereka lenyap
dari pandangan, kemudian berpaling pada Edward dengan tatapan bertanya.
"Aku tak mungkin membiarkanmu pergi tanpaku," ia menjelaskan dengan suara pelan.
"Membayangkannya saja aku sudah sedih."
Aku mengerti. Aku mencoba membayangkan berpisah dengannya dan menyadari aku juga
akan merasakan kesedihan yang sama, tak peduli betapa pun singkatnya perpisahan
itu. Sedikit sekali waktu yang tersisa untuk bersama.
Kuulurkan tanganku padanya, dan Edward meraihnya.
"Ayo cepat," katanya. "Sebentar lagi Renesmee bangun,"
Aku mengangguk, dan kami berlari lagi.
Mungkin ini tindakan tolol, membuang-buang waktu jauh dari Renesmee hanya demi
memuaskan rasa ingin tahu. Tapi surat itu mengusikku. Sebenarnya Alice bisa saja
mengukir catatan di batu besar atau batang pohon seandainya ia tidak punya
peralatan untuk menulis. Ia bisa saja mencuri kertas itu dari rumah mana pun di
sepanjang tepi jalan raya. Mengapa harus bukuku" Kapan ia mengambilnya"
Benar saja, jejak Alice mengarah kembali ke pondok dengan memutar yang jauh dari
rumah keluarga Cullen dan para serigala di hutan dekat situ. Alis Edward bertaut
bingung ke jejak itu mengarah ke mana,
la berusaha menjelaskan keheranannya. "Alice meninggalkan dan menyuruhnya
menunggu sementara dia kemari?"
Kami sudah hampir sampai di pondok sekarang, dan aku merasa gelisah. Aku senang
bisa menggandeng tangan edward, tapi aku juga merasa seharusnya aku sendirian di
kini. Ganjil rasanya, merobek selembar halaman buku dan membawanya lagi ke
Jasper, Rasanya seperti ada pesan dalam undanganya itu-yang sama sekali tidak
kumengerti. Tapi itu bukuku, jadi pesan itu pasti ditujukan untukku. Kalau itu
sesuatu yang Alice ingin agar diketahui Edward, bukankah ia akan merobek halaman
salah satu buku Edward... "
"Beri aku waktu sebentar," kataku, menarik tanganku dari gandengan Edward begitu
kami sampai di depan pintu.
Kening Edward berkerut. "Bella?"
"Please" tiga puluh detik saja,"
Aku tidak menunggu jawabannya. Aku langsung melesat masuk, lalu menutup pintu
rapat-rapat. Aku langsung menuju rak buku. Bau Alice masih segar-kurang dari
satu hari. Api yang tidak kunyalakan berkobar di perapian, kecil tapi panas.
Kusentakkan The Merchant of Venice dari rak dan membuka halaman judul.
Di sana, di sebelah bekas-bekas robekan halaman, di bawah kalimat The Merchant
of Venice by William Shakespeare tertulis sebuah pesan.
Hancurkan ini Di bawahnya tertulis nama dan alamat seseorang di Seattle.
Ketika Edward masuk hanya setelah tiga belas detik berlalu, bukan tiga puluh,
aku sedang memandangi buku itu terbakar. "Ada apa, Bella?"
"Alice tadi datang ke sini. Ia merobek selembar halaman dari bukuku untuk
menuliskan pesan." "Mengapa?"

Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak tahu."
"Mengapa kau membakarnya?"
"Aku... aku... " Keningku berkerut, membiarkan semua perasaan frustrasi dan
sedih muncul di wajahku. Aku tak mengerti apa yang ingin disampaikan Alice,
kecuali bahwa ia berusaha keras menyembunyikannya dari orang lain selain aku.
Satu-satunya orang yang pikirannya tak bisa dibaca Edward. Jadi ia pasti ingin
agar Edward tidak tahu, dan mungkin ada alasan kuat di baliknya. "Sepertinya itu
hal yang tepat untuk dilakukan."
"Kita tidak tahu apa yang dia lakukan," kata Edward pelan.
Mataku menerawang menatap lidah api. Akulah satu-satunya orang di dunia ini yang
bisa membohongi Edward. Itukah yang Alice inginkan dariku" Permintaan
terakhirnya" "Sewaktu kami berada di pesawat menuju Italia," aku berbisik-ini bukan dusta,
kecuali mungkin dalam konteksnya- "dalam perjalanan untuk menyelamatkanmu... dia
berbohong kepada Jasper supaya Jasper tidak mengikuti kami. Dia tahu bila Jasper
menghadapi keluarga Volturi, Jasper bakal mati. Alice rela dirinya saja yang
mati daripada membahayakan hidup Jasper. Rela bila aku yang mati juga. Rela bila
kau yang mati." Edward tidak menyahut. "Dia punya prioritas sendiri," kataku. Sakit hatiku menyadari penjelasanku tidak
terasa seperti kebohongan.
"Aku tak percaya," sergah Edward. Ia tidak mengatakannya dengan maksud
mendebatku-ia mengatakannya seperti sedang berdebat dengan dirinya sendiri.
"Mungkin hanya Jasper yang berada dalam bahaya. Rencana Alice pasti bisa
menyelamatkan kita semua, tapi Jasper bakal mati kalau dia tetap di sini.
Mungkin... " "Kalau benar begitu, dia kan bisa mengatakannya pada kita. Menyuruh Jasper
pergi." "Tapi apakah Jasper mau pergi" Mungkin Alice membohonginya lagi"
"Mungkin," aku pura-pura sependapat. "Sebaiknya kita pulang. Tak ada waktu
lagi." Edward menggandeng tanganku, dan kami pun lari.
Pesan Alice tidak membuatku merasa berharap. Kalau saja ada cara menghindari
pembantaian yang akan datang, Alice pasti akan tetap tinggal. Aku tidak melihat
kemungkinan lain. Jadi ini pasti sesuatu yang punya tujuan lain. Bukan jalan
untuk meloloskan diri. Tapi apa lagi yang menurutnya pasti kuinginkan" Mungkin
cara untuk menyelamatkan sesuatu" Adakah yang masih bisa kuselamatkan"
Carlisle dan yang lain tidak berdiam diri saja selama kepergian kami. Kami hanya
berpisah dengan mereka selama lima menit, tapi mereka sudah siap berangkat. Di
sudut ruangan Jacob sudah kembali menjadi manusia, bersama Renesmee di pangkuan,
keduanya memandangi kami dengan mata membelalak.
Rosalie sudah mengganti gaun lilit sutranya dengan jins yang kelihatannya
tangguh, sepatu olahraga, dan kemeja berbahan tebal yang biasa digunakan
backpacker untuk melakukan perjalanan jauh. Esme juga mengenakan pakaian yang
sama. Di meja terletak bola dunia, tapi mereka sudah selesai mengamatinya, hanya
menunggu kami. Atmosfer terasa lebih positif sekarang daripada sebelumnya; mereka senang bisa
melakukan sesuatu. Mereka menggantungkan harapan pada instruksi Alice.
Kupandangi bola dunia itu dan bertanya-tanya dalam hati, ke mana kami akan pergi
lebih dulu. "Kami harus tinggal di sini?" tanya Edward, menatap Carlisle. Kedengarannya ia
kesal. "Kata Alice, kita harus menunjukkan Renesmee pada orang-orang, dan bahwa kita
harus berhati-hati mengenainya," jawab Carlisle. "Kami akan mengirim siapa pun
yang bisa kami temukan ke sini -Edward, kaulah yang paling mampu menjaga
pertahanan 'ladang ranjau' itu,"
Edward mengangguk kaku, tetap saja merasa tidak senang. "'Banyak sekali wilayah
yang harus didatangi,"
"Kami akan berpencar," jawab Emmett, "Rose dan aku akan mencari para vampir
nomaden." "Kalian akan sibuk sekali di sini," kata Carlisle, "Keluarga Tanya besok pagi
akan datang, dan mereka sama sekali tidak tahu mengapa. Pertama, kau harus
membujuk mereka agar tidak bereaksi seperti Irina. Kedua, kau harus mencari tahu
apa yang dimaksud Alice tentang Eleazar. Kemudian, setelah semua itu, maukah
mereka tetap berada di sini untuk menjadi saksi bagi kita" Hal yang sama akan
terulang lagi begitu yang lain datang-kalau kami bisa membujuk mereka untuk
datang ke sini." Carlisle mendesah. "Tugas kalian mungkin yang paling sulit.
Kami akan kembali untuk membantu sesegera mungkin."
Carlisle meletakkan tangannya ke bahu Edward sebentar, kemudian mengecup
keningku. Esme memeluk kami berdua, kemudian Emmett meninju lengan kami. Rosalie
menyunggingkan senyum kaku pada Edward dan aku, memberi ciuman jauh untuk
Renesmee, lalu melontarkan seringaian perpisahan pada Jacob.
"Semoga beruntung," kata Edward pada mereka.
"Kalian juga," sahut Carlisle. "Kita semua membutuhkan keberuntungan."
Kupandangi kepergian mereka, berharap aku bisa merasakan entah harapan apa yang
menyemangati mereka, dan berharap kalau saja aku bisa menggunakan komputer
sendirian. Aku lurus mencari tahu siapa si J. Jenks ini dan mengapa Alice begitu
bersusah payah memberikan namanya hanya padaku.
Renesmee memutar tubuhnya dalam gendongan Jacob untuk menyentuh pipinya.
"Aku tidak tahu apakah teman-teman Carlisle mau datang. Mudah-mudahan saja.
Kedengarannya kita sedikit kekurangan orang sekarang," bisik Jacob pada
Renesmee. Kalau begitu Renesmee tahu. Ia sudah bisa memahami dengan jelas apa yang
terjadi. Fakta bahwa werewolf yang ter-imprint akan meluluskan apa pun yang
diminta objek imprint-nya lama-lama membuatku kesal juga. Bukankah melindungi
Renesmee jauh lebih penting daripada menjawab pertanyaan-pertanyaannya "
Kutatap wajahnya dengan hati-hati Renesmee tidak terlihat takut, hanya gelisah
dan sangat serius saat ia berbicara dengan Jacob dengan caranya yang tidak
bersuara itu. "Tidak, kita tidak bisa membantu; kita harus tinggal di sini," sambung Jacob.
"Orang-orang akan datang untuk melihatmu, bukan melihat pemandangan."
Renesmee mengerutkan kening.
"Tidak, aku tidak perlu pergi ke mana-mana" kata Jacob. Lalu ia berpaling kepada
Edward, wajahnya terperangah oleh kesadaran bahwa bisa jadi ia salah. "Benar,
kan?" Edward ragu-ragu. "Katakan saja" kata Jacob, suaranya parau karena tegang, la sudah nyaris tak
tahan lagi, sama seperti kami semua.
"Para vampir yang datang untuk membantu tidak sama dengan kami," Edward
menjelaskan. "Keluarga Tanya adalah satu-satunya selain keluarga kami yang
menghargai nyawa manusia, tapi bahkan mereka tidak begitu peduli pada werewolf.
Kurasa akan lebih aman... "
"Aku bisa menjaga diri," sela Jacob.
"Lebih aman untuk Renesmee," sambung Edward, "kalau pilihan untuk memercayai
cerita kita tentang dia tidak dinodai dengan persahabatan dengan werewolf"
"Teman macam apa itu. Jadi mereka tega melaporkan kalian hanya karena dengan
siapa kalian bergaul?"
"Kurasa sebagian besar dari mereka bisa bersikap toleran bila situasinya normal-
normal saja. Tapi kau harus mengerti- menerima Nessie mungkin tidak mudah bagi
mereka. Untuk apa membuatnya semakin sulit?"
Carlisle sudah menjelaskan hukum tentang anak-anak imortal kepada Jacob semalam.
"Seburuk itukah anak-anak imortal?" tanyanya.
"Kau tak bisa membayangkan dalamnya luka yang mereka tinggalkan bagi kondisi
kejiwaan para vampir,"
"Edward..." Masih aneh rasanya mendengar Jacob menyebut nama Edward tanpa
kegetiran, "Aku tahu, Jake. Aku tahu berat sekali berjauhan dengan Renesmee. Kita lihat
saja nanti-bagaimana reaksi mereka terhadapnya. Pokoknya, Nessie harus
menyembunyikan identitasnya dalam beberapa minggu ke depan. Dia harus berada di
pondok sampai tiba saat yang tepat bagi kami untuk memperkenalkannya. Asal kau
bisa menjaga jarak yang aman dengan rumah utama... "
"Baiklah kalau begitu. Besok pagi kalian akan kedatangan tamu ?"
"Ya, Teman-teman terdekat kami. Dalam kasus ini, mungkin lebih baik kami
membeberkan semuanya sesegera mungkin. Kau bisa tetap di sini. Tanya kan kenal
padamu. Dia bahkan sudah pernah bertemu Seth."
"Benar." "Sebaiknya kauberitahu Sam apa yang terjadi. Akan banyak orang asing berdatangan
di hutan sebentar lagi."
"Pikiran bagus. Walaupun aku berhak merasa kesal padanya gara-gara semalam."
"Mendengarkan perkataan Alice biasanya adalah hal yang tepat."
Jacob menggertakkan gigi, dan bisa kulihat ia juga merasakan hal yang sama
seperti yang dirasakan Sam atas apa yang dilakukan Alice dan Jasper.
Sementara mereka berbicara, aku berjalan menuju deretan jendela belakang,
berusaha menunjukkan sikap linglung dan gelisah. Bukan hal yang sulit dilakukan.
Aku menyandarkan kepalaku di dinding yang melengkung dari ruang duduk ke arah
ruang makan, persis di sebelah salah satu meja komputer. Kularikan jari-jariku
di atas keyboard sementara mataku memandang ke arah hutan, berusaha tampak
seolah-olah sedang melamun. Apakah varnpir pernah melamun" Sepertinya tak ada
yang memerhatikanku, tapi aku tidak berbalik untuk memastikan. Monitor menyala.
Kularikan lagi jari-jariku ke atas keyboard. Kemudian aku melarikan jari-jariku
pelan di atas meja kayu, bersikap seolah-olah aku tidak sedang melakukan apa-
apa. Beberapa sentuhan lagi pada tombol-tombol keyboord.
Kuamati layar monitor. Tidak ada J. Jenks di sana, tapi kalau Jason Jenks ada. Pengacara, Kusapukan
tanganku ke atas keyboard, berusaha membuatnya terdengar berirama, seperti
mengelus-elus kucing yang kau lupa ada di pangkuanmu. Jason Jenks memiliki situs
web yang keren untuk kantor pengacaranya, tapi alamat yang tertera di
homepagenya salah. Memang di Seattle, tapi kode posnya berbeda. Kulihat nomor
teleponnya, kemudian kusapukan lagi tanganku ke atas keyboard. Kali ini aku
mencari alamatnya, tapi tak ada yang muncul, seakan-akan alamat itu tidak ada.
Aku ingin melihat peta, tapi kupikir sudah cukup aku memaksakan keberuntunganku.
Satu sentuhan lagi, untuk menghapus semua history.
Aku terus saja memandang ke luar jendela dan mengetuk-ngetuk meja kayu beberapa
kali. Kudengar langkah-langkah ringan melintasi ruangan menghampiriku, dan aku
berbalik dengan ekspresi yang kuharap akan terlihat sama seperti sebelumnya.
Renesmee mengulurkan tangan padaku, dan kubuka kedua lenganku lebar-lebar. Ia
melompat ke dalam pelukanku, bau werewolf menyeruak tajam dari tubuhnya, dan
kudekap kepalanya di leherku.
Entah apakah aku sanggup menghadapi ini semua. Walaupun aku takut memikirkan
keselamatanku, keselamatan Edward, juga keselamatan seluruh anggota keluarga
yang lain, itu semua tak ada apa-apanya dibandingkan perasaan ngeri memikirkan
keselamatan putriku. Pasti ada cara untuk menyelamatkannya, walaupun hanya itu
satu-satunya yang bisa kulakukan.
Tiba-tiba aku tahu inilah yang kuinginkan. Aku masih sanggup menahan segala hal
kalau memang harus, tapi tidak kalau nyawa Renesmee harus dikorbankan. Yang itu
tidak. Ia satu-satunya yang harus kuselamatkan. Tahukah Alice bagaimana perasaanku"
Tangan Renesmee menyentuh pipiku lembut.
Ia menunjukkan padaku wajahku, wajah Edward, Jacob, Rosalie, Esme, Carlisle,
Alice, Jasper, menampilkan wajah seluruh anggora keluarga kami, semakin lama
semakin cepat. Seth dan Leah. Charlie, Sue, dan Billy. Berulang kali. Khawatir,
seperti yang dirasakan kami semua. Tapi ia hanya merasa khawatir. Sejauh yang
kulihat, Jake tidak memberitahu bagian yang terburuk padanya. Bagian tentang
bagaimana kami tidak mempunyai harapan, bagaimana kami semua akan mati dalam
tempo satu bulan. Ia menunjukkan wajah Alice, rindu dan bingung. Di mana Alice"
"Aku tidak tahu," bisikku. "Tapi dia Alice. Dia melakukan hal yang tepat,
seperti biasa." Hal yang tepat untuk Alice, setidaknya. Aku tidak suka berpikir begitu tentang
Alice, tapi bagaimana lagi situasi ini bisa dimengerti"
Renesmee mendesah, dan kerinduan itu semakin menjadi-jadi.
"Aku juga rindu padanya."
Aku merasa wajahku bergerak, berusaha menemukan eskpresi yang sejalan dengan
kesedihan yang kurasakan dalam hatiku. Mataku terasa aneh dan kering; mengerjap-
ngerjap, berusaha menyingkirkan perasaan tak nyaman itu. Aku menggigit bibir.
Waktu menarik napas, kerongkonganku tercekat, seolah-olah aku tercekik udara.
Renesmee mundur sedikit untuk memandangiku, dan aku melihat wajahku tecermin
dalam benak dan matanya. Aku terlihat seperti Esme tadi pagi.
Jadi begini rasanya menangis.
Mata Renesmee berkilau basah ketika ia menyentuh wajahku. Ia membelai-belai
wajahku, tidak menunjukkan apa-apa, hanya mencoba menenangkanku.
Aku tak pernah mengira akan melihat ikatan kasih ibu dan anak di antara kami
akan terbalik posisinya, seperti yang selalu terjadi antara Renee dan aku. Tapi
memang aku tak bisa membayangkan bagaimana masa depan kami nanti.
Air mata menggenang di sudut mata Renesmee. Kuhapus dengan ciuman. Ia menyentuh
matanya dengan takjub dan melihat ujung jarinya yang basah.
"Jangan menangis," kataku. "Semua pasti beres. Kau akan baik-baik saja. Aku akan
mencarikan jalan keluar untukmu."
Kalaupun tak ada hal lain yang bisa kulakukan, aku tetap akan bisa menyelamatkan
Renesmee. Aku yakin sekali inilah yang diberikan Alice padaku. Ia pasti tahu.
Alice pasti akan meninggalkan jalan keluar untukku.
30. MENGGEMASKAN Banyak sekali yang harus dipikirkan.
Bagaimana aku bisa mencari waktu sendiri untuk melacak keberadaan J. Jenks dan
mengapa Alice ingin aku tahu mengenai dia"
Kalau petunjuk Alice tak ada hubungannya dengan Renesmee, apa yang bisa
kulakukan untuk menyelamatkan putriku"
Bagaimana Edward dan aku bisa menjelaskan duduk masalahnya pada keluarga Tanya
besok pagi" Bagaimana kalau mereka bereaksi seperti Irina" Bagaimana kalau
pertemuan besok berubah menjadi pertarungan"
Aku tidak tahu bagaimana caranya bertarung. Bagaimana aku bisa mempelajarinya
hanya dalam satu bulan" Apakah ada kesempatan supaya aku bisa diajari cukup
cepat sehingga bisa menjadi ancaman bagi anggota keluarga Volturi" Atau aku
sudah ditakdirkan menjadi sesuatu yang sia-sia" Hanya vampir baru yang bisa
disingkirkan begitu saja"
Begitu banyak jawaban yang kubutuhkan, tapi aku tidak mendapat kesempatan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu.
Ingin agar situasi tetap normal bagi Renesmee, aku bersikeras mengajaknya pulang
ke pondok kami pada jam tidur. Jacob merasa lebih nyaman dalam wujud serigalanya
saat ini; ia lebih mudah menghadapi tekanan bila merasa siap bertempur. Kalau
saja aku bisa merasakan hal yang sama, bisa merasa siap. Ia berlari di hutan,
berpatroli lagi. Setelah Renesmee tidur nyenyak, aku membaringkannya di tempat tidur, kemudian
pergi ke ruang depan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaanku pada Edward.
Pertanyaan yang bisa kulontarkan, setidaknya salah satu hal tersulit adalah
menyembunyikan sesuatu dari Edward, walaupun aku beruntung ia tak bisa membaca
pikiranku. Edward berdiri membelakangiku, memandangi api unggun. "Edward, aku..."
Ia berbalik dan secepat kilat berjalan melintasi ruangan, tak sampai satu detik.
Aku baru mengenali ekspresi wajahnya yang garang ketika detik berikut bibirnya
sudah melumat bibirku, dan kedua lengannya memelukku erat seperti capitan baja.
Aku tidak memikirkan pertanyaan-pertanyaanku lagi sepanjang sisa malam itu.
Tidak butuh waktu lama bagiku untuk memahami suasana hatinya, bahkan merasakan
hal yang sama persis seperti yang ia rasakan.
Mulanya aku mengira butuh bertahun-tahun untuk menata gairah meluap-luap yang
kurasakan secara fisik terhadapnya. Kemudian berabad-abad untuk menikmatinya.
Kalau kami hanya punya waktu satu bulan untuk bersama... Well, entah bagaimana
aku bisa menerima bahwa ini bakal berakhir. Saat ini aku tak bisa berbuat apa-
apa kecuali bersikap egois. Yang kuinginkan hanya mencintainya sebanyak mungkin
selagi masih punya waktu.
Sulit rasanya melepaskan diri dari pelukannya kerika matahari terbit, tapi ada
tugas yang harus kami lakukan, tugas yang mungkin lebih sulit daripada pencarian
yang dilakukan seluruh anggota keluarga kami yang lain digabung menjadi satu.
Begitu membiarkan diriku memikirkan apa yang bakal terjadi, aku langsung tegang
urat-urat sarafku seperti direntangkan di atas rak, semakin lama semakin tipis.
"Kalau saja ada cara mendapatkan informasi yang kita butuhkan dari Eleazar
sebelum kita menceritakan kepada mereka tentang Nessie," gumam Edward sementara
kami terburu-buru berpakaian di ruang ganti berukuran besar yang mengingatkanku
pada Alice, sesuatu yang sedang tak ingin kuingat sekarang. "Untuk berjaga-jaga
saja."

Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi dia tidak akan memahami pertanyaan itu untuk bisa menjawabnya," aku
sependapat. "Menurutmu mereka mau memberi kita kesempatan untuk menjelaskan?"
"Entahlah." Kuangkat Renesmee yang masih tidur dari ranjangnya dan kudekap erat-erat hingga
rambut ikalnya menempel di wajahku; tubuhnya wangi sekali, begitu dekat,
mengalahkan bau lainnya. Aku tak bisa membuang-buang waktu sedetik pun. Banyak jawaban yang kubutuhkan,
dan aku tak tahu apakah aku akan punya banyak waktu berduaan saja dengan Edward
hari ini. Kalau semua berjalan baik dengan keluarga Tanya, mudah-mudahan kami
akan kedatangan tamu untuk jangka panjang.
"Edward, maukah kau mengajariku bertarung?" tanyaku, tubuhku tegang menunggu
reaksinya, ketika Edward sedang membukakan pintu untukku.
Reaksinya persis seperti yang kuduga. Ia membeku, lalu menyapukan pandangannya
kepadaku, seperti baru melihatku pertama kali. Matanya berhenti pada putri kami
yang tertidur dalam dekapanku.
"Kalaupun terjadi pertarungan, tak banyak yang bisa kita lakukan," elak Edward.
Aku menjaga suaraku tetap datar, "Apa kau tega membiarkan aku tidak bisa membela
diri?" Edward menelan ludah susah payah, lalu pintu itu bergetar, engsel-engselnya
berderit nyaring, sementara tangannya mencengkeram kuat. Lalu ia mengangguk.
"Kalau menurutmu begitu... kurasa kita bisa segera mulai berlatih begitu ada
kesempatan." Aku mengangguk dan kami berjalan menuju rumah besar. Kami tidak terburu-buru.
Aku bertanya-tanya dalam hati apa yang bisa kulakukan yang kuharap bisa membuat
perbedaan. Aku agak istimewa, dengan caraku sendiri- kalau memiliki pengendalian
diri yang supranatural bisa benar-benar dianggap istimewa. Apakah aku bisa
menggunakan kemampuan itu untuk sesuatu yang berguna"
"Menurutmu, apa keuntungan terbesar mereka" Apakah mereka memiliki kelemahan?"
Edward tak perlu bertanya untuk tahu bahwa yang kumaksud adalah keluarga
Volturi, "Alec dan Jane adalah senjata mereka yang paling hebat," jawab Edward tanpa
emosi, seolah-olah kami sedang membicarakan tim basket. "Para pemain belakang
mereka jarang melihat aksi sungguhan yang sebenarnya,"
"Karena Jane bisa membakarmu di tempat-secara mental, paling tidak. Apa yang
dilakukan Alec" Bukankah kau dulu pernah berkata dia bahkan lebih berbahaya
daripada Jane?" "Ya. Bisa dibilang, dia penangkal Jane. Jane membuatmu merasakan kesakitan yang
tak terbayangkan. Alec, sebaliknya, membuatmu tidak merasakan apa-apa. Sama
sekali tidak merasakan apa-apa. Kadang-kadang, kalau keluarga Volturi sedang
merasa ingin berbuat baik, mereka menyuruh Alec menganestesi seseorang sebelum
orang itu dieksekusi. Kalau orang itu sudah menyerah atau menyenangkan mereka
dengan cara lain." "Anestesi" Tapi bagaimana bisa itu malah lebih berbahaya daripada Jane?"
"Karena dia mematikan semua pancaindramu. Tidak merasa kesakitan, tapi juga
tidak bisa melihat, mendengar, ataupun mencium apa-apa. Benar-benar kehilangan
sensor. Kau hanya sendirian di tengah kegelapan. Kau bahkan takkan merasakannya
bila mereka membakarmu."
Aku bergidik. Inikah hal terbaik yang bisa kami harapkan" Tidak melihat atau
merasakan kematian ketika kematian itu datang"
"Itu membuat Alec sama berbahayanya dengan Jane," sambung Edward, masih dengan
nada datar, "dalam hal mereka berdua bisa melumpuhkanmu, menjadikanmu target
yang tak berdaya. Perbedaan di antara mereka adalah seperti Aro dan aku, Aro
hanya bisa mendengar pikiran satu orang. Jane hanya bisa menyakiti satu objek.
Sementara aku bisa mendengar pikiran semua orang pada saat bersamaan."
Aku merasa tubuhku dingin waktu memahami arah pembicaraan Edward. "Dan Alec bisa
melumpuhkan kita semua sekaligus pada saat bersamaan?" bisikku.
"Benar" jawab Edward, "Kalau dia menggunakan bakatnya untuk melawan kita, kita
semua akan buta dan tuli sampa mereka bisa membunuh kita-mungkin hanya dengan
membakar kita tanpa merasa perlu mencabik-cabik kita dulu Oh, kita bisa mencoba
melawan, tapi kemungkinan besar kita malah akan saling menyakiti dan bukannya
menyakiti salah seorang di antara mereka."
Kami berjalan sambil berdiam diri beberapa saat:
Sebuah ide terbentuk dalam benakku. Tidak terlalu menjanjikan, tapi lebih baik
daripada tidak sama sekali.
"Apakah menurutmu Alec pandai bertarung?" tanyaku. "Selain yang bisa dia
lakukan, maksudku. Kalau dia harus bertarung tanpa bakatnya. Aku ingin tahu
apakah dia pernah mencobanya... "
Edward melirikku tajam. "Apa yang kaupikirkan?"
Aku memandang lurus ke depan. "Well, mungkin dia tidak bisa melakukannya
terhadapku" Kalau yang dia lakukan itu seperti Aro, Jane, dan kau. Mungkin...
bila dia tidak pernah-benar harus membela diri- dan aku mempelajari beberapa
trik... " "Dia sudah berabad-abad bersama keluarga Volturi," Edward memotong kata-kataku,
suaranya berubah panik. Ia mungkin melihat bayangan yang sama dalam kepalaku:
keluarga Cullen berdiri tak berdaya, bagaikan pilar-pilar tak berpancaindra di
medan pembantaian-semua kecuali aku. Aku akan menjadi satu-satunya yang bisa
bertempur. "Ya, kau jelas imun terhadap kekuatannya, tapi kau tetap masih vampir
baru, Bella. Aku tak bisa membuatmu menjadi prajurit tangguh hanya dalam
beberapa minggu. Aku yakin dia pasti pernah mendapat pelatihan."
"Mungkin ya, mungkin tidak. Itu satu-satunya yang bisa ku lakukan, yang tak bisa
dilakukan orang lain. Jika aku bisa mengalihkan perhatiannya sebentar saja... "
Bisakah aku bertahan cukup lama untuk memberi kesempatan pada yang lain"
"Please, Bella," kata Edward dari sela-sela giginya yang terkutip rapat. "Kita
tidak perlu membicarakan hal ini."
"Bersikaplah logis."
"Aku akan berusaha mengajarimu apa yang kubisa, tapi kumohon jangan buat aku
berpikir untuk mengorbankanmu demi mengalihkan perhatian... " Ia tercekat, dan
tidak menyelesaikan kata-katanya.
Aku mengangguk. Aku akan menyimpan rencana ini sendiri kalau begitu. Pertama
Alec dan kemudian, kalau terjadi mukjizat dan aku bisa menang, Jane, Kalau aku
bisa menyeimbangkan keadaan-menyingkirkan kelebihan kekuatan keluarga Volturi
yang luar biasa itu. Mungkin dengan begitu akan ada kesempatan... pikiranku
berputar cepat. Bagaimana aku bisa mengalihkan perhatian atau bahkan mengalahkan
mereka" Jujur saja, buat apa Jane maupun Alec merasa perlu mempelajari teknik-
teknik bertarung" Aku tidak bisa membayangkan si kecil Jane yang pemarah
menyimpan kelebihannya, bahkan untuk belajar.
Kalau aku bisa membunuh mereka, betapa besar perbedaannya nanti.
"Aku harus mempelajari semuanya. Sebanyak yang bisa kau-jejalkan ke kepalaku
dalam satu bulan," bisikku.
Edward bersikap seolah-olah aku tidak bicara sama sekali.
Siapa berikutnya, kalau begitu" Sebaiknya aku merencanakan urutannya sehingga,
kalau aku masih hidup setelah menyerang Alec, aku tak perlu ragu-ragu lagi untuk
menyerang. Aku berusaha memikirkan situasi lain di mana kelebihanku mengendalikan diri bisa
menjadi keuntungan. Aku tak tahu banyak tentang apa yang dilakukan vampir-vampir
lain. Jelas prajurit-prajurit seperti kelix yang berbadan besar tak mungkin bisa
kutaklukkan. Aku hanya bisa berusaha membiarkan Emmett melakukan bagiannya dalam
hal itu. Aku juga tak tahu banyak mengenai para prajurit Volturi lainnya, selain
Demetri. Wajahku datar tanpa ekspresi saat mempertimbangkan Demetri. Tak diragukan lagi,
ia pasti piawai bertarung. Tak mungkin ia bisa bertahan begitu lama, selalu
menjadi ujung tombak setiap pertempuran. Dan ia pasti selalu memimpin, karena ia
pelacak mereka-pelacak terbaik di dunia, tak diragukan lagi. Kalau ada yang
lebih baik, keluarga Volturi pasti akan menggantikannya. Aro hanya mau memakai
yang terbaik. Kalau Demetri tidak ada, kami bisa kabur. Siapa pun dari kami yang masih
tersisa. Putriku, hangat dalam pelukanku... Seseorang bisa pergi bersamanya.
Jacob atau Rosalie, siapa pun yang tersisa.
Dan... kalau Demetri tidak ada, maka Alice dan Jasper akan aman selamanya.
Itukah yang dilihat Alice" Bagian di keluarga kami bisa berlanjut" Mereka
berdua, paling tidak. Haruskah aku marah pada Alice karena itu" "Demetri...," kataku.
"Demetri bagianku," tukas Edward dengan suara kaku keras. Aku cepat-cepat
menoleh dan kulihat ekspresinya berubah garang.
"Mengapa?" bisikku.
Mula-mula Edward tidak menjawab. Baru setelah kami sampai di sungai, akhirnya ia
berbisik, "Demi Alice. Ini satu-satunya ucapan terima kasih yang bisa kuberikan
padanya untuk lima puluh tahun terakhir."
Kalau begitu pikirannya sama dengan pikiranku.
Aku mendengar langkah-langkah Jacob yang berat menghantam tanah yang membeku
keras. Beberapa detik kemudian ia sudah mondar-mandir di sampingku, matanya yang
gelap terfokus pada Renesmee.
Aku mengangguk padanya, lalu kembali pada pertanyaan-pertanyaanku. Aku tak punya
banyak waktu. "Edward, mengapa menurutmu Alice menyuruh kita bertanya kepada Eleazar tentang
keluarga Volturi" Apakah belum lama ini dia pergi ke Italia" Apa yang mungkin
dia ketahui?" "Eleazar tahu semua yang berkaitan dengan keluarga Volturi, Aku lupa kalau kau
belum tahu. Dia dulu pernah bergabung dengan mereka."
Tanpa sengaja aku mendesis. Jacob menggeram di sampingku.
"Apa?" seruku kaget, benakku membayangkan kembali sosok lelaki rupawan berambut
gelap yang datang ke resepsi pernikahan kami dengan tubuh terbungkus jubah
panjang keabuan. Wajah Edward kini melembut-ia tersenyum kecil. "Eleazar sangat lembut. Dia tidak
begitu menyukai keluarga Volturi, tapi dia menghormati hukum dan tahu bahwa
hukum harus ditegakkan. Dia merasa sedang bekerja untuk hal yang lebih baik. Dia
tidak menyesal pernah bergabung bersama mereka, lapi ketika menemukan Carmen,
dia menemukan tempatnya di dunia ini. Mereka sangat mirip, keduanya penuh belas
kasih untuk ukuran vampir." Lagi-lagi ia tersenyum. "Mereka bertemu Tanya dan
saudari-saudarinya, dan tak pernah menoleh lagi ke belakang. Mereka sangat cocok
menjalani gaya hidup seperti ini. Kalaupun mereka tak pernah bertemu Tanya,
menurutku akhirnya mereka sendiri pasti akan menemukan cara untuk hidup tanpa
darah manusia." Gambar-gambar dalam benakku menggerombol. Aku tak bisa mencocokkannya. Prajurit
Volturi yang berbelas kasih"
Edward melirik Jacob dan menjawab pertanyaan yang timbul dalam pikirannya.
"Tidak, dia bukan prajurit mereka, bisa dibilang begitu. Dia memiliki bakat yang
mereka anggap sangat berguna."
Jacob pasti menanyakan pertanyaan berikutnya.
"Dia memiliki kemampuan mengetahui bakat secara instingtif-kemampuan ekstra yang
dimiliki vampir-vampir lain "jelas Edward. "Dia bisa memberi gambaran umum
kepada Aro tentang kelebihan apa yang dimiliki vampir tertentu hanya dengan
berada di dekat vampir tersebut. Ini sangat membantu bila keluarga Volturi maju
berperang. Ia bisa memperingatkan mereka bila seseorang di kelompok lawan
memiliki keahlian yang mungkin akan menyusahkan mereka. Itu kemampuan langka,
keahlian yang luar biasa bahkan untuk menyusahkan keluarga Volturi sesaat saja.
Lebih sering lagi, peringatan itu akan memberi Aro kesempatan untuk
menyelamatkan seseorang yang mungkin berguna baginya. Kelebihan Eleazar juga
berfungsi pada manusia, hingga batasan tertentu. Tapi ia benar-benar harus
berkonsentrasi, karena kemampuan laten itu sangat samar, Aro akan memintanya
mengetes orang-orang yang ingin bergabung, untuk melihat apakah mereka memiliki
potensi. Aro kecewa dia pergi,"
"Mereka membiarkan Eleazar pergi?" tanyaku. "Begitu saja?"
Senyum Edward lebih gelap sekarang, sedikit terpilin. "Keluarga Volturi bukan
penjahat seperti anggapanmu. Mereka pondasi kedamaian dan peradaban kita. Setiap
prajurit memilih melayani mereka. Itu sangat prestisius; mereka semua bangga
berada di sana, sama sekali tidak dipaksa" Aku menunduk dan memberengut.
"Mereka hanya dianggap bengis dan kejam oleh para kriminal, Bella."
"Kita bukan kriminal." Jacob mendengus setuju, "Mereka tidak tahu itu,"
"Apa kau benar-benar yakin kita bisa membuat mereka berhenti dan mendengarkan?"
Edward ragu-ragu sejenak, kemudian mengangkat bahu. "Kalau kita bisa mendapatkan
cukup banyak teman yang mau bersaksi untuk kita. Mungkin."
Kalau mendadak aku merasakan betapa mendesaknya apa yang harus kami lakukan hari
ini. Edward dan aku mulai bergerak lebih cepat, berlari. Jacob menyusul dengan
cepat, "Sebentar lagi Tanya pasti datang," kata Edward. "Kita harus bersiap-siap."
Tapi bersiap-siap bagaimana, Kami mengatur dan mengatur ulang, berpikir dan
berpikir ulang. Renesmee dilihat secara utuh" Atau disembunyikan lebih dulu"
Jacob di dalam ruangan" Atau di luar" Ia sudah meminta para anggota kawanannya
untuk berjaga-jaga di dekat situ, tapi tidak kelihatan. Apakah sebaiknya ia juga
melakukan hal yang sama"
Akhirnya, Renesmee, Jacob-dalam wujud manusianya lagi-dan aku menunggu di sudut
yang berseberangan dengan pintu depan di ruang makan, duduk di depan meja besar
yang berpelitur mengilat. Jacob membiarkanku memangku Renesmee; ia ingin menjaga
jarak kalau-kalau harus berubah wujud dengan cepat.
Walaupun aku senang bisa mendekap Renesmee dalam pelukanku, itu membuatku merasa
tidak berguna. Mengingatkan aku bahwa dalam pertarungan dengan vampir dewasa,
aku tak lebih dari target yang mudah dilumpuhkan; aku tak perlu membebaskan
tanganku dari memegang apa pun.
Aku berusaha mengingat Tanya, Kate, Carmen, dan Eleazar di pernikahanku. Wajah
mereka kabur dalam kenanganku yang buram. Yang kutahu hanyalah bahwa mereka-
rupawan, dua berambut pirang dan dua lagi cokelat. Aku tak ingat apakah ada
sorot kebaikan di mata mereka,
Edward bersandar tak bergerak di dinding jendela belakang, matanya menerawangi
pintu depan. Ia tidak terlihat seperti sedang menatap ruangan di hadapannya.
Kami mendengarkan mobil-mobil melesat di jalan tol, tak satu pun memperlambat
laju mereka. Renesmee meringkuk di leherku, tangannya memegangi pipiku tapi tidak ada gambar
apa-apa di kepalaku. Ia tidak memiliki gambaran untuk menjelaskan perasaannya
sekarang. "Bagaimana kalau mereka tidak suka padaku?" bisik Renesmee, dan mata kami
tertuju padanya. "Tentu saja mereka akan..." Jacob mulai berkata, tapi kubungkam dia dengan
tatapanku. "Mereka tidak memahamimu, Renesmee, karena mereka belum pernah bertemu seseorang
seperti kau," kataku, tak ingin membohonginya dengan janji-janji yang mungkin
takkan terkabul. "Masalahnya adalah, bagaimana membuat mereka mengerti."
Renesmee mendesah, dalam benaknya berkelebat gambar-gambar kami dalam satu
ledakan besar. Vampir, manusia, werewolf. Ia tidak termasuk di mana pun.
"Kau istimewa, itu bukan hal buruk."
Renesmee menggeleng tidak setuju. Ia memikirkan wajah-wajah kami yang muram dan
berkata, "Ini salahku."
"Bukan," Jacob, Edward, dan aku menyanggah berbarengan, tapi sebelum bisa
berdebat lebih jauh, kami mendengar suara yang kami tunggu-tunggu: suara mesin
mobil melambat di jalan tol, roda-roda berpindah dari aspal ke tanah gembur.
Edward melesat ke sudut untuk berdiri menunggu di dekat pintu, Renesmee
bersembunyi di rambutku. Jacob dan aku berpandang-pandangan dari seberang meja,
wajah kami tampak putus asa.
Mobil itu melaju cepat menembus hutan, lebih cepat daripada kalau Charlie atau
Sue yang mengemudi. Kami mendengar mobil itu memasuki padang rumput dan berhenti
di teras depan. Empat pintu terbuka dan menutup. Mereka tidak berbicara saat
melangkah mendekati pintu. Edward sudah membukanya sebelum mereka sempat
mengetuk. "Edward!" seru suara wanita penuh semangat. "Halo, Tanya. Kate, Eleazar,
Carmen." Ketiganya menggumamkan sapaan.
"Kata Carlisle dia perlu bicara dengan kami secepatnya," suara pertama berkata;
Tanya. Aku bisa mendengar mereka masih di luar. Aku membayangkan Edward berdiri
di pintu, menghalangi jalan masuk. "Ada apa" Persoalan dengan werewolf?"
Jacob memutar bola matanya.
"Tidak," jawab Edward. "Gencatan senjata kami dengan para werewolf justru lebih
kuat daripada yang sudah-sudah."
Seorang wanita terkekeh, "Kau tidak mau mempersilakan kami masuk, ya?" tanya Tanya. Lalu ia melanjutkan
tanpa menunggu jawaban. "Mana Carlisle?"
"Carlisle harus pergi."
Sejenak tidak terdengar apa-apa.
"Apa yang terjadi sebenarnya, Edward?" tuntut Tanya.
"Kuharap kalian mau mendengarkan dulu" Edward menjawab. "Ada sesuatu yang sulit
dijelaskan, dan aku ingin kalian membuka pikiran sampai kalian mengerti."


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Carlisle baik-baik saja, kan?" suara lelaki bertanya cemas. Eleazar,
"Tak seorang pun di antara kami baik-baik saja, Eleazar" jawab Edward, lalu ia
menepuk-nepuk sesuatu, mungkin bahu Eleazar. "Tapi secara fisik Carlisle baik-
baik saja," "Secara fisik?" tanya Tanya tajam, "Apa maksudmu?"
"Maksudku seluruh keluargaku berada dalam bahaya besar. Tapi sebelum
menjelaskan, kuminta kalian berjanji. Dengarkan semua yang kukatakan sebelum
kalian bereaksi. Kumohon kalian mendengarkan penjelasanku."
Kesunyian yang lebih lama menyambut petmintaannya. Di tengah kesunyian yang
menyesakkan itu, Jacob dan aku saling memandang tanpa kata. Bibir Jacob yang
merah memucat. "Kami akan mendengarkan," kata Tanya akhirnya. "Kami akan mendengar semua
penjelasanmu sebelum menghakimi."
"Terima kasih. Tanya," seru Edward sungguh-sungguh. "Kami takkan melibatkanmu
dalam masalah ini seandainya kami punya pilihan."
Edward menepi. Kami mendengar empat pasang kaki berjalan melewati ambang
pintu. Seseorang mengendus. "Aku tahu para werewolf itu terlibat," gerutu Tanya.
"Benar, dan mereka ada di pihak kami. lagi." Peringatan itu membungkam Tanya.
"Mana Bella-mu?" tanya salah seorang wanita. "Bagaimana keadaannya?"
"Dia akan bergabung dengan kita sebentar lagi. Dia baik-baik saja, terima kasih.
Dia menjalani kehidupan barunya sebagai makhluk imortal dengan sangat baik"
"Ceritakan pada kami tentang bahaya itu, Edward," pinta Tanya pelan. "Kami akan
mendengarkan, dan kami akan ada di pihakmu, karena memang di sanalah tempat
kami." Edward menghela napas dalam-dalam. "Aku ingin kalian bersaksi untuk diri kalian
dulu. Dengar-di ruangan lain. Apa yang kalian dengar?"
Suasana senyap, kemudian terdengar gerakan.
"Dengarkan dulu, please" pinta Edward.
"Werewolf, dugaanku. Aku bisa mendengar detak jantungnya," kata Tanya.
"Apa lagi?" tanya Edward,
Sejenak tak terdengar apa-apa.
"Suara apa itu yang menggelepar-gelepar?" Kate atau Carmen bertanya. "Apakah
itu... semacam burung?"
"Bukan, tapi ingatlah apa yang kalian dengar. Sekarang, kalian mencium bau apa"
Selain bau werewolf?"
"Apakah ada manusia di sana?" bisik Eleazar.
"Bukan," sergah Tanya. "Itu bukan manusia... tapi lebih dekat ke manusia
daripada bau-bau lain yang ada di sini. Apa itu, Edward" Rasanya aku tak pernah
mencium bau itu sebelumnya"
"Memang belum pernah, Tanya. Please, please ingat bahwa ini sesuatu yang
sepenuhnya baru bagi kalian. Buang jauh-jauh segala prasangka kalian."
"Aku sudah berjanji akan mendengarkan, Edward,"
"Baiklah, kalau begitu. Bella" Bawa Renesmee, please"
Kakiku kebas, tapi aku tahu itu hanya perasaanku. Kupaksa diriku untuk tidak
menahan langkah, tidak berjalan tersaruk-saruk, ketika aku berdiri dan berjalan
beberapa meter mengitari sudut ruangan. Panas yang terpancar dari tubuh Jacob
membara dekat di belakangku saat ia membayangi langkah-langkahku.
Aku memasuki ruangan yang lebih besar kemudian membeku, tak mampu memaksa diriku
maju lebih jauh lagi. Renesmee menghela napas dalam-dalam dan mengintip dari
balik rambutku, bahunya yang kecil mengejang kaku, bersiap menghadapi penolakan.
Kusangka aku sudah siap menghadapi reaksi mereka. Siap menerima tuduhan,
teriakan, atau perasaan tertekan yang membuat seseorang terpaku tak bisa
bergerak. Tanya bergerak mundur, cepat sekali, empat langkah, rambut stroberinya yang ikal
bergetar, seperti manusia yang bertemu ular berbisa. Kate melompat jauh ke
belakang, sampai ke pintu depan, dan berpegangan pada dinding di sana. Desisan
shock terlontar dari sela-sela giginya yang terkatup rapat. Eleazar melontarkan
dirinya di depan Carmen dengan posisi membungkuk yang protektif.
"Oh please" kudengar Jacob protes dengan suara pelan.
Edward merangkulku dan Renesmee, "Kalian sudah berjanji akan mendengarkan," ia
mengingatkan mereka. "Ada hal-hal yang tidak bisa didengar!" seru Tanya. "Bisa-bisanya kau berbuat
begitu, Edward" Apa kau tidak tahu apa artinya ini?"
"Kita harus pergi dari sini," seru Kate cemas, tangannya memegang gagang pintu.
"Edward... " Eleazar sepertinya tak tahu harus mengatakan apa.
"Tunggu," pinta Edward, suaranya lebih keras sekarang. Ingat apa yang kalian
dengar, apa yang kalian cium, Renesmee tidak seperti yang kalian kira."
Kisah Para Pendekar Pulau Es 7 Fear Street - Musim Panas Berdarah One Evil Summer Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 32
^