Pencarian

Name Of Rose 9

The Name Of The Rose Karya Umberto Eco Bagian 9


hanya melibatkan pelanggaran kaul hidup suci, hukuman orang ini akan merupakan
wewenang Anda. Tetapi karena kita tidak pasti bahwa lalu lintas kedua orang
malang itu tidak ada hubungannya dengan keamanan semua tamu, pertama-tama
misteri itu harus kita perjelas. Hai, kau bajingan di sana!" Dan dari dada
Salvatore ia merampas bungkusan yang tampak jelas, yang mau disembunyikan oleh
lelaki malang itu. "Apa ini?"
Aku sudah tahu: sebilah pisau, seekor kucing hitam, yang, begitu bungkusan itu
dibuka, akan lari sambil mengeong keraskeras; dua butir telur, sekarang pecah
dan meleleh, yang di mata setiap orang lain terlihat seperti darah, atau air
empedu kuning, atau semacam benda menjijikkan. Salvatore mau masuk ke dapur,
membunuh kucing itu, mencungkil kedua matanya; dan entah dengan janji apa ia
bisa membujuk gadis itu agar mau mengikutinya. Tidak lama kemudian aku tahu apa
janji itu. Para pemanah menggeledah gadis itu, sambil tertawa-tawa dan
mengucapkan katakata jorok, dan mereka menemukan seekor ayam kecil yang sudah
mati, masih harus dicabuti bulunya. Malangnya, malam itu kebetulan semua kucing
berwarna kelabu, ayam itu terlihat hitam, seperti
kucing tersebut. Bagaimanapun juga, aku berpikir, bahwa mudah sekali membujuk
gadis itu, makhluk malang yang lapar, yang pada malam sebelumnya telah
meninggalkan (dan demi cintanya kepadaku!) hati sapinya yang berharga ...."
"Aha!" seru Bernard dengan nada amat prihatin.
"Kucing hitam dan ayam jantan .... Ah, aku tahu ilmu sihir seperti itu ...." Ia
melihat William ada di antara yang hadir di situ. "Apa kau juga mengenali kedua
binatang itu, Bruder William" Bukankah kau menjadi inkuisitor di Klkenny tiga
tahun yang lalu, di mana seorang gadis berhubungan dengan setan yang muncul
kepadanya dalam bentuk seekor kucing hitam?"
Menurutku, agaknya guruku diam saja karena ciut hati. Aku menyentuh lengan
bajunya, mengguncangnya, berbisik kepadanya dengan putus asa, "Katakan
kepadanya, katakan kepadanya, itu untuk dimakan ...."
William melepaskan peganganku dan dengan sopan berbicara kepada Bernard, "Kukira
kau tidak memerlukan pengalaman masa laluku untuk mengambil kesimpulan,"
katanya. "Oh, tidak, ada jauh lebih banyak saksi yang berwenang,"
Bernard tersenyum. "Stephen dari Bourbon, dalam risalatnya tentang Tujuh Karunia
Roh Kudus, menceritakan bagaimana Santo Dominikus, setelah berkhotbah melawan
orang bidah di Fanjeaux, mengumumkan kepada beberapa perempuan tertentu bahwa
mereka bisa melihat majikan yang
sampai saat itu mereka layani. Dan tibatiba muncul seekor kucing yang ketakutan
di tengah mereka, sebesar anjing yang besar, dengan mata besar bersinar, lidah
berdarah yang menjulur sampai pusarnya, ekor pendek yang mencuat naik sehingga
ke mana pun binatang itu berbalik ekor itu memamerkan kejelekan pantatnya, lebih
busuk daripada apa saja, karena merupakan anus yang cocok untuk dicium oleh
banyak pemuja Setan, tidak terkecuali Kesatria Templar. Dan setelah mondar-
mandir di seputar para perempuan itu selama satu jam, kucing tersebut melompat
ke tali lonceng dan memanjat naik sambil meninggalkan tahinya yang busuk. Dan
bukankah kucing adalah binatang kesayangan kaum Kataris, yang menurut Alanus
dari Insulis disebut begitu dari kata "catus"i7, karena itu pantat binatang ini
yang mereka cium, karena menganggapnya inkarnasi dari Lucifer" Dan bukankah
praktik menjijikkan ini juga tidak disetujui oleh William dari La Verna dalam
bukunya De legibus" Dan kalau tidak salah Albertus Magnus mengatakan bahwa
kucing itu setan yang potensial"
Dan tidakkah saudaraku yang saleh Jacques Fournier mengingatkan bahwa ada dua
kucing hitam yang muncul pada saat inkuisitor Geoffrey dari Carcassonne hampir
meninggal, yang tidak lain tidak bukan adalah setan-setan yang datang untuk
mengejek mereka yang masih hidup?"
Gumam ngeri muncul di seluruh kelompok rahib,
17 Pintar penerj?banyak dari mereka yang membuat tanda salib.
"Abbas yang mulia, Abbas yang mulia," kata Bernard Gui berbicara wajah saleh,
"mungkin Yang Mulia tidak tahu apa yang biasa dilakukan para pendosa dengan
bendabenda tersebut! Tetapi aku tahu betul. Tolonglah aku ya, Tuhan! Aku sudah
melihat orangorang paling jahat, pada jam-jam malam yang paling gelap, bersama-
sama dengan orang sejenis lainnya, menggunakan kucing hitam untuk mendapatkan
keajaiban yang tidak pernah bisa mereka sangkal; untuk menunggang binatang-
binatang tertentu dengan kaki mengangkang dan melakukan perjalanan jauh sekali
dalam bayangan malam, sambil menyeret budak-budak mereka, yang berubah menjadi
setan yang bernafsu .... Dan Setan itu menunjukkan dirinya kepada mereka, atau
paling sedikit begitulah yang keyakinan mereka, dalam bentuk seekor ayam jantan,
atau binatang hitam lainnya, dan bersama dia jangan tanya bagaimana caranya
mereka bahkan berbaring bersama-sama. Dan aku benarbenar tahu bahwa belum lama
ini, di Avignon sendiri, dalam upaya membunuh Paus kita sendiri, mereka
menyiapkan semacam guna-guna dan salep dengan sihir semacam itu, untuk meracuni
makanannya. Paus itu berhasil menyelamatkan diri dan mengenali racun itu hanya
karena dia dipasok banyak sekali permata dalam bentuk lidah-lidah ular,
dibetengi oleh zamrud dan rubi ajaib yang lewat kekuatan suci mampu menunjukkan
bahwa makanan itu beracun. Raja Prancis telah memberinya sebelas lidah berharga
itu, syukurlah, dan hanya dengan begitu maka Paus kita terhindar dari kematian!
Memang, musuh-musuh Paus masih berbuat lebih jauh, dan setiap orang tahu tentang
Bernard Delicieux si bidah yang ditangkap sepuluh tahun yang lalu: dalam
rumahnya ditemukan bukubuku tentang sihir hitam, penuh perkamen dengan catatan
paling jahat, yang berisi semua instruksi untuk membuat patung lilin dengan
tujuan menyakiti musuh. Dan apa kalian percaya" Dalam rumahnya kami juga
menemukan patungpatung yang dengan keterampilan mengagumkan meniru citra Paus,
dengan lingkaran merah kecil pada bagianbagian vital badannya. Dan setiap orang
tahu bahwa patung semacam itu, kalau digantung dengan tali dan ditaruh di depan
cermin, kemudian bagianbagian vital itu ditusuk dengan jarum, dan .... Ah, mengapa
aku terlalu banyak bicara tentang praktik kejahatan memalukan ini" Paus sendiri
bicara tentang itu dan menjelaskan dan mengutuknya, baru tahun lalu, dalam
konstitusinya Super illius specula! Dan terus terang aku berharap kalian punya
satu salinannya dalam perpustakaan milik kalian yang kaya ini, yang pantas untuk
direnungkan "Kami punya, kami punya itu," Abbas itu cepatcepat menegaskan, amat tertekan.
"Baiklah," Bernard menyimpulkan. "Sekarang masalahnya terlihat jelas bagiku.
Seorang rahib dirayu, seorang penyihir, dan suatu upacara, yang untungnya belum
terlaksana. Untuk tujuan apa" Itu akan kita ketahui nanti, dan aku siap
mengorbankan tidurku beberapa jam untuk mempelajarinya. Maukah Yang Tersuci menyediakan
untukku sebuah tempat untuk menanyai orang ini?"
"Kami punya beberapa bilik bawah tanah di bengkel tukang besi," kata Abbas itu,
"yang untungnya jarang sekali dipakai dan sudah kosong selama bertahuntahun
"Untungnya atau malangnya," komentar Bernard. Dan ia memerintahkan para pemanah
untuk minta ditunjukkan jalannya dan membawa kedua tawanan itu ke bilik yang
terpisah; dan mereka harus mengikat rahib itu kuatkuat pada semacam cincin yang
dipendam dalam dinding, dan Bernard sebentar lagi akan turun dan, menanyainya,
sambil menatap wajahnya. Akan halnya si gadis, ia menambahkan, sudah jelas siapa
dia, dan tidak perlu ditanyai malam ini. Akan diadakan pengadilan lain sebelum
ia akan dibakar sebagai penyihir. Dan jika ia memang penyihir, ia tidak akan
mudah buka mulut. Tetapi rahib itu masih bisa menyesal (dan ia membelalak ke
arah Salvatore yang gemetaran, seakan ingin membuat Salvatore paham bahwa ia
ditawari kesempatan terakhir), dengan menceritakan yang sebenarnya dan, Bernard
menambahkan, menyangkal keterlibatannya.
Keduanya diseret pergi, yang satu diam saja dan hancur, hampir demam, yang lain
menangis dan menendang-nendang dan menjerit bagai seekor binatang mau melepaskan
diri. Tetapi Bernard maupun para pemanah maupun aku sendiri tidak bisa memahami
apa yang ia katakan dalam bahasa
petani. Meskipun berteriak-teriak, itu sama saja dengan diam. Ada kata kata yang
memberi kekuasaan, katakata lain membuat kita semua makin bingung, dan katakata
vulgar orang biasa itu termasuk kategori yang kedua, kepada siapa Tuhan belum
mengaruniai hikmah pengungkapan diri dalam bahasa universal pengetahuan dan
kekuatan. Sekali lagi aku tergoda untuk mengikuti gadis itu; sekali lagi William, dengan
galak, menahanku. "Diam di sini, tolol," katanya.
"Gadis itu tersesat; dagingnya terbakar."
Sementara aku mengamati adegan itu dengan ngeri, sambil menatap gadis itu dalam
suatu kancah pikiran-pikiran yang berlawanan, aku merasa seseorang menyentuh
bahuku. Aku tidak tahu kenapa, tetapi bahkan sebelum menoleh aku sudah mengenali
sentuhan Ubertino. "Kau memandangi penyihir itu, kan?" tanyanya. Dan aku tahu ia tidak mungkin tahu
kisahku, dan karenanya ia mengatakan ini hanya karena ia telah menangkap, dengan
hasrat manusiawinya yang menembus mengerikan itu, tatapanku.
"Tidak," aku membela diri. "Aku tidak memandangnya ... atau, lebih tepatnya,
mungkin aku memandangnya, tetapi ia bukan penyihir .... Kita tidak tahu, mungkin
ia tidak bersalah ...."
"Dan kau memandangnya karena ia cantik. Ia cantik, kan?" tanyanya dengan sangat
mesra sambil menekan lenganku. "Jika kau memandangnya karena ia cantik, dan kau
kecewa kepadanya (toh aku tahu kau kecewa, karena dosa yang dituduhkan
kepadanya membuat dia lebih tertarik kepadamu), jika kau memandangnya dan
merasakan hasrat, itu sendiri membuatnya jadi penyihir. Waspadalah, Anakku ....
Kecantikan tubuh berhenti pada kulit. Jika lelaki bisa melihat apa yang ada di
bawah kulit, seperti halnya lynx dari Boeotia itu, mereka akan gemetaran melihat
seorang perempuan. Semua keanggunan itu terdiri atas lendir dan darah, cairan-cairan dan empedu.
Jika kau membayangkan apa yang tersembunyi dalam lubang hidung, dalam
tenggorokan, dan dalam perut, kau hanya menemukan kotoran. Dan jika kau tergoda
untuk menyentuh lendir atau kotoran itu dengan ujung jarimu, bagaimana mungkin
kita berhasrat memeluk kantong yang berisi kotoran itu?" Aku jadi merasa mual.
Aku tidak ingin mendengar lebih banyak.
Guruku, yang juga sudah mendengar, datang menyelamatkan diriku.
Cepatcepat ia mendekati Ubertino, mencekal lengannya, dan melepaskannya dari
lenganku. "Cukup, Ubertino," katanya. "Gadis itu akan segera disiksa, lalu dibakar. Ia
akan berubah jadi persis seperti yang kaukatakan, lendir, darah, cairan-cairan,
dan empedu. Tetapi lelaki seperti kita yang bakal menggali dari balik kulitnya
yang ingin dilindungi dan dihiasi kulit itu oleh Allah. Dan kalau sampai pada
masalah tua, kau tidak lebih baik daripada gadis itu. Jangan ganggu anak itu."
Ubertino kecewa. "Mungkin aku sudah berdosa," gumamnya. "Jelas aku sudah
berdosa. Apalagi yang bisa dilakukan oleh seorang pendosa?"
Sekarang setiap orang mulai masuk lagi ke dalam, sambil mengomentari kejadian
tersebut. William tinggal sebentar bersama Michael dan orang Minorit lainnya
yang menanyakan tentang kesankesannya.
"Sekarang Bernard punya argumentasi, meskipun tidak jelas. Dalam biara ini ada
penyihir-penyihir berkeliaran yang melakukan hal yang sama seperti yang telah
dilakukan terhadap Paus di Avignon. Tentu saja ini bukan bukti, dan, yang
pertama-tama, tidak bisa dijadikan alasan untuk menghambat rapat besok. Malam
ini ia akan berusaha memeras petunjuk lain dari orang malang itu, yang, aku
yakin, Bernard tidak akan langsung menggunakannya besok pagi. Ia akan
menyimpannya sebagai cadangan: ini akan digunakan kelak, untuk mengganggu
jalannya diskusi itu jika mereka pernah mengambil arah yang tidak disukainya."
"Apa ia bisa memaksa rahib itu mengatakan sesuatu yang bisa dipakai untuk
melawan kita?" tanya Michael dari Cesena.
William jadi bingung. "Harap saja, tidak," katanya. Aku menyadari bahwa, jika
Salvatore menceritakan kepada Bernard apa yang sudah ia ceritakan kepada kami,
tentang masa lalunya dan masa lalu Kepala Gudang itu, dan jika ia menunjukkan
pertanda hubungan mereka dengan Ubertino, meskipun mungkin hanya sepintas, akan
tercipta suatu situasi yang amat memalukan.
"Bagaimanapun juga, kita tunggu dan lihat saja
apa yang akan terjadi," kata William dengan murung. "Untuk masalah itu, Michael,
segala sesuatunya sudah ditetapkan sebelumnya. Tetapi kau harus berusaha."
"Tentu," kata Michael, "dan Allah akan membantuku. Semoga Santo Fransiskus
Assisi mendoakan kita semua."
"Amin," semua menjawab.
"Tetapi itu kiranya tidak perlu," itu komentar tidak sepakat dari William.
"Santo Fransiskus mungkin berada jauh di suatu tempat sambil menunggu hari
pengadilan, tanpa bertatap muka dengan Allah."
"Terkutuklah Yohanes yang bidah itu!" aku mendengar Guru Jerome menggerundel
ketika masingmasing kembali ke bilik masingmasing untuk tidur. "Jika ia sekarang
merampas bantuan para santo itu dari kita, kita mau jadi apa, para pendosa ini?"
[] Prima Dalam cerita ini terjadi suatu perdebatan antarrakib tentang kemiskinan Yesus.
j'-^ . - jatiku terguncang oleh ribuan kecemasan c^/Q^ setelah adegan malam itu,
pada pagi hari kelima aku terbangun setelah lonceng tanda prima berbunyi,
tatkala William mengguncangku keraskeras, sambil memperingatkan bahwa kedua
rombongan duta itu akan segera mengadakan pertemuan. Aku melihat keluar jendela
bilik itu, dan tidak melihat apa-apa. Kabut dari hari kemarin bak selimut putih
yang sekarang betulbetul menutupi dataran tinggi tersebut.
Waktu keluar, aku melihat biara itu seperti belum pernah kulihat sebelumnya.
Beberapa bangunan utama gereja, Aedificium, gedung pertemuan bisa dikenali
bahkan di kejauhan, meskipun tetap samarsamar, sementara bangunan selebihnya
yang kelihatan cuma yang jaraknya beberapa langkah saja. Bentuk-bentuk benda dan
binatang, seakan tibatiba muncul dari alam kosong; orangorang membentuk dari
kabut, mulamula kelabu, seperti
hantu, lalu perlahan-lahan tampak meskipun tidak mudah dikenali.
Karena lahir dalam suatu iklim utara, aku bukannya tidak terbiasa dengan elemen
itu, yang pada saat lainnya sudah tentu membuatku gembira karena mengingatkan
akan dataran dan kastil tempat kelahiranku. Tetapi pagi itu, kondisi udara
agaknya serupa dengan kondisi jiwaku yang sedih, dan kesedihan yang menemaniku
ketika bangun justru makin besar tatkala aku berjalan pelan pelan ke gedung
pertemuan. Beberapa kaki dari bangunan itu, aku melihat seseorang yang tidak bisa langsung
kukenali sedang berpamitan kepada Bernard Gui. Kemudian, sewaktu berpapasan,
ternyata dia Maleakhi. Ia memandang sekeliling seperti orang yang tidak ingin
ketahuan sedang melakukan suatu kejahatan.
Ia tidak mengenaliku dan langsung pergi. Terdorong oleh rasa ingin tahu, aku
mengikuti Bernard dan melihat bahwa ia membalikbalik beberapa halaman kertas,
yang mungkin sudah diserahkan oleh Maleakhi. Di pintu gedung pertemuan itu,
sambil mengangguk, ia memanggil kapten pasukan pemanah, yang berdiri di dekat
situ, dan menggumamkan beberapa kata kepada kapten itu. Lalu ia masuk. Aku terus
mengikutinya. Aku baru pertama kalinya menginjakkan kaki di tempat itu. Dari luar bangunan itu
tampaknya sederhana dan desainnya biasa; aku menyadari bahwa bangunan itu belum
lama didirikan di atas puing suatu gereja biara primitif, mungkin sebagian
dimakan api. Kalau masuk dari luar, kau lewat di bawah portal model baru, dengan pelengkung
lancip dan tanpa dekorasi, di atasnya ada sebuah jendela bulat berhias. Namun di
bagian dalam, ternyata kau berada di dalam sebuah lobi, dibangun mengikuti model
lobi Byzantium. Di depanmu ada ambang pintu lain, pelengkungnya dalam gaya kuno,
dan dengan timpanum setengah-rembulan yang diukir dengan amat bagus. Itu pasti ambang pintu gereja yang sekarang sudah tidak ada
lagi itu. Ukiran pada timpanum itu juga indah tetapi tidak begitu menggetarkan seperti
ukiran pada gereja yang lebih baru. Di sini, timpanum itu juga didominasi oleh
seorang Kristus yang bertakhta; tetapi di kedua sampingnya, dalam berbagai pose
dan dengan berbagai objek dalam tangan mereka, adalah kedua belas rasul, yang
telah menerima dari Dia, misi untuk melanjutkan dan berkhotbah di antara semua
bangsa. Di atas kepala Kristus, ada suatu busur yang terbagi menjadi dua belas
panel, dan di bawah kaki Kristus, dalam barisan rapi, digambarkan bangsa-bangsa
di dunia ini, yang ditetapkan menerima sang Sabda. Dari busana mereka aku bisa
mengenali orang Yahudi, Kapadokian, Arab, India, Phrygia, Byzantinum, Armenia,
Scythia, dan Roma. Tetapi, bersama dengan mereka, dalam tiga puluh bingkai bulat
yang membentuk busur di atas busur dua belas panel itu, adalah penghuni dunia-
dunia tak dikenal, yang tentang mereka hanya sedikit dibicarakan dalam
buku Physiologus dan laporan tidak jelas dari mereka yang melakukan perjalanan.
Banyak dari mereka tidak kukenal, lainnya bisa kukenali.
Sebagai contoh, orang kasar dengan enam jari pada masingmasing tangannya; fauna
yang lahir dari cacing yang berkembang biak di antara kulit kayu dan ampas kayu
pepohonan; ikan duyung dengan ekor bersisik yang merayu pelaut; orang Ethiopia,
badannya semua hitam, yang melindungi diri mereka sendiri dari api matahari
dengan menggali gua-gua bawah tanah; keledai-centaurus, yang dari pusar sampai
pantatnya berbentuk manusia; Cyclop, masingmasing dengan satu mata sebesar
perisai; Scylla, dengan dada dan kepala gadis, seorang gadis dengan perut


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serigala dan ekor ikan lumba-lumba; manusia berbulu dari India, yang tinggal di
rawarawa dan di Sungai Epigmarides; cynocephali, yang tidak bisa mengucapkan
sepatah kata pun tanpa menggonggong; sciopod, yang bisa berlari kencang dengan
kakinya yang cuma satu itu dan kalau ingin berlindung dari matahari menaikkan
dan merentangkan kakinya yang besar seperti payung; astomat dari Yunani, yang
tidak punya mulut tetapi bernapas lewat lubang hidungnya dan hanya hidup dari
udara; perempuan berjanggut dari Armenia; Pygmi; blemyae, yang lahir tanpa
kepala, dengan mulut pada perut dan mata pada bahu; perempuan monster dari Laut
Merah, dua belas kaki tingginya, dengan rambut sampai tumit dan ekor sapi di
dasar punggung serta kuku unta; dan mereka yang telapak kakinya terbalik
sehingga, kalau jejak kakinya diikuti, orang selalu tiba di tempat dari mana ia datang dan
tidak pernah ke mana ia pergi; orangorang dengan tiga kepala, lainnya dengan
mata yang berkilau bagai lampu, dan monter dari Pulau Circe, bertubuh manusia
dengan kepala dari binatang paling aneh ....
Semua ini dan keajaiban lainnya diukir di atas ambang pintu tersebut. Tetapi tak
satu pun menimbulkan kegelisahan karena tidak melukiskan setan-setan dunia ini
atau siksa neraka, tetapi justru mengandung kesaksian bahwa Sabda itu sudah
mencapai semua dunia yang dikenal dan meluas sampai ke dunia tak dikenal; maka
ambang pintu itu merupakan janji perdamaian yang menggembirakan, tentang
persatuan yang dicapai dalam sabda Kristus, ekumeni yang menakjubkan.
Pertanda baik, kataku dalam hati, karena pertemuan itu berlangsung melewati
ambang ini, di mana orangorang yang sudah saling bermusuhan lewat interpretasi
Injil yang kontradiktif mungkin berhasil menyelesaikan pertikaian mereka hari
ini. Dan aku mengutuk diriku sendiri, bahwa aku seorang pendosa lemah yang justu
memikirkan masalah pribadiku pada saat akan terjadi peristiwa penting semacam
itu bagi sejarah Kristianitas. Betapa kecilnya penderitaanku dibandingkan janji
hebat perdamaian itu dan ketenangan yang ditegaskan dalam batu timpanum
tersebut. Aku mohon pengampunan kepada Tuhan untuk kelemahanku, dan aku melewati
ambang itu dengan ketenangan baru.
Tatkala masuk, aku melihat para anggota dari kedua rombongan duta itu, lengkap,
duduk saling berhadapan di atas serangkaian bangku panjang yang ditata setengah
lingkaran, kedua pihak dipisahkan oleh sebuah meja yang diduduki Abbas dan
Kardinal Bertrand. William, yang kuikuti dengan tujuan membuat catatan, menempatkan aku di antara
kaum Minorit, tempat Michael duduk bersama para pengikutnya dan rahib Fransiskan
lainnya dari pengadilan Avignon, karena pertemuan itu tidak dimaksudkan untuk
seakanakan merupakan duel antara orang Italia dan Prancis, tetapi suatu
perdebatan antara yang mendukung Regula Fransiskan dan yang mengkritik, semua
dipersatukan oleh kesetiaan kuat Katolik kepada takhta suci.
Bersama Michael dari Cesena, ada Bruder Arnold dari Aquitaine, Bruder Hugh dari
Newcastle, dan Bruder William Alnwick, yang telah ikut ambil bagian dalam rapat
umum Perugia, dan juga Uskup Kaffa dan Berengar Talloni, Bonagratia dari
Bergamo, dan Minorit lainnya dari pengadilan Avignon. Di pihak lain, duduk
Lawrence Decoin, sarjana dari Avignon, Uskup Padua, dan Jean d'Anneaux, doktor
teologi di Paris. Di samping Bernard Gui, diam dan serius, duduk rahib Dominikan
Jean de Baune, di Italia dipanggil Giovanni Dalbena. William sudah menceritakan
bahwa bertahuntahun yang lalu, Jean menjadi inkuisitor di Narbonne, di mana dia
sudah mengadili banyak kaum Beghard; tetapi waktu ia menemukan kebidahan dalam
suatu dalil berkaitan dengan kemiskinan Kristus, Berengar Talloni, pembaca dalam biara
kota itu, bangkit melawannya dan mengajukan permohonan kepada Paus. Waktu itu
Yohanes masih ragu-ragu tentang masalah tersebut, maka ia memanggil keduanya ke
istananya, di mana mereka berdebat tanpa mencapai kesimpulan apa-apa. Maka tidak
lama kemudian, rahib Fransiskan mengambil sikap, yang sudah kujelaskan, di rapat
umum Perugia. Akhirnya, masih ada beberapa orang lain di pihak orang Avignon,
termasuk Uskup Alborea. Acara itu dibuka oleh Abo, yang menganggap saatnya tepat untuk menyampaikan
ringkasan kejadian terbaru. Ia mengingatkan bagaimana pada tahun Masehi 1322,
pertemuan umum Rahib Minor, yang diadakan di Perugia di bawah pimpinan Michael
dari Cesena, dengan pertimbangan yang cermat dan matang telah menetapkan bahwa
untuk memberikan contoh dari kehidupan sempurna, maka Kristus dan, dengan
mengikuti contohnya, para rasul tidak pernah memiliki apa saja secara umum,
entah sebagai harta atau musuh, dan kebenaran ini adalah masalah iman dan
doktrin Katolik, diambil dari berbagai ayat dalam buku kanonik. Oleh karena itu,
menolak memiliki segala benda adalah tindakan suci dan bermanfaat, dan para
biarawan gereja militan awal telah mengikuti aturan suci ini.
Konsili Wina pada 1312 juga telah menaati kebenaran ini, dan Paus Yohanes
sendiri, pada 1317, dalam konstitusi berkaitan dengan kondisi Rahib Minor yang
memulai "Quorundam exigit", telah
mengacu pada pertimbangan masak bahwa konsili itu telah disusun dengan cermat,
jelas, kuat, dan matang. Dari sini, rapat umum Perugia, karena menganggap bahwa
apa yang selalu disetujui oleh takhta apostolik sebagai doktrin yang kuat itu
harus selalu dianggap diterima, dan seharusnya tidak diselewengkan dengan cara
apa saja, hanya sekadar menegaskan keputusan konsili itu, yang ditandatangani
oleh para pakar teologi suci seperti Bruder William dari Inggris, Bruder Henry
dari Jerman, Bruder Arnold dari Aquitaine, para minister dan provinsial, dan
juga dengan cap dari Bruder Nicholas, minister dari Prancis; Bruder William
Block, sarjana; jenderal minister dan empat provinsial minister; Bruder Thomas
dari Bologna; Bruder Peter dari provinsi Santo Fransiskus; Bruder Ferdinand dari
Castello; dan Bruder Simon dari Touraine.
Bagaimanapun juga, tambah Abo, pada tahun berikutnya Paus mengeluarkan dekrit Ad
conditorem canonum, yang menolak permohonan Bruder Bonagratia dari Bergamo
karena menganggap itu bertentangan dengan kepentingan ordonya. Kemudian Paus
menurunkan dekrit itu dari pintu-pintu gereja Avignon yang memajangnya, dan
memperbaikinya di beberapa tempat. Tetapi sebenarnya Paus membuat dekrit itu
lebih keras, seperti dibuktikan oleh kenyataan bahwa, sebagai akibat
langsungnya, Bruder Bonagratia dipenjarakan selama setahun. Juga kekerasan
Kepausan itu tidak mungkin diragukan, karena pada tahun yang sama ia
mengeluarkan apa yang sekarang dikenal sebagai
Cum inter nonnullos, yang di dalamnya jelas mengutuk tesis rapat umum Perugia
itu. Sambil dengan sopan menyela Abo pada titik ini, Kardinal Bertrand angkat bicara,
dengan mengatakan bahwa kami harus mengingat bagaimana, untuk mempersulit
masalah dan menjengkelkan Paus, pada 1324 Louis orang Bavaria itu telah ikut
campur dengan mengeluarkan Deklarasi Sachsenhausen, yang di dalamnya ia
menegaskan tesis-tesis Perugia itu tanpa alasan yang baik (juga tidak bisa
dipahami, komentar Bertrand dengan senyum tipis, bahwa Kaisar dengan begitu
antusias mau menyambut gembira kemiskinan yang sedikit pun tidak ia praktikkan),
jadi dengan menempatkan dirinya sendiri melawan yang mulia Paus, dengan menyebut
Paus itu inimicus pacisi, dan mengatakan bahwa Paus itu cenderung memicu skandal
dan ketidakserasian, dan akhirnya menyebutnya bidah, sungguhsungguh seorang
pemimpin bidah. "Tepatnya tidak begitu," sela Abo sambil berusaha menengahi.
"Pada dasarnya, ya," kata Bertrand pedas. Dan ia menambahkan bahwa ikut campur
yang tidak tepat dari Kaisar yang persisnya telah mengharuskan yang mulia Paus
mengeluarkan dekrit Quia quorundam, dan bahwa akhirnya dengan keras ia
memerintahkan Michael dari Cesena untuk menghadapnya. Michael telah mengirim
surat permohonan maaf, dengan menyatakan dirinya sakit sesuatu yang tidak
diragukan oleh siapa saja dengan
1 Musuh perdamaian penerj?sebagai gantinya ia mengirim Bruder John Fidanza dan Bruder Umile Custodio dari
Perugia. Tetapi yang terjadi, lanjut Kardinal itu, kedua penjilat dari Perugia
itu telah memberi tahu Paus bahwa lama sebelum sakit, Bruder Michael sudah mulai
berkomunikasi dengan Louis dari Bavaria. Bagaimanapun juga, yang lalu biarlah
berlalu, dan sekarang Bruder Michael tampak sehat dan tenang, dan begitulah yang
diharapkan di Avignon. Namun, lebih baik, Kardinal itu mengakui,
mempertimbangkan sebelumnya, seperti yang akan dilakukan oleh orangorang saleh
dari kedua pihak sekarang ini, apa yang akhirnya harus dikatakan Michael kepada
Paus, karena tujuan setiap orang tetap bukan untuk memperburuk keadaan, tetapi
justru menyelesaikan pertikaian yang tidak perlu ada antara seorang ayah yang
penuh kasih sayang dan putra-putranya yang setia secara persaudaraan, pertikaian
yang sampai saat itu terus berkobar hanya karena campur tangan orangorang
sekuler, entah para kaisar atau raja muda, yang tidak ada hubungannya dengan
masalah Ibu Gereja Suci. Abo lalu angkat bicara dan mengatakan bahwa, meskipun ia orang gereja dan Abbas
dari suatu ordo yang banyak berjasa bagi gereja (terdengar gumam hormat dan
menghargai dari kedua sisi setengah lingkaran itu), menurutnya Kaisar tidak
perlu tetap tidak mau tahu masalah seperti itu, karena banyak alasan yang pada
saatnya akan dijelaskan oleh Bruder William dari Baskerville. Tetapi, lanjut
Abo, adalah pantas kalau pada bagian pertama perlu
diadakan perdebatan antara para duta kepausan dari wakil-wakil putra Santo
Fransiskus Assisi yang, dengan bersedia mengikuti pertemuan ini, telah
menunjukkan diri mereka sendiri sebagai putra Paus yang paling berbakti. Dan
kemudian dia minta agar Bruder Michael atau wakilnya menunjukkan sikap yang
ingin ia junjung di Avignon.
Michael mengatakan bahwa, ia amat gembira dan bahagia karena pagi itu di tengah
mereka ada Ubertino dari Casale, yang pada 1322, diminta membuat laporan
terperinci tentang masalah kemiskinan oleh Paus sendiri. Dan Ubertino telah
melakukan yang terbaik dalam menyimpulkan, dengan kejernihan, pengetahuan dan
iman saleh yang dikenal oleh semua orang di dalam dirinya, pokok pokok gagasan
yang sekarang ini, tanpa diragukan, adalah gagasan ordo Fransiskan.
Ubertino berdiri, dan segera setelah bicara, aku paham mengapa ia telah
menimbulkan begitu banyak antusiasme, baik sebagai seorang pengkhotbah dan
sebagai seorang anggota pengadilan.
Gerak-geriknya yang penuh semangat, suaranya yang persuasif, senyumnya yang
menawan, penalarannya yang jelas dan urut, membuat pendengarnya tercekam selama
ia bicara. Ia memulai dengan pendahuluan amat ilmiah tentang alasanalasan yang
mendukung tesis Perugia. Katanya, pertama-tama, harus diakui bahwa Kristus dan
rasul-rasulnya berada dalam suatu kondisi ganda, karena mereka adalah prelat
dari gereja Perjanjian Baru, dan dalam hal ini mereka memiliki, sehubungan dengan kewenangan dispensasi
dan pembagian, untuk memberi kepada yang miskin dan kepada para minister gereja,
seperti ditulis dalam bab empat dari Kisah Para Rasul, dan tak seorang pun
meributkan ini. Tetapi yang kedua, Kristus dan rasul-rasulnya harus dianggap
sebagai pribadi-pribadi individual, dasar dari setiap kesempurnaan religius,
orangorang hina yang sempurna di dunia ini. Dan di atas pertimbangan ini, dapat
disimpulkan bahwa ada dua cara untuk memiliki, yang salah satunya sipil dan
duniawi, yang oleh undang-undang kekaisaran didefinisikan sebagai "in bonis
nostris", perilaku kami yang baik, karena kita menyebut barangbarang yang sudah
kita simpan sebagai milik kita dan yang, jika diambil dari kita, kita berhak
menuntutnya kembali. Dengan cara itu, milik seseorang dalam artian sipil dan
duniawi perlu dipertahankan dari dia yang akan mengambilnya, pertama dengan cara
mengajukan tuntutan kepada hakim kekaisaran (menegaskan bahwa Kristus dan para
rasul memiliki barangbarang dalam artian ini adalah bidah, karena, seperti
dikatakan Mateus pada Bab 5, jika ada orang yang hendak menga-dukan kamu, dan
mengambil bajumu, serahkan juga jubahmu; katakata Lukas pada Bab 6 juga tidak
berbeda, di mana Kristus membuang semua kekuasaan dan ke-Allah-annya dari
dirinya sendiri dan menyuruh para muridnya melakukan hal yang sama; dan
renungkan lebih jauh Mateus Bab 19, yang di dalamnya Petrus mengatakan kepada
Tuhan Vesus bahwa untuk mengikutinya mereka telah meninggalkan segala sesuatunya); tetapi dalam cara
lain, barangbarang bersifat duniawi itu masih bisa dipertahankan, dengan tujuan
untuk didermakan kepada sesama saudara, dan karenanya Kristus dan para rasulnya
memiliki beberapa benda berdasarkan hak alam, yang oleh beberapa orang hak itu
disebut ius poli, yang maksudnya hukum surga, untuk mempertahankan alam, yang
tanpa campur tangan manusia sejalan dengan alasan yang memadai, sedangkan ius
fori adalah kekuatan yang diperoleh dari perjanjian manusia. Sebelum
barangbarang dibagi untuk pertama kalinya, sejauh berkaitan dengan kepemilikan,
itu seperti barangbarang yang sekarang ini bukan merupakan milik siapa saja dan
boleh diambil siapa saja: barangbarang dalam artian tertentu umum bagi semua
orang, sedangkan baru setelah terjadi dosa-asal maka nenek moyang kita mulai
membagi kepemilikan barangbarang, dan dengan demikian dimulailah kekuasaan
duniawi seperti yang sekarang kita kenal. Tetapi Kristus dan para rasulnya
memiliki barangbarang dalam cara pertama, dan karenanya mereka punya pakaian dan
roti dan ikan, dan seperti dikatakan oleh Paulus dalam surat pertama kepada
Timotius: Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Karena itu Kristus dan para
rasulnya tidak menganggap barangbarang itu sebagai milik, tetapi menggunakannya,
jadi kemiskinan absolut mereka tetap kuat. Hal ini sudah diakui oleh Paus
Nicholas II dalam dekrit Exiit qui seminat.
Namun di pihak lawan, Jean d'Anneaux berdiri untuk mengatakan bahwa menurutnya,
dalih Ubertino bertentangan dengan alasan yang memadai sekaligus interpretasi
Injil yang memadai. Sedangkan untuk barangbarang yang habis pakai, seperti roti
dan makanan, itu hak pakai sederhana yang tidak bisa dipertimbangkan, pemakaian
de facto juga tidak bisa diterapkan, kecuali disalah gunakan: segala sesuatu
yang oleh orang beriman dianggap umum dalam gereja primitif, seperti disimpulkan
dari Kisah Para Rasul 2 dan 3, mereka tetap mempertahankan jenis pemilikan yang
sama seperti sebelum mereka jadi rasul. Para rasul, setelah turunnya Roh Kudus,
memiliki ladang-ladang di Yudea; janji hidup tanpa tanah milik tidak diperluas
sampai kepada hanya yang dibutuhkan orang agar bisa hidup, dan waktu Petrus
mengatakan ia telah meninggalkan segala sesuatunya, ia tidak bermaksud
melepaskan tanah miliknya; Adam punya kepemilikan dan memiliki barangbarang;
pelayan yang menerima uang dari majikannya tentu saja tidak hanya
menghabiskannya atau menyalah gunakannya. Katakata dalam Exiit qui seminat yang
selalu diacu oleh kaum Minorit dan dipakai untuk menetapkan bahwa Rahib Minor
hanya boleh menggunakan apa yang mereka butuhkan, tanpa menguasai dan memiliki,
seharusnya hanya berkaitan dengan barangbarang tidak habis pakai. Nyatanya jika
barangbarang habis pakai ikut dimasukkan, Exiit itu mendukung hal yang mustahil,
pemakaian de facto tidak bisa dibedakan dari penguasaan yuridis; setiap
hak manusia, berdasarkan benda materi apa yang dimiliki, termaktub dalam undang-
undang para raja. Sebagai manusia yang tidak kekal, Kristus, sejak dalam
kandungan, adalah pemilik semua benda duniawi, dan sebagai Tuhan ia menerima
kekuasaan universal atas segala sesuatu dari Bapanya. Ia pemilik baju, makanan,
uang upeti, dan persembahan pengikutnya yang setia. Dan jika ia miskin, ini
bukan karena ia tidak memiliki harta, tetapi karena ia tidak menerima hasilnya;
karena penguasaan yuridis biasa, lepas dari pengumpulan laba, tidak memperkaya
pemilik itu. Dan akhirnya, bahkan jika Exiit berkata lain, maka Paus Roma, dalam
segala sesuatu berkaitan dengan iman dan moral, dapat mencabut keputusan para
pendahulunya, dan bahkan dapat membuat pernyataan yang berlawanan.
Saat itulah Bruder Jerome, Uskup dari Kaffa, berdiri dengan semangat berapi-api,
janggutnya bergetar karena marah meskipun berusaha agar suaranya kedengaran
tenang. Ia memulai suatu argumentasi yang menurutku terasa cukup membingungkan.
"Apa yang akan kuhaturkan kepada Bapa Suci, dan diriku sendiri yang akan
mengatakannya, aku sepakat kalau dikoreksi, karena aku sungguhsungguh percaya
bahwa Yohanes adalah wakil Kristus, dan untuk pengakuan ini aku ditangkap oleh
orang Saracen. Dan pertama-tama aku akan mengacu kepada suatu kejadian yang
dicatat oleh seorang doktor agung, dalam pertikaian yang suatu hari muncul di
antara para rahib tentang siapa Bapa Melkisedek. Waktu itu Abbas Copes, ketika ditanya tentang
ini, menggelengkan kepala dan menyatakan: Malanglah kau, Copes, karena kau hanya
mencari bendabenda yang tidak diperintahkan Tuhan untuk kau cari dan
menelantarkan semua yang sudah diperintahkan Tuhan. Nah, seperti dapat
disimpulkan dari contohku, jelaslah bahwa Kristus dan Perawan Teberkati dan para
rasul tidak punya apa-apa, secara pribadi maupun secara bersama, sehingga Yesus
agak sulit dikenali sebagai manusia sekaligus Tuhan, dan menurutku kelihatannya
jelas bahwa setiap orang yang tidak mau menerima bukti yang pertama, tentu akan
menyangkal bukti yang kedua!"
Ia berbicara dengan nada penuh kemenangan, dan aku melihat William menengadahkan
matanya ke langit. Kukira ia menganggap silogisme Jerome amat buruk, dan aku
tidak bisa mengatakan bahwa ia salah, tetapi menurutku yang justru lebih buruk
adalah argumentasi dari Jean de Baune yang menentang dan penuh kemarahan; ia
mengatakan bahwa orang yang menegaskan sesuatu tentang kemiskinan Kristus juga
menegaskan apa yang terlihat (atau tidak terlihat) oleh mata, sedangkan untuk
menetapkan kemanusiaan sekaligus ke-Allah-annya, iman ikut bicara, sehingga
kedua dalil itu tidak bisa dibandingkan.
Jerome menjawab lebih keras daripada lawannya, "Oh, tidak, Saudaraku terkasih,"
katanya. "Kukira justru yang sebaliknya yang betul, karena semua Kitab Injil
menyatakan Kristus seorang
manusia dan makan dan minum, dan seperti ditunjukkan oleh mukjizat-mukjizatnya
yang paling nyata, ia juga Tuhan, dan semua ini langsung jelas!"
"Tukang sihir dan tukang sulap juga membuat mukjizat," kata de Baune sinis.


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Betul," jawab Jerome, "tetapi melalui seni ilmu gaib.
Dapatkah kau membandingkan mukjizat Kristus dengan seni ilmu gaib?" Hadirin
menggumam keras bahwa mereka tidak berpikir seperti itu. "Dan akhirnya," Jerome
melanjutkan, karena merasa sekarang ia sudah hampir menang, "apakah yang mulia
Kardinal del Poggetto ingin menganggap iman akan kemiskinan Kristus itu bidah,
padahal dalil ini merupakan dasar dari Regula suatu ordo seperti ordo
Fransiskan, yang putra-putranya sudah pergi ke setiap kerajaan untuk berkhotbah
dan menumpahkan darah mereka, dari Maroko sampai ke India?"
"Roh suci Petrus dari Spanyol," gumam William, "lindungi kami."
"Saudaraku paling terkasih," teriak de Baune sambil maju selangkah, "kau boleh
bicara seenaknya tentang darah para rahibmu, tetapi jangan lupa, orang religius
dari ordo lainnya juga membayar upeti yang sama ...."
"Dengan rasa hormat kepada yang mulia Kardinal," teriak Jerome, "tak ada rahib
Dominikan yang pernah mati oleh orang kafir, sementara pada zamanku saja,
sembilan Minorit sudah menjadi martir!"
Uskup Dominikan dari Alborea, dengan wajah
merah, sekarang berdiri. "Aku bisa membuktikan bahwa sebelum ada Minorit di
Tartary, Paus Innocent mengirim tiga rahib Dominikan ke sana!"
"Oh, ya?" kata Jerome sambil mencibir. "Yah, aku tahu bahwa orang Minorit sudah
delapan tahun di Tartaru, dan mereka punya empat puluh gereja di seluruh negeri
itu, sedangkan orang Dominikan cuma punya lima gereja, semua di tepi pantai, dan
mungkin hanya ada lima belas rahib. Dan pertanyaannya sudah terjawab."
"Ini sama sekali tidak menjawab pertanyaan apa saja," teriak Uskup dari Alborea,
"karena para Minorit tersebut, yang menghasilkan orang bidah seperti anjing
melahirkan banyak anak, menuntut segala sesuatu bagi diri mereka sendiri,
membual tentang para martir, tetapi punya gereja yang bagus, simpanan besar, dan
melakukan jual beli seperti semua orang religius lainnya!"
"Tidak, Yang Mulia, tidak," tukas Jerome, "mereka tidak melakukan jual beli
sendiri, tetapi melalui perantara dari takhta suci, dan para perantara itu yang
memiliki, sementara kaum Minorit hanya menggunakan!"
"Oh, ya?" Uskup itu mengejek. "Dan berapa kali, kalau begitu, kalian telah
menjual tanpa perantara" Aku tahu cerita tentang beberapa ladang yang"
"Jika aku berbuat begitu, aku salah," Jerome cepatcepat menukas, "tidak
menyerahkannya kepada ordo mungkin selama ini adalah kelemahan dari pihakku."
"Saudarasaudara yang saleh," sela Abo, "masalah kita bukan apakah kaum Minorit
itu miskin, tetapi apakah Tuhan kita itu miskin ...."
"Baiklah kalau begitu" waktu itu Jerome angkat suara lagi "tentang masalah itu
aku punya suatu argumen yang tajam bagai pedang ...."
"Santo Fransiskus, lindungi anak-anakmu kata William, agak ragu.
"Argumentasi itu," lanjut Jerome, "adalah bahwa bangsa bangsa Timur dan Yunani,
yang lebih mengenal doktrin para Santo daripada kita, yakin tentang kemiskinan
Kristus. Dan jika para bidah dan skismatik itu secara begitu nyata menjunjung
suatu kebenaran yang jelas semacam itu, apa kita ingin lebih bidah dan lebih
skismatik daripada mereka, dengan mengingkarinya" Bangsa-bangsa Timur ini, jika
mendengar beberapa dari kita berkhotbah melawan kebenaran ini, akan melempari
mereka dengan batu."
"Kau bilang apa?" tukas Uskup dari Alborea. "Mengapa, kalau begitu, mereka tidak
melempari kaum Dominikan dengan batu, yang sungguhsungguh berkhotbah melawan
kebenaran ini?" "Kaum Dominikan" Mengapa, tak seorang pun pernah melihat mereka di sana!"
Alborea, wajahnya merona, mengomentari bahwa Rahib Jerome ini mungkin baru lima
belas tahun tinggal di Yunani, sedangkan ia sudah tinggal di sana sejak masih
kecil. Jerome menjawab bahwa Alborea yang Dominikan itu mungkin memang sejak
kecil tinggal di Yunani, tetapi menjalani kehidupan sibaristik dalam istana-
istana uskup yang bagus, sedangkan dia, seorang Fransiskan, tidak hanya tinggal di sana selama lima belas
tahun, tetapi dua puluh satu tahun, dan sudah berkhotbah di depan Kaisar di
Konstantinopel. Lalu Alborea, karena tidak punya argumentasi, mulai menyeberang ruang pertemuan
yang memisahkannya dari kaum Minorit, sambil menunjukkan dalam suara keras dan
dengan katakata yang tidak berani kuulangi, menyatakan ingin sekali menarik
janggut Uskup dari Kaffa, yang kejantanannya ia ragukan, dan yang ia rencanakan
untuk dihukum, dengan dalih mata ganti mata, sambil mengulurkan jarinya ke suatu
tempat tertentu dalam janggut itu.
Para Minorit lainnya bergegas membentuk pagar dan membela saudara mereka;
orangorang Avignon menganggap perlu membantu orang Dominikan tersebut, dan (Ya,
Tuhan, kasihanilah yang terbaik di antara putra-putramu!) terjadilah
perkelahian, yang berusaha dilerai oleh Abbas dan kardinal itu. Dalam keributan
yang selanjutnya terjadi, para Minorit dan para Dominikan saling mencaci, seakan
masingmasing adalah seorang Kristen melawan orang Saracen. Satusatunya yang
tetap duduk adalah William, di satu pihak, dan Bernard Gui di lain pihak.
William tampak sedih, dan Bernard bahagia, andaikan senyum tipis yang menghiasi
bibir inkuisitor itu bisa kutafsirkan sebagai kebahagiaan.
"Apa tidak ada argumentasi yang lebih baik," aku bertanya kepada guruku ketika
Alborea mau merenggut janggut Uskup Kaffa, "untuk
membuktikan atau menyangkal kemiskinan Kristus?"
"Mengapa, kau bisa menegaskan kedua pendapat itu, Adso yang baik," kata William,
"dan kau tidak akan pernah mampu menetapkan berdasarkan Injil apakah, dan sampai
di mana, Kristus menganggap tunik yang dikenakannya sebagai harta, yang mungkin
akan dibuangnya kalau sudah rusak. Dan, kalau mau tahu, doktrin Thomas Aquinas
tentang kemiskinan lebih berani daripada doktrin kami orang Minorit. Kami
mengatakan: Kami tidak punya apa-apa dan punya segala sesuatu untuk dipakai.
Aquinas mengatakan: Anggap dirimu sendiri juga pemilik, asalkan, jika ada orang
yang tidak punya apa yang kaupunyai, kauberikan kepada dia untuk dipakai, dan
dengan tujuan kewajiban, bukan derma. Tetapi masalahnya bukan apakah Kristus itu
miskin: tetapi apakah gereja harus miskin. Dan 'miskin' bukan berarti punya
istana atau tidak; namun justru berarti menjaga atau menyangkal hak untuk
mengesahkan masalah duniawi."
"Kalau begitu," katanya, "inilah sebabnya Kaisar begitu tertarik dalam apa yang
dikatakan kaum Minorit tentang kemiskinan."
"Tepat. Kaum Minorit memainkan permainan Kaisar melawan Paus.
Tetapi Marsilius dan aku menganggap itu permainan dua arah, dan kami ingin
Kaisar mendukung pandangan kami dan menerima gagasan kami tentang hukum
manusia." "Dan apakah Anda akan mengatakan ini kalau
diminta angkat bicara?"
"Jika ya, aku akan memenuhi misiku, yaitu menjelaskan pendapat para teolog
kekaisaran. Tetapi jika mengatakan begitu maka misiku gagal, karena seharusnya
aku menyelenggarakan pertemuan kedua di Avignon, dan aku tidak yakin Yohanes
akan setuju aku pergi ke sana untuk mengatakan hal-hal ini."
"Jadi-" "Jadi, aku terperangkap di antara dua kekuatan yang berlawanan, bagai seekor
keledai yang tidak tahu harus makan rumput dari kantong yang mana. Saatnya belum
matang. Marsilius menginginkan suatu perubahan yang mustahil, segera; tetapi
Louis tidak lebih baik daripada pendahulunya, bahkan jika sekarang ini ia tetap
satusatunya benteng melawan seorang busuk seperti Yohanes.
Mungkin aku harus bicara, kecuali mereka berakhir dengan saling membunuh lebih
dulu. Bagaimanapun juga, Adso, tulis itu semua: paling sedikit tinggalkan suatu
jejak tentang apa yang tengah terjadi hari ini."
Sementara kami berdua bercakapcakap dan terus terang aku tidak tahu bagaimana
kami bisa saling mendengar percekcokan itu mencapai klimaksnya. Pasukan pemanah
ikut campur, setelah diberi isyarat oleh Bernard Gui, untuk menjaga agar kedua
belah pihak itu tetap terpisah. Tetapi baik pihak penyerbu dan pihak yang
diserbu, di atas benteng masingmasing, mereka saling mengejek dan saling
menangkis, yang asal-asalan kucatat di
sini, tanpa bisa menunjukkan siapa yang bicara, dan dengan alasan katakata itu
tidak diucapkan secara bergiliran, seperti yang terjadi dalam pertikaian di
negeriku, tetapi dalam gaya Laut Tengah, satu menimpali yang lain, bagaikan
ombak berkejaran di suatu lautan yang marah.
"Injil mengatakan bahwa Kristus punya dompet!"
"Tutup mulutmu! Kalian bahkan melukis dompet itu pada waktu ia disalib! Jadi,
kau mau bilang apa tentang kenyataan bahwa Tuhan kita, kalau ia memasuki
Jerusalem, setiap malam pulang ke Betania?"
"Jika Tuhan kita lebih suka pergi dan bermalam di Betania, beraninya kau
mempertanyakan keputusannya?"
"Tidak, kau keledai tua, Tuhan kita pulang ke Betania karena tidak punya uang
untuk membayar penginapan di Jerusalem!"
"Bonagratia, kau sendiri yang keledai! Tuhan kita makan apa di Jerusalem?"
"Jadi, kau mau bilang bahwa seekor kuda yang menerima gandum dari majikannya
agar tetap hidup adalah pemilik gandum itu?"
"Nah, nah" Kau membandingkan Kristus dengan seekor kuda ...."
"Tidak, kau yang membandingkan Kristus dengan seorang prelat simoniak dari
pengadilanmu, baskom tahi!"
"Oh, ya" Dan berapa banyak tuntutan pengadilan yang harus diselesaikan oleh
takhta suci untuk melindungi tanah milikmu?"
"Tanah milik gereja, bukan milik kami! Kami cuma memakai!"
"Dipakai untuk dihabiskan, untuk membangun gereja gereja indah dengan
patungpatung emas, kau ini hipokrit, nisan yang diputihkan, kolam kejahatan! Kau
tahu betul bahwa kemurahan hati, bukan kemiskinan, adalah prinsip hidup
sempurna!" "Itu yang dikatakan oleh Thomasmu yang penjilat!"
"Jangan sembarangan omong, bajingan! Orang yang kausebut 'penjilat' itu adalah
seorang santo dari Gereja Roma yang suci!"
"Santo, astaga! Dikanonisasi oleh Yohanes agar kaum Fransiskan jengkel. Pausmu
tidak bisa menciptakan santo, karena ia bidah! Bukan, seorang heresiak!"
"Kami sudah pernah mendengar itu! Katakata yang diucapkan oleh boneka Bavaria di
Sachsenhausen, diulangi oleh Ubertinomu!"
"Hatihati kalau bicara, babi, anak pelacur Babylonia dan juga pelacur lainnya!
Kau tahu Ubertino tidak bersama Kaisar tahun itu; ia berada di Avignon sana,
melayani Kardinal Orsini, dan Paus mau mengirimnya sebagai utusan ke Aragon!"
"Aku tahu, aku tahu, ia telah mengucapkan kaul kemiskinan di meja Kardinal,
karena sekarang ia tinggal dalam biara paling kaya di semenanjung ini! Ubertino,
andaikan kau tidak berada di sana, siapa mendorong Louis memanfaatkan
tulisanmu?" "Apa aku salah jika Louis membaca tulisanku" Tentu saja dia tidak bisa membaca
tulisanmu, kau buta aksara!" "Aku" Buta-aksara" Apa Santo Fransiskusmu itu melek aksara, ia yang bicara
dengan angsa-angsa?"
"Kau menghujat!"
"Kau yang penghujat; kau tahu ritual keg!"
"Aku tidak pernah melihat hal semacam itu, dan kau tahu itu!"
"Ya, kau melakukannya, kau dan rahibrahib kecilmu, ketika menyelinap naik ke
ranjang Clare dari Montefalco!"
"Semoga Tuhan menghukummu! Waktu itu aku inkuisitor, dan Clare sudah siap mati
dalam wangi kesucian!"
"Clare menebarkan wangi kesucian, tetapi kau mengendus bau lain waktu
menyanyikan matina di hadapan biarawati itu!"
"Teruskan, teruskan, amarah Tuhan akan menimpamu, seperti yang menimpa gurumu,
yang telah menyambut baik dua orang bidah seperti Ostrogoth Eckhart dan tukang
sihir Inggris yang kau panggil Branucerton itu!"
"Saudarasaudara yang saleh, Saudarasaudara yang saleh!" teriak Kardinal Bertrand
dan Abbas. [] Tersiat Dalam cerita iniSeverimts memberi tahu William tentang sebuah buku aneh, dan
William bicara kepada para duta tentang suatu konsep pemerintahan duniawi yang
aneh. ^rjj-^rcekcokan itu masih memanas ketika salah seorang novis yang menjaga pintu,
masuk, berjalan melewati kekacauan itu bagaikan seseorang yang menyeberangi
padang dengan petir menyambar-nyambar.
Ia menghampiri William, untuk berbisik bahwa Severinus ingin sekali bicara
kepadanya. Kami keluar menuju lobi, yang dipenuhi para rahib yang ingin tahu,
yang berusaha, menembus teriakan dan bunyi riuh, mengetahui apa yang tengah
terjadi di dalam sana. Di barisan pertama kami melihat Aymaro dari Alessandria,
yang menyambut kami dengan sindiran simpatik namun meremehkan ketololan alam
semesta ini. "Yang jelas, sejak kebangkitan ordo-ordo pengemis itu, agama
Kristen jadi lebih saleh," katanya.
William mendorongnya ke samping dengan kasar dan langsung menghampiri Severinus.
Severinus merasa tertekan dan ingin bicara dengan kami di tempat yang sepi, tapi
tidak mungkin menemukan tempat yang tenang dalam keributan itu. Kami berpikir untuk keluar, tetapi
Michael dari Cesena melongok keluar lewat ambang lobi, sambil memberi isyarat
kepada William untuk masuk kembali, karena, katanya, pertikaian itu sudah
diselesaikan dan serangkaian pidato akan dilanjutkan lagi.
William, yang bingung memilih di antara dua kantong rumput itu, mendesak
Severinus untuk bicara, dan herbalis itu bicara sambil berusaha jangan sampai
kedengaran orang lain. "Berengar pasti masuk ke klinik sebelum ke pemandian," katanya.
"Bagaimana kau tahu?" Beberapa orang rahib mendekat, keingintahuan mereka
meningkat melihat kami bertiga berbisik-bisik. Suara Severinus makin lirih
ketika memandang sekeliling.
"Kau bilang bahwa orang itu pasti punya sesuatu .... Nah, aku menemukan sesuatu
dalam laboratoriumku, di antara bukubuku lain ... sebuah buku yang bukan milikku,
suatu buku aneh ...."
"Pasti itu," kata William bersemangat. "Bawa segera kepadaku."
"Aku tidak bisa," kata Severinus. "Nanti akan kujelaskan. Aku sudah menemukan ....
Aku yakin telah menemukan sesuatu yang menarik .... Kau harus datang, aku harus
menunjukkan buku itu kepadamu ... dengan hatihati ...." Ia berhenti bicara. Kami
menyadari bahwa, dengan diamdiam seperti biasanya, Jorge telah muncul di samping
kami seakan mukjizat. Kedua tangannya terulur, tampaknya, karena tidak biasa
berjalan di tempat itu, berusaha merasakan arah jalannya. Seorang yang normal tidak mungkin
memahami bisikan Severinus, tetapi beberapa waktu yang lalu kami jadi tahu bahwa
pendengaran Jorge, seperti semua orang buta lainnya, luar biasa tajam.
Toh, orang tua itu terlihat tidak mendengar apa-apa. Ia berjalan terus,
nyatanya, ke arah yang menjauhi kami, menyentuh salah seorang rahib, dan
menanyakan sesuatu. Dengan ramah rahib itu menggandengnya dan membawanya keluar.
Pada saat itu Michael muncul lagi, sekali lagi memanggil William, dan guruku
mengambil keputusan, "Kumohon," katanya kepada Severinus, "kembalilah segera ke
tempat dari mana kau datang. Kunci tempat itu dan tunggu aku. Kau" katanya
kepadaku-"ikuti Jorge. Bahkan jika ia memang mendengar sesuatu, aku tidak
percaya ia minta diantar ke klinik.
Apa pun yang terjadi, ceritakan kepadaku ke mana ia pergi."
Waktu mau kembali masuk gedung pertemuan, ia memerhatikan (seperti aku juga
memerhatikan) Aymaro tengah mencari jalan di antara orang banyak yang
berdempetan itu dengan tujuan mengikuti Jorge keluar. Di sini William bertindak
tidak bijaksana, karena sekarang dalam suara keras, dari satu ujung lobi ke
ujung lain, mengatakan kepada Severinus, yang berada di ambang pintu sebelah
luar. "Pastikan perkamen itu aman .... Jangan kembali ke ... tempat asal perkamen
itu!" Tepat ketika aku bersiap membuntuti Jorge, aku melihat Kepala Gudang itu
bersandar pada kosen pintu luar; ia telah mendengar peringatan William dan mulai memandang dari
guruku kepada herbalis itu, wajahnya tegang karena takut. Ia melihat Severinus
mau keluar dan mengikutinya. Di ambang pintu, aku takut kehilangan Jorge, yang
hampir tertelan kabut, tetapi kedua orang lain itu, menuju arah yang berlawanan,
juga hampir lenyap tertelan kabut. Cepatcepat aku memperhitungkan apa yang harus
kulakukan. Aku telah diperintahkan untuk mengikuti orang buta itu, tetapi itu
karena khawatir dia akan pergi ke klinik. Rahib yang membimbingnya justru
membawanya ke arah lain; ia menyeberangi kloster dan menuju gereja atau
Aedificium. Kepala Gudang itu, sebaliknya, jelas mengikuti si herbalis, dan
William mencemaskan apa yang bisa terjadi dalam laboratorium. Jadi, aku mulai
mengikuti kedua orang itu, sambil bertanya-tanya kepada diri sendiri, di
antaranya, mau ke mana Aymaro, kecuali ia keluar untuk alasan yang amat berbeda
dari tujuan kami. Sambil menjaga jarak, aku tetap bisa melihat Kepala Gudang yang mulai
memperlambat langkahnya karena menyadari bahwa aku mengikutinya. Ia tentu tidak
bisa memastikan bahwa bayangan di dekat kakinya itu bayanganku, seperti juga aku
tidak bisa memastikan bayangan kaki yang kuikuti itu bayangannya; tetapi kalau
aku tidak ragu itu dia, ia tidak tahu itu aku.
Sambil memaksanya untuk terus memerhatikan diriku, aku mencegahnya mengikuti


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Severinus terlalu dekat. Maka ketika pintu klinik muncul di tengah
kabut, pintu itu tertutup. Severinus sudah masuk, syukurlah. Kepala Gudang itu
menoleh sekali lagi untuk memandangku, sementara aku berdiri tak bergerak bagai
sebatang pohon kebun itu; lalu tampaknya ia memutuskan untuk berjalan ke arah
dapur. Aku merasa telah memenuhi misiku, jadi aku memutuskan untuk kembali dan
melapor. Mungkin aku melakukan kesalahan: andaikan aku tetap tinggal situ,
banyak kemalangan lain tentunya akan terhindarkan. Tetapi baru sekarang aku
tahu; aku tidak tahu waktu itu.
Aku kembali ke gedung pertemuan itu. Orang yang suka ikut campur urusan orang
lain itu, kelihatannya, tidak menunjukkan bahaya besar. Aku mendekati William
lagi dan melapor secara singkat. Ia mengangguk mengiyakan, lalu memberi isyarat
agar aku diam. Keributan sudah mulai reda. Para duta dari kedua belah pihak
saling bertukar cium perdamaian. Uskup Alborea memuji iman kaum Minorit.
Jerome memuji kemurahan hati para pengkhotbah, semua mengungkapkan harapan akan
suatu gereja yang tidak lagi diguncang oleh konflik internal. Ada yang memuji
kekuatan suatu rombongan, ada yang memuji kesederhanaan rombongan lainnya, semua
mendorong keadilan dan menyarankan kejujuran. Aku belum pernah melihat begitu
banyak orang yang secara tulus merasa begitu prihatin akan kemenangan kardinal
dan kebajikan teologis. TETAPI sekarang Bertrand del Pogetto menyilakan William menjelaskan tesis dari
para teolog kekaisaran. William berdiri, dengan enggan: ia mulai menyadari bahwa
pertemuan itu tidak bermanfaat, dan bagaimanapun juga, ia ingin cepatcepat
pergi, karena baginya, buku misterius itu sekarang lebih mendesak daripada hasil
pertemuan itu. Tetapi sudah jelas ia tidak bisa menghindari tugasnya.
Lalu ia mulai bicara, dengan "eh, eh" dan "oh, oh" yang mungkin lebih daripada
biasanya dan lebih daripada yang seharusnya, seakan mau menjelaskan bahwa ia
benarbenar tidak yakin tentang hal-hal yang akan ia katakan, dan ia membuka
pidatonya dengan menegaskan bahwa ia sepenuhnya memahami pandangan dari mereka
yang telah bicara sebelumnya, dan masalah yang oleh lainnya disebut "doktrin"
dari para teolog kekaisaran sebenarnya tidak lebih daripada beberapa observasi
di sana sini yang tidak menuntut untuk ditetapkan sebagai artikel keimanan.
Selanjutnya, ia mengatakan bahwa karena Tuhan telah menunjukkan kebaikan luar
biasa dengan menciptakan ras anak-anak-Nya, mencintai mereka semua tanpa pilih
kasih, sambil mengingatkan halamanhalaman Kitab Kejadian yang di dalamnya belum
menyebutkan adanya pendeta dan raja, juga dengan mempertimbangkan bahwa Allah
telah memberikan kekuasaan atas segala sesuatu yang ada di bumi ini kepada Adam
dan keturunannya, asalkan mereka menaati hukum suci, kita boleh juga
menyimpulkan bahwa Allah tidak menolak ide
bahwa dalam hal barangbarang duniawi, orang banyak seharusnya menjadi legislator
dan alasan pertama yang efektif dari hukum itu. Istilah "orang banyak", katanya,
adalah yang terbaik untuk menyatakan semua penduduk, tetapi karena di antara
penduduk tentu ada anak-anak, begitu pula orang idiot, penjahat, dan perempuan,
mungkin secara nalar bisa dibuat definisi bahwa yang dimaksud dengan orang
banyak itu adalah bagian penduduk yang lebih baik, meskipun saat itu ia sendiri
tidak merasa layak untuk menentukan siapa yang sebenarnya termasuk bagian itu.
William menelan ludahnya, minta maaf kepada pendengarnya, sambil mengomentari
bahwa udara benarbenar lembap, dan menyarankan suatu majelis umum pilihan yang
mungkin bisa menjadi cara di dalam mana orang bisa mengungkapkan keinginannya.
Ia mengatakan bahwa menurutnya majelis macam itu agaknya masuk akal kalau diberi
kekuasaan untuk menginterpretasi, mengubah, atau mencabut hukum, karena jika
hanya satu orang yang membuat hukum, ia bisa mencelakakan karena tidak tahu yang
sebenarnya atau berkemauan jahat, dan William menambahkan bahwa tentunya tidak
ada yang melupakan adanya begitu banyak contoh yang mutakhir. Aku memerhatikan
bahwa para pendengar itu, agak bingung oleh katakata William yang sebelumnya,
sekadar mengiyakan katakatanya yang terakhir, karena masingmasing jelas
memikirkan seseorang yang lain, dan masingmasing menganggap orang yang ia
pikirkan itu amat jahat. Baiklah kalau begitu, William melanjutkan, jika satu orang dapat membuat hukum
dengan buruk, apa banyak orang tidak lebih baik" Tentu saja, ia menegaskan, yang
ia maksud adalah hukum duniawi, berkaitan dengan pengaturan hal-hal sipil. Tuhan
sudah memberi tahu Adam untuk tidak makan dari pohon pengetahuan tentang
kebaikan dan kejahatan, dan itu hukum surga; tetapi kemudian Dia telah memberi
kuasa, atau, lebih tepatnya, mendorong Adam untuk menamai bendabenda, dan
berdasarkan hal itu Ia telah mengizinkan bumi-Nya dikuasai dengan bebas.
Nyatanya, meskipun beberapa orang dari zaman kita mengatakan bahwa nomina sunt
consequentia rerumz, buktinya Kitab Kejadian amat eksplisit tentang hal ini:
Dibawanya semua itu kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana Ia menamainya:
dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup,
demikianlah nanti nama makhluk itu. Dan biarpun manusia pertama itu tentunya
sudah cukup pandai untuk memberi nama, dalam bahasa Adam-nya, setiap benda dan
binatang menurut sifatnya, toh ia menjalankan semacam hak memerintah waktu
membayangkan nama yang dalam pikirannya paling cocok dengan sifat itu. Karena,
nyatanya, sekarang semua orang sudah tahu bahwa manusia memaksakan nama yang
berbedabeda untuk menetapkan konsep, meskipun hanya konsepkonsep, tandatanda
dari benda, 2 Nama itu konsekuensi dari bendabenda penerj?yang sama untuk semua. Karena itu jelaslah bahwa kata nomen berasal dari nomos,
yang artinya 'hukum1, karena nomina diberikan oleh manusia ad placitum, dengan
kata lain, sesuka hatinya.
Para pendengar itu tidak berani menentang pembuktiannya yang ilmiah itu.
Oleh karena itu, William menyimpulkan, jelaslah bahwa pengesahan atas bendabenda
bumi ini, dan karenanya atas barangbarang kota dan kerajaan, tidak ada
hubungannya dengan penjagaan dan pelaksanaan sabda suci itu, suatu hak istimewa
yang tidak dapat diambil dari hierarki hukum gereja. Memang menyedihkan, kata
William, orangorang kafir itu, yang tidak punya otoritas yang sama untuk
menginterpretasi sabda Tuhan bagi mereka sendiri (dan semua merasa kasihan
kepada orang kafir). Tetapi apakah ini mungkin membuat kita berhak untuk
mengatakan bahwa orang kafir tidak punya kecenderungan untuk membuat hukum dan
menyelesaikan masalah mereka lewat pemerintah, raja, kaisar, atau sultan,
kalifah, atau terserah kalian mau menyebut apa" Dan dapatkah disangkal bahwa
banyak kaisar Roma Troya, misalnya telah menjalankan kekuasaan-duniawi mereka
dengan bijaksana" Dan siapa yang memberi para penyembah berhala dan orang kafir
kapasitas alami untuk mengesahkan hukum dan hidup dalam komunitas politik" Apa
mungkin yang memberi dewa-dewa palsu mereka, yang merasa tidak usah muncul (atau
tidak perlu muncul, terserah bagaimana kalian memahami sifat negatif
kata-bantu itu)" Tentu saja bukan. Ini sudah tentu hanya dapat diberikan oleh
Allah umat, Allah Israel, Bapa dari Tuhan kita Yesus Kristus .... Bukti
mengagumkan bahwa kebaikan sifat Tuhan juga memberikan kapasitas untuk
menghakimi hal-hal politik kepada mereka yang menyangkal wewenang Paus Roma dan
tidak mengakui misteri luar biasa, manis dan suci yang sama seperti orang
Kristen! Tetapi peragaan apa yang lebih baik daripada ini tentang fakta bahwa
pemerintahan duniawi dan yurisdiksi sekular tidak ada hubungannya dengan gereja
dan dengan hukum Yesus Kristus dan ditahbiskan oleh Tuhan di luar semua
konfirmasi hukum gereja dan bahkan sebelum agama suci kita didirikan"
Ia terbatuk-batuk lagi, tetapi kali ini tidak sendirian. Banyak yang hadir
gelisah di atas bangku mereka dan berdehamdeham.
Aku melihat Kardinal membasahi bibirnya dengan lidahnya dan memberi isyarat,
mendesak tapi sopan, agar William langsung kepada pokok masalahnya. Dan sekarang
William berjuang dengan apa yang bagi semua, kelihatannya, bahkan bagi mereka
yang tidak ikut merasakan, kesimpulannya dari penalaran tidak bisa dibantah yang
mungkin tidak menyenangkan itu. William mengatakan bahwa kesimpulannya itu
agaknya didukung oleh contoh yang diberikan Kristus sendiri, yang tidak datang
ke dunia untuk memerintah, tetapi untuk tunduk kepada kondisi-kondisi yang ia
temukan di dunia, paling sedikit sejauh berkaitan dengan undang-undang Caesar.
Ia tidak ingin para rasul punya wilayah kekuasaan dan memerintah, dan karena
itu, agaknya bijaksana kalau para penerus rasul itu harus dibebaskan dari suatu
kekuasaan untuk memaksa atau bersifat duniawi. Jika paus, uskup, dan imam tidak
mau tunduk pada kekuasaan raja yang bersifat duniawi dan memaksa, maka otoritas
pangeran itu seharusnya ditantang, dan karenanya, bersama dengan ini, suatu ordo
dapat ditantang bahwa, seperti telah ditunjukkan sebelumnya, telah ditetapkan
oleh Tuhan. Untuk pastinya, beberapa kasus rentan harus dipertimbangkan kata
William misalnya, kasus kaum bidah, yang kebidahannya hanya bisa dinyatakan oleh
gereja, penjaga kebenaran itu, meskipun hanya pasukan sekular yang bisa
bertindak. Kalau gereja mengenali seorang bidah, jelas ia harus menunjukkannya
kepada raja, yang berhak mendapat informasi tentang kondisi rakyatnya. Tetapi
apa yang dapat dilakukan raja itu terhadap seorang bidah" Mengutuknya atas nama
kebenaran suci padahal ia bukan penjaganya" Raja itu bisa dan harus mengutuk
orang bidah itu jika tindakannya mengganggu masyarakat, yakni, jika orang bidah
itu, dalam menyatakan kebidahannya, membunuh atau menindas mereka yang tidak mau
mengikutinya. Tetapi kekuasaan raja hanya sampai di situ, karena tak seorang pun
di atas bumi ini bisa dipaksa melalui penyiksaan untuk mengikuti perintah Injil:
kalau tidak, akan jadi apa kehendak bebas untuk menjalankan perintah Injil
padahal masingmasing dari kita akan diadili di dunia berikutnya" Gereja bisa dan harus memperingatkan
orang bidah itu bahwa ia mulai meninggalkan komunitas orang beriman, tetapi
tidak bisa mengadilinya di atas bumi dan memaksanya jika ia menolak. Andaikan
Kristus telah menghendaki para imamnya punya kekuasaan untuk memaksa, tentu ia
telah memasukkan perintah-perintah khusus seperti yang dilakukan Musa dalam
hukum kuno. Ia tidak melakukannya; oleh karenanya ia tidak menginginkannya. Atau
mungkin ada yang punya ide bahwa Kristus memang menginginkannya tetapi tidak
punya waktu atau kemampuan untuk mengatakan begitu selama tiga tahun berkhotbah"
Tetapi memang betul bahwa seharusnya Ia tidak menginginkannya, karena seandainya
Ia menginginkannya, maka Paus akan mampu memaksakan kemauannya atas raja, dan
Kristianitas tidak akan lagi menjadi suatu hukum kebebasan tetapi hukum
perbudakan yang tidak bisa ditoleransi.
Semua ini, lanjut William dengan ekspresi ceria, tidak membatasi kekuasaan paus
tertinggi, tetapi, justru memuliakan misinya: karena abdi dari para abdi Tuhan
di bumi ini melayani dan tidak dilayani. Dan akhirnya, akan terasa aneh, paling
tidak untuk dikatakan, jika Paus punya yurisdiksi atas harta milik Kekaisaran
Roma dan tidak atas kerajaan lainnya di bumi. Seperti setiap orang tahu, bagi
rakyat Raja Prancis, apa yang dikatakan Paus tentang masalah ketuhanan, sama
sahihnya bagi rakyat Raja Inggris, tetapi tentunya juga sahih bagi
rakyat Khan Agung atau Sultan orang Kafir, yang tepatnya disebut kafir karena
tidak setia kepada kebenaran indah ini. Dan dengan begitu, jika Paus dianggap
punya yurisdiksi duniawi sebagai paus hanya atas masalah kekaisaran itu, yang
mungkin membenarkan kecurigaan bahwa, dengan menyamakan yurisdiksi duniawi
dengan yurisdiksi spiritual, dengan alasan yang sama ia tidak punya yurisdiksi
spiritual bukan hanya atas bangsa Saracen atau Tartar, tetapi juga atas bangsa
Prancis dan Inggris ini bisa menjadi suatu penghujatan kriminal. Dan ini
alasannya, guruku menyimpulkan, mengapa agaknya ia merasa betul untuk memberi
kesan bahwa gereja di Avignon mulai mencelakai semua umat manusia dengan
menegaskan hak untuk menyetujui atau menurunkan dia yang telah dipilih sebagai
Kaisar Roma. Paus tidak punya hak lebih besar atas kekaisaran itu daripada atas
kerajaan lainnya, dan karena Raja Prancis dan Sultan tidak usah tunduk kepada
persetujuan Paus, kelihatannya bukan alasan yang baik mengapa Kaisar Jerman dan
Italia harus tunduk. Sikap tunduk macam itu bukan masalah hak suci, karena Injil
tidak membicarakannya. Juga tidak diberi sanksi menurut hak rakyat, karena alasanalasan yang sudah
dijelaskan. Tentang hubungannya dengan pertikaian tentang kemiskinan, tambah
William, pendapatnya sendiri yang bersahaja, yang diperkuat oleh saran-saran
hasil percakapan olehnya sendiri dan oleh beberapa yang lain seperti Marsilius
dari Padua dan Vohanes dari Jandun, sampai pada kesimpulan berikut: Jika orang Fransiskan ingin tetap
miskin, Paus tidak bisa dan tidak boleh menentang keinginan baik seperti itu.
Yang pasti, jika hipotesis tentang kemiskinan Kristus harus dibuktikan, ini
tidak hanya akan membantu kaum Minorit tetapi juga memperkuat ide bahwa Yesus
tidak menginginkan yurisdiksi duniawi apa pun. Tetapi pagi itu dia, William,
telah mendengar orangorang amat bijak menegaskan bahwa tidak mungkin membuktikan
bahwa Yesus miskin selama hidupnya. Menurutnya, lebih cocok kalau pembuktian itu
dibalik. Karena tak ada yang menegaskan, atau dapat menegaskan, bahwa Yesus
telah berusaha mendapat yurisdiksi duniawi apa saja untuk dirinya sendiri dan
rasul-rasulnya, bukti bahwa Yesus tidak acuh terhadap barangbarang duniawi ini
agaknya sudah cukup untuk menyarankan kepercayaan, tanpa berbuat dosa, bahwa
Yesus, sebaliknya, lebih menyukai kemiskinan.
William telah berbicara dalam nada yang lembek, ia mengungkapkan kepastiannya
dalam semacam cara yang ragu-ragu, sehingga tak seorang pun hadirin berani
berdiri dan menentang. Ini tidak berarti bahwa semua yakin akan apa yang telah
dikatakan William. Orangorang Avignon itu sekarang resah duduknya, mengerutkan kening, dan saling
menggumam memberi komentar, dan bahkan Abbas tampak menunjukkan kesan tidak
menyukai katakata tersebut, seakan ia sedang berpikir bahwa ini bukan hubungan
antara ordonya dan kekaisaran yang ia
inginkan. Dan akan halnya kaum Minorit, Michael dari Cesena bingung, Jerome diam
saja, Ubertino termenung.
Kesunyian itu dipecahkan oleh Kardinal del Poggetto, masih tersenyum dan rileks
ketika dengan sopan bertanya kepada William apa ia mau pergi ke Avignon untuk
mengatakan hal yang sama itu kepada yang mulia Paus. William menanyakan pendapat
Kardinal sendiri yang mengatakan bahwa selama hidupnya Paus sudah mendengar
banyak ungkapan pendapat yang bisa diperdebatkan dan adalah seorang bapa yang
paling menyayangi semua putranya, tetapi sudah pasti dalil-dalil ini akan
membuatnya amat sedih. Bernard Gui, yang sampai saat itu belum membuka mulut, sekarang angkat bicara,
"Aku akan gembira sekali jika Bruder William, begitu terampil dan fasih dalam
menjelaskan ide-idenya sendiri, mau menyampaikannya untuk dinilai oleh Paus ...."
"Anda sudah meyakinkan aku, yang mulia Bernard," kata William.
"Aku tidak akan datang." Kemudian, sambil berpaling kepada Kardinal ia berkata
dengan nada minta maaf, "Anda tahu, aliran darah yang memengaruhi dadaku
melarang aku untuk melakukan perjalanan jauh seperti itu dalam musim ini ...."
"Lalu mengapa kau bicara sedemikian panjang?" tanya Kardinal itu.
"Untuk memberi kesaksian kepada kebenaran," kata William dengan rendah hati.
"Kebenaran akan membuat kita bebas."
"Ah, tidak!" Saat itu Jean de Baune meledak. "Di sini kita tidak bicara tentang
kebenaran yang membuat kita bebas, tetapi tentang kebebasan berkelebihan yang
ingin membuat dirinya sendiri menjadi kebenaran!"
"Itu juga mungkin," William mengakui dengan ramah.
Tibatiba intuisiku memperingatkan bahwa badai hati dan lidah mulai bertiup, jauh
lebih keras daripada yang sebelumnya. Tetapi tak ada apa-apa. Sementara de Baune
masih bicara, kapten pasukan pemanah masuk dan membisikkan sesuatu ke telinga
Bernard. Bernard langsung berdiri dan mengangkat tangan minta bicara.
"Saudarasaudara," katanya, "diskusi yang bermanfaat ini boleh saja dilanjutkan,
tetapi untuk saat ini ada suatu kejadian amat sangat berat yang mengharuskan
kita menunda sesi kita, atas izin Abbas. Ada sesuatu telah terjadi di sana ...."
Dengan tidak jelas ia menuding ke luar, lalu menyeberangi ruang pertemuan itu
dan keluar. Banyak yang mengikutinya, William termasuk yang pertama, dan aku
bersamanya. Guruku memandangku dan berkata, "Aku khawatir telah terjadi sesuatu dengan
Severinus." [] Sexta Dalam cerita ini Severinus ditemukan telah terbunuh, tetapi buku yang sudah
ditemukan tidak ditemukan
lagi. ami menyeberangi lapangan dengan langkah cepat, dengan cemas. Kapten pasukan
pemanah itu telah mengantar kami ke klinik, dan waktu sampai di sana, sekilas
kami menangkap banyak bayangan berwarna kelabu: para rahib dan pelayan berjalan
tergesagesa, para pemanah berdiri di luar pintu untuk mencegah orang masuk.
"Para penjaga itu kuperintahkan, untuk mencari seseorang yang bisa menjelaskan
tentang banyak misteri," kata Bernard.
"Saudaraku herbalis?" tanya Abbas itu, terpana. "Bukan. Kau akan melihat
sekarang," kata Bernard sambil mencari jalan masuk.
Kami memasuki laboratorium Severinus, dan kami disambut oleh suatu pemandangan
yang menyedihkan. Herbalis malang itu terbaring, sudah jadi mayat, di tengah
genangan darah, kepalanya remuk. Isi setiap rak seakan diporak-porandakan oleh
badai: pot, botol, buku, dan dokumen berserakan di manamana, hancur. Di samping
mayat itu ada sebuah bola dunia yang berukuran dua kali kepala manusia dan
dengan salib emas di atasnya, dan tadinya ditaruh di atas sebuah tripod pendek
berukir. Pada kesempatan lain aku sudah melihatnya di sebelah kiri pintu masuk.
Di ujung lain ruangan itu dua orang pemanah memegangi Kepala Gudang erat-erat,
meskipun ia memberontak dan menyatakan tidak bersalah, sambil memperkeras
suaranya ketika melihat Abbas masuk.
"Ya, Tuhan!" teriaknya. "Yang kulihat amat berbeda Severinus sudah mati waktu


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku masuk, dan mereka menemukan aku tengah menatap pembantaian ini, tak bisa
mengeluarkan katakata!"
Kapten pasukan pemanah menghampiri Bernard, dan setelah diizinkan, ia melapor di
depan setiap orang. Para pemanah sudah diperintahkan untuk mencari Kepala Gudang
itu dan menangkapnya, dan selama lebih dari dua jam mereka mencari-carinya di
seluruh biara. Ini, pikirku, tentu perintah yang diberikan Bernard sebelum
memasuki gedung pertemuan; dan para serdadu itu, orang asing di tempat ini,
mungkin telah mencaricari di tempat yang salah, tanpa menyadari bahwa Kepala
Gudang itu, yang tidak menyadari nasibnya, berada bersama yang lainnya di lobi
gedung pertemuan; kabut juga membuat perburuan mereka lebih sulit. Bagaimanapun
juga, dari katakata kapten itu jelas bahwa Remigio, setelah ia kutinggalkan,
pergi menuju dapur, tempat seseorang melihatnya dan memberi tahu para pemanah, yang
tiba di Aedificium setelah Remigio baru saja meninggalkan tempat itu lagi. Di
dapur ada Jorge, yang menyatakan baru habis bicara dengan Kepala Gudang itu.
Para pemanah itu lalu menjelajah bangunan ke arah kebunkebun, dan di sana,
muncul dari kabut bagaikan hantu, mereka menemukan si tua Alinardo, yang agaknya
tersesat. Alinardo itulah yang mengatakan telah melihat Kepala Gudang tersebut,
tidak lama sebelumnya, mau pergi ke klinik. Para pemanah pergi ke sana dan
menemukan pintu terbuka. Begitu masuk, mereka menemukan Severinus tak bernyawa
dan Kepala Gudang itu dengan panik sedang mengobrakabrik rak-rak, melemparkan
segala sesuatu ke lantai, seakan sedang berburu sesuatu. Mudah melihat apa yang
telah terjadi, kapten itu menyimpulkan. Remigio telah masuk, telah menyerang
herbalis itu dan membunuhnya, dan kemudian mencaricari benda yang menjadi alasan
kenapa ia membunuh. Seorang pemanah mengambil bola dunia itu dari lantai dan menyerahkannya kepada
Bernard. Bulatan perak dan kuningan yang elok arsitekturnya itu, tadinya
disangga oleh sebuah kerangka lingkaran tembaga lebih kuat yang menempel pada
batang tripod itu, sudah dipukulkan dengan kuat ke tengkorak korban, dan
akibatnya banyak hiasan di sekelilingnya yang remuk atau melesak.
Sisi ini yang telah dipukulkan ke kepala Severinus, karena ada bekas darah dan
bahkan beberapa helai rambutnya dan noda mengerikan dari otak manusia.
William membungkuk di atas Severinus untuk memeriksa kematiannya.
Mata orang malang itu, digenangi darah yang mengalir dari kepalanya, menatap,
dan aku ingin tahu apa pernah ada kemungkinan untuk membaca dalam pupil yang
sudah kaku itu, seperti dikatakan dalam beberapa kasus, gambaran dari si
pembunuh, sisa terakhir dari persepsi korban itu. Aku melihat William memeriksa
tangan mayat tersebut, untuk melihat apa ada noda hitam pada jarijarinya,
meskipun, kali ini, penyebab kematian itu jelas amat berbeda: tetapi Severinus
mengenakan sarung tangan kulit yang kebetulan pernah aku kulihat ia pakai
sewaktu menangani tanaman berbahaya, kadal, serangga yang belum dikenal.
Sementara itu Bernard Gui mengajak bicara Kepala Gudang tersebut.
"Remigio dari Varagine itu namamu, kan" Aku telah memerintahkan orangorangku
untuk mengejar kamu atas dasar beberapa tuduhan dan untuk menegaskan kecurigaan
lainnya. Sekarang aku tahu bahwa aku bertindak sepantasnya, meskipun, aku
menyesal, terlalu lamban. Yang mulia," katanya kepada Abbas. "Aku menganggap
diriku pada dasarnya bertanggung jawab atas kejahatan terakhir ini, karena aku
sudah tahu sejak pagi tadi bahwa orang ini seharusnya dipenjarakan, setelah aku
mendengar pengungkapan dari berandal lain, yang ditangkap tadi malam. Tetapi
seperti kau lihat sendiri, tadi pagi aku sibuk dengan tugas-tugas lain, dan orangorangku telah
melakukan sebaik mungkin Ia bicara dengan suara keras sehingga semua yang hadir bisa mendengar (dan
sementara itu ruang tersebut jadi penuh, orangorang berkerumun di semua sudut,
sambil memandang barangbarang yang berserakan dan dirusak, sambil menuding-
nuding mayat itu dan dengan suara lirih mengomentari kejahatan itu), dan, ketika
Bernard bicara, aku melihat sekilas Maleakhi di tengah kerumunan kecil, dengan
murung mengamati adegan itu. Kepala Gudang tersebut, sudah hampir diseret pergi,
juga melirik Maleakhi. Remigio meronta melepaskan diri dari cengkeraman pemanah
itu dan lari kepada saudaranya tersebut, memegangi jubahnya dan bicara kepadanya
dengan singkat dan putus asa, wajahnya mendekat wajah Maleakhi, sampai para
pemanah itu menariknya lagi. Tetapi ketika ia akan diseret dengan kasar, ia
menoleh lagi kepada Maleakhi dan berteriak, "Kau bersumpah, dan aku bersumpah."
Maleakhi tidak langsung menjawab, seakanakan ia mulai mencari katakata yang
tepat. Lalu, ketika Kepala Gudang itu diseret melewati ambang pintu, ia berkata,
"Aku tidak akan melakukan apa apa untuk menyakitimu."
William dan aku saling berpandangan, sambil membayangkan apa arti adegan ini.
Bernard juga sudah mengamati itu, tetapi tidak tampak jengkel karenanya; justru,
ia tersenyum kepada Maleakhi,
seakan menyetujui katakata Maleakhi dan mengesahkan suatu tawarmenawar yang
jahat. Lalu ia mengumumkan bahwa langsung setelah makan, sidang pertama akan
diadakan di gedung pertemuan untuk membuka penyidikan ini di depan umum. Dan ia
keluar sambil memberi perintah agar Kepala Gudang itu dibawa ke penjara, tetapi
tidak diizinkan bicara dengan Salvatore.
Saat itu kami mendengar Benno memanggil kami dari belakang.
"Aku masuk persis setelah kalian," katanya sambil berbisik, "ketika ruang ini
masih setengah kosong, dan Maleakhi tidak ada di sini."
"Pasti ia masuk setelah itu," kata William.
"Tidak," Benno bersikeras, "aku berada dekat pintu, aku melihat orangorang
masuk. Mau tahu, Maleakhi sudah berada di dalam ... sebelumnya."
"Sebelum apa?" "Sebelum Kepala Gudang itu masuk. Aku tidak bisa bersumpah, tetapi aku yakin ia
muncul dari balik tirai, ketika sudah banyak dari kita masuk." Dan ia mengangguk
ke arah sehelai kain tergantung yang menutupi ranjang tempat Severinus biasa
menyuruh siapa saja yang akan diobati berbaring dan beristirahat.
"Apa secara tidak langsung kau menuduh Maleakhi membunuh Severinus dan
bersembunyi di sana ketika Kepala Gudang itu masuk?" tanya William.
"Atau bisa jadi, ia menyaksikan apa yang terjadi di sini dari balik tirai itu.
Mengapa, kalau tidak, mungkinkah Kepala Gudang itu mendesaknya untuk tidak menyakitinya, sambil
berjanji untuk balas tidak menyakitinya juga?"
"Itu mungkin saja," kata William. "Bagaimanapun juga, tadi ada sebuah buku di
sini dan seharusnya masih ada di sini, karena Kepala Gudang maupun Maleakhi
keluar tanpa membawa apa-apa." Dari laporanku William tahu bahwa Benno sudah
tahu; dan saat itu ia butuh bantuan. Ia menghampiri Abbas, yang dengan sedih
memandangi mayat Severinus; William minta agar semua orang disuruh keluar,
karena ia ingin memeriksa tempat itu dengan lebih saksama. Abbas itu mengizinkan
dan lalu pergi, bukannya tanpa memandang William dengan skeptis, seakan
menuduhnya selalu datang terlalu terlambat. Maleakhi berusaha tinggal, sambil
mencaricari berbagai alasan, semua tidak jelas. William menjelaskan bahwa ini
bukan perpustakaan, dan bahwa di sini Maleakhi tidak dapat menuntut haknya.
William bersikap sopan tetapi tidak lentur, dan ia menemukan cara untuk membalas
dendam atas sikap Maleakhi yang tidak mengizinkannya memeriksa meja Venansius.
WAKTU tinggal kami bertiga, William menyingkirkan barangbarang dan kertas dari
salah satu meja dan menyuruhku mengulurkan kepadanya, satu per satu, bukubuku
koleksi Severinus. Koleksi kecil, dibandingkan dengan koleksi labirin itu,
tetapi toh ada berlusinlusin buku, dari berbagai ukuran, yang tadinya berjajar
dengan rapi di atas rak dan sekarang berserakan tidak teratur di atas lantai bersama
barangbarang lainnya yang sudah dirusak oleh tangan-tangan panik Kepala Gudang
itu. Beberapa bahkan robek, seakan Kepala Gudang itu tidak mencari sebuah buku
tetapi sesuatu yang bisa dimasukkan di antara halamanhalaman sebuah buku. Ada
yang telah disobek dengan keras, lepas dari jilidnya. Mengumpulkan bukubuku itu,
dengan cepat memastikan isinya, dan menumpuknya di atas meja, bukan pekerjaan
yang mudah; dan segalanya harus dilakukan dengan terburu-buru, karena Abbas
hanya memberi waktu sebentar saja: para rahib harus masuk dan membersihkan tubuh
Severinus yang luka-luka dan menyiapkan pemakamannya. Kami juga harus berjalan
ke sana kemari, mencari di bawah meja-meja, di balik rak-rak, di dalam almari,
untuk memeriksa kalaukalau ada yang tidak ikut terperiksa. William tidak mau
membiarkan Benno membantuku dan hanya menyuruhnya berdiri menjaga pintu.
Meskipun sudah ada perintah Abbas, banyak yang mendesak untuk masuk: para
pelayan yang ketakutan mendengar berita itu, para rahib yang ingin meratapi
saudara mereka, para novis yang membawa baskom air dan kain bersih untuk mencuci
dan membersihkan mayat itu .... Jadi, kami harus bertindak cepat. Aku mengambil
bukubuku itu dan mengulurkannya kepada William, yang memeriksa dan menatanya di
atas meja. Lalu kami menyadari bahwa itu pekerjaan yang lama, dan kami
melanjutkan bersama-sama. Aku akan mengambil
sebuah buku, melicinkannya kalau lecek, membaca judulnya, dan menaruhnya. Dalam
banyak kasus hanya ada halaman halaman yang lepas.
"De plantis libri tres. Keparat, bukan ini," kata William sambil membanting buku
itu ke atas meja. "Thesaurus herbarum," kataku, dan William membentak. "Letakkan itu, yang kita
cari buku Yunani!" "Ini?" tanyaku sambil menunjukkan sebuah karya yang halamannya dipenuhi huruf
melingkar-lingkar. Dan William berkata, "Bukan, itu tulisan Arab, tolol! Bacon
betul: tugas pertama ilmuwan adalah belajar bahasa!"
"Tapi Anda juga tidak bisa bahasa Arab!" jawabku, jengkel, dan untuk itu William
menjawab, "Paling sedikit aku paham kalau itu bahasa Arab!" Dan aku tersipu,
karena aku bisa mendengar Benno mengejek di belakangku.
Ada banyak buku, dan lebih banyak lagi catatan, gulungan perkamen dengan
gambargambar kubah surgawi, katalog tanaman aneh, ditulis di atas halamanhalaman
yang berserakan, mungkin oleh orang yang sudah mati itu. Kami bekerja lama
sekali, memeriksa setiap sudut laboratorium itu. William, dengan sikap amat
dingin, bahkan menggeser mayat itu untuk melihat apa ada sesuatu di bawahnya,
dan ia merogoh-rogoh di dalam jubahnya.
Tidak ada apa-apa. "Harus ada," katanya. "Severinus mengunci dirinya di dalam sini bersama sebuah
buku. Kepala Gudang tidak membawanya ...."
"Mungkinkah ia menyembunyikannya di balik jubahnya?" tanyaku.
"Tidak, buku yang kulihat lusa pagi di atas meja Venansius itu tebal, dan
gampang terlihat." "Bagaimana jilidnya?"
"Aku tidak tahu. Waktu itu buku tersebut terbuka, dan aku hanya melihatnya
sebentar, hanya cukup lama untuk menyadari bahwa itu dalam bahasa Yunani, tetapi
aku tidak ingat lainnya. Mari kita lanjutkan; Kepala Gudang itu tidak
mengambilnya, dan juga, aku yakin, Maleakhi tidak."
"Jelas tidak," Benno menegaskan. "Waktu Kepala Gudang itu merenggut dadanya,
jelas tidak ada apa-apa di bawah skapularnya."
"Bagus. Atau, lebih tepatnya, buruk. Jika buku itu tidak ada dalam ruang ini,
jelaslah bahwa seseorang yang lain, di samping Maleakhi dan Kepala Gudang itu,
sudah masuk ke sini sebelumnya."
"Orang ketiga, kalau begitu, yang membunuh Severinus."
"Terlalu banyak orang," kata William.
"Tetapi," tanyaku, "siapa yang mungkin tahu bahwa buku itu di sini?"
"Jorge, misalnya, andai ia ikut mendengar percakapan kita."
"Ya," kataku, "tetapi Jorge tidak mungkin membunuh seorang lelaki kuat seperti
Severinus, dan dengan kekuatan begitu besar."
"Tidak, jelas tidak. Apalagi kau melihatnya pergi ke arah Aedificium, dan para
pemanah menemukannya di dapur tidak lama sebelum mereka menemukan Kepala Gudang
itu. Jadi, ia tidak mungkin punya waktu untuk datang ke sini dan sesudah itu
kembali ke dapur." "Biarkan aku berpikir dengan kepalaku sendiri," kataku, ingin menyamai guruku.
"Alinardo sedang berjalanjalan di seputar biara ini, tetapi ia, juga, hampir
tidak bisa berdiri, dan tidak mungkin mengungguli Severinus. Kepala Gudang itu
ada di sana, tetapi di antara saat ia meninggalkan dapur dan kedatangan para
pemanah itu jangka waktunya begitu pendek sehingga kukira akan sulit baginya
untuk menyuruh Severinus membuka pintu, menyerang dan membunuhnya, dan kemudian
mengobrakabrik segalanya. Bisa saja Maleakhi sudah datang sebelum mereka semua:
Jorge mendengar kita bicara di lobi, ia lalu pergi ke skriptorium untuk memberi
tahu Maleakhi bahwa sebuah buku dari perpustakaan ada di laboratorium Severinus.
Maleakhi datang ke sini, membujuk Severinus untuk membuka pintu, dan
membunuhnya, entah apa sebabnya. Tetapi jika ia mau mencari buku itu, seharusnya
ia sudah mengenalinya tanpa mengobrakabrik semuanya, karena dia pustakawan!
Jadi, tinggal siapa lagi?"
"Benno," kata William.
Benno menggelengkan kepala, menyangkal keras. "Tidak, Bruder William, kau tahu
aku didorong oleh rasa ingin tahu. Tetapi jika aku berhasil masuk ke sini dan
membawa pergi buku itu, tentu aku tidak akan menemani kalian di sini; sudah
tentu aku sedang memeriksa hartaku itu di suatu tempat lain ii
"Suatu argumen yang hampir meyakinkan," kata William sambil tersenyum.
"Bagaimanapun juga, kau juga tidak tahu buku itu seperti apa. Bisa saja kau
telah membunuh dan sekarang kau berada di sini sambil berusaha mengenali buku
itu." Benno amat tersipu. "Aku bukan seorang pembunuh!" protesnya.
"Tak seorang pun jadi pembunuh sebelum melakukan kejahatannya yang pertama,"
kata William filosofis. "Apa pun yang terjadi, buku itu tidak ada, dan ini cukup
membuktikan bahwa kau tidak meninggalkannya di sini."
Lalu ia membalikkan tubuh untuk merenungi jenazah itu. Baru saat itu ia terlihat
sedih akan kematian temannya. "Severinus malang," katanya, "aku justru sudah
mencurigaimu dan racunracunmu.
Dan kau sedang berharap melakukan semacam muslihat dengan racun; kalau tidak kau
tidak akan pakai sarung tangan. Kau takut akan suatu bahaya dari dunia ini dan
bahaya itu justru datang dari ruang surgawi ...." Ia mengangkat bola dunia itu
lagi, sambil mengamatinya dengan penuh perhatian. "Aku ingin tahu mengapa benda
khusus ini dipakai sebagai senjata ...T'
"Benda itu mudah dijangkau."
"Mungkin. Tetapi masih ada banyak benda lain, pot, peralatan berkebun .... Ini
suatu contoh bagus dari kerajinan metal dan ilmu astronomi. Sekarang hancur dan
.... Astaga!" teriaknya.
"Ada apa?" "Dan terpukullah sepertiga bagian dari matahari dan sepertiga bagian dari bulan
dan sepertiga bagian dari bintangbintang kutipnya.
Aku terlalu hafal surat rasul Yohanes itu. "Sangkakala keempat," seruku.
"Memang. Pertama, hujan es, lalu darah, kemudian air, dan sekarang
bintangbintang .... Jika ini masalahnya, maka segalanya harus diperiksa kembali;
pembunuh itu tidak menyerang secara acak, ia sedang mengikuti suatu rencana ....
Tetapi, mungkinkah membayangkan suatu pikiran yang begitu jahat sehingga ia
membunuh hanya kalau ia bisa melakukannya sambil mengikuti apa yang dituliskan
dalam Kitab Wahyu?" "Apa yang akan terjadi dengan sangkakala yang kelima?" tanyaku ngeri. Aku
berusaha mengingat-ingat, "Dan aku melihat sebuah bintang yang jatuh dari langit
ke atas bumi, dan kepadanya diberikan anak kunci lubang jurang maut .... Apa akan
ada orang yang mati terbenam dalam sumur itu?"
"Sangkakala kelima itu juga menjanjikan banyak hal lain," kata William. "Lalu
naiklah asap dari lubang itu bagaikan asap tanur besar, dan berkeluaranlah
belalang-belalang untuk menyiksa umat manusia dengan sengat seperti sengat
kalajengking. Dan rupa belalang-belalang itu sama seperti kuda, dengan mahkota
emas di atas kepala mereka dan gigi singa .... Teman kita ini punya wewenang
menggunakan berbagai cara untuk melaksanakan
katakata buku itu .... Tetapi kita tidak boleh hanya berfantasi. Lebih baik kita
berusaha mengingat-ingat apa yang dikatakan Severinus kepada kita waktu memberi
tahu bahwa ia telah menemukan buku itu
"Anda menyuruh Severinus membawanya kepada Anda dan ia bilang tidak bisa ...."
"Begitulah, dan kemudian kita terganggu. Mengapa dia tidak bisa" Sebuah buku
bisa dijinjing. Dan mengapa dia pakai sarung tangan" Apa ada sesuatu dalam
sampul buku itu yang berkaitan dengan racun yang membunuh Berengar dan
Venansius" Suatu jebakan misterius, suatu ujung yang beracun
"Seekor ular?" kataku.
"Mengapa bukan seekor ikan paus" Tidak, kita berfantasi lagi. Racun itu, seperti sudah kita lihat, telah masuk lewat mulut. Di
samping itu, Severinus tidak benarbenar mengatakan bahwa ia tidak bisa membawa
buku itu. Ia bilang bahwa ia lebih suka menunjukkannya kepadaku di sini. Lalu ia
mengenakan sarung tangannya .... Jadi, kita tahu buku ini harus dipegang dengan
sarung tangan. Dan ini juga berlaku bagimu, Benno, jika kau menemukannya,
seperti yang kauharapkan. Dan karena kau sangat membantu, kau boleh membantuku
lebih jauh. Pergilah ke skriptorium lagi dan awasi Maleakhi. Jangan sampai dia
lepas dari penglihatanmu."
"Tentu!" kata Benno, dan ia keluar, agaknya senang mendapat misi itu.


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kami tidak bisa menahan para rahib itu lebih
lama lagi, dan ruang itu jadi penuh. Saat makan sudah lewat, dan Bernard mungkin
sudah mulai mengumpulkan orangorang di gedung pertemuan.
"Tidak ada lagi yang bisa dilakukan di sini," kata William. Dengan klinik itu,
kami menyingkirkan hipotesisku yang jelek, dan ketika menyeberangi kebun
sayuran, aku bertanya kepada William apa dia sungguhsungguh memercayai Benno.
"Tidak sepenuhnya," kata William, "tetapi kita tidak menceritakan apaapa yang
belum ia ketahui, dan kita sudah membuatnya takut kepada buku itu. Dan akhirnya,
dengan merancang dia untuk mengamati Maleakhi, kita juga akan merancang Maleakhi
untuk mengamatinya, dan Maleakhi sendiri jelas mencari buku itu."
"Kalau begitu, apa yang diinginkan Kepala Gudang itu?"
"Sebentar lagi kita akan tahu. Sudah tentu ia menginginkan sesuatu, dan ia
menginginkannya segera, untuk menghindari suatu bahaya yang menakutkannya.
Sesuatu ini tentu diketahui oleh Maleakhi : kalau tidak permohonan putus asa
Remigio kepadanya tidak bisa dijelaskan ...."
"Bagaimanapun juga, buku itu sudah lenyap ...."
"Ini hal yang palin tidak mungkin," kata William, waktu kami tiba di gedung
pertemuan. "Jika tadi ada di sana, seperti sudah dikatakan oleh Severinus, kalau
tidak diambil orang, tentu masih di sana."
"Dan karena tidak ada di sana, pasti ada yang mengambilnya," aku menyimpulkan.
"Juga mungkin bahwa argumentasi itu harus mengikuti alasan kecil lainnya. Karena
segala sesuatunya menegaskan kenyataan bahwa tidak ada yang mengambilnya ...."
"Maka tentu masih di sana. Tetapi tidak ada."
"Sebentar. Kita bilang buku itu tidak ada di sana karena tidak menemukannya.
Tetapi mungkin kita tidak menemukannya karena kita belum tahu buku itu ada di
mana." "Tetapi kita sudah mencari di manamana!"
"Kita mencari tetapi tidak melihat. Atau bisa saja kita melihat, tetapi tidak
mengenali .... Adso, bagaimana Severinus menjelaskan buku itu kepada kita" Ia
pakai katakata apa saja?"
"Dia bilang ia telah menemukan suatu buku yang bukan miliknya, berbahasa Yunani
...." "Tidak! Sekarang aku ingat. Ia mengatakan suatu buku asing.
Severinus orang terpelajar, dan untuk seorang terpelajar buku dengan tulisan
Yunani tidak asing. Bahkan jika ia tidak bisa berbahasa Yunani, paling sedikit
ia bisa mengenali hurufnya. Dan seorang terpelajar juga tidak akan mengatakan
sebuah buku bertulisan Arab aneh, bahkan jika ia tidak bisa berbahasa Arab ...."
Ia berhenti. "Dan buat apa buku dengan tulisan Arab di dalam laboratorium Severinus?"
"Tetapi mengapa ia harus menyebut sebuah buku berbahasa Arab itu aneh?"
"Ini masalahnya. Jika ia menyebutnya aneh, itu karena
penampilan buku itu tidak lazim, paling sedikit tidak lazim baginya, yang
seorang herbalis dan bukan pustakawan .... Dan dalam perpustakaan bisa terjadi
bahwa beberapa naskah kuno dijilid menjadi satu, berbagai teks aneh dikumpulkan
dalam satu buku, satu dalam bahasa Yunani, satu dalam bahasa Aramaik ...."
"... dan satu dalam bahasa Arab!" seruku, silau
oleh penjelasan ini. Dengan kasar William menarikku keluar dari lobi dan menyuruhku lari ke klinik.
"Kau binatang Teutonik, lobak! Kau tolol! Kau cuma melihat halaman pertama dan
bukan yang selebihnya!"
"Tetapi, Guru," aku menahan napas, "Anda yang memeriksa halamanhalaman yang
kutunjukkan dan mengatakan bahwa itu berbahasa Arab dan bukan Yunani."
"Betul, Adso, betul: aku yang binatang. Sekarang cepat! Lari!"
Kami kembali ke laboratorium, tetapi mendapat kesulitan untuk masuk, karena para
novis sedang mengangkat mayat itu keluar. Beberapa tamu yang ingin tahu mondar-
mandir di ruangan itu. William bergegas menuju meja dan bukubuku itu, mencari
buku yang fatal, sambil melemparkan satu demi satu di depan mata orangorang yang
keheranan itu. Astaga, naskah dengan tulisan Arab itu tidak ada lagi. Aku ingat
jelas karena sampulnya tua, tidak kuat, amat lusuh, dengan pengikat dari metal
tipis. "Siapa yang masuk ke sini setelah aku pergi?" tanya William kepada seorang
rahib. Rahib itu mengangkat bahu; jelaslah bahwa semua orang dan tak seorang pun
sudah masuk ke sini. Kami berusaha mempertimbangkan kemungkinannya. Maleakhi" Mungkin; ia tahu apa
yang ia inginkan, mungkin sudah mematamatai kami, telah melihat kami keluar
dengan tangan kosong, dan telah kembali ke sini, yakin akan dirinya sendiri.
Benno" Aku ingat bahwa ketika aku dan William saling bertengkar tentang teks
Arab itu, ia telah tertawa. Waktu itu aku percaya ia menertawai kebodohanku,
tetapi mungkin ia telah menertawai kebodohan William: ia tahu betul berbagai
samaran dalam penampilan naskah kuno, dan mungkin ia sudah mengira kami tidak
langsung berpikir tetapi seharusnya berpikir misalnya, Severinus tidak bisa
berbahasa Arab, dan karenanya aneh kalau ia menyimpan buku yang tidak bisa
dibacanya. Atau ada orang ketiga"
William merasa amat terhina. Aku berusaha menghiburnya: kukatakan kepadanya
bahwa selama tiga hari ia mencari sebuah naskah berbahasa Yunani dan selama
melakukan pemeriksaan adalah wajar jika ia menyingkirkan semua buku yang tidak
dalam tulisan Yunani. Dan ia menjawab bahwa berbuat kesalahan sudah tentu manusiawi, tetapi ada
beberapa manusia yang melakukan lebih banyak kesalahan daripada orang lain, dan
mereka disebut tolol, dan ia salah seorang dari mereka, dan ia ingin tahu apa
ada gunanya berupaya belajar di Paris dan Oxford jika sesudah itu seseorang tidak
mampu berpikir bahwa juga ada naskahnaskah yang dijilid menjadi satu kumpulan.
Ini satu kenyataan yang bahkan diketahui oleh novis, kecuali yang bodoh seperti
aku, dan sepasang badut seperti kami berdua akan amat sukses di pasar malam. Dan
seharusnya itu yang kami lakukan sebagai ganti berusaha menyelesaikan misteri,
terutama ketika kami berhadapan dengan orangorang yang jauh lebih pandai
daripada kami. "Tetapi tidak ada gunanya menangis," ia menyimpulkan. "Jika Maleakhi
mengambilnya, ia sudah menaruhnya kembali di dalam perpustakaan.
Dan kita akan menemukannya asalkan tahu caranya memasuki finis Africae. Jika
Benno mengambilnya, ia tentu sudah menduga bahwa lambat laun aku tentu sudah
mempunyai kecurigaan dan akan kembali ke laboratorium, atau ia tidak mungkin
bertindak sedemikian buruburu. Dan karenanya ia tentu sedang bersembunyi, dan
satu tempat di mana ia belum bersembunyi adalah tempat di mana kita akan
langsung mencarinya: yakni, biliknya. Oleh karena itu, mari kita kembali ke
gedung pertemuan dan melihat apakah selama interogasi itu Kepala Gudang
mengatakan apa saja yang berguna. Karena, bagaimanapun juga, aku masih belum
melihat rencana Bernard dengan jelas; waktu itu, ia sudah mulai mencari
korbannya sebelum Severinus meninggal, dan untuk alasan lainnya."
Kami kembali ke gedung itu. Seharusnya lebih
baik kami pergi ke bilik Benno, karena seperti yang kelak kami ketahui, kawan
kami yang masih muda itu tidak punya pemikiran canggih seperti William dan tidak
mengira bahwa William akan kembali ke laboratorium sedemikian cepat; jadi,
karena mengira ia tidak akan dibutuhkan di gedung pertemuan itu, ia langsung
menuju biliknya untuk menyembunyikan buku itu.
Tetapi aku akan menceritakan ini kelak. Sementara itu, terjadi peristiwa yang
mengganggu dan dramatis, cukup untuk membuat siapa saja melupakan buku misterius
tersebut. Dan meskipun tidak melupakan buku, kami sibuk dengan tugas-tugas lain,
yang berkaitan dengan misi yang bagaimanapun juga harus diselesaikan oleh
William. [] Nona Dalam cerita ini semua menyaksikan keadilan, dan timbul kesan memalukan bahwa
setiap orang salah. ernard Gui mengambil tempat duduknya di bagian tengah meja besar dari kayu
kenari dalam aula itu. Di sebelahnya duduk seorang Dominikan yang bertindak
sebagai notulis, dan dua prelat dari duta Kepausan duduk mengapitnya, sebagai
hakim. Kepala Gudang itu berdiri di depan meja, diapit dua orang pemanah.
Abbas itu menoleh kepada William dan berbisik, "Aku tidak tahu apakah prosedur
ini sah. Dalam Kanon ketiga puluh tujuh Konsili Lateran 1215 ditetapkan bahwa
seseorang tidak bisa dipanggil menghadap hakim yang kedudukannya berjarak lebih
dari dua-hari perjalanan dari domisilinya. Mungkin di sini situasinya berbeda;
justru hakimnya yang datang dari jauh, tetapi ...."
"Inkuisitornya lepas dari semua yurisdiksi normal," kata William, "dan tidak
perlu mengikuti dalil hukum biasa. Ia menyukai hak istimewa dan justru merasa
perlu mendengarkan para ahli hukum."
Aku memandang Kepala Gudang itu. Remigio tampak kacau. Ia memandang sekeliling
bagaikan seekor binatang ketakutan, seakan ia mengenali gerakan dan sikap dari
suatu liturgi yang ia takuti.
Sekarang aku tahu bahwa ada dua alasan mengapa ia takut: satu, bahwa ia telah
tertangkap, yang kelihatannya, karena kejahatan yang mencolok; lainnya, bahwa
sehari sebelumnya, ketika Bernard memulai penyidikannya, dengan mengumpulkan
rumor dan insinuasi, Remigio sudah merasa takut bahwa masa lalunya akan
terbongkar; dan ia jadi makin takut waktu melihat Salvatore ditangkap.
Jika Remigio malang itu dicengkeram oleh ketakutannya sendiri, Bernard Gui, demi
tugasnya, tahu caranya mengubah rasa takut korbannya itu menjadi teror. Ia diam
saja: padahal sekarang semua orang mulai berharap ia memulai interogasi itu,
sambil tetap berkutat dengan kertaskertas yang sudah sedari tadi ia pegang,
pura-pura menata kertas itu, tetapi dengan pikiran kosong.
Sebenarnya ia menatap terdakwa, dan dalam tatapan itu terasa adanya kesenangan
munafik (seakan mau mengatakan: Jangan takut, kau berada di tangan sekumpulan
saudara yang hanya menginginkan yang baik darimu) bercampur dengan ironi
sedingin es (seakan mau mengatakan: Kau belum tahu apa yang baik dari dirimu,
dan sebentar lagi akan kuberi tahu) dan kekerasan tanpa belas kasihan (seakan
mau mengatakan: Tetapi bagaimanapun juga aku hakim di sini, dan kau berada di
dalam kekuasaanku). Kepala Gudang sudah tahu semua itu, tetapi diamnya hakim itu
dan penundaan waktu membuatnya merasa lebih takut, sehingga, karena merasa makin
lama makin terhina, kegelisahannya berubah menjadi rasa putus asa dan bukan rasa
rileks, dan dia akan dikuasai sepenuhnya oleh hakim itu, bak lilin lembek dalam
tangan hakim itu. Akhirnya, Bernard mulai bicara. Ia mengucapkan beberapa kalimat ritual,
mengatakan kepada para hakim bahwa sekarang mereka boleh menginterogasi terdakwa
berkaitan dengan dua kejahatan yang sama-sama menjijikkan, yang pertama sudah
jelas bagi semua tetapi lebih tercela daripada yang lainnya, karena terdakwa
telah ditangkap secara tibatiba dalam tindakan pembunuhan padahal sebenarnya ia
sedang dicari-cari untuk kejahatan kebidahan.
Itu yang dikatakan. Kepala Gudang itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya
yang sulit ia gerakkan karena diikat dengan rantai.
Bernard Gui mulai mengajukan pertanyaan. "Siapa kau?" tanyanya.
"Remigio dari Varagine. Saya lahir lima puluh dua tahun yang lalu, dan waktu
masih pemuda, saya masuk biara Minorit di Varagine."
"Dan bagaimana bisa terjadi bahwa hari ini kau ditemukan dalam ordo Benediktin?"
"Bertahuntahun lalu, waktu Paus mengeluarkan bulla Sancta Romana, karena takut
tertulari kebidahan kaum Fraticelli meskipun saya tidak
pernah menyetujui sikap mereka ... saya pikir lebih baik bagi jiwaku yang berdosa
ini menghindari suatu suasana yang penuh bujukan, dan saya melamar dan diterima
di kalangan rahib biara ini, di tempat ini saya sudah bekerja sebagai Kepala
Gudang selama lebih dari delapan tahun."
"Kau menghindari bujukan yang bidah," cemooh Bernard, "atau, lebih tepatnya, kau
menghindari penyidikan dari mereka yang berketetapan untuk menemukan kebidahan
dan menggali sampai ke akarnya, dan para rahib Cluny yang baik itu percaya bahwa
mereka melakukan tindakan murah hati dalam menerima kau dan mereka yang seperti
kamu. Tetapi ganti jubah tidak cukup untuk menghapus iblis kebejatan bidah dari
jiwa, dan karenanya sekarang kami datang ke sini untuk menemukan sisa-sisa yang
masih ada dalam jiwamu yang tidak terampuni dan apa yang kaulakukan sebelum tiba
di tempat suci ini."
"Jiwaku murni dan saya tidak tahu maksud Anda ketika bicara tentang kebejatan
bidah," kata Kepala Gudang itu berhatihati.
"Kalian dengar?" teriak Bernard sambil menoleh kepada hakim lainnya. "Mereka
semua sama. Kalau salah seorang dari mereka ditangkap, ia menghadapi pengadilan
dengan jiwa yang seakan damai dan tanpa penyesalan. Dan mereka tidak menyadari
bahwa ini pertanda paling jelas dari rasa bersalah mereka, karena seseorang yang
merasa benar akan gelisah kalau diadili! Tanya saja kepadanya apa dia tahu
alasan mengapa aku memerintahkan agar dia
ditangkap. Kau tahu itu, Remigio?"
"Tuanku," jawab Kepala Gudang itu. "Saya akan berbahagia mendengarnya dari bibir
Anda." Aku heran, karena menurutku, agaknya Kepala Gudang itu mau menjawab pertanyaan
ritual dengan katakata yang juga ritual, seakan ia hafal betul aturan penyidikan
dan perangkapnya dan sudah lama terlatih menghadapi keadaan akhir seperti itu.
"Nah," kata Bernard, "jawaban khas dari orang bidah yang tak terampuni! Mereka
menutupi jejak seperti rubah dan sulit sekali menangkap mereka, karena iman
mereka memberi hak untuk berbohong dengan tujuan menghindari hukuman yang
pantas. Berulang-ulang mereka akan memberi jawaban menyakitkan, sambil berusaha
menjebak inkuisitor, yang harus tahan menghadapi orangorang busuk. Kalau begitu,
Remigio, kau belum pernah berhubungan dengan yang disebut Fraticelli atau Imam
Hidup Dina, atau Beghard?"
"Saya mengalami biara-biara Minorit ketika terjadi perdebatan lama tentang
kemiskinan, tetapi saya tidak pernah masuk sekte Beghard!"
"Kalian lihat?" kata Bernard. "Ia menyangkal pernah menjadi seorang Beghard,
karena kaum Beghard, meskipun ikut berbagi kebidahan Fraticelli, menganggap
Fraticelli suatu cabang ordo Fransiskan yang sudah mati dan menganggap diri
mereka sendiri lebih suci dan sempurna. Tetapi banyak perilaku satu kelompok
yang serupa dengan perilaku kelompok lain. Dapatkah kau menyangkal, Remigio,
bahwa kau pernah terlihat di gereja,
membungkuk dengan wajah menempel tembok, atau tiarap dengan tudung kepala
menutup wajahmu, dan tidak berlutut dengan lengan terlipat seperti orangorang
lain?" "Rahib ordo Santo Benediktus juga bertiarap, pada saat saat tertentu ...."
"Aku tidak bertanya apa kau melakukan pada saatsaat tertentu, tetapi pada
saatsaat yang tidak tertentu! Jadi, jangan menyangkal bahwa kau mengambil satu
sikap atau lainnya, yang khas Beghard! Tetapi kau bilang bahwa kau bukan Beghard
.... Kalau begitu, katakan kepadaku, apa yang kaupercaya?"
"Tuanku, saya percaya kepada segala sesuatu yang orang Kristen yang baik
seharusnya ...." "Jawaban yang suci! Apa yang dipercaya orang Kristen yang baik?"
"Apa yang diajarkan oleh gereja suci."
"Dan gereja suci yang mana" Gereja yang dianggap suci oleh para penganutnya yang
menganggap diri mereka sendiri sempurna, Rasul Palsu, Fraticelli yang bidah,
atau gereja yang mereka bandingkan dengan pelacur Babylonia, yang semua dari
kita amat memercayainya?"
"Tuanku," kata Kepala Gudang itu, jengkel, "tolong katakan kepada saya yang mana
yang Anda percayai sebagai gereja yang benar ...."
"Tentu saja Gereja Roma, satu, suci, apostolik, di bawah Paus dan uskup-
uskupnya." "Begitu pula yang saya percaya," kata Kepala Gudang itu.
"Kelicikan yang menakjubkan!" seru inkuisitor itu. "Kepintaran de dictoi yang
menakjubkan! Kalian semua mendengarnya: ia bermaksud mengatakan bahwa ia percaya
bahwa aku memercayai gereja ini, dan ia menghindari tuntutan untuk menyatakan
apa yang ia percayai! Tetapi kita tahu betul muslihat berang-berang ini! Kita
langsung saja pada pokok masalahnya. Apa kau percaya bahwa sakramen-sakramen itu
dilembagakan oleh Atasan kita, bahwa untuk betulbetul menyesal kau harus mengaku
dosa kepada pelayan Tuhan, bahwa gereja Roma berkuasa untuk melonggarkan dan
mengikat di atas bumi apa yang akan dilonggarkan dan diikat di surga?"
"Mengapa saya tidak percaya?"
"Aku tidak tanya apa yang seharusnya kaupercayai, tetapi apa yang kaupercayai!"
"Saya memercayai setiap hal yang diperintahkan Anda dan para doktor yang pandai
untuk saya percayai," kata Kepala Gudang yang ketakutan itu.
"Ah! Tetapi apakah doktor-doktor pandai yang kausebutkan itu mungkin adalah
mereka yang memerintah sektemu" Apa ini yang kaumaksudkan kalau kau bicara
tentang doktor-doktor pandai" Apa orangorang yang kauikuti dalam mengenali
pasal-pasal kepercayaanmu adalah para pembohong jahat ini" Secara tidak langsung
kau mengatakan bahwa jika aku memercayai apa yang mereka percayai, maka kau akan
memercayaiku; kalau tidak kau hanya akan percaya kepada mereka!"
3 Mengulang penerj?"Saya tidak bilang begitu, Tuanku," Kepala Gudang itu tergagap. "Anda yang
membuat saya mengatakan itu. Saya percaya kepada Anda, jika Anda mengajarkan apa
yang baik." "Oh, bebal sekali!" Bernard menjerit sambil menggebrak meja.
"Kau mengulangi hafalan formula yang mereka ajarkan dalam sektemu dengan


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebebalan menyedihkan. Kau mengatakan bahwa kau akan memercayaiku hanya jika aku
mengkhotbahkan apa yang oleh sektemu dianggap baik. Begitulah selalu jawaban
Pisau Terbang Li 5 Pendekar Naga Putih 66 Siluman Gurun Setan Kisah Pedang Di Sungai Es 3
^