Lolita 4
Lolita Karya Vladimir Nabokov Bagian 4
Para anggota dewan juri yang memiliki perasaan sangat peka, aku bahkan bukanlah
kekasih pertama Lolita. 32 DIA MENCERITAKAN kepadaku bagaimana dia telah dibujuk. Kami makan pisang empuk
yang terasa seperti tepung, buah persik, dan keripik kentang yang sedap, lalu
dia mengisahkan segalanya kepadaku.
Hujan kata-kata yang fasih, tapi terpotong-potong, itu diiringi mimik-mimik
sebal yang lucu. Saat kuberpikir bahwa aku pernah mengamatinya, terutama kuingat
sebuah mimik saat dia berseru "uh!": mulut yang digembungkan ke satu sisi dan
bola mata diputar ke atas sebagai gabungan rasa sebal yang menggelikan, rasa
tidak suka, dan pemakluman.
Kisahnya yang menghebohkan itu dimulai dengan perkenalan dengan teman satu
tendanya di musim panas sebelumnya, di perkemahan lain, seseorang yang "sangat
terpilih" menurutnya. Teman setenda itu ("agak tak terurus", "setengah gila",
tetapi juga "seorang anak yang hebat") mengajarinya bermacam macam manipulasi.
Awalnya, Lo yang setia menolak untuk memberitahukan namanya.
"Apakah dia Grace Angel?" tanyaku.
Dia menggelengkan kepalanya. Tidak, bukan, dia anak seorang terkenal. Ia -
"Mungkinkah dia itu Rose Carmine?"
"Tidak, tentu saja, bukan. Ayahnya kari -
"Kalau begitu, dia Agnes Sheridan, bukan?"
Dia menelan ludah dan menggelengkan kepalanya, lalu dia melipatgandakan reaksi
balasannya. "Katakan, bagaimana kau bisa mengetahui semua anak-anak itu?"
Aku coba menjelaskan. "Nah," lanjutnya. "Mereka tidak baik, sebagian di antaranya gerombolan brengsek
di sekolah, tapi tidak seburuk itu. Jika kau harus tahu, namanya adalah
Elizabeth Talbot. Dia bersekolah di sebuah sekolah swasta. Ayahnya seorang
petinggi." Aku mengingat dengan rasa sakit bahwa Charlotte yang malang sering berkata dalam
obrolan di pesta-pesta, seperti "ketika putriku sedang berkemah tahun lalu
dengan anak gadis Talbot."
Aku ingin tahu apakah sang ibu menyadari aktivitas lesbian itu"
"Aduh, tidak," keluh si limbung Lo menunjukkan rasa takut dan lega bersamaan,
seraya berpura-pura menekankan tangannya ke dada secara dramatis.
Aku saat itu lebih tertarik pada pengalaman heteroseksual. Dia masuk kelas enam
pada usia sebelas tahun, tak lama setelah pindah ke Ramsdale. Apa yang dia
maksud dengan "tidak baik?"
Baiklah, si kembar Miranda sudah tidur seranjang selama bertahun-tahun, dan
Donald Scott, anak laki-laki terbodoh di sekolah, melakukannya dengan Hazel
Smith di garasi pamannya. Lalu Kenneth Knight - anak terpandai - sering memamerkan
penisnya di mana pun dan kapan pun ada kesempatan, dan -
"Mari kita beralih ke Perkemahan Q," ujarku. Dan, aku pun mendapatkan
keseluruhan ceritanya. Barbara Burke, si pirang yang perkasa, dua tahun lebih tua dari Lo dan sejauh
ini perenang terbaik di perkemahan, memiliki sebuah kano khusus yang hanya
digunakannya bersama Lo, "Karena aku satu-satunya perempuan yang bisa Willow
Island ..." (kurasa itu sejenis gaya berenang). Sepanjang bulan Juli, setiap
pagi - tolong ditandai, pembaca yang budiman, setiap pagi yang penuh berkah -
Barbara dan Lo akan meminta bantuan Charlie Holmes untuk menggotong perahu kecil
itu ke Onyx atau Eryx (dua danau kecil di tengah hutan). Dia adalah putra kepala
sekolah perkemahan tersebut, berusia tiga belas tahun, dan lelaki satu-satunya
dalam radius beberapa kilometer (kecuali seorang tukang kayu tuna rungu dan
penurut, serta seorang petani bermobil Ford tua yang terkadang menjual telur
kepada para penghuni perkemahan). Ya, setiap pagi, wahai para pembacaku, ketiga
bocah itu akan mengambil jalan pintas melewati hutan perawan amat indah yang
dipagari lambang lambang kebeliaan, embun, dan nyanyian burung. Pada suatu
tempat, di antara belukar yang lebat itu, Lo akan ditinggalkan sebagai seorang
prajurit penjaga, sementara Barbara dan bocah lelaki itu bersanggama di balik
semak. Awalnya, Lo menolak "untuk mencoba bagaimana rasanya", tetapi rasa ingin tahu
dan kesetiakawanan pun menyeruak. Dia dan Barbara lalu melakukannya bergantian
dengan Charlie yang pendiam dan tak kenal lelah itu, yang daya tarik seksualnya
seperti sebatang wortel mentah, tapi memiiki koleksi alat KB mengagumkan yang
digunakannya untuk memancing di danau terdekat ketiga, danau yang dianggap lebih
besar dan lebih terkenal, Danau Climax namanya - dinamai sesuai nama kota
industri baru yang sedang berkembang pesat. Meski perbuatan itu dianggap
"bersenang-senang" dan "baik untuk kulit", Lolita, dengan senang hati kukatakan,
menganggap pikiran Charlie dan perilakunya menjijikkan. Lolita juga tak
terangsang oleh bocah itu. Kenyataannya, menurutku Charlie lebih banyak bengong
daripada "bersenang-senang".
Saat itu sudah hampir pukul sepuluh. Dengan surutnya hasrat berahi, sebersit
perasaan terpuruk yang kelabu merayapi tubuhku dan berdengung di dalam dahiku,
disertai pucatnya hari muram yang menyakitkan.
Lo yang telanjang, dengan pantat putihnya menghadap ke arahku dan wajah
merajuknya menghadap cermin di pintu, berdiri tegak, berkacak pinggang. Kedua
kakinya (yang mengenakan sandal baru berhias bulu kucing di bagian atasnya)
terpentang lebar, dan dia menggerak-gerakkan wajahnya sendiri meniru mimik-mimik
orang di depan cermin. Dari arah lorong terdengar suara-suara bergema para pelayan perempuan kulit
hitam yang sedang bekerja. Aku melihat Lo masuk ke kamar mandi dan mengambil
sabun cair yang amat banyak. Ranjang itu sudah acak-acakan dipenuhi remah-remah
keripik kentang. Dia mencoba mengenakan dua potong baju wol kelasi, lalu atasan
tanpa lengan dengan rok berempel berhias kristal. Baju yang pertama tampak
terlalu ketat, sementara yang kedua terlalu longgar, dan ketika aku memintanya
untuk bergegas (situasinya sudah mulai membuatku takut), dengan marah Lo
melemparkan hadiah-hadiah indah dariku itu ke salah satu sudut ruangan, lalu
mengenakan pakaiannya yang kemarin. Ketika pada akhirnya dia siap, aku
memberinya sebuah tas tangan baru dari imitasi kulit anak sapi (di dalamnya
kuselipkan beberapa keping uang logam) dan berkata kepadanya agar dia membeli
majalah untuk dirinya sendiri di ruang depan hotel.
"Aku akan segera turun," ujarku. "Dan jika aku jadi kau, sayangku, aku tak akan
berbicara dengan orang asing."
Kecuali hadiah-hadiah kecilku yang malang, tak begitu banyak barang untuk
dikemas. Namun, aku terdorong menggunakan waktuku (apakah dia akan melakukan
sesuatu di bawah sana") untuk menata ranjang sedemikian rupa agar mengesankan
seperti bekas tempat seorang ayah yang gelisah dan putri badungnya, dan bukan
seperti bekas pesta seks mantan narapidana dengan beberapa orang pelacur tua
yang gemuk. Kemudian aku menuntaskan berpakaian dan memanggil seorang pelayan
beruban untuk membantu membawakan tastasku.
Semuanya tampak baik-baik saja. Di sana, di ruang depan hotel, dia sedang duduk
melesak di sebuah kursi yang sangat besar berwarna semerah darah, tenggelam
dalam majalah filmnya. Seorang lelaki seusiaku mengenakan setelan jas wol
menatap Lolitaku di balik koran lamanya dan rokoknya yang telah padam.
Lolita mengenakan kaus kaki putih, sepatu bertumit rendah, dan rok bermotif
bujur sangkar yang cerah. Semburat cahaya lampu temaram menebarkan warna
keemasan di atas lengannya yang cokelat hangat. Di sanalah dia duduk, kedua
kakinya dengan serampangan disilangkan tinggi-tinggi dan mata pucatnya
menelusuri barisan kata-kata di depannya, sesekali berkedip.
Istri Bill sudah memuja suaminya dari jauh lama sebelum mereka bertemu;
nyatanya, dia sempat diam-diam menjadi pemuja aktor muda terkenal itu saat
menikmati es krim di toko obat Schwob. Tak ada yang lebih kekanak-kanakan
daripada hidung mungilnya yang bulat, wajah berbintik atau noda keunguan di
leher telanjangnya, di mana seorang vampir dan negeri dongeng telah berpesta,
atau gerakan gelisah lidahnya menjelajahi ruam merah muda di bibir bengkaknya.
Tak ada yang lebih tidak membahayakan selain membaca tentang Jill, seorang
bintang muda penuh semangat yang merancang pakaiannya sendiri dan pernah menjadi
mahasiswi yang mempelajari sastra serius. Tak ada yang lebih polos selain belah
tengah rambut cokelat berkilat dengan helaian selembut sutra berkilau di
keningnya. Tak ada yang lebih naif selain tatapan iri yang menjijikkan dari
lelaki laknat itu, siapa pun ia. Lelaki itu menyerupai paman Swissku Gustave,
yang juga seorang pemuja kemurnian apakah pengalaman akan membuatnya mengetahui
bahwa seluruh urat sarafku masih merasakan dan terselimuti sensasi tubuh Lolita -
tubuh sesosok iblis tak bisa mati yang menyamar sebagai seorang gadis kecil.
Apakah si babi merah jambu Tuan Swoon sungguh-sungguh yakin istriku tidak
menelepon" Ia yakin. Kalau istriku menelepon, maukah ia mengatakan kepadanya
bahwa kami akan pergi menuju rumah Bibi Clare" Ia akan melakukannya, tentu saja.
Aku menyelesaikan pembayaran dan menarik Lo dari kursinya. Dia membaca majalah
itu keras-keras di mobil. Masih sambil membaca, dia kubawa ke sebuah tempat yang
disebut kedai kopi beberapa blok ke selatan. Oh, dia makan dengan nikmat. Dia
bahkan meletakkan majalahnya untuk makan, tetapi mimik sebal yang aneh telah
mengganti keceriaannya yang biasa.
Aku tahu bahwa Lo kecil bisa jadi sangat nakal, maka aku memagari diriku sendiri
dan menyeringai, serta menanti teriakannya. Aku tidak mandi, tidak bercukur, dan
belum makan. Saraf-sarafku tegang.
Aku tidak menyukai cara nyonya kecilku mengangkat bahu dan menggembungkan lubang
hidungnya saat aku berupaya memulai obrolan kecil. "Apakah Phyllis mengetahuinya
sebelum dia bergabung dengan orangtuanya di Maine?" tanyaku dengan sesungging
senyuman. "Begini,"
ujar Lo dengan menyeringai, "mari kita sudahi saja masalah itu." Aku pun
berusaha membuatnya tertarik pada peta jalan.
Tujuan kami adalah, biar kuingatkan kembali para pembacaku yang penyabar yang
kelembutan sikapnya seharusnya ditiru oleh Lo, kota Lepingville, di suatu tempat
dekat sebuah tempat yang mungkin adalah rumah sakit. Tujuan itu sendiri
ditentukan dengan sangat sewenang-wenang (padahal, ya ampun, masih banyak lagi
tempat untuk didatangi), dan aku menggoyang goyangkan sepatuku seraya berpikir
keras bagaimana agar aku bisa membuat semua pengaturan ini diterima dan tujuan
masuk akal yang mana lagi yang harus kutemukan setelah semua bioskop di
Lepingville kami masuki. Perasaan Humbert semakin lama semakin tidak nyaman. Ini
adalah perasaan yang istimewa: batasan mengerikan yang amat menekan seakan-akan
aku sedang duduk bersama hantu kecil seseorang yang telah kubunuh.
Ketika Lo bersiap untuk bergerak masuk kembali ke dalam mobil, ekspresi
kesakitan terlintas di wajahnya. Mimik itu terlihat lagi saat dia duduk tenang
di sampingku. Ya, dia memunculkan raut itu lagi untuk kedua kali. Dengan bodoh
aku bertanya kepadanya apa yang dirasakannya. "Tak apa-apa, kau penjahat sadis,"
sahutnya. "Kau apa?"
tanyaku. Dia terdiam. Kami meninggalkan Briceland. Lo yang cerewet itu membisu.
Laba-laba kepanikan sedingin es merayapi punggungku. Dia ini yatim piatu.
Seorang bocah kesepian, seorang anak kecil yang sungguh-sungguh terlantar
sebatang kara. Dan, pagi ini seorang lelaki dewasa licik dengan tungkai-
tungkainya yang berat telah melakukan hubungan intim dengannya tiga kali
berturut-turut. Apakah terwujudnya mimpi seumur hidup telah melampaui semua pengharapan atau
tidak, dalam satu hal, itu ternyata melebihi batasnya - dan terpuruk ke dalam
mimpi buruk. Aku sudah bersikap amat ceroboh, bodoh dan tercela. Dan, aku akan
jujur sejujur-jujurnya: di suatu tempat di ujung huru-hara nista itu aku
merasakan hasratku menggeliat lagi, seleraku pada peri asmara yang malang itu
begitu menggila. Rasa bersalah yang menyengat tiba-tiba bercampur baur dengan
pikiran menyiksa tentang suasana hati gadis itu yang mampu mencegahku untuk bisa
kembali bercinta dengannya ketika aku menemukan jalanan desa yang sepi untuk
memarkir mobil dengan damai. Dengan kata lain, Humbert Humbert yang malang sama
sekali tidak bahagia, dan saat dengan acuh tak acuh mengemudi ke arah
Lepingville, ia terus menyiksa otaknya sendiri dengan hujan sindiran di bawah
sayap kemilau yang mungkin telah membuatnya berani menolehkan wajah ke teman
seperjalanannya. Akhirnya, gadis itulah yang memecah kesenyapan.
"Ah, seekor tupai gepeng terlindas," cetusnya. "Sayang sekali."
"Iya, ya?" (bersemangat, bergumam penuh harap).
"Nanti kita berhenti di pom bensin berikutnya, ya," lanjut Lo. "Aku ingin ke
kamar mandi." "Kita akan berhenti di mana pun yang kau mau," ujarku. Dan kemudian, saat
seonggok hutan kecil yang indah terpencil (kurasa terdiri dari pohon-pohon ek,
pepohonan Amerika yang tumbuhnya melebihi tubuhku) mulai membahanakan deruman
mobil kami, segaris jalan semerah pakis di sisi kanan kami berubah haluan
sebelum akhirnya menuruni lahan pinggiran hutan. Aku mengusulkan agar kami bisa -
"Terus saja menyetir," pekik Loku.
"Baiklah. Tenang saja." (Turunlah, binatang jalang yang malang, turun.)
Aku melirik ke arahnya. Terima kasih, Tuhan, anak itu tersenyum.
"Kau memang bandel," ujarnya, sambil tersenyum manis ke arahku. "Kau makhluk
pembangkang. Aku ini gadis remaja sesegar kuntum bunga, dan lihatlah apa yang
sudah kaulakukan padaku. Aku harus memanggil polisi dan mengatakan kepada mereka
bahwa kau telah memerkosaku. Oh, kau, dasar bandot tua jalang."
Apakah dia sedang bergurau" Nada histeris yang tak menyenangkan berdentang di
antara kata-kata bodohnya itu. Segera saja, dengan suara-suara desisan dari
bibirnya, Lo mulai berkeluh kesah tentang rasa sakitnya, betapa dia tak bisa
duduk nyaman, dan berkata bahwa aku sudah mengoyak sesuatu di dalam tubuhnya.
Keringat bergulir turun di leherku dan kami nyaris saja melindas seekor hewan
kecil atau apa pun itu yang melintas di jalan dengan buntut tegang, dan sekali
lagi kawan perjalananku yang naik pitam itu mencemoohku.
Ketika kami berhenti di sebuah pom bensin, dia berontak keluar dari mobil tanpa
sepatah kata pun dan pergi entah ke mana cukup lama.
Perlahan, dengan penuh kasih sayang, seorang lelaki berhidung patah mengelap
kaca depan mobil - mereka melakukannya dengan cara berbeda di setiap tempat, mulai
dengan kain penggosok dan kulit hingga ke sikat bersabun. Orang ini malah
memakai spon berwarna merah muda.
Akhirnya Lo muncul. "Begini saja," ujarnya dengan suara dibuat-buat agar
menyakitiku, "beri aku beberapa koin recehan. Aku ingin menelepon Mama di rumah
sakit. Berapa nomornya?"
"Ayo masuk," sahutku. "Kau tak bisa menelepon nomor itu."
"Kenapa?" "Masuklah dan tutup pintunya."
Dia masuk dan membanting pintunya. Lelaki di garasi menatapnya.
Aku melaju memasuki jalan raya.
"Mengapa aku tidak bisa menelepon ibuku saat aku menginginkannya?" "Karena ibumu sudah meninggal dunia," sahutku.
33 DI LEPINGVILLE, aku membelikannya empat jiid komik, sekotak permen, sebungkus
pembalut wanita, dua kaleng minuman ringan, seperangkat alat perawatan kuku,
sebuah jam beker dengan jarum-jarum jam yang bersinar, sebentuk cincin
bertatahkan batu ratna cempaka sungguhan, sebuah raket tenis, sepasang sepatu
roda berwarna putih, teropong kecil, sebuah radio jinjing, permen karet, jas
hujan transparan, kaca mata hitam, lebih banyak lagi pakaian - baju dengan pernak-
pernik ceria, celana pendek, segala jenis rok musim panas. Di hotel kami tidur
di kamar terpisah, tetapi pada tengah malam dia mendatangiku sambil merengek
dalam pelukanku, dan kami pun perlahan berbaikan. Lihatlah, dia sama sekali tak
punya tempat lain untuk dia datangi.
BAGIAN DUA 1 SEJAK SAAT itu dimulailah perjalanan kami menjelajahi berbagai negara bagian. Di
antara beragam akomodasi untuk turis, aku memilih motel bersih, rapi, aman,
tempat ideal untuk tidur, bertengkar, berbaikan, dan cinta gelap yang tak
kunjung terpuaskan. Awalnya, karena takut menimbulkan kecurigaan, aku bersedia membayar dua kamar
yang masing-masing berisi satu ranjang besar. Aku bertanya-tanya untuk jenis
hubungan segi empat jenis apa pengaturan ini ditujukan, mengingat ini hanya
privasi yang dibuat dengan membagi ruangan dengan sekat yang tak sepenuhnya
menutup kemungkinan untuk dijadikan dua sarang cinta yang bisa saling
berhubungan. Kemungkinan adanya peluang hubungan perzinaan yang dilakukan secara
terbuka itu (dua pasangan muda yang bertukar pasangan atau seorang bocah yang
pura-pura tidur untuk bisa mendengarkan suara-suara aneh di malam hari) justru
membuatku lebih nekat, dan sesekali aku mengambil sebuah kamar berisi satu
ranjang besar dan satu ranjang kecil, atau kamar dengan dua ranjang yang sama
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besar. Sebuah penjara surgawi dengan gorden jendela kuning yang diturunkan untuk
menciptakan ilusi pagi hari di Venesia, lengkap dengan semburat cahaya matahari
ketika sesungguhnya kami tengah berada di Pennsyluania pada musim hujan.
Kami jadi tahu tentang pondok batu di bawah naungan pepohonan, pondok batu bata,
pondok bata jemur, kamar plesteran semen, apa yang oleh Buku Panduan Perjalanan
Himpunan Penggemar Otomotif digambarkan sebagai "teduh" atau "lapang" atau
"berpemandangan".
Pondok kayu gelondongan yang dihiasi bonggol pinus, lewat lapisan emas
kecokelatannya, mengingatkan Lo pada tulang ayam goreng. Kami memandang jijik
pondok-pondok yang dibuat dari susunan papan putih polos dengan bau comberan dan
bebauan busuk lainnya. Tak ada lagi yang bisa di-banggakan (selain "ranjang-
ranjang yang bagus") dan induk semangnya selalu siap mengecewakanmu ("... saya
bisa saja memberi Anda itu, tapi ...").
Kami jadi tahu bahwa nama tempat-tempat penginapan itu akan menjadi serangkaian
mantera jika disebut bersusulan-Motel Sunset, Pondok UBeam, Istana Hillcrest,
Istana Pemandangan Hutan Pinus, Istana Pemandangan Pegunungan, Istana Pencakar
Langit, Istana Taman, Green Acre, Istana Mac ... Terkadang ada kalimat-kalimat
khusus dalam tulisan yang tertera, seperti "Anak-anak diperbolehkan, hewan
peliharaan diizinkan" (Kau diperbolehkan, kau diizinkan). Kamar mandinya sering
dilengkapi pancuran, dengan cipratan air yang beragam, tetapi dengan satu
karakteristik yang sama, satu kecenderungan tertentu. Saat digunakan bisa tiba-
tiba saja sepanas setan atau sangat dingin hingga serasa mencekikmu, tergantung
apakah tetangga sebelahmu menyalakan air dingin atau air panas untuk merampas
pilihan suhu air yang sudah dengan hati-hati kaupadukan. Beberapa motel
menuliskan instruksi di atas toilet (yang di atas tangki airnya diletakkan
tumpukan handuk) yang meminta para tamu untuk tidak melemparkan ke dalam
keranjang sampah mereka: kaleng-kaleng bir, kardus bekas, dan bayi-bayi yang
terlahir mati. Yang lainnya menuliskan catatan khusus di bawah kaca, seperti Hal
Yang Harus Dilakukan (Terbaca: Anda akan sering melihat pengendara motor
menuruni jalan raya sepulang perjalanan romantis naik motor di bawah sinar bulan
purnama. "Sering kali sekitar pukul tiga dini hari," ujar Lo seraya
menyeringai). Kami jadi tahu berbagai jenis montir yang ramah, penjahat-penjahat insaf,
pensiunan guru, dan pelaku bisnis yang gagal di antara para tamu lelaki; dan
kaum perempuannya di antaranya tampak seperti ibu-ibu yang berpura-pura seperti
perempuan terhormat dan yang bertingkah seperti mucikari. Terkadang kereta api
akan memekik di malam yang lembap dan sepanas neraka, disertai suara-suara
memilukan dan menyesakkan dada, berpadu dengan jeritan putus asa.
Kami menghindari wisma-wisma turis, penginapan-penginapan kuno yang tak ada
pancuran airnya, dengan meja rias di dalam kamar tidur sempit berwarna putih dan
merah muda yang suasananya membuat tertekan, dan foto-foto anak si pemilik
penginapan dalam setiap tahapan kehidupan mereka. Namun, aku menyerah, sesekali,
pada hotel-hotel "sungguhan" kesukaan Lo. Dia akan memilih dari buku-saat aku mencumbunya di
dalam mobil yang diparkir diam-diam di pinggiran jalan tersembunyi dan temaram
menggetarkan hati-beberapa pondok pinggir danau yang menawarkan berbagai hal
yang dibesar-besarkan oleh lampu senter yang disorotkan Lo ke gambar-gambar itu,
misalnya penginapan yang bersuasana kekeluargaan, bonus kudapan di antara waktu
makan, atau acara panggang daging di luar ruangan. Tetapi, semua itu di dalam
benakku mewujud dalam bayangan-bayangan menjijikkan tentang anak-anak lelaki
usia sekolah menengah berkaus longgar tangan panjang dan pipi semerah bara api
yang akan ditempelkan ke pipi Lo, sementara Dr.
Humbert yang malang tak memeluk apa pun selain sepasang lututnya.
Yang juga sangat menggiurkan baginya adalah losmen-losmen
"kolonial" yang selain menawarkan "suasana anggun" dan jendela kaca patri, juga
menjanjikan "makanan lezat yang berlimpah". Kenang kenangan terhadap hotel mewah
ayahku terkadang membuatku mencari-cari yang menyerupainya di negeri asing dalam
perjalanan kami. Aku dengan cepat merasa segan. Namun, Lo terus mengikuti aroma
yang disemburkan iklan makanan orang kaya, sementara aku lebih suka mencari cara
berhemat dengan mencari tanda di pinggir jalan bertuliskan: Timber Hotel, Anak-
anak di Bawah 14 tahun Gratis. Di sisi lain, aku bergidik saat kembali mengingat
tempat peristirahatan "kelas atas" di satu negara bagian di wilayah barat daya
yang mengiklankan kudapan tengah malam "serbu lemari esnya". Tergoda oleh aksen
suaraku, resepsionisnya ingin mengetahui banyak hal tentang mendiang istriku dan
nama gadis ibu yang sudah mati itu. Dua hari tinggal di sana membuatku harus
membayar seratus dua puluh empat dolar! Dan ingatkah kau, Miranda, kandang para
begal "sangat pintar" dengan kopi di pagi hari dan air es yang berputar-putar,
keduanya gratis, dan tak ada anak-anak di bawah enam belas tahun (tentu saja itu
berarti tidak boleh ada Lolita)"
Begitu kami tiba di sebuah tempat perstirahatan para pengendara motor yang biasa
kami cari, Lo akan segera menyalakan kipas angin hingga menderu-deru, atau
memintaku untuk memasukkan koin untuk menyalakan musik radio, atau dia akan
membaca semua tanda peringatan dan bertanya merengek-rengek mengapa dia tidak
boleh menaiki permainan bermotor yang ditawarkan, atau berenang di kolam air
hangat. Sering kali, dengan gaya malas-malasan, Lo akan menjatuhkan tubuhnya
dengan lunglai-meski tak menyenangkan, tapi tampak amat menggairahkan ke atas
kursi panjang merah atau kursi malas hijau, atau sebuah kursi kayu beralas kain
kanvas garis-garis yang dilengkapi ganjal kaki dan kanopi, atau sebuah kursi
ayun, atau kursi taman lainnya yang berpayung dan diletakkan di pekarangan. Akan
memakan waktu berjam-jam yang dipenuhi bujuk rayu, ancaman, dan janji-janji
untuk membuatnya meminjamiku tubuh cokelatnya selama beberapa detik di dalam
kamar lima dolar yang tersembunyi, sebelum mengupayakan apa pun yang dia sukai
untuk kesenanganku yang menyedihkan.
Sebuah gabungan antara kenaifan dan muslihat, pesona dan ketidaksopanan, ratapan
haru biru dan keriangan merah cerah, Lolita, ketika dia memilih, dia bisa
menjadi seorang bocah yang menghancurkan hati. Aku tak sepenuhnya siap
menghadapi kebosanannya yang tak menentu, omelannya yang berapi-api, gaya
berbaring menelentangnya, gaya meredupkan mata yang seakan terkantuk-kantuk
sayu, dan sikap santai lunglai seperti pelawak yang kelelahan. Sikap yang
menurut Lo terlihat tangguh dan terlihat seperti anak lelaki berangasan.
Dari sisi mental, aku mendapatinya sebagai seorang gadis kecil biasa yang
memuakkan. Musik jazz, dansa, es krim sirup yang lengket, sesuatu yang musikal,
film, majalah, dan sejenisnya-adalah hal-hal yang sudah pasti berada dalam
daftar segala yang paling dicintainya. Hanya Tuhan yang tahu berapa banyak koin
yang kuumpankan ke dalam kotak musik untuk menyertai setiap acara makan kami!
Aku masih bisa mendengar suara sengau pemain-pemain musik yang tak terlihat itu
saat melenakan Lo, orang-orang dengan nama Sammy dan Jo serta Eddy dan Tony
serta Peggy dan Guy serta Patty dan Rex. Lagu-lagu cengeng andalannya, semuanya
terdengar serupa di telingaku saat permen aneka rupa Lo memasuki langit-langit
mulutku. Dia memercayai iklan atau anjuran apa pun yang muncul dalam Movie Love atau
Screen Land-Starastil Starves Pimples atau "Kau harus berhati-hati jika sedang
mengenakan kaus yang ujungnya di luar celana jeansmu, karena Jill bilang
seharusnya kau memasukkan ujung kausmu ke dalam celana." Jika sebuah papan
reklame pinggir jalan bertuliskan: KUNJUNGI TOKO KAMI-maka kami harus
mengunjunginya, harus membeli pernak-pernik Indian, boneka-boneka, perhiasan
tembaga dan permen kaktus. Kata-kata seperti "penganan baru dan oleh-oleh" serta
merta akan memesona Lo lewat irama kenikmatan yang mereka tawarkan.
Jika ada kafe yang mengumumkan minuman sedingin es, dia sontak akan tergugah,
meskipun semua minuman di tempat mana pun yang kami lewati sedingin es. Hanya
untuk dia sajalah iklan-iklan itu dipersembahkan: konsumen yang ideal, subjek
dan objek dan semua poster penipuan itu. Dan, dia berusaha dengan sia-sia untuk
hanya menjadikan restoran-restoran yang dirasuki roh kudus Huncan Dines lewat
laplap tangan cantik dan hidangan pencuci mulut yang bagian atasnya ditaburi
parutan keju. Pada masa itu, baik dia maupun aku tidak terpikir tentang sistem uang suap yang
di kemudian hari terbukti telah sedemikian rupa merusak sistem sarafku dan moral
Lo. Aku mengandalkan tiga metode lain untuk menjaga agar gundik puberku itu
tetap patuh dan emosinya tetap bisa kukendalikan.
Beberapa tahun sebelumnya, dia menghabiskan musim panas yang diselingi hujan di
bawah pengawasan Nona Phalen, di rumah pertanian yang rusak milik kerabat
keluarga Haze yang sudah mati. Rumah pertanian itu masih berdiri di tengah
berhektar-hektar lahan sejenis yang ditanami tumbuhan-tumbuhan tinggi berbunga
kuning menyala, di pinggir hutan tak berbunga, di ujung jalan yang selamanya
berlumpur, sekitar tiga puluh kilometer dan perkampungan terdekat. Lo masih
mengingat orang-orangan di rumah pertanian itu, keterkucilannya, padang gembala
tua yang basah, angin, dan belantara yang membentang, dengan luapan rasa muak
yang membuat mulutnya monyong-monyong dan meleletkan lidah jika membicarakannya.
Pada saat itulah aku memperingatkannya bahwa dia bisa hidup denganku di
pembuangan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun tahun jika diperlukan, dengan
pelajaran bahasa Prancis dan Latin yang kuberikan, kecuali jika "sikapnya"
berubah. Charlotte, aku mulai memahamimu!
Semata-mata hanya seorang anak keci, Lo akan menjeritkan kata
"tidak!" dan dengan panik merengkuh tanganku yang sedang mengemudi setiap kali
aku mencoba menghentikan amukannya dengan membelok di tengah jalan raya,
mengesankan padanya bahwa aku akan membawanya ke sebuah gubuk yang gelap dan
muram. Sejauh itu, kami melakukan perjalanan ke arah barat dengan kenakalannya
yang jauh berkurang, dan aku harus menggunakan metode lain untuk membujuknya.
Di antara semua metode ini, ancaman untuk memasukkannya ke panti asuhan adalah
salah satu metode yang kuingat dengan rasa malu.
Sejak awal kebersamaan kami, aku cukup menyadari bahwa aku harus memastikan
kerja sama Lo yang menyeluruh dalam merahasiakan hubungan kami, dan
kebersamaanku dengannya harus menjadi hal alamiah kedua, tak peduli sesakit hati
apa pun dia padaku, tak peduli kesenangan apa pun yang mungkin dicarinya.
"Kemarilah, cium ayahmu," aku akan berkata begitu, "dan hentikan omong kosong
cengeng itu. Di zaman dulu, ketika aku masih menjadi lelaki impianmu (para
pembaca mungkin akan memerhatikan betapa sakitnya aku harus berbicara atas
namanya), kau akan berbunga-bunga mengingat idolamu yang paling membuatmu
berdebar-debar ..." (Lo:
"Idola apa" Bicaralah dalam bahasa Inggris ...") Kubilang, idola di antara
teman-teman sebayamu, seperti kawan Humbert. Tapi, sekarang, aku hanyalah
ayahmu, seorang ayah impian yang melindungi putri impiannya.
"Doloresku sayang! Aku ingin melindungimu, Sayang, dan semua ketakutan yang
menimpa gadis-gadis kecil di gudang-gudang batu bara dan ganggang sempit, dan di
dalam hutan selama musim panas yang terkelam. Melewati semua halangan, aku akan
akan tetap menjadi pelindungmu, dan jika kau berkelakuan baik, aku berharap
pengadilan akan mengesahkan hak perwalianku terhadapmu sesegera mungkin. Mari
kita lupakan saja, wahai Dolores Haze, apa pun sebutan hubungan kita, misalnya
'mesum' atau 'kumpul kebo.' Aku bukanlah penjahat psikopat seks yang meraih
kebebasan tak senonoh dengan seorang anak kecil.
Tukang perkosa itu adalah Charlie Holmes. Aku ahli terapimu. Aku ayahmu, Lo.
Lihatlah, aku sudah belajar dari buku tentang gadis-gadis kecil. Lihatlah,
Sayang, apa yang ditulis di sini. Aku akan mengutipnya: gadis yang normal-
normal, artinya kau gadis yang normal biasanya akan sangat ingin bisa
menyenangkan ayahnya. Dia akan merasa bahwa ayahnya adalah sosok pertama dan
lelaki idaman yang elusif atau sulit.
Seorang ibu yang bijak (mendiang ibumu yang malang itu akan jadi ibu yang bijak,
jika dia masih hidup) akan mendorong kedekatan antara seorang ayah dan putrinya,
mengingat bahwa anak gadis akan membentuk bayangan romansa idealnya tentang
lelaki dan hubungannya dengan sang ayah. Nah, hubungan seperti apa yang dimaksud
oleh buku dan yang mereka sarankan" Aku akan mengutip lagi: Di kalangan orang-
orang Sisilia, hubungan seksual antara seorang ayah dan anak gadisnya tidak
dianggap sebagai sesuatu yang terlarang oleh masyarakat. Aku seorang penggemar
berat bangsa Sisilia. Mereka atlet yang menakjubkan, pemusik yang luar biasa,
dan orang-orang jujur yang baik, Lo. Mereka juga adalah kekasih yang hebat.
Tetapi, mari kita luruskan. Baru kemarin kita baca berita di koran yang berisi
omong kosong tentang seorang pelanggar moral setengah baya yang mengaku bersalah
atas pelanggaran hukum kesusilaan karena menyelundupkan gadis berumur sembilan
tahun ke perbatasan negara bagian untuk tujuan amoral, apa pun itu. Dolores
sayang! Kau bukan gadis sembilan tahun, tapi sudah hampir tiga belas tahun, dan
aku tak ingin kau menganggap dirimu sendiri seorang budak yang kuselundupkan
keluar masuk berbagai negara bagian. Aku menyayangkan hukum kesusilaan yang
hanya menjadi permainan kata-kata mematikan, balas dendam dan Dewa Semantik
terhadap orang-orang yang tak menghargai seni dan pencapaian intelektual. Aku
adalah ayahmu. Aku berbicara dalam bahasa Inggris, dan aku mencintaimu.
"Coba kita lihat apa yang akan terjadi jika kau, seseorang yang belum dewasa,
dituduh telah mengganggu moral seorang dewasa di dalam sebuah penginapan
terhormat. Apa yang terjadi jika kau mengadu kepada polisi bahwa aku telah
menculik dan memerkosamu" Anggaplah mereka memercayaimu. Seorang perempuan yang
belum dewasa, yang memperbolehkan seseorang berusia lebih dari dua puluh satu
tahun mengenali tubuhnya, membuatnya jadi korban perkosaan, atau dalam tingkat
kedua disodomi, tergantung pada tekniknya, dan hukuman paling beratnya adalah
sepuluh tahun penjara. Maka, aku akan masuk ke penjara. Baiklah. Aku masuk
penjara. Tapi, apa yang akan terjadi denganmu, anak yatim piatuku" Nah, kau akan
jauh lebih beruntung. Kau akan menjadi anak panti asuhan di bawah perwalian
Departemen Kesejahteraan Umum. Seorang induk semang bermuka cemberut, jenisnya
seperti Nona Phalen, tetapi lebih kaku dan bukan perempuan yang suka minum-
minum. Dia akan merampas pemulas bibir dan pakaian-pakaian indahmu. Baiklah,
kita tak usah melantur lagi! Aku tidak tahu apakah kau pernah mendengar hukum
tentang anak-anak terlantar, anak-anak tak bisa diatur, dan bocah-bocah
berandalan. Sementara aku akan berdiri mencengkeram terali besi, kau, anak
terlantar yang bahagia, akan diberi beberapa pilihan tempat tinggal. Semuanya
kurang lebih sama saja: sekolah yang baik, asrama, panti rehabilitasi remaja,
atau tempat perlindungan para gadis idaman yang sedang merajut sesuatu atau
menyanyikan lagu pujian, selain mendapat jatah kue apem busuk setiap hari
Minggu. Kau akan pergi ke sana, Lolita kau akan pergi ke tempat-tempat itu,
mengingat kau adalah gadis yang bandel. Dengan kata lain yang lebih sederhana,
jika hubungan kita berdua diketahui umum, kau akan dianalisis dan dimasukkan ke
suatu lembaga, sayangku. Kau akan tinggal di suatu tempat (kemarilah, bunga cokelatku) dengan tiga puluh
sembilan remaja pecandu di dalam sebuah asrama yang kotor di bawah pengawasan
para induk semang yang mengerikan. Inilah keadaannya, inilah pilihannya.
Tidakkah terpikir olehmu, dalam keadaan seperti itu, Dolores Haze akan lebih
baik tetap bersama ayahnya?"
Dengan membesar-besarkan semua ini, aku berhasil meneror Lo, meski dia lantas
menunjukkan sikap tak tahu malu dan jenaka khas anak kecil yang cerdas, sesuai
tingkat kecerdasannya. Namun, aku berhasil memberi latar belakang atas rahasia
bersama dan kesalahan bersama itu, meski aku tak begitu berhasil memberinya
gurauan yang baik. Setiap pagi selama perjalanan setahun penuh kami itu, aku
harus memikirkan tujuan tertentu, beberapa hal khusus dalam ruang dan waktu,
agar ada yang dia nantikan, agar dia bisa bertahan hingga waktu tidurnya. Kalau
tidak, kerangka hari-harinya akan kacau. Tujuan yang bisa kami lihat itu bisa
apa saja sebuah mercusuar di Virginia, sebuah gua alam di Arkansas yang diubah
menjadi kedai minum, koleksi pistol dan biola di suatu tempat di Oklahoma,
replika Grotto of Lourdes di Louisiana, foto-foto lama zaman pertambangan
bonanza di museum lokal sebuah tempat peristirahatan di Rocky Mountain, apa
saja-tapi harus ke tempat itu, di depan kami, meski Lo tak akan berpura-pura
senang jika dia tidak suka begitu kami sampai ke sana.
Dengan menjadikan geografi Amerika Serikat sebagai bahan penjelajahan, aku
melakukan yang terbaik selama berjam-jam untuk memberi kesan padanya betapa kami
telah "melanglang buana", dengan terus mencapai satu tujuan tertentu, sehingga
membuatnya merasa senang.
Aku tak pernah melihat jalanan mulus menyenangkan seperti yang kini terhampar di
hadapan kami, melintasi bentangan selimut perca empat puluh delapan negara
bagian Amerika Serikat. Dengan penuh semangat kami melahap jalan panjang itu.
Dalam keheningan mencekam kami meluncur melewati lantai dansa hitamnya yang
berkilauan. Lo bukan hanya tak sedikit pun berminat menikmati pemandangan, tapi dia juga
dengan marah mengabaikan panggilanku untuk menarik perhatiannya pada ini itu,
detail menakjubkan pemandangan di sekitar kami yang aku sendiri baru mulai
belajar untuk membedakannya setelah keindahan yang lembut itu terpampang selama
beberapa waktu di depan mata kami.
Dengan sebuah paradoks penggambaran pikiran, sebuah pedusunan biasa di dataran
rendah Amerika Utara awalnya tampak olehku sebagai kejutan menyenangkan karena
serasa melihat kembali juntaian kain-kain berpulas cat minyak yang diimpor dari
Amerika pada masa lampau yang digantungkan di atas tempat cuci muka di rumah-
rumah Eropa Tengah. Ini akan membuat seorang anak kecil yang setengah mengantuk terpana di waktu
tidurnya saat melihat pemandangan hijau yang tergambar di atas kain itu
pepohonan yang samar meliuk-liuk, sebuah gudang, lembu-lembu, selokan, warna
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putih samar kebun buah yang sedang bersemi, dan mungkin pagar batu atau
bebukitan hijau. Namun, lambat laun, model pedesaan biasa itu menjadi asing, dan semakin aku
mendekat jadi makin asing saja di mataku. Di balik dataran yang siap disemai, di
balik atap-atap mainan, terhampar keindahan tak berguna, pendar cahaya matahari
rendah sewarna platina menyepuh tepian awan kelabu dua dimensi yang membaur
dengan kabut asmara di kejauhan. Mungkin juga ada sebaris siluet pepohonan di
balik cakrawala dan siang yang masih terik di atas belantara semanggi. Gumpalan
awan Claude Lorrain tampak jauh di langit biru bermega, hanya bagian bergumpal-
gumpalnya saja yang menonjol di antara latar belakangnya yang datar. Atau,
mungkin akan tampak cakrawala El Greco yang kejam, dipenuhi awan hujan yang
kelam, dan sekilas beberapa petani melintas.
Di sekelilingnya dipenuhi garis-garis air keperakan dan hijau jagung yang kasar,
semuanya terpapar terbuka bagaikan kipas, di suatu tempat di Kansas.
Sesekali, di dataran luas membentang itu, pohon-pohon raksasa tiba-tiba akan
menghampiri kami dengan cepat menjadi sekuntum kesadaran akan batas tepi jalan,
dan memberikan keteduhan manusiawi di atas meja piknik, berhias bulatan-bulatan
matahari, cangkir-cangkir kertas yang diratakan, remah biji-bijian dan tusuk es
krim yang berserakan mengotori tanah kecokelatan.
Sebagai pengguna fasilitas pinggir jalan, Loku yang sulit kumengerti akan
terpukau oleh toilet dengan tanda-tanda petunjuk-GuysGals, JohnJane, JackJill,
bahkan Buck'sDoe's. Saat tersesat dalam lamunan seorang seniman, aku akan menatap terang yang
terkuak dari pernak-pernik pom bensin ditentang rimbun hijau pohon-pohon ek,
atau menatap segugus bukit di kejauhan yang tampak berantakan oleh pertanian
liar yang berusaha melahapnya.
Di malam hari truk-truk tinggi besar berhiaskan lampu warna-warni, seperti pohon
natal raksasa, terdengar sayup di kegelapan, lalu dikejutkan oleh gemuruh sedan
kecil yang datang menyalip. Dan, keesokan harinya di bawah langit berawan tipis,
yang kehilangan warna birunya karena hawa panas yang melelehkan kepala, Lo akan
menjerit minta minum. Pipinya mencekung cepat di atas sedotan, sementara bagian
dalam mobil akan jadi seperti tungku pembakaran saat kami masuk lagi, dan
jalanan kembali berkilau di depan sana. Sebuah mobil di kejauhan yang berganti
rupa menjadi fatamorgana di atas permukaan jalan yang tampak bergelora, semuanya
seakan diam, serupa sebuah kotak kuno di tengah kabut panas.
Ketika kami melaju ke arah barat, tampak tepian misterius bebukitan yang
menyerupai meja, dan kemudian tampaklah pegunungan, cokelat buram yang perlahan
berganti menjadi biru, dan dan biru menjadi mimpi. Lalu gurun akan mendatangi
kami dengan angin ributnya, gumpalan debu, semak kelabu berduri, dan serpihan
kertas tisu yang menyerupai bunga-bunga pucat di antara tajamnya tangkai-tangkai
layu yang didera angin di sepanjang jalan raya. Di situlah terkadang tiba-tiba
berdiri begitu saja kawanan sapi, dalam posisi tak bergerak (buntut ke samping
kiri, bulu-bulu matanya yang putih ke arah kanan), memotong semua aturan lalu
lintas manusia. Pengacaraku pernah menyarankan agar aku memberikan keterangan jujur dan jelas
tentang rencana perjalanan kami, dan menurutku aku sudah sampai ke titik di mana
aku tidak bisa menghindari aturan itu.
Secara kasar, selama setahun yang sinting itu (Agustus 1947
sampai Agustus 1948), rute kami dimulai dengan serangkaian kelokan berulir di
New England, lalu berliku-liku ke selatan, naik turun, timur dan barat,
menghindari Florida karena keluarga Farlow ada di sana, membelok ke barat,
berzigzag melewati daerah ladang jagung dan kapas (ini mungkin tidak begitu
jelas, Clarence, tapi aku tidak membuat catatan apa pun, dan niatku menyusun
buku ini dalam tiga jilid merupakan simbol atas masa laluku yang kacau balau, di
mana di dalamnya aku bisa memeriksa kenang-kenangan itu), melintasi bebatuan
cadas, berjuang melintasi gurun selatan dalam kecamuk badai salju, sampai di
tepi Samudra Pasifik, berbalik ke utara melintasi kebun bunga bakung sepanjang
tepi jalan berhutan, nyaris sampai ke perbatasan Kanada dan terus melaju ke
timur, melintasi jalanan mulus dan bopeng, kembali ke daerah pertanian,
menghindari tempat kelahiran Lo yang berhias kebun-kebun jagung, dan akhirnya
kembali ke timur, muncul di kota Beardsley.
2 KINI, UNTUK membaca hal-hal berikutnya dengan baik, pembaca harus mengingat
bukan saja perjalanan berputar-putar yang digambarkan secara garis besar seperti
di atas, tetapi juga fakta bahwa perjalanan kami, jauh dari piknik waktu
senggang, adalah sebuah pengembaraan yang berat, gila-gilaan, dan bukan tanpa
tujuan. Di mana raison d'etre satu-satunya adalah untuk menjaga agar teman
seperjalananku tetap dalam suasana hati yang cukup menyenangkan dari satu ciuman
ke ciuman lainnya. Sambil membolak-balik halaman buku panduan wisata yang sudah usang, terbayang
samar-samar dalam benakku Taman Magnolia di sebuah negara bagian selatan yang
membuatku mengeluarkan uang empat dolar. Menurut iklan di buku itu, tempat itu
harus dikunjungi karena tiga hal: karena John Galsworthy (seorang penulis
Inggris yang telah wafat) memujinya sebagai taman tercantik di dunia, karena
pada tahun 1900 Buku Panduan Baedeker memberinya satu bintang, dan akhirnya
karena ... Oh, pembacaku, tebaklah! Karena anak-anak akan
"berjalan dengan mata berbinar melintasi surga ini, minum dalam keindahan yang
bisa memengaruhi sebuah kehidupan." "Bukan hidupku,"
sergah Lo yang terlihat serius, dan duduk di sebuah kursi taman dengan dua koran
minggu di atas pangkuannya.
Kami berkali-kali melewati beragam restoran pinggir jalan Amerika dengan hiasan
kepala rusa (sisa-sisa berwarna gelap dari sayatan panjang pada leher bagian
dalam), kartu-kartu pos bergambar "lucu", cek-cek miik para tamu yang
ditancapkan pada paku, kaca mata hitam, es krim surgawi, sepotong kue cokelat di
bawah gelas, dan beberapa ekor lalat berpengalaman yang terbang zigzag di atas
tumpahan gula yang lengket pada meja kotor. Juga restoran-restoran mahal dengan
lampu-lampu temaram, taplak meja yang buruk, pelayan-pelayan yang tidak terampil
(bekas narapidana atau anak kuliahan), punggung seorang bintang film perempuan
yang merah kecokelatan, alis teman lelaki yang kecokelatan, dan sebuah orkestra.
Kami meninjau stalagmit terbesar di dunia dalam sebuah gua tempat tiga negara
bagian tenggara mengadakan reuni keluarga. Harga tiket masuk berdasarkan umur:
dewasa satu dolar, remaja enam puluh sen. Sebuah tugu granit sebagai peringatan
Pertempuran Blue Licks dengan tulang-tulang tua dan gerabah suku Indian di
museum yang berdekatan, Lo membayar sepuluh sen, cukup masuk akal. Pondok kayu
yang sekarang merupakan tiruan dari pondok kayu tempat Abraham Lincoln
dilahirkan. Sebuah batu, dengan sebuah plakat, merupakan peringatan atas
pengarang buku berjudul Pepohonan (sekarang kami berada di Poplar Cove, N.C).
Dari sebuah perahu motor sewaan yang dijalankan oleh seorang Rusia tua yang
masih tampan-mereka bilang dia bangsawan-(telapak tangan Lo basah, dasar bodoh)
yang terkenal di California, kita bisa melihat "koloni jutawan" di sebuah pulau,
di suatu wilayah lepas pantai Georgia. Kami meninjau lebih jauh lagi: sebuah
koleksi kartu pos bergambar hotel-hotel Eropa di sebuah museum khusus untuk
berbagai hobi di Mississippi, di mana dengan rasa bangga aku menemukan sebuah
foto berwarna Hotel Mirana milik ayahku; tudungnya yang bergaris-garis,
benderanya yang berkibar di atas pohon-pohon kelapa. "Memangnya kenapa?" kata Lo
sambil memicingkan mata tak suka kepada pemilik sebuah mobil mahal yang
mengikuti kami masuk ke Rumah Hobi.
Sisa-sisa zaman kapas. Sebuah hutan di Arkansas dan, pada bahu Lo yang
kecokelatan tampak sebuah benjolan berwarna ungu-merah-jambu (akibat gigitan
lalat). Kukeluarkan racunnya yang tembus pandang di antara kuku jari-jariku yang
panjang, lalu kuisap lukanya sampai aku kekenyangan akan darahnya yang pedas.
Bourbon Street (di sebuah kota bernama New Orleans) yang trotoarnya, kata buku
panduan wisata itu, "bisa (aku menyukai kata
'bisa') menyajikan hiburan dan bocah-bocah negro yang mau (aku bahkan lebih
menyukai kata 'mau') menari demi uang recehan" (betapa menyenangkan), selagi
"sejumlah klub malamnya yang mungil dan intim dibanjiri pengunjung" (nakal).
Kumpulan kisah daerah perbatasan. Rumah-rumah zaman sebelum Perang Saudara
dengan balkon-balkon berterahs besi dan tangga buatan tangan. Para aktris dengan
bahu-bahunya yang terbakar sinar matahari berjalan dalam warna-warni Technicolor
sambil dengan cara tertentu menahan bagian depan rok berendanya dengan kedua
tangannya yang mungil, dan di belokan tangga seorang perempuan negro yang taat
menggeleng-gelengkan kepalanya.
Yayasan Menninger, sebuah klinik psikiatri, sekadar untuk kesenangan belaka.
Sepetak tanah liat yang terkikis dengan indah dan bunga-bunga yucca 30 yang
begitu asli dan berselaput lilin, tetapi dikerubungi lalat-lalat putih yang
merayap. Independence, Missouri, yang merupakan titik awal Old Oregon Trail, dan
Abilene, Kansas, yang merupakan asal Rodeo Wild Bill Anu.
Pegunungan yang jauh. Pegunungan yang dekat. Lebih banyak pegunungan lagi,
keindahan berwarna kebiruan yang tak pernah bisa dicapai, atau berubah menjadi
bukit demi bukit yang berpenghuni.
Rangkaian barat laut, batu bagaikan patung-patung raksasa berwarna kelabu yang
menusuk hati dan mencakar langit berselimut garis-garis salju, puncak-puncak
yang kokoh muncul dan antah berantah pada tikungan jalan raya.
Barisan pepohonan yang luas dengan pohon-pohon cemara yang tumpang tindih dengan
rapi, di beberapa tempat diselingi sedikit pohon aspen. Susunan berwarna merah
jambu dan ungu pucat. Sisa-sisa lava hitam. Pepohonan di awal musim semi dengan
bulu-bulu halus gajah muda di sepanjang tulang belakangnya. Pegunungan di akhir
musim panas, semuanya membungkuk, tungkai-tungkai Mesirnya yang berat 30 Sejenis
tanaman berdaun runcing dan berbunga putih yang banyak tumbuh di bagaian barat
laut Amerika Serikat dan Meksiko (catatan penerjemah).
terlipat di bawah lipatan halus berwarna kuning kecokelatan yang dimakan
ngengat. Perbukitan yang ditanami gandum, diselingi pohon-pohon oak bundar
kehijauan. Gunung terakhir dengan hamparan alfalfa yang lebat pada kakinya.
Kami melihat lebih banyak lagi. Sungai Gunung Es Kecil, di suatu tempat di
Colorado, dan gundukan gundukan salju, serta gerumbul bunga-bunga pohon alpina
yang mungil, lebih banyak lagi salju, Lo yang mengenakan topi merah berusaha
meluncur, memekik, dilempari bola salju oleh beberapa anak muda, dan dia
membalasnya. Sejumlah kecil pohon aspen yang terbakar, petak-petak bunga
berpucuk biru. Beragam hal yang didapat dalam perjalanan melihat-lihat pemandangan. Ratusan
perjalanan melihat pemandangan, Bear Creek, Soda Spring, Painted Canyon. Texas,
dataran gersang. Crystal Chamber di dalam gua terpanjang di dunia, anak-anak di
bawah 12 tahun gratis, Lo seorang tawanan muda. Koleksi patung buatan seorang
perempuan setempat, tutup pada Senin pagi yang dingin, berdebu, dan berangin.
Taman di sebuah kota perbatasan Meksiko yang tak berani kulewati. Di sana dan di
tempat-tempat lainnya pada dini hari ratusan burung kolibri kelabu memasukkan
paruhnya ke dalam kelopak bunga-bunga yang tak tampak jelas. Shakespeare, sebuah
kota hantu di New Mexico, tempat Russian Bill yang jahat digantung tujuh puluh
tahun yang lalu. Tempat-tempat pembudidayaan ikan. Pemukiman di tebing bukit. Mumi seorang anak kecil (bocah Indian yang seumuran dengan Florentine Bea).
Hell's Canyon kedua puluh kami. Gerbang kelima puluh kami menuju tempat lain
dalam buku panduan wisata yang sampulnya telah hilang pada saat itu.
Seekor kutu di selangkanganku. Selalu tiga lelaki tua yang sama, dengan topi dan
tali pengait celana, bermalas-malasan pada siang hari musim panas di bawah
pepohonan dekat air mancur umum. Sebuah pemandangan berwarna biru pudar di luar
rel jalan tembus pegunungan dan punggung satu keluarga yang menikmatinya. Lo,
dalam bisikan yang hangat, girang, liar, penuh harap, sekaligus tanpa
harap-"Lihat, keluarga McCrystal! Kumohon, ayo kita bicara dengan mereka"-ayo
kita bicara dengan mereka, pembaca!"kumohon! Aku akan melakukan apa pun yang kau
mau. Oh, kumohon ..."). Tarian upacara Indian, benar-benar komersil. ART:
American Refrigerator Transit Company. Arizona, kediaman orang-orang Pueblo,
lukisan-lukisan purba, jejak dinosaurus di padang pasir lembah batu, tercetak di
sana tiga puluh juta tahun yang lalu saat aku masih kecil. Seorang anak lelaki
pucat bertangan panjang dengan jakun yang bergerak-gerak memerhatikan Lo dan
bagian perutnya yang terbuka, berwarna Jingga kecokelatan, yang kucium lima
menit kemudian. Musim dingin di padang pasir, musim semi di kaki bukit, pohon
almond sedang bersemi. Reno, sebuah kota yang membosankan di Nevada, dengan
kehidupan malam yang katanya "kosmopolitan dan matang". Perkebunan anggur di
California dengan sebuah gereja yang dibangun berbentuk seperti tong anggur.
Death Valley. Scotty's Castle.
Karya seni yang dikumpulkan oleh seseorang bernama Roger selama bertahun-tahun.
Vila-vila buruk milik aktris-aktris yang rupawan. Tapak kaki R.L. Stevenson pada
gunung berapi yang telah mati. Misi Dolores: judul yang bagus untuk buku.
Rangkaian batu pasir yang terkikis ombak.
Seorang lelaki terserang epilepsi di Russian Gulch State Park. Danau Kawah yang
biru. Tempat penetasan ikan di Idaho dan sebuah penjara.
Yellowstone Park yang gelap dan mata air panasnya yang berwarna, geiser-geiser
kecil, lumpur yang menggelembung simbol gairahku.
Sekawanan antiop di penampungan satwa liar. Gua kami yang keseratus, dewasa satu
dolar, Lolita lima puluh sen. Sebuah puri yang dibangun oleh seorang bangsawan
Prancis di N.D. Corn Palace di S.D. Kepala raksasa para presiden yang dipahat
pada batu granit yang tinggi. The Bearded Woman membaca doa dan sekarang dia tak
sendiri lagi. Kebun binatang di Indiana tempat sekawanan monyet hidup di tiruan
kapal Christopher Colombus yang terbuat dari semen. Miliaran lalat bulan Mei
yang mati atau setengah mati dan berbau anyir seperti ikan di setiap pintu pada
setiap tempat makan di sepanjang pantai berpasir yang membosankan.
Burung-burung camar gemuk di atas batu-batu besar seperti yang terlihat dari
kapal penyeberangan City at Cheboygan, yang asap cokelatnya berliku-liku di atas
bayangan hijau yang ditimbulkannya pada danau berwarna biru kehijauan. Sebuah
motel yang pipa saluran udaranya dilewatkan di bawah pipa pembuangan kota. Rumah
Abraham Lincoln yang sebagian besar palsu dengan buku-buku di ruang tengah dan
perabotan zaman lampau yang oleh sebagian besar pengunjung dianggap sebagai
milik pribadi mereka. Kami mengalami perdebatan besar dan kecil. Yang terbesar di antaranya terjadi di
Lacework Cabins, Virginia; di Park Avenue, Little Rock, dekat sebuah sekolah; di
Milner Pass yang tingginya 10.759 kaki, di Colorado; di pojok Seventh Street dan
Central Avenue di Phoenix, Arizona; di Third Street, Los Angeles, karena tiket
ke beberapa studio telah terjual habis; di sebuah motel bernama Poplar Shade di
Utah, di sana enam batang pohon muda tidak lebih tinggi dari Lolitaku, dan dia
bertanya kepadaku: menurutku berapa lama lagi kami akan tinggal di kamar-kamar
yang pengap, melakukan hal-hal kotor berdua dan tak bertingkah laku seperti
orang normal" Di N. Broadway, Burns, Oregon, pojok W. Washington, menghadap
Safeway, sebuah toko sembako. Di kota kecil di Sun Valley, Idaho, di depan hotel
dan bata batu-batu bata berwarna pucat dan bersemu kemerahan yang digabungkan
dengan indah, di seberangnya terdapat sebatang pohon poplar yang memainkan
bayangannya menaungi Honor Roll. Di alam lepas yang dipenuhi tanaman sejenis
daun suji, di antara Pinedale dan Farson. Di suatu tempat di Nebraska, di Main
Street, dekat First National Bank yang didirikan pada tahun 1889, dengan
pemandangan persimpangan rel kereta dan jalan raya. Dan di McEwen St., pojok
Wheaton Ave., di sebuah kota di Michigan.
Kami jadi tahu spesies pinggir jalan yang penuh rasa ingin tahu, Tukang Nebeng,
Tukang Acung Jempol, dengan semua subspesies dan bentuknya yang beragam: serdadu
yang sederhana, menunggu dengan tenang; anak sekolah yang ingin menempuh dua
blok; pembunuh yang ingin menempuh ribuan kilometer; seorang lelaki tua yang
misterius dan gugup dengan kopor baru dan kumis tercukur rapi; trio Meksiko yang
optimis; mahasiswa yang dengan bangga memamerkan baju dekil akibat pekerjaan
kasar pengisi liburan, sebangga akan nama kampus terkenal yang melengkung di
depan baju hangatnya; seorang perempuan putus asa yang baterai lampu senternya
baru saja mati; binatang-binatang buas berpotongan rapi, berambut mengilat,
bermata licik dan berwajah putih dalam balutan kemeja berwarna norak dan mantel,
dengan penuh semangat mengacungkan ibu jari yang tegang untuk menggoda
perempuan-perempuan kesepian.
"Ayo kita ajak dia," sering kali Lo memohon sambil menggosok-gosokkan kedua
lututnya seperti yang pernah dia lakukan, sementara seorang lelaki seumuranku
berwajah aktor pengangguran berjalan mundur, hampir di jalur mobil kami,
mengacungkan ibu jari dengan cara yang lebih menjijikkan.
Oh, aku harus benar-benar mengawasi Lo. Lo kecil yang lemah!
Mungkin karena kegiatan penuh nafsu yang dilakukan terus-menerus, dia jadi
memancarkan aura tertentu di luar penampilannya yang sangat kekanak kanakan yang
membuat para montir, pegawai pegawai hotel, orang-orang yang sedang berlibur,
orang-orang bodoh dalam mobil mewah, orang-orang tolol yang terdampar dekat
kolam renang bercat biru menjadi bernafsu. Semua itu menggelitik gengsiku,
bahkan membuatku marah terbakar cemburu. Lo kecil sadar akan daya pikatnya itu,
dan aku sering mendapatinya mencuri pandang ke arah lelaki tertentu yang ramah,
dengan lengan bawah berwarna cokelat keemasan berotot dan pergelangan tangannya
berhiaskan arloji. Dan, belum sempat aku berpaling untuk membelikannya permen
loli, kudengar dia dan lelaki itu tertawa bersama dalam lantunan lagu cinta yang
sempurna. Selama perhentian-perhentian kami yang lebih panjang, saat aku ingin bersantai
setelah pagi yang melelahkan di tempat tidur, dan karena kebaikan hatiku, aku
mengizinkannya betapa Hum yang sabar! untuk mengunjungi taman mawar atau
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perpustakaan anak-anak di seberang jalan dengan tetangga penginapan, yaitu Mary
kecil dan adik laki-lakinya yang berusia delapan tahun. Lo akan datang terlambat
satu jam, dengan Mary yang bertelanjang kaki membuntuti jauh di belakang dan
bocah laki-laki kecil itu berubah menjadi dua anak SMA yang jelek, kurus,
berambut keemasan, berotot dan berpenyakit kelamin. Pembaca bisa membayangkan
jawabanku kepada anak kesayanganku itu ketika dia bertanya kepadaku apakah dia
boleh pergi dengan Carl dan Al ke tempat bermain sepatu roda.
Aku ingat pertama kali aku mengizinkannya pergi ke tempat bermain semacam itu
pada suatu siang yang berangin dan berdebu.
Dengan kejamnya dia bilang tak akan seru kalau aku menemaninya, karena itu hanya
untuk para remaja. Kami berdebat hingga sampai pada kesepakatan: aku tetap di
mobil, di antara mobil-mobil (kosong) lainnya yang moncongnya mengarah ke tempat
bermain terbuka beratap kanvas.
Di sana sekitar lima puluh anak muda, di antaranya banyak yang berpasangan, tak
henti-henti berputar-putar mengikuti iringan musik dan angin membuat pepohonan
berkilauan bagaikan perak.
Dolly mengenakan celana jeans biru dan sepatu putih tinggi seperti kebanyakan
anak perempuan lainnya. Aku terus menghitung pergerakan cepat kumpulan orang
itu, dan tiba-tiba saja dia menghilang. Saat dia lewat lagi, dia telah bersama
tiga lelaki brengsek yang tadi kudengar mengomentari para pemain sepatu roda
perempuan dari luar dan menertawakan seorang gadis manis berkaki panjang yang
datang mengenakan celana pendek merah dan bukan celana panjang.
Pada pos-pos pemeriksaan di jalan raya sebelum memasuki Arizona atau California,
seorang polisi akan mengamat-amati kami dengan penuh perhatian sehingga
jantungku yang malang berdebar kencang. "Bawa pacar?"
ia akan bertanya begitu sehingga membuat anakku yang bodoh tertawa cekikikan.
Aku masih ingat pemandangan Lo yang duduk di atas punggung kuda dalam wisata
berkuda beriringan di sepanjang jalanan kasar. Lo bergerak naik turun dalam
kecepatan setara orang berjalan kaki dengan seorang perempuan tua penunggang
kuda di depannya, sedangkan di belakangnya membuntuti seorang lelaki dari
peternakan yang penuh nafsu dan kampungan. Aku berada di belakang lelaki itu,
membenci punggung gemiliknya yang berbalut kemeja bermotif bunga-bunga, lebih
parah daripada seorang pengemudi membenci truk yang lamban di depannya dijalan
pegunungan yang menanjak.
Pada saat lain, di sebuah pondok ski, aku melihatnya menjauh dariku, sendirian,
di dalam sebuah kursi gantung yang sangat ringan, terus naik, menuju puncak yang
berkilauan di sana para atlet yang bertelanjang dada tertawa-tawa menunggunya.
Menunggu Lolitaku. Di kota apa pun tempat kami berhenti, aku akan bertanya-dengan gaya Eropaku yang
sopan-di mana letak museum, sekolah, jumlah anak di sekolah terdekat, dan
seterusnya. Dan di saat bus sekolah datang, dengan tersenyum dan sedikit
mengedip, aku akan parkir di tempat yang strategis untuk memerhatikan anak-anak
meninggalkan sekolah, dengan anak sekolahku duduk di sampingku di dalam mobil.
Itu selalu menjadi pemandangan yang indah bagiku. Hal seperti ini akan segera
membuat Lolitaku yang pembosan menjadi jemu dan karena sifat kekanak-kanakannya
yang tak peduli terhadap keinginan mendadak orang lain yang baginya tidak
penting dia akan menghinaku dan melecehkan gairahku dengan sengaja mencumbuku
selagi gadis-gadis kecil berambut cokelat bermata biru bercelana pendek biru,
dan yang berambut tembaga berompi hijau, dan yang berambut pirang bercelana
panjang usang, melintas di bawah siraman sinar matahari.
Sebagai kompromi, aku bebas mendukung penggunaan kolam renang dengan anak-anak
perempuan lainnya, kapan pun dan di mana pun yang memungkinkan. Dia menyukai air
jernih dan seorang penyelam yang pandai. Sembari mengenakan jubah dengan nyaman,
aku akan duduk di bawah naungan payung tenda setelah berendam tanpa menarik
perhatian. Dan, di sanalah aku duduk dengan sebuah buku untuk penyamaran atau
sekantong permen, atau keduanya, atau tanpa apa pun selain kelenjar-kelenjarku
yang tergelitik. Dengan leluasa aku memerhatikannya berlompatan dengan topi
renang karet dan kulit kecokelatan, seriang model yang ada di dalam iklan,
dengan celana pendek dan kutangnya yang ketat.
Kekasih remaja! Betapa bangganya aku karena dia miikku. Dan senja itu, seraya
memicingkan mataku yang silau oleh sinar matahari, kubandingkan Lolita dengan
gadis-gadis kecil lain di sekitarnya. Hingga hari ini, saat kutaruh tanganku di
atas jantungku yang melemah, kurasa tak ada di antara mereka yang mampu melebihi
Lo dalam membangkitkan gairah asmara. Atau kalaupun ya, paling banyak dua atau
tiga kali, dalam cahaya tertentu, dengan parfum tertentu yang bercampur di udara
salah satunya seorang gadis Spanyol, anak perempuan seorang bangsawan berahang
kasar. Tentu saja, aku harus selalu berhati-hati akan bahaya permainan yang mengesankan
itu. Aku harus minggir sesaat untuk berjalan beberapa langkah guna memeriksa
apakah kamar kami akhirnya siap setelah penggantian seprai di pagi hari. Dan
lihat! Sewaktu aku kembali, kutemukan dia berendam dan menendang-nendangkan
kakinya yang berjari panjang-panjang di dalam air, di pinggiran berbatu tempat
dia duduk dengan santai. Di sisinya berjongkoklah seorang gadis remaja berkulit
merah kecokelatan yang kecantikannya pasti membangkitkan gairahku dalam mimpi-
mimpi yang bakal berulang selama berbulan-bulan.
Aku berusaha mengajari Lolita bermain tenis agar kami memiliki lebih banyak
hiburan bersama. Tetapi, meskipun aku adalah pemain tenis yang bagus pada masa
jayaku, terbukti aku memang payah sebagai seorang guru. Jadi, di California aku
menyuruhnya mengikuti kursus bermain tenis yang sangat mahal dengan seorang
pelatih terkenal; seorang veteran keriput dengan sekumpulan anak laki-laki
pemungut bola. Di luar lapangan ia terlihat seperti seseorang yang kondisinya
sudah menurun. Namun, di saat memberi kursus ia akan berusaha membuat pukulannya
bagaikan bunga indah di musim semi dan memantulkan bola itu kembali kepada
muridnya. Kelembutan yang indah dan kekuatan yang mutlak membuatku teringat
bahwa, tiga puluh tahun sebelumnya, aku pernah melihatnya melibas Gobert di
Cannes! Sampai saat Lolita mulai mengikuti kursus-kursus itu, kupikir dia tidak akan
pernah mempelajari permainan itu. Di berbagai lapangan hotel aku akan melatih Lo
dan berusaha menghidupkan kembali hari-hari ketika, dalam tiupan angin yang
panas dan pusaran debu, aku memberikan bola demi bola kepada Annabel yang polos
dan anggun (masih kuingat bayangan gelang, rok lipit putih, dan ikat rambut
beludru hitamnya). Setiap nasihatku dalam bermain tenis hanya akan memperbesar kemarahan Lo yang
merajuk berdiam diri. Agak aneh, dia lebih memilih berburu bola daripada
permainan yang sesungguhnya-dengan seorang gadis manis yang tampak ringkih.
Sebagai seorang penonton yang senang membantu, aku akan menghampiri gadis yang
lain itu, menghirup wanginya yang samar seraya menyentuh lengan bawahnya dan
memegang pergelangan tangannya yang menonjol, lalu mendorong pahanya ke arah
sini atau sana untuk menunjukkan posisi backhand yang benar. Sementara itu, Lo,
sambil membungkuk maju, akan membiarkan rambut keriting cokelatnya terurai ke
depan seraya meletakkan raketnya di tanah seperti tongkat orang pincang, dan
mengeluarkan suara "ugh"
yang nyaring karena rasa sebal atas tindakan turut campurku.
Aku akan membiarkan mereka melanjutkan permainan dan terus menonton sambil
membandingkan kedua tubuh mereka. Kurasa itu terjadi di Arizona selatan, dan
cuaca panas yang bikin malas membuat Lo sulit bergerak. Dia memukul bola,
meleset, menyumpah, seolah-olah melakukan pukulan servis ke jaring, dan
menunjukkan keringat yang menetes berkilauan dari ketiaknya seraya menggoyang-
goyangkan raketnya dengan putus asa. Rekannya yang bahkan lebih membosankan akan
dengan patuh mengejar setiap bola dan tak mendapat satu pun.
Namun, keduanya tampak menikmati permainan mereka.
Aku ingat pada suatu hari aku menawari mereka untuk kubawakan minuman dingin dan
hotel. Aku mendaki jalan berkerikil dan kembali dengan membawa dua gelas jus
nanas, air soda dan es batu. Rasa hampa yang tiba-tiba muncul di dalam dadaku
membuatku terpaku saat kulihat lapangan tenis itu kosong. Aku membungkuk untuk
meletakkan gelas-gelas itu di kursi taman dan, dengan semacam bayangan yang
sangat jelas dan dingin, seakan kulihat wajah Charlotte dalam kematiannya.
Aku memandang berkeliling dan melihat Lo dengan celana pendek putihnya menjauh
menembus bayangan jalan setapak di taman, ditemani seorang lelaki jangkung yang
menyandang dua raket tenis. Aku melompat mengejar mereka, tapi saat aku
menerobos semak-semak itulah aku melihat-dalam pandangan lain, seolah-olah
perjalanan hidup terus bercabang - Lo, bercelana panjang, dan teman
perempuannya, bercelana pendek, berjalan tergopoh-gopoh naik turun di sebuah
tempat yang dipenuhi tanaman liar sambil memukuli semak-semak dengan raket untuk
mencari bola terakhir mereka yang hilang.
Aku memaparkan segala omong kosong ini terutama untuk membuktikan kepada para
juriku bahwa aku telah melakukan semua yang kumampu untuk memberi Lolitaku saat-
saat yang sangat menyenangkan. Betapa menyenangkan melihatnya, sebagai seorang
anak kecil, menunjukkan kepada anak kecil lainnya beberapa keahliannya, misalnya
main lompat tali dengan cara yang tidak biasa. Dengan tangan kanan memegang
lengan kirinya di balik punggungnya yang tak terbakar sinar matahari, seorang
gadis yang lebih kecil akan mengamati dengan penuh perhatian, bagaikan matahari
mengamati kerikil di bawah pepohonan yang berbunga, saat di tengah surga itu
gadisku yang kulitnya berbintik-bintik dan berpakaian kurang pantas melompat,
mengulangi gerakan orang-orang lain yang kubanggakan pada trotoar dan jalan di
bagian atas dinding benteng Eropa kuno yang diterpa matahari, berair, dan berbau
lembap. Kini, dia akan menyerahkan tali kepada teman Spanyol kecilnya, lalu
menyingkirkan rambut dan alisnya, melipat lengannya, berjinjit atau menjatuhkan
tangannya dengan bebas di atas pinggulnya.
Aku merasa senang karena pelayan akhirnya selesai membersihkan pondok sewaan
kami. Setelah itu, sambil melempar senyum kepada kawan putriku yang pemalu dan
berambut gelap, kubenamkan jari-jari kebapakanku ke dalam rambut Lo dan
belakang. Lalu, dengan lembut tapi erat kucengkeram sekeliling bagian belakang
lehernya dan membimbing anak kesayanganku yang merasa terpaksa itu ke rumah
kecil kami untuk melakukan hubungan intim kilat sebelum makan malam.
"Kucing siapakah yang mencakarmu?" begitulah yang ditanyakan kepadaku di
"pondok" itu oleh seorang perempuan cantik bertubuh gempal jenis yang tak
kusukai saat makan malam yang diikuti acara dansa seperti yang dijanjikan kepada
Lo. Inilah salah satu alasan aku berusaha menjaga jarak sejauh mungkin dari
orang-orang, sedangkan di sisi lain Lo justru berusaha sekuat tenaga untuk
menarik sebanyak mungkin saksi.
Dengan menggunakan bahasa kiasan, dia akan mengibaskan buntut mungilnya seluruh
bagian belakangnya seperti yang dilakukan oleh anjing betina saat orang asing
yang tersenyum lebar menghampiri kami dan memulai percakapan seru dengan
membicarakan nomor kendaraan bermotor. "Jauh dari rumah!" Para orangtua yang
penuh rasa ingin tahu, guna mengorek informasi dari Lo mengenai diriku, akan
menyarankan Lo untuk pergi ke bioskop dengan anak-anak mereka. Kami kepepet
beberapa kali. Gangguan itu membuntutiku nyaris di semua tempat menginap kami.
Namun, aku tak pernah menyadari betapa tipisnya dinding mereka hingga pada suatu
malam, setelah kami bercinta dengan suara ribut, suara batuk seorang lelaki dari
salah satu kamar sebelah terdengar sejelas suaraku sendiri. Esok paginya saat
aku sedang sarapan (Lo selalu bangun kesiangan dan aku senang membawakan sepoci
kopi panas untuknya di tempat tidur), tetanggaku malam itu seorang lelaki tua
bodoh berkacamata berhasil menjalin percakapan denganku. Dia bertanya apakah
istriku seperti istrinya, yang agak malas bangun kalau sedang tidak di rumah
mereka sendiri. Kalau saja bahaya yang kuhindari tidak nyaris mencekikku, aku
pasti akan sangat menikmati pandangan terkejut yang ganjil di wajahnya yang
termakan cuaca dan berbibir tipis saat aku dengan datar menjawab bahwa untunglah
aku seorang duda. Betapa manisnya membawakan kopi untuknya, kemudian membiarkan kopi itu sampai Lo
selesai melakukan tugas paginya. Dan, aku adalah teman yang penuh perhatian,
ayah yang penuh gairah, sekaligus dokter anak yang memahami semua keinginan
tubuh gadis kecilku. Satu-satunya dendamku kepada alam adalah karena aku tidak
bisa membalik keluar bagian dalam Lolitaku dan menempelkan bibirku yang serakah
pada sumsumnya yang muda, jantungnya yang tak kukenal, hatinya yang berharga,
lautan anggur pada paru-parunya, dan ginjalnya yang kembar.
Pada sore hari yang berhawa tropis, dalam kedekatan yang lengket saat tidur
siang, aku menyukai perasaan dingin dari kulit sofa yang menempel di tubuhku
yang telanjang sembari memeluknya di pangkuanku. Di sanalah dia, seperti anak
kecil pada umumnya yang mengupil selagi perhatiannya tersedot ke bagian surat
kabar yang lebih ringan, merasa biasa saja dengan kebahagiaanku seolah-olah itu
adalah barang yang telah dia duduki dan dia terlalu malas untuk pindah. Matanya
akan mengikuti petualangan tokoh komik kesukaannya. Dia mengamati foto
kecelakaan lalu lintas. Dia tak pernah meragukan kenyataan tempat, waktu, dan
keadaan sekeliling yang katanya bisa menandingi foto-foto perempuan cantik
dengan paha terbuka. Dan, dia tertarik karena rasa ingin tahu akan foto-foto
pengantin setempat; beberapa di antaranya dengan pakaian pernikahan lengkap,
memegang buket bunga, dan berkacamata.
Seekor lalat akan hinggap dan merayap di sekitar pusarnya atau menjelajahi
puting susunya yang lembut dan berwarna pucat. Ia berusaha menangkapnya dalam
genggaman tangannya (seperti Charlotte) dan kemudian berpaling ke kolom Ayo
Jelajahi Pikiranmu. "Ayo jelajahi pikiranmu. Apakah kejahatan seksual akan menurun kalau anak-anak
mematuhi larangan" Jangan bermain di sekitar WC
umum. Jangan menerima permen atau tumpangan dan orang asing.
Kalau diantar mobil, catat nomor polisinya."
"... dan merek permennya," kataku menambahkan.
Ia meneruskan, pipinya menempel di pipiku, dan -catatlah pembaca-ini adalah hari
yang indah! "Kalau kau tidak punya pensil, tapi sudah cukup umur untuk bisa membaca ..."
"Kami," komentarku dengan cepat, "pelaut abad pertengahan, telah menaruh di
dalam botol ini ..."
"Kalau," ia mengulangi, "kau tidak punya pensil, tapi sudah cukup umur untuk
bisa membaca dan menulis ini yang dimaksud orang itu, bukan" Bodoh goreslah
nomor itu di pinggir jalan."
"Ya, goreslah dengan cakar-cakar mungilmu, Lolita."
3 DIA TELAH memasuki duniaku, Humberland yang bernuansa cokelat tua dan hitam,
dengan rasa ingin tahu yang tanpa pikir panjang. Dia menelitinya dengan
mengangkat bahu karena rasa jijik yang membuatnya tertawa. Sekarang kelihatannya
dia siap menyingkir darinya dengan rasa tidak suka. Dia tidak pernah bergetar di
dalam sentuhanku dan kalimat kasar seperti "Memangnya menurutmu apa yang sedang
kaulakukan?" adalah yang kudapatkan untuk rasa sakitku. Dibandingkan negeri dongeng yang
kutawarkan, bocah kecil bodohku itu lebih memilih film-film basi. Memikirkan di
antara Hamburger dan Humberger, ia akan selalu memilih yang pertama. Tak ada
yang lebih mengerikan kejamnya daripada seorang anak kecil yang dicintai. Apakah
aku menyebutkan nama tempat sarapan yang kukunjungi sesaat lalu" Di antara
banyak pilihan nama, tempat itu dinamai The Frigid Queen. Sambil tersenyum
getir, aku menjuluki gadisku My Frigid Princess-Putriku yang Dingin. Dia tidak
memahami lelucon putus asa itu.
Oh, jangan mendelik kepadaku, Pembaca. Aku tidak bermaksud menimbulkan kesan
bahwa aku tidak bahagia. Pembaca harus memahami bahwa di dalam memiliki seorang
gadis kecil, seorang pengembara yang tersihir berada di luar kebahagiaan. Karena
tidak ada kebahagiaan lain di bumi yang bisa dibandingkan dengan kebahagiaan
saat mencumbu seorang gadis kecil. Kebahagiaan itu adalah milik kelas yang lain,
yang memiliki tingkat kepekaan yang berbeda. Di luar perdebatan kecil kami, di
luar kebengisannya, di luar semua protes dan ekspresi wajah yang dia buat-buat,
dan sikap kasar, dan bahaya, dan segala ketidakberdayaan akan semua itu, aku
masih senang tenggelam di dalam surga yang kupilih surga yang langitnya berwarna
seperti api neraka, tapi tetap saja surga.
Psikiater yang mempelajari kasusku sangat ingin agar aku mengajak Lolitaku pergi
ke pinggir pantai agar aku meraih "kepuasan"
atas dorongan seumur hidupku dan membebaskan diri dari obsesi "bawah sadar" akan
percintaan masa kanak-kanak yang tak tuntas dengan Nona Annabel Lee kecil.
Baiklah, kawan, biarkan kukatakan kepadamu bahwa aku memang mencari sebuah
pantai walaupun aku juga harus mengakui bahwa saat kami sampai pada ilusi airnya
yang kelabu, begitu banyak keriangan yang telah dihadiahkan kepadaku oleh teman
seperjalananku sehingga pencarian Kerajaan Tepi Laut, Sublimasi Riviera, atau
apalah namanya, menjadi pengejaran rasional untuk mendapat ketegangan yang murni
teoretis. Para malaikat tahu akan hal itu dan mengatur semuanya sedemikian rupa.
Kunjungan ke sebuah teluk yang kelihatannya berada di tepi Samudra Atlantik
benar-benar berantakan karena cuaca buruk.
Langit yang tebal dan basah, ombak yang berlumpur, perasaan adanya kabut yang
tiada batas tapi sungguh nyata-apa yang bisa dilenyapkan dari pesona percintaan
Rivieraku dengan semua itu" Beberapa pantai semitropis di teluk, walaupun cukup
hidup suasananya, ditandai dan dinodai oleh binatang-binatang buas beracun dan
disapu oleh angin topan. Akhirnya, di sebuah pantai California yang menghadap
Samudra Pasifik, secara tak sengaja terlintas dalam pikiranku tempat pribadi
dalam sejenis gua dan sana kau bisa mendengar jeritan para Pramuka perempuan
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang sedang berendam di bagian yang terpisah dari pantai itu, di balik pepohonan
yang membusuk. Namun, kabut itu seperti selimut yang basah, dan pasirnya berkerikil dan lembap.
Sekujur tubuh Lo merinding kedinginan dan penuh dengan pasir, dan untuk pertama
kalinya dalam hidupku aku merasa kurang bergairah terhadapnya. Mungkin para
pembacaku yang sudah paham akan senang kalau kukatakan kepada mereka bahwa
meskipun kami menemukan sepenggal sisi pantai yang menarik di suatu tempat,
semua itu sudah terlambat, karena pembebasanku yang sesungguhnya telah terjadi
jauh sebelumnya: ketika Annabel Haze alias Dolores Lee alias Loleeta muncul di
hadapanku, cokelat dan keemasan, berlutut dan menengadah di beranda yang dibuat
asal-asalan, dalam tiruan pinggir pantai yang tak nyata, tapi sangat memuaskan
(walaupun tiada apa pun selain danau tak menarik di sekitarnya).
Begitu banyak sensasi-sensasi khusus yang terpengaruh oleh prinsip-prinsip dasar
ilmu psikiatri modern. Sebagai konsekuensinya, aku menyingkir kuarahkan Lolitaku
untuk pergi dari pantai-pantai yang terlalu sunyi saat sepi atau terlalu penuh
saat ramai. Bagaimana pun, dalam ingatanku akan kenangan menyedihkan dari taman-
taman umum di Eropa, aku masih sangat tertarik pada kegiatan di luar ruangan dan
berhasrat menemukan tempat bermain yang sesuai di alam terbuka, tempat aku bisa
mendapatkan privasi yang memalukan. Di sini aku juga dikekang larangan.
Kekecewaan yang kini harus kuungkapkan seharusnya tecermin pada alam liar negeri
ini. Keindahan mereka membuat patah hati, penuh penyerahan diri dengan mata
terbuka nyalang, layak dipuji dan tanpa dosa, yang tak lagi dimiliki oleh
perkampungan Swissku yang penuh polesan dan pegunungan Alpenku yang dipuji-puji
orang. Para kekasih yang tak terhitung jumlahnya berpelukan dan berciuman di rerumputan
yang terpangkas rapi di kaki pegunungan zaman dulu, di atas lumut tepian mata
air, di tepi parit yang bersih, di kursi-kursi taman yang terbuat dari kayu, di
bawah pohon ek, dan di hutan-hutan.
Tetapi, di belantara liar Amerika masa kini, para kekasih di alam terbuka akan
sulit memuaskan diri dalam hal paling purba dari semua kejahatan masa lalu.
Tanaman beracun akan membuat pantat sang kekasih serasa terbakar, serangga tak
bernama menyengat pantat sang lelaki, benda-benda tajam di dasar hutan menusuk
lututnya, dan di sekelilingnya berkeliaran ular-ular berbisa, sementara biji-
bijian dan bebungaan berbentuk seperti kepiting menempel ke kaus kaki hitam
berkaret dan kaus kaki putih yang longgar.
Aku sedikit melebih-lebihkan. Pada suatu siang di musim panas, tepat di bawah
batas ketinggian di mana tetumbuhan masih bisa tumbuh dan bunga-bungaan berwarna
surgawi memenuhi sepanjang sungai kecil di sebuah gunung, kami Lolita dan aku
menemukan tempat romantis yang tersembunyi, sekitar seratus meter di atas jalan
tembus tempat kami memarkir mobil. Turunannya sepertinya tak pernah disentuh.
Sebatang pohon cemara terakhir yang terengah-engah sedang beristirahat pada batu
yang ia capai. Seekor marmut menyiuli kami dan pergi. Di bawah selimut yang
telah kuhamparkan untuk Lo, bunga-bunga kering bergemerisik dengan lembut. Venus
datang dan pergi. Tebing runcing di antara bagian atas ceruk dan semak-semak
yang tumbuh di bawah kami sepertinya menawarkan perlindungan dari matahari dan
manusia. Sayangnya, aku tidak mempertimbangkan masak-masak jalan setapak yang
melengkung di antara grumbul semak dan batu-batuan yang berjarak beberapa meter
dari kami. Saat itulah kami lebih nyaris ketahuan daripada saat-saat sebelumnya, dan tak
heran jika pengalaman itu terpatri selamanya di dalam kerinduanku akan adegan
percintaan di daerah pedesaan.
Aku ingat saat itu permainan asmara kami telah berakhir, benar-benar berakhir,
dan dia menangis di dalam pelukanku; sebuah badai isak tangis yang dampaknya
bagus setelah perubahan suasana hati secara mendadak yang sering dilakukannya
sepanjang perjalanan pada tahun yang mengagumkan itu! Aku baru saja menarik
janji konyol yang kuucapkan atas paksaannya di saat gairahku yang membara tak
bisa menanti. Dan kini di sanalah dia, terbaring terisak-isak sambil mencubiti
tanganku yang mencumbuinya, dan aku tertawa senang, dan kengerian abadi yang
kejam kutahu kini hanyalah sebuah titik gelap di dalam birunya kebahagiaan.
Jadi, berbaringlah kami di sana saat sekonyong-konyong aku melihat sepasang mata
berwarna gelap yang tak berkedip milik dua bocah kecil yang aneh dan cantik,
sesosok dewa mungil dan sesosok peri asmara. Rambut gelap yang lurus dan pipi
pucat mereka yang serupa menunjukkan bahwa mereka berdua adalah kakak beradik,
atau malah kembar. Mereka berdiri membungkuk dan memandang kami dengan mulut
ternganga. Keduanya mengenakan baju bermain berwarna biru, bercampur dengan
bunga-bunga gunung. Aku bergegas menarik selimut itu untuk menutupi tubuh kami.
Dalam waktu yang sama singkatnya, sesuatu yang terlihat seperti bola bermotif
polka dot di tengah tumbuhan liar yang jaraknya beberapa langkah berubah menjadi
sesosok perempuan gendut yang perlahan bangkit, dengan rambut pendeknya yang
hitam kelam, seraya melihat ke arah kami melalui bahunya dari belakang anak-
anaknya. Kini, karena aku mengalami kekacauan berbeda yang muncul bersamaan dalam hati
nuraniku, aku tahu bahwa aku adalah seorang lelaki pemberani. Tapi, di masa lalu
aku tidak menyadarinya, dan aku ingat aku merasa terkejut oleh ketakpedulianku
sendiri. Dengan perintah lirih, seperti yang diberikan oleh seseorang kepada
binatang terlatih, aku menyuruh Lo bangkit dan kami pun berjalan dengan sopan,
lalu berlari masuk ke dalam mobil.
Di belakang mobil kami ada sebuah mobil minibus dan seorang lelaki tampan
berjenggot kecil hitam kebiruan mengenakan kemeja sutra dan celana panjang
merah. Bisa jadi, dia adalah suami perempuan gemuk itu. Lelaki itu sedang serius
memotret papan tanda yang memuat ketinggian jalan tembus tersebut. Ketinggiannya
lebih dari tiga kilometer dan aku lumayan kehabisan napas. Dengan terburu-buru
kami melaju. Lo masih berjuang mengenakan bajunya sambil menyumpah serapahiku
dengan kata-kata yang tak kukira seorang bocah perempuan bisa tahu, apalagi
menggunakannya. Ada lagi kejadian tidak menyenangkan lainnya. Contohnya, kejadian di sebuah
bioskop. Saat itu Lo masih suka menonton film (hasratnya menurun hingga ke
tingkat meremehkan pada tahun keduanya di Sekolah Beardsley). Kami menonton
dengan penuh semangat dan tanpa pilih-pilih sekitar seratus lima puluh hingga
dua ratus film selama setahun itu. Jenis film kesukaannya sesuai dengan urutan
berikut ini: film-film musikal, film-film kriminal, dan film-film koboi.
Pertama, penyanyi dan penari sungguhan memiliki karier panggung yang tidak nyata
dalam kehidupan pribadi yang bebas dari kesedihan, di mana kematian dan
kenyataan dilarang terjadi. Dan pada akhirnya, sang ayah yang berambut putih dan
anak perempuan yang gila nonton memuji kesukaan anaknya terhadap drama Broadway
yang hebat. Dunia kriminal adalah sebuah dunia yang berbeda. Di sana, tukang koran yang
heroik disiksa, rekening telepon meledak hingga miliaran, dan para penjahat
dikejar-kejar melalui saluran-saluran pembuangan dan gudang-gudang oleh para
polisi yang tak mengenal rasa takut (aku ingin memberi mereka latihan yang lebih
ringan). Terakhir, tampak hamparan pepohonan mahoni, pengendara motor berwajah merah dan
bermata biru, guru sekolah yang cantik baru tiba, pistol yang menyembul dari
kaca jendela yang bergetar, baku hantam beramai-ramai, setumpuk perabotan kuno
yang berdebu dan ambruk, meja yang digunakan sebagai senjata, jungkir balik di
saat yang tepat, tangan yang ditahan masih meraba-raba mencari pisau berburu
yang terjatuh, geraman, tonjokan yang manis di dagu, tendangan keras di perut,
menjegal, dan segera setelah rasa sakit berlebihan yang bisa membuat Herkules
masuk rumah sakit, tak ada lagi yang bisa ditunjukkan selain memar pada pipi
pahlawan yang memeluk pengantin cantiknya yang berasal dari daerah perbatasan.
Aku ingat sebuah pertunjukan siang hari di bioskop kecil yang dipadati oleh
anak-anak dan dipenuhi aroma napas berbau berondong jagung. Bulan berwarna
kuning di atas penyanyi lelaki bercelemek, jarinya memetik senar gitar, kakinya
bertumpu pada gelondongan kayu pohon cemara, dan aku dengan perasaan tak berdosa
melingkarkan tanganku pada bahu Lo serta mendekatkan tulang rahangku pada
keningnya ketika dua perempuan bengis di belakang kami mulai menggumamkan
gunjingan aneh. Aku tidak tahu apakah aku memahaminya dengan benar, tapi kurasa
aku mengerti, dan membuatku menarik tanganku dengan lembut. Tentu saja,
pertunjukan selebihnya bagaikan kabut bagiku.
Kejadian mengagetkan lainnya berkaitan dengan sebuah kota kecil yang kami lewati
di malam hari. Sekitar tiga puluh kilometer sebelumnya aku berkata kepadanya
bahwa saat itu sekolah yang akan dia masuki di Beardsley adalah sekolah khusus
putri kelas atas, tanpa hal-hal yang tak masuk akal. Sebagai hasilnya, Lo
mengomel penuh kemarahan kepadaku.
Terjebak oleh kata-katanya yang asal-asalan (kesempatan bagus ...
Betapa bodohnya aku kalau menganggap serius pendapatmu ... brengsek
... Kau tidak bisa memerintahku ... Aku membencimu ... dan seterusnya), aku
mengemudi melintasi kota yang tengah tertidur itu dalam kecepatan delapan puluh
kilometer per jam. Dua orang petugas patroli menyalakan lampu jauh dan menyuruhku berhenti. Aku
menyuruh Lo diam, tapi dia terus mengomel. Lelaki-lelaki itu mengamatinya dengan
penuh rasa ingin tahu. Tiba-tiba saja, dia memandang mereka dengan manis,
sesuatu yang tak pernah dia lakukan terhadapku. Rupanya Lo-ku lebih takut kepada
hukum daripada terhadapku. Lalu, para petugas yang baik itu mempersilakan kami
pergi dan untuk menyenangkan mereka, kami melaju dengan lamban.
Sementara itu, kelopak mata Lolita terpejam dan bergerak-gerak saat dia berpura-
pura sangat kelelahan. Di titik ini aku akan membuat pengakuan. Kau akan tertawa, tapi sejujurnya,
entah bagaimana saat itu aku tidak berhasil mencari tahu situasi legal kami yang
sesungguhnya. Aku belum mengetahuinya. Aku hanya mengetahui beberapa hal kecil
yang tak penting. Alabama melarang seorang wali mengubah status kependudukan
anaknya tanpa perintah dari pengadilan. Minnesota-aku angkat topi untuk negara
bagian itu menyatakan ketika seorang keluarga jauh mengambil alih tanggung jawab
untuk merawat dan mengasuh anak berusia di bawah empat belas tahun, maka
pengadilan tidak berwenang ikut campur.
Pertanyaannya: jika ada seorang ayah tiri dan anak perempuan berusia belasan
tahun yang sangat menarik, seorang ayah tiri yang statusnya baru berumur
sebulan, seorang duda sakit jiwa selama beberapa tahun terakhir, berpenghasilan
kecil-tapi tidak bergantung pada siapa pun, dengan latar belakang Eropa, pernah
bercerai, dan pernah dirawat di beberapa rumah sakit jiwa; apakah dia bisa
dianggap sebagai keluarga jauh, dan dengan demikian adalah wali yang sah"
Dan, kalau tidak, haruskah aku dan beranikah aku dengan cara yang masuk akal
memben tahu Dewan Kesejahteraan dan mengajukan sebuah petisi (bagaimana cara
mengajukannya") untuk meminta pengadilan menyelidiki diriku yang mencurigakan
dan Dolores Haze yang berbahaya"
Banyak buku tentang pernikahan, pemerkosaan, dan seterusnya yang kubaca di
perpustakaan-perpustakaan umum kota besar dan kecil tidak memberiku informasi
apa-apa selain memaparkan kenyataan pahit bahwa negara bagian adalah wali agung
dan anak-anak di bawah umur.
Pilvin dan Zapel, kalau aku mengingat namanya dengan benar, dalam sebuah buku
mengesankan tentang sisi hukum pernikahan, sepenuhnya mengabaikan pembahasan
tentang para ayah tiri dengan anak-anak perempuan piatunya. Sahabatku adalah
sebuah buku hasil penelitian dinas sosial (Chicago, 1936) yang dengan susah
payah diambilkan untukku dari lemari penyimpanan penuh debu oleh seorang
perempuan tua yang lugu. Menurut buku itu, "Tidak ada aturan bahwa setiap anak
di bawah umur harus memiliki seorang wali. Pengadilan sifatnya pasif dan hanya
bertindak jika situasi anak itu menjadi jelas-jelas berbahaya."
Aku menyimpulkan bahwa seorang wali ditunjuk hanya ketika ia mengutarakan
keinginannya secara serius dan formal. Tapi, bisa makan waktu berbulan-bulan
sebelum ia diundang menghadiri acara dengar pendapat. Sementara, anak yang
bersangkutan secara hukum dibiarkan sendiri untuk berbuat semaunya, serupa
dengan kasus Dolores Haze.
Lalu, tibalah acara dengar pendapat. Beberapa pertanyaan dari hakim, beberapa
jawaban yang meyakinkan dari pengacara, seulas senyuman, sebuah anggukan kepala,
hujan rintik-rintik di luar sana, dan sebuah perjanjian telah dibuat.
Aku masih tidak berani. Jangan dekat-dekat, bersembunyilah seperti tikus,
bergulunglah di dalam lubangmu. Pengadilan hanya akan peduli jika ada kasus yang
berkaitan dengan uang: dua calon wali yang serakah, seorang anak yatim piatu
yang dirampok, dan pihak ketiga yang jauh lebih serakah lagi. Namun, di sini
segalanya ada dalam tatanan yang sempurna. Sebuah daftar harta warisan telah
dibuat, dan rumah kecil milik ibunya tidak disentuh sampai Dolores Haze tumbuh
dewasa. Sepertinya, kebijakan yang terbaik adalah berhenti berusaha. Atau, akankah pihak
yang selalu ingin tahu, misalnya LSM, ikut campur kalau aku diam terus"
Temanku John Farlow, yang pengacara dan seharusnya dapat memberiku saran yang
bisa dipercaya, terlalu sibuk dengan penyakit kanker Jean untuk melakukan apa
pun yang lebih daripada yang sudah ia janjikan, yakni mengurus tanah Charlotte
yang cuma sepetak, selagi aku memulihkan diri secara bertahap dari kejutan
akibat kematiannya. Aku membuatnya percaya bahwa Dolores adalah anak kandungku.
Dengan demikian, aku tidak bisa mengharapkan dia mau repot-repot memikirkan
persoalan ini. Aku, seperti yang pembaca pahami, adalah seorang pebisnis yang
miskin. Namun, tiada kekurangpahaman atau kemalasan apa pun yang mencegahku
untuk mencari saran ahli di tempat lain. Yang menghentikanku adalah perasaan
tidak mengenakkan bahwa kalau aku turut campur dalam takdir dengan cara apa pun
dan berusaha membuat berkahnya yang luar biasa menjadi masuk akal, berkah itu
akan direnggut dariku . Itu bagaikan istana di puncak gunung dalam dongeng Timur
yang lenyap ketika si calon pemnk bertanya kepada penjaganya: bagaimana mungkin
pemandangan langit saat matahari terbenam bisa terlihat jelas dari kejauhan di
antara batu hitam dan pondasi bangunan.
Aku memutuskan agar di Beardsley aku bisa mendapat akses untuk karya-karya acuan
yang belum bisa kupelajari, seperti tulisan panjang karya Woerner berjudul
"Hukum Amerika tentang Perwalian" dan terbitan Dinas Publikasi Anak-anak Amerika
Serikat. Aku juga memutuskan bahwa apa pun akan lebih baik bagi Lo daripada
tidak ada kegiatan sehingga bisa merusak moralnya seperti yang selama ini dia
jalani. Aku bisa membujuknya untuk melakukan begitu banyak hal daftarnya bisa
jadi membuat kaget seorang pendidik profesional. Tapi, betapapun aku memohon
atau membentak, aku tidak pernah bisa membuatnya membaca buku lain di luar komik
atau cerita-cerita dalam majalah perempuan Amerika. Walaupun sebenarnya dia bisa
menikmati Kisah Seribu Satu Malam atau novel Perempuan-Perempuan Kecil, dia
tidak mau membuang-buang "liburannya" untuk membaca bacaan serius semacam itu.
Kini, aku berpikir pergi ke arah timur lagi dan memasukkannya ke sekolah swasta
di Beardsley merupakan kesalahan besar. Seharusnya, kami menyeberangi perbatasan
Meksiko untuk mengasingkan diri selama beberapa tahun penuh kebahagiaan dalam
iklim subtropis sampai aku bisa menikahi gadis kecilku dengan aman. Harus
kuakui, tergantung keadaan kelenjar-kelenjar dan saraf-sarafku, dalam hari yang
sama aku bisa berubah dari pikiran gila ke pikiran jernih bahwa dengan kesabaran
dan keberuntungan pada akhirnya aku bisa membuatnya melahirkan seorang peri
asmara lain dengan darahku di dalam nadinya. Dialah Lolita Kedua yang akan
berusia delapan atau sembilan tahun pada sekitar tahun 1960an, saat aku masih
belum tua. Sungguh, pikiranku masih cukup kuat untuk melihat ke masa depan. Dr.
Humbert yang aneh, lembut dan bergairah sedang mempraktikkan seni menjadi
seorang kakek kepada Lolita Ketiga yang sangat manis.
Sepanjang perjalanan kami yang liar itu, aku tak meragukan bahwa sebagai ayah
Lolita Pertama, aku adalah sebuah kegagalan yang menggelikan. Namun, aku telah
melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan. Aku terus membaca sebuah buku yang
judulnya secara tak disengaja terdengar seperti kitab suci, yaitu Mengenal Anak
Anda, yang kuperoleh di toko tempat aku membeli sebuah buku edisi mewah karangan
H. C. Andersen berjudul Putri Duyung, dengan gambar-gambar
"indah" yang komersial, sebagai hadiah ulang tahun ketiga belas untuk Lo.
Bahkan, pada saat-saat terbaik kami, ketika sedang duduk membaca sewaktu hujan
(pandangan Lo beralih-aloh dari jendela ke jam tangannya), melahap makanan yang
agak enak di rumah makan yang ramai, bermain kartu yang kekanak-kanakan,
berbelanja, memandang tanpa suara mobil yang ringsek dan penuh bercak darah
dengan sepatu seorang perempuan muda di selokan. Saat kami melanjutkan
perjalanan, Lo berkata, "Itu tipe sepatu Indian yang coba kujelaskan pada
pelayan bodoh di toko itu." Dalam semua kesempatan itu, sepertinya aku adalah
seorang ayah yang buruk, seperti halnya dia juga payah sebagai seorang anak.
Mungkinkah rasa bersalah mengurangi kemampuan kami untuk menyenangkan orang
lain" Akankah terjadi perbaikan dengan adanya tempat tinggal tetap dan kegiatan
rutin di sekolah" Saat memiih Beardsley, alasanku bukan hanya karena di sana ada sebuah sekolah
menengah untuk perempuan, tapi juga karena ada kampus perguruan tinggi untuk
perempuan. Dalam hasratku untuk menjalankan rencanaku, aku memikirkan seseorang
yang kukenal di jurusan Bahasa Prancis di Kampus Beardsley. Ia cukup berbaik
hati untuk menggunakan buku karanganku di dalam kelas-kelas yang dia ajar, dan
pernah berusaha mengundangku memberikan kuliah. Aku tidak ingin memenuhi
undangannya karena, seperti yang kubilang di sepanjang pengakuan ini, ada
bentuk-bentuk tubuh yang kubenci lebih daripada tulang ekor yang berat dan
tungkai yang gemuk, lagi pula warna kulit rata-rata mahasiswi jelek sekali
(mungkin di tempat itu aku melihat peti mati yang terbuat dari daging perempuan
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dewasa dan gadis-gadis kecilku yang menggairahkan terkubur hidup-hidup di
dalamnya). Tetapi, di sisi lain, aku sangat menginginkan sebuah latar belakang
untuk mendukungku. Dan, kini ada alasan-sebuah alasan yang agak unik mengapa
bantuan si tua Gaston Godin-nama temanku itu akan membuatku lebih aman.
Akhirnya, yang jadi sebab juga adalah soal uang. Pendapatanku menurun di
sepanjang perjalanan kami. Memang benar aku tinggal di motel-motel murah. Namun,
sesekali ada hotel mewah atau tanah pertanian untuk berlibur yang seolah-olah
bagus, yang memangkas dana kami. Terlebih lagi, banyak sekali uangku yang
digunakan untuk pergi ke tempat-tempat wisata dan belanja pakaian Lo. Mobil tua
miik Haze, walaupun mesinnya masih bertenaga dan sangat penuh pengabdian,
membutuhkan banyak perbaikan-besar dan kecil.
Di dalam salah satu peta panjang kami yang berhasil diselamatkan di antara
kertas-kertas milikku yang oleh para pejabat berwenang boleh kugunakan untuk
menulis pernyataanku aku menemukan beberapa coretan yang membantuku menghitung
hal sebagai berikut: Sepanjang tahun 1947-1948 yang penuh pengeluaran itu, dari
bulan Agustus ke bulan Agustus, kami menghabiskan sekitar 5.500 dolar untuk
biaya penginapan dan makanan; 1.234 dolar untuk bensin, oh, dan perbaikan-
perbaikan mobil; jumlah yang kurang lebih sama besarnya digunakan untuk berbagai
macam pengeluaran lain. Jadi, selama sekitar 150 hari di jalanan (kami menempuh
sekitar 43.000 kilometer!) ditambah sekitar 200
hari dalam perhentian, kami menghabiskan sekitar 8.000 dolar, atau anggaplah
10.000 dolar, karena aku termasuk orang yang tidak rapi sehingga pastilah banyak
hal lupa kumasukkan ke dalam hitungan.
Jadi, kami menuju arah timur. Aku lebih merasa hancur daripada senang dengan
pemuasan gairahku, dan dia segar bugar. Dia telah bertambah tinggi lima
sentimeter dan bertambah berat empat kilogram.
Kami sudah berkelana ke mana-mana. Bisa dibilang, kami tak mengalami hambatan
apa pun. Dan hari ini, aku mendapati diriku merenungi bahwa perjalanan panjang kami hanya
dinodai sebuah jejak penuh dosa sepanjang negeri luas ini yang, kalau diingat-
ingat lagi, saat itu bagi kami tak lebih dari sekumpulan peta kumal, buku-buku
panduan wisata usang, ban-ban tua, dan ratap tangis Lolita di malam hari setiap
malam, ya, setiap malam saat aku pura-pura tidur.
4 SAAT MELINTAS di bawah sekumpulan lampu dan bayangan ketika kami mengemudi ke
Thayer Street 14, seorang anak laki-laki kecil menemui kami. Dia membawa anak
kunci dan pesan dan Gaston yang telah menyewakan sebuah rumah untuk kami. Lo-ku,
tanpa memandang lingkungannya yang baru sedikit pun, menyalakan radio dengan
mata tertutup dan nalurinya membawanya untuk berbaring di sofa ruang tengah
dengan sekumpulan majalah tua, lalu dengan cara yang selalu sama dan tanpa
melihat, dia menjatuhkan dirinya dengan meletakkan tangannya pada bagian bawah
meja tempat lampu. Aku benar-benar tidak keberatan tinggal di mana saja selama aku bisa mengurung
Lolita di suatu tempat. Namun, kurasa saat aku bersurat-suratan dengan Gaston
yang ceroboh, secara samar-samar aku telah bisa melihat sebuah rumah bata yang
diselubungi tanaman merambat.
Sesungguhnya, tempat itu memiliki kemiripan yang mengecewakan dengan rumah Haze
(yang jaraknya Cuma sekitar 600 kilometer). Sama-sama sejenis bangunan kelabu
yang muram, dengan atap kayu dan tudung dari kain hijau yang kusam. Kamar-
kamarnya, walaupun lebih kecil dan diisi perabotan dengan gaya padu padan bahan
kain dan logam yang lebih konsisten, diatur dengan tatanan yang kurang lebih
sama. Ruang kerjaku ternyata kamar yang lumayan besar, dari lantai hingga ke langit-
langit dipenuhi sekitar dua ribuan buku kimia, yaitu mata kuliah yang diajarkan
oleh pemilik rumah itu (yang sekarang sedang cuti) di Kampus Beardsley.
Aku berharap Sekolah Beardsley tempat Lo akan bersekolah-sekolah pagi yang
mahal, termasuk dengan makan siang dan ruang olahraga yang menarik selain
menumbuhkan tubuh-tubuh muda itu, juga menyediakan pendidikan formal yang baik
untuk pikiran mereka. Gaston Godin telah memperingatkanku bahwa sekolah itu bisa
jadi merupakan salah satu tempat para siswa perempuan diajar agar "tidak terlalu
pintar mengeja, tapi wangi aromanya". Kurasa, mereka bahkan tidak bisa mencapai
hal itu. Dalam wawancara pertamaku dengan kepala sekolah Lolita, yakni Nona
Pratt, dia menyebut "mata biru indah" anakku (biru!
Lolita!) dan persahabatanku dengan "orang Prancis yang genius" itu (genius!
Gaston!). Lalu, setelah menyerahkan Dolly kepada Nona Cormorant, dia mengerutkan
alisnya dan berkata, "Tuan Humbird, kami tidak menghendaki murid-murid kami
menjadi kutu buku atau hafal nama semua ibu kota di Eropa di luar kepala, atau
ingat tanggal berbagai peperangan yang telah terlupakan. Yang kami perhatikan
adalah penyesuaian anak-anak terhadap kehidupan berkelompok. Inilah alasan kami
menekankan 3D+1K, yaitu Drama, Dansa, Debat dan Kencan. Kami dihadapkan pada
kenyataan tertentu. Dolly yang menawan kini akan memasuki kelompok usia ketika
teman kencan, acara kencan, baju kencan, janji kencan, tata krama berkencan,
kurang lebih sama berartinya bagi dia seperti bisnis, koneksi bisnis, kesuksesan
bisnis amat berarti bagi Anda; atau sama berartinya dengan (sambil tersenyum)
kebahagiaan murid-murid perempuan saya bagi saya. Dorothy Humbird sudah terlibat
dalam seluruh sistem kehidupan sosial yang terdiri dari kios-kios hotdog, toko-
toko obat di sudut, minuman soda dan Coca Cola, film-film, dansa-dansi, pesta-
pesta beralaskan selimut di pantai, bahkan kumpul-kumpul untuk menata rambut! Di
sini, tentu saja kami tidak menyetujui sebagian kegiatan ini, dan kami
menyalurkan sebagian kegiatan itu ke arah yang lebih membangun. Namun, kami
berusaha memalingkan diri dari kebingungan itu dan menghadapi kenyataan.
Singkat kata, seraya menggunakan teknik-teknik pengajaran tertentu, kami lebih
tertarik dengan komunikasi daripada komposisi. Artinya, bertentangan dengan
Shakespeare dan lain-lainnya, kami ingin putri-putri kami bebas berkomunikasi
dengan dunia yang hidup di sekeliling mereka daripada tenggelam dalam buku-buku
tua yang berbau lembap. Mungkin kami masih meraba-raba, tapi kami meraba-raba
dengan cerdas bagaikan ahli kandungan merasakan adanya tumor. Dr. Humburg, kami
berpikir tentang organisme dan organisasi. Kami telah menghentikan sejumlah
besar bahan pelajaran tak relevan yang secara tradisional disajikan kepada
gadis-gadis muda, yang di masa lalu tidak menyisakan tempat bagi pengetahuan dan
keterampilan, serta perilaku yang akan mereka butuhkan dalam mengatur kehidupan
mereka dan kehidupan suami mereka. Pak Humberson, izinkan kami mengumpamakannya
seperti ini: posisi sebuah bintang itu penting, tapi posisi paling praktis untuk
menaruh kulkas di dapur mungkin lebih penting bagi seorang ibu rumah tangga yang
sedang berkembang. Anda boleh berkata bahwa yang diharapkan bisa didapat seorang
anak dan sekolah adalah pendidikan yang baik. Tetapi, apa yang kita maksud
dengan pendidikan" Di masa lalu, kebanyakan pendidikan adalah fenomena verbal.
Maksud saya, Anda bisa menyuruh seorang anak menghafal isi sebuah ensiklopedia,
dan dia bisa mengetahui lebih banyak hal dan yang bisa diberikan di sekolah. Dr.
Hummer, apakah Anda menyadari bahwa bagi anak usia praremaja masa kini, tanggal-
tanggal abad pertengahan tidak sepenting tanggaltanggal akhir minggu (matanya
berbinar-binar)" Kita tidak hanya hidup dalam dunia pikiran, tetapi dalam dunia
nyata. Kata-kata tanpa pengalaman tak ada artinya. Apa pedulinya Dorothy
Hummerson dengan Yunani dan Timur Jauh dengan segala harem dan budak-budaknya?"
Program sekolah ini agak membuatku ngeri. Namun, aku berbicara dengan dua
perempuan cerdas yang bertanggung jawab atas sekolah itu dan mereka memastikan
bahwa anak-anak membaca bacaan yang bagus dan bahwa jenis "komunikasi" yang
mereka maksud kurang lebih merupakan keributan yang tidak penting dan bertujuan
memberi Sekolah Beardsley yang kuno sentuhan mahal yang modern, walaupun
sesungguhnya tetap saja kaku.
Alasan lain yang membuatku tertarik pada sekolah khusus itu mungkin terlihat
lucu bagi beberapa pembaca, tapi sangat penting bagiku karena begitulah aku
diciptakan. Di seberang jalan, tepat di depan rumah kami, kusadari ada sebuah
celah berupa tanah kosong yang dipenuhi benalu, semak-semak berwarna-warni,
setumpuk batu bata, beberapa lempeng papan kayu yang terserak, serta bunga-bunga
musim gugur di pinggir jalan. Melalui celah itu, kau bisa melihat bagian terang
jalan sekolah yang sejajar dengan Thayer Street, dan di luarnya terdapat taman
bermain sekolah itu. Terlepas dari kenyamanan psikologis yang seharusnya bisa diberikan oleh semua
ini, aku segera meramalkan kesenangan yang bakal kumiliki dari ruang kerjaku
dengan bantuan teropong jarak jauh, yakni mengamati gadis-gadis kecil
menggairahkan yang bermain di sekeliling Dolly selama jam istirahat. Sayangnya,
pada hari pertama sekolah, tukang-tukang datang dan mendirikan pagar di celah
itu, lalu dalam waktu singkat konstruksi kayu yang berdiri di luar pagar itu
menghalangi pemandangan indahku sepenuhnya. Segera setelah mereka mendirikan
rangka bangunan yang cukup untuk merusak segalanya, tukang-tukang bangunan yang
konyol itu menunda pekerjaan mereka dan tak pernah muncul lagi.
5 DI JALAN bernama Thayer Street di sebuah kota pendidikan yang kecil, sendu, dan
bernuansa hijau, kekuning-kuningan dan keemasan, seseorang biasanya memiliki
tetangga-tetangga menyenangkan yang ramah dan sesekali berteriak menyapa. Aku
bangga akan hubunganku dengan mereka: tak pernah bersikap kasar, selalu
cenderung menyendiri. Tetanggaku yang di sebelah barat, yang mungkin seorang pengusaha atau dosen atau
keduanya, sesekali berbicara denganku selagi dia memangkas bunga-bunga di taman,
mencuci mobilnya, atau pada akhir tahun, mencairkan es di jalan masuk menuju
rumahnya. Namun, geraman singkatku, yang cukup jelas terdengar seperti tanda
setuju yang umum atau pengisi jeda yang sifatnya bertanya, mencegah perkembangan
apa pun yang menuju keramah-tamahan.
Dua rumah di seberang jalan yang menempati sepetak tanah penuh semak dan pohon,
yang satunya tertutup dan yang lainnya dihuni dua orang profesor yang mengajar
bahasa Inggris. Mereka adalah Nona Lester yang kaya dan berambut pendek dan Nona
Fabian yang lembut. Satu-satunya topik percakapan singkat di pinggir jalan
denganku dengan mereka adalah kecantikan anakku dan pesona Gaston Godin yang
naif. Tetanggaku yang di sebelah timur adalah yang paling berbahaya: perempuan aneh
berhidung tajam yang mendiang saudara laki-lakinya pernah dipekerjakan di kampus
sebagai Penanggung Jawab Bangunan dan Lahan. Aku ingat dia pernah mencegat Dolly
selagi aku berdiri dekat jendela ruang tengah saat aku menunggu kepulangan
kekasihku itu dari sekolah.
Perawan tua yang menyebalkan itu berusaha menyembunyikan rasa ingin tahunya yang
besar di balik topeng niat baik yang terdengar menyenangkan. Ia berdiri
berpegangan pada payungnya yang tipis (hujan salju baru saja berhenti dan
matahari keluar dengan malu-malu), sedangkan Dolly memeluk tumpukan buku, mantel
cokelatnya terbuka dan lututnya memperlihatkan warna merah jambu di atas
sepatunya. Senyum malu-malu datang dan pergi di wajah Dolly yang berhidung mancung, yang
mungkin karena cahaya musim dingin yang pucat-hampir terlihat polos saat dia
berdiri di sana dan menghadapi pertanyaan-pertanyaan Nona East. "Di mana ibumu,
Sayangku" Dan apa pekerjaan ayahmu yang malang" Sebelumnya kau tinggal di mana?"
Pada kesempatan lain, makhluk menyebalkan itu menyapaku dengan suara tinggi
untuk mengucapkan selamat datang, tapi aku berhasil melarikan diri darinya.
Beberapa hari kemudian datanglah sepucuk surat darinya dalam amplop bergaris
pinggir biru. Isinya mengajak Dolly datang pada hari Minggu untuk "melihat-lihat
buku-buku bagus yang diberikan oleh ibuku tersayang sewaktu aku masih kecil,
daripada menyetel radio keras-keras sepanjang malam."
Aku juga harus berhati-hati dengan Nyonya Holigan, semacam tukang bersih-bersih
merangkap tukang masak yang kuwarisi dari penghuni sebelumnya beserta sebuah
alat pengisap debu. Dolly mendapat makan siang di sekolah sehingga ini tak
menjadi masalah dan aku jadi terampil menyiapkan sarapan yang banyak untuknya
serta memanaskan makan malam yang sudah disiapkan oleh Nyonya Holigan sebelum
dia pergi. Syukurlah, perempuan baik dan jinak itu agak rabun sehingga dia
melewatkan hal-hal kecil dan aku menjadi ahli dalam merapikan tempat tidur.
Namun, aku masih terus terobsesi oleh perasaan bahwa ada noda-noda berbahaya
yang tertinggal di suatu tempat. Atau, dalam kesempatan yang jarang terjadi,
ketika kehadiran Holigan berbarengan dengan Lo, Lo yang lugu bisa menyerah dalam
sifat simpatik perempuan gemuk itu di sepanjang perbincangan mereka di dapur
yang nyaman. Aku sering merasa bahwa kami tinggal di dalam sebuah rumah kaca
yang terang, dan seraut wajah berbibir tipis bisa kapan saja mengamat-amati dari
jendela yang tak bertirai untuk mendapatkan sekilas pemandangan gratis dan hal-
hal yang tukang intip paling jenuh sekalipun akan rela membayar mahal untuk
melihatnya. 6 SEPATAH KATA tentang Gaston Godin. Alasan utama mengapa aku menikmati-atau
setidaknya menerima dengan lega-bantuannya adalah mantra rasa aman yang
diucapkan lelaki bertubuh besar ini atas rahasiaku. Bukan karena ia sudah tahu.
Aku tidak punya alasan khusus untuk mempercayakan rahasiaku kepadanya, dan ia
terlalu memusatkan perhatian kepada diri sendiri untuk menyadari atau menduga-
duga apa pun yang bisa mengarah ke pertanyaan terang-terangan di pihaknya dan
jawaban terang-terangan di pihakku.
Ia membicarakan hal-hal baik tentangku kepada warga Beardsley.
Ia adalah pembawa pesan yang baik bagiku. Jika ia menemukan status Lolita, itu
hanya akan menarik perhatiannya sejauh mempermudah pemahamannya akan sikapku
yang apa adanya terhadapnya. Terlepas dari pikirannya yang membosankan dan
ingatannya yang kabur, ia mungkin sadar bahwa aku tahu lebih banyak tentangnya
daripada yang diketahui oleh warga Beardsley. Ia adalah seorang bujang lapuk
yang gemuk dan muram, tubuhnya menyempit ke atas dengan sepasang bahu yang tak
seimbang dan kepala berbentuk seperti buah pir; di satu sisi ditutupi rambut
hitamnya yang licin dan di sisi lain hanya beberapa helai rambut. Namun, bagian
bawah tubuhnya sangat besar dan dia bergerak mengendap endap seperti gajah yang
penuh rasa ingin tahu dengan menggunakan sepasang kakinya yang luar biasa gemuk.
Ia selalu mengenakan pakaian berwarna hitam, bahkan dasinya pun berwarna hitam.
Ia jarang mandi dan bahasa Inggrisnya bagaikan parodi. Walaupun demikian, semua
Seruling Samber Nyawa 11 Pendekar Rajawali Sakti 117 Memburu Pengkhianat Istana Yang Suram 4
Para anggota dewan juri yang memiliki perasaan sangat peka, aku bahkan bukanlah
kekasih pertama Lolita. 32 DIA MENCERITAKAN kepadaku bagaimana dia telah dibujuk. Kami makan pisang empuk
yang terasa seperti tepung, buah persik, dan keripik kentang yang sedap, lalu
dia mengisahkan segalanya kepadaku.
Hujan kata-kata yang fasih, tapi terpotong-potong, itu diiringi mimik-mimik
sebal yang lucu. Saat kuberpikir bahwa aku pernah mengamatinya, terutama kuingat
sebuah mimik saat dia berseru "uh!": mulut yang digembungkan ke satu sisi dan
bola mata diputar ke atas sebagai gabungan rasa sebal yang menggelikan, rasa
tidak suka, dan pemakluman.
Kisahnya yang menghebohkan itu dimulai dengan perkenalan dengan teman satu
tendanya di musim panas sebelumnya, di perkemahan lain, seseorang yang "sangat
terpilih" menurutnya. Teman setenda itu ("agak tak terurus", "setengah gila",
tetapi juga "seorang anak yang hebat") mengajarinya bermacam macam manipulasi.
Awalnya, Lo yang setia menolak untuk memberitahukan namanya.
"Apakah dia Grace Angel?" tanyaku.
Dia menggelengkan kepalanya. Tidak, bukan, dia anak seorang terkenal. Ia -
"Mungkinkah dia itu Rose Carmine?"
"Tidak, tentu saja, bukan. Ayahnya kari -
"Kalau begitu, dia Agnes Sheridan, bukan?"
Dia menelan ludah dan menggelengkan kepalanya, lalu dia melipatgandakan reaksi
balasannya. "Katakan, bagaimana kau bisa mengetahui semua anak-anak itu?"
Aku coba menjelaskan. "Nah," lanjutnya. "Mereka tidak baik, sebagian di antaranya gerombolan brengsek
di sekolah, tapi tidak seburuk itu. Jika kau harus tahu, namanya adalah
Elizabeth Talbot. Dia bersekolah di sebuah sekolah swasta. Ayahnya seorang
petinggi." Aku mengingat dengan rasa sakit bahwa Charlotte yang malang sering berkata dalam
obrolan di pesta-pesta, seperti "ketika putriku sedang berkemah tahun lalu
dengan anak gadis Talbot."
Aku ingin tahu apakah sang ibu menyadari aktivitas lesbian itu"
"Aduh, tidak," keluh si limbung Lo menunjukkan rasa takut dan lega bersamaan,
seraya berpura-pura menekankan tangannya ke dada secara dramatis.
Aku saat itu lebih tertarik pada pengalaman heteroseksual. Dia masuk kelas enam
pada usia sebelas tahun, tak lama setelah pindah ke Ramsdale. Apa yang dia
maksud dengan "tidak baik?"
Baiklah, si kembar Miranda sudah tidur seranjang selama bertahun-tahun, dan
Donald Scott, anak laki-laki terbodoh di sekolah, melakukannya dengan Hazel
Smith di garasi pamannya. Lalu Kenneth Knight - anak terpandai - sering memamerkan
penisnya di mana pun dan kapan pun ada kesempatan, dan -
"Mari kita beralih ke Perkemahan Q," ujarku. Dan, aku pun mendapatkan
keseluruhan ceritanya. Barbara Burke, si pirang yang perkasa, dua tahun lebih tua dari Lo dan sejauh
ini perenang terbaik di perkemahan, memiliki sebuah kano khusus yang hanya
digunakannya bersama Lo, "Karena aku satu-satunya perempuan yang bisa Willow
Island ..." (kurasa itu sejenis gaya berenang). Sepanjang bulan Juli, setiap
pagi - tolong ditandai, pembaca yang budiman, setiap pagi yang penuh berkah -
Barbara dan Lo akan meminta bantuan Charlie Holmes untuk menggotong perahu kecil
itu ke Onyx atau Eryx (dua danau kecil di tengah hutan). Dia adalah putra kepala
sekolah perkemahan tersebut, berusia tiga belas tahun, dan lelaki satu-satunya
dalam radius beberapa kilometer (kecuali seorang tukang kayu tuna rungu dan
penurut, serta seorang petani bermobil Ford tua yang terkadang menjual telur
kepada para penghuni perkemahan). Ya, setiap pagi, wahai para pembacaku, ketiga
bocah itu akan mengambil jalan pintas melewati hutan perawan amat indah yang
dipagari lambang lambang kebeliaan, embun, dan nyanyian burung. Pada suatu
tempat, di antara belukar yang lebat itu, Lo akan ditinggalkan sebagai seorang
prajurit penjaga, sementara Barbara dan bocah lelaki itu bersanggama di balik
semak. Awalnya, Lo menolak "untuk mencoba bagaimana rasanya", tetapi rasa ingin tahu
dan kesetiakawanan pun menyeruak. Dia dan Barbara lalu melakukannya bergantian
dengan Charlie yang pendiam dan tak kenal lelah itu, yang daya tarik seksualnya
seperti sebatang wortel mentah, tapi memiiki koleksi alat KB mengagumkan yang
digunakannya untuk memancing di danau terdekat ketiga, danau yang dianggap lebih
besar dan lebih terkenal, Danau Climax namanya - dinamai sesuai nama kota
industri baru yang sedang berkembang pesat. Meski perbuatan itu dianggap
"bersenang-senang" dan "baik untuk kulit", Lolita, dengan senang hati kukatakan,
menganggap pikiran Charlie dan perilakunya menjijikkan. Lolita juga tak
terangsang oleh bocah itu. Kenyataannya, menurutku Charlie lebih banyak bengong
daripada "bersenang-senang".
Saat itu sudah hampir pukul sepuluh. Dengan surutnya hasrat berahi, sebersit
perasaan terpuruk yang kelabu merayapi tubuhku dan berdengung di dalam dahiku,
disertai pucatnya hari muram yang menyakitkan.
Lo yang telanjang, dengan pantat putihnya menghadap ke arahku dan wajah
merajuknya menghadap cermin di pintu, berdiri tegak, berkacak pinggang. Kedua
kakinya (yang mengenakan sandal baru berhias bulu kucing di bagian atasnya)
terpentang lebar, dan dia menggerak-gerakkan wajahnya sendiri meniru mimik-mimik
orang di depan cermin. Dari arah lorong terdengar suara-suara bergema para pelayan perempuan kulit
hitam yang sedang bekerja. Aku melihat Lo masuk ke kamar mandi dan mengambil
sabun cair yang amat banyak. Ranjang itu sudah acak-acakan dipenuhi remah-remah
keripik kentang. Dia mencoba mengenakan dua potong baju wol kelasi, lalu atasan
tanpa lengan dengan rok berempel berhias kristal. Baju yang pertama tampak
terlalu ketat, sementara yang kedua terlalu longgar, dan ketika aku memintanya
untuk bergegas (situasinya sudah mulai membuatku takut), dengan marah Lo
melemparkan hadiah-hadiah indah dariku itu ke salah satu sudut ruangan, lalu
mengenakan pakaiannya yang kemarin. Ketika pada akhirnya dia siap, aku
memberinya sebuah tas tangan baru dari imitasi kulit anak sapi (di dalamnya
kuselipkan beberapa keping uang logam) dan berkata kepadanya agar dia membeli
majalah untuk dirinya sendiri di ruang depan hotel.
"Aku akan segera turun," ujarku. "Dan jika aku jadi kau, sayangku, aku tak akan
berbicara dengan orang asing."
Kecuali hadiah-hadiah kecilku yang malang, tak begitu banyak barang untuk
dikemas. Namun, aku terdorong menggunakan waktuku (apakah dia akan melakukan
sesuatu di bawah sana") untuk menata ranjang sedemikian rupa agar mengesankan
seperti bekas tempat seorang ayah yang gelisah dan putri badungnya, dan bukan
seperti bekas pesta seks mantan narapidana dengan beberapa orang pelacur tua
yang gemuk. Kemudian aku menuntaskan berpakaian dan memanggil seorang pelayan
beruban untuk membantu membawakan tastasku.
Semuanya tampak baik-baik saja. Di sana, di ruang depan hotel, dia sedang duduk
melesak di sebuah kursi yang sangat besar berwarna semerah darah, tenggelam
dalam majalah filmnya. Seorang lelaki seusiaku mengenakan setelan jas wol
menatap Lolitaku di balik koran lamanya dan rokoknya yang telah padam.
Lolita mengenakan kaus kaki putih, sepatu bertumit rendah, dan rok bermotif
bujur sangkar yang cerah. Semburat cahaya lampu temaram menebarkan warna
keemasan di atas lengannya yang cokelat hangat. Di sanalah dia duduk, kedua
kakinya dengan serampangan disilangkan tinggi-tinggi dan mata pucatnya
menelusuri barisan kata-kata di depannya, sesekali berkedip.
Istri Bill sudah memuja suaminya dari jauh lama sebelum mereka bertemu;
nyatanya, dia sempat diam-diam menjadi pemuja aktor muda terkenal itu saat
menikmati es krim di toko obat Schwob. Tak ada yang lebih kekanak-kanakan
daripada hidung mungilnya yang bulat, wajah berbintik atau noda keunguan di
leher telanjangnya, di mana seorang vampir dan negeri dongeng telah berpesta,
atau gerakan gelisah lidahnya menjelajahi ruam merah muda di bibir bengkaknya.
Tak ada yang lebih tidak membahayakan selain membaca tentang Jill, seorang
bintang muda penuh semangat yang merancang pakaiannya sendiri dan pernah menjadi
mahasiswi yang mempelajari sastra serius. Tak ada yang lebih polos selain belah
tengah rambut cokelat berkilat dengan helaian selembut sutra berkilau di
keningnya. Tak ada yang lebih naif selain tatapan iri yang menjijikkan dari
lelaki laknat itu, siapa pun ia. Lelaki itu menyerupai paman Swissku Gustave,
yang juga seorang pemuja kemurnian apakah pengalaman akan membuatnya mengetahui
bahwa seluruh urat sarafku masih merasakan dan terselimuti sensasi tubuh Lolita -
tubuh sesosok iblis tak bisa mati yang menyamar sebagai seorang gadis kecil.
Apakah si babi merah jambu Tuan Swoon sungguh-sungguh yakin istriku tidak
menelepon" Ia yakin. Kalau istriku menelepon, maukah ia mengatakan kepadanya
bahwa kami akan pergi menuju rumah Bibi Clare" Ia akan melakukannya, tentu saja.
Aku menyelesaikan pembayaran dan menarik Lo dari kursinya. Dia membaca majalah
itu keras-keras di mobil. Masih sambil membaca, dia kubawa ke sebuah tempat yang
disebut kedai kopi beberapa blok ke selatan. Oh, dia makan dengan nikmat. Dia
bahkan meletakkan majalahnya untuk makan, tetapi mimik sebal yang aneh telah
mengganti keceriaannya yang biasa.
Aku tahu bahwa Lo kecil bisa jadi sangat nakal, maka aku memagari diriku sendiri
dan menyeringai, serta menanti teriakannya. Aku tidak mandi, tidak bercukur, dan
belum makan. Saraf-sarafku tegang.
Aku tidak menyukai cara nyonya kecilku mengangkat bahu dan menggembungkan lubang
hidungnya saat aku berupaya memulai obrolan kecil. "Apakah Phyllis mengetahuinya
sebelum dia bergabung dengan orangtuanya di Maine?" tanyaku dengan sesungging
senyuman. "Begini,"
ujar Lo dengan menyeringai, "mari kita sudahi saja masalah itu." Aku pun
berusaha membuatnya tertarik pada peta jalan.
Tujuan kami adalah, biar kuingatkan kembali para pembacaku yang penyabar yang
kelembutan sikapnya seharusnya ditiru oleh Lo, kota Lepingville, di suatu tempat
dekat sebuah tempat yang mungkin adalah rumah sakit. Tujuan itu sendiri
ditentukan dengan sangat sewenang-wenang (padahal, ya ampun, masih banyak lagi
tempat untuk didatangi), dan aku menggoyang goyangkan sepatuku seraya berpikir
keras bagaimana agar aku bisa membuat semua pengaturan ini diterima dan tujuan
masuk akal yang mana lagi yang harus kutemukan setelah semua bioskop di
Lepingville kami masuki. Perasaan Humbert semakin lama semakin tidak nyaman. Ini
adalah perasaan yang istimewa: batasan mengerikan yang amat menekan seakan-akan
aku sedang duduk bersama hantu kecil seseorang yang telah kubunuh.
Ketika Lo bersiap untuk bergerak masuk kembali ke dalam mobil, ekspresi
kesakitan terlintas di wajahnya. Mimik itu terlihat lagi saat dia duduk tenang
di sampingku. Ya, dia memunculkan raut itu lagi untuk kedua kali. Dengan bodoh
aku bertanya kepadanya apa yang dirasakannya. "Tak apa-apa, kau penjahat sadis,"
sahutnya. "Kau apa?"
tanyaku. Dia terdiam. Kami meninggalkan Briceland. Lo yang cerewet itu membisu.
Laba-laba kepanikan sedingin es merayapi punggungku. Dia ini yatim piatu.
Seorang bocah kesepian, seorang anak kecil yang sungguh-sungguh terlantar
sebatang kara. Dan, pagi ini seorang lelaki dewasa licik dengan tungkai-
tungkainya yang berat telah melakukan hubungan intim dengannya tiga kali
berturut-turut. Apakah terwujudnya mimpi seumur hidup telah melampaui semua pengharapan atau
tidak, dalam satu hal, itu ternyata melebihi batasnya - dan terpuruk ke dalam
mimpi buruk. Aku sudah bersikap amat ceroboh, bodoh dan tercela. Dan, aku akan
jujur sejujur-jujurnya: di suatu tempat di ujung huru-hara nista itu aku
merasakan hasratku menggeliat lagi, seleraku pada peri asmara yang malang itu
begitu menggila. Rasa bersalah yang menyengat tiba-tiba bercampur baur dengan
pikiran menyiksa tentang suasana hati gadis itu yang mampu mencegahku untuk bisa
kembali bercinta dengannya ketika aku menemukan jalanan desa yang sepi untuk
memarkir mobil dengan damai. Dengan kata lain, Humbert Humbert yang malang sama
sekali tidak bahagia, dan saat dengan acuh tak acuh mengemudi ke arah
Lepingville, ia terus menyiksa otaknya sendiri dengan hujan sindiran di bawah
sayap kemilau yang mungkin telah membuatnya berani menolehkan wajah ke teman
seperjalanannya. Akhirnya, gadis itulah yang memecah kesenyapan.
"Ah, seekor tupai gepeng terlindas," cetusnya. "Sayang sekali."
"Iya, ya?" (bersemangat, bergumam penuh harap).
"Nanti kita berhenti di pom bensin berikutnya, ya," lanjut Lo. "Aku ingin ke
kamar mandi." "Kita akan berhenti di mana pun yang kau mau," ujarku. Dan kemudian, saat
seonggok hutan kecil yang indah terpencil (kurasa terdiri dari pohon-pohon ek,
pepohonan Amerika yang tumbuhnya melebihi tubuhku) mulai membahanakan deruman
mobil kami, segaris jalan semerah pakis di sisi kanan kami berubah haluan
sebelum akhirnya menuruni lahan pinggiran hutan. Aku mengusulkan agar kami bisa -
"Terus saja menyetir," pekik Loku.
"Baiklah. Tenang saja." (Turunlah, binatang jalang yang malang, turun.)
Aku melirik ke arahnya. Terima kasih, Tuhan, anak itu tersenyum.
"Kau memang bandel," ujarnya, sambil tersenyum manis ke arahku. "Kau makhluk
pembangkang. Aku ini gadis remaja sesegar kuntum bunga, dan lihatlah apa yang
sudah kaulakukan padaku. Aku harus memanggil polisi dan mengatakan kepada mereka
bahwa kau telah memerkosaku. Oh, kau, dasar bandot tua jalang."
Apakah dia sedang bergurau" Nada histeris yang tak menyenangkan berdentang di
antara kata-kata bodohnya itu. Segera saja, dengan suara-suara desisan dari
bibirnya, Lo mulai berkeluh kesah tentang rasa sakitnya, betapa dia tak bisa
duduk nyaman, dan berkata bahwa aku sudah mengoyak sesuatu di dalam tubuhnya.
Keringat bergulir turun di leherku dan kami nyaris saja melindas seekor hewan
kecil atau apa pun itu yang melintas di jalan dengan buntut tegang, dan sekali
lagi kawan perjalananku yang naik pitam itu mencemoohku.
Ketika kami berhenti di sebuah pom bensin, dia berontak keluar dari mobil tanpa
sepatah kata pun dan pergi entah ke mana cukup lama.
Perlahan, dengan penuh kasih sayang, seorang lelaki berhidung patah mengelap
kaca depan mobil - mereka melakukannya dengan cara berbeda di setiap tempat, mulai
dengan kain penggosok dan kulit hingga ke sikat bersabun. Orang ini malah
memakai spon berwarna merah muda.
Akhirnya Lo muncul. "Begini saja," ujarnya dengan suara dibuat-buat agar
menyakitiku, "beri aku beberapa koin recehan. Aku ingin menelepon Mama di rumah
sakit. Berapa nomornya?"
"Ayo masuk," sahutku. "Kau tak bisa menelepon nomor itu."
"Kenapa?" "Masuklah dan tutup pintunya."
Dia masuk dan membanting pintunya. Lelaki di garasi menatapnya.
Aku melaju memasuki jalan raya.
"Mengapa aku tidak bisa menelepon ibuku saat aku menginginkannya?" "Karena ibumu sudah meninggal dunia," sahutku.
33 DI LEPINGVILLE, aku membelikannya empat jiid komik, sekotak permen, sebungkus
pembalut wanita, dua kaleng minuman ringan, seperangkat alat perawatan kuku,
sebuah jam beker dengan jarum-jarum jam yang bersinar, sebentuk cincin
bertatahkan batu ratna cempaka sungguhan, sebuah raket tenis, sepasang sepatu
roda berwarna putih, teropong kecil, sebuah radio jinjing, permen karet, jas
hujan transparan, kaca mata hitam, lebih banyak lagi pakaian - baju dengan pernak-
pernik ceria, celana pendek, segala jenis rok musim panas. Di hotel kami tidur
di kamar terpisah, tetapi pada tengah malam dia mendatangiku sambil merengek
dalam pelukanku, dan kami pun perlahan berbaikan. Lihatlah, dia sama sekali tak
punya tempat lain untuk dia datangi.
BAGIAN DUA 1 SEJAK SAAT itu dimulailah perjalanan kami menjelajahi berbagai negara bagian. Di
antara beragam akomodasi untuk turis, aku memilih motel bersih, rapi, aman,
tempat ideal untuk tidur, bertengkar, berbaikan, dan cinta gelap yang tak
kunjung terpuaskan. Awalnya, karena takut menimbulkan kecurigaan, aku bersedia membayar dua kamar
yang masing-masing berisi satu ranjang besar. Aku bertanya-tanya untuk jenis
hubungan segi empat jenis apa pengaturan ini ditujukan, mengingat ini hanya
privasi yang dibuat dengan membagi ruangan dengan sekat yang tak sepenuhnya
menutup kemungkinan untuk dijadikan dua sarang cinta yang bisa saling
berhubungan. Kemungkinan adanya peluang hubungan perzinaan yang dilakukan secara
terbuka itu (dua pasangan muda yang bertukar pasangan atau seorang bocah yang
pura-pura tidur untuk bisa mendengarkan suara-suara aneh di malam hari) justru
membuatku lebih nekat, dan sesekali aku mengambil sebuah kamar berisi satu
ranjang besar dan satu ranjang kecil, atau kamar dengan dua ranjang yang sama
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besar. Sebuah penjara surgawi dengan gorden jendela kuning yang diturunkan untuk
menciptakan ilusi pagi hari di Venesia, lengkap dengan semburat cahaya matahari
ketika sesungguhnya kami tengah berada di Pennsyluania pada musim hujan.
Kami jadi tahu tentang pondok batu di bawah naungan pepohonan, pondok batu bata,
pondok bata jemur, kamar plesteran semen, apa yang oleh Buku Panduan Perjalanan
Himpunan Penggemar Otomotif digambarkan sebagai "teduh" atau "lapang" atau
"berpemandangan".
Pondok kayu gelondongan yang dihiasi bonggol pinus, lewat lapisan emas
kecokelatannya, mengingatkan Lo pada tulang ayam goreng. Kami memandang jijik
pondok-pondok yang dibuat dari susunan papan putih polos dengan bau comberan dan
bebauan busuk lainnya. Tak ada lagi yang bisa di-banggakan (selain "ranjang-
ranjang yang bagus") dan induk semangnya selalu siap mengecewakanmu ("... saya
bisa saja memberi Anda itu, tapi ...").
Kami jadi tahu bahwa nama tempat-tempat penginapan itu akan menjadi serangkaian
mantera jika disebut bersusulan-Motel Sunset, Pondok UBeam, Istana Hillcrest,
Istana Pemandangan Hutan Pinus, Istana Pemandangan Pegunungan, Istana Pencakar
Langit, Istana Taman, Green Acre, Istana Mac ... Terkadang ada kalimat-kalimat
khusus dalam tulisan yang tertera, seperti "Anak-anak diperbolehkan, hewan
peliharaan diizinkan" (Kau diperbolehkan, kau diizinkan). Kamar mandinya sering
dilengkapi pancuran, dengan cipratan air yang beragam, tetapi dengan satu
karakteristik yang sama, satu kecenderungan tertentu. Saat digunakan bisa tiba-
tiba saja sepanas setan atau sangat dingin hingga serasa mencekikmu, tergantung
apakah tetangga sebelahmu menyalakan air dingin atau air panas untuk merampas
pilihan suhu air yang sudah dengan hati-hati kaupadukan. Beberapa motel
menuliskan instruksi di atas toilet (yang di atas tangki airnya diletakkan
tumpukan handuk) yang meminta para tamu untuk tidak melemparkan ke dalam
keranjang sampah mereka: kaleng-kaleng bir, kardus bekas, dan bayi-bayi yang
terlahir mati. Yang lainnya menuliskan catatan khusus di bawah kaca, seperti Hal
Yang Harus Dilakukan (Terbaca: Anda akan sering melihat pengendara motor
menuruni jalan raya sepulang perjalanan romantis naik motor di bawah sinar bulan
purnama. "Sering kali sekitar pukul tiga dini hari," ujar Lo seraya
menyeringai). Kami jadi tahu berbagai jenis montir yang ramah, penjahat-penjahat insaf,
pensiunan guru, dan pelaku bisnis yang gagal di antara para tamu lelaki; dan
kaum perempuannya di antaranya tampak seperti ibu-ibu yang berpura-pura seperti
perempuan terhormat dan yang bertingkah seperti mucikari. Terkadang kereta api
akan memekik di malam yang lembap dan sepanas neraka, disertai suara-suara
memilukan dan menyesakkan dada, berpadu dengan jeritan putus asa.
Kami menghindari wisma-wisma turis, penginapan-penginapan kuno yang tak ada
pancuran airnya, dengan meja rias di dalam kamar tidur sempit berwarna putih dan
merah muda yang suasananya membuat tertekan, dan foto-foto anak si pemilik
penginapan dalam setiap tahapan kehidupan mereka. Namun, aku menyerah, sesekali,
pada hotel-hotel "sungguhan" kesukaan Lo. Dia akan memilih dari buku-saat aku mencumbunya di
dalam mobil yang diparkir diam-diam di pinggiran jalan tersembunyi dan temaram
menggetarkan hati-beberapa pondok pinggir danau yang menawarkan berbagai hal
yang dibesar-besarkan oleh lampu senter yang disorotkan Lo ke gambar-gambar itu,
misalnya penginapan yang bersuasana kekeluargaan, bonus kudapan di antara waktu
makan, atau acara panggang daging di luar ruangan. Tetapi, semua itu di dalam
benakku mewujud dalam bayangan-bayangan menjijikkan tentang anak-anak lelaki
usia sekolah menengah berkaus longgar tangan panjang dan pipi semerah bara api
yang akan ditempelkan ke pipi Lo, sementara Dr.
Humbert yang malang tak memeluk apa pun selain sepasang lututnya.
Yang juga sangat menggiurkan baginya adalah losmen-losmen
"kolonial" yang selain menawarkan "suasana anggun" dan jendela kaca patri, juga
menjanjikan "makanan lezat yang berlimpah". Kenang kenangan terhadap hotel mewah
ayahku terkadang membuatku mencari-cari yang menyerupainya di negeri asing dalam
perjalanan kami. Aku dengan cepat merasa segan. Namun, Lo terus mengikuti aroma
yang disemburkan iklan makanan orang kaya, sementara aku lebih suka mencari cara
berhemat dengan mencari tanda di pinggir jalan bertuliskan: Timber Hotel, Anak-
anak di Bawah 14 tahun Gratis. Di sisi lain, aku bergidik saat kembali mengingat
tempat peristirahatan "kelas atas" di satu negara bagian di wilayah barat daya
yang mengiklankan kudapan tengah malam "serbu lemari esnya". Tergoda oleh aksen
suaraku, resepsionisnya ingin mengetahui banyak hal tentang mendiang istriku dan
nama gadis ibu yang sudah mati itu. Dua hari tinggal di sana membuatku harus
membayar seratus dua puluh empat dolar! Dan ingatkah kau, Miranda, kandang para
begal "sangat pintar" dengan kopi di pagi hari dan air es yang berputar-putar,
keduanya gratis, dan tak ada anak-anak di bawah enam belas tahun (tentu saja itu
berarti tidak boleh ada Lolita)"
Begitu kami tiba di sebuah tempat perstirahatan para pengendara motor yang biasa
kami cari, Lo akan segera menyalakan kipas angin hingga menderu-deru, atau
memintaku untuk memasukkan koin untuk menyalakan musik radio, atau dia akan
membaca semua tanda peringatan dan bertanya merengek-rengek mengapa dia tidak
boleh menaiki permainan bermotor yang ditawarkan, atau berenang di kolam air
hangat. Sering kali, dengan gaya malas-malasan, Lo akan menjatuhkan tubuhnya
dengan lunglai-meski tak menyenangkan, tapi tampak amat menggairahkan ke atas
kursi panjang merah atau kursi malas hijau, atau sebuah kursi kayu beralas kain
kanvas garis-garis yang dilengkapi ganjal kaki dan kanopi, atau sebuah kursi
ayun, atau kursi taman lainnya yang berpayung dan diletakkan di pekarangan. Akan
memakan waktu berjam-jam yang dipenuhi bujuk rayu, ancaman, dan janji-janji
untuk membuatnya meminjamiku tubuh cokelatnya selama beberapa detik di dalam
kamar lima dolar yang tersembunyi, sebelum mengupayakan apa pun yang dia sukai
untuk kesenanganku yang menyedihkan.
Sebuah gabungan antara kenaifan dan muslihat, pesona dan ketidaksopanan, ratapan
haru biru dan keriangan merah cerah, Lolita, ketika dia memilih, dia bisa
menjadi seorang bocah yang menghancurkan hati. Aku tak sepenuhnya siap
menghadapi kebosanannya yang tak menentu, omelannya yang berapi-api, gaya
berbaring menelentangnya, gaya meredupkan mata yang seakan terkantuk-kantuk
sayu, dan sikap santai lunglai seperti pelawak yang kelelahan. Sikap yang
menurut Lo terlihat tangguh dan terlihat seperti anak lelaki berangasan.
Dari sisi mental, aku mendapatinya sebagai seorang gadis kecil biasa yang
memuakkan. Musik jazz, dansa, es krim sirup yang lengket, sesuatu yang musikal,
film, majalah, dan sejenisnya-adalah hal-hal yang sudah pasti berada dalam
daftar segala yang paling dicintainya. Hanya Tuhan yang tahu berapa banyak koin
yang kuumpankan ke dalam kotak musik untuk menyertai setiap acara makan kami!
Aku masih bisa mendengar suara sengau pemain-pemain musik yang tak terlihat itu
saat melenakan Lo, orang-orang dengan nama Sammy dan Jo serta Eddy dan Tony
serta Peggy dan Guy serta Patty dan Rex. Lagu-lagu cengeng andalannya, semuanya
terdengar serupa di telingaku saat permen aneka rupa Lo memasuki langit-langit
mulutku. Dia memercayai iklan atau anjuran apa pun yang muncul dalam Movie Love atau
Screen Land-Starastil Starves Pimples atau "Kau harus berhati-hati jika sedang
mengenakan kaus yang ujungnya di luar celana jeansmu, karena Jill bilang
seharusnya kau memasukkan ujung kausmu ke dalam celana." Jika sebuah papan
reklame pinggir jalan bertuliskan: KUNJUNGI TOKO KAMI-maka kami harus
mengunjunginya, harus membeli pernak-pernik Indian, boneka-boneka, perhiasan
tembaga dan permen kaktus. Kata-kata seperti "penganan baru dan oleh-oleh" serta
merta akan memesona Lo lewat irama kenikmatan yang mereka tawarkan.
Jika ada kafe yang mengumumkan minuman sedingin es, dia sontak akan tergugah,
meskipun semua minuman di tempat mana pun yang kami lewati sedingin es. Hanya
untuk dia sajalah iklan-iklan itu dipersembahkan: konsumen yang ideal, subjek
dan objek dan semua poster penipuan itu. Dan, dia berusaha dengan sia-sia untuk
hanya menjadikan restoran-restoran yang dirasuki roh kudus Huncan Dines lewat
laplap tangan cantik dan hidangan pencuci mulut yang bagian atasnya ditaburi
parutan keju. Pada masa itu, baik dia maupun aku tidak terpikir tentang sistem uang suap yang
di kemudian hari terbukti telah sedemikian rupa merusak sistem sarafku dan moral
Lo. Aku mengandalkan tiga metode lain untuk menjaga agar gundik puberku itu
tetap patuh dan emosinya tetap bisa kukendalikan.
Beberapa tahun sebelumnya, dia menghabiskan musim panas yang diselingi hujan di
bawah pengawasan Nona Phalen, di rumah pertanian yang rusak milik kerabat
keluarga Haze yang sudah mati. Rumah pertanian itu masih berdiri di tengah
berhektar-hektar lahan sejenis yang ditanami tumbuhan-tumbuhan tinggi berbunga
kuning menyala, di pinggir hutan tak berbunga, di ujung jalan yang selamanya
berlumpur, sekitar tiga puluh kilometer dan perkampungan terdekat. Lo masih
mengingat orang-orangan di rumah pertanian itu, keterkucilannya, padang gembala
tua yang basah, angin, dan belantara yang membentang, dengan luapan rasa muak
yang membuat mulutnya monyong-monyong dan meleletkan lidah jika membicarakannya.
Pada saat itulah aku memperingatkannya bahwa dia bisa hidup denganku di
pembuangan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun tahun jika diperlukan, dengan
pelajaran bahasa Prancis dan Latin yang kuberikan, kecuali jika "sikapnya"
berubah. Charlotte, aku mulai memahamimu!
Semata-mata hanya seorang anak keci, Lo akan menjeritkan kata
"tidak!" dan dengan panik merengkuh tanganku yang sedang mengemudi setiap kali
aku mencoba menghentikan amukannya dengan membelok di tengah jalan raya,
mengesankan padanya bahwa aku akan membawanya ke sebuah gubuk yang gelap dan
muram. Sejauh itu, kami melakukan perjalanan ke arah barat dengan kenakalannya
yang jauh berkurang, dan aku harus menggunakan metode lain untuk membujuknya.
Di antara semua metode ini, ancaman untuk memasukkannya ke panti asuhan adalah
salah satu metode yang kuingat dengan rasa malu.
Sejak awal kebersamaan kami, aku cukup menyadari bahwa aku harus memastikan
kerja sama Lo yang menyeluruh dalam merahasiakan hubungan kami, dan
kebersamaanku dengannya harus menjadi hal alamiah kedua, tak peduli sesakit hati
apa pun dia padaku, tak peduli kesenangan apa pun yang mungkin dicarinya.
"Kemarilah, cium ayahmu," aku akan berkata begitu, "dan hentikan omong kosong
cengeng itu. Di zaman dulu, ketika aku masih menjadi lelaki impianmu (para
pembaca mungkin akan memerhatikan betapa sakitnya aku harus berbicara atas
namanya), kau akan berbunga-bunga mengingat idolamu yang paling membuatmu
berdebar-debar ..." (Lo:
"Idola apa" Bicaralah dalam bahasa Inggris ...") Kubilang, idola di antara
teman-teman sebayamu, seperti kawan Humbert. Tapi, sekarang, aku hanyalah
ayahmu, seorang ayah impian yang melindungi putri impiannya.
"Doloresku sayang! Aku ingin melindungimu, Sayang, dan semua ketakutan yang
menimpa gadis-gadis kecil di gudang-gudang batu bara dan ganggang sempit, dan di
dalam hutan selama musim panas yang terkelam. Melewati semua halangan, aku akan
akan tetap menjadi pelindungmu, dan jika kau berkelakuan baik, aku berharap
pengadilan akan mengesahkan hak perwalianku terhadapmu sesegera mungkin. Mari
kita lupakan saja, wahai Dolores Haze, apa pun sebutan hubungan kita, misalnya
'mesum' atau 'kumpul kebo.' Aku bukanlah penjahat psikopat seks yang meraih
kebebasan tak senonoh dengan seorang anak kecil.
Tukang perkosa itu adalah Charlie Holmes. Aku ahli terapimu. Aku ayahmu, Lo.
Lihatlah, aku sudah belajar dari buku tentang gadis-gadis kecil. Lihatlah,
Sayang, apa yang ditulis di sini. Aku akan mengutipnya: gadis yang normal-
normal, artinya kau gadis yang normal biasanya akan sangat ingin bisa
menyenangkan ayahnya. Dia akan merasa bahwa ayahnya adalah sosok pertama dan
lelaki idaman yang elusif atau sulit.
Seorang ibu yang bijak (mendiang ibumu yang malang itu akan jadi ibu yang bijak,
jika dia masih hidup) akan mendorong kedekatan antara seorang ayah dan putrinya,
mengingat bahwa anak gadis akan membentuk bayangan romansa idealnya tentang
lelaki dan hubungannya dengan sang ayah. Nah, hubungan seperti apa yang dimaksud
oleh buku dan yang mereka sarankan" Aku akan mengutip lagi: Di kalangan orang-
orang Sisilia, hubungan seksual antara seorang ayah dan anak gadisnya tidak
dianggap sebagai sesuatu yang terlarang oleh masyarakat. Aku seorang penggemar
berat bangsa Sisilia. Mereka atlet yang menakjubkan, pemusik yang luar biasa,
dan orang-orang jujur yang baik, Lo. Mereka juga adalah kekasih yang hebat.
Tetapi, mari kita luruskan. Baru kemarin kita baca berita di koran yang berisi
omong kosong tentang seorang pelanggar moral setengah baya yang mengaku bersalah
atas pelanggaran hukum kesusilaan karena menyelundupkan gadis berumur sembilan
tahun ke perbatasan negara bagian untuk tujuan amoral, apa pun itu. Dolores
sayang! Kau bukan gadis sembilan tahun, tapi sudah hampir tiga belas tahun, dan
aku tak ingin kau menganggap dirimu sendiri seorang budak yang kuselundupkan
keluar masuk berbagai negara bagian. Aku menyayangkan hukum kesusilaan yang
hanya menjadi permainan kata-kata mematikan, balas dendam dan Dewa Semantik
terhadap orang-orang yang tak menghargai seni dan pencapaian intelektual. Aku
adalah ayahmu. Aku berbicara dalam bahasa Inggris, dan aku mencintaimu.
"Coba kita lihat apa yang akan terjadi jika kau, seseorang yang belum dewasa,
dituduh telah mengganggu moral seorang dewasa di dalam sebuah penginapan
terhormat. Apa yang terjadi jika kau mengadu kepada polisi bahwa aku telah
menculik dan memerkosamu" Anggaplah mereka memercayaimu. Seorang perempuan yang
belum dewasa, yang memperbolehkan seseorang berusia lebih dari dua puluh satu
tahun mengenali tubuhnya, membuatnya jadi korban perkosaan, atau dalam tingkat
kedua disodomi, tergantung pada tekniknya, dan hukuman paling beratnya adalah
sepuluh tahun penjara. Maka, aku akan masuk ke penjara. Baiklah. Aku masuk
penjara. Tapi, apa yang akan terjadi denganmu, anak yatim piatuku" Nah, kau akan
jauh lebih beruntung. Kau akan menjadi anak panti asuhan di bawah perwalian
Departemen Kesejahteraan Umum. Seorang induk semang bermuka cemberut, jenisnya
seperti Nona Phalen, tetapi lebih kaku dan bukan perempuan yang suka minum-
minum. Dia akan merampas pemulas bibir dan pakaian-pakaian indahmu. Baiklah,
kita tak usah melantur lagi! Aku tidak tahu apakah kau pernah mendengar hukum
tentang anak-anak terlantar, anak-anak tak bisa diatur, dan bocah-bocah
berandalan. Sementara aku akan berdiri mencengkeram terali besi, kau, anak
terlantar yang bahagia, akan diberi beberapa pilihan tempat tinggal. Semuanya
kurang lebih sama saja: sekolah yang baik, asrama, panti rehabilitasi remaja,
atau tempat perlindungan para gadis idaman yang sedang merajut sesuatu atau
menyanyikan lagu pujian, selain mendapat jatah kue apem busuk setiap hari
Minggu. Kau akan pergi ke sana, Lolita kau akan pergi ke tempat-tempat itu,
mengingat kau adalah gadis yang bandel. Dengan kata lain yang lebih sederhana,
jika hubungan kita berdua diketahui umum, kau akan dianalisis dan dimasukkan ke
suatu lembaga, sayangku. Kau akan tinggal di suatu tempat (kemarilah, bunga cokelatku) dengan tiga puluh
sembilan remaja pecandu di dalam sebuah asrama yang kotor di bawah pengawasan
para induk semang yang mengerikan. Inilah keadaannya, inilah pilihannya.
Tidakkah terpikir olehmu, dalam keadaan seperti itu, Dolores Haze akan lebih
baik tetap bersama ayahnya?"
Dengan membesar-besarkan semua ini, aku berhasil meneror Lo, meski dia lantas
menunjukkan sikap tak tahu malu dan jenaka khas anak kecil yang cerdas, sesuai
tingkat kecerdasannya. Namun, aku berhasil memberi latar belakang atas rahasia
bersama dan kesalahan bersama itu, meski aku tak begitu berhasil memberinya
gurauan yang baik. Setiap pagi selama perjalanan setahun penuh kami itu, aku
harus memikirkan tujuan tertentu, beberapa hal khusus dalam ruang dan waktu,
agar ada yang dia nantikan, agar dia bisa bertahan hingga waktu tidurnya. Kalau
tidak, kerangka hari-harinya akan kacau. Tujuan yang bisa kami lihat itu bisa
apa saja sebuah mercusuar di Virginia, sebuah gua alam di Arkansas yang diubah
menjadi kedai minum, koleksi pistol dan biola di suatu tempat di Oklahoma,
replika Grotto of Lourdes di Louisiana, foto-foto lama zaman pertambangan
bonanza di museum lokal sebuah tempat peristirahatan di Rocky Mountain, apa
saja-tapi harus ke tempat itu, di depan kami, meski Lo tak akan berpura-pura
senang jika dia tidak suka begitu kami sampai ke sana.
Dengan menjadikan geografi Amerika Serikat sebagai bahan penjelajahan, aku
melakukan yang terbaik selama berjam-jam untuk memberi kesan padanya betapa kami
telah "melanglang buana", dengan terus mencapai satu tujuan tertentu, sehingga
membuatnya merasa senang.
Aku tak pernah melihat jalanan mulus menyenangkan seperti yang kini terhampar di
hadapan kami, melintasi bentangan selimut perca empat puluh delapan negara
bagian Amerika Serikat. Dengan penuh semangat kami melahap jalan panjang itu.
Dalam keheningan mencekam kami meluncur melewati lantai dansa hitamnya yang
berkilauan. Lo bukan hanya tak sedikit pun berminat menikmati pemandangan, tapi dia juga
dengan marah mengabaikan panggilanku untuk menarik perhatiannya pada ini itu,
detail menakjubkan pemandangan di sekitar kami yang aku sendiri baru mulai
belajar untuk membedakannya setelah keindahan yang lembut itu terpampang selama
beberapa waktu di depan mata kami.
Dengan sebuah paradoks penggambaran pikiran, sebuah pedusunan biasa di dataran
rendah Amerika Utara awalnya tampak olehku sebagai kejutan menyenangkan karena
serasa melihat kembali juntaian kain-kain berpulas cat minyak yang diimpor dari
Amerika pada masa lampau yang digantungkan di atas tempat cuci muka di rumah-
rumah Eropa Tengah. Ini akan membuat seorang anak kecil yang setengah mengantuk terpana di waktu
tidurnya saat melihat pemandangan hijau yang tergambar di atas kain itu
pepohonan yang samar meliuk-liuk, sebuah gudang, lembu-lembu, selokan, warna
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putih samar kebun buah yang sedang bersemi, dan mungkin pagar batu atau
bebukitan hijau. Namun, lambat laun, model pedesaan biasa itu menjadi asing, dan semakin aku
mendekat jadi makin asing saja di mataku. Di balik dataran yang siap disemai, di
balik atap-atap mainan, terhampar keindahan tak berguna, pendar cahaya matahari
rendah sewarna platina menyepuh tepian awan kelabu dua dimensi yang membaur
dengan kabut asmara di kejauhan. Mungkin juga ada sebaris siluet pepohonan di
balik cakrawala dan siang yang masih terik di atas belantara semanggi. Gumpalan
awan Claude Lorrain tampak jauh di langit biru bermega, hanya bagian bergumpal-
gumpalnya saja yang menonjol di antara latar belakangnya yang datar. Atau,
mungkin akan tampak cakrawala El Greco yang kejam, dipenuhi awan hujan yang
kelam, dan sekilas beberapa petani melintas.
Di sekelilingnya dipenuhi garis-garis air keperakan dan hijau jagung yang kasar,
semuanya terpapar terbuka bagaikan kipas, di suatu tempat di Kansas.
Sesekali, di dataran luas membentang itu, pohon-pohon raksasa tiba-tiba akan
menghampiri kami dengan cepat menjadi sekuntum kesadaran akan batas tepi jalan,
dan memberikan keteduhan manusiawi di atas meja piknik, berhias bulatan-bulatan
matahari, cangkir-cangkir kertas yang diratakan, remah biji-bijian dan tusuk es
krim yang berserakan mengotori tanah kecokelatan.
Sebagai pengguna fasilitas pinggir jalan, Loku yang sulit kumengerti akan
terpukau oleh toilet dengan tanda-tanda petunjuk-GuysGals, JohnJane, JackJill,
bahkan Buck'sDoe's. Saat tersesat dalam lamunan seorang seniman, aku akan menatap terang yang
terkuak dari pernak-pernik pom bensin ditentang rimbun hijau pohon-pohon ek,
atau menatap segugus bukit di kejauhan yang tampak berantakan oleh pertanian
liar yang berusaha melahapnya.
Di malam hari truk-truk tinggi besar berhiaskan lampu warna-warni, seperti pohon
natal raksasa, terdengar sayup di kegelapan, lalu dikejutkan oleh gemuruh sedan
kecil yang datang menyalip. Dan, keesokan harinya di bawah langit berawan tipis,
yang kehilangan warna birunya karena hawa panas yang melelehkan kepala, Lo akan
menjerit minta minum. Pipinya mencekung cepat di atas sedotan, sementara bagian
dalam mobil akan jadi seperti tungku pembakaran saat kami masuk lagi, dan
jalanan kembali berkilau di depan sana. Sebuah mobil di kejauhan yang berganti
rupa menjadi fatamorgana di atas permukaan jalan yang tampak bergelora, semuanya
seakan diam, serupa sebuah kotak kuno di tengah kabut panas.
Ketika kami melaju ke arah barat, tampak tepian misterius bebukitan yang
menyerupai meja, dan kemudian tampaklah pegunungan, cokelat buram yang perlahan
berganti menjadi biru, dan dan biru menjadi mimpi. Lalu gurun akan mendatangi
kami dengan angin ributnya, gumpalan debu, semak kelabu berduri, dan serpihan
kertas tisu yang menyerupai bunga-bunga pucat di antara tajamnya tangkai-tangkai
layu yang didera angin di sepanjang jalan raya. Di situlah terkadang tiba-tiba
berdiri begitu saja kawanan sapi, dalam posisi tak bergerak (buntut ke samping
kiri, bulu-bulu matanya yang putih ke arah kanan), memotong semua aturan lalu
lintas manusia. Pengacaraku pernah menyarankan agar aku memberikan keterangan jujur dan jelas
tentang rencana perjalanan kami, dan menurutku aku sudah sampai ke titik di mana
aku tidak bisa menghindari aturan itu.
Secara kasar, selama setahun yang sinting itu (Agustus 1947
sampai Agustus 1948), rute kami dimulai dengan serangkaian kelokan berulir di
New England, lalu berliku-liku ke selatan, naik turun, timur dan barat,
menghindari Florida karena keluarga Farlow ada di sana, membelok ke barat,
berzigzag melewati daerah ladang jagung dan kapas (ini mungkin tidak begitu
jelas, Clarence, tapi aku tidak membuat catatan apa pun, dan niatku menyusun
buku ini dalam tiga jilid merupakan simbol atas masa laluku yang kacau balau, di
mana di dalamnya aku bisa memeriksa kenang-kenangan itu), melintasi bebatuan
cadas, berjuang melintasi gurun selatan dalam kecamuk badai salju, sampai di
tepi Samudra Pasifik, berbalik ke utara melintasi kebun bunga bakung sepanjang
tepi jalan berhutan, nyaris sampai ke perbatasan Kanada dan terus melaju ke
timur, melintasi jalanan mulus dan bopeng, kembali ke daerah pertanian,
menghindari tempat kelahiran Lo yang berhias kebun-kebun jagung, dan akhirnya
kembali ke timur, muncul di kota Beardsley.
2 KINI, UNTUK membaca hal-hal berikutnya dengan baik, pembaca harus mengingat
bukan saja perjalanan berputar-putar yang digambarkan secara garis besar seperti
di atas, tetapi juga fakta bahwa perjalanan kami, jauh dari piknik waktu
senggang, adalah sebuah pengembaraan yang berat, gila-gilaan, dan bukan tanpa
tujuan. Di mana raison d'etre satu-satunya adalah untuk menjaga agar teman
seperjalananku tetap dalam suasana hati yang cukup menyenangkan dari satu ciuman
ke ciuman lainnya. Sambil membolak-balik halaman buku panduan wisata yang sudah usang, terbayang
samar-samar dalam benakku Taman Magnolia di sebuah negara bagian selatan yang
membuatku mengeluarkan uang empat dolar. Menurut iklan di buku itu, tempat itu
harus dikunjungi karena tiga hal: karena John Galsworthy (seorang penulis
Inggris yang telah wafat) memujinya sebagai taman tercantik di dunia, karena
pada tahun 1900 Buku Panduan Baedeker memberinya satu bintang, dan akhirnya
karena ... Oh, pembacaku, tebaklah! Karena anak-anak akan
"berjalan dengan mata berbinar melintasi surga ini, minum dalam keindahan yang
bisa memengaruhi sebuah kehidupan." "Bukan hidupku,"
sergah Lo yang terlihat serius, dan duduk di sebuah kursi taman dengan dua koran
minggu di atas pangkuannya.
Kami berkali-kali melewati beragam restoran pinggir jalan Amerika dengan hiasan
kepala rusa (sisa-sisa berwarna gelap dari sayatan panjang pada leher bagian
dalam), kartu-kartu pos bergambar "lucu", cek-cek miik para tamu yang
ditancapkan pada paku, kaca mata hitam, es krim surgawi, sepotong kue cokelat di
bawah gelas, dan beberapa ekor lalat berpengalaman yang terbang zigzag di atas
tumpahan gula yang lengket pada meja kotor. Juga restoran-restoran mahal dengan
lampu-lampu temaram, taplak meja yang buruk, pelayan-pelayan yang tidak terampil
(bekas narapidana atau anak kuliahan), punggung seorang bintang film perempuan
yang merah kecokelatan, alis teman lelaki yang kecokelatan, dan sebuah orkestra.
Kami meninjau stalagmit terbesar di dunia dalam sebuah gua tempat tiga negara
bagian tenggara mengadakan reuni keluarga. Harga tiket masuk berdasarkan umur:
dewasa satu dolar, remaja enam puluh sen. Sebuah tugu granit sebagai peringatan
Pertempuran Blue Licks dengan tulang-tulang tua dan gerabah suku Indian di
museum yang berdekatan, Lo membayar sepuluh sen, cukup masuk akal. Pondok kayu
yang sekarang merupakan tiruan dari pondok kayu tempat Abraham Lincoln
dilahirkan. Sebuah batu, dengan sebuah plakat, merupakan peringatan atas
pengarang buku berjudul Pepohonan (sekarang kami berada di Poplar Cove, N.C).
Dari sebuah perahu motor sewaan yang dijalankan oleh seorang Rusia tua yang
masih tampan-mereka bilang dia bangsawan-(telapak tangan Lo basah, dasar bodoh)
yang terkenal di California, kita bisa melihat "koloni jutawan" di sebuah pulau,
di suatu wilayah lepas pantai Georgia. Kami meninjau lebih jauh lagi: sebuah
koleksi kartu pos bergambar hotel-hotel Eropa di sebuah museum khusus untuk
berbagai hobi di Mississippi, di mana dengan rasa bangga aku menemukan sebuah
foto berwarna Hotel Mirana milik ayahku; tudungnya yang bergaris-garis,
benderanya yang berkibar di atas pohon-pohon kelapa. "Memangnya kenapa?" kata Lo
sambil memicingkan mata tak suka kepada pemilik sebuah mobil mahal yang
mengikuti kami masuk ke Rumah Hobi.
Sisa-sisa zaman kapas. Sebuah hutan di Arkansas dan, pada bahu Lo yang
kecokelatan tampak sebuah benjolan berwarna ungu-merah-jambu (akibat gigitan
lalat). Kukeluarkan racunnya yang tembus pandang di antara kuku jari-jariku yang
panjang, lalu kuisap lukanya sampai aku kekenyangan akan darahnya yang pedas.
Bourbon Street (di sebuah kota bernama New Orleans) yang trotoarnya, kata buku
panduan wisata itu, "bisa (aku menyukai kata
'bisa') menyajikan hiburan dan bocah-bocah negro yang mau (aku bahkan lebih
menyukai kata 'mau') menari demi uang recehan" (betapa menyenangkan), selagi
"sejumlah klub malamnya yang mungil dan intim dibanjiri pengunjung" (nakal).
Kumpulan kisah daerah perbatasan. Rumah-rumah zaman sebelum Perang Saudara
dengan balkon-balkon berterahs besi dan tangga buatan tangan. Para aktris dengan
bahu-bahunya yang terbakar sinar matahari berjalan dalam warna-warni Technicolor
sambil dengan cara tertentu menahan bagian depan rok berendanya dengan kedua
tangannya yang mungil, dan di belokan tangga seorang perempuan negro yang taat
menggeleng-gelengkan kepalanya.
Yayasan Menninger, sebuah klinik psikiatri, sekadar untuk kesenangan belaka.
Sepetak tanah liat yang terkikis dengan indah dan bunga-bunga yucca 30 yang
begitu asli dan berselaput lilin, tetapi dikerubungi lalat-lalat putih yang
merayap. Independence, Missouri, yang merupakan titik awal Old Oregon Trail, dan
Abilene, Kansas, yang merupakan asal Rodeo Wild Bill Anu.
Pegunungan yang jauh. Pegunungan yang dekat. Lebih banyak pegunungan lagi,
keindahan berwarna kebiruan yang tak pernah bisa dicapai, atau berubah menjadi
bukit demi bukit yang berpenghuni.
Rangkaian barat laut, batu bagaikan patung-patung raksasa berwarna kelabu yang
menusuk hati dan mencakar langit berselimut garis-garis salju, puncak-puncak
yang kokoh muncul dan antah berantah pada tikungan jalan raya.
Barisan pepohonan yang luas dengan pohon-pohon cemara yang tumpang tindih dengan
rapi, di beberapa tempat diselingi sedikit pohon aspen. Susunan berwarna merah
jambu dan ungu pucat. Sisa-sisa lava hitam. Pepohonan di awal musim semi dengan
bulu-bulu halus gajah muda di sepanjang tulang belakangnya. Pegunungan di akhir
musim panas, semuanya membungkuk, tungkai-tungkai Mesirnya yang berat 30 Sejenis
tanaman berdaun runcing dan berbunga putih yang banyak tumbuh di bagaian barat
laut Amerika Serikat dan Meksiko (catatan penerjemah).
terlipat di bawah lipatan halus berwarna kuning kecokelatan yang dimakan
ngengat. Perbukitan yang ditanami gandum, diselingi pohon-pohon oak bundar
kehijauan. Gunung terakhir dengan hamparan alfalfa yang lebat pada kakinya.
Kami melihat lebih banyak lagi. Sungai Gunung Es Kecil, di suatu tempat di
Colorado, dan gundukan gundukan salju, serta gerumbul bunga-bunga pohon alpina
yang mungil, lebih banyak lagi salju, Lo yang mengenakan topi merah berusaha
meluncur, memekik, dilempari bola salju oleh beberapa anak muda, dan dia
membalasnya. Sejumlah kecil pohon aspen yang terbakar, petak-petak bunga
berpucuk biru. Beragam hal yang didapat dalam perjalanan melihat-lihat pemandangan. Ratusan
perjalanan melihat pemandangan, Bear Creek, Soda Spring, Painted Canyon. Texas,
dataran gersang. Crystal Chamber di dalam gua terpanjang di dunia, anak-anak di
bawah 12 tahun gratis, Lo seorang tawanan muda. Koleksi patung buatan seorang
perempuan setempat, tutup pada Senin pagi yang dingin, berdebu, dan berangin.
Taman di sebuah kota perbatasan Meksiko yang tak berani kulewati. Di sana dan di
tempat-tempat lainnya pada dini hari ratusan burung kolibri kelabu memasukkan
paruhnya ke dalam kelopak bunga-bunga yang tak tampak jelas. Shakespeare, sebuah
kota hantu di New Mexico, tempat Russian Bill yang jahat digantung tujuh puluh
tahun yang lalu. Tempat-tempat pembudidayaan ikan. Pemukiman di tebing bukit. Mumi seorang anak kecil (bocah Indian yang seumuran dengan Florentine Bea).
Hell's Canyon kedua puluh kami. Gerbang kelima puluh kami menuju tempat lain
dalam buku panduan wisata yang sampulnya telah hilang pada saat itu.
Seekor kutu di selangkanganku. Selalu tiga lelaki tua yang sama, dengan topi dan
tali pengait celana, bermalas-malasan pada siang hari musim panas di bawah
pepohonan dekat air mancur umum. Sebuah pemandangan berwarna biru pudar di luar
rel jalan tembus pegunungan dan punggung satu keluarga yang menikmatinya. Lo,
dalam bisikan yang hangat, girang, liar, penuh harap, sekaligus tanpa
harap-"Lihat, keluarga McCrystal! Kumohon, ayo kita bicara dengan mereka"-ayo
kita bicara dengan mereka, pembaca!"kumohon! Aku akan melakukan apa pun yang kau
mau. Oh, kumohon ..."). Tarian upacara Indian, benar-benar komersil. ART:
American Refrigerator Transit Company. Arizona, kediaman orang-orang Pueblo,
lukisan-lukisan purba, jejak dinosaurus di padang pasir lembah batu, tercetak di
sana tiga puluh juta tahun yang lalu saat aku masih kecil. Seorang anak lelaki
pucat bertangan panjang dengan jakun yang bergerak-gerak memerhatikan Lo dan
bagian perutnya yang terbuka, berwarna Jingga kecokelatan, yang kucium lima
menit kemudian. Musim dingin di padang pasir, musim semi di kaki bukit, pohon
almond sedang bersemi. Reno, sebuah kota yang membosankan di Nevada, dengan
kehidupan malam yang katanya "kosmopolitan dan matang". Perkebunan anggur di
California dengan sebuah gereja yang dibangun berbentuk seperti tong anggur.
Death Valley. Scotty's Castle.
Karya seni yang dikumpulkan oleh seseorang bernama Roger selama bertahun-tahun.
Vila-vila buruk milik aktris-aktris yang rupawan. Tapak kaki R.L. Stevenson pada
gunung berapi yang telah mati. Misi Dolores: judul yang bagus untuk buku.
Rangkaian batu pasir yang terkikis ombak.
Seorang lelaki terserang epilepsi di Russian Gulch State Park. Danau Kawah yang
biru. Tempat penetasan ikan di Idaho dan sebuah penjara.
Yellowstone Park yang gelap dan mata air panasnya yang berwarna, geiser-geiser
kecil, lumpur yang menggelembung simbol gairahku.
Sekawanan antiop di penampungan satwa liar. Gua kami yang keseratus, dewasa satu
dolar, Lolita lima puluh sen. Sebuah puri yang dibangun oleh seorang bangsawan
Prancis di N.D. Corn Palace di S.D. Kepala raksasa para presiden yang dipahat
pada batu granit yang tinggi. The Bearded Woman membaca doa dan sekarang dia tak
sendiri lagi. Kebun binatang di Indiana tempat sekawanan monyet hidup di tiruan
kapal Christopher Colombus yang terbuat dari semen. Miliaran lalat bulan Mei
yang mati atau setengah mati dan berbau anyir seperti ikan di setiap pintu pada
setiap tempat makan di sepanjang pantai berpasir yang membosankan.
Burung-burung camar gemuk di atas batu-batu besar seperti yang terlihat dari
kapal penyeberangan City at Cheboygan, yang asap cokelatnya berliku-liku di atas
bayangan hijau yang ditimbulkannya pada danau berwarna biru kehijauan. Sebuah
motel yang pipa saluran udaranya dilewatkan di bawah pipa pembuangan kota. Rumah
Abraham Lincoln yang sebagian besar palsu dengan buku-buku di ruang tengah dan
perabotan zaman lampau yang oleh sebagian besar pengunjung dianggap sebagai
milik pribadi mereka. Kami mengalami perdebatan besar dan kecil. Yang terbesar di antaranya terjadi di
Lacework Cabins, Virginia; di Park Avenue, Little Rock, dekat sebuah sekolah; di
Milner Pass yang tingginya 10.759 kaki, di Colorado; di pojok Seventh Street dan
Central Avenue di Phoenix, Arizona; di Third Street, Los Angeles, karena tiket
ke beberapa studio telah terjual habis; di sebuah motel bernama Poplar Shade di
Utah, di sana enam batang pohon muda tidak lebih tinggi dari Lolitaku, dan dia
bertanya kepadaku: menurutku berapa lama lagi kami akan tinggal di kamar-kamar
yang pengap, melakukan hal-hal kotor berdua dan tak bertingkah laku seperti
orang normal" Di N. Broadway, Burns, Oregon, pojok W. Washington, menghadap
Safeway, sebuah toko sembako. Di kota kecil di Sun Valley, Idaho, di depan hotel
dan bata batu-batu bata berwarna pucat dan bersemu kemerahan yang digabungkan
dengan indah, di seberangnya terdapat sebatang pohon poplar yang memainkan
bayangannya menaungi Honor Roll. Di alam lepas yang dipenuhi tanaman sejenis
daun suji, di antara Pinedale dan Farson. Di suatu tempat di Nebraska, di Main
Street, dekat First National Bank yang didirikan pada tahun 1889, dengan
pemandangan persimpangan rel kereta dan jalan raya. Dan di McEwen St., pojok
Wheaton Ave., di sebuah kota di Michigan.
Kami jadi tahu spesies pinggir jalan yang penuh rasa ingin tahu, Tukang Nebeng,
Tukang Acung Jempol, dengan semua subspesies dan bentuknya yang beragam: serdadu
yang sederhana, menunggu dengan tenang; anak sekolah yang ingin menempuh dua
blok; pembunuh yang ingin menempuh ribuan kilometer; seorang lelaki tua yang
misterius dan gugup dengan kopor baru dan kumis tercukur rapi; trio Meksiko yang
optimis; mahasiswa yang dengan bangga memamerkan baju dekil akibat pekerjaan
kasar pengisi liburan, sebangga akan nama kampus terkenal yang melengkung di
depan baju hangatnya; seorang perempuan putus asa yang baterai lampu senternya
baru saja mati; binatang-binatang buas berpotongan rapi, berambut mengilat,
bermata licik dan berwajah putih dalam balutan kemeja berwarna norak dan mantel,
dengan penuh semangat mengacungkan ibu jari yang tegang untuk menggoda
perempuan-perempuan kesepian.
"Ayo kita ajak dia," sering kali Lo memohon sambil menggosok-gosokkan kedua
lututnya seperti yang pernah dia lakukan, sementara seorang lelaki seumuranku
berwajah aktor pengangguran berjalan mundur, hampir di jalur mobil kami,
mengacungkan ibu jari dengan cara yang lebih menjijikkan.
Oh, aku harus benar-benar mengawasi Lo. Lo kecil yang lemah!
Mungkin karena kegiatan penuh nafsu yang dilakukan terus-menerus, dia jadi
memancarkan aura tertentu di luar penampilannya yang sangat kekanak kanakan yang
membuat para montir, pegawai pegawai hotel, orang-orang yang sedang berlibur,
orang-orang bodoh dalam mobil mewah, orang-orang tolol yang terdampar dekat
kolam renang bercat biru menjadi bernafsu. Semua itu menggelitik gengsiku,
bahkan membuatku marah terbakar cemburu. Lo kecil sadar akan daya pikatnya itu,
dan aku sering mendapatinya mencuri pandang ke arah lelaki tertentu yang ramah,
dengan lengan bawah berwarna cokelat keemasan berotot dan pergelangan tangannya
berhiaskan arloji. Dan, belum sempat aku berpaling untuk membelikannya permen
loli, kudengar dia dan lelaki itu tertawa bersama dalam lantunan lagu cinta yang
sempurna. Selama perhentian-perhentian kami yang lebih panjang, saat aku ingin bersantai
setelah pagi yang melelahkan di tempat tidur, dan karena kebaikan hatiku, aku
mengizinkannya betapa Hum yang sabar! untuk mengunjungi taman mawar atau
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perpustakaan anak-anak di seberang jalan dengan tetangga penginapan, yaitu Mary
kecil dan adik laki-lakinya yang berusia delapan tahun. Lo akan datang terlambat
satu jam, dengan Mary yang bertelanjang kaki membuntuti jauh di belakang dan
bocah laki-laki kecil itu berubah menjadi dua anak SMA yang jelek, kurus,
berambut keemasan, berotot dan berpenyakit kelamin. Pembaca bisa membayangkan
jawabanku kepada anak kesayanganku itu ketika dia bertanya kepadaku apakah dia
boleh pergi dengan Carl dan Al ke tempat bermain sepatu roda.
Aku ingat pertama kali aku mengizinkannya pergi ke tempat bermain semacam itu
pada suatu siang yang berangin dan berdebu.
Dengan kejamnya dia bilang tak akan seru kalau aku menemaninya, karena itu hanya
untuk para remaja. Kami berdebat hingga sampai pada kesepakatan: aku tetap di
mobil, di antara mobil-mobil (kosong) lainnya yang moncongnya mengarah ke tempat
bermain terbuka beratap kanvas.
Di sana sekitar lima puluh anak muda, di antaranya banyak yang berpasangan, tak
henti-henti berputar-putar mengikuti iringan musik dan angin membuat pepohonan
berkilauan bagaikan perak.
Dolly mengenakan celana jeans biru dan sepatu putih tinggi seperti kebanyakan
anak perempuan lainnya. Aku terus menghitung pergerakan cepat kumpulan orang
itu, dan tiba-tiba saja dia menghilang. Saat dia lewat lagi, dia telah bersama
tiga lelaki brengsek yang tadi kudengar mengomentari para pemain sepatu roda
perempuan dari luar dan menertawakan seorang gadis manis berkaki panjang yang
datang mengenakan celana pendek merah dan bukan celana panjang.
Pada pos-pos pemeriksaan di jalan raya sebelum memasuki Arizona atau California,
seorang polisi akan mengamat-amati kami dengan penuh perhatian sehingga
jantungku yang malang berdebar kencang. "Bawa pacar?"
ia akan bertanya begitu sehingga membuat anakku yang bodoh tertawa cekikikan.
Aku masih ingat pemandangan Lo yang duduk di atas punggung kuda dalam wisata
berkuda beriringan di sepanjang jalanan kasar. Lo bergerak naik turun dalam
kecepatan setara orang berjalan kaki dengan seorang perempuan tua penunggang
kuda di depannya, sedangkan di belakangnya membuntuti seorang lelaki dari
peternakan yang penuh nafsu dan kampungan. Aku berada di belakang lelaki itu,
membenci punggung gemiliknya yang berbalut kemeja bermotif bunga-bunga, lebih
parah daripada seorang pengemudi membenci truk yang lamban di depannya dijalan
pegunungan yang menanjak.
Pada saat lain, di sebuah pondok ski, aku melihatnya menjauh dariku, sendirian,
di dalam sebuah kursi gantung yang sangat ringan, terus naik, menuju puncak yang
berkilauan di sana para atlet yang bertelanjang dada tertawa-tawa menunggunya.
Menunggu Lolitaku. Di kota apa pun tempat kami berhenti, aku akan bertanya-dengan gaya Eropaku yang
sopan-di mana letak museum, sekolah, jumlah anak di sekolah terdekat, dan
seterusnya. Dan di saat bus sekolah datang, dengan tersenyum dan sedikit
mengedip, aku akan parkir di tempat yang strategis untuk memerhatikan anak-anak
meninggalkan sekolah, dengan anak sekolahku duduk di sampingku di dalam mobil.
Itu selalu menjadi pemandangan yang indah bagiku. Hal seperti ini akan segera
membuat Lolitaku yang pembosan menjadi jemu dan karena sifat kekanak-kanakannya
yang tak peduli terhadap keinginan mendadak orang lain yang baginya tidak
penting dia akan menghinaku dan melecehkan gairahku dengan sengaja mencumbuku
selagi gadis-gadis kecil berambut cokelat bermata biru bercelana pendek biru,
dan yang berambut tembaga berompi hijau, dan yang berambut pirang bercelana
panjang usang, melintas di bawah siraman sinar matahari.
Sebagai kompromi, aku bebas mendukung penggunaan kolam renang dengan anak-anak
perempuan lainnya, kapan pun dan di mana pun yang memungkinkan. Dia menyukai air
jernih dan seorang penyelam yang pandai. Sembari mengenakan jubah dengan nyaman,
aku akan duduk di bawah naungan payung tenda setelah berendam tanpa menarik
perhatian. Dan, di sanalah aku duduk dengan sebuah buku untuk penyamaran atau
sekantong permen, atau keduanya, atau tanpa apa pun selain kelenjar-kelenjarku
yang tergelitik. Dengan leluasa aku memerhatikannya berlompatan dengan topi
renang karet dan kulit kecokelatan, seriang model yang ada di dalam iklan,
dengan celana pendek dan kutangnya yang ketat.
Kekasih remaja! Betapa bangganya aku karena dia miikku. Dan senja itu, seraya
memicingkan mataku yang silau oleh sinar matahari, kubandingkan Lolita dengan
gadis-gadis kecil lain di sekitarnya. Hingga hari ini, saat kutaruh tanganku di
atas jantungku yang melemah, kurasa tak ada di antara mereka yang mampu melebihi
Lo dalam membangkitkan gairah asmara. Atau kalaupun ya, paling banyak dua atau
tiga kali, dalam cahaya tertentu, dengan parfum tertentu yang bercampur di udara
salah satunya seorang gadis Spanyol, anak perempuan seorang bangsawan berahang
kasar. Tentu saja, aku harus selalu berhati-hati akan bahaya permainan yang mengesankan
itu. Aku harus minggir sesaat untuk berjalan beberapa langkah guna memeriksa
apakah kamar kami akhirnya siap setelah penggantian seprai di pagi hari. Dan
lihat! Sewaktu aku kembali, kutemukan dia berendam dan menendang-nendangkan
kakinya yang berjari panjang-panjang di dalam air, di pinggiran berbatu tempat
dia duduk dengan santai. Di sisinya berjongkoklah seorang gadis remaja berkulit
merah kecokelatan yang kecantikannya pasti membangkitkan gairahku dalam mimpi-
mimpi yang bakal berulang selama berbulan-bulan.
Aku berusaha mengajari Lolita bermain tenis agar kami memiliki lebih banyak
hiburan bersama. Tetapi, meskipun aku adalah pemain tenis yang bagus pada masa
jayaku, terbukti aku memang payah sebagai seorang guru. Jadi, di California aku
menyuruhnya mengikuti kursus bermain tenis yang sangat mahal dengan seorang
pelatih terkenal; seorang veteran keriput dengan sekumpulan anak laki-laki
pemungut bola. Di luar lapangan ia terlihat seperti seseorang yang kondisinya
sudah menurun. Namun, di saat memberi kursus ia akan berusaha membuat pukulannya
bagaikan bunga indah di musim semi dan memantulkan bola itu kembali kepada
muridnya. Kelembutan yang indah dan kekuatan yang mutlak membuatku teringat
bahwa, tiga puluh tahun sebelumnya, aku pernah melihatnya melibas Gobert di
Cannes! Sampai saat Lolita mulai mengikuti kursus-kursus itu, kupikir dia tidak akan
pernah mempelajari permainan itu. Di berbagai lapangan hotel aku akan melatih Lo
dan berusaha menghidupkan kembali hari-hari ketika, dalam tiupan angin yang
panas dan pusaran debu, aku memberikan bola demi bola kepada Annabel yang polos
dan anggun (masih kuingat bayangan gelang, rok lipit putih, dan ikat rambut
beludru hitamnya). Setiap nasihatku dalam bermain tenis hanya akan memperbesar kemarahan Lo yang
merajuk berdiam diri. Agak aneh, dia lebih memilih berburu bola daripada
permainan yang sesungguhnya-dengan seorang gadis manis yang tampak ringkih.
Sebagai seorang penonton yang senang membantu, aku akan menghampiri gadis yang
lain itu, menghirup wanginya yang samar seraya menyentuh lengan bawahnya dan
memegang pergelangan tangannya yang menonjol, lalu mendorong pahanya ke arah
sini atau sana untuk menunjukkan posisi backhand yang benar. Sementara itu, Lo,
sambil membungkuk maju, akan membiarkan rambut keriting cokelatnya terurai ke
depan seraya meletakkan raketnya di tanah seperti tongkat orang pincang, dan
mengeluarkan suara "ugh"
yang nyaring karena rasa sebal atas tindakan turut campurku.
Aku akan membiarkan mereka melanjutkan permainan dan terus menonton sambil
membandingkan kedua tubuh mereka. Kurasa itu terjadi di Arizona selatan, dan
cuaca panas yang bikin malas membuat Lo sulit bergerak. Dia memukul bola,
meleset, menyumpah, seolah-olah melakukan pukulan servis ke jaring, dan
menunjukkan keringat yang menetes berkilauan dari ketiaknya seraya menggoyang-
goyangkan raketnya dengan putus asa. Rekannya yang bahkan lebih membosankan akan
dengan patuh mengejar setiap bola dan tak mendapat satu pun.
Namun, keduanya tampak menikmati permainan mereka.
Aku ingat pada suatu hari aku menawari mereka untuk kubawakan minuman dingin dan
hotel. Aku mendaki jalan berkerikil dan kembali dengan membawa dua gelas jus
nanas, air soda dan es batu. Rasa hampa yang tiba-tiba muncul di dalam dadaku
membuatku terpaku saat kulihat lapangan tenis itu kosong. Aku membungkuk untuk
meletakkan gelas-gelas itu di kursi taman dan, dengan semacam bayangan yang
sangat jelas dan dingin, seakan kulihat wajah Charlotte dalam kematiannya.
Aku memandang berkeliling dan melihat Lo dengan celana pendek putihnya menjauh
menembus bayangan jalan setapak di taman, ditemani seorang lelaki jangkung yang
menyandang dua raket tenis. Aku melompat mengejar mereka, tapi saat aku
menerobos semak-semak itulah aku melihat-dalam pandangan lain, seolah-olah
perjalanan hidup terus bercabang - Lo, bercelana panjang, dan teman
perempuannya, bercelana pendek, berjalan tergopoh-gopoh naik turun di sebuah
tempat yang dipenuhi tanaman liar sambil memukuli semak-semak dengan raket untuk
mencari bola terakhir mereka yang hilang.
Aku memaparkan segala omong kosong ini terutama untuk membuktikan kepada para
juriku bahwa aku telah melakukan semua yang kumampu untuk memberi Lolitaku saat-
saat yang sangat menyenangkan. Betapa menyenangkan melihatnya, sebagai seorang
anak kecil, menunjukkan kepada anak kecil lainnya beberapa keahliannya, misalnya
main lompat tali dengan cara yang tidak biasa. Dengan tangan kanan memegang
lengan kirinya di balik punggungnya yang tak terbakar sinar matahari, seorang
gadis yang lebih kecil akan mengamati dengan penuh perhatian, bagaikan matahari
mengamati kerikil di bawah pepohonan yang berbunga, saat di tengah surga itu
gadisku yang kulitnya berbintik-bintik dan berpakaian kurang pantas melompat,
mengulangi gerakan orang-orang lain yang kubanggakan pada trotoar dan jalan di
bagian atas dinding benteng Eropa kuno yang diterpa matahari, berair, dan berbau
lembap. Kini, dia akan menyerahkan tali kepada teman Spanyol kecilnya, lalu
menyingkirkan rambut dan alisnya, melipat lengannya, berjinjit atau menjatuhkan
tangannya dengan bebas di atas pinggulnya.
Aku merasa senang karena pelayan akhirnya selesai membersihkan pondok sewaan
kami. Setelah itu, sambil melempar senyum kepada kawan putriku yang pemalu dan
berambut gelap, kubenamkan jari-jari kebapakanku ke dalam rambut Lo dan
belakang. Lalu, dengan lembut tapi erat kucengkeram sekeliling bagian belakang
lehernya dan membimbing anak kesayanganku yang merasa terpaksa itu ke rumah
kecil kami untuk melakukan hubungan intim kilat sebelum makan malam.
"Kucing siapakah yang mencakarmu?" begitulah yang ditanyakan kepadaku di
"pondok" itu oleh seorang perempuan cantik bertubuh gempal jenis yang tak
kusukai saat makan malam yang diikuti acara dansa seperti yang dijanjikan kepada
Lo. Inilah salah satu alasan aku berusaha menjaga jarak sejauh mungkin dari
orang-orang, sedangkan di sisi lain Lo justru berusaha sekuat tenaga untuk
menarik sebanyak mungkin saksi.
Dengan menggunakan bahasa kiasan, dia akan mengibaskan buntut mungilnya seluruh
bagian belakangnya seperti yang dilakukan oleh anjing betina saat orang asing
yang tersenyum lebar menghampiri kami dan memulai percakapan seru dengan
membicarakan nomor kendaraan bermotor. "Jauh dari rumah!" Para orangtua yang
penuh rasa ingin tahu, guna mengorek informasi dari Lo mengenai diriku, akan
menyarankan Lo untuk pergi ke bioskop dengan anak-anak mereka. Kami kepepet
beberapa kali. Gangguan itu membuntutiku nyaris di semua tempat menginap kami.
Namun, aku tak pernah menyadari betapa tipisnya dinding mereka hingga pada suatu
malam, setelah kami bercinta dengan suara ribut, suara batuk seorang lelaki dari
salah satu kamar sebelah terdengar sejelas suaraku sendiri. Esok paginya saat
aku sedang sarapan (Lo selalu bangun kesiangan dan aku senang membawakan sepoci
kopi panas untuknya di tempat tidur), tetanggaku malam itu seorang lelaki tua
bodoh berkacamata berhasil menjalin percakapan denganku. Dia bertanya apakah
istriku seperti istrinya, yang agak malas bangun kalau sedang tidak di rumah
mereka sendiri. Kalau saja bahaya yang kuhindari tidak nyaris mencekikku, aku
pasti akan sangat menikmati pandangan terkejut yang ganjil di wajahnya yang
termakan cuaca dan berbibir tipis saat aku dengan datar menjawab bahwa untunglah
aku seorang duda. Betapa manisnya membawakan kopi untuknya, kemudian membiarkan kopi itu sampai Lo
selesai melakukan tugas paginya. Dan, aku adalah teman yang penuh perhatian,
ayah yang penuh gairah, sekaligus dokter anak yang memahami semua keinginan
tubuh gadis kecilku. Satu-satunya dendamku kepada alam adalah karena aku tidak
bisa membalik keluar bagian dalam Lolitaku dan menempelkan bibirku yang serakah
pada sumsumnya yang muda, jantungnya yang tak kukenal, hatinya yang berharga,
lautan anggur pada paru-parunya, dan ginjalnya yang kembar.
Pada sore hari yang berhawa tropis, dalam kedekatan yang lengket saat tidur
siang, aku menyukai perasaan dingin dari kulit sofa yang menempel di tubuhku
yang telanjang sembari memeluknya di pangkuanku. Di sanalah dia, seperti anak
kecil pada umumnya yang mengupil selagi perhatiannya tersedot ke bagian surat
kabar yang lebih ringan, merasa biasa saja dengan kebahagiaanku seolah-olah itu
adalah barang yang telah dia duduki dan dia terlalu malas untuk pindah. Matanya
akan mengikuti petualangan tokoh komik kesukaannya. Dia mengamati foto
kecelakaan lalu lintas. Dia tak pernah meragukan kenyataan tempat, waktu, dan
keadaan sekeliling yang katanya bisa menandingi foto-foto perempuan cantik
dengan paha terbuka. Dan, dia tertarik karena rasa ingin tahu akan foto-foto
pengantin setempat; beberapa di antaranya dengan pakaian pernikahan lengkap,
memegang buket bunga, dan berkacamata.
Seekor lalat akan hinggap dan merayap di sekitar pusarnya atau menjelajahi
puting susunya yang lembut dan berwarna pucat. Ia berusaha menangkapnya dalam
genggaman tangannya (seperti Charlotte) dan kemudian berpaling ke kolom Ayo
Jelajahi Pikiranmu. "Ayo jelajahi pikiranmu. Apakah kejahatan seksual akan menurun kalau anak-anak
mematuhi larangan" Jangan bermain di sekitar WC
umum. Jangan menerima permen atau tumpangan dan orang asing.
Kalau diantar mobil, catat nomor polisinya."
"... dan merek permennya," kataku menambahkan.
Ia meneruskan, pipinya menempel di pipiku, dan -catatlah pembaca-ini adalah hari
yang indah! "Kalau kau tidak punya pensil, tapi sudah cukup umur untuk bisa membaca ..."
"Kami," komentarku dengan cepat, "pelaut abad pertengahan, telah menaruh di
dalam botol ini ..."
"Kalau," ia mengulangi, "kau tidak punya pensil, tapi sudah cukup umur untuk
bisa membaca dan menulis ini yang dimaksud orang itu, bukan" Bodoh goreslah
nomor itu di pinggir jalan."
"Ya, goreslah dengan cakar-cakar mungilmu, Lolita."
3 DIA TELAH memasuki duniaku, Humberland yang bernuansa cokelat tua dan hitam,
dengan rasa ingin tahu yang tanpa pikir panjang. Dia menelitinya dengan
mengangkat bahu karena rasa jijik yang membuatnya tertawa. Sekarang kelihatannya
dia siap menyingkir darinya dengan rasa tidak suka. Dia tidak pernah bergetar di
dalam sentuhanku dan kalimat kasar seperti "Memangnya menurutmu apa yang sedang
kaulakukan?" adalah yang kudapatkan untuk rasa sakitku. Dibandingkan negeri dongeng yang
kutawarkan, bocah kecil bodohku itu lebih memilih film-film basi. Memikirkan di
antara Hamburger dan Humberger, ia akan selalu memilih yang pertama. Tak ada
yang lebih mengerikan kejamnya daripada seorang anak kecil yang dicintai. Apakah
aku menyebutkan nama tempat sarapan yang kukunjungi sesaat lalu" Di antara
banyak pilihan nama, tempat itu dinamai The Frigid Queen. Sambil tersenyum
getir, aku menjuluki gadisku My Frigid Princess-Putriku yang Dingin. Dia tidak
memahami lelucon putus asa itu.
Oh, jangan mendelik kepadaku, Pembaca. Aku tidak bermaksud menimbulkan kesan
bahwa aku tidak bahagia. Pembaca harus memahami bahwa di dalam memiliki seorang
gadis kecil, seorang pengembara yang tersihir berada di luar kebahagiaan. Karena
tidak ada kebahagiaan lain di bumi yang bisa dibandingkan dengan kebahagiaan
saat mencumbu seorang gadis kecil. Kebahagiaan itu adalah milik kelas yang lain,
yang memiliki tingkat kepekaan yang berbeda. Di luar perdebatan kecil kami, di
luar kebengisannya, di luar semua protes dan ekspresi wajah yang dia buat-buat,
dan sikap kasar, dan bahaya, dan segala ketidakberdayaan akan semua itu, aku
masih senang tenggelam di dalam surga yang kupilih surga yang langitnya berwarna
seperti api neraka, tapi tetap saja surga.
Psikiater yang mempelajari kasusku sangat ingin agar aku mengajak Lolitaku pergi
ke pinggir pantai agar aku meraih "kepuasan"
atas dorongan seumur hidupku dan membebaskan diri dari obsesi "bawah sadar" akan
percintaan masa kanak-kanak yang tak tuntas dengan Nona Annabel Lee kecil.
Baiklah, kawan, biarkan kukatakan kepadamu bahwa aku memang mencari sebuah
pantai walaupun aku juga harus mengakui bahwa saat kami sampai pada ilusi airnya
yang kelabu, begitu banyak keriangan yang telah dihadiahkan kepadaku oleh teman
seperjalananku sehingga pencarian Kerajaan Tepi Laut, Sublimasi Riviera, atau
apalah namanya, menjadi pengejaran rasional untuk mendapat ketegangan yang murni
teoretis. Para malaikat tahu akan hal itu dan mengatur semuanya sedemikian rupa.
Kunjungan ke sebuah teluk yang kelihatannya berada di tepi Samudra Atlantik
benar-benar berantakan karena cuaca buruk.
Langit yang tebal dan basah, ombak yang berlumpur, perasaan adanya kabut yang
tiada batas tapi sungguh nyata-apa yang bisa dilenyapkan dari pesona percintaan
Rivieraku dengan semua itu" Beberapa pantai semitropis di teluk, walaupun cukup
hidup suasananya, ditandai dan dinodai oleh binatang-binatang buas beracun dan
disapu oleh angin topan. Akhirnya, di sebuah pantai California yang menghadap
Samudra Pasifik, secara tak sengaja terlintas dalam pikiranku tempat pribadi
dalam sejenis gua dan sana kau bisa mendengar jeritan para Pramuka perempuan
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang sedang berendam di bagian yang terpisah dari pantai itu, di balik pepohonan
yang membusuk. Namun, kabut itu seperti selimut yang basah, dan pasirnya berkerikil dan lembap.
Sekujur tubuh Lo merinding kedinginan dan penuh dengan pasir, dan untuk pertama
kalinya dalam hidupku aku merasa kurang bergairah terhadapnya. Mungkin para
pembacaku yang sudah paham akan senang kalau kukatakan kepada mereka bahwa
meskipun kami menemukan sepenggal sisi pantai yang menarik di suatu tempat,
semua itu sudah terlambat, karena pembebasanku yang sesungguhnya telah terjadi
jauh sebelumnya: ketika Annabel Haze alias Dolores Lee alias Loleeta muncul di
hadapanku, cokelat dan keemasan, berlutut dan menengadah di beranda yang dibuat
asal-asalan, dalam tiruan pinggir pantai yang tak nyata, tapi sangat memuaskan
(walaupun tiada apa pun selain danau tak menarik di sekitarnya).
Begitu banyak sensasi-sensasi khusus yang terpengaruh oleh prinsip-prinsip dasar
ilmu psikiatri modern. Sebagai konsekuensinya, aku menyingkir kuarahkan Lolitaku
untuk pergi dari pantai-pantai yang terlalu sunyi saat sepi atau terlalu penuh
saat ramai. Bagaimana pun, dalam ingatanku akan kenangan menyedihkan dari taman-
taman umum di Eropa, aku masih sangat tertarik pada kegiatan di luar ruangan dan
berhasrat menemukan tempat bermain yang sesuai di alam terbuka, tempat aku bisa
mendapatkan privasi yang memalukan. Di sini aku juga dikekang larangan.
Kekecewaan yang kini harus kuungkapkan seharusnya tecermin pada alam liar negeri
ini. Keindahan mereka membuat patah hati, penuh penyerahan diri dengan mata
terbuka nyalang, layak dipuji dan tanpa dosa, yang tak lagi dimiliki oleh
perkampungan Swissku yang penuh polesan dan pegunungan Alpenku yang dipuji-puji
orang. Para kekasih yang tak terhitung jumlahnya berpelukan dan berciuman di rerumputan
yang terpangkas rapi di kaki pegunungan zaman dulu, di atas lumut tepian mata
air, di tepi parit yang bersih, di kursi-kursi taman yang terbuat dari kayu, di
bawah pohon ek, dan di hutan-hutan.
Tetapi, di belantara liar Amerika masa kini, para kekasih di alam terbuka akan
sulit memuaskan diri dalam hal paling purba dari semua kejahatan masa lalu.
Tanaman beracun akan membuat pantat sang kekasih serasa terbakar, serangga tak
bernama menyengat pantat sang lelaki, benda-benda tajam di dasar hutan menusuk
lututnya, dan di sekelilingnya berkeliaran ular-ular berbisa, sementara biji-
bijian dan bebungaan berbentuk seperti kepiting menempel ke kaus kaki hitam
berkaret dan kaus kaki putih yang longgar.
Aku sedikit melebih-lebihkan. Pada suatu siang di musim panas, tepat di bawah
batas ketinggian di mana tetumbuhan masih bisa tumbuh dan bunga-bungaan berwarna
surgawi memenuhi sepanjang sungai kecil di sebuah gunung, kami Lolita dan aku
menemukan tempat romantis yang tersembunyi, sekitar seratus meter di atas jalan
tembus tempat kami memarkir mobil. Turunannya sepertinya tak pernah disentuh.
Sebatang pohon cemara terakhir yang terengah-engah sedang beristirahat pada batu
yang ia capai. Seekor marmut menyiuli kami dan pergi. Di bawah selimut yang
telah kuhamparkan untuk Lo, bunga-bunga kering bergemerisik dengan lembut. Venus
datang dan pergi. Tebing runcing di antara bagian atas ceruk dan semak-semak
yang tumbuh di bawah kami sepertinya menawarkan perlindungan dari matahari dan
manusia. Sayangnya, aku tidak mempertimbangkan masak-masak jalan setapak yang
melengkung di antara grumbul semak dan batu-batuan yang berjarak beberapa meter
dari kami. Saat itulah kami lebih nyaris ketahuan daripada saat-saat sebelumnya, dan tak
heran jika pengalaman itu terpatri selamanya di dalam kerinduanku akan adegan
percintaan di daerah pedesaan.
Aku ingat saat itu permainan asmara kami telah berakhir, benar-benar berakhir,
dan dia menangis di dalam pelukanku; sebuah badai isak tangis yang dampaknya
bagus setelah perubahan suasana hati secara mendadak yang sering dilakukannya
sepanjang perjalanan pada tahun yang mengagumkan itu! Aku baru saja menarik
janji konyol yang kuucapkan atas paksaannya di saat gairahku yang membara tak
bisa menanti. Dan kini di sanalah dia, terbaring terisak-isak sambil mencubiti
tanganku yang mencumbuinya, dan aku tertawa senang, dan kengerian abadi yang
kejam kutahu kini hanyalah sebuah titik gelap di dalam birunya kebahagiaan.
Jadi, berbaringlah kami di sana saat sekonyong-konyong aku melihat sepasang mata
berwarna gelap yang tak berkedip milik dua bocah kecil yang aneh dan cantik,
sesosok dewa mungil dan sesosok peri asmara. Rambut gelap yang lurus dan pipi
pucat mereka yang serupa menunjukkan bahwa mereka berdua adalah kakak beradik,
atau malah kembar. Mereka berdiri membungkuk dan memandang kami dengan mulut
ternganga. Keduanya mengenakan baju bermain berwarna biru, bercampur dengan
bunga-bunga gunung. Aku bergegas menarik selimut itu untuk menutupi tubuh kami.
Dalam waktu yang sama singkatnya, sesuatu yang terlihat seperti bola bermotif
polka dot di tengah tumbuhan liar yang jaraknya beberapa langkah berubah menjadi
sesosok perempuan gendut yang perlahan bangkit, dengan rambut pendeknya yang
hitam kelam, seraya melihat ke arah kami melalui bahunya dari belakang anak-
anaknya. Kini, karena aku mengalami kekacauan berbeda yang muncul bersamaan dalam hati
nuraniku, aku tahu bahwa aku adalah seorang lelaki pemberani. Tapi, di masa lalu
aku tidak menyadarinya, dan aku ingat aku merasa terkejut oleh ketakpedulianku
sendiri. Dengan perintah lirih, seperti yang diberikan oleh seseorang kepada
binatang terlatih, aku menyuruh Lo bangkit dan kami pun berjalan dengan sopan,
lalu berlari masuk ke dalam mobil.
Di belakang mobil kami ada sebuah mobil minibus dan seorang lelaki tampan
berjenggot kecil hitam kebiruan mengenakan kemeja sutra dan celana panjang
merah. Bisa jadi, dia adalah suami perempuan gemuk itu. Lelaki itu sedang serius
memotret papan tanda yang memuat ketinggian jalan tembus tersebut. Ketinggiannya
lebih dari tiga kilometer dan aku lumayan kehabisan napas. Dengan terburu-buru
kami melaju. Lo masih berjuang mengenakan bajunya sambil menyumpah serapahiku
dengan kata-kata yang tak kukira seorang bocah perempuan bisa tahu, apalagi
menggunakannya. Ada lagi kejadian tidak menyenangkan lainnya. Contohnya, kejadian di sebuah
bioskop. Saat itu Lo masih suka menonton film (hasratnya menurun hingga ke
tingkat meremehkan pada tahun keduanya di Sekolah Beardsley). Kami menonton
dengan penuh semangat dan tanpa pilih-pilih sekitar seratus lima puluh hingga
dua ratus film selama setahun itu. Jenis film kesukaannya sesuai dengan urutan
berikut ini: film-film musikal, film-film kriminal, dan film-film koboi.
Pertama, penyanyi dan penari sungguhan memiliki karier panggung yang tidak nyata
dalam kehidupan pribadi yang bebas dari kesedihan, di mana kematian dan
kenyataan dilarang terjadi. Dan pada akhirnya, sang ayah yang berambut putih dan
anak perempuan yang gila nonton memuji kesukaan anaknya terhadap drama Broadway
yang hebat. Dunia kriminal adalah sebuah dunia yang berbeda. Di sana, tukang koran yang
heroik disiksa, rekening telepon meledak hingga miliaran, dan para penjahat
dikejar-kejar melalui saluran-saluran pembuangan dan gudang-gudang oleh para
polisi yang tak mengenal rasa takut (aku ingin memberi mereka latihan yang lebih
ringan). Terakhir, tampak hamparan pepohonan mahoni, pengendara motor berwajah merah dan
bermata biru, guru sekolah yang cantik baru tiba, pistol yang menyembul dari
kaca jendela yang bergetar, baku hantam beramai-ramai, setumpuk perabotan kuno
yang berdebu dan ambruk, meja yang digunakan sebagai senjata, jungkir balik di
saat yang tepat, tangan yang ditahan masih meraba-raba mencari pisau berburu
yang terjatuh, geraman, tonjokan yang manis di dagu, tendangan keras di perut,
menjegal, dan segera setelah rasa sakit berlebihan yang bisa membuat Herkules
masuk rumah sakit, tak ada lagi yang bisa ditunjukkan selain memar pada pipi
pahlawan yang memeluk pengantin cantiknya yang berasal dari daerah perbatasan.
Aku ingat sebuah pertunjukan siang hari di bioskop kecil yang dipadati oleh
anak-anak dan dipenuhi aroma napas berbau berondong jagung. Bulan berwarna
kuning di atas penyanyi lelaki bercelemek, jarinya memetik senar gitar, kakinya
bertumpu pada gelondongan kayu pohon cemara, dan aku dengan perasaan tak berdosa
melingkarkan tanganku pada bahu Lo serta mendekatkan tulang rahangku pada
keningnya ketika dua perempuan bengis di belakang kami mulai menggumamkan
gunjingan aneh. Aku tidak tahu apakah aku memahaminya dengan benar, tapi kurasa
aku mengerti, dan membuatku menarik tanganku dengan lembut. Tentu saja,
pertunjukan selebihnya bagaikan kabut bagiku.
Kejadian mengagetkan lainnya berkaitan dengan sebuah kota kecil yang kami lewati
di malam hari. Sekitar tiga puluh kilometer sebelumnya aku berkata kepadanya
bahwa saat itu sekolah yang akan dia masuki di Beardsley adalah sekolah khusus
putri kelas atas, tanpa hal-hal yang tak masuk akal. Sebagai hasilnya, Lo
mengomel penuh kemarahan kepadaku.
Terjebak oleh kata-katanya yang asal-asalan (kesempatan bagus ...
Betapa bodohnya aku kalau menganggap serius pendapatmu ... brengsek
... Kau tidak bisa memerintahku ... Aku membencimu ... dan seterusnya), aku
mengemudi melintasi kota yang tengah tertidur itu dalam kecepatan delapan puluh
kilometer per jam. Dua orang petugas patroli menyalakan lampu jauh dan menyuruhku berhenti. Aku
menyuruh Lo diam, tapi dia terus mengomel. Lelaki-lelaki itu mengamatinya dengan
penuh rasa ingin tahu. Tiba-tiba saja, dia memandang mereka dengan manis,
sesuatu yang tak pernah dia lakukan terhadapku. Rupanya Lo-ku lebih takut kepada
hukum daripada terhadapku. Lalu, para petugas yang baik itu mempersilakan kami
pergi dan untuk menyenangkan mereka, kami melaju dengan lamban.
Sementara itu, kelopak mata Lolita terpejam dan bergerak-gerak saat dia berpura-
pura sangat kelelahan. Di titik ini aku akan membuat pengakuan. Kau akan tertawa, tapi sejujurnya,
entah bagaimana saat itu aku tidak berhasil mencari tahu situasi legal kami yang
sesungguhnya. Aku belum mengetahuinya. Aku hanya mengetahui beberapa hal kecil
yang tak penting. Alabama melarang seorang wali mengubah status kependudukan
anaknya tanpa perintah dari pengadilan. Minnesota-aku angkat topi untuk negara
bagian itu menyatakan ketika seorang keluarga jauh mengambil alih tanggung jawab
untuk merawat dan mengasuh anak berusia di bawah empat belas tahun, maka
pengadilan tidak berwenang ikut campur.
Pertanyaannya: jika ada seorang ayah tiri dan anak perempuan berusia belasan
tahun yang sangat menarik, seorang ayah tiri yang statusnya baru berumur
sebulan, seorang duda sakit jiwa selama beberapa tahun terakhir, berpenghasilan
kecil-tapi tidak bergantung pada siapa pun, dengan latar belakang Eropa, pernah
bercerai, dan pernah dirawat di beberapa rumah sakit jiwa; apakah dia bisa
dianggap sebagai keluarga jauh, dan dengan demikian adalah wali yang sah"
Dan, kalau tidak, haruskah aku dan beranikah aku dengan cara yang masuk akal
memben tahu Dewan Kesejahteraan dan mengajukan sebuah petisi (bagaimana cara
mengajukannya") untuk meminta pengadilan menyelidiki diriku yang mencurigakan
dan Dolores Haze yang berbahaya"
Banyak buku tentang pernikahan, pemerkosaan, dan seterusnya yang kubaca di
perpustakaan-perpustakaan umum kota besar dan kecil tidak memberiku informasi
apa-apa selain memaparkan kenyataan pahit bahwa negara bagian adalah wali agung
dan anak-anak di bawah umur.
Pilvin dan Zapel, kalau aku mengingat namanya dengan benar, dalam sebuah buku
mengesankan tentang sisi hukum pernikahan, sepenuhnya mengabaikan pembahasan
tentang para ayah tiri dengan anak-anak perempuan piatunya. Sahabatku adalah
sebuah buku hasil penelitian dinas sosial (Chicago, 1936) yang dengan susah
payah diambilkan untukku dari lemari penyimpanan penuh debu oleh seorang
perempuan tua yang lugu. Menurut buku itu, "Tidak ada aturan bahwa setiap anak
di bawah umur harus memiliki seorang wali. Pengadilan sifatnya pasif dan hanya
bertindak jika situasi anak itu menjadi jelas-jelas berbahaya."
Aku menyimpulkan bahwa seorang wali ditunjuk hanya ketika ia mengutarakan
keinginannya secara serius dan formal. Tapi, bisa makan waktu berbulan-bulan
sebelum ia diundang menghadiri acara dengar pendapat. Sementara, anak yang
bersangkutan secara hukum dibiarkan sendiri untuk berbuat semaunya, serupa
dengan kasus Dolores Haze.
Lalu, tibalah acara dengar pendapat. Beberapa pertanyaan dari hakim, beberapa
jawaban yang meyakinkan dari pengacara, seulas senyuman, sebuah anggukan kepala,
hujan rintik-rintik di luar sana, dan sebuah perjanjian telah dibuat.
Aku masih tidak berani. Jangan dekat-dekat, bersembunyilah seperti tikus,
bergulunglah di dalam lubangmu. Pengadilan hanya akan peduli jika ada kasus yang
berkaitan dengan uang: dua calon wali yang serakah, seorang anak yatim piatu
yang dirampok, dan pihak ketiga yang jauh lebih serakah lagi. Namun, di sini
segalanya ada dalam tatanan yang sempurna. Sebuah daftar harta warisan telah
dibuat, dan rumah kecil milik ibunya tidak disentuh sampai Dolores Haze tumbuh
dewasa. Sepertinya, kebijakan yang terbaik adalah berhenti berusaha. Atau, akankah pihak
yang selalu ingin tahu, misalnya LSM, ikut campur kalau aku diam terus"
Temanku John Farlow, yang pengacara dan seharusnya dapat memberiku saran yang
bisa dipercaya, terlalu sibuk dengan penyakit kanker Jean untuk melakukan apa
pun yang lebih daripada yang sudah ia janjikan, yakni mengurus tanah Charlotte
yang cuma sepetak, selagi aku memulihkan diri secara bertahap dari kejutan
akibat kematiannya. Aku membuatnya percaya bahwa Dolores adalah anak kandungku.
Dengan demikian, aku tidak bisa mengharapkan dia mau repot-repot memikirkan
persoalan ini. Aku, seperti yang pembaca pahami, adalah seorang pebisnis yang
miskin. Namun, tiada kekurangpahaman atau kemalasan apa pun yang mencegahku
untuk mencari saran ahli di tempat lain. Yang menghentikanku adalah perasaan
tidak mengenakkan bahwa kalau aku turut campur dalam takdir dengan cara apa pun
dan berusaha membuat berkahnya yang luar biasa menjadi masuk akal, berkah itu
akan direnggut dariku . Itu bagaikan istana di puncak gunung dalam dongeng Timur
yang lenyap ketika si calon pemnk bertanya kepada penjaganya: bagaimana mungkin
pemandangan langit saat matahari terbenam bisa terlihat jelas dari kejauhan di
antara batu hitam dan pondasi bangunan.
Aku memutuskan agar di Beardsley aku bisa mendapat akses untuk karya-karya acuan
yang belum bisa kupelajari, seperti tulisan panjang karya Woerner berjudul
"Hukum Amerika tentang Perwalian" dan terbitan Dinas Publikasi Anak-anak Amerika
Serikat. Aku juga memutuskan bahwa apa pun akan lebih baik bagi Lo daripada
tidak ada kegiatan sehingga bisa merusak moralnya seperti yang selama ini dia
jalani. Aku bisa membujuknya untuk melakukan begitu banyak hal daftarnya bisa
jadi membuat kaget seorang pendidik profesional. Tapi, betapapun aku memohon
atau membentak, aku tidak pernah bisa membuatnya membaca buku lain di luar komik
atau cerita-cerita dalam majalah perempuan Amerika. Walaupun sebenarnya dia bisa
menikmati Kisah Seribu Satu Malam atau novel Perempuan-Perempuan Kecil, dia
tidak mau membuang-buang "liburannya" untuk membaca bacaan serius semacam itu.
Kini, aku berpikir pergi ke arah timur lagi dan memasukkannya ke sekolah swasta
di Beardsley merupakan kesalahan besar. Seharusnya, kami menyeberangi perbatasan
Meksiko untuk mengasingkan diri selama beberapa tahun penuh kebahagiaan dalam
iklim subtropis sampai aku bisa menikahi gadis kecilku dengan aman. Harus
kuakui, tergantung keadaan kelenjar-kelenjar dan saraf-sarafku, dalam hari yang
sama aku bisa berubah dari pikiran gila ke pikiran jernih bahwa dengan kesabaran
dan keberuntungan pada akhirnya aku bisa membuatnya melahirkan seorang peri
asmara lain dengan darahku di dalam nadinya. Dialah Lolita Kedua yang akan
berusia delapan atau sembilan tahun pada sekitar tahun 1960an, saat aku masih
belum tua. Sungguh, pikiranku masih cukup kuat untuk melihat ke masa depan. Dr.
Humbert yang aneh, lembut dan bergairah sedang mempraktikkan seni menjadi
seorang kakek kepada Lolita Ketiga yang sangat manis.
Sepanjang perjalanan kami yang liar itu, aku tak meragukan bahwa sebagai ayah
Lolita Pertama, aku adalah sebuah kegagalan yang menggelikan. Namun, aku telah
melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan. Aku terus membaca sebuah buku yang
judulnya secara tak disengaja terdengar seperti kitab suci, yaitu Mengenal Anak
Anda, yang kuperoleh di toko tempat aku membeli sebuah buku edisi mewah karangan
H. C. Andersen berjudul Putri Duyung, dengan gambar-gambar
"indah" yang komersial, sebagai hadiah ulang tahun ketiga belas untuk Lo.
Bahkan, pada saat-saat terbaik kami, ketika sedang duduk membaca sewaktu hujan
(pandangan Lo beralih-aloh dari jendela ke jam tangannya), melahap makanan yang
agak enak di rumah makan yang ramai, bermain kartu yang kekanak-kanakan,
berbelanja, memandang tanpa suara mobil yang ringsek dan penuh bercak darah
dengan sepatu seorang perempuan muda di selokan. Saat kami melanjutkan
perjalanan, Lo berkata, "Itu tipe sepatu Indian yang coba kujelaskan pada
pelayan bodoh di toko itu." Dalam semua kesempatan itu, sepertinya aku adalah
seorang ayah yang buruk, seperti halnya dia juga payah sebagai seorang anak.
Mungkinkah rasa bersalah mengurangi kemampuan kami untuk menyenangkan orang
lain" Akankah terjadi perbaikan dengan adanya tempat tinggal tetap dan kegiatan
rutin di sekolah" Saat memiih Beardsley, alasanku bukan hanya karena di sana ada sebuah sekolah
menengah untuk perempuan, tapi juga karena ada kampus perguruan tinggi untuk
perempuan. Dalam hasratku untuk menjalankan rencanaku, aku memikirkan seseorang
yang kukenal di jurusan Bahasa Prancis di Kampus Beardsley. Ia cukup berbaik
hati untuk menggunakan buku karanganku di dalam kelas-kelas yang dia ajar, dan
pernah berusaha mengundangku memberikan kuliah. Aku tidak ingin memenuhi
undangannya karena, seperti yang kubilang di sepanjang pengakuan ini, ada
bentuk-bentuk tubuh yang kubenci lebih daripada tulang ekor yang berat dan
tungkai yang gemuk, lagi pula warna kulit rata-rata mahasiswi jelek sekali
(mungkin di tempat itu aku melihat peti mati yang terbuat dari daging perempuan
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dewasa dan gadis-gadis kecilku yang menggairahkan terkubur hidup-hidup di
dalamnya). Tetapi, di sisi lain, aku sangat menginginkan sebuah latar belakang
untuk mendukungku. Dan, kini ada alasan-sebuah alasan yang agak unik mengapa
bantuan si tua Gaston Godin-nama temanku itu akan membuatku lebih aman.
Akhirnya, yang jadi sebab juga adalah soal uang. Pendapatanku menurun di
sepanjang perjalanan kami. Memang benar aku tinggal di motel-motel murah. Namun,
sesekali ada hotel mewah atau tanah pertanian untuk berlibur yang seolah-olah
bagus, yang memangkas dana kami. Terlebih lagi, banyak sekali uangku yang
digunakan untuk pergi ke tempat-tempat wisata dan belanja pakaian Lo. Mobil tua
miik Haze, walaupun mesinnya masih bertenaga dan sangat penuh pengabdian,
membutuhkan banyak perbaikan-besar dan kecil.
Di dalam salah satu peta panjang kami yang berhasil diselamatkan di antara
kertas-kertas milikku yang oleh para pejabat berwenang boleh kugunakan untuk
menulis pernyataanku aku menemukan beberapa coretan yang membantuku menghitung
hal sebagai berikut: Sepanjang tahun 1947-1948 yang penuh pengeluaran itu, dari
bulan Agustus ke bulan Agustus, kami menghabiskan sekitar 5.500 dolar untuk
biaya penginapan dan makanan; 1.234 dolar untuk bensin, oh, dan perbaikan-
perbaikan mobil; jumlah yang kurang lebih sama besarnya digunakan untuk berbagai
macam pengeluaran lain. Jadi, selama sekitar 150 hari di jalanan (kami menempuh
sekitar 43.000 kilometer!) ditambah sekitar 200
hari dalam perhentian, kami menghabiskan sekitar 8.000 dolar, atau anggaplah
10.000 dolar, karena aku termasuk orang yang tidak rapi sehingga pastilah banyak
hal lupa kumasukkan ke dalam hitungan.
Jadi, kami menuju arah timur. Aku lebih merasa hancur daripada senang dengan
pemuasan gairahku, dan dia segar bugar. Dia telah bertambah tinggi lima
sentimeter dan bertambah berat empat kilogram.
Kami sudah berkelana ke mana-mana. Bisa dibilang, kami tak mengalami hambatan
apa pun. Dan hari ini, aku mendapati diriku merenungi bahwa perjalanan panjang kami hanya
dinodai sebuah jejak penuh dosa sepanjang negeri luas ini yang, kalau diingat-
ingat lagi, saat itu bagi kami tak lebih dari sekumpulan peta kumal, buku-buku
panduan wisata usang, ban-ban tua, dan ratap tangis Lolita di malam hari setiap
malam, ya, setiap malam saat aku pura-pura tidur.
4 SAAT MELINTAS di bawah sekumpulan lampu dan bayangan ketika kami mengemudi ke
Thayer Street 14, seorang anak laki-laki kecil menemui kami. Dia membawa anak
kunci dan pesan dan Gaston yang telah menyewakan sebuah rumah untuk kami. Lo-ku,
tanpa memandang lingkungannya yang baru sedikit pun, menyalakan radio dengan
mata tertutup dan nalurinya membawanya untuk berbaring di sofa ruang tengah
dengan sekumpulan majalah tua, lalu dengan cara yang selalu sama dan tanpa
melihat, dia menjatuhkan dirinya dengan meletakkan tangannya pada bagian bawah
meja tempat lampu. Aku benar-benar tidak keberatan tinggal di mana saja selama aku bisa mengurung
Lolita di suatu tempat. Namun, kurasa saat aku bersurat-suratan dengan Gaston
yang ceroboh, secara samar-samar aku telah bisa melihat sebuah rumah bata yang
diselubungi tanaman merambat.
Sesungguhnya, tempat itu memiliki kemiripan yang mengecewakan dengan rumah Haze
(yang jaraknya Cuma sekitar 600 kilometer). Sama-sama sejenis bangunan kelabu
yang muram, dengan atap kayu dan tudung dari kain hijau yang kusam. Kamar-
kamarnya, walaupun lebih kecil dan diisi perabotan dengan gaya padu padan bahan
kain dan logam yang lebih konsisten, diatur dengan tatanan yang kurang lebih
sama. Ruang kerjaku ternyata kamar yang lumayan besar, dari lantai hingga ke langit-
langit dipenuhi sekitar dua ribuan buku kimia, yaitu mata kuliah yang diajarkan
oleh pemilik rumah itu (yang sekarang sedang cuti) di Kampus Beardsley.
Aku berharap Sekolah Beardsley tempat Lo akan bersekolah-sekolah pagi yang
mahal, termasuk dengan makan siang dan ruang olahraga yang menarik selain
menumbuhkan tubuh-tubuh muda itu, juga menyediakan pendidikan formal yang baik
untuk pikiran mereka. Gaston Godin telah memperingatkanku bahwa sekolah itu bisa
jadi merupakan salah satu tempat para siswa perempuan diajar agar "tidak terlalu
pintar mengeja, tapi wangi aromanya". Kurasa, mereka bahkan tidak bisa mencapai
hal itu. Dalam wawancara pertamaku dengan kepala sekolah Lolita, yakni Nona
Pratt, dia menyebut "mata biru indah" anakku (biru!
Lolita!) dan persahabatanku dengan "orang Prancis yang genius" itu (genius!
Gaston!). Lalu, setelah menyerahkan Dolly kepada Nona Cormorant, dia mengerutkan
alisnya dan berkata, "Tuan Humbird, kami tidak menghendaki murid-murid kami
menjadi kutu buku atau hafal nama semua ibu kota di Eropa di luar kepala, atau
ingat tanggal berbagai peperangan yang telah terlupakan. Yang kami perhatikan
adalah penyesuaian anak-anak terhadap kehidupan berkelompok. Inilah alasan kami
menekankan 3D+1K, yaitu Drama, Dansa, Debat dan Kencan. Kami dihadapkan pada
kenyataan tertentu. Dolly yang menawan kini akan memasuki kelompok usia ketika
teman kencan, acara kencan, baju kencan, janji kencan, tata krama berkencan,
kurang lebih sama berartinya bagi dia seperti bisnis, koneksi bisnis, kesuksesan
bisnis amat berarti bagi Anda; atau sama berartinya dengan (sambil tersenyum)
kebahagiaan murid-murid perempuan saya bagi saya. Dorothy Humbird sudah terlibat
dalam seluruh sistem kehidupan sosial yang terdiri dari kios-kios hotdog, toko-
toko obat di sudut, minuman soda dan Coca Cola, film-film, dansa-dansi, pesta-
pesta beralaskan selimut di pantai, bahkan kumpul-kumpul untuk menata rambut! Di
sini, tentu saja kami tidak menyetujui sebagian kegiatan ini, dan kami
menyalurkan sebagian kegiatan itu ke arah yang lebih membangun. Namun, kami
berusaha memalingkan diri dari kebingungan itu dan menghadapi kenyataan.
Singkat kata, seraya menggunakan teknik-teknik pengajaran tertentu, kami lebih
tertarik dengan komunikasi daripada komposisi. Artinya, bertentangan dengan
Shakespeare dan lain-lainnya, kami ingin putri-putri kami bebas berkomunikasi
dengan dunia yang hidup di sekeliling mereka daripada tenggelam dalam buku-buku
tua yang berbau lembap. Mungkin kami masih meraba-raba, tapi kami meraba-raba
dengan cerdas bagaikan ahli kandungan merasakan adanya tumor. Dr. Humburg, kami
berpikir tentang organisme dan organisasi. Kami telah menghentikan sejumlah
besar bahan pelajaran tak relevan yang secara tradisional disajikan kepada
gadis-gadis muda, yang di masa lalu tidak menyisakan tempat bagi pengetahuan dan
keterampilan, serta perilaku yang akan mereka butuhkan dalam mengatur kehidupan
mereka dan kehidupan suami mereka. Pak Humberson, izinkan kami mengumpamakannya
seperti ini: posisi sebuah bintang itu penting, tapi posisi paling praktis untuk
menaruh kulkas di dapur mungkin lebih penting bagi seorang ibu rumah tangga yang
sedang berkembang. Anda boleh berkata bahwa yang diharapkan bisa didapat seorang
anak dan sekolah adalah pendidikan yang baik. Tetapi, apa yang kita maksud
dengan pendidikan" Di masa lalu, kebanyakan pendidikan adalah fenomena verbal.
Maksud saya, Anda bisa menyuruh seorang anak menghafal isi sebuah ensiklopedia,
dan dia bisa mengetahui lebih banyak hal dan yang bisa diberikan di sekolah. Dr.
Hummer, apakah Anda menyadari bahwa bagi anak usia praremaja masa kini, tanggal-
tanggal abad pertengahan tidak sepenting tanggaltanggal akhir minggu (matanya
berbinar-binar)" Kita tidak hanya hidup dalam dunia pikiran, tetapi dalam dunia
nyata. Kata-kata tanpa pengalaman tak ada artinya. Apa pedulinya Dorothy
Hummerson dengan Yunani dan Timur Jauh dengan segala harem dan budak-budaknya?"
Program sekolah ini agak membuatku ngeri. Namun, aku berbicara dengan dua
perempuan cerdas yang bertanggung jawab atas sekolah itu dan mereka memastikan
bahwa anak-anak membaca bacaan yang bagus dan bahwa jenis "komunikasi" yang
mereka maksud kurang lebih merupakan keributan yang tidak penting dan bertujuan
memberi Sekolah Beardsley yang kuno sentuhan mahal yang modern, walaupun
sesungguhnya tetap saja kaku.
Alasan lain yang membuatku tertarik pada sekolah khusus itu mungkin terlihat
lucu bagi beberapa pembaca, tapi sangat penting bagiku karena begitulah aku
diciptakan. Di seberang jalan, tepat di depan rumah kami, kusadari ada sebuah
celah berupa tanah kosong yang dipenuhi benalu, semak-semak berwarna-warni,
setumpuk batu bata, beberapa lempeng papan kayu yang terserak, serta bunga-bunga
musim gugur di pinggir jalan. Melalui celah itu, kau bisa melihat bagian terang
jalan sekolah yang sejajar dengan Thayer Street, dan di luarnya terdapat taman
bermain sekolah itu. Terlepas dari kenyamanan psikologis yang seharusnya bisa diberikan oleh semua
ini, aku segera meramalkan kesenangan yang bakal kumiliki dari ruang kerjaku
dengan bantuan teropong jarak jauh, yakni mengamati gadis-gadis kecil
menggairahkan yang bermain di sekeliling Dolly selama jam istirahat. Sayangnya,
pada hari pertama sekolah, tukang-tukang datang dan mendirikan pagar di celah
itu, lalu dalam waktu singkat konstruksi kayu yang berdiri di luar pagar itu
menghalangi pemandangan indahku sepenuhnya. Segera setelah mereka mendirikan
rangka bangunan yang cukup untuk merusak segalanya, tukang-tukang bangunan yang
konyol itu menunda pekerjaan mereka dan tak pernah muncul lagi.
5 DI JALAN bernama Thayer Street di sebuah kota pendidikan yang kecil, sendu, dan
bernuansa hijau, kekuning-kuningan dan keemasan, seseorang biasanya memiliki
tetangga-tetangga menyenangkan yang ramah dan sesekali berteriak menyapa. Aku
bangga akan hubunganku dengan mereka: tak pernah bersikap kasar, selalu
cenderung menyendiri. Tetanggaku yang di sebelah barat, yang mungkin seorang pengusaha atau dosen atau
keduanya, sesekali berbicara denganku selagi dia memangkas bunga-bunga di taman,
mencuci mobilnya, atau pada akhir tahun, mencairkan es di jalan masuk menuju
rumahnya. Namun, geraman singkatku, yang cukup jelas terdengar seperti tanda
setuju yang umum atau pengisi jeda yang sifatnya bertanya, mencegah perkembangan
apa pun yang menuju keramah-tamahan.
Dua rumah di seberang jalan yang menempati sepetak tanah penuh semak dan pohon,
yang satunya tertutup dan yang lainnya dihuni dua orang profesor yang mengajar
bahasa Inggris. Mereka adalah Nona Lester yang kaya dan berambut pendek dan Nona
Fabian yang lembut. Satu-satunya topik percakapan singkat di pinggir jalan
denganku dengan mereka adalah kecantikan anakku dan pesona Gaston Godin yang
naif. Tetanggaku yang di sebelah timur adalah yang paling berbahaya: perempuan aneh
berhidung tajam yang mendiang saudara laki-lakinya pernah dipekerjakan di kampus
sebagai Penanggung Jawab Bangunan dan Lahan. Aku ingat dia pernah mencegat Dolly
selagi aku berdiri dekat jendela ruang tengah saat aku menunggu kepulangan
kekasihku itu dari sekolah.
Perawan tua yang menyebalkan itu berusaha menyembunyikan rasa ingin tahunya yang
besar di balik topeng niat baik yang terdengar menyenangkan. Ia berdiri
berpegangan pada payungnya yang tipis (hujan salju baru saja berhenti dan
matahari keluar dengan malu-malu), sedangkan Dolly memeluk tumpukan buku, mantel
cokelatnya terbuka dan lututnya memperlihatkan warna merah jambu di atas
sepatunya. Senyum malu-malu datang dan pergi di wajah Dolly yang berhidung mancung, yang
mungkin karena cahaya musim dingin yang pucat-hampir terlihat polos saat dia
berdiri di sana dan menghadapi pertanyaan-pertanyaan Nona East. "Di mana ibumu,
Sayangku" Dan apa pekerjaan ayahmu yang malang" Sebelumnya kau tinggal di mana?"
Pada kesempatan lain, makhluk menyebalkan itu menyapaku dengan suara tinggi
untuk mengucapkan selamat datang, tapi aku berhasil melarikan diri darinya.
Beberapa hari kemudian datanglah sepucuk surat darinya dalam amplop bergaris
pinggir biru. Isinya mengajak Dolly datang pada hari Minggu untuk "melihat-lihat
buku-buku bagus yang diberikan oleh ibuku tersayang sewaktu aku masih kecil,
daripada menyetel radio keras-keras sepanjang malam."
Aku juga harus berhati-hati dengan Nyonya Holigan, semacam tukang bersih-bersih
merangkap tukang masak yang kuwarisi dari penghuni sebelumnya beserta sebuah
alat pengisap debu. Dolly mendapat makan siang di sekolah sehingga ini tak
menjadi masalah dan aku jadi terampil menyiapkan sarapan yang banyak untuknya
serta memanaskan makan malam yang sudah disiapkan oleh Nyonya Holigan sebelum
dia pergi. Syukurlah, perempuan baik dan jinak itu agak rabun sehingga dia
melewatkan hal-hal kecil dan aku menjadi ahli dalam merapikan tempat tidur.
Namun, aku masih terus terobsesi oleh perasaan bahwa ada noda-noda berbahaya
yang tertinggal di suatu tempat. Atau, dalam kesempatan yang jarang terjadi,
ketika kehadiran Holigan berbarengan dengan Lo, Lo yang lugu bisa menyerah dalam
sifat simpatik perempuan gemuk itu di sepanjang perbincangan mereka di dapur
yang nyaman. Aku sering merasa bahwa kami tinggal di dalam sebuah rumah kaca
yang terang, dan seraut wajah berbibir tipis bisa kapan saja mengamat-amati dari
jendela yang tak bertirai untuk mendapatkan sekilas pemandangan gratis dan hal-
hal yang tukang intip paling jenuh sekalipun akan rela membayar mahal untuk
melihatnya. 6 SEPATAH KATA tentang Gaston Godin. Alasan utama mengapa aku menikmati-atau
setidaknya menerima dengan lega-bantuannya adalah mantra rasa aman yang
diucapkan lelaki bertubuh besar ini atas rahasiaku. Bukan karena ia sudah tahu.
Aku tidak punya alasan khusus untuk mempercayakan rahasiaku kepadanya, dan ia
terlalu memusatkan perhatian kepada diri sendiri untuk menyadari atau menduga-
duga apa pun yang bisa mengarah ke pertanyaan terang-terangan di pihaknya dan
jawaban terang-terangan di pihakku.
Ia membicarakan hal-hal baik tentangku kepada warga Beardsley.
Ia adalah pembawa pesan yang baik bagiku. Jika ia menemukan status Lolita, itu
hanya akan menarik perhatiannya sejauh mempermudah pemahamannya akan sikapku
yang apa adanya terhadapnya. Terlepas dari pikirannya yang membosankan dan
ingatannya yang kabur, ia mungkin sadar bahwa aku tahu lebih banyak tentangnya
daripada yang diketahui oleh warga Beardsley. Ia adalah seorang bujang lapuk
yang gemuk dan muram, tubuhnya menyempit ke atas dengan sepasang bahu yang tak
seimbang dan kepala berbentuk seperti buah pir; di satu sisi ditutupi rambut
hitamnya yang licin dan di sisi lain hanya beberapa helai rambut. Namun, bagian
bawah tubuhnya sangat besar dan dia bergerak mengendap endap seperti gajah yang
penuh rasa ingin tahu dengan menggunakan sepasang kakinya yang luar biasa gemuk.
Ia selalu mengenakan pakaian berwarna hitam, bahkan dasinya pun berwarna hitam.
Ia jarang mandi dan bahasa Inggrisnya bagaikan parodi. Walaupun demikian, semua
Seruling Samber Nyawa 11 Pendekar Rajawali Sakti 117 Memburu Pengkhianat Istana Yang Suram 4