Pencarian

Winnetou Kepala Suku Apache 2

Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May Bagian 2


buas dan menuju ke saya. Semakin dekat dan semakin dekat seperti sebuah
malapetaka besar yang tidak dapat dihentikan. Kemudian saya berlutut dan
membidikkan senapan. Gerakan saya itu membuat bison itu berhenti dan mengangkat
kepalanya sedikit agar dapat melihat saya lebih baik dan lebih jelas lagi. Itu
membuat matanya yang buas melotot ke depan, ke kedua laras senapan saya. Saya
lepaskan satu tembakan ke matanya yang kanan, dan satu lagi ke mata kirinya.
Binatang itu menggelepar dan robohlah ke tanah.
Saya melompat untuk melihat Sam. Tapi ternyata tidak perlu karena saya lihat dia
berlari mendatangi saya. "Hallo," saya berseru padanya. "Anda selamat" Anda tidak terluka parah?"
"Sama sekali tidak," jawab dia. "Hanya pinggang saya sebelah kanan sakit karena
terjatuh, atau mungkin yang kiri, kalau saya tidak salah. Saya tidak tahu
pasti." "Dan kuda Anda?"
"Di sana. Ia masih hidup, tapi bison itu telah merobek seluruh perutnya. Untuk
mengurangi penderitaannya, kita harus menembaknya. Binatang malang! Apakah bison
itu mati?" "Saya harap begitu, mari kita periksa."
Kami periksa dia dan merasa yakin bahwa bison itu sudah mati. Pada saat itu
Hawkens berkata sambil menarik nafas panjang,
"Bison tua yang brutal ini telah menyulitkan saya! Ia seharusnya lebih sopan
pada saya. Tentu saja, bison tidak bisa dituntut bersikap seperti perempuan,
hihihihi!" "Bagaimana ia bisa menyerang Anda ?" "Apakah Anda tidak lihat ?" "Tidak."
"Begini, saya menembak bison betina. Karena kuda saya sedang melaju cepat, saya
baru bisa menghentikannya persis ketika ia menabrak bison ini. Itu membuat dia
marah dan mengejar-ngejar saya. Cepat-cepat saya tembakkan peluru dari kedua
laras 'Liddy'." Namun ternyata meleset, karena itu ia semakin menjadi dan saya
tidak bisa mengelak. Ia terus mengejar-ngejar sehingga saya tidak bisa mengisi
peluru. Karena senapan itu tidak ada gunanya lagi, saya membuangnya agar tangan
saya menjadi bebas dan bisa mengendalikan kuda dengan lebih baik, kalau saya
tidak salah. Kuda malang itu telah berbuat sebaik mungkin, tapi tidak bisa
menyelamatkan diri."
"Karena Anda terakhir kali berubah arah dengan cepat dan fatal. Seyogyanya Anda
berjalan memutar. Niscaya kuda itu akan selamat."
"Selamat" Anda berbicara seperti seorang senior. Greenhorn biasanya tidak bicara
seperti itu." "Pshaw! Greenhorn juga punya sisi baik!"
"Ya, kalau tidak karena Anda, pasti sekarang saya terkapar dan terkoyak-koyak
seperti kuda saya. Mari kita lihat kuda itu."
Kami lihat keadaannya menyedihkan. Ususnya keluar dari perutnya yang robek. Ia
mengerang kesakitan. Sam mengambil senapannya yang tadi dibuang, mengisi peluru
dan menembakkannya pada kudanya untuk mengakhiri penderitaannya. Kemudian ia
melepas tali kekang dan pelananya dan berkata,
"Gara-gara lari dikejar bison, sekarang saya harus menyandang pelana seperti
kuda juga." "Ya. Di mana Anda akan memperoleh kuda pengganti?" tanya saya.
"Itu tidak begitu saya khawatirkan. Saya akan menangkap seekor lagi, kalau saya
tidak salah." "Seekor mustang?"
"Ya. Bison-bison itu di sana, mereka memulai perjalanannya ke selatan[Dalam
musim gugur bison dan mustang berpindah ke selatan mencari hawa hangat, dan
kembali ke utara pada musim semi, demikian seterusnya.]. Pada saat itu mustang
akan segera tampak. Saya hafal itu." "Boleh saya ikut menangkap mustang itu ?"
"Tentu saja. Anda juga harus belajar berburu mustang. Sekarang mari kita pergi.
Kita akan akan memeriksa bison jantan tua itu. Mungkin ia masih hidup.
Methussalem[Tokoh dalam Alkitab yang disebut-sebut sangat tua.] seperti itu
biasanya mempunyai nyawa yang sangat alot."
Kami pergi ke sana. Hewan itu sudah mati. Kini karena ia terbaring kaku, orang
dapat mengukur bentuk kolosalnya lebih baik lagi secara langsung daripada
sebelumnya. Sam memandang saya dan bison itu bergantian. Wajahnya tampak sangat
takjub. Kemudian menggelengkan kepala dan berkata,
"Ini tidak bisa dijelaskan. Sama sekali tidak bisa dijelaskan! Tahukah Anda, di
bagian mana Anda telah menembaknya ?"
"Di mana?" "Tepat pada tempat yang semestinya. Bison ini sudah tua sekali. Kalau saya, akan
berpikir dulu sepuluh kali sebelum berani berkelahi dengannya. Tahukah Anda.
Seperti apa Anda ini, Sir?"
"Seperti apa?" "Orang paling ceroboh."
"Oho." "Ya, orang paling ceroboh di muka bumi ini." "Kecerobohan tidak pernah menjadi
kesalahan saya." "Jadi, Anda sekarang suka ceroboh, paham! Saya kan sudah memberi perintah agar
Anda tidak ikut campur dengan urusan bison dan agar tetap sembunyi di dalam
semak belukar. Mengapa Anda tidak menurut?"
"Saya sendiri tidak tahu."
"Jadi! Anda melakukan sesuatu tanpa tahu alasannya. Apakah itu tidak ceroboh?"
"Saya rasa tidak. Pasti ada alasan penting." "Kalau begitu Anda harus tahu itu!"
"Mungkin alasannya karena Anda memerintah saya dan saya tidak bisa diperintah."
"Oh! Kalau orang bermaksud baik kepada Anda dan memperingatkan Anda terhadap
suatu bahaya, Anda dengan sengaja membangkang, menerjunkan diri dalam bahaya
itu?" "Saya datang ke daerah Barat bukan untuk menghindari bahaya yang saya jumpai."
"Baiklah. Tapi Anda masih greenhorn dan Anda harus berhati-hati. Karena Anda
tidak mematuhi saya, mengapa Anda tadi justru menembak bison raksasa ini dan
bukannya bison betina?"
"Karena lebih ksatria."
"Lebih ksatria! Greenhorn ini mau menjadi ksatria, kalau saya tidak salah,
hihihihi!" Dia tertawa sambil memegangi perutnya dan masih sambil tertawa dia melanjutkan,
"Kalau Anda benar-benar ingin bertindak sebagai pahlawan, jadilah pahlawan
'Toggenburg' saja. Untuk menjadi pahlawan 'Bayard atau Roland' Anda tidak punya
bakat. Anda menyukai bison betina dan setiap malam duduk dalam remang sinar
bulan untuk menunggu sampai binatang itu menampakkan diri dan turun ke lembah.
Bahkan semalaman Anda dapat duduk tenang seperti mayat dan menjadi santapan
coyote (serigala prairie) dan burung pemakan bangkai. Jika seorang westman
sejati melakukan sesuatu, dia tidak bertanya apakah yang dia lakukan bersifat
ksatria atau tidak. Dia hanya bertanya apakah itu bermanfaat baginya atau
tidak." "Itulah masalahnya."
"Masalahnya" Mengapa?"
"Saya memilih bison jantan itu, karena dagingnya lebih banyak daripada yang
betina." Lama ia memandangi muka saya kebingungan dan kemudian berteriak,
"Lebih banyak daging " Anak muda ini telah menembak bison jantan di sini karena
dagingnya hihihihi! Saya bahkan yakin Anda meragukan keberanian saya karena
hanya memburu bison betina."
"Bukan begitu, meskipun memang saya anggap lebih gagah memilih seekor binatang
yang kuat." "Dan makan daging bison tua" Bukan main pintarnya Anda, Sir" Bison tua itu pasti
telah berumur delapan belas sampai dua puluh tahun. Tubuhnya terdiri dari kulit,
tulang belulang, urat dan otot. Dagingnya yang ada tidak bisa lagi disebut
daging, karena sangat alot seperti kulit yang telah disamak. Walaupun Anda
seharian memanggangnya atau memasaknya, Anda tidak dapat mengunyahnya. Setiap
westman yang berpengalaman lebih suka bison betina ketimbang yang jantan karena
dagingnya empuk dan gurih. Kini semakin jelas, greenhorn macam apa Anda ini.
Tadi saya tidak punya waktu untuk menjaga
Anda." "Bagaimana serangan Anda yang ceroboh terhadap bison itu terjadi?"
Saya ceritakan kepada dia. Ketika saya selesai, dia terbelalak, sekali lagi
menggelengkan kepalanya dan menyuruh saya,
"Pergilah ke bawah sana, dan ambillah kuda Anda! Kita memerlukan kuda itu untuk
mengangkut daging yang akan kita bawa pulang."
Saya mengikuti perintahnya. Jujur saya katakan, saya merasa kecewa atas
sikapnya. Dia tidak mengatakan satu patah kata pun setelah mendengarkan
penjelasan saya. Sebenarnya saya sudah yakin akan mendapatkan pengakuan darinya
meskipun hanya sedikit. Dia tidak mengatakan apa-apa, malah menyuruh saya pergi
untuk mengambil kuda saya. Meskipun demikian saya tidak jengkel padanya karena
saya bukanlah orang yang melakukan sesuatu demi pujian.
Ketika saya membawa kuda itu, Sam sedang berlutut di samping bison betina yang
terlentang di depannya. Dia memotong bagian paha bison itu, kemudian memisahkan
daging dari kulit dan tulangnya dengan cekatan dan memotong lagi di bagian
pinggang. "Nah," kata dia. "Ini untuk dipanggang malam ini. Kita sudah lama tidak makan
daging panggang. Daging pinggang ini kita muat ke atas kuda Anda, diikatkan di
atas pelana dengan tali kekang. Daging ini hanya untuk saya, Anda,
Will dan Dick. Kalau yang lain juga mau, mereka bisa berkuda ke sini dan
mengambil sisa daging bison betina ini."
"Kalau tidak, dimakan burung bangkai dan binatang liar lainnya."
"Begitu" Alangkah pintarnya Anda! Tentu saja begitu. Akan kita tutupi dengan
ranting-ranting dan batu di atasnya. Hanya beruang atau binatang besar lainnya
yang bisa membongkarnya."
Karena itu saya memotong cabang-cabang yang berat dari semak-semak di sekitar
dan kemudian mengambil beberapa batu yang besar. Kami menimbun bison betina itu
dan memuat daging tadi ke atas kuda. Dalam pada itu saya bertanya,
"Bagaimana dengan bison jantan itu?"
"Bison jantan" Apa manfaatnya?"
"Tidak dapatkah kita memanfaatkannya sedikit pun?"
"Sama sekali tidak!"
"Juga kulitnya?"
"Apakah Anda bisa menyamak kulit " Kalau saya tidak." "Tapi saya pernah membaca,
bahwa kulit bison buruan dapat disimpan dalam caches[tempat pengumpulan dan
penyimpanan kulit sebelum diperjual-belikan]
"Oh, itu sudah Anda baca" Ya, kalau Anda sudah membaca, pasti itu benar adanya,
hihihihi! Memang ada sejumlah westman yang memburu binatang demi kulitnya. Saya
juga pernah melakukannya. Tapi sekarang kita tidak tergolong westman seperti itu
dan kita tidak usah repot-repot dengan kulit yang berat ini."
Kami melanjutkan perjalanan dan setengah jam kemudian sudah sampai di perkemahan
meskipun dengan berjalan kaki, karena perkemahan ini tidak jauh dari lembah
tempat saya pertama kali menembak mati bison, atau tepatnya kedua bison buruan
saya yang pertama. Kedatangan kami yang berjalan kaki dan tanpa kuda milik Sam menimbulkan
keheranan. Kami ditanyai sebab musababnya.
"Kami memburu bison dan kuda saya dirobek perutnya oleh seekor bison jantan,"
jawab Sam Hawkens. "Berburu bison, bison, bison!" kata itu terdengar dari mulut semua orang. "Di
mana, di mana?" "Hanya setengah jam dari sini. Kami membawa daging pinggang. Kalian bisa
mengambil sisanya." "Kami akan mengambilnya. Ya, kami ambil...," seru Rattler. Dia mengatakannya
seolah-olah di antara dia dan saya tidak terjadi apa-apa.
"Di mana tempatnya?"
"Kalian berkuda saja dan ikuti jejak kami. Pasti kalian akan menemukannya.
Kalian kan punya banyak mata, kalau saya tidak salah." "Berapa ekor tadi
bisonnya?" "Dua puluh."
"Dan berapa yang Anda tembak?" "Seekor betina."
"Hanya itu" Yang lainnya ke mana?"
"Lari. Kalian bisa mencari bison-bison itu. Saya tidak ambil pusing, ke mana
mereka pergi, dan saya juga tidak bertanya pada binatang-binatang itu,
hihihihi." "Tapi hanya seekor betina! Dua orang pemburu, dan dari dua puluh bison hanya
tertembak satu!" sela seseorang dengan nada yang menghina.
"Kalau Anda bisa, tembaklah lebih banyak, Sir! Sebenarnya Anda bisa menembak
semua binatang itu, bahkan lebih banyak lagi. Kalau kalian ke sana, selain bison
betina itu, masih ada dua bison jantan tua yang berhasil ditembak gentleman muda
ini." "Bison jantan. Yang sudah tua!" seru orang-orang di sekeliling. "Menembak bison
jantan dua puluh tahunan, greenhorn macam mana yang melakukan
ketololan itu!" "Demi saya, jangan kalian tertawakan dia, Mesch'schurs. Kalian lihatlah dulu
kedua bison jantan itu! Saya katakan pada kalian, bahwa dia melakukan itu untuk
menyelamatkan jiwa saya."
"Jiwa" Mengapa?"
Mereka penasaran dan ingin mendengarkan cerita petualangan. Namun dia tidak mau
bercerita, "Saya tidak mau bicara tentang itu sekarang. Biar dia sendiri yang cerita. Kalau
kalian pintar, ambillah dulu daging bison itu sebelum malam tiba."
Dia benar. Matahari telah condong ke barat dan tidak lama lagi malam pasti tiba.
Karena selain itu juga mereka tahu, bahwa saya tidak akan mau cerita, maka
mereka pun naik ke atas kudanya masing-masing dan berangkat. Saya katakan
semuanya karena tak seorang pun mau tinggal. Mereka tidak saling percaya. Jika
hal itu terjadi pada para pemburu yang memiliki rasa setia kawan, binatang
buruan yang ditembak akan menjadi milik bersama. Tetapi semangat kebersamaan itu
tidak ada pada orang-orang ini. Ketika mereka kembali, saya mendengar betapa
buasnya mereka dalam menyerbu bangkai bison betina itu. Setiap orang berusaha
mendapatkan dagingnya sebanyak dan sebaik mungkin sambil cekcok dan mengutuk.
Ketika berangkat, kami menurunkan daging pinggang dari pelana kuda saya dan
menuntun kuda itu ke tepi untuk melepas tali kekang dan mengikatnya pada patok.
Dalam pada itu, saya tenang saja. Karena itu Sam punya kesempatan untuk
menceritakan petualangan kami pada Parker dan Stone. Antara tempat saya dan
tempat mereka berdiri terhalang oleh tenda, sehingga mereka tidak melihat saya
ketika saya mendekat lagi ke arah mereka. Ketika saya hampir mencapai tenda itu,
saya mendengar Sam berbicara,
"Kalian dapat mempercayai saya, apa yang saya katakan ini benar. Pemuda itu
justru melawan bison jantan yang paling besar dan paling kuat. Dia menembaknya
sampai mati seperti pemburu bison senior dan berpengalaman! Tentu saja, saya
berpura-pura menganggap tindakannya itu ceroboh, dan tentu saja saya
memarahinya. Tapi saya tahu, bagaimana sebenarnya sikap saya terhadap dia."
"Saya juga," sela Stone. "Dia akan menjadi westman yang tangkas."
"Dan pasti tidak lama lagi," saya mendengar Parker menukas.
"Yes," kata Hawkens. "Tahukah kalian gents, dia berbakat untuk itu, terlahir
sebagai orang baik, westman sejati. Selain itu kekuatan tubuhnya! Bukankah
kemarin dia menyingkirkan kereta pedati itu sendirian tanpa bantuan orang lain!
Di mana ada dia, semuanya beres. Tapi maukah kalian berjanji satu hal pada
saya?" "Apa?" tanya Parker.
"Jangan sampai dia tahu, apa yang kita pikirkan tentang dia."
"Mengapa tidak?"
"Karena dia bisa besar kepala."
"Oh tidak!" "Oh, iya! Dia pemuda yang sangat rendah hati dan sama sekali tidak sombong.
Tetapi memujinya tetap saja salah. Pujian dapat merusak karakter terbaiknya.
Kalian harus tetap saja menyebut dia greenhorn. Dia kan memang greenhorn
meskipun dia memiliki semua sifat yang harus dimiliki westman yang tangkas,
sifat-sifat itu belum terlatih. Dia masih harus banyak menimba pengalaman dan
berlatih." "Apakah kamu tidak berterima kasih padanya" Bukankah dia sudah menyelamatkan
jiwamu?" "Saya tidak mau!"
"Apa kata dia nanti!"
"Saya tidak peduli, kalau saya tidak salah. Tentu saja dia akan menganggap saya
seorang bajingan yang tidak tahu berterima kasih. Tapi ini masalah lain.
Masalah utamanya adalah dia tidak boleh menjadi sombong. Dia harus tetap seperti
semula. Sebenarnya saya tadi ingin sekali memeluk dan menciumnya."
"Fi!" seru Stone, "dicium oleh kamu" Mungkin kalau hanya dipeluk, orang masih
mau. Tapi kalau dicium pasti dia tidak mau!"
"Masa tidak mau" Mengapa?" tanya Sam.
"Mengapa" Apa kamu belum pernah bercermin atau melihat wajahmu yang manis di


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam air yang jernih" Wajahmu, jenggotmu dan hidungmu! Wow, barang siapa yang
mau mendaratkan bibirnya di wajahmu, pasti dia sedang pusing tujuh keliling atau
otaknya tidak waras."
"Ah, masa! Hm! Itu kedengarannya sangat ramah. Saya memang pria jelek. Kamu
sendiri bagaimana" Ganteng ya" Kamu juga tidak mau kan! Saya jamin kalau kita
berdua ikut lomba ketampanan, saya akan mendapatkan hadiah pertama, sedangkan
kamu tidak akan dapat hadiah, hihihihi! Tapi ini bukan topik kita sekarang. Kita
berbicara tentang greenhorn itu. Saya tidak berterima kasih padanya dan tidak
akan. Tapi, kalau daging pinggang itu sudah matang, dia harus mendapat bagian
yang paling baik dan gurih. Saya sendiri yang akan memotongnya. Dia layak
mendapatkan itu. Tahukah kalian, apa yang akan saya lakukan besok?"
"Apa?" tanya Stone.
"Menyenangkan dia."
"Dengan apa?" "Dia boleh menangkap mustang." "Kamu mau berburu mustang?"
"Ya. Saya harus memiliki kuda baru. Saya pinjam kudamu untuk berburu. Karena
sekarang ini bison telah tampak, maka mustang pun akan datang. Saya pikir, saya
hanya perlu turun ke padang prairie tempat kita kemarin dulu mematok dan
mengukur rel kereta. Di sana pasti ada mustang, segera setelah kuda-kuda liar
itu sampai di kawasan ini."
Saya tidak terus nguping, tapi kembali melalui semak belukar untuk menghampiri
ketiga pemburu itu dari sisi lain. Mereka tidak boleh tahu, bahwa saya tadi
mendengar apa yang tidak seharusnya saya dengar.
Api dinyalakan. Pada kedua sisi perapian itu ditancapkan dua buah ranting
bercabang. Kedua ranting itu kuat dan keras sehingga bisa digunakan sebagai
tiang penyangga untuk memanggang daging. Ketiga pemburu itu mempersembahkan
seluruh daging pinggang pada saya dan mulailah Sam Hawkens membolak-balik
tusukan-tusukan itu perlahan-lahan dengan trampil. Wajahnya yang nampak sangat
bahagia secara diam-diam membuat saya senang.
Ketika yang lain kembali dengan membawa daging, mereka menyalakan api seperti
kami. Tentunya mereka tidak tenang dan rukun seperti kami. Karena setiap orang
ingin memanggang daging untuk dirinya sendiri, sehingga tempatnya menjadi tidak
cukup, dan akibatnya mereka memakan porsinya setengah matang.
Saya benar-benar mendapat bagian yang paling bagus, beratnya kira-kira satu
setengah kilogram dan saya makan sampai habis. Meskipun begitu orang tidak
menganggap saya rakus. Sebaliknya saya selalu makan lebih sedikit daripada yang
lain yang berada dalam kondisi seperti saya. Tapi bagi seseorang yang tidak tahu
atau tidak mengalami sendiri dan tidak ikut serta, hampir tidak bisa dipercaya
bahwa seorang westman harus makan banyak daging kalau dia ingin bertahan hidup.
Manusia memerlukan sejumlah putih telur dan karbohidrat selain zat-zat lainnya
yang diperlukan tubuh. Keduanya harus disediakan dalam komposisi yang benar,
kalau dia hidup di daerah yang beradab. Westman yang berbulan-bulan lamanya
keluar masuk daerah yang tidak berpenghuni, hidupnya hanya dari daging yang
hanya sedikit mengandung karbohidrat. Karena itu dia harus makan dengan porsi
besar untuk memberi sejumlah karbohidrat yang diperlukan oleh tubuhnya. Baginya
tidak ada pengaruhnya jika dia makan banyak putih telur walaupun tidak sehat.
Saya pernah lihat seorang pemburu makan empat kilogram daging sekaligus, dan
ketika saya tanya dia, apakah dia kenyang, dia menjawab sambil tersenyum.
Seharusnya begitu, karena saya sudah tidak punya lagi. Kalau Anda mau memberi
saya sebagian dari punya Anda, maka saya akan segera menyikatnya sampai habis.
Selama makan para westman itu berbincang-bincang tentang perburuan bison tadi.
Sebagaimana yang saya dengar, ketika mereka melihat kedua bison jantan itu,
mereka menganggap saya telah bertindak bodoh.
Keesokan harinya saya berpura-pura akan pergi bekerja. Sam datang menghampiri
saya dan berkata, "Simpan saja peralatan Anda, Sir. Ada sesuatu yang lebih menarik untuk
dikerjakan." "Apa?" "Anda akan tahu nanti. Siapkanlah kuda Anda. Kita pergi berkuda." "Jalan-jalan"
Pekerjaan di sana harus didahulukan!"
"Pshaw! Anda sudah membanting tulang. Selain itu, saya kira kita sudah akan
kembali siang hari. Setelah itu Anda mengukur dan menghitung sesuka hati
Anda." Saya melapor dulu kepada Bancroft dan kemudian berangkat. Di perjalanan Sam
berperilaku sangat misterius, dan saya pun tidak mengatakan padanya, bahwa saya
sudah tahu tujuannya. Perjalanan ditempuh melalui lintasan yang sudah kami ukur
sampai di padang prairie yang telah ditandai Sam kemarin.
Prairie itu lebarnya kira-kira tiga kilometer, panjangnya dua kali lipat dan
dikelilingi bukit yang berhutan lebat. Karena dilalui aliran sungai yang agak
besar, udaranya cukup lembab dan karena itu di sana tumbuh rerumputan dengan
subur. Di sebelah utara orang bisa mencapai padang prairie ini diapit di antara
dua gunung, dan di sebelah selatan hamparan prairie berbatasan dengan sebuah
lembah yang menuju ke sini. Ketika kami tiba di sana, Hawkens berhenti dan
memperhatikan dataran dengan pandangan menyelidik. Kemudian kami berkuda lagi ke
arah utara di tepi sungai kecil itu. Tiba-tiba dia mengeluarkan seruan,
mengekang kudanya yang tentu saja bukan miliknya melainkan pinjaman, kemudian
turun dan melompati sungai kecil itu dan pergi ke suatu tempat yang rumputnya
sudah terinjak orang. Dia memeriksa daerah itu kemudian kembali lagi, dan naik
lagi ke atas pelana, lalu berpacu lagi, namun tidak ke arah utara seperti
sebelumnya, melainkan ke arah kanan, sehingga kami mencapai tepi barat prairie
beberapa saat setelahnya. Di sini dia turun lagi dan membiarkan kudanya
merumput, tapi dia mengikatnya dengan seksama. Sejak memeriksa jejak itu, dia
tidak berbicara sepatah kata pun. Namun pada wajahnya yang berjenggot terpancar
kesan puas seperti sinar matahari di atas hutan yang lebat. Sekarang dia
memerintah saya, "Turunlah Sir, dan ikatlah kuda Anda itu kuat-kuat! Kita akan menunggu di
sini." "Mengapa harus diikat kuat-kuat?" tanya saya, meski saya tahu baik alasannya.
"Karena kalau tidak, kuda Anda bisa hilang. Saya telah melihat berkali-kali,
bahwa pada kesempatan seperti ini kuda akan melarikan diri." "Kesempatan yang
bagaimana?" "Apa Anda tidak tahu?" "Hm!"
"Cobalah tebak!" "Mustang?"
"Hei, kok tahu?" tanya dia sambil memandang saya dengan kagum. "Karena itu sudah
saya baca." "Apa?" "Bahwa kuda yang patuh akan melarikan diri bersama dengan mustang liar, jika
mereka tidak kita ikat kuat-kuat."
"Persetan dengan Anda! Anda sudah membaca semuanya dan karena itu tidak mungkin
orang memberi kejutan pada Anda. Saya lebih menyukai orang yang tidak bisa
membaca." "Apakah Anda mau memberi saya kejutan?"
"Tentu saja." "Dengan berburu mustang?"
"Ya." "Ini pasti mustahil. Kalau kejutan, mana mungkin diberitahukan sebelumnya. Anda
tidak boleh memberitahu saya sebelum kuda-kuda itu datang." "Benar, hm!
Dengarlah, mustang-mustang itu tadi di sini." "Apakah sebelumnya ada jejak?"
"Ya, kemarin mereka lewat sini. Tahukah Anda, mereka itu pasukan garis depan,
semacam pengintai. Saya harus katakan pada Anda, bahwa binatang-binatang itu
sangat cerdik. Mereka selalu mengirimkan kelompok kecil lebih dulu ke muka dan
ke samping. Mereka memiliki opsir seperti militer, dan komandan utamanya selalu
mustang jantan yang berpengalaman, kuat dan gagah berani. Kalau mereka ingin
merumput atau bergerak, sisi kiri kanannya selalu dikawal oleh mustang jantan.
Kemudian diikuti mustang betina, dan di tengah-tengah anak-anaknya. Formasi
diatur begitu agar kuda-kuda jantan dapat melindungi kuda betina dan anak-
anaknya. Saya sudah sering menjelaskan, bagaimana orang menangkap mustang dengan
lasso. Apakah Anda sudah paham?"
"Tentu saja." "Anda mau menangkap seekor mustang?"
"Ya." "Anda punya kesempatan untuk itu pagi ini, Sir."
"Terima kasih! Kesempatan itu tidak akan saya manfaatkan."
"Tidak" All devils! Mengapa tidak?"
"Karena saya tidak memerlukan kuda."
"Tapi, seorang westman tidak bertanya, apa dia memerlukan seekor kuda atau
tidak." "Kalau begitu westman tidak seperti yang diceritakan orang." "Seperti apa
memangnya?" "Anda kemarin berbicara tentang pemburu gila-gilaan, tentang orang kulitputih
yang membunuh bison secara massal, tanpa memanfaatkan dagingnya.
Saya anggap itu sebuah dosa terhadap binatang dan terhadap orang kulitmerah yang
dirampok rezekinya. Anda juga begitu kan?"
"Tentu saja!" "Justru begitu juga dengan kuda-kuda itu. Saya tidak mau merampok kebebasan
mustang-mustang yang elok itu."
"Itu pikiran yang baik, Sir, sangat baik. Setiap manusia dan orang Kristiani
justru harus berpikir, berbicara dan bertindak seperti yang Anda pikirkan dan
bicarakan. Tapi siapa bilang, Anda akan merampok kebebasan seekor mustang" Saya
telah melatih Anda melempar lasso dan Anda harus mencobanya. Saya ingin melihat,
apa Anda lulus ujian. Paham?"
"Itu lain. Ya, kalau begitu saya ikut."
"Baiklah! Bagi saya hal itu sangat serius tentunya. Saya perlu seekor kuda dan
akan menangkap satu ekor. Sudah sering saya katakan dan sekarang sekali lagi
saya katakan: Anda harus duduk tegak di atas pelana, dan segera tekan kuda Anda
sekuat tenaga pada saat Anda melempar lasso. Kalau tidak, kuda Anda akan lari
dan Anda akan terpelanting dan terseret. Kalau demikian, Anda nanti akan
kehilangan kuda dan menjadi prajurit pejalan kaki seperti saya sekarang."
Dia ingin terus bicara, tapi berhenti dan menunjuk dengan tangannya ke kedua
gunung yang telah disebutkan, di prairie sebelah utara. Di sana muncul seekor
kuda, hanya seekor. Kuda itu berlari pelan ke arah kami tanpa merumput. Ia
menggerakkan kepalanya dengan cepat ke segala arah dan menghirup udara melalui
lubang hidungnya. "Anda lihat itu?" bisik Sam, karena tegang dia bicara pelan-pelan padahal kuda
itu tidak mungkin dapat mendengar suara kami.
"Benar bukan kata saya, mereka datang! Yang di depan itu pengintai, ia
memeriksa, apakah daerah ini aman. Ia seekor kuda jantan yang cerdik. Alangkah
gesitnya, ia memandang ke segala arah, dan kemudian berputar! Ia tidak melihat
kita, karena angin bertiup dari depan kita. Karena itu saya memilih tempat ini."
Sekarang mustang itu berlari kencang, kadang lurus, kadang ke kanan atau ke
kiri, dan akhirnya berbalik ke arah asalnya dan menghilang di sana, di tempat ia
pertama kali muncul. "Apakah Anda memperhatikan kuda itu?" tanya Sam. "Alangkah cerdik tingkah
lakunya dan tindakannya menggunakan setiap semak-semak untuk melindungi dirinya
agar tidak terlihat! Seorang pengintai Indian belum tentu bisa melakukannya
dengan lebih baik." "Itu benar. Saya sangat terpesona."
"Sekarang ia kembali untuk melapor pada jendralnya, bahwa keadaan aman. Tapi
mereka pasti kecewa, hihihihi! Saya berani bertaruh, paling tidak sepuluh menit
lagi mereka akan datang. Anda tahu, bagaimana kita akan melakukannya?"
"Bagaimana?" "Sekarang bergegaslah kembali ke jalan keluar padang prairie ini dan tetaplah di
sana. Saya akan turun ke dekat jalan masuk dan bersembunyi di hutan sana. Kalau
kawanan kuda itu datang, akan saya biarkan mereka lewat dan kemudian mengikuti
di belakangnya. Mereka akan lari ke arah Anda. Kalau mereka melihat Anda mereka
akan berbalik arah. Jadi kita giring mereka ke arah Anda dan ke arah saya,
sampai kita bisa memilih dua kuda yang akan kita tangkap. Kemudian akan saya
pilih lagi yang paling baik, sementara kuda yang satunya lagi kita biarkan saja
lari. Anda setuju?" "Kenapa Anda bertanya seperti itu" Saya tidak mengerti sama sekali tentang
perburuan kuda. Andalah ahlinya, jadi saya harus mengikuti perintah Anda."
"Well, Anda benar. Saya sudah menaklukkan beberapa mustang liar dan dapat
mengatakan bahwa Anda tidak berkata bodoh dengan menyebut saya seorang master'.
Jadi bergegaslah, kalau tidak kita akan terlambat dan kehilangan kesempatan."
Kami naik lagi ke atas pelana dan berpisah menuju tempat masing-masing. Dia ke
utara dan saya ke selatan, sampai pada tempat kami memasuki prairie tadi. Karena
senjata saya, si Pembunuh Beruang yang berat itu menghambat perjalanan kami,
hampir saja saya melepaskannya. Tapi saya pernah membaca dan mendengar, bahwa
westman yang hati-hati hanya berpisah dengan senjatanya kalau dia tahu pasti
bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dan senjata itu tidak diperlukan. Tapi
kasus di sini lain, setiap saat orang Indian atau binatang buas bisa muncul.
Karena itu, saya berusaha agar senjata tua itu tergantung rapat pada sarungnya
di pelana dan tidak memukul paha saya.
Kemudian dengan tegang saya menunggu munculnya kuda-kuda itu. Saya berhenti di
antara pepohonan yang paling depan di hutan yang berbatasan dengan prairie itu
dan mengikatkan salah satu ujung lasso pada kancing pelana kuat-kuat serta
menggulung simpulnya di depan badan sehingga siap untuk dipakai.
Ujung bagian bawah prairie itu begitu jauh dari saya, sehingga saya tidak bisa
melihat mustang-mustang itu kalau mereka datang. Mereka baru akan kelihatan
kalau Sam menggiringnya. Belum sampai seperempat jam saya di tempat itu, saya
melihat sejumlah titik hitam di bawah sana. Titik-titik hitam itu dengan cepat
menjadi besar karena mereka bergerak ke arah saya. Pertama-tama sebesar
burung pipit, kemudian sebesar kucing, anjing, kambing, sampai mereka begitu
dekat dan tampak sebesar aslinya. Mereka adalah sekelompok mustang yang sedang
digiring Sam ke arah saya.
Cantik nian pemandangan binatang-binatang itu! Surai mereka melambai-lambai
menutupi lehernya dan ekornya beterbangan seperti bulu-bulu halus yang tertiup
angin. Jumlahnya tidak lebih dari tiga ratus ekor. Rasanya bumi berguncang
karena derap kaki mereka. Seekor kuda jantan putih berlari sendirian di depan,
alangkah anggunnya binatang itu. Sebenarnya orang pasti ingin menangkapnya. Tapi
tidak ada pemburu prairie yang mau menunggangi seekor kuda putih. Binatang
berwarna terang seperti itu mudah terlihat keberadaannya oleh musuh dari
kejauhan. Kini sudah waktunya untuk menunjukkan diri saya kepada kuda-kuda itu. Saya
keluar dari balik pepohonan itu dengan sembarangan dan pengaruhnya begitu
langsung terlihat. Kuda putih yang memimpin barisan langsung berbalik seolah-
olah perutnya tertembak peluru. Kawanan hewan itu berhenti tiba-tiba. Mereka
mendengus keras ketakutan. Seolah-olah mereka diperintahkan untuk mundur.
Kemudian mereka berlari ke arah mereka datang. Kuda putih kembali berada di
depan. Saya mengikuti mereka perlahan-lahan. Saya tidak terburu-buru karena saya yakin,
bahwa Sam Hawkens akan menggiringnya lagi ke arah saya. Pada saat itu saya
mencoba mempersiapkan suatu hal yang terbersit dalam benak saya. Meskipun kuda-
kuda itu hanya sebentar saja berhenti di depan saya, saya mendapat kesan bahwa
satu diantara hewan-hewan itu seperti bukan kuda. Ia lebih mirip seekor
baga[Blasteran kuda dengan keledai]. Mungkin saja saya keliru, tapi saya yakin
apa yang saya lihat itu benar. Pada kesempatan kedua saya ingin melihat lebih
jelas lagi. Bagal itu berada di urutan paling depan, tepat di belakang
komandannya. Jadi, ia tidak hanya diakui sebagai binatang sejenis oleh kuda-kuda
itu, tetapi juga memiliki kedudukan penting di antara mereka.
Setelah beberapa saat kawanan kuda itu kembali ke arah saya dan ketika melihat
saya, mereka segera berbalik lagi. Kemudian kembali lagi dan ketika itu saya
tahu, bahwa saya tidak keliru. Memang ada seekor bagal di antara mereka yang
berwarna coklat muda dengan garis punggung gelap yang sangat mengesankan.
Meskipun kepalanya besar dan telinganya panjang ia seekor binatang yang cantik.
Bagal lebih kuat daripada kuda biasa, memiliki langkah yang lebih mantap dan
tidak takut melihat jurang. Itulah kelebihan-kelebihan yang
menonjol. Tentu saja mereka juga keras kepala. Saya pernah melihat bagal yang
lebih suka dipukuli sampai mati, ketimbang maju selangkah pun. Meskipun
pemiliknya tidak memuat apa pun di atasnya dan jalannya baik, ia tetap tidak
mau, semata karena memang tidak mau.
Sejauh yang saya lihat sepintas, mata bagal itu seolah-olah bersinar dan
pandangannya lebih cerdik daripada kuda biasa, sehingga saya berniat
menangkapnya. Nampaknya ia melarikan diri dari pemiliknya, ketika dia diajak
berburu mustang, dan sekarang dia bergabung bersama kawanan mustang yang
lain." Sekarang kawanan itu digiring Sam ke arah saya. Kami saling berdekatan sehingga
saya bisa melihatnya. Kini mustang-mustang itu tidak bisa maju atau pun mundur.
Mereka berlarian ke tepi dan kami mengikutinya. Kawanan itu tercerai-berai. Saya
lihat kuda peranakan itu tetap berada di kelompoknya. Sekarang ia berlari ke
arah kuda putih. Benar-benar binatang yang luar biasa cepat dan mempunyai


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

stamina yang tangguh. Saya tetap berada pada kawanan ini sementara Sam tampaknya
demikian pula. "Giring ke tengah, saya ke kiri, Anda ke kanan!" serunya kepada saya.
Kami memacu kuda-kuda kami, tidak lagi hanya menyejajari kawanan mustang itu,
akan tetapi lebih tepat mendekati sehingga kami dapat mengejar sebelum mereka
mencapai hutan. Mereka ternyata tidak berlari ke arah sana. Mereka berbalik dan
akan melewati kami. Untuk menghindarinya kami segera mengejarnya, sehingga
mereka terpencar ke segala arah seperti sekawanan ayam yang akan tertangkap
elang. Kuda putih dan bagal keluar terpisah dari kelompoknya dan melewati kami.
Kami mengejarnya. Karena itu Sam berteriak kepada saya sambil memutar tali
lassonya di atas kepala, "Lagi-lagi greenhorn! Tetaplah di tempat!"
"Kenapa?" "Karena Anda memburu kuda putih dan hanya greenhornlah yang melakukannya,
hihihihi!" Saya menjawabnya, tetapi dia tidak mendengar karena suara tawanya yang keras
mengatasi suara saya, sehingga dia beranggapan saya memperhatikan kuda putih.
Terserahlah! Saya biarkan dia mengejar bagal itu dan berbelok ke arah mustang
yang ketakutan. Para mustang itu mendengus dan meringkik tidak teratur serta
berlari ke sana ke mari. Sam telah berada di dekat bagal itu. Kemudian dia
melemparkan tali lassonya. Tali simpul jatuh tepat pada leher binatang itu. Kini
Sam harus menahannya dan mengekang kudanya ke belakang. Dia selalu menganjurkan
hal itu kepada saya agar dapat menahan tarikannya jika tali lasso
itu mengencang. Dia melakukannya juga, tetapi agak terlambat. Kudanya belum
berbalik dan belum dikekang sekuat tenaga, sehingga dia dijatuhkan oleh sentakan
keras kuda itu. Sam Hawkens terpelanting ke udara dan salto dengan indahnya
serta jatuh di tanah. Kuda itu kembali bangkit dan terus berlari, sehingga tali
lasso tidak lagi kencang. Si bagal tertegun, merasa tidak lagi terikat kencang
dan langsung lari melintasi padang prairie dengan menyeret kuda itu, karena tali
lasso masih terikat pada pelana.
Saya bergegas menghampiri Sam untuk melihat apakah dia terluka. Dia bangkit dan
berteriak terkejut, "Sialan! Tiba-tiba kuda Dick Stone kabur bersama-sama dengan bagal itu, kalau
saya tak salah." "Apakah Anda terluka?"
"Tidak, cepatlah turun dan serahkan kuda itu kepada saya. Saya harus
menangkapnya!" "Untuk apa?" "Tentu saja saya ingin menangkap keduanya. Ayo cepat turun!"
"Saya tidak mau! Anda nanti salto lagi dan kedua kuda itu bisa hilang!"
Selesai mengucapkan kalimat itu, saya pun memacu kuda saya mengikuti bagal.
Kedua binatang itu sudah jauh tetapi sekarang mereka menghadapi masalah. Kedua
binatang itu ingin berlari ke arah yang berlainan. Sementara keduanya saling
terikat oleh tali lasso. Karena itu saya mendekati keduanya. Tidak ada gunanya
jika saya menggunakan lasso. Saya tarik tali lasso yang mengikat keduanya,
menggulungnya dan sekarang sudah aman untuk mengikat keduanya. Pertama-tama saya
biarkan keduanya berlari dan berguling-guling kemudian perlahan-lahan menarik
talinya sekuat tenaga, sehingga jeratnya semakin pendek dan lebih mudah
menjeratnya. Saya ikuti terus arah lari kuda itu, sehingga binatang itu kembali
ke arah Sam Hawkens berdiri. Di sana saya kencangkan tali kekang dengan tiba-
tiba, sehingga bagal itu terikat, tidak bisa bernafas dan jatuh ke tanah.
"Pegang erat-erat sampai saya memegang binatang ini dan baru biarkan dia lepas,"
seru Sam. Dia melangkah ke atas binatang yang walaupun tergeletak di atas tanah, kaki-
kakinya menendang-nendang dengan keras. "Sekarang!" katanya.
Saya melepaskan tali lasso dan binatang itu kembali bisa bernapas dan melompat.
Secepat itu pula Sam melompat ke punggungnya. Beberapa saat binatang itu tidak
bergerak seperti terkejut takut. Namun, kemudian ia melompat
ke atas, sebentar ke depan sebentar ke belakang, kemudian melompat ke samping
dengan ke empat kakinya, melengkungkan badannya, tetapi si Sam kecil tetap duduk
di atasnya. "Saya tidak akan dijatuhkan," serunya.
"Ini adalah gerakan terakhirnya, dan dia akan berlari lagi. Lihat saja, saya
akan membawa kuda itu pulang dalam keadaan jinak!"
Tetapi dia keliru. Binatang itu sama sekali tidak mau takluk padanya, bahkan
tiba-tiba menjatuhkan diri ke tanah dan berguling-guling. Bagal itu bisa
mematahkan tulang rusuk si Sam kecil. Dia harus turun dari pelana. Saya melompat
dari tempat saya dan menangkap tali lasso yang terseret di tanah dan
melilitkannya dua kali ke akar sebuah pohon yang kuat. Binatang itu melemparkan
penunggangnya dan melompat. Ia hendak menerjang, tetapi akar pohon itu
menahannya. Tali lasso menjadi kencang dan ikatannya semakin menegang. Akhirnya
si bagal itu tersungkur. Sam Hawkens kembali menepi. Dia meraba tulang rusuk dan pahanya. Dengan wajah
menyeringai kesakitan dia berkata,
"Biarkan binatang buas itu lari. Tak seorang pun bisa menaklukkannya, kalau saya
tidak salah." "Belum tentu! Saya tidak mau dipermalukan oleh seekor kuda yang ayahnya bukanlah
seorang gentleman melainkan hanya seekor keledai. Dia harus taat.
Awas!" Saya buka ikatan tali lasso dari akar pohon dan dengan langkah lebar melompat ke
binatang itu. Begitu ia bisa lega bernafas, ia pun melompat. Sekarang saya tekan
bagal itu dengan paha dan untuk hal ini posisi saya lebih baik daripada Sam yang
kecil. Rusuk kuda itu akan melengkung apabila dijepit dengan kedua paha
penunggangnya. Hal itu akan menekan ususnya dan membuatnya takut mati. Bisa jadi
ia akan melemparkan saya dengan cara yang sama seperti yang dilakukan terhadap
Sam, karena itu saya pegang tali lasso yang melingkari kepalanya, menggulungnya
dan menariknya tepat di belakang simpulnya. Ketika binatang itu mau menjatuhkan
diri lagi, saya menekan pahanya sehingga ia tidak jadi melakukannya. Ini sungguh
merupakan perjuangan yang menjengkelkan, kekuatan lawan kekuatan. Saya mulai
bersimbah peluh, tetapi binatang itu juga berkeringat lebih banyak. Peluh
mengalir dari badannya dan mulutnya mengeluarkan busa. Gerakannya makin melemah
dan makin tidak berdaya. Setelah dengusannya yang marah diikuti oleh ringkikan
pendek, akhirnya kuda itu roboh di bawah kaki saya, tanpa bisa berbuat apa-apa,
karena ia sudah tidak bertenaga lagi. Tanpa bergerak sedikit pun ia berbaring
dengan mata yang terbelalak. Saya
menarik napas dalam-dalam. Pada saat itu serasa tulang dan otot di tubuh saya
putus. "Heavens, Anda ini manusia atau bukan!" seru Sam. "Tenaga Anda lebih kuat dari
pada binatang itu! Lihatlah wajah Anda, begitu menakutkan!"
"Saya tahu." "Mata Anda keluar, bibir Anda bengkak dan pipi Anda benar-benar membiru!"
"Itu karena seorang greenhorn tidak mau dilemparkan, padahal seorang pemburu
mustang yang lebih pandai dikalahkan, setelah sebelumnya dia mengikat kudanya ke
bagal dan membiarkan keduanya berlari bersama-sama."
Wajahnya semakin menyeringai dan memohon dengan suara yang menyedihkan.
"Diam, Sir! Saya jelaskan, hal seperti itu bisa saja terjadi pada pemburu
ulung." "Bagaimana tulang rusuk dan mata kaki Anda?"
"Saya tidak tahu. Nanti akan saya periksa setelah keadaan saya membaik. Sekarang
seluruh tubuh saya gemetar. Dasar binatang liar, saya belum pernah merasakan
seperti ini sebelumnya. Saya harap binatang ini bisa tenang!"
"Dia sudah tenang. Lihat, betapa letihnya dia, begitu pasrah seperti minta
dikasihani. Maukah Anda menaikkan pelana dan mengikatkan tali kekangnya"
Tunggangilah kuda itu pulang!"
"Kalau begitu nanti ia bertingkah lagi!"
"Tidak akan! Dia sudah bosan. Binatang yang cerdas dan Anda akan mujur
memilikinya." "Saya kira. Tetapi dari awal saya sudah mengincar kuda itu. Anehnya Anda justru
mengincar kuda putih itu. Tentu hal itu suatu kekeliruan besar."
"Anda tahu pasti?"
"Tentu saja itu suatu kebodohan!"
"Bukan begitu maksud saya. Anda yakin saya mengincar kuda putih?" "Jadi
mengincar kuda yang mana?" "Mengincar bagal."
"Benar?" "Ya, walau saya seorang greenhorn tentu saya tahu bahwa kuda putih tidak cocok
untuk penunggang kuda di daerah Barat. Saya langsung tertarik pada bagal itu
begitu melihatnya." "Ya, Anda memiliki pengertian tentang kuda, orang harus mengakuinya."
"Sam yang baik, saya ingin akal saya sebaik Anda juga! Sekarang ke marilah,
tolong saya mengangkat binatang ini!"
Kami menarik binatang itu ke atas. Ia diam saja dan seluruh tubuhnya gemetar.
Bahkan ketika kami mengikatkan pelana dan tali kekang, ia tidak melawan. Ketika
Sam menaikinya, ia menurut dan begitu jinak seperti seekor kuda tunggangan.
"Ia sudah pernah dipelihara," kata si Sam kecil .
"Yang pasti seorang penunggang yang baik. Saya kira begitu. Ia mungkin lari dari
tuannya. Tahukah Anda nama apa yang akan saya berikan?"
"Apa?" "Mary. Dulu saya pernah menunggangi seekor bagal yang bernama Mary dan sekarang
saya tidak perlu susah-susah mencari nama lain."
"Jadi kuda bernama Mary dan senapan bernama Liddy!"
"Ya. Dua nama yang manis sekali, bukan" Sekarang saya minta Anda untuk membantu
saya." "Tentu saja, apa yang bisa saya bantu?"
"Jangan ceritakan tentang semua yang telah terjadi di sini! Saya akan sangat
berterima kasih kepada Anda."
"Lupakan! Anda tidak perlu berterimakasih untuk hal itu."
"Tentu saja. Saya tidak ingin mendengar teman-teman Anda di perkemahan sana
tertawa, jika mereka mengetahui bagaimana Sam Hawkens bisa mendapatkan Mary,
kuda barunya. Baginya hal itu merupakan kebahagiaan yang sangat besar. Jika Anda
tutup mulut, maka saya akan ..."
"Tenanglah," potong saya. "Kita tidak perlu membicarakan hal itu. Anda adalah
guru saya dan teman saya. Selain itu saya tidak perlu mengatakan apa-apa."
Pada saat itu matanya yang kecil dan cerdik menjadi berkaca-kaca dan dia berkata
dengan semangat, "Ya, saya teman Anda, Sir. Seandainya saya tahu bahwa Anda juga menyayangi saya,
hati saya sangat bahagia sekali."
Saya raih tangannya dan menjawab,
"Saya bisa membahagiakan Anda, Sam tersayang. Anda harus yakin bahwa saya
menyayangi Anda, begitu sayang, seperti. seperti. Ya, kira-kira seperti
mencintai pamannya yang baik, berani dan jujur. Puas?"
"Puas, puas sekali, Sir! Saya sangat terharu, karena Anda bersedia berkorban
untuk kebahagiaan saya. Katakanlah, apa yang sebaiknya saya lakukan! Haruskah
saya, haruskah saya, misalnya melahap habis Mary sampai kulit dan
rambutnya di sini" Atau haruskah saya membiarkan diri dihancurkan, dilumatkan
atau menelan diri sendiri, jika itu lebih baik bagi Anda" Atau haruskah saya ..
" "Stop!" jawab saya sambil tertawa. "Jika keduanya dilakukan saya akan kehilangan
Anda karena di satu pihak Anda akan meledak dan di pihak lain Anda akan sama
hancur karena Anda harus menelan rambut palsu Anda. Anda sudah menyenangkan saya
dan Anda akan membuktikan rasa sayang ini semaksimal mungkin kepada saya. Jadi
biarkanlah untuk sementara Mary dan Anda sendiri tetap hidup dan anggaplah bahwa
kita akan segera sampai di perkemahan. Saya mau bekerja."
"Kerja! Disini Anda juga kerja. Jika ini bukan pekerjaan, saya tidak tahu lagi
apa yang harus saya sebut dengan pekerjaan."
Saya ikat kuda Dick Stone dengan tali kekang ke kuda saya, kemudian melanjutkan
perjalanan. Sementara itu kawanan mustang sudah lama melarikan diri. Bagal itu
menurut saja keinginan penunggangnya. Sepanjang jalan Sam berkali-kali berseru
gembira, "Dia sudah terlatih. Mary sudah terlatih dengan baik! Pada setiap langkahnya,
saya merasa betapa sempurnanya kuda itu adanya. Kuda itu mengingat apa yang
pernah dilatihkan dan ia telah melupakan keberadaannya bersama kawanan mustang
lain. Mudah-mudahan ia tidak lagi pemarah, melainkan juga mempunyai karakter
yang baik." "Jika tidak, dia masih bisa Anda latih, dia masih belum tua untuk dilatih."
"Menurut Anda, berapa umurnya?"
"Lima tahun, tidak lebih."
"Menurut saya juga begitu. Nanti akan saya selidiki lebih teliti apakah hal itu
benar. Seandainya binatang bisa mengucapkan terima kasih, maka Andalah yang
dituju. Dua hari yang melelahkan bagi saya, sangat menegangkan. Tetapi bagi Anda
penuh kehormatan. Apakah Anda yakin bahwa kita bisa berburu bison dan mustang
dalam waktu yang hampir bersamaan?"
"Mengapa tidak" Di darat sini semuanya harus ditangkap. Saya juga berharap
mengenal perburuan lainnya."
"Hm, ya. Saya ingin Anda terhindar dari bahaya seperti kemarin dan hari ini.
Bahkan kemarin hidup Anda sudah di ujung tanduk. Terlalu berani. Anda tidak
boleh lupa bahwa Anda adalah seorang greenhorn. Anda biarkan bison mendekati dan
dengan tenang Anda tembak matanya! Ah, mengerikan! Anda masih belum
berpengalaman dan telah menyepelekan bison. Lain kali Anda harus lebih berhati-
hati dan jangan terlalu percaya diri. Perburuan bison sangat berbahaya. Masih
ada satu lagi yang lebih berbahaya."
"Apa itu?" "Berburu beruang."
"Tentu beruang yang Anda maksud bukan beruang hitam dengan moncong kuning?"
"Baribal" [Beruang berkulit coklat atau gelap di Amerika Utara yang asalnya
tidak diketahui.] Bukan itu yang saya maksudkan! Itu binatang yang sopan dan
jinak, sehingga orang bisa memeliharanya dan mengajarinya di rumah. Bukan, yang
saya maksud grizzly, beruang kelabu dari Rocky Mountains. Karena Anda sering
membaca, pernahkah Anda membaca tentang grizzly?"
"Ya." "Bersyukurlah jika Anda tidak pernah melihatnya. Jika ia berdiri, tingginya
semeter lebih tinggi daripada Anda. Dengan satu kali gigitan, kepala Anda sudah
remuk dan jika sekali waktu ia diserang atau sedang marah, ia tidak akan tenang
sampai musuhnya hancur dan dikalahkan."
"Atau mengalahkan dia!"
"Oh, lihatlah, Anda sudah kembali ceroboh! Anda berbicara seolah-olah beruang
kelabu yang perkasa dan tidak terkalahkan seperti membicarakan racoon yang tidak
berbahaya." "Bukan begitu. Saya bukan menyepelekannya. Tetapi kata tidak terkalahkan seperti
yang Anda katakan tadi, juga tidak benar. Tak ada seekor binatang buas pun yang
tak terkalahkan, tidak juga seekor grizzly."
"Apakah Anda juga membaca tentang hal itu?"
"Ya." "Kalau begitu, buku-buku itulah yang membuat Anda ceroboh, meskipun sebenarnya
Anda orang yang pandai, kalau saya tidak salah. Barangkali Anda tidak akan ragu-
ragu dan akan mendekati beruang kelabu seperti cara yang Anda lakukan terhadap
bison kemarin." "Kalau tidak ada pilihan lain, tentu saja."
"Tidak ada pilihan lain! Omong kosong! Apa maksud Anda" Setiap orang bisa
berubah haluan jika dia mau!"
"Itu artinya, seseorang bisa kabur kalau dia pengecut. Apakah begitu?"
"Ya, tetapi namanya bukan pengecut. Melarikan diri dari beruang kelabu bukanlah
perbuatan pengecut. Sebaliknya menyerangnya merupakan tindakan bunuh diri!"
"Itu soal pendapat! Jika saya diserang tiba-tiba dan tidak sempat lari, maka
saya akan mempertahankan diri. Jika teman saya diserang, maka kewajiban saya
menolongnya. Itulah dua alasan yang memaksa saya untuk tidak kabur. Selain itu
saya juga tahu, seorang pemburu yang berani suatu saat akan menaklukkan binatang
liar itu, agar dapat membuktikan betapa besar keberaniannya dan untuk mencoba
lezatnya daging cakar beruang."
"Anda benar-benar sulit diberi nasihat. Mudah-mudahan Tuhan tidak pernah
memberikan kesempatan kepada Anda untuk menikmati dagingnya meskipun saya akui,
bahwa di dunia ini tidak ada makanan seenak daging beruang kelabu."
"Saya kira Anda tidak usah khawatir. Memangnya di daerah ini ada beruang
kelabu?" "Mengapa tidak" Grizzly terdapat di mana-mana. Ia berjalan mengikuti arus sungai
dan bahkan berkeliaran di daerah prairie. Sungguh siallah nasib mereka yang
bertemu beruang itu. Sudah, jangan membicarakan itu lagi!"
Sungguh tidak kami duga, tema pembicaraan itu keesokan harinya menjadi kenyataan
dan kami bertemu binatang buas itu. Tidak ada kesempatan untuk melanjutkan
pembicaraan, karena kami telah sampai di perkemahan. Rute jalan kereta agak
berubah, karena selama kami tidak ada, ada kesalahan dalam pengukuran. Bancroft


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan tiga orang surveyor telah bekerja keras untuk menunjukkan apa yang bisa
dikerjakannya. Kedatangan kami menarik perhatian.
"Bagal, bagal!" teriak mereka.
"Dari mana Anda memperolehnya, Hawkens?"
"Baru saja dikirim," jawabnya dengan serius.
"Tidak mungkin! Dari siapa, dari siapa?"
"Melalui pos kilat dengan harga dua sen. Mungkin kalian mau melihat bungkusnya?"
Beberapa orang tertawa, yang lainnya mengomel, tetapi dia berhasil mempermainkan
mereka dan orang-orang itu tidak bertanya lagi. Apakah dia mau bercakap-cakap
dengan Dick Stone atau Will Parker tidak bisa saya amati, karena saya langsung
ikut serta dalam pekerjaan mengukur hingga menjelang malam, sehingga keesokan
harinya kami dapat memulai lagi dari lembah. Di tempat itulah kami bertemu bison
kemarin. Ketika pada malam harinya kami membicarakan hal itu, saya bertanya pada
Sam apakah mungkin pekerjaan kami akan diganggu oleh bison, mengingat jejaknya
terlihat melewati lembah. Kami telah mendapati kelompok kecil perintisnya dan
kemungkinan akan menjumpai induk kawanannya.
Sam menjawab, "Kemungkinan itu tidak ada, Sir! Bison merupakan binatang yang cerdik seperti
mustang. Kawanan bison yang kita serang kemarin telah kembali ke induk
kawanannya dan telah memberi peringatan. Binatang-binatang itu pasti telah
mencari jalan lain dan menghindari lembah ini."
Ketika fajar menyingsing kami memindahkan perkemahan ke bagian atas lembah.
Hawkens, Stone dan Parker tidak membantu, karena Hawkens ingin menunggangi Mary
dan kedua orang temannya menemaninya. Dia pergi ke arah prairie untuk
menunggangi Mary. Sebagai surveyor, pertama-tama kami sibuk memasang tongkat
pengukur dan beberapa bawahan Rattler membantu kami. Rattler sendiri berjalan-
jalan dengan pegawai lainnya ke sekitar perkemahan. Ketika Rattler dan kami tiba
di tempat bison-bison itu tertembak saya merasa heran, karena di tempat itu
sudah tidak lagi terlihat bangkai bison tuanya. Kami meneliti tempat itu dengan
seksama, terlihat jejak yang lebar menuju ke arah semak.
"Aneh sekali!" seru Rattler. "Ketika saya kemarin dulu mengambil daging, saya
benar-benar melihat kedua bison itu betul-betul sudah mati. Tetapi rupanya salah
satunya masih hidup."
"Masih hidup?" tanya saya.
"Ya, atau apakah Anda menyangka bahwa seekor bison mati bisa melarikan
diri?" "Barangkali ada kemungkinan lain." "Kemungkinan apa?"
"Misalnya diseret ke tempat lain oleh Indian. Kami menemukan jejak kaki mereka
di sebelah sana." "Oh begitu! Betapa pandai dan bijaksananya si greenhorn ini berbicara! Karena
dari sana ke sini jejaknya pasti akan terlihat. Tidak, bison itu masih hidup dan
dengan sisa-sisa tenaganya ia berhasil menyeret dirinya ke arah semak. Tentu
saja bison itu mati di sana. Ayo kita periksa."
Dengan orang-orangnya dia mengikuti jejak bison. Mungkin dia mengira saya akan
mengikutinya, tetapi saya tidak beranjak. Kesombongannya membuat saya kesal dan
saya harus bekerja. Lagi pula apa peduli saya dengan bangkai bison itu. Saya pun
kembali ke tempat pekerjaan saya. Namun belum sampai saya bekerja, terdengar
orang menjerit ketakutan dari dalam semak. Terdengar pula suara tembakan dua
atau tiga kali. Kemudian saya mendengar Rattler berteriak,
"Lekas naik ke atas pohon, kalau tidak kalian bisa mati! Binatang itu tidak bisa
memanjat." Siapa yang dia maksud tidak bisa memanjat" Pada saat itu keluar salah seorang
anak-buah Rattler berlari tunggang-langgang dari dalam semak ketakutan setengah
mati. "Ada apa" Ada apa?" tanya saya padanya.
"Beruang, seekor beruang yang sangat besar, seekor beruang grizzly" katanya
terengah-engah sambil berlari ke arah saya.
Pada waktu yang bersamaan saya dengar jeritan lain.
"Tolong, tolong! Saya tertangkap! Aauuw ..aauuww."
Hanya jeritan seorang yang sedang menghadapi mautlah yang seperti itu. Lelaki
itu sedang dalam bahaya besar. Dia harus ditolong. Tetapi bagaimana" Saya
meninggalkan senapan saya di perkemahan, karena saya tidak memerlukannya pada
saat bekerja. Itu bukan karena saya lengah. Sebagai surveyor kami mempunyai
pelindung sendiri yaitu para westman itu. Kalau saya kembali ke perkemahan,
manusia malang itu pasti sudah habis dikoyak-koyak beruang. Satu-satunya cara,
saya harus melawannya dengan pisau dan kedua pistol yang terselip pada ikat
pinggang. Akan tetapi senjata-senjata itu tidak ada artinya sama sekali untuk
melawan beruang kelabu yang biasa disebut grizzly. Beruang ini termasuk keluarga
dekat beruang gua yang bisa bertahan dan tidak punah sejak jaman prasejarah.
Kalau berdiri, tingginya sampai tiga meter dan beratnya beratus-ratus kilogram.
Ototnya sangat kuat sehingga dengan mudah ia melarikan rusa, anak rusa atau
bison kecil dengan menjepit pada gerahamnya. Seorang penunggang kuda hanya dapat
melepaskan diri apabila dia menunggangi kuda yang luar biasa hebatnya. Jika
tidak, pastilah dia akan tersusul oleh beruang kelabu itu. Karena kekuatan,
keberanian, dan daya tahannya yang luar biasa itulah maka tidak heran jika orang
Indian sangat menghormati dan menjunjung tinggi orang yang dapat mengalahkan
beruang kelabu. Segera saya melompat ke semak! Jejaknya tampak terus ke arah pepohonan. Ke
sanalah tampak beruang itu menyeret bangkai bison dan dari sana pulalah ia
sebelumnya muncul. Karena itulah kami tidak melihat jejak itu sebelumnya, sebab
tertutupi oleh seretan bison. Tampak pemandangan yang mengerikan. Di belakang
saya terdengar teriakan orang-orang yang tadi lari ke arah kemah untuk mengambil
senapannya. Di hadapan saya terdengar jeritan kalang-kabut para westman, dan di
antaranya terdengar lolongan menyayat orang yang terserang beruang dan tertahan
di cakarnya. Saya berlari secepat mungkin ke sana. Sekarang saya bisa mendengar geraman
beruang itu. Tapi suara itu berbeda dengan suara beruang yang biasa saya dengar.
Suara itu bukan sekedar geraman melainkan erangan kesakitan bercampur marah.
Kini saya tiba pada tempat di mana serangan terjadi. Di hadapan saya tergeletak
kerangka dan bangkai bison yang sudah terkoyak-koyak. Di sebelah kiri
dan kanan terdengar teriakan-teriakan para pengawal yang berlarian ke arah semak
dan naik ke atas pohon. Di atas pohon mereka merasa lebih aman, karena seekor
beruang kelabu naik ke atas pohon. Hal seperti itu jarang terjadi bahkan tidak
pernah. Tepat di depan bangkai bison itu ada seorang westman yang ingin memanjat
sebuah pohon, tetapi dikejutkan oleh beruang itu. Kedua tangannya memeluk pohon
erat-erat sedang bagian atas tubuhnya bersandar pada dahan paling bawah. Beruang
itu berdiri tegak, kemudian mengais-ngais paha dan badan bagian bawah orang itu
dengan cakar depannya. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk menolong orang itu.
Saya tidak dapat menolongnya dan walaupun saya melarikan diri, tak seorang pun
berhak mencela saya. Tetapi pemandangan yang menyedihkan itu menumbuhkan
keberanian yang luar-biasa dalam diri saya. Saya lalu memungut salah satu dari
bedil-bedil yang dilemparkan oleh orang-orang yang lari itu. Namun sayang
pelurunya kosong. Saya berlari melompati bangkai bison. Lalu saya memukul kepala
beruang itu dengan senapan sekuat tenaga. Sungguh tak terduga! Di tangan saya
senjata itu hancur berkeping-keping seperti kaca. Begitu kerasnya kepala beruang
itu! Tetapi saya berhasil, karena berkat pukulan saya, beruang itu melepaskan
mangsanya. Perlahan-lahan ia memalingkan kepalanya kepada saya. Nampaknya ia
merasa heran melihat seorang makhluk yang begitu bodoh mau menyerangnya.
Dengan matanya yang kecil ia mengawasi saya, seolah-olah berpikir, apakah ia
akan menyergap saya atau sudah cukup satu korban saja. Detik-detik kebimbangan
itu menolong jiwa saya. Saya cabut pistol saya, melompat ke dekat beruang itu
dan empat buah peluru saya tembakkan berturut-turut ke matanya, persis seperti
yang saya lakukan kemarin dulu terhadap bison. Hal ini terjadi secepat kilat,
kemudian saya melompat ke samping lalu berdiri di sana sambil mengamati dan
mengunus pisau bowie saya.
Seandainya saya tetap berdiri di tempat semula, niscaya saya sudah tewas.
Binatang yang matanya kena tembak itu menyergap ke depan tepat ke tempat saya
tadi berdiri. Karena saya tidak ada di situ, beruang itu mulai mencari-cari saya
dengan menggeram sejadi-jadinya dan mendenguskan nafasnya. Seperti sudah gila,
ia berguling-guling di tanah dan mengais-ngais tanah di sekelilingnya, melompat
ke seluruh penjuru untuk menangkap saya, namun tidak dapat menemukannya.
Untunglah bidikan saya tepat. Seandainya ia mempergunakan alat penciumannya,
tentu ia dapat mengetahui tempat saya berada. Akan tetapi saat itu ia telah
dikuasai amarahnya, dan itu membuatnya kehilangan akal dan instingnya.
Akhirnya ia lebih memperdulikan pada lukanya daripada pada lawannya. Ia pun
mengusap-usap matanya dengan kaki depannya. Secepat kilat saya berdiri di
sampingnya dan menikam dadanya dua kali. Ia berusaha meraih saya, tetapi saya
sudah kembali menyingkir.
Tikaman saya tidak mengenai jantungnya dan ia pun terus berusaha mencari saya
dengan kemarahan yang memuncak. Kira-kira sepuluh menit lamanya ia berbuat
begitu dan selama itu ia telah kehilangan banyak darah serta kelihatannya sudah
lelah. Untuk kedua kalinya ia duduk dan kesempatan itu saya pergunakan untuk menikamkan
pisau saya dua kali berturut-turut. Binatang itu tersungkur, bangkit kembali,
berjalan terhuyung-huyung sambil menggeram berusaha untuk bangun tetapi
nampaknya tenaganya sudah habis dan akhirnya ia pun roboh kembali. Kini ia
berusaha sekuat tenaga untuk bisa berdiri, berguling ke sana ke mari seperti
sedang sekarat, kemudian tidak bergerak lagi.
"Syukurlah!" seru Rattler dari atas pohon. "Binatang itu sudah mati. Kita sudah
selamat dari bahaya maut."
"Saya tidak tahu bahaya apa yang Anda hadapi," jawab saya. "Anda duduk dengan
aman di atas pohon tetapi sekarang Anda sudah boleh turun."
"Tidak, tidak, belum. Periksalah kembali apakah binatang itu betul sudah
mati." "Ia sudah mati."
"Anda tidak dapat memastikannya. Anda sama sekali tidak tahu betapa gigihnya
binatang ini mempertahankan hidup. Karena itu periksalah dengan seksama!"
"Periksalah sendiri, jika Anda ingin tahu apakah ia masih hidup. Anda adalah
seorang westman yang terpandang, sementara saya hanyalah seorang greenhorn."
Kini saya beranjak ke tempat temannya yang diserang beruang dan masih tergantung
di pohon tadi. Dia telah berhenti mengerang dan tidak bergerak lagi. Wajahnya
mengerikan dan matanya melotot kosong. Pahanya terkoyak hingga tulangnya nampak
dan isi perutnya keluar. Saya berusaha mengatasi rasa ngeri itu dan berseru padanya,
"Marilah, Sir! Saya akan menurunkan Anda."
Dia tidak menjawab dan tidak bergerak sedikit pun. Saya meminta teman-temannya
untuk turun dari pohon dan menolong saya. Tetapi tidak seorang pun dari para
westman ini yang beranjak dari tempatnya, sebelum saya menggoncang-goncangkan
tubuh beruang itu beberapa kali untuk membuktikan beruang itu telah mati.
Setelah itu baru mereka percaya dan turun lalu menolong saya menurunkan temannya
yang tubuhnya terkoyak mengerikan. Mereka mengalami kesulitan karena tangannya
begitu kuat memeluk pohon, sehingga mereka harus
melepaskannya dengan paksa. Ternyata dia telah meninggal. Akhir yang mengerikan
ini nampaknya tidak membuat mereka terharu. Ditinggalkannya begitu saja orang
yang malang itu di tempatnya, kemudian Rattler berkata,
"Sekarang semuanya terbalik. Tadi beruang itu yang ingin memangsa kita, sekarang
ia yang akan kita lahap. Cepatlah kuliti agar kita bisa segera makan dagingnya!"
Dia mengeluarkan pisau dan berlutut untuk menguliti beruang itu. Namun saya
menghalanginya. "Jangan berbuat segegabah itu. Mengapa tidak mengulitinya pada saat binatang itu
masih hidup" Sekarang sudah terlambat!"
"Apa maksudmu" katanya. "Apakah kau menghalangi saya untuk memanggang
dagingnya?" "Saya melarangnya, Mr. Rattler."
"Apa hakmu?" "Sayalah yang berhak, karena sayalah yang telah merobohkan beruang itu."
"Itu bohong. Kau ingin mengaku bahwa seorang greenhorn dapat membunuh seekor
grizzly dengan sebuah pisau! Kamilah yang telah menembaknya."
"Dan Anda secepat kilat naik ke atas pohon, ya itu benar terjadi!"
"Tetapi peluru kami tepat mengenai sasaran karena peluru-peluru itulah binatang
itu mati dan bukan oleh beberapa tusukan jarum yang kau tusukkan ke tubuhnya
pada saat ia sekarat. Beruang itu milik kami dan kami akan melakukan apa saja
yang kami mau, paham?"
Dia sungguh-sungguh mau melaksanakan rencana tetapi saya memberinya peringatan,
"Jauhi dia sekarang juga, Mr. Rattler. Kalau tidak saya akan bertindak!
Mengerti?" Karena dia tidak mengindahkan larangan saya dan tetap akan menyayatkan pisaunya
ke kulit binatang itu, saya mencekiknya, mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi lalu
melemparkannya ke pohon terdekat. Dia jatuh membentur batang pohon. Saya tidak
peduli sedikit pun apakah dia mengalami patah tulang atau tidak. Ketika dia
masih melayang, segera saya menarik pelatuk pistol saya yang masih terisi untuk
menantikan serangannya atau balasannya. Dia bangkit kembali, menatap saya dengan
pandangan mata penuh amarah, mencabut pisau, dan berseru,
"Kau harus merasakan balasan saya. Kau telah melukai saya dan saya tidak akan
membiarkan kau untuk menyerang ketiga kalinya."
Dia maju selangkah ke arah saya, tapi saya mengacungkan pistol saya kepadanya,
"Jika maju satu langkah lagi, peluru ini akan melayang ke kepalamu! Buanglah
pisau itu! Pada hitungan ke tiga akan saya tembak, jika pisau itu masih kau
pegang. Satu, dua ..."
Dia tetap memegang pisaunya dan saya akan menembak, tidak ke arah kepalanya
melainkan ke tangannya dengan dua atau tiga peluru untuk membuatnya gentar.
Tetapi untunglah, sebelum sempat saya tembakkan, pada saat kritis itu, terdengar
suara yang keras berteriak,
"Tuan-tuan, apa kalian sudah gila! Sesama kulitputih akan berkelahi dengan
senjata" Hentikan!"
Kami memandang ke arah suara itu dan tampak seorang laki-laki keluar dari balik
sebuah pohon. Badannya kecil, kerempeng, agak bungkuk, dengan pakaian dan
senjata seperti orang kulitmerah. Orang tidak bisa memastikan apakah dia seorang
Indian atau kulitputih. Wajahnya yang kemerahan karena terbakar matahari
menunjukkan bahwa asalnya ia berkulitputih. Dia tidak memakai topi dan rambutnya
yang panjang terurai sampai kepada bahunya. Celananya terbuat dari kulit seperti
orang Indian, baju berburunya pun terbuat dari kulit dan demikian juga
mokassinnya. Dia hanya membawa sebuah senapan dan sebuah pisau. Mataya
memancarkan pandangan yang cerdas. Meskipun penampilannya buruk, orang tidak
akan menertawakannya. Hanya orang-orang yang bodohlah yang meremehkannya.
Melihat orang asing itu Rattler pun berteriak sambil tertawa,
"Orang kerdil, siapa engkau dan mengapa di daerah ini ada orang sejelek engkau?"
Orang asing itu menatapnya dari atas kebawah dan menjawab dengan suara tenang,
"Puji Tuhan! Anda menjadi orang yang sempurna! Bagaimanapun juga seseorang tidak
dapat diukur dari fisiknya melainkan dari hati dan jiwanya. Saya katakan pada
Anda bahwa saya tidak merasa malu dengan keadaan ini dan tidak perlu malu
membandingkan dengan diri Anda."
Kemudian dia berpaling pada saya sambil menggerakkan tangannya.
"Lengan Anda kuat sekali, Sir! Orang yang besar badannya itu Anda angkat dengan
mudah dan Anda lemparkan seolah-olah melempar sepotong ranting. Senang sekali
saya melihat perbuatan Anda."
Disepaknya bangkai beruang itu, lalu dia berkata dengan suara yang penuh
sesal, "Inilah beruang yang kami kejar, sayang sekali, kami datang terlambat!" "Anda
hendak membunuhnya?" tanya saya.
"Ya, kemarin kami mengikuti jejaknya lalu saya ikuti sampai ke mari. Tetapi kini
kami melihat bahwa usaha kami itu sia-sia saja."
"Anda selalu menyebut kata 'kami', Sir. Apakah Anda membawa teman?" "Tidak, ada
dua orang lain bersama saya." "Siapakah mereka?"
"Pertanyaan Anda baru akan saya jawab apabila Anda lebih dulu mengatakan
siapakah diri Anda. Di sini orang harus berhati-hati. Karena lebih banyak
berkeliaran orang jahat daripada orang baik."
Sambil mengucapkan kalimatnya dia mengerlingkan matanya ke arah Rattler, lalu
melanjutkan perkataannya,
"Saya telah mendengar sebagian percakapan Anda dan saya sudah bisa menebak siapa
Anda." "Kami adalah surveyor, Sir," kata saya. "Kelompok kami terdiri dari seorang
Insinyur Kepala, empat surveyor, tiga orang penunjuk jalan dan dua belas orang
westman yang harus melindungi kami dari serangan."
"Hm, saya kira Anda dapat melindungi diri sendiri dan tidak memerlukan bantuan
orang lain. Jadi Anda adalah surveyor. Apakah Anda bekerja di daerah
ini?" "Ya." "Untuk apa tanah ini diukur" Untuk membuat jalan keretaapi yang akan melewati
tanah ini?"

Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya." "Apakah Anda telah membeli tanah ini?"
Ketika bertanya, wajahnya berubah serius. Karena dia memerlukan jawabannya, maka
saya menjawab, "Saya hanya mendapat perintah untuk mengukur tanah ini, yang lain tidak pernah
saya pikirkan." "Hm, ya! Tetapi Anda tentu tahu apa yang Anda lakukan. Tanah tempat Anda
sekarang berdiri ini adalah milik bangsa Indian suku Apache, yakni suku Apache
marga Mescalero. Saya tahu pasti bahwa mereka tidak pernah menjual atau
menghadiahkannya kepada siapa pun juga."
"Apa urusanmu dengan hal ini?" Rattler memotong. "Jangan ikut campur dengan
urusan orang, urus sendiri urusanmu."
"Itulah persisnya yang saya lakukan, Sir, karena saya orang Apache."
"Kau" Jangan bercanda. Orang buta saja yang tidak tahu bahwa kau orang
kulitputih." "Anda keliru! Anda tidak boleh melihat warna kulit saya, melainkan lihatlah nama
saya. Nama saya Klekih-petra. Dalam bahasa Apache Klekih-petra berarti 'Bapak
Kulitputih'". Rupa-rupanya Rattler pernah mendengar nama itu. Karena itu dia mundur selangkah
lalu berkata, "Oh, Andalah Klekih-petra, kepala sekolah terkenal dari orang Apache. Sayang
punggung Anda bongkok. Tentu Anda sering ditertawakan oleh murid-murid Anda yang
nakal." "Oh, tidak apa-apa. Saya sudah biasa ditertawakan oleh orang bodoh. Orang yang
bijaksana tidak akan berbuat begitu. Sekarang saya tahu siapa Anda dan apa yang
Anda kerjakan di sini. Kini giliran saya memperkenalkan teman-teman saya. Itu
pun jika Anda setuju."
Dia menyerukan kata-kata dalam bahasa Indian yang tidak saya pahami. Lalu dia
kembali ke hutan. Kemudian muncullah dua orang yang wajahnya mirip dan sangat
menarik perhatian keluar dari semak-semak dan dengan pelan mendekati kami.
Mereka orang Indian, dan rupanya ayah bersama anaknya. Orang bisa langsung
melihatnya sekilas. Yang lebih tua, perawakannya agak tinggi dan tubuhnya kuat. Wajahnya menunjukkan
bahwa dia adalah seorang bangsawan dan dari gerakannya dapat dilihat bahwa dia
seorang yang tangkas. Wajahnya yang serius menunjukkan orang Indian tulen,
tetapi tidak terlalu tajam dan runcing, seperti orang kulitmerah pada umumnya.
Cahaya matanya menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang tenang dan baik hati,
kepalanya tidak tertutup. Pada rambutnya diikatkan bulu burung elang sebagai
tanda bahwa dia adalah seorang kepala suku. Dia mengenakan sepatu mokassin,
celana berumbai dan pakaian berburu dari kulit. Namun semuanya serba sederhana.
Pada ikat pinggangnya terselip sebuah pisau dan tergantung beberapa kantung
tempat menyimpan barang-barangnya yang selalu diperlukan oleh orang di daerah
Barat. Kantong jimat tergantung pada lehernya. Di sebelahnya tergantung pula
calumet[Pipa untuk merokok] dengan kepalanya dari tanah liat suci. Tangannya
memegang sebuah senapan berlaras ganda. Bagian yang terbuat dari kayu
bertahtakan paku perak. Senapan inilah yang kemudian dibuat terkenal oleh
anaknya, Winnetou, dan diberi nama Senapan Perak.
Yang lebih muda pakaiannya sederhana juga, akan tetapi pakaiannya lebih halus.
Sepatunya dihiasi oleh duri landak dan jahitan celana dan pakaian berburunya
dihiasi oleh bordiran merah yang halus. Dia juga membawa kantong jimat di
lehernya dan juga calumet. Persenjatannya sama seperti ayahnya yaitu terdiri
dari sebuah pisau dan senjata berlaras dua. Dia juga tidak memakai penutup
kepala. Rambutnya dikepang tetapi tanpa hiasan bulu. Rambutnya panjang sehingga
berjuntai di punggungnya. Pasti banyak wanita merasa iri pada rambutnya yang
hitam, indah dan berkilauan itu. Roman mukanya menunjukkan bahwa dia pun seorang
bangsawan seperti ayahnya dan warna kulitnya coklat terang. Seperti yang saya
duga dan kelak terbukti, dia sebaya dengan saya. Seketika itu juga saya menaruh
simpati kepadanya. Saya rasa dia seorang yang baik dan berbakat. Kami saling
berpandangan agak lama dengan pandangan yang menyelidik dan saya mempunyai kesan
bahwa pada pandangannya yang serius, sekilas terpancar pandangan ramah yang
berkilauan bagai beludru, ibarat ucapan salam yang dipancarkan oleh sinar
matahari dari balik awan.
"Inilah teman-teman saya dan teman seperjalanan saya," kata Klekih-petra. Tuan
ini ialah Intschu tschuna (Matahari Cerah) sambil menunjuk pada orang yang lebih
tua, "Dia adalah kepala marga Mescaleros dan kepala seluruh suku Apache yang lain.
Dan ini anaknya bernama Winnetou. Walaupun masih muda, dia sudah banyak
melakukan perbuatan berani melebihi sepuluh orang prajurit dewasa yang
melakukannya bersama-sama. Namanya tersohor sampai ke mana-mana."
Pujian itu tampaknya berlebih-lebihan akan tetapi kelak saya mengetahui bahwa
itu benar. Rattler tertawa mengejek dan berkata,
"Anak kecil ini sudah melakukan sekian perbuatan berani" Perbuatan itu niscaya
tak lain daripada pencurian atau perampokan. Semua orang sudah tahu, kulitmerah
pekerjaannya mencuri dan merampok."
Kata-kata itu merupakan penghinaan yang besar bagi kulitmerah. Ketiga orang
asing bersikap seolah-olah mereka tidak mendengarnya. Mereka mendekati beruang
dan mengamatinya. Klekih-petra berlutut di dekat bangkai binatang itu dan
memeriksanya. "Beruang ini mati karena tikaman pisau dan bukan oleh tembakan peluru," katanya
sambil berpaling ke arah saya.
Diam-diam dia telah mendengar pertengkaran saya dengan Rattler dan dengan
perkataannya itu, dia hendak menyatakan bahwa saya ada pada pihak yang benar.
"Bukan urusan Anda," kata Rattler. "Seorang guru yang bongkok seperti Anda tahu
apa tentang perburuan beruang. Jika binatang ini nanti kami kuliti akan jelas
siapa yang benar. Pendek kata saya tak mau dibodohi oleh greenhorn."
Kini Winnetou pun mulai memeriksa luka-luka yang masih berdarah itu lalu dia
bertanya pada saya dengan bahasa Inggris yang fasih,
"Siapa yang menikam binatang ini dengan pisau?"
"Saya," jawab saya.
"Mengapa Anda tidak menembaknya?"
"Karena saya tidak membawa senapan."
"Bukankah senjata berserakan di sini."
"Itu bukan milik saya. Para pemiliknya membuang senjata-senjata itu dan naik ke
atas pohon." "Ketika kami mengikuti jejak beruang ini, kami mendengar orang berteriak
ketakutan. Apakah teriakan itu berasal dari sini?"
"Ya." "Uff, ternyata di sini ada juga tupai dan sigung[Sejenis musang yang akan
mengeluarkan bau busuk jika diganggu] yang akan naik ke atas pohon jika ada
bahaya. Seharusnya laki-laki harus melawan, karena jika dia berani, akan
dianugerahi kekuatan termasuk mengalahkan binatang yang paling kuat. Saudara
mudaku kulitputih ini memiliki keberanian. Mengapa dia disebut greenhorn?"
"Karena baru pertama kali dan baru sebentar saya tinggal di daerah Barat
ini." "Orang-orang mukapucat[Julukan terhadap kulitputih oleh kulitmerah] memang aneh.
Orang yang gagah berani dan sudah membunuh beruang kelabu disebut greenhorn,
sementara orang yang lari ke atas pohon ketika ada bahaya disebut westman yang
gagah berani. Karena itu, orang kulitmerah lebih adil. Mereka tidak akan
menyebut seorang pahlawan pengecut, dan tidak akan menyebut pengecut dengan
pahlawan." "Anak saya berkata benar," kata ayahnya dalam Inggris yang agak buruk. "Si
mukapucat yang masih muda dan gagah berani ini bukan lagi seorang greenhorn.
Siapa yang bisa merobohkan beruang kelabu, maka dia pantas disebut seorang
pahlawan besar. Apalagi dia berbuat demikian untuk menolong jiwa sesama manusia.
Dia patut mendapat ucapan terima kasih dan bukan cemoohan. Howgh! Marilah kita
selidiki apa yang dilakukan orang kulitputih di daerah ini."
Betapa berbedanya teman seperjalanan saya yang sama-sama kulitputih dengan
mereka yang adalah orang Indian! Makna keadilan bagi bangsa kulitmerah
tidak pandang bulu. Bahkan apa yang mereka lakukan merupakan sebuah tindakan
yang beresiko. Mereka hanya bertiga dan tidak mengetahui berapa orang kami
semuanya. Mereka berada dalam bahaya jika memusuhi para westman. Tetapi
nampaknya mereka tidak mau ambil pusing. Mereka berjalan dengan langkah pelan
dan bangga melewati kami kemudian keluar dari semak-semak. Kami mengikutinya.
Pada saat itu Intschu tschuna melihat tiang pengukur, berdiri di dekatnya,
memandang saya, kemudian bertanya,
"Apakah yang dikerjakan di sini" Apakah mukapucat mengukur sesuatu di wilayah
ini?" "Ya." "Untuk apa?" "Untuk membangun rel keretaapi."
Matanya menunjukkan kemarahan. Kemudian bertanya lagi dengan marah, "Anda
menjadi bagian dari orang-orang ini?"
"Ya." "Dan ikut mengukur juga?"
"Ya." "Anda juga mendapat upah untuk pekerjaan ini?"
"Ya." Dia memandang saya dengan pandangan menghina dan suaranya pun terdengar sinis
ketika dia berbicara pada Klekih-petra,
"Apa yang Anda ceritakan tentang sifat-sifat orang kulitputih kedengarannya
bagus sekali, akan tetapi pada kenyataannya tidak ada nilainya sama sekali. Hari
ini saya bertemu dengan seorang mukapucat yang gagah berani dan mempunyai wajah
yang jujur. Akan tetapi ketika ditanya yang dikerjakannya di sini, ternyata dia
datang untuk mencuri tanah kita. Orang kulitputih ada yang baik dan ada yang
buruk wajahnya akan tetapi batinnya tidak ada yang baik."
Jika saya mau jujur, sebenarnyalah ucapan kepala suku Indian itu benar. Karena
itu saya tidak bisa membela diri. Saya merasa malu. Dapatkah saya merasa bangga
atas pekerjaan saya" Saya sebagai seorang surveyor yang menganut agama Kristen
dan sangat moralis. Karena takut beruang, Insinyur Kepala dan ketiga teman sejawatnya bersembunyi di
dalam kemah. Mereka mengintipnya melalui sebuah lubang dengan ketakutan. Ketika
mereka melihat kami datang, barulah mereka berani menampakkan diri. Tidak kalah
herannya ketika mereka melihat orang Indian bersama kami. Pertanyaan mereka yang
pertama ialah bagaimana kami melawan beruang itu. Rattler menjawab dengan
segera. "Kami telah menembaknya dan malam ini kami akan menikmati daging beruang."
Ketiga orang asing itu memandang saya dengan terheran-heran seakan-akan hendak
bertanya apakah kebohongan itu akan saya biarkan saja. Karena itu saya berkata,
"Dan saya tegaskan, bahwa saya yang menembak beruang itu. Di sini ada tiga orang
ahli yang akan membenarkan perkataan saya, tetapi sebaiknya mereka tidak perlu
melakukan itu. Jika nanti Hawkens, Stone, dan Parker datang, mereka akan
memberikan penilaiannya yang adil tentang kita. Sampai sekarang beruang itu
masih tetap tergeletak tidak ada yang berani menyentuh."
"Persetan dengan penilaian ketiga orang itu!" Rattler menggerutu. "Saya dan
teman-teman saya akan pergi ke sana untuk mengurus beruang itu dan yang lain,
jangan coba-coba menghalangi saya kalau tubuh kalian tidak ingin diberondong
peluru kami!" "Jangan membual jika tidak ingin saya bungkam, Mr. Rattler! Saya sama sekali
tidak takut dengan peluru Anda, tidak seperti Anda yang begitu ketakutan
berhadapan dengan seekor beruang. Anda tidak bisa mengusir saya dengan
mengatakan itu! Jika Anda ke sana saya sama sekali tidak menghalangi, tetapi
saya harap, Anda mengubur dulu teman Anda yang tewas itu. Anda tidak bisa begitu
saja membiarkan mayatnya tergeletak di situ."
"Ada yang meninggal?" tanya Bancroft kaget.
"Ya, Rollins," jawab Rattler. "Akibat ketololan orang jelek ini yang bikin
celaka orang lain. Semestinya dia masih bisa diselamatkan." "Kenapa bisa begitu"
Karena ketololan siapa?"
"Well, dia melakukan apa yang kita lakukan yaitu berlari ke arah pohon. Dia
sudah di atas pohon, tetapi kemudian datang si greenhorn berlari dan menarik
perhatian beruang itu dengan konyolnya, sehingga beruang itu marah dan
menjatuhkan Rollins dan mengoyak-ngoyak tubuhnya."
Itu adalah kebohongan yang sudah keterlaluan. Sementara itu saya berdiri saja
tercengang dan hanya diam membisu. Kenyataan yang terjadi seperti ini tidak
boleh saya biarkan begitu saja. Karena itu saya segera bertanya kepadanya,
"Itu keyakinan Anda Mr. Rattler?"
"Ya," dia mengangguk dengan pasti. Rattler mencabut pistol revolvernya karena
menantikan saya melakukan sesuatu.
"Sebenarnya Rollins bisa diselamatkan dan gara-gara saya dia jadi terbunuh,
begitu?" "Ya." "Tetapi menurut saya, beruang itu sudah menggigitnya, sebelum saya datang."
"Bohong!" "Well, sekarang Anda harus mendengar dan merasakan kebenaran itu."
Bersamaan dengan itu saya rebut revolvernya dengan tangan kiri dan tangan kanan
menempelengnya dengan kuat, sehingga dia terhuyung-huyung menjauh sekitar enam
sampai delapan langkah sebelum akhirnya jatuh ke tanah. Dia bangkit lagi dan
mengeluarkan pisaunya. Dia datang berlari seperti seekor binatang yang sedang
mengamuk mendekati saya. Saya tangkis tikaman pisaunya dengan tangan kiri dan
memukulnya dengan tinju tangan kanan, sehingga tergeletak pingsan di bawah kaki
saya. "Uff, uff!" Intschu tschuna berseru penuh pesona. Karena kekaguman akan tinju
saya itu dia lupa akan sikap hati-hati orang Indian yang selama ini
diperlihatkan. Sesaat kemudian dia sadar dan menyesali keterus-terangannya tadi.
"Lagi-lagi Shatterhand," kata surveyor Wheeler.
Saya tidak peduli dengan komentar itu, tapi mata saya lebih terarah pada teman-
teman Rattler. Mereka benar-benar terlihat jengkel, tapi tak seorang pun berani
bertindak. Mereka menggerutu dan meninggalkan tempat itu. Begitulah tingkah laku
mereka. "Mohon pertimbangkan Rattler dengan sungguh-sungguh, Mr. Bancroft," saya meminta
dengan sangat kepada Insinyur Kepala itu. "Saya tidak pernah berbuat sesuatu apa
pun terhadapnya dan dia selalu mencari gara-gara dengan saya. Saya khawatir,
suatu saat akan terjadi pembunuhan di perkemahan ini. Hentikan dia dan jika Anda
tidak suka cara ini, biarlah saya yang akan pergi dari sini."
"Oho, Sir, saya kira tidak akan terjadi seburuk itu!"
"Ya, itu bisa terjadi. Di sini Anda melihat pisau dan revolver Rattler. Jangan
boleh dia pegang senjata lagi sampai dia bisa menahan emosi, setelah itu dia
baru boleh kembali ke sini. Saya tegaskan kepada Anda, saya hanya membela diri
dan jika dia sekali lagi menyerang saya dengan senjatanya, maka saya akan
menembaknya. Anda menganggap saya seorang greenhorn, tapi saya tahu hukum
prairie. Barang siapa mengancam saya dengan pisau atau senapan, saat itu juga
saya boleh menembak."
Perkataan saya itu tidak hanya untuk Rattler melainkan juga bagi para westman
yang membisu saja ketika mendengarnya. Kepala suku Intschu tschuna berpaling
kepada Insinyur Kepala, "Saya mendengar, bahwa di antara kulitputih yang hadir di sini Andalah
pemimpinnya. Betulkan begitu?" "Ya," jawab Bancroft.
"Kalau begitu, ada sesuatu yang hendak saya bicarakan dengan Anda."
"Apa?" "Itu akan saya katakan, apabila kita sudah duduk. Anda masih saja berdiri. Orang
yang berunding seharusnya duduk." "Anda hendak menjadi tamu saya?"
"Tidak, itu tidak mungkin. Bagaimana saya dapat menjadi tamu Anda, jika Anda
berdiri di tanah saya, di hutan saya, di lembah saya, di padang prairie milik
saya" Orang kulitputih kiranya duduk. Siapa mukapucat yang baru datang itu?"
"Itu pemandu kami."
"Suruhlah mereka duduk juga."
Yang baru datang itu ialah Sam, Dick, dan Will. Sebagai pemburu prairie yang
berpengalaman mereka tidak heran melihat Indian duduk di tengah-tengah kami,
akan tetapi mereka menjadi agak cemas ketika mendengar siapa kedua orang Indian
itu. "Siapakah orang yang ketiga itu?" tanya Sam kepada saya.
"Dia bernama Klekih-petra dan Rattler menyebutnya guru."
"Klekih-petra, guru orang Apache" Saya sudah pernah mendengar namanya, kalau
saya tidak salah. Seorang yang sangat misterius, seorang kulitputih yang sudah
lama tinggal dengan suku Apache. Orang Indian menyebut dia misionaris, walaupun
dia bukanlah seorang pastor. Saya senang melihatnya, saya ingin membuktikan
kebolehannya, hihihihi."
"Jika itu bisa dibuktikan."
"Tidakkah saya akan gigit jari" Adakah sesuatu yang lain telah terjadi?"
"Ya." "Apa?"
"Sesuatu yang penting." "Ceritakanlah!"


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya telah berhasil melakukan apa yang kemarin engkau peringatkan." "Saya tidak
tahu, apa yang Anda maksud. Saya telah banyak memberi peringatan kepada Anda."
"Beruang grizzly."
"Bagaimana, di mana, apa" Beruang kelabu bukan?"
"Ya, semacam itulah!"
"Di mana, di mana" Anda cuma bercanda!"
"Sama sekali tidak. Itu di sana di belakang semak-semak di dalam hutan, saya
telah menyeretnya ke sana."
"Sungguh, sungguh" Astaga, dan itu terjadi justru ketika kita tidak ada! Adakah
orang yang menjadi korban?"
"Seorang, yakni Rollins."
"Dan Anda" Apakah yang Anda perbuat" Apakah Anda berada cukup jauh?"
"Ya." "Bagus! Tapi saya sepertinya tidak percaya."
"Engkau dapat mempercayainya. Saya memang berada jauh dari beruang itu, sehingga
dia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap saya, tapi pisau saya bisa menikam
sebanyak empat kali di antara tulang rusuknya."
"Wah hebat sekali! Anda menyerang binatang itu dengan pisau?"
"Ya, senapan saya tidak terbawa."
"Bukan main anak ini! Seorang greenhorn sejati. Anda punya senapan Pemburu
Beruang yang berat dan ketika beruangnya datang, Anda membunuhnya dengan pisau,
bukannya dengan senapan. Siapa yang mau percaya" Teruskanlah cerita Anda!"
"Begini, Rattler ngotot bahwa bukan saya yang membunuh beruang itu melainkan
dia." Saya bercerita kepadanya, bagaimana peristiwa yang telah terjadi sesungguhnya
dan bagaimana saya kemudian kembali terlibat pertengkaran dengan Rattler.
"Ya Tuhan, Anda benar-benar seorang anak yang ceroboh," serunya. "Belum pernah
melihat beruang grizzly, tapi menyerangnya dengan pisau seakan-akan beruang itu
anjing pudel saja! Saya ingin segera melihat binatang itu. Dick dan Will, ayo!
Kalian juga harus melihat, apa yang telah dilakukan greenhorn dengan tikaman-
tikaman bodohnya kali ini."
Dia akan ke sana, akan tetapi pada saat itu Rattler datang lagi, Sam berpaling
kepadanya seraya berkata,
"Dengar, Mr. Rattler. Saya akan memberitahu sesuatu kepada Anda. Anda telah
bertengkar lagi dengan sahabat muda saya. Jika itu terjadi lagi, saya khawatir,
Anda tidak akan sempat lagi menyesalinya. Kesabaran saya sudah habis. Camkan
itu!" Dia pergi menjauh bersama Stone dan Parker. Wajah Rattler sangat marah dan
memandang saya penuh kebencian, tetapi dia tidak berkata apa-apa. Namun tampak
jelas sekali bahwa kemarahannya sewaktu-waktu bisa meledak.
Kedua orang Indian dan Klekih-petra telah duduk di atas rerumputan. Insinyur
Kepala duduk di hadapan mereka. Mereka masih berdiam diri. Mereka menunggu
kedatangan Sam kembali untuk mendengarkan pendapatnya. Tak lama kemudian Sam
sudah kembali dan dari jauh dia sudah berseru,
"Bodoh benar orang yang menembak grizzly dan kemudian lari. Kalau orang tidak
berani melawan, janganlah menembak. Kalau binatang itu tidak diganggu, niscaya
ia tidak akan berbuat apa-apa. Kasihan si Rollins! Siapakah yang membunuh
beruang itu?" "Saya," jawab Rattler dengan cepat.
"Anda" Dengan apa?"
"Dengan peluru saya."
"Well, cocok, itu benar adanya."
"Benar kan!" "Ya, beruang itu mati kena tembak!"
"Kalau begitu dia milik saya. Kalian dengar itu! Sam Hawkens membenarkan saya!"
seru Rattler penuh kemenangan.
"Ya, untuk Anda. Peluru Anda meleset di atas kepalanya dan mengenai ujung
telinganya. Karena ujung telinganya luka matilah sang beruang grizzly seketika,
hihihihi! Kalau benar beberapa orang telah menembaknya, pastilah mereka menembak
dengan penuh ketakutan karena hanya satu peluru saja yang menyerempet ujung
telinganya, karena yang lain tidak ada yang mengena. Tetapi empat tikaman jitu
ada di situ, dua di samping jantung dan dua lagi langsung tepat menghujam ke
jantung. Siapa yang telah menikam beruang itu?"
"Saya," jawab saya.
"Anda sendiri?"
"Tidak ada seorang pun yang lain,"
"Kalau begitu beruang itu milik Anda. Artinya, karena di sini ada beberapa
orang, maka kulitnya akan menjadi milik Anda dan dagingnya milik kita bersama.
Meski begitu, Anda yang memutuskan pembagiannya, itulah tradisi orang di daerah
Barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal ini, Mr. Rattler?"
"Persetan!" Dia meninggalkan sumpah serapahnya dan berjalan menuju kereta yang bermuatan
tong brandy. Saya lihat, dia mulai menuangkan brandynya ke dalam cangkir dan
saya tahu dia akan terus minum sampai mabuk.
Baru kini terbuka kesempatan bagi Bancroft untuk bertanya kepada Kepala Suku
Apache tentang apa yang dikehendakinya.
"Saya tidak menghendaki sesuatu, melainkan saya hendak menyampaikan perintah,"
jawab Intschu tschuna dengan angkuh.
"Kami tidak mau menerima perintah," tegas Insinyur Kepala juga sama angkuhnya.
Sekilas wajah kepala suku tampak marah, tetapi dia berhasil menguasai diri dan
berkata dengan tenang, "Saudaraku kulitputih boleh menjawab beberapa pertanyaan saya, akan tetapi
pertanyaan itu hendaknya dijawab dengan jujur. Adakah Anda mempunyai tempat
tinggal di sana?" "Ya." "Dan apakah rumah itu juga mempunyai halaman?"
"Ya." "Jika ada tetangganya yang hendak membuat jalan yang melalui halaman itu,
akankah Anda biarkan?"
"Tidak." "Tanah-tanah di seberang Rocky Mountains dan di sebelah timur sungai Mississippi
adalah milik mukapucat. Bagaimana sikap mereka seandainya orang Indian datang
hendak membuat jalan keretaapi di sana?"
"Mereka akan mengusirnya."
"Saudaraku kulitputih telah berkata jujur. Tapi sekarang mukapucat datang ke
tanah ini, tanah milik kami ini. Mereka memburu mustang-mustang kami, mereka
membunuh bison-bison kami, mereka mencari emas dan batu-batu mulia yang ada pada
kami. Kini mereka ingin membuat jalan yang sangat panjang, sehingga keretaapi
dapat melintas di atasnya. Dengan adanya rel itu nantinya akan datang lebih
banyak lagi mukapucat. Sebagian di antara mereka akan menyerang kami dan ada
yang akan mengambil milik kami sehingga tidak ada yang tersisa untuk kami. Kalau
demikian kami harus berkata apa?"
Bancroft terdiam. "Apakah mungkin kami punya hak yang lebih sedikit dari pada kalian" Kalian
beragama Kristen dan selalu berbicara tentang cintakasih. Tapi pada saat itu
kalian juga berkata bahwa kalian boleh mencuri dan merampok kami. Sejujurnya
kami harus melawan kalian. Apakah itu cintakasih" Kalian mengatakan, Tuhan
kalian adalah Bapa yang baik untuk semua kulitmerah dan kulitputih. Apakah kami
ini anak tirinya" Bukankah tanah ini milik orang-orang kulitmerah" Tapi orang
kulitputih telah merampasnya dari kami. Apa yang telah kami peroleh sebagai
gantinya" Penderitaan, penderitaan dan hanya penderitaan. Kalian selalu memburu
kami dan mendesak kami terus-menerus, sehingga dalam waktu singkat kami akan
mati merana. Mengapa kalian lakukan itu" Mungkinkah terpaksa, karena kalian
tidak punya ruang gerak lagi" Bukan, melainkan karena keserakahan, karena di
negeri kalian masih banyak tempat untuk berjuta-juta manusia. Setiap kulitputih
ingin memiliki seluruh negeri, seluruh tanah ini. Tetapi kulitmerah yang menjadi
pemilik sebenarnya dari tanah ini tidak dibiarkan hidup tenang di tanahnya
sendiri. Klekih-petra yang duduk di sebelah saya ini telah bercerita tentang
Alkitab. Di situ diceritakan ada manusia pertama yang mempunyai dua anak laki-
laki. Yang satu membunuh yang lainnya, sehingga darahnya memercik ke surga.
Bagaimana halnya dengan persaudaraan antara kulitmerah dan kulitputih" Apakah
kalian yang menjadi Kain dan kami adalah Abel, yang darahnya memercik ke surga"
Untuk itu kalian masih menuntut, agar kami selayaknya dibunuh, tanpa membela
diri! Tidak, kami harus membela diri, harus! Kami telah dikejar-kejar dari satu
tempat ke tempat lain terus-menerus. Kini kami tinggal di sini, kami kira kami
dapat menikmati hidup dengan tenang dan bernafas lega, tetapi ternyata kini
kalian datang lagi untuk membuat rel keretaapi. Apakah kami tidak mempunyai hak
yang sama seperti Anda di rumah dan halaman Anda sendiri" Jika kami ingin
menggunakan hukum kami, maka kami harus membunuh kalian semua. Namun kami hanya
berharap, bahwa hukum kalian juga berlaku bagi kami. Bisakah demikian" Tidak!
Hukum kalian punya dua sisi. Sisi yang akan diberlakukan kepada kami, adalah
yang justru menguntungkan Anda. Anda di sini akan membangun jalan. Sudahkah Anda
minta ijin kepada kami?"
"Tidak, karena itu tidak perlu."
"Mengapa tidak" Apakah tanah ini milikmu?"
"Saya pikir begitu."
"Bukan. Ini tanah kami. Apakah Anda sudah membelinya dari kami?"
"Tidak." "Apakah kami menghadiahkan tanah ini kepadamu?" "Tidak. Tidak kepada saya."
"Dan tidak juga kepada yang lain. Sekiranya Anda orang yang jujur dan Anda
dikirim ke sini untuk membuat jalan keretaapi, maka seharusnya sejak awal Anda
tanyakan kepada orang yang mengirim Anda, apakah dia mempunyai hak atas tanah
ini. Jika dia mengiyakan, dia harus menunjukkan bukti kepada Anda. Tetapi Anda
tidak melakukannya. Saya melarang kalian untuk melanjutkan pengukuran tanah di
sini!" Kalimat terakhir yang diucapkan diberi tekanan khusus dan terdengar sungguh-
sungguh. Saya terpesona oleh ucapan orang Indian ini. Sudah banyak buku-buku
tentang bangsa kulitmerah dan pidato-pidato yang diucapkan oleh
orang-orang Indian yang sudah saya baca, tetapi yang seperti tadi belum pernah
saya ketahui. Intschu tschuna berbicara dengan bahasa Inggris yang jelas dan lancar. Jalan
berpikirnya logis, cara mengungkapkannya seperti seorang yang terpelajar. Apakah
ini berkat ajaran Klekih-petra, guru orang Apache itu"
Sang Insinyur Kepala merasa malu. Jika dia mau mengakui kebenaran dan bersikap
jujur, maka dia sama sekali tidak dapat menangkis dakwaan-dakwaan yang sudah
diajukan tadi. Bancroft mengajukan beberapa alasan, tetapi semuanya terlalu
berbelit-belit, berputar-putar dan banyak kesimpulan yang salah, ketika kepala
suku kembali menjawab dan memojokkannya, Bancroft berpaling kepada saya,
"Tetapi, Sir. Bukankah Anda tadi menyimak apa yang kami bicarakan tadi" Silahkan
Anda ikut berkomentar!"
"Terima kasih, Mr. Bancroft. Saya seorang surveyor di sini, bukan seorang
pengacara. Lakukan apa yang Anda bisa. Tugas saya mengukur tanah, bukan
berpidato." Kepala suku berkata dengan penekanan yang penuh arti, "Tidak perlu pidato
panjang lebar. Sudah saya katakan, bahwa saya tidak mengijinkan Anda. Saya ingin
hari ini Anda pergi dari sini kembali ke tempat asal Anda. Putuskanlah, apakah
Anda mau mematuhi perintah saya atau tidak. Sekarang saya akan meninggalkan
tempat ini bersama Winnetou, putra saya, dan akan kembali lagi setelah lewat
waktu yang oleh orang kulitputih disebut satu jam. Saya harap nantinya Anda
sudah punya jawaban untuk kami. Jika Anda pergi, maka kita bersaudara, tetapi
jika Anda tidak pergi, maka permusuhan di antara Anda dan kami akan dimulai.
Saya Intschu tschuna, Kepala Suku Apache telah berbicara. Howgh!"
Howgh adalah semacam kata peneguhan bangsa Indian yang artinya kurang lebih sama
dengan amin, sekian, setuju, harap maklum dan tidak dapat diganggu-gugat. Dia
dan Winnetou bangkit. Mereka berjalan dan melangkahkan kaki pelan-pelan mendaki
lembah sampai mereka menghilang di tikungan. Klekih-petra tetap duduk. Insinyur
Kepala menoleh kepadanya dan memohon nasehatnya. Klekih-petra menjawab,
"Lakukan apa yang Anda inginkan, Sir! Saya sependapat dengan kepala suku. Telah
terjadi kejahatan besar secara terus-menerus pada suku kulitmerah. Tetapi
sebagai orang kulitputih, saya juga tahu, bahwa usaha kulitmerah untuk melawan
adalah sia-sia belaka. Jika kalian hari ini pergi dari sini, maka besok akan
datang orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan kalian. Tetapi saya hendak
memperingatkan kalian, kepala suku itu bersungguh-sungguh."
"Ke mana dia pergi?"
"Dia mengambil kuda kami."
"Apakah tadi kalian berkuda?"
"Tentu saja, kuda itu kami sembunyikan ketika kami mengetahui bahwa ada beruang
grizzly di dekat kami. Beruang grizzly tidak bisa diserang sambil berkuda."
Dia berdiri dan berjalan-jalan mencari angin, setidak-tidaknya untuk menghindari
pertanyaan-pertanyaan dan tekanan-tekanan berikutnya. Saya mengikutinya dan
bertanya, "Sir, perkenankanlah saya pergi bersama Anda. Saya berjanji tidak akan berkata
atau berbuat yang akan mengganggu Anda. Saya sangat tertarik dengan Intschu
tschuna dan Winnetou."
Bahwa dia sendiri sangat berpengaruh pada saya, saya tidak ingin mengatakan
kepadanya. "Ya, silahkan ikut, Sir," jawabnya. Saya sudah menarik diri dari bangsa
kulitputih dan semua urusannya. Saya tidak mau lagi berhubungan dengan mereka,
tetapi saya tertarik kepada Anda, jadi marilah kita berjalan-jalan bersama.
Tampaknya Anda satu-satunya yang dapat memakai akal sehat. Benarkah pendapat
saya itu?" "Saya yang paling muda di antara mereka dan masih belum pandai. Saya tidak akan
pernah menjadi sempurna. Saya sangat suka dengan penampilan manusia yang berhati
baik dan bersemangat!"
"Tidak pandai" Semua orang Amerika sama saja."
"Saya bukan orang Amerika."
"Jadi orang apa" Apakah pertanyaan saya ini tidak menyinggung Anda?"
"Sama sekali tidak. Saya tidak punya alasan untuk merahasiakan tanah air saya
yang saya cintai. Saya orang Jerman."
"Seorang Jerman?" kepalanya dengan cepat menengadah. "Saya ucapkan selamat
datang, saudara sebangsa dan setanah-air! Itulah sebabnya, saya segera tertarik
kepada Anda. Sebagai orang Jerman, kita adalah manusia yang unik. Hati kita
saling terpaut sebagai saudara, sebelum kita saling mengatakan bahwa kita
sebangsa. Seorang Jerman yang telah menjadi orang Apache seutuhnya! Bagaimana
kesan Anda" Tidakkah itu luar biasa!"
"Tidak aneh. Suratan takdir sering mengagumkan, tetapi sangat wajar."
"Suratan takdir! Mengapa Anda berbicara tentang Tuhan dan bukannya tentang
nasib?" "Karena saya seorang Kristen dan Tuhan saya tidak akan meninggalkan
saya!" "Benar sekali, Anda benar-benar orang yang bahagia! Ya, Anda benar. Suratan
takdir seringkali mengagumkan, tetapi selalu sangat wajar terjadi. Mukjizat
terbesar adalah proses hukum alam dan mukjizat besar lainnya adalah gejala alam
yang terlihat sehari-hari. Seorang Jerman, seorang terpelajar, cendekiawan
terkenal dan sekarang seorang Apache sejati. Kelihatannya luar biasa, tapi jalan
menuju ke tujuan yang saya lalui sangat wajar."
Mula-mula dia setengah hati melibatkan saya dengan ceritanya itu, namun sekarang
dia merasa gembira bisa mengeluarkan isi hatinya. Saya segera tahu, bahwa dia
memiliki karakter yang menonjol. Tetapi saya menghindari bertanya tentang masa
lalunya. Dia tidak memperdulikan hal itu dan bertanya dengan polos tentang
keadaan saya. Saya ceritakan secara detil dan kelihatan dia suka sekali
mendengarnya. Kami berada tidak begitu jauh dari perkemahan dan berbaring di
bawah pohon. Garis hidupnya yang pahit tergurat jelas di wajahnya, garis panjang
penderitaan, keraguan, kekhawatiran, kecemasan, kehilangan. Betapa sering dia
terlihat suram, terancam, gusar, terkadang takut, atau bahkan mungkin putus
harapan. Kini di sini semuanya jernih dan tenang seperti danau di tengah hutan,
yang tidak beriak karena hembusan angin, namun sedemikian dalamnya sehingga
orang tidak bisa melihat apakah di dasarnya juga tenang. Ketika dia telah
mendengar semua yang saya ketahui, dia mengangguk pelan dan berkata,
"Anda berada di awal perjuangan sedang saya telah tiba pada akhir perjuangan.
Namun hal ini bagi Anda hanya lahiriah saja, tidak sampai merasuk ke dalam hati.
Anda punya Tuhan yang tidak pernah Anda tinggalkan. Kalau saya lain. Saya sudah
kehilangan Tuhan ketika saya meninggalkan tanah air; dan yang terburuk adalah,
saya merasa besar seperti Tuhan dengan menawarkan suatu kepercayaan yang kuat
yang bisa dimiliki manusia, yaitu suara hati yang jahat."
Dia memandang saya penuh rasa ingin tahu, bagaimana reaksi saya ketika mendengar
kata-katanya itu. Ketika dia melihat wajah saya tetap tenang, dia bertanya,
"Anda tidak terkejut?"
"Tidak." "Tapi ini bisikan hati yang jahat! Anda bayangkan itu!" "Pah! Anda bukan pencuri


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan bukan pembunuh. Sikap yang lebih jauh lagi dari itu saya kira Anda tidak
mungkin mampu melakukannya. Dia menjabat tangan saya dan berkata,
"Saya ucapkan terima kasih banyak! Dan Anda telah keliru. Dulu saya adalah
pencuri yang besar, ya, banyak sekali melakukan pencurian! Dan yang dicuri
adalah barang-barang yang sangat berharga! Saya juga seorang pembunuh. Alangkah
banyaknya jiwa yang saya bunuh. Dulu saya seorang guru di sebuah sekolah tinggi,
tetapi tidak perlu saya beritahukan di mana-mana. Kebanggaan saya yang terbesar
terletak pada jiwa bebas yang merendahkan Tuhan, yang sampai pada titik
puncaknya, sehingga bisa meyakinkan orang secara detil, bahwa kepercayaan
terhadap Tuhan adalah omong kosong belaka. Saya pintar berpidato dan bisa
memukau para pendengar. Bibit-bibit ketidakpercayaan kepada Tuhan itu saya
tebarkan secara terbuka hingga tidak ada satu pun yang tertinggal. Saya adalah
pencuri dan perampok massal yang membunuh keyakinan dan kepercayaan terhadap
Tuhan. Kemudian tibalah masa revolusi. Siapa pun yang tidak mengakui Tuhan, maka
dia pun tidak akan menghargai raja atau pemimpin."
Sebagai pemimpin orang-orang yang tidak puas, secara terbuka saya tampil di muka
publik. Mereka menelan mentah-mentah semua kata-kata saya. Ini merupakan racun
memabukkan yang, tentu saja, saya anggap sebagai obat yang mujarab. Mereka lalu
berkumpul bersama-sama dan mulai mengangkat senjata. Betapa banyaknya orang yang
tewas dalam keributan itu! Sayalah pembunuh mereka, tetapi mereka mati bukan
semata-mata karena saya, karena yang lainnya meninggal di balik tembok penjara.
Pendekar Pedang Sakti 5 Pendekar Rajawali Sakti 5 Naga Merah Tjeng Hong Kie Su 1
^