Pencarian

Robinson Crusoe 2

Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe Bagian 2


catatan-catatan lagi, karena aku tidak dapat membuat tinta.
Hal ini membuatku insyaf, bahwa meskipun aku sudah
mempunyai barang sekian banyaknya, masih banyak juga
keperluanku, terutama tinta. Seterusnya sekop, beliung, bajak
untuk menggali dan mengangkut tanah, jarum semat dan
benang. Kekurangan pakaian tidak begitu terasa, sebab aku
sudah tak memerlukannya lagi.
Ketidakadaan perabot itulah yang sangat merintang
pekerjaanku. Karena itulah pekerjaan membikin sempadanku
baru selesai dalam setahun.
Rumahku sudah kuceritakan. Ia berupa kemah, yang
letaknya dekat lereng bukit, dikitari cerocok yang kukuh, diisi
pula dengan potongan-potongan tali dan tonggak-tonggak
kecil. Tapi cerocokku boleh juga dinamakan benteng, sebab di
sebelah luarnya kubuat lagi dinding dari lemping-lemping
rumput yang tebalnya kira-kira dua kaki. Setelah beberapa
waktu lamanya (kukira satu setengah tahun), dari dinding
lemping-lemping rumput ini kuletakkan papan papan sampai
bukit. Papan-papan ini ditutupi ranting-ranting pohon,
sehingga aku terlindung dari hujan, yang pada waktu-waktu
tertentu kadang-kadang sangat derasnya.
Barang-barangku kusimpan di belakang cerocok itu di
dalam sebuah ruangan di bawah tanah. T api perlu kukatakan
di sini, bahwa di dalam ruangan ini keadaannya sangat tidak
teratur, aku tak dapat bergerak sama sekali. Jadi tidak ada
jalan lain daripada memperbesar ruangan ini dan menggali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukit untuk mendapat batu dan tanah guna mempertinggi
lantainya. Oleh sebab bukit itu sebagian berupa pasir, maka
pekerjaan menggali itu tidaklah sukar. Mula-mulanya aku
menggali kesuatu jurusan saja. Dan karena bukit itu tidak
begitu lebar maka segera aku sampa ke sebelah luar bukit. Di
muka lubang ini kupasang pintu, sehingga dengan demikian
aku dapat masuk dan ke luar bentengan melalui dua jalan.
Selain daripada itu, aku beroleh tempat menyimpan barang-
barangku yang lebih luas..
Sesudah semua ini selesai, aku membuat perabotan-
perabotan yang paling perlu, misalnya meja dan kursi dari
papan-papan dan potongan-potongan kayu, yang kuambil dari
kapal. Sesudah semua itu beres, dari kayu sesisanya kubuat
papan-papan yang lebarnya satu setengah kaki. Papan-papan
ini kupasang pada dinding tempat menyimpan barang-
barangku, dan di atasnya kusimpan paku-paku dan segala
barang-barang besi. Pendeknya aku berhasil memberi tempat
simpanan yang tetap, sehingga aku lekas dapat mempergunakannya bila perlu. Seterusnya aku memasang
pula paku-paku pada dinding guna menggantungkan bedil-
bedil dan barang-barangku yang lain.
Baru sesudah itulah, aku memulai catatan harianku, yang
kuberikan salinannya di bawah ini. Ia tidak berisi catatan
lengkap dari semua pengalamanku, sebab tintanya keburu
habis, aku terpaksa mengakhiri catatanku, sebelum kuceritakan semuanya. Nopember 13, hari ini hujan, karenanya badanku segar.
Tapi hujan itu disertai guruh dan petir, hingga aku merasa
khawatir akan mesiuku. Setelah hujan angin reda, aku
mengambil keputusan untuk memecah mesiu itu menjadi
beberapa bagian kecil. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nopember 14, 15 dan 16. Selama tiga hari ini kubuat kotak-
kotak kecil empat persegi, yang masing-masing berisi kira-kira
satu pon mesiu. Kotak-kotak ini kusimpan, sejauh mungkin
dari satu sama lainnya. Pada hari pertama kutembak seekor
burung yang lezat dagingnya. Tapi namanya aku tak tahu.
Nopember 17. Aku mulai menggali-gali di bawah bukit di
belakang kemahku, untuk mendapat tempat menyimpan
barang-barangku yang lebih besar.
Catatan: Ada tiga macam alat yang sangat kuperlukan buat
pekerjaan ini, ialah beliung, sekop, dan kereta dorong.
Sebagai pengganti beliung dapat kupergunakan salah satu
linggisku meskipun agak berat. Tapi bagaimanakah kuperolah
sekop" Aku sungguh-sungguh memerlukannya, tanpa sekop
aku tak dapat mengerjakan sesuatu yang penting, tapi aku tak
dapat membuatnya. Nopember 18. Keesokan harinya ketika aku berkelana
dalam hutan, kulihat sebuah pohon, di Brasilia yang karena
kerasnya dinamakan orang pohon besi. Sesudah bersusah
payah dan sesudah hampir saja patah kampakku, aku berhasil
memotong sebagian. Karena luar biasa kerasnya, lama benar
sebelum aku dapat membuat semacam sekop daripadanya.
Kubuat dia meniru-niru sekop Inggris, tapi tanpa gagang,
sebab besi tak ada padaku.
Aku belum merasa puas, aku memerlukan benar kereta
dorong. Tapi tak mungkin aku dapat membuatnya, pertama-
tama aku tidak tahu bagaimana caranya membuat roda,
keduanya aku tak mempunyai besi, aku tak bisa membuat
poros tempat roda berputar. Jadi aku terpaksa membuat
semacam palung kapur, sebagaimana digunakan tukang batu
untuk menyimpan kapur. Untuk palung sekop dan persiapan membuat kereta dorong
ini menelan waktu empat hari. Biarpun begitu tiap hari aku
pergi juga ke hutan seperti biasa dengan bedilku. Jarang
sekali aku tidak mendapat sesuatu yang dapat dimakan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Catatan: Sudah delapan belas hari lamanya aku bekerja
untuk memperbesar tempat simpananku. Sekarang sudah
demikian luasnya dan lebarnya, sehingga bisa digunakan
sebagai gudang, dapur, kamar makan dan tempat simpan di
bawah tanah. Untuk tidurku, masih kupakai kemahku, kecuali
kalau hujan begitu deras aku basah kuyup meskipun dalam
kemah. Itulah sebabnya mengapa kemudian aku menutupi
ruangan antara kemahku dan pagarku.
Desember 10. Baru saja aku berpikir bahwa pekerjaanku
dalam bukit itu dapat kuanggap selesai, sekonyong-konyong
tanah longsor. Aku sangat terkejut. Ini tidak mengherankan,
sebab andaikata aku tertimbun maka tidak perlu lagi orang
menggali kuburan bagiku. Karena peristiwa itu aku terpaksa
mengulangi pekerjaanku. Selain itu aku harus memperkukuh
langit-langit, agar tidak dapat ambruk.
Desember 11. Hari ini aku sudah memulai pekerjaan ini.
Langit-langit kutunjang dengan dua tiang dan papan-papan
melintang di atasnya. Pekerjaanku lebih lanjut lagi, sebab
kupasang lebih banyak tiang-tiang ke dalam tanah. Sekarang
tiang-tiang itu berderet-deret dan langit-langit cukup
tertupang. Desember 17 - 20. Dari tanggal 17 sampai tanggal 20
kupasang papan-papan dan dinding. Di mana-mana kupasang
paku sehingga dapat kugantungkan segala apa saja yang
sekiranya dapat bergantung.
Desember 20. Hari ini kusimpan segala sesuatu dalam
tempat simpananku di bawah tanah dan aku mulai membuat
perabot-perabot rumahku. Kubuat semacam bangku, tempat
menaruh bahan makanan. Tapi persediaan papan sudah mulai
berkurang, karena aku sudah membuat pula kursi.
Desember 24. Sepanjang hari hujan badai. Aku belum
dapat keluar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Desember 26. Tidak hujan lagi; sekarang lebih nyaman
daripada semula. Desember 27. Kubunuh seekor kambing yang masih muda.
Yang seekor lainnya kakinya terluka, terjatuh dan dapat
kutangkap. Setiba di rumah kubalut kakinya yang patah.
Catatan: Kupelihara kambing itu cermat-cermat sehingga ia
tetap hidup, kakinya sembuh seperti sediakala. Selama
kupelihara ia jadi jinak. Ia merumput di padang kecil di muka
kemahku, tak mau lari ke hutan. Pada saat itulah aku
mendapat pikiran untuk berternak binatang-binatang yang
dijinakkan. Cita-cita makin hidup.
Desember 28, 29, 30, 31. Panas tiada terperikan dan tiada
angin. Tak ada pikiran untuk bepergian meninggalkan rumah.
Hanya malam hari aku pergi mencari makanan.
Januari 1. Hawa masih sangat panas. Aku ke luar rumah
hanya pada malam hari atau pagi. Malam ini kebetulan aku
pergi lebih jauh dari biasa; aku melihat di lembah, di tengah-
tengah pulau itu serombongan kambing, yang rupanya sangat
liar. Aku bermaksud dengan anjingku akan berburu kambing.
Januari 2. Apa yang kupikirkan, kunyatakan dengan
perbuatan. Kubujuk anjingku yang kebetulan kubawa hari itu,
supaya mau memburu kambing. Tapi aku salah kira. Sebab
kambing-kambing itu serentak menyerang dengan rombongan
besar, hingga anjingku lari pontang panting.
Aku mulai membuat pagar. Dan karena aku masih selalu
takut akan kemungkinan serangan-serangan dari luar, kubuat
pagar itu tebal-tebal dan kukuh.
Tambahan: Karena tentang pagar ini telah kuceritakan
panjang lebar dahulu, aku tak hendak mengulanginya lagi
dalam catatan harian ini. Hanya akan kutambahkan bahwa
pekerjaan membuat pagar ini telah berlangsung dari tanggal 8
Januari sampai tanggal 17 April.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selama waktu tersebutlah aku bekerja keras, meskipun
hujan tak henti-hentinya berhari-hari, dan baru berhenti
setelah beberapa minggu. Aku tahu hatiku tak akan merasa tentram, sebelum
pekerjaan membuat kubu ini selesai sama sekali. Dan itu
hampir tak terpikirkan berapa waktu dan tenaga yang
kuhabiskan untuk keperluan tersebut. Lebih-lebih waktu
mengangkat batang-batang kayu dari hutan serta memancangkannya sekali ke dalam tanah untuk tiang,
sungguh menghendaki pekerjaan yang tidak mengenal lelah.
Dalam pada itu aku harus membiasakan juga pergi menjelajah
itu apabila hari tidak hujan. Dan dalam penjelajahan inilah aku
mendapatkan penemuan-penemuan baru, yang sering
menguntungkan. Aku menemukan burung dara liar, yang tidak
seperti burung dara pohon yang biasa bersarang pada pohon-
pohon kayu, tapi seperti burung dara rumah yang jinak, yang
membuat sarangnya di lubang-lubang bukit karang. Aku
membawa anaknya pulang dan menjinakkannya, dan
kebetulan berhasil. Tapi ketika anak-anak burung itu sudah
besar, terbanglah semuanya meninggalkan daku.
Ternyata sebabnya, karena kekurangan makan. Tapi
seringkali aku menemukan kembali sarang-sarang burung itu
dan kuambil anaknya beberapa ekor sebab dagingnya
memang baik untuk dimakan.
Sambil berangsur-angsur me lengkapkan apa yang disebut
perkakas rumah, nyatalah kini padaku bahwa masih banyak
sekali kekurangannya, yang rupanya pada permulaannya tak
dapat kubuat sendiri. Demikianlah umpamanya aku tak
berhasil saja mencoba membuat bejana. Seperti telah
kuceritakan, aku mempunyai dua bejana kecil dan sia-sialah
aku membuatnya yang lebih besar, meskipun aku telah
mencobanya sedapat mungkin. Juga aku tak mempunyai lilin.
Karena itulah sete lah hari gelap, yang biasanya mulai kira-kira
pukul tujuh, terpaksalah aku tidur saja. Sedih rasa hatiku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau aku teringat akan gumpalan lilin lebahku, yang dahulu
biasa kubuat lampu dalam pengembaraanku di Afrika.
Sekarang aku tak mempunyainya, hanya kalau kebetulan pada
suatu ketika aku menyembelih kambing, barulah ada
penerangan pada malam hari. Kutaruh lemak kambing itu di
atas piring, yang kubuat sendiri dari tanah, dan setelah
kubakar dalam terik matahari, dan dengan memakai sabut
tumbuh-tumbuhan, yang kumasukkan beserta lemak tadi, aku
dapat menyalakannya kalau malam tiba, meskipun cahayanya
tidak seterang cahaya lilin.
Di tengah-tengah pekerjaanku, pada saat aku membereskan tetek bengek itu, tiba-tiba aku menemui sebuah
kantung yang kemudian baru teringat olehku, mula-mula berisi
gandum untuk makanan ayam. Gandum yang sedikit yang
tertinggal dalam kantung itu ternyata telah dimakan tikus.
Demikian kiraku karena ketika aku me lihat ke dalam kantung
itu, tak lain yang dapat kulihat hanya dedak dan abu belaka.
Dan karena aku memerlukan tempatnya untuk apa-apa yang
lain, kubalikkan kantung itu dan kuguncang-guncangkan isinya
supaya ke luar. Ini kukerjakan di luar pagar kemahku, di kaki
bukit. Dan ini terjadi beberapa minggu sebelum musim hujan tiba.
Aku sudah lupa akan peristiwa ini, malah tak ingat lagi
tempatnya yang tepat, waktu aku mengguncang-guncang
kantung dahulu itu. K ira-kira sebulan sesudah itu, aku melihat
ada tumbuhan hijau ke luar dari tanah. Mula-mula aku
mengira bahwa itu adalah pucuk-pucuk tanaman lain, yang
belum kukenal, tapi s iapa akan dapat melukiskan keherananku
ketika aku sete lah beberapa waktu melihat sepuluh atau dua
belas tangkai berisikan bulir-bulir gandum Eropah, bahkan
bulir-bulir gandum Inggris yang masih murni.
Hal ini sungguh-sungguh mengejutkan hingga ke luarlah air


Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mataku. Lebih-lebih lagi terperanjat, ketika aku me lalui
tangkai-tangkai gandum itu sepanjang kaki bukit, dan tiba-tiba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlihat olehku beberapa tangkai yang lain lagi, yang segera
kuketahui bahwa itu adalah tangkai-tangkai padi.
Mula-mula aku mengira ini adalah karunia Tuhan semata-
mata untuk memelihara hidupku, tumbuh di sini, dan karena
aku tak ragu sedikit pun bahwa masih banyak lagi di pulau itu
tempat-tempat yang ditumbuhi gandum dan padi, maka aku
pun segera pergi mencari ke setiap penjuru bukit itu. T api aku
tak mendapatkan lagi apa apa. Dan baru pada saat itu teringat
akan kantung yang berisi makanan ayam dan pada saat itu
pula keajaiban tadi terbuka tabirnya.
Hal ini lebih-lebih karena kebetulan daripada karena
hikmat. Bulir-bulir dan gandum itu kebetulan terjatuh tepat di
bawah bayangan bukit. Yang karenanya dapat tumbuh dengan
subur. Sebab seandainya terbuang di tempat lain tentu akan
angus kena terik sinar matahari dan aku tak akan melihat
sesuatu apa. Dapat dipahami kalau aku sangat berhati-hati memelihara
tanaman ini, dan ketika masak, kukumpulkan bulir-bulir itu
dengan cermat. Aku bermaksud akan menyemainya, supaya
aku mempunyai jumlah yang lebih banyak, sehingga dapatlah
aku kelak sebagian dari padanya membuat roti. Toh, lain
daripada bulir-bulir gandum ini, aku masih akan mendapat dua
atau tiga puluh tangkai padi yang akan kupelihara juga
dengan hati-hati. Dan padi ini pun kusebarkan pula kelak di
pesemaian. Tapi marilah kembali kepada buku harianku. Aku bekerja
keras dalam empat bulan itu menyiapkan dinding. Pada
tanggal 14 April barulah pekerjaan itu selesa i dan kutetapkan
kini, hanya dengan perantaraan tangga sajalah aku dapat ke
luar masuk kemahku. April 16. Aku menyelesaikan tangga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keesokan harinya, ketika aku selesai membuat dinding,
terjadilah sesuatu yang ngeri, yang hampir-hampir saja minta
korban jiwaku. Dalam kemahku pada pintu masuk ruangan di bawah tanah
ketika aku lagi mengerjakan sesuatu, dengan sekonyong-
konyong kulihat, sejumlah besar pasir tumpah dari atas ke
bawah, dan bersamaan dengan itu kudengar bunyi gemertak
yang keras sekali. Aku amat terperanjat, tapi pikirku tidak lain
bahwa langit-langit ruangan di bawah tanah itulah yang
runtuh, seperti pernah sekali terjadi. Karena takut tertimbun
pasir, aku lari cepat-cepat ke tanggaku, lalu memanjat ke luar
pagar. Tapi baru saja aku berjalan satu dua langkah, kurasa
ada gempa bumi yang sangat keras. Tanah tempat aku berdiri
dalam tempo delapan menit tidak kurang tiga kali berguncang,
demikian hebatnya sehingga bangunan yang paling kukuh pun
tentu akan roboh oleh karenanya. Sebagian dari puncak bukit
yang letaknya kira-kira setengah mil, roboh dengan
mengeluarkan bunyi dahsyat yang belum pernah kudengar
seumur hidupku. Kulihat juga laut menjadi bergolak. Kukira
guncangan-guncangan di dalam air lebih keras daripada di
darat. Segalanya sangat mengejutkan sehingga aku merasa lebih
baik mati daripada hidup. Lagipula guncangan-guncangan
bumi itu menyebabkan perutku sakit. Ketika guncangan yang
ketiga berakhir dan aku tidak merasa lagi bumi berayun-ayun,
barulah keberanianku timbul kembali. Tapi aku masih belum
berani masuk ke kemahku. Aku duduk-duduk saja di tanah,
dengan patah hati dan sedih, tak tahu apa yang mesti
kulakukan. Tatkala aku duduk-duduk itu kulihat langit mendung sekali
dan menjadi amat gelap seolah-olah akan hujan. Tak lama
kemudian angin meniup dan dalam waktu kurang dari
setengah jam tiba-tiba berubah menjadi badai. Laut tiba-tiba
penuh busa dan memukul-mukul pantai dari segala penjuru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pohon-pohon tumbang dengan akar-akarnya. Sungguh
keadaan itu mengerikan benar.
Demikian ini berlangsung kira-kira tiga jam lamanya, baru
agak reda. Dua jam kemudian hari menjadi tenang kembali,
tapi sekarang mulailah hujan dengan amat lebatnya. Aku
masih duduk-duduk di tanah setengah bingung, tapi tiba-tiba
aku berpikir, bahwa badai dan hujan lebat itu adalah akibat-
akibat gempa bumi. Karena gempa itu kini sudah lewat,
kupikir tidak berbahaya lagi untuk masuk ke dalam kemahku.
Pikiran itu agak menentramkan hatiku, dan dengan cepat
aku lari kembali ke kemahku. Tapi hujan demikian lebatnya,
sehingga kain kemahku tak sanggup menahan air hujan lagi
Terpaksalah aku masuk ke dalam ruangan di bawah tanah,
meskipun aku masih saja khawatir kalau-kalau langit-langitnya
akan menimpa kepalaku. Hujan lebat ini memberi banyak pekerjaan padaku, sebab
aku terpaksa menggali lubang melalui pagarku untuk
mengalirkan air hujan ke luar. Sesudah beberapa waktu
lamanya aku berada dalam ruangan dalam tanahku, aku mulai
merasa tenang. Untuk mengembalikan semangatku, hal mana
sangat perlu, aku pergi ke lemariku dan minum seteguk rum.
Aku berhemat sekali dengan rum ini sebab aku tahu, bila
habis, aku tak akan dapat lagi yang baru.
Semalaman itu dan keesokan harinya hujan terus turun,
sehingga aku tak dapat ke luar. Tapi itu tak menjadi soal
bagiku, sebab pikiranku asyik dengan pertanyaan, di manakah
aku selanjutnya harus bertempat tinggal. Bila pulau ini
merupakan pusat gempa bumi, maka pastilah aku tak dapat
terus berdiam dalam ruangan di bawah tanah. Aku harus
mendirikan gubuk di salah satu tempat terbuka dan membuat
lagi pagar seperti dulu. Aku memutuskan akan membongkar kemahku dari tempat
yang sekarang (tepat di bawah sisi bukit yang bersenggayut)
dan dua hari lamanya, yaitu tanggal 19 dan tanggal 20 April
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kupergunakan untuk mencari tempat tinggal yang baru.
Perasaan takut tertimbun hidup-hidup di bawah pasir
menyebabkan aku tak dapat tidur semalam-malaman, tapi
sebaliknya aku takut juga untuk tidur lama-lama tanpa pagar.
Akhirnya aku mengambil keputusan ini: aku akan mulai
membuat pagar secepat mungkin, yang akan kubuat dalam
bentuk lingkaran seperti yang dulu. Di dalamnya baru aku
akan memasang kemahku, bilamana pagar itu sudah selesai
seluruhnya. Keputusan ini kuambil tanggal 21.
April 22. Sudah semenjak hari berikutnya aku berniat akan
melaksanakan maksudku, tapi perkakasku tertimbun tanah.
Aku mempunyai 2 kampak besar dan banyak pisau (kami
mempunyai sejumlah pisau untuk dipertukarkan kepada
bangsa pribumi), tapi karena sering dipakai, pisau-pisau itu
sudah tumpul dan tidak licin lagi. Benar aku mempunyai batu
asahan, tapi aku tak dapat memutarnya, hingga perkakas itu
terbiarkan begitu saja tak terasah. Akhirnya setelah berkali-
kali mencoba dengan tak berhasil, pada suatu ketika dapat
jugalah aku menghubungkan roda pengasah itu dengan
pendayungnya, hingga aku dapat menggerakkan pengasah itu
dengan kakiku saja dan tanganku bebas tak usah memegang
apa-apa. April 28,29. Sampai dua hari lamanya aku menggunakan
waktu untuk mengasah segala perkakasku.
April 30. Diketahui bahwa roti telah habis, aku makan tiap-
tiap hari cukup sekeping biskuit saja.
Mei 1. Ketika tadi pagi, waktu air surut aku melayangkan
pandangan ke laut, aku melihat sesuatu barang terhantar
seperti peti dekat pantai. Setelah kuhampiri ternyata sebuah
tong kecil dan beberapa kepingan papan yang asalnya dari
rangka kapal, yang rupanya telah berpecahan oleh serangan
badai yang terakhir. Selanjutnya aku dapat mengetahui bahwa
dalam tong itu ada obat bedil tapi karena terendam air, obat
bedil itu jadi keras membatu. Meskipun demikian kugulingkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga tong itu dari pantai agak jauh ke darat dan aku terus ke
tepi untuk memeriksa bekas kapal karam itu lebih teliti.
Ketika aku sudah dekat, dapatlah aku mengetahui bahwa
kapal itu sudah terapung ke atas. Haluannya yang mula-mula
tertanam ke dalam pasir, kini menjulang sampai lima kaki di
atas permukaan air, dan buritannya, yang tadinya sudah
terpisah dari bagian-bagian yang lain, sudah terbongkar dan
terbaring di sampingnya; pasir pantai sudah bertimbun-timbun
hingga aku tak usah seperti dulu, harus berenang sejauh kira-
kira seperempat mil tapi sudah dapat berjalan begitu saja,
kalau air sedang kebetulan surut.
Yang penting, juga mengingat niatku akan membangun
perumahan baru, sedapat mungkin aku harus mengambil apa-
apa saja, yang berguna dari rangka kapal itu.
Mei 3. Aku membawa gergaji dan memotong salah satu
balok, yang menghubungkan geladak atas dengan yang
dibawanya. Waktu menggergaji balok itu, kukuakkan pasir ke
samping, tapi ketika air pasang terpaksa aku kembali ke darat.
Mei 4. Aku pulang mengail, tapi tak mendapat ikan yang
dapat dimakan. Akhirnya aku dapat menangkap seekor anak
ikan paus. Kukeringkan ikan itu di terik panas hari dahulu,
baru kumakan. Mei 5. Aku membongkar rangka kapal karam itu, dan dapat
membawa pulang ke rumah 3 buah papan kayu cemara yang
besar-besar. Mei 6. Kembali aku membongkar rangka kapal itu. Dan aku
behasil melepaskan bermacam-macam baud besi dan dapat
pula membawa barang-barang besi lainnya. Suatu pekerjaan
yang memerlukan tenaga. Aku sangat lelah sampai di rumah
dan ada pikiran akan menghentikan saja pekerjaan ini.
Mei 7. Aku pergi ke kapal karam itu. Beberapa bagian
sudah terlepas dan ruang kapal kini sudah terbuka hingga aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat melihat di dalamnya. Hampir seluruhnya penuh air dan
pasir. Mei 8. Pergi lagi ke rangka kapal dan membawa linggis
mendobrak geladak. Kulepaskan dua keping papan dan
kubawa pulang ketika air pasang; linggis kutinggalkan untuk
lain kali. Mei 9. Aku naik ke geladak dan membuat lubang dengan
linggis di bagian bawah rangka kapal itu. Aku menjumpai
beberapa tong lagi, tapi aku tak dapat membukanya. Juga aku
menemui setumpuk timah Inggris, tapi terlalu berat untuk
diangkut. Mei 10, 11, 12, 13, 14. Tiap hari aku pergi ke kapal dan
mendapatkan lagi banyak potongan-potongan kayu, perkakas-
perkakas, kepingan-kepingan papan dan lebih kurang tiga
ratus pon besi. Mei 16. Ada angin pada malamnya, hingga rangka kapal itu
seolah-olah berlepasan sama sekali satu dan lainnya. Tapi aku
terlalu lama di hutan menangkap burung merpati, sampai air
pasang datang mendahului sebelum aku siap bersedia untuk
pergi lagi ke kerangka itu.
Mei 17. Hari ini aku melihat ada potongan-potongan kayu
dari kapal itu terdampar ke pantai, dua mil jauhnya dari
tempatku. Potongan-potongan itu adalah dari bagian
haluannya, terlalu berat untuk dapat dibawa ke rumah.
Mei 24. Mulai hari ini aku tiap hari menyelesaikan pekerjaan
pada bekas-bekas rangka kapal itu, hingga tiap kali, kalau air
sedang pasang, berbagai peti dan tong, diantaranya dua peti
kelasi, dapat kunaikkan ke darat. Karena angin berembus dari
pantai, yang datang terapung-apung ke tepi, hanya kepingan-
kepingan kayu saja, tapi ada sesuatu yang terbawa ialah
sebuah tempat berisi lemak babi Brasilia, tapi air laut dan pasir
telah merusaknya, hingga keadaannya sudah tak baik lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah seterusnya keadaanku sampai tanggal 15 Juni
dan selama itu aku kaya dengan kepingan-kepingan kayu,
papan perabotan-perabotan besi, hingga dapatlah kiranya aku
membuat sebuah kapal dari padanya Juga aku telah dapat
mengumpulkan sedikit demi sedikit, kira-kira seratus pon
timah. Juni 16. Hari ini aku menemukan seekor kura-kura besar di
pantai; dialah yang pertama kulihat.
Catatan: Kemudian ternyata, bahwa di sebelah lainnya lagi
dari pulauku terdapat beratus-ratus kura-kura, tapi tentang itu
lain kali saja Juni 17. Hari ini kumasak kura-kura itu. Dalam badannya
kutemukan tiga kali dua puluh butir telur. Dagingnya amat
lezat, dibanding dengan daging kambing dan merpati, yang
selalu kumakan sejak aku mendarat di sini,
Juni 18. Hujan sepanjang hari, terpaksa tinggal di rumah.
Aku merasa kedinginan, hal ini amat luar biasa dalam iklim
panas yang selalu terdapat di sini.
Juni 19.Terasa sakit seluruh tubuh dan menggigil seperti
kedinginan. Juni 20. Tak dapat tidur semalam-malaman; benar-benar
sakit kepala, demam. Juni 21. Sakitku tambah parah semalaman terus-menerus
memikirkan keadaan diriku. Sakit dan tak ada yang dapat
menolong. Sejak topan pertama yang kualami di laut, buat
pertama kalinya aku berdoa kepada T uhan. Tapi aku hampir-
hampir tak tahu apa yang kukatakan, demikianlah kacau
balaunya pikiranku. Juni 22. Agak sembuh; tapi sakit kepala tak berkurang.
Juni 23. Sakit keras lagi, dingin dan menggigil; kepala
makin berat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Juni 24. Baikan sedikit. Juni 25. Demam berat. Terus-menerus, lamanya kira-kira
tujuh jam; demam dingin; kemudian berkeringat.
Juni 26. Sembuh; karena tidak mempunyai makanan,
kuambil bedilku; tapi merasa amat lemah; kutembak seekor
kambing, lalu kubakar beberapa kerat dagingnya dan
kumakan. Ingin benar aku membuat sup, tapi tak mempunyai
panci. Juni 27. Demam sangat berat, semalam-malaman aku
berbaring saja di tempat tidur, tidak makan tidak minum.
Hampir-hampir tak kuat menahan dahaga; tapi aku tak
bertenaga sedikit pun untuk bangkit dan mengambil air.


Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berdoa lagi kepada Tuhan, tapi tidak tahu apa yang
kukatakan. Hanya berteriak-teriak: Tuhan, kasihanilah daku!
Kukira, aku berteriak-teriak begitu dua jam lamanya.
Kemudian karena letihnya, aku tertidur dan baru terbangun
ketika jauh malam. Ketika terbangun, aku merasa amat segar,
tapi lemah dan dahaga luar biasa. Karena dalam rumahku tak
ada air sedikit pun, terpaksalah aku berbaring sampai
keesokan harinya. Aku tertidur lagi. Selama tidur yang kedua
ini, aku bermimpi yang mengerikan. Dalam mimpiku, aku
duduk-duduk di atas tanah di luar pagarku (seperti waktu ada
gempa bumi). Sekonyong-konyong dari awan yang hitam
kulihat seorang laki-laki turun ke bawah. Mukanya amat
menyeramkan, dan pada setiap langkah, bumi bergerak
seperti ada gempa. Baru saja ia sampai di bumi, ia melangkah
ke arahku. Tangannya yang satu memegang sebuah tombak,
untuk membunuhku rupanya. Kudengar juga suaranya yang
menyeramkan, hingga aku merasa takut luar biasa. Ketika ia
akan membunuhku benar, terjagalah aku.
Ketika itu tak ada seorang pun yang sanggup melukiskan
ketakutanku dalam mimpiku tadi. Begitu pula tak seorang pun
yang akan dapat menggambarkan kegembiraanku, ketika aku
tahu bahwa segala itu hanyalah mimpi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi baiklah kembali kepada catatan harianku.
9 Juni 28. Karena banyak tidur dan demamku sekarang sudah
hilang, aku bangun dengan perasaan segar. Sebab aku tahu
bahwa pada hari-hari berikutnya serangan-serangan demam
itu akan datang kembali, aku segera menyediakan segala
sesuatu yang perlu bila aku sakit. Yang kudahulukan ialah
mengisi sebuah botol besar berbentuk persegi dengan air.
Untuk mengurangi rasa dingin, kucampuri air itu dengan
sedikit rum. Kemudian kuambil sekerat daging kambing dan
kupanggang dia di atas api, tapi tak napsu aku memakannya.
Lalu aku berjalan-jalan sedikit, tapi merasa amat lemah dan
hilang semangat, juga karena aku takut demam lagi.
Menjelang malam kumakan tiga butir telur penyu, yang
kupanggang di atas api. Itulah makanan pertama yang kurasa
enak. Setelah aku makan, aku mencoba berjalan-jalan, tapi aku
merasa demikian lemahnya, sehingga tak kuat menyandangkan bedilku, yang tak pernah ketinggalan bila aku
bepergian. Jadi, aku tinggal saja di rumah, dan karena belum
mau tidur, aku duduk di atas kursiku dan memasang lampuku,
sebab hari sudah gelap. Aku merasa amat terganggu oleh
pikiran demam lagi. Tiba-tiba teringatlah aku, bahwa orang-
orang Brasilia mengobati segala macam penyakitnya dengan
tembakau. Aku teringat pula bahwa dalam salah satu petiku,
aku masih mempunyai segulung tembakau yang sudah kering,
dan satu gulung yang belum kering, masih hijau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kubuka peti itu, kutemukan apa yang kucari. Tapi selain itu
dekat tembakau tadi kutemukan salah satu kitab Injil, yang
pernah kusebut-sebut dulu.
Sampai kini aku tak mempunyai keinginan untuk membaca-
baca, tapi hari ini kuambil Injil itu, kuletakkan di samping
tembakau di atas meja. Apa yang akan kubuat dengan
tembakau, sebenarnya aku tak tahu. Tapi lalu aku mencoba
dengan bermacam-macam cara. Mula-mula aku mengambil
daun tembakau yang selembar, dan karena daun itu masih
hijau, jadi masih sangat keras, kepalaku malah terasa pusing,
dan segera aku mengetahui bahwa cara demikian ini memang
tak akan banyak menolong. Karena itu kuambil lagi selembar
yang lain dan kurendam selama dua jam dalam rum. Lalu
kuambil pula beberapa lembar dan kuletakkan diatas bara,
kujulurkan hidungku di atasnya selama aku kuat menahan.
Setelah semua ini kukerjakan, barulah aku mengambil K itab
Injil dan mulailah aku membaca, tapi kepalaku, oleh
percobaan-percobaan dengan tembakau itu, terasa menjadi
berat, hingga aku tak mengerti apa yang kubaca. Hanya
perkataan-perkataan: "Panggillah Aku pada hari-hari kau
berada dalam kesempitan hati, dan Aku akan menolongmu",
yang betul-betul mengharukan, karena memang itu yang
sungguh-sungguh harus kulakukan.
Dalam pada itu harWsudah hampir malam dan seperti telah
kukatakan tembakau sudah mulai menjalarkan pengaruhnya,
aku kini mulai mengantuk. Kunyalakan lampu dan aku
menanggalkan pakaian. Tapi sebelum aku berbaring, aku
berbuat sesuatu dulu, perbuatan yang belum pernah
kulakukan selama hidup; aku berlutut dan bermohon lama-
lama kepada Tuhan. Ketika sembahyangku selesai, aku minum rum, yang
dipakai merendam daun tembakau tadi, sehingga rasanya pun
sudah seperti rasa tembakau, dan kemudian barulah aku
membaringkan diriku di atas tempat tidurku, dan aku pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertidurlah dengan nyenyak. Baru keesokan harinya aku
bangun pada kira-kira pukul tiga. Sampai sekarang aku
mengira bahwa aku tidur sehari-harian dan semalam-malaman
berturut-turut hingga tiga hari; sebab kalau tidak demikian
bagaimana aku akan dapat menerangkan adanya selisih satu
hari dan perhitungan tanggal yang kubuat, seperti yang
kuketahui kemudian. Biar sajalah, apa yang telah terjadi, ketika aku bangun
tidur, aku merasa sangat segar dan kepalaku lebih ringan;
ketika aku bangkit aku pun merasa lebih kuat daripada hari
kemarinnya. Dan perutku pun rupanya sudah baik pula, sebab
aku merasa lapar. Pendeknya, pada hari berikutnya aku tak
meriang lagi, pergilah aku dengan membawa bedil ke luar,
tapi tidak jauh. Aku menembak dua ekor burung laut,
sebangsa angsa liar, dan kubawa pulang. Tapi aku tidak
begitu suka makan dagingnya; daripada makan daging angsa
liar itu, lebih baik makan telur penyu, yang memang enak.
Malamnya pun aku menggunakan lagi obatku, tapi tidak
sebanyak seperti mula-mula dan dari percobaan-percobaan
yang tiga macam itu, kupraktekkan semacam saja. Toh pada
keesokan harinya aku diserang lagi, meskipun tidak sehebat
semula. Juli 2. Aku mengambil daun tembakau dan mempraktekkan
lagi ketiga cara itu dan kini kutetapkan banyaknya, dengan
sangat cermat. Juli 3. Meriangnya tak datang lagi, hingga aku dapat
mengatakan kini penyakitku telah betul-betul hilang, meskipun
badanku masih lemah. Juli 4. Setelah bangun, aku mengambil Injil dan mulailah
membaca Perjanjian Baru dengan khusu, sambil berjanji
dalam hati, seterusnya membaca tiap pagi dan tiap petang
satu bagian dari Injil itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari tanggal 4 sampai dengan 14 Juli. Aku berjalan-jalan
kini tiap hari melalui hutan dengan membawa bedil di pundak,
umpama orang, yang ingin kekuatan tubuhnya lambat laun
kembali seperti sediakala.
Obat yang kupergunakan, sudah pasti baru dan
sebelumnya tentu pernah digunakan orang sebagai penolak
meriang. Tetapi aku tak berani menganjurkan kepada siapa
pun, sekurang-kurangnya tidak menganjurkan seperti yang
pernah kuperbuat. Meskipun dapat menghilangkan meriang,
tapi menambah kelemahan badanku. Dari sakitku aku dapat
mengambil pelajaran yang baik, yaitu bahwa berjam-jam
berada di luar selama hujan, sangat membahayakan
kesehatan, lebih-lebih kalau hujan itu disertai badai dan
hembusan angin seperti angin bulan September dan Oktober
seperti yang terjadi itu.
10 Aku kini sudah kira-kira sepuluh bulan di pulau ini dan
harapanku dapat meninggalkan pulau ini sudah berangsur-
angsur hilang. Karena tempat kediamanku kini sudah memenuhi
keinginanku dan sudah aman pula dari segala serangan yang
mungkin terjadi, lambat laun aku mempunyai maksud akan
pergi keliling memeriksa seluruh pulau itu.
Pada tanggal 15 Juli, mulailah aku melaksanakan
maksudku. Mula-mula aku menuju ke arah anak air, yang
dahulu, telah kuceritakan, selalu aku melayarinya dengan
rakit. Ketika kira-kira sudah sejauh dua mil ke hulu, aku dapat
mengetahui bahwa sepanjang kedua tepinya terbentang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tegalan yang seluruhnya ditumbuhi rumput. Di tempat-tempat
yang tanahnya meninggi, air anak sungai tak dapat mengalir,
terdapat diantara berbagai-bagai tanaman-tanaman dan
tumbuh-tumbuhan, juga tanaman tembakau.
Lama aku mencari-cari umbi singkong, yang biasa dibuat
roti sepanjang tahun oleh penduduk asli, tapi sangat kecewa,
aku tak mendapatkan sebatang pun. Ada beberapa macam
gaharu yang besar-besar dan juga berbagai jenis tebu, tapi
tumbuhan ini tumbuh hanya sebagai tumbuhan liar, tentu
takkan dapat dikembangbiakkan. Untuk sementara merasa
puas dengan apa yang kuperoleh aku pun pulanglah,
pulanglah. Keesokan harinya, tanggal 16 Juli, kuturuti jalan yang
sudah kulalui. Kulihat, parit-parit kecil dan padang-padang
rumput itu kemudian diganti oleh hutan-hutan lebat. Dalam
hutan itu kuketemukan buah-buahan yang sudah tak asing
lagi bagiku, misalnya jeruk yang tumbuh banyak sekali dan
buah anggur, yang baru saja matang. Sungguh suatu
penemuan yang tak disangka-sangka sama sekali. Amat
gembira aku karenanya. Tapi menurut pengalamanku di Pantai Caribia yang
bertahun-tahun lamanya, aku tahu, bahwa terlalu banyak
makan buah anggur di daerah panas amat berbahaya. Karena
itu terpaksa kujemur saja buah anggur itu dibuat kismis.
Bukan saja rasanya enak, melainkan menyehatkan badan
pula. Dalam hutan itu aku tinggal sepanjang hari, tidak pulang
seperti yang sudah-sudah. Waktu hari menjelang ma lam, aku
naik ke atas pohon tidur nyenyak sekali. Keesokan harinya
kulanjutkan perjalananku. Aku berjalan empat mil terus-
menerus, selalu ke arah utara. Di kiri kananku berderet bukit-
bukit. Pada akhir perjalananku, aku sampai pada sebuah parit
kecil, yang mungkin bermata air. Dataran ini tampaknya amat
segar, hijau dan subur, sepintas lalu menyerupai kebun yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpelihara baik-baik. Kutemukan banyak sekali pohon-pohon
cokelat, jeruk manis dan jeruk sitrun, tetapi hanya berbuah
sedikit atau sama sekali tidak.
Tapi ada buah buahan hutan kecil berwarna hijau, yang
ternyata enak sekali rasanya. Sari buah-buahan itu kemudian
kucampur dengan air dan menjadi minuman yang
menyegarkan sekali. Aku sibuk benar memetik dan mengangkut buah-buahan itu
ke rumah, aku berniat membikin persediaan kism is dan jeruk
manis yang cukup untuk musim hujan yang akan datang.
Sesudah tiga hari lamanya aku dalam perjalanan, akhirnya aku
sampai di rumah kembali. Besoknya tanggal 19, aku berjalan lagi, sambil membawa
dua kantung kecil. Tapi alangkah tercengangnya, ketika
kulihat bahwa persediaan buah anggurku sebagian besar
sudah ada yang memakannya dan terinjak-injak., Oleh karena
itu, aku dapat menarik kesimpulan, bahwa di pulauku terdapat
binatang-binatang buas, tapi binatang apakah, aku sendiri tak
tahu. Oleh karena itu, aku tidak mau mengambil buah-buah
anggur sisanya, karena kotor dan setengah terinjak-injak. Aku
memutuskan mencoba jalan lain. Sesudah aku memetik buah-
buah anggur yang baru, kugantungkan saja jurai-jurainya di
antara dahan-dahan pohon supaya menjadi kering. Tapi jeruk
manis dan buah-buahan hutan lainnya kubawa saja pulang
sebanyak mungkin. Sampai di rumah, aku selalu teringat akan letaknya lembah
yang indah itu dan kepada suburnya tumbuh-tumbuhan di
sana. Terus terang, aku telah memasang kemahku bukan di
tempat yang terbaik di pulau itu.
Sesaat aku berpikir untuk memindahkan saja kemahku ke
lembah yang sangat indah tadi. Tapi kemudian aku berpikir
lagi, bahwa aku berdiam di dekat pantai dan selalu dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang ke laut dengan sepuas-puas hatiku. Dan justru
dari lautlah tergantung segala harapanku untuk dapat
meninggalkan pulau ini. Karena itu niatku untuk pindah
kuurungkan. Aku mengambil keputusan untuk tinggal di lembah itu
selama bulan Juli. Kubuat sebuah gubuk kecil, kukitari dengan
dinding yang kukuh, dari batang-batang kayu yang kemudian
kuisi dengan potong-potongan kayu. Dengan demikian
sekarang aku mempunyai rumah di tepi laut dan sebuah lagi
rumah jauh di darat. Baru saja aku selesai membuat pagar, datanglah pula
musim hujan, hingga terpaksa aku kembali ke rumah yang
lama. Untuk kemah ini seperti juga untuk kemah lainnya
hanya kain layar untuk atap, di sini tak ada bukit yang dapat
digunakan sebagai dinding dan juga tak ada kamar dalam
tanah untuk dapat tinggal dengan tentram kalau turun badai.
Pada tanggal 3 Agustus aku melihat-lihat rangkai buah
anggur yang berjuluran dari batangnya. T ampaknya baik dan
karena teriknya matahari, buah anggur itu sudah merupakan
sejenis kism is yang baik sekali. Karena itu segera saja kupetik
rangkai-rangkai itu dari batangnya. Ini sungguh-sungguh
menguntungkan, sebab tak lama setelah anggur itu selesai
kupetik, turunlah hujan yang lebat. Hujan itu tak boleh tidak
akan menyebabkan busuknya buah-buah anggur itu, hingga
aku tak akan mempunyai persedian makanan untuk musim
dingin. Yang kupetik ada kira-kira seratus rangkaian
banyaknya, sungguh tidak sedikit.
Dari 1 Agustus sampai pertengahan Oktober, hujan turun


Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak hentinya, kadang-kadang demikian besarnya, hingga aku
berhari-hari tak dapat ke luar dari kamar dalam tanah itu.
Dari tanggal 14 sampai tanggal 26 Agustus hujan terus-
menerus juga. Selama itu, aku dua kali ke luar rumah
membawa bedil. Pertama kalinya aku menembak seekor
kambing dan kedua kalinya aku mendapat seekor penyu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar. Kubunuh penyu itu. Jadi, makananku kini terdiri dari:
buah anggur, kumakan untuk sarapan; untuk makan siang
daging kambing atau panggang daging penyu, dan untuk
makan malam dua atau tiga butir telur penyu.
September 30. Kuketahui, bahwa aku sudah setahun
lamanya disini. Beberapa hari kemudian dapat kuketahui pula bahwa
tintaku akan segera habis. Lalu aku berjanji dalam hati hanya
akan menuliskan peristiwa-peristiwa yang sangat penting saja.
Aku mulai kini membedakan antara musim kemarau dan
musim hujan, dan menarik pelajaran dari padanya.Tetapi
sebelum itu, aku harus mengambil pengalaman-pengalaman
yang hebat-hebat dulu. Telah kukatakan, aku sudah mengumpulkan kira-kira 30
batang padi dan 20 batang gandum. Waktu hujan lebat sudah
reda, aku mengira bahwa saat itu adalah saatnya untuk mulai
menyemai benih. Jadi mulailah aku bekerja. Dengan sekop
kayu aku mencangkul-cangkul di sebidang tanah dan setelah
bidang ini kubagi dua, maka kusebarkan benih padi dan
gandumku. Tapi untung timbul pikiran padaku, untuk
mencoba dulu, benih-benih ini tidak semua ku tanamkan.
Yang kusebarkan hanya kira-kira dua pertiganya dan sisanya
kusimpan. Untung ada pikiran yang baik seperti ini, ternyata
dari semua benih yang kusebarkan, tidak sebatang pun yang
tumbuh. Karena musim hujan sudah lalu rupanya datanglah
musim kemarau. Tanah tak menerima lagi air hujan, akibatnya
benih tak dapat tumbuh, dan seperti telah kukatakan, tak
sebatang pun yang tampak.
Setelah terpikir sebab-sebabnya, aku mulai saja mencangkul sebidang tanah yang lain dekat rumah yang
kusediakan untuk musim kemarau. Di sana kusebarkan sisa
benih pada bulan Februari. Benih ini digenangi air hujan Maret
dan April tumbuhnya subur dan menghasilkan panen yang
sangat baik. Tapi, kali ini pun aku kurang berani menyebarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi semua benih, hingga dari tiap-tiap bagian hanya
mendapat hasil setengah karung saja. Tapi kini aku tahu
benar waktu yang paling tepat untuk menyebarkan benih dan
aku boleh mengharapkan dari dua macam panenan.
Ketika musim hujan telah lalu, dan cuaca sudah jernih
kembali, yaitu pada kira-kira pertengahan bulan November,
aku mendatangi lagi kemah musim kemarauku itu, yang
beberapa bulan tak pernah kukunjungi. Rumah itu kudapati
masih seperti sediakala. Hanya kuketahui kini bahwa pagar
rumah itu bukan saja menjadi tambah kuat, tapi juga cabang-
cabang kayunya yang dahulu kupenggal dari batangnya, kini
semuanya bertumbuhan. Tumbuhlah ranting-ranting kecil
daripadanya, yang liat dan lentuk.
Ini suatu hal baru yang sangat menyenangkan hatiku.
Kuturuti cabang-cabang itu dengan pandanganku ke atas, dan
hampir tak percaya aku, bagaimana akan sangat kuatnya
pagarku nanti, kalau sudah melalui tiga tahun. Melihat ini
timbul lagi keinginan padaku akan lebih banyak memotong
cabang-cabang itu dan memancangkannya pula antara jejeran
pagar yang dua rangkap itu. Jadi, kukerjakanlah apa yang
terpikir olehku itu dengan segera. Kelak aku mempunyai pagar
yang sangat kuat, yang dapat menolongku dalam
mempertahankan rumahku. Tapi tentang ini nantilah.
11 Lambat laun aku berhasil membagi waktu dalam setahun
dalam musim-musim hujan dan musim-musim panas, yaitu
begini: Dari pertengahan Februari sampai pertengahan April musim
hujan sedangkan matahari terletak dekat katulistiwa. Dari
pertengahan April sampai pertengahan Agustus musim
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemarau; matahari terletak di sebelah utara katulistiwa. Dari
pertengahan Agustus sampai pertengahan Oktober musim
hujan lagi. Dari pertengahan Oktober sampai pertengahan Februari
musim kemarau lagi, dengan matahari sebelah selatan dari
katulistiwa. Kadang-kadang hujan lebat turun lebih lama atau lebih
pendek, menurut adanya angin bertiup atau tidak, tapi kalau
tidak demikian pembagian ini dalam garis besarnya adalah
pembagian yang setepat-tepatnya.
Oleh karena aku telah mengalami akibat-akibat buruk kena
hujan seterusnya bila menjelang musim hujan, aku sedapat-
dapatnya bersiap-siap mengumpulkan segala bahan makanan
yang perlu. Dengan demikian aku tidak usah sering ke luar
rumah. Selama musim hujan itu aku tinggal dalam ruangan di
bawah tanahku, yang sudah kuberi berpintu.
Selama waktu itu aku mempunyai banyak kesempatan
untuk memikirkan segala keperluanku. Berkali-kali aku
mencoba membuat keranjang, tapi belum saja kuketemukan
ranting-ranting yang pantas. Untung waktu kanak-kanak aku
sering melihat caranya menganyam keranjang di rumah
pembuat keranjang, tak jauh dari rumahku. Kadang-kadang
aku ikut membuatnya. Ranting-ranting pagar hidup sekeliling rumah musim
panasku ternyata baik sekali untuk dianyam seperti keranjang.
Segera aku mulai bekerja, dan meskipun hasilnya tidak begitu
bagus aku berhasil juga membuat keranjang-keranjang yang
cukup baik. Pernah kukatakan, aku ingin benar menjelajahi seluruh
pulau. Karena dulu aku pernah mulai berjalan dari serokan
kecil, maka sekarang aku mulai dari pantai.
Kusandangkan bedil. Kubawa anjingku, kampak, sejumlah
besar mesiu dan peluru, dua bungkus biskuit dan sejurai besar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anggur. Ketika sampai di lembah bekas mendirikan kemah
musim panasku, aku berjalan terus ke arah barat.
Daerah yang kulalui, ternyata lebih indah dan menyenangkan daripada bagian pulau yang kudiam i selama
ini. Kulalui padang-padang rumput yang luas, penuh
ditumbuhi bunga dan rumput, kadang-kadang diselingi hutan-
hutan kecil. Bukan kepalang indahnya! Di sini kujumpai
banyak sekali burung nuri. Gampang ditangkap, kutangkap
seekor. Tentang itu akan kuceritakan kemudian.
Di daerah-daerah yang lebih rendah, kujumpai terwelu dan
rubah. Tapi meskipun aku dapat menembaknya beberapa
ekor, aku tak dapat memakannya. Setiap hari aku menempuh
tak lebih dari dua mil, sebab aku selalu bersimpang-simpang,
sehingga malamnya aku letih benar. Biasanya aku bermalam
di atas pohon. Kadang-kadang tidur di tanah yang kukelilingi
dengan dahan-dahan dan pohon-pohon sekitarnya.
Ketika aku akhirnya sampai di pantai, kulihat bahwa aku
telah memilih tempat tinggal yang jelek benar. Di sini pantai
itu penuh didiam i penyu-penyu, sedangkan pantai dekat
tempat tinggalku hanya sekali-kali didatangi penyu. Burung-
burung pun bukan kepalang banyaknya, di antaranya ada
yang dapat dimakan dagingnya. Kebanyakan jenisnya tak
kukenali, hanya satu, yaitu angsa laut.
Dari sini aku berjalan lagi ke arah timur, menyusur pantai
dekat kira-kira dua belas mil jauhnya. Sesudah itu kudirikan
sebuah batu karang besar sebagai tanda, kemudian aku
kembali lagi melalui jalan yang tadi. Aku bermaksud akan
membuat perjalanan kedua sepanjang pantai sampai kepada
batu karang ini. Dengan demikian aku dapat mengelilingi
seluruh pulau ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
12 Dalam perjalanan pulang anjingku menangkap seekor
kambing muda. Kukejar dia dan berhasillah aku merebutnya
dari anjingku. Ingin benar aku membawanya pulang, sebab
sudah lama aku berpikir, apakah tidak mungkin memelihara
seekor dua ekor agar dapat mempunyai sekawanan kambing-
kambing jinak yang kelak dapat memberi daging padaku, bila
mesiu dan peluru-peluruku habis. Jadi kuikat lehernya, dan
dengan susah payah kubawa dia ke kemah musim panasku. Di
sana dia kutinggalkan, sebab aku sudah rindu benar ke
rumahku. Maklumlah, sudah sebulan lamanya aku meninggalkan rumahku. Enak benar rasanya berbaring-baring
di atas ayunan dalam rumahku itu, sebab perjalanan kian ke
mari itu membuatku lelah sekali.
Seminggu lamanya aku tinggal di rumah agar tenagaku
pulih kembali. Selama itu kulakukan pekerjaan yang sulit
sekali, yaitu membuat sangkar bagi si Poli, burung nuriku.
Akhirnya aku teringat kepada kambingku, yang hanya kuberi
makanan sedikit. Lekas-lekas aku pergi dan kutemukan dia
setengah mati kelaparan. Mula-mulanya aku berdiri agak jauh
dari dia, tapi ketika kudekati kambing itu ternyata menjadi
jinak, karena laparnya rupanya.
Dan kemudian harinya, kalau aku tiap hari membiarkan dia
makan dari tanganku, ia jadi demikian jinaknya, tak ubahnya
seperti binatang peliharaan saja, dan sejak itu tak pernah lagi
ia meninggalkan daku. Ketika tanggal 30 September tiba kembali, ketika aku sudah
satu tahun lamanya di sana, lalu aku membuat pembagian
waktu yang tetap dalam pekerjaanku sehari-hari.
Pertama-tama yang kulakukan pagi hari, apabila aku
bangun tidur, ialah: melakukan kewajiban perintah agama dan
membaca Injil, lalu aku keluar membawa bedil, kira-kira tiga
jam lamanya setiap hari, kemudian aku menyelesaikan apa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang kutembak atau yang kutangkap, yang biasanya
memakan waktu agak lama juga. Karena tengah hari sangat
terik, baru pada petang harinya, kira-kira selama empat jam
aku bekerja. Kemudian waktu berburu itu kualihkan kepada
waktu bekerja, jadi kini terpaksa aku pagi-pagi bekerja dan
baru petang harinya aku pergi berburu.
Demikianlah kerjaku sambil memasuki tahun ketiga.
Selama jam bekerja aku pun bekerja keras, tapi karena
kekurangan perkakas yang kuperlukan, hasilnya tidak
seberapa. Demikianlah umpamanya aku bekerja selama empat
puluh dua hari membuat papan dari batang kayu, untuk
dijadikan lemari dalam ruang kamar di bawah tanah. Sekarang
sudah hampir Desember dan aku menantikan panen, panen
gandum dan padiku. Tanah yang kusediakan untuk itu, memang tidak luas,
sebab seperti telah kukatakan aku mempunyai benih gandum
dan padi hanya setengah kantung saja, dari tiap-tiap
macamnya. Tapi panen ini membahayakan harapan baik, kalau tidak
tiba-tiba datang bahaya yang mengancam, berupa berbagai
gangguan, yang hampir saja tak terelakkan olehku.
Mula-mula musuhku itu ialah kambing dan sebangsa
binatang liar, yang kusebut saja kelinci, yang rupanya sangat
tertarik oleh batang padi yang sedang muda dan lunak;
hampir aku kewalahan untuk mengusirnya dari ladangku.
Segera aku pun mengetahui bahwa dengan tembakan saja
tak dapat aku menolong aku sendiri dari ma lapetaka itu, jadi
terpaksa aku mulai membuat pagar, yang kusiapkan dengan
tergopoh-gopoh. Dan karena keliling ladangku tidak seberapa
besar, dapatlah pagar itu kuselesa ikan dalam tiga m inggu dan
selama itu kalau hari siang terpaksa pula aku menjagai
ladangku sendiri dan kalau malam kuserahkan penjagaan itu
kepada anjingku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi, kalau gandum dan padiku waktu masih hijau selalu
diganggu oleh kambing dan kelinci, kini, setelah batang
tanaman itu sudah mulai besar, datanglah pula gangguan-
gangguan yang lain. Ketika aku pada suatu hari lewat di ladangku, untuk melihat
apakah padi itu sudah kuning, aku melihat sekeliling ladang
burung yang banyak sekali jumlahnya. Kulepaskan tembakan,
maka kelompok-kelompok burung yang sangat banyak itu
beterbangan dari batang-batang tanamanku.
Semua ini sungguh-sungguh mengesalkan hatiku, kubayangkan kalau begitu terus-menerus panenku akan rusak
sama sekali. Tapi aku tak mau putus asa, seandainya terpaksa
aku menjaga ladangku itu siang malam, akan kulakukan juga,
daripada mengalami harapan kosong melompong. Ketika atau
mengisi lagi bedil aku melihat bangsat-bangsat itu
berhinggapan di ranting-ranting pohon sekeliling ladang,
seolah-olah perginya itu hanya untuk sementara, menanti
kepergianku dari sana. Dan sebenarnya, ketika aku pergi agak
jauh, aku melihat bagaimana burung-burung keparat itu
berbondong bondong terbang ke bawah. Segera aku kembali
dan kutembakkan lagi bedilku, dan ada tiga ekor yang kena.
Ini sebenarnya apa yang kuharapkan, sebab seperti juga
halnya di Inggris ada penjahat-penjahat yang dapat hukuman


Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gantung, buat menakut-nakuti penjahat yang lain, demikianlah
kugantungkan bangkai burung itu di atas ladangku untuk
menakut-nakuti burung yang lain. Aku hampir mengira bahwa
dengan jalan ini siasatku tidak akan berhasil, tapi daya guna
yang dapat kucapai, sungguh di luar dugaanku. Bukan saja
burung itu menghindar dari ladangku, tapi sampai-sampai
meninggalkan sebagian dari seluruh kepulauan, hingga selama
ketiga bangkai itu masih tergantung, aku tak melihat lagi
seekor burung pun di tempat itu. Bahwa aku sangat girang,
tak perlu direntang panjang. Dan ketika akhir bulan Desember
tiba, tiba pula masanya menuai gandum dan padi untuk kedua
kalinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi untuk itu aku sangat memerlukan sabit, aku tak
punya, satu-satunya jalan yang dapat kulakukan, bagaimanapun jadinya, kupergunakan saja kelewang, yang
dahulu kuambil dari dalam kapal. Karena panenku tak banyak,
pekerjaan menuai itu pun tak lama. Kujemur dahulu hasil
panen itu dengan caraku sendiri dan kuangkut dengan
keranjang. Selesa i memotong, kuhitung ternyata aku dapat mengumpulkan dua gantang padi dan dua setengah gantang
gandum. Ini sangat menentramkan hatiku, sebab dengan ini
aku mempunyai masa depan banyak gandum, untuk membuat
roti. Tapi timbul lagi pikiran was-was, bagaimana aku dapat
membuat gandum itu jadi tepung dan seandainya berhasil
bagaimana dan dengan apa aku dapat memasaknya, hingga
tepung itu menjadi roti" Ini semua, memaksa aku membuat
kesimpulan pikiran untuk membiarkan gandum itu tak
terjamah dan lebih baik aku segera memberes-bereskan
tempat untuk menyimpan padi dan jelai dahulu.
Sekarang dapat kukatakan, bahwa aku betul-betul bekerja
untuk mendapat roti. Kukira cuma sedikit saja orang yang
tahu betapa banyaknya hal-hal yang diperlukan untuk
membuat roti dari gandum.
Pertama aku memerlukan bajak. Kedua penggali atau
sekop untuk menggali tanah. Tapi seperti sudah kukatakan
keperluan yang kedra ini sudah terpenuhi karena aku sudah
membuat sekop kayu. Sesudah gandum ditebarkan, aku perlu penggaruk. Karena
tak punya, terpaksalah aku menggaruk rata tanah dengan
sebuah dahan. Sesudah masak, aku harus memagari
ladangku, kemudian menyabit gandum, mengikatnya, membawanya ke rumah, dan akhirnya memisahkan butir-butir
dari kulitnya. Setelah itu aku memerlukan batu giling untuk
membuat tepung, penapis untuk membersihkan tepung, ragi
dan garam untuk membuatnya menjadi roti. Meskipun barang-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barang itu tidak kupunyai, gandum itu merupakan harta yang
besar jua bagiku. Sebab bila orang ingin mengerjakan
sesuatu, sudah tersedia. Selain itu masih mempunyai waktu enam bulan, dalam
mana - berkat pembagian pekerjaan sehari-hari yang teratur
- dapat aku menyelesaikan banyak pekerjaan.
13 Pertama kali aku mesti mulai menggali tanah lebih banyak
lagi, sebab sekarang aku sudah mempunyai bibit cukup untuk
tanah seluas 1 hektar. Kemudian aku menyebarkan bibit di
atas dua bidang tanah yang letaknya rendah, dekat rumahku.
Lalu kubuat pagar kukuh dari dahan-dahan kayu. Pekerjaan ini
makan waktu tidak kurang dari tiga bulan, karena musim
hujan sudah tiba lagi dan karenanya aku berhati-hati tidak
dapat bekerja. Tapi dalam rumah pun cukup banyak
pekerjaan. Selama aku bekerja selalu aku berbicara dengan
burung nuriku dan ku-ajar dia dengan bermacam cara. Ia
belajar mengucapkan namanya sendiri dan ketika ia untuk
pertama kalinya mengatakan "Poli" dengan tegas dan keras,
itulah perkataan pertama yang kudengar dari mulut lain di
pulau ini daripada mulutku sendiri.
Aku sudah berpikir bagaimana cara yang sebaik-baiknya
membuat periuk tanah, yang sangat kuperlukan. Mengingat
panasnya udara, aku tidak ragu-ragu lagi, bahwa aku akan
berhasil membuat dan membakar beberapa periuk, asal saja
aku dapat menemukan tanah liat. Terutama sekali aku ingin
mempergunakannya buat menyimpan gandum dan tepung
serta barang-barang lainnya (hanya benda-benda padat saja).
Aku tak akan menceritakan tentang periuk-periuk yang
gagal kubuat pertama kalinya, juga tentang periuk-periuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang pecah karena dibakar terlalu panas. Sebab akhirnya aku
berhasil, meskipun makan waktu sampai dua bulan, aku dapat
membuat dua periuk besar yang jelek (periuk atau bejana
sukar aku menyebutnya). Dan ketika panas matahari telah
mengeringkan dan mengeraskannya, kuambil periuk-periuk itu
dengan hati-hati dan kutaruh dalam dua buah keranjang
besar, agar jangan pecah.
Kubuat pula benda-benda tanah lainnya dengan hasil yang
lebih baik, misalnya: periuk-periuk kecil bundar, piring-piring
kecil, pendeknya segala sesuatu yang sekedar dapat kubuat.
Dan mataharilah yang membuatnya semua itu menjadi keras
dan kukuh. Tapi sekarang aku sangat menginginkan periuk
tanah yang tahan api untuk dapat memasak daging dan
membuat kaldu. Sebab tidak satu pun dari barang-barang
yang telah kubuat itu, yang tahan api.
Beberapa waktu kemudian terjadilah peristiwa seperti
berikut: Ketika api yang kupakai menggarang daging
kumatikan, dalam abu kutemukan sebagian dari bejana yang
sudah pecah, yang telah menjadi keras dan merah sebagai
genteng. Tentu saja aku menjadi tercengang dan aku
mengambil keputusan untuk melakukan percobaan-percobaan
lebih banyak. Aku tak mengetahui tentang tungku yang biasa
dipergunakan oleh tukang periuk, begitu pula bahwa dengan
mencampurkan tanah dengan timah orang bisa memperoleh
periuk yang diglasir. Jadi, kutaruh tiga buah panci dan tiga
buah periuk berdekatan di atas tanah, lalu kubuat api besar
sekitarnya. Apabila api itu menjadi kecil, kutambah lagi kayu
bakarnya. Akhirnya kulihat periuk-periuk itu di dalamnya
menjadi pijar. Ketika periuk-periuk itu akhirnya menjadi merah
muda, kubiarkan kira-kira lima jam lamanya dalam temperatur
yang sama, sampai aku melihat bahwa salah satu periukku
hampir menjadi cair. Sebab pasir yang kucampurkan dengan
tanah liat mencair oleh panas yang terus-menerus, bahkan
bila kuperhatikan terus, menjadi gelaslah rupanya kelak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kukecilkan api itu sedikit demi sedikit, hingga warna merah
pada periuk itu agak berkurang dan akhirnya selesailah tiga
buah panci dan tiga periuk yang baik-baik (aku tak mau
mengatakan bagus-bagus), yang dapat tahan panas, apabila
dijerangkan di atas api yang dibesarkan: dan dari dalamnya
kulicinkan dengan pasir hingga rapi tampaknya.
Kegembiraanku dapat menghasilkan dan memiliki sebuah
periuk tanah yang tahan api tak dapat kukatakan dan aku
hampir tak sabar menunggu sampai periuk itu cukup dingin
sebelum diisi dengan air serta menaruhnya di atas api untuk
memasak daging, yang ternyata hasilnya memuaskan. Dari
sekerat daging kambing telah kubuat sup, meskipun
sebenarnya sup itu harus memakai beberapa macam lagi
bahan-bahan lain. Hasil karyaku yang baru lumpang batu, yang dapat
kupergunakan untuk menumbuk gandum halus-halus. Dan
karena menumbuk atau menggiling itu tidak akan dapat
dilaksanakan hanya dengan tangan saja maka kubuat pula
sebuah alu dari kayu besi.
Aku mengalam i kesukaran akan membuat pengayakan, ini
adalah benda yang tersukar di dunia, sebab daripada apa akan
kubuat" Kain tipis aku tak punya, ada kain-kainan buruk dan teras.
Benar aku mempunyai sejumlah benang bulu kambing, tapi
karena aku tak mempunyai perkakas tenun, benang itu tak
berguna. Setelah lama kupikir-pikir, tiba-tiba teringatlah
bahwa di bawah pakaian-pakaian kelasi yang dapat
kuselamatkan dahulu dari kapal, masih terdapat kain-kain
leher dari mos lim, dan dari beberapa helai kain-kainan itu,
berhasillah akhirnya aku menyiapkan tiga buah pengayakan
kecil-kecil, yang kemudian nyata dapat memenuhi kebutuhanku. Tapi kini, bagaimana hal membuat roti" Aku tak
mempunyai ragi, tapi karena ragi itu bukan bahan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terutama, akhirnya tidak kuhiraukan benar. Untuk membakarnya, inilah yang lebih penting.
Akhirnya soal membakar ini pun terpikir juga.
Aku membuat cambung-cambung besar dari tanah, yang
lebar, dan yang dalamnya kira-kira sembilan dim.
Kubuat seperti ketika aku membuat barang-barang lainnya,
yang tahan api. Ketika aku akan memulai memasak roti itu,
kutaruh cambung itu di atas tungku yang kubuat dari
beberapa batu persegi, lalu kunyala-kan api.
Ketika kayu bakar sudah menjadi abu, kutaruh periuk di
atasnya dan kubiarkan sampai panas. Kemudian setelah
kuambil abunya dengan hati-hati, kutaruh adonan roti itu di
atas batu tungku yang panas itu, segera kututup dengan
periuk tadi, yang sebelumnya sudah kutaruhi abu panas
sekelilingnya, hingga panasnya tetap dan merata. Dan
demikianlah seterusnya aku memasak roti gandum dan segera
saja aku telah menjadi seorang tukang roti, sebab yang
kubuat bukan roti saja, juga pelbagai kue dan puding dari
tepung beras. Hanya pastel yang tak dapat aku membuatnya.
Tak usah kalian heran, kalau aku berkata bahwa semua
pekerjaan yang kuceritakan di atas itu telah kulakukan sambil
melalui tahun ketiga, dan perlu kiranya kutambahkan bahwa
di antara saat-saat yang kulampaui itu ialah datangnya waktu
menuai, yang kulakukan sambil menyelenggarakan pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga. Tangkai-tangkai gandum kutaruh dalam keranjang besar,
sampai aku mempunyai waktu untuk me luruhnya. Aku tak
mempunyai lantai penebah dan karena itu aku tak dapat
menebah bulir-bulir gandum itu supaya terlepas dari
tangkainya. Dan karena banyaknya hasil yang makin meningkat, aku
memerlukan tempat menyimpan yang lebih besar. Kini aku
mempunyai duapuluh berkas jelai dan sama jumlahnya padi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hingga aku dapat menyisihkan gandum untuk makan sehari-
hari ini sangat perlu, sebab rotiku sudah habis.
Segera kuketahui bahwa empatpuluh berkas jelai dan padi
itu banyak lebihnya daripada yang kupergunakan selama
setahun. Karena itu untuk selanjutnya aku bermaksud akan
menyemai benih itu sekali saja dalam setahun yang sama
banyaknya dengan jumlah yang kulebarkan kini.
14 Sambil mengerjakan ini semua, pikiran sering terganggu
oleh pertanyaan-pertanyaan: di mana sebenarnya aku berada,
dan berapa jauh dari daratan luas dan dalam saat-saat
demikian timbullah keinginan yang sangat untuk pergi menaiki
perahu bertiang tiga yang dapat kupergunakan untuk
mengurangi jarak yang beribu-ribu mil jauhnya sepanjang
pantai Afrika. Tapi hanya keinginan saja tentu tak ada
faedahnya. Tapi lambat laun timbullah pikiran mengapa aku tidak
seperti penduduk asli, membuat perahu dari batang kayu
besar yang dilubangi" Tak lama aku berpikir-pikir demikian,
segeralah aku mulai bekerja dengan semangat yang berkobar-
kobar, hingga bagaimana caranya aku harus membuat perahu
itu dan sebagainya, berminggu-minggu jadi pikiran, dan aku
lupa mengingat bagaimana jalannya membawa perahu itu ke
laut. Ternyata jadi pikiran yang tak kunjung padam, setelah
aku mencari batang kayu yang besar dan dengan pertolongan
segala perkakasku, setelah beberapa minggu, berhasil
menjelmakan sebuah perahu yang kukehendaki, ternyata tak
mungkin aku dapat menggerakkannya, apalagi menghelanya
ke air. Aku sudah berhasil dengan segala kerajinanku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat sebuah perahu besar, tapi pekerjaanku sebenarnya
sia-sia. Segala usaha untuk dapat membawanya turun ke air,
gagal. Padahal jarak perahu itu dari air tidak akan lebih dari
seratus ela. Sedangkan letaknya di atas bukit, di samping anak
sungai. Tapi aku tidak putus asa. Sekarang aku mulai melakukan
pekerjaan yang lebih tak berguna, yakni menggali terusan
yang mesti mengalirkan air dari bukit langsung ke serokan.
Tetapi waktu aku menghitung berapa dalam dan lebarnya
terusan itu, ternyata aku sendiri memerlukan waktu 10 sampai
11 tahun untuk pekerjaan itu. Karena itu akhirnya kuhentikan
saja pekerjaan itu. Dalam pada itu aku menginjak tahun
kelima di pulauku.

Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam tempo empat tahun pakaianku sudah koyak-koyak.
Tapi aku masih punya beberapa baju pelaut, tapi terlalu tebal
untuk dipakai di sini. Karena aku tidak mau telanjang seperti
orang-orang hutan dan juga tidak selalu dapat berkemeja, aku
mengumpulkan segala pakaian-pakaian burukku dengan
maksud menjahit baju-baju pendek dengan jarum dan
benangku. Mulailah aku bekerja dan akhirnya berhasil
membuat tiga baju pendek. Tetapi kata "menjahit" terlalu
bagus, sebab pekerjaanku terlampau buruk.
Dulu pernah kukatakan, bahwa aku biasa menyimpan kulit
tiap binatang yang dapat kutembak. Ketika aku selesai
membuat baju-baju pendek, aku mulai membikin pici dari kulit
kambing, dengan bulunya terbalik ke luar, agar air hujan
dapat lebih gampang menitik ke bawah. Pici itu demikian
bagusnya kubuat, sehingga kemudian aku membuat lagi
sebuah baju dan celana pendek dari kulit kambing. Setelah
semua itu selesai, aku mulai membuat payung, yang akhirnya
berhasil juga setelah mengalami banyak kesukaran. Barang itu
sejak di Brasilia terasa amat perlu, apalagi di pulau ini yang
letaknya lebih dekat kepada katulistiwa. Lagi pula di musim
hujan ia amat berguna sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesungguhnya dalam tempo lima tahun itu, banyak hal-hal
penting terjadi. Yang terpenting adalah pekerjaanku: tiap
tahun menanam padi dan jelai, menjemur buah anggur; tiap
hari pergi dengan bedilku; dan sebagainya.
Apa yang akhirnya berhasil ialah membuat sebuah perahu. Aku menggali terusan kecil yang lebarnya enam kaki dan dalamnya empat kaki. Dengan demikian aku bisa berlayar kira-kira setengah mil di serokan itu. Ketika perahu kecilku selesai, ia tidak memenuhi tujuanku, yaitu mengarungi laut untuk mencoba mencapai benua. Karena pikiran semacam itu mustahil dapat dilaksanakan, aku mengambil keputusan menempuh perjalanan-perjalanan pendek saja
dengan perahuku, misalnya, berlayar mengelilingi pulauku.
Aku belum juga mengitari pulauku.
Kupasang sebuah tiang kecil dalam perahu, dan dari bekas-
bekas layar kapalku dulu, kubuat sebuah layar kecil yang
kupasang pada tiang. Perahu itu sudah diberi berlayar, lajunya
baik benar. Seterusnya di kiri kanan sisi perahuku kupasang
peti-peti kecil, tempat menyimpan makanan, mesiu, dan
sebagainya. Di tepi perahuku kubuat sebuah parit untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menaruh bedilku, dengan klep di atasnya supaya jangan kena
air. Selanjutnya kupasang payungku pada buritan perahuku,
sehingga berdiri tegak sebagai tiang di atas kepalaku dan
dengan demikian dapat melindungiku dari sinar matahari terik.
Dengan begitu sewaktu-waktu aku melaksanakan pelayaran
yang pendek-pendek. Tapi aku tak pernah berlayar jauh-jauh,
tidak pernah lebih jauh dari serokan.
Tetapi ketika aku makin percaya kepada perahu kecilku,
aku memutuskan merencanakan pelayaran yang lebih jauh.
Oleh karena itu,kubawa beberapa lusin kue jelai, sebuah botol
kecil rum, sepotong daging kambing, dan sedikit mesiu dan
peluru beserta dua jas hujan. Pada tanggal 6 November aku
mulai dengan pelayaranku, yang ternyata lebih lama daripada
yang kumaksudkan. Ketika tiba di sebelah timur pulau,
kuketemukan sekelompok pulau, kuketemukan sekelompok
besar pulau-pulau karang, yang meluas sampai dua mil
jauhnya ke laut. Sebagian terletak di bawah air dan sebagian
lagi di atas. Di belakang pulau-pulau karang itu terletak
sebuah gosong yang panjangnya kira-kira setengah mil, aku
harus jauh berlayar ke tengah, bila aku ingin mengitari pulau-
pulau dan gosong tersebut.
Ketika aku mula-mula sekali mengetahuinya, timbul pikiran
akan membatalkan saja pekerjaan ini lalu pulang. Tapi untuk
kembali pun sukar, kuturunkan saja jangkar, jangkar buatanku
sendiri, yang kubuat dari jangkar kapal yang tenggelam
dahulu, yang sebenarnya sudah patah.
Setelah perahuku dalam keadaan aman, lalu aku
mengambil bedilku dan naik ke darat menuju sebuah bukit
kecil. Dari atas bukit dapat kuketahui dengan segera bahwa
ada arus air yang deras sekali bergelora di sepanjang tepi
menuju ke arah timur. Hal ini harus benar-benar kuperhatikan,
karena aku mengerti, kalau aku menuju ke sana membawa
perahuku, ini berarti aku menyongsong bencana, yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disebabkan oleh dorongan arus yang keras ke tengah laut,
hingga aku takkan dapat lagi mencapai tepi pantai. Dan
sesunguhnya kalau aku tak berhati-hati mendaki bukit dahulu
untuk menyiasat, bencana yang menimpa diriku mungkin kini
sudah terjadi. Di tepi sebelah sana pulau pun terdapat arus
yang serupa, malah lebih mengarah ke laut, sedangkan
pusaran air yang terdapat di sana sini sepanjang pantai,
jangan pula kita anggap enteng.
Dua hari lamanya aku berlabuh di sini, karena angin terus-
terusan bertiup dari arah timur tenggara. Dan karena angin ini
berlawanan dengan arah arus mengalir, lalu timbul pecahan-
pecahan ombak yang hebat-hebat di sepanjang pantai.
Baru pada pagi hari yang ketiga, aku mencoba lagi
berlayar. Pada malam harinya angin mulai reda dan air laut
pun sudah mulai tenang. Hal ini dapat kiranya kupakai contoh
untuk memberi pelajaran kepada semua pelaut, yang terlalu
berani tapi sembrono, sebab segera setelah aku sampai di
tempat yang berbahaya, aku mengetahui bahwa aku kini
berada dalam ulakan air kincir. Aku terseret dengan kerasnya
oleh ulakan itu, hingga aku tak dapat berbuat apa-apa, selain
daripada bertahan diri, jangan sampai tergulung sama sekali
oleh arus yang deras mengerikan itu. Dan berhasil, aku makin
lama makin jauh terhindar dari pusaran air, yang di sebelah
kiriku. T api tidak ada angin yang menolongku dan mendayung
dengan kayu pendayung yang selalu kupegang, hanya sia-sia
saja. Akhirnya, aku menganggap bahwa diriku kini tak akan
dapat tertolong lagi, sebab pada kedua belah pantai pulau itu
ada arus yang sama kuatnya dan aku tahu bahwa kedua arus
itu akan berpadu menjadi satu pada jarak beberapa mil lagi.
Aku tak mempunyai harapan lagi akan selamat, aku akan
ditelan oleh ombak kelaparan. Oleh bencana badai, aku tak
khawatir lagi, laut sudah tenang benar. Tentang kelaparan
sebenarnya aku masih mempunyai seekor ikan penolaknya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang kutangkap tadi di tepi pantai, dan air tawar masih ada
seperiuk, tapi semua ini tak ada artinya untuk mencegah
jangan sampai mati kelaparan, kalau umpamanya perahuku
terus terkatung-katung memasuki samudra raya, yang
sekurang-kurangnya harus menempuh seribu mil lagi, untuk
dapat bertemu dengan daratan.
Aku tak dapat melukiskan dengan kata-kata bagaimana
cemasku, ketika aku mengetahui bahwa perahuku makin lama
makin jauh dari pulauku yang sangat kucintai itu (demikian
perasaanku kini terhadap pulauku), lalu masuk ke lautan luas,
yang seolah-olah tidak terbatas. Sudah dua mil kira-kira kini
jauhnya dari darat. Tapi aku terus berdaya upaya, dengan sekuat tenaga
supaya perahuku dapat kuarahkan ke timur, meskipun
pekerjaan ini sangat sukar.
Menjelang petang terasa hembusan angin kecil dari arah
tenggara, mengusap-usap mukaku. Ini mengembalikan
harapan yang hampir hilang dan ketika - setelah kira-kira
setengah jam - angin makin terasa berembus, harapanku akan
tertolong dari bencana yang mengancam makin besar pula.
Tapi lambat laun jarak perahuku dari darat makin jauh,
sedangkan udara terasa berat, rupanya angin yang baru
datang ini pun tak akan menolong, pikirku. Untung cuaca
terang, kucoba kini memasang tiang, layar mulai terbeber.
Sedapat mungkin perahuku kutujukan ke arah utara, dengan
demikian, mudah-mudahan aku terhindar dari tarikan arus.
Justru, baru saja akan memasang layar dan perahuku
sudah mulai bergerak maju, aku melihat oleh jernihnya air,
yang arusnya masih deras, airnya pun tampak keruh. Jadi,
ketika aku melihat air sudah jernih, aku mengerti bahwa arus
yang keras itu sudah mulai berkurang.
Dalam pada itu arus yang lain membawa perahuku pada
jarak kira-kira satu mil, tepat menuju ke darat, kira-kira
begitulah dua mil jauhnya arah utara dari arus yang pertama,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hingga ketika aku telah mendarat kuketahui bahwa aku
berada di pantai pulau bagian utara (artinya arah utara dari
tempat, di mana aku mulai turun ke laut).
Ketika aku sudah di darat, pekerjaan yang kulakukan mula-
mula, berlutut dengan khidmat dan mengucapkan terima kasih
kepada Yang Maha Kuasa, bahwa aku telah terlepas dari
bahaya. Lalu kutambatkan perahuku di tepi, di teluk kecil, di
bawah lindungan beberapa batang pohon, dan aku pun
berbaringlah tidur-tiduran, melepaskan lelah.
Kini timbul pertanyaan pada pikiranku, bagaimana jalannya
supaya aku dengan perahuku dapat pulang ke rumah dengan
selamat. Pengalamanku yang baru, mencemaskan untuk
kembali dengan berlayar. Dan pula aku tak tahu nasib apa
pula yang mungkin menimpa diriku di sebelah sana pulau (aku
mengira sebelah barat). Keesokan harinya aku menetapkan
untuk berjalan kaki saja menuju ke arah barat, sepanjang
pantai, sambil melihat-lihat adakah anak sungai, tempat aku
dapat membawa perahuku dengan selamat.
Setelah berjalan kira-kira tiga mil sepanjang pantai, aku
sampai pada sebuah teluk kecil, yang satu mil ke darat
menyempit menjadi sungai kecil. Di sungai itulah kutemukan
tempat berlabuh yang amat baik. Aku memudik dan sesudah
menambatkan perahuku, aku naik lagi ke darat untuk
mengetahui di mana aku berada.
Kulihat, bahwa jalan laut yang kutempuh tidak begitu
panjang. Kuambil bedil dan payungku dari perahu, hari bukan
main panasnya dan aku pun kembali. Jalannya bagus, dan aku
sampai ke kemah musim panasku waktu petang. Tiada
ubahnya seperti kutinggalkan dulu.
Dengan menaiki tangga aku memanjati pagarku. Kemudian
dalam teduh pagar aku berbaring, sebab merasa letih benar.
Aku tertidur nyenyak. Tapi siapakah yang bisa melukiskan
heranku, ketika aku mendengar berkali-kali namaku dipanggil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang, "Robin, Robin, Robin Crusoe! Di mana kau" Dari mana
kau?" Karena aku setengah bangun dan setengah tidur, mula-
mulanya aku mengira bermimpi. Tetapi ketika suara itu terus-
menerus memanggil Robin Crusoe! Robin Crosoe! Aku sangat
terkejut dan melihat-lihat sekitarku dengan mata yang liar.
Tetapi ketika aku sekali lagi mengusap-usap mataku, kulihat si
Poli duduk di atas pagar. Barulah aku mengerti, bahwa dialah
yang memanggil-manggil. Aku merasa jemu berlayar di laut, tapi toh aku akan merasa
senang sekali, bila perahuku ada dekatku. Bagaimanakah
membawanya kemari" Melalui sebelah timur pulau, tentu
harus menempuh laut. Aku takut. Sebelah barat pulau
keadaannya tak kuketahui sama sekali. Andaikata arus laut di
sana sama kuatnya dengan di sebelah timur, aku menghadapi
bahaya yang sama besarnya. Aku terpaksa harus menerima
nasibku. Lama benar aku hidup dengan tenang dan tenteram, dan
selama itu aku menjadi pandai sekali membuat bermacam-
macam barang. Kurasa bila aku kelak terpaksa menjadi
tukang, maka aku tidak usah malu-malu, apa lagi bila diingat,
bahwa aku harus bekerja dengan alat-alat yang sangat kurang
sekali. Aku beroleh kecekatan luar biasa dalam membuat barang-
barang dari tanah, yang kubuat bundar dan jorong dengan
sebuah roda penggerak, bentuknya lebih bagus daripada dulu.
Tapi yang paling menyenangkan ialah ketika aku akhirnya
berhasil membuat pipa tembakau. Meskipun kotor dan
terbakar merah, aku sangat puas, karena di pulauku tumbuh
tanaman tembakau. Juga dalam membuat keranjang-
keranjang, aku menjadi tangkas benar, meskipun tidak bagus,
praktis sekah dipakainya.
Bila aku, misalnya, menembak seekor kambing, kukuliti dia,
kukerat-kerat dagingnya, kemudian kubawa pulang dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bakulku. Begitu pula kura-kura; kukerat dagingnya dan
kubawa serta telurnya ke rumah.
Lama kelamaan mesiu dan peluruku menjadi berkurang, hal
ini sangat mencemaskan. Tak mungkin aku dapat
menggantinya. Mulailah aku bepikir, apa yang mesti


Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kukerjakan, bila mesiuku habis sama sekali. Bagaimana
caranya aku menembak kambing nanti.
Seperti sudah kukatakan, pada tahun ketiga di pulau itu
aku telah menangkap seekor kambing kecil, yang kubuat
jinak. Aku selalu mencoba menangkap kambing jantannya,
tapi tak pernah berhasil, dan kambing kecilku kini sudah
menjadi tua. Aku tak sampai hati menyembelihnya, karena itu
ia mati karena tuanya. 15 Sudah sebelas tahun aku berdiam di pulau ini, mesiuku
sudah mulai habis. Karena itu aku berpikir bagaimana caranya
menangkap beberapa ekor kambing. Aku ingin benar
menangkap kambing betina dengan anaknya.
Aku mencoba memasang jerat dan meskipun sering ada
yang kena, tapi nyatanya tak berhasil; rupanya jeratnya tidak
cukup kuat, ini dibuktikan oleh banyaknya tali-tali yang putus
di tengah-tengah, sedangkan umpannya sudah hilang tidak
keruan. Jadi aku mencari akal lain dan kini akan kucoba
dengan menggunakan pelubang. Mulailah aku bekerja, kubuat
pelubang di beberapa tempat (terutama di tengah-tengah
yang sering didatangi kambing-kambing itu). Setelah selesai,
pelubang-pelubang itu kututup bagian atasnya dengan
ranting-ranting kayu dan rumput-rumputan,
kemudian Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuserak-serakkan di atas ranting-ranting dan rumput-
rumputan itu batang-batang jelai.
Dan ketika aku pada suatu pagi pergi melihat, terdapatlah
dalam salah satu pelubang itu seekor kambing jantan yang
besar sekali dan di pelubang yang lain lagi; tiga ekor anak
kambing yang masih kecil-kecil, seekor jantan dan dua ekor
betina. Kambing yang besar, aku tak tahu bagaimana cara
menangkapnya, kambing itu tampaknya sangat galak dan liar,
aku tak berani turun untuk mengambilnya seperti yang
kumaksudkan semula. Sebenarnya dapat kubunuh saja, tapi
untuk apa" Jadi kubiarkan saja kambing itu dan diam-diam
aku pergi ke tempat anak-anak kambing. Setelah aku
mengambilnya satu persatu, kuikat ketiganya dan kubawa
pulang, meskipun pekerjaan membawa ini tidak boleh disebut
mudah. Baru setelah beberapa waktu aku dapat membiarkan
anak-anak kambing itu makan dari tanganku sendiri; dan
ketika aku memberi kambing-kambing itu gandum yang enak,
kambing-kambing itu mulai memakannya dengan lahap dan
demikianlah kambing-kambing itu menjadi jinak.
Kambing-kambingku yang sudah jinak ini harus kujaga
jangan sampai bergaul lagi dengan kambing-kambing yang
liar, sebab pasti akan menjadi liar pula apabila sudah besar
kelak. Satu-satunya jalan untuk mencegah ini: menyiapkan
sepetak tanah, yang dipagari dengan pagar yang kukuh, yang
tak dapat dimasuki kambing, dari luar maupun dan dalam.
Ini adalah satu pekerjaan berat, apalagi kalau hanya
dikerjakan oleh hanya seorang saja. Tapi ini adalah sangat
perlu, dan aku pun segera pergi mencari tempat terbuka, yang
terletak dekat air dan padang rumput, yang agak terlindung
dari s inar matahari. Semua ini kudapati di tengah padang rumput atau savanna
(seperti disebut oleh orang Brasilia), yang di dalamnya
mengalir dua buah serokan yang jernih airnya dan juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditumbuhi banyak pohon-pohonan, hingga terlindung dan
teduhlah tempat itu dari terik matahari. Mula-mula aku akan
membuat saja dahulu pagar yang panjangnya seratus lima
puluh dan lebarnya seratus ela. Kalau ternakku nanti
bertambah, aku masih dapat menambahnya pula kelak. Tiga
bulan sudah, lamanya aku bekerja. Dan selama bekerja ini
kubiarkan ketiga kambingku makan rumput di dekat tempatku
bekerja, supaya biasa. Seringkali pula aku membawa sekepal
batang-batang padi atau jelai kepadanya dan membiarkan
kambing-kambing itu makan dari tanganku; hingga, ketika
pagarku selesai, dan kubiarkan mereka di dalamnya, sering
mereka mengejar-ngejarku, untuk minta segenggam bulir-bulir
gandum. Setelah kira-kira setengah tahun, rombongan ternakku
sudah meningkat berjumlah dua belas ekor (besar kecil). Dan
setelah dua tahun aku mempunyai empat puluh tiga ekor
(yang sudah kusembelih tidak termasuk). Di samping itu aku
sudah terpaksa menyediakan lima petak tanah, yang
kupersambung-sambungkan dengan pagar, hingga kambing-
kambing itu tidak perlu kugiring untuk dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain. Semua jerih payah ini tidak sia-sia, kalau dibanding dengan
keuntungannya, yang kuperoleh. Bukan saja aku kini sudah
tak kekurangan daging kambing, apabila saja mau, tapi aku
mendapat pula susu, suatu hal, yang pada mulanya tidak
terlintas dalam pikiranku. Dan aku kini mempunyai peternakan
yang tidak boleh dikatakan kecil, sebab tidak jarang aku
mendapat dua gallon susu pada tiap-tiap harinya.
Mungkin seorang pengikut Zeno akan tertawa kalau.melihat
aku sedang makan siang dengan sekalian keluargaku. Sebab
aku duduk seperti raja dekat meja, sedangkan anak buahku,
gagah berdiri di sekelilingku. Hanya si Poli, kekasihku
utamaku, yang kuperolehkan berbicara denganku. Anjingku,
yang kini sudah tua dan sakit-sakit dan yang sayangnya tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempunyai keturunan, duduk selalu di samping sebelah
kananku. Dan kedua kucingku yang keduanya selalu
bertengkar di pinggir meja, menunggu dengan sabar, sampai
aku memberi dia makan. Sering timbul keinginan padaku untuk pergi lagi ke bagian
pulau yang pernah kukunjungi dengan perahuku tempo hari.
Dan ketika keinginan ini timbul lagi pada suatu hari, aku
menetapkan untuk pergi lagi dengan berjalan kaki saja jalan
darat. Dan setelah beberapa lama aku berjalan menyusur
pantai, sampailah aku ke tempat yang kutuju. Kalau
seandainya di Inggris, ada yang bertemu dengan orang seperti
aku ini, ia akan terkejut atau tertawa terbahak-bahak. Dan
apabila aku sewaktu-waktu menilik diriku sendiri, aku pun
hampir tak dapat menahan senyum, sambil berpikir,
kehidupan macam apa yang telah kualam i, kalau aku berjalan-
jalan di sepanjang jalan Yorkshire dengan berpakaian seperti
itu dan membawa bawaan semacam yang memenuhi tubuhku
itu. Lihat ini garis-garis dan sketsa pribadiku.
Kepalaku dihiasi semacam tutup kepala yang tak tentu
bentuknya, yang di belakangnya berlidah untuk menahan sinar
matahari dan air hujan. Aku berkemeja yang dibuat dari kulit kambing yang punca-
puncanya sampai pinggangku dan celana yang dibuat dari
bahan yang sama pula. Celana ini dibuat dari kulit kambing
jantan tua yang kakinya panjang sekali hingga pipa-pipanya
sampai tengah-tengah betisku. Kaus kaki dan sepatu aku tidak
punya, sebagai gantinya aku membuat semacam lares, yang
kupakai seperti kaus kaki. Seperti pakaian-pakaian lainnya
lares ini pun potongannya sederhana sekali.
Dari kulit kambing kering kubuat ikat pingang lebar yang
diikat dengan dua jalur kulit tipis. Pada ikat pinggang itu
kuselipkan sebuah gergaji kecil dan kampak. Sebuah ikat
pinggang lainnya yang lebih kecil bergantung pada pundakku
dan padanya kugantungkan pula dua kantong mesiu dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
peluru. Pada punggunggku kubawa sebuah keranjang, pada
bahuku kusandangkan bedil, dan di atas kepalaku kupegang
sebuah payung besar tak tentu bentuknya, yang juga dibuat
dari kulit kambing, yang di samping bedilku merupakan
barang paling berguna bagiku.
Mengenai air mukaku, tidak begitu berwarna sawo matang,
meskipun aku bertahun-tahun lamanya tinggal di daerah yang
jauhnya cuma sepuluh derajat dari khatulistiwa. Beberapa
lamanya kubiarkan janggutku tumbuh, tetapi ketika aku
mendapat gunting dan pisau cukur, kugunting dia pendek-
pendek. Tapi kumisku kubiarkan, hingga ia menyerupai kumis
orang-orang Turki di Sallee. Tetapi cukuplah tentang pakaian
dan mukaku! Beberapa lamanya aku berjalan-jalan sepanjang pantai,
akhirnya aku sampai pada tempat berlabuh perahuku. Aku
amat tercengang ketika kulihat laut di sana tenang dan tak
berombak. Mula-mulanya aku tidak mengerti, tetapi kemudian
aku melihat bahwa arusnya tergantung dari arah angin dan
arus sebuah sungai besar di dekatnya. Meskipun ingin benar,
aku tidak berani membawa perahuku melalui laut, aku
mengambil keputusan membuat perahu kedua yang dapat
kupakai di bagian pantai ini.
Sekarang aku mempunyai dua tempat tinggal di pulau ini.
Yang satu berupa kemah dan yang lain rumah batu, yang
dikelilingi oleh pagar kayu teguh dan pohon-pohon yang
tumbuhnya tinggi. Selain itu aku mempunyai ladang gandum
yang tiap tahun menghasilkan panen yang cukup banyak.
Tempat tinggal yang lainnya letaknya lebih jauh ke
pedalaman. Rumah musim panasku juga dikitari oleh pagar
yang sudah berupa pohon-pohon yang tumbuh rapat,
sehingga memberi teduh dan nyaman sekali. Di tengah-
tengahnya berdirilah kemahku (sebuah kain layar yang
direntangkan pada beberapa buah tiang) dengan tempat
tidurku, yang kubuat dari kulit-kulit binatang, yang kutembak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rumahku itu berbatasan dengan kelima ladang rumputku,
tempat merumput kambing-kambing, yang dikitari juga oleh
pagar yang kukuh seperti kedua kemahku. Di situ tumbuh
pohon-pohon anggurku yang tiap tahun menghasilkan kism is
yang amat sedap. Bukan saja sedap, melainkan menyehatkan
dan menyegarkan badan pula.
Karena tempat tinggalku di musim panas itu terletak di
pertengahan jalan antara rumah di pantai dan tempat
menyimpan perahuku, maka sering benar aku mengunjungi
perahuku. Kadang-kadang sebagai pengisi waktu aku berlayar-
layar di laut, tapi aku masih takut benar untuk berlayar ke
tengah, paling jauh juga sepelontar batu saja. Tetapi,sekarang
muncullah perobahan dalam hidupku.
16 Pada suatu petang ketika aku pergi ke perahuku, di pantai
kulihat jejak manusia jelas sekali. Pada saat-saat itu aku
disambar petir layaknya, tapi kemudian berangsur-angsur
tenang kembali. Aku memasang mata dan telingaku untuk
dapat mendengar atau melihat sesuatu apa pun.
Ketika aku sampai di bentengku kembali (demikianlah
kusebut perkemahanku kini) setelah pulang dari bepergian,
rasanya seperti remuklah tubuhku. Dan takkan ada seekor
terwelu atau seekor rubah sekalipun yang akan lebih merasa
ketakutan di tempat pembaringannya, daripada aku di
belakang dinding bentengku. Khayalku menakut-nakuti
dengan hal-hal yang sangat mengerikan. Mula-mula aku
mengira bahwa aku dikejar-kejar beberapa ratus orang liar.
Dan aku melihat suatu saat mendatang pada saat mana
mereka memakanku dan sebagainya. Tiga hari tiga malam aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menutup diri dalam kemahku, menjadi mangsa kecemasan
hati yang sungguh-sungguh tak terkatakan, tapi akhirnya,
karena didera oleh rasa lapar (sebab aku tak mempunyai apa-
apa selain sedikit kue yang kubuat dari tepung jelai dan sedikit
air), terpaksa juga aku ke luar rumah. Lalu teringat olehku,
aku belum memerah kambingku, segeralah aku pergi
mendapatkannya. Ini ternyata sangat perlu, sebab binatang-
binatang itu hampir saja sakit, karena sekian lama tidak
diperah. Sangat menyesal aku kini, bahwa dahulu telah kubuat pintu
di bagian belakang ruangan dalam tanah itu, yang seperti
pernah dahulu kukatakan menuju ke sebelah luar pagar.
Setelah aku berpikir-pikir agak lama, aku bermaksud akan
membuat pagar yang kedua, di sana, di tempatku dahulu
(mungkin lupa aku mengatakannya ketika itu), kira-kira dua
belas tahun lewat, aku pernah menanam pohon-pohon
dijadikan dua baris. Karena pohon-pohon ini berdekatan benar
tumbuhnya dan dalam dua belas tahun menjadi besar dan
tinggi, aku tak perlu memasang lagi tiang-tiang di antaranya
hingga pekerjaan membuat dinding pun segera selesailah. Aku
telah mempunyai dua dinding kukuh dan seperti yang
pertama, kurapatkan dinding yang ke dua ini pun dengan
kepingan-kepingan kayu, beberapa utas tali dan sebagainya.
Kubuat pula tujuh buah lubang yang besarnya kira-kira
sebesar pergelangan tangan. Melalui tiap-tiap lubang ini
kumasukkan bedi!, sambil kuatur demikian rupa hingga aku
dapat meletuskan serentak ketujuh bedilku dalam waktu
kurang dari dua menit. Ketika segalanya selesai, kutanamkan pohon-pohon muda
antara kedua pagar itu, yang setelah lewat waktu dua tahun
sudah merupakan hutan dan setelah lima tahun, tidak akan
ada seorang manusia pun yang akan mengira bahwa di
belakang hutan itu kelak terdapat sebuah rumah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aku pun tak lupa mengerjakan yang lain, kewajibanku pula.
Lntuk keselamatan kambing-kambingku aku harus pula
berjaga-jaga. Dari padanya bergantung hidupku di kemudian
hari, kalau mesiu dan peluru bedilku telah habis. Aku hanya
dapat memikirkan dua jalan saja, untuk dapat menjamin hidup
mereka. Pertama: membuat lubang dalam tanah, yang kelak
dapat dipakai tempat diam kambing-kambing itu pada malam
hari, atau kalau akan datang bencana. Cara yang kedua:
memagar beberapa bidang tanah, dua atau tiga tempat, yang
letak satu dan lainnya berjauhan. Di tiap-tiap bidang,
kutempatkan setengah lusin kambing yang masih muda-muda,
hingga andaikata satu rombongan dari ke tiga rombongan itu
musnah, aku akan dapat membentuknya lagi rombongan lain.
Maka pergilah aku setelah ada waktu terluang, menuju
tempat-tempat yang agak jauh letaknya di pulau itu, untuk
melihat-lihat. Tak lama kemudian dapatlah aku sebuah padang
rumput, yang keadaannya cocok dengan yang kukehendaki.
Ialah sebidang tanah persegi letaknya di tengah hutan yang
lebat sebelah timur dari pulau.
17 Aku mulai bekerja dan tak sampai sebulan aku telah


Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempunyai bidang tanah yang dikelilingi pagar yang kukuh
kuat, yang bagi rombongan kambing pun tak usah lagi
khawatir akan mendapat gangguan. Sepuluh ekor kambing
betina dan dua ekor yang jantan, kutempatkan di situ.
Setelah aku menempatkan kedua belas kambingku di
tempat yang berpagar itu, aku pun meneruskan mencari lagi
bidang tanah yang seperti itu, aku berjalan ke arah barat,
hingga akhirnya aku sampai di tepi pantai, suatu tempat yang
belum pernah kukunjungi selama ini. Dan ketika aku tenang-
tenang melayangkan pandanganku jauh ke tengah laut lepas,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku mengira bahwa aku ada me lihat sebuah kapal, sangat
jauh dari tempatku berdiri. Benar seperti pernah kukatakan
dulu, aku mempunyai teropong, tapi ketika itu tidak kubawa.
Dan meskipun aku membelalakkan mataku besar-besar, tak
dapat memastikan betul atau tidaknya penglihatanku itu. Lalu
aku berjanji tidak akan meninggalkan teropongku lagi apabila
aku bepergian. Ketika aku lebih mendekat lagi ke pantai aku mendapat
keyakinan, bahwa telapak manusia yang kutemui di pantai
pulau itu, belum termasuk hal yang betul-betul ajaib. Dan ini
pun mungkin disebabkan aku belum pernah melihatnya
selama tiga tahun, sebab selama aku berada di pulau itu
hanya di sebelah bagian saja. Selama tiga tahun itu tak
pernah mengetahui apa-apa, yang menyatakan ada orang-
orang yang suka datang ke pulauku. Sebab seperti telah
kukatakan tadi ketika aku lebih mendekat ke pantai aku
melihat waktu itu seluruh pantai penuh dengan tengkorak-
tengkorak, tulang-tulang tangan, kaki dan bagian-bagian
tubuh manusia. Juga aku menjumpai tempat bekas api dan
lubang besar yang bulat bentuknya (begitulah seluas tempat
orang liar duduk berkeliling, di tengah-tengah pesta liar,
sambil makan-makan daging musuh yang sudah menjadi
mangsanya). Ketika aku melihat hal-hal yang menyeramkan itu, aku
merasa demikian muaknya, hingga segera aku berbalik dan
lari cepat-cepat. Kali ini aku menghentikan usaha-usaha
penemuan-penemuan selanjutnya dan langsung pulang saja.
Sampai di rumah aku merasa agak lebih tenang, sebab
sekarang aku mengerti, bahwa makhluk-makhluk tadi tidak
datang ke pulau ini untuk mencari atau menemukan sesuatu,
melainkan hanya untuk memakan musuh-musuhnya yang
mereka tawan sehabis perkelahian-perkelahian di laut, sambil
mengadakan pesta-pesta pora yang biadab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi keyakinanku, bahwa aku tidak akan ditemukan orang
berangsur-angsur menghilangkan kegelisahan yang telah lama
mencekam. Aku hidup kembali dengan tenteram seperti dulu.
Terutama bila meletuskan bedilku, agar suaranya tidak terlalu
nyaring, lagi pula aku jarang benar memasang bedil.
Makin lama makin jelaslah, bahwa pikiran untuk
memelihara kambing-kambing jinak itu baik sekali. Bukan saja
binatang-binatang itu menghasilkan daging, susu, mentega
dan keju, tetapi sekarang aku tidak usah menembaknya lagi,
sehingga ada kalanya dua tahun lamanya aku tidak
melepaskan satu tembakan pun. Tetapi aku selalu membawa
bedil dan satu atau dua pucuk pistol bila aku bepergian, aku
bersenjata lengkap. Dengan hilangnya rasa takut, aku mendapat pikiran-pikiran,
yang untuk sebagian besar berhubungan dengan pertanyaan,
bagaimana caranya aku mempertahankan diri bila terpaksa
menghadapi orang-orang liar. Suatu waktu aku bermaksud
menanam enam pon mesiu dalam tanah di bawah tempat
menyalakan api, yang dapat meletus bila api itu menyala. Tapi
aku tidak ingin menghambur-hamburkan mesiu, karena
persediaanku tinggal sekantong lagi, dan aku tidak yakin
bahwa enam pon mesiu itu akan menakutkan mereka,
sehingga mereka tidak akan datang lagi untuk selama-
lamanya. Maksud itu kuurungkan. Sebagai gantinya aku berniat
bersembunyi dalam salah satu semak, dengan tiga pucuk bedil
yang diisi dua kali lipat, yang akan kupasang bila aku yakin
dapat mengenai dua atau tiga orang dengan satu tembakan
saja. Dan dengan bersenjatakan tiga pistol dan pedang
terhunus, aku akan menyerbu mereka, dan bila mereka terdiri
dari dua puluh orang, aku akan membunuh mereka semua.
Pikiran ini demikian mempengaruhi jiwaku, sehingga
berminggu-minggu lamanya aku bermimpi tiap malam
bertempur dengan mereka. Bahkan aku beberapa hari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lamanya mencari tempat yang paling baik untuk dapat
bersembunyi dan mengintai mereka. Tapi lama-kelamaan
perasaan-perasaan benci dan nafsu untuk membunuh itu
menjadi ber-kurang, apalagi ketika aku teringat betapa
kejamnya orang-orang Spanyol yang beragama Kristen itu
bertindak terhadap musuh-musuhnya, yakni penduduk asli
Amerika. Bila orang-orang Kristen sendiri melakukan
kekejaman-kekejaman yang tidak mengenal peri kemanusiaan,
dapatkah diharapkan bahwa orang-orang kafir akan kurang
ke. amnya" Untuk menyempurnakan persiapan-persiapanku, aku membawa perahu ke bagian lain pulauku. T adinya ia berada di
bagian pulau yang berbahaya, meskipun tersembunyi dengan
aman, yaitu, seperti dulu kukatakan di bawah pohon-pohon
yang condong di atas air. Kutam-batkan perahu itu di bawah
ujung karang, aku dapat menduga, bahwa orang-orang liar
tidak akan dapat menemukannya, mereka tidak akan dapat
datang ke bagian pulau ini, karena ada arus-arus yang
berbahaya. 18 Pembaca tentu tidak akan merasa heran, bila rasa takut
akan bahaya-bahaya yang mengancam terus-menerus dan
persiapan-persiapan yang kuambil, sama sekali telah
menghentikan perjalanan-perjalanan untuk menjelajahi pulau.
Aku harus lebih memikirkan agar kehadiranku tidak
diketahui orang daripada memikirkan keperluan-keperluan
hidupku. Aku tidak lagi memasang paku bila tidak sangat
perlu, karena aku takut kalau-kalau bunyi pukulannya akan
terdengar orang. Apalagi untuk me lepaskan tembakan, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bila tidak perlu benar, aku tidak menyalakan api, karena
asapnya yang pada siang hari tampak jelas dari kejauhan,
gampang menunjukkan tempat kediamanku. Oleh karena itu,
aku tidak lagi membakar periuk-periuk, pipah-pipah, dan
sebagainya seperti sediakala.
Pada suatu hari, ketika aku berjalan- jalan di hutan, sampailah aku ke muka jalan masuk sebuah gua, yang letaknya di dalam bukit karang. Tertarik oleh hasrat ingin mengetahui, aku masuk ke dalam gua itu, dan dapat kuketahui kini bahwa gua itu cukup luas. Sedikitnya aku dapat berdiri dengan tegak dan kiranya cukup juga untuk berdiri orang yang kedua. Tapi aku cepat-cepat keluar lagi dan tak jadi masuk ke dalamnya, ketika aku tiba-tiba melihat di dalamnya yang sangat gelap itu, sepasang
mata besar, bersinar-sinar (apakah itu mata setan atau mata
manusia aku belum dapat memastikan), seperti gemerlapannya sinar bintang di langit hitam (cahaya remang-
remang yang masuk dari mulut gua memantul, dan demikian
menyebabkan gemerlapan itu).
Tapi setelah beberapa saat, aku pun sudah kembali kepada
keadaan biasa, sambil aku mengutuki diriku sendiri, seseorang
yang tak berharga secepeng pun, untuk menjadi penghuni
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulau seorang diri dalam dua puluh tahun. Jadi, setelah
kukumpulkan lagi keberanianku dan setelah aku menyalakan
obor, aku masuk lagi ke dalam gua itu, sambil mengacungkan
kayu yang sedang menyala itu tinggi-tinggi. Tapi belum ada
tiga langkah aku melangkah kaki, kembali aku sangat terkejut,
karena aku mendengar dengan jelas dan tak jauh dari
tempatku berdiri suatu dengusan keras seperti orang sedang
menarik napas panjang, diikuti oleh gerutu kata-kata yang tak
keruan, dan kemudian disambung lagi oleh tarikan napas
seperti semula. Untuk ke dua kalinya aku melompat ke luar.
Dan kejutku kini betul-betul bukan main, hingga mengeluarkan keringat dingin dan serasa berdirilah bulu
seluruh tubuhku. Tapi sekali lagi aku memaksa keberanian
semangatku, untuk ke tiga kalinya aku melangkah kakiku maju
ke muka, dan oborku kuacungkan di atas kepalaku, akhirnya
aku mengetahui dengan kilatan cahaya, kiranya seekor
kambing bandot yang sangat besar, terbaring merentang-
rentang di atas tanah, sedang bergulat mempertahankan
nyawanya. Melihat ini terkejutku segera meredalah, kini aku dengan
bebas dan leluasa dapat melayangkan pandangan ke sekitar
gua itu; gua itu tidak begitu luas seperti sangka semula, kira-
kira dua belas kaki kelilingnya, bentuknya, ya apa yang akan
kukatakan, persegi tidak bulat pun tidak. Yang dapat
dipastikan: tidak pernah ada manusia datang ke sana, ini betul
buatan alam dan alam pulalah yang menyelenggarakan
pemeliharaannya. Selanjutnya aku melihat pada sebelah
dalamnya lagi tempat itu menyempit, merupakan sebuah
gang, yang terus masuk ke bagian bawah bukit karang. Gang
itu sangat kecil dan sempit, aku hampir tak dapat
memasukinya sekalipun merangkak, dan dengan demikian aku
tak dapat memastikan benar ke mana tujuan selanjutnya.
Karena tak mempunyai lilin dan oborku sudah hampir
padam, aku berniat akan membiarkan saja dahulu, dan akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang lagi saja pada hari berikutnya sambil membawa lilin
beserta kotak kaul dengan pemantik apinya sekali.
Ini kulaksanakan juga. Hari esoknya aku pergi lagi,
membawa enam buah lilin buatan sendiri (sebab aku
membuat juga lilin yang sangat berguna itu daripada lemak
kambing), ke tempat kemarin. Kumasuki liang kecil itu dengan
merangkak sejauh kira-kira sebelas meter dan sampailah aku
ke suatu tempat, yang tinggi lengkungnya kira-kira dua puluh
kaki. Tak pernah aku melihat di pulau ini sesuatu yang
demikian indahnya, sebab ke mana saja aku memandang,
tampaklah cahaya dan segala jurusan dipantulkan oleh dinding
di sekitar gua itu, yang disebabkan oleh penyinaran kembali
dari kedua lilin yang kubawa. Demikianlah kiraku seratus kali
terangnya. Apakah ini sebenarnya - apakah ini intan atau
bijih emas - aku tak tahu. Dan tempat yang kuinjak ini,
keadaannya baik benar, meskipun gelap, lantainya kering dan
licin ditaburi oleh selapis tipis kerikil dan dengan demikian
tidak terdapat dalamnya binatang-binatang yang berbau busuk
memuakkan atau tak mengenakkan penciuman, juga udara di
sana tidak lembap. Satu-satunya yang memberatkan, gang
untuk masuk yang sempit itulah, tapi setelah sedikit kupikir
pikir terasalah kini, bahwa hal ini jangan dipandang suatu
keberatan, apabila kita mempunyai niat akan membuat tempat
itu sebagai tempat sembunyi. Jadi aku sangat girang dengan
penemuan ini, dan aku menetapkan akan segera membawa
barang-barang yang kuanggap berharga kemari. Terutama
obat bedilku dan bedil-bedil cadangan, yaitu dua bedil
pemburu dan tiga bedil setinggar. Yang lima lainnya
kutinggalkan di rumah, masing-masing telah kutempatkan
larasnya pada lubang penembakan yang kubuat pada dinding
tempo hari, sebagai meriam yang sewaktu-waktu kalau ada
bahaya siap untuk diletuskan. Juga aku membawa ke tempat
ini, semua timah yang kupunyai.
Aku kini dapat mengenalkan diri sebagai seorang raksasa
dari jaman Purbakala, yang menurut cerita dikatakan bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka pun tinggal di gua-gua, di lubang-lubang yang
dibuatnya dalam bukit karang, yang tidak dapat didatangi
orang, sebab aku yakin, aku di sini dan lima ratus orang liar
mencariku, mereka tak akan berani menyerangku.
Sekarang aku sudah dua puluh tiga tahun diam di pulau ini.
Aku sudah biasa hidup seperti ini. Aku hanya mempunyai satu
keinginan kini: hidup sehat dan tenteram. Akhirnya, tentu
seperti kambing jantan tua, berbaring di tempat tidurku, mati.
Tapi aku selalu diganggu oleh pikiran: mungkin akan diserang
oleh orang-orang liar. Aku mempunyai lebih banyak perintang dan hiburan


Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

daripada semula. Waktu terasa tidak begitu panjang lagi
seperti dulu. Pertama-tama aku mengajar si Poli bicara, seperti
yang dulu sudah kukatakan, dan ia mengucapkan kata-
katanya demikian jeas dan baik, hingga aku merasa senang
sekali. Ia hidup bersama aku tidak kurang dari dua puluh
enam tahun. Beberapa ekor dari kakatuaku agaknya masih
hidup dan sekarang pun rupanya masih memanggil-manggil
Robinson Crusoe. Anjingku selama enam belas tahun menjadi
kawanku yang setia. Dan kucing-kucingku, berkembang biak
cepat sekali, sehingga kadang-kadang aku terpaksa menembaknya, karena menjadi liar sangat mengganggu.
Kecuali binatang-binatang piaraan, aku mempunyai dua tiga
ekor anak kambing, yang kuajar makan dari tanganku. Kecuali
si Poli, aku masih mempunyai dua ekor kakatua lainnya yang
dapat bicara baik sekali. Tetapi si Poli-lah yang terutama
kesayanganku. Aku pun mempunyai bermacam-macam
burung laut, yang tak kuketahui namanya, yang kutangkap di
pantai dan kupotong sayapnya. Dan karena pohon-pohon
yang kutanam antara kedua pagarku sekarang sudah tumbuh
menjadi belukar yang rapat, kubiarkan burung-burung itu
hidup di sana, dan ini sangat menyenangkan hatiku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
19 Sekarang bulan Desember tahun ke dua puluh tiga aku
diam di pulau ini. Dan bulan ini waktunya panen, aku terpaksa
harus sudah ada di ladang pagi-pagi. Aku sangat tercengang
ketika melihat pada jarak kira-kira dua mil di bagian pulau di
tempat aku pernah menemukan jejak orang-orang liar, aku
melihat lagi mereka. Setelah aku berada lagi dalam
bentengku, aku tidak berani ke luar, takut kalau-kalau
disergap dengan tiba-tiba. Tapi dalam bentengku juga aku
tidak merasa tenteram. Kudaki puncak sebuah bukit yang
terdekat dan sambil menelungkup di atas tanah, kuambil
teropongku untuk mengamat-amati apa yang terjadi di sana.
Segera kulihat sembilan orang liar yang telanjang bulat duduk
sekeliling api. Dan api ini bukan untuk memanaskan
badannya, sebab hawa di sini amat panas, melainkan untuk
memasak makanannya: daging manusia. Mereka membawa
beberapa orang yang masih hidup maupun yang telah mati
kemari. Mereka membawa dua buah perahu yang mereka seret
agak jauh ke darat dan karena waktu itu air sedang surut,
kukira mereka tengah menunggu air pasang untuk dapat pergi
lagi. Apa yang kuduga, memang terjadi. Baru saja air pasang
datang dari sebelah barat, kulihat mereka lekas-lekas naik ke
dalam perahunya dan pergi berlayar. Harus kuceritakan pula,
bahwa satu dua jam sebelum mereka berlayar, dengan
teropong dapat kulihat, mereka menari-nari begitu jelas
kulihat gerakan-gerakan badannya. Dan aku dapat melihat,
bahwa mereka telanjang bulat, sama sekali tak berpakaian.
Tapi apakah mereka itu laki-laki atau perempuan, entahlah.
Baru saja mereka pergi, segera kusandangkan kedua
bedilku dan kusisipkan dua pistol dan sebilah pisau besar pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ikat pinggangku dan aku berlari ke tempat mereka kulihat
pertama kalinya. Ketika aku sampai di sana (kira-kira dua jam
kemudian), aku melihat, bahwa masih ada tiga perahu lagi
yang diisi orang-orang liar (jadi semuanya lima perahu). Jauh
di tengah laut kulihat perahu-perahu itu menuju ke darat.
Ketika turun ke pantai, tampaklah pemandangan yang sangat
mengerikan, yang menjadi bukti dari perbuatannya yang
terkutuk: darah, tulang-belulang, potongan-potongan daging
yang belum habis termakan, dan sebagainya.
Ternyata, bahwa kunjungannya ke pulauku itu tidak cepat
berulang. Baru lima belas bulan kemudian, mereka muncul
lagi, artinya selama waktu itu aku tidak melihat jejaknya
maupun tanda-tanda lainnya. Dan karena musim hujan, aku
yakin, bahwa mereka tak akan menyeberangi laut lagi.
Selama itu keadaanku jauh daripada tenang dan tenteram,
aku selalu diganggu rasa takut yang luar biasa.
Bekerja pun tak banyak hasilnya, pikiranku tak henti-
hentinya diganggu oleh pertanyaan: bagaimana aku dapat
mempertahankan diri; apa yang harus kuperbuat, kalau
mereka dapat mengetahui tempatku. Padahal selama setahun
tiga bulan tak pernah aku me lihat mereka. Tapi pada bulan
Mei dalam tahun ke dua puluh empat dari masa tinggalku di
tempat itu, menurut perhitunganku, aku menjumpai mereka
dalam suatu waktu yang tidak disangka-sangka. Tapi tentang
ini baiklah kelak kuceritakan.
Menurut almanak kayuku, hari itu tercatat tanggal 16 Mei,
ketika tiba-tiba turun badai disertai kelam kabut udara yang
jarang kutemui. Sepanjang malam badai itu tak reda-redanya.
Aku sedang duduk-duduk sambil membaca kitab Injil dengari
asyiknya, pada saat itulah aku mengira mendengar suatu
letusan dari arah laut. Aku terlompat, lalu lari ke luar, belum sampai tiga
menghitung, aku sudah berdiri di atas tangga, dan ketika aku
akan mendaki bukit kecil yang ada di samping rumahku, sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kudengar lagi letusan yang ke dua. Kini aku tahu dengan pasti
bahwa letusan datangnya dari bagian laut yang pernah
kukunjungi, yang hampir membencanai hidupku. Segera aku
dapat menduga bahwa ada kapal yang diancam bahaya, dan
bahwa dekatnya ada kapal yang lain, lalu memberi tanda
bahaya, untuk minta pertolongan. Untung pada saat itu aku
tidak gugup untuk dapat memikirkan: meskipun aku sendiri
tidak dapat menolong, barangkali dapatlah kiranya memberikan suatu petunjuk yang berguna. Kukumpulkan
segala kayu-kayuan kering, yang ada padaku, kutumpuk di
atas bukit, kunyalakan dengan alat pembuat apiku. Dan
karena angin sedang keras berembus, kayu-kayu itu cepat
sekali menyala hingga aku dapat memastikan bahwa nyala api
itu akan dapat terlihat oleh setiap kapal dalam jarak beberapa
mil jauhnya. Tiba-tiba aku mendegar lagi sebuah letusan yang segera
diikuti oleh beberapa letusan lainnya, dari arah yang sama.
Kubiarkan api itu menyala sampai pagi. Dalam saat
menjelang s iang dan dalam udara yang agak mulai cerah, aku
melihat dalam jarak yang sangat jauh, sebelah timur pulau,
suatu benda yang bergerak. Tapi apakah itu layar kapal atau
hanya rangkanya, aku tak dapat menyatakannya dengan pasti
sekalipun terlihat dengan teropong. Jaraknya terlalu jauh dan
air laut masih sangat goncang.
Hampir sehari-harian aku meneropong laut, di seling-seling
berhenti kalau lelah, akhirnya dapat kusebutkan bahwa benda
itu tidak bergerak. Karena demikian dapat kupastikan bahwa benda itu sebuah
kapal yang sedang berlabuh. Tertarik oleh rasa ingin lebih
banyak mengetahui halnya, aku segera mengambil bedilku lalu
larilah aku ke arah selatan, ke bukit karang, yang telah pernah
kukunjungi dahulu ketika aku bepergian dengan perahu dan
lalu dibawa oleh arus deras, seperti pernah kukisahkan. Ketika
aku datang ke tempat tersebut, cuaca sudah terang benar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan aku melihat dengan kecewa, sebab yang kukira kapal
yang sedang berlabuh itu, tak kurang tak lebih daripada
rangka yang sudah tenggelam, yang pada malam itu rupanya
terbentur ke kaki bukit karang yang pernah melindungi aku
dari arus laut yang deras itu, hingga aku selamat dari bahaya
maut yang mengerikan. 20 Demikian rupanya, manusia menemui kenyataan, bahwa
sesuatu yang baik bagi seseorang sering merupakan suatu
bencana untuk orang lain.
Aku tak pernah, juga tak pernah kemudian harinya
mengetahui benar-benar apakah ada dari penumpang kapal
yang karam itu yang selamat: tapi aku pernah menemui pada
beberapa hari setelah reda, mayat yang terdampar ke tepi. Ia
hanya mengenakan baju kelasi celana panjang dari linen dan
kemeja biru. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan,
bangsa apa dia. Dalam kantung bajunya tak ada satu yang
terdapat kecuali beberapa keping uang rupiah dan pipa - yang
belakangan ini tentu saja lebih berguna sepuluh kali dari yang
pertama. Karena air laut kini sudah mulai tenang lagi, timbul
keinginanku untuk pegi ke kerangka kapal itu. Aku tak ragu-
ragu bahwa dalam kapal itu akan banyak benda-bendanya
yang berguna. Lain daripada itu, bukan tak mungkin kalau-
kalau masih terdapat penumpang di dalamnya yang perlu
ditolong. Dan dengan memberi pertolongan ini, aku sendiri
akan lebih berbahagia, sebab akan mempunyai teman yang
dapat diajak berbicara dan bertukar pikiran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pikiran ini keras mendesakku, hingga aku tak hendak
menangguhkannya lagi. Segera aku pulang untuk bersiap-siap
menyediakan perbekalan dalam perjalanan. Kubungkus roti
banyak-banyak, kusediakan tempat air tawar, kuambil
pedoman, kujengkau sebotol rum serta kismisnya sekeranjang
penuh. Dan demikianlah aku telah siap sedia dengan segala
macam perbekalan. Dan aku pun pergilah ke tempat aku
menaruh perahuku. Kukeringkan airnya yang tergenang,
kudorong ke tepi, kupikul segala muatan, kumuatkan ke
dalamnya, lalu aku kembali lagi ke rumah. Muatan yang
kubawa kali ini terdiri dari sebakul besar beras, segulung kain
layar penahan panas, yang akan kupasang di atas kepalaku
sebagai tenda, kemudian tempat air yang ke dua, kue jelai
kira-kira dua lusin, sebotol besar susu kambing dan sebungkah
keju. Semua ini kumasukkan ke dalam perahuku. Tentu
dengan tidak mudah, sebab beban ini sungguh-sungguh
bukan beban yang layak dipikul oleh hanya seorang saja.
Setelah aku berdoa kepada Tuhan, aku pun berlayarlah.
Aku mendayung terus sepanjang pantai sampai aku tiba di
tempat yang paling jauh di bagian timur laut pulau. Tapi
sekarang aku harus menempuh laut. Aku memperhatikan
arus-arus deras yang berada tak begitu jauh dari pulau, dan
keberanianku mulai susut, sebab aku sudah bisa memastikan,
bahwa bila aku sampai di salah satu arus tadi, aku akan
terseret jauh ke laut - dan jika demikian aku tak akan kembali
lagi ke pulauku. Pikiran ini membuat aku sangat sedih, sehingga aku mulai
berpikir untuk mengurungkan saja niatku. Dan setelah aku
membawa perahuku ke muara sungai kecil, dan kutambatkan
pada salah satu tepinya aku mendarat. Lalu aku duduk pada
suatu tempat yang menjorok ke laut dan merenungkan
sungguh-sungguh apa yang akan kuperbuat.
Dalam pada itu air pun pasang. Beberapa jam lamanya
pasti aku tak akan dapat pergi. Timbullah maksud untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencari tempat tertinggi yang tak seberapa jauh untuk
melihat-lihat apakah dari sana aku tak dapat menentukan
tempat dan arah arus-arus. Baru saja niat itu timbul aku pun
melihat puncak bukit kecil, dan dari situ aku dapat
memandang laut dengan bebas dan dengan jelas bisa melihat
berbagai arus. Aku pun mengetahui pula bahwa bila air surut melewati
ujung selatan pulau, air pasang lewat ujung utara, dan
menyelusuri sepanjang pantai utara.
Karena penyelidikan-penyelidikan itu, aku jadi berani
kembali dan aku memutuskan akan berlayar keesokan harinya
dengan air pasang pertama. Aku naik lagi ke dalam perahu
dan sambil berselubung jas hujan, aku tidur di kolong langit
terbuka. Mula-mula aku berlayar ke arah utara, akhirnya aku merasa
pengaruh arus yang bergerak ke arah timur, dan aku didorong
dengan kecepatan besar. Tapi arus ini tidak begitu
menakutkan sebagaimana arus selatan dulu, sebab aku tetap
menguasai kemudi. Dan karena kemudiku kuat, aku berhasil
dalam tempo dua jam dengan pertolongan penggayuhku
sampai pada kapal rusak itu.
Sungguh menyedihkan kapal yang terdampar itu! Kapal itu
model Spanyol, terjepit di antara dua karang. Linggi belakang
seluruhnya, begitu pula geladak tengah hancur dan linggi
Tongkat Rantai Kumala 6 Pendekar Rajawali Sakti 121 Rahasia Patung Kencana Api Di Puncak Merapi 3
^