Pencarian

Akhenaten Adventure 4

The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr Bagian 4


tidak bisa meniupnya. Jadi kalian harus memikirkan
cara untuk memindahkannya."
"Baiklah," sahut John.
"Penggali tanah. Eskavator." Dia menatap Philippa.
"Kau tahu bagaimana bentuk eskavator?"
"Aku tidak yakin," Philippa mengakui.
"Di rumah aku punya eskavator dengan remote
control," jelas John. "Warnanya kuning. Kuletakkan di
atas lemari buku itu. Apa kau ingat?"
"Kebetulan," kata Groanin. "Kurasa dalam perjalanan
memasuki Medinet el-Fayyum tadi, kita melewati
pekerjaan perbaikan jalan, dan aku sangat yakin di
sana ada buldozer. Begini, aku akan tinggal di sini
bersama Mister Rakshasas, untuk memastikan kita
tidak lupa tempat di mana Nimrod terkubur. Kalian
berdua dan Creemy kembali ke jalan utama dan
cobalah ambil mesin itu. Atau menciptakan yang lain.
Tapi kalian harus bergegas. Sebentar lagi gelap, dan
tempat ini sudah mulai membuatku gelisah."
*** 222 333Groanin berdiri sendirian di tengah padang pasir,
menunggu Creemy dan si kembar kembali. Dia
merasa seperti patung yang terlupakan. Dia bisa saja
duduk di atas pasir, tapi takut disengat kalajengking
yang banyak jumlahnya di sekitar situ.
"Jadi, bagaimana keadaan di bawah sana?" dia
bertanya kepada Nimrod dengan gugup, saat seekor
kelelawar terbang di dekat kepalanya.
"Dingin dan gelap," jawab Nimrod. "Aku benar-benar
tersiksa. Kekuatan Jin yang mengikatku sangat kuat,
dan kekuatanku hampir tidak berfungsi di sini. Pasti
ikatan ganda yang Hussein gunakan. Atau bahkan
tiga kali lipat. Aku punya senter tapi baterainya sudah
mulai lemah. Ponselku tidak bisa dipakai. Dan aku
cuma makan sebatang cokelat yang ada di
kantongku. Jadi keadaan agak menyedihkan."
"Bagaimana kau bisa mengabulkan permintaanku,
kalau kekuatanmu tak berfungsi?" tanya Groanin.
"The Baghdad Rules," ujar Nimrod. "Bab 152.
Permintaan yang belum terpenuhi memiliki prioritas di
atas ikatan Jin lain. Kau tahu, bila satu permintaan
diberikan, kekuatan permintaan itu seolah menempel
pada orang yang mendapatkannya. Sehingga aku
tidak perlu benar-benar berada didekatmu agar
keinginanmu terkabul." Nimrod mendesah. "Sayang
kau hanya punya satu permintaan yang tersisa. Satu
permintaan bagus lagi, dan aku akan keluar dari sini."
"Aku tidak peduli sama sekali pada permintaan,"
sergah Groanin. Dia menoleh dengan cepat saat
seekor binatang melata menyeberangi tanah, dan
seekor ular juga terlihat menghilang ke dalam sebuah
lubang. "Seluruh negara ini membuatku ngeri."
Empat puluh menit empat puluh detik kemudian,
Creemy dan si kembar datang dengan membawa
sebuah eskavator Tata Hitachi warna oranye, dengan
kapasitas muat dua setengah meter kubik dan
kedalaman galian tujuh meter. Yang membuat
Groanin heran, eskavator itu sepertinya berjalan
sendiri; setidaknya begitulah hingga John keluar dari
Cadillac dengan membawa sebuah remote control
elektrik. "Persis seperti eskavator mainanku di rumah," jelas
John. "Aku cukup ahli mengemudikannya sehingga
kuputuskan akan lebih mudah untuk membuat
beberapa modifikasi pada eskavator aslinya."
Dan di bawah kendali John yang sangat ahli,
eskavator itu sudah mengeruk muatan pasir pertama
dan membuangnya beberapa meter dari lokasi yang
telah mereka tandai sebelumnya.
Setelah satu jam mengeruk, akhirnya sampai juga ke
bagian luar pintu. Creemy-lah yang memindahkan
pasir terakhir dengan menggunakan sekop yang
ditemukannya di belakang eskavator.
Sekarang hari sudah gelap, Creemy harus bekerja
dengan bantuan lampu besar eskavator.
"Tempat ini jahat," ujar Groanin. "Aku bisa
merasakannya. Menakutkan."
"Jangan sebut-sebut begitu," kata Philippa. "Aku sudah
takut sekali." "Kita hampir sampai," teriak John.
Creemy mundur dari pintu batu dan, setelah
membuang sekopnya ke samping, dia berteriak
kepada John agar menuruni anak tangga dengan
membawa senter. Philippa pun mulai mengikutinya.
John sudah memeriksa celah antara pintu dan dinding.
"Tunggu dulu," katanya. "Ada sesuatu yang menempel
di pintu." "Apa pun yang kau lakukan, jangan sekali-kali kau
menyentuhnya, John," teriak Nimrod.
"Ini yang aku takutkan. Itu mungkin segel Jin."
"Apa maksudnya?" tanya Philippa.
"Itu berarti Iblis atau salah satu anggota suku Ifrit
pasti telah bersama Hussein Hussaout," jawab Nimrod.
"Hanya mereka yang bisa melakukan ini.
Kemungkinan besar itu terbuat dari giok atau
tembaga, yang keduanya memiliki kekuatan magis
bagi suku Marid. Karena kita sudah memiliki kekuatan
Jin, maka benda-benda itu tidak boleh sampai
tersentuh." "Kurasa itu menjelaskan kenapa Ibu tidak suka batu
giok," gumam Philippa.
"Tentu saja," sahut Nimrod, "jadi apa pun alasannya,
kalian berdua tidak boleh menyentuhnya. Segel itu
hanya boleh dirusak oleh Creemy atau Mister Groanin,
karena kekuatan suku Ifrit juga akan mengikat kalian
berdua, kalau kalian menyentuhnya. Mungkin bisa
lebih buruk lagi." John menggelengkan kepala. "Menurutku benda itu
sama sekali tidak mirip giok atau tembaga," ucapnya.
"Sepertinya ada potongan besar benda seperti lilin di
dalam celah antara pintu dan dinding. Besarnya kira-
kira seukuran bola dan tampak semi transparan.
Tunggu dulu. Ada gerakan. Sepertinya ada sesuatu di
bagian dalam yang berwarna tembaga. Astaga!
Seekor kalajengking.!"
"Segel hidup," ucap Nimrod. "Itu yang paling
berbahaya bagi manusia, juga bagi Jin. Itu berarti Iblis
mungkin datang sendiri ke sini. Itu tentu saja
menjelaskan kekuatan ikatan tersebut. Apa pun yang
kau lakukan, jangan merusak segelnya karena kalau
tidak, kalajengking itu akan kabur dari situ dan
berusaha membunuhmu. Sebaliknya, kalian harus
menyalakan api di bawah segel untuk melelehkan lilin
dan membunuh kalajengking itu."
Mereka kembali menaiki anak tangga batu guna
mencari sesuatu untuk membakar. Tentunya hal itu
tak terlalu mudah mengingat suasananya yang gelap.
"Kita bisa menggunakan karpet dari mobil Ferrari," usul
Philippa. "Kalau kita rendam dengan bensin, karpet itu
akan gampang terbakar."
"Lagi pula, warna karpet-karpet itu juga tidak cocok,"
balas John yang mulai merobek-robeknya.
"Satu lagi," ujar Nimrod, setelah mereka menumpuk
karpet-karpet yang telah direndam bensin di bawah
segel di pintu makam Akhenaten. "Bila kalajengking
itu termakan api, kalian mungkin akan mendengar
ucapan Iblis kepada Hussein Hussaout untuk
membuat ikatan ini. Pastikan kalian mencatatnya
kalau kalian mendengarnya. Itu mungkin sebuah
petunjuk." Mister Groanin menyalakan sebatang korek api.
"Aku suka api yang besar," katanya. Lalu dia
melempar batang korek api itu ke karpet-karpet yang
sudah direndam bensin. Bola api menjilat dari tanah
menerangi wajah kotor dan hitam mereka. Dengan
segera, bola lilin di pintu makam mulai meleleh,
membuat panik kalajengking berwarna tembaga
didalamnya. Bahkan melalui lilin, mereka bisa melihat
sengatan tajam hewan itu menekuk di atas
punggungnya dan menggigil seperti jari berkuku
hitam milik seorang penyihir wanita yang jahat.
"Aku tidak mau berada di dekat makhluk itu saat
lilinnya meleleh," Groanin mengakui sambil bergerak
makin ke atas di anak tangga, dia berusaha menjauhi
tempat berbahaya itu. Tapi, satu atau dua menit kemudian, si kembar dan
Creemy berdiri tegak. Akhirnya, setelah tidak ada lagi
lilin di pintu, kalajengking terbesar yang pernah dilihat
orang itu, jatuh ke dalam api. Si kembar menelan
ludah dengan ngeri. Makhluk sepanjang tiga puluh
sentimeter itu tebal dan berbulu seperti tubuh seekor
armadillo kecil. Capitnya seperti alat yang digunakan
seorang penyiksa, kedelapan kakinya seperti laba-
laba dan terlihat aneh, tapi yang terburuk adalah
ekornya. Panjang ekornya lebih dari dua puluh lima
sentimeter, dan pada ujungnya terdapat penyengat
sebesar ibu jari manusia. Dan yang membuat mereka
ngeri, hewan berkaki delapan itu bersinar terang
meskipun tak terbakar. Dengan api biru besar menjilat
setinggi hampir tiga puluh sentimeter di atas
sengatnya yang panjang, kalajengking itu terpental
dari karpet-karpet yang tengah terbakar. Dia berlari
cepat ke arah si kembar, seolah mengenali bahwa
mereka berasal dari suku Jin yang sama dengan
tahanan yang harus dia jaga. Creemy dan John
mundur selangkah, tapi John kehilangan pijakan di
tanah yang tidak rata dan tersungkur di depan
kalajengking yang membara itu.
Merasakan ada kesempatan untuk membunuh,
kalajengking tembaga itu berlari cepat ke arah lengan
John. Capitnya mengatup-ngatup nyaring dan
sengatnya terangkat seperti jarum suntik, satu dosis
racun yang mematikan sudah menetes dari kantong-
kantong yang mengisi rongganya. "Awas," teriak Groanin. "Dia akan menyengatmu."
"Astaga!" jerit Philippa sambil menginjak-injak lalu
menendang makhluk itu. Saat melakukan itu, si kalajengking berhasil
menangkap tali sepatu kets Philippa yang kotor, lalu
memanjat ke atas kaki, mendekati mata kakinya
yang terbuka. Ketika kalajengking itu ada di kakinya,
Philippa menyadari dengan perasaan jijik kalau
makhluk itu berat. Philippa melontarkan teriakan yang
memekakkan telinga dan menendang keras pintu
makam. Hal itu menyebabkan si kalajengking mental
ke atas tanah. Hewan itu pun menggulung menjadi
bola, memercikkan tetesan besar racun tepat
melewati kepala Philippa, dan akhirnya meledak
dalam api. Karena mendengar sesuatu, Philippa tiba-tiba teringat
pesan Nimrod yaitu membungkuk dengan sangat
penuh waspada pada jarak yang aman agar dapat
mendengar apa yang terdengar seperti kata-kata
yang dibisikkan dari kedalaman lubang neraka. Lalu
dia menaiki tangga, keluar dari parit itu, dan muntah
di atas bukit pasir. Setelah beberapa saat, John bangkit dan
mengikutinya. "Kau sudah menyelamatkanku," kata
John. "Kalajengking itu hampir menyengatku." Philippa
mengusap mulut. "Kau akan melakukan hal yang
sama," ujarnya. John mengangguk dan menggenggam tangan adiknya
dengan penuh rasa terima kasih.
"Aku benci kalajengking." kata Groanin.
Mereka menyingkirkan sisa-sisa segel dari pintu
makam, mendorongnya kuat-kuat sampai terbuka,
lalu memasuki ruang makam kuno.
Dari kegelapan, Nimrod menghampiri mereka, dia
tampak sedikit lebih muram daripada biasanya. Si
kembar berlari dan memeluknya dengan hangat.
"Kami pikir tidak akan pernah bertemu Paman lagi,"
ujar Philippa. "Memang nyaris tidak," Nimrod mengakui. "Aku
mungkin akan lama berada di bawah sini."
Dia mengembuskan napas, mengeluarkan
saputangan, lalu mengusap air mata. "Aku berutang
nyawa kepada kalian, Anak-anak, aku berutang
nyawa." Lalu Nimrod menelan emosi-emosinya, mengeraskan
bibir atasnya, berdehem, mengantongi sapu
tangannya, dan mendekati kepala pelayannya dengan
senyuman masam. "Dan kau, Mister Groanin,
meskipun Bab 42, sub bab 12 dari The Baghdad Rules
melarang pemberian tiga permintaan kepada orang
yang membantu membebaskan Jin dengan
menggunakan hadiah tiga permintaan sebelumnya,
aku tetap merasa berkewajiban mengajukan Bab 44,
tentang situasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
tindakan yang sangat mengutamakan kepentingan
orang lain. Maka, aku menghadiahimu tiga permintaan
lagi." Mister Groanin mengerang keras. "Aduh!" dia berteriak.
"Kumohon, jangan permintaan lagi.Untuk pertama kali
setelah bertahun-tahun aku menikmati kebebasan


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena tidak memiliki permintaan. Kalian, para Jin,
tidak tahu betapa sulitnya hidup dengan pilihan
seperti itu. Betapa banyak ketegangan yang
ditimbulkannya pada manusia. Aku minta ini atau itu"
Aku jadi ini atau itu" Melelahkan. Jadi jangan lagi."
"Tapi aku sudah mengatakannya," bantah Nimrod.
"Dan janji seperti itu tidak dapat dicabut."
"Kalau begitu, aku berharap aku tidak punya tiga
permintaan lagi," kata Groanin. "Aku telah menyadari
sesuatu yang sangat penting tentang permintaan.
Terkadang kita ditakdirkan untuk tidak menginginkan
apa pun yang kita minta setelah kita
mendapatkannya. Bahkan tidak untuk lengan baru.
Kenyataannya, aku mulai terbiasa memiliki satu
lengan, dan aku tidak tahu akan kuapakan lengan
yang satunya lagi." "Kata-kata yang bagus, Mister Groanin," ujar Nimrod.
"Kata-kata yang bagus."
Kemudian dia menatap si kembar. "Omong-omong,
adakah di antara kalian yang mendengar kata yang
keluar dari bangkai kalajengking itu?"
"Bukan kata yang kukenal," jawab Philippa. Lalu dia
mengangkat bahu. "Kedengarannya seperti Rabat."
"Rabat," sahut John. "Itu nama kota di Maroko, kan?"
"Rabat, ya?" gumam Nimrod.
"Ada artinya bagimu?"
Nimrod menggelengkan kepala dengan sangat tegas.
"Tidak. Sama sekali tidak."
Sementara itu, Mister Rakshasas telah mewujudkan
diri kembali dari lampu kuningannya. Setelah
meminjam senter John, dia mulai memeriksa berbagai
relief indah di dinding makam. Dengan diberi
kekuatan sihir, ukiran-ukiran batu itu dimaksudkan
untuk melancarkan jalan orang Mesir yang sudah mati
ke alam baka dan menyimpannya untuk selamanya.
Mister Rakshasas menyentuh ukiran-ukiran itu dengan
ujung jari, seperti orang buta yang membaca huruf
Braille. Sementara si kembar tidak punya banyak pilihan
kecuali mengikutinya berkeliling makam atau tinggal
dalam kegelapan. "Ada lusinan ruangan di dalam makam ini," ujar
Nimrod dari suatu tempat dalam kegelapan.
"Membentang sampai ratusan meter, sejauh bebatuan
tempat aku meninggalkan mobil, di mana ada pintu
masuk lain yang dibuka oleh gempa itu. Ikatan yang
dipakai Hussein Hussaout pasti telah menutup
keduanya menggunakan semacam badai pasir saat
dia pergi. Aku berjalan sampai ke sini dengan harapan
menemukan jalan keluar lain itu. Tapi tampaknya ini
semacam labirin dalam kegelapan, aku tidak bisa
menemukan pintu masuk awal."
"Lihat semua hieroglyphic ini," kata Mister Rakshasas.
"Tidak ada satu pun kata yang umum digunakan
orang Mesir untuk menyebut Osiris, dewa alam baka.
Semua relief ini hanya memberikan penghormatan
kepada Aten. Ini memang makam Akhenaten."
"Tapi di mana harta karunnya?" tanya John.
"Pertanyaan bagus," gumam Nimrod.
"Mungkin sebagian sudah menyebar ke museum-
museum dunia," jawab Mister Rakshasas.
"Dari lokasi makam dan lukisan-lukisan dinding ini,
aku bisa mengira-ngira bahwa ini merupakan Makam
42, ditemukan pertama kali pada tahun 1923, dan
hilang pada saat badai pasir besar setelah
diklasifikasikan dengan sangat keliru sebagai makam
seorang pejabat keuangan, atau semacam
administrator. Mudah saja melihat alasannya. Relief-
relief dekat pintu di mana kita masuk tadi sangat
berbeda dengan relief-relief yang berada lebih jauh di
dalam. Seolah Akhenaten berusaha menyamarkan
makamnya, takut akan dicemarkan oleh orang yang
menganggapnya sebagai tokoh pembaharu
kepercayaan. Dia mungkin bersikap bijaksana dengan
kehati-hatiannya." Mister Rakshasas menunjuk sebuah lukisan Mesir
kuno besar, yang menutupi satu dinding makam
kosong itu. Lukisan itu menggambarkan seorang pria
jangkung dengan tongkat emas kerajaan yang
mengantarkan cahaya matahari ke arah tubuh-tubuh
telanjang dari beberapa lusin pria yang berlutut di
hadapannya. "Tapi ini," katanya bersemangat. "Ini benar-benar tidak
diragukan lagi. Bagi orang yang memiliki pengetahuan
tentang sejarah Jin, kisah dalam gambar-gambar ini
cukup jelas. Para pendeta yang berlutut di
hadapannya berjumlah tujuh puluh, jumlah yang
sangat aneh bagi orang Mesir untuk dipilih, tapi aku
menduga ini adalah gambar tentang Jin Akhenaten
yang menghilang." Mister Rakshasas menoleh ke arah Nimrod di
belakangnya. "Hiasan kepala yang menarik. Benar,
Nimrod?" "Aku memikirkan hal yang sama," sahut Nimrod.
"Pada sebagian besar hiasan kepala Mesir, seluruh
tubuh dewi ular, Wadjet, muncul dibagian depan. Tapi
tubuh ular ini sepertinya menjulur melingkari kepala
Raja. Kelihatan lebih jelas juga. Nyaris mirip ular
sungguhan. Tubuh hitam dan emasnya sangat mirip
ular kobra Mesir. Dan perhatikan cara Wadjet
memegang Aten - cakram matahari - di bawah
tubuhnya, nyaris seperti...," Nimrod meninju telapak
tangannya. "Ya, tentu saja. Kenapa kita tidak
memahami ini sebelumnya?"
"Apa itu?" tanya Philippa.
"Selama ribuan tahun suku kita telah dibingungkan
tentang bagaimana manusia bisa mengendalikan
begitu banyak Jin. Tujuh puluh. Tapi hiasan kepala ini
sepertinya menunjukkan bahwa selama ini
Akhenaten bukan berkedudukan sebagai majikan. Dia
justru dikendalikan salah satu Ifrit yang suka
memunculkan beberapa ular dan kalajengking."
"Itu dapat menjelaskan banyak hal," Mister Rakshasas
menyetujui. "Seperti, mengapa Ifrit lebih banyak tahu
tentang ini ketimbang kita."
"Kau tak berpendapat mereka sudah mendapatkan
ketujuh puluh Jin Akhenaten yang hilang, kan?"
"Kalau benar," usul Philippa, "mereka takkan bersusah
payah seperti ini untuk menyingkirkanmu, kan?"
"Benar juga," sahut Nimrod. "Mereka pasti sudah akan
menguasai keseimbangan kekuatan Jin, dan
kemungkinan besar aku sudah mati."
"Dari lukisan dinding ini," cetus Mister Rakshasas,
"kurasa jelas bahwa Jin yang hilang itu pernah ada di
sini. Di dalam semacam wadah, mungkin sebuah
canopic* bersama seluruh harta karun Akhenaten.
Sedangkan di mana mereka sekarang berada, siapa
yang tahu" Kemungkinan besar di museum."
"Tapi yang mana?" timpal Nimrod. "Wadah seperti itu
bisa berada di mana saja. Kalau salah (Canopic adalah
wadah tempat menyimpan organ tubuh orang yang
dimumi. Ada yang berbentuk kepala babon (napi),
kepala manusia (imsety), kepala serigala (duamutef),
dan kepala elang (qebehsenuef). diperkirakan, bisa
menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk
menemukannya." "Kalau begitu tebakan Ifrit tentang letak harta karun
itu mungkin sama seperti tebakan kita," ujar Philippa.
"Mungkin," Nimrod sependapat. "Tapi sebenarnya ada
satu orang yang bisa menjawab pertanyaan ini.
Hussein Hussaout, orang yang menemukan Makam
42." Dia melirik arlojinya. "Lagi pula, dia berutang
penjelasan. Akan berguna kalau kita berkunjung ke
rumahnya dalam perjalanan pulang. Dia pasti tidak
mengharapkan kedatangan kita malam ini."
Mereka menuju mobil Cadillac, dan Nimrod sempat
menendang Ferrari berwarna-merah muda itu sebagai
tanda kejengkelannya. "Benda apa ini sebenarnya?" Dia bertanya sambil
terkekeh-kekeh. "Tak ada waktu untuk menyewa mobil," jelas John.
"Jadi kami harus menggunakan kekuatan Jin."
Dia menggeleng- gelengkan kepala. "Aku tahu, aku
tahu. Rodanya salah. Dan warnanya..."
"Ya, kelihatan seperti sesuatu yang akan diberikan
syeikh minyak Arab untuk istrinya yang paling tidak
dia sayangi. Meskipun begitu, mengingat ada sekitar
dua puluh ribu suku cadang pada sebuah mobil,
kupikir kalian melakukannya dengan cukup bagus,
sungguh." Dia tersenyum. "Pertanyaannya: Apa yang akan kita
lakukan pada mobil itu sekarang" Menyimpan dan
mengendarainya kembali ke Kairo untuk menerima
olok-olok dan tawa dari orang-orang" Atau
menyingkirkannya?" "Menyingkirkannya," jawab si kembar bersamaan.
"Itu jawaban tepat," kata Nimrod.
Dan setelah mengibaskan tangan, dia menyihir Ferrari
berpenampilan aneh itu hingga menghilang.
"Nah, sekarang bagaimana dengan eskavator itu?"
"Kami meminjamnya," John mengakui.
"Sudah kuduga. Tampak terlalu biasa untuk diciptakan
oleh kalian berdua. Pertama, oranye bukan warna
favoritmu, Philippa. Aku yakin kau lebih suka yang
berwarna merah muda, kan" Kebetulan, kalau
meminjam sesuatu, selalu berusahalah untuk
mengembalikannya dalam kondisi lebih baik daripada
saat kau menemukannya. Demi sopan santun."
Dan bahkan sementara dia bicara, eskavator Tata
Hitachi itu mendapat polesan cat oranye baru, ban-
ban baru, kotak perlengkapan baru, dan setangki
penuh bensin. Setelah mereka menjelajahi makam Akhenaten,
Creemy dan Nimrod menggali Cadillac dari pasir.
Begitu melihat mobilnya lagi, Nimrod membuka laci,
menemukan sekotak cerutu, menyalakan satu, dan
segera mengembuskan cincin asap berbentuk
mobilnya sendiri. "Kalian tidak tahu betapa aku sangat menantikan saat
ini," katanya sambil mengisap cerutu dengan sangat
gembira. "Sejujurnya, kupikir aku mungkin tidak akan
pernah merasakan cerutu ini lagi."
Mereka semua berdesakan di dalam mobil dan
mengikuti eskavator itu. Sedangkan John, yang masih
menggunakan remote control, pelan-pelan
mengendalikan alat pengeruk itu kembali ke jalan
utama, dan mengembalikannya ke lokasi bangunan di
mana mereka menemukannya.
Selanjutnya Creemy membawa mereka ke utara lagi,
kembali ke Kairo. *** Sudah lewat tengah malam saat mereka sampai di
kawasan Kota Tua Kairo. Seperti biasa, jalan-jalan
masih dijejali manusia. Nimrod dan si kembar
meninggalkan Creemy, Mister Groanin, dan lampu
berisi Mister Rakshasas di dalam Cadillac. Mereka
pergi mencari Hussein Hussaout. Tapi begitu
memasuki lorong sempit berkerikil menuju ke toko
itu, mereka menyadari ada yang tidak beres. Gang itu
dipenuhi orang, dan di luar toko itu ada banyak polisi
berseragam putih berdiri berjaga-jaga, mencegah
siapa pun memasukinya. "Ada apa?" Nimrod bertanya kepada seorang pria
dalam bahasa Arab. "Pemilik toko itu, Hussein Hussaout, ditemukan mati,"
itulah jawabannya. "Bagaimana bisa?"
"Kata orang dia dirampok. Tapi aku sendiri mendengar
kalau dia digigit ular."
"Kapan terjadinya?"
"Sekitar satu jam lalu," jawab pria itu.
Nimrod menggandeng tangan si kembar, lalu
menuntun mereka menyusuri lorong lain yang lebih
sepi. Mereka melewati gerbang hias, dan menaiki
tangga curam menuju ke sebuah gereja tua. Di
sanalah dia mendudukkan si kembar dan
memberitahu mereka apa yang dia ketahui.
"Dibunuh?" Philippa merasa rahangnya gemetar.
"Kasihan Baksheesh."
"Kita berharap Baksheesh tidak terluka," timpal
Nimrod. "Kita harus memasuki toko itu, dan mencari
tahu tepatnya apa yang terjadi. Tapi, kemungkinan
ada Ifrit yang mengawasi tempat ini, dan aku juga
tidak ingin kita menghabiskan malam di kantor polisi
dan menjawab banyak pertanyaan bodoh. Itu akan
terjadi kalau kita muncul di depan pintu dan berkata
bahwa kita mengenal Hussein Hussaout yang malang.
Polisi Kairo terkenal tidak efisien."
"Hussein Hussaout yang malang?" bantah John. "Dia
mencoba membunuhmu."
"Mungkin begitu," Nimrod mengakui. "Tapi jelas-jelas
dia melakukan itu karena diancam. Aku ingin tahu
ancaman apa itu. Sekarang dengar baik-baik. Untuk
memasuki toko itu, kita harus menjadi petugas polisi."
John dan Philippa bertukar tatapan bingung.
"Bagaimana caranya?" tanya Philippa.
"Kita harus meninggalkan jasad kita di gereja ini,"
jawab Nimrod. "Takkan ada yang mengganggu kalau
orang-orang menyangka kita sedang berdoa. Lalu kita


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan melayang kembali ke gang itu dan memasuki
jasad tiga orang polisi, caranya sama seperti kita
memasuki jasad unta-unta itu. Mudah sekali."
John mengangguk. Baginya, menjadi polisi, bahkan
polisi Mesir, terdengar seperti adanya peningkatan
ketimbang menjadi unta; tapi Philippa merasa tidak
nyaman dengan ide itu. Sebelumnya dia menjadi unta
betina, tapi kini dia harus menjadi polisi pria. Ide
memasuki jasad pria dewasa, meskipun hanya
beberapa menit, sangatlah mengganggunya.
"Mengapa kita tidak melayang berkeliling saja?" tanya
Philippa. "Mengapa kita harus memakai jasad orang
lain?" "Sederhana," jawab Nimrod. "Kalau kita ingin
seseorang bicara pada kita, itu akan lebih mudah. Dan
itu satu-satunya cara agar kita bisa mengambil
sesuatu dan memeriksanya. Lagi pula, kalau kita
berada di luar jasad terlalu lama, risikonya akan
terseret ke antariksa. Ketahuilah, jasad itu seperti
jangkar. Membuat kita tertanam kuat di atas bumi."
Dia menggelengkan kepala dengan ramah. "Tapi kalau
kau merasa tidak senang pada ide ini, Philippa,tinggal
sajalah di sini dan awasi jasad kami."
Philippa memandang berkeliling gereja kecil yang
aneh itu. Mulai dari langit-langit kunonya yang tampak
seperti perahu terbalik, lalu lampu minyak menyala
yang menggantung pada rantai panjang. Gereja itu
tampak seperti berumur seribu tahun.
"Bagaimana kalau ada yang melakukan sesuatu pada
jasad kita?" tanyanya.
"Di dalam gereja?" Nimrod berlutut di atas bantal dan
membungkuk dalam sikap berdoa. "Kau akan
mengganggu orang yang kelihatan seperti ini?"
"Tidak," Philippa mengakui. "Baiklah. Akan aku
lakukan." "Itu baru namanya kau benar-benar memiliki
semangat," puji Nimrod. "Berusahalah mengingat
untuk tidak mengatakan apa-apa saat kita berada di
luar jasad. Agak mengerikan bagi mundanes bila
mereka mendengar suara-suara yang tidak jelas
asalnya." "Bagi siapa?" tanya John.
"Mundanes," ujar Nimrod. "Dari bahasa Latin mundus,
yang berarti 'dunia'. Kadang-kadang itu sebutan kita
bagi manusia. Bagaimana pun juga, ingatlah apa yang
telah kukatakan. Banyak takhayul dan kepercayaan-
kepercayaan dunia yang disebabkan oleh Jin ceroboh
atau Jin jahat yang berbicara pada mundanes saat
berada di luar jasad. Jadi, bila kalian menginginkan itu
dalam hati, aku sarankan kalian tetap diam. Apa lagi
ya" Oh ya. Usahakan untuk tidak menjatuhkan apa
pun kecuali kalian ingin orang berpikir mereka
dihantui oleh hantu. Percayalah, itu cukup mudah
dilakukan bila kalian tidak melihat kedua tangan atau
kaki kalian sendiri."
"Satu lagi. Meskipun takkan menjadi masalah pada
malam yang hangat seperti ini, tapi ingatlah selalu.
Bila kalian dalam keadaan tidak kelihatan, jangan
berdiri dalam hembusan udara dingin. Hawa dingin
sangat merusak kekuatan Jin. Dan dalam keadaan
tidak kelihatan, itu dapat membuat kalian menjadi
semi transparan, sehingga kalian bisa tampak seperti
hantu." "Apakah itu berarti tidak ada yang namanya hantu?"
tanya Philippa. "Hantu jelas ada. Tapi hantu manusia. Sebagian besar
mereka tidak berbahaya. Tapi hantu manusia bisa
menjadi sangat jahat kalau dirasuki roh Jin yang
sudah mati. Kira-kira begitulah menurutku. Untungnya
aku tidak pernah bertemu dengan hal-hal semacam
itu. Ketahuilah, pada dasarnya Jin tidak menjadi hantu.
Tapi bukan sesuatu yang aneh bagi roh Jin untuk
memasuki hantu manusia dengan cara yang sama
seperti kita memasuki jasad manusia."
"Tapi, seperti yang kukatakan, semua itu sangat
berbeda dengan pengalaman keluar dari jasad seperti
yang akan kita alami sekarang." Nimrod tersenyum.
"Cobalah untuk rileks dan menikmatinya. Kalian akan
merasa aneh, tapi kita akan segera menemukan
beberapa jasad dan segalanya akan beres lagi. Aku
janji." Dia mengangguk kekanan dan kiri. "Ayo kalau begitu."
John berlutut di sebelah kiri Nimrod dan menunduk.
"Siap," katanya.
"Siap," ujar Philippa yang meniru sikap itu di sebelah
kanan Nimrod. Nimrod menggenggam tangan si kembar. "Usahakan
tidak melepaskan tanganku, sampai kita menemukan
beberapa polisi untuk dimasuki," katanya.
"Akan lebih mudah kalau kita selalu tahu di mana kita
semua berada. Tapi kalau kita sampai terpisah, maka
kita akan bertemu kembali di mobil. Baiklah kalau
begitu. Aku rasa kalian sudah siap."
"Ini pasti mengasyikkan," komentar John.
"Oh, kuharap tidak," bantah Nimrod. "Kita mulai.
QWERTYUIOP." Philippa melontarkan jeritan kecil saat merasakan
dirinya terangkat keluar dari tubuhnya sendiri.
Sejenak terasa seperti tumbuh lebih tinggi, semakin
tinggi, kecuali saat menunduk, dia mendapati dirinya
sedang menatap orang berambut merah dan
berkacamata. Beberapa detik kemudian, barulah dia
menyadari, dengan tersentak, kalau itu adalah
kepalanya sendiri. Mengapa dia bisa punya rambut
yang seperti itu" John juga tidak kurang bingungnya dibanding Philippa.
Dia merasa akan gampang panik, kecuali ketika
merasakan tangan Nimrod yang menggenggam
tangannya. "Wajar kalau terasa agak aneh," ucap Nimrod yang
merasakan ketakutan mereka. "Tarik napas dalam-
dalam dan ikuti aku."
"Kalau kita tidak disini, lalu di mana kita berada?"
tanya John saat mereka melayang kembali ke lorong
gelap menuju toko barang antik itu.
"Bisa dibilang kita sedang menempati dua dimensi
yang berbeda," jawab Nimrod. "Atau, lebih tepatnya
lagi, jasad kita berada di satu sisi pagar, tapi roh kita
berada di sisi pagar lainnya. Aku bisa menjelaskannya
dengan cara yang lebih ilmiah, tapi kalian
memerlukan gelar dalam ilmu fisika untuk
memahaminya. Mungkin dua gelar."
"Tolong," kata Philippa. "Jangan fisika. Aku benci
fisika." "Oh, jangan bilang begitu," tukas Nimrod. "Semua
yang dilakukan dan dikerjakan Jin adalah hasil dari
hukum fisika. Suatu hari kau akan memahaminya."
"Tak masalah, selama aku tidak harus mengikuti ujian
untuk membuktikan kalau aku bisa memahaminya,"
ujar Philippa. Tanpa diketahui, mereka melintas melewati garis
polisi dan berjalan ke dalam toko yang terang
benderang dan dipenuhi polisi.
Salah seorang polisi tampak sedang menggunakan
sepotong kapur kuning untuk menggambar garis
mengelilingi mayat Hussein Hussaout, yang terbaring
di lantai di antara papan catur dan takhta Mesir. Bagi
si kembar, pria yang mati itu tampak sangat mirip
Baksheesh saat sakit di ranjang; bibir dan tangannya
biru sekali. "Kasihan," bisik Philippa.
Mendengar ucapan itu, salah seorang polisi
melayangkan pandangannya, tapi karena tidak
melihat apa-apa, dia pun gemetar. Polisi itu lalu
pindah ke sisi lain toko, menuju sebelah dua orang
polisi lain yang sedang bersandar ke dinding sambil
merokok dan tampak bosan.
"Di sana," bisik Nimrod. "Kelihatannya ada tiga tubuh
yang cocok di sana."
Nimrod meremas tangan keponakan perempuannya
dengan penuh arti, dan membimbing si kembar
melayang ke udara tepat di atas ketiga polisi yang
tidak menyadari apa yang sedang terjadi.
"Jagalah agar jari kaki kalian tetap di bawah, dan
tatapan kalian terpusat pada polisi pilihan kalian," kata
Nimrod berbisik. "Ini tidak lebih sulit daripada
memakai pakaian basah. Begitu sudah masuk, kalian
akan mendapati bahwa roh yang menempati jasad
itu akan kelabakan dengan kedatangan kalian,
sehingga mereka tidak akan mengganggu kalian
sama sekali. Mereka bahkan tidak akan ingat apa-apa
setelah itu." Begitu mereka semua sudah berada di dalam jasad
masing-masing, Philippa menatap kedua pria yang
berdiri di sampingnya dan berkata, dalam suara dan
bahasa yang hanya separuh dia kenali, "Nimrod?"
Salah seorang polisi itu mengangguk kepadanya.
Philippa tersenyum. "Rasanya aneh menjadi laki-laki,"
katanya. "Ya," sahut polisi berisi Nimrod, yang ternyata
berpangkat sersan. "Sebaiknya jangan mengatakan
itu lagi, eh" Siapa tahu salah seorang rekan polisi
mendengar dan salah sangka. Dan cobalah bicara
dalam bahasa Arab, Philippa."
"Apa kita bisa?" tanya polisi John.
"Tentu saja," jawab polisi Nimrod. "Kalian orang Mesir,
ingat?" "Aku bisa mengingat hal-hal aneh," John mengakui.
"Beberapa di antaranya tidak menyenangkan."
"Ayo," ajak polisi Nimrod sambil melemparkan
rokoknya ke lantai. "Lewat sini."
Mereka mengikuti polisi berpangkat sersan itu keluar
melewati pintu belakang, melintasi kebun, dan
menaiki tangga kayu menuju tempat tinggal di mana
mereka menemukan Baksheesh sendirian di dalam
kamarnya. Anak itu duduk sambil terisak lirih di pinggir ranjang
kuningan di mana si kembar pertama kali melihatnya.
Si sersan berlutut di hadapannya dan menggenggam
kedua tangan Baksheesh. "Dengar baik-baik, Baksheesh," ujar sersan itu. "Jangan
takut dengan apa yang akan kukatakan. Ayahmu
orang yang baik. Dan dia temanku."
Bocah itu mengerutkan kening saat berusaha
mengingat apakah ayahnya menyebut sersan polisi
ini. "Masa?" "Aku tahu dia sudah menceritakan kepadamu
segalanya tentang Jin. Jadi aku tahu kau takkan takut
bila kuberitahu bahwa yang sedang berbicara padamu
kini adalah Nimrod yang masuk ke dalam jasad
polisi." Sejenak bocah itu tampak ngeri, matanya melebar
ketakutan, dan si kembar mendapat kesan kuat
bahwa dia akan lari keluar ruangan sambil menjerit.
Tapi Nimrod tetap menggenggam kedua tangannya.
Dan dengan suara yang hampir menghipnotis, dia
terus berbicara hingga Baksheesh tenang.
"Kau sudah mati?" tanya bocah itu kepada si sersan.
"Karena itukah kau berada di dalam jasad ini
sekarang?" "Tidak, aku tidak mati," jawab si sersan. "Aku berada
di dalam jasad ini karena ada kemungkinan kalau
orang-orang yang membunuh ayahmu masih
mengawasi tokomu." Bocah laki-laki itu mulai menangis lagi.
"Kau ingat anak laki-laki dan perempuan yang datang
menemuimu kemarin malam?" tanya sersan polisi itu.
"Keponakan-keponakanku. Saat itu mereka
mencariku. Kau ingat?"
"Ya," jawab Baksheesh sambil mengusap matanya
dengan bagian belakang lengan baju. "Aku ingat
mereka." "Mereka juga Jin," papar sersan itu. "Dan mereka
bersamaku sekarang. Di dalam jasad polisi lainnya.
Philippa, kemari dan bicaralah kepada Baksheesh
dengan suaramu sendiri, kalau
kau bisa." Philippa berlutut di samping sersan itu dan berusaha
untuk menggerakkan wajah yang mengekspresikan
rasa simpati. Yang mengejutkan Philippa, ternyata ia
masih bisa menggunakan suaranya sendiri.
"Baksheesh," katanya lembut. "Aku ikut bersedih atas
kematian ayahmu." "Aku senang pamanmu baik-baik saja," kata
Baksheesh. "Ayahku, dia tak bermaksud melukaimu."
"Aku tahu," timpal Philippa sambil mengusap rambut
bocah itu. "Iblis memaksanya untuk menipumu. Ularnya
menggigitku di kaki dan aku terbaring antara hidup
dan mati, sementara ayahku harus melaksanakan
perintahnya. Baru setelah kau tertangkap, Iblis
mengizinkan Palis - pelayannya - menjilat kakiku
untuk membuang racunnya."
"Palis?" ucap si sersan. "Si penjilat kaki" Dia juga ada
di sini?" "Dia Jin yang sangat jahat," ujar Baksheesh sambil
melihat kakinya yang diperban.
Sersan itu memandang Philippa dan menjelaskan,
"Palis menjilat telapak kaki sampai dia bisa mengisap


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

darah kita. Lidahnya kasar, seperti ampelas. Seperti
kerbau. Cukup kasar untuk mengelupas kulit hanya
dengan beberapa jilatan. Setelah itu dia meminum
darahmu." Sambil berbalik ke arah Baksheesh, dia berkata, "Kau
beruntung dia hanya menghisap sedikit darahmu,
Baksheesh. Biasanya Palis meminum semuanya."
"Kini aku tidak merasa beruntung," desah Baksheesh.
"Ya, memang tidak." Nimrod berhenti sejenak. "Kau
melihat Iblis?" "Tidak, aku hanya mendengar suaranya yang begitu
lembut sehingga kau akan berpikir kalau dia sangat
baik. Tapi dia selalu berada dalam kegelapan. Kurasa
dia takut membiarkan aku melihatnya. Selalu dalam
kegelapan. Selalu berbicara lembut, seperti ular yang
datang bersamanya. Ular kobra Mesir bergaris-garis.
Ular terbesar yang pernah kulihat."
"Katakan apa yang terjadi pada ayahmu," perintah
Nimrod. Bocah itu tidak bicara selama beberapa saat. Nimrod
pun menambahkan, "Kalau kau ingin aku
membalaskan dendam ayahmu, aku harus tahu apa
tepatnya yang telah terjadi."
Baksheesh menarik napas dalam-dalam dengan
gemetar dan kemudian mengangguk. "Seekor kala
jengking mati," ceritanya. "Hewan itu ada di dalam
kandang bambu. Kembaran kalajengking yang
ditinggalkan Iblis untuk menjaga makammu katanya.
Iblis meninggalkan kalajengking itu di sini bersama
ayahku. Saat kalajengking itu mati, ayahku menjadi
sangat ketakutan. Dia tahu itu berarti kau sudah
melarikan diri, dan Iblis akan kembali ke sini untuk
mencegahnya menceritakan semuanya padamu.
Ayahku tahu tidak ada waktu untuk kabur. Iblis
bergerak seperti angin, katanya. Tapi dia masih
sempat menyembunyikan aku dalam sebuah
sarcophagus tua di halaman untuk mencegah Iblis
menyuruh ularnya menggigitku lagi. Jadi ular itu
hanya menggigit ayahku."
"Jin Akhenaten yang hilang," ucap Nimrod.
"Apakah Ifrit memiliki Jin yang hilang itu?"
"Tidak." Bocah itu tersenyum. "Mereka mengajukan banyak
pertanyaan pada ayahku. Kurasa mereka masih
mencari." "Di mana Jin-Jin itu?" tanya Philippa. "Kau tahu?"
Bocah itu menggelengkan kepala.
"Bagaimana mereka disimpan?" tanya sersan itu.
"Aku tidak tahu."
"Apakah kau akan baik-baik saja, Baksheesh?" tanya
Philippa. "Siapa yang akan menjagamu" Kami bisa
membantumu?" "Aku punya bibi di Alexandria dan seorang paman di
Heliopolis. Kurasa mereka mau menjagaku."
"Jangan lupa kalau kau punya seorang paman di
Inggris," celetuk si sersan ramah. "Suatu hari, bila kau
sudah lulus sekolah, temui aku dan aku akan
membantumu mewujudkan apa pun yang ingin kau
lakukan. Akan kukirimkan alamatku. Kau mengerti?"
"Ya, terima kasih, Sir."
Mendengar ada suara-suara menaiki tangga, Nimrod
bangkit. "Kurasa kami harus pergi. Semoga berhasil,
Anakku. Selamat tinggal."
"Selamat jalan, Sir."
"John" Philippa" Kita pergi."
Philippa berdiri lalu berbalik ke arah pintu.
"Tidak," ucap si sersan. "Tak ada waktu untuk itu.
Akan lebih cepat kalau kita melakukan perjalanan
sebagai roh. Cepat. Genggam tanganku."
Saat si kembar meraih tangan sersan polisi yang
terulur, mereka merasakan diri mereka melayang naik
ke langit-langit lagi. Hanya saja kali ini lebih cepat.
"Kembali ke gereja," bisik wujud roh Nimrod,
memimpin mereka menuruni tangga lagi.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya John,
saat mereka melayang ke luar toko dan kembali
melewati kegelapan, menyusuri lorong berkerikil ke
arah sebuah gereja kecil.
"Kita harus menemukan Iblis dan pengikut-pengikut
setia Ifrit sebelum mereka menemukan Jin Akhenaten
yang hilang," jawab Nimrod. "Untuk melakukan itu
kita harus membawanya keluar dari kegelapan dan
berada di tempat terbuka."
"Bagaimana caranya?" tanya Philippa.
"Tidak mudah. Dan bisa berbahaya."
Setelah menempati kembali jasad mereka sendiri di
dalam gereja kecil yang aneh itu, mereka berjalan
melewati jalanan gelap ke tempat mereka
meninggalkan Cadillac. Mereka berjalan agak
sempoyongan. Mungkin itu karena si kembar belum
terbiasa melakukan transisi dari jasad menjadi roh
dan kembali lagi. Setelah melihat mereka lagi, Creemy segera
menyalakan lampu depan mobil untuk membantu
mereka menemukan jalan. "Besok aku punya tugas penting untuk kalian," kata
Nimrod kepada si kembar setelah mereka berada di
Garden City lagi. "Ini ada kaitannya dengan membawa Iblis ke tempat
terbuka?" tanya John.
"Ya," jawab Nimrod. "Akan kutunjukkan apa yang ada
dalam benakku." Dia mengawal mereka ke atap rumah.
Sesampainya di sana, Nimrod menunjuk ke seberang
halaman rumput gelap yang membatasi rumahnya,
tepatnya ke arah rumah Duta Besar Perancis, yang
terletak di balik dinding kebunnya. Rumah itu terang
benderang. Tampak para petugas keamanan yang
terus bergerak, dan juga terlihat seberkas cahaya
membara dalam menara kotak bergaya Italia.
"Kalian lihat menara itu?" tanyanya. "Itu perpustakaan
Duta Besar Perancis. Selain tekun mempelajari sejarah
Mesir, Duta Besar itu juga seorang ahli astronomi
amatir. Perpustakaan itu berisikan banyak buku dan
sebuah teleskop yang canggih. Dengan
menggunakannya, seseorang bisa melihat hampir
semua yang sedang terjadi di sisi rumah ini dan
kebun. Besok aku akan meminta ijin Mrs Coeur de
Lapin agar kalian bisa menghabiskan siang hari
melihat-lihat buku dalam perpustakaannya."
"Apa?" teriak John. "Haruskah?" keluhnya. "Wanita itu
selalu menyentuh rambutku dan mengatakan betapa
tampannya aku. Dan aku tidak tahu bagaimana bisa
dengan membaca buku-buku tua dapat menjebak
Iblis." "Kami bukan sekadar anak-anak," bantah Philippa.
"Kalau bukan karena kami, kau masih terjebak di
dalam makam itu." "Karena itu aku sudah pasti sangat berterima kasih
kepada kalian," sahut Nimrod. "Tapi boleh, kan, aku
selesaikan bicaraku?"
Si kembar mengangguk. "Dengan menggunakan teleskop di dalam
perpustakaan Mrs Coeur de Lapin, kalian akan bisa
mengawasi rumah ini."
"Mengapa?" tanya John.
"Karena aku akan memasang jebakan buat Iblis. Aku
membutuhkan kalian untuk mengoperasikannya."
"Wow!" seru John.
"Jebakan apa?" tanya Philippa.
"Akan kusebarkan informasi bahwa aku telah
menemukan kotak berisi Jin Akhenaten yang
menghilang. Aku akan mendatangi berbagai tempat di
Kairo, di mana Ifrit kadang-kadang terlihat. Seperti
Kafe Ibis yang terletak di belakang Hotel Hilton Kairo,
atau Groppi's, tentunya, dan juga di Klub Penari Perut
Yasmin Alibhai. Kalau beruntung, Iblis akan muncul
dan mencuri kotak itu untuk suku Ifrit. Tentu saja dia
akan mendapati rumah ini kosong. Dia pun akan
memanfaatkan ketidak-beradaan kita untuk
menggeledah. Dan melalui teleskop Mister Coeur de
Lapin, kalianlah yang akan mengamati ketika dia
menemukan kotak kayu Dinasti abad ke-18 dengan
nama Amenophis III. Di dalam kotak itu sudah aku
pasang jebakan khusus. Sebuah cara yang jitu untuk
menangkapnya." "Dari mana kau akan dapat kotak seperti itu?" tanya
Philippa. "Aku punya satu di kamar tidurku," ujar Nimrod.
"Kupakai sebagai kotak obat. Tentu saja Iblis tidak
bodoh, dan dia pasti akan merasakan kalau aku atau
Mister Rakshasas berada tak jauh dari situ. Tapi
kurasa dia tidak akan mendeteksi kalian berdua di
rumah sebelah. Karena kalian dianggap belum
sepenuhnya dewasa. Kalian pun tidak memancarkan
aura kekuatan yang sama sepertiku atau seperti
Mister Rakshasas." Nimrod mengatakan hal itu sambil
mengangkat bahu, "Dan seperti itulah. Begitu melihat
Iblis tertangkap di dalam kotak tadi, kalian bisa
menelepon ke ponselku."
"Kau akan berada di mana?" tanya mereka kepada
Nimrod. "Beberapa mil dari sini. Begitu aku tahu Iblis sudah
masuk perangkap, aku akan segera datang dan
menyelesaikan proses pemenjaraannya. Sudah pasti
Creemy dan Mister Groanin akan ikut bersamaku. Tak
ada gunanya mereka menghadapi berbagai risiko
yang tidak perlu. Sungguh susah menemukan
pelayan-pelayan yang baik seperti Groanin dan
Creemy." Mata Philippa menyipit curiga. Ada sesuatu dalam
rencana Nimrod yang tidak dia percayai.
"Apa Paman hendak menyingkirkan kami?" dia
bertanya dengan curiga pada Nimrod. "Agar Paman
bisa pergi dan melakukan sesuatu yang lebih
berbahaya di tempat lain?"
"Seperti yang kalian sadari," bantah Nimrod. "Mrs
Coeur de Lapin sangat menyukai kalian. Aku pikir dia
takkan berkeberatan bila kalian melihat melalui
teleskop milik suaminya. Kurasa dia akan kurang
membantu dan enggan kalau aku atau Creemy atau
Mister Groanin yang meminta masuk ke
perpustakaannya. Tidak, aku tidak perlu berusaha
menyingkirkan kalian. Kalau kalian mau
memikirkannya, seluruh rencana ini tergantung pada
kalian, Anak-anakku sayang."
"Oke," sahut Philippa. "Akan kami kerjakan apa pun
yang Paman katakan."
"Itu baru keponakan tersayang," ujar Nimrod.
*** 333Keesokan paginya mereka bangun dan mendapati
semua koran di Mesir memuat artikel tentang
pendobrakan sensasional di Museum Purbakala Kairo
pada malam sebelumnya. Tanpa memperhatikan
emas peninggalan yang menakjubkan milik si Raja
Tutankhamen, para penyusup itu memusatkan usaha
mereka di tempat pajangan artefak dinasti ke-18 yang
tak berharga. Yang lebih membuat koran dan polisi
penasaran, tidak satu pun dari artefak itu yang benar-
benar diambil, namun hanya dikeluarkan dari kotak
pajangannya. Kotak itu adalah sebuah tongkat
kerajaan dan beberapa patung kecil shabti yang
terpecah, serta beberapa vas yang digunakan untuk
menyimpan organ tubuh orang Mesir yang
dimurnikan. Sewaktu dibuka, mumi itu telah rusak.
"Menurut Paman, apakah ini perbuatan Ifrit?" Tanya
John. "Tak diragukan lagi," jawab Nimrod. "Dinasti ke-18
adalah periode yang tepat untuk artefak Akhenaten.
Harus kukatakan ini semua sangat mendukung
rencana kita." "Apa menurutmu mereka tidak menemukan yang
mereka cari?" tanya John.
Philippa menggelengkan kepala dengan tegas.
"Menurut koran," katanya, "para pencuri itu telah
memasuki museum sekitar jam sembilan. Tapi
Hussein Hussaout dibunuh oleh ular sekitar tengah
malam. Mereka takkan repot-repot membungkamnya
kalau sudah mendapatkan apa yang mereka cari. Aku
berani taruhan, ada banyak museum di seluruh dunia,
yang akan disusupi seperti ini tanpa ada yang dicuri."
"Kecuali kita lebih dulu," ujar John.
"Kita harus sampai di sana lebih dulu," tegas Nimrod.
"Itulah yang dituntut Homoeostasis."
Setelah sarapan, Nimrod menelepon Mrs Coeur de
Lapin, yang mengatakan kalau dia akan senang sekali
menjaga si kembar sepanjang hari.
Begitu sudah siap, dan memahami rencana
menangkap Iblis, mereka berjalan ke Kedutaan
Prancis dengan membawa hadiah kecil berupa sebuah
botol parfum antik yang dikatakan Nimrod berasal
dari Huamai, ahli parfum di Giza.
"Baik sekali si Nimrod," ujar Mrs Coeur de Lapin saat
melihat parfum itu. "Paman kalian itu sangat
menawan. Dan, untuk ukuran pria Inggris, juga sangat
romantis. Menurutku kalian beruntung sekali memiliki
paman seperti itu. Pria yang sangat menarik."
"Ya, dia memang hebat," si kembar menyetujui.
"Nah, sekarang, apa yang ingin kalian kerjakan, Anak-
anak" Aku siap membantu."


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yah," jawab Philippa. "Nimrod memberitahu bahwa
Anda memiliki perpustakaan yang lengkap."
"Ya, benar." "Dengan teleskop besar," imbuh John yang berpura-
pura menunjukkan keinginan seorang bocah. Itu
membuat Philippa menatap tajam ke arahnya.
"Mrs Coeur de Lapin, masalahnya aku ingin membaca
dan melihat situs arkeologi agar bisa lebih
menghargainya," ujar Philippa.
"Dan aku tertarik melihat burung, Aku berharap boleh
memakai teleskop untuk melihat burung-burung di
kebun kami," ucap John.
"Kalian yakin?" tanya Mrs Coeur de Lapin. "Kita bisa
bertamasya menaiki perahu, kalau kalian mau. Atau
mungkin kita bisa pergi ke kolam renang di Nile
Hilton. Kolam renangnya bagus sekali, menurutku itu
yang terbaik di Kairo. Dan kita akan disajikan makan
siang yang lezat di sana. Atau, mungkin perjalanan ke
piramida di Saqqara."
"Tidak, sungguh," kata John. "Perpustakaan saja sudah
cukup. Sejujurnya kami terlalu sering berjemur
beberapa hari belakangan ini, dan kami ingin tinggal
di ruangan yang ada alat pendinginnya."
Philippa mengangguk, dia berpikir kalau John mau,
maka saudara kembarnya itu bisa jadi pembohong
yang meyakinkan. "Baiklah, terserah kalian." Mrs Coeur de Lapin
tersenyum dan mengantar mereka naik ke
perpustakaannya. Tempat itu sama sekali tidak seperti yang mereka
bayangkan. Sangat bersih dengan sekian
kegunaannya, dan terdapat banyak lukisan abstrak
jelek, karpet krem, perabotan yang dulunya sangat
modern tapi sekarang tampak ketinggalan zaman,
serta selusin rak besi panjang penyimpan ratusan
buku kusam. Kotak-kotak kaca diatur di sekeliling
ruangan untuk memajang beberapa artefak Mesir
kecil koleksi pasangan Coeur de Lapin. Sementara di
jendela, di sebelah meja yang ada komputer dan
beberapa gelas anggur elegan, berdiri sebuah teleskop
besar di atas tripod alumunium. Philippa melihat
benda-benda itu, lalu dengan sopan memeriksa
beberapa buku. "Anda pasti tahu banyak tentang Mesir," katanya.
"Anda ini seorang arkeolog atau apa?"
"Hanya amatiran," Mrs Coeur de Lapin mengakui.
"Monsieur Coeur de Lapin jauh lebih ahli."
John menunjuk ke arah selusin patung hijau kecil
yang berbentuk seperti mumi terletak di atas rak
perapian pualam polosnya. "Semua itu dari makam?"
"Ya. Disebut patung shabti dan dirancang untuk
menjadi pelayan orang Mesir yang sudah mati di alam
baka." Mrs Coeur de Lapin mengambil salah satu patung
hijau kecil tersebut dan menunjukkannya lebih dekat
pada si kembar. "Aku suka memegang patung-patung
ini, karena sudah sangat tua. Patung-patung ini
membuat seolah aku telah kembali ke masa lalu. Aku
merasa hampir bisa memahami seperti apa rasanya
hidup di zaman Mesir kuno. Kalian mengerti?"
"Bolehkah aku melihat melalui teleskop sekarang?"
tanya John. Mrs Coeur de Lapin tersenyum sambil menyisir rambut
John dengan jari. John bergidik. Dia tidak suka orang
menyentuh rambutnya, terutama Mrs Coeur de Lapin,
yang sepertinya sangat menikmatinya.
"Tentu saja," jawabnya, melambaikan tangannya
yang elegan. "Silakan. Asal kau tidak memintaku
menjelaskan cara kerjanya. Itu milik suamiku."
"Kurasa aku tahu cara memakainya," sahut John. Dia
mengangguk berterima kasih dan setelah menaiki
tangga kecil di sebelah teleskop itu, John mengatur
lensanya ke arah jendela berdaun dua pada ruang
gambar Nimrod yang terbuka. Kotak Firaun Mesir itu
berdiri di tengah lantai. Dengan menyesuaikan view
finder-nya, John bahkan dapat melihat membaca
tulisan hieroglyphic yang menutupi kayu berwarna
emas itu. Pikirnya, siapa saja yang hendak membuka
kotak itu pasti terlihat dari teleskop ini; rencana ini
pasti akan berhasil. Dia tidak terlalu yakin apa jadinya
jebakan Jin itu karena Nimrod agak samar-samar
menceritakannya, tapi kalau Iblis muncul, John berpikir
segalanya akan menjadi lebih jelas.
"Kau cukup ahli melihat dengan teleskop, John?" tanya
Mrs Coeur de Lapin, menyisiri rambut John dengan
tangannya lagi. "Kau tahu cara kerjanya, ya?"
"Ya," jawab John tidak nyaman. "Ya, aku tahu, terima
kasih." Ada sesuatu yang sedikit ganjil tentang Mrs Coeur de
Lapin. Mungkin karena ikat kepala hitam dan emas
yang selalu dipakainya, yang dianggap John akan
membuat wanita itu tampak seperti suku Apache.
Atau mungkin karena bola mata birunya yang
membosankan dan nyaris tanpa kehidupan itu, yang
sepertinya menatap lurus menembus John, bahkan
saat dia tersenyum. Yang mana pun itu, tidak
mungkin menjauhkan diri dari kenyataan kalau Mrs
Coeur de Lapin membuat John merasa sangat kikuk
dan gelisah. "John," kata wanita itu. "Maukah kau melihat-lihat
koleksi kumbang keramatku?"
Si kembar berpikiran sama bahwa Mrs Coeur de Lapin
agak berlebihan. Namun Philippa senang sekali
lantaran kali ini John-lah yang harus banyak bicara
dengan wanita itu. Gadis itupun mulai memeriksa
beberapa buku di rak Mrs Coeur de Lapin, Sementara
John mulai melihat-lihat koleksi kumbang milik wanita
itu berupa perhiasan giok dan lazuardi yang berwarna
agak cerah. Sesekali dia mencari kesempatan untuk
melihat melalui teleskop.
Sebagian besar buku ini ditulis dalam bahasa Inggris -
selain dalam bahasa Prancis - tampaknya
berhubungan dengan Egyptologi dan Firaun. Dia duduk
dikursi modern yang terletak di sudut, dan tampaknya
dia merasa kurang nyaman. Dia pun mengambil buku
lain di lantai, yang sepertinya sedang dibaca Monsieur
Coeur de Lapin. Dia menduga itu karena ada sebuah
kacamata baca tergeletak di atasnya, dan
halamannya telah diberi tanda sobekan kertas
majalah atau katalog. Dan yang mengejutkan
Philippa, buku itu tentang Akhenaten, begitu juga
buku lainnya yang tergeletak di lantai di sebelah kursi.
Penemuan itu menyebarkan rasa dingin keseluruh
darah Jinnya yang panas, dan dia merasa jantungnya
mulai berhenti berdetak. Apakah hanya kebetulan Mrs
Coeur de Lapin sedang membaca buku tentang
Akhenaten" Atau ada alasan yang jahat di balik
minatnya pada "Firaun Bidah" Mesir itu"
Philippa menatap istri Duta Besar Prancis tersebut
sambil berharap agar dia tidak terlihat kalau sedang
memperhatikannya. Sekarang Mrs Coeur de Lapin tertawa kecil
mendengar lelucon jelek John. Menurut Philippa, Mrs
Coeur de Lapin sangatlah aneh. Begitu juga sikapnya
yang konyol, kuku panjangnya yang tolol, perona
matanya yang tebal, dan ikat kepalanya yang aneh.
Mengapa dia harus selalu memakai ikat kepala konyol
itu seperti cewek gaul tahun 1920-an" Dan mengapa
ikat kepala itu tiba-tiba tampak tidak asing lagi,
seolah dia pernah melihatnya di tempat lain baru-baru
ini" Dan apakah hanya khayalannya saja, atau
memang ikat kepala itu sepertinya sedikit bernyawa"
Philippa mengerjap, mengusap-usap matanya, lalu
berusaha melihat ikat kepala itu lebih dekat tanpa
menimbulkan kecurigaan Mrs Coeur de Lapin.
Dengan lembut, dengan kedua tangan menangkup di
belakang punggung, Philippa mendekati meja di dekat
teleskop di mana kumbang-kumbang itu dipajang dan
kemudian mengambil salah satunya.
"Mengapa orang Mesir menganggap kumbang cukup
menarik untuk dijadikan model?" tanya John, melirik
cepat ke dalam teleskop dan kemudian kembali
menatap kumbang-kumbang itu. Pada saat yang
sama, dia pun mengerutkan kening kepada Philippa.
"Mengapa?" tanya Mrs Coeur de Lapin seraya
mengambil satu koleksinya, "sekarang kuberitahu
alasannya. Ada banyak spesies kumbang yang
keramat bagi orang Mesir. Salah satunya adalah
kumbang tahi." "Apa artinya sama dengan yang aku maksud?" tanya
John. Dia berkeliling memandang saat menyadari
seseorang telah menghidupkan komputer.
Mrs Coeur de Lapin mengeluarkan tawa seperti
mainan yang mendecit. "Ya," katanya. "Mereka
mengumpulkan tahi biri-biri atau unta, membentuknya
menjadi bola seukuran bola tenis, lalu
menggelindingkannya ke sarang mereka di bawah
tanah, di mana kumbang betina meletakkan telur-
telurnya pada bola itu. Dan saat larvanya menetas,
mereka memakan kotoran itu."
"Yang benar saja," seru John.
Melihat Mrs Coeur de Lapin tampak tidak mengerti,
dia menambahkan dengan cara menerjemahkan,
"Anda bercanda."
"Tidak," tawa Mrs Coeur de Lapin. "Aku tidak
bercanda." Dia berjalan menuju komputer dan mematikannya.
"Kau yang menyalakan komputer ini?" tanyanya pada
John. John terlalu terguncang akibat memikirkan kumbang
tahi sehingga tidak menjawab pertanyaan ini.
"Mereka makan tahi unta?" katanya. "Aku tidak tahu
apa yang keramat tentang itu. Dan kumbang hampir
pasti bukan jenis binatang yang akan kugunakan
sebagai inspirasi untuk hiasan."
Dia menyeringai aneh, seperti orang mati, dan
mencuri kesempatan untuk melihat ke dalam teleskop
yang mengarah ke ruang gambar Nimrod. Ternyata
belum terjadi apa-apa di sana. Dengan tingkah wanita
itu yang memperlihatkan beberapa kumbang, dan
mengacak-acak rambutnya, juga selalu mengoceh
tanpa henti, tugas ini terbukti lebih sulit daripada yang
John duga. "Sebaliknya," ujar Mrs Coeur de Lapin. "Kumbang tahi
adalah hewan kecil yang hebat. Orang Mesir percaya
kalau kumbang itu mewakili Ra, dewa matahari
mereka. Ra adalah dewa Mesir yang menggulirkan
matahari melintasi langit dan menguburnya setiap
malam. Persis seperti kumbang tahi. Kumbang berukir
ini diharapkan bisa memberi pemiliknya karakteristik
yang sama dengan kumbang tahi."
"Apa?" John mengernyit. "Maksud Anda seperti makan
kotoran?" Mrs Coeur de Lapin menyatakan ketidak-setujuannya
dengan lantang. "John," katanya, "jangan konyol.
Tidak, orang Mesir mengagumi kegigihan kumbang
dalam menggulirkan bola tahi, juga manfaat
ekologisnya." Philippa menjatuhkan kumbang yang dipegangnya itu
ke karpet di dekat kaki Mrs Coeur de Lapin, seolah dia
terkejut mendengar hal ini. Padahal, tindakannya itu
untuk menyembunyikan sebuah tujuan.
"Maaf," katanya.
"Tak apa-apa," ujar Mrs Coeur de Lapin. Lalu dia
membungkuk untuk memungut kumbangnya.
"Buatannya sangat kuat. Bahkan sekarang setelah
beberapa ribu tahun, kumbang ini hampir tidak
mungkin pecah." Saat Mrs Coeur de Lapin membungkuk untuk
mengambil kumbang batu hijau dari karpet, Philippa
memanfaatkan kesempatan itu untuk mendongak ke
atas kepala wanita itu dan melihat ikat kepala hitam
dan emasnya dengan lebih saksama. Saat melakukan
itu, dia mendapat kesan tertentu, setidaknya selama
sesaat ikat kepala itu membengkak sedikit dan
kemudian kempis lagi, nyaris seolah ikat kepala itu
bernapas. Bahkan, saat Philippa mulai curiga kalau
ikat kepala itu telah menghirup dan mengembuskan
udara, dia ingat kenapa ikat kepala itu seperti telah
dikenalnya. Ikat kepala itu hampir identik dengan ikat
kepala yang dikenakan Akhenaten pada lukisan di
dinding makam. Hampir identik, kecuali kalau ular
emas dan hitam ini tidak memiliki kepala belakang
yang jelas. John tidak melihat apa-apa. Dia terlalu sibuk
mengambil kesempatan untuk melihat ke dalam
teleskop lagi saat wanita itu membungkuk mengambil
kembali kumbangnya. Philippa memikirkan cara untuk memastikan apakah
ikat kepala itu memang ular hidup atau itu cuma
khayalannya saja" Apa yang dimakan oleh ular" Dia
bertanya dalam hati. Binatang pengerat kecil" Apakah
ular yang melingkar di kepala istri Duta Besar Prancis
itu mau melewatkan makanan gratis, katakanlah,
tikus" Philippa mulai berkonsentrasi dengan kuat, lebih kuat
dan lebih lama daripada biasanya, karena mungkin
sesuai untuk penciptaan makhluk hidup, yang tidak
pernah dia lakukan sebelumnya.
Akhirnya, saat konsentrasinya sudah penuh, seberani


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin dia mengucapkan kata fokusnya keras-
keras. "FABULONGOSHOOMARVELISHLYWONDERPIPICAL."
"Kau mengatakan sesuatu, Sayang?" tanya Mrs Coeur
de Lapin. "Ehm, aku bilang, terima kasih dan asyik sekali karena
Anda telah menunjukkan koleksi-koleksi yang
menakjubkan seperti itu," ujar Philippa yang berusaha
mengabaikan tikus sawah kecil yang dia munculkan
ditumpukan rambut pirang Mrs Coeur de Lapin.
Philippa berharap kecurigaannya tentang ikat kepala
emas dan hitam itu salah. Bahkan saat dia perhatikan,
ikat kepala itu tiba-tiba mulai bergerak di kepala Mrs
Coeur de Lapin seperti tutup yang melepaskan diri
dari leher botol. Dan apa yang sebelumnya tampak seperti sutra atau
satin, kini dengan jelas terungkap sebagai kulit ular
yang mengkilap. Philippa merasakan darahnya membeku dan
menendang bagian belakang kaki John saat kepala
seekor ular kobra Mesir yang berbentuk datar dan
tampak jahat muncul dari tengah rambut ikal Mrs
Coeur de Lapin. Ular itu, sambil menjulur-julurkan
lidah, menatap dengan gaya menghipnotis ke arah
tikus itu. John memandang sekeliling, dia menahan perasaan
marah, lalu, saat mendapati tatapan Philippa, John
melihat sekilas kearah rambut Mrs Couer de Lapin. Dia
merasakan adanya bahaya, dan tikus itu mengintip
dari pinggir badan ular, berusaha mengukur ketinggian
yang diperlukan untuk melompat dari kepala wanita
Prancis itu ke lantai. Terlambat! Karena detik
berikutnya, ular itu menyerang dengan kecepatan
seperti lecutan cambuk. Dalam hitungan detik, tikus
malang itu ditelan bulat-bulat.
*** "Luar biasa," desah John saat ular itu mengatupkan
mulut dan mulai meremas tikus itu dalam badannya
yang panjang. "Aku tidak suka ini," bisik Philippa. "Sebaiknya kita
pergi saja." "Mungkin kau benar," John sependapat sambil
mendorong silinder teleskop menjauh dengan gaya
acuh tak acuh, seolah dia tak peduli sedikit pun pada
tata-rambut Mrs Coeur de Lapin.
Sambil tersenyum sopan, dia menurunkan tangga dan
beringsut menuju pintu. "Jangan pergi," protes Mrs Coeur de Lapin yang
tampaknya tidak menyadari apa yang sedang terjadi
diatas kepalanya. "Kalian baru saja datang."
Kemudian dia sedikit tersentak, seolah ada per yang
memantul di dalam tubuhnya.
"Kalian baru saja datang. Kalian baru saja datang."
Seolah Mrs Coeur de Lapin itu kaset yang pitanya
kusut. "Kalian baru saja datang. Kalian baru saja
datang." Dan kemudian matanya berkaca-kaca dan kosong:
mulutnya menganga, beberapa gigi palsunya melorot
dan kepalanya terkulai ke depan di bahunya, seolah
seseorang telah mematikan daya di belakang
lehernya. "Ayo kita keluar dari sini," ajak John.
"Aku berusaha," sahut Philippa, "hanya saja sepertinya
aku tidak bisa menggerakkan kakiku."
"Hei! Aku juga. Apa yang terjadi" Aku lumpuh."
"Kalau saja Nimrod ada disini."
Setelah menelan tikus, ular kobra Mesir itu
mengangkat kepala dan tubuh bagian atasnya di
depan wajah Mrs Coeur de Lapin dan mulai melepas
lilitannya, yang seolah tak berujung, hingga akhirnya
sampai ke lantai. Begitu sampai di sana, kobra itu
mulai membesar sampai tubuhnya setebal badan
manusia dan kepalanya seukuran sekop.
"Jangan tatap matanya," perintah Philippa. "Ular itu
berusaha menghipnotis kita."
"Aku tidak keberatan dihipnotis asalkan tidak digigit,"
sahut John yang merasa sudah agak terhipnotis. Dia
seperti melihat ular itu telah menumbuhkan tangan
dan kaki, dan berubah menjadi manusia dengan
hidung bengkok, janggut tipis berwarna terang.
Ekspresi tidak ramah tampak di wajah tirus orang itu.
Satu atau dua detik kemudian, hewan melata itu
telah benar-benar berubah menjadi pria Inggris
tampan bertampang sombong dan licik.
Menyadari kalau dia tak bisa lari, Philippa berusaha
mengendalikan rasa takutnya.
"Iblis, kurasa," katanya dingin.
"Kau terlalu banyak merasa, katak kecil jelek," ejek
Iblis. "Kalau ada yang lebih kubenci daripada Jin muda,
itu adalah Jin muda dari suku Marid."
Iblis menelan ludah dan meletakkan satu tangan di
atas perut. "Kurasa kalian mengira cukup pandai
dengan ide tikus itu, eh?"
"Tidak terlalu pandai." Philippa gemetar.
"Apakah kau tahu betapa menjijikkan sebenarnya
rasa tikus itu" Uh, aku mual. Dan badanku bau seperti
kandang reptil di kebun binatang London."
Dia menjilat bagian dalam mulutnya beberapa kali,
mendengus seram. Kemudian dia membuang ludah
berwarna hijau dan menjijikkan, ke atas karpet.
"Lalu kenapa kau memakannya?" tanya Philippa.
"Karena, Nona Bakiak Kecil yang Pintar, itulah ular,"
jawab Iblis. "Ular makan tikus. Aku memakannya
tanpa sempat bertanya kepada diriku bagaimana
seekor tikus bisa tiba-tiba berkeliaran di rambut Mrs
Coeur de Lapin. Meskipun dia orang Prancis, tapi aku
yakin dia sering keramas. Itu bertentangan dengan
kebiasaan umum." Iblis memakai setelan garis-garis Savile Row, sepatu
kulit ular kerajinan tangan, dan membawa tongkat
untuk berjalan dengan kenop perak di bagian atas.
Dia mengendurkan dasi sekolah Eton kunonya, lalu
melepaskan kancing kerah kemeja Turnbull & Asser-
nya. Dia berulang kali terbatuk, dan kemudian batuk
itu berubah menjadi suara muntah yang nyaring.
"Ini gara-gara berubah bentuk menjadi manusia
sehabis melahap tikus," kata Iblis sambil meludahkan
lagi lendir hijau ke lantai. "Gara-gara bulunya."
Dia muntah lagi. "Tersangkut di kerongkongan. Bahkan
ular memuntahkan bagian itu setelah makan."
Iblis mendekati baki minuman, mengambil botol
brendi buram, dan menghabiskan isinya dengan satu
tegukan besar. Selama beberapa saat dia
memandang ke arah komputer dengan jengkel,
seolah merasa terganggu. Lalu, dengan mata
menyipit, dia menatap si kembar dengan penuh
kebencian. "Tentu saja, aku tak akan mengubah bentuk menjadi
manusia lagi dengan begitu cepat kalau kalian tidak
mencelupkan jari-jari kalian yang kotor itu ke dalam
minyak lampuku." Dia mengelengkan kepala dengan tidak sabar dan
tersenyum mengejek. "Itu ciri khas suku Marid. Selalu
ikut campur. Di sanalah aku, bermurah hati karena
usia muda kalian, lalu kalian melemparkan tikus
brengsek itu padaku."
Sekali lagi Iblis itu muntah dengan menjijikkan, dan
kali ini, dia berhasil memuntahkan tikus tadi ke lantai.
"Nah, bersiap-siaplah untuk menyesal, Anak-anak,"
bentak Iblis. Selama beberapa saat tikus yang basah kuyup itu
diam tak bergerak, tapi kemudian ia bangkit. Tikus itu
menggosok-gosokkan kumisnya sejenak lalu lari ke
pintu. Philippa melontarkan sorakan lirih karena tikus itu
selamat dari cobaan berat yang mengerikan.
"Kalian lihat tikus itu?" kata Iblis, dan beberapa senti
sebelum tikus itu mencapai pintu dan meraih
kebebasan, Iblis meledakkan makhluk malang itu
menjadi abu dengan satu tatapan tajam.
"Setelah aku selesai dengan kalian," dia melanjutkan,
"kalian akan berpikir kalau tikus itu lebih beruntung
dibanding orang yang jatuh dari pesawat tanpa
parasut. Aku belum memutuskan apakah aku akan
memakan kalian, atau melempar kalian ke dalam
saluran pembuangan yang terdalam di dunia, yaitu di
hotel di St. Petersburg, Rusia. Aku belum memutuskan,
dan itulah satu-satunya alasan mengapa kalian masih
hidup. Percayalah, kalian belum merasakan
penderitaan yang sesungguhnya sebelum menginap di
hotel Rusia itu." Saat Iblis bicara, John merasa kalau Philippa sedang
berusaha mengumpulkan kekuatan batin.
John berusaha melakukan hal yang sama karena
mereka dapat mematahkan kekuatan Iblis yang
membuat mereka tak bisa bergerak.
"Jangan pernah berpikir dapat menggunakan
kekuatan kalian untuk melawanku," ejek Iblis sambil
memperbaiki ujung lengan yang licin dan kemeja
yang apik. "Jin muda seperti kalian bisa melawan Jin yang
berpengalaman dan jahat sepertiku. Aku akan telan
kalian seperti aku menelan biskuit Skotlandia yang
hambar. Lagi pula," Iblis mengangkat beberapa helai
rambut di jarinya, "aku punya rambut kalian sehingga
cukup mudah untuk mengikat kalian berdua."
"Jadi itu sebabnya kau selalu mengusap rambut kami,"
kata John. "Sudah kuduga ada yang aneh tentang itu."
"Dan aku sudah tahu ada yang aneh pada kalian.
Sejak aku mengendalikan wanita ini untuk
mengawasi Nimrod. Aku terus mengawasi kalian
sejak piknik itu. Tak ada anak manusia yang suka
makan kaviar dan foie grass."
Dengan hati-hati, Iblis mengambil helai bulu terakhir
dari bibirnya. "Kami tidak melakukan apa-apa padamu," ujar John
menentang. "Kau melupakan tikus itu."
"Selain soal tikus itu.?"
"Kau memohon supaya tetap hidup?" Iblis duduk di
kursi modern yang tidak nyaman itu dan menyeringai.
"Silakan. Setelah makan tikus, aku memang perlu
tertawa terbahak-bahak."
"Tidak, sungguh. Kenapa kau ingin membunuh kami?"
desak John. "Kita ada di pihak berlawanan dalam perang ini, Nak.
Itulah alasannya. Kau sebaiknya juga bertanya
mengapa tikus tidak rukun dengan ular. Aku
berurusan dengan nasib buruk, dan suku kalian
berurusan dengan nasib baik. Kecuali dalam kasus
kalian, nasib baik sepertinya berkurang," ujar Iblis.
"Tentu saja tidak harus menjadi seperti ini," bantah
Philippa. Iblis tertawa seolah benar-benar geli mendengar
komentar Philippa. "Kenaifan yang sangat menyentuh," ujarnya. "Kurasa
itu adalah suara hati suku Marid yang memang sudah
banyak dikenal." Iblis bangkit dengan cepat, lalu mendekati John,
sehingga Jin muda itu dapat mencium aroma tikus
pada napasnya. "Ada apa sebenarnya dengan suku kalian" Keinginan
untuk merusak kesenangan Jin lain. Sebagai Jin muda,
kalian seharusnya memahami betapa lebih
menyenangkan mendatangkan nasib buruk daripada
menciptakan nasib baik."
Iblis mengerutkan kening dan kemudian tersentak
saat dia melihat keraguan di wajah John. "Apa Nimrod
tidak memberitahu kalian" Kurasa memang belum.
Kenyataannya, kita sama. Suku Marid, Ifrit, Jann, Ghul.
Kita semua suka lelucon. Menarik kursi dari bawah
perempuan gendut. Melempar kulit pisang ke depan
polisi bodoh. Benar, kan, John" Apa kau tak pernah
ingin menambah kedalaman genangan air di depan
orang buta yang menyeberang jalan" Atau membuat
pulpen tinta bocor di jas putih pengantin pria" Aku
bisa melihat kalau kau juga ingin melakukannya."
Iblis tersenyum dan menegakkan badan.
"Saat Nimrod masih muda, seusia kalian ini, tidak ada
yang lebih dia sukai daripada menimbulkan nasib
buruk. Oh, sungguh. Dia tidak selalu menjadi anak
baik. Hanya saja saat dia bertambah tua, seperti
anggota suku kalian yang lain, dia menjadi sombong
dan membosankan. Suara hati suku Marid.
Homoeostasis. Omong kosong. Tak ada yang
namanya homoeostasis. Kebenarannya, nasib buruk
akan selalu lebih banyak dibanding nasib baik, dan
suku kalian akan kalah perang."
Iblis menatap John lebih dekat lagi. "Bisa kulihat kalau
hal itu juga yang sedang kau pikirkan, kau mau
mengakuinya, John?" "Tidak," jawab John. "Aku benci kau dan semua yang
kau yakini." "Kau punya prinsip yang kuat, ya?" Iblis tertawa lagi.
"Kau sama sombongnya dengan pamanmu. Tapi itu
bukan masalah. Suku Ifrit selalu membenci suku Marid
dan begitu sebaliknya. Selalu begitu. Aku akan
mengatakan 'selalu begitu', kecuali untuk sebuah
kenyataan yang, sebagai satu suku, hari-hari kalian
hanya tinggal dihitung dengan jari. Secepatnya hal itu


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan terjadi, setelah aku bisa mendapatkan Jin
Akhenaten yang hilang."
Iblis mengoyang-goyangkan botol brendi yang dia
pegang. "Tapi kebetulan, aku tidak akan bunuh kalian. Itu tidak
ada gunanya. Aku akan masukkan kalian dalam botol
dan menyimpan kalian dalam kulkasku sampai kalian
sudah siap memanggilku 'Tuan'."
"Hal itu takkan pernah terjadi," sergah Philippa.
"Kami takakan pernah memanggilmu 'tuan'," sambung
John. "Kata-kata yang berani, Jin Muda, tapi kalian pasti
belum baca The Baghdad Rules. Dalam masalah itu
kalian tidak punya pilihan. Kalian wajib memberikan
tiga permintaan pada siapa pun yang membebaskan
kalian. Termasuk aku."
"Tidak akan," ujar Philippa.
"Bukan berarti aturan itu ada pengaruhnya. Begini,
kalian pasti akan merasa sangat berbeda setelah satu
atau dua tahun terkurung dalam botol ini," kata Iblis
sambil mengoyang-goyangkan botol itu.
"Terpenjara dalam botol atau lampu bikin otak jadi
kacau. Percayalah. Tak ada kejahatan yang takkan
kalian lakukan setelah kedinginan dalam kulkas."
Iblis menuang tetes brendi terakhir ke lidahnya yang
kehijauan, kemudian dengan hati-hati dia meletakkan
botol itu di meja, tepatnya di antara kumbang-
kumbang Mrs Coeur de Lapin.
"Ada permintaan terakhir untuk memohon belas
kasihan" Kata menantang" Tidak" Sayang sekali."
"Biar mampus," kata John.
Iblis tertawa. "Lebih baik kau berharap aku tidak mati,
Jin Kecil," katanya. "Coba pikir. Kalau aku mati, lalu
siapa yang akan tahu kalian terpenjara dalam botol
kristal ini" Kalian mungkin dengan mudah berakhir
seperti Rakshasas yang idiot itu. Agoraphobia.
Eksentrik. Bersikap aneh. Rakshasas terkurung dalam
botol susu kotor selama lima puluh tahun. Pikirkan itu,
Anak-anak. Lima puluh tahun. Tampaknya bau susu
basi, keju, dan kemudian jamur, tentu saja,
membuatnya gila. Sungguh, mengagumkan kalau dia
bisa berfungsi sepenuhnya dalam masyarakat Jin
normal. Pikirkan itu kalau kalian meregangkan badan
dalam botol brendi ini, ya?"
Asap tebal mulai muncul di bawah kaki si kembar dan
lambat-laun makin tebal hingga mereka tak bisa lagi
melihat Iblis atau, bahkan, ruangan tempat mereka
berada. "Berterimakasihlah karena aku tidak menggunakan
ikatan ganda. Dan aku mengurung kalian di dalam
botol yang cukup besar. Aku bisa saja mengurung
kalian dalam pulpen tintaku atau ceruk racun dalam
tongkatku. Setidaknya sekarang ini kalian akan cukup
nyaman." Suara Iblis sepertinya meninggi di atas mereka, dan
baru beberapa saat kemudian si kembar menyadari
kalau itu karena mereka berubah menjadi asap. Saat
gumpalan asap terakhir menghilang ke dalam sepatu
dan kaus kaki mereka, si kembar mendapati diri
mereka berada dalam tempat yang tampaknya
seperti ruang kaca raksasa. Seketika itu juga mereka
disergap oleh claustrophobia dan uap brendi.
Setelah beberapa menit kemudian barulah si kembar
merasa menyesuaikan diri dengan situasi baru itu.
Philippa mengembuskan napas keras-keras dan,
setelah duduk di lantai kaca yang halus, dia
bergumam, "Sia-sialah rencana Nimrod."
Sambil menahan tangis, kemudian dia menambahkan,
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Ini bisa lebih buruk," sahut John. "Kita bisa saja mati."
"Ya, kurasa begitu." Philippa menggigit bibir. "Aku
takut, John," dia mengakui.
"Aku juga," sahut John. "Kurasa beginilah jadinya."
Sambil gemetar meraba dinding botol itu yang halus
dan mengkilap, dia menambahkan, "Kita terpaksa
tunggu sampai ada yang membuka tutup botol ini."
"Tak dapat kubayangkan, kita telah memilih
perjalanan berkeliling dunia seperti ini," ujar Philippa.
Dia berusaha menghela napas dalam-dalam, tapi
sepertinya ada batas jumlah udara yang bisa dihirup.
"Kuharap ada lebih banyak udara di dalam sini."
John sepertinya terpengaruh ketika melihat
saudaranya susah bernapas. Dia pun berusaha
menghela napas panjang untuk mengendalikan rasa
panik yang mulai muncul. "Menurutmu kita takkan kehabisan udara di sini, kan?"
"Apa kau tidak dengar apa yang dikatakan Iblis kalau
Mister Rakshasas pernah berada di dalam botol
selama lima puluh tahun?"
"Jangan ingatkan aku akan hal itu."
John menggelengkan kepala. "Aku jadi ingin tahu,
bagaimana caranya Mister Rakshasas dapat
bernapas?" "Mungkin bau itu yang membuatmu mengira tidak
ada cukup udara. Menurutmu bau apa itu" Agak
memabukkan ya." "Brendi, kurasa," jawab John sambil mengendus-endus
dinding, dan tertawa gugup.
"Aku tak melihat ada yang lucu," ujar Philippa.
"Aku hanya berpikir kalau kita ini adalah Jin dalam
botol brendi." Philippa melempar senyum mengejek.
"Aku hanya berusaha melihat sisi baiknya," ucap John.
"Apakah persoalan ini ada sisi baiknya?" Philippa
mengeluarkan sapu-tangan dan mengusap sudut
mata nya. "Coba jelaskan."
"Kita saling memiliki," kata John. Duduk di samping
Philippa, dia merangkul saudaranya. "Aku benci kalau
harus berada di sini sendirian."
"Aku juga," sahut Philippa. "Maksudku, aku lebih suka
kalau kau tidak ada di sini, kalau kau mengerti
maksudku. Tapi karena kau ada di sini, aku jadi
senang, itu saja." Setelah beberapa saat, Philippa mendorong lengan
John dan berkeliling botol brendi itu, yang
membutuhkan waktu beberapa menit.
"Aneh," katanya, "Ternyata sepertinya lebih besar di
bagian dalam." "Kita berada di luar ruang tiga dimensi, itulah
sebabnya," jelas John.
"Aku ingin tahu apakah itu berarti kita berada di luar
waktu juga. Itulah yang dikatakan Einstein, kan"
Waktu itu relatif. Tergantung pada ruang."
"Maksudmu?" Philippa mengangkat bahu.
"Entahlah. Hanya saja, mungkin, waktu berjalan
dengan kecepatan berbeda di dalam botol ini."
"Oh, itu pikiran yang melegakan," ujar John.
"Aku berusaha membiasakan diri pada ide tentang
menghabiskan waktu selama lima puluh tahun
terjebak di dalam sini, dan sekarang kau mengatakan
kalau lima puluh tahun bisa saja lebih lambat
daripada itu." Philippa menelan ludah dengan perasaan mual. "Kau
benar. Di pihak lain, mungkin waktu berjalan lebih
cepat di sini. Jadi lima puluh tahun akan terasa seperti
lima menit. Apa pun itu, aku berharap punya pil arang
yang pernah diberikan Ibu."
"Mengapa tidak kita coba?" kata John. "Bukankah
Nimrod pernah mengatakan tentang menggunakan
kekuatan Jin di dalam botol, untuk membuat
perabotan, makanan dan minuman" Beberapa pil
arang pastilah tidak terlalu sulit."
Tanpa keraguan, Philippa menggumamkan kata
fokusnya, dan muncullah dua buah pil di telapak
tangannya. "Bagus," puji John. Dia pun menelan pil yang
disodorkan Philippa. "Bagaimana kalau karpet?" usul Philippa. "Lantai ini
agak keras dan licin."
"Warna apa?" "Merah muda," kata Philippa. "Aku suka warna merah
muda." "Merah muda?" John mengernyit. "Mengapa tidak
warna hitam saja" Aku suka warna hitam. Hitam itu
keren. Lagi pula, bukankah warna itu lebih baik untuk
sebuah televisi?" "Kau ingin nonton televisi sekarang?"
John mengangkat bahu. "Apa lagi yang bisa kita
lakukan?" Setelah beberapa usaha, John hanya mampu
membuat sesuatu yang tampak seperti patung
modern ketimbang sebuah televisi, tapi akhirnya dia
berhasil juga. Bahkan John berhasil membuat kursi
berlengan. Dia pun duduk dan menyalakan televisi.
"Kebiasaan," ujar Philippa. "Kita terjebak di dalam sini,
dan yang kau pikirkan cuma televisi."
Tapi begitu gambarnya muncul, John mengerang.
"Cool," katanya.
"Televisi Mesir."
"Memangnya program televisi apa yang kau
harapkan" Bukankah kita memang berada di Mesir."
Philippa mengangkat bahu. "Mungkin kau bisa belajar
bahasa Arab." John melempar remote control-nya ke layar televisi,
mengeluarkan teriakan marah, dan membenamkan
wajahnya ke dalam tangan.
"Kita tidak akan bisa keluar dari sini," desahnya.
*** 333Di dalam botol, menit berganti jam, dan jam berganti
hari. Si kembar pun menghibur diri dengan berusaha
menghias dan menambahkan perabot di dalam botol
brendi Mrs Coeur de Lapin demi kepuasan bersama.
Tapi ini terbukti mustahil, dan setelah seminggu,
mereka sepakat untuk membagi ruang lantai menjadi
dua dengan menggunakan layar. Mereka memilih
gaya desain yang benar-benar terpisah. John
menciptakan ruangan berteknologi mutakhir dengan
warna abu-abu dan hitam, lengkap dengan kursi kulit
besar berlengan yang bisa direbahkan. Ditambah pula
sebuah kulkas besar, Play Station, dan televisi layar
lebar dengan DVD player sehingga selalu ada yang
bisa ditonton, meskipun cuma fiIm lama.
Sementara ruang tinggal Philippa seluruhnya
berwarna merah muda dan lembut, dengan ranjang
besar, ada banyak boneka, radio (yang hanya
memutar music Mesir, sesuatu yang nyaris dia sukai),
perpustakaan yang dipenuhi buku tentang Firaun, dan
dapur lengkap di mana dia bisa belajar memasak.
Suatu hari, dia memutuskan memasakkan makanan
untuk John dan mengundangnya datang ke wilayah
separuh-botolnya. Mereka baru saja duduk untuk
makan saat denting nyaring tinggi di atas kepala
mereka memberitahukan bahwa botol minuman itu
dibuka lagi. Philippa menelan ludah cukup keras karena tegang.
"Mungkin Iblis telah memutuskan untuk membunuh
kita," ucap John saat botol itu mulai terisi kembali
dengan asap. "Apa yang terjadi dengan melihat sisi baiknya?" tanya
Philippa. "Asalkan dengan cepat, aku tak peduli," jawab John.
"Aku bisa menjadi gila karena terjebak di sini."
"Apa yang membuatmu berpikir kalau Iblis adalah
jenis Jin yang memberikan kematian dengan cepat?"
Philippa bertanya dan memekik ketakutan saat
merasakan tubuhnya terangkat melewati leher botol
dan memasuki dunia luar lagi.
Saat asap menipis, si kembar sadar sudah di
perpustakaan Mrs Coeur de Lapin.
Wanita Prancis itu berbaring di sofa panjang dengan
mata terpejam sambil mendengkur, tapi tidak ada
tanda-tanda Iblis. Sebaliknya, si kembar malah
menjadi senang melihat Nimrod tengah duduk di kursi
modern yang tidak nyaman sambil mengisap cerutu
besar dan tampak puas pada dirinya sendiri.
"Apa yang terjadi?" tanya John.
"Ke mana Iblis?" tanya Philippa.
"Iblis?" Nimrod melambai-lambaikan botol parfum kecil
antik yang dihadiahkan si kembar kepada Mrs Coeur
de Lapin. "Oh, dia sudah aman di sini," katanya. "Dia
tidak akan merepotkan kita lagi."
"Kau menangkapnya?" teriak Philippa. "Bagaimana
caranya?" "Itu takkan terjadi tanpa kalian, sungguh. Begini, aku
mengirim kalian ke sini dengan alasan palsu. Sejak
piknik itu, aku sudah mencurigai Mrs Coeur de Lapin.
Aku sebenarnya yakin kalau kalian juga mencurigai
Mrs Coeur de Lapin. Terutama karena kalian akan
menghabiskan waktu bersamanya. Iblis sudah
mengendalikan wanita malang itu sejak kita tiba di
Kairo." "Jadi cerita tentang peti dan mengawasinya dengan
teleskop itu bohong?" ucap John.
"Kau jadikan kami umpan," ujar Philippa. "Seperti
kambing untuk macan."
"Oh, menurutku perumpamaan itu agak terlalu
berlebihan," kata Nimrod. "Kalian tidak pernah berada
dalam bahaya yang sesungguhnya."
"Kami bisa terbunuh," sergah Philippa.
"Oh, tidak," sahut Nimrod sambil mengembuskan


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cerutu dengan riang. "Iblis takkan membunuh dua Jin
baik seperti kalian. Apalagi yang semuda kalian. Dua
Jin lagi untuk melaksanakan perintahnya" Menurutku
tidak. Dia tidak bodoh.Semua omongan tentang
memakan dan mengubur kalian dalam saluran
pembuangan itu hanya untuk membuat kalian jadi
lemah." "Kau mendengarkan ketika dia bilang seperti itu"
Bagaimana bisa?" tanya John.
"Kau pikir aku akan membiarkan kalian ke sini
sendirian" Aku ada di dalam sebuah benda mati,
hampir mati." "Apa, maksudmu kau ada di sini selama ini terjadi?"
tanya Philippa. "Tentu saja. Aku berada di dalam komputer di meja
itu. Coba ingat, tadi aku sempat mengira Iblis
mengincarku. Aku tidak sengaja membuat komputer
itu hidup." "Aku ingat," kata John. "Kupikir itu agak aneh saat itu."
"Ya, begitu juga Iblis. Dia setan licik, Iblis itu. Omong-
omong, aku tahu dia akan memasukkan kalian ke
dalam botol. Dan itulah saat yang kutunggu-tunggu.
Kalian tahu, Jin berada dalam kondisi terlemah saat
dia menggunakan kekuatannya kepada Jin lain.
Bahkan lebih lemah daripada saat dia harus
menggunakan kekuatannya kepada dua Jin. Dan
kalau kedua Jin itu kebetulan kembar..., kalian pasti
paham. Begitu dia memasukkan kalian ke dalam botol
brendi, aku segera bertindak. Bisa kupastikan kalau
tak ada cara lain untuk mengatasi Jin yang
mengerikan seperti Iblis ini."
"Lalu ke mana saja kau selama ini?" tuntut Philippa.
"Sudah berminggu-minggu kami di dalam botol."
Nimrod menggelengkan kepala. "Rasanya saja seperti
berminggu-minggu. Pada kenyataannya kalian berada
di sana selama, coba kulihat," Nimrod memeriksa
arlojinya, "sekitar limabelas menit."
"Lima belas menit?" kata John. "Hanya selama itu" Kau
yakin?" Nimrod meringis. "Ya, aku minta maaf. Itulah yang
kukatakan tentang bagian dalam botol Jin yang
berada di luar ruang tiga dimensi. Aku takut aku tidak
sempat memberitahu kalian tentang cara tepat bagi
Jin untuk berubah dan memasuki sebuah botol. Di
belahan bumi utara, kalian harus memasuki dengan
arah yang berlawanan dengan arah jarum jam,
melawan putaran normal belahan bumi utara, atau
waktu akan melambat, sebaliknya yang terjadi di
belahan bumi selatan. Prinsipnya sama dengan air
yang mengalir ke dalam pipa saluran di bak mandi.
Yah, semacam itulah. Diakui, memang lebih sulit
mengingat hal itu saat orang lain yang memasukkan
kalian ke dalam botol. Tapi kalau kalian
melakukannya dengan benar, itu bisa menghemat
waktu. Misalnya, penerbangan dari London ke
Australia, yang normalnya memakan waktu sekitar
dua puluh empat jam, bisa terasa seperti hanya dua
puluh empat menit. Kalau salah melakukannya, kalian
akan merasa seperti dua puluh empat minggu. Sifat
waktu relatif terhadap ruang. Belakangan ini, kukira
mereka mengajarkan hal-hal seperti itu dikelas satu."
"Semuanya berjalan dengan baik, dan kalian lumayan
hebat. Takkan terpikir olehku untuk membuat tikus
muncul di rambut Mrs Coeur de Lapin. Kau
membuatnya muncul dengan sempurna, Philippa."
Tapi si kembar masih agak jengkel pada sang paman.
"Aku minta maaf sudah membohongi kalian," ujar
Nimrod, "tapi sejujurnya, tidak ada jalan lain. Kalian
takkan ke sini kalau merasa dijauhkan dari aksi yang
sesungguhnya. Dan aku tidak bisa memberitahu,
kalau kalian adalah bagian dari jebakan Jinku. Aku
tak mau risiko kalian akan membongkar seluruh
permainan ini. Tolong katakan, apa kalian mau
memaafkan aku?" "Baiklah," ucap mereka.
"Apakah kami harus memberimu tiga permintaan?"
tanya John. "Seperti menurut The Baghdad Rules."
"Tidak perlu. Bagian 18. Kerabat. Kita saudara, jadi
tidak perlu." Nimrod mengisap cerutu dengan riang
dan mengembuskan cincin asap yang berbentuk ular
kobra yang mengangkat kepala.
"Bagaimana kau tahu kalau Iblis mengendalikan Mrs
Coeur de Lapin?" tanya Philippa.
"Ikat kepala itu, tentunya. Sama dengan yang
dikenakan Akhenaten pada lukisan dinding makam.
Tapi itu salah satu alasannya."
"Dan alasan lainnya?"
"Sesuatu yang kau katakan padaku, Philippa."
"Apa?" "Kata kebenaran yang kau dengar saat kalajengking
yang dipakai Iblis untuk mengikatku di makam
Akhenaten itu dilahap api."
"Rabat?" "Benar. Kecuali bahwa kata yang kau dengar
bukanlah Rabat, tapi sesuatu yang sangat mirip.
Tepatnya, rabbit (kelinci)."
"Rabbit!" seru John. "Tentu saja. Lapin itu kata dalam
bahasa Prancis yang berarti rabbit."
"Tepat sekali," kata Nimrod. "Meskipun pandai, Iblis
adalah jenis Jin yang malas. Aku berharap dia
mungkin memberi Hussein Hussaout kata ikatan yang
akan memberiku petunjuk di mana dia berada atau
apa yang akan dia lakukan. Meskipun begitu, aku
butuh waktu agak lama untuk menghubungkan rabbit
dengan lapin." "Tapi bagaimana dengan suku Ifrit yang lain?" tanya
John. "Palis, si penjilat kaki. Dan lainnya?"
"Oh, kini mereka takkan berani mencoba apa pun.
Tidak dengan pemimpin suku mereka, Iblis, tersingkir.
Mereka terlalu pengecut." Nimrod menumpukan kaki
di tumit dan meniup gumpalan asap besar ke langit-
langit, yang mengambil bentuk angka romawi Vuntuk
victory (kemenangan). "Tidak bisa kukatakan kepada kalian betapa hebat
yang telah kita lakukan ini. Kita mungkin tidak
menemukan Jin Akhenaten yang menghilang, tapi kita
telah melakukan hal terbaik kedua. Kita telah
mencegah suku Ifrit menemukan mereka."
"Sebenarnya," ujar Philippa, "aku punya teori di mana
kita bisa mencari Jin Akhenaten yang hilang itu."
Abu jatuh dari cerutu Nimrod saat dia menatap
Philippa dengan agak terkejut. "Benarkah?"
"Ya." Philippa berlutut di samping kursi modern yang tidak
nyaman dan, setelah memungut buku tentang
Akhenaten yang dibaca Mrs Coeurde Lapin, dia
mengambil robekan halaman yang dipakai sebagai
pembatas dan memberikannya kepada Nimrod.
Nimrod dan John menatap halaman yang
menampilkan empat foto berwarna, masing-masing
memperlihatkan benda aneh yang sama. Benda itu
memiliki tinggi sekitar enam puluh sentimeter dan
berbentuk agak mirip tongkat berjalan, dengan
puncak bergaya berlian besar yang tebalnya 8 atau 10
sentimeter dan panjangnya 15 atau 18 senti meter.
"Semua ini tongkat lambang kekuasaan Sekhem,"
ujarnya. "Tongkat kerajaan yang digunakan raja dan
para petinggi Mesir sebagai tanda kekuasaan, dan
dilambai-lambaikan pada sesajen di makam untuk
memberi kekuatan pada orang yang sudah
meninggal." Dia mengangkat bahu. "Aku banyak membaca dalam
lima belas menit terakhir tadi."
Nimrod tersenyum ramah kepada Philippa. "Tapi aku
tidak melihat bagaimana semua ini bisa menolong
kita menemukan Jin yang hilang itu."
"Ada yang melingkari foto tongkat kerajaan lain
dalam buku ini," ujar Philippa. "Anggaplah sesaat Iblis
yang melingkari tongkat lambang kekuasaan itu,
seperti di kepala Mrs Coeur de Lapin, berada di bawah
perintahnya, maka gambar itu sepertinya
menunjukkan bahwa Iblis tertarik pada tongkat
kerajaan." "Teruskan," ujar Nimrod.
"Pertama," kata Philippa, "Dalam laporan koran
tentang pembobolan di Cairo Museum, dikatakan
bahwa beberapa tongkat kerajaan telah dirusak."
"Ya, benar," sahut Nimrod sambil berpikir.
"Tapi ada beberapa canopic dibuka juga."
"Dengan anggapan bahwa itu semua hanya pengalih
perhatian koran, yang dirancang untuk menyingkirkan
kita dari jejaknya. Juga anggapan bahwa memang
hanya tongkat kerajaan yang mereka incar."
"Baiklah," ujar Nimrod. "Seandainya memang begitu.
Mengapa ada yang ingin merusak tongkat lambang
kekuasaan Sekhem?" "Saat kita di makam Akhenaten," jelas Philippa,
"gambar di dinding..., lukisan dinding itu...,
menunjukkan Firaun yang menggenggam tongkat
kerajaan tinggi di atas kepala ketujuh puluh Jin. Kau
ingat bagaimana cahaya matahari seperti memancar
dari bagian puncak tongkat itu dan menyentuh setiap
Jin tersebut?" "Ya, aku ingat," jawab Nimrod.
"Nah, kalau begitu, ini bagian ketiga teoriku. Ada
sesuatu yang dikatakan Iblis saat dia mengurung
kami di dalam botol brendi. Dia bilang kami beruntung
karena wadahnya bukan pulpen tinta atau ceruk
racun di dalam tongkat berjalannya. Dan itu
membuatku berpikir. Seandainya bagian yang tebal
dari tongkat itu juga berongga. Bukankah itu akan
menjadi tempat yang bagus untuk menyimpan
ketujuh puluh Jin yang kekuatannya telah
didapatkan" Bukan di dalam canopic atau botol, tapi di
dalam tongkat kita, tepat di dalam simbol kekuasaan.
Aku baru saja berada di dalam botol brendi, tapi aku
sadar bahwa kita bisa dengan mudah menempatkan
tujuh puluh Jin di dalamnya. Dan kalau berada di
dalam sana, maka mengapa tidak di bagian puncak
tongkat kekuasaan itu, dimana semua hieroglyphic itu
berada?" "Tongkat Sekhem berhubungan dengan Osiris," ujar
Nimrod. "Osiris juga disebut Sekhem Agung. Sekhem
berarti kekuatan atau keperkasaan. Tapi kau benar,
Phil.Dengan Jin yang menjadi sumber kekuatan dan
keperkasaan Akhenaten, itu akan menjadi tempat
yang sempurna untuk menyimpan ketujuh puluh Jin."
Nimrod menatap foto tongkat lambang kekuasaan itu
dengan lebih cermat. "Aku tidak melihat mengapa tak
ada ruang bagi mereka semua di dalam sana kalau
puncaknya berongga, seperti katamu. Tempat itu
bahkan bisa menyembunyikan botol rahasia. Ya, luar
biasa, itu teori yang cemerlang."
"Tapi bagaimana Akhenaten mendapat kekuatan
untuk menguasai begitu banyak Jin?" tanya Philippa.
"Kita masih belum tahu."
"Menurutku kita sudah tahu," ujar John. "Setelah kita
lihat cara Iblis menguasai Mrs Coeur de Lapin. Aku
bertaruh, empat ribu tahun yang lalu, anggota suku
Ifrit menguasai Akhenaten dengan cara yang sama
seperti Iblis mengendalikan Mrs Coeur de Lapin.
Bahwa salah satu dari mereka mengambil wujud ular
asli di hiasan kepala raja."
"Ya," sahut Nimrod. Dia pun berjalan menuju meja
dan mengangkat gagang telepon.
"Siapa yang kau telepon?" tanya John.
"Polisi," kata Nimrod. "Aku ingin tanya kepada mereka
tentang pembobolan di museum itu."
Nimrod bicara dalam bahasa Arab selama beberapa
menit. Saat meletakkan gagang telepon, dia tampak
sangat gembira. "Tongkat Sekhem tidak dipatahkan menjadi dua,"
katanya. "Bagian atasnya yang berhias itulah yang di
rusak.Bahkan, dibanting, seolah ada yang berusaha
mencari tahu apakah bagian itu berongga."
Dia berjalan cepat menuju pintu.
"Kau mau ke mana?" tanya Philippa.
"Pulang. Kita harus menceritakan semua ini pada
Mister Rakshasas. Secepatnya."
"Bagaimana dengan dia?" tanya Philippa sambil
menunjuk Mrs Coeur de Lapin yang masih tidur di
sofa. "Apakah dia akan baik-baik saja?"
"Dia akan baik-baik saja setelah tidur beberapa saat,"
jawab Nimrod. "Kurasa dia takkan ingat banyak
tentang kejadian ini saat terjaga nanti. Bahkan sama
sekali tidak ingat, sungguh. Bagaimana pun juga, dia
orang Prancis. Bila terbangun, dia mungkin akan
mengira sudah terlalu banyak minum anggur saat
sarapan." Di rumah Nimrod, Mister Groanin membawa lampu
kuningan yang berisi Mister Rakshasas ke
perpustakaan dan menggosoknya kuat-kuat untuk
memanggil Jin tua itu. Mister Rakshasas mendengarkan dengan sabar apa
yang diceritakan Nimrod, lalu mengangguk. "Aku tidak
melihat penjelasan lain yang lebih masuk akal," dia
menyetujui. "Keponakan perempuanmu patut dipuji
karena kecerdasannya."
"Hebat, kan?" kata Nimrod. "Sekarang kita tahu apa
yang kita cari meskipun kita belum tahu di mana."


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar," sahut Mister Rakshasas, "ada banyak tongkat
kerajaan di museum di seluruh dunia."
Dia mengangguk ke arah si kembar. "Aku yakin ada
satu di Museum Metropolitan, New York. Tapi aku tahu
hanya satu tongkat lambang kekuasaan Sekhem dari
Dinasti ke-18 yang berada di luar Kairo. Tepatnya
berada di British Museum, London."
Nimrod mendesah. "Selalu begitu, ya" Tigapuluh tahun
aku mencari Jin yang hilang ini, dan ternyata selama
ini mereka mungkin berada tepat di bawah hidungku."
"Apakah ini berarti kita akan pulang ke Inggris?" tanya
John. "Ya, sepertinya begitu," tegas Nimrod. "Mister Groanin.
Sebaiknya kau telepon British Airways dan pesankan
tiket penerbangan berikutnya ke London untuk kita
semua." "Syukurlah," ujar Groanin sambil berjalan cepat ke
pintu. "Aku bilang, syukurlah. Aku sudah tidak tahan
lagi dengan hawa panas ini."
"Sungguh sayang sekali," sahut Nimrod, mengabaikan
ucapan kepala pelayannya. "Padahal kalian baru saja
menemukan kekuatan Jin, dan lagi panasnya padang
pasir ini mungkin akan segera berkurang."
"Kita bisa kembali lagi ke Mesir lain waktu," kata John.
"Benar, kan?" "Tentu saja," jawab Nimrod. "Pada liburan sekolah
kalian yang berikutnya."
"Paman benar," kata John kepada Nimrod, "tentang
Kairo. Aku tak pernah menyangka akan menyukainya.
Kota ini mungkin kotor, bau, sesak, tapi tak ada
tempat lain di bumi yang seperti ini."
"Aku pernah bilang begitu?" ujar Nimrod. "Yah, sudah
pasti kota ini hebat, tapi tunggu sampai kau melihat
Alexandria. Dan Yerusalem. Dan New Delhi. Dan
Istanbul. Belum lagi Gurun Sahara. Bahkan Berlin, yang
sebagaimana kau ketahui, adalah tempat tinggal Jin
Biru Babilonia. Hanya saja saat ini, tak satu pun dari
kota itu yang sepenting London dengan British
Museumnya. Apa yang akan kita temukan di sana
bukan hanya mempengaruhi masa depan seluruh Jin,
tapi juga dunia mundane."
*** Seperti biasa, warga London tidak terlalu menikmati
musim panas di kota itu. Hari-harinya terlalu panas
atau terlalu dingin. Terlalu sering hujan atau kurang
hujan. Dan sepertinya selalu ada orang yang
mengeluh, apa pun cuacanya.
Satu-satunya warga London yang hampir tidak pernah
mengeluh tentang musim panas di kota London
adalah Groanin. "Variasi cuacanya paling aku suka," jelasnya saat
mereka tiba kembali di rumah di Kensington.
"Tak ada dua hari yang sama. Hari ini panas, sangat
panas untuk ukuran kota London. Maka besok,
mungkin akan hujan, dan lusa, mungkin akan
berangin. Coba saja perhatikan permainan kriket
selama empat hari, kalau kalian tidak percaya. Ada
beragam cuaca sepanjang pertandingan kriket itu."
John, yang mendapati kalau kriket sudah cukup sulit
untuk ditonton selama empat menit, apalagi empat
hari, mengatakan pada Groanin bahwa dia percaya
saja. Keesokan paginya, tepat jam sepuluh, Nimrod
mengajak si kembar ke Bloomsburry dan British
Museum. Nimrod lebih suka menyebutnya dengan
singkatan 'BM1'. BM adalah sebuah gedung besar yang agak mirip kuil
Yunani, khususnya kuil Dewi Athena Parthenos di
Acropolis, ibukota Athena. Tapi saat menapaki tangga
depan yang menghadap ke Jalan Great Russell,
mereka hanya menemukan satu bus penuh
wisatawan. Nimrod memimpin si kembar melewati lorong masuk,
ke dalam halaman tertutup yang disebut Great Court
lalu melewati Ruang Baca lama, yang merupakan
bangunan bundar besar di tengah-tengahnya. Dia
melambaikan tangan pada mereka untuk menuju ke
sisi barat Great Court, dan mereka memasuki bagian
dalam galeri Mesir. Di sana benda-benda purbakala
Mesir milik BM dipajang. Nimrod memimpin mereka ke utara, menaiki tangga
sebelah barat, dan masuk ke ruang 60 sampai 66.
Nimrod menemukan apa yang mereka cari di dalam
sebuah kotak kaca, di antara banyak mumi keluarga
raja Mesir - ada yang sudah diawetkan selama
limaribu tahun - dan bermacam-macam benda
arkeologis yang berhubungan dengan pemakaman.
Tapi, setelah memakai kacamata untuk mengamati
lebih cermat tongkat Sekhem itu, yang ditegakkan di
atas sandaran granit kecil, dia mengerutkan kening
dan menggelengkan kepala.
"Ya ampun," katanya. "Dikatakan di sini, tongkat
kerajaan, Dinasti ke-17. Terlalu awal untuk masa
Akhenaten. Kuharap Mister Rakshasas tidak membuat
kesalahan." Philippa memeriksa barang yang dipamerkan itu, lalu
mengangkat bahu. "Jadi BM tidak tahu segalanya,"
ujarnya, lalu melihat lagi.
"Mungkin mereka membuat kesalahan." Nimrod
menggerutu, seolah menurutnya kemungkinan itu
sangat kecil. "Meskipun harus kuakui," lanjut Philippa. "Tongkat ini
kelihatan biasa-biasa saja. Tidak kelihatan seperti
tongkat yang berisi tujuh puluh Jin."
"Benar," desah Nimrod. "Kau tak bisa mengetahui
apakah ini tongkat yang benar?" tanya Philippa,
"Maksudku, apakah tongkat ini tidak mengeluarkan
getaran atau sesuatu?"
"Aku bukan alat pendeteksi," jawab Nimrod, "lagi pula,
kalau tongkat itu memang mengeluarkan getaran,
seperti katamu, aku atau Jin lain pasti sudah
mengetahuinya dari dulu?"
"Kurasa begitu," sahut Philippa.
Dengan hidung menempel pada kotak pajangan, dan
mengamati tongkat Sekhem itu sedekat mungkin,
John cenderung sependapat dengan saudaranya saat
dia melihat sesuatu yang aneh.
"Tunggu dulu," katanya. "Kau tidak melihat sesuatu?"
Dia mundur beberapa langkah dan menunjuk. "Hanya
setipis rambut, tapi ada retakan di kacanya."
Nimrod dan Philippa mundur dari kotak pajangan itu,
sementara John menambahkan, "Ayo tebak, retakan
itu kelihatan seperti retakan di dinding kamarku."
"Kau benar, John," komentar Nimrod. "Kerja bagus.
Aku harus membawa kacamata lain. Yang ini payah."
"Ya, tapi apa artinya?" tanya Philippa.
"Sudah pasti itu adalah pesan," jawab John. "Dan kali
ini kurasa aku tahu dari siapa."
"Siapa?" tanya Philippa.
"Tentu saja Jin Akhenaten yang hilang," jawab John.
"Itulah pengirimnya."
"Ya Tuhan, memang benar," desah Nimrod. "Kau benar,
John. Pasti itu penjelasannya."
"Itu tanda agar kita tahu inilah tongkat lambang
kekuasaan yang sebenarnya," lanjut John.
Dan selama beberapa saat, mereka hanya berdiri dan
memandang tongkat itu. "Tongkat itu terbuat dari emas?" tanya Philippa. "Tapi
tidak terlihat seperti emas."
"Kalau terbuat dari emas, tongkat itu pasti terlalu
berat untuk dibawa," jawab Nimrod. "Tongkat
lambang kekuasaan tak ada manfaatnya kalau terlalu
berat untuk dibawa. Bukan, itu terbuat dari kayu yang
dilapisi emas." "Apakah kita akan mencurinya sekarang?" tanya John.
"Astaga, tidak," sahut Nimrod. "Kita melakukan apa
yang dikenal dalam dunia kriminal sebagai
'mengamati sasaran'. Menentukan keadaan lokasi,
kira-kira begitu. Pendeknya, mengamati lokasinya
baik-baik sebelum memikirkan rencana yang akan
memungkinkan kita untuk mengambil tongkat itu."
"Mengapa tidak kita hilangkan saja kaca pelindungnya
lalu mengambilnya?" tanya John. "Pasti tidak terlalu
sulit karena ada retakan di kacanya."
Nimrod menatap John dan kemudian mengangguk ke
arah kamera keamanan yang ditempatkan di sudut
atas ruangan. "Kita hilangkan juga yang itu," usul John.
"Keponakan mudaku sayang," kata Nimrod. "Bukankah
aku sudah menasihatimu agar menggunakan
kekuatan Jinmu dengan hemat" Bukankah aku sudah
peringatkan tentang risiko yang harus dibayar untuk
penghamburan keinginanmu" Di mana pun dan kapan
pun memungkinkan, kita berusaha melakukan segala
nya dengan cara mundane. Lagi pula, dalam keadaan
ini, menggunakan kekuatan Jin justru
membahayakan." "Membahayakan" Bagaimana bisa?"
"Sekarang setelah kita tahu tongkat Sekhem ini
benar-benar berisi Jin Akhenaten yang hilang,
memakai kekuatan Jin mungkin akan berbahaya
untuk apa yang tersimpan di dalamnya. Atau, terlebih
lagi, untuk kita. Dengan demikian, kita bisa masuk ke
BM dengan menggunakan kekuatan Jin, tapi untuk
memaksa masuk ke kotak pajangan ini, menurutku
lebih baik kita menggunakan metode B dan C yang
lebih konvensional."
Dia tersenyum. "Bobol dan curi."
"Misalnya?" tanya Philippa.
Nimrod mengetuk kaca kotak pajangan itu untuk
mencoba-coba. "Dengan obor las," katanya. "Kaca ini
sebenarnya plastik, jadi tidak mudah pecah, dan akan
meleleh seperti mentega."
"Bagus," ujar Philippa. "Kami boleh pakai sweater
kerah-gulung warna hitam" Seperti yang dilakukan
dalam fiIm bila orang membobol suatu tempat."
Nimrod mengerutkan kening, "Tidak. Kita tidak berniat
membobol BM seperti yang kau katakan."
"Tapi kita berencana masuk secara ilegal," bantah
John. Nimrod melirik gelisah kepada beberapa wisatawan
yang sedang tertawa geli sambil bergantian berfoto di
dekat salah satu mumi. Lalu Nimrod memalingkan
wajah dari tongkat Sekhem.
"Kau bisa berbicara agak keras?" desisnya kepada
John. "Kurasa turis-turis itu tak bisa mendengarmu."
Nimrod melihat berkeliling Ruang 65 itu seolah
mencari sesuatu. John mengikuti tatapannya. "Apa
yang dicari?" tanyanya.
"Tempat yang bagus untuk bersembunyi bila kita
kembali nanti," jawab Nimrod.
"Bukankah kamera itu akan melihat kita?"
"Tidak, karena kita akan ada di dalam wadah."
John mengangguk saat salah seorang wisatawan
mengeluarkan sebotol Coca-Cola dari ransel dan mulai
meminumnya. "Seperti botol Coke, mungkin," usulnya.
"Ya," Nimrod mengiyakan. "Takkan ada orang yang
memperhatikan botol itu."
John berjalan melintasi ruangan dan membungkuk
seolah mengamati salah satu mumi, tapi matanya
mengamati celah di antara dasar kotak dan lantai
berkarpet. "Mister Groanin bisa meletakkan botol Coke yang
berisi kita bertiga di bawah salah satu pajangan mumi
ini," katanya. "Ya," sahut Nimrod sambil berpikir. "Mungkin saja."
Dia meraba pinggiran kotak pajangan dengan jari
telunjuknya dan memeriksa debu yang terkumpul.
"Dari kotoran yang ada di sini, bisa kutebak kalau
baru setelah beberapa hari lagi petugas kebersihan
akan menemukannya." Nimrod berdiri dan mengusap-usap dagu sambil
memikirkan rencana John. "Ya," katanya. "Kita akan kembali ke sini, di dalam
botol, sebelum jam lima, saat BM akan ditutup. Mister
Groanin akan meletakkan botol itu di bawah orang
malang ini dan, setelah gelap, kita akan berubah
wujud, lalu siap bekerja."
John sedang membaca catatan yang ditempelkan di
kotak itu. "Petinggi Mesir yang tak dikenal, Dinasti
ke-19." Dia menggeleng-gelengkan kepala. "Sepertinya aneh
kalau harus berakhir seperti ini. Dalam kotak kaca di
sebuah museum. Kurasa aku tidak ingin itu terjadi
padaku. Pria malang ini bahkan tidak punya nama.
Begitu juga yang disebelahnya. Agak menyedihkan,
sungguh." "Menurutku justru menjijikkan," tukas Philippa.
"Semua orang ini punya kehidupan. Teman, orang-tua,
anak-anak. Mereka seperti kita, mungkin, tapi tidak
persis seperti kita. Kau tahulah maksudku. Harus ada
hukum yang melarang hal semacam ini."
"Tapi saat ini aku lebih khawatir memikirkan Jin yang
hilang itu daripada hak-hak manusia dari kantong
tulang tua ini. Lagi pula, setelah lima ribu tahun,
kurasa kita takkan terlalu mementingkan di mana kita
berakhir. Aku lebih suka dikubur di laut dan dimakan
oleh ikan. Sepertinya hanya itu cara yang adil,
mengingat jumlah ikan yang suka kumakan. Oh ya,


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku jadi ingat, ini sudah waktunya makan siang,"
komentar Nimrod. Disebuah restoran yang dikenal Nimrod, mereka
menyantap kepiting cornish yang diberi saus dan ikan
pipih dover, setelah itu dia membeli obor las di toko
piranti keras di Toko Seven Dials. Nimrod mencobanya
pada jendela kaca di samping rumah. Selain bau
plastik terbakar, eksperimen itu berjalan lancar. Hanya
perlu waktu kurang dari lima belas menit untuk
melelehkan kaca sehingga menghasilkan lubang
seukuran piring makan malam di salah satu jendela.
"Kuharap petugas keamanan tidak punya penciuman
yang tajam," ujar Philippa. "Baunya busuk."
Sekitar jam tiga, John minum sebotol Coca Cola. Si
kembar mengenakan pakaian yang mereka anggap
cocok untuk memulai aksi pencurian (dengan sweater
kerah-gulung, wajah dihitamkan, dan ransel).
Sementara Nimrod hanya mengenakan setelan warna
lebih gelap dan topi hitam berpinggiran lebar. Mereka
mengubah wujud ke dalam botol kosong itu.
"Ini," katanya sambil menyerahkan pil arang kepada
keponakannya, "sebaiknya minum satu pil ini. Kita
mungkin berada disini selama beberapa jam."
Dia tersenyum. "Tapi, tentu saja, itu tidak mutlak."
"Ini bagian dari menjadi Jin yang paling tidak kusukai,"
Philippa mengakui sambil berjalan tak sabar
mengelilingi pinggir bagian dalam botol.
"Kau akan terbiasa," kata Nimrod. "Pernahkah kau
naik pesawat di kelas ekonomi akhir-akhir ini"Atau
naik kereta bawah tanah di London" Menurutku,
bagian dalam botol Coke ini jauh lebih
menyenangkan. Omong-omong, aku masih kurang
nyaman. Kita butuh beberapa kursi."
Nimrod menggunakan kekuatannya untuk
menciptakan tiga kursi kulit besar yang bisa
direbahkan dengan sabuk pengaman.
"Aku selalu memakai model ini," katanya. "Kursi-kursi
ini sama dengan yang dipunyai maskapai British
Airways kelas satu. Sangat berguna dalam bepergian."
Ketika merasakan kalau botol itu mulai bergerak,
Nimrod menambahkan, "Sebaiknya pasang sabuk
pengaman kalian. Menurut pengalamanku, Mister
Groanin bisa jadi agak kasar saat dia menangani botol
Jin. Itu karena dia belum pernah berada di dalam
botol." John dan Philippa menjerit keras saat tiba-tiba botol
itu mulai berayun seperti lonceng.
"Dia berjalan ke mobil," tawa Nimrod. "Itulah repotnya
kalau hanya memiliki satu lengan. Dia akan terus
mengayunnya." "Menurutku, kau dapat membuat Groanin merasakan
seperti apa rasanya berada di dalam botol ini," usul
John. "Agar nanti dia lebih berhati-hati."
"Oh, tidak, itu tidak mungkin," sahut Nimrod.
"Mundane tidak tahan menjalani pengalaman itu.
Kalian mungkin tidak memperhatikan, tapi Jin tidak
perlu banyak bernapas saat di dalam botol atau
lampu. Bila Jin dalam keadaan tidak berwujud ini,kita
bisa bertahan dalam waktu lama hampir tanpa udara
sama sekali. Seperti mati suri. Tapi mundane, kalian
tahu, mati bukan hanya karena keharusan untuk
menghela napas, tapi keharusan yang sama untuk
mengembuskan napas. Karbon dioksida yang
membunuh mereka, bukan karena kekurangan
oksigen. Jadi jangan pernah tergoda untuk
memasukkan manusia ke dalam botol. Itulah
mengapa manusia yang membuat kita kesal, kita
ubah menjadi binatang. Agar mereka bisa bernapas."
"Omong-omong," kata Philippa. "Apa yang terjadi
pada botol berisi Iblis?"
"Dia berada di dalam lemari pembeku di rumahku, di
Kairo. Itu demi kebaikannya sendiri. Jin agak mirip
kadal. Mereka menjadi lambat dalam udara dingin,"
kata Nimrod. "Dalam lemari pembeku?" ujar Philippa, "bukankah itu
kejam?" "Apakah kau tidak melupakan sesuatu?" sergah John.
"Dia hampir melakukan hal yang sama pada kita.
Mungkin malah lebih buruk."
"Saudaramu benar, Philippa," kata Nimrod. "Jangan
terlalu mengasihani Iblis. Dia jahat sekali. Menjaga
agar Iblis setengah-beku akan mencegahnya untuk
marah, sehingga kalau ada yang tidak sengaja
membuka botol minuman keras itu, maka Iblis takkan
segera merusak segalanya. Suku Ifrit terkenal
gampang marah, bahkan di saat senang. Kalian
pernah mendengar tentang kebakaran besar di San
Fransisco tahun 1906 akibat gempa" Itu ulah Iblis. Tapi
itu bukan apa-apa dibandingkan dengan apa yang
dilakukan Iblis senior di tahun 1883. Dia
menghancurkan pulau-pulau di Indonesia. Sebuah
gunung yang disebut Krakatau. Ledakannya sangat
keras sampai terdengar sejauh 4828 kilometer.
Abunya menghujani Singapura, lebih dari 805
kilometer di utara Krakatau. Ledakan itu pun
menimbulkan gelombang raksasa, tsunami, tingginya
lebih dari tiga puluh meter. Sedikitnya 36.000 orang
tewas." Nimrod menggelengkan kepala. "Sama sekali jangan
dekati anggota suku Ifrit bila mereka terbebas dari
kurungan untuk jangka waktu yang lama."
Dua puluh menit kemudian, Groanin memarkir Rolls-
Royce di Montague Place. Sambil membawa botol
Coke di saku mantelnya, dia memasuki BM melalui
pintu belakang. Dia tidak suka datang ke BM, karena
tempat itu mengingatkan bagaimana dia kehilangan
lengan, lebih dari sepuluh tahun lalu. Dia tidak pernah
bisa memasuki pintu Jalan Montague, atau, pintu
masuk Jalan Great Russel tanpa mengenang peristiwa
itu. Bagaimana macan-macan itu mengamuk di Ruang
Baca, mengaum keras, sebelum lompat melewati
meja peminjaman, dan menyerang staf perpustakaan
yang ketakutan. Kini perpustakaan itu sudah
dipindahkan ke gudang tembok yang menyeramkan
di St. Pancras. Nimrod mengatakan kalau tempat itu
memiliki semua daya tarik sebuah toilet umum. Tapi
Ruang Bacanya sama seperti yang diingat Groanin,
Pendekar Kembar 12 Pendekar Slebor 14 Bayang-bayang Gaib Dewi Ular 7
^