Membuat Kapal Selam 2
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley Bagian 2
Tenaga mereka mungkin dibutuhkan nanti. Tapi terus-terang saja, aku
pun salut bahwa mereka tidak panik."
Beberapa saat kemudian kami mendengar suara sirene yang
mendekat dengan cepat. Tidak lama setelah itu sebuah mobil patroli
berhenti di jalan bebas hambatan di dekat air terjun. Dua polisi
nampak mengikuti Jeff dan Mortimer.
"Dari mana kalian tahu bahwa ada orang yang terkurung dalam
gua," salah satu petugas bertanya sambil mengarahkan senternya ke
kaki air terjun. "Kami bicara dengan mereka," ujar Henry. Kemudian ia
menjelaskan bahwa sebelumnya kami telah memasang jaringan
interkom. "Anda juga bisa bicara dengan mereka," ia lalu
menawarkan. "Tidak perlu," si polisi berkata. "Kelihatannya kita memang
menghadapi keadaan darurat."
Ketika cahaya senternya menerangi batu-batu besar di bawah,
matanya langsung terbelalak.
"Astaga!" seru polisi itu. "Ini lebih parah dari yang saya
bayangkan. Untuk memindahkan batu-batu itu kita memerlukan
peralatan berat. Rasanya di sekitar Mammoth Falls tidak ada yang
punya peralatan seperti itu. Apakah anak-anak itu aman di dalam
sana?" "Sejauh ini mereka baik-baik saja," kata Henry.
Cahaya senter si polisi menyapu bagian atas air terjun.
"Hmm, jangan-jangan sisanya ikut runtuh," ia berkomentar.
"Kalau itu sampai terjadi, maka langit-langit gua pun bakal ambruk."
"Ada kemungkinan," ujar Henry.
"Kita tidak boleh buang-buang waktu," si polisi berkata sambil
berpaling pada rekannya. "Al, kau kembali ke mobil dan hubungi
Chief Putney. Katakan padanya bahwa Pak Walikota perlu diberitahu
mengenai kejadian ini. Katakan juga bahwa kita menyarankan agar dia
mengumumkan keadaan darurat, lalu mencari peralatan untuk aksi
penyelamatan. Dan sebaiknya orang-orang dari Pertahanan Sipil juga
diajak ke sini." Polisi yang satu lagi segera bergegas ke mobil patroli.
"Tunggu sebentar, Al! Setelah menghubungi Chief Putney,
usahakan agar kau bisa merobohkan sebagian pagar pembatas jalan.
Habis itu bawa mobil kita ke sini. Kita pasti perlu radio nanti."
"Biar kami saja yang merobohkan pagar!" seru Jeff. Langsung
saja ia dan Mortimer menyusul polisi yang bernama Al.
Mengherankan sekali, tapi kadang-kadang sejumlah kejadian
bisa berlangsung sangat cepat. Dalam satu jam saja tepi sungai telah
penuh orang dan kendaraan. Dan jumlahnya terus bertambah.
Sementara itu si polisi sibuk menghubungi orang-orang yang mungkin
memiliki peralatan berat yang dibutuhkan untuk memindahkan bertonton batu besar dari bawah air terjun. Suasana hiruk-piruk, dan hampir
tidak ada hasil yang dicapai.
Sepuluh menit kemudian mobil dari tim SAR tiba. Mereka
langsung menerangi tempat kejadian dengan beberapa lampu sorot
berkekuatan tinggi. Seharusnya Seth Emory"Kepala Badan
Pertahanan Sipil"yang memegang kendali operasi penyelamatan.
Tapi seperti biasa Mr. Scragg"Walikota Mammoth Falls"yang
paling banyak bicara. Ia terus memberikan petunjuk pada Chief
Putney dan Hiram Pixley" Kepala Dinas Pemadam Kebakaran.
Dengan gayanya yang sok penting, Mr. Scragg menyuruh mereka
melakukan hal-hal yang sebenarnya sudah dilaksanakan.
Mr. Scragg juga menyetujui setiap usul mengenai cara
memasuki gua, meskipun usul itu sama sekali tidak masuk akal.
Seseorang menyarankan untuk membawa alat pengeruk, agar batubatu yang menghalangi mulut gua bisa diangkat. Tapi mandor
konstruksi yang sengaja dijemput mengatakan bahwa alat pengeruk
yang paling besar pun takkan dapat mencapai timbunan batu dari tepi
sungai. Sedangkan untuk membangun dermaga darurat paling tidak
dibutuhkan waktu dua hari. Orang lain lalu mengusulkan untuk
memasang jembatan mengambang, agar tim SAR bisa mengebor
lubang lewat batu cadas. Tapi usul ini dianggap terlalu penuh risiko,
karena bahaya tanah longsor masih terus mengintai. Kemudian
seorang ahli bahan peledak menyarankan agar timbunan batu
didinamit saja, namun hampir semua orang menolak dengan tegas.
Di antara kerumunan orang juga ada wartawan dan juru potret
dari Gazette. Mereka mewawancarai para petugas, kemudian minta
pendapat dari orang-orang yang hadir. Si wartawan sebenarnya ingin
berbicara dengan anak-anak yang terperangkap di dalam gua, tapi Mr.
Scragg menanggapinya dengan dingin.
"Silakan saja," katanya, "kalau Anda bisa menemukan cara
untuk masuk ke sana."
"Tapi saya dengar sudah ada hubungan komunikasi ke sana,"
wartawan itu berkeras. "Salah seorang polisi memberitahu saya
bahwa..." "Saya tidak tahu apa-apa mengenai itu," balas Pak Walikota.
"Anda harus menanyakannya pada anak-anak muda di seberang sana.
Merekalah biang keladi semua ini."
"Saya kira mereka tidak mau diganggu. Mereka sedang tidur,"
ujar Henry ketika ditanya oleh si wartawan. "Lagi pula, saya dengar
rombongan TV dari White Fork sedang dalam perjalanan ke sini.
Sebaiknya Anda tunggu saja sampai mereka datang."
Si wartawan nampak gusar.
"Saya yang datang duluan!" ia memprotes. "Saya harus
mendapatkan berita untuk edisi khusus. Kalau saya tidak berhasil, dan
para wartawan TV mendahului saya, maka saya akan dipecat!"
"Oh!" ujar Henry.
"Wah, kami tidak ingin merepotkan Anda hanya gara-gara
enam anak kecil yang terkurung dalam sebuah gua," kata Freddy
Muldoon. "Bukan begitu maksud saya," si wartawan langsung membela
diri. "Tapi peristiwa ini merupakan berita besar, dan kejadiannya
masih di sekitar kota kita. Apakah kalian sempat menyaksikan liputan
berita di TV mengenai gadis kecil yang terperangkap di dalam lubang
sumur di Omaha bulan lalu" Selama tiga hari seluruh Amerika dibuat
duduk terpaku di depan pesawat TV. Apakah kalian bisa
membayangkan bagaimana tanggapan mereka terhadap kejadian ini?"
"Yeah! Saya bisa membayangkannya," kata Mortimer.
"Nah, bagaimana sekarang" Apakah saya bisa bicara dengan
anak-anak itu?" Henry mengangkat bahu. "Bagaimana sih ini?" si wartawan bertanya dengan kasar.
"Sebenarnya siapa sih pemimpin rombongan kalian" Kau?"
"Bukan, bukan saya," jawab Henry. "Tapi saya pemilik pesawat
interkom." "Oh! Saya mengerti!" si wartawan berseru sambil
mengeluarkan dompet. "Apakah lima dollar cukup?"
"Nah, begitu dong! Kenapa tidak dari tadi?" kata Freddy
Muldoon. "Sorry, Mister, kami tidak menginginkan uang Anda," balas
Henry sambil menjulurkan tangannya ke wajah Freddy. "Anda tunggu
saja sampai rombongan TV datang ke sini. Setelah itu semua akan
mendapat kesempatan untuk bicara dengan mereka."
Si wartawan mengangkat tangan lalu membalik. Tapi tiba-tiba
sebuah pikiran terlintas di kepalanya. Langsung saja ia berpaling pada
juru potret yang menemaninya. Dengan suara yang cukup keras untuk
didengar semua orang ia berkata, "Lama-lama aku mulai curiga bahwa
tidak ada siapa-siapa di dalam gua. Mungkin saja anak-anak itu
sengaja merencanakan semuanya agar mereka menjadi terkenal."
"Hei, benar juga!" ujar si juru potret. "Kita sama sekali tidak
bisa memastikan bahwa memang ada yang terperangkap di dalam
sana. Wah! Ini bahan berita yang cukup menarik."
Jeff segera menghampiri Henry.
"Rasanya lebih baik kalau kita membiarkan mereka bicara
dengan Harmon," ia berbisik ke telinga sahabatnya.
"Apa boleh buat," ujar Henry. "Kelihatannya kita tidak punya
pilihan lain." Setelah bersusah-payah, ia akhirnya berhasil memanggil
Harmon lewat pesawat interkom. Penuh semangat si wartawan lalu
mulai mengajukan pertanyaan demi pertanyaan. Harmon mengatakan
bahwa keadaan mereka baik-baik saja. Ia juga menyebutkan nama
kelima temannya yang ikut terperangkap. Kemudian Harmon
membangunkan Stony Martin, dan menyuruhnya berbicara dengan si
wartawan. Selama wawancara berlangsung, si juru foto menempelkan
tape recorder pada pengeras suara sehingga seluruh percakapan
berhasil direkam. "Apakah kau khawatir tentang keselamatan kalian?" si
wartawan bertanya. "Sama sekali tidak," kata Harmon.
"Kalian tidak perlu panik. Saya yakin, kalian pasti segera bisa
keluar dari gua itu," si wartawan berusaha memberikan semangat.
"Ah, regu penolong tidak perlu terburu-buru," balas Harmon
sambil menguap. "Yang penting kami bisa pulang sebelum waktu
sarapan." "Busyet!" si wartawan berseru gembira. "Ini baru berita! Kau
dengar apa yang dikatakan anak itu" Mereka tidak perlu terburu-buru,
katanya. Busyet! Jaringan berita akan berebut untuk memperoleh
informasi ini." "Hei, kalau begitu kita bisa menjual rekaman ini dengan harga
tinggi!" si juru potret berkomentar sambil mengikuti rekannya ke
puncak tebing. "Lho, Anda tidak menunggu sampai mereka berhasil
dikeluarkan?" Mortimer berseru.
"Sorry!" si wartawan membalas. "Kami harus segera ke
percetakan. Mumpung beritanya masih hangat!"
Dalam sekejap mereka telah menghilang dalam kegelapan
malam. "Dasar wartawan brengsek!" Dinky Poore mengumpat dengan
kesal. Pada waktu rombongan wartawan TV tiba, upaya penyelamatan
telah menemui jalan buntu. Pak Walikota sedang mengadakan rapat
darurat untuk menentukan langkah selanjutnya. Kelihatannya, rencana
yang paling masuk akal adalah menguruk alur sungai untuk
membangun dermaga sementara. Dermaga itu akan digunakan sebagai
landasan untuk alat pengeruk. Pak Walikota lalu menanyakan
seberapa cepat dermaga seperti itu bisa dibangun. Ia juga meragukan
apakah alat pengeruk bisa dibawa ke tempat kejadian, mengingat
tebing di tepi sungai sangat curam. Seth Emory lalu mengusulkan agar
Dinas Pekerjaan Umum mengerahkan semua truk di sekitar Mammoth
Falls. Truk-truk itu diperlukan untuk mengangkut batu-batu kerikil
dari tambang kerikil di White Fork Road.
"Agar semuanya berjalan lancar," ia menambahkan, "truk-truk
yang bolak-balik itu perlu dikawal oleh mobil patroli. Dengan
demikian dermaga darurat bisa diselesaikan dalam setengah sampai
satu hari penuh." Sementara itu kepala rombongan TV berjalan mondar-mandir
sambil mengusap-usap rambutnya. Setiap tiga puluh detik ia melirik
jam tangannya. Akhirnya ia menghampiri Mr. Scragg dan menepuk
bahunya. "Apakah ini berarti bahwa takkan ada kemajuan berarti sampai
siang nanti... atau bahkan lebih lama lagi?"
"Kalau yang Anda maksud dengan kemajuan berarti adalah
mengeluarkan anak-anak itu dari gua, maka saya terpaksa menjawab,
ya," ujar Pak Walikota.
"Kalau begitu kita bisa pulang dulu dan tidur lagi," si kepala
rombongan TV berkata sambil menoleh pada anak buahnya.
"Terserah Anda saja," Mr. Scragg mengomentarinya. "Menurut
perkiraan saya, kita pasti masih lama di sini."
"Mumpung sudah di sini, Bos, kenapa kita tidak mencari
informasi yang mendukung berita utama?" salah seorang juru kamera
mengusulkan. "Yeah! Bisa juga," bosnya berkata sambil menggaruk-garuk
dagu. "Wah! Saya dapat ide bagus, nih!" Ia kembali berpaling pada
Pak Walikota. "Apakah ada kemungkinan untuk menurunkan kamera
ke dalam gua?" ia bertanya.
Pak Walikota menatapnya sambil membelalakkan mata. "Kalau
saya tahu, maka saya bisa mengeluarkan anak-anak itu dari sana!" ia
menjawab dengan ketus. "Sekarang silakan pergi, dan jangan ganggu
saya lagi." Si kepala rombongan TV segera minggir. Wajahnya nampak
cemberut. Tiba-tiba lengan bajunya ditarik dari belakang. Ia menoleh
dan melihat Jeff Crocker.
"Maaf, Mister," ujar Jeff. "Saya tahu bagaimana Anda bisa
memasukkan kamera Anda ke dalam gua. Tapi untuk itu Anda
memerlukan kabel yang panjang dan kedap air."
Si kepala rombongan TV menatap Jeff sambil mengerutkan
kening. Kelihatan jelas bahwa ia tidak tahu apakah Jeff patut
didengarkan atau tidak. "Seberapa panjang?" ia akhirnya bertanya.
Jeff mengangkat bahu. "Mungkin sekitar 90 sampai 120 meter.
Saya sendiri juga tidak tahu pasti."
"Kau jangan mempermainkan saya, ya! Kami tidak bawa kabel
sepanjang itu, tapi anak buah saya bisa mengambilnya. Kau yakin
bahwa kamera kami bisa masuk?"
"Yeah, seratus persen," ujar Jeff mantap. "Sebenarnya ada jalan
lain untuk masuk ke gua, tapi untuk itu Anda harus..." Mendadak Jeff
mulai menggosok-gosok dagu.
"Tunggu dulu!" ia berseru penuh semangat, kemudian berlari
menghampiri kami. "Henry!" Jeff memanggil sambil menggenggam bahu Henry.
"Aku tahu bagaimana kita bisa menyelamatkan Harmon dan yang lain.
Kalau kita punya peralatan selam yang lengkap, maka kita bisa lewat
jalan yang kita pakai untuk membawa Lady Go Diver ke dalam gua."
"Hus, jangan keras-keras!" Mortimer mengingatkan sambil
melirik ke arah kepala rombongan TV.
"Yeah!" ujar Freddy. "Kau akan membongkar rahasia kita."
"Diam, Freddy!" kata Jeff sambil mendorong wajah Freddy
dengan sebelah tangan. "Yang paling penting adalah bagaimana
Harmon dan teman-temannya bisa diselamatkan."
"Kita bisa kembali ke markas untuk mengambil peralatan
selam," Mortimer mengusulkan. "Setelah itu Jeff dan aku bisa
menyelam masuk, lalu mengeluarkan mereka satu per satu."
"Lebih cepat kalau kalian membawa mereka naik kapal selam,"
kata Dinky. "Hmm, usul Dinky boleh juga," Henry berkomentar. "Paling
tidak kita harus mencobanya. Tunggu sebentar, aku akan
membicarakan hal ini dengan Pak Walikota."
"Aduh! Apa kalian tidak sadar bahwa rahasia kita sedang
terancam"!" Freddy berteriak. "Seluruh kota akan mengetahui
terowongan rahasia kita"termasuk Harmon!"
"Ada apa ini?" si kepala wartawan TV bertanya sambil
menghampiri kami. "Jadi bagaimana, nih" Kalian bisa menurunkan
kamera atau tidak?" . "Lupakan saja, Mister," ujar Jeff ketika kami mulai bergegas
ke arah Pak Walikota. "Ada urusan yang lebih penting dari itu."
"Saya dengar ada yang menyebut-nyebut terowongan rahasia?"
pria itu bertanya sambil menggenggam lengan Freddy.
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terowongan rahasia yang mana?"
"Terowongan rahasia ke gua itu, bodoh!"
"Oh, yang itu! Itu bukan urusan Anda," kata Freddy sambil
menarik lengannya, lalu menyusul kami.
"Ya Tuhan, Mulligan! Ada apa lagi sekarang?"
Mr. Scragg bertanya dengan lesu ketika Henry menepuk
bahunya. "Kami tahu bagaimana anak-anak itu bisa dikeluarkan dari
gua," Henry berkata dengan singkat. Kemudian ia menjelaskan
bagaimana kami membawa Lady Go Diver melalui terowongan
rahasia yang menembus batu karang dan muncul di kolam air di dalam
gua. "Panjangnya hanya sekitar 60 meter," Jeff menambahkan.
"Kami menemukannya secara kebetulan waktu kami sedang
menyelam. Mulut terowongan itu berada kurang lebih tiga meter di
bawah permukaan air, tepat di mana Anda akan menguruk alur sungai
untuk membangun dermaga darurat. Kalau Anda menimbun batubatu di sana, maka terowongan itu akan tertutup."
Mr. Scragg menatap kami dengan pandangan aneh.
"Setiap kali saya mengikuti saran kalian, saya mendapat
kesulitan yang lebih besar lagi!" ia mendesah sambil menempelkan
tangannya ke kening. "Apakah belum cukup bahwa kalian membawa
hampir seluruh kota ke sini pada tengah malam buta?"
"Jangan dengarkan mereka, Pak Walikota," kata Freddy sambil
menembus kerumunan orang di sekitar Mr. Scragg. "Mereka hanya
mengada-ada." "Jangan ikut campur!" Jeff menghardiknya, lalu mendorong
wajah Freddy. Kali ini Freddy membalas dengan menendang tulang
kering Jeff. Tapi kemudian Mortimer segera menariknya pergi.
"Jangan macam-macam, Freddy!" ia mengancam. "Jeff tahu apa
yang dilakukannya." "Jeff tidak bisa pegang rahasia!" Freddy merengek. "Dia akan
membuka rahasia kita."
"Hmm, rupanya kalian menyimpan rahasia," Pak Walikota
berkomentar. "Jadi kalian benar-benar menyimpan kapal selam di
dalam gua itu?" "Ya!" kata Jeff. "Anda bisa menanyakannya pada Zeke
Boniface. Kami memakai truk Zeke untuk membawa kapal selam itu
ke sini." "Dan kalian lewat terowongan bawah tanah untuk membawanya
masuk ke dalam gua?"
"Yang pasti, kami tidak menggotongnya!" balas Jeff.
Selama beberapa saat Mr. Scragg nampak berpikir keras.
Kemudian ia berbicara dengan Seth Emory. Chief Putney dan Chief
Pixley ikut bergabung, dan keempatnya lalu berbisik-bisik di dekat
jalan setapak yang menuju tepi sungai. Akhirnya Pak Walikota
menghampiri Henry dan Jeff.
"Kita harus segera mengambil tindakan," katanya. "Tapi
sebelumnya saya ingin mendapatkan jawaban yang pasti. Kalian
betul-betul bisa menyelam masuk ke gua lalu mengeluarkan anakanak itu lewat terowongan bawah tanah?"
"Betul!" Jeff menegaskan. "Kalau mereka bisa menggunakan
peralatan selam, maka mereka bisa menyelam sendiri. Kalau tidak,
maka kami akan mencoba mengeluarkan mereka dengan kapal selam
kami." "Hmm, tak ada salahnya kalau dicoba," ujar Mr. Scragg. "Tapi
saya akan menugaskan dua anak buah Chief Putney untuk menemani
kalian. Saya tidak menginginkan kecelakaan."
"Saya setuju sekali," Jeff menanggapinya. "Kami akan
menunjukkan jalannya pada mereka. Tapi sebelumnya kami harus
kembali ke kota untuk mengambil peralatan. Semua perlengkapan
kami disimpan di gudang jerami orangtua saya."
"Tidak perlu," Chief Pixley berkata. "Tim SAR membawa
peralatan selam dan segala perlengkapan yang mungkin diperlukan."
"Kebetulan kalau begitu," ujar Jeff. "Dengan demikian kita bisa
menghemat waktu." Ia dan Mortimer segera mulai membuka baju. Pada waktu itu
kami belum sadar bahwa segala sesuatu bisa diselesaikan dengan jauh
lebih mudah, seandainya Jeff dan Mortimer kembali ke markas untuk
mengambil peralatan selam kami.
Setelah ada kepastian mengenai rencana penyelamatan, suasana
di sekitar air terjun mendadak berubah. Orang-orang yang hadir mulai
dicekam rasa tegang"terutama setelah mereka mendengar bahwa dua
anak muda bersedia menyelam lewat terowongan bawah air yang
sama sekali belum diketahui oleh siapa pun. Semua orang mulai
berkerumun mengelilingi mobil tim SAR.
Kedua anak buah Chief Putney membantu Jeff dan Mortimer
mengenakan masker dan tabung oksigen. Kemudian keempatnya
mengikat diri masing-masing dengan sepotong tali nilon. Telah
diputuskan bahwa Jeff akan menunjukkan jalan, sedangkan Mortimer
menyelam paling belakang. Ia akan mengulurkan kabel komunikasi,
sehingga mereka bisa terus berhubungan dengan mobil tim SAR.
Kabel itu sekaligus berfungsi sebagai pedoman untuk mencari jalan
keluar dari dalam gua. Kedua polisi masing-masing membawa tangki
oksigen cadangan. Baik mereka maupun Jeff dan Mortimer
melengkapi diri dengan senter kedap air serta pisau komando.
Si kepala rombongan TV sudah bisa ketawa lagi sekarang.
Karena begitu bersemangat untuk meliput perkembangan terakhir, ia
terus menghalangi persiapan yang sedang dilakukan. Ia bahkan
memberi petunjuk mengenai cara menuruni tebing dan masuk ke air,
sampai Chief Putney akhirnya menariknya ke samping. Kepala polisi
Mammoth Falls itu lalu menugaskan dua anak buahnya untuk
mengawal rombongan whrtawan TV itu selama operasi penyelamatan
berlangsung. Jeff-lah yang pertama-tama memasuki air.
"Usahakan agar talinya jangan kendor," ia berkata pada polisi
yang menyusul. "Soalnya dinding terowongan penuh dengan batubatu tajam. Sebisa mungkin kita akan menyelam di dasar terowongan.
Pasir putih yang ada di sana akan membantu kita mencari jalan."
Kemudian ia menutupi wajahnya dengan masker selam,
menarik napas dalam-dalam, dan membuka katup tabung oksigen.
Yang lain mengikutinya satu per satu. Dalam sekejap saja tinggal jalur
gelembung udara yang terlihat di permukaan air.
Orang-orang yang berdiri di pinggir sungai hanya bisa
menunggu. Semuanya, kecuali para petugas tim SAR, bergerombol di
tepi air. Mereka berdesak-desakan dan saling berebut tempat yang
paling menguntungkan untuk mengamati lubang hitam di samping air
terjun, di mana jalur gelembung udara tadi menghilang.
Dalam keadaan saling mendorong dan mendesak, dua orang
sempat terpeleset dan jatuh ke dalam air. Tapi hampir tidak ada yang
memperhatikan mereka. Sementara itu si kepala rombongan TV mulai
menggerutu lagi karena tidak diizinkan menitipkan kameranya pada
para penyelam. Chief Pixley lalu menawarkan seperangkat alat selam
padanya. Si kepala rombongan TV berpikir sejenak, lalu memutuskan
bahwa liputannya toh tidak begitu penting.
Henry dan anggota-anggota Klub llmuwan Edan yang lain tetap
berada di dekat mobil tim SAR. Kami ditemani oleh Pak Walikota.
Kami sadar bahwa berita pertama akan disampaikan lewat kabel
komunikasi yang dibawa oleh keempat penyelam. Rasanya kami
menunggu selama berjam-jam. Namun sesungguhnya baru sepuluh
menit berlalu ketika petugas yang memonitor radio komunikasi
melambai-lambaikan tangan sebagai isyarat agar jangan ada yang
ribut. "Halo! Halo!" ia berseru. "Foster, kaukah itu?" Kemudian ia
pasang telinga. "Oke, kami akan stand-by. Semuanya sudah siap di sini,"
petugas itu menanggapi jawaban rekannya, lalu berpaling pada Pak
Walikota. "Mereka sudah memasuki gua, dan sekarang lagi mencari
anak-anak itu." "Tanyakan pada mereka apakah ada kapal selam di dalam
sana!" ujar Pak Walikota sambil melirik ke arah Henry.
Petugas tadi kembali memanggil rekannya. "Halo, Foster! Pak
Walikota ingin tahu apakah ada kapal selam di dalam sana."
"Yeah, memang ada," si penyelam menjawab. "Tapi anak-anak
itu tidak kelihatan. Kami sudah memeriksa setiap sudut. Tidak ada
siapa-siapa di dalam gua."
"Tolong ulangi sekali lagi"
"Aku bilang anak-anak itu tidak kelihatan. Ada yang tidak
beres, nih!" "Anda dengar itu?" si petugas radio bertanya pada Mr. Scragg.
"Foster mengatakan bahwa tidak ada siapa-siapa di dalam gua."
"Tidak ada siapa-siapa"!" Pak Walikota berseru.
"Tidak ada siapa-siapa"!" Henry membeo.
Pak Walikota segera menoleh dan menatap Henry.
"Mulligan"!" ia berkata seakan-akan minta pertanggungjawaban
dari Henry. "Tapi saya yakin, tadi ada orang di dalam!" Henry memprotes.
"Kami sempat bicara lewat interkom dengan mereka."
"Mulligan!" Pak Walikota kembali berkata.
Henry membalik dan berlari ke colokan interkom di puncak
tebing. Kami segera mengikutinya. Pak Walikota dan Chief Putney
menyusul sambil tersengal-sengal.
"Jeff! Jeff!" Henry berteriak di pengeras suara. "Kau bisa
mendengarku?" "Suaramu jelas sekali!" jawab Jeff.
"Bagaimana dengan Harmon dan anak buahnya" Di mana
mereka?" Henry bertanya dengan nada tegang.
"Aku tidak tahu di mana mereka berada. Tapi yang pasti,
mereka tidak di sini! Kami sudah mencari ke mana-mana."
"Kau tidak main-main, Jeff?"
"Aku serius, Henry!"
"Hmm, aku tidak mengerti," ujar Henry dengan lesu. "Baru
setengah jam yang lalu kita masih bicara dengan mereka."
Henry masih terbengong-bengong sambil menggaruk-garuk
kepala, ketika Pak Walikota dan Chief Putney muncul dari semaksemak.
"Well, Mulligan, mudah-mudahan kau bisa menjelaskan
semuanya ini!" Pak Walikota berkata sambil tersengal-sengal.
"Mereka tidak ada di dalam gua, Pak Walikota," Henry
mengakui dengan kesal. "Saya benar-benar tidak mengerti. Setengah
jam yang lalu mereka masih ada di sana."
"Jangan bohong, Mulligan!" suara Harmon Muldoon terdengar
dari kegelapan di atas kami. "Dari mula kau tahu persis bahwa kami
tidak berada di dalam gua."
Ledakan tawa nyaris menenggelamkan kata-katanya yang
terakhir. Henry nampak kebingungan ketika matanya berusaha
menembus kegelapan yang menyelimuti puncak tebing.
"Siapa itu?" Chief Putney bertanya dengan tegas sambil
mengarahkan senternya ke atas.
"Pertunjukan kalian cukup menarik," suara melengking milik
Stony Martin memecahkan keheningan malam. "Apakah kalian juga
sudah menyiapkan kejutan untuk babak terakhir?" Seruan ini pun
diiringi ledakan tawa. Rupanya Harmon serta anak buahnya sejak tadi duduk-duduk di
atas tebing sambil menonton kesibukan di tepi sungai. Cahaya lampu
sorot dari mobil tim SAR terlalu menyilaukan, tapi akhirnya berkas
sinar dari senter Chief Putney mengenai T-shirt putih yang dikenakan
oleh Stony Martin. Anak itu sedang duduk di atas pohon. Begitu
terkena cahaya senter, ia segera mundur ke daerah bayang-bayang
sambil terbahak-bahak. "Bagaimana kalian bisa naik ke sana?" Henry bertanya tanpa
semangat. "Kami jalan kaki!" balas Harmon.
"Maksudku, bagaimana kalian bisa keluar dari gua?"
"Itu sih gampang! Kami memang tidak pernah masuk ke gua
itu." "Jangan macam-macam, Harmon. Aku tahu bahwa tadi ada
orang di dalam sana."
"Yeah, kami memang mengutus satu orang untuk membuat
alarmnya menyala. Dengan demikian kami bisa menyerbu markas
kalian. Sepanjang malam kami berada di gudang jerami Jeff Crocker."
"Maksudmu, kalian berada di markas kami waktu aku
memanggilmu lewat interkom?"
"Yeah! Begitu alarm kalian berbunyi, segala macam hal yang
aneh-aneh mulai terjadi. Benar-benar pertunjukan yang bagus."
Henry tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia bahkan tidak
mendengar Pak Walikota berdebat dengan Chief Putney ketika mereka
kembali ke tepi sungai. Mereka mempersoalkan apakah ada yang
perlu ditangkap atau tidak.
"Oh ya, Henry," Stony Martin berseru. "Bagaimana kalian
menurunkan kotak uang kalian dari bawah atap" Kami menghabiskan
waktu berjam-jam untuk memecahkan teka-teki itu."
Henry tidak menjawab. Ia langsung membanting pesawat
interkom yang sedang ia pegang, kemudian menendangnya sampai
masuk ke tengah semak-semak. Pesawat itu langsung hancur
berkeping-keping. Baru kali itu aku melihat Henry mengamuk seperti
itu. Pawang Hujan Sejati MUSIM panas di Mammoth Falls selalu diiringi dengan cuaca
cerah dan suhu udara yang cukup tinggi. Tapi hari Selasa di bulan
Agustus itu benar-benar luar biasa. Udara begitu panas sehingga
anjing-anjing pun enggan berkeliaran di jalan. Orang-orang bahkan
takut membuka mulut karena khawatir lidah mereka tersengat
matahari. Siang hari itu aku sedang duduk di tempat pangkas rambut
milik Ned Carver. Sambil menahan kantuk, aku menunggu sampai
Mr. Carver selesai memotong rambut Charlie Brown. Untuk mengisi
waktu, aku membolak-balik halaman sebuah majalah tua. Tiba-tiba
Jason Barnaby masuk dan langsung duduk di kursi pojok.
"Bagaimana panen apel tahun ini, Jason?" Charlie Brown
bertanya dari bawah handuk panas yang menutupi wajahnya.
Kebun apel milik Jason merupakan kebun apel terbesar di
sekitar Mammoth Falls. Belakangan ini kebun apel di Brake Hill itu
bahkan dijadikan atraksi wisata, dan sering dikunjungi para pelancong
yang datang ke kota kami.
"Wah, payah! Takkan ada apel sama sekali kalau hujan tidak
segera turun," Jason mengeluh. "Aku belum pernah mengalami
serangan panas seperti tahun ini."
"Memang," Ned Carver berkomentar. "Rumput di halaman
rumahku juga sudah mulai gosong. Kelihatannya baru bulan depan
kita mulai dapat hujan."
"Mungkin lebih lama lagi," Jason mendesah. "Pohon-pohon
apel di kebunku sudah kering-kerontang. Baru dipegang saja, daundaunnya sudah remuk."
"Katanya Pak Walikota sudah mengundang tim pembuat hujan
profesional," ujar Charlie Brown. "Aku dengar tim itu terdiri atas ahliahli dari Departemen Pertanian dan dari universitas negeri
terkemuka." "Ah, percuma saja," Jason bergumam tanpa ekspresi. "Tahun
lalu mereka sudah mencobanya di Clinton, tapi tanpa hasil sama
sekali. Bah, buang-buang waktu dan uang saja! Lebih baik kita
berlutut dan berdoa. Kalau Tuhan mengatakan "Hujan!", maka hujan
akan turun dengan sendirinya."
"Kau benar, Jason. Tapi itu kan tidak berarti bahwa kita tidak
boleh membantu sedikit," kata Charlie. "Pak Walikota dan para
anggota Dewan Kota pasti tahu apa yang mereka lakukan."
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Charlie Brown menjabat sebagai bendahara, dan sudah tiga
puluh satu tahun duduk dalam Dewan Kota. Ia pemilik satu-satunya
perusahaan pemakaman di Mammoth Falls, dan semua orang
menghormatinya. Biasanya, ia tahu segala sesuatu yang sedang terjadi
di Mammoth Falls. Jason Barnaby terdiam beberapa saat. Sambil mengerutkan
kening ia mengamati sepatu Charlie Brown yang mengkilap.
"Eh, Charlie! Bagaimana sih caranya sampai kau selalu bisa
pakai sepatu baru?" ia akhirnya bertanya. "Aku yakin, kaulah pemilik
sepatu terbanyak di kota ini."
"ltu bukan urusanmu!" jawab Charlie Brown. "Lagi pula, kita
kan sedang bicara mengenai serangan udara panas."
Aku tidak mendengar kelanjutan pembicaraan mereka, sebab
aku keburu ketiduran. Aku selalu ketiduran di tempat tukang pangkas
rambut"terutama kalau cuaca sedang panas. Tapi beberapa saat
kemudian suara Mr. Carver membuatku terjaga kembali.
"Berikutnya!" ia berkata.
Aku segera pindah ke kursi cukur.
"Apakah kalian dari Klub llmuwan Edan tidak bisa berbuat apaapa?" Mr. Carver bertanya sambil tersenyum simpul. "Kalian kan
selalu terlibat dalam urusan gila-gilaan."
"Kalau ada yang bisa membuat hujan, maka Henry Mulliganlah orangnya," aku menjawab sebelum tertidur lagi.
Pada saat itu Ned Carver mungkin belum sadar, tapi
percakapannya denganku merupakan awal dari suatu kejadian yang
selama bertahun-tahun masih terus dibicarakan oleh warga
Mam?moth Falls. Sebelum bulan Agustus berakhir, Ned Carver telah
menyesal karena menyinggung soal hujan buatan di hadapanku.
************ Selama musim panas Klub llmuwan Edan hampir setiap hari
mengadakan pertemuan. Seperti biasa, ada saja proyek yang kami
kerjakan. Ketika aku menuju gudang jerami Jeff Crocker untuk
menemui anak-anak yang lain sore itu, kepalaku penuh dengan
berbagai gagasan aneh tentang cara membuat hujan"misalnya:
mencelupkan spons raksasa ke dalam Danau Strawberry, kemudian
memakai beberapa balon besar untuk menerbangkannya ke atas kebun
apel milik Jason Barnaby.
Di markas aku menemukan Mortimer Dalrymple sedang
mengutak-atik peralatan radio. Homer Snodgrass lagi berbaring di
kasur tua di pojok ruangan sambil membaca buku sajak karangan
Rudyard Kipling. "Hei, coba dengarkan ini!" kata Homer.
"Nanti saja!" Mortimer mencegahnya. "Aku lagi asyik, nih!"
"Oh ya, aku lupa bahwa kau memang tidak mengerti apa-apa
tentang segala bentuk kesenian," Homer mengejek.
"Mana Henry dan Jeff?" aku cepat-cepat bertanya sebelum
Mortimer sempat menjawab. "Ada urusan penting yang perlu
kubicarakan dengan mereka."
"Mereka di belakang," jawab Mortimer. "Henry lagi membantu
Jeff mencuci mobil ayahnya."
Sekali seminggu Jeff harus mencuci mobil ayahnya. Sebenarnya
kami semua diharapkan membantu, sebagai balasan karena boleh
memakai gudang jerami orangtua Jeff sebagai markas. Tapi biasanya
ia terpaksa bekerja seorang diri. Untung Jeff dan Henry sudah hampir
selesai ketika aku menemui mereka. Langsung saja aku menceritakan
percakapan yang kudengar di tempat tukang pangkas rambut.
"Belakangan ini cuaca memang kelewat bagus," Jeff
berkomentar. "Semua petani di sekitar Mammoth Falls sudah
mengeluh. Ayahku mengatakan bahwa persediaan jerami untuk
makanan kuda pada musim dingin nanti takkan cukup kalau cuaca
tetap seperti sekarang."
"Padahal tidak begitu sulit untuk membuat hujan," kata Henry.
"Kita hanya perlu menciptakan kondisi yang mendukung."
Kemudian ia berhenti melap mobil ayah Jeff. Aku segera
menyadari bahwa ia sudah mulai menyusun sebuah rencana. Karena
itu aku mengambil alih tugasnya, lalu menggosok-gosok bemper
belakang sampai kering. "Kapan para pembuat hujan profesional itu akan datang ke
sini?" Henry bertanya padaku.
"Aku tidak tahu. Tapi ayah Homer seharusnya tahu. Dia kan
anggota Dewan Kota."
"Sebaiknya kita jangan bertindak sebelum mereka pergi lagi,"
kata Jeff sambil menjemur beberapa lap basah. "Dewan Kota pasti
sudah mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk mendatangkan
mereka, dan siapa tahu mereka berhasil."
"Bagaimana pendapatmu, Henry?" aku bertanya.
"Aku punya ide!" ujar Henry.
Tanpa berkata apa-apa lagi ia pulang dan kami tidak melihatnya
selama tiga hari berikut" sesuatu yang tidak aneh kalau Henry
sedang memikirkan sebuah gagasan baru.
Para pembuat hujan tiba, dan kami semua pergi untuk
menyaksikan mereka memasang peralatan. Mereka membawa
sejumlah kipas angin besar, yang digunakan untuk meniupkan kabut
putih berupa butir-butir debu ke udara. Alat-alat itu dipasang pada
bukit-bukit yang mengelilingi lembah. Tim pembuat hujan juga punya
dua pesawat terbang ringan. Setiap kali awan hujan muncul di langit,
pesawat-pesawat itu segera lepas landas lalu menyebarkan bubuk
halus ke udara. Seperti biasa, Dinky Poore dipenuhi rasa ingin tahu yang amat
besar. "Apa yang mereka tiupkan ke udara itu?" ia bertanya pada
Henry. "Kristal-kristal perak-iodida," jawab Henry.
"Kristal-kristal itu berfungsi mengembunkan uap air sehingga
membentuk tetes-tetes hujan. Masalahnya hanya satu: untuk membuat
hujan, kandungan uap air di udara harus cukup tinggi. Padahal
belakangan ini udara di sekitar Mammoth Falls kering sekali. Terus
terang saja, aku kurang yakin bahwa mereka bisa berhasil dengan cara
seperti itu." ******** Para pembuat hujan berusaha selama dua minggu. Tapi seperti
yang diramalkan Henry, usaha mereka tidak membawa hasil yang
diharapkan. Beberapa kali hujan memang turun, tapi selalu hanya
selama waktu yang amat singkat. Dan setiap hari para anggota tim
menemukan alasan baru untuk menerangkan kegagalan mereka,
misalnya angin tidak bertiup ke arah yang tepat, atau jumlah awan
terlalu sedikit. Kegiatan mereka menghabiskan biaya yang tidak
sedikit, dan makin lama para petani makin tidak percaya pada para
pembuat hujan. Akhirnya Mr. Scragg beserta Dewan Kota
mengadakan rapat umum, di mana semua orang boleh mengeluarkan
pendapat masing-masing. Ternyata sebagian besar penduduk
Mammoth Falls berpendapat bahwa para pembuat hujan hanya
memberikan harapan palsu. Dan ketika Charlie Brown
mengungkapkan bahwa kota kami tidak punya dana lagi untuk
mendukung kegiatan mereka, maka eksperimen itu terpaksa
dibatalkan. Pada saat itulah Henry Mulligan memutuskan bahwa waktu
untuk bertindak telah tiba. Kami mengadakan rapat di markas, dan
Henry menjelaskan rencananya pada kami.
"Masalahnya dengan sebagian besar pembuat hujan adalah
bahwa mereka terlalu mengandalkan keberuntungan," kata Henry.
"Tak ada gunanya menembakkan kristal-kristal perak-iodida ke udara
dengan sesuka hati. Kita harus mengincar awan tertentu, dan pada
waktu tertentu. Kita juga harus mengkonsentrasikan perak-iodida
dalam jumlah cukup besar di satu tempat."
Ia mengeluarkan sebuah tabung panjang bersirip dari bawah
meja, kemudian menunjukkannya pada kami.
"Ini contoh roket sederhana," katanya. "Tapi meskipun
sederhana, roket ini bisa mencapai sebagian besar awan hujan. Coba
perhatikan roket ini! Tepat di belakang ujungnya terdapat selongsong
berisi sedikit mesiu dan kristal perak-iodida dalam jumlah besar. Kita
tinggal meledakkan selongsong pada waktu yang tepat untuk
menyebarkan kristal-kristal itu di dalam awan. Para petani anggur di
Itali Utara telah menggunakan cara ini selama 20 tahun untuk
membuat hujan di atas kebun-kebun mereka. Mereka menunggu
sampai awan yang cocok muncul di langit. Baru kemudian mereka
menembakkan roket." "Astaga!" seru Freddy. "Otakmu benar-benar cemerlang,
Henry." "Ah, sebenarnya otakku sama saja dengan otak kalian," Henry
merendah. "Aku hanya sering membaca buku."
"Aku juga suka membaca," ujar Homer Snodgrass. "Tapi
sepertinya aku tidak pernah membaca buku yang tepat."
"Makanya, jangan baca sajak melulu!" Mortimer mengejek.
"Seberapa tinggi roket ini bisa terbang?" tanya Dinky Poore.
"Itu tergantung bagaimana kita merancangnya," jawab Henry.
"Kebanyakan awan hujan terbentuk pada ketinggian sekitar seribu
lima ratus meter. Dengan perhitungan sederhana, kita bisa
menentukan ukuran roket, serta jumlah bahan bakar yang diperlukan
untuk membawa sebuah selongsong berisi perak-iodida sampai
ketinggian yang diperlukan. Tapi selongsong itu bisa kita ledakkan
pada berbagai ketinggian. Kita tinggal memasang sumbu yang
menghubungkan selongsong dengan ruang pembakaran. Kalau kita
menginginkan selongsong meledak pada ketinggian sembilan ratus
meter, maka kita pakai sumbu yang pendek. Kalau selongsong
diharapkan meledak pada ketinggian seribu lima ratus meter, maka
kita gunakan sumbu yang lebih panjang."
"Ayo, kita coba saja!" ujar Dinky Poore penuh semangat. Dinky
memang selalu bersedia mencoba apa saja.
"Sebelumnya kita harus merakit sejumlah roket dulu," kata
Henry. "Roket ini baru merupakan rancangan tahap awal. Kita harus
melakukan beberapa percobaan untuk memperoleh rancangan yang
paling tepat." Selama beberapa hari berikut kami sibuk sekali. Kami bekerja
sampai larut malam di bengkel kami di atas toko kelontong milik Mr.
Snodgrass. Pada siang hari kami bersepeda ke suatu tempat di bukitbukit sebelah barat Danau Strawberry. Di sanalah kami mengadakan
serangkaian uji coba. Pertama-tama kami meluncurkan roket dengan
lintasan yang hampir tegak lurus, sehingga sisa-sisa roket yang telah
habis terbakar akan jatuh ke danau. Dengan mengamati permukaan
danau pada saat roket jatuh, kami bisa memperkirakan jarak dari
tempat peluncuran ke tempat itu. Dan dengan mengukur waktu
terbang, Henry bisa menghitung ketinggian yang berhasil dicapai oleh
roket kami. Setelah kami meluncurkan sekitar dua puluh jenis roket, Henry
mengatakan bahwa ia sudah menemukan rancangan yang paling tepat.
Kami kembali bekerja, dan merakit sekitar tiga puluh roket"lengkap
dengan selongsong berisi kristal-kristal perak-iodida, serta sumbu
dengan berbagai ukuran. Kami sengaja merancang roket-roket itu agar
sirip-siripnya bisa masuk ke dalam pipa plastik, yang akan berfungsi
sebagai tabung peluncur. Sebagai bahan bakar, kami menggunakan
campuran bubuk seng dan belerang. Sebenarnya kami bisa saja
menyalakan sumbu dengan korek api. Tapi Henry berpendapat bahwa
cara itu terlalu berbahaya. Seandainya salah satu roket sempat
meledak, maka kami sebaiknya berada pada jarak yang aman. Karena
itu kami lalu memasang sistem pengapian listrik dengan menggunakan
baterai kering. "Nah, sekarang bagaimana?" tanya Freddy Muldoon setelah
roket terakhir selesai dirakit.
Kami semua menatap Jeff. Sebagai ketua, Jeff-lah yang paling
berhak mengambil keputusan. Namun kali ini ia malah menoleh ke
Henry. "Aku rasa kita harus buktikan dulu bahwa kita memang bisa
membuat hujan," ujar Henry. "Aku usul agar kita mendirikan pos
pengamatan di dekat kebun apel Mr. Barnaby di Brake Hill. Kalau ada
awan yang lewat, dan kita berhasil menembaknya sehingga turun
hujan, maka ada kemungkinan kita akan bisa memperluas operasi ini."
"Aku setuju!" Freddy langsung berseru sambil menggosokgosok perutnya yang buncit. "Aku juga bersedia ditempatkan di pos
pengamatan." "Bagus!" ujar Jeff. "Tapi pos pengamatan harus didirikan di
puncak bukit. Dengan demikian kau tidak punya kesempatan untuk
mendekati buah-buah apel di kebun Mr. Barnaby."
"Kalau begitu aku mengundurkan diri saja!" kata Freddy.
"Harap hal ini dicatat dalam notulen."
"Permohonanmu akan dicatat, tapi tidak bisa dikabulkan," balas
Homer, yang selain sebagai bendahara juga menjabat sebagai juru
catat. "Sebenarnya sih sama saja. Sebagian besar apel di kebun Mr.
Barnaby termasuk jenis Baldwin, dan sekarang belum masak."
"Apa kau tidak sadar bahwa kau berhadapan dengan juara
makan apel mentah?" tanya Freddy Muldoon sambil bertolak
pinggang. Pagi berikutnya kami menyiapkan satu keranjang penuh
makanan, lalu langsung berangkat. Pukul setengah delapan kami
sudah berada di kebun apel Mr. Barnaby dengan membawa sejumlah
roket dan beberapa tabung peluncur. Mortimer dan Freddy
meneruskan perjalanan sampai ke puncak Brake Hill untuk mengamati
awan-awan di langit. Namun Freddy berulang kali menyelinap ke
kebun apel dan makan sepuas-puasnya. Menjelang makan siang
perutnya terasa begitu mulas, sehingga ia berguling-guling di tanah.
Mortimer terpaksa mengirimnya kembali ke tempat peluncuran roket.
Kami membiarkan Freddy tergeletak sambil merintih-rintih.
Menjelang sore gumpalan awan mulai muncul di kejauhan.
Lewat walkie-talkie Mortimer melaporkan bahwa beberapa awan
besar sedang mendekati Brake Hill dari arah barat. Kami segera
memasang tabung-tabung peluncur. Semuanya diarahkan ke tempat
yang menurut perkiraan kami akan dilintasi awan.
Kami menunggu selama kurang lebih satu jam, sampai
gumpalan awan putih berukuran besar berada tepat di atas kepala
kami. Henry mengecek rangkaian pengapian, kemudian memberi abaaba.
"Roket satu siap! Tembak!"
Jeff menekan sebuah tombol, dan roket yang pertama meluncur
ke angkasa sambil meninggalkan asap putih. Sesaat setelah itu kami
melihat kilatan cahaya. Dan beberapa detik kemudian terdengar suara
letusan yang mirip bunyi petasan.
"Hmm, yang ini meledak agak terlalu cepat," kata Henry.
"Ketinggiannya paling-paling hanya seribu meter. Mungkin
pembakarannya terlalu cepat."
Selama satu menit kami menunggu dengan hati berdebar-debar.
Namun tidak ada reaksi sama sekali.
"Luncurkan roket nomor dua!" kata Henry.
Kini giliran aku menekan tombol. Dengan suara mendesis roket
nomor dua segera melesat ke udara. Dalam sekejap roketnya telah
menghilang di dalam awan. Tiba-tiba seluruh awan bermandikan
cahaya keemasan, seakan-akan baru saja disambar petir. Henry
langsung melompat-lompat, dan Homer menepuk-nepuk bahunya.
"Kena! Kena! Kena telak!" Homer berseru.
"Sekarang kita tinggal menunggu," ujar Henry sambil berusaha
menghindari tepukan Homer.
Pada detik itulah kami mendengar suara mesin mobil Jason
Barnaby. Aku segera menoleh dan melihat Mr. Barnaby
mengemudikan mobil tuanya dengan tangan kiri. Tangan kanannya
digunakan untuk mengacungkan senapan berburu berlaras ganda. Ia
ditemani kedua anjing herdernya. Mr. Barnaby berhenti tepat di
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
samping kami, dan langsung melompat turun.
"Hei, sedang apa kalian di sini?" ia menghardik kami. "Kalian
mau mencuri apel, ya" Letusan apa yang saya dengar barusan?"
Freddy, yang sejak tadi masih tergeletak di tanah, mulai
merangkak ke arah semak-semak di tepi kebun. Dinky Poore berdiri
dengan mata terbelalak. Seluruh tubuhnya nampak gemetar. Jeff
Crocker menghadapi petani apel yang sedang marah-marah.
"Kami tidak bermaksud jahat, Mr. Barnaby," ia menjelaskan.
"Kami sedang berusaha membuat hujan."
"Membuat hujan" Bah, ini alasan paling aneh yang pernah saya
dengar!" Jason Barnaby berkomentar sambil membanting topinya ke
tanah. Wajahnya kelihatan lebih merah dari buah-buah apel yang ada
di kebunnya. Pembuluh darah di lehernya nampak berdenyut-denyut.
"Dasar pengacau!" ia berseru. "Kalau kalian pikir bahwa
saya..." Tiba-tiba Mr. Barnaby menepuk keningnya dengan sebelah
tangan. "Hei, apa ini?" ia bertanya pada dirinya sendiri, lalu langsung
mendongakkan kepala. Setetes air hujan jatuh ke sudut matanya. Mr. Barnaby
menyekanya dengan ujung jari. Kemudian ia menjulurkan lidah dan
kembali mengarahkan wajahnya ke langit. Tetes-tetes hujan mulai
susul-menyusul, membasahi daun-daun pada pohon-pohon apel, lalu
bercipratan ke segala arah. Mr. Barnaby membuka tangan lebar-lebar.
Sambil bersorak-sorai ia lalu memegang topinya dalam keadaan
terbalik di depan dada, seakan-akan hendak menampung semua butir
hujan yang berjatuhan dari langit. Tiba-tiba ia mulai berputar-putar
dan menari-nari di antara pohon-pohon apel.
"Horeee!" petani itu berseru gembira. "Hujan, hujan, hujaaan!
Akhirnya hujan mulai turun!"
Dalam sekejap saja hujan telah turun dengan deras. Eksperimen
kami ternyata berhasil dengan gemilang.
Cepat-cepat kami mengumpulkan seluruh peralatan dan
memindahkannya ke bawah pohon. Kedua anjing herder tadi
melompat-lompat mengelilingi Jason Barnaby dan sama sekali tidak
memperhatikan kami. "Wah, ada satu hal yang tidak terpikirkan oleh kita," ujar
Mortimer. "Kita lupa bawa payung!"
"Ternyata Henry pun bisa lupa," kata Dinky Poore sambil
nyengir. "Untuk apa kalian perlu payung"!" terdengar suara dari bawah
pohon-pohon apel. "Cepat, masuk ke bawah terpal di bak mobil saya.
Saya akan mengantarkan kalian pulang."
Seluruh tubuh kami sudah basah-kuyup. Meskipun demikian,
kami tetap ketawa dan bersorak gembira, ketika Mr. Barnaby
membawa kami ke rumahnya.
"Demi Tuhan! Ini baru kejutan," ia bergumam sambil gelenggeleng kepala.
************* Berita mengenai keberhasilan kami menyebar dengan cepat.
Soalnya setelah mengantarkan kami, Jason Barnaby menyempatkan
diri untuk mampir ke tempat Ned Carver. Di sebuah kota kecil seperti
Mammoth Falls, tempat tukang cukur merupakan tempat yang paling
cocok untuk menyebarluaskan segala macam gosip dan informasi.
Pak Walikota termasuk yang pertama-tama mendengar berita
mengenai keberhasilan kami. Pada malam harinya ia langsung
berkunjung ke rumah Henry Mulligan, menepuk-nepuk bahunya, dan
menyebutnya sebagai "Pawang Hujan Sejati".
Satu-satunya yang merasa agak waswas adalah Charlie Brown,
bendahara kota kami. Ia segera mulai menyelidiki, berapa banyak
biaya yang harus dikeluarkan agar kami dapat terus membuat hujan.
Jeff lalu meyakinkannya bahwa kami sama sekali tidak bermaksud
mencari keuntungan. Kami hanya ingin membantu para petani, dan
kalau mereka bersedia membayar bubuk seng serta belerang yang
diperlukan, maka Klub Ilmuwan Edan siap membantu.
Setelah itu, kami kewalahan menghadapi permintaan para
petani untuk memasang peluncur roket di ladang-ladang atau kebunkebun mereka. Kami tidak mungkin menangani semuanya, tapi kami
juga tidak ingin dicap pilih kasih. Karena itu kami akhirnya
mengadakan rapat di markas untuk menentukan langkah selanjutnya.
Seperti biasa, Dinky Poore mengusulkan agar kami menulis surat pada
Bapak Presiden untuk meminta bantuannya. Dan seperti biasa pula,
usul itu ditolak dengan suara bulat. Freddy Muldoon berpendapat
bahwa kami bisa membantu semua orang, asal saja kami mau berlari
dari satu ladang ke ladang yang lain.
"Usul macam apa itu, Gendut?" Mortimer menanggapi usul itu
sambil mencibir. "Memangnya kau bisa lari" Setahu aku sih, kau
hanya cepat dalam urusan makan."
"Huh, sok tahu!" balas Freddy sengit. "Paling tidak, ada
hasilnya kalau aku berdiri di atas timbangan. Lagi pula aku
mengharapkan tugas sebagai operator radio."
Setelah berdebat panjang-lebar, kami akhirnya mengambil
keputusan yang mendobrak segala kebiasaan yang berlaku selama ini.
Untuk pertama kali dalam sejarah Klub Ilmuwan Edan, kami akan
minta bantuan pada Harmon Muldoon dan gangnya.
"Proyek ini menyangkut kepentingan umum," Henry
menjelaskan alasannya, "dan karena itu tidak pada tempatnya kalau
kita mau menang sendiri."
"Bah, aku tidak setuju!" Freddy menampik. "Nanti malah
Harmon yang dielu-elukan oleh semua orang. Kecuali itu, dia juga
tidak tahu apa-apa mengenai roket."
"Kita bisa mengajarkan semua yang perlu mereka ketahui," kata
Jeff. "Dan soal penghargaan dari masyarakat, aku kira semua orang
toh sudah tahu siapa yang berhak atas gelar Pawang Hujan Sejati."
Kemudian kami semua berdiri lalu memberi salam gaya Indian
pada Henry, yang sekaligus merupakan akhir pertemuan kali ini. Jeff
Crocker ditunjuk sebagai utusan untuk mengadakan pembicaraan
dengan Harmon Muldoon. Kami sengaja memilih Jeff, karena dia bisa
mengalahkan semua anggota kelompok Harmon dalam adu panco.
Tapi kali ini Jeff tidak perlu memeras tenaga. Harmon dan teman-
temannya ternyata tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk ikut
terlibat dalam proyek besar ini.
Kami memasang beberapa peluncur roket di tempat-tempat
strategis, yang dapat menjangkau beberapa ladang atau kebun
sekaligus. Dengan tambahan peralatan dari Harmon, kami dapat
mendirikan jaringan komunikasi dari masing-masing pos ke markas
kami di gudang jerami Jeff Crocker. Kami memang tidak mungkin
hadir di semua tempat secara bersamaan, meskipun dengan dua
kelompok yang masing-masing beranggotakan enam orang. Tapi kami
tidak perlu repot-repot mengamati perkembangan awan. Setiap petani
di sekitar Mammoth Falls pasti langsung menelepon ke markas kalau
awan mulai terlihat di cakrawala.
Selama dua minggu berikut kami meluncurkan sekitar dua ratus
roket. Memang tidak setiap peluncuran berhasil mendatangkan hujan.
Kadang-kadang kami harus menembakkan sepuluh roket, sebelum
berhasil mengenai sebuah awan dengan telak. Dan kadang-kadang
roket kami sudah meledak di dalam gumpalan awan sasaran, namun
tetap tanpa hasil. Tapi secara keseluruhan kami boleh dikatakan
berhasil mengatasi ancaman kekeringan. Hampir semua penduduk
Mammoth Falls sependapat bahwa gagasan Henry-lah yang
menyelamatkan panen para petani. Bahkan orang-orang yang tak
dikenalnya melambaikan tangan kalau berpapasan di jalan, dan
menegurnya dengan, "Halo, Pawang Hujan Sejati!"
Tentu saja yang lain pun ikut menikmati kesuksesan Henry.
Tiba-tiba saja para pemilik toko lebih ramah dibandingkan
sebelumnya. Bahkan Sersan Billy Dahr pun tersenyum lebar ketika
melihat kami. Ayah Jeff juga ikut-ikutan. Suatu hari ia terlihat
mencuci mobil sendiri. Ketika ditanya oleh seorang tetangga, ia
menjawab bahwa Jeff sekali-sekali perlu beristirahat.
Namun entah kenapa, ada sesuatu yang terasa mengganjal. Aku
akhirnya menyadari penyebabnya, waktu Henry mengatakan bahwa
kita tidak bisa mengubah alam tanpa akibat sampingan yang cukup
serius. Dan tidak lama kemudian pernyataan Henry itu terbukti benar.
Suatu hari, ketika Freddy Muldoon dan Dinky Poore menjaga
pos peluncuran di Blueberry Hill, sebuah awan yang sepuluh kali
lebih besar dari Queen Elizabeth"kapal pesiar mewah"melayang di
atas kepala mereka. Freddy dan Dinky langsung mulai meluncurkan
roket dengan penuh semangat. Nah, sebenarnya bukan mereka yang
bertugas di sana. Kecuali itu memang belum waktunya untuk
meluncurkan roket, sebab awannya belum berada di atas lembah. Tapi
mereka ingin membuktikan bahwa mereka tidak kalah hebat dari yang
lain, sehingga langsung bertindak.
Tembakan mereka tepat kena sasaran, dan awan itu seakan-akan
menguap. Seketika hujan deras mulai menyiram Blueberry Hill.
Cepat-cepat Dinky dan Freddy mengenakan jas hujan, lalu kembali ke
kota untuk melaporkan keberhasilan mereka.
Namun ketika mereka mencapai jalan yang melewati Memorial
Point, mereka melihat ratusan orang terpontang-panting keluar dari
hutan. Semua membawa keranjang makanan, taplak meja, serta alatalat musik. Ternyata hujan yang turun secara mendadak telah
membuyarkan pertemuan tahunan Perkumpulan Kiwani, suatu
organisasi sosial yang mengurusi anak-anak yatim-piatu.
Joe Dougherty, ketua Perkumpulan Kiwani yang merangkap
sebagai pemain trombone dalam marching band Mammoth Falls,
benar-benar marah besar. Begitu tiba di kota, ia langsung mengajukan
protes keras pada Mr. Scragg. Ia menuduh Klub Ilmuwan Edan
sengaja mengacaukan pertemuan mereka. Joe Dougherty beranggapan
bahwa kami ingin membalas dendam karena Perkumpulan Kiwani
pernah menolak mensponsori proyek kami untuk menyelidiki dasar
Danau Strawberry. Henry dan Jeff langsung dipanggil oleh Pak
Walikota, dan tentu saja mereka menolak semua tuduhan. Tapi itu
tidak mengubah kenyataan bahwa pertemuan tahunan Perkumpulan
Kiwani terpaksa bubar karena hujan deras.
Freddy dan Dinky, yang semula ingin membanggakan diri
dengan keberhasilan mereka, kini justru bersikap sebaliknya. Ketika
bertemu dengan Henry dan Jeff di markas, mereka langsung
menyangkal bahwa mereka terlibat.
"Dari tadi pagi Dinky dan aku berada di Lemon Creek," Freddy
mencoba menutupi kesalahannya. "Kami sama sekali tidak tahu
bahwa Perkumpulan Kiwani sedang mengadakan piknik di Memorial
Point." Jeff Crocker menatap tajam ke arahnya.
"Tapi Joe Dougherty mengatakan bahwa dia mendengar lima
letusan roket tepat sebelum hujan mulai turun, dan dia punya empat
ratus saksi yang siap mendukung keterangannya. Menurutmu, Freddy,
siapa yang meluncurkan roket-roket itu?"
"Barangkali sepupuku Harmon," ujar Freddy tanpa berpikir
panjang. Pandangannya terarah ke luar jendela, seakan-akan di sana
ada sesuatu yang menarik. "Harmon selalu memanfaatkan setiap
kesempatan untuk membuat kekacauan." "Kebetulan saja Harmon
berada di sini bersama kami sepanjang hari," Henry berkata dengan
tenang. "Sedangkan anak buahnya bertugas menjaga pos peluncuran
di sebelah selatan kota. Aku rasa tidak adil kalau tanggung jawab
untuk urusan ini dilemparkan pada Harmon."
"Oke, oke!" Dinky dan Freddy akhirnya mengakui perbuatan
mereka. "Tapi sebenarnya kami tidak bermaksud jahat."
Untung saja peristiwa gagalnya Piknik Kiwani tidak merusak
reputasi Klub Ilmuwan Edan. Namun ternyata nama baik kami
memang tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Suatu hari, Mortimer Dalrymple dan Homer Snodgrass duduk
di pinggir kebun apel Jason Barnaby sambil mengamati langit. Sudah
tiga hari tidak ada awan yang melintasi lembah. Tetapi angin sejuk
yang mulai bertiup dari arah timur memberikan harapan baru.
Menjelang siang, segumpal awan hitam terlihat melayang di
atas puncak Brake Hill. Langsung saja Mortimer dan Homer
menyiapkan peluncur roket. Mereka berhasil menembak awan itu
dengan dua buah roket, lalu berlari untuk berlindung di bawah pohonpohon apel. Namun mereka belum sempat masuk ke dalam tenda di
antara dua pohon apel, ketika suara yang memekakkan telinga mulai
membahana. "Hei, apa itu?" Homer berseru sambil mengerutkan kening.
Pada detik berikut sebuah bola es sebesar telur ayam
menghantam bahu kanannya.
"Aduh!" teriak Mortimer. "Hujan es! Cepat, cari perlindungan."
Keduanya segera melompat ke dalam tenda, sementara hujan es
semakin mengganas di sekitar mereka. Ratusan apel rontok dan jatuh
ke tanah. Lama-lama tenda perlindungan tidak sanggup lagi menahan
berat bola-bola es serta buah-buah apel yang mulai menumpuk,
sehingga akhirnya ambruk. Mortimer dan Homer terpaksa berbaring
di tanah sambil mengangkat kain terpal untuk melindungi kepala.
Tetapi bencana itu masih berlanjut. Awan hitam tadi ternyata
melayang melewati kota, dan meninggalkan jalur yang penuh
kerusakan kecil, sampai akhirnya lenyap di perbukitan di seberang
lembah. Kali ini tak ada yang dapat menahan Jason Barnaby. la
langsung menyerbu kantor Pak Walikota, lalu mengetok mejanya
dengan keras. Dengan wajah merah padam ia memprotes karena
setengah dari panen apelnya hancur. Rupanya Mr. Barnaby sama
sekali lupa bahwa ia takkan memiliki panen sama sekali seandainya
kami tidak berhasil membuat hujan di atas kebunnya. Bukan hanya
Jason Barnaby yang marah-marah. Istri Abner Larrabee, salah seorang
tokoh masyarakat di kota kami, mengirim surat pembaca ke Gazette.
Dalam surat itu ia mengeluh bahwa bunga-bunga kebanggaannya mati
sebelum sempat mekar. Ia marah besar karena kecerobohan beberapa
anak telah menghasilkan kerugian yang tidak sedikit, dan ia bertanya
langkah apa yang akan diambil oleh Pak Walikota untuk mengatasi
masalah kenakalan remaja ini. ebukulawas.blogspot.com
Akibat peristiwa Hujan Es, dukungan terhadap proyek kami
mulai terasa menurun. Namun para petani yang masih haus hujan
tetap mendesak agar kami jalan terus. Editor harian Gazette bahkan
menulis tajuk rencana yang membela kami. Dalam tulisannya itu ia
mengemukakan bahwa kami hanya ingin membantu. Sedangkan
Henry mengakui"dalam suatu wawancara"bahwa ilmu pengetahuan
memang belum sepenuhnya berhasil menaklukkan alam. Masih
banyak hal yang belum diketahui, dan untuk setiap langkah baru kita
harus berani mengambil risiko. Tetapi ia berjanji untuk mempelajari
segala sesuatu mengenai hujan es, agar kejadian di kebun apel Jason
Barnaby tidak terulang lagi.
Beberapa hari setelah peristiwa itu, kota Mammoth Falls
diselubungi lapisan awan tebal yang menghalangi sinar matahari.
Suhu udara pun menurun tajam, sehingga orang-orang mulai yakin
bahwa serangan udara panas telah usai. Udara berbau hujan, dan
seluruh kota menanti akhir dari musim panas yang panjang.
Meskipun demikian, hujan tak kunjung tiba. Selama tiga hari
berikut udara terasa semakin menyesakkan. Binatang-binatang piaraan
mulai gelisah, dan para peternak ayam mengeluh bahwa ayam-ayam
mereka terus berkotek sepanjang malam dan tidak mau bertelur.
Pada hari keempat, kami mengadakan rapat dengan seluruh
anggota gang Harmon Muldoon. Semuanya setuju untuk memberikan
sedikit dorongan pada alam. Kami memutuskan untuk meluncurkan
enam roket secara bersamaan dari beberapa tempat yang tersebar di
seluruh lembah. Pada hari itu juga kami memasang jaringan radio, dan
Henry melakukan count-down dari pusat kontrol di markas kami.
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lima roket bekerja dengan sempurna dan meledak di tengah-tengah
lapisan awan. Belakangan kami baru mengetahui bahwa peluncuran
roket keenam sempat tertunda karena Dinky dan Freddy tidak bisa
memutuskan siapa yang akan menekan tombol. Rupanya mereka
masih dihantui oleh peristiwa Piknik Kiwani, sehingga keduanya tidak
mau mengemban tanggung jawab.
"Ada apa dengan kalian?" Henry bertanya ketika menghubungi
mereka lewat radio. "Tidak ada apa-apa!" kata Dinky. "Si Gendut cuma tidak mau
menekan tombol peluncur!"
Namun tanpa roket mereka pun, usaha kami tetap berhasil.
Hujan turun sepanjang hari, dan berlanjut sampai larut malam.
Seluruh Mammoth Falls merasa lega sekali, dan reputasi Klub
Ilmuwan Edan pun pulih kembali. Harian Gazette yang terbit sore itu
menawarkan hadiah sebesar seratus dollar bagi siapa saja yang dapat
meramal jumlah hujan yang akan turun.
Pagi berikutnya hujan belum berhenti juga. Rasanya agak aneh
melihat orang-orang memakai payung dan jas hujan. Tetapi tidak ada
yang menggerutu; seperti biasanya kalau hujan turun dengan lebat.
Kali ini para penduduk Mammoth Falls justru tersenyum lebar.
Suasana riang gembira mulai terusik ketika pada hari keempat
hujan belum reda juga. Memang aneh, tapi orang-orang mudah sekali
merasa tidak puas. Beberapa hari lalu mereka masih bersyukur pada
Tuhan, tapi kini suara-suara sumbang sudah mulai terdengar. Setelah
satu minggu, warga Mammoth Falls mulai bertanya-tanya, kapankah
hujan akan berhenti. Pembicaraan di tempat tukang cukur hanya
berkisar di sekitar hujan dan tanah longsor yang terjadi di daerah
perbukitan. Harian Gazette sampai menawarkan hadiah sebesar dua
ratus dollar bagi siapa saja yang dapat meramal kapan hujan akan
berhenti. Tak seorang pun pernah mengalami banjir di Mammoth
Falls, tapi kalau hujan tidak segera mereda, maka bahaya banjir sudah
di ambang pintu. *********** Henry, Jeff, dan aku sedang duduk-duduk di restoran kecil di
seberang Balai Kota, ketika Mr. Scragg dan beberapa anggota Dewan
Kota masuk untuk makan siang. Pak Walikota berdehem keras-keras,
seperti biasanya kalau hendak mengatakan sesuatu, lalu menghampiri
kami. "Mulligan, ini semua gara-gara kalian!" ia berkata dengan
singkat. "Maaf, Pak Walikota, tapi saya kira ini bukan kesalahan kami,"
balas Henry sambil menatap gelas susu di hadapannya.
"Lho, bukankah kalian yang membuat hujan ini?" Pak Walikota
berdalih. "Apakah tidak ada jalan untuk menghentikannya?"
Henry menggelengkan kepala, kemudian menatap Mr. Scragg.
"Kemajuan ilmu pengetahuan belum sejauh itu," ia berkata perlahan.
Para anggota Dewan Kota langsung ketawa. "Hmm, kalau
begitu saya harap agar kalian mencari jalan keluar," ujar Pak Walikota
dengan serius. "Kalau begini terus, maka kota kita akan mengalami
banjir besar." "Masalahnya, sampai sekarang belum ada penelitian untuk
menghentikan hujan," balas Henry. "Itulah kesulitan yang dihadapi
para ilmuwan. Mereka memang bisa mempelajari beberapa rahasia
alam, tetapi tidak semuanya. Kejadian ini merupakan bukti bahwa
alam tidak bisa ditaklukkan begitu saja. Setiap tindakan pasti
membawa akibat." "Masa kita tidak bisa berbuat apa-apa"!" ujar Pak Walikota
sambil membalik. "Sebenarnya ada yang bisa dilakukan."
"Apa itu?" Pak Walikota bertanya penuh rasa ingin tahu.
"Berdoa pada Yang Mahakuasa."
"Usulmu boleh juga!" kata Pak Walikota. "Bagaimana kalau
kau saja yang memulainya"!" Kemudian ia meninggalkan Henry
untuk bersantap siang dengan rekan-rekannya.
Namun rupanya ada yang menanggapi usul Henry secara serius,
sebab hari Minggu berikutnya ditandai dengan acara doa serentak di
semua gereja di Mammoth Falls.
Sayangnya usaha itu pun tidak membawa hasil yang
diharapkan. Keesokan harinya langit tetap mendung, dan itu
merupakan hari kelima belas di mana hujan turun tanpa henti. Badan
Pertahanan Sipil terpaksa mengerahkan sejumlah sukarelawan untuk
membuat tanggul di tepi Lemon Creek, agar airnya tidak meluap ke
daerah pusat bisnis. Beberapa jalan di bagian utara Mammoth Falls
malah sudah tergenang air. Kami mengumpulkan seluruh anggota
gang Harmon Muldoon, lalu bersama-sama ikut membantu dalam
pembuatan tanggul. Namun keadaan terus bertambah parah, dan menjelang malam
Pak Walikota terpaksa mengumumkan keadaan darurat.
Pekerjaan di tepi Lemon Creek berlangsung sampai larut
malam. Tepi sungai diterangi oleh lampu sorot milik Angkatan Udara
yang dibawa dari Pangkalan Udara Westport Field. Menjelang tengah
malam Lemon Creek telah berubah menjadi aliran air berlumpur yang
ganas. Untuk sementara arus air memang masih dapat dikendalikan
dengan tanggul-tanggul darurat. Tetapi kini bahaya baru muncul.
Jembatan utama di ujung Main Street terancam hanyut terbawa arus.
Seth Emory, Kepala Badan Pertahanan Sipil, serta Chief Putney,
melakukan inspeksi di sepanjang tanggul darurat. Mereka akhirnya
sampai pada kesimpulan bahwa banjir tidak dapat dicegah jika hujan
tetap turun pada hari Selasa.
Dalam keadaan bingung dan putus asa, Pak Walikota
mengangkat gagang telepon di pos komandonya yang berdekatan
dengan jembatan. Ia menghubungi universitas negeri serta Badan
Meteorologi Regional, kemudian membangunkan para ahli yang
bekerja pada kedua lembaga itu. Namun ketika ditanya apakah mereka
mengetahui cara untuk menghentikan hujan, kedua ahli cuaca itu
malah membanting gagang telepon. Rupanya mereka menyangka
bahwa mereka ditelepon oleh orang gila!
Dalam keadaan basah-kuyup dan berlepotan lumpur Pak
Walikota meletakkan gagang telepon, lalu membalik untuk
menghadapi Mrs. Abner Larrabee serta para anggota Perkumpulan
Pencinta Bunga yang mengelilinginya.
"Pak Walikota," ujar Mrs. Larrabee. Nada suaranya
menunjukkan bahwa ia sudah memutuskan untuk mengambil
tindakan. "Apa yang akan Anda lakukan untuk menghentikan hujan?"
Pak Walikota mengusap wajahnya dengan kedua tangan,
kemudian menarik napas panjang. Perlahan-lahan ia mengangkat
kepala. Matanya menyorot tajam. Sambil berusaha agar tidak
kehilangan kontrol diri, Pak Walikota berkata, "Mrs. Larrabee, dengan
ini saya secara resmi memberi wewenang pada Anda untuk
menghentikan hujan!"
"Bagus!" Mrs. Larrabee berseru. "Kalau begitu ada yang perlu
saya kemukakan." "Silakan, Mrs. Larrabee," Pak Walikota mendesah. "Apa yang
perlu Anda kemukakan?"
"Para anggota Perkumpulan Pencinta Bunga" yang diketuai
oleh saya sendiri"serta para anggota Kelompok Pelestarian Alam
Bebas cabang Mammoth Falls"di mana saya menjabat sebagai ketua
merangkap sekretaris"telah mengundang Perkumpulan Putri-putri
Pocahonta berikut suami-suami mereka untuk bergabung dalam
rangka melaksanakan tarian matahari. Tarian itu merupakan tradisi
orang-orang Indian, dan kami sangat percaya pada tradisi itu."
"Tentu, Mrs. Larrabee!"
"Tarian itu akan dilaksanakan besok pagi pukul enam di
Lookout Rock di puncak Indian Hill. Anda tentu sependapat bahwa
tempat itu merupakan tempat yang paling cocok, bukan?"
"Tentu, Mrs. Larrabee!"
"Kami mengharapkan kehadiran Anda serta seluruh anggota
Dewan Kota. Kami beranggapan bahwa usaha kami perlu didukung
oleh semua warga Mammoth Falls."
"Saya percaya bahwa mereka akan hadir, Mrs. Larrabee."
"Dan Anda sendiri, Pak Walikota?"
"Tentu, Mrs. Larrabee. Saya juga akan hadir."
Ini merupakan acara yang tidak boleh dilewatkan begitu saja.
Meskipun badan terasa lelah sekali, kami tetap memaksakan diri untuk
mendaki Indian Hill keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Sepanjang
malam kami membanting tulang untuk membangun dan memperbaiki
tanggul-tanggul, dan kini tak ada lagi yang dapat kami lakukan. Jika
permukaan sungai terus naik, maka tanggul-tanggul takkan sanggup
bertahan lebih lama lagi.
Menjelang pukul enam pagi, orang-orang mulai berkumpul di
lapangan rumput di belakang Lookout Rock. Hujan masih saja turun,
meskipun sudah agak mereda. Sebagian besar orang berlindung di
bawah payung. Kami melihat Mrs. Larrabee berjalan di antara kerumunan
orang. Rupanya ia sedang berusaha mempengaruhi orang-orang agar
mau meletakkan payung dan bergabung dalam tarian matahari.
Sementara itu, Abner Larrabee berusaha membuat api unggun dengan
bantuan beberapa pria. Perkumpulan Putri-putri Pocahonta telah bertahun-tahun
menggunakan lapangan ini sebagai tempat pertemuan. Mereka pun
telah menyusun sejumlah batu kali dalam bentuk lingkaran besar di
tengah-tengah lapangan untuk digunakan sebagai tempat duduk. Pada
satu sisi lingkaran terdapat semacam pintu masuk, di mana orang yang
akan memasuki lingkaran diharapkan berhenti dan memungut ranting
kayu yang kemudian harus dilemparkan ke api suci di tengah-tengah
lingkaran. Di sisi yang berlawanan dengan pintu masuk ada
lempengan batu besar, yang ditopang oleh dua batu lain. Lempengan
batu ini berfungsi sebagai tahta bagi siapa saja yang memimpin
pertemuan atau upacara. Di tengah lingkaran besar terdapat lingkaran
kecil, yang menandakan tempat untuk membuat api suci. Di tempat
inilah Abner Larrabee sedang berusaha menyalakan api unggun.
Kami semua memanjat ke puncak Lookout Rock, yang berada
di balik tahta, kemudian mengamati perkembangan"semua, kecuali
Dinky Poore. Dinky membaringkan diri di kaki Lookout Rock,
menyelimuti tubuhnya dengan jas, lalu tertidur pulas.
Beberapa menit kemudian api unggun menyala. Lidah api yang
menari-nari disambut gembira oleh para wanita yang hadir. Mereka
segera melepaskan jas hujan masing-masing, dan seseorang mulai
menabuh gendang. Tiba-tiba saja lingkaran besar tadi telah dipenuhi oleh tiga lusin
orang berpakaian Indian lengkap. Serentak para penonton mendesak
maju. Sebelum kami sempat membuka mulut untuk ketawa, Mrs.
Larrabee telah mulai mengucapkan sebuah mantera dalam bahasa
yang belum pernah kami dengar sebelumnya. Ia berdiri di hadapan
tahta sambil mendongakkan kepala. Kedua tangannya dijulurkan ke
samping, dengan telapak tangan menghadap ke timur, ke arah
matahari terbit. Acara pembacaan mantera oleh Mrs. Larrabee diiringi
tepuk tangan orang-orang yang duduk di dalam lingkaran.
Tidak lama setelah itu para anggota pria berdiri, dan mulai
mengentak-entakkan kaki ke tanah seirama dengan tepuk tangan.
Semakin lama iramanya semakin cepat. Mantera yang diucapkan Mrs.
Larrabee berubah menjadi nyanyian, yang diikuti oleh semuanya.
Kemudian Mrs. Larrabee menghampiri api unggun, lalu mengangkat
kedua tangannya tinggi-tinggi. Para anggota pria terlihat mengelilingi
api sambil menari-nari. Setiap kali mereka melepaskan seruan-seruan,
kepala mereka dientakkan ke belakang. Para wanita saling
berpegangan tangan, dan mulai bergerak ke arah yang berlawanan.
Henry duduk di atas Lookout Rock sambil menopang dagunya
di atas lutut. Sambil mengerutkan kening ia menatap para penari.
"Kurang ilmiah!" ia berkomentar singkat.
Tiba-tiba seseorang terdengar berteriak. Semua anggota pria
mulai memukul-mukul kostum Mrs. Larrabee yang terbakar karena ia
berdiri terlalu dekat ke api. Namun tarian matahari tidak terputus
karena gangguan kecil itu. Suasana begitu semarak, sehingga tak
seorang pun menyadari bahwa hujan telah berhenti.
"Hei! Matahari mulai kelihatan!" Freddy berteriak sambil
menunjuk bukit-bukit di seberang lembah.
Semua orang segera menoleh. Benar saja: kemilau berwarna
keemasan mulai terlihat di ufuk timur. Mrs. Larrabee mendengar
seruan Freddy, dan mengalihkan pandangannya dari awan-awan. la
menyerukan sesuatu, lalu menjulurkan tangannya ke arah matahari.
Nada nyanyian yang sedang dikumandangkan bertambah aneh, dan
gerakan para penari pun semakin liar. Secara mendadak mereka
berlutut, kemudian menyembah matahari.
Para penonton bersorak-sorai. Pak Walikota serta para anggota
Dewan Kota segera melangkah maju untuk menyalami Mrs. Larrabee.
Cahaya matahari telah menembus awan, dan kini mengenai wajah
para penari. "Mudah-mudahan sampai kapan pun aku tidak perlu ikut
upacara seperti ini!" ujar Mortimer Dalrymple.
Kami turun dari Lookout Rock, lalu bergabung dengan orangorang yang menuju jalan raya. Kami lewat persis di depan Mrs.
Larrabee, yang masih terus disalami oleh para anggota Dewan Kota.
"Halo, Pawang Hujan Sejati!" ia memanggil Henry.
"Bagaimana pendapatmu tentang tarian kami?"
"Indah sekali," Henry menjawab dengan sopan. "Dan Anda
memilih hari yang tepat untuk menampilkannya."
Kami membangunkan Dinky Poore, kemudian menuruni bukit.
Semuanya merasa lelah bercampur heran. Sementara itu sinar
matahari terasa hangat di kulit, dan lapisan awan pun semakin tipis.
"Kelihatannya kau benar," Freddy Muldoon berkata pada
Henry. "Ternyata ilmu pengetahuan memang belum sanggup
menjawab semua rahasia yang ada di jagat raya ini."
"Begitu juga Mrs. Larrabee!" balas Henry.
UFO di Atas Mammoth Falls
DINKY POORE merupakan salah satu anggota Klub Ilmuwan
Edan yang paling rajin. Jarang sekali ia tidak hadir kalau perkumpulan
kami mengadakan rapat. Karena itulah kami langsung curiga bahwa
ada yang tidak beres ketika ia tidak muncul di markas selama empat
hari berturut-turut. "Barangkali dia membelot dan bergabung dengan gang-nya
Harmon," kata Freddy Muldoon, yang sebenarnya merupakan sahabat
karib Dinky. "Minggu lalu dia agak murung dan hampir tidak pernah
buka mulut." "Hei, jangan main tuduh sembarangan!" ujar Mortimer
Dalrymple. "Dinky tidak mungkin membelot begitu saja."
"Belum tentu juga," Freddy berkeras. "Belakangan ini
tingkahnya memang rada aneh, dan seminggu ini aku bahkan belum
melihatnya." "Apakah kau sudah ke rumahnya?" tanya Henry Mulligan.
"Sudah, tapi dia tidak mau menemuiku. Aku memanggilnya
dari pagar belakang, seperti biasa, tapi Mrs. Poore mengatakan bahwa
dia tidak ada. Aku rasa dia memang membelot."
"Omong kosong!" kata Homer Snodgrass. "Kau selalu
membesar-besarkan setiap masalah."
"Enak saja!" Freddy berseru dengan ketus. "Aku bukan tukang
gosip seperti kau." Homer hendak membalas ejekan itu, tapi Jeff Crocker keburu
mengetokkan palu ketuanya. Dengan tegas ia minta agar Freddy dan
Homer menjaga tata tertib persidangan.
"Bagaimana pendapatmu, Charlie?" Jeff lalu bertanya padaku.
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Biasanya kau paling tahu bagaimana menghadapi Dinky kalau dia
lagi ngambek." "Barangkali kita bisa mengirim utusan resmi ke rumah Dinky
untuk mencari tahu apa masalahnya," aku mengusulkan.
"Mungkin itu jalan terbaik," Mortimer mengomentari
gagasanku. "Siapa tahu dia sudah meninggal."
"Bah!" Freddy langsung mencibir. "Mudah-mudahan kau
jangan menyumbangkan otakmu untuk ilmu pengetahuan setelah
meninggal nanti. Soalnya peradaban dunia bisa mundur lima puluh
tahun karena sumbangan itu."
Henry akhirnya menunjuk Freddy dan aku sebagai utusan yang
akan pergi ke rumah Dinky. Kami pun berangkat segera setelah rapat
selesai. "Selamat sore," aku berkata pada Mrs. Poore ketika ia
membuka pintu. "Kami mau ketemu Dinky. Apakah dia sedang
sakit?" Untuk sesaat Mrs. Poore nampak agak heran.
Kemudian ia berkata, "Mungkin juga! Saya sendiri malah
belum berpikir ke situ."
"Bagaimana maksud Anda?" aku kembali bertanya.
"Well belakangan ini kelakuan Dinky memang agak aneh,"
Mrs. Poore menjelaskan. "Setiap hari dia bangun pagi-pagi sekali.
Saya menyiapkan makanan untuk dibawa, dan kemudian saya tidak
melihatnya sampai waktu makan malam" kadang-kadang bahkan
sampai gelap. Apa sih yang sedang dia kerjakan?"
"Kami justru ingin bertanya pada Anda," Freddy Muldoon
berkata. "Tanya saya?" Mrs. Poore kembali kelihatan heran. "Lho,
bukankah selama ini dia pergi bersama kalian?"
"Sepanjang minggu ini kami belum ketemu Dinky," kataku.
"Ya, ampun!" Mrs. Poore mendesah sambil menyentuh bibirnya
dengan ujung-ujung jarinya. "Kalau begitu, jangan-jangan dia..."
Freddy Muldoon langsung mengerutkan kening. "Dia belum
meninggal, kan?" "Oh, tentu saja belum," balas Mrs. Poore sambil ketawa. "Dari
mana kau dapat pikiran seperti itu, Freddy?"
"Dari seorang teman yang agak sinting," ujar Freddy sambil
mengangkat bahu. "Lupakan saja!"
"Apakah Anda tahu di mana Dinky berada sekarang?" aku
bertanya pada Mrs. Poore.
"Sama sekali tidak," ia menjawab. "Sampai tadi saya masih
menyangka bahwa Dinky pergi dengan kalian. Kalian tahu sendiri,
kan..." Ia terdiam sejenak. "Well, kalian selalu sibuk mengerjakan
salah satu proyek gila-gilaan... ehm... maksud saya"well, saya tidak
pernah khawatir mengenai Dinky, biarpun dia pulang larut malam.
Soalnya saya tahu bahwa dia sedang mengerjakan sesuatu yang
penting bersama kalian, dan..."
"Sekarang pun Anda tidak perlu khawatir, Mrs. Poore," Freddy
memotong. "Kami pasti akan menemukan Dinky."
Ia membungkukkan badan lalu melangkah pergi. Aku segera
mengikutinya. Kami tahu bahwa kami bisa mencari tahu di mana Dinky
berada, dan apa yang sedang dilakukannya. Itu hanya masalah waktu
saja. Untuk menemukannya, kami tinggal memeriksa semua tempat
yang biasa kami datangi" kecuali kalau ia menemukan tempat
persembunyian baru yang belum diketahui oleh anggota Klub
Ilmuwan Edan yang lain. Jeff lalu menandai tempat-tempat itu pada peta besar yang
tergantung di markas: Indian Hill, Brake Hill, Memorial Point,
tambang tua, air terjun Mammoth Falls, penggilingan tua di Lemon
Creek, tempat penimbunan barang bekas milik Zeke Boniface, rumah
Mr. Harkness, pondok Elmer Pridgin, kebun apel Jason Barnaby, dan
sekitar dua lusin tempat lain. Kemudian kami membentuk tiga
kelompok yang masing-masing beranggotakan dua orang"Klub
Ilmuwan Edan tidak pernah mengadakan misi tunggal" lalu
berangkat naik sepeda untuk mencari Dinky.
Freddy dan aku sudah selesai memeriksa tempat Zeke, dan
sedang menuju kebun apel Jason Barnaby, ketika kami menerima
panggilan radio dari Mortimer. Ternyata ia dan Homer melihat Dinky
berdiri di atas Lookout Rock di Indian Hill. Mereka sudah
memanggil-manggilnya dari jalan raya, tapi Dinky tidak mau
menjawab. Karena itu mereka akan menghampirinya.
Yang lain segera menuju Indian Hill. Waktu sampai di puncak,
kami menemukan Mortimer dan Homer sedang berusaha membujuk
Dinky untuk turun dari tempat pengintaiannya. Tapi Dinky sama
sekali tidak bereaksi. Ia terus mengamati cakrawala dengan teropong
sambil bergumam pada diri sendiri.
"Hei, ada apa dengan kau?" Jeff berseru padanya. "Ayo, turun!
Kalau kau tidak mau turun, maka kami akan naik dan memaksamu
turun." "Pergi!" Dinky menghardik.
"Aku hitung sampai sepuluh," Jeff mengancam. "Kalau kau
belum turun juga pada hitungan ke sepuluh, maka aku akan naik dan
menarikmu turun." "Terserah!" balas Dinky. "Tapi asal tahu saja, aku akan
menendang semua orang yang berani naik ke sini."
Kami semua saling berpandangan. Dinky tetap saja mengamati
cakrawala sambil berkonsentrasi penuh.
"Biarkan saja dia berdiri di sana sampai tua!" Mortimer
berkomentar dengan kesal.
"Kalau kau tidak mau turun, maka kau akan dipecat dari Klub
Ilmuwan Edan! Pikirkan baik-baik!" Freddy memancing.
"Yeah!" Mortimer menambahkan. "Sebenarnya kami mulai
curiga bahwa kau mau membelot dan bergabung dengan gang Harmon
Muidoon." "Hahaha, lucu sekali," Dinky menanggapinya sambil menguap.
"Ayo dong, Dinky! Tolong jelaskan kenapa kau berdiri di atas
batu ini?" Henry meminta.
Dinky melepaskan mata dari teropong, kemudian menatap
Henry. "Aku sedang mencari UFO," ia berkata dengan serius.
Jawaban yang tak terduga itu sempat membuat kami
terbengong-bengong. Namun kemudian semuanya ketawa sampai
terpingkal-pingkal. "Yang benar dong, Dinky!" Jeff mendesak. "Jangan bercanda
saja." "Aku memang sedang mencari UFO," Dinky mengulangi
sambil bertolak pinggang.
"Sudah berapa banyak yang kaulihat?" Mortimer bertanya
sambil berlagak serius. "Sampai sekarang belum ada," Dinky mengakui. "Tapi aku
pasti akan berhasil."
Kami kembali ketawa. Tiba-tiba Dinky membalik dan
membelakangi kami. Tapi aku sempat melihat air mata yang
membasahi pipinya. "Dasar sinting," kata Mortimer. "Dia benar-benar mencari
piring terbang." "Hei, lihat tuh! Dinky nangis! Dia nangis!" teriak Freddy
sambil melompat-lompat. "Diam, Gendut!" Dinky membentaknya. Kemudian ia
melemparkan segenggam batu kerikil ke arah kami.
"Sabar! Sabar!" Henry berusaha menenangkannya. "Jangan
emosi. Dinky, kalau kau tetap berdiri di bawah sinar matahari yang
panas menyengat, maka aku jamin kau pasti akan melihat piring
terbang"dan juga gajah berwarna merah jambu."
"Masa bodoh!" balas Dinky sambil tersedu-sedu. "Pokoknya
aku tidak akan turun sebelum melihat UFO."
"Mana ada UFO?" seru Freddy Muldoon.
"Ada!" Dinky ngotot. "Setiap hari ada berita mengenai UFO di
koran. Piring-piring terbang terlihat di seluruh negeri. Semua orang
pernah melihat piring terbang"semua, kecuali aku. Aku yakin hanya
aku sendiri yang belum pernah melihat piring terbang," ia
menambahkan sambil terbata-bata.
"Hei, santai saja, man," ujar Mortimer. "Piring terbang bukan
berita baru lagi. UFO sama kunonya dengan bukit-bukit di sekitar
sini." "Hah, siapa bilang?" kata Dinky. "Justru sekarang UFO lagi
hangat-hangatnya dibicarakan."
"Oh, yeah" Aku jamin bahwa UFO sudah berkeliaran di atas
bumi sejak tiga ribu tahun lalu," Mortimer mengejek. "Dan aku yakin,
cerita mengenai UFO mula-mula dikarang oleh orang Arab yang
mengarang cerita mengenai karpet terbang."
Dinky pasang wajah cemberut dan sekali lagi melemparkan
segenggam batu kerikil ke arah kami.
Henry segera menarik Mortimer ke samping untuk berbicara
dengan Jeff. Ketiganya berbisik-bisik selama satu menit, dan Jeff serta
Mortimer nampak menganggukkan kepala.
"Dinky!" Henry lalu memanggil sambil kembali ke kaki batu
cadas. "Apakah kau mau turun kalau kami berjanji untuk membuat
piring terbang"piring terbang sungguhan"khusus untukmu?"
"Benar?" Dinky bertanya ragu-ragu.
"Benar!" "Sumpah demi kehormatan Indian?"
"Aku bersumpah!" kata Henry.
"UFO yang benar-benar bisa terbang?"
"UFO yang benar-benar bisa terbang!" kata Henry.
"Terima kasih, Henry. Aku memang berharap bahwa itulah
yang akan kaulakukan," ujar Dinky sambil merosot turun.
Seperti biasa, kali ini pun Henry memegang janjinya. Selama
dua minggu berikut kami semua dibuat sibuk sekali. Sebenarnya
sebagian besar dari kami menyangka bahwa Henry hanya main-main,
ketika berjanji pada Dinky untuk membuat UFO yang benar-benar
bisa terbang. Tapi begitu mengetahui rencananya, kami pun langsung
bersemangat. Henry dan Jeff membuat gambar rancangan piring terbang yang
akan kami rakit. Ukurannya tidak tanggung-tanggung: diameternya
enam meter, dan tingginya hampir dua meter. Bentuknya seperti dua
piring digabung"dengan posisi berhadap-hadapan. Henry
menjelaskan bahwa UFO kami akan dibuat berdasarkan prinsip
pesawat Zeppelin (balon berkemudi). Mula-mula kami harus merakit
rangka yang ringan tapi kokoh, yang kemudian diselubungi dengan
lapisan kain sutera untuk membuat balon. Jika diisi dengan gas helium
yang tersisa dari proyek balon gas kami sebelumnya, maka piring
terbang kami akan memiliki daya angkat yang cukup untuk membawa
sistem pendorong, serta beberapa peralatan tambahan yang sengaja
dirancang oleh Henry untuk membuat eksperimen ini lebih menarik.
Kami memutuskan untuk merakit UFO kami di gudang kereta
lori di tambang tua sebelah barat Danau Strawberry. Tempat itu sepi
sekali. Selain kami, memang tidak pernah ada yang ke sana. Kecuali
itu, Henry berpendapat bahwa tempat itu cocok sekali sebagai pos
kontrol untuk mengoperasikan piring terbang kami.
Hampir semua bahan yang kami butuhkan dapat diperoleh
dengan mudah di Mammoth Falls. Yang menjadi masalah hanya
bahan untuk membuat rangka. Menurut Henry, bahan yang paling
cocok adalah bambu. Meskipun ringan, bambu cukup kokoh dan juga
mudah dilengkungkan menjadi berbagai bentuk. Sayangnya, bambu
tidak tumbuh di sekitar Mammoth Falls.
"Aku tahu di mana kita bisa memperoleh bambu dalam jumlah
besar," ujar Freddy Muldoon, ketika kami sedang duduk-duduk di
markas sambil berusaha memecahkan masalah itu.
"Di mana?" tanya Jeff.
"Di toko kelontong ayah Homer! Aku sempat melihat bahwa
Mr. Snodgrass baru saja mendapat kiriman batang pancing yang
terbuat dari bambu, dan semuanya besar-besar."
Kami semua langsung menoleh dan menatap Homer. Homer
Snodgrass menggosok-gosok hidung dan mengais-ngais tanah dengan
ujung sepatunya. "Oke," ia akhirnya berkata. "Sabtu pagi aku akan membantu
ayahku di toko kami."
Dengan demikian persoalan bambu telah teratasi, dan kami pun
pulang ke rumah masing- masing.
Sabtu pagi, Dinky dan aku menunggu di gang kecil di belakang
toko kelontong milik Mr. Snodgrass. Kami ditemani Freddy Muldoon.
Setiap kali ada kesempatan untuk pergi ke gudang, Homer
melemparkan sebatang bambu dari jendela belakang. Kami segera
membawa batang bambu itu untuk disembunyikan di tanah kosong
yang ditumbuhi rumput tinggi.
Cara seperti itu tentu saja menghabiskan waktu, sehingga
Homer terpaksa bekerja lembur. Baru pada pukul dua siang jumlah
batang bambu yang kami peroleh mencukupi kebutuhan. Ayah Homer
begitu gembira bahwa Homer mau bekerja sampai sore, sehingga ia
menghadiahkan 50 sen padanya.
Kami langsung mulai bekerja. Dengan batang-batang bambu itu
kami merakit dua kubah geodesik"masing-masing berdiameter enam
meter"yang kemudian digabung menjadi satu. Di atasnya kami
menambahkan tonjolan bulat, yang mirip menara tank. Tonjolan itu
akan berfungsi sebagai kokpit piring terbang kami. Henry lalu
menjelaskan bahwa kubah geodesik merupakan bentuk yang paling
sedikit menghabiskan bambu, tapi sekaligus memberikan kekokohan
yang diperlukan. Kami hanya membutuhkan beberapa penyangga,
sehingga sisa batang bambu dapat digunakan untuk memasang sistem
pendorong serta peralatan-peralatan lainnya.
Sistem pendorong terdiri dari dua tangki karbon dioksida
bertekanan tinggi. Masing-masing dihubungkan dengan pipa
penyembur yang menonjol keluar dari bagian bawah piring terbang.
Kami menggunakan dua pasang pipa penyembur. Yang pertama
dipasang secara mendatar, sedangkan yang kedua menunjuk ke bawah
dengan sudut sekitar empat puluh lima derajat. Masing-masing tangki
dilengkapi dengan dua katup solenoid yang dioperasikan oleh kotak
relay, sehingga semburan gas karbon dioksida bisa diatur lewat
masing-masing pipa penyemprot. Dengan demikian UFO kami dapat
dibuat terbang lurus ke depan, ke atas, dan berbelok-belok.
"Tapi kita hanya bisa menerbangkannya dalam keadaan hampir
tidak ada angin," Henry mengingatkan kami, "sebab tenaganya tidak
cukup untuk terbang melawan angin kencang. Selain itu, bahan
bakarnya juga cepat habis."
Kemudian kami memasang lampu berwarna hijau di dalam
kokpit, dan menutupinya dengan tabung bercelah. Tabung itu akan
digerakkan oleh sebuah motor listrik, sehingga memancarkan cahaya
secara berputar-putar"persis seperti lampu mercu suar. Kami juga
menempelkan plastik bening pada bagian dalam kokpit, lalu
merekatkannya pada kain sutera yang menutupi kokpit. Setelah
melubangi kain sutera, kami mencoba menyalakan lampu. Hasilnya
benar-benar mengagumkan. Dengan reflektor yang bergerak memutar,
lampu di dalam kokpit seakan-akan memancarkan isyarat cahaya.
Di sekeliling piring terbang kami memasang dua belas roket
berbahan bakar bubuk seng dan belerang. Kami bisa menyalakan
roket-roket itu satu per satu lewat alat pengendali jarak jauh, sehingga
piring terbang kami akan berputar perlahan pada sumbu vertikalnya.
Tapi kalau semua roket dinyalakan bersamaan, maka putarannya akan
menyerupai gasing.
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selain alat penerima sinyal untuk remote control, kami juga
memasang alat penerima gelombang suara dan dua loud speaker di
bagian bawah piring terbang?"Kalau-kalau kita mau mengirimkan
pesan-pesan untuk para penduduk bumi," Jeff menjelaskan.
"Oke," ujar Freddy Muldoon, "sekarang kita sudah tahu
bagaimana caranya membuat UFO yang benar-benar bisa terbang.
Tapi apakah kalian sudah memikirkan cara untuk menurunkannya
nanti?" "Pertanyaan macam apa itu"!" ujar Mortimer sambil tersenyum
mengejek. "Hei, kalau aku menginginkan jawaban darimu, maka aku akan
mengajukan pertanyaan yang lebih tolol," balas Freddy.
"Sebenarnya pertanyaanmu cukup bagus, Freddy," Henry cepatcepat memotong untuk mencegah pertengkaran. "UFO kita memang
pasti bisa turun, tapi masalahnya apakah dia bisa turun dengan
selamat" Dalam hal ini kita terpaksa mengandalkan keberuntungan.
Kalau pendaratannya gagal, maka ada kemungkinan, kita akan
kehilangan segala peralatan yang terpasang. Karena itu, segala sesuatu
harus dipersiapkan secermat mungkin. Kapan dan di mana kita
menerbangkan UFO kita, itu sepenuhnya tergantung pada kondisi
angin. Tapi sebenarnya, aku berharap agar kita bisa meluncurkannya
dari sini. Tempat ini cocok sekali. Setelah berhasil melewati tahap
lepas-landas, kita hanya perlu menghidupkan sistem pendorong
selama beberapa detik, lalu membiarkan UFO kita melayang ke atas
danau. Menurut perhitunganku, piring terbang kita akan melayang
pada ketinggian sekitar tiga ratus meter. Nah, tambang tua ini berada
kurang lebih seratus lima puluh meter di atas Mammoth Falls. Itu
berarti kita harus melepaskan sejumlah gas helium pada waktu UFO
kita kembali ke sini."
"Wah, repot juga, ya!" Freddy berkomentar sambil menggarukgaruk kepala.
"Dan itu belum semuanya," Henry menambahkan. "Aku ingin
agar UFO kita bisa membuat beberapa atraksi pada waktu terbang di
atas Mammoth Falls. Tapi untuk itu kita harus memperhitungkan
pemakaian gas pendorong secara tepat. Jangan sampai tangki karbon
dioksida kosong sebelum UFO kita kembali ke sini. Kita bisa
menghemat bahan bakar kalau ada angin lembut yang bertiup ke sini.
Tapi kalau angin bertiup dari samping, kita tidak bisa meluncurkannya
sama sekali." "Bagaimana kalau kita masukkan Freddy ke dalam UFO?"
Mortimer mengusulkan. "Perutnya selalu penuh angin."
Henry tidak menanggapi usul itu, dan Freddy pun hanya
mencibir. "Kemudian masih ada persoalan lain," ujar Henry. "Kita harus
menangkap UFO kita pada saat kembali ke sini. Ada kemungkinan
kita harus mengejar-ngejarnya, biarpun ketinggiannya sudah pas.
Belum lagi kalau tersangkut di pepohonan. Dan kalau kita lagi sial,
UFO kita bisa saja terbawa angin sampai Clairborne."
"Kalau begitu kita harus pasang katup darurat," ujar Jeff.
"Seandainya UFO kita sempat terbawa angin, maka kita bisa
mengeluarkan seluruh helium lewat katup darurat itu. Dengan
demikian UFO kita akan langsung jatuh ke tanah. Kita pasti lebih dulu
sampai ke tempat itu dibandingkan orang lain, sebab kita tahu di mana
tempatnya." "Setahu aku, pendaratan pesawat Zeppelin selalu dibantu
dengan tali-tali panjang yang ter-gantung pada sisi-sisinya. Kenapa
kita tidak meniru cara itu saja?" aku bertanya.
"Itu memang pemecahan terbaik," kata Henry. "Hmm, kita bisa
saja menempelkan gulungan tali pada bagian bawah piring terbang.
Dalam keadaan darurat, gulungan tali serta katup darurat bisa dibuka
dengan suatu sinyal."
"Mungkin ada gunanya kalau kita pasang besi pengait pada
ujung-ujung tali, lalu mengikatkan beberapa ratus meter kawat di
antara pohon-pohon di sekitar sini," Jeff mengusulkan. "Kalau begitu
UFO kita takkan bisa terbawa jauh oleh angin, karena besi pengaitnya
keburu tersangkut pada kawat-kawat itu."
"Nah, sekarang semuanya berpikir," Mortimer berkomentar.
"Yeah!" Freddy Muldoon menanggapinya. "Semua, kecuali
kau." "Aku juga putar otak dari tadi," Mortimer membela diri, "dan
aku sudah berhasil menemukan nama yang cocok untuk balon gepeng
ini. Aku usul agar piring terbang kita dinamakan Penyihir Terbang."
"Aku lebih suka nama Balon Gepeng," kata Freddy.
"Piring terbang ini dibuat untukku," ujar Dinky Poore, "dan aku
setuju pada usul Mortimer. Nama Penyihir Terbang jauh lebih gagah
dibandingkan Balon Gepeng."
Dan dengan demikian persoalan nama untuk UFO kami telah
selesai. Kami segera menuliskannya di sekeliling tonjolan kokpit, dan
setelah itu si Penyihir Terbang siap untuk mencengangkan penduduk
kota Mammoth Falls. Penerbangan perdana diadakan pada suatu sore menjelang
malam. Kondisi cuaca saat itu benar-benar mendukung. Angin bertiup
lembut, dan beberapa gumpal awan putih di langit memantulkan
cahaya matahari yang sudah siap tenggelam. Kami sengaja memilih
waktu menjelang malam, agar kekurangan-kekurangan UFO kami
tidak begitu kelihatan. Homer dan aku ditugaskan di loteng di atas toko kelontong
milik ayahnya. Dari sana lapangan di depan Balai Kota kelihatan jelas.
Henry punya kebiasaan untuk menghadapi setiap persoalan
secara ilmiah. Karena itu ia berkeras agar Homer dan aku membuat
catatan mengenai reaksi orang-orang pada saat mereka melihat piring
terbang kami. Henry berpendapat bahwa pengamatan kami mungkin
akan berguna bagi para peneliti yang harus menyelidiki laporan
mengenai piring terbang. Aku berjaga di jendela, sementara Homer
duduk lantai dan mencatat segala sesuatu yang kulaporkan.
Pukul 19.48. Piring terbang kita hampir tidak kelihatan karena
berada di depan awan putih yang bermandikan cahaya matahari. Aku
tidak melihat cahaya keluar dari UFO kita. Mungkin Henry memang
belum menyalakan lampunya....
Pukul 19.57. Aku melihat seorang pria dengan topi pandan
berdiri di lapangan... sepertinya dia sudah melihat piring terbang kita.
Dia menggaruk-garuk kepala. Nah, sekarang dia menggenggam
lengan laki-laki lain dan menunjuk ke langit. Lampu di kokpit UFO
kita baru saja menyala... cahayanya kelihatan berkedap-kedip. Ada
beberapa orang keluar dari restoran. Salah seorang dari mereka sedang
memegang hamburger. Hahaha, hamburger-nya jatuh ke aspal!
Sekarang aku lihat Billy Dahr. Dia sedang menuruni tangga kantor
polisi.... Eh, tunggu dulu, dia malah masuk lagi. UFO kita sekarang
menggantung tepat di atas lapangan....
Nona Berbunga Hijau 4 Wiro Sableng 152 Petaka Patung Kamasutra Memburu Iblis 18
Tenaga mereka mungkin dibutuhkan nanti. Tapi terus-terang saja, aku
pun salut bahwa mereka tidak panik."
Beberapa saat kemudian kami mendengar suara sirene yang
mendekat dengan cepat. Tidak lama setelah itu sebuah mobil patroli
berhenti di jalan bebas hambatan di dekat air terjun. Dua polisi
nampak mengikuti Jeff dan Mortimer.
"Dari mana kalian tahu bahwa ada orang yang terkurung dalam
gua," salah satu petugas bertanya sambil mengarahkan senternya ke
kaki air terjun. "Kami bicara dengan mereka," ujar Henry. Kemudian ia
menjelaskan bahwa sebelumnya kami telah memasang jaringan
interkom. "Anda juga bisa bicara dengan mereka," ia lalu
menawarkan. "Tidak perlu," si polisi berkata. "Kelihatannya kita memang
menghadapi keadaan darurat."
Ketika cahaya senternya menerangi batu-batu besar di bawah,
matanya langsung terbelalak.
"Astaga!" seru polisi itu. "Ini lebih parah dari yang saya
bayangkan. Untuk memindahkan batu-batu itu kita memerlukan
peralatan berat. Rasanya di sekitar Mammoth Falls tidak ada yang
punya peralatan seperti itu. Apakah anak-anak itu aman di dalam
sana?" "Sejauh ini mereka baik-baik saja," kata Henry.
Cahaya senter si polisi menyapu bagian atas air terjun.
"Hmm, jangan-jangan sisanya ikut runtuh," ia berkomentar.
"Kalau itu sampai terjadi, maka langit-langit gua pun bakal ambruk."
"Ada kemungkinan," ujar Henry.
"Kita tidak boleh buang-buang waktu," si polisi berkata sambil
berpaling pada rekannya. "Al, kau kembali ke mobil dan hubungi
Chief Putney. Katakan padanya bahwa Pak Walikota perlu diberitahu
mengenai kejadian ini. Katakan juga bahwa kita menyarankan agar dia
mengumumkan keadaan darurat, lalu mencari peralatan untuk aksi
penyelamatan. Dan sebaiknya orang-orang dari Pertahanan Sipil juga
diajak ke sini." Polisi yang satu lagi segera bergegas ke mobil patroli.
"Tunggu sebentar, Al! Setelah menghubungi Chief Putney,
usahakan agar kau bisa merobohkan sebagian pagar pembatas jalan.
Habis itu bawa mobil kita ke sini. Kita pasti perlu radio nanti."
"Biar kami saja yang merobohkan pagar!" seru Jeff. Langsung
saja ia dan Mortimer menyusul polisi yang bernama Al.
Mengherankan sekali, tapi kadang-kadang sejumlah kejadian
bisa berlangsung sangat cepat. Dalam satu jam saja tepi sungai telah
penuh orang dan kendaraan. Dan jumlahnya terus bertambah.
Sementara itu si polisi sibuk menghubungi orang-orang yang mungkin
memiliki peralatan berat yang dibutuhkan untuk memindahkan bertonton batu besar dari bawah air terjun. Suasana hiruk-piruk, dan hampir
tidak ada hasil yang dicapai.
Sepuluh menit kemudian mobil dari tim SAR tiba. Mereka
langsung menerangi tempat kejadian dengan beberapa lampu sorot
berkekuatan tinggi. Seharusnya Seth Emory"Kepala Badan
Pertahanan Sipil"yang memegang kendali operasi penyelamatan.
Tapi seperti biasa Mr. Scragg"Walikota Mammoth Falls"yang
paling banyak bicara. Ia terus memberikan petunjuk pada Chief
Putney dan Hiram Pixley" Kepala Dinas Pemadam Kebakaran.
Dengan gayanya yang sok penting, Mr. Scragg menyuruh mereka
melakukan hal-hal yang sebenarnya sudah dilaksanakan.
Mr. Scragg juga menyetujui setiap usul mengenai cara
memasuki gua, meskipun usul itu sama sekali tidak masuk akal.
Seseorang menyarankan untuk membawa alat pengeruk, agar batubatu yang menghalangi mulut gua bisa diangkat. Tapi mandor
konstruksi yang sengaja dijemput mengatakan bahwa alat pengeruk
yang paling besar pun takkan dapat mencapai timbunan batu dari tepi
sungai. Sedangkan untuk membangun dermaga darurat paling tidak
dibutuhkan waktu dua hari. Orang lain lalu mengusulkan untuk
memasang jembatan mengambang, agar tim SAR bisa mengebor
lubang lewat batu cadas. Tapi usul ini dianggap terlalu penuh risiko,
karena bahaya tanah longsor masih terus mengintai. Kemudian
seorang ahli bahan peledak menyarankan agar timbunan batu
didinamit saja, namun hampir semua orang menolak dengan tegas.
Di antara kerumunan orang juga ada wartawan dan juru potret
dari Gazette. Mereka mewawancarai para petugas, kemudian minta
pendapat dari orang-orang yang hadir. Si wartawan sebenarnya ingin
berbicara dengan anak-anak yang terperangkap di dalam gua, tapi Mr.
Scragg menanggapinya dengan dingin.
"Silakan saja," katanya, "kalau Anda bisa menemukan cara
untuk masuk ke sana."
"Tapi saya dengar sudah ada hubungan komunikasi ke sana,"
wartawan itu berkeras. "Salah seorang polisi memberitahu saya
bahwa..." "Saya tidak tahu apa-apa mengenai itu," balas Pak Walikota.
"Anda harus menanyakannya pada anak-anak muda di seberang sana.
Merekalah biang keladi semua ini."
"Saya kira mereka tidak mau diganggu. Mereka sedang tidur,"
ujar Henry ketika ditanya oleh si wartawan. "Lagi pula, saya dengar
rombongan TV dari White Fork sedang dalam perjalanan ke sini.
Sebaiknya Anda tunggu saja sampai mereka datang."
Si wartawan nampak gusar.
"Saya yang datang duluan!" ia memprotes. "Saya harus
mendapatkan berita untuk edisi khusus. Kalau saya tidak berhasil, dan
para wartawan TV mendahului saya, maka saya akan dipecat!"
"Oh!" ujar Henry.
"Wah, kami tidak ingin merepotkan Anda hanya gara-gara
enam anak kecil yang terkurung dalam sebuah gua," kata Freddy
Muldoon. "Bukan begitu maksud saya," si wartawan langsung membela
diri. "Tapi peristiwa ini merupakan berita besar, dan kejadiannya
masih di sekitar kota kita. Apakah kalian sempat menyaksikan liputan
berita di TV mengenai gadis kecil yang terperangkap di dalam lubang
sumur di Omaha bulan lalu" Selama tiga hari seluruh Amerika dibuat
duduk terpaku di depan pesawat TV. Apakah kalian bisa
membayangkan bagaimana tanggapan mereka terhadap kejadian ini?"
"Yeah! Saya bisa membayangkannya," kata Mortimer.
"Nah, bagaimana sekarang" Apakah saya bisa bicara dengan
anak-anak itu?" Henry mengangkat bahu. "Bagaimana sih ini?" si wartawan bertanya dengan kasar.
"Sebenarnya siapa sih pemimpin rombongan kalian" Kau?"
"Bukan, bukan saya," jawab Henry. "Tapi saya pemilik pesawat
interkom." "Oh! Saya mengerti!" si wartawan berseru sambil
mengeluarkan dompet. "Apakah lima dollar cukup?"
"Nah, begitu dong! Kenapa tidak dari tadi?" kata Freddy
Muldoon. "Sorry, Mister, kami tidak menginginkan uang Anda," balas
Henry sambil menjulurkan tangannya ke wajah Freddy. "Anda tunggu
saja sampai rombongan TV datang ke sini. Setelah itu semua akan
mendapat kesempatan untuk bicara dengan mereka."
Si wartawan mengangkat tangan lalu membalik. Tapi tiba-tiba
sebuah pikiran terlintas di kepalanya. Langsung saja ia berpaling pada
juru potret yang menemaninya. Dengan suara yang cukup keras untuk
didengar semua orang ia berkata, "Lama-lama aku mulai curiga bahwa
tidak ada siapa-siapa di dalam gua. Mungkin saja anak-anak itu
sengaja merencanakan semuanya agar mereka menjadi terkenal."
"Hei, benar juga!" ujar si juru potret. "Kita sama sekali tidak
bisa memastikan bahwa memang ada yang terperangkap di dalam
sana. Wah! Ini bahan berita yang cukup menarik."
Jeff segera menghampiri Henry.
"Rasanya lebih baik kalau kita membiarkan mereka bicara
dengan Harmon," ia berbisik ke telinga sahabatnya.
"Apa boleh buat," ujar Henry. "Kelihatannya kita tidak punya
pilihan lain." Setelah bersusah-payah, ia akhirnya berhasil memanggil
Harmon lewat pesawat interkom. Penuh semangat si wartawan lalu
mulai mengajukan pertanyaan demi pertanyaan. Harmon mengatakan
bahwa keadaan mereka baik-baik saja. Ia juga menyebutkan nama
kelima temannya yang ikut terperangkap. Kemudian Harmon
membangunkan Stony Martin, dan menyuruhnya berbicara dengan si
wartawan. Selama wawancara berlangsung, si juru foto menempelkan
tape recorder pada pengeras suara sehingga seluruh percakapan
berhasil direkam. "Apakah kau khawatir tentang keselamatan kalian?" si
wartawan bertanya. "Sama sekali tidak," kata Harmon.
"Kalian tidak perlu panik. Saya yakin, kalian pasti segera bisa
keluar dari gua itu," si wartawan berusaha memberikan semangat.
"Ah, regu penolong tidak perlu terburu-buru," balas Harmon
sambil menguap. "Yang penting kami bisa pulang sebelum waktu
sarapan." "Busyet!" si wartawan berseru gembira. "Ini baru berita! Kau
dengar apa yang dikatakan anak itu" Mereka tidak perlu terburu-buru,
katanya. Busyet! Jaringan berita akan berebut untuk memperoleh
informasi ini." "Hei, kalau begitu kita bisa menjual rekaman ini dengan harga
tinggi!" si juru potret berkomentar sambil mengikuti rekannya ke
puncak tebing. "Lho, Anda tidak menunggu sampai mereka berhasil
dikeluarkan?" Mortimer berseru.
"Sorry!" si wartawan membalas. "Kami harus segera ke
percetakan. Mumpung beritanya masih hangat!"
Dalam sekejap mereka telah menghilang dalam kegelapan
malam. "Dasar wartawan brengsek!" Dinky Poore mengumpat dengan
kesal. Pada waktu rombongan wartawan TV tiba, upaya penyelamatan
telah menemui jalan buntu. Pak Walikota sedang mengadakan rapat
darurat untuk menentukan langkah selanjutnya. Kelihatannya, rencana
yang paling masuk akal adalah menguruk alur sungai untuk
membangun dermaga sementara. Dermaga itu akan digunakan sebagai
landasan untuk alat pengeruk. Pak Walikota lalu menanyakan
seberapa cepat dermaga seperti itu bisa dibangun. Ia juga meragukan
apakah alat pengeruk bisa dibawa ke tempat kejadian, mengingat
tebing di tepi sungai sangat curam. Seth Emory lalu mengusulkan agar
Dinas Pekerjaan Umum mengerahkan semua truk di sekitar Mammoth
Falls. Truk-truk itu diperlukan untuk mengangkut batu-batu kerikil
dari tambang kerikil di White Fork Road.
"Agar semuanya berjalan lancar," ia menambahkan, "truk-truk
yang bolak-balik itu perlu dikawal oleh mobil patroli. Dengan
demikian dermaga darurat bisa diselesaikan dalam setengah sampai
satu hari penuh." Sementara itu kepala rombongan TV berjalan mondar-mandir
sambil mengusap-usap rambutnya. Setiap tiga puluh detik ia melirik
jam tangannya. Akhirnya ia menghampiri Mr. Scragg dan menepuk
bahunya. "Apakah ini berarti bahwa takkan ada kemajuan berarti sampai
siang nanti... atau bahkan lebih lama lagi?"
"Kalau yang Anda maksud dengan kemajuan berarti adalah
mengeluarkan anak-anak itu dari gua, maka saya terpaksa menjawab,
ya," ujar Pak Walikota.
"Kalau begitu kita bisa pulang dulu dan tidur lagi," si kepala
rombongan TV berkata sambil menoleh pada anak buahnya.
"Terserah Anda saja," Mr. Scragg mengomentarinya. "Menurut
perkiraan saya, kita pasti masih lama di sini."
"Mumpung sudah di sini, Bos, kenapa kita tidak mencari
informasi yang mendukung berita utama?" salah seorang juru kamera
mengusulkan. "Yeah! Bisa juga," bosnya berkata sambil menggaruk-garuk
dagu. "Wah! Saya dapat ide bagus, nih!" Ia kembali berpaling pada
Pak Walikota. "Apakah ada kemungkinan untuk menurunkan kamera
ke dalam gua?" ia bertanya.
Pak Walikota menatapnya sambil membelalakkan mata. "Kalau
saya tahu, maka saya bisa mengeluarkan anak-anak itu dari sana!" ia
menjawab dengan ketus. "Sekarang silakan pergi, dan jangan ganggu
saya lagi." Si kepala rombongan TV segera minggir. Wajahnya nampak
cemberut. Tiba-tiba lengan bajunya ditarik dari belakang. Ia menoleh
dan melihat Jeff Crocker.
"Maaf, Mister," ujar Jeff. "Saya tahu bagaimana Anda bisa
memasukkan kamera Anda ke dalam gua. Tapi untuk itu Anda
memerlukan kabel yang panjang dan kedap air."
Si kepala rombongan TV menatap Jeff sambil mengerutkan
kening. Kelihatan jelas bahwa ia tidak tahu apakah Jeff patut
didengarkan atau tidak. "Seberapa panjang?" ia akhirnya bertanya.
Jeff mengangkat bahu. "Mungkin sekitar 90 sampai 120 meter.
Saya sendiri juga tidak tahu pasti."
"Kau jangan mempermainkan saya, ya! Kami tidak bawa kabel
sepanjang itu, tapi anak buah saya bisa mengambilnya. Kau yakin
bahwa kamera kami bisa masuk?"
"Yeah, seratus persen," ujar Jeff mantap. "Sebenarnya ada jalan
lain untuk masuk ke gua, tapi untuk itu Anda harus..." Mendadak Jeff
mulai menggosok-gosok dagu.
"Tunggu dulu!" ia berseru penuh semangat, kemudian berlari
menghampiri kami. "Henry!" Jeff memanggil sambil menggenggam bahu Henry.
"Aku tahu bagaimana kita bisa menyelamatkan Harmon dan yang lain.
Kalau kita punya peralatan selam yang lengkap, maka kita bisa lewat
jalan yang kita pakai untuk membawa Lady Go Diver ke dalam gua."
"Hus, jangan keras-keras!" Mortimer mengingatkan sambil
melirik ke arah kepala rombongan TV.
"Yeah!" ujar Freddy. "Kau akan membongkar rahasia kita."
"Diam, Freddy!" kata Jeff sambil mendorong wajah Freddy
dengan sebelah tangan. "Yang paling penting adalah bagaimana
Harmon dan teman-temannya bisa diselamatkan."
"Kita bisa kembali ke markas untuk mengambil peralatan
selam," Mortimer mengusulkan. "Setelah itu Jeff dan aku bisa
menyelam masuk, lalu mengeluarkan mereka satu per satu."
"Lebih cepat kalau kalian membawa mereka naik kapal selam,"
kata Dinky. "Hmm, usul Dinky boleh juga," Henry berkomentar. "Paling
tidak kita harus mencobanya. Tunggu sebentar, aku akan
membicarakan hal ini dengan Pak Walikota."
"Aduh! Apa kalian tidak sadar bahwa rahasia kita sedang
terancam"!" Freddy berteriak. "Seluruh kota akan mengetahui
terowongan rahasia kita"termasuk Harmon!"
"Ada apa ini?" si kepala wartawan TV bertanya sambil
menghampiri kami. "Jadi bagaimana, nih" Kalian bisa menurunkan
kamera atau tidak?" . "Lupakan saja, Mister," ujar Jeff ketika kami mulai bergegas
ke arah Pak Walikota. "Ada urusan yang lebih penting dari itu."
"Saya dengar ada yang menyebut-nyebut terowongan rahasia?"
pria itu bertanya sambil menggenggam lengan Freddy.
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terowongan rahasia yang mana?"
"Terowongan rahasia ke gua itu, bodoh!"
"Oh, yang itu! Itu bukan urusan Anda," kata Freddy sambil
menarik lengannya, lalu menyusul kami.
"Ya Tuhan, Mulligan! Ada apa lagi sekarang?"
Mr. Scragg bertanya dengan lesu ketika Henry menepuk
bahunya. "Kami tahu bagaimana anak-anak itu bisa dikeluarkan dari
gua," Henry berkata dengan singkat. Kemudian ia menjelaskan
bagaimana kami membawa Lady Go Diver melalui terowongan
rahasia yang menembus batu karang dan muncul di kolam air di dalam
gua. "Panjangnya hanya sekitar 60 meter," Jeff menambahkan.
"Kami menemukannya secara kebetulan waktu kami sedang
menyelam. Mulut terowongan itu berada kurang lebih tiga meter di
bawah permukaan air, tepat di mana Anda akan menguruk alur sungai
untuk membangun dermaga darurat. Kalau Anda menimbun batubatu di sana, maka terowongan itu akan tertutup."
Mr. Scragg menatap kami dengan pandangan aneh.
"Setiap kali saya mengikuti saran kalian, saya mendapat
kesulitan yang lebih besar lagi!" ia mendesah sambil menempelkan
tangannya ke kening. "Apakah belum cukup bahwa kalian membawa
hampir seluruh kota ke sini pada tengah malam buta?"
"Jangan dengarkan mereka, Pak Walikota," kata Freddy sambil
menembus kerumunan orang di sekitar Mr. Scragg. "Mereka hanya
mengada-ada." "Jangan ikut campur!" Jeff menghardiknya, lalu mendorong
wajah Freddy. Kali ini Freddy membalas dengan menendang tulang
kering Jeff. Tapi kemudian Mortimer segera menariknya pergi.
"Jangan macam-macam, Freddy!" ia mengancam. "Jeff tahu apa
yang dilakukannya." "Jeff tidak bisa pegang rahasia!" Freddy merengek. "Dia akan
membuka rahasia kita."
"Hmm, rupanya kalian menyimpan rahasia," Pak Walikota
berkomentar. "Jadi kalian benar-benar menyimpan kapal selam di
dalam gua itu?" "Ya!" kata Jeff. "Anda bisa menanyakannya pada Zeke
Boniface. Kami memakai truk Zeke untuk membawa kapal selam itu
ke sini." "Dan kalian lewat terowongan bawah tanah untuk membawanya
masuk ke dalam gua?"
"Yang pasti, kami tidak menggotongnya!" balas Jeff.
Selama beberapa saat Mr. Scragg nampak berpikir keras.
Kemudian ia berbicara dengan Seth Emory. Chief Putney dan Chief
Pixley ikut bergabung, dan keempatnya lalu berbisik-bisik di dekat
jalan setapak yang menuju tepi sungai. Akhirnya Pak Walikota
menghampiri Henry dan Jeff.
"Kita harus segera mengambil tindakan," katanya. "Tapi
sebelumnya saya ingin mendapatkan jawaban yang pasti. Kalian
betul-betul bisa menyelam masuk ke gua lalu mengeluarkan anakanak itu lewat terowongan bawah tanah?"
"Betul!" Jeff menegaskan. "Kalau mereka bisa menggunakan
peralatan selam, maka mereka bisa menyelam sendiri. Kalau tidak,
maka kami akan mencoba mengeluarkan mereka dengan kapal selam
kami." "Hmm, tak ada salahnya kalau dicoba," ujar Mr. Scragg. "Tapi
saya akan menugaskan dua anak buah Chief Putney untuk menemani
kalian. Saya tidak menginginkan kecelakaan."
"Saya setuju sekali," Jeff menanggapinya. "Kami akan
menunjukkan jalannya pada mereka. Tapi sebelumnya kami harus
kembali ke kota untuk mengambil peralatan. Semua perlengkapan
kami disimpan di gudang jerami orangtua saya."
"Tidak perlu," Chief Pixley berkata. "Tim SAR membawa
peralatan selam dan segala perlengkapan yang mungkin diperlukan."
"Kebetulan kalau begitu," ujar Jeff. "Dengan demikian kita bisa
menghemat waktu." Ia dan Mortimer segera mulai membuka baju. Pada waktu itu
kami belum sadar bahwa segala sesuatu bisa diselesaikan dengan jauh
lebih mudah, seandainya Jeff dan Mortimer kembali ke markas untuk
mengambil peralatan selam kami.
Setelah ada kepastian mengenai rencana penyelamatan, suasana
di sekitar air terjun mendadak berubah. Orang-orang yang hadir mulai
dicekam rasa tegang"terutama setelah mereka mendengar bahwa dua
anak muda bersedia menyelam lewat terowongan bawah air yang
sama sekali belum diketahui oleh siapa pun. Semua orang mulai
berkerumun mengelilingi mobil tim SAR.
Kedua anak buah Chief Putney membantu Jeff dan Mortimer
mengenakan masker dan tabung oksigen. Kemudian keempatnya
mengikat diri masing-masing dengan sepotong tali nilon. Telah
diputuskan bahwa Jeff akan menunjukkan jalan, sedangkan Mortimer
menyelam paling belakang. Ia akan mengulurkan kabel komunikasi,
sehingga mereka bisa terus berhubungan dengan mobil tim SAR.
Kabel itu sekaligus berfungsi sebagai pedoman untuk mencari jalan
keluar dari dalam gua. Kedua polisi masing-masing membawa tangki
oksigen cadangan. Baik mereka maupun Jeff dan Mortimer
melengkapi diri dengan senter kedap air serta pisau komando.
Si kepala rombongan TV sudah bisa ketawa lagi sekarang.
Karena begitu bersemangat untuk meliput perkembangan terakhir, ia
terus menghalangi persiapan yang sedang dilakukan. Ia bahkan
memberi petunjuk mengenai cara menuruni tebing dan masuk ke air,
sampai Chief Putney akhirnya menariknya ke samping. Kepala polisi
Mammoth Falls itu lalu menugaskan dua anak buahnya untuk
mengawal rombongan whrtawan TV itu selama operasi penyelamatan
berlangsung. Jeff-lah yang pertama-tama memasuki air.
"Usahakan agar talinya jangan kendor," ia berkata pada polisi
yang menyusul. "Soalnya dinding terowongan penuh dengan batubatu tajam. Sebisa mungkin kita akan menyelam di dasar terowongan.
Pasir putih yang ada di sana akan membantu kita mencari jalan."
Kemudian ia menutupi wajahnya dengan masker selam,
menarik napas dalam-dalam, dan membuka katup tabung oksigen.
Yang lain mengikutinya satu per satu. Dalam sekejap saja tinggal jalur
gelembung udara yang terlihat di permukaan air.
Orang-orang yang berdiri di pinggir sungai hanya bisa
menunggu. Semuanya, kecuali para petugas tim SAR, bergerombol di
tepi air. Mereka berdesak-desakan dan saling berebut tempat yang
paling menguntungkan untuk mengamati lubang hitam di samping air
terjun, di mana jalur gelembung udara tadi menghilang.
Dalam keadaan saling mendorong dan mendesak, dua orang
sempat terpeleset dan jatuh ke dalam air. Tapi hampir tidak ada yang
memperhatikan mereka. Sementara itu si kepala rombongan TV mulai
menggerutu lagi karena tidak diizinkan menitipkan kameranya pada
para penyelam. Chief Pixley lalu menawarkan seperangkat alat selam
padanya. Si kepala rombongan TV berpikir sejenak, lalu memutuskan
bahwa liputannya toh tidak begitu penting.
Henry dan anggota-anggota Klub llmuwan Edan yang lain tetap
berada di dekat mobil tim SAR. Kami ditemani oleh Pak Walikota.
Kami sadar bahwa berita pertama akan disampaikan lewat kabel
komunikasi yang dibawa oleh keempat penyelam. Rasanya kami
menunggu selama berjam-jam. Namun sesungguhnya baru sepuluh
menit berlalu ketika petugas yang memonitor radio komunikasi
melambai-lambaikan tangan sebagai isyarat agar jangan ada yang
ribut. "Halo! Halo!" ia berseru. "Foster, kaukah itu?" Kemudian ia
pasang telinga. "Oke, kami akan stand-by. Semuanya sudah siap di sini,"
petugas itu menanggapi jawaban rekannya, lalu berpaling pada Pak
Walikota. "Mereka sudah memasuki gua, dan sekarang lagi mencari
anak-anak itu." "Tanyakan pada mereka apakah ada kapal selam di dalam
sana!" ujar Pak Walikota sambil melirik ke arah Henry.
Petugas tadi kembali memanggil rekannya. "Halo, Foster! Pak
Walikota ingin tahu apakah ada kapal selam di dalam sana."
"Yeah, memang ada," si penyelam menjawab. "Tapi anak-anak
itu tidak kelihatan. Kami sudah memeriksa setiap sudut. Tidak ada
siapa-siapa di dalam gua."
"Tolong ulangi sekali lagi"
"Aku bilang anak-anak itu tidak kelihatan. Ada yang tidak
beres, nih!" "Anda dengar itu?" si petugas radio bertanya pada Mr. Scragg.
"Foster mengatakan bahwa tidak ada siapa-siapa di dalam gua."
"Tidak ada siapa-siapa"!" Pak Walikota berseru.
"Tidak ada siapa-siapa"!" Henry membeo.
Pak Walikota segera menoleh dan menatap Henry.
"Mulligan"!" ia berkata seakan-akan minta pertanggungjawaban
dari Henry. "Tapi saya yakin, tadi ada orang di dalam!" Henry memprotes.
"Kami sempat bicara lewat interkom dengan mereka."
"Mulligan!" Pak Walikota kembali berkata.
Henry membalik dan berlari ke colokan interkom di puncak
tebing. Kami segera mengikutinya. Pak Walikota dan Chief Putney
menyusul sambil tersengal-sengal.
"Jeff! Jeff!" Henry berteriak di pengeras suara. "Kau bisa
mendengarku?" "Suaramu jelas sekali!" jawab Jeff.
"Bagaimana dengan Harmon dan anak buahnya" Di mana
mereka?" Henry bertanya dengan nada tegang.
"Aku tidak tahu di mana mereka berada. Tapi yang pasti,
mereka tidak di sini! Kami sudah mencari ke mana-mana."
"Kau tidak main-main, Jeff?"
"Aku serius, Henry!"
"Hmm, aku tidak mengerti," ujar Henry dengan lesu. "Baru
setengah jam yang lalu kita masih bicara dengan mereka."
Henry masih terbengong-bengong sambil menggaruk-garuk
kepala, ketika Pak Walikota dan Chief Putney muncul dari semaksemak.
"Well, Mulligan, mudah-mudahan kau bisa menjelaskan
semuanya ini!" Pak Walikota berkata sambil tersengal-sengal.
"Mereka tidak ada di dalam gua, Pak Walikota," Henry
mengakui dengan kesal. "Saya benar-benar tidak mengerti. Setengah
jam yang lalu mereka masih ada di sana."
"Jangan bohong, Mulligan!" suara Harmon Muldoon terdengar
dari kegelapan di atas kami. "Dari mula kau tahu persis bahwa kami
tidak berada di dalam gua."
Ledakan tawa nyaris menenggelamkan kata-katanya yang
terakhir. Henry nampak kebingungan ketika matanya berusaha
menembus kegelapan yang menyelimuti puncak tebing.
"Siapa itu?" Chief Putney bertanya dengan tegas sambil
mengarahkan senternya ke atas.
"Pertunjukan kalian cukup menarik," suara melengking milik
Stony Martin memecahkan keheningan malam. "Apakah kalian juga
sudah menyiapkan kejutan untuk babak terakhir?" Seruan ini pun
diiringi ledakan tawa. Rupanya Harmon serta anak buahnya sejak tadi duduk-duduk di
atas tebing sambil menonton kesibukan di tepi sungai. Cahaya lampu
sorot dari mobil tim SAR terlalu menyilaukan, tapi akhirnya berkas
sinar dari senter Chief Putney mengenai T-shirt putih yang dikenakan
oleh Stony Martin. Anak itu sedang duduk di atas pohon. Begitu
terkena cahaya senter, ia segera mundur ke daerah bayang-bayang
sambil terbahak-bahak. "Bagaimana kalian bisa naik ke sana?" Henry bertanya tanpa
semangat. "Kami jalan kaki!" balas Harmon.
"Maksudku, bagaimana kalian bisa keluar dari gua?"
"Itu sih gampang! Kami memang tidak pernah masuk ke gua
itu." "Jangan macam-macam, Harmon. Aku tahu bahwa tadi ada
orang di dalam sana."
"Yeah, kami memang mengutus satu orang untuk membuat
alarmnya menyala. Dengan demikian kami bisa menyerbu markas
kalian. Sepanjang malam kami berada di gudang jerami Jeff Crocker."
"Maksudmu, kalian berada di markas kami waktu aku
memanggilmu lewat interkom?"
"Yeah! Begitu alarm kalian berbunyi, segala macam hal yang
aneh-aneh mulai terjadi. Benar-benar pertunjukan yang bagus."
Henry tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia bahkan tidak
mendengar Pak Walikota berdebat dengan Chief Putney ketika mereka
kembali ke tepi sungai. Mereka mempersoalkan apakah ada yang
perlu ditangkap atau tidak.
"Oh ya, Henry," Stony Martin berseru. "Bagaimana kalian
menurunkan kotak uang kalian dari bawah atap" Kami menghabiskan
waktu berjam-jam untuk memecahkan teka-teki itu."
Henry tidak menjawab. Ia langsung membanting pesawat
interkom yang sedang ia pegang, kemudian menendangnya sampai
masuk ke tengah semak-semak. Pesawat itu langsung hancur
berkeping-keping. Baru kali itu aku melihat Henry mengamuk seperti
itu. Pawang Hujan Sejati MUSIM panas di Mammoth Falls selalu diiringi dengan cuaca
cerah dan suhu udara yang cukup tinggi. Tapi hari Selasa di bulan
Agustus itu benar-benar luar biasa. Udara begitu panas sehingga
anjing-anjing pun enggan berkeliaran di jalan. Orang-orang bahkan
takut membuka mulut karena khawatir lidah mereka tersengat
matahari. Siang hari itu aku sedang duduk di tempat pangkas rambut
milik Ned Carver. Sambil menahan kantuk, aku menunggu sampai
Mr. Carver selesai memotong rambut Charlie Brown. Untuk mengisi
waktu, aku membolak-balik halaman sebuah majalah tua. Tiba-tiba
Jason Barnaby masuk dan langsung duduk di kursi pojok.
"Bagaimana panen apel tahun ini, Jason?" Charlie Brown
bertanya dari bawah handuk panas yang menutupi wajahnya.
Kebun apel milik Jason merupakan kebun apel terbesar di
sekitar Mammoth Falls. Belakangan ini kebun apel di Brake Hill itu
bahkan dijadikan atraksi wisata, dan sering dikunjungi para pelancong
yang datang ke kota kami.
"Wah, payah! Takkan ada apel sama sekali kalau hujan tidak
segera turun," Jason mengeluh. "Aku belum pernah mengalami
serangan panas seperti tahun ini."
"Memang," Ned Carver berkomentar. "Rumput di halaman
rumahku juga sudah mulai gosong. Kelihatannya baru bulan depan
kita mulai dapat hujan."
"Mungkin lebih lama lagi," Jason mendesah. "Pohon-pohon
apel di kebunku sudah kering-kerontang. Baru dipegang saja, daundaunnya sudah remuk."
"Katanya Pak Walikota sudah mengundang tim pembuat hujan
profesional," ujar Charlie Brown. "Aku dengar tim itu terdiri atas ahliahli dari Departemen Pertanian dan dari universitas negeri
terkemuka." "Ah, percuma saja," Jason bergumam tanpa ekspresi. "Tahun
lalu mereka sudah mencobanya di Clinton, tapi tanpa hasil sama
sekali. Bah, buang-buang waktu dan uang saja! Lebih baik kita
berlutut dan berdoa. Kalau Tuhan mengatakan "Hujan!", maka hujan
akan turun dengan sendirinya."
"Kau benar, Jason. Tapi itu kan tidak berarti bahwa kita tidak
boleh membantu sedikit," kata Charlie. "Pak Walikota dan para
anggota Dewan Kota pasti tahu apa yang mereka lakukan."
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Charlie Brown menjabat sebagai bendahara, dan sudah tiga
puluh satu tahun duduk dalam Dewan Kota. Ia pemilik satu-satunya
perusahaan pemakaman di Mammoth Falls, dan semua orang
menghormatinya. Biasanya, ia tahu segala sesuatu yang sedang terjadi
di Mammoth Falls. Jason Barnaby terdiam beberapa saat. Sambil mengerutkan
kening ia mengamati sepatu Charlie Brown yang mengkilap.
"Eh, Charlie! Bagaimana sih caranya sampai kau selalu bisa
pakai sepatu baru?" ia akhirnya bertanya. "Aku yakin, kaulah pemilik
sepatu terbanyak di kota ini."
"ltu bukan urusanmu!" jawab Charlie Brown. "Lagi pula, kita
kan sedang bicara mengenai serangan udara panas."
Aku tidak mendengar kelanjutan pembicaraan mereka, sebab
aku keburu ketiduran. Aku selalu ketiduran di tempat tukang pangkas
rambut"terutama kalau cuaca sedang panas. Tapi beberapa saat
kemudian suara Mr. Carver membuatku terjaga kembali.
"Berikutnya!" ia berkata.
Aku segera pindah ke kursi cukur.
"Apakah kalian dari Klub llmuwan Edan tidak bisa berbuat apaapa?" Mr. Carver bertanya sambil tersenyum simpul. "Kalian kan
selalu terlibat dalam urusan gila-gilaan."
"Kalau ada yang bisa membuat hujan, maka Henry Mulliganlah orangnya," aku menjawab sebelum tertidur lagi.
Pada saat itu Ned Carver mungkin belum sadar, tapi
percakapannya denganku merupakan awal dari suatu kejadian yang
selama bertahun-tahun masih terus dibicarakan oleh warga
Mam?moth Falls. Sebelum bulan Agustus berakhir, Ned Carver telah
menyesal karena menyinggung soal hujan buatan di hadapanku.
************ Selama musim panas Klub llmuwan Edan hampir setiap hari
mengadakan pertemuan. Seperti biasa, ada saja proyek yang kami
kerjakan. Ketika aku menuju gudang jerami Jeff Crocker untuk
menemui anak-anak yang lain sore itu, kepalaku penuh dengan
berbagai gagasan aneh tentang cara membuat hujan"misalnya:
mencelupkan spons raksasa ke dalam Danau Strawberry, kemudian
memakai beberapa balon besar untuk menerbangkannya ke atas kebun
apel milik Jason Barnaby.
Di markas aku menemukan Mortimer Dalrymple sedang
mengutak-atik peralatan radio. Homer Snodgrass lagi berbaring di
kasur tua di pojok ruangan sambil membaca buku sajak karangan
Rudyard Kipling. "Hei, coba dengarkan ini!" kata Homer.
"Nanti saja!" Mortimer mencegahnya. "Aku lagi asyik, nih!"
"Oh ya, aku lupa bahwa kau memang tidak mengerti apa-apa
tentang segala bentuk kesenian," Homer mengejek.
"Mana Henry dan Jeff?" aku cepat-cepat bertanya sebelum
Mortimer sempat menjawab. "Ada urusan penting yang perlu
kubicarakan dengan mereka."
"Mereka di belakang," jawab Mortimer. "Henry lagi membantu
Jeff mencuci mobil ayahnya."
Sekali seminggu Jeff harus mencuci mobil ayahnya. Sebenarnya
kami semua diharapkan membantu, sebagai balasan karena boleh
memakai gudang jerami orangtua Jeff sebagai markas. Tapi biasanya
ia terpaksa bekerja seorang diri. Untung Jeff dan Henry sudah hampir
selesai ketika aku menemui mereka. Langsung saja aku menceritakan
percakapan yang kudengar di tempat tukang pangkas rambut.
"Belakangan ini cuaca memang kelewat bagus," Jeff
berkomentar. "Semua petani di sekitar Mammoth Falls sudah
mengeluh. Ayahku mengatakan bahwa persediaan jerami untuk
makanan kuda pada musim dingin nanti takkan cukup kalau cuaca
tetap seperti sekarang."
"Padahal tidak begitu sulit untuk membuat hujan," kata Henry.
"Kita hanya perlu menciptakan kondisi yang mendukung."
Kemudian ia berhenti melap mobil ayah Jeff. Aku segera
menyadari bahwa ia sudah mulai menyusun sebuah rencana. Karena
itu aku mengambil alih tugasnya, lalu menggosok-gosok bemper
belakang sampai kering. "Kapan para pembuat hujan profesional itu akan datang ke
sini?" Henry bertanya padaku.
"Aku tidak tahu. Tapi ayah Homer seharusnya tahu. Dia kan
anggota Dewan Kota."
"Sebaiknya kita jangan bertindak sebelum mereka pergi lagi,"
kata Jeff sambil menjemur beberapa lap basah. "Dewan Kota pasti
sudah mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk mendatangkan
mereka, dan siapa tahu mereka berhasil."
"Bagaimana pendapatmu, Henry?" aku bertanya.
"Aku punya ide!" ujar Henry.
Tanpa berkata apa-apa lagi ia pulang dan kami tidak melihatnya
selama tiga hari berikut" sesuatu yang tidak aneh kalau Henry
sedang memikirkan sebuah gagasan baru.
Para pembuat hujan tiba, dan kami semua pergi untuk
menyaksikan mereka memasang peralatan. Mereka membawa
sejumlah kipas angin besar, yang digunakan untuk meniupkan kabut
putih berupa butir-butir debu ke udara. Alat-alat itu dipasang pada
bukit-bukit yang mengelilingi lembah. Tim pembuat hujan juga punya
dua pesawat terbang ringan. Setiap kali awan hujan muncul di langit,
pesawat-pesawat itu segera lepas landas lalu menyebarkan bubuk
halus ke udara. Seperti biasa, Dinky Poore dipenuhi rasa ingin tahu yang amat
besar. "Apa yang mereka tiupkan ke udara itu?" ia bertanya pada
Henry. "Kristal-kristal perak-iodida," jawab Henry.
"Kristal-kristal itu berfungsi mengembunkan uap air sehingga
membentuk tetes-tetes hujan. Masalahnya hanya satu: untuk membuat
hujan, kandungan uap air di udara harus cukup tinggi. Padahal
belakangan ini udara di sekitar Mammoth Falls kering sekali. Terus
terang saja, aku kurang yakin bahwa mereka bisa berhasil dengan cara
seperti itu." ******** Para pembuat hujan berusaha selama dua minggu. Tapi seperti
yang diramalkan Henry, usaha mereka tidak membawa hasil yang
diharapkan. Beberapa kali hujan memang turun, tapi selalu hanya
selama waktu yang amat singkat. Dan setiap hari para anggota tim
menemukan alasan baru untuk menerangkan kegagalan mereka,
misalnya angin tidak bertiup ke arah yang tepat, atau jumlah awan
terlalu sedikit. Kegiatan mereka menghabiskan biaya yang tidak
sedikit, dan makin lama para petani makin tidak percaya pada para
pembuat hujan. Akhirnya Mr. Scragg beserta Dewan Kota
mengadakan rapat umum, di mana semua orang boleh mengeluarkan
pendapat masing-masing. Ternyata sebagian besar penduduk
Mammoth Falls berpendapat bahwa para pembuat hujan hanya
memberikan harapan palsu. Dan ketika Charlie Brown
mengungkapkan bahwa kota kami tidak punya dana lagi untuk
mendukung kegiatan mereka, maka eksperimen itu terpaksa
dibatalkan. Pada saat itulah Henry Mulligan memutuskan bahwa waktu
untuk bertindak telah tiba. Kami mengadakan rapat di markas, dan
Henry menjelaskan rencananya pada kami.
"Masalahnya dengan sebagian besar pembuat hujan adalah
bahwa mereka terlalu mengandalkan keberuntungan," kata Henry.
"Tak ada gunanya menembakkan kristal-kristal perak-iodida ke udara
dengan sesuka hati. Kita harus mengincar awan tertentu, dan pada
waktu tertentu. Kita juga harus mengkonsentrasikan perak-iodida
dalam jumlah cukup besar di satu tempat."
Ia mengeluarkan sebuah tabung panjang bersirip dari bawah
meja, kemudian menunjukkannya pada kami.
"Ini contoh roket sederhana," katanya. "Tapi meskipun
sederhana, roket ini bisa mencapai sebagian besar awan hujan. Coba
perhatikan roket ini! Tepat di belakang ujungnya terdapat selongsong
berisi sedikit mesiu dan kristal perak-iodida dalam jumlah besar. Kita
tinggal meledakkan selongsong pada waktu yang tepat untuk
menyebarkan kristal-kristal itu di dalam awan. Para petani anggur di
Itali Utara telah menggunakan cara ini selama 20 tahun untuk
membuat hujan di atas kebun-kebun mereka. Mereka menunggu
sampai awan yang cocok muncul di langit. Baru kemudian mereka
menembakkan roket." "Astaga!" seru Freddy. "Otakmu benar-benar cemerlang,
Henry." "Ah, sebenarnya otakku sama saja dengan otak kalian," Henry
merendah. "Aku hanya sering membaca buku."
"Aku juga suka membaca," ujar Homer Snodgrass. "Tapi
sepertinya aku tidak pernah membaca buku yang tepat."
"Makanya, jangan baca sajak melulu!" Mortimer mengejek.
"Seberapa tinggi roket ini bisa terbang?" tanya Dinky Poore.
"Itu tergantung bagaimana kita merancangnya," jawab Henry.
"Kebanyakan awan hujan terbentuk pada ketinggian sekitar seribu
lima ratus meter. Dengan perhitungan sederhana, kita bisa
menentukan ukuran roket, serta jumlah bahan bakar yang diperlukan
untuk membawa sebuah selongsong berisi perak-iodida sampai
ketinggian yang diperlukan. Tapi selongsong itu bisa kita ledakkan
pada berbagai ketinggian. Kita tinggal memasang sumbu yang
menghubungkan selongsong dengan ruang pembakaran. Kalau kita
menginginkan selongsong meledak pada ketinggian sembilan ratus
meter, maka kita pakai sumbu yang pendek. Kalau selongsong
diharapkan meledak pada ketinggian seribu lima ratus meter, maka
kita gunakan sumbu yang lebih panjang."
"Ayo, kita coba saja!" ujar Dinky Poore penuh semangat. Dinky
memang selalu bersedia mencoba apa saja.
"Sebelumnya kita harus merakit sejumlah roket dulu," kata
Henry. "Roket ini baru merupakan rancangan tahap awal. Kita harus
melakukan beberapa percobaan untuk memperoleh rancangan yang
paling tepat." Selama beberapa hari berikut kami sibuk sekali. Kami bekerja
sampai larut malam di bengkel kami di atas toko kelontong milik Mr.
Snodgrass. Pada siang hari kami bersepeda ke suatu tempat di bukitbukit sebelah barat Danau Strawberry. Di sanalah kami mengadakan
serangkaian uji coba. Pertama-tama kami meluncurkan roket dengan
lintasan yang hampir tegak lurus, sehingga sisa-sisa roket yang telah
habis terbakar akan jatuh ke danau. Dengan mengamati permukaan
danau pada saat roket jatuh, kami bisa memperkirakan jarak dari
tempat peluncuran ke tempat itu. Dan dengan mengukur waktu
terbang, Henry bisa menghitung ketinggian yang berhasil dicapai oleh
roket kami. Setelah kami meluncurkan sekitar dua puluh jenis roket, Henry
mengatakan bahwa ia sudah menemukan rancangan yang paling tepat.
Kami kembali bekerja, dan merakit sekitar tiga puluh roket"lengkap
dengan selongsong berisi kristal-kristal perak-iodida, serta sumbu
dengan berbagai ukuran. Kami sengaja merancang roket-roket itu agar
sirip-siripnya bisa masuk ke dalam pipa plastik, yang akan berfungsi
sebagai tabung peluncur. Sebagai bahan bakar, kami menggunakan
campuran bubuk seng dan belerang. Sebenarnya kami bisa saja
menyalakan sumbu dengan korek api. Tapi Henry berpendapat bahwa
cara itu terlalu berbahaya. Seandainya salah satu roket sempat
meledak, maka kami sebaiknya berada pada jarak yang aman. Karena
itu kami lalu memasang sistem pengapian listrik dengan menggunakan
baterai kering. "Nah, sekarang bagaimana?" tanya Freddy Muldoon setelah
roket terakhir selesai dirakit.
Kami semua menatap Jeff. Sebagai ketua, Jeff-lah yang paling
berhak mengambil keputusan. Namun kali ini ia malah menoleh ke
Henry. "Aku rasa kita harus buktikan dulu bahwa kita memang bisa
membuat hujan," ujar Henry. "Aku usul agar kita mendirikan pos
pengamatan di dekat kebun apel Mr. Barnaby di Brake Hill. Kalau ada
awan yang lewat, dan kita berhasil menembaknya sehingga turun
hujan, maka ada kemungkinan kita akan bisa memperluas operasi ini."
"Aku setuju!" Freddy langsung berseru sambil menggosokgosok perutnya yang buncit. "Aku juga bersedia ditempatkan di pos
pengamatan." "Bagus!" ujar Jeff. "Tapi pos pengamatan harus didirikan di
puncak bukit. Dengan demikian kau tidak punya kesempatan untuk
mendekati buah-buah apel di kebun Mr. Barnaby."
"Kalau begitu aku mengundurkan diri saja!" kata Freddy.
"Harap hal ini dicatat dalam notulen."
"Permohonanmu akan dicatat, tapi tidak bisa dikabulkan," balas
Homer, yang selain sebagai bendahara juga menjabat sebagai juru
catat. "Sebenarnya sih sama saja. Sebagian besar apel di kebun Mr.
Barnaby termasuk jenis Baldwin, dan sekarang belum masak."
"Apa kau tidak sadar bahwa kau berhadapan dengan juara
makan apel mentah?" tanya Freddy Muldoon sambil bertolak
pinggang. Pagi berikutnya kami menyiapkan satu keranjang penuh
makanan, lalu langsung berangkat. Pukul setengah delapan kami
sudah berada di kebun apel Mr. Barnaby dengan membawa sejumlah
roket dan beberapa tabung peluncur. Mortimer dan Freddy
meneruskan perjalanan sampai ke puncak Brake Hill untuk mengamati
awan-awan di langit. Namun Freddy berulang kali menyelinap ke
kebun apel dan makan sepuas-puasnya. Menjelang makan siang
perutnya terasa begitu mulas, sehingga ia berguling-guling di tanah.
Mortimer terpaksa mengirimnya kembali ke tempat peluncuran roket.
Kami membiarkan Freddy tergeletak sambil merintih-rintih.
Menjelang sore gumpalan awan mulai muncul di kejauhan.
Lewat walkie-talkie Mortimer melaporkan bahwa beberapa awan
besar sedang mendekati Brake Hill dari arah barat. Kami segera
memasang tabung-tabung peluncur. Semuanya diarahkan ke tempat
yang menurut perkiraan kami akan dilintasi awan.
Kami menunggu selama kurang lebih satu jam, sampai
gumpalan awan putih berukuran besar berada tepat di atas kepala
kami. Henry mengecek rangkaian pengapian, kemudian memberi abaaba.
"Roket satu siap! Tembak!"
Jeff menekan sebuah tombol, dan roket yang pertama meluncur
ke angkasa sambil meninggalkan asap putih. Sesaat setelah itu kami
melihat kilatan cahaya. Dan beberapa detik kemudian terdengar suara
letusan yang mirip bunyi petasan.
"Hmm, yang ini meledak agak terlalu cepat," kata Henry.
"Ketinggiannya paling-paling hanya seribu meter. Mungkin
pembakarannya terlalu cepat."
Selama satu menit kami menunggu dengan hati berdebar-debar.
Namun tidak ada reaksi sama sekali.
"Luncurkan roket nomor dua!" kata Henry.
Kini giliran aku menekan tombol. Dengan suara mendesis roket
nomor dua segera melesat ke udara. Dalam sekejap roketnya telah
menghilang di dalam awan. Tiba-tiba seluruh awan bermandikan
cahaya keemasan, seakan-akan baru saja disambar petir. Henry
langsung melompat-lompat, dan Homer menepuk-nepuk bahunya.
"Kena! Kena! Kena telak!" Homer berseru.
"Sekarang kita tinggal menunggu," ujar Henry sambil berusaha
menghindari tepukan Homer.
Pada detik itulah kami mendengar suara mesin mobil Jason
Barnaby. Aku segera menoleh dan melihat Mr. Barnaby
mengemudikan mobil tuanya dengan tangan kiri. Tangan kanannya
digunakan untuk mengacungkan senapan berburu berlaras ganda. Ia
ditemani kedua anjing herdernya. Mr. Barnaby berhenti tepat di
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
samping kami, dan langsung melompat turun.
"Hei, sedang apa kalian di sini?" ia menghardik kami. "Kalian
mau mencuri apel, ya" Letusan apa yang saya dengar barusan?"
Freddy, yang sejak tadi masih tergeletak di tanah, mulai
merangkak ke arah semak-semak di tepi kebun. Dinky Poore berdiri
dengan mata terbelalak. Seluruh tubuhnya nampak gemetar. Jeff
Crocker menghadapi petani apel yang sedang marah-marah.
"Kami tidak bermaksud jahat, Mr. Barnaby," ia menjelaskan.
"Kami sedang berusaha membuat hujan."
"Membuat hujan" Bah, ini alasan paling aneh yang pernah saya
dengar!" Jason Barnaby berkomentar sambil membanting topinya ke
tanah. Wajahnya kelihatan lebih merah dari buah-buah apel yang ada
di kebunnya. Pembuluh darah di lehernya nampak berdenyut-denyut.
"Dasar pengacau!" ia berseru. "Kalau kalian pikir bahwa
saya..." Tiba-tiba Mr. Barnaby menepuk keningnya dengan sebelah
tangan. "Hei, apa ini?" ia bertanya pada dirinya sendiri, lalu langsung
mendongakkan kepala. Setetes air hujan jatuh ke sudut matanya. Mr. Barnaby
menyekanya dengan ujung jari. Kemudian ia menjulurkan lidah dan
kembali mengarahkan wajahnya ke langit. Tetes-tetes hujan mulai
susul-menyusul, membasahi daun-daun pada pohon-pohon apel, lalu
bercipratan ke segala arah. Mr. Barnaby membuka tangan lebar-lebar.
Sambil bersorak-sorai ia lalu memegang topinya dalam keadaan
terbalik di depan dada, seakan-akan hendak menampung semua butir
hujan yang berjatuhan dari langit. Tiba-tiba ia mulai berputar-putar
dan menari-nari di antara pohon-pohon apel.
"Horeee!" petani itu berseru gembira. "Hujan, hujan, hujaaan!
Akhirnya hujan mulai turun!"
Dalam sekejap saja hujan telah turun dengan deras. Eksperimen
kami ternyata berhasil dengan gemilang.
Cepat-cepat kami mengumpulkan seluruh peralatan dan
memindahkannya ke bawah pohon. Kedua anjing herder tadi
melompat-lompat mengelilingi Jason Barnaby dan sama sekali tidak
memperhatikan kami. "Wah, ada satu hal yang tidak terpikirkan oleh kita," ujar
Mortimer. "Kita lupa bawa payung!"
"Ternyata Henry pun bisa lupa," kata Dinky Poore sambil
nyengir. "Untuk apa kalian perlu payung"!" terdengar suara dari bawah
pohon-pohon apel. "Cepat, masuk ke bawah terpal di bak mobil saya.
Saya akan mengantarkan kalian pulang."
Seluruh tubuh kami sudah basah-kuyup. Meskipun demikian,
kami tetap ketawa dan bersorak gembira, ketika Mr. Barnaby
membawa kami ke rumahnya.
"Demi Tuhan! Ini baru kejutan," ia bergumam sambil gelenggeleng kepala.
************* Berita mengenai keberhasilan kami menyebar dengan cepat.
Soalnya setelah mengantarkan kami, Jason Barnaby menyempatkan
diri untuk mampir ke tempat Ned Carver. Di sebuah kota kecil seperti
Mammoth Falls, tempat tukang cukur merupakan tempat yang paling
cocok untuk menyebarluaskan segala macam gosip dan informasi.
Pak Walikota termasuk yang pertama-tama mendengar berita
mengenai keberhasilan kami. Pada malam harinya ia langsung
berkunjung ke rumah Henry Mulligan, menepuk-nepuk bahunya, dan
menyebutnya sebagai "Pawang Hujan Sejati".
Satu-satunya yang merasa agak waswas adalah Charlie Brown,
bendahara kota kami. Ia segera mulai menyelidiki, berapa banyak
biaya yang harus dikeluarkan agar kami dapat terus membuat hujan.
Jeff lalu meyakinkannya bahwa kami sama sekali tidak bermaksud
mencari keuntungan. Kami hanya ingin membantu para petani, dan
kalau mereka bersedia membayar bubuk seng serta belerang yang
diperlukan, maka Klub Ilmuwan Edan siap membantu.
Setelah itu, kami kewalahan menghadapi permintaan para
petani untuk memasang peluncur roket di ladang-ladang atau kebunkebun mereka. Kami tidak mungkin menangani semuanya, tapi kami
juga tidak ingin dicap pilih kasih. Karena itu kami akhirnya
mengadakan rapat di markas untuk menentukan langkah selanjutnya.
Seperti biasa, Dinky Poore mengusulkan agar kami menulis surat pada
Bapak Presiden untuk meminta bantuannya. Dan seperti biasa pula,
usul itu ditolak dengan suara bulat. Freddy Muldoon berpendapat
bahwa kami bisa membantu semua orang, asal saja kami mau berlari
dari satu ladang ke ladang yang lain.
"Usul macam apa itu, Gendut?" Mortimer menanggapi usul itu
sambil mencibir. "Memangnya kau bisa lari" Setahu aku sih, kau
hanya cepat dalam urusan makan."
"Huh, sok tahu!" balas Freddy sengit. "Paling tidak, ada
hasilnya kalau aku berdiri di atas timbangan. Lagi pula aku
mengharapkan tugas sebagai operator radio."
Setelah berdebat panjang-lebar, kami akhirnya mengambil
keputusan yang mendobrak segala kebiasaan yang berlaku selama ini.
Untuk pertama kali dalam sejarah Klub Ilmuwan Edan, kami akan
minta bantuan pada Harmon Muldoon dan gangnya.
"Proyek ini menyangkut kepentingan umum," Henry
menjelaskan alasannya, "dan karena itu tidak pada tempatnya kalau
kita mau menang sendiri."
"Bah, aku tidak setuju!" Freddy menampik. "Nanti malah
Harmon yang dielu-elukan oleh semua orang. Kecuali itu, dia juga
tidak tahu apa-apa mengenai roket."
"Kita bisa mengajarkan semua yang perlu mereka ketahui," kata
Jeff. "Dan soal penghargaan dari masyarakat, aku kira semua orang
toh sudah tahu siapa yang berhak atas gelar Pawang Hujan Sejati."
Kemudian kami semua berdiri lalu memberi salam gaya Indian
pada Henry, yang sekaligus merupakan akhir pertemuan kali ini. Jeff
Crocker ditunjuk sebagai utusan untuk mengadakan pembicaraan
dengan Harmon Muldoon. Kami sengaja memilih Jeff, karena dia bisa
mengalahkan semua anggota kelompok Harmon dalam adu panco.
Tapi kali ini Jeff tidak perlu memeras tenaga. Harmon dan teman-
temannya ternyata tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk ikut
terlibat dalam proyek besar ini.
Kami memasang beberapa peluncur roket di tempat-tempat
strategis, yang dapat menjangkau beberapa ladang atau kebun
sekaligus. Dengan tambahan peralatan dari Harmon, kami dapat
mendirikan jaringan komunikasi dari masing-masing pos ke markas
kami di gudang jerami Jeff Crocker. Kami memang tidak mungkin
hadir di semua tempat secara bersamaan, meskipun dengan dua
kelompok yang masing-masing beranggotakan enam orang. Tapi kami
tidak perlu repot-repot mengamati perkembangan awan. Setiap petani
di sekitar Mammoth Falls pasti langsung menelepon ke markas kalau
awan mulai terlihat di cakrawala.
Selama dua minggu berikut kami meluncurkan sekitar dua ratus
roket. Memang tidak setiap peluncuran berhasil mendatangkan hujan.
Kadang-kadang kami harus menembakkan sepuluh roket, sebelum
berhasil mengenai sebuah awan dengan telak. Dan kadang-kadang
roket kami sudah meledak di dalam gumpalan awan sasaran, namun
tetap tanpa hasil. Tapi secara keseluruhan kami boleh dikatakan
berhasil mengatasi ancaman kekeringan. Hampir semua penduduk
Mammoth Falls sependapat bahwa gagasan Henry-lah yang
menyelamatkan panen para petani. Bahkan orang-orang yang tak
dikenalnya melambaikan tangan kalau berpapasan di jalan, dan
menegurnya dengan, "Halo, Pawang Hujan Sejati!"
Tentu saja yang lain pun ikut menikmati kesuksesan Henry.
Tiba-tiba saja para pemilik toko lebih ramah dibandingkan
sebelumnya. Bahkan Sersan Billy Dahr pun tersenyum lebar ketika
melihat kami. Ayah Jeff juga ikut-ikutan. Suatu hari ia terlihat
mencuci mobil sendiri. Ketika ditanya oleh seorang tetangga, ia
menjawab bahwa Jeff sekali-sekali perlu beristirahat.
Namun entah kenapa, ada sesuatu yang terasa mengganjal. Aku
akhirnya menyadari penyebabnya, waktu Henry mengatakan bahwa
kita tidak bisa mengubah alam tanpa akibat sampingan yang cukup
serius. Dan tidak lama kemudian pernyataan Henry itu terbukti benar.
Suatu hari, ketika Freddy Muldoon dan Dinky Poore menjaga
pos peluncuran di Blueberry Hill, sebuah awan yang sepuluh kali
lebih besar dari Queen Elizabeth"kapal pesiar mewah"melayang di
atas kepala mereka. Freddy dan Dinky langsung mulai meluncurkan
roket dengan penuh semangat. Nah, sebenarnya bukan mereka yang
bertugas di sana. Kecuali itu memang belum waktunya untuk
meluncurkan roket, sebab awannya belum berada di atas lembah. Tapi
mereka ingin membuktikan bahwa mereka tidak kalah hebat dari yang
lain, sehingga langsung bertindak.
Tembakan mereka tepat kena sasaran, dan awan itu seakan-akan
menguap. Seketika hujan deras mulai menyiram Blueberry Hill.
Cepat-cepat Dinky dan Freddy mengenakan jas hujan, lalu kembali ke
kota untuk melaporkan keberhasilan mereka.
Namun ketika mereka mencapai jalan yang melewati Memorial
Point, mereka melihat ratusan orang terpontang-panting keluar dari
hutan. Semua membawa keranjang makanan, taplak meja, serta alatalat musik. Ternyata hujan yang turun secara mendadak telah
membuyarkan pertemuan tahunan Perkumpulan Kiwani, suatu
organisasi sosial yang mengurusi anak-anak yatim-piatu.
Joe Dougherty, ketua Perkumpulan Kiwani yang merangkap
sebagai pemain trombone dalam marching band Mammoth Falls,
benar-benar marah besar. Begitu tiba di kota, ia langsung mengajukan
protes keras pada Mr. Scragg. Ia menuduh Klub Ilmuwan Edan
sengaja mengacaukan pertemuan mereka. Joe Dougherty beranggapan
bahwa kami ingin membalas dendam karena Perkumpulan Kiwani
pernah menolak mensponsori proyek kami untuk menyelidiki dasar
Danau Strawberry. Henry dan Jeff langsung dipanggil oleh Pak
Walikota, dan tentu saja mereka menolak semua tuduhan. Tapi itu
tidak mengubah kenyataan bahwa pertemuan tahunan Perkumpulan
Kiwani terpaksa bubar karena hujan deras.
Freddy dan Dinky, yang semula ingin membanggakan diri
dengan keberhasilan mereka, kini justru bersikap sebaliknya. Ketika
bertemu dengan Henry dan Jeff di markas, mereka langsung
menyangkal bahwa mereka terlibat.
"Dari tadi pagi Dinky dan aku berada di Lemon Creek," Freddy
mencoba menutupi kesalahannya. "Kami sama sekali tidak tahu
bahwa Perkumpulan Kiwani sedang mengadakan piknik di Memorial
Point." Jeff Crocker menatap tajam ke arahnya.
"Tapi Joe Dougherty mengatakan bahwa dia mendengar lima
letusan roket tepat sebelum hujan mulai turun, dan dia punya empat
ratus saksi yang siap mendukung keterangannya. Menurutmu, Freddy,
siapa yang meluncurkan roket-roket itu?"
"Barangkali sepupuku Harmon," ujar Freddy tanpa berpikir
panjang. Pandangannya terarah ke luar jendela, seakan-akan di sana
ada sesuatu yang menarik. "Harmon selalu memanfaatkan setiap
kesempatan untuk membuat kekacauan." "Kebetulan saja Harmon
berada di sini bersama kami sepanjang hari," Henry berkata dengan
tenang. "Sedangkan anak buahnya bertugas menjaga pos peluncuran
di sebelah selatan kota. Aku rasa tidak adil kalau tanggung jawab
untuk urusan ini dilemparkan pada Harmon."
"Oke, oke!" Dinky dan Freddy akhirnya mengakui perbuatan
mereka. "Tapi sebenarnya kami tidak bermaksud jahat."
Untung saja peristiwa gagalnya Piknik Kiwani tidak merusak
reputasi Klub Ilmuwan Edan. Namun ternyata nama baik kami
memang tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Suatu hari, Mortimer Dalrymple dan Homer Snodgrass duduk
di pinggir kebun apel Jason Barnaby sambil mengamati langit. Sudah
tiga hari tidak ada awan yang melintasi lembah. Tetapi angin sejuk
yang mulai bertiup dari arah timur memberikan harapan baru.
Menjelang siang, segumpal awan hitam terlihat melayang di
atas puncak Brake Hill. Langsung saja Mortimer dan Homer
menyiapkan peluncur roket. Mereka berhasil menembak awan itu
dengan dua buah roket, lalu berlari untuk berlindung di bawah pohonpohon apel. Namun mereka belum sempat masuk ke dalam tenda di
antara dua pohon apel, ketika suara yang memekakkan telinga mulai
membahana. "Hei, apa itu?" Homer berseru sambil mengerutkan kening.
Pada detik berikut sebuah bola es sebesar telur ayam
menghantam bahu kanannya.
"Aduh!" teriak Mortimer. "Hujan es! Cepat, cari perlindungan."
Keduanya segera melompat ke dalam tenda, sementara hujan es
semakin mengganas di sekitar mereka. Ratusan apel rontok dan jatuh
ke tanah. Lama-lama tenda perlindungan tidak sanggup lagi menahan
berat bola-bola es serta buah-buah apel yang mulai menumpuk,
sehingga akhirnya ambruk. Mortimer dan Homer terpaksa berbaring
di tanah sambil mengangkat kain terpal untuk melindungi kepala.
Tetapi bencana itu masih berlanjut. Awan hitam tadi ternyata
melayang melewati kota, dan meninggalkan jalur yang penuh
kerusakan kecil, sampai akhirnya lenyap di perbukitan di seberang
lembah. Kali ini tak ada yang dapat menahan Jason Barnaby. la
langsung menyerbu kantor Pak Walikota, lalu mengetok mejanya
dengan keras. Dengan wajah merah padam ia memprotes karena
setengah dari panen apelnya hancur. Rupanya Mr. Barnaby sama
sekali lupa bahwa ia takkan memiliki panen sama sekali seandainya
kami tidak berhasil membuat hujan di atas kebunnya. Bukan hanya
Jason Barnaby yang marah-marah. Istri Abner Larrabee, salah seorang
tokoh masyarakat di kota kami, mengirim surat pembaca ke Gazette.
Dalam surat itu ia mengeluh bahwa bunga-bunga kebanggaannya mati
sebelum sempat mekar. Ia marah besar karena kecerobohan beberapa
anak telah menghasilkan kerugian yang tidak sedikit, dan ia bertanya
langkah apa yang akan diambil oleh Pak Walikota untuk mengatasi
masalah kenakalan remaja ini. ebukulawas.blogspot.com
Akibat peristiwa Hujan Es, dukungan terhadap proyek kami
mulai terasa menurun. Namun para petani yang masih haus hujan
tetap mendesak agar kami jalan terus. Editor harian Gazette bahkan
menulis tajuk rencana yang membela kami. Dalam tulisannya itu ia
mengemukakan bahwa kami hanya ingin membantu. Sedangkan
Henry mengakui"dalam suatu wawancara"bahwa ilmu pengetahuan
memang belum sepenuhnya berhasil menaklukkan alam. Masih
banyak hal yang belum diketahui, dan untuk setiap langkah baru kita
harus berani mengambil risiko. Tetapi ia berjanji untuk mempelajari
segala sesuatu mengenai hujan es, agar kejadian di kebun apel Jason
Barnaby tidak terulang lagi.
Beberapa hari setelah peristiwa itu, kota Mammoth Falls
diselubungi lapisan awan tebal yang menghalangi sinar matahari.
Suhu udara pun menurun tajam, sehingga orang-orang mulai yakin
bahwa serangan udara panas telah usai. Udara berbau hujan, dan
seluruh kota menanti akhir dari musim panas yang panjang.
Meskipun demikian, hujan tak kunjung tiba. Selama tiga hari
berikut udara terasa semakin menyesakkan. Binatang-binatang piaraan
mulai gelisah, dan para peternak ayam mengeluh bahwa ayam-ayam
mereka terus berkotek sepanjang malam dan tidak mau bertelur.
Pada hari keempat, kami mengadakan rapat dengan seluruh
anggota gang Harmon Muldoon. Semuanya setuju untuk memberikan
sedikit dorongan pada alam. Kami memutuskan untuk meluncurkan
enam roket secara bersamaan dari beberapa tempat yang tersebar di
seluruh lembah. Pada hari itu juga kami memasang jaringan radio, dan
Henry melakukan count-down dari pusat kontrol di markas kami.
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lima roket bekerja dengan sempurna dan meledak di tengah-tengah
lapisan awan. Belakangan kami baru mengetahui bahwa peluncuran
roket keenam sempat tertunda karena Dinky dan Freddy tidak bisa
memutuskan siapa yang akan menekan tombol. Rupanya mereka
masih dihantui oleh peristiwa Piknik Kiwani, sehingga keduanya tidak
mau mengemban tanggung jawab.
"Ada apa dengan kalian?" Henry bertanya ketika menghubungi
mereka lewat radio. "Tidak ada apa-apa!" kata Dinky. "Si Gendut cuma tidak mau
menekan tombol peluncur!"
Namun tanpa roket mereka pun, usaha kami tetap berhasil.
Hujan turun sepanjang hari, dan berlanjut sampai larut malam.
Seluruh Mammoth Falls merasa lega sekali, dan reputasi Klub
Ilmuwan Edan pun pulih kembali. Harian Gazette yang terbit sore itu
menawarkan hadiah sebesar seratus dollar bagi siapa saja yang dapat
meramal jumlah hujan yang akan turun.
Pagi berikutnya hujan belum berhenti juga. Rasanya agak aneh
melihat orang-orang memakai payung dan jas hujan. Tetapi tidak ada
yang menggerutu; seperti biasanya kalau hujan turun dengan lebat.
Kali ini para penduduk Mammoth Falls justru tersenyum lebar.
Suasana riang gembira mulai terusik ketika pada hari keempat
hujan belum reda juga. Memang aneh, tapi orang-orang mudah sekali
merasa tidak puas. Beberapa hari lalu mereka masih bersyukur pada
Tuhan, tapi kini suara-suara sumbang sudah mulai terdengar. Setelah
satu minggu, warga Mammoth Falls mulai bertanya-tanya, kapankah
hujan akan berhenti. Pembicaraan di tempat tukang cukur hanya
berkisar di sekitar hujan dan tanah longsor yang terjadi di daerah
perbukitan. Harian Gazette sampai menawarkan hadiah sebesar dua
ratus dollar bagi siapa saja yang dapat meramal kapan hujan akan
berhenti. Tak seorang pun pernah mengalami banjir di Mammoth
Falls, tapi kalau hujan tidak segera mereda, maka bahaya banjir sudah
di ambang pintu. *********** Henry, Jeff, dan aku sedang duduk-duduk di restoran kecil di
seberang Balai Kota, ketika Mr. Scragg dan beberapa anggota Dewan
Kota masuk untuk makan siang. Pak Walikota berdehem keras-keras,
seperti biasanya kalau hendak mengatakan sesuatu, lalu menghampiri
kami. "Mulligan, ini semua gara-gara kalian!" ia berkata dengan
singkat. "Maaf, Pak Walikota, tapi saya kira ini bukan kesalahan kami,"
balas Henry sambil menatap gelas susu di hadapannya.
"Lho, bukankah kalian yang membuat hujan ini?" Pak Walikota
berdalih. "Apakah tidak ada jalan untuk menghentikannya?"
Henry menggelengkan kepala, kemudian menatap Mr. Scragg.
"Kemajuan ilmu pengetahuan belum sejauh itu," ia berkata perlahan.
Para anggota Dewan Kota langsung ketawa. "Hmm, kalau
begitu saya harap agar kalian mencari jalan keluar," ujar Pak Walikota
dengan serius. "Kalau begini terus, maka kota kita akan mengalami
banjir besar." "Masalahnya, sampai sekarang belum ada penelitian untuk
menghentikan hujan," balas Henry. "Itulah kesulitan yang dihadapi
para ilmuwan. Mereka memang bisa mempelajari beberapa rahasia
alam, tetapi tidak semuanya. Kejadian ini merupakan bukti bahwa
alam tidak bisa ditaklukkan begitu saja. Setiap tindakan pasti
membawa akibat." "Masa kita tidak bisa berbuat apa-apa"!" ujar Pak Walikota
sambil membalik. "Sebenarnya ada yang bisa dilakukan."
"Apa itu?" Pak Walikota bertanya penuh rasa ingin tahu.
"Berdoa pada Yang Mahakuasa."
"Usulmu boleh juga!" kata Pak Walikota. "Bagaimana kalau
kau saja yang memulainya"!" Kemudian ia meninggalkan Henry
untuk bersantap siang dengan rekan-rekannya.
Namun rupanya ada yang menanggapi usul Henry secara serius,
sebab hari Minggu berikutnya ditandai dengan acara doa serentak di
semua gereja di Mammoth Falls.
Sayangnya usaha itu pun tidak membawa hasil yang
diharapkan. Keesokan harinya langit tetap mendung, dan itu
merupakan hari kelima belas di mana hujan turun tanpa henti. Badan
Pertahanan Sipil terpaksa mengerahkan sejumlah sukarelawan untuk
membuat tanggul di tepi Lemon Creek, agar airnya tidak meluap ke
daerah pusat bisnis. Beberapa jalan di bagian utara Mammoth Falls
malah sudah tergenang air. Kami mengumpulkan seluruh anggota
gang Harmon Muldoon, lalu bersama-sama ikut membantu dalam
pembuatan tanggul. Namun keadaan terus bertambah parah, dan menjelang malam
Pak Walikota terpaksa mengumumkan keadaan darurat.
Pekerjaan di tepi Lemon Creek berlangsung sampai larut
malam. Tepi sungai diterangi oleh lampu sorot milik Angkatan Udara
yang dibawa dari Pangkalan Udara Westport Field. Menjelang tengah
malam Lemon Creek telah berubah menjadi aliran air berlumpur yang
ganas. Untuk sementara arus air memang masih dapat dikendalikan
dengan tanggul-tanggul darurat. Tetapi kini bahaya baru muncul.
Jembatan utama di ujung Main Street terancam hanyut terbawa arus.
Seth Emory, Kepala Badan Pertahanan Sipil, serta Chief Putney,
melakukan inspeksi di sepanjang tanggul darurat. Mereka akhirnya
sampai pada kesimpulan bahwa banjir tidak dapat dicegah jika hujan
tetap turun pada hari Selasa.
Dalam keadaan bingung dan putus asa, Pak Walikota
mengangkat gagang telepon di pos komandonya yang berdekatan
dengan jembatan. Ia menghubungi universitas negeri serta Badan
Meteorologi Regional, kemudian membangunkan para ahli yang
bekerja pada kedua lembaga itu. Namun ketika ditanya apakah mereka
mengetahui cara untuk menghentikan hujan, kedua ahli cuaca itu
malah membanting gagang telepon. Rupanya mereka menyangka
bahwa mereka ditelepon oleh orang gila!
Dalam keadaan basah-kuyup dan berlepotan lumpur Pak
Walikota meletakkan gagang telepon, lalu membalik untuk
menghadapi Mrs. Abner Larrabee serta para anggota Perkumpulan
Pencinta Bunga yang mengelilinginya.
"Pak Walikota," ujar Mrs. Larrabee. Nada suaranya
menunjukkan bahwa ia sudah memutuskan untuk mengambil
tindakan. "Apa yang akan Anda lakukan untuk menghentikan hujan?"
Pak Walikota mengusap wajahnya dengan kedua tangan,
kemudian menarik napas panjang. Perlahan-lahan ia mengangkat
kepala. Matanya menyorot tajam. Sambil berusaha agar tidak
kehilangan kontrol diri, Pak Walikota berkata, "Mrs. Larrabee, dengan
ini saya secara resmi memberi wewenang pada Anda untuk
menghentikan hujan!"
"Bagus!" Mrs. Larrabee berseru. "Kalau begitu ada yang perlu
saya kemukakan." "Silakan, Mrs. Larrabee," Pak Walikota mendesah. "Apa yang
perlu Anda kemukakan?"
"Para anggota Perkumpulan Pencinta Bunga" yang diketuai
oleh saya sendiri"serta para anggota Kelompok Pelestarian Alam
Bebas cabang Mammoth Falls"di mana saya menjabat sebagai ketua
merangkap sekretaris"telah mengundang Perkumpulan Putri-putri
Pocahonta berikut suami-suami mereka untuk bergabung dalam
rangka melaksanakan tarian matahari. Tarian itu merupakan tradisi
orang-orang Indian, dan kami sangat percaya pada tradisi itu."
"Tentu, Mrs. Larrabee!"
"Tarian itu akan dilaksanakan besok pagi pukul enam di
Lookout Rock di puncak Indian Hill. Anda tentu sependapat bahwa
tempat itu merupakan tempat yang paling cocok, bukan?"
"Tentu, Mrs. Larrabee!"
"Kami mengharapkan kehadiran Anda serta seluruh anggota
Dewan Kota. Kami beranggapan bahwa usaha kami perlu didukung
oleh semua warga Mammoth Falls."
"Saya percaya bahwa mereka akan hadir, Mrs. Larrabee."
"Dan Anda sendiri, Pak Walikota?"
"Tentu, Mrs. Larrabee. Saya juga akan hadir."
Ini merupakan acara yang tidak boleh dilewatkan begitu saja.
Meskipun badan terasa lelah sekali, kami tetap memaksakan diri untuk
mendaki Indian Hill keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Sepanjang
malam kami membanting tulang untuk membangun dan memperbaiki
tanggul-tanggul, dan kini tak ada lagi yang dapat kami lakukan. Jika
permukaan sungai terus naik, maka tanggul-tanggul takkan sanggup
bertahan lebih lama lagi.
Menjelang pukul enam pagi, orang-orang mulai berkumpul di
lapangan rumput di belakang Lookout Rock. Hujan masih saja turun,
meskipun sudah agak mereda. Sebagian besar orang berlindung di
bawah payung. Kami melihat Mrs. Larrabee berjalan di antara kerumunan
orang. Rupanya ia sedang berusaha mempengaruhi orang-orang agar
mau meletakkan payung dan bergabung dalam tarian matahari.
Sementara itu, Abner Larrabee berusaha membuat api unggun dengan
bantuan beberapa pria. Perkumpulan Putri-putri Pocahonta telah bertahun-tahun
menggunakan lapangan ini sebagai tempat pertemuan. Mereka pun
telah menyusun sejumlah batu kali dalam bentuk lingkaran besar di
tengah-tengah lapangan untuk digunakan sebagai tempat duduk. Pada
satu sisi lingkaran terdapat semacam pintu masuk, di mana orang yang
akan memasuki lingkaran diharapkan berhenti dan memungut ranting
kayu yang kemudian harus dilemparkan ke api suci di tengah-tengah
lingkaran. Di sisi yang berlawanan dengan pintu masuk ada
lempengan batu besar, yang ditopang oleh dua batu lain. Lempengan
batu ini berfungsi sebagai tahta bagi siapa saja yang memimpin
pertemuan atau upacara. Di tengah lingkaran besar terdapat lingkaran
kecil, yang menandakan tempat untuk membuat api suci. Di tempat
inilah Abner Larrabee sedang berusaha menyalakan api unggun.
Kami semua memanjat ke puncak Lookout Rock, yang berada
di balik tahta, kemudian mengamati perkembangan"semua, kecuali
Dinky Poore. Dinky membaringkan diri di kaki Lookout Rock,
menyelimuti tubuhnya dengan jas, lalu tertidur pulas.
Beberapa menit kemudian api unggun menyala. Lidah api yang
menari-nari disambut gembira oleh para wanita yang hadir. Mereka
segera melepaskan jas hujan masing-masing, dan seseorang mulai
menabuh gendang. Tiba-tiba saja lingkaran besar tadi telah dipenuhi oleh tiga lusin
orang berpakaian Indian lengkap. Serentak para penonton mendesak
maju. Sebelum kami sempat membuka mulut untuk ketawa, Mrs.
Larrabee telah mulai mengucapkan sebuah mantera dalam bahasa
yang belum pernah kami dengar sebelumnya. Ia berdiri di hadapan
tahta sambil mendongakkan kepala. Kedua tangannya dijulurkan ke
samping, dengan telapak tangan menghadap ke timur, ke arah
matahari terbit. Acara pembacaan mantera oleh Mrs. Larrabee diiringi
tepuk tangan orang-orang yang duduk di dalam lingkaran.
Tidak lama setelah itu para anggota pria berdiri, dan mulai
mengentak-entakkan kaki ke tanah seirama dengan tepuk tangan.
Semakin lama iramanya semakin cepat. Mantera yang diucapkan Mrs.
Larrabee berubah menjadi nyanyian, yang diikuti oleh semuanya.
Kemudian Mrs. Larrabee menghampiri api unggun, lalu mengangkat
kedua tangannya tinggi-tinggi. Para anggota pria terlihat mengelilingi
api sambil menari-nari. Setiap kali mereka melepaskan seruan-seruan,
kepala mereka dientakkan ke belakang. Para wanita saling
berpegangan tangan, dan mulai bergerak ke arah yang berlawanan.
Henry duduk di atas Lookout Rock sambil menopang dagunya
di atas lutut. Sambil mengerutkan kening ia menatap para penari.
"Kurang ilmiah!" ia berkomentar singkat.
Tiba-tiba seseorang terdengar berteriak. Semua anggota pria
mulai memukul-mukul kostum Mrs. Larrabee yang terbakar karena ia
berdiri terlalu dekat ke api. Namun tarian matahari tidak terputus
karena gangguan kecil itu. Suasana begitu semarak, sehingga tak
seorang pun menyadari bahwa hujan telah berhenti.
"Hei! Matahari mulai kelihatan!" Freddy berteriak sambil
menunjuk bukit-bukit di seberang lembah.
Semua orang segera menoleh. Benar saja: kemilau berwarna
keemasan mulai terlihat di ufuk timur. Mrs. Larrabee mendengar
seruan Freddy, dan mengalihkan pandangannya dari awan-awan. la
menyerukan sesuatu, lalu menjulurkan tangannya ke arah matahari.
Nada nyanyian yang sedang dikumandangkan bertambah aneh, dan
gerakan para penari pun semakin liar. Secara mendadak mereka
berlutut, kemudian menyembah matahari.
Para penonton bersorak-sorai. Pak Walikota serta para anggota
Dewan Kota segera melangkah maju untuk menyalami Mrs. Larrabee.
Cahaya matahari telah menembus awan, dan kini mengenai wajah
para penari. "Mudah-mudahan sampai kapan pun aku tidak perlu ikut
upacara seperti ini!" ujar Mortimer Dalrymple.
Kami turun dari Lookout Rock, lalu bergabung dengan orangorang yang menuju jalan raya. Kami lewat persis di depan Mrs.
Larrabee, yang masih terus disalami oleh para anggota Dewan Kota.
"Halo, Pawang Hujan Sejati!" ia memanggil Henry.
"Bagaimana pendapatmu tentang tarian kami?"
"Indah sekali," Henry menjawab dengan sopan. "Dan Anda
memilih hari yang tepat untuk menampilkannya."
Kami membangunkan Dinky Poore, kemudian menuruni bukit.
Semuanya merasa lelah bercampur heran. Sementara itu sinar
matahari terasa hangat di kulit, dan lapisan awan pun semakin tipis.
"Kelihatannya kau benar," Freddy Muldoon berkata pada
Henry. "Ternyata ilmu pengetahuan memang belum sanggup
menjawab semua rahasia yang ada di jagat raya ini."
"Begitu juga Mrs. Larrabee!" balas Henry.
UFO di Atas Mammoth Falls
DINKY POORE merupakan salah satu anggota Klub Ilmuwan
Edan yang paling rajin. Jarang sekali ia tidak hadir kalau perkumpulan
kami mengadakan rapat. Karena itulah kami langsung curiga bahwa
ada yang tidak beres ketika ia tidak muncul di markas selama empat
hari berturut-turut. "Barangkali dia membelot dan bergabung dengan gang-nya
Harmon," kata Freddy Muldoon, yang sebenarnya merupakan sahabat
karib Dinky. "Minggu lalu dia agak murung dan hampir tidak pernah
buka mulut." "Hei, jangan main tuduh sembarangan!" ujar Mortimer
Dalrymple. "Dinky tidak mungkin membelot begitu saja."
"Belum tentu juga," Freddy berkeras. "Belakangan ini
tingkahnya memang rada aneh, dan seminggu ini aku bahkan belum
melihatnya." "Apakah kau sudah ke rumahnya?" tanya Henry Mulligan.
"Sudah, tapi dia tidak mau menemuiku. Aku memanggilnya
dari pagar belakang, seperti biasa, tapi Mrs. Poore mengatakan bahwa
dia tidak ada. Aku rasa dia memang membelot."
"Omong kosong!" kata Homer Snodgrass. "Kau selalu
membesar-besarkan setiap masalah."
"Enak saja!" Freddy berseru dengan ketus. "Aku bukan tukang
gosip seperti kau." Homer hendak membalas ejekan itu, tapi Jeff Crocker keburu
mengetokkan palu ketuanya. Dengan tegas ia minta agar Freddy dan
Homer menjaga tata tertib persidangan.
"Bagaimana pendapatmu, Charlie?" Jeff lalu bertanya padaku.
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Biasanya kau paling tahu bagaimana menghadapi Dinky kalau dia
lagi ngambek." "Barangkali kita bisa mengirim utusan resmi ke rumah Dinky
untuk mencari tahu apa masalahnya," aku mengusulkan.
"Mungkin itu jalan terbaik," Mortimer mengomentari
gagasanku. "Siapa tahu dia sudah meninggal."
"Bah!" Freddy langsung mencibir. "Mudah-mudahan kau
jangan menyumbangkan otakmu untuk ilmu pengetahuan setelah
meninggal nanti. Soalnya peradaban dunia bisa mundur lima puluh
tahun karena sumbangan itu."
Henry akhirnya menunjuk Freddy dan aku sebagai utusan yang
akan pergi ke rumah Dinky. Kami pun berangkat segera setelah rapat
selesai. "Selamat sore," aku berkata pada Mrs. Poore ketika ia
membuka pintu. "Kami mau ketemu Dinky. Apakah dia sedang
sakit?" Untuk sesaat Mrs. Poore nampak agak heran.
Kemudian ia berkata, "Mungkin juga! Saya sendiri malah
belum berpikir ke situ."
"Bagaimana maksud Anda?" aku kembali bertanya.
"Well belakangan ini kelakuan Dinky memang agak aneh,"
Mrs. Poore menjelaskan. "Setiap hari dia bangun pagi-pagi sekali.
Saya menyiapkan makanan untuk dibawa, dan kemudian saya tidak
melihatnya sampai waktu makan malam" kadang-kadang bahkan
sampai gelap. Apa sih yang sedang dia kerjakan?"
"Kami justru ingin bertanya pada Anda," Freddy Muldoon
berkata. "Tanya saya?" Mrs. Poore kembali kelihatan heran. "Lho,
bukankah selama ini dia pergi bersama kalian?"
"Sepanjang minggu ini kami belum ketemu Dinky," kataku.
"Ya, ampun!" Mrs. Poore mendesah sambil menyentuh bibirnya
dengan ujung-ujung jarinya. "Kalau begitu, jangan-jangan dia..."
Freddy Muldoon langsung mengerutkan kening. "Dia belum
meninggal, kan?" "Oh, tentu saja belum," balas Mrs. Poore sambil ketawa. "Dari
mana kau dapat pikiran seperti itu, Freddy?"
"Dari seorang teman yang agak sinting," ujar Freddy sambil
mengangkat bahu. "Lupakan saja!"
"Apakah Anda tahu di mana Dinky berada sekarang?" aku
bertanya pada Mrs. Poore.
"Sama sekali tidak," ia menjawab. "Sampai tadi saya masih
menyangka bahwa Dinky pergi dengan kalian. Kalian tahu sendiri,
kan..." Ia terdiam sejenak. "Well, kalian selalu sibuk mengerjakan
salah satu proyek gila-gilaan... ehm... maksud saya"well, saya tidak
pernah khawatir mengenai Dinky, biarpun dia pulang larut malam.
Soalnya saya tahu bahwa dia sedang mengerjakan sesuatu yang
penting bersama kalian, dan..."
"Sekarang pun Anda tidak perlu khawatir, Mrs. Poore," Freddy
memotong. "Kami pasti akan menemukan Dinky."
Ia membungkukkan badan lalu melangkah pergi. Aku segera
mengikutinya. Kami tahu bahwa kami bisa mencari tahu di mana Dinky
berada, dan apa yang sedang dilakukannya. Itu hanya masalah waktu
saja. Untuk menemukannya, kami tinggal memeriksa semua tempat
yang biasa kami datangi" kecuali kalau ia menemukan tempat
persembunyian baru yang belum diketahui oleh anggota Klub
Ilmuwan Edan yang lain. Jeff lalu menandai tempat-tempat itu pada peta besar yang
tergantung di markas: Indian Hill, Brake Hill, Memorial Point,
tambang tua, air terjun Mammoth Falls, penggilingan tua di Lemon
Creek, tempat penimbunan barang bekas milik Zeke Boniface, rumah
Mr. Harkness, pondok Elmer Pridgin, kebun apel Jason Barnaby, dan
sekitar dua lusin tempat lain. Kemudian kami membentuk tiga
kelompok yang masing-masing beranggotakan dua orang"Klub
Ilmuwan Edan tidak pernah mengadakan misi tunggal" lalu
berangkat naik sepeda untuk mencari Dinky.
Freddy dan aku sudah selesai memeriksa tempat Zeke, dan
sedang menuju kebun apel Jason Barnaby, ketika kami menerima
panggilan radio dari Mortimer. Ternyata ia dan Homer melihat Dinky
berdiri di atas Lookout Rock di Indian Hill. Mereka sudah
memanggil-manggilnya dari jalan raya, tapi Dinky tidak mau
menjawab. Karena itu mereka akan menghampirinya.
Yang lain segera menuju Indian Hill. Waktu sampai di puncak,
kami menemukan Mortimer dan Homer sedang berusaha membujuk
Dinky untuk turun dari tempat pengintaiannya. Tapi Dinky sama
sekali tidak bereaksi. Ia terus mengamati cakrawala dengan teropong
sambil bergumam pada diri sendiri.
"Hei, ada apa dengan kau?" Jeff berseru padanya. "Ayo, turun!
Kalau kau tidak mau turun, maka kami akan naik dan memaksamu
turun." "Pergi!" Dinky menghardik.
"Aku hitung sampai sepuluh," Jeff mengancam. "Kalau kau
belum turun juga pada hitungan ke sepuluh, maka aku akan naik dan
menarikmu turun." "Terserah!" balas Dinky. "Tapi asal tahu saja, aku akan
menendang semua orang yang berani naik ke sini."
Kami semua saling berpandangan. Dinky tetap saja mengamati
cakrawala sambil berkonsentrasi penuh.
"Biarkan saja dia berdiri di sana sampai tua!" Mortimer
berkomentar dengan kesal.
"Kalau kau tidak mau turun, maka kau akan dipecat dari Klub
Ilmuwan Edan! Pikirkan baik-baik!" Freddy memancing.
"Yeah!" Mortimer menambahkan. "Sebenarnya kami mulai
curiga bahwa kau mau membelot dan bergabung dengan gang Harmon
Muidoon." "Hahaha, lucu sekali," Dinky menanggapinya sambil menguap.
"Ayo dong, Dinky! Tolong jelaskan kenapa kau berdiri di atas
batu ini?" Henry meminta.
Dinky melepaskan mata dari teropong, kemudian menatap
Henry. "Aku sedang mencari UFO," ia berkata dengan serius.
Jawaban yang tak terduga itu sempat membuat kami
terbengong-bengong. Namun kemudian semuanya ketawa sampai
terpingkal-pingkal. "Yang benar dong, Dinky!" Jeff mendesak. "Jangan bercanda
saja." "Aku memang sedang mencari UFO," Dinky mengulangi
sambil bertolak pinggang.
"Sudah berapa banyak yang kaulihat?" Mortimer bertanya
sambil berlagak serius. "Sampai sekarang belum ada," Dinky mengakui. "Tapi aku
pasti akan berhasil."
Kami kembali ketawa. Tiba-tiba Dinky membalik dan
membelakangi kami. Tapi aku sempat melihat air mata yang
membasahi pipinya. "Dasar sinting," kata Mortimer. "Dia benar-benar mencari
piring terbang." "Hei, lihat tuh! Dinky nangis! Dia nangis!" teriak Freddy
sambil melompat-lompat. "Diam, Gendut!" Dinky membentaknya. Kemudian ia
melemparkan segenggam batu kerikil ke arah kami.
"Sabar! Sabar!" Henry berusaha menenangkannya. "Jangan
emosi. Dinky, kalau kau tetap berdiri di bawah sinar matahari yang
panas menyengat, maka aku jamin kau pasti akan melihat piring
terbang"dan juga gajah berwarna merah jambu."
"Masa bodoh!" balas Dinky sambil tersedu-sedu. "Pokoknya
aku tidak akan turun sebelum melihat UFO."
"Mana ada UFO?" seru Freddy Muldoon.
"Ada!" Dinky ngotot. "Setiap hari ada berita mengenai UFO di
koran. Piring-piring terbang terlihat di seluruh negeri. Semua orang
pernah melihat piring terbang"semua, kecuali aku. Aku yakin hanya
aku sendiri yang belum pernah melihat piring terbang," ia
menambahkan sambil terbata-bata.
"Hei, santai saja, man," ujar Mortimer. "Piring terbang bukan
berita baru lagi. UFO sama kunonya dengan bukit-bukit di sekitar
sini." "Hah, siapa bilang?" kata Dinky. "Justru sekarang UFO lagi
hangat-hangatnya dibicarakan."
"Oh, yeah" Aku jamin bahwa UFO sudah berkeliaran di atas
bumi sejak tiga ribu tahun lalu," Mortimer mengejek. "Dan aku yakin,
cerita mengenai UFO mula-mula dikarang oleh orang Arab yang
mengarang cerita mengenai karpet terbang."
Dinky pasang wajah cemberut dan sekali lagi melemparkan
segenggam batu kerikil ke arah kami.
Henry segera menarik Mortimer ke samping untuk berbicara
dengan Jeff. Ketiganya berbisik-bisik selama satu menit, dan Jeff serta
Mortimer nampak menganggukkan kepala.
"Dinky!" Henry lalu memanggil sambil kembali ke kaki batu
cadas. "Apakah kau mau turun kalau kami berjanji untuk membuat
piring terbang"piring terbang sungguhan"khusus untukmu?"
"Benar?" Dinky bertanya ragu-ragu.
"Benar!" "Sumpah demi kehormatan Indian?"
"Aku bersumpah!" kata Henry.
"UFO yang benar-benar bisa terbang?"
"UFO yang benar-benar bisa terbang!" kata Henry.
"Terima kasih, Henry. Aku memang berharap bahwa itulah
yang akan kaulakukan," ujar Dinky sambil merosot turun.
Seperti biasa, kali ini pun Henry memegang janjinya. Selama
dua minggu berikut kami semua dibuat sibuk sekali. Sebenarnya
sebagian besar dari kami menyangka bahwa Henry hanya main-main,
ketika berjanji pada Dinky untuk membuat UFO yang benar-benar
bisa terbang. Tapi begitu mengetahui rencananya, kami pun langsung
bersemangat. Henry dan Jeff membuat gambar rancangan piring terbang yang
akan kami rakit. Ukurannya tidak tanggung-tanggung: diameternya
enam meter, dan tingginya hampir dua meter. Bentuknya seperti dua
piring digabung"dengan posisi berhadap-hadapan. Henry
menjelaskan bahwa UFO kami akan dibuat berdasarkan prinsip
pesawat Zeppelin (balon berkemudi). Mula-mula kami harus merakit
rangka yang ringan tapi kokoh, yang kemudian diselubungi dengan
lapisan kain sutera untuk membuat balon. Jika diisi dengan gas helium
yang tersisa dari proyek balon gas kami sebelumnya, maka piring
terbang kami akan memiliki daya angkat yang cukup untuk membawa
sistem pendorong, serta beberapa peralatan tambahan yang sengaja
dirancang oleh Henry untuk membuat eksperimen ini lebih menarik.
Kami memutuskan untuk merakit UFO kami di gudang kereta
lori di tambang tua sebelah barat Danau Strawberry. Tempat itu sepi
sekali. Selain kami, memang tidak pernah ada yang ke sana. Kecuali
itu, Henry berpendapat bahwa tempat itu cocok sekali sebagai pos
kontrol untuk mengoperasikan piring terbang kami.
Hampir semua bahan yang kami butuhkan dapat diperoleh
dengan mudah di Mammoth Falls. Yang menjadi masalah hanya
bahan untuk membuat rangka. Menurut Henry, bahan yang paling
cocok adalah bambu. Meskipun ringan, bambu cukup kokoh dan juga
mudah dilengkungkan menjadi berbagai bentuk. Sayangnya, bambu
tidak tumbuh di sekitar Mammoth Falls.
"Aku tahu di mana kita bisa memperoleh bambu dalam jumlah
besar," ujar Freddy Muldoon, ketika kami sedang duduk-duduk di
markas sambil berusaha memecahkan masalah itu.
"Di mana?" tanya Jeff.
"Di toko kelontong ayah Homer! Aku sempat melihat bahwa
Mr. Snodgrass baru saja mendapat kiriman batang pancing yang
terbuat dari bambu, dan semuanya besar-besar."
Kami semua langsung menoleh dan menatap Homer. Homer
Snodgrass menggosok-gosok hidung dan mengais-ngais tanah dengan
ujung sepatunya. "Oke," ia akhirnya berkata. "Sabtu pagi aku akan membantu
ayahku di toko kami."
Dengan demikian persoalan bambu telah teratasi, dan kami pun
pulang ke rumah masing- masing.
Sabtu pagi, Dinky dan aku menunggu di gang kecil di belakang
toko kelontong milik Mr. Snodgrass. Kami ditemani Freddy Muldoon.
Setiap kali ada kesempatan untuk pergi ke gudang, Homer
melemparkan sebatang bambu dari jendela belakang. Kami segera
membawa batang bambu itu untuk disembunyikan di tanah kosong
yang ditumbuhi rumput tinggi.
Cara seperti itu tentu saja menghabiskan waktu, sehingga
Homer terpaksa bekerja lembur. Baru pada pukul dua siang jumlah
batang bambu yang kami peroleh mencukupi kebutuhan. Ayah Homer
begitu gembira bahwa Homer mau bekerja sampai sore, sehingga ia
menghadiahkan 50 sen padanya.
Kami langsung mulai bekerja. Dengan batang-batang bambu itu
kami merakit dua kubah geodesik"masing-masing berdiameter enam
meter"yang kemudian digabung menjadi satu. Di atasnya kami
menambahkan tonjolan bulat, yang mirip menara tank. Tonjolan itu
akan berfungsi sebagai kokpit piring terbang kami. Henry lalu
menjelaskan bahwa kubah geodesik merupakan bentuk yang paling
sedikit menghabiskan bambu, tapi sekaligus memberikan kekokohan
yang diperlukan. Kami hanya membutuhkan beberapa penyangga,
sehingga sisa batang bambu dapat digunakan untuk memasang sistem
pendorong serta peralatan-peralatan lainnya.
Sistem pendorong terdiri dari dua tangki karbon dioksida
bertekanan tinggi. Masing-masing dihubungkan dengan pipa
penyembur yang menonjol keluar dari bagian bawah piring terbang.
Kami menggunakan dua pasang pipa penyembur. Yang pertama
dipasang secara mendatar, sedangkan yang kedua menunjuk ke bawah
dengan sudut sekitar empat puluh lima derajat. Masing-masing tangki
dilengkapi dengan dua katup solenoid yang dioperasikan oleh kotak
relay, sehingga semburan gas karbon dioksida bisa diatur lewat
masing-masing pipa penyemprot. Dengan demikian UFO kami dapat
dibuat terbang lurus ke depan, ke atas, dan berbelok-belok.
"Tapi kita hanya bisa menerbangkannya dalam keadaan hampir
tidak ada angin," Henry mengingatkan kami, "sebab tenaganya tidak
cukup untuk terbang melawan angin kencang. Selain itu, bahan
bakarnya juga cepat habis."
Kemudian kami memasang lampu berwarna hijau di dalam
kokpit, dan menutupinya dengan tabung bercelah. Tabung itu akan
digerakkan oleh sebuah motor listrik, sehingga memancarkan cahaya
secara berputar-putar"persis seperti lampu mercu suar. Kami juga
menempelkan plastik bening pada bagian dalam kokpit, lalu
merekatkannya pada kain sutera yang menutupi kokpit. Setelah
melubangi kain sutera, kami mencoba menyalakan lampu. Hasilnya
benar-benar mengagumkan. Dengan reflektor yang bergerak memutar,
lampu di dalam kokpit seakan-akan memancarkan isyarat cahaya.
Di sekeliling piring terbang kami memasang dua belas roket
berbahan bakar bubuk seng dan belerang. Kami bisa menyalakan
roket-roket itu satu per satu lewat alat pengendali jarak jauh, sehingga
piring terbang kami akan berputar perlahan pada sumbu vertikalnya.
Tapi kalau semua roket dinyalakan bersamaan, maka putarannya akan
menyerupai gasing.
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selain alat penerima sinyal untuk remote control, kami juga
memasang alat penerima gelombang suara dan dua loud speaker di
bagian bawah piring terbang?"Kalau-kalau kita mau mengirimkan
pesan-pesan untuk para penduduk bumi," Jeff menjelaskan.
"Oke," ujar Freddy Muldoon, "sekarang kita sudah tahu
bagaimana caranya membuat UFO yang benar-benar bisa terbang.
Tapi apakah kalian sudah memikirkan cara untuk menurunkannya
nanti?" "Pertanyaan macam apa itu"!" ujar Mortimer sambil tersenyum
mengejek. "Hei, kalau aku menginginkan jawaban darimu, maka aku akan
mengajukan pertanyaan yang lebih tolol," balas Freddy.
"Sebenarnya pertanyaanmu cukup bagus, Freddy," Henry cepatcepat memotong untuk mencegah pertengkaran. "UFO kita memang
pasti bisa turun, tapi masalahnya apakah dia bisa turun dengan
selamat" Dalam hal ini kita terpaksa mengandalkan keberuntungan.
Kalau pendaratannya gagal, maka ada kemungkinan, kita akan
kehilangan segala peralatan yang terpasang. Karena itu, segala sesuatu
harus dipersiapkan secermat mungkin. Kapan dan di mana kita
menerbangkan UFO kita, itu sepenuhnya tergantung pada kondisi
angin. Tapi sebenarnya, aku berharap agar kita bisa meluncurkannya
dari sini. Tempat ini cocok sekali. Setelah berhasil melewati tahap
lepas-landas, kita hanya perlu menghidupkan sistem pendorong
selama beberapa detik, lalu membiarkan UFO kita melayang ke atas
danau. Menurut perhitunganku, piring terbang kita akan melayang
pada ketinggian sekitar tiga ratus meter. Nah, tambang tua ini berada
kurang lebih seratus lima puluh meter di atas Mammoth Falls. Itu
berarti kita harus melepaskan sejumlah gas helium pada waktu UFO
kita kembali ke sini."
"Wah, repot juga, ya!" Freddy berkomentar sambil menggarukgaruk kepala.
"Dan itu belum semuanya," Henry menambahkan. "Aku ingin
agar UFO kita bisa membuat beberapa atraksi pada waktu terbang di
atas Mammoth Falls. Tapi untuk itu kita harus memperhitungkan
pemakaian gas pendorong secara tepat. Jangan sampai tangki karbon
dioksida kosong sebelum UFO kita kembali ke sini. Kita bisa
menghemat bahan bakar kalau ada angin lembut yang bertiup ke sini.
Tapi kalau angin bertiup dari samping, kita tidak bisa meluncurkannya
sama sekali." "Bagaimana kalau kita masukkan Freddy ke dalam UFO?"
Mortimer mengusulkan. "Perutnya selalu penuh angin."
Henry tidak menanggapi usul itu, dan Freddy pun hanya
mencibir. "Kemudian masih ada persoalan lain," ujar Henry. "Kita harus
menangkap UFO kita pada saat kembali ke sini. Ada kemungkinan
kita harus mengejar-ngejarnya, biarpun ketinggiannya sudah pas.
Belum lagi kalau tersangkut di pepohonan. Dan kalau kita lagi sial,
UFO kita bisa saja terbawa angin sampai Clairborne."
"Kalau begitu kita harus pasang katup darurat," ujar Jeff.
"Seandainya UFO kita sempat terbawa angin, maka kita bisa
mengeluarkan seluruh helium lewat katup darurat itu. Dengan
demikian UFO kita akan langsung jatuh ke tanah. Kita pasti lebih dulu
sampai ke tempat itu dibandingkan orang lain, sebab kita tahu di mana
tempatnya." "Setahu aku, pendaratan pesawat Zeppelin selalu dibantu
dengan tali-tali panjang yang ter-gantung pada sisi-sisinya. Kenapa
kita tidak meniru cara itu saja?" aku bertanya.
"Itu memang pemecahan terbaik," kata Henry. "Hmm, kita bisa
saja menempelkan gulungan tali pada bagian bawah piring terbang.
Dalam keadaan darurat, gulungan tali serta katup darurat bisa dibuka
dengan suatu sinyal."
"Mungkin ada gunanya kalau kita pasang besi pengait pada
ujung-ujung tali, lalu mengikatkan beberapa ratus meter kawat di
antara pohon-pohon di sekitar sini," Jeff mengusulkan. "Kalau begitu
UFO kita takkan bisa terbawa jauh oleh angin, karena besi pengaitnya
keburu tersangkut pada kawat-kawat itu."
"Nah, sekarang semuanya berpikir," Mortimer berkomentar.
"Yeah!" Freddy Muldoon menanggapinya. "Semua, kecuali
kau." "Aku juga putar otak dari tadi," Mortimer membela diri, "dan
aku sudah berhasil menemukan nama yang cocok untuk balon gepeng
ini. Aku usul agar piring terbang kita dinamakan Penyihir Terbang."
"Aku lebih suka nama Balon Gepeng," kata Freddy.
"Piring terbang ini dibuat untukku," ujar Dinky Poore, "dan aku
setuju pada usul Mortimer. Nama Penyihir Terbang jauh lebih gagah
dibandingkan Balon Gepeng."
Dan dengan demikian persoalan nama untuk UFO kami telah
selesai. Kami segera menuliskannya di sekeliling tonjolan kokpit, dan
setelah itu si Penyihir Terbang siap untuk mencengangkan penduduk
kota Mammoth Falls. Penerbangan perdana diadakan pada suatu sore menjelang
malam. Kondisi cuaca saat itu benar-benar mendukung. Angin bertiup
lembut, dan beberapa gumpal awan putih di langit memantulkan
cahaya matahari yang sudah siap tenggelam. Kami sengaja memilih
waktu menjelang malam, agar kekurangan-kekurangan UFO kami
tidak begitu kelihatan. Homer dan aku ditugaskan di loteng di atas toko kelontong
milik ayahnya. Dari sana lapangan di depan Balai Kota kelihatan jelas.
Henry punya kebiasaan untuk menghadapi setiap persoalan
secara ilmiah. Karena itu ia berkeras agar Homer dan aku membuat
catatan mengenai reaksi orang-orang pada saat mereka melihat piring
terbang kami. Henry berpendapat bahwa pengamatan kami mungkin
akan berguna bagi para peneliti yang harus menyelidiki laporan
mengenai piring terbang. Aku berjaga di jendela, sementara Homer
duduk lantai dan mencatat segala sesuatu yang kulaporkan.
Pukul 19.48. Piring terbang kita hampir tidak kelihatan karena
berada di depan awan putih yang bermandikan cahaya matahari. Aku
tidak melihat cahaya keluar dari UFO kita. Mungkin Henry memang
belum menyalakan lampunya....
Pukul 19.57. Aku melihat seorang pria dengan topi pandan
berdiri di lapangan... sepertinya dia sudah melihat piring terbang kita.
Dia menggaruk-garuk kepala. Nah, sekarang dia menggenggam
lengan laki-laki lain dan menunjuk ke langit. Lampu di kokpit UFO
kita baru saja menyala... cahayanya kelihatan berkedap-kedip. Ada
beberapa orang keluar dari restoran. Salah seorang dari mereka sedang
memegang hamburger. Hahaha, hamburger-nya jatuh ke aspal!
Sekarang aku lihat Billy Dahr. Dia sedang menuruni tangga kantor
polisi.... Eh, tunggu dulu, dia malah masuk lagi. UFO kita sekarang
menggantung tepat di atas lapangan....
Nona Berbunga Hijau 4 Wiro Sableng 152 Petaka Patung Kamasutra Memburu Iblis 18