Expected One 7
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan Bagian 7
terang-terangan berdasarkan keyakinan bahwa ia melanggar hukum. Ia tidak akan
puas sampai ia menghancurkan JalanNya."
"Aku pikir, Yohanes tidak akan berbuat seperti itu, Salome."
"Benarkah?" Gadis itu tertawa, tawa yang keras untuk seorang yang begitu muda.
"Kau tidak banyak berada di sekitar Herod seperti aku. Lelaki bisa melakukan apa
saja untuk menguatkan kedudukannya." Maria menghela napas dan menggelengkan kepala. "Aku tahu, sulit untukmu percaya.
Tapi Yohanes adalah lelaki yang baik dan seorang rasul sejati. Aku tidak akan
menikah dengannya jika aku tidak yakin akan hal itu. Kakakku pun tidak akan
setuju. Memang, Yohanes berbeda dengan Easa, dan ia seorang yang keras dan
kasar. Tapi ia yakin akan kerajaan Tuhan. Ia hidup hanya untuk membantu orang
menemukan Tuhan lewat pertobatan dan hukum."
"Ya, ia membantu para pria. Tapi terhadap wanita, ia akan lebih cepat
menenggelamkan kita semua dalam sungainya dibandingkan menawarkan penyelamatan."
Salome mencibirkan bibir untuk
menunjukkan rasa muak. "Dan ia telah menjadi boneka orang Farisi, sepertinya
tidak ada alasan lain kecuali karena ia tidak memiliki keterampilan sosial atau
politik sendiri. Ia ikut saja ke mana pun mereka menyuruh. Dan aku jamin, ia akan diperintahkan
untuk mempertanyakan lebih jauh keabsahan (posisi) Easa jika ia tidak dihentikan."
Maria menatap wajah temannya. Sesuatu dalam cara bicara Salome membuatnya gugup,
tapi itu sesungguhnya adalah rasa takut yang bercampur dengan rasa hormat. Teman
masa kanakkanaknya itu mengembangkan pemahaman praktis tentang politik
berdasarkan pengalamannya di istana Herod.
"Apa maksudmu?"
Saat Maria menengadah, cahaya matahari menyinari wajahnya, menampakkan memar
biru dan hitam di wajahnya.
Sang putri Herodian menggigil melihat wajah Maria yang cantik dan halus dipenuhi
bekas pukulan seperti itu. Saat Salome bicara, suaranya pelan dan pasti. "Aku
akan membuat Yohanes sang Pembaptis menebus segala perbuatannya terhadapmu,
terhadap Easa, dan terhadap ibuku. Dengan suatu cara."
Tubuh letih Maria gemetar mendengar katakata itu. Meski matahari siang bersinar
terik, tibatiba ia merasa amat, sangat dingin.
f Cepatnya tindakan penahanan Yohanes sungguh mencengangkan. Belakangan Maria baru
tahu bahwa Salome bergegas ke istana musim dingin sang penguasa Galilee, di
dekat Laut Mati. Di sanalah pesta ulang tahun Herod Antipas diselenggarakan.
Herod telah meminta Salome untuk mempersembahkan tahan baginya dan tamu-tamunya.
Keanggunan dan kecantikan gadis itu sudah dikenal luas. Para tamu berdatangan
dari jauh untuk menghormati undangan Herod. Dan sang penguasa merasa adalah
suatu sikap baik jika ia memamerkan kecantikan putri tirinya kepada sekalian tamu.
Salome memasuki ruangan tempat perayaan berlangsung dalam suasana Romawi. Ia
mengenakan gaun sutra mengilap dan kalung emas yang memukau, hadiah ayah
tirinya. Kedatangannya menarik perhatian para tamu, sebagian bahkan memutar leher untuk
melihat lebih jelas sang putri nan jelita.
"Kau adalah permata yang paling berharga dalam kerajaanku, Salome," tutur ayah
tirinya. "Ayo, menarilah bersama kami. Para tamu akan merasa senang melihat
kecantikanmu." Salome berjalan ke arah singgasana Herod, tempat ia memimpin pesta. Gadis itu
mengungkapkan kekesalannya. "Aku tak tahu apakah aku bisa menari, Ayah. Hatiku
dipenuhi keresahan sejak aku bepergian. Rasanya aku tidak bergairah untuk
menari." Herodias yang duduk di atas permadani tebal di samping suaminya menjadi tegang.
"Apa yang terjadi hingga kau begitu resah, Anakku?"
Salome menceritakan kisah yang menyedihkan tentang seorang lelaki jahat yang
dipanggil sang Pembaptis dan bagaimana ucapan lelaki itu menghantuinya dan
sepertinya mengikuti ke mana pun ia pergi.
"Siapakah orang yang dijuluki sang Pembaptis?" Seorang tamu terhormat dari
Romawi bertanya. Herod menunjukkan isyarat meremehkan. "Bukan siapa-siapa.
Salah seorang di antara beberapa mesias tahun ini. Ia seorang pengacau, tapi
tidak penting." Tangis Salome meledak dan ia menghambur ke kaki ibunya.
Ia menyampaikan julukan-julukan yang ditujukan sang Pembaptis kepada Herodias.
Salome merasa ketakutan karena rasul ini mengatakan bahwa Herod akan
dilengserkan dan istana beserta penghuninya akan hancur. Sang Pembaptis
mengompori orang untuk membenci Herod, sedemikian dahsyatnya hingga Salome tidak lagi bisa bepergian
dengan aman bersama orang orang Nasrani kecuali jika ia menyamar.
"Kedengarannya ia lebih mirip perusuh dibandingkan seorang rasul," komentar
salah seorang tamu Romawi.
"Sebaiknya persoalan ini kita selesaikan secepatnya."
Herod tidak sedang bersemangat mengurusi masalah politik, tapi ia tidak boleh
kelihatan lemah di hadapan para perwakilan dari Roma. Dipanggilnya para pengawal
lalu ia mengeluarkan perintah.
"Tangkap lelaki yang dijuluki sang Pembaptis ini, dan seret ke sini. Aku ingin
tahu apakah ia berani mengucapkan katakata itu di hadapanku."
Para tamu bertepuk tangan mendengar keputusan ini. Mereka menyambut sang
pemimpin Romawi dengan mengangkat gelas. Salome menyapu air mata dan tersenyum
manis kepada Herod Antipas.
"Tahan apa yang ingin kau saksikan malam ini, Ayah?"
f Yohanes Pembaptis adalah tahanan yang menyusahkan. Herod Antipas tidak
mengantisipasi kekuatan pengikut Yohanes, yang kini jumlahnya telah sedemikian
membengkak. Para pemohon membanjiri istana setiap hari, menuntut pembebasan
rasul mereka. Mereka menemui Herod sebagai seorang Yahudi, memohon simpati
terhadap kalangannya. Karena istana musim dingin berada di wilayah Qumran,
komunitas Eseni mengirimkan perwakilan mereka setiap hari untuk meminta
pembebasan tahanan yang bajik itu. Jelaslah, menahan seorang rasul wilayah
setempat untuk dihukum dan dibungkam bukanlah
persoalan sederhana. Yohanes Pembaptis adalah sebuah fenomena.
Herod melaksanakan sendiri tugas menginterogasi Yohanes.
Ia menyuruh pengawal membawa Yohanes menghadap. Secara pribadi, ia menanyai
Yohanes sembari berharap jawaban yang mau menang sendiri dan amukan liar keluar
dari mulut sang pengkhotbah sebagaimana yang sering ia lakukan dan memang
menjadi gayanya. Herod menganggap sikapnya itu semacam olahraga. Dan ia memang
sengaja memancing lelaki yang membuat istri dan putri tirinya masygul. Selesai
bermainmain dengan tawanannya, Herod akan mengeluarkan keputusan hukuman akhir
yang akan diberlakukan. Namun interogasi tidak berjalan sesuai rencana sang penguasa. Di luar pakaiannya
yang aneh dan penampilannya yang tidak beradab, tak ada amarah membabi buta yang
terlontar dari mulut Yohanes.
Herod malah menilai lelaki itu luar biasa cerdas, barangkali bahkan bijaksana.
Yohanes menekankan pembicaraan tentang pendosa dan keharusan bertobat. Ia tidak
ragu-ragu menatap mata Herod saat melontarkan peringatan bahwa seseorang dengan
dosa seperti yang dilakukan Herod tidak akan diterima dalam Kerajaan Tuhan. Tapi
masih ada waktu untuk menebus dosa, jika Herod
menyingkirkan istrinya yang penyeleweng dan tidak lagi melakukan pelanggaran.
Menjelang akhir interogasi, Herod merasa sangat resah dengan keputusan
memenjarakan Yohanes. Ia ingin membebaskan lelaki itu. Tapi hal itu akan
membuatnya tampak lemah dan tidak efisien di hadapan Roma. Bukankah kelompok
perwakilan Roma hadir saat ia
mengeluarkan perintah penahanan Yohanes" Jika ia melepaskan Yohanes, ia akan
dipandang tidak konsisten dan barangkali bahkan tidak kompeten dalam mengurus
para pengacau Yahudi. Tidak, ia tidak berani membebaskan sang Pembaptis,
setidaknya belum berani. Alihalih mencabut hukuman, Herod meringankan penahanan
Yohanes dan mengizinkannya menerima tamu yang adalah
pengikutnya dan warga Eseni.
Mendengar kebijakan ini, Maria Magdala mengutus seseorang ke istana untuk
menanyakan pada suaminya apakah ia ingin berjumpa dengannya atau berpesan
mengenai anak dalam kandungannya.
Yohanes mengacuhkan pesan ini. Satusatunya pesan yang Maria dengar selama
Yohanes dipenjara hanyalah pesan yang berisi kutukan. Ia mendengarnya lewat
pengikut terdekat sang suami bahwa Yohanes terus mempertanyakan siapa ayah janin
itu dan menghina Maria dengan sebutan yang paling memalukan. Yohanes menganggap
akibat ulah istrinyalah ia ditahan. Beberapa pengikut fanatiknya bahkan meneror
keluarga Maria. Akhirnya, Maria meyakinkan kakaknya dan Martha untuk
membawanya kembali ke Galilee, agar ia berada sejauh mungkin dari sang Pembaptis
dan para pengikutnya. Maria tidak paham, mengapa satu ketidakpatuhan di suatu
malam diterjemahkan sebagai dosa yang tak terampuni, sebagai seorang pelacur.
Tapi itulah kenyataannya. Maria memilih menghadapi kesedihan ini di kesunyian
rumahnya di kaki Gunung Arbei, lebih dekat dengan
orangorang Nasrani dan mereka yang bersimpati padanya.
Yohanes tetap melaksanakan tugas keimaman dari penjara.
Dari sanalah legenda dan pengaruhnya berkembang
di wilayah selatan. Tapi keimaman sepupunya, seorang Nasrani yang karismatik,
berkembang jauh lebih pesat di wilayah utara Yordania dan Galilee. Para pengikut
Yohanes menyampaikan kabar kepadanya tentang karya-karya agung Easa dan
penyembuhan ajaib yang ia lakukan. Tapi mereka juga mengabarkan bahwa orang
Nasrani masih berteman dengan orang non-Yahudi dan kalangan yang tidak suci.
Easa bahkan melarang hukuman rajam bagi perempuan yang menyeleweng!
Jelaslah sepupu Yohanes itu kehilangan pegangan hukum. Inilah saatnya Yohanes
bertindak. Sesuai instruksi Yohanes, para pengikutnya datang ke pertemuan orang Nasrani.
Ketika Easa berdiri di hadapan kerumunan orang untuk memulai khotbah, dua duta
sang Pembaptis melangkah ke depan.
Satu di antara mereka menghadap Easa, dan satunya lagi menghadap kerumunan
orang. "Kami datang dari sel Yohanes Pembaptis. Ia meminta kami untuk menyampaikan
pesan ini kepada kalian semua. Ia berkata padamu, Yeshua dari Nazaret, bahwa ia
meragukanmu. Dulu ia memang percaya bahwa kau adalah mesias utusan Tuhan.
Tapi kini ia tidak bisa percaya bahwa tindakanmu menerima orangorang tidak suci
sesuai dengan hukum. Karena itulah ia bertanya padamu, apakah kau adalah orang
yang ditunggutunggu"
Atau mestikah orangorang yang baik ini menanti yang lain?"
Kerumunan orang menjadi resah mendengar katakata ini.
Pembaptisan Easa oleh Yohanes merupakan momen yang menentukan bagi sebagian
murid Nasrani yang masih baru. Hari yang agung di tepi Yordania, ketika Yohanes mengumumkan bahwa
sepupunya adalah orang yang terpilih dan ketika Tuhan menunjukkan pilihannya
lewat merpati, telah mengubah banyak orang menjadi pengikut JalanNya. Sekarang,
Yohanes Pembaptis menarik dukungannya dengan
melontarkan keraguan terhadap sepupunya di hadapan publik.
Namun Yeshua dari Nazaret tidak goyah dengan pertanyaan itu dan tidak
terpengaruh dengan hinaan.
Ia meminta orangorang agar diam lalu ia berkata, "Tak ada rasul di bumi ini yang
lebih besar dibandingkan Yohanes Pembaptis."
Kepada kedua lelaki yang telah menantangnya, Yeshua menambahkan, "Sampaikan rasa
hormat kami kepada sepupuku. Pergilah, dan sampaikan padanya semua yang kau
lihat dan kau dengar hari ini."
Dan tak ada lagi yang diucapkan. Sang pemimpin Nasrani itu pergi melewati
kerumunan orang, dan menyambangi mereka yang sakit. Dikabarkan, hari itu ia
mengembalikan penglihatan banyak orang buta, menyembuhkan kelumpuhan para orang
tua, dan menyingkirkan roh jahat dan keresahan hati dari orangorang yang
menderita. Dan lewat itu semua ia menyampaikan ajaran Jalan dan cahayaNya kepada
jemaat. Ia menyampaikan suatu kisah, suatu perumpamaan tentang seorang perempuan
yang mendapat pengampunan dosa karena hatinya dipenuhi iman dan cinta. Itulah
pesan terakhirnya hari itu.
"Pengampunan akan diberikan kepada mereka yang penuh kasih. Tapi jika hanya ada
sedikit cinta dalam diri seorang yang paling bajik sekalipun, ia tidak akan
banyak mendapat pengampunan."
Hari itu menegaskan keimaman Yeshua dari Nazaret sebagai Jalan cinta dan
pengampunan yang menyembuhkan, suatu jalan keselamatan tersedia bagi semua orang
yang memilih berjalan di bawah terangnya.
f Herod Antipas menghadapi masalah. Para perwakilan Romawi yang menyaksikan
perintah penahanan Yohanes Pembaptis beberapa bulan lalu datang kembali. Ketika
petinggi Roma itu bertanya kepada pejabat sang penguasa mengapa banyak orang
Yahudi di sekitar istana, ia mendapat jawaban bahwa rasul yang ditahan itu terus
menarik pengikut. Petinggi itu terkejut karena Herod belum menyelesaikan kasus sang Pembaptis.
Saat makan malam, perwakilan Roma berbicara tegas kepada Herod.
"Kau tidak boleh terlihat lunak terhadap para perusuh. Kau berada di sini karena
Caesar memercayakanmu untuk mewakili Roma. Selain itu karena kau seorang Yahudi, dia
merasa kau memiliki sisi yang menguntungkan jika berhadapan dengan masyarakat di
sini. Lelaki itu menghina Roma setiap hari dari penjara tempat kau menahannya.
Dan kau membiarkan saja."
Sang penguasa membela diri. "Wilayah gurun ini dikuasai sekte-sekte Eseni dan
lainnya yang menganggap lelaki itu seorang rasul. Jika ia dihukum mati akan
timbul pemberontakan."
"Kau, seorang warga Roma dan seorang raja, membiarkan dirimu dikekang oleh
penghuni gurun?" Pertanyaan itu sarat dengan kemarahan,
Herod sadar bahwa ia terpojok. Perwakilan Roma itu akan pulang besok, dan Herod
tidak mau mengambil risiko kelemahannya itu dilaporkan kepada Caesar. Banyak
musuk yang akan senang melihat ia jatuh. Tapi itu tak akan terjadi.
Antipas tidak akan menyia-nyiakan darah raja yang mengalir dalam tubuhnya.
Bukankah kakeknya menghukum mati putranya sendiri ketika singgasananya terancam"
Herod tahu bagaimana caranya memperjuangkan sesuatu yang menjadi milik sah
mereka. Herod Antipas menepukkan tangan dua kali untuk memanggil pelayan. Ia menyuruh
mereka memanggil senturion untuk menghadap.
"Segera jalankan hukuman pada tahanan bernama Yohanes Pembaptis. Penggal dia
dengan pedang." Petinggi Roma mengangguk puas melihat Herod Antipas menorehkan catatan dalam
sejarah untuk kali pertama tapi bukan yang terakhir.
f Sebelum eksekusi dijalankan, Yohanes menyampaikan satu permintaan agar pesannya
disampaikan kepada istrinya di Galilee. Ia diperbolehkan menerima seorang
pengikut yang bertugas sebagai kurir.
Kepadanya, Yohanes memberikan katakata instruksi terakhir dan pertobatan sebelum
senturion mengayunkan pedangnya. Kepalanya akan dipisahkan dari tubuhnya dengan
sekali tebas, dan Yohanes Pembaptis, rasul Yordania, pergi menghadap kerajaan
Tuhan. Herod memerintahkan pesuruhnya menancapkan kepala Yohanes pada sebatang lembing
dan memperton - tonkannya di gerbang depan istana. Tujuannya untuk menunjukkan pada petinggi
Roma bahwa ia bersikap cepat dan tegas terhadap pengacau. Kepala itu akan tetap
berada di sana hingga habis diganyang burung pemakan bangkai. Tapi sebelum itu
terjadi, kepala Yohanes hilang secara misterius di suatu malam. Jenazah Yohanes
selebihnya diserahkan pada para pengikut Eseni untuk dikuburkan.
f Kepada Maria Magdala yang tengah hamil besar, kabar eksekusi Yohanes
disampaikan. Sang kurir menyampaikan pesan terakhir Yohanes secara langsung.
"Bertobatlah, hai perempuan. Sesalilah dosa-dosa yang membawa kita ke tempat ini
setiap hari. Lakukanlah sebagai kenangan atas diriku dan demi anak dalam kandunganmu.
Seandainya ada harapan bahwa anak ini diterima dalam kerajaan Tuhan, kau harus
bertobat dan membaptis anak itu saat kelahirannya."
f Apakah di saat terakhirnya Yohanes percaya bahwa anak dalam kandungan itu adalah
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putranya atau tidak, Maria tidak tahu.
Bahwa ia bersusah payah mengirimkan pesan sebagai permintaan terakhirnya bisa
menjadi isyarat barangkali ia percaya bahwa bayi itu adalah anaknya. Maria
mengingat pesan terakhirnya dan berdoa setiap hari sepanjang sisa
umurnya demi pengampunan Yohanes. Perlakuannya tidak baik terhadap Maria, tapi
sedikit pun ia tidak dendam. Easa dan Maria Agung telah mengajarkan bahwa
memaafkan adalah perbuatan suci.
Prinsip itu tertanam dalam hatinya.
Sedari awal, Yohanes adalah sosok yang penuh misteri bagi Maria. Ia pria keras
yang tidak pernah meminta untuk mendapat tekanan begitu rupa, dan ia tak pernah
berniat untuk beristri. Maria berusaha keras untuk bersikap patuh sesuai pandangan Yohanes. Tapi tak ada
sesuatu pun dalam diri Maria yang menyenangkan di matanya. Menyedihkan, Maria
menikah dengan satusatunya lelaki di Israel yang tidak ingin melakukan apa pun
untuk mendapatkannya. Maria berparas cantik, perangainya baik dan luhur, dan di
dalam tubuhnya mengalir darah yang agung. Namun tak satu pun kualitas ini
menarik perhatian Yohanes Pembaptis.
Pernikahan itu terasa sebagai hukuman bagi keduanya.
Syukurlah, mereka jarang bersamasama. Pertemuan mereka hanya terjadi ketika
orang Farisi mendesak Yohanes untuk berketurunan.
Pada akhirnya, pernikahan itu lebih terasa memuakkan bagi Yohanes dibandingkan
bagi Maria. Sekarang mereka sudah terlepas dari ikatan itu, tapi Maria bersedia menyerahkan
segalanya jika saja dulu ia tidak menyerahkan kebebasannya.
Selain dipersalahkan sebagai penyebab dipenjaranya Yohanes, para pengikut setia
sang rasul juga menuding Maria sebagai biang kerok terjadinya eksekusi.
Satusatunya wanita yang lebih terhina kala itu adalah Salome.
Putri Herodian ini dituduh melakukan sejumlah tindakan bejat. Di antaranya
melakukan inses dengan ayah tirinya. Kabar burung yang menghebohkan pun
berkembang ten tang kehidupan seksual Salome yang bebas dan bagai mana ia
memanfaatkannya untuk mendapat kepala Yohanes Pembaptis di atas baki perak. Tapi
semuanya hanya isapan jempol. Salome memang menggunakan taktik
kekanakkanakan untuk memastikan bahwa Yohanes dipenjara. Tapi sambil mencucurkan
air mata, ia mengaku kepada Maria bahwa ia tidak mengira akan terjadi eksekusi.
Ia hanya ingin menghentikan langkah Yohanes, menghilangkan kekuatannya yang kian
berkembang di kalangan masyarakat agar tidak membahayakan Easa atau Maria. Pada
dasarnya, Salome terlalu muda dan belum berpengalaman dalam dunia politik dan
agama untuk bisa meramalkan bahwa penahanan Yohanes akan berujung dengan semakin
populernya sang rasul di kalangan masyarakat biasa. Yang lebih buruk lagi,
Salome tidak mengira bahwa Herod akan menghadapi dilema yang tidak
menguntungkan atau solusi yang cuma satusatunya.
Seorang kurir tidak dikenal dari perkemahan Yohanes datang membawa suatu relik
pertobatan yang terakhir dan tak diduga-duga kepada janda mudanya beberapa
minggu berselang. Tanpa sepatah kata pun, pertapa itu menyerahkan sebuah keranjang anyaman lalu
cepatcepat pergi. Tidak ada surat yang menyertai hantaran itu, dan sang kurir tidak menatap mata
Maria saat menunaikan tugasnya.
Dengan penasaran, Maria membuka tutup keranjang.
Isi keranjang beralas sutra itu adalah tengkorak kepala Yohanes Pembaptis yang
sudah kering terbakar matahari.
f Maria melahirkan secara prematur. Ini menjadi berkah tersendiri, karena tubuh
mungil Maria tidak mampu melahirkan bayi setelah masa kehamilan penuh. Meski
muncul sebelum waktunya, bayi itu tidak bisa diam. Ia datang ke dunia dengan
lengkingan kemarahan. Pada usia sehari, rupa fisik bayi itu sangat mirip dengan
Yohanes. Dan siapa pun yang mendengar tangisannya yang tidak hentihenti akan
mengenali bahwa ia adalah anak sah sang Pembaptis.
Maria Magdala mengirimkan kabar kepada Maria Agung dan Easa bahwa putranya telah
lahir dengan selamat, disertai ucapan terima kasih atas doa-doa mereka.
Maria menamai putranya Yohanes-Yusuf, mengikuti nama sang ayah.
f Pasca-eksekusi Yohanes, Easa mendapat desakan kuat dari para pengikutnya untuk
menjadi pemimpin. Ia mengembara ke wilayah gurun dan berjumpa dengan kaum Eseni dan
murid-murid Yohanes untuk memberi khotbah tentang jalan Tuhan menurut caranya sendiri.
Sebagian di antara kaum Eseni menerima Easa sebagai mesias baru dan menaatinya
karena Easa keturunan Daud. Namun banyak pula yang menentang pembaruan Nasrani
yang dibawa Easa karena Yohanes mengecam keras hal-hal semacam ini di akhir
hayatnya. Bagi mayoritas penghuni gurun, Yohanes adalah satusatunya Guru
Keadilan. Siapa pun yang mencoba mengambil kedudukannya adalah penipu.
Perpecahan antara orangorang yang bertekad mengikuti Yohanes dengan mereka yang
setia pada Easa terbentuk dalam masa ini. Semangat Nasrani lahir sebagai suatu
kekuatan cinta dan pengampunan yang bisa dimiliki siapa pun yang memilih untuk
mengikutinya. Sedangkan falsafah kelompok Yohanes sangat berbeda, yakni
dilandasi penilaian tegas dan penerapan hukum secara ketat. Easa dan kelompok
Nasrani menerima kaum perempuan dengan tangan terbuka dan menghormati mereka,
tapi sikap pengikut Yohanes berbeda. Yohanes selalu memandang rendah kaum hawa.
Julukan yang ia berikan kepada Maria dan Salome sebagai pelacur Babilonia adalah
perwujudan paham bahwa perempuan adalah makhluk hina.
Gambaran yang tidak tepat dan tidak adil tentang Maria sebagai seorang pendosa
yang bertobat dan Salome sebagai pelacur hina pun bermunculan. Para pengikut
Yohanes Pembaptis mengipas-ngipasi bara ketidakadilan ini sehingga menimbulkan
api yang berkobar hingga ribuan tahun.
f Easa dari Nazaret, pangeran keluarga Daud, berniat mengubah persepsi buruk
masyarakat terhadap putri yang kini menjanda. Lebih dari siapa pun, ia tahu
bahwa Maria yang luhur dan berbudi ini telah diperlakukan tidak adil.
Sedari dulu hingga kini, ia tetap putri Benjamin. Darah yang mengalir di
tubuhnya tetap agung, hatinya tetap murni, dan Easa tetap mencintainya.
Lazarus terperanjat ketika suatu hari sang Putra Singa muncul di depan pintunya,
sendirian, tidak didampingi pengikutnya.
"Aku datang untuk menjenguk Maria dan putranya," katanya berterus terang.
Dengan terbata-bata Lazarus memanggil Martha dan mempersilakan Easa masuk.
Martha masuk ke ruangan itu dan tidak berpura-pura menutupi perasaannya yang
entah kaget, entah gembira. Sedari dulu dia adalah simpatisan Nasrani, meski
latar belakang keluarganya lebih konservatif. Ia selalu mencintai dan mengagumi
Easa. "Aku akan memanggil Maria," kata Martha, tergesagesa keluar ruangan.
Ketika mereka hanya berdua, Lazarus berusaha berbicara lagi. "Yeshua, aku ingin
meminta maaf. Banyak kesalahanku..."
Easa mengangkat tangannya. "Tenanglah, Lazarus. Aku mengenalmu sebagai orang
yang selalu melakukan sesuatu yang benar dan adil. Kau selalu mengikuti kata
hati dan Tuhanmu. Karena itulah, kau tidak perlu meminta maaf kepadaku atau kepada siapa pun."
Lazarus merasa luar biasa lega. Telah lama ia memendam rasa pedih karena telah
memutus pertunangan antara Easa dan adiknya. Juga rasa bersalah karena tidak menyediakan
penginapan bagi kaum Nasrani di Bethany malam itu, yang akhirnya menyebabkan
bencana besar bagi Maria. Tapi ia tidak sempat mengungkapkannya, karena Yohanes-
Yusuf kecil telah mengumumkan
kehadirannya di ruangan itu dengan tangisan keras.
Easa tersenyum ke arah Maria dan bayinya. Ia menjulurkan tangan untuk
menggendong bayi, yang kini wajahnya merah padam akibat jerit tangisnya. "Ia
rupawan seperti ibunya dan keras hati seperti ayahnya," Easa tertawa, menerima
bayi dari tangan Maria. Sentuhan pertama tangan Easa membuat bayi itu berhenti
menangis. Ia menjadi tenang, memandang sosok yang baru ia lihat dengan penuh
minat. Yohanes kecil tertawa gembira saat Easa mengayun-ayunnya dengan lembut.
"Ia menyukaimu," kata Maria, tibatiba malu melihat kehadiran lelaki yang kini
telah melegenda itu. Easa memandang serius pada Maria. "Aku harap begitu."
Ia memandang ke arah Lazarus. "Lazarus, Saudaraku. Aku ingin berbicara secara
pribadi kepada Maria tentang suatu persoalan yang sangat serius. Ia seorang
janda dan berbicara langsung dengannya bukanlah sesuatu yang tidak pantas."
"Tentu saja," gumam Lazarus lalu bergegas meninggalkan ruangan.
Easa, masih menggendong bayi, memberi isyarat pada Maria untuk duduk. Mereka
duduk bersama dalam suasana yang tenang dan bahagia, sementara bayi itu terus
tertawa-tawa pada Easa dan menarik rambut panjangnya yang memang menjadi gaya
orang Nazaret. "Maria, ada sesuatu yang ingin kutanyakan." Maria mengangguk pelan, tidak tahu
apa yang akan diucapkan Easa, tapi hatinya dipenuhi ketenangan karena bisa
mendengar suaranya lagi. Kehadiran Easa bak obat bagi jiwanya yang hancur.
"Kau telah mengalami banyak kejadian, dan kau melakoninya dengan keyakinan
padaku dan JalanNya. Aku ingin mengubah keadaan ini bagimu dan anak ini. Maria, aku ingin kau menjadi
istriku dan aku ingin kau mengizinkanku membesarkan Yohanes sebagai putraku
sendiri." Maria diam tidak bergerak. Apakah ia tidak salah dengar" Rasanya ini tidak
mungkin. "Easa, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan." Maria terdiam sejenak, berusaha
menarik pikiran-pikiran yang berlarian di kepalanya yang terkejut. "Sepanjang
hidupku, aku bermimpi akan menikah denganmu. Dan ketika hal itu tidak terjadi...
aku tidak pernah memikirkan mimpi itu lagi. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu
mewujudkan keinginanmu. Aku tidak ingin nama dan misimu menjadi
rusak. Terlalu banyak orang yang menyalahkan aku atas kematian Yohanes.
Orangorang yang membenciku dan menyebutku seorang pendosa."
"Semua itu tidak ada artinya bagiku. Para pengikutku mengenal kebenaran. Dan
kami akan mengajarkan kebenaran kepada mereka yang belum tahu. Dan para pengikut hukum
tidak bisa menentangnya. Sesungguhnya, menjadikanmu sebagai istri adalah sesuatu yang
wajar. Kau janda Yohanes dan aku kerabatnya. Akulah kerabat pria terdekat
Yohanes dan karena itu bertanggung jawab untuk membesarkan putranya. Aku akan
membesarkannya sebagai pangeran bagi umatnya, sebagai keturunanku yang terpilih,
dan sebagai putra seorang rasul. Inilah penyatuan yang layak, berdasarkan hukum
dan rakyat Israel. Aku tetap putra Daud dan kau tetap putri Benjamin."
Maria terperangah. Ia tidak pernah menduga peristiwa ini akan terjadi. Ia hanya
berani berharap, Easa bersedia membaptis putranya seperti yang diminta
Yohanes. Tapi mengadopsi anak itu sebagai putra Easa sendiri dan menjadikannya
istri" Semua ini lebih dari yang bisa ia bayangkan. Maria menelungkupkan wajah
ke tangannya dan menangis.
"Apa yang membuatmu menangis, Merpati Kecil"
Kesempurnaan penyatuan kita sekarang tidak berkurang di mata Tuhan dibandingkan
ketika Ia pertama kali memilih kita untuk bersamasama."
Maria mengusap air matanya dan memandang wajah orang Nasrani itu, Easanya, yang
telah dikembalikan Tuhan kepadanya.
"Aku tidak percaya bisa merasakan kebahagiaan kembali," bisiknya.
f Berbeda dengan pesta yang megah di Cana, Easa dan Maria melangsungkan upacara
pernikahan sederhana yang dihadiri Maria Agung dan beberapa umat Nasrani yang
paling setia. Acara itu bertempat di pantai Galilee, di desa Tabga.
Kabar tentang penyatuan dua insan itu tersebar dengan cepat. Keesokan harinya,
gerombolan orang berdatangan ke Tabga. Sebagian di antara mereka adalah
pengikut, sebagian lagi datang karena penasaran dengan pernikahan pasangan yang
disebut dalam nubuat Solomon ini. Ada juga sebagian orang yang merasa tidak
senang dengan penyatuan rasul Galilee yang dicintai ini dengan seorang perempuan
yang reputasinya telah ternoda. Tapi Easa merasa gembira dengan kehadiran mereka
semua. Berkali-kali ia mengatakan pada Maria bahwa setiap hari menghadirkan
kesempatan baru untuk menunjukkan
JalanNya kepada seseorang yang belum pernah menyaksikannya. Suatu peluang untuk
memberi penglihatan kepada orang yang buta.
Dalam dua hari saja, berita pernikahan itu telah menarik ribuan orang untuk
datang. Maria Agung menemui Easa di ujung hari kedua. Ia mengingatkan Easa tentang
mukjizat yang terjadi saat pernikahan di Cana, ketika tidak tersedia cukup
anggur bagi para tamu. Kini, pantai Galilee dibanjiri pelancong yang belum makan
selama berhari-hari, juga mereka yang hanya memiliki sedikit persediaan makanan.
Ibunda Easa mengingatkan putranya tentang hal ini.
Easa memanggil beberapa orang pengikut terdekatnya. Ia meminta mereka menghitung
jumlah tamu. Filipus menjawab, "Tamu yang datang hampir lima ribu orang, sementara persediaan
makanan kita hanya untuk dua ratus orang."
Andreas, adik Easa, menyarankan, "Aku memiliki seorang kenalan di sini, putra
seorang nelayan. Ia memiliki lima roti dan dua ikan kecil, tapi hanya itu. Tidak
ada artinya dengan jumlah tamu yang datang."
Easa berkata, "Suruh mereka duduk di rumput. Bawakan roti dan ikan itu
kepadaku." Perintah ini dijalankan Andreas. Keranjang berisi roti dan ikan diletakkan di
hadapan Easa. Easa mengucapkan doa syukur atas keberlimpahan makanan kemudian
mengembalikan keranjang itu ke Andreas. "Mulailah dengan keranjang ini dan
edarkan di antara para tamu. Kumpulkan semua serpihan yang tercecer agar tidak
ada yang hilang. Lalu masukkan serpihan itu ke keranjang baru dan edarkan di
antara para tamu seperti keranjang pertama."
Andreas mengikuti petunjuk itu, dibantu Petrus dan yang lain. Beberapa serpihan
saja berubah menjadi tumpukan roti.
Dalam waktu singkat, tersedia dua belas keranjang besar yang penuh dengan
makanan. Keranjang ini diedarkan kepada kerumunan tamu hingga tiap orang yang
hadir mendapat bagian. Semua yang hadir di pantai Tabga hari itu menjadi yakin tanpa keraguan sedikit
pun bahwa Easa adalah mesias sejati yang diturunkan Tuhan. Reputasinya sebagai
orang yang memiliki mukjizat dan seorang penyembuh cepat tersiar, dan
pengikutnya bertambah banyak. Orangorang yang menerima Maria pun semakin banyak.
Jika ia adalah seorang perempuan yang dipilih oleh seorang rasul besar, tentulah
ia seorang yang pantas. Kedudukan Maria dan derajatnya menimbulkan masalah, yakni namanya. Pada masa
itu, nama seorang perempuan ditentukan oleh hubungannya dengan pria. Bagi Maria, ini
problematis dan secara politis sulit dilakukan. Menyebutnya sebagai janda
Yohanes sepertinya tidak pantas, begitu juga jika ia hanya disebut sebagai istri
Easa. Pada masa itu, Maria dikenal dengan namanya sendiri, sebagai seorang
perempuan yang memiliki kepemimpinan. Selamanya ia adalah Putri Sion, Menara
Jemaatnya sang Migdal-Eder. Namanya saja sudah mencerminkan seorang ratu. Maka
umat memanggilnya dengan: Maria Magdalena. f Periode pelayanan keirnaman sesudah mukjizat pemberian
makanan kepada ribuan orang di Tabga inilah yang disebut Maria Magdalena sebagai
Masa Besar. Tak lama usai pernikahan, kaum Nasrani bersamasama Maria yang kini
menjadi bagiannya, berangkat ke Siria. Dalam perjalanan ini, Easa menyembuhkan
banyak orang yang sakit. Ia menghabiskan masa pengajaran di sinagoge dan
menyampaikan ajaran JalanNya ke orangorang yang belum pernah
mendengarnya. Beberapa bulan kemudian, ia kembali ke Galilee. Maria Magdalena hamil, dan Easa
ingin anak mereka lahir di tempat yang paling nyaman bagi Maria di rumahnya.
Seorang bayi perempuan mungil lahir dengan sempurna sekembalinya Maria dan Easa
ke Galilee. Mereka memberi dua nama bagi sang putri, Sarah-Tamar. Sarah diambil dari nama
seorang perempuan Ibrani terhormat yang tercantum dalam Alkitab, yakni istri Ibrahim.
Sedangkan Tamar adalah nama Galilee dan mengacu pada pepohonan kurma yang tumbuh
subur di wilayah ini. Dari generasi ke generasi, nama ini kerap digunakan oleh
keluarga terhormat sebagai nama kesayangan bagi anak perempuan.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keluarga agung itu bertambah anggota, pelayanan keirnaman mereka berkembang, dan
anakanak Israel merasakan masa depan mereka penuh harapan. Tepatlah jika periode
ini disebut Masa Besar. Delapan Belas Chateau des Pommes Bfeues 29 Juni 2005
Tidak ada yang segera bicara setelah Peter membacakan terjemahan kitab pertama.
Mereka semua duduk terdiam selama beberapa saat. Masingmasing menyerap dalamnya
informasi dengan caranya sendiri. Pada bagianbagian tertentu, saat terjemahan
itu dibacakan, mereka menangis. Yang lelaki tidak terlalu kentara, yang
perempuan terisak tanpa ditahan.
Akhirnya Sinclair memecah keheningan. "Kapan kita mulai?"
Maureen menggelengkan kepala. "Aku bahkan tak tahu harus memulai dari mana." Ia
memandang Peter untuk mengetahui perasaannya terhadap kisah ini. Peter terlihat
luar biasa tenang, bahkan tersenyum saat mata mereka bertemu.
"Apakah kau baikbaik saja?" tanya Maureen.
Peter mengangguk. "Tak pernah sebaik ini. Memang sangat aneh, tapi aku tidak
merasa terkejut atau khawatir atau prihatin, aku cuma merasa...puas. Tak bisa
kujelaskan, tapi itulah yang kurasakan."
"Kau tampak letih," komentar Tammy. "Tapi pekerjaanmu luar biasa."
Sinclair dan Roland menyatakan setuju, masingmasing berterima kasih kepada Peter
karena telah menerjemahkan kitab itu tanpa kenal lelah.
"Bagaimana kalau kau beristirahat dulu, lalu menerjemahkan kitab yang lainnya
besok," saran Maureen dengan lembut. "Aku serius, Pete, kau perlu beristirahat."
Peter menggelengkan kepala, tidak bisa dibujuk. "Tidak bisa, masih ada dua kitab
lagi. Kitab Para Murid dan satunya lagi yang ia sebut Kitab Masa Kegelapan.
Kurasa kita pasti berasumsi bahwa isinya adalah kesaksian peristiwa penyaliban,
dan aku tidak akan pergi ke mana-mana sebelum
menyelesaikannya." Saat mereka sadar bahwa keputusan Peter tidak bisa ditawar-tawar lagi, Sinclair
menyuruh pelayan membawakan teh. Sang pendeta masih belum mau makan. Ia yakin
bahwa ia harus berpuasa selama proses penerjemahan. Jadi mereka meninggalkannya
sendirian. Sinclair, Maureen, dan Tammy bergabung di ruang makan untuk menyantap
makan malam. Roland diajak bergabung, tapi ia menolak dengan sopan karena masih ada hal lain
yang harus ia kerjakan. Ia beradu pandang dengan Tammy di ujung ruangan, lalu
pergi. Makan malam berlangsung singkat karena tidak seorang pun merasa berselera.
Mereka masih sulit menerjemahkan reaksi terhadap kitab pertama itu ke dalam
katakata. Tammy akhirnya berkomentar tentang riwayat Yohanes.
"Setelah seharian bersama dengan Derek, semuanya menjadi lebih jelas. Sekarang
aku tahu, mengapa pengikut Persekutuan Yohanes sangat membenci Maria dan
Salome. Tapi sikap itu tidak adil."
Maureen bingung. Ia belum paham dengan ucapan Tammy.
"Apa maksudmu" Apakah merekalah orangorang yang menyerangku?"
Tammy mengungkapkan semua yang didengarnya dari mulut Derek saat kunjungan
menakutkan ke Carcasonne.
Maureen mendengarkan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tercengang.
"Tapi, kalian sudah tahu bahwa Maria memiliki putra dari Yohanes Pembaptis?" Ia
menujukan kalimat itu ke mereka berdua. "Karena ini sangat mengejutkan bagiku.
Benarbenar mengejutkan."
Sinclair mengangguk. "Kebanyakan orang juga akan terkejut. Itulah keterangan
yang kami ketahui. Tapi di luar sekte bidah kami, tak banyak yang tahu. Ada suatu usaha
terorganisasi untuk menghilangkan bagian sejarah itu di kedua pihak.
Agaknya pengikut Yesus tidak mau informasi tentang Yohanes membayangi kisah
Yesus, jadi bagian itu diungkapkan oleh para penulis Injil dengan hatihati dan
dengan cara yang cerdas."
Tammy menyela. "Para pengikut Yohanes tidak membicarakan uraian itu karena
mereka membenci Maria Magdalena. Aku membacanya lewat dokumendokumen Persekutuan
mereka yang disebut True Book of the Holy Grail.
Mereka memberi judul itu karena merasa yakin bahwa satusatunya darah yang suci
adalah lewat Yohanes dan putranya.
Itulah yang membuat garis darah mereka sebagai Holy Grail yang sejati, saluran
darah suci yang sejati. Dan
jika ada kesempatan, mereka akan menyingkirkan semua uraian tentang Maria
Magdalena. Tidak hanya dari Alkitab, tetapi juga sejarah.
Dalam Persekutuan, ada larangan menyebut nama Magdalena tanpa menambahkan gelar
pelacur." "Tidak masuk akal," kata Maureen. "Dialah ibu bagi putranya, dan mereka sendiri
mengakui kebenarannya. Lalu mengapa mereka masih membenci Maria Magdalena?"
"Karena dalam pemahaman mereka, dia dan Salomelah yang merencanakan kematian
Vohanes agar Maria bisa menikah dengan YesusEasadan agar Yesus bisa menduduki
posisi sebagai orang yang terpilih. Dengan demikian ia bisa merebut kedudukan
sebagai ayah bagi putra Yohanes dan
mendidiknya dengan cara Nasrani. Sebenarnya, menolak Kristus dengan meludahi
salib dan menjulukinya Perampas telah menjadi bagian ritual mereka."
Maureen menatap mereka berdua. "Aku ragu-ragu mengatakan ini, tapi sulit untuk
percaya bahwa Jean-Claude adalah bagian dari mereka."
"Maksudmu Jean-Baptiste." Tammy menyebut nama itu dengan muak.
"Ketika kami di Montsegur...ia tahu banyak tentang orangorang Cathar. Tidak hanya
itu, ia begitu kagum, begitu hormat pada mereka. Apakah semua itu hanya pura-
pura?" Sinclair menghela napas dan mengusap wajahnya. "Ya, dan menurutku itu hanya
sebagian kecil dari permainan besar.
Roland menemukan bahwa Jean-Claude telah dididik sejak kecil untuk menyusup ke
dalam organisasi kami. Keluarganya kaya raya. Dan dengan sumber daya dari
Persekutuan, ia mampu merekayasa identitas ini. Karena semuanya berjalan mulus,
belakangan ia menambahkan namanya dengan embel-embel Paschal. Ini membuatku
curiga, tapi aku tidak punya alasan untuk tidak percaya. Faktanya ia seorang
yang terpelajar dan sejarawan, bahkan pakar di bidang sejarah kita. Tapi
ternyata gelarnya itu bukan saja demi mendapatkan penghormatan, tetapi lebih
untuk memperjelas ungkapan "Kenali musuhmu.1"
"Sudah berapa lama terjadi" Permusuhan ini?" "Dua ribu tahun," jawab Sinclair.
"Tapi hanya satu pihak.
Kalangan kami tidak dendam terhadap Yohanes dan selalu menerima keturunan sang
Pembaptis sebagai saudara. Lagi pula, kita semua adalah anakanak Maria
Magdalena, bukankah begitu"
Begitulah sikap kami, dan selalu begitu."
"Pihak keluarga merekalah yang pengacau," gurau Tammy.
Sinclair menyela. "Tapi tidak semua pengikut sang Pembaptis adalah ekstremis.
Ini penting diingat. Orangorang fanatik dalam Persekutuan hanyalah minoritas. Mereka memang kelompok
radikal yang menakutkan dan luar biasa kuat. Tapi tetap saja mereka adalah
kelompok minoritas. Ayo kita keluar, aku ingin menunjukkan sesuatu."
Mereka bertiga beranjak dari meja, dan Tammy memohon diri. Ia meminta Maureen
untuk bergabung dengannya nanti di ruang media. "Setelah kita sampai sejauh ini,
aku ingin menunjukkan berapa hal lagi yang kutemukan saat melakukan riset."
Maureen setuju untuk bertemu Tammy satu jam lagi,
kemudian ia keluar mengikuti Sinclair. Langit sore masih terang dengan sisa
cahaya matahari musim panas ketika mereka menuju gerbang masuk Taman Trinitas.
"Masih ingat taman ketiga" Taman yang belum kau lihat hari itu" Ayo, akan aku
tunjukkan sekarang."
Sinclair meraih tangan Maureen dan memimpinnya mengelilingi pancuran Maria
Magdalena dan melewati belokan pertama di sebelah kiri. Jalan setapak yang
terbuat dari marmer membawa mereka ke suatu taman indah yang menyerupai daerah
vila di Italia. "Taman ini terkesan sangat...Romawi," komentar Maureen.
"Ya. Kita tidak tahu banyak tentang pemuda ini, Yohanes-Yusuf. Sepengetahuanku,
tidak ada tulisan tentang dia atau setidaknya belum ada hingga kini. Yang ada
hanya cerita tradisional dan legenda yang disampaikan secara turun temurun."
"Dan apa yang kauketahui?"
"Hanya bahwa anak ini bukan putra Yesus, melainkan putra Yohanes. Namanya benar,
Yohanes-Yusuf, meskipun sebagian legenda menyebutnya Yohanes-Yeshua, bahkan
Yohanes-Markus. Legenda mengatakan bahwa pada usia tertentu ia berangkat ke Roma, meninggalkan
ibu dan dua adiknya di Prancis. Apakah kepergiannya itu atas keinginan sendiri
atau bagian suatu rencana besar atau tidak, hanyalah spekulasi. Kita pun tidak
tahu bagaimana akhir hidupnya. Ada dua mazhab pemikiran".
Sinclair membimbing Maureen menuju patung marmer seorang pemuda dalam gaya
Renaisans. Ia berdiri di depan sebuah salib besar, tapi salah satu tangannya
memegang tengkorak kepala.
"Ia dibesarkan oleh Yesus, jadi tidak mustahil ia tetap menjadi bagian komunitas
Kristen yang sedang berkembang di Roma. Jika benar begitu, kemungkinan hidupnya
berakhir tragis seperti kebanyakan pemimpin gereja di masa awal, dibunuh oleh
Nero. Sejarawan Roma, Tacitus, mengatakan bahwa Nero 'menghukum kelompok
Kristen, yang umumnya dikenal sebagai kelompok yang merusak
akhlak, dengan cara yang sangat kejam1. Dan lewat kisah kematian Petrus, kita
tahu bahwa pernyataan itu kemungkinan benar."
"Jadi menurutmu ia menjadi martir?"
"Kemungkinan besar. Barangkali bahkan disalib bersama Petrus. Susah dibayangkan,
seseorang dari garis keturunan seperti dia tidak menjadi seorang pemimpin. Dan
semua pemimpin pada masa itu dihukum mati. Tapi ada pandangan lain."
Sinclair menunjuk ke tengkorak marmer di tangan Yohanes Yusuf. "Ada kemungkinan
lain. Salah satu legenda mengatakan bahwa pengikut Yohanes yang lebih fanatik
berjuang mencari keturunannya di Roma. Mereka meyakinkan putra sang rasul bahwa
umat Kristen telah merebut posisinya yang sah.
Bahwa Yohanes adalah satusatunya mesias sejati. Dan sebagai putra satusatunya,
Yohanes-Yusuflah yang menjadi pewaris singgasananya sebagai orang yang terpilih.
Sebagian orang mengatakan bahwa Yohanes-Yusuf mengajak ibu dan keluarganya untuk
mengembangkan ajaran para pengikut ayahnya.
Kita tidak tahu bagaimana akhir kisahnya. Yang kita ketahui bahwa ada sekte
pemuja Yohanes di Iran dan Irak, namanya Mandaean. Mereka orangorang yang cinta
damai, tapi sangat ketat dalam
menerapkan hukum dan memegang keyakinan bahwa
Yohanes adalah satusatunya mesias sejati.
Boleh jadi mereka adalah keturunan langsung, dan kemungkinan Yohanes-Yusuf atau
keturunannya pergi ke timur jauh mengikuti suatu pecahan umat Kristen awal. Dan
tentunya sekarang kau sudah tahu tentang Persekutuan Keadilan yang mengklaim
sebagai keturunan garis darah yang sejati di wilayah Barat ini."
Maureen menatap tengkorak itu sambil mendengarkan Sinclair. Suatu pikiran
melintas di kepalanya, ia berteriak, "Itu Yohanes! Tengkorak itu ada di semua
ikon dan lukisan Maria Magdalena. Ia selalu muncul dengan tengkorak, tapi tak
seorang pun bisa memberi penjelasan yang memuaskan. Selalu hanya referensi samar
ke sikap bertobat. Tengkorak itu mencerminkan pertobatan. Tapi mengapa"
Sekarang aku tahu jawabannya. Lukisan Maria disertai tengkorak karena ia sedang
melakukan pertobatan untuk Yohanes secara harfiah dengan tengkorak Yohanes."
Sinclair mengangguk. "Ya. Dan buku. Ia selalu muncul dengan sebuah buku."
"Tapi barangkali itu Alkitab," kata Maria.
"Bisa saja, tapi ternyata bukan. Maria muncul dengan buku karena itu adalah
bukunya sendiri, pesan yang ia tinggalkan untuk kita temukan. Dan kuharap buku
itu akan memberi kita wawasan tentang misteri putra sulungnya dan bagaimana
akhir hidup putranya. Karena sampai sekarang kita belum tahu.
Mudah-mudahan buku Magdalena sendiri yang akan menyibakkan misteri itu untuk
kita semua." Mereka berjalan menelusuri taman tanpa bicara. Langit senja menebarkan titik-
titik bintang pertama di atas mereka.
Akhirnya Maureen memecah kebisuan. "Kau mengatakan ada yang lain, pengikut
Yohanes yang tidak fanatik."
"Tentu saja. Jumlah mereka jutaan orang. Mereka disebut umat Kristiani."
Maureen mengira Sinclair bergurau, tapi ia melanjutkan penjelasannya. "Aku
serius. Perhatikanlah negaramu sendiri.
Berapa banyak gereja yang memakai nama gereja Baptis" Mereka adalah umat
Kristiani yang telah mengintegrasikan gagasan bahwa Yohanes adalah seorang rasul
berdasarkan pemahamannya sendiri.
Sebagian orang menyebutnya sang Pendahulu dan memandangnya sebagai figur yang
mengumumkan kedatangan Yesus. Di Eropa, ada sejumlah keluarga dari garis darah
campuran antara darah sang Pembaptis dengan darah Nazaret. Yang paling terkenal
adalah dinasti Medici. Para pemuja Yohanes dan Yesus ini menyatu.
Dan tokoh kita, Sandro Botticelli, adalah salah satu di antara mereka."
Maureen terkejut. "Botticelli keturunan kedua garis darah itu?"
Sinclair mengangguk. "Jika kita kembali ke rumah nanti, perhatikanlah lukisan
Phmavera karya Sandro. Di ujung sebelah kiri kau akan melihat sosok Hermes, sang
alkemis, mengangkat simbol kedokteran. Tangannya membuat tanda 'Ingatlah
Yohanes' seperti yang diceritakan Tammy. Dalam perumpamaan Maria Magdalena dan
kekuatan kelahiran kembali ini, Sandro menyampaikan pesan bahwa kita harus
mengakui Yohanes. Alkemi itu menjadi suatu bentuk penyatuan. Dan penyatuan tidak menyisakan ruang
untuk sikap keras kepala dan mau menang sendiri."
Maureen memandang Sinclair dengan penuh perhatian.
Dalam hatinya tumbuh rasa kagum terhadap lelaki yang awalnya penuh misteri ini.
Sinclair adalah seorang mistikus dan penyair dengan caranya sendiri, seorang
pengejar kebenaran spiritual.
Lebih dari itu, ia lelaki yang baikhangat, perhatian, dan tentu sangat setia.
Maureen tidak cukup tinggi menilainya, ini semakin terbukti kala ia mendengar
ucapan terakhir Sinclair.
"Menurutku, sikap memaafkan dan tepa selira adalah tonggak keimanan sejati.
Dalam empat puluh delapan jam terakhir, aku menjadi lebih yakin akan hal ini
dibandingkan sebelumnya."
Maureen tersenyum dan memasrahkan tangannya dalam genggaman Sinclair. Mereka
berjalan meninggalkan taman. Bersamasama. Kota Vatikan, Roma 29 Juni 2005
Kardinal DeCaro menyudahi pembicaraan lewat telepon di kantornya ketika pintu
mendadak dibuka. Pejabat tinggi gereja ini heran, mengapa Uskup O'Connor belum paham juga bahwa
kedudukannya di Roma ini sangat penting. Tapi lelaki itu tampaknya tidak sadar.
DeCaro masih belum pasti apakah ini karena ambisi murni semata ataukah karena
O'Connor kurang cerdas. Barangkali dua-duanya.
Sang Kardinal berpura-pura sabar dan memasang tampang kaget saat lelaki itu
berceloteh tentang suatu penemuan di Prancis. Tapi kemudian O'Connor mengatakan sesuatu yang membuat
punggung DeCaro menjadi kaku. Penjelasan itu adalah informasi rahasia. Tidak
seorang pun pada level ini yang boleh tahu tentang keberadaan gulungan naskah
itu apalagi isinya. "Siapa yang memberi informasi ini kepadamu?" tanya Kardinal, dengan nada yang
dibuat santai. O'Connor mencoba berkelit. Ia belum siap mengungkapkan sumbernya. "Dia sangat
terpercaya. Sangat." "Rasanya, aku tidak bisa menganggap persoalan ini serius jika kau tidak bersedia
atau tidak bisa memberi penjelasan lebih lengkap, Magnus. Kau harus paham,
banyak sekali informasi palsu yang masuk ke sini. Kita tidak sanggup meneliti
semuanya." Uskup Magnus O'Connor menggeser posisi duduknya dengan kikuk. Ia tidak berani
mengungkapkan sumbernya, belum berani. Informasi itu adalah kartu kunci baginya.
Jika ia memberitahukan nama orang itu, sudah pasti mereka akan langsung
menemuinya sehingga O'Connor tidak memiliki
kekuatan atau tidak dilibatkan dalam situasi bersejarah yang mahapenting ini. Di
samping itu, ada beberapa orang lagi yang harus dihadapinya selain DeCaro dan
Dewan Vatikan. "Aku akan bertanya pada sumberku dulu, apakah aku bisa memberitahukan
identitasnya pada Anda,"
usul O'Connor. Kardinal DeCaro mengangkat bahu, membuat O'Connor jengkel. Sikap DeCaro yang
sepertinya tak acuh mendengar berita dahsyat itu, sungguh tidak ia inginkan atau
tidak ia duga. "Baiklah. Terima kasih atas informasinya," kata pejabat yang lebih tua itu
menyudahi percakapan.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Silakan mengerjakan tugas-tugasmu."
"Tapi, Yang Mulia, tidakkah Anda ingin tahu apa persisnya penemuan mereka?"
Kardinal DeCaro melirik dari kacamata bacanya kepada rohaniwan Irlandia ini.
"Aku tidak tertarik pada informasi yang tidak jelas sumbernya. Selamat malam.
Semoga Tuhan memberkati dan
menjagamu." Kardinal itu membalikkan badan dan mengangkat setumpuk kertas, kemudian memilah-
milah kertas itu seolah sang Uskup baru saja memberitahukan sesuatu yang biasa
seperti matahari terbit pagi hari dan tenggelam malam hari. Apa istimewanya" Apa
yang perlu diprihatinkan" Apa yang perlu
dirayakan" Dibakar rasa marah, Uskup O'Connor menggumam dan melangkah lunglai keluar pintu.
Selesai sudah misinya di Roma untuk saat ini. Ia akan berangkat ke Prancis. Lalu
ia akan menunjukkan pada mereka.
Chateau des Pommes Bleues 29 Juni 2005
Sesuai janji, Maureen menemui Tammy di ruang media setelah berjalan-jalan di
taman bersama Sinclair. Sebelum ke sana, ia melongok ke ruang kerja untuk
menengok Peter yang tengah larut dalam tugasnya menerjemahkan kitab kedua.
Sepupunya itu balas menatap dengan pandangan yang sulit diartikan karena terlalu
serius dengan pekerjaannya. Maureen sadar, sekarang bukan waktu yang tepat untuk
menyapa lelaki itu, jadi ia pergi menemui Tammy.
Di luar ruang kerja, terdengar suara orang berlari
dengan penuh semangat, menimbulkan kesan sejarah dan kegembiraan.
Maureen bertanya-tanya, seberapa jauh yang di ketahui pelayan.
Tapi ia menduga mereka orang yang bisa dipercaya dan sangat setia. Roland dan
Sinclair bertemu untuk membahas segi keamanan sampai seluruh injil Maria selesai
diterjemahkan. Mereka memutuskan untuk mengambil tindakan yang tepat.
Tidak ada yang membicarakan masalah ini secara terbuka sehingga Maureen sangat
penasaran apa kiranya rencana Sinclair dan kapan rencana itu dilaksanakan.
"Masuklah, masuklah." Tammy memberi isyarat saat melihat Maureen di pintu.
Maureen menjatuhkan tubuhnya di sofa di sebelah Tammy, mendongakkan kepalanya sambil
menggerutu. "Loh, ada apa?"
Maureen tersenyum. "Oh, aku hanya sedang berpikir, apakah hidupku akan sama
seperti dulu?" Tammy menjawab dengan tawa keras. "Tidak. Jadi sebaiknya kau membiasakan diri
mulai dari sekarang." Tammy memegang erat tangan Maureen. Kali ini, ia berbicara
dengan lebih simpatis. "Dengarlah, aku tahu kebanyakan keterangan ini masih baru untukmu. Dan kau
memproses banyak informasi dalam waktu singkat. Aku hanya ingin mengatakan bahwa
kau adalah pahlawanku, oke"
Juga Peter, persoalan ini."
"Terima kasih," Maureen menarik napas. "Tapi apakah kau benarbenar berpendapat
bahwa dunia sudah siap dengan guncangan sistem kepercayaan ini" Karena menurutku
belum." "Aku tidak setuju," kata Tammy dengan yakin. "Kupikir sekaranglah waktu yang
paling tepat. Sekarang abad 21. Kita tidak lagi membakar orang lantaran mereka melakukan
bidah." "Ya, kita cuma menghantam kepalanya saja," kata Maureen sambil meraba belakang
kepalanya untuk menegaskan.
"Benar juga. Maaf."
"Tidak, aku mendramatisir. Aku baikbaik saja, sungguh."
Maureen menunjuk televisi layar lebar. "Kau sedang mengerjakan apa?"
"Kemarin malam perhatian kita teralihkan dan aku tidak sempat menunjukkan semua
ini padamu. Aku pikir, kau akan merasa tertarik sekarang, lebih dari
sebelumnya." Tammy memegang remote yang kemudian ia arahkan ke monitor televisi. "Kita akan
melihat foto-foto garis darah Yesus, masih ingat?" Tammy melepas tombol pause
dan foto-foto memenuhi layar.
"Raja Ferdinand dari Spanyol. Lucrezia Borgia.
Mary, Ratu Skotlandia. Bonnie Prince Charlie. Permaisuri Maria Theresa dari
Austria dan putrinya yang lebih terkenal, Marie Antoinette. Sir Isaac Newton."
Ia berhenti pada gambar beberapa presiden Amerika. "Dan sekarang kita sampai ke
Amerika. Dimulai dengan Thomas Jefferson. Lalu perlahan bergeser ke masa
modern." Sebuah foto modern yang menunjukkan sekumpulan keluarga besar Amerika muncul di
layar. "Siapa mereka?"
"Keluarga Stewart di Cherry Hill, New Jersey. Aku mengambil potret ini tahun
lalu. Dan yang ini juga. Mereka terlihat seperti masyarakat biasa di lokasi
biasa, tapi semuanya dari garis darah itu."
Sebuah pikiran menyentak Maureen. "Pernahkah kau ke McLean, Virginia?"
Tammy tampak bingung. "Belum. Kenapa?"
Maureen menceritakan pengalamannya yang aneh di McLean, juga pertemuannya dengan
seorang pemilik toko buku yang cantik di sana. "Namanya Rachel Martel, dan..."
Tammy memotong ucapannya. "Martel" Martel katamu?"
Maureen mengangguk dan tawa Tammy meledak. "Yah, tak heran ia mengalami visi,"
kata Tammy. "Martel termasuk salah satu nama garis darah tertua. Charles Martel, dari garis
Charlemagne. Jika kau meneliti wilayah Virginia, aku berani bertaruh kau akan
menemukan konsentrasi besar keluarga dari garis darahYesus.
Kemungkinan datang untuk mencari perlindungan semasa Pemerintahan Teror. Itulah
umumnya yang menjadi alasan keluarga Prancis terhormat pindah ke Amerika. Banyak
juga yang tinggal di Pennsylvania.
Maureen tertawa. "Jadi itu sebabnya banyak orang yang memiliki penglihatan gaib
di sana. Aku akan menelepon Rachel dan memberitahunya jika aku kembali ke
Amerika." Mereka kembali memerhatikan layar yang memunculkan foto keluarga lain dan Tammy
memberi penjelasan. "Ini reuni keluarga St. Clair di Baton Rouge musim panas kemarin. Konsentrasi
tertinggi keluarga dari garis darah itu berada di Lousiana karena warisan
Prancis di sana. Kau sudah tahu sekarang karena kau tinggal di sana. Lihat orang
ini?" Tammy mengklik tombol pause pada foto seorang musisi jalanan muda berambut
panjang yang sedang memainkan saksofon di French Quarter. Ia melepas tombol itu dan terdengarlah
musik saksofon yang indah sampai ia menghentikannya lagi.
"Namanya James St. Clair. Tunawisma. Mencari nafkah dengan menjadi copet jalanan
di New Orleans, tapi permainan saksofonnya bisa membuatmu menangis. Aku duduk di sudut
jalan dan berbincang-bincang dengannya selama tiga jam.
Seorang lelaki tampan yang sangat cerdas."
"Apakah orangorang ini tahu bahwa mereka dari garis darah itu?"
"Tentu saja tidak. Itulah indahnya, dan itu pula yang menjadi benang merah
filmku. Dalam rentang sejarah dan evolusi selama dua ribu tahun, kemungkinan ada
hampir sejuta orang di bumi ini yang mewarisi darah Yesus Kristus. Barangkali
lebih. Tidak ada batasan dan kekhususan. Mereka bisa saja lelaki yang membawakan
tas belanjaanmu atau pegawai bank. Atau tunawisma yang membuatmu
terharu dengan permainan saksofonnya."
Chateau des Pommes Bleues 2 Juli 2005
Peter bekerja tanpa kenal lelah. Tapi perfeksionisme menguasai dirinya hingga
baru dua hari kemudian ia siap membacakan terjemahan gulungan naskah terakhir,
Kitab Masa Kegelapan. Maureen tertidur di sofa pada siang hari kedua itu, merasa tenang di dalam
pelukan injil Magdalena yang telah diterjemahkan.
Isak tangis Peter membangunkannya.
Maureen mendongak untuk melihat sepupunya, tangannya menutupi kepala, pasrah
pada keletihan dan emosi yang merasuk dirinya. Tapi Maureen tidak bisa langsung
memastikan emosi apakah itu. Apakah kepedihan atau kebahagiaan" Kegembiraan atau
penderitaan" Maureen menatap Sinclair yang duduk di seberang Peter. Ia
menggelengkan kepala. Sama seperti Maureen, ia tidak tahu apa sebabnya Peter
bereaksi seperti ini. Maureen menghampiri Peter dan menyentuh lembut bahunya. "Pete" Ada apa?"
Peter menyeka air mata dari wajahnya dan menatap sepupunya. "Lebih baik dia yang
bercerita padamu," bisiknya, menunjuk terjemahan di hadapannya. "Maukah kau
memanggil yang lainnya?"
f Tammy dan Roland cepatcepat ke ruang kerja Sinclair.
Mereka mudah ditemukan karena sekarang tidak menutupnutupi lagi kebersamaan
mereka. Selain itu, mereka tidak pernah pergi seolah tidak ingin berjauhan
dengan naskah itu lantaran takut tertinggal.
Setelah masuk, keduanya menyadari wajah Peter yang memerah.
Roland memanggil seorang pelayan untuk membawakan teh. Begitu ia keluar ruangan
dan pintu ditutup, Peter melanjutkan ucapannya.
"Dia menamakan naskah ini Kitab Masa Kegelapan," kata Peter. "Isinya
menggambarkan minggu terakhir kehidupan Kristus."
Sinclair hendak mengajukan pertanyaan, tapi Peter memotongnya. "Dia akan
menceritakannya lebih baik dibandingkan aku."
Dan Peter mulai membaca. ...Adalah penting untuk mengetahui siapa Yudas "sungguhnya agar bisa memahami
hubungannya dengan aku. dengan Easa. dan dengan ajaran JalanNya. Sebagaimana Simon, ia so
rang Ztlot dan sangat bersemangat mengusir orangorang Romawi dari pantai kami.
Ia telah membunuh demi keyakinan ini dan tidak ragu-ragu untuk melakukaimya lagi Hingga Simon
membawanya ke hadapan Easa.
Yudas kiah memekik JalanNya. tapiperubahann ya tidaklah cepat ataupun mudah.
Yudas berasal dari garis keturunan Earisi. Pandangan hukumnya sangat ketat.
Selagi belia, ia menjadi pengikut Yohanes dan merasa curiga deigan segala yang
ia dengar tentang aku. Dengan berjalannya waktu, kami menjadi teman, bersaudara
dalam JalanNyaberkat Easa. yang adalah penyatu yang hebat. Tapi ada saat-saat
kala Yudas dan gaya lamanya muncul kembali. Jika demikian, akan terjadi
ketegangan di antara para pengkiku!, la seorang pemimpin alamiah dan diamdiam
memegang kekuasaan. Easa mengagumi
kemanfuannya ini. tapi sebagian pengikut tidak. Tapi aku memahami Yudas. Seperti
aku. adalah takdirnya menjadi seorang yang disalahpahami.
Yudas percaya bahwa kami harus meraih setiap kesempatan untuk melebatkan sayap
dan balmu kami harus melakukaimya dengan bersedekah pada kaum miskin. Easa
mengangkat Yudas sebagai pengumpul dana. Ia bertanggung jawab nvngumpulkan uang yang akan dibagi-bagikan
kepada mereka yang membutuhkan. Berkenaan dengan tugas ini. ia adalali lelaki
yang u in dan bijaksana. Tapi ia juga tidak mengenal kompromi
Perselisihan besar terjadi di malam saat aku mengurapi Easa di Bethany, tepatnya
di rumah Simon. Aku membawa sebuah toples putih yang tertutup rapat yang dikirimkan untuk kami
dari A kxandria. Isinya campuran pakis dan getah nryrrh yang mahal dan harum. Aku membuka tutup
toples dan mengolesi kepala dan kaki Easa dengan balsem itu. nrnyatakannya
sebagai mesias kami untuk menjaga tradisi dan Song of Songs seperti yang
dipersembahkan Solomon untuk kami. Itulah momen spiritual bagi kami semua, momen
yang penuh dengan harapan dan perhmbang.
Tapi Yudas tidak setuju. Ia marah dan mencela aku di hadapan orang dengan
mengatakan. 'Balsem itu sangat berharga. Tutup Jika dijual akan mahal harganya
dan kita bisa memperoleh uang untuk menambah dana bagi kalangan naskin. "
Aku tidakpfhi membela diri. karena Easa telah melakukannya untukku Ia menegur
Yudas. 'Kau akan selaki bisa nrnyantuni orang miskin, tapi kau tidak akan
mendapatiku selamanya. Dan biarkanlah aku mengatakan lebih jauhdi mana pun amal
hidupku disampaikan di seluruh duma. demikian pula nama wanita ini akan
menyrrtai namaku. Biar/ah ini terlaksana sebagai peringatan atas dirinya dan
baktinya kepada kita semua."
Momen ku menunjukkan bahwa Yudas belum sepenuhnya memahami ritual suri JalanNya.
Dalam momen itu. sebagian pengikut merasa marahsebagian bahkan tidak lagi percaya pada
Yudas. Seperti yang telah aku katakan, aku tidak memendam kemarahan padanya karena
tindakan itu atau tindakan yang lain. Yudas tidak mampu membohongi dirinya, dan
ia selalu mendengar Aku masih berduka untuknya.
INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA.
KITAB MASA KEGELAPAN Sembilan Belas Yerusalem 33 M Hari itu tak akan dilupakan oleh orang Nasrani. Ketika Easa tiba di Yerusalem,
masyarakat yang telah mengetahui kedatangannya menyambut dengan hangat. Tentu
saja, penerimaan serupa ini di luar dugaan. Ketika para pengikut diminta untuk
mempelajari Doa Jalan Terang kini Easa menyebutnya Doa Bapa Kami lokasi di
gunung Zaitun menjadi terlalu sempit. Para pengikut yang ingin
mendengarkan khotbah Easa memenuhi gunung itu, menanti giliran untuk berada di
dekat orang terpilih ini, mesias mereka, agar ia juga bisa mengajarkan mereka
bagaimana berdoa. Easa tidak meninggalkan tempat sampai semua lelaki, perempuan, dan anakanak
merasa puas karena telah mengetahui dan memahami doa ini, dan menghayatinya
dalam hati. Saat menuruni gunung dan menuju kota, langkah kaum Nasrani dihentikan oleh
sepasang senturion Romawi. Mereka adalah penjaga gerbang timur kota, gerbang
terdekat ke kediaman Pilatus di Benteng Antonia. Keduanya menjegal kelompok itu
dengan ucapan kasar dalam bahasa Semit. Easa maju dan membuat mereka terkejut dengan bahasa
Yunaninya yang sempurna. Ia menatap salah seorang senturion yang tangannya dibebat pembalut.
"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Easa. Senturion itu tidak menyangka akan
mendapat pertanyaan seperti itu, tapi ia menjawab dengan nada datar. "Aku
terjatuh ke bebatuan saat bertugas malam."
"Terlalu banyak minum anggur," cela temannya, wajahnya sangar dan ada bekas luka
melintang di pipi kirinya.
Senturion yang terluka itu memelototi temannya lalu berkata, "Jangan dengarkan
ucapan Longinus. Aku kehilangan keseimbangan."
Easa berkata singkat, "Pasti sangat sakit."
Senturion itu mengangguk. "Rasanya tulangku patah, tapi aku tidak mendapat
kesempatan untuk pergi ke tabib. Kami harus menyebar di antara kerumunan orang
yang memperingati Paskahi."
"Boleh kulihat?" tanya Easa.
Lelaki itu mengulurkan tangannya yang dibalut, posisi tulangnya telah bergeser
dari pergelangan tangan. Dengan halus, Easa meletakkan salah satu tangannya di
atas tangan senturion itu dan satunya lagi di bawahnya. Sambil memejamkan mata,
ia mengucapkan doa sementara tangannya menangkup tangan senturion itu dengan
lembut tapi kuat. Mata lelaki Romawi yang terluka itu membelalak sementara
kerumunan orang Nazaet menyaksikan proses kesembuhan. Bahkan senturion dengan
luka di pipi pun tampak seperti dihipnotis.
1 Passover: Hari Raya Paskah: hari raya Vahudi mulai pada tanggal 14 Nisan untuk
memperingati pembebasan orang Ibrani dari Perbudakan Mesir.
Easa membuka mata dan memandang orang Romawi
itu. "Mestinya kau sudah merasa lebih baik sekarang." Begitu ia melepaskan tangannya,
jelaslah bagi semua yang menyaksikan bahwa tangan senturion itu kini lurus dan
kuat. Orang Romawi itu terperangah, tak mampu bicara. Ia malah membuka pembalut di tangannya lalu
menggerak-gerakkan jemarinya. Matanya yang biru langit memburam karena air mata
yang tertahan saat ia memandang Easa. Ia tidak berani bicara karena takut
kehilangan muka di antara sesama serdadu. Easa paham, ia menyelamatkan lelaki
itu dari rasa malu. "Kerajaan Tuhan menjadi milik mereka yang mau mengikutinya. Sampaikanlah kabar
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
baik ini kepada yang lain,"
kata Easa lalu meneruskan perjalanan menuju kota, diikuti Maria, anakanak, dan
umat terpilih. f Maria kelelahan, tapi ia tidak mengeluh. Beban putra yang digendongnya sedikit
memperlambat langkahnya. Tapi ia merasa gembira hingga tak pernah mengeluh.
Mereka menginap di rumah paman Easa, Yusuf, seorang lelaki kaya raya dan
berpengaruh yang memiliki tanah tepat di luar kota. Maria bersyukur karena
Yohanes kecil dan Tamar tertidur. Perjalanan hari itu juga membuat mereka
kelelahan. Maria mendapat kesempatan untuk merenungkan kemampuan Easa menyembuhkan orang,
saat duduk di taman Yusuf yang sejuk dan teduh. Easa sedang bersama pamannya dan
beberapa orang pengikut pria. Mereka
menyusun rencana untuk berkunjung ke Rumah Tuhan besok. Maria memilih tidak
bergabung mengikuti pembicaraan itu, melongok anakanak di pembaringan, lalu memanfaatkan
waktu untuk beristirahat dan berdoa. Maria-Maria lain dan pengikut perempuan
berkumpul malam ini untuk berdoa. Maria sendiri memilih tidak ikut.
Belakangan ini, ia jarang bisa menyendiri dan ia bersyukur karena bisa
melakukannya sekarang. Namun, saat Maria Magdalena mengenang kejadian penyembuhan serdadu Romawi tadi,
ia merasa tidak nyaman dan gundah. Maria tidak bisa mengidentifikasi perasaan
itu, pun tidak tahu apa sebabnya. Senturion itu sendiri seorang lelaki yang baik
bagi seorang serdadu Romawi, bahkan hampir menyenangkan. Dan Maria bisa
merasakan penderitaan lelaki itu, seperti juga Easa, saat ia hampir menitikkan
air mata melihat mukjizat penyembuhan. Tapi serdadu yang satunya jauh berbeda.
Ia keras dan kasar, seperti yang mereka semua bayangkan dari seorang yang
dibayar untuk menumpahkan begitu banyak darah orang Yahudi. Lelaki dengan luka
di pipi ini, namanya Longinus, terkejut dengan kesembuhan itu. Tapi ia tidak mau
menunjukkannya. Ia terlalu berkulit tebal untuk memperlihatkan emosi.
Tapi lelaki bermata biru itu tidak hanya sembuh, tetapi juga berubah. Maria bisa
melihat dari sorot matanya. Saat Maria membayangkan peristiwa itu, ia merasa
aliran listrik menjalar di tubuhnya, suatu perasaan aneh yang menjadi bagian
nubuat, yang selalu mengingatkannya akan peristiwa yang kelak terjadi.
Maria memejamkan mata dan berusaha menangkap bayangan itu, tapi tidak berhasil.
Ia terlalu letih, atau barangkali tidak ditakdirkan untuk melihat bayangan itu.
Apakah gerangan" Maria bertanya-tanya. Reputasi Easa sebagai seorang penyembuh
yang hebat menyebar ke seluruh Israel selama tiga tahun terakhir. Ia menjadi
terkenal dan dihormati masyarakat.
Dan belakangan, proses penyembuhan itu tampaknya berjalan begitu saja tanpa
harus bersusah payah. Kekuatan penyembuhan yang dianugerahkan Tuhan lewat Easa dengan begitu mudah
adalah sesuatu yang patut disyukuri.
Bukankah Easa telah menyembuhkan kakaknya sendiri ketika dokter-dokter di
Bethany menyatakan bahwa ia telah mati" Tahun lalu, Maria dan Easa berangkat
dengan tergesagesa dari Galilee setelah mendapat kabar dari Martha bahwa Lazarus
sakit keras. Tapi perjalanan itu memakan waktu lebih lama dibandingkan yang
mereka perkirakan. Ketika mereka sampai, tubuh Lazarus telah menyebarkan bau
kematian. Semuanya sudah sangat terlambat, pikir mereka. Meski kemampuan menyembuhkan Easa
luar biasa, ia tidak pernah membangunkan seseorang dari kematian. Rasanya
kemampuan itu terlalu besar bagi seorang manusia, terlepas apakah ia mesias atau
bukan. Namun, bersamasama Maria, Easa masuk ke rumah Martha dan meminta kedua wanita
itu berdoa dengan iman yang kuat bersamanya. Lalu ia masuk ke kamar Lazarus dan
berdoa di hadapan jasad lelaki itu.
Easa keluar dari kamar dan menatap wajah pucat Maria dan Martha. Ia tersenyum
untuk menenangkan mereka sebelum berbalik ke arah kamar. "Lazarus, Saudaraku,
berdirilah dari ranjangmu dan berterima kasihlah kepada istri dan adikmu yang
telah berdoa dengan penuh kasih agar kau kembali kepada kami."
Martha dan Maria terkejut melihat Lazarus berjalan pelan melewati pintu.
Tubuhnya masih pucat dan lemah, tapi ia hidup.
Masyarakat Bethany menyambut gembira kabar bangkitnya Lazarus dari kematian.
Barisan pengikut Nasrani membengkak karena pengabdian Easa telah melegenda di
seluruh wilayah. Easa meneruskan pengabdiannya menyembuhkan orang, ia juga berhenti di Sungai
Yordania dekat Jericho untuk membaptis pengikut-pengikut baru dengan cara yang
diajarkan Yohanes. Kerumunan orang yang ingin dibaptis melimpah ruah sehingga kelompok Nasrani ini
mesti tinggal di tepi Yordania lebih lama dibandingkan yang mereka rencanakan.
Fakta bahwa Easa mengambil jubah Yohanes menjadi populer di kalangan moderat
yang berdoa bahwa dia benarbenar mesias mereka. Herod Antipas sendiri telah
menyatakan bahwa ia melihat jiwa sang Pembaptis hidup kembali dalam diri Easa.
Tapi tidak semuanya senang dengan perkembangan ini. Pujian Herod terhadap Easa
tidak diterima dengan baik oleh para pengikut Yohanes yang lebih kuat, juga
kebanyakan kelompok pertapa Eseni yang ekstrem. Diamdiam mereka mengutuk Easa
karena dianggap merebut posisi Yohanes. Tapi panah paling mematikan tidak
diarahkan kepada lelaki Nasrani itu, melainkan yang perempuan.
Keesokan harinya di tepi sungai, Maria Magdalena tersungkur ke tanah sambil
memegang perut. Segera saja ia sakit keras hingga beberapa pengikutnya berkumpul di dekatnya.
Begitu mendengar kabar ini, Easa segera berlari ke
samping istrinya. Maria Agung yang ketika itu bersamanya, juga ikut. Ia memandang menantu
perempuannya dengan seksama, memeriksa gejala kesehatannya, dan merawatnya
dengan lembut. Kemudian ia menghampiri putranya. "Aku pernah melihat keadaan
seperti ini sebelumnya," katanya serius. "Ini bukan penyakit yang wajar."
Easa mengangguk paham. "Racun."
Maria Agung menguatkan kesimpulan putranya dan menambahkan, "Bukan racun biasa.
Lihat kakinya menjadi lumpuh" Ia sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuh
bagian bawah, dan isi perutnya keluar bersama muntah. Ini racun dari Timur,
namanya racun tujuh setan. Dinamakan begitu karena dibuat dari tujuh bahan yang
mematikan. Racun ini mematikan secara perlahan dan menyakitkan. Belum ada
penawarnya. Kau harus bekerja bersama dengan Tuhan untuk menyelamatkan istrimu,
Putraku." Maria Agung mengosongkan tempat agar Easa bisa mengusahakan penyembuhan istrinya
dengan tenang, tanpa ada orang lain. Easa berdoa hingga ia merasa racun menguap dari
tubuh Maria dan rona kesehatan kembali kepadanya. Sementara Easa melaksanakan
pekerjaan Tuhan, murid-muridnya berusaha mencari tahu siapa yang telah meracuni
Maria Magdalena. Biang keladinya tidak pernah ditemukan. Mereka menduga ia seorang pengikut
fanatik Yohanes yang datang ke Yordania dengan menyamar sebagai orang yang
beralih ke ajaran Easa. Dialah yang diduga telah memberi racun mematikan kepada Maria yang tidak curiga.
Sejak hari itu, Maria Magdalena berhati-hati. Ia tidak minum atau makan di
luar kecuali ia tahu persis sumber makanan itu. Sepanjang sisa hidupnya, ia
mengalami berbagai serangan dari orang yang benci atau dengki padanya.
Kesembuhan Maria Magdalena dari racun tujuh setan menjadi salah satu legenda
besar dalam kependetaan Nasrani.
Seperti berbagai fragmen dalam sejarah Maria Magdalena, peristiwa ini pun
disalahpahami dan dimanfaatkan untuk menyerangnya.
f Lamunan Maria terusik dengan suatu teriakan dari halaman rumah. Itu suara Yudas.
Ia mencari Easa dengan sikap putus asa. Maria berlari menghampirinya. "Ada apa?"
"Keponakanku, anak perempuan Jairus." Yudas terengahengah dan kehabisan napas.
Ia berlarian dari batas timur untuk menemui Easa. "Barangkali sudah terlambat,
tapi aku membutuhkan dia. Di mana dia?"
Maria mengantar Yudas menuju tempat pertemuan di rumah Yusuf. Easa melihat
kegelisahan di wajah Yudas dan langsung berdiri menyambutnya. Dengan
terengahengah, Yudas menjelaskan bahwa
keponakannya terserang demam yang mewabah di kalangan anakanak Yerusalem dan
sekitarnya. Banyak di antara mereka yang meninggal. Ketika Yudas mendengar kabar itu dan
berangkat ke rumah Jairus, para dokter telah angkat tangan. Berkat kedudukannya
di Rumah Tuhan dan hubungan akrabnya dengan Pontius Pilatus, Jairus memiliki
akses ke dokter-dokter hebat. Yudas tahu, jika dokter-dokter ini saja sudah
menyerah maka kemungkinan gadis cilik itu sudah meninggal
sekarang. Betapapun, ia harus berusaha.
Hati Yudas sesungguhnya lembut, tapi ia tidak membiarkan orang lain melihatnya.
Dan sebagai lelaki yang menolak hidup berkeluarga demi menempuh jalan
revolusioner, cinta kasihnya tertumpah kepada para keponakannya. Dan Smedia yang
berusia dua belas tahun, gadis cilik yang sakit itu, adalah kesayangannya.
Easa bisa melihat raut takut dan cemas akan kehilangan anak itu di wajah Yudas,
ia memandang Maria Magdalena.
"Apakah kau sanggup bepergian malam ini?"
Maria mengangguk. Tentu ia akan pergi. Ada seorang ibu yang berduka di rumah
itu, dan Maria akan berusaha memberi dukungan sebisa mungkin.
"Kita berangkat sekarang," kata Easa singkat. Ia tidak pernah ragu-ragu, Maria
sangat mengetahuinya. Tidak peduli jam berapa pun, tidak peduli selelah apa pun, Easa tidak pernah
menolak seseorang yang sangat membutuhkannya.
Yudas berjalan di belakang mereka. Lewat tatapan matanya, ia menyatakan terima
kasih kepada Maria. Dan Maria merasa hangat melihat sorot mata itu. Barangkali
Yudas akan lebih sempurna menghayati JalanNya malam ini, pikir Maria.
Harapan itu melekat kuat dalam jiwanya.
f Kedudukan Jairus di tengah-tengah masyarakat cukup unik. Ia seorang Farisi dan
pemimpin di Rumah Tuhan. Tapi ia juga seorang perwakilan khusus penguasa. Karena
jabatan itu, setiap minggu ia bertemu dengan Pontius
Pilatus untuk membahas berbagai urusan Roma karena mereka menjalin hubungan baik
dan damai dengan Rumah Tuhan dan kalangan Yahudi di Yerusalem.
Hubungan Jairus dan Pilatus cukup akrab. Keduanya kerap berdiskusi tentang
masalah politik selama berjamjam. Rachel, istri Jairus, menemaninya ke Benteng
Antonia dan menghabiskan waktu
berjamjam bersama istri Pilatus, Claudia Procula.
Persahabatan Rachel dan Claudia semakin dekat meski antara keduanya terdapat
perbedaan besar. Claudia seorang perempuan Romawi yang memiliki status tinggi. Ia tidak hanya
istri penguasa Palestina, tetapi juga cucu salah seorang Caesar dan putri asuh
kesayangan Caesar yang lain. Di ujung lainnya, Rachel adalah perempuan Yahudi
dari salah satu keluarga Israel yang terhormat. Meski latar belakang mereka
berbeda, kedua perempuan ini kompak lantaran samasama menjadi istri lelaki yang
berkuasa, dan yang paling penting, samasama seorang ibu.
Anak perempuan Rachel, Smedia, sering kali datang ke Benteng Antonia bersama
ibunya. Smedia senang bermain di dalam kamar yang indah. Dan dengan usianya yang
beranjak remaja, Claudia mengizinkannya menggunakan losion dan kosmetiknya. Di
usia dua belas, Smedia tumbuh menjadi gadis muda yang cantik.
Claudia mencurahkan perhatian istimewa pada Smedia karena gadis ini adalah teman
main putranya sendiri. Pilo, putra Pontius Pilatus dan Claudia, yang berusia
tujuh tahun, adalah misteri bagi kebanyakan penduduk Yerusalem. Tidak banyak
yang tahu bahwa Pilatus memiliki seorang putra. Pilo mengalami kelainan, kakinya
bengkok sehingga aktivitasnya terbatas dan ia tidak
pernah meninggalkan benteng. Pilatus tidak mengenalkan putranya karena ia tahu,
anak ini tak akan pernah menjadi seorang prajurit. Ia tidak akan mengikuti jejak
ayahnya sebagai seorang penguasa Roma. Seorang anak yang lahir dengan kemurkaan
tuhan seperti itu adalah pertanda buruk.
Tapi Claudia melihat sisi lain dari pribadi Pilatus yang tidak dilihat orang
lain. Ia tahu, suaminya kerap menangis mengingat putranya di malam hari ketika
ia pikir tidak ada orang yang melihat atau mendengarnya. Pilatus telah
mengeluarkan separuh harta mereka untuk membayar sejumlah dokter dari Yunani,
ahli tulang dari India, dan berbagai ahli pengobatan lain. Tapi semuanya tidak
membuahkan hasil apa pun kecuali tangis Pilo yang merasa kesakitan dan
frustrasi. Claudia mendekap anak yang menangis itu hingga ia tertidur. Sedangkan
sang ayah keluar dari benteng selama berjamjam dan menjauhi diri dari mereka
berdua setiap kali peristiwa ini terjadi.
Smedia kecil memiliki kesabaran yang luar biasa terhadap anak itu. Ia biasa
duduk bersamanya selama berjamjam, menceritakan dongeng, dan bernyanyi untuknya.
Claudia tersenyum sendiri menyaksikan mereka berdua dengan sudut matanya
sementara ia menyulam bersama Rachel. Apa yang akan dikatakan Pilatus jika ia
mendengar putranya menyanyikan lagu Ibrani" Tapi Pilatus jarang berada di rumah,
dan Claudia tahu ia tidak perlu khawatir.
Dalam salah satu pertemuan inilah Claudia Procula untuk pertama kalinya
mendengar tentang Easa. Rachel menyanjung tokoh ini dan pengabdiannya. Kepada Claudia, ia mengungkapkan
kisahkisah penyembuhan yang dilakukan Easa dan mukjizatnya. Suami Rachel,
Jairus, sebenarnya tidak mengizinkannya bercerita tentang orang Nasrani ini.
Jairus mendengar saran Jonathan Annas dan Caiaphas yang menganggap Easa seorang
pengkhianat yang tidak menghormati wewenang Rumah Tuhan. Dan Jairus tidak boleh
terlihat memiliki hubungan apa pun dengan lelaki ini.
Namun sepupu Jairus, Yudas, sekarang menjadi salah satu pengikut terpilih Easa.
Kadang-kadang Jairus menjadi canggung lantaran masalah ini. Tapi sampai sekarang
ia mampu menyeimbangkannya dengan baik. Sementara Rachel merasa gembira karena
sekarang ia bisa mengetahui kisah mukjizat lelaki Nasrani ini secara lebih
langsung. "Kau harus membawa Pilo menemui Easa," kata Rachel suatu hari.
Mata Claudia menjadi suram dengan penyesalan. "Bagaimana bisa" Suamiku tidak
akan mengizinkan aku berada di dekat seorang imam Nasrani. Rasanya itu
mustahil." Rachel tidak menyebut masalah sensitif itu lagi kepada temannya. Tapi Claudia
tidak berhenti memikirkannya. Lalu Smedia terserang demam parah, dan hanya
beberapa hari berselang Pilo juga jatuh sakit.
f Kerumunan orang yang turut berduka berdatangan dari seluruh sudut kota ke rumah
Jairus. Keluarga-keluarga yang terkait dengan Rumah Tuhan dan banyak penduduk
Yerusalem yang tersentuh dengan musibah yang menimpa Jairus dan Rachel, datang
untuk menunjukkan dukungan. Smedia, putri kesayangan mereka, meninggal.
Yudas menerobos kerumunan orang yang memenuhi rumah sepupunya. Easa dan Maria
mengikuti, tidak jauh di belakangnya.
Easa mencengkeram tangan Maria kuat-kuat agar tidak kehilangan istrinya yang
mungil itu di tengah-tengah barisan orang. Andreas dan Petrus juga mengikuti di
belakang mereka untuk memberi perlindungan ekstra. Nyatalah bagi kelompok
Nasrani ini bahwa putri Jairus terserang demam, tapi mereka tidak takut. Mereka
mendesak dan masuk ke rumah Jairus.
f Di Benteng Antonia, Pontius Pilatus dan Claudia Procula baru saja mendengar
putusan kematian bagi putra semata wayang mereka. Para dokter sudah menyerah.
Tak ada lagi yang bisa mereka lakukan.
Lagi pula, bukankah anak ini sudah lemah sedari mula" Pontius Pilatus
meninggalkan ruangan dengan membisu. Sepanjang sisa malam ia menyendiri bersama
filsuf stoiknya. Ia harus menerima kehilangan ini dengan cara Romawinya sendiri.
Tinggallah Claudia bersama Pilo yang sekarat. Ia memeluk putranya di ranjang dan
menangis pelan meratapi putranya yang tampan dan tegar. Saat itulah seorang
budak Yunani masuk menemui
majikannya di kamar. "Putraku yang malang akan meninggalkan kita," kata Claudia pelan. "Apa yang akan
kita lakukan" Apa yang bisa aku lakukan jika ia pergi?"
Budak itu mendekati Claudia. "Nyonya, aku datang untuk menyampaikan kabar dari
rumah Rachel dan Jairus. Kejadiankejadian ini sangat menyedihkan, tapi
barangkali mereka memiliki harapan yang lebih besar. Smedia yang cantik telah meninggal."
"Tidak!" pekik Claudia. Ia tidak sanggup menanggung semua ini. Di manakah
keadilan jika gadis cantik seperti putri Rachel meninggalkan dunia, barangkali
di malam yang sama dengan putra kesayangannya"
"Tunggu dulu, Nyonya, aku belum selesai. Rachel meminta aku menyampaikan bahwa
sang penyembuh dari Nazaret, Easa, akan datang ke rumah mereka malam ini. Meski
barangkali sudah terlambat bagi Smedia, mungkin belum bagi Pilo."
Claudia tidak punya banyak waktu untuk memikirkan konsekuensi tindakannya.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kondisi Pilo sudah sedemkian kritis.
"Selimuti dia. Mari kita bawa dia dengan kereta kuda. Cepat, ayo, cepat pergi."
Lelaki Yunani itu, yang juga pembimbing Pilo dan sangat menyayangi anak itu,
membungkus Pilo dengan selimut lalu menggendongnya menuju kereta kuda. Claudia
berlari di belakang mereka. Ia tidak meluangkan waktu untuk meninggalkan pesan
bagi Pilatus. Tapi ia tidak berpikir suaminya itu akan tahu bahwa ia pergi. Lagi
pula, ia sendiri memiliki hak untuk mengambil keputusan penting sendiri.
Bukankah ia cucu seorang Caesar"
f Pilo bertahan. Ia masih bernapas saat lelaki Yunani dan ibunya menggendongnya.
Claudia mengenakan selubung tebal. Ia tidak mau orangorang melihatnya datang ke rumah
sebuah keluarga Yahudi dalam keadaan berduka. Sang budak Yunani membawa kereta
kuda sejauh mungkin menerobos kerumunan orang, lalu meninggalkannya untuk membantu majikannya dan
Pilo melewati kerumunan orang. Usaha itu tidak mudah. Di antara mereka yang
turut berduka cita, telah tersiar kabar bahwa sang mesias pemegang mukjizat
sudah berada di dalam. Jalanjalan penuh dengan orang yang ingin tahu, juga orang
yang telah percaya. Tapi kelompok kecil dari Benteng Antonia mendesak, dan
mendorong hingga mereka sampai ke pintu.
"Kami ingin menemui Rachel, istri Jairus," kata sang budak Yunani. "Tolong
sampaikan kepada Rachel bahwa yang datang adalah temannya, Claudia."
Pintu dibuka, tapi mereka tidak segera dipersilakan masuk. Yudas menjaga pintu
dari dalam. Ia memberitahu penjaga luar untuk melarang pengunjung masuk sampai
Easa pergi. Yudas tidak ingin ada orang yang menyaksikan proses penyembuhan.
Ini demi melindungi Easa. Jairus seorang Farisi, dan ada orang lain dari Rumah
Tuhan yang datang dan menunggu di dekat rumah untuk melihat kejadian yang
berlangsung mereka tidak terlalu bersahabat dengan misi Nasrani. Seandainya Easa
tidak mampu menghidupkan Smedia, mereka akan mencelanya sebagai seorang penipu.
Dan jika ia berhasil, mereka bisa saja menuduh Easa seorang tukang sihir atau
sebangsanya. Tuduhan ini tidak saja akan merusak nama Easa, tetapi juga Jairus.
Dan laporan saksi mata dari seorang Farisi yang memiliki agenda tersembunyi bisa
menjerumuskan sang tertuduh ke dalam hukuman mati. Tindakan yang paling aman
adalah melarang orang memasuki ruangan, kecuali keluarga dekat.
Claudia Procula hanya mendengar instruksi tegas Yudas "Tidak boleh ada tamu
dulu". Tapi begitu pintu
terbuka, ia mengintip aktivitas dalam ruangan itu. Ia melihat Smedia terbaring
di ranjang kematian, putih dan tidak bernyawa di tengah kabut dupa. Rachel duduk
di sampingnya, terus memegang tangan putrinya, kepalanya tertunduk pasrah dalam
dukacita yang sangat hebat. Seorang imam perempuan Nasrani yang mengenakan
selubung merah berdiri di samping Rachel.
Ia tampak seperti menara kekuatan dan kasih sayang dalam suasana tragis itu.
Jairus, yang Claudia kenal sebagai lelaki kuat dan percaya diri, bersimpuh di
lantai dekat kaki Easa. Ia memohon agar lelaki Nasrani itu menyembuhkan
putrinya. Belakangan, setelah suasana malam itu menjadi tenang, Claudia berkomentar
tentang pertemuan pertamanya dengan Easa. "Aku belum pernah merasa seperti itu
sebelumnya," katanya.
"Memandangnya saja membuat diriku merasa tenang, seolah aku tengah dikelilingi
cinta dan cahaya itu sendiri. Bahkan dalam momen yang singkat itu, aku tahu
siapa dia bahwa dia lebih dari seorang manusia, bahwa kami semua diberkati
selamanya karena melihat kehadirannya, meski hanya beberapa detik."
Pintu tidak tertutup seperti yang diduga Claudia. Yudas mendekati Jairus yang
dikuasai duka, dan penjaga luar terlalu terpesona dengan peristiwa itu hingga
agak lalai. Claudia menyaksikan dengan takjub saat Easa bergeser ke samping
ranjang. Ia menatap perempuan berselubung merah, yang belakangan Claudia ketahui
adalah istrinya, Maria Magdalena.
Kemudian Easa menyentuh bahu Rachel. Ia membisikkan sesuatu ke telinganya, tidak
seorang pun bisa mendengar. Tapi untuk kali pertama, Rachel mengangkat
kepalanya. Lalu Easa membungkuk pada anak itu dan mencium keningnya. Ia
menggenggam tangan Smedia dengan kedua tangannya lalu memejamkan mata untuk
berdoa. Setelah beberapa saat hening, dan semua orang menahan napas, Easa
menatap Smedia dan berkata, "Bangunlah, Anakku."
Claudia tidak ingat kejadian selanjutnya. Peristiwa itu bagaikan mimpi aneh yang
tidak bisa diingat kembali secara persis. Anak itu, Smedia, mula-mula bergerak
perlahan, tapi kemudian ia duduk dan memanggil ibunya. Rachel dan Jairus
menjerit dan berlari memeluk putri mereka. Dalam tahap tertentu, Claudia
terjatuh akibat desakan kerumunan orang.
Terjadi kericuhan di sekitar rumah. Dan terdengar teriakan gembira dari para
pengikut Easa dan temanteman keluarga itu yang merayakan mukjizat kembali
hidupnya Smedia. Namun terdengar pula cemoohan dan celaan dari orangorang Farisi
dan penentang ajaran Nasrani yang mengutuk Easa dan menjulukinya ahli ilmu
hitam. Claudia panik. Ia dan lelaki Yunani itu terdorong dari pintu masuk dan terbawa
kerumunan orang yang berdesak-desakan.
Pilo tengah sakit keras, dan ia tahu putranya bisa mati di tangga rumah Jairus
ini. Terlalu berisiko, bahkan kejam, membawa Pilo ke sini sementara ia bisa
mengembuskan napas terakhir dengan tenang di ranjangnya sendiri. Dan kini
usahanya tampak siasia. Lelaki Nasrani itu dikerumuni para pengikutnya, Claudia tidak bisa mendekatinya.
Namun, ketika harapannya nyaris musnah, Claudia melihat Maria Magdalena berhenti
di tengah kerumunan orang. Sesuatu terjadi antara mereka berdua. Semacam komunikasi mistis antara
sesama ibu dalam masa yang sulit. Mata mereka saling menatap selama beberapa
saat. Kemudian pandangan Maria beralih ke anak dalam gendongan lelaki Yunani
itu. Tanpa berbicara, Maria menyentuh bahu Easa.
Easa menoleh untuk mengetahui apa yang Maria inginkan. Sesaat, mata Easa bertemu
pandang dengan Claudia, kemudian ia tersenyum padanya.
Suatu ekspresi harapan dan cahaya murni. Claudia tidak tahu berapa lama
peristiwa itu berlangsung.
Perhatiannya beralih karena suara putranya memanggil.
"Mama! Mama!" Pilo menggeliat dalam gendongan budak Yunani. "Turunkan aku!"
Claudia bisa melihat, wajah putranya tidak lagi pucat. Ia tampak sehat dan kuat
kembali. Dalam sekejap, Pilo yang sekarat telah pulih sepenuhnya. Dan tidak
hanya itu. Saat kaki Pilo menjejak tanah, tampaklah kakinya tidak lagi bengkok.
Ia bisa berjalan menuju Claudia, kedua kakinya lurus dan kuat.
"Lihat, Mama! Aku bisa berjalan!"
Claudia memeluk putranya yang tampan sembari melihat sang sosok penyembuh dan
istrinya yang mungil menghilang dalam kerumunan orang Yerusalem.
"Terima kasih," bisiknya. Dan anehnya, meski mereka sudah sangat jauh, Claudia
tahu mereka mendengar. f Kesembuhan Pilo bagaikan pedang bermata dua bagi Pontius Pilatus. Ia bahagia
melihat putranya pulih dan sehat seutuhnya.
Kondisi bocah itu sempurna, sesuatu yang tidak
pernah terbayangkan baik oleh Pilatus maupun Claudia. Sekarang, Pilo adalah
penerus pusaka Romawi yang layak. Ia seorang putra yang bisa menjadi seorang
lelaki sejati dan seorang prajurit. Tapi metode penyembuhannya itulah yang
membuat Pilatus resah. Lebih buruk lagi, Claudia dan Pilo menyaksikan sendiri kemampuan lelaki Nasrani
itu. Lelaki yang dianggap duri dalam kubu penguasa Romawi maupun para imam Rumah
Tuhan. Atas permintaan Caiaphas dan Annas, Pilatus telah bertemu keduanya beberapa
waktu lalu untuk membahas peristiwa menghebohkan di perbatasan timur. Orang
Nasrani itu tiba dengan mengendarai keledai seperti yang diprediksikan salah
seorang rasul Yahudi mereka. Para imam menjadi jengkel dengan peristiwa yang
mereka pandang sebagai deklarasi penegasan posisi Easa sebagai mesias.
Meski percekcokan agama di kalangan Yahudi bukan persoalan Pilatus langsung, ada
kabar burung bahwa lelaki Nasrani itu akan mengumumkan diri sebagai raja Yahudi.
Jelas ini adalah tantangan bagi Caesar.
Pilatus merasa ditekan untuk bertindak jika Easa melakukan satu gerakan
kontroversial lagi di Yerusalem saat peringatan Paskah.
Untuk memperunyam persoalan, Herod, penguasa Galilee, telah mengeluarkan pesan
secara pribadi kepada Pilatus. "Aku mendapat informasi bahwa lelaki itu akan
menjadikan dirinya sendiri raja bagi seluruh orang Yahudi. Ia sosok yang
berbahaya bagiku, bagimu, dan bagi Roma."
Itulah persoalan logis Pilatus. Isu filosofis adalah persoalan lain baginya.
Kekuatan apakah yang dikendalikan atau diarahkan lelaki Nasrani ini hingga ia
bisa melakukan halhal seperti
menghidupkan anak yang telah mati" Jika saja bukan Pilo yang disembuhkan,
Pilatus akan menganggap mukjizat Easa hanyalah tipuan semata, sesuai dengan tuduhan orang
Farisi bahwa ia seorang penista agama. Tapi lebih dari orang lain, Pilatus tahu
penyakit dan kelumpuhan Pilo adalah riil. Setidaknya dulu.
Sekarang, kedua persoalan itu lenyap tanpa bekas.
Ada sesuatu dalam situasi ini yang perlu dijernihkan. Otak Romawinya menuntut
sebuah jawaban. Sebuah pemahaman tentang peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Pontius Pilatus
merasa sangat frustrasi karena tidak mendapat satu jawaban pun.
Tapi istrinya tidak perlu diyakinkan lagi. Ia menyaksikan sendiri dua keajaiban
besar itu. Dan ia sendiri diliputi kehadiran dan kejayaan lelaki Nasrani itu dan
Tuhannya. Claudia Procula langsung beralih keyakinan. Kesal dan kecewa merasuk
dirinya ketika sang suami melarangnya mendengarkan khotbah Easa di Yerusalem. Ia
ingin mengajak Pilo bertemu lelaki Nasrani mengagumkan yang lebih dari sekadar
manusia biasa itu. Namun Pilatus melarang dengan tegas.
Pengusasa Romawi itu seorang lelaki yang kompleks, penuh dengan rasa ragu,
takut, dan ambisi. Tragedi Pontius Pilatus terjadi ketika semua hal ini membayangi apa pun yang
pernah ia miliki dengan penuh cinta, kekuatan, atau rasa syukur.
f Hari sudah larut malam ketika orangorang Nasrani tiba di rumah Yusuf. Seperti
biasa, Easa masih terjaga dan tengah membuat persiapan untuk satu pertemuan lagi
bersama pengikut terdekatnya sebelum tidur. Mereka tengah membahas
pilihanpilihan yang akan dilakukan di Yerusalem besok. Maria ikut mendengarkan
diskusi mereka untuk mendapat petunjuk tentang kegiatan besok. Peristiwa di
rumah Jairus menunjukkan bahwa masyarakat Yerusalem terbagi-bagi dalam menyikapi
isu Easa sebagai mesias. Jumlah pendukung lebih banyak dibandingkan penentang.
Tapi mereka beranggapan bahwa kelompok penentang terdiri dari orangorang
berkuasa yang terkait dengan Rumah Tuhan.
Yudas berbicara kepada kelompok yang tengah berdiskusi itu. Ia tampak letih,
tapi kegembiraan lantaran peristiwa yang ia saksikan di ranjang kematian Smedia
membuatnya kuat. "Jairus berbicara empat mata denganku sebelum kita pergi," katanya. "Ia semakin
cenderung mendukung kita setelah menyaksikan sendiri bahwa Easa benarbenar
seorang mesias. Ia juga memperingatkan kita bahwa dewan Farisi dan Saduki terganggu dengan
gerombolan pendukung Nasrani yang memasuki kota. Dari segi kuantitas, kita lebih kuat
dibandingkan yang mereka bayangkan. Mereka merasa khawatir dan kemungkinan akan
bertindak jika mereka rasa kita mengancam mereka atau mengancam ketenangan Rumah
Tuhan selama Paskah."
Petrus membuang ludah karena jijiknya. "Kita semua tahu apa sebabnya. Paskah
adalah hari yang paling menguntungkan.
Pada saat itu, persembahan di Rumah Tuhan mencapai puncaknya, begitu juga
pengumpulan uang." "Itulah masa panen bagi para pedagang dan lintah darat,"
imbuh saudaranya, Andreas.
"Dan yang mendapat keuntungan paling besar adalah Jonathan Annas dan
menantunya." Yudas mengiakan. "Tidak mengherankan jika keduanya adalah biang propaganda yang
menyudutkan kita. Kita harus berhati-hati atau mereka akan mendesak Pilatus untuk menangkap Easa."
Easa mengangkat tangan sementara lelaki itu saling berbicara dengan marah.
"Tenang, Saudarasaudaraku," katanya. "Besok kita ke Rumah Tuhan. Akan kita tunjukkan
kepada saudara kita, Annas dan Caiaphas, bahwa kita tidak berniat menantang
mereka. Kita bisa berjalan berdampingan tanpa perlu menyingkirkan satu sama
lain. Kita akan pergi sebagai orang yang merayakan pekan suci, bersamasama
saudara Nasrani. Mereka tidak bisa melarang kehadiran kita, dan barangkali
mereka akan menghentikan permusuhan."
Yudas tidak yakin. "Aku pikir, kau tidak akan memperoleh perdamaian dari Annas.
Ia membenci kita dan segala ajaran kita. Hal terakhir yang diinginkan Annas dan
Caiphas adalah orang menjadi percaya bahwa mereka tidak membutuhkan Rumah Tuhan
untuk mendekati Tuhan."
Maria berdiri dan tersenyum hangat pada Easa di seberang ruangan. Ia menangkap
sorot mata istrinya dan membalas ekspresi itu sebelum istrinya berbalik untuk
meninggalkan ruangan lewat pintu belakang. Maria merasa terlalu letih untuk
mendengarkan mereka membahas strategi. Lagi pula, jika Easa mengambil keputusan
untuk datang ke Rumah Tuhan besok, Maria merasa yakin bahwa mereka semua perlu
beristirahat. Maria tidur satu kamar bersama anakanaknya, seperti yang selalu ia lakukan saat
mereka bepergian. Ia percaya, ini bisa memberi rasa aman pada anakanak, suatu
unsur yang penting bagi anakanak yang sering berpindah tempat. Mereka tampak
seperti malaikat saat tidur: Yohanes-Yusuf dengan bulu matanya yang hitam
lentik, menempel di pipinya yang berwarna seperti buah zaitun. Dan Sarah-Tamar
tenggelam dalam rambutnya yang merah mengilap.
Ibu mereka menahan diri untuk mencium mereka. Ta-mar khususnya, mudah terbangun,
dan Maria tidak ingin membangunkan mereka. Anakanak harus berisitirahat jika
ingin ikut ke Yerusalem besok.
Mereka beranggapan kota itu menarik dan berwarna-warni. Sepanjang situasinya
aman, Maria mengizinkan putraputrinya ikut. Tapi jika terjadi kerusuhan, ia
harus membawa anakanak menjauh dari kota itu. Seandainya situasinya sangat
buruk, bahkan rumah Yusuf pun tidak aman, Maria akan membawa mereka ke Bethany,
ke rumah Martha dan Lazarus.
Akhirnya Maria berbaring di ranjangnya sendiri dan memejamkan mata di penghujung
hari yang monumental itu.
Tapi ia tidak bisa segera tidur, meski sangat ingin dan sangat membutuhkan.
Terlalu banyak pikiran dan bayangan berkecamuk dalam kepalanya. Dalam
penglihatan benaknya, ia melihat perempuan berselubung tebal itu, perempuan yang
menggendong anak di luar rumah Jairus. Maria segera menangkap dua hal dari wajah
perempuan itu. Pertama, ia bukan orang Yahudi dan bukan orang biasa.
Ada sesuatu dalam caranya membawa diri dan dalam bentuk selubung yang sepertinya
dimaksudkan untuk membuatnya sama dengan masyarakat biasa. Dan Maria tahu saat
seorang perempuan berusaha menyamar. Bukankah ia sendiri telah melakukannya
beberapa kali jika situasi memaksa"
Kedua, Maria tahu perempuan itu merasakan penderitaan hebat. Ia bisa merasakan
kepedihan mengalir dari perempuan itu, nyaris seolah kepedihan itu sendiri yang
berteriak meminta pertolongan Easa.
Ketika Maria menatap wajah perempuan itu, ia mendapat kesan kehilangan yang sama
seperti yang dirasakan seorang ibu saat tidak berdaya untuk menyelamatkan
anaknya. Kepedihan itu tidak mengenal ras, kredo, atau status. Suatu kepedihan yang hanya
dirasakan oleh orangtua yang menderita.
Selama tiga tahun terakhir pelayanan keirnaman mereka, Maria sering melihat
wajah semacam itu. Tapi tidak jarang pula ia menyaksikan kepedihan di wajah itu berubah menjadi
kegembiraan. Easa telah menyelamatkan banyak anak Israel. Dan kini, sepertinya, ia telah
menyelamatkan seorang anak Romawi.
f Sesuai rencana, keesokan harinya Easa dan para pengikutnya pergi ke Rumah Tuhan.
Maria membawa anakanaknya ke Yerusalem bersamanya. Mereka berhenti untuk
menyaksikan aktivitas dan debat yang berlangsung di luar dinding-dinding yang
suci. Easa berada di tengah kerumunan orang yang semakin banyak, berkhotbah
tentang kerajaan Tuhan. Beberapa lelaki di antara kerumunan itu menantangnya dan
mengajukan pertanyaan. Semuanya dijawab dengan tenang sebagaimana biasa.
Jawaban-jawaban Easa demikian dalam dan sejalan
dengan ajaran Alkitab. Tidak butuh waktu lama, menjadi jelaslah bahwa
pengetahuan hukumnya tak tertandingi.
Belakangan, lewat informasi dari Jairus, mereka tahu bahwa Annas dan Caiaphas
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah menugaskan orangorang mereka untuk hadir dalam pertemuan itu. Mereka
memang diperintahkan untuk
mengajukan pertanyaan yang menantang.
Seandainya jawaban Easa bisa ditafsirkan sebagai penghinaan terhadap agama,
apalagi ketika itu ia berada sangat dekat dengan Rumah Tuhan dan dengan banyak
saksi, maka imam-imam besar itu akan mendapat bukti lebih jauh yang akan
digunakan untuk menyerang Easa.
Salah seorang lelaki maju dan mengajukan pertanyaan tentang pernikahan. Yudas
mengenali lelaki itu. Ia membisikkan Easa bahwa lelaki itu seorang Farisi yang telah menceraikan
istrinya yang sudah tua untuk menikah lagi dengan yang lebih muda.
"Katakan, Rabi," kata lelaki itu, "apakah seorang lelaki boleh menceraikan
istrinya karena alasan tertentu" Aku pernah mendengar kau mengatakan tidak
boleh, sementara hukum yang dibawa Musa mengatakan sebaliknya. Musa menulis
surat perceraian." Easa berbicara lantang agar suaranya terdengar jelas di antara kerumunan orang.
Jawabannya tegas karena ia sudah tahu pelanggaran yang dilakukan lelaki itu.
"Musa menulis peraturan itu karena kekerasan hatimu."
Kerumunan orang yang hadir utamanya terdiri dari para lelaki Yerusalem yang mengenal orang Farisi itu. Terdengar ucapan-
ucapan protes karena jawaban yang dianggap menghina itu. Tapi Easa belum
selesai. Ia sudah lelah dengan orangorang Farisi tak bermoral yang hidup seperti
raja, hanya ongkang-ongkang kaki menerima
sumbangan dari kaum miskin dan orangorang Yahudi yang saleh. Easa memandang
barisan imam ini, lelaki-lelaki yang bertugas menegakkan hukum dengan kejujuran
tinggi, sebagai orang munafik.
Mereka berkhotbah tentang kehidupan yang suci, tapi tidak menjalaninya. Selama
tahuntahun terakhir pengabdiannya, Easa akhirnya sadar bahwa penduduk Yerusalem
dipecundangi orangorang itu.
Mereka takut terhadap kekuasaan Farisi sebagaimana juga kekuasaan Roma. Dalam
banyak hal, orangorang Rumah Tuhan ini sama berbahayanya bagi rakyat Yahudi
dengan orangorang Romawi.
Pasalnya, mereka memiliki wewenang untuk memengaruhi cara hidup sehari-hari
orang Yahudi dengan banyak cara.
"Apakah kau tidak membaca Alkitab?" pertanyaan Easa ini merupakan hinaan lain
terhadap lelaki yang ia ketahui menjabat sebagai imam. Lalu Easa beralih ke
kerumunan. "Dia yang menciptakan mereka pada permulaan menjadikan mereka lelaki
dan perempuan, dan berkata, 'Karena sebab ini seorang lelaki akan meninggalkan
ayah dan ibunya dan berpasangan dengan istrinya, dan keduanya akan menjadi satu
tubuh, mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Sesuatu yang telah disatukan
Tuhan, tak seorang pun dapat memisahkannya.1 Dan aku berkata kepada siapa pun
yang menceraikan istrinya, selain untuk berzina, berarti melakukan zina itu
sendiri." "Jika begitu, barangkali menikah tidak baik," canda seorang lelaki.
Easa tidak tertawa. Sakramen pernikahan dan pentingnya hidup berkeluarga adalah
batu landasan ajaran Nasrani. Ia menjawab gagasan itu. "Sebagian lelaki terlahir
sebagai orang yang dikebiri dan sebagian lainnya
menjadikan dirinya orang yang dikebiri. Bagi lelaki seperti itu, pernikahan
tidak bisa diterima. Biarkanlah seluruh lelaki yang mampu menerima sakramen pernikahan untuk
menerimanya, karena itulah kehendak Tuhan Bapa kita. Dan biarlah dia menyatu
dengan istrinya hingga maut memisahkan."
Merasa terpukul, lelaki Farisi itu melawan. "Dan bagaimana denganmu, Orang
Nazaret" Hukum Musa mengatakan bahwa siapa pun lelaki yang akan dipilih harus
menikah dengan seorang perawan, bukan pelacur atau bahkan janda." Serangan telak
itu ditujukan kepada Maria Magdalena, yang berdiri di bagian belakang kerumunan
bersama anakanaknya. Maria memilih mengenakan busana sederhana agar bisa berbaur
dengan kerumunan. Ia tidak mengenakan selubung merah yang menunjukkan
statusnya. Maria bersyukur dengan keputusannya itu saat menunggu jawaban Easa.
Jawaban Easa adalah satu pertanyaan lagi bagi o-rang Farisi itu. "Apakah aku
seorang (keturunan) Daud?" Lelaki itu mengangguk. "Kau tidak menjawab."
"Dan bukankah Daud adalah raja besar dan orang yang dipilih untuk kita?"
Orang Farisi itu mengiayakan, sadar bahwa ia tengah diarahkan ke dalam perangkap
tapi tidak tahu bagaimana menghindarinya.
"Tidakkah kau berpikir bahwa aku meneladani Daud jika aku akan menjadi
penerusnya" Siapakah yang tidak berpendapat bahwa mengikuti langkah Daud adalah
sesuatu yang baik dan terpuji?"
pertanyaan Easa bergema di antara kerumunan, yang mengakui dengan anggukan dan
isyarat bahwa tentulah meneladani Singa Besar Yehuda adalah sesuatu yang baik.
"Karena itulah yang aku lakukan. Seperti Daud yang menikahi seorang janda,
Abigail, putri Israel terhormat dari keturunan mulia, demikian pula aku menikah
dengan seorang janda dari keturunan mulia."
Orang Farisi itu tahu, ia telah masuk ke dalam perangkapnya sendiri dan
melangkah kembali ke tengah kerumunan. Tapi lelaki dari struktur kekuasaan Rumah
Tuhan tidak mudah digoyahkan. Saat pertanyaanpertanyaan dilancarkan, jawaban
Easa menjadi panah-panah tajam yang berbalik ke orangorang Farisi. Seorang
lelaki lain, yang ini jelas mengenakan jubah imam, menghampiri Easa dengan
serangan terbuka. "Kudengar kau dan murid-muridmu melanggar tradisi para tetua.
Mengapa mereka tidak mencuci tangan ketika memakan roti?"
Kerumunan orang terperangah mendengar pertanyaan terakhir ini. Suasana menjadi
ricuh, Easa tahu bahwa ia harus menegaskan pendiriannya. Orangorang Yerusalem
berbeda dengan orang Galilee dan wilayah luar. Di kota ini, orangorang menuntut
aksi. Mereka akan mengikuti seorang raja yang bisa membawa mereka keluar dari
tekanan, tapi ia harus membuktikan kekuatan dan kelayakannya dulu.
Suara berat Easa bergema, lebih terasa sebagai kecaman terhadap para imam
dibandingkan pembelaan seorang Nasrani.
"Mengapa kalian melanggar perintah Tuhan dengan tradisi kalian, Orangorang
munafik?" Hinaan terang-terangan ini bergaung di dinding-dinding batu Rumah
Tuhan. "Sepupuku, Yohanes, menyebut kalian ular berbisa, dan ia benar."
Menghubungkan sang Pembaptis adalah cara cerdas
untuk meraih dukungan orangorang yang lebih konservatif. "Yohanes dikenal
sebagai inkarnasi Yesaya. Dan Yesayalah yang berkata, 'Orangorang ini
menghormatiku dengan bibir mereka, tapi hati mereka jauh dariku.' Sekarang bisa
kulihat bahwa kalian, orangorang Farisi, dari luar terlihat bersih, tapi di
dalam kalian penuh dengan kerakusan dan kejahatan. Bukankah Tuhan menjadikan
sesuatu yang tampak di luar juga menjadikan sesuatu yang berada di dalam?"
Easa mengeraskan suaranya untuk melontarkan ucap an pamungkas. "Dan inilah
perbedaan antara orangorang Nazaretku dengan imam-imam ini," katanya. "Kami
memerhatikan kebersihan jiwa, hingga kami menjaga kerajaan Tuhan di bumi
sebagaimana di surga."
"Ini penghinaan terhadap Rumah Tuhan!" teriak seorang lelaki dari tengah-tengah
kerumunan. Lalu terdengar gelombang suara sebagian setuju, sebagian menentang.
Gemuruh suara ini memuncak. Menyaksikan dari tempat tinggi di atas dinding-
dinding Rumah Tuhan, Maria pada awalnya berpikir bahwa ini hanya reaksi terhadap
ucapan Easa yang berani. Dan memang, kebanyakan tanggapan orang Yerusalem
berakar dari hal itu. Tapi beberapa murid Nasrani menerobos gerombolan orang
untuk menghampiri Easa. Di belakang mereka, kelompok lelaki dan perempuan yang
telah mendengar penyembuhan mukjizatnya. Mereka adalah orangorang yang
dikucilkan, orangorang yang dihinakan lantaran buta atau lumpuh.
Para lintah darat dan pedagang mengajukan keberatan kala kelompok ini menerobos
kompleks Rumah Tuhan. Sekarang adalah pekan paling menguntungkan
bagi mereka, dan sekarang gerombolan itu menggerecoki kegiatan di Rumah Tuhan.
Ketika seorang lelaki buta jatuh ke meja seorang pedagang dan mencaricari
tongkatnya, meledaklah kemarahannya.
Pedagang itu menghampiri si buta dengan membawa tongkat, berteriak-teriak
menghina orang malang itu dan kaum Nasrani. Easa datang untuk membantu si lelaki
buta. Ia membantunya berdiri dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Kemudian ia
memberi isyarat kepada murid-muridnya untuk membawa lelaki itu menepi. Easa
berjalan ke meja milik pedagang kejam tadi dan berteriak keras hingga
mengalahkan gemuruh suara kerumunan orang. "Telah tertulis bahwa Rumah Tuhan
seharusnya menjadi rumah doa. Kalian telah menjadikannya sarang pencuri."
Pedagang lain balas berteriak sambil menerobos kompleks Rumah Tuhan. Kericuhan
memuncak menjadi huru hara hingga Easa mengangkat tangan dan meminta murid-muridnya
mengikutinya ke depan kompleks Rumah Tuhan. Di sini, orangorang malang yang
miskin, menderita penyakit, dan lumpuh diajak maju. Dimulai dengan lelaki buta
tadi, Easa menyembuhkan semuanya.
Kerumunan orang kian melimpah. Di luar katakata pedas Easa, atau barangkali
karena katakata itu, lelaki dan perempuan Yerusalem sangat tertarik dengan
lelaki dari Nazaret ini, lelaki yang menyembuhkan berbagai penyakit dalam
Terjebak Di Perut Bumi 1 Pendekar Sakti Im Yang Karya Rajakelana Rahasia Tonggak Sangga Buana 2
terang-terangan berdasarkan keyakinan bahwa ia melanggar hukum. Ia tidak akan
puas sampai ia menghancurkan JalanNya."
"Aku pikir, Yohanes tidak akan berbuat seperti itu, Salome."
"Benarkah?" Gadis itu tertawa, tawa yang keras untuk seorang yang begitu muda.
"Kau tidak banyak berada di sekitar Herod seperti aku. Lelaki bisa melakukan apa
saja untuk menguatkan kedudukannya." Maria menghela napas dan menggelengkan kepala. "Aku tahu, sulit untukmu percaya.
Tapi Yohanes adalah lelaki yang baik dan seorang rasul sejati. Aku tidak akan
menikah dengannya jika aku tidak yakin akan hal itu. Kakakku pun tidak akan
setuju. Memang, Yohanes berbeda dengan Easa, dan ia seorang yang keras dan
kasar. Tapi ia yakin akan kerajaan Tuhan. Ia hidup hanya untuk membantu orang
menemukan Tuhan lewat pertobatan dan hukum."
"Ya, ia membantu para pria. Tapi terhadap wanita, ia akan lebih cepat
menenggelamkan kita semua dalam sungainya dibandingkan menawarkan penyelamatan."
Salome mencibirkan bibir untuk
menunjukkan rasa muak. "Dan ia telah menjadi boneka orang Farisi, sepertinya
tidak ada alasan lain kecuali karena ia tidak memiliki keterampilan sosial atau
politik sendiri. Ia ikut saja ke mana pun mereka menyuruh. Dan aku jamin, ia akan diperintahkan
untuk mempertanyakan lebih jauh keabsahan (posisi) Easa jika ia tidak dihentikan."
Maria menatap wajah temannya. Sesuatu dalam cara bicara Salome membuatnya gugup,
tapi itu sesungguhnya adalah rasa takut yang bercampur dengan rasa hormat. Teman
masa kanakkanaknya itu mengembangkan pemahaman praktis tentang politik
berdasarkan pengalamannya di istana Herod.
"Apa maksudmu?"
Saat Maria menengadah, cahaya matahari menyinari wajahnya, menampakkan memar
biru dan hitam di wajahnya.
Sang putri Herodian menggigil melihat wajah Maria yang cantik dan halus dipenuhi
bekas pukulan seperti itu. Saat Salome bicara, suaranya pelan dan pasti. "Aku
akan membuat Yohanes sang Pembaptis menebus segala perbuatannya terhadapmu,
terhadap Easa, dan terhadap ibuku. Dengan suatu cara."
Tubuh letih Maria gemetar mendengar katakata itu. Meski matahari siang bersinar
terik, tibatiba ia merasa amat, sangat dingin.
f Cepatnya tindakan penahanan Yohanes sungguh mencengangkan. Belakangan Maria baru
tahu bahwa Salome bergegas ke istana musim dingin sang penguasa Galilee, di
dekat Laut Mati. Di sanalah pesta ulang tahun Herod Antipas diselenggarakan.
Herod telah meminta Salome untuk mempersembahkan tahan baginya dan tamu-tamunya.
Keanggunan dan kecantikan gadis itu sudah dikenal luas. Para tamu berdatangan
dari jauh untuk menghormati undangan Herod. Dan sang penguasa merasa adalah
suatu sikap baik jika ia memamerkan kecantikan putri tirinya kepada sekalian tamu.
Salome memasuki ruangan tempat perayaan berlangsung dalam suasana Romawi. Ia
mengenakan gaun sutra mengilap dan kalung emas yang memukau, hadiah ayah
tirinya. Kedatangannya menarik perhatian para tamu, sebagian bahkan memutar leher untuk
melihat lebih jelas sang putri nan jelita.
"Kau adalah permata yang paling berharga dalam kerajaanku, Salome," tutur ayah
tirinya. "Ayo, menarilah bersama kami. Para tamu akan merasa senang melihat
kecantikanmu." Salome berjalan ke arah singgasana Herod, tempat ia memimpin pesta. Gadis itu
mengungkapkan kekesalannya. "Aku tak tahu apakah aku bisa menari, Ayah. Hatiku
dipenuhi keresahan sejak aku bepergian. Rasanya aku tidak bergairah untuk
menari." Herodias yang duduk di atas permadani tebal di samping suaminya menjadi tegang.
"Apa yang terjadi hingga kau begitu resah, Anakku?"
Salome menceritakan kisah yang menyedihkan tentang seorang lelaki jahat yang
dipanggil sang Pembaptis dan bagaimana ucapan lelaki itu menghantuinya dan
sepertinya mengikuti ke mana pun ia pergi.
"Siapakah orang yang dijuluki sang Pembaptis?" Seorang tamu terhormat dari
Romawi bertanya. Herod menunjukkan isyarat meremehkan. "Bukan siapa-siapa.
Salah seorang di antara beberapa mesias tahun ini. Ia seorang pengacau, tapi
tidak penting." Tangis Salome meledak dan ia menghambur ke kaki ibunya.
Ia menyampaikan julukan-julukan yang ditujukan sang Pembaptis kepada Herodias.
Salome merasa ketakutan karena rasul ini mengatakan bahwa Herod akan
dilengserkan dan istana beserta penghuninya akan hancur. Sang Pembaptis
mengompori orang untuk membenci Herod, sedemikian dahsyatnya hingga Salome tidak lagi bisa bepergian
dengan aman bersama orang orang Nasrani kecuali jika ia menyamar.
"Kedengarannya ia lebih mirip perusuh dibandingkan seorang rasul," komentar
salah seorang tamu Romawi.
"Sebaiknya persoalan ini kita selesaikan secepatnya."
Herod tidak sedang bersemangat mengurusi masalah politik, tapi ia tidak boleh
kelihatan lemah di hadapan para perwakilan dari Roma. Dipanggilnya para pengawal
lalu ia mengeluarkan perintah.
"Tangkap lelaki yang dijuluki sang Pembaptis ini, dan seret ke sini. Aku ingin
tahu apakah ia berani mengucapkan katakata itu di hadapanku."
Para tamu bertepuk tangan mendengar keputusan ini. Mereka menyambut sang
pemimpin Romawi dengan mengangkat gelas. Salome menyapu air mata dan tersenyum
manis kepada Herod Antipas.
"Tahan apa yang ingin kau saksikan malam ini, Ayah?"
f Yohanes Pembaptis adalah tahanan yang menyusahkan. Herod Antipas tidak
mengantisipasi kekuatan pengikut Yohanes, yang kini jumlahnya telah sedemikian
membengkak. Para pemohon membanjiri istana setiap hari, menuntut pembebasan
rasul mereka. Mereka menemui Herod sebagai seorang Yahudi, memohon simpati
terhadap kalangannya. Karena istana musim dingin berada di wilayah Qumran,
komunitas Eseni mengirimkan perwakilan mereka setiap hari untuk meminta
pembebasan tahanan yang bajik itu. Jelaslah, menahan seorang rasul wilayah
setempat untuk dihukum dan dibungkam bukanlah
persoalan sederhana. Yohanes Pembaptis adalah sebuah fenomena.
Herod melaksanakan sendiri tugas menginterogasi Yohanes.
Ia menyuruh pengawal membawa Yohanes menghadap. Secara pribadi, ia menanyai
Yohanes sembari berharap jawaban yang mau menang sendiri dan amukan liar keluar
dari mulut sang pengkhotbah sebagaimana yang sering ia lakukan dan memang
menjadi gayanya. Herod menganggap sikapnya itu semacam olahraga. Dan ia memang
sengaja memancing lelaki yang membuat istri dan putri tirinya masygul. Selesai
bermainmain dengan tawanannya, Herod akan mengeluarkan keputusan hukuman akhir
yang akan diberlakukan. Namun interogasi tidak berjalan sesuai rencana sang penguasa. Di luar pakaiannya
yang aneh dan penampilannya yang tidak beradab, tak ada amarah membabi buta yang
terlontar dari mulut Yohanes.
Herod malah menilai lelaki itu luar biasa cerdas, barangkali bahkan bijaksana.
Yohanes menekankan pembicaraan tentang pendosa dan keharusan bertobat. Ia tidak
ragu-ragu menatap mata Herod saat melontarkan peringatan bahwa seseorang dengan
dosa seperti yang dilakukan Herod tidak akan diterima dalam Kerajaan Tuhan. Tapi
masih ada waktu untuk menebus dosa, jika Herod
menyingkirkan istrinya yang penyeleweng dan tidak lagi melakukan pelanggaran.
Menjelang akhir interogasi, Herod merasa sangat resah dengan keputusan
memenjarakan Yohanes. Ia ingin membebaskan lelaki itu. Tapi hal itu akan
membuatnya tampak lemah dan tidak efisien di hadapan Roma. Bukankah kelompok
perwakilan Roma hadir saat ia
mengeluarkan perintah penahanan Yohanes" Jika ia melepaskan Yohanes, ia akan
dipandang tidak konsisten dan barangkali bahkan tidak kompeten dalam mengurus
para pengacau Yahudi. Tidak, ia tidak berani membebaskan sang Pembaptis,
setidaknya belum berani. Alihalih mencabut hukuman, Herod meringankan penahanan
Yohanes dan mengizinkannya menerima tamu yang adalah
pengikutnya dan warga Eseni.
Mendengar kebijakan ini, Maria Magdala mengutus seseorang ke istana untuk
menanyakan pada suaminya apakah ia ingin berjumpa dengannya atau berpesan
mengenai anak dalam kandungannya.
Yohanes mengacuhkan pesan ini. Satusatunya pesan yang Maria dengar selama
Yohanes dipenjara hanyalah pesan yang berisi kutukan. Ia mendengarnya lewat
pengikut terdekat sang suami bahwa Yohanes terus mempertanyakan siapa ayah janin
itu dan menghina Maria dengan sebutan yang paling memalukan. Yohanes menganggap
akibat ulah istrinyalah ia ditahan. Beberapa pengikut fanatiknya bahkan meneror
keluarga Maria. Akhirnya, Maria meyakinkan kakaknya dan Martha untuk
membawanya kembali ke Galilee, agar ia berada sejauh mungkin dari sang Pembaptis
dan para pengikutnya. Maria tidak paham, mengapa satu ketidakpatuhan di suatu
malam diterjemahkan sebagai dosa yang tak terampuni, sebagai seorang pelacur.
Tapi itulah kenyataannya. Maria memilih menghadapi kesedihan ini di kesunyian
rumahnya di kaki Gunung Arbei, lebih dekat dengan
orangorang Nasrani dan mereka yang bersimpati padanya.
Yohanes tetap melaksanakan tugas keimaman dari penjara.
Dari sanalah legenda dan pengaruhnya berkembang
di wilayah selatan. Tapi keimaman sepupunya, seorang Nasrani yang karismatik,
berkembang jauh lebih pesat di wilayah utara Yordania dan Galilee. Para pengikut
Yohanes menyampaikan kabar kepadanya tentang karya-karya agung Easa dan
penyembuhan ajaib yang ia lakukan. Tapi mereka juga mengabarkan bahwa orang
Nasrani masih berteman dengan orang non-Yahudi dan kalangan yang tidak suci.
Easa bahkan melarang hukuman rajam bagi perempuan yang menyeleweng!
Jelaslah sepupu Yohanes itu kehilangan pegangan hukum. Inilah saatnya Yohanes
bertindak. Sesuai instruksi Yohanes, para pengikutnya datang ke pertemuan orang Nasrani.
Ketika Easa berdiri di hadapan kerumunan orang untuk memulai khotbah, dua duta
sang Pembaptis melangkah ke depan.
Satu di antara mereka menghadap Easa, dan satunya lagi menghadap kerumunan
orang. "Kami datang dari sel Yohanes Pembaptis. Ia meminta kami untuk menyampaikan
pesan ini kepada kalian semua. Ia berkata padamu, Yeshua dari Nazaret, bahwa ia
meragukanmu. Dulu ia memang percaya bahwa kau adalah mesias utusan Tuhan.
Tapi kini ia tidak bisa percaya bahwa tindakanmu menerima orangorang tidak suci
sesuai dengan hukum. Karena itulah ia bertanya padamu, apakah kau adalah orang
yang ditunggutunggu"
Atau mestikah orangorang yang baik ini menanti yang lain?"
Kerumunan orang menjadi resah mendengar katakata ini.
Pembaptisan Easa oleh Yohanes merupakan momen yang menentukan bagi sebagian
murid Nasrani yang masih baru. Hari yang agung di tepi Yordania, ketika Yohanes mengumumkan bahwa
sepupunya adalah orang yang terpilih dan ketika Tuhan menunjukkan pilihannya
lewat merpati, telah mengubah banyak orang menjadi pengikut JalanNya. Sekarang,
Yohanes Pembaptis menarik dukungannya dengan
melontarkan keraguan terhadap sepupunya di hadapan publik.
Namun Yeshua dari Nazaret tidak goyah dengan pertanyaan itu dan tidak
terpengaruh dengan hinaan.
Ia meminta orangorang agar diam lalu ia berkata, "Tak ada rasul di bumi ini yang
lebih besar dibandingkan Yohanes Pembaptis."
Kepada kedua lelaki yang telah menantangnya, Yeshua menambahkan, "Sampaikan rasa
hormat kami kepada sepupuku. Pergilah, dan sampaikan padanya semua yang kau
lihat dan kau dengar hari ini."
Dan tak ada lagi yang diucapkan. Sang pemimpin Nasrani itu pergi melewati
kerumunan orang, dan menyambangi mereka yang sakit. Dikabarkan, hari itu ia
mengembalikan penglihatan banyak orang buta, menyembuhkan kelumpuhan para orang
tua, dan menyingkirkan roh jahat dan keresahan hati dari orangorang yang
menderita. Dan lewat itu semua ia menyampaikan ajaran Jalan dan cahayaNya kepada
jemaat. Ia menyampaikan suatu kisah, suatu perumpamaan tentang seorang perempuan
yang mendapat pengampunan dosa karena hatinya dipenuhi iman dan cinta. Itulah
pesan terakhirnya hari itu.
"Pengampunan akan diberikan kepada mereka yang penuh kasih. Tapi jika hanya ada
sedikit cinta dalam diri seorang yang paling bajik sekalipun, ia tidak akan
banyak mendapat pengampunan."
Hari itu menegaskan keimaman Yeshua dari Nazaret sebagai Jalan cinta dan
pengampunan yang menyembuhkan, suatu jalan keselamatan tersedia bagi semua orang
yang memilih berjalan di bawah terangnya.
f Herod Antipas menghadapi masalah. Para perwakilan Romawi yang menyaksikan
perintah penahanan Yohanes Pembaptis beberapa bulan lalu datang kembali. Ketika
petinggi Roma itu bertanya kepada pejabat sang penguasa mengapa banyak orang
Yahudi di sekitar istana, ia mendapat jawaban bahwa rasul yang ditahan itu terus
menarik pengikut. Petinggi itu terkejut karena Herod belum menyelesaikan kasus sang Pembaptis.
Saat makan malam, perwakilan Roma berbicara tegas kepada Herod.
"Kau tidak boleh terlihat lunak terhadap para perusuh. Kau berada di sini karena
Caesar memercayakanmu untuk mewakili Roma. Selain itu karena kau seorang Yahudi, dia
merasa kau memiliki sisi yang menguntungkan jika berhadapan dengan masyarakat di
sini. Lelaki itu menghina Roma setiap hari dari penjara tempat kau menahannya.
Dan kau membiarkan saja."
Sang penguasa membela diri. "Wilayah gurun ini dikuasai sekte-sekte Eseni dan
lainnya yang menganggap lelaki itu seorang rasul. Jika ia dihukum mati akan
timbul pemberontakan."
"Kau, seorang warga Roma dan seorang raja, membiarkan dirimu dikekang oleh
penghuni gurun?" Pertanyaan itu sarat dengan kemarahan,
Herod sadar bahwa ia terpojok. Perwakilan Roma itu akan pulang besok, dan Herod
tidak mau mengambil risiko kelemahannya itu dilaporkan kepada Caesar. Banyak
musuk yang akan senang melihat ia jatuh. Tapi itu tak akan terjadi.
Antipas tidak akan menyia-nyiakan darah raja yang mengalir dalam tubuhnya.
Bukankah kakeknya menghukum mati putranya sendiri ketika singgasananya terancam"
Herod tahu bagaimana caranya memperjuangkan sesuatu yang menjadi milik sah
mereka. Herod Antipas menepukkan tangan dua kali untuk memanggil pelayan. Ia menyuruh
mereka memanggil senturion untuk menghadap.
"Segera jalankan hukuman pada tahanan bernama Yohanes Pembaptis. Penggal dia
dengan pedang." Petinggi Roma mengangguk puas melihat Herod Antipas menorehkan catatan dalam
sejarah untuk kali pertama tapi bukan yang terakhir.
f Sebelum eksekusi dijalankan, Yohanes menyampaikan satu permintaan agar pesannya
disampaikan kepada istrinya di Galilee. Ia diperbolehkan menerima seorang
pengikut yang bertugas sebagai kurir.
Kepadanya, Yohanes memberikan katakata instruksi terakhir dan pertobatan sebelum
senturion mengayunkan pedangnya. Kepalanya akan dipisahkan dari tubuhnya dengan
sekali tebas, dan Yohanes Pembaptis, rasul Yordania, pergi menghadap kerajaan
Tuhan. Herod memerintahkan pesuruhnya menancapkan kepala Yohanes pada sebatang lembing
dan memperton - tonkannya di gerbang depan istana. Tujuannya untuk menunjukkan pada petinggi
Roma bahwa ia bersikap cepat dan tegas terhadap pengacau. Kepala itu akan tetap
berada di sana hingga habis diganyang burung pemakan bangkai. Tapi sebelum itu
terjadi, kepala Yohanes hilang secara misterius di suatu malam. Jenazah Yohanes
selebihnya diserahkan pada para pengikut Eseni untuk dikuburkan.
f Kepada Maria Magdala yang tengah hamil besar, kabar eksekusi Yohanes
disampaikan. Sang kurir menyampaikan pesan terakhir Yohanes secara langsung.
"Bertobatlah, hai perempuan. Sesalilah dosa-dosa yang membawa kita ke tempat ini
setiap hari. Lakukanlah sebagai kenangan atas diriku dan demi anak dalam kandunganmu.
Seandainya ada harapan bahwa anak ini diterima dalam kerajaan Tuhan, kau harus
bertobat dan membaptis anak itu saat kelahirannya."
f Apakah di saat terakhirnya Yohanes percaya bahwa anak dalam kandungan itu adalah
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putranya atau tidak, Maria tidak tahu.
Bahwa ia bersusah payah mengirimkan pesan sebagai permintaan terakhirnya bisa
menjadi isyarat barangkali ia percaya bahwa bayi itu adalah anaknya. Maria
mengingat pesan terakhirnya dan berdoa setiap hari sepanjang sisa
umurnya demi pengampunan Yohanes. Perlakuannya tidak baik terhadap Maria, tapi
sedikit pun ia tidak dendam. Easa dan Maria Agung telah mengajarkan bahwa
memaafkan adalah perbuatan suci.
Prinsip itu tertanam dalam hatinya.
Sedari awal, Yohanes adalah sosok yang penuh misteri bagi Maria. Ia pria keras
yang tidak pernah meminta untuk mendapat tekanan begitu rupa, dan ia tak pernah
berniat untuk beristri. Maria berusaha keras untuk bersikap patuh sesuai pandangan Yohanes. Tapi tak ada
sesuatu pun dalam diri Maria yang menyenangkan di matanya. Menyedihkan, Maria
menikah dengan satusatunya lelaki di Israel yang tidak ingin melakukan apa pun
untuk mendapatkannya. Maria berparas cantik, perangainya baik dan luhur, dan di
dalam tubuhnya mengalir darah yang agung. Namun tak satu pun kualitas ini
menarik perhatian Yohanes Pembaptis.
Pernikahan itu terasa sebagai hukuman bagi keduanya.
Syukurlah, mereka jarang bersamasama. Pertemuan mereka hanya terjadi ketika
orang Farisi mendesak Yohanes untuk berketurunan.
Pada akhirnya, pernikahan itu lebih terasa memuakkan bagi Yohanes dibandingkan
bagi Maria. Sekarang mereka sudah terlepas dari ikatan itu, tapi Maria bersedia menyerahkan
segalanya jika saja dulu ia tidak menyerahkan kebebasannya.
Selain dipersalahkan sebagai penyebab dipenjaranya Yohanes, para pengikut setia
sang rasul juga menuding Maria sebagai biang kerok terjadinya eksekusi.
Satusatunya wanita yang lebih terhina kala itu adalah Salome.
Putri Herodian ini dituduh melakukan sejumlah tindakan bejat. Di antaranya
melakukan inses dengan ayah tirinya. Kabar burung yang menghebohkan pun
berkembang ten tang kehidupan seksual Salome yang bebas dan bagai mana ia
memanfaatkannya untuk mendapat kepala Yohanes Pembaptis di atas baki perak. Tapi
semuanya hanya isapan jempol. Salome memang menggunakan taktik
kekanakkanakan untuk memastikan bahwa Yohanes dipenjara. Tapi sambil mencucurkan
air mata, ia mengaku kepada Maria bahwa ia tidak mengira akan terjadi eksekusi.
Ia hanya ingin menghentikan langkah Yohanes, menghilangkan kekuatannya yang kian
berkembang di kalangan masyarakat agar tidak membahayakan Easa atau Maria. Pada
dasarnya, Salome terlalu muda dan belum berpengalaman dalam dunia politik dan
agama untuk bisa meramalkan bahwa penahanan Yohanes akan berujung dengan semakin
populernya sang rasul di kalangan masyarakat biasa. Yang lebih buruk lagi,
Salome tidak mengira bahwa Herod akan menghadapi dilema yang tidak
menguntungkan atau solusi yang cuma satusatunya.
Seorang kurir tidak dikenal dari perkemahan Yohanes datang membawa suatu relik
pertobatan yang terakhir dan tak diduga-duga kepada janda mudanya beberapa
minggu berselang. Tanpa sepatah kata pun, pertapa itu menyerahkan sebuah keranjang anyaman lalu
cepatcepat pergi. Tidak ada surat yang menyertai hantaran itu, dan sang kurir tidak menatap mata
Maria saat menunaikan tugasnya.
Dengan penasaran, Maria membuka tutup keranjang.
Isi keranjang beralas sutra itu adalah tengkorak kepala Yohanes Pembaptis yang
sudah kering terbakar matahari.
f Maria melahirkan secara prematur. Ini menjadi berkah tersendiri, karena tubuh
mungil Maria tidak mampu melahirkan bayi setelah masa kehamilan penuh. Meski
muncul sebelum waktunya, bayi itu tidak bisa diam. Ia datang ke dunia dengan
lengkingan kemarahan. Pada usia sehari, rupa fisik bayi itu sangat mirip dengan
Yohanes. Dan siapa pun yang mendengar tangisannya yang tidak hentihenti akan
mengenali bahwa ia adalah anak sah sang Pembaptis.
Maria Magdala mengirimkan kabar kepada Maria Agung dan Easa bahwa putranya telah
lahir dengan selamat, disertai ucapan terima kasih atas doa-doa mereka.
Maria menamai putranya Yohanes-Yusuf, mengikuti nama sang ayah.
f Pasca-eksekusi Yohanes, Easa mendapat desakan kuat dari para pengikutnya untuk
menjadi pemimpin. Ia mengembara ke wilayah gurun dan berjumpa dengan kaum Eseni dan
murid-murid Yohanes untuk memberi khotbah tentang jalan Tuhan menurut caranya sendiri.
Sebagian di antara kaum Eseni menerima Easa sebagai mesias baru dan menaatinya
karena Easa keturunan Daud. Namun banyak pula yang menentang pembaruan Nasrani
yang dibawa Easa karena Yohanes mengecam keras hal-hal semacam ini di akhir
hayatnya. Bagi mayoritas penghuni gurun, Yohanes adalah satusatunya Guru
Keadilan. Siapa pun yang mencoba mengambil kedudukannya adalah penipu.
Perpecahan antara orangorang yang bertekad mengikuti Yohanes dengan mereka yang
setia pada Easa terbentuk dalam masa ini. Semangat Nasrani lahir sebagai suatu
kekuatan cinta dan pengampunan yang bisa dimiliki siapa pun yang memilih untuk
mengikutinya. Sedangkan falsafah kelompok Yohanes sangat berbeda, yakni
dilandasi penilaian tegas dan penerapan hukum secara ketat. Easa dan kelompok
Nasrani menerima kaum perempuan dengan tangan terbuka dan menghormati mereka,
tapi sikap pengikut Yohanes berbeda. Yohanes selalu memandang rendah kaum hawa.
Julukan yang ia berikan kepada Maria dan Salome sebagai pelacur Babilonia adalah
perwujudan paham bahwa perempuan adalah makhluk hina.
Gambaran yang tidak tepat dan tidak adil tentang Maria sebagai seorang pendosa
yang bertobat dan Salome sebagai pelacur hina pun bermunculan. Para pengikut
Yohanes Pembaptis mengipas-ngipasi bara ketidakadilan ini sehingga menimbulkan
api yang berkobar hingga ribuan tahun.
f Easa dari Nazaret, pangeran keluarga Daud, berniat mengubah persepsi buruk
masyarakat terhadap putri yang kini menjanda. Lebih dari siapa pun, ia tahu
bahwa Maria yang luhur dan berbudi ini telah diperlakukan tidak adil.
Sedari dulu hingga kini, ia tetap putri Benjamin. Darah yang mengalir di
tubuhnya tetap agung, hatinya tetap murni, dan Easa tetap mencintainya.
Lazarus terperanjat ketika suatu hari sang Putra Singa muncul di depan pintunya,
sendirian, tidak didampingi pengikutnya.
"Aku datang untuk menjenguk Maria dan putranya," katanya berterus terang.
Dengan terbata-bata Lazarus memanggil Martha dan mempersilakan Easa masuk.
Martha masuk ke ruangan itu dan tidak berpura-pura menutupi perasaannya yang
entah kaget, entah gembira. Sedari dulu dia adalah simpatisan Nasrani, meski
latar belakang keluarganya lebih konservatif. Ia selalu mencintai dan mengagumi
Easa. "Aku akan memanggil Maria," kata Martha, tergesagesa keluar ruangan.
Ketika mereka hanya berdua, Lazarus berusaha berbicara lagi. "Yeshua, aku ingin
meminta maaf. Banyak kesalahanku..."
Easa mengangkat tangannya. "Tenanglah, Lazarus. Aku mengenalmu sebagai orang
yang selalu melakukan sesuatu yang benar dan adil. Kau selalu mengikuti kata
hati dan Tuhanmu. Karena itulah, kau tidak perlu meminta maaf kepadaku atau kepada siapa pun."
Lazarus merasa luar biasa lega. Telah lama ia memendam rasa pedih karena telah
memutus pertunangan antara Easa dan adiknya. Juga rasa bersalah karena tidak menyediakan
penginapan bagi kaum Nasrani di Bethany malam itu, yang akhirnya menyebabkan
bencana besar bagi Maria. Tapi ia tidak sempat mengungkapkannya, karena Yohanes-
Yusuf kecil telah mengumumkan
kehadirannya di ruangan itu dengan tangisan keras.
Easa tersenyum ke arah Maria dan bayinya. Ia menjulurkan tangan untuk
menggendong bayi, yang kini wajahnya merah padam akibat jerit tangisnya. "Ia
rupawan seperti ibunya dan keras hati seperti ayahnya," Easa tertawa, menerima
bayi dari tangan Maria. Sentuhan pertama tangan Easa membuat bayi itu berhenti
menangis. Ia menjadi tenang, memandang sosok yang baru ia lihat dengan penuh
minat. Yohanes kecil tertawa gembira saat Easa mengayun-ayunnya dengan lembut.
"Ia menyukaimu," kata Maria, tibatiba malu melihat kehadiran lelaki yang kini
telah melegenda itu. Easa memandang serius pada Maria. "Aku harap begitu."
Ia memandang ke arah Lazarus. "Lazarus, Saudaraku. Aku ingin berbicara secara
pribadi kepada Maria tentang suatu persoalan yang sangat serius. Ia seorang
janda dan berbicara langsung dengannya bukanlah sesuatu yang tidak pantas."
"Tentu saja," gumam Lazarus lalu bergegas meninggalkan ruangan.
Easa, masih menggendong bayi, memberi isyarat pada Maria untuk duduk. Mereka
duduk bersama dalam suasana yang tenang dan bahagia, sementara bayi itu terus
tertawa-tawa pada Easa dan menarik rambut panjangnya yang memang menjadi gaya
orang Nazaret. "Maria, ada sesuatu yang ingin kutanyakan." Maria mengangguk pelan, tidak tahu
apa yang akan diucapkan Easa, tapi hatinya dipenuhi ketenangan karena bisa
mendengar suaranya lagi. Kehadiran Easa bak obat bagi jiwanya yang hancur.
"Kau telah mengalami banyak kejadian, dan kau melakoninya dengan keyakinan
padaku dan JalanNya. Aku ingin mengubah keadaan ini bagimu dan anak ini. Maria, aku ingin kau menjadi
istriku dan aku ingin kau mengizinkanku membesarkan Yohanes sebagai putraku
sendiri." Maria diam tidak bergerak. Apakah ia tidak salah dengar" Rasanya ini tidak
mungkin. "Easa, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan." Maria terdiam sejenak, berusaha
menarik pikiran-pikiran yang berlarian di kepalanya yang terkejut. "Sepanjang
hidupku, aku bermimpi akan menikah denganmu. Dan ketika hal itu tidak terjadi...
aku tidak pernah memikirkan mimpi itu lagi. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu
mewujudkan keinginanmu. Aku tidak ingin nama dan misimu menjadi
rusak. Terlalu banyak orang yang menyalahkan aku atas kematian Yohanes.
Orangorang yang membenciku dan menyebutku seorang pendosa."
"Semua itu tidak ada artinya bagiku. Para pengikutku mengenal kebenaran. Dan
kami akan mengajarkan kebenaran kepada mereka yang belum tahu. Dan para pengikut hukum
tidak bisa menentangnya. Sesungguhnya, menjadikanmu sebagai istri adalah sesuatu yang
wajar. Kau janda Yohanes dan aku kerabatnya. Akulah kerabat pria terdekat
Yohanes dan karena itu bertanggung jawab untuk membesarkan putranya. Aku akan
membesarkannya sebagai pangeran bagi umatnya, sebagai keturunanku yang terpilih,
dan sebagai putra seorang rasul. Inilah penyatuan yang layak, berdasarkan hukum
dan rakyat Israel. Aku tetap putra Daud dan kau tetap putri Benjamin."
Maria terperangah. Ia tidak pernah menduga peristiwa ini akan terjadi. Ia hanya
berani berharap, Easa bersedia membaptis putranya seperti yang diminta
Yohanes. Tapi mengadopsi anak itu sebagai putra Easa sendiri dan menjadikannya
istri" Semua ini lebih dari yang bisa ia bayangkan. Maria menelungkupkan wajah
ke tangannya dan menangis.
"Apa yang membuatmu menangis, Merpati Kecil"
Kesempurnaan penyatuan kita sekarang tidak berkurang di mata Tuhan dibandingkan
ketika Ia pertama kali memilih kita untuk bersamasama."
Maria mengusap air matanya dan memandang wajah orang Nasrani itu, Easanya, yang
telah dikembalikan Tuhan kepadanya.
"Aku tidak percaya bisa merasakan kebahagiaan kembali," bisiknya.
f Berbeda dengan pesta yang megah di Cana, Easa dan Maria melangsungkan upacara
pernikahan sederhana yang dihadiri Maria Agung dan beberapa umat Nasrani yang
paling setia. Acara itu bertempat di pantai Galilee, di desa Tabga.
Kabar tentang penyatuan dua insan itu tersebar dengan cepat. Keesokan harinya,
gerombolan orang berdatangan ke Tabga. Sebagian di antara mereka adalah
pengikut, sebagian lagi datang karena penasaran dengan pernikahan pasangan yang
disebut dalam nubuat Solomon ini. Ada juga sebagian orang yang merasa tidak
senang dengan penyatuan rasul Galilee yang dicintai ini dengan seorang perempuan
yang reputasinya telah ternoda. Tapi Easa merasa gembira dengan kehadiran mereka
semua. Berkali-kali ia mengatakan pada Maria bahwa setiap hari menghadirkan
kesempatan baru untuk menunjukkan
JalanNya kepada seseorang yang belum pernah menyaksikannya. Suatu peluang untuk
memberi penglihatan kepada orang yang buta.
Dalam dua hari saja, berita pernikahan itu telah menarik ribuan orang untuk
datang. Maria Agung menemui Easa di ujung hari kedua. Ia mengingatkan Easa tentang
mukjizat yang terjadi saat pernikahan di Cana, ketika tidak tersedia cukup
anggur bagi para tamu. Kini, pantai Galilee dibanjiri pelancong yang belum makan
selama berhari-hari, juga mereka yang hanya memiliki sedikit persediaan makanan.
Ibunda Easa mengingatkan putranya tentang hal ini.
Easa memanggil beberapa orang pengikut terdekatnya. Ia meminta mereka menghitung
jumlah tamu. Filipus menjawab, "Tamu yang datang hampir lima ribu orang, sementara persediaan
makanan kita hanya untuk dua ratus orang."
Andreas, adik Easa, menyarankan, "Aku memiliki seorang kenalan di sini, putra
seorang nelayan. Ia memiliki lima roti dan dua ikan kecil, tapi hanya itu. Tidak
ada artinya dengan jumlah tamu yang datang."
Easa berkata, "Suruh mereka duduk di rumput. Bawakan roti dan ikan itu
kepadaku." Perintah ini dijalankan Andreas. Keranjang berisi roti dan ikan diletakkan di
hadapan Easa. Easa mengucapkan doa syukur atas keberlimpahan makanan kemudian
mengembalikan keranjang itu ke Andreas. "Mulailah dengan keranjang ini dan
edarkan di antara para tamu. Kumpulkan semua serpihan yang tercecer agar tidak
ada yang hilang. Lalu masukkan serpihan itu ke keranjang baru dan edarkan di
antara para tamu seperti keranjang pertama."
Andreas mengikuti petunjuk itu, dibantu Petrus dan yang lain. Beberapa serpihan
saja berubah menjadi tumpukan roti.
Dalam waktu singkat, tersedia dua belas keranjang besar yang penuh dengan
makanan. Keranjang ini diedarkan kepada kerumunan tamu hingga tiap orang yang
hadir mendapat bagian. Semua yang hadir di pantai Tabga hari itu menjadi yakin tanpa keraguan sedikit
pun bahwa Easa adalah mesias sejati yang diturunkan Tuhan. Reputasinya sebagai
orang yang memiliki mukjizat dan seorang penyembuh cepat tersiar, dan
pengikutnya bertambah banyak. Orangorang yang menerima Maria pun semakin banyak.
Jika ia adalah seorang perempuan yang dipilih oleh seorang rasul besar, tentulah
ia seorang yang pantas. Kedudukan Maria dan derajatnya menimbulkan masalah, yakni namanya. Pada masa
itu, nama seorang perempuan ditentukan oleh hubungannya dengan pria. Bagi Maria, ini
problematis dan secara politis sulit dilakukan. Menyebutnya sebagai janda
Yohanes sepertinya tidak pantas, begitu juga jika ia hanya disebut sebagai istri
Easa. Pada masa itu, Maria dikenal dengan namanya sendiri, sebagai seorang
perempuan yang memiliki kepemimpinan. Selamanya ia adalah Putri Sion, Menara
Jemaatnya sang Migdal-Eder. Namanya saja sudah mencerminkan seorang ratu. Maka
umat memanggilnya dengan: Maria Magdalena. f Periode pelayanan keirnaman sesudah mukjizat pemberian
makanan kepada ribuan orang di Tabga inilah yang disebut Maria Magdalena sebagai
Masa Besar. Tak lama usai pernikahan, kaum Nasrani bersamasama Maria yang kini
menjadi bagiannya, berangkat ke Siria. Dalam perjalanan ini, Easa menyembuhkan
banyak orang yang sakit. Ia menghabiskan masa pengajaran di sinagoge dan
menyampaikan ajaran JalanNya ke orangorang yang belum pernah
mendengarnya. Beberapa bulan kemudian, ia kembali ke Galilee. Maria Magdalena hamil, dan Easa
ingin anak mereka lahir di tempat yang paling nyaman bagi Maria di rumahnya.
Seorang bayi perempuan mungil lahir dengan sempurna sekembalinya Maria dan Easa
ke Galilee. Mereka memberi dua nama bagi sang putri, Sarah-Tamar. Sarah diambil dari nama
seorang perempuan Ibrani terhormat yang tercantum dalam Alkitab, yakni istri Ibrahim.
Sedangkan Tamar adalah nama Galilee dan mengacu pada pepohonan kurma yang tumbuh
subur di wilayah ini. Dari generasi ke generasi, nama ini kerap digunakan oleh
keluarga terhormat sebagai nama kesayangan bagi anak perempuan.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keluarga agung itu bertambah anggota, pelayanan keirnaman mereka berkembang, dan
anakanak Israel merasakan masa depan mereka penuh harapan. Tepatlah jika periode
ini disebut Masa Besar. Delapan Belas Chateau des Pommes Bfeues 29 Juni 2005
Tidak ada yang segera bicara setelah Peter membacakan terjemahan kitab pertama.
Mereka semua duduk terdiam selama beberapa saat. Masingmasing menyerap dalamnya
informasi dengan caranya sendiri. Pada bagianbagian tertentu, saat terjemahan
itu dibacakan, mereka menangis. Yang lelaki tidak terlalu kentara, yang
perempuan terisak tanpa ditahan.
Akhirnya Sinclair memecah keheningan. "Kapan kita mulai?"
Maureen menggelengkan kepala. "Aku bahkan tak tahu harus memulai dari mana." Ia
memandang Peter untuk mengetahui perasaannya terhadap kisah ini. Peter terlihat
luar biasa tenang, bahkan tersenyum saat mata mereka bertemu.
"Apakah kau baikbaik saja?" tanya Maureen.
Peter mengangguk. "Tak pernah sebaik ini. Memang sangat aneh, tapi aku tidak
merasa terkejut atau khawatir atau prihatin, aku cuma merasa...puas. Tak bisa
kujelaskan, tapi itulah yang kurasakan."
"Kau tampak letih," komentar Tammy. "Tapi pekerjaanmu luar biasa."
Sinclair dan Roland menyatakan setuju, masingmasing berterima kasih kepada Peter
karena telah menerjemahkan kitab itu tanpa kenal lelah.
"Bagaimana kalau kau beristirahat dulu, lalu menerjemahkan kitab yang lainnya
besok," saran Maureen dengan lembut. "Aku serius, Pete, kau perlu beristirahat."
Peter menggelengkan kepala, tidak bisa dibujuk. "Tidak bisa, masih ada dua kitab
lagi. Kitab Para Murid dan satunya lagi yang ia sebut Kitab Masa Kegelapan.
Kurasa kita pasti berasumsi bahwa isinya adalah kesaksian peristiwa penyaliban,
dan aku tidak akan pergi ke mana-mana sebelum
menyelesaikannya." Saat mereka sadar bahwa keputusan Peter tidak bisa ditawar-tawar lagi, Sinclair
menyuruh pelayan membawakan teh. Sang pendeta masih belum mau makan. Ia yakin
bahwa ia harus berpuasa selama proses penerjemahan. Jadi mereka meninggalkannya
sendirian. Sinclair, Maureen, dan Tammy bergabung di ruang makan untuk menyantap
makan malam. Roland diajak bergabung, tapi ia menolak dengan sopan karena masih ada hal lain
yang harus ia kerjakan. Ia beradu pandang dengan Tammy di ujung ruangan, lalu
pergi. Makan malam berlangsung singkat karena tidak seorang pun merasa berselera.
Mereka masih sulit menerjemahkan reaksi terhadap kitab pertama itu ke dalam
katakata. Tammy akhirnya berkomentar tentang riwayat Yohanes.
"Setelah seharian bersama dengan Derek, semuanya menjadi lebih jelas. Sekarang
aku tahu, mengapa pengikut Persekutuan Yohanes sangat membenci Maria dan
Salome. Tapi sikap itu tidak adil."
Maureen bingung. Ia belum paham dengan ucapan Tammy.
"Apa maksudmu" Apakah merekalah orangorang yang menyerangku?"
Tammy mengungkapkan semua yang didengarnya dari mulut Derek saat kunjungan
menakutkan ke Carcasonne.
Maureen mendengarkan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tercengang.
"Tapi, kalian sudah tahu bahwa Maria memiliki putra dari Yohanes Pembaptis?" Ia
menujukan kalimat itu ke mereka berdua. "Karena ini sangat mengejutkan bagiku.
Benarbenar mengejutkan."
Sinclair mengangguk. "Kebanyakan orang juga akan terkejut. Itulah keterangan
yang kami ketahui. Tapi di luar sekte bidah kami, tak banyak yang tahu. Ada suatu usaha
terorganisasi untuk menghilangkan bagian sejarah itu di kedua pihak.
Agaknya pengikut Yesus tidak mau informasi tentang Yohanes membayangi kisah
Yesus, jadi bagian itu diungkapkan oleh para penulis Injil dengan hatihati dan
dengan cara yang cerdas."
Tammy menyela. "Para pengikut Yohanes tidak membicarakan uraian itu karena
mereka membenci Maria Magdalena. Aku membacanya lewat dokumendokumen Persekutuan
mereka yang disebut True Book of the Holy Grail.
Mereka memberi judul itu karena merasa yakin bahwa satusatunya darah yang suci
adalah lewat Yohanes dan putranya.
Itulah yang membuat garis darah mereka sebagai Holy Grail yang sejati, saluran
darah suci yang sejati. Dan
jika ada kesempatan, mereka akan menyingkirkan semua uraian tentang Maria
Magdalena. Tidak hanya dari Alkitab, tetapi juga sejarah.
Dalam Persekutuan, ada larangan menyebut nama Magdalena tanpa menambahkan gelar
pelacur." "Tidak masuk akal," kata Maureen. "Dialah ibu bagi putranya, dan mereka sendiri
mengakui kebenarannya. Lalu mengapa mereka masih membenci Maria Magdalena?"
"Karena dalam pemahaman mereka, dia dan Salomelah yang merencanakan kematian
Vohanes agar Maria bisa menikah dengan YesusEasadan agar Yesus bisa menduduki
posisi sebagai orang yang terpilih. Dengan demikian ia bisa merebut kedudukan
sebagai ayah bagi putra Yohanes dan
mendidiknya dengan cara Nasrani. Sebenarnya, menolak Kristus dengan meludahi
salib dan menjulukinya Perampas telah menjadi bagian ritual mereka."
Maureen menatap mereka berdua. "Aku ragu-ragu mengatakan ini, tapi sulit untuk
percaya bahwa Jean-Claude adalah bagian dari mereka."
"Maksudmu Jean-Baptiste." Tammy menyebut nama itu dengan muak.
"Ketika kami di Montsegur...ia tahu banyak tentang orangorang Cathar. Tidak hanya
itu, ia begitu kagum, begitu hormat pada mereka. Apakah semua itu hanya pura-
pura?" Sinclair menghela napas dan mengusap wajahnya. "Ya, dan menurutku itu hanya
sebagian kecil dari permainan besar.
Roland menemukan bahwa Jean-Claude telah dididik sejak kecil untuk menyusup ke
dalam organisasi kami. Keluarganya kaya raya. Dan dengan sumber daya dari
Persekutuan, ia mampu merekayasa identitas ini. Karena semuanya berjalan mulus,
belakangan ia menambahkan namanya dengan embel-embel Paschal. Ini membuatku
curiga, tapi aku tidak punya alasan untuk tidak percaya. Faktanya ia seorang
yang terpelajar dan sejarawan, bahkan pakar di bidang sejarah kita. Tapi
ternyata gelarnya itu bukan saja demi mendapatkan penghormatan, tetapi lebih
untuk memperjelas ungkapan "Kenali musuhmu.1"
"Sudah berapa lama terjadi" Permusuhan ini?" "Dua ribu tahun," jawab Sinclair.
"Tapi hanya satu pihak.
Kalangan kami tidak dendam terhadap Yohanes dan selalu menerima keturunan sang
Pembaptis sebagai saudara. Lagi pula, kita semua adalah anakanak Maria
Magdalena, bukankah begitu"
Begitulah sikap kami, dan selalu begitu."
"Pihak keluarga merekalah yang pengacau," gurau Tammy.
Sinclair menyela. "Tapi tidak semua pengikut sang Pembaptis adalah ekstremis.
Ini penting diingat. Orangorang fanatik dalam Persekutuan hanyalah minoritas. Mereka memang kelompok
radikal yang menakutkan dan luar biasa kuat. Tapi tetap saja mereka adalah
kelompok minoritas. Ayo kita keluar, aku ingin menunjukkan sesuatu."
Mereka bertiga beranjak dari meja, dan Tammy memohon diri. Ia meminta Maureen
untuk bergabung dengannya nanti di ruang media. "Setelah kita sampai sejauh ini,
aku ingin menunjukkan berapa hal lagi yang kutemukan saat melakukan riset."
Maureen setuju untuk bertemu Tammy satu jam lagi,
kemudian ia keluar mengikuti Sinclair. Langit sore masih terang dengan sisa
cahaya matahari musim panas ketika mereka menuju gerbang masuk Taman Trinitas.
"Masih ingat taman ketiga" Taman yang belum kau lihat hari itu" Ayo, akan aku
tunjukkan sekarang."
Sinclair meraih tangan Maureen dan memimpinnya mengelilingi pancuran Maria
Magdalena dan melewati belokan pertama di sebelah kiri. Jalan setapak yang
terbuat dari marmer membawa mereka ke suatu taman indah yang menyerupai daerah
vila di Italia. "Taman ini terkesan sangat...Romawi," komentar Maureen.
"Ya. Kita tidak tahu banyak tentang pemuda ini, Yohanes-Yusuf. Sepengetahuanku,
tidak ada tulisan tentang dia atau setidaknya belum ada hingga kini. Yang ada
hanya cerita tradisional dan legenda yang disampaikan secara turun temurun."
"Dan apa yang kauketahui?"
"Hanya bahwa anak ini bukan putra Yesus, melainkan putra Yohanes. Namanya benar,
Yohanes-Yusuf, meskipun sebagian legenda menyebutnya Yohanes-Yeshua, bahkan
Yohanes-Markus. Legenda mengatakan bahwa pada usia tertentu ia berangkat ke Roma, meninggalkan
ibu dan dua adiknya di Prancis. Apakah kepergiannya itu atas keinginan sendiri
atau bagian suatu rencana besar atau tidak, hanyalah spekulasi. Kita pun tidak
tahu bagaimana akhir hidupnya. Ada dua mazhab pemikiran".
Sinclair membimbing Maureen menuju patung marmer seorang pemuda dalam gaya
Renaisans. Ia berdiri di depan sebuah salib besar, tapi salah satu tangannya
memegang tengkorak kepala.
"Ia dibesarkan oleh Yesus, jadi tidak mustahil ia tetap menjadi bagian komunitas
Kristen yang sedang berkembang di Roma. Jika benar begitu, kemungkinan hidupnya
berakhir tragis seperti kebanyakan pemimpin gereja di masa awal, dibunuh oleh
Nero. Sejarawan Roma, Tacitus, mengatakan bahwa Nero 'menghukum kelompok
Kristen, yang umumnya dikenal sebagai kelompok yang merusak
akhlak, dengan cara yang sangat kejam1. Dan lewat kisah kematian Petrus, kita
tahu bahwa pernyataan itu kemungkinan benar."
"Jadi menurutmu ia menjadi martir?"
"Kemungkinan besar. Barangkali bahkan disalib bersama Petrus. Susah dibayangkan,
seseorang dari garis keturunan seperti dia tidak menjadi seorang pemimpin. Dan
semua pemimpin pada masa itu dihukum mati. Tapi ada pandangan lain."
Sinclair menunjuk ke tengkorak marmer di tangan Yohanes Yusuf. "Ada kemungkinan
lain. Salah satu legenda mengatakan bahwa pengikut Yohanes yang lebih fanatik
berjuang mencari keturunannya di Roma. Mereka meyakinkan putra sang rasul bahwa
umat Kristen telah merebut posisinya yang sah.
Bahwa Yohanes adalah satusatunya mesias sejati. Dan sebagai putra satusatunya,
Yohanes-Yusuflah yang menjadi pewaris singgasananya sebagai orang yang terpilih.
Sebagian orang mengatakan bahwa Yohanes-Yusuf mengajak ibu dan keluarganya untuk
mengembangkan ajaran para pengikut ayahnya.
Kita tidak tahu bagaimana akhir kisahnya. Yang kita ketahui bahwa ada sekte
pemuja Yohanes di Iran dan Irak, namanya Mandaean. Mereka orangorang yang cinta
damai, tapi sangat ketat dalam
menerapkan hukum dan memegang keyakinan bahwa
Yohanes adalah satusatunya mesias sejati.
Boleh jadi mereka adalah keturunan langsung, dan kemungkinan Yohanes-Yusuf atau
keturunannya pergi ke timur jauh mengikuti suatu pecahan umat Kristen awal. Dan
tentunya sekarang kau sudah tahu tentang Persekutuan Keadilan yang mengklaim
sebagai keturunan garis darah yang sejati di wilayah Barat ini."
Maureen menatap tengkorak itu sambil mendengarkan Sinclair. Suatu pikiran
melintas di kepalanya, ia berteriak, "Itu Yohanes! Tengkorak itu ada di semua
ikon dan lukisan Maria Magdalena. Ia selalu muncul dengan tengkorak, tapi tak
seorang pun bisa memberi penjelasan yang memuaskan. Selalu hanya referensi samar
ke sikap bertobat. Tengkorak itu mencerminkan pertobatan. Tapi mengapa"
Sekarang aku tahu jawabannya. Lukisan Maria disertai tengkorak karena ia sedang
melakukan pertobatan untuk Yohanes secara harfiah dengan tengkorak Yohanes."
Sinclair mengangguk. "Ya. Dan buku. Ia selalu muncul dengan sebuah buku."
"Tapi barangkali itu Alkitab," kata Maria.
"Bisa saja, tapi ternyata bukan. Maria muncul dengan buku karena itu adalah
bukunya sendiri, pesan yang ia tinggalkan untuk kita temukan. Dan kuharap buku
itu akan memberi kita wawasan tentang misteri putra sulungnya dan bagaimana
akhir hidup putranya. Karena sampai sekarang kita belum tahu.
Mudah-mudahan buku Magdalena sendiri yang akan menyibakkan misteri itu untuk
kita semua." Mereka berjalan menelusuri taman tanpa bicara. Langit senja menebarkan titik-
titik bintang pertama di atas mereka.
Akhirnya Maureen memecah kebisuan. "Kau mengatakan ada yang lain, pengikut
Yohanes yang tidak fanatik."
"Tentu saja. Jumlah mereka jutaan orang. Mereka disebut umat Kristiani."
Maureen mengira Sinclair bergurau, tapi ia melanjutkan penjelasannya. "Aku
serius. Perhatikanlah negaramu sendiri.
Berapa banyak gereja yang memakai nama gereja Baptis" Mereka adalah umat
Kristiani yang telah mengintegrasikan gagasan bahwa Yohanes adalah seorang rasul
berdasarkan pemahamannya sendiri.
Sebagian orang menyebutnya sang Pendahulu dan memandangnya sebagai figur yang
mengumumkan kedatangan Yesus. Di Eropa, ada sejumlah keluarga dari garis darah
campuran antara darah sang Pembaptis dengan darah Nazaret. Yang paling terkenal
adalah dinasti Medici. Para pemuja Yohanes dan Yesus ini menyatu.
Dan tokoh kita, Sandro Botticelli, adalah salah satu di antara mereka."
Maureen terkejut. "Botticelli keturunan kedua garis darah itu?"
Sinclair mengangguk. "Jika kita kembali ke rumah nanti, perhatikanlah lukisan
Phmavera karya Sandro. Di ujung sebelah kiri kau akan melihat sosok Hermes, sang
alkemis, mengangkat simbol kedokteran. Tangannya membuat tanda 'Ingatlah
Yohanes' seperti yang diceritakan Tammy. Dalam perumpamaan Maria Magdalena dan
kekuatan kelahiran kembali ini, Sandro menyampaikan pesan bahwa kita harus
mengakui Yohanes. Alkemi itu menjadi suatu bentuk penyatuan. Dan penyatuan tidak menyisakan ruang
untuk sikap keras kepala dan mau menang sendiri."
Maureen memandang Sinclair dengan penuh perhatian.
Dalam hatinya tumbuh rasa kagum terhadap lelaki yang awalnya penuh misteri ini.
Sinclair adalah seorang mistikus dan penyair dengan caranya sendiri, seorang
pengejar kebenaran spiritual.
Lebih dari itu, ia lelaki yang baikhangat, perhatian, dan tentu sangat setia.
Maureen tidak cukup tinggi menilainya, ini semakin terbukti kala ia mendengar
ucapan terakhir Sinclair.
"Menurutku, sikap memaafkan dan tepa selira adalah tonggak keimanan sejati.
Dalam empat puluh delapan jam terakhir, aku menjadi lebih yakin akan hal ini
dibandingkan sebelumnya."
Maureen tersenyum dan memasrahkan tangannya dalam genggaman Sinclair. Mereka
berjalan meninggalkan taman. Bersamasama. Kota Vatikan, Roma 29 Juni 2005
Kardinal DeCaro menyudahi pembicaraan lewat telepon di kantornya ketika pintu
mendadak dibuka. Pejabat tinggi gereja ini heran, mengapa Uskup O'Connor belum paham juga bahwa
kedudukannya di Roma ini sangat penting. Tapi lelaki itu tampaknya tidak sadar.
DeCaro masih belum pasti apakah ini karena ambisi murni semata ataukah karena
O'Connor kurang cerdas. Barangkali dua-duanya.
Sang Kardinal berpura-pura sabar dan memasang tampang kaget saat lelaki itu
berceloteh tentang suatu penemuan di Prancis. Tapi kemudian O'Connor mengatakan sesuatu yang membuat
punggung DeCaro menjadi kaku. Penjelasan itu adalah informasi rahasia. Tidak
seorang pun pada level ini yang boleh tahu tentang keberadaan gulungan naskah
itu apalagi isinya. "Siapa yang memberi informasi ini kepadamu?" tanya Kardinal, dengan nada yang
dibuat santai. O'Connor mencoba berkelit. Ia belum siap mengungkapkan sumbernya. "Dia sangat
terpercaya. Sangat." "Rasanya, aku tidak bisa menganggap persoalan ini serius jika kau tidak bersedia
atau tidak bisa memberi penjelasan lebih lengkap, Magnus. Kau harus paham,
banyak sekali informasi palsu yang masuk ke sini. Kita tidak sanggup meneliti
semuanya." Uskup Magnus O'Connor menggeser posisi duduknya dengan kikuk. Ia tidak berani
mengungkapkan sumbernya, belum berani. Informasi itu adalah kartu kunci baginya.
Jika ia memberitahukan nama orang itu, sudah pasti mereka akan langsung
menemuinya sehingga O'Connor tidak memiliki
kekuatan atau tidak dilibatkan dalam situasi bersejarah yang mahapenting ini. Di
samping itu, ada beberapa orang lagi yang harus dihadapinya selain DeCaro dan
Dewan Vatikan. "Aku akan bertanya pada sumberku dulu, apakah aku bisa memberitahukan
identitasnya pada Anda,"
usul O'Connor. Kardinal DeCaro mengangkat bahu, membuat O'Connor jengkel. Sikap DeCaro yang
sepertinya tak acuh mendengar berita dahsyat itu, sungguh tidak ia inginkan atau
tidak ia duga. "Baiklah. Terima kasih atas informasinya," kata pejabat yang lebih tua itu
menyudahi percakapan.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Silakan mengerjakan tugas-tugasmu."
"Tapi, Yang Mulia, tidakkah Anda ingin tahu apa persisnya penemuan mereka?"
Kardinal DeCaro melirik dari kacamata bacanya kepada rohaniwan Irlandia ini.
"Aku tidak tertarik pada informasi yang tidak jelas sumbernya. Selamat malam.
Semoga Tuhan memberkati dan
menjagamu." Kardinal itu membalikkan badan dan mengangkat setumpuk kertas, kemudian memilah-
milah kertas itu seolah sang Uskup baru saja memberitahukan sesuatu yang biasa
seperti matahari terbit pagi hari dan tenggelam malam hari. Apa istimewanya" Apa
yang perlu diprihatinkan" Apa yang perlu
dirayakan" Dibakar rasa marah, Uskup O'Connor menggumam dan melangkah lunglai keluar pintu.
Selesai sudah misinya di Roma untuk saat ini. Ia akan berangkat ke Prancis. Lalu
ia akan menunjukkan pada mereka.
Chateau des Pommes Bleues 29 Juni 2005
Sesuai janji, Maureen menemui Tammy di ruang media setelah berjalan-jalan di
taman bersama Sinclair. Sebelum ke sana, ia melongok ke ruang kerja untuk
menengok Peter yang tengah larut dalam tugasnya menerjemahkan kitab kedua.
Sepupunya itu balas menatap dengan pandangan yang sulit diartikan karena terlalu
serius dengan pekerjaannya. Maureen sadar, sekarang bukan waktu yang tepat untuk
menyapa lelaki itu, jadi ia pergi menemui Tammy.
Di luar ruang kerja, terdengar suara orang berlari
dengan penuh semangat, menimbulkan kesan sejarah dan kegembiraan.
Maureen bertanya-tanya, seberapa jauh yang di ketahui pelayan.
Tapi ia menduga mereka orang yang bisa dipercaya dan sangat setia. Roland dan
Sinclair bertemu untuk membahas segi keamanan sampai seluruh injil Maria selesai
diterjemahkan. Mereka memutuskan untuk mengambil tindakan yang tepat.
Tidak ada yang membicarakan masalah ini secara terbuka sehingga Maureen sangat
penasaran apa kiranya rencana Sinclair dan kapan rencana itu dilaksanakan.
"Masuklah, masuklah." Tammy memberi isyarat saat melihat Maureen di pintu.
Maureen menjatuhkan tubuhnya di sofa di sebelah Tammy, mendongakkan kepalanya sambil
menggerutu. "Loh, ada apa?"
Maureen tersenyum. "Oh, aku hanya sedang berpikir, apakah hidupku akan sama
seperti dulu?" Tammy menjawab dengan tawa keras. "Tidak. Jadi sebaiknya kau membiasakan diri
mulai dari sekarang." Tammy memegang erat tangan Maureen. Kali ini, ia berbicara
dengan lebih simpatis. "Dengarlah, aku tahu kebanyakan keterangan ini masih baru untukmu. Dan kau
memproses banyak informasi dalam waktu singkat. Aku hanya ingin mengatakan bahwa
kau adalah pahlawanku, oke"
Juga Peter, persoalan ini."
"Terima kasih," Maureen menarik napas. "Tapi apakah kau benarbenar berpendapat
bahwa dunia sudah siap dengan guncangan sistem kepercayaan ini" Karena menurutku
belum." "Aku tidak setuju," kata Tammy dengan yakin. "Kupikir sekaranglah waktu yang
paling tepat. Sekarang abad 21. Kita tidak lagi membakar orang lantaran mereka melakukan
bidah." "Ya, kita cuma menghantam kepalanya saja," kata Maureen sambil meraba belakang
kepalanya untuk menegaskan.
"Benar juga. Maaf."
"Tidak, aku mendramatisir. Aku baikbaik saja, sungguh."
Maureen menunjuk televisi layar lebar. "Kau sedang mengerjakan apa?"
"Kemarin malam perhatian kita teralihkan dan aku tidak sempat menunjukkan semua
ini padamu. Aku pikir, kau akan merasa tertarik sekarang, lebih dari
sebelumnya." Tammy memegang remote yang kemudian ia arahkan ke monitor televisi. "Kita akan
melihat foto-foto garis darah Yesus, masih ingat?" Tammy melepas tombol pause
dan foto-foto memenuhi layar.
"Raja Ferdinand dari Spanyol. Lucrezia Borgia.
Mary, Ratu Skotlandia. Bonnie Prince Charlie. Permaisuri Maria Theresa dari
Austria dan putrinya yang lebih terkenal, Marie Antoinette. Sir Isaac Newton."
Ia berhenti pada gambar beberapa presiden Amerika. "Dan sekarang kita sampai ke
Amerika. Dimulai dengan Thomas Jefferson. Lalu perlahan bergeser ke masa
modern." Sebuah foto modern yang menunjukkan sekumpulan keluarga besar Amerika muncul di
layar. "Siapa mereka?"
"Keluarga Stewart di Cherry Hill, New Jersey. Aku mengambil potret ini tahun
lalu. Dan yang ini juga. Mereka terlihat seperti masyarakat biasa di lokasi
biasa, tapi semuanya dari garis darah itu."
Sebuah pikiran menyentak Maureen. "Pernahkah kau ke McLean, Virginia?"
Tammy tampak bingung. "Belum. Kenapa?"
Maureen menceritakan pengalamannya yang aneh di McLean, juga pertemuannya dengan
seorang pemilik toko buku yang cantik di sana. "Namanya Rachel Martel, dan..."
Tammy memotong ucapannya. "Martel" Martel katamu?"
Maureen mengangguk dan tawa Tammy meledak. "Yah, tak heran ia mengalami visi,"
kata Tammy. "Martel termasuk salah satu nama garis darah tertua. Charles Martel, dari garis
Charlemagne. Jika kau meneliti wilayah Virginia, aku berani bertaruh kau akan
menemukan konsentrasi besar keluarga dari garis darahYesus.
Kemungkinan datang untuk mencari perlindungan semasa Pemerintahan Teror. Itulah
umumnya yang menjadi alasan keluarga Prancis terhormat pindah ke Amerika. Banyak
juga yang tinggal di Pennsylvania.
Maureen tertawa. "Jadi itu sebabnya banyak orang yang memiliki penglihatan gaib
di sana. Aku akan menelepon Rachel dan memberitahunya jika aku kembali ke
Amerika." Mereka kembali memerhatikan layar yang memunculkan foto keluarga lain dan Tammy
memberi penjelasan. "Ini reuni keluarga St. Clair di Baton Rouge musim panas kemarin. Konsentrasi
tertinggi keluarga dari garis darah itu berada di Lousiana karena warisan
Prancis di sana. Kau sudah tahu sekarang karena kau tinggal di sana. Lihat orang
ini?" Tammy mengklik tombol pause pada foto seorang musisi jalanan muda berambut
panjang yang sedang memainkan saksofon di French Quarter. Ia melepas tombol itu dan terdengarlah
musik saksofon yang indah sampai ia menghentikannya lagi.
"Namanya James St. Clair. Tunawisma. Mencari nafkah dengan menjadi copet jalanan
di New Orleans, tapi permainan saksofonnya bisa membuatmu menangis. Aku duduk di sudut
jalan dan berbincang-bincang dengannya selama tiga jam.
Seorang lelaki tampan yang sangat cerdas."
"Apakah orangorang ini tahu bahwa mereka dari garis darah itu?"
"Tentu saja tidak. Itulah indahnya, dan itu pula yang menjadi benang merah
filmku. Dalam rentang sejarah dan evolusi selama dua ribu tahun, kemungkinan ada
hampir sejuta orang di bumi ini yang mewarisi darah Yesus Kristus. Barangkali
lebih. Tidak ada batasan dan kekhususan. Mereka bisa saja lelaki yang membawakan
tas belanjaanmu atau pegawai bank. Atau tunawisma yang membuatmu
terharu dengan permainan saksofonnya."
Chateau des Pommes Bleues 2 Juli 2005
Peter bekerja tanpa kenal lelah. Tapi perfeksionisme menguasai dirinya hingga
baru dua hari kemudian ia siap membacakan terjemahan gulungan naskah terakhir,
Kitab Masa Kegelapan. Maureen tertidur di sofa pada siang hari kedua itu, merasa tenang di dalam
pelukan injil Magdalena yang telah diterjemahkan.
Isak tangis Peter membangunkannya.
Maureen mendongak untuk melihat sepupunya, tangannya menutupi kepala, pasrah
pada keletihan dan emosi yang merasuk dirinya. Tapi Maureen tidak bisa langsung
memastikan emosi apakah itu. Apakah kepedihan atau kebahagiaan" Kegembiraan atau
penderitaan" Maureen menatap Sinclair yang duduk di seberang Peter. Ia
menggelengkan kepala. Sama seperti Maureen, ia tidak tahu apa sebabnya Peter
bereaksi seperti ini. Maureen menghampiri Peter dan menyentuh lembut bahunya. "Pete" Ada apa?"
Peter menyeka air mata dari wajahnya dan menatap sepupunya. "Lebih baik dia yang
bercerita padamu," bisiknya, menunjuk terjemahan di hadapannya. "Maukah kau
memanggil yang lainnya?"
f Tammy dan Roland cepatcepat ke ruang kerja Sinclair.
Mereka mudah ditemukan karena sekarang tidak menutupnutupi lagi kebersamaan
mereka. Selain itu, mereka tidak pernah pergi seolah tidak ingin berjauhan
dengan naskah itu lantaran takut tertinggal.
Setelah masuk, keduanya menyadari wajah Peter yang memerah.
Roland memanggil seorang pelayan untuk membawakan teh. Begitu ia keluar ruangan
dan pintu ditutup, Peter melanjutkan ucapannya.
"Dia menamakan naskah ini Kitab Masa Kegelapan," kata Peter. "Isinya
menggambarkan minggu terakhir kehidupan Kristus."
Sinclair hendak mengajukan pertanyaan, tapi Peter memotongnya. "Dia akan
menceritakannya lebih baik dibandingkan aku."
Dan Peter mulai membaca. ...Adalah penting untuk mengetahui siapa Yudas "sungguhnya agar bisa memahami
hubungannya dengan aku. dengan Easa. dan dengan ajaran JalanNya. Sebagaimana Simon, ia so
rang Ztlot dan sangat bersemangat mengusir orangorang Romawi dari pantai kami.
Ia telah membunuh demi keyakinan ini dan tidak ragu-ragu untuk melakukaimya lagi Hingga Simon
membawanya ke hadapan Easa.
Yudas kiah memekik JalanNya. tapiperubahann ya tidaklah cepat ataupun mudah.
Yudas berasal dari garis keturunan Earisi. Pandangan hukumnya sangat ketat.
Selagi belia, ia menjadi pengikut Yohanes dan merasa curiga deigan segala yang
ia dengar tentang aku. Dengan berjalannya waktu, kami menjadi teman, bersaudara
dalam JalanNyaberkat Easa. yang adalah penyatu yang hebat. Tapi ada saat-saat
kala Yudas dan gaya lamanya muncul kembali. Jika demikian, akan terjadi
ketegangan di antara para pengkiku!, la seorang pemimpin alamiah dan diamdiam
memegang kekuasaan. Easa mengagumi
kemanfuannya ini. tapi sebagian pengikut tidak. Tapi aku memahami Yudas. Seperti
aku. adalah takdirnya menjadi seorang yang disalahpahami.
Yudas percaya bahwa kami harus meraih setiap kesempatan untuk melebatkan sayap
dan balmu kami harus melakukaimya dengan bersedekah pada kaum miskin. Easa
mengangkat Yudas sebagai pengumpul dana. Ia bertanggung jawab nvngumpulkan uang yang akan dibagi-bagikan
kepada mereka yang membutuhkan. Berkenaan dengan tugas ini. ia adalali lelaki
yang u in dan bijaksana. Tapi ia juga tidak mengenal kompromi
Perselisihan besar terjadi di malam saat aku mengurapi Easa di Bethany, tepatnya
di rumah Simon. Aku membawa sebuah toples putih yang tertutup rapat yang dikirimkan untuk kami
dari A kxandria. Isinya campuran pakis dan getah nryrrh yang mahal dan harum. Aku membuka tutup
toples dan mengolesi kepala dan kaki Easa dengan balsem itu. nrnyatakannya
sebagai mesias kami untuk menjaga tradisi dan Song of Songs seperti yang
dipersembahkan Solomon untuk kami. Itulah momen spiritual bagi kami semua, momen
yang penuh dengan harapan dan perhmbang.
Tapi Yudas tidak setuju. Ia marah dan mencela aku di hadapan orang dengan
mengatakan. 'Balsem itu sangat berharga. Tutup Jika dijual akan mahal harganya
dan kita bisa memperoleh uang untuk menambah dana bagi kalangan naskin. "
Aku tidakpfhi membela diri. karena Easa telah melakukannya untukku Ia menegur
Yudas. 'Kau akan selaki bisa nrnyantuni orang miskin, tapi kau tidak akan
mendapatiku selamanya. Dan biarkanlah aku mengatakan lebih jauhdi mana pun amal
hidupku disampaikan di seluruh duma. demikian pula nama wanita ini akan
menyrrtai namaku. Biar/ah ini terlaksana sebagai peringatan atas dirinya dan
baktinya kepada kita semua."
Momen ku menunjukkan bahwa Yudas belum sepenuhnya memahami ritual suri JalanNya.
Dalam momen itu. sebagian pengikut merasa marahsebagian bahkan tidak lagi percaya pada
Yudas. Seperti yang telah aku katakan, aku tidak memendam kemarahan padanya karena
tindakan itu atau tindakan yang lain. Yudas tidak mampu membohongi dirinya, dan
ia selalu mendengar Aku masih berduka untuknya.
INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA.
KITAB MASA KEGELAPAN Sembilan Belas Yerusalem 33 M Hari itu tak akan dilupakan oleh orang Nasrani. Ketika Easa tiba di Yerusalem,
masyarakat yang telah mengetahui kedatangannya menyambut dengan hangat. Tentu
saja, penerimaan serupa ini di luar dugaan. Ketika para pengikut diminta untuk
mempelajari Doa Jalan Terang kini Easa menyebutnya Doa Bapa Kami lokasi di
gunung Zaitun menjadi terlalu sempit. Para pengikut yang ingin
mendengarkan khotbah Easa memenuhi gunung itu, menanti giliran untuk berada di
dekat orang terpilih ini, mesias mereka, agar ia juga bisa mengajarkan mereka
bagaimana berdoa. Easa tidak meninggalkan tempat sampai semua lelaki, perempuan, dan anakanak
merasa puas karena telah mengetahui dan memahami doa ini, dan menghayatinya
dalam hati. Saat menuruni gunung dan menuju kota, langkah kaum Nasrani dihentikan oleh
sepasang senturion Romawi. Mereka adalah penjaga gerbang timur kota, gerbang
terdekat ke kediaman Pilatus di Benteng Antonia. Keduanya menjegal kelompok itu
dengan ucapan kasar dalam bahasa Semit. Easa maju dan membuat mereka terkejut dengan bahasa
Yunaninya yang sempurna. Ia menatap salah seorang senturion yang tangannya dibebat pembalut.
"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Easa. Senturion itu tidak menyangka akan
mendapat pertanyaan seperti itu, tapi ia menjawab dengan nada datar. "Aku
terjatuh ke bebatuan saat bertugas malam."
"Terlalu banyak minum anggur," cela temannya, wajahnya sangar dan ada bekas luka
melintang di pipi kirinya.
Senturion yang terluka itu memelototi temannya lalu berkata, "Jangan dengarkan
ucapan Longinus. Aku kehilangan keseimbangan."
Easa berkata singkat, "Pasti sangat sakit."
Senturion itu mengangguk. "Rasanya tulangku patah, tapi aku tidak mendapat
kesempatan untuk pergi ke tabib. Kami harus menyebar di antara kerumunan orang
yang memperingati Paskahi."
"Boleh kulihat?" tanya Easa.
Lelaki itu mengulurkan tangannya yang dibalut, posisi tulangnya telah bergeser
dari pergelangan tangan. Dengan halus, Easa meletakkan salah satu tangannya di
atas tangan senturion itu dan satunya lagi di bawahnya. Sambil memejamkan mata,
ia mengucapkan doa sementara tangannya menangkup tangan senturion itu dengan
lembut tapi kuat. Mata lelaki Romawi yang terluka itu membelalak sementara
kerumunan orang Nazaet menyaksikan proses kesembuhan. Bahkan senturion dengan
luka di pipi pun tampak seperti dihipnotis.
1 Passover: Hari Raya Paskah: hari raya Vahudi mulai pada tanggal 14 Nisan untuk
memperingati pembebasan orang Ibrani dari Perbudakan Mesir.
Easa membuka mata dan memandang orang Romawi
itu. "Mestinya kau sudah merasa lebih baik sekarang." Begitu ia melepaskan tangannya,
jelaslah bagi semua yang menyaksikan bahwa tangan senturion itu kini lurus dan
kuat. Orang Romawi itu terperangah, tak mampu bicara. Ia malah membuka pembalut di tangannya lalu
menggerak-gerakkan jemarinya. Matanya yang biru langit memburam karena air mata
yang tertahan saat ia memandang Easa. Ia tidak berani bicara karena takut
kehilangan muka di antara sesama serdadu. Easa paham, ia menyelamatkan lelaki
itu dari rasa malu. "Kerajaan Tuhan menjadi milik mereka yang mau mengikutinya. Sampaikanlah kabar
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
baik ini kepada yang lain,"
kata Easa lalu meneruskan perjalanan menuju kota, diikuti Maria, anakanak, dan
umat terpilih. f Maria kelelahan, tapi ia tidak mengeluh. Beban putra yang digendongnya sedikit
memperlambat langkahnya. Tapi ia merasa gembira hingga tak pernah mengeluh.
Mereka menginap di rumah paman Easa, Yusuf, seorang lelaki kaya raya dan
berpengaruh yang memiliki tanah tepat di luar kota. Maria bersyukur karena
Yohanes kecil dan Tamar tertidur. Perjalanan hari itu juga membuat mereka
kelelahan. Maria mendapat kesempatan untuk merenungkan kemampuan Easa menyembuhkan orang,
saat duduk di taman Yusuf yang sejuk dan teduh. Easa sedang bersama pamannya dan
beberapa orang pengikut pria. Mereka
menyusun rencana untuk berkunjung ke Rumah Tuhan besok. Maria memilih tidak
bergabung mengikuti pembicaraan itu, melongok anakanak di pembaringan, lalu memanfaatkan
waktu untuk beristirahat dan berdoa. Maria-Maria lain dan pengikut perempuan
berkumpul malam ini untuk berdoa. Maria sendiri memilih tidak ikut.
Belakangan ini, ia jarang bisa menyendiri dan ia bersyukur karena bisa
melakukannya sekarang. Namun, saat Maria Magdalena mengenang kejadian penyembuhan serdadu Romawi tadi,
ia merasa tidak nyaman dan gundah. Maria tidak bisa mengidentifikasi perasaan
itu, pun tidak tahu apa sebabnya. Senturion itu sendiri seorang lelaki yang baik
bagi seorang serdadu Romawi, bahkan hampir menyenangkan. Dan Maria bisa
merasakan penderitaan lelaki itu, seperti juga Easa, saat ia hampir menitikkan
air mata melihat mukjizat penyembuhan. Tapi serdadu yang satunya jauh berbeda.
Ia keras dan kasar, seperti yang mereka semua bayangkan dari seorang yang
dibayar untuk menumpahkan begitu banyak darah orang Yahudi. Lelaki dengan luka
di pipi ini, namanya Longinus, terkejut dengan kesembuhan itu. Tapi ia tidak mau
menunjukkannya. Ia terlalu berkulit tebal untuk memperlihatkan emosi.
Tapi lelaki bermata biru itu tidak hanya sembuh, tetapi juga berubah. Maria bisa
melihat dari sorot matanya. Saat Maria membayangkan peristiwa itu, ia merasa
aliran listrik menjalar di tubuhnya, suatu perasaan aneh yang menjadi bagian
nubuat, yang selalu mengingatkannya akan peristiwa yang kelak terjadi.
Maria memejamkan mata dan berusaha menangkap bayangan itu, tapi tidak berhasil.
Ia terlalu letih, atau barangkali tidak ditakdirkan untuk melihat bayangan itu.
Apakah gerangan" Maria bertanya-tanya. Reputasi Easa sebagai seorang penyembuh
yang hebat menyebar ke seluruh Israel selama tiga tahun terakhir. Ia menjadi
terkenal dan dihormati masyarakat.
Dan belakangan, proses penyembuhan itu tampaknya berjalan begitu saja tanpa
harus bersusah payah. Kekuatan penyembuhan yang dianugerahkan Tuhan lewat Easa dengan begitu mudah
adalah sesuatu yang patut disyukuri.
Bukankah Easa telah menyembuhkan kakaknya sendiri ketika dokter-dokter di
Bethany menyatakan bahwa ia telah mati" Tahun lalu, Maria dan Easa berangkat
dengan tergesagesa dari Galilee setelah mendapat kabar dari Martha bahwa Lazarus
sakit keras. Tapi perjalanan itu memakan waktu lebih lama dibandingkan yang
mereka perkirakan. Ketika mereka sampai, tubuh Lazarus telah menyebarkan bau
kematian. Semuanya sudah sangat terlambat, pikir mereka. Meski kemampuan menyembuhkan Easa
luar biasa, ia tidak pernah membangunkan seseorang dari kematian. Rasanya
kemampuan itu terlalu besar bagi seorang manusia, terlepas apakah ia mesias atau
bukan. Namun, bersamasama Maria, Easa masuk ke rumah Martha dan meminta kedua wanita
itu berdoa dengan iman yang kuat bersamanya. Lalu ia masuk ke kamar Lazarus dan
berdoa di hadapan jasad lelaki itu.
Easa keluar dari kamar dan menatap wajah pucat Maria dan Martha. Ia tersenyum
untuk menenangkan mereka sebelum berbalik ke arah kamar. "Lazarus, Saudaraku,
berdirilah dari ranjangmu dan berterima kasihlah kepada istri dan adikmu yang
telah berdoa dengan penuh kasih agar kau kembali kepada kami."
Martha dan Maria terkejut melihat Lazarus berjalan pelan melewati pintu.
Tubuhnya masih pucat dan lemah, tapi ia hidup.
Masyarakat Bethany menyambut gembira kabar bangkitnya Lazarus dari kematian.
Barisan pengikut Nasrani membengkak karena pengabdian Easa telah melegenda di
seluruh wilayah. Easa meneruskan pengabdiannya menyembuhkan orang, ia juga berhenti di Sungai
Yordania dekat Jericho untuk membaptis pengikut-pengikut baru dengan cara yang
diajarkan Yohanes. Kerumunan orang yang ingin dibaptis melimpah ruah sehingga kelompok Nasrani ini
mesti tinggal di tepi Yordania lebih lama dibandingkan yang mereka rencanakan.
Fakta bahwa Easa mengambil jubah Yohanes menjadi populer di kalangan moderat
yang berdoa bahwa dia benarbenar mesias mereka. Herod Antipas sendiri telah
menyatakan bahwa ia melihat jiwa sang Pembaptis hidup kembali dalam diri Easa.
Tapi tidak semuanya senang dengan perkembangan ini. Pujian Herod terhadap Easa
tidak diterima dengan baik oleh para pengikut Yohanes yang lebih kuat, juga
kebanyakan kelompok pertapa Eseni yang ekstrem. Diamdiam mereka mengutuk Easa
karena dianggap merebut posisi Yohanes. Tapi panah paling mematikan tidak
diarahkan kepada lelaki Nasrani itu, melainkan yang perempuan.
Keesokan harinya di tepi sungai, Maria Magdalena tersungkur ke tanah sambil
memegang perut. Segera saja ia sakit keras hingga beberapa pengikutnya berkumpul di dekatnya.
Begitu mendengar kabar ini, Easa segera berlari ke
samping istrinya. Maria Agung yang ketika itu bersamanya, juga ikut. Ia memandang menantu
perempuannya dengan seksama, memeriksa gejala kesehatannya, dan merawatnya
dengan lembut. Kemudian ia menghampiri putranya. "Aku pernah melihat keadaan
seperti ini sebelumnya," katanya serius. "Ini bukan penyakit yang wajar."
Easa mengangguk paham. "Racun."
Maria Agung menguatkan kesimpulan putranya dan menambahkan, "Bukan racun biasa.
Lihat kakinya menjadi lumpuh" Ia sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuh
bagian bawah, dan isi perutnya keluar bersama muntah. Ini racun dari Timur,
namanya racun tujuh setan. Dinamakan begitu karena dibuat dari tujuh bahan yang
mematikan. Racun ini mematikan secara perlahan dan menyakitkan. Belum ada
penawarnya. Kau harus bekerja bersama dengan Tuhan untuk menyelamatkan istrimu,
Putraku." Maria Agung mengosongkan tempat agar Easa bisa mengusahakan penyembuhan istrinya
dengan tenang, tanpa ada orang lain. Easa berdoa hingga ia merasa racun menguap dari
tubuh Maria dan rona kesehatan kembali kepadanya. Sementara Easa melaksanakan
pekerjaan Tuhan, murid-muridnya berusaha mencari tahu siapa yang telah meracuni
Maria Magdalena. Biang keladinya tidak pernah ditemukan. Mereka menduga ia seorang pengikut
fanatik Yohanes yang datang ke Yordania dengan menyamar sebagai orang yang
beralih ke ajaran Easa. Dialah yang diduga telah memberi racun mematikan kepada Maria yang tidak curiga.
Sejak hari itu, Maria Magdalena berhati-hati. Ia tidak minum atau makan di
luar kecuali ia tahu persis sumber makanan itu. Sepanjang sisa hidupnya, ia
mengalami berbagai serangan dari orang yang benci atau dengki padanya.
Kesembuhan Maria Magdalena dari racun tujuh setan menjadi salah satu legenda
besar dalam kependetaan Nasrani.
Seperti berbagai fragmen dalam sejarah Maria Magdalena, peristiwa ini pun
disalahpahami dan dimanfaatkan untuk menyerangnya.
f Lamunan Maria terusik dengan suatu teriakan dari halaman rumah. Itu suara Yudas.
Ia mencari Easa dengan sikap putus asa. Maria berlari menghampirinya. "Ada apa?"
"Keponakanku, anak perempuan Jairus." Yudas terengahengah dan kehabisan napas.
Ia berlarian dari batas timur untuk menemui Easa. "Barangkali sudah terlambat,
tapi aku membutuhkan dia. Di mana dia?"
Maria mengantar Yudas menuju tempat pertemuan di rumah Yusuf. Easa melihat
kegelisahan di wajah Yudas dan langsung berdiri menyambutnya. Dengan
terengahengah, Yudas menjelaskan bahwa
keponakannya terserang demam yang mewabah di kalangan anakanak Yerusalem dan
sekitarnya. Banyak di antara mereka yang meninggal. Ketika Yudas mendengar kabar itu dan
berangkat ke rumah Jairus, para dokter telah angkat tangan. Berkat kedudukannya
di Rumah Tuhan dan hubungan akrabnya dengan Pontius Pilatus, Jairus memiliki
akses ke dokter-dokter hebat. Yudas tahu, jika dokter-dokter ini saja sudah
menyerah maka kemungkinan gadis cilik itu sudah meninggal
sekarang. Betapapun, ia harus berusaha.
Hati Yudas sesungguhnya lembut, tapi ia tidak membiarkan orang lain melihatnya.
Dan sebagai lelaki yang menolak hidup berkeluarga demi menempuh jalan
revolusioner, cinta kasihnya tertumpah kepada para keponakannya. Dan Smedia yang
berusia dua belas tahun, gadis cilik yang sakit itu, adalah kesayangannya.
Easa bisa melihat raut takut dan cemas akan kehilangan anak itu di wajah Yudas,
ia memandang Maria Magdalena.
"Apakah kau sanggup bepergian malam ini?"
Maria mengangguk. Tentu ia akan pergi. Ada seorang ibu yang berduka di rumah
itu, dan Maria akan berusaha memberi dukungan sebisa mungkin.
"Kita berangkat sekarang," kata Easa singkat. Ia tidak pernah ragu-ragu, Maria
sangat mengetahuinya. Tidak peduli jam berapa pun, tidak peduli selelah apa pun, Easa tidak pernah
menolak seseorang yang sangat membutuhkannya.
Yudas berjalan di belakang mereka. Lewat tatapan matanya, ia menyatakan terima
kasih kepada Maria. Dan Maria merasa hangat melihat sorot mata itu. Barangkali
Yudas akan lebih sempurna menghayati JalanNya malam ini, pikir Maria.
Harapan itu melekat kuat dalam jiwanya.
f Kedudukan Jairus di tengah-tengah masyarakat cukup unik. Ia seorang Farisi dan
pemimpin di Rumah Tuhan. Tapi ia juga seorang perwakilan khusus penguasa. Karena
jabatan itu, setiap minggu ia bertemu dengan Pontius
Pilatus untuk membahas berbagai urusan Roma karena mereka menjalin hubungan baik
dan damai dengan Rumah Tuhan dan kalangan Yahudi di Yerusalem.
Hubungan Jairus dan Pilatus cukup akrab. Keduanya kerap berdiskusi tentang
masalah politik selama berjamjam. Rachel, istri Jairus, menemaninya ke Benteng
Antonia dan menghabiskan waktu
berjamjam bersama istri Pilatus, Claudia Procula.
Persahabatan Rachel dan Claudia semakin dekat meski antara keduanya terdapat
perbedaan besar. Claudia seorang perempuan Romawi yang memiliki status tinggi. Ia tidak hanya
istri penguasa Palestina, tetapi juga cucu salah seorang Caesar dan putri asuh
kesayangan Caesar yang lain. Di ujung lainnya, Rachel adalah perempuan Yahudi
dari salah satu keluarga Israel yang terhormat. Meski latar belakang mereka
berbeda, kedua perempuan ini kompak lantaran samasama menjadi istri lelaki yang
berkuasa, dan yang paling penting, samasama seorang ibu.
Anak perempuan Rachel, Smedia, sering kali datang ke Benteng Antonia bersama
ibunya. Smedia senang bermain di dalam kamar yang indah. Dan dengan usianya yang
beranjak remaja, Claudia mengizinkannya menggunakan losion dan kosmetiknya. Di
usia dua belas, Smedia tumbuh menjadi gadis muda yang cantik.
Claudia mencurahkan perhatian istimewa pada Smedia karena gadis ini adalah teman
main putranya sendiri. Pilo, putra Pontius Pilatus dan Claudia, yang berusia
tujuh tahun, adalah misteri bagi kebanyakan penduduk Yerusalem. Tidak banyak
yang tahu bahwa Pilatus memiliki seorang putra. Pilo mengalami kelainan, kakinya
bengkok sehingga aktivitasnya terbatas dan ia tidak
pernah meninggalkan benteng. Pilatus tidak mengenalkan putranya karena ia tahu,
anak ini tak akan pernah menjadi seorang prajurit. Ia tidak akan mengikuti jejak
ayahnya sebagai seorang penguasa Roma. Seorang anak yang lahir dengan kemurkaan
tuhan seperti itu adalah pertanda buruk.
Tapi Claudia melihat sisi lain dari pribadi Pilatus yang tidak dilihat orang
lain. Ia tahu, suaminya kerap menangis mengingat putranya di malam hari ketika
ia pikir tidak ada orang yang melihat atau mendengarnya. Pilatus telah
mengeluarkan separuh harta mereka untuk membayar sejumlah dokter dari Yunani,
ahli tulang dari India, dan berbagai ahli pengobatan lain. Tapi semuanya tidak
membuahkan hasil apa pun kecuali tangis Pilo yang merasa kesakitan dan
frustrasi. Claudia mendekap anak yang menangis itu hingga ia tertidur. Sedangkan
sang ayah keluar dari benteng selama berjamjam dan menjauhi diri dari mereka
berdua setiap kali peristiwa ini terjadi.
Smedia kecil memiliki kesabaran yang luar biasa terhadap anak itu. Ia biasa
duduk bersamanya selama berjamjam, menceritakan dongeng, dan bernyanyi untuknya.
Claudia tersenyum sendiri menyaksikan mereka berdua dengan sudut matanya
sementara ia menyulam bersama Rachel. Apa yang akan dikatakan Pilatus jika ia
mendengar putranya menyanyikan lagu Ibrani" Tapi Pilatus jarang berada di rumah,
dan Claudia tahu ia tidak perlu khawatir.
Dalam salah satu pertemuan inilah Claudia Procula untuk pertama kalinya
mendengar tentang Easa. Rachel menyanjung tokoh ini dan pengabdiannya. Kepada Claudia, ia mengungkapkan
kisahkisah penyembuhan yang dilakukan Easa dan mukjizatnya. Suami Rachel,
Jairus, sebenarnya tidak mengizinkannya bercerita tentang orang Nasrani ini.
Jairus mendengar saran Jonathan Annas dan Caiaphas yang menganggap Easa seorang
pengkhianat yang tidak menghormati wewenang Rumah Tuhan. Dan Jairus tidak boleh
terlihat memiliki hubungan apa pun dengan lelaki ini.
Namun sepupu Jairus, Yudas, sekarang menjadi salah satu pengikut terpilih Easa.
Kadang-kadang Jairus menjadi canggung lantaran masalah ini. Tapi sampai sekarang
ia mampu menyeimbangkannya dengan baik. Sementara Rachel merasa gembira karena
sekarang ia bisa mengetahui kisah mukjizat lelaki Nasrani ini secara lebih
langsung. "Kau harus membawa Pilo menemui Easa," kata Rachel suatu hari.
Mata Claudia menjadi suram dengan penyesalan. "Bagaimana bisa" Suamiku tidak
akan mengizinkan aku berada di dekat seorang imam Nasrani. Rasanya itu
mustahil." Rachel tidak menyebut masalah sensitif itu lagi kepada temannya. Tapi Claudia
tidak berhenti memikirkannya. Lalu Smedia terserang demam parah, dan hanya
beberapa hari berselang Pilo juga jatuh sakit.
f Kerumunan orang yang turut berduka berdatangan dari seluruh sudut kota ke rumah
Jairus. Keluarga-keluarga yang terkait dengan Rumah Tuhan dan banyak penduduk
Yerusalem yang tersentuh dengan musibah yang menimpa Jairus dan Rachel, datang
untuk menunjukkan dukungan. Smedia, putri kesayangan mereka, meninggal.
Yudas menerobos kerumunan orang yang memenuhi rumah sepupunya. Easa dan Maria
mengikuti, tidak jauh di belakangnya.
Easa mencengkeram tangan Maria kuat-kuat agar tidak kehilangan istrinya yang
mungil itu di tengah-tengah barisan orang. Andreas dan Petrus juga mengikuti di
belakang mereka untuk memberi perlindungan ekstra. Nyatalah bagi kelompok
Nasrani ini bahwa putri Jairus terserang demam, tapi mereka tidak takut. Mereka
mendesak dan masuk ke rumah Jairus.
f Di Benteng Antonia, Pontius Pilatus dan Claudia Procula baru saja mendengar
putusan kematian bagi putra semata wayang mereka. Para dokter sudah menyerah.
Tak ada lagi yang bisa mereka lakukan.
Lagi pula, bukankah anak ini sudah lemah sedari mula" Pontius Pilatus
meninggalkan ruangan dengan membisu. Sepanjang sisa malam ia menyendiri bersama
filsuf stoiknya. Ia harus menerima kehilangan ini dengan cara Romawinya sendiri.
Tinggallah Claudia bersama Pilo yang sekarat. Ia memeluk putranya di ranjang dan
menangis pelan meratapi putranya yang tampan dan tegar. Saat itulah seorang
budak Yunani masuk menemui
majikannya di kamar. "Putraku yang malang akan meninggalkan kita," kata Claudia pelan. "Apa yang akan
kita lakukan" Apa yang bisa aku lakukan jika ia pergi?"
Budak itu mendekati Claudia. "Nyonya, aku datang untuk menyampaikan kabar dari
rumah Rachel dan Jairus. Kejadiankejadian ini sangat menyedihkan, tapi
barangkali mereka memiliki harapan yang lebih besar. Smedia yang cantik telah meninggal."
"Tidak!" pekik Claudia. Ia tidak sanggup menanggung semua ini. Di manakah
keadilan jika gadis cantik seperti putri Rachel meninggalkan dunia, barangkali
di malam yang sama dengan putra kesayangannya"
"Tunggu dulu, Nyonya, aku belum selesai. Rachel meminta aku menyampaikan bahwa
sang penyembuh dari Nazaret, Easa, akan datang ke rumah mereka malam ini. Meski
barangkali sudah terlambat bagi Smedia, mungkin belum bagi Pilo."
Claudia tidak punya banyak waktu untuk memikirkan konsekuensi tindakannya.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kondisi Pilo sudah sedemkian kritis.
"Selimuti dia. Mari kita bawa dia dengan kereta kuda. Cepat, ayo, cepat pergi."
Lelaki Yunani itu, yang juga pembimbing Pilo dan sangat menyayangi anak itu,
membungkus Pilo dengan selimut lalu menggendongnya menuju kereta kuda. Claudia
berlari di belakang mereka. Ia tidak meluangkan waktu untuk meninggalkan pesan
bagi Pilatus. Tapi ia tidak berpikir suaminya itu akan tahu bahwa ia pergi. Lagi
pula, ia sendiri memiliki hak untuk mengambil keputusan penting sendiri.
Bukankah ia cucu seorang Caesar"
f Pilo bertahan. Ia masih bernapas saat lelaki Yunani dan ibunya menggendongnya.
Claudia mengenakan selubung tebal. Ia tidak mau orangorang melihatnya datang ke rumah
sebuah keluarga Yahudi dalam keadaan berduka. Sang budak Yunani membawa kereta
kuda sejauh mungkin menerobos kerumunan orang, lalu meninggalkannya untuk membantu majikannya dan
Pilo melewati kerumunan orang. Usaha itu tidak mudah. Di antara mereka yang
turut berduka cita, telah tersiar kabar bahwa sang mesias pemegang mukjizat
sudah berada di dalam. Jalanjalan penuh dengan orang yang ingin tahu, juga orang
yang telah percaya. Tapi kelompok kecil dari Benteng Antonia mendesak, dan
mendorong hingga mereka sampai ke pintu.
"Kami ingin menemui Rachel, istri Jairus," kata sang budak Yunani. "Tolong
sampaikan kepada Rachel bahwa yang datang adalah temannya, Claudia."
Pintu dibuka, tapi mereka tidak segera dipersilakan masuk. Yudas menjaga pintu
dari dalam. Ia memberitahu penjaga luar untuk melarang pengunjung masuk sampai
Easa pergi. Yudas tidak ingin ada orang yang menyaksikan proses penyembuhan.
Ini demi melindungi Easa. Jairus seorang Farisi, dan ada orang lain dari Rumah
Tuhan yang datang dan menunggu di dekat rumah untuk melihat kejadian yang
berlangsung mereka tidak terlalu bersahabat dengan misi Nasrani. Seandainya Easa
tidak mampu menghidupkan Smedia, mereka akan mencelanya sebagai seorang penipu.
Dan jika ia berhasil, mereka bisa saja menuduh Easa seorang tukang sihir atau
sebangsanya. Tuduhan ini tidak saja akan merusak nama Easa, tetapi juga Jairus.
Dan laporan saksi mata dari seorang Farisi yang memiliki agenda tersembunyi bisa
menjerumuskan sang tertuduh ke dalam hukuman mati. Tindakan yang paling aman
adalah melarang orang memasuki ruangan, kecuali keluarga dekat.
Claudia Procula hanya mendengar instruksi tegas Yudas "Tidak boleh ada tamu
dulu". Tapi begitu pintu
terbuka, ia mengintip aktivitas dalam ruangan itu. Ia melihat Smedia terbaring
di ranjang kematian, putih dan tidak bernyawa di tengah kabut dupa. Rachel duduk
di sampingnya, terus memegang tangan putrinya, kepalanya tertunduk pasrah dalam
dukacita yang sangat hebat. Seorang imam perempuan Nasrani yang mengenakan
selubung merah berdiri di samping Rachel.
Ia tampak seperti menara kekuatan dan kasih sayang dalam suasana tragis itu.
Jairus, yang Claudia kenal sebagai lelaki kuat dan percaya diri, bersimpuh di
lantai dekat kaki Easa. Ia memohon agar lelaki Nasrani itu menyembuhkan
putrinya. Belakangan, setelah suasana malam itu menjadi tenang, Claudia berkomentar
tentang pertemuan pertamanya dengan Easa. "Aku belum pernah merasa seperti itu
sebelumnya," katanya.
"Memandangnya saja membuat diriku merasa tenang, seolah aku tengah dikelilingi
cinta dan cahaya itu sendiri. Bahkan dalam momen yang singkat itu, aku tahu
siapa dia bahwa dia lebih dari seorang manusia, bahwa kami semua diberkati
selamanya karena melihat kehadirannya, meski hanya beberapa detik."
Pintu tidak tertutup seperti yang diduga Claudia. Yudas mendekati Jairus yang
dikuasai duka, dan penjaga luar terlalu terpesona dengan peristiwa itu hingga
agak lalai. Claudia menyaksikan dengan takjub saat Easa bergeser ke samping
ranjang. Ia menatap perempuan berselubung merah, yang belakangan Claudia ketahui
adalah istrinya, Maria Magdalena.
Kemudian Easa menyentuh bahu Rachel. Ia membisikkan sesuatu ke telinganya, tidak
seorang pun bisa mendengar. Tapi untuk kali pertama, Rachel mengangkat
kepalanya. Lalu Easa membungkuk pada anak itu dan mencium keningnya. Ia
menggenggam tangan Smedia dengan kedua tangannya lalu memejamkan mata untuk
berdoa. Setelah beberapa saat hening, dan semua orang menahan napas, Easa
menatap Smedia dan berkata, "Bangunlah, Anakku."
Claudia tidak ingat kejadian selanjutnya. Peristiwa itu bagaikan mimpi aneh yang
tidak bisa diingat kembali secara persis. Anak itu, Smedia, mula-mula bergerak
perlahan, tapi kemudian ia duduk dan memanggil ibunya. Rachel dan Jairus
menjerit dan berlari memeluk putri mereka. Dalam tahap tertentu, Claudia
terjatuh akibat desakan kerumunan orang.
Terjadi kericuhan di sekitar rumah. Dan terdengar teriakan gembira dari para
pengikut Easa dan temanteman keluarga itu yang merayakan mukjizat kembali
hidupnya Smedia. Namun terdengar pula cemoohan dan celaan dari orangorang Farisi
dan penentang ajaran Nasrani yang mengutuk Easa dan menjulukinya ahli ilmu
hitam. Claudia panik. Ia dan lelaki Yunani itu terdorong dari pintu masuk dan terbawa
kerumunan orang yang berdesak-desakan.
Pilo tengah sakit keras, dan ia tahu putranya bisa mati di tangga rumah Jairus
ini. Terlalu berisiko, bahkan kejam, membawa Pilo ke sini sementara ia bisa
mengembuskan napas terakhir dengan tenang di ranjangnya sendiri. Dan kini
usahanya tampak siasia. Lelaki Nasrani itu dikerumuni para pengikutnya, Claudia tidak bisa mendekatinya.
Namun, ketika harapannya nyaris musnah, Claudia melihat Maria Magdalena berhenti
di tengah kerumunan orang. Sesuatu terjadi antara mereka berdua. Semacam komunikasi mistis antara
sesama ibu dalam masa yang sulit. Mata mereka saling menatap selama beberapa
saat. Kemudian pandangan Maria beralih ke anak dalam gendongan lelaki Yunani
itu. Tanpa berbicara, Maria menyentuh bahu Easa.
Easa menoleh untuk mengetahui apa yang Maria inginkan. Sesaat, mata Easa bertemu
pandang dengan Claudia, kemudian ia tersenyum padanya.
Suatu ekspresi harapan dan cahaya murni. Claudia tidak tahu berapa lama
peristiwa itu berlangsung.
Perhatiannya beralih karena suara putranya memanggil.
"Mama! Mama!" Pilo menggeliat dalam gendongan budak Yunani. "Turunkan aku!"
Claudia bisa melihat, wajah putranya tidak lagi pucat. Ia tampak sehat dan kuat
kembali. Dalam sekejap, Pilo yang sekarat telah pulih sepenuhnya. Dan tidak
hanya itu. Saat kaki Pilo menjejak tanah, tampaklah kakinya tidak lagi bengkok.
Ia bisa berjalan menuju Claudia, kedua kakinya lurus dan kuat.
"Lihat, Mama! Aku bisa berjalan!"
Claudia memeluk putranya yang tampan sembari melihat sang sosok penyembuh dan
istrinya yang mungil menghilang dalam kerumunan orang Yerusalem.
"Terima kasih," bisiknya. Dan anehnya, meski mereka sudah sangat jauh, Claudia
tahu mereka mendengar. f Kesembuhan Pilo bagaikan pedang bermata dua bagi Pontius Pilatus. Ia bahagia
melihat putranya pulih dan sehat seutuhnya.
Kondisi bocah itu sempurna, sesuatu yang tidak
pernah terbayangkan baik oleh Pilatus maupun Claudia. Sekarang, Pilo adalah
penerus pusaka Romawi yang layak. Ia seorang putra yang bisa menjadi seorang
lelaki sejati dan seorang prajurit. Tapi metode penyembuhannya itulah yang
membuat Pilatus resah. Lebih buruk lagi, Claudia dan Pilo menyaksikan sendiri kemampuan lelaki Nasrani
itu. Lelaki yang dianggap duri dalam kubu penguasa Romawi maupun para imam Rumah
Tuhan. Atas permintaan Caiaphas dan Annas, Pilatus telah bertemu keduanya beberapa
waktu lalu untuk membahas peristiwa menghebohkan di perbatasan timur. Orang
Nasrani itu tiba dengan mengendarai keledai seperti yang diprediksikan salah
seorang rasul Yahudi mereka. Para imam menjadi jengkel dengan peristiwa yang
mereka pandang sebagai deklarasi penegasan posisi Easa sebagai mesias.
Meski percekcokan agama di kalangan Yahudi bukan persoalan Pilatus langsung, ada
kabar burung bahwa lelaki Nasrani itu akan mengumumkan diri sebagai raja Yahudi.
Jelas ini adalah tantangan bagi Caesar.
Pilatus merasa ditekan untuk bertindak jika Easa melakukan satu gerakan
kontroversial lagi di Yerusalem saat peringatan Paskah.
Untuk memperunyam persoalan, Herod, penguasa Galilee, telah mengeluarkan pesan
secara pribadi kepada Pilatus. "Aku mendapat informasi bahwa lelaki itu akan
menjadikan dirinya sendiri raja bagi seluruh orang Yahudi. Ia sosok yang
berbahaya bagiku, bagimu, dan bagi Roma."
Itulah persoalan logis Pilatus. Isu filosofis adalah persoalan lain baginya.
Kekuatan apakah yang dikendalikan atau diarahkan lelaki Nasrani ini hingga ia
bisa melakukan halhal seperti
menghidupkan anak yang telah mati" Jika saja bukan Pilo yang disembuhkan,
Pilatus akan menganggap mukjizat Easa hanyalah tipuan semata, sesuai dengan tuduhan orang
Farisi bahwa ia seorang penista agama. Tapi lebih dari orang lain, Pilatus tahu
penyakit dan kelumpuhan Pilo adalah riil. Setidaknya dulu.
Sekarang, kedua persoalan itu lenyap tanpa bekas.
Ada sesuatu dalam situasi ini yang perlu dijernihkan. Otak Romawinya menuntut
sebuah jawaban. Sebuah pemahaman tentang peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Pontius Pilatus
merasa sangat frustrasi karena tidak mendapat satu jawaban pun.
Tapi istrinya tidak perlu diyakinkan lagi. Ia menyaksikan sendiri dua keajaiban
besar itu. Dan ia sendiri diliputi kehadiran dan kejayaan lelaki Nasrani itu dan
Tuhannya. Claudia Procula langsung beralih keyakinan. Kesal dan kecewa merasuk
dirinya ketika sang suami melarangnya mendengarkan khotbah Easa di Yerusalem. Ia
ingin mengajak Pilo bertemu lelaki Nasrani mengagumkan yang lebih dari sekadar
manusia biasa itu. Namun Pilatus melarang dengan tegas.
Pengusasa Romawi itu seorang lelaki yang kompleks, penuh dengan rasa ragu,
takut, dan ambisi. Tragedi Pontius Pilatus terjadi ketika semua hal ini membayangi apa pun yang
pernah ia miliki dengan penuh cinta, kekuatan, atau rasa syukur.
f Hari sudah larut malam ketika orangorang Nasrani tiba di rumah Yusuf. Seperti
biasa, Easa masih terjaga dan tengah membuat persiapan untuk satu pertemuan lagi
bersama pengikut terdekatnya sebelum tidur. Mereka tengah membahas
pilihanpilihan yang akan dilakukan di Yerusalem besok. Maria ikut mendengarkan
diskusi mereka untuk mendapat petunjuk tentang kegiatan besok. Peristiwa di
rumah Jairus menunjukkan bahwa masyarakat Yerusalem terbagi-bagi dalam menyikapi
isu Easa sebagai mesias. Jumlah pendukung lebih banyak dibandingkan penentang.
Tapi mereka beranggapan bahwa kelompok penentang terdiri dari orangorang
berkuasa yang terkait dengan Rumah Tuhan.
Yudas berbicara kepada kelompok yang tengah berdiskusi itu. Ia tampak letih,
tapi kegembiraan lantaran peristiwa yang ia saksikan di ranjang kematian Smedia
membuatnya kuat. "Jairus berbicara empat mata denganku sebelum kita pergi," katanya. "Ia semakin
cenderung mendukung kita setelah menyaksikan sendiri bahwa Easa benarbenar
seorang mesias. Ia juga memperingatkan kita bahwa dewan Farisi dan Saduki terganggu dengan
gerombolan pendukung Nasrani yang memasuki kota. Dari segi kuantitas, kita lebih kuat
dibandingkan yang mereka bayangkan. Mereka merasa khawatir dan kemungkinan akan
bertindak jika mereka rasa kita mengancam mereka atau mengancam ketenangan Rumah
Tuhan selama Paskah."
Petrus membuang ludah karena jijiknya. "Kita semua tahu apa sebabnya. Paskah
adalah hari yang paling menguntungkan.
Pada saat itu, persembahan di Rumah Tuhan mencapai puncaknya, begitu juga
pengumpulan uang." "Itulah masa panen bagi para pedagang dan lintah darat,"
imbuh saudaranya, Andreas.
"Dan yang mendapat keuntungan paling besar adalah Jonathan Annas dan
menantunya." Yudas mengiakan. "Tidak mengherankan jika keduanya adalah biang propaganda yang
menyudutkan kita. Kita harus berhati-hati atau mereka akan mendesak Pilatus untuk menangkap Easa."
Easa mengangkat tangan sementara lelaki itu saling berbicara dengan marah.
"Tenang, Saudarasaudaraku," katanya. "Besok kita ke Rumah Tuhan. Akan kita tunjukkan
kepada saudara kita, Annas dan Caiaphas, bahwa kita tidak berniat menantang
mereka. Kita bisa berjalan berdampingan tanpa perlu menyingkirkan satu sama
lain. Kita akan pergi sebagai orang yang merayakan pekan suci, bersamasama
saudara Nasrani. Mereka tidak bisa melarang kehadiran kita, dan barangkali
mereka akan menghentikan permusuhan."
Yudas tidak yakin. "Aku pikir, kau tidak akan memperoleh perdamaian dari Annas.
Ia membenci kita dan segala ajaran kita. Hal terakhir yang diinginkan Annas dan
Caiphas adalah orang menjadi percaya bahwa mereka tidak membutuhkan Rumah Tuhan
untuk mendekati Tuhan."
Maria berdiri dan tersenyum hangat pada Easa di seberang ruangan. Ia menangkap
sorot mata istrinya dan membalas ekspresi itu sebelum istrinya berbalik untuk
meninggalkan ruangan lewat pintu belakang. Maria merasa terlalu letih untuk
mendengarkan mereka membahas strategi. Lagi pula, jika Easa mengambil keputusan
untuk datang ke Rumah Tuhan besok, Maria merasa yakin bahwa mereka semua perlu
beristirahat. Maria tidur satu kamar bersama anakanaknya, seperti yang selalu ia lakukan saat
mereka bepergian. Ia percaya, ini bisa memberi rasa aman pada anakanak, suatu
unsur yang penting bagi anakanak yang sering berpindah tempat. Mereka tampak
seperti malaikat saat tidur: Yohanes-Yusuf dengan bulu matanya yang hitam
lentik, menempel di pipinya yang berwarna seperti buah zaitun. Dan Sarah-Tamar
tenggelam dalam rambutnya yang merah mengilap.
Ibu mereka menahan diri untuk mencium mereka. Ta-mar khususnya, mudah terbangun,
dan Maria tidak ingin membangunkan mereka. Anakanak harus berisitirahat jika
ingin ikut ke Yerusalem besok.
Mereka beranggapan kota itu menarik dan berwarna-warni. Sepanjang situasinya
aman, Maria mengizinkan putraputrinya ikut. Tapi jika terjadi kerusuhan, ia
harus membawa anakanak menjauh dari kota itu. Seandainya situasinya sangat
buruk, bahkan rumah Yusuf pun tidak aman, Maria akan membawa mereka ke Bethany,
ke rumah Martha dan Lazarus.
Akhirnya Maria berbaring di ranjangnya sendiri dan memejamkan mata di penghujung
hari yang monumental itu.
Tapi ia tidak bisa segera tidur, meski sangat ingin dan sangat membutuhkan.
Terlalu banyak pikiran dan bayangan berkecamuk dalam kepalanya. Dalam
penglihatan benaknya, ia melihat perempuan berselubung tebal itu, perempuan yang
menggendong anak di luar rumah Jairus. Maria segera menangkap dua hal dari wajah
perempuan itu. Pertama, ia bukan orang Yahudi dan bukan orang biasa.
Ada sesuatu dalam caranya membawa diri dan dalam bentuk selubung yang sepertinya
dimaksudkan untuk membuatnya sama dengan masyarakat biasa. Dan Maria tahu saat
seorang perempuan berusaha menyamar. Bukankah ia sendiri telah melakukannya
beberapa kali jika situasi memaksa"
Kedua, Maria tahu perempuan itu merasakan penderitaan hebat. Ia bisa merasakan
kepedihan mengalir dari perempuan itu, nyaris seolah kepedihan itu sendiri yang
berteriak meminta pertolongan Easa.
Ketika Maria menatap wajah perempuan itu, ia mendapat kesan kehilangan yang sama
seperti yang dirasakan seorang ibu saat tidak berdaya untuk menyelamatkan
anaknya. Kepedihan itu tidak mengenal ras, kredo, atau status. Suatu kepedihan yang hanya
dirasakan oleh orangtua yang menderita.
Selama tiga tahun terakhir pelayanan keirnaman mereka, Maria sering melihat
wajah semacam itu. Tapi tidak jarang pula ia menyaksikan kepedihan di wajah itu berubah menjadi
kegembiraan. Easa telah menyelamatkan banyak anak Israel. Dan kini, sepertinya, ia telah
menyelamatkan seorang anak Romawi.
f Sesuai rencana, keesokan harinya Easa dan para pengikutnya pergi ke Rumah Tuhan.
Maria membawa anakanaknya ke Yerusalem bersamanya. Mereka berhenti untuk
menyaksikan aktivitas dan debat yang berlangsung di luar dinding-dinding yang
suci. Easa berada di tengah kerumunan orang yang semakin banyak, berkhotbah
tentang kerajaan Tuhan. Beberapa lelaki di antara kerumunan itu menantangnya dan
mengajukan pertanyaan. Semuanya dijawab dengan tenang sebagaimana biasa.
Jawaban-jawaban Easa demikian dalam dan sejalan
dengan ajaran Alkitab. Tidak butuh waktu lama, menjadi jelaslah bahwa
pengetahuan hukumnya tak tertandingi.
Belakangan, lewat informasi dari Jairus, mereka tahu bahwa Annas dan Caiaphas
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah menugaskan orangorang mereka untuk hadir dalam pertemuan itu. Mereka
memang diperintahkan untuk
mengajukan pertanyaan yang menantang.
Seandainya jawaban Easa bisa ditafsirkan sebagai penghinaan terhadap agama,
apalagi ketika itu ia berada sangat dekat dengan Rumah Tuhan dan dengan banyak
saksi, maka imam-imam besar itu akan mendapat bukti lebih jauh yang akan
digunakan untuk menyerang Easa.
Salah seorang lelaki maju dan mengajukan pertanyaan tentang pernikahan. Yudas
mengenali lelaki itu. Ia membisikkan Easa bahwa lelaki itu seorang Farisi yang telah menceraikan
istrinya yang sudah tua untuk menikah lagi dengan yang lebih muda.
"Katakan, Rabi," kata lelaki itu, "apakah seorang lelaki boleh menceraikan
istrinya karena alasan tertentu" Aku pernah mendengar kau mengatakan tidak
boleh, sementara hukum yang dibawa Musa mengatakan sebaliknya. Musa menulis
surat perceraian." Easa berbicara lantang agar suaranya terdengar jelas di antara kerumunan orang.
Jawabannya tegas karena ia sudah tahu pelanggaran yang dilakukan lelaki itu.
"Musa menulis peraturan itu karena kekerasan hatimu."
Kerumunan orang yang hadir utamanya terdiri dari para lelaki Yerusalem yang mengenal orang Farisi itu. Terdengar ucapan-
ucapan protes karena jawaban yang dianggap menghina itu. Tapi Easa belum
selesai. Ia sudah lelah dengan orangorang Farisi tak bermoral yang hidup seperti
raja, hanya ongkang-ongkang kaki menerima
sumbangan dari kaum miskin dan orangorang Yahudi yang saleh. Easa memandang
barisan imam ini, lelaki-lelaki yang bertugas menegakkan hukum dengan kejujuran
tinggi, sebagai orang munafik.
Mereka berkhotbah tentang kehidupan yang suci, tapi tidak menjalaninya. Selama
tahuntahun terakhir pengabdiannya, Easa akhirnya sadar bahwa penduduk Yerusalem
dipecundangi orangorang itu.
Mereka takut terhadap kekuasaan Farisi sebagaimana juga kekuasaan Roma. Dalam
banyak hal, orangorang Rumah Tuhan ini sama berbahayanya bagi rakyat Yahudi
dengan orangorang Romawi.
Pasalnya, mereka memiliki wewenang untuk memengaruhi cara hidup sehari-hari
orang Yahudi dengan banyak cara.
"Apakah kau tidak membaca Alkitab?" pertanyaan Easa ini merupakan hinaan lain
terhadap lelaki yang ia ketahui menjabat sebagai imam. Lalu Easa beralih ke
kerumunan. "Dia yang menciptakan mereka pada permulaan menjadikan mereka lelaki
dan perempuan, dan berkata, 'Karena sebab ini seorang lelaki akan meninggalkan
ayah dan ibunya dan berpasangan dengan istrinya, dan keduanya akan menjadi satu
tubuh, mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Sesuatu yang telah disatukan
Tuhan, tak seorang pun dapat memisahkannya.1 Dan aku berkata kepada siapa pun
yang menceraikan istrinya, selain untuk berzina, berarti melakukan zina itu
sendiri." "Jika begitu, barangkali menikah tidak baik," canda seorang lelaki.
Easa tidak tertawa. Sakramen pernikahan dan pentingnya hidup berkeluarga adalah
batu landasan ajaran Nasrani. Ia menjawab gagasan itu. "Sebagian lelaki terlahir
sebagai orang yang dikebiri dan sebagian lainnya
menjadikan dirinya orang yang dikebiri. Bagi lelaki seperti itu, pernikahan
tidak bisa diterima. Biarkanlah seluruh lelaki yang mampu menerima sakramen pernikahan untuk
menerimanya, karena itulah kehendak Tuhan Bapa kita. Dan biarlah dia menyatu
dengan istrinya hingga maut memisahkan."
Merasa terpukul, lelaki Farisi itu melawan. "Dan bagaimana denganmu, Orang
Nazaret" Hukum Musa mengatakan bahwa siapa pun lelaki yang akan dipilih harus
menikah dengan seorang perawan, bukan pelacur atau bahkan janda." Serangan telak
itu ditujukan kepada Maria Magdalena, yang berdiri di bagian belakang kerumunan
bersama anakanaknya. Maria memilih mengenakan busana sederhana agar bisa berbaur
dengan kerumunan. Ia tidak mengenakan selubung merah yang menunjukkan
statusnya. Maria bersyukur dengan keputusannya itu saat menunggu jawaban Easa.
Jawaban Easa adalah satu pertanyaan lagi bagi o-rang Farisi itu. "Apakah aku
seorang (keturunan) Daud?" Lelaki itu mengangguk. "Kau tidak menjawab."
"Dan bukankah Daud adalah raja besar dan orang yang dipilih untuk kita?"
Orang Farisi itu mengiayakan, sadar bahwa ia tengah diarahkan ke dalam perangkap
tapi tidak tahu bagaimana menghindarinya.
"Tidakkah kau berpikir bahwa aku meneladani Daud jika aku akan menjadi
penerusnya" Siapakah yang tidak berpendapat bahwa mengikuti langkah Daud adalah
sesuatu yang baik dan terpuji?"
pertanyaan Easa bergema di antara kerumunan, yang mengakui dengan anggukan dan
isyarat bahwa tentulah meneladani Singa Besar Yehuda adalah sesuatu yang baik.
"Karena itulah yang aku lakukan. Seperti Daud yang menikahi seorang janda,
Abigail, putri Israel terhormat dari keturunan mulia, demikian pula aku menikah
dengan seorang janda dari keturunan mulia."
Orang Farisi itu tahu, ia telah masuk ke dalam perangkapnya sendiri dan
melangkah kembali ke tengah kerumunan. Tapi lelaki dari struktur kekuasaan Rumah
Tuhan tidak mudah digoyahkan. Saat pertanyaanpertanyaan dilancarkan, jawaban
Easa menjadi panah-panah tajam yang berbalik ke orangorang Farisi. Seorang
lelaki lain, yang ini jelas mengenakan jubah imam, menghampiri Easa dengan
serangan terbuka. "Kudengar kau dan murid-muridmu melanggar tradisi para tetua.
Mengapa mereka tidak mencuci tangan ketika memakan roti?"
Kerumunan orang terperangah mendengar pertanyaan terakhir ini. Suasana menjadi
ricuh, Easa tahu bahwa ia harus menegaskan pendiriannya. Orangorang Yerusalem
berbeda dengan orang Galilee dan wilayah luar. Di kota ini, orangorang menuntut
aksi. Mereka akan mengikuti seorang raja yang bisa membawa mereka keluar dari
tekanan, tapi ia harus membuktikan kekuatan dan kelayakannya dulu.
Suara berat Easa bergema, lebih terasa sebagai kecaman terhadap para imam
dibandingkan pembelaan seorang Nasrani.
"Mengapa kalian melanggar perintah Tuhan dengan tradisi kalian, Orangorang
munafik?" Hinaan terang-terangan ini bergaung di dinding-dinding batu Rumah
Tuhan. "Sepupuku, Yohanes, menyebut kalian ular berbisa, dan ia benar."
Menghubungkan sang Pembaptis adalah cara cerdas
untuk meraih dukungan orangorang yang lebih konservatif. "Yohanes dikenal
sebagai inkarnasi Yesaya. Dan Yesayalah yang berkata, 'Orangorang ini
menghormatiku dengan bibir mereka, tapi hati mereka jauh dariku.' Sekarang bisa
kulihat bahwa kalian, orangorang Farisi, dari luar terlihat bersih, tapi di
dalam kalian penuh dengan kerakusan dan kejahatan. Bukankah Tuhan menjadikan
sesuatu yang tampak di luar juga menjadikan sesuatu yang berada di dalam?"
Easa mengeraskan suaranya untuk melontarkan ucap an pamungkas. "Dan inilah
perbedaan antara orangorang Nazaretku dengan imam-imam ini," katanya. "Kami
memerhatikan kebersihan jiwa, hingga kami menjaga kerajaan Tuhan di bumi
sebagaimana di surga."
"Ini penghinaan terhadap Rumah Tuhan!" teriak seorang lelaki dari tengah-tengah
kerumunan. Lalu terdengar gelombang suara sebagian setuju, sebagian menentang.
Gemuruh suara ini memuncak. Menyaksikan dari tempat tinggi di atas dinding-
dinding Rumah Tuhan, Maria pada awalnya berpikir bahwa ini hanya reaksi terhadap
ucapan Easa yang berani. Dan memang, kebanyakan tanggapan orang Yerusalem
berakar dari hal itu. Tapi beberapa murid Nasrani menerobos gerombolan orang
untuk menghampiri Easa. Di belakang mereka, kelompok lelaki dan perempuan yang
telah mendengar penyembuhan mukjizatnya. Mereka adalah orangorang yang
dikucilkan, orangorang yang dihinakan lantaran buta atau lumpuh.
Para lintah darat dan pedagang mengajukan keberatan kala kelompok ini menerobos
kompleks Rumah Tuhan. Sekarang adalah pekan paling menguntungkan
bagi mereka, dan sekarang gerombolan itu menggerecoki kegiatan di Rumah Tuhan.
Ketika seorang lelaki buta jatuh ke meja seorang pedagang dan mencaricari
tongkatnya, meledaklah kemarahannya.
Pedagang itu menghampiri si buta dengan membawa tongkat, berteriak-teriak
menghina orang malang itu dan kaum Nasrani. Easa datang untuk membantu si lelaki
buta. Ia membantunya berdiri dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Kemudian ia
memberi isyarat kepada murid-muridnya untuk membawa lelaki itu menepi. Easa
berjalan ke meja milik pedagang kejam tadi dan berteriak keras hingga
mengalahkan gemuruh suara kerumunan orang. "Telah tertulis bahwa Rumah Tuhan
seharusnya menjadi rumah doa. Kalian telah menjadikannya sarang pencuri."
Pedagang lain balas berteriak sambil menerobos kompleks Rumah Tuhan. Kericuhan
memuncak menjadi huru hara hingga Easa mengangkat tangan dan meminta murid-muridnya
mengikutinya ke depan kompleks Rumah Tuhan. Di sini, orangorang malang yang
miskin, menderita penyakit, dan lumpuh diajak maju. Dimulai dengan lelaki buta
tadi, Easa menyembuhkan semuanya.
Kerumunan orang kian melimpah. Di luar katakata pedas Easa, atau barangkali
karena katakata itu, lelaki dan perempuan Yerusalem sangat tertarik dengan
lelaki dari Nazaret ini, lelaki yang menyembuhkan berbagai penyakit dalam
Terjebak Di Perut Bumi 1 Pendekar Sakti Im Yang Karya Rajakelana Rahasia Tonggak Sangga Buana 2