Pencarian

Mengejutkan Kawan 1

Mengejutkan Kawan Kawannya Einstein Anderson Karya Seymour Simon Bagian 1


1 BUNGA API LISTRIK BEKER berdering tepat ketika Einstein Anderson menyelimuti
tubuhnya lebih rapat lagi. Dengan mata masih mengantuk Einstein
memandang ke sekeliling kamarnya. Ia tak ingat mengapa ia menyetel
bekernya begitu pagi. Apakah ia merencanakan pergi ke pantai"
Apakah hari itu ada pertandingan bola" Atau ada eksperimen yang
hendak ia lakukan" Barulah Einstein ingat. Hari itu adalah hari pertama sekolah di
kota Sparta. Liburan musim panas telah usai. Hari-hari tidur nyenyak
sampai puas di pagi hari (kecuali di akhir pekan) sudah merupakan
sejarah. Hari itu adalah hari pertamanya di kelas enam, Sekolah
Menengah Sparta. Aku harus bangun dan mematikan beker, begitu pikir Einstein.
Tetapi bukannya bangun dari ranjang, ia malah meringkuk di dalam
selimut untuk beberapa saat.
"Matikan beker itu, Einstein," adiknya, Dennis, berteriak dari
kamarnya sendiri. "Aku tak tahan suara berisik itu."
Hari itu juga merupakan hari pertama sekolah bagi Dennis. Ia
duduk di kelas tiga Sekolah Dasar Sparta. Tetapi ia tak memiliki beker
sendiri. Ia tak membutuhkannya. Einstein selalu membangunkan
Dennis pada hari-hari sekolah. Suatu hiburan bagi Einstein.
"Adam, Dennis, apakah kalian sudah bangun" Makan pagi akan
siap dalam sepuluh menit," Bu Anderson berteriak memanggil dari
bawah. Adam adalah nama Einstein sesungguhnya. Tetapi kebanyakan
orang memanggilnya Einstein, seperti nama ilmuwan terkenal di abad
kedua puluh ini. Adam sudah tertarik kepada ilmu pengetahuan
sepanjang ingatannya. Ia telah memecahkan begitu banyak teka-teki
ilmiah sehingga teman-temannya dan bahkan beberapa gurunya mulai
memanggilnya dengan julukan Einstein.
"Ya, saya bangun sekarang," sahut Einstein. Ia bangkit dari
ranjang dan berjalan ke arah lemari untuk mematikan bekernya.
Einstein sengaja meletakkan beker itu jauh dari tempat tidur, karena ia
tahu kalau tidak begitu ia pasti akan langsung mematikannya dan
kembali tidur. Dari pintu sebelah ia mendengar Dennis beringsut dari
ranjang, masih menggerutu akibat bunyi beker yang berisik.
Einstein pergi ke kamar mandi. Selesai mandi, ia kembali ke
kamarnya dan menatap ke luar jendela. Hari itu merupakan hari yang
sejuk dan kering, seperti biasanya di awal bulan September. Aroma
musim gugur pun mulai terasa ketika ia menghirup udara segar.
Einstein memilih untuk mengenakan kemeja lengan panjang,
celana jeans, sepatu kets, dan jaket baseball dari bahan nilon. Celana
jeans yang ia pilih merupakan kesukaannya, yaitu yang robek-robek di
bagian lutut. Tetapi ketika baru hendak memakainya, ia ingat bahwa
ibunya telah memaksa agar ia mengenakan celana baru pada hari
pertama sekolah. Jeans yang baru masih kaku dan terasa belum cocok. Ia
menghela napas seraya mengenakannya. Kenapa sih para orangtua
mengharuskan anak mereka memakai pakaian baru pada hari pertama
sekolah" pikirnya. Dr. Anderson, ayah Einstein, sedang menuang kopi ketika
Einstein dan Dennis turun makan pagi. Ia menyapa kedua putranya
dengan penuh kasih sayang. Dr. Anderson adalah seorang dokter
hewan. Kadang-kadang ia telah berangkat pagi-pagi sebelum anakanaknya bangun karena mendapat panggilan darurat.
Bu Anderson menaruh setumpuk besar kue dadar di atas piring.
Ia menuangkan segelas penuh jus untuk masing-masing putranya.
Kemudian ia menerima secangkir kopi dari suaminya.
"Bu, dengan tangan sebelah mana Ibu biasanya mengaduk
kopi?" tanya Einstein.
"Hmm, dengan tangan kananku," jawab Bu Anderson, merasa
heran atas pertanyaan itu.
"Wah, itu lucu," kata Einstein. "Kebanyakan orang mengaduk
kopinya dengan sendok."
Semuanya menggeram gemas. Einstein senang menceritakan
lelucon, semakin aneh semakin baik.
"Sudah, cepat habiskan sarapanmu," kata Bu Anderson. "Aku
harus berangkat ke kantor, dan aku tak punya waktu untuk
mendengarkan lelucon-lelucon anehmu," sambungnya dengan ramah.
Bu Anderson bekeija sebagai seorang penulis dan editor di Tribune,
salah satu dari dua surat kabar yang ada di kota Sparta. Ia sering
menuangkan omongan dan tingkah laku anak-anaknya ke dalam cerita
lucu yang ditulisnya di surat kabar.
Einstein dan Dennis menghabiskan makan pagi mereka dan
berjanji untuk mencuci piring sepulang sekolah. Kemudian mereka
mengambil buku catatan dan alat tulis lalu pergi meninggalkan rumah.
Dalam perjalanan ke halte bus sekolah, Einstein memamerkan
sebongkah batu yang ia temukan sehari sebelumnya kepada adiknya.
Batu itu mempunyai lapisan atas yang mengilap dan disebut mika. Ia
juga menunjukkan seekor kumbang klik besar yang berada di tanah.
"Mengapa ia dinamakan kumbang klik?" tanya Dennis.
"Lihat," sahut Einstein. Ia membalikkan kumbang itu hingga
telentang. Si kumbang tergeletak untuk beberapa saat. Lalu dengan
suara "klik" yang keras ia melompat ke udara dan mendarat di atas
kakinya. Lalu cepat-cepat kabur.
Ketika bus berhenti di halte dekat rumah keluarga Anderson, di
dalamnya baru ada beberapa anak. Begitu Einstein naik ke dalam bus,
ia melihat Pat Burns duduk di kursi belakang.
Pat Burns bukanlah sahabat baik Einstein. Tepatnya, ia adalah
teman sekelas yang paling tak disukai Einstein. Semua anak di kelas
memanggilnya Pat si Jahat. Pat berbadan paling besar di kelas dan
sekaligus paling jahat. Ia selalu berusaha mengusili anak lain. Einstein
tak takut menghadapi Pat bila perlu, tetapi ia biasanya mengatasi Pat
dengan menggunakan otaknya.
Einstein baru saja membungkuk untuk duduk di kursi dekat
pintu depan, ketika Pat berseru. "Wah, wah. Lihat siapa itu. Bukankah
itu teman sekelasku yang terkenal, Einstein Anderson" Beserta adik
bayinya, Dennis." "Siapa yang kaupanggil bayi?" kata Dennis. "Kalau kau ingin
melihat seperti apa rupa seorang bayi, lihat saja di cermin!"
"Apa?" bentak Pat. "Kau mau menantangku berkelahi" Cukup
satu pukulan saja kau sudah pingsan."
"Dengan napasmu yang bau itu, tak usah memukul pun semua
orang sudah pingsan," balas Dennis.
Einstein tertawa, tetapi langsung berhenti ketika ia melihat Pat
berjalan ke depan. Pat berdiri di depan Einstein dan berbicara
kepadanya. "Bisa kaucari satu alasan mengapa aku tak perlu
meninjumu sekarang?" ia bertanya.
"Aku tak dapat menemukan satu alasan pun untuk kau
meninjuku," sahut Einstein. "Tetapi aku tahu beberapa alasan
mengapa kau sebaiknya tidak memukulku."
"Sebutkan," tantang Pat.
"Salah satu alasan adalah aku akan balas memukulmu," jawab
Einstein. "Dan alasan lainnya adalah kau tak dapat menduga apa yang
akan terjadi jika kau memukul seorang ilmuwan."
"Aku berani mencoba," kata Pat.
Einstein terlihat berpikir keras. Apakah ia harus berkelahi
dengan Pat" Kacamatanya merosot turun sampai ke hidung, dan ia
mendorongnya naik kembali dengan jari. Tiba-tiba ia berdiri. Ia
menggulung lengan jaketnya. Kemudian dengan cepat ia menggerakgerakkan lengannya ke depan ke belakang di samping badannya
seperti orang sedang berlari cepat.
"Apa yang kaulakukan?" tanya Pat. "Kau sudah gila?"
"Tidak sedikit pun," jawab Einstein. "Aku hanya ingin
menunjukkan kepadamu bahwa aku tidak menyembunyikan apa-apa
di balik lengan jaketku. Sekarang aku akan memberikan kejutan yang
takkan kaulupakan seumur hidup."
Einstein menjulurkan lengannya dan menunjuk hidung Pat
dengan ujung jarinya. Tiba-tiba terjadi loncatan bunga api dari ujung
jari Einstein ke ujung hidung Pat. Pat berteriak dan melompat mundur.
Secepat kilat ia telah berada kembali di bagian belakang bus, berusaha
menghindar sejauh-jauhnya dari Einstein.
"Hebat sekali," kata Dennis. "Kau berangkat sekolah lengkap
dengan kabel-kabel di sekujur tubuhmu?"
"Tidak," sahut Einstein. "Aku hanya sadar bahwa hari ini adalah
hari baik untuk membuat bunga api."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
Einstein membuat loncatan bunga api itu"
Bus mulai penuh orang. Di balik ramainya percakapan orangorang di sekitar mereka, Dennis bertanya, "Apakah itu tadi benarbenar bunga api listrik?"
"Ya," sahut Einstein. "Penjelasannya sederhana sekali. Aku
dapat membuat bunga api listrik karena adanya listrik statis."
"Kalau begitu kau benar-benar melengkapi diri dengan kabel di
balik jaketmu," kata Dennis.
"Ini tak ada hubungannya dengan kabel," Einstein menjelaskan.
"Semua benda memiliki muatan listrik, positif dan negatif. Biasanya
muatan positif dan negatif sama banyaknya, sehingga saling
menetralkan. Kau takkan merasa apa-apa."
"Maksudmu di tubuhku terdapat listrik?" tanya Dennis sambil
menunjuk dirinya.ebukulawas.blogspot.com
"Kita semua punya," sahut Einstein. "Demikian pula segala
bahan"termasuk nilon dan wol. Tetapi kau dapat membuat muatan
listrik itu bergerak dengan cara menggosok-gosok. Kau pasti pernah
mengalami ketika kau menyisir rambut dengan sisir nilon, dan tibatiba kau mendengar suara gemeritik" Atau ketika kau menanggalkan
sweater wolmu, dan timbul percikan bunga api listrik" Nah, hal itulah
yang terjadi tadi. Ketika aku menggosok-gosok lenganku ke jaket
nilonku, aku menjadi bermuatan listrik. Kuarahkan jariku ke dekat
hidung Pat, dan muatan listrik itu melompat dari tanganku ke
hidungnya. Aku dapat melakukan hal yang sama jika aku tadi berdiri
di atas karpet nilon atau wol, dan menggosok-gosok kakiku di atas
permukaannya." Ia menggesek-gesekkan kakinya di atas lantai bus.
"Jadi tidak ada hubungannya dengan hari baik untuk membuat
bunga api?" tanya Dennis.
"Oh, ada," Einstein berkata. "Kalau udara lembap, muatan
listrik dengan cepat akan habis dan tak akan timbul bunga api. Tetapi
hari ini dingin dan kering, cocok sekali untuk listrik statis."
"Yah, listrik statis tadi rupanya dapat mengatasi Pat," Dennis
berkata sambil tersenyum puas.
"Tepat," kata Einstein. "Aku yakin pelajaran hari ini
memberikan sedikit muatan pada otaknya."
2 BINATANG ANEH "KAU pasti tahu bahwa aku tak suka memelihara binatang
biasa, Einstein," Stanley berkata. Ia merapikan ke belakang rambut
hitamnya yang panjang, karena turun menutupi mata.
"Maksudmu seperti bayi ular boa-mu?" tanya Einstein. "Atau
sarang semut kayu yang ada di ruang bawah tanahmu?"
"Bukan. Itu semua cuma binatang piaraan biasa," sahut Stanley.
"Yang kumaksud adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Sesuatu yang
kau takkan percaya bahwa aku bisa cukup beruntung
mendapatkannya." "Jangan bilang apa-apa, biar kutebak," Einstein berkata.
Stanley Roberts ialah sahabat Einstein yang sedikit lebih tua
daripadanya. Ia sama tertariknya kepada hal-hal ilmiah seperti
Einstein. Mereka sedang asyik ngobrol di "laboratorium" Stanley"
sebuah ruangan loteng yang terletak persis di bawah atap. Orangtua
Stanley mengizinkan Stanley memakai ruangan itu untuk melakukan
eksperimen-eksperimennya. Ruangan itu penuh barang yang
kelihatannya seperti sampah... tapi Stanley menyebutnya "peralatan
ilmiah". "Kau mau memelihara seekor king kobra, ular paling
mematikan di dunia," kata Einstein, yang suka sekali menggoda
Stanley. "Atau mungkin seekor hiu putih raksasa seperti dalam film
Jaws. Bukan" Kalau begitu, apakah kau ingin memiliki binatang yang
tak pernah rugi?" "Binatang apa itu?" tanya Stanley sambil terus-menerus
menggelengkan kepalanya setiap Einstein menyebut suatu nama
hewan. "Binatang yang tak pernah rugi," jawab Einstein, "tentu saja
laba-laba." Stanley menggeram kesal. "Mestinya aku tak bertanya," ia
berkata. "Berhentilah bergurau, Einstein. Aku serius, nih. Kau ingin
kuberitahu tentang binatang yang akan kupelihara, atau kau cuma
ingin mendengarnya nanti di berita?"
"Sori," kata Einstein. "Ceritakanlah, kini telingaku terbuka
lebar-lebar." "Bagus," balas Stanley. "Sekarang dengarkan. Beberapa minggu
yang lalu aku melihat iklan di majalah yang menawarkan seekor
binatang unik. Binatang yang tak dimiliki siapa pun di negara ini.
Tentu saja yang ini masih bayi, karena kalau sudah dewasa tak ada
yang bisa memeliharanya di rumah."
"Wah, ini sungguh menarik," Einstein berkata. "Jangan biarkan
aku menduga-duga. Apa nama binatang itu?"
"Dalam iklan hanya disebut MLN. Dikatakan bahwa ia berasal
dari di sebuah danau yang sangat dalam di bagian utara Kepulauan
Inggris." "Seperti apa rupa hewan ini?" tanya Einstein lagi.
"Aku telah menulis kepada pemasang iklan tersebut dan mereka
mengirim penjelasan tentang binatang itu. Warnanya hijau dan
kulitnya bersisik. Lehernya panjang, lengannya seperti sirip, dan ia
sangat pandai berenang."
"Berapa besar ukuran tubuhnya?" Einstein terus menyelidik.
"Yah, yang ini masih bayi, jadi bisa dipelihara dalam akuarium
berukuran dua ratus liter yang kusimpan di ruang bawah tanah," jawab
Stanley. "Lalu mau kauapakan dia bila sudah besar dan tak muat lagi
dalam akuarium?" "Aku akan mengadakan perundingan khusus dengan pihak
Akuarium Nasional. Mereka pasti mau menerimanya karena tak ada
orang yang memiliki hewan seperti itu. Jangan heran jika nanti surat
kabar dan TV membuat berita besar tentang penyerahan MLN dariku
kepada Akuarium Nasional. Mungkin ibumu mau menulis artikel
tentang ini untuk korannya, Einstein." Ia menyibakkan kembali
rambutnya ke belakang dan tampak bangga.
"Mungkin," kata Einstein. Kacamatanya merosot ke ujung
hidungnya. Dapat dipastikan ia sedang, berpikir.
"Ada apa" Kau tak kelihatan gembira," tanya Stanley.
"Tak tahulah," sahut Einstein. "Tetapi aku punya perasaan
bahwa aku pernah tahu mengenai binatang piaraanmu ini. Coba
katakan, Stanley, apakah harganya mahal?"
"Tentu saja," jawab Stanley. "Aku harus bekerja selama
beberapa minggu untuk dapat membelinya. Kau tentu tahu, orang
yang menjual binatang ini harus mengurus izin ekspor dari Skotlandia
agar bisa mengirimnya masuk ke negara kita."
"Dari Skotlandia! Oh, tidak!" seru Einstein. "Kau sudah
mengirim uangnya?" "Belum," sahut Stanley. "Kupikir sebaiknya aku pergi ke kantor
pos dan mengirimkannya dengan pos wesel. Dengan demikian,
uangku takkan hilang."
"Aku punya cara lebih baik untuk mencegah hilangnya
uangmu," Einstein berkata.


Mengejutkan Kawan Kawannya Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana?" tanya Stanley.
"Jangan kaukirim," jawab Einstein.
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Binatang apa
yang sedang mereka bicarakan" Mengapa Stanley sebaiknya
tidak membelinya" "Kenapa?" Stanley bertanya. "Apakah kau menduga ada udang
di balik batu?" "Bukan udang," sahut Einstein. "Lebih tepat dikatakan ada
monster di balik batu."
"Apa sih maksudmu, Einstein" Kaupikir hewan apa yang
sebenarnya mereka maksud?"
"Lihat petunjuk-petunjuknya, Stanley. Pertama, ada inisial
MLN. Kedua, asalnya dari danau yang sangat dalam di Skotlandia.
Ketiga, hewan ini hijau, berleher panjang, dan pandai berenang."
"Aku masih belum mengerti," kata Stanley.
"Kuberi kau satu petunjuk lagi," Einstein berkata. "Bahasa
Skotlandia untuk danau adalah loch. Huruf L dalam MLN adalah
singkatan dari loch."
Wajah Stanley seketika memerah. "Oh, tidak," katanya. "Kalau
L berarti Loch, maka N pasti Ness..."
"Dan M di awal adalah Monster," Einstein menyelesaikan.
"Iklan itu menawarkan bayi Monster Loch Ness. Kalau memang
hewan itu benar ada, tak seorang pun yang pernah dapat
menangkapnya. Penulis iklan itu hanya berusaha menipu orang yang
cukup tolol untuk mengirim uang."
"Agaknya kau benar, Einstein," ujar Stanley. Ia tampak muram.
Einstein berusaha menghiburnya. "Jangan sedih," katanya.
"Bagaimanapun juga, rasa ingin tahu ilmiahmulah yang membuatmu
ingin membeli MLN." "Ya, betul juga. Tetapi mungkin lebih baik menjadi skeptis
(kurang percaya, ragu-ragu)."
Einstein mengambil majalah yang tergeletak di atas meja dan
membolak-balik halamannya. "Memang benar," ia berkata. "Lihatlah
beberapa cerita di sini. Yang satu ini tentang seseorang melihat UFO
dan berjumpa dengan makhluk angkasa luar ketika mereka keluar dari
pesawatnya. Dan ini ada artikel yang dapat menentukan apakah hari
ini adalah hari keberuntunganmu, dilihat dari posisi bintang-bintang
dan planet. Seorang ilmuwan membutuhkan bukti sebelum ia bisa
percaya tentang apa yang dibaca atau didengarnya."
"Ya, aku jadi merasa tolol telah mengatakan kepada diriku
sendiri untuk membeli seekor bayi Monster Loch Ness," kata Stanley.
Einstein tak dapat menahan diri. "Kau tidak menjadi tolol
karena berkata kepada diri sendiri," ucapnya. "Tapi karena
mendengarkan." 3 PENINGGALAN DARI BENUA YANG HILANG
HARI ini hari Sabtu pertama sejak sekolah dimulai lagi. Ingin
sekali Einstein tidur sampai siang, tapi Margaret mengundangnya
datang ke rumahnya dan bermain seharian di sana.
Pertama-tama, rencana mereka adalah mengerjakan proyek
ilmiah tugas sekolah. Eksperimen yang akan mereka lakukan
membutuhkan sebuah penghitung Geiger. Margaret telah meminjam
alat itu dari Bibi Bess yang juga seorang profesor biologi di
Universitas Nasional. Setelah selesai Margaret akan memamerkan
penemuan barunya kepada Einstein.
Margaret Michaels adalah teman sekelas sekaligus sahabat
Einstein. Ia juga saingan Einstein dalam mendapat gelar siswa terbaik
bidang IPA di sekolah. Sering kali Margaret berusaha untuk mengerjai
Einstein dengan teka-teki ilmiah atau sejenisnya. Biasanya Einstein
selalu bisa menjawab teka-teki itu, tetapi ia tahu Margaret berniat
sekali mengalahkannya. Ketika Einstein tiba di rumah Margaret, penghitung Geiger
telah disiapkan di atas meja bersama-sama dengan barang-barang lain
yang dibutuhkan untuk proyek itu.
"Kau tahu kan, penghitung Geiger mengeluarkan cahaya
berkedip-kedip dan berdetak kalau ada radioaktivitas," Margaret
berkata. "Tentu, semakin cepat kedip dan detaknya, berarti semakin kuat
radiasinya," sahut Einstein.
"Betul," kata Margaret. Ia menunjuk meter pengukur yang
terdapat pada penghitung itu. "Besarnya radiasi dapat dibaca pada
skala yang ditunjukkan jarum penunjuk ini. Sekarang mari kita bahas
lagi rencana proyek yang akan kita pamerkan di pameran ilmiah. Kita
akan mengadakan eksperimen untuk mengetahui apakah pupuk yang
ditaruh di lapisan atas permukaan tanah benar-benar dipakai oleh
tanaman. Kita akan mencoba salah satu pupuk kimia bernama fosfor.
Bibi Bess akan mendapat sejumlah fosfor radioaktif untuk
laboratoriumnya di universitas. Ia menghendaki kita menyiapkan dua
kelompok tumbuhan berdaun untuk percobaan kita. Ia akan
mengambil tanaman-tanaman itu malam ini dan menaruh fosfor di
permukaan tanahnya pada hari Senin."
"Kemudian kita bisa menguji apakah ada fosfor yang mencapai
daun tanaman itu," lanjut Einstein.
"Benar," sahut Margaret. "Sabtu depan kita akan datang ke
tempat Bibi Bess. Nanti ia akan menunjukkan kepada kita bagaimana
cara memanfaatkan penghitung Geiger untuk menguji daun-daun
tanaman itu secara tepat dan aman. Kita akan memeriksa apakah
daun-daun itu mengandung radioaktivitas."
"Kalau ada radioaktivitas, berarti daun-daun itu menyerap
fosfor dari permukaan tanah," sambung Einstein. "Kedengarannya ini
merupakan proyek yang bagus untuk pameran nanti."
"Memang," kata Margaret. "Sekarang ayo kita mulai bekerja
menyiapkan tanaman."
Selama satu jam berikutnya Margaret dan Einstein menanam
dan mengelompokkan tanam-tanaman berdasarkan besar dan
kesegarannya ke dalam empat buah pot. Akhirnya selesai juga tugas
itu mereka kerjakan. "Ayo kita makan siang dulu," Margaret berkata. "Setelah itu
aku akan memperlihatkan penemuan rahasiaku yang akan
mengejutkan dunia ilmu pengetahuan. Pasti aku akan mendapat
hadiah dari penemuan-penemuanku ini. Tunggu saja sampai kau
melihat apa yang kutemukan."
Einstein sebenarnya hampir tak tahan lagi menyembunyikan
rasa penasarannya, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Tentu,
Margaret," katanya. "Kau pasti akan memenangkan hadiah... tapi aku
tak berani menahan napas menunggunya. Ayo makan."
Selesai makan siang Margaret mengajak Einstein kembali ke
hadapan penghitung Geiger di atas meja. Ia menyuruh Einstein duduk
menunggu sementara ia sendiri pergi meninggalkan ruangan. Ketika
kembali, di tangannya terdapat sebuah kotak karton.
"Sebelum aku memperlihatkan benda-benda aneh yang ada
dalam kotak ini kepadamu," Margaret berkata, "aku akan
menceritakan kisah tentang Atlantis. Kau pernah mendengar nama
Atlantis, Einstein?"
Einstein menatap kotak yang tadi dibawa Margaret. Apa
hubungannya kotak itu dengan Atlantis" ia menduga-duga.
"Maksudmu yang disebut-sebut sebagai Atlantis benua yang
hilang?" tanya Einstein. "Itu adalah sebuah benua yang dipercayai
pernah ada beberapa ratus tahun lalu. Kemudian terjadi sesuatu hal,
mungkin gempa bumi atau letusan gunung api, yang menyebabkan
benua itu hancur total. Tapi, bukankah itu hanya mitos?"
"Belum tentu." Wajah Margaret berseri-seri penuh semangat,
lalu ia melanjutkan. "Atlantis dikabarkan tenggelam di tengah
samudera. Selama beratus-ratus tahun orang berusaha mencari kota
yang hilang ini. Tapi sekarang kurasa aku menemukan bukti bahwa
Atlantis memang benar-benar pernah ada."
Margaret mengeluarkan seluruh isi kotak karton itu ke atas
meja. "Lihatlah barang-barang ini," ia berkata.
Einstein mendekat ke meja dan melihat dua buah benda. Yang
satu sebuah belati terbuat dari logam berwarna kekuningan. Satu lagi
berupa lembaran tipis seperti kertas dengan semacam tulisan di salah
satu sisinya. "Ini tak mempunyai banyak arti bagiku," Einstein berkata.
"Hanya sebilah pisau kuningan dan selembar benda semacam kertas
dengan tulisan cakar ayam di atasnya."
"Yang kaumaksud dengan tulisan cakar ayam itu sesungguhnya
adalah pesan rahasia dari pemimpin bangsa Atlantis," Margaret
berkata. "Aku menemukan benda-benda ini di dalam peti kapal tua di
ruangan bawah atap. Peti itu pasti sudah berada di sana sejak rumah
ini dibangun, sebelum kami tinggal di sini." Ia menunjuk kertas itu.
"Setelah mempelajari tulisan ini dengan teliti aku berhasil mengetahui
bahwa benda-benda ini berasal dari Atlantis,benua yang hilang."
"Kaupikir aku akan mempercayaimu begitu saja?" tanya
Einstein. "Memangnya aku ini Pat si Jahat" Kau pasti cuma
mengarang cerita ini untuk mengelabuiku. Apa kau bisa membuktikan
bahwa kedua benda ini benar-benar berusia ratusan tahun?"
"Jelas, aku bisa membuktikan secara ilmiah dengan
radioaktivitas," sahut Margaret. "Kau tentu tahu bahwa usia bendabenda tertentu dapat ditentukan lewat jumlah radioaktivitas yang
terkandung di dalamnya."
"Tentu saja aku tahu," sahut Einstein. "Misalnya teknik
pengukuran usia dengan karbon radioaktif."
"Tepat, memang cara itulah yang kugunakan," kata Margaret.
"Karbon radioaktif disebut karbon 14. Karbon 14 ini terkandung pada
setiap benda yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan. Jumlah
karbon 14 yang terdapat dalam benda itu terus berkurang, dan menjadi
tinggal setengahnya setiap 5570 tahun. Jadi misalnya kalau sepotong
kayu didapati hanya mengandung setengah dari jumlah karbon 14
yang terdapat pada pohon yang masih hidup, berarti usia kayu itu
diperkirakan 5570 tahun."
"Dan kau menggunakan penghitung Geiger untuk menentukan
usia benda-benda ini?" tanya Einstein.
"Betul sekali," kata Margaret. "Perkiraanku, belati dan kertas ini
berusia lebih dari lima ratus tahun."
"Ayolah, Margaret," kata Einstein. "Kau kan tahu bahwa teknik
mengukur usia dengan karbon 14 itu sulit sekali. Pengukurannya harus
dilakukan dengan alat yang teliti di laboratorium. Dan kau dapat
melakukannya cukup dengan penghitung Geiger ini?"
"Apa kau dapat membuktikan bahwa dengan cara itu aku tak
bisa?" tantang Margaret sambil tersenyum lebar. "Kalau kau tak dapat
membuktikan bahwa aku salah, berarti aku mungkin benar. Dan kedua
benda ini mungkin saja menjadi penemuan ilmiah terpenting yang
pernah ditemukan oleh seorang siswa Sekolah Menengah Sparta. Ayo,
apa lagi yang bisa kaukatakan, Einstein Anderson?"
Einstein terdiam beberapa saat. Kemudian ia mendorong naik
kacamatanya yang melorot turun, dan berkata, "Aku bisa mengatakan
bahwa kau lupa pada satu hal yang sangat penting, Margaret. Dan
fakta itu membuktikan bahwa ceritamu sama bohongnya dengan belati
dan kertas ini." Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Di manakah
letak kesalahan Margaret" Bagaimana Einstein tahu bahwa
ceritanya bohong" "Ayo teruskan, Einstein. Apa yang kulupakan?" tanya Margaret.
"Kau sendiri mengatakan bahwa pengukuran usia dengan
karbon 14 hanya dapat digunakan pada benda yang tadinya berasal
dari makhluk hidup, baik tumbuhan atau hewan," Einstein berkata.
"Oh, oh," kata Margaret. "Rasanya kini aku tahu kesalahanku.
Belatinya, kan?" "Yep. Belati itu yang membongkar kebohonganmu. Belati
terbuat dari logam, bukan dari hewan atau tumbuhan. Dan segala yang
terbuat dari logam takkan dapat dihitung usianya dengan
menggunakan karbon 14."
"Lain kali kau pasti dapat kutipu," Margaret berkata sambil
membereskan barang-barangnya.
"Pertama-tama kau harus meminta petunjuk pada seorang
tukang bangunan," kata Einstein.
"Kenapa dari tukang bangunan?" tanya Margaret.
"Karena ia akan mengajarkan padamu, kalau kau ingin
membangun sebuah cerita..."
"Ya?" "...kau perlu dasar yang kuat."
4 THE HALLOWEEN HORROR HALLOWEEN adalah waktu terbaik untuk menonton film
setan. Hal itulah yang terus-menerus dikatakan Dennis Anderson
kepada ibunya. Akhirnya Bu Anderson setuju. Dennis boleh pergi
menonton The Halloween Horror hari Sabtu siang jika Einstein mau
menemaninya. "Asyik, Ibu cantik, deh," kata Dennis. "Sekarang saya akan
mengajak Einstein. Ia kan menggemari film fiksi ilmiah dan monster,
pasti ia mau ikut." Dennis lari menaiki tangga menuju kamar Einstein dan
mendorong pintu kamarnya lebar-lebar. Einstein sedang berbaring di
ranjang sambil membaca buku tentang cara makhluk hidup
mengetahui waktu. "Ibu bilang aku boleh menonton The Halloween Horror kalau
kau mau menemaniku. Kamu mau, kan, Einstein" Ya?" Dennis
memohon. "Apa kau tak pernah belajar mengetuk pintu sebelum masuk?"
kata Einstein melongok dari balik bukunya. "Bagaimana kalau aku
sedang melakukan eskperimen dan kau menerjang masuk seperti tadi."
"Sori," kata Dennis. "Maukah kamu menemaniku menonton"
Kita bisa memilih pertunjukan pukul dua siang pada hari Sabtu."
Einstein berpikir sebentar. "Ya, okelah, Dennis," ia berkata.
"Paginya aku harus pergi ke rumah Margaret untuk mengerjakan
proyek kami, tapi aku akan kembali untuk makan siang, dan
sesudahnya kita bisa pergi menonton The Halloween Horror."
Hari Sabtu ternyata merupakan hari yang cerah. Einstein
bangun pagi-pagi dan pergi ke rumah Margaret. Dennis pergi bermain
dengan seorang temannya. Mereka berdua kembali pada tengah hari
untuk makan siang, lalu berangkat ke bioskop.
Dalam perjalanan Einstein menunjukkan kepada Dennis bahwa
bayangan sebuah benda lebih pendek pada siang hari daripada pagi
atau sore hari. Ia menjelaskan cara kerja jam matahari dan bagaimana
perputaran bumi menyebabkan matahari tampak terbit dan terbenam.
Ia juga mulai menjelaskan bagaimana pemanasan oleh matahari
menimbulkan angin, tapi tiba-tiba ia berhenti.
"Aku baru ingat sesuatu," kata Einstein. "Dennis, kau tahu
tidak, apakah di dekat matahari bertiup angin?"
"Hmm, kurasa tidak. Bukankah angkasa luar adalah ruang
hampa?" sahut Dennis.
"Betul. Tapi ada alasan yang lebih cocok. Kalau di sekitar
matahari ada angin, tangan siapa yang cukup besar untuk
melindunginya supaya tidak mati tertiup?" kata Einstein sambil
tersenyum lebar. "Huh," kata Dennis. "Lebih baik kaulanjutkan dengan hal-hal
ilmiah, Einstein. Atau kita bicarakan film setan yang akan kita lihat."
"Omong-omong tentang setan," Einstein berkata, "tahukah kau
bagaimana setan membangun rumahnya?"
"Hah, bagaimana?"
"Mulai dengan membuat kerangkanya," jawab Einstein.


Mengejutkan Kawan Kawannya Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, nggak lucu," kata Dennis.
"Yah, mungkin kafan-kafan aku harus melatih lagi lelucon
setanku," kata Einstein.
"Aku menyerah," sahut Dennis.
Antrean di depan loket karcis sudah cukup panjang ketika
keduanya tiba di bioskop. Einstein akhirnya dapat juga membeli
karcis, lalu keduanya langsung masuk.
Film belum dimulai, tapi di dalam bioskop sudah agak gelap.
Einstein membeli sekotak pop-corn, baru setelah itu ia dan Dennis
berjalan ke kursi mereka di dekat barisan depan.
Begitu mereka duduk, terdengar sebuah suara memanggil
mereka dari belakang bioskop. "Hai, Einstein, ini aku, Pat. Herman
juga ada bersamaku. Boleh kami duduk di sebelahmu dan adikmu"
Kami sedang menuju ke tempatmu."
Einstein membenamkan kepalanya ke balik kursi. Mengapa Pat
mau duduk di sampingnya" Mereka bisa dibilang saling tidak bicara
sejak hari pertama sekolah, ketika Einstein mengagetkan Pat di bus.
Dan Einstein juga tidak bersahabat dengan Herman, tangan kanan Pat.
"Apa kabar, Einstein sobatku?" kata Pat. "Herman dan aku baru
saja datang, dan begitu melihatmu duduk di sini, aku langsung tahu
bahwa kau ingin kami duduk di sampingmu. Ya nggak, Herman?"
"Apa katamulah, Pat," ujar Herman, kelihatan bingung. "Tapi,
bagaimana dengan bo..."
"Sudahlah, Herman," potong Pat. "Tutup mulutmu, dan biarkan
aku yang berpikir." "Itu sama saja tak mungkin. Dua-duanya," Einstein berkata.
Sebelum Pat sempat menjawab, seorang petugas bioskop
bergegas ke tempat Pat dan Herman duduk. "Kalian ini yang tadi
melempar bom air dari balkon," ia berkata. "Tahu, apa akibatnya"
Sekelompok anak kelas dua menjadi basah kuyup, sehingga sekarang
mereka harus pulang bertukar pakaian dan tidak jadi menonton film.
Sekarang, kalian berdua kuusir dari gedung bioskop ini."
"Kenapa kami?" tanya Pat. "Kami tak melempar apa-apa.
Kapan kejadiannya" Kami baru datang, dan melihat teman kami
Einstein duduk di sini, kami langsung menghampiri dan duduk di
sampingnya." Pat berpaling kepada Einstein. "Betul, kan?" katanya.
"Yah, kau memang baru saja datang ke sini," sahut Einstein. Ia
terlihat sedang berpikir. "Kapan tepatnya anak-anak itu kena tembak?"
tanyanya kepada si petugas.
"Sekitar sepuluh menit yang lalu," jawab petugas itu. "Tadi saya
sibuk mengurusi mereka. Tapi saya sempat melihat anak yang
melempar bom air itu, dan saya rasa inilah mereka."
"Bagaimana mungkin kami melempar bom air?" tanya Pat.
"Sudah saya katakan, kami baru saja masuk ke dalam bioskop."
Einstein mendorong naik kacamatanya ke atas hidung.
"Melempar bom air kepada anak-anak kecil itu sama sekali tidak
lucu," ia berkata. "Sekarang mereka tak bisa menonton film, dan
kurasa orang yang melempar bom air itu juga tak boleh menonton."
"Tapi kami baru masuk," debat Pat. "Jadi tak mungkin kami
pelakunya." "Kau bohong, Pat," jawab Einstein tenang. "Kau tidak baru
masuk. Kau telah berada di sini cukup lama."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Dari mana
Einstein tahu bahwa Pat dan Herman tidak baru saja masuk ke
dalam gedung bioskop"
"O, yeah?" tantang Pat. "Dari mana kau bisa tahu sejak kapan
kami ada di sini" Kau sendiri baru masuk."
"Justru itu," jawab Einstein. "Aku baru masuk ke sini dan masih
belum bisa melihat dengan baik. Di luar matahari bersinar terang dan
di dalam sini gelap sekali. Mata kita butuh waktu paling tidak sepuluh
atau lima belas menit untuk menyesuaikan dengan keadaan gelap,
baru setelah itu dapat melihat dengan jelas."
"Terus?" tanya Pat.
"Jadi bagaimana kau bisa mengenaliku dari belakang bioskop"
Kalau kau baru datang, aku duduk di barisan belakang pun takkan bisa
kaulihat, apalagi di depan."
"Ayo," kata petugas bioskop kepada Pat dan Herman. "Keluar,
keluar! Aku tahu memang kalian berdua yang melempar bom air."
Einstein menoleh kepada Dennis sementara Pat dan Herman
digiring keluar. "Kau tahu," katanya, "mungkin Pat bisa langsung
melihat begitu masuk. Dia kan memang biasanya berada dalam
kegelapan." 5 JENDELA PECAH EINSTEIN ingin sekali sampai di sekolah sebelum bel masuk
berbunyi agar ia dapat bertemu Margaret untuk membahas proyek
ilmiah yang sedang mereka kerjakan. Ia menelepon Margaret tadi
malam untuk menyusun rencana. Mereka sepakat untuk bertemu di
halaman sekolah pukul delapan keesokan paginya.
Einstein bangun pagi-pagi. Ia segera mandi, berpakaian, dan
turun membuat sarapannya sendiri. Ayahnya tengah menikmati
secangkir kopi di dapur sambil duduk membaca koran pagi.
"Ada apa kamu bangun sepagi ini, Adam?" tanya Dr. Anderson.
Ayah dan ibu Einstein masih memanggil anak mereka dengan nama
aslinya. "Saya hendak berangkat ke sekolah pagi-pagi hari ini untuk
bertemu Margaret dan membahas proyek kami," jawab Einstein.
"Itu bagus," kata Dr. Anderson. "Bangun pagi-pagi adalah salah
satu cara agar kau selalu berjalan di muka yang lain."
"Tidak, terima kasih, Yah," kata Einstein. "Saya lebih suka
berjalan di atas tanah."
Dr. Anderson menggeram. "Cukup, Adam," ia berkata. "Ini
masih terlalu pagi untuk bergurau."
Einstein tak setuju dengan pendapat ayahnya. Tak pernah
terlalu pagi"atau terlalu malam" untuk sebuah lelucon yang bagus,
pikirnya. Tetapi melihat air muka ayahnya, ia tahu persis bahwa itu
bukanlah saat yang tepat untuk berdebat. Oleh karena itu ia buru-buru
menghabiskan sarapannya, mengambil jaket, dan pergi menunggu bus
sekolah yang lebih awal. Menurut jadwal, seharusnya bus datang pukul setengah delapan.
Tapi pukul setengah delapan lewat, bus belum juga muncul. Sudah
terlambat baginya untuk beijalan kaki jika ia ingin sampai di sekolah
pukul delapan. Einstein baru saja akan kembali ke rumah dan meminta
ayahnya mengantar ke sekolah ketika tiba-tiba ia melihat bus akhirnya
datang. Ketika bus berhenti di halte, Einstein segera dapat melihat ada
sesuatu yang tak beres. Kaca jendela belakang bus pecah dan
pecahannya berserakan di dalam bus.
Einstein naik ke dalam bus dan melihat bahwa selain dirinya
hanya ada dua penumpang lain. Keduanya adalah siswa SMA, duduk
di deretan tengah. Mereka bercakap-cakap dan tertawa keras-keras.
Salah seorang berteriak ketika melihat Einstein, "Hei, ada anak
bermata empat dari sekolah bayi. Mau apa dia naik bus ini" Bus
sekolah bayi baru datang nanti."
Einstein mulai marah, tapi ia tak berkata apa-apa. Keberanian
yang paling tinggi adalah menahan diri, ayahnya selalu berkata. Lebih
baik diam daripada kena pukul, demikian Einstein mengartikannya.
Einstein duduk di kursi tepat di belakang sopir. Ketika bus
mulai bergerak, ia mencondongkan badannya ke depan dan bertanya,
"Apa yang terjadi dengan jendela belakang, Pak" Apakah tadi ada
kecelakaan?" "Mungkin memang terjadi kecelakaan," sahut si sopir. Ia
tampak risau. Ia mendorong sedikit topinya ke belakang, lalu
melanjutkan, "Tapi mungkin juga tidak."
"Apa maksud Bapak?" tanya Einstein heran. "Apakah Bapak
tak melihat kejadiannya" Bukankah jendela yang pecah itu adalah
alasan mengapa bus terlambat?"
"Yah, sebenarnya aku benar-benar tidak melihat bagaimana
kaca jendela itu pecah. Kedua anak SMA itu tengah bermain di dekat
kursi belakang. Tiba-tiba aku mendengar suara keras dan langsung
kuinjak rem kuat-kuat. Kupikir bus menabrak sesuatu. Ketika aku
menoleh ke belakang jendela telah pecah."
"Apakah anak-anak yang di belakang tak melihat apa yang
teijadi?" tanya Einstein.
"Justru itu. Mereka mengatakan bahwa suara keras yang
kudengar berasal dari luar bus. Mereka berkata ketika aku menginjak
rem mereka terlempar ke belakang. Salah seorang sedang memegang
buku-buku pelajarannya. Buku-buku itu menghantam jendela
demikian kerasnya hingga kacanya pecah."
"Apakah Bapak percaya terhadap mereka?" Einstein bertanya
lagi. "Tak tahulah," sahut si sopir. "Aku membersihkan pecahanpecahan kaca dan menyuruh mereka menjauh dari jendela. Itulah
sebabnya bus jadi terlambat. Kukira anak-anak itu memang iseng dan
memecahkan kaca dengan sengaja. Tapi aku tak dapat
membuktikannya, jadi agaknya aku hanya bisa mengawasi mereka
lebih ketat lain kali. Mereka selalu membuat kekacauan dan keributan
di dalam bus." Einstein mendorong naik kacamatanya dan diam sejenak. "Apa
yang akan teijadi bila Bapak dapat membuktikan bahwa mereka
memecahkan jendela dan cerita mereka hanya tipuan?" tanyanya.
"Kalau itu memang perbuatan mereka, kaca yang pecah harus
mereka bayar dengan bekerja bakti seusai sekolah. Dan mereka akan
diperingatkan bahwa jika mereka bermain yang berbahaya seperti itu
lagi, mereka harus berjalan ke sekolah dan dilarang naik bus. Tapi
bagaimana caranya aku dapat membuktikan bahwa mereka
memecahkan jendela?"
"Saya pikir ada satu cara," jawab Einstein. "Mintalah mereka
datang ke sini untuk mengulang cerita mereka."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
Einstein dapat membuktikan bahwa kedua anak itu berbohong"
Sopir bus menghentikan kendaraannya dan memanggil kedua
anak SMA itu ke depan. "Aku ingin kalian menceritakan padaku
bagaimana jendela bisa pecah," perintahnya.
"Tadi kami telah menjelaskannya," salah seorang berkata.
"Ceritakan lagi," kata si sopir.
"Biar kujelaskan padanya," kata anak lainnya. "Begini kira-kira
kejadiannya. Dari luar bus ada suara keras. Agaknya bus melindas
sebuah botol atau sejenisnya hingga pecah. Kemudian Bapak
menginjak rem. Saya sedang memegang buku, dan ketika bus berhenti
mendadak saya tersentak ke belakang. Buku-buku di tangan saya
terlempar mengenai jendela sehingga kacanya pecah. Itu semua adalah
kecelakaan." "Tak mungkin," Einstein berkata.
"Apa maksudmu, tak mungkin?" kata anak yang bercerita.
"Tahu apa kau" Satu-satunya hal yang tak mungkin adalah kau dapat
membuktikan bahwa aku berbohong."
"Yah, seperti motto para ilmuwan antariksa, yang sukar dapat
langsung kami kerjakan, yang tak mungkin butuh waktu sedikit.
Dalam kasusmu, yang tak mungkin dapat langsung kukerjakan."
"Buktikan. Dari tadi kerjamu ngomong terus."
"Buktinya sederhana saja. Cukup dengan memahami inersia."
"Apa itu?" tanya salah seorang anak SMA tadi.
"Hukum inersia mengatakan bahwa sebuah benda yang sedang
bergerak akan selalu berusaha mempertahankan geraknya ke arah
yang sama. Newton-lah orang yang pertama kali menyatakan hal itu,
sehingga hukum tadi juga dikenal sebagai Hukum Newton Pertama,"
Einstein menjelaskan. "Ketika bus berhenti mendadak, kalian dan semua benda
terlempar ke depan bus, bukan ke belakang. Jadi kalian tak mungkin
memecahkan kaca karena terdorong ke belakang menabrak jendela.
Kalian memecahkan jendela dengan cara lain, bukan karena bus
berhenti mendadak." Kedua anak itu saling memandang dengan tampang bersalah.
"Jadi memang kami memecahkan jendela," seorang berkata. "Kau
mau apa" Ayahku akan membayar kerusakannya."
"Kalian tak bisa lolos sebegitu mudah," kata sopir bus. "Aku
yakin Kepala Sekolah, Bu Kaplan, akan tertarik mendengar cerita
tentang kalian, pembuat onar." ebukulawas.blogspot.com
"Memakai orangtua untuk mengeluarkan kalian dari masalah
adalah kelakuan anak kecil," Einstein berkata.
"Dan aku tahu mainan apa yang cocok untuk anak seperti
kalian," kata sopir bus seraya menggiring mereka. "Kerincingan."
6 KERTAS ULANGAN IPA Bu TAYLOR, guru IPA Einstein, sedang membagikan hasil
ulangan IPA kemarin. Tiap anak satu per satu menerima hasil
kerjanya, dan yang lain berusaha mengintip berapa nilai yang
diperolehnya. Biasanya hal itu tak perlu. Kita bisa mengetahui apakah
nilainya bagus atau jelek dari ekspresi yang tampak pada wajah
seseorang. Tentu saja, tak seorang pun berminat mengintip nilai Einstein.
Ia pasti menjawab semua soal dengan benar. Tetapi kali ini terjadi
suatu keanehan. Bu Taylor tiba-tiba berhenti membagikan kertas ulangan.
"Anak-anak," ia berkata, "saya ingin mengucapkan selamat kepada Pat
karena mendapat nilai tertinggi di kelas ini. Malah dialah satu-satunya
yang berhasil menjawab semua soal dengan benar." Bu Taylor
mengembalikan kertas ulangan Pat.
Kelas mendadak menjadi gaduh. Sebagian anak menoleh
kepada Pat, yang tengah tertawa dan mengacung-acungkan kedua
lengannya seperti baru saja menjadi juara pertandingan besar. Yang
lain melihat ke arah Einstein, yang sedang menggeleng-geleng kaget.
Einstein tak ingat ada soal ulangan yang dirasanya sukar. Yang mana
yang sampai ia jawab salah" pikirnya.
"Nah, ini milikmu, Adam," kata Bu Taylor. "Saya agak terkejut
melihatnya. Mungkin kamu mau membicarakannya dengan saya nanti
sehabis pelajaran?" Einstein mengambil kertas ulangannya dan kembali ke
kursinya. Ia menatap kertas itu dengan rasa tak percaya. Banyak sekali
tanda silang mencoret jawabannya. Nilai yang tertera di pojok kanan
atas adalah 30. Apakah ini kertas ulangannya" Ia melihat nama yang
tercantum. Jelas sekali terpampang, nama yang tertulis di atas kertas
adalah Adam Anderson. Dan itu adalah tulisan tangannya.
Tapi tunggu dulu, Einstein berkata pada dirinya sendiri. Banyak
sekali bekas hapusan pada jawaban-jawabannya. Ia merasa tak pernah
menghapus jawabannya. Dan apa pula ini" Ia tak pemah menjawab "B" untuk soal
pertama. Ia tahu bahwa jawaban yang benar adalah "C", yaitu Marslah yang disebut planet merah.
Bukan hanya itu, tetapi huruf "B" itu pun sama sekali tidak
mirip dengan cara Einstein menulis "B". Hal yang serupa terjadi pada
seluruh jawaban di atas kertas Einstein. Dari semua jawaban yang
salah, tak satu pun yang ia ingat telah menulisnya. Dan di bawah
jawaban-jawaban yang salah itu Einstein dapat melihat jawaban
sesungguhnya yang telah dihapus.
Einstein tak sabar lagi untuk membicarakan tentang kertas
ulangannya kepada Bu Taylor. Begitu istirahat makan siang dimulai,
Einstein langsung menuju meja gurunya.
"Bu Taylor," kata Einstein, "ada yang tak beres dengan kertas
ulangan saya." "Itu sudah jelas," sahut Bu Taylor. "Saya tak habis mengerti


Mengejutkan Kawan Kawannya Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kenapa kamu begitu banyak menjawab salah. Kamu kan belum pemah
mendapat nilai kurang dari seratus pada ulangan-ulangan IPA yang
lain." "Bukan itu maksud saya," kata Einstein. "Jawaban-jawaban
yang salah pada kertas ini bukanlah jawaban yang saya tulis. Coba
lihat huruf-huruf jawaban yang salah ini, Bu. Semuanya bukan tulisan
tangan saya. Bukan cuma itu, tetapi bisa Ibu lihat di bawah jawaban
yang salah, terdapat jawaban sebenarnya yang telah dihapus."
Bu Taylor mengambil kertas itu dan memeriksanya dengan
teliti. "Kamu benar," ia berkata. "Saya tak melihat bekas hapusan ini
ketika memeriksanya tadi malam. Tetapi siapa yang telah
mengubahnya, dan bagaimana caranya?"
"Ulangan diadakan kemarin pagi," Einstein berkata. "Sesudah
itu, bisa Ibu ceritakan apa saja yang terjadi terhadap kertas-kertas
ulangan seluruh kelas?"
"Baik, coba kita lihat," Bu Taylor berkata. "Saya
mengumpulkan kertas-kertas itu dan menguncinya di dalam lemari
arsip hingga pukul tiga siang. Semalam semuanya saya bawa pulang
untuk dinilai. Kemudian hari ini saya bawa lagi ke sekolah untuk
dibagikan ke seluruh kelas."
"Apakah mungkin ada yang mengambil kunci lemari arsip?"
Einstein bertanya. "Saya rasa tak mungkin," jawab Bu Taylor. "Kunci itu saya
gabungkan dengan kunci-kunci sekolah milik saya lainnya dalam satu
gantungan kunci. Saya yakin tak seorang pun mengambil gantungan
kunci yang selalu saya bawa itu."
"Apakah ada kunci lain?" tanya Einstein.
"Saya menyimpan satu kunci cadangan di bawah pot tanaman
yang ada di atas lemari arsip. Mungkin... oh, saya baru ingat. Saya
menyuruh Pat ke ruangan itu untuk mengambil kapur kemarin. Lama
sekali baru ia kembali. Apakah kamu kira ia mungkin mengambil
kunci itu?" "Mengapa kita tidak pergi ke sana dan memeriksa?" kata
Einstein. "Ayo," sahut Bu Taylor.
Bu Taylor beijalan menyusuri lorong di depan kelas menuju
ruang perlengkapan, diikuti Einstein. Sinar matahari yang masuk
membuat seisi ruangan itu terang benderang. Lemari arsip bersandar
pada salah satu dinding ruangan itu. Sebuah lukisan pemandangan
tergantung di dinding atas lemari. Pot tanaman yang dimaksud Bu
Taylor terletak di atas lemari. Daun-daunnya yang lebar menjuntai ke
arah dinding hingga menyentuh lukisan. Di dalam ruangan juga
terdapat sebuah meja dan beberapa kursi. Satu kotak besar berisi
kapur dan beberapa pak kertas berada di atas meja.
"Apakah ada sesuatu yang tampak habis diusik?" Einstein
bertanya. "Saya tak yakin," sahut Bu Taylor. "Rasanya ada sesuatu yang
tak seperti biasanya, tapi saya tak tahu apa. Mungkin juga itu cuma
imajinasi saya." "Bagaimana dengan kuncinya?" tanya Einstein lagi. "Apakah
masih ada di bawah pot?"
"Entah," kata Bu Taylor. "Saya tak pernah menyentuh tanaman
itu sejak Jumat lalu. Coba saya lihat." Ia berjalan mendekati pot
tanaman dan mengangkatnya dari atas lemari arsip. Di bawah pot
tergeletak kunci yang dimaksud.
"Ini dia kuncinya," Bu Taylor berkata. "Saya kira Pat bisa saja
mengambilnya, membuka lemari, mengganti jawaban di atas kertas
ulangan, lalu mengembalikan kunci ini. Tapi bagaimana saya bisa
memastikannya?" "Apakah ada orang lain yang masuk ke ruangan ini sejak Pat
mengambil kapur?" tanya Einstein.
"Tidak," sahut Bu Taylor. "Saya tahu pasti bahwa tak seorang
pun masuk ke ruangan ini sejak minggu lalu kecuali Pat dan saya
sendiri." "Kalau begitu, saya ingin mengajukan satu saja pertanyaan
kepada Pat," Einstein berkata. "Kalau ia menjawab salah, maka saya
tahu bahwa dialah yang mengganti jawaban ulangan."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Petunjuk
penting apa yang didapat Einstein" Pertanyaan apa yang akan
diajukannya kepada Pat"
Bu Taylor menyuruh seorang pengawas untuk memanggil Pat
dari ruang makan. Ketika Pat sampai di ruang perlengkapan, ia sudah
berhenti tertawa. "Saya rasa Einstein keberatan atas nilai ulangan yang
didapatnya," kata Pat. "Tapi apa hubungannya dengan saya?"
"Kita lihat saja," sahut Einstein. "Maukah engkau menjawab
satu pertanyaan supaya kita semua bisa yakin?"
"Kenapa tidak?" kata Pat. "Aku tidak melakukan apa-apa."
"Kemarin, waktu kau masuk ke ruang perlengkapan untuk
mengambil kapur, apakah kau menyentuh barang-barang lain yang
ada dalam ruangan?" tanya Einstein.
"Aku tidak menyentuh apa-apa selain kapur," jawab Pat.
"Apakah kau yakin kau tidak memindahkan pot tanaman dan
mengambil kunci lemari arsip?" tanya Einstein.
"Aku tak pernah menyentuh tanaman itu!" seru Pat.
"Kalau begitu aku tahu pasti bahwa kau berbohong," balas
Einstein. "Daun-daun tanaman yang dibiarkan begitu saja akan
tumbuh ke arah datangnya cahaya. Tapi daun tanaman ini menghadap
ke arah dinding, menjauhi sinar matahari. Seseorang telah mengangkat
pot tanaman ini dan memutarnya dalam dua hari belakangan ini. Bu
Taylor tak pernah menyentuh tanaman ini sejak minggu lalu, jadi satusatunya orang yang mungkin memutar tanaman ini adalah dirimu."
Wajah Pat berubah pucat. Ia terlihat gelisah.
"Kau pasti menemukan kunci itu," lanjut Einstein, "membuka
lemari arsip, mengganti jawaban ulanganmu dengan jawaban yang ada
di atas kertasku, dan mengganti jawabanku dengan jawabanmu yang
lama. Kemudian kau meletakkan kembali kertas-kertas itu ke dalam
lemari, menguncinya, dan mengembalikan kunci ke tempatnya. Satusatunya kesalahan yang kaubuat adalah kau meletakkan kembali pot
tanaman dengan arah daun yang salah."
Einstein berhenti sejenak. Lalu, "Bisa kita katakan bahwa pada
teka-teki ini terdapat petunjuk yang sengaja "ditanam"."
7 TANTANGAN STASIUN ANGKASA LUAR
"STASIUN angkasa luar raksasa berputar pelan jauh di atas
atmosfer Bumi. Dari pesawat perbekalan yang kian mendekat, stasiun
angkasa luar itu terlihat seperti sebuah roda sepeda super besar.
Stasiun angkasa luar itu direncanakan sebagai basis peluncuran
ekspedisi berawak pertama ke planet Mars.
"Bagaimana kedengarannya kalimat tadi sebagai pembukaan
sandiwara radio kita, Einstein?" Margaret bertanya. "Kau kan tahu kita
harus menyerahkan naskah sandiwara sebelum Hari Thanksgiving.
Lalu kita membagi-bagi peran dan memainkannya seminggu sebelum
liburan Natal." "Aku tak begitu ahli menulis," kata Einstein. "Kurasa sebaiknya
aku menjadi semacam penasihat teknis untuk memastikan bahwa
seluruh cerita tak ada yang bertentangan dengan kenyataan ilmiah.
Kalau aku yang menulis sandiwaranya, bisa-bisa kita merayakan Hari
Thanksgiving dua kali."
"Apa maksudmu merayakan dua kali?" tanya Margaret.
"Yang pertama kita makan kalkun, yang kedua sandiwara radio
kita sendiri jelek seperti kalkun."
"Ayo, Einstein, jangan bercanda terus," kata Margaret tak dapat
menahan senyum. "Aku butuh bantuanmu menulis naskah, bukan
membantuku di bagian ilmiahnya."
"Aku kurang yakin, Margaret," ujar Einstein. "Aku telah
membaca naskah yang telah kautulis sejauh ini, dan kupikir ada
beberapa hal yang aspek ilmiahnya dapat dipertanyakan."
"Oke, mari kita bahas bagian-bagian itu dan memastikan tidak
ada lagi kesalahan ilmiah, dan sesudah itu kita bisa kembali
menyelesaikan naskah. Kuharap kaudengar bahwa aku mengatakan
kita, Einstein." "Soal itu kita bicarakan nanti," sahut Einstein. "Pertama-tama,
ayo kita perbaiki bagian ilmiahnya dulu."
"Aku sudah siap dari tadi," kata Margaret. "Kurasa sama sekali
tak ada yang salah. Tapi aku bersedia mendiskusikannya denganmu."
"Baik," buru-buru Einstein berkata, melihat tanda-tanda
kemarahan mulai muncul di mata Margaret. "Dalam naskah ini
dikatakan bahwa beberapa pria dan wanita sedang menyelesaikan
stasiun angkasa luar agar siap untuk melakukan peluncuran. Para
pekerja mengenakan pakaian angkasa luar bertekanan udara untuk
melindungi tubuhnya dari keadaan di luar yang hampa udara. Tentu
saja, mereka berada dalam keadaan tanpa gaya tarik selama mengorbit
Bumi." "Apa ada yang salah dengan semua itu?" Margaret bertanya.
"Tidak, tidak," sahut Einstein. "Aku hanya mengulang kondisikondisinya agar kita bisa sepakat tentang itu semua."
"Teruskan," kata Margaret.
"Nah, inilah beberapa kejadian yang ada di dalam naskah,"
Einstein berkata. "Kau menceritakan bagaimana para pekerja
memindahkan balok-balok baja yang besar dengan mudah
menggunakan tangan dan melemparkannya ke tempat tujuan.
Beberapa pekerja menggunakan palu tanpa berat untuk memantekkan
paku. Kau juga menuliskan ada seorang pekerja tertimpa balok baja
tanpa berat dan tidak terluka karena balok itu tak mempunyai berat."
"Jadi?" tanya Margaret tak sabar.
"Biar aku lanjutkan," kata Einstein. "Masih ada beberapa situasi
lagi yang terjadi kemudian. Kau mengatakan seorang pekerja secara
tak sengaja robek pakaiannya hingga berlubang, dan ia secara tragis
meledak karena tekanan dari tubuhnya lebih besar daripada ruang
angkasa yang hampa."
"Kau masih belum mengatakan padaku bagian mana yang
kaupikir salah," kata Margaret.
"Ketika di stasiun angkasa luar itu terjadi listrik padam dan
lampu-lampu mati, salah seorang tokoh menyalakan lilin agar ia dapat
melihat untuk memperbaiki generator," lanjut Einstein.
"Ah-ha," Margaret memotong. "Aku tahu pikiranmu. Bagian
stasiun angkasa luar di mana lilin itu dinyalakan adalah bagian yang
bertekanan dan memiliki udara. Kau tentu tahu, tak mungkin aku
mengarang bahwa ada orang bisa menyalakan lilin di ruang hampa
udara, bukan?" "Bukan itu masalahnya," kata Einstein, "tetapi lilin tetap takkan
menyala lama." "Stasiun angkasa luar itu kan mempunyai banyak cadangan
udara," kata Margaret. "Mengapa bisa sampai mati" Apa ada
kesalahan sepanjang naskah itu" Bagiku tampaknya semua yang tadi
kausebut benar." "Kupikir tidak," Einstein berkata. "Ada empat kesalahan yang
kutemukan hanya dari situasi-situasi yang tadi telah kukatakan."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Apa saja
keempat kesalahan yang telah ditemukan Einstein"
"Einstein," Margaret berkata, "kalau kau dapat membuktikan
padaku bahwa benar-benar ada empat kesalahan, aku akan
menyelesaikan sisa naskah sendiri dan kau cukup menjadi konsultan
teknis." "Siiip," kata Einstein. "Kesalahan pertama yang kulihat adalah
bahwa para pekerja stasiun angkasa luar memindahkan balok-balok
baja yang besar dengan mudah."
"Tetapi balok-balok itu tak mempunyai berat pada orbit," balas
Margaret. "Memang betul, tapi hal itu tak ada pengaruhnya dalam kasus
ini. Alasannya adalah sebuah benda yang sedang bergerak akan
cenderung tetap bergerak dan sebuah benda yang diam akan
cenderung terus diam."
"Itu adalah inersia," kata Margaret.
"Tepat," lanjut Einstein. "Lebih besar massa sebuah benda,
lebih banyak pula inersia yang dimilikinya. Meskipun berada di orbit,
massa suatu benda tetap sama, demikian pula inersianya. Balok baja
mengandung massa yang besar, maka balok itu menjadi sukar
digerakkan walaupun tak mempunyai berat."
"Agaknya kau benar," Margaret berkata. "Dugaanku kesalahan
kedua adalah menggunakan palu tanpa berat untuk memantek paku."
Ia mulai berjalan mondar-mandir.
"Bukan, itu benar," kata Einstein. "Palu tetap memiliki inersia.
Ketika palu dipukulkan ke paku, palu itu tetap memberikan gaya.
Paku pada balok juga memiliki inersia untuk tetap tak bergerak, dan
paku itu memberi gaya reaksi terhadap palu sehingga palu terhenti.
Hal itu membuat paku dapat dipantekkan pada tempatnya."
"Kalau begitu, aku tahu apa kesalahan kedua," kata Margaret.
"Seorang pekerja yang tertimpa balok baja tetap akan terluka karena
adanya inersia balok dan inersia dirinya sendiri."
"Ya, betul." Einstein berdiri dan mulai mengikuti langkah
Margaret. "Kesalahan berikutnya adalah apa yang terjadi ketika
pakaian seorang pekerja terobek. Kau mengatakan ia akan meledak
karena tekanan tubuhnya. Tapi bukan itu kenyataannya. Tekanan
dalam tubuhnya terlalu lemah untuk bisa menimbulkan suatu ledakan.
Malah, ia bisa hidup sekitar setengah menit di angkasa luar sebelum ia
kehilangan kesadaran akibat tak adanya udara dan suhu yang dingin."
"Eh, bukankah hal itu ada di film?" tanya Margaret. Lalu ia
duduk. "Ya," jawab Einstein, ikut duduk, "dalam film 2001: A Space
Odyssey terdapat satu adegan yang memperlihatkan salah seorang
penjelajah Jupiter hidup selama beberapa detik di angkasa luar.
Banyak orang mengira bahwa adegan itu tak mungkin, tetapi justru
itulah sebenarnya yang akan terjadi jika pakaian angkasa luar robek."
"Baru ada tiga kesalahan, Einstein." Margaret kembali berdiri
dan mulai mondar-mandir. "Dan tak ada lagi. Kau tahu bahwa
sebatang lilin tetap akan menyala jika terdapat cukup udara di dalam
stasiun angkasa luar."
"Aku khawatir tidak." Einstein menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak, jika tak ada listrik dan kipas angin mati sehingga tak ada
udara bergerak di dalam stasiun. Api hanya bisa menyala jika karbon
dioksida dan gas-gas sisa lainnya bergerak ke atas, seperti di Bumi.
Tetapi gas-gas itu tak mempunyai berat di angkasa luar, sehingga
mereka tidak menyingkir. Dalam waktu singkat gas-gas pembuangan
yang berada di dekat lilin akan mematikan nyala api."
"Apakah tak ada cara untuk membuat lilin tetap menyala?"
tanya Margaret. "Tentu ada," jawab Einstein. "Kau dapat meniup lilin agar gasgas sisa tersingkir. Atau kau bisa menggerakkan lilinnya agar
terhindar dari gas hasil pembakaran itu."
Margaret berdiri kaku. Ia terlihat sedang berpikir. Kemudian ia
tersenyum. "Tunggu dulu, Einstein. Aku tak pernah mengatakan
bahwa pekerja itu meletakkan lilin di suatu tempat. Bisa saja kan ia
membawa lilin itu agar ia bisa melihat apa yang sedang ia kerjakan.
Dengan demikian lilin tetap menyala, dan kau hanya menemukan tiga
kesalahan, bukan empat. Berarti kau harus membantuku menulis
naskah." "Huh, huh," kata Einstein.
8 KEPING UANG KEPALA INDIAN
SUATU Sabtu yang hangat di awal bulan Desember, tetapi
terasa seperti di musim semi. Matahari bersinar, dan seekor burung
berwarna biru yang rupanya bertahan menghadapi musim dingin


Mengejutkan Kawan Kawannya Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkicau riang di atas pohon dekat situ.
Hari seperti ini jelas harus dinikmati di luar, rumah, pikir
Einstein. Akan kuajak Dennis berjalan-jalan naik sepeda sampai
Kolam Potter, katanya pada diri sendiri.
Einstein mengetuk pintu kamar Dennis, masuk, dan berkata,
"Apa kamu punya rencana hari ini" Mau nggak naik sepeda sampai ke
kolam" Kita bisa membuat sandwich dan makan siang di sana."
Dennis tengah memoles keping-keping uang penny bergambar
kepala Indian miliknya di atas meja. Uang penny itu dikeluarkan pada
awal abad ini, dan Dennis bangga sekali dengan koleksinya itu.
Dennis mengalihkan pandangannya dari keping-keping uang
logamnya. "Aku punya janji ke rumah temanku Larry untuk
memperlihatkan koleksi pennyku dan melihat koleksi miliknya. Tapi
itu nanti, sesudah makan siang. Aku bisa naik sepeda ke kolam pagi
ini, makan siang di sana, dan kembali naik sepeda ke rumahnya."
"Bagus," kata Einstein. "Ayo kita pergi."
Dennis mengangguk dan mengenakan jaketnya. Ia memasukkan
uang-uang logamnya ke dalam sebuah kotak kecil terbuat dari karton
lalu memasukkan kotak itu ke dalam kantong jaketnya. "Aku sudah
siap," katanya. "Aku akan membuat sandwich dan kaukeluarkan dulu sepeda
kita dari garasi," Einstein berkata. "Kita ketemu di depan rumah dalam
waktu lima menit." Perjalanan mengayuh sepeda ke Kolam Potter sangat
menyenangkan. Di tengah perjalanan Einstein menemukan sehelai
bulu burung dan menunjukkannya kepada Dennis.
"Rasakan betapa ringannya sehelai bulu," Einstein berkata.
"Sehelai bulu sangat ringan, kuat, sekaligus isolator yang baik.
Burung berdarah hangat, seperti kita. Bulu-bulunya menjaga panas
tubuhnya agar tak hilang keluar."
"Di samping semua itu, bulu membuat burung tampak cantik,"
Dennis berkata. "Oh ya, apa aku sudah pernah bercerita kepadamu tentang bulubulu burung merak yang indah?" Einstein bertanya.
"Belum, apa?" kata Dennis.
"Meskipun nomor satu, tapi adanya di buntut," kata Einstein.
"Uh, kukira kau serius," Dennis berkata.
"Aku tahu banyak cerita tentang bulu dan burung," Einstein
melanjutkan. "Tebak, bulu apa yang dihormati orang sedesa?"
"Hah" Bulu apa?" tanya Dennis.
"Bu Lurah," kata Einstein tersenyum.
Dennis tidak tertawa. Ia berusaha menekan hidungnya dengan
jari, tapi ia jadi hampir jatuh dari sepeda. "Einstein," katanya, "dalam
skala satu sampai sepuluh, leluconmu tadi kuberi nilai nol."
Pada saat anak-anak itu sampai di kolam, mereka sudah sangat
lapar. Keduanya menyandarkan sepeda masing-masing pada sebuah
pohon dan menggelar jaket mereka sebagai alas duduk. Kemudian
mereka membuka sandwich dan mulai makan.
"Ke mana perginya katak-katak di kolam pada musim dingin?"
Dennis bertanya. "Mereka melakukan hibernasi di dalam lumpur di dasar kolam,"
jawab Einstein. "Itu semacam tidur yang panjang," ia menambahkan.
"Bagaimana mereka tahu kapan saatnya untuk berhibermasi?"
tanya Dennis. "Hibernasi, bukan hibermasi" kata Einstein. "Mereka
berhibernasi ketika suhu air turun sampai di bawah titik tertentu.
Katak disebut hewan berdarah dingin, yang arti sebenarnya adalah
suhu tubuh mereka berubah-ubah sesuai dengan lingkungan. Kalau
sudah terlalu dingin, dengan sendirinya mereka akan tidur."
"Wah, sebelum kita tidur sepanjang musim dingin, ayo pulang,"
kata Dennis. "Aku berjanji pada Larry akan ada di rumahnya pukul
tiga." Mereka mengenakan kembali jaket masing-masing,
membersihkan sampah yang mereka buat, dan mulai mengayuh
pulang. Baru sekitar tiga puluh meter bersepeda, mereka melihat
seorang anak bersepeda ke arah mereka. Ketika anak itu sudah lebih
dekat, mereka langsung mengenalinya. Ternyata Herman, sahabat
karib Pat. "Halo, Herman," kata Einstein. "Bagaimana kabar dunia tipumenipu?"
"Siapa itu?" kata Herman kaget. "Oh, kau dan adik bayimu.
Aku sih tidak ada urusannya dengan tipu-menipu. Aku cuma sedang
bersepeda, kok. Pat-lah yang suka bikin macam-macam."
"Tak usah pusing, Herman," kata Einstein. "Aku hanya
bermaksud menyapa, dan juga mengucapkan selamat tinggal. Kita
ketemu di sekolah hari Senin."
Einstein dan Dennis mulai mengayuh sepedanya menjauhi
kolam. Mereka melewati Herman dan membelok di tikungan. Setelah
kira-kira lima menit mengayuh dengan kuat, Dennis tiba-tiba
mengerem sepedanya. "Rasanya uang-uang pennyku hilang," ia berteriak. "Coba
kulihat kantongku." Ia merogoh kantong jaket dan celananya. "Tak
ada di sini," katanya. "Mereka pasti jatuh dari jaket waktu aku
mendudukinya di pinggir kolam. Ayo kembali dan kita cari di sana."
Anak-anak itu berputar arah lagi. Ketika sampai di tikungan,
mereka melihat Herman sedang berdiri di sisi sepedanya. Herman
sedang mengamati sesuatu di tangannya yang bercahaya memantulkan
sinar matahari. "Herman pasti menemukan uang logamku," ujar Dennis. "Ayo
kita ambil kembali. "Apakah kau menemukan uang pennyku?" Dennis berteriak
seraya mengayuh sepedanya menuju Herman.
Herman mendongak dan terlihat kaget. "Ini bukan keping penny
milikmu," katanya. "Ini kepunyaanku." Ia memasukkan uang-uang
penny itu ke dalam kantongnya.
"Apakah keping-keping itu bergambar kepala Indian dan baru
kautemukan di dekat kolam?" Dennis bertanya. "Kalau kau memang
menemukannya, itu milikku."
"Aku tidak menemukannya di dekat kolam," Herman
membalas. "Aku... ee... cuma menggalinya di tanah. Aku menemukan
keping-keping ini di bawah batu karang di jalan sepeda. Uang-uang
itu pasti telah berada di sana cukup lama."
"Maksudmu kau tidak menemukannya di dalam sebuah kotak
karton?" Dennis bertanya lagi.
"Kotak karton apa?" kata Herman. "Sudah kubilang, aku
menggalinya dan kutemukan begitu saja. Keping-keping itu tak
bertuliskan namamu. Kau tak bisa membuktikan bahwa mereka
milikmu." "Kurasa aku bisa," kata Einstein.
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
Einstein dapat membuktikan bahwa uang-uang penny itu adalah
milik Dennis yang hilang"
"Keluarkan uang-uang penny itu dan mari kita lihat," Einstein
berkata. Herman mengeluarkan keping-keping penny itu dari
kantongnya dan meletakkannya di atas telapak tangan. Terlihat
sembilan keping penny mengilat bergambar kepala Indian.
"Apakah keping-keping ini kelihatan seperti punyamu,
Dennis?" tanya Einstein.
"Aku yakin ini semua kepunyaanku," jawab Dennis. "Aku
membawa sembilan keping penny di dalam kotak. Dan aku selalu
memolesnya hingga mengilat."
"Sudah kukatakan bahwa aku menemukan kesembilan keping
ini di tanah di bawah sebongkah batu," Herman berkata. "Ini bukan
milikmu." "Kau tak mungkin menemukan uang-uang logam ini di bawah
sebuah batu," kata Einstein. "Tembaga cepat sekali memudar
warnanya kalau dibiarkan di luar. Sekeping penny tembaga akan
menjadi gelap dan hijau dalam waktu singkat. Keping-keping penny
ini sangat bersih dan mengilat. Semuanya pasti baru habis dipoles.
Kalau kau menemukannya di tanah seperti katamu, mereka pasti
berwarna suram dan gelap."
"Aku hanya bercanda," gumam Herman. Ia melemparkan uanguang itu ke arah Dennis, yang segera membungkuk untuk
mengambilnya. Setelah Herman menaiki sepedanya meninggalkan mereka,
Einstein berkata kepada Dennis, "Kalau kau disuruh memilih antara
membuang dan melempar uang, kau pilih yang mana?"
"Tidak keduanya," sahut Dennis.
"Kalau aku pilih membuang," kata Einstein. "Karena dengan
membuang setidaknya masih ada uang."
?B?K?L?W?S.BL?GSP?T.C?M 9 KONTES PATUNG SALJU SATU hari setelah hujan salju besar pertama selalu menjadi
peristiwa besar di Sekolah Menengah Sparta. Sehabis makan siang,
tidak ada pelajaran lagi. Yang ada ialah kontes membuat patung salju.
Setiap kelas boleh membuat satu patung. Pada pukul tiga patung
sudah harus selesai, begitulah peraturannya.
Penjurian akan dilakukan keesokan paginya. Sebuah komite
beranggotakan orangtua dan guru akan memberikan hadiah bagi
patung terbesar dan patung terindah.
Tahun ini hujan salju besar pertama terjadi di awal Desember.
Salju bertumpuk, lebih dari cukup untuk membuat patung-patung
salju. Tapi ada satu masalah, ramalan cuaca mengatakan bahwa
malam dan keesokan harinya suhu akan menghangat.
Udara yang hangat tentu saja akan melelehkan sebagian salju.
Tetapi akhirnya diputuskan untuk terus melaksanakan rencana kontes.
Margaret terpilih sebagai ketua komite patung salju, mewakili
seluruh anak kelas enam. Pat menggerutu mendengar kata "ketua",
tapi langsung mengatupkan mulut ketika Margaret bertanya apakah ia
hendak mengatakan sesuatu.
"Teman-teman," Margaret berkata, "tahun ini kelas enam
bertekad akan memenangkan kedua gelar untuk yang pertama kalinya.
Biasanya kelas delapan memboyong gelar patung terbesar, karena
mereka memiliki pengumpul salju yang terdiri atas anak-anak
berbadan besar. Tapi tahun ini, kelas enam kita akan mengalahkan
mereka dengan cara bekerja lebih keras. Oleh karena itu begitu kontes
dimulai seusai makan siang, yang ada hanya kerja, kerja, dan kerja!"
Kontes dimulai tepat pukul satu. Saljunya halus dan empuk,
mudah dibentuk sehingga cocok sekali untuk dibuat patung. Mulamula semuanya bekerja dengan cepat, dan dengan segera setumpuk
besar salju telah berhasil dikumpulkan. Patung bertambah besar dan
besar. Tetapi seiring dengan beijalannya waktu, siswa-siswa kelas
enam mulai capek dan keija mereka melambat. Salju mulai sedikit
meleleh akibat naiknya suhu udara.
Einstein menumpukkan sebongkah salju yang telah ia
kumpulkan dan memandang Margaret. "Aku tak yakin kita bisa
mengalahkan kelas delapan," ia berkata. "Aku baru saja melihat
patung karya mereka, dan ternyata lebih besar dari milik kita. Patung
kelas tujuh sih lebih kecil dari kita, tak jadi masalah."
"Seberapa besar kalahnya patung kita dari kelas delapan,
Einstein?" ebukulawas.blogspot.com
"Tidak terlalu banyak," aku Einstein. "Tapi anak-anak kelas
delapan masih giat bekerja, dan kelas kita sudah melambat jauh."
"Kalau begitu, pikirkan sesuatu dong, Einstein Anderson!"
teriak Margaret. "Bisakah kita memakai pengetahuan ilmiah untuk
membantu kita?" "Eh, tunggu sebentar, Margaret," kata Einstein. "Kau tahu
aturannya, kita tak boleh menggunakan alat apa pun untuk membuat
patung salju." "Maksudku bukan menggunakan alat-alat," sahut Margaret.
"Maksudku adalah menggunakan otak kita."
"Tentu," kata Einstein. "Aku berusaha keras untuk berpikir, tapi
aku kedinginan, basah, dan letih, sehingga itu agak sukar. Belum lagi
aku tadi jatuh dan kini pergelangan kakiku sakit."
"Aduh, kasihan kau, Einstein," Margaret berkata. "Mudahmudahan pergelangan kakimu tak apa-apa."
"Agaknya sih tak apa-apa," sahut Einstein. Kemudian wajahnya
berseri-seri. "Coba," ia berkata, "kau tahu tidak apa yang sering jatuh
tapi tak pernah merasa sakit?"
"Apa?" tanya Margaret.
"Salju," sahut Einstein.
"Ayo, kembali kerja," kata Margaret kesal.
"Baik, Bu Ketua," balas Einstein.
Pukul tiga kurang sepuluh menit Margaret datang menghampiri
Einstein. "Aku khawatir kita bisa kalah," ia berkata. "Kurasa kita bisa
memenangkan gelar patung salju terindah jika mereka menilai
sekarang. Tapi salju pasti akan meleleh dalam semalaman, dan kita tak
tahu seperti apa rupa patung kita besok pagi." Ia mencoba tersenyum
tapi justru membuatnya kelihatan tambah khawatir.
"Bagaimana dengan hadiah untuk patung terbesar?" tanya
Einstein. "Sudahkah kau membandingkan patung kita dengan milik
kelas delapan?" "Wah, itu untung-untungan, deh," kata Margaret. "Melihat
situasi dan kondisi, kita bisa-bisa malah tidak mendapat gelar apa-apa.
Aku benar-benar sedih. Apakah tak ada yang terpikir olehmu,
Einstein?" Einstein terdiam beberapa menit. Kemudian ia mendorong naik
kacamatanya yang melorot, dan berkata, "Aku punya ide. Ayo kita
ambil selimut-selimut tua yang ada di gudang."
"Kurasa menjaga agar tetap hangat takkan membantu kita untuk
menang," Margaret berkata.
"Menjaga kehangatan bukanlah satu-satunya fungsi selimut,"
kata Einstein. Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
rencana Einstein menggunakan selimut agar kelasnya bisa
memenangkan kontes patung salju"
"Kuharap kau tahu apa yang kaukerjakan," Margaret mengeluh.
"Akan kupanggil beberapa orang untuk membantumu mengambil
selimut." Dalam waktu singkat anak-anak telah kembali membawa
tumpukan selimut. "Oke," Einstein berkata. "Ayo kita mulai menyelimuti patung
salju kita dengan selimut-selimut ini. Dua lapis saja cukup."
"Apa kau sudah gila?" teriak Pat. "Kalau kita menyelimuti
patung ini, besok pagi semuanya sudah mencair. Kita ingin membuat
salju tetap dingin, bukan hangat!"
"Persis, itulah yang akan dilakukan oleh Selimut," Einstein
menjawab. "Selimut mengandung lapisan kantong-kantong udara
seperti pakaian kita. Udara terjebak dalam lubang-lubang kain wol
atau kain apa saja yang kalian gunakan. Kalau udara terjebak seperti
itu, ia tak bisa menghantarkan panas."
"Tapi kita ingin menyimpan dingin di dalam," kata Pat.
"Selimut akan melakukan itu dengan cara mencegah panas dari
luar menembus udara yang terjebak dan masuk ke dalam salju di
dalam. Dua buah selimut memiliki lebih banyak rongga udara, jadi
dua lapis selimut menjadi isolator yang lebih baik."
"Kuharap ini bisa berjalan baik, Einstein," Margaret berkata.
"Kalau patung kita tidak meleleh, pasti kita bisa memenangkan paling
tidak satu gelar." "Kita pasti menang," kata Einstein. "Pada zaman dulu, orang
biasa memotong balok-balok es di musim dingin dan menyimpannya
untuk musim panas. Cara membuat es tidak mencair adalah dengan
memakai isolator yang memiliki banyak kantong udara. Ada orang


Mengejutkan Kawan Kawannya Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang menutupi es itu dengan lapisan bubuk gergaji. Ada juga yang
menggunakan selimut tua."
"Tapi bagaimana kau bisa pasti bahwa cara itu akan berhasil
sekarang?" Pat bertanya. "Hanya karena pernah berhasil di masa
lalu?" "Itulah indahnya ilmu alam," jelas Einstein. "Sekali kau
mengerti bagaimana bekerjanya atau terjadinya sesuatu hal, kau bisa
memakai pengertian itu untuk membuatnya terjadi lagi dan lagi."
"Maaf aku meragukanmu," Margaret berkata.
"Dalam ilmu alam, kau tak pernah harus mengatakan maaf,"
kata Einstein. "Uh," kata Margaret, tapi ia tersenyum lebar.
"Tapi berkata "uh" boleh-boleh saja," sahut Einstein
menyeringai lebar. 10 PERTANDINGAN KERETA LUNCUR
UDARA bertambah dingin beberapa hari setelah
berlangsungnya kontes patung salju. Akal Einstein untuk memecahkan
teka-teki salju yang mencair telah membuat kelas enam memenangkan
kedua gelar pada kontes itu. Hal itu membuat anak-anak kelas tujuh
dan delapan amat kecewa. Mereka bersumpah akan mengalahkan
kelas enam dalam kontes di perayaan musim dingin, tak peduli apa
yang dilakukan Einstein. Perayaan musim dingin diadakan hanya beberapa hari sebelum
libur Natal sekolah. Akan dilombakan berbagai macam kontes,
permainan, dan hiburan, tergantung keadaan cuaca.
Bagian pertama perayaan diadakan di dalam ruangan. Setiap
kelas membawakan satu acara di depan seluruh sekolah. Juga ada
paduan suara sekolah dan makan siang yang terdiri atas hamburger,
pizza, dan es krim. Sesudah makan siang seisi sekolah pergi ke taman yang ada di
dekatnya untuk melakukan permainan musim dingin. Udara dingin
telah membekukan Kolam Potter sehingga bisa digunakan untuk
berseluncur menggunakan sepatu es. Terdapat juga banyak salju untuk
bermain kereta luncur, berguling-guling di atas tumpukan salju, dan
membuat boneka salju. Sebenarnya anak-anak dilarang main lemparlemparan bongkah salju, tapi sebentar-sebentar ada saja yang
menimpuk pohon atau teman yang ada di dekatnya.
Einstein sedang berseluncur di atas kolam, bersama Margaret
dan beberapa teman sekelasnya, ketika tiba-tiba sekelompok anak
kelas tujuh memanggil mereka.
"Kelas tujuh menantang kelas enam adu tarik tambang," kata
seorang anak kelas tujuh. "Seluruh kelas kami melawan seluruh anak
kelasmu." "Itu bukan pertandingan yang adil," kata Einstein. "Pertama,
badan kalian lebih berat dari kami, dan kedua, siswa kelas tujuh
jumlahnya lebih banyak dari siswa kelas enam."
"Kenapa kau" Pengecut?" kata anak kelas tujuh itu.
"Kalian tuh yang kecut, gara-gara kalah dalam kontes patung
salju," balas Einstein.
"Ayo, Einstein," kata si anak kelas tujuh tak sabar. "Kalau kau
tak mau adu tarik tambang, sebut pertandingan apa yang kauinginkan.
Kaupilih saja, pasti kami akan mengalahkanmu."
"Jangan terlalu yakin," kata Einstein. "Inilah tahun pertama
kelas enam berhasil memenangkan kontes patung salju."
"Ayo kita adakan taruhan pada pertandingan kali ini, Einstein,"
kata seorang anak kelas tujuh lain. "Yang kalah harus membungkuk
kepada yang menang setiap kali bertemu di sekolah."
"Oke," Einstein menyetujui, "setuju. Tapi kamilah yang
menentukan jenis pertandingannya."
"Tapi kami harus menyetujuinya," kata si anak kelas tujuh.
"Baik," kata Einstein. "Kelas kami akan kembali menemui kelas
kalian dalam waktu sepuluh menit, dan kita akan memutuskan
pertandingannya." Anak-anak kelas tujuh itu pergi memanggil seluruh teman
sekelas mereka. Kawan-kawan sekelas Einstein berkerumun
mengelilinginya tanpa ada yang bersuara. Mereka tampak muram.
Akhirnya Margaret berbicara. "Einstein, kurasa kau seharusnya
jangan mau diajak taruhan oleh mereka. Mereka takkan menyetujui
pertandingan yang tak bisa mereka menangkan. Dan jika mereka
menang, kita harus membungkuk kepada mereka di sekolah. Itu
memalukan sekali." "Aku sadar," kata Einstein. "Sekarang biarkan aku berpikir
sebentar." Setelah beberapa menit Einstein mendorong naik kacamatanya
ke atas hidung dan berkata, "Aku punya ide pertandingan kereta
luncur yang kurasa akan berjalan baik."
"Pertandingan kereta luncur kedengarannya tak begitu bagus,"
Margaret berkata. "Anak-anak kelas tujuh lebih besar dan lebih cepat
dari kita." "Tetapi ini pertandingan kereta luncur yang lain dari yang lain,"
Einstein berkata. "Ayo kita kumpulkan seluruh kelas kita dan kita
saksikan apa yang terjadi."
Sepuluh menit kemudian seluruh kelas enam dan tujuh
berkumpul bersama. Banyak anak kelas delapan juga ikut bergabung,
ingin melihat apa yang akan terjadi.
"Apakah kau sudah siap untuk kalah?" tanya seorang anak kelas
tujuh. "Pertandingan macam apa yang kalian ingin kami menangkan?"
"Bagaimana kalau pertandingan kereta luncur?" Einstein
berkata. "Pertandingan kereta luncur yang istimewa," tambahnya.
"Seperti apa?" tanya si anak kelas tujuh.
"Menarik kereta berpenumpang sejauh seratus meter," jawab
Einstein. "Dua anak duduk di atas kereta, dan dua anak lainnya
menarik. Siapa yang melewati garis finis terlebih dulu menang."
"Kedengarannya oke," kata pemimpin anak kelas tujuh. "Tapi
apa keistimewaan pertandingan ini?" "
"Ini bagian istimewanya," kata Einstein. "Kami begitu yakinnya
bisa mengalahkan kalian, sehingga kami akan melakukan start sepuluh
meter di belakang garis start."
"Kau gila," kata anak kelas tujuh itu. "Kami akan mengalahkan
kalian dengan mudah sekali."
"Mungkin kalian benar," kata Einstein. "Sepuluh meter adalah
beda yang besar. Bagaimana kalau kalian membiarkan kami menarik
terlebih dulu, dan menunggu hingga kami berjarak tinggal dua meter
di belakang garis start. Baru setelah itu kalian mulai menarik."
"Tapi kami masih akan berada di depan kalian sejauh dua
meter," kata si anak kelas tujuh.
Einstein tersenyum. "Apakah kau sekarang jadi pengecut?"
tantangnya. "Oke, ayo kita mulai," kata anak kelas tujuh itu. "Kuharap
kalian tahu caranya membungkuk."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
Einstein berharap bisa memenangkan pertandingan kalau timnya
melakukan start dua meter di belakang"
"Apa kau tahu persis apa yang kaurencanakan, Einstein?"
Margaret bertanya. "Apa-apaan itu aturan start sepuluh meter di
belakang dan membiarkan mereka mulai ketika kita berada dua meter
di belakang?" "Itulah caranya kita akan menang," Einstein berkata. "Kaulihat
saja." Einstein dengan cepat memilih dua anak paling ringan di kelas
enam untuk duduk di atas kereta luncur dan dua anak tercepat untuk
menarik kereta. Dalam beberapa menit, pertandingan telah dimulai. Sama sekali
tak berimbang. Kereta kelas enam dengan mudah melampaui kelas
tujuh dan masuk finis beberapa meter lebih dulu. Anak-anak kelas
enam bersorak-sorak gembira. Sementara itu anak kelas tujuh
kelihatan malu. "Inilah terakhir kalinya kita membolehkan Einstein
Anderson menetapkan aturan-aturan pertandingan," kata seorang anak
kelas tujuh. Setelah kerumunan bubar dan anak-anak kembali ke permainan
mereka sendiri, Margaret yang penasaran menarik Einstein ke
samping. "Jelaskan kenapa kita bisa menang," katanya. "Aku tak
percaya bisa semudah itu."
"Itu semua karena inersia," Einstein berkata. "Inersia adalah
semacam gaya yang membuat sebuah benda tetap diam atau tetap
bergerak. Dengan kata lain, sebuah benda berusaha tetap melakukan
apa yang sedang dilakukannya. Kereta luncur memiliki inersia yang
besar ketika diam, sehingga kita butuh gaya yang besar untuk
membuatnya bergerak. Tapi begitu kereta itu telah meluncur, inersia
justru membuatnya tetap bergerak. Setelah itu yang penting kau cukup
berlari secepat mungkin."
"Tetapi kedua kereta memiliki inersia yang sama besar," kata
Margaret. "Tapi kita menarik terlebih dulu," kata Einstein. "Pada saat anak
kelas tujuh mulai menarik, kita telah berlari dengan kecepatan penuh.
Kita melewati mereka ketika mereka baru bergerak sedikit sekali dari
garis start. Dalam lomba jarak pendek sejauh seratus meter seperti ini,
mereka tak punya kesempatan untuk mengejar. Ketika kecepatan
mereka mulai meningkat, kita sudah jauh di depan."
"Aku bangga akan kamu," Margaret berkata. "Anak kelas tujuh
tak punya kesempatan untuk menang kalau kau mulai menggunakan
otakmu." "Aku adalah si leher kaku," Einstein berkata.
"Apa maksudmu leher kaku?" Margaret bertanya penuh rasa
heran. "Kau kan tahu, leher kaku susah ditundukkan," kata Einstein.
"Wah, kena aku," Margaret tertawa.END
Naga Dari Selatan 11 Wiro Sableng 111 Hantu Langit Terjungkir Pembalasan Selir Sesat 2
^