Expected One 6
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan Bagian 6
"Oke." Tammy mengangguk. "Akan kupanggilkan yang lain."
f Keempat-empatnya masuk ke kamar Maureen. Pertama Sinclair, diikuti Peter, lalu
Roland bersamasama Tammy. Sinclair menghampiri tempat tidur dan duduk di satu kursi
yang terletak di samping ranjang.
"Maureen, tak bisa kukatakan betapa menyesalnya
aku. Aku mengajakmu ke sini dan menempatkanmu dalam bahaya.
Tapi aku tak pernah bermimpi peristiwa ini akan menimpamu.
Aku yakin kami bisa melindungimu di chateau. Kami tidak menduga kau akan
berjalan-jalan sendirian di tengah malam seperti itu."
Tammy bergeser mendekati Maureen. "Ingat kata-kataku waktu itu" Ada orangorang
yang ingin mengha-langimu menemukan harta karun?"
Maureen mengangguk, sekadar cukup untuk terlihat tetapi tidak membuat kepalanya
berputar. "Siapa mereka?" bisiknya.
Sinclair melangkah maju lagi. "Persekutuan Keadilan.
Sekelompok orang fanatik yang telah ada di Prancis ini sejak berabadabad lalu.
Mereka mempunyai agenda yang kompleks.
Akan lebih baik jika kami menceritakannya nanti, setelah kondisimu pulih."
Maureen menunjukkan sikap keberatan. Ia ingin mendengar jawaban sesungguhnya.
Yang mengejutkan, Peterlah yang maju untuk membantu Sinclair.
"Dia benar, Maureen. Kondisi kesehatanmu masih rawan. Jadi lebih baik kita
mendengar penjelasan detailnya nanti, saat kau lebih kuat."
"Kau diikuti orang," Sinclair melanjutkan. "Mereka telah
mengawasimu sejak kedatanganmu di Prancis." "Tapi bagaimana?"
Sinclair tampak pucat dan letih saat ia menyorongkan tubuhnya untuk menjelaskan.
Maureen melihat lingkaran biru tanda kurang tidur di bawah matanya saat lelaki
itu mengusapkan tangan ke wajahnya.
"Di sinilah letak kegagalanku, Sayang. Ada orang yang menyusup. Aku sama sekali
tidak menduga, tapi salah seorang di antara kami adalah musuh dalam selimut,
seorang pengkhianat. Dan ini sudah berlangsung bertahuntahun."
Kepedihan, dan rasa malu, akibat kegagalan itu membuat Berenger Sinclair
terpukul. Tapi meskipun samasama merasa pedih, Roland, yang berdiri di belakang
Sinclair, terlihat setegar karang. Maureen menujukan pertanyaannya pada lelaki
itu. "Siapa?" Roland tampak sangat muak. "De la Motte," katanya dalam logat aslinya, bukan
Prancis tapi Occitan. Sinclair meneruskan pernyataan Roland.
"Jean-Claude," katanya. "Tapi kau tidak perlu merasa dikhianati kerabatmu
sendiri. Ia bukan benarbenar keturunan Paschal. Itu hanya dusta, begitu juga
hal-hal lain tentang dia.
Bajingan sialan. Secara tidak langsung aku memercayainya, jika tidak mana
mungkin aku membiarkan dia berada di dekatmu.
Saat ia menjemputmu kemarin, ia menempatkan seorang matamata di rumahku."
Maureen membayangkan Jean-Claude yang menawan.
Penampilannya begitu berbeda, begitu ramah.
Mungkinkah lelaki itu memiliki rencana untuk mencelakakannya" Sulit dipahami.
Ada satu hal lain yang tidak masuk akal. Maureen berusaha melontarkan pertanyaan
dengan lengkap. "Bagaimana mereka bisa tahu" Waktunya..."
Roland, Sinclair, dan Tammy berpandangan satu sama lain, perasaan bersalah
tersirat di wajah mereka. Tammy mengangkat tangan sebagai isyarat bahwa ia
mengajukan diri untuk menjawab.
"Akan kujelaskan."
Ia membungkuk di samping ranjang Maureen, lalu menengadah ke Peter untuk
mengikutsertakannya dalam penjelasan.
"Ini adalah bagian dari nubuat. Masih ingat jam matahari aneh di Rennesle-
Chateau" Jam itu menunjuk ke susunan astrologis seperti yang disebut dalam
nubuat, peristiwa yang hanya terjadi kira-kira setiap dua puluh dua tahun,
selama sekitar dua setengah hari."
Sinclair melanjutkan. "Setiap dua puluh tahun lebih, saat kesesuaian itu
terjadi, penduduk setempat terus mengawasi wilayah untuk melihat apakah ada
isyarat kejadian yang tidak lazim. Itulah tujuan awal dibangunnya menara baik
milik Sanuiere maupun milikku sendiri. Dan di situlah aku semalam.
Bahkan mestinya kau sampai tak lama setelah aku keluar. Aku terus mengawasi dari
menara Folly selama beberapa jam sebelum berangkat ke RLC dan mengawasi dari
sana. Itu tradisi keluargaku.
"Dari Tur Magdala, aku melihat cahaya terang yang semakin jelas di cakrawala,
persisnya di daerah Arques. Aku tahu, aku harus segera kembali ke tanahku
sendiri. Aku menghubungi Roland dengan telepon genggam, tapi ia sudah keluar
mencarimu. Kautahu, daerah di sekitar kuburan dimonitor dengan peralatan keamanan yang
canggih. Dan ada sensor gerakan yang memicu alarm di jam tangan Roland. Tentu
saja, dialah yang mengawasi paling seksama, karena kesesuaian astrologis dan
karena Tammy telah memberi peringatan bahwa
kemungkinan musuh kami telah bergerak lebih jauh ketimbang yang kami sangka.
Roland langsung pergi begitu mendengar alarm dari wilayah sekitar kuburan. Ia
sampai tak lama setelah kau diserang.
Aku mengikuti dengan mobil, tidak jauh di belakangnya. Bisa aku katakan,
penyerangmu itu...tidak merasa sebaik engkau sekarang. Dan setelah ia keluar dari
rumah sakit, ia harus mengurusi tulangtulangnya yang patah di dalam penjara."
Semuanya mulai jelas bagi Maureen, setelah ia ingat bahwa menara itu tidak
terkunci dan pintunya terbuka. Karena Sinclair baru saja ke sana.
"Jean-Claude tahu benar tentang waktu kemunculan peristiwa itu. Karena hingga
kemarin, ia termasuk kalangan dalam yang sangat kami percaya," lanjut Sinclair.
"Saat kami mengetahui keberadaanmu dan karyamu dalam dua tahun waktu kesesuaian
astrologis, kami nyaris yakin bahwa waktunya telah tiba, seandainya kami bisa
membawamu ke sini selama masa konfigurasi."
Peter mengajukan pertanyaan yang membuat kepala Maureen serasa dipukul lagi.
Lelaki itu menatap Tammy dengan pandangan menuduh.
"Tunggu dulu. Sudah berapa lama kau mengetahui semua ini?"
Sekarang giliran Tammy yang terlihat muram. Matanya memerah lantaran stres,
kurang tidur, sekaligus karena air mata yang tertahan.
"Maureen," suaranya serak, tapi ia terus berbicara. "Aku mohon maaf. Aku tidak
jujur padamu. Ketika pertama kali berjumpa denganmu di L.A., dua tahun lalu, aku
memerhatikanmu dan cincin yang kaukenakan. Dan aku mendengarkan cerita yang kau
ungkapkan dengan begitu lugu...yah, aku
memang tidak melakukan tindakan apa-apa saat itu. Tapi aku berusaha terus
menjalin hubungan denganmu dan mengawasi kemajuanmu. Begitu bukumu terbit, aku
mengirimkan satu ke Berry. Sudah bertahuntahun kami berteman dekat, dan aku tahu
apa yang ia cari. Yang kami semua cari."
Peter tidak senang mendengar pengakuan ini padahal ia mulai menyukai Tammy.
Sekarang, setelah tahu bahwa Tammy memanfaatkan Maureen, perasaannya berubah.
"Kau telah membohonginya
selama ini." Tammy membiarkan air matanya berjatuhan. "Dia benar.
Aku menyesal. Lebih dari yang bisa aku katakan."
Roland merengkuh Tammy agar ia merasa aman, tapi Sinclairlah yang berbicara
untuk membelanya. "Jangan terlalu keras menghakiminya. Kalian barang kali tidak suka dengan
perbuatan Tammy. Tapi ia punya alasan.
Dan Tammy telah berkorban jauh lebih banyak dibandingkan yang kalian ketahui.
Dia tidak mementingkan diri sendiri, dan dia seorang pejuang sejati yang membela
JalanNya." Maureen berusaha menyatukan semuanya kebohongan, penipuan yang disengaja,
tahuntahun penuh dengan nubuat dan mimpi aneh. Semuanya terlalu berat dengan
kondisinya sekarang. Kekesalannya barangkali terlihat, karena Peter langsung
menyela. "Sudah cukup untuk sekarang. Begitu kaupulih, mereka akan menjelaskan segala
yang belum kauketahui." Maureen diam sejenak. Tapi masih ada satu pertanyaan sangat penting yang perlu
dijawab. "Kapan kita membuka peti itu?"
Ia benarbenar heran karena mereka belum melakukannya.
Orangorang ini telah menghabiskan banyak waktu untuk menemukan harta karun ini.
Menyangkut Sinclair, sudah beberapa generasi yang menghabiskan jutaan dolar demi
tujuan yang sama. Meskipun mereka memandangnya sebagai Dia Yang Dinantikan,
Maureen merasa tidak pantas melihat peti itu sebelum mereka. Tapi Sinclair
berkeras tak seorang pun bahkan boleh menyentuh peti sebelum Maureen siap. Dan
secara pribadi, Roland selalu menjaga peti itu sepanjang malam. Ia tidur di
antara pintu dan peti. "Sampai kau siap turun ke lantai bawah," jawab Sinclair.
Roland merasa gelisah. Suatu pemandangan menarik jika menyangkut orang sebesar
dia. Tammy menangkap kegelisahaannya, ia bertanya dengan perasaan prihatin, "Ada
apa, Roland?" Raksasa Occitan itu berjalan mendekati Maureen. "Peti itu.
Pusaka yang suci, Mademoiselle. Aku pikir...aku percaya jika kau menyentuhnya,
peti itu akan menyembuhkan lukamu?"
Maureen sangat tersentuh dengan keyakinan lelaki itu. Ia mengulurkan tangan dan
meraih tangan Roland. "Barangkali kau benar. Coba lihat, apakah aku bisa
berdiri..." Peter merasa cemas. "Apakah kau yakin sudah siap mencoba secepat ini" Koridornya
cukup panjang, dan ada beberapa anak tangga."
Roland tersenyum pada Peter, kemudian pada Maureen.
"Mademoiselle, kau tidak perlu berjalan."
Dan, setelah Maureen memberi isyarat bahwa ia siap, Roland mengangkat tubuhnya
dari ranjang tanpa susah payah lalu menggendongnya dengan lembut keluar kamar.
f Tanpa bicara, Bapa Peter Healy mengikuti raksasa yang menggendong tubuh
sepupunya yang seperti boneka kain. Belum pernah ia merasa setidak berdaya ini,
begitu tidak memiliki kekuatan sedikit pun dalam suatu situasi. Peter merasa
Maureen sekarang berada di suatu tempat yang tidak bisa ia jangkau.
Peti itu ditemukan lewat semacam campur tangan Tuhan. Peter melihatnya dalam
diri Maureen, dan ia tahu yang lain pun melihat. Ada suasana magis di rumah
besar itu. Sesuatu yang monumental tengah berlangsung, dan tidak seorang pun di
antara mereka kuasa mengubahnya.
Selain itu kondisi kesehatan Maureen. Dokter terkejut ketika pertama melihat
luka di belakang kepalanya. Ia berkomentar hanya keajaibanlah yang membuatnya
selamat. Peter merenungkan betapa gamblangnya keadaan berubah. Barangkali Roland
benar. Sebenarnya Peter berpendapat sepupunya itu mesti dirawat di rumah sakit.
Tapi Roland bukan Sinclair menentang usulan itu. Lelaki besar itu begitu mantap
bahwa Maureen tidak boleh berjauhan dari peti. Hubungan Maureen dengan benda
pusaka itu barangkali telah membuahkan semacam penyembuhan ilahiah, karena
keselamatannya saja adalah peristiwa fenomenal.
Saat mereka sudah di depan pintu ruang kerja Sinclair, Peter sadar bahwa ia
mencengkeram butiran rosari di sakunya begitu kuat hingga tangannya tergores.
f Peti itu tergeletak di lantai, di sebelah sofa yang mewah. Perlahan Roland
membaringkan Maureen di atas bantalan sofa yang dilapisi beludru. Maureen
berterima kasih dengan suara pelan.
Kemudian Tammy duduk di salah satu ujung sofa, dan Peter duduk di ujung lain.
Sinclair dan Roland tetap berdiri. Tak ada yang bergerak atau berbicara untuk
waktu yang lama. Kesunyian itu dipecahkan oleh isak kecil Maureen.
Tak ada yang bergerak saat Maureen menyorongkan tubuhnya dengan hatihati. Kedua
tangannya diletakkan pada penutup peti besar itu, Maureen memejamkan mata. Air
mata menetes dari pelupuk matanya, mengalir ke pipi. Akhirnya ia membuka mata
dan melihat wajahwajah di sekelilingnya.
"Pusaka itu ada di sini," bisiknya. "Aku bisa merasakannya."
"Apakah kau sudah siap?" tanya Sinclair lembut.
Maureen tersenyum padanya. Senyuman tenang dan penuh makna yang mengubah
wajahnya. Sejenak ia bukanlah Maureen Paschal. Ia seseorang yang berbeda total.
Seorang perempuan yang dipenuhi cahaya dan kedamaian batin. Belakangan, saat
Berenger Sinclair mengenang momen ini, ia berkata bahwa yang dilihatnya adalah Maria Magdalena
sendiri yang sedang duduk di tempat Maureen.
Maureen menoleh ke Tammy sambil tersenyum penuh kasih.
Ia menjangkau tangan Tammy dan meremasnya sesaat, kemudian ia lepaskan. Dalam
momen yang singkat itu, Tammy tahu bahwa ia telah dimaafkan. Mereka datang ke
tempat itu untuk suatu tujuan suci, suatu kepentingan luhur. Semua yang berada
di ruangan itu tahu. Pengetahuan itulah yang mengubah mereka semua, sekaligus
menyatukan mereka untuk selamanya.
Tammy membenamkan wajah dalam kedua tangannya lalu menangis pelan.
Sinclair dan Roland berjongkok di samping peti dan memandang Maureen untuk
mendapat penegasan. Ketika ia mengangguk, kedua lelaki itu mendongkrak penutup peti dengan jari,
bersiap-siap karena menduga peti itu akan sulit dibuka.
Namun ternyata engsel peti tidak berkarat seperti layaknya benda-benda tua.
Tanpa susah payah, peti itu terbuka.
Sedemikian mudahnya hingga Roland kehilangan keseimbangan.
Namun tak seorang pun memerhatikan. Mereka terlalu khusyuk memandang dua toples
tanah liat berukuran besar yang terjaga baik, berdiri di dalam peti.
f Peter merasa gelisah di samping Maureen. Tapi dialah yang pertama kali memecah
keheningan. "Toples itu keduanya nyaris sama persis dengan yang digunakan sebagai wadah Naskah Laut
Mati." Roland berjongkok di samping peti dan mengusap-usap bagian atas salah satu
toples. "Sempurna,"
bisiknya. Sinclair mengangguk. "Tentu saja. Dan lihatlah, tak ada debu atau erosi dan
tanda usang atau lapuk. Seolah toples ini tidak terpengaruh waktu."
Roland berkomentar, "Ada sesuatu yang melapisi tutup toples."
Maureen meraba bagian atas salah satu toples, ia tersentak seolah terkena aliran
listrik. "Mungkinkah lilin?"
"Tunggu sebentar," sela Peter. "Kita perlu berdiskusi sebentar. Kalau isi kedua
toples ini sesuai dengan yang kalian harap dan kalian yakini, kita tidak berhak
membukanya." "Tidak" Lalu siapa?" nada suara Sinclair tajam. "Gereja"
Toples ini tak akan pergi ke mana pun hingga kita semua bisa memverifikasi
isinya. Lagi pula, ruangan Vatikan adalah tempat terakhir yang kupilih untuk
menyimpan toples-toples ini. Di sana, kedua benda suci ini akan disembunyikan
dari dunia selama dua ribu tahun."
"Bukan itu maksudku," kata Peter, lebih tenang dibandingkan yang sebenarnya ia
rasakan. "Maksudku, jika ada dokumen dalam toples yang telah ditutup selama dua ribu
tahun ini, paparan mendadak ke udara bisa membuatnya rusak, bahkan hancur. Aku
hanya mengusulkan untuk mencari pihak netral barangkali lewat pemerintah Prancis
untuk membuka toples. Jika kita membuatnya rusak, tak akan ada yang bisa kita tunjukkan, padahal
kalian telah melakukan pencarian ini seumur hidup. Dan itu termasuk tindakan
kriminal, secara harfiah dan spiritual."
Sinclair menghadapi dilema. Pikiran membuat isi toples itu rusak terlalu
menakutkan untuk dibayangkan. Tapi godaan impian seumur hidup yang kini hanya
tinggal beberapa sentimeter saja dari jarinya sulit ditepis, selain prasangka
batinnya bahwa ada pihak luar yang terlibat dalam urusan garis darah ini.
Sejenak ia tak mampu berkata-kata, sementara Roland berlutut di hadapan Maureen.
"Mademoiselle," ujarnya, "keputusan berada di tanganmu.
Aku percaya, dialah yang membawamu kepada kami dan lewat kaulah dia akan
memberitahukan wasiatnya kepada kami."
Maureen hendak menjawab Roland, tapi ucapannya terhenti karena gelombang rasa
pusing menerpa dirinya. Berbarengan, Peter dan Tammy menjulurkan tangan untuk menopang tubuh Maureen.
Semuanya
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi gelap bagi gadis itu, tapi cuma sejenak. Kemudian segalanya menjadi
jernih seperti kristal. Saat katakata itu meluncur, bunyinya seperti sebuah titah. "Buka toples itu,
Roland." Perintah itu keluar dari mulut Maureen, tapi suara yang berbicara bukanlah dia.
f Dengan hatihati Sinclair dan Roland mengangkat kedua toples itu dari peti dan
meletakkannya di atas meja mahogani besar.
Roland menunda instruksi itu dengan satu pertanyaan.
"Yang mana yang lebih dulu."
Ditopang Peter dan Tammy di kanan dan kirinya, Maureen menunjuk salah satu
toples. Ia tidak bisa mengatakan mengapa ia memilih toples itu. Ia tahu begitu
saja bahwa pilihan itulah yang tepat.
Roland menuruti perintah Maureen. Ia menelusuri jarinya ke bibir toples.
Sinclair mengambil alat antik untuk membuka surat dari meja kerjanya dan menoreh
lapisan lilin. Tammy berdiri diam, terpesona, matanya tak pernah lepas dari Roland.
Peter tampak takut. Di antara mereka, dialah satusatunya orang yang tahu
bagaimana mengurusi dokumen kuno dan datadata masa lampau yang tak ternilai.
Potensi kerusakan fatal sangat besar.
Bahkan membuat toples rusak saja bisa menjadi kesalahan yang tak terampuni.
Seolah hendak menguatkan pikirannya, bunyi geri-nyitan menambah ketegangan dalam
ruangan. Pisau pembuka surat itu telah melepas penutup toples pertama, sedikit
menggores bibir toples. Peter mengernyit ketakutan dan menutup wajah dengan
kedua tangannya. Tapi ia tidak bisa bersembunyi lama, helaan napas Maureen
memaksanya untuk melihat.
"Tanganku terlalu besar, Mademoiselle," kata Roland pada Maureen.
Maureen maju selangkah dengan kaki yang lemah, tangannya terulur untuk meraih
toples yang sedikit rusak.
Yang ia keluarkan dengan perlahan dan sangat hatihati menyerupai dua buku yang
ditulis pada kertas yang tampaknya kuno dan terbuat dari linen. Tinta tulisan
yang berwarna hitam tampak jelas, kontras dengan halaman halaman yang menguning.
Huruf-hurufnya kecil, tegas, dan terbaca jelas.
Peter menyorongkan tubuhnya ke Maureen, tak mampu menahan ketegangan yang
menjadijadi memikirkan pusaka yang kini berada di atas meja di depan mereka. Ia memandang
wajahwajah yang terpesona di sekelilingnya, tapi kesimpulannya ia tujukan
langsung hanya kepada Maureen.
Suaranya parau ketika mengatakan, "Tulisannya... bahasa Yunani."
Maureen merasa tenggorokannya tercekat. Dengan lemas ia bertanya, "Bisakah kau
membacakan sedikit?"
Tapi sebelum mendengar jawaban, Maureen sudah
tahu. Wajah Peter menjadi pucat pasi. Semua yang hadir di ruangan itu yakin pada saat
itu juga bahwa dunia seperti yang dikenal Bapa Peter Healy tidak akan sama.
"Aku Maria, dijuluki Magdalena," perlahan ia menerjemahkan. "Dan..." Peter
berhenti. Bukan untuk memberi kesan dramatis, tapi karena ia sungguh tidak yakin
apakah ia sanggup melanjutkan. Begitu memandang wajah Maureen ia tahu, tak ada
pilihan selain terus menerjemahkan.
"Akulah istri sah Yesus, dijuluki sang mesias, yang adalah putra agung dari
keluarga Daud." Enam Belas Chateau des Pommes Bleues 28 Juni 2005
Peter menerjemahkan naskah itu semalaman. Maureen menolak meninggalkan ruangan,
hanya beristirahat sewaktu-waktu di sofa beludru. Roland telah membawakan bantal
ekstra dan selembar seprai. Maureen tersenyum untuk menenangkan lelaki yang
sibuk mengurusinya lantaran merasa khawatir itu.
Anehnya, Maureen merasa baikbaik saja. Kepalanya sudah tidak terlalu sakit, dan
ia merasa luar biasa kuat.
Maureen duduk di sofa karena tidak ingin mengganggu Peter. Sinclair sudah cukup
mewakili mereka semua untuk hal ini. Tapi tampaknya Peter sama sekali tidak
peduli. Maureen berpikir barangkali ia bahkan tidak menyadari kehadiran
orangorang di sekitarnya. Ia begitu larut, sepenuhnya hanyut dalam tugas sucinya
sebagai penulis. Tammy datang sewaktu-waktu untuk melihat perkembangan. Ia berpamitan saat malam
telah larut, ber barengan dengan Roland. Maureen mengawasi keduanya seharian itu
dan menyimpulkan bahwa kebersamaan mereka bukanlah kebetulan. Pikirannya melayang ke
malam saat pesta berlangsung, ketika ia mendengar suara Tammy di koridor luar
kamarnya, ditemani seorang lelaki yang berbicara dengan aksen tertentu. Tammy
dan Roland. Pasti ada sesuatu di antara mereka berdua, tapi sepertinya masih
baru. Maureen menduga mereka belum terlalu lama
berhubungan. Jika situasi sudah tenang, ia akan meminta Tammy bercerita. Ia
ingin mengetahui segala fakta tentang hubungan-hubungan yang terjalin di Chateau
des Pommes Bleues. Perhatiannya segera kembali ke naskah saat mendengar teriakan keras Sinclair,
"Ya, Tuhan! Coba kalian lihat ini!"
Ia sedang berdiri dengan gugup di sebelah Peter, mengawasi. Peter membuat
tulisan asalasalan di atas kertas berwarna kuning, yakni terjemahan kasar dari
bahasa Yunani. Tulisan itu tidak bisa langsung dipahami. Peter masih harus menyalin seluruh isi
naskah, baru kemudian kembali ke tulisan itu dan memanfaatkan keahlian bahasanya
untuk memoles kalimat-kalimat itu ke dalam format yang sesuai dengan perspektif
abad 21. "Ada apa?" tanya Maureen.
Peter menengadah dan mengusap wajahnya. "Kau harus melihat. Ke marilah, jika kau
bisa. Aku tidak berani memindahkan naskah ini."
Perlahan Maureen berdiri dari sofa, masih sadar akan luka di kepalanya meski
proses kesembuhannya benarbenar ajaib.
Ia berjalan mendekati meja lalu mengambil tempat di sebelah kanan Peter yang
tengah duduk menghadapi berbagai catatan yang berserakan. Sinclair menunjuk ke
naskah asli saat Peter menjelaskan.
"Ini muncul di bagian akhir tiap segmen utama, kita sebut saja bab. Tampaknya
seperti stempel lilin."
Maureen mengikuti arah jari Sinclair yang menunjuk suatu simbol. Pola yang sama
dengan cincinnya itu kini tidak asing lagi baginya, sembilan lingkaran
mengelilingi lingkaran pusat kesepuluh tertera di bagian bawah halaman.
"Stempel pribadi Maria Magdalena," ujar Sinclair takjub.
Maureen mengangkat cincinnya ke gambar itu. Keduanya sama persis. Bahkan boleh
jadi gambar itu dibuat dengan cincin yang sama.
f Ketika matahari terbit di Chateau des Pommes Bleues, sebagian besar kitab
pertama, kisah kehidupan Maria Magdalena dari sumber langsungnya, telah
diterjemahkan. Peter bekerja seperti seseorang yang hidup dalam injil Magdalena
ini, menyatu dalam tiap halamannya. Sinclair telah membawakan teh untuknya, tapi
ia tak mau berhenti kecuali rehat singkat untuk menghirup minuman itu beberapa
tegukan saja. Wajahnya terlihat sangat pucat, Maureen merasa khawatir.
"Kau harus beristirahat, Pete. Kau harus tidur setidaknya satu-dua jam."
"Tidak," kata Peter serius. "Aku tidak bisa. Aku tidak bisa berhenti sekarang.
Kau tidak paham karena belum melihat apa yang kulihat. Aku harus terus
menerjemahkan. Aku harus tahu apa lagi yang akan ia katakan."
Mereka semua memutuskan untuk menunggu sampai Peter merasa puas dengan
terjemahannya sebelum ia membacakan kepada mereka. Semuanya menghormati kemampuan Peter dan sadar bahwa
tanggung jawab besar berada di pundaknya. Tapi tetap saja, menunggu bukanlah persoalan
enteng. Pada saat itu, hanya Peter yang tahu isi naskah.
"Aku tidak bisa meninggalkan naskah-naskah ini," lanjut Peter, matanya
memancarkan gairah yang belum pernah dilihat Maureen.
"Lima menit saja. Keluarlah bersamaku selama lima menit. Kita berjalan-jalan di
udara pagi. Ini baik untukmu. Lalu kau bisa masuk kembali dan kami akan
membawakan sarapanmu ke sini."
"Tidak, jangan membawakan makanan. Aku harus berpuasa sampai penerjemahan ini
selesai. Aku tidak bisa berhenti sekarang."
Sinclair merasa bisa memahami perasaan Peter, tapi ia juga melihat fisik lelaki
itu semakin lemah. Sinclair mencoba taktik lain. "Bapa Healy, kau sedang mengerjakan tugas yang
mulia. Tapi keakuratan pekerjaanmu bisa rusak jika kau terlalu lelah.
Aku akan memanggil Roland untuk menjaga naskah naskah ini sementara kau
beristirahat." Sinclair menekan bel untuk memanggil Roland. Peter memandang wajah Maureen yang
cemas. "Baiklah," ia mengalah. "Lima menit, untuk menghirup udara segar."
f Sinclair membuka gerbang menuju Taman Trinitas lalu Maureen masuk bersama Peter.
Seekor merpati terbang di atas barisan tanaman mawar sementara pancuran Maria Magdalena bergelegak di
tengah cahaya pagi. Peter yang lebih dulu bicara, suaranya lembut dan penuh kekaguman. "Apa yang
terjadi, Maureen" Bagaimana kita bisa sampai di sini, menjadi bagian semua ini" Rasanya seperti
mimpi, seperti... sebuah keajaiban. Apakah semua ini terasa nyata bagimu?"
Maureen mengangguk. "Ya, aku tak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi aku
merasakan semacam ketenangan.
Seolah peristiwa ini terjadi sesuai dengan rencana. Dan kau sama terlibatnya
seperti aku, Pete. Bahwa kau datang ke sini bersamaku bukanlah kebetulan, atau
bahwa kau mengajar bahasa kuno dan bisa menerjemahkan bahasa Yunani. Semua ini...
telah diatur." "Aku memang merasa menjadi bagian dalam suatu rencana mahabesar. Tapi aku tidak
tahu bagian mana, atau mengapa aku."
Maureen berhenti untuk mencium sekuntum mawar merah cantik yang telah mekar
sempurna. Lalu ia menoleh kembali ke Peter. "Berapa lama semua ini berlangsung"
Apakah rencana itu sudah dibuat sebelum kita lahir" Dulu sekali" Apakah kakekmu
ditakdirkan bekerja di perpustakaan Nag Hammadi agar kau siap untuk peristiwa
ini" Ataukah kejadian ini telah direncanakan dua ribu tahun lalu ketika Maria
menyembunyikan injilnya?"
Peter diam sejenak sebelum menjawab. "Kautahu, sebelum semalam aku akan
memberikan jawaban yang jauh berbeda dengan jawabanku sekarang."
"Mengapa?" "Karena dia, dan kata-katanya dalam naskah itu. Ia mengatakan persis seperti
yang baru saja kau ucapkan ini
mengagumkan. Ia mengatakan bahwa sebagian hal telah tertulis dalam rencana
Tuhan, bahwa sebagian orang di takdirkan memainkan suatu peran. Maureen, ini
menakjubkan. Aku membaca kisah Yesus dan rasul rasulnya dari sumber langsung
yang mengungkapkan semua itu dalam bahasa yang dipahami manusia. Tak ada yang
serupa dengan..." ia ragu-ragu sejenak untuk menggunakan kata itu-".../n;//
ini dalam literatur mana pun yang dimiliki Gereja. Aku merasa tidak layak."
"Kau layak," Maureen meyakinkan Peter sungguh-sungguh.
"Kau dipilih untuk melakukan tugas ini. Lihatlah betapa besar campur tangan
Tuhan untuk membawa kita bersamasama, ke tempat ini dan pada waktu sekarang ini,
untuk menceritakan kisah ini."
"Tapi kisah apa yang kita ceritakan?" Peter tampak tersiksa, dan untuk pertama
kalinya Maureen menyaksikan lelaki ini bergumul dengan semacam iblis batin yang
sangat kuat. "Kisah apa yang aku ceritakan" Jika i n j i Ii n j i I ini
otentik..." Maureen menghentikan langkahnya dan memandang Peter dengan tatapan tak percaya.
"Bagaimana kau bisa sangsi"
Setelah segala kejadian yang membuat kita sampai ke sini, ke tempat ini?"
Maureen menyentuh belakang kepalanya yang beberapa waktu lalu terluka parah dan
sekarang dalam proses penyembuhan.
"Bagiku, ini persoalan keimanan, Maureen. Naskah itu terjaga dengan sempurna,
tak ada kerusakan, tak ada kata yang hilang. Toples-toples itu bahkan tidak
kotor sama sekali. Bagaimana bisa" Hanya ada dua kemungkinan:
pemalsuan era modern atau kehendak ilahi."
"Menurutmu yang mana?"
"Aku menghabiskan waktu dua puluh jam penuh untuk menerjemahkan dokumen yang
paling menakjubkan. Dan kebanyakan yang kubaca pada dasarnya adalah...bidah, tapi juga
memberikan suatu visi Yesus yang indah dengan cara yang luar biasa dan
manusiawi. Tapi pendapatku tidak penting.
Naskah-naskah itu masih harus ditentukan keasliannya lewat proses seksama agar
dunia luas menerimanya."
Peter terdiam, memanfaatkan waktu untuk berdamai dengan segala yang berkecamuk
dalam kepalanya. "Jika terbukti otentik, naskah-naskah itu akan menantang sistem
keyakinan sebagian besar umat manusia selama dua ribu tahun terakhir.
Juga menantang segala ajaran yang pernah aku terima, segala yang pernah aku
yakini." Maureen cukup lama memandang lelaki itu, sepupu sekaligus sahabat terdekatnya.
Ia mengenal Peter sebagai batu, sebagai pilar kekuatan dan integritas yang
mutlak. Peter juga seorang lelaki dengan keimanan dan kesetiaan kokoh terhadap
Gereja. Maureen bertanya singkat, "Apa yang akan kau lakukan?" "Aku belum sempat
berpikir sejauh itu. Aku harus melihat dulu isi naskah selebihnya untuk
mengetahui seberapa besar kontradiksinya, atau mudah mudahan peneguhan, dengan
kisahkisah injil sebagaimana yang kita ketahui. Aku belum sampai ke deskripsi
Maria tentang peristiwa penyaliban atau kebangkitan."
Maureen tibatiba saja paham mengapa Peter begitu enggan meninggalkan naskah
sebelum ia selesai menerjemahkan.
Pengakuan keotentikan penuturan Maria Magdalena tentang peristiwa-peristiwa
sesudah penyaliban boleh jadi sangat berdampak terhadap sistem keyakinan yang
dianut sepertiga populasi bumi. Ajaran Kristen menjadikan pemahaman bahwa Yesus
bangkit dari kematian di hari ketiga sebagai landasan.
Dan karena Maria Magdalena adalah saksi utama kebangkitannya, menurut uraian
Injil, maka penuturan peristiwa-peristiwa itu dari versinya sendiri bersifat
vital. Semasa melakukan riset, Maureen menjadi tahu bahwa para teoretikus yang telah
membuat tulisan tentang Maria Magdalena sebagai istri Yesus secara berlebihan
juga membuat pernyataan bahwa Yesus bukanlah putra Tuhan dan tidak bangkit dari
kematian. Ada berbagai hipotesis tentang kehidupan Yesus setelah penyaliban.
Teori yang cukup umum menyatakan bahwa tubuh fisiknya dipindahkan oleh para
pengikutnya. Tapi tak ada yang berteori bahwa Yesus menikah dan menjadi Putra
Tuhan. Dengan alasan tertentu, kedua kondisi itu selalu dianggap saling eksklusif,
tidak bisa berlaku dua-duanya. Barangkali itulah alasannya mengapa keberadaan
Maria sebagai rasul pertama selama ini dianggap sangat mengancam Gereja.
Tidak diragukan, semua gagasan ini berkecamuk dalam benak Peter dalam beberapa
jam terakhir yang menegangkan ini. Akhirnya ia menjawab pertanyaan Maureen.
"Tergantung keputusan resmi yang dikeluarkan Gereja."
"Dan bagaimana jika mereka menyangkal isi naskah" Lalu apa" Apakah kau memilih
lembaga Gereja, atau kau memilih sesuatu yang kau ketahui dalam hatimu sebagai kebenaran?"
"Kuharap kedua kondisi itu tidak saling eksklusif," kata Peter dengan senyum
getir. "Barangkali aku terlalu optimis. Tapi jika itu terjadi, yah, maka
waktunya akan tiba."
"Waktu untuk apa?"
"Eiigere magistrum. Untuk memilih sang pemimpin."
f Mereka telah selesai berjalan-jalan dan kembali ke chateau.
Maureen meyakinkan Peter untuk, paling tidak, mandi untuk menyegarkan diri
sebelum kembali ke tugasnya. Maureen kembali ke kamarnya untuk mencuci muka dan
menyatukan pikiran-pikirannya.
Kelelahan menyerang, tapi ia tidak boleh menyerah, tidak sekarang. Tidak sampai
ia tahu isi naskah itu selengkapnya.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saat Maureen mengeringkan wajah dengan handuk merah yang mewah, terdengar
ketukan di pintu. Tammy menerobos masuk. "Selamat pagi. Apakah aku ketinggalan informasi?"
"Tidak. Peter akan membacakan kitab pertama pada kita begitu ia rasa
terjemahannya telah siap. Ia mengatakan isinya menakjubkan, tapi cuma itu yang
aku ketahui." "Di mana dia sekarang?"
"Di kamarnya sedang beristirahat sejenak. Ia tidak mau meninggalkan naskah-
naskah itu, tapi kami mendesaknya. Ia merasa resah meski tidak mengakuinya
terang-terangan. Tanggung jawab di pundaknya sangat besar. Barangkali bahkan kewajiban yang luar
biasa besar." Tammy duduk di ujung ranjang Maureen. "Kautahu apa yang membuatku heran" Mengapa
gagasan ini membuat orangorang begitu terusik, gagasan bahwa Yesus menikah dan
memiliki beberapa orang anak" Mengapa kondisi itu menihilkan dia atau pesannya"
Mengapa umat Kristen merasa terancam dengan hal ini?"
Tammy terus berbicara dengan bergairah. Jelaslah persoalan ini telah menjadi
bahan pemikirannya. "Bagaimana dengan ayat terkenal dari Injil Markus, ayat yang dibaca dalam
upacara pernikahan" 'Pada awalnya Tuhan menjadikan mereka lelaki dan perempuan dan karena ini
seorang lelaki akan meninggalkan ibu dan ayahnya dan berpasangan dengan
istrinya. Dan keduanya akan menjadi satu tubuh, sehingga mereka tidak lagi dua
melainkan satu.'" Maureen mengawasi Tammy dengan heran. "Aku tidak menyangka akan mendengar
kutipan Injil darimu dengan begitu akurat."
Tammy mengedipkan mata. "Markus, bab sepuluh, a-yat enam sampai delapan. Selama
ini orang menyerang kita dengan Injil untuk menguji dan menyingkirkan peran
penting Maria. Jadi aku mengabdikan diri untuk mencari ayat-ayat yang mendukung keyakinan kita.
Dan itulah khotbah Yesus yang tercatat dalam Injil. Carilah seorang istri dan
hiduplah bersamanya. Jadi mengapa ia berkhotbah tentang sesuatu yang kemudian
menjadi keliru jika ia sendiri yang melakukannya?"
Maureen mendengarkan dan memikirkan pertanyaan Tammy dengan seksama. "Pertanyaan
bagus. Bagiku, gagasan bahwa Yesus menikah membuatnya tampak lebih dekat."
Tammy belum selesai. "Dan Tuhan disebut sebagai bapak, lalu mengapa Kristus,
sebagai putra Tuhan, tidak boleh menirukan citra ini, sebagai bapak dari
anakanak" Bagaimana hal itu memengaruhi keilahiannya" Aku tidak mengerti sama
sekali." Maureen menggelengkan kepala. Ia juga tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan
sebesar itu. "Aku rasa itulah pertanyaan utama yang harus dijawab Gereja, dan individu sesuai
dengan keimanannya." f Saat malam menjelang, Peter menyatakan telah selesai menerjemahkan kitab
pertama. Sinclair bangkit dari tempat duduknya. "Apakah kau siap menerjemahkan pada kami,
Bapa" Jika ya, aku akan memanggil Roland dan Tamara. Mereka juga menjadi bagian
seperti kita." Peter mengangguk. "Ya, panggillah mereka." Lalu ia menatap lurus ke Maureen,
sorot matanya sulit ditafsirkan, perpaduan antara suram dan terang. "Karena
sekaranglah waktunya."
Tammy dan Roland bergegas masuk, bergabung dengan yang lainnya di ruang kerja
Sinclair. Setelah semuanya berkumpul mengelilingi Peter, ia menjelaskan bahwa
masih ada kekurangan yang
membutuhkan waktu dan beberapa pendapat pakar lain.
Tapi secara keseluruhan, ia telah menghasilkan penerjemahan yang padu dan suatu
pemahaman tentang siapa sesungguhnya Maria, dan apa perannya dalam
kehidupan Yesus Kristus. "Ia menamai naskah ini Kitab Masa Besar."
Bapa Healy mengangkat setumpuk kertas catatan berwarna kuning lalu mulai membaca
dengan suara lembut kepada para pendengarnya.
"'Aku Maria, dijuluki Magdalena, putri suku agung Benjamin dan anak perempuan
dari kota Nazaret. Akulah istri sah Yesus, Sang Mesias JalanNya, yang adalah putra agung keluarga
Daud dan keturunan kasta saleh Harun.
Banyak tulisan tentang kami dan akan lebih banyak lagi di waktu mendatang.
Banyak yang menulis tentang kami tanpa pengetahuan akan kebenaran dan tidak
menyaksikan Masa Besar. Katakata yang kutuangkan dalam halaman-halaman ini
adalah kebenaran di hadapan Tuhan. Inilah kisah hidupku, selama Masa Besar, Masa
Kegelapan, dan masa-masa sesudahnya.
Kutinggalkan katakata ini untuk anakanak masa depan, agar ketika waktunya tiba,
mereka bisa menemukan ucapanku ini dan mengetahui fakta tentang orangorang yang
memimpin JalanNya." Kisah kehidupan Maria Magdalena tergelar di hadapan mereka dengan rincian yang
menakjubkan dan tidak dinyana.
Tujuh Belas Galilee i 26 M Tanah terasa lunak dan dingin di antara jemari kaki Maria. Ia menunduk melihat
kakinya, sadar bahwa kaki yang telanjang itu benarbenar kotor. Tapi ia tidak
peduli sama sekali. Lagi pula, kondisi itu justru serasi dengan keseluruhan
penampilannya hari ini. Rambut panjangnya yang cokelat kemerahan dan mengilap
terurai lepas ke pinggang, tidak diikat dan acakacakan.
Gaunnya longgar, tanpa ikat pinggang. Sebelumnya, saat berusaha menyelinap
keluar rumah, ia tertangkap basah oleh Martha yang lalu menggerutu.
"Kaupikir, kau mau ke mana dengan penampilan seperti itu?"
Maria tertawa kecil, tidak kesal sama sekali lantaran tertangkap basah saat
berusaha melarikan diri. "Aku hanya ingin ke kebun. Dan kebun itu dikelilingi tembok. Tak ada yang akan
melihatku." Martha tampak sangsi. "Tidak pantas seorang wani -
1 Wilayah Palestina utara yang dulu berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi.
ta dengan derajat dan status sepertimu berlarian di tanah kotor seperti gadis
pelayan yang tidak beralas kaki."
Gerutuan Martha lebih merupakan rutinitas alih-alih sesuatu yang baru. Dia sudah
terbiasa dengan watak adik iparnya yang berjiwa bebas. Maria adalah makhluk
Tuhan yang mengagumkan dan lain daripada yang lain, dan Martha sangat
mencintainya. Lagi pula, gadis itu tidak memiliki banyak kesempatan untuk
memanjakan diri. Kehidupannya dibayangi tanggung jawab, dan kebanyakan waktu ia
mengemban fakta itu dengan anggun dan berani. Pada hari ketika Maria memiliki
waktu luang, dan ini sangat jarang, ia berjalan-jalan di kebun.
Tidak adil rasanya mencabut kesenangan kecil itu darinya.
"Kakakmu akan kembali sebelum matahari terbenam," Martha mengingatkan dengan
memberi penekanan. "Aku tahu. Jangan cemas, ia tidak akan melihatku. Dan aku akan kembali tepat
waktu untuk membantumu menyiapkan makanan."
Gadis muda itu mendaratkan ciuman ke pipi istri kakaknya lalu berlari keluar
untuk menikmati waktu kesendirian di kebun.
Martha mengawasi kepergiannya dengan senyuman sedih. Maria begitu mungil dan
rapuh, mudah sekali memperlakukan dia sebagai seorang anak. Tapi ia bukan anak
kecil lagi, Martha mengingatkan dirinya sendiri. Sekarang dia adalah gadis muda
yang sudah pantas menikah, seorang wanita yang sangat sadar akan takdirnya yang
agung dan sangat penting.
Tapi Maria tidak memikirkan takdirnya ketika ia memasuki kebun. Masih banyak
waktu untuk memikirkan hal itu besok.
Diangkatnya kepalanya begitu aroma Oktober bercampur embusan angin dari Laut
Galilee memenuhi hidungnya. Gunung Arbei menjulang di sebelah barat laut, kuat
dan memberi ketenangan di bawah matahari siang. Ia selalu menganggapnya sebagai
gunungnya sendiri, tumpukan keras tanah merah yang subur dan berdiri
bersebelahan dengan tanah kelahirannya. Dan ia sangat rindu dengan tempat itu.
Belakangan ini keluarganya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah mereka yang
lain, di Bethany, karena lokasinya yang berdekatan dengan Yerusalem sangat
penting bagi pekerjaan kakaknya. Tapi Maria mencintai keindahan alam liar
Galilee dan sangat gembira ketika kakaknya memberitahu bahwa mereka akan
menghabiskan musim gugur di sini.
Inilah waktu yang paling ia sukai. Momen-momen saat ia sendirian, dikelilingi
bunga-bunga liar dan pepohonan zaitun. Kesendirian menjadi sesuatu yang semakin
langka. Maria berusaha menikmati tiap detik dari kesempatan yang ia curi ini. Di sini,
ia bisa benarbenar menikmati keindahan Tuhan dengan tenang, tak terikat aturan
ketat menyangkut pakaian dan tradisi yang menjadi bagian tak terpisah dari
status kehidupannya. Sang kakak pernah mendapati Maria di sini dan bertanya apa yang dilakukannya
selama "menghilang"
dari rumah. "Tidak ada! Benarbenar tidak ada!"
Sorot mata Lazarus yang tadinya tajam kini melembut. Ia marah karena adiknya
tidak muncul saat makan malam, kemarahan yang lahir dari kekhawatiran.
Perhatiannya terhadap sang adik lebih dari sekadar terhadap saudara kandung. Ia
sangat memerhatikan adik kecilnya yang cantik dan cerdas, tapi ia juga pelindung
Maria. Kesehatan dan kenyamanan Maria menjadi prioritas utamanya. Dengan cara
apa pun, Maria harus dilindungi. Ini adalah tugas suci baginya, baik terhadap
keluarga, masyarakat, maupun Tuhannya.
Ketika ia muncul, sang adik tengah terbaring di rumput dengan mata terpejam,
tidak bergerak sedikit pun. Pemandangan ini membuatnya sangat takut. Tapi Maria
bergerak, seolah mencium kepanikannya.
Sembari menutupi matanya yang mengantuk dari sinar matahari, ia memandang wajah
kakaknya yang murka. Sang kakak memang marah besar.
Kemarahan Lazarus reda begitu mendengar ucapan sang adik. Untuk pertama kalinya,
ia paham betapa adiknya sangat membutuhkan kesempatan untuk bisa menyendiri,
suatu kesempatan yang langka.
Sebagai anak perempuan satusatunya dari garis keturunan Benjamin, masa depannya
telah ditentukan sejak ia masih bayi. Ia menyandang takdir istimewa dari darah
dan nubuat suci. Yakni pernikahan agung, sesuatu yang telah diramalkan oleh para
rasul besar Israel suatu pernikahan yang diyakini banyak orang sebagai tak
kurang dari kehendak mutlak Tuhan.
Beban yang terlalu besar untuk bahu semungil itu, pikir Lazarus saat ia
mendengarkan penjelasan adiknya. Maria berbicara dengan sikap yang biasanya
tidak ia lakukan, terbuka dan disertai emosi. Ini membuat sang kakak sadar,
sekaligus merasa bersalah, bahwa Maria merasa takut dengan peran yang telah
ditentukan baginya dalam sejarah. Aneh memang, tapi ia jarang mengizinkan
dirinya menganggap sang adik sebagai manusia seutuhnya. Maria adalah makhluk yang sangat
berharga, harus dilindungi dan diayomi. Lazarus
memandang semua tugas ini dengan sangat hatihati dan melaksanakannya dengan
bangga. Tapi ia juga mencintai sang adik meski baru setelah bertemu istrinya,
Martha, ia membolehkan dirinya untuk benarbenar menyadari hal itu, atau
merasakan emosi semacam itu.
Lazarus masih sangat belia ketika ayahnya meninggal.
Barangkali terlalu muda untuk mengemban tanggung jawab besar keluarga, selain
tanggung jawabnya sendiri sebagai seorang tuan tanah. Tapi pemuda ini sudah
bersumpah menjelang ayahnya meninggal bahwa ia tidak akan membuat keluarga
Benjamin kecewa. Ia tidak akan mengecewakan kaumnya dan Tuhan bangsa Israel.
Dengan tekad bulat, Lazarus mengemban berbagai tanggung jawab. Yang teratas
adalah menjaga adiknya, Maria.
Kehidupannya sarat dengan tugas dan tanggung jawab. Lazarus pula yang mengatur
pendidikan dan pengasuhan adiknya agar sesuai dengan takdirnya yang mulia. Tapi
ia tidak mengizinkan dirinya sendiri merasakan apa pun. Emosi adalah kemewahan,
dan tidak jarang berbahaya.
Untungnya Tuhan mengirimkan Martha kepadanya. Ia sulung dari tiga bersaudara
dari Bethany yang lahir dari salah satu keluarga Israel yang terhormat. Pada
dasarnya pernikahan itu sudah diatur, meski Lazarus diberi kesempatan untuk
memilih satu di antara tiga gadis. Pada awalnya ia memilih Martha karena alasan
praktis. Sebagai putri sulung, ia bijaksana dan bertanggung jawab, di samping
memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam hal mengatur rumah tangga. Kedua
adiknya kurang bijaksana dan sedikit manja. Lazarus cemas kalau-kalau mereka
membawa pengaruh negatif terhadap adiknya. Ketiga gadis itu cantik, tapi
kecantikan Martha lebih menenangkan. Ia memberi efek menenteramkan bagi Lazarus.
Pasangan praktis itu menjadi pasangan yang saling mencintai, Martha telah
membuka hati Lazarus. Ketika ibu Lazarus meninggal secara mendadak, meninggalkan Maria yang masih
memerlukan pengasuhan, Martha melangkah masuk dan mengambil peran itu tanpa kesulitan.
Maria sedang memikirkan Martha ketika ia berhenti untuk beristirahat di bawah
naungan pohon kesukaannya. Besok, imam besar Jonathan Annas akan datang dan
persiapan pernikahan dimulai. Tak akan ada lagi kesempatan menyelinap tanpa
kawalan untuk waktu yang sangat lama. Jadi Maria memilih memanfaatkan momen ini
sebaik-baiknya. Memang, seperti yang mereka semua ketahui, waktunya akan tiba.
Waktu, saat ia dipaksa meninggalkan rumah yang sangat ia cintai untuk pergi ke
wilayah selatan bersama suaminya kelak. Suami! Easa.
Memikirkan lelaki yang adalah tunangannya itu saja membuat hatinya merasa
hangat. Wanita mana pun pasti iri dengan kedudukannya sebagai calon ratu bagi
raja mereka. Tapi ada sesuatu yang lebih dari sekadar kedudukan yang membuat
Maria merasa senang. Yaitu lelaki itu sendiri. Orangorang memanggilnya Yeshua,
putra sulung dan keturunan keluarga Daud. Tapi Maria memanggilnya dengan nama
masa kecilnya, Easa. Ini membuat kakaknya dan Martha merasa malu.
"Tidak pantas memanggil calon raja kita dan pemimpin yang telah terpilih dengan
panggilan masa kecilnya, Maria," tegur Lazarus saat terakhir kali Easa
berkunjung. "Pantas untuknya," jawab sebuah suara yang lembut dan dalam yang segera menarik
perhatian. Lazarus langsung terdiam. Ia menoleh ke belakang dan melihat sang Putra Singa
sendiri, Yeshua, berdiri di sana.
"Maria telah mengenalku sejak aku masih kecil, dan dia selalu memanggilku Easa.
Aku tak akan mengubahnya dengan alasan apa pun."
Lazarus terlihat malu sampai Easa menyelamatkan suasana dengan senyumnya. Ada
kesan magis dalam ekspresi itu. Suatu kehangatan yang mampu mengubah suasana dan
mustahil ditahan. Sisa malam itu berjalan luar biasa, dipenuhi orangorang yang
paling dicintai Maria, berkumpul mengelilingi Easa dan mendengarkan kearifannya.
Sembari berbaring di bawah naungan dua pohon zaitun yang besar, Maria tertidur
di bawah mentari siang. Bayangan akan calon suaminya hadir menyertainya.
f Saat Maria merasa ada bayangan menutupi wajahnya, ia menjadi panik dan menduga
ia telah terlalu lama tidur. Hari sudah gelap!
Lazarus pasti marah. Tapi saat ia menggelengkan kepala untuk menghilangkan kantuk, ia sadar hari
masih siang. Matahari bersinar terang di atas Gunung Arbei. Maria mendongak
untuk melihat benda apa yang menimbulkan bayangan di wajahnya. Ia terperangah,
sesaat tak mampu bergerak sebelum berdiri, dengan segala keceriaan seorang gadis
belia yang tengah kasmaran, melihat sosok di hadapannya.
"Easa!" pekiknya senang.
Lelaki itu merentangkan tangannya dan merengkuh
Maria dengan pelukan hangat sesaat sebelum ia sedikit mundur untuk melihat wajah
cantik gadis itu. "Merpati kecilku," katanya, menggunakan julukan yang ia berikan kepada Maria
saat masih kecil. "Mungkinkah kau bertambah cantik setiap hari?"
"Easa! Aku tidak tahu kau akan datang. Tak ada yang memberitahu..."
"Mereka tidak tahu. Ini juga kejutan buat mereka. Tapi aku tidak bisa membiarkan
persiapan pernikahanku berjalan tanpa kehadiranku." Ia menyunggingkan senyuman
kepada Maria lagi. Maria memandangi sosok itu sejenak, sepasang mata gelap
diimbangi tulang pipi yang tegas. Dialah lelaki paling tampan yang pernah Maria
lihat, bahkan lelaki paling tampan di dunia.
"Tapi kata kakakku tidak aman jika kau menjumpaiku di sini sekarang."
"Kakakmu lelaki hebat yang terlalu khawatir," kata Easa menenangkan. "Tuhan akan
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memberi dan melindungi."
Saat Easa berbicara, Maria menunduk dan sadar betapa kacau penampilannya.
Rambutnya yang panjang hingga ke pinggang acakacakan dan penuh dengan helaian
rumput dan daun kering, serasi dengan kakinya yang telanjang dan berdebu.
Pada saat seperti ini, ia sangat jauh dari gambaran seorang calon ratu. Maria
memohon maaf atas penampilannya yang kurang pantas, tapi Easa memotong dengan
tawa cerianya. "Jangan cemas, Merpatiku. Engkaulah alasanku ke sini, bukan pakaian, bukan pula
penampilanmu." Ia mengulurkan tangan dan mengambil daun dari rambutnya dengan
lagak menggoda. Maria tersenyum padanya, merapikan pakaian, dan
membersihkan kotoran yang menempel. "Kakakku tidak boleh melihatku dalam keadaan
seperti ini," kata Maria dengan mimik cemas.
Lazarus sangat ketat dalam hal protokol dan kehormatan. Ia pasti marah besar
jika mengetahui adiknya sekarang berada di kebun, tak didampingi, berpenampilan
tak pantas di hadapan calon raja dari garis Daud pula.
"Aku akan mengatasi Lazarus," kata Easa menenangkan.
"Tapi sekadar berjaga-jaga, bagaimana jika kaumasuk ke dalam dan berpura-pura
tidak bertemu denganku. Aku akan keluar lewat belakang dan kembali malam ini
setelah memberi informasi bahwa aku akan datang. Dengan begitu, baik kakakmu
maupun Martha tidak akan terkejut."
"Baiklah, aku akan bertemu denganmu malam ini," jawab Maria, mendadak merasa
malu. Ia merasa canggung sejenak, lalu menuju rumahnya.
"Pura-pura kaget, ya," teriak Easa, menyaksikan calon istrinya berlari melewati
kebun. f Siang itu, dan malam yang menyertainya, memberi kenangan yang tak akan dilupakan
Maria seumur hidup. Itulah kali terakhir ia tahu bagaimana rasanya hidup bebas,
belia, kasmaran, dan bahagia.
Jonathan Annas datang keesokan hari, tapi dengan agenda baru. Iklim politik dan
spiritual di Yerusalem menunjukkan situasi yang semakin tidak stabil sehingga
rencana diubah untuk mengantisipasi ancaman yang kian hebat dari Roma. Para imam telah memilih
seorang pemimpin baru lewat dewan rahasia.
Dewan ini menganggap Yeshua tidak pantas mengemban tugas sebagai seorang yang
dipilih. Para anggota dewan telah menghadap Annas untuk melaporkan kesimpulan
mereka. Saat tamu akan datang, Martha menyuruh Maria keluar dari ruangan, tapi ia
menolak berada jauh-jauh sementara masa depannya tengah didiskusikan oleh
orangorang yang paling berpengaruh. Easa tersenyum padanya untuk menguatkan
hati. Tapi Maria menangkap sesuatu dalam sorot mata Easa yang membuatnya takut.
Ketidakpastian. Ia tidak pernah melihat Easa tampak tidak yakin sebelumnya, tapi
sekarang ia melihatnya dan itu membuatnya luar biasa takut. Bertentangan dengan
perintah Martha, Maria bersembunyi di lorong ruangan dan menguping.
Terdengar suarasuara meninggi, sebagian berteriak, sebagian saling mengemukakan
pendapat. Sering kali sulit mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.
Suara yang tegas, keras, dan kasar itu milik Jonathan Annas.
"Kau sendiri yang menimbulkan persoalan ini dengan berdamai dengan kaum Zelot.z
Orangorang Romawi tak akan membiarkan kami menunjukkan kedekatan sekecil apa pun
denganmu lantaran adanya pembunuh gelap dan pelaku revolusi di antara para pendukungmu. Itu sama
saja mengundang penjagal."
Suara yang tenang berirama setelah itu adalah suara
Easa. "Aku menerima siapa pun yang memilih untuk mengikutiku dan menginginkan kerajaan
Tuhan. Kaum Zelot 2 Anggota aliran fanatik di Vudea pada abad pertama masehi yang mengadakan
perlawanan bersenjata menentang pendudukan Romawi.
mengakui bahwa aku keturunan Daud. Akulah pemimpin mereka yang sah. Juga
kalian." "Kau tidak paham siapa yang kita hadapi," Annas menjawab dengan bentakan.
"Pontius Pilatus, gubernur baru, adalah seorang barbar. Ia akan menumpahkan
darah sebanyak apa pun untuk
membungkam tuntutan kita yang paling dasar sekalipun. Ia mengibarkan bendera
pagan di jalanjalan kita, mengecap uang logam kita dengan stempel yang menghina
Tuhan, dan semua ini ia lakukan untuk membuka mata kita bahwa kita tidak berdaya
melawan dia. Dia tidak akan ragu menyingkirkan siapa pun di antara kita di sini
jika ia rasa kita mendukung pemberontak Rumah Tuhan yang menentang Romawi."
"Penguasa Romawi akan mendukung kita," kata Easa. "Barangkali ia bersedia
menengahi dengan gubernur baru."
Annas menukas. "Herod Antipas tidak mendukung apa pun selain nafsu dan
kesenangannya sendiri. Roma telah membanjirinya dengan emas. Ia hanya menjadi Yahudi jika ada kasus
yang mendukung ambisinya saja."
"Istrinya seorang Nasrani," kata Easa.
Komentar ini disambut dengan diam. Easa mengembangkan ajaranajaran liberal orang
Nasrani. Ibunya adalah pemimpin kaum ini. Orangorang Nasrani tidak menerapkan
hukum yang diberlakukan Rumah Tuhan bangsa Yahudi secara ketat. Di antara
tradisi mereka yang berbeda adalah mereka menyertakan wanita dalam ritual-
ritual, bahkan mengakui wanita sebagai rasul. Mereka juga membolehkan orangorang
yang bukan Yahudi untuk mendengarkan ajaran mereka dan berpartisipasi dalam
kebaktian. Meski Annas menitikberatkan faksi Zelot sebagai alasan utama dewan menarik
dukungan mereka dari Easa, semua orang yang hadir tahu bahwa itu hanyalah dalih.
Ajaranajaran Easa terlalu revolusioner, terlalu dipengaruhi kaum Nasrani.
Imam-imam Rumah Tuhan tak akan mampu mengendalikannya.
Dengan menghebatnya isu bahwa istri Herod seorang Nasrani, berarti Easa telah
mementahkan tantangan para imam Rumah Tuhan. Ia akan melangkah ke peran
ilahiahnya sebagai raja keturunan Daud dan sang mesias tanpa mereka, dan
melaksanakan semua itu seperti seorang Nasrani. Pilihan itu sangat berisiko.
Meski bisa menyingkirkan keimaman Rumah Tuhan, pilihan itu juga bisa menjadi
bumerang bagi Easa jika masyarakat menarik dukungannya demi kepentingan para
pemimpin tradisional mereka. Tapi Annas belum berhenti dengan serangannya. Suaranya menggelegar dalam ruangan
yang dipenuhi ketegangan itu.
"Dia yang memiliki mempelai wanita adalah pengantin
pria." Kebisuan mencekam ruangan itu lagi. Maria membeku di luar pintu. Lidahnya kering
dan mulutnya kelu. Kalimat itu berasal dari puisi yang ditulis Raja Solomon,
Song of Songs, untuk merayakan penyatuan agung keluarga-keluarga Israel.
Puisi itu menunjuk dan jelas-jelas mengacu pada pertunangan Easa dan Maria. Agar
seorang raja bisa memimpin rakyat, tradisi mengharuskannya memiliki seorang
mempelai yang samasama berasal dari garis keturunan yang agung. Sebagai
keturunan Benjamin dari Raja Saul, Maria adalah putri dengan derajat tertinggi di kalangan Israel,
berdasarkan garis darah. Dengan demikian ia bertunangan dengan Yeshua, Putra Singa Yudea, sejak masih
bayi. Suku Yudea dan Benjamin telah menyatu sejak zaman dulu, dan pernikahan
agung dua garis keturunan ini tetap terjaga sejak putri Saul, Michal, menikah
dengan Daud. Namun, untuk menjadi raja agung yang sesuai hukum, ia mesti memiliki ratu yang
agung pula. Annas melontarkan isu yang menohok pertunangan itu.
Yang berbicara selanjutnya adalah kakak Maria. Lazarus seorang lelaki yang
senantiasa mampu mengendalikan emosi.
Hanya orangorang yang sangat dekat dengannya yang bisa menangkap nada tajam
dalam suaranya ketika ia berbicara dengan imam besar itu.
"Jonathan Annas, adikku bertunangan dengan Yeshua berdasarkan hukum. Para nabi
telah menunjuknya sebagai sang mesias bagi kalangan kita. Aku tidak melihat alasan
untuk membatalkan pertunangan itu, karena Tuhanlah yang telah memilihnya bagi
kita." "Berani-beraninya kau mengatakan padaku apa yang dipilih Tuhan?" bentak Annas.
Di balik pintu, Maria meringis. Lazarus orang yang berbudi.
Ia akan merasa malu jika menghina imam besar. "Kami percaya Tuhan telah memilih
lelaki lain. Seorang pembela hukum yang luhur, seseorang yang akan menegakkan segala
ketentuan suci bagi kita tanpa menimbulkan penghinaan politis terhadap Romawi."
Itulah dia, kebenaran telah disampaikan kepada semuanya.
Seorang pembela hukum yang luhur. Inlah cara Annas menunjukkan pada Easa bahwa
mereka tidak akan menolerir reformasi kaum Nasrani meski garis darahnya tak
bercela. "Dan siapa dia?" tanya Easa tenang. "Yohanes."
"Sang pembaptis?" Lazarus tak percaya.
"Ia keluarga Singa," sebuah suara yang juga keras terdengar, Maria tidak
mengenal suara itu. Kemungkinan imam yang lebih muda, Caiaphas, menantu Annas.
"Dia bukan dari keturunan Daud," suara Easa tetap tenang.
"Ya." Yang ini suara Annas. "Tapi ibunya berasal dari garis keturunan imam-imam
Harun dan ayahnya dari kaum Zadok.
Orangorang menganggapnya pewaris rasul Elijah. Fakta ini cukup untuk mengalihkan
orang agar mengikutinya, jika ia menikah dengan mempelai yang sesuai."
Mereka telah berkomplot. Annas datang untuk meng amankankan pertunangan Maria
dengan seorang calon mesias dari pilihan mereka. Ia menjadi komoditas yang
mereka butuhkan untuk mengesahkan suatu kerajaan.
Suara berikutnya adalah teriakan marah. Maria belum pernah bertemu Yakobus, adik
Easa, tapi ia menduga lelaki itulah yang berteriak. Suaranya mirip Easa, hanya
saja tanpa ketenangan yang tetap terjaga.
"Kau tidak bisa mengambil dan memilih mesias seperti barangbarang di pasar. Kita
semua tahu, Yeshua adalah orang yang dikuduskan untuk memimpin kalangan kita
tanpa paksaan. Betapa lancangnya kau mengambil pengganti karena
kau mencemaskan kedudukanmu sendiri."
Teriakan memuncak seiring lelaki-lelaki itu saling membentak agar didengarkan.
Maria berusaha mencerna suarasuara dan katakata itu, tapi sekarang ia gemetar.
Segalanya akan berubah. Ia bisa merasakannya hingga ke sumsum tulang.
Perintah Annas melengking di antara suarasuara yang lain.
"Lazarus, sebagai pelindung gadis ini, hanya kau yang bisa mengambil keputusan
untuk memutus pertunangan ini dan mempersembahkan putri Benjamin kepada calon
yang kami pilih. Sekarang keputusan ada di tanganmu. Tapi jika boleh aku ingatkan, ayahmu seorang Farisi sekaligus abdi setia Rumah Tuhan. Aku
mengenalnya dengan baik. Ia pasti mengharapkanmu melakukan yang terbaik bagi
umat." Maria bisa merasakan beban berat yang diemban Lazarus dari sebelah ruangan.
Memang benar, ayah mereka mengabdi pada Rumah Tuhan dan seorang yang berbakti
pada hukum hingga kematiannya.
Ibunya seorang Nasrani, tapi tak ada pengaruhnya bagi orangorang seperti mereka.
Lazarus telah bersumpah pada ayah mereka di ranjang kematiannya bahwa ia akan
menegakkan hukum dan menjaga kedudukan keluarga Benjamin dengan segala cara.
Sekarang, pilihan menakutkan menantinya.
"Kau ingin menikahkan adikku dengan sang Pembaptis?" tanya Lazarus hatihati.
"Dia seorang yang luhur dan seorang rasul. Begitu Yohanes dinobatkan sebagai
mesias maka sebagai istri, adikmu akan memiliki status yang sama, yang ia
peroleh bersama lelaki ini," jawab Annas.
"Yohanes seorang asketik, pertapa," sela Easa. "Dia tidak berhasrat atau
membutuhkan seorang istri.
Ia memilih hidup menyendiri karena merasa akan membuatnya lebih bisa mendengar
suara Tuhan. Apakah kau hendak merusak pertapaannya dan mengakhiri pengabdiannya yang mulia
dengan memaksanya masuk ke dalam suatu pernikahan berikut segala tanggung jawab yang
diatur dalam hukum?"
"Tidak," jawab Annas, "kami tidak memaksa Yohanes. Ia akan menikah dengan gadis
ini untuk meneguhkan statusnya sebagai mesias. Setelah itu, istrinya akan
menetap dalam rumah keluarganya dan Yohanes bisa kembali memberikan khotbah.
Istrinya akan melaksanakan tugas agung berdasarkan hukum, demikian pula
Yohanes." Maria mendengarkan sembari berdoa agar nyeri di perutnya tidak membuatnya
menyerah sehingga tempat persembunyiannya terbongkar. Ia tahu "tugas-tugas agung
berdasarkan hukum" adalah melahirkan, memiliki anak bersama Yohanes sang
pertapa. Lelaki-lelaki itu tampaknya belum puas dengan mencabut kegembiraan
tertinggi yang ia impikan, yaitu menikah dengan Easa. Mereka juga berusaha
menyingkirkan Easa dari posisinya sebagai calon raja.
Kemudian lahirlah gagasan tentang sang Pembaptis itu sendiri. Maria belum pernah
berjumpa dengan lelaki yang berkhotbah di tepian sungai Yordania ini. Tapi
temperamen kedua lelaki itu sangat berbeda. Easa menggambarkan Yohanes sebagai
hamba Tuhan yang sangat baik dan seorang lelaki bijak dan luhur. Tapi Easa juga
melihat keterbatasan Yohanes. Easa pernah menjelaskan ini kepada Maria ketika ia
bertanya tentang imam yang penuh semangat dan yang membaptis dengan air.
Yohanes menjauhi wanita, orangorang di luar Yahudi, pakaian mewah, atau apa pun
yang ia pandang tidak suci. Sementara Easa percaya bahwa firman Tuhan berlaku
bagi semua umat yang mau mendengarkan. Firman Tuhan bukanlah pesan untuk kalangan tertentu, melainkan
kabar baik untuk semua orang, begitu Easa menjelaskan. Inilah perbedaan yang
menimbulkan perselisihan antara Easa dan Yohanes.
Yohanes banyak menghabiskan waktu di pantai Laut Mati yang tandus selepas
kematian kedua orangtuanya. Ia menjadi begitu terikat dengan Qumran Eseni di
sana, sebuah sekte pertapa yang banyak memberlakukan bentuk-bentuk ketaatan yang
sangat ketat. Sekte Qumran hidup di tengah kondisi keras dan mencela orangorang
yang mereka anggap "pengejar kenikmatan". Mereka
menyebut-nyebut perihal Guru Keadilan yang akan menanamkan pertobatan dosa dan
kepatuhan hakiki pada hukum.
Easa juga pernah tinggal di tengah-tengah kaum Eseni dan telah menggambarkan
kehidupan mereka kepada Maria. Ia menghormati pengabdian mereka kepada Tuhan dan
hukum, dan mendoakan kebaikan dan kemuliaan bagi mereka. Easa memiliki banyak sahabat dekat dari
kalangan Eseni, dan menjalani meditasi dalam kesendirian mutlak di Qumran. Tapi,
Yohanes mengembangkan bentuk-bentuk ketaatan Eseni yang ketat sementara Easa
pada hakikatnya menolak banyak keyakinan mereka karena menganggapnya keras dan
menghakimi. Easa memberi penjelasan mendetail tentang Yohanes
kepada Maria, tentang diet aneh dalam tradisi Qumran, yaitu belalang dan madu.
Juga tentang pakaian mereka yang tidak lazim, terbuat dari kulit hewan dan bulu
unta yang kasar sehingga menimbulkan rasa gatal dan melukai kulit. Ia
menjelaskan betapa sepupunya, sang Pembaptis, memilih hidup di alam terbuka,
beratapkan langit, tempat ia merasa lebih dekat dengan Tuhan. Lingkungan ini
kurang layak bagi seorang wanita terhormat atau seorang anak.
Dan tentunya bukan untuk kehidupan semacam ini Maria Magdalena dipersiapkan
selama usia belianya. Sekarang semuanya terserah pada Lazarus, pikir Maria sedih. Lelaki-lelaki itu
masih berdebat di ruangan sebelah sementara air mata membasahi pipi Maria. Ia
tak lagi bisa membedakan satu suara dari suara yang lain. Yang manakah suara
Lazarus dan apa yang ia katakan" Kakaknya itu mencintai dan menghormati Easa,
sebagai seorang lelaki dan sebagai seorang keturunan Daud. Meskipun ia tidak
pernah melakukan pembaruan sebagaimana yang dilakukan orang Nasrani. Lazarus
orang yang sangat memegang tradisi. Ayah mereka seorang Farisi sekaligus donatur
besar bagi Rumah Tuhan di Yerusalem.
Jonathan Annas memaksanya untuk mengambil pilihan yang menyiksa. Jika ia
mendukung Easa, raja agung yang sah dan pewaris berbagai nubuat, ia akan
disingkirkan dari Rumah Tuhan. Itulah maksud tersirat dari katakata sang imam
besar. Dengan begitu Lazarus sebenarnya tidak memiliki pilihan selain bersekutu dengan
orangorang Nasrani, menyuburkan kredo pembaruan yang tidak ia yakini.
Jalan tengah yang menggembirakan orangorang,
termasuk Lazarus, tersedia asalkan Easa diterima baik oleh orang Nasrani maupun
para imam Rumah Tuhan. Tapi malam ini terjadi perselisihan yang mengkhawatirkan.
Suatu perpecahan antara dua kelompok yang akan menimbulkan permusuhan di antara
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keluarga-keluarga besar Israel dan membuka jalan bagi permusuhan yang lebih
pedih lagi, Persoalan ini melibatkan suatu pilihan yang kelak terbukti
menyengsarakan banyak orang.
Tapi pada saat itu, Maria hanya memikirkan satu pilihan.
Suatu keputusan yang diambil oleh Lazarus demi menegakkan aturan para imam Rumah
Tuhan. Keputusan yang akibatnya jauh lebih dahsyat dibandingkan terkoyaknya impian
Maria sejak kecil dan memaksanya untuk menjalin suatu pernikahan yang tidak ia
inginkan. Pilihan itu mau tak mau akan mengubah arah sejarah ribuan tahun
mendatang. f Easa bersepakat dengan Lazarus malam itu: ia ingin dirinyalah yang menyampaikan
berita itu kepada Maria. Lazarus setuju, mungkin dengan perasaan lega, dan Maria
dibawa ke suatu kamar tertutup untuk bertemu dengan lelaki yang sedari dulu ia
yakini akan menjadi suaminya.
Ketika Easa melihat tubuh yang bergetar dan wajah bersimbah air mata itu,
tahulah ia bahwa Maria telah mendengarkan percakapan mereka. Dan ketika Maria
melihat kepedihan di mata Easa, tahulah ia bahwa takdirnya telah tertutup. Ia
menghambur ke dalam pelukan Easa dan menangis hingga tak ada air mata yang
tersisa. "Tapi mengapa?" tanya Maria. "Mengapa kau setuju pada semua ini" Mengapa kau
membiarkan mereka mengambil kerajaan milikmu?"
Easa mengusap-usap rambut Maria untuk menenangkannya, dan tersenyum dengan
caranya yang menghibur. "Barangkali kerajaanku bukan di bumi ini, Merpati Kecil."
Maria menggelengkan kepala. Ia tidak paham. Easa melihat sikapnya dan
melanjutkan penjelasan. "Maria, tugasku adalah mengajarkan Jalan Terang, menunjukkan pada umat bahwa
kerajaan Tuhan akan datang, bahwa kita memiliki kekuatan untuk membebaskan diri
dari segala tekanan, di sini dan sekarang. Aku tidak membutuhkan mahkota atau
kerajaan duniawi untuk menunaikan tugas. Yang aku butuhkan hanyalah menjangkau
sebanyak mungkin orang untuk membagi firman Tuhan tentang
JalanNya bersama mereka. "Aku selalu berpikir akan mewarisi mahkota Daud dan kau akan duduk di sampingku.
Tapi seandainya keduanya tidak terwujud di dunia ini, kita mesti memasrahkannya
sebagai kehendak Tuhan."
Maria merenungkan katakata Easa. Berusaha keras untuk tegar dan menerima ucapan
itu. Ia dibesarkan sebagai seorang putri. Itulah sebabnya ia diberi nama Maria. Suatu
gelar yang hanya diberikan kepada putri-putri keluarga terhormat dalam tradisi
Nasrani. Maria juga dilatih oleh para perempuan Nasrani, yang dipimpin oleh
ibunda Easa. Maria Agung telah mengambil alih tugas mendidik Maria sejak ia
masih sangat kecil. Ini dilakukan untuk mempersiapkannya mengarungi kehidupan
bersama Putra Daud. Tapi selain itu, Maria Agung juga mengajarkan hikmah-hikmah
spiritual berdasarkan kredo pembaruan. Begitu menikah dengan Easa, Maria akan
mengenakan selubung merah para imam wanita Nasrani.
Selubung yang juga dikenakan Maria Agung.
Tapi kini, semua itu tak akan terjadi. Maria tidak sanggup kehilangan semua itu
dan menangis kembali. Saat itulah, suatu pikiran buruk tak mampu ia cegah dan
isakan pilu mengguncang dirinya.
"Easa?" bisiknya, takut menyampaikan pertanyaan.
"Ya?" "Siapa siapa yang akan menikahiku sekarang?" Easa memandangnya dengan kelembutan
tiada banding hingga Maria merasa jantungnya akan meledak. Easa meraih tangan Maria
dan berkata dengan suara halus, tapi tegas.
"Apakah kau ingat ucapan ibuku ketika terakhir kali kau berkunjung ke rumah
kami?" Maria mengangguk, tersenyum di antara derai tangis. "Aku tak akan lupa. Ia
berkata, 'Tuhan telah menjadikanmu pasangan yang sempurna bagi putraku. Kalian
berdua akan menjadi satu tubuh. Tak akan ada lagi dua, melainkan satu. Dan
segala yang telah disatukan Tuhan, tak ada manusia yang dapat memisahkannya.'"
Easa mengangguk. "Ibuku adalah wanita paling bijaksana dan seorang rasul besar.
Ia tahu bahwa Tuhan telah menciptakanmu untukku. Jika Tuhan memutuskan dalam
rencananya bahwa aku tidak akan memilikimu, maka tak akan ada yang lain
untukku." Rasa lega menjalar di tubuh Maria. Satu hal yang tidak sanggup ia hadapi adalah
adanya perempuan lain di sisi Easa.
Tapi ada pikiran lain yang menyentak kesadarannya.
"Tapi...jika aku harus menjadi istri Yohanes... ia tak akan mengizinkan aku menjadi
imam Nasrani." Easa terlihat berpikir keras sebelum menjawab. "Tidak, Maria. Yohanes akan
mendorongmu mengikuti hukum dengan ketaatan penuh. Ia mengecam pembaruan orangorang kita,
dan barangkali ia akan bersikap tegas padamu dan menetapkan hukuman keras. Tapi
ingatlah kata-kataku kepadamu, juga pesan yang diajarkan ibuku. Kerajaan Tuhan
ada dalam hatimu, tidak ada seorang penindas pun tidak orang Romawi, bahkan
tidak pula Yohanes dapat merenggutnya darimu."
Easa mengangkat dagu Maria dan menatap lurus ke mata besar berwarna cokelat itu.
"Dengarkan aku baikbaik, Merpatiku. Kita harus menempuh jalan ini dengan besar
hati, dan kita harus menunjukkan sikap yang benar terhadap anakanak Israel. Ini
berarti aku tidak bisa menentang Jonathan Annas dan Rumah Tuhan sekarang. Aku
akan menegakkan keputusan mereka agar ajaran JalanNya bisa terus berlanjut
dengan damai dan tumbuh subur di wilayah ini. Dan aku telah menyepakati dua hal
sebagai bukti dukunganku. Aku dan ibuku akan menghadiri pernikahanmu dengan
Yohanes dan aku akan mengizinkan Yohanes membaptisku di hadapan khalayak untuk
menunjukkan bahwa aku mengakui otoritas spiritualnya."
Maria mengangguk dengan pilu. Ia akan menempuh jalan yang kini tergelar di
hadapannya. Inilah tanggung jawabnya sebagai seorang putri Israel. Katakata
cinta dan kekuatan dari Easa membuatnya mampu melalui semua ini.
Easa mencium sekilas kepala Maria lalu berpaling untuk pergi.
"Untuk orang yang begitu mungil, kau sungguh kuat," katanya lembut. "Aku selalu
melihat kekuatan dalam dirimu.
Suatu hari, kau akan menjadi ratu yang hebat, seorang pemimpin umat kita."
Easa berhenti di ambang pintu untuk menatap Maria terakhir kalinya lalu
meninggalkannya dengan ucapan terakhir.
Ia berkata dengan tangan diletakkan di dada. "Aku selalu bersamamu."
f Yohanes Pembaptis bukanlah orang yang mudah dibohongi seperti yang diduga
Jonathan Annas dan dewannya.
Saat mereka menemuinya guna menyampaikan usulan itu, Yohanes menjadi murka. Ia
menganggap mereka melanggar kebenaran dan menyebut mereka ular. Ia juga
memperingatkan bahwa sudah ada mesias dalam diri sepupunya, seorang rasul yang
dipilih Tuhan, dan bahwa ia, Yohanes, tidak layak mengisi posisinya. Para imam
itu mengemukakan alasan bahwa orangorang menjuluki Yohanes
sebagai rasul yang lebih besar, pewaris Eliah.
Tapi Yohanes menukas. "Tapi aku bukan semua itu."
"Jadi katakanlah pada kami siapa engkau agar kami bisa memberitahu orangorang
Israel siapa yang akan mengikutimu sebagai seorang rasul dan raja," pinta
mereka. Yohanes memberi jawaban yang penuh teka-teki. "Aku adalah suara di alam
terbuka." Ia menyuruh orangorang Farisi itu pergi. Tapi sang imam muda yang cerdik,
Caiaphas, menangkap ungkapan
aneh Yohanes, "Aku adalah suara di alam terbuka," sebagai suatu kutipan dari
ucapan rasul Yesaya. Apakah Yohanes sesungguhnya menyebut dirinya seorang rasul lewat suatu teks yang
membingungkan" Apakah ia tengah menguji para imam"
Rombongan imam itu kembali lagi keesokan harinya. Kali ini mereka menyampaikan
permohonan pembaptisan kepada Yohanes. Sepupu Easa ini menegaskan mereka untuk
melakukan pertobatan atas segala dosa tanpa mempertimbangkan permintaan itu.
Sikap ini membuat para imam marah. Tapi mereka sadar, mereka harus mengikuti
cara Yohanes jika tidak ingin kehilangan lelaki yang menjadi kunci strategi
mereka. Menerima pembaptisan dari Yohanes akan menguatkan posisi mereka mengingat
banyaknya orang yang menganggap Yohanes sebagai rasul. Memang inilah tujuan
mereka. Setelah para imam meneguhkan pertobatan, Yohanes melakukan baptis selam kepada
mereka di Yordania. Tapi ia juga mengingatkan, "Aku tentu akan membaptis kalian
dengan air, tapi di mata Tuhan, dia yang datang sesudahku akan lebih berkuasa
dibandingkan aku." Para imam tetap bersama Yohanes sepanjang hari itu dan menyampaikan rencana
mereka begitu gerombolan orang telah pergi dari tepi sungai. Yohanes tidak
menginginkan apa-apa. Di antara isu-isu yang ia tolak, mengambil seorang
perempuan untuk dijadikan istri adalah isu yang paling ia tentang, apalagi gadis
itu tunangan sepupu nya. Tapi dewan imam telah siap dengan keberatan Yohanes dan
telah memikirkan hal ini masakmasak sebelumnya. Mereka lalu bercerita tentang
Lazarus, lelaki bijak dan terhormat dari keluarga Benjamin, dan
bagaimana ia merasa cemas bahwa adiknya yang saleh akan menikah dengan seseorang
yang membawa pengaruh Nasrani.
Sang Pembaptis tergugah dengan pernyataan ini. Gagasan itu merupakan
kelemahannya. Meskipun tunduk pada nubuat bahwa Yeshua adalah lelaki terpilih,
ia semakin cemas melihat jalan yang ditempuh sepupunya yang berkumpul dengan
orangorang Nazaret. Selain itu, ia melihat pelanggaran mereka yang dilakukan
secara terang-terangan. Yohanes membubarkan para imam dan menyudahi pembicaraan.
Para imam pun pulang tanpa mendengar perubahan keputusan Yohanes.
Selang beberapa saat, Easa tiba di tepi timur Yordania untuk memenuhi janji
kepada Annas. Kerumunan pengikut Easa menyertainya dan pertemuan dua sosok penting ini menarik
perhatian masyarakat yang tinggal di sepanjang tepi sungai.
Yohanes mengangkat tangan untuk menghentikan langkah Easa.
"Kau datang untuk pembaptisan?" tanyanya. "Barang kali akulah yang lebih perlu
dibaptis olehmu, karena engkaulah orang yang dipilih Tuhan."
Easa membalas dengan tersenyum. "Sepupuku, beginilah yang harus terjadi
sekarang. Kami harus meng ikuti jalan keadilan."
Yohanes mengangguk, tidak menunjukkan rasa terkejut atau emosi lain mendengar
ungkapan penerimaan Easa yang terang-terangan. Inilah pertama kalinya mereka berkumpul
bersama sejak tipuan yang dilancarkan Jonathan Annas dan kesempatan pertama
untuk menakar karakter masingmasing. Sang Pembaptis membawa Easa menjauhi kerumunan dan berbicara dengan sangat
hatihati tanpa melecehkan perspektif sepupunya.
"Dia yang memiliki mempelai wanita adalah pengantin
pria." Easa tidak menunjukkan reaksi apa pun. Ia hanya mengangguk tanda setuju.
Yohanes melanjutkan, "Tapi teman sang pengantin pria yang berdiri dan
mendengarkannya menyambut gembira suara pengantin pria. Aku bisa bergembira dengan anugerah
keadilanmu yang tidak mementingkan diri sendiri, jika benar kau memberinya
dengan ikhlas." Easa mengangguk lagi. "Aku akan menjadi teman sang pengantin pria. Aku harus
mengalah demi kejayaan, maka lakukanlah."
Ini adalah permainan katakata, tahan jiwa, antara dua rasul besar, ketika
keduanya saling menghormati pendirian politik masingmasing. Puas karena sang
sepupu setuju menyerahkan kedudukan dan mempelainya, Yohanes beralih ke
kerumunan orang di tepian Yordania. Ia mengeluarkan
pengumuman kepada khalayak setelah meminta Easa melangkah ke depan.
"Sesudahku akan datang lelaki ini, yang ditunjuk sebelumku, karena dialah yang
dipilih sebelum aku."
Easa menyelam ke dalam sungai sementara katakata Yohanes terdengar. Sikap ini
telah dipertimbangkan dengan seksama. Jika Yohanes mengambil posisi sebagai mesias,
maka Easa akan mewarisi kedudukannya seandainya terjadi sesuatu.
"Dialah yang dipilih sebelum aku" adalah isyarat jelas bahwa Yohanes tetap
mengakui nubuat sejak kelahiran Easa. Ucapan ini melindungi Yohanes bersama kaum
pertengahan yang mendukungnya dan takut dengan pembaruan orangorang Nasrani,
tapi tetap menghormati Easa sebagai putra yang disebut dalam nubuat. Kata kata pertamanya,
"Sesudahku akan datang lelaki ini," adalah indikasi bahwa Yohanes mengambil
peran sebagai orang yang dipilih.
Yohanes, pengkhotbah yang hidup di alam terbuka dengan pakaian kasar dan gayanya
yang bak malaikat, barangkali mudah diremehkan. Tapi tindakan dan sabda-sabdanya
di tepian Sungai Yordania hari itu menunjukkkan bahwa dia seorang politisi yang
jauh lebih cakap dibandingkan yang dibayangkan kebanyakan orang.
Setelah Easa keluar dari sungai, kerumunan orang menyambut kedua lelaki ini, dua
rasul yang berkerabat yang telah mendapat sentuhan Tuhan. Namun keheningan
melanda lembah itu ketika seekor merpati putih yang melayang dari angkasa,
dengan anggunnya bertengger di kepala Easa, sang Putra Daud. Momen ini dikenang
oleh masyarakat Lembah Yordania dan generasi-generasi yang hidup jauh setelah
mereka. f Keesokan harinya, Caiaphas kembali ke Sungai Yordania bersama kelompok
orangorang Farisi. Rencana menyangkut Yohanes telah ia pikirkan masakmasak. Pembaptisan Easa
kemarin bukanlah sesuatu yang ia dan Annas rencanakan.
Mereka menyangka, dengan menyetujui pembaptisan Easa maka otoritas Yohanes akan
diakui secara luas. Ternyata peristiwa itu malah mengingatkan orang bahwa sosok
Nasrani yang menyusahkan itu adalah lelaki yang dipilih berdasarkan nubuat.
Sekarang orangorang Farisi
harus mengikis dampak pandangan bahwa Easa adalah sang Mesias, bahkan lebih dari
sebelumnya. Satusatunya cara yang bisa ditempuh adalah memindahkan gelar mesias itu kepada
orang lain secepat mungkin. Dan satu satunya calon yang bisa diterima adalah
Yohanes. Tapi Yohanes merasa resah dengan isyarat merpati
itu. Bukankah burung yang muncul dari langit setelah proses pembabtisan membuktikan
bahwa Easalah orang yang dipilih Tuhan" Yohanes menjadi ragu, akhirnya ia
mengambil keputusan untuk kembali mendukung kedudukan sepupunya. Namun Caiaphas,
murid teladan mertua nya, Annas, telah
memperhitungkan kemungkinan ini. Ia melancarkan taktik lain.
"Sepupu Nazaretmu itu bersama orangorang lepra hari ini," katanya memberitahu.
Yohanes tercengang. Tak ada yang lebih kotor dibandingkan orangorang hina yang
diabaikan oleh Tuhan itu. Dan mendekati mereka setelah pembaptisan adalah sikap
yang tidak masuk akal. "Kau yakin berita itu benar?" tanya Yohanes.
Caiaphas mengangguk pasti. "Ya, aku menyesal telah mengabarkan berita ini. Ia
berada di tempat yang paling tidak bersih pagi ini. Aku mendapat kabar bahwa ia
berkhotbah tentang kerajaan Tuhan kepada mereka. Ia bahkan membolehkan mereka
menyentuh tubuhnya."
Yohanes kaget karena Easa telah melangkah sejauh ini, dan secepat ini. Ia mafhum
bahwa orangorang Nazaret sangat berpengaruh terhadap sepupunya. Bukan kah ibunya
seorang Maria dan pemimpin kalangan itu" Tapi dia seorang perempuan dan
karenanya tidak begitu penting kecuali pengaruhnya besar terhadap putranya.
Namun jika Easa berkumpul dalam dunia orangorang tidak bersih, bahkan belum
genap sehari setelah pembaptisannya, barangkali Tuhan mengalihkan pilihan
kepadanya. Dan ada seorang gadis yang mesti dipikirkan. Yohanes merasa sangat terusik
lantaran gadis itu dinamai Maria. Itu adalah nama Nasrani, suatu tanda bahwa
gadis itu dididik dengan cara mereka yang menurutnya tidak layak. Diyakini,
Maria adalah Putri Sion seperti yang diungkapkan dalam kitab rasul Mikha. Uraian
itu mengacu pada Migdal-Eder, Menara Jemaat, seorang perempuan gembala yang akan
memimpin umat: "Dan kau, Wahai Menara Jemaat, benteng putri Sion, kepadamulah
akan datang...Kerajaan akan datang kepada putri Yerusalem."
Jika Maria adalah perempuan yang dimaksud dalam nubuat, maka Yohanes memiliki
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanggung jawab untuk memastikan gadis itu tetap di dalam jalan kebenaran.
Caiaphas telah meyakinkan Yohanes bahwa gadis itu masih belia dan tentunya cukup
saleh untuk mendapat didikan yang dipandang Yohanes sesuai dengan hukum yang
paling tradisional. Bahkan kakak Maria sendiri memohon mereka untuk melakukan
hal ini sebelum terlalu terlambat. Pertunangan putri Benjamin ini dengan Easa
telah lenyap berdasarkan pengajaran Nasraninya.
Ini selaras dengan hukum. Bukankah sang imam besar, Jonathan Annas, sendiri yang
menulis naskah pembatalan itu"
Yang paling penting, Easa dan pengikut-pengikut Nasraninya tidak keberatan
dengan keputusan ini. Mereka berjanji akan mendukung kedudukan Yohanes sebagai orang yang terpilih.
Easa bahkan setuju untuk menghadiri pesta pernikahan sebagai bukti dukungannya.
Tak ada sesuatu dalam usulan ini yang ditolak. Jika Yohanes
menikah dengan putri Benjamin dan menjadi seorang yang terpilih maka jumlah
pembaptisannya akan meningkat sepuluh kali lipat. Ia akan merengkuh jauh lebih
banyak pendosa dan dapat menunjukkan jalan pertobatan kepada mereka. Ia akan
menjadi Guru Keadilan berdasarkan nubuat leluhur mereka.
Membayangkan kesempatan untuk menyadarkan lebih banyak pendosa dan mengajarkan
jalan pengampunan Tuhan kepada anakanak Israel membuat Yohanes setuju menikah dengan
putri Benjamin dan menjalani posisinya dalam sejarah masyarakatnya.
f Pernikahan Maria, putri keluarga Benjamin, dengan Yohanes Pembaptis dari
keturunan Harun dan Zadok yang mulia, bertempat di bukit Cana, Galilee. Acara
ini dihadiri orangorang terhormat dari Nazaret, juga Farisi. Menepati janji,
Easa datang bersama ibu, saudara laki-lakinya, dan sekelompok murid mereka.
Ibunda Yohanes yang saleh, Elisabeth, adalah sepupu ibunda Easa, Maria.
Elisabeth dan suaminya, Zakharia, telah meninggal bertahuntahun sebelum
pernikahan putra mereka. Tak ada kerabat langsung Yohanes yang mengurusi acara
ini sedangkan Yohanes sendiri tidak paham dan juga tidak begitu peduli tentang
protokol pesta pernikahan. Melihat para tamu tidak dijamu secara layak, Maria
Agung, selaku perempuan tertua dalam keluarga Yohanes, mengambil alih tugas ini.
Ia mendekati tempat duduk putranya bersama beberapa pengikutnya dan berkata,
"Anggur yang mereka sediakan tidak mencukupi."
Easa mendengarkan ucapan ibunya baikbaik. "Apa hubungannya denganku?" tanyanya.
"Ini bukan pernikahanku.
Tidak pantas jika aku ikut campur." Maria Agung tidak setuju dan berkata kepada
putranya. Pertama, ia merasa berkewajiban untuk memastikan pesta pernikahan ini berjalan
secara layak untuk menghormati Elisabeth. Tapi selain itu, Maria adalah
perempuan bijak yang tahu tentang umat dan nubuat. Inilah kesempatan untuk
mengingatkan para tokoh terhormat dan imam yang hadir akan kedudukan unik
putranya dalam komunitas mereka. Easa setuju meski dengan berat hati.
Maria memanggil para pelayan lalu memberi instruksi.
"Apa pun yang ia minta, lakukanlah tanpa bertanya tanya."
Para pelayan menunggu perintah Easa. Setelah beberapa saat, ia meminta dibawakan
enam belanga yang diisi air hingga penuh. Para pelayan memenuhi perintah nya.
Mereka meletakkan belanga tanah liat berisi air di hadapan Easa. Dengan mata
terpejam, Easa membaca doa sementara tangannya memegang masingmasing belanga
secara bergantian. Setelah selesai, ia menyuruh para pelayan menuangkan cairan
itu. Pelayan pertama menuangkan cairan itu ke cangkirnya. Belanga tanah liat itu
ternyata tak lagi berisi air, melainkan anggur merah yang manis dan lezat.
Easa menyuruh seorang pelayan membawakan secangkir anggur untuk Caiaphas yang
adalah penyelenggara pesta. Caiaphas mengangkat gelasnya kepada Yohanes,
sang mempelai pria, dan memuji kelezatan anggur.
"Kebanyakan orang menyajikan anggur terlezat di kesempatan pertama dan menyimpan
anggur berkualitas buruk untuk momen terakhir, saat hanya sedikit orang yang tahu,"
gurau Caiaphas. "Tapi kau menyimpan anggur terbaik untuk momen terakhir."
Yohanes memandang Caiaphas dengan bingung. Baik ia maupun sang imam sama sekali
tidak tahu apa maksudnya. Satusatunya hal yang menandakan terjadinya peristiwa
tidak lazim hanyalah beberapa pelayan yang saling berbisik, juga beberapa murid
Nasrani. Tapi tak lama kemudian semua orang di Galilee mengetahui peristiwa yang
terjadi di acara pernikahan itu.
f Setelah pernikahan Yohanes dan Maria, tidak ada orang yang membicarakan kedua
mempelai. Tentu saja, penyatuan agung itu tenggelam lantaran sesuatu yang lebih
menggemparkan. Topik pembicaraan orang adalah mukjizat sang rasul muda yang
mengubah air menjadi anggur. Di wilayah Galilee utara ini, nama Easa menjadi
buah bibir semua orang. Dialah satusatunya mesias, terlepas manipulasi yang bersumber dari Rumah Tuhan.
Kekuasaan dan popularitas Yohanes berkembang di wilayah selatan, mulai dari
tepian Yordania di dekat Jericho, terus melewati Yerusalem hingga ke wilayah
gurun Laut Mati. Dikipas-kipasi para imam Rumah Tuhan, jumlah pengikut Yohanes membengkak hingga
tepian sungai dibanjiri orang yang meminta dibaptis. Yohanes mendesak
mereka untuk menjalankan hukum dengan cara yang paling ketat. Ini mengakibatkan
jumlah korban persembahan meningkat demikian pula peti mati di Rumah Tuhan. Tapi
semuanya puas dengan hasil kesepakatan mereka.
Semuanya kecuali Maria Magdalena, yang kini menikah dengan sang Pembaptis.
Barangkali keengganan mereka untuk disatukan memang ada baiknya. Yohanes hanya
ingin tetap berada di alam terbuka dan melaksanakan perintah Tuhan. Namun ia
tidak ingin melanggar hukum yang mengharuskan pria membuahi pasangannya dan
berketurunan. Ia harus mengunjungi istrinya pada waktu-waktu tertentu untuk
alasan berketurunan. Tapi di luar waktu-waktu yang secara khusus diatur dalam
hukum dan tradisi, ia tidak memiliki keinginan untuk berdekatan dengan perempuan
manapun. Menetapkan tempat yang akan ditinggali Maria adalah tugas pertama setelah
Yohanes menikah. Ia tidak menutupnutupi bahwa Maria tidak disambut baik oleh
kalangan dekatnya. Tentu saja, warga Qumran Eseni tidak membiarkan perempuan
tinggal bersama mereka, melainkan dipisahkan pada rumah tersendiri karena para
wanita pada dasarnya tidak suci.
Sementara ibunda Yohanes telah mangkat sehingga keadaan menjadi sulit. Jika saja
ia masih hidup, Maria bisa tinggal bersamanya.
Topik ini menjadi bahan pembicaraan Yohanes dan Lazarus sebelum pernikahan
berlangsung. Maria sendiri telah memberitahukan keinginannya pada sang kakak.
Lazarus mendesak agar adiknya diperbolehkan tetap tinggal bersamanya dan Martha
di rumah keluarga mereka di Magdala dan Behtany.
Dengan begitu, Maria tidak sendirian dan dijaga oleh kedua orang yang saleh itu.
Dan Bethany tidak jauh dari Jericho, ini memudahkan Yohanes yang harus
mengunjungi istrinya, meski sekali-sekali.
Inilah jalan keluar yang pantas dan mudah bagi Yohanes, lelaki yang tidak
terlalu berminat dengan aktivitas umum Maria selain memastikan bahwa ia menjaga
sikap sebagai perempuan saleh dan bertobat. Maria adalah calon ibu bagi
putranya, jadi ia tidak boleh memiliki cela. Maria meyakinkan Yohanes bahwa ia
akan mematuhi kakaknya, seperti yang selalu ia lakukan, selama Yohanes pergi. Ia
berusaha tidak menunjukkan rasa gembiranya ketika kesepakatan itu tercapai.
Namun kegembiraan Maria tidak berlangsung lama karena Yohanes menetapkan aturan-
aturan lain. Ia tidak memperkenankan Maria mendengarkan ajaran Nasrani. Maria
tidak boleh berkunjung ke rumah Maria Agung, guru dan sahabat yang paling ia
kagumi. Dan Maria tidak boleh berada di tempat Easa berkhotbah. Yohanes merasa
kesal karena sebagian muridnya sendiri meninggalkan tepi Yordania untuk
mengikuti sepupunya. Sang Pembaptis mengecam mereka karena telah menjadi orang
Nasrani dan menyebut mereka "pencari kesenangan". Permusuhan perlahan berkembang
di antara dua kependetaan yang jauh berbeda: Easa yang Nasrani dan Pembaptis yang pertapa.
Yohanes tidak ingin dibuat malu oleh istrinya sendiri. Jadi Maria tidak boleh
bersamasama dengan orang Nasrani. Yohanes mengambil sumpah Lazarus untuk
memastikan hal ini. Maria yang muda, lugu, dan senantiasa dikelilingi dengan rasa cinta dan
penerimaan, tergoda untuk membantah. Tapi saat berusaha melontarkan keberatan,
ia mendapat bentakan suaminya untuk kali pertama. Tamparan tangan kiri Yohanes
membekas di pipi Maria sepanjang hari itu sebagai peringatan keras bahwa ia
harus selalu patuh pada suaminya. Hari itu juga sang Pembaptis meninggalkan sang
istri di rumahnya di Magdala tanpa mengucapkan selamat tinggal.
f Maria ketakutan jika Yohanes berkunjung. Ia bersyukur karena hal itu tidak
sering dan setelah dipisahkan waktu yang lama.
Yohanes hanya datang ke Bethany jika ia berada di daerah itu karena keperluannya
sendiri, biasanya ketika bepergian dari wilayahnya di tepi sungai ke Yerusalem.
Secara formal ia menanyakan kesehatan Maria, dan jika sesuai dengan hukum, ia
menjalani tugas-tugas seorang suami. Dalam kunjungan seperti itu, Yohanes
meluangkan waktu untuk memberi instruksi kepada Maria tentang hukum,
menyampaikan kewajiban untuk bertobat, dan memberi nasihat bahwa kerajaan Tuhan
akan datang. Sebagai seorang putri dari keluarga Benjamin, Maria tahu tidaklah pantas
membandingkan suaminya dengan orang lain.
Tapi ia tidak tahan. Siang dan malamnya dipenuhi bayangan akan Easa dan segala
ajarannya. Ia merasa takjub karena baik Easa maupun Yohanes berkhotbah tentang
hal yang sama bahwa kerajaan Tuhan akan datang namun maknanya jauh berbeda.
Menurut Yohanes, pesan itu mengisyaratkan malapetaka, suatu peringatan
menakutkan bagi mereka yang berdosa. Menurut Easa, pesan itu adalah kesempatan
indah bagi semua orang yang membuka hati kepada Tuhan.
Suatu hari, Maria mendapat kabar bahwa Easa akan datang ke Bethany bersama
ibunya dan sekelompok pengikut Nasrani.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hati Maria dipenuhi rasa bahagia.
f "Mereka tidak akan tinggal di sini. Dan kau tidak boleh menemui mereka, Maria.
Suamimu telah melarang," Lazarus memasang wajah seperti batu mendengar
permohonan Maria. "Mengapa kau bersikap seperti ini padaku?" isak Maria.
"Mereka adalah temanteman lamakudan sebagian di antara mereka juga teman lamamu.
Sang nelayan Petrus dan Andreas yang bermain bersama kita di tangga Capernaeum
dan pantai Galilee. Mengapa kau tidak ramah kepada mereka?"
Ketegangan akibat keputusan itu tampak di wajah kakak Maria. Menjauhi teman masa
kecil, juga Easa dan Maria Agung yang dinisbahkan sebagai anakanak Daud, adalah
keputusan yang menyiksa. Tapi Lazarus telah mendapat perintah dari imam besar
untuk tidak mendekati kelompok Nasrani saat mereka lewat dalam perjalanan dari
Yerusalem. Lebih jauh lagi, suami adiknya telah mengeluarkan instruksi tegas
bahwa Maria tidak boleh mendengarkan ajaran Nasrani. Lazarus sendiri telah
bersumpah untuk menjaga kesalehan Maria dalam batasan yang disampaikan suaminya.
"Aku melakukan ini demi kepentinganmu, Adikku."
"Apakah menikahkan aku dengan sang Pembaptis adalah demi kepentinganku?" Maria
tidak menunggu jawaban kakaknya atau melihat raut terkejut di wajahnya. Ia berlari
keluar rumah, menuju kebun. Di sana ia menumpahkan tangisnya.
"Ia sungguh-sungguh ingin melakukan yang terbaik untukmu."
Maria tidak mendengar langkah-langkah Martha mendekat.
Ia terlalu larut dalam kesedihannya. Meski sangat mencintai Martha, ia sedang
tidak ingin mendengarkan ceramah tentang kepatuhan. Maria bicara, tapi Martha
memotong. "Aku ke sini bukan untuk memarahimu. Aku datang untuk menolongmu."
Maria menatap Martha lekat-lekat. Ia belum pernah melihat Martha menentang
keinginan atau membantah kakaknya. Tapi ada suatu kekuatan tersembunyi di balik
sosok Martha. Dan sekarang, Maria melihat kekuatan itu padanya.
"Maria, kau seperti adikku sendiri, dan kadang-kadang seperti anakku sendiri.
Aku tidak sanggup melihat penderitaanmu setahun terakhir ini. Aku bangga padamu,
begitu juga kakakmu. Aku tahu, ia tidak mengatakannya padamu, tapi ia selalu
mengatakannya padaku. Kau melaksanakan kewajibanmu sebagai putri Israel yang
terhormat, dan dengan kepala tegak."
Maria menyapu air matanya sementara Martha melanjutkan. "Lazarus akan pergi ke
Yerusalem untuk urusan bisnis. Ia kembali esok malam. Orangorang Nasrani akan
berada di Bethany, berkumpul di rumah Simon."
Bola mata Maria membesar saat mendengarkan. Apa
kah yang menyampaikan siasat ini benarbenar Martha yang patuh dan saleh" "Simon"
Maksudmu di rumah itu?"
Maria menunjuk rumah yang dimaksud, letaknya tidak jauh dari rumah mereka.
Martha mengangguk. "Jika kau berhati-hati dan pergi dengan sembunyi sembunyi, aku akan mengawasi
lingkungan ini jika kau ingin menemui teman lamamu."
Maria memeluk Martha erat-erat. "Aku sayang padamu!"
"Ssst," bisik Martha, melepaskan diri dari pelukan Maria, matanya mengawasi
sekeliling untuk memastikan tidak ada orang yang melihat mereka. "Jika Lazarus
menemuimu sebelum pergi ke Yerusalem, kau harus marah padanya. Dengan begitu ia
tidak akan curiga, atau kita akan menemui kesulitan besar."
Maria mengangguk pasti, berusaha keras tidak tersenyum.
Martha bergegas masuk ke rumah untuk melihat kepergian Lazarus, meninggalkan
Maria yang menari-nari di antara pepohonan zaitun.
f Maria berjalan ke arah rumah Simon dari jalur samping.
Rambutnya yang merah dan mudah dikenali ditutup dengan tudung tebal. Setelah
mengucapkan salam, ia segera diizinkan masuk dan menatap gembira wajahwajah yang
sudah akrab dengannya. Maria mengelilingkan pandangan ke ruangan itu tapi tidak
menemukan dua wajah yang paling penting dan paling ia cintai, karena Easa dan
ibundanya belum tiba. Namun tak banyak waktu untuk
memikirkannya karena suara wanita dari arah
belakang berteriak memanggil namanya.
Maria menoleh dan melihat senyum cantik Salome, putri Herodias dan anak tiri
penguasa wilayah Galilee, Herod. Maria menjerit senang melihat sahabatnya karena
mereka samasama mengenyam pendidikan di bawah asuhan Maria Agung. Mereka saling
berpelukan dalam kehangatan dan
kegembiraan. "Apa yang kau lakukan jauh-jauh dari rumahmu?" tanya Maria.
"Ibu mengizinkan aku ikut bersama Easa dan melanjutkan pendidikanku agar boleh
mengenakan tujuh selubung." Tujuh selubung hanya boleh dikenakan oleh perempuan
yang telah dinobatkan sebagai imam besar. "Herod Antipas telah menyediakan semua
yang diinginkan ibuku. Lagi pula ia bersimpati pada orang Nasrani. Hanya sang
Pembaptis yang ia benci."
Salome buru-buru menutup mulut karena sudah kele-pasan bicara. Ia tampak malu.
"Maafkan aku. Aku lupa." Maria tersenyum sedih. "Tidak, Salome, tidak perlu meminta maaf. Aku sendiri
kadang lupa." Salome terlihat sangat iba. "Apakah menakutkan bagimu?"
Maria menggelengkan kepala. Ia mencintai Salome laiknya saudara, dan mereka
memang saling memanggil dengan sebutan itu karena tradisi para imam Nasrani.
Tapi Maria tetap seorang putri dan dididik untuk berperilaku sebagai seorang
putri. Ia tidak akan berbicara buruk tentang suaminya, apa pun alasannya.
"Tidak, tidak menakutkan. Aku jarang bertemu Yohanes."
Salome menarik kata-katanya seolah merasa perlu mengoreksi keteledorannya. "Aku
harap, aku tidak menyakiti hatimu, Saudaraku. Hanya saja sang Pembaptis
menghina ibuku. Ia menjulukinya pelacur dan penyeleweng."
Maria mengangguk. Ia sudah mendengar semua itu. Ibunda Salome, Herodias, adalah
cucu Herodes Agung dan mewarisi sebagian karakter raja keras kepala yang tidak
disukai rakyat itu. Herodias berpisah dengan suami pertamanya untuk menikah
dengan Herod Antipas. Lelaki ini memerintah Galilee dan sebelumnya telah
melakukan tindakan yang sama untuk menikah dengan Herodias, yakni menceraikan
istrinya yang berbangsa Arab. Yohanes sangat murka melihat seorang penguasa
Yahudi melakukan penghinaan hukum secara blak-blakan. Tanpa tedeng aling-aling,
ia menyebut pernikahan Herod Antipas dengan Herodias sebagai perbuatan zina.
Herod merasa gusar tapi tidak berminat menanggapi tuduhan Yohanes. Sebagai
seorang penguasa sebagian wilayah Galilee, ia sudah
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi cukup banyak tuntutan dan risiko pecutan Caesar. Rasanya tak perlu
menambah sakit kepala dengan menanggapi sikap kasar sang rasul pertapa.
Fakta bahwa Herodias adalah orang Nazaret tentu tidak membantu kasusnya dengan
Yohanes, apalagi mengubah opini Yohanes tentang kultur Nasrani. Hal itu justru
akan menambah bukti mengapa perempuan tidak boleh diberi wewenang atau bahkan
kebebasan sosial. Pendeknya, jika perempuan diberi wewenang, mereka akan menjadi
kurang ajar. Yohanes sering menjadikan Herod dan Herodias sebagai contoh
kebobrokan Nasrani. Kendati sang Pembaptis bermusuhan dengan penguasa Galilee, Easa justru sangat
dikagumi istri Herod. Ia mengirim putri semata wayangnya untuk mengenyam ajaran
JalanNya setelah usianya cukup. Salome dan Maria menjadi sangat akrab saat
mereka bersamasama di Galilee. Cinta spiritual terhadap Maria Agung dan putranya mempererat ikatan
mereka. "Saudara kita, Veronica, ada di sini," Salome yang merasa resah segera mengubah
topik pembicaraan. Kemenakan Simon, Veronica, adalah seorang gadis yang cantik dan memiliki
kualitas spiritual yang mendalam. Ia juga mendapat didikan di rumah ibunda Easa.
Maria menyayangi Veronica, ia melihat ke sekeliling, mencari wajah sahabatnya.
"Itu dia!" Salome menarik tangan Maria dan mengajaknya menghampiri Veronica.
Ketiga perempuan yang bersaudara dalam kredo Nasrani itu saling berpelukan
hangat. Tapi tak banyak waktu untuk berbincang-bincang karena Easa memasuki
ruangan. Ia diikuti sang ibu dan dua saudaranya, Yakobus dan Yudas (Jude), juga
saudarasaudara nelayan dari Galilee dan seorang lelaki berwajah tegas yang Maria
percaya bernama Filipus. Easa memberi salam kepada semua orang yang hadir, tapi
berhenti di hadapan Maria. Ia memeluk hangat Maria, tapi dalam batasan yang
wajar disertai hormat terhadap seorang wanita yang sudah bersuami. Easa menatap
Maria untuk menunjukkan rasa herannya karena ia melanggar perintah kakaknya,
tapi ia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Maria tersenyum dan meletakkan tangan di dadanya.
"Kerajaan Tuhan ada dalam hatiku, tak ada seorang penindas pun yang dapat
merebutnya dariku." Easa membalas tersenyum, suatu ekspresi kehangatan yang luar biasa, lalu
melangkah ke depan untuk menyampaikan khotbah.
f Malam itu sungguh indah, penuh dengan cinta para teman dan dunia JalanNya. Maria
hampir saja melupakan pentingnya Dunia itu bagi dirinya dan betapa Easa seorang
guru yang menggugah. Tapi duduk bersimpuh dan mendengarkan ajarannya adalah
pengalaman Kerajaan Tuhan yang nyata di dunia ini. Maria tidak bisa
membayangkan, bagaimana seseorang mengutuk katakata yang sedemikian indah, atau
mengapa seseorang secara sengaja tidak mengindahkan ajaranajaran cinta, kasih
sayang, dan kedermawanan.
Setelah berdiri untuk berpamitan, Easa mendekati Maria dan menyentuh lembut
perutnya. "Kau membawa seorang anak, Merpati Kecil."
Maria terperangah. Yohanes menginap semalaman untuk menunaikan tugas-tugasnya
saat kunjungan terakhir. Tapi Maria sama sekali tidak menyangka bahwa ia sedang
mengandung. "Kau yakin?" Easa mengangguk. "Seorang putra tumbuh dalam rahimmu.
Jagalah, Merpati Kecil. Aku harap kau melahirkan dengan selamat."
Selintas wajah Easa muram. "Katakan pada kakakmu bahwa kau harus melewati masa
persalinan di Galilee. Mintalah agar kau dibolehkan pergi pada pagi hari, saat
matahari mulai bersinar."
Maria merasa bingung. Bethany dekat dengan Yerusalem, dan bidan serta pengobatan
terlengkap tidak jauh sekiranya terjadi komplikasi. Adalah masuk akal jika ia
tinggal di sini, sedangkan Lazarus baru pulang esok hari. Tapi Easa melihat
sesuatu saat wajahnya menyuram. Sesuatu yang membuatnya mendesak Maria
agar segera meninggalkan Bethany dan pergi ke pantai Galilee.
Yang Maria tidak ketahui dalam momen nubuat itu adalah bahwa Easa melihat suatu
kebutuhan untuk membawa Maria sejauh mungkin dari Yohanes.
f "Pelacur!" Yohanes menampar Maria berkali-kali. "Aku tahu, sudah terlambat
untukmu dan ajaran Nasranimu yang kurang ajar. Berani-beraninya kau melanggar
suamimu dan kakakmu!"
Martha dan Lazarus berada di ujung lain rumah di Bethany itu. Tapi mereka bisa
mendengar kekerasan yang tengah berlangsung. Martha memekik pelan dari kamar
tidurnya saat mendengar pukulan menimpa tubuh Maria yang mungil. Ini
kesalahannya. Dialah yang memengaruhi Maria untuk melanggar perintah suami dan
kakaknya. Martha merasa dialah yang pantas menerima pukulan.
Lazarus duduk tidak bergerak, kelu karena rasa takut dan tidak berdaya. Ia marah
dengan Martha dan Maria, tapi jauh lebih prihatin terhadap pukulan yang diterima
adiknya. Ia merasa sama sekali tidak berdaya melakukan apa pun. Jika ia campur
tangan, yang ia sendiri tidak berani melakukannya, Yohanes akan merasa semakin
terhina. Lagi pula, suami memukul istri yang melanggar perintah adalah sesuatu
yang lazim. Dalam rumah tangga yang lebih tradisional, tindakan itu bahkan sudah
bisa diduga. Perlakuan Yohanes itu dilandasi penafsiran hukumnya.
Mereka masih belum tahu, dari mana Yohanes tahu bahwa Maria datang ke pertemuan
orang Nasrani. Adakah seseorang di antara mereka yang membocorkan rahasia kemarin malam"
Ataukah karunia nubuatlah yang membuatnya mengetahui kejadian itu lewat visi"
Apa pun penyebabnya, Yohanes datang ke Bethany pada siang harinya dalam keadaan
marah besar dan dengan tekad menghukum siapa pun yang terlibat dalam siasat ini.
Ia tahu bahwa istrinya yang masih belia duduk dengan penuh pengabdian di kaki
sepupunya kemarin malam. Yang lebih parah, sang istri duduk bersamasama dengan
putri Herodias, sang pelacur. Berdasarkan pemahaman Maria, sikapnya yang
bersimpati dan penuh kasih terhadap Salomelah yang menjadi biang keladi hingga
Yohanes merasa dipermalukan. Sikap itu berpotensi mencederai reputasinya.
Sialan perempuan itu! Tidakkah ia tahu, noda sekecil apa pun bisa mengotori
pengabdiannya dan menghilangkan pesan Tuhan" Inilah bukti bahwa perempuan tidak
memiliki akal, tidak memiliki kemampuan untuk berpikir matang tentang
konsekuensi tindakan mereka. Berdasarkan wataknya, perempuan adalah makhluk
pendosa, anakanak Hawa dan Isebel. Yohanes mulai berpikir bahwa perempuan
mungkin tidak akan mendapat pengampunan.
Yohanes meneriakkan ucapan-ucapan ini dan masih lebih banyak lagi. Maria
terpojok di sudut, menutupi kepalanya dengan tangan untuk melindungi wajahnya.
Tapi sudah terlambat, lingkaran biru mengelilingi salah satu matanya. Bibir
bawahnya pun membengkak dan mengeluarkan darah saat punggung tangan Yohanes
mengakibatkan giginya merobek bibir itu. Akhirnya Maria berteriak,
"Hentikan, kau menyakiti bayi ini."
Ayunan pukulan tangan Yohanes berhenti di udara. "Apa kaubilang?"
Maria menarik napas untuk menenangkan diri. "Aku mengandung."
Yohanes menanggapi dengan dingin. "Kau pelacur Nasrani yang bermalam di rumah
lelaki lain tanpa seorang pengawal.
Aku bahkan tidak yakin janin itu adalah anakku."
Maria berbicara pelan sembari berusaha berdiri. "Aku tidak seperti yang kau
katakan. Aku datang padamu sebagai seorang mempelai yang masih perawan, dan aku
tidak pernah bersama lelaki lain kecuali engkau, suamiku berdasarkan hukum." Ia
menekankan tiga kata terakhir. "Kau marah karena aku tidak patuh padamu, dan aku
layak menerima kemarahanmu."
Maria sudah berdiri sekarang. Kepalanya lebih rendah dari Yohanes, ia mendongak
dan menatap wajah suami nya. "Tapi anakmu tidak layak dipertanyakan. Suatu hari,
ia akan menjadi pangeran kaum kita."
Yohanes mengeluarkan suara menggerutu lalu berbalik dan pergi. "Aku akan
menyampaikan aturan-aturan ketat untuk masa persalinanmu kepada Lazarus." Ia
membuka pintu lalu melewati koridor dengan langkah-langkah panjang. Tanpa
menoleh sedikit pun, ia melontarkan cercaan terakhir.
"Jika anak itu perempuan, aku akan meninggalkan kalian berdua dengan senang
hati." f Keesokan harinya, Maria memutuskan untuk berjalan-jalan di kebun, menghirup
udara segar. Sudah seharian ia
berbaring di ranjang, merawat luka-lukanya. Kebun itu tertutup, dikelilingi
tembok, sehingga tak akan ada orang yang melihat bekas memar di wajahnya yang
memalukan. Atau begitulah yang Maria kira.
Ia mendengar bunyi gemerisik di semaksemak hingga jantungnya nyaris copot. Apa
itu" Siapa itu"
"Halo?" teriaknya dengan tubuh kaku.
"Maria?" suara perempuan berbisik, diikuti gemerisik lebih keras lagi. Tibatiba
suatu sosok muncul dari balik barisan semak di dekat dinding kebun.
"Salome! Apa yang kau lakukan di sini?" Maria berlari menyambut temannya, sang
putri Herodian yang menyelinap seperti seorang pencuri.
Salome tidak bisa langsung menjawab. Ia berdiri tak bergerak, menatap wajah
Maria yang terluka. Maria memalingkan kepalanya. "Seburuk itukah?" bisik Salome.
Salome meludah di tanah. "Ibuku benar. Sang Pembaptis memang binatang. Tega-
teganya ia memperlaku-kanmu seperti ini! Kau seorang wanita terhormat."
Maria berusaha membela Yohanes tapi sadar bahwa ia tidak memiliki energi.
Tibatiba saja ia merasa letih, sangat lelah dengan kejadian di hari-hari
belakangan ini dan beban kehamilan yang kian mendera tubuh mungilnya. Maria
duduk di batang kayu, didampingi temannya.
"Kubawakan ini untukmu." Salome menyerahkan sebuah kantong sutra. "Di dalamnya
ada toples berisi salep obat untuk mengobati lukamu."
"Bagaimana kautahu?" tanya Maria. Tibatiba ia sadar bahwa Salome mengetahui
sesuatu yang hanya disaksikan oleh Martha dan Lazarus.
Salome mengangkat bahu. "Dia melihat." Hanya ada
satu "dia". "Dia tidak mengatakan apa yang terjadi. Hanya berkata, 'Bawakan krim
obat terbaik untuk saudaramu, Maria. Ia membutuhkannya sekarang.' Lalu ia
menyuruhku memastikan tidak ada yang melihatku datang karena khawatir diketahui
Yohanes." Maria berusaha tersenyum mendengar ungkapan visi yang dilihat Easa. Tapi luka di
bibirnya malah membuatnya menyeringai, bukan tersenyum. Wajah cantik Salome
merah dengan kemarahan melihat temannya kesakitan. "Mengapa ia berbuat seperti
ini?" tuntut Salome.
"Aku tidak patuh padanya."
"Tidak patuh bagaimana?"
"Aku datang ke pertemuan orang Nasrani." Salome mulai paham. "Ah, jadi dalam
pikiran sang Pembaptis, kami adalah musuh. Aku penasaran, kapan ia akan
menjatuhkan Easa secara terang-terangan" Pasti itulah yang akan terjadi
selanjutnya." Maria terperangah. "Mereka bersaudara, dan saat pembaptisan Easa, Yohanes telah
mengumumkannya di hadapan orang banyak. Yohanes tidak akan berbuat seperti itu."
"Tidak" Aku tidak yakin, Saudaraku." Salome berpikir. "Ibuku bilang, Yohanes
sama liciknya seperti ular. Pikirkanlah.
Ia menikahimu untuk mengesahkan posisi rajanya, dan sekarang kau mengandung
keturunannya. Ia mencerca ibuku dengan julukan penyeleweng dan memanfaatkan
fakta bahwa dia seorang Nasrani untuk menyerangnya dan sebagai senjata terhadap
kita semua. Apa langkah selanjutnya" Menarik dukungannya terhadap Easa secara
Pendekar Cacad 16 Wiro Sableng 067 Halilintar Di Singosari Peristiwa Merah Salju 11
"Oke." Tammy mengangguk. "Akan kupanggilkan yang lain."
f Keempat-empatnya masuk ke kamar Maureen. Pertama Sinclair, diikuti Peter, lalu
Roland bersamasama Tammy. Sinclair menghampiri tempat tidur dan duduk di satu kursi
yang terletak di samping ranjang.
"Maureen, tak bisa kukatakan betapa menyesalnya
aku. Aku mengajakmu ke sini dan menempatkanmu dalam bahaya.
Tapi aku tak pernah bermimpi peristiwa ini akan menimpamu.
Aku yakin kami bisa melindungimu di chateau. Kami tidak menduga kau akan
berjalan-jalan sendirian di tengah malam seperti itu."
Tammy bergeser mendekati Maureen. "Ingat kata-kataku waktu itu" Ada orangorang
yang ingin mengha-langimu menemukan harta karun?"
Maureen mengangguk, sekadar cukup untuk terlihat tetapi tidak membuat kepalanya
berputar. "Siapa mereka?" bisiknya.
Sinclair melangkah maju lagi. "Persekutuan Keadilan.
Sekelompok orang fanatik yang telah ada di Prancis ini sejak berabadabad lalu.
Mereka mempunyai agenda yang kompleks.
Akan lebih baik jika kami menceritakannya nanti, setelah kondisimu pulih."
Maureen menunjukkan sikap keberatan. Ia ingin mendengar jawaban sesungguhnya.
Yang mengejutkan, Peterlah yang maju untuk membantu Sinclair.
"Dia benar, Maureen. Kondisi kesehatanmu masih rawan. Jadi lebih baik kita
mendengar penjelasan detailnya nanti, saat kau lebih kuat."
"Kau diikuti orang," Sinclair melanjutkan. "Mereka telah
mengawasimu sejak kedatanganmu di Prancis." "Tapi bagaimana?"
Sinclair tampak pucat dan letih saat ia menyorongkan tubuhnya untuk menjelaskan.
Maureen melihat lingkaran biru tanda kurang tidur di bawah matanya saat lelaki
itu mengusapkan tangan ke wajahnya.
"Di sinilah letak kegagalanku, Sayang. Ada orang yang menyusup. Aku sama sekali
tidak menduga, tapi salah seorang di antara kami adalah musuh dalam selimut,
seorang pengkhianat. Dan ini sudah berlangsung bertahuntahun."
Kepedihan, dan rasa malu, akibat kegagalan itu membuat Berenger Sinclair
terpukul. Tapi meskipun samasama merasa pedih, Roland, yang berdiri di belakang
Sinclair, terlihat setegar karang. Maureen menujukan pertanyaannya pada lelaki
itu. "Siapa?" Roland tampak sangat muak. "De la Motte," katanya dalam logat aslinya, bukan
Prancis tapi Occitan. Sinclair meneruskan pernyataan Roland.
"Jean-Claude," katanya. "Tapi kau tidak perlu merasa dikhianati kerabatmu
sendiri. Ia bukan benarbenar keturunan Paschal. Itu hanya dusta, begitu juga
hal-hal lain tentang dia.
Bajingan sialan. Secara tidak langsung aku memercayainya, jika tidak mana
mungkin aku membiarkan dia berada di dekatmu.
Saat ia menjemputmu kemarin, ia menempatkan seorang matamata di rumahku."
Maureen membayangkan Jean-Claude yang menawan.
Penampilannya begitu berbeda, begitu ramah.
Mungkinkah lelaki itu memiliki rencana untuk mencelakakannya" Sulit dipahami.
Ada satu hal lain yang tidak masuk akal. Maureen berusaha melontarkan pertanyaan
dengan lengkap. "Bagaimana mereka bisa tahu" Waktunya..."
Roland, Sinclair, dan Tammy berpandangan satu sama lain, perasaan bersalah
tersirat di wajah mereka. Tammy mengangkat tangan sebagai isyarat bahwa ia
mengajukan diri untuk menjawab.
"Akan kujelaskan."
Ia membungkuk di samping ranjang Maureen, lalu menengadah ke Peter untuk
mengikutsertakannya dalam penjelasan.
"Ini adalah bagian dari nubuat. Masih ingat jam matahari aneh di Rennesle-
Chateau" Jam itu menunjuk ke susunan astrologis seperti yang disebut dalam
nubuat, peristiwa yang hanya terjadi kira-kira setiap dua puluh dua tahun,
selama sekitar dua setengah hari."
Sinclair melanjutkan. "Setiap dua puluh tahun lebih, saat kesesuaian itu
terjadi, penduduk setempat terus mengawasi wilayah untuk melihat apakah ada
isyarat kejadian yang tidak lazim. Itulah tujuan awal dibangunnya menara baik
milik Sanuiere maupun milikku sendiri. Dan di situlah aku semalam.
Bahkan mestinya kau sampai tak lama setelah aku keluar. Aku terus mengawasi dari
menara Folly selama beberapa jam sebelum berangkat ke RLC dan mengawasi dari
sana. Itu tradisi keluargaku.
"Dari Tur Magdala, aku melihat cahaya terang yang semakin jelas di cakrawala,
persisnya di daerah Arques. Aku tahu, aku harus segera kembali ke tanahku
sendiri. Aku menghubungi Roland dengan telepon genggam, tapi ia sudah keluar
mencarimu. Kautahu, daerah di sekitar kuburan dimonitor dengan peralatan keamanan yang
canggih. Dan ada sensor gerakan yang memicu alarm di jam tangan Roland. Tentu
saja, dialah yang mengawasi paling seksama, karena kesesuaian astrologis dan
karena Tammy telah memberi peringatan bahwa
kemungkinan musuh kami telah bergerak lebih jauh ketimbang yang kami sangka.
Roland langsung pergi begitu mendengar alarm dari wilayah sekitar kuburan. Ia
sampai tak lama setelah kau diserang.
Aku mengikuti dengan mobil, tidak jauh di belakangnya. Bisa aku katakan,
penyerangmu itu...tidak merasa sebaik engkau sekarang. Dan setelah ia keluar dari
rumah sakit, ia harus mengurusi tulangtulangnya yang patah di dalam penjara."
Semuanya mulai jelas bagi Maureen, setelah ia ingat bahwa menara itu tidak
terkunci dan pintunya terbuka. Karena Sinclair baru saja ke sana.
"Jean-Claude tahu benar tentang waktu kemunculan peristiwa itu. Karena hingga
kemarin, ia termasuk kalangan dalam yang sangat kami percaya," lanjut Sinclair.
"Saat kami mengetahui keberadaanmu dan karyamu dalam dua tahun waktu kesesuaian
astrologis, kami nyaris yakin bahwa waktunya telah tiba, seandainya kami bisa
membawamu ke sini selama masa konfigurasi."
Peter mengajukan pertanyaan yang membuat kepala Maureen serasa dipukul lagi.
Lelaki itu menatap Tammy dengan pandangan menuduh.
"Tunggu dulu. Sudah berapa lama kau mengetahui semua ini?"
Sekarang giliran Tammy yang terlihat muram. Matanya memerah lantaran stres,
kurang tidur, sekaligus karena air mata yang tertahan.
"Maureen," suaranya serak, tapi ia terus berbicara. "Aku mohon maaf. Aku tidak
jujur padamu. Ketika pertama kali berjumpa denganmu di L.A., dua tahun lalu, aku
memerhatikanmu dan cincin yang kaukenakan. Dan aku mendengarkan cerita yang kau
ungkapkan dengan begitu lugu...yah, aku
memang tidak melakukan tindakan apa-apa saat itu. Tapi aku berusaha terus
menjalin hubungan denganmu dan mengawasi kemajuanmu. Begitu bukumu terbit, aku
mengirimkan satu ke Berry. Sudah bertahuntahun kami berteman dekat, dan aku tahu
apa yang ia cari. Yang kami semua cari."
Peter tidak senang mendengar pengakuan ini padahal ia mulai menyukai Tammy.
Sekarang, setelah tahu bahwa Tammy memanfaatkan Maureen, perasaannya berubah.
"Kau telah membohonginya
selama ini." Tammy membiarkan air matanya berjatuhan. "Dia benar.
Aku menyesal. Lebih dari yang bisa aku katakan."
Roland merengkuh Tammy agar ia merasa aman, tapi Sinclairlah yang berbicara
untuk membelanya. "Jangan terlalu keras menghakiminya. Kalian barang kali tidak suka dengan
perbuatan Tammy. Tapi ia punya alasan.
Dan Tammy telah berkorban jauh lebih banyak dibandingkan yang kalian ketahui.
Dia tidak mementingkan diri sendiri, dan dia seorang pejuang sejati yang membela
JalanNya." Maureen berusaha menyatukan semuanya kebohongan, penipuan yang disengaja,
tahuntahun penuh dengan nubuat dan mimpi aneh. Semuanya terlalu berat dengan
kondisinya sekarang. Kekesalannya barangkali terlihat, karena Peter langsung
menyela. "Sudah cukup untuk sekarang. Begitu kaupulih, mereka akan menjelaskan segala
yang belum kauketahui." Maureen diam sejenak. Tapi masih ada satu pertanyaan sangat penting yang perlu
dijawab. "Kapan kita membuka peti itu?"
Ia benarbenar heran karena mereka belum melakukannya.
Orangorang ini telah menghabiskan banyak waktu untuk menemukan harta karun ini.
Menyangkut Sinclair, sudah beberapa generasi yang menghabiskan jutaan dolar demi
tujuan yang sama. Meskipun mereka memandangnya sebagai Dia Yang Dinantikan,
Maureen merasa tidak pantas melihat peti itu sebelum mereka. Tapi Sinclair
berkeras tak seorang pun bahkan boleh menyentuh peti sebelum Maureen siap. Dan
secara pribadi, Roland selalu menjaga peti itu sepanjang malam. Ia tidur di
antara pintu dan peti. "Sampai kau siap turun ke lantai bawah," jawab Sinclair.
Roland merasa gelisah. Suatu pemandangan menarik jika menyangkut orang sebesar
dia. Tammy menangkap kegelisahaannya, ia bertanya dengan perasaan prihatin, "Ada
apa, Roland?" Raksasa Occitan itu berjalan mendekati Maureen. "Peti itu.
Pusaka yang suci, Mademoiselle. Aku pikir...aku percaya jika kau menyentuhnya,
peti itu akan menyembuhkan lukamu?"
Maureen sangat tersentuh dengan keyakinan lelaki itu. Ia mengulurkan tangan dan
meraih tangan Roland. "Barangkali kau benar. Coba lihat, apakah aku bisa
berdiri..." Peter merasa cemas. "Apakah kau yakin sudah siap mencoba secepat ini" Koridornya
cukup panjang, dan ada beberapa anak tangga."
Roland tersenyum pada Peter, kemudian pada Maureen.
"Mademoiselle, kau tidak perlu berjalan."
Dan, setelah Maureen memberi isyarat bahwa ia siap, Roland mengangkat tubuhnya
dari ranjang tanpa susah payah lalu menggendongnya dengan lembut keluar kamar.
f Tanpa bicara, Bapa Peter Healy mengikuti raksasa yang menggendong tubuh
sepupunya yang seperti boneka kain. Belum pernah ia merasa setidak berdaya ini,
begitu tidak memiliki kekuatan sedikit pun dalam suatu situasi. Peter merasa
Maureen sekarang berada di suatu tempat yang tidak bisa ia jangkau.
Peti itu ditemukan lewat semacam campur tangan Tuhan. Peter melihatnya dalam
diri Maureen, dan ia tahu yang lain pun melihat. Ada suasana magis di rumah
besar itu. Sesuatu yang monumental tengah berlangsung, dan tidak seorang pun di
antara mereka kuasa mengubahnya.
Selain itu kondisi kesehatan Maureen. Dokter terkejut ketika pertama melihat
luka di belakang kepalanya. Ia berkomentar hanya keajaibanlah yang membuatnya
selamat. Peter merenungkan betapa gamblangnya keadaan berubah. Barangkali Roland
benar. Sebenarnya Peter berpendapat sepupunya itu mesti dirawat di rumah sakit.
Tapi Roland bukan Sinclair menentang usulan itu. Lelaki besar itu begitu mantap
bahwa Maureen tidak boleh berjauhan dari peti. Hubungan Maureen dengan benda
pusaka itu barangkali telah membuahkan semacam penyembuhan ilahiah, karena
keselamatannya saja adalah peristiwa fenomenal.
Saat mereka sudah di depan pintu ruang kerja Sinclair, Peter sadar bahwa ia
mencengkeram butiran rosari di sakunya begitu kuat hingga tangannya tergores.
f Peti itu tergeletak di lantai, di sebelah sofa yang mewah. Perlahan Roland
membaringkan Maureen di atas bantalan sofa yang dilapisi beludru. Maureen
berterima kasih dengan suara pelan.
Kemudian Tammy duduk di salah satu ujung sofa, dan Peter duduk di ujung lain.
Sinclair dan Roland tetap berdiri. Tak ada yang bergerak atau berbicara untuk
waktu yang lama. Kesunyian itu dipecahkan oleh isak kecil Maureen.
Tak ada yang bergerak saat Maureen menyorongkan tubuhnya dengan hatihati. Kedua
tangannya diletakkan pada penutup peti besar itu, Maureen memejamkan mata. Air
mata menetes dari pelupuk matanya, mengalir ke pipi. Akhirnya ia membuka mata
dan melihat wajahwajah di sekelilingnya.
"Pusaka itu ada di sini," bisiknya. "Aku bisa merasakannya."
"Apakah kau sudah siap?" tanya Sinclair lembut.
Maureen tersenyum padanya. Senyuman tenang dan penuh makna yang mengubah
wajahnya. Sejenak ia bukanlah Maureen Paschal. Ia seseorang yang berbeda total.
Seorang perempuan yang dipenuhi cahaya dan kedamaian batin. Belakangan, saat
Berenger Sinclair mengenang momen ini, ia berkata bahwa yang dilihatnya adalah Maria Magdalena
sendiri yang sedang duduk di tempat Maureen.
Maureen menoleh ke Tammy sambil tersenyum penuh kasih.
Ia menjangkau tangan Tammy dan meremasnya sesaat, kemudian ia lepaskan. Dalam
momen yang singkat itu, Tammy tahu bahwa ia telah dimaafkan. Mereka datang ke
tempat itu untuk suatu tujuan suci, suatu kepentingan luhur. Semua yang berada
di ruangan itu tahu. Pengetahuan itulah yang mengubah mereka semua, sekaligus
menyatukan mereka untuk selamanya.
Tammy membenamkan wajah dalam kedua tangannya lalu menangis pelan.
Sinclair dan Roland berjongkok di samping peti dan memandang Maureen untuk
mendapat penegasan. Ketika ia mengangguk, kedua lelaki itu mendongkrak penutup peti dengan jari,
bersiap-siap karena menduga peti itu akan sulit dibuka.
Namun ternyata engsel peti tidak berkarat seperti layaknya benda-benda tua.
Tanpa susah payah, peti itu terbuka.
Sedemikian mudahnya hingga Roland kehilangan keseimbangan.
Namun tak seorang pun memerhatikan. Mereka terlalu khusyuk memandang dua toples
tanah liat berukuran besar yang terjaga baik, berdiri di dalam peti.
f Peter merasa gelisah di samping Maureen. Tapi dialah yang pertama kali memecah
keheningan. "Toples itu keduanya nyaris sama persis dengan yang digunakan sebagai wadah Naskah Laut
Mati." Roland berjongkok di samping peti dan mengusap-usap bagian atas salah satu
toples. "Sempurna,"
bisiknya. Sinclair mengangguk. "Tentu saja. Dan lihatlah, tak ada debu atau erosi dan
tanda usang atau lapuk. Seolah toples ini tidak terpengaruh waktu."
Roland berkomentar, "Ada sesuatu yang melapisi tutup toples."
Maureen meraba bagian atas salah satu toples, ia tersentak seolah terkena aliran
listrik. "Mungkinkah lilin?"
"Tunggu sebentar," sela Peter. "Kita perlu berdiskusi sebentar. Kalau isi kedua
toples ini sesuai dengan yang kalian harap dan kalian yakini, kita tidak berhak
membukanya." "Tidak" Lalu siapa?" nada suara Sinclair tajam. "Gereja"
Toples ini tak akan pergi ke mana pun hingga kita semua bisa memverifikasi
isinya. Lagi pula, ruangan Vatikan adalah tempat terakhir yang kupilih untuk
menyimpan toples-toples ini. Di sana, kedua benda suci ini akan disembunyikan
dari dunia selama dua ribu tahun."
"Bukan itu maksudku," kata Peter, lebih tenang dibandingkan yang sebenarnya ia
rasakan. "Maksudku, jika ada dokumen dalam toples yang telah ditutup selama dua ribu
tahun ini, paparan mendadak ke udara bisa membuatnya rusak, bahkan hancur. Aku
hanya mengusulkan untuk mencari pihak netral barangkali lewat pemerintah Prancis
untuk membuka toples. Jika kita membuatnya rusak, tak akan ada yang bisa kita tunjukkan, padahal
kalian telah melakukan pencarian ini seumur hidup. Dan itu termasuk tindakan
kriminal, secara harfiah dan spiritual."
Sinclair menghadapi dilema. Pikiran membuat isi toples itu rusak terlalu
menakutkan untuk dibayangkan. Tapi godaan impian seumur hidup yang kini hanya
tinggal beberapa sentimeter saja dari jarinya sulit ditepis, selain prasangka
batinnya bahwa ada pihak luar yang terlibat dalam urusan garis darah ini.
Sejenak ia tak mampu berkata-kata, sementara Roland berlutut di hadapan Maureen.
"Mademoiselle," ujarnya, "keputusan berada di tanganmu.
Aku percaya, dialah yang membawamu kepada kami dan lewat kaulah dia akan
memberitahukan wasiatnya kepada kami."
Maureen hendak menjawab Roland, tapi ucapannya terhenti karena gelombang rasa
pusing menerpa dirinya. Berbarengan, Peter dan Tammy menjulurkan tangan untuk menopang tubuh Maureen.
Semuanya
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi gelap bagi gadis itu, tapi cuma sejenak. Kemudian segalanya menjadi
jernih seperti kristal. Saat katakata itu meluncur, bunyinya seperti sebuah titah. "Buka toples itu,
Roland." Perintah itu keluar dari mulut Maureen, tapi suara yang berbicara bukanlah dia.
f Dengan hatihati Sinclair dan Roland mengangkat kedua toples itu dari peti dan
meletakkannya di atas meja mahogani besar.
Roland menunda instruksi itu dengan satu pertanyaan.
"Yang mana yang lebih dulu."
Ditopang Peter dan Tammy di kanan dan kirinya, Maureen menunjuk salah satu
toples. Ia tidak bisa mengatakan mengapa ia memilih toples itu. Ia tahu begitu
saja bahwa pilihan itulah yang tepat.
Roland menuruti perintah Maureen. Ia menelusuri jarinya ke bibir toples.
Sinclair mengambil alat antik untuk membuka surat dari meja kerjanya dan menoreh
lapisan lilin. Tammy berdiri diam, terpesona, matanya tak pernah lepas dari Roland.
Peter tampak takut. Di antara mereka, dialah satusatunya orang yang tahu
bagaimana mengurusi dokumen kuno dan datadata masa lampau yang tak ternilai.
Potensi kerusakan fatal sangat besar.
Bahkan membuat toples rusak saja bisa menjadi kesalahan yang tak terampuni.
Seolah hendak menguatkan pikirannya, bunyi geri-nyitan menambah ketegangan dalam
ruangan. Pisau pembuka surat itu telah melepas penutup toples pertama, sedikit
menggores bibir toples. Peter mengernyit ketakutan dan menutup wajah dengan
kedua tangannya. Tapi ia tidak bisa bersembunyi lama, helaan napas Maureen
memaksanya untuk melihat.
"Tanganku terlalu besar, Mademoiselle," kata Roland pada Maureen.
Maureen maju selangkah dengan kaki yang lemah, tangannya terulur untuk meraih
toples yang sedikit rusak.
Yang ia keluarkan dengan perlahan dan sangat hatihati menyerupai dua buku yang
ditulis pada kertas yang tampaknya kuno dan terbuat dari linen. Tinta tulisan
yang berwarna hitam tampak jelas, kontras dengan halaman halaman yang menguning.
Huruf-hurufnya kecil, tegas, dan terbaca jelas.
Peter menyorongkan tubuhnya ke Maureen, tak mampu menahan ketegangan yang
menjadijadi memikirkan pusaka yang kini berada di atas meja di depan mereka. Ia memandang
wajahwajah yang terpesona di sekelilingnya, tapi kesimpulannya ia tujukan
langsung hanya kepada Maureen.
Suaranya parau ketika mengatakan, "Tulisannya... bahasa Yunani."
Maureen merasa tenggorokannya tercekat. Dengan lemas ia bertanya, "Bisakah kau
membacakan sedikit?"
Tapi sebelum mendengar jawaban, Maureen sudah
tahu. Wajah Peter menjadi pucat pasi. Semua yang hadir di ruangan itu yakin pada saat
itu juga bahwa dunia seperti yang dikenal Bapa Peter Healy tidak akan sama.
"Aku Maria, dijuluki Magdalena," perlahan ia menerjemahkan. "Dan..." Peter
berhenti. Bukan untuk memberi kesan dramatis, tapi karena ia sungguh tidak yakin
apakah ia sanggup melanjutkan. Begitu memandang wajah Maureen ia tahu, tak ada
pilihan selain terus menerjemahkan.
"Akulah istri sah Yesus, dijuluki sang mesias, yang adalah putra agung dari
keluarga Daud." Enam Belas Chateau des Pommes Bleues 28 Juni 2005
Peter menerjemahkan naskah itu semalaman. Maureen menolak meninggalkan ruangan,
hanya beristirahat sewaktu-waktu di sofa beludru. Roland telah membawakan bantal
ekstra dan selembar seprai. Maureen tersenyum untuk menenangkan lelaki yang
sibuk mengurusinya lantaran merasa khawatir itu.
Anehnya, Maureen merasa baikbaik saja. Kepalanya sudah tidak terlalu sakit, dan
ia merasa luar biasa kuat.
Maureen duduk di sofa karena tidak ingin mengganggu Peter. Sinclair sudah cukup
mewakili mereka semua untuk hal ini. Tapi tampaknya Peter sama sekali tidak
peduli. Maureen berpikir barangkali ia bahkan tidak menyadari kehadiran
orangorang di sekitarnya. Ia begitu larut, sepenuhnya hanyut dalam tugas sucinya
sebagai penulis. Tammy datang sewaktu-waktu untuk melihat perkembangan. Ia berpamitan saat malam
telah larut, ber barengan dengan Roland. Maureen mengawasi keduanya seharian itu
dan menyimpulkan bahwa kebersamaan mereka bukanlah kebetulan. Pikirannya melayang ke
malam saat pesta berlangsung, ketika ia mendengar suara Tammy di koridor luar
kamarnya, ditemani seorang lelaki yang berbicara dengan aksen tertentu. Tammy
dan Roland. Pasti ada sesuatu di antara mereka berdua, tapi sepertinya masih
baru. Maureen menduga mereka belum terlalu lama
berhubungan. Jika situasi sudah tenang, ia akan meminta Tammy bercerita. Ia
ingin mengetahui segala fakta tentang hubungan-hubungan yang terjalin di Chateau
des Pommes Bleues. Perhatiannya segera kembali ke naskah saat mendengar teriakan keras Sinclair,
"Ya, Tuhan! Coba kalian lihat ini!"
Ia sedang berdiri dengan gugup di sebelah Peter, mengawasi. Peter membuat
tulisan asalasalan di atas kertas berwarna kuning, yakni terjemahan kasar dari
bahasa Yunani. Tulisan itu tidak bisa langsung dipahami. Peter masih harus menyalin seluruh isi
naskah, baru kemudian kembali ke tulisan itu dan memanfaatkan keahlian bahasanya
untuk memoles kalimat-kalimat itu ke dalam format yang sesuai dengan perspektif
abad 21. "Ada apa?" tanya Maureen.
Peter menengadah dan mengusap wajahnya. "Kau harus melihat. Ke marilah, jika kau
bisa. Aku tidak berani memindahkan naskah ini."
Perlahan Maureen berdiri dari sofa, masih sadar akan luka di kepalanya meski
proses kesembuhannya benarbenar ajaib.
Ia berjalan mendekati meja lalu mengambil tempat di sebelah kanan Peter yang
tengah duduk menghadapi berbagai catatan yang berserakan. Sinclair menunjuk ke
naskah asli saat Peter menjelaskan.
"Ini muncul di bagian akhir tiap segmen utama, kita sebut saja bab. Tampaknya
seperti stempel lilin."
Maureen mengikuti arah jari Sinclair yang menunjuk suatu simbol. Pola yang sama
dengan cincinnya itu kini tidak asing lagi baginya, sembilan lingkaran
mengelilingi lingkaran pusat kesepuluh tertera di bagian bawah halaman.
"Stempel pribadi Maria Magdalena," ujar Sinclair takjub.
Maureen mengangkat cincinnya ke gambar itu. Keduanya sama persis. Bahkan boleh
jadi gambar itu dibuat dengan cincin yang sama.
f Ketika matahari terbit di Chateau des Pommes Bleues, sebagian besar kitab
pertama, kisah kehidupan Maria Magdalena dari sumber langsungnya, telah
diterjemahkan. Peter bekerja seperti seseorang yang hidup dalam injil Magdalena
ini, menyatu dalam tiap halamannya. Sinclair telah membawakan teh untuknya, tapi
ia tak mau berhenti kecuali rehat singkat untuk menghirup minuman itu beberapa
tegukan saja. Wajahnya terlihat sangat pucat, Maureen merasa khawatir.
"Kau harus beristirahat, Pete. Kau harus tidur setidaknya satu-dua jam."
"Tidak," kata Peter serius. "Aku tidak bisa. Aku tidak bisa berhenti sekarang.
Kau tidak paham karena belum melihat apa yang kulihat. Aku harus terus
menerjemahkan. Aku harus tahu apa lagi yang akan ia katakan."
Mereka semua memutuskan untuk menunggu sampai Peter merasa puas dengan
terjemahannya sebelum ia membacakan kepada mereka. Semuanya menghormati kemampuan Peter dan sadar bahwa
tanggung jawab besar berada di pundaknya. Tapi tetap saja, menunggu bukanlah persoalan
enteng. Pada saat itu, hanya Peter yang tahu isi naskah.
"Aku tidak bisa meninggalkan naskah-naskah ini," lanjut Peter, matanya
memancarkan gairah yang belum pernah dilihat Maureen.
"Lima menit saja. Keluarlah bersamaku selama lima menit. Kita berjalan-jalan di
udara pagi. Ini baik untukmu. Lalu kau bisa masuk kembali dan kami akan
membawakan sarapanmu ke sini."
"Tidak, jangan membawakan makanan. Aku harus berpuasa sampai penerjemahan ini
selesai. Aku tidak bisa berhenti sekarang."
Sinclair merasa bisa memahami perasaan Peter, tapi ia juga melihat fisik lelaki
itu semakin lemah. Sinclair mencoba taktik lain. "Bapa Healy, kau sedang mengerjakan tugas yang
mulia. Tapi keakuratan pekerjaanmu bisa rusak jika kau terlalu lelah.
Aku akan memanggil Roland untuk menjaga naskah naskah ini sementara kau
beristirahat." Sinclair menekan bel untuk memanggil Roland. Peter memandang wajah Maureen yang
cemas. "Baiklah," ia mengalah. "Lima menit, untuk menghirup udara segar."
f Sinclair membuka gerbang menuju Taman Trinitas lalu Maureen masuk bersama Peter.
Seekor merpati terbang di atas barisan tanaman mawar sementara pancuran Maria Magdalena bergelegak di
tengah cahaya pagi. Peter yang lebih dulu bicara, suaranya lembut dan penuh kekaguman. "Apa yang
terjadi, Maureen" Bagaimana kita bisa sampai di sini, menjadi bagian semua ini" Rasanya seperti
mimpi, seperti... sebuah keajaiban. Apakah semua ini terasa nyata bagimu?"
Maureen mengangguk. "Ya, aku tak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi aku
merasakan semacam ketenangan.
Seolah peristiwa ini terjadi sesuai dengan rencana. Dan kau sama terlibatnya
seperti aku, Pete. Bahwa kau datang ke sini bersamaku bukanlah kebetulan, atau
bahwa kau mengajar bahasa kuno dan bisa menerjemahkan bahasa Yunani. Semua ini...
telah diatur." "Aku memang merasa menjadi bagian dalam suatu rencana mahabesar. Tapi aku tidak
tahu bagian mana, atau mengapa aku."
Maureen berhenti untuk mencium sekuntum mawar merah cantik yang telah mekar
sempurna. Lalu ia menoleh kembali ke Peter. "Berapa lama semua ini berlangsung"
Apakah rencana itu sudah dibuat sebelum kita lahir" Dulu sekali" Apakah kakekmu
ditakdirkan bekerja di perpustakaan Nag Hammadi agar kau siap untuk peristiwa
ini" Ataukah kejadian ini telah direncanakan dua ribu tahun lalu ketika Maria
menyembunyikan injilnya?"
Peter diam sejenak sebelum menjawab. "Kautahu, sebelum semalam aku akan
memberikan jawaban yang jauh berbeda dengan jawabanku sekarang."
"Mengapa?" "Karena dia, dan kata-katanya dalam naskah itu. Ia mengatakan persis seperti
yang baru saja kau ucapkan ini
mengagumkan. Ia mengatakan bahwa sebagian hal telah tertulis dalam rencana
Tuhan, bahwa sebagian orang di takdirkan memainkan suatu peran. Maureen, ini
menakjubkan. Aku membaca kisah Yesus dan rasul rasulnya dari sumber langsung
yang mengungkapkan semua itu dalam bahasa yang dipahami manusia. Tak ada yang
serupa dengan..." ia ragu-ragu sejenak untuk menggunakan kata itu-".../n;//
ini dalam literatur mana pun yang dimiliki Gereja. Aku merasa tidak layak."
"Kau layak," Maureen meyakinkan Peter sungguh-sungguh.
"Kau dipilih untuk melakukan tugas ini. Lihatlah betapa besar campur tangan
Tuhan untuk membawa kita bersamasama, ke tempat ini dan pada waktu sekarang ini,
untuk menceritakan kisah ini."
"Tapi kisah apa yang kita ceritakan?" Peter tampak tersiksa, dan untuk pertama
kalinya Maureen menyaksikan lelaki ini bergumul dengan semacam iblis batin yang
sangat kuat. "Kisah apa yang aku ceritakan" Jika i n j i Ii n j i I ini
otentik..." Maureen menghentikan langkahnya dan memandang Peter dengan tatapan tak percaya.
"Bagaimana kau bisa sangsi"
Setelah segala kejadian yang membuat kita sampai ke sini, ke tempat ini?"
Maureen menyentuh belakang kepalanya yang beberapa waktu lalu terluka parah dan
sekarang dalam proses penyembuhan.
"Bagiku, ini persoalan keimanan, Maureen. Naskah itu terjaga dengan sempurna,
tak ada kerusakan, tak ada kata yang hilang. Toples-toples itu bahkan tidak
kotor sama sekali. Bagaimana bisa" Hanya ada dua kemungkinan:
pemalsuan era modern atau kehendak ilahi."
"Menurutmu yang mana?"
"Aku menghabiskan waktu dua puluh jam penuh untuk menerjemahkan dokumen yang
paling menakjubkan. Dan kebanyakan yang kubaca pada dasarnya adalah...bidah, tapi juga
memberikan suatu visi Yesus yang indah dengan cara yang luar biasa dan
manusiawi. Tapi pendapatku tidak penting.
Naskah-naskah itu masih harus ditentukan keasliannya lewat proses seksama agar
dunia luas menerimanya."
Peter terdiam, memanfaatkan waktu untuk berdamai dengan segala yang berkecamuk
dalam kepalanya. "Jika terbukti otentik, naskah-naskah itu akan menantang sistem
keyakinan sebagian besar umat manusia selama dua ribu tahun terakhir.
Juga menantang segala ajaran yang pernah aku terima, segala yang pernah aku
yakini." Maureen cukup lama memandang lelaki itu, sepupu sekaligus sahabat terdekatnya.
Ia mengenal Peter sebagai batu, sebagai pilar kekuatan dan integritas yang
mutlak. Peter juga seorang lelaki dengan keimanan dan kesetiaan kokoh terhadap
Gereja. Maureen bertanya singkat, "Apa yang akan kau lakukan?" "Aku belum sempat
berpikir sejauh itu. Aku harus melihat dulu isi naskah selebihnya untuk
mengetahui seberapa besar kontradiksinya, atau mudah mudahan peneguhan, dengan
kisahkisah injil sebagaimana yang kita ketahui. Aku belum sampai ke deskripsi
Maria tentang peristiwa penyaliban atau kebangkitan."
Maureen tibatiba saja paham mengapa Peter begitu enggan meninggalkan naskah
sebelum ia selesai menerjemahkan.
Pengakuan keotentikan penuturan Maria Magdalena tentang peristiwa-peristiwa
sesudah penyaliban boleh jadi sangat berdampak terhadap sistem keyakinan yang
dianut sepertiga populasi bumi. Ajaran Kristen menjadikan pemahaman bahwa Yesus
bangkit dari kematian di hari ketiga sebagai landasan.
Dan karena Maria Magdalena adalah saksi utama kebangkitannya, menurut uraian
Injil, maka penuturan peristiwa-peristiwa itu dari versinya sendiri bersifat
vital. Semasa melakukan riset, Maureen menjadi tahu bahwa para teoretikus yang telah
membuat tulisan tentang Maria Magdalena sebagai istri Yesus secara berlebihan
juga membuat pernyataan bahwa Yesus bukanlah putra Tuhan dan tidak bangkit dari
kematian. Ada berbagai hipotesis tentang kehidupan Yesus setelah penyaliban.
Teori yang cukup umum menyatakan bahwa tubuh fisiknya dipindahkan oleh para
pengikutnya. Tapi tak ada yang berteori bahwa Yesus menikah dan menjadi Putra
Tuhan. Dengan alasan tertentu, kedua kondisi itu selalu dianggap saling eksklusif,
tidak bisa berlaku dua-duanya. Barangkali itulah alasannya mengapa keberadaan
Maria sebagai rasul pertama selama ini dianggap sangat mengancam Gereja.
Tidak diragukan, semua gagasan ini berkecamuk dalam benak Peter dalam beberapa
jam terakhir yang menegangkan ini. Akhirnya ia menjawab pertanyaan Maureen.
"Tergantung keputusan resmi yang dikeluarkan Gereja."
"Dan bagaimana jika mereka menyangkal isi naskah" Lalu apa" Apakah kau memilih
lembaga Gereja, atau kau memilih sesuatu yang kau ketahui dalam hatimu sebagai kebenaran?"
"Kuharap kedua kondisi itu tidak saling eksklusif," kata Peter dengan senyum
getir. "Barangkali aku terlalu optimis. Tapi jika itu terjadi, yah, maka
waktunya akan tiba."
"Waktu untuk apa?"
"Eiigere magistrum. Untuk memilih sang pemimpin."
f Mereka telah selesai berjalan-jalan dan kembali ke chateau.
Maureen meyakinkan Peter untuk, paling tidak, mandi untuk menyegarkan diri
sebelum kembali ke tugasnya. Maureen kembali ke kamarnya untuk mencuci muka dan
menyatukan pikiran-pikirannya.
Kelelahan menyerang, tapi ia tidak boleh menyerah, tidak sekarang. Tidak sampai
ia tahu isi naskah itu selengkapnya.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saat Maureen mengeringkan wajah dengan handuk merah yang mewah, terdengar
ketukan di pintu. Tammy menerobos masuk. "Selamat pagi. Apakah aku ketinggalan informasi?"
"Tidak. Peter akan membacakan kitab pertama pada kita begitu ia rasa
terjemahannya telah siap. Ia mengatakan isinya menakjubkan, tapi cuma itu yang
aku ketahui." "Di mana dia sekarang?"
"Di kamarnya sedang beristirahat sejenak. Ia tidak mau meninggalkan naskah-
naskah itu, tapi kami mendesaknya. Ia merasa resah meski tidak mengakuinya
terang-terangan. Tanggung jawab di pundaknya sangat besar. Barangkali bahkan kewajiban yang luar
biasa besar." Tammy duduk di ujung ranjang Maureen. "Kautahu apa yang membuatku heran" Mengapa
gagasan ini membuat orangorang begitu terusik, gagasan bahwa Yesus menikah dan
memiliki beberapa orang anak" Mengapa kondisi itu menihilkan dia atau pesannya"
Mengapa umat Kristen merasa terancam dengan hal ini?"
Tammy terus berbicara dengan bergairah. Jelaslah persoalan ini telah menjadi
bahan pemikirannya. "Bagaimana dengan ayat terkenal dari Injil Markus, ayat yang dibaca dalam
upacara pernikahan" 'Pada awalnya Tuhan menjadikan mereka lelaki dan perempuan dan karena ini
seorang lelaki akan meninggalkan ibu dan ayahnya dan berpasangan dengan
istrinya. Dan keduanya akan menjadi satu tubuh, sehingga mereka tidak lagi dua
melainkan satu.'" Maureen mengawasi Tammy dengan heran. "Aku tidak menyangka akan mendengar
kutipan Injil darimu dengan begitu akurat."
Tammy mengedipkan mata. "Markus, bab sepuluh, a-yat enam sampai delapan. Selama
ini orang menyerang kita dengan Injil untuk menguji dan menyingkirkan peran
penting Maria. Jadi aku mengabdikan diri untuk mencari ayat-ayat yang mendukung keyakinan kita.
Dan itulah khotbah Yesus yang tercatat dalam Injil. Carilah seorang istri dan
hiduplah bersamanya. Jadi mengapa ia berkhotbah tentang sesuatu yang kemudian
menjadi keliru jika ia sendiri yang melakukannya?"
Maureen mendengarkan dan memikirkan pertanyaan Tammy dengan seksama. "Pertanyaan
bagus. Bagiku, gagasan bahwa Yesus menikah membuatnya tampak lebih dekat."
Tammy belum selesai. "Dan Tuhan disebut sebagai bapak, lalu mengapa Kristus,
sebagai putra Tuhan, tidak boleh menirukan citra ini, sebagai bapak dari
anakanak" Bagaimana hal itu memengaruhi keilahiannya" Aku tidak mengerti sama
sekali." Maureen menggelengkan kepala. Ia juga tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan
sebesar itu. "Aku rasa itulah pertanyaan utama yang harus dijawab Gereja, dan individu sesuai
dengan keimanannya." f Saat malam menjelang, Peter menyatakan telah selesai menerjemahkan kitab
pertama. Sinclair bangkit dari tempat duduknya. "Apakah kau siap menerjemahkan pada kami,
Bapa" Jika ya, aku akan memanggil Roland dan Tamara. Mereka juga menjadi bagian
seperti kita." Peter mengangguk. "Ya, panggillah mereka." Lalu ia menatap lurus ke Maureen,
sorot matanya sulit ditafsirkan, perpaduan antara suram dan terang. "Karena
sekaranglah waktunya."
Tammy dan Roland bergegas masuk, bergabung dengan yang lainnya di ruang kerja
Sinclair. Setelah semuanya berkumpul mengelilingi Peter, ia menjelaskan bahwa
masih ada kekurangan yang
membutuhkan waktu dan beberapa pendapat pakar lain.
Tapi secara keseluruhan, ia telah menghasilkan penerjemahan yang padu dan suatu
pemahaman tentang siapa sesungguhnya Maria, dan apa perannya dalam
kehidupan Yesus Kristus. "Ia menamai naskah ini Kitab Masa Besar."
Bapa Healy mengangkat setumpuk kertas catatan berwarna kuning lalu mulai membaca
dengan suara lembut kepada para pendengarnya.
"'Aku Maria, dijuluki Magdalena, putri suku agung Benjamin dan anak perempuan
dari kota Nazaret. Akulah istri sah Yesus, Sang Mesias JalanNya, yang adalah putra agung keluarga
Daud dan keturunan kasta saleh Harun.
Banyak tulisan tentang kami dan akan lebih banyak lagi di waktu mendatang.
Banyak yang menulis tentang kami tanpa pengetahuan akan kebenaran dan tidak
menyaksikan Masa Besar. Katakata yang kutuangkan dalam halaman-halaman ini
adalah kebenaran di hadapan Tuhan. Inilah kisah hidupku, selama Masa Besar, Masa
Kegelapan, dan masa-masa sesudahnya.
Kutinggalkan katakata ini untuk anakanak masa depan, agar ketika waktunya tiba,
mereka bisa menemukan ucapanku ini dan mengetahui fakta tentang orangorang yang
memimpin JalanNya." Kisah kehidupan Maria Magdalena tergelar di hadapan mereka dengan rincian yang
menakjubkan dan tidak dinyana.
Tujuh Belas Galilee i 26 M Tanah terasa lunak dan dingin di antara jemari kaki Maria. Ia menunduk melihat
kakinya, sadar bahwa kaki yang telanjang itu benarbenar kotor. Tapi ia tidak
peduli sama sekali. Lagi pula, kondisi itu justru serasi dengan keseluruhan
penampilannya hari ini. Rambut panjangnya yang cokelat kemerahan dan mengilap
terurai lepas ke pinggang, tidak diikat dan acakacakan.
Gaunnya longgar, tanpa ikat pinggang. Sebelumnya, saat berusaha menyelinap
keluar rumah, ia tertangkap basah oleh Martha yang lalu menggerutu.
"Kaupikir, kau mau ke mana dengan penampilan seperti itu?"
Maria tertawa kecil, tidak kesal sama sekali lantaran tertangkap basah saat
berusaha melarikan diri. "Aku hanya ingin ke kebun. Dan kebun itu dikelilingi tembok. Tak ada yang akan
melihatku." Martha tampak sangsi. "Tidak pantas seorang wani -
1 Wilayah Palestina utara yang dulu berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi.
ta dengan derajat dan status sepertimu berlarian di tanah kotor seperti gadis
pelayan yang tidak beralas kaki."
Gerutuan Martha lebih merupakan rutinitas alih-alih sesuatu yang baru. Dia sudah
terbiasa dengan watak adik iparnya yang berjiwa bebas. Maria adalah makhluk
Tuhan yang mengagumkan dan lain daripada yang lain, dan Martha sangat
mencintainya. Lagi pula, gadis itu tidak memiliki banyak kesempatan untuk
memanjakan diri. Kehidupannya dibayangi tanggung jawab, dan kebanyakan waktu ia
mengemban fakta itu dengan anggun dan berani. Pada hari ketika Maria memiliki
waktu luang, dan ini sangat jarang, ia berjalan-jalan di kebun.
Tidak adil rasanya mencabut kesenangan kecil itu darinya.
"Kakakmu akan kembali sebelum matahari terbenam," Martha mengingatkan dengan
memberi penekanan. "Aku tahu. Jangan cemas, ia tidak akan melihatku. Dan aku akan kembali tepat
waktu untuk membantumu menyiapkan makanan."
Gadis muda itu mendaratkan ciuman ke pipi istri kakaknya lalu berlari keluar
untuk menikmati waktu kesendirian di kebun.
Martha mengawasi kepergiannya dengan senyuman sedih. Maria begitu mungil dan
rapuh, mudah sekali memperlakukan dia sebagai seorang anak. Tapi ia bukan anak
kecil lagi, Martha mengingatkan dirinya sendiri. Sekarang dia adalah gadis muda
yang sudah pantas menikah, seorang wanita yang sangat sadar akan takdirnya yang
agung dan sangat penting.
Tapi Maria tidak memikirkan takdirnya ketika ia memasuki kebun. Masih banyak
waktu untuk memikirkan hal itu besok.
Diangkatnya kepalanya begitu aroma Oktober bercampur embusan angin dari Laut
Galilee memenuhi hidungnya. Gunung Arbei menjulang di sebelah barat laut, kuat
dan memberi ketenangan di bawah matahari siang. Ia selalu menganggapnya sebagai
gunungnya sendiri, tumpukan keras tanah merah yang subur dan berdiri
bersebelahan dengan tanah kelahirannya. Dan ia sangat rindu dengan tempat itu.
Belakangan ini keluarganya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah mereka yang
lain, di Bethany, karena lokasinya yang berdekatan dengan Yerusalem sangat
penting bagi pekerjaan kakaknya. Tapi Maria mencintai keindahan alam liar
Galilee dan sangat gembira ketika kakaknya memberitahu bahwa mereka akan
menghabiskan musim gugur di sini.
Inilah waktu yang paling ia sukai. Momen-momen saat ia sendirian, dikelilingi
bunga-bunga liar dan pepohonan zaitun. Kesendirian menjadi sesuatu yang semakin
langka. Maria berusaha menikmati tiap detik dari kesempatan yang ia curi ini. Di sini,
ia bisa benarbenar menikmati keindahan Tuhan dengan tenang, tak terikat aturan
ketat menyangkut pakaian dan tradisi yang menjadi bagian tak terpisah dari
status kehidupannya. Sang kakak pernah mendapati Maria di sini dan bertanya apa yang dilakukannya
selama "menghilang"
dari rumah. "Tidak ada! Benarbenar tidak ada!"
Sorot mata Lazarus yang tadinya tajam kini melembut. Ia marah karena adiknya
tidak muncul saat makan malam, kemarahan yang lahir dari kekhawatiran.
Perhatiannya terhadap sang adik lebih dari sekadar terhadap saudara kandung. Ia
sangat memerhatikan adik kecilnya yang cantik dan cerdas, tapi ia juga pelindung
Maria. Kesehatan dan kenyamanan Maria menjadi prioritas utamanya. Dengan cara
apa pun, Maria harus dilindungi. Ini adalah tugas suci baginya, baik terhadap
keluarga, masyarakat, maupun Tuhannya.
Ketika ia muncul, sang adik tengah terbaring di rumput dengan mata terpejam,
tidak bergerak sedikit pun. Pemandangan ini membuatnya sangat takut. Tapi Maria
bergerak, seolah mencium kepanikannya.
Sembari menutupi matanya yang mengantuk dari sinar matahari, ia memandang wajah
kakaknya yang murka. Sang kakak memang marah besar.
Kemarahan Lazarus reda begitu mendengar ucapan sang adik. Untuk pertama kalinya,
ia paham betapa adiknya sangat membutuhkan kesempatan untuk bisa menyendiri,
suatu kesempatan yang langka.
Sebagai anak perempuan satusatunya dari garis keturunan Benjamin, masa depannya
telah ditentukan sejak ia masih bayi. Ia menyandang takdir istimewa dari darah
dan nubuat suci. Yakni pernikahan agung, sesuatu yang telah diramalkan oleh para
rasul besar Israel suatu pernikahan yang diyakini banyak orang sebagai tak
kurang dari kehendak mutlak Tuhan.
Beban yang terlalu besar untuk bahu semungil itu, pikir Lazarus saat ia
mendengarkan penjelasan adiknya. Maria berbicara dengan sikap yang biasanya
tidak ia lakukan, terbuka dan disertai emosi. Ini membuat sang kakak sadar,
sekaligus merasa bersalah, bahwa Maria merasa takut dengan peran yang telah
ditentukan baginya dalam sejarah. Aneh memang, tapi ia jarang mengizinkan
dirinya menganggap sang adik sebagai manusia seutuhnya. Maria adalah makhluk yang sangat
berharga, harus dilindungi dan diayomi. Lazarus
memandang semua tugas ini dengan sangat hatihati dan melaksanakannya dengan
bangga. Tapi ia juga mencintai sang adik meski baru setelah bertemu istrinya,
Martha, ia membolehkan dirinya untuk benarbenar menyadari hal itu, atau
merasakan emosi semacam itu.
Lazarus masih sangat belia ketika ayahnya meninggal.
Barangkali terlalu muda untuk mengemban tanggung jawab besar keluarga, selain
tanggung jawabnya sendiri sebagai seorang tuan tanah. Tapi pemuda ini sudah
bersumpah menjelang ayahnya meninggal bahwa ia tidak akan membuat keluarga
Benjamin kecewa. Ia tidak akan mengecewakan kaumnya dan Tuhan bangsa Israel.
Dengan tekad bulat, Lazarus mengemban berbagai tanggung jawab. Yang teratas
adalah menjaga adiknya, Maria.
Kehidupannya sarat dengan tugas dan tanggung jawab. Lazarus pula yang mengatur
pendidikan dan pengasuhan adiknya agar sesuai dengan takdirnya yang mulia. Tapi
ia tidak mengizinkan dirinya sendiri merasakan apa pun. Emosi adalah kemewahan,
dan tidak jarang berbahaya.
Untungnya Tuhan mengirimkan Martha kepadanya. Ia sulung dari tiga bersaudara
dari Bethany yang lahir dari salah satu keluarga Israel yang terhormat. Pada
dasarnya pernikahan itu sudah diatur, meski Lazarus diberi kesempatan untuk
memilih satu di antara tiga gadis. Pada awalnya ia memilih Martha karena alasan
praktis. Sebagai putri sulung, ia bijaksana dan bertanggung jawab, di samping
memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam hal mengatur rumah tangga. Kedua
adiknya kurang bijaksana dan sedikit manja. Lazarus cemas kalau-kalau mereka
membawa pengaruh negatif terhadap adiknya. Ketiga gadis itu cantik, tapi
kecantikan Martha lebih menenangkan. Ia memberi efek menenteramkan bagi Lazarus.
Pasangan praktis itu menjadi pasangan yang saling mencintai, Martha telah
membuka hati Lazarus. Ketika ibu Lazarus meninggal secara mendadak, meninggalkan Maria yang masih
memerlukan pengasuhan, Martha melangkah masuk dan mengambil peran itu tanpa kesulitan.
Maria sedang memikirkan Martha ketika ia berhenti untuk beristirahat di bawah
naungan pohon kesukaannya. Besok, imam besar Jonathan Annas akan datang dan
persiapan pernikahan dimulai. Tak akan ada lagi kesempatan menyelinap tanpa
kawalan untuk waktu yang sangat lama. Jadi Maria memilih memanfaatkan momen ini
sebaik-baiknya. Memang, seperti yang mereka semua ketahui, waktunya akan tiba.
Waktu, saat ia dipaksa meninggalkan rumah yang sangat ia cintai untuk pergi ke
wilayah selatan bersama suaminya kelak. Suami! Easa.
Memikirkan lelaki yang adalah tunangannya itu saja membuat hatinya merasa
hangat. Wanita mana pun pasti iri dengan kedudukannya sebagai calon ratu bagi
raja mereka. Tapi ada sesuatu yang lebih dari sekadar kedudukan yang membuat
Maria merasa senang. Yaitu lelaki itu sendiri. Orangorang memanggilnya Yeshua,
putra sulung dan keturunan keluarga Daud. Tapi Maria memanggilnya dengan nama
masa kecilnya, Easa. Ini membuat kakaknya dan Martha merasa malu.
"Tidak pantas memanggil calon raja kita dan pemimpin yang telah terpilih dengan
panggilan masa kecilnya, Maria," tegur Lazarus saat terakhir kali Easa
berkunjung. "Pantas untuknya," jawab sebuah suara yang lembut dan dalam yang segera menarik
perhatian. Lazarus langsung terdiam. Ia menoleh ke belakang dan melihat sang Putra Singa
sendiri, Yeshua, berdiri di sana.
"Maria telah mengenalku sejak aku masih kecil, dan dia selalu memanggilku Easa.
Aku tak akan mengubahnya dengan alasan apa pun."
Lazarus terlihat malu sampai Easa menyelamatkan suasana dengan senyumnya. Ada
kesan magis dalam ekspresi itu. Suatu kehangatan yang mampu mengubah suasana dan
mustahil ditahan. Sisa malam itu berjalan luar biasa, dipenuhi orangorang yang
paling dicintai Maria, berkumpul mengelilingi Easa dan mendengarkan kearifannya.
Sembari berbaring di bawah naungan dua pohon zaitun yang besar, Maria tertidur
di bawah mentari siang. Bayangan akan calon suaminya hadir menyertainya.
f Saat Maria merasa ada bayangan menutupi wajahnya, ia menjadi panik dan menduga
ia telah terlalu lama tidur. Hari sudah gelap!
Lazarus pasti marah. Tapi saat ia menggelengkan kepala untuk menghilangkan kantuk, ia sadar hari
masih siang. Matahari bersinar terang di atas Gunung Arbei. Maria mendongak
untuk melihat benda apa yang menimbulkan bayangan di wajahnya. Ia terperangah,
sesaat tak mampu bergerak sebelum berdiri, dengan segala keceriaan seorang gadis
belia yang tengah kasmaran, melihat sosok di hadapannya.
"Easa!" pekiknya senang.
Lelaki itu merentangkan tangannya dan merengkuh
Maria dengan pelukan hangat sesaat sebelum ia sedikit mundur untuk melihat wajah
cantik gadis itu. "Merpati kecilku," katanya, menggunakan julukan yang ia berikan kepada Maria
saat masih kecil. "Mungkinkah kau bertambah cantik setiap hari?"
"Easa! Aku tidak tahu kau akan datang. Tak ada yang memberitahu..."
"Mereka tidak tahu. Ini juga kejutan buat mereka. Tapi aku tidak bisa membiarkan
persiapan pernikahanku berjalan tanpa kehadiranku." Ia menyunggingkan senyuman
kepada Maria lagi. Maria memandangi sosok itu sejenak, sepasang mata gelap
diimbangi tulang pipi yang tegas. Dialah lelaki paling tampan yang pernah Maria
lihat, bahkan lelaki paling tampan di dunia.
"Tapi kata kakakku tidak aman jika kau menjumpaiku di sini sekarang."
"Kakakmu lelaki hebat yang terlalu khawatir," kata Easa menenangkan. "Tuhan akan
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memberi dan melindungi."
Saat Easa berbicara, Maria menunduk dan sadar betapa kacau penampilannya.
Rambutnya yang panjang hingga ke pinggang acakacakan dan penuh dengan helaian
rumput dan daun kering, serasi dengan kakinya yang telanjang dan berdebu.
Pada saat seperti ini, ia sangat jauh dari gambaran seorang calon ratu. Maria
memohon maaf atas penampilannya yang kurang pantas, tapi Easa memotong dengan
tawa cerianya. "Jangan cemas, Merpatiku. Engkaulah alasanku ke sini, bukan pakaian, bukan pula
penampilanmu." Ia mengulurkan tangan dan mengambil daun dari rambutnya dengan
lagak menggoda. Maria tersenyum padanya, merapikan pakaian, dan
membersihkan kotoran yang menempel. "Kakakku tidak boleh melihatku dalam keadaan
seperti ini," kata Maria dengan mimik cemas.
Lazarus sangat ketat dalam hal protokol dan kehormatan. Ia pasti marah besar
jika mengetahui adiknya sekarang berada di kebun, tak didampingi, berpenampilan
tak pantas di hadapan calon raja dari garis Daud pula.
"Aku akan mengatasi Lazarus," kata Easa menenangkan.
"Tapi sekadar berjaga-jaga, bagaimana jika kaumasuk ke dalam dan berpura-pura
tidak bertemu denganku. Aku akan keluar lewat belakang dan kembali malam ini
setelah memberi informasi bahwa aku akan datang. Dengan begitu, baik kakakmu
maupun Martha tidak akan terkejut."
"Baiklah, aku akan bertemu denganmu malam ini," jawab Maria, mendadak merasa
malu. Ia merasa canggung sejenak, lalu menuju rumahnya.
"Pura-pura kaget, ya," teriak Easa, menyaksikan calon istrinya berlari melewati
kebun. f Siang itu, dan malam yang menyertainya, memberi kenangan yang tak akan dilupakan
Maria seumur hidup. Itulah kali terakhir ia tahu bagaimana rasanya hidup bebas,
belia, kasmaran, dan bahagia.
Jonathan Annas datang keesokan hari, tapi dengan agenda baru. Iklim politik dan
spiritual di Yerusalem menunjukkan situasi yang semakin tidak stabil sehingga
rencana diubah untuk mengantisipasi ancaman yang kian hebat dari Roma. Para imam telah memilih
seorang pemimpin baru lewat dewan rahasia.
Dewan ini menganggap Yeshua tidak pantas mengemban tugas sebagai seorang yang
dipilih. Para anggota dewan telah menghadap Annas untuk melaporkan kesimpulan
mereka. Saat tamu akan datang, Martha menyuruh Maria keluar dari ruangan, tapi ia
menolak berada jauh-jauh sementara masa depannya tengah didiskusikan oleh
orangorang yang paling berpengaruh. Easa tersenyum padanya untuk menguatkan
hati. Tapi Maria menangkap sesuatu dalam sorot mata Easa yang membuatnya takut.
Ketidakpastian. Ia tidak pernah melihat Easa tampak tidak yakin sebelumnya, tapi
sekarang ia melihatnya dan itu membuatnya luar biasa takut. Bertentangan dengan
perintah Martha, Maria bersembunyi di lorong ruangan dan menguping.
Terdengar suarasuara meninggi, sebagian berteriak, sebagian saling mengemukakan
pendapat. Sering kali sulit mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.
Suara yang tegas, keras, dan kasar itu milik Jonathan Annas.
"Kau sendiri yang menimbulkan persoalan ini dengan berdamai dengan kaum Zelot.z
Orangorang Romawi tak akan membiarkan kami menunjukkan kedekatan sekecil apa pun
denganmu lantaran adanya pembunuh gelap dan pelaku revolusi di antara para pendukungmu. Itu sama
saja mengundang penjagal."
Suara yang tenang berirama setelah itu adalah suara
Easa. "Aku menerima siapa pun yang memilih untuk mengikutiku dan menginginkan kerajaan
Tuhan. Kaum Zelot 2 Anggota aliran fanatik di Vudea pada abad pertama masehi yang mengadakan
perlawanan bersenjata menentang pendudukan Romawi.
mengakui bahwa aku keturunan Daud. Akulah pemimpin mereka yang sah. Juga
kalian." "Kau tidak paham siapa yang kita hadapi," Annas menjawab dengan bentakan.
"Pontius Pilatus, gubernur baru, adalah seorang barbar. Ia akan menumpahkan
darah sebanyak apa pun untuk
membungkam tuntutan kita yang paling dasar sekalipun. Ia mengibarkan bendera
pagan di jalanjalan kita, mengecap uang logam kita dengan stempel yang menghina
Tuhan, dan semua ini ia lakukan untuk membuka mata kita bahwa kita tidak berdaya
melawan dia. Dia tidak akan ragu menyingkirkan siapa pun di antara kita di sini
jika ia rasa kita mendukung pemberontak Rumah Tuhan yang menentang Romawi."
"Penguasa Romawi akan mendukung kita," kata Easa. "Barangkali ia bersedia
menengahi dengan gubernur baru."
Annas menukas. "Herod Antipas tidak mendukung apa pun selain nafsu dan
kesenangannya sendiri. Roma telah membanjirinya dengan emas. Ia hanya menjadi Yahudi jika ada kasus
yang mendukung ambisinya saja."
"Istrinya seorang Nasrani," kata Easa.
Komentar ini disambut dengan diam. Easa mengembangkan ajaranajaran liberal orang
Nasrani. Ibunya adalah pemimpin kaum ini. Orangorang Nasrani tidak menerapkan
hukum yang diberlakukan Rumah Tuhan bangsa Yahudi secara ketat. Di antara
tradisi mereka yang berbeda adalah mereka menyertakan wanita dalam ritual-
ritual, bahkan mengakui wanita sebagai rasul. Mereka juga membolehkan orangorang
yang bukan Yahudi untuk mendengarkan ajaran mereka dan berpartisipasi dalam
kebaktian. Meski Annas menitikberatkan faksi Zelot sebagai alasan utama dewan menarik
dukungan mereka dari Easa, semua orang yang hadir tahu bahwa itu hanyalah dalih.
Ajaranajaran Easa terlalu revolusioner, terlalu dipengaruhi kaum Nasrani.
Imam-imam Rumah Tuhan tak akan mampu mengendalikannya.
Dengan menghebatnya isu bahwa istri Herod seorang Nasrani, berarti Easa telah
mementahkan tantangan para imam Rumah Tuhan. Ia akan melangkah ke peran
ilahiahnya sebagai raja keturunan Daud dan sang mesias tanpa mereka, dan
melaksanakan semua itu seperti seorang Nasrani. Pilihan itu sangat berisiko.
Meski bisa menyingkirkan keimaman Rumah Tuhan, pilihan itu juga bisa menjadi
bumerang bagi Easa jika masyarakat menarik dukungannya demi kepentingan para
pemimpin tradisional mereka. Tapi Annas belum berhenti dengan serangannya. Suaranya menggelegar dalam ruangan
yang dipenuhi ketegangan itu.
"Dia yang memiliki mempelai wanita adalah pengantin
pria." Kebisuan mencekam ruangan itu lagi. Maria membeku di luar pintu. Lidahnya kering
dan mulutnya kelu. Kalimat itu berasal dari puisi yang ditulis Raja Solomon,
Song of Songs, untuk merayakan penyatuan agung keluarga-keluarga Israel.
Puisi itu menunjuk dan jelas-jelas mengacu pada pertunangan Easa dan Maria. Agar
seorang raja bisa memimpin rakyat, tradisi mengharuskannya memiliki seorang
mempelai yang samasama berasal dari garis keturunan yang agung. Sebagai
keturunan Benjamin dari Raja Saul, Maria adalah putri dengan derajat tertinggi di kalangan Israel,
berdasarkan garis darah. Dengan demikian ia bertunangan dengan Yeshua, Putra Singa Yudea, sejak masih
bayi. Suku Yudea dan Benjamin telah menyatu sejak zaman dulu, dan pernikahan
agung dua garis keturunan ini tetap terjaga sejak putri Saul, Michal, menikah
dengan Daud. Namun, untuk menjadi raja agung yang sesuai hukum, ia mesti memiliki ratu yang
agung pula. Annas melontarkan isu yang menohok pertunangan itu.
Yang berbicara selanjutnya adalah kakak Maria. Lazarus seorang lelaki yang
senantiasa mampu mengendalikan emosi.
Hanya orangorang yang sangat dekat dengannya yang bisa menangkap nada tajam
dalam suaranya ketika ia berbicara dengan imam besar itu.
"Jonathan Annas, adikku bertunangan dengan Yeshua berdasarkan hukum. Para nabi
telah menunjuknya sebagai sang mesias bagi kalangan kita. Aku tidak melihat alasan
untuk membatalkan pertunangan itu, karena Tuhanlah yang telah memilihnya bagi
kita." "Berani-beraninya kau mengatakan padaku apa yang dipilih Tuhan?" bentak Annas.
Di balik pintu, Maria meringis. Lazarus orang yang berbudi.
Ia akan merasa malu jika menghina imam besar. "Kami percaya Tuhan telah memilih
lelaki lain. Seorang pembela hukum yang luhur, seseorang yang akan menegakkan segala
ketentuan suci bagi kita tanpa menimbulkan penghinaan politis terhadap Romawi."
Itulah dia, kebenaran telah disampaikan kepada semuanya.
Seorang pembela hukum yang luhur. Inlah cara Annas menunjukkan pada Easa bahwa
mereka tidak akan menolerir reformasi kaum Nasrani meski garis darahnya tak
bercela. "Dan siapa dia?" tanya Easa tenang. "Yohanes."
"Sang pembaptis?" Lazarus tak percaya.
"Ia keluarga Singa," sebuah suara yang juga keras terdengar, Maria tidak
mengenal suara itu. Kemungkinan imam yang lebih muda, Caiaphas, menantu Annas.
"Dia bukan dari keturunan Daud," suara Easa tetap tenang.
"Ya." Yang ini suara Annas. "Tapi ibunya berasal dari garis keturunan imam-imam
Harun dan ayahnya dari kaum Zadok.
Orangorang menganggapnya pewaris rasul Elijah. Fakta ini cukup untuk mengalihkan
orang agar mengikutinya, jika ia menikah dengan mempelai yang sesuai."
Mereka telah berkomplot. Annas datang untuk meng amankankan pertunangan Maria
dengan seorang calon mesias dari pilihan mereka. Ia menjadi komoditas yang
mereka butuhkan untuk mengesahkan suatu kerajaan.
Suara berikutnya adalah teriakan marah. Maria belum pernah bertemu Yakobus, adik
Easa, tapi ia menduga lelaki itulah yang berteriak. Suaranya mirip Easa, hanya
saja tanpa ketenangan yang tetap terjaga.
"Kau tidak bisa mengambil dan memilih mesias seperti barangbarang di pasar. Kita
semua tahu, Yeshua adalah orang yang dikuduskan untuk memimpin kalangan kita
tanpa paksaan. Betapa lancangnya kau mengambil pengganti karena
kau mencemaskan kedudukanmu sendiri."
Teriakan memuncak seiring lelaki-lelaki itu saling membentak agar didengarkan.
Maria berusaha mencerna suarasuara dan katakata itu, tapi sekarang ia gemetar.
Segalanya akan berubah. Ia bisa merasakannya hingga ke sumsum tulang.
Perintah Annas melengking di antara suarasuara yang lain.
"Lazarus, sebagai pelindung gadis ini, hanya kau yang bisa mengambil keputusan
untuk memutus pertunangan ini dan mempersembahkan putri Benjamin kepada calon
yang kami pilih. Sekarang keputusan ada di tanganmu. Tapi jika boleh aku ingatkan, ayahmu seorang Farisi sekaligus abdi setia Rumah Tuhan. Aku
mengenalnya dengan baik. Ia pasti mengharapkanmu melakukan yang terbaik bagi
umat." Maria bisa merasakan beban berat yang diemban Lazarus dari sebelah ruangan.
Memang benar, ayah mereka mengabdi pada Rumah Tuhan dan seorang yang berbakti
pada hukum hingga kematiannya.
Ibunya seorang Nasrani, tapi tak ada pengaruhnya bagi orangorang seperti mereka.
Lazarus telah bersumpah pada ayah mereka di ranjang kematiannya bahwa ia akan
menegakkan hukum dan menjaga kedudukan keluarga Benjamin dengan segala cara.
Sekarang, pilihan menakutkan menantinya.
"Kau ingin menikahkan adikku dengan sang Pembaptis?" tanya Lazarus hatihati.
"Dia seorang yang luhur dan seorang rasul. Begitu Yohanes dinobatkan sebagai
mesias maka sebagai istri, adikmu akan memiliki status yang sama, yang ia
peroleh bersama lelaki ini," jawab Annas.
"Yohanes seorang asketik, pertapa," sela Easa. "Dia tidak berhasrat atau
membutuhkan seorang istri.
Ia memilih hidup menyendiri karena merasa akan membuatnya lebih bisa mendengar
suara Tuhan. Apakah kau hendak merusak pertapaannya dan mengakhiri pengabdiannya yang mulia
dengan memaksanya masuk ke dalam suatu pernikahan berikut segala tanggung jawab yang
diatur dalam hukum?"
"Tidak," jawab Annas, "kami tidak memaksa Yohanes. Ia akan menikah dengan gadis
ini untuk meneguhkan statusnya sebagai mesias. Setelah itu, istrinya akan
menetap dalam rumah keluarganya dan Yohanes bisa kembali memberikan khotbah.
Istrinya akan melaksanakan tugas agung berdasarkan hukum, demikian pula
Yohanes." Maria mendengarkan sembari berdoa agar nyeri di perutnya tidak membuatnya
menyerah sehingga tempat persembunyiannya terbongkar. Ia tahu "tugas-tugas agung
berdasarkan hukum" adalah melahirkan, memiliki anak bersama Yohanes sang
pertapa. Lelaki-lelaki itu tampaknya belum puas dengan mencabut kegembiraan
tertinggi yang ia impikan, yaitu menikah dengan Easa. Mereka juga berusaha
menyingkirkan Easa dari posisinya sebagai calon raja.
Kemudian lahirlah gagasan tentang sang Pembaptis itu sendiri. Maria belum pernah
berjumpa dengan lelaki yang berkhotbah di tepian sungai Yordania ini. Tapi
temperamen kedua lelaki itu sangat berbeda. Easa menggambarkan Yohanes sebagai
hamba Tuhan yang sangat baik dan seorang lelaki bijak dan luhur. Tapi Easa juga
melihat keterbatasan Yohanes. Easa pernah menjelaskan ini kepada Maria ketika ia
bertanya tentang imam yang penuh semangat dan yang membaptis dengan air.
Yohanes menjauhi wanita, orangorang di luar Yahudi, pakaian mewah, atau apa pun
yang ia pandang tidak suci. Sementara Easa percaya bahwa firman Tuhan berlaku
bagi semua umat yang mau mendengarkan. Firman Tuhan bukanlah pesan untuk kalangan tertentu, melainkan
kabar baik untuk semua orang, begitu Easa menjelaskan. Inilah perbedaan yang
menimbulkan perselisihan antara Easa dan Yohanes.
Yohanes banyak menghabiskan waktu di pantai Laut Mati yang tandus selepas
kematian kedua orangtuanya. Ia menjadi begitu terikat dengan Qumran Eseni di
sana, sebuah sekte pertapa yang banyak memberlakukan bentuk-bentuk ketaatan yang
sangat ketat. Sekte Qumran hidup di tengah kondisi keras dan mencela orangorang
yang mereka anggap "pengejar kenikmatan". Mereka
menyebut-nyebut perihal Guru Keadilan yang akan menanamkan pertobatan dosa dan
kepatuhan hakiki pada hukum.
Easa juga pernah tinggal di tengah-tengah kaum Eseni dan telah menggambarkan
kehidupan mereka kepada Maria. Ia menghormati pengabdian mereka kepada Tuhan dan
hukum, dan mendoakan kebaikan dan kemuliaan bagi mereka. Easa memiliki banyak sahabat dekat dari
kalangan Eseni, dan menjalani meditasi dalam kesendirian mutlak di Qumran. Tapi,
Yohanes mengembangkan bentuk-bentuk ketaatan Eseni yang ketat sementara Easa
pada hakikatnya menolak banyak keyakinan mereka karena menganggapnya keras dan
menghakimi. Easa memberi penjelasan mendetail tentang Yohanes
kepada Maria, tentang diet aneh dalam tradisi Qumran, yaitu belalang dan madu.
Juga tentang pakaian mereka yang tidak lazim, terbuat dari kulit hewan dan bulu
unta yang kasar sehingga menimbulkan rasa gatal dan melukai kulit. Ia
menjelaskan betapa sepupunya, sang Pembaptis, memilih hidup di alam terbuka,
beratapkan langit, tempat ia merasa lebih dekat dengan Tuhan. Lingkungan ini
kurang layak bagi seorang wanita terhormat atau seorang anak.
Dan tentunya bukan untuk kehidupan semacam ini Maria Magdalena dipersiapkan
selama usia belianya. Sekarang semuanya terserah pada Lazarus, pikir Maria sedih. Lelaki-lelaki itu
masih berdebat di ruangan sebelah sementara air mata membasahi pipi Maria. Ia
tak lagi bisa membedakan satu suara dari suara yang lain. Yang manakah suara
Lazarus dan apa yang ia katakan" Kakaknya itu mencintai dan menghormati Easa,
sebagai seorang lelaki dan sebagai seorang keturunan Daud. Meskipun ia tidak
pernah melakukan pembaruan sebagaimana yang dilakukan orang Nasrani. Lazarus
orang yang sangat memegang tradisi. Ayah mereka seorang Farisi sekaligus donatur
besar bagi Rumah Tuhan di Yerusalem.
Jonathan Annas memaksanya untuk mengambil pilihan yang menyiksa. Jika ia
mendukung Easa, raja agung yang sah dan pewaris berbagai nubuat, ia akan
disingkirkan dari Rumah Tuhan. Itulah maksud tersirat dari katakata sang imam
besar. Dengan begitu Lazarus sebenarnya tidak memiliki pilihan selain bersekutu dengan
orangorang Nasrani, menyuburkan kredo pembaruan yang tidak ia yakini.
Jalan tengah yang menggembirakan orangorang,
termasuk Lazarus, tersedia asalkan Easa diterima baik oleh orang Nasrani maupun
para imam Rumah Tuhan. Tapi malam ini terjadi perselisihan yang mengkhawatirkan.
Suatu perpecahan antara dua kelompok yang akan menimbulkan permusuhan di antara
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keluarga-keluarga besar Israel dan membuka jalan bagi permusuhan yang lebih
pedih lagi, Persoalan ini melibatkan suatu pilihan yang kelak terbukti
menyengsarakan banyak orang.
Tapi pada saat itu, Maria hanya memikirkan satu pilihan.
Suatu keputusan yang diambil oleh Lazarus demi menegakkan aturan para imam Rumah
Tuhan. Keputusan yang akibatnya jauh lebih dahsyat dibandingkan terkoyaknya impian
Maria sejak kecil dan memaksanya untuk menjalin suatu pernikahan yang tidak ia
inginkan. Pilihan itu mau tak mau akan mengubah arah sejarah ribuan tahun
mendatang. f Easa bersepakat dengan Lazarus malam itu: ia ingin dirinyalah yang menyampaikan
berita itu kepada Maria. Lazarus setuju, mungkin dengan perasaan lega, dan Maria
dibawa ke suatu kamar tertutup untuk bertemu dengan lelaki yang sedari dulu ia
yakini akan menjadi suaminya.
Ketika Easa melihat tubuh yang bergetar dan wajah bersimbah air mata itu,
tahulah ia bahwa Maria telah mendengarkan percakapan mereka. Dan ketika Maria
melihat kepedihan di mata Easa, tahulah ia bahwa takdirnya telah tertutup. Ia
menghambur ke dalam pelukan Easa dan menangis hingga tak ada air mata yang
tersisa. "Tapi mengapa?" tanya Maria. "Mengapa kau setuju pada semua ini" Mengapa kau
membiarkan mereka mengambil kerajaan milikmu?"
Easa mengusap-usap rambut Maria untuk menenangkannya, dan tersenyum dengan
caranya yang menghibur. "Barangkali kerajaanku bukan di bumi ini, Merpati Kecil."
Maria menggelengkan kepala. Ia tidak paham. Easa melihat sikapnya dan
melanjutkan penjelasan. "Maria, tugasku adalah mengajarkan Jalan Terang, menunjukkan pada umat bahwa
kerajaan Tuhan akan datang, bahwa kita memiliki kekuatan untuk membebaskan diri
dari segala tekanan, di sini dan sekarang. Aku tidak membutuhkan mahkota atau
kerajaan duniawi untuk menunaikan tugas. Yang aku butuhkan hanyalah menjangkau
sebanyak mungkin orang untuk membagi firman Tuhan tentang
JalanNya bersama mereka. "Aku selalu berpikir akan mewarisi mahkota Daud dan kau akan duduk di sampingku.
Tapi seandainya keduanya tidak terwujud di dunia ini, kita mesti memasrahkannya
sebagai kehendak Tuhan."
Maria merenungkan katakata Easa. Berusaha keras untuk tegar dan menerima ucapan
itu. Ia dibesarkan sebagai seorang putri. Itulah sebabnya ia diberi nama Maria. Suatu
gelar yang hanya diberikan kepada putri-putri keluarga terhormat dalam tradisi
Nasrani. Maria juga dilatih oleh para perempuan Nasrani, yang dipimpin oleh
ibunda Easa. Maria Agung telah mengambil alih tugas mendidik Maria sejak ia
masih sangat kecil. Ini dilakukan untuk mempersiapkannya mengarungi kehidupan
bersama Putra Daud. Tapi selain itu, Maria Agung juga mengajarkan hikmah-hikmah
spiritual berdasarkan kredo pembaruan. Begitu menikah dengan Easa, Maria akan
mengenakan selubung merah para imam wanita Nasrani.
Selubung yang juga dikenakan Maria Agung.
Tapi kini, semua itu tak akan terjadi. Maria tidak sanggup kehilangan semua itu
dan menangis kembali. Saat itulah, suatu pikiran buruk tak mampu ia cegah dan
isakan pilu mengguncang dirinya.
"Easa?" bisiknya, takut menyampaikan pertanyaan.
"Ya?" "Siapa siapa yang akan menikahiku sekarang?" Easa memandangnya dengan kelembutan
tiada banding hingga Maria merasa jantungnya akan meledak. Easa meraih tangan Maria
dan berkata dengan suara halus, tapi tegas.
"Apakah kau ingat ucapan ibuku ketika terakhir kali kau berkunjung ke rumah
kami?" Maria mengangguk, tersenyum di antara derai tangis. "Aku tak akan lupa. Ia
berkata, 'Tuhan telah menjadikanmu pasangan yang sempurna bagi putraku. Kalian
berdua akan menjadi satu tubuh. Tak akan ada lagi dua, melainkan satu. Dan
segala yang telah disatukan Tuhan, tak ada manusia yang dapat memisahkannya.'"
Easa mengangguk. "Ibuku adalah wanita paling bijaksana dan seorang rasul besar.
Ia tahu bahwa Tuhan telah menciptakanmu untukku. Jika Tuhan memutuskan dalam
rencananya bahwa aku tidak akan memilikimu, maka tak akan ada yang lain
untukku." Rasa lega menjalar di tubuh Maria. Satu hal yang tidak sanggup ia hadapi adalah
adanya perempuan lain di sisi Easa.
Tapi ada pikiran lain yang menyentak kesadarannya.
"Tapi...jika aku harus menjadi istri Yohanes... ia tak akan mengizinkan aku menjadi
imam Nasrani." Easa terlihat berpikir keras sebelum menjawab. "Tidak, Maria. Yohanes akan
mendorongmu mengikuti hukum dengan ketaatan penuh. Ia mengecam pembaruan orangorang kita,
dan barangkali ia akan bersikap tegas padamu dan menetapkan hukuman keras. Tapi
ingatlah kata-kataku kepadamu, juga pesan yang diajarkan ibuku. Kerajaan Tuhan
ada dalam hatimu, tidak ada seorang penindas pun tidak orang Romawi, bahkan
tidak pula Yohanes dapat merenggutnya darimu."
Easa mengangkat dagu Maria dan menatap lurus ke mata besar berwarna cokelat itu.
"Dengarkan aku baikbaik, Merpatiku. Kita harus menempuh jalan ini dengan besar
hati, dan kita harus menunjukkan sikap yang benar terhadap anakanak Israel. Ini
berarti aku tidak bisa menentang Jonathan Annas dan Rumah Tuhan sekarang. Aku
akan menegakkan keputusan mereka agar ajaran JalanNya bisa terus berlanjut
dengan damai dan tumbuh subur di wilayah ini. Dan aku telah menyepakati dua hal
sebagai bukti dukunganku. Aku dan ibuku akan menghadiri pernikahanmu dengan
Yohanes dan aku akan mengizinkan Yohanes membaptisku di hadapan khalayak untuk
menunjukkan bahwa aku mengakui otoritas spiritualnya."
Maria mengangguk dengan pilu. Ia akan menempuh jalan yang kini tergelar di
hadapannya. Inilah tanggung jawabnya sebagai seorang putri Israel. Katakata
cinta dan kekuatan dari Easa membuatnya mampu melalui semua ini.
Easa mencium sekilas kepala Maria lalu berpaling untuk pergi.
"Untuk orang yang begitu mungil, kau sungguh kuat," katanya lembut. "Aku selalu
melihat kekuatan dalam dirimu.
Suatu hari, kau akan menjadi ratu yang hebat, seorang pemimpin umat kita."
Easa berhenti di ambang pintu untuk menatap Maria terakhir kalinya lalu
meninggalkannya dengan ucapan terakhir.
Ia berkata dengan tangan diletakkan di dada. "Aku selalu bersamamu."
f Yohanes Pembaptis bukanlah orang yang mudah dibohongi seperti yang diduga
Jonathan Annas dan dewannya.
Saat mereka menemuinya guna menyampaikan usulan itu, Yohanes menjadi murka. Ia
menganggap mereka melanggar kebenaran dan menyebut mereka ular. Ia juga
memperingatkan bahwa sudah ada mesias dalam diri sepupunya, seorang rasul yang
dipilih Tuhan, dan bahwa ia, Yohanes, tidak layak mengisi posisinya. Para imam
itu mengemukakan alasan bahwa orangorang menjuluki Yohanes
sebagai rasul yang lebih besar, pewaris Eliah.
Tapi Yohanes menukas. "Tapi aku bukan semua itu."
"Jadi katakanlah pada kami siapa engkau agar kami bisa memberitahu orangorang
Israel siapa yang akan mengikutimu sebagai seorang rasul dan raja," pinta
mereka. Yohanes memberi jawaban yang penuh teka-teki. "Aku adalah suara di alam
terbuka." Ia menyuruh orangorang Farisi itu pergi. Tapi sang imam muda yang cerdik,
Caiaphas, menangkap ungkapan
aneh Yohanes, "Aku adalah suara di alam terbuka," sebagai suatu kutipan dari
ucapan rasul Yesaya. Apakah Yohanes sesungguhnya menyebut dirinya seorang rasul lewat suatu teks yang
membingungkan" Apakah ia tengah menguji para imam"
Rombongan imam itu kembali lagi keesokan harinya. Kali ini mereka menyampaikan
permohonan pembaptisan kepada Yohanes. Sepupu Easa ini menegaskan mereka untuk
melakukan pertobatan atas segala dosa tanpa mempertimbangkan permintaan itu.
Sikap ini membuat para imam marah. Tapi mereka sadar, mereka harus mengikuti
cara Yohanes jika tidak ingin kehilangan lelaki yang menjadi kunci strategi
mereka. Menerima pembaptisan dari Yohanes akan menguatkan posisi mereka mengingat
banyaknya orang yang menganggap Yohanes sebagai rasul. Memang inilah tujuan
mereka. Setelah para imam meneguhkan pertobatan, Yohanes melakukan baptis selam kepada
mereka di Yordania. Tapi ia juga mengingatkan, "Aku tentu akan membaptis kalian
dengan air, tapi di mata Tuhan, dia yang datang sesudahku akan lebih berkuasa
dibandingkan aku." Para imam tetap bersama Yohanes sepanjang hari itu dan menyampaikan rencana
mereka begitu gerombolan orang telah pergi dari tepi sungai. Yohanes tidak
menginginkan apa-apa. Di antara isu-isu yang ia tolak, mengambil seorang
perempuan untuk dijadikan istri adalah isu yang paling ia tentang, apalagi gadis
itu tunangan sepupu nya. Tapi dewan imam telah siap dengan keberatan Yohanes dan
telah memikirkan hal ini masakmasak sebelumnya. Mereka lalu bercerita tentang
Lazarus, lelaki bijak dan terhormat dari keluarga Benjamin, dan
bagaimana ia merasa cemas bahwa adiknya yang saleh akan menikah dengan seseorang
yang membawa pengaruh Nasrani.
Sang Pembaptis tergugah dengan pernyataan ini. Gagasan itu merupakan
kelemahannya. Meskipun tunduk pada nubuat bahwa Yeshua adalah lelaki terpilih,
ia semakin cemas melihat jalan yang ditempuh sepupunya yang berkumpul dengan
orangorang Nazaret. Selain itu, ia melihat pelanggaran mereka yang dilakukan
secara terang-terangan. Yohanes membubarkan para imam dan menyudahi pembicaraan.
Para imam pun pulang tanpa mendengar perubahan keputusan Yohanes.
Selang beberapa saat, Easa tiba di tepi timur Yordania untuk memenuhi janji
kepada Annas. Kerumunan pengikut Easa menyertainya dan pertemuan dua sosok penting ini menarik
perhatian masyarakat yang tinggal di sepanjang tepi sungai.
Yohanes mengangkat tangan untuk menghentikan langkah Easa.
"Kau datang untuk pembaptisan?" tanyanya. "Barang kali akulah yang lebih perlu
dibaptis olehmu, karena engkaulah orang yang dipilih Tuhan."
Easa membalas dengan tersenyum. "Sepupuku, beginilah yang harus terjadi
sekarang. Kami harus meng ikuti jalan keadilan."
Yohanes mengangguk, tidak menunjukkan rasa terkejut atau emosi lain mendengar
ungkapan penerimaan Easa yang terang-terangan. Inilah pertama kalinya mereka berkumpul
bersama sejak tipuan yang dilancarkan Jonathan Annas dan kesempatan pertama
untuk menakar karakter masingmasing. Sang Pembaptis membawa Easa menjauhi kerumunan dan berbicara dengan sangat
hatihati tanpa melecehkan perspektif sepupunya.
"Dia yang memiliki mempelai wanita adalah pengantin
pria." Easa tidak menunjukkan reaksi apa pun. Ia hanya mengangguk tanda setuju.
Yohanes melanjutkan, "Tapi teman sang pengantin pria yang berdiri dan
mendengarkannya menyambut gembira suara pengantin pria. Aku bisa bergembira dengan anugerah
keadilanmu yang tidak mementingkan diri sendiri, jika benar kau memberinya
dengan ikhlas." Easa mengangguk lagi. "Aku akan menjadi teman sang pengantin pria. Aku harus
mengalah demi kejayaan, maka lakukanlah."
Ini adalah permainan katakata, tahan jiwa, antara dua rasul besar, ketika
keduanya saling menghormati pendirian politik masingmasing. Puas karena sang
sepupu setuju menyerahkan kedudukan dan mempelainya, Yohanes beralih ke
kerumunan orang di tepian Yordania. Ia mengeluarkan
pengumuman kepada khalayak setelah meminta Easa melangkah ke depan.
"Sesudahku akan datang lelaki ini, yang ditunjuk sebelumku, karena dialah yang
dipilih sebelum aku."
Easa menyelam ke dalam sungai sementara katakata Yohanes terdengar. Sikap ini
telah dipertimbangkan dengan seksama. Jika Yohanes mengambil posisi sebagai mesias,
maka Easa akan mewarisi kedudukannya seandainya terjadi sesuatu.
"Dialah yang dipilih sebelum aku" adalah isyarat jelas bahwa Yohanes tetap
mengakui nubuat sejak kelahiran Easa. Ucapan ini melindungi Yohanes bersama kaum
pertengahan yang mendukungnya dan takut dengan pembaruan orangorang Nasrani,
tapi tetap menghormati Easa sebagai putra yang disebut dalam nubuat. Kata kata pertamanya,
"Sesudahku akan datang lelaki ini," adalah indikasi bahwa Yohanes mengambil
peran sebagai orang yang dipilih.
Yohanes, pengkhotbah yang hidup di alam terbuka dengan pakaian kasar dan gayanya
yang bak malaikat, barangkali mudah diremehkan. Tapi tindakan dan sabda-sabdanya
di tepian Sungai Yordania hari itu menunjukkkan bahwa dia seorang politisi yang
jauh lebih cakap dibandingkan yang dibayangkan kebanyakan orang.
Setelah Easa keluar dari sungai, kerumunan orang menyambut kedua lelaki ini, dua
rasul yang berkerabat yang telah mendapat sentuhan Tuhan. Namun keheningan
melanda lembah itu ketika seekor merpati putih yang melayang dari angkasa,
dengan anggunnya bertengger di kepala Easa, sang Putra Daud. Momen ini dikenang
oleh masyarakat Lembah Yordania dan generasi-generasi yang hidup jauh setelah
mereka. f Keesokan harinya, Caiaphas kembali ke Sungai Yordania bersama kelompok
orangorang Farisi. Rencana menyangkut Yohanes telah ia pikirkan masakmasak. Pembaptisan Easa
kemarin bukanlah sesuatu yang ia dan Annas rencanakan.
Mereka menyangka, dengan menyetujui pembaptisan Easa maka otoritas Yohanes akan
diakui secara luas. Ternyata peristiwa itu malah mengingatkan orang bahwa sosok
Nasrani yang menyusahkan itu adalah lelaki yang dipilih berdasarkan nubuat.
Sekarang orangorang Farisi
harus mengikis dampak pandangan bahwa Easa adalah sang Mesias, bahkan lebih dari
sebelumnya. Satusatunya cara yang bisa ditempuh adalah memindahkan gelar mesias itu kepada
orang lain secepat mungkin. Dan satu satunya calon yang bisa diterima adalah
Yohanes. Tapi Yohanes merasa resah dengan isyarat merpati
itu. Bukankah burung yang muncul dari langit setelah proses pembabtisan membuktikan
bahwa Easalah orang yang dipilih Tuhan" Yohanes menjadi ragu, akhirnya ia
mengambil keputusan untuk kembali mendukung kedudukan sepupunya. Namun Caiaphas,
murid teladan mertua nya, Annas, telah
memperhitungkan kemungkinan ini. Ia melancarkan taktik lain.
"Sepupu Nazaretmu itu bersama orangorang lepra hari ini," katanya memberitahu.
Yohanes tercengang. Tak ada yang lebih kotor dibandingkan orangorang hina yang
diabaikan oleh Tuhan itu. Dan mendekati mereka setelah pembaptisan adalah sikap
yang tidak masuk akal. "Kau yakin berita itu benar?" tanya Yohanes.
Caiaphas mengangguk pasti. "Ya, aku menyesal telah mengabarkan berita ini. Ia
berada di tempat yang paling tidak bersih pagi ini. Aku mendapat kabar bahwa ia
berkhotbah tentang kerajaan Tuhan kepada mereka. Ia bahkan membolehkan mereka
menyentuh tubuhnya."
Yohanes kaget karena Easa telah melangkah sejauh ini, dan secepat ini. Ia mafhum
bahwa orangorang Nazaret sangat berpengaruh terhadap sepupunya. Bukan kah ibunya
seorang Maria dan pemimpin kalangan itu" Tapi dia seorang perempuan dan
karenanya tidak begitu penting kecuali pengaruhnya besar terhadap putranya.
Namun jika Easa berkumpul dalam dunia orangorang tidak bersih, bahkan belum
genap sehari setelah pembaptisannya, barangkali Tuhan mengalihkan pilihan
kepadanya. Dan ada seorang gadis yang mesti dipikirkan. Yohanes merasa sangat terusik
lantaran gadis itu dinamai Maria. Itu adalah nama Nasrani, suatu tanda bahwa
gadis itu dididik dengan cara mereka yang menurutnya tidak layak. Diyakini,
Maria adalah Putri Sion seperti yang diungkapkan dalam kitab rasul Mikha. Uraian
itu mengacu pada Migdal-Eder, Menara Jemaat, seorang perempuan gembala yang akan
memimpin umat: "Dan kau, Wahai Menara Jemaat, benteng putri Sion, kepadamulah
akan datang...Kerajaan akan datang kepada putri Yerusalem."
Jika Maria adalah perempuan yang dimaksud dalam nubuat, maka Yohanes memiliki
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanggung jawab untuk memastikan gadis itu tetap di dalam jalan kebenaran.
Caiaphas telah meyakinkan Yohanes bahwa gadis itu masih belia dan tentunya cukup
saleh untuk mendapat didikan yang dipandang Yohanes sesuai dengan hukum yang
paling tradisional. Bahkan kakak Maria sendiri memohon mereka untuk melakukan
hal ini sebelum terlalu terlambat. Pertunangan putri Benjamin ini dengan Easa
telah lenyap berdasarkan pengajaran Nasraninya.
Ini selaras dengan hukum. Bukankah sang imam besar, Jonathan Annas, sendiri yang
menulis naskah pembatalan itu"
Yang paling penting, Easa dan pengikut-pengikut Nasraninya tidak keberatan
dengan keputusan ini. Mereka berjanji akan mendukung kedudukan Yohanes sebagai orang yang terpilih.
Easa bahkan setuju untuk menghadiri pesta pernikahan sebagai bukti dukungannya.
Tak ada sesuatu dalam usulan ini yang ditolak. Jika Yohanes
menikah dengan putri Benjamin dan menjadi seorang yang terpilih maka jumlah
pembaptisannya akan meningkat sepuluh kali lipat. Ia akan merengkuh jauh lebih
banyak pendosa dan dapat menunjukkan jalan pertobatan kepada mereka. Ia akan
menjadi Guru Keadilan berdasarkan nubuat leluhur mereka.
Membayangkan kesempatan untuk menyadarkan lebih banyak pendosa dan mengajarkan
jalan pengampunan Tuhan kepada anakanak Israel membuat Yohanes setuju menikah dengan
putri Benjamin dan menjalani posisinya dalam sejarah masyarakatnya.
f Pernikahan Maria, putri keluarga Benjamin, dengan Yohanes Pembaptis dari
keturunan Harun dan Zadok yang mulia, bertempat di bukit Cana, Galilee. Acara
ini dihadiri orangorang terhormat dari Nazaret, juga Farisi. Menepati janji,
Easa datang bersama ibu, saudara laki-lakinya, dan sekelompok murid mereka.
Ibunda Yohanes yang saleh, Elisabeth, adalah sepupu ibunda Easa, Maria.
Elisabeth dan suaminya, Zakharia, telah meninggal bertahuntahun sebelum
pernikahan putra mereka. Tak ada kerabat langsung Yohanes yang mengurusi acara
ini sedangkan Yohanes sendiri tidak paham dan juga tidak begitu peduli tentang
protokol pesta pernikahan. Melihat para tamu tidak dijamu secara layak, Maria
Agung, selaku perempuan tertua dalam keluarga Yohanes, mengambil alih tugas ini.
Ia mendekati tempat duduk putranya bersama beberapa pengikutnya dan berkata,
"Anggur yang mereka sediakan tidak mencukupi."
Easa mendengarkan ucapan ibunya baikbaik. "Apa hubungannya denganku?" tanyanya.
"Ini bukan pernikahanku.
Tidak pantas jika aku ikut campur." Maria Agung tidak setuju dan berkata kepada
putranya. Pertama, ia merasa berkewajiban untuk memastikan pesta pernikahan ini berjalan
secara layak untuk menghormati Elisabeth. Tapi selain itu, Maria adalah
perempuan bijak yang tahu tentang umat dan nubuat. Inilah kesempatan untuk
mengingatkan para tokoh terhormat dan imam yang hadir akan kedudukan unik
putranya dalam komunitas mereka. Easa setuju meski dengan berat hati.
Maria memanggil para pelayan lalu memberi instruksi.
"Apa pun yang ia minta, lakukanlah tanpa bertanya tanya."
Para pelayan menunggu perintah Easa. Setelah beberapa saat, ia meminta dibawakan
enam belanga yang diisi air hingga penuh. Para pelayan memenuhi perintah nya.
Mereka meletakkan belanga tanah liat berisi air di hadapan Easa. Dengan mata
terpejam, Easa membaca doa sementara tangannya memegang masingmasing belanga
secara bergantian. Setelah selesai, ia menyuruh para pelayan menuangkan cairan
itu. Pelayan pertama menuangkan cairan itu ke cangkirnya. Belanga tanah liat itu
ternyata tak lagi berisi air, melainkan anggur merah yang manis dan lezat.
Easa menyuruh seorang pelayan membawakan secangkir anggur untuk Caiaphas yang
adalah penyelenggara pesta. Caiaphas mengangkat gelasnya kepada Yohanes,
sang mempelai pria, dan memuji kelezatan anggur.
"Kebanyakan orang menyajikan anggur terlezat di kesempatan pertama dan menyimpan
anggur berkualitas buruk untuk momen terakhir, saat hanya sedikit orang yang tahu,"
gurau Caiaphas. "Tapi kau menyimpan anggur terbaik untuk momen terakhir."
Yohanes memandang Caiaphas dengan bingung. Baik ia maupun sang imam sama sekali
tidak tahu apa maksudnya. Satusatunya hal yang menandakan terjadinya peristiwa
tidak lazim hanyalah beberapa pelayan yang saling berbisik, juga beberapa murid
Nasrani. Tapi tak lama kemudian semua orang di Galilee mengetahui peristiwa yang
terjadi di acara pernikahan itu.
f Setelah pernikahan Yohanes dan Maria, tidak ada orang yang membicarakan kedua
mempelai. Tentu saja, penyatuan agung itu tenggelam lantaran sesuatu yang lebih
menggemparkan. Topik pembicaraan orang adalah mukjizat sang rasul muda yang
mengubah air menjadi anggur. Di wilayah Galilee utara ini, nama Easa menjadi
buah bibir semua orang. Dialah satusatunya mesias, terlepas manipulasi yang bersumber dari Rumah Tuhan.
Kekuasaan dan popularitas Yohanes berkembang di wilayah selatan, mulai dari
tepian Yordania di dekat Jericho, terus melewati Yerusalem hingga ke wilayah
gurun Laut Mati. Dikipas-kipasi para imam Rumah Tuhan, jumlah pengikut Yohanes membengkak hingga
tepian sungai dibanjiri orang yang meminta dibaptis. Yohanes mendesak
mereka untuk menjalankan hukum dengan cara yang paling ketat. Ini mengakibatkan
jumlah korban persembahan meningkat demikian pula peti mati di Rumah Tuhan. Tapi
semuanya puas dengan hasil kesepakatan mereka.
Semuanya kecuali Maria Magdalena, yang kini menikah dengan sang Pembaptis.
Barangkali keengganan mereka untuk disatukan memang ada baiknya. Yohanes hanya
ingin tetap berada di alam terbuka dan melaksanakan perintah Tuhan. Namun ia
tidak ingin melanggar hukum yang mengharuskan pria membuahi pasangannya dan
berketurunan. Ia harus mengunjungi istrinya pada waktu-waktu tertentu untuk
alasan berketurunan. Tapi di luar waktu-waktu yang secara khusus diatur dalam
hukum dan tradisi, ia tidak memiliki keinginan untuk berdekatan dengan perempuan
manapun. Menetapkan tempat yang akan ditinggali Maria adalah tugas pertama setelah
Yohanes menikah. Ia tidak menutupnutupi bahwa Maria tidak disambut baik oleh
kalangan dekatnya. Tentu saja, warga Qumran Eseni tidak membiarkan perempuan
tinggal bersama mereka, melainkan dipisahkan pada rumah tersendiri karena para
wanita pada dasarnya tidak suci.
Sementara ibunda Yohanes telah mangkat sehingga keadaan menjadi sulit. Jika saja
ia masih hidup, Maria bisa tinggal bersamanya.
Topik ini menjadi bahan pembicaraan Yohanes dan Lazarus sebelum pernikahan
berlangsung. Maria sendiri telah memberitahukan keinginannya pada sang kakak.
Lazarus mendesak agar adiknya diperbolehkan tetap tinggal bersamanya dan Martha
di rumah keluarga mereka di Magdala dan Behtany.
Dengan begitu, Maria tidak sendirian dan dijaga oleh kedua orang yang saleh itu.
Dan Bethany tidak jauh dari Jericho, ini memudahkan Yohanes yang harus
mengunjungi istrinya, meski sekali-sekali.
Inilah jalan keluar yang pantas dan mudah bagi Yohanes, lelaki yang tidak
terlalu berminat dengan aktivitas umum Maria selain memastikan bahwa ia menjaga
sikap sebagai perempuan saleh dan bertobat. Maria adalah calon ibu bagi
putranya, jadi ia tidak boleh memiliki cela. Maria meyakinkan Yohanes bahwa ia
akan mematuhi kakaknya, seperti yang selalu ia lakukan, selama Yohanes pergi. Ia
berusaha tidak menunjukkan rasa gembiranya ketika kesepakatan itu tercapai.
Namun kegembiraan Maria tidak berlangsung lama karena Yohanes menetapkan aturan-
aturan lain. Ia tidak memperkenankan Maria mendengarkan ajaran Nasrani. Maria
tidak boleh berkunjung ke rumah Maria Agung, guru dan sahabat yang paling ia
kagumi. Dan Maria tidak boleh berada di tempat Easa berkhotbah. Yohanes merasa
kesal karena sebagian muridnya sendiri meninggalkan tepi Yordania untuk
mengikuti sepupunya. Sang Pembaptis mengecam mereka karena telah menjadi orang
Nasrani dan menyebut mereka "pencari kesenangan". Permusuhan perlahan berkembang
di antara dua kependetaan yang jauh berbeda: Easa yang Nasrani dan Pembaptis yang pertapa.
Yohanes tidak ingin dibuat malu oleh istrinya sendiri. Jadi Maria tidak boleh
bersamasama dengan orang Nasrani. Yohanes mengambil sumpah Lazarus untuk
memastikan hal ini. Maria yang muda, lugu, dan senantiasa dikelilingi dengan rasa cinta dan
penerimaan, tergoda untuk membantah. Tapi saat berusaha melontarkan keberatan,
ia mendapat bentakan suaminya untuk kali pertama. Tamparan tangan kiri Yohanes
membekas di pipi Maria sepanjang hari itu sebagai peringatan keras bahwa ia
harus selalu patuh pada suaminya. Hari itu juga sang Pembaptis meninggalkan sang
istri di rumahnya di Magdala tanpa mengucapkan selamat tinggal.
f Maria ketakutan jika Yohanes berkunjung. Ia bersyukur karena hal itu tidak
sering dan setelah dipisahkan waktu yang lama.
Yohanes hanya datang ke Bethany jika ia berada di daerah itu karena keperluannya
sendiri, biasanya ketika bepergian dari wilayahnya di tepi sungai ke Yerusalem.
Secara formal ia menanyakan kesehatan Maria, dan jika sesuai dengan hukum, ia
menjalani tugas-tugas seorang suami. Dalam kunjungan seperti itu, Yohanes
meluangkan waktu untuk memberi instruksi kepada Maria tentang hukum,
menyampaikan kewajiban untuk bertobat, dan memberi nasihat bahwa kerajaan Tuhan
akan datang. Sebagai seorang putri dari keluarga Benjamin, Maria tahu tidaklah pantas
membandingkan suaminya dengan orang lain.
Tapi ia tidak tahan. Siang dan malamnya dipenuhi bayangan akan Easa dan segala
ajarannya. Ia merasa takjub karena baik Easa maupun Yohanes berkhotbah tentang
hal yang sama bahwa kerajaan Tuhan akan datang namun maknanya jauh berbeda.
Menurut Yohanes, pesan itu mengisyaratkan malapetaka, suatu peringatan
menakutkan bagi mereka yang berdosa. Menurut Easa, pesan itu adalah kesempatan
indah bagi semua orang yang membuka hati kepada Tuhan.
Suatu hari, Maria mendapat kabar bahwa Easa akan datang ke Bethany bersama
ibunya dan sekelompok pengikut Nasrani.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hati Maria dipenuhi rasa bahagia.
f "Mereka tidak akan tinggal di sini. Dan kau tidak boleh menemui mereka, Maria.
Suamimu telah melarang," Lazarus memasang wajah seperti batu mendengar
permohonan Maria. "Mengapa kau bersikap seperti ini padaku?" isak Maria.
"Mereka adalah temanteman lamakudan sebagian di antara mereka juga teman lamamu.
Sang nelayan Petrus dan Andreas yang bermain bersama kita di tangga Capernaeum
dan pantai Galilee. Mengapa kau tidak ramah kepada mereka?"
Ketegangan akibat keputusan itu tampak di wajah kakak Maria. Menjauhi teman masa
kecil, juga Easa dan Maria Agung yang dinisbahkan sebagai anakanak Daud, adalah
keputusan yang menyiksa. Tapi Lazarus telah mendapat perintah dari imam besar
untuk tidak mendekati kelompok Nasrani saat mereka lewat dalam perjalanan dari
Yerusalem. Lebih jauh lagi, suami adiknya telah mengeluarkan instruksi tegas
bahwa Maria tidak boleh mendengarkan ajaran Nasrani. Lazarus sendiri telah
bersumpah untuk menjaga kesalehan Maria dalam batasan yang disampaikan suaminya.
"Aku melakukan ini demi kepentinganmu, Adikku."
"Apakah menikahkan aku dengan sang Pembaptis adalah demi kepentinganku?" Maria
tidak menunggu jawaban kakaknya atau melihat raut terkejut di wajahnya. Ia berlari
keluar rumah, menuju kebun. Di sana ia menumpahkan tangisnya.
"Ia sungguh-sungguh ingin melakukan yang terbaik untukmu."
Maria tidak mendengar langkah-langkah Martha mendekat.
Ia terlalu larut dalam kesedihannya. Meski sangat mencintai Martha, ia sedang
tidak ingin mendengarkan ceramah tentang kepatuhan. Maria bicara, tapi Martha
memotong. "Aku ke sini bukan untuk memarahimu. Aku datang untuk menolongmu."
Maria menatap Martha lekat-lekat. Ia belum pernah melihat Martha menentang
keinginan atau membantah kakaknya. Tapi ada suatu kekuatan tersembunyi di balik
sosok Martha. Dan sekarang, Maria melihat kekuatan itu padanya.
"Maria, kau seperti adikku sendiri, dan kadang-kadang seperti anakku sendiri.
Aku tidak sanggup melihat penderitaanmu setahun terakhir ini. Aku bangga padamu,
begitu juga kakakmu. Aku tahu, ia tidak mengatakannya padamu, tapi ia selalu
mengatakannya padaku. Kau melaksanakan kewajibanmu sebagai putri Israel yang
terhormat, dan dengan kepala tegak."
Maria menyapu air matanya sementara Martha melanjutkan. "Lazarus akan pergi ke
Yerusalem untuk urusan bisnis. Ia kembali esok malam. Orangorang Nasrani akan
berada di Bethany, berkumpul di rumah Simon."
Bola mata Maria membesar saat mendengarkan. Apa
kah yang menyampaikan siasat ini benarbenar Martha yang patuh dan saleh" "Simon"
Maksudmu di rumah itu?"
Maria menunjuk rumah yang dimaksud, letaknya tidak jauh dari rumah mereka.
Martha mengangguk. "Jika kau berhati-hati dan pergi dengan sembunyi sembunyi, aku akan mengawasi
lingkungan ini jika kau ingin menemui teman lamamu."
Maria memeluk Martha erat-erat. "Aku sayang padamu!"
"Ssst," bisik Martha, melepaskan diri dari pelukan Maria, matanya mengawasi
sekeliling untuk memastikan tidak ada orang yang melihat mereka. "Jika Lazarus
menemuimu sebelum pergi ke Yerusalem, kau harus marah padanya. Dengan begitu ia
tidak akan curiga, atau kita akan menemui kesulitan besar."
Maria mengangguk pasti, berusaha keras tidak tersenyum.
Martha bergegas masuk ke rumah untuk melihat kepergian Lazarus, meninggalkan
Maria yang menari-nari di antara pepohonan zaitun.
f Maria berjalan ke arah rumah Simon dari jalur samping.
Rambutnya yang merah dan mudah dikenali ditutup dengan tudung tebal. Setelah
mengucapkan salam, ia segera diizinkan masuk dan menatap gembira wajahwajah yang
sudah akrab dengannya. Maria mengelilingkan pandangan ke ruangan itu tapi tidak
menemukan dua wajah yang paling penting dan paling ia cintai, karena Easa dan
ibundanya belum tiba. Namun tak banyak waktu untuk
memikirkannya karena suara wanita dari arah
belakang berteriak memanggil namanya.
Maria menoleh dan melihat senyum cantik Salome, putri Herodias dan anak tiri
penguasa wilayah Galilee, Herod. Maria menjerit senang melihat sahabatnya karena
mereka samasama mengenyam pendidikan di bawah asuhan Maria Agung. Mereka saling
berpelukan dalam kehangatan dan
kegembiraan. "Apa yang kau lakukan jauh-jauh dari rumahmu?" tanya Maria.
"Ibu mengizinkan aku ikut bersama Easa dan melanjutkan pendidikanku agar boleh
mengenakan tujuh selubung." Tujuh selubung hanya boleh dikenakan oleh perempuan
yang telah dinobatkan sebagai imam besar. "Herod Antipas telah menyediakan semua
yang diinginkan ibuku. Lagi pula ia bersimpati pada orang Nasrani. Hanya sang
Pembaptis yang ia benci."
Salome buru-buru menutup mulut karena sudah kele-pasan bicara. Ia tampak malu.
"Maafkan aku. Aku lupa." Maria tersenyum sedih. "Tidak, Salome, tidak perlu meminta maaf. Aku sendiri
kadang lupa." Salome terlihat sangat iba. "Apakah menakutkan bagimu?"
Maria menggelengkan kepala. Ia mencintai Salome laiknya saudara, dan mereka
memang saling memanggil dengan sebutan itu karena tradisi para imam Nasrani.
Tapi Maria tetap seorang putri dan dididik untuk berperilaku sebagai seorang
putri. Ia tidak akan berbicara buruk tentang suaminya, apa pun alasannya.
"Tidak, tidak menakutkan. Aku jarang bertemu Yohanes."
Salome menarik kata-katanya seolah merasa perlu mengoreksi keteledorannya. "Aku
harap, aku tidak menyakiti hatimu, Saudaraku. Hanya saja sang Pembaptis
menghina ibuku. Ia menjulukinya pelacur dan penyeleweng."
Maria mengangguk. Ia sudah mendengar semua itu. Ibunda Salome, Herodias, adalah
cucu Herodes Agung dan mewarisi sebagian karakter raja keras kepala yang tidak
disukai rakyat itu. Herodias berpisah dengan suami pertamanya untuk menikah
dengan Herod Antipas. Lelaki ini memerintah Galilee dan sebelumnya telah
melakukan tindakan yang sama untuk menikah dengan Herodias, yakni menceraikan
istrinya yang berbangsa Arab. Yohanes sangat murka melihat seorang penguasa
Yahudi melakukan penghinaan hukum secara blak-blakan. Tanpa tedeng aling-aling,
ia menyebut pernikahan Herod Antipas dengan Herodias sebagai perbuatan zina.
Herod merasa gusar tapi tidak berminat menanggapi tuduhan Yohanes. Sebagai
seorang penguasa sebagian wilayah Galilee, ia sudah
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi cukup banyak tuntutan dan risiko pecutan Caesar. Rasanya tak perlu
menambah sakit kepala dengan menanggapi sikap kasar sang rasul pertapa.
Fakta bahwa Herodias adalah orang Nazaret tentu tidak membantu kasusnya dengan
Yohanes, apalagi mengubah opini Yohanes tentang kultur Nasrani. Hal itu justru
akan menambah bukti mengapa perempuan tidak boleh diberi wewenang atau bahkan
kebebasan sosial. Pendeknya, jika perempuan diberi wewenang, mereka akan menjadi
kurang ajar. Yohanes sering menjadikan Herod dan Herodias sebagai contoh
kebobrokan Nasrani. Kendati sang Pembaptis bermusuhan dengan penguasa Galilee, Easa justru sangat
dikagumi istri Herod. Ia mengirim putri semata wayangnya untuk mengenyam ajaran
JalanNya setelah usianya cukup. Salome dan Maria menjadi sangat akrab saat
mereka bersamasama di Galilee. Cinta spiritual terhadap Maria Agung dan putranya mempererat ikatan
mereka. "Saudara kita, Veronica, ada di sini," Salome yang merasa resah segera mengubah
topik pembicaraan. Kemenakan Simon, Veronica, adalah seorang gadis yang cantik dan memiliki
kualitas spiritual yang mendalam. Ia juga mendapat didikan di rumah ibunda Easa.
Maria menyayangi Veronica, ia melihat ke sekeliling, mencari wajah sahabatnya.
"Itu dia!" Salome menarik tangan Maria dan mengajaknya menghampiri Veronica.
Ketiga perempuan yang bersaudara dalam kredo Nasrani itu saling berpelukan
hangat. Tapi tak banyak waktu untuk berbincang-bincang karena Easa memasuki
ruangan. Ia diikuti sang ibu dan dua saudaranya, Yakobus dan Yudas (Jude), juga
saudarasaudara nelayan dari Galilee dan seorang lelaki berwajah tegas yang Maria
percaya bernama Filipus. Easa memberi salam kepada semua orang yang hadir, tapi
berhenti di hadapan Maria. Ia memeluk hangat Maria, tapi dalam batasan yang
wajar disertai hormat terhadap seorang wanita yang sudah bersuami. Easa menatap
Maria untuk menunjukkan rasa herannya karena ia melanggar perintah kakaknya,
tapi ia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Maria tersenyum dan meletakkan tangan di dadanya.
"Kerajaan Tuhan ada dalam hatiku, tak ada seorang penindas pun yang dapat
merebutnya dariku." Easa membalas tersenyum, suatu ekspresi kehangatan yang luar biasa, lalu
melangkah ke depan untuk menyampaikan khotbah.
f Malam itu sungguh indah, penuh dengan cinta para teman dan dunia JalanNya. Maria
hampir saja melupakan pentingnya Dunia itu bagi dirinya dan betapa Easa seorang
guru yang menggugah. Tapi duduk bersimpuh dan mendengarkan ajarannya adalah
pengalaman Kerajaan Tuhan yang nyata di dunia ini. Maria tidak bisa
membayangkan, bagaimana seseorang mengutuk katakata yang sedemikian indah, atau
mengapa seseorang secara sengaja tidak mengindahkan ajaranajaran cinta, kasih
sayang, dan kedermawanan.
Setelah berdiri untuk berpamitan, Easa mendekati Maria dan menyentuh lembut
perutnya. "Kau membawa seorang anak, Merpati Kecil."
Maria terperangah. Yohanes menginap semalaman untuk menunaikan tugas-tugasnya
saat kunjungan terakhir. Tapi Maria sama sekali tidak menyangka bahwa ia sedang
mengandung. "Kau yakin?" Easa mengangguk. "Seorang putra tumbuh dalam rahimmu.
Jagalah, Merpati Kecil. Aku harap kau melahirkan dengan selamat."
Selintas wajah Easa muram. "Katakan pada kakakmu bahwa kau harus melewati masa
persalinan di Galilee. Mintalah agar kau dibolehkan pergi pada pagi hari, saat
matahari mulai bersinar."
Maria merasa bingung. Bethany dekat dengan Yerusalem, dan bidan serta pengobatan
terlengkap tidak jauh sekiranya terjadi komplikasi. Adalah masuk akal jika ia
tinggal di sini, sedangkan Lazarus baru pulang esok hari. Tapi Easa melihat
sesuatu saat wajahnya menyuram. Sesuatu yang membuatnya mendesak Maria
agar segera meninggalkan Bethany dan pergi ke pantai Galilee.
Yang Maria tidak ketahui dalam momen nubuat itu adalah bahwa Easa melihat suatu
kebutuhan untuk membawa Maria sejauh mungkin dari Yohanes.
f "Pelacur!" Yohanes menampar Maria berkali-kali. "Aku tahu, sudah terlambat
untukmu dan ajaran Nasranimu yang kurang ajar. Berani-beraninya kau melanggar
suamimu dan kakakmu!"
Martha dan Lazarus berada di ujung lain rumah di Bethany itu. Tapi mereka bisa
mendengar kekerasan yang tengah berlangsung. Martha memekik pelan dari kamar
tidurnya saat mendengar pukulan menimpa tubuh Maria yang mungil. Ini
kesalahannya. Dialah yang memengaruhi Maria untuk melanggar perintah suami dan
kakaknya. Martha merasa dialah yang pantas menerima pukulan.
Lazarus duduk tidak bergerak, kelu karena rasa takut dan tidak berdaya. Ia marah
dengan Martha dan Maria, tapi jauh lebih prihatin terhadap pukulan yang diterima
adiknya. Ia merasa sama sekali tidak berdaya melakukan apa pun. Jika ia campur
tangan, yang ia sendiri tidak berani melakukannya, Yohanes akan merasa semakin
terhina. Lagi pula, suami memukul istri yang melanggar perintah adalah sesuatu
yang lazim. Dalam rumah tangga yang lebih tradisional, tindakan itu bahkan sudah
bisa diduga. Perlakuan Yohanes itu dilandasi penafsiran hukumnya.
Mereka masih belum tahu, dari mana Yohanes tahu bahwa Maria datang ke pertemuan
orang Nasrani. Adakah seseorang di antara mereka yang membocorkan rahasia kemarin malam"
Ataukah karunia nubuatlah yang membuatnya mengetahui kejadian itu lewat visi"
Apa pun penyebabnya, Yohanes datang ke Bethany pada siang harinya dalam keadaan
marah besar dan dengan tekad menghukum siapa pun yang terlibat dalam siasat ini.
Ia tahu bahwa istrinya yang masih belia duduk dengan penuh pengabdian di kaki
sepupunya kemarin malam. Yang lebih parah, sang istri duduk bersamasama dengan
putri Herodias, sang pelacur. Berdasarkan pemahaman Maria, sikapnya yang
bersimpati dan penuh kasih terhadap Salomelah yang menjadi biang keladi hingga
Yohanes merasa dipermalukan. Sikap itu berpotensi mencederai reputasinya.
Sialan perempuan itu! Tidakkah ia tahu, noda sekecil apa pun bisa mengotori
pengabdiannya dan menghilangkan pesan Tuhan" Inilah bukti bahwa perempuan tidak
memiliki akal, tidak memiliki kemampuan untuk berpikir matang tentang
konsekuensi tindakan mereka. Berdasarkan wataknya, perempuan adalah makhluk
pendosa, anakanak Hawa dan Isebel. Yohanes mulai berpikir bahwa perempuan
mungkin tidak akan mendapat pengampunan.
Yohanes meneriakkan ucapan-ucapan ini dan masih lebih banyak lagi. Maria
terpojok di sudut, menutupi kepalanya dengan tangan untuk melindungi wajahnya.
Tapi sudah terlambat, lingkaran biru mengelilingi salah satu matanya. Bibir
bawahnya pun membengkak dan mengeluarkan darah saat punggung tangan Yohanes
mengakibatkan giginya merobek bibir itu. Akhirnya Maria berteriak,
"Hentikan, kau menyakiti bayi ini."
Ayunan pukulan tangan Yohanes berhenti di udara. "Apa kaubilang?"
Maria menarik napas untuk menenangkan diri. "Aku mengandung."
Yohanes menanggapi dengan dingin. "Kau pelacur Nasrani yang bermalam di rumah
lelaki lain tanpa seorang pengawal.
Aku bahkan tidak yakin janin itu adalah anakku."
Maria berbicara pelan sembari berusaha berdiri. "Aku tidak seperti yang kau
katakan. Aku datang padamu sebagai seorang mempelai yang masih perawan, dan aku
tidak pernah bersama lelaki lain kecuali engkau, suamiku berdasarkan hukum." Ia
menekankan tiga kata terakhir. "Kau marah karena aku tidak patuh padamu, dan aku
layak menerima kemarahanmu."
Maria sudah berdiri sekarang. Kepalanya lebih rendah dari Yohanes, ia mendongak
dan menatap wajah suami nya. "Tapi anakmu tidak layak dipertanyakan. Suatu hari,
ia akan menjadi pangeran kaum kita."
Yohanes mengeluarkan suara menggerutu lalu berbalik dan pergi. "Aku akan
menyampaikan aturan-aturan ketat untuk masa persalinanmu kepada Lazarus." Ia
membuka pintu lalu melewati koridor dengan langkah-langkah panjang. Tanpa
menoleh sedikit pun, ia melontarkan cercaan terakhir.
"Jika anak itu perempuan, aku akan meninggalkan kalian berdua dengan senang
hati." f Keesokan harinya, Maria memutuskan untuk berjalan-jalan di kebun, menghirup
udara segar. Sudah seharian ia
berbaring di ranjang, merawat luka-lukanya. Kebun itu tertutup, dikelilingi
tembok, sehingga tak akan ada orang yang melihat bekas memar di wajahnya yang
memalukan. Atau begitulah yang Maria kira.
Ia mendengar bunyi gemerisik di semaksemak hingga jantungnya nyaris copot. Apa
itu" Siapa itu"
"Halo?" teriaknya dengan tubuh kaku.
"Maria?" suara perempuan berbisik, diikuti gemerisik lebih keras lagi. Tibatiba
suatu sosok muncul dari balik barisan semak di dekat dinding kebun.
"Salome! Apa yang kau lakukan di sini?" Maria berlari menyambut temannya, sang
putri Herodian yang menyelinap seperti seorang pencuri.
Salome tidak bisa langsung menjawab. Ia berdiri tak bergerak, menatap wajah
Maria yang terluka. Maria memalingkan kepalanya. "Seburuk itukah?" bisik Salome.
Salome meludah di tanah. "Ibuku benar. Sang Pembaptis memang binatang. Tega-
teganya ia memperlaku-kanmu seperti ini! Kau seorang wanita terhormat."
Maria berusaha membela Yohanes tapi sadar bahwa ia tidak memiliki energi.
Tibatiba saja ia merasa letih, sangat lelah dengan kejadian di hari-hari
belakangan ini dan beban kehamilan yang kian mendera tubuh mungilnya. Maria
duduk di batang kayu, didampingi temannya.
"Kubawakan ini untukmu." Salome menyerahkan sebuah kantong sutra. "Di dalamnya
ada toples berisi salep obat untuk mengobati lukamu."
"Bagaimana kautahu?" tanya Maria. Tibatiba ia sadar bahwa Salome mengetahui
sesuatu yang hanya disaksikan oleh Martha dan Lazarus.
Salome mengangkat bahu. "Dia melihat." Hanya ada
satu "dia". "Dia tidak mengatakan apa yang terjadi. Hanya berkata, 'Bawakan krim
obat terbaik untuk saudaramu, Maria. Ia membutuhkannya sekarang.' Lalu ia
menyuruhku memastikan tidak ada yang melihatku datang karena khawatir diketahui
Yohanes." Maria berusaha tersenyum mendengar ungkapan visi yang dilihat Easa. Tapi luka di
bibirnya malah membuatnya menyeringai, bukan tersenyum. Wajah cantik Salome
merah dengan kemarahan melihat temannya kesakitan. "Mengapa ia berbuat seperti
ini?" tuntut Salome.
"Aku tidak patuh padanya."
"Tidak patuh bagaimana?"
"Aku datang ke pertemuan orang Nasrani." Salome mulai paham. "Ah, jadi dalam
pikiran sang Pembaptis, kami adalah musuh. Aku penasaran, kapan ia akan
menjatuhkan Easa secara terang-terangan" Pasti itulah yang akan terjadi
selanjutnya." Maria terperangah. "Mereka bersaudara, dan saat pembaptisan Easa, Yohanes telah
mengumumkannya di hadapan orang banyak. Yohanes tidak akan berbuat seperti itu."
"Tidak" Aku tidak yakin, Saudaraku." Salome berpikir. "Ibuku bilang, Yohanes
sama liciknya seperti ular. Pikirkanlah.
Ia menikahimu untuk mengesahkan posisi rajanya, dan sekarang kau mengandung
keturunannya. Ia mencerca ibuku dengan julukan penyeleweng dan memanfaatkan
fakta bahwa dia seorang Nasrani untuk menyerangnya dan sebagai senjata terhadap
kita semua. Apa langkah selanjutnya" Menarik dukungannya terhadap Easa secara
Pendekar Cacad 16 Wiro Sableng 067 Halilintar Di Singosari Peristiwa Merah Salju 11