Winnetou Kepala Suku Apache 4
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May Bagian 4
lagi." "Bersabarlah, Master. Hiburlah diri Anda dengan kata-kata manis bahwa memang
Anda lagi sial." "Hiburan yang menyenangkan! Apa Anda kira, saya akan mengirimkan Anda kartu
ucapan terimakasih untuk nasehat itu?"
"Oh... bukan itu maksud saya," dia tertawa. "Saya selalu memberikan nasehat
dengan cuma-cuma. Selain itu, nasib saya pun sama seperti Anda. Saya duduk di
sini tanpa berbuat apa-apa karena saya terlalu lamban. Sebenarnya saya hendak
pergi ke Austin dan terus ke sana melalui Rio Grande del Norte. Saat ini adalah
musim yang tepat. Setiap hari hujan turun dan Sungai Colorado menampung cukup
air sehingga kapal jurusan Austin bisa berlayar di atasnya. Sungai ini biasa
kekurangan air sepanjang tahun."
"Saya pernah mendengar, ada sebuah gosong di dalam sungai yang menghambat
pelayaran kapal." "Sebenarnya bukan gosong melainkan endapan kayu-kayu besar yang dihanyutkan oleh
sungai ke sana, sehingga sekitar delapan kilometer dari sini sungai itu terbagi
menjadi anak-anak sungai. Tetapi setelah gosong itu, airnya kembali dalam hingga
ke Austin. Karena pelayaran terhalang, maka orang harus lebih dahulu berjalan
hingga ke gosong itu dan kemudian naik kapal di sana. Saya juga mau pergi ke
sana, tetapi bir Jerman yang nikmat ini telah menahan saya untuk tinggal lebih
lama. Saya minum dan terus minum dan tinggal terlalu lama di Matagorda. Ketika
saya tiba di gosong, kapal baru saja berangkat. Jadi saya harus membawa pulang
pelana dan menunggu sampai besok pagi di mana kapal berikutnya akan berlayar ke
sana." "Jadi nasib kita sama dan Anda pun bisa menghibur diri dengan ucapan yang baru
saja Anda tujukan kepada saya. Anda juga sedang sial."
"Sama sekali tidak. Saya tidak mengejar seorang pun. Dan bagi saya sama saja,
apakah hari ini atau minggu depan saya tiba di Austin. Tetapi yang membuat saya
jengkel, saya ditertawakan oleh greenfrog (katak hijau) yang bodoh itu. Dia
lebih cepat dari saya dan menyiuli saya dari geladak ketika saya tertinggal di
pelabuhan. Jika saya bertemu lagi orang itu, dia akan menerima pelajaran yang
lebih keras daripada yang dulu pernah didapatnya di atas kapal."
"Anda berkelahi dengan dia, Sir?"
"Berkelahi" Apa maksud Anda, Sir" Old Death tidak pernah berkelahi. Tapi saat
itu, di atas kapal Delphin ada orang yang merasa lucu karena postur tubuh saya,
lalu tertawa, begitu dia menatap saya. Saya kemudian bertanya, apa yang
membuatnya merasa lucu. Ketika dia menjawab bahwa dia geli melihat tulang-tulang
saya, saya langsung menghadiahkan sebuah slap in the face[Inggris: Tamparan di
wajahnya] hingga dia terjungkal. Lalu dia mencabut revolver hendak menembak saya, tetapi tiba-tiba
datang sang kapten kapal dan menyuruhnya untuk segera enyah dari tempat itu. Itu
pantas baginya, karena dia telah menghina saya. Mungkin karena itu pula maka dia
tertawa ketika saya terlambat tiba di gosong dan tidak bisa menumpang kapal.
Hanya saja saya kasihan melihat teman seperjalanannya! Kelihatannya gentleman
itu baik, hanya wajahnya murung dan sedih. Dia menatap dengan pandangan kosong,
seperti seseorang yang terganggu jiwanya."
Kalimatnya yang terakhir membangkitkan rasa ingin tahu saya.
"Seperti orang gila?" tanya saya. "Mungkin Anda mendengar orang menyebut
namanya?" "Kapten memanggilnya dengan Master Ohlert!"
Saya terkejut, seolah-olah saya baru saja mendapat sebuah pukulan di kepala.
Dengan tergesa-gesa saya bertanya, "Ah! Dan temannya?" "Jika saya tidak salah,
namanya Clinton." "Bagaimana mungkin..." saya berseru sambil melompat bangkit dari tempat duduk.
"Jadi keduanya berada bersama Anda di atas kapal?" Dia memandang saya penuh
keheranan lalu bertanya, "Apakah Anda sudah mabuk, Sir" Anda begitu cepat berubah. Apakah kedua orang itu
punya sangkut paut dengan Anda?"
"Ya! Merekalah orang yang harus saya temukan."
Kembali dia tersenyum simpul. Senyum seperti itu selalu berulang kali menghiasi
wajahnya. "Hm... hm... " dia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Akhirnya Anda berterus
terang bahwa Anda sedang mencari dua orang. Mengapa harus kedua orang itu" Hm!
Anda sungguh seorang greenhorn, Sir! Anda hanya sendirian mengejar buruan!"
"Maksud Anda?" "Karena di New Orleans Anda tidak bersikap jujur terhadap saya." "Saya toh tidak
boleh berterus terang," jawab saya.
"Semua orang boleh berbuat apa saja untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik. Jika
saat itu Anda menjelaskan persoalannya kepada saya, maka kini keduanya sudah
berada di tangan Anda. Saya langsung mengenali mereka begitu mereka tiba di
kapal, dan saya bisa menjemput atau menyuruh orang memanggil Anda. Anda mengerti
sekarang, Sir?" "Tetapi siapa yang tahu sebelumnya bahwa Anda akan bertemu mereka. Lagipula
mereka tidak bermaksud berangkat ke Matagorda melainkan ke Quintanna."
"Mereka hanya berkata demikian. Tetapi sebenarnya mereka tidak turun dari kapal.
Semoga Anda bersikap bijak dan mau menceritakan seluruh kejadian kepada saya.
Barangkali saya bisa menolong Anda untuk menangkap kedua orang itu."
Orang ini bermaksud baik terhadap saya. Dia sama sekali tidak ingin menyulitkan
saya. Tetapi saya merasa malu. Beberapa waktu yang lalu, saya tidak bersedia
memberi keterangan kepadanya. Tetapi hari ini setelah melihat sikapnya, saya
terdorong untuk menceritakan semuanya. Perasaan saya melarang saya untuk membuka
mulut, tetapi akal saya lebih kuat. Saya mengeluarkan kedua foto, menyodorkan
kepadanya sambil berkata,
"Sebelum saya menjelaskan, tolong perhatikan dulu kedua gambar ini. Apakah kedua
orang ini yang Anda maksudkan?"
"Ya, ya, merekalah orangnya!" jawabnya setelah melihat wajah kedua orang itu.
"Tidak salah lagi."
Secara jujur saya menceritakan inti persoalan. Dia mendengarkan dengan penuh
perhatian. Ketika saya selesai, dia menggeleng-gelengkan kepala lalu berkata
dengan nada prihatin, "Setelah saya mendengar dari Anda, sekarang semuanya menjadi jelas. Hanya satu
hal yang masih membuat saya bingung. Apakah William Ohlert benar-benar sudah
menjadi gila?" "Saya kira tidak. Saya tidak mengerti banyak tentang penyakit jiwa. Tetapi saya
hanya melihat gejala monomania[Lihat telaah tentang monomania di lampiran buku
ini]. Oleh karenanya, dia bisa mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kecuali
dalam satu hal. "Yang tidak jelas bagi saya adalah, mengapa dia membiarkan dirinya begitu kuat
dipengaruhi oleh Gibson. Dia kelihatan taat dan menuruti Gibson dalam segala
hal. Mungkin keparat itu mau menggunakan penyakit monomania Ohlert untuk memeras
dia. Nah, semoga kita bisa segera membuka kedoknya!"
"Anda sungguh yakin bahwa keduanya kini sedang dalam perjalanan menuju Austin"
Atau barangkali mereka ingin turun di tengah jalan?"
"Tidak. Ohlert mengatakan kepada kapten bahwa dia hendak pergi ke Austin."
"Ini membingungkan! Semestinya dia tidak mengatakan ke mana dia akan
pergi." "Mengapa tidak" Mungkin Ohlert belum tahu kalau dia sedang dibuntuti, sehingga
dia mengambil jalan yang salah. Barangkali dia percaya bahwa sejauh ini dia
telah bertindak benar dan hidup demi idealismenya. Semua yang lain menjadi
urusan Gibson. Orang yang bingung itu merasa tidak bodoh dengan mengatakan
Austin sebagai tujuan perjalanannya. Dan kapten itu meneruskan keterangan ini
kepada saya. Sekarang apa yang hendak Anda perbuat?"
"Tentu saya akan menyusul dia ke sana, dan selekas mungkin."
"Anda harus sabar menunggu sampai besok pagi. Sebelum waktu itu tak ada kapal
yang berangkat ke sana."
"Kalau begitu kapan kita akan sampai di sana?"
"Melihat keadaan air saat ini, mungkin baru lusa."
"Itu terlalu lama."
"Coba Anda bayangkan, kedua orang itu pun terlambat tiba di sana karena
permukaan air masih surut. Tidak bisa dihindari bahwa kapal akan kandas. Orang
harus menunggu lama sebelum permukaan air naik lagi, di mana kapal bisa
berlayar." "Andaikan kita tahu apa yang direncanakan Gibson dan ke mana dia akan melarikan
Ohlert!" "Ya, itu masih menjadi teka-teki. Pasti dia mempunyai rencana tertentu. Uang
yang hingga kini diambilnya sudah cukup untuk membuatnya menjadi kaya raya. Dia
bisa mengambil sebanyak yang dia inginkan, lalu meninggalkan Ohlert begitu saja.
Tetapi hal ini tidak dilakukannya. Ini pertanda bahwa dia masih ingin memeras
Ohlert. Saya sungguh tertarik pada kasus ini. Dan karena kita, sekurang-
kurangnya untuk saat ini, mempunyai tujuan yang sama, saya bisa menolong Anda.
Jika Anda membutuhkan saya, saya bersedia."
"Terimakasih atas kesediaan Anda, Sir. Saya menaruh kepercayaan pada diri Anda.
Maksud baik Anda sungguh menggembirakan. Saya yakin, pertolongan Anda akan
sangat berguna bagi saya."
Kami saling berjabatan tangan lalu segera mengosongkan gelas di depan kami.
Kalau saja dari dulu saya mempercayai orang ini!
Gelas kami kembali diisi, ketika terdengar adanya keributan di luar. Suara orang
menjerit serta suara lolongan anjing terdengar mendekat. Tiba-tiba pintu dibuka
dengan kasar. Lalu masuklah enam orang yang kelihatan sudah meneguk alkohol
melampaui batas, sehingga tak seorang pun yang terlihat masih waras. Mereka
dilengkapi dengan senapan, pisau, revolver atau pistol. Selain itu, mereka juga
membawa cambuk yang tergantung di pinggang dan masing-masing membawa seekor
anjing yang diikat dengan tali. Anjing-anjing itu berukuran besar
dan merupakan ras unggul yang dipelihara secara khusus. Di negara-negara Selatan
binatang itu digunakan untuk menangkap orang Negro yang melarikan diri. Karena
itu orang menyebutnya anjing darah atau anjing penangkap manusia.
Keenam orang asing itu masuk tanpa memberikan salam dan memelototi kami dengan
pandangan kurang ajar. Mereka kemudian menjatuhkan diri ke atas kursi sampai
kursi-kursi itu berderak. Mereka lalu menaikkan kaki ke atas meja dan saling
beradu tumit di atasnya. Dengan cara itu mereka hendak memberi tanda agar si
pemilik kedai datang mendekat.
"Hei, ada bir?" salah seorang di antaranya berteriak. "Bir Jerman?"
Pemilik kedai yang ketakutan itu hanya mengangguk.
"Kami ingin minum bir itu. Apa kamu juga orang Jerman?"
"Tidak." "Syukurlah! Kami suka minum bir Jerman tetapi kami membenci orang-orang Jerman.
Sebaiknya mereka semua dipanggang di neraka. Sebagai kaum abolisionis[Aliran
yang memperjuangkan penghapusan sistem perbudakan], mereka telah menolong
negara-negara Utara dan merekalah yang bersalah sehingga kami harus kehilangan
pekerjaan." Pemilik kedai buru-buru pergi ke belakang supaya secepat mungkin melayani tamu-
tamu istimewa itu. Tanpa sengaja saya menoleh ke belakang untuk melihat siapa
yang baru saja berbicara. Ternyata dia juga melihat saya. Saya yakin, pandangan
saya tidak mengandung maksud penghinaan terhadap dirinya, tetapi rupanya dia
tidak mau dipandang seperti itu atau barangkali dia hanya ingin mencari gara-
gara dengan orang lain. Dia berteriak kepada saya,
"Mengapa kamu memandang saya seperti itu" Apakah saya mengucapkan sesuatu yang
salah?" Saya kembali membalikkan tubuh ke posisi semula dan tidak menjawab apa-apa.
"Hati-hatilah!" bisik Old Death kepada saya. "Mereka adalah kaum rowdy[Panggilan
bagi orang yang kasar tabiatnya dan suka berkelahi] yang paling brutal. Dahulu
mereka sebenarnya pengawas budak yang kehilangan pekerjaan karena majikannya
bangkrut akibat penghapusan sistem perbudakan, dan sekarang mereka berkumpul
bersama hanya untuk membuat onar. Lebih baik kita jangan memperhatikan mereka.
Mari kita habiskan minuman ini lalu segera pergi dari sini."
Tetapi ketika melihat kami berbisik-bisik, orang itu tidak suka. Dia berteriak
ke arah kami, "Apa yang kamu bisikkan, Tulang Tua" Jika kamu berbicara tentang kami, maka
bicaralah yang keras. Jika tidak kami akan membantu membuka mulutmu!"
Old Death mengangkat gelas ke mulutnya dan minum tanpa berkata sepatah kata pun.
Pemilik kedai datang membawa bir dan mereka segera mencicipinya. Bir itu memang
enak. Tetapi karena sedang dongkol, mereka menuangkannya ke lantai. Orang yang
tadi membentak saya mengangkat gelas di tangannya dan berkata,
"Jangan tuang ke lantai! Di sana duduk dua orang. Kelihatannya cairan ini pantas
mereka terima. Dan mereka akan mendapatkannya."
Dia mengangkat gelas lalu menumpahkan bir dari seberang meja ke arah kami
berdua. Dengan tenang Old Death mengeringkan wajahnya yang basah dengan lengan
baju. Saya tidak tahan lagi hanya berdiam diri seperti dia dan menerima
perlakuan kurang ajar ini. Topi, baju, dan semua yang saya pakai basah kuyup
akibat terkena siraman. Maka saya berbalik dan menegur dia,
"Sir, saya minta dengan sangat supaya Anda jangan melakukannya untuk kedua kali!
Bersenang-senanglah bersama teman Anda, kami tidak melarangnya. Tetapi jangan
mengganggu kami." "Oh ya" Jadi apa yang akan Anda lakukan, jika saya menyiram sekali lagi ke
kepala Anda?" "Akan terjadi sesuatu."
"Akan terjadi sesuatu" Baik, kita segera lihat, apa yang akan terjadi. Hei, bawa
lagi bir ke sini!" Teman-temannya tertawa dan menyoraki matadornya. Dan kelihatannya orang itu akan
mengulangi lagi tindakan kurang ajar tadi.
"Ya Tuhan! Sir, jangan mencari gara-gara dengan orang itu!" kata Old Death
memperingatkan saya. "Anda takut?" saya balik bertanya.
"Sedikit pun tidak! Tapi mereka pasti segera mencabut senjatanya. Dan melawan
peluru, orang yang paling berani sekali pun tidak mampu berbuat apa-apa.
Pikirkan juga, mereka mempunyai anjing!"
Pengacau-pengacau itu menambatkan anjing pada kaki meja. Supaya tidak digigit
dari belakang, saya lalu pindah dan duduk pada tempat yang lain dengan sisi
kanan menghadap para rowdy itu.
"Aha! Dia duduk dengan posisi menantang!" kata pemimpinnya tertawa. "Rupanya dia
mau melawan. Tetapi begitu dia bergerak, saya akan menyuruh Pluto menyerangnya.
Anjing ini sudah terlatih untuk menyerang manusia."
Dia melepaskan anjing dari kaki meja dan memegang talinya. Pemilik kedai belum
juga mengantar bir yang dipesan. Kami masih mempunyai sedikit waktu untuk
meletakkan uang pembayaran di atas meja lalu pergi. Tetapi saya yakin, kawanan
itu tidak akan membiarkan kami pergi begitu saja. Saya pun tak mau menyingkir
dari manusia-manusia busuk itu. Bagi mereka tindakan seperti itu dianggap
pengecut. Saya memasukkan tangan ke dalam saku dan meraba revolver. Saya berdiri dalam
posisi siap. Hanya saya agak ragu, apakah saya akan berhasil mengalahkan anjing.
Tetapi saya pernah memelihara binatang-binatang yang dilatih untuk menyerang
manusia, karena itu kini saya tidak terlalu cemas menghadapi hewan
itu. Sekarang datanglah si pemilik kedai. Dia meletakkan gelas-gelas di atas meja dan
berkata dengan nada memelas kepada tamu-tamunya yang membuat onar,
"Gentlemen, saya merasa senang atas kunjungan kalian. Tetapi saya minta, jangan
mengganggu kedua orang di sana. Mereka juga tamu saya."
"Bangsat!" bentak salah seorang dari mereka. "Kamu mau menggurui kami" Tunggu,
kami akan segera meredam ambisimu!"
Orang itu lalu menyiram dua atau tiga gelas bir ke atas kepala pemilik kedai.
Dia langsung menghilang ke belakang karena menurutnya itulah cara yang terbaik.
"Sekarang giliran si mulut besar di sana!" dia berteriak ke arah saya. "Dia juga
harus merasakannya!"
Sambil memegang tali anjing dengan tangan kiri, dia menyiram isi gelas ke tubuh
saya dengan tangan kanan. Cepat-cepat saya bangkit dari kursi dan bergerak
sedikit ke samping supaya terhindar dari guyuran. Kemudian saya mengepalkan
tinju dan menghampirinya untuk memberikan hukuman yang setimpal. Tetapi dia
lebih cepat. "Ayo Pluto, go on!" dia berteriak dan melepaskan tali di tangannya sambil
menunjuk ke arah saya. Saya masih mempunyai sedikit waktu untuk berkelit mundur ke dinding ketika
binatang raksasa itu melompat ke arah saya. Dia berada kira-kira hanya lima
langkah di depan saya, dan jarak ini bisa dijangkaunya dengan sekali lompatan.
Anjing besar itu pasti akan menancapkan taringnya ke leher saya jika saya tetap
berdiri diam. Maka, pada saat ia melompat dan hendak menggigit, saya mengelak ke
samping sehingga tubuhnya melayang menabrak tembok. Akibat benturan yang keras
ke tembok, anjing darah itu nyaris lumpuh. Hewan itu lalu roboh ke lantai.
Dengan gerakan sangat cepat, saya memegang kedua kaki belakangnya,
mengangkatnya tinggi-tinggi dan mengayunkan tubuhnya lalu melemparkan hewan itu
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke dinding dengan kepala lebih dulu. Tulang kepalanya remuk.
Suasana menjadi hiruk-pikuk. Semua anjing melolong keras sambil menarik-narik
tali ikatan sehingga meja-meja tergeser dari tempatnya. Mereka semua bangun dan
pemilik anjing yang mati itu maju hendak menghadang saya. Tetapi Old Death yang
lebih dulu bangkit mengarahkan kedua revolvernya dan mengancam,
"Stop! Sekarang semuanya sudah cukup, boys. Siapa yang coba-coba maju selangkah
atau menyentuh senjatanya, dia akan saya tembak! Kalian belum mengenal siapa
kami. Saya Old Death, si pencari jejak. Semoga kalian pernah mendengar tentang
saya. Sedangkan orang ini, seorang Sir, sahabat saya. Seperti saya, dia juga
tidak takut sedikit pun kepada kalian. Sekarang duduk dan minumlah bir kalian
dengan tenang. Dan jangan pernah memasukkan tangan ke dalam saku. Akan saya
tembak!" Peringatan terakhir ini ditujukan kepada seorang dari pengawas budak yang
menggerakkan tangan ke sakunya, tentu dengan maksud mencabut pistol. Saya pun
segera mengeluarkan senjata saya. Kami berdua memiliki delapan belas peluru.
Sebelum seorang dari kaum perusuh itu menyentuh senjatanya, pasti dia sudah
diterjang peluru kami. Saat itu Old Death, sang pencari jejak tua, tampak
sebagai sosok yang sangat lain. Tubuhnya yang biasanya bungkuk kini berdiri
tegak. Matanya bersinar dan pada raut wajahnya terpancar kekuatan yang membuat
orang tidak berani memberikan perlawanan. Saya merasa lucu melihat bagaimana
para pengacau itu tiba-tiba patuh di hadapan Old Death. Mereka bergumam satu
sama lain dengan berbisik-bisik, lalu duduk kembali di tempatnya. Bahkan pemilik
anjing yang mati tidak berani mendekati bangkai anjingnya karena binatang itu
tergeletak di dekat saya.
Kami berdua masih berdiri sambil mengancam dengan revolver di tangan, ketika
seorang pengunjung baru masuk ke dalam... seorang Indian.
Dia memakai baju berburu berwarna putih yang dihiasi dengan manik-manik yang
menjadi corak khas Indian. Celananya pun dibuat dari bahan yang sama dan jahitan
pada rumbai-rumbainya dibubuhi dengan rambut scalp. Tidak ada noda atau debu
yang terlihat pada baju dan celananya. Kakinya yang kecil dibungkus oleh
mokkasin[Moccasin: Sepatu khas Indian] yang disulam dengan mutiara dan dihiasi
dengan duri landak. Di lehernya tergantung kantung jimat dan sebuah pipa
perdamaian yang dipahat indah, serta sebuah kalung dari kuku beruang yang
diambilnya setelah membunuh
binatang buas itu di Rocky Mountains. Pinggangnya dibelit sabuk senjata nan
lebar dari kain santillo yang mahal. Dari balik sabuk itu tersembul gagang pisau
dan dua pucuk revolver. Tangan kanannya memegang sepucuk senapan berlaras ganda.
Gagang senapan itu dihiasi dengan paku-paku perak. Dia tidak memakai penutup
kepala. Rambutnya yang panjang, tebal, dan berwarna hitam kebiru-biruan dirajut
menjadi kepang dan diikat ujungnya dengan kulit dari sejenis ular pematuk yang
sangat beracun. Walaupun rambutnya tidak dihiasi dengan bulu-bulu burung
rajawali atau tanda pengenal lainnya, orang bisa langsung tahu bahwa pemuda itu
adalah seorang kepala suku atau seorang prajurit yang terkenal. Raut wajahnya
yang terkesan dingin dan tampan sangat mirip dengan raut wajah orang Romawi.
Tulang pipinya tidak menonjol. Bibirnya kelihatan penuh tapi lembut dan dia
tidak berjenggot. Kulitnya berwarna coklat terang dan agak kemerah-merahan. Ya,
dialah Winnetou, sang kepala suku Apache, yang juga saudara sedarah saya.
Dia berdiri sejenak di ambang pintu. Matanya yang hitam menatap tajam, seperti
menyelidiki seluruh ruangan dan semua orang yang duduk di sana. Lalu dia duduk
di dekat kami, jauh dari kawanan pengacau yang terus menatap dia dengan penuh
keheranan. Sebenarnya saya sudah ingin melangkah ke depan untuk menyambut dan menyalaminya,
tetapi dia sama sekali tidak mempedulikan saya walaupun dia sendiri telah
melihat saya dan sudah sejak lama mengenal saya. Dia pasti mempunyai
pertimbangan tertentu. Karena itu saya kembali duduk dan berusaha bersikap acuh
tak acuh terhadapnya. Tampaknya dia segera memahami situasi yang sedang berkecamuk. Dia memicingkan
matanya sinis saat memandang ke arah para lawan kami. Ketika kami berdua duduk
dan menyimpan kembali revolver, dia tersenyum tapi sangat halus dan tidak
kentara. Wibawa yang terpancar dari kepribadiannya begitu besar sehingga setelah dia
masuk, suasana di dalam kedai menjadi hening seperti di dalam gereja. Suasana
tenang seperti ini membuat pemilik kedai mengira bahwa bahaya telah berlalu. Dia
menjulurkan kepala dari balik daun pintu yang hanya sedikit terbuka. Setelah
yakin bahwa tidak ada lagi yang perlu dicemaskan, baru dengan hati-hati dia
keluar menampakkan seluruh tubuhnya.
"Saya minta segelas bir, bir Jerman!" kata orang Indian itu dengan suara lantang
dan dalam lafal Inggris yang bagus dan lancar.
Para rowdy heran mendengarnya. Mereka saling merapatkan kepala dan mulai
berbisik-bisik. Dengan diam-diam mereka memandanginya. Ini pertanda bahwa mereka
sedang membicarakan sesuatu yang buruk terhadap dirinya.
Pemilik kedai datang membawa bir yang diminta. Orang Indian itu menerima,
mendekatkan gelas pada jendela yang agak terang, lalu memeriksa bir itu
sebentar, dan meminumnya.
"Well!" katanya kepada pemilik kedai sambil berdecak puas. "Bir Anda enak
rasanya. Manitou Agung dari orang kulitputih telah mengajarkan banyak
keterampilan kepada mereka. Teknik membuat bir ini adalah salah satu di
antaranya." "Orang akan segera percaya bahwa dia orang Indian asli!" saya berbisik pelan
kepada Old Death dan berlagak seolah-olah tidak mengenali Winnetou.
"Memang, dia seorang Indian! Seorang Indian yang hebat!" jawab si Tua dengan
pelan namun penuh tekanan.
"Anda mengenalinya" Pernahkah Anda bertemu atau melihatnya?"
"Melihatnya belum pernah. Tetapi saya mengenalinya dari bentuk tubuh, pakaian,
umur, dan yang paling jelas dari senjatanya. Senjata itu adalah Senapan Perak
yang sangat terkenal dan pelurunya belum pernah salah sasaran. Anda beruntung,
bisa berkenalan dengan kepala suku Indian yang termasyhur dari Amerika Utara
ini, Winnetou, kepala suku Apache. Dia seorang yang paling istimewa dari semua
orang Indian. Namanya diceritakan di setiap istana, di rumah-rumah perkampungan,
dan di setiap kemah. Dia seorang yang adil, cerdas, jujur, setia, penuh percaya
diri, berani dan mahir menggunakan semua senjata, dan tidak ada kepalsuan dalam
dirinya. Dia adalah sahabat dan pelindung semua orang yang membutuhkan
pertolongan, serta tidak memandang warna kulit, apakah orang itu kulitmerah atau
kulitputih. Dia terkenal di segenap penjuru Amerika bahkan di luar negeri
sebagai seorang pahlawan hebat dari daerah Barat."
"Tetapi bagaimana dia bisa berbicara bahasa Inggris begitu fasih dan memiliki
kepribadian seperti seorang gentleman kulitputih?" tanya saya kembali.
"Dia banyak bertualang di daerah Timur. Menurut cerita, ada seorang sarjana
berdarah Eropa yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam kurungan oleh orang-orang
Apache. Namun dia diperlakukan sangat baik selama dalam tahanan sehingga setelah
bebas, dia memutuskan untuk tetap tinggal bersama mereka dan mengajarkan orang
Indian tentang hidup damai. Dialah yang menjadi guru orang ini. Tetapi
pandangannya tentang cintakasih terhadap musuh rupanya tidak diterima lalu lama-
kelamaan dia akhirnya disingkirkan."
Dia menjelaskannya dengan suara yang sangat pelan, bahkan saya sendiri pun
hampir tidak mendengar apa-apa. Tetapi orang Indian yang duduk kira-kira lima
hasta jauhnya itu, berpaling ke arah teman baru saya dan berkata,
"Anda keliru, Old Death! Sarjana kulitputih itu datang kepada suku Apache dan
dia disambut dengan penuh keramahan. Dia kemudian menjadi guru Winnetou dan
mengajarinya agar menjadi orang yang berguna, yang bisa membedakan kesalahan
dari keadilan dan kebenaran dari kepalsuan. Dia tidak disingkirkan melainkan
sangat dihargai. Dia tidak berkeinginan kembali kepada orang kulitputih. Ketika
dia meninggal, kami memasang sebuah batu nisan di kuburnya dan menanam bunga di
sekelilingnya. Kini dia telah beralih ke padang perburuan abadi, tempat orang-
orang mati tidak lagi dibunuh dan mereka boleh menikmati kebahagiaan abadi di
hadapan Manitou. Di sanalah Winnetou akan bertemu dia kelak dan akan melupakan
semua dendam yang pernah ada di muka bumi."
Alangkah bahagianya Old Death karena dia pun dikenal oleh Winnetou. Wajahnya
memancarkan binar-binar kegembiraan, ketika dia menanyai orang asing itu,
"Sir, Anda mengenal saya" Sungguh?"
"Saya belum pernah melihat Anda, tetapi saya segera mengenali Anda begitu saya
masuk ke sini. Anda adalah seorang scout ulung yang namanya menggema hingga ke
Las Animas." Setelah selesai mengucapkan kalimat ini dia kembali berpaling. Selama berbicara
tampak wajahnya tidak menoleh kepada saya. Sekarang dia duduk diam dan kelihatan
termenung seorang diri. Hanya telinganya bergerak sebentar, sepertinya dia
menangkap suatu gelagat yang bakal terjadi.
Para rowdy masih terus berbisik-bisik di antara mereka lalu memandangi dia penuh
tanda tanya dan mengangguk-anggukkan kepala. Rupanya mereka telah menyusun suatu
rencana. Mereka tidak mengenal orang Indian ini, juga tidak bisa memastikan dari
tutur katanya, siapakah dia sebenarnya. Tapi mereka ingin membalas kekalahan
yang mereka derita dari kami. Karena itu mereka mau menunjukkan bahwa mereka
sangat membenci kulitmerah. Dalam hal ini mereka hendak menunjukkan bahwa saya
dan Old Death tidak mampu berbuat apa-apa untuk membela orang Indian itu, sebab
seandainya bukan kami yang dipermalukan, maka menurut aturan umum, kami harus
bersikap tenang dan hanya menonton bagaimana seorang lemah diperlakukan secara
tidak wajar. Maka tampillah salah seorang dari mereka, yakni orang yang tadi
bersitegang dengan saya. Dia berjalan pelan dengan gaya menantang ke arah orang
Indian itu. Saya mengeluarkan revolver dari saku lalu menaruhnya di atas meja
sehingga gampang diraih seandainya dibutuhkan.
"Tidak perlu," bisik Old Death kepada saya. "Seseorang seperti Winnetou bisa
membela diri melawan orang sebanyak dua kali jumlah rowdy ini."
Si rowdy tadi berdiri tegap di hadapan Winnetou dengan tangan mencekak pinggang.
Dia berkata, "Apa yang sebenarnya kamu cari di Matagorda sini, hai kulitmerah" Kami tidak
menerima orang biadab dalam masyarakat kami."
Winnetou tidak menghiraukan orang itu. Dia mengangkat gelasnya lalu minum
seteguk dan meletakkan kembali di atas meja. Lalu dia mendecak dengan lidahnya.
"Hei, keparat kulitmerah, kamu dengar apa yang saya katakan?" dia bertanya
lantang. "Saya ingin tahu, apa yang kamu kerjakan di sini. Kamu mengendap-endap
kemari guna mendengarkan semua pembicaraan kami dan memata-matai kami. Semua
kulitmerah bersekutu dengan Juarez, pembohong yang juga berkulitmerah. Tetapi
kami berpihak pada Kaisar Maximillian dan kami akan menggantung semua orang
Indian yang coba menghalang-halangi usaha kami. Jika kamu tidak ikut berseru
'Hiduplah Kaisar Maximillian!' maka kami akan segera melingkarkan tambang ke
lehermu!" Winnetou diam dan tidak berkata sedikit pun. Raut wajahnya tetap tidak berubah.
"Anjing, kamu mengerti maksud saya" Saya butuh jawaban!" seorang yang lain
berteriak penuh amarah, sambil mengepalkan tinjunya di atas bahu Winnetou.
Tiba-tiba Winnetou menengadahkan wajahnya ke atas dengan cepat.
"Mundur!" serunya dengan nada memerintah. "Saya tidak membiarkan jika seekor
coyote menggonggong saya seperti itu."
Coyote adalah nama yang diberikan kepada serigala prairie yang dikenal sebagai
hewan pengecut dan karena itu secara umum dianggap sebagai hewan yang sangat
memalukan. Orang Indian menggunakan kata makian ini jika mereka marah dan ingin
menghina lawannya. "Seekor coyote?" teriaknya. "Ini suatu penghinaan yang harus segera
dibalas." Dia mencabut revolver. Tetapi tiba-tiba terjadi sesuatu yang tidak dibayangkan
sebelumnya. Winnetou memukul jatuh senjatanya kemudian mencengkeram pinggang
orang itu, mengangkatnya ke atas lalu melemparkan tubuhnya ke luar jendela.
Tentu kaca jendela hancur dan jatuh bersama tubuhnya ke arah jalan.
Semuanya berlangsung begitu cepat. Seiring dengan bunyi pecahnya kaca, terdengar
pula lolongan anjing dan teriakan marah para sahabatnya. Ini menyebabkan suasana
di dalam ruangan menjadi hiruk-pikuk. Walaupun demikian
suara Winnetou mengatasi semua keributan itu. Dia maju mendekati kawanan itu dan
dengan tangan menunjuk ke jendela dia berkata,
"Ada lagi yang mau dilempar keluar" Katakanlah!"
Dia berdiri terlalu dekat dengan seekor anjing. Binatang itu hendak
menggigitnya, tetapi mendapat tendangan keras dari Winnetou sehingga akhirnya
merintih kesakitan di bawah kolong meja. Semua pengawas budak itu mundur
ketakutan dan tidak berani bersuara sedikit pun. Winnetou tidak memegang senjata
di tangan, tetapi kewibawaannya sangat memukau. Tidak seorang pun dari kawanan
itu yang mampu menentang dia. Orang Indian ini bagaikan seorang pawang binatang
dalam sirkus, yang masuk ke dalam arena pertunjukan dan mampu memaksa singa
serta harimau agar duduk hanya dengan sorot matanya.
Tiba-tiba pintu kembali terbuka. Pria malang yang tadi dilemparkan lewat
jendela, melangkah masuk. Wajahnya terluka akibat terkena pecahan kaca. Dia
mencabut pisau dan dengan teriakan penuh kemarahan dia maju menyerang Winnetou.
Orang Indian itu mengelak ke samping dan dengan cepat menangkap tangannya yang
menggenggam pisau. Lalu dia mencengkeram pinggang orang itu, seperti sebelumnya,
mengangkatnya tinggi-tinggi lalu membanting tubuhnya ke lantai. Seketika orang
itu langsung pingsan dan tidak bergerak. Tak seorang pun dari temannya yang
berancang-ancang membalas menyerang. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa, Winnetou
mengambil birnya dengan tenang dan meminumnya sampai habis. Kemudian dia
melambaikan tangan kepada pemilik kedai yang sebelumnya bersembunyi di balik
pintu menuju kamar karena ketakutan. Dia mengambil sebuah pundi-pundi kulit dari
sabuk senjatanya dan meletakkan sebuah benda kecil berwarna kekuning-kuningan di
tangan orang itu sambil berkata,
"Ambillah ini untuk pembayaran bir dan jendela yang rusak, Master Landlord! Anda
lihat sendiri, orang biadab seperti saya mau membayar birnya. Semoga Anda juga
menerima pembayaran serupa dari manusia-manusia beradab itu. Mereka tidak
menerima kulitmerah. Winnetou, sang kepala suku Apache, akan pergi dari sini,
tetapi bukan karena dia takut terhadap mereka melainkan karena dia tahu, pada
mukapucat hanya kulitnya saja yang putih, bukan jiwanya. Dan Winnetou tidak mau
bergabung bersama mereka."
Setelah mengambil senjatanya, dia keluar meninggalkan kedai tanpa memandang
seorang pun. Dia juga tidak memandang saya.
Sekarang para rowdy kembali bergerak. Tampaknya rasa ingin tahu mereka lebih
besar daripada rasa marah, malu, atau rasa prihatin terhadap nasib temannya yang
masih pingsan. Mereka menghampiri pemilik kedai dan bertanya tentang barang yang
baru saja diterimanya dari orang asing tadi.
"Sebutir nugget!" jawab pemilik kedai sambil memperlihatkan emas sebesar ibu
jari kepada mereka. "Sebutir nugget yang berharga paling kurang dua belas
dollar. Dan uang itu cukup untuk memperbaiki jendela yang rusak. Jendela itu
sudah tua dan lapuk serta banyak kacanya yang retak. Orang itu kelihatan
memiliki pundi-pundi yang penuh dengan butiran nugget!"
Para rowdy kesal dan iri karena seorang pria kulitmerah memiliki emas dalam
jumlah yang besar. Butiran nugget itu berpindah dari tangan ke tangan dan mereka
mencoba menaksir harganya. Kami menggunakan kesempatan ini untuk membayar
minuman lalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Sekarang, apa pendapat Anda tentang orang Apache itu, Master?" tanya saya
kepada Old Death ketika kami sudah berada di luar.
"Apakah ada orang Indian lain seperti dia" Pengacau-pengacau itu mundur
ketakutan di hadapannya, seperti tikus melihat kucing. Sayang saya tidak bisa
bertemu lagi dengannya. Sebenarnya kita bisa mengikuti dia, sebab saya ingin
tahu, apa yang dikerjakannya di sini. Selain itu apakah dia bermukim di luar
kota ataukah menginap di sebuah hotel. Dia pasti menambatkan kudanya di suatu
tempat, karena mustahil seorang Apache atau juga Winnetou bepergian tanpa
menunggang kuda. Tetapi terlepas dari semua itu, Sir, Anda tadi luar biasa.
Hampir-hampir saya mati ketakutan, karena berurusan dengan orang-orang seperti
itu bisa berakibat fatal. Tetapi ketika Anda membunuh anjing itu dengan sikap
tenang dan penuh percaya diri, saya lalu berpikir, tidak pantas lagi Anda terus
menyandang gelar greenhorn. Tetapi kini kita sudah berada di dekat hotel. Apakah
kita harus masuk sekarang" Lebih baik tunggu dulu. Seorang pemburu tua seperti
saya tidak suka mengurung diri di dalam kamar. Saya lebih senang jalan-jalan
dulu untuk menghirup udara di alam terbuka. Jadi marilah kita berjalan sedikit
lagi untuk mengelilingi kota Matagorda ini. Saya tidak tahu bagaimana kita bisa
mengisi waktu luang ini. Atau apakah Anda lebih suka bermain kartu?"
"Tidak. Saya tidak bisa bermain dan saya pun tidak ingin menjadi seorang pemain
kartu." "Bagus, anak muda! Di sini hampir setiap orang bermain kartu dan di Mexico lebih
parah lagi. Di sana bukan hanya suami dan istri melainkan juga segenap anggota
keluarga pun ikut bermain. Dan mereka sangat cepat meraih pisau. Mari kita
menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan! Setelah itu kita pergi makan lalu
tidur. Di daerah yang indah ini orang tidak pernah tahu, bagaimana dan di mana
orang bisa tidur pada malam hari."
"Tempat ini tentu saja tidak seburuk yang Anda gambarkan!"
"Jangan lupa, Sir, Anda sekarang berada di Texas dan situasi di sini tidak
sepenuhnya aman. Kita misalnya bisa berangkat ke Austin. Tetapi yang menjadi
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pertanyaan, apakah kita bisa tiba di sana dengan selamat. Kejadian-kejadian di
Mexico telah menyebarkan pengaruh yang luas hingga melewati Rio Grande. Sekarang
muncul banyak peristiwa yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Dan dalam situasi
seperti ini kita harus mengusut perkara Gibson. Apabila dia tiba-tiba berpikir
untuk membatalkan perjalanannya ke Austin dan singgah di suatu tempat, maka kita
pun terpaksa berbuat yang sama."
"Tetapi bagaimana kita tahu bahwa dia sudah turun dari kapal?"
"Kita harus bertanya. Kapal-kapal yang berlayar di Sungai Colorado biasanya
berlabuh agak lama. Di sini orang tidak terburu-buru seperti di Sungai
Mississippi atau di tempat lain. Jadi di setiap pelabuhan kita masih mempunyai
waktu seperempat jam untuk mengumpulkan keterangan. Tapi kita pun harus bersiap-
siap mendarat di suatu tempat, dimana tidak terdapat perumahan atau hotel, dan
kita pun harus bisa tidur di mana saja."
"Tetapi bagaimana dengan kopor saya?"
Dia tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan saya.
"Kopor, kopor!" serunya. "Membawa kopor dalam perjalanan adalah kebiasaan lama
dari zaman sebelum Nabi Nuh. Semua orang yang berakal sehat tidak akan mau
membawa banyak barang dalam perjalanan! Jika saya membawa semua barang yang saya
butuhkan untuk perjalanan dan petualangan saya, maka pasti saya tidak akan
berjalan sejauh ini. Anda hanya boleh membawa barang yang penting untuk saat
ini, yang lainnya bisa Anda beli kelak jika dibutuhkan. Barang-barang penting
apa saja yang tersimpan di dalam kopor Anda?"
"Baju, pakaian dalam, perlengkapan untuk merawat tubuh, beberapa helai baju
untuk menyamar, dan lain-lain."
"Barang-barang itu bagus, tetapi orang bisa mendapatkannya di setiap tempat. Apa
yang kita perlukan, bisa kita beli kelak. Anda cukup mengenakan sehelai baju
hingga baju itu usang lalu membeli yang baru. Perlengkapan untuk perawatan
tubuh" Jangan marah, Sir, tetapi sisir dan pembersih kuku, minyak rambut serta
sikat untuk janggut dan sejenisnya hanya menghambat diri Anda sendiri. Lalu
pakaian untuk menyamar" Pakaian itu dulu mungkin berguna, tapi sekarang barang
itu tidak dibutuhkan lagi. Di sini Anda tidak perlu menyamar dengan rambut
palsu. Ide-ide gila seperti ini tidak mendukung usaha Anda. Yang berlaku di sini
adalah segera bertindak jika bertemu Gibson. Dan... "
Dia masih berdiri, memperhatikan saya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki,
lalu tersenyum kecil dan berkata,
"Melihat penampilan Anda saat ini, lebih baik Anda masuk ke salon wanita atau
tampil di atas panggung teater. Tapi Texas bukan salon kecantikan atau teater.
Bisa saja setelah dua atau tiga hari baju Anda sudah compang-camping dan topi
silinder yang indah itu telah menjadi pipih seperti akordeon. Anda tahu, ke mana
Gibson akan melarikan diri" Menetap di Texas rasanya bukanlah rencananya. Dia
ingin menghilang dan pasti dia sudah melewati perbatasan Amerika. Karena dia
mengambil jurusan itu, kita bisa menduga bahwa dia memilih Mexico sebagai tujuan
pelariannya. Dia bisa bersembunyi di negara yang tengah dilanda kemelut politik
itu. Dan tidak ada seorang pun, juga polisi, yang akan membantu Anda untuk
menemukan dia dalam situasi seperti ini."
"Barangkali Anda benar. Tetapi saya pikir, apabila dia sungguh-sungguh hendak
pergi ke Mexico, maka dia pasti sudah berangkat ke salah satu pelabuhan di
sana." "Mustahil! Dia harus secepatnya meninggalkan New Orleans dan dia terpaksa
menumpang kapal apa saja yang berlayar lebih dulu. Selain itu pelabuhan-
pelabuhan di Mexico berada di bawah kekuasaan orang Perancis. Barangkali Anda
tahu apakah dia bersahabat dengan orang-orang Perancis itu" Rupanya tidak ada
pilihan lain baginya, dia harus menempuh jalan darat dan berusaha sedapat
mungkin agar tidak dipergoki orang di tempat-tempat yang ramai. Jadi sangat
mungkin, dia tidak sampai ke Austin melainkan sudah turun dari kapal di
pelabuhan sebelumnya. Lalu dia pergi ke Rio Grande, tentu saja dengan berkuda,
melewati daerah yang gersang itu. Apa Anda mau menyusul dia ke sana dengan semua
kopor sambil mengenakan topi silinder dan jas mahal ini" Jika itu rencana Anda,
maka saya harus menertawakan Anda."
Saya tahu, dia memang benar. Tetapi sekedar untuk bergurau, saya pura-pura
bersungut-sungut ketika menanggalkan pakaian. Dia kemudian menepuk-nepuk pundak
saya sambil tertawa dan berkata,
"Jangan menyesal karena harus melepaskan pakaian itu. Bukankah pakaian itu tidak
praktis" Mari kita pergi ke toko dan menjual semua barang bekas ini lalu mencari
pakaian lain buat Anda. Anda harus memakai pakaian berburu yang kuat dan tahan
lama. Dalam perhitungan saya, Anda punya cukup uang untuk itu,
bukan?" Saya mengangguk. "Kalau begitu apa lagi yang harus Anda pikir" Buanglah semua barang rombengan
ini! Anda juga bisa menunggang kuda dan menembak, bukan?" Saya kembali
mengiyakan. "Anda harus memiliki seekor kuda. Tetapi kita tidak bisa membeli kuda di daerah
pesisir seperti ini. Di sini tidak ada kuda yang bagus dan harganya pun mahal.
Di daerah pedalaman para petani bisa menjual kudanya kepada Anda, tapi tanpa
pelana. Perlengkapan itu harus dibeli di sini."
"Ya ampun! Jadi saya harus bepergian sambil terus memikul pelana di punggung
seperti Anda?" "Ya, kenapa tidak" Apakah Anda malu dilihat orang" Siapa yang merasa terganggu
jika saya memikul pelana" Tidak seorang pun! Jika saya mau, saya bahkan bisa
berkeliling sambil memikul sofa, biar sesekali saya bisa beristirahat di
atasnya, entah di padang prairie atau di hutan belantara. Dan siapa yang berani
menertawakan saya akan menerima hadiah sebuah tonjokan di hidungnya, biar
matanya berkunang-kunang. Kita hanya boleh merasa malu jika melakukan sesuatu
yang tidak benar atau sesuatu yang kekanak-kanakan. Jika kita menduga bahwa
Gibson dan William telah mendarat di suatu tempat, membeli kuda lalu menghilang,
maka Anda baru mengerti betapa pentingnya memiliki sebuah pelana. Lakukan apa
yang Anda suka. Tetapi jika Anda ingin agar saya tetap bersama Anda, maka
turutilah nasehat saya. Jadi sekarang putuskan segera!"
Tanpa menunggu jawaban dari saya, dia meraih tangan, membalikkan tubuh saya dan
menunjukkan sebuah bangunan yang merupakan toko besar. Di atasnya terpampang
tulisan "Store for all things". Dia menarik saya masuk, lalu dengan agak keras
saya didorong ke dalam sampai-sampai saya tersandar pada beberapa barang yang
dipajang. Dia sendiri masuk dengan perlahan-lahan.
Ternyata papan nama di depan tadi sesuai dengan isi toko. Toko itu sangat besar
dan di sana dijual semua barang yang sangat dibutuhkan orang di daerah ini,
termasuk pelana dan senapan.
Kejadian berikutnya sungguh sangat unik. Saya berdiri di sana seperti seorang
anak sekolah yang berada di pasar malam bersama ayahnya. Dia malu-malu
mengungkapkan keinginannya tetapi pada akhirnya harus menerima saja apa yang
dicarikan oleh ayahnya. Begitu tiba di sana Old Death langsung membuat
kesepakatan dengan pemilik toko bahwa kami boleh menukar baju yang sedang saya
pakai dan semua isi kopor saya dengan apa yang ingin kami beli. Orang itu setuju
dan segera menyuruh storekeeper pergi mengambil kopor saya. Setelah pelayan
tersebut kembali, semua barang itu ditaksir harganya. Lalu Old Death mulai
mencarikan segala sesuatu yang penting buat saya. Saya mendapat sebuah celana
kulit berwarna hitam, sepasang sepatu tinggi dengan penggertaknya, sebuah kemeja
wol berwarna merah, sebuah rompi yang juga berwarna merah dengan banyak saku,
sehelai syal berwarna hitam, sebuah baju polos dari kulit
rusa, sabuk senjata dari kulit kira-kira selebar dua telapak tangan dan tentu
dengan saku di dalamnya, kantong untuk peluru, tempat tembakau, pipa untuk
merokok, kompas, dan sekitar dua puluh perlengkapan kecil lainnya. Dia juga
membeli kain lap kaki sebagai pengganti kaus kaki, sebuah topi sombrero yang
lebar, selimut wol yang dilubangi di tengahnya sebagai tempat masuknya kepala,
seutas laso, tabung penyimpan mesiu, pemantik, sebilah pisau Bowie, pelana yang
dilengkapi dengan saku, dan tali kekang. Lalu kami pergi mencari senjata. Old
Death bukan seorang yang suka barang-barang modern. Dia menyingkirkan semua
barang keluaran terbaru dan lebih suka memilih sebuah bedil tua yang sama sekali
tidak saya perhatikan sebelumnya. Setelah senjata itu ditelitinya dengan
seksama, dia mengisinya dengan peluru. Dia keluar sebentar dari toko dan
membidik ujung atap sebuah rumah yang terletak di kejauhan. Tembakannya tepat.
"Well!" angguknya puas. "Alat ini berfungsi baik. Pasti senjata ini dirawat
dengan baik dan dia lebih berharga daripada pakaian rombengan Anda. Saya sangat
yakin, senjata ini dibuat oleh seorang yang ahli dan saya berharap, semoga Anda
nanti bangga menggunakan hasil karyanya ini. Kini kita masih harus membeli
cetakan peluru, setelah itu lengkaplah semua kebutuhan kita. Kita pun bisa
membeli timbal di sini. Lalu kita pulang ke rumah dan membuat campuran bahan
peledak yang nantinya akan dipakai untuk mengejutkan orang-orang di Mexico."
Setelah itu saya masih membeli beberapa barang kebutuhan kecil seperti sapu
tangan dan lain-lain. Tentu saja Old Death tidak suka karena menganggapnya
berlebihan. Lalu saya menuju ke ruangan di sebelahnya untuk berganti pakaian.
Ketika saya kembali, si Tua memandang saya dengan puas.
Dalam hati saya berharap semoga dialah yang memikul pelana kuda yang baru
dibeli. Ternyata tidak! Dia menaikkan barang-barang itu ke punggung saya dan
mendorong saya ke luar. "Baiklah," katanya setelah kami tiba di luar. "Sekarang dengarlah, Anda tidak
perlu merasa malu! Setiap orang yang berakal sehat pasti akan menganggap Anda
sebagai orang yang bijaksana. Dan tutuplah telinga Anda terhadap komentar orang-
orang yang tidak waras!"
Sekarang saya tidak lagi berharap pada Old Death dan terpaksa harus memikul
sendiri beban berat itu sampai ke hotel. Sementara itu dia berjalan dengan
bangga di samping saya dan merasa senang karena saya bisa memikul barang
sendiri. Ketika kami tiba di 'hotel', dia segera beristirahat. Sedangkan saya sendiri
pergi ke luar mencari Winnetou. Bisa dibayangkan betapa bahagianya hati ketika
saya melihat Winnetou di kedai minum tadi. Pada saat itu saya harus menahan diri
untuk tidak mendekatinya. Tetapi bagaimana dia bisa datang ke Matagorda dan apa
yang sedang dicarinya di sini" Mengapa dia berbuat seolah-olah tidak mengenali
saya" Pasti dia mempunyai alasan tertentu. Tapi apa"
Saya ingin berbicara dengan dia dan dia pun pasti mempunyai keinginan yang sama.
Barangkali dia menunggu saya di suatu tempat. Karena sudah mengenal
kebiasaannya, saya tidak sulit mencarinya. Tentu saja dia sudah mengamati kami
dan melihat kami masuk hotel. Jadi dia pasti berada di sekitar hotel ini. Saya
pergi ke bagian belakang hotel yang berbatasan dengan sebidang tanah kosong.
Ternyata benar! Di kejauhan, sekitar beberapa ratus langkah, saya melihat dia
sedang bersandar pada sebatang pohon. Setelah melihat saya datang, dia beranjak
dari tempat itu lalu berjalan pelan masuk ke hutan. Tentu saja saya mengikutinya
ke sana. Di bawah naungan pohon dia menunggu saya lalu menyambut kedatangan saya
dengan wajah berseri-seri.
"Scharlih, saudaraku terkasih!" katanya bahagia. "Betapa senangnya hati saya
karena bisa bertemu lagi dengan kamu! Ibarat kegembiraan sang fajar menyongsong
mentari yang menampakkan diri setelah malam yang gelap!"
Dia merangkul dan mencium saya. Saya menjawabnya,
"Sang fajar pasti tahu, mentari akan terbit lagi. Sedangkan kita berdua tidak
bisa memastikan sebelumnya bahwa kita akan bertemu lagi di sini. Saya sungguh
merasa bahagia karena bisa mendengar lagi suaramu!"
"Apa alasanmu datang ke kota ini" Adakah suatu urusan penting yang harus
dikerjakan di sini atau kamu hanya singgah sebentar di Matagorda sebelum
meneruskan perjalananmu ke tempat kami di Rio Pecos?"
"Saya memikul suatu tugas yang harus diselesaikan. Itulah sebabnya saya datang
kemari." "Maukah saudaraku kulitputih mengatakan kepadaku tentang tugas itu" Dan
menceritakan kepadaku, di mana dia berada selama ini, terutama setelah kita
berpisah di seberang Red River?"
Dia menarik tangan saya dan berjalan agak ke tengah hutan. Di sana kami lalu
duduk berdampingan dan saya mulai menceritakan semua peristiwa yang saya alami.
Ketika saya selesai bercerita, dia mengangguk-anggukkan kepala sambil berpikir
dengan sungguh-sungguh. Kemudian katanya,
"Dulu kita bersama-sama mengukur jalan untuk kuda-api supaya kamu bisa
mendapatkan banyak uang. Sayang badai hurricane telah menenggelamkan semua
uangmu. Apabila dulu kamu tetap tinggal bersama prajurit-prajurit Apache yang
hingga kini masih tetap mencintaimu, pasti kamu tidak akan membutuhkan uang
tersebut. Tapi sekurang-kurangnya kamu telah bertindak tepat karena tidak
berangkat ke St. Louis untuk menanti saya di tempat Mr. Henry, karena saya tidak
pernah datang lagi ke sana."
"Apakah engkau telah menangkap Santer, sang pembunuh itu?"
"Tidak. Roh jahat masih melindunginya dan Manitou yang agung dan baik telah
membiarkannya lolos dari tangan saya. Dia lalu pergi ke tempat tentara-tentara
negara Selatan dan menghilang di sana. Mata saya memang tidak lagi mengawasinya
di antara ribuan orang itu, tetapi dia tidak akan lolos dari saya! Saya tidak
akan pulang ke Rio Pecos sebelum menghukumnya. Selama musim dingin para prajurit
kami berkabung atas kematian Intschu tschuna dan adik perempuan saya. Setelah
itu saya harus membuat perjalanan jauh untuk mengunjungi suku-suku Apache dan
membatalkan rencana mereka untuk pergi ke Mexico dan mengambil bagian dalam
peperangan di sana. Pernahkah saudaraku mendengar tentang Juarez, presiden
berkulitmerah itu?" "Ya." "Siapa yang berada di pihak yang benar, dia atau Napoleon?"
"Juarez." "Saudaraku mempunyai pendirian yang sama seperti saya. Tetapi tolong jangan
tanyakan kepada saya, apa yang saya kerjakan di Matagorda ini! Bahkan terhadap
kamu pun saya harus menutup mulut, sebab saya telah membuat janji dengan Juarez
ketika saya bertemu dengan dia di El Paso del Norte. Jadi setelah ini apakah
kamu akan terus mengejar kedua mukapucat itu?"
"Saya harus mengejar mereka. Betapa senangnya hati saya jika engkau menemani
saya dalam tugas ini! Apakah hal ini mungkin?"
"Tidak. Saya harus menyelesaikan suatu tugas yang sama pentingnya seperti
tugasmu. Hari ini saya masih tinggal di sini, tetapi besok saya akan berlayar ke
La Grange. Dari sana saya melanjutkan perjalanan ke Rio Grande del Norte melalui
benteng Inge." "Kalau begitu kita akan berlayar dengan kapal yang sama. Hanya saya tidak tahu
sampai sejauh mana engkau akan berlayar. Tetapi besok kita masih bisa bersama-
sama lagi." "Tidak." "Tidak" Mengapa tidak?"
"Karena saya tidak mau menyeret saudaraku dalam urusan saya. Karena alasan ini
pula, maka dulu saya berlagak pura-pura tidak mengenal kamu. Selain itu karena
Old Deathlah, maka saya tidak mau berbicara dengan kamu."
"Kenapa dia" Ada apa?"
"Apakah dia tahu bahwa kamu adalah Old Shatterhand?"
"Tidak. Nama itu tidak pernah disebut-sebut dalam pembicaraan kami."
"Tetapi dia mengenal nama itu. Selama ini kamu hanya berada di daerah Timur
sehingga kamu tidak tahu betapa sering orang membicarakan namamu di daerah
Barat. Old Death tentu pernah mendengar nama Old Shatterhand. Tapi rupanya dia
lebih menganggapmu sebagai seorang greenhorn."
"Benar apa yang engkau katakan."
"Kelak dia akan sangat terkejut kalau akhirnya tahu, siapa sebenarnya greenhorn
yang satu ini. Dan saya tidak ingin merugikan kamu gara-gara hal ini. Karena itu
kita akan berangkat sekapal tetapi kita tidak boleh berbicara satu sama lain.
Setelah kamu menangkap Ohlert dan penyanderanya, baru kita bisa menghabiskan
lebih banyak waktu bersama-sama. Kamu akan mengunjungi kami lagi, bukan?"
"Tentu saja!" "Kalau begitu sekarang kita harus berpisah, Scharlih. Di tempat ini ada beberapa
mukapucat yang juga sedang menanti saya."
Dia lalu berdiri. Saya menghargai sikapnya untuk menutup rapat-rapat rahasia
yang dipegangnya. Kemudian saya berpisah darinya... semoga hanya untuk waktu
yang singkat. Keesokan harinya kami menyewa dua kuda bagal lalu memacunya menuju gosong. Di
sana bersandar sebuah kapal yang sedang menunggu penumpang. Pelana dinaikkan ke
atas punggung kuda sehingga kami tidak perlu repot-repot memikulnya.
Kapal ini berbentuk datar dan dibangun menurut konstruksi Amerika. Banyak
penumpang sudah berjejal di atasnya. Sambil memikul pelana di punggung, kami
naik melewati tangga menuju ruang penumpang. Pada saat itu terdengar seseorang
berteriak, "By Jove! Lihatlah, ada sepasang keledai berkaki dua sedang naik ke kapal sambil
memikul pelana! Apakah kalian pernah melihat hal seperti itu" Ayo minggir, beri
mereka jalan! Biarkan mereka masuk ke ruang bawah. Binatang-binatang seperti
mereka tidak pantas berada bersama para gentlemen seperti kita!"
Kami mengenal suara itu. Ruang terbaik di atas kapal, yang ditutupi dengan atap
kaca, memang ditempati oleh para rowdy yang kemarin membuat keributan dengan
kami di kedai. Orang yang suka berteriak-teriak kemarin, yang rupanya menjadi
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pemimpin gerombolan itu, menyambut kami dengan kata-kata penuh penghinaan. Saya
memandang Old Death. Tetapi karena dia tidak mengindahkan penghinaan tersebut,
saya pun hanya diam saja, seakan-akan tidak mendengarnya
sama sekali. Kami lalu mengambil tempat di hadapan orang-orang itu dan
menyorongkan pelana ke bawah tempat duduk.
Old Death duduk dengan tenang. Dia mengeluarkan revolvernya dari saku,
menimangnya lalu meletakkan benda itu di sampingnya. Saya pun berbuat yang sama
untuk berjaga-jaga. Para pengacau itu merapatkan kepala satu sama lain dan
berunding, tapi mereka tidak berani lagi mengeluarkan kata-kata penghinaan.
Semua anjingnya masih setia menunggui mereka, tapi tentu saja jumlahnya sudah
berkurang satu. Pemimpinnya memandang kami dengan tatapan yang sangat memusuhi.
Tubuhnya masih bungkuk akibat kejadian kemarin, di mana dia dilempar oleh
Winnetou keluar jendela dan setelah itu mendapat pukulan keras darinya. Di
wajahnya pun masih terlihat bekas luka akibat pecahan kaca.
Nahkoda datang dan menanyai kami, sampai kemana kami akan berlayar. Old Death
menyebut daerah Columbus dan kami membayar tiket hingga ke tempat itu. Jika kami
mau, di sana kami bisa membeli tiket untuk perjalanan selanjutnya. Tetapi Old
Death berpendapat, Gibson pasti tidak akan berlayar sampai ke Austin.
Lonceng kapal sudah berbunyi dua kali ketika seorang penumpang datang. Dan orang
itu adalah... Winnetou. Dia menunggang seekor kuda pacuan Indian yang sangat
gagah dan baru turun dari kudanya setelah tiba di atas geladak kapal. Dia
kemudian menuntun hewan itu ke bagian buritan. Di sana disediakan tempat khusus
untuk menambatkan kuda. Tempat itu dilengkapi dengan papan penahan setinggi
bahu. Lalu tanpa mempedulikan siapa pun, dia duduk bersandar pada pagar pengaman
di bagian buritan. Para rowdy mengamati semua gerak-geriknya. Mereka berdehem-
dehem lalu batuk-batuk keras untuk memancing perhatiannya. Tetapi gagal. Sambil
bertopang di atas senjatanya, dia duduk tenang dengan posisi agak menyamping dan
kelihatannya sama sekali tidak menanggapi suara mereka.
Sekarang lonceng kapal dibunyikan untuk terakhir kali. Kapal itu masih menunggu
beberapa saat, barangkali masih ada penumpang yang datang. Kemudian roda-roda
kapal berputar dan kapal pun mulai bergerak maju.
Perjalanan kami tampaknya aman. Di atas kapal semuanya tenang hingga kami tiba
di Wharton. Di sana hanya ada seorang penumpang yang turun tetapi sebagai
gantinya banyak penumpang yang naik. Old Death turun ke darat selama beberapa
menit untuk bertanya tentang Gibson kepada seorang agen kapal. Dia mendapat
keterangan bahwa kedua orang yang dimaksud tidak mendarat di tempat itu.
Keterangan yang sama juga diperolehnya di Columbus. Karena itu kami harus
membayar tiket ekstra dari Columbus ke La Grange. Jarak dari Matagorda ke
Columbus ditempuh kapal dalam waktu yang kira-kira sama dengan lima puluh jam
jika orang berjalan kaki, sehingga ketika kami tiba di sana, hari sudah petang.
Selama kurun waktu itu Winnetou hanya sekali saja meninggalkan tempat duduknya,
yakni untuk memberi kudanya air minum dan biji jagung.
Kelihatannya para rowdy sudah melupakan rasa dendamnya terhadap Winnetou dan
terhadap kami. Begitu ada penumpang baru yang naik, mereka segera mendekatinya.
Biasanya mereka tidak disambut ramah oleh orang itu. Tapi mereka lalu mulai
menjual idenya yang menentang penghapusan sistem perbudakan. Mereka bertanya
tentang pendapat pribadi orang tersebut dan memaki orang yang tidak sepaham
dengan mereka. Kata-kata umpatan seperti "Terkutuklah orang-orang republik",
"Paman orang Negro", "Budak yankee" dan makian lain yang lebih keras keluar dari
mulut mereka. Akibatnya, tentu orang-orang itu menarik diri dan tidak mau
berurusan dengan mereka. Itu juga yang menjadi alasan mengapa mereka kemudian
bergabung dengan kami. Para rowdy tidak berhasil mendapatkan dukungan untuk
menentang kami. Seandainya ada lebih banyak pendukung sesessionis di atas kapal,
pasti suasana tenang itu akan berubah menjadi gaduh.
Di Columbus banyak penumpang yang turun, tapi pada waktu itu banyak pula
penumpang yang naik, yang rupanya suka membuat huru-hara. Mereka adalah
segerombolan pemabuk, yang jumlahnya sekitar lima belas orang. Mereka berjalan
terhuyung-huyung melewati pagar pengaman, sehingga menimbulkan kesan yang sangat
jelek. Mereka disambut oleh kaum rowdy dengan sorak gembira, sedang para
penumpang yang baru naik itu langsung bergabung dengan mereka. Dalam waktu
singkat makin terasa bahwa keributan di atas kapal bertambah. Orang-orang bejat
itu langsung duduk tanpa bertanya terlebih dulu apakah penumpang lain merasa
terganggu atas kehadiran mereka. Mereka bahkan berdesak-desakan di antara para
penumpang yang sudah duduk tenang di sana, lalu berbuat seakan-akan hendak
menunjukkan bahwa merekalah yang berhak duduk di tempat itu. Kapten kapal
membiarkan mereka bertindak semaunya. Mungkin dia berpendapat, yang terbaik
adalah tidak mempedulikan mereka sejauh mereka tidak mengganggu jalannya kapal,
dan dia membiarkan penumpang lain membela diri terhadap kelompok pengacau itu.
Kapten itu tidak berpakaian seperti yankee. Tubuhnya kekar dan dia tidak
kelihatan seperti orang Amerika. Wajahnya selalu dihiasi senyum. Saya sangat
yakin, orang itu keturunan Jerman.
Sejumlah besar pendukung aliran sesessionisme itu kemudian pergi ke restoran
kapal. Dari sana terdengar teriakan yang memekakkan telinga. Terdengar pula
botol-botol minuman yang dipecahkan. Tidak lama kemudian seorang pria kulithitam
yang bekerja sebagai pelayan restoran berlari ke luar sambil menjerit keras. Dia
naik ke ruang kapten dan mengadu dengan keluhan yang kedengaran
tidak jelas. Saya hanya mendengar sepintas, dia baru saja dicambuki dan diancam
akan digantung pada salah satu cerobong asap di kapal.
Kini sang kapten menunjukkan wajah serius. Dia memeriksa sebentar, apakah kapal
berlayar pada posisi yang benar, lalu turun ke bawah menuju restoran. Dari depan
datanglah kondektur menghampirinya. Keduanya bertemu di dekat kami sehingga kami
turut mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
"Capt'n," lapor kondektur "Kita tidak boleh terus berdiam diri. Orang-orang itu
sedang merencanakan sesuatu yang jahat. Suruh orang Indian itu turun ke darat!
Mereka ingin menggantungnya, karena kemarin dia memukul salah seorang dari
mereka. Selain itu ada juga dua mukapucat di sini, hanya saya tidak tahu siapa
yang dimaksud. Mereka pun akan dianiaya karena mereka juga berada bersama dia
kemarin. Kedua orang itu dituduh sebagai mata-mata Juarez."
"Astaga! Kalau begitu keadaannya kini sudah gawat! Di mana kedua orang itu?" dia
memandang sekeliling untuk mencari.
"Kami ada di sini, Sir," saya menjawab lalu berdiri dan menghampirinya.
"Anda" Jadi Anda berdua adalah mata-mata Juarez" Oh... hancurlah kapal ini!"
katanya sambil menatap saya dengan tajam.
"Saya bukan mata-mata! Saya seorang Jerman dan saya tidak mau mencampuri urusan
politik negara kalian."
"Orang Jerman" Kalau begitu kita sebangsa. Saya dilahirkan di Neckar. Saya tidak
membiarkan sesuatu terjadi pada diri Anda. Karena itu saya segera merapatkan
kapal ke tepi supaya Anda bisa menyelamatkan diri ke tempat yang aman."
"Saya tidak mau turun dari kapal! Saya harus meneruskan perjalanan dengan kapal
ini dan saya tidak mau membuang-buang waktu."
"Sungguh" Rasanya itu bukan sikap yang bijaksana... tetapi tunggu sebentar!"
Dia pergi menghampiri Winnetou dan mengatakan sesuatu kepadanya. Orang Apache
itu mendengar dengan penuh perhatian lalu menggeleng-gelengkan kepala dengan
tegas dan segera membalikkan tubuhnya. Kapten itu kembali ke tempat kami dengan
wajah kecewa lalu berkata,
"Sudah saya duga sebelumnya. Kulitmerah memang keras kepala. Orang Indian itu
pun tidak mau turun dari kapal."
"Jika demikian, dia beserta kedua mukapucat ini akan binasa, sebab pengacau-
pengacau itu akan membunuh mereka," kata kondektur dengan cemas. "Kita hanya
beberapa orang, karena itu kita tidak mampu berbuat apa-apa melawan kelompok
sebesar itu." Kapten kapal menunduk termenung. Tetapi kemudian terbayang senyum jenaka di
wajahnya, sepertinya dia telah menemukan jalan keluar yang tepat. Dia berpaling
kepada kami dan berkata, "Saya akan memperdayai orang-orang itu dengan satu permainan yang tak akan
mereka lupakan seumur hidup. Tetapi kalian semua harus berbuat sesuai dengan
perintah saya. Dan jangan sekali-kali menggunakan senjata. Simpanlah semua
senapan kalian di bawah tempat duduk di dekat pelana. Memberikan perlawanan
hanya akan membuat suasana bertambah keruh."
"All devils! Jadi apakah kami harus membiarkan diri disiksa, Master?" tanya Old
Death penasaran. "Tidak. Engkau melawan tetapi dengan sikap pasif! Pada saat yang tepat siasat
ini akan berfungsi baik. Kita akan menceburkan bedebah-bedebah itu ke dalam air
dingin. Percayakan semuanya kepada saya! Tidak ada waktu lagi untuk penjelasan
lebih rinci. Lihat, mereka sudah datang mendekat."
Benar, gerombolan itu kini naik dari restoran. Kapten segera berbalik
meninggalkan kami dan membisikkan perintah kepada kondektur. Dengan segera
kondektur bergegas mendatangi juru mudi kapal. Di samping juru mudi berdiri dua
orang anak buah kapal. Tidak lama kemudian saya melihat orang itu mendekati
kelompok penumpang yang dari tadi tidak terlibat dalam huru-hara dan membisikkan
beberapa petunjuk kepada mereka. Saya tidak bisa terus memperhatikan dia karena
saya dan Old Death lebih disibukkan oleh kaum sesessionis yang mendekat. Hanya
sejauh yang saya perhatikan, sepuluh menit sesudahnya para penumpang itu
bergerak dan berkumpul bersama di buritan kapal.
Sambil meninggalkan restoran dalam keadaan mabuk, pengacau-pengacau itu datang
mengepung kami berdua. Seperti petunjuk kapten, kami sudah melepaskan senjata
kami. "Ini dia orangnya!" seru pemimpinnya sambil menunjuk saya. "Seorang mata-mata
dari negara Utara yang berpihak pada Juarez. Kemarin dia masih berkeliling
dengan mengenakan pakaian a la gentleman. Hari ini dia sudah memakai pakaian
berburu. Untuk apa dia harus mengubah penampilannnya" Anjing saya dibunuhnya dan
kedua orang ini mengancam kita dengan revolver kemarin."
"Benar, dia seorang mata-mata!" teriak teman-temannya yang lain bersahut-
sahutan. "Buktinya dia telah mengganti pakaiannya untuk menyamar. Dan dia orang
Jerman. Bentuklah sebuah dewan pengadilan. Dia harus segera digantung! Hancurlah
negara-negara Utara, orang-orang yankee dan para pengikutnya!"
"Apa yang terjadi di situ, gentlemen?" seru kapten dari atas. "Saya menginginkan
suasana tenang dan tertib di atas kapal. Jangan mengganggu penumpang lain!"
"Diam!" bentak seorang dari antara mereka. "Kami juga menginginkan suasana
tenang dan kami akan berusaha menciptakannya. Apakah Anda berpikir, mengangkut
seorang mata-mata di atas kapal termasuk kewajiban Anda?"
"Saya mempunyai kewajiban untuk mengantar semua orang yang sudah membayar tiket.
Seandainya ada pemimpin sesessionis datang kepada saya, mereka pun boleh
menumpang kapal, asalkan mereka membayar tiket dan menunjukkan etiket baik.
Itulah prinsip yang saya pegang. Dan jika kalian melanggar aturan ini dengan
perilaku yang meresahkan, maka saya akan menurunkan kamu ke darat dan kalian
bisa mencari jalan sendiri untuk sampai ke Austin."
Mereka menanggapinya dengan gelak tawa sinis. Sementara itu, saya dan Old Death
semakin dikurung sehingga kami tidak lagi merasa tenang. Tentu saja kami
menentangnya, tapi suara kami tertelan oleh teriakan hiruk-pikuk kawanan itu.
Mereka lalu mendorong kami dari tempat itu ke geladak atas, sampai ke tempat
cerobong asap. Pada tiang itu kami akan diikat. Di sana terlihat beberapa cincin
besi dan di bawahnya tergantung tali yang besar, yang tampaknya sangat praktis
untuk menggantung seseorang. Orang hanya perlu meregangkan tali itu dan
mengalungkannya ke leher kami, supaya kami terangkat ke atas. Di tempat itu
dibentuk sebuah barisan melingkar dan sebuah dewan pengadilan yang akan
memutuskan tentang nasib kami. Dewan pengadilan seperti ini hanya membuat orang
tertawa lucu. Saya yakin, keparat-keparat itu tidak akan bertanya, mengapa kami
hanya diam bergeming dan tidak melawan. Mereka tahu bahwa kami memiliki pisau
dan revolver, walaupun kami tidak menggunakannya. Tentu ada alasan di baliknya.
Old Death berjuang keras supaya tetap kelihatan tenang. Berkali-kali tangannya
bergerak meraba sabuk senjatanya untuk mencabut senjata. Tapi begitu tatapan
matanya beradu dengan kapten, sang kapten memberikan isyarat melarang.
"Baiklah," kata Old Death kepada saya dalam bahasa Jerman supaya orang-orang itu
tidak paham. "Saya akan menurut. Tetapi jika mereka bertindak berlebihan, maka
dalam semenit kedua puluh empat peluru kita akan bersarang di tubuh mereka. Anda
boleh menembak jika saya lebih dulu memulainya!"
"Kalian dengar itu?" teriak seorang rowdy yang sering disebut-sebut sebelumnya.
"Mereka berbicara dalam bahasa Jerman. Kini terbukti bahwa
keduanya adalah Dutchmen terkutuk dan mereka termasuk kelompok yang paling gigih
membela negara Utara. Apa yang ingin mereka lakukan di Texas ini" Mereka adalah
mata-mata dan pengkhianat. Maka kita jangan mengulur-ulur waktu untuk mengadili
mereka!" Usul itu diterima dengan sorak yang riuh rendah. Kapten memberikan mereka sebuah
peringatan keras, tetapi mereka malahan menertawakannya. Lalu mereka berunding,
siapakah yang harus digantung lebih dulu, Winnetou ataukah kami. Mereka
memutuskan untuk mendahulukan Winnetou. Maka pemimpinnya mengirim dua orang
untuk menjemput orang Indian itu.
Karena dikelilingi oleh orang banyak, kami tidak bisa melihat Winnetou. Tapi
tiba-tiba terdengar sebuah jeritan keras. Rupanya Winnetou memukul jatuh seorang
di antara kedua perusuh itu dan menceburkan yang lainnya ke dalam air. Kemudian
dia masuk bersembunyi di dalam kabin kondektur yang terletak di ruang mesin.
Ruangan ini memiliki jendela kecil dan dari celah kecil ini tampak ujung senapan
Winnetou menyembul keluar. Tentu saja ulahnya ini membuat suasana menjadi ribut.
Semua berlari ke sisi kapal dan orang berteriak agar si kapten menyuruh
seseorang turun ke air menggunakan sekoci penolong untuk menyelamatkan pria yang
sial itu. Dia menurut dan segera memberikan tanda kepada seorang anak buah
kapal. Orang itu melompat ke atas sekoci penolong, melepaskan tali dari
gantungannya lalu segera mendayung ke tempat korban. Syukurlah pria naas itu
bisa berenang sedikit dan berjuang supaya tidak tenggelam.
Saya berdiri sendirian bersama Old Death. Untuk sementara para rowdy sudah lupa
pada rencananya untuk menggantung kami. Kami melihat, tatapan juru mudi kapal
dan semua anak buah kapal tertuju kepada sang kapten. Dia melambaikan tangannya
supaya kami mendekat lalu berkata dengan suara lirih,
"Perhatian, Mesch'schurs! [Logat Barat, asal kata Perancis: Tuan-tuan] Sekarang
saya akan memandikan mereka. Apa pun yang akan terjadi, kalian harus tetap
tinggal di atas kapal. Tapi kalian harus berteriak sekeras mungkin!"
Dia menyuruh mematikan mesin kapal. Dan kapal bergerak perlahan-lahan mundur
menuju ke pinggir sungai sebelah kanan. Di sana ada sebuah tempat, di mana
airnya tampak beriak, karena dasar sungai yang landai. Memang dari tempat itu
hingga ke pinggir sungai airnya tidak dalam. Sekali lagi kapten memberikan
isyarat, juru mudi mengangguk tersenyum dan membiarkan kapal bergerak menabrak
onggokan pasir di perairan yang dangkal itu. Terdengar bunyi derak.
Sebuah benturan yang cukup keras sehingga semua penumpang terhuyung-huyung,
bahkan ada yang jatuh terpental. Dan tiba-tiba kapal tidak lagi bergerak. Hal
ini mampu mengalihkan perhatian orang-orang dari sekoci penolong di atas air dan
mereka sangat cemas kalau kapal akan karam. Sekelompok penumpang yang sebelumnya
sudah diberitahu oleh kondektur berteriak ketakutan, seolah-olah kini mereka
sedang menghadapi bahaya maut. Sementara itu penumpang lain, yang percaya bahwa
telah terjadi kecelakaan juga ikut menjerit histeris. Kemudian muncullah seorang
anak buah kapal. Sambil berlari dia mendatangi kapten dan melapor dengan penuh
ketakutan, "Capt'n, air masuk ke dalam ruangan kapal! Lunas kapal sudah terbelah dua. Dalam
dua menit kapal ini akan karam."
"Kita akan tenggelam!" teriak kapten. "Selamatkan diri masing-masing! Dari sini
hingga ke tepi sungai airnya tidak dalam. Ayo, terjunlah segera!"
Dia berlari turun meninggalkan tempatnya, melepaskan baju, rompi serta topinya
lalu membuka sepatu dengan tergesa-gesa kemudian melompat ke sungai. Dalamnya
air hanya sebatas lehernya.
"Lompat, lompatlah segera!" teriaknya dari dalam air. "Mumpung masih ada waktu.
Jika kapal sudah tenggelam, maka kamu semua akan terkubur dalam pusaran air!"
Tak seorang pun dari mereka yang menyangka bahwa kapten itulah yang mula-mula
menyelamatkan diri dan lebih dahulu membuka pakaiannya. Tiba-tiba mereka
dihinggapi oleh rasa kepanikan yang hebat, lalu berloncatan dari kapal dan
cepat-cepat berenang ke tepi sungai. Karena begitu panik mereka tidak
memperhatikan bahwa sebenarnya kapten berenang ke sisi lain dari kapal lalu
memanjat tangga tali yang digantung di sana. Sekarang kapal telah dikosongkan
dari kawanan itu. Jika satu menit sebelumnya suasana diliputi oleh kepanikan,
maka kini terdengar suara gelak tawa orang-orang di atas kapal.
Ketika para rowdy yang menyelamatkan diri sudah naik ke darat, kapten memberi
perintah supaya mesin kembali dihidupkan. Bagian bawah kapal yang lebar dan
keras tidak mengalami kerusakan sedikit pun. Dan kapal pun mulai bergerak maju
seiring putaran roda. Sambil melambai-lambaikan baju sebagai bendera, sang
kapten berteriak ke seberang sungai,
"Farewell, gentlemen! Apabila kalian masih ingin membentuk dewan pengadilan,
maka gantung saja diri kalian sendiri. Semua barang kalian yang masih tertinggal
di atas kapal akan saya turunkan di La Grange. Kalian bisa mengambilnya sendiri
di sana!" Bisa dibayangkan bagaimana reaksi mereka terhadap olok-olok yang memalukan itu. Mereka berteriak dengan geram lalu menantang kapten supaya
membiarkan mereka kembali lagi ke kapal. Mereka bahkan mengancam dia akan
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melapor ke polisi atau menembak mati serta ancaman-ancaman lain. Kemudian dengan
beberapa senjata yang tadi tidak basah terkena air, mereka menembak ke arah
kapal. Tetapi tidak timbul kerusakan. Akhirnya seorang di antaranya berteriak
kepada kapten dengan sangat marah,
"Anjing! Kami akan menunggu sampai kamu kembali ke tempat ini dan kami akan
menggantungmu pada cerobong asap di kapalmu sendiri!"
"Well, Sir! Naiklah segera kemari! Tapi sebelumnya sampaikan salam saya buat
Jenderal Mejia dan Marquez!"
Sekarang mesin kapal kembali panas dan kami pun melaju dengan kecepatan tinggi
untuk mengejar waktu yang sudah terbuang.
ORANG-ORANG KUKLUX Sampai sekarang kata 'Kuklux' masih menjadi teka-teki walaupun banyak yang sudah
merumuskan definisi atau mencoba mengartikannya dari berbagai sudut. Menurut
pendapat segelintir orang, nama Kukluxklan, atau yang juga ditulis Ku-Klux-Klan,
hanya merupakan tiruan bunyi yang dihasilkan oleh pelatuk senapan. Sementara
itu, sebagian orang lagi mengatakan bahwa kata itu terbentuk dari susunan kata
cuc yang berarti peringatan, gluck bunyi yang timbul ketika orang meneguk air
dan clan, satu kata dari bahasa Skotlandia yang berarti suku, keluarga, atau
perkumpulan. Kata tersebut bisa diartikan apa saja, tergantung orang yang
memakainya, dan tidak ada definisi yang pasti. Bahkan anggota Ku-Klux-Klan
sendiri pun tidak tahu tentang asal dan arti kata tersebut. Tapi bagi mereka,
hal itu tidak penting. Barangkali dulu kata itu diucapkan tanpa sengaja oleh
salah seorang dari mereka kemudian diteruskan oleh anggota yang lain tanpa
mempedulikan arti dari bunyi tersebut.
Terlepas dari ketidakjelasan makna ini perkumpulan tersebut mempunyai tujuan
yang jelas. Mula-mula kelompok ini berkembang di beberapa puri di daerah
Carolina Utara lalu menyebar dengan cepat ke Carolina Selatan, Georgia, Alabama,
Mississippi, Kentucky, dan Tennesse. Belakangan anggotanya pun dikirim ke Texas
untuk berjuang demi tercapainya cita-cita perkumpulan. Perkumpulan ini sendiri
terdiri dari sekelompok orang yang menjadi musuh besar negara-negara Utara.
Dengan segala cara, bahkan dengan cara yang paling keji dan kejam, mereka
berjuang melawan semua bentuk peraturan yang dikeluarkan setelah berakhirnya
perang saudara di negara-negara Selatan. Karena itu bisa dibayangkan, aksi
Kuklux menimbulkan kekacauan selama bertahun-tahun di sana: harta benda menjadi
tidak aman, juga perkembangan industri dan perdagangan terhambat. Tindakan tegas
yang diambil untuk menghentikan perbuatan yang keterlaluan itu pun tidak
membuahkan hasil. Perkumpulan rahasia ini terbentuk akibat munculnya undang-undang rekonstruksi
yang terpaksa dikeluarkan pemerintah terhadap negara-negara Selatan yang kalah
dalam peperangan. Anggota kelompok ini direkrut dari para pendukung sistem
perbudakan dan mereka menjadi musuh Partai Union serta Partai Republik. Semua
anggota harus disumpah untuk menyimpan rapat-rapat rahasia perkumpulan. Hukuman
mati siap dijatuhkan kepada anggota yang membocorkan rahasia. Mereka tidak
segan-segan melakukan tindakan kekerasan, pembakaran, dan pembunuhan. Secara
teratur mereka mengadakan pertemuan rahasia. Bila hendak melakukan perbuatan
jahat, mereka datang dengan menunggang kuda dan menyamar. Pastor
yang sedang berkhotbah di atas mimbar atau hakim yang sedang duduk di meja
pengadilan ditembak. Para kepala keluarga yang tidak bersalah diserang kemudian
mayat mereka ditinggalkan di tengah-tengah keluarganya dengan punggung yang
tercabik-cabik. Tak ada penjahat dan pembunuh yang lebih menakutkan daripada Ku-
Klux-Klan. Kelompok ini makin lama makin meresahkan sehingga gubernur Carolina
Selatan mengajukan permohonan kepada Presiden Grant untuk mengirimkan bantuan
militer mengingat kelompok ini tak bisa ditaklukkan lagi. Grant mengajukan usul
itu dalam rapat kongres. Maka terbentuklah sebuah Undang-Undang Anti Ku-Klux
yang memberikan kuasa penuh kepada presiden untuk membubarkan mereka dan undang-
undang ini terpaksa menyetujui penggunaan cara-cara kekerasan. Hal ini merupakan
bukti bahwa baik secara individu maupun kolektif, seluruh bangsa telah
terjerumus ke dalam krisis akibat ulah Kuklux. Lambat laun perhimpunan ini
berubah menjadi kawah mengerikan yang memuntahkan berbagai pemikiran
revolusioner. Suatu hari, dari atas mimbar seorang pastor mendoakan keselamatan
arwah keluarga yang telah dibunuh anggota Kuklux di siang bolong. Dalam khotbah
dan nasihat bijaknya, sang pastor mengumpamakan perbuatan anggota Kuklux seperti
pertempuran antara anak-anak setan melawan anak-anak Tuhan. Tiba-tiba dari
balkon di bagian belakang gereja muncul seseorang yang menyamar dan menembak
kepala pastor itu. Sebelum umat sadar dari keterkejutannya, setan itu sudah
lebih dulu menghilang. Ketika kapal kami tiba di La Grange, hari sudah malam. Kapten kapal menjelaskan
kepada kami, bahwa hari itu dia tidak berani meneruskan pelayaran karena di
dalam sungai akan ada saja bahaya yang mengancam. Jadi kami terpaksa mendarat di
La Grange. Winnetou turun lebih dahulu melalui tangga kapal lalu segera
menghilang di antara rumah-rumah yang diliputi kegelapan malam.
Di La Grange terdapat juga agen kapal yang siap mengurus kepentingan para
penumpang. Old Death segera menuju ke tempat itu.
"Sir, kapan kapal terakhir dari Matagorda tiba di sini dan apakah semua
penumpangnya sudah turun?"
"Kapal terakhir telah tiba dua hari yang lalu, kira-kira pada jam yang sama
seperti hari ini. Semua penumpang turun ke darat karena kapal itu baru berangkat
lagi keesokan harinya."
"Dan Anda berada di sini ketika kapal itu berangkat?"
"Tentu, Sir." "Jika demikian barangkali Anda bisa memberikan informasi kepada saya. Kami
mencari dua orang teman yang berlayar dengan kapal tersebut dan tentu turun juga
di sini. Kami ingin tahu apakah mereka meneruskan perjalanannya atau tidak."
"Hmmm, saya tidak bisa menjawabnya. Saat itu hari sudah gelap dan para penumpang
tergesa-gesa turun dari kapal sehingga saya tidak bisa memperhatikan mereka satu
persatu. Bisa jadi semua penumpang melanjutkan perjalanan pada keesokan harinya.
Tapi seseorang yang bernama Clinton tidak."
"Clinton" Ya, dialah yang saya maksudkan. Mari, mendekatlah ke lampu! Teman saya
akan memperlihatkan sebuah potret kepada Anda untuk memastikan, apakah orang itu
benar Master Clinton."
Dengan penuh keyakinan sang agen mengatakan bahwa memang dialah orang yang
dimaksud. "Tahukah Anda, di mana dia sekarang?" tanya Old Death.
"Saya tidak tahu pasti. Tapi sangat mungkin dia tinggal di rumah Sennor[Spanyol:
Senor (Senyor) = Tuan] Cortesio karena orang yang mengambilkan kopornya adalah
anak buah Sennor Cortesio. Dia adalah seorang agen untuk semua urusan dan dia
berasal dari Spanyol. Saya yakin, saat ini dia sedang sibuk mengurus
penyelundupan senjata secara rahasia ke Mexico."
"Apakah dia termasuk orang baik-baik?"
"Sir, pada zaman sekarang ini setiap orang mengaku dirinya orang baik-baik,
meskipun dia memikul pelana kuda di bahunya."
Tentu saja itu merupakan suatu sindiran bagi kami berdua yang berdiri di
hadapannya sambil memikul pelana kuda. Namun sindiran itu tidak dimaksudkan
untuk mengejek kami. Karena itu Old Death bertanya dengan nada yang tak kalah
halusnya, "Apakah tidak jauh dari sini ada sebuah penginapan, di mana orang bisa tidur
nyenyak tanpa diganggu oleh manusia atau nyamuk?"
"Di tempat ini hanya ada sebuah penginapan. Tapi karena Anda sudah sekian lama
bercakap-cakap dengan saya di sini, tentu penumpang lain sudah mendahului Anda
dan mengisi beberapa kamar yang kosong."
"Ini sungguh tidak menyenangkan," jawab Old Death yang pura-pura tidak
mempedulikan sindiran itu. "Apa kami tidak boleh menumpang di rumah-rumah
penduduk?" "Hmmm, Sir. Saya tidak mengenal Anda. Dan saya pun tak bisa menerima Anda di
tempat saya karena rumah saya sangat kecil. Tapi saya mempunyai seorang
kenalan yang tidak akan mengusir Anda dari pintu rumahnya jika Anda orang jujur.
Dia seorang Jerman, seorang pandai besi yang datang dari Missouri."
"Nah," sahut Old Death, "teman saya ini juga orang Jerman dan saya pun lancar
berbahasa Jerman. Kami bukan orang jahat. Kami mampu dan mau membayar sewa
penginapan. Jadi dalam perhitungan saya, kenalan Anda tak perlu khawatir
menerima kami. Maukah Anda menunjukkan rumahnya?"
"Seandainya tak ada pekerjaan lagi di kapal, tentu saya akan mengantar kalian ke
sana. Sekarang Master Lange, demikian namanya, tidak berada di rumah. Biasanya
pada saat seperti ini dia berada di kedai minum. Demikianlah kebiasaan orang
Jerman di sini. Jadi tanyakan saja nama Master Lange dari Missouri. Katakan
kepadanya bahwa agen kapal yang menyuruh kalian datang menemuinya. Berjalanlah
terus dan setelah melalui rumah kedua dari sini, Anda mesti belok kiri. Kemudian
Anda akan melihat rumah makan itu karena di sana cahaya lampunya sangat terang.
Kedai itu pasti masih buka."
Saya memberikan tip pada lelaki itu atas informasi yang diberikannya. Kami
melanjutkan perjalanan sambil memikul pelana kuda. Kedai ini tak hanya dikenal
karena lampu-lampunya tapi juga karena suara gaduh yang terdengar melalui
jendela yang terbuka. Di atas pintu terpampang gambar binatang yang menyerupai
penyu raksasa tapi memiliki sayap dan hanya dua kaki. Di bawahnya tertera
tulisan "Hawks Inn". Penyu itu melambangkan burung pemangsa dan rumah itu adalah
penginapan bagi 'elang-elang pemangsa'.
Ketika pintu dibuka, asap rokok yang tebal dan berbau tajam langsung menerpa
kami. Rupanya tamu-tamu itu memiliki paru-paru yang sangat kuat karena mereka
tidak hanya dapat menahan asap yang pengap itu melainkan juga merasa nyaman
berada di sana. Di samping itu kekuatan paru-paru mereka juga tampak dari cara
mereka saat berbicara. Tak ada seorang pun yang berkata pelan, setiap orang
harus berteriak. Tak seorang pun yang sabar mendengarkan omongan rekannya.
Suasana benar-benar hiruk-pikuk. Kami berdiri selama beberapa saat di ambang
pintu dan membiasakan mata melihat ke dalam asap tebal sampai bisa mengenali
orang-orang dan benda-benda yang ada di sana. Kami lihat, kedai ini memiliki dua
buah ruang. Ruang yang besar untuk tamu biasa dan ruang yang kecil untuk tamu
yang lebih terhormat. Di Amerika penataan seperti ini sungguh berbahaya karena
sebagai negara demokratis, penduduk negara itu tidak mengakui perbedaan tingkat
atau derajat sosial. Karena semua kursi di ruang depan telah penuh, dengan diam-diam kami berjalan
menuju ruang belakang tanpa sepengetahuan pengunjung kedai lainnya. Di tempat
itu masih ada dua kursi kosong. Setelah meletakkan pelana di pojok ruangan,
kami duduk. Di sekeliling meja duduk beberapa pria yang tengah meneguk bir dan
bercakap-cakap dalam bahasa Jerman. Sekilas mereka memandang kami dengan tajam,
seperti ingin tahu. Begitu tahu kami mendekat, mereka segera mengalihkan pokok
pembicaraan. Ini terlihat dari isi pembicaraan mereka yang tiba-tiba menjadi
tidak karuan. Dua orang di antara mereka berwajah mirip. Sepintas orang bisa
menduga bahwa mereka adalah ayah dan anak. Perawakan mereka tegap. Garis wajah
mereka tegas dan tangan mereka kekar; ciri khas orang yang selalu bekerja keras.
Wajah mereka mencerminkan kejujuran dan kepolosan. Tapi pada waktu itu raut
wajah mereka tampak tegang, sepertinya mereka tengah memperbincangkan suatu hal
yang menggelisahkan. Ketika kami duduk, kedua orang itu menggeser tempat duduknya agak jauh sehingga
ada jarak di antara kami. Suatu isyarat halus bagi kami bahwa mereka tak ingin
bercakap-cakap dengan kami.
"Tetaplah duduk, Mesch'schurs!" kata Old Death. "Kami bukan orang yang berbahaya
meskipun sejak pagi tadi kami belum makan. Dapatkah kalian mengatakan kepada
kami, di mana kami bisa mendapatkan makanan agar perut kami ini tidak lagi
keroncongan?" Seseorang dari mereka, tampaknya ayah dari orang yang satunya, memicingkan
sebelah matanya lalu menjawab sambil tertawa.
"Apa yang diinginkan oleh orang terhormat seperti Anda, tentu akan kami
sediakan, Sir! Tapi bukankah Anda ini Old Death" Saya kira, Anda tak perlu malu
menyembunyikan identitas diri Anda yang sebenarnya."
"Old Death" Siapakah orang itu?" tanya sahabat saya ini sambil berlagak
bodoh. "Seorang yang sangat terkenal. Dia adalah seorang westman dan pencari jejak.
Dalam sebulan dia lebih banyak mengumpulkan petualangan daripada orang lain
sepanjang hidupnya. Anak saya, Will, pernah melihatnya."
Pemuda yang dimaksud lelaki itu kira-kira berusia dua puluh enam tahun. Mukanya
coklat akibat sengatan matahari. Kesannya seolah-olah dia dapat berkelahi
menghadapi dua belas orang sekaligus. Old Death mengamati pemuda itu dari
samping dan bertanya, "Anak Anda pernah melihatnya" Di mana?"
"Pada tahun enam puluh dua di Arkansas, tidak lama sebelum meletus pertempuran
di dekat Pea Ridge. Tapi Anda pasti tidak mengetahui peristiwa itu."
"Mengapa tidak" Saya sering mengembara di Arkansas. Saya yakin, pada waktu itu
saya berada tidak jauh dari tempat itu."
"Oh ya" Jika saya boleh bertanya, partai manakah yang Anda dukung saat itu"
Keadaan yang terjadi sekarang di daerah kami memaksa kami mengetahui aliran
politik yang dianut orang yang duduk semeja dengan kami."
"Jangan khawatir, Master! Saya kira, Anda tidak memihak kepada kaum pemilik
budak belian yang kini sudah ditaklukkan. Saya pun demikian. Anda pun dapat
menyimpulkan bahwa saya bukan termasuk orang seperti itu. Saya orang Jerman,
buktinya saya sudah berbicara dengan Anda dalam bahasa Jerman."
"Selamat datang, Sir! Tapi Anda jangan salah paham. Bahasa Jerman bukanlah tanda
pengenal yang dapat dipercaya. Beberapa orang dari pihak asing memahami bahasa
Jerman dan menggunakan bahasa itu hanya untuk mendapat kepercayaan dari kami.
Saya sudah seringkali mengalaminya. Tapi sekarang kita bicara saja tentang
Arkansas dan Old Death. Barangkali Anda sudah tahu bahwa negara bagian ini
hendak memihak kepada Partai Union pada saat pecahnya perang saudara. Namun
kenyataannya sungguh lain. Banyak orang kritis yang sebelumnya tidak menyetujui
perbudakan dan menganggap terbentuknya kelompok bangsawan di negara Selatan
sebagai tindakan kekejaman, kemudian bersatu dan menyatakan penolakan terhadap
pemisahan. Namun dengan cepat para pemberontak, di dalamnya termasuk juga para
bangsawan, berhasil merebut kekuasaan yang sah. Para cendekiawan diteror.
Akhirnya Arkansas jatuh ke tangan negara Selatan. Tentu saja hal ini menimbulkan
kepedihan di kalangan penduduk keturunan Jerman. Untuk sementara mereka tak
dapat berbuat apa-apa dan terpaksa membiarkan bagian utara negeri yang indah itu
mengalami penderitaan luar biasa akibat peperangan. Pada waktu itu saya tinggal
di Missouri, di Poplar Bluff, dekat perbatasan Arkansas. Anak saya yang duduk di
depan Anda ini tentu saja masuk menjadi anggota pasukan Jerman. Mereka hendak
menolong Partai Union di Arkansas dan mengirimkan pasukan kecil melewati
perbatasan untuk melakukan mata-mata. Will ikut dalam pasukan itu. Tiba-tiba
mereka bertemu dengan pasukan musuh yang sangat besar jumlahnya. Lalu pasukan
Jerman itu berhasil dikalahkan setelah mereka melakukan perlawanan sengit."
"Jadi mereka ditawan" Saat itu pasti sangat berat. Kita tahu bagaimana pasukan
negara Selatan memperlakukan tawanannya, karena dari seratus tawanan paling
kurang delapan puluh orang meninggal akibat siksaan yang sangat kejam. Tapi yang
lain pun pasti tidak bisa bertahan hidup, bukan?"
"Oho! Anda keliru besar. Para pemberani itu mempertahankan dirinya dengan gigih.
Mereka menembak terus hingga pelurunya habis lalu menyerang dengan gagang
senapan dan pisaunya. Akibatnya kelompok sesessionis mengalami kerugian yang
sangat besar. Mereka sangat marah atas kejadian itu dan m
mutuskan membunuh semua tawanan. Will adalah anak saya satu-satunya. Hampir saja
saya kehilangan anak ini. Bahwa kini dia masih hidup, semua ini berkat jasa Old
Death." "Bagaimana, Master" Anda membuat saya penasaran. Apakah pencari jejak itu
membawa bala bantuan untuk membebaskan para tawanan?"
"Tidak, jika demikian halnya maka tentu semuanya sudah terlambat dan pembunuhan
itu pasti telah terjadi sebelum tiba bantuan. Dia bertindak seperti seorang
westman sejati yang gagah berani. Dia sendirian yang membebaskan para tawanan."
"Bukan main , benar-benar tindakan yang nekat!"
"Memang! Dia merayap masuk ke dalam perkemahan seperti orang Indian. Dengan
mudah dia menyelinap karena malam itu terjadi hujan lebat yang mengakibatkan
banjir dan memadamkan api unggun. Kemudian penjaga yang berada di garis depan
ditusuknya dengan pisau. Kelompok sesessionis menduduki sebuah tanah pertanian.
Satu batalion berada di tempat itu. Semua opsir menempati rumah khusus dan
serdadu-serdadu ditempatkan di bagian lain. Sementara itu para tawanan yang
berjumlah lebih dari dua puluh orang dikurung dalam gudang gula. Pada setiap
sisi gudang ditempatkan empat penjaga untuk mengawasi mereka. Keesokan harinya
orang-orang malang itu akan ditembak mati. Pada malam harinya, tidak lama
setelah pertukaran penjaga, para tawanan mendengar bunyi aneh di atas kepala
mereka. Namun suara itu bukan bunyi air hujan. Mereka memasang telinga dengan
lebih seksama. Tiba-tiba terdengar bunyi berderak. Atap gudang yang terbuat dari
kayu lapuk itu terkuak. Rupanya seseorang telah melubangi atap itu hingga air
hujan masuk ke dalam. Tapi selama sepuluh menit kemudian keadaan masih sunyi
senyap. Setelah itu sebatang pohon yang masih tampak sisa-sisa cabangnya
diturunkan dari atas atap. Pohon itu cukup kuat sehingga bisa dipanjat naik
turun. Lalu seorang demi seorang memanjat batang pohon itu dan naik ke atap yang
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rendah lalu melompat ke tanah. Di sana mereka melihat keempat penjaga yang
bukannya tertidur melainkan terbaring di tanah dan tidak lagi bergerak. Para
tawanan segera melucuti senjata mereka. Dengan cerdik sang penyelamat itu
membawa tawanan keluar dari sana dan menunjukkan jalan menuju perbatasan yang
sudah diketahui oleh mereka. Di tempat itu barulah mereka tahu bahwa orang yang
menolong mereka dengan mempertaruhkan nyawa sendiri itu ialah Old Death, sang
pencari jejak." "Lalu apakah dia melanjutkan perjalanan bersama mereka?" tanya Old Death.
"Tidak. Dia mengatakan bahwa masih ada urusan penting yang harus dikerjakannya.
Kemudian dia menghilang dalam guyuran hujan lebat di tengah kegelapan malam
tanpa memberi kesempatan kepada mereka untuk mengucapkan
terima kasih atau menatap wajahnya. Malam itu sangat gelap sehingga mereka tak
dapat mengenali wajah seseorang. Yang dapat dilihat oleh Will hanya badannya
yang tinggi dan kurus. Tapi dia sempat bercakap-cakap dengan orang itu. Sampai
sekarang dia masih ingat perkataan orang yang gagah berani itu. Jika kami nanti
berjumpa dengan Old Death, maka dia akan tahu bahwa kami orang Jerman adalah
bangsa yang tahu berterima kasih dan kami akan berterimakasih kepadanya."
"Tentu dia sudah tahu akan hal itu. Dalam perhitungan saya, anak Anda bukan
orang Jerman pertama yang dijumpainya. Omong-omong, Sir, barangkali Anda
mengenal seseorang yang bernama Master Lange dari Missouri?"
Anaknya tercengang. "Lange?" dia bertanya. "Mengapa Anda menanyakannya?"
"Saya khawatir, kami tidak mendapat lagi tempat di rumah penginapan ini. Maka
kami bertanya kepada agen kapal di pinggir sungai apakah ada seseorang yang bisa
memberi kami tumpangan. Dia menyebut nama Master Lange dan menganjurkan agar
kami mengatakan kepadanya bahwa agen itulah yang menyuruh kami datang ke sini.
Dan dia tahu, kami akan bertemu dengan orang itu di sini."
Lelaki yang lebih tua itu memandang kami dengan tatapan menyelidik dan berkata,
"Memang benar apa yang dikatakan sang agen, karena saya sendirilah Master Lange.
Karena dia yang menyuruh Anda datang ke mari dan karena saya menganggap Anda
orang yang jujur, maka saya ucapkan selamat datang. Siapakah teman seperjalanan
Anda yang duduk di sana dan dari tadi hanya diam saja?"
"Dia sebangsa dengan Anda dan berasal dari Saksen. Bahkan dia seorang terpelajar
yang datang ke sini untuk mengadu nasib."
"Ya, Tuhan! Orang di negeri itu mengira bahwa mereka hanya duduk berpangku
tangan menunggu datangnya rejeki. Dengar baik-baik, Sir, orang yang datang ke
negeri ini harus bekerja lebih keras dan mengalami lebih banyak kekecewaan
daripada di tanah airnya sendiri. Tapi bukan berarti semuanya tidak bisa diraih.
Saya berharap, semoga Anda berhasil dan saya mengucapkan selamat datang kepada
Anda." Dia juga berjabat tangan dengan saya. Old Death menganggukkan kepala dan
berkata, "Dan jika Anda masih ragu-ragu dan belum mempercayai kami, saya hendak berbicara
sebentar dengan anak Anda. Dialah nanti yang akan membuktikan bahwa saya tidak
patut dicurigai." "Anak saya" Will?" tanya Lange heran.
"Ya, yang saya maksud anak Anda dan bukan orang lain. Tadi Anda mengatakan bahwa
dia telah bercakap-cakap dengan Old Death dan masih ingat setiap perkataan yang
diucapkannya pada waktu itu. Anak muda, maukah Anda mengatakan kepada saya apa
yang dibicarakan waktu itu" Saya ingin mengetahuinya."
Will menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya itu dengan bersemangat,
"Saat Old Death membawa kami ke jalan yang harus kami tempuh, dia berjalan
paling depan. Saya menderita luka tembak di lengan. Rasanya sakit sekali, karena
luka itu tidak dibalut dan lengan baju saya melekat pada luka itu. Kami berjalan
melewati semak-semak. Old Death tiba-tiba membuang sebuah dahan dan dahan itu
mengenai lengan saya yang luka. Bukan main sakitnya sehingga saya berteriak
kesakitan dan..." "Dan si pencari jejak itu menyebut Anda keledai," sela Old Death.
"Dari mana Anda tahu?" tanya Will keheranan.
Old Death tidak menjawab dan melanjutkan perkataannya,
"Kemudian Anda berkata kepadanya bahwa lengan Anda kena tembak dan luka itu
bernanah. Dia juga menganjurkan Anda untuk membasahi lengan baju dengan air agar
tak melekat pada luka serta mengompres luka dengan getah way-bread yang
berkhasiat mencegah luka melepuh."
"Ya, itu betul! Bagaimana Anda bisa tahu semuanya, Sir?" seru pemuda itu
terkejut. "Mengapa Anda masih bertanya" Saya sendirilah yang memberikan nasihat itu kepada
Anda. Tadi ayah Anda mengatakan bahwa saya mirip dengan Old Death. Nah, betul
katanya, karena saya serupa benar dengan dia bagaikan pinang dibelah dua."
"Jadi. jadi. jadi Andalah Old Death?" seru Will girang. Dia bergegas bangkit
dari kursinya sambil merentangkan tangan hendak memeluk Old Death. Namun ayahnya
menghalangi maksudnya dan menariknya agar duduk kembali. Ayahnya berkata,
"Tunggu anakku! Jika kamu ingin memeluknya, maka sebagai seorang ayah sebenarnya
sayalah yang memiliki hak dan kewajiban pertama untuk memeluk dewa penolong ini.
Tapi hal itu harus kita tangguhkan, karena kamu tahu, di mana kita sekarang
berada. Semua gerak-gerik kita selalu diamati orang. Duduklah dengan tenang!"
Sambil berpaling kepada Old Death, dia melanjutkan perkataannya, "Tolong jangan
tersinggung atas penolakan ini, Sir! Saya mempunyai alasan kuat untuk
mencegahnya memeluk Anda. Di sini berkeliaran banyak setan. Percayalah! Saya
sangat berterima kasih kepada Anda. Karena itu saya merasa berkewajiban mencegah
segala sesuatu yang bisa membahayakan Anda. Seperti yang saya ketahui
dan sering saya dengar, Anda dikenal sebagai penganut paham abolisionis[Kaum
penentang perbudakan]. Selama peperangan Anda telah melakukan pemberontakan yang
membuat nama Anda terkenal di mana-mana. Namun tindakan itu menyebabkan negara-
negara Selatan mengalami kerugian besar. Anda ikut serta dalam pasukan tentara
negara Utara sebagai pemimpin pasukan dan penunjuk jalan. Anda membawa tentara
melalui jalan yang tidak akan ditempuh oleh orang lain, hingga menyusup jauh ke
belakang garis pertahanan musuh. Kami sangat menghormati Anda. Tapi sampai
sekarang musuh pihak Utara masih menyebut Anda mata-mata. Nah, kini Anda tahu,
apa pokok permasalahannya. Jika Anda jatuh ke tangan sesessionis barangkali Anda
akan digantung." "Saya pun tahu, Master Lange. Tapi saya tidak mempedulikan semua itu," jawab Old
Death acuh tak acuh. "Saya sebenarnya tidak mau digantung, namun seringkali
orang mengancam ingin menggantung saya. Hingga kini ancaman itu tidak pernah
terwujud. Baru saja ada segerombolan rowdies yang hendak menggantung kami berdua
pada cerobong asap di kapal. Mereka pun tidak berhasil melakukannya."
Old Death menceritakan peristiwa sebelumnya yang terjadi di atas kapal. Setelah
dia selesai bercerita, Lange berkata dengan suara berat,
"Capt'n kapal itu sungguh berani. Namun tindakan itu bisa membahayakan nyawanya
sendiri. Dia harus tinggal di La Grange sampai besok pagi. Barangkali rowdies
itu akan tiba di sini malam hari dan akan membalas dendam. Mungkin juga nasib
Anda akan lebih buruk lagi."
"Pah! Saya tidak takut kepada kawanan kecil itu. Saya pernah berkelahi dengan
orang-orang yang lebih berbahaya daripada mereka."
"Jangan terlalu yakin, Sir! Di sini rowdies memiliki banyak sekutu yang akan
memberikan bantuan. Sejak beberapa hari yang lalu situasi di La Grange tidak
terkendali. Banyak orang asing yang tak dikenal berdatangan dari segala penjuru.
Mereka berdiri bergerombol di tiap-tiap sudut dan melakukan sesuatu secara diam-
diam. Di sini mereka tidak berdagang, karena hanya berkeliaran tanpa melakukan
apa pun yang berhubungan dengan perdagangan. Saat ini mereka duduk di ruangan
sebelah dan berteriak-teriak sehingga telinga kita pekak dibuatnya. Mereka sudah
tahu bahwa kami orang Jerman, lalu mereka iseng-iseng mengajak kami bercakap-
cakap dalam bahasa Jerman. Jika kami melayani percakapan mereka, pasti akan
mengakibatkan pembunuhan atau pemukulan. Omong-omong, hari ini saya tidak ingin
berlama-lama duduk di sini. Anda tentu juga ingin beristirahat. Tetapi tampaknya
makan malam kita tidak begitu nikmat. Karena saya seorang duda, maka kehidupan
kami bagaikan kehidupan lelaki bujang. Pada siang hari kami selalu makan di
rumah makan. Beberapa hari yang lalu saya sudah menjual rumah saya, karena
menurut saya situasi di sini sudah mulai memanas. Tapi bukan berarti saya tidak
menyukai orang-orang yang ada di sini. Sebenarnya mereka tidak lebih buruk
daripada orang-orang di tempat lain. Namun di negeri Amerika ini peperangan yang
mengerikan tak kunjung berakhir dan akibatnya masih terasa di tempat ini. Di
Mexico orang masih saling membantai, dan Texas terletak tepat di antara kedua
negeri itu. Yang dialami di sini hanyalah kengerian. Gerombolan perusuh dari
berbagai daerah datang kemari sehingga saya merasa tidak betah lagi tinggal di
sini. Karena itu saya memutuskan untuk menjual rumah saya dan pergi ke rumah
anak perempuan saya yang sudah menikah. Di tempat suaminya saya bisa mendapat
pekerjaan, meski pekerjaan itu tidak lebih baik dari yang saya harapkan. Tak
disangka-sangka ternyata ada orang yang merasa cocok dengan rumah saya dan ingin
membelinya serta langsung membayar harganya dengan uang tunai. Dua hari yang
lalu dia sudah menyerahkan uangnya, jadi saya bisa pergi kapan pun saya mau.
Saya akan ke Mexico."
"Apa Anda sudah gila?" seru Old Death.
"Saya" Mengapa?"
"Baru saja Anda mengeluh tentang keadaan Mexico. Anda bilang, di sana orang
masih terus membunuh dan sekarang malah Anda sendiri ingin pergi ke sana!"
"Tak ada jalan lain bagi saya, Sir. Lagipula keadaan di tempat yang akan saya
tuju tidak sama dengan keadaan di wilayah Mexico lainnya. Tempat itu terletak di
belakang Chihuahua. Di sana peperangan sudah berakhir. Mula-mula Juarez memang
harus mengungsi ke El Paso, namun dia segera datang kembali dan dengan gigih
mengusir orang Perancis ke arah selatan. Waktu mereka sangat terbatas. Tak lama
lagi mereka akan diusir dari negeri itu dan Maximilian yang malang harus
menanggung akibatnya. Sayang kejadian ini harus terjadi. Saya sendiri orang
Jerman dan saya berdoa semoga dia baik-baik saja. Perang yang hebat berkecamuk
di sekeliling ibukota. Sementara itu propinsi yang terletak di bagian utara
Rahasia Golok Cindar Buana 1 Goosebumps - 24 Hantu Auditorium Pendekar Satu Jurus 13
lagi." "Bersabarlah, Master. Hiburlah diri Anda dengan kata-kata manis bahwa memang
Anda lagi sial." "Hiburan yang menyenangkan! Apa Anda kira, saya akan mengirimkan Anda kartu
ucapan terimakasih untuk nasehat itu?"
"Oh... bukan itu maksud saya," dia tertawa. "Saya selalu memberikan nasehat
dengan cuma-cuma. Selain itu, nasib saya pun sama seperti Anda. Saya duduk di
sini tanpa berbuat apa-apa karena saya terlalu lamban. Sebenarnya saya hendak
pergi ke Austin dan terus ke sana melalui Rio Grande del Norte. Saat ini adalah
musim yang tepat. Setiap hari hujan turun dan Sungai Colorado menampung cukup
air sehingga kapal jurusan Austin bisa berlayar di atasnya. Sungai ini biasa
kekurangan air sepanjang tahun."
"Saya pernah mendengar, ada sebuah gosong di dalam sungai yang menghambat
pelayaran kapal." "Sebenarnya bukan gosong melainkan endapan kayu-kayu besar yang dihanyutkan oleh
sungai ke sana, sehingga sekitar delapan kilometer dari sini sungai itu terbagi
menjadi anak-anak sungai. Tetapi setelah gosong itu, airnya kembali dalam hingga
ke Austin. Karena pelayaran terhalang, maka orang harus lebih dahulu berjalan
hingga ke gosong itu dan kemudian naik kapal di sana. Saya juga mau pergi ke
sana, tetapi bir Jerman yang nikmat ini telah menahan saya untuk tinggal lebih
lama. Saya minum dan terus minum dan tinggal terlalu lama di Matagorda. Ketika
saya tiba di gosong, kapal baru saja berangkat. Jadi saya harus membawa pulang
pelana dan menunggu sampai besok pagi di mana kapal berikutnya akan berlayar ke
sana." "Jadi nasib kita sama dan Anda pun bisa menghibur diri dengan ucapan yang baru
saja Anda tujukan kepada saya. Anda juga sedang sial."
"Sama sekali tidak. Saya tidak mengejar seorang pun. Dan bagi saya sama saja,
apakah hari ini atau minggu depan saya tiba di Austin. Tetapi yang membuat saya
jengkel, saya ditertawakan oleh greenfrog (katak hijau) yang bodoh itu. Dia
lebih cepat dari saya dan menyiuli saya dari geladak ketika saya tertinggal di
pelabuhan. Jika saya bertemu lagi orang itu, dia akan menerima pelajaran yang
lebih keras daripada yang dulu pernah didapatnya di atas kapal."
"Anda berkelahi dengan dia, Sir?"
"Berkelahi" Apa maksud Anda, Sir" Old Death tidak pernah berkelahi. Tapi saat
itu, di atas kapal Delphin ada orang yang merasa lucu karena postur tubuh saya,
lalu tertawa, begitu dia menatap saya. Saya kemudian bertanya, apa yang
membuatnya merasa lucu. Ketika dia menjawab bahwa dia geli melihat tulang-tulang
saya, saya langsung menghadiahkan sebuah slap in the face[Inggris: Tamparan di
wajahnya] hingga dia terjungkal. Lalu dia mencabut revolver hendak menembak saya, tetapi tiba-tiba
datang sang kapten kapal dan menyuruhnya untuk segera enyah dari tempat itu. Itu
pantas baginya, karena dia telah menghina saya. Mungkin karena itu pula maka dia
tertawa ketika saya terlambat tiba di gosong dan tidak bisa menumpang kapal.
Hanya saja saya kasihan melihat teman seperjalanannya! Kelihatannya gentleman
itu baik, hanya wajahnya murung dan sedih. Dia menatap dengan pandangan kosong,
seperti seseorang yang terganggu jiwanya."
Kalimatnya yang terakhir membangkitkan rasa ingin tahu saya.
"Seperti orang gila?" tanya saya. "Mungkin Anda mendengar orang menyebut
namanya?" "Kapten memanggilnya dengan Master Ohlert!"
Saya terkejut, seolah-olah saya baru saja mendapat sebuah pukulan di kepala.
Dengan tergesa-gesa saya bertanya, "Ah! Dan temannya?" "Jika saya tidak salah,
namanya Clinton." "Bagaimana mungkin..." saya berseru sambil melompat bangkit dari tempat duduk.
"Jadi keduanya berada bersama Anda di atas kapal?" Dia memandang saya penuh
keheranan lalu bertanya, "Apakah Anda sudah mabuk, Sir" Anda begitu cepat berubah. Apakah kedua orang itu
punya sangkut paut dengan Anda?"
"Ya! Merekalah orang yang harus saya temukan."
Kembali dia tersenyum simpul. Senyum seperti itu selalu berulang kali menghiasi
wajahnya. "Hm... hm... " dia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Akhirnya Anda berterus
terang bahwa Anda sedang mencari dua orang. Mengapa harus kedua orang itu" Hm!
Anda sungguh seorang greenhorn, Sir! Anda hanya sendirian mengejar buruan!"
"Maksud Anda?" "Karena di New Orleans Anda tidak bersikap jujur terhadap saya." "Saya toh tidak
boleh berterus terang," jawab saya.
"Semua orang boleh berbuat apa saja untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik. Jika
saat itu Anda menjelaskan persoalannya kepada saya, maka kini keduanya sudah
berada di tangan Anda. Saya langsung mengenali mereka begitu mereka tiba di
kapal, dan saya bisa menjemput atau menyuruh orang memanggil Anda. Anda mengerti
sekarang, Sir?" "Tetapi siapa yang tahu sebelumnya bahwa Anda akan bertemu mereka. Lagipula
mereka tidak bermaksud berangkat ke Matagorda melainkan ke Quintanna."
"Mereka hanya berkata demikian. Tetapi sebenarnya mereka tidak turun dari kapal.
Semoga Anda bersikap bijak dan mau menceritakan seluruh kejadian kepada saya.
Barangkali saya bisa menolong Anda untuk menangkap kedua orang itu."
Orang ini bermaksud baik terhadap saya. Dia sama sekali tidak ingin menyulitkan
saya. Tetapi saya merasa malu. Beberapa waktu yang lalu, saya tidak bersedia
memberi keterangan kepadanya. Tetapi hari ini setelah melihat sikapnya, saya
terdorong untuk menceritakan semuanya. Perasaan saya melarang saya untuk membuka
mulut, tetapi akal saya lebih kuat. Saya mengeluarkan kedua foto, menyodorkan
kepadanya sambil berkata,
"Sebelum saya menjelaskan, tolong perhatikan dulu kedua gambar ini. Apakah kedua
orang ini yang Anda maksudkan?"
"Ya, ya, merekalah orangnya!" jawabnya setelah melihat wajah kedua orang itu.
"Tidak salah lagi."
Secara jujur saya menceritakan inti persoalan. Dia mendengarkan dengan penuh
perhatian. Ketika saya selesai, dia menggeleng-gelengkan kepala lalu berkata
dengan nada prihatin, "Setelah saya mendengar dari Anda, sekarang semuanya menjadi jelas. Hanya satu
hal yang masih membuat saya bingung. Apakah William Ohlert benar-benar sudah
menjadi gila?" "Saya kira tidak. Saya tidak mengerti banyak tentang penyakit jiwa. Tetapi saya
hanya melihat gejala monomania[Lihat telaah tentang monomania di lampiran buku
ini]. Oleh karenanya, dia bisa mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kecuali
dalam satu hal. "Yang tidak jelas bagi saya adalah, mengapa dia membiarkan dirinya begitu kuat
dipengaruhi oleh Gibson. Dia kelihatan taat dan menuruti Gibson dalam segala
hal. Mungkin keparat itu mau menggunakan penyakit monomania Ohlert untuk memeras
dia. Nah, semoga kita bisa segera membuka kedoknya!"
"Anda sungguh yakin bahwa keduanya kini sedang dalam perjalanan menuju Austin"
Atau barangkali mereka ingin turun di tengah jalan?"
"Tidak. Ohlert mengatakan kepada kapten bahwa dia hendak pergi ke Austin."
"Ini membingungkan! Semestinya dia tidak mengatakan ke mana dia akan
pergi." "Mengapa tidak" Mungkin Ohlert belum tahu kalau dia sedang dibuntuti, sehingga
dia mengambil jalan yang salah. Barangkali dia percaya bahwa sejauh ini dia
telah bertindak benar dan hidup demi idealismenya. Semua yang lain menjadi
urusan Gibson. Orang yang bingung itu merasa tidak bodoh dengan mengatakan
Austin sebagai tujuan perjalanannya. Dan kapten itu meneruskan keterangan ini
kepada saya. Sekarang apa yang hendak Anda perbuat?"
"Tentu saya akan menyusul dia ke sana, dan selekas mungkin."
"Anda harus sabar menunggu sampai besok pagi. Sebelum waktu itu tak ada kapal
yang berangkat ke sana."
"Kalau begitu kapan kita akan sampai di sana?"
"Melihat keadaan air saat ini, mungkin baru lusa."
"Itu terlalu lama."
"Coba Anda bayangkan, kedua orang itu pun terlambat tiba di sana karena
permukaan air masih surut. Tidak bisa dihindari bahwa kapal akan kandas. Orang
harus menunggu lama sebelum permukaan air naik lagi, di mana kapal bisa
berlayar." "Andaikan kita tahu apa yang direncanakan Gibson dan ke mana dia akan melarikan
Ohlert!" "Ya, itu masih menjadi teka-teki. Pasti dia mempunyai rencana tertentu. Uang
yang hingga kini diambilnya sudah cukup untuk membuatnya menjadi kaya raya. Dia
bisa mengambil sebanyak yang dia inginkan, lalu meninggalkan Ohlert begitu saja.
Tetapi hal ini tidak dilakukannya. Ini pertanda bahwa dia masih ingin memeras
Ohlert. Saya sungguh tertarik pada kasus ini. Dan karena kita, sekurang-
kurangnya untuk saat ini, mempunyai tujuan yang sama, saya bisa menolong Anda.
Jika Anda membutuhkan saya, saya bersedia."
"Terimakasih atas kesediaan Anda, Sir. Saya menaruh kepercayaan pada diri Anda.
Maksud baik Anda sungguh menggembirakan. Saya yakin, pertolongan Anda akan
sangat berguna bagi saya."
Kami saling berjabatan tangan lalu segera mengosongkan gelas di depan kami.
Kalau saja dari dulu saya mempercayai orang ini!
Gelas kami kembali diisi, ketika terdengar adanya keributan di luar. Suara orang
menjerit serta suara lolongan anjing terdengar mendekat. Tiba-tiba pintu dibuka
dengan kasar. Lalu masuklah enam orang yang kelihatan sudah meneguk alkohol
melampaui batas, sehingga tak seorang pun yang terlihat masih waras. Mereka
dilengkapi dengan senapan, pisau, revolver atau pistol. Selain itu, mereka juga
membawa cambuk yang tergantung di pinggang dan masing-masing membawa seekor
anjing yang diikat dengan tali. Anjing-anjing itu berukuran besar
dan merupakan ras unggul yang dipelihara secara khusus. Di negara-negara Selatan
binatang itu digunakan untuk menangkap orang Negro yang melarikan diri. Karena
itu orang menyebutnya anjing darah atau anjing penangkap manusia.
Keenam orang asing itu masuk tanpa memberikan salam dan memelototi kami dengan
pandangan kurang ajar. Mereka kemudian menjatuhkan diri ke atas kursi sampai
kursi-kursi itu berderak. Mereka lalu menaikkan kaki ke atas meja dan saling
beradu tumit di atasnya. Dengan cara itu mereka hendak memberi tanda agar si
pemilik kedai datang mendekat.
"Hei, ada bir?" salah seorang di antaranya berteriak. "Bir Jerman?"
Pemilik kedai yang ketakutan itu hanya mengangguk.
"Kami ingin minum bir itu. Apa kamu juga orang Jerman?"
"Tidak." "Syukurlah! Kami suka minum bir Jerman tetapi kami membenci orang-orang Jerman.
Sebaiknya mereka semua dipanggang di neraka. Sebagai kaum abolisionis[Aliran
yang memperjuangkan penghapusan sistem perbudakan], mereka telah menolong
negara-negara Utara dan merekalah yang bersalah sehingga kami harus kehilangan
pekerjaan." Pemilik kedai buru-buru pergi ke belakang supaya secepat mungkin melayani tamu-
tamu istimewa itu. Tanpa sengaja saya menoleh ke belakang untuk melihat siapa
yang baru saja berbicara. Ternyata dia juga melihat saya. Saya yakin, pandangan
saya tidak mengandung maksud penghinaan terhadap dirinya, tetapi rupanya dia
tidak mau dipandang seperti itu atau barangkali dia hanya ingin mencari gara-
gara dengan orang lain. Dia berteriak kepada saya,
"Mengapa kamu memandang saya seperti itu" Apakah saya mengucapkan sesuatu yang
salah?" Saya kembali membalikkan tubuh ke posisi semula dan tidak menjawab apa-apa.
"Hati-hatilah!" bisik Old Death kepada saya. "Mereka adalah kaum rowdy[Panggilan
bagi orang yang kasar tabiatnya dan suka berkelahi] yang paling brutal. Dahulu
mereka sebenarnya pengawas budak yang kehilangan pekerjaan karena majikannya
bangkrut akibat penghapusan sistem perbudakan, dan sekarang mereka berkumpul
bersama hanya untuk membuat onar. Lebih baik kita jangan memperhatikan mereka.
Mari kita habiskan minuman ini lalu segera pergi dari sini."
Tetapi ketika melihat kami berbisik-bisik, orang itu tidak suka. Dia berteriak
ke arah kami, "Apa yang kamu bisikkan, Tulang Tua" Jika kamu berbicara tentang kami, maka
bicaralah yang keras. Jika tidak kami akan membantu membuka mulutmu!"
Old Death mengangkat gelas ke mulutnya dan minum tanpa berkata sepatah kata pun.
Pemilik kedai datang membawa bir dan mereka segera mencicipinya. Bir itu memang
enak. Tetapi karena sedang dongkol, mereka menuangkannya ke lantai. Orang yang
tadi membentak saya mengangkat gelas di tangannya dan berkata,
"Jangan tuang ke lantai! Di sana duduk dua orang. Kelihatannya cairan ini pantas
mereka terima. Dan mereka akan mendapatkannya."
Dia mengangkat gelas lalu menumpahkan bir dari seberang meja ke arah kami
berdua. Dengan tenang Old Death mengeringkan wajahnya yang basah dengan lengan
baju. Saya tidak tahan lagi hanya berdiam diri seperti dia dan menerima
perlakuan kurang ajar ini. Topi, baju, dan semua yang saya pakai basah kuyup
akibat terkena siraman. Maka saya berbalik dan menegur dia,
"Sir, saya minta dengan sangat supaya Anda jangan melakukannya untuk kedua kali!
Bersenang-senanglah bersama teman Anda, kami tidak melarangnya. Tetapi jangan
mengganggu kami." "Oh ya" Jadi apa yang akan Anda lakukan, jika saya menyiram sekali lagi ke
kepala Anda?" "Akan terjadi sesuatu."
"Akan terjadi sesuatu" Baik, kita segera lihat, apa yang akan terjadi. Hei, bawa
lagi bir ke sini!" Teman-temannya tertawa dan menyoraki matadornya. Dan kelihatannya orang itu akan
mengulangi lagi tindakan kurang ajar tadi.
"Ya Tuhan! Sir, jangan mencari gara-gara dengan orang itu!" kata Old Death
memperingatkan saya. "Anda takut?" saya balik bertanya.
"Sedikit pun tidak! Tapi mereka pasti segera mencabut senjatanya. Dan melawan
peluru, orang yang paling berani sekali pun tidak mampu berbuat apa-apa.
Pikirkan juga, mereka mempunyai anjing!"
Pengacau-pengacau itu menambatkan anjing pada kaki meja. Supaya tidak digigit
dari belakang, saya lalu pindah dan duduk pada tempat yang lain dengan sisi
kanan menghadap para rowdy itu.
"Aha! Dia duduk dengan posisi menantang!" kata pemimpinnya tertawa. "Rupanya dia
mau melawan. Tetapi begitu dia bergerak, saya akan menyuruh Pluto menyerangnya.
Anjing ini sudah terlatih untuk menyerang manusia."
Dia melepaskan anjing dari kaki meja dan memegang talinya. Pemilik kedai belum
juga mengantar bir yang dipesan. Kami masih mempunyai sedikit waktu untuk
meletakkan uang pembayaran di atas meja lalu pergi. Tetapi saya yakin, kawanan
itu tidak akan membiarkan kami pergi begitu saja. Saya pun tak mau menyingkir
dari manusia-manusia busuk itu. Bagi mereka tindakan seperti itu dianggap
pengecut. Saya memasukkan tangan ke dalam saku dan meraba revolver. Saya berdiri dalam
posisi siap. Hanya saya agak ragu, apakah saya akan berhasil mengalahkan anjing.
Tetapi saya pernah memelihara binatang-binatang yang dilatih untuk menyerang
manusia, karena itu kini saya tidak terlalu cemas menghadapi hewan
itu. Sekarang datanglah si pemilik kedai. Dia meletakkan gelas-gelas di atas meja dan
berkata dengan nada memelas kepada tamu-tamunya yang membuat onar,
"Gentlemen, saya merasa senang atas kunjungan kalian. Tetapi saya minta, jangan
mengganggu kedua orang di sana. Mereka juga tamu saya."
"Bangsat!" bentak salah seorang dari mereka. "Kamu mau menggurui kami" Tunggu,
kami akan segera meredam ambisimu!"
Orang itu lalu menyiram dua atau tiga gelas bir ke atas kepala pemilik kedai.
Dia langsung menghilang ke belakang karena menurutnya itulah cara yang terbaik.
"Sekarang giliran si mulut besar di sana!" dia berteriak ke arah saya. "Dia juga
harus merasakannya!"
Sambil memegang tali anjing dengan tangan kiri, dia menyiram isi gelas ke tubuh
saya dengan tangan kanan. Cepat-cepat saya bangkit dari kursi dan bergerak
sedikit ke samping supaya terhindar dari guyuran. Kemudian saya mengepalkan
tinju dan menghampirinya untuk memberikan hukuman yang setimpal. Tetapi dia
lebih cepat. "Ayo Pluto, go on!" dia berteriak dan melepaskan tali di tangannya sambil
menunjuk ke arah saya. Saya masih mempunyai sedikit waktu untuk berkelit mundur ke dinding ketika
binatang raksasa itu melompat ke arah saya. Dia berada kira-kira hanya lima
langkah di depan saya, dan jarak ini bisa dijangkaunya dengan sekali lompatan.
Anjing besar itu pasti akan menancapkan taringnya ke leher saya jika saya tetap
berdiri diam. Maka, pada saat ia melompat dan hendak menggigit, saya mengelak ke
samping sehingga tubuhnya melayang menabrak tembok. Akibat benturan yang keras
ke tembok, anjing darah itu nyaris lumpuh. Hewan itu lalu roboh ke lantai.
Dengan gerakan sangat cepat, saya memegang kedua kaki belakangnya,
mengangkatnya tinggi-tinggi dan mengayunkan tubuhnya lalu melemparkan hewan itu
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke dinding dengan kepala lebih dulu. Tulang kepalanya remuk.
Suasana menjadi hiruk-pikuk. Semua anjing melolong keras sambil menarik-narik
tali ikatan sehingga meja-meja tergeser dari tempatnya. Mereka semua bangun dan
pemilik anjing yang mati itu maju hendak menghadang saya. Tetapi Old Death yang
lebih dulu bangkit mengarahkan kedua revolvernya dan mengancam,
"Stop! Sekarang semuanya sudah cukup, boys. Siapa yang coba-coba maju selangkah
atau menyentuh senjatanya, dia akan saya tembak! Kalian belum mengenal siapa
kami. Saya Old Death, si pencari jejak. Semoga kalian pernah mendengar tentang
saya. Sedangkan orang ini, seorang Sir, sahabat saya. Seperti saya, dia juga
tidak takut sedikit pun kepada kalian. Sekarang duduk dan minumlah bir kalian
dengan tenang. Dan jangan pernah memasukkan tangan ke dalam saku. Akan saya
tembak!" Peringatan terakhir ini ditujukan kepada seorang dari pengawas budak yang
menggerakkan tangan ke sakunya, tentu dengan maksud mencabut pistol. Saya pun
segera mengeluarkan senjata saya. Kami berdua memiliki delapan belas peluru.
Sebelum seorang dari kaum perusuh itu menyentuh senjatanya, pasti dia sudah
diterjang peluru kami. Saat itu Old Death, sang pencari jejak tua, tampak
sebagai sosok yang sangat lain. Tubuhnya yang biasanya bungkuk kini berdiri
tegak. Matanya bersinar dan pada raut wajahnya terpancar kekuatan yang membuat
orang tidak berani memberikan perlawanan. Saya merasa lucu melihat bagaimana
para pengacau itu tiba-tiba patuh di hadapan Old Death. Mereka bergumam satu
sama lain dengan berbisik-bisik, lalu duduk kembali di tempatnya. Bahkan pemilik
anjing yang mati tidak berani mendekati bangkai anjingnya karena binatang itu
tergeletak di dekat saya.
Kami berdua masih berdiri sambil mengancam dengan revolver di tangan, ketika
seorang pengunjung baru masuk ke dalam... seorang Indian.
Dia memakai baju berburu berwarna putih yang dihiasi dengan manik-manik yang
menjadi corak khas Indian. Celananya pun dibuat dari bahan yang sama dan jahitan
pada rumbai-rumbainya dibubuhi dengan rambut scalp. Tidak ada noda atau debu
yang terlihat pada baju dan celananya. Kakinya yang kecil dibungkus oleh
mokkasin[Moccasin: Sepatu khas Indian] yang disulam dengan mutiara dan dihiasi
dengan duri landak. Di lehernya tergantung kantung jimat dan sebuah pipa
perdamaian yang dipahat indah, serta sebuah kalung dari kuku beruang yang
diambilnya setelah membunuh
binatang buas itu di Rocky Mountains. Pinggangnya dibelit sabuk senjata nan
lebar dari kain santillo yang mahal. Dari balik sabuk itu tersembul gagang pisau
dan dua pucuk revolver. Tangan kanannya memegang sepucuk senapan berlaras ganda.
Gagang senapan itu dihiasi dengan paku-paku perak. Dia tidak memakai penutup
kepala. Rambutnya yang panjang, tebal, dan berwarna hitam kebiru-biruan dirajut
menjadi kepang dan diikat ujungnya dengan kulit dari sejenis ular pematuk yang
sangat beracun. Walaupun rambutnya tidak dihiasi dengan bulu-bulu burung
rajawali atau tanda pengenal lainnya, orang bisa langsung tahu bahwa pemuda itu
adalah seorang kepala suku atau seorang prajurit yang terkenal. Raut wajahnya
yang terkesan dingin dan tampan sangat mirip dengan raut wajah orang Romawi.
Tulang pipinya tidak menonjol. Bibirnya kelihatan penuh tapi lembut dan dia
tidak berjenggot. Kulitnya berwarna coklat terang dan agak kemerah-merahan. Ya,
dialah Winnetou, sang kepala suku Apache, yang juga saudara sedarah saya.
Dia berdiri sejenak di ambang pintu. Matanya yang hitam menatap tajam, seperti
menyelidiki seluruh ruangan dan semua orang yang duduk di sana. Lalu dia duduk
di dekat kami, jauh dari kawanan pengacau yang terus menatap dia dengan penuh
keheranan. Sebenarnya saya sudah ingin melangkah ke depan untuk menyambut dan menyalaminya,
tetapi dia sama sekali tidak mempedulikan saya walaupun dia sendiri telah
melihat saya dan sudah sejak lama mengenal saya. Dia pasti mempunyai
pertimbangan tertentu. Karena itu saya kembali duduk dan berusaha bersikap acuh
tak acuh terhadapnya. Tampaknya dia segera memahami situasi yang sedang berkecamuk. Dia memicingkan
matanya sinis saat memandang ke arah para lawan kami. Ketika kami berdua duduk
dan menyimpan kembali revolver, dia tersenyum tapi sangat halus dan tidak
kentara. Wibawa yang terpancar dari kepribadiannya begitu besar sehingga setelah dia
masuk, suasana di dalam kedai menjadi hening seperti di dalam gereja. Suasana
tenang seperti ini membuat pemilik kedai mengira bahwa bahaya telah berlalu. Dia
menjulurkan kepala dari balik daun pintu yang hanya sedikit terbuka. Setelah
yakin bahwa tidak ada lagi yang perlu dicemaskan, baru dengan hati-hati dia
keluar menampakkan seluruh tubuhnya.
"Saya minta segelas bir, bir Jerman!" kata orang Indian itu dengan suara lantang
dan dalam lafal Inggris yang bagus dan lancar.
Para rowdy heran mendengarnya. Mereka saling merapatkan kepala dan mulai
berbisik-bisik. Dengan diam-diam mereka memandanginya. Ini pertanda bahwa mereka
sedang membicarakan sesuatu yang buruk terhadap dirinya.
Pemilik kedai datang membawa bir yang diminta. Orang Indian itu menerima,
mendekatkan gelas pada jendela yang agak terang, lalu memeriksa bir itu
sebentar, dan meminumnya.
"Well!" katanya kepada pemilik kedai sambil berdecak puas. "Bir Anda enak
rasanya. Manitou Agung dari orang kulitputih telah mengajarkan banyak
keterampilan kepada mereka. Teknik membuat bir ini adalah salah satu di
antaranya." "Orang akan segera percaya bahwa dia orang Indian asli!" saya berbisik pelan
kepada Old Death dan berlagak seolah-olah tidak mengenali Winnetou.
"Memang, dia seorang Indian! Seorang Indian yang hebat!" jawab si Tua dengan
pelan namun penuh tekanan.
"Anda mengenalinya" Pernahkah Anda bertemu atau melihatnya?"
"Melihatnya belum pernah. Tetapi saya mengenalinya dari bentuk tubuh, pakaian,
umur, dan yang paling jelas dari senjatanya. Senjata itu adalah Senapan Perak
yang sangat terkenal dan pelurunya belum pernah salah sasaran. Anda beruntung,
bisa berkenalan dengan kepala suku Indian yang termasyhur dari Amerika Utara
ini, Winnetou, kepala suku Apache. Dia seorang yang paling istimewa dari semua
orang Indian. Namanya diceritakan di setiap istana, di rumah-rumah perkampungan,
dan di setiap kemah. Dia seorang yang adil, cerdas, jujur, setia, penuh percaya
diri, berani dan mahir menggunakan semua senjata, dan tidak ada kepalsuan dalam
dirinya. Dia adalah sahabat dan pelindung semua orang yang membutuhkan
pertolongan, serta tidak memandang warna kulit, apakah orang itu kulitmerah atau
kulitputih. Dia terkenal di segenap penjuru Amerika bahkan di luar negeri
sebagai seorang pahlawan hebat dari daerah Barat."
"Tetapi bagaimana dia bisa berbicara bahasa Inggris begitu fasih dan memiliki
kepribadian seperti seorang gentleman kulitputih?" tanya saya kembali.
"Dia banyak bertualang di daerah Timur. Menurut cerita, ada seorang sarjana
berdarah Eropa yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam kurungan oleh orang-orang
Apache. Namun dia diperlakukan sangat baik selama dalam tahanan sehingga setelah
bebas, dia memutuskan untuk tetap tinggal bersama mereka dan mengajarkan orang
Indian tentang hidup damai. Dialah yang menjadi guru orang ini. Tetapi
pandangannya tentang cintakasih terhadap musuh rupanya tidak diterima lalu lama-
kelamaan dia akhirnya disingkirkan."
Dia menjelaskannya dengan suara yang sangat pelan, bahkan saya sendiri pun
hampir tidak mendengar apa-apa. Tetapi orang Indian yang duduk kira-kira lima
hasta jauhnya itu, berpaling ke arah teman baru saya dan berkata,
"Anda keliru, Old Death! Sarjana kulitputih itu datang kepada suku Apache dan
dia disambut dengan penuh keramahan. Dia kemudian menjadi guru Winnetou dan
mengajarinya agar menjadi orang yang berguna, yang bisa membedakan kesalahan
dari keadilan dan kebenaran dari kepalsuan. Dia tidak disingkirkan melainkan
sangat dihargai. Dia tidak berkeinginan kembali kepada orang kulitputih. Ketika
dia meninggal, kami memasang sebuah batu nisan di kuburnya dan menanam bunga di
sekelilingnya. Kini dia telah beralih ke padang perburuan abadi, tempat orang-
orang mati tidak lagi dibunuh dan mereka boleh menikmati kebahagiaan abadi di
hadapan Manitou. Di sanalah Winnetou akan bertemu dia kelak dan akan melupakan
semua dendam yang pernah ada di muka bumi."
Alangkah bahagianya Old Death karena dia pun dikenal oleh Winnetou. Wajahnya
memancarkan binar-binar kegembiraan, ketika dia menanyai orang asing itu,
"Sir, Anda mengenal saya" Sungguh?"
"Saya belum pernah melihat Anda, tetapi saya segera mengenali Anda begitu saya
masuk ke sini. Anda adalah seorang scout ulung yang namanya menggema hingga ke
Las Animas." Setelah selesai mengucapkan kalimat ini dia kembali berpaling. Selama berbicara
tampak wajahnya tidak menoleh kepada saya. Sekarang dia duduk diam dan kelihatan
termenung seorang diri. Hanya telinganya bergerak sebentar, sepertinya dia
menangkap suatu gelagat yang bakal terjadi.
Para rowdy masih terus berbisik-bisik di antara mereka lalu memandangi dia penuh
tanda tanya dan mengangguk-anggukkan kepala. Rupanya mereka telah menyusun suatu
rencana. Mereka tidak mengenal orang Indian ini, juga tidak bisa memastikan dari
tutur katanya, siapakah dia sebenarnya. Tapi mereka ingin membalas kekalahan
yang mereka derita dari kami. Karena itu mereka mau menunjukkan bahwa mereka
sangat membenci kulitmerah. Dalam hal ini mereka hendak menunjukkan bahwa saya
dan Old Death tidak mampu berbuat apa-apa untuk membela orang Indian itu, sebab
seandainya bukan kami yang dipermalukan, maka menurut aturan umum, kami harus
bersikap tenang dan hanya menonton bagaimana seorang lemah diperlakukan secara
tidak wajar. Maka tampillah salah seorang dari mereka, yakni orang yang tadi
bersitegang dengan saya. Dia berjalan pelan dengan gaya menantang ke arah orang
Indian itu. Saya mengeluarkan revolver dari saku lalu menaruhnya di atas meja
sehingga gampang diraih seandainya dibutuhkan.
"Tidak perlu," bisik Old Death kepada saya. "Seseorang seperti Winnetou bisa
membela diri melawan orang sebanyak dua kali jumlah rowdy ini."
Si rowdy tadi berdiri tegap di hadapan Winnetou dengan tangan mencekak pinggang.
Dia berkata, "Apa yang sebenarnya kamu cari di Matagorda sini, hai kulitmerah" Kami tidak
menerima orang biadab dalam masyarakat kami."
Winnetou tidak menghiraukan orang itu. Dia mengangkat gelasnya lalu minum
seteguk dan meletakkan kembali di atas meja. Lalu dia mendecak dengan lidahnya.
"Hei, keparat kulitmerah, kamu dengar apa yang saya katakan?" dia bertanya
lantang. "Saya ingin tahu, apa yang kamu kerjakan di sini. Kamu mengendap-endap
kemari guna mendengarkan semua pembicaraan kami dan memata-matai kami. Semua
kulitmerah bersekutu dengan Juarez, pembohong yang juga berkulitmerah. Tetapi
kami berpihak pada Kaisar Maximillian dan kami akan menggantung semua orang
Indian yang coba menghalang-halangi usaha kami. Jika kamu tidak ikut berseru
'Hiduplah Kaisar Maximillian!' maka kami akan segera melingkarkan tambang ke
lehermu!" Winnetou diam dan tidak berkata sedikit pun. Raut wajahnya tetap tidak berubah.
"Anjing, kamu mengerti maksud saya" Saya butuh jawaban!" seorang yang lain
berteriak penuh amarah, sambil mengepalkan tinjunya di atas bahu Winnetou.
Tiba-tiba Winnetou menengadahkan wajahnya ke atas dengan cepat.
"Mundur!" serunya dengan nada memerintah. "Saya tidak membiarkan jika seekor
coyote menggonggong saya seperti itu."
Coyote adalah nama yang diberikan kepada serigala prairie yang dikenal sebagai
hewan pengecut dan karena itu secara umum dianggap sebagai hewan yang sangat
memalukan. Orang Indian menggunakan kata makian ini jika mereka marah dan ingin
menghina lawannya. "Seekor coyote?" teriaknya. "Ini suatu penghinaan yang harus segera
dibalas." Dia mencabut revolver. Tetapi tiba-tiba terjadi sesuatu yang tidak dibayangkan
sebelumnya. Winnetou memukul jatuh senjatanya kemudian mencengkeram pinggang
orang itu, mengangkatnya ke atas lalu melemparkan tubuhnya ke luar jendela.
Tentu kaca jendela hancur dan jatuh bersama tubuhnya ke arah jalan.
Semuanya berlangsung begitu cepat. Seiring dengan bunyi pecahnya kaca, terdengar
pula lolongan anjing dan teriakan marah para sahabatnya. Ini menyebabkan suasana
di dalam ruangan menjadi hiruk-pikuk. Walaupun demikian
suara Winnetou mengatasi semua keributan itu. Dia maju mendekati kawanan itu dan
dengan tangan menunjuk ke jendela dia berkata,
"Ada lagi yang mau dilempar keluar" Katakanlah!"
Dia berdiri terlalu dekat dengan seekor anjing. Binatang itu hendak
menggigitnya, tetapi mendapat tendangan keras dari Winnetou sehingga akhirnya
merintih kesakitan di bawah kolong meja. Semua pengawas budak itu mundur
ketakutan dan tidak berani bersuara sedikit pun. Winnetou tidak memegang senjata
di tangan, tetapi kewibawaannya sangat memukau. Tidak seorang pun dari kawanan
itu yang mampu menentang dia. Orang Indian ini bagaikan seorang pawang binatang
dalam sirkus, yang masuk ke dalam arena pertunjukan dan mampu memaksa singa
serta harimau agar duduk hanya dengan sorot matanya.
Tiba-tiba pintu kembali terbuka. Pria malang yang tadi dilemparkan lewat
jendela, melangkah masuk. Wajahnya terluka akibat terkena pecahan kaca. Dia
mencabut pisau dan dengan teriakan penuh kemarahan dia maju menyerang Winnetou.
Orang Indian itu mengelak ke samping dan dengan cepat menangkap tangannya yang
menggenggam pisau. Lalu dia mencengkeram pinggang orang itu, seperti sebelumnya,
mengangkatnya tinggi-tinggi lalu membanting tubuhnya ke lantai. Seketika orang
itu langsung pingsan dan tidak bergerak. Tak seorang pun dari temannya yang
berancang-ancang membalas menyerang. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa, Winnetou
mengambil birnya dengan tenang dan meminumnya sampai habis. Kemudian dia
melambaikan tangan kepada pemilik kedai yang sebelumnya bersembunyi di balik
pintu menuju kamar karena ketakutan. Dia mengambil sebuah pundi-pundi kulit dari
sabuk senjatanya dan meletakkan sebuah benda kecil berwarna kekuning-kuningan di
tangan orang itu sambil berkata,
"Ambillah ini untuk pembayaran bir dan jendela yang rusak, Master Landlord! Anda
lihat sendiri, orang biadab seperti saya mau membayar birnya. Semoga Anda juga
menerima pembayaran serupa dari manusia-manusia beradab itu. Mereka tidak
menerima kulitmerah. Winnetou, sang kepala suku Apache, akan pergi dari sini,
tetapi bukan karena dia takut terhadap mereka melainkan karena dia tahu, pada
mukapucat hanya kulitnya saja yang putih, bukan jiwanya. Dan Winnetou tidak mau
bergabung bersama mereka."
Setelah mengambil senjatanya, dia keluar meninggalkan kedai tanpa memandang
seorang pun. Dia juga tidak memandang saya.
Sekarang para rowdy kembali bergerak. Tampaknya rasa ingin tahu mereka lebih
besar daripada rasa marah, malu, atau rasa prihatin terhadap nasib temannya yang
masih pingsan. Mereka menghampiri pemilik kedai dan bertanya tentang barang yang
baru saja diterimanya dari orang asing tadi.
"Sebutir nugget!" jawab pemilik kedai sambil memperlihatkan emas sebesar ibu
jari kepada mereka. "Sebutir nugget yang berharga paling kurang dua belas
dollar. Dan uang itu cukup untuk memperbaiki jendela yang rusak. Jendela itu
sudah tua dan lapuk serta banyak kacanya yang retak. Orang itu kelihatan
memiliki pundi-pundi yang penuh dengan butiran nugget!"
Para rowdy kesal dan iri karena seorang pria kulitmerah memiliki emas dalam
jumlah yang besar. Butiran nugget itu berpindah dari tangan ke tangan dan mereka
mencoba menaksir harganya. Kami menggunakan kesempatan ini untuk membayar
minuman lalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Sekarang, apa pendapat Anda tentang orang Apache itu, Master?" tanya saya
kepada Old Death ketika kami sudah berada di luar.
"Apakah ada orang Indian lain seperti dia" Pengacau-pengacau itu mundur
ketakutan di hadapannya, seperti tikus melihat kucing. Sayang saya tidak bisa
bertemu lagi dengannya. Sebenarnya kita bisa mengikuti dia, sebab saya ingin
tahu, apa yang dikerjakannya di sini. Selain itu apakah dia bermukim di luar
kota ataukah menginap di sebuah hotel. Dia pasti menambatkan kudanya di suatu
tempat, karena mustahil seorang Apache atau juga Winnetou bepergian tanpa
menunggang kuda. Tetapi terlepas dari semua itu, Sir, Anda tadi luar biasa.
Hampir-hampir saya mati ketakutan, karena berurusan dengan orang-orang seperti
itu bisa berakibat fatal. Tetapi ketika Anda membunuh anjing itu dengan sikap
tenang dan penuh percaya diri, saya lalu berpikir, tidak pantas lagi Anda terus
menyandang gelar greenhorn. Tetapi kini kita sudah berada di dekat hotel. Apakah
kita harus masuk sekarang" Lebih baik tunggu dulu. Seorang pemburu tua seperti
saya tidak suka mengurung diri di dalam kamar. Saya lebih senang jalan-jalan
dulu untuk menghirup udara di alam terbuka. Jadi marilah kita berjalan sedikit
lagi untuk mengelilingi kota Matagorda ini. Saya tidak tahu bagaimana kita bisa
mengisi waktu luang ini. Atau apakah Anda lebih suka bermain kartu?"
"Tidak. Saya tidak bisa bermain dan saya pun tidak ingin menjadi seorang pemain
kartu." "Bagus, anak muda! Di sini hampir setiap orang bermain kartu dan di Mexico lebih
parah lagi. Di sana bukan hanya suami dan istri melainkan juga segenap anggota
keluarga pun ikut bermain. Dan mereka sangat cepat meraih pisau. Mari kita
menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan! Setelah itu kita pergi makan lalu
tidur. Di daerah yang indah ini orang tidak pernah tahu, bagaimana dan di mana
orang bisa tidur pada malam hari."
"Tempat ini tentu saja tidak seburuk yang Anda gambarkan!"
"Jangan lupa, Sir, Anda sekarang berada di Texas dan situasi di sini tidak
sepenuhnya aman. Kita misalnya bisa berangkat ke Austin. Tetapi yang menjadi
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pertanyaan, apakah kita bisa tiba di sana dengan selamat. Kejadian-kejadian di
Mexico telah menyebarkan pengaruh yang luas hingga melewati Rio Grande. Sekarang
muncul banyak peristiwa yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Dan dalam situasi
seperti ini kita harus mengusut perkara Gibson. Apabila dia tiba-tiba berpikir
untuk membatalkan perjalanannya ke Austin dan singgah di suatu tempat, maka kita
pun terpaksa berbuat yang sama."
"Tetapi bagaimana kita tahu bahwa dia sudah turun dari kapal?"
"Kita harus bertanya. Kapal-kapal yang berlayar di Sungai Colorado biasanya
berlabuh agak lama. Di sini orang tidak terburu-buru seperti di Sungai
Mississippi atau di tempat lain. Jadi di setiap pelabuhan kita masih mempunyai
waktu seperempat jam untuk mengumpulkan keterangan. Tapi kita pun harus bersiap-
siap mendarat di suatu tempat, dimana tidak terdapat perumahan atau hotel, dan
kita pun harus bisa tidur di mana saja."
"Tetapi bagaimana dengan kopor saya?"
Dia tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan saya.
"Kopor, kopor!" serunya. "Membawa kopor dalam perjalanan adalah kebiasaan lama
dari zaman sebelum Nabi Nuh. Semua orang yang berakal sehat tidak akan mau
membawa banyak barang dalam perjalanan! Jika saya membawa semua barang yang saya
butuhkan untuk perjalanan dan petualangan saya, maka pasti saya tidak akan
berjalan sejauh ini. Anda hanya boleh membawa barang yang penting untuk saat
ini, yang lainnya bisa Anda beli kelak jika dibutuhkan. Barang-barang penting
apa saja yang tersimpan di dalam kopor Anda?"
"Baju, pakaian dalam, perlengkapan untuk merawat tubuh, beberapa helai baju
untuk menyamar, dan lain-lain."
"Barang-barang itu bagus, tetapi orang bisa mendapatkannya di setiap tempat. Apa
yang kita perlukan, bisa kita beli kelak. Anda cukup mengenakan sehelai baju
hingga baju itu usang lalu membeli yang baru. Perlengkapan untuk perawatan
tubuh" Jangan marah, Sir, tetapi sisir dan pembersih kuku, minyak rambut serta
sikat untuk janggut dan sejenisnya hanya menghambat diri Anda sendiri. Lalu
pakaian untuk menyamar" Pakaian itu dulu mungkin berguna, tapi sekarang barang
itu tidak dibutuhkan lagi. Di sini Anda tidak perlu menyamar dengan rambut
palsu. Ide-ide gila seperti ini tidak mendukung usaha Anda. Yang berlaku di sini
adalah segera bertindak jika bertemu Gibson. Dan... "
Dia masih berdiri, memperhatikan saya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki,
lalu tersenyum kecil dan berkata,
"Melihat penampilan Anda saat ini, lebih baik Anda masuk ke salon wanita atau
tampil di atas panggung teater. Tapi Texas bukan salon kecantikan atau teater.
Bisa saja setelah dua atau tiga hari baju Anda sudah compang-camping dan topi
silinder yang indah itu telah menjadi pipih seperti akordeon. Anda tahu, ke mana
Gibson akan melarikan diri" Menetap di Texas rasanya bukanlah rencananya. Dia
ingin menghilang dan pasti dia sudah melewati perbatasan Amerika. Karena dia
mengambil jurusan itu, kita bisa menduga bahwa dia memilih Mexico sebagai tujuan
pelariannya. Dia bisa bersembunyi di negara yang tengah dilanda kemelut politik
itu. Dan tidak ada seorang pun, juga polisi, yang akan membantu Anda untuk
menemukan dia dalam situasi seperti ini."
"Barangkali Anda benar. Tetapi saya pikir, apabila dia sungguh-sungguh hendak
pergi ke Mexico, maka dia pasti sudah berangkat ke salah satu pelabuhan di
sana." "Mustahil! Dia harus secepatnya meninggalkan New Orleans dan dia terpaksa
menumpang kapal apa saja yang berlayar lebih dulu. Selain itu pelabuhan-
pelabuhan di Mexico berada di bawah kekuasaan orang Perancis. Barangkali Anda
tahu apakah dia bersahabat dengan orang-orang Perancis itu" Rupanya tidak ada
pilihan lain baginya, dia harus menempuh jalan darat dan berusaha sedapat
mungkin agar tidak dipergoki orang di tempat-tempat yang ramai. Jadi sangat
mungkin, dia tidak sampai ke Austin melainkan sudah turun dari kapal di
pelabuhan sebelumnya. Lalu dia pergi ke Rio Grande, tentu saja dengan berkuda,
melewati daerah yang gersang itu. Apa Anda mau menyusul dia ke sana dengan semua
kopor sambil mengenakan topi silinder dan jas mahal ini" Jika itu rencana Anda,
maka saya harus menertawakan Anda."
Saya tahu, dia memang benar. Tetapi sekedar untuk bergurau, saya pura-pura
bersungut-sungut ketika menanggalkan pakaian. Dia kemudian menepuk-nepuk pundak
saya sambil tertawa dan berkata,
"Jangan menyesal karena harus melepaskan pakaian itu. Bukankah pakaian itu tidak
praktis" Mari kita pergi ke toko dan menjual semua barang bekas ini lalu mencari
pakaian lain buat Anda. Anda harus memakai pakaian berburu yang kuat dan tahan
lama. Dalam perhitungan saya, Anda punya cukup uang untuk itu,
bukan?" Saya mengangguk. "Kalau begitu apa lagi yang harus Anda pikir" Buanglah semua barang rombengan
ini! Anda juga bisa menunggang kuda dan menembak, bukan?" Saya kembali
mengiyakan. "Anda harus memiliki seekor kuda. Tetapi kita tidak bisa membeli kuda di daerah
pesisir seperti ini. Di sini tidak ada kuda yang bagus dan harganya pun mahal.
Di daerah pedalaman para petani bisa menjual kudanya kepada Anda, tapi tanpa
pelana. Perlengkapan itu harus dibeli di sini."
"Ya ampun! Jadi saya harus bepergian sambil terus memikul pelana di punggung
seperti Anda?" "Ya, kenapa tidak" Apakah Anda malu dilihat orang" Siapa yang merasa terganggu
jika saya memikul pelana" Tidak seorang pun! Jika saya mau, saya bahkan bisa
berkeliling sambil memikul sofa, biar sesekali saya bisa beristirahat di
atasnya, entah di padang prairie atau di hutan belantara. Dan siapa yang berani
menertawakan saya akan menerima hadiah sebuah tonjokan di hidungnya, biar
matanya berkunang-kunang. Kita hanya boleh merasa malu jika melakukan sesuatu
yang tidak benar atau sesuatu yang kekanak-kanakan. Jika kita menduga bahwa
Gibson dan William telah mendarat di suatu tempat, membeli kuda lalu menghilang,
maka Anda baru mengerti betapa pentingnya memiliki sebuah pelana. Lakukan apa
yang Anda suka. Tetapi jika Anda ingin agar saya tetap bersama Anda, maka
turutilah nasehat saya. Jadi sekarang putuskan segera!"
Tanpa menunggu jawaban dari saya, dia meraih tangan, membalikkan tubuh saya dan
menunjukkan sebuah bangunan yang merupakan toko besar. Di atasnya terpampang
tulisan "Store for all things". Dia menarik saya masuk, lalu dengan agak keras
saya didorong ke dalam sampai-sampai saya tersandar pada beberapa barang yang
dipajang. Dia sendiri masuk dengan perlahan-lahan.
Ternyata papan nama di depan tadi sesuai dengan isi toko. Toko itu sangat besar
dan di sana dijual semua barang yang sangat dibutuhkan orang di daerah ini,
termasuk pelana dan senapan.
Kejadian berikutnya sungguh sangat unik. Saya berdiri di sana seperti seorang
anak sekolah yang berada di pasar malam bersama ayahnya. Dia malu-malu
mengungkapkan keinginannya tetapi pada akhirnya harus menerima saja apa yang
dicarikan oleh ayahnya. Begitu tiba di sana Old Death langsung membuat
kesepakatan dengan pemilik toko bahwa kami boleh menukar baju yang sedang saya
pakai dan semua isi kopor saya dengan apa yang ingin kami beli. Orang itu setuju
dan segera menyuruh storekeeper pergi mengambil kopor saya. Setelah pelayan
tersebut kembali, semua barang itu ditaksir harganya. Lalu Old Death mulai
mencarikan segala sesuatu yang penting buat saya. Saya mendapat sebuah celana
kulit berwarna hitam, sepasang sepatu tinggi dengan penggertaknya, sebuah kemeja
wol berwarna merah, sebuah rompi yang juga berwarna merah dengan banyak saku,
sehelai syal berwarna hitam, sebuah baju polos dari kulit
rusa, sabuk senjata dari kulit kira-kira selebar dua telapak tangan dan tentu
dengan saku di dalamnya, kantong untuk peluru, tempat tembakau, pipa untuk
merokok, kompas, dan sekitar dua puluh perlengkapan kecil lainnya. Dia juga
membeli kain lap kaki sebagai pengganti kaus kaki, sebuah topi sombrero yang
lebar, selimut wol yang dilubangi di tengahnya sebagai tempat masuknya kepala,
seutas laso, tabung penyimpan mesiu, pemantik, sebilah pisau Bowie, pelana yang
dilengkapi dengan saku, dan tali kekang. Lalu kami pergi mencari senjata. Old
Death bukan seorang yang suka barang-barang modern. Dia menyingkirkan semua
barang keluaran terbaru dan lebih suka memilih sebuah bedil tua yang sama sekali
tidak saya perhatikan sebelumnya. Setelah senjata itu ditelitinya dengan
seksama, dia mengisinya dengan peluru. Dia keluar sebentar dari toko dan
membidik ujung atap sebuah rumah yang terletak di kejauhan. Tembakannya tepat.
"Well!" angguknya puas. "Alat ini berfungsi baik. Pasti senjata ini dirawat
dengan baik dan dia lebih berharga daripada pakaian rombengan Anda. Saya sangat
yakin, senjata ini dibuat oleh seorang yang ahli dan saya berharap, semoga Anda
nanti bangga menggunakan hasil karyanya ini. Kini kita masih harus membeli
cetakan peluru, setelah itu lengkaplah semua kebutuhan kita. Kita pun bisa
membeli timbal di sini. Lalu kita pulang ke rumah dan membuat campuran bahan
peledak yang nantinya akan dipakai untuk mengejutkan orang-orang di Mexico."
Setelah itu saya masih membeli beberapa barang kebutuhan kecil seperti sapu
tangan dan lain-lain. Tentu saja Old Death tidak suka karena menganggapnya
berlebihan. Lalu saya menuju ke ruangan di sebelahnya untuk berganti pakaian.
Ketika saya kembali, si Tua memandang saya dengan puas.
Dalam hati saya berharap semoga dialah yang memikul pelana kuda yang baru
dibeli. Ternyata tidak! Dia menaikkan barang-barang itu ke punggung saya dan
mendorong saya ke luar. "Baiklah," katanya setelah kami tiba di luar. "Sekarang dengarlah, Anda tidak
perlu merasa malu! Setiap orang yang berakal sehat pasti akan menganggap Anda
sebagai orang yang bijaksana. Dan tutuplah telinga Anda terhadap komentar orang-
orang yang tidak waras!"
Sekarang saya tidak lagi berharap pada Old Death dan terpaksa harus memikul
sendiri beban berat itu sampai ke hotel. Sementara itu dia berjalan dengan
bangga di samping saya dan merasa senang karena saya bisa memikul barang
sendiri. Ketika kami tiba di 'hotel', dia segera beristirahat. Sedangkan saya sendiri
pergi ke luar mencari Winnetou. Bisa dibayangkan betapa bahagianya hati ketika
saya melihat Winnetou di kedai minum tadi. Pada saat itu saya harus menahan diri
untuk tidak mendekatinya. Tetapi bagaimana dia bisa datang ke Matagorda dan apa
yang sedang dicarinya di sini" Mengapa dia berbuat seolah-olah tidak mengenali
saya" Pasti dia mempunyai alasan tertentu. Tapi apa"
Saya ingin berbicara dengan dia dan dia pun pasti mempunyai keinginan yang sama.
Barangkali dia menunggu saya di suatu tempat. Karena sudah mengenal
kebiasaannya, saya tidak sulit mencarinya. Tentu saja dia sudah mengamati kami
dan melihat kami masuk hotel. Jadi dia pasti berada di sekitar hotel ini. Saya
pergi ke bagian belakang hotel yang berbatasan dengan sebidang tanah kosong.
Ternyata benar! Di kejauhan, sekitar beberapa ratus langkah, saya melihat dia
sedang bersandar pada sebatang pohon. Setelah melihat saya datang, dia beranjak
dari tempat itu lalu berjalan pelan masuk ke hutan. Tentu saja saya mengikutinya
ke sana. Di bawah naungan pohon dia menunggu saya lalu menyambut kedatangan saya
dengan wajah berseri-seri.
"Scharlih, saudaraku terkasih!" katanya bahagia. "Betapa senangnya hati saya
karena bisa bertemu lagi dengan kamu! Ibarat kegembiraan sang fajar menyongsong
mentari yang menampakkan diri setelah malam yang gelap!"
Dia merangkul dan mencium saya. Saya menjawabnya,
"Sang fajar pasti tahu, mentari akan terbit lagi. Sedangkan kita berdua tidak
bisa memastikan sebelumnya bahwa kita akan bertemu lagi di sini. Saya sungguh
merasa bahagia karena bisa mendengar lagi suaramu!"
"Apa alasanmu datang ke kota ini" Adakah suatu urusan penting yang harus
dikerjakan di sini atau kamu hanya singgah sebentar di Matagorda sebelum
meneruskan perjalananmu ke tempat kami di Rio Pecos?"
"Saya memikul suatu tugas yang harus diselesaikan. Itulah sebabnya saya datang
kemari." "Maukah saudaraku kulitputih mengatakan kepadaku tentang tugas itu" Dan
menceritakan kepadaku, di mana dia berada selama ini, terutama setelah kita
berpisah di seberang Red River?"
Dia menarik tangan saya dan berjalan agak ke tengah hutan. Di sana kami lalu
duduk berdampingan dan saya mulai menceritakan semua peristiwa yang saya alami.
Ketika saya selesai bercerita, dia mengangguk-anggukkan kepala sambil berpikir
dengan sungguh-sungguh. Kemudian katanya,
"Dulu kita bersama-sama mengukur jalan untuk kuda-api supaya kamu bisa
mendapatkan banyak uang. Sayang badai hurricane telah menenggelamkan semua
uangmu. Apabila dulu kamu tetap tinggal bersama prajurit-prajurit Apache yang
hingga kini masih tetap mencintaimu, pasti kamu tidak akan membutuhkan uang
tersebut. Tapi sekurang-kurangnya kamu telah bertindak tepat karena tidak
berangkat ke St. Louis untuk menanti saya di tempat Mr. Henry, karena saya tidak
pernah datang lagi ke sana."
"Apakah engkau telah menangkap Santer, sang pembunuh itu?"
"Tidak. Roh jahat masih melindunginya dan Manitou yang agung dan baik telah
membiarkannya lolos dari tangan saya. Dia lalu pergi ke tempat tentara-tentara
negara Selatan dan menghilang di sana. Mata saya memang tidak lagi mengawasinya
di antara ribuan orang itu, tetapi dia tidak akan lolos dari saya! Saya tidak
akan pulang ke Rio Pecos sebelum menghukumnya. Selama musim dingin para prajurit
kami berkabung atas kematian Intschu tschuna dan adik perempuan saya. Setelah
itu saya harus membuat perjalanan jauh untuk mengunjungi suku-suku Apache dan
membatalkan rencana mereka untuk pergi ke Mexico dan mengambil bagian dalam
peperangan di sana. Pernahkah saudaraku mendengar tentang Juarez, presiden
berkulitmerah itu?" "Ya." "Siapa yang berada di pihak yang benar, dia atau Napoleon?"
"Juarez." "Saudaraku mempunyai pendirian yang sama seperti saya. Tetapi tolong jangan
tanyakan kepada saya, apa yang saya kerjakan di Matagorda ini! Bahkan terhadap
kamu pun saya harus menutup mulut, sebab saya telah membuat janji dengan Juarez
ketika saya bertemu dengan dia di El Paso del Norte. Jadi setelah ini apakah
kamu akan terus mengejar kedua mukapucat itu?"
"Saya harus mengejar mereka. Betapa senangnya hati saya jika engkau menemani
saya dalam tugas ini! Apakah hal ini mungkin?"
"Tidak. Saya harus menyelesaikan suatu tugas yang sama pentingnya seperti
tugasmu. Hari ini saya masih tinggal di sini, tetapi besok saya akan berlayar ke
La Grange. Dari sana saya melanjutkan perjalanan ke Rio Grande del Norte melalui
benteng Inge." "Kalau begitu kita akan berlayar dengan kapal yang sama. Hanya saya tidak tahu
sampai sejauh mana engkau akan berlayar. Tetapi besok kita masih bisa bersama-
sama lagi." "Tidak." "Tidak" Mengapa tidak?"
"Karena saya tidak mau menyeret saudaraku dalam urusan saya. Karena alasan ini
pula, maka dulu saya berlagak pura-pura tidak mengenal kamu. Selain itu karena
Old Deathlah, maka saya tidak mau berbicara dengan kamu."
"Kenapa dia" Ada apa?"
"Apakah dia tahu bahwa kamu adalah Old Shatterhand?"
"Tidak. Nama itu tidak pernah disebut-sebut dalam pembicaraan kami."
"Tetapi dia mengenal nama itu. Selama ini kamu hanya berada di daerah Timur
sehingga kamu tidak tahu betapa sering orang membicarakan namamu di daerah
Barat. Old Death tentu pernah mendengar nama Old Shatterhand. Tapi rupanya dia
lebih menganggapmu sebagai seorang greenhorn."
"Benar apa yang engkau katakan."
"Kelak dia akan sangat terkejut kalau akhirnya tahu, siapa sebenarnya greenhorn
yang satu ini. Dan saya tidak ingin merugikan kamu gara-gara hal ini. Karena itu
kita akan berangkat sekapal tetapi kita tidak boleh berbicara satu sama lain.
Setelah kamu menangkap Ohlert dan penyanderanya, baru kita bisa menghabiskan
lebih banyak waktu bersama-sama. Kamu akan mengunjungi kami lagi, bukan?"
"Tentu saja!" "Kalau begitu sekarang kita harus berpisah, Scharlih. Di tempat ini ada beberapa
mukapucat yang juga sedang menanti saya."
Dia lalu berdiri. Saya menghargai sikapnya untuk menutup rapat-rapat rahasia
yang dipegangnya. Kemudian saya berpisah darinya... semoga hanya untuk waktu
yang singkat. Keesokan harinya kami menyewa dua kuda bagal lalu memacunya menuju gosong. Di
sana bersandar sebuah kapal yang sedang menunggu penumpang. Pelana dinaikkan ke
atas punggung kuda sehingga kami tidak perlu repot-repot memikulnya.
Kapal ini berbentuk datar dan dibangun menurut konstruksi Amerika. Banyak
penumpang sudah berjejal di atasnya. Sambil memikul pelana di punggung, kami
naik melewati tangga menuju ruang penumpang. Pada saat itu terdengar seseorang
berteriak, "By Jove! Lihatlah, ada sepasang keledai berkaki dua sedang naik ke kapal sambil
memikul pelana! Apakah kalian pernah melihat hal seperti itu" Ayo minggir, beri
mereka jalan! Biarkan mereka masuk ke ruang bawah. Binatang-binatang seperti
mereka tidak pantas berada bersama para gentlemen seperti kita!"
Kami mengenal suara itu. Ruang terbaik di atas kapal, yang ditutupi dengan atap
kaca, memang ditempati oleh para rowdy yang kemarin membuat keributan dengan
kami di kedai. Orang yang suka berteriak-teriak kemarin, yang rupanya menjadi
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pemimpin gerombolan itu, menyambut kami dengan kata-kata penuh penghinaan. Saya
memandang Old Death. Tetapi karena dia tidak mengindahkan penghinaan tersebut,
saya pun hanya diam saja, seakan-akan tidak mendengarnya
sama sekali. Kami lalu mengambil tempat di hadapan orang-orang itu dan
menyorongkan pelana ke bawah tempat duduk.
Old Death duduk dengan tenang. Dia mengeluarkan revolvernya dari saku,
menimangnya lalu meletakkan benda itu di sampingnya. Saya pun berbuat yang sama
untuk berjaga-jaga. Para pengacau itu merapatkan kepala satu sama lain dan
berunding, tapi mereka tidak berani lagi mengeluarkan kata-kata penghinaan.
Semua anjingnya masih setia menunggui mereka, tapi tentu saja jumlahnya sudah
berkurang satu. Pemimpinnya memandang kami dengan tatapan yang sangat memusuhi.
Tubuhnya masih bungkuk akibat kejadian kemarin, di mana dia dilempar oleh
Winnetou keluar jendela dan setelah itu mendapat pukulan keras darinya. Di
wajahnya pun masih terlihat bekas luka akibat pecahan kaca.
Nahkoda datang dan menanyai kami, sampai kemana kami akan berlayar. Old Death
menyebut daerah Columbus dan kami membayar tiket hingga ke tempat itu. Jika kami
mau, di sana kami bisa membeli tiket untuk perjalanan selanjutnya. Tetapi Old
Death berpendapat, Gibson pasti tidak akan berlayar sampai ke Austin.
Lonceng kapal sudah berbunyi dua kali ketika seorang penumpang datang. Dan orang
itu adalah... Winnetou. Dia menunggang seekor kuda pacuan Indian yang sangat
gagah dan baru turun dari kudanya setelah tiba di atas geladak kapal. Dia
kemudian menuntun hewan itu ke bagian buritan. Di sana disediakan tempat khusus
untuk menambatkan kuda. Tempat itu dilengkapi dengan papan penahan setinggi
bahu. Lalu tanpa mempedulikan siapa pun, dia duduk bersandar pada pagar pengaman
di bagian buritan. Para rowdy mengamati semua gerak-geriknya. Mereka berdehem-
dehem lalu batuk-batuk keras untuk memancing perhatiannya. Tetapi gagal. Sambil
bertopang di atas senjatanya, dia duduk tenang dengan posisi agak menyamping dan
kelihatannya sama sekali tidak menanggapi suara mereka.
Sekarang lonceng kapal dibunyikan untuk terakhir kali. Kapal itu masih menunggu
beberapa saat, barangkali masih ada penumpang yang datang. Kemudian roda-roda
kapal berputar dan kapal pun mulai bergerak maju.
Perjalanan kami tampaknya aman. Di atas kapal semuanya tenang hingga kami tiba
di Wharton. Di sana hanya ada seorang penumpang yang turun tetapi sebagai
gantinya banyak penumpang yang naik. Old Death turun ke darat selama beberapa
menit untuk bertanya tentang Gibson kepada seorang agen kapal. Dia mendapat
keterangan bahwa kedua orang yang dimaksud tidak mendarat di tempat itu.
Keterangan yang sama juga diperolehnya di Columbus. Karena itu kami harus
membayar tiket ekstra dari Columbus ke La Grange. Jarak dari Matagorda ke
Columbus ditempuh kapal dalam waktu yang kira-kira sama dengan lima puluh jam
jika orang berjalan kaki, sehingga ketika kami tiba di sana, hari sudah petang.
Selama kurun waktu itu Winnetou hanya sekali saja meninggalkan tempat duduknya,
yakni untuk memberi kudanya air minum dan biji jagung.
Kelihatannya para rowdy sudah melupakan rasa dendamnya terhadap Winnetou dan
terhadap kami. Begitu ada penumpang baru yang naik, mereka segera mendekatinya.
Biasanya mereka tidak disambut ramah oleh orang itu. Tapi mereka lalu mulai
menjual idenya yang menentang penghapusan sistem perbudakan. Mereka bertanya
tentang pendapat pribadi orang tersebut dan memaki orang yang tidak sepaham
dengan mereka. Kata-kata umpatan seperti "Terkutuklah orang-orang republik",
"Paman orang Negro", "Budak yankee" dan makian lain yang lebih keras keluar dari
mulut mereka. Akibatnya, tentu orang-orang itu menarik diri dan tidak mau
berurusan dengan mereka. Itu juga yang menjadi alasan mengapa mereka kemudian
bergabung dengan kami. Para rowdy tidak berhasil mendapatkan dukungan untuk
menentang kami. Seandainya ada lebih banyak pendukung sesessionis di atas kapal,
pasti suasana tenang itu akan berubah menjadi gaduh.
Di Columbus banyak penumpang yang turun, tapi pada waktu itu banyak pula
penumpang yang naik, yang rupanya suka membuat huru-hara. Mereka adalah
segerombolan pemabuk, yang jumlahnya sekitar lima belas orang. Mereka berjalan
terhuyung-huyung melewati pagar pengaman, sehingga menimbulkan kesan yang sangat
jelek. Mereka disambut oleh kaum rowdy dengan sorak gembira, sedang para
penumpang yang baru naik itu langsung bergabung dengan mereka. Dalam waktu
singkat makin terasa bahwa keributan di atas kapal bertambah. Orang-orang bejat
itu langsung duduk tanpa bertanya terlebih dulu apakah penumpang lain merasa
terganggu atas kehadiran mereka. Mereka bahkan berdesak-desakan di antara para
penumpang yang sudah duduk tenang di sana, lalu berbuat seakan-akan hendak
menunjukkan bahwa merekalah yang berhak duduk di tempat itu. Kapten kapal
membiarkan mereka bertindak semaunya. Mungkin dia berpendapat, yang terbaik
adalah tidak mempedulikan mereka sejauh mereka tidak mengganggu jalannya kapal,
dan dia membiarkan penumpang lain membela diri terhadap kelompok pengacau itu.
Kapten itu tidak berpakaian seperti yankee. Tubuhnya kekar dan dia tidak
kelihatan seperti orang Amerika. Wajahnya selalu dihiasi senyum. Saya sangat
yakin, orang itu keturunan Jerman.
Sejumlah besar pendukung aliran sesessionisme itu kemudian pergi ke restoran
kapal. Dari sana terdengar teriakan yang memekakkan telinga. Terdengar pula
botol-botol minuman yang dipecahkan. Tidak lama kemudian seorang pria kulithitam
yang bekerja sebagai pelayan restoran berlari ke luar sambil menjerit keras. Dia
naik ke ruang kapten dan mengadu dengan keluhan yang kedengaran
tidak jelas. Saya hanya mendengar sepintas, dia baru saja dicambuki dan diancam
akan digantung pada salah satu cerobong asap di kapal.
Kini sang kapten menunjukkan wajah serius. Dia memeriksa sebentar, apakah kapal
berlayar pada posisi yang benar, lalu turun ke bawah menuju restoran. Dari depan
datanglah kondektur menghampirinya. Keduanya bertemu di dekat kami sehingga kami
turut mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
"Capt'n," lapor kondektur "Kita tidak boleh terus berdiam diri. Orang-orang itu
sedang merencanakan sesuatu yang jahat. Suruh orang Indian itu turun ke darat!
Mereka ingin menggantungnya, karena kemarin dia memukul salah seorang dari
mereka. Selain itu ada juga dua mukapucat di sini, hanya saya tidak tahu siapa
yang dimaksud. Mereka pun akan dianiaya karena mereka juga berada bersama dia
kemarin. Kedua orang itu dituduh sebagai mata-mata Juarez."
"Astaga! Kalau begitu keadaannya kini sudah gawat! Di mana kedua orang itu?" dia
memandang sekeliling untuk mencari.
"Kami ada di sini, Sir," saya menjawab lalu berdiri dan menghampirinya.
"Anda" Jadi Anda berdua adalah mata-mata Juarez" Oh... hancurlah kapal ini!"
katanya sambil menatap saya dengan tajam.
"Saya bukan mata-mata! Saya seorang Jerman dan saya tidak mau mencampuri urusan
politik negara kalian."
"Orang Jerman" Kalau begitu kita sebangsa. Saya dilahirkan di Neckar. Saya tidak
membiarkan sesuatu terjadi pada diri Anda. Karena itu saya segera merapatkan
kapal ke tepi supaya Anda bisa menyelamatkan diri ke tempat yang aman."
"Saya tidak mau turun dari kapal! Saya harus meneruskan perjalanan dengan kapal
ini dan saya tidak mau membuang-buang waktu."
"Sungguh" Rasanya itu bukan sikap yang bijaksana... tetapi tunggu sebentar!"
Dia pergi menghampiri Winnetou dan mengatakan sesuatu kepadanya. Orang Apache
itu mendengar dengan penuh perhatian lalu menggeleng-gelengkan kepala dengan
tegas dan segera membalikkan tubuhnya. Kapten itu kembali ke tempat kami dengan
wajah kecewa lalu berkata,
"Sudah saya duga sebelumnya. Kulitmerah memang keras kepala. Orang Indian itu
pun tidak mau turun dari kapal."
"Jika demikian, dia beserta kedua mukapucat ini akan binasa, sebab pengacau-
pengacau itu akan membunuh mereka," kata kondektur dengan cemas. "Kita hanya
beberapa orang, karena itu kita tidak mampu berbuat apa-apa melawan kelompok
sebesar itu." Kapten kapal menunduk termenung. Tetapi kemudian terbayang senyum jenaka di
wajahnya, sepertinya dia telah menemukan jalan keluar yang tepat. Dia berpaling
kepada kami dan berkata, "Saya akan memperdayai orang-orang itu dengan satu permainan yang tak akan
mereka lupakan seumur hidup. Tetapi kalian semua harus berbuat sesuai dengan
perintah saya. Dan jangan sekali-kali menggunakan senjata. Simpanlah semua
senapan kalian di bawah tempat duduk di dekat pelana. Memberikan perlawanan
hanya akan membuat suasana bertambah keruh."
"All devils! Jadi apakah kami harus membiarkan diri disiksa, Master?" tanya Old
Death penasaran. "Tidak. Engkau melawan tetapi dengan sikap pasif! Pada saat yang tepat siasat
ini akan berfungsi baik. Kita akan menceburkan bedebah-bedebah itu ke dalam air
dingin. Percayakan semuanya kepada saya! Tidak ada waktu lagi untuk penjelasan
lebih rinci. Lihat, mereka sudah datang mendekat."
Benar, gerombolan itu kini naik dari restoran. Kapten segera berbalik
meninggalkan kami dan membisikkan perintah kepada kondektur. Dengan segera
kondektur bergegas mendatangi juru mudi kapal. Di samping juru mudi berdiri dua
orang anak buah kapal. Tidak lama kemudian saya melihat orang itu mendekati
kelompok penumpang yang dari tadi tidak terlibat dalam huru-hara dan membisikkan
beberapa petunjuk kepada mereka. Saya tidak bisa terus memperhatikan dia karena
saya dan Old Death lebih disibukkan oleh kaum sesessionis yang mendekat. Hanya
sejauh yang saya perhatikan, sepuluh menit sesudahnya para penumpang itu
bergerak dan berkumpul bersama di buritan kapal.
Sambil meninggalkan restoran dalam keadaan mabuk, pengacau-pengacau itu datang
mengepung kami berdua. Seperti petunjuk kapten, kami sudah melepaskan senjata
kami. "Ini dia orangnya!" seru pemimpinnya sambil menunjuk saya. "Seorang mata-mata
dari negara Utara yang berpihak pada Juarez. Kemarin dia masih berkeliling
dengan mengenakan pakaian a la gentleman. Hari ini dia sudah memakai pakaian
berburu. Untuk apa dia harus mengubah penampilannnya" Anjing saya dibunuhnya dan
kedua orang ini mengancam kita dengan revolver kemarin."
"Benar, dia seorang mata-mata!" teriak teman-temannya yang lain bersahut-
sahutan. "Buktinya dia telah mengganti pakaiannya untuk menyamar. Dan dia orang
Jerman. Bentuklah sebuah dewan pengadilan. Dia harus segera digantung! Hancurlah
negara-negara Utara, orang-orang yankee dan para pengikutnya!"
"Apa yang terjadi di situ, gentlemen?" seru kapten dari atas. "Saya menginginkan
suasana tenang dan tertib di atas kapal. Jangan mengganggu penumpang lain!"
"Diam!" bentak seorang dari antara mereka. "Kami juga menginginkan suasana
tenang dan kami akan berusaha menciptakannya. Apakah Anda berpikir, mengangkut
seorang mata-mata di atas kapal termasuk kewajiban Anda?"
"Saya mempunyai kewajiban untuk mengantar semua orang yang sudah membayar tiket.
Seandainya ada pemimpin sesessionis datang kepada saya, mereka pun boleh
menumpang kapal, asalkan mereka membayar tiket dan menunjukkan etiket baik.
Itulah prinsip yang saya pegang. Dan jika kalian melanggar aturan ini dengan
perilaku yang meresahkan, maka saya akan menurunkan kamu ke darat dan kalian
bisa mencari jalan sendiri untuk sampai ke Austin."
Mereka menanggapinya dengan gelak tawa sinis. Sementara itu, saya dan Old Death
semakin dikurung sehingga kami tidak lagi merasa tenang. Tentu saja kami
menentangnya, tapi suara kami tertelan oleh teriakan hiruk-pikuk kawanan itu.
Mereka lalu mendorong kami dari tempat itu ke geladak atas, sampai ke tempat
cerobong asap. Pada tiang itu kami akan diikat. Di sana terlihat beberapa cincin
besi dan di bawahnya tergantung tali yang besar, yang tampaknya sangat praktis
untuk menggantung seseorang. Orang hanya perlu meregangkan tali itu dan
mengalungkannya ke leher kami, supaya kami terangkat ke atas. Di tempat itu
dibentuk sebuah barisan melingkar dan sebuah dewan pengadilan yang akan
memutuskan tentang nasib kami. Dewan pengadilan seperti ini hanya membuat orang
tertawa lucu. Saya yakin, keparat-keparat itu tidak akan bertanya, mengapa kami
hanya diam bergeming dan tidak melawan. Mereka tahu bahwa kami memiliki pisau
dan revolver, walaupun kami tidak menggunakannya. Tentu ada alasan di baliknya.
Old Death berjuang keras supaya tetap kelihatan tenang. Berkali-kali tangannya
bergerak meraba sabuk senjatanya untuk mencabut senjata. Tapi begitu tatapan
matanya beradu dengan kapten, sang kapten memberikan isyarat melarang.
"Baiklah," kata Old Death kepada saya dalam bahasa Jerman supaya orang-orang itu
tidak paham. "Saya akan menurut. Tetapi jika mereka bertindak berlebihan, maka
dalam semenit kedua puluh empat peluru kita akan bersarang di tubuh mereka. Anda
boleh menembak jika saya lebih dulu memulainya!"
"Kalian dengar itu?" teriak seorang rowdy yang sering disebut-sebut sebelumnya.
"Mereka berbicara dalam bahasa Jerman. Kini terbukti bahwa
keduanya adalah Dutchmen terkutuk dan mereka termasuk kelompok yang paling gigih
membela negara Utara. Apa yang ingin mereka lakukan di Texas ini" Mereka adalah
mata-mata dan pengkhianat. Maka kita jangan mengulur-ulur waktu untuk mengadili
mereka!" Usul itu diterima dengan sorak yang riuh rendah. Kapten memberikan mereka sebuah
peringatan keras, tetapi mereka malahan menertawakannya. Lalu mereka berunding,
siapakah yang harus digantung lebih dulu, Winnetou ataukah kami. Mereka
memutuskan untuk mendahulukan Winnetou. Maka pemimpinnya mengirim dua orang
untuk menjemput orang Indian itu.
Karena dikelilingi oleh orang banyak, kami tidak bisa melihat Winnetou. Tapi
tiba-tiba terdengar sebuah jeritan keras. Rupanya Winnetou memukul jatuh seorang
di antara kedua perusuh itu dan menceburkan yang lainnya ke dalam air. Kemudian
dia masuk bersembunyi di dalam kabin kondektur yang terletak di ruang mesin.
Ruangan ini memiliki jendela kecil dan dari celah kecil ini tampak ujung senapan
Winnetou menyembul keluar. Tentu saja ulahnya ini membuat suasana menjadi ribut.
Semua berlari ke sisi kapal dan orang berteriak agar si kapten menyuruh
seseorang turun ke air menggunakan sekoci penolong untuk menyelamatkan pria yang
sial itu. Dia menurut dan segera memberikan tanda kepada seorang anak buah
kapal. Orang itu melompat ke atas sekoci penolong, melepaskan tali dari
gantungannya lalu segera mendayung ke tempat korban. Syukurlah pria naas itu
bisa berenang sedikit dan berjuang supaya tidak tenggelam.
Saya berdiri sendirian bersama Old Death. Untuk sementara para rowdy sudah lupa
pada rencananya untuk menggantung kami. Kami melihat, tatapan juru mudi kapal
dan semua anak buah kapal tertuju kepada sang kapten. Dia melambaikan tangannya
supaya kami mendekat lalu berkata dengan suara lirih,
"Perhatian, Mesch'schurs! [Logat Barat, asal kata Perancis: Tuan-tuan] Sekarang
saya akan memandikan mereka. Apa pun yang akan terjadi, kalian harus tetap
tinggal di atas kapal. Tapi kalian harus berteriak sekeras mungkin!"
Dia menyuruh mematikan mesin kapal. Dan kapal bergerak perlahan-lahan mundur
menuju ke pinggir sungai sebelah kanan. Di sana ada sebuah tempat, di mana
airnya tampak beriak, karena dasar sungai yang landai. Memang dari tempat itu
hingga ke pinggir sungai airnya tidak dalam. Sekali lagi kapten memberikan
isyarat, juru mudi mengangguk tersenyum dan membiarkan kapal bergerak menabrak
onggokan pasir di perairan yang dangkal itu. Terdengar bunyi derak.
Sebuah benturan yang cukup keras sehingga semua penumpang terhuyung-huyung,
bahkan ada yang jatuh terpental. Dan tiba-tiba kapal tidak lagi bergerak. Hal
ini mampu mengalihkan perhatian orang-orang dari sekoci penolong di atas air dan
mereka sangat cemas kalau kapal akan karam. Sekelompok penumpang yang sebelumnya
sudah diberitahu oleh kondektur berteriak ketakutan, seolah-olah kini mereka
sedang menghadapi bahaya maut. Sementara itu penumpang lain, yang percaya bahwa
telah terjadi kecelakaan juga ikut menjerit histeris. Kemudian muncullah seorang
anak buah kapal. Sambil berlari dia mendatangi kapten dan melapor dengan penuh
ketakutan, "Capt'n, air masuk ke dalam ruangan kapal! Lunas kapal sudah terbelah dua. Dalam
dua menit kapal ini akan karam."
"Kita akan tenggelam!" teriak kapten. "Selamatkan diri masing-masing! Dari sini
hingga ke tepi sungai airnya tidak dalam. Ayo, terjunlah segera!"
Dia berlari turun meninggalkan tempatnya, melepaskan baju, rompi serta topinya
lalu membuka sepatu dengan tergesa-gesa kemudian melompat ke sungai. Dalamnya
air hanya sebatas lehernya.
"Lompat, lompatlah segera!" teriaknya dari dalam air. "Mumpung masih ada waktu.
Jika kapal sudah tenggelam, maka kamu semua akan terkubur dalam pusaran air!"
Tak seorang pun dari mereka yang menyangka bahwa kapten itulah yang mula-mula
menyelamatkan diri dan lebih dahulu membuka pakaiannya. Tiba-tiba mereka
dihinggapi oleh rasa kepanikan yang hebat, lalu berloncatan dari kapal dan
cepat-cepat berenang ke tepi sungai. Karena begitu panik mereka tidak
memperhatikan bahwa sebenarnya kapten berenang ke sisi lain dari kapal lalu
memanjat tangga tali yang digantung di sana. Sekarang kapal telah dikosongkan
dari kawanan itu. Jika satu menit sebelumnya suasana diliputi oleh kepanikan,
maka kini terdengar suara gelak tawa orang-orang di atas kapal.
Ketika para rowdy yang menyelamatkan diri sudah naik ke darat, kapten memberi
perintah supaya mesin kembali dihidupkan. Bagian bawah kapal yang lebar dan
keras tidak mengalami kerusakan sedikit pun. Dan kapal pun mulai bergerak maju
seiring putaran roda. Sambil melambai-lambaikan baju sebagai bendera, sang
kapten berteriak ke seberang sungai,
"Farewell, gentlemen! Apabila kalian masih ingin membentuk dewan pengadilan,
maka gantung saja diri kalian sendiri. Semua barang kalian yang masih tertinggal
di atas kapal akan saya turunkan di La Grange. Kalian bisa mengambilnya sendiri
di sana!" Bisa dibayangkan bagaimana reaksi mereka terhadap olok-olok yang memalukan itu. Mereka berteriak dengan geram lalu menantang kapten supaya
membiarkan mereka kembali lagi ke kapal. Mereka bahkan mengancam dia akan
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melapor ke polisi atau menembak mati serta ancaman-ancaman lain. Kemudian dengan
beberapa senjata yang tadi tidak basah terkena air, mereka menembak ke arah
kapal. Tetapi tidak timbul kerusakan. Akhirnya seorang di antaranya berteriak
kepada kapten dengan sangat marah,
"Anjing! Kami akan menunggu sampai kamu kembali ke tempat ini dan kami akan
menggantungmu pada cerobong asap di kapalmu sendiri!"
"Well, Sir! Naiklah segera kemari! Tapi sebelumnya sampaikan salam saya buat
Jenderal Mejia dan Marquez!"
Sekarang mesin kapal kembali panas dan kami pun melaju dengan kecepatan tinggi
untuk mengejar waktu yang sudah terbuang.
ORANG-ORANG KUKLUX Sampai sekarang kata 'Kuklux' masih menjadi teka-teki walaupun banyak yang sudah
merumuskan definisi atau mencoba mengartikannya dari berbagai sudut. Menurut
pendapat segelintir orang, nama Kukluxklan, atau yang juga ditulis Ku-Klux-Klan,
hanya merupakan tiruan bunyi yang dihasilkan oleh pelatuk senapan. Sementara
itu, sebagian orang lagi mengatakan bahwa kata itu terbentuk dari susunan kata
cuc yang berarti peringatan, gluck bunyi yang timbul ketika orang meneguk air
dan clan, satu kata dari bahasa Skotlandia yang berarti suku, keluarga, atau
perkumpulan. Kata tersebut bisa diartikan apa saja, tergantung orang yang
memakainya, dan tidak ada definisi yang pasti. Bahkan anggota Ku-Klux-Klan
sendiri pun tidak tahu tentang asal dan arti kata tersebut. Tapi bagi mereka,
hal itu tidak penting. Barangkali dulu kata itu diucapkan tanpa sengaja oleh
salah seorang dari mereka kemudian diteruskan oleh anggota yang lain tanpa
mempedulikan arti dari bunyi tersebut.
Terlepas dari ketidakjelasan makna ini perkumpulan tersebut mempunyai tujuan
yang jelas. Mula-mula kelompok ini berkembang di beberapa puri di daerah
Carolina Utara lalu menyebar dengan cepat ke Carolina Selatan, Georgia, Alabama,
Mississippi, Kentucky, dan Tennesse. Belakangan anggotanya pun dikirim ke Texas
untuk berjuang demi tercapainya cita-cita perkumpulan. Perkumpulan ini sendiri
terdiri dari sekelompok orang yang menjadi musuh besar negara-negara Utara.
Dengan segala cara, bahkan dengan cara yang paling keji dan kejam, mereka
berjuang melawan semua bentuk peraturan yang dikeluarkan setelah berakhirnya
perang saudara di negara-negara Selatan. Karena itu bisa dibayangkan, aksi
Kuklux menimbulkan kekacauan selama bertahun-tahun di sana: harta benda menjadi
tidak aman, juga perkembangan industri dan perdagangan terhambat. Tindakan tegas
yang diambil untuk menghentikan perbuatan yang keterlaluan itu pun tidak
membuahkan hasil. Perkumpulan rahasia ini terbentuk akibat munculnya undang-undang rekonstruksi
yang terpaksa dikeluarkan pemerintah terhadap negara-negara Selatan yang kalah
dalam peperangan. Anggota kelompok ini direkrut dari para pendukung sistem
perbudakan dan mereka menjadi musuh Partai Union serta Partai Republik. Semua
anggota harus disumpah untuk menyimpan rapat-rapat rahasia perkumpulan. Hukuman
mati siap dijatuhkan kepada anggota yang membocorkan rahasia. Mereka tidak
segan-segan melakukan tindakan kekerasan, pembakaran, dan pembunuhan. Secara
teratur mereka mengadakan pertemuan rahasia. Bila hendak melakukan perbuatan
jahat, mereka datang dengan menunggang kuda dan menyamar. Pastor
yang sedang berkhotbah di atas mimbar atau hakim yang sedang duduk di meja
pengadilan ditembak. Para kepala keluarga yang tidak bersalah diserang kemudian
mayat mereka ditinggalkan di tengah-tengah keluarganya dengan punggung yang
tercabik-cabik. Tak ada penjahat dan pembunuh yang lebih menakutkan daripada Ku-
Klux-Klan. Kelompok ini makin lama makin meresahkan sehingga gubernur Carolina
Selatan mengajukan permohonan kepada Presiden Grant untuk mengirimkan bantuan
militer mengingat kelompok ini tak bisa ditaklukkan lagi. Grant mengajukan usul
itu dalam rapat kongres. Maka terbentuklah sebuah Undang-Undang Anti Ku-Klux
yang memberikan kuasa penuh kepada presiden untuk membubarkan mereka dan undang-
undang ini terpaksa menyetujui penggunaan cara-cara kekerasan. Hal ini merupakan
bukti bahwa baik secara individu maupun kolektif, seluruh bangsa telah
terjerumus ke dalam krisis akibat ulah Kuklux. Lambat laun perhimpunan ini
berubah menjadi kawah mengerikan yang memuntahkan berbagai pemikiran
revolusioner. Suatu hari, dari atas mimbar seorang pastor mendoakan keselamatan
arwah keluarga yang telah dibunuh anggota Kuklux di siang bolong. Dalam khotbah
dan nasihat bijaknya, sang pastor mengumpamakan perbuatan anggota Kuklux seperti
pertempuran antara anak-anak setan melawan anak-anak Tuhan. Tiba-tiba dari
balkon di bagian belakang gereja muncul seseorang yang menyamar dan menembak
kepala pastor itu. Sebelum umat sadar dari keterkejutannya, setan itu sudah
lebih dulu menghilang. Ketika kapal kami tiba di La Grange, hari sudah malam. Kapten kapal menjelaskan
kepada kami, bahwa hari itu dia tidak berani meneruskan pelayaran karena di
dalam sungai akan ada saja bahaya yang mengancam. Jadi kami terpaksa mendarat di
La Grange. Winnetou turun lebih dahulu melalui tangga kapal lalu segera
menghilang di antara rumah-rumah yang diliputi kegelapan malam.
Di La Grange terdapat juga agen kapal yang siap mengurus kepentingan para
penumpang. Old Death segera menuju ke tempat itu.
"Sir, kapan kapal terakhir dari Matagorda tiba di sini dan apakah semua
penumpangnya sudah turun?"
"Kapal terakhir telah tiba dua hari yang lalu, kira-kira pada jam yang sama
seperti hari ini. Semua penumpang turun ke darat karena kapal itu baru berangkat
lagi keesokan harinya."
"Dan Anda berada di sini ketika kapal itu berangkat?"
"Tentu, Sir." "Jika demikian barangkali Anda bisa memberikan informasi kepada saya. Kami
mencari dua orang teman yang berlayar dengan kapal tersebut dan tentu turun juga
di sini. Kami ingin tahu apakah mereka meneruskan perjalanannya atau tidak."
"Hmmm, saya tidak bisa menjawabnya. Saat itu hari sudah gelap dan para penumpang
tergesa-gesa turun dari kapal sehingga saya tidak bisa memperhatikan mereka satu
persatu. Bisa jadi semua penumpang melanjutkan perjalanan pada keesokan harinya.
Tapi seseorang yang bernama Clinton tidak."
"Clinton" Ya, dialah yang saya maksudkan. Mari, mendekatlah ke lampu! Teman saya
akan memperlihatkan sebuah potret kepada Anda untuk memastikan, apakah orang itu
benar Master Clinton."
Dengan penuh keyakinan sang agen mengatakan bahwa memang dialah orang yang
dimaksud. "Tahukah Anda, di mana dia sekarang?" tanya Old Death.
"Saya tidak tahu pasti. Tapi sangat mungkin dia tinggal di rumah Sennor[Spanyol:
Senor (Senyor) = Tuan] Cortesio karena orang yang mengambilkan kopornya adalah
anak buah Sennor Cortesio. Dia adalah seorang agen untuk semua urusan dan dia
berasal dari Spanyol. Saya yakin, saat ini dia sedang sibuk mengurus
penyelundupan senjata secara rahasia ke Mexico."
"Apakah dia termasuk orang baik-baik?"
"Sir, pada zaman sekarang ini setiap orang mengaku dirinya orang baik-baik,
meskipun dia memikul pelana kuda di bahunya."
Tentu saja itu merupakan suatu sindiran bagi kami berdua yang berdiri di
hadapannya sambil memikul pelana kuda. Namun sindiran itu tidak dimaksudkan
untuk mengejek kami. Karena itu Old Death bertanya dengan nada yang tak kalah
halusnya, "Apakah tidak jauh dari sini ada sebuah penginapan, di mana orang bisa tidur
nyenyak tanpa diganggu oleh manusia atau nyamuk?"
"Di tempat ini hanya ada sebuah penginapan. Tapi karena Anda sudah sekian lama
bercakap-cakap dengan saya di sini, tentu penumpang lain sudah mendahului Anda
dan mengisi beberapa kamar yang kosong."
"Ini sungguh tidak menyenangkan," jawab Old Death yang pura-pura tidak
mempedulikan sindiran itu. "Apa kami tidak boleh menumpang di rumah-rumah
penduduk?" "Hmmm, Sir. Saya tidak mengenal Anda. Dan saya pun tak bisa menerima Anda di
tempat saya karena rumah saya sangat kecil. Tapi saya mempunyai seorang
kenalan yang tidak akan mengusir Anda dari pintu rumahnya jika Anda orang jujur.
Dia seorang Jerman, seorang pandai besi yang datang dari Missouri."
"Nah," sahut Old Death, "teman saya ini juga orang Jerman dan saya pun lancar
berbahasa Jerman. Kami bukan orang jahat. Kami mampu dan mau membayar sewa
penginapan. Jadi dalam perhitungan saya, kenalan Anda tak perlu khawatir
menerima kami. Maukah Anda menunjukkan rumahnya?"
"Seandainya tak ada pekerjaan lagi di kapal, tentu saya akan mengantar kalian ke
sana. Sekarang Master Lange, demikian namanya, tidak berada di rumah. Biasanya
pada saat seperti ini dia berada di kedai minum. Demikianlah kebiasaan orang
Jerman di sini. Jadi tanyakan saja nama Master Lange dari Missouri. Katakan
kepadanya bahwa agen kapal yang menyuruh kalian datang menemuinya. Berjalanlah
terus dan setelah melalui rumah kedua dari sini, Anda mesti belok kiri. Kemudian
Anda akan melihat rumah makan itu karena di sana cahaya lampunya sangat terang.
Kedai itu pasti masih buka."
Saya memberikan tip pada lelaki itu atas informasi yang diberikannya. Kami
melanjutkan perjalanan sambil memikul pelana kuda. Kedai ini tak hanya dikenal
karena lampu-lampunya tapi juga karena suara gaduh yang terdengar melalui
jendela yang terbuka. Di atas pintu terpampang gambar binatang yang menyerupai
penyu raksasa tapi memiliki sayap dan hanya dua kaki. Di bawahnya tertera
tulisan "Hawks Inn". Penyu itu melambangkan burung pemangsa dan rumah itu adalah
penginapan bagi 'elang-elang pemangsa'.
Ketika pintu dibuka, asap rokok yang tebal dan berbau tajam langsung menerpa
kami. Rupanya tamu-tamu itu memiliki paru-paru yang sangat kuat karena mereka
tidak hanya dapat menahan asap yang pengap itu melainkan juga merasa nyaman
berada di sana. Di samping itu kekuatan paru-paru mereka juga tampak dari cara
mereka saat berbicara. Tak ada seorang pun yang berkata pelan, setiap orang
harus berteriak. Tak seorang pun yang sabar mendengarkan omongan rekannya.
Suasana benar-benar hiruk-pikuk. Kami berdiri selama beberapa saat di ambang
pintu dan membiasakan mata melihat ke dalam asap tebal sampai bisa mengenali
orang-orang dan benda-benda yang ada di sana. Kami lihat, kedai ini memiliki dua
buah ruang. Ruang yang besar untuk tamu biasa dan ruang yang kecil untuk tamu
yang lebih terhormat. Di Amerika penataan seperti ini sungguh berbahaya karena
sebagai negara demokratis, penduduk negara itu tidak mengakui perbedaan tingkat
atau derajat sosial. Karena semua kursi di ruang depan telah penuh, dengan diam-diam kami berjalan
menuju ruang belakang tanpa sepengetahuan pengunjung kedai lainnya. Di tempat
itu masih ada dua kursi kosong. Setelah meletakkan pelana di pojok ruangan,
kami duduk. Di sekeliling meja duduk beberapa pria yang tengah meneguk bir dan
bercakap-cakap dalam bahasa Jerman. Sekilas mereka memandang kami dengan tajam,
seperti ingin tahu. Begitu tahu kami mendekat, mereka segera mengalihkan pokok
pembicaraan. Ini terlihat dari isi pembicaraan mereka yang tiba-tiba menjadi
tidak karuan. Dua orang di antara mereka berwajah mirip. Sepintas orang bisa
menduga bahwa mereka adalah ayah dan anak. Perawakan mereka tegap. Garis wajah
mereka tegas dan tangan mereka kekar; ciri khas orang yang selalu bekerja keras.
Wajah mereka mencerminkan kejujuran dan kepolosan. Tapi pada waktu itu raut
wajah mereka tampak tegang, sepertinya mereka tengah memperbincangkan suatu hal
yang menggelisahkan. Ketika kami duduk, kedua orang itu menggeser tempat duduknya agak jauh sehingga
ada jarak di antara kami. Suatu isyarat halus bagi kami bahwa mereka tak ingin
bercakap-cakap dengan kami.
"Tetaplah duduk, Mesch'schurs!" kata Old Death. "Kami bukan orang yang berbahaya
meskipun sejak pagi tadi kami belum makan. Dapatkah kalian mengatakan kepada
kami, di mana kami bisa mendapatkan makanan agar perut kami ini tidak lagi
keroncongan?" Seseorang dari mereka, tampaknya ayah dari orang yang satunya, memicingkan
sebelah matanya lalu menjawab sambil tertawa.
"Apa yang diinginkan oleh orang terhormat seperti Anda, tentu akan kami
sediakan, Sir! Tapi bukankah Anda ini Old Death" Saya kira, Anda tak perlu malu
menyembunyikan identitas diri Anda yang sebenarnya."
"Old Death" Siapakah orang itu?" tanya sahabat saya ini sambil berlagak
bodoh. "Seorang yang sangat terkenal. Dia adalah seorang westman dan pencari jejak.
Dalam sebulan dia lebih banyak mengumpulkan petualangan daripada orang lain
sepanjang hidupnya. Anak saya, Will, pernah melihatnya."
Pemuda yang dimaksud lelaki itu kira-kira berusia dua puluh enam tahun. Mukanya
coklat akibat sengatan matahari. Kesannya seolah-olah dia dapat berkelahi
menghadapi dua belas orang sekaligus. Old Death mengamati pemuda itu dari
samping dan bertanya, "Anak Anda pernah melihatnya" Di mana?"
"Pada tahun enam puluh dua di Arkansas, tidak lama sebelum meletus pertempuran
di dekat Pea Ridge. Tapi Anda pasti tidak mengetahui peristiwa itu."
"Mengapa tidak" Saya sering mengembara di Arkansas. Saya yakin, pada waktu itu
saya berada tidak jauh dari tempat itu."
"Oh ya" Jika saya boleh bertanya, partai manakah yang Anda dukung saat itu"
Keadaan yang terjadi sekarang di daerah kami memaksa kami mengetahui aliran
politik yang dianut orang yang duduk semeja dengan kami."
"Jangan khawatir, Master! Saya kira, Anda tidak memihak kepada kaum pemilik
budak belian yang kini sudah ditaklukkan. Saya pun demikian. Anda pun dapat
menyimpulkan bahwa saya bukan termasuk orang seperti itu. Saya orang Jerman,
buktinya saya sudah berbicara dengan Anda dalam bahasa Jerman."
"Selamat datang, Sir! Tapi Anda jangan salah paham. Bahasa Jerman bukanlah tanda
pengenal yang dapat dipercaya. Beberapa orang dari pihak asing memahami bahasa
Jerman dan menggunakan bahasa itu hanya untuk mendapat kepercayaan dari kami.
Saya sudah seringkali mengalaminya. Tapi sekarang kita bicara saja tentang
Arkansas dan Old Death. Barangkali Anda sudah tahu bahwa negara bagian ini
hendak memihak kepada Partai Union pada saat pecahnya perang saudara. Namun
kenyataannya sungguh lain. Banyak orang kritis yang sebelumnya tidak menyetujui
perbudakan dan menganggap terbentuknya kelompok bangsawan di negara Selatan
sebagai tindakan kekejaman, kemudian bersatu dan menyatakan penolakan terhadap
pemisahan. Namun dengan cepat para pemberontak, di dalamnya termasuk juga para
bangsawan, berhasil merebut kekuasaan yang sah. Para cendekiawan diteror.
Akhirnya Arkansas jatuh ke tangan negara Selatan. Tentu saja hal ini menimbulkan
kepedihan di kalangan penduduk keturunan Jerman. Untuk sementara mereka tak
dapat berbuat apa-apa dan terpaksa membiarkan bagian utara negeri yang indah itu
mengalami penderitaan luar biasa akibat peperangan. Pada waktu itu saya tinggal
di Missouri, di Poplar Bluff, dekat perbatasan Arkansas. Anak saya yang duduk di
depan Anda ini tentu saja masuk menjadi anggota pasukan Jerman. Mereka hendak
menolong Partai Union di Arkansas dan mengirimkan pasukan kecil melewati
perbatasan untuk melakukan mata-mata. Will ikut dalam pasukan itu. Tiba-tiba
mereka bertemu dengan pasukan musuh yang sangat besar jumlahnya. Lalu pasukan
Jerman itu berhasil dikalahkan setelah mereka melakukan perlawanan sengit."
"Jadi mereka ditawan" Saat itu pasti sangat berat. Kita tahu bagaimana pasukan
negara Selatan memperlakukan tawanannya, karena dari seratus tawanan paling
kurang delapan puluh orang meninggal akibat siksaan yang sangat kejam. Tapi yang
lain pun pasti tidak bisa bertahan hidup, bukan?"
"Oho! Anda keliru besar. Para pemberani itu mempertahankan dirinya dengan gigih.
Mereka menembak terus hingga pelurunya habis lalu menyerang dengan gagang
senapan dan pisaunya. Akibatnya kelompok sesessionis mengalami kerugian yang
sangat besar. Mereka sangat marah atas kejadian itu dan m
mutuskan membunuh semua tawanan. Will adalah anak saya satu-satunya. Hampir saja
saya kehilangan anak ini. Bahwa kini dia masih hidup, semua ini berkat jasa Old
Death." "Bagaimana, Master" Anda membuat saya penasaran. Apakah pencari jejak itu
membawa bala bantuan untuk membebaskan para tawanan?"
"Tidak, jika demikian halnya maka tentu semuanya sudah terlambat dan pembunuhan
itu pasti telah terjadi sebelum tiba bantuan. Dia bertindak seperti seorang
westman sejati yang gagah berani. Dia sendirian yang membebaskan para tawanan."
"Bukan main , benar-benar tindakan yang nekat!"
"Memang! Dia merayap masuk ke dalam perkemahan seperti orang Indian. Dengan
mudah dia menyelinap karena malam itu terjadi hujan lebat yang mengakibatkan
banjir dan memadamkan api unggun. Kemudian penjaga yang berada di garis depan
ditusuknya dengan pisau. Kelompok sesessionis menduduki sebuah tanah pertanian.
Satu batalion berada di tempat itu. Semua opsir menempati rumah khusus dan
serdadu-serdadu ditempatkan di bagian lain. Sementara itu para tawanan yang
berjumlah lebih dari dua puluh orang dikurung dalam gudang gula. Pada setiap
sisi gudang ditempatkan empat penjaga untuk mengawasi mereka. Keesokan harinya
orang-orang malang itu akan ditembak mati. Pada malam harinya, tidak lama
setelah pertukaran penjaga, para tawanan mendengar bunyi aneh di atas kepala
mereka. Namun suara itu bukan bunyi air hujan. Mereka memasang telinga dengan
lebih seksama. Tiba-tiba terdengar bunyi berderak. Atap gudang yang terbuat dari
kayu lapuk itu terkuak. Rupanya seseorang telah melubangi atap itu hingga air
hujan masuk ke dalam. Tapi selama sepuluh menit kemudian keadaan masih sunyi
senyap. Setelah itu sebatang pohon yang masih tampak sisa-sisa cabangnya
diturunkan dari atas atap. Pohon itu cukup kuat sehingga bisa dipanjat naik
turun. Lalu seorang demi seorang memanjat batang pohon itu dan naik ke atap yang
Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rendah lalu melompat ke tanah. Di sana mereka melihat keempat penjaga yang
bukannya tertidur melainkan terbaring di tanah dan tidak lagi bergerak. Para
tawanan segera melucuti senjata mereka. Dengan cerdik sang penyelamat itu
membawa tawanan keluar dari sana dan menunjukkan jalan menuju perbatasan yang
sudah diketahui oleh mereka. Di tempat itu barulah mereka tahu bahwa orang yang
menolong mereka dengan mempertaruhkan nyawa sendiri itu ialah Old Death, sang
pencari jejak." "Lalu apakah dia melanjutkan perjalanan bersama mereka?" tanya Old Death.
"Tidak. Dia mengatakan bahwa masih ada urusan penting yang harus dikerjakannya.
Kemudian dia menghilang dalam guyuran hujan lebat di tengah kegelapan malam
tanpa memberi kesempatan kepada mereka untuk mengucapkan
terima kasih atau menatap wajahnya. Malam itu sangat gelap sehingga mereka tak
dapat mengenali wajah seseorang. Yang dapat dilihat oleh Will hanya badannya
yang tinggi dan kurus. Tapi dia sempat bercakap-cakap dengan orang itu. Sampai
sekarang dia masih ingat perkataan orang yang gagah berani itu. Jika kami nanti
berjumpa dengan Old Death, maka dia akan tahu bahwa kami orang Jerman adalah
bangsa yang tahu berterima kasih dan kami akan berterimakasih kepadanya."
"Tentu dia sudah tahu akan hal itu. Dalam perhitungan saya, anak Anda bukan
orang Jerman pertama yang dijumpainya. Omong-omong, Sir, barangkali Anda
mengenal seseorang yang bernama Master Lange dari Missouri?"
Anaknya tercengang. "Lange?" dia bertanya. "Mengapa Anda menanyakannya?"
"Saya khawatir, kami tidak mendapat lagi tempat di rumah penginapan ini. Maka
kami bertanya kepada agen kapal di pinggir sungai apakah ada seseorang yang bisa
memberi kami tumpangan. Dia menyebut nama Master Lange dan menganjurkan agar
kami mengatakan kepadanya bahwa agen itulah yang menyuruh kami datang ke sini.
Dan dia tahu, kami akan bertemu dengan orang itu di sini."
Lelaki yang lebih tua itu memandang kami dengan tatapan menyelidik dan berkata,
"Memang benar apa yang dikatakan sang agen, karena saya sendirilah Master Lange.
Karena dia yang menyuruh Anda datang ke mari dan karena saya menganggap Anda
orang yang jujur, maka saya ucapkan selamat datang. Siapakah teman seperjalanan
Anda yang duduk di sana dan dari tadi hanya diam saja?"
"Dia sebangsa dengan Anda dan berasal dari Saksen. Bahkan dia seorang terpelajar
yang datang ke sini untuk mengadu nasib."
"Ya, Tuhan! Orang di negeri itu mengira bahwa mereka hanya duduk berpangku
tangan menunggu datangnya rejeki. Dengar baik-baik, Sir, orang yang datang ke
negeri ini harus bekerja lebih keras dan mengalami lebih banyak kekecewaan
daripada di tanah airnya sendiri. Tapi bukan berarti semuanya tidak bisa diraih.
Saya berharap, semoga Anda berhasil dan saya mengucapkan selamat datang kepada
Anda." Dia juga berjabat tangan dengan saya. Old Death menganggukkan kepala dan
berkata, "Dan jika Anda masih ragu-ragu dan belum mempercayai kami, saya hendak berbicara
sebentar dengan anak Anda. Dialah nanti yang akan membuktikan bahwa saya tidak
patut dicurigai." "Anak saya" Will?" tanya Lange heran.
"Ya, yang saya maksud anak Anda dan bukan orang lain. Tadi Anda mengatakan bahwa
dia telah bercakap-cakap dengan Old Death dan masih ingat setiap perkataan yang
diucapkannya pada waktu itu. Anak muda, maukah Anda mengatakan kepada saya apa
yang dibicarakan waktu itu" Saya ingin mengetahuinya."
Will menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya itu dengan bersemangat,
"Saat Old Death membawa kami ke jalan yang harus kami tempuh, dia berjalan
paling depan. Saya menderita luka tembak di lengan. Rasanya sakit sekali, karena
luka itu tidak dibalut dan lengan baju saya melekat pada luka itu. Kami berjalan
melewati semak-semak. Old Death tiba-tiba membuang sebuah dahan dan dahan itu
mengenai lengan saya yang luka. Bukan main sakitnya sehingga saya berteriak
kesakitan dan..." "Dan si pencari jejak itu menyebut Anda keledai," sela Old Death.
"Dari mana Anda tahu?" tanya Will keheranan.
Old Death tidak menjawab dan melanjutkan perkataannya,
"Kemudian Anda berkata kepadanya bahwa lengan Anda kena tembak dan luka itu
bernanah. Dia juga menganjurkan Anda untuk membasahi lengan baju dengan air agar
tak melekat pada luka serta mengompres luka dengan getah way-bread yang
berkhasiat mencegah luka melepuh."
"Ya, itu betul! Bagaimana Anda bisa tahu semuanya, Sir?" seru pemuda itu
terkejut. "Mengapa Anda masih bertanya" Saya sendirilah yang memberikan nasihat itu kepada
Anda. Tadi ayah Anda mengatakan bahwa saya mirip dengan Old Death. Nah, betul
katanya, karena saya serupa benar dengan dia bagaikan pinang dibelah dua."
"Jadi. jadi. jadi Andalah Old Death?" seru Will girang. Dia bergegas bangkit
dari kursinya sambil merentangkan tangan hendak memeluk Old Death. Namun ayahnya
menghalangi maksudnya dan menariknya agar duduk kembali. Ayahnya berkata,
"Tunggu anakku! Jika kamu ingin memeluknya, maka sebagai seorang ayah sebenarnya
sayalah yang memiliki hak dan kewajiban pertama untuk memeluk dewa penolong ini.
Tapi hal itu harus kita tangguhkan, karena kamu tahu, di mana kita sekarang
berada. Semua gerak-gerik kita selalu diamati orang. Duduklah dengan tenang!"
Sambil berpaling kepada Old Death, dia melanjutkan perkataannya, "Tolong jangan
tersinggung atas penolakan ini, Sir! Saya mempunyai alasan kuat untuk
mencegahnya memeluk Anda. Di sini berkeliaran banyak setan. Percayalah! Saya
sangat berterima kasih kepada Anda. Karena itu saya merasa berkewajiban mencegah
segala sesuatu yang bisa membahayakan Anda. Seperti yang saya ketahui
dan sering saya dengar, Anda dikenal sebagai penganut paham abolisionis[Kaum
penentang perbudakan]. Selama peperangan Anda telah melakukan pemberontakan yang
membuat nama Anda terkenal di mana-mana. Namun tindakan itu menyebabkan negara-
negara Selatan mengalami kerugian besar. Anda ikut serta dalam pasukan tentara
negara Utara sebagai pemimpin pasukan dan penunjuk jalan. Anda membawa tentara
melalui jalan yang tidak akan ditempuh oleh orang lain, hingga menyusup jauh ke
belakang garis pertahanan musuh. Kami sangat menghormati Anda. Tapi sampai
sekarang musuh pihak Utara masih menyebut Anda mata-mata. Nah, kini Anda tahu,
apa pokok permasalahannya. Jika Anda jatuh ke tangan sesessionis barangkali Anda
akan digantung." "Saya pun tahu, Master Lange. Tapi saya tidak mempedulikan semua itu," jawab Old
Death acuh tak acuh. "Saya sebenarnya tidak mau digantung, namun seringkali
orang mengancam ingin menggantung saya. Hingga kini ancaman itu tidak pernah
terwujud. Baru saja ada segerombolan rowdies yang hendak menggantung kami berdua
pada cerobong asap di kapal. Mereka pun tidak berhasil melakukannya."
Old Death menceritakan peristiwa sebelumnya yang terjadi di atas kapal. Setelah
dia selesai bercerita, Lange berkata dengan suara berat,
"Capt'n kapal itu sungguh berani. Namun tindakan itu bisa membahayakan nyawanya
sendiri. Dia harus tinggal di La Grange sampai besok pagi. Barangkali rowdies
itu akan tiba di sini malam hari dan akan membalas dendam. Mungkin juga nasib
Anda akan lebih buruk lagi."
"Pah! Saya tidak takut kepada kawanan kecil itu. Saya pernah berkelahi dengan
orang-orang yang lebih berbahaya daripada mereka."
"Jangan terlalu yakin, Sir! Di sini rowdies memiliki banyak sekutu yang akan
memberikan bantuan. Sejak beberapa hari yang lalu situasi di La Grange tidak
terkendali. Banyak orang asing yang tak dikenal berdatangan dari segala penjuru.
Mereka berdiri bergerombol di tiap-tiap sudut dan melakukan sesuatu secara diam-
diam. Di sini mereka tidak berdagang, karena hanya berkeliaran tanpa melakukan
apa pun yang berhubungan dengan perdagangan. Saat ini mereka duduk di ruangan
sebelah dan berteriak-teriak sehingga telinga kita pekak dibuatnya. Mereka sudah
tahu bahwa kami orang Jerman, lalu mereka iseng-iseng mengajak kami bercakap-
cakap dalam bahasa Jerman. Jika kami melayani percakapan mereka, pasti akan
mengakibatkan pembunuhan atau pemukulan. Omong-omong, hari ini saya tidak ingin
berlama-lama duduk di sini. Anda tentu juga ingin beristirahat. Tetapi tampaknya
makan malam kita tidak begitu nikmat. Karena saya seorang duda, maka kehidupan
kami bagaikan kehidupan lelaki bujang. Pada siang hari kami selalu makan di
rumah makan. Beberapa hari yang lalu saya sudah menjual rumah saya, karena
menurut saya situasi di sini sudah mulai memanas. Tapi bukan berarti saya tidak
menyukai orang-orang yang ada di sini. Sebenarnya mereka tidak lebih buruk
daripada orang-orang di tempat lain. Namun di negeri Amerika ini peperangan yang
mengerikan tak kunjung berakhir dan akibatnya masih terasa di tempat ini. Di
Mexico orang masih saling membantai, dan Texas terletak tepat di antara kedua
negeri itu. Yang dialami di sini hanyalah kengerian. Gerombolan perusuh dari
berbagai daerah datang kemari sehingga saya merasa tidak betah lagi tinggal di
sini. Karena itu saya memutuskan untuk menjual rumah saya dan pergi ke rumah
anak perempuan saya yang sudah menikah. Di tempat suaminya saya bisa mendapat
pekerjaan, meski pekerjaan itu tidak lebih baik dari yang saya harapkan. Tak
disangka-sangka ternyata ada orang yang merasa cocok dengan rumah saya dan ingin
membelinya serta langsung membayar harganya dengan uang tunai. Dua hari yang
lalu dia sudah menyerahkan uangnya, jadi saya bisa pergi kapan pun saya mau.
Saya akan ke Mexico."
"Apa Anda sudah gila?" seru Old Death.
"Saya" Mengapa?"
"Baru saja Anda mengeluh tentang keadaan Mexico. Anda bilang, di sana orang
masih terus membunuh dan sekarang malah Anda sendiri ingin pergi ke sana!"
"Tak ada jalan lain bagi saya, Sir. Lagipula keadaan di tempat yang akan saya
tuju tidak sama dengan keadaan di wilayah Mexico lainnya. Tempat itu terletak di
belakang Chihuahua. Di sana peperangan sudah berakhir. Mula-mula Juarez memang
harus mengungsi ke El Paso, namun dia segera datang kembali dan dengan gigih
mengusir orang Perancis ke arah selatan. Waktu mereka sangat terbatas. Tak lama
lagi mereka akan diusir dari negeri itu dan Maximilian yang malang harus
menanggung akibatnya. Sayang kejadian ini harus terjadi. Saya sendiri orang
Jerman dan saya berdoa semoga dia baik-baik saja. Perang yang hebat berkecamuk
di sekeliling ibukota. Sementara itu propinsi yang terletak di bagian utara
Rahasia Golok Cindar Buana 1 Goosebumps - 24 Hantu Auditorium Pendekar Satu Jurus 13