Pencarian

Akhenaten Adventure 3

The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr Bagian 3


pembicaraan normal mana pun."
Mister Rakshasas meletakkan lampu di tanah dan
mengambil kamus, dua bundel kertas, dan dua pensil
yang ditinggal Creemy di sana. "Kalau kalian butuh
inspirasi, kusarankan kalian menggunakan kamus
untuk mencari bantuan. Tulis beberapa ide sebelum
kalian pergi tidur malam ini dan, besok pagi, saat
Nimrod sampai di sini, kita akan memilih yang terbaik
dan kemudian mencoba kata itu."
Mister Rakshasas memandang berkeliling. "Aku
sampai lupa. Ayo kita lihat apakah kita bisa membuat
tempat ini jadi sedikit lebih menyenangkan."
"Api unggun akan menyenangkan," usul Philippa.
"Juga tenda," ucap John, "dan Mister Rakshasas,
sementara kau sedang mengerjakannya, bagaimana
juga bila terhidangkan hamburger?"
"Kalian salah paham," kata Mister Rakshasas,
"sekarang, kekuatan Jin-ku sendiri terbatas pada
perubahan zat. Begitulah kita menyebutnya bila kita
keluarkan atau masuk ke lampu atau botol. Kalau
tidak, sungguh, aku bisa dibilang tak berdaya."
"Jadi bagaimana membuat tempat ini jadi lebih
menyenangkan, seperti yang kau bilang tadi?" tanya
Philippa. "Untungnya, kita bukan tanpa sumber daya."
Dia menunjuk ke dalam kegelapan ke arah Piramida.
"Sekitar sembilan puluh meter menyusuri jalan itu,
kita akan menemukan kotak besar berisi semua yang
akan kita butuhkan untuk malam yang
menyenangkan. Tenda. Kayu bakar. Lampu minyak.
Nimrod meninggalkannya di sana untuk kita. Kita
hanya perlu pergi mengambilnya."
Dan sambil berkata begitu, dia meraih lampu minyak
dan meniup apinya. "Bagaimana mungkin kau berharap menemukannya
dalam gelap?" tanya John.
"Mudah," jawab Mister Rakshasas, "kau lihat cahaya
dekat cakrawala itu" Itu lampu yang diletakkan di
atas kotak. Nimrod meninggalkannya di sana untuk
membantu kita menemukannya."
"Padahal tadi kupikir itu bintang," John mengakui.
Setengah jam kemudian, si kembar merasa jauh lebih
nyaman dengan tenda besar yang telah didirikan dan
api unggun yang menyala di tanah.
"Jadi di mana Paman Nimrod?" tanya Philippa, "kau
bilang dia punya urusan penting malam ini."
Mister Rakshasas terdiam sementara wajahnya
menjadi keruh, seolah dia akan mengabarkan sesuatu
yang sangat penting. "Sebetulnya dia sedang
menyelidiki kabar burung bahwa Iblis telah terlihat di
Kairo. Iblis adalah Jin terjahat dari suku Ifrit.
Sementara Ifrit adalah suku yang paling jahat dari
semua Jin. Iblis berarti penyebab perasaan putus asa.
Percayalah padaku, dia diberi nama yang cocok,
karena telah melakukan banyak hal jahat.Kalau Iblis
sudah meninggalkan kasino dan istana judi suku Ifrit
di Kairo, itu karena suatu tujuan. Kita harus berusaha
mengetahui tujuannya, karena pastilah itu bukan
sesuatu yang baik. Bila kita mengetahui tujuannya,
kita harus menghentikannya. Dengan segala cara."
"Suku Ifrit punya kasino?"
"Beberapa lusin kasino. Banyak permainan judi dunia
ditemukan oleh suku Ifrit, untuk merusak semua
manusia," papar Mister Rakshasas, "judi membuat
mereka tidak perlu bersusah payah melatih kekuatan
Jin mereka untuk menyebabkan kesialan pada
manusia. Kasino-kasino mereka di Macao, Monte
Carlo, dan Atlantic City. Ifrit adalah suku Jin yang
sangat malas." Mister Rakshasas mengangguk-angguk
dengan wajah murung. "Sampai saat itu, pikirkan
dengan serius kata focus dari kekuatan-api kalian. Kita
mungkin membutuhkan kekuatan muda kalian lebih
cepat daripada yang kita perkirakan."
Jin tua berjanggut itu melipat tangan dan menghela
napas dengan letih. "Aku agak lelah karena berada di
luar lampu terlalu lama. Jadi kalau kalian tak
keberatan, aku ingin pulang sekarang. Kalau kalian
membutuhkan aku, gosok saja lampu itu ya. Seperti
yang kau lakukan sebelumnya. Selamat malam."
"Selamat malam, Mister Rakshasas," jawab si kembar.
Bahkan saat Mister Rakshasas sedang bicara, asap
mulai keluar dari mulut dan lubang hidungnya
meskipun tak ada cerutu atau rokok di tangannya.
Asap itu juga terus datang, seakan tak ada akhirnya,
sampai Jin tua itu berdiri berselimut asap dan benar-
benar tak terlihat oleh kedua Jin muda. Kemudian,
seolah lampu itu menghirup napas dengan cepat asap
tiba-tiba terhisap ke dalam lewat tempat sumbu yang
kosong. Mister Rakshasas telah lenyap saat gumpalan
terakhir menghilang dari udara padang pasir.
"Cool," ucap John.
*** Tak lama setelah fajar menyingsing keesokan
paginya, di saat matahari yang muncul hanya berupa
setengah lingkaran di kaki langit timur -yang terlihat
seperti mulut terowongan merah raksasa- Nimrod
datang dengan Cadillac putih yang dikemudikan
Creemy. Mereka tampak sangat gembira. Sepertinya
mereka terlalu gembira sehingga lupa untuk bertanya
tentang apa yang dialami kedua Jin muda di padang
pasir semalam. Segera Nimrod menunjukkan sepucuk
surat yang telah dia terima pada pagi tadi.
"Dari teman lamaku, namanya Hussein Hussaout,"
jelasnya, "ini mungkin berita yang kutunggu-tunggu.
Hussein Hussaout adalah salah seorang perampok
makam yang paling sukses di Mesir. Katanya akan
menguntungkan bagiku kalau kita datang ke tokonya
di Kota Tua. Tampaknya dia telah menemukan
sesuatu yang sangat menarik."
"Apakah itu mumi?" tanya Philippa.
"Kuharap jauh lebih menarik dari itu," sahut Nimrod,
"kemungkinan besar adalah sesuatu yang disingkap
oleh gempa bumi baru-baru ini, dan yang telah
Hussein Hussaout temukan. Meskipun begitu, kita
harus tetap berhati-hati. Suku Ifrit mungkin sedang
mengawasinya." Nimrod melirik arlojinya. "Jadi, semakin cepat kita
mulai pelatihan kalian, itu semakin baik. Siapa tahu
kau harus melindungi diri dari serangan Jin."
"Serangan?" tanya Philippa.
"Tak ada salahnya bersiap-siap," kata Nimrod, "bila
ada kaitannya suku Ifrit."
Dia menyalakan cerutu. "Usaha kalian untuk bertahan
hidup setidaknya tergantung pada pemahaman atas
penggunaan kekuatan Jin. Maaf, tapi begitulah
adanya. Seseorang telah berusaha membunuh John di
bandara." "Jadi, tanpa tekanan?" tanya Philippa dengan sindiran
yang tak luput dari perhatian Nimrod.
Dia tertawa terbahak-bahak lalu berkata, "Bagus,
bagus sekali." Lalu dia menambahkan, "Baiklah, John. Kurasa usiamu
sepuluh menit lebih tua dari saudaramu, jadi kau
duluan. Ayo kita dengar usulmu."
"Kata fokusku adalah ABECEDARIAN," ujar John, "kata
itu berarti sesuatu yang berhubungan dengan abjad.
Kupikir aku takkan menggunakan kata seperti itu bila
aku hanya mengucapkan alfabet, atau alfabetis."
Nimrod tertawa. "Kau akan terkejut betapa banyak
orang dewasa yang terkejut pada pendapatmu,"
katanya, "buat apa menggunakan kata yang panjang
dan kabur kalau kata yang pendek akan memberi
hasil yang sama bagusnya" Silakan lanjutkan."
"Kata itu terdengar istimewa," lanjut John, "seolah
seseorang bisa menggunakannya untuk membuat
sesuatu muncul atau menghilang. Dan juga terdengar
sedikit mirip ABRAKADABRA."
"Ya, memang," Nimrod mengakui, "menurutku itu kata
yang mengagumkan. Bahkan, aku agak iri. Terdengar
seperti kata yang memiliki kekuatan."
Nimrod menatap keponakan perempuannya.
"Philippa" Kata apa yang kau pilih?"
"Aku ingin kata yang unik. Kata yang belum ada."
"Ambisius. Aku suka itu. Ayo kita dengar."
Philippa menarik napas dalam-dalam, lalu berkata,
"FABULONGOSHOOMARVELISHLYWONDERPI PICAL."
"Memang terdengar istimewa," Nimrod mengakui,
"aku kagum padamu. Tapi demi kemudahan
penggunaan, aku yakin aku lebih suka BILTONG
daripada ehm... FABULOWOTSIT....."
"Kenyataan bahwa Paman sudah dengar tapi tidak
bisa mengingatnya, berarti kata itu pasti baik," bantah
Philippa. "Ya, begitulah," Nimrod mengakui dengan enggan,
"pemikiran yang bagus, Phil."
Dia menunjuk ke beberapa batu besar sekitar dua
puluh tujuh meter dari tempat mereka berdiri,
"baiklah, mari kita lihat apakah kalian bisa mulai
dengan membuat salah satu batu itu menghilang.
Pertama, cobalah membangkitkan kekuatan pada
kata yang telah kalian pilih. Itu berarti kalian harus
menutup mata dan berkonsentrasi penuh."
Philippa dan John memejamkan mata dan mulai
berkonsentrasi pada kata-kata mereka. Masing-
masing mencurahkan perasaan mereka pada kata-
kata itu bahwa kata itu berisi semua energi Jin dalam
tubuh muda mereka. "Cobalah untuk menciptakan kesan dalam pikiran
kalian bahwa kata itu hanya boleh digunakan dengan
sangat penuh perhitungan, seolah itu tombol merah
yang bisa meluncurkan rudal, atau menembakkan
senjata besar." "John" Kau duluan. Aku ingin kau membuka mata
sekarang dan memvisualisasikan hilangnya salah satu
batu. Bayangkan hilangnya batu itu sebagai situasi
dalam ruang yang logis. Tanamkan dalam benakmu,
seolah kenyataan itu tidak mungkin bisa berbeda dari
apa yang kau bayangkan. Dan kemudian, dengan
mempertahankan pikiran yang sama itu, ucapkan
kata fokusmu sejelas mungkin."
John berkonsentrasi sambil mengingat cara Nimrod
berlatih, anak itu pun menjejakkan kaki kuat-kuat,
mengangkat tangan ke udara setinggi dada, seperti
pemain sepakbola yang melakukan tendangan
penalti, lalu berteriak, "ABECEDARIAN!"
Selama sepuluh atau lima belas detik, tak terjadi apa-
apa. John menyampaikan permintaan maafnya dan
berkata kepada Nimrod, "Aku bilang juga apa."
Saat itu, dengan luar biasa, batu setinggi dua meter
yang dia pilih, bergetar keras dan sebuah pecahan
seukuran kenari terjatuh.
"Wow," seru John, "kau lihat itu" Lihat?" Dia tertawa
nyaris histeris, "Aku berhasil. Setidaknya aku telah
melakukan sesuatu." "Lumayan untuk ukuran usaha pertama," ujar Nimrod,
"batu itu tidak menghilang, tapi kupikir kita setuju,
kau benar-benar membuat kesan pada batu itu.
Sekarang kau, Philippa, cobalah batu yang lebih besar
daripada yang dipilih John. Pikirkan tentang
bagaimana gambaranmu bila batu itu menghilang lalu
dihubungkan dengan kenyataan. Ingat,
menghilangnya batu itu adalah kemungkinan yang
pasti ada sejak awal," Nimrod berhenti sejenak, "bila
kau sudah siap, bila kau sudah memahami hukum
logika itu dengan segala kemungkinannya, dan
bahwa semua kemungkinan itu adalah kenyataannya,
maka tekanlah tombol merah yang merupakan kata
fokusmu." Saat berkonsentrasi pada batu bulat besar itu, dan
bersiap mengucapkan kata fokus yang telah dipilih,
Philippa mengangkat satu tangan seperti penari balet,
kemudian melambai-lambaikan tangan satunya
seperti polisi lalu-lintas.
"FABULONGOSHOOMARVELISHLYWONDERPIPICAL!"
Bahkan saat konsonan terakhir keluar dari bibirnya,
batu bulat besar yang telah dia pilih mulai bergoyang
dan terus bergoyang, cukup keras di mata Philippa,
selama hampir semenit penuh sebelum berhenti lagi.
Dia bertepuk tangan dan memekik riang.
"Ya," ujar Nimrod sabar, "kau pasti mempercepat
struktur molekularnya. Itu sangat jelas. Hanya saja
menurutku, kalian dibingungkan oleh gagasan
mengubah dengan menghilangkan. Itu kesalahan
makna yang biasa terjadi. Mengubah penampilan
suatu benda sangat berbeda dengan membuatnya
menjadi hilang. Sekarang coba lagi. Ingat, apa pun
yang tidak bertentangan dengan hukum logika pasti
bisa kalian lakukan. Sebuah pikiran itu berisi
kemungkinan dari situasi yang sedang dipikirkan. Jadi
apa pun mungkin terjadi selama kita bisa memikirkan
atau membayangkannya."
Si kembar terkejut pada betapa banyaknya
konsentrasi yang dibutuhkan untuk memusatkan
kekuatan Jin mereka. Sehingga mereka kehabisan
napas dan tampak seperti sedang bekerja keras.
Seolah-olah, mereka baru saja mengangkat benda
berat, dan berlari melintasi padang, serta
memecahkan persamaan aljabar dalam waktu yang


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersamaan. Setelah dua jam, mereka hanya berhasil membuat
beberapa batu bulat besar menjadi batu bulat yang
lebih kecil, Nimrod pun membiarkan mereka
beristirahat selama beberapa menit.
"Ini kerja keras," John mengakui.
"Awalnya, ya," kata Nimrod, "tapi ini seperti
kebugaran fisik. Kau harus belajar mengembangkan
bagian otak di mana kekuatanmu itu terpusat. Bagian
itu disebut Neshamah oleh kita, para Jin. Itulah
sumber kekuatan Jin: api lembut yang membakar di
dalam diri kalian. Agak mirip seperti api di dalam
lampu minyak." Nimrod menggosok-gosok tangan.
"Baiklah, ayo kita coba membuat sesuatu muncul.
Sudah hampir waktu makan siang, jadi bagaimana
kalau kita menciptakan piknik" Begini, akan
kutunjukkan maksudku."
Seraya berkata hal itu, Nimrod melambaikan lengan.
Piknik mewah pun segera tercipta di dataran gurun
pasir, lengkap dengan tikar berpola kotak-kotak dan
keranjang piknik berisi banyak sandwich, kaki ayam,
buah-buahan, dan termos berisi sup panas.
"Nah," katanya, "kalian harus ingat bahwa kita tak
bisa menciptakan sesuatu yang berlawanan dengan
hukum logika. Kenyataannya, tak satu pun dari kita
bisa mengatakan seperti apa dunia tidak logis itu. Dan
karena itu masalahnya, fakta bila kalian bisa berpikir
untuk menciptakan sesuatu berdasarkan energi yang
kalian miliki, itu sudah menandakan bahwa
kemungkinan itu bisa terjadi. Begitu kalian telah yakin
bahwa mungkin saja menciptakan piknik, maka
dengan sendirinya piknik itu menjadi lebih mudah
diwujudkan. Apa kalian paham?"
Memang perlu waktu sedikit lebih lama, tapi lambat-
laun, setelah si kembar mulai menyadari bahwa
semua objek berisi kemungkinan dari segala situasi,
mereka pun mulai bergantung pada kekuatan Jin.
Akhirnya, setelah sembilan puluh menit, dengan usaha
berpikir seperti sedang menghadapi ujian, terciptalah
tiga hidangan piknik yang sangat berbeda di
hamparan tanah, tapi tampaknya bisa dimakan.
Nimrod mendekati tempat piknik yang telah
diciptakan Philippa. Dia mengambil sandwich
mentimun. "Puding tulen, kira-kira begitu," katanya,
dan mencicipi sandwich itu dengan hati-hati.
Tak lama kemudian, Nimrod memuntahkannya lagi.
"Rasanya sangat menjijikkan," katanya.
Nimrod mengalihkan perhatiannya untuk mencicipi
salah satu hot dog dari tempat piknik John, "Yang ini
tidak ada rasanya sama sekali."
Nimrod membiarkan semulut penuh hot dog jatuh dari
lidahnya ke tanah seperti bola-bola tanah liat. "Ugh.
Seperti karet." Dia mengeluarkan saputangan merah dan mengusap
lidah. "Kalian membuat kesalahan yang sama. Kalian hanya
sangat peduli dengan penampilan sehingga lupa untuk
membayangkan rasanya. Sekarang lakukan lagi. Kali
ini, cobalah membayangkan diri kalian sedang
memakan bekal piknik itu. Bekal piknik terlezat yang
pernah ada. Ingat, tak ada yang lebih buruk dari bekal
piknik yang terlihat bagus tapi rasanya tidak enak."
Satu jam kemudian, setelah beberapa usaha tanpa
hasil, ketiganya pun duduk menikmati bekal piknik
yang telah dibuat dengan kekuatan Jin si kembar.
Keduanya pun menyantap makanan sambil
mendengarkan Nimrod bicara. "Nah, ini jauh lebih
enak," katanya setelah mencicipi bekal piknik mereka
masing-masing. "John, popcorn ini rasanya..., ehm..., benar-benar
seperti popcorn. Aku tidak bisa membayangkan
kenapa orang ingin membawa popcorn saat piknik.
Bagiku, popcorn terasa lebih mirip gabus kemasan.
Dan Philippa, aku tidak ingat pernah mencicipi kue
pretzel yang seperti ini. Kue pretzel-mu memang
benar-benar terasa seperti kue pretzel."
Dia menggeleng-gelengkan kepala, "sungguh, aku
harus bicara pada ibu kalian. Aku tidak percaya jenis
piknik seperti ini yang kalian nikmati."
"Aku tidak percaya telah menyantap makanan yang
tidak terbuat dari apa-apa," John mengakui dan
membuka kantong keripik kentang ketiga.
"Tepatnya, itulah yang salah dengan usaha-usaha
pertamamu," ujar Nimrod sambil mengambil sedikit
kue keju Philippa, "masalahnya adalah, kalian tidak
membuat apa pun dari sesuatu yang tak ada. Yang
jelas bukan kue keju ini. Kalian membuat sesuatu dari
sumber energi yang ada dalam diri kalian. Api lembut
itu. Ingat" Ditambah dengan elemen-elemen yang
mengelilingi kalian."
"Bagaimana cara kerjanya?" tanya John sambil
menusuk sepotong daging dingin dan sedikit acar ke
piringnya, "apakah melalui kekuatan Jin" Maksudku,
pasti ada penjelasan ilmiah tentang itu."
"Ehm... beberapa Jin yang menjadi ilmuwan telah
berusaha memahami bagaimana kekuatan Jin
bekerja. Ya, kami pikir itu ada kaitannya dengan
kemampuan kita memengaruhi proton dalam molekul
suatu benda. Membuat sesuatu muncul atau
menghilang, mengharuskan kita menambah atau
menghilangkan proton. Hal tersebut berarti mengubah
satu elemen menjadi elemen lain. Bila kita membuat
sesuatu menghilang, contohnya batu itu, berarti kami
menambahkan proton dari berbagai atom yang
membentuk batu itu. Jadi kau lihat, sama sekali tidak
ada sihir kan" Ini berkenaan dengan ilmu fisika. Tidak
mungkin membuat sesuatu dari hal yang tidak ada,
terutama bekal piknik yang lezat. Nah, kalau kau
bilang telah membuatnya dari udara ringan, berarti
kau sudah hampir memahaminya, John." Nimrod
menguap. "Omong-omong, kurasa sudah cukup
latihan untuk hari ini. Yang terbaik jangan terlalu
banyak memikirkan ilmu, siapa tahu itu justru
memengaruhi kemampuan kalian menggunakan
kekuatan. Agak mirip naik sepeda dalam arti lebih
mudah dilakukan daripada dijelaskan. Lain kali, kami
akan mengujimu dengan membuat unta muncul atau
menghilang. Sebuah benda hidup. Itu jauh lebih sulit
daripada menciptakan piknik. Menciptakan sesuatu
yang hidup bisa menimbulkan sedikit kekacauan.
Karena itulah kita melakukan hal ini di padang pasir di
mana tak seorang pun keberatan kalau kau membuat
sejenis makhluk yang isi perutnya berada di luar."
Sesaat kemudian Nimrod mengerang sedih. "Oh,
tidak," katanya sambil melihat arlojinya.
"Ada apa?" tanya si kembar dengan bersemangat.
"Aku baru ingat kenapa aku memikirkan piknik,"
katanya, "karena Mrs Coeur de Lapin mengundang
kita piknik di rumahnya, saat makan siang. Tepatnya
tiga puluh menit dari sekarang."
"Aku kenyang," ucap John, "aku tidak bisa makan apa-
apa lagi." "Aku juga," Philippa menyetujui, "kalau makan lagi,
aku pasti meledak." "Kalian tidak mengerti," ujar Nimrod, "kita harus
datang. Pertama, dia adalah tetanggaku. Kedua, dia
orang Prancis. Mereka menganggap makanan lebih
serius daripada apapun di planet ini. Dia pasti sudah
memasak habis-habisan untuk piknik ini. Catat kata-
kataku. Kalau kita tidak pergi, akan ada insiden
diplomatik besar dengan negara kita."
"Tapi kita tidak bisa pergi tanpa makan sama sekali,"
kata John, "itu akan sama tidak sopannya dengan
tidak datang." "Tidak bisakah kau membuat dia menghilang?" usul
Philippa, "sebentar saja" Paling tidak sampai setelah
makan siang." "Tidak bisa," sahut Nimrod, "dia istri Duta Besar Prancis.
Orang akan mengira dia telah diculik atau lebih buruk
lagi. Tidak, tidak, tidak. Itu tidak menyelesaikan
masalah." Nimrod berdiri dan mengibaskan jarinya sambil
berpikir serius, "Tapi kalian bisa berada di jalur yang
benar. Kita bisa membuat pikniknya menghilang
dengan cara yang dia pikir kita telah memakannya."
"Caranya, kita ambil sandwich," John menyetujui,
"mendekatkannya ke mulutmu, tersenyum pada Mrs
Coeur de Lapin dan kemudian, saat dia tidak melihat,
kau buat sandwich itu menghilang. Ya, itu mungkin
berhasil." "Harus berhasil," ujar Nimrod.
Kembali ke Garden City, segera Nimrod dan si kembar
berganti pakaian yang lebih bagus.
Kemudian mengunjungi rumah sebelah, Kediaman
Duta Besar, yang jauh lebih besar dibanding rumah
Nimrod. Rumah itu dikelilingi tembok tinggi, sehingga
tempat itu terlihat dan terasa lebih seperti benteng.
Nimrod menunjukkan paspor mereka kepada petugas
penjaga pos yang tidak ramah, yang melihat
dokumen Inggris dan Amerika mereka dengan
kebencian. Akhirnya, dengan enggan, petugas itu
mengijinkan Nimrod dan si kembar masuk ke area
Kedutaan. Petugas lain yang tidak lebih ramah,
memimpin mereka melintasi halaman rumput hijau
yang indah dan dirawat dengan baik. Mereka juga
melewati sebuah patung modern dan sebuah tiang di
mana bendera Prancis menggantung seperti sepotong
kain lemas. Lalu mereka sampai ke sebuah rumah
musim panas kecil. Sebuah tempat piknik indah pun
terhampar di halaman rumput. Itu terlihat bagaikan
lukisan pemandangan. Nimrod dan Mrs Coeur de Lapin mencium udara dan,
sesaat, mereka bicara dalam bahasa Prancis. Rupanya
itu merupakan salah satu bahasa yang Nimrod kuasai
dengan sempurna. Sementara kedua orang ini bicara, Philippa
memanfaatkan kesempatan itu untuk mengamati Mrs
Coeur de Lapin dengan lebih seksama. Gadis kecil itu
rupanya tengah berada pada umur di mana seseorang
mulai tertarik pada penampilan wanita yang lebih tua.
Dia memutuskan bahwa wanita Prancis itu memang
cantik,meskipun dia tidak bisa menyangkal kalau
busana Mrs Coeur de Lapin terlihat agak eksentrik.
Terutama ikat kepala hitam emasnya. Wanita itu
mengingatkan Philippa dengan cara berpakaian bagi kebanyakan
orang pada era 1960-an. Waktu itu, bunga, rambut
panjang, dan melukis wajah dengan warna-warna
aneh, telah menjadi mode yang tampak umum di
televisi - itu pun kalau televisi tidak berbohong.
Sementara itu, Nimrod dengan antusias, menatap
semua makanan di atas karpet Louis Vuitton.
"Wah, lihat ini, Anak-anak," katanya sambil
menggosok-gosok tangan, "pernahkah kalian melihat
piknik yang lebih atraktif" Luar biasa. Foie gras,
lobster, kaviar, truffle, telur burung plover. Dan keju-
keju itu. Brie, Roquefort. Bisa kucium baunya dari sini.
Mrs Coeurde Lapin yang baik, Anda benar-benar tahu
selera anak muda." Mrs Coeur de Lapin tersenyum hangat dan mendorong
jemarinya yang kurus menyusuri rambut John yang
cokelat dan tebal. "Tak ada pengganti untuk makanan
lezat, heh?" Dia mengajak semua orang duduk di karpet.
"Tentu tidak," Nimrod sependapat, "Well, kedua anak
ini akan segera membuat makanan itu lenyap!"
Dia menjentikkan jari, "bukankah begitu, Anak-anak?"
"Kami akan lakukan yang terbaik," ujar John, duduk
dengan menunjukkan selera makan yang tinggi.
Philippa duduk di samping kakaknya dan mengisi
piring dengan seiris besar foie gras yang bertengger di
atas biskuit cracker seperti sepotong marmer pink. Dia
tidak tahu apa itu, dan akan terguncang kalau
seseorang memberitahunya; tapi dia mengenali caviar
dan udang lobster dengan cukup baik, dan
menganggap dirinya sangat beruntung karena dia
tidak harus benar-benar menyantap makanan ini.
Philippa membenci hampir semua makanan yang
telah disediakan itu. Tapi dengan tersenyum pada Mrs
Coeur de Lapin, dia berkata, "Enak sekali," dan begitu
mata wanita Prancis itu beralih, Philippa berkata,
"FABULONGOSHOOMARVELISHLYWONDERPI PICAL!"
Foie gras dan cracker yang dia pegang di ujung
jarinya lenyap dengan segera.
"Apa katamu tadi, ma cherie?" tanya Mrs Coeur de
Lapin. "Tidak ada," jawab Philippa, mengisi piring lagi dengan
sepotong lobster dingin. "QWERTYUIOP," gumam Nimrod, dan telur burung
plover itu pun menghilang dari tangannya.
John sudah mengisi piringnya dengan semua pilihan
jenis makanan dan, begitu dia pikir dia siap, dia
menunjuk ke rumpun bunga, "Bunga-bunga yang
cantik, Mrs Coeur de Lapin," katanya sopan, "Varietas
lokal?" "Itu bunga bakung biru sungai Nil," jawabnya sambil
menatap bunga itu, dan menambahkan bahwa Fatih,
tukang kebunnya adalah yang terbaik di Kairo.
"ABECEDARIAN," bisik John, mengirim semua isi
piringnya menghilang.

The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan makan terlalu cepat, John," tegur Nimrod
gugup, "pencernaanmu bisa terganggu."
"Maaf, Paman," ujar John, "tapi aku lapar sekali."
"Aku juga," timpal Philippa, menjilati bibir dengan
dramatis, "Anda yang memasak semua ini, Mrs Coeur
de Lapin?" "Tidak, Sayang," dia tertawa, "hampir semua makanan
ini diimpor dari Prancis. Dan kemudian diolah oleh dua
koki kami." "Anda punya dua orang koki, Mrs Coeur de Lapin?"
tanya John tersenyum. "Ya, ada Monsieur Impoli dari Paris dan Monsieur
Maleleve dari Vezelay."
Nimrod mengosongkan cakar lobster yang dia pegang
dalam sekejap mata. "Ah, la belle France," katanya.
"Betapa aku merindukannya. Betapa cerdasnya Anda
membawa semua makanan lezat ini ke Mesir. Pasti
sangat mahal." "Oh, tidak." Mrs Coeur de Lapin mengangkat bahu,
"pembayar pajak Prancis. Mereka yang membayar."
Makan siang berjalan seperti ini selama hampir empat
puluh lima menit sampai hampir semua makanan
menghilang, dan juga sebagian, dimakan Mrs Coeur
de Lapin. Pada saat itulah Nimrod menggelengkan
kepala ketika Mrs Coeur de Lapin bertanya padanya
apakah dia ingin tambah keju Brie.
"Tidak, terima kasih," jawabnya, melirik penuh arti
pada si kembar, "aku kekenyangan. Makanannya
lezat sekali. Bukankah begitu, anak-anak?"
"Ya," jawab John sambil melemparkan serbetnya
seperti yang Nimrod lakukan, "makanan itu benar-
benar seperti disihir."
Nimrod mengerutkan kening, tapi merasa harus
membiarkan yang sebuah kata itu terlewatkan.
"Selera makan yang sehat," ujar tuan rumah mereka
saat tiba waktunya untuk pergi, "apakah paman
kalian ini tidak memberi kalian makan di rumah?"
"Kapan pun kami ingin," ujar Philippa, "kami hanya
harus menjentikkan jari dan mengucapkan kata sihir,
dan makanan itu akan tersedia."
"Kalau begitu kalian harus datang lagi," usul Mrs Coeur
de Lapin, "senang sekali bertemu anak-anak muda
yang begitu menikmati makanan."
"Syukurlah sudah berlalu," ujar Philiippa saat mereka
berjalan ke rumah Nimrod, "menurutmu dia tidak
melihat hal-hal aneh, kan?"
"Seharusnya kau lakukan dengan lebih halus," tegur
Nimrod, "satu hal, John, kelihatannya kau
menghabiskan sepiring penuh makanan dalam satu
gigitan. Dia mungkin melihat selera makan kalian
lebih besar dari seekor kuda."
"Aku cuma berusaha berlaku adil pada makanan itu,
seperti katamu," jelas John.
"Wanita malang," ujar Philippa, "sudah repot-repot
menyiapkan makanan tanpa kita makan sedikit pun.
Sepertinya kita menyia-nyiakan makanan enak."
"Benar sekali, wanita malang," kata Nimrod serius,
kemudian menguap. "Apakah kalian memperhatikan matanya?" tanya
Philippa, "Aneh. Bila dia menatap kita, seolah kita
tidak ada di sana." John mengangkat bahu. "Dia orang Prancis. Semua
orang Prancis melihat orang Amerika seolah mereka
tidak ada di sana." "Bukan cuma orang Amerika," celetuk Nimrod,
"mereka berpikir seperti itu kepada banyak orang
yang bukan orang Prancis, sungguh. Ya, itulah yang
mereka sebut kebudayaan."
Dia menguap lagi. "Astaga, lihat aku sudah menguap.
Setelah menyantap semua makanan itu, aku harus
tidur siang. Tapi sayangnya tak ada waktu. Kita harus
bersegera ke Kota Tua untuk mengunjungi Hussein
Hussaout." *** 333Bagian tertua kota Kairo terhampar di selatan Garden
City. Di tempat itu, jalannya tenang ber-paving yang
diapit rumah-rumah berdinding tinggi, gereja abad
pertengahan, dan pemakaman yang terawat baik.
Disebuah lorong sempit dan panjang, ada toko besar
tempat semua jenis suvenir murah bisa dibeli.
"Sudah tentu Hussein tahu kalau aku adalah Jin," ujar
Nimrod saat mereka mendekati toko tersebut, "tapi
setidaknya untuk saat ini, kita akan merahasiakan
fakta bahwa kalian juga Jin. Bila kau adalah Jin,
jangan sampai terlalu banyak orang yang mengetahui
dirimu yang sebenarnya. Lagi pula, kalau Hussein
berpikir bahwa kalian hanyalah dua anak biasa, itu
akan memberi kalian kesempatan untuk berteman
dengan Baksheesh, putranya. Anak itu bisa berbahasa
Inggris, dan dia bisa saja mengatakan sesuatu yang
tidak dikatakan ayahnya. Jadi pasang mata dan
telinga kalian." John memandang ke dalam jendela toko, "Ini Cuma
sampah, kan" Barang-barang untuk turis."
"Hussein menyimpan barang-barang asli di sebuah
ruangan pada lantai atas," ujar Nimrod, "salah satu
dari kalian mungkin bisa menyelinap sementara yang
lain mengalihkan perhatian Baksheesh."
Mereka menemukan Hussein Hussaout di depan toko,
mengenakan setelan putih. Dia sedang duduk diantara
tumpukan bantal yang penuh sulaman Badui, di
belakang meja kopi yang dipenuhi kacang pistachio,
kurma, limun, dan gelas. Dengan gugup, dia merunut
sebuah tasbih abad kesebelas yang terbuat dari batu
hitam sambil mengisap hoga* beraroma stroberi
tajam, dan minum kopi manis panas dari teko perak
kecil. Dia seorang pria tampan beruban dengan kumis
berwarna lebih gelap. Celah di antara giginya,
menambahkan kesan agak licik padanya. Saat
melihat Nimrod, dia tersenyum, menyentuh dahinya,
dan membungkukkan kepala sedikit.
"Jadi kau datang juga akhirnya," katanya. Lalu dia
berdiri dan mencium Nimrod di pipi.
Nimrod menoleh ke arah si kembar. "Ini teman-teman
mudaku, John dan Philippa. Keluargaku dari Amerika.
Mereka tinggal bersamaku selama beberapa minggu."
Hussein Hussaout melempar senyum gigi-bogangnya
dan membungkuk pada anak-anak itu. "Selamat
datang," katanya, matanya menyipit curiga, "tapi
apakah Mesir tidak terlalu panas untuk kalian?"
Merasa kalau pertanyaan ini mungkin ditujukan untuk
menyingkap apakah ia adalah Jin, seperti paman
mereka, Philippa mengangguk letih, karena hanya Jin
yang menyukai hawa musim panas di Kairo.
Sebaliknya, hanya manusia yang akan (Hoga adalah
alat untuk menghisap asap beraroma yang berasal
dari asi sari buah atau bunga. Asi itu dibakar oleh
arang, dan asapnya dihisap melalui pipa yang
dihubungkan ke tabung. Ada juga yang menyebut
alat penghisap ini shisha) mengeluh soal itu.
"Ya. Panas sekali," katanya, mengipasi tubuhnya
dengan peta Old City. "Panas sekali," tambah John yang juga menyadari hal
itu. "Kalau tambah panas, aku akan terpanggang."
"Ini sejuk untuk diminum," ujar Hussaout sambil
menuangi dua gelas limun.
Si kembar, yang sebetulnya lebih menyukai kopi
beraroma lezat, mengambil gelas limun dan berterima
kasih padanya. "Sedikit orang yang tahan panas seperti Nimrod. Tapi
karena dia orang Inggris, dan seperti dalam sebuah
lagu, 'Hanya anjing gila dan orang Inggris yang pergi
ke luar di bawah matahari siang'."
"Anda benar sekali," ujar Philippa yang berusaha
mempertahankan kedok kalau dia dan John hanyalah
dua bocah biasa. "Memang aneh. Dia tidak pernah kepanasan."
"Ya, dia agak aneh," senyum Hussein Hussaout.
"Orang eksentrik Inggris asli."
Nimrod duduk di singgasana keemasan yang
merupakan tiruan singgasana dari makam
Tutankhamen di Cairo Museum, dan menghadap
Hussein Hussaout. "Bagaimana kabar anakmu, Baksheesh?" tanya
Nimrod sambil memandang berkeliling toko.
"Dia baik-baik saja, terima kasih."
"Dia pergi ke sekolah" Aku tidak melihatnya."
"Ya, ke sekolah."
Nimrod mengangguk. "Jadi, langsung saja kita bicara bisnis. Aku sudah
menerima suratmu." Hussein Hussaout melirik pada si kembar. "Tidak apa-
apa" Membicarakan hal ini di hadapan mereka?"
"Apa yang tidak mereka pahami, takkan melukai
mereka," ujar Nimrod.
"Maka yang terbaik adalah tidak mendengarnya sama
sekali," kata Hussein Hussaout.
"Terserah kau, Sobat." Nimrod menatap si kembar dan
mengedipkan mata, mengangguk kearah bagian
belakang toko. "Anak-anak, mengapa kalian tidak
mencari sendiri suvenir-suvenir indah?"
"Ya, Paman," jawab si kembar dengan patuh.
Mereka pun masuk ke ruang belakang untuk melihat
sarcophagus* mainan. Di dalam beberapa sarcophagus
kecil itu terdapat mumi yang terbungkus perban. Tapi
si kembar lebih tertarik untuk mencuri dengar
pembicaraan, dan mereka terkejut ketika dapat
mendengar hampir setiap kata yang di ucapkan
Nimrod dan Hussein Hussaout. Pada saat bersamaan,
mereka tetap mengawasi Hussein Hussaout dengan
saksama, menunggu kesempatan untuk melihat-lihat
lewat pintu belakang yang menuju ke halaman dan
berkeliling dengan menyelinap, seperti yang Nimrod
sarankan. "Jadi," ujar Nimrod, "dalam suratmu, kau mengatakan
telah menemukan sesuatu."
"Itulah yang kulakukan." Hussein Hussaout
menyeringai. "Mungkin sesuatu muncul akibat gempa itu?"
"Angin jahat tidak mengembuskan kebaikan
(Sarcophagus adalah peti mayat dari batu.) dada
orang-orang," ucap Hussein Hussaout. "Terutama di
Mesir. Segala sesuatu muncul di negara ini setelah
gempa. Kau, misalnya. Dan Iblis. Kalian mencari hal
yang sama." "Kau sudah bertemu Iblis" Di Kairo sini?"
"Ya. Dua hari lalu. Di Cairo Museum," jelas Hussaout.
"Seperti yang kau ketahui, aku sering pergi ke sana
pagi-pagi sekali untuk melihat-lihat harta karun kuno
dan mencari inspirasi. Batu-batu tua itu penuh getaran.
Jadi hari itu, seperti hari lainnya. Atau kira-kira begitu
sampai aku memandang sekeliling dan melihat
bahwa aku diawasi oleh Iblis. Dan bukan hanya Iblis,
tapi beberapa keturunan suku Ifrit. Maimunah dan
ayahnya, Al-Dimiryat, serta Dahnash. Pertemuan kami
nyaris bukan suatu kebetulan, atau setidaknya
begitulah yang mereka bilang. Bukan museum yang
ingin mereka datangi, tapi aku. Jadi kami ke lantai
atas, ke kafe museum untuk mengobrol. Semua
sangat sopan, kau tahu."
"Dan bagaimana kabar Iblis?" tanya Nimrod.
"Dia berjanggut sekarang."
"Benarkah?" "Ya, cuma sedikit janggut pirang di dagu dan dengan
kumis tipis. Seperti orang Arab. Sedangkan lainnya
sama seperti biasa. Sopan. Tanpa emosi. Sikap tanpa
cela. Setelan mahal buatan Savile Row. Sepatu buatan
tangan. Sangat Inggris, sepertimu, Nimrod." Hussein
Hussaout menyeringai dan menyentuh celah di antara
gigi depannya dengan kuku jari kelingking. "Kau dan
dia punya banyak kesamaan, Sobat."
"Contohnya?" "Dia mengatakan kalau dia tertarik untuk memiliki
beberapa artefak Mesir yang mungkin ditemukan
setelah gempa itu. Artefak asli. Khususnya artefak dari
Dinasti Ke-18. Dan uang bukan masalah. Yah, uang
memang bukan masalah bagi orang-orang seperti
kalian. Aku bisa menyebut harga berapa pun kalau
artefak-artefak itu kualitasnya bagus."
"Tak ada dinasti lain yang diminati oleh Jin," ujar
Nimrod. "Seperti yang tentunya kau tahu."
"Iblis berkata dia telah mendengar kabar burung
bahwa aku memiliki informasi mengenai makam
Akhenaten yang hilang."
"Masa" Benarkah?"
Penyalur benda-benda kuno itu mengembuskan nafas
dan tersenyum. "Sayangnya, aku katakan kepadanya,
seperti yang dia katakan, itu hanyalah kabar burung.
Lagi pula, kalau pun, informasi itu pasti sangatlah
berharga." "Informasi itu mungkin akan membuatmu terbunuh,"
ujar Nimrod. "Kalau Iblis tahu aku mengundangmu, dia akan sangat
gusar kepadaku, sungguh. Jadi dalam hal ini kau tentu
memahami kehati-hatianku untuk membahas
masalah seperti itu denganmu."
"Seandainya informasi seperti itu ada," ujar Nimrod
hati-hati. "Seperti apa kelihatannya?"
"Sebuah peta." Nimrod tertawa.
"Peta" Di negara ini" Setiap orang punya peta harta


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karun. Dan semuanya tidak berguna. Kau juga tahu,
memindahkan pasir membuat hal seperti yang kau
gambarkan menjadi tidak berarti. Mungkin semudah
kau memberiku peta bulan."
"Memang ada banyak peta," ujar Hussaout. "Tapi yang
ini bukan peta daun lontar kuno. Juga bukan peta kulit
minyak yang diambil dari tangan penjelajah yang
sudah mati." "Kau membuang-buang waktuku," kata Nimrod.
"Kecuali - " Nimrod berhenti. "Kecuali kau menemukan
kunci ke Batu Netjer. Stela batu yang
memungkinkanmu menerjemahkan apa yang tertulis
di sana." "Siapa yang tahu kalau benda seperti itu ada?"
Hussaout tersenyum. "Dan, sejujurnya, orang yang
menemukan benda seperti itu, bila tahu apa artinya,
pasti akan segera menghancurkannya. Itulah
pendapatku." Hussein Hussaout mengangkat tangan untuk
membungkam kata-kata protes yang akan Nimrod
utarakan. "Di pihak lain, orang yang memahami stela
itu mungkin membuat duplikatnya. Lebih spesifik lagi,
itu adalah peta Medinet el-Fayyum dan daerah
sekitarnya. Peta yang punya arti baru sejak gempa
itu." Dia menepuk dahi. "Dia mungkin menggambar peta
seperti itu dengan bantuan selembar kertas dan
sebuah pensil, dan uang yang banyak tentunya. Peta
seperti ini bisa dengan mudah sama berguna atau
sama sia-sianya dengan peta tua pada daun lontar."
"Benarkah?" tanya Nimrod. "Kau sudah melihat kunci
ke Batu Netjer" Kau benar-benar tahu letak makam
Akhenaten?" "Itu sangat mungkin sekali," Hussein Hussaout
mengakui. "Kalau sebanyak itu yang kau katakan pada Ifrit, aku
heran mengapa mereka membiarkanmu tetap hidup,"
kata Nimrod. "Terutama Iblis. Dia Jin yang paling tidak
sabaran." "Mereka lebih berpikiran bisnis daripada yang kau
bayangkan, Nimrod. Mereka ingin sekali membeli apa
yang dulu telah mereka ambil dengan paksa."
Di sisi lain toko, John menaruh mumi kucing yang dia
pegang dan, setelah melihat bahwa Hussein Hussaout
dan pamannya sedang berbincang dengan serius,
terlalu serius untuk memperhatikan bahwa mereka
tidak sendiri, dia menyikut adiknya dan menunjuk
pintu belakang yang terbuka.
"Ayo," katanya. "Ayo kita berkeliling. Kita lihat apa
yang bisa kita temukan."
John dan Philippa berjalan ke pekarangan besar
berdebu yang dipenuhi artefak Mesir dari batu yang
lebih besar. Di satu sudut, berdiri pintu terbuka lain
dengan ruang istirahat yang agak bau yang
sepertinya akan menarik perhatian lalat. Sedangkan di
sudut lain, pada pintu ketiga bisa terlihat tangga tua
goyah yang menuju ke lantai atas.
"Kurasa di sini," ujar John, bergerak ke tangga. "Kata
Nimrod, ada ruang khusus di lantai atas tempat
semua barang bagus disimpan."
Setelah melewati tangga pekarangan yang terang
benderang, tangga itu sangat gelap dan suram serta,
Philippa pikir, agak menakutkan seperti fiIm horror,
terutama cara tangga itu berderak saat diinjak ketika
mereka naik. Dengan begitu banyak benda Mesir
kuno di sekeliling, dia setengah berharap menemukan
mumi yang tak terbungkus sedang menunggu mereka
di puncak tangga. "Aku tidak suka ini," Philippa mengakui saat mereka
sampai di pelataran tangga dan mengitari sudut
menuju koridor gelap dan berdebu yang dipasangi
foto-foto penggalian dan penjelajah masa lalu.
"Tenang," ujar John. "Kita hanya memeriksa tempat ini
sekilas lalu kita turun ke lantai bawah lagi."
Saat itulah mereka mendengar rintihan lirih yang
datang dari pintu yang terbuka diujung koridor.
Philippa merasakan darahnya membeku.
"Apa itu?" bisiknya dan meraih lengan abangnya.
"Aku tidak yakin," jawab John, yang merasa agak
takut, dan harus mengingatkan diri bahwa dia adalah
Jin, meskipun hanya Jin muda, dan bahwa kalau cerita
dalam Kisah Seribu Satu Malam memang mendekati
kebenaran, dia harus terbiasa melihat hal-hal
menakutkan - jenis hal-hal yang mungkin
menakutkan bagi anak-anak biasa.
"Tinggallah di sini kalau kau mau," John berbisik.
"Sendirian?" ujar Philippa sambil melihat berkeliling
koridor yang panjang dan suram itu. Dia begitu takut
sehingga harus mengingat lagi kata fokusnya agar
mendapatkan keberanian untuk melangkah.
"Tidak, terima kasih. Aku ikut bersamamu."
Selama beberapa saat Philippa memalingkan wajah
ke dinding, menekannya pada plester dinding yang
dingin dan agak lembap. "Kau baik-baik saja?" Setelah menarik tangan adiknya,
John menggenggamnya dengan lembut. "Ayo. Kita
harus melihat-lihat. Atau Nimrod akan kecewa."
"Menurutku," ujar Philippa sambil menelan ludah, "dia
akan lebih kecewa lagi bila kita dicabik-cabik
monster." Bahkan saat dia bicara, rintihan lain terdengar dari
ruangan di ujung koridor, rintihan lirih yang bisa saja
berasal dari makam atau sarcophagus yang terbuka.
Sekarang mereka cukup dekat untuk mendengar
bukan saja rintihan, tapi juga deru napas binatang
buas atau orang yang sangat kesakitan; atau mungkin
juga orang yang sangat ketakutan. Philippa pikir suara
itu tak sekeras bunyi detak jantung dirinya dan,
dengan rasa rakut, serta menduga-duga sumber
keberanian John, dia ragu-ragu mengikuti kakanya
melangkah melewati ambang pintu yang terbuka dan
memasuki ruangan tempat rintihan itu berasal. Ada
kesunyian yang panjang sebelum akhirnya John
bicara. "Tidak apa-apa, Philippa," katanya. "Tak ada yang
perlu ditakutkan." Philippa melongok dan melihat bahwa yang berbaring
di ranjang kuningan besar adalah seorang bocah
setengah telanjang yang kira-kira seumur dengannya.
Bocah itu sepertinya tidak sadar dengan tubuh
bermandikan keringat - dia bergerak gelisah di atas
ranjang, mengigau. Kulitnya pucat dan tampak agak
biru di seputar bibir dan kakinya, yang salah satu di
antaranya menunjukkan dua bekas luka tusuk
berwarna merah tua, seolah dia telah ditikam dua kali
ditumitnya dengan jarum tajam. John melihat lebih
dekat pada kaki biru bocah laki-laki itu.
"Sepertinya anak ini telah digigit sesuatu," katanya.
"Mungkin kelelawar pengisap darah."
"Kelelawar pengisap darah dari Amerika Selatan,
bukan Mesir," tukas Philippa.
"Ular kalau begitu. Seperti yang hampir menggigitku."
John menelan ludah saat teringat nasib buruk yang
hampir dia alami. "Menurutmu, Hussaout tahu tentang ini?"
"Seharusnya." John menunjuk meja di sisi ranjang dan
foto berbingkai bocah itu berdiri di samping mobil
Land Rover bersama Hussein Hussaout.
"Kurasa ini anak laki-laki Hussein Hussaout,
Baksheesh." "Keduanya jelas sangat bahagia dan, kalau foto ini
benar, Hussaout tidak tampak seperti ayah yang akan
mengabaikan anaknya."
"Bukankah dia bilang kalau Baksheesh ke sekolah?"
tanya Philippa. Dia duduk di pinggir ranjang lalu
menyentuh dahi anak itu. "Dia panas sekali. Kupikir
dia harus ke rumah sakit."
Merasa ada yang menyentuh, bocah itu tampak agak
rileks, kemudian matanya mengerjap-ngerjap terbuka.
"Jangan ke rumah sakit," bisiknya. "Kumohon."
"Mengapa?" tanya Philippa.
"Kau harus pergi," kata bocah itu dengan suara parau.
"Sangat berbahaya kalau kalian disini."
Philippa berdiri dengan tiba-tiba. "Menurutmu, dia tidak
terserang penyakit menular, kan, John?"
Karena tak mendengar jawaban, dia memandang
berkeliling. "John?"
John sedang menatap ke dalam sebuah kotak terbuka
dekat jendela. "Lihat ini," katanya lirih.
Philippa memandang dan melihat bahwa di dalam
kotak itu terbaring anjing mati.
"Mungkin kita harus memanggil Nimrod," katanya.
"Nimrod?" ucap Baksheesh, tampak makin gelisah.
"Tidak, dia tidak boleh ke sini. Dia dalam bahaya.
Kalian harus menyuruhnya pergi."
"Dari siapa?" tanya John. "Ifrit?"
"Suruh dia pergi, sebelum terlambat," ujar Baksheesh
dan kemudian tak sadarkan diri lagi.
"Ayo," ajak Philippa. "Kita keluar dari sini."
Mereka kembali ke lantai bawah dan melintasi
pekarangan, menuju ke ruangan di mana Nimrod dan
Hussein Hussaout masih terlibat dalam pembicaraan
serius. "Bukan berarti aku tidak ingin membantumu," ujar
Hussaout. "Aku ingin. Sudah pasti. Kau pikir aku ingin
membuat kesepakatan dengan Ifrit?"
Dia menggigit ibu jari dengan marah. "Itulah yang aku
pikirkan tentang mereka. Tapi lihat sekelilingmu,
Teman. Semuanya untuk dijual. Aku pedagang. Aku
tidak punya kemampuan istimewa sepertimu. Aku
harus mencari nafkah." Dia menyeringai. "Pahamilah,
Nimrod. Ini bukan masalah pribadi. Ini murni bisnis."
"Berapa?" tanya Nimrod datar.
"Ini bukan soal uang. Tidak darimu, Sobat. Setidaknya,
tidak secara langsung. Aku bisa mendapat uang dari
siapa pun. Bukan itu yang kuinginkan."
"Jadi apa?" "Dari Jin. Apa lagi kalau bukan tiga permintaan?"
"Kau bisa dapatkan itu dari Ifrit," ujar Nimrod.
"Tapi bisakah mereka dipercaya untuk menepati janji"
Mereka mungkin memberiku tiga permintaan lalu,
begitu mendapatkan apa yang mereka inginkan,
mereka akan kembali dan mengubahku menjadi kutu,
hanya karena dengki. Reputasi mereka sudah dikenal,
Nimrod. Begitu juga reputasi sukumu. Aku percaya
kau akan menepati janji. Tapi bahkan kalau mereka
mendapatkan apa yang mereka inginkan, tidak ada
rasa terima kasih dari suku Ifrit."
Nimrod berpikir sejenak. "Hanya tiga permin taan."
"Tiga permintaan."
"Baghdad Rules" Daftar permintaan di muka."
"Kalau kau bersedia."
"Entahlah," kata Nimrod.
Hussein Hussaout melingkarkan tasbih ke pergelangan
tangannya yang berbulu dan tersenyum. "Ayolah. Aku
tahu kau akan mengiyakan. Dan sebenarnya apa
susahnya untukmu" Satu atau dua kehidupan di akhir
kehidupan lain?" Hussaout mengangkat bahu. "Dengan
rentang kehidupan yang kau nikmati, kau bisa
memenuhinya." Nimrod melirik gelisah kepada si kembar, menggigiti
kukunya sejenak. "Apa yang akan kau minta?" tanyanya.
"Baghdad Rules, seperti yang kau katakan. Bukan
sesuatu yang di luar kemampuanmu. Tidak, hanya hal
hal biasa. Banyak uang, membuatku lebih menarik
bagi wanita, meningkatkan kesehatanku."
Hussaout batuk dengan keras. "Lihat, aku punya batuk
yang parah. Merokok terlalu banyak, mungkin.
Sejujurnya, aku pasti beruntung jika mendapat satu
set paru-paru baru. Ayolah. Bagaimana" Kita sepakat?"
"Baiklah," jawab Nimrod.
"Bagus. Kujamin, kau tidak akan menyesalinya."
"Dan tiga permintaan hanya setelah kau antarkan."
"Berarti lebih cepat lebih baik. Bagaimana kalau
malam ini?" "Bagus," Nimrod menyetujui. "Bagaimana kita bisa
sampai ke sana?" "Kembalilah ke sini sekitar jam enam. Kau bisa
membawa kita ke sana dengan Cadillac tuamu yang
bagus. Perjalanan itu akan butuh waktu sekitar satu
jam. Tapi datanglah sendirian."
Nimrod berdiri. "Baiklah. Sampai bertemu jam enam."
Kedua pria itu berjabat tangan, lalu Nimrod dan si
kembar meninggalkan Hussein Hussaout dan toko
benda-benda antiknya. Begitu mereka berada diluar, si kembar mulai
bercerita tentang Baksheesh dan anjing mati itu, tapi
Nimrod menyuruh mereka diam dan meminta mereka
menunggu sampai sudah di dalam mobil dan berada
di luar jangkauan pendengaran.
"Di jalan-jalan tua ini," katanya, memandang sekeliling
dengan curiga, "kita tidak pernah tahu siapa yang
akan mendengar. Dinding bertelinga. Terutama bila
dinding-dinding itu berisi roh hidup Jin suku Ifrit."
"Apa itu mungkin?" tanya Philippa, bergegas menjejeri
pamannya yang berjalan dengan langkah panjang.
"Apa Jin bisa mengambil wujud dinding?"
"Oh, ya. Umumnya mereka mengambil wujud pohon,
tapi batu atau dinding juga mungkin, meskipun


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kurang menyenangkan. Dan hanya Jin berpengalaman
yang bisa mengendalikan claustrophobia parah."
Mereka menemukan Cadillac itu.
"Sekarang," ujar Nimrod setelah mereka naik dan
Creemy menutup pintu mobil yang berat dan besar.
"Ada apa dengan Baksheesh?"
Si kembar bercerita pada Nimrod tentang apa yang
telah mereka lihat di ruangan atas toko. Sang paman
mendengarkan dengan sabar tanpa menyela dan saat
mereka selesai, dia mendesah dan menggeleng-
gelengkan kepala. "Aku heran mengapa dia memberitahuku kalau anak
itu ke sekolah," katanya. "Tidak seperti Hussein
Hussaout yang biasanya. Dan semua pembicaraan
tentang bisnis itu. Aku hampir tidak mengenalinya.
Baksheesh demam, katamu tadi?"
"Ya," kata Philippa. "Parah."
"Hussein Hussaout mencintai anak itu lebih daripada
nyawanya sendiri," ujar Nimrod. "Dia takkan
membiarkan apa pun terjadi padanya."
"Mungkin dia telah dijual pada suku Ifrit."
Nimrod menatap John dan mengerutkan kening.
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Kami bisa mendengarmu," ujar John. Dia mengangkat
bahu. "Paling tidak kami bisa, kalau kami
berkonsentrasi." "Ya, aku tahu kalau kau bisa," ujar Nimrod. "Jadi kau
tahu apa yang dia katakan tentang membuat
kesepakatan dengan Ifrit. Dia tak pernah bisa
mempercayai mereka untuk menepati janji. Suku Ifrit
tidak tahan untuk tidak berbuat curang, dia tahu itu."
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Akan kutanyakan tentang Baksheesh bila kami
bertemu nanti malam."
"Kau tidak bersungguh-sungguh akan pergi, kan?"
protes Philippa. "Itu mungkin perangkap."
"Benar, tapi aku tidak punya pilihan. Ini terlalu penting.
Aku tidak bisa melewatkan kesempatan menemukan
makam Akhenaten." "Siapa Akhenaten?" tanya John.
Nimrod mencondongkan badan dan memberitahu
Creemy agar tidak berhenti di Garden City tapi terus
ke ujung utara Maidan Tahrir dan Cairo Museum.
"Akan kuperkenalkan kalian," ujarnya. "Inilah saatnya
kalian berkenalan dengan manusia yang paling
ditakuti dan dibenci dalam sejarah Jin."
*** Kairo memiliki lebih dari selusin museum. Salah
satunya adalah Antiquities Museum yang juga dikenal
dengan nama Cairo Museum. Museum itu adalah yang
terbesar, paling berwarna merah muda, dan
terpopuler. Museum itu besar, panas, kotor, bau, tidak
rapi karena jendela-jendela yang pecah, atap yang
bocor, lampu yang redup, lemari pajangan yang
ketinggalan zaman, dan penjelasan asal-asalan
tentang barang-barang tak ternilai harganya yang
dipamerkan di sana. Tempat itu juga merupakan salah
satu museum terbesar di dunia.
Saat mereka memasuki pintu depannya dan berjalan
melewati banyak petugas keamanan ke dalam
gedung bundar, Nimrod memberitahu si kembar kalau
sebelum dia memperkenalkan Akhenaten, ada hal
penting yang perlu disampaikan.
"Sesuatu yang harus segera aku katakan kepada
kalian," katanya, "tentang mempraktikkan kekuatan
Jin yang kalian miliki. Sesuatu yang disebut-sebut
Hussein Hussaout sehubungan dengan aku
mengabulkan tiga permintaannya. Aku ingin
memberitahu mengapa kita tidak menggunakan
kekuatan Jin lebih sering daripada yang sekarang kita
lakukan" Mengapa aku memilih naik pesawat,
misalnya, bukan naik karpet terbang" Mengapa aku
lebih senang orang lain menyiapkan makananku,
bukannya memintanya muncul di meja makan"
Singkatnya, mengapa aku melakukan begitu banyak
hal dengan cara manusia, bukan cara Jin?"
"Aku juga heran," John mengakui.
"Seperti yang mungkin telah kalian pahami," ujar
Nimrod, "Jin bisa hidup dalam waktu yang lebih
panjang. Jauh lebih lama daripada manusia. Bisa
sampai lima ratus tahun. Jauh lebih lama lagi kalau
didalam stoples atau botol, di mana kita memasuki
situasi animasi yang tertunda secara virtual. Tapi,
setiap kali menggunakan kekuatan Jin, kita
menggunakan sedikit kekuatan hidup kita. Karena
itulah kita merasa letih ketika menggunakan
kekuatan itu. Karena sesuatu keluar dari dalam diri
kita dan tidak pernah bisa dipulihkan kembali."
"Itu benar," ujar Philippa. "Aku ingat sekarang. Saat
mengabulkan keinginan Mrs Trump, aku memang
merasa ada sesuatu yang meninggalkan tubuhku.
Membuatku merasa sangat lemah untuk sesaat."
"Itulah tepatnya mengapa kekuatan Jin harus
digunakan dengan hemat. Setiap kali kita
mengabulkan satu permintaan penting atau membuat
sesuatu muncul dan menghilang, api dalam diri kita -
api Jin itu - agak meredup, dan sebagian waktu kita
yang tersedia di dunia ini hilang. Dan makin tua usia
Jin, makin banyak kekuatan hidup yang dia habiskan
untuk mengabulkan satu permintaan," kata Nimrod.
"Berapa banyak waktu yang hilang?" tanya John yang
berpikir praktis. "Tak ada yang tahu pasti," Nimrod mengakui. "Tapi
hitungan kasarnya -dan untuk Jin seumurku- satu
permintaan akan menghabiskan satu hari kehidupan.
Tidak terdengar banyak untuk usia kalian. Tapi saat
kalian setua Mister Rakshasas, satu hari bisa menjadi
sangat berharga. Karena itulah dia jarang
menggunakan kekuatannya sekarang, kecuali untuk
pengubahan bentuk, yang untungnya, sangat sedikit
sekali menggunakan kekuatan Jin. Aku mestinya
belum akan mengatakan hal itu kepada kalian, agar
kalian bisa bersenang-senang tanpa memikirkan
akibatnya. Tapi karena kalian sudah mendengar apa
yang Hussaout katakan, aku tidak punya banyak
pilihan. Paling tidak kini kalian mengerti mengapa Jin
tidak dengan mudah mengabulkan tiga permintaan
setiap orang. Terlepas dari kekacauan yang jelas-jelas
akan timbul dalam masyarakat luas, itu juga lumayan
banyak akan memperpendek usia kita."
"Seberapa lamakah Jin dapat hidup di dalam botol
atau lampu?" tanya Philippa.
"Pertanyaan bagus," puji Nimrod. "Dan itu juga salah
satu alasan mengapa kita ada di sini sekarang, di
museum ini. Sejak dulu, tak seorang pun tahu berapa
lama kemungkinan Jin botol dapat hidup. Tapi sejak
tahun 1974, kami punya gagasan yang lebih bagus.
Kalian sudah pernah mendengar tentang Pasukan
Terracotta, di kota kuno Xi'an, di Cina bagian tengah"
Itu digali oleh para petani pada tahun 1974, setelah
2.200 tahun terpendam dalam tanah; di antara tentara
Terracotta itu ada sebuah wadah berisi beberapa Jin."
"Maksudmu, setelah 2.200 tahun mereka masih
hidup?" ujar Philippa.
"Ya. Sejak itu jelaslah bagi kami bahwa dalam
keadaan mati suri di dalam botol, kami mungkin bisa
hidup hampir kekal. Di situlah Akhenaten mulai
menjadi penting." Nimrod membimbing mereka ke lantai atas, melewati
ruangan-ruangan kecil museum yang berbau apak,
menuju ujung terjauh. Di tempat itu terdapat patung
teraneh. Sosok patung itu memiliki wajah panjang,
mata sipit berbentuk buah kenari, bibir tebal, rahang
panjang, leher panjang seperti angsa, bahu melorot,
perut bulat besar, dan paha terbesar yang pernah
dilihat si kembar. "Aku ingin memperkenalkan Akhenaten kepada
kalian," ujar Nimrod, menunjuk sosok besar hitam
yang berdiri di hadapan mereka.
"Aku belum pernah melihat orang yang tampangnya
sejelek itu," ujar Philippa, menatap lekat-lekat kearah
patung di hadapannya. "Dia agak menjijikkan, ya?" Nimrod mengakui.
"Akhenaten. Juga disebut Amenhotep IV, Raja Mesir
dari Dinasti ke-18, yang memerintah Mesir, 3.500
tahun lalu." John menyentuh patung granit besar itu, satu dari
empat patung di Amarna Gallery di Cairo Museum itu,
dan mengangguk hormat. "Apa kabar, Yang Mulia?"
katanya. "Dia diberi nama Amenhotep saat lahir," Nimrod
menjelaskan. "Tapi dia mengganti namanya setelah
menyingkirkan semua dewa Mesir kuno - Isis, Seti,
Anubis, Thoth - untuk satu dewa yaitu Aton, dan
menimbulkan revolusi agama. Ini sangat tidak disukai
oleh para pendeta, yang merupakan orang-orang
terkaya dan berkuasa di Mesir. Saat ini, Akhenaten
disebut' Firaun Bidah 1, yang artinya orang yang
dianggap telah melakukan kejahatan yang
mengerikan atas agamanya. Karena pengabdian
Akhenaten pada agama barunya, konon dia
mengabaikan rakyat dan pertahanan negara. Musuh
lalu memanfaatkan hal itu dan menyerbu. Akhenaten
terpaksa meninggalkan istana dan meninggal tak
lama kemudian. Itu menurut sejarah, tapi
kenyataannya sedikit berbeda."
"Begini, Akhenaten itu lebih dari sekadar Firaun dan
Raja. Dia juga penyihir besar. Ibunya adalah penyihir -
kakeknya adalah Jin - yang sudah belajar cara
mengikat Jin untuk melayaninya. Wanita itu
mengajarkan keterampilan ini kepada putranya, yang
menggunakan pengetahuan itu untuk membuat
dirinya lebih kuat dari Jin mana pun. Tidak diketahui
bagaimana Akhenaten bisa mengikat begitu banyak
Jin untuk menjadi pelayannya, tapi yang jelas
kekuatan para Jin yang diperintahkan Akhenaten
inilah yang menjadi sumber kekuatannya. Ahli sejarah
berasumsi kalau Akhenaten memperkenalkan praktik
pemujaan matahari pada bangsa Mesir. Tapi yang
disebut Dewa Matahari itu bukan dewa sama sekali;
lebih mirip, kekuatan kolektif tujuh puluh Jin budak
Akhenaten, yang disebut Aten, persis seperti nama
cakram matahari yang punya nama sama. Cakram
matahari - Aten -menjadi simbol agama baru itu."
"Jin lain yang merasa terhina membantu rakyat Mesir
menggulingkan Akhenaten. Akhirnya itu mengakhiri
pemujaan kepada Jin ini. Bersama para pengikutnya
dan tujuh puluh Jin yang telah dia ikat untuk
melayaninya ini, Akhenaten kabur dari kota Amarna,
yang telah dia bangun sebagai pusat agama barunya.
Dia menghilang ke padang pasir, dia maupun tujuh
puluh Jin yang melayaninya itu, tidak pernah terlihat
lagi. Dia pasti sudah mati di padang pasir, tapi
makamnya tidak pernah ditemukan."
"Jadi mengapa kau, Iblis, dan Ifrit ingin menemukan
makamnya yang hilang?" tanya Philippa.
"Sudah pasti untuk mendapatkan harta karun," jawab
John. "Ada harta karunnya kan, Paman?"
"Harta karun" Ya, seharusnya aku berpikir begitu. Tapi
bukan itu yang kuinginkan. Bukan itu yang suku Ifrit
inginkan. Mereka punya banyak uang dari kasino-
kasino mereka." "Jadi apa?" "Seperti yang kukatakan sebelumnya, di dunia Jin ada
keseimbangan kekuatan antara Kebaikan dan
Kejahatan." "Tuchemeter," ujar John. "Dan homoeostasis."
"Tepat. Keseimbangan homoeostasis dikacaukan
terakhir kali pada tahun 1974, saat beberapa Jin
muncul dari vas yang ditemukan Pasukan Terracotta
di Xi'an. Selama beberapa waktu terlihat seolah Jin-jin
kuno itu berpihak pada suku Ifrit, suku Shaitan, dan
suku Ghul untuk melawan suku-suku Jin yang
berpihak pada Kebaikan. Tapi dalam praktiknya,
keadaan berbeda, dan Jin-jin Cina, yang jumlahnya
enam, ternyata jumlah yang baik dan jahat sama
banyaknya. Tapi kalau Iblis dan teman Ifritnya dapat
menemukan Jin Akhenaten yang hilang, keadaan bisa
berubah menjadi sangat berbeda dengan apa yang
telah terjadi di Xi'an. Keseimbangan itu akan
terganggu. Dan tujuh puluh adalah jumlah yang lebih
dari cukup untuk melakukannya."
"Menurutku," ujar John, "sepertinya sudah banyak
nasib buruk di dunia ini. Tidak bisa kubayangkan
segalanya menjadi lebih buruk daripada sekarang."
"Konsekuensi dari ketujuh puluh Jin itu memihak nasib
buruk nyaris terlalu mengerikan untuk dibayangkan,"
kata Nimrod. "Orang-orang menjadi bisa salah meletakkan barang,
kehilangan uang, melupakan segala hal, tertinggal
kereta api dan pesawat, dan banyak yang terluka. Ya,
banyak kejadian yang disebut kecelakaan, yang
disebabkan oleh nasib buruk yang ditimpakan Jin
jahat kepada manusia." Nimrod menggelengkan
kepala dan bergidik. "Aku menghabiskan hidupku
memikirkan sistem untuk mengalahkan kasino,
mempengaruhi pemerintah untuk melarang skema
cepat-kaya, melawan kekuatan nasib buruk dengan
segenap upaya, tapi ujung-ujungnya selalu memakai
kekuatanku sendiri untuk membawa nasib baik pada


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seseorang. Ya, terkadang bahkan dengan
mengabulkan tiga permintaan. Tapi dengan makin
banyaknya nasib buruk di mana-mana, Jin baik seperti
aku, dan kalian, akan harus bekerja lebih keras lagi
untuk menebusnya. Dan dengan pengorbanan besar
tentunya. Akhirnya, kita akan menghabiskan semua
kekuatan kita dan mati, sehingga umat manusia itu
sendiri akan menghadapi kepunahan. Itu yang
mungkin terjadi, John."
"Tapi mengapa Jin-Jin yang hilang ini harus berbeda
dengan Jin Cina?" tanya Philippa. "Dengan separuh
dari mereka ternyata baik dan separuhnya lagi
ternyata jahat." "Tidak sesederhana itu," ujar Nimrod. "Begini, tak ada
yang mencari Jin Cina. Keberadaan mereka tidak
diketahui. Penemuan mereka benar-benar tidak di
sengaja. Tapi pada tahun 1974, setelah penemuan
Pasukan Terracotta dan keenam Jin tersebut, disadari
kalau Jin Akhenaten yang hilang, mungkin
mengendalikan keseimbangan kekuatan jika mereka
pernah di temukan. Sehingga, selama tiga puluh
tahun, baik suku Ifrit maupun Marid, telah mencari
mereka. Siapa pun yang menemukan, akan memiliki
kekuatan untuk memerintah mereka. Begitulah cara
Jin. Ketujuh puluh Jin ini akan terikat untuk melayani
siapa pun yang menemukan mereka lebih dulu."
"Tapi bagaimana Hussein Hussaout bisa tahu di mana
makam itu?" tanya John. "Mungkin dia bohong."
"Kalau dia bilang dia tahu, berarti dia tahu," tegas
Nimrod. "Mungkin dia punya toko barang antik yang
menjual cenderamata murahan, tapi Hussein
Hussaout, ayahnya, dan kakeknya, telah menjadi
penemu makam terhebat dalam sejarah Mesir. Aku
ragu ada orang di Negara ini yang lebih
berpengalaman dalam pekerjaan seperti ini dibanding
Hussein Hussaout. Lagipula, dia punya satu
keuntungan besar, yang tidak dimiliki arkeolog mana
pun. Mungkin kalian pernah mendengar tentang batu
Rosetta. Sepotong batu besar dengan tulisan dalam
tiga bahasa yang memungkinkan orang Inggris
bernama Thomas Young menerjemahkan arti huruf-
huruf hieroglyphic bangsa Mesir. Batu yang serupa,
Batu Netjer - dari kata bangsa Kernet atau Mesir kuno
yang berarti 'kekuasaan tertinggi' - menurut kabar
burung telah ditemukan oleh ayah Hussein Hussaout
pada tahun 1950-an. Batu Netjer dianggap berisi
beberapa petunjuk penting tentang keberadaan
beberapa makam raja, termasuk makam Akhenaten
dan Ramses II. Hanya saja batu ini ditulis dalam kode
yang tak bisa diterjemahkan tanpa Lempengan Batu
yang lebih kecil, yang disebut stela. Aku yakin Hussein
Hussaout pasti telah menemukan batu stela ini
setelah gempa bumi itu."
"Jadi kapan kita kembali ke toko itu?" tanya John.
Nimrod menggelengkan kepala. "Oh, tidak. Kali ini
tidak. Aku akan pergi sendiri. Ini bisa berbahaya.
Malam ini kalian di rumah saja dan mempelajari
kartu-kartu Jin yang diberikan Mister Rakshasas."
Mereka pun pergi melihat-lihat sisa isi barang
purbakala Cairo Museum. Ketika mereka ke ruang
mumi dan harta karun Tutankhamen, John melihat
sesuatu di dinding di belakang patung Akhenaten.
"Itu retakannya," katanya. "Akibat gempa bumi. Ingat,
Phil" Yang kau lihat di koran. Retakan yang identik
dengan di dinding kamarku."
"Benar," sahut Philippa.
"Aku jadi ingin tahu," kata John. "Apakah cuma
kebetulan retakan itu harus muncul di dinding di sini,
di sebelah patung Akhenaten?"
"Bukankah kalian sudah kuberitahu?" ujar Nimrod.
"Kebetulan itu cuma istilah ilmuwan untuk suatu
kesempatan. Tidak, itu bukan kebetulan. Seperti yang
kukatakan sebelumnya di London, itu adalah pesan.
Tapi dari siapa?" Setelah melihat patung Akhenaten, Nimrod dan si
kembar pulang dan berbaring menghangatkan diri di
bawah sinar matahari sore seperti trio kadal emas.
Kemudian, pada jam 17.30, Nimrod pergi naik mobil
Cadillac Eldorado sendirian. Sebelum pergi, dia
mengatakan bahwa Creemy telah memasak menu
istimewa, dan memastikan kalau si kembar
menawarkannya kepada Mister Groanin yang akan
mengajak mereka jalan-jalan.
"Hati-hati," kata Philippa pada pamannya.
"Pasti." "Itu bisa saja jebakan," tambah John.
"Aku tahu." Masakan Creemy Special Special ternyata sup kare
yang sangat pedas. John dan Philippa begitu
menyukainya sehingga membuat Creemy senang.
Mereka baru mulai makan saat Mister Groanin muncul
dari kamar dan memberitahu si kembar kalau dia
sudah siap menemani mereka keluar.
"Tidak sebelum kau mencicipi ini," kata John. "Ini
masakan istimewa Creemy, dan rasanya lezat."
"Harus kuakui, aromanya memang cukup
menggiurkan," ujar Mister Groanin. "Biasanya aku
menghindari makanan di negara tidak menyenangkan
ini. Standar higienisnya buruk. Gampang membuat
aku mulas-mulas, atau lebih tepatnya: diare."
John melahap se-garpu besar penuh masakan
istimewa Creemy dengan nikmat dan berisik.
"Bagaimana kau bisa hidup kalau tidak makan?"
tanyanya. "Ada kulkas di kamarku," jawab Mister Groanin.
"Penuh botol air mineral dan stoples makanan bayi
yang kubawa dari London. Aku makan itu."
"Kau makan makanan bayi?" tegas John, hampir
tersedak karena terkejut. "Apel dan pir rebus, bubur
nasi dan aprikot, juga sejenisnya?"
"Semua itu sudah disterilkan," ujar Mister Groanin.
"Dalam stoples kecil bersegel. Di negara kotor ini,
itulah satu-satunya makanan yang bisa kupercaya
seratus persen untuk urusan perut."
Groanin menatap makanan di piring John dan menjilat
bibirnya penuh rasa lapar. "Tapi sungguh, penampilan
dan aroma makanan itu lumayan enak."
"Ambil saja," usul John.
"Entah apa aku bisa," kata Groanin. Dia duduk di balik
meja mahoni, menarik piring saji besar berisi Creemy
Special Special, dan membiarkan aromanya memasuki
hidung. "Kuakui, si Creemy itu juru masak yang lumayan
hebat," katanya enggan.
"Kalau kau suka sampah orang asing." Groanin
mendekatkan hidung panjangnya di atas piring saji
dan menghirup aromanya dalam-dalam. "Ya ampun,
aromanya menjernihkan kepala, sungguh. Orang bisa
melahap makanan itu dan takkan menderita penyakit
radang selaput lendir di hidungnya lagi."
"Apa karena kau memiliki satu lengan hingga itu
membuatmu lebih peduli pada hal-hal seperti
kebersihan?" tanya John.
"Mungkin." "Kau tak keberatan kan, kalau aku bertanya," kata
John, "bagaimana kau bisa kehilangan lenganmu itu?"
"Itu cerita yang menarik, benar-benar menarik," ujar
Groanin, yang sekarang memandang kare itu dengan
rasa lapar. "Aku bekerja sebagai pustakawan di Ruang Baca
lama di Perpustakaan British Museum, dan aku benci
kalau mereka datang hanya untuk baca buku. Ada
satu orang pembaca yang kami benci. Si Penjinak
macan yang bernama Thug Vickery. Dia itu keturunan
Inggris-Indian dari Dulwich. Dia tengah menulis apa
yang dia harapkan akan menjadi buku tentang macan
yang paling bergengsi. Tapi pada suatu hari dimusim
panas yang gerah, dia merasa terganggu oleh kami,
dan dia memutuskan untuk balas dendam. Dia
memilih waktu menjelang museum ditutup, karena
pada saat itu, banyak pembaca yang sudah pulang.
Dia membawa sepasang macan putih kelaparan ke
Ruang Baca besar itu, dan melepasnya. Beberapa
pustakawan lain terbunuh dan dimakan, dan aku
sendiri beruntung hanya kehilangan satu lengan."
"Apa yang terjadi pada macan itu?" tanya John.
"Mereka ditembak dan dibunuh oleh RSPCA. Tak lama
setelah itu aku menganggur, dan kemudian menjadi
pencuri, yang membuatku bertemu paman kalian.
Itulah kisahku." Dia meraih garpu. "Kurasa sesendok takkan
membunuhku," kata Groanin sambil menyendokkan
sekian banyak Creemy Special Special ke piring
kosongnya. "Aku tidak bisa bertahan hidup hanya
dengan brokoli dan wortel campur keju selamanya.
Beratku sudah turun lima kilo sejak kita tiba di negara
ini. Aku telah menyia-nyiakan diri dengan rasa lapar
dan perasaan cemas, begitulah aku."
"Tapi makanan ini agak pedas," John menasihati.
"Sebaiknya kau berhati-hati."
Mister Groanin tertawa. "Dengar, Nak, aku sudah
makan kare pedas sebelum kau lahir. Jenis kare
Vindaloo, kare Madras, kalau ada satu hal yang
berasal dari bagian utara Inggris yang cocok untukmu,
Nak, itu adalah makan kare pedas. Jadi jangan
khawatir, Nak. Urus saja urusanmu sendiri, biarkan
aku mengurus urusanku."
Groanin mendengus untuk mengolok-olok. "Bocah tak
tahu adat," gerutunya sambil menyuap sekian banyak
Creemy Special Special ke mulut besarnya.
Selama beberapa saat segalanya tampak baik-baik
saja. Groanin tersenyum mengejek pada John saat dia
menyendok untuk kedua kalinya. Wajah Groanin
mulai berubah jadi merah muda, kemudian merah,
dan akhirnya ungu tua. "Api neraka," dia cegukan, lalu menjatuhkan garpu.
"Cepat. Jangan cuma duduk di sana. Air. Beri aku air."
Philippa mengambil teko air, dan belum sempat
menuangkannya, Groanin telah merebut teko itu dan
mengosongkan isinya ke dalam kerongkongan.
"Kurasa itu hanya akan membuatnya makin parah
saja, kan?" John mengamati.
"Api neraka!" ulang Groanin.
"Lagi." Dia cegukan lagi.
"Kare?" "Bukan kare, tapi air! Air! Demi Tuhan, beri aku air!"
Belum sempat Philippa mengisi kembali teko itu di
dapur, Groanin telah mencabut bunga-bunga dari vas
di tengah meja dan meminum airnya yang berwarna
kehijauan. Tapi air di dalam vas itu tampaknya
kurang, dan tidak mampu mengurangi
penderitaannya. "Lakukan sesuatu," kata Groanin, tidak jelas. "Lidahku.
Rasanya seperti bara panas dari api. Telepon dokter!
Telepon ambulans!" "Nomor berapa yang harus kuhubungi?" tanya Philippa
sambil meraih telepon. "Mana aku tahu," jawab John.
Selama beberapa saat dia mempertimbangkan untuk
menggunakan kekuatan Jin demi menolong, tapi dia
mengurungkan niatnya karena takut Mister Groanin
justru akan kehilangan lidah.
Philippa, memikirkan hal yang sama, takut kalau
menghilangkan panas dalam mulut Mister Groanin
justru akan membuat mulut pria itu menjadi padat.
Dan, pada saat genting itulah, Creemy akhirnya
datang membantu Groanin. Dia menghentikan Groanin
yang menghabiskan air dalam vas bunga di atas bufet
dengan berkata, "Air sangat jelek, berhentilah."
Lalu dia menyodori semangkuk gula. "Makan,"
katanya. "Makan. Makanlah!"
Melihat Groanin masih panik, Creemy lalu menyendok
sesendok penuh gula dan mendorongnya masuk ke
mulut pria itu. "Gula sangat membantu mulut yang
terbakar karena kepedasan," ujarnya.
Groanin makan sesendok gula itu, dan kemudian, saat
gula itu tampaknya bisa membuatnya tenang, satu
sendok lagi diberikan. Setelah sekitar sepuluh menit,
api di dalam mulutnya sudah padam sehingga dia
mampu bicara lagi. "Astaga, kare itu pedas sekali. Apa
ramuannya, lahar cair kah" Aku kira aku akan mati.
Aku tidak tahu bagaimana kalian bisa makan
makanan seperti itu, sungguh."
Dia melepas pakaiannya. "Lihat aku. Aku basah kuyup
oleh keringat." Dia memungut alas piring dan mulai mengipasi
tubuhnya dengan marah. "Resep siapa itu" Lucifer"
The Spanish Inquisition's?"
Dia mengembuskan napas dengan keras. "Apakah
menurutmu ini lelucon, Anak muda" Aku bilang,
apakah itu idemu tentang lelucon?"
"Tidak, Mister," kata John. "Kalau kau ingat, aku sudah
berusaha memperingatkan kalau masakan itu
mungkin agak pedas."
"Benar juga," Groanin mengiyakan.
"Tidak bisa kusangkal. Tapi masakan itu seharusnya
disertai dengan peringatan kesehatan dari pemerintah,
atau apalah." John memutuskan untuk tidak menyebutkan kalau
Nimrod yang menyarankan mereka menawari


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Creemy Special Special pada pelayan itu. Jelas sekali
pria malang itu benar-benar menderita, dan
tampaknya akan sulit baginya untuk bisa melihat sisi
Jenaka selama beberapa lama dari apa yang baru
saja terjadi. Saat Groanin sudah pulih, dia mengajak si kembar ke
pertunjukan suara-dan-cahaya di piramida (mereka
terlalu sopan untuk mengatakan pada Groanin kalau
mereka sudah menontonnya, meskipun dari jauh)
hampir tanpa keluhan, dan tidak menyinggung lagi
soal Creemy Special Special.
*** 333Keesokan paginya tak ada tanda-tanda keberadaan
Paman Nimrod di meja makan saat sarapan pagi.
"Mungkin dia pulang larut malam," ujar Philippa penuh
harap. "Ayo kita lihat di kamarnya," usul John.
Tapi tak satu pun harapan kedua anak itu yang
terwujud, paman mereka tidak berada di ranjang.
Kamar Nimrod menempati bagian yang lebih besar di
lantai satu. Di luar pintu ganda berdiri dua patung
Anubis, dewa kematian berkepala serigala, seukuran
manusia. Di dalam, barang-barangnya agak lebih
tepat untuk mendukung suasana bekerja daripada
untuk tidur, karena Nimrod juga menggunakan
ruangan besar itu sebagai kantor. Sebuah komputer
bertengger di atas meja walnut berukuran besar. Di
sebelah kursi tanduk rusa, terdapat sebuah rak tinggi
yang di atasnya terletak botol kaca besar berbentuk
lonceng yang berisi lobster biru raksasa dan di
atasnya tergantung tanda dengan tulisan asal-asalan
yang berbunyi JANGAN DIMAKAN. Di sebelah ranjang
ada peti besar bersepuh emas gaya Mesir, ditutupi
huruf hieroglyphic, yang menjadi tempat untuk
bermacam-macam botol obat. Di tempat lain,
pemandangan ruangan itu memberi kesan kalau
paman Nimrod adalah orang yang gemar
mengumpulkan barang-barang atau tak pernah
membuang apa pun. Ada tumpukan koper, komputer
laptop, CD yang masih berada dalam pembungkus
plastik, perlengkapan permainan Astaragali, kotak
penuh kacamata, arloji, pulpen tinta emas, pemantik
rokok, kotak cerutu, obat-obatan, buku catatan. Juga
terdapat lemari yang cukup besar untuk dimasuki,
dengan rak-rak penuh topi, sepatu, kemeja, lusinan
dasi dengan seratus setelan berbagai warna dan
bahan. Beberapa tumpukan buku mengelilingi ranjang
besar Kerajaan Prancis yang ditutupi sprei linen
Irlandia terbaik, yang belum pernah ditiduri.
"Garasi," ujar Philippa. "Mungkin mobilnya ada."
Garasi Nimrod, di bagian belakang rumah, tidak
kurang berantakan daripada kamar tidurnya. Ada
sepeda motor Vincent yang terlihat kuno, dan kereta
luncur tim Olimpiade Inggris (yang tampak dua kali
lipat ganjilnya di Mesir). Di sana setidaknya terdapat
selusin permadani Persia yang menumpuk seperti kue
panekuk, beberapa kantong kriket yang penuh
peralatan, dan sebuah sarcophagus batu yang terbuat
dari granit. Tapi, tak ada tanda-tanda mobil Cadillac
Eldorado putihnya. Akhirnya, benak si kembar itu pun terpaksa mengakui
apa yang sudah mereka curigai. Rupanya paman
mereka belum pulang dari perjalanan pada malam
sebelumnya. "Perasaanku tidak enak," ujar Philippa.
"Aku juga," John mengakui.
"Apa yang akan kita lakukan?"
"Kita harus segera memberi tahu Creemy dan Mister
Groanin. Lalu kita pergi mencari Paman."
Si kembar menemukan Mister Groanin di kamarnya.
Dia sedang membaca Daily Telegraph edisi kemarin
sambil memakan satu stoples makanan bayi untuk
sarapan. "Ha vermut dengan blackberry dan apel," katanya
ketika melihat si kembar. "Lezat."
"Aku tidak tahu bagaimana kau bisa makan makanan
seperti itu," komentar John yang sekilas memandang
berkeliling ruangan berlapis gambar William
Shakespeare, Percy Bysshe Shelley, dan Lord Byron
yang sudah memudar. "Ada yang bisa kubantu?"
"Paman Nimrod," ujar Philippa. "Dia tidak ada. Dia
tidak pulang semalam. Ranjangnya tidak ditiduri, dan
mobilnya tidak ada."
Mister Groanin mengerang lirih. "Wah, kalian ingin aku
melakukan apa?" Dia mengoreti sisa makanan bayi dari stoples itu lalu
menjilati sendoknya dengan rakus. "Kurasa dia akan
muncul. Lagi pula, dia bisa menjaga diri. Dia bisa
bicara enam bahasa, termasuk bahasa Arab. Dia
punya uang di saku dan mengenal negara ini dengan
sangat baik. Belum lagi dia memiliki kekuatan
supranatural. Dia bukannya orang yang tak berdaya,
kan" Di pihak lain, aku tidak bisa bicara bahasa Arab
sepatah kata pun. Aku tidak punya sepeser pun uang
lokal. Bahkan aku tidak tahu jalan ke bandara. Dan,
siapa tahu kalian tidak lihat, aku hanya punya satu
lengan. Jadi, aku tidak mengerti apa yang bisa
kulakukan." "Kau harus menolong kami menemukannya," desak
Philippa, "semalam Nimrod berkata kalau apa yang
dilakukannya mungkin berbahaya. Karena itulah dia
memaksa kami tinggal di rumah."
"Sikapnya masuk akal," kata Groanin. "Jadi, apa yang
membuat kalian berpikir kalau dia akan berterima
kasih kalau kalian mencarinya" Menurutku, lebih baik
kalian tunggu sampai dia muncul, seperti perintahnya."
Si kembar menjelaskan tentang Hussein Hussaout dan
Jin Akhenaten yang hilang, dan bagaimana kedua pria
itu berangkat ke suatu tempat di padang pasir untuk
mencari makam Akhenaten. "Kedengarannya ini seperti urusan Jin," ujar Mister
Groanin sambil membersihkan tangan di handuk kecil
yang di atasnya tercetak foto Madonna.
"Sebaiknya kita cari Mister Rakshasas. Kita lihat apa
pendapatnya." Mereka turun ke ruang gambar untuk mencari lampu
kuningan antik yang dihuni Jin tua itu. Lampu itu
berada di atas meja tempat Nimrod
meninggalkannya. John mengambil dan
menggosoknya dengan tidak sabar. Seperti Aladdin,
pikirnya. Seperti sebelumnya, asap biru menggulung keluar dari
tempat sumbu yang kosong, dan setelah menghilang,
Mister Rakshasas duduk di atas salah satu kursi
perpustakaan. Dia menyimak dengan sabar apa yang
si kembar sampaikan, kemudian mengangguk dengan
wajah yang muram. "Aku takut kalian benar kalau sesuatu telah menimpa
teman kita. Kalau tidak, pastilah kini dia sudah
mengabari kalian bahwa keadaannya baik-baik saja.
Tapi yang pertama, kita lihat dulu apakah kita bisa
menghubunginya." "Bagaimana" Pakai kekuatan Jin?" tanya John.
"Tidak," jawab Mister Rakshasas sambil mengangkat
telepon. "Aku akan menghubungi ponsel-nya."
Dia menghubungi lewat ponsel, lalu menunggu
sejenak sebelum meletakkannya kembali.
"Sepertinya ponsel Nimrod sedang tidak aktif." Mister
Rakshasas mengerutkan kening, "apa karena dia tidak
dapat sinyal, atau jangan-jangan dia sudah terikat
pada sebuah jimat, dan diperbudak seseorang yang
mengharapkan Nimrod menuruti keinginannya."
"Sepertinya tidak ada istilah melihat sisi baiknya, ya,"
kata Groanin sinis. "Sebaliknya, mungkin ada yang menyumbat botolnya.
Seperti saat Nimrod ke toko barang antik di
Wimbledon, dan masuk ke botol anggur untuk
melihat-lihat. Dia akan berada di sana selamanya
kalau bukan karena aku."
"Ya, itu juga satu kemungkinan," ujar Mister
Rakshasas. "Tapi itu hanya bisa terjadi saat Jin telah
mengubah dirinya menjadi asap agar bisa memasuki
botol atau lampu. Mengurung Jin dalam ukuran tubuh
normal mengharuskan kau mengikatnya. Untuk
melakukan itu, kau harus tahu nama Jinnya dan
memiliki sesuatu yang berasal dari tubuh Jin itu
sendiri. Misalnya kuku, atau sejumput rambut."
"Menurutku, tempat terbaik kita memulai pencarian
adalah toko milik Whoosy Whatsit itu," kata Groanin.
"Hussein Hussaout," koreksi John.
"Hussein Hussaout orang baik, dan teman setia suku
Marid," ujar Mister Rakshasas. "Tapi mungkin saja dia
sudah menjadi sekutu suku Ifrit dan berada dalam
kendali mereka. Inilah satu-satunya cara dia
mengkhianati paman kalian. Sehingga kalian harus
sangat berhati-hati. Ini bisa berbahaya."
"Kau tidak ikut?" tanya Mister Groanin.
"Aku tidak bisa menemani kalian dalam wujud
manusia," jawab Mister Rakshasas. "Tapi bawalah
lampuku. Mungkin aku bisa memberi beberapa saran.
Lagi pula, kalau Hussaout dalam kendali suku Ifrit,
sebaiknya kita jangan dulu membuka jati diri.
Sepengetahuanku, paman kalian berniat untuk tidak
memberi tahu Hussaout tentang identitas kalian
sebagai Jin" Kalau Hussaout adalah budak Iblis, maka
akan lebih aman bila dia dan Jin suku Ifrit
mempercayai kalian hanyalah manusia biasa. Mereka
takkan merasa terancam oleh kalian."
"Bagaimana kita bisa sampai ke sana?" tanya John.
"Creemy bisa mengantarkan kita naik mobil," jawab
Mister Groanin. "Tidakkah kau melupakan sesuatu" Tidak ada mobil.
Nimrod membawanya tadi malam," tukas John.
"Kita harus menyewa mobil," usul Groanin.
"Tidak," sergah John. "Itu terlalu lama. Kita harus
menciptakan mobil sendiri. Memakai kekuatan Jin.
Bagaimana menurutmu, Mister Rakshasas?"
"Dalam hal ini aku hanya bisa memberi bantuan
terbatas, John. Aduh, aku sudah tua sekali, dan
kekuatanku sudah menipis seperti handuk mandi
perempuan Galway. Tapi, mungkin, kalau kau dan
adikmu berpegangan tangan denganku, aku bisa
membantu memusatkan energi kalian. Kau ingin
menciptakan mobil, kan?"
"Ya," jawab John.
"Kalau begitu, kita harus berusaha membayangkan
mobil yang sama." "Aku takut kau akan mengatakan itu," kata Philippa.
"Aku hampir tak tahu perbedaan antara Jip dan
Jaguar." "Apa Jip itu?" tanya Mister Rakshashas.
"Tidak masalah," ujar John. Dia berlari kelantai atas,
lalu mengambil majalah mobil yang dibelinya di
Bandara Heathrow, London, setelah itu membawanya
turun ke ruang gambar. "Ini dia," katanya sambil menunjuk mobil merah yang
terlihat aerodinamis di sampul.
"Mobil Ferrari 575 M Maranello. Nol sampai 100
kilometer perjam dalam 4,25 detik, dan kecepatan
tertingginya 325 kilometer perjam. Nah, itu baru mobil
yang sulit dilupakan. Mobil itu bahkan punya empat
buah kursi." Groanin mengambil majalah itu dari tangan John dan
membalik-balikkan halamannya.
"Tidak bisakah kau mencarikan kami sesuatu yang
tidak terlalu mewah?" gerutunya. "Yang kita inginkan
adalah mobil yang lebih praktis. Semacam mobil sport.
Range Rover sangatlah cocok. Ferrari itu pantasnya
berada di lintasan balap, bukan di padang pasir."
"Sebenarnya, banyak Syeikh minyak Arab yang
membeli mobil ini," ujar John.
Philippa menatap mobil di sampul itu dengan
seksama. Salah seorang ayah temannya di sekolah
memiliki Range Rover, dan dia sangat menyukainya,
tapi tidak sebesar rasa sukanya pada Ferrari ini.
"Aku menyukainya," katanya. "Mobil itu cantik. Aku
lebih suka yang merah daripada yang hitam. Ayah
selalu memilih mobil warna hitam. Mobil merah pasti
bagus." Mereka memanggil Creemy dan pergi ke garasi, di
mana Mister Rakshasas menggenggam tangan
mereka, memejamkan mata, dan meminta mereka
membayangkan bahwa otaknya adalah semacam
amplifier yang dapat membantu mereka
meningkatkan kekuatan pikiran.
"Mister Groanin?" kata Mister Rakshasas. "Kalau mau
berbaik hati, mungkin kau bisa menghitung mundur
dari sepuluh untuk kami" John, Philippa, bila kalian
mendengar Mister Groanin berkata 'nol', itu akan jadi
isyarat bagi kalian untuk mengucapkan kata fokus.
Paham?" "Paham," jawab si kembar. "Silakan mulai, Mister
Groanin." "10-9-8-7-6-5-4-3-2-1-Nol!"
"FABULONGOSHOO!"
"ABECEDARIAN!" "MARVELISHLYWONDERPIPICAL!"
Selama beberapa detik, udara beriak di dalam garasi
itu seperti fatamorgana di padang pasir yang panas.


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terasa ada kenaikan suhu, diikuti bunyi denting lirih,
seperti bunyi sendok memukul gelas anggur.
Mister Groanin mengerjap dan masih tidak melihat
apa pun. Tapi saat dia mengerjap sekali lagi, tiba-tiba
sebuah Ferrari merah muda yang berkilau berdiri di
garasi itu. "Merah muda?" teriak John. "Warnanya salah.
Bagaimana warnanya bisa menjadi merah muda" Dan
rodanya" Apa yang terjadi dengan rodanya?"
Benar, rodanya juga salah. Bukannya roda rendah
terbuat dari campuran aluminium mengkilap
bergambar kuda berjingkrak yang memang biasa
terdapat pada mobil Ferrari. Tapi, yang ini, memiliki
roda segala-medan yang lebih besar seperti yang
biasanya terdapat pada Range Rover.
"Salahku." Philippa mengernyit. "Kurasa aku mulai
memikirkan mobil merah muda pada saat-saat
terakhir." "Dan bagaimana dengan rodanya?" erang John.
"Yah, aku jadi agak bingung," sahut si adik. "Saat
Mister Groanin menyebut Range Rover, aku mulai
memikirkan mobil orangtua Holly Reichmann."
"Mobil ini kelihatannya bisa dikendarai," komentar
Groanin sambil membuka pintu dan mengangkat kursi
kulit agar si kembar bisa naik ke dua kursi kecil di
bagian belakang. "Menurutku, ini peningkatan yang lumayan."
"Ayo kalau begitu," ujar John. "Kita berangkat."
Ini isyarat bagi Mister Rakshasas untuk kembali ke
lampunya, yang diambil Philippa dan didekap erat ke
dadanya. Creemy menekan sebuah tombol di dinding untuk
membuka pintu garasi elektrik.
Setelah si kembar masuk ke mobil, Groanin menutup
pintu, "Kalau aku, aku lebih suka Rolls Royce. Mobil ini
agak sempit untukku."
Creemy menggumamkan sesuatu dalam bahasa Arab
dan, sambil menunjuk saklar kontak, dia
menggelengkan kepala. "Apa tidak ada minyak dalam lampu anak itu?" Gerutu
Groanin sambil memutar tubuhnya di kursi untuk
menatap John. "Kau lupa kuncinya, bodoh."
"Maaf," ucap John.
Setelah memejamkan mata, dia berkonsentrasi penuh
sejenak. "ABECEDARIAN!" Satu atau dua detik kemudian, Creemy mengangguk
dan menyalakan mesin, yang terdengar jauh kurang
bertenaga daripada yang dibayangkan John.
Creemy mengemudikan Ferrari yang tampak aneh itu
keluar dari garasi dan menuju jalanan yang mengarah
ke selatan Garden City, lalu menuju bagian kota tua
Kairo dan toko barang antik itu.
Lalu-lintas berdebu Kota Kairo jarang melihat mobil
seaneh Ferrari merah muda itu, dan orang-orang
keluar dari toko untuk melihatnya.
Groanin mengerang keras saat Creemy terpaksa
membanting setir untuk menghindari seekor keledai
yang menarik gerobak bermuatan jagung karena
penunggangnya berdiri dan menunjuk Ferrari merah
muda itu. John melihat pria itu tertawa.
"Ini sangat memalukan," kata John, menenggelamkan
diri lebih dalam di kursinya.
Creemy menemukan sedikit jalan terbuka dan
menginjak pedal gas lebih dalam. Mobil itu makin
cepat, lambat-laun meninggalkan pengguna lalu-lintas
di belakang mereka. Merasa agak kecewa dengan Ferrari pertamanya,
akhirnya John lega saat sampai di Old City.
Creemy pun menghentikan mobil itu.
"Ingat apa yang dikatakan Mister Rakshasas," kata
Groanin. "Apa pun yang dikatakan pria ini, menurutku
sebaiknya kita memberinya kesan kalau kita masih
mempercayainya. Ada pepatah lama yang kami
punya di Lanchasire: 'Tempatkan teman-temanmu
dalam perlindunganmu. Tapi tempatkan musuh-
musuhmu tepat di bawah hidungmu'."
Mister Groanin dan si kembar meninggalkan lampu
berisi Mister Rakshasas di dalam mobil bersama
Creemy, lalu berjalan menyusuri jalan berbatuan kecil
menuju toko barang antik Hussein Hussaout.
Hal pertama yang mereka lihat saat memasuki toko
itu adalah Baksheesh yang mengenakan perban di
kakinya tapi sudah terlihat agak sembuh.
Hussaout sendiri, yang duduk di atas tumpukan bantal
yang sama, mengenakan setelan putih yang sama,
dan mengisap shisha yang sama. Dia tampak lelah
dan cemas tapi, saat melihat mereka bertiga, dia
berusaha sekuat tenaga agar terlihat ramah.
"Halo," sambutnya. "Apa yang membawa kalian
kemari?" lalu dia menanyakan sesuatu yang sudah
bisa diduga sebelumnya, "di mana Nimrod?"
"Kami berharap kau bisa memberitahu," jawab Mister
Groanin. "Aku kepala pelayan Mister Nimrod. Kurasa
kami belum melihatnya sejak dia ke sini tadi malam."
"Tapi dia tidak pernah datang," bantah Hussaout yang
bangkit berdiri, dan kini tampak khawatir. "Aku kira
ada hal lebih penting yang menahannya, dan dia baru
bisa datang hari ini."
Philippa meragukan cerita itu. "Kalau dia tidak ke sini,
lalu ke mana menurut kemungkinan dia pergi?"
tanyanya kepada Hussaout dengan sopan.
Orang Mesir itu mengangkat bahu.
"Tolong, Mister Hussaout," kata John. "Anda mau
menolong kami mencarinya?"
Hussein Hussaout melirik gugup kepada putranya
yang, untungnya, tidak menunjukkan tanda-tanda
masih ingat bahwa si kembar pernah berada di kamar
tidurnya kemarin. "Tentu saja," jawabnya. "Begini saja, mengapa kalian
tidak pulang saja dan menunggu teleponku" Aku
akan mengadakan sedikit penyelidikan. Memeriksa
beberapa tempat favoritnya. Yang penting, jangan
terlalu khawatir. Seperti yang aku katakan, Kairo kota
besar. Orang-orang sering menghilang, tapi mereka
biasanya muncul lagi. Tapi kalau ada penyebab yang
perlu dicemaskan, aku akan segera menghubungi
polisi. Bagaimana?" "Anda baik sekali, sungguh," ujar Mister Groanin. "Dan
sangat menenteramkan hati mengetahui kalau
Nimrod punya teman sebaik Anda, Mister Hussaout.
Bukankah begitu, Anak-anak?"
"Ya," jawab si kembar yang merasa tidak tenteram
sama sekali. Kini keduanya agak meyakini kalau
Hussein Hussaout berbohong. Ada sesuatu tentang
kesembuhan putranya, Baksheesh dan mereka yakin
itu berkaitan dengan menghilangnya Nimrod. Bocah
itu sendiri memperhatikan si kembar dengan gugup,
matanya mengerjap cepat dari si kembar yang satu
ke yang lain. "Satu hal lagi," kata John, saat mereka akan berjalan
ke luar toko. "Tempat yang akan Anda datangi ini, di
padang pasir. Menurut Anda dia tidak ke sana
sendirian, kan?" Apa yang ditampakkan John itu adalah suatu yang
biasa dilakukan pengacara cerdas dalam persidangan
di televisi: membiarkan saksi percaya kalau tak ada
lagi pertanyaan yang akan diajukan, lalu mengajukan
pertanyaan terakhir dengan harapan mendapatkan
suatu hal lainnya. Hussein Hussaout berusaha agar terlihat sedang
berpikir. "Tidak," jawabnya. "Kurasa tidak. Aku hanya
memberinya ide biasa di mana tempat itu berada."
"Di mana tempat yang Anda katakan padanya?"
"Medinet el-Fayyum," jawab Hussaout. Dia
menggelengkan kepala dengan tegas. "Tapi kalian
tidak akan menemukannya di sana. Pasti. Mengapa
dia ke sana tanpa aku" Tidak masuk akal. Hanya aku
yang tahu di mana dia berada."
Lalu Hussein Hussaout mengoreksi kalimatnya dengan
cepat. "Maksudku hanya aku yang tahu di mana
tempat itu. Tempat di dekat Medinet el-Fayyum ini.
Tempat ke mana aku akan mengajaknya. Tak ada
gunanya kalian mencarinya ke sana."
"Kami tunggu teleponmu," ujar Mister Groanin.
"Ya. Ya, silakan."
Saat mereka kembali ke mobil, Mister Groanin
mengerutkan wajah. "Tidak salah lagi, dia orang yang
licik," katanya. "Kalau itu berarti dia tidak bisa dipercaya," ujar
Philippa, "maka aku sependapat denganmu."
"Apakah benar dugaanku?" tanya John. "Atau apakah
dia memang gugup ketika mendengar kita akan pergi
ke Medinet el-Fayyum?"
"Tidak, aku juga melihat," sahut Philippa. "Dan kau
dengar apa yang dikatannya" 'Hanya aku yang tahu
di mana DIA.' Kemudian, tentu saja, dia mengoreksi
omongannya dan berkata, 'Hanya aku yang tahu di
mana TEMPAT itu.' Ada sebutan untuk membuat
kesalahan seperti itu. Saat otak kita mengatakan satu
hal dan mulut kita mengucapkan hal lain."
"Ya, kau benar," Groanin menyetujui. "Namanya
keseleo lidah. Dan itu memberi petunjuk kalau ada
penyebab yang tidak disadari saat menggunakan kata
yang salah, yang terkadang bisa diterka."
"Kurasa kita justru harus melakukan apa yang tidak
dia inginkan," usul John.
"Dan apakah itu?" tanya Philippa.
"Pergi ke Medinet el-Fayyum, tentu saja. Mungkin ada
yang melihat mobil Paman Nimrod. Cadillac Eldorado
tua warna putih bukanlah mobil yang biasa
berkeliaran di Mesir."
Mister Groanin mengetuk bagian luar lampu kuningan
tua Mister Rakshasas. "Kau dengar itu, Mister
Rakshasas?" tanyanya lantang. "Kami akan pergi ke
Medinet dan mencari Nimrod sendiri."
"Ide bocah itu lebih bagus daripada semua yang bisa
kupikirkan," ujarnya dengan suara lirih. Suara itu
terdengar tidak jelas seperti seseorang yang berteriak
dari kedalaman dasar sumur.
"Baik, sudah diputuskan kalau begitu," kata Groanin
sambil memasang sabuk pengamannya.
"Creemy?" Dia menunjuk kaca depan Ferrari merah
muda itu. "Medinet el-Fayyum. Dan jangan
menghemat tenaga kudanya."
Dua jam kemudian Ferrari merah muda itu berhenti di
Medinet el-Fayyum. Itu adalah kota yang agak besar
di barat Sungai Nil. Karena diparkir di pasar, Ferrari itu
dengan cepat menarik kerumunan besar penonton.
Dengan bantuan beberapa buah foto Cadillac Eldorado
putih milik Nimrod, Creemy bertanya kepada
penduduk setempat apakah ada yang melihat mobil
itu kemarin malam. Tapi sepertinya tak seorang pun
ingat. Setelah satu jam bertanya dengan penuh kesabaran,
rombongan pencari itu mulai merasa agak kecil hati.
"Kita berkeliling saja," usul Philippa. "Mungkin kita bisa
menemukan mobil itu."
Groanin menunjuk ke sisi lain, di sebuah kanal irigasi
yang menghubungkan sungai itu dengan kota.
"Kau lihat di sebelah sana?" katanya. "Itu Padang Pasir
Sebelah Barat. Luasnya beberapa ribu kilometer
persegi." Lalu dia menunjuk ke arah lain yang kelihatan sama
kosongnya. "Dan itu Padang Pasir Sebelah Timur.
Luasnya juga beberapa ribu kilometer persegi.
Berkendara berkeliling" Kurasa tidak."
"Mister Groanin benar," ujar John. "Sama saja seperti
mencari jarum dalam tumpukan jerami."
"Bagaimana kalau mengubah tubuh kita menjadi
burung hering?" usul Philippa. "Lalu terbang
berkeliling." "Itu tidak kusarankan," celetuk Mister Rakshasas dari
dalam lampunya. "Pertama, transformasi binatang
membutuhkan banyak pengalaman. Dan kedua, tak
seorang pun dari kalian pernah belajar terbang."
"Ya sudahlah," ujar John sambil menendang batu di
tanah. Sekarang, matahari kian rendah di langit, dan jelas
sekali tidak lama lagi mereka harus kembali ke Kairo.
Si kembar tak bisa menyembunyikan kekecewaan
atau ketakutan mereka atas keadaan Nimrod.
Akhirnya, tepat saat Creemy akan menghidupkan
mobil dan bergerak pulang, seorang penunggang unta
yang sudah mendengar tentang Ferrari merah muda
dan pencarian Cadillac Eldorado putih, datang
menghampiri dan mulai bercakap-cakap dengan
Creemy. Akhirnya tamu tak diundang itu
menunjukkan jalan dan memberi kepastian arah.
Creemy berterimakasih pada penunggang unta itu,
dan segera menghidupkan mobil.
"Dia melihat Cadillac Nimrod," katanya kepada
rombongan pencari Nimrod.
Mister Rakshasas, yang menerjemahkan dari bahasa
Arab ke bahasa Inggris, menambahkan bahwa
penunggang unta itu memberitahu Creemy kalau dia
melihat sebuah mobil Amerika di desa Biahmu,
letaknya sekitar beberapa menit berkendara dari
persimpangan jalan utama, dekat sebuah gugusan


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batu dan beberapa reruntuhan kuno.
Dengan cepat mereka berkendara kembali ke jalan
utama di mana, setelah menemukan tanda untuk
Sennuris dan Biahmu, Creemy mengarahkan Ferrari itu
menyusuri jalan tanah yang kasar sejauh beberapa
kilometer. "Untung sekali kita memiliki roda Range Rover di
mobil ini," komentar Groanin saat mobil itu
menghantam lubang lagi dengan bunyi derak yang
nyaring. "Kalau memakai roda asli, kita takkan bisa
melewati jalan ini."
Akhirnya, mereka sampai di sebuah gugusan batu
yang di dekatnya berdiri sepasang kaki batu raksasa,
dan wajah seorang Firaun yang terlupakan.
Creemy menghentikan mobil dan mereka semua
keluar. "Pasti ini reruntuhannya," ujar John.
"Tidak, bukan reruntuhan," kata Groanin lirih. "Puisi.
Itulah batu itu." "Puisi?" tanya Philippa. Dia suka puisi, tapi dia tak
sepenuhnya mengerti apa yang Groanin bicarakan.
Tapi sebelum dia sempat meminta penjelasan,
Groanin sudah membaca puisi dari salah satu syair
terkenal dalam kesusastraan Inggris: "Aku bertemu
pengembara dari dataran kuno Yang berkata: Dua
kaki batu yang luas dan tanpa tubuh bagian atas
Berdiri di padang pasir, di dekat keduanya, Setengah
tenggelam, wajah yang hancur terbaring, yang bibir
mengerucut, Dan berkerutnya, dan seringai perintah
dinginnya, Mengatakan bahwa pemahatnya membuat
hasrat itu terbaca dengan baik, Yang masih bertahan,
tertera di atas benda-benda tak bernyawa ini, Tangan-
tangan yang mengejek mereka, dan hati yang
dimakan; Dan di dasarnya kata-kata ini muncul:
'Namaku Ozymandias, Raja para Raja" Lihat karyaku,
kau yang Perkasa, dan putus asa!' Yang ada hanyalah
reruntuhan. Mengelilingi yang membusuk Dari
reruntuhan besar itu, tak terbatas dan telanjang, Pasir
yang sendiri dan datar menghampar jauh."
Mister Groanin berhenti seolah untuk membiarkan
pengaruh syair itu terserap ke dalam benak si
kembar. "Puisi apa itu, Mister Groanin?" tanya Philippa yang
berpikir dia ingin mendengarnya lagi suatu hari nanti.
"Jangan bilang kau belum pernah dengar
'Ozymandias'," ujar Groanin. Dia menggelengkan
kepala. "Ingatkan aku untuk memberimu buku New
Oxford Bookof English Verse setelah kita pulang. Itu
tadi 'Ozymandias'. Syair pertama yang pernah aku
pelajari di sekolah. Karya Percy Bysshe Shelley. Salah
satu penyair Inggris terbesar yang pernah hidup."
"Kurasa ini seharusnya ironis," kata John, dan
melompat ke atas sebuah batu agar bisa melihat
daerah sekitarnya dengan lebih baik.
Tiba-tiba, dia nyengir. "Bagaimana dengan 'yang ada
hanyalah reruntuhan... kecuali Cadillac putih."
Cadillac Eldorado putih Nimrod diparkir di dekat
dinding batu di sisi lain reruntuhan. Mobil itu tidak
rusak dan tidak terkunci, sebagian kapnya terkubur
dalam pasir, seolah badai pasir dahsyat sudah
menutupinya. "Akan kuperiksa mobil itu," kata John. "Mungkin dia
meninggalkan surat."
Tapi tidak ada apa-apa. Philippa menangkupkan
kedua tangan di sekeliling mulut dan meneriakkan
nama Nimrod. Sementara John memanjat kembali ke
atas batu untuk melihat apa lagi yang bisa dia lihat.
Namun tak seekor burung pemakan bangkai pun
yang berputar di langit, yang mungkin bisa menjadi
penunjuk kalau ada tubuh terbaring di bukit pasir di
kejauhan. Philippa berteriak lagi. Lalu dia mendapat ide dan,
setelah memejamkan mata sejenak, dia
mengucapkan kata fokusnya:
FABULONGOSHOOMARVELISHLY WONDERPIPICAL!"
Sebuah megafon besar kuningan, jenis yang dulu
digunakan para pelaut untuk saling berhubungan di
kapal yang berbeda, muncul di pasir.
"Itu lebih baik," ujar Groanin, karena kini Philippa
melanjutkan dengan berjalan naik dan turun sejauh
dan setinggi area tersebut sambil meneriakkan nama
Nimrod lewat megafon ini. "Tidak mungkin dia tidak
mendengarnya," katanya, menutupi satu telinga
dengan satu tangan, satu-satunya tangan yang dia
miliki. "Berhenti," teriak John. "Kurasa aku mendengar
sesuatu." Philippa menurunkan megafon dan mendengarkan
dengan seksama. Akhirnya, Groanin mengembuskan napas panjang dan
menggelengkan kepala. "Tidak ada apa-apa di sini," katanya lirih.
Dan sambil melambaikan tangan ke arah lanskap
yang gersang itu dia menambahkan, "Tidak ada apa-
apa. Menurutku dia datang ke sini, lalu pergi lagi
dengan mobil lain. Kemungkinan besar penculikan.
Atau dimasukkan ke botol dan dibawa."
John berjongkok di belakang Cadillac itu. "Hanya ada
satu set lintasan ban, selain jejak mobil kita," ujarnya.
"Kelihatannya dia mengendarai mobil itu ke sini dan
menghilang." Dia berjalan mengitari bagian depan mobil dan
memeriksa timbunan pasir yang menutupi kap. "Aku
ingin tahu. Apakah wajar kalau semua pasir ini
sampai ke tempat ini" Seingatku hari ini tidak
berangin." "Pasir tetap pasir," ujar Groanin. "Dan bagaimana pasir
bisa sampai ke mana-mana adalah misteri bagi kita
semua." "Itu bukan jawaban," tukas John dengan jengkel.
Tapi Groanin sudah berjalan kembali ke Ferrari merah
muda. "Kuberitahu, tidak ada apa-apa disini," katanya kesal,
dan masuk ke mobil, menutup pintu, dan menyalakan
pendingin. Dia mengerang lega saat udara yang lebih
sejuk menyelimuti tubuhnya. Dia mengamati ketika
John dan Philippa berbicara selama beberapa menit
pada lampu yang berisi Mister Rakshasas.
Ketika mereka kembali ke mobil, Groanin melihat
kalau si kembar tampak menatapnya dengan cara
yang aneh. Philippa membuka pintu mobil, membiarkan semua
udara dingin itu keluar. "Mister Groanin," katanya hati-hati.
"Ya, ada apa?" Dia merasakan semacam konspirasi di
antara si kembar, dia mengerutkan kening dan
menambahkan, "Apa pun itu, aku tak mau tahu. Aku
kepanasan, aku lelah, aku haus, dan aku ingin
kembali ke kamarku."
"Aku punya ide," ujar Philippa hati-hati. "Tapi kau
harus mau berkorban."
"Berkorban" Aku tidak mau dikorbankan untuk
menyelamatkan pamanmu yang sinting itu."
"Kami tak ingin mengorbankan dirimu, Mister Groanin,"
jelas Philippa. "Sebaliknya kami ingin kau
menggunakan sesuatu yang kau miliki, sesuatu untuk
kepentinganmu, demi kepentingan orang lain."
Groanin merengut. "Jangan berteka-teki, Nak,"
sergahnya. "Sejauh ini aku sama sekali tidak punya
petunjuk tentang apa yang kau bicarakan."
"Nimrod pernah memberimu tiga permintaan dan,
sejauh ini, kau baru menggunakan dua permintaan,
kan?" Philippa berhenti. "Nah, sudah jelas, kan" Kau
bisa menggunakan permintaan ketigamu untuk
menemukan Nimrod. Apa yang perlu kau lakukan
cuma mengucapkan 'Ku harap aku tahu di mana
Nimrod berada' dan kita akan menemukannya."
"Kau ingin aku menggunakan ehm.... ketigaku?"
Kebiasaan bertahun-tahun telah menahan Groanin
untuk menggunakan kata harap. Sebagai gantinya,
dia membuat gerakan berputar dengan telunjuknya,
seolah menirukan aksi Jin saat mengabulkan sebuah
permintaan. "Benar." Philippa tersenyum.
"Tapi itu berarti tidak ada lagi permintaanku yang
tersisa," tolak Groanin. "Itu berarti bertahun-tahun
yang kuhabiskan untuk memikirkan satu permintaan
yang benar-benar fantastis sudah disia-siakan."
Keningnya mengerut. "Lagipula, bukankah Nimrod
harus ada di sini untuk mengabulkan permintaanku?"
"Kami sudah mendiskusikannya dengan Mister
Rakshasas," ujar Philippa. "Kalau Nimrod berada dalam
jarak sekitar delapan kilometer dari sini, dan kau
berteriak cukup keras, dia akan mendengar
permintaanmu. Tapi kalau dia tidak dengar, maka dia
takkan mengabulkannya dan keadaan kita takkan
lebih buruk daripada sekarang."
"Dan kau takkan memiliki permintaan ketiga sama
sekali kalau Nimrod sudah mati, kan?" ujar John.
"Lagi pula," ujar Philippa. "Kami sudah
membicarakannya, dan kami akan memberimu tiga
permintaan dari kami sendiri."
Groanin tertawa. "Dengan segala hormat, tidak satu
pun dari kalian yang sekelas Paman Nimrod kalian.
Lihatlah apa yang terjadi saat kalian berusaha
menciptakan Ferrari merah. Aku bukan mengatakan
mobil itu jelek, hanya saja, well, dalam soal
permintaan, tak ada yang mau menerima kualitas
nomor dua, kan?" Dia diam dan keluar dari mobil, berjalan berkeliling
sambil merenungkan masalah itu.
"Maaf," katanya, "tapi ini perlu dipikirkan, setelah
bertahun-tahun tidak diputuskan. Yang kita bicarakan
ini masalah besar. Sesuatu yang bisa mempengaruhi
sisa hidupku." Mengungkit soal sisa hidupnya ini tampaknya
menyentuh secara mendalam pada diri Groanin, dan
tiba-tiba dia menyadari betapa banyak waktu yang
telah disia-siakan dalam memikirkan kemungkinan
permintaan ketiganya. Apakah sisa hidupnya juga
akan jadi hancur" Dan tiba-tiba dia tahu apa yang
harus dilakukan. Tidak hanya untuk Nimrod. Tapi juga
untuk dirinya sendiri. "Akan kulakukan," katanya. "Aku akan melakukannya,
aku akan melakukannya. Kalian tidak tahu betapa
permintaan ketiga ini sudah membuatku sengsara.
Selama ini, tersiksa dalam kebimbangan tentang apa
yang harus diminta, dan aku selalu takut akan
menggunakan kata sihir itu tanpa sengaja dan
menyia-nyiakan permintaanku itu untuk sesuatu yang
tak berguna." Mister Groanin tersenyum. "Oh Tuhanku. Akan
menjadi akhir yang sangat berarti kalau aku bisa
memanfaatkan permintaan itu, lalu mengakhiri
persoalan ini untuk selamanya. Itu adil, kan?"
"Begitu dong, Mister Groanin," ujar John.
"Tunggu dulu," Groanin mengerutkan kening. "Tunggu
sebentar." Dia menggerak-gerakkan jarinya kepada si kembar.
"Kalian harus hati-hati sekali dengan permintaan.
Terkadang kalian bisa menggunakan kata itu dan
hasilnya tak seperti yang kalian duga. Percayalah, aku
tahu apa yang kubicarakan ini. Jadi, seumpama aku
mengucapkan permintaan itu, mungkin aku yang
akan terpindah ke tempat dia berada. Bagaimana
kalian akan tahu di mana kami berada" Kalian
mengerti?" "Mungkin kita harus mencatat permintaan itu dulu?"
usul John. "Dengan setepat-tepatnya. Sesuai dengan
apa yang disebut Nimrod dengan The Baghdad Rules."
"Ya, benar. The Baghdad Rules." Groanin mengangguk.
"Ya, begitu cara melakukannya."
"Tanpa berada di tempat yang berbeda dari tempat
kami sekarang," ujar Philippa. "Kuharap kami semua
bisa mengetahui dengan tepat"
"Dengan tepat," ulang Groanin. "Bagus."
"Dengan tepat di mana Nimrod berada sekarang,"
kata Philippa. John memandang dengan tatapan bertanya pada
Mister Groanin dan Philippa. Mereka pun mengangguk
setuju, menulis permintaan itu. Kemudian, merobek
lembaran kertas itu dari buku catatannya, dia
membacakan permintaan itu pada Mister Rakshasas di
dalam lampu. "Permintaan yang bagus," puji Mister Rakshasas.
"Sangat tepat. Tak ada ruang untuk kesalahan.
Berdasarkan Pasal 93 dari The Baghdad Rules. Mari
kita semua berharap Nimrod mendengarnya. Kalau
tidak, aku tak tahu lagi apa yang akan kita lakukan
selanjutnya. Kita tidak mungkin berkeliling Mesir
sambil mengulang permintaan itu dengan harapan
Nimrod akan mendengarnya. Dalam hal ini, kehadiran
Cadillac itu mungkin merupakan satu-satunya harapan
untuk mempersempit daerah pencarian kita."
John memberikan kertas itu pada Mister Groanin.
"Siap?" tanyanya.
"Siap," jawab Mister Groanin. Dia mencermati apa
yang ditulis John seperti seorang aktor yang berusaha
membiasakan diri dengan perannya dalam sebuah
drama, dan kemudian mengangguk. "Baiklah kalau


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu." Groanin menjilat bibir dengan gugup, lalu mulai
mengucapkan permintaannya: "Tanpa berada di
tempat yang berbeda dari tempat kami berdiri
sekarang," dia membacanya dengan hati-hati, "aku
harap kami semua bisa mengetahui dengan tepat
dimana Nimrod berada saat ini."
Sesaat kemudian tanah bergetar dan, selama satu
atau dua detik, mereka semua berpikir itu gempa
susulan. "Apa itu tadi?" tanya Groanin.
"Itu permintaanmu yang dikabulkan, Bodoh,"
terdengar suara Nimrod yang tanpa tubuh. "Aku di
sebelah sini. Kalian tidak mendengarku berteriak-
teriak?" "Kami bisa mendengarmu," teriak Philippa. "Tapi kami
tidak bisa melihatmu."
"Tentu saja tidak bisa," sahut suara Nimrod. "Itu
karena aku terkubur hidup-hidup. Dalam makam di
bawah pasir sekitar dua ratus meter dari mobil.
Mulailah berjalan ke arah barat menuju matahari dan
akan kuberitahu kalau kalian sudah lebih dekat."
"Kau tidak apa-apa?" tanya Philippa.
"Aku baik-baik saja," kata suara Nimrod. "Hanya saja
aku agak jengkel pada diriku sendiri karena diikat
dengan begitu mudah oleh Hussein Hussaout."
"Bagaimana dia melakukannya?" tanya Philippa sambil
berjalan ke arah suara Nimrod.
"Karena aku menggigiti kuku," ujar Nimrod. "Itu
memang kebiasaan burukku. Itu salah satu yang
diperlukan manusia untuk mengikat Jin. Bagian tubuh
seperti gigi, sejumput rambut, atau potongan kuku."
"Saat kita berada di toko Hussein Hussaout, kau
menggigiti kuku," kata John saat teringat.
"Kelihatannya begitu," ujar Nimrod. "Tapi entah
bagaimana dia juga tahu nama rahasiaku. Dengan
kedua hal ini, dia bisa mengurungku dalam makam
ini." "Tapi mengapa Hussein Hussaout mengkhianatimu?"
tanya John. "Karena dia diperas oleh Ifrit. Sementara aku terbaring
dengan perasaan terguncang di lantai makam,
kudengar dia meminta maaf kepadaku dan meminta
pengampunanku. Orang malang itu benar-benar
punya sedikit pilihan dalam masalah ini. Anggota suku
Ifrit meracuni anaknya, Baksheesh, dan anjingnya,
Effendi. Si anjing mati. Kalau Hussein Hussaout tidak
melakukan dengan tepat apa yang diperintahkan
kepadanya, maka Baksheesh juga akan mati seperti
anjing itu." "Kami sudah bertemu Baksheesh," ujar John. "Dia
sudah cukup pulih kalau dibandingkan dengan saat
terakhir kami melihatnya. Kami kembali ke toko itu.
Kami pura-pura percaya pada apa yang dia katakan.
Bahwa kau tidak pernah sampai di toko barang antik
itu. Kurasa dia tak menyangka kami adalah Jin."
"Aku beruntung punya keponakan yang cerdas, kalau
tidak, aku mungkin akan terjebak di sini selama
berabad-abad. Penyelidikan cerdas yang kalian
lakukan. Apalagi kalian ingat bahwa Mister Groanin
masih punya satu dari tiga permintaannya. Aku
sangat berhutang budi kepada kalian."
"Jangan pikirkan itu sekarang," ujar Groanin saat
mereka berjalan melintasi padang pasir yang sangat
panas menuju matahari terbenam.
"Apa kita sudah dekat?"
"Empat puluh meter lagi kalian akan sampai di sini,"
ujar suara Nimrod. "Kalian akan melihat lereng terjal.
Berjalanlah ke kaki lereng terjal itu dan tunggu
instruksi selanjutnya."
"Aku melihatnya," kata John.
Di kaki lereng terjal itu mereka berhenti seperti yang
diperintahkan. Mereka mengamati pemandangan
yang seluruhnya terdiri dari bukit pasir. Sepertinya
tidak mungkin kalau Nimrod berada di dekat situ.
"Di tempat kalian berdiri sekarang," ujar suara Nimrod.
"Aku berada tepat di bawah kaki kalian. Kalian harus
segera memindahkan sebagian besar bukit pasir di
hadapan kalian itu. Aku tidak bisa membantu karena
makam ini sudah disegel dengan kekuatan Jin, aku
tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu
kalian." "Bisakah kami membuatnya menghilang?" tanya
Philippa. "Itu akan memakan waktu terlalu lama," ujar Nimrod.
"Pasir itu adalah bahan yang sulit untuk dilenyapkan
bagi seorang pemula seperti kalian. Setiap butir pasir
cenderung bertindak seperti objek tunggal, yang
membuat pasir jadi sulit ditangani dengan kekuatan
Jin. Kalian tidak bisa menghilangkannya, dan kalian
Tokoh Dari Masa Silam 2 Pendekar Rajawali Sakti 189 Dendam Berkubang Darah Pendekar Buta 6
^