Pencarian

Lolita 6

Lolita Karya Vladimir Nabokov Bagian 6


sebelah negara bagian tempat kota Beardsley berada.
Aku tidak berkata apa-apa. Kukembalikan buku catatan itu, menutup tempatnya, dan
mengemudikan mobil keluar dari Wace. Lo mengambil beberapa komik dari kursi
belakang dan dengan sebelah siku keluar dari jendela, tenggelam dalam kisah
petualangannya. Sekitar lima kilometer dari Wace, aku belok ke dalam bayangan
lapangan tempat piknik di mana pagi hari mencurahkan cahayanya ke atas meja
kosong. Lo menengadah dengan senyum setengah terkejut dan tanpa sepatah kata pun aku
menampar pipinya dengan keras.
Lalu timbullah rasa sesal, isak tangis penyesalan, cinta yang mementingkan orang
lain, keputusasaan akan perbaikan hubungan. Di malam yang pekat di Motel Mirana
(Mirana!), aku mencium telapak kakinya yang berjari panjang dan kekuningan. Aku
membakar diri ... Tapi, semua tak ada gunanya. Kami berdua telah mati. Dan, aku segera memasuki
lingkaran siksaan yang baru.
Di jalanan kota Wace, di pinggir kota ... Ah, aku yakin itu bukan hanya
khayalan. Di jalanan kota Wace, aku sekilas melihat mobil merah itu, atau
kembaran identiknya. Isinya bukan Trapp, melainkan empat atau lima orang muda
yang berisik dari beberapa jenis kelamin - tapi aku tak mengatakan apa-apa.
Setelah Wace, situasi baru yang benar-benar berbeda muncul. Selama satu atau dua
hari, aku menikmati penekanan mental di mana aku mengatakan kepada diriku
sendiri bahwa kami tidak, dan tidak pernah, dibuntuti. Lalu aku menjadi sadar
bahwa Trapp telah mengubah siasatnya dan masih bersama kami, di dalam mobil
sewaan yang berganti-ganti.
Dengan mudah ia bisa berganti mobil lain. Sepertinya, mula-mula ia menggunakan
berbagai mobil merk Chevrolet, dimulai dengan mobil Campus Cream kap terbuka,
lalu sedan Horizon Blue yang mungil, kemudian warnanya memudar menjadi Surf Gray
dan Driftwood Gray. Lalu ia beralih ke mobil merk lain dengan serangkaian warna yang pucat dan
membosankan, dan pada suatu hari aku menemukan diriku sedang berusaha keras
mencari perbedaan tipis antara Dream Blue Melmoth milik kami dan Crest Blue
Oldsmobile yang ia sewa. Bagaimanapun, abu-abu tetap menjadi warna kesukaannya
dan aku berusaha tanpa hasil untuk memisahkan dengan benar hantu-hantu seperti
Shell Gray keluaran Chrysler, Thistle Gray buatan Chevrolet, atau French Gray
merek Dodge .. Kebutuhan untuk terus-menerus mengintai kumis kecilnya dan kemejanya yang
terbuka - atau kepala botaknya dan bahunya yang lebar - membuatku menjadi pengamat
semua mobil di jalanan - di belakang, di depan, di samping, mendekat, menjauh,
pokoknya setiap kendaraan di bawah matahari yang menannan. Mobil wisatawan yang
hening dengan kotak tisu TenderTouch di jendela belakang. Mobil tua yang
mengebut gila-gilaan dipenuhi anak berwajah pucat dengan kepala anjing berambut
panjang acak-acakan menjulur keluar dari jendela dan tutup ban yang kusut. Sedan
tudor sang bujangan yang dipenuhi setelan jas di gantungan baju. Mobil karavan
yang besar dan lebar berjalan ke kanan dan ke kiri di depan, kebal terhadap
aturan satu barisan atau kemarahan pengemudi di belakangnya. Mobil dengan
penumpang perempuan muda yang dengan sopan menempatkan diri di tengah kursi
depan agar bisa lebih dekat ke pengemudi lelaki yang masih muda. Mobil yang
membawa perahu merah terbalik di atapnya. Mobil abu-abu melambat di depan kami,
mobil abu-abu mengejar kami.
Kami berada di daerah pegunungan antara Snow dan Champion, dan tengah menuruni
jalan yang hampir tak terlihat, ketika aku kembali melihat Detektif Trapp. Kabut
kelabu di belakang kami menyembunyikan sedan berwarna Dominion Blue. Secara
mendadak, seolah-olah mobil yang kukemudikan menanggapi rasa sakit hatiku yang
malang, kami meluncur ke kanan dan ke kiri, dengan bunyi aneh di bawah kami.
"Banmu kempes, Tuan," kata Lo yang riang.
Aku berhenti - dekat sebuah jurang. Dia melipat lengannya dan menaruh kakinya di
dashboard. Aku keluar dan memeriksa roda kanan belakang. Dasar bannya berubah
menjadi kotak. Trapp berhenti sekitar seratus lima puluh meter di belakang kami.
Wajahnya yang jauh membentuk titik kebahagiaan yang berminyak. Inilah
kesempatanku. Aku mulai berjalan ke arahnya - dengan ide cemerlang meminjam
dongkrak kepadanya walaupun aku sendiri punya. Ia mundur sedikit. Kakiku
terantuk batu - dan merasa ditertawakan. Lalu, sebuah truk besar muncul dari
belakang Trapp dan melesat di sampingku - segera setelah itu aku mendengar bunyi
klakson yang tak terkendali. Secara naluriah aku melihat ke belakang - dan kulihat
mobilku perlahan-lahan bergerak menjauh. Aku bisa melihat Lo berada di belakang
kemudi dan mesinnya benar-benar berjalan - walaupun aku ingat sudah mematikannya,
tapi belum memasang rem darurat. Dalam waktu singkat hingga aku berhasil
mencapai mobil yang akhirnya berhenti, terlintas dalam pikiranku bahwa selama
dua tahun terakhir Lo kecil memiliki waktu yang cukup banyak untuk mempelajari
dasar-dasar cara mengemudi. Saat aku merenggut pintu hingga terbuka lebar, aku
sangat yakin dia sengaja menyalakan mobil untuk mencegahku berjalan ke arah
Trapp. Bagaimana pun, siasatnya terbukti tak berguna karena saat aku sedang
mengejar Lo, Trapp memutar balik mobilnya dengan penuh tenaga dan menghilang.
Aku beristirahat sejenak. Lo bertanya apakah aku tak akan mengucapkan terima
kasih kepadanya - mobil itu bergerak sendiri dan dia berhasil menghentikannya
karena tidak mendapat jawaban, dia menenggelamkan dirinya mempelajari peta. Aku
keluar lagi dari mobil. Mungkin aku telah kehilangan akal.
Kami melanjutkan perjalanan kami yang aneh. Pada sebuah turunan yang terjal, aku
menemukan diriku berada di belakang truk raksasa yang telah menyusul kami.
Sekarang truk itu memasuki jalanan yang berliku dan tak mungkin dilewati. Dan
bagian depannya melayang benda kecil panjang berwarna keperakan - bungkus permen
karet bagian dalam - yang hinggap di kaca depan kami. Terlintas dalam benakku
kalau aku benar-benar kehilangan akal, ujung-ujungnya aku mungkin bisa membunuh
seseorang. Humbert yang ada di darat berkata kepada Humbert yang berusaha masuk
ke dalam air: mungkin cukup cerdas kalau aku mempersiapkan berbagai hal,
misalnya memindahkan pistol itu dari kotaknya ke sakuku, agar siap mengambil
keuntungan dari mantra kegilaan bilamana itu datang.
20 DENGAN MENGIZINKAN Lolita belajar seni peran, aku telah berbuat bodoh dengan
membiarkannya mengembangkan sikap tidak jujur. Kini tampak bahwa dalam latihan-
latihan itu dia tidak mempelajari jawaban atas pertanyaan pertanyaan seperti:
apa konflik dasar dalam kisah
"Hedda Gabler", atau di bagian mana klimaks "Cinta di Bawah Pohon Limau", atau
suasana apakah yang mendominasi naskah "Kebun Ceri'-yang dia pelajari adalah
bagaimana cara mengkhianatiku.
Kini, secara terbuka aku tidak menyetujui latihan-latihan drama sensual yang
sering kulihat dia lakukan di ruang tamu kami di Beardsley.
Aku mengamatinya dari tempat yang strategis selagi dia, bagaikan seseorang yang
dihipnotis atau sedang tampil dalam sebuah ritual mistis, menghasilkan beragam
bentuk canggih khayalan kekanak-kanakan dengan cara menirukan orang yang
mendengar erangan dalam kegelapan, melihat ibu tiri baru untuk pertama kalinya,
mencicipi sesuatu yang dia benci seperti dadih susu, mencium rerumputan yang
hancur terinjak di perkebunan yang rimbun, atau menyentuh benda-benda yang tak
terlihat dengan tangannya yang ramping. Di antara kertas-kertasku, aku masih
menyimpan selembar mimeografi yang menyarankan:
"Latihan sentuhan. Bayangkan dirimu memungut dan memegang: bola pingpong, apel,
kurma yang lengket, bola tenis baru yang terbuat dari bahan flanel, kentang
panas, sebongkah es, seekor anak kucing, seekor anak anjing, tapal kuda, obor.
Remas benda-benda khayalan berikut ini dengan jari-jarimu: sepotong roti, karet
gelang, kening seorang teman yang sakit, sobekan kain beludru, kelopak bunga
mawar. Kau adalah seorang perempuan buta.
Rabalah wajah: seorang Yunani muda, Cyrano, Sinterklas, seorang bayi, dewa hutan
yang tertawa, orang asing yang tertidur, ayahmu."
Namun, dia begitu cantik dalam jalinan mantra-mantra halus itu saat
mempertunjukkan pesonanya yang bagaikan mimpi. Pada malam-malam tertentu yang
penuh petualangan di Beardsley, aku menyuruhnya menari untukku dengan iming-
iming hadiah. Dan, walaupun lompatan-lompatan dengan kaki terbukanya yang sudah
terlatih ini lebih seperti pemandu sorak sepak bola daripada gerakan yang
gemulai dan menghentak, irama tungkainya yang tak terlalu menggairahkan telah
memberiku kepuasan. Akan tetapi, semua itu bukanlah apa-apa, benar-benar bukan
apa-apa, dibandingkan gelitik kebahagiaan dalam diriku yang tak terlukiskan saat
menyaksikan permainan tenisnya perasaan senang luar biasa yang begitu menggoda.
Terlepas dari usianya yang bertambah, dia lebih menggairahkan daripada
sebelumnya dengan tungkainya yang sewarna buah aprikot dan pakaian tenis
praremajanya. Para pembaca yang terhormat, tak ada kelanjutan yang bisa diterima
kalau tak bisa memunculkan dirinya seperti saat dia berada di tempat
peristirahatan Colorado, antara Snow dan Elphinstone, dengan segalanya yang
sudah tepat: celana pendek lebar putih, pinggul ramping, perut sewarna aprikot,
penutup dada putih yang pita-pitanya ditalikan ke atas melingkari leher
jenjangnya dan berakhir di tengkuknya dengan simpul tali pita, menampilkan
lengkung bahunya yang muda dan sangat menarik dengan balutan kulit sewarna
aprikot, dengan tulang-tulangnya yang lembut, dan punggung mulus yang menyempit
turun. Bagian atas topinya berwarna putih. Aku mengeluarkan banyak uang untuk
raket tenisnya. Dasar aku memang tolol, tolol tiga kali lipat! Seharusnya, aku
merekamnya dalam film. Jika aku merekamnya, aku akan memilikinya kini bersamaku,
di depan mataku, dalam ruang proyeksi rasa sakit dan keputusasaanku.
Dia akan menunggu sejenak sebelum melakukan pukulan pertama dan sering
melambungkan bola dulu sekali atau dua kali. Terkadang dia sedikit menggosokkan
kaki ke lapangan dengan santai, selalu merasa agak kurang paham tentang skornya,
selalu riang tidak sejarang dalam kehidupannya yang gelap di rumah. Permainan
tenisnya adalah titik tertinggi di mana aku bisa membayangkan sesosok makhluk
muda bisa membangkitkan seni berkhayal.
Kejelasan yang indah dan semua gerakannya setara jelasnya dengan suara murni
yang nyaring dari setiap pukulannya. Saat bola memasuki aura kendalinya, entah
bagaimana caranya, bola itu menjadi lebih putih, daya lenturnya lebih kaya, dan
alat ketepatan yang dia gunakan pada bola itu terlihat mencengkeram kuat saat
terjadi kontak. Benar-benar tiruan sempurna permainan tenis kelas atas tanpa hasil yang lebih
mengutamakan sisi praktis daripada seni.
Saudara perempuan Edusa, Electra Gold, seorang pelatih tenis muda yang sangat
bagus, pernah berkata kepadaku selagi aku duduk kursi taman yang keras berdenyut
sembari menonton Dolores Haze bermain dengan Linda Hall (dan dikalahkan
olehnya), "Dolly memiiki magnet di tengah keberaniannya mengayunkan raket, tapi
mengapa dia begitu sopan?" Ah, Electra, apa masalahnya dengan keanggunan seperti
itu! Aku ingat dalam permainan pertama yang kulihat, aku basah dengan getaran yang
nyaris menyakitkan karena melihat perpaduan kecantikan yang indah. Lolitaku
punya cara tersendiri mengangkat lutut kirinya yang tertekuk pada awal pukulan
pertama yang penuh semangat ketika dia bergantung dalam cahaya matahari selama
sedetik, dengan keseimbangan antara kaki yang berjinjit, ketiak yang bersih,
lengan yang halus mengilap dan raket yang terayun jauh ke belakang, seraya
tersenyum dengan gigi-gigi yang bersinar pada bola dunia kecil yang bergantung
begitu tinggi di titik puncak kosmos yang anggun, yang dia ciptakan agar jatuh
di atasnya dengan suara jernih sabetan emasnya.
Pukulan servisnya itu memiiki keindahan, ketepatan, kemudaan, dan-terlepas
dari kecepatannya yang lumayan-cukup mudah dikembalikan karena tanpa puntiran pada lengkungan panjangnya yang anggun.
Gagasan bahwa aku sesungguhnya bisa mengabadikan semua pukulan dan daya sihirnya
itu dalam bentuk segmen-segmen film, membuatku mengerang karena frustrasi hingga
hari ini. Mereka bukan hanya sekadar foto-foto yang kubakar! Kibasan volinya
berhubungan dengan pukulan servisnya, seperti kaitan rima dengan puisi balada;
karena dia sudah terlatih maju ke depan net dengan gerakan kakinya yang cepat
dan bersepatu putih. Pukulan forehand atau backhandnya tak bisa dipisahkan:
mereka adalah cermin satu sama lain. Selangkanganku masih terasa geli karena
ledakan-ledakan pistol yang diikuti oleh gema nyaring dan teriakan-teriakan
Elektra. Salah satu senjata andalan Dolly adalah pukulan setengah voli yang
diajarkan Ned Litam kepadanya di California.
Dia lebih menyukai seni peran daripada berenang, dan lebih senang berenang
daripada bermain tenis. Aku yakin, kalau saja sesuatu di dalam dirinya tidak
dihancurkan olehku bukannya aku tak menyadarinya saat itu dia pasti memiliki
tekad untuk menang dalam penampilannya terbaiknya, dan akan menjadi juara tenis
sungguhan. Dolores, mengepit dua buah raket di Wimbledon. Dolores menjadi
seorang petenis profesional. Dolores memerankan seorang juara tenis dalam sebuah
film. Dolores dan Humbert tua yang ubanan dan rendah hati suami merangkap
pelatihnya. Tak ada yang salah atau penuh kebohongan dalam semangat permainannya, kecuali
ada yang menganggap ketakpeduliannya akan hasil permainan sebagai tipuan seorang
peri asmara. Dia begitu kejam dan licik dalam kehidupan sehari-harinya,
menyiratkan rasa tak berdosa, keterusterangan, kebaikan dalam menempatkan bola,
yang membiarkan seorang pemain kelas dua tapi pantang mundur menghalanginya
menuju kemenangan. Walaupun tubuhnya mungil, dia bisa menguasai separuh lapangan
dengan mudah, begitu dia masuk ke dalam irama permainan dan selama dia bisa
mengarahkan irama itu. Tapi, serangan apa pun yang dilakukan secara mendadak,
atau perubahan taktik lawan yang tiba-tiba, membuatnya tak berdaya. Pada angka
penentuan, servis keduanya yang lebih kuat dan bergaya daripada yang pertama
akan mengenai net dengan penuh tenaga, dan mental keluar lapangan. Pukulan
empuknya yang sangat bagus dipatahkan oleh lawan yang sepertinya berkaki empat.
Pukulan majunya yang dramatis dan pukulan pendeknya yang indah akan jatuh di
kakinya. Lagi-lagi dia mendaratkan pukulan ringan ke jaring, lalu dengan gembira
menirukan perasaan sedih dengan menunduk dalam sikap balet, dengan poninya yang
terjuntai. Begitu murni keanggunannya sehingga dia bahkan tidak bisa meraih
kemenangan walau napasku terengah-engah karena gairah purbaku naik.
Kukira aku terpengaruh oleh keajaiban permainan. Dalam permainan caturku dengan
Gaston, aku melihat bidang caturnya sebagai kolam persegi berisi air bening
dengan kerangkerang unik dan strategi yang terlihat di atas dasar halus terbuat
dan potongan-potongan kecil yang disatukan, dan bagi lawanku yang kebingungan,
segalanya adalah lumpur halus dan tinta cumi yang tak tertembus. Sama seperti
itu, pelatihan tenis awal yang kupaksakan kepada Lolita, menetap dalam pikiranku
sebagai kenangan yang tak menyenangkan dan menyiksa.
Bukan cuma karena dia begitu putus asa dan tersinggung atas setiap saranku, tapi
karena simetri lapangannya dikacaukan oleh kekikukan anak pemarah yang telah
kudidik dengan salah, alih-alih memancarkan harmoni terpendam dalam dirinya.
Kini semua berbeda. Dan pada hari itu, dalam udara Champion, Colorado, yang
murni di lapangan yang indah pada kaki tangga batu curam menuju Hotel Champion
tempat kami menginap, aku merasa bisa beristirahat dan mimpi buruk akan
penghianatan tak dikenal di dalam kepolosan gayanya, jiwanya, dan keanggunannya.
Dia memukul dengan keras dan datar, dengan sapuannya yang biasa dan tanpa usaha,
menyuapiku dengan bola-bola yang berloncatan begitu teratur iramanya dan terbuka
seperti disengaja untuk mengurangi gerakan kakiku menjadi hampir seperti langkah
mengayun. Pukulan servisku yang agak tanggung, yang diajarkan oleh ayahku yang
mempelajarinya dari Decugis atau Borman, teman lamanya yang juara tenis, akan
menjadi masalah serius bagi Loku kalau aku bersungguh-sungguh. Tapi, siapa yang
tega membuatnya sedih" Pernahkah kukatakan bahwa di lengannya ada delapan bekas
vaksinasi" Bahwa aku amat tak berdaya dalam mencintainya" Bahwa usianya baru
empat belas tahun" Seekor kupu-kupu yang penuh rasa ingin tahu terbang melintas di antara kami.
Dua orang bercelana tenis, yang satu lelaki berambut merah, usianya kurang lebih
delapan tahun lebih muda dariku, kulitnya semu merah jambu terbakar matahari;
dan seorang perempuan berkulit gelap dengan mulut monyong dan bermata tajam,
sekitar dua tahun lebih tua dari Lolita, muncul entah dari mana. Seperti umumnya
pemula yang rajin, raket-raket mereka disarungi, dan mereka membawanya seakan-
akan itu palu atau pistol tua bermoncong lebar. Mereka duduk tak peduli dekat
mantelku di kursi taman samping lapangan. Mereka mengagumi rangkaian sekitar
lima puluh pukulan dengan suara lantang yang kami peragakan sampai saat Lo
tercekat ketika pukulannya keluar dari lapangan.
Saat itu aku merasa haus dan berjalan untuk mengambil minum. Si Rambut Merah
mendekatiku dan dengan malu-malu menawariku bermain ganda campuran. "Aku Bill
Mead," katanya. "Dan itu FayPage, bintang film," tambahnya, sambil menunjuk
dengan raket yang sarungnya aneh ke arah Fay yang sedang berbicara dengan Dolly.
Aku baru saja mau menjawab, "Maaf, tapi-" (karena aku benci bila kekasihku
diibatkan dalam permainan
membosankan orang-orang murahan yang

Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak berpengalaman) ketika sebuah teriakan nyaring mengalihkan perhatianku. Seorang pelayan lelaki menuruni tangga dari hotel ke lapangan kami
dan memberiku tanda. Aku diminta menjawab panggilan telepon jarak jauh yang
penting, sedemikian penting sehingga jalur teleponnya ditahan untukku. Tentu
saja. Aku memakai mantelku (sakunya berat karena berisi pistol) dan mengatakan
kepada Lo bahwa aku akan segera kembali. Dia sedang memungut bola, dengan cara
menjepitnya dengan kaki dan raket, salah satu dari beberapa hal bagus yang
kuajarkan kepadanya, bibirnya tersenyum. Dia tersenyum kepadaku!
Ketenangan membuat hatiku mengambang saat aku mengikuti pelayan lelaki itu ke
hotel. Inilah saatnya penemuan, hukuman, siksaan, kematian, dan keabadian muncul
dalam wujud tunggal. Aku telah meninggalkannya di tangan orang kebanyakan, tapi
sekarang itu bukan masalah. Tentu saja, aku akan memperjuangkannya. Lebih baik
menghancurkan semuanya daripada menyerahkannya. Ya, pendakian tangga yang
lumayan berat. Di meja resepsionis, seorang lelaki angkuh, berhidung bengkok, dengan (kuduga)
masa lalu yang begitu sulit dipahami memberikan pesan di tangannya kepadaku.
Ternyata jalur teleponnya tidak ditahan. Isi pesan itu: "Tuan Humbert. Kepala
Sekolah Birdsley (salah tulis!) menelepon. Rumah musim panas Birdsley 28282.
Tolong hubungi kembali secepatnya. Sangat penting."
Aku menekuk diriku di dalam kotak telepon, meminum pil kecil, dan selama sekitar
dua puluh menit bergulat dengan nada tunggu. Secara bertahap empat pernyataan
menjadi jelas terdengar-sopran: tidak ada nomor seperti itu di Beardsley; alto:
Nona Pratt sedang dalam perjalanan ke Inggris; tenor: Sekolah Beardsley tidak
menelepon; bass: mereka tidak mungkin meneleponku karena tidak ada yang tahu
hari itu aku ada di Champion, Colorado. Saat aku memarahinya, si hidung bengkok
berusaha keras mencari tahu kalau-kalau ada panggilan jarak jauh.
Ternyata tidak ada. Panggilan palsu dan nomor lokal juga diteliti. Aku
mengucapkan terima kasih kepadanya. Setelah masuk ke toilet dan minum sedikit di
bar, aku kembali ke lapangan tenis.
Dari teras pertama aku melihat, jauh di bawah pada lapangan tenis yang terlihat
seperti seukuran papan tulis anak-anak yang kotor, Lolita sedang bermain
berpasangan. Dia bergerak seperti malaikat cantik di tengah tiga makhluk
mengerikan. Salah satu dari mereka, yakni pasangannya, selagi bertukar tempat
menepuk pantat Lo dengan bercanda menggunakan raketnya. Kepalanya bulat dan
mengenakan celana panjang cokelat yang tak serasi.
Ada beberapa kejadian dalam waktu yang singkat: lelaki pasangan Lolita
melihatku, melemparkan raketnya (itu raketku!), dan lari mendaki tanjakan.
Pergelangan tangan dan sikunya melambai-lambai dalam gerakan yang menyerupai
tiruan sayap-sayap yang belum tumbuh sempurna saat dia mendaki dengan tergopoh-
gopoh ke jalan, di mana sebuah mobil abu-abu telah menantinya. Sesaat
berikutnya, dia sudah lenyap dengan mobil itu. Saat aku turun, ketiga orang
sisanya sedang mengumpulkan dan memilah-milah bola.
"Tuan Mead, tadi siapa?"
Bill dan Fay menggelengkan kepala, keduanya tampak bersungguh-sungguh.
Dolly, penyusup tak dikenal itu telah menyelonong masuk agar bisa bermain
berpasangan denganmu, bukan"
Dolly. Gagang raketku masih hangat bekas di pegang dan terasa menjijikkan.
Sebelum kembali ke hotel, aku menggiring Dolly masuk ke dalam sebuah lorong
kecil yang setengah tersembunyi di dalam semak-semak yang wangi, dengan bunga-
bunga bagaikan asap. Aku sudah nyaris menangis dan memohon kepadanya dengan cara
yang paling hina untuk mendapatkan penjelasan saat kami menemukan diri kami
berada di belakang kedua Mead yang sedang bercumbu. Bill dan Fay lemas karena
tertawa kami datang diakhir gurauan pribadi mereka. Bukan masalah besar.
Berbicara seolah-olah itu memang bukan masalah besar dan menganggap hidup ini
bergulir secara otomatis dengan semua kesenangan rutinnya, Dolores bilang dia
akan berganti baju dengan pakaian renang dan hendak menghabiskan sepanjang sore
di kolam renang. Saat itu hari yang sungguh indah. Lolita!
21 "Lo! LoLa! Lolita!" Aku mendengar diriku berteriak memanggilnya dari pintu masuk
menuju matahari dengan gemanya yang menyiratkan kekhawatiran, gairah dan rasa
sakit yang bisa menjadi iringan musik instrumental saat membuka baju renangnya
yang terbuat dari nion jika dia mati tenggelam. Lolita!
Akhirnya aku menemukannya di tengah serambi yang rerumputannya terpangkas rapi. Dia berlari keluar sebelum aku siap. Oh, Lolita!
Di sanalah dia bermain dengan seekor anjing sialan, bukan denganku. Binatang
itu, sejenis terrier, melepaskan, menggigit lagi, lalu menaruh bola merah kecil
yang basah di antara rahangnya. Ia bergerak cepat dengan telapak kaki depannya
di atas rerumputan, dan melompat pergi.
Aku cuma ingin melihat dia ada di mana. Aku tidak bisa berenang dalam keadaan
hati remuk seperti itu, tapi siapa yang peduli" Di sanalah dia, dan di sinilah
aku dengan jubahku. Aku berhenti memanggil.
Tapi, tiba-tiba ada sesuatu yang menerpaku dalam gerakannya saat dia berlari ke
sana kemari dalam baju renangnya yang berwarna rnerah
... ada perasaan mabuk, kegilaan akan keriangannya yang lebih dari sekadar soal
senang. Bahkan, anjing itu kelihatannya bingung dengan tingkahnya yang meluap-
luap. Aku mengelus dada seraya mengamati situasi. Kolam renang biru kehijauan di
belakang halaman sana tidak lagi berada di kejauhan, tetapi di antara tulang-
tulang rusukku, dan tubuhku berenang di dalamnya bagaikan kotoran di air laut
yang biru di Nice. Salah satu perenang telah meninggalkan kolam. Lelaki itu, separuh tertutupi
naungan pepohonan yang hijau kebiruan, berdiri diam-diam sambil memegang ujung
handuk yang melingkari lehernya, mengikuti Lolita dengan sepasang matanya yang
cokelat muda. Di sanalah ia berdiri, dalam samaran matahari dan naungan
pepohonan, bentuknya dikacaukan oleh mereka dan tertutupi ketelanjangannya
sendiri. Rambut hitamnya yang basah menempel di sekeliling kepalanya. Kumis
kecilnya lembap, bulu dadanya menyebar seperti kebanggaan yang simetris,
pusarnya berdenyut, pahanya yang berbulu dipenuhi tetesan air yang terang.
Celana renangnya yang ketat, hitam dan basah tampak menggembung dan dipenuhi
dengan tenaga. Dan, saat aku memandang wajah lonjongnya yang cokelat, kusadari
bahwa aku mengenalinya karena ada pantulan wajah anakku-ia memiliki seringai
yang sama, tapi menjadi jelek karena kelaki-lakiannya. Aku tahu bahwa Lo tahu
kalau laki-laki itu sedang memandanginya, dan dia menikmatinya perempuan sundal
yang kucintai itu. Saat mengejar bola dan terpeleset, Lo jatuh telentang dengan
kaki mudanya yang menggairahkan bagaikan mengayuh di udara.
Aku bisa merasakan aroma semangatnya dari tempatku berdiri. Lalu aku melihat
lelaki itu memejamkan matanya dan menunjukkan gigi-giginya yang kecil, sangat
kecil dan rata, saat ia bersandar pada sebatang pohon.
Segera setelah itu terjadilah sebuah perubahan luar biasa. Ia bukan lagi sesosok
dewa hutan, melainkan sepupu dari Swiss yang sangat ramah dan konyol, Gustave
Trapp, yang telah kusebut lebih dari sekali, yang mengurangi timbunan lemaknya
(orang baik yang menyebalkan itu minum bir campur susu) dengan berlatih angkat
beban secara serius. Ia berjalan sempoyongan dan mendengus di pinggir danau
mengenakan baju renang. Trapp yang ini menyadari kehadiranku dari jauh,
mengeringkan bagian belakang lehernya dengan handuk, dan berjalan kembali ke
kolam renang dengan sikap santai yang dibuat-buat. Seolah-olah matahari telah
keluar dari permainan, semangat Lo menurun. Dia bangkit perlahan-lahan dan
mengabaikan bola yang diletakkan di hadapannya oleh anjing terrier itu. Patah
hati seperti apakah yang bisa timbul dalam diri seekor anjing karena kita
menghentikan permainan yang seru" Aku mencoba mengatakan sesuatu, tapi lalu
terduduk di atas rumput dengan rasa sakit di dadaku dan memuntahkan seonggok
ampas makanan berwarna cokelat dan hijau yang aku pun tak ingat pernah
memakannya. Aku menatap mata Lolita yang terlihat lebih seperti menghitung-hitung daripada
ketakutan. Aku mendengarnya berbicara kepada seorang perempuan yang baik bahwa
ayahnya sedang sakit. Lalu, untuk waktu yang cukup lama, aku berbaring di kursi
ruang tunggu sambil menenggak gin. Esok paginya aku merasa cukup kuat untuk
melanjutkan perjalanan. 22 PONDOK BERKAMAR dua yang kami pesan di Silver Spur Court, Elphinstone, ternyata
terbuat dari kayu pohon cemara berwarna cokelat mengkilat. Kayu semacam itu dulu
sangat disukai Lolita, pada hari-hari pertama perjalanan kami yang tanpa beban.
Oh, betapa kini semuanya telah berbeda!
Aku tak membicarakan Trapp atau beragam Trapp lainnya. Pada akhirnya, jelaslah
bahwa semua detektif yang mirip dalam mobil-mobil yang berbeda itu hanyalah
khayalan dan kegilaanku yang menyiksa, gambaran berulang yang disebabkan oleh
kebetulan dan kemiripan. Soyons logiques, yang menjejali bagian Prancis otakku yang angkuh-dan terus
mengacaukan gagasan tentang seorang penjual atau penjahat konyol yang tergila-
gila pada Lolita, dengan semua anteknya menyiksa dan menipuku, dan mengambil
keuntungan dari hubungan anehku dengan hukum.
Aku ingat aku bergumam mengusir rasa panikku. Aku ingat aku berusaha mencari
penjelasan mengenai panggilan telepon dari "Birdsley"
... Namun, jika aku bisa mengusir Trapp, seperti aku mengusir getaran tubuhku di
lapangan rumput di Champion, aku tak bisa melakukan apa-apa dengan derita ini
karena tahu bahwa Lolita tak bisa kudapatkan, mustahil diraih dan dicintai pada
setiap malam di sebuah zaman baru, ketika nuraniku berkata bahwa dia seharusnya
berhenti menjadi seorang peri asmara, berhenti menyiksaku.
Rasa cemas yang tak menyenangkan telah disiapkan dengan indah di Elphinstone
untukku. Lo begitu membosankan dan tak bersuara dalam perjalanan terakhir tiga
ratus kilometer melintasi pegunungan yang tak ternodai oleh para detektif abu-
abu atau zig-zag gila-gilaan. Dia hampir tak memandang pada bebatuan cadas yang
terkenal, bentuknya aneh dan memerah dengan indah, mencuat dari bagian atas
pegunungan dan merupakan tempat untuk melompat ke surga bagi seorang penari
panggung yang temperamental. Kota itu baru dibangun, atau dibangun kembali, pada
tanah rata di atas bukit setinggi dua kilometer. Kuharap itu akan segera membuat
Lo bosan dan kami akan memutar ke California, ke perbatasan Meksiko, ke teluk-
teluk mistis, gurun-gurun dengan pohon-pohon kaktus saguaro, dan fatamorgana.
Jose Lizzarrabengoa berencana membawa Carmennya ke Amerika. Aku membayangkan
sebuah kompetisi tenis Amerika Tengah di mana Dolores Haze dan berbagai anak
sekolah perempuan California akan ambil bagian. Wisata yang bertujuan baik itu
bakal menghilangkan perbedaan di antara passport (paspor) dan sport (olahraga).
Mengapa aku berharap kami akan bahagia di luar negeri"
Perubahan lingkungan adalah pikiran keliru di mana cinta yang patah dan paru-
paru yang rusak bergantung.
Nyonya Hays, seorang janda cekatan yang mengelola penginapan-dengan pemulas pipi
merah bata dan sepasang mata biru-bertanya kepadaku apakah aku orang Swiss,
karena adiknya menikahi seorang instruktur ski berkebangsaan Swiss. Aku bilang
aku orang Swiss, sedangkan anakku setengah Irlandia. Aku mengisi data
pendaftaran, Hays memberiku kunci dan senyum kecil, dan (masih tersenyum)
menunjukkan kepadaku di mana harus memarkir mobil. Lo merayap keluar dan sedikit
gemetaran. Udara malam yang cerah terasa dingin dan kering.
Setelah memasuki pondok, dia duduk di kursi dekat meja, membenamkan wajahnya di
dalam lekukan sikunya dan berkata bahwa dia merasa tidak enak badan. Kupikir
pura-pura, tak ragu lagi, berpura-pura untuk menghindari sentuhanku. Aku haus
akan gairah, tapi dia mulai meringis tak biasa saat aku mencoba mencumbunya.
Lolita sakit. Lolita sekarat. Kulitnya panas membara! Aku mengukur suhu
badannya, lalu melihat coretan-coretan rumus yang untungnya kutulis di dalam
buku catatan, dan setelah berusaha keras mengubah derajat Fahrenheit (yang tak
berarti bagiku) ke derajat Celcius yang kukenal sejak kecil, aku menemukan bahwa
suhunya 40,4 derajat. Aku tahu kalau peri asmara yang histeris bisa naik amat tinggi suhu tubuhnya.
Aku akan memberinya seteguk anggur panas berempah, dua butir aspirin, dan
menciumnya agar demamnya hilang, kalau pada saat pemeriksaan anak tekaknya,
warnanya tidak merah membara.
Kutanggalkan pakaiannya. Napasnya menyenangkan sekaligus menyedihkan. Pipinya yang kecokelatan berasa darah saat kucium. Dia gemetar
sekujur badan dan mengeluh bagian atas tulang belakangnya kaku dan sakit.
Kupikir dia terkena virus polio, seperti yang akan terpikir oleh orangtua
Amerika mana pun. Melepaskan segala harapan untuk bercinta, aku menyelimutinya
dan membopongnya masuk ke dalam mobil. Sementara itu, Nyonya Hays yang baik
sudah memberi tahu dokter setempat. "Anda beruntung ini terjadi di sini,"
katanya-karena bukan saja Doker Blue orang terbaik di wilayah ini, tapi rumah
sakit Elphinstone juga sangat modern, walaupun daya tampungnya terbatas.
Aku mengemudikan mobilku ke sana, setengah dibutakan oleh sinar matahari yang
terbenam di sisi dataran rendah, dipandu oleh seorang perempuan tua. Dr. Blue,
yang tak perlu diragukan lagi ilmunya jauh di bawah reputasinya, meyakinkanku
bahwa itu adalah infeksi karena virus.
Aku menyebutkan umur anakku sebagai "hampir enam belas" kepada seorang petugas
administrasi berambut pirang yang menyebalkan dan tanpa senyum. Selagi aku
sedang tidak melihatnya, anakku dibawa pergi!
Dengan sia-sia aku mendesak untuk diperbolehkan menginap dan tidur di keset
bertuliskan "Selamat Datang" di sudut rumah sakit sialan itu.
Aku berlari mendaki anak tangga, berusaha melacak keberadaan kekasihku, untuk
mengatakan kepadanya agar jangan mengoceh, terutama
kalau dia merasa sempoyongan sepertiku. Dalam ketergesaanku, aku berlaku agak kasar kepada seorang suster muda yang sangat
genit dengan pantat besar dan mata hitam. Belakangan aku tahu dia keturunan
Basque. Ayahnya seorang imigran dan pelatih anjing penggembala.
Akhirnya, aku kembali ke mobil dan diam di dalam situ entah selama berapa jam,
membungkukkan tubuh dalam kegelapan, terpana atas kesendirianku. Aku memandang
keluar dengan mulut terbuka: gedung rumah sakit yang remang-remang, bentuknya
persegi dan rendah, seolah-olah berjongkok di tengah bloknya yang banyak
terdapat lapangan rumput. Lalu, aku memandang ke atas pada bintang-bintang dan
bentangan keperakan pegunungan tinggi, di mana pada saat ini ayah Mary, Joseph
Lore yang kesepian, sedang memimpikan Oloron, Lagore, Rolas, atau menggoda
seekor domba betina. Pikiran-pikiran tentang pengembara yang tak punya pekerjaan
dan tempat tinggal semacam itu selalu menjadi penenang bagiku dalam masa-masa
sulit. Ketika aku merasa kaku karena malam yang tiada berakhir, aku berpikir untuk
pulang ke motel. Perempuan tua itu telah pergi dan aku tidak begitu yakin akan
arah jalanku. Jalan-jalan lebar dan berkerikil saling bersinggungan dengan
bayang-bayang persegi panjang. Aku melihat sesuatu yang tampak seperti siluet
tiang hukuman gantung pada suatu tempat yang mungkin halaman bermain di sebuah
sekolah. Dan, di blok lain yang kelihatan seperti tempat pembuangan sampah,
dalam keheningan yang mematikan, berdiri sebuah kuil tempat ibadah sebuah sekte
lokal yang tampak pucat. Akhirnya, aku menemukan jalan raya, lalu motel itu, di mana jutaan laron
mengerubungi lampu neon bertuliskan "Penuh". Sekitar pukul tiga dini hari,
setelah mandi air hangat yang terlalu dini, aku berbaring di ranjangnya yang
beraroma kastanye, mawar, mentol, dan parfum Prancis beraroma lembut dan
istimewa yang akhirnya kuizinkan dia pakai. Aku menemukan diriku tak mampu
memahami kenyataan sederhana bahwa untuk pertama kalinya dalam dua tahun aku
dipisahkan dari Lolitaku.
Semua terlintas dalam pikiranku, bahwa penyakitnya adalah pengembangan dari
sebuah tema-bahwa itu mengandung rasa dan nada yang sama dengan rangkaian kesan
saling berkaitan yang telah membuatku bingung dan menderita secara mental
sepanjang perjalanan kami. Aku membayangkan agen rahasia itu, atau kekasih
rahasia, atau halusinasi, atau apa pun dia, sedang mengenda-pendap dan mengintai
di sekeliling rumah sakit dan Aurora belum "menghangatkan tangannya"


Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti yang dibilang pemetik bunga lavender di negara kelahiranku, saat aku
menemukan diriku berusaha keluar dari penjara itu lagi, menggedor pintunya yang
hijau, tanpa sarapan, tanpa tempat duduk, dalam keputusasaan.
Ini hari Selasa, dan pada hari Rabu atau Kamis, karena dia bereaksi dengan baik
terhadap "serum" itu (sperma burung gereja atau tahi ikan duyung), dia sudah
akan jauh membaik, dan dokter bilang dalam waktu beberapa hari lagi dia akan
bisa "melompat-lompat" lagi.
Dari delapan kali kunjunganku, hanya yang terakhir yang terukir dengan tajam
dalam benakku. Usaha yang luar biasa untuk bisa datang karena saat itu aku
sendiri tengah diserang infeksi yang juga menjalariku.
Tak akan ada yang tahu betapa besar usaha yang kulakukan untuk membawa karangan
bunga, cinta yang melimpah, buku-buku yang untuk membelinya aku harus menempuh
jarak sembilan puluh kilometer: Karya-Karya Dramatis oleh Browning, Sejarah
Tari, Badut dan Merpati, Balet Rusia, Bunga-Bunga Karang, Kumpulan Naskah
Persatuan Teater, dan Tenis karya Helen Wills yang telah menjuarai kejuaraan
nasional tenis junior nomor tunggal putri pada usia lima belas tahun.
Saat aku sedang memandang dengan rasa tak percaya pada pintu ruang perawatan
pribadi anak perempuanku yang tarifnya tiga belas dolar sehari, Mary Lore,
suster muda menyebalkan yang bekerja paruh waktu dan secara terang-terangan
tidak menyukaiku, muncul dengan baki sarapan yang sudah selesai dipakai,
menaruhnya dengan berisik di kursi koridor dan masuk kembali ke dalam ruangan-
mungkin untuk memperingatkan Dolores kecilnya yang malang bahwa ayahnya yang
kejam sedang merayap naik membawa buku-buku dan karangan bunga.
Yang terakhir kurangkai dari bunga-bunga liar dan dedaunan indah yang
kukumpulkan dengan tanganku sendiri sewaktu melewati gunung saat matahari terbit
(aku hampir tidak tidur sama sekali dalam minggu yang penting itu).
Memberi makan Carmencitaku" Aku memandang tanpa tujuan ke arah baki. Di piring
yang ada sisa-sisa kuning telur itu, terdapat amplop yang diremas-remas. Pasti
tadi ada isinya karena salah satu ujungnya robek, tapi tidak ada alamat di
atasnya tak ada apa pun, kecuali lambang angkatan bersenjata bohongan dengan
huruf-huruf hijau bertuliskan
"Ponderosa Lodge". Sementara itu, Mary sedang terburu-buru keluar lagi
-sungguh luar biasa kecepatan mereka dan betapa sedikit yang mereka lakukan-,
suster-suster muda itu. Dia memandang dengan marah pada amplop yang telah
kutaruh kembali. "Sebaiknya Anda jangan menyentuhnya," katanya sambil mengangguk ke arah amplop
itu. "Jari Anda bisa terbakar."
Berikut ini harga diriku yang menjawabnya. Yang kukatakan kurang lebih, "Kurasa
ini sehelai bon-bukan sehelai surat cinta." Kemudian, sambil memasuki ruangan
yang terang itu, aku menyapa Lolita, " Bonjour, mon petit. "37
"Dolores," kata Mary Lore, yang masuk bersamaku, melewatiku, mengedipkan matanya
pada Dolly sambil mulai melipat selimut flanel putih dengan sangat cepat,
"Dolores, papamu mengira kau dapat surat dari pacarku. Akulah (dengan puas
menepuk dirinya pada salib kecil sepuhan yang dia pakai) yang dapat surat. Dan
papaku bisa marah seperti papamu."
Dia meninggalkan ruangan. Dolores yang bernuansa merah jambu dan merah
kecokelatan, bibirnya baru dipulas, rambutnya disisir dengan indah, lengannya
lurus di atas penutup tempat tidur yang rapi, berbaring dengan polos sambil
tersenyum kepadaku atau bukan pada siapa-siapa.
Di atas meja tempat tidur, di samping tisu dan sebatang pensil, cincinnya yang
terbuat dari batu topas berkilau disinari matahari.
"Bunga pemakaman yang mengerikan," katanya. "Di luar itu, terima kasih. Tapi,
kau keberatan tidak kalau berhenti bicara bahasa Prancis" Itu membuat semua
orang merasa terganggu."
37 Selamat siang, bocah kecilku (catatan penerjemah).
Dengan tergesa-gesa seperti biasanya, perempuan jalang muda itu datang lagi
dengan bau air seni dan bawang putih, membawa koran Desert News yang diterima
dengan bersemangat oleh pasiennya yang baik, yang mengabaikan buku-buku
bergambar yang kubelikan untuknya.
"Adik perempuanku, Ann," kata Mary (memberi tahu setelah berpikir lebih jauh),
"bekerja di Ponderosa."
Janggut biru yang malang. Saudara-saudara lelaki yang brutal itu.
Estce que tu ne m'aimes plus, ma Carmen"38 Tak pernah. Kini aku tahu, cintaku
tanpa harapan, sama seperti sebelum-sebelumnya. Dan, aku juga tahu kedua
perempuan itu rekan sekongkol, membuat rencana rahasia dalam bahasa Basque atau
Zemfirian menentang cintaku yang tanpa harapan. Aku bisa saja melangkah lebih
jauh dan mengatakan bahwa Lo sedang bermain dua arah karena dia juga mengelabui
Mary yang yang kuduga sudah dibilangi bahwa dia ingin tinggal dengan pamannya
yang gemar bersenang-senang, bukan dengan diriku yang kejam dan muram.
Para perawat lain yang tak pernah kulihat, dan orang bodoh yang mendorong tempat
tidur bayi dan peti mati ke dalam lift, dan burungburung hijau yang tolol di
dalam sangkar di ruang tunggu semuanya bersekongkol dalam rencana kotor itu.
Kuduga Mary mengira Profesor Humbertoldi si pelawak sedang ikut campur terhadap
kisah asmara antara Dolores dan pengganti ayahnya, Romeo yang gemuk (karena kau
memang agak berlemak, Rom).
Tenggorokanku sakit. Aku berdiri dekat jendela sambil menelan ludah dan
memandang pegunungan, pada karang romantis di langit yang tersenyum dan ikut
bersekongkol. "Carmenku," kataku (kadang-kadang aku suka memanggilnya begitu), "kita akan
meninggalkan kota yang dingin dan menyakitkan ini, segera setelah kau keluar
dari rumah sakit." "Omong-omong, aku ingin semua bajuku," tukasnya sambil menekuk lututnya dan
membuka halaman koran. "Karena," lanjutku, "tak ada gunanya tinggal di sini."
"Tak ada gunanya tinggal di mana pun," sahut Lolita.
Aku mendudukkan diriku pada sebuah kursi dan membuka rangkaian bunga hasil
karyaku sambil berusaha mengenali jenis bunga-bungaku. Ternyata ini mustahil
dilakukan. Lonceng berirama berbunyi lembut di suatu tempat.
Kurasa mereka hanya memiliki tak lebih dari selusin pasien (tiga atau empat di
antaranya sakit jiwa, seperti yang pernah dikatakan Lo kepadaku) di tempat
pertunjukan berbentuk rumah sakit ini, dan karyawannya
memiliki terlalu banyak waktu luang. Namun, bagaimanapun, peraturannya ketat. Dan, aku datang pada jam yang salah. Bukan
tanpa keinginan untuk menyakiti, Mary yang penuh rencana menarik lengan bajuku
untuk menggiringku keluar. Aku memandang tangannya, tangan itu turun. Saat aku
pergi, dengan sukarela, Dolores Haze mengingatkanku agar besok pagi aku
membawakannya barang-barangnya ... Dia tak ingat di mana tempat bermacam benda
yang dia inginkan itu ... "Bawakan kopor abu-abu yang baru dan kotak punya
ibuku!" teriaknya (aku sudah hilang dari pandangannya, pintu bergerak, menutup,
tertutup). Namun, pagi berikutnya aku menggigil, mabuk dan sekarat di atas ranjang motel
yang baru dia gunakan selama beberapa menit. Dan, yang bisa kulakukan dalam
keadaan pusing seperti itu adalah mengirimkan kedua barang yang diinginkan Lo
melalui anak lelaki si janda pengelola motel-seorang pengemudi truk yang kekar
dan ramah. Aku membayangkan Lo menunjukkan koleksinya yang berharga kepada Mary
... Tak perlu diragukan lagi, aku sedikit kehilangan kesadaran. Dan, pada hari
berikutnya aku masih merasa belum pulih karena saat aku memandang keluar dari
jendela kamar mandi, aku melihat sepeda Lo yang cantik dan masih baru, tersangga
pada penyangganya, roda depannya yang anggun berpaling dariku seperti biasanya,
dan seekor burung gereja bertengger di joknya. Tapi, ternyata itu adalah sepeda
milik perempuan pengelola motel. Dengan sedikit tersenyum dan menggeleng-
gelengkan kepalaku di atas khayalan-khayalanku yang penuh kasih sayang, aku
melangkah kembali ke tempat tidur dengan lunglai, dan berbaring diam seperti
orang suci- Oh, orang suci! Dolores yang cokelat muda,
Pada sepetak, rumput hijau ceria
Dengan Sanchicha membaca cerita
Dalam sebuah majalah remaja
Yang tampak dari berbagai contoh di mana pun Dolores berada, dan ada perayaan
besar di kota, dilihat dari kembang api yang meledak sepanjang waktu. Dan lima
menit sebelum pukul dua siang, aku mendengar suara siulan mendekati pintu
pondokku yang setengah terbuka, lalu bunyi orang menggedor pintu.
Itu Frank. Ia tetap berdiri pada pintu yang terbuka, satu tangannya pada bagian
panjang bingkai pintu dan sedikit mencondongkan badan ke depan.
Halo. Suster Lore menelepon. Dia ingin tahu apakah keadaan Anda sudah membaik
dan akan datang hari ini"
Dari jarak dua puluh langkah, Frank terlihat seperti sosok bertubuh besar yang
sangat sehat. Dari jarak lima langkah seperti sekarang, ia adalah mosaik
kemerahan yang tersusun dari bekas-bekas luka. Tapi, terlepas dari berbagai
kecelakaan itu, ia bisa menaklukkan truk yang sangat besar, menangkap ikan,
berburu, minum-minum, dan bermain cinta dengan perempuan-perempuan pinggir
jalan. Hari itu, entah karena hari libur yang menyenangkan, atau hanya karena
ingin mengalihkan perhatian seorang lelaki sakit, ia melepaskan sarung tangan
yang biasa ia kenakan di tangan kirinya (yang menekan sisi pintu) dan
menunjukkan kepadaku yang merasa tertarik, bukan hanya jari keempat dan
kelimanya buntung, tapi juga seorang gadis telanjang dengan puting susu berwarna
merah menyala dan selangkangan berwarna biru gelap, ditato dengan bagus pada
bagian belakang tangannya yang cacat; telunjuk dan jari tengah membentuk
kakinya, sedangkan pergelangan tangannya bergambar kepala yang bermahkotakan
bunga. Oh, enaknya ... bertumpu di pintu, seperti peri yang licik.
Aku memintanya mengatakan kepada Mary Lore bahwa aku ingin beristirahat seharian
di tempat tidur dan akan menghubungi anakku besok kalau aku merasa baikan.
Ia menyadari arah pandanganku dan sengaja membuat pinggul kanan tato perempuan
itu bergerak-gerak penuh nafsu.
"Baiklah," ujar Frank seperti bernyanyi, lalu menepuk tiang pintu, bersiul,
membawa pergi pesanku, sedangkan aku terus minum. Paginya, demam itu sudah
lenyap dan walaupun aku masih lemah, kukenakan jubah ungu menutupi piyama
kuningku dan berjalan menuju pesawat telepon di kantor motel. Semuanya baik-baik
saja. Sebuah suara yang ceria memberitahuku bahwa, ya, semuanya baik-baik saja.
Anakku sudah pulang sehari sebelumnya, sekitar pukul dua. Pamannya, Tuan
Gustave, menjemputnya dengan membawa seekor anak anjing dan tersenyum kepada
semua orang. Dia naik mobil Caddy Lack hitam, membayar bon Dolly dengan uang
tunai, dan mengatakan kepada mereka agar menyampaikan kepadaku bahwa aku tidak
perlu cemas dan supaya menjaga suhu tubuh tetap hangat. Mereka ada di peternakan
Kakek, seperti yang telah kami setujui sebelumnya.
Elphinstone tadinya adalah kota kecil yang sangat manis. Kautahu, kota itu
membentang seperti maket dengan pepohonannya yang rapi dan rumah-rumah beratap
merah di atas permukaan bukit. Dan kupikir, sebelumnya aku sudah menyebut
tentang model sekolahnya, kuil, dan blok-blok luas berbentuk persegi panjang,
yang beberapa di antaranya cukup menarik, hanya rerumputannya yang tak lazim,
dengan seekor keledai atau kuda yang merumput dalam kabut pagi bulan Juni.
Sangat menyenangkan: pada sebuah belokan tajam yang berderik karena kerikil, aku
menabrak bagian samping sebuah mobil yang sedang parkir, tapi aku berkata kepada
diriku dan kuharap secara telepati kepada pemiliknya yang melambai-lambaikan
tangannya-bahwa nanti aku akan kembali, alamatnya di Bird School, Bird, New
Bird. Gin itu membuat jantungku tetap hidup tapi menumpulkan otakku.
Dan setelah beberapa putaran serta kehilangan akal, aku menemukan diriku sedang
berada di ruang penerimaan tamu rumah sakit, berusaha memukul dokter, menggeram
pada orang-orang yang bersembunyi di bawah kursi, berteriak-teriak mencari Mary
yang, untung baginya, sedang tak di sana. Tangan-tangan yang kasar merenggut
jubah unguku, merobek kantongnya, dan entah bagaimana caranya, sepertinya aku
duduk di atas seorang pasien botak berkepala cokelat, yang kupikir adalah Dr.
Blue. Dia akhirnya berdiri, mengomentari dengan aksen yang ajaib, "Sekarang
kutanya, siapa yang gila?"
Lalu, seorang suster ceking tanpa senyum memberiku tujuh buku yang bagus dan
selimut yang kugunakan menyelimuti Dolores saat membawanya ke rumah sakit, yang
dilipat dengan hati-hati, dan meminta tanda terima. Dalam keheningan yang muncul
dengan tiba-tiba, aku menjadi sadar akan hadirnya seorang polisi di lorong rumah
sakit, diiringi pengemudi mobil yang tadi kutabrak yang menunjuk-nunjuk ke
arahku. Dengan patuh aku menandatangani tanda terima yang sangat simbolik dengan
demikian aku menyerahkan Lolitaku kepada semua monyet itu.
Tapi, apa lagi yang bisa kulakukan"
Sebuah pikiran sederhana melintas: "Untuk saat ini, kebebasan adalah segalanya."
Satu langkah salah dan aku mungkin akan dipaksa menjelaskan tentang sebuah
perbuatan kriminal. Jadi, aku berpura-pura lepas dari kebingungan.
Kepada pengemudi itu, aku membayar apa yang ia anggap adil.
Kepada Dr. Blue, yang saat itu sedang mengusap tanganku, aku berbicara dengan
berlinang air mata tentang minuman keras yang telah kutenggak sebagai alasan
amukanku. Kepada pegawai rumah sakit pada umumnya, aku memohon maaf dengan
sebuah akting mengesankan yang hampir membuatku sendiri terkesima, dengan
menambahkan bahwa aku sedang tidak dalam hubungan yang baik dengan anggota
keluarga besar Humbert lainnya. Kepada diriku sendiri, aku berbisik bahwa aku
masih punya pistolku, dan masih bebas-bebas melacak buron itu, bebas
menghancurkan kembaranku.
23 SERIBU MIL lebih sedepa jalan membentang sehalus sutra memisahkan Kasbeam yang
kuyakini menjadi tempat setan merah itu berencana muncul untuk pertama kalinya
dan Elphinstone yang kami capai sekitar seminggu sebelum Hari Kemerdekaan39.
Perjalanan itu telah menghabiskan sebagian besar bulan Juni karena kami jarang
menempuh jarak lebih dari dua ratus tiga puluh kilometer setiap hari,
menghabiskan sisa waktu di berbagai tempat perhentian bahkan pada suatu
kesempatan sampai lima hari. Dan tanpa perlu diragukan lagi, semuanya sudah
diatur sebelumnya. Di sepanjang rentang jalan itulah jejak setan itu harus
dicari. Untuk itulah, aku berpacu di jalan-jalan seputar Elphinstone yang tak
henti meruapkan panas. Bayangkan diriku, para pembaca, dengan sifat pemaluku, dan ketaksukaanku pada
kemewahan yang berlebihan. Bayangkan diriku menutupi kesedihan luar biasa dengan
senyum dibuat-buat yang bergetar selagi mencari-cari alasan palsu untuk bisa
melihat-lihat buku tamu hotel.
"Oh," kataku, "aku yakin aku pernah menginap di sini-seraya mencoba mencari-cari
di catatan untuk pertengahan bulan Juni-tidak, aku salah-nama kota yang sangat
aneh, Kawtagain. Terima kasih banyak." Atau:
"Aku punya seorang pelanggan yang menginap di sini-aku lupa mencatat alamatnya-
bolehkah aku memeriksa?" Dan sesekali, terutama kalau orang yang mengelola
tempat itu sejenis lelaki yang tertekan, aku tak diizinkan melakukan pemeriksaan
pribadi terhadap buku tamunya.
Aku punya catatan di sini: antara 5 Juli dan 18 November, saat aku kembali ke
Beardsley untuk beberapa hari, aku mendaftar, atau benar-benar menginap, di 342
hotel, motel, dan losmen. Angka ini termasuk yang kulakukan di beberapa
penginapan antara Chestnut dan Beardsley, salah satu yang menghasilkan bayangan
setan itu ("N. Petit, Larousse, Illinois"). Aku harus mengatur pertanyaan-
pertanyaanku dengan hati-hati agar tak menarik perhatian yang berlebihan. Dan
ada paling tidak lima puluh tempat di mana aku sekadar bertanya di meja penerima
tamu tapi itu pencarian yang sia-sia. Aku lebih memilih beritikad baik dengan
pertama-tama membayar kamar yang tak kubutuhkan.
Surveiku menunjukkan bahwa dari tiga ratusan buku tamu yang kuperiksa, paling
tidak 20 di antaranya memberiku petunjuk: setan yang selalu mengintai itu
ternyata telah berhenti lebih sering daripada kami, atau mungkin dia sengaja
membuat pendaftaran tambahan agar aku selalu dibekali petunjuk-petunjuk sesat
yang menggelikan. Hanya satu kali ia benar-benar menginap di motel yang sama
dengan kami, beberapa langkah dari bantal Lolita. Beberapa kali ia mengambil
kamar di blok yang sama atau bersebelahan, tak jarang pula ia berbaring menunggu
pada sebuah tempat yang terletak di antara dua kota yang kubicarakan.
Betapa aku sungguh ingat, tepat sebelum keberangkatan kami dari Beardsley,
Lolita tengkurap di atas karpet kamar, memelototi buku-buku panduan wisata dan
peta-peta, serta menandai tempat-tempat perhentian dengan lipstiknya!
Aku menyadari bahwa ia telah memperkirakan penyelidikanku dan sengaja memasang
nama-nama samaran yang menghina. Di kantor motel pertama yang kudatangi,
Ponderosa Lodge, namanya terbaca: Dr.
Gratiano Forbeson, Mirandola, NV. Konotasi komedi Italianya tentu saja tak
mungkin luput kupahami. Pemilik penginapan mengatakan bahwa orang itu terbaring
selama lima hari karena sakit flu yang parah, bahwa ia meninggalkan mobilnya
untuk diperbaiki di bengkel, dan bahwa ia keluar pada tanggal 4 Juli. Ya,


Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang gadis bernama Ann Lore memang pernah bekerja di Ponderosa Lodge, tapi
sekarang sudah menikah dengan seorang pemilik toko bahan makanan di Cedar City.
Pada suatu malam terang bulan, aku menghentikan Mary yang bersepatu putih di
sebuah ruas jalan yang sepi. Dia hendak menjerit, tapi aku berhasil
menenangkannya dengan tindakan sederhana, yakni menjatuhkan diri dan pura-pura
mengerang kesakitan, lalu memohon-mohon pertolongannya. Dia bilang, dia tidak
tahu apa-apa. Dia bersumpah. Siapa Gratiano Forbeson ini" Dia kelihatannya
melunak. Aku mengeluarkan uang kertas seratus dolar. Dia menerawangnya ke arah
cahaya bulan. Akhirnya dia berbisik, "Dia adalah adik lelakimu." Aku mencabut
uang kertas itu dan tangannya yang sedingin bulan, mengutuknya dalam bahasa
Prancis, memutar badan, dan kabur.
Ini mengajariku untuk bergantung hanya kepada diriku sendiri. Tak ada detektif
yang bisa menemukan petunjuk-petunjuk yang telah diselaraskan Trapp dengan
pikiran dan perbuatanku. Tentu saja aku tidak bisa berharap bahwa ia akan
meninggalkan nama dan alamatnya yang sesungguhnya. Namun, kuharap ia terpeleset
dalam kelicinan sisik melik permainannya sendiri, misalnya dengan menunjukkan
warna yang lebih kaya dan lebih pribadi daripada yang diperlukan.
Ia sukses dalam satu hal, yaitu melibatkanku dan rasa sakitku secara menyeluruh
dalam keadaan buruk di mana aku sulit melarikan diri dalam permainan setannya.
Dengan keterampilan yang tak terbatas, ia terhuyung-huyung, terkejut, dan
mendapatkan kembali keseimbangan yang mustahil, selalu meninggalkanku dengan
harapan bahwa lain kali ia mungkin akan menyerah. Ia tidak pernah menyerah,
walau sudah dekat sekali. Kita semua mengagumi pertunjukan akrobat dengan
keanggunan klasik di mana pemainnya dengan teliti berjalan di atas tali sempit
dalam cahaya bertaburan. Namun, betapa lebih langka keahlian seni yang dimiliki
pemain tali gantung yang mengenakan baju burung gagak dan menirukan seorang
pemabuk yang aneh! Seharusnya aku tahu.
Petunjuk-petunjuk yang ia tinggalkan tak membangun identitasnya, tapi
mencerminkan kepribadiannya, atau paling tidak kepribadian tertentu yang seragam
dan menonjol: gayanya, selera humornya, dan karakter umum otaknya memiliki
kesamaan denganku. Ia menirukan dan mengejekku. Petunjuk-petunjuk tak
langsungnya benar-benar cerdas. Ia membaca banyak buku. Ia tahu bahasa Prancis.
Ia penggemar cerita-cerita seks. Ia memiliki tulisan tangan yang feminin. Ia
bisa mengubah namanya, tapi tak bisa menyamarkan tulisannya-huruf t, w, dan I
coretannya sangat khas. Quelquepart Island adalah salah satu kediaman
favoritnya. Ia tak menggunakan pena tinta, berarti seperti yang akan dikatakan
kepadamu oleh psikoanalis mana pun ia adalah seorang pemuja undina 40 yang
terpenjara. Ada orang-orang menyedihkan yang berharap akan ada peri air di Styx 41.
Sifat utamanya adalah hasrat terhadap sesuatu yang tak bisa ia dapatkan. Astaga,
betapa konyolnya kawan yang malang itu! Ia menantang kesarjanaanku. Aku cukup
bangga akan pengetahuanku mengenai sesuatu dan menjadi rendah hati akan
ketidaktahuanku, dan aku berani mengatakan bahwa aku kehilangan beberapa elemen
dalam pengejaran kertas berkode rahasia itu. Getar kemenangan dan kebencian
macam apa yang mengguncang diriku yang lemah ketika, di antara nama-nama polos
tak berdosa dalam daftar tamu hotel, teka-teki membingungkannya menampar mukaku!
Aku menyadari bilamana ia merasa misterinya menjadi terlalu sulit dipahami,
bahkan bagi seorang pemecah teka-teki sepertiku, ia akan membuatku tertarik lagi
dengan memberi teka-teki yang mudah. "Arsene Lupin" bukan nama yang asing bagi
seorang Prancis yang menyukai cerita-cerita detektif pada masa mudanya, dan
seseorang tidak perlu menjadi penggemar Coleridge untuk memahami tipuan dalam
nama "A. Anu, Porlock, Inggris". Dengan selera yang mengerikan, tapi pada dasarnya
mengesankan seseorang yang berbudaya-bukan polisi, bukan orang bodoh pada
umumnya, bukan pedagang yang cabul-terdapat nama-nama seperti "Arthur Rainbow"-
jelas parodi dan pengarang Le Bateau Bleu-biarkan aku tertawa sedikit- dan
"Morris Schmetterling"
diambil dari L'Oiseau lyre yang terkenal. "D. Orgon, Elmira, NY" yang bodoh tapi
lucu, tentu saja berasal dari Moliere, dan karena belakangan aku berusaha
membuat Lolita tertarik kepada sebuah sandiwara abad ke 18 yang terkenal, aku
mengucapkan selamat datang kepada seorang teman lama: "Harry Bumper, Shendan,
Wyo". Sebuah ensiklopedia bisa memberiku informasi siapa "Phineas Quirnby,
Lebanon, NH" yang penampilannya aneh. Dan pengikut aliran Freud mana pun, dengan
nama Jerman dan minat dalam pelacuran agama, seharusnya mengenali apa yang
tersirat dan "Dr. Kitzler, Eryx, Miss". Sejauh ini itu baik-baik saja.
Kesenangan semacam itu kurang baik, tapi secara keseluruhan tidak bersifat
pribadi sehingga tidak menyinggung siapa-siapa.
Di antara berbagai hal yang menangkap perhatianku sebagai petunjuk-petunjuk yang
tak perlu diragukan lagi, tapi membingungkanku berkaitan dengan intinya yang
lebih tepat, aku tak bisa menyebut terlalu banyak karena aku merasa meraba-raba
dalam sebuah kabut dengan hantu-hantu verbal yang mungkin berubah menjadi
pelancong yang hidup. Siapakah "Johnny Randall, Ramble, Ohio?" Atau, apakah ia
orang sungguhan yang kebetulan tulisan tangannya mirip dengan "N.S. Anstoff,
Catagela, NY?" Petunjuk apa yang ada dalam "Catagela?" Bagaimana pula dengan
"James Mayor Morrell, Hoaxton, Inggris?" "Aristophanes", "hoax-tipuan"-baiklah,
tapi apa yang tak kuketahui"
Ada satu hentakan dalam semua nama samaran itu yang menyebabkan rasa sakit
karena detak jantungku jadi tak beraturan saat membacanya. Hal-hal seperti
"NYONYA G. Trapp, Geneva" adalah tanda pengkhianatan pada sisi Lolita. "Aubrey
Beardsley, Quelquepart Island"
memberi pernyataan yang lebih jelas daripada pesan telepon yang membingungkan
bahwa titik mula perselingkuhan itu seharusnya dicari di bagian Timur. "Lucas
Picador, Merrymay, Pa." secara tak langsung menunjukkan fakta tak menyenangkan
bahwa Carmen kecilku telah mengkhianati kata-kata sayangku dengan tiruannya.
Yang mengerikan kejamnya adalah "Will Brown, Dolores, Colo." "Harold Haze,
Tombstone, Arizona" yang menakutkan (yang di saat lain akan menyenangkan selera
humorku) menyiratkan kedekatan dengan masa lalu gadis itu yang sekejap memberiku
gagasan bahwa buruanku adalah seorang sahabat keluarga yang sudah dikenal sejak
lama, mungkin kekasih Charlotte di zaman dulu, atau mungkin orang yang
membetulkan hal-hal yang salah ("Donald Quix, Sierra, Nev.") Tapi, jarum tebal
yang paling menusuk adalah anagram pada buku tamu Chestnut Lodge, "Ted Hunter,
Cane, NH" (dengan ingatan pada "The Enchanted Hunters").
Nomor-nomor polisi membingungkan yang ditinggalkan oleh semua Orgon, Morell, dan
Trapp hanya mengungkapkan kepadaku bahwa pemilik motel tidak memeriksa apakah
mobil-mobil tamu didata dengan akurat.
Acuan-acuan yang tak lengkap atau tidak ditulis dengan benar kepada mobil-mobil
yang disewa setan itu untuk jarak pendek antara Wace dan Elphinstone, tentu saja
tidak berguna. Nomor polisi mobil Aztec itu adalah angka-angka yang berubah,
sebagian tertukar, selebihnya hilang, tapi entah bagaimana membentuk kombinasi
yang saling berkait-an (seperti
"WS 1564" dan "SH 1616," dan Q32888" atau "CU 88322") yang bagaimanapun
dirancang dengan begitu liciknya agar tak menunjukkan gambaran umum.
Terlintas dalam pikiranku, setelah ia menyerahkan mobil kap terbuka itu ke
komplotannya di Wace dan bertukar mobil, penggantinya mungkin kurang berhati-
hati dan menulis angka-angka yang saling berkaitan itu di buku tamu hotel.
Namun, jika mencari setan itu di sepanjang jalan yang kutahu sudah ia lewati
saja sulit, apa yang bisa kuharapkan dan usaha apa pun untuk melacak pengemudi
mobil tak dikenal yang melaju di sepanjang jalur tak dikenal"
24 SAAT AKU sampai di Beardsley, sebuah gambaran lengkap terbentuk dalam pikiranku.
Dan, melalui proses eliminasi yang selalu penuh risiko, aku telah memperkecil
gambaran ini menjadi satu-satunya sumber nyata yang bisa diberikan oleh ingatan
yang lemah. Selain Pendeta Rigor Mortis (begitulah murid-murid perempuan itu memanggilnya),
seorang lelaki tua yang mengajar bahasa Jerman dan Latin yang bukan merupakan
pelajaran wajib, tak ada guru lelaki yang mengajar secara tetap di Sekolah
Beardsley. Tapi, pada dua kesempatan, seorang instruktur seni dari Kampus
Beardsley datang untuk menunjukkan gambar-gambar lentera ajaib dan puri-puri
Prancis dan lukisan-lukisan abad kesembilan belas. Aku ingin menghadiri
pertunjukan dan diskusi itu, tapi Dolly, seperti biasa, melarangku datang,
titik. Aku juga ingat Gaston pernah menyebut lelaki itu sebagai pelayan restoran
Prancis yang cerdas. Tapi, hanya itu saja. Ingatanku menolak memberi nama
pecinta pun itu. Pada hari yang sudah ditetapkan untuk pelaksanaan hukuman mati, aku berjalan
menembus hujan salju melintasi kampus menuju pusat informasi di Maker Hall,
Kampus Beardsley. Di sana aku menemukan bahwa orang itu bernama Riggs (seperti
nama menteri), seorang sarjana, dan sepuluh menit lagi ia akan keluar dari
"Museum" tempat ia sedang mengajar. Di koridor yang menuju ruang auditorium, aku
duduk di atas sejenis kursi marmer yang disumbangkan oleh Cecilia Dalrymple
Ramble. Saat aku menunggu di sana, dengan rasa tak nyaman pada kandung kemihku, mabuk,
kurang tidur, dan sepucuk pistol dalam genggamanku di saku jas hujan, tiba-tiba
terlintas dalam pikiranku bahwa aku bertingkah laku gila dan hampir melakukan
sesuatu yang bodoh. Mustahil Albert Riggs, seorang profesor, menyembunyikan
Lolitaku di rumahnya di Beardsley, Jalan Pritchard 24. Tidak mungkin dia
penjahatnya. Sungguh tak masuk akal aku kehilangan waktu dan kecerdikanku. Dolly
dan orang itu ada di California, bukan di sini.
Kini aku menyadari keributan yang aneh di belakang patung-patung putih. Sebuah
pintu bukan yang sedang kupandangi-terbuka dengan cepat dan, di tengah
sekumpulan siswi, sebuah kepala botak dan sepasang mata cokelat terang muncul
dan melangkah maju. Ia benar-benar orang yang asing bagiku, tapi ia bersikeras
bahwa kami pernah bertemu di sebuah pesta kebun di Sekolah Beardsley. Apa kabar
anak perempuanku yang menawan, yang senang bermain tenis" Ia harus mengajar di
kelas lain. Nanti ia akan menemuiku.
Usaha identifikasi lainnya bahkan lebih lambat lagi pemecahannya.
Lewat sebuah iklan di salah satu majalah milik Lo, aku memberanikan diri
berhubungan dengan seorang detektif swasta yang mantan petinju. Untuk memberinya
gambaran akan metode yang dipakai oleh setan itu, aku mengenalkannya pada nama-
nama dan alamat-alamat yang telah kukumpulkan. Ia meminta uang muka dalam jumlah
cukup besar, dan selama dua tahun dua tahun, para pembaca!-si dungu itu
menyibukkan diri dengan memeriksa data yang tak masuk akal itu. Sudah sejak lama
aku memutuskan segala urusan keuangan dengannya, saat pada suatu hari ia muncul
dengan sebuah informasi penuh kemenangan bahwa seorang Indian berusia delapan
puluh tahun bernama Bill Brown tinggal di dekat kota Dolores, negara bagian
Colorado. 25 BUKU INI mengisahkan tentang Lolita. Dan sekarang, setelah aku telah sampai pada
bagian yang bisa disebut sebagai "Hilangnya Dolores", kurang masuk akal lagi
untuk menceritakan tiga tahun penuh kehampaan yang mengikutinya. Selagi ada
beberapa hal yang harus ditandai, kesan umum yang ingin kusampaikan adalah
tentang pintu samping yang mendadak terbuka pada kapal kehidupan dan serbuan
waktu yang kelam, yang menyapu jeritan kesepian dengan anginnya yang menyentak.
Anehnya, aku jarang memimpikan Lolita saat aku mengingatnya-karena aku
melihatnya terus-menerus dalam pikiran sadarku sepanjang mimpi buruk siang hari
dan malam-malam insomniaku. Lebih tepatnya, dia menghantui tidurku, tapi dia
muncul di sana dengan samaran yang aneh dan konyol sebagai Valeria atau
Charlotte, atau persilangan keduanya.
Hantu itu akan menghampiriku dalam suasana penuh kesedihan dan rasa jijik, dan
duduk bersandar di atas sofa keras yang kulitnya terkelupas seperti katup karet
ban dalam bola kaki. Aku akan menemukan gigi palsuku patah dalam pesta-pesta
yang melelahkan, yang biasanya berakhir dengan Charlotte atau Valeria terisak-
isak di lenganku yang berdarah dan aku mencium mereka bagai kecupan seorang
kakak lelaki dalam mimpi kacau tentang pernak-pernik barang lelang murahan dari
Wina dan rambut palsu cokelat yang menyedihkan milik perempuan perempuan tua
yang suka buang angin sembarangan.
Suatu hari aku menyingkirkan dari mobil dan menghancurkan setumpuk majalah
remaja. Kau tahu jenisnya. Seorang aktris rupawan dan sangat dewasa dengan bulu
mata tebal dan bibir bawah berwarna merah mengiklankan sebuah sampo. Iklan dan
kesenangan sesaat. Para siswi belia memakai rok berlipit-lihpit- que c'etait
loin, tout cela!42 Tugas tuan rumah menyediakan jubah. Tak menyisipkan hal-hal
rinci akan menghilangkan daya tarik obrolanmu. Kita semua tahu tentang "tukang
cabut"-orang-orang yang mencabuti kutikula kuku pada pesta kantor.
Kecuali jika ia sudah sangat tua atau sangat penting, seorang lelaki harus
melepas sarung tangannya sebelum berjabatan tangan dengan seorang perempuan.
Datangkan cinta dengan mengenakan alat pengecil perut keluaran baru. Perut
langsing, pinggul kencang. Tristram dalam film cinta.
Setuju! Misteri pernikahan Joe Roe membuat gosip beterbangan. Buatlah dirimu
terlihat mewah dengan cepat dan murah. Komik-komik.
Perempuan nakal, rambut gelap, ayah gendut, cerutu; perempuan baik, rambut
merah, ayah ganteng, kumis yang dicukur. Atau rangkaian gambar menjijikkan itu,
berisi lelaki gemuk dan istrinya.
Aku mengingat puisi tak masuk akal, tapi menarik, yang pernah kutulis untuknya
saat dia masih kecil. "Tak masuk akal," ejeknya.
42 Semua itu sudah keterlaluan! (catatan penerjemah) Petani dan tupainya,
peternak dan kelincinya Punya kebiasaan aneh dan tak biasa
Burung pipit jantan punya roket paling memesona
Saat berjalan, ular menyembunyikan tangan di dalam sakunya
Hal-hal lain darinya lebih sulit untuk dienyahkan. Hingga akhir tahun 1949, aku
masih mencintai dan menyukai, serta menodai dengan ciuman dan airmataku,
sepasang sepatu olahraga tua, kemeja lelaki yang pernah dia pakai, celana jeans
kuno yang kutemukan di dalam saku koper, dan topi sekolah yang kusut benda-benda
berharga yang menghancurkan hati. Lalu, ketika kupahami pikiranku sudah mulai
tak berfungsi seperti seharusnya, kukumpulkan barang-barang yang tak bisa
disebutkan satu persatu ini, menambahinya dengan yang disimpan di Beardsley
sekotak penuh buku-buku, sepedanya, mantel-mantel tua, sepatu-sepatu karet dan
pada hari ulang tahunnya yang kelima belas mengirimkan semuanya sebagai hadiah
dari orang tak dikenal untuk sebuah panti asuhan anak-anak perempuan di tepi
suatu danau yang berangin di perbatasan Kanada.
Mungkin, kalau aku pergi ke seorang ahli hipnotis, ia akan mengumpulkan ingatan-
ingatan tertentu yang telah kujalin di dalam bukuku secara berlebihan dan apa
yang mereka rekam di dalam pikiranku, bahkan saat aku telah mengetahui apa yang
harus dicari di masa lalu sekalipun. Saat itu aku merasa kehilangan hubungan
dengan kenyataan. Dan, setelah menghabiskan sisa musim dingin dan separuh musim semi berikutnya di
sebuah sanatorium di Quebec, tempat aku pernah dirawat sebelumnya, kuputuskan
untuk mula-mula membereskan beberapa urusanku di New York, lalu pergi ke
California untuk melakukan pencarian yang lebih tuntas di sana.
Bait-bait ini kukarang dalam masa tetirahku:
Dolores Haze-dicari, dicari!
Rambut: cokelat. Bibir: merah terang.
Usia: lima ribu tiga ratus hari.
Pekerjaan: tak. ada, atau "calon bintang."
Dolores Haze, di mana kau sembunyi"
Mengapa kausembunyi, sayang"
(Aku bicara dalam bayang misteri, berjalan dalam teka-teki, aku tak bisa keluar,
kata burung kepodang). Dolores Haze, ke mana kau menghilang"
Apakah kau naik karpet terbang"
Apakah kau suka kue krim sekarang"
Dan di mana kau diparkir, mobilku tersayang"
Dolores Haze, siapakah pahlawanmu sekarang"
Masihkah lelaki berjubah biru dari bintang"
Oh, hari yang riang dan pantai penuh pohon rindang, Aneka mobil dan bar
berjajar, Carmenku sayang!
Oh, Dolores, musiknya bikin meriang!
Masihkah kau berdansa, sayang"
(Keduanya bercelana Levi's usang, keduanya berkaus belang, dan aku, di sudut,
meradang). Berbahagialah Tuan Takdir yang keji
Menjelajah Amerika dengan istri seorang gadis kecil, Menggarap Mollynya di
setiap penjuru negeri Di tengah alam liar yang terpencil.
Dollyku, kebodohanku! Matanya menipu,
Dan tak pernah terpejam saat kucium.
Tuan, berasal dari Pariskah dirimu"
Tahukah kau Soleil Vert" Itu merk parfum.
L'autre soir un air froid d'opera m'alita;
Son felebien fol est qui s'y fie!
Il neige, le decor s'ecroule, Lolita!
Lolita, qu'aije fait de ta vie"43


Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lolita Haze, kini aku sekarat,
Nyaris mati karena sesal dan benci.
Tinjuku yang berbulu coba kuangkat,
Dan kudengar kau menangis lagi.
Polisi, polisi, itu mereka-
Dalam rintik hujan, di toko yang lampunya menyala!
Kaus kakinya putih, dan amat kucinta,
Dolores Haze, itulah namanya.
Polisi, polisi, itu mereka-
Dolores Haze dan kekasihnya!
Kokang pistolmu, ikuti mobil mereka.
Sekarang lompatlah dan tangkap mereka.
43 Malam itu angin dingin membuatku meringkuk di ranjang/Gila betul dia mudah
tertipu! /Salju turun, pemandangan guncang /Lolita, apa yang telah kulakukan
pada hidupmu" (catatan penerjemah).
Dolores Haze-dicari, dicari.
Tak kedip tatap mata kelabunya.
Tingginya hanya enam puluh inci.
Dan empat puluh lima kilo bobotnya.
Dolores Haze, mobilku terseok-seok,
Dan perjalanan panjang terakhir amat berat.
Aku bakal terbuang di tempat ilalang teronggok,
Dan yang tersisa hanya serbuk, bintang dan karat.
Dengan melakukan psikoanalisis atas puisi ini, aku menyadari bahwa itu benar-
benar sebuah maha karya seorang maniak. Rima-rima yang polos, kaku dan terlalu
jelas, persis setara dengan pemandangan dan sosok-sosok tanpa perspektif, serta
bagian-bagian pemandangan dan sosok-sosok yang diperbesar, seperti gambar buatan
para psikopat dalam psikotes. Aku menulis lebih banyak puisi lagi.
Kutenggelamkan diriku dalam puisi-puisi tentang hal-hal lainnya. Tapi, tak
sedetik pun kulupakan keinginan untuk membalas dendam.
Aku bohong kalau bilang dan pembaca bodoh kalau mau percaya bahwa pukulan karena
kehilangan Lolita menyembuhkan penyakit pedofiliaku. Sifatku yang terkutuk itu
tak bisa berubah, tak peduli cintaku kepadanya telah berubah.
Di tempat-tempat bermain dan pantai-pantai mataku yang diam dan mengintai,
berlawanan dengan kehendakku, tetap mencari-cari kilat tungkai seorang gadis
kecil yang menggairahkan. Tapi, satu pandangan mendasar dalam diriku telah
pudar. Sekarang aku tidak pernah lagi memikirkan dalam-dalam tentang kemungkinan
mendapat berkah seorang gadis muda di tempat yang jauh dari kota. Khayalanku tak
pernah menancapkan taringnya pada saudara-saudara perempuan Lolita yang sangat
jauh, di teluk pulau-pulau yang kuingat kembali. Itu semua telah berakhir,
paling tidak untuk saat ini.
Sayangnya, di sisi lain, dua tahun melakukan segalanya sesuka hati membuatku
memiliki kebiasaan nafsu tertentu. Aku takut kalau-kalau kehampaan yang kualami
bisa membawaku terpuruk dalam kebebasan dan kegilaan sesaat ketika dihadapkan
pada kemungkinan bertemu godaan di jalanan. Kesendirian menggerogotiku. Aku
membutuhkan teman dan kasih sayang. Hatiku begitu murung dan sepi. Inilah awal
mula masuknya Rita dalam hidupku.
26 USIANYA DUA kali usia Lolita dan tiga perempat umurku. Tubuhnya mungil, berambut
gelap, berkulit pucat, beratnya tujuh puluh lima kilogram, dengan mata memesona
yang agak juling, raut wajah yang ramping dan gampang digambar kurasa dia punya
darah Spanyol atau Babilonia.
Aku menjemputnya pada suatu malam di bulan Mei di antara Montreal dan New York,
atau lebih tepatnya, di antara Toylestown dan Blake, di sebuah bar yang gelap di
bawah tanda "Tigermoth", tempat dia mabuk-mabukan. Dia bersikeras bahwa kami
pernah satu sekolah, dan dia meletakkan tangan kecilnya yang gemetar pada
telapak tanganku. Perasaanku sedikit tersentuh, tapi kuputuskan untuk memberinya kesempatan. Aku
melakukannya, dan mengangkatnya sebagai teman perjalanan tetap.
Dia begitu baik sehingga aku berani bilang bahwa dia akan mau memberikan dirinya
kepada makhluk menyedihkan, atau binatang yang berperasaan, atau sebuah pohon
tua yang rusak, atau landak yang baru kehilangan keluarga terdekatnya, yang
didorong oleh keramah-tamahan dan kasih sayang yang tulus.
Saat aku pertama kali bertemu dengannya, dia belum lama menceraikan suami
ketiganya dan lebih belum lama lagi ditelantarkan oleh pacar ketujuhnya yang
lainnya terlalu banyak dan hilir mudik masuk ke dalam daftar teman lelakinya.
Kakak lelakinya seorang walikota. Lelaki berwajah pucat itu adalah pendukung
warga kotanya yang senang bercocok tanam biji-bijian, bermain bola, dan rajin
membaca Alkitab. Selama delapan tahun terakhir, ia memberi uang beberapa ratus dolar kepada adik
perempuannya dengan syarat sangat ketat, yakni dia tidak boleh memasuki kota
Grainball yang kecil dan hebat.
Rita mengatakan kepadaku dengan desah keheranan bahwa, karena alasan yang hanya
Tuhan yang tahu, setiap kekasih barunya akan mula-mula membawanya ke arah
Grainball. Itu adalah kesenangan maut. Dan sebelum dia tahu apa-apa, dia akan
menemukan dirinya tersedot masuk ke dalam lintasan kota tersebut, dan akan
mengelilinginya. "Berputar-putar," begitulah dia menyebutnya, "seperti ngengat
pohon mulberry." Dia punya sebuah mobil kecil dan kami berkelana ke California dengan mobil itu
agar kendaraanku yang sudah tua bisa beristirahat.
Kecepatan biasanya adalah seratus empat puluh kilometer per jam. Ah, Rita
tersayang! Kami berkelana bersama selama dua tahun yang kelam, dari musim panas
tahun 1950 sampai musim panas tahun 1952, dan dia adalah Rita yang paling manis,
paling sederhana, paling lembut, dan paling bodoh, yang bisa dibayangkan.
Sebagai perbandingan dengan dirinya, Valechka bagaikan Schlegel, dan Charlotte
bagaikan Hegel. Tak ada alasan duniawi mengapa aku harus bermain-main dengannya
di ujung kisah perjalanan hidupku yang mengerikan ini. Tapi, izinkan kukatakan
(hai, Rita di mana pun kau berada, dalam keadaan mabuk atau sakit kepala karena
mabuk, hai!) bahwa dia adalah teman perjalanan paling melegakan dan penuh
pengertian yang pernah kupunya, dan telah menyelamatkanku dari rumah sakit jiwa.
Aku bilang kepadanya bahwa aku sedang berusaha melacak seorang anak perempuan
dan menembak orang yang menculiknya. Tanpa ekspresi, Rita menyetujui rencana itu
dan, dalam penyelidikan yang dia lakukan sendiri (tanpa benar-benar mengetahui
satu hal pun) di sekitar San Humbertino, bertemu dengan seorang penipu yang
lumayan jahat-aku mengalami masa-masa yang berat untuk mendapatkannya kembali.
Aku babak belur, tapi masih tetap percaya diri.
Lalu, pada suatu hari dia mengusulkan untuk bermain rolet Rusia dengan pistol
keramatku. Kubilang dia tidak bisa melakukannya karena itu bukan pistol
revolver. Kami berebut hingga akhirnya pistol itu meletus, menimbulkan rembesan
air panas yang sangat tipis dan lucu dan lubang yang dibuatnya di dinding
pondok. Aku ingat gelak tawanya.
Lekuk punggungnya yang aneh seperti pada gadis yang belum puber, kulitnya yang
halus, ciumannya yang lembut dan gemulai menahanku untuk berbuat nakal. Karakter
seksual yang kedua bukanlah bakat seni seperti yang dibilang para dukun,
melainkan kebalikannya: seks itu lebih rendah daripada seni. Masa yang agak
misterius dengan akibat-akibat menarik yang harus kusadari. Aku telah
menelantarkan pencarian itu: setan itu ada di Tartary atau terbakar dalam sel-
sel kelabu otakku (apinya diembus oleh khayalan dan kesedihanku), tapi pasti ia
tidak menyuruh Dolores Haze bermain dalam kejuaraan tenis di pesisir Samudra
Pasifik. Pada suatu siang dalam perjalanan pulang kami ke arah timur-di sebuah hotel
jelek yang digunakan untuk tempat pertemuan, di mana lelaki-lelaki gemuk
berkulit merah muda berona dan memakai label nama berjalan sempoyongan, dengan
berbagai nama depan, jenis usaha, dan minuman beralkoho,l Rita dan aku
terbangun, dan menemukan orang ketiga di kamar kami: seorang lelaki berambut
pirang, hampir albino, dengan bulu mata putih dan telinga lebar.
Baik Rita maupun aku tak ingat pernah melihatnya dalam kehidupan kami yang
menyedihkan. Berkeringat dalam pakaian dalam kotornya yang tebal, mengenakan
sepatu tentara tua, ia terbaring mendengkur di atas tempat tidur ganda pada sisi
jauh Ritaku yang lugu. Salah satu gigi depannya ompong, bisul-bisul berwarna kemerahan tumbuh di
dahinya. Ritochka segera membungkus tubuh telanjangnya yang penuh lekuk liku
dengan jas hujanku (benda pertama yang teraih tangannya), aku bergegas
mengenakan celana pendek garis-garisku, dan kami mengamati situasi. Lima gelas
telah digunakan. Pintu tak ditutup dengan benar. Sebuah baju hangat dan celana
cokelat tak berbentuk tergeletak di lantai. Kami mengguncang pemiiknya hingga ia
sadar. Ia benar-benar lupa ingatan. Dengan aksen yang dikenali Rita sebagai
logat Brooklyn asli, ia menyatakan rasa tersinggungnya dan secara tidak langsung
menuduh bahwa kami telah mencuri KTPnya (yang tak ada harganya).
Kami menyuruhnya segera mengenakan pakaian dan meninggalkannya di rumah sakit terdekat. Dalam perjalanan, kami baru menyadari
bahwa kami berada di Grainball. Setengah tahun kemudian Rita menulis surat
kepada dokter untuk menanyakan kabar orang itu.
Jack Humbertson, begitulah ia dinamai, masih terisolasi dari masa lalu
pribadinya. Oh, Mnemosyne 44, dewi yang paling manis dan paling jahil!
Aku tak ingin menceritakan kejadian ini kalau tidak mengawali serangkaian ilham
yang menghasilkan tulisanku di koran Cantrip Review, yakni sebuah esai berjudul
"Mimir45 dan Memori". Tulisan itu berisi sebuah teori tentang waktu perseptual
berdasarkan sirkulasi darah dan secara konseptual tergantung pada kesadaran
pikiran tidak hanya akan persoalannya, tapi juga akan dirinya sendiri, dan
dengan demikian menimbulkan putaran terus-menerus dari dua titik (masa depan
yang bisa disimpan dan masa lalu yang tersimpan). Sebagai akibat tulisan ini,
aku ditarik dari New York tempat aku dan Rita hidup dalam sebuah flat kecil
berpemandangan anak-anak kecil mandi di pancuran jauh di bawah di sebuah taman
berair mancur di Central Park ke Kampus Cantrip, enam ratus kilometer jauhnya,
selama setahun. Aku tinggal di sana dalam sebuah apartemen khusus untuk para penyair dan filsuf,
dari September 1951 hingga Juni 1952, sedangkan agar tak mengundang pergunjingan
Rita tinggal di sebuah penginapan pinggir jalan tempat aku mengunjunginya dua
kali dalam seminggu. Lalu, dia menghilang secara lebih manusiawi daripada
pendahulunya: sebulan kemudian aku menemukannya didalam penjara setempat. Dia
telah menjalani operasi usus buntu dan meyakinkanku bahwa mantel bulu kebiruan
yang indah itu dia dituduh telah mencurinya dari seorang Nyonya Roland MacCrum
sebenarnya hadiah yang diberikan secara spontan, atau di bawah pengaruh alkohol,
dari Roland sendiri. Aku berhasil mengeluarkannya dari penjara tanpa perlu
memohon kepada kakaknya yang baik hati. Segera sesudahnya, kami mengemudi
kembali ke Central Park West melalui Briceland, tempat kami pernah berhenti
selama beberapa jam setahun sebelumnya.
Dorongan rasa penasaran untuk menghidupkan kembali saat-saat aku menginap di
sana bersama Lolita telah menyadarkanku. Aku sedang memasuki tahap di mana aku
telah menyerah dari semua harapan untuk melacaknya dari penculiknya. Sekarang
aku berusaha menyelamatkan apa yang masih bisa diselamatkan dari benda kenang-
kenangan yang tersisa. Musim gugur berdentang di udara: Profesor Hamburg
mendapat ungkapan maaf sebagai balasan dari sebuah kartu pos yang meminta dua
tempat tidur. Semua kamar sudah penuh. Mereka hanya punya satu kamar tersisa di
lantai dasar, tanpa kamar mandi, dengan empat tempat 44 Dalam mitologi Yunani,
dewi ingatan dan ibunda para Muse dewi kesenian yang memberi ilham bagi para
seniman (catatan penerjemah).
45 Dalam mitologi Skandinavia kuno, nama dewa kebijaksanaan, sesosok hantu air
raksasa yang dikisahkan berdiam dan minum dari mata air kearifan di Yggdiasil
(catatan penerjemah). tidur, yang mereka pikir aku tak akan suka. Kertas surat mereka berkepala:
The enchanTed hunTers dekaT gereja Tak ada anjing Semua minuman sah Aku penasaran apakah pernyataan terakhir itu benar. Semua" Aku juga penasaran,
apakah seorang pemburu, tersihir ataupun tidak, tak akan lebih membutuhkan
sebuah petunjuk daripada kursi panjang. Dan dengan ketegangan yang diakibatkan
rasa sakit, aku teringat sebuah adegan yang cukup berharga untuk diabadikan oleh
seorang pelukis besar: gadis kecil yang berjongkok, tapi anjing spanil berbulu
halus itu mungkin sudah dibaptis. Tidak, rasanya aku tak kuat menahan rasa sakit
karena mengunjungi tempat itu lagi. Ada kemungkinan yang jauh lebih baik untuk
saat-saat yang bisa ditarik kembali di tempat lain mana pun di Briceland yang
lembut dan penuh warna di musim gugur.
Aku meninggalkan Rita di sebuah bar dan pergi ke perpustakaan kota. Seorang
perempuan tua yang tak menikah dan doyan mengoceh, sangat senang membantuku
mencari edisi pertengahan Agustus 1947 dari bundel Briceland Gazzette, dan kini,
di sebuah pojok yang tersembunyi, di bawah sinar lampu, aku sedang membalik-
balik halaman sebuah bundel koran yang besar dan rapuh yang hampir sebesar
Lolita. Pembaca! Betapa bodohnya Hamburg! Karena sistemnya yang sangat sensitif menolak
untuk menghadapi adegan yang sesungguhnya, ia pikir paling tidak ia bisa
menikmati bagian rahasianya-bagaikan satu dari sepuluh atau dua puluh prajurit
dalam antrian pemerkosaan yang melemparkan syal hitam gadis itu ke wajahnya yang
putih agar tak melihat matanya selagi menikmati hiburan di desa menyedihkan yang
dijarah. Yang ingin kudapatkan adalah sebuah gambar yang mungkin ikut menerobos masuk
ketika fotografer koran sedang memusatkan perhatian pada Dr. Braddock dan
rombongannya di hotel The Enchanted Hunters beberapa tahun silam. Dengan penuh
semangat aku berharap bisa menemukan potret si seniman sebagai penjahat yang
lebih muda. Sebuah kamera yang tak berdosa menangkap gambarku dalam jalan gelap
menuju tempat tidur Lolita-betapa magnet yang hebat bagi Mnemosyne!
Aku tidak bisa menjelaskan dengan baik sifat asli doronganku itu.
Kuduga, dorongan tersebut berkaitan dengan rasa ingin tahu yang memaksa
seseorang memeriksa dengan kaca pembesar sosok kecil tak berdaya pada dini hari
hukuman mati, dan ekspresi wajah si pesakitan tidak mungkin muncul dalam cetakan
gambarnya. Lagi pula, aku sedang kehabisan napas, dan satu sudut buku kematian
terus menusuk-nusuk perutku selagi aku memindai dan membaca cepat ...
Brute Force dan Possessed diputar pada hari Minggu, tanggal 24, di kedua teater.
Tuan Purdom, pelelang tembakau independen, mengatakan bahwa sejak tahun 1925 ia
telah merokok Omen Faustum. Husky Hank dan pengantin kecilnya akan menjadi tamu
Tuan dan Nyonya Reginald G.
Gore, Inchkeith Avenue 58. Ukuran parasit tertentu adalah seperenam dari induk
semangnya. Dunkerque diperkuat pada abad kesepuluh ...
Anggur, anggur, anggur, kata pengarang buku tentang Zaman Kegelapan yang menolak
difoto, mungkin cocok dengan burung bul-bul Persia, tapi kubilang beri aku
hujan, hujan, hujan setiap waktu, di atas atap kayu bagi bunga mawar dan ilham.
Lesung pipit disebabkan karena kulit mengikuti lapisan yang lebih dalam. Tentara
Yunani melawan serangan gerilya yang hebat dan ah, akhirnya sosok kecil berwarna
putih dan Dr. Braddock dalam pakaian berwarna hitam. Tapi, bahu yang berdekatan dengan
sosoknya yang besar itu, aku tak bisa memastikan itu bahuku.
Aku pergi mencari Rita, yang mengenalkanku kepada seorang lelaki tua keriput
yang berkata bahwa dulu ia adalah teman sekolah Rita. Lelaki itu mencoba
menahannya dan dalam pertengkaran kecil yang mengikutinya, aku meninju kepala
lelaki itu. Dalam taman yang disiram keheningan, tempat aku mengajak Rita
berjalan-jalan menghirup sedikit udara segar, dia terisak-isak dan berkata bahwa
aku akan segera meninggalkannya seperti yang telah dilakukan orang lain. Aku
menyanyikan sebuah lagu balada berbahasa Prancis untuk Rita dan merangkai
beberapa baris tebakan berrima untuk menyenangkan dirinya: Tempat itu bernama
The Enchanted Hunters. Pertanyaan: Apa yang dicat orang Indian, Diana, apakah lembah
mungilmu lebih suka Picture Lake dijadikan
pepohonan bermandi darah dibandingkan hotel
yang biru" Rita bilang, "Mengapa biru, padahal warnanya putih, bukan" Demi Tuhan, kenapa
biru?" dan dia mulai menangis lagi. Aku menggiringnya masuk ke mobil dan kami
terus melaju ke New York. Tak lama kemudian dia sudah senang lagi berada di
ketinggian dalam kabut tipis di teras kecil flat kami. Kusadari, aku merasa
bingung di antara dua kejadian: kunjunganku dengan Rita ke Briceland dalam
perjalanan kami ke Cantrip, dan kami melewati Briceland lagi dalam perjalanan
kami kembali ke New York. Namun, hamparan beragam warna seperti itu bukan untuk


Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diremehkan oleh sang seniman di dalam ingatan.
27 KOTAK SURAT di pintu masukku termasuk yang bisa dilihat orang isinya melalui
celah kaca. Sudah beberapa kali, tipuan cahaya ala Harlequin yang jatuh menembus
kaca di atas tulisan tangan orang asing, membengkokkannya menjadi mirip dengan
tulisan tangan Lolita, membuatku hampir tumbang saat bersandar pada guci di
dekat situ. Kapan pun hal itu terjadi-setiap kali coretan-coretan kekanak-kanakannya yang
manis dan melingkar-lingkar berubah menjadi tulisan tangan bodoh milik salah
satu dari sedikit korespondenku-aku biasanya mengingat, dengan kegembiraan yang
menyakitkan, saat-saat sebelum ada Dolores di masa laluku yang dipenuhi rasa
percaya ketika aku akan dibuat keliru oleh jendela berkilauan di seberang, di
mana dalam mataku yang mengintai, teropongku yang selalu sigap akan kejahatanku
yang memalukan akan melihat dari jauh sesosok peri asmara setengah telanjang,
tak bergerak saat menyisir rambutnya dalam gaya Alice di Negeri Ajaib.
Ada kesempurnaan dalam ilusi penuh gairah, yang membuat kesenangan liarku jadi
sempurna pula, hanya karena penglihatan itu ada di luar jangkauan, tanpa ada
kemungkinan untuk merusaknya dengan kesadaran akan hal tabu. Sungguh, bisa jadi
daya tarik ketakdewasaan bagiku tak terletak pada tingkat kejernihan dan
keindahan terlarang peri asmara yang murni seperti dalam tingkat keamanan sebuah
situasi, di mana kesempurnaan tiada batas mengisi celah di antara sedikit yang
didapat dan begitu banyak yang dijanjikan.
Jendelaku! Tergantung di atas matahari terbenam yang kemerahan dan malam yang
cerah, sambil menggertakkan gigiku, aku akan mengumpulkan semua setan hasratku
di atas pagar balkon yang berdenyut denyut menyakitkan, siap untuk lepas landas
di malam lembap bernuansa Jingga dan hitam. Memang lepas landas, citra yang
disinari bergerak dan Hawa berubah menjadi tulang rusuk, tapi tak ada apa-apa di
jendela selain lelaki gemuk setengah telanjang yang tengah membaca surat kabar.
Karena aku terkadang memenangkan pertandingan antara keinginanku dan kenyataan
alam, kebohongan itu lebih bisa ditanggung.
Sakit yang tak tertanggungkan dimulai ketika kejadian tak diduga memasuki kancah
pertarungan dan melenyapkan senyum yang amat bermakna untukku. " Savezvous qu'a
dix ans ma petite etait folle de vous" "46 kata seorang perempuan yang kuajak
bicara saat minum teh di Paris. Dia baru saja menikah, sedangkan aku bahkan
tidak bisa mengingat apakah aku pernah menyadari kehadirannya di taman itu, di
samping lapangan tenis, lusinan tahun sebelumnya. Dan sekarang pun begitu.
Sekelebat bayangan yang bersinar hangat, janji akan kenyataan, 46 Tahukah Anda
bahwa pada umur sepuluh tahun, aku tergila-gila kepada Anda"
(catatan penerjemah). yakni janji yang tak sekadar main-main untuk menggoda, tapi dipegang dengan
penuh hormat. Kesempatan mengingkariku. Pada suatu pagi di awal September 1952,
seraya turun untuk mencari surat dengan meraba-raba isi kotak pos, petugas
keamanan pemarah yang buruk hubungannya denganku mengeluh bahwa lelaki yang
mengantar Rita pulang belakangan ini "muntah-muntah" di tangga depan. Saat
menyimaknya, memberinya tip, lalu mendengarkan cerita yang lebih sopan dari
kejadian tadi, aku punya firasat salah satu dari kedua surat yang diantarkan
tukang pos itu berasal dari ibunda Rita. Dia adalah seorang perempuan mungil
gila yang pernah kami kunjungi sekali di Cape Cod, dan terus-terusan menulis
surat ke berbagai alamatku, mengatakan betapa cocoknya aku dan anaknya, dan
betapa indahnya kalau kami menikah.
Surat lain yang kubuka dan kubaca sekilas di tangga berasal dari John Farlow.
Aku sering menyadari bahwa kita ingin memberi teman-teman kita kemantapan
seperti yang dimiliki tokoh-tokoh sastra dalam pikiran pembaca. Tak peduli
seberapa sering kita membuka kembali "Raja Lear", kita tak akan pernah menemukan
raja yang baik itu membenturkan cangkir besinya dalam pesta pora, semua
permusuhan terlupakan, pada reuni yang membahagiakan dengan ketiga putrinya dan
anjing-anjing kecil mereka. Emma Bovary tak pernah pulih lagi kalau tidak karena
dikuatkan oleh garam dalam air mata ayah Flaubert di saat yang tepat.
Evolusi apa pun yang telah dilalui oleh tokoh-tokoh cerita terkenal di antara
sampul-sampul buku itu, takdir mereka sudah menetap dalam pikiran kita. Mirip
seperti itu, kita mengharapkan teman-teman kita mengikuti pola tertentu yang
telah kita tetapkan untuk mereka. Dengan demikian, X tidak akan pernah mengarang
musik abadi yang akan bertabrakan dengan simfoni-simfoni kelas dua yang biasa
kita dengar darinya. V tidak akan pernah melakukan pembunuhan. Z tidak akan
pernah mengkhianati kita apa pun yang terjadi. Semua itu telah kita atur dalam
pikiran kita, dan semakin jarang kita melihat orang tertentu, semakin memuaskan
saat memeriksa betapa patuhnya ia mengikuti keyakinan yang telah kita buat
untuknya, setiap kali kita mendengar kabarnya. Penyimpangan apa pun dalam takdir
yang telah kita tentukan akan terasa menyerang kita, tidak hanya karena itu
aneh, tapi juga karena tidak etis. Kita memilih untuk sama sekali tak mengenal
tetangga, seorang penjual hotdog yang sudah pensiun, kalau ternyata ia baru saja
menghasilkan buku puisi terbesar sepanjang zaman.
Aku mengatakan semua ini untuk menjelaskan betapa bingungnya aku karena surat
Farlow yang bernada histeris. Aku tahu istrinya telah meninggal, tapi aku tentu
saja berharap ia tetap menjadi orang yang bodoh, santai, dan bisa diandalkan
seperti sedia kala. Sekarang ia menulis bahwa setelah sebuah kunjungan singkat
ke Amerika Serikat, ia telah kembali ke Amerika Selatan dan memutuskan bahwa
urusan apa pun yang pernah ia lakukan di Ramsdale akan diserahkan kepada Jack
Windmuller, yakni seorang pengacara di Ramsdale yang sama-sama kami kenal. Ia
kelihatan lega karena sudah mengenyahkan "kasus" Haze. Ia menikahi seorang gadis
Spanyol, berhenti merokok, dan berat badannya naik lima belas kilo. Istrinya
sangat muda dan juara ski. Mereka akan segera berbulan madu ke India. Sejak ia
"membangun keluarga"
(begitulah ia menyebutnya), ia tidak akan punya waktu lagi untuk segala urusanku
yang menurutnya "sangat aneh dan sangat mengganggu."
Orang-orang yang selalu ingin tahu urusan orang lain telah memberitahunya bahwa
kini keberadaan Dolly tidak diketahui dan aku tinggal dengan seorang janda yang
reputasinya amat buruk di California.
Ayah mertua John adalah seorang bangsawan kaya. Orang-orang yang telah menyewa
rumah keluarga Haze selama bertahun-tahun sekarang ingin membeli rumah itu. Ia
menyarankan sebaiknya aku segera menemukan Dolly. Kaki John patah. Ia
menyisipkan selembar foto dirinya bersama seorang perempuan berambut cokelat
yang mengenakan pakaian berbahan wol putih, saling pandang di tengah salju di
Cile. Aku ingat, aku masuk ke dalam flatku dan mulai berkata: Hm, paling tidak
sekarang kita akan melacak lagi keberadaan mereka-saat sepucuk surat lain mulai
berbicara kepadaku dengan suara lirih: Papa,
Apa kabar" Aku sudah menikah dan akan segera melahirkan.
Kurasa bayinya besar. Sepertinya akan lahir di hari Natal. Berat rasanya menulis
surat ini. Tapi, aku hampir gila karena kami tak punya cukup uang untuk membayar
utang-utang kami dan pergi dari sini. Dick dijanjikan sebuah pekerjaan besar di
Alaska dalam bidang mesin yang ditekuninya. Hanya itu yang kutahu tentang itu,
tapi ini sungguh kesempatan bagus. Maaafkan aku karena telah merahasiakan alamat
rumah kami, tapi kau mungkin masih marah kepadaku, dan Dick tidak boleh tahu
soal itu. Kota ini menyenangkan. Tolong kirimi kami uang, Pa. Kami bisa bertahan
dengan tiga atau empat ratus dolar, bahkan kurang dari itu. Berapa pun akan kami
terima. Kau bisa menjual barang-barang lamaku, karena kami baru dapat uang
begitu kami sampai di sana. Balaslah surat ini. Aku telah mengalami banyak
kesedihan dan masa-masa sulit.
Yang menanti balasanmu, Dolly (Nyonya Richard F. Schiller)
28 AKU BERADA di jalan lagi, di belakang kemudi sedan tua berwarna biru lagi,
sendiri lagi. Rita masih mati bagi dunia ini saat aku membaca surat itu dan
berjuang melawan rasa sakit sebesar gunung yang muncul di dalam diriku. Aku
memandangnya sekilas saat dia tersenyum dalam tidurnya, mencium alisnya yang
lembap, meninggalkannya untuk selamanya dengan catatan ucapan selamat tinggal
yang lembut, yang kutempelkan di pusarnya karena kalau tidak begitu, dia mungkin
tak akan menemukannya. Apakah aku tadi bilang "sendiri?" Tidak persis begitu. Aku membawa teman hitam
kecilku bersamaku, dan begitu aku mencapai sebuah tempat tersembunyi, aku
mengulang adegan kematian Tuan Richard F. Schiller yang mendadak. Kutemukan
selembar baju hangat abu-abu milikku yang sudah sangat tua dan sangat kotor di
bagian belakang mobil. Baju ini kugantung pada sebuah dahan pohon di lahan
terbuka yang sunyi, yang kucapai melalui jalan kayu dan jalan raya yang kini
terpencil. Pelaksanaan hukuman sedikit dirusak oleh sesuatu yang bagiku adalah
kekakuan tertentu dalam memainkan pelatuknya, dan aku penasaran apakah aku harus
membeli minyak untuk benda misterius itu, tapi kuputuskan bahwa tak ada waktu.
Kumasukkan kembali ke dalam mobil sehelai baju hangat tua yang telah mati, kini
dengan sederet lubang tambahan. Setelah mengisi ulang Sang Teman yang masih
hangat, aku melanjutkan perjalananku.
Surat itu tertanggal 18 September 1952 (sekarang 22 September), dan alamat yang
ia berikan adalah "Kiriman Umum, Coalmont" (bukan
"Va.," bukan "Pa.," bukan "Tenn."-dan bukan pula Coalmont-aku telah menyamarkan
semuanya, cintaku). Penyelidikan menunjukkan bahwa ini adalah daerah industri
kecil sekitar seribu tiga ratus kilometer jauhnya dari New York City. Pada
awalnya aku berencana mengemudi siang malam, tapi kemudian memikirkannya baik-
baik dan beristirahat beberapa jam sekitar saat matahari terbenam, di sebuah
kamar penginapan, beberapa kilometer sebelum mencapai kota itu. Aku telah
menetapkan bahwa setan itu, si Schiller ini, adalah pedagang mobil yang mungkin
mengenal Lolitaku dengan cara memberinya tumpangan di Beardsley pada hari ketika
ban sepedanya meletus dalam perjalanan menuju Nona Emperor untuk les piano, dan
bahwa ia mendapat beberapa masalah setelah itu.
Jenazah baju hangat yang telah dieksekusi, tak peduli bagaimana aku mengubah
garis bentuknya saat ia tergeletak di kursi belakang mobil, terus menunjukkan
berbagai garis yang berkaitan dengan TrappSchiller kegemukan dan kemesuman
tubuhnya, dan untuk melawan rasa rendah diri, aku bersikeras membuat diriku
sedemikian tampan dan cerdas saat aku menekan tombol alarm jamku agar tak
berbunyi pada pukul sembilan pagi seperti telah diatur sebelumnya. Lalu, dengan
perawatan yang serius dan romantis dan seorang tuan yang akan berduel, aku
memeriksa penataan surat-suratku, memandikan dan memberi parfum tubuhku,
mencukur bulu wajah dan dadaku, memilih kemeja sutra dan celana dalam bersih,
memakai kaus kaki tembus pandang berwarna cokelat kelabu, dan memberi selamat
pada diriku karena di dalam kopor aku punya banyak pakaian yang indah contohnya,
sehelai rompi dengan berkancing mutiara, dasi berwarna pucat dan bahan kasmir,
dan seterusnya. Sayangnya, aku tidak bisa melepaskan waktu sarapanku, tapi aku mencoba
menganggap hal ragawi itu sebagai kemalangan yang tidak penting, dan melap
mulutku dengan sapu tangan halus yang muncul dari lengan bajuku. Dengan kotak
biru berisi es untuk hati, pil di lidahku dan kematian yang padat di saku
celanaku, aku melangkah masuk ke dalam sebuah kotak telepon di Coalmont (ahahah,
kata pintu kecilnya) dan menelepon satu-satunya Schiller-Paul, Perabotan yang
ditemukan di buku telepon usang. Paul yang bersuara serak mengatakan kepadaku
bahwa ia mengenal Richard, anak sepupunya, dan alamatnya adalah, coba kulihat,
Killer Street 10 (aku tidak akan mencari terlalu jauh untuk nama-nama
samaranku). Ahahah, kata pintu kecil itu.
Di Killer Street 10, sebuah rumah susun, aku menanyai sejumlah orang tua dan dua
perempuan kecil berambut panjang berwarna pirang kemerahan yang sangat kumal
(sekadar untuk kesenangan belaka, binatang buas langka di dalam diriku sedang
mencari-cari anak berpakaian tipis yang mungkin akan kutahan sebentar setelah
pembunuhan itu selesai, sudah tak ada yang berarti lagi, dan semuanya
diperbolehkan). Ya, Dick Skiller pernah tinggal di sana, tapi pindah waktu dia
menikah. Tidak ada yang tahu alamatnya. "Mungkin orang-orang di toko tahu," kata
sebuah suara rendah dari lubang pemeriksaan pipa bawah jalan yang terbuka, dekat
tempat aku tak sengaja berdiri dengan dua gadis kecil berlengan mungil
bertelanjang kaki beserta nenek-neneknya yang rabun. Aku memasuki toko yang
salah dan seorang negro tua yang penuh curiga menggelengkan kepalanya, bahkan
sebelum aku bertanya apa pun. Aku menyeberang ke sebuah toko bahan pangan,
dibantu oleh seorang pelanggan, dan ada suara perempuan dari ruang bawah tanah
kayu fungsinya sama dengan lubang pemeriksaan pipa bawah jalan-yang berteriak:
Hunter Road, rumah terakhir.
Hunter Road beberapa kilometer jauhnya, di suatu bagian yang bahkan lebih
menyedihkan: isinya tempat pembuangan sampah dan saluran irigasi, kebun sayuran
yang penuh cacing, gubuk, lumpur merah, dan cerobong-cerobong berasap di
kejauhan. Aku berhenti di "rumah"
terakhir, sebuah gubuk yang terbuat dari papan, dengan dua atau tiga bangunan
serupa yang lebih jauh dari jalan dan sampah tumbuhan liar yang layu di mana-
mana. Suara pukulan martil terdengar dari balik rumah itu dan selama beberapa menit,
aku duduk dengan tenang di dalam mobil tuaku, tua dan lemah, di akhir
perjalananku, di tujuanku yang kelabu. Tamat, teman-teman.
Jam menunjukkan sekitar pukul dua siang. Detak jantungku empat puluh per menit,
lalu menjadi seratus per menit. Rintik hujan terdengar di atas atap mobilku.
Pistolku telah pindah ke saku kanan celana panjangku.
Seekor anjing galak yang penampilannya biasa saja muncul dari belakang rumah,
berhenti karena kaget, lalu mulai menggonggongiku, matanya memicing, perutnya
yang berbulu panjang dipenuhi lumpur, berjalan berkeliling sedikit, lalu
menggonggong sekali lagi.
29 AKU KELUAR dan mobil dan membanting pintu. Betapa tak berperasaan, betapa
bantingan itu terdengar nyaring pada hari saat matahari tak bersinar! Guk, guk,
guk, komentar anjing itu tanpa perasaan. Aku menekan tombol bel yang bergetar
melalui seluruh sistem di tubuhku.
Personne. Je resonne. Repersonne.47 Berasal dari kedalaman apakah hal tak masuk
akal yang berulang lagi ini" Guk, kata anjing itu. Terdengar langkah tergesa-
gesa yang disambung langkah hati-hati, lalu terbukalah pintunya.
Dia beberapa senti lebih tinggi, dengan kacamata berbingkai merah jambu, tatanan
rambut disanggul, telinga baru. Betapa sederhana! Saat itu, kematian yang terus
kubayangkan selama tiga tahun adalah sesederhana secuil kayu kering. Dia
sungguh-sungguh hamil besar.
Kepalanya terlihat lebih kecil (sebenarnya dua detik telah berlalu, tapi biarkan
aku memberinya waktu sepanjang yang bisa ditahan oleh kehidupan), pipi pucatnya
yang berbintik-bintik mencekung, kulit tulang kering dan lengan yang terbuka
telah kehilangan warna kecokelatannya, jadi rambut-rambut halus itu terlihat.
Dia mengenakan gaun katun tanpa lengan dan sandal kedodoran.
Dia menarik napas setelah jeda dengan penekanan pada rasa heran dan mengucapkan
selamat datang. "Suamimu di rumah?" kataku parau, kepalan tangan di dalam saku.
Tentu saja aku tidak bisa membunuh Lo seperti yang dipikirkan oleh beberapa
orang. Kaulihat, aku mencintainya. Itu adalah cinta pada pandangan pertama,
pandangan terakhir, dan dalam setiap pandangan.
"Masuklah," katanya dengan nada riang yang mengandung kemarahan. Dolly Schiller
bersandar pada pintu yang merupakan kayu mati, meluruskan diri sebisa mungkin
(bahkan sedikit berjinjit) untuk mempersilakanku masuk. Sesaat dia seperti
tersalib, memandang ke bawah dan tersenyum ke arah lantai pintu masuk, pipinya
cekung dengan tulang pipi bundar, lengannya yang seputih susu terentang pada
kayu. Aku lewat tanpa menyentuh perutnya yang menonjol. Aroma Dolly, dengan tambahan
sedikit bau kompor. Gigiku bergemeretak seperti gigi orang idiot. "Tidak, kau
tetap di luar ..." (katanya kepada anjing itu). Ia menutup pintu, lalu
mengikutiku masuk ke dalam ruang tamu rumah boneka mungil itu.
"Dick ada di sana," katanya, menunjuk dengan raket tenis yang tak terlihat,
mengundang pandanganku untuk berjalan dan ruang tamu merangkap kamar tidur yang
polos membosankan tempat kami berdiri tepat di seberang dapur, dan menembus
pintu belakang di mana seorang asing muda berambut gelap mengenakan overall,
berdiri di tangga dengan punggung menghadap ke arahku, memperbaiki sesuatu dekat
atau di atas gubuk tetangganya, seorang kawannya yang gempal dan bertangan satu
berdiri melihat ke atas. 47 Tidak ada siapa-siapa. Aku mengebel lagi. Lagi-lagi tak ada siapa-siapa
(catatan penerjemah). Ia menjelaskan hal ini dari jauh, dengan permintaan maaf ("Begitulah laki-
laki"); haruskah dia memanggilnya masuk"
Tidak. Berdiri di tengah ruangan yang tak rata dan mengeluarkan desahan
"hm" untuk bertanya, dia membuat gerak tubuh orang Jawa yang tak asing lagi,
dengan pergelangan tangan dan tangannya menawarkan kepadaku, dengan kesopanan
yang penuh humor, untuk memilih duduk di atas kursi goyang atau dipan (tempat
tidur mereka setelah jam sepuluh malam). Kubilang "tak asing lagi" karena pada
suatu hari dia pernah mempersilakanku masuk ke pestanya di Beardsley dengan
tarian pergelangan tangan yang sama. Kami berdua duduk di dipan. Aku ingin tahu:


Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

walau sesungguhnya penampilannya telah pudar, aku tentu saja menyadari, dengan
terlambat, betapa dia terlihat selalu terlihat seperti Venusnya Botticelli yang
berwarna merah kecokelatan-hidung lembut yang sama, kecantikan tersamar yang
sama. Di dalam saku, jari-jariku dengan lembut melemas dan ujungnya sedikit
bergeser di tengah sapu tangan yang membungkus senjataku yang tak kugunakan.
"Itu bukan orang yang kukira," kataku.
Pandangan selamat datang berpencar meninggalkan matanya.
Dahinya berkerut seperti pada hari-hari pahit yang lampau.
"Bukan siapa?" "Di mana dia" Cepat katakan!"
"Dengar," katanya sambil menundukkan kepalanya ke satu sisi dan
menggelengkannya. "Jangan mengungkitnya."
"Tentu saja aku akan mengungkitnya," kataku, dan untuk sesaat-cukup aneh, satu-
satunya saat penuh belas kasih dan daya tahan di sepanjang percakapan itu-kami
saling tersinggung seperti saat dia masih milikku.
Gadis bijaksana, dia mengendalikan dirinya.
Dick tidak tahu apa-apa tentang semua kekacauan ini. Ia pikir aku adalah
ayahnya. Ia pikir Dolly kabur dari rumah kelas atas hanya untuk mencuci piring
di restoran. Ia memercayai apa pun. Mengapa aku mau membuat segalanya lebih
berat dari yang sudah-sudah dengan mengungkit-ungkit hal yang tak menyenangkan
itu" Namun, kubilang dia harus bijaksana, dia harus paham bahwa kalau dia
mengharapkan bantuan yang akan kuberikan, aku harus paling tidak memahami dengan
jelas situasinya. "Ayo, sebutkan namanya!"
Dia pikir aku telah lama menebaknya. Namanya (dengan senyum licik dan sedih)
sensasional. Aku tak akan pernah bisa memercayainya. Ia sendiri hampir tidak
bisa memercayainya. Namanya, peri kejatuhanku.
Dia bilang itu tidak penting. Dia sarankan aku melupakannya.
Apakah aku mau rokok"
Tidak. Aku mau namanya. Dia menggelengkan kepala dengan ketegasan luar biasa. Dia merasa sudah terlambat
untuk protes, dan aku tidak akan pernah memercayai apa yang secara tak bisa
dipercaya sulit untuk dipercaya.
Kubilang aku lebih baik pergi, salam, senang bertemu dengannya.
Dia bilang itu benar-benar tak ada gunanya, dia tidak akan bilang. Tapi, pada
akhirnya ... "Kau benar-benar mau tahu siapa namanya" Namanya-"
Dan dengan lembut serta percaya diri, seraya mengangkat alisnya yang tipis dan
mengerutkan bibirnya yang kering, dia menyebutkan sebuah nama yang telah ditebak
sejak lama oleh para pembaca yang cerdik, dengan cara sedikit mengejek, agak
hati-hati, dengan lembut, mirip sejenis siulan tanpa suara.
Anti air. Mengapa sebuah kilatan cahaya dari Danau Hourglass melintasi alam
sadarku" Aku juga telah mengetahuinya, tanpa mengetahuinya dari awal. Tak ada
rasa kaget, tidak ada rasa terkejut.
Perlahan-lahan gabungan itu mengambil alih, dan semuanya masuk ke dalam
susunannya, ke dalam pola cabang-cabang yang telah kujalin di sepanjang kisah
perjalanan hidup ini dengan tujuan pasti agar buah yang matang jatuh pada saat
Pusaka Negeri Tayli 12 Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan Pendekar Pemanah Rajawali 1
^