Sembilan Pembawa Cincin 8
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien Bagian 8
melakukannya, kalau semua penduduk merdeka di dunia memohonnya, tapi dia
tidak akan memahami pentingnya. Dan kalau Cincin itu diberikan padanya, dia
akan segera melupakannya, atau sangat mungkin membuangnya. Hal-hal seperti
itu tidak terpatri dalam ingatannya. Dia akan menjadi penjaga yang sangat tidak
aman, dan itu saja sudah cukup merupakan jawaban."
"Bagaimanapun," kata Glorfindel, "mengirimkan Cincin kepadanya hanya akan
menunda hari malapetaka. Dia jauh dari sini. Kita tak mungkin membawa Cincin itu
kepadanya, tanpa diduga, atau ketahuan mata-mata. Dan meski kita bisa, cepat
atau lambat Penguasa Cincin akan tahu tempat persembunyiannya, dan akan
mengarahkan seluruh kekuatannya ke sana. Apakah kekuatan itu bisa dikalahkan
oleh Bombadil sendirian" Kukira tidak. Kukira akhirnya, bila semua yang lain
sudah ditaklukkan, Bombadil pun akan jatuh, yang Terakhir sebagaimana dia yang
Pertama; lalu Malam akan datang."
"Aku hanya tahu sedikit tentang Iarwain, kecuali namanya," kata Galdor, "tapi
kukira Glorfindel benar. Kekuatan untuk mengalahkan Musuh tidak ada pada
dirinya, kecuali kekuatan seperti itu ada di dalam bum) sendiri. Meski begitu,
kita melihat bahwa Sauron bisa menyiksa dan menghancurkan bukit-bukit. Kekuatan
yang masih tersisa ada di sini bersama kita, di Imladris, atau bersama Cirdan di
Havens, atau di Lorien. Tapi apakah mereka punya kekuatan untuk menahan
Musuh, kedatangan Sauron pada akhirnya, ketika semua yang lain sudah
dihancurkan?" "Aku tak punya kekuatan," kata Elrond, "mereka pun tidak."
"Kalau Cincin itu tak bisa ditahan darinya untuk selamanya dengan kekuatan,"
kata Glorfindel, "hanya dua hal tersisa untuk kita upayakan: mengirimkannya ke
seberang Lautan, atau menghancurkannya."
"Tapi Gandalf sudah mengungkapkan pada kita, bahwa Cincin itu tak bisa
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 285 dihancurkan dengan keterampilan yang kita miliki di sini," kata Elrond. "Dan
mereka yang tinggal di seberang Lautan takkan mau menerimanya: dengan alasan apa
pun, Cincin itu menjadi milik Dunia Tengah; kitalah yang masih tinggal di sini,
yang harus menghadapinya."
"Kalau begitu," kata Glorfindel, "mari kita buang Cincin itu ke dalam bumi,
dengan demikian kebohongan Saruman menjadi kenyataan. Karena sudah jelas
sekarang bahwa semasa masih dalam Dewan Penasihat pun, kakinya sudah
berada di jalan yang bengkok. Dia tahu bahwa Cincin itu belum hilang untuk
selamanya, tapi dia ingin kita berpikir demikian; karena dia sendiri mulai
berhasrat memilikinya. Tap, sering dalam kebohongan ada kebenaran: di dasar Lautan,
Cincin itu akan aman."
"Tidak untuk selamanya," kata Gandalf. "Ada banyak benda di Perairan dalam;
lautan dan daratan bisa berubah. Dan tugas kita bukan hanya memikirkan satu
musim, atau beberapa jangka waktu kehidupan Manusia, atau abad yang berlalu di
dunia. Kita harus mencari penyelesaian akhir untuk ancaman ini, meski tak ada
harapan kita bisa menemukannya."
"Dan itu tidak akan kita temukan di jalan menuju Lautan," kata Galdor. "Kalau
kembali ke larwain dianggap terlalu berbahaya, maka pelarian ke Lautan sekarang
penuh dengan bahaya terburuk. Hatiku mengatakan Sauron mengharapkan kita
mengambil jalan ke barat, kalau dia tahu apa yang sudah terjadi. Dia segera akan
tahu. Kelompok Sembilan memang sudah tak berkuda, tapi itu hanya penundaan
sementara, sebelum mereka menemukan kuda-kuda baru yang lebih cepat. Hanya
kekuatan Gondor yang makin menyusut yang sekarang menghalanginya untuk
bergerak maju sepanjang pantai-pantai hingga ke Utara; dan kalau dia datang,
menyerang Menara-Menara Putih dan Havens, setelah ini bangsa Peri mungkin tak
bisa lolos lagi dari bayang-bayang Dunia Tengah yang semakin memanjang."
"Pergerakan itu masih akan tertunda lama," kata Boromir. "Gondor semakin
melemah, katamu. Tapi Gondor masih berdiri, dan bahkan sisa-sisa kekuatannya
masih tetap sangat kuat."
"Namun begitu, penjagaannya tak bisa lagi menghadang Kelompok
Sembilan," kata Galdor. "Dan dia bisa menemukan jalan lain yang tidak dijaga
Gondor." "Kalau begitu," kata Erestor, "hanya ada dua jalan, seperti dinyatakan
Glorfindel: menyembunyikan Cincin untuk selamanya, atau menghancurkannya.
Tapi keduanya di luar kemampuan kita. Siapa yang akan menyelesaikan teka-teki
Halaman | 286 The Lord of The Rings ini untuk kita?" "Tak ada di sini yang bisa melakukannya," kata Elrond dengan muram.
"Setidaknya, tak ada yang bisa meramal apa yang akan terjadi, kalau kita
mengambil jalan ini atau itu. Tapi bagiku sekarang tampaknya sudah jelas, jalan
mana yang harus kita ambil. Jalan ke barat tampaknya yang paling mudah. Karena
itu justru dia harus dihindari. Jalan itu pasti akan diawasi. Terlalu sering
bangsa Peri lari ke arah itu. Sekarang setidaknya kita barns mengambil jalan yang
sulit, jalan yang tidak terduga. Di sanalah letak harapan kita, kalau ada harapan.
Berjalan menuju bahaya ke Mordor. Kita barns mengirim Cincin itu ke Api."
Sepi lagi. Frodo merasakan kegelapan pekat di hatinya, meski ia berada di
rumah indah itu, yang menghadap ke arah lembah yang disinari matahari, dan
dipenuhi bunyi-bunyi air jernih. Boromir bergerak, dan Frodo menatapnya. Ia
memain-mainkan terompetnya dengan Jarinya, dahinya berkerut. Akhirnya ia
berbicara. "Aku tidak mengerti ini semua," katanya. "Saruman memang pengkhianat, tapi
tidakkah dia memiliki sepercik kebijakan" Kenapa kau ,; selalu membicarakan
tentang menyembunyikan dan menghancurkan" Kenapa tidak kita anggap saja
Cincin Utama ini jatuh ke tangan kita untuk melayani kita saat dibutuhkan"
Dengan memakainya, pasti para penguasa Merdeka bisa mengalahkan Musuh. Kurasa
itulah yang paling ditakutinya.
"Orang-orang Gondor sangat berani, dan mereka takkan pernah menyerah;
tapi mungkin mereka akan ditaklukkan. Keberanian pertama-tama membutuhkan
kekuatan, lalu senjata. Biarkan Cincin itu menjadi senjatamu, kalau dia
mempunyai kekuatan seperti yang kaukatakan. Ambillah dan majulah merebut kemenangan!"
"Tidak," kata Elrond. "Kita tak bisa memakai Cincin Utama itu. Kita tahu betul
itu. Cincin itu milik Sauron, dibuat sendiri olehnya, dan benar-benar jahat.
Kekuatannya, Boromir, terlalu kuat untuk dikendalikan siapa pun, kecuali mereka
yang sudah mempunyai kekuatan besar. Tapi untuk mereka Cincin itu malah
membawa bahaya lebih mematikan. Hasrat untuk memilikinya merusak hati. Lihat
saja Saruman. Kalau salah satu kaum Bijak berhasil menjatuhkan Penguasa
Mordor, dengan bantuan Cincin ini, sambil menggunakan keahliannya sendiri,
maka dia akan menduduki takhta Sauron, dan seorang Penguasa Kegelapan lain
akan muncul. Itu satu alasan lagi, mengapa Cincin ini harus dihancurkan: selama
Cincin ini berada di dunia, dia akan selalu menjadi bahaya, bagi kaum Bijak
sekalipun. Sebab tak ada sesuatu yang jahat pada awalnya. Bahkan Sauron pun
tidak. Aku takut mengambil Cincin itu untuk menyembunyikannya, terlebih lagi
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 287 untuk menggunakannya."
"Aku juga," kata Gandalf.
Boromir memandang mereka dengan penuh keraguan, tapi ia menundukkan
kepala. "Baiklah," katanya. "Jadi, kami di Gondor harus mengandalkan
senjatasenjata yang sudah kami miliki. Dan setidaknya, sementara kaum Bijak
menjaga Cincin ini, kami akan terus berjuang. Mungkin Pedang-yang-sudah-Patah masih
bisa menyurutkan gelombang pasang - kalau tangan yang memegangnya bukan
hanya mewarisi suatu pusaka, tetapi juga otot Raja-Raja Manusia."
"Siapa tahu?" kata Aragorn. "Akan kita uji suatu hari nanti."
"Mudah-mudahan hari itu tidak terlalu lama lagi," kata Boromir. "Karena meski
aku tidak meminta bantuan, kami membutuhkannya. Akan terasa lebih ringan kalau
kami tahu bahwa yang lain juga berjuang dengan semua kekuatan yang mereka
punyai." "Kalau begitu, kau boleh merasa terhibur," kata Elrond. "Sebab ada
kekuatankekuatan lain dan alam-alam yang tidak kauketahui, dan semua itu
tersembunyi darimu. Sungai Besar Anduin mengalir melewati banyak pantai, sebelum sampai di
Argonath dan Gerbang-Gerbang Gondor."
"Meski begitu, mungkin akan baik untuk semuanya kalau semua kekuatan ini
digabungkan," kata Gloin si Kurcaci, "dan kekuatan masingmasing dimanfaatkan
dalam persekutuan. Mungkin ada cincin-cincin lain yang tidak begitu jahat, yang
bisa digunakan untuk kebutuhan kita. Tujuh Cincin sudah hilang dari kita-kalau
Balin tidak menemukan cincin Thror, yang merupakan yang terakhir; tidak ada
kabar darinya sejak Thror mati di Moria. Bolehlah kuungkapkan saat ini, bahwa
sebagian alasan Balin pergi adalah karena dia mengharapkan menemukan cincin
aku." "Balin tidak akan menemukan cincin di Moria," kata Gandalf. "Thror
memberikannya pada Thrain, putranya, tapi Thrain tidak memberikannya pada
Thorin. Cincin itu diambil dari Thrain melalui penyiksaan hebat di ruang bawah
tanah di Dol Guldur. Aku datang terlambat."
"Aaah!" seru Gloin. "Kapan hari pembalasan kami akan tiba" Tapi masih ada
Cincin yang Tiga. Bagaimana dengan Tiga Cincin bangsa Peri" Katanya cincincincin
itu sangat hebat. Bukankah para Peri Bangsawan menyimpannya" Tapi
mereka juga dibuat oleh sang Penguasa Kegelapan, lama berselang. Apakah
mereka tidak dipakai" Aku melihat para Peri Bangsawan di sini. Apa mereka tidak
akan mengungkapkannya?"
Halaman | 288 The Lord of The Rings Para Peri tidak menjawab. "Tidakkah kau mendengarku, Gloin?" kata Elrond.
"Yang Tiga itu bukan dibuat oleh Sauron, dan dia belum pernah menyentuhnya.
Tapi kami tak boleh membicarakannya. Hanya itu yang boleh kukatakan dalam
masa keraguan ini. Mereka bukan tidak digunakan. Tapi mereka bukan dibuat
untuk digunakan sebagai senjata perang atau untuk mengalahkan: bukan itu
kekuatan mereka. Mereka yang membuatnya bukan mengharapkan kekuatan,
penguasaan, atau kekayaan berlimpah, melainkan pemahaman, penciptaan, dan
penyembuhan, untuk memelihara semua hal agar tidak bernoda. Hal-hal ini
sebagian sudah dicapai bangsa Peri di Dunia Tengah, meski dengan banyak
kesedihan. Tapi segala sesuatu yang dibuat oleh tangan-tangan yang memakai
Tiga Cincin akan berbalik ke kehancuran, dan hati serta pikiran mereka akan
terungkap kepada Sauron, kalau dia memiliki kembali Cincin Utama. Lebih baik
Tiga Cincin itu tak pernah ada. Itulah tujuannya."
"Tapi apa yang akan terjadi kalau Cincin Utama dihancurkan seperti
kauusulkan?" tanya Gloin.
"Kami tidak tahu pasti," jawab Elrond sedih. "Beberapa berharap Tiga Cincin,
yang belum pernah disentuh Sauron, akan bebas, dan para penguasa mereka bisa
menyembuhkan luka-luka dunia yang disebabkan Sauron. Tapi kalau Cincin Utama
sudah hilang, mungkin Tiga Cincin itu akan gagal, dan banyak hal indah akan
mengabur dan dilupakan. Itu keyakinanku."
"Namun semua Peri bersedia memikul kemungkinan ini," kata Glorfindel,
"kalau dengan demikian kekuatan Sauron bisa dipatahkan, dan ketakutan terhadap
kekuasaannya hilang selamanya."
"Jadi, sekali lagi kita kembali ke rencana menghancurkan Cincin," kata
Erector, "tapi sepertinya tidak ada solusi. Kekuatan apa yang kita miliki, untuk
menemukan Api tempat Cincin itu dibuat" Jalan itu sungguh jalan keputusasaan.
Bahkan kebodohan, kataku, kalau kebijakan Elrond yang sangat leas tidak
melarangku berkata demikian."
"Putus asa, atau kebodohan?" kata Gandalf. "Bukan putus asa, karena putus
asa hanya bagi mereka yang melihat akhirnya dengan yakin. Kita tidak melihatnya.
Orang bijak menyadari kebutuhan, bila semua jalan lain sudah ditimbang, meski
jalan yang dipilih mungkin tampak sebagai kebodohan, bagi mereka yang
berpegang pada harapan palsu. Nah, biarlah kebodohan men ad' jubah kita,
selubung di depan mata Musuh! Karena dia sangat pintar, dan dia menimbang
semua hal hingga sekecil-kecilnya, dalam timbangan kejahatannya. Tapi
satusatunya ukuran yang dia kenal adalah hasrat, hasrat untuk kekuasaan; dan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 289 begitulah dia menilai semua orang. Dalam hatinya takkan pernah terlintas pikiran
bahwa ada orang yang akan menolak, bahwa kita ingin memiliki Cincin itu untuk
menghancurkannya. Kalau kita memilih ini, dia akan salah perhitungan."
"Setidaknya untuk sementara," kata Elrond. "Jalan ini harus dilewati, meski
akan sulit sekali. Kekuatan maupun kebijakan takkan membawa kita jauh di jalan
itu. Perkara ini bisa diupayakan oleh yang lemah, dengan harapan sama besar
seperti yang kuat. Tapi wring seperti itulah justru jalannya perbuatan-perbuatan
yang menggerakkan roda dunia: tangantangan kecil melakukannya karena
terpaksa, sementara mata yang lebih kuat sedang menoleh ke tempat lain."
"Baiklah, baiklah, Master Elrond!" kata Bilbo tiba-tiba. "Jangan katakan apaapa
lagi! Sudah jelas apa yang kaumaksud. Bilbo si hobbit bodoh yang memulai
masalah ini, dan sebaiknya Bilbo juga yang mengakhiri, atau menghabisi dirinya
sendiri. Aku sangat nyaman di sini, dan bisa menulis bukuku dengan senang. Kalau
kau mau tahu, aku sedang menuliskan akhir ceritanya. Aku berniat menulis: dan
dia hidup bahagia selamanya, sampai akhir hayatnya. Itu akhir yang bagus, walau
sudah wring digunakan. Sekarang aku terpaksa mengubahnya, karena
kelihatannya tidak akan menjadi kenyataan; lagi pula, tampaknya akan ada
beberapa bab tambahan, kalau aku masih hidup untuk menuliskannya. Sangat
mengganggu. Kapan aku harus mulai?"
Boromir memandang kaget ke arah Bilbo, tapi ia tidak jadi tertawa ketika
melihat semua yang lain memandang hobbit tua itu dengan hormat dan khidmat.
Hanya Gloin yang tersenyum, tapi senyumannya karena mengingat kenangan
lama. "Tentu saja, Bilbo-ku sayang," kata Gandalf. "Kalau benar-benar kau yang
memulai perkara ini, kau tentu diharapkan menyelesaikannya. Tapi kau tahu betul
bahwa siapa pun tak bisa menganggap dirinyalah yang memulai sesuatu, dan
dalam perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan pahlawan mana pun, peran yang
dimainkannya kecil saja. Kau tidak perlu membungkuk! Meski perkataanmu
sungguh-sungguh, dan kami tidak ragu bahwa di balik kelakarmu, kau menawarkan
sesuatu yang berani. Tapi urusan ini ada di luar kemampuanmu, Bilbo. Kau tak
bisa mengembalikan benda ini. Dia sudah beralih pada yang lain. Kalau kau masih
memerlukan nasihatku, menurutku bagianmu sudah selesai, kecuali sebagai
pencatat. Selesaikan bukumu, dan biarkan akhirnya tanpa perubahan! Masih ada
harapan untuk itu. Tapi bersiaplah untuk menulis lanjutannya, kalau mereka
kembali." Bilbo tertawa. "Belum pernah kau memberiku nasihat menyenangkan,"
Halaman | 290 The Lord of The Rings katanya. "Karena semua nasihatmu yang tidak menyenangkan ternyata bagus, aku
jadi bertanya-tanya apakah nasihat ini tidak buruk. Bagaimanapun, rasanya aku
tak punya kekuatan ataupun keberuntungan untuk menangani Cincin ini. Dia sudah
tumbuh, sedangkan aku tidak. Tapi katakan: apa maksudmu dengan mereka?"
"Utusan-utusan yang dikirimkan bersama Cincin itu."
"Tepat! Dan siapakah mereka" Kurasa itulah yang harus diputuskan Rapat ini,
hanya itu. Bangsa Peri mungkin bisa kenyang dari berbicara saja, dan para
Kurcaci bisa menanggung kelelahan besar; tapi aku hanya seorang hobbit tua, dan aku
ingin makan siang. Tak bisakah kalian memikirkan beberapa nama sekarang" Atau
menundanya sampai setelah makan malam?"
Tidak ada yang menjawab. Lonceng tengah hari berdentang. Masih tidak ada
yang bicara. Frodo melirik semua wajah, tapi mereka tidak memandangnya.
Seluruh Dewan duduk dengan mata menunduk, seolah berpikir sangat dalam.
Kecemasan besar menimpa diri Frodo, seolah ia sedang menunggu pengumuman,
tentang bahaya maut yang sudah lama dilihatnya, dan sia-sia diharapkan tidak
jadi dibahas. Hasrat besar untuk beristirahat dan tinggal dengan damai di dekat
Bilbo. di Rivendell menguasai hatinya. Akhirnya, dengan susah payah ia berbicara, dan
heran mendengar kata-katanya sendiri, seolah ada kekuatan lain yang
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggerakkan suaranya yang kecil.
"Aku akan membawa Cincin itu," katanya, "meski aku tidak tahu jalannya."
Elrond mengangkat mata menatapnya, dan Frodo merasa hatinya tertusuk
oleh ketajaman pandangannya yang tiba-tiba. "Kalau aku mengerti dengan benar
semua yang telah kudengar," katanya, "maka kurasa tugas ini dibebankan padamu,
Frodo; dan kalau kau tak bisa menemukan jalannya, maka takkan ada orang lain
yang bisa. Inilah saatnya bangsa Shire bangkit dari ladang-ladang mereka yang
tenang, untuk mengguncang menaramenara dan meruntuhkan anggapananggapan orang-
orang Bijak. Siapa di antara kaum Bijak yang bisa meramalkan hal
ini" Atau, kalau mereka bijak, mengapa mereka berharap akan mengetahuinya,
sampai saatnya tiba"
"Tapi ini beban 'yang sangat berat. Begitu berat, hingga tak layak
memindahkannya kepada yang lain. Aku tidak membebankannya padamn. Tapi
kalau kau menerimanya dengan sukarela, akan kukatakan bahwa pilihanmu benar;
dan meski semua sahabat bangsa Peri sejak dulu - Hador, Hurin, dan Turin, dan
Beren sendiri - berkumpul bersama, maka tempatmu adalah di antara mereka."
"Tapi kau tentu tidak akan mengirimnya sendirian, Master?" teriak Sam, tak
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 291 bisa menahan diri lebih lama lagi, dan melompat dari pojok tempat ia sebelumnya
duduk diam di lantai. "Memang tidak!" kata Elrond, menoleh kepadanya dengan tersenyum. "Kau
akan pergi bersamanya. Hampir tak mungkin memisahkanmu dari dia, meski dia
dipanggil ke rapat rahasia ini dan kau tidak."
Sam duduk kembali, wajahnya memerah, dan ia menggumam, "Kita
menerjunkan diri ke dalam masalah ruwet, Master Frodo!" katanya sambil
menggelengkan kepala. Halaman | 292 The Lord of The Rings Cincin Pergi Ke Selatan Hari itu, setelah Rapat Dewan, para hobbit mengadakan pertemuan sendiri di
kamar Bilbo. Merry dan Pippin marah ketika mendengar Sam diam-diam masuk ke
Rapat Dewan, dan sudah dipilih sebagai pendamping Frodo.
"Itu sangat tidak adil," kata Pippin. "Bukannya melempar dia keluar dan
memborgolnya, Elrond malah memberinya imbalan untuk kekurangaj arannya!"
"Imbalan!" kata Frodo. "Aku tak bisa membayangkan hukuman yang lebih
berat. Kau bicara tanpa pikir panjang: dikutuk untuk pergi dalam perjalanan
tanpa harapan, itu imbalan" Kemarin aku bermimpi tugasku sudah selesai, dan aku bisa
beristirahat di sini untuk waktu lama, bahkan mungkin untuk selamanya."
"Aku tidak heran," kata Merry, "dan aku berharap keinginanmu kesampaian.
Tapi kami iri pada Sam, bukan padamu. Kalau kau harus pergi, maka bagi kami
yang ditinggal, meski di Rivendell, itu merupakan suatu hukuman. Kami sudah
berjalan jauh bersamamu dan sudah melewati saatsaat gawat. Kami ingin
melanjutkan perjalanan."
"Itu maksudku," kata Pippin: "Kita kaum hobbit harus tetap bersama, dan itu
akan kita lakukan. Aku akan pergi, kecuali mereka mengikatku. Harus ada orang
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 293 yang punya kecerdasan dalam rombongan."
"Kalau begitu, kau pasti tidak akan dipilih, Peregrin Took!" kata Gandalf,
menengok ke dalam jendela, yang dekat ke tanah. "Tapi kalian tak perlu khawatir
dine. Belum ada yang diputuskan."
"Tidak ada yang diputuskan!" sera Pippin. "Kalau begitu, apa yang kalian
semua lakukan" Kalian di ruang tertutup selama berjam-jam."
"Berbicara," kata Bilbo. "Banyak sekali pembicaraan, dan semua mempunyai
kejutan. Bahkan Gandalf tea. Kukira berita Legolas tentang Gollum juga
membuatnya terguncang, meski dia kemudian tidak menghiraukannya."
"Kau salah," kata Gandalf. "Kau tidak memperhatikan. Aku sudah
mendengarnya dari Gwaihir. Kalau kau mau tahu, yang benar-benar kejutan,
seperti kau menyebutnya, adalah kau dan Frodo; dan aku satu-satunya yang tidak
kaget." "Yang jelas," kata Bilbo, "tidak ada yang diputuskan selain memilih Frodo dan
Sam yang malang. Aku sudah khawatir ini akan terjadi, kalau aku dibolehkan
mencetuskannya. Tapi menurutku Elrond akan mengutus sejumlah besar orang,
kalau laporan-laporan sudah masuk. Apa mereka sudah mulai, Gandalf?"
"Ya," kata penyihir itu. "Beberapa pengintai sudah dikirimkan. Lebih banyak
lagi akan berangkat besok. Elrond mengirimkan kaum Peri, dan mereka akan
menghubungi para Penjaga Hutan, dan mungkin juga bangsa Thranduil di
Mirkwood. Aragorn berangkat bersama putra-putra Elrond. Kita harus memeriksa
seluruh negeri-negeri sekitar untuk jarak jauh sekali, sebelum melakukan gerakan
apa pun. Jadi, bergembiralah, Frodo! Mungkin kau akan lama sekali tinggal di
sini." "Ah!" kata Sam muram. "Kita hanya akan menunggu cukup lama, sampai
musim dingin tiba." "Itu tak bisa dihindari," kata Bilbo. "Itu sebagian adalah kesalahanmu, Frodo
anakku: menuntut untuk menunggu sampai ulang tahunku. Cara aneh untuk
menghormatinya, kupikir. Bukan hari yang akan kupilih untuk membiarkan keluarga
S.-Bs. masuk ke Bag End. Tapi begitulah: kau sekarang tak bisa menunggu sampai
musim semi; dan kau tak bisa pergi sebelum laporan-laporan masuk.
Saw musim dingin pertama muncul
meretakkan bebatuan di malam beku dan sepi,
saat telaga-telaga menghitam dan pepohonan pun gundul,
Halaman | 294 The Lord of The Rings janganlah berjalan di Belantara seorang diri. Tapi aku khawatir nasibmu justru
seperti itu." "Aku juga khawatir begitu," kata Gandalf. "Kita belum bisa
berangkat sebelum tahu tentang para Penunggang itu."
"Kupikir mereka semua sudah hancur kena banjir," kata Merry.
"Hantu-Hantu Cincin seperti itu tak bisa dihancurkan," kata Gandalf. "Mereka
bergantung pada kekuatan tuan mereka, dan mereka berdiri atau jatuh
bersamanya. Moga-moga mereka semua sudah tidak mempunyai kuda lagi dan
sudah terbuka topengnya, hingga untuk sementara
tidak begitu berbahaya; tapi kita harus mencari tahu dengan pasti.
Sementara itu, kau harus mencoba melupakan kesulitanmu, Frodo. Entah aku
bisa membantumu atau tidak, tapi aku main membisikkan ini padamu. Ada yang
bilang, perlu ada yang cerdas dalam rombongan ini. Dia benar. Kupikir aku akan
ikut denganmu." Frodo begitu bahagia mendengar pernyataan itu, sampai Gandalf
meninggalkan ambang jendela tempat ia duduk selama itu, dan melepaskan
topinya sambil membungkuk. "Aku hanya bilang kupikir aku akan ikut. Dalam hal
ini, Elrond yang akan banyak memutuskan, dan temanmu Strider. Omongomong,
aku jadi teringat. Aku harus menemui Elrond. Aku harus pergi."
"Menurutmu, berapa lama waktuku di sini?" kata Frodo pada Bilbo, ketika
Gandalf sudah pergi. "Oh, aku tidak tahu. Aku tak bisa menghitung hari di Rivendell," kata Bilbo.
"Tapi cukup lama, kupikir. Kita akan bisa banyak bercakap-cakap. Bagaimana
kalau kau membantuku dengan bukuku, dan membuat awal buku berikutnya" Apa
kau sudah memikirkan akhir ceritanya?"
"Ya, beberapa, semuanya gelap dan tidak menyenangkan," kata Frodo.
"Oh, tidak boleh!" kata Bilbo. "Buku seharusnya mempunyai akhir kisah yang
bagus. Bagaimana kalau begini: dan mereka semua tinggal dan hidup bersarna
dengan bahagia?" "Cukup baik, kalau memang akan sampai ke sana," kata Frodo. "Ah!" kata
Sam. "Dan di mana mereka akan tinggal" Itu yang sering kupertanyakan."
Untuk beberapa saat, para hobbit melanjutkan bercakap-cakap dan
memikirkan perjalanan yang sudah lalu, serta bahaya-bahaya di depan; tapi begitu
menyenangkan kehidupan di negeri Rivendell, hingga tak lama kemudian semua
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 295 kecemasan hilang dari benak mereka. Masa depan, baik atau buruk, tidak
dilupakan, tapi sudah tak punya kekuatan untuk menguasai masa kini. Kesehatan
dan harapan tumbuh kuat dalam diri mereka, dan mereka puas dengan setiap hari
bagus yang datang, bergembira dengan setiap hidangan, setiap kata dan lagu.
Begitulah hari-hari berlalu, sementara setiap pagi merekah cerah dan indah,
dan setiap sore mengikuti dengan sejuk dan jernih. Tapi musim augur menyurut
dengan cepat; perlahan-lahan cahaya keemasan pudar menjadi pucat keperakan,
dan dedaunan yang masih bertahan jatuh dari pohonpohon. Angin mulai berembus
dingin dari Pegunungan Berkabut di timur. Bulan Pemburu membesar membulat di
langit malam, dan mengusir semua bintang kecil. Namun rendah di Selatan, satu
bintang bersinar merah. Setiap malam, ketika Bulan memudar lagi, bintang itu
bersinar semakin terang dan semakin terang. Frodo bisa melihatnya dari
jendelanya, jauh di langit, menyala seperti mata yang waspada, yang menyorot
dari atas pepohonan di ujung lembah.
Para hobbit sudah hampir dua bulan berada di Rumah Elrond. November
lewat dengan sisa-sisa terakhir musim gugur, dan Desember sedang berlalu, ketika
para pengintai mulai kembali. Beberapa sudah pergi ke utara, di seberang mata
air Hoarwell, masuk ke Ettenmoors; yang lain sudah pergi ke barat, dan dengan
bantuan Aragorn serta para Penjaga Hutan, sudah menyelidiki negeri jauh di
sepanjang Greyflood, sampai sejauh Tharbad, di mana Jalan Utara lama
menyeberangi sungai dekat kota yang sudah menjadi puing. Banyak yang sudah
pergi ke timur dan ke selatan; beberapa dari mereka menyeberangi Pegunungan
dan masuk ke Mirkwood, sementara yang lainnya mendaki jalan di sumber Sungai
Gladden, masuk ke Belantara dan melintasi Gladden Fields, akhirnya sampai ke
rumah lama Radagast di Rhosgobel. Radagast tidak ada di sana; dan mereka
kembali melalui jalan tinggi yang disebut Tangga Dimrill. Putra-putra Elrond,
Elladan dan Elrohir, yang terakhir kembali; mereka sudah melakukan perjalanan
besar, masuk lewat Silverlode ke dalam negeri aneh, tapi mereka hanya mau
berbicara pada Elrond tentang tugas mereka.
Di wilayah mana pun, para pengintai tidak menemukan tanda-tanda atau
kabar tentang para Penunggang atau anak buah lain dari Musuh. Bahkan dari
Elang-Elang Pegunungan Berkabut pun mereka tidak mendapat kabar baru. Tak
ada yang terlihat atau terdengar tentang Gollum; tapi serigala- serigala liar
masih berkumpul, dan berburu lagi jauh di sana, sepanjang Sungai Besar. Tiga dari kuda
hitam sudah ditemukan tenggelam seketika di Ford yang banjir. Di alas bebatuan
air terjun di bawahnya, para pencari menemukan tubuh lima kuda lagi, Juga
Halaman | 296 The Lord of The Rings sebuah jubah panjang hitam, tergores dan tercabik-cabik. PenunggangPenunggang
Hitam sama sekali tidak meninggalkan jejak, dan kehadiran mereka
tak bisa dirasakan di mana pun. Tampaknya mereka sudah lenyap dari Utara.
"Delapan dari Sembilan setidaknya sudah ada laporannya," kata Gandalf.
"Memang agak gegabah kalau kita terlalu yakin, tapi menurutku kita boleh
berharap para Hantu Cincin sudah tercerai-berai, dan terpaksa kembali sebisa mungkin ke
tuan mereka di Mordor, kosong dan tak berwujud.
"Kalau memang begitu, mereka baru akan mulai berburu lagi setelah
beberapa saat. Tentu saja Musuh mempunyai anak buah lain, tapi mereka harus
berjalan sampai ke perbatasan Rivendell sebelum bisa melacak jejak kita. Dan,
kalau kita berhati-hati, jejak kita akan sulit ditemukan. Tapi kita tak boleh
menunda lebih lama lagi." Elrond memanggil para hobbit. Ia memandang Frodo dengan muram.
"Saatnya sudah tiba," katanya. "Kalau Cincin itu mesti disingkirkan, maka
sekaranglah saatnya. Tapi mereka yang pergi bersamanya tak boleh berharap
tugas mereka akan dibantu perang atau kekuatan. Mereka harus masuk ke dalam
wilayah Musuh, jauh dari bantuan. Apa kau masih memegang janjimu, Frodo,
bahwa kau akan menjadi pembawa Cincin?"
"Ya," kata Frodo. "Aku akan pergi dengan Sam."
"Kalau begitu, aku tak bisa banyak membantumu, tidak juga dengan nasihat,"
kata Elrond. "Aku tak bisa meramal banyak tentang perjalananmu; dan bagaimana
tugasmu bisa diselesaikan, aku tidak tahu. Bayang-bayang itu sudah merangkak ke
kaki Pegunungan, bahkan mendekati perbatasan Greyflood; dan di bawah
BayangBayang itu semuanya gelap bagiku. Kau akan bertemu banyak musuh, beberapa
terbuka, beberapa menyamar; dan kau mungkin akan menemukan sahabat di
perjalanan, pada saat yang sama sekali tak terduga. Aku akan mengirimkan
pesanpesan sebisaku, pada mereka yang kukenal di dunia luas; tapi sekarang
negerinegeri sudah jadi begitu berbahaya, hingga beberapa pesan mungkin tidak
akan sampai, atau sampai tidak lebih cepat daripada dirimu.
"Dan aku akan memilihkan pendamping untuk pergi bersamamu, sejauh
mereka mau atau nasib mengizinkan. Jumlahnya harus sedikit, karena harapanmu
terletak dalam kecepatan dan kerahasiaan. Seandainya aku mempunyai pasukan
bersenjata kaum Peri, seperti pada Zaman Peri, itu pun tidak akan banyak
membantu, justru hanya akan membangkitkan kekuatan Mordor.
"Para Pembawa Cincin akan berjumlah Sembilan; dan Sembilan Pejalan ini
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 297 akan melawan Sembilan Penunggang yang jahat. Bersamamu dan pelayanmu
yang setia, Gandalf akan ikut; karena in, akan menjadi tugas besarnya, dan
mungkin akhir dari pekerjaannya.
"Sisanya, mereka akan mewakili Bangsa-Bangsa Merdeka lain di Dunia: Peri,
Kurcaci, dan Manusia. Legolas mewakili kaum Peri, dan Gimli putra Gloin mewakili
para Kurcaci. Mereka bersedia pergi, setidaknya sejauh celah-celah di
Pegunungan, dan mungkin lebih dari itu. Mewakili Manusia adalah Aragorn putra
Arathorn, karena Cincin Isildur berhubungan erat dengannya."
"Strider!" kata Frodo.
"Ya," kata Strider sambil tersenyum. "Aku minta izin sekali lagi untuk menjadi
pendampingmu." "Aku pasti akan memohonmu untuk ikut," kata Frodo, "hanya saja aku mengira
kau akan pergi ke Minas Tirith bersama Boromir."
"Memang," kata Aragorn. "Dan Pedang-yang-sudah-Patah itu akan ditempa
kembali sebelum aku maju perang. Tapi jalanmu dan jalanku berdampingan
selama beratus-ratus mil. Karena itu, Boromir juga akan ikut dalam rombongan.
Dia orang yang gagah berani."
"Tapi itu berarti tidak ada tempat untuk kami!" teriak Pippin sedih. "Kami tidak
mau ditinggal Kami ingin ikut dengan Frodo."
"Itu karena kau tidak mengerti dan tak bisa membayangkan apa yang bakal
kauhadapi," kata Elrond.
"Begitu juga Frodo," kata Gandalf, tiba-tiba mendukung Pippin. "Tak satu pun
di antara kita tahu pasti. Memang benar, hobbit-hobbit ini tidak akan berani
pergi kalau mereka memahami bahayanya. Tapi mereka masih tetap ingin pergi, atau
berharap mereka berani, dan akan malu serta sedih. Elrond, menurutku dalam
masalah ini lebih baik mempercayai persahabatan mereka daripada kebijakan
besar. Meski kau memilihkan seorang Pangeran Peri untuk kami, misalnya
Glorfindel, dia tidak akan bisa menyerang Menara Kegelapan, atau membuka jalan
ke Api dengan kekuatan yang ada di dalam dirinya."
"Kau berbicara serius," kata Elrond, "tapi aku ragu. Menurutku saat ini Shire
tidak bebas dari bahaya, dan mungkin dua hobbit ini akan kukirim sebagai
pembawa berita ke sana, untuk memperingatkan penduduknya tentang bahaya-ini.
Bagaimanapun, kurasa yang termuda di antara mereka berdua, Peregrin Took,
perlu tetap di sini. Hatiku berat membiarkan dia pergi."
Halaman | 298 The Lord of The Rings "Kalau begitu, Master Elrond, kau harus menyekapku di penjara, atau
mengirimku pulang terikat dalam karung," kata Pippin. "Karena kalau tidak, aku
akan tetap ikut dengan Rombongan."
"Ya sudahlah. Kau akan pergi," kata Elrond, dan ia mengeluh. "Sekarang
rombongan Sembilan sudah lengkap. Dalam tujuh hari, kalian harus berangkat."
Pedang Elendil ditempa kembali oleh para pandai besi bangsa Peri, pada
matanya ditorehkan alat berbentuk tujuh bintang di antara Bulan Sabit dan
Matahari yang bersinar, dan di sekitarnya dituliskan banyak lambang; karena
Aragorn, putra Arathorn, akan pergi berperang melawan barisan Mordor. Pedang
itu bersinar kemilau setelah diperbaiki utuh kembali; cahaya matahari bersinar
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merah di dalamnya, dan cahaya bulan bersinar dingin, tepiannya keras dan tajam.
Aragorn memberinya nama baru, Anduril, Nyala Api dari Barat.
Aragorn dan Gandalf berjalan bersama, atau duduk membicarakan perjalanan
dan bahaya yang akan mereka temui; mereka merenungi tumpukan peta dan buku
pengetahuan yang ada di rumah Elrond. Kadangkadang Frodo bersama mereka;
tapi ia puas mengandalkan bimbingan mereka, dan sebanyak mungkin waktu
dihabiskannya bersama Bilbo.
Di hari-hari terakhir itu, para hobbit duduk bersama di sore hari di Aula Api.
Di sana, di antara banyak dongeng, mereka mendengar selengkapnya syair tentang
Beren dan Luthien, dan tentang keberhasilan Beren menyunting Permata Agung
itu; tapi di pagi hari, sementara Pippin dan Merry berjalanjalan, Frodo dan Sam
bisa ditemukan bersama Bilbo di dalam kamarnya yang kecil. Bilbo akan membacakan
beberapa bab dari bukunya (yang masih kelihatan sangat tidak lengkap), atau
potongan sajak-sajaknya, atau mencatat petualangan Frodo.
Di pagi hari terakhir, Frodo berdua saja dengan Bilbo, dan hobbit tua itu
mengeluarkan sebuah peti kayu dari bawah tempat tidurnya. Ia membuka tutupnya
dan meraba-raba di dalamnya.
"Ini pedangmu," katanya. "Tapi sudah patah. Aku mengambilnya untuk
menyimpannya dengan aman, tapi aku lupa menanyakan apakah para pandai besi
bisa memperbaikinya. Sudah tak ada waktu lagi sekarang. Maka, kupikir, mungkin
kau mau menerima ini."
Dari dalam peti, Bilbo mengambil sebilah pedang kecil terbungkus sarung kulit
yang sudah usang. Lalu ia menghunusnya, dan pedang yang terawat dan sudah
digosok itu tiba-tiba berkilauan, dingin dan terang. "Ini Sting," kata Bilbo,
dan menusukkannya tanpa banyak upaya ke dalam balok kayu. "Ambillah, kalau kau
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 299 suka. Aku tidak akan memerlukannya lagi, kukira."
Frodo menerimanya dengan bersyukur.
"Juga ada ini!" kata Bilbo, mengeluarkan sebuah bungkusan yang tampak
agak terlalu berat untuk ukurannya. Bilbo membuka beberapa lipatan kain tua, dan
mengangkat sebuah rompi kecil dari logam. Rompi itu terbuat dari tenunan cincin
rapat, sangat lemas, hampir seperti kain linen, dingin seperti es, dan lebih
keras daripada baja. Ia berkilauan seperti perak yang kena cahaya bulan, dan
bertatahkan permata putih. Juga ada ikat pinggang dari mutiara dan kristal.
"Indah, bukan?" kata Bilbo, menggerakkannya di bawah cahaya. "Dan
berguna sekali. Ini rompi logam Kurcaci yang diberikan Thorin padaku. Aku
mengambilnya kembali dari Michel Delving sebelum aku berangkat, dan
mengepaknya bersama barang bawaanku. Aku membawa semua kenangkenangan
Petualangan-ku, kecuali Cincin. Tapi kurasa aku tidak akan
memakainya, dan aku tidak membutuhkannya sekarang, kecuali untuk sekalisekali
dilihat. Hampir tidak terasa beratnya kalau dipakai."
"Aku pasti akan kelihatan... yah, kurasa aku tidak akan tampak bagus kalau
memakainya," kata Frodo.
"Persis seperti yang kukatakan pada diriku sendiri," kata Bilbo. "Tapi jangan
hiraukan penampilan. Kau bisa memakainya di bawah pakaian luarmu. Ayo! Ini
rahasia antara kau dan aku. Jangan ceritakan pada siapa pun! Tapi aku akan
merasa lebih bahagia kalau aku tahu kau memakainya. Mungkin rompi ini bisa
menahan pisau Penunggang Hitam sekalipun," ia mengakhiri perkataannya dengan
suara rendah. "Baiklah, baiklah, aku akan memakainya," kata Frodo. Bilbo mengenakannya
pada Frodo, dan mengikat Sting pada ikat pinggangnya yang berkilauan; lalu Frodo
memakai celana, jubah, dan jaketnya yang sudah lusuh kena cuaca.
"Kau kelihatan seperti hobbit biasa," kata Bilbo. "Tapi di dalam dirimu ada
sesuatu yang lebih besar daripada yang tampak di permukaan. Selamat dan
sukses untukmu!" Bilbo membuang muka dan memandang ke luar jendela, sambil
mencoba menyenandungkan sebuah lagu.
"Bilbo, ucapan terima kasih saja takkan cukup untuk ini, dan untuk semua
kebaikanmu di masa lalu," kata Frodo.
"Tak perlu!" kata hobbit tua itu sambil membalikkan tubuh dan menepuk
punggung Frodo. "Aduh!" teriaknya. "Kau sekarang sudah terlalu keras untuk
Halaman | 300 The Lord of The Rings dipukul! Tapi begitulah: para hobbit harus selalu bekerja sama, terutama
keluarga Baggins. Yang kuminta sebagai balasan hanya: jaga dirimu sebaik mungkin, dan
bawalah kembali semua berita sebisa mungkin, dan lagu serta dongeng kuno yang
kautemukan. Aku akan berupaya sebaik mungkin untuk menyelesaikan bukuku
sebelum kau kembali. Aku ingin menulis buku kedua, kalau aku diberi waktu untuk
tetap hidup." Bilbo memutuskan pembicaraan dan membalikkan badan ke jendela
lagi, sambil bernyanyi perlahan.
Di depan perapian, aku duduk memikirkan
segala hal yang pernah kulihat,
bunga-bunga di padang dan kupu-kupu yang berterbangan
di musim panas yang telah lewat;
Dedaunan kuning dan jaringan sutra di musim gugur yang telah berlalu
bersama kabut pagi dan cahaya matahari serta angin yang bertiup di rambutku.
Di depan perapian, aku duduk memikirkan tentang apa jadinya dunia ini bila
hanya ada musim dingin tanpa disusul musim semi.
Kar'na masih sangat banyak Hal-hal yang belum sempat kukagumi: di setiap
hutan dalam setiap musim semi ada warna hijau yang berbeda 'tuk dinikmati.
Di dekat perapian, aku duduk memikirkan orang-orang di zaman dahulu, dam
orang-orang yang akan melihat dunia yang aku sendiri takkan pernah tahu.
Tapi sementara aku duduk berpikir tentang masa-masa yang telah berlalu,
kupasang telinga mendengarkan langkah kaki dan suara-suara di depan pintu..
Hari itu cuaca dingin kelabu, mendekati akhir Desember. Angin Timur mengalir
melalui dahan-dahan gundul pepohonan, dan menggelegak di pohon-pohon
cemara di bukit. Potongan awan-awan bergegas di atas, gelap dan rendah. Ketika
keremangan muram sore hari mulai latuh, Rombongan itu bersiap-siap berangkat.
Mereka akan berangkat senja, karena Elrond menyarankan mereka berjalan di
bawah lindungan malam sesering mungkin, sampai mereka jauh dari Rivendell.
"Kau harus waspada terhadap banyak mata anak buah Sauron," katanya. "Tak
kuragukan bahwa kabar tentang malapetaka yang dialami para Penunggang sudah
sampai ke telinganya, dan dia pasti gusar sekali. Tak lama lagi, mata-matanya
yang berjalan maupun bersayap akan berkelana di negeri-negeri utara. Bahkan
langit di atasmu harus diwaspadai dalam perjalananmu."
Rombongan itu hanya membawa sedikit senjata perang, karena harapan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 301 mereka ada pada kerahasiaan, bukan pertempuran. Aragorn membawa Anduril,
tapi tidak membawa senjata lain, dan ia pergi hanya berpakaian hijau dan
cokelat, sebagai penjaga belantara. Boromir mempunyai pedang panjang, bentuknya
seperti Anduril, tapi garis keturunannya tidak begitu hebat, dan ia juga membawa
perisai serta terompet perangnya.
"Bunyinya nyaring dan jelas di lembah-lembah perbukitan," katanya, "maka
biarlah semua musuh Gondor lari!" Sambil memasang terompet itu di bibirnya, ia
meniupnya; gemanya berlompatan dari karang ke karang, dan semua yang
mendengarnya di Rivendell melompat bangkit.
"Jangan terlalu cepat membunyikan terompetmu itu lagi, Boromir," kata
Elrond, "sampai kau sekali lagi berdiri di perbatasan negerimu, dan menghadapi
situasi gawat." "Mungkin," kata Boromir. "Tapi aku selalu membunyikan terompetku kalau
berangkat, dan meski setelahnya kami akan berjalan dalam kegelapan, aku tidak
akan pergi seperti maling di malam hari."
Hanya Gimli si Kurcaci yang mengenakan secara terbuka sebuah kemeja
pendek terbuat dari cincin-cincin baja, karena orang-orang kerdil bisa
mengangkat beban dengan enteng; dalam ikat pinggangnya ada sebuah kapak bermata lebar.
Legolas mempunyai sebuah busur dan tempat anak panah, dan di ikat
pinggangnya sebilah pisau panjang putih. Hobbit-hobbit yang lebih muda
membawa pedang-pedang yang mereka ambil dari Barrow; tapi Frodo hanya
membawa Sting; rompi logamnya tetap tersembunyi, seperti diinginkan Bilbo.
Gandalf membawa tongkatnya, tapi terpasang di pinggangnya adalah Glamdring,
pedang bangsa Peri, pasangan pedang Orcrist yang sekarang terbaring di atas
dada Thorin, di bawah Gunung Sunyi.
Mereka semua dibekali pakaian tebal yang hangat oleh Elrond; mereka juga
mempunyai jaket can mantel berlapis bulu. Persediaan makanan, pakaian, dan
kebutuhan lain diangkut seekor kuda, tak lain daripada hewan malang yang mereka
bawa dari Bree. Tinggal di Rivendell telah membawa perubahan hebat pada si kuda: bulunya
mengilap, dan semangatnya menggebu-gebu. Sam yang bersikeras memilihnya,
menyatakan bahwa Bill (begitu ia memanggilnya) akan sakit kalau tidak diajak.
"Hewan itu hampir bisa bicara," katanya, "dan akan berbicara, kalau dia
tinggal di sini lebih lama lagi. Dia memandangku sama jelasnya seperti Mr.
Pippin bicara: 'Kalau kau tidak membiarkan aku ikut denganmu, Sam, aku akan ikut
Halaman | 302 The Lord of The Rings sendiri." Maka Bill pun ikut sebagai hewan muatan, tapi justru ia satu-satunya
anggota rombongan yang tidak tampak tertekan.
Mereka sudah berpamitan di aula besar dekat perapian, dan sekarang mereka
hanya menunggu Gandalf, yang belum keluar dari rumah. Secercah cahaya api
keluar melalui pintu-pintu yang terbuka, dan cahaya-cahaya lembut bersinar di
dalam banyak jendela. Bilbo yang berselubung jubah berdiri diam di ambang pintu,
di samping Frodo. Aragorn duduk dengan kepala tertunduk sampai ke lutut; hanya
Elrond yang tahu persis arti saat ini baginya. Yang lainnya terlihat sebagai
sosoksosok kelabu di dalam kegelapan.
Sam berdiri dekat kuda, sambil mengisap-isap giginya, dan memandang
muram ke dalam keremangan, di mana sungai bergemuruh di atas bebatuan di
bawah; gairahnya untuk petualangan sedang surut sampai titik terendah.
"Bill, sobatku," katanya, "seharusnya kau tidak ikut kami. Kau bisa saja tetap
di sini, makan jerami terbaik sampai rumput baru datang." Bill mengibaskan ekornya
dan tidak mengatakan apa pun.
Sam membetulkan letak ransel di pundaknya, dan dengan cemas mengingatingat
kembali apa saja yang sudah ia masukkan ke dalamnya, bertanya-tanya
apakah ia melupakan sesuatu: hartanya yang utama, alat-alat masaknya; dan
kotak garam kecil yang selalu dibawa dan diisinya kembali sebisa mungkin;
persediaan rumput tembakau (tapi pasti kurang banyak); korek api dan bahan
bakar; kaus kaki wol; beberapa benda milik majikannya yang dilupakan Frodo dan
yang dikemas Sam untuk suatu saat nanti dikeluarkan dengan bangga kalau dicari.
Ia mengingat-ingat semuanya.
"Tambang!" ia menggerutu. "Tidak ada tambang! Padahal baru tadi malam
kau bilang pada dirimu sendiri, 'Sam, bagaimana dengan tambang" Kau akan
memerlukannya, kalau kau tidak punya.' Well, aku akan menginginkannya. Tapi
aku tak mungkin mendapatkannya sekarang."
Saat itu Elrond keluar bersama Gandalf, dan ia memanggil Rombongan.
"Inilah ucapanku yang terakhir," katanya dengan suara rendah. "Pembawa Cincin
akan berangkat ke Gunung Maut. Pada dirinya seorang, tanggung jawab terbeban:
tidak membuang Cincin, atau memberikannya kepada anak buah Musuh, juga tidak
membolehkan siapa pun memegangnya, kecuali anggota Rombongan dan Dewan
Penasihat, dan hanya dalam keadaan sangat gawat. Yang lain-lain pergi
bersamanya sebagai pendamping bebas, untuk membantunya di jalan. Kalian
boleh tetap tinggal, atau kembali, atau membelok ke jalan lain, tergantung
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 303 kesempatan. Semakin jauh kalian pergi, semakin tak mudah mengundurkan diri;
tapi tak ada sumpah atau ikatan yang dibebankan pada kalian untuk pergi lebih
jauh daripada yang kalian inginkan. Karena kalian tidak tahu kekuatan hati
kalian, dan kalian tak bisa tahu sebelumnya, apa yang akan dijumpai masing-masing
dalam perjalanan ini."
"Dia yang pamit ketika jalan menjadi gelap adalah orang yang tak punya
keyakinan," kata Gimli.
"Mungkin," kata Elrond, "tapi jangan biarkan seseorang bersumpah untuk
berjalan dalam kegelapan, kalau dia belum melihat datangnya malam."
"Tapi kata-kata sumpah mungkin bisa memperkuat had yang gemetar," kata
Gimli. "Atau mematahkannya," kata Elrond. "Jangan menatap terlalu jauh ke depan!
Tapi pergilah sekarang dengan hati bersih! Selamat jalan, dan semoga berkat
bangsa Peri dan Manusia dan semua Bangsa Merdeka menyertaimu. Semoga
bintang-bintang menerangi wajahmu!"
"Semoga... semoga berhasil!" teriak Bilbo, berbicara terbata-bata karena
kedinginan. "Kurasa kau tidak akan sempat menulis buku harian, Frodo anakku,
tapi aku mengharapkan laporan lengkap bila kau kembali. Dan jangan terlalu lama!
Selamat jalan!" Para anggota lain dalam rumah tangga Elrond berdiri dalam bayang-bayang,
memperhatikan mereka berangkat, mengucapkan selamat jalan dengan suarasuara
lembut. Tak ada tawa, dan tak ada nyanyian atau musik. Akhirnya mereka
membalikkan badan, dan diam-diam berlalu dalam kegelapan.
Rombongan itu melintasi jembatan, dan perlahan-lahan mendaki jalan curam
panjang yang keluar dari lembah Rivendell yang terbelah; akhirnya mereka sampai
ke dataran tinggi, di mana angin mendesis melalui semaksemak heather. Lalu,
dengan satu tatapan terakhir ke Rumah Nyaman terakhir yang berkelip-kelip di
bawah sana, mereka berjalan maju ke dalam kegelapan malam.
Di Ford Bruinen mereka meninggalkan Jalan, dan menuju ke selatan, melalui
jalan-jalan sempit di tengah daratan yang penuh lipatan-lipatan tanah. Rencana
mereka adalah tetap berjalan ke arah ini di sisi barat Pegunungan, untuk
beberapa mil dan hari. Pedalaman itu jauh lebih kasar dan lebih gersang daripada di
lembah hijau Sungai Besar di Belantara, di sisi sebelah sana jajaran gunung, dan
perjalanan mereka akan lamban; tapi dengan cara ini mereka berharap bisa
menghindari ketahuan oleh mata yang tidak bersahabat. Mata-mata Sauron selama
Halaman | 304 The Lord of The Rings ini jarang terlihat di negeri kosong ini, dan jalan-jalannya tidak dikenal,
kecuali oleh penduduk Rivendell. Gandalf berjalan di depan, dan bersamanya berjalan Aragorn, yang kenal
negeri ini bahkan dalam gelap. Yang lainnya berbaris ke belakang, dan Legolas
yang bermata tajam menjadi penjaga belakang. Bagian pertama perjalanan mereka
keras dan melelahkan, dan Frodo hanya sedikit mengingatnya, kecuali anginnya.
Selama berhari-hari angin sedingin es bertiup dari Pegunungan di timur, dan tak
ada pakaian yang mampu menahan rabaan jemarinya. Meski Rombongan itu
berpakaian baik, jarang mereka merasa hangat, baik selagi bergerak maupun bila
sedang beristirahat. Mereka tidur dengan gelisah di tengah hari, di suatu
lembah, atau tersembunyi di bawah semak belukar berduri yang tumbuh bergerombol di
banyak tempat. Di siang hari, mereka dibangunkan oleh penjaga, dan menyantap
makan siang: dingin dan tak menyenangkan biasanya, karena mereka jarang bisa
mengambil risiko menyalakan api. Di sore hari mereka melanjutkan perjalanan,
selalu sedapat mungkin ke arah selatan, bila mereka bisa menemukan jalan.
Pada mulanya, para hobbit merasa perjalanan ini tidak membawa mereka ke
mana-mana, dan terasa selamban siput, meski mereka sudah berjalan
tersandungsandung sampai kelelahan. Setiap hari pedalaman itu kelihatan sama
saja seperti hari sebelumnya. Namun toh pegunungan semakin dekat. Di Selatan Rivendell
mereka menjulang semakin tinggi, dan melengkung ke barat; dan di sekitar kaki
gunung utama terhampar negeri perbukitan yang lebih luas, dan lembah-lembah
berisi air yang bergolak. Jalan setapak hanya sedikit dan berkelok-kelok, dan
sering hanya menuntun mereka ke ujung suatu jurang terjal, atau masuk ke
rawarawa jahat. Mereka sudah dua minggu dalam perjalanan, ketika cuaca berubah. Angin
mendadak berhenti, dan berputar ke arah selatan. Awan-awan yang mengalir cepat
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendadak lenyap dan melebur, dan matahari muncul, pucat dan cerah. Fajar
dingin jernih merebak di akhir perjalanan malam yang panjang dan
terhuyunghuyung. Para pelancong aku sampai ke sebuah punggung bukit rendah yang
dimahkotai pepohonan holly kuno, dengan batang-batang kelabu yang seolah
dibangun dari batu-batu bukit itu sendiri. Daun-daunnya yang gelap bersinar, dan
buah beryn-nya menyala merah dalam cahaya matahari terbit.
Jauh di selatan, Frodo bisa melihat sosok remang-remang pegunungan tinggi
yang sekarang seolah berdiri di atas jalan yang mereka lalui. Di sebelah kiri
barisan pegunungan ini menjulang tiga puncak; yang tertinggi dan paling dekat berdiri
seperti gigi berlapiskan salju; ngarainya yang besar dan gersang di sisi utara
masih Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 305 diliputi keremangan, tapi menyala merah di bagian yang disinari cahaya matahari.
Gandalf berdiri di samping Frodo, dan memandang dari bawah tudungan
tangannya. "Kita sudah berhasil baik," katanya. "Kita sudah mencapai perbatasan
negeri yang disebut Hollin. Banyak Peri hidup di sini di masa-masa yang lebih
bahagia, ketika namanya masih Eregion: Sudah lima puluh lima mil kita berjalan,
menurut ukuran terbang burung gagak, meski lebih banyak mil lagi yang sudah
ditempuh kaki kita. Negeri dan cuacanya akan lebih lembut sekarang, tapi mungkin
justru semakin berbahaya."
"Berbahaya atau tidak, terbitnya matahari sangat menyenangkan," kata Frodo,
menyingkapkan kerudungnya dan membiarkan cahaya pagi jatuh ke wajahnya.
"Tapi pegunungan ada di depan kita," kata Pippin. "Pasti tadi malam kita
berbelok ke timur." "Tidak," kata Gandal? "Tapi kau bisa melihat lebih jauh di bawah sinar terang.
Di seberang puncak-puncak itu, pegunungan membengkok ke barat daya. Banyak
sekali peta di rumah Elrond, tapi kurasa tak terpikir olehmu untuk
mengamatinya?" "Ya, aku melakukannya, kadang-kadang," kata Pippin, "tapi aku tak ingat.
Frodo lebih cerdas untuk hal-hal semacam ini."
"Aku tidak butuh peta," kata Gimli, yang datang bersama Legolas. Ia menatap
ke depan dengan sorot aneh di matanya yang dalam. "Dahulu kala, di negeri itulah
ayah-ayah kami bekerja, dan kami menempa gambar pegunungan itu ke dalam
banyak karya dari logam dan batu. Dan ke dalam banyak lagu dan dongeng.
Mereka menjulang tinggi dalam mimpi-mimpi kami: Baraz, Zirak, Shathur.
"Hanya sekali aku melihat mereka dari jauh dalam hidup ini, tapi, aku tahu
mereka dan nama-nama mereka, karena di bawahnya terletak Khazaddum,
Dwarrowdelf, yang sekarang dinamakan Sumur Hitam, atau Moria dalam bahasa
Peri. Di sana berdiri Barazinbar, si Tanduk Merah, Caradhras yang kejam; di
seberangnya ada Silvertine dan Cloudyhead: Celebdil si Putih, dan Funaidhol si
Kelabu, yang kami namakan Zirakzigil dan Bundushathur.
"Di sana Pegunungan Berkabut terbagi, dan di antara lenganlengannya
terletak lembah gelap yang tak mungkin kami lupakan: Azanulbizar, Lembah
Dimrill, yang oleh bangsa Peri disebut Nanduhirion."
"Kita menuju Lembah Dimrill," kata Gandalf. "Kalau kita mendaki celah yang
dinamakan Gerbang Tanduk Merah, di bawah sisi terjauh Caradhras, kita akan
menuruni Tangga Dimrill, masuk ke lembah dalam, tempat para Kurcaci. Di sana
Halaman | 306 The Lord of The Rings terletak Mirrormere, dan di sana Sungai Silverlode muncul dalam mata-mata annya
yang sedingin es." "Gelap air Kheled-zaram," kata Gimli, "dan dingin mata air Kibil-nala. Hatiku
bergetar memikirkan bahwa segera aku akan melihatnya."
"Semoga kau bahagia melihatnya, Kurcaci yang budiman!" kata Gandalf. "Tapi
apa pun yang akan kaulakukan, kita tak bisa tinggal di lembah itu. Kita harus
melewati Silverlode, masuk ke hutan rahasia, lalu ke Sungai Besar, lalu..."
Ia berhenti. "Ya, terus ke mana?" tanya Merry.
"Sampai ke akhir perjalanan - pada akhirnya," kata Gandalf. "Kita tak bisa
terlalu jauh melihat ke depan. Biarlah kita berbahagia bahwa tahap pertama sudah
selesai dengan selamat. Kupikir kita akan beristirahat di sini, bukan hanya hari
ini, tapi juga nanti malam. Suasana di Hollin ini bagus sekali. Banyak kejahatan
harus menimpa suatu negeri, sebelum negeri itu sama sekali melupakan bangsa Peri,
kalau mereka pernah tinggal di sana."
"Itu benar," kata Legolas. "Tapi kaum Peri di negeri ini berasal dari ras yang
asing bagi kami bangsa silvan, dan sekarang pepohonan dan rumput sudah tak
ingat mereka lagi. Hanya bebatuan kudengar meratapi mereka: mereka
mempelajari kami sangat dalam, mereka membuat kami indah, mereka
membangun kami tinggi; tapi mereka sudah pergi. Mereka pergi. Mereka menuju
Havens, lama berselang."
Pagi itu mereka menyalakan api dalam cekungan dekat semak-semak holly,
dan makan malam-sarapan mereka jauh lebih gembira daripada sejak saat mereka
baru berangkat. Mereka tidak bergegas pergi tidur setelahnya, karena
mengharapkan punya waktu sepanjang malam untuk tidur, dan sesuai rencana,
mereka tidak akan melanjutkan perjalanan sampai sore hari berikutnya. Hanya
Aragorn diam dan resah. Setelah beberapa saat, ia meninggalkan Rombongan dan
berjalan sampai ke atas punggung bukit; di sana ia berdiri di bawah bayangan
pohon, memandang ke arah selatan dan barat, kepalanya dalam posisi sedang
mendengarkan. Lalu ia kembali ke pinggir lembah dan memandang temantemannya yang
tertawa dan bercakap-cakap di bawah.
"Ada apa, Strider?" Merry berteriak. "Apa yang kaucari" Apakah kau
kehilangan Angin Timur?"
"Bukan itu," jawab Aragorn. "Tapi aku kehilangan sesuatu. Akusudah sering ke
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 307 Hollin selama banyak musim. Tidak ada penduduknya sekarang, tapi banyak
makhluk lain tinggal di sini setiap saat, terutama burung. Sekarang semua
makhluk diam, kecuali kalian. Aku bisa merasakannya. Tidak ada bunyi sejauh bermil-mil
di sekitar kita, dan suara-suara kalian tampaknya membuat tanah bergema. Aku tidak
mengerti ini." Gandalf tiba-tiba menoleh dengan penuh perhatian. "Menurutmu, apa kira-kira
penyebabnya?" tanyanya. "Apakah lebih dari sekadar kekagetan melihat empat
hobbit, belum lagi yang lainnya, di tempat orang biasanya jarang terlihat atau
terdengar?" "Kuharap itu penyebabnya," jawab Aragorn. "Tapi aku merasakan suatu
kewaspadaan, dan ketakutan, yang belum pernah kurasakan di sini."
"Kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati," kata Gandalf. "Kalau bepergian
dengan Penjaga Hutan, sebaiknya ucapannya kita perhatikan, terutama kalau
Penjaga Hutan itu adalah Aragorn. Kita harus berhenti berbicara keras; kita
beristirahat dengan tenang, dan mulai berjaga bergiliran."
Hari itu giliran Sam untuk penjagaan pertama, tapi Aragorn bergabung
dengannya. Yang lain tertidur. Lalu keheningan semakin pekat, sampai Sam juga
merasakannya. Napas mereka yang tidur bisa terdengar jelas sekali. Kibasan ekor
kuda dan gerakan kakinya sesekali, menjadi bunyi-bunyian yang keras sekali. Sam
bisa mendengar sendi-sendinya sendiri berkeriut, kalau ia bergerak. Keheningan
pekat menggantung di sekitamya, dan di atas semuanya terbentang langit biru
jernih, sementara Matahari naik dari Timur. Jauh di Selatan, sebuah bercak gelap
muncul, semakin besar, dan melayang ke utara, seperti asap mengalir
diterbangkan angin. "Apa itu, Strider" Itu tidak seperti awan," Sam berbisik kepada Aragorn.
Aragorn tidak menjawab; ia menatap tajam ke langit; tapi tak lama kemudian Sam
bisa melihat sendiri, apa yang sedang men_ dekat. Kawanan burung, terbang
dengan kecepatan tinggi, berputar-putar melintasi seluruh daratan, seolah sedang
mencari sesuatu; dan mereka semakin lama semakin dekat.
"Berbaring datar dan diam!" desis Aragorn, menarik Sam ke bawah bayangan
semak holly; karena sejumlah besar burung tiba-tiba melepaskan diri dari pasukan
utama, dan terbang rendah, langsung menuju punggung bukit. Sam menduga
mereka sejenis burung gagak berukuran besar. Saat mereka melintas di atasdalam
kerumunan yang begitu rapat, sampai-sampai bayangan mereka mengikuti
dengan gelap di tanah di bawah-terdengar bunyi gaokan parau.
Halaman | 308 The Lord of The Rings Baru setelah mereka menghilang di kejauhan, utara dan barat, dan langit
sudah jernih kembali, Aragorn bangkit berdiri. Lalu ia melompat dan
membangunkan Gandalf. "Kawanan burung gagak hitam terbang di atas seluruh daratan di antara
Pegunungan dan Greyflood," katanya, "dan mereka melintasi Hollin.
Mereka bukan burung asli daerah itu; mereka crebain dari Fangorn dan
Dunland. Aku tidak tahu apa urusan mereka: mungkin ada kesulitan di selatan, dan
mereka melarikan diri; tapi kupikir mereka memata-matai daratan. Aku juga
melihat banyak elang terbang tinggi di langit. Kurasa kita harus berjalan terus malam
ini. Hollin sudah tidak sehat untuk kita: dia diawasi."
"Kalau begitu, Gerbang Tanduk Merah juga," kata Gandalf. "Dan bagaimana
kita bisa melewatinya tanpa kelihatan, tak bisa aku bayangkan. Kita pikirkan
nanti saja, kalau sudah saatnya. Kalau tentang berjalan lagi begitu kegelapan turun,
kurasa kau benar." "Untung api kita hanya sedikit berasap, dan sudah menyala kecil sebelum
crebain datang," kata Aragorn. "Api itu harus dipadamkan dan jangan dinyalakan
lagi." "Nah, itu benar-benar gangguan menjengkelkan!" kata Pippin. Beritanya: tidak
boleh ada api, dan berjalan lagi malam ini, sudah diberitahukan kepadanya begitu
ia bangun siang itu. "Semua hanya karena sekawanan burung gagak! Aku sudah
mengharapkan makan malam enak malam ini: sesuatu yang hangat."
"Yah, kau bisa meneruskan mengharapkannya," kata Gandalf. "Mung" kin saja
ada pesta makan tak terduga nanti. Aku sendiri ingin sekali mengisap pipa dengan
nyaman, dan kaki yang lebih hangar. Tapi ada satu hal pasti: akan semakin panas
kalau kita sampai di selatan."
"Terlalu panas, aku tidak akan heran," gerutu Sam pada Frodo. "Tapi aku
mulai berpikir, sudah saatnya kita melihat Gunung Api, dan akhir Jalan ini.
Tadinya kukira Tanduk Merah ini, atau apa pun namanya, adalah Gunung Api, sampai Gimli
berbicara. Bahasa Kurcaci pasti sulit sekali diucapkan!" Sam tak bisa mencerna
peta-peta, dan semua jarak dalam negeri-negeri asing ini rasanya begitu luas,
sampai ia kehilangan hitungan.
Sepanjang hari itu mereka tetap bersembunyi. Burung-burung hitam itu
sesekali melintas; tapi ketika Matahari yang semakin condong ke barat mulai
memerah, mereka menghilang ke selatan. Senja hari mereka berangkat, dan
sekarang dengan berbelok setengah ke timur, mereka mengarahkan perjalanan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 309 menuju Caradhras, yang di kejauhan masih menyala merah samar-samar, dalam
cahaya terakhir Matahari yang sedang terbenam. Satu demi satu bintang-bintang
muncul, sementara langit memudar.
Dipimpin oleh Aragorn, mereka menemukan jalan yang bagus. Bagi Frodo
tampaknya seperti sisa jalan kuno, yang dulu pernah lebar dan direncanakan
dengan baik, dari Hollin sampai ke celah gunung. Bulan, yang sekarang sudah
purnama, naik di atas pegunungan, melemparkan cahaya pucat yang membuat
bayangan bebatuan kelihatan hitam. Banyak bebatuan itu tampak seperti
dikerjakan dengan tangan, meski mereka sekarang menggeletak terguling, seperti
puing-puing di daratan gersang dan pucat.
Jam-jam dingin menggigit mendahului merekahnya fajar, dan bulan sudah
rendah. Frodo menengadah ke langit. Tiba-tiba ia melihat, atau merasa, sebuah
bayangan melintas tinggi di atas bintang-bintang, seolah untuk sejenak mereka
memudar, lalu berkelip lagi. Ia menggigil.
"Kau melihat sesuatu melintas di atas?" bisiknya pada Gandalf, yang berjalan
persis di depannya. "Tidak, tapi aku merasakannya, apa pun itu," jawab Gandalf. "Mungkin bukan
apa-apa; hanya seuntai awan tipis."
"Kalau begitu, dia bergerak cepat sekali," gerutu Aragorn, "dan bukan terbawa
angin." Tak ada lagi yang terjadi malam itu. Keesokan paginya malah lebih cerah dari
sebelumnya. Tapi udara dingin lagi; angin sudah berbalik kembali ke timur.
Selama dua malam mereka berjalan terus, mendaki terus, namun sangat perlahan,
sementara jalan mereka melingkar masuk ke perbukitan, dan pegunungan
menjulang tinggi, semakin de ant dan semakin dekat. Pada pagi ketiga, Caradhras
menjulang di depan mereka, puncak yang hebat, ujungnya tertutup salju seperti
perak, tapi sisi-sisinya curam telanjang, merah kusam seolah bernoda darah.
Langit tampak hitam, dan matahari pucat. Angin sekarang sudah pergi ke
timur laut. Gandalf menghirup udara dan menoleh ke belakang.
"Musim dingin semakin pekat di belakang kita," ia berkata tenang pada
Aragorn. "Ketinggian di utara sana lebih putih dari sebelumnya; salju sudah
membentang jauh ke pundaknya. Malam ini kita akan berjalan mendaki ke Gerbang
Tanduk Merah. Mungkin sekali kita kelihatan oleh mata-mata di jalan sempit itu,
dan dihadang oleh sesuatu yang buruk; tapi cuaca mungkin bisa menjadi musuh
yang lebih mematikan daripada yang lain. Bagaimana menurutmu sekarang arah
Halaman | 310 The Lord of The Rings perjalanan kita, Aragorn?"
Frodo mendengar kata-kata itu, dan memahami bahwa Gandalf dan Aragorn
sedang melanjutkan perdebatan yang sudah lama dimulai. Ia mendengarkan
dengan cemas. "Menurutku arah perjalanan kita sejak awal sampai akhir tidak baik, kau sudah
tahu itu, Gandalf," jawab Aragorn. "Bahaya-bahaya yang dikenal dan tak dikenal
akan tumbuh, sementara kita berjalan terus. Tapi kita harus melanjutkannya;
tidak baik kita menunda perjalanan melewati pegunungan. Di sebelah selatan tak ada
celah, sampai di Celah Rohan. Aku tidak percaya jalan itu sejak kabarmu tentang
Saruman. Siapa yang tahu, pihak mana yang sekarang dilayani para Penguasa
Kuda itu?" "Siapa yang tahu, memang!" kata Gandalf. "Tapi ada jalan lain, dan bukan
melalui celah Caradhras: jalan gelap dan rahasia yang pernah kita bahas."
"Tapi jangan kita bicarakan lagi! Jangan dulu. Jangan katakan apa pun pada
yang lain, kumohon, sampai jelas tak ada jalan lain lagi."
"Kita harus memutuskannya sebelum berjalan lebih jauh," jawab Gandalf.
"Kalau begitu, ma i kita pertimbangkan masalah ini dalam pikiran kita,
sementara yang lain beristirahat dan tidur," kata Aragorn.
Di siang larut, sementara yang lain menghabiskan sarapan, Gandalf dan
Aragorn pergi menjauh bersama, dan berdiri memandang Caradhras. Sisisisinya
sekarang gelap dan cemberut, kepalanya diliputi awan-awan kelabu. Frodo
memperhatikan mereka, bertanya-tanya ke arah mana debat itu akan berlangsung.
Ketika mereka kembali Rombongan, Gandalf berbicara, lalu Frodo tahu bahwa
diputuskan menghadapi cuaca dan celah tinggi. Ia lega. Ia tak bisa menduga, apa
jalan lain yang gelap dan rahasia, yang disebut-sebut Gandalf, tapi mendengarnya
saja tampaknya sudah membuat Aragorn ngeri, dan Frodo senang pilihan itu
ditinggalkan. "Dari tanda-tanda yang akhir-akhir ini kami lihat," kata Gandalf, ''aku khawatir
Gerbang Tanduk Merah sudah diawasi; aku juga ragu tentang cuaca yang muncul
di belakang kita. Salju mungkin akan datang. Kita harus pergi dengan segenap
kecepatan yang bisa kita kerahkan. Meski begitu, masih butuh waktu dua hari
berjalan sebelum kita mencapai puncak celah. Kegelapan akan datang lebih awal
sore ini. Kita harus berangkat sesegera mungkin, begitu kalian siap."
"Aku ingin menambahkan sedikit nasihat, kalau boleh," kata Boromir. "Aku
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 311 lahir di bawah bayangan Pegunungan Putih, dan aku tahu sedikit tentang
perjalanan di tempat-tempat tinggi. Kita akan menghadapi hawa dingin yang tajam,
kalau tidak lebih buruk lagi, sebelum mencapai sisi sebelah sana. Bila kita
pergi dari sini, di mana masih ada beberapa pohon dan semak, masing-masing harus
membawa seikat kayu bakar, sebanyak yang bisa dibawa."
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan Bill juga bisa tambah sedikit beban lagi, ya kan, Nak?" kata Sam. Kuda
itu memandangnya dengan muram.
"Baiklah," kata Gandalf. "Tapi kita tak boleh menggunakan kayu itu - kecuali
bila sudah terdesak pilihan antara api dan mati."
Rombongan itu berangkat lagi dengan kecepatan bagus pada awalnya; tapi,
tak lama kemudian, jalan mereka menjadi sulit dan curam. Jalan Yang
membelokbelok dan mendaki di banyak tempat hampir hilang, dan dirintangi oleh
banyak batu yang jatuh. Malam semakin pekat di bawah awan-awan besar. Angin dingin
berputar di antara bebatuan. Saat tengah malam, mereka sudah mendaki sampai
ke lutut pegunungan besar itu. Jalan mereka yang sempit sekarang menjulur di
bawah dinding batu karang terjal di sebelah kiri, di atas mana sisi-sisi
Caradhras Yang suram menjulang tak kelihatan dalam kegelapan; di sebelah kanan ada
gelombang kegelapan, di mana daratan mendadak jatuh ke dalam jurang yang
sangat dalam. Dengan susah payah mereka mendaki lereng curam, dan berhenti sejenak di
puncaknya. Frodo merasakan sentuhan lembut di wajahnya. Ia mengulurkan
tangan, dan melihat keping-keping salju putih samar-samar jatuh ke atas
lengannya. Mereka berjalan terus. Tapi tak lama kemudian salju turun deras, memenuhi
seluruh angkasa, dan berputar-putar masuk ke mata Frodo. Sosok-sosok Gandalf
dan Aragorn yang gelap dan membungkuk, hanya dua langkah di depannya,
hampir tak terlihat. "Aku sama sekali tidak suka ini," Sam terengah-engah di belakangnya. "Salju
menyenangkan kalau pagi hari, tapi aku lebih suka berada di ranjang sementara
salju jatuh. Kuharap salju ini mau pergi ke Hobbiton! Di sana penduduknya akan
menyambut dengan senang.'' Kecuali di dataran tinggi Wilayah Utara, hujan salju
deras sangat langka di Shire, dan dianggap suatu kejadian menyenangkan dan
kesempatan untuk bersuka ria. Tidak ada hobbit yang masih hidup (kecuali Bilbo)
yang ingat Musim Dingin Naas di tahun 1311, ketika serigala putih menyerang
Shire melalui Brandywine yang membeku.
Halaman | 312 The Lord of The Rings Gandalf berhenti. Salju sudah tebal di atas kerudung dan pundaknya; sudah
setinggi pergelangan kaki di sekitar sepatu botnya.
"Ini yang kukhawatirkan," katanya. "Bagaimana sekarang menurutmu,
Aragorn?" "Aku juga sudah mengkhawatirkannya," jawab Aragorn, "tapi tidak terlalu. Aku
sudah tahu risiko salju; meski jarang turun begitu deras di selatan ini, kecuali
tinggi di pegunungan. Tapi kita belum tinggi sekarang; kita masih jauh di bawah, dan
jalan di bawah biasanya selalu terbuka sepanjang musim dingin."
"Aku bertanya-tanya, apakah ini bukan bikinan Musuh," kata Boromir. "Di
negeriku, mereka mengatakan dia bisa memerintah badai di Pegunungan BayangBayang
yang terletak di perbatasan Mordor. Dia mempunyai kekuatan aneh dan
banyak sekutu." "Lengannya pasti sudah tumbuh panjang sekali," kata Gimli, "kalau dia bisa
menarik salju dari Utara untuk mengganggu kita di sini, sejauh tiga ribu mil
dari sana." "Lengannya memang sudah tumbuh panjang," kata Gandalf.
Sementara mereka berhenti, angin surut, dan salju melambat sampai hampir
berhenti: Mereka berjalan lagi. Tapi belum lagi mereka melangkah lebih dari dua
ratus meter, badai kembali berkecamuk dengan ganas. Angin bersiul dan salju
menjadi badai membutakan. Tak lama kemudian, Boromir pun merasa sulit
melangkah. Para hobbit sudah membungkuk dalam sekali, bersusah payah di
belakang orang-oran? yang lebih tinggi, tapi sudah jelas mereka tak bisa pergi
lebih jauh kalau salju terus turun. Kaki Frodo terasa seperti timah berat. Pippin
terseokseok di belakang. Bahkan Gimli, meski untuk ukuran Kurcaci ia cukup
kekar, menggerutu sementara berjalan dengan susah payah.
Rombongan itu berhenti mendadak, seolah sudah sepakat tanpa berbicara.
Mereka mendengar bunyi-bunyi menyeramkan dalam kegelapan di sekitar mereka.
Mungkin saja itu hanya tipuan angin dalam celah-celah dan parit-parit di dinding
bebatuan, tapi bunyi-bunyi itu seperti teriakan melengking dan raungan tertawa
liar. Batu-batu mulai berjatuhan dari sisi gunung, bersiul di atas kepala mereka, atau
jatuh berantakan ke jalan di samping mereka. Sesekali mereka mendengar bunyi
gemuruh samar-samar, setiap ada batu besar berguling ke bawah dari ketinggian
tersembunyi di atas. "Kita tak bisa berjalan lebih jauh malam ini," kata Boromir. "Biarlah
menganggapnya angin kalau mau; tapi ada suara-suara jahat di udara; dan
batuSembilan Pembawa Cincin
Halaman | 313 batu ini ditujukan pada kita."
"Aku memang menganggapnya ulah angin," kata Aragorn. "Tapi itu bukan
berarti apa yang kaukatakan tidak benar. Banyak sekali hal-hal jahat dan tidak
ramah di dunia yang tidak menyukai makhluk berkaki dua; mereka bukan
merupakan sekutu Sauron, namun mempunyai tujuan sendiri. Beberapa sudah
berada di dunia lebih lama daripada Sauron."
"Caradhras dulu disebut si Kejam, dan mempunyai nama jelek," kata Gimli,
"sudah lama sekali, ketika selentingan tentang Sauron masih belum terdengar di
wilayah ini." "Tidak penting siapa musuh kita, kalau kita tak bisa menangkis serangannya,"
kata Gandalf. "Tapi apa yang bisa kita lakukan?" seru Pippin sedih. Ia bersandar pada Merry
dan Frodo. Dan menggigil.
"Berhenti di sini, atau kembali," kata Gandalf. "Tidak baik meneruskan
perjalanan. Hanya sedikit lebih tinggi, kalau ingatanku benar, jalan ini
meninggalkan batu karang dan masuk ke palung lebar dan dangkal di kaki lereng
panjang yang terjal Di sana kita tak punya perlindungan terhadap salju, atau
batuatau hal lain." "Dan tidak baik berjalan kembali sementara masih badai," kata Aragorn.
"Sepanjang jalan, kita tidak melewati tempat yang memberikan lebih banyak
perlindungan daripada di bawah batu karang tempat kita berdiri sekarang."
"Perlindungan!" gerutu Sam. "Kalau ini merupakan perlindungan, maka satu
dinding tanpa atap bisa dikatakan rumah."
Sekarang mereka berkumpul bersama sedekat mungkin ke batu karang. Batu
itu menghadap ke selatan, di dekat kakinya agak menjorok keluar, sehingga
mereka berharap mendapat sedikit perlindungan terhadap angin utara dan batubatu
yang berjatuhan. Tapi tiupan angin berputar-putar di sekeliling mereka dari
setiap sisi, dan salju turun semakin deras dan rapat.
Mereka meringkuk bersama, bersandar ke dinding batu. Bill si kuda berdiri
dengan sabar tetapi sedih di depan para hobbit, dan agak melindungi mereka; tapi
tak lama kemudian salju sudah mencapai lututnya, dan masih terus meninggi.
Seandainya tidak mempunyai pendamping yang lebih tinggi, para hobbit pasti
segera terbenam seluruhnya.
Rasa kantuk berat menyerang Frodo; ia merasa dirinya tenggelam dengan
Halaman | 314 The Lord of The Rings cepat ke dalam mimpi hangat dan kabur. Ia mengira nyala api memanaskan jari
kakinya, dan dari kegelapan di sisi seberang perapian ia mendengar suara Bilbo.
Buku harianmu tidak begitu hebat menurutku, katanya. Badai salju tanggal 12
Januari: tidak perlu kembali hanya untuk melaporkan itu!
Tapi aku ingin istirahat dan tidur, Bilbo, jawab Frodo dengan susah payah,
ketika merasa dirinya diguncang-guncang, dan ia pun bangun dengan rasa
tersiksa. Boromir sudah mengangkatnya dari tanah, keluar dari setumpuk salju.
"Mereka bisa mati, Gandalf," kata Boromir. "Tak ada gunanya duduk di sini
sampai- salju menutupi kepala kita. Kita harus melakukan sesuatu untuk
menyelamatkan diri."
"Berikan ini pada mereka," kata Gandalf, sambil mencari dalam ranselnya dan
mengeluarkan sebuah botol kulit. "Hanya sepengisi mulut masing-masing - untuk
kita semua. Ini sangat berharga. Ini miruvor, anggur dari Imladris. Elrond
memberikannya padaku ketika kita berangkat. Edarkan keliling!"
Begitu menelan sedikit anggur hangat dan wangi itu, Frodo merasakan
kekuatan baru dalam dirinya, dan kantuk berat itu hilang dari tubuhnya. Yang
lain juga menjadi segar, serta menemukan harapan dan semangat baru. Tapi salju
tidak berhenti. Ia berputar-putar di sekitar mereka, semakin tebal, dan angin
bertiup semakin kencang. "Bagaimana menurutmu kalau menyalakan api?" tanya Boromir tibatiba.
"Sekarang pilihannya sudah mendekati antara api dan kematian, Gandalf. Pasti
kita akan tersembunyi dari semua mata yang tidak ramah, kalau salju sudah menutupi
kita, tapi itu tidak akan membantu kita."
"Kau boleh menyalakan api, kalau bisa," kata Gandalf. "Kalau ada mata-mata
yang bisa bertahan dalam badai ini, mereka akan bisa melihat kita, dengan atau
tanpa api." Tapi, meski mereka membawa kayu dan ranting-ranting kecil atas saran
Boromir, ternyata untuk menyalakan api yang bisa bertahan di tengah pusaran
angin atau menyalakan bahan bakar basah, sudah di luar kemampuan para Peri
maupun orang kerdil. Akhirnya dengan enggan Gandalf turun tangan. Sambil
memungut sebatang ranting, ia mengangkatnya sebentar, lalu dengan satu
perintah, naur an edraith ammen! ia menusukkan ujung tongkatnya ke tengah
ranting. Dalam sekejap semprotan besar nyala hijau dan biru memancar, dan kayu
itu menyala dan berderak.
"Kalau ada yang sedang melihat, aku pasti sudah ketahuan," kata Gandalf.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 315 "Aku telah menuliskan Gandalf ada di sini dengan tanda-tanda yang bisa dibaca
semua makhluk, mulai dari Rivendell sampai ke muara Anduin."
Tapi mereka sudah tak peduli tentang pengamat atau mata yang tidak ramah.
Hati mereka gembira sekali melihat cahaya api. Kayu itu terbakar dengan ceria;
meski di sekitarnya salju berdesis, dan genangan lumpur salju mengalir di kaki
mereka, mereka menghangatkan tangan dengan gembira dekat nyala api. Di
sanalah mereka berdiri, membungkuk dalam lingkaran di seputar nyala api kecil
yang menari-nari. Nyala merah tampak di wajah mereka yang letih dan cemas; di
belakang mereka, malam membentang bagaikan dinding hitam kelam.
Tapi kayu itu terbakar dengan cepat, dan salju masih turun.
Api semakin kecil, dan kayu terakhir sudah dilemparkan ke atasnya. "Malam
sudah larut sekali," kata Aragorn. "Tak lama lagi fajar tiba."
"Kalau ada fajar yang bisa menembus awan-awan ini,." kata Gimli.
Boromir melangkah keluar dari lingkaran, dan menatap ke atas, ke dalam
kegelapan. "Salju sudah berkurang," katanya, "dan angin sudah surut."
Frodo memandang dengan lelah ke keping-keping yang masih berjatuhan dari
kegelapan, bersinar putih sekejap dalam nyala api yang sudah mau mati; tapi lama
sekali ia tidak melihat tanda-tanda salju akan berkurang. Lalu mendadak, ketika
rasa kantuk mulai menyerangnya lagi, ia menyadari angin memang sudah berhenti,
dan keping-keping salju semakin besar dan jarang. Cahaya samar-samar mulai
muncul, sangat lambat. Akhirnya salju berhenti turun sama sekali.
Ketika cahaya semakin kuat, tampaklah dunia sepi terselubung. Di bawah
tempat perlindungan mereka ada gundukan-gundukan putih dan kubah-kubah,
serta lembah-lembah tak berbentuk, dan di bawahnya jalan yang kemarin mereka
lalui sama sekali hilang; tapi ketinggian di atas tersembunyi dalam awan-awan
besar yang masih sarat dengan ancaman salju.
Gimli menengadah dan menggelengkan kepala. "Caradhras belum
memaafkan kita," katanya. "Dia masih punya lebih banyak salju untuk dilemparkan
pada kita, kalau kita melanjutkan perjalanan. Lebih baik kita turun kembali
sesegera mungkin." Semua sepakat tentang itu, tapi jalan kembali mereka sekarang sulit. Bahkan
mungkin mustahil. Hanya beberapa langkah dari tempat abu api mereka, salju
menumpuk setinggi beberapa kaki, lebih tinggi daripada kepala para hobbit; di
beberapa tempat bahkan tersapu dan tertumpuk oleh angin menjadi timbunan
Halaman | 316 The Lord of The Rings besar yang bersandar pada batu karang.
"Kalau Gandalf berjalan di depan dengan api terang, mungkin dia bisa
meleburkan jalan untukmu," kata Legolas. Badai tidak banyak mengganggunya,
dan hanya dia dari Rombongan itu yang masih bersemangat tinggi.
"Kalau Peri bisa terbang di atas pegunungan, mereka mungkin akan
mengambil Matahari untuk menyelamatkan kita," jawab Gandalf. "Tapi aku harus
punya sesuatu untuk dinyalakan. Aku tak bisa membakar salju."
"Nah," kata Boromir, "kalau kepala sudah kehilangan akal, maka tubuh yang
harus digunakan, begitu kata orang di negeriku. Yang terkuat di antara kita
harus mencari jalan. Lihat! Meski semuanya tertutup salju, jalan kita, ketika kita
naik, membelok mengelilingi pundak batu di bawah sana. Di sana salju pertama-tama
jatuh. Kalau kita bisa mencapai titik itu, mungkin akan lebih mudah di sebelah
sananya. Tidak lebih jauh dari dua ratus meter, kukira."
"Kalau begitu, mau kita membuka jalan ke arah sana, kau dan aku!" kata
Aragorn. Aragorn yang paling jangkung dalam Rombongan itu, tapi Boromir, yang
sedikit lebih pendek, tubuhnya lebih kekar dan berat. Ia memimpin jalan, dan
Aragorn mengikutinya. Perlahan-lahan mereka berjalan, dan segera kelihatan
bersusah payah. Di beberapa tempat, saljunya setinggi dada, dan sering Boromir
tampak berenang atau menggali dengan tangannya daripada berjalan.
Selama beberapa saat, Legolas memperhatikan mereka dengan tersenyum,
lalu menoleh pada yang lain. "Yang paling kuat harus mencari jalan, katanya"
Tapi kataku: biarkan tukang bajak membajak, tapi pilihlah berang-berang untuk
berenang, dan untuk berlari ringan di rumput, dedaunan, dan salju... seorang
Peri tentunya." Sambil berkata begitu, ia berlari maju dengan gesit, lalu Frodo melihat, seolah
baru untuk pertama kali, meski ia sudah lama mengetahuinya, bahwa Peri itu tidak
memakai sepatu bot, melainkan hanya mengenakan sepatu ringan, seperti
biasanya, dan kakinya hanya sedikit meninggalkan jejak di atas salju.
"Selamat tinggal!" katanya pada Gandalf. "Aku akan pergi mencari Matahari!"
Lalu dengan cepat, seperti pelari di atas pasir padat, ia berlari pergi, dengan
cepat menyusul kedua laki-laki yang bekerja keras itu, dengan lambaian tangannya ia
melewati mereka, dan melaju ke kejauhan, lalu menghilang di balik tikungan batu.
Yang lain menunggu sambil meringkuk, memperhatikan sampai Boromir dan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 317 Aragorn mengecil hingga tinggal berupa bercak hitam di tengah lautan putih.
Akhirnya mereka juga hilang dari pandangan. Waktu berlalu. Awan-awan
merendah, dan sekarang beberapa keping salju mulai turun berputar-putar lagi.
Satu jam mungkin berlalu, meski rasanya jauh lebih lama, lalu akhirnya
mereka melihat Legolas datang kembali. Pada saat bersamaan, Boromir dan
Aragorn juga muncul dari balik tikungan jauh di belakangnya, dan datang berjalan
dengan susah payah mendaki lereng.
"Nah," seru Legolas sambil berjalan naik, "aku tidak membawa Matahari. Dia
masih berjalan di padang-padang biru di Selatan, dan sedikit rangkaian salju di
atas bukit Tanduk Merah ini sama sekali tidak mengganggunya. Tapi aku
membawa pulang secercah harapan bagi mereka yang terpaksa berjalan kaki. Ada
timbunan besar sekali, persis setelah tikungan, dan di sana kedua Orang Kuat
kita hampir saja terkubur. Mereka putus asa, sampai aku kembali dan menceritakan
pada mereka bahwa timbunan itu hanya sedikit lebih lebar daripada tembok. Dan di
sebelah sana salju mendadak menipis, sementara lebih jauh ke bawah, salju hanya
berupa selimut putih tipis untuk mendinginkan jari kaki hobbit."
"Ah, jadi memang seperti sudah kukatakan," geram Gimli. "Bukan badai biasa.
Ini hasrat jahat Caradhras. Dia tidak menyukai Peri dan Kurcaci, dan angin itu
dikeluarkan untuk memotong pelarian kita."
"Tapi untung Caradhras lupa bahwa ada Manusia bersamamu," kata Boromir,
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang muncul tepat pada saat itu. "Manusia-manusia yang tangguh, kalau boleh
kukatakan begitu; meski manusia-manusia Yang kurang gagah, namun membawa
sekop, mungkin akan lebih berguna bagimu. Pokoknya kami sudah membuka jalan
melalui timbunan; dan untuk itu, semua di sini yang tidak bisa berlari seringan
bangsa Peri boleh bersyukur."
"Tapi bagaimana kita bisa turun ke sana, meski kau sudah memotong
timbunan?" tanya Pippin, menyuarakan pikiran semua hobbit.
"Jangan putus asa!" kata Boromir. "Aku memang letih, tapi masih punya
sedikit kekuatan, Aragorn juga. Kami akan menggendong orang-orang kecil. Yang
lainnya pasti akan berupaya berjalan di belakang kami. Mari, Master Peregrin!
Aku akan mulai denganmu."
Ia mengangkat hobbit itu. "Berpeganganlah ke punggungku! Aku akan
membutuhkan tanganku," katanya dan ia melangkah maju. Aragorn dengan Merry
berjalan di belakangnya. Pippin kagum dengan kekuatan Boromir, ketika, melihat
jalan tembus yang sudah dibuatnya tanpa alat, selain tangannya yang besar.
Halaman | 318 The Lord of The Rings Bahkan sekarang, sambil membawa beban, ia memperlebar jalan untuk mereka
yang mengikuti, mendorong salju ke samping sambil berjalan melewatinya.
Akhirnya mereka sampai ke timbunan besar. Timbunan itu terlempar
melintang di atas jalan gunung, bagai tembok kokoh yang tiba-tiba ada;
puncaknya, yang tajam bagai dibentuk dengan pisau, menjulang lebih tinggi daripada dua kali
tinggi tubuh Boromir; tapi di tengahnya sudah dibuat jalan, naik-turun seperti
jembatan. Di sisi sebelah sana Merry dan Pippin diturunkan, dan di sana mereka
menunggu bersama Legolas, sampai sisa Rombongan datang.
Setelah beberapa saat, Boromir kembali sambil membawa Sam. Di belakang,
di jalan sempit yang sekarang sudah banyak dijejaki, menyusul Gandalf, menuntun
Bill dengan Gimli bertengger di antara muatannya. Terakhir adalah Aragorn, yang
berjalan sambil mengangkat Frodo. Mereka melewati jalan itu; tapi baru saja
Frodo menginjak tanah, terdengar deruman keras batu-batu menggelinding ke bawah,
serta salju merayap turun. Cipratannya setengah membutakan Rombongan itu,
sementara mereka meringkuk bersandar ke batu karang. Ketika udara sudah jernih
lagi, mereka melihat jalan tadi sudah tertutup di belakang mereka.
"Cukup! Cukup!" teriak Gimli. "Kami akan pergi secepat mungkin!" Dan
memang, dengan sapuan terakhir itu, kejahatan sang gunung seolah berakhir,
seakan-akan Caradhras puas bahwa para penyusup sudah diusir dan tidak akan
berani kembali. Ancaman salju lenyap, dan cahaya mulai makin menyebar.
Seperti dilaporkan Legolas, salju semakin tipis ketika mereka turun, sehingga
para hobbit juga bisa berjalan kaki. Tak lama kemudian, mereka semua sudah
kembali berdiri di bidang tanah datar, di puncak lereng curam tempat mereka
pertama kali merasakan turunnya salju malam sebelumnya.
Pagi sudah menjelang siang sekarang. Dari tempat tinggi itu, mereka menoleh
kembali ke barat, di atas dataran rendah. Jauh di sana, di hamparan daratan yang
terletak di kaki gunung, tampak lembah tempat mereka memulai mendaki celah.
Kaki Frodo sakit. Ia kedinginan sampai ke tulang-tulangnya, dan lapar;
kepalanya pusing saat ia memikirkan perjalanan panjang dan sengsara menuruni
bukit. Bercak-bercak hitam berenang-renang di depan matanya. Ia menyeka
matanya, tapi bercak-bercak hitam itu tetap ada. Di kejauhan di bawahnya, namun
masih tinggi di atas kaki bukit yang lebih rendah, titik-titik gelap berputar-
putar di angkasa. "Burung-burung lagi!" kata Aragorn sambil menunjuk ke bawah.
"Tak bisa dihindari sekarang," kata Gandalf. "Entah mereka baik atau jahat,
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 319 atau sama sekali tidak ada urusan dengan kita, kita harus segera turun. Kita
tidak akan menunggu satu malam lagi, meski di lutut Caradhras."
Angin dingin mengalir ke bawah di belakang, saat mereka membelakangi
Gerbang Tanduk Merah, dan berjalan letih terhuyung-huyung menuruni lereng.
Caradhras sudah mengalahkan mereka.
Halaman | 320 The Lord of The Rings Perjalanan Dalam Gelap Sudah sore, dan cahaya kelabu sekali lagi memudar dengan cepat, ketika
mereka berhenti untuk bermalam. Mereka letih sekali. Pegunungan terselubung
senja yang semakin pekat, dan angin sangat dingin. Gandalf menyisihkan lagi
untuk mereka masing-masing satu teguk miruvor dari Rivendell. Selesai makan, ia
mengadakan rapat. "Kita tentu saja tak bisa melanjutkan perjalanan lagi malam ini," katanya.
"Serangan di Gerbang Tanduk Merah sudah menguras habis tenaga kita, dan kita
harus beristirahat di sini untuk beberapa lama."
"Lalu ke mana kita harus pergi?" tanya Frodo.
"Masih ada perjalanan dan tugas kita," jawab Gandalf. "Tak ada pilihan kecuali
berjalan terus, atau kembali ke Rivendell."
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 321 Wajah Pippin jelas berbinar mendengar perkataan kembali ke Rivendell; Merry
dan Sam menengadah penuh harap. Tapi Aragorn dan Boromir tidak menunjukkan
ekspresi apa pun. Frodo tampak resah.
"Aku berharap kembali berada di sana," katanya. "Tapi bagaimana aku bisa
kembali tanpa rasa malu, kecuali memang tak ada jalan lain, dan kita sudah
dikalahkan?" "Kau benar, Frodo," kata Gandalf, "pulang berarti mengakui kekalahan, dan
menghadapi kekalahan lebih hebat lagi. Kalau kita kembali sekarang, Cincin harus
tetap berada di sana: kita takkan mungkin pergi lagi. Lalu, cepat atau lambat
Rivendell akan diserang, dan setelah suatu saat yang singkat dan pahit, dia akan
ditaklukkan. Hantu-Hantu Cincin merupakan musuh mematikan, tapi itu belum
seberapa dibandingkan kekuatan dan teror yang bisa mereka miliki kalau Cincin
Utama sudah di tangan majikan mereka lagi."
"Kalau begitu; kita harus berjalan terus, kalau ada jalan," kata Frodo sambil
mengeluh. Sam surut lagi dalam kemuraman.
"Ada jalan yang mungkin bisa kita coba," kata Gandalf. "Sejak awal, ketika
pertama mempertimbangkan perjalanan ini, aku merasa kita harus mencobanya.
Tapi jalan ini bukan jalan yang nyaman, dan aku belum membahasnya dengan
Rombongan. Aragorn menolaknya, sampai setidaknya perjalanan melewati celah
gunung dicoba dulu."
"Kalau jalan ini lebih buruk daripada Gerbang Tanduk Merah, berarti dia pasti
sangat jelek," kata Merry. "Tapi sebaiknya kau menceritakannya pada kami, dan
biarkan kami langsung tahu yang terburuk."
"Jalan yang kubicarakan ini melewati Tambang Moria," kata Gandalf. Hanya
Gimli yang mengangkat kepala; api menyala bersinar-sinar di matanya. Yang lain
merasa ketakutan mendengar nama itu. Bahkan bagi para hobbit nama itu
merupakan dongeng yang samar-samar mengerikan.
"Jalan itu mungkin menuju Moria, tapi bagaimana kita bisa tahu dia keluar
melalui Moria?" kata Aragorn muram.
"Nama itu penuh pertanda buruk," kata Boromir. "Dan aku tidak melihat
perlunya pergi ke sana. Kalau tak bisa melintasi pegunungan, sebaiknya kita
berjalan ke selatan, sampai tiba di Celah Rohan, yang penduduknya ramah
terhadap bangsaku, mengambil jalan yang kuambil ketika aku kemari. Atau kita
bisa lewat dan menyeberangi Isen, masuk ke Langstrand dan Lebennin, dan
dengan begitu sampai di Gondor dari wilayah yang dekat ke laut."
Halaman | 322 The Lord of The Rings "Keadaan sudah banyak berubah sejak kau datang ke utara, Boromir," jawab
Gandalf. "Tidakkah kaudengar apa yang kuceritakan tentang Saruman" Dengan
dia, aku ada urusan sendiri kalau semua ini sudah selesai. Tapi Cincin tak boleh
mendekati Isengard, kalau itu bisa dihindari dengan cara apa pun. Celah Rohan
tertutup bagi kita selama kita berjalan bersama Pembawa Cincin.
"Tentang jalan yang panjang: kita tak ada waktu. Kita mungkin akan
menghabiskan satu tahun untuk perjalanan semacam itu, dan kita akan melewati
banyak negeri kosong yang tidak berpenduduk. Tap, di situ tidak akan aman. Mata
waspada Saruman dan Musuh memperhatikan daerah itu. Ketika kau datang ke
utara, Boromir, di mata Musuh kau hanya seorang pelancong yang berkeliaran
sendiri dari Selatan, dan tidak penting baginya: benaknya sibuk dengan
pengejaran Cincin. Tapi sekarang kau kembali sebagai anggota Rombongan Cincin, dan kau
berada dalam bahaya selama kau bersama kami. Bahaya semakin besar dengan
setiap, mil yang kita jejaki ke Utara, di bawah langit terbuka.
"Sejak percobaan terbuka kita di lintasan gunung, keadaan kita semakin
buruk, kukira. Sekarang aku tidak melihat banyak harapan, kalau kita tidak
segera menghilang dari pandangan, untuk sementara, dan menutupi jejak kita. Karena itu
aku menyarankan kita tidak melewati pegunungan atau mengelilinginya, tapi lewat
di bawahnya. Jalan itu setidaknya paling tak terduga oleh Musuh."
"Kita tidak tahu apa yang diduganya," kata Boromir. "Mungkin dia
memperhatikan semua jalan, yang mungkin maupun yang mustahil. Dalam hal itu,
masuk ke Moria berarti masuk perangkap, sama saja dengan mengetuk pintu
Menara Kegelapan sendiri. Nama Moria hitam sekali."
"Kau berbicara tentang sesuatu yang tidak kaukenal, kalau kau menyamakan
Moria dengan benteng Sauron," jawab Gandalf. "Hanya aku yang pernah masuk ke
ruang bawah tanah Penguasa Kegelapan itu, dan hanya di tempat tinggalnya yang
lama dan lebih kecil di Dol Guldur. Mereka yang melewati gerbang Barad-dur tidak
pernah kembali. Tapi aku tidak akan menuntun kalian ke Moria kalau tidak ada
harapan untuk keluar lagi. Memang benar, kalau ada Orc di sana, mungkin akan
buruk bagi kita. Tapi kebanyakan Orc dari Pegunungan Berkabut sudah
terceraiberai atau hancur dalam Pertempuran Lima Pasukan. Elang-elang melaporkan
bahwa Orc sudah mulai berkumpul lagi dari jauh; tapi ada harapan bahwa Moria
masih bebas. "Bahkan kemungkinan ada kaum Kurcaci di sana, dan barangkali di salah satu
lorong istana ayahnya, Balin putra Fundin bisa ditemukan. Bagaimanapun nanti
jalan itu, kita harus menapaki jalan yang sesuai kebutuhan!"
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 323 "Aku akan menapaki jalan yang
kaupilih, Gandalf!" kata Gimli. "Aku akan
pergi dan memandang aula-aula Durin,
apa pun yang menunggu di sana - kalau
kau bisa menemukan pintu-pintu yang
tertutup itu." "Baik, Gimli!" kata Gandalf. "Kau
memberiku semangat. Akan kita cari pintupintu tersembunyi itu, dan kita pasti
berhasil melewatinya. Di reruntuhan
Kurcaci, seorang Kurcaci tidak akan
sebingung Peri, Manusia, atau hobbit.
Meski begitu, ini bukan pertama kali aku
ke Moria. Aku pernah lama mencari
Thrain, putra Thror, di sana, setelah dia
hilang. Aku berhasil melewatinya, dan
keluar hidup-hidup!"
"Aku juga pernah melalui Gerbang
Dimrill," kata Aragorn tenang, "tapi, meski
aku juga keluar hidup-hidup, ingatan tentang tempat itu sangat jelek. Aku tak
ingin masuk Moria untuk kedua kalinya."
"Aku bahkan tak ingin masuk biar sekali pun," kata Pippin.
"Aku juga tidak," gerutu Sam.
"Tentu saja tidak!" kata Gandalf. "Siapa yang mau" Tapi pertanyaannya
adalah: siapa yang mau ikut aku, kalau aku menuntun kalian ke sana?"
"Aku," kata Gimli penuh gairah.
"Aku," kata Aragorn dengan berat. "Kau mengikuti tuntunanku sebelumnya, di
salju itu, yang ternyata hampir menjadi bencana, dan kau tidak sedikit pun
menyalahkanku. Aku akan mengikuti panduanmu sekarangkalau peringatan
terakhir ini tidak menggoyahkanmu. Bukan masalah Cincin, atau kami yang lain
yang kupikirkan sekarang, tapi kau, Gandalf. Dan aku katakan padamu: kalau kau
melewati gerbang Moria, waspadalah!"
"Aku tidak akan pergi," kata Boromir, "kecuali suara seluruh Rombongan
melawanku. Bagaimana dengan Legolas dan si kecil" Suara Pembawa Cincin
tentu harus didengarkan."
Halaman | 324 The Lord of The Rings "Aku tidak ingin pergi ke Moria," kata Legolas.
Para hobbit tidak mengatakan apa pun. Sam memandang Frodo. Akhirnya
Frodo berbicara. "Aku tak ingin pergi," katanya, "tapi aku juga tak ingin
menolak nasihat Gandalf. Kuminta agar jangan ada pemungutan suara, sampai setelah kita
tidur. Gandalf akan lebih mudah mendapat suara di cahaya pagi daripada dalam
kemuraman yang dingin ini. Keras sekali raungan angin!"
Mendengar kata-kata itu, semua tenggelam dalam pikiran masingmasing.
Mereka mendengar angin mendesis di antara bebatuan dan pepohonan, raungan
dan lolongannya mengelilingi mereka di ruang-ruang kosong malam hari.
Mendadak Aragorn melompat berdiri. "Raungan angin itu!" teriaknya. "Itu
suara raungan serigala. Warg sudah datang ke sebelah barat Pegunungan!"
"Apa kita perlu menunggu sampai pagi, kalau begitu?" kata Gandalf. "Seperti
telah kukatakan. Perburuan sudah dimulai! Meski kita hidup untuk menyaksikan
fajar, siapa sekarang mau berjalan ke selatan dengan serigala mengejar?"
"Berapa jauhkah Moria?" tanya Boromir.
"Ada pintu di sebelah barat daya Caradhras, sekitar lima belas mil ukuran
terbang gagak, dan mungkin dua puluh mil untuk lad serigala," Jawab Gandalf
muram. "Kalau begitu, mari kita berangkat begitu hari terang besok, kalau bisa," kata
Boromir. "Suara serigala lebih mengerikan daripada Orc yang ditakuti."
"Benar!" kata Aragorn, mengendurkan pedangnya di dalam sarungnya. "Tapi
di mana warg melolong, di sana pula Orc berkeliaran."
"Aku menyesal tidak mengikuti saran Elrond," gerutu Pippin pada Sam.
"Bagaimanapun, aku tidak bermanfaat sama sekali. Tidak cukup banyak darah
Bandobras the Bullroarer di dalam diriku: lolongan ini membekukan darahku. Belum
pernah aku merasa sesial ini."
"Hatiku juga sudah turun ke jari kaki, Mr. Pippin," kata Sam, "Tapi kita belum
dimakan, dan ada orang-orang gagah berani bersama kita. Apa pun nasib Gandalf,
aku bertaruh pasti bukan di dalam perut serigala."
Untuk pertahanan mereka di malam hari, Rombongan itu mendaki puncak
bukit kecil tempat tadi mereka berlindung. Puncak bukit itu bermahkotakan
jalinan pohon-pohon tua yang saling melilit, dan di sekitarnya terdapat sebuah lingkaran
yang tidak utuh, dari batu-batu besar. Di tengahnya mereka menyalakan api,
karena tak ada harapan bahwa kegelapan dan kesunyian akan menyembunyikan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 325 jejak mereka dari kawanan pemburu.
Di sekeliling api mereka duduk, dan mereka yang tidak berjaga, tertidur
dengan gelisah. Bill si kuda malang gemetaran dan berkeringat di tempatnya
berdiri. Lolongan serigala sekarang ada di sekeliling mereka, kadang-kadang
dekat dan kadang-kadang agak jauh. Di malam pekat, banyak mata bersinar mengintai
dari atas pundak bukit. Beberapa malah mendekat hampir sampai lingkaran batu.
Di celah lingkaran, sesosok besar serigala terlihat berhenti, menatap mereka.
Lolongan menggetarkan keluar dari mulutnya, seolah ia kapten yang memanggil
kelompoknya untuk menyerang.
Gandalf berdiri dan melangkah ke depan, memegang tinggi tongkatnya.
"Dengar, Anjing Sauron!" teriaknya. "Gandalf ada di sini. Pergi cepat, kalau kau
menghargai kulitmu yang busuk! Akan kukerutkan kau dari ekor sampai moncong,
kalau kau masuk ke lingkaran ini."
Serigala itu menggeram dan melompat ke arah Gandalf dengan satu lompatan
besar. Saat itu terdengar bunyi desing tajam. Legolas melontarkan anak panahnya.
Ada teriakan menyeramkan, dan sosok yang melompat jatuh ke tanah; anak panah
Peri sudah menghunjam lehernya. Mata-mata yang mengawasi mendadak padam:
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gandalf dan Aragorn melangkah maju, tapi bukit itu sudah kosong; kawanan
serigala pemburu sudah lari. Di sekitar mereka kegelapan semakin sunyi, dan tak
ada teriakan yang diterbangkan angin.
Malam sudah larut; di sebelah barat, bulan yang memudar sudah mulai
tenggelam, bersinar gelisah dari antara awan-awan yang memecah.
Tiba-tiba Frodo terbangun kaget. Tanpa peringatan, badai raungan ganas dan
liar berkecamuk di sekitar seluruh perkemahan. Sepasukan besar warg sudah
berkumpul diam-diam, dan sekarang menyerang mereka dari semua sisi sekaligus.
"Tambahkan kayu ke api!" teriak Gandalf kepada para hobbit. ?'Hunus pisau
kalian, dan berdiri saling memunggungi!"
Dalam cahaya yang membesar, ketika kayu segar berkobar, Frodo melihat
banyak sekali sosok kelabu melompati lingkaran batu. Lebih banyak dan lebih
banyak lagi menyusul. Aragorn menusukkan pedangnya ke leher salah satu
pemimpin yang besar; dengan ayunan lebar, Boromir menebas tenggorokan yang
lainnya. Di sampingnya Gimli berdiri dengan kakinya yang kekar terbuka lebar,
mengayunkan kapaknya. Busur Legolas sibuk bernyanyi.
Dalam cahaya api yang bergetar, Gandalf seolah tumbuh membesar: ia
bangkit berdiri, sosoknya besar mengancam, seperti monumen seorang raja kuno
Halaman | 326 The Lord of The Rings dari batu yang ditempatkan,di atas bukit. Membungkuk seperti awan, ia memungut
sebatang ranting menyala dan maju mendekati serigalaserigala. Mereka mundur di
depannya. Tinggi di udara Gandalf melambungkan ranting yang menyala itu.
Ranting itu berkobar dengan cahaya putih mendadak, seperti petir; suaranya
menggeram seperti guruh. "Naur an edraith ammen! Naur dan i ngaurhoth!" teriaknya.
Ada deruman dan keriutan, dan pohon di atas Gandalf mencetuskan nyala api
membutakan. Api itu melompat dari puncak pohon ke puncak pohon. Seluruh bukit
dimahkotai cahaya menyilaukan. Pedang-pedang dan pisau-pisau para
pengembara itu berkilauan dan berkelip. Anak panah Legolas yang terakhir terbang
bercahaya di udara, dan menghunjam menyala ke dalam jantung seekor pemimpin
serigala besar. Serigala-serigala yang lain lari.
Perlahan-lahan api padam, sampai tak ada yang tertinggal kecuali abu dan
percikan yang jatuh; asap pahit berputar-putar di atas batang-batang pohon yang
terbakar, dan terbang muram dari bukit, ketika cahaya pertama fajar datang
samarsamar di langit. Musuh mereka sudah ditaklukkan dan tidak kembali.
"Apa kataku, Mr. Pippin," kata Sam, menyarungkan kembali pedangnya.
"Serigala tidak berani menangkapnya. Itu benar-benar kejutan, dan tidak salah
lagi! Hampir saja rambutku gosong!"
Ketika cahaya pagi sudah merebak penuh, tidak ada tanda-tanda bekasbekas
serigala, dan mereka sia-sia mencari bangkai-bangkainya. Tak ada bekas-bekas
pertempuran, kecuali pohon-pohon yang gosong dan panahpanah Legolas yang
bertebaran di puncak bukit. Semua tidak rusak, kecuali satu yang hanya tersisa
ujungnya. "Seperti sudah kukhawatirkan," kata Gandalf. "Mereka bukan serigala biasa
yang memburu makanan di belantara. Mari kita makan cepat, lalu berangkat!"
Hari itu cuaca berubah lagi, seolah berada di bawah perintah suatu kekuatan
yang tidak lagi memanfaatkan salju, karena mereka sudah pergi dari celah
pegunungan; sekarang kekuatan itu menghendaki cahaya terang, hingga semua
yang bergerak di belantara bisa terlihat dari jauh. Angin beralih dari utara ke
barat taut sewaktu masih malam, dan kini sudah reda. Awanawan menghilang ke arah
selatan dan langit terbuka, tinggi dan biru. Ketika mereka berdiri di lereng
bukit, siap berangkat, cahaya matahari pucat bersinar di atas puncak pegunungan.
"Kita harus mencapai gerbang sebelum matahari terbenam," kata Gandalf,
"kalau tidak, aku khawatir kita tidak akan mencapainya sama sekali. Jaraknya
tidak Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 327 jauh, tapi jalan kita mungkin berkelok-kelok, karena di sini Aragorn tak bisa
menuntun kita; dia jarang berjalan di negeri ini, dan aku baru satu kali pergi
ke bawah tembok barat Moria, itu pun sudah lama sekali.
"Di sana letaknya," kata Gandalf, sambil menunjuk ke arah tenggara, di mana
lereng pegunungan jatuh curam ke dalam bayangan di kakinya. Di kejauhan
samar-samar terlihat sebaris batu karang, gundul, dan di tengahnya, lebih tinggi
dari yang lain, satu tembok kelabu besar. "Ketika kita meninggalkan celah, aku
membimbing kalian ke arah selatan, dan tidak kembali ke tempat awal kita
berangkat; mungkin beberapa di antara kalian memperhatikan hat itu. Untunglah
aku melakukan itu, karena jarak yang harus kita tempuh jadi lebih pendek, dan
kita memang perlu cepat. Ayo berangkat!"
"Aku tidak tahu harus mengharap apa," kata Boromir muram, "bahwa Gandalf
menemukan apa yang dicarinya, atau bahwa sesampainya di batukarang kita
menemukan gerbang itu sudah hilang selamanya. Semua pilihan tampak buruk,
dan mungkin sekali kita terjebak di antara serigala dan tembok. Jalanlah terus!"
Gimli sekarang berjalan di depan, di samping sang penyihir, karena ia begitu
bergairah ingin melihat Moria. Bersama-sama mereka menuntun Rombongan
kembali ke arah pegunungan. Satu-satunya jalan Moria lama dari barat terletak
sepanjang aliran sungai, Sungai Sirannon yang keluar dari kaki bukit karang
dekat tempat pintu gerbang. Tapi mungkin Gandalf tersesat, atau mungkin daerah itu
sudah berubah sejak beberapa tahun belakangan; karena ia tidak menemukan
sungai di tempat yang dicarinya, hanya beberapa mil ke selatan dari tempat
mereka berangkat. Pagi sudah menjelang tengah hari, dan Rombongan itu masih mengembara
dan merangkak di daratan gersang penuh batu merah. Di mana pun mereka tidak
melihat kilauan air atau mendengar suaranya. Semuanya gersang dan kering.
Semangat mereka merosot. Mereka tidak melihat satu pun makhluk hidup, dan
tidak satu pun burung di langit; apa yang akan terjadi di malam hari, kalau
mereka terjebak di daratan kosong itu, tak ada yang berani memikirkannya.
Mendadak Gimli, yang berjalan cepat di depan, memanggil mereka. Ia berdiri
di atas sebuah bukit kecil, dan menunjuk ke kanan. Mereka bergegas ke sana, dan
melihat di bawah mereka sebuah saluran dalam dan sempit. Saluran itu kosong
dan sunyi, hampir tak ada kucuran air yang mengalir di antara batu-batu bernoda
cokelat dan merah di dasarnya; tapi di sisi terdekat ada sebuah jalan, sudah
terputus-putus dan rusak, menjulur di antara puingpuing tembok dan batu ubin
suatu jalan raya kuno. Halaman | 328 The Lord of The Rings "Ah! Itu dia akhirnya!" kata Gandalf. "Di sinilah sungai mengalir: Sirannon,
Sungai Gerbang, dulu mereka menyebutnya begitu. Tapi apa yang terjadi dengan
airnya, aku tidak tahu; dulu dia mengalir deras dan berisik. Ayo! Kita harus
buruburu. Kita sudah kesiangan."
Kaki mereka sudah sakit dan letih, tapi mereka masih juga berjalan susah
payah sepanjang jalan yang kasar dan berkelok-kelok, hingga beberapa mil.
Matahari beralih dari tengah hari dan mulai pergi ke barat. Setelah istirahat
singkat dan makan tergesa-gesa, mereka berjalan lagi. Di depan mereka tampak
pegunungan yang cemberut, tapi berhubung jalan yang mereka telusuri ada di
sebuah palung dalam, mereka hanya bisa melihat pundakpundak yang lebih tinggi
dan puncak-puncak di timur yang jauh.
Akhirnya mereka tiba di sebuah tikungan tajam. Di sana, jalan yang selama ini
mengarah ke selatan, di antara tepi saluran dan lereng curam di sebelah kiri,
membalik dan menuju ke arah timur lagi. Ketika melewati tikungan, mereka melihat
di depan sana ada sebuah batu karang rendah, setinggi kira-kira lima fathom,
dengan puncak patah dan bergerigi. Dari atasnya air menetes, melalui lipatan
lebar yang tampaknya dipahat oleh air terjun yang dulu besar dan penuh.
"Memang banyak perubahan di sini!" kata Gandalf. "Tapi tempat ini tak
mungkin salah. Itu sisa-sisa Tangga Air Terjun. Kalau ingatanku betul, ada
tangga yang dipahat dalam batu di sisinya, tapi jalan utama membelok ke kin', dan
menanjak dengan beberapa putaran naik ke dataran di puncak. Dulu ada lembah
dangkal di luar air terjun, sampai ke tembok Moria, dan Sungai Sirannon mengalir
melintasinya, dengan jalan di sampingnya. Mari kita pergi dan melihat bagaimana
keadaannya sekarang!"
Mereka menemukan tangga batu itu tanpa kesulitan, dan Gimli melompat gesit
menaikinya, diikuti Gandalf dan Frodo. Ketika sampai ke puncak, ternyata mereka
tak bisa berjalan lebih jauh ke arah itu, dan penyebab keringnya Sungai Gerbang
terungkap. Di belakang mereka, Matahari yang sedang terbenam mengisi langit
barat yang sejuk dengan cahaya kemilau keemasan. Di depan mereka terbentang
sebuah telaga. Baik langit maupun matahari terbenam tercermin di permukaannya
yang cemberut. Sirannon sudah dibendung dan mengisi seluruh lembah. Di
seberang telaga luas itu, menjulang batu-batu karang besar, wajah mereka yang
keras tampak pucat dalam cahaya yang memudar: tak bisa ditawar dan tak bisa
dilewati. Tak ada tanda-tanda gerbang atau pintu masuk, tak sebuah retakan atau
celah terlihat oleh Frodo di bebatuan yang cemberut itu.
"Di sanalah Tembok-Tembok Moria berada," kata Gandalf, menunjuk ke
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 329 seberang air. "Dan di sana dulu berdiri Gerbang-nya, Pintu Peri di ujung jalan
dari Hollin, dan mana kita datang. Tapi arah ini tertutup. Kurasa tak ada di antara
kita yang mau berenang dalam air muram ini di penghujung hari. Tampaknya tidak
sehat." "Kita harus menemukan jalan memutari ujung utara," kata Gimli. "Pertamatama,
kita mesti mendaki jalan utama, dan melihat ke mana dia menuntun kita.
Meski tak ada danau, kita tak mungkin membawa kuda muatan kita menaiki tangga
ini." "Bagaimanapun, kita tak bisa membawa kuda malang itu masuk ke Tambang,"
kata Gandalf. "Jalan di bawah gunung gelap sekali, dan ada tempat-tempat sempit
dan terjal yang tak bisa dijejakinya, meski kita bisa."
"Bill tua malang!" kata Frodo. "Aku tidak memikirkan itu. Kasihan Sam! Apa
yang akan dikatakannya?"
"Aku menyesal," kata Gandalf. "Bill yang malang sudah menjadi pendamping
yang sangat berguna, dan aku sangat sedih hams melepaskannya sekarang. Kalau
tergantung aku, aku akan bepergian dengan bawaan lebih ringan dan tidak
membawa hewan, apalagi hewan yang disayangi Sam ini. Aku sudah khawatir
selama ini, bahwa kita akan
Hari itu hampir berakhir, bintang-bintang dingin berkelip di langit tinggi di
atas matahari terbenam, ketika Rombongan itu, dent,-an kecepatan maksimum,
mendaki lereng-lereng dan mencapai pinggir telaga. Lebar telaga itu tampaknya
tidak lebih dari dua atau tiga kali dua ratusan meter di bagian paling lebar.
Berapa jauh ia menghampar ke selatan, mereka tak bisa melihatnya dalam cahaya yang
sudah mulai lenyap; tapi ujungnya di sebelah utara tidak lebih dari setengah mil
dari tempat mereka berdiri, dan di antara pundak-pundak berbatu yang mengurung
lembah dan pinggir danau ada sepetak tanah terbuka. Mereka bergegas maju,
karena masih ada satu-dua mil yang harus dilewati, sebelum bisa sampai ke titik
di pantai seberang yang dituju Gandalf; lalu ia masih harus menemukan pintunya.
Sampai di ujung utara telaga, mereka menemukan sungai sempit yang
merintangi jalan mereka. Airnya hijau dan tidak mengalir, menjulur keluar
seperti lengan berlumpur ke arah bukit-bukit yang mengepung. Gimli melangkah ke depan,
Jodoh Rajawali 31 Pendekar Naga Geni 22 Jejak Telapak Iblis Kisah Pedang Di Sungai Es 16
melakukannya, kalau semua penduduk merdeka di dunia memohonnya, tapi dia
tidak akan memahami pentingnya. Dan kalau Cincin itu diberikan padanya, dia
akan segera melupakannya, atau sangat mungkin membuangnya. Hal-hal seperti
itu tidak terpatri dalam ingatannya. Dia akan menjadi penjaga yang sangat tidak
aman, dan itu saja sudah cukup merupakan jawaban."
"Bagaimanapun," kata Glorfindel, "mengirimkan Cincin kepadanya hanya akan
menunda hari malapetaka. Dia jauh dari sini. Kita tak mungkin membawa Cincin itu
kepadanya, tanpa diduga, atau ketahuan mata-mata. Dan meski kita bisa, cepat
atau lambat Penguasa Cincin akan tahu tempat persembunyiannya, dan akan
mengarahkan seluruh kekuatannya ke sana. Apakah kekuatan itu bisa dikalahkan
oleh Bombadil sendirian" Kukira tidak. Kukira akhirnya, bila semua yang lain
sudah ditaklukkan, Bombadil pun akan jatuh, yang Terakhir sebagaimana dia yang
Pertama; lalu Malam akan datang."
"Aku hanya tahu sedikit tentang Iarwain, kecuali namanya," kata Galdor, "tapi
kukira Glorfindel benar. Kekuatan untuk mengalahkan Musuh tidak ada pada
dirinya, kecuali kekuatan seperti itu ada di dalam bum) sendiri. Meski begitu,
kita melihat bahwa Sauron bisa menyiksa dan menghancurkan bukit-bukit. Kekuatan
yang masih tersisa ada di sini bersama kita, di Imladris, atau bersama Cirdan di
Havens, atau di Lorien. Tapi apakah mereka punya kekuatan untuk menahan
Musuh, kedatangan Sauron pada akhirnya, ketika semua yang lain sudah
dihancurkan?" "Aku tak punya kekuatan," kata Elrond, "mereka pun tidak."
"Kalau Cincin itu tak bisa ditahan darinya untuk selamanya dengan kekuatan,"
kata Glorfindel, "hanya dua hal tersisa untuk kita upayakan: mengirimkannya ke
seberang Lautan, atau menghancurkannya."
"Tapi Gandalf sudah mengungkapkan pada kita, bahwa Cincin itu tak bisa
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 285 dihancurkan dengan keterampilan yang kita miliki di sini," kata Elrond. "Dan
mereka yang tinggal di seberang Lautan takkan mau menerimanya: dengan alasan apa
pun, Cincin itu menjadi milik Dunia Tengah; kitalah yang masih tinggal di sini,
yang harus menghadapinya."
"Kalau begitu," kata Glorfindel, "mari kita buang Cincin itu ke dalam bumi,
dengan demikian kebohongan Saruman menjadi kenyataan. Karena sudah jelas
sekarang bahwa semasa masih dalam Dewan Penasihat pun, kakinya sudah
berada di jalan yang bengkok. Dia tahu bahwa Cincin itu belum hilang untuk
selamanya, tapi dia ingin kita berpikir demikian; karena dia sendiri mulai
berhasrat memilikinya. Tap, sering dalam kebohongan ada kebenaran: di dasar Lautan,
Cincin itu akan aman."
"Tidak untuk selamanya," kata Gandalf. "Ada banyak benda di Perairan dalam;
lautan dan daratan bisa berubah. Dan tugas kita bukan hanya memikirkan satu
musim, atau beberapa jangka waktu kehidupan Manusia, atau abad yang berlalu di
dunia. Kita harus mencari penyelesaian akhir untuk ancaman ini, meski tak ada
harapan kita bisa menemukannya."
"Dan itu tidak akan kita temukan di jalan menuju Lautan," kata Galdor. "Kalau
kembali ke larwain dianggap terlalu berbahaya, maka pelarian ke Lautan sekarang
penuh dengan bahaya terburuk. Hatiku mengatakan Sauron mengharapkan kita
mengambil jalan ke barat, kalau dia tahu apa yang sudah terjadi. Dia segera akan
tahu. Kelompok Sembilan memang sudah tak berkuda, tapi itu hanya penundaan
sementara, sebelum mereka menemukan kuda-kuda baru yang lebih cepat. Hanya
kekuatan Gondor yang makin menyusut yang sekarang menghalanginya untuk
bergerak maju sepanjang pantai-pantai hingga ke Utara; dan kalau dia datang,
menyerang Menara-Menara Putih dan Havens, setelah ini bangsa Peri mungkin tak
bisa lolos lagi dari bayang-bayang Dunia Tengah yang semakin memanjang."
"Pergerakan itu masih akan tertunda lama," kata Boromir. "Gondor semakin
melemah, katamu. Tapi Gondor masih berdiri, dan bahkan sisa-sisa kekuatannya
masih tetap sangat kuat."
"Namun begitu, penjagaannya tak bisa lagi menghadang Kelompok
Sembilan," kata Galdor. "Dan dia bisa menemukan jalan lain yang tidak dijaga
Gondor." "Kalau begitu," kata Erestor, "hanya ada dua jalan, seperti dinyatakan
Glorfindel: menyembunyikan Cincin untuk selamanya, atau menghancurkannya.
Tapi keduanya di luar kemampuan kita. Siapa yang akan menyelesaikan teka-teki
Halaman | 286 The Lord of The Rings ini untuk kita?" "Tak ada di sini yang bisa melakukannya," kata Elrond dengan muram.
"Setidaknya, tak ada yang bisa meramal apa yang akan terjadi, kalau kita
mengambil jalan ini atau itu. Tapi bagiku sekarang tampaknya sudah jelas, jalan
mana yang harus kita ambil. Jalan ke barat tampaknya yang paling mudah. Karena
itu justru dia harus dihindari. Jalan itu pasti akan diawasi. Terlalu sering
bangsa Peri lari ke arah itu. Sekarang setidaknya kita barns mengambil jalan yang
sulit, jalan yang tidak terduga. Di sanalah letak harapan kita, kalau ada harapan.
Berjalan menuju bahaya ke Mordor. Kita barns mengirim Cincin itu ke Api."
Sepi lagi. Frodo merasakan kegelapan pekat di hatinya, meski ia berada di
rumah indah itu, yang menghadap ke arah lembah yang disinari matahari, dan
dipenuhi bunyi-bunyi air jernih. Boromir bergerak, dan Frodo menatapnya. Ia
memain-mainkan terompetnya dengan Jarinya, dahinya berkerut. Akhirnya ia
berbicara. "Aku tidak mengerti ini semua," katanya. "Saruman memang pengkhianat, tapi
tidakkah dia memiliki sepercik kebijakan" Kenapa kau ,; selalu membicarakan
tentang menyembunyikan dan menghancurkan" Kenapa tidak kita anggap saja
Cincin Utama ini jatuh ke tangan kita untuk melayani kita saat dibutuhkan"
Dengan memakainya, pasti para penguasa Merdeka bisa mengalahkan Musuh. Kurasa
itulah yang paling ditakutinya.
"Orang-orang Gondor sangat berani, dan mereka takkan pernah menyerah;
tapi mungkin mereka akan ditaklukkan. Keberanian pertama-tama membutuhkan
kekuatan, lalu senjata. Biarkan Cincin itu menjadi senjatamu, kalau dia
mempunyai kekuatan seperti yang kaukatakan. Ambillah dan majulah merebut kemenangan!"
"Tidak," kata Elrond. "Kita tak bisa memakai Cincin Utama itu. Kita tahu betul
itu. Cincin itu milik Sauron, dibuat sendiri olehnya, dan benar-benar jahat.
Kekuatannya, Boromir, terlalu kuat untuk dikendalikan siapa pun, kecuali mereka
yang sudah mempunyai kekuatan besar. Tapi untuk mereka Cincin itu malah
membawa bahaya lebih mematikan. Hasrat untuk memilikinya merusak hati. Lihat
saja Saruman. Kalau salah satu kaum Bijak berhasil menjatuhkan Penguasa
Mordor, dengan bantuan Cincin ini, sambil menggunakan keahliannya sendiri,
maka dia akan menduduki takhta Sauron, dan seorang Penguasa Kegelapan lain
akan muncul. Itu satu alasan lagi, mengapa Cincin ini harus dihancurkan: selama
Cincin ini berada di dunia, dia akan selalu menjadi bahaya, bagi kaum Bijak
sekalipun. Sebab tak ada sesuatu yang jahat pada awalnya. Bahkan Sauron pun
tidak. Aku takut mengambil Cincin itu untuk menyembunyikannya, terlebih lagi
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 287 untuk menggunakannya."
"Aku juga," kata Gandalf.
Boromir memandang mereka dengan penuh keraguan, tapi ia menundukkan
kepala. "Baiklah," katanya. "Jadi, kami di Gondor harus mengandalkan
senjatasenjata yang sudah kami miliki. Dan setidaknya, sementara kaum Bijak
menjaga Cincin ini, kami akan terus berjuang. Mungkin Pedang-yang-sudah-Patah masih
bisa menyurutkan gelombang pasang - kalau tangan yang memegangnya bukan
hanya mewarisi suatu pusaka, tetapi juga otot Raja-Raja Manusia."
"Siapa tahu?" kata Aragorn. "Akan kita uji suatu hari nanti."
"Mudah-mudahan hari itu tidak terlalu lama lagi," kata Boromir. "Karena meski
aku tidak meminta bantuan, kami membutuhkannya. Akan terasa lebih ringan kalau
kami tahu bahwa yang lain juga berjuang dengan semua kekuatan yang mereka
punyai." "Kalau begitu, kau boleh merasa terhibur," kata Elrond. "Sebab ada
kekuatankekuatan lain dan alam-alam yang tidak kauketahui, dan semua itu
tersembunyi darimu. Sungai Besar Anduin mengalir melewati banyak pantai, sebelum sampai di
Argonath dan Gerbang-Gerbang Gondor."
"Meski begitu, mungkin akan baik untuk semuanya kalau semua kekuatan ini
digabungkan," kata Gloin si Kurcaci, "dan kekuatan masingmasing dimanfaatkan
dalam persekutuan. Mungkin ada cincin-cincin lain yang tidak begitu jahat, yang
bisa digunakan untuk kebutuhan kita. Tujuh Cincin sudah hilang dari kita-kalau
Balin tidak menemukan cincin Thror, yang merupakan yang terakhir; tidak ada
kabar darinya sejak Thror mati di Moria. Bolehlah kuungkapkan saat ini, bahwa
sebagian alasan Balin pergi adalah karena dia mengharapkan menemukan cincin
aku." "Balin tidak akan menemukan cincin di Moria," kata Gandalf. "Thror
memberikannya pada Thrain, putranya, tapi Thrain tidak memberikannya pada
Thorin. Cincin itu diambil dari Thrain melalui penyiksaan hebat di ruang bawah
tanah di Dol Guldur. Aku datang terlambat."
"Aaah!" seru Gloin. "Kapan hari pembalasan kami akan tiba" Tapi masih ada
Cincin yang Tiga. Bagaimana dengan Tiga Cincin bangsa Peri" Katanya cincincincin
itu sangat hebat. Bukankah para Peri Bangsawan menyimpannya" Tapi
mereka juga dibuat oleh sang Penguasa Kegelapan, lama berselang. Apakah
mereka tidak dipakai" Aku melihat para Peri Bangsawan di sini. Apa mereka tidak
akan mengungkapkannya?"
Halaman | 288 The Lord of The Rings Para Peri tidak menjawab. "Tidakkah kau mendengarku, Gloin?" kata Elrond.
"Yang Tiga itu bukan dibuat oleh Sauron, dan dia belum pernah menyentuhnya.
Tapi kami tak boleh membicarakannya. Hanya itu yang boleh kukatakan dalam
masa keraguan ini. Mereka bukan tidak digunakan. Tapi mereka bukan dibuat
untuk digunakan sebagai senjata perang atau untuk mengalahkan: bukan itu
kekuatan mereka. Mereka yang membuatnya bukan mengharapkan kekuatan,
penguasaan, atau kekayaan berlimpah, melainkan pemahaman, penciptaan, dan
penyembuhan, untuk memelihara semua hal agar tidak bernoda. Hal-hal ini
sebagian sudah dicapai bangsa Peri di Dunia Tengah, meski dengan banyak
kesedihan. Tapi segala sesuatu yang dibuat oleh tangan-tangan yang memakai
Tiga Cincin akan berbalik ke kehancuran, dan hati serta pikiran mereka akan
terungkap kepada Sauron, kalau dia memiliki kembali Cincin Utama. Lebih baik
Tiga Cincin itu tak pernah ada. Itulah tujuannya."
"Tapi apa yang akan terjadi kalau Cincin Utama dihancurkan seperti
kauusulkan?" tanya Gloin.
"Kami tidak tahu pasti," jawab Elrond sedih. "Beberapa berharap Tiga Cincin,
yang belum pernah disentuh Sauron, akan bebas, dan para penguasa mereka bisa
menyembuhkan luka-luka dunia yang disebabkan Sauron. Tapi kalau Cincin Utama
sudah hilang, mungkin Tiga Cincin itu akan gagal, dan banyak hal indah akan
mengabur dan dilupakan. Itu keyakinanku."
"Namun semua Peri bersedia memikul kemungkinan ini," kata Glorfindel,
"kalau dengan demikian kekuatan Sauron bisa dipatahkan, dan ketakutan terhadap
kekuasaannya hilang selamanya."
"Jadi, sekali lagi kita kembali ke rencana menghancurkan Cincin," kata
Erector, "tapi sepertinya tidak ada solusi. Kekuatan apa yang kita miliki, untuk
menemukan Api tempat Cincin itu dibuat" Jalan itu sungguh jalan keputusasaan.
Bahkan kebodohan, kataku, kalau kebijakan Elrond yang sangat leas tidak
melarangku berkata demikian."
"Putus asa, atau kebodohan?" kata Gandalf. "Bukan putus asa, karena putus
asa hanya bagi mereka yang melihat akhirnya dengan yakin. Kita tidak melihatnya.
Orang bijak menyadari kebutuhan, bila semua jalan lain sudah ditimbang, meski
jalan yang dipilih mungkin tampak sebagai kebodohan, bagi mereka yang
berpegang pada harapan palsu. Nah, biarlah kebodohan men ad' jubah kita,
selubung di depan mata Musuh! Karena dia sangat pintar, dan dia menimbang
semua hal hingga sekecil-kecilnya, dalam timbangan kejahatannya. Tapi
satusatunya ukuran yang dia kenal adalah hasrat, hasrat untuk kekuasaan; dan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 289 begitulah dia menilai semua orang. Dalam hatinya takkan pernah terlintas pikiran
bahwa ada orang yang akan menolak, bahwa kita ingin memiliki Cincin itu untuk
menghancurkannya. Kalau kita memilih ini, dia akan salah perhitungan."
"Setidaknya untuk sementara," kata Elrond. "Jalan ini harus dilewati, meski
akan sulit sekali. Kekuatan maupun kebijakan takkan membawa kita jauh di jalan
itu. Perkara ini bisa diupayakan oleh yang lemah, dengan harapan sama besar
seperti yang kuat. Tapi wring seperti itulah justru jalannya perbuatan-perbuatan
yang menggerakkan roda dunia: tangantangan kecil melakukannya karena
terpaksa, sementara mata yang lebih kuat sedang menoleh ke tempat lain."
"Baiklah, baiklah, Master Elrond!" kata Bilbo tiba-tiba. "Jangan katakan apaapa
lagi! Sudah jelas apa yang kaumaksud. Bilbo si hobbit bodoh yang memulai
masalah ini, dan sebaiknya Bilbo juga yang mengakhiri, atau menghabisi dirinya
sendiri. Aku sangat nyaman di sini, dan bisa menulis bukuku dengan senang. Kalau
kau mau tahu, aku sedang menuliskan akhir ceritanya. Aku berniat menulis: dan
dia hidup bahagia selamanya, sampai akhir hayatnya. Itu akhir yang bagus, walau
sudah wring digunakan. Sekarang aku terpaksa mengubahnya, karena
kelihatannya tidak akan menjadi kenyataan; lagi pula, tampaknya akan ada
beberapa bab tambahan, kalau aku masih hidup untuk menuliskannya. Sangat
mengganggu. Kapan aku harus mulai?"
Boromir memandang kaget ke arah Bilbo, tapi ia tidak jadi tertawa ketika
melihat semua yang lain memandang hobbit tua itu dengan hormat dan khidmat.
Hanya Gloin yang tersenyum, tapi senyumannya karena mengingat kenangan
lama. "Tentu saja, Bilbo-ku sayang," kata Gandalf. "Kalau benar-benar kau yang
memulai perkara ini, kau tentu diharapkan menyelesaikannya. Tapi kau tahu betul
bahwa siapa pun tak bisa menganggap dirinyalah yang memulai sesuatu, dan
dalam perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan pahlawan mana pun, peran yang
dimainkannya kecil saja. Kau tidak perlu membungkuk! Meski perkataanmu
sungguh-sungguh, dan kami tidak ragu bahwa di balik kelakarmu, kau menawarkan
sesuatu yang berani. Tapi urusan ini ada di luar kemampuanmu, Bilbo. Kau tak
bisa mengembalikan benda ini. Dia sudah beralih pada yang lain. Kalau kau masih
memerlukan nasihatku, menurutku bagianmu sudah selesai, kecuali sebagai
pencatat. Selesaikan bukumu, dan biarkan akhirnya tanpa perubahan! Masih ada
harapan untuk itu. Tapi bersiaplah untuk menulis lanjutannya, kalau mereka
kembali." Bilbo tertawa. "Belum pernah kau memberiku nasihat menyenangkan,"
Halaman | 290 The Lord of The Rings katanya. "Karena semua nasihatmu yang tidak menyenangkan ternyata bagus, aku
jadi bertanya-tanya apakah nasihat ini tidak buruk. Bagaimanapun, rasanya aku
tak punya kekuatan ataupun keberuntungan untuk menangani Cincin ini. Dia sudah
tumbuh, sedangkan aku tidak. Tapi katakan: apa maksudmu dengan mereka?"
"Utusan-utusan yang dikirimkan bersama Cincin itu."
"Tepat! Dan siapakah mereka" Kurasa itulah yang harus diputuskan Rapat ini,
hanya itu. Bangsa Peri mungkin bisa kenyang dari berbicara saja, dan para
Kurcaci bisa menanggung kelelahan besar; tapi aku hanya seorang hobbit tua, dan aku
ingin makan siang. Tak bisakah kalian memikirkan beberapa nama sekarang" Atau
menundanya sampai setelah makan malam?"
Tidak ada yang menjawab. Lonceng tengah hari berdentang. Masih tidak ada
yang bicara. Frodo melirik semua wajah, tapi mereka tidak memandangnya.
Seluruh Dewan duduk dengan mata menunduk, seolah berpikir sangat dalam.
Kecemasan besar menimpa diri Frodo, seolah ia sedang menunggu pengumuman,
tentang bahaya maut yang sudah lama dilihatnya, dan sia-sia diharapkan tidak
jadi dibahas. Hasrat besar untuk beristirahat dan tinggal dengan damai di dekat
Bilbo. di Rivendell menguasai hatinya. Akhirnya, dengan susah payah ia berbicara, dan
heran mendengar kata-katanya sendiri, seolah ada kekuatan lain yang
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggerakkan suaranya yang kecil.
"Aku akan membawa Cincin itu," katanya, "meski aku tidak tahu jalannya."
Elrond mengangkat mata menatapnya, dan Frodo merasa hatinya tertusuk
oleh ketajaman pandangannya yang tiba-tiba. "Kalau aku mengerti dengan benar
semua yang telah kudengar," katanya, "maka kurasa tugas ini dibebankan padamu,
Frodo; dan kalau kau tak bisa menemukan jalannya, maka takkan ada orang lain
yang bisa. Inilah saatnya bangsa Shire bangkit dari ladang-ladang mereka yang
tenang, untuk mengguncang menaramenara dan meruntuhkan anggapananggapan orang-
orang Bijak. Siapa di antara kaum Bijak yang bisa meramalkan hal
ini" Atau, kalau mereka bijak, mengapa mereka berharap akan mengetahuinya,
sampai saatnya tiba"
"Tapi ini beban 'yang sangat berat. Begitu berat, hingga tak layak
memindahkannya kepada yang lain. Aku tidak membebankannya padamn. Tapi
kalau kau menerimanya dengan sukarela, akan kukatakan bahwa pilihanmu benar;
dan meski semua sahabat bangsa Peri sejak dulu - Hador, Hurin, dan Turin, dan
Beren sendiri - berkumpul bersama, maka tempatmu adalah di antara mereka."
"Tapi kau tentu tidak akan mengirimnya sendirian, Master?" teriak Sam, tak
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 291 bisa menahan diri lebih lama lagi, dan melompat dari pojok tempat ia sebelumnya
duduk diam di lantai. "Memang tidak!" kata Elrond, menoleh kepadanya dengan tersenyum. "Kau
akan pergi bersamanya. Hampir tak mungkin memisahkanmu dari dia, meski dia
dipanggil ke rapat rahasia ini dan kau tidak."
Sam duduk kembali, wajahnya memerah, dan ia menggumam, "Kita
menerjunkan diri ke dalam masalah ruwet, Master Frodo!" katanya sambil
menggelengkan kepala. Halaman | 292 The Lord of The Rings Cincin Pergi Ke Selatan Hari itu, setelah Rapat Dewan, para hobbit mengadakan pertemuan sendiri di
kamar Bilbo. Merry dan Pippin marah ketika mendengar Sam diam-diam masuk ke
Rapat Dewan, dan sudah dipilih sebagai pendamping Frodo.
"Itu sangat tidak adil," kata Pippin. "Bukannya melempar dia keluar dan
memborgolnya, Elrond malah memberinya imbalan untuk kekurangaj arannya!"
"Imbalan!" kata Frodo. "Aku tak bisa membayangkan hukuman yang lebih
berat. Kau bicara tanpa pikir panjang: dikutuk untuk pergi dalam perjalanan
tanpa harapan, itu imbalan" Kemarin aku bermimpi tugasku sudah selesai, dan aku bisa
beristirahat di sini untuk waktu lama, bahkan mungkin untuk selamanya."
"Aku tidak heran," kata Merry, "dan aku berharap keinginanmu kesampaian.
Tapi kami iri pada Sam, bukan padamu. Kalau kau harus pergi, maka bagi kami
yang ditinggal, meski di Rivendell, itu merupakan suatu hukuman. Kami sudah
berjalan jauh bersamamu dan sudah melewati saatsaat gawat. Kami ingin
melanjutkan perjalanan."
"Itu maksudku," kata Pippin: "Kita kaum hobbit harus tetap bersama, dan itu
akan kita lakukan. Aku akan pergi, kecuali mereka mengikatku. Harus ada orang
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 293 yang punya kecerdasan dalam rombongan."
"Kalau begitu, kau pasti tidak akan dipilih, Peregrin Took!" kata Gandalf,
menengok ke dalam jendela, yang dekat ke tanah. "Tapi kalian tak perlu khawatir
dine. Belum ada yang diputuskan."
"Tidak ada yang diputuskan!" sera Pippin. "Kalau begitu, apa yang kalian
semua lakukan" Kalian di ruang tertutup selama berjam-jam."
"Berbicara," kata Bilbo. "Banyak sekali pembicaraan, dan semua mempunyai
kejutan. Bahkan Gandalf tea. Kukira berita Legolas tentang Gollum juga
membuatnya terguncang, meski dia kemudian tidak menghiraukannya."
"Kau salah," kata Gandalf. "Kau tidak memperhatikan. Aku sudah
mendengarnya dari Gwaihir. Kalau kau mau tahu, yang benar-benar kejutan,
seperti kau menyebutnya, adalah kau dan Frodo; dan aku satu-satunya yang tidak
kaget." "Yang jelas," kata Bilbo, "tidak ada yang diputuskan selain memilih Frodo dan
Sam yang malang. Aku sudah khawatir ini akan terjadi, kalau aku dibolehkan
mencetuskannya. Tapi menurutku Elrond akan mengutus sejumlah besar orang,
kalau laporan-laporan sudah masuk. Apa mereka sudah mulai, Gandalf?"
"Ya," kata penyihir itu. "Beberapa pengintai sudah dikirimkan. Lebih banyak
lagi akan berangkat besok. Elrond mengirimkan kaum Peri, dan mereka akan
menghubungi para Penjaga Hutan, dan mungkin juga bangsa Thranduil di
Mirkwood. Aragorn berangkat bersama putra-putra Elrond. Kita harus memeriksa
seluruh negeri-negeri sekitar untuk jarak jauh sekali, sebelum melakukan gerakan
apa pun. Jadi, bergembiralah, Frodo! Mungkin kau akan lama sekali tinggal di
sini." "Ah!" kata Sam muram. "Kita hanya akan menunggu cukup lama, sampai
musim dingin tiba." "Itu tak bisa dihindari," kata Bilbo. "Itu sebagian adalah kesalahanmu, Frodo
anakku: menuntut untuk menunggu sampai ulang tahunku. Cara aneh untuk
menghormatinya, kupikir. Bukan hari yang akan kupilih untuk membiarkan keluarga
S.-Bs. masuk ke Bag End. Tapi begitulah: kau sekarang tak bisa menunggu sampai
musim semi; dan kau tak bisa pergi sebelum laporan-laporan masuk.
Saw musim dingin pertama muncul
meretakkan bebatuan di malam beku dan sepi,
saat telaga-telaga menghitam dan pepohonan pun gundul,
Halaman | 294 The Lord of The Rings janganlah berjalan di Belantara seorang diri. Tapi aku khawatir nasibmu justru
seperti itu." "Aku juga khawatir begitu," kata Gandalf. "Kita belum bisa
berangkat sebelum tahu tentang para Penunggang itu."
"Kupikir mereka semua sudah hancur kena banjir," kata Merry.
"Hantu-Hantu Cincin seperti itu tak bisa dihancurkan," kata Gandalf. "Mereka
bergantung pada kekuatan tuan mereka, dan mereka berdiri atau jatuh
bersamanya. Moga-moga mereka semua sudah tidak mempunyai kuda lagi dan
sudah terbuka topengnya, hingga untuk sementara
tidak begitu berbahaya; tapi kita harus mencari tahu dengan pasti.
Sementara itu, kau harus mencoba melupakan kesulitanmu, Frodo. Entah aku
bisa membantumu atau tidak, tapi aku main membisikkan ini padamu. Ada yang
bilang, perlu ada yang cerdas dalam rombongan ini. Dia benar. Kupikir aku akan
ikut denganmu." Frodo begitu bahagia mendengar pernyataan itu, sampai Gandalf
meninggalkan ambang jendela tempat ia duduk selama itu, dan melepaskan
topinya sambil membungkuk. "Aku hanya bilang kupikir aku akan ikut. Dalam hal
ini, Elrond yang akan banyak memutuskan, dan temanmu Strider. Omongomong,
aku jadi teringat. Aku harus menemui Elrond. Aku harus pergi."
"Menurutmu, berapa lama waktuku di sini?" kata Frodo pada Bilbo, ketika
Gandalf sudah pergi. "Oh, aku tidak tahu. Aku tak bisa menghitung hari di Rivendell," kata Bilbo.
"Tapi cukup lama, kupikir. Kita akan bisa banyak bercakap-cakap. Bagaimana
kalau kau membantuku dengan bukuku, dan membuat awal buku berikutnya" Apa
kau sudah memikirkan akhir ceritanya?"
"Ya, beberapa, semuanya gelap dan tidak menyenangkan," kata Frodo.
"Oh, tidak boleh!" kata Bilbo. "Buku seharusnya mempunyai akhir kisah yang
bagus. Bagaimana kalau begini: dan mereka semua tinggal dan hidup bersarna
dengan bahagia?" "Cukup baik, kalau memang akan sampai ke sana," kata Frodo. "Ah!" kata
Sam. "Dan di mana mereka akan tinggal" Itu yang sering kupertanyakan."
Untuk beberapa saat, para hobbit melanjutkan bercakap-cakap dan
memikirkan perjalanan yang sudah lalu, serta bahaya-bahaya di depan; tapi begitu
menyenangkan kehidupan di negeri Rivendell, hingga tak lama kemudian semua
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 295 kecemasan hilang dari benak mereka. Masa depan, baik atau buruk, tidak
dilupakan, tapi sudah tak punya kekuatan untuk menguasai masa kini. Kesehatan
dan harapan tumbuh kuat dalam diri mereka, dan mereka puas dengan setiap hari
bagus yang datang, bergembira dengan setiap hidangan, setiap kata dan lagu.
Begitulah hari-hari berlalu, sementara setiap pagi merekah cerah dan indah,
dan setiap sore mengikuti dengan sejuk dan jernih. Tapi musim augur menyurut
dengan cepat; perlahan-lahan cahaya keemasan pudar menjadi pucat keperakan,
dan dedaunan yang masih bertahan jatuh dari pohonpohon. Angin mulai berembus
dingin dari Pegunungan Berkabut di timur. Bulan Pemburu membesar membulat di
langit malam, dan mengusir semua bintang kecil. Namun rendah di Selatan, satu
bintang bersinar merah. Setiap malam, ketika Bulan memudar lagi, bintang itu
bersinar semakin terang dan semakin terang. Frodo bisa melihatnya dari
jendelanya, jauh di langit, menyala seperti mata yang waspada, yang menyorot
dari atas pepohonan di ujung lembah.
Para hobbit sudah hampir dua bulan berada di Rumah Elrond. November
lewat dengan sisa-sisa terakhir musim gugur, dan Desember sedang berlalu, ketika
para pengintai mulai kembali. Beberapa sudah pergi ke utara, di seberang mata
air Hoarwell, masuk ke Ettenmoors; yang lain sudah pergi ke barat, dan dengan
bantuan Aragorn serta para Penjaga Hutan, sudah menyelidiki negeri jauh di
sepanjang Greyflood, sampai sejauh Tharbad, di mana Jalan Utara lama
menyeberangi sungai dekat kota yang sudah menjadi puing. Banyak yang sudah
pergi ke timur dan ke selatan; beberapa dari mereka menyeberangi Pegunungan
dan masuk ke Mirkwood, sementara yang lainnya mendaki jalan di sumber Sungai
Gladden, masuk ke Belantara dan melintasi Gladden Fields, akhirnya sampai ke
rumah lama Radagast di Rhosgobel. Radagast tidak ada di sana; dan mereka
kembali melalui jalan tinggi yang disebut Tangga Dimrill. Putra-putra Elrond,
Elladan dan Elrohir, yang terakhir kembali; mereka sudah melakukan perjalanan
besar, masuk lewat Silverlode ke dalam negeri aneh, tapi mereka hanya mau
berbicara pada Elrond tentang tugas mereka.
Di wilayah mana pun, para pengintai tidak menemukan tanda-tanda atau
kabar tentang para Penunggang atau anak buah lain dari Musuh. Bahkan dari
Elang-Elang Pegunungan Berkabut pun mereka tidak mendapat kabar baru. Tak
ada yang terlihat atau terdengar tentang Gollum; tapi serigala- serigala liar
masih berkumpul, dan berburu lagi jauh di sana, sepanjang Sungai Besar. Tiga dari kuda
hitam sudah ditemukan tenggelam seketika di Ford yang banjir. Di alas bebatuan
air terjun di bawahnya, para pencari menemukan tubuh lima kuda lagi, Juga
Halaman | 296 The Lord of The Rings sebuah jubah panjang hitam, tergores dan tercabik-cabik. PenunggangPenunggang
Hitam sama sekali tidak meninggalkan jejak, dan kehadiran mereka
tak bisa dirasakan di mana pun. Tampaknya mereka sudah lenyap dari Utara.
"Delapan dari Sembilan setidaknya sudah ada laporannya," kata Gandalf.
"Memang agak gegabah kalau kita terlalu yakin, tapi menurutku kita boleh
berharap para Hantu Cincin sudah tercerai-berai, dan terpaksa kembali sebisa mungkin ke
tuan mereka di Mordor, kosong dan tak berwujud.
"Kalau memang begitu, mereka baru akan mulai berburu lagi setelah
beberapa saat. Tentu saja Musuh mempunyai anak buah lain, tapi mereka harus
berjalan sampai ke perbatasan Rivendell sebelum bisa melacak jejak kita. Dan,
kalau kita berhati-hati, jejak kita akan sulit ditemukan. Tapi kita tak boleh
menunda lebih lama lagi." Elrond memanggil para hobbit. Ia memandang Frodo dengan muram.
"Saatnya sudah tiba," katanya. "Kalau Cincin itu mesti disingkirkan, maka
sekaranglah saatnya. Tapi mereka yang pergi bersamanya tak boleh berharap
tugas mereka akan dibantu perang atau kekuatan. Mereka harus masuk ke dalam
wilayah Musuh, jauh dari bantuan. Apa kau masih memegang janjimu, Frodo,
bahwa kau akan menjadi pembawa Cincin?"
"Ya," kata Frodo. "Aku akan pergi dengan Sam."
"Kalau begitu, aku tak bisa banyak membantumu, tidak juga dengan nasihat,"
kata Elrond. "Aku tak bisa meramal banyak tentang perjalananmu; dan bagaimana
tugasmu bisa diselesaikan, aku tidak tahu. Bayang-bayang itu sudah merangkak ke
kaki Pegunungan, bahkan mendekati perbatasan Greyflood; dan di bawah
BayangBayang itu semuanya gelap bagiku. Kau akan bertemu banyak musuh, beberapa
terbuka, beberapa menyamar; dan kau mungkin akan menemukan sahabat di
perjalanan, pada saat yang sama sekali tak terduga. Aku akan mengirimkan
pesanpesan sebisaku, pada mereka yang kukenal di dunia luas; tapi sekarang
negerinegeri sudah jadi begitu berbahaya, hingga beberapa pesan mungkin tidak
akan sampai, atau sampai tidak lebih cepat daripada dirimu.
"Dan aku akan memilihkan pendamping untuk pergi bersamamu, sejauh
mereka mau atau nasib mengizinkan. Jumlahnya harus sedikit, karena harapanmu
terletak dalam kecepatan dan kerahasiaan. Seandainya aku mempunyai pasukan
bersenjata kaum Peri, seperti pada Zaman Peri, itu pun tidak akan banyak
membantu, justru hanya akan membangkitkan kekuatan Mordor.
"Para Pembawa Cincin akan berjumlah Sembilan; dan Sembilan Pejalan ini
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 297 akan melawan Sembilan Penunggang yang jahat. Bersamamu dan pelayanmu
yang setia, Gandalf akan ikut; karena in, akan menjadi tugas besarnya, dan
mungkin akhir dari pekerjaannya.
"Sisanya, mereka akan mewakili Bangsa-Bangsa Merdeka lain di Dunia: Peri,
Kurcaci, dan Manusia. Legolas mewakili kaum Peri, dan Gimli putra Gloin mewakili
para Kurcaci. Mereka bersedia pergi, setidaknya sejauh celah-celah di
Pegunungan, dan mungkin lebih dari itu. Mewakili Manusia adalah Aragorn putra
Arathorn, karena Cincin Isildur berhubungan erat dengannya."
"Strider!" kata Frodo.
"Ya," kata Strider sambil tersenyum. "Aku minta izin sekali lagi untuk menjadi
pendampingmu." "Aku pasti akan memohonmu untuk ikut," kata Frodo, "hanya saja aku mengira
kau akan pergi ke Minas Tirith bersama Boromir."
"Memang," kata Aragorn. "Dan Pedang-yang-sudah-Patah itu akan ditempa
kembali sebelum aku maju perang. Tapi jalanmu dan jalanku berdampingan
selama beratus-ratus mil. Karena itu, Boromir juga akan ikut dalam rombongan.
Dia orang yang gagah berani."
"Tapi itu berarti tidak ada tempat untuk kami!" teriak Pippin sedih. "Kami tidak
mau ditinggal Kami ingin ikut dengan Frodo."
"Itu karena kau tidak mengerti dan tak bisa membayangkan apa yang bakal
kauhadapi," kata Elrond.
"Begitu juga Frodo," kata Gandalf, tiba-tiba mendukung Pippin. "Tak satu pun
di antara kita tahu pasti. Memang benar, hobbit-hobbit ini tidak akan berani
pergi kalau mereka memahami bahayanya. Tapi mereka masih tetap ingin pergi, atau
berharap mereka berani, dan akan malu serta sedih. Elrond, menurutku dalam
masalah ini lebih baik mempercayai persahabatan mereka daripada kebijakan
besar. Meski kau memilihkan seorang Pangeran Peri untuk kami, misalnya
Glorfindel, dia tidak akan bisa menyerang Menara Kegelapan, atau membuka jalan
ke Api dengan kekuatan yang ada di dalam dirinya."
"Kau berbicara serius," kata Elrond, "tapi aku ragu. Menurutku saat ini Shire
tidak bebas dari bahaya, dan mungkin dua hobbit ini akan kukirim sebagai
pembawa berita ke sana, untuk memperingatkan penduduknya tentang bahaya-ini.
Bagaimanapun, kurasa yang termuda di antara mereka berdua, Peregrin Took,
perlu tetap di sini. Hatiku berat membiarkan dia pergi."
Halaman | 298 The Lord of The Rings "Kalau begitu, Master Elrond, kau harus menyekapku di penjara, atau
mengirimku pulang terikat dalam karung," kata Pippin. "Karena kalau tidak, aku
akan tetap ikut dengan Rombongan."
"Ya sudahlah. Kau akan pergi," kata Elrond, dan ia mengeluh. "Sekarang
rombongan Sembilan sudah lengkap. Dalam tujuh hari, kalian harus berangkat."
Pedang Elendil ditempa kembali oleh para pandai besi bangsa Peri, pada
matanya ditorehkan alat berbentuk tujuh bintang di antara Bulan Sabit dan
Matahari yang bersinar, dan di sekitarnya dituliskan banyak lambang; karena
Aragorn, putra Arathorn, akan pergi berperang melawan barisan Mordor. Pedang
itu bersinar kemilau setelah diperbaiki utuh kembali; cahaya matahari bersinar
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merah di dalamnya, dan cahaya bulan bersinar dingin, tepiannya keras dan tajam.
Aragorn memberinya nama baru, Anduril, Nyala Api dari Barat.
Aragorn dan Gandalf berjalan bersama, atau duduk membicarakan perjalanan
dan bahaya yang akan mereka temui; mereka merenungi tumpukan peta dan buku
pengetahuan yang ada di rumah Elrond. Kadangkadang Frodo bersama mereka;
tapi ia puas mengandalkan bimbingan mereka, dan sebanyak mungkin waktu
dihabiskannya bersama Bilbo.
Di hari-hari terakhir itu, para hobbit duduk bersama di sore hari di Aula Api.
Di sana, di antara banyak dongeng, mereka mendengar selengkapnya syair tentang
Beren dan Luthien, dan tentang keberhasilan Beren menyunting Permata Agung
itu; tapi di pagi hari, sementara Pippin dan Merry berjalanjalan, Frodo dan Sam
bisa ditemukan bersama Bilbo di dalam kamarnya yang kecil. Bilbo akan membacakan
beberapa bab dari bukunya (yang masih kelihatan sangat tidak lengkap), atau
potongan sajak-sajaknya, atau mencatat petualangan Frodo.
Di pagi hari terakhir, Frodo berdua saja dengan Bilbo, dan hobbit tua itu
mengeluarkan sebuah peti kayu dari bawah tempat tidurnya. Ia membuka tutupnya
dan meraba-raba di dalamnya.
"Ini pedangmu," katanya. "Tapi sudah patah. Aku mengambilnya untuk
menyimpannya dengan aman, tapi aku lupa menanyakan apakah para pandai besi
bisa memperbaikinya. Sudah tak ada waktu lagi sekarang. Maka, kupikir, mungkin
kau mau menerima ini."
Dari dalam peti, Bilbo mengambil sebilah pedang kecil terbungkus sarung kulit
yang sudah usang. Lalu ia menghunusnya, dan pedang yang terawat dan sudah
digosok itu tiba-tiba berkilauan, dingin dan terang. "Ini Sting," kata Bilbo,
dan menusukkannya tanpa banyak upaya ke dalam balok kayu. "Ambillah, kalau kau
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 299 suka. Aku tidak akan memerlukannya lagi, kukira."
Frodo menerimanya dengan bersyukur.
"Juga ada ini!" kata Bilbo, mengeluarkan sebuah bungkusan yang tampak
agak terlalu berat untuk ukurannya. Bilbo membuka beberapa lipatan kain tua, dan
mengangkat sebuah rompi kecil dari logam. Rompi itu terbuat dari tenunan cincin
rapat, sangat lemas, hampir seperti kain linen, dingin seperti es, dan lebih
keras daripada baja. Ia berkilauan seperti perak yang kena cahaya bulan, dan
bertatahkan permata putih. Juga ada ikat pinggang dari mutiara dan kristal.
"Indah, bukan?" kata Bilbo, menggerakkannya di bawah cahaya. "Dan
berguna sekali. Ini rompi logam Kurcaci yang diberikan Thorin padaku. Aku
mengambilnya kembali dari Michel Delving sebelum aku berangkat, dan
mengepaknya bersama barang bawaanku. Aku membawa semua kenangkenangan
Petualangan-ku, kecuali Cincin. Tapi kurasa aku tidak akan
memakainya, dan aku tidak membutuhkannya sekarang, kecuali untuk sekalisekali
dilihat. Hampir tidak terasa beratnya kalau dipakai."
"Aku pasti akan kelihatan... yah, kurasa aku tidak akan tampak bagus kalau
memakainya," kata Frodo.
"Persis seperti yang kukatakan pada diriku sendiri," kata Bilbo. "Tapi jangan
hiraukan penampilan. Kau bisa memakainya di bawah pakaian luarmu. Ayo! Ini
rahasia antara kau dan aku. Jangan ceritakan pada siapa pun! Tapi aku akan
merasa lebih bahagia kalau aku tahu kau memakainya. Mungkin rompi ini bisa
menahan pisau Penunggang Hitam sekalipun," ia mengakhiri perkataannya dengan
suara rendah. "Baiklah, baiklah, aku akan memakainya," kata Frodo. Bilbo mengenakannya
pada Frodo, dan mengikat Sting pada ikat pinggangnya yang berkilauan; lalu Frodo
memakai celana, jubah, dan jaketnya yang sudah lusuh kena cuaca.
"Kau kelihatan seperti hobbit biasa," kata Bilbo. "Tapi di dalam dirimu ada
sesuatu yang lebih besar daripada yang tampak di permukaan. Selamat dan
sukses untukmu!" Bilbo membuang muka dan memandang ke luar jendela, sambil
mencoba menyenandungkan sebuah lagu.
"Bilbo, ucapan terima kasih saja takkan cukup untuk ini, dan untuk semua
kebaikanmu di masa lalu," kata Frodo.
"Tak perlu!" kata hobbit tua itu sambil membalikkan tubuh dan menepuk
punggung Frodo. "Aduh!" teriaknya. "Kau sekarang sudah terlalu keras untuk
Halaman | 300 The Lord of The Rings dipukul! Tapi begitulah: para hobbit harus selalu bekerja sama, terutama
keluarga Baggins. Yang kuminta sebagai balasan hanya: jaga dirimu sebaik mungkin, dan
bawalah kembali semua berita sebisa mungkin, dan lagu serta dongeng kuno yang
kautemukan. Aku akan berupaya sebaik mungkin untuk menyelesaikan bukuku
sebelum kau kembali. Aku ingin menulis buku kedua, kalau aku diberi waktu untuk
tetap hidup." Bilbo memutuskan pembicaraan dan membalikkan badan ke jendela
lagi, sambil bernyanyi perlahan.
Di depan perapian, aku duduk memikirkan
segala hal yang pernah kulihat,
bunga-bunga di padang dan kupu-kupu yang berterbangan
di musim panas yang telah lewat;
Dedaunan kuning dan jaringan sutra di musim gugur yang telah berlalu
bersama kabut pagi dan cahaya matahari serta angin yang bertiup di rambutku.
Di depan perapian, aku duduk memikirkan tentang apa jadinya dunia ini bila
hanya ada musim dingin tanpa disusul musim semi.
Kar'na masih sangat banyak Hal-hal yang belum sempat kukagumi: di setiap
hutan dalam setiap musim semi ada warna hijau yang berbeda 'tuk dinikmati.
Di dekat perapian, aku duduk memikirkan orang-orang di zaman dahulu, dam
orang-orang yang akan melihat dunia yang aku sendiri takkan pernah tahu.
Tapi sementara aku duduk berpikir tentang masa-masa yang telah berlalu,
kupasang telinga mendengarkan langkah kaki dan suara-suara di depan pintu..
Hari itu cuaca dingin kelabu, mendekati akhir Desember. Angin Timur mengalir
melalui dahan-dahan gundul pepohonan, dan menggelegak di pohon-pohon
cemara di bukit. Potongan awan-awan bergegas di atas, gelap dan rendah. Ketika
keremangan muram sore hari mulai latuh, Rombongan itu bersiap-siap berangkat.
Mereka akan berangkat senja, karena Elrond menyarankan mereka berjalan di
bawah lindungan malam sesering mungkin, sampai mereka jauh dari Rivendell.
"Kau harus waspada terhadap banyak mata anak buah Sauron," katanya. "Tak
kuragukan bahwa kabar tentang malapetaka yang dialami para Penunggang sudah
sampai ke telinganya, dan dia pasti gusar sekali. Tak lama lagi, mata-matanya
yang berjalan maupun bersayap akan berkelana di negeri-negeri utara. Bahkan
langit di atasmu harus diwaspadai dalam perjalananmu."
Rombongan itu hanya membawa sedikit senjata perang, karena harapan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 301 mereka ada pada kerahasiaan, bukan pertempuran. Aragorn membawa Anduril,
tapi tidak membawa senjata lain, dan ia pergi hanya berpakaian hijau dan
cokelat, sebagai penjaga belantara. Boromir mempunyai pedang panjang, bentuknya
seperti Anduril, tapi garis keturunannya tidak begitu hebat, dan ia juga membawa
perisai serta terompet perangnya.
"Bunyinya nyaring dan jelas di lembah-lembah perbukitan," katanya, "maka
biarlah semua musuh Gondor lari!" Sambil memasang terompet itu di bibirnya, ia
meniupnya; gemanya berlompatan dari karang ke karang, dan semua yang
mendengarnya di Rivendell melompat bangkit.
"Jangan terlalu cepat membunyikan terompetmu itu lagi, Boromir," kata
Elrond, "sampai kau sekali lagi berdiri di perbatasan negerimu, dan menghadapi
situasi gawat." "Mungkin," kata Boromir. "Tapi aku selalu membunyikan terompetku kalau
berangkat, dan meski setelahnya kami akan berjalan dalam kegelapan, aku tidak
akan pergi seperti maling di malam hari."
Hanya Gimli si Kurcaci yang mengenakan secara terbuka sebuah kemeja
pendek terbuat dari cincin-cincin baja, karena orang-orang kerdil bisa
mengangkat beban dengan enteng; dalam ikat pinggangnya ada sebuah kapak bermata lebar.
Legolas mempunyai sebuah busur dan tempat anak panah, dan di ikat
pinggangnya sebilah pisau panjang putih. Hobbit-hobbit yang lebih muda
membawa pedang-pedang yang mereka ambil dari Barrow; tapi Frodo hanya
membawa Sting; rompi logamnya tetap tersembunyi, seperti diinginkan Bilbo.
Gandalf membawa tongkatnya, tapi terpasang di pinggangnya adalah Glamdring,
pedang bangsa Peri, pasangan pedang Orcrist yang sekarang terbaring di atas
dada Thorin, di bawah Gunung Sunyi.
Mereka semua dibekali pakaian tebal yang hangat oleh Elrond; mereka juga
mempunyai jaket can mantel berlapis bulu. Persediaan makanan, pakaian, dan
kebutuhan lain diangkut seekor kuda, tak lain daripada hewan malang yang mereka
bawa dari Bree. Tinggal di Rivendell telah membawa perubahan hebat pada si kuda: bulunya
mengilap, dan semangatnya menggebu-gebu. Sam yang bersikeras memilihnya,
menyatakan bahwa Bill (begitu ia memanggilnya) akan sakit kalau tidak diajak.
"Hewan itu hampir bisa bicara," katanya, "dan akan berbicara, kalau dia
tinggal di sini lebih lama lagi. Dia memandangku sama jelasnya seperti Mr.
Pippin bicara: 'Kalau kau tidak membiarkan aku ikut denganmu, Sam, aku akan ikut
Halaman | 302 The Lord of The Rings sendiri." Maka Bill pun ikut sebagai hewan muatan, tapi justru ia satu-satunya
anggota rombongan yang tidak tampak tertekan.
Mereka sudah berpamitan di aula besar dekat perapian, dan sekarang mereka
hanya menunggu Gandalf, yang belum keluar dari rumah. Secercah cahaya api
keluar melalui pintu-pintu yang terbuka, dan cahaya-cahaya lembut bersinar di
dalam banyak jendela. Bilbo yang berselubung jubah berdiri diam di ambang pintu,
di samping Frodo. Aragorn duduk dengan kepala tertunduk sampai ke lutut; hanya
Elrond yang tahu persis arti saat ini baginya. Yang lainnya terlihat sebagai
sosoksosok kelabu di dalam kegelapan.
Sam berdiri dekat kuda, sambil mengisap-isap giginya, dan memandang
muram ke dalam keremangan, di mana sungai bergemuruh di atas bebatuan di
bawah; gairahnya untuk petualangan sedang surut sampai titik terendah.
"Bill, sobatku," katanya, "seharusnya kau tidak ikut kami. Kau bisa saja tetap
di sini, makan jerami terbaik sampai rumput baru datang." Bill mengibaskan ekornya
dan tidak mengatakan apa pun.
Sam membetulkan letak ransel di pundaknya, dan dengan cemas mengingatingat
kembali apa saja yang sudah ia masukkan ke dalamnya, bertanya-tanya
apakah ia melupakan sesuatu: hartanya yang utama, alat-alat masaknya; dan
kotak garam kecil yang selalu dibawa dan diisinya kembali sebisa mungkin;
persediaan rumput tembakau (tapi pasti kurang banyak); korek api dan bahan
bakar; kaus kaki wol; beberapa benda milik majikannya yang dilupakan Frodo dan
yang dikemas Sam untuk suatu saat nanti dikeluarkan dengan bangga kalau dicari.
Ia mengingat-ingat semuanya.
"Tambang!" ia menggerutu. "Tidak ada tambang! Padahal baru tadi malam
kau bilang pada dirimu sendiri, 'Sam, bagaimana dengan tambang" Kau akan
memerlukannya, kalau kau tidak punya.' Well, aku akan menginginkannya. Tapi
aku tak mungkin mendapatkannya sekarang."
Saat itu Elrond keluar bersama Gandalf, dan ia memanggil Rombongan.
"Inilah ucapanku yang terakhir," katanya dengan suara rendah. "Pembawa Cincin
akan berangkat ke Gunung Maut. Pada dirinya seorang, tanggung jawab terbeban:
tidak membuang Cincin, atau memberikannya kepada anak buah Musuh, juga tidak
membolehkan siapa pun memegangnya, kecuali anggota Rombongan dan Dewan
Penasihat, dan hanya dalam keadaan sangat gawat. Yang lain-lain pergi
bersamanya sebagai pendamping bebas, untuk membantunya di jalan. Kalian
boleh tetap tinggal, atau kembali, atau membelok ke jalan lain, tergantung
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 303 kesempatan. Semakin jauh kalian pergi, semakin tak mudah mengundurkan diri;
tapi tak ada sumpah atau ikatan yang dibebankan pada kalian untuk pergi lebih
jauh daripada yang kalian inginkan. Karena kalian tidak tahu kekuatan hati
kalian, dan kalian tak bisa tahu sebelumnya, apa yang akan dijumpai masing-masing
dalam perjalanan ini."
"Dia yang pamit ketika jalan menjadi gelap adalah orang yang tak punya
keyakinan," kata Gimli.
"Mungkin," kata Elrond, "tapi jangan biarkan seseorang bersumpah untuk
berjalan dalam kegelapan, kalau dia belum melihat datangnya malam."
"Tapi kata-kata sumpah mungkin bisa memperkuat had yang gemetar," kata
Gimli. "Atau mematahkannya," kata Elrond. "Jangan menatap terlalu jauh ke depan!
Tapi pergilah sekarang dengan hati bersih! Selamat jalan, dan semoga berkat
bangsa Peri dan Manusia dan semua Bangsa Merdeka menyertaimu. Semoga
bintang-bintang menerangi wajahmu!"
"Semoga... semoga berhasil!" teriak Bilbo, berbicara terbata-bata karena
kedinginan. "Kurasa kau tidak akan sempat menulis buku harian, Frodo anakku,
tapi aku mengharapkan laporan lengkap bila kau kembali. Dan jangan terlalu lama!
Selamat jalan!" Para anggota lain dalam rumah tangga Elrond berdiri dalam bayang-bayang,
memperhatikan mereka berangkat, mengucapkan selamat jalan dengan suarasuara
lembut. Tak ada tawa, dan tak ada nyanyian atau musik. Akhirnya mereka
membalikkan badan, dan diam-diam berlalu dalam kegelapan.
Rombongan itu melintasi jembatan, dan perlahan-lahan mendaki jalan curam
panjang yang keluar dari lembah Rivendell yang terbelah; akhirnya mereka sampai
ke dataran tinggi, di mana angin mendesis melalui semaksemak heather. Lalu,
dengan satu tatapan terakhir ke Rumah Nyaman terakhir yang berkelip-kelip di
bawah sana, mereka berjalan maju ke dalam kegelapan malam.
Di Ford Bruinen mereka meninggalkan Jalan, dan menuju ke selatan, melalui
jalan-jalan sempit di tengah daratan yang penuh lipatan-lipatan tanah. Rencana
mereka adalah tetap berjalan ke arah ini di sisi barat Pegunungan, untuk
beberapa mil dan hari. Pedalaman itu jauh lebih kasar dan lebih gersang daripada di
lembah hijau Sungai Besar di Belantara, di sisi sebelah sana jajaran gunung, dan
perjalanan mereka akan lamban; tapi dengan cara ini mereka berharap bisa
menghindari ketahuan oleh mata yang tidak bersahabat. Mata-mata Sauron selama
Halaman | 304 The Lord of The Rings ini jarang terlihat di negeri kosong ini, dan jalan-jalannya tidak dikenal,
kecuali oleh penduduk Rivendell. Gandalf berjalan di depan, dan bersamanya berjalan Aragorn, yang kenal
negeri ini bahkan dalam gelap. Yang lainnya berbaris ke belakang, dan Legolas
yang bermata tajam menjadi penjaga belakang. Bagian pertama perjalanan mereka
keras dan melelahkan, dan Frodo hanya sedikit mengingatnya, kecuali anginnya.
Selama berhari-hari angin sedingin es bertiup dari Pegunungan di timur, dan tak
ada pakaian yang mampu menahan rabaan jemarinya. Meski Rombongan itu
berpakaian baik, jarang mereka merasa hangat, baik selagi bergerak maupun bila
sedang beristirahat. Mereka tidur dengan gelisah di tengah hari, di suatu
lembah, atau tersembunyi di bawah semak belukar berduri yang tumbuh bergerombol di
banyak tempat. Di siang hari, mereka dibangunkan oleh penjaga, dan menyantap
makan siang: dingin dan tak menyenangkan biasanya, karena mereka jarang bisa
mengambil risiko menyalakan api. Di sore hari mereka melanjutkan perjalanan,
selalu sedapat mungkin ke arah selatan, bila mereka bisa menemukan jalan.
Pada mulanya, para hobbit merasa perjalanan ini tidak membawa mereka ke
mana-mana, dan terasa selamban siput, meski mereka sudah berjalan
tersandungsandung sampai kelelahan. Setiap hari pedalaman itu kelihatan sama
saja seperti hari sebelumnya. Namun toh pegunungan semakin dekat. Di Selatan Rivendell
mereka menjulang semakin tinggi, dan melengkung ke barat; dan di sekitar kaki
gunung utama terhampar negeri perbukitan yang lebih luas, dan lembah-lembah
berisi air yang bergolak. Jalan setapak hanya sedikit dan berkelok-kelok, dan
sering hanya menuntun mereka ke ujung suatu jurang terjal, atau masuk ke
rawarawa jahat. Mereka sudah dua minggu dalam perjalanan, ketika cuaca berubah. Angin
mendadak berhenti, dan berputar ke arah selatan. Awan-awan yang mengalir cepat
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendadak lenyap dan melebur, dan matahari muncul, pucat dan cerah. Fajar
dingin jernih merebak di akhir perjalanan malam yang panjang dan
terhuyunghuyung. Para pelancong aku sampai ke sebuah punggung bukit rendah yang
dimahkotai pepohonan holly kuno, dengan batang-batang kelabu yang seolah
dibangun dari batu-batu bukit itu sendiri. Daun-daunnya yang gelap bersinar, dan
buah beryn-nya menyala merah dalam cahaya matahari terbit.
Jauh di selatan, Frodo bisa melihat sosok remang-remang pegunungan tinggi
yang sekarang seolah berdiri di atas jalan yang mereka lalui. Di sebelah kiri
barisan pegunungan ini menjulang tiga puncak; yang tertinggi dan paling dekat berdiri
seperti gigi berlapiskan salju; ngarainya yang besar dan gersang di sisi utara
masih Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 305 diliputi keremangan, tapi menyala merah di bagian yang disinari cahaya matahari.
Gandalf berdiri di samping Frodo, dan memandang dari bawah tudungan
tangannya. "Kita sudah berhasil baik," katanya. "Kita sudah mencapai perbatasan
negeri yang disebut Hollin. Banyak Peri hidup di sini di masa-masa yang lebih
bahagia, ketika namanya masih Eregion: Sudah lima puluh lima mil kita berjalan,
menurut ukuran terbang burung gagak, meski lebih banyak mil lagi yang sudah
ditempuh kaki kita. Negeri dan cuacanya akan lebih lembut sekarang, tapi mungkin
justru semakin berbahaya."
"Berbahaya atau tidak, terbitnya matahari sangat menyenangkan," kata Frodo,
menyingkapkan kerudungnya dan membiarkan cahaya pagi jatuh ke wajahnya.
"Tapi pegunungan ada di depan kita," kata Pippin. "Pasti tadi malam kita
berbelok ke timur." "Tidak," kata Gandal? "Tapi kau bisa melihat lebih jauh di bawah sinar terang.
Di seberang puncak-puncak itu, pegunungan membengkok ke barat daya. Banyak
sekali peta di rumah Elrond, tapi kurasa tak terpikir olehmu untuk
mengamatinya?" "Ya, aku melakukannya, kadang-kadang," kata Pippin, "tapi aku tak ingat.
Frodo lebih cerdas untuk hal-hal semacam ini."
"Aku tidak butuh peta," kata Gimli, yang datang bersama Legolas. Ia menatap
ke depan dengan sorot aneh di matanya yang dalam. "Dahulu kala, di negeri itulah
ayah-ayah kami bekerja, dan kami menempa gambar pegunungan itu ke dalam
banyak karya dari logam dan batu. Dan ke dalam banyak lagu dan dongeng.
Mereka menjulang tinggi dalam mimpi-mimpi kami: Baraz, Zirak, Shathur.
"Hanya sekali aku melihat mereka dari jauh dalam hidup ini, tapi, aku tahu
mereka dan nama-nama mereka, karena di bawahnya terletak Khazaddum,
Dwarrowdelf, yang sekarang dinamakan Sumur Hitam, atau Moria dalam bahasa
Peri. Di sana berdiri Barazinbar, si Tanduk Merah, Caradhras yang kejam; di
seberangnya ada Silvertine dan Cloudyhead: Celebdil si Putih, dan Funaidhol si
Kelabu, yang kami namakan Zirakzigil dan Bundushathur.
"Di sana Pegunungan Berkabut terbagi, dan di antara lenganlengannya
terletak lembah gelap yang tak mungkin kami lupakan: Azanulbizar, Lembah
Dimrill, yang oleh bangsa Peri disebut Nanduhirion."
"Kita menuju Lembah Dimrill," kata Gandalf. "Kalau kita mendaki celah yang
dinamakan Gerbang Tanduk Merah, di bawah sisi terjauh Caradhras, kita akan
menuruni Tangga Dimrill, masuk ke lembah dalam, tempat para Kurcaci. Di sana
Halaman | 306 The Lord of The Rings terletak Mirrormere, dan di sana Sungai Silverlode muncul dalam mata-mata annya
yang sedingin es." "Gelap air Kheled-zaram," kata Gimli, "dan dingin mata air Kibil-nala. Hatiku
bergetar memikirkan bahwa segera aku akan melihatnya."
"Semoga kau bahagia melihatnya, Kurcaci yang budiman!" kata Gandalf. "Tapi
apa pun yang akan kaulakukan, kita tak bisa tinggal di lembah itu. Kita harus
melewati Silverlode, masuk ke hutan rahasia, lalu ke Sungai Besar, lalu..."
Ia berhenti. "Ya, terus ke mana?" tanya Merry.
"Sampai ke akhir perjalanan - pada akhirnya," kata Gandalf. "Kita tak bisa
terlalu jauh melihat ke depan. Biarlah kita berbahagia bahwa tahap pertama sudah
selesai dengan selamat. Kupikir kita akan beristirahat di sini, bukan hanya hari
ini, tapi juga nanti malam. Suasana di Hollin ini bagus sekali. Banyak kejahatan
harus menimpa suatu negeri, sebelum negeri itu sama sekali melupakan bangsa Peri,
kalau mereka pernah tinggal di sana."
"Itu benar," kata Legolas. "Tapi kaum Peri di negeri ini berasal dari ras yang
asing bagi kami bangsa silvan, dan sekarang pepohonan dan rumput sudah tak
ingat mereka lagi. Hanya bebatuan kudengar meratapi mereka: mereka
mempelajari kami sangat dalam, mereka membuat kami indah, mereka
membangun kami tinggi; tapi mereka sudah pergi. Mereka pergi. Mereka menuju
Havens, lama berselang."
Pagi itu mereka menyalakan api dalam cekungan dekat semak-semak holly,
dan makan malam-sarapan mereka jauh lebih gembira daripada sejak saat mereka
baru berangkat. Mereka tidak bergegas pergi tidur setelahnya, karena
mengharapkan punya waktu sepanjang malam untuk tidur, dan sesuai rencana,
mereka tidak akan melanjutkan perjalanan sampai sore hari berikutnya. Hanya
Aragorn diam dan resah. Setelah beberapa saat, ia meninggalkan Rombongan dan
berjalan sampai ke atas punggung bukit; di sana ia berdiri di bawah bayangan
pohon, memandang ke arah selatan dan barat, kepalanya dalam posisi sedang
mendengarkan. Lalu ia kembali ke pinggir lembah dan memandang temantemannya yang
tertawa dan bercakap-cakap di bawah.
"Ada apa, Strider?" Merry berteriak. "Apa yang kaucari" Apakah kau
kehilangan Angin Timur?"
"Bukan itu," jawab Aragorn. "Tapi aku kehilangan sesuatu. Akusudah sering ke
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 307 Hollin selama banyak musim. Tidak ada penduduknya sekarang, tapi banyak
makhluk lain tinggal di sini setiap saat, terutama burung. Sekarang semua
makhluk diam, kecuali kalian. Aku bisa merasakannya. Tidak ada bunyi sejauh bermil-mil
di sekitar kita, dan suara-suara kalian tampaknya membuat tanah bergema. Aku tidak
mengerti ini." Gandalf tiba-tiba menoleh dengan penuh perhatian. "Menurutmu, apa kira-kira
penyebabnya?" tanyanya. "Apakah lebih dari sekadar kekagetan melihat empat
hobbit, belum lagi yang lainnya, di tempat orang biasanya jarang terlihat atau
terdengar?" "Kuharap itu penyebabnya," jawab Aragorn. "Tapi aku merasakan suatu
kewaspadaan, dan ketakutan, yang belum pernah kurasakan di sini."
"Kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati," kata Gandalf. "Kalau bepergian
dengan Penjaga Hutan, sebaiknya ucapannya kita perhatikan, terutama kalau
Penjaga Hutan itu adalah Aragorn. Kita harus berhenti berbicara keras; kita
beristirahat dengan tenang, dan mulai berjaga bergiliran."
Hari itu giliran Sam untuk penjagaan pertama, tapi Aragorn bergabung
dengannya. Yang lain tertidur. Lalu keheningan semakin pekat, sampai Sam juga
merasakannya. Napas mereka yang tidur bisa terdengar jelas sekali. Kibasan ekor
kuda dan gerakan kakinya sesekali, menjadi bunyi-bunyian yang keras sekali. Sam
bisa mendengar sendi-sendinya sendiri berkeriut, kalau ia bergerak. Keheningan
pekat menggantung di sekitamya, dan di atas semuanya terbentang langit biru
jernih, sementara Matahari naik dari Timur. Jauh di Selatan, sebuah bercak gelap
muncul, semakin besar, dan melayang ke utara, seperti asap mengalir
diterbangkan angin. "Apa itu, Strider" Itu tidak seperti awan," Sam berbisik kepada Aragorn.
Aragorn tidak menjawab; ia menatap tajam ke langit; tapi tak lama kemudian Sam
bisa melihat sendiri, apa yang sedang men_ dekat. Kawanan burung, terbang
dengan kecepatan tinggi, berputar-putar melintasi seluruh daratan, seolah sedang
mencari sesuatu; dan mereka semakin lama semakin dekat.
"Berbaring datar dan diam!" desis Aragorn, menarik Sam ke bawah bayangan
semak holly; karena sejumlah besar burung tiba-tiba melepaskan diri dari pasukan
utama, dan terbang rendah, langsung menuju punggung bukit. Sam menduga
mereka sejenis burung gagak berukuran besar. Saat mereka melintas di atasdalam
kerumunan yang begitu rapat, sampai-sampai bayangan mereka mengikuti
dengan gelap di tanah di bawah-terdengar bunyi gaokan parau.
Halaman | 308 The Lord of The Rings Baru setelah mereka menghilang di kejauhan, utara dan barat, dan langit
sudah jernih kembali, Aragorn bangkit berdiri. Lalu ia melompat dan
membangunkan Gandalf. "Kawanan burung gagak hitam terbang di atas seluruh daratan di antara
Pegunungan dan Greyflood," katanya, "dan mereka melintasi Hollin.
Mereka bukan burung asli daerah itu; mereka crebain dari Fangorn dan
Dunland. Aku tidak tahu apa urusan mereka: mungkin ada kesulitan di selatan, dan
mereka melarikan diri; tapi kupikir mereka memata-matai daratan. Aku juga
melihat banyak elang terbang tinggi di langit. Kurasa kita harus berjalan terus malam
ini. Hollin sudah tidak sehat untuk kita: dia diawasi."
"Kalau begitu, Gerbang Tanduk Merah juga," kata Gandalf. "Dan bagaimana
kita bisa melewatinya tanpa kelihatan, tak bisa aku bayangkan. Kita pikirkan
nanti saja, kalau sudah saatnya. Kalau tentang berjalan lagi begitu kegelapan turun,
kurasa kau benar." "Untung api kita hanya sedikit berasap, dan sudah menyala kecil sebelum
crebain datang," kata Aragorn. "Api itu harus dipadamkan dan jangan dinyalakan
lagi." "Nah, itu benar-benar gangguan menjengkelkan!" kata Pippin. Beritanya: tidak
boleh ada api, dan berjalan lagi malam ini, sudah diberitahukan kepadanya begitu
ia bangun siang itu. "Semua hanya karena sekawanan burung gagak! Aku sudah
mengharapkan makan malam enak malam ini: sesuatu yang hangat."
"Yah, kau bisa meneruskan mengharapkannya," kata Gandalf. "Mung" kin saja
ada pesta makan tak terduga nanti. Aku sendiri ingin sekali mengisap pipa dengan
nyaman, dan kaki yang lebih hangar. Tapi ada satu hal pasti: akan semakin panas
kalau kita sampai di selatan."
"Terlalu panas, aku tidak akan heran," gerutu Sam pada Frodo. "Tapi aku
mulai berpikir, sudah saatnya kita melihat Gunung Api, dan akhir Jalan ini.
Tadinya kukira Tanduk Merah ini, atau apa pun namanya, adalah Gunung Api, sampai Gimli
berbicara. Bahasa Kurcaci pasti sulit sekali diucapkan!" Sam tak bisa mencerna
peta-peta, dan semua jarak dalam negeri-negeri asing ini rasanya begitu luas,
sampai ia kehilangan hitungan.
Sepanjang hari itu mereka tetap bersembunyi. Burung-burung hitam itu
sesekali melintas; tapi ketika Matahari yang semakin condong ke barat mulai
memerah, mereka menghilang ke selatan. Senja hari mereka berangkat, dan
sekarang dengan berbelok setengah ke timur, mereka mengarahkan perjalanan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 309 menuju Caradhras, yang di kejauhan masih menyala merah samar-samar, dalam
cahaya terakhir Matahari yang sedang terbenam. Satu demi satu bintang-bintang
muncul, sementara langit memudar.
Dipimpin oleh Aragorn, mereka menemukan jalan yang bagus. Bagi Frodo
tampaknya seperti sisa jalan kuno, yang dulu pernah lebar dan direncanakan
dengan baik, dari Hollin sampai ke celah gunung. Bulan, yang sekarang sudah
purnama, naik di atas pegunungan, melemparkan cahaya pucat yang membuat
bayangan bebatuan kelihatan hitam. Banyak bebatuan itu tampak seperti
dikerjakan dengan tangan, meski mereka sekarang menggeletak terguling, seperti
puing-puing di daratan gersang dan pucat.
Jam-jam dingin menggigit mendahului merekahnya fajar, dan bulan sudah
rendah. Frodo menengadah ke langit. Tiba-tiba ia melihat, atau merasa, sebuah
bayangan melintas tinggi di atas bintang-bintang, seolah untuk sejenak mereka
memudar, lalu berkelip lagi. Ia menggigil.
"Kau melihat sesuatu melintas di atas?" bisiknya pada Gandalf, yang berjalan
persis di depannya. "Tidak, tapi aku merasakannya, apa pun itu," jawab Gandalf. "Mungkin bukan
apa-apa; hanya seuntai awan tipis."
"Kalau begitu, dia bergerak cepat sekali," gerutu Aragorn, "dan bukan terbawa
angin." Tak ada lagi yang terjadi malam itu. Keesokan paginya malah lebih cerah dari
sebelumnya. Tapi udara dingin lagi; angin sudah berbalik kembali ke timur.
Selama dua malam mereka berjalan terus, mendaki terus, namun sangat perlahan,
sementara jalan mereka melingkar masuk ke perbukitan, dan pegunungan
menjulang tinggi, semakin de ant dan semakin dekat. Pada pagi ketiga, Caradhras
menjulang di depan mereka, puncak yang hebat, ujungnya tertutup salju seperti
perak, tapi sisi-sisinya curam telanjang, merah kusam seolah bernoda darah.
Langit tampak hitam, dan matahari pucat. Angin sekarang sudah pergi ke
timur laut. Gandalf menghirup udara dan menoleh ke belakang.
"Musim dingin semakin pekat di belakang kita," ia berkata tenang pada
Aragorn. "Ketinggian di utara sana lebih putih dari sebelumnya; salju sudah
membentang jauh ke pundaknya. Malam ini kita akan berjalan mendaki ke Gerbang
Tanduk Merah. Mungkin sekali kita kelihatan oleh mata-mata di jalan sempit itu,
dan dihadang oleh sesuatu yang buruk; tapi cuaca mungkin bisa menjadi musuh
yang lebih mematikan daripada yang lain. Bagaimana menurutmu sekarang arah
Halaman | 310 The Lord of The Rings perjalanan kita, Aragorn?"
Frodo mendengar kata-kata itu, dan memahami bahwa Gandalf dan Aragorn
sedang melanjutkan perdebatan yang sudah lama dimulai. Ia mendengarkan
dengan cemas. "Menurutku arah perjalanan kita sejak awal sampai akhir tidak baik, kau sudah
tahu itu, Gandalf," jawab Aragorn. "Bahaya-bahaya yang dikenal dan tak dikenal
akan tumbuh, sementara kita berjalan terus. Tapi kita harus melanjutkannya;
tidak baik kita menunda perjalanan melewati pegunungan. Di sebelah selatan tak ada
celah, sampai di Celah Rohan. Aku tidak percaya jalan itu sejak kabarmu tentang
Saruman. Siapa yang tahu, pihak mana yang sekarang dilayani para Penguasa
Kuda itu?" "Siapa yang tahu, memang!" kata Gandalf. "Tapi ada jalan lain, dan bukan
melalui celah Caradhras: jalan gelap dan rahasia yang pernah kita bahas."
"Tapi jangan kita bicarakan lagi! Jangan dulu. Jangan katakan apa pun pada
yang lain, kumohon, sampai jelas tak ada jalan lain lagi."
"Kita harus memutuskannya sebelum berjalan lebih jauh," jawab Gandalf.
"Kalau begitu, ma i kita pertimbangkan masalah ini dalam pikiran kita,
sementara yang lain beristirahat dan tidur," kata Aragorn.
Di siang larut, sementara yang lain menghabiskan sarapan, Gandalf dan
Aragorn pergi menjauh bersama, dan berdiri memandang Caradhras. Sisisisinya
sekarang gelap dan cemberut, kepalanya diliputi awan-awan kelabu. Frodo
memperhatikan mereka, bertanya-tanya ke arah mana debat itu akan berlangsung.
Ketika mereka kembali Rombongan, Gandalf berbicara, lalu Frodo tahu bahwa
diputuskan menghadapi cuaca dan celah tinggi. Ia lega. Ia tak bisa menduga, apa
jalan lain yang gelap dan rahasia, yang disebut-sebut Gandalf, tapi mendengarnya
saja tampaknya sudah membuat Aragorn ngeri, dan Frodo senang pilihan itu
ditinggalkan. "Dari tanda-tanda yang akhir-akhir ini kami lihat," kata Gandalf, ''aku khawatir
Gerbang Tanduk Merah sudah diawasi; aku juga ragu tentang cuaca yang muncul
di belakang kita. Salju mungkin akan datang. Kita harus pergi dengan segenap
kecepatan yang bisa kita kerahkan. Meski begitu, masih butuh waktu dua hari
berjalan sebelum kita mencapai puncak celah. Kegelapan akan datang lebih awal
sore ini. Kita harus berangkat sesegera mungkin, begitu kalian siap."
"Aku ingin menambahkan sedikit nasihat, kalau boleh," kata Boromir. "Aku
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 311 lahir di bawah bayangan Pegunungan Putih, dan aku tahu sedikit tentang
perjalanan di tempat-tempat tinggi. Kita akan menghadapi hawa dingin yang tajam,
kalau tidak lebih buruk lagi, sebelum mencapai sisi sebelah sana. Bila kita
pergi dari sini, di mana masih ada beberapa pohon dan semak, masing-masing harus
membawa seikat kayu bakar, sebanyak yang bisa dibawa."
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan Bill juga bisa tambah sedikit beban lagi, ya kan, Nak?" kata Sam. Kuda
itu memandangnya dengan muram.
"Baiklah," kata Gandalf. "Tapi kita tak boleh menggunakan kayu itu - kecuali
bila sudah terdesak pilihan antara api dan mati."
Rombongan itu berangkat lagi dengan kecepatan bagus pada awalnya; tapi,
tak lama kemudian, jalan mereka menjadi sulit dan curam. Jalan Yang
membelokbelok dan mendaki di banyak tempat hampir hilang, dan dirintangi oleh
banyak batu yang jatuh. Malam semakin pekat di bawah awan-awan besar. Angin dingin
berputar di antara bebatuan. Saat tengah malam, mereka sudah mendaki sampai
ke lutut pegunungan besar itu. Jalan mereka yang sempit sekarang menjulur di
bawah dinding batu karang terjal di sebelah kiri, di atas mana sisi-sisi
Caradhras Yang suram menjulang tak kelihatan dalam kegelapan; di sebelah kanan ada
gelombang kegelapan, di mana daratan mendadak jatuh ke dalam jurang yang
sangat dalam. Dengan susah payah mereka mendaki lereng curam, dan berhenti sejenak di
puncaknya. Frodo merasakan sentuhan lembut di wajahnya. Ia mengulurkan
tangan, dan melihat keping-keping salju putih samar-samar jatuh ke atas
lengannya. Mereka berjalan terus. Tapi tak lama kemudian salju turun deras, memenuhi
seluruh angkasa, dan berputar-putar masuk ke mata Frodo. Sosok-sosok Gandalf
dan Aragorn yang gelap dan membungkuk, hanya dua langkah di depannya,
hampir tak terlihat. "Aku sama sekali tidak suka ini," Sam terengah-engah di belakangnya. "Salju
menyenangkan kalau pagi hari, tapi aku lebih suka berada di ranjang sementara
salju jatuh. Kuharap salju ini mau pergi ke Hobbiton! Di sana penduduknya akan
menyambut dengan senang.'' Kecuali di dataran tinggi Wilayah Utara, hujan salju
deras sangat langka di Shire, dan dianggap suatu kejadian menyenangkan dan
kesempatan untuk bersuka ria. Tidak ada hobbit yang masih hidup (kecuali Bilbo)
yang ingat Musim Dingin Naas di tahun 1311, ketika serigala putih menyerang
Shire melalui Brandywine yang membeku.
Halaman | 312 The Lord of The Rings Gandalf berhenti. Salju sudah tebal di atas kerudung dan pundaknya; sudah
setinggi pergelangan kaki di sekitar sepatu botnya.
"Ini yang kukhawatirkan," katanya. "Bagaimana sekarang menurutmu,
Aragorn?" "Aku juga sudah mengkhawatirkannya," jawab Aragorn, "tapi tidak terlalu. Aku
sudah tahu risiko salju; meski jarang turun begitu deras di selatan ini, kecuali
tinggi di pegunungan. Tapi kita belum tinggi sekarang; kita masih jauh di bawah, dan
jalan di bawah biasanya selalu terbuka sepanjang musim dingin."
"Aku bertanya-tanya, apakah ini bukan bikinan Musuh," kata Boromir. "Di
negeriku, mereka mengatakan dia bisa memerintah badai di Pegunungan BayangBayang
yang terletak di perbatasan Mordor. Dia mempunyai kekuatan aneh dan
banyak sekutu." "Lengannya pasti sudah tumbuh panjang sekali," kata Gimli, "kalau dia bisa
menarik salju dari Utara untuk mengganggu kita di sini, sejauh tiga ribu mil
dari sana." "Lengannya memang sudah tumbuh panjang," kata Gandalf.
Sementara mereka berhenti, angin surut, dan salju melambat sampai hampir
berhenti: Mereka berjalan lagi. Tapi belum lagi mereka melangkah lebih dari dua
ratus meter, badai kembali berkecamuk dengan ganas. Angin bersiul dan salju
menjadi badai membutakan. Tak lama kemudian, Boromir pun merasa sulit
melangkah. Para hobbit sudah membungkuk dalam sekali, bersusah payah di
belakang orang-oran? yang lebih tinggi, tapi sudah jelas mereka tak bisa pergi
lebih jauh kalau salju terus turun. Kaki Frodo terasa seperti timah berat. Pippin
terseokseok di belakang. Bahkan Gimli, meski untuk ukuran Kurcaci ia cukup
kekar, menggerutu sementara berjalan dengan susah payah.
Rombongan itu berhenti mendadak, seolah sudah sepakat tanpa berbicara.
Mereka mendengar bunyi-bunyi menyeramkan dalam kegelapan di sekitar mereka.
Mungkin saja itu hanya tipuan angin dalam celah-celah dan parit-parit di dinding
bebatuan, tapi bunyi-bunyi itu seperti teriakan melengking dan raungan tertawa
liar. Batu-batu mulai berjatuhan dari sisi gunung, bersiul di atas kepala mereka, atau
jatuh berantakan ke jalan di samping mereka. Sesekali mereka mendengar bunyi
gemuruh samar-samar, setiap ada batu besar berguling ke bawah dari ketinggian
tersembunyi di atas. "Kita tak bisa berjalan lebih jauh malam ini," kata Boromir. "Biarlah
menganggapnya angin kalau mau; tapi ada suara-suara jahat di udara; dan
batuSembilan Pembawa Cincin
Halaman | 313 batu ini ditujukan pada kita."
"Aku memang menganggapnya ulah angin," kata Aragorn. "Tapi itu bukan
berarti apa yang kaukatakan tidak benar. Banyak sekali hal-hal jahat dan tidak
ramah di dunia yang tidak menyukai makhluk berkaki dua; mereka bukan
merupakan sekutu Sauron, namun mempunyai tujuan sendiri. Beberapa sudah
berada di dunia lebih lama daripada Sauron."
"Caradhras dulu disebut si Kejam, dan mempunyai nama jelek," kata Gimli,
"sudah lama sekali, ketika selentingan tentang Sauron masih belum terdengar di
wilayah ini." "Tidak penting siapa musuh kita, kalau kita tak bisa menangkis serangannya,"
kata Gandalf. "Tapi apa yang bisa kita lakukan?" seru Pippin sedih. Ia bersandar pada Merry
dan Frodo. Dan menggigil.
"Berhenti di sini, atau kembali," kata Gandalf. "Tidak baik meneruskan
perjalanan. Hanya sedikit lebih tinggi, kalau ingatanku benar, jalan ini
meninggalkan batu karang dan masuk ke palung lebar dan dangkal di kaki lereng
panjang yang terjal Di sana kita tak punya perlindungan terhadap salju, atau
batuatau hal lain." "Dan tidak baik berjalan kembali sementara masih badai," kata Aragorn.
"Sepanjang jalan, kita tidak melewati tempat yang memberikan lebih banyak
perlindungan daripada di bawah batu karang tempat kita berdiri sekarang."
"Perlindungan!" gerutu Sam. "Kalau ini merupakan perlindungan, maka satu
dinding tanpa atap bisa dikatakan rumah."
Sekarang mereka berkumpul bersama sedekat mungkin ke batu karang. Batu
itu menghadap ke selatan, di dekat kakinya agak menjorok keluar, sehingga
mereka berharap mendapat sedikit perlindungan terhadap angin utara dan batubatu
yang berjatuhan. Tapi tiupan angin berputar-putar di sekeliling mereka dari
setiap sisi, dan salju turun semakin deras dan rapat.
Mereka meringkuk bersama, bersandar ke dinding batu. Bill si kuda berdiri
dengan sabar tetapi sedih di depan para hobbit, dan agak melindungi mereka; tapi
tak lama kemudian salju sudah mencapai lututnya, dan masih terus meninggi.
Seandainya tidak mempunyai pendamping yang lebih tinggi, para hobbit pasti
segera terbenam seluruhnya.
Rasa kantuk berat menyerang Frodo; ia merasa dirinya tenggelam dengan
Halaman | 314 The Lord of The Rings cepat ke dalam mimpi hangat dan kabur. Ia mengira nyala api memanaskan jari
kakinya, dan dari kegelapan di sisi seberang perapian ia mendengar suara Bilbo.
Buku harianmu tidak begitu hebat menurutku, katanya. Badai salju tanggal 12
Januari: tidak perlu kembali hanya untuk melaporkan itu!
Tapi aku ingin istirahat dan tidur, Bilbo, jawab Frodo dengan susah payah,
ketika merasa dirinya diguncang-guncang, dan ia pun bangun dengan rasa
tersiksa. Boromir sudah mengangkatnya dari tanah, keluar dari setumpuk salju.
"Mereka bisa mati, Gandalf," kata Boromir. "Tak ada gunanya duduk di sini
sampai- salju menutupi kepala kita. Kita harus melakukan sesuatu untuk
menyelamatkan diri."
"Berikan ini pada mereka," kata Gandalf, sambil mencari dalam ranselnya dan
mengeluarkan sebuah botol kulit. "Hanya sepengisi mulut masing-masing - untuk
kita semua. Ini sangat berharga. Ini miruvor, anggur dari Imladris. Elrond
memberikannya padaku ketika kita berangkat. Edarkan keliling!"
Begitu menelan sedikit anggur hangat dan wangi itu, Frodo merasakan
kekuatan baru dalam dirinya, dan kantuk berat itu hilang dari tubuhnya. Yang
lain juga menjadi segar, serta menemukan harapan dan semangat baru. Tapi salju
tidak berhenti. Ia berputar-putar di sekitar mereka, semakin tebal, dan angin
bertiup semakin kencang. "Bagaimana menurutmu kalau menyalakan api?" tanya Boromir tibatiba.
"Sekarang pilihannya sudah mendekati antara api dan kematian, Gandalf. Pasti
kita akan tersembunyi dari semua mata yang tidak ramah, kalau salju sudah menutupi
kita, tapi itu tidak akan membantu kita."
"Kau boleh menyalakan api, kalau bisa," kata Gandalf. "Kalau ada mata-mata
yang bisa bertahan dalam badai ini, mereka akan bisa melihat kita, dengan atau
tanpa api." Tapi, meski mereka membawa kayu dan ranting-ranting kecil atas saran
Boromir, ternyata untuk menyalakan api yang bisa bertahan di tengah pusaran
angin atau menyalakan bahan bakar basah, sudah di luar kemampuan para Peri
maupun orang kerdil. Akhirnya dengan enggan Gandalf turun tangan. Sambil
memungut sebatang ranting, ia mengangkatnya sebentar, lalu dengan satu
perintah, naur an edraith ammen! ia menusukkan ujung tongkatnya ke tengah
ranting. Dalam sekejap semprotan besar nyala hijau dan biru memancar, dan kayu
itu menyala dan berderak.
"Kalau ada yang sedang melihat, aku pasti sudah ketahuan," kata Gandalf.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 315 "Aku telah menuliskan Gandalf ada di sini dengan tanda-tanda yang bisa dibaca
semua makhluk, mulai dari Rivendell sampai ke muara Anduin."
Tapi mereka sudah tak peduli tentang pengamat atau mata yang tidak ramah.
Hati mereka gembira sekali melihat cahaya api. Kayu itu terbakar dengan ceria;
meski di sekitarnya salju berdesis, dan genangan lumpur salju mengalir di kaki
mereka, mereka menghangatkan tangan dengan gembira dekat nyala api. Di
sanalah mereka berdiri, membungkuk dalam lingkaran di seputar nyala api kecil
yang menari-nari. Nyala merah tampak di wajah mereka yang letih dan cemas; di
belakang mereka, malam membentang bagaikan dinding hitam kelam.
Tapi kayu itu terbakar dengan cepat, dan salju masih turun.
Api semakin kecil, dan kayu terakhir sudah dilemparkan ke atasnya. "Malam
sudah larut sekali," kata Aragorn. "Tak lama lagi fajar tiba."
"Kalau ada fajar yang bisa menembus awan-awan ini,." kata Gimli.
Boromir melangkah keluar dari lingkaran, dan menatap ke atas, ke dalam
kegelapan. "Salju sudah berkurang," katanya, "dan angin sudah surut."
Frodo memandang dengan lelah ke keping-keping yang masih berjatuhan dari
kegelapan, bersinar putih sekejap dalam nyala api yang sudah mau mati; tapi lama
sekali ia tidak melihat tanda-tanda salju akan berkurang. Lalu mendadak, ketika
rasa kantuk mulai menyerangnya lagi, ia menyadari angin memang sudah berhenti,
dan keping-keping salju semakin besar dan jarang. Cahaya samar-samar mulai
muncul, sangat lambat. Akhirnya salju berhenti turun sama sekali.
Ketika cahaya semakin kuat, tampaklah dunia sepi terselubung. Di bawah
tempat perlindungan mereka ada gundukan-gundukan putih dan kubah-kubah,
serta lembah-lembah tak berbentuk, dan di bawahnya jalan yang kemarin mereka
lalui sama sekali hilang; tapi ketinggian di atas tersembunyi dalam awan-awan
besar yang masih sarat dengan ancaman salju.
Gimli menengadah dan menggelengkan kepala. "Caradhras belum
memaafkan kita," katanya. "Dia masih punya lebih banyak salju untuk dilemparkan
pada kita, kalau kita melanjutkan perjalanan. Lebih baik kita turun kembali
sesegera mungkin." Semua sepakat tentang itu, tapi jalan kembali mereka sekarang sulit. Bahkan
mungkin mustahil. Hanya beberapa langkah dari tempat abu api mereka, salju
menumpuk setinggi beberapa kaki, lebih tinggi daripada kepala para hobbit; di
beberapa tempat bahkan tersapu dan tertumpuk oleh angin menjadi timbunan
Halaman | 316 The Lord of The Rings besar yang bersandar pada batu karang.
"Kalau Gandalf berjalan di depan dengan api terang, mungkin dia bisa
meleburkan jalan untukmu," kata Legolas. Badai tidak banyak mengganggunya,
dan hanya dia dari Rombongan itu yang masih bersemangat tinggi.
"Kalau Peri bisa terbang di atas pegunungan, mereka mungkin akan
mengambil Matahari untuk menyelamatkan kita," jawab Gandalf. "Tapi aku harus
punya sesuatu untuk dinyalakan. Aku tak bisa membakar salju."
"Nah," kata Boromir, "kalau kepala sudah kehilangan akal, maka tubuh yang
harus digunakan, begitu kata orang di negeriku. Yang terkuat di antara kita
harus mencari jalan. Lihat! Meski semuanya tertutup salju, jalan kita, ketika kita
naik, membelok mengelilingi pundak batu di bawah sana. Di sana salju pertama-tama
jatuh. Kalau kita bisa mencapai titik itu, mungkin akan lebih mudah di sebelah
sananya. Tidak lebih jauh dari dua ratus meter, kukira."
"Kalau begitu, mau kita membuka jalan ke arah sana, kau dan aku!" kata
Aragorn. Aragorn yang paling jangkung dalam Rombongan itu, tapi Boromir, yang
sedikit lebih pendek, tubuhnya lebih kekar dan berat. Ia memimpin jalan, dan
Aragorn mengikutinya. Perlahan-lahan mereka berjalan, dan segera kelihatan
bersusah payah. Di beberapa tempat, saljunya setinggi dada, dan sering Boromir
tampak berenang atau menggali dengan tangannya daripada berjalan.
Selama beberapa saat, Legolas memperhatikan mereka dengan tersenyum,
lalu menoleh pada yang lain. "Yang paling kuat harus mencari jalan, katanya"
Tapi kataku: biarkan tukang bajak membajak, tapi pilihlah berang-berang untuk
berenang, dan untuk berlari ringan di rumput, dedaunan, dan salju... seorang
Peri tentunya." Sambil berkata begitu, ia berlari maju dengan gesit, lalu Frodo melihat, seolah
baru untuk pertama kali, meski ia sudah lama mengetahuinya, bahwa Peri itu tidak
memakai sepatu bot, melainkan hanya mengenakan sepatu ringan, seperti
biasanya, dan kakinya hanya sedikit meninggalkan jejak di atas salju.
"Selamat tinggal!" katanya pada Gandalf. "Aku akan pergi mencari Matahari!"
Lalu dengan cepat, seperti pelari di atas pasir padat, ia berlari pergi, dengan
cepat menyusul kedua laki-laki yang bekerja keras itu, dengan lambaian tangannya ia
melewati mereka, dan melaju ke kejauhan, lalu menghilang di balik tikungan batu.
Yang lain menunggu sambil meringkuk, memperhatikan sampai Boromir dan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 317 Aragorn mengecil hingga tinggal berupa bercak hitam di tengah lautan putih.
Akhirnya mereka juga hilang dari pandangan. Waktu berlalu. Awan-awan
merendah, dan sekarang beberapa keping salju mulai turun berputar-putar lagi.
Satu jam mungkin berlalu, meski rasanya jauh lebih lama, lalu akhirnya
mereka melihat Legolas datang kembali. Pada saat bersamaan, Boromir dan
Aragorn juga muncul dari balik tikungan jauh di belakangnya, dan datang berjalan
dengan susah payah mendaki lereng.
"Nah," seru Legolas sambil berjalan naik, "aku tidak membawa Matahari. Dia
masih berjalan di padang-padang biru di Selatan, dan sedikit rangkaian salju di
atas bukit Tanduk Merah ini sama sekali tidak mengganggunya. Tapi aku
membawa pulang secercah harapan bagi mereka yang terpaksa berjalan kaki. Ada
timbunan besar sekali, persis setelah tikungan, dan di sana kedua Orang Kuat
kita hampir saja terkubur. Mereka putus asa, sampai aku kembali dan menceritakan
pada mereka bahwa timbunan itu hanya sedikit lebih lebar daripada tembok. Dan di
sebelah sana salju mendadak menipis, sementara lebih jauh ke bawah, salju hanya
berupa selimut putih tipis untuk mendinginkan jari kaki hobbit."
"Ah, jadi memang seperti sudah kukatakan," geram Gimli. "Bukan badai biasa.
Ini hasrat jahat Caradhras. Dia tidak menyukai Peri dan Kurcaci, dan angin itu
dikeluarkan untuk memotong pelarian kita."
"Tapi untung Caradhras lupa bahwa ada Manusia bersamamu," kata Boromir,
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang muncul tepat pada saat itu. "Manusia-manusia yang tangguh, kalau boleh
kukatakan begitu; meski manusia-manusia Yang kurang gagah, namun membawa
sekop, mungkin akan lebih berguna bagimu. Pokoknya kami sudah membuka jalan
melalui timbunan; dan untuk itu, semua di sini yang tidak bisa berlari seringan
bangsa Peri boleh bersyukur."
"Tapi bagaimana kita bisa turun ke sana, meski kau sudah memotong
timbunan?" tanya Pippin, menyuarakan pikiran semua hobbit.
"Jangan putus asa!" kata Boromir. "Aku memang letih, tapi masih punya
sedikit kekuatan, Aragorn juga. Kami akan menggendong orang-orang kecil. Yang
lainnya pasti akan berupaya berjalan di belakang kami. Mari, Master Peregrin!
Aku akan mulai denganmu."
Ia mengangkat hobbit itu. "Berpeganganlah ke punggungku! Aku akan
membutuhkan tanganku," katanya dan ia melangkah maju. Aragorn dengan Merry
berjalan di belakangnya. Pippin kagum dengan kekuatan Boromir, ketika, melihat
jalan tembus yang sudah dibuatnya tanpa alat, selain tangannya yang besar.
Halaman | 318 The Lord of The Rings Bahkan sekarang, sambil membawa beban, ia memperlebar jalan untuk mereka
yang mengikuti, mendorong salju ke samping sambil berjalan melewatinya.
Akhirnya mereka sampai ke timbunan besar. Timbunan itu terlempar
melintang di atas jalan gunung, bagai tembok kokoh yang tiba-tiba ada;
puncaknya, yang tajam bagai dibentuk dengan pisau, menjulang lebih tinggi daripada dua kali
tinggi tubuh Boromir; tapi di tengahnya sudah dibuat jalan, naik-turun seperti
jembatan. Di sisi sebelah sana Merry dan Pippin diturunkan, dan di sana mereka
menunggu bersama Legolas, sampai sisa Rombongan datang.
Setelah beberapa saat, Boromir kembali sambil membawa Sam. Di belakang,
di jalan sempit yang sekarang sudah banyak dijejaki, menyusul Gandalf, menuntun
Bill dengan Gimli bertengger di antara muatannya. Terakhir adalah Aragorn, yang
berjalan sambil mengangkat Frodo. Mereka melewati jalan itu; tapi baru saja
Frodo menginjak tanah, terdengar deruman keras batu-batu menggelinding ke bawah,
serta salju merayap turun. Cipratannya setengah membutakan Rombongan itu,
sementara mereka meringkuk bersandar ke batu karang. Ketika udara sudah jernih
lagi, mereka melihat jalan tadi sudah tertutup di belakang mereka.
"Cukup! Cukup!" teriak Gimli. "Kami akan pergi secepat mungkin!" Dan
memang, dengan sapuan terakhir itu, kejahatan sang gunung seolah berakhir,
seakan-akan Caradhras puas bahwa para penyusup sudah diusir dan tidak akan
berani kembali. Ancaman salju lenyap, dan cahaya mulai makin menyebar.
Seperti dilaporkan Legolas, salju semakin tipis ketika mereka turun, sehingga
para hobbit juga bisa berjalan kaki. Tak lama kemudian, mereka semua sudah
kembali berdiri di bidang tanah datar, di puncak lereng curam tempat mereka
pertama kali merasakan turunnya salju malam sebelumnya.
Pagi sudah menjelang siang sekarang. Dari tempat tinggi itu, mereka menoleh
kembali ke barat, di atas dataran rendah. Jauh di sana, di hamparan daratan yang
terletak di kaki gunung, tampak lembah tempat mereka memulai mendaki celah.
Kaki Frodo sakit. Ia kedinginan sampai ke tulang-tulangnya, dan lapar;
kepalanya pusing saat ia memikirkan perjalanan panjang dan sengsara menuruni
bukit. Bercak-bercak hitam berenang-renang di depan matanya. Ia menyeka
matanya, tapi bercak-bercak hitam itu tetap ada. Di kejauhan di bawahnya, namun
masih tinggi di atas kaki bukit yang lebih rendah, titik-titik gelap berputar-
putar di angkasa. "Burung-burung lagi!" kata Aragorn sambil menunjuk ke bawah.
"Tak bisa dihindari sekarang," kata Gandalf. "Entah mereka baik atau jahat,
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 319 atau sama sekali tidak ada urusan dengan kita, kita harus segera turun. Kita
tidak akan menunggu satu malam lagi, meski di lutut Caradhras."
Angin dingin mengalir ke bawah di belakang, saat mereka membelakangi
Gerbang Tanduk Merah, dan berjalan letih terhuyung-huyung menuruni lereng.
Caradhras sudah mengalahkan mereka.
Halaman | 320 The Lord of The Rings Perjalanan Dalam Gelap Sudah sore, dan cahaya kelabu sekali lagi memudar dengan cepat, ketika
mereka berhenti untuk bermalam. Mereka letih sekali. Pegunungan terselubung
senja yang semakin pekat, dan angin sangat dingin. Gandalf menyisihkan lagi
untuk mereka masing-masing satu teguk miruvor dari Rivendell. Selesai makan, ia
mengadakan rapat. "Kita tentu saja tak bisa melanjutkan perjalanan lagi malam ini," katanya.
"Serangan di Gerbang Tanduk Merah sudah menguras habis tenaga kita, dan kita
harus beristirahat di sini untuk beberapa lama."
"Lalu ke mana kita harus pergi?" tanya Frodo.
"Masih ada perjalanan dan tugas kita," jawab Gandalf. "Tak ada pilihan kecuali
berjalan terus, atau kembali ke Rivendell."
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 321 Wajah Pippin jelas berbinar mendengar perkataan kembali ke Rivendell; Merry
dan Sam menengadah penuh harap. Tapi Aragorn dan Boromir tidak menunjukkan
ekspresi apa pun. Frodo tampak resah.
"Aku berharap kembali berada di sana," katanya. "Tapi bagaimana aku bisa
kembali tanpa rasa malu, kecuali memang tak ada jalan lain, dan kita sudah
dikalahkan?" "Kau benar, Frodo," kata Gandalf, "pulang berarti mengakui kekalahan, dan
menghadapi kekalahan lebih hebat lagi. Kalau kita kembali sekarang, Cincin harus
tetap berada di sana: kita takkan mungkin pergi lagi. Lalu, cepat atau lambat
Rivendell akan diserang, dan setelah suatu saat yang singkat dan pahit, dia akan
ditaklukkan. Hantu-Hantu Cincin merupakan musuh mematikan, tapi itu belum
seberapa dibandingkan kekuatan dan teror yang bisa mereka miliki kalau Cincin
Utama sudah di tangan majikan mereka lagi."
"Kalau begitu; kita harus berjalan terus, kalau ada jalan," kata Frodo sambil
mengeluh. Sam surut lagi dalam kemuraman.
"Ada jalan yang mungkin bisa kita coba," kata Gandalf. "Sejak awal, ketika
pertama mempertimbangkan perjalanan ini, aku merasa kita harus mencobanya.
Tapi jalan ini bukan jalan yang nyaman, dan aku belum membahasnya dengan
Rombongan. Aragorn menolaknya, sampai setidaknya perjalanan melewati celah
gunung dicoba dulu."
"Kalau jalan ini lebih buruk daripada Gerbang Tanduk Merah, berarti dia pasti
sangat jelek," kata Merry. "Tapi sebaiknya kau menceritakannya pada kami, dan
biarkan kami langsung tahu yang terburuk."
"Jalan yang kubicarakan ini melewati Tambang Moria," kata Gandalf. Hanya
Gimli yang mengangkat kepala; api menyala bersinar-sinar di matanya. Yang lain
merasa ketakutan mendengar nama itu. Bahkan bagi para hobbit nama itu
merupakan dongeng yang samar-samar mengerikan.
"Jalan itu mungkin menuju Moria, tapi bagaimana kita bisa tahu dia keluar
melalui Moria?" kata Aragorn muram.
"Nama itu penuh pertanda buruk," kata Boromir. "Dan aku tidak melihat
perlunya pergi ke sana. Kalau tak bisa melintasi pegunungan, sebaiknya kita
berjalan ke selatan, sampai tiba di Celah Rohan, yang penduduknya ramah
terhadap bangsaku, mengambil jalan yang kuambil ketika aku kemari. Atau kita
bisa lewat dan menyeberangi Isen, masuk ke Langstrand dan Lebennin, dan
dengan begitu sampai di Gondor dari wilayah yang dekat ke laut."
Halaman | 322 The Lord of The Rings "Keadaan sudah banyak berubah sejak kau datang ke utara, Boromir," jawab
Gandalf. "Tidakkah kaudengar apa yang kuceritakan tentang Saruman" Dengan
dia, aku ada urusan sendiri kalau semua ini sudah selesai. Tapi Cincin tak boleh
mendekati Isengard, kalau itu bisa dihindari dengan cara apa pun. Celah Rohan
tertutup bagi kita selama kita berjalan bersama Pembawa Cincin.
"Tentang jalan yang panjang: kita tak ada waktu. Kita mungkin akan
menghabiskan satu tahun untuk perjalanan semacam itu, dan kita akan melewati
banyak negeri kosong yang tidak berpenduduk. Tap, di situ tidak akan aman. Mata
waspada Saruman dan Musuh memperhatikan daerah itu. Ketika kau datang ke
utara, Boromir, di mata Musuh kau hanya seorang pelancong yang berkeliaran
sendiri dari Selatan, dan tidak penting baginya: benaknya sibuk dengan
pengejaran Cincin. Tapi sekarang kau kembali sebagai anggota Rombongan Cincin, dan kau
berada dalam bahaya selama kau bersama kami. Bahaya semakin besar dengan
setiap, mil yang kita jejaki ke Utara, di bawah langit terbuka.
"Sejak percobaan terbuka kita di lintasan gunung, keadaan kita semakin
buruk, kukira. Sekarang aku tidak melihat banyak harapan, kalau kita tidak
segera menghilang dari pandangan, untuk sementara, dan menutupi jejak kita. Karena itu
aku menyarankan kita tidak melewati pegunungan atau mengelilinginya, tapi lewat
di bawahnya. Jalan itu setidaknya paling tak terduga oleh Musuh."
"Kita tidak tahu apa yang diduganya," kata Boromir. "Mungkin dia
memperhatikan semua jalan, yang mungkin maupun yang mustahil. Dalam hal itu,
masuk ke Moria berarti masuk perangkap, sama saja dengan mengetuk pintu
Menara Kegelapan sendiri. Nama Moria hitam sekali."
"Kau berbicara tentang sesuatu yang tidak kaukenal, kalau kau menyamakan
Moria dengan benteng Sauron," jawab Gandalf. "Hanya aku yang pernah masuk ke
ruang bawah tanah Penguasa Kegelapan itu, dan hanya di tempat tinggalnya yang
lama dan lebih kecil di Dol Guldur. Mereka yang melewati gerbang Barad-dur tidak
pernah kembali. Tapi aku tidak akan menuntun kalian ke Moria kalau tidak ada
harapan untuk keluar lagi. Memang benar, kalau ada Orc di sana, mungkin akan
buruk bagi kita. Tapi kebanyakan Orc dari Pegunungan Berkabut sudah
terceraiberai atau hancur dalam Pertempuran Lima Pasukan. Elang-elang melaporkan
bahwa Orc sudah mulai berkumpul lagi dari jauh; tapi ada harapan bahwa Moria
masih bebas. "Bahkan kemungkinan ada kaum Kurcaci di sana, dan barangkali di salah satu
lorong istana ayahnya, Balin putra Fundin bisa ditemukan. Bagaimanapun nanti
jalan itu, kita harus menapaki jalan yang sesuai kebutuhan!"
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 323 "Aku akan menapaki jalan yang
kaupilih, Gandalf!" kata Gimli. "Aku akan
pergi dan memandang aula-aula Durin,
apa pun yang menunggu di sana - kalau
kau bisa menemukan pintu-pintu yang
tertutup itu." "Baik, Gimli!" kata Gandalf. "Kau
memberiku semangat. Akan kita cari pintupintu tersembunyi itu, dan kita pasti
berhasil melewatinya. Di reruntuhan
Kurcaci, seorang Kurcaci tidak akan
sebingung Peri, Manusia, atau hobbit.
Meski begitu, ini bukan pertama kali aku
ke Moria. Aku pernah lama mencari
Thrain, putra Thror, di sana, setelah dia
hilang. Aku berhasil melewatinya, dan
keluar hidup-hidup!"
"Aku juga pernah melalui Gerbang
Dimrill," kata Aragorn tenang, "tapi, meski
aku juga keluar hidup-hidup, ingatan tentang tempat itu sangat jelek. Aku tak
ingin masuk Moria untuk kedua kalinya."
"Aku bahkan tak ingin masuk biar sekali pun," kata Pippin.
"Aku juga tidak," gerutu Sam.
"Tentu saja tidak!" kata Gandalf. "Siapa yang mau" Tapi pertanyaannya
adalah: siapa yang mau ikut aku, kalau aku menuntun kalian ke sana?"
"Aku," kata Gimli penuh gairah.
"Aku," kata Aragorn dengan berat. "Kau mengikuti tuntunanku sebelumnya, di
salju itu, yang ternyata hampir menjadi bencana, dan kau tidak sedikit pun
menyalahkanku. Aku akan mengikuti panduanmu sekarangkalau peringatan
terakhir ini tidak menggoyahkanmu. Bukan masalah Cincin, atau kami yang lain
yang kupikirkan sekarang, tapi kau, Gandalf. Dan aku katakan padamu: kalau kau
melewati gerbang Moria, waspadalah!"
"Aku tidak akan pergi," kata Boromir, "kecuali suara seluruh Rombongan
melawanku. Bagaimana dengan Legolas dan si kecil" Suara Pembawa Cincin
tentu harus didengarkan."
Halaman | 324 The Lord of The Rings "Aku tidak ingin pergi ke Moria," kata Legolas.
Para hobbit tidak mengatakan apa pun. Sam memandang Frodo. Akhirnya
Frodo berbicara. "Aku tak ingin pergi," katanya, "tapi aku juga tak ingin
menolak nasihat Gandalf. Kuminta agar jangan ada pemungutan suara, sampai setelah kita
tidur. Gandalf akan lebih mudah mendapat suara di cahaya pagi daripada dalam
kemuraman yang dingin ini. Keras sekali raungan angin!"
Mendengar kata-kata itu, semua tenggelam dalam pikiran masingmasing.
Mereka mendengar angin mendesis di antara bebatuan dan pepohonan, raungan
dan lolongannya mengelilingi mereka di ruang-ruang kosong malam hari.
Mendadak Aragorn melompat berdiri. "Raungan angin itu!" teriaknya. "Itu
suara raungan serigala. Warg sudah datang ke sebelah barat Pegunungan!"
"Apa kita perlu menunggu sampai pagi, kalau begitu?" kata Gandalf. "Seperti
telah kukatakan. Perburuan sudah dimulai! Meski kita hidup untuk menyaksikan
fajar, siapa sekarang mau berjalan ke selatan dengan serigala mengejar?"
"Berapa jauhkah Moria?" tanya Boromir.
"Ada pintu di sebelah barat daya Caradhras, sekitar lima belas mil ukuran
terbang gagak, dan mungkin dua puluh mil untuk lad serigala," Jawab Gandalf
muram. "Kalau begitu, mari kita berangkat begitu hari terang besok, kalau bisa," kata
Boromir. "Suara serigala lebih mengerikan daripada Orc yang ditakuti."
"Benar!" kata Aragorn, mengendurkan pedangnya di dalam sarungnya. "Tapi
di mana warg melolong, di sana pula Orc berkeliaran."
"Aku menyesal tidak mengikuti saran Elrond," gerutu Pippin pada Sam.
"Bagaimanapun, aku tidak bermanfaat sama sekali. Tidak cukup banyak darah
Bandobras the Bullroarer di dalam diriku: lolongan ini membekukan darahku. Belum
pernah aku merasa sesial ini."
"Hatiku juga sudah turun ke jari kaki, Mr. Pippin," kata Sam, "Tapi kita belum
dimakan, dan ada orang-orang gagah berani bersama kita. Apa pun nasib Gandalf,
aku bertaruh pasti bukan di dalam perut serigala."
Untuk pertahanan mereka di malam hari, Rombongan itu mendaki puncak
bukit kecil tempat tadi mereka berlindung. Puncak bukit itu bermahkotakan
jalinan pohon-pohon tua yang saling melilit, dan di sekitarnya terdapat sebuah lingkaran
yang tidak utuh, dari batu-batu besar. Di tengahnya mereka menyalakan api,
karena tak ada harapan bahwa kegelapan dan kesunyian akan menyembunyikan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 325 jejak mereka dari kawanan pemburu.
Di sekeliling api mereka duduk, dan mereka yang tidak berjaga, tertidur
dengan gelisah. Bill si kuda malang gemetaran dan berkeringat di tempatnya
berdiri. Lolongan serigala sekarang ada di sekeliling mereka, kadang-kadang
dekat dan kadang-kadang agak jauh. Di malam pekat, banyak mata bersinar mengintai
dari atas pundak bukit. Beberapa malah mendekat hampir sampai lingkaran batu.
Di celah lingkaran, sesosok besar serigala terlihat berhenti, menatap mereka.
Lolongan menggetarkan keluar dari mulutnya, seolah ia kapten yang memanggil
kelompoknya untuk menyerang.
Gandalf berdiri dan melangkah ke depan, memegang tinggi tongkatnya.
"Dengar, Anjing Sauron!" teriaknya. "Gandalf ada di sini. Pergi cepat, kalau kau
menghargai kulitmu yang busuk! Akan kukerutkan kau dari ekor sampai moncong,
kalau kau masuk ke lingkaran ini."
Serigala itu menggeram dan melompat ke arah Gandalf dengan satu lompatan
besar. Saat itu terdengar bunyi desing tajam. Legolas melontarkan anak panahnya.
Ada teriakan menyeramkan, dan sosok yang melompat jatuh ke tanah; anak panah
Peri sudah menghunjam lehernya. Mata-mata yang mengawasi mendadak padam:
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gandalf dan Aragorn melangkah maju, tapi bukit itu sudah kosong; kawanan
serigala pemburu sudah lari. Di sekitar mereka kegelapan semakin sunyi, dan tak
ada teriakan yang diterbangkan angin.
Malam sudah larut; di sebelah barat, bulan yang memudar sudah mulai
tenggelam, bersinar gelisah dari antara awan-awan yang memecah.
Tiba-tiba Frodo terbangun kaget. Tanpa peringatan, badai raungan ganas dan
liar berkecamuk di sekitar seluruh perkemahan. Sepasukan besar warg sudah
berkumpul diam-diam, dan sekarang menyerang mereka dari semua sisi sekaligus.
"Tambahkan kayu ke api!" teriak Gandalf kepada para hobbit. ?'Hunus pisau
kalian, dan berdiri saling memunggungi!"
Dalam cahaya yang membesar, ketika kayu segar berkobar, Frodo melihat
banyak sekali sosok kelabu melompati lingkaran batu. Lebih banyak dan lebih
banyak lagi menyusul. Aragorn menusukkan pedangnya ke leher salah satu
pemimpin yang besar; dengan ayunan lebar, Boromir menebas tenggorokan yang
lainnya. Di sampingnya Gimli berdiri dengan kakinya yang kekar terbuka lebar,
mengayunkan kapaknya. Busur Legolas sibuk bernyanyi.
Dalam cahaya api yang bergetar, Gandalf seolah tumbuh membesar: ia
bangkit berdiri, sosoknya besar mengancam, seperti monumen seorang raja kuno
Halaman | 326 The Lord of The Rings dari batu yang ditempatkan,di atas bukit. Membungkuk seperti awan, ia memungut
sebatang ranting menyala dan maju mendekati serigalaserigala. Mereka mundur di
depannya. Tinggi di udara Gandalf melambungkan ranting yang menyala itu.
Ranting itu berkobar dengan cahaya putih mendadak, seperti petir; suaranya
menggeram seperti guruh. "Naur an edraith ammen! Naur dan i ngaurhoth!" teriaknya.
Ada deruman dan keriutan, dan pohon di atas Gandalf mencetuskan nyala api
membutakan. Api itu melompat dari puncak pohon ke puncak pohon. Seluruh bukit
dimahkotai cahaya menyilaukan. Pedang-pedang dan pisau-pisau para
pengembara itu berkilauan dan berkelip. Anak panah Legolas yang terakhir terbang
bercahaya di udara, dan menghunjam menyala ke dalam jantung seekor pemimpin
serigala besar. Serigala-serigala yang lain lari.
Perlahan-lahan api padam, sampai tak ada yang tertinggal kecuali abu dan
percikan yang jatuh; asap pahit berputar-putar di atas batang-batang pohon yang
terbakar, dan terbang muram dari bukit, ketika cahaya pertama fajar datang
samarsamar di langit. Musuh mereka sudah ditaklukkan dan tidak kembali.
"Apa kataku, Mr. Pippin," kata Sam, menyarungkan kembali pedangnya.
"Serigala tidak berani menangkapnya. Itu benar-benar kejutan, dan tidak salah
lagi! Hampir saja rambutku gosong!"
Ketika cahaya pagi sudah merebak penuh, tidak ada tanda-tanda bekasbekas
serigala, dan mereka sia-sia mencari bangkai-bangkainya. Tak ada bekas-bekas
pertempuran, kecuali pohon-pohon yang gosong dan panahpanah Legolas yang
bertebaran di puncak bukit. Semua tidak rusak, kecuali satu yang hanya tersisa
ujungnya. "Seperti sudah kukhawatirkan," kata Gandalf. "Mereka bukan serigala biasa
yang memburu makanan di belantara. Mari kita makan cepat, lalu berangkat!"
Hari itu cuaca berubah lagi, seolah berada di bawah perintah suatu kekuatan
yang tidak lagi memanfaatkan salju, karena mereka sudah pergi dari celah
pegunungan; sekarang kekuatan itu menghendaki cahaya terang, hingga semua
yang bergerak di belantara bisa terlihat dari jauh. Angin beralih dari utara ke
barat taut sewaktu masih malam, dan kini sudah reda. Awanawan menghilang ke arah
selatan dan langit terbuka, tinggi dan biru. Ketika mereka berdiri di lereng
bukit, siap berangkat, cahaya matahari pucat bersinar di atas puncak pegunungan.
"Kita harus mencapai gerbang sebelum matahari terbenam," kata Gandalf,
"kalau tidak, aku khawatir kita tidak akan mencapainya sama sekali. Jaraknya
tidak Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 327 jauh, tapi jalan kita mungkin berkelok-kelok, karena di sini Aragorn tak bisa
menuntun kita; dia jarang berjalan di negeri ini, dan aku baru satu kali pergi
ke bawah tembok barat Moria, itu pun sudah lama sekali.
"Di sana letaknya," kata Gandalf, sambil menunjuk ke arah tenggara, di mana
lereng pegunungan jatuh curam ke dalam bayangan di kakinya. Di kejauhan
samar-samar terlihat sebaris batu karang, gundul, dan di tengahnya, lebih tinggi
dari yang lain, satu tembok kelabu besar. "Ketika kita meninggalkan celah, aku
membimbing kalian ke arah selatan, dan tidak kembali ke tempat awal kita
berangkat; mungkin beberapa di antara kalian memperhatikan hat itu. Untunglah
aku melakukan itu, karena jarak yang harus kita tempuh jadi lebih pendek, dan
kita memang perlu cepat. Ayo berangkat!"
"Aku tidak tahu harus mengharap apa," kata Boromir muram, "bahwa Gandalf
menemukan apa yang dicarinya, atau bahwa sesampainya di batukarang kita
menemukan gerbang itu sudah hilang selamanya. Semua pilihan tampak buruk,
dan mungkin sekali kita terjebak di antara serigala dan tembok. Jalanlah terus!"
Gimli sekarang berjalan di depan, di samping sang penyihir, karena ia begitu
bergairah ingin melihat Moria. Bersama-sama mereka menuntun Rombongan
kembali ke arah pegunungan. Satu-satunya jalan Moria lama dari barat terletak
sepanjang aliran sungai, Sungai Sirannon yang keluar dari kaki bukit karang
dekat tempat pintu gerbang. Tapi mungkin Gandalf tersesat, atau mungkin daerah itu
sudah berubah sejak beberapa tahun belakangan; karena ia tidak menemukan
sungai di tempat yang dicarinya, hanya beberapa mil ke selatan dari tempat
mereka berangkat. Pagi sudah menjelang tengah hari, dan Rombongan itu masih mengembara
dan merangkak di daratan gersang penuh batu merah. Di mana pun mereka tidak
melihat kilauan air atau mendengar suaranya. Semuanya gersang dan kering.
Semangat mereka merosot. Mereka tidak melihat satu pun makhluk hidup, dan
tidak satu pun burung di langit; apa yang akan terjadi di malam hari, kalau
mereka terjebak di daratan kosong itu, tak ada yang berani memikirkannya.
Mendadak Gimli, yang berjalan cepat di depan, memanggil mereka. Ia berdiri
di atas sebuah bukit kecil, dan menunjuk ke kanan. Mereka bergegas ke sana, dan
melihat di bawah mereka sebuah saluran dalam dan sempit. Saluran itu kosong
dan sunyi, hampir tak ada kucuran air yang mengalir di antara batu-batu bernoda
cokelat dan merah di dasarnya; tapi di sisi terdekat ada sebuah jalan, sudah
terputus-putus dan rusak, menjulur di antara puingpuing tembok dan batu ubin
suatu jalan raya kuno. Halaman | 328 The Lord of The Rings "Ah! Itu dia akhirnya!" kata Gandalf. "Di sinilah sungai mengalir: Sirannon,
Sungai Gerbang, dulu mereka menyebutnya begitu. Tapi apa yang terjadi dengan
airnya, aku tidak tahu; dulu dia mengalir deras dan berisik. Ayo! Kita harus
buruburu. Kita sudah kesiangan."
Kaki mereka sudah sakit dan letih, tapi mereka masih juga berjalan susah
payah sepanjang jalan yang kasar dan berkelok-kelok, hingga beberapa mil.
Matahari beralih dari tengah hari dan mulai pergi ke barat. Setelah istirahat
singkat dan makan tergesa-gesa, mereka berjalan lagi. Di depan mereka tampak
pegunungan yang cemberut, tapi berhubung jalan yang mereka telusuri ada di
sebuah palung dalam, mereka hanya bisa melihat pundakpundak yang lebih tinggi
dan puncak-puncak di timur yang jauh.
Akhirnya mereka tiba di sebuah tikungan tajam. Di sana, jalan yang selama ini
mengarah ke selatan, di antara tepi saluran dan lereng curam di sebelah kiri,
membalik dan menuju ke arah timur lagi. Ketika melewati tikungan, mereka melihat
di depan sana ada sebuah batu karang rendah, setinggi kira-kira lima fathom,
dengan puncak patah dan bergerigi. Dari atasnya air menetes, melalui lipatan
lebar yang tampaknya dipahat oleh air terjun yang dulu besar dan penuh.
"Memang banyak perubahan di sini!" kata Gandalf. "Tapi tempat ini tak
mungkin salah. Itu sisa-sisa Tangga Air Terjun. Kalau ingatanku betul, ada
tangga yang dipahat dalam batu di sisinya, tapi jalan utama membelok ke kin', dan
menanjak dengan beberapa putaran naik ke dataran di puncak. Dulu ada lembah
dangkal di luar air terjun, sampai ke tembok Moria, dan Sungai Sirannon mengalir
melintasinya, dengan jalan di sampingnya. Mari kita pergi dan melihat bagaimana
keadaannya sekarang!"
Mereka menemukan tangga batu itu tanpa kesulitan, dan Gimli melompat gesit
menaikinya, diikuti Gandalf dan Frodo. Ketika sampai ke puncak, ternyata mereka
tak bisa berjalan lebih jauh ke arah itu, dan penyebab keringnya Sungai Gerbang
terungkap. Di belakang mereka, Matahari yang sedang terbenam mengisi langit
barat yang sejuk dengan cahaya kemilau keemasan. Di depan mereka terbentang
sebuah telaga. Baik langit maupun matahari terbenam tercermin di permukaannya
yang cemberut. Sirannon sudah dibendung dan mengisi seluruh lembah. Di
seberang telaga luas itu, menjulang batu-batu karang besar, wajah mereka yang
keras tampak pucat dalam cahaya yang memudar: tak bisa ditawar dan tak bisa
dilewati. Tak ada tanda-tanda gerbang atau pintu masuk, tak sebuah retakan atau
celah terlihat oleh Frodo di bebatuan yang cemberut itu.
"Di sanalah Tembok-Tembok Moria berada," kata Gandalf, menunjuk ke
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 329 seberang air. "Dan di sana dulu berdiri Gerbang-nya, Pintu Peri di ujung jalan
dari Hollin, dan mana kita datang. Tapi arah ini tertutup. Kurasa tak ada di antara
kita yang mau berenang dalam air muram ini di penghujung hari. Tampaknya tidak
sehat." "Kita harus menemukan jalan memutari ujung utara," kata Gimli. "Pertamatama,
kita mesti mendaki jalan utama, dan melihat ke mana dia menuntun kita.
Meski tak ada danau, kita tak mungkin membawa kuda muatan kita menaiki tangga
ini." "Bagaimanapun, kita tak bisa membawa kuda malang itu masuk ke Tambang,"
kata Gandalf. "Jalan di bawah gunung gelap sekali, dan ada tempat-tempat sempit
dan terjal yang tak bisa dijejakinya, meski kita bisa."
"Bill tua malang!" kata Frodo. "Aku tidak memikirkan itu. Kasihan Sam! Apa
yang akan dikatakannya?"
"Aku menyesal," kata Gandalf. "Bill yang malang sudah menjadi pendamping
yang sangat berguna, dan aku sangat sedih hams melepaskannya sekarang. Kalau
tergantung aku, aku akan bepergian dengan bawaan lebih ringan dan tidak
membawa hewan, apalagi hewan yang disayangi Sam ini. Aku sudah khawatir
selama ini, bahwa kita akan
Hari itu hampir berakhir, bintang-bintang dingin berkelip di langit tinggi di
atas matahari terbenam, ketika Rombongan itu, dent,-an kecepatan maksimum,
mendaki lereng-lereng dan mencapai pinggir telaga. Lebar telaga itu tampaknya
tidak lebih dari dua atau tiga kali dua ratusan meter di bagian paling lebar.
Berapa jauh ia menghampar ke selatan, mereka tak bisa melihatnya dalam cahaya yang
sudah mulai lenyap; tapi ujungnya di sebelah utara tidak lebih dari setengah mil
dari tempat mereka berdiri, dan di antara pundak-pundak berbatu yang mengurung
lembah dan pinggir danau ada sepetak tanah terbuka. Mereka bergegas maju,
karena masih ada satu-dua mil yang harus dilewati, sebelum bisa sampai ke titik
di pantai seberang yang dituju Gandalf; lalu ia masih harus menemukan pintunya.
Sampai di ujung utara telaga, mereka menemukan sungai sempit yang
merintangi jalan mereka. Airnya hijau dan tidak mengalir, menjulur keluar
seperti lengan berlumpur ke arah bukit-bukit yang mengepung. Gimli melangkah ke depan,
Jodoh Rajawali 31 Pendekar Naga Geni 22 Jejak Telapak Iblis Kisah Pedang Di Sungai Es 16