Pencarian

Breaking Dawn 10

Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer Bagian 10


"Tidak ada pengecualian dalam aturan ini, Edward," Tanya balas membentak.
"Tanya," sergah Edward tajam, "kau bisa mendengar detak jantungnya! Berhenti dan
pikirkan apa artinya itu."
"Detak jantungnya"'' bisik Carmen, mengintip dari balik bahu Eleazar,
"Dia. Bukan anak vampir murni," jawab Edward, mengarahkan perhatiannya pada
ekspresi Carmen yang tidak terlalu garang. "Dia setengah manusia"
Keempat vampir itu menatap Edward seolah-olah ia berbicara dalam bahasa yang
tidak mereka pahami. "Dengarkan aku." Suara Edward berubah sehalus beledu, bernada membujuk,
"Renesmee tak ada duanya. Aku ayahnya, bukan penciptanya-tapi ayah biologisnya,"
Tanya menggeleng-gelengkan kepala pelan. Sepertinya ia tidak menyadarinya.
"Edward, kau tak bisa mengharapkan kami untuk.,,," Eleazar hendak berkata.
"Katakan padaku penjelasan lain yang lebih pas, Eleazar, Kau bisa merasakan
panas tubuhnya di udara. Darah mengalir dalam pembuluh darahnya, Eleazar, Kau
bisa menciumnya." "Bagaimana?" desah Kate,
"Bella adalah ibu biologisnya," Edward menjelaskan, "Dia mengandung dan
melahirkan Renesmee saat masih menjadi manusia. Pengalaman itu nyaris membuatnya
terbunuh. Aku berjuang sekuat tenaga memasukkan racun ke jantung Bella untuk
menyelamatkannya." "Aku belum pernah mendengar tentang hal semacam ini," tukas Eleazar. Bahunya
masih tegak, ekspresinya dingin.
"Hubungan fisik antara vampir dan manusia bukan hal lazim" jawab Edward,
terdengar secercah nada humor dalam suaranya. "Manusia yang selamat dari
hubungan semacam itu bahkan lebih jarang lagi. Kalian sependapat bukan, sepupu-
sepupu?" Baik Kate maupun Tanya memberengut padanya;
"Lihatlah, Eleazar. Kau tentu bisa melihat kemiripannya."
Carmen-lah yang merespons perkataan Edward. Ia maju mengitari Eleazar,
mengabaikan peringatannya yang tidak begitu jelas artikulasinya, dan berjalan
hati-hati untuk berdiri tepat di depanku. Ia membungkuk sedikit, memandangi
wajah Renesmee dengan saksama,
"Sepertinya matamu mirip MATA ibumu," kata Carmen dengan suara pelan dan tenang,
"tapi wajahmu mirip ayahmu." Kemudian, seolah, tak kuasa menahan diri, ia
tersenyum pada Renesmee, Renesmee menjawabnya dengan senyum cemerlang. Ia menyentuh wajahku tanpa
memalingkan wajah dari Carmen. Ia membayangkan menyentuh wajah Carmen, bertanya
apakah itu boleh. "Apakah kau keberatan kalau Renesmee menceritakan padamu tentang dirinya?"
tanyaku pada Carmen. Aku masih terlalu tertekan untuk berbicara lebih dari
sekadar berbisik. "Dia punya kemampuan menjelaskan berbagai hal"
Carmen masih tersenyum pada Renesmee. "Kau bisa bicara, mungil?"
"Ya," jawab Remesmee, suaranya melengking tinggi. Seluruh keluarga Tanya
tersentak mendengar suaranya, kecuali Carmen, " Tapi aku bisa menunjukkan padamu
lebih daripada yang bisa kukatakan."
Ia meletakkan tangan mungilnya yang montok ke pipi Carmen,
Carmen mengejang seperti kesetrum. Secepat kilat Eleazar langsung berdiri di
sampingnya, kedua tangan memegang bahu Carmen seolah ingin menyentakkannya jauh-
jauh. "Tunggu," pinta Carmen terengah, matanya yang tidak berkedip terkunci pada mata
Renesmee. Beberapa saat Renesmee "menunjukkan" penjelasannya kepada Carmen. Wajah Edward
tekun menyimak saat ia menonton bersama Carmen, dan aku sangat berharap bisa
mendengar apa yang didengarnya. Jacob bergerak-gerak tak sabar di belakangku,
dan aku tahu ia juga mengharapkan yang sama.
"Apa yang ditunjukkan Nessie padanya?" gerutu Jacob pelan.
"Semuanya," gumam Edward.
Satu menit lagi berlalu, kemudian Renesmee menurunkan tangannya. Ia tersenyum
penuh kemenangan pada vampir yang terperangah itu.
"Dia benar-benar putrimu, ya?" desah Carmen, mengarahkan mata hijaunya yang
lebar ke wajah Edward. "Sungguh bakat yang luar biasa! Itu hanya bisa diturunkan
dari ayah yang sangat berbakat."
"Percayakah kau pada apa yang dia tunjukkan?" tanya Edward, ekspresinya
serius. "Tanpa ragu," jawab Carmen sederhana. Wajah Eleazar kaku karena kalut, "Carmen!"
Carmen meraih kedua tangan Eleazar dan meremasnya, "Walaupun sepertinya
mustahil, Edward mengatakan yang sebenarnya. Biarkan anak itu menunjukkannya
sendiri padamu." Carmen menyenggol Eleazar agar lebih mendekat kepadaku, kemudian menganggukkan
kepala pada Renesmee. "Tunjukkan padanya, mi querida"
Renesmee nyengir, jelas-jelas gembira melihat penerimaan Carmen, dan menyentuh
dahi Eleazar dengan sentuhan ringan,
"Ay caray!" sembur Eleazar, melompat menjauhinya.
"Apa yang dia katakan padamu?" tuntut Tanya, beringsut mendekat dengan sikap
waswas. Kate juga ikut beringsut maju,
"Dia hanya ingin menunjukkan cerita tentang dirinya" Carmen memberitahu Eleazar
dengan nada menenangkan. Renesmee mengerutkan kening dengan sikap tak sabar, "lihat, please" perintahnya
pada Eleazar. Ia mengulurkan tangan, menyisakan sedikit jarak antara jari-
jarinya dengan wajah Eleazar, menunggu.
Eleazar menatap Renesmee dengan pandangan curiga, kemudian melirik Carmen, minta
pertolongan. Carmen mengangguk dengan sikap menyemangati. Eleazar menghela napas
dalam-dalam lalu mencondongkan badan lebih dekat sampai keningnya menyentuh
tangan Renesmee lagi. Ia bergidik ketika itu dimulai, tapi kali ini ia tetap diam, memejamkan mata,
berkonsentrasi. "Ahhh," desah Eleazar ketika matanya terbuka kembali beberapa menit kemudian.
"Aku mengerti."
Renesmee tersenyum padanya. Eleazar ragu-ragu, kemudian menyunggingkan senyum
sedikit ragu sebagai balasan.
"Eleazar?" tanya Tanya.
"Itu semua benar, Tanya. Ini memang bukan anak imortal, dia setengah manusia.
Mari. Lihat saja sendiri."
Tanpa bersuara Tanya berdiri waswas di depanku, kemudian Kate, keduanya tampak
shock ketika gambar pertama menghantam mereka lewat sentuhan Renesmee. Namun,
sama seperti Carrnen dan Eleazar, tampaknya mereka langsung jatuh hati begitu
Renesmee selesai menunjukkan semuanya.
Aku melayangkan pandangan ke wajah Edward yang datar, bertanya-tanya mungkinkah
memang semudah ini. Mata emasnya tampak jernih, tidak berbayang. Tak ada tipuan
dalam hal ini kalau begitu.
"Terima kasih sudah mendengarkan" ujar Edward pelan,
"Tapi kau tadi mengingatkan kami akan adanya bahaya besar," Tanya berkata.
"Tidak langsung dari anak ini, kalau begitu, tapi tentu dari keluarga Volturi.
Bagaimana mereka bisa tahu mengenai dia" Kapan mereka datang?"
Aku tidak terkejut melihatnya begitu cepat mengerti. Soalnya, siapa lagi yang
bisa mengancam keluarga sekuat keluargaku" Hanya keluarga Volturi,
"Ketika Bella melihat Irina di pegunungan hari itu," Edward menjelaskan, "dia
sedang bersama Renesmee,"
Kate mendesis, matanya menyipit, "Jadi Irina yang melakukannya" Kepada kalian"
Kepada Carlisle" Irina?"
"Tidak," bisik Tanya. "Orang lain..."
"Alice melihatnya pergi menemui mereka," kata Edward. Aku penasaran apakah yang
lain-lain menyadari sikap Edward yang meringis sedikit saat menyebut nama Alice.
"Tega-teganya dia berbuat begitu?" tanya Eleazar, tidak kepada siapa-siapa.
"Bayangkan bila kau melihat Renesmee dari jauh. Bila kau tidak menunggu
penjelasan kami" Mata Tanya mengeras. "Tak peduli apa pun yang dia pikirkan... kalian tetap
keluarga kami." "Kita tidak bisa melakukan apa-apa lagi berkaitan dengan pilihan Irina sekarang.
Sudah terlambat, Alice memberi kami waktu satu bulan,"
Baik Tanya maupun Eleazar sama-sama menelengkan kepala. Alis Kate bertaut.
"Sebegitu lama?" tanya Eleazar,
"Mereka semua akan datang. Itu pasti butuh persiapan." Eleazar terkesiap.
"Seluruh pengawal?"
"Bukan hanya pengawal," jawab Edward, dagunya mengeras. "Aro, Caius, Marcus.
Bahkan istri mereka juga."
Shock menyaput wajah mereka semua,
"Mustahil" sergah Eleazar bingung,
"Dua hari lalu aku pun akan mengatakan hal yang sama," kata Edward.
Eleazar merengut, dan saat bicara suaranya nyaris terdengar seperti geraman.
"Tapi itu tak masuk akal. Mengapa mereka sampai membahayakan diri sendiri dan
para istri mereka?" "Memang tidak masuk akal kalau dilihat dari sisi itu. Menurut Alice ini lebih
dari sekadar penghukuman atas apa yang mereka kira telah kami lakukan. Menurut
Alice, kalian pasti bisa membantu kami."
"Lebih dari sekadar penghukuman" Apa lagi kalau begitu?" Eleazar mulai mondar-
mandir, merangsek menuju pintu belakang dan kembali lagi, seolah-olah ia
sendirian di sini, alisnya berkerut sementara ia menunduk memandangi lantai.
"Di mana yang lain-lain, Edward" Carlisle dan Alice dan yang lainnya?" tanya
Tanya. Keraguan Edward nyaris tak kentara. Ia hanya menjawab sebagian pertanyaan itu.
"Mencari teman-teman yang mungkin bisa membantu kami"
Tanya mencondongkan badan ke arahnya, mengulurkan kedua tangannya ke depan.
"Edward, tak peduli berapa pun banyaknya teman yang berhasil kalian kumpulkan,
kami tidak bisa membantumu menang. Kami hanya bisa mati bersamamu, kau pasti
tahu itu. Tentu saja, mungkin kami berempat pantas mendapatkan itu setelah apa
yang dilakukan Irina sekarang, setelah bagaimana kami gagal membantu kalian di
masa lalu-waktu itu juga demi dia."
Edward cepat-cepat menggeleng. "Kami tidak memintamu bertempur dan mati bersama
kami, Tanya. Kau tahu Carlisle takkan pernah meminta itu."
"Kalau begitu apa, Edward?"
"Kami hanya mencari saksi-saksi. Kalau kami bisa membuat mereka berhenti,
sebentar saja. Kalau mereka mau memberi kami kesempatan menjelaskan..,"
Disentuhnya pipi Renesmee; bocah itu menyambar tangan Edward dan menempelkannya
ke kulitnya. "Sulit meragukan cerita kami kalau kau sudah melihatnya sendiri."
Tanya mengangguk lambat-lambat. "Kaupikir masa lalu Renesmee akan sangat berarti
bagi mereka?" "Hanya sebagai petunjuk akan masa depannya. Tujuan pokok pembatasan adalah agar
keberadaan kita tidak diketahui manusia, dari terlalu berlebihnya anak-anak yang
tak bisa dijinakkan."
"Aku tidak berbahaya sama sekali," sela Renesmee. Aku mendengarkan suaranya yang
tinggi dan jernih dengan telinga baru, membayangkan bagaimana kedengarannya di
telinga pihak lain. "Aku tidak pernah menyakiti Grandpa atau Sue atau Billy. Aku
cinta manusia. Dan werewolf-werewolf seperti Jacobku," Ia melepaskan tangan
Edward untuk mengulurkan tangan ke belakang dan menepuk-nepuk lengan Jacob,
Tanya dan Kate saling melirik cepat.
"Seandainya Irina tidak keburu datang," renung Edward, "kami pasti bisa
menghindari semua ini. Renesmee tumbuh sangat cepat. Lewat bulan ini,
pertumbuhan yang akan dia capai setara dengan perkembangan selama enam bulan."
"Well, kami bisa bersaksi tentang itu," kata Carmen dengan nada tegas, "Kami
bisa bersumpah melihatnya bertumbuh dengan mata kepala kami sendiri. Bagaimana
mungkin keluarga Volturi mengabaikan bukti semacam itu?"
Eleazar bergumam, "Benar, bagaimana?" tapi ia tidak mendongak, dan terus saja
mondar-mandir seolah tidak memerhatikan sama sekali.
"Ya, kami bisa bersaksi untukmu," kata Tanya, "Kalau hanya itu, tentu bisa. Kami
akan mempertimbangkan apa lagi yang bisa kami lakukan,"
"Tanya," protes Edward, mendengar lebih dalam pikirannya daripada yang terucap,
"Kami tidak mengharapkan kau ikut bertempur bersama kami,"
"Seandainya keluarga Volturi tak mau berhenti sebentar untuk mendengarkan
kesaksian kami, kami tak mungkin hanya berpangku tangan" sergah Tanya. "Tentu
saja, seharusnya aku hanya bicara atas nama pribadi,"
Kate mendengus, "Kau benar-benar meragukanku, ya?"
Tanya tersenyum lebar. "Ini memang misi bunuh diri, bagaimanapun juga,"
Kate balas nyengir dan mengangkat bahu dengan sikap cuek, "Aku ikut."
"Aku juga akan melakukan sebisaku untuk melindungi anak ini," Carmen sependapat.
Kemudian, seolah tak kuasa menahan diri, ia mengulurkan kedua lengannya kepada
Renesmee. "Boleh aku menggendongmu, bebe linda?"
Renesmee menggapai dengan penuh semangat, senang dengan teman barunya. Carmen
mendekapnya erat-erat, berbisik padanya dalam bahasa Spanyol.
Persis seperti waktu bertemu Charlie, dan sebelumnya, dengan seluruh anggota
keluarga Cullen. Renesmee memang menggemaskan. Apakah yang ada dalam diri
Renesmee yang mampu menarik semua orang kepadanya, membuat semua orang bahkan
rela mempertaruhkan nyawa untuk membelanya"
Sesaat aku berpikir mungkin upaya kami ini bisa berhasil. Mungkin Renesmee mampu
melakukan yang mustahil dan merebut hati musuh-musuh kami seperti ia merebut
hati teman-teman kami. Kemudian aku teringat Alice telah meninggalkan kami, dan harapanku seketika itu
lenyap, secepat kemunculannya.
31. BERBAKAT "apa peran para werewolf dalam hal ini?" tanya Tanya kemudian, mengamati
Jacob. Jacob sudah berbicara sebelum Edward sempat menjawab. "Kalau keluarga Volturi
tak mau berhenti untuk mendengar tentang Nessie, maksudku Renesmee," ia
mengoreksi ucapannya sendiri, teringat Tanya takkan memahami nama panggilannya
yang tolol itu, "kami yang akan menghentikan mereka."
"Sangat pemberani, Nak, tapi pejuang yang lebih berpengalaman darimu pun
mustahil melakukannya."
"Kau tak tahu apa yang bisa kami lakukan."
Tanya mengangkat bahu. "Itu hidupmu sendiri, jelas, jadi terserah bagaimana kau
mau menggunakannya."
Mata Jacob berkelebat pada Renesmee-masih dalam dekapan Carmen bersama Kate yang
berdiri di dekat mereka- dan tampak jelas sorot rindu di matanya,
"Dia istimewa, bocah mungil itu," renung Tanya. "Menggemaskan."
"Keluarga yang sangat berbakat," gumam Eleazar sambil mondar-mandir. Temponya
semakin cepat; ia berkelebat dari pintu ke Carmen dan kembali lagi dalam
hitungan detik. "Ayah pembaca pikiran, ibu perisai, kemudian entah daya magis
apa yang dikeluarkan bocah luar biasa ini sehingga kita semua terpesona padanya.
Heran juga aku, apakah ada istilah untuk bakat yang dimilikinya, atau ini memang
normal untuk vampir hibrida. Kalau hal semacam itu bisa dianggap normal! Vampir
hibrida, benar!" "Maafkan aku," sela Edward, suaranya terperangah. Ia mengulurkan tangan dan
menangkap bahu Eleazar saat ia hendak berbalik lagi menuju pintu."Tadi kau
menyebut istriku apa?"
Eleazar menatap Edward dengan sikap ingin tahu, sejenak untuk berhenti mondar-
mandir. "Perisai, kupikir. Dia menghalangiku sekarang, jadi aku tak bisa
memastikannya." Kutatap Eleazar dengan kening berkerut bingung. Perisai" Apa maksudnya aku
menghalangi dia" Aku hanya berdiri di diam di sebelahnya, sama sekali tak
bersikap defensif. "Perisai?" ulang Edward, tercengang.
"Ayolah, Edward! Kalau aku tidak bisa membaca pikirannya, aku ragu kau juga
bisa. Bisakah kau mendengar pikirannya sekarang ini?" tanya Eleazar.
"Tidak," gumam Edward. "Tapi aku memang tak pernah bisa membaca pikirannya.
Bahkan sewaktu dia masih menjadi manusia.
"Tidak pernah?" Eleazar mengerjapkan mata. "Menarik. Itu mengindikasikan bakat
laten yang sangat kuat, kalau sudah bermanifestasi bahkan sebelum transformasi.
Aku tak bisa menembus perisainya sama sekali. Padahal dia masih hijau - dia kan
baru berumur beberapa bulan." Tatapan yang ditujukannya pada Edward sekarang
nyaris putus asa. "Dan rupanya dia benar-benar tidak menyadari apa yang dia
lakukan. Sama sekali tidak sadar. Ironis. Aro mengirimku ke seluruh penjuru
dunia untuk mencari anomali-anomali semacam ini, tapi kau menemukannya begitu
saja dan bahkan tidak menyadari apa yang kaumiliki," Eleazar menggeleng-geleng
tak percaya. Keningku berkerut, "Maksudmu apa" Bagaimana bisa aku ini perisai" Apa artinya
itu?" Yang ada dalam bayanganku hanya perisai baju zirah para kesatria abad
pertengahan. Eleazar menelengkan kepala sambil mengamatiku, "Kurasa kami dulu terlalu formal
mengenainya sehubungan dengan pengawal. Sebenarnya, mengategorikan bakat adalah
hal yang subjektif dan sedikit acak; setiap bakat itu unik, tidak pernah


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditemukan dua bakat yang sama persis. Tapi kau, Bella, cukup mudah untuk
diklasifikasikan. Bakat yang murni defensif, yang melindungi sebagian aspek
pemiliknya, selalu disebut sebagai perisai. Pernahkah kau menguji kemampuanmu"
Menghalangi orang lain selain aku dan pasanganmu?"
Butuh beberapa detik, walau bagaimanapun cepatnya otak baruku bekerja, untuk
mengorganisir jawabanku, "Ini hanya efektif dalam beberapa hal," kataku, "Isi kepalaku bisa dibilang
bersifat,,, pribadi. Tapi itu tidak menghalangi Jasper mempermainkan suasana
hatiku atau Alice melihat masa depanku,"
"Murni pertahanan mental" Eleazar mengangguk-angguk, "Terbatas, tapi kuat,"
"Aro tak bisa mendengar pikirannya," sela Edward, "Walaupun Bella masih manusia
waktu mereka bertemu."
Mata Eleazar membelalak. "Jane mencoba menyakitiku, tapi tidak bisa," aku menambahkan. "Menurut Edward,
Demetri tak bisa menemukanku, dan Alec juga tidak bisa macam-macam denganku. Itu
bagus, tidak?" Eleazar, masih ternganga, mengangguk. "Sangat."
"Perisai!" seru Edward, suaranya berlumur nada puas. "Tak terpikir olehku. Satu-
satunya perisai yang pernah kutemui sebelumnya adalah Renata, tapi yang dia
lakukan sangat berbeda."
Eleazar sedikit pulih dari kekagetan. "Ya, tak ada bakat yang bermanifestasi
secara persis sama, karena tak ada orang yang pernah berpikir secara persis
sama." "Siapa Renata" Apa yang dia lakukan?" tanyaku. Renesmee juga tertarik,
mencondongkan tubuh menjauhi Carmen supaya ia bisa melihat tanpa terhalang Kate.
"Renata adalah pengawal pribadi Aro," Eleazar menjelaskan. "Jenis perisai yang
sangat praktis, dan sangat kuat."
Samar-samar aku ingat sekelompok kecil vampir yang berdiri di dekat Aro di
menara menyeramkan itu, sebagian pria, sebagian wanita. Aku tak ingat wajah para
wanitanya dalam kenangan yang tidak mengenakkan dan menakutkan itu. Salah satu
pasti Renata. "Aku jadi penasaran,..," renung Eleazar. "Begini, Renata perisai yang sangat
kuat menangkis serangan fisik. Kalau ada yang mendekati dia-atau Aro, karena
Renata selalu berada di samping Aro saat situasi genting-orang itu akan...
dialihkan. Ada kekuatan di sekelilingnya yang bersifat menolak, meski nyaris tak
kentara. Tahu-tahu kau mendapati dirimu melangkah ke arah yang berbeda dari yang
kaurencanakan semula, dengan pikiran bingung mengapa kau ingin pergi ke sana. Ia
bisa melontarkan perisainya beberapa merer darinya. Ia juga melindungi Caius dan
Marcus kalau dibutuhkan, tapi prioritasnya adalah Aro.
"Tapi yang dia lakukan sebenarnya bukan secara fisik. Seperti sebagian besar
bakat yang kita miliki, bakat itu berasal dari pikiran. Kalau dia berusaha
menghalangimu untuk maju, aku penasaran siapa yang akan menang?"
"Momma, kau istimewa" Renesmee mengatakan padaku tanpa nada terkejut, seperti
mengomentari warna bajuku saja.
Aku merasa kehilangan orientasi. Bukankah aku sudah mengetahui bakatku" Aku
memiliki pengendalian diri super sehingga langsung bisa melewati tahun pertama
yang mengerikan sebagai vampir baru. Vampir hanya memiliki paling banyak satu
kemampuan ekstra, bukan"
Atau perkiraan Edward memang benar sejak awal" Sebelum Carlisle mengatakan
pengendalian diriku bisa jadi bukan sesuatu yang natural, Edward menganggapnya
hanya hasil persiapan yang baik-fokus dan sikap, begitu katanya waktu itu.
Mana yang benar" Apakah ada lagi yang bisa kulakukan" Nama dan kategori untuk
bakat yang kumiliki"
"Bisakah kau memproyeksikan?" tanya Kate tertarik.
"Memproyeksikan?" aku balas bertanya.
"Mendorongnya keluar dari dalam dirimu," Kate menjelaskan. "Menamengi orang lain
selain dirimu." "Aku tak tahu. Aku belum pernah mencobanya. Aku tidak tahu kalau seharusnya aku
berbuat begitu." "Oh, mungkin juga kau tidak bisa," Kate buru-buru berkata. "Asal tahu saja, aku
sudah berlatih berabad-abad, tapi yang bisa kulakukan hanya mengeluarkan aliran
listrik ke sekujur tubuhku."
Kupandangi dia, bingung. "Kate memiliki keahlian menyerang" jelas Edward. "Hampir seperti Jane," Otomatis
aku tersentak menjauhi Kate, dan ia tertawa.
"Aku tidak sadis dalam hal itu" ia meyakinkanku. "Itu hanya sesuatu yang bisa
digunakan saat bertempur."
Kata-kata Kate mulai meresap, mulai membentuk arti. Menamengi orang lain selain
dirimu, begitu katanya tadi. Seolah-olah ada cara lain bagiku untuk memasukkan
orang lain dalam pikiranku yang aneh dan sunyi ini.
Aku ingat bagaimana Edward menggeliat-geliat kesakitan di bebatuan kuno menara
kastil keluarga Volturi. Walaupun itu ingatan manusia, namun gambaran itu lebih
tajam, lebih menyakitkan daripada sebagian besar kenangan lain -seolah-olah
gambaran itu sudah terpatri kuat dalam sel-sel otakku.
Bagaimana kalau aku bisa mencegah hal itu terulang kembali" Bagaimana kalau aku
bisa melindungi Edward" Melindungi Renesmee" Bagaimana kalau ada sedikit saja
kemungkinan aku bisa menamengi mereka juga"
"Kau harus mengajariku bagaimana melakukannya!" desakku, menyambar lengan Kate
tanpa berpikir. "Kau harus menunjukkan padaku bagaimana caranya!"
Kate meringis karena cengkeramanku. "Mungkin-asal kau berhenti berusaha
meremukkan tulang lenganku"
"Uuups! Maaf!" "Kau menamengi, jelas," kata Kate. "Gerakan itu seharusnya menyetrum lenganmu
tadi. Kau tidak merasakan apa-apa barusan?"
"Sebenarnya itu tak perlu, Kate. Dia kan tidak bermaksud mencederaimu," gerutu
Edward pelan. Tak seorang pun dari kami menggubrisnya.
"Tidak, aku tidak merasa apa-apa. Memangnya kau tadi mengalirkan sengatan
listrik?" "Ya. Hmm. Aku belum pernah bertemu orang yang tidak bisa merasakannya, baik
imortal maupun bukan."
"Katamu tadi kau memproyeksikannya" Dari kulitmu?" Kate mengangguk. "Dulu hanya
bisa dari telapak tangan. Seperti Aro."
"Atau Renesmee," sela Edward,
"Tapi setelah sering berlatih, aku bisa memancarkan listrik dari sekujur
tubuhku. Itu pertahanan diri yang bagus. Siapa pun yang berusaha menyentuhku
langsung terkapar, seperti disengat listrik. Hanya melumpuhkan selama satu
detik, tapi itu sudah cukup lama."
Aku hanya separo mendengarkan penjelasan Kate, otakku berputar memikirkan
kemungkinan aku bisa melindungi keluarga kecilku asalkan bisa belajar cukup
cepat. Dengan sepenuh hati aku berharap bisa memproyeksikan dengan baik, seperti
kemampuanku dalam berbagai aspek lain dalam kehidupanku sebagai vampir.
Kehidupan manusiaku tidak mempersiapkanku menerima hal-hal yang datang dengan
sendirinya, dan aku tak mampu meyakinkan diriku bahwa bakat ini akan bertahan.
Rasanya aku tak pernah menginginkan hal lain sebesar aku menginginkan hal ini:
bisa melindungi orang-orang yang kucintai.
Karena begitu sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tidak memerhatikan percakapan
tanpa suara antara Edward dan Eleazar hingga akhirnya mereka sama-sama bersuara.
"Bisakah kau memikirkan satu pengecualian?" tanya Edward.
Aku menoleh untuk memahami komentarnya, dan menyadari semua orang memandangi
kedua lelaki itu. Mereka saling mencondongkan badan dengan sikap bersungguh-
sungguh, ekspresi Edward tegang akibat kecurigaan, sementara Eleazar tampak
tidak senang dan enggan. "Aku tidak mau memikirkan mereka dengan cara seperti itu" kata Eleazar dengan
gigi terkatup rapat. Aku kaget melihat perubahan suasana yang mendadak.
"Kalau kau benar... " Eleazar mulai bicara lagi.
Edward memotongnya, "Itu pikiranmu, bukan pikiranku."
"Kalau aku benar.. , aku bahkan tak bisa memahami apa artinya. Itu akan mengubah
segala sesuatu di dunia yang kita ciptakan ini. Itu akan mengubah arti hidupku.
Dunia di mana aku selama ini menjadi bagiannya."
"Niatmu selalu yang terbaik, Eleazar,"
"Apakah itu penting" Apa yang sudah kulakukan" Berapa banyak nyawa.,,"
Tanya memegang bahu Eleazar dengan sikap menghibur, "Apa yang terlewatkan oleh
kami, Sobat" Aku ingin tahu supaya bisa mendebat pikiran-pikiran ini. Kau tidak
pernah melakukan apa-apa yang membuatmu pantas menghukum dirimu sendiri dengan
cara seperti ini." "Oh, masa?" gerutu Eleazar. Kemudian ia menepis tangan Tanya dan mulai mondar-
mandir lagi, kali ini lebih cepat.
Tanya menatapnya selama setengah detik kemudian memfokuskannya pada Edward.
"Jelaskan." Edward mengangguk, matanya yang tegang mengikuti gerakan Eleazar sementara ia
bicara. "Dia berusaha memahami mengapa begitu banyak anggota keluarga Volturi
yang datang untuk menghukum kita. Tidak biasanya mereka berbuat begitu. Jelas,
kita kelompok matang terbesar yang pernah mereka hadapi, tapi di masa lalu
kelompok-kelompok lain bergabung untuk melindungi diri sendiri, dan mereka tak
pernah menimbulkan masalah kecuali jumlah mereka yang besar. Kita memang jauh
lebih akrab, dan itu faktor penting, tapi bukan faktor yang besar.
"Eleazar ingat saat-saat lain ketika ada kelompok-kelompok yang dihukum, karena
satu dan lain hal, dan dia melihat pola. Pola yang tidak pernah disadari para
anggota pengawal yang lain, karena Eleazar-lah yang menyampaikan keterangan-
keterangan rahasia yang berkaitan dengannya secara pribadi kepada Aro. Pola yang
hanya terulang kurang-lebih satu abad sekali."
"Pola apa itu?" tanya Carmen, mengikuti gerak-gerik Eleazar seperti Edward. ,
"Aro sering kali tidak menghadiri sendiri ekspedisi penghukuman," kata Edward.
"Tapi di masa lalu, bila Aro menginginkan sesuatu secara khusus, tak lama
kemudian akan muncul bukti bahwa kelompok ini atau kelompok itu melakukan
kejahatan yang tak termaafkan. Para tetua akan memutuskan untuk ikut dan melihat
para pengawal menegakkan keadilan. Kemudian, setelah seluruh kelompok itu
dihancurkan, Aro akan memberi pengampunan kepada satu orang anggota yang
pikiran-pikirannya, dia mengklaim, paling penuh penyesalan. Selalu, ternyata
vampir ini memiliki bakat yang dikagumi Aro. Selalu, orang ini dijadikan
pengawal. Si vampir berbakat tadi dengan cepat dimenangkan, selalu sangat
berterima kasih karenanya. Tak ada pengecualian."
"Pasti sangat membanggakan bisa terpilih," kata Kate.
"Ha!" geram Eleazar, masih terus bergerak,
"Ada seorang pengawal," lanjut Edward, menjelaskan reaksi Eleazar yang marah.
"Namanya Chelsea. Dia bisa memengaruhi ikatan emosional antarorang. Dia bisa
melonggarkan ataupun mengencangkan ikatan ini. Dia bisa membuat seseorang merasa
terikat pada keluarga Volturi, ingin menjadi bagian dari mereka, ingin
menyenangkan mereka... "
Mendadak Eleazar berhenti. "Kami semua mengerti . Dalam pertempuran, bila kita
bisa memisahkan persekutuan di antara para kelompok yang bersekutu, kita bisa
jauh lebih mudah mengalahkan mereka. Kalau kita bisa menjauhkan anggota-anggota
suatu kelompok yang tidak bersalah dari anggota yang bersalah, keadilan bisa
ditegakkan tanpa terjadi kebrutalan yang tidak perlu -mereka yang bersalah bisa
dihukum tanpa gangguan, dan yang tidak bersalah bisa diselamatkan. Jika tidak,
mustahil mencegah satu kelompok untuk maju berperang sebagai satu kesatuan utuh.
Maka tugas Chelsea adalah menghancurkan ikatan yang menyatukan mereka. Bagiku
sepertinya itu kebaikan besar, bukti belas kasihan Aro. Aku memang sempat curiga
Chelsea mengikat kelompok kami menjadi lebih erat lagi, tapi itu juga merupakan
hal baik. Membuat kami lebih efektif. Membantu kami hidup bersama dengan lebih
mudah," Penjelasan itu mengklarifikasi kenangan-kenangan lama dalam ingatanku.
Sebelumnya tak masuk akal bagiku bagaimana pengawal itu mematuhi tuan mereka
dengan senang hati, hampir seperti pemujaan terhadap kekasih.
"Seberapa kuat bakatnya?" tanya Tanya dengan secercah nada khawatir dalam
suaranya. Tatapannya dengan cepat menyentuh setiap anggota keluarganya.
Eleazar mengangkat bahu. "Aku bisa pergi dengan Carmen." Kemudian ia menggeleng.
"Tapi hal lain yang lebih lemah daripada ikatan antarpasangan bisa terancam
bahaya. Setidaknya dalam kelompok normal. Ikatan yang lebih lemah daripada yang
ada di keluarga kita. Tidak minum darah manusia membuat kita lebih beradab-
membuat kita membentuk ikatan kasih yang sejati. Aku ragu Chelsea bisa merusak
persekutuan kita. Tanya."
Tanya mengangguk, seperti diyakinkan kembali, sementara Eleazar melanjutkan
analisisnya. "Aku hanya bisa berpikir bahwa alasan Aro memutuskan datang sendiri, dengan
membawa begitu banyak anggota bersamanya, adalah karena tujuannya bukanlah
menghukum melainkan mengakuisisi" kata Eleazar, "Dia merasa perlu berada di sana
untuk mengontrol situasi. Tapi dia membutuhkan perlindungan dari seluruh
pengawal untuk menghadapi kelompok yang sangat besar dan berbakat. Di sisi lain,
itu membuat para tetua lain tidak terlindungi di Volterra. Terlalu berisiko-bisa
jadi akan ada yang berusaha mengambil kesempatan. Jadilah mereka semua datang
bersama-sama. Bagaimana lagi dia bisa memastikan bakat-bakat yang dia inginkan
selamat" Dia pasti sangat menginginkan mereka," jelas Eleazar.
Suara Edward sepelan tarikan napas. "Dari apa yang kulihat dalam pikirannya
musim semi lalu, Aro tak pernah menginginkan hal lain sebesar dia menginginkan
Alice." Aku merasa mulutku ternganga, teringat gambaran mengerikan yang kubayangkan
beberapa waktu lalu: Edward dan Alice berselubung jubah hitam dengan mata
semerah darah, wajah mereka dingin dan tampak jauh sementara mereka berdiri di
dekat bayang-bayang, tangan Aro memegang tangan mereka... Apakah Alice melihat
gambaran itu belum lama ini" Apakah ia melihat Chelsea berusaha merenggut
cintanya bagi kami, mengikatnya pada Aro, Caius, dan Marcus"
"Itukah sebabnya Alice pergi?" tanyaku, suaraku pecah saat menyebut namanya.
Edward menempelkan tangannya di pipiku. "Kurasa pasti begitu. Untuk mencegah Aro
mendapatkan hal-hal yang paling dia inginkan. Untuk mencegah agar kekuatannya
tidak jatuh ke tangan Aro."
Aku mendengar Tanya dan Kate bergumam dengan suara lirih dan ingat mereka belum
tahu tentang Alice. "Dia juga menginginkanmu," bisikku.
Edward mengangkat bahu, wajahnya tiba-tiba terlalu tenang. "Tidak sebesar dia
menginginkan Alice. Aku tidak bisa." Diberinya lebih daripada yang sudah dia
miliki. Dan tentu itu tergantung pada apakah dia menemukan cara untuk memaksaku
melakukan kemauannya. Dia tahu bagaimana aku, dan tahu betapa kecil kemungkinan
itu." Ia mengangkat sebelah alis dengan sikap sinis.
Eleazar mengerutkan kening melihat sikap Edward yang acuh tak acuh.
"Dia juga tahu kelemahanmu," kata Eleazar, kemudian menatapku.
"Itu tidak perlu kita diskusikan sekarang," Edward buru-buru menyergah.
Eleazar tak menggubris isyarat itu dan melanjutkan. "Aro mungkin menginginkan
pasanganmu juga. Dia pasti tertarik pada bakat yang tak tertembus olehnya,
bahkan saat masih dalam wujud manusia."
Edward tidak suka membicarakan topik ini. Aku juga tidak. Kalau Aro ingin aku
melakukan sesuatu-apa saja-yang perlu ia lakukan hanya mengancam Edward dan aku
akan langsung menurut. Begitu juga sebaliknya.
Apakah kematian konsekuensi yang lebih baik" Benarkah penangkapan yang
seharusnya kami takuti"
Edward mengubah topik. "Kurasa keluarga Volturi menunggu dalih -menunggu alasan.
Mereka tak tahu apa alasannya, tapi rencana itu sudah ditetapkan bila nanti
alasan itu datang. Itulah sebabnya Alice melihat keputusan mereka sebelum Irina
memicunya. Keputusan itu sudah dibuat, hanya menunggu alasan untuk
membenarkannya." "Kalau benar keluarga Volturi menyalahgunakan kepercayaan yang sudah diberikan
seluruh kaum imortal pada mereka... " Carmen bergumam.
"Apakah itu penting?" tanya Eleazar. "Siapa yang bakal percaya" Dan walaupun
yang lain-lain bisa diyakinkan bahwa keluarga Volturi menyalahgunakan kekuasaan
mereka, apa bedanya" Tak ada yang sanggup melawan mereka."
"Walaupun sebagian kita rupanya cukup sinting untuk mencoba," gerutu Kate.
Edward menggeleng. "Kau di sini hanya untuk bersaksi, Kate. Apa pun tujuan Aro,
aku tidak menganggapnya siap menodai reputasi keluarga Volturi. Kalau kita bisa
menyanggah argumennya terhadap kita, dia terpaksa harus membiarkan kita hidup
damai," "Tentu saja," gumam Tanya,
Tak seorang pun terlihat yakin. Selama beberapa menit yang panjang, tak ada yang
mengatakan sesuatu. Kemudian aku mendengar suara roda-roda berbelok keluar dari aspal jalan raya dan
memasuki jalan tanah yang menuju rumah keluarga Cullen.
"Oh sial, Charlie" gerutuku. "Mungkin keluarga Denali bisa menunggu di lantai
atas sampai..." "Bukan," bantah Edward. Matanya menerawang, memandang kosong ke pintu. "Itu
bukan ayahmu." Tatapannya tertuju padaku, "Ternyata, jadi juga Alice mengirim
Peter dan Charlotte. Saatnya bersiap-siap untuk ronde berikut."


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

32. PARA TAMU RUMAH besar keluarga Cullen dipenuhi tamu-tamu hingga mustahil rasanya
keadaannya akan nyaman. Itu dimungkinkan hanya karena para tamu tak perlu tidur.
Yang sulit adalah mengatur waktu makan. Para tamu berusaha bekerja sama sebaik
mungkin. Mereka sengaja menghindar dari berburu di Forks dan La Push, hanya
berburu di luar negara bagian; Edward menjadi tuan rumah yang sangat murah hati,
meminjamkan mobilnya bila diperlukan tanpa sedikit pun keberatan. Kompromi itu
membuatku merasa sangat tidak nyaman, walaupun aku berusaha mengatakan pada
diriku sendiri bagaimanapun juga mereka semua toh akan berburu di suatu tempat
entah di mana. Jacob bahkan lebih kalut lagi. Werewolf ada untuk mencegah hilangnya nyawa
manusia, dan di sini pembunuhan merajalela dan diterima, tak jauh dari
perbatasan para kawanan. Tapi dalam situasi ini, dengan Renesmee terancam bahaya
besar, Jacob menutup mulut rapat-rapat dan memelototi lantai, bukan para vampir.
Takjub juga aku melihat betapa mudahnya Jacob diterima para vampir yang bertamu
itu; masalah yang diantisipasi Edward sebelumnya tak pernah muncul. Jacob
sepertinya kurang-lebih dianggap tak ada oleh mereka, bukan manusia, tapi juga
bukan makanan. Mereka memperlakukan dia seperti orang-orang yang tidak suka
binatang memperlakukan hewan-hewan peliharaan teman mereka.
Leah, Seth, Quil, dan Embry ditugaskan berpatroli bersama Sam sekarang, dan
Jacob sebenarnya mau saja bergabung dengan mereka, hanya saja ia tak tahan
berjauhan dengan Renesmee, dan Renesmee sedang sibuk memikat hati teman-teman
Carlisle yang aneh-aneh. Kami memutar kembali adegan perkenalan Renesmee kepada para Denali sampai
setengah lusin kali. Pertama untuk Peter dan Charlotte, yang dikirim Alice dan
Jasper tanpa penjelasan sama sekali; seperti sebagian besar orang yang mengenal
Alice, mereka memercayai instruksinya meski tanpa penjelasan. Alice tidak
mengatakan apa-apa tentang ke mana ia dan Jasper akan pergi. Ia juga tidak
berjanji akan bertemu dengan mereka lagi di masa yang akan datang.
Baik Peter maupun Charlotte belum pernah melihat anak imortal. Walaupun mereka
tahu aturannya, namun reaksi negatif mereka tidak sekeras para vampir Denali
pada awalnya. Rasa ingin tahu mendorong mereka mengizinkan Renesmee memberi
"penjelasan". Dan begitu saja. Kini mereka juga berkomitmen mau bersaksi,
seperti keluarga Tanya, Carlisle juga mengirim teman-temannya dari Irlandia dan Mesir.
Kelompok Irlandia datang lebih dulu, dan yang mengejutkan, mereka mudah
diyakinkan. Siobhan-wanita yang kehadirannya begitu menakjubkan, tubuh besarnya
cantik sekaligus memesona saat ia berjalan melenggang-adalah pemimpinnya, Tapi
ia dan pasangannya yang berwajah keras, Liam, sudah Lama memercayai penilaian
anggota kelompok mereka yang terbaru. Si kecil Maggie, dengan rambut ikal
merahnya, secara fisik tidak menggetarkan seperti kedua vampir lain, tapi ia
memiliki bakat untuk tahu kapan ia dibohongi, dan vonisnya tak pernah diragukan.
Maggie menyatakan Edward mengatakan hal sebenarnya, maka Siobhan dan Liam
langsung memercayai cerita kami sepenuhnya, bahkan sebelum menyentuh Renesmee.
Lain lagi ceritanya dengan Amun dan para vampir Mesir lain. Bahkan setelah dua
anggota termuda kelompoknya, Benjamin dan Tia, sudah diyakinkan oleh penjelasan
Renesmee, Amun menolak menyentuhnya dan memerintahkan kelompoknya pergi.
Benjamin-vampir periang yang kelihatannya masih sangat muda dan terkesan penuh
percaya diri sekaligus sangat sembrono-membujuk Amun untuk tetap tinggal dengan
beberapa ancaman halus bahwa kelompok mereka bakal bubar. Amun tetap tinggal,
tapi tetap menolak menyentuh Renesmee, dan tidak mengizinkan pasangannya, Kebi,
menyentuh Renesmee juga. Benar-benar kelompok yang tidak kompak-walaupun vampir-
vampir Mesir itu mirip satu sama lain, dengan rambut hitam pekat dan kulit pucat
bernuansa buah zaitun, hingga mereka bisa saja dikira satu keluarga biologis.
Amun anggota senior dan pemimpin yang lugas dalam berbicara. Kebi tak pernah
jauh-jauh dari Amun, dan aku tak pernah mendengarnya mengucapkan sepatah kata
pun. Tia, pasangan Benjamin, pendiam walaupun kalau berbicara kata-katanya penuh
makna dan memiliki daya tarik. Meski begitu, sepertinya mereka berputar
mengitari Benjamin, seolah-olah ia memiliki daya tarik magnet yang diperlukan
para anggota kelompok lain untuk keseimbangan- Aku melihat Eleazar memandangi
pemuda itu dengan mata membelalak dan berasumsi Benjamin pasti memiliki bakat
yang menarik yang lain-lain kepadanya.
"Bukan begitu," Edward menjelaskan waktu kami sendirian malam itu. "Bakatnya tak
ada duanya sehingga Amun takut kehilangan dia. Sama seperti kita berencana
menjaga Renesmee agar Aro tidak tahu"-ia mendesah-'Amun juga berniat menjaga
Benjamin agar luput dari perhatian Aro. Amun menciptakan Benjamin, tahu dia
bakal istimewa." "Apa yang bisa dia lakukan?"
"Sesuatu yang belum pernah dilihat Eleazar sebelumnya. Sesuatu yang belum pernah
kudengar. Sesuatu yang bahkan tidak bisa dihalangi perisaimu." Ia menyunggingkan
senyum miringnya. "Dia bisa benar-benar memengaruhi unsur-unsur alam-bumi,
angin, air, dan api. Manipulasi fisik yang sesungguhnya, bukan ilusi pikiran.
Benjamin masih bereksperimen dengan kelebihannya, dan Amun berusaha membentuknya
menjadi senjata. Tapi kaulihat sendiri betapa mandirinya Benjamin. Dia tidak mau
dimanfaatkan." "Kau suka padanya," aku menyimpulkan dari nada suara Edward.
"Dia memiliki pandangan sangat jelas tentang mana yang baik dan mana yang salah.
Aku suka sikapnya itu."
Sikap Amun berbeda, ia dan Kebi lebih suka menyendiri berdua, walaupun Benjamin
dan Ha langsung akrab baik dengan kelompok Denali maupun Irlandia. Kami harap,
kembalinya Carlisle akan meredakan ketegangan dengan Amun.
Emmett dan Rose mengirim vampir-vampir individual- teman-teman nomaden Carlisle
yang bisa mereka lacak. Garrett yang pertama datang-vampir jangkung kerempeng dengan mata merah penuh
semangat dan rambut cokelat pasir panjang yang diikat dengan tali kulit-dan
langsung kentara itu petualang. Dalam bayanganku, kami bisa menantangnya untuk
melakukan apa pun dan ia pasti akan langsung menerima, hanya untuk menguji
dirinya sendiri. Ia langsung tertarik pada Denali bersaudara, bertanya macam-
macam tentang gaya hidup mereka yang tidak biasa. Aku bertanya-tanya dalam hati
apakah vegetarianisme merupakan tantangan lain yang akan ia coba, hanya sekadar
untuk mengetahui apakah ia bisa melakukannya.
Mary dan Randall juga datang-keduanya sudah berteman, walaupun tidak bepergian
bersama-sama. Mereka mendengarkan cerita Renesmee dan tinggal untuk menjadi
saksi, seperti yang lain. Seperti Denali bersaudara, mereka mempertimbangkan apa
yang akan mereka lakukan seandainya keluarga Volturi tak mau memberi waktu untuk
mendengar penjelasan kami. Ketiga nomaden itu menimbang-nimbang untuk memihak
kami. Tentu saja Jacob semakin masam saja dengan semakin bertambahnya vampir yang
datang. Sebisa mungkin ia menjaga jarak, dan kalau tak bisa, ia menggerutu
kepada Renesmee dan mengatakan harus ada yang mulai menyediakan indeks kalau ia
diharapkan mengingat nama semua pengisap darah yang ada di sini.
Carlisle dan Esme kembali seminggu setelah mereka pergi, Emmett dan Rosalie
beberapa hari kemudian, dan kami merasa lebih tenang setelah mereka pulang.
Carlisle membawa seorang teman lagi bersamanya, walaupun mungkin istilah teman
tidak begitu tepat. Alistair adalah vampir Inggris yang tidak suka bergaul, yang
menganggap Carlisle kenalan terdekatnya, walaupun ia tidak mau bertamu lebih
dari sekali dalam seabad. Alistair lebih suka berkeliaran sendiri, dan Carlisle
meminta bantuan banyak pihak untuk dapat membawanya ke sini. Ia menutup diri
dari siapa pun, dan kentara sekali ia tidak memiliki pengagum di antara
kelompok-kelompok yang berkumpul itu.
Vampir pemuram berambut gelap itu memercayai penjelasan Carlisle tentang asal-
usul Renesmee, dan menolak, seperti Amun, untuk menyentuhnya. Edward memberitahu
Carlisle, Esme, dan aku bahwa Alistair takut berada di sini, tapi lebih takut
lagi tidak mengetahui hasil akhirnya. Dia sangat curiga pada semua otoritas,
sehingga dengan demikian wajar bila ia juga curiga pada keluarga Volturi. Apa
yang terjadi sekarang seolah menguatkan semua ketakutannya.
"Tentu saja sekarang mereka akan tahu aku ada di sini," kami mendengarnya
menggerutu sendirian di loteng-tempat favoritnya untuk merajuk. "Tak mungkin
mencegah Aro tahu mengenainya sekarang. Kabur selama berabad-abad, itulah arti
semuanya ini nanti. Semua orang yang diajak bicara oleh Carlisle dalam satu
dekade terakhir akan masuk dalam daftar mereka. Bisa-bisanya aku membiarkan
diriku terlibat masalah ini. Apakah begini caranya memperlakukan teman?"
Tapi kalau ia benar tentang melarikan diri dari keluarga Volturi, setidaknya
peluangnya melakukan itu lebih besar daripada kami semua. Alistair seorang
pelacak, walaupun tidak setepat dan seefisien Demetri. Alistair hanya merasakan
tarikan yang kuat terhadap apa pun yang ia cari. Tapi tarikan itu cukup untuk
mengatakan kepadanya ke arah mana ia harus lari-arah yang sebaliknya dari
Demetri, Kemudian sepasang teman lain yang tidak disangka-sangka datang-tidak disangka-
sangka, karena baik Carlisle maupun Rosalie tak bisa menghubungi kelompok
Amazon. "Carlisle," seru wanita yang lebih tinggi dari dua wanita bertubuh sangat
tinggi, menyapanya begitu mereka sampai. Mereka terlihat seperti diregangkan-
lengan dan kaki panjang, jari-jari panjang, kepang hitam panjang, dan wajah
panjang dengan hidung panjang. Mereka tidak memakai apa-apa kecuali kulit
binatang-rompi kulit dan celana panjang ketat yang ditalikan dengan tali-tali
kulit di sepanjang sisinya. Bukan hanya baju eksentrik mereka yang membuat
mereka terkesan liar, tapi segala sesuatu tentang mereka, dari mata merah mereka
yang tidak berhenti melirik ke sana kemari, serta gerakan-gerakan mereka yang
gesit dan tiba-tiba. Belum pernah aku melihat vampir yang lebih tidak beradab
dibandingkan mereka. Tapi Alice yang mengirim mereka, dan itu kabar menarik, bisa dibilang begitu.
Mengapa Alice berada di Amerika Selatan" Hanya karena ia melihat tak ada yang
berhasil menghubungi kelompok Amazon"
"Zafrina dan Senna! Tapi mana Kachiri?" tanya Carlisle. "Aku belum pernah
melihat kalian bertiga berpisah."
"Alice bilang kami perlu berpencar," Zafrina menjawab dengan suara parau dan
dalam yang sangat pas dengan penampilannya yang liar. "Tidak enak sebenarnya
terpisah seperti ini, tapi Alice meyakinkan kami bahwa kalian membutuhkan kami
di sini, sedangkan dia sangat membutuhkan Kachiri di tempat lain. Hanya itu yang
dia katakan pada kami, kecuali bahwa dia harus bergegas...?" Pernyataan Zafrina
menghilang, berubah menjadi pertanyaan, dan dengan saraf gemetar yang tak
hilang-hilang juga, tak peduli sudah betapa kali aku melakukannya aku membawa
Renesmee keluar menemui mereka.
Meski penampilan mereka liar, keduanya mendengarkan cerita kami dengan sangat
tenang, kemudian mengizinkan Renesmee membuktikannya. Mereka juga langsung
terpesona pada Renesmee, sama seperti vampir-vampir lain, namun tak urung aku
sempat khawatir melihat gerakan-gerakan mereka yang gesit dan tiba-tiba, begitu
dekat dengan Renesmee. Senna selalu berada di dekat Zafrina, tak pernah bicara,
tapi tidak sama seperti Amun dan Kebi. Tindak-tanduk Kebi terkesan patuh; Senna
dan Zafrina lebih menyerupai dua kaki dari satu organisme yang sama kebetulan
saja Zafrina yang menjadi corongnya.
Kabar tentang Alice, anehnya, terasa menghibur. Jelas, sedang menjalani misi
sendiri yang tidak jelas sambil menghindari apa pun juga yang direncanakan Aro
untuknya. Edward gembira sekali kelompok Amazon datang menemui kami, karena Zafrina luar
biasa berbakat; bakatnya bisa dijadikan senjata penyerang yang sangat berbahaya.
Bukan berarti Edward meminta Zafrina berpihak pada kami dalam pertempuran, tapi
bila keluarga Volturi tak mau berhenti sejenak waktu melihat saksi-saksi kami,
mungkin mereka akan berhenti bila melihat pemandangan lain.
"Itu ilusi yang sangat apa adanya," Edward menjelaskan setelah diketahui bahwa
ternyata aku tidak bisa melihat apa-apa, seperti biasa. Zafrina tertarik
sekaligus takjub melihat imunitasku sesuatu yang tak pernah ia temui sebelumnya
dan ia berdiri gelisah di dekatku sementara Edward melukiskan apa yang
terlewatkan olehku. Mata Edward sedikit tidak fokus waktu melanjutkan, "Zafrina
bisa membuat sebagian besar orang melihat apa pun yang dia ingin mereka lihat
melihat itu, dan bukan hal lain. Sebagai contoh, sekarang ini aku seperti sedang
berdiri sendirian di tengah-tengah hutan hujan. Gambarannya sangat jelas hingga
aku mungkin memercayainya, kecuali fakta bahwa aku masih bisa merasakanmu dalam
pelukanku." Bibir Zafrina berkedut-kedut dan membentuk senyum liku. Sedetik kemudian mata
Edward kembali terfokus, dan ia balas menyeringai.
"Mengesankan," puji Edward.
Renesmee sangat tertarik mengikuti perbincangan ini, dan ia menggapai-gapai
tanpa takut ke arah Zafrina,
"Bolehkah aku melihat?" tanya Renesmee.
"Kau ingin melihat apa?" tanya Zafrina.
"Apa yang kautunjukkan pada Daddy tadi"
Zafrina mengangguk, dan dengan cemas kulihat mata Renesmee menerawang kosong.
Sedetik kemudian, senyum memesona Renesmee berseri-seri menghiasi wajahnya.
"Lagi," perintahnya.
Sesudah itu sulit menjauhkan Renesmee dari Zafrina dengan gambar-gambar
indahnya. Aku jadi khawatir, karena aku yakin Zafrina mampu menciptakan gambar-
gambar yang sama sekali tidak indah, tapi melalui pikiran-pikiran Renesmee aku
bisa melihat visi Zafrina sejelas pikiran Renesmee sendiri, seperti nyata jadi
aku bisa menilai apakah gambar-gambar itu patut dilihat Renesmee atau tidak.
Walaupun aku tak segampang itu menyerahkan Renesmee, harus kuakui aku senang
Zafrina membuat Renesmee terhibur. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri. Banyak
sekali yang harus kupelajari, baik secara fisik maupun mental, padahal waktunya
sangat singkat. Upaya pertamaku belajar bertempur tidak berjalan dengan baik.
Edward berhasil memitingku hanya dalam dua detik. Tapi bukannya membiarkan aku
berjuang membebaskan diri sendiri yang pasti bisa kulakukan Edward malah
melompat berdiri dan melepaskanku. Aku langsung tahu ada yang tidak beres: ia
berdiri diam seperti batu, memandang ke seberang padang rumput tempat kami
berlatih, "Maafkan aku. Bella," ujarnya.
"Tidak, aku tidak apa-apa kok," sergahku. "Ayo kita mulai lagi."
"Tidak bisa," "Apa maksudmu, tidak bisa" Kita kan baru saja mulai," Edward tidak menjawab.
"Dengar, aku tahu aku kurang bagus dalam hal ini, tapi aku takkan jadi lebih
baik kalau kau tidak membantuku."
Edward tidak berkata apa-apa. Dengan sikap bercanda, kuterjang dia. Ia sama
sekali tidak melawan, dan kami berdua terjerembap ke tanah. Ia tidak bergerak
waktu aku menempelkan bibirku ke lehernya.
"Aku menang," seruku.
Matanya menyipit, tapi tidak mengatakan apa-apa. "Edward" Ada apa" Mengapa kau
tidak mau mengajariku?"
Setelah satu menit penuh baru ia berbicara lagi, "Aku hanya tidak... tahan.
Pengetahuan Emmett dan Rosalie juga sama banyaknya denganku. Tanya dan Eleazar
mungkin malah lebih banyak. Minta orang lain saja mengajarimu."
"Itu tidak adil! Kau bagus dalam hal ini. Kau pernah membantu Jasper sebelumnya
kau berkelahi dengannya dan dengan yang lain-lain juga. Mengapa denganku tidak"
Memangnya aku salah apa?"
Edward mendesah, putus asa. Matanya gelap, nyaris tak ada warna emas untuk
menerangi warna hitamnya.
"Memandangimu seperti itu, menganalisismu sebagai target. Melihat berbagai
caraku bisa membunuhmu... " Edward terumuk. "Semuanya jadi terlalu nyata bagiku.
Kita tidak punya banyak waktu, jadi tidak masalah siapa gurumu. Siapa pun bisa
mengajarkan dasar-dasarnya padamu." Aku merengut.
Edward menyentuh bibir bawahku yang mencebik dan tersenyum "Lagi pula, itu tidak
penting. Keluarga Volturi akan terhenti. Mereka akan dibuat mengerti."
"Tapi bagaimana kalau mereka tidak mau mengerti! Aku harus belajar bertarung"
"Cari saja guru lain"
Itu bukan pembicaraan terakhir kami berkaitan dengan topik itu, tapi aku tak
pernah berhasil membuat Edward mengubah keputusan.
Emmett sangat bersedia membantuku, walaupun caranya mengajar seperti balas
dendam gara-gara kalah adu panco tempo hari. Seandainya aku masih bisa memar,
mungkin sekujur tubuhku, mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, sudah memar-
memar semua. Rose, Tanya, dan Eleazar-semua sabar dan mendukung. Pelajaran-
pelajaran mereka mengingatkanku pada instruksi-instruksi Jasper kepada yang lain
bulan Juni lalu, walaupun kenangan itu kabur dan tidak jelas, beberapa tamu
merasa mendapat hiburan dengan menontonku belajar, dan beberapa bahkan
menawarkan bantuan. Si nomaden Garrett beberapa kali mengambil giliran-yang
mengejutkan, ternyata ia pandai mengajar; secara umum ia berinteraksi dengan
sangat mudah dengan yang lain-lain sehingga aku sempat heran mengapa ia tak
pernah bergabung dalam kelompok tertentu. Aku bahkan pernah bertempur sekali
dengan Zafrina sementara Renesmee menonton dari gendongan Jacob, Aku mempelajari
beberapa trik, tapi tak pernah meminta bantuannya lagi. Sejujurnya, walaupun aku
sangat menyukai Zafrina dan tahu ia takkan benar-benar menyakitiku, namun wanita
liar itu membuatku sangat takut.


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku belajar beberapa hal dari guru-guruku, tapi aku punya firasat pengetahuanku
masih sangat mendasar. Aku tak tahu berapa detik aku sanggup bertahan melawan
Alec dan Jane. Aku hanya bisa berdoa itu cukup lama untuk membantu.
Setiap menit di siang hari yang tidak kulewatkan bersama Renesmee atau belajar
bertempur, aku berada di halaman belakang berusama dengan Kate, berusaha
mendorong perisai internalku keluar dari otakku untuk melindungi orang lain.
Edward mendorongku melatih kemampuanku ini. Aku tahu ia berharap aku akan
menemukan cara lain untuk memberi kontribusi yang memuaskan sekaligus
menjauhkanku dari bahaya.
Tapi itu sulit sekali. Tak ada yang bisa dijadikan pegangan, tak ada pijakan
yang solid. Aku hanya memiliki keinginan yang kuat untuk berguna, untuk bisa
membuat Edward, Renesmee, dan sebanyak mungkin anggota keluarga yang lain aman
bersamaku. Berulang kali aku berusaha memaksa perisai samarku menamengi hal-hal
lain di luar diriku, namun tak banyak berhasil. Rasanya seperti berusaha menarik
gelang karet yang tidak kasatmata gelang yang sewaktu-waktu akan berubah dari
sekeras baja menjadi tak berwujud seperti asap.
Hanya Edward yang bersedia menjadi kelinci percobaan untuk menerima sengatan
demi sengatan dari Kate sementara aku berjuang keras dengan isi kepalaku. Kami
berlatih selama berjam-jam setiap kali, dan aku merasa seharusnya aku
berkeringat karena kecapekan, tapi tentu saja tubuhku yang sempurna tak bisa
berkeringat lagi. Keletihanku hanya ada dalami pikiran.
Sulit bagiku melihat Edward harus menderita, kedua lenganku memeluknya sia-sia
sementara ia meringis-ringis kesakitan akibat sengatan listrik "berdaya rendah"
yang dilontarkan Kate. Aku berusaha sekuat tenaga mendorong perisaiku untuk
menamengi kami berdua; sesekali aku berhasil, tapi kemudian lepas lagi.
Aku benci sekali latihan ini, dan berharap kalau saja Zafrina yang membantu,
bukan Kate. Dengan begitu Edward hanya perlu melihat ilusi-ilusi Zafrina sampai
aku bisa membuatnya berhenti melihat ilusi-ilusi itu. Tapi Kate bersikeras aku
membutuhkan motivasi yang lebih kuat dan itu berarti kebencianku melihat Edward
kesakitan. Aku mulai meragukan pernyataannya pada hari pertama kami bertemu
bahwa ia tidak sadis dalam menggunakan bakatnya. Sepertinya ia lebih menikmati
ini semua daripada aku. "Hei," seru Edward riang, berusaha menyembunyikan tanda-tanda kesakitan dalam
suaranya. Apa saja rela ia lakukan agar aku tak perlu berlatih bertempur. "Itu
tadi nyaris tidak terasa. Bagus, Bella."
Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menangkap apa tepatnya yang kulakukan
dengan benar. Aku menguji gelang karet itu, berusaha keras memaksanya tetap
solid sementara merentangkannya jauh-jauh dariku.
"Lagi, Kate," geramku dari sela-sela gigi yang terkatup rapat.
Kate menekankan telapak tangannya ke bahu Edward. Edward mengembuskan napas
lega. "Kali ini tidak terasa apa-apa."
Kate mengangkat alisnya. "Padahal sengatanku tadi juga tidak pelan."
"Bagus," aku megap-megap.
"Siap-siap," kata Kate padaku, lalu mengulurkan tangan kepada Edward.
Kali ini Edward bergidik, dan desisan pelan terlontar dari sela-sela giginya,
"Maaf! Maaf! Maaf!" seruku, menggigit bibir. Mengapa tidak bisa-bisa juga"
"Kau sudah hebat kok, Bella," kata Edward, mendekapku erat-erat ke dalam
pelukannya. "Kau baru berlatih beberapa hari, tapi kau sudah bisa melontarkannya
secara sporadis. Kate, katakan padanya betapa hebatnya dia."
Kate mengerucutkan bibir. "Entahlah. Jelas dia memiliki kemampuan luar biasa,
tapi kita baru bisa menyentuh permukaannya saja. Dia bisa melakukan yang lebih
baik, aku yakin. Dia hanya kurang motivasi,"
Kutatap Kate tidak percaya, bibirku melengkung, menunjukkan gigi-gigiku. Bisa-
bisanya ia menganggapku kurang punya motivasi padahal ia menyetrum Edward tepat
di depan mataku" Aku mendengar gumaman dari para penonton yang semakin banyak menontonku berlatih
awalnya hanya Eleazar, Garmen, dan Tanya, tapi kemudian Garrett bergabung,
disusul Benjamin dan Tia, Siobhan dan Maggie, dan sekarang bahkan Alistair pun
mengintip dari jendela di lanrai tiga. Para penonton itu sepakat dengan Edward
mereka menganggapku cukup baik.
"Kate,..," tegur Edward dengan nada memperingatkan saat ide baru muncul dalam
benak Kate, tapi Kate telanjur bergerak. Ia melesat ke kelokan sungai tempat
Zafrina, Senna, dan Renesmee sedang berjalan-jalan lambat, Renesmee bergandengan
dengan Zafrina sementara mereka saling bertukar gambar. Jacob membayangi mereka
beberapa meter di belakang.
"Nessie," seru Kate para tamu dengan cepat memanggilnya dengan nama panggilan
yang menjengkelkan itu "kau mau membantu ibumu, tidak?"
"Jangan," aku separo menggeram.
Edward memelukku dengan sikap menenangkan, Kutepis dia tepat saat Renesmee
berlari melintasi halaman menyambutku, bersama Kate, Zafrina, dan Senna tepat di
belakangnya. "Benar-benar tidak boleh, Kate," desisku.
Renesmee menggapai padaku, dan aku membentangkan kedua tanganku. Ia meringkuk
dalam pelukanku, menempelkan kepalanya kelekukan di bawah bahuku.
"Tapi Momma, aku ingin membantu," katanya dengan suara penuh tekad. Tangannya
memegang leherku, menegaskan keinginannya dengan gambar-gambar kami berdua
bersama, sebagai satu tim.
"Tidak," tolakku, mundur dengan cepat. Kate sudah maju selangkah ke arahku,
tangannya terulur ke arah kami.
"Jangan dekati kami. Kate," aku mengingatkan dia,
"Tidak." Kate mulai maju. Ia tersenyum seperti pemburu menyudutkan buruan.
Kupindahkan Renesmee sehingga ia sekarang bergelayut di punggungku, terus
berjalan mundur menjauhi Kate. Sekarang kedua tanganku bebas, dan kalau Kate
ingin kedua tangannya tetap tersambung dengan pergelangannya, lebih baik ia
menjauh. Kate mungkin tidak mengerti, karena ia tak pernah merasakan betapa besar
keinginan seorang ibu untuk melindungi anaknya. Ia pasti tidak sadar dirinya
sudah kelewatan. Aku marah sekali sampai-sampai pandanganku tersaput warna merah
dan lidahku seperti logam terbakar. Kekuatan yang biasanya selalu berusaha
kuredam mengalir ke segenap ototku, dan aku tahu aku bisa meremukkannya jadi
onggokan sekeras berlian kalau dia memaksaku terus.
Amarah membuat setiap aspek diriku lebih terfokus. Aku bahkan bisa merasakan
perisaiku semakin elastis sekarang merasakan perisai itu bukan sebagai gelang,
melainkan lapisan, selubung tipis yang membungkusku dari ujung kepala sampai
ujung kaki. Dengan amarah mengguncang tubuh, aku bisa lebih merasakannya, lebih
mengendalikannya. Aku mengulur-kannya ke sekeliling tubuhku, keluar dari
tubuhku, membungkus Renesmee rapat-rapat di dalamnya, berjaga-jaga siapa tahu
Kate bisa menembus pertahananku.
Kate maju selangkah lagi dengan penuh perhitungan, dan geraman buas terlontar
dari tenggorokanku, melewati sela-sela gigiku yang terkatup rapat.
"Hati-hati, Kate," Edward mewanti-wanti.
Kate maju selangkah lagi, kemudian melakukan kesalahan yang bahkan bisa dikenali
orang yang tidak berpengalaman seperti aku. Hanya tinggal satu lompatan kecil
dariku, ia berpaling, mengalihkan perhatiannya dariku ke Edward.
Renesmee aman di punggungku; aku melengkungkan tubuh, siap menerjang.
"Bisakah kau mendengar pikiran Nessie?" Kate bertanya kepada Edward, suaranya
kalem dan tenang. Edward menghambur ke ruang di antara kami, menghalangi jalanku ke Kate.
"Tidak, tidak sama sekali," jawab Edward. "Sekarang, beri kesempatan pada Bella
untuk menenangkan diri. Kate. Seharusnya kau tidak memaksanya seperti itu. Aku
tahu dia memang lebih terkendali daripada vampir baru umumnya, tapi usia Bella
baru beberapa bulan."
"Kita tidak punya waktu melakukannya dengan hati-hati.
"Edward, Kita memang harus memaksa Bella. Kita hanya punya waktu beberapa
minggu, padahal dia punya potensi untuk..."
"Mundur dulu sebentar, Kate,"
Kate mengerutkan kening tapi menanggapi peringatan Edward lebih serius daripada
peringatanku. Tangan Renesmee menempel di leherku; ia mengingat serangan Kate, menunjukkan
padaku bahwa Kate tidak berniat mencederainya, bahwa Daddy juga ikut ambil
bagian di dalamnya... Itu tidak membuatku tenang. Spektrum cahaya yang kulihat tampaknya masih ternoda
warna merah. Tapi aku lebih bisa mengendalikan diri, dan bisa memahami
kebijaksanaan yang terkandung dalam kata-kata Kate tadi. Amarah itu membantuku.
Aku bisa lebih cepat belajar bila berada dalam tekanan.
Tapi bukan berarti aku menyukainya.
"Kate," geramku. Kuletakkan tanganku di punggung Edward. Aku masih bisa
merasakan perisaiku seperti selubung yang kuat dan elastis, menyelubungi
Renesmee dan aku. Kudorong selubung itu semakin jauh, kupaksa agar melingkupi
Edward juga. Tak ada tanda-tanda kerusakan di selubung yang meregang itu, tak
ada ancaman bakal koyak. Aku terengah-engah sekuat tenaga, dan kata-kata yang
keluar dari mulutku terdengar seperti kehabisan napas, bukan marah.
"Lagi," kataku pada Kate, "Edward saja."
Kate memutar bola mata tapi bergegas maju dan menempelkan telapak tangannya ke
bahu Edward. "Tidak ada," kata Edward. Aku mendengar senyum dalam suaranya.
"Kalau sekarang?" tanya Kate,
"Masih tidak ada."
"Kalau sekarang?" Kali ini, suara Kate tetdengar seperti mengerahkan segenap
tenaga. "Tidak ada sama sekali,"
Kate menggeram dan mundur menjauh.
"Kau bisa melihat ini?" tanya Zafrina dengan suara liarnya yang berat, menatap
tajam kami bertiga. Bahasa Inggrisnya beraksen aneh, kata-katanya meninggi di
tempat-tempat yang tidak lazim.
"Aku tidak melihat apa pun yang seharusnya tidak kulihat," jawab Edward.
"Dan kau, Renesmee?" tanya Zafrina.
Renesmee tersenyum pada Zafrina dan menggeleng.
Amarahku sudah nyaris reda sepenuhnya, dan aku mengatupkan gigi rapat-rapat,
napasku semakin memburu ketika aku mendorong kuat-kuat perisai elastis itu;
semakin lama aku menahannya, semakin berat rasanya. Perisai itu tertarik
kembali, menyeret ke arah dalam.
"Jangan ada yang panik,'" Zafrina mengingatkan kelompok kecil yang sedang
menontonku. "Aku ingin melihat seberapa jauh Bella bisa mengembangkan
perisainya." Terdengar suara-suara terkesiap shock dari semua orang di sana Eleazar, Carmen,
Tanya, Garrett, Benjamin, Tia, Siobhan, Maggie semua kecuali Senna, yang
sepertinya sudah siap menerima apa pun yang akan dilakukan Zafrina. Mata mereka
kosong, ekspresi mereka cemas.
"Angkat tangan kalau sudah bisa melihat lagi" Zarrina memerintahkan. "Sekarang,
Bella. Kita lihat berapa banyak yang bisa kautamengi."
Napasku memburu. Kate berada paling dekat denganku selain Edward dan Renesmee,
tapi bahkan dia jauhnya tiga meter dariku. Aku mengunci rahang dan mendorong
sekuat tenaga, berusaha mendorong perisai pelindung yang berat itu semakin jauh
dariku. Senti demi senti aku mengarahkannya pada Kate, melawan reaksi dorongan
balik dengan setiap bagian yang berhasil kuperoleh. Aku hanya memandangi
ekspresi cemas Kate sambil berusaha, dan aku mengerang pelan karena lega ketika
matanya mengerjap dan kembali terfokus, ia mengangkat tangan.
"Hebat sekali!" gumam Edward pelan. "Seperti cermin satu arah, Aku bisa membaca
semua yang mereka pikirkan, tapi mereka tidak bisa meraihku di baliknya. Dan aku
bisa mendengar Renesmee, walaupun aku tidak bisa melakukannya bila aku berada di
luar. Berani bertaruh, Kate pasti bisa menyetrumku sekarang, karena dia juga
berada di bawah perisai. Tapi aku tetap tak bisa mendengar pikiranmu... hmmmm.
Bagaimana cara kerjanya, ya" Aku jadi penasaran apakah..."
Edward terus bergumam sendiri, tapi aku tak bisa mendengar kata-katanya. Aku
mengentakkan gigi, berjuang keras mengulurkan perisaiku ke Garrett, yang berada
paling dekat dengan Kate. Tangannya terangkat.
"Bagus sekali," Zafrina memujiku. "Sekarang... "
Tapi ia berbicara terlalu cepat; dengan terkesiap kaget aku merasakan perisaiku
meloncat seperti karet gelang yang diregangkan terlalu jauh, mengentak, dan
kembali ke bentuk aslinya. Renesmee, mengalami untuk pertama kalinya kebutaan
yang ditimbulkan Zafrina pada yang lain-lain, gemetar di punggungku. Dengan
letih aku melawan tarikan elastis itu, berusaha keras agar perisai itu
menyelubunginya lagi. "Boleh minta waktu sebentar?" aku terengah-engah. Sejak menjadi vampir, aku tak
pernah merasakan kebutuhan untuk beristirahat sekali pun sebelum ini. Sangat
aneh bagaimana aku bisa merasa begitu lelah, tapi juga begitu kuat pada saat
yang sama. "Tentu saja" jawab Zafrina, dan para penonton kembali rileks setelah ia membuat
mereka bisa melihat lagi.
"Kate," seru Garrett ketika yang lain-lain bergumam dan beringsut sedikit
menjauh, merasa terganggu oleh kebutaan sesaat tadi; vampir tidak terbiasa
merasa rapuh. Garrett yang jangkung dan berambut cokelat pasir adalah satu-
satunya makhluk imortal tak berbakat yang sepertinya tertarik pada sesi-sesi
latihanku. Aku penasaran apa gerangan yang menarik minat sang advonturir.
"Aku tidak akan berbuat begitu, Garrett," Edward mewanti-wanti.
Garrett terus maju menghampiri Kate, walaupun sudah diperingatkan, bibirnya
mengerucut berspekulasi, "Mereka bilang kau bisa membuat vampir terjengkang."
"Benar," Kate membenarkan. Kemudian, dengan senyum licik ia menggoyang-goyangkan
jarinya dengan gaya bercanda, "Ingin tahu"
Garrett mengangkat bahu, "Itu sesuatu yang belum pernah kulihat. Sepertinya itu
sedikit melebih-lebihkan"
"Mungkin," ujar Kate, wajahnya tiba-tiba serius. "Mungkin itu hanya bisa
memengaruhi vampir lemah atau muda, lihatlah. Tapi kau kelihatan kuat. Mungkin
kau sanggup menahan bakatku." Ia mengulurkan tangan kepada Garrett, telapak
tangan ditengadahkan jelas merupakan undangan. Bibirnya berkedut-kedut, dan aku
sangat yakin ekspresi muramnya merupakan upaya untuk mengelabui Garret.
Garrett nyengir ditantang seperti itu. Dengan penuh percaya diri ia menyentuh
telapak tangan Kate dengan telunjuknya.
Dan kemudian, sambil memekik kaget, lutut Garrett tertekuk dalam ia terpelanting
ke belakang. Kepalanya membentur dinding dengan suara nyaring. Mengagetkan
melihatnya. Instingku meringis melihat makhluk imortal dilumpuhkan seperti itu
sungguh tidak bisa diterima,
"Kubilang juga apa," gerutu Edward.
Kelopak mata Garrett bergetar beberapa detik, kemudian matanya terbuka lebar. Ia
mendongak memandangi Kate yang tersenyum mengejek, dan senyum takjub membuat
wajah Garrett berbinar-binar.
"Wow," puji Garrett.
"Kau menikmatinya?" tanya Kate skeptis.
"Aku kan tidak gila," Garrett terbahak, menggeleng-gelengkan kepala sambil
berdiri pelan-pelan, "tapi itu tadi benar-benar hebat!"
"Memang begitu kata orang,"
Edward memutar bola matanya.
Kemudian terdengar suara ribut-ribut pelan di halaman depan. Aku mendengar
Carlisle bicara di tengah suara-suara riuh bernada kaget.
"Apakah Alice yang mengirim kalian?" tanyanya pada seseorang, suaranya tidak
yakin, agak kesal. Lagi-lagi tamu tak terduga"
Edward melesat masuk ke rumah, diikuti sebagian besar yang lain. Aku mengikuti
dengan langkah lebih lambat, Renesmee masih bertengger di punggungku. Aku ingin
memberi Carlisle waktu beberapa saat. Memberinya kesempatan menyambut tamu baru
itu, memberi penjelasan kepadanya tentang apa yang akan dilihatnya nanti.
Kutarik Renesmee ke dalam gendonganku sementara aku berjalan hati-hati mengitari
rumah untuk masuk melalui pintu dapur, mendengarkan apa yang tidak bisa kulihat.
"Tidak ada yang mengirim kami" kata sebuah suara dalam yang seperti berbisik,
menjawab pertanyaan Carlisle. Aku langsung teringat pada suara-suara kuno Aro
dan Caius, dan aku membeku di dapur.
Aku tahu ruangan depan penuh hampir semua orang pergi untuk melihat tamu-tamu
terbaru itu tapi nyaris tidak terdengar suara apa pun. Hanya tarikan napas
pendek-pendek, itu saja. Suara Carlisle kecut saat ia merespons. "Kalau begitu apa yang membawamu ke sini
sekarang?" "Berita cepat menyebar," suara lain menjawab, sama tipisnya dengan suara
pertama. "Kami mendengar petunjuk yang mengatakan keluarga Volturi akan menyerbu
kalian. Ada rumor yang mengatakan kalian takkan berdiri sendiri. Ternyata rumor
itu benar. Sungguh perkumpulan yang mengesankan."
"Kami tidak menentang keluarga Volturi," bantah Carlisle tegang. "Yang terjadi
hanya salah paham, itu saja. Salah paham yang sangat serius, pastinya, tapi kami
berharap bisa membereskannya. Yang kalian lihat adalah saksi-saksi. Kami hanya
ingin keluarga Volturi mendengarkan. Kami tidak... "


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kami tidak peduli apa yang mereka katakan telah kalian lakukan," potong suara
pertama. "Dan kami tidak peduli bila kalian melanggar hukum."
"Tak peduli seberapa pun parahnya," sambung yang kedua.
"Kami sudah menanti satu setengah milenium, menunggu sampai ada yang mau
menentang para jahanam Italia itu," tukas yang pertama. "Kalau ada kemungkinan
mereka jatuh, kami harus ada di sana untuk menyaksikan.
"Atau pastikan membantu mengalahkan mereka," imbuh yang kedua. Mereka berbicara
sambung-menyambung, suara mereka sangat mirip sehingga telinga yang tidak begitu
sensitif pasti mengira hanya satu orang yang berbicara, "Kalau menurut kami
kalian memiliki peluang untuk berhasil."
"Bella?" Edward berseru memanggilku dengan suara keras. "Bawa Renesmee ke sini,
please. Mungkin sebaiknya kita uji ucapan para tamu Rumania kita,"
Cukup membantu mengetahui bahwa mungkin setengah vampir di ruangan lain bakal
membela Renesmee bila vampir-vampir Rumania ini kesal padanya. Aku tidak
menyukai suara mereka, atau kebengisan yang tersirat dalam kata-kata mereka.
Waktu aku berjalan memasuki ruangan, kentara sekali bukan aku satu-satunya yang
menilai begitu. Sebagian besar vampir yang diam tak bergerak menatap dengan
sorot mata bermusuhan, dan beberapa di antaranya Carmen, Tanya. Zafrina, dan
Senna memposisikan diri dalam pose-pose defensif yang tidak kentara antara para
pendatang baru dan Renesmee.
Kedua vampir di depan pintu bertubuh kecil dan pendek, yang satu berambut gelap
dan lainnya pirang yang sangat kelabu hingga nyaris terlihat abu-abu pucat.
Kulit mereka juga tipis dan transparan seperti kulit keluarga Volturi, walaupun
tidak terlalu kentara. Aku tak bisa memastikan, karena aku tak pernah melihat
keluarga Volturi kecuali dengan mata manusiaku; aku tak bisa membandingkannya
dengan sempurna. Mata mereka yang tajam dan sipit berwarna merah keunguan gelap,
tanpa selaput putih bagai susu. Mereka mengenakan pakaian hitam yang terkesan
modern tapi modelnya kuno.
Vampir yang berambut gelap menyeringai begitu aku muncul. "Well, well, Carlisle.
Ternyata kau memang nakal, ya?"
"Dia bukan seperti yang kaukira, Stefan."
"Dan kami tak peduli," balas si pirang. "Seperti yang kami katakan sebelumnya"
"Kalau begitu kau bebas mengobservasi, Vladimir, tapi jelas kami tidak menentang
keluarga Volturi, seperti yang kami katakan sebelumnya."
"Kalau begitu, kami akan pasrah saja" Stefan memulai.
"Dan berharap kami beruntung," Vladimir menyelesaikan.
Pada akhirnya kami berhasil mengumpulkan tujuh belas saksi-kelompok Irlandia,
Siobhan, Liam, dan Maggie; kelompok Mesir, Amun, Kebi, Benjamin, dan Tia;
kelompok Amazon, Zafrina dan Senna; kelompok Rumania, Vladimir dan Stefan; serta
kaum nomaden, Charlotte, Peter, Garrett, Alistair, Marjl dan Randall -untuk
melengkapi kesebelas anggota keluarga kami. Tanya, Kate, Eleazar, dan Carmen
bersikeras dianggap sebagai bagian keluarga kami.
Selain keluarga Volturi, ini mungkin perkumpulan vampir dewasa terbesar yang
bertemu dalam damai sepanjang sejarah makhluk imortal.
Kami semua mulai merasa memiliki sedikit harapan. Bahkan aku pun merasa begitu.
Renesmee telah merebut hati begitu banyak orang dalam waktu sangat singkat.
Keluarga Volturi hanya perlu mendengarkan tak sampai satu detik...
Dua anggota kelompok Rumania yang masih tersisa-terfokus hanya pada kebencian
pahit mereka pada vampir-vampir yang telah menggulingkan kerajaan mereka seribu
lima ratus tahun yang lalu-menyambut semuanya dengan gembira. Mereka tidak mau
menyentuh Renesmee, tapi juga tidak menunjukkan sikap tidak suka padanya. Diam-
diam mereka sepertinya senang melihat persekutuan kami dengan para werewolf.
Mereka menontonku melatih perisaiku dengan Zafrina dan Kate, menonton Edward
menjawab pertanyaan-Pertanyaan yang tidak diucapkan, menonton Benjamin menarik
air mancur panas dari dalam sungai atau membuat embusan angin tajam dari udara
yang tak bergerak hanya dengan pikirannya, dan mata mereka berkilat-kilat garang
oleh harapan bahwa keluarga Volturi akhirnya menemukan lawan sepadan.
Meski tidak mengharapkan hal yang sama, tapi kami semua berharap.
33. PEMALSUAN "CHARLIE, di rumah sekarang masih banyak tamu dan situasinya masih hanya yang
perlu diketahui. Aku tahu sudah lebih dari seminggu Dad tidak bertemu Renesmee,
tapi Dad belum bisa berkunjung ke sini sekarang. Bagaimana kalau aku saja yang
membawa Renesmee menemui Dad?"
Charlie terdiam lama sekali sampai-sampai aku penasaran apakah ia mendengar
ketegangan di balik suaraku.
Tapi kemudian ia menggerutu, "Hanya yang perlu diketahui, ugh," dan sadarlah aku
sikap antipatinya pada hal-hal supranatural-lah yang membuatnya lamban
merespons. "Oke, Nak," sahut Charlie. "Bisakah kaubawa dia kemari pagi ini" Sue membawakan
makan siang untukku. Dia sama ngerinya dengan masakanku seperti kau waktu
pertama kali ke sini."
Charlie tertawa dan mengembuskan napas mengenang masa lalu.
"Pagi ini akan sempurna." Semakin cepat semakin baik. Aku sudah menundanya
terlalu lama. "Jake nanti ikut dengan kalian?"
Walaupun Charlie tak tahu apa-apa soal imprint werewolf, siapa pun bisa melihat
kedekatan Jacob dan Renesmee.
"Mungkin." Tak mungkin Jacob rela melewatkan siang bersama Renesmee tanpa para
pengisap darah. "Mungkin sebaiknya aku mengundang Billy juga," Charlie berpikir-pikir. "Tapi...
hmmm. Mungkin lain kali."
Aku tidak begitu memerhatikan Charlie-tapi cukup untuk menyadari keengganan aneh
dalam suaranya saat ia berbicara tentang Billy, tapi tidak cukup untuk
mengkhawatirkan itu. Charlie dan Billy sudah dewasa; kalau ada apa-apa di antara
mereka, mereka bisa membereskannya sendiri. Masih banyak hal penting lain yang
perlu kupikirkan. "Sampai ketemu nanti," kataku, lalu menutup telepon.
Kepergianku ke sana lebih dari sekadar melindungi ayahku dari 27 vampir aneh
yang semua sudah bersumpah takkan membunuh siapa pun dalam radius tiga ratus
mil, tapi tetap saja... Jelas tak boleh ada manusia di dekat-dekat kelompok ini.
Itu alasan yang kuberikan pada Edward: membawa Renesmee ke Charlie supaya ia
tidak memutuskan untuk datang ke sini. Alasan yang bagus untuk meninggalkan
rumah, tapi bukan alasanku sesungguhnya.
"Mengapa kita tidak membawa Ferrari-mu saja?" protes Jacob waktu ia bertemu
denganku di garasi. Aku sudah siap di Volvo milik Edward bersama Renesmee.
Edward sudah menunjukkan padaku mobil sesudahku; dan seperti telah diduga, aku
tak mampu menunjukkan antusiasme yang tepat. Tentu saja mobilnya cantik dan jago
ngebut, tapi aku lebih suka berlari
"Terlalu mencolok," jawabku. "Kita bisa jalan kaki, tapi itu akan membuat
Charlie ngeri." Jacob menggerutu, tapi masuk juga ke jok depan. Renesmee merangkak dari
pangkuanku ke pangkuannya,
"Bagaimana kabarmu?" aku bertanya padanya sambil mengeluarkan mobil dari garasi.
"Menurutmu bagaimana?" balas Jacob ketus, "Aku sudah muak dengan semua pengisap
darah bau ini." Ia melihat ekspresiku dan buru-buru bicara sebelum aku bisa
menjawab. "Yeah, aku tahu, aku tahu. Mereka baik, mereka datang ke sini untuk
membantu, mereka akan menyelamatkan kita semua. Bla bla bla, bla bla bla. Kau
boleh bicara apa saja, tapi aku tetap menganggap Drakula Satu dan Drakula Dua
bikin bulu kuduk merinding."
Mau tak mau aku tersenyum. Kelompok Rumania juga bukan tamu favoritku. "Aku
sependapat denganmu dalam hal itu."
Renesmee menggeleng tapi tidak mengatakan apa-apa; tidak seperti kami yang lain,
ia justru menganggap kelompok Rumania aneh rapi menarik. Ia berusaha mengajak
mereka bicara karena mereka tak mau menyentuhnya. Renesmee menanyakan kulit
mereka yang tidak biasa dan, walaupun takut mereka tersinggung, aku senang juga
ia bertanya. Soalnya aku juga ingin tahu.
Sepertinya mereka tidak tersinggung oleh ketertarikan Renesmee. Mungkin hanya
sedikit sebal. "Kami duduk diam lama sekali, anakku," jawab Vladimir, bersama Stefan yang
mengangguk-angguk tapi tidak melanjutkan kalimat-kalimat Vladimir seperti yang
sering ia lakukan. "Merenungkan kedewaan kami. Itu pertanda kami memiliki kuasa,
bahwa segala sesuatu mendatangi kami. Buruan, diplomat, mereka yang membutuhkan
bantuan kami. Kami duduk di singgasana dan menganggap diri dewa. Untuk waktu
lama kami tidak menyadari bahwa kami berubah hampir membatu. Kurasa keluarga
Volturi berbuat baik pada kami waktu membakar kastil kami. Setidaknya Stefan dan
aku tidak terus membatu. Sekarang mata keluarga Volturi diselubungi kabut
kebejatan, tapi mata kami tetap jernih. Kubayangkan, kami jadi lebih berpeluang
mencungkil mata mereka dari rongganya."
Aku berusaha menjauhkan Renesmee dari mereka sesudah itu.
"Berapa lama kita akan berada di rumah Charlie?" tanya Jacob, menginterupsi
pikiranku. Ia terlihat rileks ketika mobil meninggalkan rumah dan seluruh
penghuni barunya. Membuatku bahagia bahwa ia tidak benar-benar menganggapku
vampir. Bagi Jacob, aku tetap Bella.
"Lumayan lama, sebenarnya."
Nada suaraku menarik perhatian Jacob.
"Memangnya ada urusan lain selain mengunjungi ayahmu?"
"Jake, kau tahu caranya mengendalikan pikiranmu di sekitar Edward?"
Jacob mengangkat alisnya yang hitam tebal. "Yeah?"
Aku hanya mengangguk, melirik Renesmee. Ia sedang memandang ke luar jendela, dan
aku tak tahu seberapa tertarik dirinya dengan percakapan kami, tapi aku
memutuskan untuk tidak mengambil risiko dengan berbicara lebih jauh.
Jacob menungguku mengatakan hal lain, tapi kemudian bibir bawahnya mencebik
memikirkan perkataanku yang sedikit tadi.
Sementara kami melaju dalam keheningan, aku menyipitkan mata melalui lensa
kontak yang menjengkelkan ini untuk bisa menembus hujan yang dingin; cuaca belum
cukup dingin untuk salju. Mataku tidak semengerikan pada awalnya-jelas lebih
mendekati Jingga kemerahan pudar daripada merah darah cemerlang. Sebentar lagi
warnanya akan berubah jadi kekuningan hingga aku tak perlu lagi mengenakan lensa
kontak. Aku berharap perubahan itu tidak akan terlalu membuat Charlie panik.
Jacob masih sibuk memikirkan percakapan kami yang sepotong tadi waktu kami tiba
di rumah Charlie. Kami tidak berbicara saat berjalan dengan langkah-langkah
cepat layaknya manusia menembus hujan. Ayahku sudah menunggu; ia membukakan
pintu sebelum aku sempat mengetuk,
"Hei, anak-anak! Rasanya sudah bertahun-tahun tidak ketemu! Coba lihat kau,
Nessie! Mari sini, Grandpa gendong! Sumpah, kau tambah tinggi 25 senti! Dan kau
kelihatan kurus, Ness." Charlie memandang garang padaku. "Memangnya kau tidak
diberi makan ya di sana?"
"Itu hanya karena dia cepat sekali bertumbuh," gumamku. "Hai, Sue."
Aku berseru ke balik bahu Charlie. Aroma ayam, tomat, bawang putih, dan keju
merebak dari dapur; mungkin bagi orang lain baunya sangat lezat. Sementara
bagiku baunya seperti pinus segar dan gabus pengganjal.
Renesmee tersenyum memamerkan lesung pipinya. Ia tidak pernah berbicara di depan
Charlie. "Well, masuklah, jangan berdingin-dingin di luar, anak-anak. Mana menantuku?"
"Sedang menemani para tamu," jawab Jacob, kemudian mendengus. "Kau sangat
beruntung tidak perlu berada di sana, Charlie, Hanya itu yang akan kukatakan."
Kutinju pinggang Jacob pelan sementara Charlie meringis.
"Aduh," keluh Jacob pelan; well, kusangka aku meninjunya dengan pelan.
"Sebenarnya, Charlie, aku harus mengurus beberapa hal."
"Terlambat belanja hadiah Natal ya, Bells" Kau hanya punya waktu beberapa hari
lho." "Yeah, belanja hadiah Natal," jawabku asal. Pantas saja ada bau gabus
pengganjal. Charlie pasti sudah memasang dekorasi Natal lama.
"Jangan khawatir, Nessie," bisik Charlie di telinganya. "Aku sudah menyiapkan
hadiah untukmu, untuk berjaga-jaga kalau ibumu lupa."
Aku memurar bola mataku padanya, tapi terus terang, aku sama sekali tidak
berpikir tentang Natal. "Makan siang sudah siap di meja," Sue berseru dari dapur. "Ayo, semua,"
"Sampai nanti, Dad," aku berpamitan, lalu melirik Jacob sekilas. Walaupun ia tak
bisa tidak memikirkan hal ini saat berdekatan dengan Edward nanti, setidaknya
tak banyak yang bisa ia ceritakan padanya. Ia tidak tahu apa yang akan
kulakukan. Tenru saja, pikirku dalam hati saat naik ke mobil, sebenarnya aku sendiri juga
tidak tahu. Jalanan licin dan gelap, tapi menyetir tak lagi membuatku takut. Refleksku jadi
sangat bagus dalam mengemudi, dan aku tak perlu terlalu memerhatikan jalan. Yang
menjadi persoalan adalah menjaga agar kecepatanku tidak menarik perhatian bila
aku sedang bersama orang lain. Aku ingin menyelesaikan misi hari ini,
menuntaskan misteri itu sehingga bisa kembali ke tugas utamaku untuk belajar.
Belajar melindungi beberapa hal, belajar membunuh yang lain.
Semakin lama aku semakin pintar mengendalikan perisaiku. Kate tak merasa perlu
memotivasiku lagi tidak sulit menemukan alasan untuk marah, setelah sekarang aku
tahu itulah kuncinya jadi aku lebih sering berlatih dengan Zafrina.
Ia senang melihatku bisa memperluas area perlindunganku; aku bisa melingkupi
area seluas tiga puluh meter selama lebih dari satu menit, walaupun itu
membuatku letih. Tadi pagi ia berusaha mencari tahu apakah aku bisa menepiskan
perisai itu dari pikiranku sepenuhnya. Aku tidak melihat kegunaannya, tapi
menurut Zafrina, itu akan membantu menguatkanku, seperti melatih otot-otot perut
dan punggung, bukan sekadar otot lengan. Pada akhirnya kau bisa mengangkat beban
yang lebih berat kalau otot-ototmu lebih kuat.
Aku tak pandai melakukannya. Aku hanya sempat melihat sekilas sungai dalam hutan
yang coba ditunjukkan Zafrina padaku.
Tapi ada beberapa cara untuk bersiap menghadapi apa yang sebentar lagi akan
terjadi, dan dengan hanya dua minggu tersisa, aku khawatir jangan-jangan aku
telah mengabaikan hal terpenting. Hari ini aku akan memperbaiki kelalaian itu.
Aku sudah menghafal petanya, dan aku tidak mendapat kesulitan menemukan alamat
yang tidak ada di Internet, yaitu alamat J. Jenks. Langkah berikut adalah
mendatangi Jason Jenks di alamat yang lain, yang tidak diberikan Alice padaku.
Mengatakan itu bukan lingkungan yang baik rasanya kurang tepat. Mobil keluarga
Cullen yang paling sederhana sekalipun akan tetap terlihat mencolok di jalanan
ini. Chevy tuaku akan terlihat sehat di sini. Jika masih menjadi manusia, aku
pasti akan mengunci semua pintu dan tancap gas secepat mungkin bila melintasi
kawasan ini. Namun sekarang aku justru sedikit takjub. Aku mencoba membayangkan
Alice datang ke tempat ini untuk alasan apa pun, tapi gagal.
Bangunan-bangunannya semua berlantai tiga, semua sempit, semua agak miring
seperti membungkukkan badan diterpa hujan sebagian besar berupa rumah tua yang
dibagi-bagi menjadi beberapa apartemen. Sulit mengenali warna bangunan itu
karena catnya sudah mengelupas. Semua sudah memudar menjadi berbagai nuansa
kelabu. Beberapa bangunan lantai dasarnya dijadikan tempat usaha: bar kotor
dengan jendela-jendela dicat hitam, toko perlengkapan paranormal lengkap dengan
gambar tangan dan kartu tarot dari lampu neon yang menyala, salon tato, dan
tempat penitipan anak yang kaca jendela depannya pecah dan direkatkan kembali
dengan lakban. Tak ada lampu sama sekali di bagian dalam ruangan-ruangan itu,
walaupun di luar suasana cukup muram sehingga manusia seharusnya membutuhkan
lampu. Aku bisa mendengar suara-suara gumaman pelan di kejauhan; kedengarannya
seperti suara TV. Ada beberapa orang di sekitar situ, dua tersaruk-saruk menembus hujan menuju
arah berlawanan, satu duduk di teras pendek kantor pengacara murahan, membaca
koran yang basah sambil bersiul-siul. Suaranya terlalu ceria untuk lingkungan
yang muram itu. Saking takjubnya melihat orang yang bersiul-siul riang itu, awalnya aku tak
menyadari bahwa bangunan terbengkalai itu adalah alamat tempat yang kucari
seharusnya berada. Tak ada nomor di bangunan bobrok itu, tapi salon tato yang
terletak persis di sebelahnya hanya berbeda dua nomor dari alamat yang kucari.
Aku menepikan mobil dan membiarkan mesinnya menyala sebentar. Aku akan tetap
masuk ke bangunan kumuh itu, tapi bagaimana caraku melakukannya tanpa dilihat
lelaki yang bersiul itu" Aku bisa memarkir mobilku di jalan sebelah dan kembali
ke sini lewat... Mungkin malah lebih banyak saksi di jalanan sana. Mungkin lewat
atap" Apa hari sudah cukup gelap untuk melakukan hal semacam itu"
"Hei, lady" seru lelaki yang bersiul itu, memanggilku.
Kubuka kaca jendela, pura-pura tidak mendengarnya tadi.
Lelaki itu meletakkan korannya. Setelah sekarang aku bisa melihatnya, pakaiannya
membuatku terkejut. Di bawah mantelnya yang panjang dan compang-camping,
pakaiannya agak terlalu rapi. Karena angin tidak bertiup, aku tak bisa mencium
baunya, tapi kilatan di kemeja merah gelapnya terlihat seperti sutra. Rambut
hitamnya kusut dan berantakan, tapi kulitnya yang gelap mulus dan sempurna,
giginya putih dan rapi. Sangat kontradiktif.
Mungkin sebaiknya Anda tidak memarkir mobil Anda di sana, lady" kata lelaki itu.
"Bisa-bisa mobil Anda sudah tak ada di sini lagi saat Anda kembali nanti,"
"Terima kasih peringatannya," ujarku.


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kumatikan mesin dan turun. Mungkin temanku yang bersiul-siul ini bisa memberiku
jawaban yang kubutuhkan lebih cepat daripada kalau aku mendobrak masuk ke
bangunan kumuh itu. Aku membuka payung abu-abu besar-sebenarnya bukan untuk
melindungi gaun sweter kasmir panjang yang kupakai. Tapi memang begitulah yang
lazim dilakukan manusia. Lelaki itu menyipitkan mata menatap wajahku dari balik deras hujan, kemudian
matanya membelalak. Ia menelan ludah, dan aku mendengar jantungnya berpacu cepat
waktu aku mendekat. "Aku mencari seseorang" aku mulai,
"Aku seseorang," sahutnya tersenyum. "Apa yang bisa kulakukan untukmu, Cantik?"
"Kau J. Jenks?" tanyaku.
"Oh," ucap si lelaki, ekspresinya langsung berubah, dari antisipasi menjadi
mengerti. Ia berdiri dan mengamatiku dengan mata disipitkan. "Mengapa kau
mencari J?" "Itu urusanku." Selain itu, karena aku juga tidak tahu alasannya. "Kau J?"
"Bukan" Kami berhadap-hadapan beberapa saat sementara matanya yang tajam memandangiku
dari atas ke bawah, memerhatikan mantel abu-abu mutiara ketat yang kupakai.
Tatapannya akhirnya kembali ke wajahku. "Kau tidak kelihatan seperti pelanggan
yang biasa." "Mungkin aku memang bukan yang biasa," aku mengakui, "Tapi aku harus bertemu
dengannya sesegera mungkin."
"Aku tak yakin harus melakukan apa," lelaki itu mengakui.
"Mengapa kau tidak memberitahukan namamu saja?"
Lelaki itu nyengir. "Max."
"Senang bertemu denganmu, Max, Sekarang, bagaimana kalau kaujelaskan padaku apa
yang kaulakukan untuk yang biasa?"
Cengiran Max berubah menjadi kerutan. "Well, klien-kilen J yang biasa tidak ada
yang seperti kau. Golongan kalian mana mau datang ke kantornya di sini. Kalian
biasanya langsung datang ke kantornya yang mewah di pencakar langit sana."
Aku mengulangi alamat lain yang kumiliki, membuat daftar angka-angka itu sebagai
pertanyaan. "Yeah, memang benar itu tempatnya," kata si lelaki, kembali curiga. "Mengapa kau
tidak pergi ke sana saja?"
"Ini alamat yang diberikan kepadaku oleh sumber yang sangat bisa diandalkan."
"Kalau kau bermaksud baik, pasti tidak akan datang ke sini."
Aku mengerucutkan bibir. Aku memang tak pandai menggertak, tapi Alice tidak
meninggalkan banyak alternatif untukku. "Mungkin aku memang bermaksud tidak
baik." Ekspresi Max berubah seperti meminta maaf. "Dengar, lady."
"Bella." "Baiklah. Bella. Begini, aku membutuhkan pekerjaan ini. J memberiku gaji besar,
kebanyakan hanya untuk duduk-duduk saja di sini seharian. Aku ingin membantumu,
sungguh, tapi-dan tentu saja aku berbicara secara hipotesis, oke" Atau off the
record, atau entah apalah yang baik menurutmu-tapi kalau aku meloloskan
seseorang yang bisa membuatnya mendapat masalah, aku bisa kehilangan pekerjaan.
Kau mengerti masalahku, kan?"
Aku berpikir sebentar, menggigit-gigit bibir, "Kau belum pernah melihat orang
seperti aku di sini sebelumnya" Well, yang agak mirip aku. Saudariku jauh lebih
pendek daripadaku, rambutnya hitam jabrik."
"J kenal saudarimu?"
"Kurasa begitu."
Max memikirkan informasi itu sebentar. Aku tersenyum padanya, dan ia terkesiap,
"Begini saja. Aku akan menelepon J dan menggambarkan sosokmu. Biar dia yang
memutuskan." Apa yang J. Jenks ketahui" Apakah dengan menggambarkan sosokku bisa berarti
sesuatu baginya" Pikiran itu menggelisahkan,
"Nama keluargaku Cullen," aku memberirahu Max, bertanya-tanya dalam hati apakah
aku terlalu banyak memberi informasi. Aku mulai merasa kesal pada Alice,
Betulkah aku benar-benar harus sebuta ini" Seharusnya ia bisa memberiku satu-dua
petunjuk... "Cullen, oke." Kuperhatikan Max memencet serangkaian nomor, aku menghafalnya. Well, aku bisa
menelepon J. Jenks sendiri kalau ini tidak berhasil
"Hei, J, ini Max. Aku tahu seharusnya aku tak boleh meneleponmu ke nomor ini
kecuali darurat... "
Memangnya ada yang darurat" Aku mendengar samar-samar suara dari seberang
menyahut. "Well, tidak juga. Tapi ada cewek yang ingin bertemu denganmu..."
Aku tidak melihat ada yang darurat dalam hal itu. Mengapa tidak kaujalankan saja
prosedur normalnya" "Aku tidak menjalankan prosedur normal karena dia tidak kelihatan seperti yang
normal... " Apakah dia polisi" "Bukan... " Kau kan bisa memastikan. Apakah dia terlihat seperti anak buah Kubarev..."
"Tidak... beri aku kesempatan bicara dulu, oke" Katanya, kau kenal saudarinya
atau bagaimana." Kemungkinannya kecil. Orangnya seperti apa"
"Orangnya seperti... " Mata Max mengamatiku dari wajah sampai sepatu dengan
sikap menghargai. "Well, orangnya seperti model top, begitulah kelihatannya" Aku
tersenyum dan Max mengedipkan mata padaku, lalu melanjutkan. "Bodinya yahud,
pucat seperti seprai, rambut cokelat hampir sepinggang, sepertinya sudah lama
tidak tidur nyenyak... apakah kedengaran familier?"
Tidak, kedengarannya tidak. Aku tidak senang kelemahanmu pada wanita cantik
mengganggu... "Yeah, jadi aku payah setiap kali berhadapan dengan cewek cantik, memangnya
kenapa kalau begitu" Maaf mengganggumu, man. Lupakan saja."
"Nama," bisikku.
"Oh benar. Tunggu," seru Max. "Katanya namanya Bella Cullen. Apakah itu
membantu?" Sesaat tidak terdengar apa-apa, kemudian suara di ujung telepon itu tahu-tahu
menjerit, menghamburkan makian kasar yang jarang terdengar di luar tempat
istirahat para-sopir truk. Ekspresi Max langsung berubah; semua gurauannya
lenyap dan bibirnya berubah pucat.
"Karena kau tidak tanya" Max balas berteriak, panik. Sunyi sejenak sementara J
menenangkan diri. "Cantik dan pucat?" tanya J, sedikit lebih tenang.
"Aku bilang begitu kan, tadi?"
Cantik dan pucat" Apa yang diketahui lelaki ini tentang vampir" Apakah ia
sendiri juga vampir" Aku tidak siap menghadapi konfrontasi semacam itu.
Kugertakkan gigiku. Apa gerangan yang Alice siapkan bagiku"
Max menunggu sebentar sementara ia kembali dihujani makian dan instruksi,
kemudian melirikku dengan mata nyaris ketakutan. "Tapi kau kan hanya bertemu
klien-klienmu di sini setiap hari Kamis... oke, oke! Segera kulaksanakan." Ia
menggeser ponsel dan mematikannya.
"Dia mau bertemu denganku?" tanyaku dengan nada riang.
Max melotot. "Seharusnya kaubilang padaku bahwa kau klien penting."
"Aku tak tahu kalau aku klien penting."
"Kusangka kau tadi polisi," Max mengakui "Maksudku, kau memang tidak mirip
polisi. Tapi tingkahmu aneh, Cantik."
Aku mengangkat bahu. "Gembong narkoba, ya?" tebak Max.
"Siapa, aku?" tanyaku,
"Yeah. Atau cowokmu atau siapalah."
"Bukan, maaf. Aku tidak suka narkoba, begitu pula suamiku. Katakan tidak dan
lain sebagainya." Max memaki pelan. "Oh, sudah menikah rupanya. Sial."
Aku tersenyum, "Mafia?" "Bukan," "Penyelundup berlian?"
"Astaga! Jadi itu ya, tipe orang-orang yang biasanya berurusan denganmu, Max"
Mungkin kau membutuhkan pekerjaan baru."
Harus kuakui, aku merasa agak senang. Sudah lama aku tidak berinteraksi dengan
manusia selain dengan Charlie dan Sue, Asyik juga melihat Max terkesiap begitu.
Aku juga senang betapa mudahnya bagiku untuk tidak membunuhnya.
"Kau pasti terlibat dalam sesuatu yang besar. Dan buruk," duga Max.
"Sama sekali tidak seperti itu."
"Semua juga bilang begitu. Tapi siapa lagi yang butuh surat-surat" Atau mampu
membayar tarif tinggi yang ditetapkan J untuk itu, begitulah. Bukan urusanku
sih," dan lagi-lagi ia menggumamkan kalimat sudah menikah.
Ia memberiku alamat lain dengan petunjuk arah sekadarnya, kemudian mengawasi
kepergianku dengan sorot curiga bercampur menyesal.
Di titik ini aku siap menghadapi nyaris apa saja-kantor canggih seperti sarang
berteknologi tinggi milik musuh James Bond sepertinya cocok. Jadi kupikir Max
pasti sengaja memberiku alamat yang salah untuk mengetesku. Atau mungkin
kantornya ada di bawah tanah, di bawah mal yang sangat biasa ini, yang berdiri
di bukit berhutan di kawasan hunian yang bagus.
Kuparkir mobilku di tempat kosong dan mendongak, memandangi papan nama berselera
tinggi yang tidak terlalu mencolok, bertuliskan JASON SCOTT, PENGACARA.
Bagian dalam kantornya berwarna heige dengan aksen hijau seledri, tidak mencolok
atau menonjol. Tak ada bau vampir di sini, dan itu membantuku merasa rileks.
Tidak ada apa-apa kecuali bau manusia yang asing. Akuarium ikan dipasang di
dalam dinding, dan resepsionis cantik berambut pirang yang tidak begitu cerdas
duduk di belakang meja. "Halo," ia menyapaku. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya ingin bertemu Mr. Scott."
"Sudah ada janji?"
"Tidak juga." Wanita itu tersenyum, sedikit mengejek. "Bakal lama kalau begitu. Bagaimana
kalau Anda duduk dulu sementara saya... "
"April', terdengar suara laki-laki berkaok dari telepon di mejanya. Aku sedang
menunggu kedatangan seseorang bernama Mrs. Cullen,
Aku tersenyum dan menunjuk diriku sendiri.
"Suruh dia langsung masuk. Kau mengerti?"
Tak peduli aku sedang melakukan apa. Aku bisa mendengar nada lain dalam suaranya
selain tidak sabar. Stres. Tegang.
"Dia baru saja datang," kata April begitu bisa bicara.
"Apa" Suruh dia masuk Tunggu apa lagi?"
"Segera, Mr. Scott!" Resepsionis itu langsung berdiri, mengibaskan kedua tangan
sambil berjalan mendahuluiku melintasi lorong pendek, menawariku kopi, teh, atau
apa saja yang mungkin kuinginkan.
"Silakan," katanya sambil menyilakanku masuk melalui sebuah pintu ke dalam ruang
kantor yang mewah, lengkap dengan meja kayu besar dan dinding berpanel
"Tutup pintunya," sebuah suara tenor serak memerintahkan.
Kuamati lelaki yang duduk di belakang meja semenrara April buru-buru keluar.
Lelaki itu pendek dan rambutnya mulai botak, usianya mungkin sekitar 55 tahun,
perutnya buncit. Ia mengenakan dasi sutra merah dipadu kemeja garis-garis biru-
putih, dan blazer biru tuanya digantung di punggung kursi. Ia juga gemetaran,
wajahnya pucat seperti mayat, dengan titik-titik keringat menghiasi kening.
dugaanku, pasti ada usus yang melilit di balik perut buncitnya itu.
J berdiri dengan goyah dari kursinya. Ia mengulurkan tangan ke seberang meja,
"Ms. Cullen. Senang sekali bertemu denganmu."
Aku menghampirinya dan menjabat tangannya dengan cepat. Ia meringis sedikit saat
tangannya bersentuhan dengan kulitku yang dingin, tapi sepertinya ia tidak
terlalu terkejut. "Mr. Jenks. Atau Anda lebih suka dipanggil Scott?" Lagi-lagi ia meringis.
"Terserah Anda."
"Bagaimana kalau Anda memanggilku Bella, dan aku akan memanggil Anda J?"
"Seperti teman lama," ia setuju, mengusapkan saputangan sutra ke keningnya. Ia
melambai padaku, mempersilakanku duduk, dan ia sendiri juga duduk. "Saya harus
bertanya, apakah saya akhirnya bertemu muka dengan istri Mr. Jasper yang
cantik?" Aku menimbang-nimbang pertanyaan itu sesaat. Jadi lelaki ini kenal Jasper, bukan
Alice. Kenal, dan sepertinya takut juga padanya, "Adik iparnya, sebenarnya."
J mengerucutkan bibir, seolah-olah berusaha memahami maksud semua ini, sama
seperti aku. "Saya yakin Mr. Jasper sehat-sehat saja?" tanyanya hati-hati.
"Saya yakin dia sehat. Dia sedang berlibur panjang saat ini."
Kelihatannya keterangan itu menjernihkan sebagian kebingungan J. Ia mengangguk
dan melipat jari-jarinya, "Begitu, Seharusnya Anda langsung saja datang ke
kantor utama. Asisten-asisten saya di sana akan langsung menghubungkan Anda
dengan saya tidak perlu lewat jalur yang kurang ramah."
Aku hanya mengangguk. Entah mengapa Alice memberiku alamat daerah kumuh itu.
"Ah, well, Anda toh sudah sampai di sini sekarang. Apa yang bisa saya bantu?"
"Surat-surat," jawabku, berusaha memperdengarkan nada yakin dalam suaraku,
seolah-olah aku mengerti apa yang kubicarakan.
"Tentu saja," J langsung mengiyakan. "Apa yang kita maksud ini akte kelahiran,
akte kematian, SIM, paspor, kartu jaminan sosial..?"
Aku menarik napas dalam-dalam dan tersenyum. Aku berutang budi pada Max.
Kemudian senyumku lenyap. Ada alasan mengapa Alice mengirimku ke sini. dan aku
yakin alasannya adalah untuk melindungi Renesmee. Hadiah terakhir Alice untukku.
Satu-satunya hal yang ia tahu kubutuhkan.
Satu-satunya alasan Renesmee membutuhkan dokumen palsu adalah untuk melarikan
diri. Dan satu-satunya alasan Renesmee perlu melarikan diri adalah karena kami
kalah. Kalau Edward dan aku melarikan diri bersamanya, ia takkan membutuhkan dokumen-
dokumen ini sekarang. Aku yakin kartu identitas adalah sesuatu yang pasti bisa
diusahakan Edward atau bisa ia buat sendiri, dan aku yakin ia tahu cara-cara
melarikan diri tanpa surat-surat. Kami bisa lari ratusan kilometer. Kami bisa
berenang bersamanya menyeberangi samudera.
Kalau kami ada untuk menyelamatkan Renesmee.
Ditambah lagi aku harus merahasiakan semua ini dari Edward. Karena ada
kemungkinan segala sesuatu yang Edward ketahui, akan diketahui juga oleh Aro.
Kalau kami kalah, Aro pasti akan mendapatkan informasi yang sangat ia inginkan
sebelum ia menghancurkan Edward.
Persis seperti kecurigaanku. Kami tidak bisa menang. Tapi kami harus bisa
membunuh Demetri sebelum kami kalah, memberi Renesmee kesempatan untuk melarikan
diri. Matiku masih terasa bagai sebongkah batu besar di dadaku menyesakkan. Segenap
harapanku lenyap seperti kabut diterpa sinar matahari. Air maraku merebak.
Siapa yang akan kuserahi tanggung jawab" Charlie" Tapi ia manusia biasa yang tak
berdaya. Dan bagaimana caraku menyerahkan Renesmee padanya" Ia tidak akan berada
di sekitar lokasi pertempuran. Kalau begitu hanya tersisa satu orang. Dan
sesungguhnya memang tak pernah ada orang lain.
Aku memikirkan semuanya begitu cepat hingga J tidak sadar bahwa aku sempat
terdiam sejenak. "Dua akte kelahiran, dua paspor, satu SIM," kataku dengan suara rendah dan
tertekan. Kalau J menyadari perubahan ekspresiku, ia tidak menunjukkannya. "Nama-namanya?"
"Jacob... Wolfe. Dan... Vanessa Wolfe,'' Nessie sepertinya nama panggilan yang
cocok untuk Vanessa. Jacob pasti senang sekali kalau dia tahu tentang nama Wolfe
ini. Pena J bergerak lancar di atas buku. "Nama tengah?"
"Cantumkan nama generik apa saja,"
"Kalau Anda lebih suka begitu. Umur?"
"Dua puluh tujuh untuk si lelaki, lima untuk si perempuan." Jacob pasti bisa
dikira sudah berumur 27. Ia kan "monster" Dan menilik cepatnya pertumbuhan
Renesmee, lebih baik aku memperkirakan yang tinggi. Jacob bisa menjadi ayah
tirinya... "Saya membutuhkan foto bila Anda lebih suka dokumen yang sudah jadi," kata J,
menyela pikiranku. "Mr, Jasper biasanya suka menyelesaikannya sendiri,"
Well, kalau begitu jelas mengapa J tidak tahu bagaimana rupa Alice.
"Tunggu sebentar," kataku.
Beruntung benar. Kebetulan aku menyimpan beberapa foto keluarga dalam dompetku,
dan foto yang pas sekali Jacob sedang menggendong Renesmee di tangga teras depan
baru diambil sebulan yang lalu. Alice memberikannya padaku hanya beberapa hari
sebelum... Oh. Mungkin sebenarnya itu bukan kebetulan sama sekali, Alice tahu
aku memiliki foto ini. Mungkin sebelumnya ia bahkan sudah tahu aku akan


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membutuhkannya sebelum ia memberikannya padaku.
"Ini dia." J mengamati foto itu sesaat. "Putri Anda sangat mirip Anda." Aku mengejang. "Dia
lebih mirip ayahnya."
"Dan ayahnya bukan lelaki ini." J menyentuh wajah Jacob. Mataku menyipit, dan
titik-titik keringat baru bermunculan di kepala j yang mengilat.
"Bukan. Itu teman dekat keluarga."
"Maafkan saya," gumam J, dan penanya kembali bergerak. "Kapan Anda membutuhkan
surat-surat ini?" "Apakah bisa selesai dalam satu minggu?"
"Itu pesanan kilat. Biayanya dua kali lipat, tapi maafkan saya. Saya lupa kepada
siapa saya berbicara."
Jelas, ia kenal Jasper. "Katakan saja berapa."
J sepertinya ragu-ragu mengucapkannya dengan suara keras, walaupun aku yakin,
setelah berhubungan dengan Jasper, ia pasti tahu uang bukan masalah. Bahkan
tanpa mempertimbangkan isi berbagai rekening yang tersimpan di seluruh penjuru
dunia dengan berbagai nama Cullen tercatat sebagai pemiliknya, ada cukup banyak
uang tunai tersimpan di seluruh penjuru rumah yang jumlahnya cukup untuk
membiayai kegiatan operasional sebuah negara kecil selama satu dekade; hal itu
mengingatkanku pada ratusan kail yang tersembunyi di bagian belakang laci mana
pun di rumah Charlie. Aku ragu ada orang yang menyadari bahwa ada setumpuk kecil
uang yang hilang, yang kuambil untuk persiapan hari ini.
J menuliskan jumlah yang diminta di bagian bawah buku.
Aku mengangguk kalem. Uang yang kubawa lebih dari cukup. Kubuka tas dan kuhitung
jumlah yang diminta-aku sudah menjepitnya menjadi tumpukan yang masing-masing
berjumlah lima ribu dolar, jadi tidak butuh waktu lama untuk menghitungnya.
"Ini." "Ah, Bella, Anda tidak benar-benar harus memberikan semuanya pada saya sekarang.
Biasanya Anda bayar dulu setengah untuk memastikan pesanan Anda dikerjakan"
Aku tersenyum lembut pada lelaki yang gugup itu. "Tapi saya percaya pada Anda,
J. Selain itu, saya akan memberi Anda bonus-sejumlah sama begitu saya
mendapatkan dokumen-dokumen itu."
"Itu tidak perlu, sungguh."
"Jangan khawatir soal itu." Aku toh tak bisa membawa uang itu bersamaku. "Jadi
kita bertemu lagi minggu depan, waktu yang sama?"
J menatapku panik. "Sebenarnya, saya lebih suka transaksi dilakukan di tempat-
tempat yang tidak ada hubungannya dengan bisnis saya."
"Tentu saja. Saya yakin cara saya melakukan ini tidak seperti yang Anda
harapkan." "Saya sudah terbiasa tidak mengharapkan apa-apa bila berhubungan dengan keluarga
Cullen." Ia meringis dan cepat-cepat mengubah ekspresinya menjadi tenang
kembali. "Bagaimana kalau kita bertemu pukul delapan, seminggu dari sekarang di
The Pacifico" Letaknya di Union Lake, dan makanannya lezat sekali."
"Sempurna" Bukan berarti aku akan ikut makan malam bersamanya. Ia takkan suka
kalau aku ikut makan. Aku berdiri dan menjabat tangannya. Kali ini ia tidak bergidik. Tapi sepertinya
ada kekhawatiran baru yang mengusik pikirannya. Mulutnya berkerut, punggungnya
mengejang. "Apakah Anda akan sulit memenuhi tenggat waktu?" tanyaku.
"Apa?" Ia mendongak, terperangah oleh pertanyaanku. "Tenggat waktu" Oh, tidak.
Tidak ada kekhawatiran sama sekali. Dokumen-dokumen Anda pasti akan selesai
tepat waktu." Seandainya ada Edward di sini, pasti aku bisa mengetahui apa sesungguhnya yang
dikhawatirkan J. Aku mendesah. Merahasiakan sesuatu dari Edward saja sudah tidak
mengenakkan; apalagi harus berjauhan dengannya,
"Kalau begitu, sampai ketemu minggu depan."
34.DEKLARASI Aku sudah mendengar suara musik sebelum turun dari mobil. Edward tidak pernah
lagi bermain piano sejak malam Alice pergi. Sekarang, ketika aku menutup pintu
mobil, kudengar lagu itu bermetamorfosis melalui sebuah bridge dan berubah
menjadi lagu ninaboboku. Edward menyambut kepulanganku.
Aku berjalan lambat-lambat saat menarik Renesmee yang tertidur pulas; kami pergi
seharian dari dalam mobil. Kami meninggalkan Jacob di rumah Charlie katanya ia
akan pulang naik mobil bersama Sue. Aku penasaran apakah ia berusaha mengisi
kepalanya dengan berbagai pertanyaan untuk menghilangkan ingatannya tentang
bagaimana wajahku saat berjalan memasuki pintu rumah Charlie.
Sementara kami berjalan lambat-lambat menuju rumah keluarga Cullen, aku sadar
harapan dan kegembiraan yang seolah menjadi aura yang terpancar di sekeliling
rumah putih besar itu juga kurasakan tadi pagi. Namun bagiku semua itu kini
terasa asing. Aku ingin menangis lagi, mendengar Edward bermain piano untukku. Tapi
kutenangkan hatiku. Aku tak ingin ia curiga. Sebisa mungkin aku takkan
meninggalkan petunjuk apa pun dalam pikirannya untuk Aro.
Edward menoleh dan tersenyum waktu aku berjalan melewati pintu, tapi terus
bermain. "Selamat datang," katanya, seolah-olah ini hari normal biasa. Seolah-olah tak
ada dua belas vampir lain dalam ruangan itu yang terlibat dalam berbagai
aktivitas, dan selusin lagi bertebaran di segala penjuru. "Senang bertemu
Charlie hari ini?" "Ya. Maaf aku pergi lama sekali. Tadi aku singgah sebentar untuk membeli hadiah
Natal untuk Renesmee. Aku tahu memang tidak akan ada perayaan besar-besaran,
tapi... " Aku mengangkat bahu.
Bibir Edward tertarik ke bawah. Ia berhenti bermain dan memutar bangku yang
didudukinya agar seluruh tubuhnya menghadap ke arahku. Ia meraih pinggangku dan
menarikku lebih dekat. "Aku tidak terlalu memikirkannya. Kalau kau ingin
merayakannya... " "Tidak," kupotong kata-kata Edward. Dalam hati aku meringis membayangkan harus
berpura-pura antusias daripada yang harus kulakukan sekarang. "Aku hanya tak
ingin hari itu berlalu tanpa memberinya sesuatu."
"Boleh kulihat tidak?"
"Kalau kau mau. Hanya hadiah kecil kok."
Renesmee benar-benar sudah tidak sadar, mendengkur lembut di leherku. Aku iri
Si Dungu 4 Playboy Dari Nanking Karya Batara Pendekar Elang Salju 3
^