Sang Penebus 18
Sang Penebus Karya Wally Lamb Bagian 18
Thad dan aku sampai setengah jalan ke California sadar kalau aku telah membuat
?kesalahan besar lagi. Tapi demi aku, dia berharap seandainya saja aku tak pernah
datang ke meja resepsionis di Hardbodies. Karena dengan demikian kita tak akan
pernah bertemu, dan dia tak akan menghancurkan hidupku.
Kau harus dites, Dominick. Aku sangat malu. Aku sangat menyesal lebih daripada
yang bisa kau bayangkan ....
Aku berdiri terpaku. Bayangan melintas di pikiranku: Jadi kami berdua akan
mati Thomas dan aku" .... Di mana kau bisa mendapatkan tes AIDS" .... Kalau aku
?mati, siapa yang akan mencukur Ray"
Aku tak punya hak untuk meminta padamu, Dominick. Tapi aku tak punya pilihan.
Aku putus asa. Aku tahu, aku akan terlalu takut untuk memintamu secara langsung.
Kalau tes HIV-mu negatif kalau kau tak tertular virus itu maukah kau
? ?mempertimbangkan untuk mengasuh Tyffanie, please, please, please" Hanya kalau
aku jadi benar-benar sakit. Kalau HIV-ku jadi AIDS. Mungkin itu bahkan tak akan
terjadi. Mungkin akan ada obatnya. Aku tahu, aku tak berhak meminta, tapi aku
takut setengah mati kalau Tyffanie diasuh oleh orang asing. Orang jahat. Banyak
orang jahat di luar sana, katanya. Joy tak mau ibunya yang mengasuh anaknya. Dia
sudah lima puluh satu tahun. Dia bahkan tak menginginkan anaknya sendiri. Aku
harus tahu kalau Tyffanie punya kesempatan dalam hidup ini,
Dominick. Mungkin ini adalah kehendak Tuhan. Dia mengambil putri kecilmu.
Mungkin Tuhan ingin aku mati sehingga kau bisa mengambil putriku ....
Aku menjatuhkan surat itu. Pergi ke kamar mandi dan muntah.
Aku pergi ke Farmington hari Jumat itu. Membayar dua puluh dolar. Mereka
memberiku nomor rahasia, mengambil darahku. Wanita yang berjaga bilang padaku
kalau aku harus menunggu tiga hari kerja lalu menelepon laboratorium pada hari
ketiga. Dan untuk kasusku harinya adalah Rabu, katanya. Hasil tesnya biasanya
datang sekitar pukul tiga siang, aku sebaiknya menelepon antara pukul empat
sampai setengah enam. Aku tak bisa makan, tak bisa tidur. Tak bisa bilang siapa pun. Leo akan bilang
Angie dan Angie akan bilang Dessa. Apa yang bisa dikatakan Dr. Patel yang dapat
membuat perbedaan" Aku mengunjungi Ray seperti biasanya. Membawakan baju bersih, mencukurnya,
mengobrol dengannya dan teman-temannya. Suatu siang, saat melewati para
"penjaga" di kursi roda, mataku bersirobok dengan kerangka manusia keriput di
sana. Putri Mata Setan. Dia melotot benar-benar marah padaku hari itu seperti ?dia tahu apa yang terjadi, bahwa aku sedang menunggu hasil tesku. Tapi kali ini
aku berdiri dan balas memandangnya. Dengan sepenuh emosi .... Tak masuk akal;
menyedihkan. Anak-anak kecil mati setiap hari
karena kanker, kecelakaan mobil, AIDS. Di koran beberapa hari lalu mereka
menurunkan cerita tentang anak lelaki usia tujuh belas tahun yang setahun penuh
bertahan menunggu donor sumsum tulang belakang yang tak pernah dia dapatkan.
Tapi di sini, dia duduk: wanita tua yang menyebalkan, sayuran dengan jantung
yang berdetak. Mereka harus memandikannya, menyuapinya, membersihkan kotorannya.
Buang-buang waktu saja, pikirku. Dunia memang kacau. Dia terus hidup sementara
tak jauh dari sini anak-anak di rumah sakit ....
"Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Ray padaku.
"Huh" Tidak. Kenapa?"
"Aku tak tahu. Hanya saja kau sepertinya sedang khawatir." Aku mengabaikan
omongannya itu bilang kalau aku baik-baik saja. Memangnya dia psikiater"
?Apa ada yang membuatku khawatir"
Malam-malam saat menunggu adalah yang terburuk; saat itulah aku panik. Aku tidur
dengan gelisah, terbangun dan duduk karena menurut perasaanku aku mendengar
suara-suara, dari mimpi. Suatu malam, telepon berdering pukul 2.00. Aku tak bisa
mengangkatnya. Aku yakin itu adalah Joy. Apa pun hasil tesku, aku tak akan mau
melakukannya membersihkan kekacauan yang dibuatnya. Dia bahkan tak punya hak
?untuk menanyakan itu. Aku bukan ayah siapa-siapa.
Selasa malam malam sebelum aku harus menelepon untuk mengetahui hasil tesnya;
?saat itulah keputusasaanku mencapai dasar. Menangis, gemetaran. Aku pergi keluar
untuk menenangkan diri dan menerobos lampu merah di Broad and Benson. Tak ada
mobil yang datang dari arah lain, untungnya, tapi itu bisa saja terjadi. Itulah
maksudku: seseorang mungkin saja ngebut dari arah /ain. Kurasa saat itu aku
sudah agak gila karena kurang tidur.
Aku mengakui ironinya; bagaimana Tuhan menunggu begitu lama dan akhirnya
membalasku juga. Akhirnya menghukumku karena menjadi adik yang menjengkelkan.
Aku tak pernah memikirkan itu, mengapa Tuhan memberi Thomas skizofrenia dan aku
tidak. Tapi sekarang aku tahu rencana besarnya. Tuhan yang Mahakuasa
merencanakan sesuatu yang lain untukku. Virus AIDS: penyakit yang tak bisa kau
menangi tak peduli seberapa baik kau bisa bertahan. Dan Tuhan memang suka iseng:
sedikit ketakutan yang dia berikan padaku ketika aku berpikir Thomas mendapat
AIDS. Tapi ternyata itu salah. Gambaran untuk pertunjukan selanjutnya. Tuhan
menyimpan HIV itu untuk dimainkannya padaku ....
Aku terus memikirkan pastor aneh itu yang datang saat pemakaman kakakku. Yang
?memakai sandal. Bapa LaVie, yang berhasil mengalahkan kanker. Padre dengan
mukjizat tumor yang mengecil dengan sendirinya .... Mereka memanggilnya dari
tempat lain karena pastor di St. Anthony sibuk hari itu. Dia sudah bilang dari
mana dia datang, tapi aku lupa. Aku membuka buku telepon dan mencari
daftar kota. Danbury, Danieison .... Itu dia. Dia bilang sedang mengisi kekosongan
di gereja Danieison. Yang menjawab teleponku adalah Bapa LaVie. Tentu dia ingat aku, katanya. Dan
kebetulan hari ini dia baru saja membaca artikel tentang si kembar yang
ditinggal mati oleh kembarannya dan dia memikirkanku. Betapa sulitnya kehilangan
saudara kembar. Jadi bagaimana kabarku" Apa yang bisa dia lakukan untukku"
Aku mengoceh, tanpa urutan tertentu, tentang gangrene Ray, Angela, beban akibat
kematian kakakku. Tentang kejamnya kakekkku dan bagaimana aku selalu mengganggu
Thomas sepanjang hidup kami karena aku tak yakin ibuku mencintaiku. Tentang
kunjungan Joy, berita yang dibawanya. "Setiap kali aku melangkah ke depan, aku
dihantam mundur," kataku. "Tuhan pasti sangat membenciku."
Bapa LaVie mengatakan padaku bahwa ada hikmah dari setiap penderitaaan bahwa ?Tuhan itu murah hati, tak peduli apakah kita memahami caraNya atau tidak. Ini
gombal, pikirku teologi ala kartu ucapan Hallmark. Tapi saat aku menutup
?telepon, aku merasa lebih tenang. Lebih baik. Apa pun hasil tesnya nanti, itu
sudah di luar kendaliku. Yang bisa kulakukan sekarang adalah bertahan. Berdoa
pada Tuhan yang Maha Pengasih, bukan Tuhan yang ironis.
Rabu sore, aku menelepon laboratorium. Sinyalnya sibuk hingga pukul empat lewat
empat puluh lima. Wanita di ujung telepon memintaku mengulang nomor tesku. "Oke, tunggu
sebentar," katanya. Aku memejamkan mata. Mencengkeram gagang telepon. Aku kena: kau tahu itu. Aku
kena virus untuk membayar dosa-dosa yang telah kulakukan pada kakakku, ibuku,
istriku .... Telepon berbunyi lagi. "Oke," kata wanita itu. "Ini dia. Nonreaktif."
"Nonreaktif?" Itu bagus, katanya. Itulah yang kuinginkan, Nonreaktif.
Aku mondar-mandir di rumah. Menarik napas panjang. Menjatuhkan diri ke lantai
dan push-up. Pergilah ke bar dan mabuk, kataku dalam hati. Rayakan kehidupan.
Aku mengambil kunci, masuk mobil. Dan pergi ke rumah sakit.
Aku melewati anak-anak yang tertidur, anak-anak yang menangis, tempat tidur yang
kosong. Melewati dua kelinci yang dibilang Dessa padaku. Terapi binatang,
katanya. "Kau mau main?" tanya seorang anak perempuan kecil yang botak. Dia
duduk di depan TV, main Nintendo. "Kau boleh kok. Ada dua stik."
"Tak bisa sekarang," kataku. "Mungkin nanti." Dessa di ujung ruangan sebelah
kiri, duduk di kursi goyang, memeluk dan mengayun seorang anak lelaki yang
memakai piama. Menyentuh sekali.
Mereka berdua, berayun bersama seperti pieta.
"Hai," kata Dessa. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Suara Bob Marley terdengar dari tape recorder kecil: One heart, one love ....
Anak lelaki itu matanya terpaku pada lampu aneh di meja sebelah mereka. Lampu
fiberoptik dengan ratusan serat, yang mempunyai pendar kecil rapuh di tiap
?ujungnya. Aku memicingkan mata dan lampu itu menjadi langit malam, miniatur
surga. "Kudengar ... kudengar ada anak-anak di tempat ini yang butuh dipeluk," kataku.
Dessa mengangguk. "Ini Nicky," katanya. "Kakiku kesemutan. Aku mau istirahat."
Anak lelaki itu berambut hitam dan tebal, mata cokelat yang lebar. "Hai, Nicky,"
kataku. Mengulurkan tangan dan mengambilnya dari Dessa. Menggendongnya.
Sepanjang hidupku, aku membayangkan skenario di mana akhirnya ayah kandungku
akan mengungkapkan dirinya padaku. Saat kecil, aku membayangkan ayahku adalah
koboi, pilot yang mendarat darurat di Hollyhock Avenue, melompat turun dari
pesawat dan menyelamatkan kami dari Ray. Kemudian, aku membayangkan guru
olahraga, guru keterampilan, pria yang punya toko hobi di kota dan bahkan Mr.
Anthony dari seberang jalan yang mungkin adalah ayahku: ayah yang sebenarnya,
bukannya pengganggu yang menikahi ibuku dan masuk ke rumah kami untuk membuat
kami menderita. Aku tiga puluh enam tahun dan masih berfantasi saat dokter
bilang bahwa kanker ibuku tak akan sembuh. Pada bulan-bulan aku melihatnya sakit
dan akhirnya meninggal, aku terus memfantasikan kematiannya membentuknya?menjadi keinginan egoistisku sendiri. Dia akan menarikku mendekat dan memberi
tahu nama ayahku, pikirku membisikkan namanya di telingaku lalu pergi dengan
?damai, karena telah membeberkan rahasianya .... Saat itu aku berhasil mendapatkan,
lalu kehilangan lagi sejarah kakekku. Kecurigaanku saat itu tertuju pada Angelo
Nardi, stenografer Italia tampan yang disewa kakekku untuk membantunya menulis
kisahnya, "panduannya untuk pemuda Italia". Mereka berteman, kata Ma. Ma
membuatkan kopi untuknya, membantunya belajar bahasa Inggris. Ma hampir tak
pernah keluar. Siapa lagi yang mungkin" .... Kemudian setelah manuskrip Domenico
kembali padaku dijatuhkan begitu saja di kaki ranjang rumah sakitku aku
? ?membacanya dengan harapan bahwa aku akan menemukan siapa ayahku di sana. Pelan-
pelan dengan kesulitan yang semakin bertambah, aku membiarkan suara Domenico
mengisi kepalaku berjuang membaca keburukan dan ketakutan yang aku yakin akan
?menjadi akhir ceritanya .... Tapi di akhir kisahnya, Domenico hanya meninggalkan
warisan teka-teki dan monyet, perkataan klise tentang menyimpan rahasia yang
tidak menegaskan ataupun menyangkal apa yang kutakutkan: bahwa dia memanfaatkan
putri sumbingnya yang menurutnya
tak akan diinginkan pria. Bahwa dia perlu menghukum walaupun dalam
?kematian istrinya yang tidak setia, yang selalu dia inginkan, tapi tak pernah
?dia miliki. Tapi sepanjang hidupku berkhayal dan menunggu ayah kandungku datang aku tak
? ?bisa membayangkan bahwa aku akan menemukannya di tempat yang sama di kursi yang
?sama di mana sepuluh bulan sebelumnya kakakku duduk di depanku dan
?memperingatkanku bahwa kalau Amerika meluncurkan perang suci melawan Negara
Islam, azab Tuhan akan turun dengan cepat dan kejam. Bahwa dia, Thomas, berpuasa
untuk bersiap-siap melakukan pengorbanan yang diharapkannya dapat mencegah
Perang Suci dan menyelamatkan anak-anak Tuhan .... Dan orang yang benar-benar tak
kuduga untuk membebaskan diriku dari rasa sakit dan bingung karena tak tahu
siapa ayah kandungku, adalah orang yang selalu kuanggap menjajah masuk dan
mencuri tempat ayah kandungku. Pada akhirnya, Raylah yang mengungkapkan nama
ayahku padaku Raylah yang akhirnya memberikan nama pria yang kucari sepanjang
?hidupku. "Jadi bagaimana rasanya?" tanyaku.
"Rasanya baik-baik saja. Agak sedikit lecet. Mungkin aku terlalu banyak
berjalan." Saat itu adalah pertama kalinya Ray keluar dengan kaki palsu barunya. Semuanya
berjalan baik lebih daripada yang diharapkan. Kami pergi ke Benny's untuk
?membeli baterai. Mampir di Hollyhock
Avenue untuk mengecek meyakinkan semua aman. Sekarang kami di Friendly's makan
?siang. Merayakan kakinya yang baru.
"Yah, mereka bilang bisa membuat sedikit penyesuaian setelah kau mencobanya,"
kataku. "Katakan pada mereka tentang lecet itu."
"Oke, Dad," celetuknya. Pelayan mendekat membawa menu.
"Hai. Namaku Kristin. Bagaimana kabar kalian hari ini?"
"Bukan urusanmu," kata Ray. Dia tersenyum. Dia sedang senang.
"Bukan urusanku, ya" Oke, Pak Tua. Apa yang bisa kuambilkan untukmu, kalau
begitu?" Aku mengenalinya. Dia masih gugup saat itu ketika melayani kakakku dan
aku masih latihan. Thomas memberinya sampel manifesto religiusnya, dan Kristin ?berdiri diam, memegang nota pesanan, terpaku. Sekarang, sepuluh bulan kemudian,
Perang Teluk sudah berakhir, kakakku sudah mati, dan Kristin sudah sangat
profesional menangani pelanggan.
Ray memesan potpie, sedangkan aku memesan makanan supermelt mereka. Kristin
bertanya apakah kami mau kopi. Bertanya apakah kami mengira badai yang
dibicarakan semua orang akan sampai ke Connecticut. "Pfft," kata Ray. "Angin
ribut Bob. Tak terdengar menakutkan bagiku. Mereka hanya membesar-besarkan
berita di TV untuk menaikkan rating mereka."
Kristin bilang pada kami kalau dia dan pacarnya
akan mencari lilin sepulang kerja nanti, selotip untuk menutup jendela, junk
food. Dia datang dari Minnesotta, katanya. Ini adalah badai pertamanya.
Setelah Kristin pergi, Ray bergumam bahwa dia tak akan begitu cerewet kalau
atapnya terbawa angin. "Tentu saja dia masih cerewet," kataku. "Dia masih muda. Induk semangnya yang
akan memikirkan atap itu. Yang dia lakukan hanyalah tidur dengan pacarnya
diterangi lilin dan makan keripik kentang bersama."
"Kedengarannya seperti kehidupan yang enak," kata Ray. "Kesalahan apa yang sudah
kita lakukan?" Aku bertanya apakah dia mengikuti berita tentang Rusia. "Sepertinya Komunis akan
runtuh di sana, ya?" kataku. "Bagaimana perasaanmu mendengarnya?"
"Bagaimana perasaanku?" Dia bilang tak merasakan apa pun. Kenapa" Apa yang
harusnya dia rasakan"
Aku mengingatkannya kalau dia pergi berperang untuk menghentikan Komunis di
Korea. Bahwa dia hampir empat puluh tahun bekerja membangun kapal selam nuklir,
kalau-kalau Rusia memutuskan untuk menjatuhkan bom.
"Itu semua masalah politik," kata Ray. "Aku pergi kerja tiap hari dan melakukan
pekerjaanku .... Tapi dengarkan aku. Saat kiamat nanti, semua orang di TV yang
membesar-besarkan masalah Angin Ribut Bob ini akan berkata, Angin Ribut" Angin
ribut yang mana?" Aku diam, terpana oleh reaksinya yang datar mengenai kerajaan Soviet yang akan
runtuh. Pesanan kami datang. Para pengunjung restoran semakin berkurang saat kami makan.
Kami tak banyak bicara lagi dan dalam kesunyian pikiranku melayang pada
pembicaraan teleponku pagi tadi dengan Joy. Aku tak bisa menjanjikan seperti
itu, kataku padanya. Dia akan baik-baik saja; ada obat baru setiap saat.
Bagaimana dengan AZT yang baru kubaca beritanya" Apa dia sudah membacanya"
Kataku, aku akan mencoba menolongnya sebisaku membantu mereka berdua tapi
? ? hidupku sendiri juga belum pasti. Aku tak bisa melakukan komitmen sebesar
itu aku tak bisa. Dia harus berusaha sendiri: banyak layanan dukungan yang ?tersedia bagi orang-orang seperti dirinya. Masalahnya tinggal mencari tahu
bagaimana mengakses layanan itu. Aku tak bermaksud berpidato seperti saat aku
?menguliahinya tentang bagaimana cara membeli sofa. Tapi Joy menuduhku begitu:
memberikannya pidato tak berguna sedangkan yang dia butuhkan hanyalah sedikit
ketenangan sebuah janji bahwa putrinya akan diasuh oleh seseorang yang bisa dia
?percaya. Tidak dikirim ke rumah adopsi dengan orang jahat atau orang yang hanya
menginginkan uang. Dia lebih banyak menangis daripada bicara dan akhirnya
?menutup telepon. "Aku berpikir," kata Ray. "Hal ini sudah menggangguku beberapa lama."
"Oh, ya?" kataku. Aku meneguk kopiku. Kukira
yang dimaksudkannya adalah kakinya.
"Apa kau ingat percakapan kita dua minggu lalu" Tentang ayahmu" .... Bahwa ibumu
tak pernah bilang padaku siapa dia?"
Aku mengangguk. Menahan napas.
Ray bilang dia pernah mengalami hal serupa denganku bagaimana keluarganya
?menipunya dengan bilang bahwa Edna adalah kakaknya dan bukan ibunya. Itulah yang
dia pikirkan sejak percakapan kami itu. Memang situasi yang kami alami berbeda,
tapi bisa juga dibilang mirip. Saat dia tahu, dia sangat kaget dan kesal:
bukankah dia berhak tahu siapa ibunya. Dan karena itu, karena tak diberi tahu
sejak awal siapa ibunya, itu berpengaruh dalam kehidupannya sehingga dia menjadi
seperti ini. Dia selalu merasa lebih rendah daripada orang lain, katanya. Malu.
Dan marah-marah ke seluruh dunia. Bukan berarti bahwa situasiku dan situasinya
sama. Yah, bisa dibilang sama juga sih. Sama, tapi berbeda.
"Apa ... apa yang kau bicarakan?" Jantungku berdetak kencang; napasku terengah.
Sekarang setelah saat itu tiba aku menjadi takut.
"Aku berjanji padanya, kau tahu" Ibumu .... Dia baru bilang padaku dua bulan
sebelum meninggal. Aku tak tahu sama sekali tentang itu sebelumnya. Kami tak
pernah bicara tentang hal semacam itu. Aku sama tak tahunya dengan kau. Tapi
setelah dia sakit, itu membebaninya. Dia perlu mengatakannya pada seseorang,
jadi dia mengatakannya padaku. Dan memintaku untuk menjaga rahasia. Tapi aku
tak tahu. Sekarang sudah berbeda. Ada uang yang terlibat .... Ibumu tak tahu itu."
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Apa yang dia bicarakan ini"
"Ibumu merasa agak malu tentang ini, kau tahu" Atas apa yang telah dia lakukan.
Tentu saja sekarang banyak orang yang punya anak tanpa nikah setiap saat, dengan
berbagai warna kulit dan tak ada orang yang peduli. Tapi dulu berbeda. Bagi
orang Italia terutama. Orang-orang tak menyukai orang Italia" Mereka
membencinya. Mereka datang ke Amerika berombongan, dari New York untuk bekerja
di pabrik .... Orang dulu sering bilang kalau orang Italia itu bau, berminyak, dan
tak punya malu seperti orang kulit hitam." Ray, melihat sekeliling dengan
?tergesa-gesa, melihat apakah ada orang kulit hitam yang tak sengaja
mendengarnya. "Orang Italia membutuhkan seseorang untuk merasa lebih baik.
Kebanyakan mereka sangat berprasangka jika berhubungan dengan kulit hitam. Juga
orang Indian. Kakekmu misalnya. Dia akan membunuh ibumu kalau tahu."
Aku mendengarkan tanpa begitu mengerti. Ray baru saja menyebutkan Domenico. Dia
akan mengatakan padaku bahwa kakekku adalah ayahku.
"Ibumu bilang padaku bahwa dia selalu khawatir kalau kalian berdua tahu dia tak
?begitu khawatir tentang kakakmu dibandingkan denganmu-dia takut kalau ... kalau
kau akan membencinya. Atau membenci dirimu sendiri. Tapi aku tak tahu. Sekarang
berbeda. Kau punya hak untuk tahu, seperti aku. Tahu tentang Edna, maksudku. Dan
sekarang dengan apa yang terjadi di sana."
Aku memejamkan mata. Ini dia. Katakan saja.
"Ayahmu meninggal dua bulan setelah kalian berdua lahir. Tak pernah tahu tentang
kalian .... Ibumu sangat naif tentunya tak banyak tahu tentang semua hal. Dia ? ?bilang padaku dia tak tahu kalau hamil hingga ham-pir setengah jalan. Tentu
saja, saat itu tak ada TV. Subjek seperti itu tak diberitakan seperti saat ini."
Ray salah. Domenico meninggal sebelum Thomas dan aku lahir mengalami stroke
?pada bulan Agustus. Ibuku melahirkan Thomas dan aku empat bulan setelah dia
meninggal. "Dia terbunuh di Korea," kata Ray.
Aku mengangkat kepala memandangnya. "Apa?"
"Dia ditempatkan di Eropa, Jerman, menurut ibumu. Dan lalu saat Mac Arthur pergi
ke Korea, dia juga dikirim ke sana. Tak sempat pulang dulu. Dan langsung
terbunuh di awal perang, kurasa saat mendarat di Inchon."
?Apa ini" Ayahku adalah ..."
"Ibumu membacanya di berita. Begitulah bagaimana dia tahu kalau ayahmu tewas.
Dia menghubungi teman perempuan yang dikenalnya sepupunya atau apa dan kurasa
? ?dari dia ibumu mendapatkan lebih banyak cerita tentang apa yang telah terjadi.
Tapi dia tak pernah pulang. Ayahmu. Tak pernah tahu tentang kalian berdua, kata
ibumu." "Tapi mengapa ... bagaimana Ma bisa ...?"
"Ayahmu kulit hitam. Yah, sebagian hitam kurasa. Tapi kau tahu kan, kalau kau
mempunyai setitik darah kulit hitam di tubuhmu, kau langsung dicap kulit kulit
hitam. Setidaknya begitulah zaman dulu. Orang-orang tidak bercampur seperti
sekarang. Atau punya bayi di luar nikah .... Kakekmu pasti akan membunuhnya,
Dominick. Kau tahu" Kakekmu mungkin akan membuang ibumu. Lucunya, kakekmulah
yang mengenalkan mereka berdua. Ibumu dan Henry. Itulah namanya. Henry. Kakekmu
kenal ayahnya." Mereka bekerja di pabrik bersama, kata Ray. Setelah ayah Henry meninggal, ayah
Connie masih berhubungan dengan keluarga itu. Mengirimkan sedikit uang dari
waktu ke waktu karena anak-anak itu masih kecil. Kata Connie, tak biasanya
ayahnya melakukan itu. "Ayahnya sangat ketat dengan uang, kurasa. Tapi dia
membantu keluarga Henry dari waktu ke waktu. Untuk alasan tertentu. Dia benar-
benar menguasai kakekmu itu. Di rumahnya apa yang dia katakan itulah yang
?berlaku. "Ayahmu bekerja di toko tempat mereka sering belanja. Si Henry itu. Jadi
begitulah bagaimana ibumu mengenalnya. Melihatnya seminggu sekali saat dia
belanja. Begitulah awal mulanya karena ayahnya kenal dengannya dan karena ibumu
?selalu melihatnya di toko. Awalnya mereka cuma berteman, untuk waktu yang lama.
Bertahun-tahun mungkin. Dia sering menyelinap ke rumah dan mengunjungi ibumu.
Kakekmu bekerja pada malam hari, kau tahu" Lalu, aku tak tahu, kurasa semua
terjadi begitu saja. Mereka juga manusia seperti
orang lainnya. Dan seperti yang kubilang tadi, ibumu naif tak banyak tahu hal-
?hal macam itu bahkan saat aku datang. Masih tak mengerti masalah itu bahkan
setelah dia punya dua bayi .... Ayahnya pasti akan membunuhnya, kalau dia tahu
putrinya berpacaran dengan pria kulit hitam. Kalau kakekmu masih hidup mungkin
dia akan mengusirnya dari rumah. Mengirimnya ke sana untuk tinggal dengannya."
"Kalian mau pencuci mulut?" tanya Kristin tiba-tiba, membuatku melompat karena
terkejut. "Oh, maaf. Apakah aku mengagetkanmu?"
"Tidak," kataku. "Tidak, terima kasih. Kami sedang bicara."
"Oh. Maaf. Aku bisa membawa ini kalau kau sudah selesai. Atau kalau kau mau kau
bisa" "Makasih," kataku. "Aku akan mengurusnya. Terima kasih."
Kami menghabiskan kopi kami. Duduk di sana selama beberapa menit, dalam diam.
Lalu Ray mengulurkan tangan dan menepuk tanganku. "Jangan khawatir," katanya.
"Seperti pepatah bilang, anjing kampung adalah anjing yang baik."
"Henry apa?" kataku.
"Hmm?" "Henry apa?" "Drinkwater." Aku pergi ke pemakaman Indian dulu. Langsung menuju ke makamnya. Henry Joseph
Drinkwater 1919 1950. Melayani negara .... Aku berdiri di sana, tak bisa merasakan apa pun. ?Dia hanyalah sebuah nisan. Sebuah nama dan dua tanggal. Dari jalan setapak, di
balik tanggul, aku bisa mendengar aliran Sungai Sachem, gemuruh The Falls yang
tak pernah berhenti. Di telepon umum, aku mencari alamat kantor Dewan Suku Wequonnoc. Lalu aku pergi
ke rumah dua lantai yang sudah lapuk dengan sampah di halaman depan. Mengikuti
tanda, aku menaiki tangga darurat ke kantor di lantai dua. Pintunya terkunci:
didalamnya kosong. PINDAH KE WE-QUON-NOC BOULEVARD, RESERVASI
WEQUONNOC (RUTE 22), demikian pengumuman yang ditulis tangan itu menyatakan.
Aku bermobil ke reservasi melewati buldoser dan pengaduk semen. Tanah yang
?sudah dibersihkan dan diratakan. Untuk kasino. Markas suku yang baru ada di
ujung jalan tanah, di pinggir hutan bangunan tiga lantai yang mengesankan
?terbuat dari kayu cedar dan kaca. Baru. Terdengar suara bor dan palu dari dalam.
Aku masuk. Menanyakan pada seorang tukang listrik apakah aku bisa menemui Ralph
Drinkwater. "Ralphie" Ya tentu saja. Lantai kedua, ujung. Kurasa dia masih di sana. Ruangan
suite dengan jendela menghadap ke belakang."
Dia sedang mengampelas pelipit dinding Shee-trock, dengan penuh kasih sayang
sepertinya. Aku berdiri, diam dan mengamatinya. Dia menggosok sebentar, meniup
debunya, mengusapkan jarinya ke
pelipit itu, dan menggosoknya lagi. RALPH DRINKWATER, PENJAGA PIPA PERDAMAIAN
SUKU, demikian tulisan yang terpasang di pintu.
Kantor itu sangat bagus. Besar. Langit-langit tinggi dengan kayu yang dibiarkan
terlihat, perapian tinggi yang menghadap ke dinding kaca. Yesus, betapa hebat
hidupnya. Adiknya terbunuh, ibunya gila. Lalu masalah di rumah Dell
Weeks berpose untuk foto porno agar bisa punya tempat tinggal. Tapi sepanjang
?hidupnya dia menyatakan dengan jelas siapa dirinya: Yah, aku adalah seorang suku
Indian Wequonnoc. Jadi, kukira tidak semua suku kami habis terbunuh .... Kalian
harusnya membaca Soul On Ice.' Benar! Buku itu menceritakan seperti yang
sebenarnya! .... Ralph disepelekan dan diinjak sepanjang hidupnya bekerja
?menyikat toilet di penjara gila untuk mencari makan .... dan masih bisa menjadi
orang yang baik. Bangkit dari abu. Dan sekarang, dia tiba di ruang yang indah
dan besar ini. Bangunan yang besar dan baru. Pada akhirnya dia berhasil
mendapatkan tempat yang pantas. "Ini akan jadi kantormu?" kataku.
Ralph berbalik, kaget mendengar suaraku. Memandangku selama tiga atau empat
detik lebih daripada yang seharusnya. Debu ampelas membuatnya terlihat putih.
"Apa yang bisa kulakukan untukmu?" katanya.
Aku bilang padanya aku tak yakin bahwa aku hanya ingin bertemu dengannya dan ?berbicara kalau dia punya waktu. "Aku baru tahu sesuatu siang ini," kataku.
"Apa itu?" "Kalau nama ayahku adalah Drinkwater."
Aku melihat rasa terkejut melintas di matanya. Melihat matanya menyipit tak
percaya. Dia menggangguk, bersandar ke dinding selama beberapa detik. Lalu dia
berbalik menghadap ke dinding kaca. Memandang ke hutan. Satu-satunya yang
bergerak adalah seekor gagak yang terbang di antara pepohonan.
"Siang ini?" katanya. Dia berbalik lagi. Memandangku. "Apa maksudmu kau baru
?tahu siang ini?" Tubuhku mulai bergetar: aku tak bisa menahannya. Aku berjalan beberapa langkah
ke dekat perapiannya dan duduk. Mengatakan padanya tentang perbincanganku dengan
Ray. Dia sudah tahu sejak dulu kalau kami adalah sepupu, kata Ralph: dia mengira aku
juga sudah tahu. Tapi aku tak mau mengakuinya.
"Aku tidak tahu," kataku. "Aku sama sekali tak tahu hingga pukul dua siang ini.
Aku hanya ... aku cuma ingin mengetahui semuanya. Dan aku butuh bantuan ... aku
butuh pertolongan." Ralph mengangguk. Mendekat dan duduk di sebelahku. Kami berdua memandang ke
depan, ke pepohonan. Ayahku dan ayahnya bersaudara, kata Ralph. Bibinya Minnie yang mengatakannya,
sebelum wanita itu pindah ke California. Sebelum adiknya meninggal. "Apa kau
pernah melihat dua anak lelaki kecil di sekolahmu bernama Thomas dan Dominick?"
kata Bibi Minnie. "Mereka kembar, sama seperti kau dan Penny. Mereka adalah
sepupumu." Ada empat anak yang hidup, kata Ralph: Henry, Minnie, Lillian, dan Asa. Asa
adalah ayahnya. Setiap orang memanggilnya "Ace" anak bungsu dan yang paling
?berandalan. Orangtua mereka campuran: ibu mereka, Dulce, keturunan Creole dan
Portugis; nama gadisnya adalah Ramos. Ayah mereka, Nabby Drinkwater, adalah
keturunan Wequonnoc, Afrika, dan Sioux.
Tiga anak yang lain kecuali Minnie mati muda, kata Ralph; Lillian karena
Enchepalitis, Henry saat Perang Korea, dan Ace karena menyetir saat mabuk. Dia
tak pernah menikahi ibu mereka, Ralph dan Penny Ann masih berusia tiga tahun
ketika ayah mereka membalikkan mobilnya dan meninggal. Minnie sekarang seorang
janda berusia tujuh puluh dua atau tiga tahun, pensiun dari pekerjaan di pabrik
pengepakan di San Ysidro. Ralph pernah mengunjunginya sekali menumpang
?sepanjang perjalanan. Mereka sering berkirim surat. Minnie mempertimbangkan
untuk kembali ke Three Rivers, begitu kasinonya dibuka. Apakah aku ingat
sepupunya, Lonnie Peck, yang mati di Vietnam" Lonnie adalah anak Minnie. Dia
punya empat anak lain dua lelaki dan dua perempuan semuanya baik dan sudah
? ?berkeluarga. Anak Minnie, Max adalah seorang tukang listrik di Columbia
Pictures. Ralph pernah melihat namanya di beberapa film di akhir tulisan pe-
?main dan pendukung. Maxwell Peck, sepupunya. "Sepupumu juga kurasa," katanya.
Ralph dulu benci kami berdua saat kami berempat sama-sama sekolah di River
Street School, katanya Thomas dan aku, dia dan adiknya. Dia benci bagaimana
? setiap orang memisahkan kami dua set anak kembar, satu pasang kulit hitam dan ?sepasang lainnya kulit putih dan lebih baik. Dan lalu, ketika Penny Ann
terbunuh, dia ingin membunuhku hari itu, saat aku membacakan pidato ingin
?mengambil batu dan menghantam kepalaku dengan itu. "Kukira kau tahu," katanya.
"Kukira kau ingin menyangkal ayah kandungmu sendiri. Darah Wequonnoc dan
Afrikamu." Ketika pertama kali dia mengenal kata munafik, dia langsung teringat
Thomas dan aku: si kembar Birdsey yang hidup dalam kebohongan.
Dan kemudian" Ketika kami berdua muncul di kru kerja Dell Weeks" Dia benar-benar
ingin menghantam kepalaku juga hari itu. Kepalaku dan kepala kakakku. Ada enam
kru kerja dan mereka menempatkan kami di kru kerjanya. Dia sebaik kami mungkin
?malah lebih pintar. Tapi muncul kami, saudara munafik kulit putihnya, baru libur
kuliah dan menunjukkan padanya sejauh apa yang kau bisa capai dalam hidup kalau
kau berbohong tentang siapa dirimu. Kalau kau menyimpan rahasia gelap itu.
Itu adalah rahasia ibu kami, kataku pada Ralph. Bukan rahasia Thomas dan aku.
"Kakakmu tahu," kata Ralph. "Kenapa dia bisa tahu dan kamu tidak?"
"Dia tidak tahu," kataku. "Ibu kami menyimpannya dari kami berdua."
Tapi Ralph bilang kalau dia dan Thomas sudah membicarakannya sekali pada musim
?panas itu. Bahwa Thomaslah yang memulai, mengatakan kalau mereka sepupu. "Aku
masih ingat percakapan itu," kata Ralph. "Dia bilang ibumu yang mengatakan
padanya." "Dia tak mungkin tahu," kataku. "Ibuku tak mungkin mengatakan padanya dan tidak
padaku." Namun saat aku mengatakan itu, aku langsung ingat, menghantamku dengan
tiba-tiba hari ketika akhirnya aku berhasil mengeluarkan Thomas dari Hatch.
?Saat kami pergi ke The Falls. Thomas saat itu berhenti di depan nisan Penny Ann
Drinkwater. Ingat dia" Kata Thomas. Kita sepupu. Dan aku menganggapnya sebagai
omongan gilanya .... Dia tahu. Ma memberikan nama ayah kami pada Thomas, tapi menyimpannya dariku ....
Ralph dan aku berbincang selama beberapa saat lagi, aku berusaha memahami
semuanya. Berusaha untuk tidak terlalu terpengaruh terhadap perasaan
ketidakadilan: Ma yang selalu menganakemaskan Thomas.
"Jadi ... bagaimana kau bisa jadi seorang Wequonnoc?" kataku. "Apa yang harus
kulakukan?" Ralph salah mengerti pertanyaanku. Dia mulai bicara tentang persyaratan
Departemen Dalam Negeri dan laporan silsilah yang disahkan notaris, tentang
bagaimana suku berencana membagikan pendapatan begitu uang hasil kasino masuk.
"Mereka di sekolah dulu sering bilang padaku kalau
semua orang Wequonnoc sudah musnah," katanya. "Tapi sekarang setelah semua orang
membaui uang, kau akan terkejut melihat betapa banyak sepupu yang kupunyai."
"Aku tak peduli tentang uang," kataku. "Aku sudah mengatakan padamu kalau aku
tak tahu. Aku baru tahu dua jam lalu. Aku cuma ingin mengerti siapa sebenarnya
diriku." Ralph memandangku. Mengamati wajahku untuk mencari kebenaran. Kami duduk diam,
saling berpandangan. Lalu dia berdiri dan berjalan ke meja besar yang terbungkus
plastik di tengah kantor yang luas itu. Dia mengangkat plastik, membuka laci dan
mengeluarkan sesuatu. "Ini," katanya, melemparkan sesuatu padaku. "Tangkap!"
Aku menangkapnya dan memandangnya: batu hitam yang mulus dan sederhana.
"Aku menemukannya di reservasi beberapa hari yang lalu," kata Ralph. "Di ujung,
sendirian di pinggir sungai. Apa bentuknya?"
Aku memandangnya lagi. Menggenggamnya. "Oval," kataku.
Ralph mengangguk. "Ketika seorang bayi Wequonnoc lahir, para wanita mengambil
tali pusarnya dan membentuknya jadi lingkaran. Menyatukannya sehingga tak ada
awal dan tak ada akhir. Lalu mereka membakarnya sebagai ucapan terima kasih pada
Sang Pencipta." Aku memandangnya. Menunggu.
"Suku Wequonnoc berdoa pada lingkaran," katanya. "Keseluruhan. Siklus bulan,
musim. Kami berterima kasih pada Sang Pencipta untuk hidup yang baru dan dari mana hidup itu
berasal. Masa lalu dan masa depan, diikat bersama. Kebulatan awal dan akhir dari
semuanya." Aku menggenggam batu itu. Menekannya, membukanya, menekannya, membukanya.
"Kebulatan awal dan akhir," kataku.
"Kau mau tahu bagaimana menjadi seorang Wequonnoc?" kata Ralph. "Itu dia. Itu
adalah pelajaran pertamamu."
Aku memandang ke luar dari jendela kantor Dr. Patel. Memandang angin menggoyang
pepohonan, membuat permukaan sungai berombak. Hujan turun sepanjang pagi,
semakin deras. Ramalan cuaca memperingatkan bahwa saat Angin Ribut Bob datang
siang nanti, kecepatannya bisa mencapai sembilan puluh hingga seratus mil per
jam. Tapi saat aku menelepon dan bertanya apakah Dr. Patel mau membatalkan
perjanjian kami pukul 10.00 pagi itu karena cuaca, dia bilang tidak, kecuali aku
menginginkannya. "Kau tadi bilang apa?" tanyanya padaku sekarang.
"Tidak, aku hanya mengatakan padamu kalau aku sulit menerima semua ini. Aku
berusaha keras itu tidak kembali pada perasaanku yang dulu kemarahan, ?kecemburuan. Menyedihkan masih cemburu pada kakakmu yang sudah mati, bukan"
Marah pada ibumu padahal dia sudah dikubur
selama hampir lima tahun" Tapi aku tak tahu. Ini sulit ... maksudku, akulah yang
selalu bertanya padanya. Akulah yang ingin tahu siapa ayah kami. Ma tahu betapa
aku sangat ingin tahu ... apa dia membenciku" Itukah sebabnya dia tak mau
memberitahuku?" Dr. Patel menggeleng. Memang kita hanya bisa menebak-nebak alasan ibuku, tapi
apakah sudah terpikir olehku bahwa ibuku mungkin menyimpan informasi itu karena
ingin melindungiku" "Karena cinta, mungkin, bukan benci?"
Dr. Patel mengingatkan bahwa sepanjang hidupnya Ma selalu mengakomodasi
kebutuhan pria-pria pemarah. "Pertama ayahnya, lalu suaminya, dan kemudian salah
satu anaknya." "Maksudmu aku?"
Dia mengangguk. "Thomas punya sifat yang sangat berbeda denganmu, bukan"
Temperamennya lebih mirip ibumu. Aku sudah lama menduga, Dominick, bahwa apa
yang kau kira sebagai cinta ibumu yang lebih besar pada kakakmu sebenarnya
mungkin adalah rasa kebersamaan yang lebih besar saja. Mungkin dia mengatakan
pada Thomas tentang ayah kalian karena dia tahu Thomas tidak akan bereaksi
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan marah. Mungkin ibumu merasa dia tak harus melindungi Thomas dari
kemarahannya sendiri seperti dirimu."
"Melindungiku?" kataku. "Aku tidak mengerti."
"Begini saja, misalkan kalau kau datang ke ibumu pada usia tiga belas tahun,
enam belas, atau tujuh belas tahun dan menuntut untuk tahu siapa
ayahmu. Dan misalnya ibumu-"
"Aku memang menanyakannya," kataku. "Sepertinya Ma tidak mendengarku atau
bagaimana." "Biar kuselesaikan dulu," kata Dr. Patel. "Misalnya kau menanyakan informasi itu
dan dia mengatakannya padamu. Bilang padamu, anaknya yang pemarah, 'Dominick,
ayahmu setengah Indian dan setengah Afrika Amerika.' Menurutmu bagaimana
reaksimu?" Aku bilang aku tak tahu. "Coba pikirkan. Mungkinkah kau akan bingung?"
Aku bilang padanya kalau aku cukup bingung sekarang. Sudah setengah menjalani
hidup dan baru tahu siapa aku.
"Kebingunganmu itu wajar," katanya. "Tapi pada usia empat puluh satu tahun kau
sudah punya referensi, pemahaman yang lebih besar tentang dunia, nafsu, dan
kelemahan manusia yang tak kau ketahui saat kau masih muda. Kalau kau tahu
kebenarannya pada usia enam belas atau tujuh belas, apa kau pikir kau akan
bereaksi dengan marah?"
"Aku tak tahu," kataku. "Mungkin. Tapi itu tidak"
"Dan apakah kau pikir kau akan mengarahkan sebagian kemarahanmu itu padanya"
Atau pada teman sejiwanya mungkin" Kakakmu?"
"Mungkin." "Dan pada dirimu sendiri mungkin" Apakah mungkin bahwa informasi yang kau cari,
jika diberikan pada saat yang salah dan tanpa adanya bantuan
bagimu untuk memahaminya, bisa membuatmu merusak dirimu sendiri?"
"Merusak diri sendiri bagaimana?" "Yah, kurasa seperti cara anak-anak Amerika
yang terkungkung secara sosial merusak diri mereka sendiri. Dengan alkohol
mungkin" Atau narkoba" Ngebut" Semuanya?"
"Tapi meskipun demikian, itu tidak memberikan alasan pada ibuku untuk
merahasiakannya dariku."
"Jangan salah paham, Teman. Aku tidak mendukung atau memvalidasi keputusan
ibumu. Aku jelas setuju kalau kau punya hak untuk tahu siapa ayahmu. Aku hanya
mencoba untuk memberikan teori lain tentang apa yang mungkin dipikirkan ibumu.
Mengapa dia menyimpan rahasia itu darimu."
Dr. Patel berdiri. Berjalan ke jendela, ke sampingku. Meletakkan tangannya di
bahuku dan melihat ke luar, pada badai yang baru akan mulai. "Ngomong-ngomong,
aku sama sekali tak percaya teorimu," katanya. "Kalau ibumu menyimpan rahasia
itu karena ia membencimu atau ingin menghukummu untuk membuat hidupmu susah. ?Kau juga tak percaya itu, bukan?"
Aku menarik napas panjang pelan-pelan. "Tidak."
"Kalau begitu kita membuat kemajuan."
"Benarkah?" "Kurasa begitu. Aku dari tadi memandang tanganmu saat kita bicara. Sudah tiga
kali aku melihat salah satu tanganmu membuka genggaman tangan yang lain. Apa kau
tahu itu, Dominick bahwa kau membuka genggamanmu" Itu?pertanda yang bagus, kurasa. Ayo, duduklah."
Dalam mitos-mitos kuno, kata Dr. Patel cerita-cerita dari Eskimo hingga
?Yunani anak-anak yatim meninggalkan rumah untuk mencari ayah mereka. Mencari
?identitas diri yang akan membuat mereka bisa kembali ke rumah dengan merasa
utuh, lengkap. "Dalam cerita-cerita itu, informasinya dirahasiakan dari sang
anak," katanya. "Dan nasib memberikan cobaan dan kesengsaraan pada
mereka melemparkan mereka pada teka-teki yang harus mereka pecahkan, kesulitan
?yang harus diatasi. Tapi kalau anak itu bertahan, maka akhirnya, di ujung
perjalanan, dia keluar dari hutan yang gelap ke tempat terang membawa minuman
kebenaran. Dan semuanya merayakan! Akhirnya, dia berhasil mengetahui
orangtuanya, Dominick tempatnya di dunia. Sedangkan melewati berbagai kesulitan itu ia
?mendapatkan pemahaman dan kedamaian. Dia mendapatkan kerajaan ayahnya, bisa juga
dibilang begitu. Alam semesta adalah miliknya!"
"Dan semua orang hidup bahagia selamanya," kataku.
"Kadang," kata Dr. Patel. "Kadang tidak. Aku menyebutkannya karena ini adalah
salah satu cara untuk menginterpretasikan rangkaian peristiwa yang baru kau
alami: mungkin agar bisa menemukan ayahmu kau harus berusaha mendapatkan hakmu
padanya." Aku duduk diam, tangan di kantong, tangan kananku memainkan batu oval dari
Ralph. "Sekarang," kata Dr. Patel. "Waktu kita sudah habis. Kita berdua harus segera
pulang sebelum prahara (tempest) yang semakin mendekat ini menghantam kita."
Tempest (prahara) pikirku. Tempesta, Drinkwater, Birdsey .... Aku mengarahkan
mobilku ke rumah lalu berubah pikiran, dan berbelok ke Rivercrest. Aku mau
menengok Ray. Dia kesal sekali melihatku datang. "Yesus, pulang sana! Kenapa kamu, datang ke
sini saat angin ribut akan datang" Aku baik-baik saja. Pulanglah."
Dalam perjalanan keluar, aku berhenti di beranda depan untuk mengancingkan
jaketku, melihat hujan deras yang akan kuterjang. Semuanya di posisi masing-
masing seperti biasa Daphne, Warren, dan yang lainnya. Semuanya berbicara
?dengan bersemangat tentang angin ribut itu; itu adalah kali pertama aku melihat
mereka begitu hidup. Saat itulah aku sadar: dia hilang. Yang paling tua dari
semuanya, tapi yang paling bagus. Putri Mata Setan.
"Di mana Ibu Ratu hari ini?" tanyaku pada Warren. "Huh?"
"Sobatmu itu. Gadis tua itu."
"Maksudmu Prosperine" Mereka membawanya ke rumah sakit pagi-pagi tadi.
Pneumonia." Prosperine"
"Mungkin akan segera meninggalkan dunia ini, kalau kau tanya padaku. Dia tak mau
makan dan minum, kata mereka. Bersiap-siap kurasa."
Aku duduk di sofa ruang duduk, pandanganku beralih dari jendela ke TV. Aku sudah
memenuhi bak mandi, mengeluarkan lilin dan senter, mengisolasi jendela. Berat,
menghadapi angin ribut sendirian.
Aku mengganti-ganti channel dari Weather Channel ke CNN: laporan langsung
tentang Angin Ribut Bob, dan berita tentang Gorbachev. Dia sedang menjalani
tahanan rumah di Crimea, kata mereka. Hanya secara garis besar. Tank sudah mulai
masuk ke Moskow untuk menghadapi perlawanan yang semakin membesar ....
Bagaimana mungkin dia masih hidup" Aku bertanya-tanya sendiri. Pasti ada orang
bernama Prosperine di dunia ini bukan" Kenyataan tak seperti ini.
Aku berdiri dan memandang ke luar jendela. Sebuah ranting pohon terbang tertiup
angin, talang air seseorang berkelontang jatuh di ujung jalan .... Dia bahkan
tidak waras. Dia hanya duduk di beranda setiap pagi seperti sayuran memakai
popok. Bagaimana bisa dia mengenaliku"
Lalu aku sadar. Dia tidak mengenaliku. Dia mengenali kakekku.
Para pemimpin kudeta itu memblokir berita. Angin menderu. Listrik mati. Angin
Ribut Bob tiba membuat siang menjadi segelap malam.?Baiklah, pikirku. Dia sekarat. Dia mungkin tak akan bertahan hidup hingga badai
berakhir. Aku memakai jas hujan, menarik penutup kepalanya. Keluar di tengah
badai dan hujan deras. Dalam lima langkah dari rumah ke mobil aku sudah basah
kuyup. Tinggallah di rumah, tinggallah di rumah, setiap reporter TV dan pembawa
berita mengingatkan. Aku menyalakan mesin mobil.
Jalan-jalan kosong, wiper tak ada gunanya, bahkan dalam kecepatan maksimum.
Terdengar suara sirene di kejauhan. Aku menikung menghindari pohon-pohon
tumbang, atap yang beterbangan. Dua kali aku mengira mobilku akan terbawa angin.
Tapi aku berhasil. Aku sampai di sana.
Lampunya lebih suram daripada biasanya; saat berjalan di lorong, aku bisa
mendengar suara generator cadangan berdengung. Kamar 414A, kata penjaga padaku.
Aku menaiki tangga. Naik lantai satu, dua. Aku melewati lantai tiga lalu
berhenti. Berdiri di tangga antara lantai tiga dan empat, aku berpikir sejenak.
Lalu berbalik ke lantai tiga. Tempat Dessa bekerja. Bangsal anak-anak.
Sangat tenang di sana. Tak banyak orang; anak-anak, tiga atau empat orangtua.
Dessa tak ada. Seorang asisten memandangiku saat aku mengeluarkan papan permainan dari kardus.
"Aku, uh ... aku temannya Dessa. Dessa Constantine" Aku ... aku mau meminjam dua
kelinci ini sebentar saja." Aku membuka kandang, mengeluarkan dua kelinci itu
dan memasukkannya ke kardus.
"Kau tak bisa membawa mereka begitu saja," kata asisten itu. "Mereka milik
bangsal anak-anak." "He-eh," aku mengangguk. "Aku tahu. Aku cuma meminjam mereka. Aku akan segera
mengembalikannya. Ini ... ini darurat."
Aku pelan-pelan mundur keluar. Kondisi darurat kelinci: dia pasti berpikir aku
sudah gila. Angin ribut mengamuk di luar, penculik kelinci masuk rumah sakit.
Aku tak tahu apa yang dipikirkan wanita itu.
ALBRIZIO, PROSPERINE. JANGAN DIBERI BANTUAN PERNAPASAN. Prosperine Albrizio"
Prosperine Tucci" Tak masalah siapa dia sebenarnya. Yang penting adalah, aku
berhasil menemuinya tepat waktu.
Aku masuk kamar. Meletakkan kardus yang kubawa ke lantai. Aku berdiri di samping
ranjangnya. "Aku ingin ... aku ingin kau memaafkanku," kataku. Napasnya tersengal-sengal;
matanya tinggal segaris. Dia tak terlihat menyadari apa yang terjadi. Apakah dia
tahu ada orang lain di kamar selain dia"
"Apakah kau bersedia memaafkanku?" tanyaku. "Membuatku utuh lagi?"
Aku mengulurkan tangan ke bawah. Mengambil dua kelinci itu dengan memegang
bagian belakang lehernya dan mengangkat mereka
berdua mengangkatnya di depan wanita sekarat itu. Salah satu kelinci meronta-?ronta kemudian diam. Dua kelinci itu bergoyang-goyang di depan si Monyet.
Dia mengerang pelan. Memejamkan mata. Angin dan hujan menghantam daun jendela.
Aku meletakkan salah satu kelinci itu kembali ke kardus. Tetap memegang yang
satunya di depannya. Dan ketika dia membuka matanya lagi, dua kelinci itu sudah
jadi satu. Dia memandang kelinci itu, bergoyang seperti pendulum di depannya memandang
?teruraikannya sihir hitam yang pernah dia saksikan dulu sekali. "Maafkan aku,"
bisikku. Tangannya yang keriput dan gemetar terulur keluar dari balik selimut. Menggapai
dan mengusap bulu kelinci itu menyentuhnya, pertama dahinya, lalu jantungnya,
?bahu kiri dan bahu kanan.
Matanya tertutup lagi. Aku menjatuhkan kelinci itu kembali ke kardus.
Mengangkatnya dan pergi. Aku tak berbalik. Empat Puluh Delapan Semuanya tak berhenti di sini tentu saja. Tali pusar yang diikat tak pernah
bermula ataupun berakhir.
Angin Ribut Bob melewati Three Rivers dan menuju ke laut. Di Moskow, pemimpin
kudeta gagal, Gorbachev dibebaskan dan Uni Soviet runtuh. Tiarap dan berlindung!
Mereka mengajarkan pada kami di sekolah dulu. Komunis mungkin akan meledakkan
kita hingga berkeping-keping! Dan kami anak-anak produksi perang dingin
mempertahankan posisi itu hingga hari ketika kami melihat Yeltsin naik ke tank
dan melawan penindasan. Hingga kami mendengar suara ratusan ribu demonstran
bergaung. Prosperine Albrizio adalah salah satu pasien gelombang ketiga dari tiga
gelombang terakhir pasien yang dikeluarkan dari Settle sebelum bangunan itu
ditutup pada bulan Maret 1992. Tidak ada catatan tentang Prosperine Tucci. Aku
juga tidak menemukan bukti bahwa Prosperine Albrizio dan kakakku Thomas pernah
berkenalan saat masih sama-sama tinggal di Settle bahwa Thomas dulu mungkin
?pernah mengambilkan dia secangkir kopi atau bahwa wanita tua ini pernah
berpapasan dengannya di ruang makan, dan membayangkan dirinya bertemu dengan musuh
bebuyutannya, kakek kami, yang telah mengurungnya. Kalau Prosperine Albriziolah
yang telah dikurung Domenico. Kalau Prosperine Albrizio adalah Prosperine Tucci
.... Pada Februari 1994, pada kesimpulan dari sidang selama tiga bulan, Dr. Richard
Hume dan empat dokter pimpinan Hatch lainnya dibebaskan dari segala tuduhan
kelalaian akibat penyebaran AIDS dan HIV di Hatch Forensic Institute. 127 pasien
yang masih ada di Hatch dipindahkan ke Middletown dan rumah sakit forensik
itu fasilitas rumah sakit jiwa satu-satunya yang masih tersisa di Three
?Rivers ditutup. Anehnya, bekas rumah sakit yang dulu menjadi bagian dari lahan
?berburu dan memancing suku Wequonnoc, mungkin akan kembali ke suku itu,
dianeksasi untuk tujuan ekspansi. Para pemimpin suku dan Gubernur Connecticut
sedang melakukan negosiasi.
Electric Boat, produsen kapal selam nuklir dan selama setengah abad terakhir
?menjadi tulang punggung ekonomi daerah ini pada pasca-perang dingin mem-PHK
?karyawannya hingga tinggal sedikit saja. Orang sekarang menyebutnya, "galangan
kapal berhantu", padahal dulu adalah sebuah galangan kapal yang ramai tempat
kakakku dan aku pernah menyaksikan peluncuran Nautilus dan berfoto dengan First
Lady Amerika Serikat. Tapi meskipun industri pertahanan bangkrut di Connecticut
timur, industri perjudian sedang naik
daun. Wequonnoc Moon Casino and Resort dibuka pada September '92 dan dampaknya
pada perekonomian sekitar sudah melebihi bahkan ramalan yang paling optimistis
sekalipun. Selama enam tahun keberadaan Wequonnoc Moon, ekspansi terus berjalan
dan sekarang sebuah kompleks kasino dan hotel berdiri, seperti permata Oz di
hutan-hutan rute 22. Resort yang punya kelebihan dan kekurangannya,
mempekerjakan sekitar tujuh puluh lima ribu orang. Mobil dan bus keluar masuk
setiap hari nonstop, dan komite perencanaan sedang mengkaji kemungkinan membawa
para penjudi ke Sungai Sachem dari New York dan berlayar ke Boston dengan kereta
api cepat. Kami 415 anggota suku Wequonnoc sudah jadi jutawan.
Dessa dan aku mulai berkencan lagi pada musim gugur 1993, meskipun kami
sebelumnya sering bertemu di bangsal anak-anak rumah sakit. Dia meneleponku
suatu sore, tiba-tiba saja. "Aku punya tiket ekstra menonton per-tan-dingan
basket wanita Uconn," katanya. "Angie dan aku biasanya pergi bersama, tapi
sekarang dia sibuk."
"Basket wanita" kataku meremehkan. Tapi tentu saja aku menerima ajakannya.
Selama beberapa menit pertama duduk menonton seperti seorang pria chauvinistik
yang menjengkelkan. "Kapan mereka akan mulai melakukan slam dunk" .... Siapa
pelatihnya Frankie Avalon?"?"Oh, tutup mulutmu, Dominick," kata Dessa menyikutku. "Ayo, Jamelle!"
Pada akhir musim kompetisi itu, aku tahu nama semua pemain dan posisinya dan
bisa memberikan kuliah tentang kekuatan dan kelemahan setiap tim basket wanita
di Big East. Tahun 1995, aku dan Dessa pergi ke Minneapolis bersama untuk
melihat Lobo and Company memenangi kejuaraan nasional.
Aku melamar Dessa lagi pada akhir musim semi tahun itu. Kami sedang di
Cape Truro berjalan di Long Nook Beach. Saat itu pertengahan Mei, matahari
? ?bersinar cerah, langit biru hari yang seperti biasa dikisahkan dalam buku
?dongeng. Aku tidak merencanakannya tidak membawa cincin di kantongku atau apa.
?Aku hanya memeluknya, mencium dahinya, dan bertanya apakah dia mau memberiku
satu kesempatan lagi. Dessa tak tersenyum. Dia justru kelihatan agak takut, dan aku berpikir, Kau
bodoh sekali, Birdsey. Kau sudah berjanji padanya sejak awal kalau kau tidak
akan memaksanya. Dessa bilang dia yakin bahwa ini bukan gagasan yang bagus. Dia sudah mulai suka
hidup sendirian. Tapi dia akan memikirkannya.
Aku bilang padanya bahwa aku bisa mencabut kembali lamaranku kalau memang itu
yang dia inginkan. Tidak, katanya, beri aku waktu seminggu.
Kami meninggalkan pantai, kembali ke hotel, minum anggur. Pergi makan malam.
Kami tak membicarakan apa yang tadi kukatakan di pantai, tapi tawaran yang
kuajukan itu masih terasa menggantung di antara kami, sebesar mobil Buick yang
ditaruh di ruang duduk. Aku, Dessa, dan
lamaran pernikahanku, aku mungkin sudah menghancurkan semua dengan
mengatakannya. Aku langsung mengatakan padanya tanpa ada pendahuluan,
perencanaan: kau mau masuk lagi" Mengambil risiko dengan pria yang hampir
membuatmu kehabisan oksigen" Hei, kalau aku jadi dia, aku pasti bilang tidak ....
Setelah makan malam, kami pergi ke tempat permainan. Dessa mengalahkanku main
Skeeball, tapi aku mengalahkannya dalam mini golf. Malam itu menyenangkan, akhir
pekan yang menyenangkan, tapi kami berdua diam. Tak bisa konsentrasi. Aku terus
berharap kalau saja aku bisa menutup mulutku.
Kami kembali ke hotel. Tidur di dua ranjang yang terpisah. Setelah berita, kami
menonton film Italia lama hitam putih yang berjudul Maling Sepeda. Dessa bilang
dia tak percaya aku belum pernah mendengar film ini dia bilang ini mungkin ?adalah film tersedih yang pernah dia lihat. "Benarkah?" kataku. "Wow." Sepuluh
menit kemudian aku tertidur menonton film itu.
Aku terbangun mendengar suara tangisan Dessa, dia duduk di ranjangku dan
tangisannya membuat ranjangku bergoyang. "Hei?" kataku. Memicingkan mata ke arah
TV, filmnya sudah selesai. "Ada apa" Apa karena filmnya?"
Dia menggeleng. Menyalakan lampu. Mata kami berkejap-kejap menyesuaikan diri
dengan cahaya. "Baiklah," katanya.
"Baiklah apa?" "Ayo kita coba lagi."
Aku mencoba membaca wajahnya. "Benarkah" Kau yakin" Kalau tidak kita bisa saja
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
teru" "Aku masih mencintaimu," katanya. "Dan aku tidak takut lagi padamu. Jadi oke."
"Ya?" "Ya." Kami menikah dengan upacara kecil dan sederhana. Leo dan Angie mendampingi kami
sama seperti saat pertama kali.
Dan ngomong-ngomong, Leo akhirnya mendapat jabatan sebagai General Manager di
Constantine Motors. Big Gene menentangnya tentu saja, tapi Thula dan dua
putrinya memaksa dan berhasil meloloskan promosi itu. Dan inilah yang lucu. Saat
Leo, Si Raja Pembual, mendapatkan posisi puncak" Mendapatkan kantor di sudut
itu" Dia justru melakukan semuanya dengan benar dan jujur. Dia menghilangkan
semua omong kosong itu hadiah langsung murahan, dan membual dengan potongan
?harga. Dia berterus terang juga di semua iklan TV yang tentu saja dia bintangi
sendiri. "Sekarang tahun sembilan puluhan, Birdseed," katanya padaku. "Orang
sudah capek dipermainkan." Dan kurasa rumusnya itu berhasil. Isuzu baru saja
menjadikannya Regional Manager of The Year. Penjualannya terus meningkat selama
sebelas bulan berturut-turut.
Dan berkat celana boxernya itu, kualitas spermanya memang membaik. Anak ketiga
mereka menurut tes air ketuban adalah laki-laki. Angie bilang dia dan Leo sudah cukup
tua untuk menjadi pengawas di kelas Lamaze mereka. Mereka akan menamainya Leo
kecil. Akan lahir akhir Oktober nanti.
Sebulan setelah Wequonnoc Moon dibuka, Bibi Minnie kembali ke timur dari
California. Dia adalah salah satu Tetua Dewan suku sekarang: Princess Laughing
Woman. Dia juga sering mengisahkan lelucon rasis, suka berdansa, dan membuat
chili yang sangat pedas sehingga langsung membuatmu kapok pada gigitan pertama.
Minnie mengenal ibuku; dia membantu mengisi kekosongan dari beberapa hal yang
tidak kuketahui. "Tapi mereka berdua saling tergiia-giia-Conn\e dan Henry. Dia
sering bercerita padaku tentang ibumu setiap saat. Kau dan kakakmu terlahir
karena cinta." Ralph dan aku juga mulai menjadi akrab. Lagi pula, kami punya sejarah yang
serupa, darah yang sama. Kami juga punya persamaan lain, yang hanya sekali kami
bicarakan: kami berdua mengerti seperti apa rasa sepi menjadi saudara kembar
yang ditinggal oleh kembarannya. Suatu malam setelah pertemuan Dewan
? Jenderal Ralph dan aku mampir di kantornya untuk minum. Aku menanyakan padanya ?secara langsung apakah dia bisa memaafkan-ku karena mengkhianatinya saat di
ruang interogasi polisi waktu itu. Dia memikirkan pertanyaanku itu, meneguk
Chivanya perlahan, dan bilang dia mungkin sudah memaafkanku. Hebat sekali
melihat bagaimana Ralph bertindak
?menenangkan pada saat pertemuan dewan suku memanas. Dia adil, berkepala
dingin salah satu pemimpin terbaik yang kami punyai. Ralph juga yang memimpin
?perjuangan menghilangkan meja tempat para pecandu judi bisa duduk dan
menggadaikan mobil, juga rumah mereka. Ralph sejak dulu dan sekarang, selalu
adalah pria yang bermoral. Sepupuku. Ralph.
Ray terbiasa menggunakan kaki palsunya tanpa banyak masalah pulang lagi ke
?Hollyhock Avenue. Dia sehat-sehat saja selama beberapa saat, selama tiga atau
empat tahun, lalu mengalami stroke. Stroke-nya sangat parah sehingga dia
?kembali ke Rivercrest. Sobatnya Norman sudah meninggal, tapi Stony masih hidup
dan sehat. Stroke itu membuat bagian kanan tubuh Ray lumpuh. Tak bisa berjalan
tanpa dibantu, atau menelan makanan yang tidak dihaluskan dulu. Tapi dia sudah
agak membaik. Kami membawanya ke unit perawatan tiga ruang di Father Fox
Boulevard, panti wreda yang dibuka gereja tahun lalu. Kami bisa saja membayar
tempat yang lebih baik, tapi itulah yang diinginkan Ray. Aku masih sering
menjenguknya, dan meneleponnya kalau aku tak bisa ke sana. Dia cukup bahagia.
Rumah nomor 66-68 Hollyhock Avenue kosong untuk sementara. Aku tak tahu apa yang
akan kulakukan dengan rumah itu lalu suatu malam, Dessa dan aku pergi ke rumah
Sheffer untuk makan malam. Kami jadi akrab dengan mereka berdua: Sheffer dan
Monica. Kami berbicara tentang bagaimana di Three Rivers tak ada rumah
penampungan untuk wanita korban
penyiksaan bagaimana setiap kali keadaan darurat muncul, para wanita itu harus
?melarikan diri dengan anak-anak mereka dan pergi jauh ke Easterly. Uang
pendapatan kasino pertama saat itu sudah turun. Satu hal memunculkan hal yang
lainnya; Sheffer dan aku menembus dewan dan tiga atau empat agensi negara
bagian. Mengajukan kasus kami. Kemudian, casa di due appartamenti yang dibangun
Domenico menjadi Concettine T. Birdsey Women and Family Shelter. Perusahaan
Monica, Womyn's Work yang melakukan renovasi. Mereka menemukan cara untuk
mengalihkan tangga dan meruntuhkan dinding di antara dua apartemen dan
menjadikannya satu. Joy meninggal bulan Maret 1997. Itu adalah peristiwa yang sulit, me-nye-dihkan
bagi semua orang, termasuk aku dan Dessa. Joy berjuang sekuat tenaga. Selama
setahun terakhir hidupnya, dia dan Dessa jadi teman. Pertama kali kami
menjenguknya di Shanley, Joy bercerita pada Dessa pertama kali dia melihatnya
dan Angie di mal kemudian mengikuti mereka berdua ke food court. Duduk di dekat
mereka, mendengarkan percakapan mereka dan berharap bisa menjadi teman Dessa.
Dan pada tahun terakhir hidupnya, dia bisa menjadi teman Dessa.
Dessa dan Tyffanie langsung akrab sejak awal bahkan Dessa sering mengajaknya
?menonton pertandingan basket wanita Uconn. Sebelum anak itu tinggal bersama
kami. Pada usia enam tahun,
Tyffanie sudah tahu nama setiap pemain, mempunyai sebagian besar tanda tangan
mereka. Beberapa sore lalu, di halaman, dia berhasil memasukkan bolanya ke
keranjang untuk pertama kali. Tyffanie mengira-ngira ketinggian keranjang itu
dan swish: aku bahkan tak percaya.
Proses adopsi selesai pada bulan Januari, dua hari setelah ulang tahunku. Joy
sudah menandatangani semua surat resmi tiga bulan sebelum dia meninggal. Dia
menangis sekaligus tertawa, saat menandatanganinya; Ya Tuhan, dia sudah sangat
lemah waktu itu. Dia bilang padaku bahwa akhirnya dia mendapatkan yang selalu
dia inginkan: aku menjadi ayah gadis kecil itu.
Aku berhenti menemui Dr. Patel saat kami mulai mengasuh Tyff. Selama sesi
terakhir kami, aku mengatakan padanya tentang mimpiku yang terakhir tentang
Thomas: pertukaran tak sadar yang kulakukan saat tidur dan aku menjadi kakakku.
"Aku punya teori tentang mimpi-mimpi itu," kata Dr. Patel. "Bolehkah aku
membaginya denganmu?"
"Oh, ya," kataku. "Memangnya aku bisa menghentikanmu?"
"Kurasa," katanya, "kau mungkin berusaha menggabungkan dalam dirimu hal-hal baik
tentang kakakmu. Kebaikannya, kelembutannya. Mungkin kau ingin jadi dirimu
sendiri dan Thomas. Dan itu akan bagus sekali, bukan" Kekuatanmu dan kebaikan
kakakmu, bersama?" Aku mengangguk, tersenyum. "Kau tahu?" kataku. "Kurasa aku sudah selesai di
sini." "Kurasa juga demikian," katanya.
Dan mata kami sedikit berkaca-kaca, saling memeluk. Aku memandang patung
setinggi lututnya, yang berdiri di dekat jendela: Shiva penari yang sedang
tersenyum. Aku mendekati patung itu, mengangkatnya, menarik Dr. Patel, dan kami
bertiga berdansa berputar-putar di kantornya.
Kami keturunan Wequonnoc-Italia merayakan keseluruhan kebulatan semua hal.?Aku empat puluh satu tahun saat kehilangan kakakku dan menemukan kedua
ayahku yang meninggal bertahun-tahun sebelumnya dan ayah yang ada di sampingku
?sepanjang hidupku. Sejak itu, aku sudah menjadi orang yang kaya, ayah dari
seorang gadis kecil, dan kembali menjadi suami wanita yang selalu kucintai yang
kukira akan hilang selamanya. Mitos kuno mengata-kan, perbaikilah hidupmu, dan
alam semesta akan jadi milikmu.
Aku mengajar sejarah Amerika sekarang, di sekolah Wequonnoc sejarah yang
?berbeda dengan yang diajarkan Mr. LoPresto. Murid-muridku membantah saat ujian,
mengeluh bahwa aku memberikan terlalu banyak tugas dan kurasa belajar apa yang
telah kupelajari: bahwa kekuasaan yang digunakan secara salah mengalahkan
penindas sekaligus yang ditindas. Kakekku Domenico Onofrio Tempestalah yang
mengajariku tentang hal itu. Akhirnya aku berterima kasih pada warisan
Papa dokumen menyebal-kan di mana dia
?berusaha dan dengan menyedihkan gagal untuk membuktikan "kebesarannya" pada
"pemuda Italia". Tuhan hidup bisa menjadi penuh belas kasih sekaligus ironis.
? ?Aku percaya itu. Papa mendapatkan nilai dirinya yang sesungguhnya saat dia
mengeluarkan Dictaphone itu ke halaman depan, memulangkan stenografernya dan
mengasingkan diri di halaman belakang untuk mengakui semua kegagalannya. Ketika
dia merendahkan dirinya. Papa, aku berterima kasih atas hadiahmu.
Aku bukanlah pria yang pintar, tapi suatu hari, akhirnya, aku berhasil keluar
dari kegelapan hutanku, masa lalu keluargaku dan negaraku, dengan memegang
kebenaran ini di tanganku: bahwa cinta tumbuh dari pengampunan; bahwa anjing
kampung bisa menjadi anjing yang baik; bahwa bukti adanya Tuhan ada dalam
keseluruhan segala sesuatu.
Setidaknya inilah yang berhasil kuketahui. Aku tahu inilah yang sebenarnya,
Raih kesempatan mendapatkan hadiah paket buku setiap bulan selama satu tahun
dengan mengisi kuesioner berikut:
1. Buku apa yang Anda sukai"
a.Novel/Fiksi b.Memoar/Kisah Nyata c.Komik d.Self Help/How To/Praktis
e.Wacana/Pemikiran f.Buku Islam g-Buku Anak h.Pop Culture dan Gaya Hidup
i.Lain-lain:..............................................
2. Dari mana Anda mendapatkan info buku terbaru"
a. Kunjungan ke Toko Buku
b. Info di Media Cetak/Elektronik/Internet
c. Cerita Teman d. Lain-lain: ..............................................
3. Toko buku mana yang sering Anda kunjungi" (Sebutkan nama dan daerah
lokasinya) Nama : .......................
Alamat : ......................
Telp. : ............... Alamat e-mail : .........
(bersedia/tidak bersedia dikirimi info buku-buku pilihan melalui e-mail dan/atau
sms*) Kirimkan kuesioner ini sebelum 31 Desember 2DD7 (cap pos) ke:
agian Promosi Penerbit Mizan
I. Cinambo 135 Bandung 4D294 Paket buku gratis setiap bulan selama 1 tahun akan
diberikan kepada 40 pembaca yang beruntung.
Persekutuan Pedang Sakti 3 Pengemis Binal 13 Dendam Ratu Air Gadis Tanpa Raga 1
Thad dan aku sampai setengah jalan ke California sadar kalau aku telah membuat
?kesalahan besar lagi. Tapi demi aku, dia berharap seandainya saja aku tak pernah
datang ke meja resepsionis di Hardbodies. Karena dengan demikian kita tak akan
pernah bertemu, dan dia tak akan menghancurkan hidupku.
Kau harus dites, Dominick. Aku sangat malu. Aku sangat menyesal lebih daripada
yang bisa kau bayangkan ....
Aku berdiri terpaku. Bayangan melintas di pikiranku: Jadi kami berdua akan
mati Thomas dan aku" .... Di mana kau bisa mendapatkan tes AIDS" .... Kalau aku
?mati, siapa yang akan mencukur Ray"
Aku tak punya hak untuk meminta padamu, Dominick. Tapi aku tak punya pilihan.
Aku putus asa. Aku tahu, aku akan terlalu takut untuk memintamu secara langsung.
Kalau tes HIV-mu negatif kalau kau tak tertular virus itu maukah kau
? ?mempertimbangkan untuk mengasuh Tyffanie, please, please, please" Hanya kalau
aku jadi benar-benar sakit. Kalau HIV-ku jadi AIDS. Mungkin itu bahkan tak akan
terjadi. Mungkin akan ada obatnya. Aku tahu, aku tak berhak meminta, tapi aku
takut setengah mati kalau Tyffanie diasuh oleh orang asing. Orang jahat. Banyak
orang jahat di luar sana, katanya. Joy tak mau ibunya yang mengasuh anaknya. Dia
sudah lima puluh satu tahun. Dia bahkan tak menginginkan anaknya sendiri. Aku
harus tahu kalau Tyffanie punya kesempatan dalam hidup ini,
Dominick. Mungkin ini adalah kehendak Tuhan. Dia mengambil putri kecilmu.
Mungkin Tuhan ingin aku mati sehingga kau bisa mengambil putriku ....
Aku menjatuhkan surat itu. Pergi ke kamar mandi dan muntah.
Aku pergi ke Farmington hari Jumat itu. Membayar dua puluh dolar. Mereka
memberiku nomor rahasia, mengambil darahku. Wanita yang berjaga bilang padaku
kalau aku harus menunggu tiga hari kerja lalu menelepon laboratorium pada hari
ketiga. Dan untuk kasusku harinya adalah Rabu, katanya. Hasil tesnya biasanya
datang sekitar pukul tiga siang, aku sebaiknya menelepon antara pukul empat
sampai setengah enam. Aku tak bisa makan, tak bisa tidur. Tak bisa bilang siapa pun. Leo akan bilang
Angie dan Angie akan bilang Dessa. Apa yang bisa dikatakan Dr. Patel yang dapat
membuat perbedaan" Aku mengunjungi Ray seperti biasanya. Membawakan baju bersih, mencukurnya,
mengobrol dengannya dan teman-temannya. Suatu siang, saat melewati para
"penjaga" di kursi roda, mataku bersirobok dengan kerangka manusia keriput di
sana. Putri Mata Setan. Dia melotot benar-benar marah padaku hari itu seperti ?dia tahu apa yang terjadi, bahwa aku sedang menunggu hasil tesku. Tapi kali ini
aku berdiri dan balas memandangnya. Dengan sepenuh emosi .... Tak masuk akal;
menyedihkan. Anak-anak kecil mati setiap hari
karena kanker, kecelakaan mobil, AIDS. Di koran beberapa hari lalu mereka
menurunkan cerita tentang anak lelaki usia tujuh belas tahun yang setahun penuh
bertahan menunggu donor sumsum tulang belakang yang tak pernah dia dapatkan.
Tapi di sini, dia duduk: wanita tua yang menyebalkan, sayuran dengan jantung
yang berdetak. Mereka harus memandikannya, menyuapinya, membersihkan kotorannya.
Buang-buang waktu saja, pikirku. Dunia memang kacau. Dia terus hidup sementara
tak jauh dari sini anak-anak di rumah sakit ....
"Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Ray padaku.
"Huh" Tidak. Kenapa?"
"Aku tak tahu. Hanya saja kau sepertinya sedang khawatir." Aku mengabaikan
omongannya itu bilang kalau aku baik-baik saja. Memangnya dia psikiater"
?Apa ada yang membuatku khawatir"
Malam-malam saat menunggu adalah yang terburuk; saat itulah aku panik. Aku tidur
dengan gelisah, terbangun dan duduk karena menurut perasaanku aku mendengar
suara-suara, dari mimpi. Suatu malam, telepon berdering pukul 2.00. Aku tak bisa
mengangkatnya. Aku yakin itu adalah Joy. Apa pun hasil tesku, aku tak akan mau
melakukannya membersihkan kekacauan yang dibuatnya. Dia bahkan tak punya hak
?untuk menanyakan itu. Aku bukan ayah siapa-siapa.
Selasa malam malam sebelum aku harus menelepon untuk mengetahui hasil tesnya;
?saat itulah keputusasaanku mencapai dasar. Menangis, gemetaran. Aku pergi keluar
untuk menenangkan diri dan menerobos lampu merah di Broad and Benson. Tak ada
mobil yang datang dari arah lain, untungnya, tapi itu bisa saja terjadi. Itulah
maksudku: seseorang mungkin saja ngebut dari arah /ain. Kurasa saat itu aku
sudah agak gila karena kurang tidur.
Aku mengakui ironinya; bagaimana Tuhan menunggu begitu lama dan akhirnya
membalasku juga. Akhirnya menghukumku karena menjadi adik yang menjengkelkan.
Aku tak pernah memikirkan itu, mengapa Tuhan memberi Thomas skizofrenia dan aku
tidak. Tapi sekarang aku tahu rencana besarnya. Tuhan yang Mahakuasa
merencanakan sesuatu yang lain untukku. Virus AIDS: penyakit yang tak bisa kau
menangi tak peduli seberapa baik kau bisa bertahan. Dan Tuhan memang suka iseng:
sedikit ketakutan yang dia berikan padaku ketika aku berpikir Thomas mendapat
AIDS. Tapi ternyata itu salah. Gambaran untuk pertunjukan selanjutnya. Tuhan
menyimpan HIV itu untuk dimainkannya padaku ....
Aku terus memikirkan pastor aneh itu yang datang saat pemakaman kakakku. Yang
?memakai sandal. Bapa LaVie, yang berhasil mengalahkan kanker. Padre dengan
mukjizat tumor yang mengecil dengan sendirinya .... Mereka memanggilnya dari
tempat lain karena pastor di St. Anthony sibuk hari itu. Dia sudah bilang dari
mana dia datang, tapi aku lupa. Aku membuka buku telepon dan mencari
daftar kota. Danbury, Danieison .... Itu dia. Dia bilang sedang mengisi kekosongan
di gereja Danieison. Yang menjawab teleponku adalah Bapa LaVie. Tentu dia ingat aku, katanya. Dan
kebetulan hari ini dia baru saja membaca artikel tentang si kembar yang
ditinggal mati oleh kembarannya dan dia memikirkanku. Betapa sulitnya kehilangan
saudara kembar. Jadi bagaimana kabarku" Apa yang bisa dia lakukan untukku"
Aku mengoceh, tanpa urutan tertentu, tentang gangrene Ray, Angela, beban akibat
kematian kakakku. Tentang kejamnya kakekkku dan bagaimana aku selalu mengganggu
Thomas sepanjang hidup kami karena aku tak yakin ibuku mencintaiku. Tentang
kunjungan Joy, berita yang dibawanya. "Setiap kali aku melangkah ke depan, aku
dihantam mundur," kataku. "Tuhan pasti sangat membenciku."
Bapa LaVie mengatakan padaku bahwa ada hikmah dari setiap penderitaaan bahwa ?Tuhan itu murah hati, tak peduli apakah kita memahami caraNya atau tidak. Ini
gombal, pikirku teologi ala kartu ucapan Hallmark. Tapi saat aku menutup
?telepon, aku merasa lebih tenang. Lebih baik. Apa pun hasil tesnya nanti, itu
sudah di luar kendaliku. Yang bisa kulakukan sekarang adalah bertahan. Berdoa
pada Tuhan yang Maha Pengasih, bukan Tuhan yang ironis.
Rabu sore, aku menelepon laboratorium. Sinyalnya sibuk hingga pukul empat lewat
empat puluh lima. Wanita di ujung telepon memintaku mengulang nomor tesku. "Oke, tunggu
sebentar," katanya. Aku memejamkan mata. Mencengkeram gagang telepon. Aku kena: kau tahu itu. Aku
kena virus untuk membayar dosa-dosa yang telah kulakukan pada kakakku, ibuku,
istriku .... Telepon berbunyi lagi. "Oke," kata wanita itu. "Ini dia. Nonreaktif."
"Nonreaktif?" Itu bagus, katanya. Itulah yang kuinginkan, Nonreaktif.
Aku mondar-mandir di rumah. Menarik napas panjang. Menjatuhkan diri ke lantai
dan push-up. Pergilah ke bar dan mabuk, kataku dalam hati. Rayakan kehidupan.
Aku mengambil kunci, masuk mobil. Dan pergi ke rumah sakit.
Aku melewati anak-anak yang tertidur, anak-anak yang menangis, tempat tidur yang
kosong. Melewati dua kelinci yang dibilang Dessa padaku. Terapi binatang,
katanya. "Kau mau main?" tanya seorang anak perempuan kecil yang botak. Dia
duduk di depan TV, main Nintendo. "Kau boleh kok. Ada dua stik."
"Tak bisa sekarang," kataku. "Mungkin nanti." Dessa di ujung ruangan sebelah
kiri, duduk di kursi goyang, memeluk dan mengayun seorang anak lelaki yang
memakai piama. Menyentuh sekali.
Mereka berdua, berayun bersama seperti pieta.
"Hai," kata Dessa. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Suara Bob Marley terdengar dari tape recorder kecil: One heart, one love ....
Anak lelaki itu matanya terpaku pada lampu aneh di meja sebelah mereka. Lampu
fiberoptik dengan ratusan serat, yang mempunyai pendar kecil rapuh di tiap
?ujungnya. Aku memicingkan mata dan lampu itu menjadi langit malam, miniatur
surga. "Kudengar ... kudengar ada anak-anak di tempat ini yang butuh dipeluk," kataku.
Dessa mengangguk. "Ini Nicky," katanya. "Kakiku kesemutan. Aku mau istirahat."
Anak lelaki itu berambut hitam dan tebal, mata cokelat yang lebar. "Hai, Nicky,"
kataku. Mengulurkan tangan dan mengambilnya dari Dessa. Menggendongnya.
Sepanjang hidupku, aku membayangkan skenario di mana akhirnya ayah kandungku
akan mengungkapkan dirinya padaku. Saat kecil, aku membayangkan ayahku adalah
koboi, pilot yang mendarat darurat di Hollyhock Avenue, melompat turun dari
pesawat dan menyelamatkan kami dari Ray. Kemudian, aku membayangkan guru
olahraga, guru keterampilan, pria yang punya toko hobi di kota dan bahkan Mr.
Anthony dari seberang jalan yang mungkin adalah ayahku: ayah yang sebenarnya,
bukannya pengganggu yang menikahi ibuku dan masuk ke rumah kami untuk membuat
kami menderita. Aku tiga puluh enam tahun dan masih berfantasi saat dokter
bilang bahwa kanker ibuku tak akan sembuh. Pada bulan-bulan aku melihatnya sakit
dan akhirnya meninggal, aku terus memfantasikan kematiannya membentuknya?menjadi keinginan egoistisku sendiri. Dia akan menarikku mendekat dan memberi
tahu nama ayahku, pikirku membisikkan namanya di telingaku lalu pergi dengan
?damai, karena telah membeberkan rahasianya .... Saat itu aku berhasil mendapatkan,
lalu kehilangan lagi sejarah kakekku. Kecurigaanku saat itu tertuju pada Angelo
Nardi, stenografer Italia tampan yang disewa kakekku untuk membantunya menulis
kisahnya, "panduannya untuk pemuda Italia". Mereka berteman, kata Ma. Ma
membuatkan kopi untuknya, membantunya belajar bahasa Inggris. Ma hampir tak
pernah keluar. Siapa lagi yang mungkin" .... Kemudian setelah manuskrip Domenico
kembali padaku dijatuhkan begitu saja di kaki ranjang rumah sakitku aku
? ?membacanya dengan harapan bahwa aku akan menemukan siapa ayahku di sana. Pelan-
pelan dengan kesulitan yang semakin bertambah, aku membiarkan suara Domenico
mengisi kepalaku berjuang membaca keburukan dan ketakutan yang aku yakin akan
?menjadi akhir ceritanya .... Tapi di akhir kisahnya, Domenico hanya meninggalkan
warisan teka-teki dan monyet, perkataan klise tentang menyimpan rahasia yang
tidak menegaskan ataupun menyangkal apa yang kutakutkan: bahwa dia memanfaatkan
putri sumbingnya yang menurutnya
tak akan diinginkan pria. Bahwa dia perlu menghukum walaupun dalam
?kematian istrinya yang tidak setia, yang selalu dia inginkan, tapi tak pernah
?dia miliki. Tapi sepanjang hidupku berkhayal dan menunggu ayah kandungku datang aku tak
? ?bisa membayangkan bahwa aku akan menemukannya di tempat yang sama di kursi yang
?sama di mana sepuluh bulan sebelumnya kakakku duduk di depanku dan
?memperingatkanku bahwa kalau Amerika meluncurkan perang suci melawan Negara
Islam, azab Tuhan akan turun dengan cepat dan kejam. Bahwa dia, Thomas, berpuasa
untuk bersiap-siap melakukan pengorbanan yang diharapkannya dapat mencegah
Perang Suci dan menyelamatkan anak-anak Tuhan .... Dan orang yang benar-benar tak
kuduga untuk membebaskan diriku dari rasa sakit dan bingung karena tak tahu
siapa ayah kandungku, adalah orang yang selalu kuanggap menjajah masuk dan
mencuri tempat ayah kandungku. Pada akhirnya, Raylah yang mengungkapkan nama
ayahku padaku Raylah yang akhirnya memberikan nama pria yang kucari sepanjang
?hidupku. "Jadi bagaimana rasanya?" tanyaku.
"Rasanya baik-baik saja. Agak sedikit lecet. Mungkin aku terlalu banyak
berjalan." Saat itu adalah pertama kalinya Ray keluar dengan kaki palsu barunya. Semuanya
berjalan baik lebih daripada yang diharapkan. Kami pergi ke Benny's untuk
?membeli baterai. Mampir di Hollyhock
Avenue untuk mengecek meyakinkan semua aman. Sekarang kami di Friendly's makan
?siang. Merayakan kakinya yang baru.
"Yah, mereka bilang bisa membuat sedikit penyesuaian setelah kau mencobanya,"
kataku. "Katakan pada mereka tentang lecet itu."
"Oke, Dad," celetuknya. Pelayan mendekat membawa menu.
"Hai. Namaku Kristin. Bagaimana kabar kalian hari ini?"
"Bukan urusanmu," kata Ray. Dia tersenyum. Dia sedang senang.
"Bukan urusanku, ya" Oke, Pak Tua. Apa yang bisa kuambilkan untukmu, kalau
begitu?" Aku mengenalinya. Dia masih gugup saat itu ketika melayani kakakku dan
aku masih latihan. Thomas memberinya sampel manifesto religiusnya, dan Kristin ?berdiri diam, memegang nota pesanan, terpaku. Sekarang, sepuluh bulan kemudian,
Perang Teluk sudah berakhir, kakakku sudah mati, dan Kristin sudah sangat
profesional menangani pelanggan.
Ray memesan potpie, sedangkan aku memesan makanan supermelt mereka. Kristin
bertanya apakah kami mau kopi. Bertanya apakah kami mengira badai yang
dibicarakan semua orang akan sampai ke Connecticut. "Pfft," kata Ray. "Angin
ribut Bob. Tak terdengar menakutkan bagiku. Mereka hanya membesar-besarkan
berita di TV untuk menaikkan rating mereka."
Kristin bilang pada kami kalau dia dan pacarnya
akan mencari lilin sepulang kerja nanti, selotip untuk menutup jendela, junk
food. Dia datang dari Minnesotta, katanya. Ini adalah badai pertamanya.
Setelah Kristin pergi, Ray bergumam bahwa dia tak akan begitu cerewet kalau
atapnya terbawa angin. "Tentu saja dia masih cerewet," kataku. "Dia masih muda. Induk semangnya yang
akan memikirkan atap itu. Yang dia lakukan hanyalah tidur dengan pacarnya
diterangi lilin dan makan keripik kentang bersama."
"Kedengarannya seperti kehidupan yang enak," kata Ray. "Kesalahan apa yang sudah
kita lakukan?" Aku bertanya apakah dia mengikuti berita tentang Rusia. "Sepertinya Komunis akan
runtuh di sana, ya?" kataku. "Bagaimana perasaanmu mendengarnya?"
"Bagaimana perasaanku?" Dia bilang tak merasakan apa pun. Kenapa" Apa yang
harusnya dia rasakan"
Aku mengingatkannya kalau dia pergi berperang untuk menghentikan Komunis di
Korea. Bahwa dia hampir empat puluh tahun bekerja membangun kapal selam nuklir,
kalau-kalau Rusia memutuskan untuk menjatuhkan bom.
"Itu semua masalah politik," kata Ray. "Aku pergi kerja tiap hari dan melakukan
pekerjaanku .... Tapi dengarkan aku. Saat kiamat nanti, semua orang di TV yang
membesar-besarkan masalah Angin Ribut Bob ini akan berkata, Angin Ribut" Angin
ribut yang mana?" Aku diam, terpana oleh reaksinya yang datar mengenai kerajaan Soviet yang akan
runtuh. Pesanan kami datang. Para pengunjung restoran semakin berkurang saat kami makan.
Kami tak banyak bicara lagi dan dalam kesunyian pikiranku melayang pada
pembicaraan teleponku pagi tadi dengan Joy. Aku tak bisa menjanjikan seperti
itu, kataku padanya. Dia akan baik-baik saja; ada obat baru setiap saat.
Bagaimana dengan AZT yang baru kubaca beritanya" Apa dia sudah membacanya"
Kataku, aku akan mencoba menolongnya sebisaku membantu mereka berdua tapi
? ? hidupku sendiri juga belum pasti. Aku tak bisa melakukan komitmen sebesar
itu aku tak bisa. Dia harus berusaha sendiri: banyak layanan dukungan yang ?tersedia bagi orang-orang seperti dirinya. Masalahnya tinggal mencari tahu
bagaimana mengakses layanan itu. Aku tak bermaksud berpidato seperti saat aku
?menguliahinya tentang bagaimana cara membeli sofa. Tapi Joy menuduhku begitu:
memberikannya pidato tak berguna sedangkan yang dia butuhkan hanyalah sedikit
ketenangan sebuah janji bahwa putrinya akan diasuh oleh seseorang yang bisa dia
?percaya. Tidak dikirim ke rumah adopsi dengan orang jahat atau orang yang hanya
menginginkan uang. Dia lebih banyak menangis daripada bicara dan akhirnya
?menutup telepon. "Aku berpikir," kata Ray. "Hal ini sudah menggangguku beberapa lama."
"Oh, ya?" kataku. Aku meneguk kopiku. Kukira
yang dimaksudkannya adalah kakinya.
"Apa kau ingat percakapan kita dua minggu lalu" Tentang ayahmu" .... Bahwa ibumu
tak pernah bilang padaku siapa dia?"
Aku mengangguk. Menahan napas.
Ray bilang dia pernah mengalami hal serupa denganku bagaimana keluarganya
?menipunya dengan bilang bahwa Edna adalah kakaknya dan bukan ibunya. Itulah yang
dia pikirkan sejak percakapan kami itu. Memang situasi yang kami alami berbeda,
tapi bisa juga dibilang mirip. Saat dia tahu, dia sangat kaget dan kesal:
bukankah dia berhak tahu siapa ibunya. Dan karena itu, karena tak diberi tahu
sejak awal siapa ibunya, itu berpengaruh dalam kehidupannya sehingga dia menjadi
seperti ini. Dia selalu merasa lebih rendah daripada orang lain, katanya. Malu.
Dan marah-marah ke seluruh dunia. Bukan berarti bahwa situasiku dan situasinya
sama. Yah, bisa dibilang sama juga sih. Sama, tapi berbeda.
"Apa ... apa yang kau bicarakan?" Jantungku berdetak kencang; napasku terengah.
Sekarang setelah saat itu tiba aku menjadi takut.
"Aku berjanji padanya, kau tahu" Ibumu .... Dia baru bilang padaku dua bulan
sebelum meninggal. Aku tak tahu sama sekali tentang itu sebelumnya. Kami tak
pernah bicara tentang hal semacam itu. Aku sama tak tahunya dengan kau. Tapi
setelah dia sakit, itu membebaninya. Dia perlu mengatakannya pada seseorang,
jadi dia mengatakannya padaku. Dan memintaku untuk menjaga rahasia. Tapi aku
tak tahu. Sekarang sudah berbeda. Ada uang yang terlibat .... Ibumu tak tahu itu."
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Apa yang dia bicarakan ini"
"Ibumu merasa agak malu tentang ini, kau tahu" Atas apa yang telah dia lakukan.
Tentu saja sekarang banyak orang yang punya anak tanpa nikah setiap saat, dengan
berbagai warna kulit dan tak ada orang yang peduli. Tapi dulu berbeda. Bagi
orang Italia terutama. Orang-orang tak menyukai orang Italia" Mereka
membencinya. Mereka datang ke Amerika berombongan, dari New York untuk bekerja
di pabrik .... Orang dulu sering bilang kalau orang Italia itu bau, berminyak, dan
tak punya malu seperti orang kulit hitam." Ray, melihat sekeliling dengan
?tergesa-gesa, melihat apakah ada orang kulit hitam yang tak sengaja
mendengarnya. "Orang Italia membutuhkan seseorang untuk merasa lebih baik.
Kebanyakan mereka sangat berprasangka jika berhubungan dengan kulit hitam. Juga
orang Indian. Kakekmu misalnya. Dia akan membunuh ibumu kalau tahu."
Aku mendengarkan tanpa begitu mengerti. Ray baru saja menyebutkan Domenico. Dia
akan mengatakan padaku bahwa kakekku adalah ayahku.
"Ibumu bilang padaku bahwa dia selalu khawatir kalau kalian berdua tahu dia tak
?begitu khawatir tentang kakakmu dibandingkan denganmu-dia takut kalau ... kalau
kau akan membencinya. Atau membenci dirimu sendiri. Tapi aku tak tahu. Sekarang
berbeda. Kau punya hak untuk tahu, seperti aku. Tahu tentang Edna, maksudku. Dan
sekarang dengan apa yang terjadi di sana."
Aku memejamkan mata. Ini dia. Katakan saja.
"Ayahmu meninggal dua bulan setelah kalian berdua lahir. Tak pernah tahu tentang
kalian .... Ibumu sangat naif tentunya tak banyak tahu tentang semua hal. Dia ? ?bilang padaku dia tak tahu kalau hamil hingga ham-pir setengah jalan. Tentu
saja, saat itu tak ada TV. Subjek seperti itu tak diberitakan seperti saat ini."
Ray salah. Domenico meninggal sebelum Thomas dan aku lahir mengalami stroke
?pada bulan Agustus. Ibuku melahirkan Thomas dan aku empat bulan setelah dia
meninggal. "Dia terbunuh di Korea," kata Ray.
Aku mengangkat kepala memandangnya. "Apa?"
"Dia ditempatkan di Eropa, Jerman, menurut ibumu. Dan lalu saat Mac Arthur pergi
ke Korea, dia juga dikirim ke sana. Tak sempat pulang dulu. Dan langsung
terbunuh di awal perang, kurasa saat mendarat di Inchon."
?Apa ini" Ayahku adalah ..."
"Ibumu membacanya di berita. Begitulah bagaimana dia tahu kalau ayahmu tewas.
Dia menghubungi teman perempuan yang dikenalnya sepupunya atau apa dan kurasa
? ?dari dia ibumu mendapatkan lebih banyak cerita tentang apa yang telah terjadi.
Tapi dia tak pernah pulang. Ayahmu. Tak pernah tahu tentang kalian berdua, kata
ibumu." "Tapi mengapa ... bagaimana Ma bisa ...?"
"Ayahmu kulit hitam. Yah, sebagian hitam kurasa. Tapi kau tahu kan, kalau kau
mempunyai setitik darah kulit hitam di tubuhmu, kau langsung dicap kulit kulit
hitam. Setidaknya begitulah zaman dulu. Orang-orang tidak bercampur seperti
sekarang. Atau punya bayi di luar nikah .... Kakekmu pasti akan membunuhnya,
Dominick. Kau tahu" Kakekmu mungkin akan membuang ibumu. Lucunya, kakekmulah
yang mengenalkan mereka berdua. Ibumu dan Henry. Itulah namanya. Henry. Kakekmu
kenal ayahnya." Mereka bekerja di pabrik bersama, kata Ray. Setelah ayah Henry meninggal, ayah
Connie masih berhubungan dengan keluarga itu. Mengirimkan sedikit uang dari
waktu ke waktu karena anak-anak itu masih kecil. Kata Connie, tak biasanya
ayahnya melakukan itu. "Ayahnya sangat ketat dengan uang, kurasa. Tapi dia
membantu keluarga Henry dari waktu ke waktu. Untuk alasan tertentu. Dia benar-
benar menguasai kakekmu itu. Di rumahnya apa yang dia katakan itulah yang
?berlaku. "Ayahmu bekerja di toko tempat mereka sering belanja. Si Henry itu. Jadi
begitulah bagaimana ibumu mengenalnya. Melihatnya seminggu sekali saat dia
belanja. Begitulah awal mulanya karena ayahnya kenal dengannya dan karena ibumu
?selalu melihatnya di toko. Awalnya mereka cuma berteman, untuk waktu yang lama.
Bertahun-tahun mungkin. Dia sering menyelinap ke rumah dan mengunjungi ibumu.
Kakekmu bekerja pada malam hari, kau tahu" Lalu, aku tak tahu, kurasa semua
terjadi begitu saja. Mereka juga manusia seperti
orang lainnya. Dan seperti yang kubilang tadi, ibumu naif tak banyak tahu hal-
?hal macam itu bahkan saat aku datang. Masih tak mengerti masalah itu bahkan
setelah dia punya dua bayi .... Ayahnya pasti akan membunuhnya, kalau dia tahu
putrinya berpacaran dengan pria kulit hitam. Kalau kakekmu masih hidup mungkin
dia akan mengusirnya dari rumah. Mengirimnya ke sana untuk tinggal dengannya."
"Kalian mau pencuci mulut?" tanya Kristin tiba-tiba, membuatku melompat karena
terkejut. "Oh, maaf. Apakah aku mengagetkanmu?"
"Tidak," kataku. "Tidak, terima kasih. Kami sedang bicara."
"Oh. Maaf. Aku bisa membawa ini kalau kau sudah selesai. Atau kalau kau mau kau
bisa" "Makasih," kataku. "Aku akan mengurusnya. Terima kasih."
Kami menghabiskan kopi kami. Duduk di sana selama beberapa menit, dalam diam.
Lalu Ray mengulurkan tangan dan menepuk tanganku. "Jangan khawatir," katanya.
"Seperti pepatah bilang, anjing kampung adalah anjing yang baik."
"Henry apa?" kataku.
"Hmm?" "Henry apa?" "Drinkwater." Aku pergi ke pemakaman Indian dulu. Langsung menuju ke makamnya. Henry Joseph
Drinkwater 1919 1950. Melayani negara .... Aku berdiri di sana, tak bisa merasakan apa pun. ?Dia hanyalah sebuah nisan. Sebuah nama dan dua tanggal. Dari jalan setapak, di
balik tanggul, aku bisa mendengar aliran Sungai Sachem, gemuruh The Falls yang
tak pernah berhenti. Di telepon umum, aku mencari alamat kantor Dewan Suku Wequonnoc. Lalu aku pergi
ke rumah dua lantai yang sudah lapuk dengan sampah di halaman depan. Mengikuti
tanda, aku menaiki tangga darurat ke kantor di lantai dua. Pintunya terkunci:
didalamnya kosong. PINDAH KE WE-QUON-NOC BOULEVARD, RESERVASI
WEQUONNOC (RUTE 22), demikian pengumuman yang ditulis tangan itu menyatakan.
Aku bermobil ke reservasi melewati buldoser dan pengaduk semen. Tanah yang
?sudah dibersihkan dan diratakan. Untuk kasino. Markas suku yang baru ada di
ujung jalan tanah, di pinggir hutan bangunan tiga lantai yang mengesankan
?terbuat dari kayu cedar dan kaca. Baru. Terdengar suara bor dan palu dari dalam.
Aku masuk. Menanyakan pada seorang tukang listrik apakah aku bisa menemui Ralph
Drinkwater. "Ralphie" Ya tentu saja. Lantai kedua, ujung. Kurasa dia masih di sana. Ruangan
suite dengan jendela menghadap ke belakang."
Dia sedang mengampelas pelipit dinding Shee-trock, dengan penuh kasih sayang
sepertinya. Aku berdiri, diam dan mengamatinya. Dia menggosok sebentar, meniup
debunya, mengusapkan jarinya ke
pelipit itu, dan menggosoknya lagi. RALPH DRINKWATER, PENJAGA PIPA PERDAMAIAN
SUKU, demikian tulisan yang terpasang di pintu.
Kantor itu sangat bagus. Besar. Langit-langit tinggi dengan kayu yang dibiarkan
terlihat, perapian tinggi yang menghadap ke dinding kaca. Yesus, betapa hebat
hidupnya. Adiknya terbunuh, ibunya gila. Lalu masalah di rumah Dell
Weeks berpose untuk foto porno agar bisa punya tempat tinggal. Tapi sepanjang
?hidupnya dia menyatakan dengan jelas siapa dirinya: Yah, aku adalah seorang suku
Indian Wequonnoc. Jadi, kukira tidak semua suku kami habis terbunuh .... Kalian
harusnya membaca Soul On Ice.' Benar! Buku itu menceritakan seperti yang
sebenarnya! .... Ralph disepelekan dan diinjak sepanjang hidupnya bekerja
?menyikat toilet di penjara gila untuk mencari makan .... dan masih bisa menjadi
orang yang baik. Bangkit dari abu. Dan sekarang, dia tiba di ruang yang indah
dan besar ini. Bangunan yang besar dan baru. Pada akhirnya dia berhasil
mendapatkan tempat yang pantas. "Ini akan jadi kantormu?" kataku.
Ralph berbalik, kaget mendengar suaraku. Memandangku selama tiga atau empat
detik lebih daripada yang seharusnya. Debu ampelas membuatnya terlihat putih.
"Apa yang bisa kulakukan untukmu?" katanya.
Aku bilang padanya aku tak yakin bahwa aku hanya ingin bertemu dengannya dan ?berbicara kalau dia punya waktu. "Aku baru tahu sesuatu siang ini," kataku.
"Apa itu?" "Kalau nama ayahku adalah Drinkwater."
Aku melihat rasa terkejut melintas di matanya. Melihat matanya menyipit tak
percaya. Dia menggangguk, bersandar ke dinding selama beberapa detik. Lalu dia
berbalik menghadap ke dinding kaca. Memandang ke hutan. Satu-satunya yang
bergerak adalah seekor gagak yang terbang di antara pepohonan.
"Siang ini?" katanya. Dia berbalik lagi. Memandangku. "Apa maksudmu kau baru
?tahu siang ini?" Tubuhku mulai bergetar: aku tak bisa menahannya. Aku berjalan beberapa langkah
ke dekat perapiannya dan duduk. Mengatakan padanya tentang perbincanganku dengan
Ray. Dia sudah tahu sejak dulu kalau kami adalah sepupu, kata Ralph: dia mengira aku
juga sudah tahu. Tapi aku tak mau mengakuinya.
"Aku tidak tahu," kataku. "Aku sama sekali tak tahu hingga pukul dua siang ini.
Aku hanya ... aku cuma ingin mengetahui semuanya. Dan aku butuh bantuan ... aku
butuh pertolongan." Ralph mengangguk. Mendekat dan duduk di sebelahku. Kami berdua memandang ke
depan, ke pepohonan. Ayahku dan ayahnya bersaudara, kata Ralph. Bibinya Minnie yang mengatakannya,
sebelum wanita itu pindah ke California. Sebelum adiknya meninggal. "Apa kau
pernah melihat dua anak lelaki kecil di sekolahmu bernama Thomas dan Dominick?"
kata Bibi Minnie. "Mereka kembar, sama seperti kau dan Penny. Mereka adalah
sepupumu." Ada empat anak yang hidup, kata Ralph: Henry, Minnie, Lillian, dan Asa. Asa
adalah ayahnya. Setiap orang memanggilnya "Ace" anak bungsu dan yang paling
?berandalan. Orangtua mereka campuran: ibu mereka, Dulce, keturunan Creole dan
Portugis; nama gadisnya adalah Ramos. Ayah mereka, Nabby Drinkwater, adalah
keturunan Wequonnoc, Afrika, dan Sioux.
Tiga anak yang lain kecuali Minnie mati muda, kata Ralph; Lillian karena
Enchepalitis, Henry saat Perang Korea, dan Ace karena menyetir saat mabuk. Dia
tak pernah menikahi ibu mereka, Ralph dan Penny Ann masih berusia tiga tahun
ketika ayah mereka membalikkan mobilnya dan meninggal. Minnie sekarang seorang
janda berusia tujuh puluh dua atau tiga tahun, pensiun dari pekerjaan di pabrik
pengepakan di San Ysidro. Ralph pernah mengunjunginya sekali menumpang
?sepanjang perjalanan. Mereka sering berkirim surat. Minnie mempertimbangkan
untuk kembali ke Three Rivers, begitu kasinonya dibuka. Apakah aku ingat
sepupunya, Lonnie Peck, yang mati di Vietnam" Lonnie adalah anak Minnie. Dia
punya empat anak lain dua lelaki dan dua perempuan semuanya baik dan sudah
? ?berkeluarga. Anak Minnie, Max adalah seorang tukang listrik di Columbia
Pictures. Ralph pernah melihat namanya di beberapa film di akhir tulisan pe-
?main dan pendukung. Maxwell Peck, sepupunya. "Sepupumu juga kurasa," katanya.
Ralph dulu benci kami berdua saat kami berempat sama-sama sekolah di River
Street School, katanya Thomas dan aku, dia dan adiknya. Dia benci bagaimana
? setiap orang memisahkan kami dua set anak kembar, satu pasang kulit hitam dan ?sepasang lainnya kulit putih dan lebih baik. Dan lalu, ketika Penny Ann
terbunuh, dia ingin membunuhku hari itu, saat aku membacakan pidato ingin
?mengambil batu dan menghantam kepalaku dengan itu. "Kukira kau tahu," katanya.
"Kukira kau ingin menyangkal ayah kandungmu sendiri. Darah Wequonnoc dan
Afrikamu." Ketika pertama kali dia mengenal kata munafik, dia langsung teringat
Thomas dan aku: si kembar Birdsey yang hidup dalam kebohongan.
Dan kemudian" Ketika kami berdua muncul di kru kerja Dell Weeks" Dia benar-benar
ingin menghantam kepalaku juga hari itu. Kepalaku dan kepala kakakku. Ada enam
kru kerja dan mereka menempatkan kami di kru kerjanya. Dia sebaik kami mungkin
?malah lebih pintar. Tapi muncul kami, saudara munafik kulit putihnya, baru libur
kuliah dan menunjukkan padanya sejauh apa yang kau bisa capai dalam hidup kalau
kau berbohong tentang siapa dirimu. Kalau kau menyimpan rahasia gelap itu.
Itu adalah rahasia ibu kami, kataku pada Ralph. Bukan rahasia Thomas dan aku.
"Kakakmu tahu," kata Ralph. "Kenapa dia bisa tahu dan kamu tidak?"
"Dia tidak tahu," kataku. "Ibu kami menyimpannya dari kami berdua."
Tapi Ralph bilang kalau dia dan Thomas sudah membicarakannya sekali pada musim
?panas itu. Bahwa Thomaslah yang memulai, mengatakan kalau mereka sepupu. "Aku
masih ingat percakapan itu," kata Ralph. "Dia bilang ibumu yang mengatakan
padanya." "Dia tak mungkin tahu," kataku. "Ibuku tak mungkin mengatakan padanya dan tidak
padaku." Namun saat aku mengatakan itu, aku langsung ingat, menghantamku dengan
tiba-tiba hari ketika akhirnya aku berhasil mengeluarkan Thomas dari Hatch.
?Saat kami pergi ke The Falls. Thomas saat itu berhenti di depan nisan Penny Ann
Drinkwater. Ingat dia" Kata Thomas. Kita sepupu. Dan aku menganggapnya sebagai
omongan gilanya .... Dia tahu. Ma memberikan nama ayah kami pada Thomas, tapi menyimpannya dariku ....
Ralph dan aku berbincang selama beberapa saat lagi, aku berusaha memahami
semuanya. Berusaha untuk tidak terlalu terpengaruh terhadap perasaan
ketidakadilan: Ma yang selalu menganakemaskan Thomas.
"Jadi ... bagaimana kau bisa jadi seorang Wequonnoc?" kataku. "Apa yang harus
kulakukan?" Ralph salah mengerti pertanyaanku. Dia mulai bicara tentang persyaratan
Departemen Dalam Negeri dan laporan silsilah yang disahkan notaris, tentang
bagaimana suku berencana membagikan pendapatan begitu uang hasil kasino masuk.
"Mereka di sekolah dulu sering bilang padaku kalau
semua orang Wequonnoc sudah musnah," katanya. "Tapi sekarang setelah semua orang
membaui uang, kau akan terkejut melihat betapa banyak sepupu yang kupunyai."
"Aku tak peduli tentang uang," kataku. "Aku sudah mengatakan padamu kalau aku
tak tahu. Aku baru tahu dua jam lalu. Aku cuma ingin mengerti siapa sebenarnya
diriku." Ralph memandangku. Mengamati wajahku untuk mencari kebenaran. Kami duduk diam,
saling berpandangan. Lalu dia berdiri dan berjalan ke meja besar yang terbungkus
plastik di tengah kantor yang luas itu. Dia mengangkat plastik, membuka laci dan
mengeluarkan sesuatu. "Ini," katanya, melemparkan sesuatu padaku. "Tangkap!"
Aku menangkapnya dan memandangnya: batu hitam yang mulus dan sederhana.
"Aku menemukannya di reservasi beberapa hari yang lalu," kata Ralph. "Di ujung,
sendirian di pinggir sungai. Apa bentuknya?"
Aku memandangnya lagi. Menggenggamnya. "Oval," kataku.
Ralph mengangguk. "Ketika seorang bayi Wequonnoc lahir, para wanita mengambil
tali pusarnya dan membentuknya jadi lingkaran. Menyatukannya sehingga tak ada
awal dan tak ada akhir. Lalu mereka membakarnya sebagai ucapan terima kasih pada
Sang Pencipta." Aku memandangnya. Menunggu.
"Suku Wequonnoc berdoa pada lingkaran," katanya. "Keseluruhan. Siklus bulan,
musim. Kami berterima kasih pada Sang Pencipta untuk hidup yang baru dan dari mana hidup itu
berasal. Masa lalu dan masa depan, diikat bersama. Kebulatan awal dan akhir dari
semuanya." Aku menggenggam batu itu. Menekannya, membukanya, menekannya, membukanya.
"Kebulatan awal dan akhir," kataku.
"Kau mau tahu bagaimana menjadi seorang Wequonnoc?" kata Ralph. "Itu dia. Itu
adalah pelajaran pertamamu."
Aku memandang ke luar dari jendela kantor Dr. Patel. Memandang angin menggoyang
pepohonan, membuat permukaan sungai berombak. Hujan turun sepanjang pagi,
semakin deras. Ramalan cuaca memperingatkan bahwa saat Angin Ribut Bob datang
siang nanti, kecepatannya bisa mencapai sembilan puluh hingga seratus mil per
jam. Tapi saat aku menelepon dan bertanya apakah Dr. Patel mau membatalkan
perjanjian kami pukul 10.00 pagi itu karena cuaca, dia bilang tidak, kecuali aku
menginginkannya. "Kau tadi bilang apa?" tanyanya padaku sekarang.
"Tidak, aku hanya mengatakan padamu kalau aku sulit menerima semua ini. Aku
berusaha keras itu tidak kembali pada perasaanku yang dulu kemarahan, ?kecemburuan. Menyedihkan masih cemburu pada kakakmu yang sudah mati, bukan"
Marah pada ibumu padahal dia sudah dikubur
selama hampir lima tahun" Tapi aku tak tahu. Ini sulit ... maksudku, akulah yang
selalu bertanya padanya. Akulah yang ingin tahu siapa ayah kami. Ma tahu betapa
aku sangat ingin tahu ... apa dia membenciku" Itukah sebabnya dia tak mau
memberitahuku?" Dr. Patel menggeleng. Memang kita hanya bisa menebak-nebak alasan ibuku, tapi
apakah sudah terpikir olehku bahwa ibuku mungkin menyimpan informasi itu karena
ingin melindungiku" "Karena cinta, mungkin, bukan benci?"
Dr. Patel mengingatkan bahwa sepanjang hidupnya Ma selalu mengakomodasi
kebutuhan pria-pria pemarah. "Pertama ayahnya, lalu suaminya, dan kemudian salah
satu anaknya." "Maksudmu aku?"
Dia mengangguk. "Thomas punya sifat yang sangat berbeda denganmu, bukan"
Temperamennya lebih mirip ibumu. Aku sudah lama menduga, Dominick, bahwa apa
yang kau kira sebagai cinta ibumu yang lebih besar pada kakakmu sebenarnya
mungkin adalah rasa kebersamaan yang lebih besar saja. Mungkin dia mengatakan
pada Thomas tentang ayah kalian karena dia tahu Thomas tidak akan bereaksi
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan marah. Mungkin ibumu merasa dia tak harus melindungi Thomas dari
kemarahannya sendiri seperti dirimu."
"Melindungiku?" kataku. "Aku tidak mengerti."
"Begini saja, misalkan kalau kau datang ke ibumu pada usia tiga belas tahun,
enam belas, atau tujuh belas tahun dan menuntut untuk tahu siapa
ayahmu. Dan misalnya ibumu-"
"Aku memang menanyakannya," kataku. "Sepertinya Ma tidak mendengarku atau
bagaimana." "Biar kuselesaikan dulu," kata Dr. Patel. "Misalnya kau menanyakan informasi itu
dan dia mengatakannya padamu. Bilang padamu, anaknya yang pemarah, 'Dominick,
ayahmu setengah Indian dan setengah Afrika Amerika.' Menurutmu bagaimana
reaksimu?" Aku bilang aku tak tahu. "Coba pikirkan. Mungkinkah kau akan bingung?"
Aku bilang padanya kalau aku cukup bingung sekarang. Sudah setengah menjalani
hidup dan baru tahu siapa aku.
"Kebingunganmu itu wajar," katanya. "Tapi pada usia empat puluh satu tahun kau
sudah punya referensi, pemahaman yang lebih besar tentang dunia, nafsu, dan
kelemahan manusia yang tak kau ketahui saat kau masih muda. Kalau kau tahu
kebenarannya pada usia enam belas atau tujuh belas, apa kau pikir kau akan
bereaksi dengan marah?"
"Aku tak tahu," kataku. "Mungkin. Tapi itu tidak"
"Dan apakah kau pikir kau akan mengarahkan sebagian kemarahanmu itu padanya"
Atau pada teman sejiwanya mungkin" Kakakmu?"
"Mungkin." "Dan pada dirimu sendiri mungkin" Apakah mungkin bahwa informasi yang kau cari,
jika diberikan pada saat yang salah dan tanpa adanya bantuan
bagimu untuk memahaminya, bisa membuatmu merusak dirimu sendiri?"
"Merusak diri sendiri bagaimana?" "Yah, kurasa seperti cara anak-anak Amerika
yang terkungkung secara sosial merusak diri mereka sendiri. Dengan alkohol
mungkin" Atau narkoba" Ngebut" Semuanya?"
"Tapi meskipun demikian, itu tidak memberikan alasan pada ibuku untuk
merahasiakannya dariku."
"Jangan salah paham, Teman. Aku tidak mendukung atau memvalidasi keputusan
ibumu. Aku jelas setuju kalau kau punya hak untuk tahu siapa ayahmu. Aku hanya
mencoba untuk memberikan teori lain tentang apa yang mungkin dipikirkan ibumu.
Mengapa dia menyimpan rahasia itu darimu."
Dr. Patel berdiri. Berjalan ke jendela, ke sampingku. Meletakkan tangannya di
bahuku dan melihat ke luar, pada badai yang baru akan mulai. "Ngomong-ngomong,
aku sama sekali tak percaya teorimu," katanya. "Kalau ibumu menyimpan rahasia
itu karena ia membencimu atau ingin menghukummu untuk membuat hidupmu susah. ?Kau juga tak percaya itu, bukan?"
Aku menarik napas panjang pelan-pelan. "Tidak."
"Kalau begitu kita membuat kemajuan."
"Benarkah?" "Kurasa begitu. Aku dari tadi memandang tanganmu saat kita bicara. Sudah tiga
kali aku melihat salah satu tanganmu membuka genggaman tangan yang lain. Apa kau
tahu itu, Dominick bahwa kau membuka genggamanmu" Itu?pertanda yang bagus, kurasa. Ayo, duduklah."
Dalam mitos-mitos kuno, kata Dr. Patel cerita-cerita dari Eskimo hingga
?Yunani anak-anak yatim meninggalkan rumah untuk mencari ayah mereka. Mencari
?identitas diri yang akan membuat mereka bisa kembali ke rumah dengan merasa
utuh, lengkap. "Dalam cerita-cerita itu, informasinya dirahasiakan dari sang
anak," katanya. "Dan nasib memberikan cobaan dan kesengsaraan pada
mereka melemparkan mereka pada teka-teki yang harus mereka pecahkan, kesulitan
?yang harus diatasi. Tapi kalau anak itu bertahan, maka akhirnya, di ujung
perjalanan, dia keluar dari hutan yang gelap ke tempat terang membawa minuman
kebenaran. Dan semuanya merayakan! Akhirnya, dia berhasil mengetahui
orangtuanya, Dominick tempatnya di dunia. Sedangkan melewati berbagai kesulitan itu ia
?mendapatkan pemahaman dan kedamaian. Dia mendapatkan kerajaan ayahnya, bisa juga
dibilang begitu. Alam semesta adalah miliknya!"
"Dan semua orang hidup bahagia selamanya," kataku.
"Kadang," kata Dr. Patel. "Kadang tidak. Aku menyebutkannya karena ini adalah
salah satu cara untuk menginterpretasikan rangkaian peristiwa yang baru kau
alami: mungkin agar bisa menemukan ayahmu kau harus berusaha mendapatkan hakmu
padanya." Aku duduk diam, tangan di kantong, tangan kananku memainkan batu oval dari
Ralph. "Sekarang," kata Dr. Patel. "Waktu kita sudah habis. Kita berdua harus segera
pulang sebelum prahara (tempest) yang semakin mendekat ini menghantam kita."
Tempest (prahara) pikirku. Tempesta, Drinkwater, Birdsey .... Aku mengarahkan
mobilku ke rumah lalu berubah pikiran, dan berbelok ke Rivercrest. Aku mau
menengok Ray. Dia kesal sekali melihatku datang. "Yesus, pulang sana! Kenapa kamu, datang ke
sini saat angin ribut akan datang" Aku baik-baik saja. Pulanglah."
Dalam perjalanan keluar, aku berhenti di beranda depan untuk mengancingkan
jaketku, melihat hujan deras yang akan kuterjang. Semuanya di posisi masing-
masing seperti biasa Daphne, Warren, dan yang lainnya. Semuanya berbicara
?dengan bersemangat tentang angin ribut itu; itu adalah kali pertama aku melihat
mereka begitu hidup. Saat itulah aku sadar: dia hilang. Yang paling tua dari
semuanya, tapi yang paling bagus. Putri Mata Setan.
"Di mana Ibu Ratu hari ini?" tanyaku pada Warren. "Huh?"
"Sobatmu itu. Gadis tua itu."
"Maksudmu Prosperine" Mereka membawanya ke rumah sakit pagi-pagi tadi.
Pneumonia." Prosperine"
"Mungkin akan segera meninggalkan dunia ini, kalau kau tanya padaku. Dia tak mau
makan dan minum, kata mereka. Bersiap-siap kurasa."
Aku duduk di sofa ruang duduk, pandanganku beralih dari jendela ke TV. Aku sudah
memenuhi bak mandi, mengeluarkan lilin dan senter, mengisolasi jendela. Berat,
menghadapi angin ribut sendirian.
Aku mengganti-ganti channel dari Weather Channel ke CNN: laporan langsung
tentang Angin Ribut Bob, dan berita tentang Gorbachev. Dia sedang menjalani
tahanan rumah di Crimea, kata mereka. Hanya secara garis besar. Tank sudah mulai
masuk ke Moskow untuk menghadapi perlawanan yang semakin membesar ....
Bagaimana mungkin dia masih hidup" Aku bertanya-tanya sendiri. Pasti ada orang
bernama Prosperine di dunia ini bukan" Kenyataan tak seperti ini.
Aku berdiri dan memandang ke luar jendela. Sebuah ranting pohon terbang tertiup
angin, talang air seseorang berkelontang jatuh di ujung jalan .... Dia bahkan
tidak waras. Dia hanya duduk di beranda setiap pagi seperti sayuran memakai
popok. Bagaimana bisa dia mengenaliku"
Lalu aku sadar. Dia tidak mengenaliku. Dia mengenali kakekku.
Para pemimpin kudeta itu memblokir berita. Angin menderu. Listrik mati. Angin
Ribut Bob tiba membuat siang menjadi segelap malam.?Baiklah, pikirku. Dia sekarat. Dia mungkin tak akan bertahan hidup hingga badai
berakhir. Aku memakai jas hujan, menarik penutup kepalanya. Keluar di tengah
badai dan hujan deras. Dalam lima langkah dari rumah ke mobil aku sudah basah
kuyup. Tinggallah di rumah, tinggallah di rumah, setiap reporter TV dan pembawa
berita mengingatkan. Aku menyalakan mesin mobil.
Jalan-jalan kosong, wiper tak ada gunanya, bahkan dalam kecepatan maksimum.
Terdengar suara sirene di kejauhan. Aku menikung menghindari pohon-pohon
tumbang, atap yang beterbangan. Dua kali aku mengira mobilku akan terbawa angin.
Tapi aku berhasil. Aku sampai di sana.
Lampunya lebih suram daripada biasanya; saat berjalan di lorong, aku bisa
mendengar suara generator cadangan berdengung. Kamar 414A, kata penjaga padaku.
Aku menaiki tangga. Naik lantai satu, dua. Aku melewati lantai tiga lalu
berhenti. Berdiri di tangga antara lantai tiga dan empat, aku berpikir sejenak.
Lalu berbalik ke lantai tiga. Tempat Dessa bekerja. Bangsal anak-anak.
Sangat tenang di sana. Tak banyak orang; anak-anak, tiga atau empat orangtua.
Dessa tak ada. Seorang asisten memandangiku saat aku mengeluarkan papan permainan dari kardus.
"Aku, uh ... aku temannya Dessa. Dessa Constantine" Aku ... aku mau meminjam dua
kelinci ini sebentar saja." Aku membuka kandang, mengeluarkan dua kelinci itu
dan memasukkannya ke kardus.
"Kau tak bisa membawa mereka begitu saja," kata asisten itu. "Mereka milik
bangsal anak-anak." "He-eh," aku mengangguk. "Aku tahu. Aku cuma meminjam mereka. Aku akan segera
mengembalikannya. Ini ... ini darurat."
Aku pelan-pelan mundur keluar. Kondisi darurat kelinci: dia pasti berpikir aku
sudah gila. Angin ribut mengamuk di luar, penculik kelinci masuk rumah sakit.
Aku tak tahu apa yang dipikirkan wanita itu.
ALBRIZIO, PROSPERINE. JANGAN DIBERI BANTUAN PERNAPASAN. Prosperine Albrizio"
Prosperine Tucci" Tak masalah siapa dia sebenarnya. Yang penting adalah, aku
berhasil menemuinya tepat waktu.
Aku masuk kamar. Meletakkan kardus yang kubawa ke lantai. Aku berdiri di samping
ranjangnya. "Aku ingin ... aku ingin kau memaafkanku," kataku. Napasnya tersengal-sengal;
matanya tinggal segaris. Dia tak terlihat menyadari apa yang terjadi. Apakah dia
tahu ada orang lain di kamar selain dia"
"Apakah kau bersedia memaafkanku?" tanyaku. "Membuatku utuh lagi?"
Aku mengulurkan tangan ke bawah. Mengambil dua kelinci itu dengan memegang
bagian belakang lehernya dan mengangkat mereka
berdua mengangkatnya di depan wanita sekarat itu. Salah satu kelinci meronta-?ronta kemudian diam. Dua kelinci itu bergoyang-goyang di depan si Monyet.
Dia mengerang pelan. Memejamkan mata. Angin dan hujan menghantam daun jendela.
Aku meletakkan salah satu kelinci itu kembali ke kardus. Tetap memegang yang
satunya di depannya. Dan ketika dia membuka matanya lagi, dua kelinci itu sudah
jadi satu. Dia memandang kelinci itu, bergoyang seperti pendulum di depannya memandang
?teruraikannya sihir hitam yang pernah dia saksikan dulu sekali. "Maafkan aku,"
bisikku. Tangannya yang keriput dan gemetar terulur keluar dari balik selimut. Menggapai
dan mengusap bulu kelinci itu menyentuhnya, pertama dahinya, lalu jantungnya,
?bahu kiri dan bahu kanan.
Matanya tertutup lagi. Aku menjatuhkan kelinci itu kembali ke kardus.
Mengangkatnya dan pergi. Aku tak berbalik. Empat Puluh Delapan Semuanya tak berhenti di sini tentu saja. Tali pusar yang diikat tak pernah
bermula ataupun berakhir.
Angin Ribut Bob melewati Three Rivers dan menuju ke laut. Di Moskow, pemimpin
kudeta gagal, Gorbachev dibebaskan dan Uni Soviet runtuh. Tiarap dan berlindung!
Mereka mengajarkan pada kami di sekolah dulu. Komunis mungkin akan meledakkan
kita hingga berkeping-keping! Dan kami anak-anak produksi perang dingin
mempertahankan posisi itu hingga hari ketika kami melihat Yeltsin naik ke tank
dan melawan penindasan. Hingga kami mendengar suara ratusan ribu demonstran
bergaung. Prosperine Albrizio adalah salah satu pasien gelombang ketiga dari tiga
gelombang terakhir pasien yang dikeluarkan dari Settle sebelum bangunan itu
ditutup pada bulan Maret 1992. Tidak ada catatan tentang Prosperine Tucci. Aku
juga tidak menemukan bukti bahwa Prosperine Albrizio dan kakakku Thomas pernah
berkenalan saat masih sama-sama tinggal di Settle bahwa Thomas dulu mungkin
?pernah mengambilkan dia secangkir kopi atau bahwa wanita tua ini pernah
berpapasan dengannya di ruang makan, dan membayangkan dirinya bertemu dengan musuh
bebuyutannya, kakek kami, yang telah mengurungnya. Kalau Prosperine Albriziolah
yang telah dikurung Domenico. Kalau Prosperine Albrizio adalah Prosperine Tucci
.... Pada Februari 1994, pada kesimpulan dari sidang selama tiga bulan, Dr. Richard
Hume dan empat dokter pimpinan Hatch lainnya dibebaskan dari segala tuduhan
kelalaian akibat penyebaran AIDS dan HIV di Hatch Forensic Institute. 127 pasien
yang masih ada di Hatch dipindahkan ke Middletown dan rumah sakit forensik
itu fasilitas rumah sakit jiwa satu-satunya yang masih tersisa di Three
?Rivers ditutup. Anehnya, bekas rumah sakit yang dulu menjadi bagian dari lahan
?berburu dan memancing suku Wequonnoc, mungkin akan kembali ke suku itu,
dianeksasi untuk tujuan ekspansi. Para pemimpin suku dan Gubernur Connecticut
sedang melakukan negosiasi.
Electric Boat, produsen kapal selam nuklir dan selama setengah abad terakhir
?menjadi tulang punggung ekonomi daerah ini pada pasca-perang dingin mem-PHK
?karyawannya hingga tinggal sedikit saja. Orang sekarang menyebutnya, "galangan
kapal berhantu", padahal dulu adalah sebuah galangan kapal yang ramai tempat
kakakku dan aku pernah menyaksikan peluncuran Nautilus dan berfoto dengan First
Lady Amerika Serikat. Tapi meskipun industri pertahanan bangkrut di Connecticut
timur, industri perjudian sedang naik
daun. Wequonnoc Moon Casino and Resort dibuka pada September '92 dan dampaknya
pada perekonomian sekitar sudah melebihi bahkan ramalan yang paling optimistis
sekalipun. Selama enam tahun keberadaan Wequonnoc Moon, ekspansi terus berjalan
dan sekarang sebuah kompleks kasino dan hotel berdiri, seperti permata Oz di
hutan-hutan rute 22. Resort yang punya kelebihan dan kekurangannya,
mempekerjakan sekitar tujuh puluh lima ribu orang. Mobil dan bus keluar masuk
setiap hari nonstop, dan komite perencanaan sedang mengkaji kemungkinan membawa
para penjudi ke Sungai Sachem dari New York dan berlayar ke Boston dengan kereta
api cepat. Kami 415 anggota suku Wequonnoc sudah jadi jutawan.
Dessa dan aku mulai berkencan lagi pada musim gugur 1993, meskipun kami
sebelumnya sering bertemu di bangsal anak-anak rumah sakit. Dia meneleponku
suatu sore, tiba-tiba saja. "Aku punya tiket ekstra menonton per-tan-dingan
basket wanita Uconn," katanya. "Angie dan aku biasanya pergi bersama, tapi
sekarang dia sibuk."
"Basket wanita" kataku meremehkan. Tapi tentu saja aku menerima ajakannya.
Selama beberapa menit pertama duduk menonton seperti seorang pria chauvinistik
yang menjengkelkan. "Kapan mereka akan mulai melakukan slam dunk" .... Siapa
pelatihnya Frankie Avalon?"?"Oh, tutup mulutmu, Dominick," kata Dessa menyikutku. "Ayo, Jamelle!"
Pada akhir musim kompetisi itu, aku tahu nama semua pemain dan posisinya dan
bisa memberikan kuliah tentang kekuatan dan kelemahan setiap tim basket wanita
di Big East. Tahun 1995, aku dan Dessa pergi ke Minneapolis bersama untuk
melihat Lobo and Company memenangi kejuaraan nasional.
Aku melamar Dessa lagi pada akhir musim semi tahun itu. Kami sedang di
Cape Truro berjalan di Long Nook Beach. Saat itu pertengahan Mei, matahari
? ?bersinar cerah, langit biru hari yang seperti biasa dikisahkan dalam buku
?dongeng. Aku tidak merencanakannya tidak membawa cincin di kantongku atau apa.
?Aku hanya memeluknya, mencium dahinya, dan bertanya apakah dia mau memberiku
satu kesempatan lagi. Dessa tak tersenyum. Dia justru kelihatan agak takut, dan aku berpikir, Kau
bodoh sekali, Birdsey. Kau sudah berjanji padanya sejak awal kalau kau tidak
akan memaksanya. Dessa bilang dia yakin bahwa ini bukan gagasan yang bagus. Dia sudah mulai suka
hidup sendirian. Tapi dia akan memikirkannya.
Aku bilang padanya bahwa aku bisa mencabut kembali lamaranku kalau memang itu
yang dia inginkan. Tidak, katanya, beri aku waktu seminggu.
Kami meninggalkan pantai, kembali ke hotel, minum anggur. Pergi makan malam.
Kami tak membicarakan apa yang tadi kukatakan di pantai, tapi tawaran yang
kuajukan itu masih terasa menggantung di antara kami, sebesar mobil Buick yang
ditaruh di ruang duduk. Aku, Dessa, dan
lamaran pernikahanku, aku mungkin sudah menghancurkan semua dengan
mengatakannya. Aku langsung mengatakan padanya tanpa ada pendahuluan,
perencanaan: kau mau masuk lagi" Mengambil risiko dengan pria yang hampir
membuatmu kehabisan oksigen" Hei, kalau aku jadi dia, aku pasti bilang tidak ....
Setelah makan malam, kami pergi ke tempat permainan. Dessa mengalahkanku main
Skeeball, tapi aku mengalahkannya dalam mini golf. Malam itu menyenangkan, akhir
pekan yang menyenangkan, tapi kami berdua diam. Tak bisa konsentrasi. Aku terus
berharap kalau saja aku bisa menutup mulutku.
Kami kembali ke hotel. Tidur di dua ranjang yang terpisah. Setelah berita, kami
menonton film Italia lama hitam putih yang berjudul Maling Sepeda. Dessa bilang
dia tak percaya aku belum pernah mendengar film ini dia bilang ini mungkin ?adalah film tersedih yang pernah dia lihat. "Benarkah?" kataku. "Wow." Sepuluh
menit kemudian aku tertidur menonton film itu.
Aku terbangun mendengar suara tangisan Dessa, dia duduk di ranjangku dan
tangisannya membuat ranjangku bergoyang. "Hei?" kataku. Memicingkan mata ke arah
TV, filmnya sudah selesai. "Ada apa" Apa karena filmnya?"
Dia menggeleng. Menyalakan lampu. Mata kami berkejap-kejap menyesuaikan diri
dengan cahaya. "Baiklah," katanya.
"Baiklah apa?" "Ayo kita coba lagi."
Aku mencoba membaca wajahnya. "Benarkah" Kau yakin" Kalau tidak kita bisa saja
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
teru" "Aku masih mencintaimu," katanya. "Dan aku tidak takut lagi padamu. Jadi oke."
"Ya?" "Ya." Kami menikah dengan upacara kecil dan sederhana. Leo dan Angie mendampingi kami
sama seperti saat pertama kali.
Dan ngomong-ngomong, Leo akhirnya mendapat jabatan sebagai General Manager di
Constantine Motors. Big Gene menentangnya tentu saja, tapi Thula dan dua
putrinya memaksa dan berhasil meloloskan promosi itu. Dan inilah yang lucu. Saat
Leo, Si Raja Pembual, mendapatkan posisi puncak" Mendapatkan kantor di sudut
itu" Dia justru melakukan semuanya dengan benar dan jujur. Dia menghilangkan
semua omong kosong itu hadiah langsung murahan, dan membual dengan potongan
?harga. Dia berterus terang juga di semua iklan TV yang tentu saja dia bintangi
sendiri. "Sekarang tahun sembilan puluhan, Birdseed," katanya padaku. "Orang
sudah capek dipermainkan." Dan kurasa rumusnya itu berhasil. Isuzu baru saja
menjadikannya Regional Manager of The Year. Penjualannya terus meningkat selama
sebelas bulan berturut-turut.
Dan berkat celana boxernya itu, kualitas spermanya memang membaik. Anak ketiga
mereka menurut tes air ketuban adalah laki-laki. Angie bilang dia dan Leo sudah cukup
tua untuk menjadi pengawas di kelas Lamaze mereka. Mereka akan menamainya Leo
kecil. Akan lahir akhir Oktober nanti.
Sebulan setelah Wequonnoc Moon dibuka, Bibi Minnie kembali ke timur dari
California. Dia adalah salah satu Tetua Dewan suku sekarang: Princess Laughing
Woman. Dia juga sering mengisahkan lelucon rasis, suka berdansa, dan membuat
chili yang sangat pedas sehingga langsung membuatmu kapok pada gigitan pertama.
Minnie mengenal ibuku; dia membantu mengisi kekosongan dari beberapa hal yang
tidak kuketahui. "Tapi mereka berdua saling tergiia-giia-Conn\e dan Henry. Dia
sering bercerita padaku tentang ibumu setiap saat. Kau dan kakakmu terlahir
karena cinta." Ralph dan aku juga mulai menjadi akrab. Lagi pula, kami punya sejarah yang
serupa, darah yang sama. Kami juga punya persamaan lain, yang hanya sekali kami
bicarakan: kami berdua mengerti seperti apa rasa sepi menjadi saudara kembar
yang ditinggal oleh kembarannya. Suatu malam setelah pertemuan Dewan
? Jenderal Ralph dan aku mampir di kantornya untuk minum. Aku menanyakan padanya ?secara langsung apakah dia bisa memaafkan-ku karena mengkhianatinya saat di
ruang interogasi polisi waktu itu. Dia memikirkan pertanyaanku itu, meneguk
Chivanya perlahan, dan bilang dia mungkin sudah memaafkanku. Hebat sekali
melihat bagaimana Ralph bertindak
?menenangkan pada saat pertemuan dewan suku memanas. Dia adil, berkepala
dingin salah satu pemimpin terbaik yang kami punyai. Ralph juga yang memimpin
?perjuangan menghilangkan meja tempat para pecandu judi bisa duduk dan
menggadaikan mobil, juga rumah mereka. Ralph sejak dulu dan sekarang, selalu
adalah pria yang bermoral. Sepupuku. Ralph.
Ray terbiasa menggunakan kaki palsunya tanpa banyak masalah pulang lagi ke
?Hollyhock Avenue. Dia sehat-sehat saja selama beberapa saat, selama tiga atau
empat tahun, lalu mengalami stroke. Stroke-nya sangat parah sehingga dia
?kembali ke Rivercrest. Sobatnya Norman sudah meninggal, tapi Stony masih hidup
dan sehat. Stroke itu membuat bagian kanan tubuh Ray lumpuh. Tak bisa berjalan
tanpa dibantu, atau menelan makanan yang tidak dihaluskan dulu. Tapi dia sudah
agak membaik. Kami membawanya ke unit perawatan tiga ruang di Father Fox
Boulevard, panti wreda yang dibuka gereja tahun lalu. Kami bisa saja membayar
tempat yang lebih baik, tapi itulah yang diinginkan Ray. Aku masih sering
menjenguknya, dan meneleponnya kalau aku tak bisa ke sana. Dia cukup bahagia.
Rumah nomor 66-68 Hollyhock Avenue kosong untuk sementara. Aku tak tahu apa yang
akan kulakukan dengan rumah itu lalu suatu malam, Dessa dan aku pergi ke rumah
Sheffer untuk makan malam. Kami jadi akrab dengan mereka berdua: Sheffer dan
Monica. Kami berbicara tentang bagaimana di Three Rivers tak ada rumah
penampungan untuk wanita korban
penyiksaan bagaimana setiap kali keadaan darurat muncul, para wanita itu harus
?melarikan diri dengan anak-anak mereka dan pergi jauh ke Easterly. Uang
pendapatan kasino pertama saat itu sudah turun. Satu hal memunculkan hal yang
lainnya; Sheffer dan aku menembus dewan dan tiga atau empat agensi negara
bagian. Mengajukan kasus kami. Kemudian, casa di due appartamenti yang dibangun
Domenico menjadi Concettine T. Birdsey Women and Family Shelter. Perusahaan
Monica, Womyn's Work yang melakukan renovasi. Mereka menemukan cara untuk
mengalihkan tangga dan meruntuhkan dinding di antara dua apartemen dan
menjadikannya satu. Joy meninggal bulan Maret 1997. Itu adalah peristiwa yang sulit, me-nye-dihkan
bagi semua orang, termasuk aku dan Dessa. Joy berjuang sekuat tenaga. Selama
setahun terakhir hidupnya, dia dan Dessa jadi teman. Pertama kali kami
menjenguknya di Shanley, Joy bercerita pada Dessa pertama kali dia melihatnya
dan Angie di mal kemudian mengikuti mereka berdua ke food court. Duduk di dekat
mereka, mendengarkan percakapan mereka dan berharap bisa menjadi teman Dessa.
Dan pada tahun terakhir hidupnya, dia bisa menjadi teman Dessa.
Dessa dan Tyffanie langsung akrab sejak awal bahkan Dessa sering mengajaknya
?menonton pertandingan basket wanita Uconn. Sebelum anak itu tinggal bersama
kami. Pada usia enam tahun,
Tyffanie sudah tahu nama setiap pemain, mempunyai sebagian besar tanda tangan
mereka. Beberapa sore lalu, di halaman, dia berhasil memasukkan bolanya ke
keranjang untuk pertama kali. Tyffanie mengira-ngira ketinggian keranjang itu
dan swish: aku bahkan tak percaya.
Proses adopsi selesai pada bulan Januari, dua hari setelah ulang tahunku. Joy
sudah menandatangani semua surat resmi tiga bulan sebelum dia meninggal. Dia
menangis sekaligus tertawa, saat menandatanganinya; Ya Tuhan, dia sudah sangat
lemah waktu itu. Dia bilang padaku bahwa akhirnya dia mendapatkan yang selalu
dia inginkan: aku menjadi ayah gadis kecil itu.
Aku berhenti menemui Dr. Patel saat kami mulai mengasuh Tyff. Selama sesi
terakhir kami, aku mengatakan padanya tentang mimpiku yang terakhir tentang
Thomas: pertukaran tak sadar yang kulakukan saat tidur dan aku menjadi kakakku.
"Aku punya teori tentang mimpi-mimpi itu," kata Dr. Patel. "Bolehkah aku
membaginya denganmu?"
"Oh, ya," kataku. "Memangnya aku bisa menghentikanmu?"
"Kurasa," katanya, "kau mungkin berusaha menggabungkan dalam dirimu hal-hal baik
tentang kakakmu. Kebaikannya, kelembutannya. Mungkin kau ingin jadi dirimu
sendiri dan Thomas. Dan itu akan bagus sekali, bukan" Kekuatanmu dan kebaikan
kakakmu, bersama?" Aku mengangguk, tersenyum. "Kau tahu?" kataku. "Kurasa aku sudah selesai di
sini." "Kurasa juga demikian," katanya.
Dan mata kami sedikit berkaca-kaca, saling memeluk. Aku memandang patung
setinggi lututnya, yang berdiri di dekat jendela: Shiva penari yang sedang
tersenyum. Aku mendekati patung itu, mengangkatnya, menarik Dr. Patel, dan kami
bertiga berdansa berputar-putar di kantornya.
Kami keturunan Wequonnoc-Italia merayakan keseluruhan kebulatan semua hal.?Aku empat puluh satu tahun saat kehilangan kakakku dan menemukan kedua
ayahku yang meninggal bertahun-tahun sebelumnya dan ayah yang ada di sampingku
?sepanjang hidupku. Sejak itu, aku sudah menjadi orang yang kaya, ayah dari
seorang gadis kecil, dan kembali menjadi suami wanita yang selalu kucintai yang
kukira akan hilang selamanya. Mitos kuno mengata-kan, perbaikilah hidupmu, dan
alam semesta akan jadi milikmu.
Aku mengajar sejarah Amerika sekarang, di sekolah Wequonnoc sejarah yang
?berbeda dengan yang diajarkan Mr. LoPresto. Murid-muridku membantah saat ujian,
mengeluh bahwa aku memberikan terlalu banyak tugas dan kurasa belajar apa yang
telah kupelajari: bahwa kekuasaan yang digunakan secara salah mengalahkan
penindas sekaligus yang ditindas. Kakekku Domenico Onofrio Tempestalah yang
mengajariku tentang hal itu. Akhirnya aku berterima kasih pada warisan
Papa dokumen menyebal-kan di mana dia
?berusaha dan dengan menyedihkan gagal untuk membuktikan "kebesarannya" pada
"pemuda Italia". Tuhan hidup bisa menjadi penuh belas kasih sekaligus ironis.
? ?Aku percaya itu. Papa mendapatkan nilai dirinya yang sesungguhnya saat dia
mengeluarkan Dictaphone itu ke halaman depan, memulangkan stenografernya dan
mengasingkan diri di halaman belakang untuk mengakui semua kegagalannya. Ketika
dia merendahkan dirinya. Papa, aku berterima kasih atas hadiahmu.
Aku bukanlah pria yang pintar, tapi suatu hari, akhirnya, aku berhasil keluar
dari kegelapan hutanku, masa lalu keluargaku dan negaraku, dengan memegang
kebenaran ini di tanganku: bahwa cinta tumbuh dari pengampunan; bahwa anjing
kampung bisa menjadi anjing yang baik; bahwa bukti adanya Tuhan ada dalam
keseluruhan segala sesuatu.
Setidaknya inilah yang berhasil kuketahui. Aku tahu inilah yang sebenarnya,
Raih kesempatan mendapatkan hadiah paket buku setiap bulan selama satu tahun
dengan mengisi kuesioner berikut:
1. Buku apa yang Anda sukai"
a.Novel/Fiksi b.Memoar/Kisah Nyata c.Komik d.Self Help/How To/Praktis
e.Wacana/Pemikiran f.Buku Islam g-Buku Anak h.Pop Culture dan Gaya Hidup
i.Lain-lain:..............................................
2. Dari mana Anda mendapatkan info buku terbaru"
a. Kunjungan ke Toko Buku
b. Info di Media Cetak/Elektronik/Internet
c. Cerita Teman d. Lain-lain: ..............................................
3. Toko buku mana yang sering Anda kunjungi" (Sebutkan nama dan daerah
lokasinya) Nama : .......................
Alamat : ......................
Telp. : ............... Alamat e-mail : .........
(bersedia/tidak bersedia dikirimi info buku-buku pilihan melalui e-mail dan/atau
sms*) Kirimkan kuesioner ini sebelum 31 Desember 2DD7 (cap pos) ke:
agian Promosi Penerbit Mizan
I. Cinambo 135 Bandung 4D294 Paket buku gratis setiap bulan selama 1 tahun akan
diberikan kepada 40 pembaca yang beruntung.
Persekutuan Pedang Sakti 3 Pengemis Binal 13 Dendam Ratu Air Gadis Tanpa Raga 1