Pencarian

Orang Orang Sisilia 1

Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo Bagian 1


Weblog http://vodozom.wordpress.com
Mario puzo dengan karya klasiknya:The sicilian kisah kehidupan orang orang
sicilia yang romantis,meski penuh darah,balas dendam,dan pengkhianatan.
Tahun 1950 .Michael corleono tiba di pengujung masa pengasinganya di sicilia.God
father memerintahkanya membawa seorang pelanggar hukum muda bernama salvatore
Guiliano kembali ke amerika .namun kehidupan Guiliano dihiasi jaring jaring
berdarah penuh kekejaman dan vendetta.Di sicilia,Guliano adalah Robin hood zaman
modern yan melawan korupsi,Pemerintah Roma-dan melawan Cosa Nostra,Di pulau yang
penuh berserakan puing kuil kuno peninggalan bangsa Yunani ini,jalan hidup
Michael Corleono terjalin erat dengan legenda Salvatore Guiliano:sang
kesatria,pencinta,sicilian sejati
Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah).
MARIO PUZO ORANG-ORANG SISILIA Gn BUKU I MICHAEL CORLEONE 1950 MICHAEL CORLEONE berdiri di dermaga kayu panjang di Palermo dan mengawasi kapal
laut besar itu berlayar ke Amerika. Ia seharusnya berada di kapal itu juga,
tetapi instruksi-instruksi baru dari ayahnya telah datang.
Ia melambai mengucapkan selamat berpisah kepada orang-orang di perahu nelayan
kecil yang membawanya ke dermaga, orang-orang yang menjaga dirinya selama
beberapa tahun terakhir ini. Perahu nelayan itu mengikuti ombak berbuih putih
yang ditimbulkan kapal laut, bagai anak itik kecil pemberani mengejar sang
induk. Para pria dalam perahu itu balas melambai; ia tidak akan bertemu mereka
lagi. Dermaga itu sendiri terasa hidup dengan para buruh bertopi dan bercelana baggy
yang lalu-lalang membongkar muatan kapal-kapal lainnya, memuati truk-truk yang
berjajar di sepanjang dermaga. Mereka pria-pria kecil bertubuh liat yang lebih
mirip orang Arab daripada Italia, mengenakan topi-topi berlidah yang
menyembunyikan wajah mereka. Di antara mereka pasti terdapat para pengawal baru
yang akan memasti-; kan dirinya tidak celaka sebelum bertemu Don Croce
9 Malo, Capo di Capi* dari "Friends of the Friends" (Teman-temannya Teman-teman).
Itulah julukan mereka di Sisilia ini. Surat-surat kabar dan dunia luar menyebut
mereka Mafia, tapi di Sisilia kata Mafia tak pernah melintas di bibir penduduk
biasa. Sebagaimana mereka tak akan pernah memanggil Don Croce Malo Capo di Capi
melainkan "The Good Soul" Jiwa yang Baik?Selama dua tahun masa pengasingannya di Sisilia, Michael mendengar banyak cerita
tentang Don Croce, beberapa di antaranya begitu fantastis hingga ia hampir-
hampir tak percaya orang seperti itu ada. Tapi instruksi-instruksi yang
diberikan ayahnya jelas sekali: ia diperintahkan makan siang bersama Don Croce
hari ini juga. Dan mereka berdua harus mengatur pelarian bandit terbesar Sisilia
dari negara itu, Salvatore Guiliano. Michael Corleone tidak boleh meninggalkan
Sisilia tanpa Guiliano. Di ujung dermaga, tak lebih dari lima puluh meter jauhnya, mobil besar berwarna
gelap diparkir di jalan sempit, itu. Di depan mobil berdiri tiga laki-laki,
sosok-sosok persegi gelap yang seperti dipotong dari lembaran cahaya terang yang
memancar bagai dinding emas matahari. Michael berjalan mendekati mereka. Ia ber-
*Don/Capo/Godfather/Boss adalah kepala keluarga. Capo di (Tutti) Capi atau Boss
of the Bosses adalah Don yang paling berpengaruh dari semua Don. Ia biasa
memimpin pertemuan yang dihadiri para Don untuk mendiskusikan pertengkaran
antarkeluarga, pembagian teuton, keputusan berdamai maupun berperang dengan
pihak lain, henti sejenak untuk menyulut rokok dan mengamati kota.
Palermo terletak di dasar mangkuk yang tercipta dari kawah yang telah mati,
dikepung pegunungan di ketiga sisinya, dan membentang ke air biru kemilau Laut
Mediterania di sisi keempat. Kota itu berkilau-kilau tertimpa cahaya keemasan
matahari tengah hari Sisilia. Berkas-berkas cahaya kemerahan menghantam tanah,
seakan-akan memantulkan banjir darah yang menggenangi tanah Sisilia selama
berabad-abad, tak terhitung lamanya. Bias-bias keemasan menyiram tiang-tiang
marmer kuil-kuil Yunani, kubah-kubah mesjid yang bagai berjala-jala, ch^dmg-
dinding depan katedral Spanyol yang rumit; di lereng bukit di kejauhan berdiri
sisa-sisa puri Normandia kuno. Semuanya ditinggalkan oleh aneka pasukan kejam
yang memerintah Sisilia sejak sebelum Kristus dilahirkan. Di balik dinding-
dinding puri, pegunungan-pegunungan berbentuk kerucut memeluk Palermo yang
?bagaikan sosok wanita dalam pelukan mendekati cekikan, keduanya seakan berlutut
?anggun dengan seutas tali melilit makin erat di leher kota. Jauh di atas;
puluhan elang merah mungil melesat kian kemari di langit biru cemerlang.
Michael berjalan mendekati ketiga pria yang menunggunya di ujung dermaga. Sosok-
sosok persegi gelap itu pun menjelma menampilkan garis-garis wajah dan postur.
Seiring setiap langkah ia bisa melihat mereka makin jelas dan mereka tampak
merenggang, memperlebar jarak antara satu dan yang lain seolah hendak
melingkupinya sewaktu menyapa.
Ketiganya tahu sejarah Michael. Bahwa ia putra termuda Don Corleone yang agung
di Amerika sang Godfather, yang kekuasaannya bahkan menjangkau Sisik. Bahwa ia membunuh pejabat
tinggi kepolisian di New York sewaktu tengah mengeksekusi musuh Kekaisaran
Corleone. Bahwa ia bersembunyi dan diasingkan di Sisilia ini akibat pembunuhan-
pembunuhan tersebut dan sekarang akhirnya, berbagai urusan sudah "diatur", ia
dalam perjalanan ke tanah kelahirannya untuk melanjutkan perannya sebagai putra
mahkota Keluarga Corleone. Mereka mengamati Michael dengan teliti, caranya
berjalan yang begitu cepat dan ringan, pandangannya yang waspada, sisi wajahnya
yang cekung mengesankan pria yang telah mengalami penderitaan dan bahaya. Jelas
ia pria "terhormat".
Begitu Michael melangkah meninggalkan dermaga, pria pertama yang menyapanya
adalah pastor, tubuhnya yang gempal terbungkus jubah, kepalanya tertutup topi
berbentuk mirip kelelawar berminyak. Kerah pastornya yang putih ternoda debu
merah Sisilia, wajah di atasnya dijejali daging.
Inilah Pater Benjamino Malo, saudara Don Croce yang agung. Kelakuannya malu-malu
dan khidmat, tapi ia sangat berbakti pada saudaranya yang terkenal dan tak
pernah mengernyit atas kehadiran setan yang begitu dekat dengan dirinya. Menurut
kabar ia bahkan menyampaikan rahasia orang-orang yang mengaku dosa kepada Don
Croce. Pater Benjamino tersenyum gugup saat menjabat tangan Michael dan terkejut
sekaligus lega melihat senyum Michael yang bersahabat, sama sekali tidak seperti
pembunuh terkenal. Pria kedua tidaklah seramah pastor meskipun cukup sopan. Ia Inspektur Frederico
Velardi, kepala Kepolisian
Sisilia. Ia satu-satunya dari mereka bertiga yang tidak menampilkan senyum
menyambut. Bertubuh kurus dan mengenakan pakaian yang terlalu bagus bagi seorang
yang menerima gaji pegawai negeri, mata birunya yang dingin memancarkan peluru-
peluru genetis para penakluk Normandia berabad-abad yang lalu. Inspektur Velardi
tak mungkin menyukai orang Amerika yang membunuh pejabat tinggi kepolisian.
Orang itu boleh mencoba peruntungannya di Sisilia. Berjabatan dengan Velardi
terasa seperti beradu pedang.
Pria ketiga lebih jangkung dan lebih kekar; ia bagai raksasa di samping kedua
pria lainnya. Tangannya menelan tangan Michael, lalu menarik Michael ke dalam
pelukannya yang hangat. "Sepupu Michael," katanya. "Selamat datang di Palermo."
Ia melangkah mundur dan memandang Michael dengan sayang tapi waspada. "Aku
Stefan Andolini, ayahmu dan aku tumbuh besar bersama-sama di Corleone. Aku
pernah melihatmu di Amerika, sewaktu kau kecil. Kau ingat aku?"
Anehnya Michael mengingatnya. Karena Stefan Andolini termasuk makhluk langka di
Sisilia, rambutnya merah. Itu merupakan kesialan baginya, karena orang Sisilia
percaya Yudas berambut merah. Wajahnya juga tidak mudah dilupakan. Mulurnya
besar dan bentuknya tidak teratur, bibirnya yang tebal bagai daging cincang
berlumuran darah; di atasnya terdapat cuping hidung berbulu, dan matanya cekung
di lubangnya yang dalam. Sekalipun tengah tersenyum, wajah Andolini akan
menyebabkan orang memimpikan pembunuhan.
Menyangkut kehadiran sang pastor, Michael seketika memahami kaitannya. Tapi
kehadiran Inspektur Velardi merupakan kejutan. Andolini, yang hadir untuk
melaksanakan tanggung jawab sebagai kerabat, dengan hati-hati menjelaskan kepada
Michael kapasitas resmi kehadiran Inspektur. Michael seketika waspada. Apa yang
dilakukan orang itu di sini" Velardi terkenal sebagai salah satu pemburu
Salvatore Guiliano yang tak kenal lelah. Dan jelas sekali Inspektur dan Stefan
Andolini saling membenci mereka menampilkan kesopanan dua pria yang siap berduel
hingga mati. Sopir telah membukakan pintu-pintu mobil bagi mereka. Pater Benjamino dan Stefan
Andolini mengajak Michael ke kursi belakang sambil menepuk-nepuknya sopan.
Dengan kerendahan hati Kristiani, Pater Benjamino bersikeras agar Michael duduk
di dekat jendela sementara ia sendiri di tengah, karena Michael harus melihat
keindahan Palermo. Andolini duduk di kursi belakang lainnya. Inspektur sudah
menempati kutsi di samping sopir. Michael memerhatikan Inspektur Velardi
memegangi tangkai pintu sehingga bisa membukanya dengan cepat. Terlintas dalam
benaknya bahwa mungkin Pater Benjamino memaksa duduk di tengah untuk mengurangi
kemungkinan dirinya menjadi sasaran.
Laksana naga hitam besar, mobil perlahan-lahan melaju sepanjang jalan-jalan
Palermo. Di jalan ini berdiri rumah-rumah bergaya Moor yang anggun, bangunan-
bangunan publik bertiang gaya Yunani yang menjulang, katedral-katedral Spanyol.
Rumah-rumah pribadi bercat biru, bercat putih, bercat kuning, semuanya memiliki
balkon bertepi pot bunga yang membentuk jalan layang lain di atas kepala.
Pemandangannya pasti indah kalau bukan karena kehadiran berpuluh-puluh
carabinieri, Polisi Nasional Italia, yang berpatroli di
setiap tikungan dengan senapan siap ditembakkan. Dan lebih banyak lagi rekan
mereka di balkon-balkon di atas kepala.
Mobil mereka menyebabkan mobil-mobil lain di sekitarnya tampak kecil, terutama
kereta-kereta petani yang ditarik keledai, sebagian besar membawa sayur-mayur
segar dari pedalaman. Kereta-kereta ini dicat warna-warni cerah: setiap incinya
sampai jari-jari rodanya, termasuk tonggak tempat mengikat keledai. Di sisi
sebagian besar kereta terdapat lukisan yang menggambarkan kesatria-kesatria
berhelm dan raja-raja bermahkota dalam adegan-adegan dramatis legenda
Charlemagne dan Roland, para pahlawan kuno cerita rakyat Sisilia. Tapi di
beberapa kereta Michael melihat tulisan di bawah gambar pemuda tampan bercelana?panjang wol tebal dan berkemeja putih tanpa lengan, dengan pistol-pistol di
sabuknya dan pistol-pistol lain tersandang di bahunya dua baris kalimat yang
?selalu diakhiri huruf-huruf merah besar menyatakan nama GUILIANO.
Selama pengasingannya di Sisilia, - Michael telah banyak mendengar tentang
Salvatore Guiliano. Namanya selalu dimuat koran-koran. Orang-orang membicarakan
dirinya. Istri Michael, Apollonia, mengaku setiap malam ia berdoa bagi
keselamatan GuiHano, sebagaimana yang dilakukan hampir semua anak dan remaja
SisiHa. Mereka memujanya, ia salah satu dari mereka, sosoknya merupakan impian
masa depan mereka masing-masing. Dalam usia muda, dua puluhan, ia telah diakui
sebagai jenderal besar karena berhasil mengalahkan pasukan-pasukan carabinieri
yang dikirim untuk melawannya. Ia tampan dan dermawan, ia memberikan sebagian
besar hasil kejahatannya kepada orang miskin. Ia berbudi dan para banditnya tak
pernah diizinkannya melecehkan wanita atau pastor. Bila mengeksekusi informan
atau pengkhianat, ia selalu memberi waktu kepada para korbannya untuk berdoa dan
membersihkan jiwa dalam rangka berdamai dengan para penguasa dunia selanjutnya.
Semua ini diketahui Michael tanpa harus mendapat penjelasan khusus.
Mereka berbelok meninggalkan jalan raya dan poster besar behuruf-huruf hitam di
dinding sebuah rumah menarik perhatian Michael. Ia hanya sempat melihat kata
GUILIANO di baris teratas.
Pater Benjamino mencondongkan tubuh ke jendela dan berkata, "Itu salah satu
proklamasi Guiliano. Tak peduli segala yang terjadi, dia masih menguasai Palermo
di malam hari." "Apa isi proklamasi itu?" tanya Michael. Dia mengizinkan penduduk Palermo naik
trem lagi," jawab Pater Benjamino.
"Dia mengizinkan?" tanya Michael sambil tersenyum. "Seorang pelanggar hukum
memberi izin?" Dari sisi lain Stefan Andolini tertawa. "Carabinieri menggunakan trem untuk
pergi ke mana-mana, jadi Guiliano meledakkan trem-trem itu. Tapi sebelumnya dia
memperingatkan masyarakat untuk tidak menggunakannya. Sekarang dia berjanji
tidak meledakkan trem-trem lagi."
Michael berkata datar, "Dan kenapa Guiliano meledakkan trem yang penuh polisi?"
Inspektur Velardi berpaling, mata birunya membelalak "Karena Roma dalam
kebodohannya telah menangkap ayah dan ibunya dengan tuduhan menampung penjahat
terkenal, yakni putra mereka sendiri. Hukum Fasis yang tak pernah dicabut oleh
republik." Pater Benjamino berkata dengan kebanggaan tersamar, "Kakakku, Don Croce,
mengatur pembebasan mereka. Oh, kakakku sangat marah terhadap Roma."
Demi Tuhan, pikir Michael. Don Croce marah terhadap Roma" Memangnya siapa Don
Croce ini selain menjadi pezzonovante tokoh berkuasa Mafia"
? ?Mobil berhenti di depan bangunan berwarna merah muda yang panjangnya mencapai
satu blok. Menara-menara biru mencuat di masing-masing sudutnya. Di depan pintu
masuk terdapat kanopi besar berwarna hijau dan bergaris-garis putih yang
bertuliskan HOTEL UMBERTO, dikawal dua penjaga pintu yang mengenakan seragam
berkancing emas kemilau. Tapi perhatian Michael tidak teralih oleh kemeriahan
ini. Matanya yang terlatih memotret jalan di depan hotel. Ia menemukan sedikitnya
sepuluh pengawal yang berjalan berpasangan, atau bersandar ke pagar besi. Orang-
orang ini tidak menyembunyikan fungsi mereka. Jaket-jaket mereka yang tak
terkancing menampilkan senjata-senjata yang melekat ke tubuh. Dua di antaranya,
sambil mengisap cerutu tipis, menghalangi jalan Michael sejenak sewaktu ia turun
dari mobil. Mereka mengamatinya dengan teliti seakan mengukur makamnya Mereka ?tak mengacuhkan Inspektur Velardi dan yang lainnya.
Sewaktu kelompok itu memasuki hotel, para penjaga menutup pintu masuk di
belakang mereka. Di lobi, empat pengawal lain muncul dan mendampingi mereka
menyusuri koridor. Orang-orang ini memancarkan kebanggaan pelayan istana kaisar.
Koridor berujung pada dua pintu kayu ek besar. Seorang pria, yang semula duduk
di kursi tinggi bagai takhta, bangkit berdiri dan membuka pintu-pintu itu dengan
kunci kuningan. Ia membungkuk sambil melontarkan 'senyum bernada tahu sama tahu
pada Pater Benjamino. Pintu-pintunya membuka ke ruangan suite yang mewah jendela-jendela ganda bergaya
Prancis menampak - Ikan taman yang indah di baliknya, menebarkan keharuman pepohonan lemon ke dalam
ruangan. Sewaktu mereka masuk, Michael bisa melihat dua pria yang ditempatkan di
dalam suite. Ia penasaran kenapa Don Croce dijaga seketat ini. Ia teman
Guiliano, kepercayaan Menteri Kehakiman di Roma, dan karenanya aman dari para
carabineri yang memenuhi Palermo. Kalau begitu siapa, dan apa, yang ditakuti Don
yang agung ini" Siapa musuhnya"
Perabotan di ruang duduk suite aslinya dirancang untuk istana Italia kursi-
?kursi berlengan berukuran raksasa, sofa-sofa sepanjang dan sedalam kapal-kapal
kecil, meja-meja marmer besar menyerupai barang curian dari museum. Semua itu
sangat sesuai dengan pria yang kini melangkah masuk dari taman untuk menyambut
mereka. Lengan-lengannya terulur, memeluk Michael Corleone. Dalam keadaan berdiri, lebar
tubuh Don Croce hampir sama dengan tinggi badannya. Rambut lebat beruban,
keriting seperti orang kulit hitam, dicukur rapi, kepalanya besar bagai kepala
singa. Matanya sehitam mata kadal, bagai dua kismis yang menempel pada pipi-pipi
tembam. Kedua pipinya bagai dua lembar kayu mahoni, sisi kirinya halus,
sementara sisi lainnya keriput oleh daging yang tumbuh berlebihan. Mulutnya mengejutkan sangat bagus,
? ?dan di atasnya tumbuh sebaris kumis tipis. Hidungnya yang mancung bagai hidung
bangsawan menyatukan ciri-ciri wajahnya yang lain.
Tapi di bawah kepala yang bagaikan kaisar itu ia tetap petani. Celana panjang
kebesaran melilit perutnya yang buncit, ditahan suspender lebar berwarna putih.
Kemejanya yang kebesaran juga putih dan baru dicuci, tapi tidak disetrika. Ia
tidak mengenakan dasi atau mantel dan kakinya telanjang menginjak lantai marmer.
Ia tidak tampak seperti pria, yang "punya andil" dalam setiap perusahaan besar
di Palermo sampai kios-kios pasar murah di alun-alun. Sulit dipercaya bahwa ia
bertanggung jawab atas ribuan kematian. Bahwa kekuasaannya di kawasan Sisilia
Barat lebih besar daripada kekuasaan pemerintah Roma. Dan bahwa ia lebih kaya
daripada para bupati dan bangsawan yang menguasai lahan-lahan luas di Sisilia.


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pelukannya sigap dan ringan sementara ia berkata, "Aku kenal ayahmu sewaktu kami
kanak-kanak. Aku gembira sekali dia memiliki putra sebaik ini." Lalu ia
menanyakan kenyamanan perjalanan Michael dan kebutuhannya saat ini. Michael
tersenyum dan mengatakan ingin makan sekerat roti dan minum setetes anggur. Don
Croce seketika mengajaknya ke kebun, karena seperti semua orang Sisilia, kalau
bisa ia lebih suka makan di ruang terbuka.
Di bawah sebatang pohon lemon telah disiapkan meja, yang kemilau oleh gelas-
gelas dan kain linen putih halus. Kursi-kursi bambu lebar ditarik ke belakang
oleh para pelayan. Don Croce memeriksa pembagian
tempat" dengan ramah dan riang, menjadikannya lebih muda daripada usianya; ia
sekarang berusia enam puluhan. Ia menempatkan Michael di sebelah kanannya dan
saudaranya, si pastor, di sebelah, kirinya. Ia menempatkan Inspektur Velardi dan
Stefan Andolini di seberangnya dan menerima kehadiran mereka dengan agak dingin.
Semua orang Sisilia gemar makan, kalau ada hidangan yang bisa dimakan, dan salah
satu dari sedikit lelucon yang berani dilontarkan orang-orang tentang Don Croce
adalah ia lebih suka makan enak daripada membunuh musuh. Sekarang ia duduk
sambil tersenyum gembira, memegang pisau dan garpu sementara para pelayan
menyajikan hidangan. Michael memandang sekilas ke sekeliling kebun. Kebun itu
dikepung dinding-dinding batu tinggi dan sedikitnya sepuluh pengawal menyebar di
meja-meja makan kecil di sekitar mereka, tapi tak lebih dari dua orang di satu
meja dan cukup jauh pula agar tidak mengganggu Don Croce dan tamu-tamunya. Kebun
dipenuhi harum pohon lemon dan zaitun.
Don Croce sendiri yang melayani Michael, menyendokkan ayam panggang dan kentang
ke piringnya, mengawasi taburan keju di piring kecil spaghetti-nya mengisi gelas
anggurnya dengan anggur putih lokal yang keruh. Ia melakukannya dengan minat
mendalam, dengan keprihatinan tulus bahwa penting sekali teman barunya ini makan
dan minum dengan baik. Michael lapar, ia belum makan sejak dini hari, dan Don
sibuk mengisi kembali piringnya. Don Croce juga mengawasi pirmg-piring tamu
lainnya, dan bila perlu ia memberi isyarat kepada pelayan untuk mengisi gelas
atau piring yang kosong. Akhirnya mereka selesai, dan sambil menghirup espressonya, Don siap berbisnis.
Ia berkata kepada Michael, "Jadi kau akan membantu teman kata Guiliano melarikan
diri ke Amerika." "Itu instruksi yang kuterima," kata Michael. "Aku harus memastikan dia masuk ke
Amerika tanpa hambatan."
Don Croce mengangguk; wajah mahoninya yang keras memancarkan ekspresi mengantuk
khas orang gemuk. Suara tenornya yang bergetar terdengar mengejutkan, mengingat
wajah dan rubuhnya. "Semuanya diatur antara diriku dan ayahmu, aku harus
mengantar Salvatore Guiliano kepadamu. Tapi tak ada yang lancar dalam kehidupan,
selalu ada kejadian tak terduga. Sekarang ini sulit bagiku melakukan bagianku."
Ia mengangkat tangan untuk mencegah Michael menyela, "walaupun bukan kesalahanku
sendiri. Aku tidak berubah. Tapi Guiliano tidak lagi memercayai siapa pun,
bahkan diriku. Selama bertahun-tahun, hampir sejak hari pertama dia menjadi
pelanggar hukum, aku sudah membantunya bertahan hidup; kami rekanan. Dengan
bantuanku dia menjadi, tokoh terbesar di Sisilia kendati dia masih bocah berumur
dua puluh tujuh tahun. Tapi waktunya sudah habis. Lima ribu prajurit dan polisi
lapangan Italia sedang menyisir pegunungan. Meski begitu, dia masih menolak
memercayakan dirinya padaku."
"Kalau begitu tak ada yang bisa kulakukan untuknya," kata Michael. "Aku
diperintahkan menunggu tidak lebih dari tujuh hari, lalu aku harus kembali ke
Amerika." Bahkan saat mengatakannya ia penasaran kenapa pelarian Guiliano begitu penting
bagi ayahnya. Michael sudah tak tahan ingin pulang sesudah pengasingan bertahun-tahun. Ia
mengkhawatirkan kesehatan ayahnya. Sewaktu ia lari dari Amerika, ayahnya tengah
terbaring, luka parah, di rumah sakit. Sejak pelariannya, kakaknya, Sonny, telah
dibunuh. Keluarga Corleone sudah lama terlibat dalam pertempuran mati-matian
untuk bertahan hidup menghadapi Lima Keluarga New York. Pertempuran yang
merentang dari Amerika ke jantung Sisilia untuk membunuh istri Michael yang
belia. Memang benar kurir-kurir ayahnya membawa berita bahwa Don tua sudah pulih
dari luka-lukanya, bahwa ia sudah berdamai dengan Lima Keluarga, bahwa ia sudah
mengatur agar semua tuduhan terhadap Michael dibatalkan. Tapi Michael tahu
ayahnya menantikan kepulangannya untuk menjadi tangan kanannya. Ia tahu setiap
orang dalam keluarganya pasti sangat ingin bertemu dengannya adikya Connie, ?kakaknya Freddie, saudara angkatnya Tom Hagen, dan ibunya yang malang, yang
pasti masih berdukacita atas kematian Sonny. Michael sekilas teringat akan
Kay masihkah Kay memikirkan dirinya sesudah ia menghilang selama dua tahun"
?Tapi yang paling penting adalah: Kenapa ayahnya menunda kepulangannya" Pasti
karena sesuatu yang sangat penting, berkaitan dengan Guiliano.
Tiba-tiba ia menyadari mata biru Inspektur Velardi yang dingin tengah mengawasi
dirinya. Wajah aristokrat kurus itu memancarkan ejekan, seolah-olah Michael
bersikap pengecut "Sabar," kata Don Croce. "Teman kita, Andolini, masih berfungsi sebagai
penghubung antara aku dan Guiliano serta keluarganya. Kita semua akan berbicara
baik-baik. Dari sini, kau akan mengunjung" ayah dan
ibu Guiliano di Montelepre, kau akan melewatinya dalam perjalananmu ke Trapani."
Ia diam sejenak dan tersenyum, senyum yang tidak menggoyang pipi-pipinya yang
tembam. "Aku sudah diberitahu tentang rencanamu. Semuanya." Ia menyatakannya
dengan penekanan khusus, tapi Michael berpendapat ia tidak mungkin mengetahui
semua rencana. Godfather tidak pernah memberitahukan semuanya kepada siapa pun.
Don Croce melanjutkan dengan lancar. "Kami semua yang menyayangi Guiliano
menyetujui dua hal. Dia tidak lagi bisa tinggal di Sisilia dan harus pergi ke
Amerika. Inspektur Velardi juga menyemjuinya."
"Aneh sekali, bahkan untuk Sisilia," komentar Michael sambil tersenyum.
"Inspektur adalah kepala Kepolisian Sisilia yang disumpah untuk menangkap
Guiliano." Don Croce tertawa, tawanya pendek dan dingin. "Siapa yang bisa memahami Sisilia"
Tapi masalahnya sederhana saja. Roma lebih suka Guiliano berbahagia di Amerika,
bukannya meneriakkan tuduhan-tuduhan dari bangku saksi dalam sidang pengadilan
Palermo. Ini semua soal politik."
Michael bingung. Ia merasa amat tidak nyaman. Situasi tidak berjalan sesuai
rencana. "Kenapa Inspektur Velardi ingin Guiliano melarikan diri" Guiliano yang
tewas tidak lagi berbahaya."
Inspektur Velardi menjawab dengan nada jijik. "Aku lebih suka begitu," katanya.
"Tapi Don Croce menyayanginya seperti putranya sendiri."
Stefan Andolini menatap Inspektur dengan pandangan liar. Pater Benjamino
menunduk dalam saat meminum isi gelasnya. Tapi Don Croce berbicara tegas pada
Inspektur, "Kita semua teman di sini, kita harus
berbicara jujur pada Michael. Guiliano memegang kartu as. Dia memiliki buku
harian yang disebutnya Wasiatnya. Di dalamnya dia menuliskan bukti-bukti bahwa
pemerintah di Roma, pejabat-pejabat tertentu, sudah membantunya selama dia
menjadi bandit, demi kepentingan mereka sendiri, kepentingan politik. Kalau
dokumen itu terungkap, pemerintahan Demokrat Kristen akan runtuh dan kita semua
akan dipimpin kaum Sosialis dan Komunis. Inspektur Velardi setuju denganku bahwa
kemungkinan itu harus dicegah dengan segala cara. Jadi dia bersedia membantu
Guiliano melarikan diri bersama Wasiatnya dengan pengertian buku itu tak akan
pernah diungkapkan kepada masyarakat"
"Kau sudah pernah melihat Wasiat ini?" tanya Michael. Ia bertanya-tanya apakah
ayahnya mengetahui keberadaan buku ini. Instruksi yang diterimanya tak pernah
menyinggung dokumen semacam ini.
"Aku tahu isinya," sahut Don Croce. Inspektur Velardi berkata tajam, "Kalau aku
bisa mengambil keputusan, akan kubunuh Guiliano, persetan dengan Wasiatnya."
Stefan Andolini memelototi Inspektur, pandangannya penuh" kebencian kuat dan
terang-terangan sehingga untuk pertama kalinya Michael menyadari orang ini
hampir sama berbahayanya seperti Don Croce sendiri. Andolini berkata, "Guiliano
tak akan pernah menyerah dan kau tidak cukup bagus untuk menghabisinya. Jauh
lebih bijak bila kau menjaga dirimu sendiri."
Don Croce mengangkat tangan pelan-pelan dan kesunyian pun menyelimuti meja. Ia
berbicara lambat-lambat kepada Michael, tak menghiraukan yang lain.
"Ada kemungkinan aku tidak bisa memenuhi janjiku kepada ayahmu untuk
mengantarkan Guiliano kepadamu. Kenapa Don Corleone merasa perlu terlibat dalam
masalah ini, aku tak bisa mengatakannya. Yakinlah dia punya alasan sendiri dan
alasannya itu bagus. Tapi apa yang bisa kulakukan" Siang ini kau pergi ke rumah
orangtua Guiliano, yakinkan mereka agar putranya memercayai diriku dan ingatkan
orang-orang baik itu bahwa akulah yang membebaskan mereka dari penjara." Ia diam
sejenak. "Dengan begitu mungkin kita bisa membantu putra mereka."
Selama tahun-tahun dalam pengasingan dan persembunyian, Michael telah
mengembangkan naluri hewani terhadap bahaya. Ia tidak menyukai Inspektur
Velardi, ia takut terhadap Stefan Andolini, dan Pater Benjamino menyebabkan ia
merinding. Tapi di atas - semua itu Don Croce memicu alarm yang bertalu-talu
dalam benaknya. Semua orang di sekitar meja merendahkan suara apabila berbicara dengan Don
Croce, bahkan saudaranya sendiri, Pater Benjamino. Mereka mencondongkan tubuh,
mendekatinya dengan kepala tertunduk, menunggunya berbicara, bahkan berhenti
mengunyah. Para pelayan mengitarinya seakan ia matahari, para pengawal yang
menyebar di kebun terus mengawasinya, menerjang maju begitu diperintahkan, dan
mencabik-cabik setiap orang hingga berkeping-keping.
Michael berkata hati-hati, "Don Croce, aku di sini untuk mematuhi setiap
keinginanmu." Don menganggukkan kepalanya yang besar dengan khidmat, melipat tangan di perut
dan berkata dengan suara tenornya yang kuat, "Kita harus jujur sepenuhnya
terhadap satu sama lain. Katakan apa rencanamu untuk melarikan Guiliano"
Bicaralah padaku seperti anak kepada ayahnya."
Michael melirik sekilas Inspektur Velardi. Ia tidak akan pernah berbicara jujur
di depan Kepala Kepolisian Sisilia. Don Croce seketika memahaminya. "Inspektur
Velardi dipandu sepenuhnya oleh nasihatku," katanya. "Kau bisa memercayainya
seperti memercayaiku."
Michael mengangkat gelas anggurnya untuk minum. Dari balik gelas ia bisa melihat
para pengawal mengawasi mereka, bagai penonton pertandingan. Ia bisa melihat
Inspektur Velardi menyeringai, tidak menyukai diplomasi dalam perkataan Don,
pesan yang menyatakan dengan jelas bahwa Don Croce menguasai dirinya dan
kantornya Michael melihat kerutan pada wajah berbibir besar Stefan Andolini.
Hanya Pater Benjamino yang menolak membalas tatapannya dan menunduk. Michael
menghabiskan anggur putihnya dan pelayan bergegas mengisinya kembali. Tiba-tiba
kebun itu tampak seperti tempat berbahaya.
Ia tahu pasti bahwa apa yang dikatakan Don Croce tidak benar. Mengapa setiap
orang yang duduk di meja ini harus memercayai Kepala Kepolisian Sisilia" Apa
Guiliano memercayainya" Sejarah Sisilia dijejali pengkhianatan, pikir Michael
kecut; ia teringat almarhumah istrinya. Jadi kenapa Don Croce bersikap begitu
percaya" Dan kenapa pengamanan di sekitarnya begitu ketat" Don Croce orang
tertinggi di Mafia. Ia memiliki koneksi-koneksi paling kuat di Roma dan benar-
benar berfungsi sebagai deputi tidak resmi mereka di Sisilia. Kalau begitu, apa
yang ditakuti Don Croce" Hanya Guiliano yang mungkin ditakutinya.
Tapi Don tengah mengawasi dirinya. Michael mencoba berbicara tulus. "Rencanaku
sederhana. Aku akan menunggu di Trapani sampai Salvatore Guiliano diantar
menemuiku. Olehmu dan anak buahmu. Kapal cepat akan membawa kami ke Afrika.
Tentu saja kami akan membawa dokumen identitas yang diperlukan. Dari Afrika kami
akan terbang ke Amerika, di sana sudah diatur agar kami bisa masuk tanpa
formalitas yang biasa. Kuharap situasinya akan semudah seperti yang mereka
katakan." Ia diam sejenak. "Kecuali kau punya saran lain."
Don mendesah dan minum. Lalu ia menatap lurus ke arah Michael. Ia berbicara
dengan lambat dan mengesankan. "Sisilia tanah yang tragis," katanya. "Tidak ada
kepercayaan. Tidak ada aturan. Hanya kekerasan dan pengkhianatan yang melimpah.
Kau tampak waspada, sobat mudaku, dan kau berhak bersikap begitu. Begitu pula
Guiliano kita. Asal kau tahu: Turi Guiliano tidak mungkin bertahan hidup tanpa
perlindunganku; dia dan aku bagaikan dua jari di satu tangan. Dan sekarang dia
menganggapku musuh. Ah, kau tak mungkin tahu betapa menderitanya diriku
karenanya. Satu-satunya impianku adalah suatu hari Turi Guiliano bisa kembali
kepada keluarganya dan diakui sebagai pembela Sisilia. Dia orang Kristen sejati
dan pemberani. Dan dengan hati begitu lembut sehingga memenangkan hati setiap
orang Sisilia." Don Croce diam sesaat dan minum lagi. Tapi arus berlawanan
dengannya. Dia sendirian di pegunungan, hanya bersama beberapa orang, menghadapi
pasukan yang dikirim Italia. Dan dia sudah beberapa kali dikhianati. Jadi dia
tidak memercayai siapa pun, bahkan dirinya sendiri."
Sejenak Don memandang Michael dengan tatapan sangat dingin. "Kalau aku harus
bicara jujur" katanya, "kalau .aku tidak begitu menyayangi Guiliano, mungkin aku
akan memberikan nasihat yang tidak wajib kuberikan kepadamu. Terus terang
mungkin seharusnya kukatakan, pulanglah ke Amerika tanpa, dirinya. Kami sudah
mendekati akhir tragedi yang sama sekali bukan urusanmu." Don berhenti sejenak
dari mendesah. "Tapi tentu saja, kaulah satu-satunya harapan kami dan aku harus
memohon agar kau tetap di sini dan membantu cita-cita kami. Aku akan membantu
dengan segala cara, aku tak akan pernah meninggalkan Guiliano." Don Croce
mengangkat gelas anggurnya. "Semoga dia hidup seribu tahun."
Mereka semua minum dan Michael mereka-reka. Don ingin dirinya tetap tinggal atau
meninggalkan Guiliano" Stefan Andolini berbicara. "Ingat, kita sudah berjanji
kepada orangtua Guiliano bahwa Michael akan mengunjungi mereka di Montelepre."
"Silakan," sahut Don Croce lembut. "Kita harus memberikan harapan kepada
orangtuanya." Pater Benjamino berkata tegas namun amat rendah hati, "Dan mungkin ada yang
mereka ketahui tentang Wasiat"
Don Croce mendesah. "Ya, Wasiat Guiliano. Menurutnya buku itu akan menyelamatkan
nyawanya atau sedikitnya membalas kematiannya." Ia berbicara langsung kepada
MichaeL "Ingadah. Roma takut terhadap Wasiat, tapi aku tidak. Dan beritahu
orangtuanya bahwa apa yang tertulis di atas kertas memengaruhi sejarah. Tapi
tidak memengaruhi kehidupan. Kehidupan merupakan sejarah yang berbeda."
Lama perjalanan dari Palermo ke Montelepre tidak lebih dari satu jam bermobil.
Tapi dalam satu jam itu Michael dan Andolini beralih dari peradaban kota ke
kebudayaan primitif pedalaman Sisilia. Stefan Andolini mengemudikan mobil Fiat
mungil, dan di bawah siraman cahaya matahari sore pipi dan dagunya yang tercukur
tipis tampak membara oleh puluhan akar rambut merah. Ia mengemudi pelan dan
hati-hati layaknya orang yang belajar mengemudi di usia lanjut. Fiat itu
terengah-engah seakan kehabisan napas sewaktu berputar-putar naik-turun
melintasi pegunungan yang membentang luas.
Di lima tempat berbeda mereka dihentikan blokade Kepolisian Nasional, peleton
yang sedikitnya terdiri atas dua belas orang, didukung kendaraan lapis baja yang
dipenuhi senapan mesin. Dokumen Andolini membantu mereka lewat.
Michael merasa aneh melihat pedalaman yang begitu liar dan primitif dalam jarak
begitu dekat dari kota besar Palermo. Mereka melintasi desa-desa kecil yang
terdiri atas rumah-rumah batu yang berdiri di lereng-lereng curam. Lereng-lereng
ini dibentuk hati-hati membentuk teras-teras ladang sempit tempat tumbuh deretan
. tanaman hijau yang bagaikan paku-paku. Bukit-bukit kecil dipenuhi puluhan
bongkahan batu putih yang separo terkubur di rawa-rawa dan rumpun bambu; dari
kejauhan pemandangan itu seperti pemakaman yang tidak tertata.
Di sepanjang jalan, pada jarak-jarak tertentu, terdapat
tempat-tempat berdoa, dengan kotak-kotak kayu bergembok berisi patung Perawan
Maria atau orang suci favorit lainnya. Di salah satu tempat berdoa Michael
melihat seorang wanita berlutut dan berdoa, suaminya duduk di kereta yang
ditarik keledai sambil menenggak sebotol anggur. Kepala keledai itu menunduk
bagaikan kepala seorang martir.
Stefan Andolini menjulurkan tangan untuk menepuk bahu Michael dan berkata,
"Senang sekali bertemu denganmu, sepupuku yang baik. Apa kau tahu Guiliano
kerabat kita?" Michael yakin ia bohong ada sesuatu dalam senyum merah yang licik itu. "Tidak,"
jawabnya. "Aku hanya tahu orangtuanya bekerja pada ayahku di Amerika."
"Dulu kupikir juga begitu," kata Andolini. "Kami membantu membangun rumah ayahmu
di Long Island. Guiliano tua tukang batu yang ahli, dan sekalipun ayahmu sudah
menawarinya pekerjaan dalam bisnis minyak zaitun, dia bertahan pada keahliannya.
Dia bekerja seperti orang Negro selama delapan belas tahun dan menabung seperti
orang Yahudi. Lalu dia kembali ke Sisilia untuk menjalani kehidupan seperti
orang Inggris. Tapi perang dan Mussolini menyebabkan uang mereka tidak berharga
dan sekarang dia hanya memiliki rumah dan sepetak kecil lahan pertanian. Dia
menyesali kepergiannya dari Amerika. Mereka mengira putra kecil mereka akan
tumbuh menjadi pangeran dan sekarang dia justru menjadi bandit"
Fiat itu mengepulkan awan debu; di sepanjang tepi jalan tumbuh pepohonan pir
berduri dan bambu yang menimbulkan kesan berhantu, buah-buah pir yang
bergerombol bagai membentuk tangan-tangan manusia.
Di lembah-lembah mereka bisa melihat rumpun zaitun dan sulur-sulur anggur. Tiba-
tiba Andolini berkata, "Turi memulai kehidupannya di Amerika."
Ia melihat tatapan bertanya yang dilontarkan Michael. "Ya., dia memulai
kehidupannya di Amerika tapi dilahirkan di Sisilia. Kalau saja orangtuanya
menunggu beberapa bulan, Turi akan menjadi warga negara Amerika." Ia diam


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sejenak. "Turi selalu membicarakannya. Kau yakin bisa membantunya melarikan
diri?" "Entahlah," sahut Michael. "Sesudah makan siang bersama Inspektur dan Don Croce,
aku jadi bingung. Apa mereka menginginkan bantuanku" Ayahku-bilang Don Croce
menginginkannya. Dia tidak pernah menyinggung soal Inspektur."
Andolini menyapu rambutnya yang menipis ke belakang. Tanpa sadar kakinya
menginjak pedal gas lebih dalam dan Fiat itu terlonjak maju. "Guiliano dan Don
Croce sekarang bermusuhan," katanya. 'Tapi kami sudah menyusun rencana tanpa Don
Croce. Turi dan orangtuanya mengandalkan dirimu. Mereka tahu ayahmu tidak pernah
mengkhianati teman."
"Dan kau sendiri di pihak siapa?" tanya Michael.
Andolini mendesah. "Aku berjuang untuk Guiliano," jawabnya. "Kami sudah menjadi
rekan selama lima tahun terakhir dan sebelum itu dia pernah menyelamatkan
nyawaku. Tapi aku tinggal di Sisilia dan karena itu tak. bisa menentang Don
Croce terang-terangan- Aku terjepit di antara mereka" berdua, tapi aku tak akan
pernah mengkhianati Guiliano."
Apa maksud orang ini" pikir Michael. Kenapa ia tidak bisa mendapat jawaban jujur
dari mereka semua" Karena ini Sisilia, pikirnya. Orang Sisilia ngeri terhadap
kebenaran. Para Tiran dan Penguasa menyiksa mereka demi mendapatkan kebenaran
selama lebih dari ribuan tahun. Pemerintah di Roma dengan bentuk-bentuk hukumnya
menuntut kebenaran. Pastor dalam bilik pengakuan dosa meminta kebenaran dengan
ancaman penderitaan abadi di neraka. Tapi kebenaran merupakan sumber kekuatan,
alat pengendali, jadi kenapa kita harus memberikannya begitu saja"
Ia harus menemukan jalannya sendiri, pikir Michael, atau meninggalkan misi ini
dan bergegas pulang. Ia berada di daerah berbahaya, jelas ada semacam
vendetta dendam antara Guiliano dan Don Croce, dan terjebak dalam pusaran ? ?vendetta orang Sisilia sama saja dengan bunuh diri. Orang Sisilia percaya
pembalasan dendam adalah satu-satunya keadilan sejati, dan itu selalu tanpa
ampun. Di pulau Katolik ini, tempat patung-patung Yesus menangis di setiap
rumah, memaafkan, sebagaimana ajaran Kristen, merupakan tindakan menjijikkan
para pengecut. "Kenapa Guiliano dan Don Croce bermusuhan?" tanya Michael.
"Karena tragedi di Portella della Ginestra," jelas Andolini "Dua tahun lalu.
Sesudah itu keadaan tidak pernah sama lagi. Guiliano menyalahkan Don Croce."
Tiba-tiba mobil serasa terjun hampir vertikal, di jalan menurun dari pegunungan
menuju lembah. Mereka melewati reruntuhan puri Normandia yang dibangun untuk
meneror pedalaman sembilan ratus tahun lalu dan sekarang dipenuhi tokek dan
kambing liat yang tidak berbahaya. Di bawah, Michael bisa, melihat Montelepre.
Kota itu terbenam dalam di pegunungan yang mengepungnya rapat-rapat bagaikan
ember yang menjuntai di dasar sumur. Berbentuk lingkaran sempurna, di luar
batasnya tidak terdapat rumah-rumah, dan matahari senja menyirami bebatuan pada
dinding-dindingnya dengan api merah tua. Sekarang Fiat itu meluncur menuruni
jalan sempit berliku-liku dan Andolini menginjak rem untuk menghentikannya
sewaktu blokade yang diawaki sepeleton carabinieri menghalangi jalan mereka.
Salah satu di antaranya memberi isyarat dengan senapannya agar mereka turun dari
mobil. Michael mengawasi Andolini menunjukkan dokumen-dokumennya kepada polisi. Ia
melihat surat izin khusus bertepi merah yang setahunya hanya bisa diterbitkan
oleh Kementerian Kehakiman di Roma. Michael sendiri punya izin seperti itu yang,
menurut instruksi yang diterimanya, hanya boleh ditunjukkan dalam keadaan
tersudut Bagaimana orang seperti Andolini bisa mendapatkan dokumen seampuh itu"
Lalu mereka kembali memasuki mobil dan bergulir melintasi jalan-jalan sempit
Montelepre, begitu sempit sehingga kalau ada mobil dari arah berlawanan, mereka
takkan bisa berpapasan. Semua rumah memiliki balkon yang anggun dan dicat dengan
warna berbeda-beda. Sebagian besar biru, beberapa lainnya putih, dan beberapa
lagi merah muda. Ada sedikit rumah yang dicat kuning. Pada saat-saat seperti ini
para wanita tengah memasak makan malam untuk para suami. Tapi tidak ada anak-
anak di jalan. Sebaliknya, di setiap tikungan terdapat dua carabinieri berjaga-
jaga. Montelepre tampak seperti kota yang diduduki, tempat diterapkannya undang-
undang keadaan darurat Hanya
terlihat beberapa pria tua yang menunduk dari balkon-balkon rumah mereka dengan
ekspresi kaku bagai batu.
Fiat itu berhenti di depan sederet rumah yang saling menempel, salah satu di
antaranya bercat biru cerah dan ukiran pada gerbangnya membentuk huruf "G".
Gerbang itu dibuka pria kecil tegap berusia enam puluhan yang mengenakan setelan
Amerika berwarna gelap dan bergaris-garis, dengan kemeja putih dan dasi hitam.
Inilah ayah Guiliano. Ia memeluk Andolini sebentar tapi penuh perasaan sayang.
Ia menepuk-nepuk bahu Michael dengan sikap hampir-hampir berterima kasih seraya
mengajak mereka masuk ke rumah. Wajah ayah Guiliano khas pria yang menderita
karena menantikan kematian orang tercinta akibat sakit parah. Jelas sekali ia
mengendalikan emosinya dengan sangat ketat, tapi tangannya berulang-ulang
menyentuh wajahnya seolah memaksa raut mukanya tetap seperti itu. Tubuhnya
tegang, bergerak kaku tapi agak goyah.
Mereka memasuki ruang duduk luas yang termasuk mewah untuk ukuran rumah orang
Sisilia di kota kecil ini Yang mendominasi ruangan itu adalah foto yang
dibesarkan, yang terlalu samar untuk bisa dikenali, berbingkai kayu oval
berwarna krem. Michael segera tahu itu pasti foto Salvatore Guiliano. Di
bawahnya, di atas meja bulat hitam kecil, terdapat lilin persembahan. Di meja
yang lain berdiri foto berbingkai yang lebih jelas; Ayah, ibu, dan putranya
berdiri di depan sehelai tirai merah, sang putra dengan satu lengan memeluk
ibunya dengan sikap posesif. Salvatore Guiliano menatap lurus ke kamera, seakan-
akan menantangnya. Wajahnya tampan luar biasa, bagaikan patung
Yunani, garis-garisnya kuat seakan terpahat di marmer, bibirnya penuh dan
sensual, matanya oval dengan kelopak setengah tertutup, jauh antara satu dan
yang lain. Wajah pria yang tidak memiliki keraguan, bertekad bulat hendak
memengaruhi dunia dengan kehadirannya. Tapi baru sekarang Michael menyadari
adanya selera humor manis yang terpancar di wajah tampan itu.
Juga ada foto-foto lain Salvatore bersama saudari-saudarinya dan suami mereka,
tapi foto-foto itu hampir tersembunyi di sudut ruangan yang remang-remang.
Ayah Guiliano mengajak mereka ke dapur. Ibu Guiliano berbalik dari tungku masak
untuk menyapa mereka. Maria Lombardo Guiliano tampak jauh lebih tua daripada
foto dirinya di ruang duduk, malah tampak seperti Orang lain. Senyumnya yang
sopan menyerupai celah di wajahnya yang kaku hingga ke tulang akibat kelelahan,
kulitnya bersisik dan kasar. Rambutnya panjang dan lebat melewati bahunya, tapi
dihiasi berkas-berkas uban. Yang mengejutkan adalah matanya. Matanya hampir-
hampir hitam, memancarkan kebencian pribadi terhadap dunia yang menghancurkan
dirinya dan putranya. Ia tak memedulikan suaminya dan Stefan Andolini, ia berbicara langsung kepada
Michael. "Kau datang untuk membantu putraku atau tidak?" Kedua pria lain jadi
kikuk mendengar kekasaran pertanyaan Maria Lombardo, tapi Michael tersenyum
muram kepadanya. 'Ya, aku di pihakmu."
Ketegangan mereda di wajah Maria Lombardo, dan ia menundukkan kepala ke
tangannya seakan bersiap menerima pukulan. Andolini berkata kepadanya dengan
nada menenangkan, "Pater Benjamino mau ikut, tapi kukatakan padanya kau. tidak
menginginkannya." Maria Lombardo menengadah dan Michael terpesona melihat semua emosi yang
dirasakan wanita itu terpancar di wajahnya. Kejijikannya, kebenciannya,
ketakutannya, ironi pada kata-katanya sesuai dengan senyumnya yang keras,
seringai yang tak bisa ditekannya. "Oh, Pater Benjamino memang berhati emas,
tidak diragukan lagi," ujarnya. "Dan dengan hati emasnya dia seperti wabah,
membawa kematian ke satu desa. Dia seperti tanaman sisal kalau terkena, kau ?akan terluka. Dan dia melaporkan rahasia-rahasia pengakuan dosa kepada
saudaranya, menjual jiwa-jiwa demi perjanjiannya dengan iblis."
Ayah Guiliano berkata tenang, seolah tengah berusaha menenangkan orang gila.
"Don Croce teman kita. Dia membebaskan kita dari penjara." .
Ibu Guiliano meledak murka, "Ah, Don Croce, Jiwa yang Baik, dia memang selalu
baik. Tapi asal tahu saja, Don Croce itu ular. Dia membidikkan pistolnya ke
depan dan membantai teman di sampingnya. Dia dan putra kita akan memerintah
Sisilia bersama-sama, dan sekarang Turi bersembunyi sendirian di pegunungan
sementara 'Jiwa yang Baik' sama bebasnya dengan udara di Palermo bersama para
pelacurnya Don Croce hanya perlu bersiul dan Roma menjilati kakinya. Tapi dia
sudah melakukan kejahatan lebih banyak dibanding Turi kita. Dia jahat dan putra
kita baik. Ah, kalau saja aku pria seperti kalian, akan kubunuh Don Croce. Akan
kukirim The Good Soul' ke tempat peristirahatan terakhirnya." Ia memberi isyarat
jijik. "Kalian para pria tidak mengerti apa-apa."
Ayah Guiliano berkata tidak sabar, 'Tamu kita pasti sudah berjam-jam berada di
jalan dan dia harus makan dulu sebelum bercakap-cakap."
Sikap ibu Guiliano mendadak berubah drastis. Ia menjadi ramah. "Anak malang, kau
sudah bepergian sepanjang hari untuk menemui kami, kau harus mendengarkan
kebohongan-kebohongan - Don Croce dan celotehku. Kau mau ke mana?"
"Aku harus ada di Trapani besok pagi," jawab Michael "Aku menginap di rumah
teman-teman ayahku sampai putramu datang menemuiku."
Ruangan bagai membeku. Michael bisa merasakan mereka semua tahu sejarah dirinya.
Mereka melihat luka yang dijalaninya selama dua tahun, melihat sisi wajahnya
yang cekung. Ibu Guiliano melangkah mendekatinya dan memeluknya sejenak.
"Minum anggurlah dulu," sarannya. "Lalu pergilah kalian berjalan-jalan di kota.
Makanan akan siap di meja satu jam lagi. Dan pada saat itu teman-teman Turi
sudah tiba dan kita bisa bercakap-cakap."
Andolini dan ayah Guiliano menempatkan Michael di antara mereka berdua dan
melangkah santai menyusuri .jalan-jalan sempit dari bebatuan bulat di
Montelepre, yang sekarang kemilau kehitaman karena matahari telah terbenam.
Dalam remang kebiruan sebelum senja, hanya sosok-sosok Kepolisian Nasional,
carabinieri, yang berkeliaran di sekitar mereka. Di setiap persimpangan, lorong-
lorong sempit bagai ular meliuk-liuk dari Via Belia. Kota tampak seperti telah
ditinggalkan. "Kota ini dulu sangat hidup," ayah Guiliano menjelaskan. "Selalu sangat miskin,
seperti seluruh Sisilia, banyak penderitaan, tapi kota ini hidup. Sekarang
lebih dari tujuh ratus penghuninya dipenjara, ditangkap karena bersekongkol
dengan putraku. Sebagian besar di antara mereka tidak bersalah, tapi pemerintah
menangkap mereka untuk menakut-nakuti yang lain, untuk memaksa mereka membuka
mulut tentang Turi-ku. Ada lebih dari dua ribu Polisi Nasional di kota ini dan
seribu lainnya memburu Turi di pegunungan. Jadi orang-orang tidak lagi menyantap
makan malam di luar, anak-anak tidak lagi bermain-main di jalan. Polisi begitu
pengecutnya sehingga menembakkan pistol kalau ada kelinci berlari menyeberangi
jalan. Jam malam diberlakukan, dan kalau wanita kota ini ingin mengunjungi
tetangganya dan tertangkap, mereka akan memperlakukannya dengan tidak senonoh.
Para prianya mereka seret untuk disiksa di penjara bawah tanah di Palermo." Ia
mendesah. "Kejadian-kejadian seperti itu tak akan pernah terjadi di Amerika.
Kukutuki hari ke-pergianku dari negara itu."
Stefan Andolini memaksa mereka berhenti sejenak sementara ia menyurut sebatang
cerutu kecil. Sambil mengembuskan asap, ia tersenyum dan berkata, "Jujur saja,
semua orang Sisilia lebih menyukai bau sampah desa mereka dibandingkan parfum
terbaik dari Paris. Apa yang kulakukan di sini" Aku bisa saja melarikan diri ke
Brasilia seperti yang lainnya. Ah, kami orang Sisilia mencintai tempat kelahiran
kami, tapi Sisilia tidak mencintai kami"
Ayah Guiliano mengangkat bahu. "Aku bodoh sekali memutuskan pulang Kalau saja
aku menunggu beberapa bulan lagi, Turi-ku akan menjadi warga Amerika berdasarkan
hukum. Tapi udara negara itu pasti sudah meresap ke dalam kandungan ibunya." Ia
menggeleng bingung. "Kenapa putraku selalu merepotkan diri dengan masalah orang lain,
bahkan orang-orang yang tidak ada hubungan darah dengannya" Dia selalu memiliki
gagasan-gagasan besar, dia selalu membicarakan keadilan. Orang Sisilia sejati
membicarakan roti." Saat mereka menyusuri Via Belia, Michael melihat kota itu dibangun sedemikian
rupa sehingga ideal untuk penyergapan dan perang gerilya. Jalan-jalannya begitu
sempit sehingga hanya satu kendaraan bermotor yang bisa melintasinya, dan
sebagian besar hanya cukup lebar bagi kereta-kereta kecil dan keledai yang masih
digunakan orang-orang Sisilia untuk mengirim barang. Beberapa orang mampu
menahan pasukan penyerbu mana pun, lalu melarikan diri ke pegunungan batu kapur
putih yang mengelilingi kota.
Mereka turun ke alun-alun, Andolini menunjuk gereja kecil yang mendominasi alun-
alun dan berkata, "Di gereja inilah Turi bersembunyi sewaktu Polisi Nasional
pertama kali mencoba menangkapnya. Sejak itu dia bagai hantu." Ketiganya
mengawasi pintu gereja seakan-akan Salvatore Guiliano mungkin muncul di hadapan
mereka. Matahari terbenam di balik pegunungan, dan mereka kembali ke rumah tepat sebelum
jam malam. Dua pria asing menanti kedatangan mereka, asing hanya bagi Michael,
karena mereka memeluk ayah Guiliano dan berjabatan dengan Stefan Andolini.
Salah satunya pemuda langsing berkulit sangat pucat dan bermata hitam besar.
Kumisnya ditata rapi dan ia memancarkan ketampanan yang hampir feminin, tapi
jelas ia bukan banci. Ia memancarkan kekejaman pernah
harga diri khas pria yang memiliki kemauan memimpin dengan segala cara.
Sewaktu ia diperkenalkan sebagai Gaspare Pisciotta, Michael tertegun. Pisciotta
orang kedua Turi Guiliano, sepupu dan sahabat terbaiknya. Selain Guiliano, ia
orang paling dicari di Sisilia, kepalanya dihargai lima juta lira. Dari legenda-
legenda yang didengar Michael, nama Gaspare Pisciotta menimbulkan citra pria
yang lebih berbahaya dan bertampang lebih jahat. Namun inilah orangnya, begitu
ramping dengan wajah kemerahan, di Montelepre yang dikepung dua ribu polisi
militer Roma. Pria yang satu lagi sama mengejutkannya, tapi alasannya berbeda. Pada saat
memandangnya pertama kali, Michael mengernyit. Ia begitu kecil sehingga bisa
dianggap orang kerdil, tapi memancarkan wibawa yang menyebabkan Michael seketika
merasa kernyitannya bisa jadi merupakan penghinaan besar. Pria itu mengenakan
setelan garis-garis kelabu buatan penjahit. mahal, dan dasi lebar keperakan yang
menjuntai di depan kemeja krem pucatnya. Rambutnya tebal dan hampir putih; ia
tidak mungkin lebih tua daripada lima puluh tahun. Ia anggun. Atau seanggun yang
bisa dicapai orang yang sangat pendek. Wajahnya kasar dan tampan, dengan mulut
besar tapi melekuk sensitif.
Ia mengetahui kegelisahan Michael dan menyapanya dengan senyum mengejek namun
ramah. Ia diperkenalkan sebagai Profesor Hector Adonis.
Maria Lombardo Guiliano menyiapkan makan malam di meja dapur. Mereka bersantap
di sisi jendela dekat balkon, dari sana mereka bisa melihat langit yang
bergurat-gurat kemerahan, kegelapan malam menyelinap
turun, dari pegunungan di sekitar. Michael makan pelan-pelan, menyadari mereka
semua tengah mengawasinya, menilai dirinya. Hidangannya sangat sederhana tapi
lezat, spaghetti dengan saus hitam dari tinta cumi-cumi, dan kelinci rebus yang
pedas karena saus tomat dan paprika merah. Akhirnya Gaspare Pisciotta berbicara
dengan dialek Sisilia setempat. "Jadi kau putra Vito Corleone yang bahkan lebih
besar daripada Don Croce kami, begitu kata orang. Dan kaulah yang akan
menyelamatkan Turi kami."
Suaranya bernada mengejek, nada yang mengundang orang melayani tantangannya
kalau berani. Senyumnya seolah mempertanyakan motif di balik setiap tindakan,
seakan-akan hendak mengatakan, "Ya, memang benar kau akan berbuat baik, tapi apa
tujuanmu sendiri?" Tapi sikapnya sama sekali tidak merendahkan, ia mengetahui
sejarah Michael, mereka sesama pembunuh.
Michael menjelaskan, "Aku mengikuti perintah ayahku. Aku harus menunggu di
Trapani sampai Guiliano menemuiku. Lalu aku akan membawanya ke Amerika."
Pisciotta berkata, nadanya lebih serius, "Dan begitu Turi berada di tanganmu,
kau menjamin keselamatannya" Kau bisa melindunginya dari Roma?"
Michael menyadari ibu Guiliano mengawasinya dengan tajam, wajahnya tegang karena
gelisah. Ia berkata hati-hati, "Sebanyak jaminan yang bisa diberikan manusia
melawan nasib. Ya, aku yakin."
Ia bisa melihat ketegangan wajah ibu Guiliano mengendur, tapi Pisciotta berkata
kasar, "Aku tidak. Kau menyatakan kepercayaanmu pada Don Croce siang ini. Kau
memberitahukan rencana pelarianmu kepadanya."
"Kenapa tidak?" balas Michael. Bagaimana Pisciotta bisa mengetahui rincian makan
siangnya dengan Don Croce secepat ini" "Ayahku memberitahu.bahwa Don Croce akan
mengatur agar Guiliano menemuiku. Lagi pula aku hanya memberitahukan satu
rencana pelarian kepadanya."
"Dan rencana lainnya?" sergah Pisciotta. Ia melihat Michael ragu-ragu.
"Bicaralah terus terang. Kalau orang-orang di ruangan ini tak bisa dipercaya,
tak ada harapan bagi Turi."
Pria yang bertubuh kecil, Hector Adonis, berbicara untuk pertama kalinya. Ia
memiliki suara luar biasa kaya, suara orator berbakat, pembujuk yang alami.
"Michael yang baik, kau harus memahami bahwa Don Croce adalah musuh Turi
Guiliano. Informasi ayahmu sudah kedaluwarsa. Jelas sekali kami tidak bisa
mengantarkan Turi kepadamu tanpa mengambil langkah berjaga-jaga." Ia berbicara
dengan bahasa Italia Roma yang anggun, bukan dialek Sisilia.
Ayah Guiliano menyela, "Aku memercayai janji Don Corieone untuk membantu
putraku. Itu tak perlu diragukan lagi."
Hector Adonis berkata, "Aku memaksamu memberitahukan rencanamu kepada kami."


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku bisa memberitahukan apa yang kukatakan pada Don Croce," kata Michael. "Tapi
kenapa aku harus menceritakan rencanaku yang lain" Kalau kutanyakan di mana Turi
Guiliano bersembunyi sekarang, apa kau akan memberitahuku?" Michael melihat
Pisciotta tersenyum, menyetujui ucapannya Tapi Hector Adonis menyela, "Tidak
sama. Kau tidak punya alasan untuk-mengetahui tempat persembunyian Turi. Kau
hendak membantunya, jadi kami harus mengetahui rencanamu."
Michael berkata pelan, "Aku tidak tahu apa-apa tentang dirimu."
Senyum cemerlang merekah di wajah Hector Adonis yang tampan. Lalu pria kecil itu
bangkit berdiri dan membungkuk. "Maafkan aku," katanya tulus. "Aku guru sekolah
Turi sewaktu dia kanak-kanak dan orangtuanya memberiku penghormatan dengan
menjadikan diriku godfather bapak baptisnya. Aku sekarang Profesor Sejarah dan ?Sastra di Universitas Palermo. Tapi, kredibilitas terbaikku bisa dijamin setiap
orang di meja ini. Sekarang, dan sejak dulu, aku anggota kelompok Guiliano."
Stefan Andolini berkata tenang, "Aku juga anggota kelompok. Kau tahu namaku dan
aku sepupumu. Tapi aku juga dipanggil Fra Diavalo."
Ini juga nama legendaris di Sisilia yang sudah sering didengar Michael. Ia
pantas memiliki tampang pembunuh, pikir Michael. Dan ia juga pelarian dengan
kepala yang dihargai mahal. Tapi siang tadi ia duduk bersantap di samping
Inspektur Velardi. Mereka semua menunggu jawaban darinya. Michael tidak berniat mengungkapkan
rencana terakhirnya, tapi sadar ia harus memberitahu mereka sesuatu. Ibu
Guiliano tengah menatapnya tajam. Ia berbicara langsung kepada Maria Lombardo.
"Sederhana saja," kata Michael. "Pertama-tama aku harus memperingatkan bahwa aku
tak bisa menunggu lebih dari tujuh hari. Aku sudah terlalu lama jauh dari rumah
dan ayahku membutuhkan bantuanku untuk mengatasi masalahnya. Tentu kalian
memahami betapa besar keinginanku kembali ke keluargaku. Tapi ayahkulah yang
memintaku membantu putramu. Instruksi terakhir yang kuterima dari kurir adalah
aku mengunjungi Don Croce di sini, lalu melanjutkan perjalanan ke Trapani. Di
sana aku akan menginap di vila Don setempat. Di sana sudah menunggu orang-orang
Amerika yang kupercaya sepenuhnya. Orang-orang yang memenuhi syarat." Ia diam
sejenak. Istilah "memenuhi syarat" memiliki arti khusus di Sisilia, biasanya
digunakan untuk para algojo tingkat tinggi Mafia Ia melanjutkan, "Begitu Turi
menemuiku, dia akan aman. Vilanya berupa benteng. Dan dalam beberapa jam kami
akan menumpang kapal cepat ke kota di Afrika. Di sana pesawat khusus sudah
menunggu, siap mengantar kami ke Amerika dan di sana dia akan berada dalam
perlindungan ayahku dan kau tak perlu mencemaskannya lagi."
"Kapan kau siap menerima Turi Guiliano?" tanya Hector Adonis.
"Aku akan tiba di Trapani besok pagi. Beri aku waktu dua puluh empat jam sesudah
itu." Tiba-tiba ibu Guiliano menangis. "Turi-ku yang malang tidak lagi memercayai
siapa pun. Dia tidak akan mau pergi ke Trapani."
"Kalau begitu aku tidak bisa membantunya," kata Michael dingin.
Ibu Guiliano dicekam keputusasaan. Pisciotta-lah yang tanpa terduga mendekati
untuk menghiburnya. Ia mencium ibu Guiliano dan memeluknya. "Maria lmbardo,
jangan khawatir," katanya. "Turi masih mau mendengarkanku. Akan kukatakan bahwa
kita semua memercayai orang Amerika ini, benar bukan?" ia memandang yang lain
dengan tatapan bertanya dan
mereka semua mengangguk. "Aku sendiri yang akan membawa Turi ke Trapani."
Semua puas. Michael menyadari ucapannya yang bernada dinginlah yang telah
meyakinkan mereka sehingga memercayai dirinya. Orang-orang Sisilia selalu curiga
terhadap kedermawanan yang terlalu hangat dan manusiawi. Sedang bagi dirinya
sendiri, ia tidak sabar dengan kehati-hatian mereka dan kekacauan rencana
ayahnya. Don Croce sekarang musuh, Guiliano mungkin tidak akan segera
menemuinya, bahkan mungkin tidak muncul sama sekali. Bagaimanapun, apa arti Turi
Guiliano baginya" Untuk itu, ia kembali penasaran, apa arti Guiliano bagi
ayahnya" Mereka mengajaknya ke ruang duduk kecil tempat ibu Guiliano menyajikan kopi dan
minuman keras anisette sambil meminta maaf karena tidak ada kue-kue manis.
Anisette yang dibuat dari biji tanaman anise akan menghangatkan Michael selama
perjalanan malam hari yang panjang ke Trapani, kata mereka. Hector Adonis
mengeluarkan kotak rokok emas dari saku jasnya yang mahal dan menawarkan kepada
yang lain, lalu menyelipkan rokok ke mulurnya sendiri yang bagus dan sejauh ini
lupa dirinya tengah bersandar ke kursi sehingga kakinya tidak lagi menyentuh
lantai. Sejenak ia mirip boneka yang menjuntai pada talinya.
Maria Lombardo menunjuk foto besar di dinding. "Dia tampan, bukan?" katanya.
"Dan dia juga baik. Hatiku hancur sewaktu dia menjadi pelanggar hukum. Apa kau
ingat hari yang mengerikan itu, Signor Adonis" Dan semua kebohongan yang mereka
katakan tentang Portella della Ginestra" Putraku tak akan pernah melakukan
tindakan seperti ku."
Para pria lain tampak malu. Untuk kedua kalinya Michael penasaran apa yang
terjadi di Portella della Ginestra, tapi tidak menanyakannya.
Hector Adonis berkata, "Sewaktu aku menjadi guru Turi, dia banyak membaca, hafal
legenda Charlemagne dan Roland luar kepala, dan sekarang dia sendiri menjadi
mitos. Hatiku juga hancur sewaktu dia menjadi pelanggar hukum."
Ibu Guiliano berkata pahit, "Dia beruntung kalau masih hidup. Oh, kenapa kita
menginginkan putra kita lahir di sini" Oh, ya, kita ingin dia menjadi orang
Sisilia sejati." Ia tertawa liar dan getir. "Dan dia memang menjadi orang
Sisilia sejati. Dia hidup dalam ketakutan akan keselamatannya dan dengan harga
atas kepalanya" Ia diam sejenak lalu berkata penuh keyakinan, "Padahal putraku
itu orang suci." Michael melihat Pisciotta tersenyum aneh, sebagaimana dilakukan orang saat
mendengarkan orangtua yang penuh cinta berbicara terlalu sentimental mengenai
kebaikan anak-anaknya. Bahkan ayah Guiliano memberi isyarat yang menunjukkan
ketidaksabaran. Stefan Andolini tersenyum sinis dan Pisciotta berkata lembut
tapi dingin, "Maria Lombardo-ku yang baik, jangan menganggap putramu' selemah
itu. Dia lebih kuat daripada itu dan musuh-musuhnya takut terhadapnya"
Ibu Guiliano berkata lebih tenang, "Aku tahu dia banyak membunuh, tapi dia tidak
pernah bertindak tidak adil. Dan dia selalu memberi mereka kesempatan untuk
membersihkan jiwa dan mengucapkan doa terakhir kepada Tuhan." Tiba-tiba ia
meraih tangan Michael dan membimbingnya ke dapur dan terus ke
balkon. "Tak satu pun dari mereka benar-benar mengenal putraku," katanya.
"Mereka tidak tahu betapa baik dan lemburnya dia. Mungkin sikapnya berbeda saat
menghadapi orang lain, tapi dia menjadi dirinya sendiri di depanku. Dia mematuhi
setiap ucapanku, dia tidak pernah berbicara kasar kepadaku. Dia putra yang
berbakti dan penuh kasih. Di hari-hari pertamanya sebagai pelanggar hukum, dia
memandang ke bawah dari pegunungan tapi tak bisa melihatku. Dan aku menengadah
dan tak bisa melihatnya. Tapi kami merasakan kehadiran satu sama lain, merasakan
cinta satu sama lain. Dan malam ini aku merasakan dirinya. Dan aku
membayangkannya seorang diri di pegunungan itu sementara ribuan tentara
memburunya dan hatiku hancur karenanya. Dan kau mungkin satu-satunya .orang yang
bisa menyelamatkan dirinya. Berjanjilah padaku kau akan menunggu." Ia memegang
tangan Michael erat-erat dan air mata membanjiri pipinya.
Michael memandang malam gelap di luar, Montelepre yang diam di perut pegunungan
luas, hanya alun-alun yang menunjukkan sebintik cahaya. Langit dipenuhi bintang.
Di jalan-jalan di bawah sesekali terdengar derak pistol dan suara-suara serak
carabinieri yang berpatroli. Kota serasa dipenuhi .hantu. Hantu-hantu yang
datang di udara malam musim panas yang lembut dan dipenuhi aroma pepohonan
lemon, dengung pelan ribuan serangga, teriakan tiba-tiba patroli polisi yang
berkeliaran. "Akan kutunggu selama mungkin," kata Michael lembut. "Tapi ayahku di rumah
membutuhkan diriku. Kau harus memaksa putramu menemuiku."
Maria Lombardo mengangguk dan mengajaknya kembali. Pisciotta tengah mondar-
mandir dalam ruangan. Ia tampak gugup.
"Kami sudah memutuskan menunggu di sini hingga dini hari dan jam malam
berakhir," katanya. "Terlalu banyak prajurit yang mudah menembak dalam gelap di
luar sana dan bisa terjadi kecelakaan karenanya. Kau keberatan?" tanyanya pada
Michael. "Tidak," jawabnya. "Selama itu tidak merepotkan tuan rumah kita."
Mereka tak mengacuhkan kekhawatirannya. Mereka sering berjaga semalaman saat
Turi menyelinap ke kota untuk mengunjungi orangtuanya. Lagi pula ada banyak hal
yang harus mereka bicarakan, rincian yang harus mereka bereskan. Mereka
menyiapkan diri menghadapi malam panjang. Hector Adonis menanggalkan jas dan
dasinya, tapi masih tampak anggun. Ibu Guiliano menyeduh kopi lagi.
Michael meminta mereka menceritakan segala sesuatu yang bisa mereka katakan
tentang Turi Guiliano. Ia merasa harus memahaminya. Orangtua Guiliano sekali
lagi menceritakan betapa hebatnya Turi sebagai'anak selama ini. Stefan Andolini
bercerita tentang hari Turi Guiliano membiarkan "dirinya tetap hidup. Pisciotta
menceritakan kisah-kisah lucu tentang keberanian dan selera humor serta
"kebaikan hati" Turi. Walaupun ia bisa bertindak tanpa ampun terhadap
pengkhianat dan musuh, ia tidak pernah menghina mereka dengan penyiksaan dan
penghinaan. Lalu ia menceritakan tragedi di Portella della Ginestra. "Dia
menangis hari itu," cerita Pisciotta. "Di depan semua anggota kelompoknya
Maria Lombardo menyela, "Dia tak mungkin membunuh orang-orang di Ginestra."
Hector Adonis menenangkannya. "Kita semua tahu. Dia baik hati sejak lahir." Ia
berpaling pada Michael dan berkata, "Dia menyukai buku, tadinya kukira dia akan
jadi penyair atau sarjana. Dia pemarah, tapi tidak kejam. Kemurkaannya polos.
Dia membenci ketidakadilan, kebrutalan yang dilakukan carabinieri terhadap kaum
miskin, dan sikap menjilat mereka terhadap orang kaya. Bahkan sewaktu kanak-
kanak dia sudah murka bila mendengar petani yang tak bisa menyimpan jagung yang
ditanamnya, tak bisa menikmati anggur yang diperasnya, menyantap babi yang
dijagalnya. Sekalipun begitu, dia bocah laki-laki yang lembut."
Pisciotta tertawa. "Dia tidak selembut itu sekarang. Dan kau, Hector, jangan
main-main jadi guru-sekolah kecil sekarang. Di atas kuda kau sama besarnya
dengan kami." Hector Adonis menatapnya tajam. "Aspanu," katanya, "ini bukan saatnya bermain-
main." Pisciotta menyahut penuh semangat, "Orang kecil, kaupikir aku takut padamu?"
Michael memerhatikan Pisciotta dijuluki Aspanu, dan kedua orang ini tidak saling
menyukai. Sikap Pisciotta yang terus menyinggung ukuran tubuh Adonis, kerasnya
nada Adonis setiap kali berbicara dengan Pisciotta. Bahkan ia merasakan
ketidakpercayaan di antara mereka semua yang lain tampak menjaga jarak dengan
Stefan Andolini, ibu Guiliano kelihatannya tidak memercayai semua orang. Meski
begitu, seiring semakin larutnya malam, jelas mereka semua mencintai Turi
Michael berkata hati-hati, "Ada Wasiat yang ditulis Turi Guiliano. Di mana
dokumen itu sekarang?" .
Kesunyian timbul cukup lama, mereka menatapnya tajam. Dan tiba-tiba mereka juga
tidak memercayai dirinya.
Akhirnya Hector Adonis berbicara. "Dia mulai menulisnya atas nasihatku dan aku
membantunya. Setiap halaman ditandatangani Turi. Semua persekutuan rahasia
dengan Don Croce, dengan pemerintah Roma, dan kebenaran terakhir tentang
Portella della Ginestra. Kalau dokumen itu terungkap kepada masyarakat,
pemerintah pasti runtuh. Dokumen itu kartu terakhir yang bisa dimainkan Guiliano
kalau situasi berubah sangat buruk."
"Kuharap kau menyimpannya di tempat aman," kata Michael.
Pisciotta setuju. "Ya. Don Croce pasti sangat ingin memiliki Wasiat"
Ibu Guiliano berkata, "Pada saat yang tepat, akan kami atur agar Wasiat
dikirimkan kepadamu. Mungkin kau bisa mengirimnya ke Amerika bersama gadis itu."
Michael memandang mereka, terkejut. "Gadis yang mana?"
Mereka membuang muka, seakan malu atau takut Mereka tahu ini kejutan yang tidak
menyenangkan dan takut akan reaksinya.
Ibu Guiliano menjawab, "Tunangan putraku. Dia hamil." Ia berpaling pada yang
lain. "Dia tidak bersedia menghilang begitu saja. Apa orang ini mau membawanya
atau tidak" Biar dia mengatakannya sekarang" Walaupun ibu Guiliano berusaha
keras tetap tenang, jelas sekali ia mencemaskan reaksi Michael. "Gadis itu
akan datang menemuimu di Trapani. Turi ingin kau mengirimnya lebih dulu ke
Amerika. Sesudah Turi mendapat kabar darinya bahwa dia aman, Turi akan
menemuimu." Michael berkata hati-hati, "Aku tidak diberi instruksi tentang hal ini. Aku
harus berkonsultasi dengan orang-orangku di Trapani mengenai pengaturan
waktunya. Aku tahu kau dan suamimu harus berangkat juga begitu putramu tiba di
Amerika. Apa gadis itu tidak bisa menunggu dan berangkat bersama kalian?"
Pisciotta menyela kasar, "Gadis itu ujian bagimu. Dia akan mengirimkan kata
sandi sehingga Guiliano tahu apakah dia berurusan bukan saja dengan orang jujur
tapi juga cerdas. Baru sesudah itu dia percaya kau bisa membawanya keluar dari
Sisilia dengan selamat."
Ayah Guiliano menukas marah, "Aspanu, aku sudah bilang padamu dan putraku. Don
Corleone sudah berjanji hendak membantu kita."
Pisciotta memberitahu, "Itu perintah Turi."
Michael berpikir cepat. Akhirnya ia menjelaskan, "Menurutku rencana itu pintar.
Kita bisa menguji rute pelarian dan memastikan rute itu tidak terbongkar." Ia
tidak berniat menggunakan rute pelarian yang sama untuk Guiliano. "Aku bisa
mengirimmu dan suamimu bersama gadis itu," katanya pada ibu Guiliano. Ia ?menatap mereka dengan pandangan bertanya, tapi kedua orangtua itu menggeleng.
Hector, Adonis berkata lembut, "Gagasan itu tidaklah buruk."
"Kami tidak akan meninggalkan Sisilia sementara putra kami di sini,tegas Ibu
guiliano,ayah guiliano melipat lengannya dan mengangguk setuju. Michael memahami apa yang mereka
pikirkan. Kalau Turi Guiliano tewas di Sisilia, mereka tidak ingin berada di
Amerika. Mereka harus tinggal di sini untuk berkabung atas dirinya,
menguburkannya, membawakan bunga ke makamnya. Itu tragedi terakhir milik mereka.
Gadis itu bisa pergi, ia hanya terikat oleh cinta, bukan darah.
Suatu saat pada malam itu Maria Lombardo Guiliano menunjukkan pada Michael
kliping berisi artikel-artikel koran, poster-poster yang menunjukkan berbagai
harga kepala Guiliano, yang dibuat pemerintah Roma. Maria Lombardo
memperlihatkan artikel berfoto yang diterbitkan di Amerika oleh majalah Life
pada tahun 1948. Artikelnya menyatakan Guiliano adalah bandit terbesar di era
modern, Robin Hood Italia yang merampok orang kaya untuk membantu orang miskin.
Majalah itu juga memuat salah satu surat terkenal yang dikirim Guiliano ke
berbagai surat kabar. Bunyinya "Selama lima tahun aku sudah berjuang untuk memerdekakan Sisilia. Aku
sudah memberi orang miskin apa yang kuambil dari orang kaya. Biarkan orang
Sisilia berbicara apakah aku pelanggar hukum atau pejuang kemerdekaan. Kalau
mereka menentangku, aku akan menyerahkan diri ke dalam tanganmu untuk dihakimi.
Selama mereka mendukungku, aku akan terus melanjutkan perang total."
Jelas ia tidak terdengar seperti bandit yang melarikan diri, pikir Michael,
sementara senyum merekah di wajah bangga Maria Lombardo. Michael merasakan
ikatan dengannya, wanita itu, sangat mirip ibunya sendiri. Wajahnya berkerut-
kerut oleh penderitaan masa
lalu, tapi matanya membara oleh cinta alami pertempuran melawan nasibnya.
Akhirnya fajar merekah dan Michael bangkit berdiri serta mengucapkan selamat
berpisah. Ia terkejut sewaktu ibu Guiliano memeluknya hangat.
"Kau mengingatkanku pada putraku," katanya. "Aku percaya padamu." Ia melangkah
ke rak di atas perapian dan menurunkan patung kayu Perawan Maria. Patung itu
berkulit hitam. Garis-garis wajahnya Negroid. "Ambil ini sebagai hadiah. Ini
satu-satunya milikku yang cukup berharga untuk diberikan padamu."
Michael berusaha menolak, tapi Maria Lombardo mendesak.
Hector Adonis berkata, "Hanya tersisa beberapa patung seperti itu di Sisilia.
Menarik, tapi kami memang sangat dekat dengan Afrika."
"Tidak penting bagaimana tampangnya, kau bisa berdoa kepadanya," ujar ibu
Guiliano. "Ya," sahut Pisciotta. "Dia bisa melakukan kebaikan sama seperti yang lainnya."
Terdengar nada jijik dalam suaranya.
Michael mengawasi Pisciotta berpamitan kepada ibu Guiliano. Ia bisa melihat
kasih sejati di antara mereka Pisciotta mencium kedua pipi ibu Guiliano dan
menepuk-nepuknya untuk meyakinkan. Tapi sejenak ibu Guiliano menyandarkan kepala
ke bahunya dan mendesah, "Aspanu, Aspanu, aku mencintaimu sama seperti mencintai
putraku sendiri. Jangan biarkan mereka membunuh Turi." Ia pun menangis.
Pisciotta kehilangan semua sikap dinginnya, tubuhnya seolah merosot, wajahnya
yang kurus dan gelap melunak. "Kalian semua akan menjadi tua di Amerika,"
katanya Lalu ia berpaling pada Michael. "Akan kuantar Turi menemuimu minggu ini,"
katanya. Ia menyelinap keluar pintu, tergesa dan diam-diam Ia memiliki kartu izin bertepi
merahnya sendiri dan ia bisa kembali menghilang di pegunungan. Hector Adonis
tetap tinggal bersama keluarga Guiliano, kendati ia memiliki rumah di kota ini.
Michael dan Stefan naik ke Fiat dan melaju melintasi alun-alun, memasuki jalan
menuju Castelvetrano dan kota pantai Trapani. Dengan cara mengemudi Andolini
yang lambat dan berhati-hati, serta puluhan blokade militer, baru tengah hari
mereka tiba di Trapani. BUKU II TURI GUILIANO 1943 Bab 2

Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

DI bulan September 1943 Hector Adonis adalah Profesor Sejarah dan Sastra di
Universitas Palermo. Tubuhnya yang sangat pendek menyebabkan para koleganya
memperlakukan dirinya kurang hormat, tak sebanding dengan bakatnya. Tapi inilah
takdir dalam budaya Sisilia, yang biasa dengan kejam memberikan julukan
berdasarkan kekurangan fisik. Satu-satunya orang yang mengetahui nilai sejati
dirinya adalah Rektor Universitas.
Di bulan September 1943 inilah kehidupan Hector Adonis berubah. Bagi kawasan
Italia selatan, perang sudah berakhir. Tentara Amerika sudah menaklukkan Sisilia
dan pergi ke daratan. Fasisme sudah mati, Italia dilahirkan kembali; untuk
pertama kalinya dalam empat belas abad, pulau Sisilia tidak memiliki majikan
yang nyata. Tapi Hector Adonis, yang memahami ironi sejarah, tidak berharap
besar. Mafia mulai menguasai hukum di Sisilia. Kekuasaan mereka yang bagai
kanker sama mematikannya seperti kekuasaan pemerintahan mana pun. Dari jendela
kantornya ia menunduk memandang lahan Universitas, memandang sekelompok bangunan
yang bisa disebut kampus.
Asrama tidak diperlukan, tidak ada kehidupan kuliah
seperti yang dikenal di Inggris dan Amerika. Di sini sebagian besar mahasiswa
belajar di rumah dan berkonsultasi dengan para dosen pada waktu-waktu yang
ditentukan sebelumnya. Para dosen memberi kuliah dan para mahasiswanya bisa
tidak memedulikannya tanpa sanksi apa pun. Mereka hanya perlu mengikuti ujian.
Hector Adonis menganggap sistem ini pada umumnya memalukan dan pada khususnya
tolol karena memengaruhi orang Sisilia, yang menurut pendapatnya memerlukan
disiplin akademis lebih keras dibanding mahasiswa di negara-negara lain.
Dari jendelanya yang mirip jendela katedral, ia bisa melihat gelombang musiman
pemimpin Mafia dari seluruh provinsi Sisilia, datang melobi para dosen
Universitas. Di bawah kekuasaan Fasis, para pemimpin Mafia ini lebih hati-hati,
lebih rendah hati, tapi sekarang di bawah kekuasaan demokrasi pemulihan-Amerika
yang ramah, mereka mencuat bagaikan cacing-cacing berjuang menembus tanah yang
disiram hujan dan melanjutkan cara-cara lama. Mereka tidak lagi rendah hati.
Para pemimpin Mafia, Friends of the Friends, para permimpin klan-klan kecil
setempat di banyak desa Sisilia, datang di hari-hari libur untuk mengajukan
permohonan atas para mahasiswa yang merupakan kerabat atau putra teman mereka
atau putra tuan tanah kaya, yang tidak berprestasi baik di Universitas, yang
takkan mendapatkan gelar tanpa tindakan tegas. Padahal gelar-gelar ini amat
penting. Bagaimana lagi cara keluarga-keluarga itu mengusir para putra yang
tidak memiliki ambisi, bakat, kecerdasan" Para orangtua akan terpaksa menyokong
putra-putra mereka seumur hidup. Tapi
dengan gelar, sehelai pernyataan dari Universitas, berandalan-berandalan ini
bisa menjadi guru, dokter, anggota Parlemen, atau paling buruk, pegawai rendahan
administrasi negara. Hector Adonis mengangkat bahu; sejarah menghiburnya. Inggris tercintanya, di
masa kejayaan Kerajaan, memercayakan tentara-tentara mereka kepada putra-putra
orang kaya yang juga tidak kompeten, yang para orangtuanya menyuap agar mereka
mendapatkan jabatan dalam ketentaraan dan mengomandani kapal-kapal besar. Namun
demikian, Kerajaan Inggris tetap makmur. Memang benar para komandan ini telah
memimpin anak buahnya ke dalam pembantaian yang tidak perlu, namun harus
dikatakan mereka ikut tewas bersama anak buahnya, keberanian merupakan hal
penting bagi mereka. Dan dengan tewasnya mereka, setidaknya memecahkan masalah
orang-orang ceroboh dan tidak kompeten yang membebani negara. Orang Italia tidak
segagah atau sepraktis itu. Mereka mencintai anak-anak mereka, menyelamatkan
mereka dari bencana, dan membiarkan negara mengurus dirinya sendiri.
Dari jendelanya, Hector Adonis bisa melihat setidaknya tiga pemimpin Mafia
setempat tengah berkeliaran mencari korbannya. Mereka mengenakan topi kain dan
sepatu bot kulit, dan membawa jas beludru tebal di lengannya, karena cuaca masih
hangat. Mereka membawa keranjang berisi buah-buahan, botol-botol dibungkus
anyaman bambu berisi anggur buatan sendiri untuk diberikan sebagai hadiah. Itu
bukan suap, melainkan penangkal sopan bagi rasa takut yang akan memuncak dalam
dada para dosen begitu melihat
kehadiran mereka. Karena sebagian besar dosen merupakan penduduk asli Sisilia
dan paham bahwa permintaan-permintaan itu takkan pernah bisa ditolak.
Salah satu pemimpin Mafia, mengenakan pakaian yang amat khas pedalaman sehingga
ia bisa turut bermain dalam Cavalleria Rusticdna*, tengah memasuki gedung dan
menaiki tangga. Puas tapi sebal Hector Adonis bersiap memainkan komedi yang
sudah akrab baginya. Adonis mengenal pria itu. Namanya Buccilla dan ia memiliki tanah pertanian dan
peternakan domba di Parunico, tak jauh dari Montelepre. Mereka berjabatan dan
Buccilla memberikan keranjang yang dibawanya.
"Begitu banyak buah-buahan kami yang jatuh ke tanah dan membusuk sehingga
kupikir sebaiknya kubawa beberapa untuk Profesor," kata Buccilla. Ia pria pendek
tapi kekar, tubuhnya kuat akibat bekerja keras seumur hidup. Adonis tahu pria
ini dikenal jujur dan rendah hati meskipun ia bisa mengubah kekuasaannya menjadi
kekayaan. Ia salah satu contoh kemunduran, kembali ke era lama ketika para
pemimpin Mafia berjuang bukan untuk kekayaan melainkan penghargaan dan
penghormatan. Adonis tersenyum sambil menerima keranjangnya. Petani mana di Sisilia yang
pernah membiarkan segala *Drama tentang kehidupan petani yang diangkat dari novel berjudul sama karya
Giovanni Verga, novelis kelahiran Catania, Sisilia (1840-1922).
sesuatu tersia-sia" Ada seratus anak untuk setiap butir zaitun yang jatuh ke tanah, dan anak-anak ini bagaikan belalang perusak.
Buccilla mendesah. Ia ramah, tapi Adonis tahu keramahan ini bisa berubah menjadi
ancaman hanya dalam sepersekian detik. Jadi ia melontarkan senyum simpatik
sementara Buccilla berkata, "Hidup ini benar-benar merepotkan. Aku harus bekerja
di lahanku, tapi sewaktu tetanggaku meminta bantuan, bagaimana aku bisa
menolaknya" Ayahku mengenal ayahnya, kakekku mengenal kakeknya. Dan sudah
menjadi sifatku, mungkin itulah kesialanku, bahwa aku akan melakukan apa saja
yang diminta temanku. Bagaimanapun, bukankah kita sesama orang Kristen?"
Hector Adonis berkata tenang, "Kita, orang Sisilia, sama semua. Kita terlalu
dermawan. Itu sebabnya orang utara di Roma bisa memanfaatkan kita sedemikian
rupa." Buccilla menatapnya tajam. Takkan ada masalah, kan" Dan bukankah ia pernah
mendengar bahwa dosen yang satu ini salah satu Friends" Jelas si dosen tidak
tampak takut. Dan kalau ia Friends of the Friends, kenapa dirinya, Buccilla,
tidak mengetahuinya" Tapi dalam Friends memang terdapat banyak tingkatan.
Pokoknya, inilah orang yajjg memahami dunia tempatnya tinggal.
"Aku datang untuk meminta bantuanmu," Buccilla menjelaskan. "Sebagai sesama
orang Sisilia. Putra tetanggaku gagal di Universitas tahun ini. Kau yang
menggagalkannya. Jadi tetanggaku mengklaim. Tapi sewaktu kudengar namamu aku
berkata kepadanya, Apa! Signor Adonis" Wah, dia orang paling baik di
dunia. Dia tidak mungkin bertindak sejahat itu kalau tahu semua faktanya. Tidak
akan pernah.' Jadi mereka memohon sambil menangis agar aku memberitahukan
seluruh ceritanya kepadamu. Dan meminta dengan amat rendah hati agar kau
mengubah nilainya supaya dia bisa mencari nafkah."
Hector Adonis tidak tertipu oleh kesopanan luar biasa ini. Sekali lagi ini
seperti Inggris yang begitu dikaguminya, orang-orang yang bisa bersikap kasar
tanpa kentara sehingga kau menikmati penghinaan mereka selama berhari-hari
sebelum menyadari mereka sudah menyakitimu habis-habisan. Bila permintaannya
ditolak, orang Inggris palmg-paling mencaci-maki, tapi dengan Signor Buccilla
akan diikuti semburan lupara senapan yang larasnya digergaji supaya daya ?ledaknya lebih dahsyat di suatu malam gelap. Hector Adonis dengan sopan
?mencicipi zaitun dan beri di keranjang. "Ah, kita tidak bisa membiarkan seorang
anak muda kelaparan di dunia yang menyedihkan ini," katanya. "Siapa nama anak
muda ini?" Dan sewaktu Buccilla memberitahunya, ia mengambil buku catatan dari
dasar mejanya Ia membalik-baliknya meskipun tentu saja ia mengenal nama itu
dengan baik. Mahasiswa yang gagal itu pemalas tolol; lebih parah daripada domba-domba di
jjgfernakan Buccilla. Ia suka main perempuan, suka membual, bocah buta huruf
tanpa harapan yang tak tahu perbedaan antara iliad dan Verga. Meskipun demikian,
Hector Adonis tersenyum manis kepada Buccilla dan dengan pura-pura sangat
terkejut berkata, "Ah, dia sedikit bermasalah dalam salah satu ujiannya. Tapi
bisa dibereskan dengan mudah. Suruh dia menemuiku, akan kusiapkan dia di
ruangan ini dan kuberi ujian tambahan. Dia tidak akan gagal lagi."
Mereka berjabatan, dan pria itu berlalu. Dapat satu teman lagi, pikir Hector.
Apa itu berarti semua pemuda tidak berguna ini akan mendapatkan gelar sarjana
yang tak layak mereka peroleh" Di Italia tahun 1943 mereka bisa menggunakan
gelar itu untuk memanjakan diri dan mendapat posisi menengah.
Dering telepon menghentikan pemikirannya dan mencetuskan kejengkelan lain.
Deringannya pendek, lalu berhenti sejenak sebelum berdering lebih pendek lagi
tiga kali. Wanita operator telepon tengah bergosip dan melakukan tugasnya di
sela-sela percakapannya sendiri. Ini begitu menjengkelkan sehingga Adonis
berteriak, "Pronto" ke telepon, lebih kasar daripada yang diinginkannya.
Dan sialnya telepon itu dari Rektor Universitas. Tapi sang Rektor, yang terkenal
ketat dalam masalah kesopanan profesional, jelas tengah memikirkan hal lain yang
lebih penting daripada kekasaran. Suaranya gemetar ketakutan, permohonannya
hampir-hampir diiringi air mata. "Profesor Adonis yang baik," rengeknya, "apa
kau tidak keberatan datang ke ruanganku" Universitas mendapat masalah serius dan
hanya kau yang mungkin bisa memecahkan. Ini penting sekali. Percayalah,
profesorku yang baik, aku akan sangat berterima kasih."
Bujukan tersebut menyebabkan Hector Adonis gugup. Apa yang diharapkan idiot ini
darinya" Melompat dari Katedral Palermo" Rektor lebih memenuhi syarat untuk itu,
pikir Adonis getir, tingginya paling sedikit 180 sentimeter. Biarkan ia melompat
dan tidak meminta bawahan yang berkaki paling pendek di Sisilia melakukannya. Bayangan itu
meringankan kembali suasana hari Adonis. Jadi ia bertanya ringan, "Mungkin kau
bisa memberiku petunjuk. Jadi aku bisa mempersiapkan diri selama perjalanan."
Suara Rektor merendah menjadi bisikan. "Don Croce yang terhormat bersusah payah
mengunjungi kita. Keponakannya mahasiswa kedokteran, dan dosennya-menyarankan
dia mengundurkan diri dengan hormat dari program. Don Croce datang untuk meminta
kita, dengan cara yang paling sopan, mempertimbangkannya kembali. Tapi dosen di
Fakultas Kedokteran bersikeras agar anak muda ini mengundurkan diri." "Siapa
manusia tolol itu?" tanya Hector Adonis. "Dokter Nattore yang masih muda itu,"
jawab Rektor. "Anggota terhormat fakultas tapi masih kurang pengalaman."
"Aku akan tiba di ruanganmu lima menit lagi," tegas Hector Adonis.
Sementara ia bergegas menyeberangi tempat terbuka menuju gedung utama, Hector
Adonis mempertimbangkan tindakan apa yang akan diambilnya. Kesulitannya bukan
terletak pada Rektor; ia selalu memanggil Adonis untuk menangani masalah-masalah
seperti ini. Kesulitannya terletak pada Dokter Nattore. Ia mengenal baik sang
dokter. Praktisi medis yang cemerlang, pengajar yang kematiannya jelas akan
menjadi kerugian besar bagi Sisilia, dan pengunduran dirinya akan merupakan
kehilangan bagi Universitas. Juga orang membosankan yang paling sombong, punya
prinsip kaku dan kehormatan sejati. Tapi bahkan ia pun harus mendengarkan Don
Croce yang agung, ia pun harus
menancapkan sedikit logika dalam otaknya yang jenius. Pasti ada jalan lain.
Di depan gedung utama terdapat mobil hitam panjang dan dua pria bersetelan
bisnis mereka tetap saja tidak tampak terhormat bersandar di sana. Mereka ? ?pasti para pengawal dan. sopir Don yang ditinggalkan di luar untuk menghormati
para akademisi yang dikunjungi Don Croce. Adonis melihat pandangan tertegun
mereka, lalu keheranan bercampur geli melihat posturnya yang pendek, pakaiannya
yang bagus, map di bawah ketiaknya. Ia melontarkan tatapan dingin yang membuat
mereka terkejut. Mungkinkah orang sekecil ini termasuk Friends of the Friends"
Ruangan Rektor lebih mirip perpustakaan daripada pusat bisnis; ia lebih
menyerupai sarjana daripada administrator. Buku-buku berjajar memenuhi dinding-
dindingnya, perabotannya besar tapi nyaman. Don Croce duduk di kursi besar
sambil menghirup espressonya. wajahnya mengingatkan Hector Adonis akan haluan
kapal dalam kisah Iliad, yang melewati tahun-tahun peperangan dan lautan buas.
Don berpura-pura mereka tidak saling kenal, dan Adonis membiarkan dirinya
diperkenalkan. Rektor tentu saja tahu langkah ini hanyalah pura-pura, tapi
Dokter Nattore yang masih muda percaya.
Rektor adalah orang terjangkung di Universitas; Hector Adonis yang terpendek.
Segera, demi kesopanan, Rektor duduk merosot di kursinya sebelum berbicara.
"Kita menghadapi sedikit perbedaan pendapat," kata Rektor. Mendengarnya Dokter
Nattore mendengus jengkel, tapi Don Croce memiringkan kepala menyetujui. Rektor
pun melanjutkan, "Keponakan Don Croce sangat ingin menjadi dokter. Menurut
Profesor Nattore pemuda ini tidak berhasil mendapatkan nilai yang cukup untuk
memperoleh izin praktik. Ini tragedi. Don Croce begitu baik bersedia datang dan
mengajukan masalah keponakannya, dan karena Don Croce sudah berbuat begitu
banyak bagi Universitas, menurutku kita harus berusaha sebaik-baiknya untuk
mencarikan jalan keluar."
Don Croce berkata riang, tanpa kesinisan sedikit pun, "Aku sendiri buta huruf,
tapi tak ada yang bisa bilang aku tidak berhasil dalam bisnis." Tentu saja,
pikir Hector Adonis, orang yang bisa menyuap para menteri, memerintahkan
berbagai pembunuhan, meneror para penjaga toko dan pemilik pabrik, tidak perlu
bisa membaca dan menulis. Don Croce melanjutkan, "Aku menemukan jalanku melalui
pengalaman. Kenapa keponakanku tidak bisa seperti itu juga" Adik perempuanku
yang malang pasti patah hati kalau putranya tidak bisa menambahkan kata 'Dokter'
di depan namanya Adikku pengikut Kristus sejati, dia ingin membantu dunia."
Dokter Nattore, dengan ketidakpekaan khas orang yang berada di pihak yang benar,
berkata, "Aku tidak bisa mengubah posisiku."
Don Croce mendesah. Ia membujuk, "Kerugian apa yang bisa ditimbulkan
keponakanku" Aku akan mengatur jabatan di ketentaraan, atau di rumah sakit
Katolik untuk manula. Dia akan memegang tangan mereka dan mendengarkan masalah
mereka. Orangnya sangat ramah, dia akan memesona orang-orang tua itu. Apa yang
kuminta" Hanya mengatur sedikit kertas-kertas yang kauatur di sini." Sekilas ia
memandang sekeliling ruangan, jijik terhadap buku-buku yang membentuk dinding-
dindingnya. Hector Adonis sangat terganggu oleh kerendahan hati Don Croce itu merupakan ?tanda bahaya kalau muncul dari orang seperti dirinya dan dengan marah berpikir
?memang gampang saja bagi Don mendapatkan jabatan itu. Anak buahnya akan segera
mengirimnya ke Swiss begitu livernya kurang beres. Tapi Adonis tahu dirinya
terbebani untuk membereskan masalah ini. "Dokter Nattore yang baik," katanya,
"tentu ada yang bisa kita lakukan. Sedikit pelajaran tambahan pribadi, kerja
praktik tambahan di rumah sakit amal?"
Sekalipun dilahirkan di Palermo, Dokter Nattore tidak mirip orang Sisilia.
Rambutnya pirang dan mulai botak dan ia menunjukkan kemarahannya, sesuatu yang
tak akan pernah dilakukan orang Sisilia sejati dalam situasi serumit ini. Tidak
ragu lagi itu akibat kerusakan genetika yang diwarisinya dari para penjajah
Normandia jauh di masa lalu. "Kau tidak mengerti, Profesor Adonis-ku yang baik.
Si tolol ini mau jadi ahli bedah."
Yesus, Yusuf, Perawan Maria kami, dan semua orang sucinya, pikir Hector Adonis.
Ini benar-benar gawat. Memanfaatkan kesunyian akibat kekagetan yang terpancar pada wajah para
koleganya, Dokter Nattore melanjutkan. "Keponakanmu tidak tahu apa-apa tentang
anatomi. Dia mencincang mayat hingga berkeping-keping seperti menyembelih domba
untuk pesta. Dia tidak mengikuti sebagian besar pelajaran, dia tidak belajar
untuk ujian, dia memasuki ruang operasi seolah hendak berdansa. Kuakui dia
ramah, kau tak bisa nemukan pemuda yang lebih menyenangkan lagi. Tapi, bagaimanapun juga, kita
bicara soal orang yang suatu hari harus memasuki tubuh manusia dengan sebilah
pisau tajam." Hector Adonis tahu persis apa yang dipikirkan Don Croce. Siapa peduli seburuk
apa bocah ini sebagai ahli bedah" Ini soal gengsi keluarga, hilangnya
penghormatan kalau si bocah gagal. Tidak peduli seburuk apa ia sebagai ahli
bedah, ia tak akan pernah membunuh sebanyak yang dilakukan anak buah Don Croce
yang lebih sibuk. Selain itu, Dokter Nattore yang
masih muda ini tidak mau mengubah kemauannya, tidak memahami isyarat bahwa Don
Croce bersedia melupakan cita cita keponakannya menjadi ahli bedah kalau ia
bersedia menjadikannya dokter umum.
Jadi sekarang tiba waktunya bagi Hector Adonis untuk membereskan masalah ini.
"Don Croce yang baik," katanya, "aku yakin Dokter Nattore akan memenuhi
permintaanmu kalau kita terus membujuknya. Tapi kenapa keponakanmu punya gagasan
romantis menjadi ahli bedah" Seperti sudah kaukatakan, dia terlalu ramah,
padahal ahli bedah dikenal sadis sejak lahir. Dan siapa di Sisilia ini yang
sukarela mau diiris?" Ia diam sejenak, lalu melanjutkan. "Selain itu dia harus
menjalani praktik di Roma, kalau kami meluluskannya di sini, dan Roma akan
menggunakan segala alasan untuk menghancurkan orang Sisilia Kau justru merugikan
keponakanmu kalau bersikeras. Biarkan aku yang mengatur."
Dokter Nattore menggumam bahwa tidak mungkin ia berkompromi. Untuk pertama
kalinya mata Don Croce yang bagai mata kadal membara. Dokter Nattore
terdiam dan Hector Adonis bergegas bicara. "Keponakanmu akan mendapatkan nilai
lulus dan menjadi dokter, bukan ahli bedah. Kita katakan saja dia terlalu baik
hati, tak tega mengiris orang."
Don Croce membentangkan lengannya lebar-lebar, bibirnya merekah melontarkan
senyum dingin. "Kau mengalahkanku dengan logikamu," pujinya kepada Adonis.
"Terserahlah. Keponakanku akan jadi dokter, bukan ahli bedah. Dan adik


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuanku harus puas dengan itu." Ia bergegas meninggalkan mereka, tujuan
utamanya tercapai; ia tidak berharap lebih. Rektor Universitas mengantarnya ke
mobil. Tapi semua orang dalam ruangan menyadari lirikan terakhir yang
dilontarkan Don Croce ke arah Dokter Nattore. Lirikan tajam seakan ia hendak
mengingat-ingat wajahnya, memastikan dirinya tidak melupakan wajah orang yang
mencoba menentang kehendaknya.
Sesudah mereka pergi, Hector Adonis berpaling memandang Dokter Nattore dan
berkata, "Kau, kolegaku yang baik, harus mengundurkan diri dari Universitas dan
membuka praktik di Roma."
Dokter Nattore membentak marah, "Kau sudah sinting?"
Hector Adonis menjawab, "Tidak sesinting dirimu. Aku memaksamu makan malam
bersamaku malam ini dan akan kujelaskan kenapa Sisilia kita bukanlah Taman
Eden." "Tapi kenapa aku harus pergi?" protes Dokter Nattore.
"Kau bilang 'tidak' kepada Don Croce Malo. Sisilia tidak cukup besar bagi kalian
berdua." "Tapi dia sudah mendapatkan keinginannya,teriak
Dokter Nattore putus asa. "Keponakannya akan jadi dokter. Kau dan Rektor sudah
menyetujuinya." "Tapi kau tidak," kilah Hector Adonis. "Kami menyetujuinya untuk menyelamatkan
nyawamu. Meskipun demikian, kau sudah ditandai."
Malam itu Hector Adonis menjadi tuan rumah bagi enam dosen, termasuk Dokter
Nattore, di salah satu restoran terbaik Palermo. Masing-masing dosen mendapat
kunjungan "orang terhormat" hari itu dan mereka setuju mengubah nilai mahasiswa
yang gagal. Dokter Nattore mendengarkan cerita mereka dengan ngeri dan akhirnya berkata,
"Tapi hal itu tidak bisa terjadi di fakultas kedokteran, tidak bagi seorang
dokter." Hingga akhirnya mereka kehilangan kesabaran. Seorang dosen Filsafat
menuntut kenapa praktik kedokteran lebih penting bagi umat manusia daripada
proses berpikir yang rumit dalam pikiran manusia dan kesucian jiwa yang abadi.
Sesudah mereka selesai, Dokter Nattore setuju pergi dari Universitas Palermo dan
pindah ke Brasilia, para koleganya menjamin di sana ahli bedah yang baik bisa
mendapatkan kekayaan dengan menangani kandung kemih.
Malam itu Hector Adonis tidur nyenyak. Tapi keesokan paginya ia menerima telepon
mendesak dari Montelepre. Putra baptisnya, Turi Guiliano, yang kecerdasannya
telah dibinanya, yang kelembutannya sangat dihargainya, yang masa depannya telah
direncanakannya, membunuh petugas polisi.
Bab 3 MONTELEPRE adalah kota berpenduduk tujuh ribu orang yang terbenam dalam di
lembah Pegunungan Cammarata, sebagaimana terbenam dalam kemiskinan.
Pada tanggal 2 September 1943 para penduduknya tengah bersiap menyelenggarakan
Festa, yang dimulai besok dan berlanjut hingga tiga hari berikutnya.
Festa merupakan acara terbesar setiap tahun di setiap kota, lebih besar daripada
Paskah atau Natal atau Tahun Baru, lebih meriah daripada perayaan berakhirnya
perang besar atau hari kelahiran pahlawan nasional. Festa diselenggarakan bagi
orang suci kesukaan masing-masing kota. Acara ini salah satu dari sedikit
tradisi yang tidak berani dilarang atau dicampuri oleh pemerintahan Fasis
Mussolini. Untuk mengorganisir Festa, setiap tahun dibentak Komite Tiga yang terdiri atas
orang-orang paling dihormati di kota. Ketiga orang ini lalu menunjuk para deputi
untuk mengumpulkan uang dan sumbangan barang. Setiap keluarga menyumbang sesuai
kemampuan. Sebagai tambahan, para deputi dikirim ke jalan-jalan untuk mengemis.
Lalu seiring kian dekatnya hari besar itu, Komite
Tiga mulai menghabiskan dana khusus yang dikumpulkannya setahun terakhir. Mereka
menyewa band dan badut. Mereka menyiapkan hadiah uang besar untuk balap kuda
yang akan diselenggarakan selama tiga hari. Mereka menyewa pakar untuk
mendekorasi gereja dan jalan-jalan agar kemuraman Montelepre yang dicekam
kemiskinan tiba-tiba menyerupai kota berbenteng khas abad pertengahan di tengah
Fields of the Cloths of Gold. Mereka menyewa teater boneka. Para pedagang
makanan menyiapkan kios. Keluarga-keluarga Montelepre memanfaatkan Festa untuk memamerkan putri-putri
mereka yang siap menikah pakaian-pakaian baru dibeli, pendamping-pen-damping
diberi penjelasan. Sekelompok pelacur Palermo mendirikan tenda besar tepat di
luar kota, surat izin dan sertifikat medis menghiasi dinding-dinding kanvas
bergaris-garis merah, putih, dan hijau. Seorang biarawan suci terkenal, yang
bertahun-tahun lalu memiliki luka-luka penyaliban Kristus, disewa untuk
menyampaikan khotbah resmi Dan akhirnya, pada hari ketiga, keranda kayu orang
suci dibawa menyusuri jalan-jalan, diikuti seluruh penduduk kota, bersama bagal-
bagal, kuda-kuda, babi-babi, dan keledai-keledai mereka. Di atas
Ini mengacu pada padang rumput mewah meriah di selatan Prancis, tempat Raja
Inggris dan Prancis bertemu dalam upaya menghentikan perang, Masing-masing
mendirikan tenda-tenda mewah menyerupai kastil, mencoba tampil lebih hebat
daripada yang lain, meski harus menghabiskan uang lebih daripada yang mereka
miliki. keranda terdapat patung orang suci yang ditimbuni uang, bunga, gula-gula aneka
warna, dan botol-botol anggur besar terbungkus anyaman bambu.
Hari-hari itu merupakan hari-hari kemegahan. Bukan masalah kalau sepanjang tahun
sisanya mereka kelaparan dan di alun-alun desa yang sama tempat mereka ?menghormati orang suci mereka menjual keringat kepada para tuan tanah untuk
?seratus lira sehari. Di hari pertama Festa Montelepre, Turi Guiliano ditugaskan mengambil peran dalam
ritual pembukaan, mengawinkan Bagal Ajaib Montelepre dengan keledai terbesar dan
terkuat di kota. Jarang sekali bagal betina bisa melahirkan; mereka termasuk
hewan steril, produk persilangan antara kuda dan keledai. Tapi ada bagal seperti
itu di Montelepre; bagal itu melahirkan seekor keledai dua tahun lalu. Sebagai
tanggung jawab keluarga untuk berpartisipasi dalam Festa, pemiliknya setuju
menyumbangkan bagal itu dan, seandainya terjadi keajaiban, anaknya dalam Festa
tahun depan. Acara ini mengandung ejekan sinis.
Tapi ritual penjantanan ini hanyalah sebagian ejekan itu. Petani Sisilia punya
kemiripan dengan bagal dan keledainya. Bagal dan keledai makhluk pekerja keras,
dan seperti petani Sisilia sendiri, sifatnya keras kepala dan masam. Seperti
petani, bagal dan keledai mampu bekerja berjam-jam tanpa lelah, tidak seperti
kuda yang lebih anggun, yang harus dimanjakan. Selain itu, bagal dan keledai
sangat kuat dan mampu memilih jalan di sepanjang lereng pegunungan tanpa jatuh
dan menderita patah kaki, tidak seperti kuda ras jantan atau betina. Petani,
keledai, dan bagal juga mampu bertahan hidup dengan makanan yang akan membunuh
orang dan hewan lainnya. Tapi kemiripan terbesar adalah: Petani, keledai, dan
bagal harus diperlakukan dengan kasih dan penghormatan, kalau tidak mereka bisa
berubah mematikan dan keras kepala.
Festival-festival keagamaan Katolik lahir dari ritual pemuja berhala yang
memohon keajaiban dari para dewa. Di hari yang sangat penting di bulan September
1943 ini, selama Festa Montelepre, keajaiban akan muncul dan mengubah nasib
tujuh ribu penduduknya. Pada usia 20 tahun, Turi Guiliano dianggap pemuda paling berani, paling
terhormat, paling kuat, dan yang paling memicu penghargaan. Ia pria terhormat.
Maksudnya, ia orang yang memperlakukan sesamanya de-ngan sangat adil dan tidak
bisa dihina begitu saja. Ia menjadi terkenal di musim menuai lalu karena menolak dipekerjakan sebagai
buruh dengan bayaran begitu menghina yang ditentukan para pengawas lahan
setempat Ia lalu-berpidato, mendesak orang-orang lain agar tidak bekerja,
membiarkan hasil panen membusuk. Carabinieri menangkapnya atas tuduhan yang
dilontarkan para tuan tanah. Orang-orang lain kembali bekerja Guiliano tidak
menunjukkan kemarahan kepada mereka atau bahkan kepada carabinieri. Sewaktu
dibebaskan dari penjara berkat campur tangan Hector Adonis, ia tidak menjadi
sinis. Ia membela prinsip yang dipercayainya dan itu sudah cukup baginya.
Dalam kesempatan lain, ia melerai perkelahian pisau antara Aspanu Pisciotta dan
seorang pemuda lain hanya dengan menempatkan dirinya yang tidak bersenjata di
antara keduanya dan sambil melucu membujuk mereka sehingga kemarahan mereka
reda. Yang tidak biasa dari kejadian ini adalah kalau
orang lain yang melakukannya, tindakan itu akan dianggap sebagai kepengecutan
yang disamarkan dalam kemanusiaan, tapi sesuatu dalam diri Guiliano mencegah
penafsiran seperti itu. Di hari kedua bulan September ini, Salvatore Guiliano, dipanggil Turi oleh
teman-teman dan keluarganya, muram memikirkan apa yang baginya merupakan pukulan
hebat terhadap martabatnya sebagai pria.
Masalahnya kecil saja. Montelepre tidak memiliki bioskop, tidak ada gedung
pertemuan, tapi ada kafe kecil dengan meja biliar. Semalam Turi Guiliano,
sepupunya, Gaspare "Aspanu" Pisciotta, dan beberapa pemuda lain tengah bermain
biliar. Beberapa pria yang lebih tua mengawasi mereka sambil minum bergelas-
gelas anggur. Salah satu di antaranya, pria bernama Guido Quintana, sudah agak
mabuk. Ia orang yang memiliki reputasi. Ia pernah dipenjara Mussolini karena
dicurigai sebagai anggota Mafia. Keberhasilan Amerika menaklukkan pulau tersebut
menyebabkan ia dibebaskan sebagai korban fasisme, dan menurut isu ia akan
dipilih menjadi walikota Montelepre.
Sebagaimana orang-orang Sisilia mana pun, Turi Guiliano mengetahui kekuasaan
Mafia yang legendaris. Dalam beberapa bulan setelah kebebasan, organisasi ini
kembali menebarkan jaring-jaring kekuasaannya ke seluruh pulau, seakan-akan
disuburkan oleh pupuk segar pemerintahan demokratis yang baru. Di kota muncul
isu para pemilik toko harus membayar "asuransi" kepada "orang-orang terhormat"
tertentu. Dan tentu saja Turi mengetahui sejarah, tentang pembunuhan atas
puluhan petani yang mencoba mengambil upah mereka dari para bangsawan dan tuan
tanah yang berkuasa, tentang seberapa kuat pengendalian Mafia atas pulau ini sebelum
Mussolini melumpuhkan mereka dengan ketidakpeduliannya terhadap proses hukum,
seperti ular yang lebih mematikan menggigit reptil yang lebih lemah dengan
taring-taring beracunnya. Jadi Turi Guiliano merasakan kengerian yang menanti di
depannya. Quintana sekarang memandang Guiliano dan rekan-rekannya dengan tatapan agak
jijik. Mungkin semangat tinggi mereka menjengkelkannya. Apalagi ia orang yang
serius, yang hendak memulai perubahan besar dalam hidupnya-Dibuang oleh
pemerintahan Mussolini ke pulau terpencil, ia kini kembali ke kota kelahirannya.
Dalam beberapa bulan ke depan tujuannya adalah mendapatkan penghormatan di mata
penduduk kota. Atau mungkin ketampanan Guiliano yang membuatnya jengkeL karena Guido Quintana
sangat jelek. Penampilannya mengintimidasi, dan itu bukan karena salah satu ciri
tubuhnya, melainkan karena seumur hidup ia biasa menampilkan ekspresi masam
kepada dunia luar. Atau mungkin penyebabnya adalah ketidaksenangan alami antara
penjahat dan pahlawan. Apa pun alasannya ia tiba-tiba bangkit berdiri, tepat pada saatnya untuk
mendorong Guiliano yang tengah berjalan ke seberang meja biliar. Turi memang ?sudah sifatnya bersikap sopan terhadap pria lebih tuai meminta maaf dengan
? ?lembut dan tulus. Guido Quintana memandangnya dari atas ke bawah dengan
jijik.Kenapa kau tidak tidur dan beristirahat supaya bisa mencari makan besok?"
tanyanya. "Teman-temanku sudah menunggu sejam untuk bermain." Ia menjulurkan
tangan dan meraih tongkat biliar dari tangan
Guiliano dan, sambil tersenyum tipis, melambai mengusirnya.
Semua orang mengawasi. Itu bukan penghinaan besar. Kalau orang ini lebih muda
dan penghinaannya lebih langsung, Guiliano akan terpaksa berkelahi dan
mempertahankan harga dirinya sebagai pria. Aspanu Pisciotta selalu membawa
pisau, dan sekarang ia menempatkan diri untuk menghadang teman-teman Quintana
kalau mereka memutuskan turut campur. Pisciotta tidak, menghormati orang lebih
tua, dan ia berharap teman sekaligus sepupunya ini membereskan perselisihannya.
Tapi pada saat itu Guiliano merasakan keresahan yang aneh. Orang ini tampak
begitu mengintimidasi dan siap menghadapi konsekuensi paling serius dalam
perselisihan apa pun. Teman-teman di belakangnya, juga pria-pria lebih tua,
tersenyum geli seakan-akan mereka tahu pasti apa yang akan terjadi. Salah satu
dari mereka mengenakan pakaian berburu dan menyandang senapan. Guiliano sendiri
tidak bersenjata. Dan lalu, untuk sesaat yang memalukan, ia merasa takut. Ia
bukan takut terluka, atau diserang, atau karena orang ini lebih kuat dibanding
dirinya. Ia takut orang-orang ini tahu benar apa yang mereka lakukan, takut
mereka mengendalikan situasi. Ia tidak memegang kendali. Ia takut mereka bisa
menembaknya hingga mati di jalan-jalan Montelepre yang gelap dalam perjalanan
pulang. Takut dirinya tampak seperti orang bodoh. yang tewas keesokan harinya.
Ketakutan itu merupakan indra taktis alamiah prajurit gerilya yang menyebabkan
ia memilih mengalah. Jadi Turi Guiliano meraih lengan temannya dan
Mencari Bende Mataram 20 Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Seruling Samber Nyawa 17
^