Pencarian

Ayah Kemenangan 2

Ayah Kemenangan Abu El Nassr Karya Karl May Bagian 2


Kemana perginya" Juga ke Fetnassa.
Dan engkau menunjukkan jalannya" Kau bisa tebak sendiri.
Mereka bisa pergi bersama saya, sehingga tidak akan merepotkanmu. Mereka teman-teman. Yang tidak menyusahkan saya.
Saya tahu itu, engkau pelit dan tidak menyisakan saya apa-apa. Tidakkah engkau selalu saja merebut pelancong yang kaya dari tangan saya"
Saya tidak pernah merebut siapapun dari kamu, saya memandu orang-orang yang datang ke saya atas kehendak mereka sendiri.
Kenapa Omar, putramu, menjadi pemandu ke Seftimi" Kau mengambil mata pencarian saya dengan paksa, sehingga saya menderita. Allah kiranya menghukummu dan menuntun langkahmu hingga chott menelanmu.
Mungkin persaingan-usahalah yang menyebabkan permusuhan itu di sini, tapi bahkan jika tidak begitupun, orang ini kelihatan tidak bisa dipercaya dan itu terlihat di matanya, dan yang pasti saya tidak akan menunjuk dia sebagai pemandu saya. Arfan Rakedihm berbalik dan melangkah sepanjang tepian, dimana di kejauhan dua pengendara muncul, yaitu orang-orang yang akan dituntunnya menyeberangi chott. Sihdi, panggil Halef. Tuan kenali mereka"
Saya tahu. Apakah kita biarkan mereka pergi tanpa halangan"
Dia sudah mengangkat senjatanya dan siap untuk menembak. Saya cegah dia. Biarkan saja mereka! Mereka tidak akan bisa melepaskan diri dari kita. Siapa orang-orang itu" tanya pemandu kami.
Para pembunuh. jawab Halef.
Apakah mereka telah membunuh salah satu anggota keluarga Tuan atau suku
Tuan" Tidak. Adakah dendam-berdarah yang harus diselesaikan dengan mereka" Tidak.
Jadi biarkan saja mereka pergi! Tidak ada gunanya mencampuri hal-hal yang berkenaan dengan orang tak dikenal.
Orang ini berbicara seperti layaknya Badui asli. Dia bahkan merasa tidak ada perlunya menengok pada orang-orang yang disebutkan padanya sebagai pembunuh. Mereka juga melihat dan memperhatikan kami. Saya lihat mereka bergegas menuju permukaan garam. Segera setelah mereka melakukannya, mereka berbalik memunggungi kami dan tertawa dengan melecehkan.
Kami berjalan kembali ke pondok, beristirahat hingga tengah hari, mengganti bekal dan kemudian memulai perjalanan yang sangat berbahaya.
Saya telah banyak melakukan perjalanan dengan susah-payah berkilo-kilo meter pada musim dingin di atas sepatu salju di atas sungai-sungai asing yang tidak dikenal, dimana orang perlu selalu waspada terhadap lapisan es yang pecah; tapi saya tidak pernah mengalami perasaan yang menyelimuti diri saya sekarang, saat saya melangkah diatas chott yang tidak bisa ditebak. Ini bukan teror, bukan juga rasa takut, tapi lebih pada perasaan yang dialami seseorang yang berjalan di atas seutas tali ketika dia tidak sepenuhnya yakin apakah tali yang menyangga beban tubuhnya sudah benar-benar terikat dengan baik. Sebagai ganti es, lapisan kerak garam adalah sesuatu yang baru bagi saya. Suara yang aneh, warna, kristalisasi kerak, semuanya ini begitu asing, hanya sedikit saja mendukung rasa nyaman saya. Saya mencoba setiap langkah dan mencari kepastian kepadatan permukaannya. Ada tempat-tempat yang padat dan empuk dimana orang bisa terpeleset di atasnya, ada juga tempat lainnya yang kotor bagaikan salju yang terinjak-injak dan tidak akan mampu menahan beban yang sekecil apapun.
Hanya setelah saya menjadi sedikit terbiasa dengan perasaan baru ini, saya menaiki kuda saya dan mempercayai sepenuhnya yang pertama kepada sang pemandu dan yang kedua kepada insting binatang. Kuda jantan kecil saya bersikap seolah-olah telah pernah menempuh jalur seperti ini sebelumnya. Dia berjalan dimana kalau dirasa aman, dengan penuh kepercayaan. Tapi jika rasa percaya itu hilang, dia memperkirakan daerah aman itu dengan coba-coba, dengan sangat hati-hati, di atas jalur yang sering kurang dari tigapuluh senti lebarnya. Dia menelungkupkan telinganya kalau tidak ke depan tentu ke belakang, mengendus daratan, mendengus dengan ketidakpastian atau pertimbangan, dan dengan terlebih dahulu menghentak-hentakkan kaki depannya pada tempat-tempat yang harus diwaspadainya.
Penunjuk jalan kami melangkah terus ke depan, saya mengikuti dia, dan Halef mengekor di belakang saya. Jalurnya benar-benar menguras perhatian kami, sehingga kami sedikit berbicara. Itulah sebabnya setelah tiga jam lamanya berlalu barulah akhirnya Sadek berpaling ke saya:
Hati-hati, Sihdi! dia mengingatkan, sekarang kita tiba pada bagian yang paling jelek dari sepanjang perjalanan.
Kenapa paling jelek"
Jalurnya sering melalui air yang dalam dan sangat sempit untuk bentangan yang panjang, kira-kira selebar dua jengkal.
Permukaannya akan tetap baik-baik saja" Saya tidak yakin, kedudukannya selalu berubah-ubah.
Jadi saya harus turun untuk mengurangi separoh beban. Saya menyarankan.
Sihdi, jangan lakukan itu. Kuda Tuan berjalan dengan lebih pasti daripada
Tuan. Karena pemandu adalah pemimpin perjalanan kami, saya menyetujuinya dan tetap duduk di pelana. Bahkan hingga hari inipun saya masih menggigil kalau mengingat apa yang terjadi sepuluh menit berikutnya. Hanya sepuluh menit, tapi dalam kejadian seperti itu masa yang sedemikian pendek seolah terjadi tanpa akhir.
Kami tiba pada dataran dimana bukit telah menjadi lembah, dan lembah menjadi bukit. Gundukan gundukan yang berbentuk gelombang itu terjadi dari garam yang padat dan keras, namun demikian lembah-lembahnya terdiri atas massa yang kental, dimana bagian-bagiannya tidak cukup mampu menahan binatang dan bebannya sekaligus, dengan demikian konsentrasi yang tinggi termasuk kewaspadaan yang mutlak atas bahaya yang mengancam benar-benar diperlukan. Meskipun saya duduk di atas kuda, air hijau itu sering mencapai paha saya. Itu berarti, pijakan yang aman -yang harus dirabaraba terlebih dahulu-, berada di bawah permukaan air. Yang lebih buruk lagi, si pemandu dan kemudian binatangnya harus mencarinya terlebih dahulu dan kemudian mencobanya sebelum masing-masing bisa dipercaya dengan segenap berat pengendara dan muatannya. Terlebih lagi, datarannya begitu rawan, begitu menipu, sehingga orang tidak berani tinggal sekejap pun lebih lama daripada yang diperlukan, kalau dia tidak mau terbenam. Benar-benar menegangkan syaraf.
Kini kami tiba pada bagian jalur yang samasekali tidak bisa dipercaya dan semata hanya duapuluhlima senti lebar dengan panjang sekitar duapuluh meter. Sihdi, awas! Kita berdiri di tengah-tengah maut. Teriak pemandu kami. Dia memalingkan wajahnya ke arah timur sementara dia memeriksa permukaan dan berdoa dalam suara yang keras fatcha (Fatikah-pen) yang suci: Atas nama Allah yang Pemurah dan Penyayang, segala puji bagi Allah, yang Maha Pemurah dan Penyayang, penguasa hari kiamat, kepadaNyalah kami menyembah, dan kepadaNyalah kami memohon perlindungan, tunjukkanlah kami jalan yang benar, jalan yang engkau ridloi dan bukan jalan yang &
Halef yang berada di belakang saya ikut serta dalam doa itu. Tiba-tiba keduanya berhenti pada saat yang sama, karena di antara dua tebing sebuah tembakan terdengar. Kedua lengan pemandu kami terdorong ke atas, menjeritkan teriakan, kehilangan pijakan dan hilang segera ke dalam lapisan garam yang segera menutup kembali.
Itu semua terjadi dalam sekejap, dimana akal manusia dikaruniai dengan ketajaman yang sedemikian rupa, sehingga hampir tanpa pikir segera mengambil tindakan yang biasanya perlu waktu beberapa menit bahkan terkadang beberapa jam untuk melakukannya, serta mendorong mereka tanpa sadar mengatasi kesadaran pikiran. Gema tembakan belum lagi reda dan pemandu kami belum lagi terbenam seluruhnya, namun demikian saya memahami semuanya. Kedua pembunuh itu bermaksud menghilangkan penuduh-penuduhnya, untuk itu mereka harus membujuk pemandunya, apalagi si pemandu iri terhadap Sadek. Mereka sama sekali tidak perlu melukai kami, tapi jika mereka membunuh pemandu kami, kami juga pasti akan habis. Mereka mencegat kami di sini, pada bagian yang paling berbahaya dari jalan setapak dan menembak Sadek. Sekarang mereka cukup menonton dan menunggu kami membuat langkah yang salah dan kemudian akan mampus juga di bawah permukaan chott.
Meskipun semua terjadi sedemikian cepatnya, saya perhatikan Sadek terkena peluru di kepalanya. Apa jadinya kalau pelurunya menembus Sadek dan terus mengenai kuda saya, atau binatang itu terguncang karena suara mengagetkan" Demikianlah kuda Berber kecil ini meronta-ronta dengan liarnya sehingga kehilangan jejakan kaki depannya dan masuk ke dalam lapisan lumpur.
Sihdi! terdengar teriakan ketakutan Halef di belakang saya.
Saya benar-benar celaka, tapi ada satu hal yang menolong saya, sementara kuda saya tenggelam dan mencoba mencari pijakan tanah dengan sia-sia, saya letakkan tangan saya pada ujung pelana, saya lontarkan paha ke belakang dan ke udara melampaui kepala kuda. Karena tekanan tambahan yang saya timpakan pada si kuda malang, dia tenggelam segera ke kerak garam itu. Pada saat itu, ketika masih melayang di udara, saya berdoa ke Tuhan, doa yang paling khusuk sepanjang hidup saya. Kata-kata yang panjang dan bermenit-menit tidak perlu untuk sebuah doa ketika orang sedang ada dalam antara hidup dan mati. Juga tidak ada kata-kata dan tidak juga ukuran untuk waktu.
Saya menerpa dataran yang padat yang segera menurun di bawah saya. Saya cari dan temukan pijakan, tenggelam, cari dan temukan pijakan yang lain lagi. Saya berjuang, terjerembab, dan mendapatkan juga dataran lagi akhirnya, tertarik ke bawah dan masih bisa juga maju ke depan dan masih tidak juga tenggelam. Saya tidak mendengar apa-apa, tidak merasa apa-apa, tidak melihat apa-apa, kecuali tiga orang di atas tebing garam, yang dua di antaranya menunggu saya dengan senjata siap di tangan.
Akhirnya, saya menjejak tanah keras di bawah kaki, padat, cukup luas, hanya garam, tapi bisa menanggung beban dengan aman. Dua ledakan senapan meletus di dekat saya. Tuhan menakdirkan saya masih tetap hidup, saya merunduk tiarap dan pelurunya mendesing di telinga. Saya masih menyelempangkan senapan di punggung dan suatu keajaiban kalau saya tidak kehilangan mereka, tapi waktu itu saya sama sekali tidak memikirkan senjata, tapi justru menyerbu mereka dengan tangan terkepal ke kedua bajingan itu. Mereka tidak menyangka ini. Si pemandu kabur dan si yang lebih tua karena tahu bahwa dia tidak mungkin selamat tanpa pemandu, segera membuntutinya. Saya tangkap si muda. Dia meronta dan mau kabur, saya pegang kakinya erat-erat. Dia ketakutan setengah mati, seperti halnya saya mata gelap karena marah, kami tidak perduli ke arah mana pergumulan terjadi, ketika kemudian dia menjeritkan lolongan kengerian dan saya melompat mundur. Adukan lumpur garam menelannya, dan saya berdiri tepat tujuhpuluhlima senti di samping kuburnya.
Di belakang saya teriakan ketakutan terdengar, Sihdi, tolong, tolong!
Saya berbalik. Di sana, di tempat dimana saya mendapati pijakan yang padat, Halef berjuang di ambang maut. Dia telah mulai tenggelam, tapi untunglah bisa menopang dirinya dengan berpegang pada lempeng garam yang kuat. Saya melompat ke tempat Halef berada, melepaskan senapan repertir dari punggung dan mendorong ke arahnya sementara saya sendiri menelungkup di tanah.
Tangkap talinya! saya berseru.
Sudah, Sihdi! O Allah illa Allah!
Ayunkan pahamu ke atas , saya tidak bisa lebih dekat lagi. Pegang kuat-kuat! Dia memakai tenaga terakhirnya untuk mengangkat dirinya ke atas, pada saat yang sama saya tarik dengan segala kekuatan saya, dan berhasil. Dia terangkat ke permukaan rawa. Segera sesudah Halef bisa bernafas lega kembali, dia berlutut dan berdoa: Semua yang ada di langit dan di bumi, pujilah Tuhan, ini adalah kerajaannya, dan kita harus memuji Dia, karena Dia adalah Yang Maha Kuasa .
Dia, seorang muslim berdoa, tapi saya seorang nasrani tidak mampu. Saya harus mengakui saya tidak mampu merangkai kata-kata. Di belakang saya terletak padang garam, begitu indah , begitu tenang dan abadi, namun telah menelan pemandu berikut kedua tunggangan kami. Di depan kami saya lihat si pembunuh melarikan diri, dia yang harus bertanggungjawab atas semuanya! Setiap serat bergetar dalam tubuh saya, dan perlu beberapa waktu lamanya hingga saya bisa tenang kembali.
Sihdi, apa Tuan terluka"
Tidak, tapi temanku, bagaimana caranya hingga engkau bisa selamat" Saya lompat dari kuda saya, seperti yang Anda lakukan, effendi. Dan di luar itu saya tidak ingat apa-apa lagi. Saya bisa mulai ingat lagi ketika tergantung pada bibir garam. Tapi sekarang ini kita masih begitu juga."
Kenapa" Kita tidak punya pemandu. Oh Sadek, teman jiwaku, kiranya arwahmu mengampuniku, karena saya bertanggungjawab atas kematianmu. Tapi saya akan membalas dendammu, dan saya bersumpah demi jenggot Nabi, saya akan membalas dendam untukmu, kalau saya tidak mati duluan di sini.
Engkau tidak akan mati, Halef.
Kita akan mati, kita akan mati karena kelaparan dan kehausan. Kita akan dapatkan pemandu.
Siapa" Omar, putra Sadek. Bagaimana dia akan menemukan kita di sini"
Tidakkah engkau dengar, dia pergi ke Seftimi dan akan kembali hari ini" Dia belum tentu menjumpai kita.
Dia akan menjumpai kita. Tidakkah Sadek mengatakan jalan ke Seftimi dan ke Fetnasa adalah sama untuk duapertiga bagiannya"
Effendi, Tuan memberikan kehidupan dan semangat baru. Ya, kita akan tunggu hingga Omar lewat.
Baginya ini akan membawa berkat juga jika menjumpai kita di sini. Dia akan tertelan juga karena jalan setapak yang semula ada telah amblas dan dia belum tahu akan hal ini.
Kami duduk berdampingan di lempeng garam, panas matahari sedemikian teriknya sehingga baju kami mengering dalam hitungan menit dan tubuh kami tertutup dengan lapisan tipis garam pada bagian tubuh yang semula basah.
Petangpun tiba. Dua jam sebelum malam tiba kami melihat sesosok tubuh perlahan menekati kedudukan kami dari timur. Sosok itu semakin dekat dan mendekat sehingga akhirnya melihat kami.
Itu dia, Halef berseru dan meletakkan tangannya di sekitar mulutnya seperti corong Omar Ben Sadek, cepatlah kemari!
Orang itu mempercepat langkahnya dan segera tiba di hadapan kami. Dia mengenali teman ayahnya.
Selamat datang, Halef Omar! dia menyambut. Hajji Halef Omar! Halef membetulkan.
Maafkan saya! Kegembiraan melihat Anda penyebab kesalahan saya. Anda datang ke Kris untuk menjumpai ayah saya"
Ya. Jawab Halef. Dimana beliau" Kalau Anda ada di chott, beliau pasti di dekat sini. Beliau ada di dekat sini. Haelf menjawab dengan takzimnya. Dimana"
Omar Ibn Sadek, sebaiknya seorang yang beriman tetap tegar jika mereka menemui kismet.
Bicaralah, Halef, bicaralah! Apakah ada kecelakaan" Ya.
Apa yang terjadi" Allah telah memanggil ayahmu menjumpai para nenek moyangnya. Pemuda itu terpaku di hadapan kami, tanpa bicara. Dia menatap Halef dengan keputusasaan di matanya, dan wajahnya pucat luar biasa. Akhirnya dia bisa menguasai diri dan suaranya, tapi yang dikatakan di luar perkiraan,
Siapa Sihdi ini" dia bertanya.
Beliau Kara Ben Nemsi, yang saya tunjukkan jalan ke ayahmu. Kami mengikuti dua pembunuh yang berjalan melintasi chott.
Ayah saya menjadi pemandu kalian" Ya, beliaulah yang memandu. Para pembunuh menyuap Arfan Rakedihm dan mencegat kami. Mereka menembak ayahmu. Beliau dan kudanya tenggelam di rawa, sedang Allah melindungi Sihdi dan saya.
Dimana para pembunuh itu"
Satu mati di rawa garam, satunya lagi kabur dengan chabir -pemandu ke Fetnassa.
Jadi jalan setapaknya sekarang kacau. Ya, Anda tidak bisa menapak di sini. Dimana ayah saya tenggelam"
Di sana, tigapuluh langkah dari sini. Halef menunjuk suatu titik dimana pemandu kami lenyap ke dalam chott.
Omar melangkah sejauh tebing memungkinkan, menatap ke depan sejenak, kemudian memandang arah ke timur:
Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa dan Adil, dengarkan saya! Mohammad, nabi Tuhan, dengarkan saya! Semua kalifah dan syuhada Islam dengarkan aku! Saya, Omar Ben Sadek, tidak akan tertawa, atau memotong jenggot, tidak akan masuk mesjid, sampai para pembunuh ayah saya terbakar di Jehennah! Saya bersumpah!
Saya benar-benar menggigil mendengar sumpah ini, tapi tidak bisa mengatakan apa-apa. Sekarang dia duduk di samping kami dan dengan ketenangan yang luar biasa berkata: Ceritakan padaku tentang itu.
Halef melakukan seperti yang dia minta. Ketika dia telah selesai, si anak muda itu bangkit.
Mari! Hanya itu satu-satunya kata yang diucapkan, kemudian dia berjalan di depan, ke arah dari mana dia datang.
Kami telah melampaui bagian yang paling sukar dari jalur itu, dan tidak akan ada bahaya semacam itu lagi meskipun kami berjalan di petang hari dan sepanjang malam. Ketika pagi tiba, kami mencapai pinggiran pantai Tanjung Nifsaua dan melihat Fetnassa di hadapan kami.
Bagaimana sekarang" tanya Halef. Ikuti saya saja.
Itu kata-kata Omar yang pertama yang dia ucapkan sejak kemarin. Dia melangkah ke pondok yang terdekat di pantai. Seorang tua duduk di depannya.
Salaam aale"kum! Aale"kum. Anda Abdullah el Hamis, tukang timbang garam" Ya.
Apakah Anda lihat chabir Arfan Rakedihm dari Kris" Dia tiba di pantai subuh tadi dengan seorang asing. Apa yang dia lakukan"
Si chabir beristirahat di sini dan kemudian pergi ke Bir Rekeb, dari sana dia mau kembali ke Kris. Orang asingnya membeli seekor kuda dari anak saya dan menanyakan jalan ke Kbili.
Terima kasih, Abu el Malah, Ayah Garam !
Omar berjalan kembali dengan diam dan membawa kami ke pondok, dimana kami makan korma dan minum secawan lagmi (air nira korma). Kemudian kami mengarah ke Kbili melalui Beshmi, Negua dan Mansurah, dimana pertanyaan-pertanyaan kami secara pasti selalu terjawab, menunjukkan bahwa kami sedang pada jalur yang ditempuh buruan kami.
Dari Mansurah sudah tidak jauh lagi ke Oase besar Kbili. Pada masa itu masih ada Wekil Turki, Petinggi , dimana dia ada di bawah perintah Penguasa Tunisia membawahi daerah Nifzaua, dan untuk itu dia diperlengkapi dengan sepuluh serdadu.
Kami mula-mula pergi ke sebuah warung kopi, dimana Omar tidak tinggal lama. Dia meninggalkan kami untuk mengumpulkan keterangan-keterangan dan kembali setelah setengah jam berlalu.
Saya telah lihat dia. Omar melapor. Dimana"
Bersama Wekil. Dengan Petinggi"
Ya, dia menjadi tamu Petinggi dan memakai jubah yang bagus. Kalau Tuan mau bicara dengan dia, Tuan harus cepat-cepat karena sekarang waktu untuk menerima tamu. Rasa ingin tahu saya benar-benar terangsang. Pembunuh yang diburu menjadi tamu seorang pejabat pemerintahan!
Omar membawa kami menyeberang lapangan terbuka menuju rumah batu yang rendah, dindingnya tidak ada tanda-tanda berjendela. Di depan pintu berdiri sembilan nefersserdadu, dimana mereka berbaris atas komando seorang onbashi komandan dari sepuluh orang, sementara sang saka penabuh genderang, berdiri menyandar ke pintu dan memperhatikan mereka.
Kami diijinkan untuk masuk, dan ditanya oleh seorang Moor, apa keperluan kami. Dia menyilakan kami masuk ke dalam selaml"ksebuah ruangan tanpa hiasan dinding, dihiasi hanya dengan permadani kusam, yang menutupi hanya sebagian saja dari ruangan. Di atas permadani, bertahtalah seorang lelaki dengan wajah bak patung berhala. Dia merokok tembakau dengan hookah pipa air Persia kuno.
Mau apa kalian kemari" Dia bertanya.
Nadanya ketika menanyakan pertanyaan itu sama sekali tidak saya sukai. Karena itu saya jawab dengan sebuah tanya:
Siapa kamu" Dia menatap saya dengan keheranan yang seheran-herannya.
Saya Wekil! Kami mau bicara dengan tamumu, yang tiba disini kemarin atau hari ini.
Siapa kau. Ini paspor saya. Saya berikan dokumen ke tangannya. Dia menatap dengan pandangan sekejap, melipat dan meletakkannya pada celana haremnya yang lebar.
Siapa orang ini" Dia meneruskan sambil menunjuk Haelf.
Pembantu saya. Siapa namanya" Dia bernama Hajji Halef Omar.
Siapa satunya lagi" Dia pemandu kami Omar Ben Sadek.
Dan siapa kau" Anda baru saja membaca siapa saya.
Saya belum baca siapa kamu.
Itu tertulis di paspor saya.
Itu tertulis dengan huruf-huruf orang kafir. Darimana kau dapatkan ini.
Dari pemerintah Prancis di Aljazair.
Pemerintah Prancis di Aljazair tidak punya wewenang di sini, paspormu senilai dengan kertas kosong. Sekarang, siapa kau.
Saya memutuskan untuk memakai nama yang Halef berikan pada saya.
Nama saya Kara Ben Nemsi.
Jadi engkau putra dari Nemsi" Saya tidak tahu mereka. Dimana mereka tinggal"
Sebelah timur Turki sebelum orang tiba di perbatasan Prancis dan Inggris.
Apakah tempat mereka tinggal luas oase-nya, atau mereka punya banyak oase kecil-kecil"
Mereka tinggal pada suatu oase besar, sedemikian besarnya sehingga cukup untuk menampung limapuluh juta orang.
Allah akbar-Tuhan Maha Besar! Ada oase-oase yang berlimpah dengan kehidupan. Apa oase ini juga mempunyai arus sungai"
Ada lima ribu sungai dan jutaan anak sungai. Banyak dari sungai itu sedemikian besarnya sehingga bisa menampung kapal yang bisa membawa penduduk kota Basama atau Rahmath.
Allah kerihm-Tuhan Maha Pengampun! Bukan main bencana yang timbul kalau semua kapal tertelan ke sungai pada saat bersamaan! Pada Tuhan yang mana kaum Nemsi percaya"
Mereka percaya pada Tuhan Anda, tetapi mereka tidak menyebut namaNya Allah, tetapi Bapa.
Jadi mereka bukan kaum Sunnah tapi Syiah"
Mereka kaum nasrani. Allah iharkilik Tuhan membakar kalian! Jadi kau juga nasrani"
Ya. Seorang giaur" Dan kau berani berbicara dengan Wekil Kbili. Saya akan berikan bastinado kalau engkau tidak segera kabur dari pandangan saya!
Apakah saya telah melakukan sesuatu yang salah menurut hukum Anda, atau telah melakukan sesuatu yang menghina Anda"
Ya. Seorang giaur tidak berhak menampakkan diri di hadapan saya. Sekarang, siapa nama dari pemandumu"
Omar Ben Sadek. Bagus! Omar Ben Sadek sejak berapa lama engkau telah bekerja pada Nemsi
ini" Sejak kemarin. Itu belum lama. Karenanya saya akan memberikan belas-kasihan dan menghukum kamu dengan duapuluh pukulan pada telapak kakimu.
Berbalik pada saya, dia bilang:
Dan siapa nama pembantumu"
Allah akbar-Tuhan Maha Besar, tapi sayang sekali beliau mengkarunia Anda otak begitu kecil hingga tidak bisa mengingat dua nama! Nama pembantu saya adalah, dan ini sudah pernah saya sampaikan , Hajji Halef Omar.
Kau mau menghina saya, giaur! Saya akan putuskan hukumanmu segera! Sekarang, Halef Omar, engkau adalah haji dan melayani orang kafir" Kau pantas mendapat pukulan ganda. Sejak berapa lama kau bersama dia"
Lima minggu, jawab Halef.
Itu berarti enampuluh pukulan di telapak kakimu dan setelah itu lima hari tanpa makan dan minum ! Dan kau, sekarang siapa namamu lagi"
Kara Ben Nemsi. Bagus. Kara Ben Nemsi, kau dikenai tiga kejahatan besar.
Yang mana Sihdi" Saya bukan Sihdi, kau harus memanggilkan saya Jenabin-iz atau Hazretin-iz, begitu, Paduka atau Yang Mulia ! Kejahatanmu sebagai berikut: Pertama-tama engkau telah mengajak rusak orang beriman, untuk itu kau mendapat limabelas pukulan; yang keduanya berani mengganggu saya selama kef (tidur siang) saya, itu limabelas pukulan tambahan; dan yang ketiganya kau meragukan ingatan saya, itu duapuluh pukulan lagi; jumlah semuanya limapuluh pukulan di telapak kakimu. Dan karena menjadi wewenang saya untuk memungut wergi pembayaran, semua barangmu ditahan dan diserahkan ke saya.
Oh. Jenabin-iz agung, saya begitu terpesona dengan Tuan, keadilan Anda begitu mulia, kebijakan Anda paling mulia, keanggunan Anda terlebih lagi mulia, dan kecerdasan serta kecerdikan Anda paling mulia di atas segalanya. Tapi saya mohon Bei yang mulia dari Kbili, perkenankan kami menemui tamu yang mulia, sebelum kami menerima pukulan.
Mau apa engkau ketemu dia"
Saya yakin dia kenalan lama saya, dan saya mengharapkan kebahagiaan terpancar di wajahnya sewaktu menemui saya.
Dia bukan kenalanmu. Dia pejuang besar, putra mulia sang Sultan, dan beriman ke Qur an dengan patuh, dan dia tidak pernah berkenalan dengan kafir yang manapun juga. Tetapi supaya dia bisa melihat bagaimana Wekil Kbili menghukum pesakitan, saya akan ijinkan dia datang. Kebahagiaan di wajahnya bukan karena melihatmu, melainkan dari setiap pukulan yang kau terima. Dia tahu bahwa kau akan datang. Ah, bagaimana dia bisa tahu"
Kau melewati dia tadi tanpa melihat dia, dan dia segera mengadukan engkau padaku. Kalau saja kau tidak segera datang, maka saya akan segera menangkapmu. Dia melaporkan saya. Untuk apa"
Itu akan segera kau dengar. Dengan demikian kau akan terima hukuman kedua yang akan lebih hebat daripada yang telah saya berikan padamu.
Ini benar-benar titik balik yang aneh dan mengherankan yang terjadi sewaktu kami bertatap muka dengan pejabat ini. Seorang Wekil dengan sepuluh serdadu di suatu oase yang jauh dan terlupakan dulunya kalau dia bukan seorang tshaush sersan tentu m"lasim letnan, dan orang tahu apa yang bisa diharap dari seorang letnan Turki. Para bawahan ini adalah, atau dulunya, tak lebih dari tukang lap sepatu atau pengisi pipa dari para perwira di atasnya. Orang ini telah ditempatkan di Kbili untuk memberi dia kesempatan membeayai dirinya sendiri dan benar-benar terlupakan, mengingat Bei Tunisia telah mengejar habis semua serdadu Turki dari negeri ini. Selanjutnya, suku-suku Badui hanya ada di bawah lindungan sang Sultan sejauh beliau setiap tahunnya mengirim jubah kebesaran bekasnya, kemudian mereka menunjukkan rasa terima kasihnya dengan cara tidak memperdulikan beliau sama sekali. Sang Wekil dengan demikian dipaksa membeayai dirinya sendiri dengan cara melakukan pemerasan. Karena ini agak rawan kalau dilakukan terhadap penduduk setempat, maka munculnya orang asing akan menjadi hal yang sangat menguntungkan sekali. Dia sama sekali tidak tahu negeri Jerman, tidak tahu sama sekali makna konsulat, dia tinggal di antara suku pengelana yang suka mencuri, dan dia percaya bahwa saya tanpa perlindungan sama sekali, serta menganggap bahwa dia bisa melakukan apa saja tanpa berakibat apapun.
Sudah tentu benar bahwa saya hanya mempercayakan keselamatan pada diri saya sendiri, namun pikiran bahwa saya takut terhadap Yang Mulia sama sekali tidak pernah terlintas dalam benak saya, sebaliknya justru menarik kalau dia bermaksud memperkenalkan hukuman bastinado dengan cara yang penuh sopan-santun. Pada waktu yang sama, saya juga kepengin tahu apakah tamunya adalah benar-benar orang yang kami kejar. Omar bisa saja salah tapi saya meragukannya, mengingat saya mempertimbangkan pula bahwa tamu itu telah mengadukan kami pula. Kejahatan apa yang dia tuduhkan terhadap kami hanya bisa saya terka. Bagaimanapun juga, dia jelas telah dikenal oleh sang Wekil dan menggunakan itu untuk menjadikan kami tidak berdaya.
Sang Petinggi menepukkan kedua tangannya dan segera seorang pelayan hitam muncul serta menjatuhkan dirinya dihadapan sang Wekil seolah sedang dihadapan sang Sultan saja layaknya. Sang Wekil membisikkan beberapa patah kata ke pelayan yang kemudian beranjak. Tak berapa lama pintu terbuka dan sepuluh serdadu dengan onbashi mereka masuk. Mereka adalah pemandangan yang menyedihkan dengan busana yang compang-camping yang tidak lagi menyerupai seragam militer; sebagian besar tidak beralas kaki, semuanya membawa senapan yang bisa dipakai orang untuk apa saja kecuali menembak. Mereka juga ikut-ikutan menjatuhkan diri ke hadapan sang Wekil yang sebagaimana layaknya tatacara militer menginspeksi mereka sebelum menitahkan perintahnya:
Kalkyn!-Berdiri! Mereka bangkit dan sang onbashi menarik pedang sarras yang hebat dari sarungnya.
Kylyn syraji! Berbaris! Dia mengaum dengan suara tenor.
Mereka mengatur diri berdampingan satu sama lainnya dan memegang senapannya dengan santainya.
Has-dur!-Angkat senjata! Dia berkoar.
Senapan-senapan berhamburan ke udara, bertabrakan satu sama lainnya, menumbuk dinding bahkan ada di antaranya yang mengetok kepala para pahlawan ini, dan untunglah tak lama kemudian akhirnya mendarat di bahu masing-masing pemiliknya.
Isalam-dur! Acungkan senjata!
Sekali lagi senapan-senapan saling bergerak membingungkan dan sama sekali tidak mengherankan ketika dalam proses pengamalannya itu salah satu pahlawan terjatuh larasnya. Si serdadu dengan kalem membungkukkan badannya, memungut sang laras, memandanginya dari segala arah, meneropongnya ke arah cahaya untuk mengetahui apakah lubang arah keluar tembakannya masih ada, menarik untaian serat daun korma dari kantongnya, mengikat si laras ke arah yang nylonong yaitu gagang senapan. Kemudian, dengan wajah penuh rasa kepuasan, dia menaruh senjatanya pada posisi semestinya seperti yang telah didiktekan terakhir kalinya.
Sessiz, s"jle-me-niz! Siaga dan jangan bicara!
Pada perintah ini mereka semuanya menutup dan menekan bibirnya rapat-rapat dengan upaya yang sungguh-sungguh serta serapi-rapinya dengan mata berkedip-kedip untuk menunjukkan keseriusan agar jangan sampai ada sepotong kata yang terlempar keluar. Mereka mengerti bahwa mereka dipanggil demi menjaga tiga pesakitan dan dengan demikian sangatlah penting untuk menjaga tampilan kewibawaan mereka. Saya benar-benar berjuang sekuat tenaga agar kelihatan serius selama penampilan tadi, dan saya sadari kalau sampai saya tidak begitu ini akan mempengaruhi keberanian temanteman saya.
Sekali lagi pintu terbuka. Orang yang kami tunggu-tunggu masuk. Dia memang orang yang kami kejar.
Tanpa sama sekali mempedulikan kami dia menuju ke permadani, duduk di samping Wekil dan mengambil pipa dari tangan si pelayan hitam yang masuk bersamasama dengannya dan baru saja menyelesaikan pengisian pipa untuknya. Barulah setelah itu dia menaikkan pandangan matanya dan memandang kami dengan sorot mata mengancam yang tiada taranya. Sang Petinggi kemudian bicara ke saya: Ini orang yang mau kau ketemui. Apakah dia kenalanmu"
Ya. Engkau bicara sebenarnya, dia kenalanmu artinya kau kenal dia. Tapi dia bukan temanmu.
Saya tidak bersyukur punya teman seperti dia. Siapa nama yang diakunya"
Dia bernama Abu el Nassr.
Itu tidak benar. Namanya adalah Hamd il Amasat.
Giaur, jangan berani bilang saya pendusta, kalau tidak engkau akan terima duapuluh lecutan tambahan! Sudah tentu nama teman saya adalah Hamd il Amasat, tapi ketahuilah hai anjing para kafir, ketika saya masih jadi miralai di Stambul (bagian kota lama yang sekarang menjadi Istanbul, Turki-pen.), suatu malam saya dicegat oleh bandit-bandit Yunani. Hamd il Amasat datang menolong dan berbicara dengan mereka menyelamatkan jiwa saya. Sejak malam itu dia bergelar Abu el Nassr Ayah Kemenangan , karena tidak ada seorangpun yang berani melawan, tidak juga bandit Yunani.
Saya tidak bisa menahan diri lebih lama lagi dan menggelengkan kepala serta tertawa,
Engkau, seorang miralai di Stambul, dengan kata lain seorang kolonel. Di
pasukan mana" Pasukan Pengawal, hai anak shakal serigala.
Saya melangkah setapak mendekati dia dan mengangkat tangan kanan.
Jangan berani menghina saya lagi. Atau saya akan beri kau ssille tepukan di kupingmu hingga esok pagi kau akan merasa hidungmu macam menara mesjid. Orang macam engkau mengaku seorang kolonel! Kau boleh membodohi orang se-oase tapi jangan saya, mengerti!
Dia bangkit dengan kecepatan luar biasa. Kejadian seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya dan sama sekali diluar jangkauan akal pikirannya. Dia menatap saya seolah hantu kemudian dengan suara bergetar entah marah entah malu, saya tak tahu mana yang benar, berkata:
Dengar, saya bahkan bisa menjadi lawi-pasha mayor jendral kalau saja pos di Kbili tidak lebih cocok untuk saya.
Ya. Engkau contoh dari keberanian dan kejantanan. Engkau telah berjuang melawan bandit-bandit yang mana si temanmu bisa mengalahkan mereka hanya dengan kata-katanya saja. Kau tahu bagaimana bunyinya" Pasti dia kenal dengan bangsat-bangsat itu bahkan mungkin salah satu diantaranya. Dia melakukan penjarahan dan pembunuhan di Aljazair. Dia membunuh seorang lelaki di Wadi Tarfaui, dia membunuh pemandu kami ayah Omar di Chott Jerid karena dia mau menghilangkan nyawa saya. Saya ikuti dia hingga ke Kbili dan menemukan orang ini menjadi sahabat dari calon kolonel di pasukan sang Sultan. Saya tuduh dia dengan pembunuhan dan saya tuntut dia supaya anda segera memasukannya ke penjara.
Sekarang Abu el Nassr berdiri dan berseru:
Orang ini adalah seorang giaur. Dia minum anggur dan tidak tahu apa yang dia ucapkan, dia mengucap seraya meremehkan. Dia pasti baru saja sadar dari mabuknya dan tuduhannya ngawur.
Ini cukup bagi saya. Dengan cepat saya menjangkau dia, mengangkatnya ke atas, dan menghempaskannya ke tanah. Dia melompat bangun dan menghunus pisaunya.
Anjing, kamu berani menyentuh hamba Allah! Kau harus mati!
Dengan kata-kata ini dia menyerbu saya dengan segala tenaganya, tapi saya berikan pukulan terarah dengan kepalan tangan hingga dia jatuh dan tetap diam tanpa bergerak lagi.
Tangkap dia! Sang Wekil memberi perintah para serdadunya.
Saya mengharapkan mereka segera melompat menangkap saya, tapi saya benarbenar heran dengan yang apa yang terjadi kemudian. Sang kopral mengambil posisi di depan barisan dan memberi aba-aba:
Komyn silahlari! Taruh senjata!
Mereka semuanya menunduk seraya menaruh senapannya di lantai dan kembali ke posisi semula.
D"nd"rmek sagha!Hadap kanan!
Mereka membentuk seperempat putaran ke kanan dan kemudian berdiri sebaris.
Gytyn erkek tshewresinde, koshyn-iz! Kepung orang itu. Maju!
Sebagai layaknya dalam upacara kebesaran mereka menghentak dengan langkah kiri terlebih dahulu, sementara si pemimpin memberi aba-aba,
Kiri-kanan, kiri-kanan, kiri-kanan! Mereka berbaris sehingga mengelilingi saya dan berhenti atas perintah sang Kopral.
Onu tutmyn! Tangkap dia! Duapuluh tangan berikut seratus jari yang kotor kecoklatan menjangkau saya dari segala macam arah dan memegang erat-erat jubah saya. Kejadianny benar-benar absurd sehingga saya bisa dengan mudahnya membebaskan diri dengan satu gerakan.
Dshenabin-iz, bizim was herifu Yang Mulia, kami telah dapatkan orangnya! demikian lapor Panglima Tertinggi dari pasukan yang gagah berani ini.
Brakyn-jok onu tekrar azad Jangan biarkan dia pergi! perintah sang Petinggi dengan wajah garang.
Seratus jari-jari memegang dengan lebih erat dan erat lagi jubah saya, keanggunan Timur yang majal, dimana semuanya berlangsung dalam gerakan wayang golek yang berlebihan dari pasukannya hampir saja menyebabkan saya ketawa terbahak-bahak.
Ketika hal itu sedang terjadi, Abu el Nassr telah bangkit. Sorot matanya berkilatan dengan kemarahan dan kelaparan atas pembalasan, dia berucap ke sang Wekil: Engkau harus tembak dia!
Ya, dia akan ditembak , namun sebelumnya dia harus diadili, saya hakim yang adil dan tidak suka menghukum siapapun tanpa pengadilan terlebih dahulu. Bawa ke depan si terdakwa.
Giaur ini , si pembunuh memulai, menyeberangi chott dengan pemandu dan pembantunya, dia menjumpai kami dan melemparkan teman saya ke kedalaman sehingga dia tenggelam dengan menyedihkan.
Kenapa dia melakukan itu.
Untuk pembalasan. Dengan alasan apa dia melakukan pembalasan.
Dia membunuh seseorang di Wadi Tarfaui; kami memergokinya dan mencoba menangkap dia, tetapi dia mengelakkan kami.
Bisakah engkau jamin kata-katamu"
Demi jenggot Nabi! Cukup! Sudah kau dengar kata-kata itu" sang Wekil menanyai saya.
Ya. Ada yang mau engkau tambahkan"
Bahwa orang itu adalah bajingan. Dialah pembunuhnya dan dia memutarbalikkan orang-orang yang terlibat.
Dia telah bersumpah demi Nabi, dan kau adalah giaur. Saya tidak mempercayaimu, tapi dia.
Tanyakan ke pembantu saya. Dia adalah saksinya.
Dia melayani orang kafir, kata-katanya tidak ada harganya. Saya akan panggil Dewan Agung dari Oase untuk mendengar kata-kata saya dan memutuskan perkara ini. Engkau memilih untuk tidak mempercayai saya karena saya orang Nasrani, tapi engkau malahan mempercayai giaur ini. Orang ini adalah seorang Armenia dan Nasrani bukan Muslim.
Dia telah bersumpah demi Nabi.
Itu adalah kekejian dan sebuah dosa, dimana Tuhan akan menghukumnya. Kalau engkau tidak mau mendengarku, maka saya akan menuduh dia di hadapan Dewan Oase. Seorang giaur tidak bisa menuduh salah seorang yang beriman, dan Dewan Oase tidak bisa melakukan apa-apa terhadap teman saya ini karena dia memegang Bu Djeruldu dan karenanya terlindungi oleh Gi"lgeda padischahn"n, artinya dia berada dalam Bayangan Padishah . (Padishah = penguasa Kekhalifahan Usmaniyah Turki pen.) Dan saya berada dalam perlindungan dari Gi"lgeda senin kyral"n, saya berada dalam Bayangan dari Raja Saya . Saya juga punya Bu-Djeruldu, yang kau simpan di kantungmu.
Itu tertulis dalam bahasa giaur, saya akan menajisi diri sendiri kalau baca itu. Perkaramu akan diperiksa hari ini, tapi sebelumnya engkau harus menerima bastinado. Engkau akan menerima limapuluh pukulan di telapak kakimu, pembantumu enampuluh, dan pemandumu duapuluh. Bawa mereka ke halaman, saya akan menyusul!
Alykom"n elleri! Bebaskan dia! perintah sang Kopral segera.
Seratus jari-jari segera membebaskan cengkeramannya dari diri saya.
Alyn-iz t"fenkleri! Ambil senjata! Sang Kopral meneruskan.
Para pahlawan menyergap berebutan mengambil senjatanya.
Wirmyn hep "tsh! Kepung ketiganya!
Sekejap mereka telah mendapatkan Halef, Omar, dan saya terkepung . Kami dikawal ke halaman yang di tengahnya terdapat sejenis bangku dari kayu. Konstruksi dan rancangan kayu itu sesuai dengan tujuannya, yaitu hukuman nasib bastinado.
Sementara saya bertindak tenang-tenang saja, maka dua orang teman saya mengikuti pula sikap saya tanpa melakukan perlawanan, tapi saya lihat di mata mereka bahwa mereka menunggu gerakan saya untuk mengakhiri dagelan ini.
Sewaktu kami sudah berdiri di depan konstruksi kayu itu, sang Wekil dan Abu el
Nassr muncul. Si pembantu hitam mengusung permadani di depan mereka dan menggelarnya di tanah. Segera setelah mereka duduk dia menjulurkan api untuk pipapipa mereka. Kemudian sang Wekil menunjuk ke arah saya dan memerintahkan: Wermyn ona elli Beri dia limapuluh!
Waktunya telah tiba. Apakah engkau masih menyimpan Bu Djeruldu di sakumu" saya bertanya ke
dia. Ya. Berikan padaku! saya meminta.
Engkau tidak akan pernah mendapatkannya kembali.
Kenapa tidak" Supaya engkau tidak akan menajisi lagi orang beriman dengannya.
Jadi engkau benar-benar mau memukuli saya"
Ya. Maka saya akan tunjukkan padamu bagaimana seorang Nemsi bertindak jika dipaksa untuk mendapatkan keadilan bagi dirinya sendiri!
Lapangan kecil itu dibatasi tiga sisinya dengan dinding yang tinggi dan pada sisi yang ke empat dengan bangunan, sehingga tidak ada jalan keluar kecuali dari arah kami masuk tadi. Tidak ada penonton, maka kami bertiga melawan tigabelas. Mereka tetap mengijinkan kami untuk bersenjata karena memang demikianlah adat gurun. Sang Wekil lumayan tidak berbahaya, demikian juga para prajuritnya, hanya Abu el Nassr lah yang mungkin bisa membuat masalah. Saya harus melumpuhkan dia.
Engkau bawa tali" saya tanya Omar diam-diam.
Ya, pengikat-pinggang jubah saya.


Ayah Kemenangan Abu El Nassr Karya Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lepaskan! saya bisikkan dia kemudian berbalik ke Halef saya bilang: Kau menuju arah keluar dan jangan biarkan ada yang lewat!
Dapatkan kalau begitu! tantang sang Wekil.
Segera! Dengan kata itu saya menyerbu tanpa peringatan lagi menerobos barisan serdadu mengarah ke Abu el Nassr, saya pelintir lengannya di balik punggungnya dan menekan lutut saya sekuat tenaga di lehernya sehingga dia tak mampu bergerak dari posisi duduknya.
Ikat dia! saya perintahkan Omar.
Perintah itu tidak perlu benar, Omar segera tahu apa yang harus dilakukan dan telah mengencangkan ikatan tali di sekeliling lengan si Armenia. Sebelum ada yang membuat gerakan melawan kami, dia telah terikat dengan kencangnya. Serangan saya yang tiba-tiba telah membekukan baik Wekil maupun pengawal-pengawalnya. Dia menatap saya dengan kelumpuhannya. Saya kemudian menghunus pisau dengan tangan kanan dan meraih Wekil pada tengkuk lehernya dengan tangan kiri. Dengan ketakutan diangkatnya lengan serta pahanya seolah dia sudah mati, tapi ini kemudian menggerakkan para serdadunya.
Hatshyn, aramin imdadi! Lari, cari pertolongan! Raung onbashi , orang yang pertama kali mendapatkan suaranya kembali.
Pedangnya menjadikan posisinya tidak nyaman dan kemudian dia buang jauhjauh sehingga dia bisa lari ke arah luar. Sisa serdadunya mengikuti panutannya, tapi di sana mengangkang dengan perkasanya Halef dengans senapan locoknya bersiap siaga.
Geri; durar-siz bunda! Kembali! Kalian tinggal di sini! Dia menyalak ke mereka.
Mereka berhenti, berbalik lari kearah empat penjuru angin berharap mendapatkan perlindungan di sudut-sudut.
Omar juga telah menghunus pisaunya dan dengan pandangan mengancam di matanya siap untuk menusukkan ke jantung Abu el Nassr.
Apa engkau sudah mati" saya tanya sang Wekil.
Belum, tapi engkau akan membunuhku"
Itu tergantung padamu, wahai si pembentuk keadilan dan keberanian. Tapi saya bilang bahwa hidupmu bergantung pada benang yang tipis.
Apa yang Tuan harapkan dari saya, Sihdi"
Bahkan sebelum saya bisa menjawabnya, terdengarlah lengkingan ketakutan dari suara seorang perempuan. Saya mencari-carinya dan menangkap pandangan dari seorang perempuan yang pendek dan gemuk yang muncul dari bagian masuk. Dia bergulunggulung datang ke kami dengan usaha yang luar biasa.
Tut! Berhenti! dia berteriak. "ldirme onu; you benim kodsha! Jangan bunuh dia, dia suami saya!
Begitulah ternyata nyonya besar tambun nan bulat dibawah gulungan bajunya yang berjela jela menghampiri saya dengan lagak bagaikan perenang gaya dada itu adalah istri Wekil. Sudah jelas dia mengharapkan suatu pemandangan eksekusi yang menarik hati dari pondok kayu khusus untuk perempuan tapi ternyata berbalik ke kenyataan mengerikan bahwa justru suaminyalah yang akan dieksekusi. Saya bertanya dengan tenangnya:
Siapa Tuan putriku" In kary wekil"n , saya istri Wekil, jawabnya.
Ewet, you benim awret, g"l Kbilin"n Ya, dia adalah istri saya, si Mawar dari Kbili , tegas sang Wekil dengan suatu keluhan.
Siapa namanya" Demar-im Mersinah Saya Mersinah, dia menjawab dengan suka-rela.
Hey, demar Mersinah Ya, dia dipanggil Mersinah, sang Wekil membeo.
Dialah Mawar dari Kbili dan namanya Mersinah, artinya myrtle (nama sejenis tumbuhan banyak tumbuh di pantai Laut Tengah, pen.) Saya harus bersopan santun dihadapan makhluk lembut ini.
Jika saja Tuan putri pertunjukkan rona merah di wajahmu, wahai bunga dari oase, maka saya akan lepaskan tanganku dari suamimu. Demikian saya bilang.
Segera yashmak cadar terbang dari wajahnya. Dia telah lama tinggal di antara orang Arab yang perempuannya tidak menutup wajahnya dan kurang terkekang daripada perempuan Turki. Lagipula, kejadiannya berhubungan dengan nasib suaminya yang berharga. Saya menatap wajah yang datar, wajah perempuan yang menjemukan dan redup yang sedemikian tambunnya sehingga tidak bisa dibedakan antara mata dan hidungnya yang mungil. Madam Wekil mungkin berusia empatpuluh tahun dan telah mencoba memperlambat jalannya sang waktu dengan mengecat alisnya tinggi-tinggi dan hitam serta bibir merah menyala. Dua buah tahi lalat buatan terlihat yang masing-masing digambar di tengah-tengah kedua pipinya, menampilkan tampilan yang penuh keindahan, dan karena kini dia memperlihatkan punggung telapak tangannya dari balik gaun yang berjela-jela tadi, saya perhatikan dia tidak hanya mengecat kuku-kukunya tapi juga keseluruhan tangannya dengan pacar.
Terima kasih, wahai Matahari Jerid , saya memujinya. Jika Anda berjanji bahwa sang Wekil akan tetap tenang dan duduk, dia tidak akan dilukai. Kaladshak-dir Dia akan tinggal duduk Saya janji!
Dia akan berterima kasih atas pengabdian Anda sehingga dia tidak saya ganyang bagaikan indshir, seperti buah ara yang harus ditekan sebelum dikeringkan. Senin seda benzemar sedaja d"d"k"nSuara Tuan putri bagaikan suara seruling; senin g"z perdahlamar nasyl g"z g"nesh"n mata Tuan putriku bersinar bagaikan mata sang surya; ile senin shekl shekla Sheheresahden"n benzemar dan tubuh Tuan putriku bagaikan tubuh Scheherezade. Hanya untuk Tuan putri sajalah saya membuat persembahan mengijinkan dia untuk tetap hidup!
Saya kendurkan pitingan pada Wekil, dia meregangkan badannya dengan keluhan kelegaan, namun tetap duduk dengan taatnya. Istri Wekil memeriksa saya dengan penuh perhatian dari ujung kepala hingga ke ujung kaki dan bertanya dengan ramah-tamahnya: Siapa Tuan"
Saya seorang Nemsi, seorang asing, yang rumahnya jauh di seberang lautan.
Apakah perempuan di tempat Tuan cantik-cantik"
Mereka cantik, tetapi mereka tidak bisa menyaingi kecantikan perempuan dari Chott el Kebir.
Dia mengangguk, tersenyum dengan penuh kepuasan dan saya tahu dari sikapnya bahwa saya menemui keanggunan di matanya.
Orang-orang Nemsi memang cerdik, mereka orang yang sangat berani dan sopan, itu sudah sering diperkatakan orang.
Dia kemudian memutuskan. Tuan disambut dengan ramah di antara kami! Tapi kenapa Tuan mengikat orang ini, kenapa para prajurit kami lari dari Tuan, dan kenapa Tuan bermaksud membunuh Yang Mahaperwira Petinggi"
Saya mengikat orang ini karena dia seorang pembunuh, para prajurit lari dari kami karena mereka tahu bahkan saya akan mengalahkan mereka bersebelas, dan sang Wekil saya tangkap karena dia bermaksud memukul saya dan kemudian mungkin menghukum mati saya, tanpa menganugerahkan keadilan kepada saya.
Tuan akan mendapatkan keadilan.
Saya terpaksa harus menyimpulkan bahwa apa yang disebut sebagai sandal (alas kaki=sebutan menghina untuk perempuan, pen) di Timur ternyata memiliki kwalitas keajaiban yang sama di Barat. Sang Wekil merasa kewenangannya terancam dan mencoba untuk mendapatkannya kembali:
Saya hakim yang adil, dan akan &
Sus-olmar-sen Diam saja kau! Dia memerintahkan Wekil. Engkau tahu bahwa saya kenal dengan orang ini, yang menamakan dirinya Abu el Nassr Ayah Kemenangan ; dia semestinya memanggil dirinya Abu el Jalani Ayah Pendusta . Dialah yang bertanggungjawab sehingga engkau ditaruh di Aljazair, sebelum engkau bisa menjadi m"lasim; dialah juga yang harus bertnggungjawab sehingga engkau ditempatkan di Tunisia, dimana engkau terlupakan di tempat yang jauh dari mana-mana ini, dan setiap saat kemudian dia muncul, engkau selalu melakukan hal-hal yang menyusahkanmu. Saya benci dia, saya benci dia, dan saya sama sekali tidak berkeberatan dengan kenyataan bahwa orang asing ini mau membunuhnya. Dia memang pantas dibunuh! Dia tidak boleh dibunuh, dia tergolong Gi"lgeda padischahn"n!
Tut aghysi! tutup mulutmu! Dia tergolong Gi"lgeda padischahn"n, jadi dia tergolong dalam Bayangan Padishah ; tapi orang asing ini termasuk dalam Gi"lgeda wekilan"n, jadi termasuk dalam Bayangan istri Wekil bayangan saya, kau dengar itu" Dan dia, yang berada dalam bayangan saya tidak akan terbatalkan olehmu. Bangun dan ikuti saya!
Wekil bangkit, istrinya berbalik mau beranjak, dan dia membuat gerakan untuk mengikutinya. Tentu saja hal itu berlawanan dengan kehendak saya.
Berhenti! saya memerintah seraya menjambak kembali leher bajunya. Kau tetap diam di sini!
Sang istri berbalik kembali.
Bukankah Tuan bilang akan membebaskan dia" si istri bertanya.
Ya, tapi hanya dengan satu syarat bahwa harus tetap tinggal di tempatnya.
Dia tidak bisa duduk di sini selamanya!
Anda benar, wahai Mutiara dari Kbili , tapi dia bisa tetap diam di sini hingga saya selesai menyelesaikan urusan saya.
Itu sudah selesai. Bagaimana mungkin" Tidakkah sudah saya katakan bahwa Tuan disambut dengan ramah-tamah di
sini" Itu memang betul. Karenanya Tuan dan teman-teman Tuan menjadi tamu kami dan akan tetap tinggal di sini selama Tuan mau dan hingga Tuan meninggalkan kami. Dan Abu el Nassr, yang Anda panggil Abu el Jalani"
Dia milik Tuan dan silakan perlakukan dia apa saja sesuka Tuan.
Apa benar demikian Wekil"
Dia ragu-ragu untuk memberi jawaban, tapi tatapan garang dari sang istri sertamerta membuatnya berbicara:
Ya. Engkau bersumpah" Saya bersumpah. Demi Allah dan nabiNya! Haruskah begitu" dia bertanya ke Madam, sang Mawar dari Kbili .
Harus! sang istri menjawab dengan tegasnya.
Maka saya bersumpah atasnama Allah dan nabiNya.
Sekarang boleh dia saya ajak pergi"
Silakan. Tuan akan mengikuti dan bergabung bersama kami menikmati daging domba dan couscous (sejenis binatang lokal, pen.).
Ada tempat untuk mengamankan Abu el Nassr"
Tidak ada. Ikatkan saja pada pokok korma di dekat dinding. Dia tidak akan melarikan diri dari Tuan, karena dia juga akan dijaga oleh para prajurit. Saya sendiri yang akan jaga dia, jawab Omar sebelum saya bisa menukas.
Dia tidak akan bisa melarikan diri, dia harus membayar nyawa ayah saya dengan kematiannya sendiri. Pisau saya akan setajam mata saya.
Si pembunuh itu sejak mulai diikat tidak mengeluarkan sepatah katapun, tapi pandangan matanya mengkuti kami dengan penuh dendam yang mengancam, kemudian dibawa ke pokok korma untuk kemudian diikat. Sama sekali di luar kemauan saya untuk mengambil nyawanya, tapi dia terjebak dalam dendam berdarah dan saya tahu tidak ada permohonan dari saya yang akan bisa menyelamatkannya dari Omar. Ed d em b ed d em, atau sebagaimana yang dikatakan orang Turki, kan kan" "demar darah dibayar dengan darah. Sejauh dia adalah tangkapan atau orang buruan saya, saya harus mengawasi dia layaknya terhadap seorang musuh dan pembunuh serta memperlakukan dia sebagaimana mestinya. Namun demikian saya lebih menyukai -walau dengan apa yang telah pernah terjadi sebelumnyajika dia lepas tanpa sepengetahuan saya. Sudah tentu dia tidak akan bersikap yang sama jika suatu hari saya cukup sial jatuh ke tangannya.
Saya tinggalkan dia dalam pengawasan Omar dan bersama Halef menuju ke selaml"k. Di tengah jalan si pembantu kecil bertanya:
Tuan bilang bahwa orang itu bukan seorang Muslim. Apa itu benar"
Ya. Dia seorang nasrani Armenia dan berlagak menjadi seorang muslim kapan saja itu menguntungkan dia.
Dan Tuan percaya dia orang jahat"
Seorang yang sangat jahat.
Tuan tahu effendi, bahwa orang Nasrani orang-orang yang sangat jahat! Tuan harus menjadi salah seorang Umat Beriman jika Tuan tidak ingin dibakar abadi di Jehenna!
Tapi engkau sendiri juga akan dibakar abadi di Jehenna!
Kenapa" Tidakkah engkau pernah bilang bahwa semua pendusta dan munafik akan dibakar di Derk Asfal neraka ketujuh yang paling dalam, dan dipaksa untuk makan kepala setan dari pohon Zakum"
Ya, tapi apa hubungannya itu dengan saya"
Engkau seorang pendusta dan munafik"
Saya, Sihdi" Hanya kebenaranlah yang diucapkan lidah saya, dan tidak ada keculasan di hati saya. Barangsiapa menuduh saya seperti halnya yang Tuan lakukan, peluru saya akan membalasnya!
Engkau berdusta, engkau mengaku pernah ke Mekkah dan berlagak seorang haji. Apa saya harus kasih tahu ini ke Wekil"
Aman, aman maafkan saya! Tuan tidak akan melakukan itu untuk Hajji Halef Omar. Pembantu Anda paling setia yang tidak ada yang menandinginya dimana saja Tidak, saya tidak akan melakukannya, tapi engkau tahu syarat supaya saya diam.
Saya tahu, dan saya akan lebih berhati-hati, namun demikian Tuan tetap akan menjadi Umat Beriman , tanpa peduli apakah Tuan mau atau tidak, Sihdi. Kami masuk dan disambut oleh Wekil. Sambutan itu tidak seramah sambutan yang sebelumnya.
Silakan duduk! Saya mengikuti ajakannya dan duduk sebegitu dekat dengannya , sementara Halef sibuk dengan pipanya dimana dia berdiri bersiaga di pojok kamar.
Kenapa Tuan mau melihat wajah istri saya" Dia memulai percakapan.
Karena saya seorang Nemsi, yang terbiasa untuk melihat wajah dari orang yang saja ajak berbicara.
Adat-istiadat negeri Tuan jahat! Perempuan kami menutupi dirinya , perempuan di negeri Tuan memamerkan tubuhnya. Perempuan kami memakai pakaian sehingga di atasnya panjang dan di bawahnya rendah, perempuan Tuan memakai pakaian yang di atasnya pendek dan di bawahnya tinggi, bahkan terkadang rendah di kedua ujungnya. Sudah pernah Tuan lihat perempuan kami bersama orang Nemsi" Tidak ada. Tapi gadisgadis Tuan datang ke kami apa-apaan ini" Oh jazikoh memalukan! Wekil, apakah ini suatu keramahtamahan yang Anda tawarkan ke saya" Sejak kapan menjadi adatistiadat Anda untuk menyambut tamu dengan hinaan" Saya tidak memerlukan baik daging domba maupun daging couscous dan sekarang kita kembali ke halaman. Ikuti saya!
Effendi, maafkan saya. Saya hanya sekedar mengatakan apa yang saya pikirkan, tapi saya tidak bermaksud menghina Tuan.
Dia yang tidak bermaksud menghina, kiranya tidak selalu mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya. Lelaki cerewet adalah bagaikan cawan yang pecah, tidak berguna bagi siapa saja, karena tidak bisa menyimpan apa saja.
Silakan duduk kembali dan ceritakanlah bagaimana Tuan ketemu Abe el Nassr.
Saya berikan dia laporan menyeluruh tentang petualangan kami. Dia mendengarkan dalam diam dan akhirnya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tuan percaya bahwa dia membunuh pedagang dari Blidah"
Ya. Adakah Tuan di sana"
Saya mengambil kesimpulan.
Hanya Allah yang boleh menyimpulkan. Dia tahu segalanya, dan alam pikir manusia bagaikan pengendara yang duduk di atas kuda yang tidak patuh dan dibawa kemana-mana ke tempat-tempat yang mereka tidak bermaksud mengunjunginya. Hanya Allah yang boleh menyimpulkan" Dia tahu segalanya" Oh Wekil, semangat Anda loyo karena terlalu banyak makan daging domba dan couscous. Karena Allah Maha Tahu , Dia tidak perlu menyimpulkan, hanya barangsiapa yang mencari solusilah yang menggunakan akal, tanpa mengetahui jawaban, tariklah kesimpulan.
Saya dengar Tuan seorang talebseorang terpelajar yang berguru ke banyak sekolah, Tuan berbicara dengan kata-kata yang tidak seorangpun memahami. Tuan juga percaya bahwa Abu el Nassr membunuh lelaki di Wadi Tarfaui"
Ya. Apakah Tuan di sana"
Tidak. Jadi apakah orang mati itu yang memberitahu Tuan"
Wekil, bahkan daging domba yang Anda santap pun tahu bahwa orang mati tidak bisa bicara!
Effendi, sekarang Tuan yang tidak sopan! Tuan tidak ada di sana, dan orang mati tidak bisa bicara, bagaimana kemudian Tuan tahu bahwa Abu el Nassr adalah pembunuhnya"
Saya mengambil kesimpulan.
Saya telah katakan hanya Allah lah yang boleh mengambil kesimpulan.
Saya melihat jejak dan mengikutinya, dan kemudian itu menuntun saya ke Abu el Nassr. Dia mengakui bahwa dia telah melakukan pembunuhan.
Bahwa Tuan telah menemukan jejaknya bukan bukti bahwa dia seorang pembunuh, karena tidak ada seorang yang pernah terbunuh oleh jejak di pasir. Bahwa dia mengakui pembunuhan itu juga tidak mempengaruhi saya juga, dia adalah kush-shakan"n seorang pelawak, yang maksudnya hanya mau bersenda-gurau.
Orang tidak ada yang bergurau tentang pembunuhan.
Tapi ada yang bergurau dengan seorang lelaki, dan tuanlah lelaki itu. Tuan juga percaya bahwa dia menembak pemandu Tuan, Sadek"
Ya. Apakah Tuan di sana"
Pasti. Dan Tuan lihat itu" Sangat jelas. Hajji Halef Omar juga saksi.
Baiklah sekarang, jadi Abu el Nassr menembak pemandu Tuan, dan karenanya
Tuan benar-benar menuduh bahwa dia seorang pembunuh.
Tentu saja. Sihdi! Kiranya Allah mendadani penilaian Tuan, segera Tuan tahu bahwa orang janganlah mengambil kesimpulan.
Dan kenapa tidak" Karena Tuan saksi penembakan pemandu Tuan maka Tuan mengambil kesimpulan bahwa Abu el Nassr seorang pembunuh"
Itu terbukti dengan sendirinya.
Salah! Tidak, jika itu adalah akibat dari dendam berdarah . Apakah dendam berdarah terdapat di negeri Tuan"
Tidak. Maka saya katakan ke Tuan, bahwa pembalasan berdarah adalah bukan suatu pembunuhan. Tidak ada seorangpun hakim yang akan menghukum dia, hanya mereka yang menjadi sanak si korban yang berhak untuk mengejar dia.
Tapi Sadek tidak menghinanya.
Berarti kerabat Sadek yang menghinanya.
Bahkan tidak juga begitu kejadiannya, Wekil. Saya mau katakan secara pribadi bahwa saya tidak mau berurusan dengan Abu el Nassr ini yang sebenarnya bernama Hamd il Amasat dan sebelumnya juga menyandang nama orang Armenia, sejauh dia meninggalkan saya dengan damai. Tapi dia telah membantai pembantu kami Sadek yang mana putranya Omar Ben Sadek dan dia, sebagai Anda katakan tadi, mempunyai hak mengambil nyawa si pembunuh. Abaikan itu, asalkan Ayah Kemenangan ini tidak pernah berpapasan jalan lagi dengan saya, kalau tidak saya akan bikin perhitungan lagi dengannya!
Sihdi, sekarang kata-kata Tuan menjadi bijaksana. Saya akan berbicara dengan Omar, dia akan mengijinkannya pergi, tapi Tuan menjadi tamu saya selama Tuan kehendaki.
Dia bangkit dan menuju ke halaman. Saya sudah tahu bahwa akan tidak mungkin membujuk Omar membatalkan niatnya. Benarlah, tak lama kemudian dengan wajah murung sang Wekil kembali dan masih terdiam ketika pinggan daging domba yang telah disiapkan oleh jari-jari indah yang berpacar dari Mawar dari Kbili dibawa masuk. Halef dan saya segera menyerbunya dengan gagah berani. Pada saat itu, tepat ketika sang Wekil mengatakan bahwa Omar akan menerima bagian makanannya di halaman karena dia tidak akan meninggalkan tawanannya, terdengarlah teriakan kencang dari luar. Saya dengarkan baik dan teriakan minta tolong itu terdengar lagi:
Breh, effendina Tolong saya!
Permintaan itu pasti ditujukan ke saya. Saya meloncat dan bergegas ke halaman. Omar terbaring di tanah berjuang melawan para serdadu, si tawanan sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya. Di samping jalan keluar, berdiri si pelayan hitam, menatap saya dengan senyum lebar di wajahnya sambil mendengus:
Sudah pergi Sihdi tuh dia kabur!
Tiga langkah kemudian saya sampai di depan rumah, dan saya lihat Abu el Nassr menghilang di antara pohon-pohon korma. Dia mengendara onta pacu, yang jelas-jelas larinya kencang luar biasa. Saya terka apa yang tadi terjadi. Sang Wekil telah gagal di halaman, tapi dia berniat untuk menyelamatkan Abu el Nassr, dia memerintahkan si pelayan hitam untuk menyiapkan onta dan memerintah serdadu untuk menangkap Omar sementara mereka memotong putus tali pengikat si tawanan. Sebelas pahlawn yang gagah berani ini berani melawan seorang saja dan rencananya berhasil. Tentu saja kesuksesan ini bernilai sangatlah mahalnya. Omar menggunakan pisaunya, dan ketika saya memisahkan pergumulan itu, saya lihat lebih dari seorang telah berdarah. Dia telah pergi, Sihdi! si pemandu muda itu terengah-engah marah sekuat tenaga.
Ya, saya lihat dia. Ke arah mana dia kabur"
Ke arah sana. Saya tunjukkan arahnya dengan tangan.
Tuan hukum saja mereka, effendi, tapi saya mengejar yang kabur itu.
Dia memakai onta kendara Walau begitu akan saya tangkap dia.
Tapi engkau tak punya binatang kendara.
Sihdi, saya punya banyak teman di sini yang akan menghadiahkan saya binatang yang baik, dan korma, dan kantung air. Sebelum dia bisa menghilang di balik cakarawala, saya sudah akan dapati jejaknya. Tuan berdua juga akan mendapati jejak saya kalau Tuan memutuskan untuk mengikuti.
Dia segera bergegas pergi.
Halef telah melihat semuanya itu dan juga telah membantu saya melepaskan Omar dari para serdadu. Dia marah bukan buatan.
Kenapa kalian bebaskan orang itu, hai anjing, nenek moyang tikus dan clurut&
Dia pasti akan meneruskan hukman nyanyian pujian itu kalau saja sang Wekila tidak turun ke halaman. Dia telah memakai kembali cadarnya.
Apa yang terjadi" dia bertanya ke saya.
Serdadu mengeroyok pemandu saya.
Murdarlar, tshapkinler Kalian bajingan, kalian bangsat! Dia berteriak, menghentak-hentakkan kakinya dan meremas pergelangannya yang merah dari balik bajunya.
Dan telah membebaskan si tawanan&
Tshodshukler, dolandyryshler Kalian bangsat pengkhianat, kalian tukang tipu! Dia melanjutkan dan kelihatannya bermaksud menyerang mereka secara fisik.
Atas perintah Wekil. Saya tambahkan.
Wekil" Bu kurd, bu jalangdshy, bu faidasitzlikler, bu imaddshilikler Cacing itu, yang tidak patuh itu, tidak bermanfaat, kepala babi! Tangan saya akan berurusan dengannya, ile gertshekki hemen shimdi dan pasti dengan segera, dalam sekejap mata! Dia berbalik dan banting setir, penuh amarah, menuju ke selaml"k.
Wahai pemerintahan yang menyenangkan dari para sandal, betapa tongkat kekuasaan sama saja di utara di selatan, di timur di barat. Halef tampak terlihat lega dan berkata,
Perempuan itu adalah sang Wekil, dan lelaki itu sang Wekila, dan kita lebih baik berada dibawah Gi"lgeda wekilan"n dalam Bayangan Istri Wekil, daripada kita mempunyai Bu-Djeruldu dan dalam perlindungan Gi"lgeda padischachn"n Bayangan Padishah. Hamdulillah Puji bagi Tuhan, bahwa saya benar-benar tidak beruntung menjadi Wekil dari Wekila itu.
TAMAT Bersambung ke Tschikarma (Penculikan)
Pendekar Aneh Naga Langit 25 Wiro Sableng 082 Dewi Ular Pedang Kayu Harum 5
^