Pencarian

Hati Yang Terberkahi 5

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara Bagian 5


tertidur hangat bersandar pada bahu kakakku. Mendadak terdengar teriakkan-teriakan keras, yang
membangunkanku dan mobil truk kami terpaksa berhenti tepat di depan sebuah pohon
yang rubuh. Yang pastinya penghalang itu tidak ada saat kami berangkat tadi, juga
tidak ada badai, hujan dan angin yang kelihatannya dapat menjatuhkannya. Seseorang telah
menaruhnya di sana dan kini ada banyak orang-orang yang berada di depan kami tersorot cahaya
truk menghadang jalanan dengan wajah sangar dan bersenjata tajam.
Mereka perampok-perampok musiman yang biasanya muncul saat masa panen dan ingin
menjarah atau merampok hasil penjualan panen warga. Aku ketakutan, meski aku
termasuk berdarah panas namun tetap saja ini adalah pertama kalinya aku menghadapi
kejadian seperti ini dan jelas kakak perempuanku yang berusia lima tahun lebih tua dariku
kelihatan lebih ketakutan lagi. Dia memelukku lebih erat, mungkin berpikir ingin melindungiku
tapi aku tahu dia hanya berpura-pura tegar. Dia jauh lebih ketakutan daripadaku. Ayah tampak
panik dan ~ 171 ~ - B L E S S E D H E A R T -
menyuruh kami agar tetap tenang dan dengan cepat menarik keluar sebuah golok
dari belakang tempat duduk mobil, golok yang selalu tersedia di mobil untuk menebang
rerumputan atau semak belukar dan menyerahkannya padaku yang duduk di tengah.
"Jaga kakakmu baik-baik," pesannya singkat dan menatapku dengan tegas, seolah-
olah berkata apa pun yang terjadi lindungi dia. Beberapa orang mendekat dan mengetok
kaca jendela mobil dengan kapak memaksanya keluar dari truk. Ayahku terlihat menarik
nafas dalam-dalam dan kemudian segera turun dari mobil sambil menutup pintu kembali.
Meninggalkan kami berdua.
Aku ketakutan dan ragu dengan apa yang harus kulakukan dengan golok di tanganku.
Sebelum semua itu selesai dari pintu samping kakakku seorang bandit
menghancurkan pintu kaca jendela dan membuka paksa pintu truk serta menarik paksa kakak perempuanku
keluar. Teriakan kakakku mengejutkanku dan membuatku menjadi gelisah serta terkejut
tidak tahu harus melakukan apa pun. Tangan kakakku menarik pakaianku dan membuatku menarik
tangannya untuk masuk kembali. Pilihan untuk mengacungkan golok di tanganku pada
bandit itu kelihatannya tidak pernah melesat dalam pikiranku, jikapun terlintas, aku
pasti masih terdiam berpikir apakah aku akan benar-benar membacoknya. Waktu bergerak begitu
cepat, aku melihat kakakku melawan perampok itu mati-matian, sebelah tangannya
menjambak, mencakar, berteriak, menggigit dan detik berikutnya bandit itu mengayunkan golok
ditangannya pada kakakku beberapa kali. Seketika darah berceceran ke arahku dan
kakakku berteriak kesakitan sambil menangis.
Aku melihat darah kakakku mengalir begitu merah dan gelap diiringi tangis air
mata. Tiba-tiba sebuah tembakan terdengar dari belakang mobil menggelegar dan kelompok
bandit itu segera berlarian. Sebuah mobil lainnya yang kebetulan lewat berhenti tepat
di belakang truk kami dan dua pria keluar dengan senjata api dan berjalan ke depan hendak
mengincar para perampok sehingga semuanya lari kocar-kacir. Aku membantu kakakku kembali
masuk dalam mobil. Ayahku segera berterima kasih pada penolong itu dan kemudian
bersama-sama mereka menggeser pepohonan yang jatuh secepat mungkin, kakakku sedang menangis
di dalam mobil dan aku tidak berdaya. Semuanya terasa tidak nyata aku tidak tahu
harus berbuat apa, otakku terasa berhenti.
Di dalam mobil ayahku menatapku dengan tajam, mengeluarkan kotak P3K dari
dashboard dan menyuruhku menahan luka terbuka di lengan kiri dan paha kiri kakakku. Darah
terus menerus mengalir keluar melalui pakaian yang robek dan kulit yang terbuka,
kakakku menangis, aku terdiam gelisah dengan jari-jariku yang dipenuhi darah kental dan
ayahku segera menyetir truk bagai kesetanan menuju ke rumah sakit terdekat membuat truk
melompat-lompat di jalanan tidak rata. Detik demi detik terasa berlalu begitu
lambat, darah ~ 172 ~ - B L E S S E D H E A R T -
yang mengalir, tangisan kakak perempuanku dan suara klakson Ayahku yang terus
berbunyi menggeser mobil-mobil di depan semua itu terus berputar-putar. Tak berapa lama
kami berhasil tiba di sebuah rumah sakit kecil dan dokter serta perawat segera
menolong kakakku yang menangis kesakitan dengan wajah pucat dan memutih.
Ayahku hanya duduk diam di ruang tunggu bersama diriku, dalam kebisuan panjang.
Tidak ada yang dikatakan oleh ayahku tapi aku tahu tatapan tajamnya itu menghujam.
Jika tadi aku tidak segan menggunakan golok yang diberikannya, kakakku tidak
akan memperoleh luka itu. Tatapan tajamnya dan keheningan ini lebih menusuk seribu kali lebih tajam
daripada teguran kasar. Tak lama kemudian dokter pun keluar dan memberitahukan kondisi kakak
perempuanku baik-baik saja. Setelah memberikan lebih dari dua puluhan jahitan di
tangan dan pahanya serta harus menginap di rumah sakit karena kekurangan darah. Dia
juga hanya bisa tenang setelah diberi obat penenangan, tapi tidak mengalami luka berat yang
mengancam nyawanya. Di dalam kamar pasien aku terduduk menatap kakakku yang sedang dibalut
perban dan tidur dengan wajah pucat. Kakak perempuanku yang sangat lembut yang
bahkan tidak pernah berteriak kasar pada siapa pun, sifatnya yang sanga keibuan. Aku
sangat menyukainya dan dia selalu menghiburku di saat sedih atau berbuat salah.
Tapi apa yang telah kulakukan.
Aku melarikan diri dari kamar pasien dan bersembunyi dalam kamar mandi rumah
sakit. Menangis dengan kedua tanganku yang masih gemetar dipenuhi jejak noda darah
kakakku yang mengering. Semua ini karena kesalahanku, karena aku tidak berani bertindak.
Karena kesalahanku, orang yang kusayangi harus mengalami semua ini. Hanya karena
kelemahanku dan ketidakberanianku mengambil keputusan. Andai saja perampok itu
mengacungkan goloknya ke bagian vital lain.
Kakakku dapat saja terbunuh karena keragu-raguan diriku.
Aku membenci perampok itu, membenci mereka tapi aku jelas jauh lebih membenci
diriku yang ragu dan tidak berani menyakiti orang sehingga orang yang kusayangilah yang
harus menerima rasa sakit itu. Aku menangis berharap aku dapat mengampuni diriku sendiri.
Sejak saat itu, setiap kali melihat bekas luka di tangan kakak perempuanku, aku
tahu kesalahanku. Memang luka itu membuatku bersikap lebih lembut dan baik padanya
akan ~ 173 ~ - B L E S S E D H E A R T -
tetapi kebencianku pada diriku dan penjahat itu sama sekali tidak pernah
berkurang bahkan semakin bertambah setiap harinya. Semenjak saat itu juga aku tidak pernah lagi
ragu dalam mengambil keputusan, aku akan mengambil keputusan secepat mungkin sebelum
masalahnya menjadi semakin besar dan mencelakai sekelilingku, keluargaku atau orang-orang
yang kusayangi. Aku bertekad akan menghancurkan apa pun itu secepat mungkin, siapa
pun yang ingin menyakitiku dan keluargaku harus siap menerima rasa sakit itu kembali dan
aku tidak akan ragu sedikit pun dalam melakukannya. Meski jika aku tahu aku tidak akan
pernah menang, aku akan tetap memberikan pukulan terkeras ataupun gigitan terkeras
meski aku harus mati dengannya. Memutuskan segala sesuatu itu harus secepat mungkin. Meski kadang risiko yang
diterima akan jauh lebih besar karena terburu-buru, akan tetapi aku sudah pasrah. Selama
risiko itu adalah risiko yang kutanggung sendiri dan yang akan dihadapi secara pribadi maka
aku akan sanggup menerimanya. Selama risiko itu tidak lagi diterima oleh orang-orang yang kukasihi, aku dapat
melakukan apa pun juga. Perampokan itu terus berlanjut, beberapa kendaraan juga dicegat di tengah malam
oleh para perampok, sehingga orang-orang di desa mulai membawa lebih banyak orang untuk
menemani mereka jika mereka terpaksa pulang larut malam. Aku yang setiap kali
mengetahui ada yang hendak melakukan perjalanan ke kota dan pulang di malam hari pasti akan
ikut meski kadang ibu dan kakak perempuanku melarang.
Aku sedang menunggunya, bandit itu. U ntuk memperbaiki kesalahanku.
Setelah belasan kali melakukan perjalanan selama beberapa bulan, rekan-rekan
pemuda desa mulai menganggap ini semua menyenangkan. Karena selain kami dibayar untuk
mengikuti perjalanan juga dapat sekalian jalan-jalan ke kota.
Malam itu suara binatang malam terdengar begitu nyaring, bintang-bintang di
langit gelap terlihat bertabur bagai lautan cahaya dan udara terasa dingin mengigit. Akhirnya
mobil jenis pick-up yang kami tumpangi dicegat oleh sekelompok orang. Saat itu memang
kendaraan kami pulang jauh lebih larut daripada biasanya karena mesin mobil yang
memerlukan perbaikan di kota. Istri pemilik kendaraan berada di depan mobil beserta anak
gadis mereka. Aku berdiri di atas pick-up dan melihat sekeliling. Kejadian yang sama kembali
terulang, sebatang pohon tumbang menghalangi di tengah jalanan dan beberapa orang
bertampang buas dan bersenjata parang, golok dan kapak berteriak-teriak memaksa pemilik
mobil untuk turun. Kami yang berada di belakang mobil pick-up mengetahui hal itu terdiam,
sedikit ketakutan dan bingung, tidak dapat mengatasi situasi. Meski aku sudah
melakukannya ~ 174 ~ - B L E S S E D H E A R T -
berkali-kali di dalam kepalaku, ternyata mengadapi kenyataan selalu berbeda
dengan apa yang sudah aku bayangkan. Tubuhku masih tidak mampu bergerak hingga seorang
perampok yang wajahnya sudah kukenal ternyata segera mendekati pintu samping penumpang
dan hendak menyeret keluar anak gadis pemilik kendaraan. Darahku seketika mendidih
melihat kilas bayangan yang tidak akan pernah kulupakan dan seketika itu juga aku tahu
apa yang harus kulakukan. Tanganku segera menghunuskan golokku yang sudah kuasah berkali-kali dengan
amarah, kebencian dan dendam. Sebelum perampok itu dapat menarik anak gadis pemilik itu
keluar, golokku sudah terayun mengenai tubuhnya, membuka luka yang dalam pada pundak
orang tersebut, cukup dekat dengan lehernya. Jantungku menjadi lemas seketika, karena
ini adalah saat pertama kali aku menggunakan golok melukai orang. Darahnya memercik pada
wajahku dan mengalir keluar dari pundaknya diikuti teriakan kesakitan dirinya yang
mengejutkan semua rekan-rekannya. Aku masih diam berdiri hingga perampok itu berteriak
terduduk di atas tanah mencoba menahan kucuran darahnya dengan sia-sia karena lukanya
terlalu lebar, darah terus mengalir pada tangannya. Seorang teman perampok lainnya dengan marah
segera melemparkan kapak di tangannya ke arahku.
Terkejut, aku mencoba menghindar dan kapak itu terus melayang berputar melewati
samping kepalaku yang akhirnya mengeluarkan suara berderik keras saat menancap di sebuah
pohon jauh di belakangku. Suara yang membuat nyaliku hampir putus namun segera
ketakutan itu berubah menjadi kemarahan dan emosi yang panas membara. Aku menjadi marah sekali
dan segera melompat turun dari belakang mobil untuk menyerang para pejahat dengan
golok di tanganku yang terayun sembarangan.
Kali ini, diriku atau mereka yang mati.
Beberapa pemuda yang ada di belakang mobil yang sama denganku, ketakutan dan
berdiri bingung melihat diriku yang turun dan mengamuk. Pemilik kendaraan yang sedari
tadi masih terdiam di dalam mobil segera membuka dashboardnya dan mengeluarkan sebuah
senjata api tangan dengan enam peluru yang sudah dipersiapkannya untuk menahan perampok,


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terburu- buru dan gemetaran ia mulai mengisi pelurunya.
Aku kalap dan terus mengayunkan golokku sembarangan, setelah turun dari mobil
tadi beberapa penjahat langsung mengerumuniku sambil mengayun-ayunkan senjata tajam
mereka. Bahkan senjata tajam mereka sudah mengoyak pakaian serta kulitku pada
beberapa tempat. Dan tidak ketinggalan golokku juga sudah bertukar sapa pada kulit dan
daging mereka beberapa kali. Beberapa perampok terlihat rebah di tanah sambil berteriak
dan membasahi tanah dengan darah mereka.
~ 175 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Kini lima orang sedang mengelilingiku sambil mengacungkan parang, golok dan
kapak. Nafasku sudah kembang kempis dan cairan hangat membasahi golok dan tanganku.
Kami saling bertatapan menjaga jarak, menunggu waktu yang tepat untuk saling
menyerang lagi. Mendadak terdengar suara tembakan keras memecah langit malam mengejutkan kami
semua. Sebuah peluru melesak masuk ke tanah di antara kaki perampok, mengoyak debu-debu
di antaranya yang membuat mereka semua segera berlari meninggalkanku. Untuk saat
ini nyawaku tertolong. Di bawah sinar rembulan dan sorot lampu mobil, terlihat
wajah, tangan serta bajuku dipenuhi darah. Baju dan celanaku terkoyak di berbagai tempat
bersamaan dengan darah yang mengalir.
"Kamu terluka?" tanya pemilik mobil yang segera mendekatiku dan memperhatikanku
dengan seksama. "Hanya luka ringan di kulit saja kebanyakan adalah darah
mereka," kataku tidak perduli meski aku dapat merasakan perih di berbagai tubuhku. Pemilik itu
masih sambil memegang senjata apinya melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada lagi
bandit yang masih ingin macam-macam dengannya. "Kalian cepat turun bantu geser pohon ini,"
teriaknya pada semua orang yang berada di belakang pick-up dan masih berdiri bengong.
Seketika mereka semua melompat turun mendekati batang pohon yang terjatuh.
Tidak ada yang berani menegurku saat melewatiku dan aku naik kembali ke atas
pick-up untuk duduk di sudut. Otakku masih mencoba mencerna apa yang kulakukan tadi,
inilah pertama kalinya aku melukai manusia, mencicipi rasa darah dan merasakan senjata
tajam yang menyayat otot dan daging lawan. Semuanya terasa begitu tidak nyata namun
juga nyata. Rasanya sedikit menegangkan dan mengagumkan. Tubuhku mengigil.
Semenjak saat itu tidak pernah lagi terdengar ada perampok yang muncul di tengah
perjalanan di sana dan aku mendapat nama julukan untukku sendiri oleh orang-
orang di desaku. "Rage" Jaime "Rage" Hunter.
*** Waktu terus berlalu. Aku menatap langit biru di atas, sejak saat itu tidak sekalipun aku pernah ragu
dalam mengambil keputusan ataupun menghadapi pertempuran. Bahkan sejak kejadian malam
itu diriku mulai semakin tekun mempelajari bela diri. Tapi aku juga tahu dengan
jelas bahwa aku salah dalam hal ini, seorang manusia tidak akan semudah itu dalam hal melukai
seseorang. Kekerasan meski terkadang diperlukan tapi tidak selalu menyelesaikan masalah
bahkan kadang menambah masalah. ~ 176 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku hampir membunuh Michelle.
Dadaku terasa dicubit dan aku membiarkannya saja. Michelle pasti masih kesal
namun seketika itu juga aku langsung merasa giginya kembali menggigit dadaku dengan
sangat keras yang membuatku segera memeluk Michelle semakin keras. Aku tidak menolak
Michelle menggigitku karena aku memang bersalah untuk hal ini. Sakit di hati dan
ketakutan yang kuakibatkan pada Michelle pasti lebih sakit daripada sebuah gigitan kecil.
"Aku tadi hanya bercanda," kata Michelle lembut setelah menyerah menggigitku.
"Maafkan aku," jawabku dapat merasakan tubuh Michelle sudah semakin tenang dan
tidak gemetaran lagi. Michelle menggerakkan tubuhnya dalam pelukanku dan aku
merapatkan pelukanku senang merasakan kehangatan tubuh Michelle yang menyakinkanku dirinya
masih hangat dan hidup. Aku belum membuat kerusakan yang tidak akan pernah dapat kuperbaiki.
"Mengapa kamu lakukan itu?" tanyaku setelah keheningan yang panjang, "Menyamar
jadi Jess maksudku." "Tuan putrimu mencarimu tadi di Kafe Eve," bisik Michelle.
"Siapa" Tuan putri?" Aku menatap awan yang bergerak di langit biru
"Nadia" "Oh..." "Aku bertemu Jess, dia sedang mencarimu,"
Aku menelan ludah merasakan tenggorokanku tercekat.
Michelle melanjutkan lagi sambil berbisik, "Aku mengganggu Jess karena tidak
menyangka ia benar-benar akan kamu kalahkan, dia marah dan mengancamku untuk
memberitahukan dirimu yang sebenarnya." Tubuhku menegang dan Michelle dapat dengan jelas
merasakan detak jantungku yang semakin cepat.
"Lalu?" "Aku memperlihatkan lambang bukti sebagai anggota BtP Divisi Intelijen dan
mengatakan kalau kamu itu adalah salah seorang anggota BtP Divisi Intelijen dari BtP
Internasional yang merupakan tamuku. Jess tidak akan pernah berani berbuat apa pun dengan Divisi
Intelijen, lagipula aku mengancamnya untuk melaporkan perlanggaran disiplinnya. Sehingga ia
segera meminta maaf karena saat itu ia lagi mabuk. Bagaimanapun juga jika BtP
mengetahui perbuatannya ia akan dihukum, bahkan ia berjanji untuk melakukan beberapa hal
untukku ~ 177 ~ - B L E S S E D H E A R T -
jika aku mau merahasiakan hal ini dan memintamu untuk tidak membocorkannya pada
siapa pun juga." "Benarkah?" tanyaku. Michelle tertawa sedikit, "Ia hanya berani mengganggu
orang-orang baru atau juniornya dan takut pada orang yang lebih tinggi."
Sedikit banyak aku bernafas lega mendengar masalah itu sudah selesai, karena
jauh di dalam diriku sebenarnya dalam sebulan ini perasaanku tidak tenang melihat Jess dan
Daniel, takut jika mereka mengenaliku. Siapa yang berbuat salah pasti merasa takut.
"Jadi bagaimana kamu mengalahkan mereka?" tanya Michelle masih penasaran.
Aku menggerakkan tanganku mengelus kepala Michelle dengan rasa sayang," Aku
melempar batu pada Jess, karena ia mabuk dan saat itu gelap, ia tidak dapat menghindar
dan segera jatuh. Sedangkan Daniel, ia mencoba menangkapku dalam keadaan mabuk, jadi dengan
membungkukkan tubuh dan menjegal kakinya dengan kakiku ia terjatuh dengan kepala
terlebih dahulu. Kupikir ia langsung tertidur nyenyak karena mabuk, selain itu
dia membuat kakiku lebam biru hampir dua minggu."
Michelle tertawa geli, "Dan tuan putrimu berpikir bahwa kamu adalah orang hebat
yang bisa mengalahkan kedua monster itu." Aku meringis, "Jika mereka tidak mabuk hingga
berdiri tegak pun susah mungkin aku sudah jadi kodok bakar atau kodok cincang."
Michelle memelukku lebih erat. "Jaime mengapa kamu begitu bersungguh-sungguh
untuk membunuh, kupikir kamu itu orang baik."
Aku tidak menemukan jawaban apa pun.
"Kupikir juga demikian," sahutku yang merasakan tubuh Michelle gemetaran
kembali, mungkin teringat kejadian tadi. "Maafkan aku," tambahku lagi.
"Apakah kamu merasa bersalah?"
Aku menatap ke arah Michelle yang sedang mendengarkan detak jantungku, "Aku
jelas bersalah padamu." "Kalau begitu bersihkan apartemenku, temani aku membeli hadiah untuk ulang tahun
pacarku?" "Apa pun itu," kataku dengan perasaan yang kini lebih tenang, sedikit banyak dia
sudah memaafkanku. "Dan..." tambah Michelle yang makin merapatkan tubuhnya padaku, "Cium aku.... "
~ 178 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Mengapa?" tanyaku sedikit bingung.
"Karena kamu hampir membunuhku.... Dan ...." tambah Michelle agak malu-malu, "Karena
melihatku ... menangis ketakutan."
Aku menatap langit yang begitu cerah, awan yang masih bergerak perlahan di
sepanjang luasnya angkasa dan udara segar berhembus perlahan.
"Kelihatannya itu masalah besar," sahutku dengan mata yang terpejam mengantuk.
"Kupikir juga begitu," tambah Michelle.
*** Pada malam harinya aku sedang berada di apartemen Michelle bersama dengan LXXku.
"Seingatku kamu menyuruhku menemanimu untuk membeli hadiah ulang tahun untuk
pacarmu," kataku protes. Michelle tertawa, "Benar dan setelah dipikir-pikir aku
sadar bahwa aku ini adalah hadiah terbaik buatnya. Aku cukup menyediakan waktuku untuknya di
hari ulang tahunnya. Tentunya dia akan lebih senang menerimaku daripada hadiah apa
pun juga," katanya bersemangat. Wajahku meringis mengejek merasa mungkin pacarnya akan lebih senang menerima
hadiah daripada dirinya. "Aku tahu arti wajahmu, Jaime," kata Michelle menjewer
telingaku. "Sakit, Michelle."
"Huh," kata Michelle yang segera duduk di samping kiriku dan dengan lengan
kanannya memeluk lengan kiriku, sebelah tangan kirinya lagi membuka LXX-ku dan
mengetikkan situs BtP bagian divisinya dan kemudian memasukkan nama dan kata kuncinya.
"Aku sudah memasukkan identitasku ke dalam LXX-mu dan menyimpannya agar kamu
dapat langsung memasukinya saat kamu inginkan."
"Maksudmu?" tanyaku tidak mengerti.
"Kamu dapat mengakses database BtP dengan menggunakan namaku."
"Untuk apa?" tanyaku menatap ke arahnya.
Michelle tertawa kini kedua tangannya memeluk lenganku dan merapat padaku, "Kamu
tahu kalau tugasku di Divisi Intelijen adalah sebagai penyusun laporan, pencari data
dan pekerjaan tulis menulis yang membosankan lainnya?"
"Jangan katakan..." kataku merasakan firasat buruk.
~ 179 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Iya, aku ingin kamu mencarikan data yang dibutuhkan dan mengirimkannya ke
mereka melalui identitas BtP-ku. Kamu ingat saat di pesta topeng, kelihatannya kamu
berbakat di bidang informasi dan data, tidak seperti aku."
"Aku...?" "Jaime, lihat ini," kata Michelle mendadak mengangkat LXX-ku dan
memperlihatkannya padaku, e-mailnya yang penuh dengan antrian tugas yang belum dikerjakannya. "Aku
tidak punya waktu untuk mengerjakan semua tugas pendataan atau pencarian informasi
sehubungan dengan semua hal-hal aneh ini."
"Kamu mau bolos untuk menghabiskan waktu dengan pacarmu?" tanyaku meringis.
"Aku punya pekerjaan penting lainnya," lanjutnya cemberut.
Aku menatapnya, apakah aku harus mengatakan padanya bahwa aku tahu dan percaya
jika dirinya adalah mata-mata yang bertugas menyelinap atau membunuh dan bukan bagian
pengumpul informasi atau penulis laporan lainnya" Dan kupikir semua tugas
mengumpulkan data melalui internet adalah tugas untuk menyamarkan tugas utamanya bahkan
kepada sesamanya, jadi apakah dia juga harus mengerjakan semua ini"
"Jadi apakah kamu harus mengerjakan semua tugas tidak penting ini juga?" Aku
menatap begitu banyak tugas laporan yang harus diselesaikan dan sama sekali tidak
penting baginya. Michelle terdiam sebentar dan melihatku tajam dengan muka serius, "Mengapa kamu
tidak bertanya tentang pekerjaan pentingku dan mengapa kamu tahu pekerjaan ini tidak
penting." "..." aku menatap Michelle yang sedang terlihat menyelidikiku, "Aku hanya
menebak." "Jaime, apa kamu tahu pekerjaan utamaku di divisi mata-mata?" Tanya Michelle
yang semakin mendekat padaku. "...." Aku menelan ludah dan tidak dapat menjawab.
"Aku curiga kamu sudah mengetahuinya," Michelle menatapku dalam-dalam. Tubuhku
terasa dingin dan nafasku hampir berhenti. "Apakah karena kejadian saat kita
kencan itu" Kamu melihatku sedang bekerja bukan?"
Tubuhku bergerak sendiri menjauh dari Michelle secara spontan dan berdiri


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengambil jarak aman, "Apa kamu akan membunuhku karena aku mengetahuinya?" tatapku padanya dengan
insting mempertahankan diri.
Jantungku berdebar ketakutan. Apa aku harus lari dari tempat ini sekarang"
~ 180 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Michelle masih duduk dan menatapku dalam-dalam, "Apakah kamu mengira aku akan
membunuhmu. Apa yang kamu lihat dariku" Seorang pembunuh berdarah dingin hingga
aku tega membunuhmu hanya karena kamu mengetahuinya?"
Aku terdiam. "Jaime," kata Michelle menatapku dengan matanya yang terluka dan basah, "Kamu
menyakitiku." Aku tidak mengerti semua ini lagi. Michelle terlihat menutup
wajahnya terisak, berpikir ke sana kemari aku hanya dapat kembali duduk di sampingnya.
"Berhentilah menangis," bujukku.
"Aku tidak menyangka kamu tidak mempercayaiku dan bahkan takut padaku."
"Michelle," mohonku, tangan Michelle bergerak memelukku.
"Aku tidak akan membunuhmu, aku menyukaimu," katanya lirih di depan dadaku,
"Mengapa kamu tidak pernah mempercayainya."
"...." Aku tidak memiliki jawaban apa pun juga. Karena Michelle terlihat bersedih
aku memeluknya dan mengelus kepalanya. "Maaf, karena aku sesungguhnya mengetahui
pekerjaanmu yang sebenarnya," bisikku.
"Aku senang kamu mengetahuinya," tambah Michelle masih memelukku.
"Apakah kamu tidak takut jika aku menceritakan rahasia pekerjaan utamamu pada
orang lain," bisikku. Michelle tersenyum dan berbisik "Aku tahu kamu tidak akan melakukannya
sebab hal itu akan membahayakan nyawaku. Kamu tidak akan mengkhianatiku atau melakukan
hal yang membahayakan diriku. Aku percaya padamu."
"Kamu terlalu percaya padaku," kataku sambil mengelus kepalanya dan mencium
dahinya, "Meski harus kuakui semua orang sudah mengetahui rahasia pekerjaan utamamu."
Tubuh Michelle menegang dalam pelukanku, "Maksudmu, banyak orang yang
mengetahuinya?" Aku tersenyum, "Master dan sebagian besar BtP sudah mengetahui rahasiamu, hanya
kamu saja yang tidak sadar dan kami tidak berniat memberitahukannya padamu."
"Tidak mungkin," kata Michelle melepas pelukannya dan terlihat begitu serius
menatapku. "Aku memberitahu mereka, maafkan aku," kataku dengan wajah bersalah.
"Kamu" Tidak mungkin," wajah Michelle menjadi pucat sekarang.
~ 181 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Oleh karena itu aku takut kamu akan membunuhku, karena aku terlanjur
menceritakannya," kataku menyesal. "Jaime," Michelle membelalakkan matanya tidak percaya melihatku.
"Aku tidak bisa menyimpan rahasia dari Master, pamanmu sendiri Michelle begitu
juga beberapa tamu yang selalu bertanya tentangmu," kataku penuh sesal.
"Jaime, kamu membahayakan diriku," Mata Michelle terlihat marah sekarang.
"Maaf, aku tidak tahu rahasiamu sepenting itu," kataku dengan wajah menyesal,
"Tapi hal itu sudah terjadi." Michelle terlihat benar-benar marah dan matanya menjadi dingin, "Apa yang kamu
katakan pada mereka." "Semuanya." "Apa itu!" teriaknya kali ini benar-benar marah.
"Bukankah pekerjaan utamamu adalah mendekati cowok, pacaran dan kemudian patah
hati?" Tanyaku meringis sambil membiarkan mataku menatapnya dalam-dalam, "Kukatakan
semua itu pada semua orang."
"..." "Sungguh pekerjaan yang menyakitkan hati," tambahku sambil bersimpati menyentuh
dadaku. "Kamu sungguh-sunguh dengan itu?" tanya Michelle dengan tatapan ragu padaku.
Aku segera memeluknya dan meletakkan kepalaku di dekat telinganya, "Aku sungguh-
sungguh mengatakan tidak sebaiknya kamu mempercayakan rahasiamu padaku, aku
mungkin tidak sebaik yang kamu kira."
Michelle segera membalas pelukanku lebih kuat, "Tidak, aku mempercayaimu dan aku
senang kamu ada di sini untuk berbagi denganku dengan demikian aku tidak
sendirian." "..." "Aku benci sendirian," kata Michelle.
Dan aku terpaksa mengerjakan beberapa tugas pencarian datanya. Aku mengutuk
diriku sendiri yang terlalu lemah pada air mata wanita. Meski air mata buaya.
Aku tidak akan terkejut jika si rubah licik sudah menyusun semua ini dari awal
dan berhasil memaksaku membuat tugasnya. SIALANNN!!!!!!
~ 182 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 10 JAIME DAN NADIA Nadia tidak mengucapkan sepatah kata pun setelah ia kembali dari Kafe Eve, masih
teringat akan ucapan Michelle yang memintanya untuk melupakan apa yang telah
terjadi. Mudah saja mengatakan semua itu!!!
Melupakan semuanya setelah ia mencari pria itu selama sebulan, memikirkannya
siang malam dan setelah pria itu mencuri hatinya. Semua ini rasanya tidak adil. Gris
dan Angelina sendiri yang melihat Nadia tenggelam dalam pikirannya hanya menemani dalam diam
sepanjang perjalanan kembali ke BtP. Gris hendak bercanda tentang hal itu tapi
demi melihat Angelina yang menatapnya dengan tatapan galak membuatnya ciut. Gris mengenal
baik Angelina yang tipe pemalu dan pendiam namun jika amarahnya terpancing tidak
nanti ia kalah galak dengan ibu singa yang melindungi anaknya atau ibu mertua yang tidak
senang melihat anaknya dikuasai menantunya.
Nadia sebenarnya ingin membicarakan semua masalah ini pada kedua temannya tapi
ia merasa tidak ada lagi yang bisa disampaikan pada mereka kecuali semuanya sudah
selesai. Mungkin ia sebaiknya melupakan semua ini dan berhenti bermimpi sejak lama.
Mereka bertiga kembali mengikuti beberapa pelajaran siang, karena mereka masih
termasuk BtP junior yang berarti masih dalam tahap pelatihan akan kemampuan mereka.
Mereka diwajibkan untuk mempelajari banyak hal sebelum dapat terjun ke lapangan dan
mulai ~ 183 ~ - B L E S S E D H E A R T -
bertugas. Nadia menghabiskan waktunya dengan suasana hati yang kacau hingga
pelajaran selesai dan kembali ke dalam kamarnya.
Setiap anggota junior dalam BtP sebenarnya mendapatkan ruangan atau kamar
berbagi dengan junior lainnya di dalam asrama khusus BtP. Akan tetapi ada sedikit
perbedaan untuk alinergi dengan tipe finder, Mindreader dan copier yang persentasenya di atas
80%, masing- masing dari mereka memiliki kamar pribadi. Hingga saat ini Markas Besar BtP di
Graceland sama sekali tidak memiliki tipe Mindreader maupun tipe finder, seingat Nadia
hanya BtP internasional pusat saja yang memiliki mereka.
Finder adalah alinergi yang memiliki kemampuan untuk dapat menemukan sesama
alinergi lain di sekelilingnya dengan membaca energi mereka. M indreader adalah alinergi
yang dapat membaca pikiran bahkan mempengaruhi pikiran lawan. Keduanya adalah kemampuan
yang dianggap berbahaya oleh alinergi di luar BtP karena dapat membuat mereka
tertangkap dan menjadi rabbit. Pada awalnya ada banyak anggota BtP yang memiliki kemampuan
finder dan Mindreader akan tetapi satu per satu dari mereka menjadi target pembunuhan
alinergi di luar BtP, sehingga pada saat ini sebagian besar alinergi dengan kekuatan itu jika
tidak meninggal tentu memilih untuk menyimpan kemampuan mereka atau menolak menjadi anggota BtP.
Untuk tipe copier, BtP sendiri memiliki banyak alinergi bertipe copier karena
kemampuan itu sendiri termasuk umum dan berjumlah terbanyak namun copier dengan ketepatan di
atas 80 persen adalah sangat langka karena mereka dapat mempelajari kemampuan finder
maupun Mindreader. Nadia meletakkan tangannya pada sebuah alat elektronik seukuran telapak tangan
yang melekat pada dinding samping pintu kamarnya, seketika sinar scanner bergerak dan
pintu terbuka. Ruangan kamarnya cukup sederhana, isi dan luasnya seperti halnya
ruangan hotel berbintang 5, sebuah meja belajar, tempat tidur, kamar mandi dan ruangan yang
lengkap dengan peralatan elektronik lainnya. Lampu kamar menyala dan Nadia menghempaskan
tubuhnya di atas tempat tidur tanpa mengganti bajunya, tubuhnya terlalu lelah
akibat kebanyakan berpikir. Ia menutup matanya mencoba melupakan semua kejadian siang
tadi, tak pelak lagi ia malah memikirkan kembali hal-hal yang berhubungan dengan pria
bertopeng. Ia sudah membuat beberapa kesimpulan mengenai pria itu dalam sebulan terakhir.
Hal pertama, pria itu pastilah seorang alinergi yang hebat karena ia dapat
mengalahkan dua orang seniornya dalam sekejap. Hal kedua, pria itu pastinya salah seorang
anggota BtP dan kemungkinan divisinya adalah Divisi Intelijen karena ia berhubungan dengan
Michelle. Mungkin seperti yang dikatakan Gris bahwa pria itu berada pada level yang
berbeda. Divisi Intelijen selalu dipenuhi rahasia dan kemungkinan besar pria itu juga adalah
salah satu dari top agen BtP dari bagian intelijen yang sangat dirahasiakan. Nadia menghembuskan
nafasnya, ~ 184 ~ - B L E S S E D H E A R T -
hanya itulah alasannya mengapa Michelle mengelak darinya dan tidak bersedia
memberi informasi tentang pria itu karena pria itu termasuk rahasia bagi BtP.
Aku tidak akan menemukannya lagi, aku harus melupakannya.
Pria bertopeng jelas melindunginya dan telah menolongnya. Ia juga sudah cukup
mengucapkan terima kasih bahkan sudah membantunya dan bagaimanapun juga
seniornya Michelle pasti sudah menyampaikannya. Bukankah semuanya lebih baik berakhir di
sini saja" Sebulan sudah berlalu dan pria itu mungkin saja sudah melupakannya sama
sekali. Jika bertemu pun mereka mungkin sudah tidak saling mengenal karena saat itu mereka
berdua mengenakan topeng dan sama sekali tidak mengenal wajah asli mereka.
"Pria itu," desah Nadia kesal.
Mengapa harus menciumnya dan membuatnya begitu susah melupakannya, Ia sudah
terpikat oleh mantra yang tidak dapat dipahaminya. Sebuah pikiran lain muncul dan membuat
Nadia menggelengkan kepalanya di atas tempat tidur, ia menyentuh tangannya sendiri.
Saat pria bertopeng itu menggenggam tangannya, ia merasakan sebuah sengatan yang
menyenangkan dan juga membuatnya merasa begitu damai, hangat dan begitu utuh seolah-olah
semuanya begitu menakjubkan. Ia merasakan sesuatu yang tidak dapat diungkapkan dengan
kata-kata. Nadia menjatuhkan wajahnya ke bantal yang empuk dan menahan nafas. Ia mulai
berpikir untuk melupakan semua ini, mungkin ia hanya sekadar berhalusinasi sendiri atau
ia terlalu melebih-lebihkan hal tersebut. Sedari dulu Gris dan Angelina sering menuduhnya
bahwa ia adalah seorang pemimpi yang senang mendramatisir kejadian apa pun. Ia sadar, ia
pernah membaca bahwa seseorang akan lebih mudah jatuh hati pada seorang yang menolong
mereka dalam keadaan bahaya, seperti saat ia dikepung oleh dua seniornya..
Aku tidak jatuh hati pada pria itu.
Saat seseorang merasa terancam, mereka akan mengalami keadaan tegang dan pada
saat diselamatkan oleh seseorang di masa kritis itu maka akan timbul sebuah perasaan
lega, nyaman dan perasaan berterima kasih pada penolongnya yang banyak disalahartikan
sebagai perasaan cinta. Andai saja aku tahu apa arti cinta.
Nadia mendesah lemah. Ia tidak pernah jatuh cinta dan hanya mengenal
penggambarannya dari buku bacaan dan cerita-cerita lainnya. Tidak jauh beda dari seorang yang
buta sejak lahir dan belajar warna pelangi dari buku. Lelah berpikir, ia berdiri, membawa handuk
dan masuk ke dalam kamar mandi, berendam dalam air panas selalu membuatnya tenang dan
membuatnya memikirkan masa lalunya.
~ 185 ~ - B L E S S E D H E A R T -
... Ibunya memiliki keluarga besar dan selalu merasa terintimidasi oleh saudari-
saudarinya. Jika melihat ponakannya yang berprestasi pada bidang musik, pelajaran atau bidang apa
pun maka

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ibunya akan memaksa dirinya untuk harus bisa menjadi seperti mereka atau
melebihi mereka. Memaksanya untuk menjadi yang terbaik di semua hal. Sebelum memasuki BtP, ia
bersekolah di sekolah khusus perempuan yang bergengsi, menjadi yang pertama di
semua hal dan membuat semua orang merasa cemburu padanya atas perintah ibunya. Tapi ia
sendiri merasa cemburu pada yang lainnya. Ia terbiasa dijejaki banyak hal yang tidak
disenanginya, meniru siapa pun yang ditetapkan ibunya sebagai model. Semua ini adalah
kewajibannya. Surga di telapak kaki Ibu dan ia harus mematuhi setiap katanya. Ia harus
tersenyum, harus menyenangkan semua orang terutama keluarga ibunya, menunjukkan betapa sopan
dirinya dan betapa bagusnya ibunya mengatur diri mereka, harus mempelajari musik yang
membosankan, harus menghafal isi buku-buku yang tidak masuk akal, harus ini,
harus itu, harus dan harus. Pada akhirnya ia hanya menemukan dirinya meniru saudara-saudari
sepupunya yang diinginkan ibunya, meniru pelajar teladan seperti yang diinginkan
semua gurunya, meniru semua cara yang disukai orang lain, meniru dengan sempurna
sehingga senyuman dan perasaannya kelihatan tulus benar, meniru apa pun dan menjadi siapa
pun. Kecuali meniru dirinya sendiri, ia hanyalah seorang pemimpi. Pemimpi yang ingin
menjadi dirinya sendiri. Mungkin karena alasan itulah ia menjadi seorang copier, sang peniru, bahkan
berjulukan Nadia The Perfect copier, peniru yang sempurna. Nadia mendesah panjang dan
menutup matanya sambil berendam. Perasaan mencintai seseorang itu, ia tidak tahu menirunya dari siapa.
Tidak mungkin dari sahabatnya, Angelina maupun Gris. Ia mengenal mereka sedari
kecil dan mereka belum pernah memiliki pacar sekalipun. Sahabat pertamanya adalah
Angelina. Si cengeng Angelina yang sangat senang membantu pekerjaan kedua orang tuanya.
Ayahnya adalah seorang dokter yang sukses dan begitu juga ibunya, pada awalnya mereka
membuka praktek di rumah mereka sendiri dan hidup bahagia dengan Angelina kecil yang
sering ikut membantu pekerjaan mereka. Pada suatu hari ayahnya diperintahkan untuk
meninggalkan tempat praktek kecilnya dan mengendalikan rumah sakit kakeknya yang besar dan
tersebar di mana-mana, sehingga Angelina berpindah tempat dijaga oleh kakek dan neneknya
yang overprotektif dan sangat menyayanginya.
Sejak saat itu Angelina menjadi begitu jarang melihat kedua orang tuanya lagi
dan menangis berkali-kali karena merindukan mereka serta klinik kecil mereka yang penuh
senyuman ~ 186 ~ - B L E S S E D H E A R T -
hangat ayah dan ibunya. Angelina sering merengek-rengek untuk mengunjungi rumah
sakit tempat ayah dan ibunya bekerja namun kakek dan neneknya yang khawatir akan
kesehatan Angelina tidak mengijinkan dan terus menerus berpesan jika dia sudah bisa
menyembuhkan orang sakit, barulah diijinkan untuk bertemu dengan kedua orang tuanya di rumah
sakit. Tentu saja Angelina tidak berdaya. Semenjak kematian kakek dan neneknya serta
orang tuanya jarang kelihatan, Angelina menjadi sangat pendiam. Keinginan Angelina
hanyalah satu yaitu secepat mungkin menjadi dokter untuk dapat menyembuhkan orang dan
bergabung dengan kedua orang tuanya.
Gris lain lagi. Ia adalah anak tunggal dan keluarganya adalah orang yang selalu
sibuk ke luar negeri karena keluarga mereka turun temurun telah berkecimpung di usaha ekspor
impor serta memiliki berberapa pabrik di luar negeri. Kedua orang tuanya hampir tidak
pernah di rumah sama sekali, semenjak kecil Gris dijaga oleh bibinya yang tidak pernah
menikah dan pemurung. Perawan tua galak, begitulah ejekan Gris untuknya. Masa kecilnya
selalu ditemani seorang pelayan dan pencil warna. Ia selalu mencoba menggambarkan hal-hal yang
ingin dilakukannya dengan kedua orang tuanya, karena itulah yang selalu dikatakan
orang tuanya saat mereka kembali ke rumah dan bertemu dengannya, "Ayo gambarkan apa yang
ingin kita lakukan bersama dan saat ayah atau ibu punya waktu, kita akan melakukannya
bersama- sama." Basa-basi hanya agar tidak diganggu rengekan Gris saja.
Gris selalu menantikan waktu di mana dirinya akan bersama orang tuanya untuk
melakukan banyak hal, namun apa yang digambarkan olehnya tidak pernah benar-benar
dilakukan dengan orang tuanya. Hingga pada akhirnya saat ia mulai tumbuh semakin besar, ia
berhenti melukiskan hal-hal yang ingin dia lakukan olehnya dengan orang tuanya. Ia mulai
lebih dewasa dan kecewa dengan gambar-gambarnya yang tidak pernah terwujud. Ia mulai
hanya melukis gambar ayah dan ibunya saja di dalam lukisannya dan ajaibnya hal itu
ternyata adalah hal yang sedang dilakukan oleh mereka pada saat yang sama. Saat ayah dan
ibunya melihat hasil lukisan itu mereka terkejut karena semuanya tepat seperti apa yang
terlukis. Termasuk lukisan di mana ayahnya Gris bersama wanita lain dan begitu juga ibunya
dengan pria lain. Bagi Gris semuanya sama saja, ia tidak perduli kedua ayah dan ibunya
bersama siapa saja karena pada akhirnya semuanya tetap tanpa dirinya. Hanya mereka dan
mereka saja. Ayah dan ibunya tidak bercerai, mereka bernegosiasi dan saling memaklumi hal
yang telah terjadi, demi menjaga citra mereka di publik. Karena mereka berdua berasal dari
keluarga terpandang dan terhormat, semua itu membuat mereka semakin jarang pulang. Gris
menghadapi semuanya dengan dingin, ia hanya memiliki lukisan dan temannya. Ia
menyadari ~ 187 ~ - B L E S S E D H E A R T -
kekuatan alinerginya namun tidak mengatakan apa pun dan juga pada siapa pun,
tidak juga kepada Nadia dan Angelina hingga detik-detik terakhir.
Nadia ingat, dirinya mengetahui kekuatannya sebagai copier saat mereka
dikunjungi oleh bagian Humas atau hubungan masyarakatnya BtP, tepatnya sekitar tujuh atau
delapan bulan yang lalu. *** Sudah menjadi hal umum bagi semua sekolah untuk dikunjungi oleh bagian humas BtP
setiap tahunnya dalam rangka memberikan pengetahuan yang tepat dan mendekatkan anggota
BtP selaku alinergi dengan masyarakat umum. Mereka biasanya terdiri dari seorang
alinergi penyembuh, seorang alinergi dengan kemampuan menakjubkan untuk pertunjukan yang
dapat menunjukkan beberapa hal menarik dan tidak berbahaya, juga seorang
alinergi copier yang biasanya tingkat peniruannya rendah. Pada hari itu humas BtP mengunjungi
sekolah mereka dan memasuki satu per satu kelas untuk memperlihatkan kemampuan mereka
dalam rangka sosialisasi. Dua orang anggota humas BtP memasuki kelas Nadia yang
kebetulan sedang berada di ruang laboratorium dan mengadakan percobaan membedah katak.
Seorang copier mulai memberi pengetahuan dan penjelasan yang cukup pada mereka
mengenai alinergi, dengan tujuan agar mereka tidak merasa takut pada para
alinergi yang memakai ikat lengan atas berlogo BtP saat bertemu di luar. Humas BtP memahami
istilah ketakutan berawal dari ketidaktahuan. Mereka mengajarkan bahwa para alinergi
hanya dianugerahi sedikit kelebihan dan sama sekali tidak ada yang perlu ditakuti atau
dibenci secara membuta namun tetap saja yang terbaik adalah tidak mengganggu mereka.
Sebagai contohnya anggota humas BtP itu memperagakan bagaimana ia membekukan air di
dalam gelas laboratorium. Ia meletakkan tangannya di atas gelas dan mulai berkata
bahwa ia hanya melakukan beberapa cara sederhana seperti menarik nafas perlahan-lahan dan
meniatkan agar air di dalam gelas itu membeku, tak lama kemudian air di dalam gelas tabung
terlihat membeku. Tentu saja semua murid di dalam ruangan itu bereaksi dengan cara mereka sendiri-
sendiri, ada yang kaget, bertepuk tangan dan ada yang langsung gelisah ketakutan dengan
apa yang mereka lihat. Yah jika mereka membayangkan mereka bakal dibekukan dalam sekejap
jika mencari masalah dengan para alinergi. Sang copier dari humas BtP itu adalah
copier kelas tiga dengan tingkat peniruan sekitar sepuluh - 40% dari kemampuan asli salah
satu anggota BtP yang dapat memanipulasi hawa dingin. Memang para copier yang memiliki
tingkat peniruan di bawah 50 % biasanya berakhir sebagai petugas humas, bekerja di
divisi kesehatan, divisi pengadaan perlengkapan atau administrasi yang tidak membutuhkan kecepatan
dan ketepatan waktu. ~ 188 ~ - B L E S S E D H E A R T -
copier tersebut kembali menyuruh beberapa murid dalam tiap kelompok untuk
mencoba apa yang sebenarnya ia lakukan, sudah menjadi standard pengajaran oleh humas BtP
untuk menjelaskan pola dan cara mereka melakukan. Ia menyuruh beberapa murid berdiri
di meja masing-masing dan meletakkan sebuah gelas laboratorium yang berisi air pada tiap
murid dan mulai memberi perintah sebagaimana ia membekukan air tersebut.
"Tenangkan pikiran...."
"Santaikan tubuh,"
"Tarik nafas dalam-dalam,"
"Bayangkan sesuatu yang dingin dalam pikiran masing-masing dan rasakan sensasi
dingin itu mengalir menuju ke tengah-tengah dada, membuat dada kita merasakan sebuah
sensasi dingin. Dan sekarang setelah dada kita merasa dingin, bayangkan rasa dingin itu mengalir
keluar dari tangan kita dan masuk ke dalam air di dalam gelas." copier itu melanjutkan lagi,
"Bayangkan dengan sejelas-jelasnya bahwa air dalam gelas itu terisi hawa dingin dan membeku
dalam sekejap." Air di dalam gelas dihadapan copier tersebut telah membeku, "Baiklah semuanya,"
ia mulai menjelaskan, "Setiap manusia sebenarnya memiliki kekuatan pikiran yang dapat
mengendalikan dirinya dan lingkungan. Setiap manusia yang melakukan seperti tadi
akan membuat air di depannya menjadi lebih dingin walau meski itu hanya sekitar nol
koma nol sekian derajat." copier itu berdehem sebentar untuk menarik perhatian
pendengarnya, "Hal seperti itulah yang sebenarnya dilakukan oleh para alinergi, mereka tidak
memiliki ilmu apa pun kecuali mereka dianugerahi kekuatan pikiran yang lebih baik dari manusia
umumnya, beberapa orang dapat mempelajari hal itu. Baiklah ada pertanyaan?"
Seorang murid wanita mengangkat tangannya ke atas tinggi-tinggi. C opier itu
tersenyum, "Yah silakan?" "Pak, air di dalam gelas Nadia membeku," katanya polos. Saat itu semua murid
segera melihat ke arah gelas di depan Nadia yang terlihat membeku sebagian. Nadia
sendiri sama bingungnya dengan semua orang, tadinya ia hanya mencoba yang terbaik menirukan
cara copier dalam membekukan air dan ia sama sekali tidak menyangka, air yang ada di
dalam gelas tersebut akan membeku. Setidaknya sebagian. Wajah copier tersebut langsung
berubah dan menuju ke tempat Nadia. Melihat air yang membeku di dalam gelas laboratorium
itu dan hanya dapat berkata perlahan, "Setelah ini selesai, kamu ikut kami." Nadia hanya
dapat menggangguk, saat itu copier tersebut digantikan dengan seorang penyembuh.
Penyembuh tersebut hanya memberi contoh dengan menyuruh setiap kelompok untuk
membedah seekor katak di depan mereka dan ia akan menyembuhkan katak tersebut di
~ 189 ~ - B L E S S E D H E A R T -
tempat masing-masing. Semua berjalan lancar kecuali saat penyembuh itu
mengunjungi kelompok Angelina, "Mengapa kalian belum membedahnya?" tanya penyembuh itu.
Seorang

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

murid sedikit ketakutan berkata, "Kami sudah membedahnya tadi, tapi..." wajahnya
pucat dan menunjuk pada Angelina, "Dia menyembuhkannya."
Angelina sebelumnya melihat katak itu kesakitan dan merasa kasihan sehingga
meletakkan tangannya di atas katak dengan niat menyembuhkannya. Hanya karena dia teringat
bahwa copier tadinya mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kekuatan pikiran dan
Angelina hanya ingin mencoba mengurangi kesakitan pada katak itu meski hanya sedikit.
Tidak pernah menyangka hasilnya akan seperti itu. Penyembuh yang mendengar kata itu segera
menuju ke samping Angelina dan bertanya dengan perlahan, "Apakah kamu punya kemampuan
menyembuhkan?" Angelina meringis, "Aku tidak tahu."
"Kamu juga nanti ikut kami," tambah penyembuh itu seketika. Giliran Gris yang
gelisah, ia jelas tahu jika mereka yang diketahui sebagai alinergi harus meninggalkan tempat
ini dan bergabung dengan BtP, melanjutkan sekolah mereka di sana. Ia punya kemampuan dan
ia tidak ingin diketahui karena ia tidak mau berpisah dengan Nadia juga Angelina.
Gris segera mengangkat tangannya tinggi-tinggi di hadapan copier dan penyembuh BtP.
"Ada apa?" tatap copier tersebut. "Lapor Pak, aku juga punya kekuatan dan aku
adalah alinergi," kata Gris berdiri sambil berkacak pinggang tidak mau kalah dengan
kehebohan yang ditunjukan Nadia dan Angelina, membuat seisi ruangan berbisik dan menatap
Gris. Kali ini copier tersebut hanya menghembuskan nafasnya dalam-dalam, sebelumnya ia
belum pernah menemukan seorang pun alinergi selama ia menjadi humas BtP bertahun-tahun
dan kini ia mendapatkan tiga orang sekaligus, membuatnya tidak dapat berpikir lain
selain membawa mereka semua, "Baiklah kamu juga ikut kami."
Gris segera tersenyum pada Nadia dan Angelina.
*** Begitulah kejadiannya sehingga ketiganya dipindahkan ke Markas Besar BtP dan
tinggal di asrama untuk melanjutkan pelajaran mereka. Nadia baru mengetahui setelahnya
bahwa humas BtP adalah termasuk kelompok dalam BtP yang paling membenci Divisi
Penelitian, mereka melakukan semua cara agar alinergi di luar BtP dapat diterima untuk
bergabung ke dalam BtP sebagai anggota dan bukan untuk diserahkan pada Divisi Penelitian.
Jadi dapat dikatakan humas BtP bersaing dengan Divisi Penelitian untuk menemukan
alinergi terlebih dahulu, tergantung dari siapa yang menemukan mereka seorang alinergi
dapat memasuki surga atau neraka. Jika mereka bertiga di temukan oleh Divisi
Penelitian terlebih ~ 190 ~ - B L E S S E D H E A R T -
dahulu, maka mereka sudah dapat dipastikan berakhir sebagai rabbit. Ibunya
sendiri merasa begitu bangga hingga mengatakan kepada semua orang bahwa putrinya adalah seorang
alinergi. Tidak mungkin ponakan dan saudari-saudarinya dapat bersaing lagi
karena alinergi adalah sebuah anugerah dan dia adalah ibu yang melahirkan seorang alinergi.
Nadia keluar dari kamar mandi dan rebah kembali ke tempat tidur setelah berganti
pakaian, merasa dirinya semakin lelah. Ia merasa tidak ada gunanya untuk mencari
seseorang yang menyembunyikan identitasnya. Hal terbaik yang dapat dilakukannya adalah
melupakannya itu secepat mungkin. *** Hari demi hari kembali berlalu seperti biasanya dan mungkin akan terus berlanjut
begitu saja hingga setahun ke depan di mana mereka akan segera lulus dari junior dan mulai
mengikuti pelatihan praktek lebih banyak, setidaknya begitulah yang dipikirkan Nadia.
Setiap pagi mereka bertiga belajar di masing-masing divisi mereka, bertemu di
kantin BtP atau terkadang di Kafe Eve pada siang harinya untuk makan siang dan pada malam
harinya terkadang mereka akan berkumpul di kamar Nadia untuk bermain, menonton, membaca,
bercanda atau sekadar singgah. Dua minggu berlalu dan dalam tiga hari terakhir
secara berturut-turut Gris menghilang dari jadwal malam mereka, Gris beralasan sedang
melakukan tugas tertentu. "Dia pergi ke Kafe Eve," sahut Angelina santai.
"Tidak mungkin," jawab Nadia langsung sambil melihat ke arah Angelina. Ia sedang
berada di depan meja belajar dengan jari-jarinya berada di atas keyboard mencoba
mengerjakan beberapa tugas untuk minggu depannya. Angelina sambil menikmati kripik kentang
dan membaca salah satu novel Nadia menjawab acuh tak acuh, "Benar kok, aku
menanyakannya dari teman sekamarnya."
Nadia kembali mencoba berkonsentrasi pada tugasnya kembali, tapi bibirnya tanpa
sadar tercetus "Apa yang dia lakukan di sana?"
"Mungkin minum koktail," jawab Angelina seenaknya
"Hmm?" balas Nadia tidak berminat dan kembali memfokuskan dirinya pada layar
komputer. "Atau mungkin masih berusaha mencari info pria bertopengmu," tambah Angelina
bercanda. "...." Nadia seketika menatap Angelina yang terlihat tidak perduli dan akhirnya
untuk kesekian kali mencoba mengkonsentrasikan kembali perhatiannya pada tugasnya. Ia
menatap layar putih yang berisi sebagian tulisan-tulisan di depannya dan entah bagaimana
bayangan ~ 191 ~ - B L E S S E D H E A R T -
pria bertopeng kembali muncul menggantikan semuanya. Nadia segera menarik nafas
dalam- dalam dan menutup matanya, ia harus dan dapat menfokuskan kembali perhatiannya
sejak ia sudah memutuskan untuk melupakan pria bertopeng itu. Matanya terbuka kembali dan
kini pikirannya mulai tertuju pada tugas di depannya.
"Mungkin Gris sudah bertemu dengan pria bertopengmu, lebih baik kamu tanyakan
saat ia kembali nanti," Angelina menambahkan dengan tangannya yang sedang merogoh dalam
kantung kripik dan mata yang tertuju pada novel.
"Angelina." "Yah." "Kita ke Kafe Eve sekarang!"
"Hah?" Angelina terkejut, Ia melihat Nadia sudah mematikan komputernya dan
hendak berganti pakaian. "Kamu serius?" tanya Angelina tidak percaya. "Serius," jawab Nadia langsung.
Kelihatannya kata-kata terakhir Angelina berhasil menghancurkan usaha terakhirnya untuk
melupakan pria bertopeng tersebut dan membuatnya ingin mencoba lagi menemukannya.
"Kali ini yang terakhir," janji Nadia dalam hatinya.
Gris sebagaimana yang sudah diduga oleh Angelina benar-benar berada di Kafe Eve
yang malamnya sudah berubah menjadi Bar. Gris menuju ke sana untuk mencoba beberapa
jenis minuman karena semenjak kecil di mana saat orang tuanya tidak berada di rumah,
ia pernah mencoba menikmati minuman dari bar pribadi orang tuanya dan menyukainya. Kadang
ia juga mencoba membuat koktail sendiri dengan bantuan dari majalah, buku ataupun
artikel dari internet tapi tetap saja keinginannya cuma satu yaitu menikmati koktail
asli yang dicampur oleh bartender sungguhan.
Nadia dan Angelina mengetikkan sebuah izin keluar di komputer depan asrama
mereka dan segera keluar dari pintu kecil di samping gerbang utama asrama BtP. Mereka
berdua berjalan keluar bersisian sambil melindungi diri dari dinginnya malam. Setelah sekitar
100 meter berjalan dan menyebrangi jalanan besar, mereka pun tiba di Kafe Eve yang
terlihat terang benderang dengan lampu-lampu sendunya.
"Cring," suara lonceng di atas pintu terbuka saat Nadia mendorongnya.
"Selamat datang," sambut sebuah suara. Seketika Nadia menatap ke arah suara itu
dan melihat seorang pria yang terlihat sedang tersenyum ke arahnya dengan kedua
tangan sedang mengeringkan gelas koktail dari balik meja bar. Nadia merasakan sesuatu yang
akrab. ~ 192 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Matanya langsung terkunci menatap pria itu dan sebuah perasaan aneh melandanya,
suatu perasaan nyaman, perasaan mengenal pria tersebut dan perasaan yang belum di
lupakannya. "Nadia!" Sebuah seruan mendadak menyadarkannya dan ia segera melihat Gris yang sedang
duduk di depan bar, tepat dihadapan pria yang tadi menyambutnya. Wajah Gris terlihat
tidak percaya dan Nadia segera mendekatinya untuk duduk di sebelahnya yang diikuti oleh
Angelina sambil terlihat sedikit canggung melirik ke sekeliling Bar Eve yang terlihat berbeda.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" Gris berbicara dengan nada kecil dan gelisah.
Nadia seolah-olah mendengar dan tidak mendengar, ia masih menatap pria di depannya
dengan pandangan lurus. Ia seperti mengenali pria itu namun sekaligus tidak
mengenalinya, ia mencoba menatapnya lebih lama dan berharap ada jawaban yang akan muncul dalam
pikirannya. Jaime mengetahui hal itu dan melirik pada seorang gadis yang kelihatannya sedang
menatap terpesona pada warna-warni minuman yang berjejer di rak belakangnya atau mungkin
juga terpesona padanya, mana pun itu rasanya sungguh aneh jika diperhatikan sedalam
itu. Gris melihat Nadia yang seperti terbengong menatap Jaime segera mencubitnya.
"Auch, Gris!" protes Nadia
"Bodoh kamu menatapnya terlalu lama," bisik Gris ke dekat telinga Nadia.
"Siapa?" balas Nadia.
"Kamu." Nadia tiba-tiba sadar dan menunduk dengan wajahnya yang memerah.
"Baiklah Nona, adakah pesanan yang anda inginkan?" Sahut Jaime sopan dan
tersenyum. Detak jantung Nadia berdebar sekali lagi, ia mengingat cara berbicara dan bentuk
bibir pria bertopeng saat tersenyum padanya hampir sama dengan cara pria ini menanyakan
pesanan dan tersenyum padanya. Hal itu membuat Nadia kembali menatap pria tersebut
secara langsung tanpa ragu atau malu seolah-olah otak yang mengatur rasa canggung telah
hilang digantikan dengan rasa penasaran yang memenuhi semua dirinya. Kali ini Gris
langsung berkata, "Jaime berikan Spumoni saja pada mereka."
"Baiklah," sahut Jaime luwes, "Itu koktail yang paling sering diminta oleh
wanita jika memasuki bar." Sekedar menjelaskan untuk mengurangi rasa canggung tamunya juga
sedikit banyak untuk mengurangi rasa canggungnya sendiri karena ditatap dengan dua bola
mata ~ 193 ~ - B L E S S E D H E A R T -
yang indah. Kali ini Jaime sudah tidak yakin lagi jika gadis itu sedang
menatapnya atau menatap minuman di belakangnya.
"Ti ... Ttdak, kami bertiga belum cukup umur," sahut seorang gadis yang terlihat
pemalu, tergagap dan menolak. "Oh yah?" Jaime tiba-tiba tertarik pada hal itu "Apakah nona belum berusia 18
tahun?" Angelina segera menjawab, "Kami bertiga baru berusia 17 tahun."
Jaime segera menatap ke arah Gris dan entah bagaimana wajah Gris langsung
menjadi kecut. "Baiklah jika begitu, apakah ada minuman yang bisa aku hidangkan?" tanya Jaime
yang langsung menyodorkankan menu Kafe Eve siang hari pada mereka bertiga. Angelina
menerimanya sambil membuka menu tersebut. Nadia menerima menu itu dan sekilas
menatap ke arah menu kemudian kembali menatap pria di depannya tanpa membuka
menu itu sama sekali sedangkan Gris langsung menyambut menu itu sambil menenggelamkan
wajahnya dalam menu tersebut.
Ketiganya masih sibuk dengan pikiran masing-masing saat Jaime membuka suaranya,
"Nona Gris, terima kasih sudah membawa tamu ke sini, biarlah kali ini aku mentraktirmu
sebuah minuman yang cocok untukmu." Gris segera menurunkan menu tersebut dan menatap
Jaime yang tersenyum padanya, membuat perasaannya lega dan gembira karena bartender
mau membuat koktail spesial untuknya. Kemudian ia menatap minuman yang diberikan
Jaime padanya. Putih dan hangat, secangkir susu hangat. Gris menggigit bibir bawahnya
dan

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menatap Jaime yang tersenyum sambil berkata, "Semoga Nona Gris menyukainya dan
cepat tumbuh besar," tangan Jaime menunjuk ke sebuah papan kecil di samping bar yang
bertuliskan, "Tidak menjual minuman keras untuk anak di bawah 18 tahun".
Gris memaksakan sebuah senyuman menyengir dan mengaduk susu panasnya. Dua hari
lalu ia meminta koktail dan karena Jaime merasa dirinya masih terlalu muda, Jaime
bertanya apakah usianya di atas 18 tahun, ia dengan bangga berkata ia berumur 20 tahun
bahkan menunjukkan kartu identitas yang merupakan hasil editannya.
"Baiklah pesanan Nona?" Jaime segera bertanya kembali dan Angelina hanya bisa
memikirkan cake, puding atau es cream sedangkan Nadia meminta teh hangat. Tiga
orang gadis muda memasuki bar dengan pesanan puding, teh hangat dan susu panas.
Mungkin hanya Kafe Eve yang sanggup melayani mereka dan bagaimanapun juga tamu yang
mengunjungi Kafe Eve adalah orang-orang BtP semua, jadi tidak ada masalah
menurut Master untuk sedikit mencampur aduk minuman dan melupakan kesakralan bar. Selama
mereka pembeli dan membeli, mereka adalah raja.
~ 194 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Saat pesanan diberikan, Angelina segera menikmati pudingnya, Nadia masih
mengaduk- ngaduk tehnya sambil menatap Jaime sesekali dan Gris gelisah menyeruput susu
hangatnya karena ia tahu ia tidak akan mendapatkan minuman koktail lagi sejak ia ketahuan
masih di bawah umur. Nadia menatap ke arah pria tersebut lagi dan kali ini ia terkejut
karena pria tersebut menatap ke arahnya, pandangan mereka bertemu. Perasaan aneh kembali
memercik dan merasuki dirinya, ia tidak mengerti akan hal ini. Mata pria itu menatapnya
begitu dalam dan tersenyum padanya. Senyuman yang hampir membuat hatinya melompat.
"Nona, kupikir itu adalah garam dan bukan gula," kata pria itu.
"Hah..?" Nadia seperti tersadarkan sejenak.
"Kupikir itu adalah garam..." Jaime menunjuk ke arah sesuatu yang sedang
dituangkannya ke dalam tehnya. "Hah?" Nadia segera menatap ke arah tangannya yang sedang memegang tempat garam
dan kini garam itu masih berjatuhan ke dalam teh hangatnya. Nadia tersadar segera
meletakkannya terburu-buru. Gris segera menegurnya, "Apa yang kamu lakukan?"
"Hah?" Aku" Tidak..tidak," Nadia tergagap dan wajahnya memerah tanpa sebab
"Mungkin sebaiknya kita kembali sekarang," sahut Gris sambil mengeluarkan
kartunya untuk membayar. Ia sudah kehilangan semangatnya untuk tetap di sana sejak ia tahu ia
tidak akan mendapatkan koktail kesukaannya lagi. "Ba..baiklah," sahut Nadia yang seperti
terbangun dari mimpinya. Keduanya pun segera berlalu sambil menyeret Angelina malang yang
belum menghabiskan seperempat pun dari pudingnya.
Jaime menatap punggung belakang Nadia dan menghembuskan nafas dalam-dalam.
*** Aku baru kembali dari Kafe Eve dan tiba di rumah pada pukul 11 malam. Terus
terang otakku buntu dan penuh dengan gadis itu.
Gadis yang bernama Nadia.
Gadis cantik yang mempesona bak seorang bidadari, mungkin bidadari pun akan
merasa cemburu menatapnya. Dia adalah malaikat terindah yang pernah diciptakan Tuhan.
Aku mengenalnya karena pernah melihatnya saat melepas topeng dari atas pohon,
tapi melihatnya secara langsung dan ditatap oleh dua bola matanya yang begitu hitam
membuat jantungku hampir berhenti berdetak dan yah, jantungku memang berhenti berdetak
untuk ~ 195 ~ - B L E S S E D H E A R T -
beberapa saat, untuk kemudian menerjang dengan tak karuan. Aku akan gila karena
tatapannya. Hanya dengan kedatangannya saja seluruh hidupku langsung berubah,
terasa bersinar, indah dan mendadak setelah kepergiannya semuanya terasa begitu hampa
dan gelap. Menyadarkan betapa aku selalu sendirian. Aku mengeluarkan dua kaleng minuman dan
duduk di depan rumah, di atas kursi yang baru selesai kubuat sambil menatap
bintang di langit yang tiada berbulan dan sedikit berawan.
Aku sudah gila. Mengapa aku begitu tergila-gila padanya hingga tidak mampu mengendalikan diriku,
apa yang membuatku demikian, reaksi hormonkah" Pasangan jiwakukah" Takdirkah" Siapa
yang begitu bodoh mempercayai semua hal ini" Meski demikian aku tidak mengerti
mengapa aku bersikap seperti itu di hadapannya. Seperti seorang bodoh yang terus-terusan
mencuri pandang ke arahnya dan merasa begitu senang hanya dengan memandangnya. Terus
terang, hanya dengan semua kendali dirikulah aku baru bisa tetap bersikap normal di
hadapannya tadi. Mataku menatap ke langit hitam berbintang, mencoba memikirkan banyak hal,
namun tidak menemukan jawaban yang masuk akal akan kegilaan ini kecuali jika Nadia
memiliki bentuk wajah atau rupa yang kusukai atau mungkin aku hanya berhalusinasi
sendiri. Mungkin aku hanya terpesona oleh bayang yang kuciptakan tentang dirinya, terperangkap
dalam bayangku dan menyakinkan diriku sendiri bahwa gadis itu begitu cantik dan indah.
Sialan aku tidak mengerti.
Demi Tuhan, aku bukanlah seorang pria baik-baik yang baru mengenal wanita untuk
pertama kalinya namun tetap saja aku terpesona padanya seperti pria tolol yang baru
mengenal kata cinta. Aku bahkan gugup hanya dengan berada di depannya, kaleng minuman di
tanganku tergenggam hancur. "Sialan!!!" bisikku, aku benar-benar tidak mengerti, ada
begitu banyak gadis-gadis di desa yang di jodohkan padaku dan kadang kami juga berpacaran,
tapi... Aku tidak mengerti sedikit pun, aku melihat Nadia untuk pertama kalinya dan merasa
gadis itu begitu sempurna, begitu cantik dan luar biasa, meski jika dilihat dari mata lain
mungkin ia hanya seorang yang memiliki paras rata-rata. Mengenai kecantikan paras mungkin
Michelle bisa memberikan lusinan wajah terbaik dan tidak membuatku tertarik sedikit pun.
Aku membuang kaleng kosong dan membuka kaleng minuman baru sambil mengingat kembali
masa lalu, saat aku pernah memiliki hubungan dengan beberapa gadis di kampung
dan kesannya sama sekali biasa saja. Aku ingat menyukai mereka dan mengagumi mereka
dan ada saat-saat tertentu aku mencintai mereka lebih dari biasanya. Jika aku
memakai angka ukuran dari 0 - sepuluh untuk hubungan kami, perasaan cintaku dan ketertarikanku
pada mereka mungkin nilainya akan terus bergerak di antara angka enam - 9. Nilai enam
adalah saat mereka sedang marah-marah, merajuk dan begitu sulit dipahami dan nilai
sembilan ~ 196 ~ - B L E S S E D H E A R T -
adalah pada saat mereka terlihat cantik, manis, dengan mood yang sangat bagus
serta membawa beberapa makanan buatan mereka yang lezat.
Tidak ada satu pun yang pernah membuatku tergila-gila hingga membuatku lupa
diri, angka sembilan untuk nilai tertinggi, untuk angka sepuluh mungkin aku akan bersedia
menikahi mereka dan berjanji setia untuk tidak melarikan diri atau meninggalkan mereka.
Sedangkan nilai yang di dapat saat aku bertemu Nadia. Aku menghela nafas. Hingga kini aku
bingung mengenali perasaanku sendiri yang ditimbulkan saat melihatnya. Perasaan yang
bagaikan candu dan membuatku gila, aku tidak mengerti perasaan-perasaan ini melompat
begitu saja dari semua batasan normal yang ada dan jika aku menilainya dengan standard nilai
0 - 10, tanpa ragu aku akan meletakkan Nadia dan perasaanku padanya di angka 1000 karena
Nadia berada di luar apa pun yang kukenal, Ia membawa sesuatu perasaan yang baru dan
begitu menakjubkan. Aku sadar tadi sempat terbersit pikiran gila bahwa aku akan rela
mati jika diizinkan menyentuh tangannya saja, seperti seorang pecandu berat yang
membutuhkan obatnya untuk menyambung nafas hidupnya dan aku membutuhkan dirinya.
Apakah aku jatuh cinta padanya" Atau mungkin aku sudah gila.
Aku menarik nafas dalam-dalam, aku tidak memilih perasaan ini tapi perasaan
inilah yang datang dan merobek-robek kehidupanku. Membuatku melihat warna warni dan
kebahagiaan yang baru, serta membuatku merasakan kekosongan hidupku. Perasaan yang dibawa
oleh Nadia terlalu kuat mendobrak semua batasan dan ukuran yang sudah kubentuk seumur
hidupku. Jika aku adalah sebuah komputer, maka pikiranku adalah seperti sebuah
program yang sudah berjalan sempurna selama bertahun-tahun dan menghasilkan semua
perhitungan terbaik dalam sehari-hariku. Hingga saat aku bertemu dirinya dan setetes anomali
tak dikenal dimasukkan secara paksa ke dalam program dan sistem operasiku.
Sebuah virus yang tidak dapat kukendalikan.
Hanya dalam hitungan detik semua isi program dan sistemku menjadi
terkontaminasi, berhenti mengeluarkan jawaban-jawaban yang masuk akal untuk semua hal dan
mungkin akan mulai menghancurkan diriku sendiri. Yang jelas aku merasa sistem serta
program ini telah berubah sama sekali dan tidak mungkin dikembalikan ke asalnya lagi. Semua
sistem sudah terlanjur kacau dan yang lebih mengejutkan adalah anomali tak dikenal itu
telah memunculkan sebuah kesadaran baru dan memaksaku melihat daerah yang sebelumnya
tidak terlihat, membawaku ke tempat yang tadinya tidak terpikirkan olehku. Sebuah
wilayah bernama kegilaan, pemujaan tidak berdasar dan kedalaman perasaan menginginkan
serta kebahagiaan yang memabukkan.
~ 197 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Udara malam bertiup dingin dan suara dedaunan berbunyi diikuti suara binatang
malam yang tidak pernah berhenti, aku menghembuskan nafas dalam-dalam tidak tahu apa pun
lagi. Aku teringat pernah bertanya pada kakek pendongeng jauh bertahun-tahun lalu.
"Kek, bagaimana aku menemukan tuan putriku" Apakah aku yang akan memilihnya atau
dia yang akan memilihku?" Tanyaku sambil duduk di samping tempatnya biasa memancing
di sungai, Kakek itu tersenyum memperlihatkan gigi ompongnya, "Nak, takdirlah yang
akan memilihkan seorang tuan putri untukmu, kamu tidak dapat memilihnya."
"Aku tidak mau, kalau takdir memilihkan seorang yang jelek, pemarah dan suka
memukul," tambahku. Kakek itu bahkan tertawa terbahak-bahak, "Saat kamu bertemu tuan putri
yang jelek, pemarah dan suka memukul itu kamu akan melihatnya sebagai seorang
bidadari tercantik dan memujanya dari ujung kepala hingga ujung kakinya."
"Aku tidak percaya," kataku, "Aku tidak suka orang pemarah dan suka mukul."
"Kamu akan mengetahuinya pada saatnya," kata kakek masih tersenyum.
Kini mungkin aku sudah mempercayai sebagian dari kata kakek pendongeng itu dan
bertanya-tanya apakah setiap pangeran yang menemukan tuan putrinya akan tergila-
gila seperti ini" Mengalami siksaan seberat ini dan perasaan yang kacau namun
menyenangkan. "Haih.." aku menenggak minuman lagi dan membutuhkan waktu lama untukku agar
dapat kembali berpikir normal dan membiarkan logikaku memberi jawaban tanpa didorong
oleh perasaan tidak wajar ini.
Dia, Nadia adalah seorang BtP dan aku hanyalah seorang manusia biasa.
Berpikirlah yang masuk akal, berapa banyak orang miskin yang nekat jatuh cinta pada seorang
bintang film terkenal dan berhasil mewujudkan hubungan mereka" Alinergi dan manusia biasa
tidak pernah dibuat untuk bersama-sama. Mencintainya sama saja dengan memilih jalan
untuk menyakiti diri sendiri, menanam sebuah perasaan mencintai dan merindu padanya,
menjaganya dengan sebaik-baiknya melewati waktu hanya untuk mendapati sesuatu
yang sangat penting itu tidak akan pernah bersatu.
Lagipula, jika aku terpengaruh saat melihatnya, bukan berarti dia memiliki
perasaan yang sama padaku. Bahkan Nadia mungkin memandangku rendah sebagai seorang pelayan
atau tidak mengenalku sama sekali. Tubuhku mulai menghangat karena pengaruh minuman
dan otakku mulai buntu, hal yang kucari dari minuman ini. Hidup ini tidak pernah
mudah.

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memiliki terlalu banyak keinginan bukanlah hal yang mudah dan menyenangkan.
Tidak memiliki keinginan dan mensyukuri apa yang didapat hari ini, adalah hidup yang
mudah dan menyenangkan. Tidak ada kemauan, tidak ada yang perlu diperjuangkan, hanya
kebahagiaan melewati hari demi hari. ~ 198 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku memasuki rumah dan rebah di sofa, langsung tertidur. Keesokan paginya tetap
saja, setelah sadar dari mabuk semua masalah itu tetap di sana. Mungkin aku harus
mengerjakan sesuatu, mungkin mencoba terbang kembali.
Mungkinkah aku akan memiliki keberanian untuk mencobanya setelah mesin brengsek
itu sudah memvonisku sebagai manusia biasa" Dan aku sama sekali bukanlah seorang
alinergi. Apa yang dapat kuandalkan"
Sekarang aku tidak memiliki setitik kepercayaan diri pun untuk memulainya.
Memulai misi membuat anak ayam untuk terbang tinggi di langit seperti elang. Kupikir hanya
seorang motivator yang sudah putus asalah yang nekat menggunakan cara seperti itu untuk
mengiming-imingin agar orang menghadiri seminarnya dan hanya orang yang benar-
benar putus asa yang luar biasa menyedihkanlah yang akan mempercayai kata-kata
motivator tersebut. Seperti diriku. ~ 199 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 11 MACALLAN 1946 Dalam seminggu terakhir Gris tidak lagi mengunjungi Kafe Eve, alasannya
sederhana saja, "Aku tidak akan ke sana untuk mendapatkan secangkir susu panas!" sedangkan
Angelina tidak terlalu menyukai ide untuk keluar di malam hari hanya untuk menikmati
puding meski hal itu terasa begitu menggoda. Bagi Nadia, ia ingin sekali kembali ke sana dan
telah berjuang mengajak Gris serta Angelina beberapa kali hanya untuk mendapatkan
penolakan. Ia tidak ingin ke sana sendirian dan mempermalukan dirinya seperti mengaduk
tehnya dengan garam lagi. *** Dalam beberapa hari belakangan ini aku mulai melakukan hal gila, mulai
menyelidiki dan mengumpulkan informasi seputar alinergi, pembangkitan kekuatan dan apa pun yang
dapat membuatku, seorang manusia normal ini, menjadi seorang alinergi.
Anak ayam, percayalah kamu bisa terbang setinggi burung elang!
Aku mulai memasuki internet untuk mengumpulkan bahan dan bahkan menyusupi bagian
perpustakaan online BtP, yang hanya dikhususkan bagi anggota BtP melalui
identitasnya Michelle yang ternyata sangat banyak membantu. Dengan identitas dirinya dari
Divisi Intelijen dapat dikatakan hampir semua tempat yang menyimpan informasi khusus
BtP dapat kuakses namun pastinya hanya pada level bawah dan jenis umum. Kupikir aku sudah
kehilangan akal sehatku atau mungkin sudah hampir putus asa setelah melihat
diriku yang ~ 200 ~ - B L E S S E D H E A R T -
tidak memiliki satu pun dari tiga hal utama yang harus dimiliki oleh seorang
lelaki untuk bisa menarik perhatian wanita. Kekuasaan, kekayaan dan tampang yang menarik. Aku
hanyalah seorang pelayan merangkap bartender, dengan gaji rata-rata UMR dan rupa yang
masih kalah dengan aspal jalanan, siapa yang mau denganku"
Sialan!!! Aku tidak tahu di mana aku sudah kehilangan nyaliku, demi Tuhan aku tidak tahu
mengapa aku menjadi begitu menyedihkan. Aku memandangi foto-foto Nadia yang terdapat
pada jejaringan sosialnya berhari-hari dan tersenyum sendiri merasakan debar di dada.
Aku bahkan mulai mengikuti perkembangan komentar-komentarnya yang setelah seharian
melakukannya aku memutuskan untuk membenturkan kepalaku pada dinding. Aku ingin bertemu
kembali dengannya akan tetapi sebagian dari diriku merasa takut dan gelisah.
Apakah kini aku sudah mulai ketakutan pada yang namanya perempuan" Hal ini sama
sekali tidak sehat, dengan cepat aku memutuskan berganti pakaian. Bersepeda sekitar 45
km ke kota untuk mulai berburu, hal ini tidak sulit karena jalanan Graceland - Viginia
terus menurun, sedangkan kembalinya nanti aku bisa menggunakan taksi.
*** Di bawah sebuah air mancur besar di tengah taman pusat kota yang sering menjadi
tempat berjalan-jalannya anak muda, aku duduk di kursi taman dan mulai membiarkan
pandangan mataku berkeliaran menatap sekeliling. Ada begitu banyak gadis-gadis dan wanita
cantik berpakaian bak model yang sedang berjalan, berdiri menunggu seseorang atau asyik
bercanda dengan teman lelakinya. Aku duduk sesantai mungkin, memposisikan diriku dengan
cara yang paling nyaman dan kemeja yang kukenakan terbuka sedikit memperlihatkan
leher dan dadaku, celana jeans melekat erat pada otot kakiku dan aku mulai bernafas
memancarkan aroma maskulin ke sekeliling.
15 menit di tempat ini dengan mata yang membaca seluruh gerak bahasa tubuh
setiap orang, aku dapat melihat lima wanita sedang mencuri-curi pandang ke arahku beberapa
kali, tanda tertarik. dua di antaranya adalah wanita karir yang terlihat dari bahasa tubuh
mereka, pakaian mereka, cara mereka berjalan dengan tumit tinggi dan wajah mereka yang telah
lelah di terjang dengan semua beban pekerjaan. Seorang wanita cantik lainnya yang
kemungkinan besar adalah janda jika bukan istri kesepian, terlihat dari pakaiannya yang
sedikit sudah ketinggalan mode dan berusaha tampil semaksimal mungkin namun tetap saja ada
sebuah gap yang tidak dapat diisi olehnya, dari cara berjalannya serta tingkahnya dapat
terlihat dia adalah wanita dewasa yang sudah lama tidak memiliki hubungan, matanya terlihat
menginginkan dan berkabut menatapku diam-diam. Seorang gadis lainnya adalah gadis biasa yang
mungkin sedang kuliah, ia memberikan isyarat tubuh untuk di dekati dan seorang lagi
kemungkinan ~ 201 ~ - B L E S S E D H E A R T -
besar adalah wanita yang berbahaya karena ia sudah beberapa kali menatapku
terang- terangan dan seluruh tubuhnya bergerak dengan cara yang sangat mengoda bahkan
dengan sengaja menaikkan kakinya untuk memperlihatkan lekuk kakinya yang indah padaku.
Tidak ada tantangan dari ke limanya yang dapat dengan mudah ditaklukkan, aku harus
mencari yang lain. Lagipula sebagian besar dari mereka sudah lebih tua dariku.
Mataku mulai bergerak dan kembali tiga orang gadis muda terlihat malu-malu
mencuri pandang ke arahku. Seorang di antaranya sudah memiliki cowok yang mengikutinya,
seorang lainnya sedang berkumpul dalam kelompoknya yang berjumlah lima orang dan seorang
lainnya sedang menikmati makan siangnya. Semuanya tidak ada yang menarik.
"Apakah kamu seorang model?"
Aku mengarahkan wajahku menoleh ke samping dan melihat seorang wanita yang
lumayan cantik sedang memegang tali pengikat anjingnya yang cukup besar. Dia melihatku
dengan tatapan penasaran dan dari bahu serta gerakan tangannya, ia tampak canggung dan
sedikit memaksakan keberaniannya untuk menegurku. "Mungkin," kataku sambil memberikan
sebuah senyuman memikat padanya dan menatap anjingnya kemudian mengelus kepala
serta leher anjingnya. "Kamu punya anjing yang cantik," meski niatku adalah
menghentikan tuannya untuk tetap berada di dekatku dengan menyandera anjingnya.
"Namanya Sam," kata wanita itu dan duduk di samping kursiku.
"Anjing yang besar, tentu susah membawanya jalan-jalan," kataku mulai membaca
seluruh gerak tubuhnya memperkirakan ritmenya dalam pembicaraan agar dapat mengikutinya
untuk kemudian membawanya mengikuti ritmeku.
"Sangat merepotkan," balas wanita itu sambil tersenyum dan aku mengambil
kesempatan untuk menyentuh tangannya. Sedikit mengejutkannya, sehingga aku melambatkan dan
melembutkan sentuhan tanganku. Aku membuka telapak tangannya yang membekas merah
karena menahan tali pengikat anjingnya.
"Aku dapat melihat hal itu," kataku sambil membiarkan tanganku menyentuh lembut
punggung tangannya dan membiarkan ibu jariku menyentuh bekas memerah di telapak
tangannya itu beberapa kali. "Apakah itu menyakitkan?" tanyaku sambil menatapnya
dengan lembut memberikan perhatian sesungguhnya, aku dapat merasakan denyut nadinya
yang meningkat dan tubuhnya yang sedikit menjadi santai.
"Tidak juga," balasnya berusaha tampak acuh.
"Kamu punya tangan yang bagus, tidak seharusnya terluka," kataku sambil tetap
menyentuh lembut telapak tangannya dan wajahnya memerah, denyut nadinya meningkat.
~ 202 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Tidak juga," tambah wanita itu buru-buru.
Tanganku perlahan terus naik menyentuh lengannya, "Kulitmu lembut dan wajahmu
cantik," kataku lembut. Ia sudah merasakan getaran ringan yang terkirim oleh sentuhanku
dan dari bahasa tubuhnya aku melihat muncul penolakan sehingga aku segera melepaskan
tanganku dan kembali menyentuh anjingnya, "Apakah kamu juga seorang model" Kamu sangat
cantik," tambahku. Jika tadinya aku tetap menyentuhnya ia mungkin akan menghindar dan
menjadi waspada padaku, tapi kini sebelum dia dapat menolak, aku sudah melepaskannya dan
kemudian memujinya. Ia mungkin akan menginginkan sentuhanku lebih dari
sebelumnya. Tanganku mulai menyentuh dan mengelus lembut anjingnya dengan cara yang dapat
membuatnya membayangkan bagaimana jika aku menyentuh jenjang lehernya yang indah
itu dan membiarkan imajinasinya menjadi gila. Kembali aku menatapnya tepat ke dalam
matanya dan tersenyum, "Apakah pernah ada orang yang mengatakan kamu memiliki
mata yang sangat indah dan bibirmu begitu menawan?" dilihat dari respon matanya yang
sedikit membelalak, bibirnya yang tergigit sedikit dan menelan ludahnya, kupikir tidak
banyak orang yang pernah memujinya. Irama tubuhnya sudah naik dan semakin tinggi, "Kamu berkeringat," kataku
membiarkan punggung jari-jariku menyentuh keringat di dahi kemudian dagunya dan dia
membiarkanku menyentuh wajahnya. Wajahku mendekatinya perlahan-lahan, "Maaf tapi kukira aku
tidak lagi sanggup untuk menahan godaan untuk tidak mencicipi bibirmu, kamu sungguh
cantik." Aku dapat melihat ia mengigit bibir bawahnya dan berkata, "Jangan ditahan." Dan
tubuhnya pun menerjang diriku, melumat bibirku dengan ganas serta mendorong tubuhku rebah
di kursi taman. Ia hampir membuatku sesak dengan bibirnya dan tangannya dengan
ganas menyentuh dadaku bahkan mulai membuka kemejaku.
Di tengah taman!!! "Tunggu...tunggu..." kataku buru-buru tapi dia tidak mau diam sehingga aku terpaksa
mendorongnya dengan keras dan berdiri dengan cepat. "Aku harus pergi. Aku
teringat ada janji..." kataku buru-buru dan segera berbalik. "Tunggu," teriak wanita itu
bangkit berdiri dengan wajah memerah dan mata berkabut. Alarm tanda bahaya diriku menyala dan
menyuruhku segera berlari menjauhinya.
"Sam, kejar dia," sahut wanita itu dan anjing tersebut menyalak dua kali serta
melompat mulai mengejarku yang lari terbirit-birit.
*** ~ 203 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Baiklah, aku tidak takut pada wanita, pesonaku masih bekerja dengan baik dan
rayuanku masih manjur tapi mengapa di hadapan Nadia aku menjadi seperti orang bodoh.
Haih... pesona dan ketampanan tidak akan dapat menjamin kehidupan masa depan seseorang.
Kini jalan yang tercepat yang dapat kupikirkan jika aku benar-benar menginginkan
Nadia adalah menjadi seorang alinergi, jalur paling singkat untuk mendapatkan jaminan
keuangan dan keamanan masa depan. Beberapa kali aku juga berpikir untuk sukses dari jalur usaha atau bisnis namun


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memikirkan latar belakangku, palingan aku hanya dapat berhasil menjadi pemilik kafe atau
seorang juragan tanah dan petani yang sukses di kampung. Tidak mungkin nantinya Nadia
mau dengan orang kampung, lagipula
Alinergi dengan alinergi, orang normal dengan orang normal. Ayam dengan ayam,
elang dengan elang. Menjadi alinergi adalah harga mati jika menginginkan Nadia.
Jadi pilihanku cuma tertinggal dua, yaitu yang pertama adalah berusaha keras
untuk menjadi alinergi meski kemungkinan untuk hal itu sekitar nol koma sekian persen yang
penting tidak nol besar. Karena ... aku ingat aku pernah terbang, itulah peganganku satu-
satunya. Meski aku masih sedikit menyangsikan apakah benar ayam bisa terbang seperti elang
karena bagaimanapun juga ia memiliki dua buah sayap dan bisa terbang sesaat.
Mungkin waktu itu aku hanya bermimpi.
Sebenarnya sejak munculnya para alinergi bertahun-tahun lalu, ada beberapa
kelompok yang muncul dan mengajari orang-orang normal untuk menjadi alinergi. Saat itu aku
menertawainya seperti orang lain yang mengira mereka adalah para penipu, karena
memang tidak ada bukti nyatanya hingga saat ini bahwa ada yang berhasil menjadi
alinergi dari jalur orang biasa. Mereka mungkin hanya orang-orang yang muncul untuk mencari
keuntungan karena adanya kesempatan, dan cukup banyak orang bodoh yang teriming-iming oleh
janji- janji palsu. Kini ternyata aku juga mengikuti jalan itu juga.
Pilihan kedua yang kumiliki adalah melupakan Nadia dan mencari seorang gadis
muda untuk dicintai dan dikasihi, setengah dari dunia ini adalah wanita jadi tidak perlu
takut kehabisan stok. Masih banyak gadis-gadis baik di dunia ini. Tidak selamanya cinta itu
harus memiliki, mungkin aku akan terus mencintai Nadia namun menikah dengan orang lain. Pilihan
yang sangat berat. Mungkin aku masih memiliki pilihan ke tiga ....
Menyerahkan semuanya pada Tuhan dan menjalani hidupku pada jalur yang terlihat
saja. *** ~ 204 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Waktu terus berlalu dengan cepat, dalam seminggu ini aku sudah membaca ratusan
lembar tulisan dan kumpulan artikel mengenai cara-cara menjadi alinergi dengan
kecepatan tinggi dan juga menghapus mereka dengan kecepatan tinggi, karena kebanyakan hanyalah
berupa tulisan yang meragukan. Aku ingin hasil yang nyata dan terbukti, bukan yang
hanya dipercaya oleh kalangan sendiri, kalangan tertentu atau orang-orang tak dikenal
dan sama sekali tidak memiliki bukti nyata. Seseorang yang bukan alinergi membuat buku
tentang menjadi alinergi adalah ibarat seorang yang tidak dapat berenang membuat buku
cara berenang. Setelah membuang beberapa kumpulan artikel yang diragukan dan
menepiskan yang palsu, aku mulai mendapatkan tiga buah buku yang lebih berbobot serta
termasuk buku terlaris dunia dan setelah membacanya dengan teliti dan menyelidiki asal
usulnya, tidak satu pun yang benar-benar bisa dipercaya.
Karena tidak ada satu pun orang yang berhasil menjadi alinergi dengan
menggunakan cara mereka. Tidak ada tips untuk menjadi alinergi dari orang normal. Tidak ada jalur cepat,
semua hanya dalam tahap "mungkin", "pengandaian" atau jika bukan "legenda". Pada akhirnya
aku harus mengakui, aku kembali ke titik nol, mungkin benar yang dikatakan bahwa orang
yang mengetahui itu diam dan yang tidak tahu itu banyak bicara. Yang benar-benar
bermutu dapat dikatakan tidak ada atau mungkin tersembunyi.
Atau mungkin memang tidak ada jalan untuk menjadi alinergi sama sekali.
Kini setelah semuanya gagal, hal terbaik yang dapat kulakukan adalah "berusaha".
Berusaha melakukan apa pun yang bisa membawaku sedikit lebih dekat pada alinergi. Dari
banyak artikel, tulisan dan buku, aku dapat memahami satu hal, alinergi adalah seorang
yang memiliki kekuatan melebihi manusia normal. Dan bagi manusia normal agar dapat
meningkatkan energinya, memiliki beberapa cara tapi cara paling umum adalah
meditasi atau melakukan pernafasan untuk mengambil prana dari alam sekelilingnya agar dapat
dijadikan kekuatan sendiri. Aku sendiri dulunya mempelajari berbagai bela diri termasuk
bela diri aliran keras yang menggunakan pernafasan untuk mengumpulkan tenaga dalam dan
juga aliran lembut yang menyeimbangkan aliran energi dalam tubuh untuk dikumpulkan
perlahan- lahan. Kebanyakan energi dan prana itu akan disimpan pada perut di bawah pusar.
Memikirkan hal itu aku mulai berpikir ada baiknya untuk kembali melakukan
meditasi menguatkan kekuatan tubuh, pikiran dan batin, siapa tahu bisa membantu.
Jadi mengapa tidak mencobanya, karena menyerah jelas bukan pilihanku.
Setiap harinya aku mulai melakukan gerakan penyeimbangan energi dalam tubuh,
melakukan pernafasan mengumpulkan energi prana dari alam bebas dan melalui pernafasan
memaksa energi tersebut untuk masuk dalam perut di bawah pusar. Kemudian melakukan
meditasi, ~ 205 ~ - B L E S S E D H E A R T -
memusatkan perhatian, pernafasan, fokus, santai, merasa menyatu dengan alam dan
terus terang aku kebanyakan tertidur dalam prosesnya. Waktupun berjalan terus dan aku
tidak bertemu lagi dengan Nadia untuk waktu yang cukup lama dan perjalananku sendiri
masih panjang. Pagi ini telepon genggamku mendadak berbunyi, menyadarkanku dari meditasi
rutinku atau lebih tepatnya membangunkanku dari rasa kantuk oleh meditasi. Aku melihat nomor
panggilannya berasal dari Kafe Eve dan seingatku hari ini adalah hari liburku.
"Jaime di sini," sahutku.
"Jaime," suara Master langsung terdengar, "Apa kamu ada ke kota hari ini?"
"Tidak ada rencana, tapi jika Master membutuhkan. Aku bisa sekalian jalan-jalan
ke kota," jawabku berpikir dapat ke kota untuk mengunjungi toko buku atau membeli bahan
makanan untuk mengisi kulkasku. "Oh kebetulan sekali," Master tertawa, "Mungkin ada baiknya kamu cuci mata di
kota dan mengencani beberapa gadis di sana daripada mengurung diri di rumah." Aku ikut
tertawa, "Jadi apa yang bisa aku bantu Master?"
"Maukah kamu mengambilkan pesanan minuman kita di tempat biasa, aku sudah
menghubungi mereka, kamu tinggal mengambilnya saja seperti biasa."
"Baiklah Master, tapi minumannya mau sekarang diantar atau besok saja sekalian
saat aku masuk kerja?" "Besok saja, pembelinya akan datang besok pagi. Aku akan menyuruh Barth untuk
singgah di tempatmu sebelum dia kembali ke kota," tambah Master.
"Barth?" tanyaku, "Oh baiklah Master. Apakah ada pesanan yang lainnya?"
"Sementara hanya itu," kata Master dan mengakhiri pembicaraan. Menatap jam pada
layar telepon yang menunjukkan angka 07:45, Bartholomeus, penjual sekaligus pengantar
sayuran dan daging segar ke Kafe Eve dari kota yang biasanya dipanggil Barth, mungkin
akan tiba di tempatku dalam 15 menit yang mengharuskanku untuk segera berganti pakaian dan
melompat meninggalkan meditasiku, meski harus kuakui jika dilanjutkan pun aku
hanya akan tertidur nyenyak. Di sepanjang jalan di dalam truk Barth, kami berbicara ke sana kemari namun
tetap saja pembicaraan antar para lelaki hanya pada beberapa topik, wanita dan uang. Saat
berhenti di tengah kota, aku segera menuju ke sebuah mall pusat kota dan masuk ke toko buku
terbesar di kota Viginia. Rasanya begitu menakjubkan saat memasuki toko buku ini, rak-rak
yang ~ 206 ~ - B L E S S E D H E A R T -
berisi penuh buku-buku terbaru, tumpukan-tumpukan majalah terbaru dan semua yang
dibutuhkan oleh dahaga otakku ada di sini, inilah salah satu surga di dunia. Aku
segera berkeliling dari rak demi rak menghabiskan waktu hampir tiga jam melihat-lihat
dan membaca, hanya untuk membeli dua buah buku mengenai alinergi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.45 saat aku keluar dari toko buku. Toko Minuman
dan Anggur tempat kami biasa membeli stok untuk Kafe Eve terletak di lantai enam
Mall dan buka setelah pukul 11.00, waktu yang tepat untuk mengambil minuman yang sudah
dipesan dan segera pulang. Sepanjang perjalanan menuju ke lantai enam mall, aku melihat
beberapa gadis cantik berpakaian menarik. Tempat yang bagus untuk mencuci mata meski
demikian aku selalu merasa rendah diri jika membandingkan pakaianku dengan pakaian
mereka, tetap saja pakaianku terlihat murahan dan ketinggalan mode, tapi pakaian yang bagus
itu mahal dan gajiku belum cukup menunjang kemewahan itu, lagipula jika aku memiliki uang,
aku akan lebih memilih untuk membeli buku daripada pakaian.
Tapi siapa yang perduli selama beberapa gadis cantik menatapku dengan sorot
tertarik, perasaanku sudah cukup senang.
Kakiku melangkah masuk ke dalam Toko Minuman dan Anggur yang menjual hampir
semua jenis minuman mewah dan anggur, Master sudah mengambil minuman dari tempat ini
sejak pertama kali Kafe Eve dibuka atau mungkin lebih lama dari itu mengingat hubungan
akrab Master dan manajernya. Aku hanya membutuhkan lima menit untuk masuk dan keluar
dari toko ini dengan sebuah kantong dari kertas karton berwarna coklat yang di
dalamnya terdapat sebuah kotak minuman tersegel yang terbuat dari kayu, pastinya minuman mahal
yang tersimpan di dalamnya, dan di sampingnya terdapat dua botol minuman Gin dan
Sherry. Pembayarannya langsung ditagihkan ke rekening Master jadi tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Sekarang yang kubutuhkan dan inginkan hanyalah pulang dan rebah
di sofaku sambil menikmati buku bacaan baruku dengan secangkir minuman hangat.
Oh... aku sudah menantikan hal itu.
"Kamu jangan macam-macam, John!"
Mendengar teriakan itu aku melihat ke depanku, tepat di hadapan sebuah kafe
terlihat kerumunan lima orang pria yang sedang bertengkar mulut dengan dua orang gadis
muda di hadapan mereka. Salah seorang gadis berambut pirang begitu nekat memaki seorang
pria garang yang jelas kelihatan kesal dan bagiku hanya lelaki tidak waras yang mau
bertengkar mulut dengan gadis. Pria baik-baik tidak pernah berkelahi dengan gadis apalagi
di depan umum. Menang tidak bangga, kalah lebih malu.
~ 207 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Perlahan-lahan aku mencoba menghindari kerumunan yang mencegat di tengah jalanku
itu dengan berjalan menepi ke dekat pagar pembatas kaca setinggi perut yang mencegah
agar tidak ada orang terjatuh ke lantai paling bawah. Meski aku pernah mendengar ada
isu orang yang nekat bunuh diri dengan melompat dari tempat ini.
Karena cinta ... atau kebodohan.
Aku akan segera melewati mereka saat teriakan-teriakan pertengkaran itu semakin
tinggi bersamaan dengan munculnya kata-kata kotor dan nama-nama penghuni kebun
binatang. Dengan cepat aku menaikkan kantong minumanku dan memeluknya dengan kedua
tanganku karena aku tidak ingin siapa pun yang akan tanpa sengaja menyentuh benda-benda
berharga ini dan membuatku sial. Pertengkaran menjadi semakin seru saat gadis pirang itu memukul sang pria dengan
tas tangannya yang membuat pria itu dengan cepat balas mendorongnya dengan keras
hingga terjatuh ke belakang dengan pinggul menghantam lantai dan terduduk rebah di
depan kakiku. Beruntung aku telah menaikkan minumanku, jika tidak, mungkin saja punggung atau
tangan gadis itu akan menerjang minumanku. Mataku menatap gadis itu dan aku, pria baik-
baik, tidak akan mencampuri urusan siapa pun atau menjadi pahlawan bagi siapa pun juga


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terutama mencampuri persoalan yang tidak kuketahui dengan jelas, jadi aku hanya diam di
sana, menunggu gadis itu berdiri agar aku dapat lewat.
Gadis galak itu kembali memaki pria tersebut meski sambil duduk, membuatku
meringis dan terpaksa mengulurkan sebelah tanganku untuk membantunya berdiri dengan sebelah
tangan lainnya yang masih memegang kantong minuman. Berharap aku dapat segera berlalu.
Detik itu juga aku melihat seorang teman gadis itu berbalik dan berjalan mengarah pada
temannya untuk menolong. Gadis itu kupikir sedari awal hendak melerai pertengkaran
tersebut, gadis yang cukup menarik dengan dua bola matanya yang besar. Terlalu besar batinku
mendadak karena sekarang wajah gadis itu begitu dekat denganku dan tubuhnya menabrak ke
arahku. Pria di belakangnya ternyata mendorong punggung belakangnya atau mungkin
menendang gadis itu dari belakang yang membuatnya meluncur ke arahku dengan kedua
tangannya ke depan. Aku mencoba menghindari ke samping namun gagal, sebuah tangannya mendorong
kantong minumanku yang hanya kupeluk sebelah tangan dan membuat kantong minuman itu
terbang melesat keluar melewati atas pagar kaca pembatas. Dengan cepat aku hendak
menyambar minuman itu akan tetapi di saat itu juga aku melihat tubuh bagian depan gadis
tersebut juga terdorong ke depan melewati pagar kaca, setengah tubuhnya terdorong ke depan
hampir terjatuh. Aku harus memilih dengan cepat apakah akan memakai tanganku untuk
menahan gadis itu agar tidak terjatuh ke bawah atau menangkap kantong minumanku yang
sedang ~ 208 ~ - B L E S S E D H E A R T -
melayang. Detik berikutnya tanganku sudah bergerak memilih dan mataku menatap
bagaimana kantong minuman itu melayang jatuh ke bawah semakin mengecil dari
pandanganku hingga akhirnya terdengar suara pecahan botol pada lantai granit di
tingkat paling bawah. Untuk sesaat aku berharap kantong minuman yang berisi satu kotak
minuman mahal dan dua botol minuman biasa itu tidak jatuh menimpa siapa pun yang sedang
berjalan di bawah dan saat aku melihat kantong minumanku hancur menebarkan cairan di
sekeliling lantai, aku kembali berharap itu bukan kantong minumanku.
Tanganku masih memeluk gadis muda itu dan matanya juga sedang melihat pada
kantong minuman yang telah dengan sukses dijatuhkannya. Seorang pria yang tadinya
mendorong gadis tersebut mendekati gadis yang rebah di sampingku sambil berkata, "Kurang
ajar, berani kamu memukulku, ibuku sendiripun belum pernah memukulku!" Tangan pria itu
menjambak rambut pirang gadis itu dan tanganku melepaskan gadis di dalam pelukanku.
Emosiku sudah tinggi karena melihat perlakuannya pada wanita dan juga karena dirinya barangku
telah hancur. Tubuhku bergerak mendekatinya serta menjambak rambut pria itu,
menariknya ke bawah dan lututku bergerak naik menghajar wajahnya yang tertunduk. Hidung pria
itu segera mengeluarkan darah, mungkin patah dan dirinya terjatuh terbalik menatap langit-
langit Mall. Dua orang temannya langsung maju menyerangku dan aku juga maju menerjang ke arah
mereka, sebuah pukulan tanganku memasuki perut seseorang yang paling dekat
denganku dan segera membuat wajahnya meringis, rubuh dan meringkuk memegang perutnya
kesakitan. Seorang lagi mencoba meninjuku dan seketika itu juga aku mengelak sambil menarik
kepalanya dan menemukannya dengan lututku yang sedang menuju ke arahnya. Dua
orang tersisa juga ikut menyerangku, seorang yang mencoba menyerangku dari belakang
terkena tendangan kakiku yang mengarah ke belakang tepat menusuk ke tengah perutnya dan
seorang pria yang tersisa terlalu terkejut dengan apa yang kulakukan sehingga dengan
mudah tinjuku melayangkan tepat ke arah wajahnya. Kelima orang itu jatuh di lantai sambil
mengerang kesakitan. Mereka terlalu lembek, dasar orang-orang kota yang hidup dengan penuh
kenyamanan. Emosi dan kemarahanku masih belum juga reda, kakiku segera naik dan
menendang wajah seorang yang hendak berdiri menyerangku lagi, akan tetapi
sebelum aku dapat menendang mereka yang lainnya, gadis yang menjatuhkan kantong minumanku
memelukku dari belakang. "Hentikan," teriaknya.
Semarah dan seemosi apa pun aku, tidak akan pernah memukul perempuan, dengan
galak aku menatap ke arahnya, "Lepaskan aku." Terkejut ia segera melepaskan tangannya, aku
menatap pria di depanku yang sudah menunjukkan mata ketakutan dan aku segera berbalik
untuk berjalan ke lantai bawah, meninggalkan mereka semua untuk melihat kantong minumanku.
~ 209 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku hanya berharap, kotak minuman yang berisi minuman kelihatan mahal itu tidak
semahal yang kuduga. Karena jatuh dari ketinggian lantai enam tidak mungkin minuman itu
masih utuh, meski aku berharap demikian. Saat aku tiba di lantai bawah seorang satpam
terlihat mendekatiku dan bertanya dengan nada mengancam, "Apa kamu yang menjatuhkannya"
Apakah kamu tidak tahu itu berbahaya."
"Orang yang menjatuhkan barang-barangku ada di atas lantai 6," sahutku tidak
perduli. Satpam itu seketika menatap ke atas dan menghidupkan radionya untuk memanggil
rekannya di lantai tersebut untuk mencari siapa pun yang bertanggung jawab menyebabkan
semua itu. Aku berjalan gelisah mendekati kantong minuman yang sudah hancur dan menatap
kotak minuman yang juga sudah hancur mengeluarkan carian di dalamnya. Aku berjongkok
di depan puing-puing kantongan karton dan dengan mudah menyingkirkan kotak minuman
untuk melihat botol yang sudah pecah dengan label yang masih melekat di antara
pecahan botol. "Macallan..." Bisikku begitu lirih dan mataku hampir tidak percaya dengan
apa yang kulihat "Macallan 1946!"
Aku membaca berkali-kali untuk memastikan aku tidak salah membaca botol yang
pecah tapi setelah melihatnya beberapa kali dan membaca tiap katanya, tulisan di sana
memang "M A C A L L A N 1946".
Jantungku terasa berhenti berdenyut.
Macallan 1946 adalah botol khusus yang hanya ada beberapa di dunia, tidak
seperti Macallan tahun lainnya, Macallan tahun 1946 dibuat dengan cara yang berbeda dan harganya
sangatlah mahal karena minuman tersebut termasuk edisi koleksi. Wajahku berubah dingin dan
terasa tidak ada darah yang mengalir, aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi situasi
seperti ini. Semua ini rasanya tidak nyata, kantong minumanku didorong seorang gadis tapi
dirinya tidak bersalah karena didorong oleh seorang pria dan aku memilih menyelamatkannya
daripada menyelamatkan kantong minumanku. Jelas aku lebih baik melihat kantong minumanku
yang terjatuh di sini dan pecah daripada tubuhnya yang terjatuh, akan tetapi siapa
yang akan mengganti rugi botol yang sudah pecah ini. Aku tidak tahu bagaimana harus
mempertanggung jawabkan keadaan ini. Aku mungkin akan dipecat, pekerjaanku
berakhir, tempat tinggalku hilang dan mungkin saja kehidupanku di kota sudah berakhir.
Aku tidak begitu perduli pada semua hal itu, yang sedang aku pikirkan adalah
bagaimana menyelesaikan masalah ini. Aku tidak ingin membebani siapa pun atas kesalahanku.
Aku harus bertanggung jawab atas kesalahanku sendiri.
Meski aku dipecat, akan tetapi Master akan menanggung jumlah yang tidak kecil
dan aku akan berutang padanya seumur hidup. Dengan gemetar aku memungut setiap keping-
keping ~ 210 ~ - B L E S S E D H E A R T -
botol itu dan memasukkannya pada kotak kayu yang sudah hancur sebagian. Tidak
tahu apa yang dapat kulakukan pada semua ini kecuali mencoba mengumpulkannya, tanganku
gemetar dan setelah kupikir lagi aku hanya memiliki satu jalan keluar. Satu-satunya cara
untuk menyelesaikan keadaan ini, yaitu harus membayar semua kerugian ini sendiri.
Selesai mengumpulkan pecahan botol yang membuat jari-jari tanganku basah, aku dengan
langkah gontai berjalan ke arah lift untuk menuju ke tempat Toko Minuman dan Anggur
dengan membawa kepingan-kepingan botol yang sudah hancur. Seorang satpam mencoba
menghentikanku, "Hey, tunggu, kamu harus ikut ke kantor mempertanggung jawabkan
hal ini." Mataku menatapnya dengan penuh amarah dan bertanya, "Apakah kamu mau bertanggung
jawab membayar ganti rugi minuman ini?" Satpam itu terdiam sejenak dan
melanjutkan,"Perusahaan akan berusaha menggantinya untukmu jika kamu tidak
bersalah, sekarang ikutlah denganku ke kantor." Bibirku tersinggung sebuah senyuman, "Ikut
aku ke lantai 6, Toko Minuman dan Anggur. Kita lihat apa perusahaanmu ingin
menggantinya atau tidak," kataku memasuki lift yang juga diikuti olehnya.
"Berapa harganya?" tanya satpam itu terkejut saat dipertemukan dengan Mr. Drick
manajer Toko Minuman dan Anggur itu. Manajer itu mengatakan harganya sekali lagi dan
satpam tersebut kelihatan pucat hendak pingsan. "Apa perusahaanmu mau menggantinya jika
aku ikut denganmu?" tanyaku yang sudah kesal menantangnya karena jelas harga sebotol
minuman yang sudah hancur ini dapat membeli sebuah rumah kecil sederhana
untuknya. Satpam itu segera terlihat meringis serba salah dan menghubungi temannya dari
radio bertanya tentang pria-pria yang bertengkar dengan dua orang gadis tadi.
"Apa" Orangnya kabur," teriak satpam itu pada radio panggilnya dan segera keluar
dari Toko Minuman dan Anggur tidak mau melihatku lagi. Aku menatap ke arah Mr. Drick,
kemudian meletakkan puing-puing kotak dan pecahan botol Macallan 1946. Dia melihatnya
dengan sedikit keterkejutan dan kemudian mulai berbicara panjang lebar dengan sangat
cepat, aku tidak ingin mendengarkan ocehannya, karena semua ocehan itu tidak akan membuatku
mendapatkan Macallan 1946 dan aku sedang kesal.
"Apakah kamu memiliki sebuah lagi?" tanyaku langsung. Mr. Drick yang setengah
berceloteh mendadak diam, "Akan kulihat," katanya dan bergegas masuk ke belakang
tokonya terburu-buru. Sekarang aku hanya dapat duduk dengan gelisah di kursi
tunggu, keringat dingin membanjiri telapak tanganku dan aku segera menutup wajahku
dengan kedua telapak tanganku. Aku sudah habis, tidak tertolong lagi.
~ 211 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Untuk mengatasi semua ini aku hanya memiliki sebuah cara. Menjual LXX yang
diberikan oleh Michelle padaku, karena aku tidak memiliki tabungan sebanyak itu dan
meskipun jam tangan yang kumiliki dari Michelle mahal tetap saja tidak akan mampu membayar
harga Macallan 1946, hanya harga LXX yang mampu menutupinya.
LXXku, mudah datang mudah pergi.
Tak lama kemudian Mr. Drick muncul kembali, "Kami masih memiliki satu buah
Macallan 1946, ini adalah botol terakhir dan harganya sedikit naik." Ingin rasanya aku
memaki, di saat aku membutuhkannya ia malah menaikkan harganya. Tapi aku sudah tidak berdaya, ia
menyerahkan secarik kertas padaku dan tanpa berkomentar aku menatap harga yang
tertulis di atasnya, jelas hanya LXX yang mampu menutupi harga ini.
"Apakah anda ingin membelinya pada harga ini."
Apa pilihan yang kumiliki selain menggangguk"
"Baiklah tunggu sebentar aku akan membungkusnya dan tentu saja dengan Gin dan
Sherry- nya." Mr. Drick meninggalkanku sendirian di kursi tamu.
"Selamat siang..." sebuah suara perempuan terdengar di sampingku memanggil. Aku
tidak menghiraukannya sama sekali, toh aku bukan pelayan yang bertugas, seharusnya dia
mencari orang lain. "...." "...." "Aku minta maaf."
Mau tak mau aku menoleh juga dan melihat seorang gadis muda yang kelihatan
gelisah menatapku, mataku menatapnya tapi tidak ada satu reaksi apa pun yang berjalan


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memasuki otakku. Aku merasa otakku berpikir begitu lambat. Tak lama seolah-olah sebuah
ingatan berusaha menerobos kabut gelap dan aku mengingatnya, gadis yang mendorong jatuh
Macallan 1946. "Andai ada yang bisa kubantu?" tanyanya dengan wajah yang penuh rasa bersalah.
Bibirku bergerak perlahan, suara berat dan datar terdengar, "Tentu saja, kamu bisa
mengganti minuman yang kamu hancurkan," tanganku bergerak menyerahkan kuitansi pembayaran
minuman yang diserahkan Mr. Drick padaku. "Ugh ...." Gadis itu langsung terdiam
melihat sejumlah uang yang tertulis di atas kertas tadi dan wajahnya semakin pucat,
Prahara Pulau Naga Jelita 1 Wiro Sableng 029 Bencana Di Kuto Gede Bentrok Rimba Persilatan 9
^