Pencarian

Sleep With Devil 3

Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha Bagian 3


menghubungi langsung Mikail"
Dan Freddy pun pergi meninggalkan Lana yang masih
tercenung dan bingung menatap berkas-berkas di depannya.
*** "Saya ingin bertemu tuan Mikail Raveno." Lana bergumam
gugup kepada resepsionist di lobby kantor yang mewah itu.
Kemewahan lobby itu begitu mengintimidasi dan Lana
merasakan semua mata memandangnya, seolah dia orang
aneh yang salah tempat. Tangannya memeluk amplop
berkas yang diberikan Freddy kepadanya tadi siang dan
berusaha menantang tatapan mata tajam dari resepsionist
yang menatapnya curiga. "Mikail Raveno kata Anda" Anda yakin" Kalau Anda ingin
melamar pekerjaan, mungkin bisa Anda titipkan di sini..."
"Saya tidak ingin melamar pekerjaan," Lana mulai merasa
jengkel menerima tatapan meremehkan dari resepsionist itu,
"Tolong atur pertemuan saya dengan Mikail Raveno"
"Nona, saya tidak bermaksud menyinggung Anda, tetapi
Tuan Mikail Raveno tidak mungkin bisa ditemui semudah itu,
Anda harus membuat janji pertemuan yang rumit dengan
sekretarisnya dulu..."
"Biarkan dia masuk, dia datang bersamaku. Saya ada janji
temu dengan Mikail jam dua," sebuah suara yang dalam di
sebelah Lana mengagetkannya.
Lana menoleh dan menyipitkan matanya. Sedikit silau akan
ketampanan lelaki yang berdiri di sebelahnya. Well satu lagi
lelaki dengan anugerah kesempurnaan fisik yang luar biasa.
Batin Lana sambil menatap Damian yang memakai jas warna
hitam dan tersenyum samar di sebelahnya. Tapi untunglah
yang satu ini lelaki baik dan menyayangi isterinya. Mau tak
mau Lana mengingat kemesraan Damian dan Serena di
pesta malam itu, dan merasa kagum melihat besarnya cinta
yang terpancar dari Damian dan Serena ketika mereka
bertatapan. Resepsionist itu menatap Damian dan sudah pasti
mengenalinya, "Oh, Tuan Damian Marcuss, selamat datang," sikapnya
berubah ramah dan Lana mencibir atas perbedaan perlakuan
yang diterimanya, apalagi resepsionist itu menatap Damian
dengan tatapan memuja, "Mohon maaf, tadi siang kami
sudah mengirimkan pesan kepada sekretaris Anda bahwa
pertemuan hari ini dibatalkan, Tuan Mikail mendadak harus
ke luar negeri". Damian dan Lana sama-sama mengerutkan keningnya.
Mikail ke luar negeri"
"Aku tidak menerima pesan itu," gumam Damian tajam,
membuat resepsionist itu menunduk gugup hingga Lana
merasa kasihan. Tetapi kemudian Damian mengangkat
bahunya, "Baiklah kalau begitu, aku akan kembali ke kantor
dan mengganti waktuku yang tersia-siakan untuk kemari,"
Damian menoleh kepada Lana, "Kalau waktuku tersia-siakan
aku akan terlambat pulang ke rumah".
Lana mau tak mau menahan senyum. Damian tampak lebih
kesal karena terpaksa terlambat pulang daripada karena
batal bertemu Mikail. "Aku akan kembali ke kantor, oh ya, Serena menitip salam
kepadamu," dengan senyumnya yang mempesona, Damian
mengedipkan sebelah matanya ramah, lalu membalikkan
tubuh dan melangkah pergi dari lobby itu.
Lana menatap punggung Damian yang menjauh dan
akhirnya tersenyum. Betapa beruntungnya Serena memiliki
pasangan yang luar biasa seperti Damian...
"Nona Lana"," kali ini sebuah suara yang familiar
menyapanya. Lana menoleh dan mendapati Norman yang
berdiri menatapnya, baru saja keluar dari lift, "Apa yang Anda
lakukan di sini?" Lana mengerjapkan matanya, "Aku mencari Mikail,"
ditunjukkannya amplop berkas itu kepada Norman, "Ini... aku
ingin mengembalikan berkas-berkas ini"
Norman menatap berkas-berkas itu dan mengerti, "Tuan
Mikail ingin Anda menerimanya"
"Aku tidak mau menerimanya, aku tidak ingin berhutang budi
kepadanya" "Itu uang anda," sela Norman tenang, "Itu adalah bagian
saham Anda dari perusahaan ayah Anda yang sudah di take
over oleh Tuan Mikail"
Lana tertegun. Bagian sahamnya" Dia tidak pernah
mendengar ini sebelumnya "Bagian saham ini, sesuai dengan surat perjanjian jual beli
akan diberikan kepada Anda begitu usia Anda genap 25
tahun," Norman menatap sekelilingnya yang ramai dan
tampak tidak nyaman, "Mari saya akan jelaskan kepada
Anda" *** Dia dibawa ke sebuah ruangan dengan perabot kayu dan
nuansa cokelat dan elegan di lantai dua. Norman duduk di
sofa di depannya dan mempersilahkan Lana duduk,
"Mari duduk dulu, Anda ingin kopi?"
Lana menggelengkan kepalanya, terlalu tercengang dengan
semuanya yang tampak begitu tiba-tiba.
"Tuan Mikail saat ini sedang ada di Italia ada beberapa
urusan yang mendesak di sana," Norman mengubah posisi
duduknya supaya nyaman, "Seharusnya dari awal saya
menceritakan ini kepada Anda, tetapi Tuan Mikail menahan
saya." Cerita apalagi" Kejutan apa lagi" Jantung Lana berdegup
kencang. "Tuan Mikail tidak pernah menghancurkan perusahaan ayah
Anda, apalagi membuat ayah Anda bangkrut," Norman
mengangkat bahunya, "Anda boleh tidak percaya, tetapi
Anda bisa mencari informasi di manapun, yang dilakukan
Tuan Mikail bukanlah membangkrutkan perusahaanperusahaan,
dia menolong perusahaan-perusahaan yang
sudah hampir bangkrut dan menghidupkannya lagi. Banyak
perusahaan yang sudah dia take over menjadi berlipat-lipat
lebih maju berkat kehebatan tuan Mikail"
Lana mengerutkan keningnya membantah, "Tetapi
perusahaan ayahku baik-baik saja sebelum ayah membuat
perjanjian dengan Mikail, kami sama sekali tidak bangkrut!,"
Lana teringat gaun-gaun dan perhiasan mewah yang
dibelikan ayahnya untuk ibunya, pelayan-pelayan yang hilir
mudik siap sedia memenuhi kebutuhan mereka, rumah
mewah mereka yang nyaman, mobil dan segala kemewahan
lainnya yang dicukupkan ayahnya waktu itu. Ayahnya tidak
mungkin bangkrut! "Ayah Anda menyembunyikan hal ini dari keluarganya, dia
tidak ingin ibu dan Anda merasa cemas," Norman menghela
nafas, "Anda boleh tidak percaya kepada saya, tetapi biarkan
saya bercerita dulu, setelah itu Anda boleh memutuskan.
Apapun penerimaan Anda nanti, saya tidak akan
mempermasalahkan, yang pasti tidak ada sedikitpun
kebohongan dari saya kepada Anda"
Mata Norman menerawang ke masa lalu ketika mulai
bercerita. "Ayah Anda datang kepada Tuan Mikail waktu itu, memohon
suntikan dana dan perjanjian kerja sama. Tuan Mikail
sebenarnya tidak tertarik dan dia sudah siap menolak
mentah-mentah. Perusahaan ayah Anda yang sudah benarbenar
kolaps akibat manajemen yang kacau balau, akan
membutuhkan biaya dan perhatian yang luar biasa besar
untuk memperbaiki semuanya. Tetapi kemudian ayah Anda
memberikan penawaran kepada tuan Mikail"
"Penawaran?" Norman menatap Lana hati-hati, "Ya... penawaran yang
sebenarnya konyol, tapi langsung membuat tuan Mikail
berubah pikiran" "Penawaran apa?"
"Anda" Lana tertegun, pucat pasi, "Aku?"
Ayah Anda sepertinya sudah sangat putus asa sebelum
meminta bantuan kepada tuan Mikail, harap Anda
memaklumi," Norman menghela nafas, "Mungkin Andalah
satu-satunya harta yang dimilikinya yang bisa ditawarkannya
kepada tuan Mikail, mengingat waktu itu reputasi tuan Mikail
sebagai playboy sangat terkenal. Mungkin ayah Anda berfikir
bisa menggunakan Anda untuk menarik hati tuan Mikail."
Lana hampir tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu. Ayahnya
menawarkannya kepada iblis jahat itu sebagai ganti suntikan
dana untuk perusahaannya?" Tidak mungkin!! Ayahnya tidak
mungkin melakukan itu!! "Saya tahu Anda tidak percaya, tetapi kami memiliki bukti
penawaran itu yang nanti akan saya tunjukkan kepada Anda.
Sekarang saya akan melanjutkan cerita saya," Norman
berdehem tampak amat mengerti berbagai emosi yang
berkecamuk, silih berganti di wajah Lana, "Segalanya pasti
akan berbeda jika yang ditawarkan bukan Anda. Tuan Mikail,
saya yakin akan menolak mentah-mentah ayah Anda. Tetapi
Tuan Mikail langsung berubah pikiran ketika beliau melihat
foto Anda" Fotonya yang sangat mirip dengan almarhumah isteri Mikail.
Dada Lana terasa perih menyadari kenyataan itu.
"Yah Anda mengerti kan...walau hanya dengan tatapan
sekilas saja pasti mudah menyadari kemiripan Anda
dengan...," Norman menghentikan kata-katanya, menyadari
wajah Lana yang pucat pasi, "Anda tidak apa-apa nona?"
Lana menganggukkan kepalanya, "Tidak, aku tidak apa-apa,"
suaranya terdengar serak, susah payah berusaha
dikeluarkannya. "Tuan Mikail langsung menyetujuinya, tetapi dia tidak mau
terburu-buru. Menurut perjanjian itu pada usia 25 tahun Anda
akan diserahkan kepada Tuan Mikail, sebagai isteri. Dan
mas kawinnya dibayar di muka, Tuan Mikail tidak pernah
melakukan take over kepada perusahaan ayah Anda, dia
hanya memberikan dana yang luar biasa besar sesuai
dengan permintaan ayah Anda....," Norman menatap Lana
miris, "Tetapi ayah Anda rupanya bekerja dengan
manajemen yang tidak becus dan mengkhianatinya, uang itu
ludes dalam sekejap dan bahkan perusahaan ayah Anda,
bukannya terselamatkan malahan makin hancur. Ayah Anda
lalu datang kembali meminta tolong kepada tuan Mikail"
Lana hanya termenung berusaha menyerap kata-kata
Norman sebaik-baiknya. Apakah Norman berbohong" Tetapi
lelaki itu tampak lurus dan jujur..... Lana cuma masih belum
bisa menerima bayangannya selama ini terhadap ayahnya
hancur lebur begitu saja. Jika apa yang dikatakan oleh
Norman adalah kebenaran, maka Lana harus menerima
kenyataan bahwa kehidupannya dulu bersama ayahnya yang
bagaikan di negeri dongeng, sebagian besar hanyalah
kebohongan semata. Lana sudah dijual menjadi isteri Mikail di ulang tahunnya
yang ke 25, itu seminggu lagi. Lana mengernyit, dia sudah
dibayar di muka. Rasanya seperti dihina dan dihantam
secara bersamaan. Ingin rasanya dia berteriak kalau dia
bukan barang, dia manusia dan dia punya kehendak yang
bebas. "Tuan Mikail sangat marah kepada ayah Anda, kesempatan
yang diberikannya disia-siakan begitu saja oleh ayah Anda,
dan tuan Mikail tidak mau memberikan kesempatan kedua
lagi. Perusahaan itu tidak boleh ada di tangan ayah Anda lagi
kalau tidak mau lebih hancur. Jadi, Tuan Mikail membelinya,
dengan harga yang pantas, bahkan masih memberikan jatah
bulanan kepada keluarga Anda setiap bulannya meskipun
ayah Anda tidak berhak menerimanya," Norman menatap
Lana dalam-dalam, "itu semua karena Tuan Mikail
mengkhawatirkan Anda"
Mikail mengkhawatirkannya" Tidak mungkin! Lelaki itu hanya
cemas, karena Lana adalah perempuan yang berwajah sama
dengan isteri yang dicintainya, perempuan yang
diharapkannya bisa menggantikan isterinya....
"Saya mengerti perasaan Anda, tetapi ada beberapa hal
yang belum sempat saya jelaskan kepada Anda waktu itu
ketika Tuan MIkail menyela pembicaraan kita," Norman
bekata-kata lagi, "Memang Anda pasti akan melihat bahwa
Tuan Mikail hanya menganggap Anda sebagai pengganti
Nyonya Natasha. Tetapi tidak. Seiring dengan berjalannya
waktu, yang dilihat Tuan Mikail adalah benar-benar Anda, diri
anda sendiri" Seiring berjalannya waktu"
Norman mengangguk, seolah bisa membaca pertanyaan di
mata Lana, "Yah selama ini kami mengawasi Anda. Rumah mungil yang
Anda tempati bersama keluarga Anda waktu itu, merupakan
salah satu properti milik tuan Mikail.... Semua sudah diatur
supaya kehidupan Anda baik-baik saja meskipun ayah Anda
bangkrut" Tiba-tiba Lana menyadarinya. Kemudahan-kemudahan yang
dia dapat tanpa sengaja, seperti rumah mungil itu yang bisa
didapat ayahnya dengan harga yang sangat murah....
"Kami bahkan tahu bahwa Anda berencana membalas
dendam atas kematian orang tua Anda," wajah Norman
melembut melihat pipi Lana merona merah, lalu menatap
Lana dengan menyesal, "Kematian orang tua Anda juga
mengejutkan kami, Lana. Percayalah, tuan Mikail terkejut
atas hal itu. Dia memang terkenal kejam dan jahat tapi yang
pasti dia tidak pernah bermaksud melukai orang yang lemah.
Dia sudah berusaha membantu ayah Anda - demi Anda,"
Norman menekankan kata-katanya, "Semua yang terjadi
bukan kesalahan Tuan Mikail"
Lana merasa malu. Bagaimana lagi" Perasaan itulah yang
sekarang menyergapnya. Jika kata-kata Norman ini benar...
dan sepertinya memang semua adalah kebenaran.. maka
Lana harus merasa malu, Semua dendamnya selama ini, pemikirannya selama ini,
kemarahannya selama ini, dan kebenciannya semua ini,
semuanya dibangun atas persepsi yang benar-benar salah.
Dan Mikail bahkan tidak pernah membela diri dengan segala
cacian, makian, dan tuduhannya. Kenapa Mikail tidak pernah
membela diri dan membiarkannya makin liar dengan emosi
dan kemarahan membabi butanya"


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebentar lagi ulang tahun Anda... sesuai dengan perjanjian
yang ditandatangani oleh ayah Anda... Mikail akan
memperisteri Anda" Lana membelalakkan matanya. Apakah Mikail masih
menganggap perjanjian bertahun-tahun lalu itu dengan
serius" Tetapi perjanjian itu melibatkan uang yang tidak
sedikit, yang diberikan MIkail kepada ayahnya dan kemudian
disia-siakan begitu saja. Kalaupun Lana menolak Mikail,
maka dia menanggung hutang yang sangat besar kepada
lelaki itu. "Apakah... apakah Mikail menyuruh Anda mengatakan
semua ini kepada saya...?"
Norman langsung menggelengkan kepalanya mendengar
pertanyaan Lana itu, "Tidak. Tidak ada satupun perintah dari Tuan Mikail kepada
saya untuk menceritakan ini semua, bahkan Tuan Mikail
berkesan merahasiakan semua ini dari Anda," Norman
tersenyum, "Saya hanya memikirkan cara-cara Tuan Mikail,
mengingat wataknya, beliau tidak akan menjelaskan apapun
kepada Anda. Mungkin beliau akan menculik Anda lagi dan
memaksakan pernikahannya dengan Anda, saya hanya
menyiapkan Anda kalau itu benar-benar terjadi"
Lana mengernyit, "Mengingat selama ini dia selalu
memaksakan kehendaknya, aku yakin dia akan
melakukannya... jadi dia membebaskanku hanya
sementara?" Norman mengangguk, minta permakluman, "Semoga Anda
bisa menghilangkan semua dendam yang tidak perlu. Yang
pasti -saya bisa menjamin itu-Tuan Mikail benar-benar
peduli kepada Anda. Perlu Anda tahu, Tuan Mikail benarbenar
serius ingin menikahi anda, beliau saat ini berada di
Italia, mengunjungi makam nyonya Natasha.
Meminta izin kepada isterinya. Lana memejamkan matanya
pedih. Setelah dendam itu menghilang, yang ada di dadanya
hanyalah kekosongan yang perih... kekosongan yang
menyesakkan dadanya.... Hampir seperti... patah hati.
*** Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Lana sudah tahu hari ini
akan tiba. Entah kenapa dia tahu, bahwa Mikail akan datang
menjemputnya dan merenggutnya kembali, dan jantungnya
berdegup kencang. Ketukan di pintu rumahnya membuatnya terlonjak, meskipun
Lana sudah mengantisipasinya. Dan ketika membuka pintu,
Lana bertatapan wajah dengan Mikail. Lelaki itu tampak luar
biasa tampan, bahkan lebih tampan dari terakhir mereka
bertemu. Mengenakan kaca mata hitam dan kemeja biru
berlapis jacket khaki dan celana yang senada, dengan
rambut cokelatnya yang acak-acakan. Dia seperti malaikat
yang diturunkan di depan pintu Lana.
"Aku sudah tahu apa yang akan kau katakan," Lana berkata,
mencoba mencari-cari mata Mikail, tetapi kesulitan karena
kacamata hitam itu menghalanginya.
Mikail terdiam, "Aku tahu kalau kamu tahu, Norman
menceritakan pertemuan kalian," Lelaki itu menoleh ke
belakang Lana, "Bolehkah aku masuk?"
*** BAB 13 Lana mundur dengan tidak nyaman. Membiarkan Mikail
Raveno masuk ke rumahnya sama seperti membiarkan iblis
menguasai kehidupannya. Tetapi tidak ada pilihan lain.
Mereka harus berbicara, panjang lebar. Dan mereka tidak
mungkin berbicara di ambang pintu seperti ini.
Lana memiringkan tubuhnya mempersilahkan Mikail masuk
ke rumahnya yang mungil tetapi indah itu. Mikail langsung
duduk di sofa cokelat itu, tampak nyaman, kemudian
melepaskan kacamata hitamnya dan meletakkan di meja,
"Apa yang kau rencanakan di hari ulang tahunmu"," Mikail
mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
"Tidak ada," Lana punya cheese cake strawberry di
kulkasnya. Tapi itu untuk dia makan sendiri nanti malam.
Tanpa gangguan Mikail. Mikail menatap Lana seolah mengukur-ukur,
"Aku bisa mengadakan pesta untukmu"
"Aku tidak butuh pesta darimu"
"Hmm," Lelaki itu mendesah, lalu ketika menatap Lana,
tatapannya berubah serius, "Kau tahu kan kenapa aku
kemari?" Lana mengangguk, "Dan sebelum kau katakan maksudmu,
aku ingin membuat penawaran baru untukmu"
"Penawaran"," Mikail mengangkat alisnya, "Oke jelaskan"
"Aku akan mengembalikan semua uang yang pernah kau
berikan kepada ayahku"
"Lana," Mikail terkekeh, "Utang itu begitu besar hingga kau
mungkin hanya bisa menggantinya dengan tubuhmu. Tidak.
Aku menolak penawaranmu. Dan kau...," mata Mikail
berubah sensual, "Kau akan menjadi isteriku sebentar lagi
sesuai perjanjian" *** "Aku bukan barang yang bisa dibeli seenaknya, dan kenapa
kau begitu santai?" Ini masalah pernikahan bukan jual beli
perusahaan" "Aku hanya ingin kau menjadi isteriku," Mikail bersedekap,
menatap Lana yang mulai emosi, "Itu sudah kutetapkan sejak
awal mula" "Kenapa"," Lana tidak bisa menahan suara tajam di
lidahnya, "Karena kau ingin menjadikanku boneka pengganti
Natasha?" Wajah Mikail mengeras ketika Lana menyebut nama
Natasha, bibirnya mengetat, "Jangan hubung-hubungkan dia
dengan ini semua" "Bagaimana aku bisa tidak menghubungkan"," Lana sudah
menahan diri, tetapi suaranya meninggi, "Semua ini karena
wajah ini, karena wajah yang sama dengan almarhumah
isterimu! Kau tidak bisa menganggapku sebagai
penggantinya Mikail! Kami orang yang berbeda, dan aku
menolak diperlakukan seperti itu!"
"Aku tahu kalian orang yang berbeda," Mikail berdiri di depan
Lana, siap berkonfrontasi, "Percayalah, aku benar-benar
tahu, karena gairah semacam ini, tidak pernah kurasakan
dengan siapapun!" Lelaki itu meraih Lana ke pelukannya dan langsung mencium
bibirnya. Dengan lembut. Tidak memaksa seperti biasa,
dengan pelan dia menguak bibir Lana, mencicipinya pelanpelan
kemudian melumatnya lembut. Lidahnya menelusuri
seluruh bibir Lana dan kemudian bermain-main dengan lidah
Lana, mencecapnya habis-habisan. Ketika akhirnya ciuman
itu selesai mereka sama-sama terengah-engah,
"Apakah pada akhirnya kau mengakui kalau kau
merindukanku?" "Dalam mimpimu, Mikail Raveno," Lana menjawab dengan
ketus, membuat Mikail terkekeh geli.
"Kita adalah pasangan yang sangat cocok," Mikail
mendekatkan tubuh Lana ke tubuhnya, dalam rangkuman
dadanya, "Kaitkan kakimu di kakiku"
Lana menatap Mikail dengan cemas, "Apa yang sedang kau
coba lakukan Mikail?"
"Lakukan saja sayang," jemari Mikail menyentuh paha Lana.
Mungkin sudah waktunya mereka berhenti berkata-kata dan
berkomunikasi dengan bahasa nonverbal yang sudah sangat
mereka kuasai. Jemari Mikail membimbing agar paha Lana melingkarinya,
"Aku ingin menunjukkan padamu, bahwa kau tidak akan
diperlakukan sebagai boneka. Kau bukan boneka, boneka
hanya untuk dipajang di dalam rak. Aku ingin kau berada di
tanganku, untuk disentuh, dipuaskan dan dimiliki dengan
cara yang kusuka" Lana terkesiap, merasakan jemari Mikail menyelusup ke balik
roknya dan menyentuh bagian tubuhnya yang paling sensitif.
"Ya sayang... seperti ini... ", Mikail mendesah di telinga
Lana, ia menyelipkan satu jari dan mencumbu Lana,
berusaha sepelan mungkin meski hasratnya sudah hampir
menggelegak, Lana terpekik dan mencengkram pundak Mikail dengan erat.
Mikail menunduk, tangannya yang bebas meraih tali atasan
Lana dan menurunkannya, untuk membuka jalannya ke
payudara Lana. Saat tangan Mikail menangkup
payudaranya, Lana mengigit bibir Mikail,
"Menggigit, Lana"," Mikail menyeringai, "Ck...ck...ck," jari
Mikail bergerak lebih dalam lagi.
Gairah bercampur penentangan berkelebat di mata Lana
ketika menatap Mikail, "Kau akan membayar untuk semua
ini, Mikail Raveno" Mikail mulai mencium leher Lana, bertanya-tanya apakah
Lana tahu betapa menggairahkannya dirinya dengan bagian
atas kemejanya yang terbuka, menampilkan sebagian
payudaranya yang begitu indah. Rambutnya tergerai
berantakan di bahu dan sebelah kakinya melingkari pinggul
Mikail dengan lembut. Mendadak Mikail tidak sanggup
menahan diri lagi. Dan ia pun bercinta dengan Lana-nya yang cantik. Saat itu
juga hingga mereka berdua sama-sama dibutakan oleh
hasrat yang membara. *** Mikail mengetatkan pelukannya ke punggung Lana yang
setengah tertidur, dipeluknya Lana yang masih lemas setelah
orgasme yang mereka lalui. Lana akan menjadi isterinya.
Bahkan ketika Lana menolak Mikail dengan kata-kata, Mikail
tahu bahwa tubuh Lana tidak akan mampu menolaknya.
"Setelah ini apakah kau akan menerima lamaranku?"
Lana terdiam, memejamkan matanya dalam pelukan Mikail.
Masih bertanya-tanya mengapa bercinta dengan seorang
pria berbaju lengkap sementara dirinya sendiri telanjang bisa
terasa begitu erotis. Walaupun sekarang ia tidak tahu
bagaimana mereka bisa berakhir di ranjang ini, di tempat
tidur ini. Dia sekarang telanjang bulat, tanpa sehelai
benangpun. Pakaiannya bertebaran dari ruang tamu sampai
ke lantai di sebelah. Mikail benar-benar serius dengan apa yang dikatakannya. Ini
akan menjadi pernikahan tanpa cinta. Lana memejamkan
matanya, setidaknya bukan dari dirinya.
Ketika mengetahui bahwa Mikail bukanlah penyebab
kematian kedua orangtuanya, perasaan Lana langsung terjun
bebas, jatuh ke dalam pesona Mikail yang begitu deras.
Lelaki ini luar biasa pandai bercinta, dan dia sudah memiliki
tubuh Lana. Kalaupun Lana menolak lamarannya, Lana yakin
Mikail tidak akan pernah melepaskannya, apalagi
membiarkannya menjalin hubungan dengan lelaki lain.
"Apakah kalau aku menolak kau akan memaksaku"," Lana
menyuarakan pertanyaan di dalam pikirannya.
Hening sejenak, lalu Mikail mengusap punggung Lana
dengan lembut, "Mungkin," lelaki itu menghela nafas panjang, "Lana. Aku
bukan lelaki baik, mungkin kita akan menghabiskan hari-hari
kita dengan penuh pertengkaran dan meledak-ledak. Tapi
kau harus tahu satu hal, aku akan menjaga isteriku"
Ucapan itu bagaikan janji, yang diungkapkan di kegelapan
kamar itu. Tetapi pertanyaan-pertanyaan masih berkecamuk
di benak Lana. Kalau kau tidak mencintaiku kenapa kau ingin
menikahiku" Bahkan Lana sudah tahu jawabannya. Karena
wajahnya, karena dia begitu mirip dengan kekasih sejati
Mikail. Kalau Lana mengambil resiko dengan menikahi Mikail,
akankah suatu saat nanti Mikail akan benar-benar
memandang wajahnya dan mengakui bahwa itu Lana"
Bukan Natasha" Akankah suatu saat nanti Lana diakui
sebagai suatu pribadi yang asli, bukan pengganti dari
siapapun" Resikonya terlalu besar. Tetapi godaan untuk
jatuh ke dalam pelukan iblis ini terlalu menarik untuk
dilepaskan. "Ya Mikail. Aku bersedia menjadi isterimu"
Mikail memejamkan matanya dan memeluk Lana erat, "Dan
aku berjanji padamu, kau akan dijaga sebaik-baiknya.
Begitu saja lamaran itu, tanpa pernyataan cinta yang
romantis, tanpa perasaan menggebu-gebu yang biasanya
dimiliki oleh pasangan yang terlibat romansa. Lana tidak
pernah membayangkan bahwa dia akan dilamar dengan cara
seperti itu. *** Pernikahan itu, karena dilaksanakan dengan gaya Mikail
Raveno, menjadi sebuah pesta pernikahan yang luar biasa
mewah. Segalanya yang terbaik. Gaun Lana didatangkan
langsung dari Perancis, makanannya yang paling enak,
langsung dari restaurant milik Mikail. Perempuan-perempuan
menatapnya iri dan para lelaki memujinya karena pada
akhirnya bisa membuat Mikail Raveno berlabuh. Semua
perempuan pasti memimpikan pesta pernikahan yang seperti
ini, pesta pernikahan yang bagaikan mimpi untuk puteri di
negeri dongeng. Tetapi tidak dengan Lana. Tiba-tiba dia dihinggapi ketakutan
yang diam-diam melandanya. Dia sekarang sudah menjadi
isteri Mikail Raveno. Tetapi bayang-bayang isteri Mikail
Raveno yang terdahulu, Natasha yang cantik, yang sebenarbenarnya
ada di hati Mikail terasa menyesakkan dadanya.
Dan malam ini, di malam pernikahannya. Lana duduk di tepi
ranjang Mikail. Merasakan perasaan resah yang begitu
mengganggu. Apakah aku menyesali ini" Kenapa aku mau
saja dinikahi oleh lelaki arogan ini" Sebegitu besarkah
pesona lelaki ini hingga membuatku rela hanya menjadi
boneka pengganti" Pintu terbuka dan Mikail masuk, lelaki itu masih memakai jas
yang dipakainya untuk pesta meski dasinya sudah dilepas
dan kancing kemeja di bagian atasnya sudah dibuka.
"Kenapa dahimu berkerut"," Mikail melepaskan jasnya hanya
mengenakan kemeja putih, lalu berdiri di depan Lana, 'Kau
sudah berganti baju, hmm," dengan lembut Mikail menghela
pundak Lana supaya berdiri menghadapnya, "Kau tampak
lelah, apakah kau ingin tidur atau..," tatapan Mikail tampak
sensual. Lana menatap Mikail dalam-dalam. Apakah hanya gairah
yang ada di dalam benak lelaki ini. Bahkan sampai


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarangpun Lana masih bertanya-tanya apa yang
sebenarnya ada di dalam hati Mikail.
"Aku ingin membuat pengaturan," Lana bergumam cepat,
sebelum dia kehilangan keberaniannya, "Tentang pernikahan
kita" "Pengaturan"," Mikail mengerutkan kening, tampak tidak
senang, "Apa maksudmu?"
"Pengaturan tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam pernikahan kita"
Mata cokelat Mikail membara, "Kau isteriku Lana, dan aku
berhak atasmu". "Kau bilang kau akan menghormatiku dalam pernikahan ini,"
Lana menatap Mikail tajam, "Kalau kau tidak mau
berkompromi atas pengaturanku ini aku ...."
"Apa" Kau akan melarikan diri lagi" Akan mogok makan
lagi"," Mikail melepaskan pegangannya dari Lana dengan
pahit. Pipi Lana merona malu, tetapi dia menegarkan diri, "Aku
hanya ingin menetapkan beberapa hal yang membuatku
merasa aman" "Oke," desis Mikail, "Cepat katakan apa maumu dan aku
akan memilah mana yang bisa kuterima dan mana yang
tidak" "Pertama, aku tidak mau dipaksa untuk bercinta denganmu
kalau aku tidak mau... apalagi memakai obat itu"
Mikail mengangkat alisnya dan menatap Lana dengan
sensual, "Diterima. Lagipula sepertinya aku tidak membutuhkan obat
itu lagi," tambahnya penuh arti, membuat pipi Lana makin
merona. "Kedua aku ingin hubungan yang saling menghormati, aku
akan menjaga kesetiaanku karena aku isterimu, dan aku mau
kau juga" Mikail terkekeh, "Diterima," jemarinya menyentuh pipi Lana
lembut, "Kau menjadi posesif kepadaku, eh"," godanya.
Lana berusaha mengabaikan kalimat-kalimat Mikail yang
menjurus itu, "Ketiga, aku tidak mau dibelikan apapun tanpa
persetujuanku," masih teringat di pikiran Lana betapa
banyaknya baju-baju yang dibelikan Mikail untuknya, belum
lagi aksesoris dan perhiasan-perhiasan mahal yang dibeli
Mikail seolah membeli sesuatu yang tidak berharga. Mikail
harus belajar bahwa memperlakukan perempuan dengan
baik bukan berarti melimpahinya dengan harta dan benda.
"Ditolak," tatapan Mikail menajam lagi, "Kau isteriku Lana,
aku berhak membelikanmu apapun yang aku mau"
Lana mengernyit dan menantang mata Mikail, mereka saling
bertatapan tajam sampai akhirnya Lana menyerah,
"Oke...kau boleh membelikan asal tidak berlebihan"
Mikail mengangkat bahunya. "Apakah ini sudah selesai"
Atau aku harus menunggu lebih lama untu berlanjut ke babak
selanjutnya?" Pipi Lana merona dan menatap Mikail dengan waspada,
babak selanjutnya" "Malam pertama kita," Mikail mengucapkannya lambatlambat
dengan nada yang sangat sensual hingga membuat
seluruh tubuh Lana menggelenyar, "Kau tidak berpikir aku
akan melewatkannya kan?"
BAB 14 "Aku masih punya satu syarat lagi," Lana tanpa sadar
melangkah menjauhi Mikail, "Aku ingin tinggal di kamar putih
yang dulu... kau.. eh bisa mengunjungiku kalau kau perlu
sesuatu..." "Cukup! Sekarang giliranku memberikan pengaturan untuk
pernikahan kita!," kesabaran Mikail tampaknya sudah habis,
lelaki itu meraih pinggang Lana dan merapatkan di tubuhnya
membuat Lana merasakan tubuh Mikail yang mengeras di
sana, "Kau rasakan itu"," Mikail menatap Lana, marah
sekaligus bergairah, "Aku berniat untuk menjadikanmu
isteriku yang sesungguhnya. Bukan kekasih yang kukunjungi
jika aku perlu bercinta," Jemari Mikail menuruni sisi lengan
Lana dengan sensual dan kemudian berhenti di sisi
payudaranya, meremasnya lembut, "Dan jika kita melakukan
itu, kita tidak akan tidur di kamar yang terpisah!"
Hening. "Kenapa" Kau tidak suka dengan syarat dariku"," Mikail
terus menahan payudara Lana dengan posesif. Lana adalah
isterinya, sekarang dia harus menerima seluruh dirinya, tidak
lagi berusaha menentangnya sekehendak hatinya. Pilihannya
adalah mereka suami isteri atau tidak sama sekali, "Jika kau
tidak menyukainya, lebih baik kita berhenti di sini sekarang
juga," sambil berusaha menahan keposesifannya, Mikail
memperlembut tuntutannya, "Malam ini cukup sampai di sini
kalau kau tidak siap"
Satu-satunya yang mendesak saat ini adalah tubuhnya yang
berhasrat, tetapi Mikail masih mampu mengendalikannya jika
Lana tidak mau melanjutkan. Perempuan ini telah
menunjukkan keberanian besar dengan mengemukakan
persyaratannya di depan Mikail dan Mikail menghargainya,
dan karena itu ia bersedia memberikan waktu sebanyak yang
diinginkan Lana. Lana hanya terdiam di sana, menatap Mikail dengan tatapan
kosong. Astaga, apa sebenarnya yang ada di dalam kepala
mungil itu" Lana pasti sudah larut dalam persepsi dan
pemikirannya sendiri. Apalagi setelah dia mengetahui kisah
tentang Natasha. Mikail sendiri tidak bisa menjelaskan perasaannya. Memang
pada mulanya, dia menginginkan Lana karena kemiripannya
dengan Natasha. Tetapi sekarang, dia merasa Tuhan telah
memberikannya kesempatan kedua, dalam wujud
perempuan yang sangat mirip dengan Natasha. Tidak, dia
tidak pernah membayangkan Natasha. Tidak lagi. Setelah
malam-malam kelam yang menghancurkan hati, yang dia
lalui karena kematian Natasha dulu, Natasha telah berubah
menjadi bayang samar yang kadang hadir dalam bentuk
kenangan masa lalu yang indah. Mikail bahkan sudah
berhasil tidak memikirkan Natasha lagi sejak bertahun-tahun
lalu. Lana terasa... berbeda... tetapi bagaimana dia
menjelaskannya kepada Lana" Perempuan itu tidak akan
percaya bahwa gairah yang meluap-luap ini memang murni
untuk dirinya. Mikail menyadari bahwa ia menginginkan
pernikahan yang nyata, bersama Lana.
Lana bagaikan malaikat yang menariknya dari kegelapan.
Hatinya yang kelam telah tersentuh secercah Matahari sejak
kehadiran Lana. Dan Mikail tidak ingin melepaskannya.
"Baiklah," suara pelan terdengar dari bibir Lana, terdengar
enggan seolah-olah Lana tidak benar-benar setuju dengan
dominasi Mikail dalam hubungan ini. Dan itu membuat Mikail
senang, seorang isteri yang selalu setuju dengan pendapat
suaminya sama sekali tidak menyenangkan. Di dalam
kehidupan pernikahan yang nyata, terdapat banyak
ketidaksepakatan, sebanyak kasih sayang, tawa, maupun
kesetiaan. Mikail tersenyum dan menatap Lana dengan penuh
bergairah, "Apakah kau sudah siap untukku Lana"," jemari
Mikail mengusap ujung payudara Lana dengan lembut.
"Aku.....," sekujur tubuh Lana bergetar,
"Mungkin aku perlu memeriksanya dulu," Mikail meluncurkan
sebelah tangannya dari payudara Lana, mengusap perut
Lana yang basah dan terus bergerak turun. Dan karena kaki
Mikail, entah sejak kapan, berada di antara kakinya, Lana
tidak bisa menghalangi niat Mikail kalaupun ia ingin.
Mikail bergerak perlahan-lahan, memperhatikan isyarat
sekecil apapun kalau-kalau Lana ingin berhenti. Di luar
dugaan, Lana tidak menolaknya, tubuh perempuan itu
menyambutnya, membuat Mikail harus menggertakkan gigi
menahan hasratnya yang makin menggelegak.
Lana membiarkan jemari Mikail menyentuhnya. Tubuh Lana
begitu lembut, dan ia gemetar ketika Mikail menyentuh
tubuhnya di bagian yang paling sensitif , berusaha
menemukan pusat dirinya. Ketika akhirnya menemukannya,
Mikail menggerakkan jemarinya dengan lembut. Hanya
sekedar menggoda. Lana mengerang, tubuhnya bergetar
hebat. Tubuh Mikail sendiri sudah menegang putus asa.
"Ya, kau memang sudah siap," ucap Mikail sangat parau,
Lalu mendorong Lana terbaring di ranjangnya yang berseprai
satin hitam. Mikail mengangkat kedua tangan Lana, meskipun Lana
sedikit melawan. Sambil meletakkan kedua tangan Lana ke
atas kepalanya, Mikail bergerak menindih Lana. Lana
menatap Mikail dengan liar, teringat peristiwa yang mirip,
ketika Mikail mengikat kedua tangan Lana di atas kepala
dengan dasinya, apakah Mikail akan mengikatnya lagi"
"Aku tidak perlu mengikatmu sayang," Mikail melepaskan
tangan Lana dan mengecup bibirnya penuh gairah, jemarinya
menyentuh kembali payudara Lana, membuat seluruh tubuh
Lana menggelenyar, "Mikail....," tubuh Lana bergetar karena gairah,
"Betul sayang, ucapkan namaku," Mikail bergeser turun dan
menunduk, lalu mengulum puncak payudara Lana dalam
bibirnya yang panas. Lana mengerang setengah meronta, "Mikail... please...
please..." Erangan itu membuat Mikail ingin menyerah kepada Lana.
Tubuhnya sendiri sudah sangat bergairah sampai terasa
nyeri, Tetapi ia tahu betapa pentingnya mencumbu Lana
sebelum bercinta dengannya. Setelah bercinta nanti, ia pasti
ingin mencicipi Lana, lagi dan lagi dan dia ingin isterinya
terus menginginkannya dengan hasrat yang sama besarnya.
Mikail menelusurkan tangannya ke bawah dan mengangkat
pinggul Lana. Lana melingkarkan kedua kakinya di tubuh
Mikail, mendekap Mikail ke tubuhnya, membuka diri,
"Belum, sayang," Ketika Lana membuka bibirnya untuk
memprotes, Mikail menciumnya.
Karena bibir Lana telah terbuka, ciuman itu berlangsung
dengan sangat sensual. Mikail menggoda Lana dengan
belaian dan jilatan lidahnya dan kemudian mencicipi bibir
Lana dengan sedikit lebih dalam.
Kedua tangan Lana mencengkeram rambut Mikail, untuk
sejenak Lana tampak ragu, tetapi kemudian lidahnya
membalas, membelai bibir Mikail dengan malu-malu dan hatihati.
Mikail tidak dapat menahan diri lagi.
Ia sudah berada di dalam tubuh Lana sebelum mereka
sempat menarik napas. Lana merapat, berusaha agar mereka menyatu lebih dalam
lagi. Mikail menahan diri, meskipun gairah membuat
tubuhnya menegang, "Cium aku sayang, cium aku seperti kau menginginkanku
untuk berada jauh di dalam dirimu, di dalam tempat yang
belum pernah didatangi oleh siapapun"
Lana merespon dengan malu-malu tetapi tepat, tubuh Lana
sedikit maju ke atas, lalu menangkup wajah Mikail dengan
kedua tangan dan menciumnya. Kelembutan sikap Lana
mengguncang Mikail, dan meruntuhkan segenap kendali
dirinya. Sambil menjalin jemarinya dengan jemari Lana, Mikail
mendesak lebih dalam. Api gairah berdesir di dalam
tubuhnya, mendesaknya untuk menandakan kepemilikannya
pada diri Lana. Sambil menggertakkan gigi untuk melawan godaan
melakukannya dengan cepat, Mikail bergerak sedikit demi
sedikit ke dalam tubuh Lana. Sebagian dirinya yang benarbenar
primitif menggeramkan kepemilikannya. Lana adalah
miliknya. Selamanya. Hanya dirinya yang boleh memiliki
Lana. Mikail meraih bibir Lana dengan ciuman rakus, dan bergerak
kembali dengan kekuatan penuh, bagi Lana kenikmatan yang
dirasakannya tak terlukiskan. Sementara bibir mereka
bertautan, sebelah tangan Mikail kembali bergerak ke
payudara Lana, membelainya. Lana hampir kehilangan
kewarasannya akibat cumbuan itu dan dia berusaha
menahan dirinya, "Lepaskan sayang, jangan menahan diri lagi," Mikail seolah
mengerti apa yang dirasakan Lana, permintaan panas itu
dibisikkan ke mulut Lana yang nyaris tenggelam dalam
hasrat gairahnya. Dan ketika jemari Mikail menyentuh sekujur tubuhnya, Lana
menyerahkan dirinya. Tubuhnya mendesak di tubuh Mikail
sementara gelombang kepuasan mendera tubuhnya.
Orgasme Lana menggiring Mikail hingga ke ambang batas
kesadarannya, ia mulai mempercepat iramanya dan
merasakan dirinya meledak, di dalam tubuh Lana. Terbenam
dalam puncak kepuasannya.
*** Kehidupan perkawinan mereka berlangsung seperti yang
seharusnya. Setiap malam Mikail selalu menyentuhnya,
gairahnya seperti tak pernah habis.
Tetapi hanya itulah saat mereka bisa dekat. Lana mengernyit
menyadari bahwa dia hanya bisa dekat dengan suaminya
ketika mereka bercinta. Mikail memang berubah menjadi
pribadi yang lebih baik, dia tidak pernah kasar dan
memaksakan kehendaknya lagi.
Lelaki itu hanya mengangkat alisnya ketika Lana mulai
membantah kata-katanya, kemudian melangkah pergi.
Memilih menghindari konfrontasi.
Pernikahan mereka sudah berlangsung hampir dua bulan
dan Lana masih merasakan ada yang mengganjal di hatinya.
Oh ya, dia menyadari bahwa landasan pernikahan ini sudah
salah dari awal. Hanya berlandaskan kontrak kerja yang
dilapisi hasrat. Belum lagi alasan yang tidak mau diakui
Mikail, bahkan sampai sekarang ini : bahwa Lana hanyalah
pengganti Natasha. Lana tidak pernah lagi mengunjungi sayap rumah yang
menyimpan lukisan Natasha itu, dan Norman bahkan sudah
tidak pernah menyinggung tentang isteri pertama Mikail lagi.
Lana curiga bahwa Mikail melarang Norman dan semua
orang di rumah ini membahasnya.
Karena Mikail sendiripun tampak tak pernah
menjelaskannya, Lana menjadi semakin bingung. Akan


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti apakah pernikahan ini nantinya" Salahkah ia ketika
menerima lamaran Mikail waktu itu" Dan satu lagi
pertanyaan yang mulai mengusik hatinya, apakah ia
mencintai Mikail" Semakin Lana mencoba memikirkannya, semakin kepalanya
terasa sakit. Ah, dia memang sering merasa pusing akhirakhir
ini, pusing yang aneh karena timbul tenggelam tanpa
tahu waktu. "Lana"," Mikail tiba-tiba sudah ada di depannya, "Kau
kenapa"," Lelaki itu mengernyit melihat Lana yang berjalan
terhuyung-huyung sambil berpegangan di dinding lorong.
Lana mencoba berdiri tegak, tetapi pusing kali ini benarbenar
menyerangnya dengan kuat sehingga dia oleng.
Seketika itu juga Mikail langsung menangkapnya.
"Lana"," Suara panik Mikail masih terdengar sebelum
semuanya ditelan dalam kegelapan.
*** "Nyonya Raveno hamil, selamat tuan," dokter tua itu
menyalaminya dengan penuh semangat, "akhirnya ada calon
penerus nama Raveno yang akan terlahir"
Mikail pucat pasi. Dokter itu terus berceloteh tentang
kehamilan dan calon bayi mereka, tetapi yang ada di benak
Mikail hanyalah mimpi buruk. Mimpi buruk yang selama ini
coba dia lupakan, tetapi sekarang kembali datang
menghampirinya. Mikail menyuruh Norman mengantar kepergian dokter itu,
dan kemudian Norman kembali dan menatap Mikail dengan
cemas. Lelaki itu tentu tahu apa yang berkecamuk di dalam
hati Mikail. "Dia hamil," Mikail mengulang pemberitahuan dokter tadi,
meskipun dia tahu Norman sudah mendengarnya, dia hanya
ingin mengucapkannya supaya benar-benar yakin bahwa
mimpi buruk itu ternyata telah menjadi nyata.
"Kondisi nyonya sangat sehat tuan..."
"Sehat katamu?"," Mikail membentak marah, "Dia tadi
pingsan di depanku, tampak pucat dan begitu lemah!"
"Tetapi Nyonya Lana tidak sama dengan..."
"Diam!," Mikail menggeram marah, "Lana tidak boleh hamil!,"
serunya memutuskan. *** Lana membuka matanya dalam cahaya temaram di kamar
Mikail. Yang ditemukan pertama kalinya adalah Mikail yang
sedang duduk muram di kursi samping ranjang, sepertinya
lelaki itu sedang menunggunya tersadar.
"Apa yang terjadi"," tanya Lana lemah, memegang
kepalanya dan mengernyit, masih pusing.
Mikail menatapnya tajam, tampak tidak suka dengan
pemandangan Lana yang mengernyit kesakitan.
"Kau hamil," gumamnya datar.
"Oh," Lana terkesiap, otomatis langsung memegang perutnya
dan menutupinya dengan gerakan melindungi.
Mikail mengikuti arah pandangan Lana dan ekspresi
wajahnya mengeras. "Kau harus menggugurkannya."
Kali ini Lana benar-benar terkejut dengan kata-kata Mikail
sampai hampir terduduk dari ranjang. Tetapi rasa pusing
langsung menghantamnya, hingga dia terbaring lagi.
"Apa Mikail?"," Lana menatap Mikail tak percaya. Dia tahu
lelaki ini memang kejam. Tetapi meminta Lana mengugurkan
kandungannya, yang adalah darah dagingnya sendiri benarbenar
di luar dugaan. "Aku tidak menginginkan anak itu, kau harus
menggugurkannya" *** BAB 15 "Tidak!," Lana berseru. Seketika wajahnya pucat pasi,
tangannya langsung melindungi perutnya. Lana tidak tahu
bagaimana perempuan hamil, dia tidak punya pengalaman.
Tetapi begitu sadar bahwa ada bayi yang tumbuh dan
berkembang di dalam tubuhnya, Lana langsung tahu bahwa
ada ikatan di antara mereka, bahwa seorang ibu secara
alami akan melindungi anaknya. "Kau harus membunuhku
dulu kalau kau berniat melaksanakan niatmu itu Mikail
Raveno! Aku tidak tahu kegilaan apa yang ada di dalam
otakmu, tapi kau seharusnya malu. Anak ini adalah darah
dagingmu sendiri, dan kau berniat membunuhnya bahkan
sebelum dia tumbuh!"
Mikail menatap Lana dengan pandangan kesakitan, "Aku
tidak bisa Lana, aku tidak bisa kalau kau hamil!," lelaki itu
mengacak rambutnya dan berdiri menyeberangi ruangan,
menuangkan brandy untuknya dan meneguk cairan keras itu
sekali teguk. Ketika membanting gelasnya dan menatap
Lana, matanya menyala-nyala, "Natasha..... dia sempat
hamil kau tahu... kemudian keguguran..."
Lana tercekat ketika akhirnya topik itu dilepaskan oleh Mikail.
Nama Natasha seakan tabu untuk diucapkan ketika Lana
masuk ke rumah ini sebagai Nyonya Raveno. Dan sekarang
Mikail sendiriah yang mengangkat topik itu ke permukaan.
"Tetapi kondisiku dan Natasha berbeda, aku sehat-sehat
saja..." "Yang tidak orang lain ketahui adalah Natasha hamil lagi
setelah keguguran itu," Mata Mikail nyalang, ingatannya
kembali ke masa lalu, seakan tidak menyadari ada Lana di
ruangan itu, "Aku tidak tahu bagaimana caranya dia
membuatku lengah dan hamil lagi. Demi Tuhan aku sudah
berusaha agar dia tidak hamil lagi, aku bahkan sudah
membuat janji temu dengan dokter untuk operasi vasektomi.
Tapi Natasha berhasil hamil lagi dan dengan keras kepala
dia menyimpan rahasia itu dariku dan semua orang. Takut
kalau kami mengetahuinya dia akan meminta kami
menggugurkannya," Nafas Mikail tercekat, "Ketika dia
meninggal seperti tidur di atas ranjang, dokter baru
mengetahui dan mengatakan padaku bahwa Natasha sudah
hamil tiga bulan. Kehamilannya itulah yang memperburuk
kondisinya dan membuatnya semakin lemah..... kehamilan
itu yang membunuhnya!"
"Tapi aku tidak sama dengan Natasha, Mikail," Lana
menyela, berusaha mengembalikan Mikail ke masa kini, "Aku
sehat dan kuat dan bayi ini tidak akan membebaniku"
"Aku tidak mau kau sakit karena kehamilanmu!," Mikail
menyela marah, dan ketika menyadari wajah Lana memucat
karena suaranya yang meninggi, MIkail memperlembut
suaranya, tatapannya memohon, "Aku minta padamu Lana,
gugurkan bayi itu. Tidak akan pernah ada bayi di rumah ini,
tidak akan pernah ada bayi di pernikahan kita. Aku tidak
menginginkan bayi" *** Dada Lana bergemuruh oleh perasaan yang bercampur
aduk, teganya Mikail dan betapa egoisnya dia! Betapapun
Mikail merasakan trauma dan ketidaksukaan yang mendalam
atas kehamilan Lana, seharusnya lelaki itu sadar kalau yang
ada di perut Lana ini adalah darah dagingnya, anaknya!
Sebegitu tidak berharganyakah Lana di mata Mikail sehingga
dia harus mengorbankan janin yang dikandungnya atas
nama kenangan Mikail kepada Natasha"
"Tidak Mikail," Lana menegakkan dagu, menahankan sakit
hatinya yang meluap-luap. "Aku tidak akan pernah
mengugurkan bayi ini apapapun alasannya, meskipun kau
hanya menganggapnya sampah...," Lana menatap Mikail
dengan tatapan terluka yang dalam, "Meskipun kau
melupakan fakta bahwa dia ada karena dirimu juga...dia
adalah anakku, dan sekarang dia bertumbuh di dalam diriku.
Seperti yang kubilang kepadamu tadi, kalau kau
memaksakan kehendakmu kepadaku, kalau aku sampai
kehilangan anak ini karena kesengajaanmu, maka yang kau
dapatkan adalah kematianku"
Mikail tertegun mendengar ancaman Lana itu, dia menatap
Lana dan menyadari perempuan itu terluka. Mikail terlalu
terburu-buru mengucapkan isi hatinya, dan itu melukai Lana.
Dengan frustrasi diacaknya rambutnya setengah marah,
"Dengar Lana, jangan kekanak-kanakan, kalau kau hanya
ingin menentangku..."
"Aku tidak ingin menentangmu!," Lana setengah berteriak,
kali ini emosinya pecah dan berderai, "Aku tidak peduli
perasaanmu atas masa lalumu dengan Natasha, tetapi aku
sekarang ada di sini, hidup dan bernafas saat ini. Dan kau
memaksaku untuk menggugurkan anakku! Menurutmu apa
yang harus kulakukan selain melindungi anakku sekuat
tenaga" Anakmu juga!!"
Anakmu juga. Kata-kata itu terasa menusuk dada Mikail
hingga membuatnya mengernyit. Anaknya juga.... Tetapi
anak itu bisa menjadi pembunuh, Mikail pernah
mengalaminya sekali. Dan jika dia harus mengalaminya
lagi... "Mungkin nanti kau akan berubah pikiran"
"Tidak akan Mikail." Lana menyentuh kepalanya yang mulai
berdenyut-denyut lagi. Dan Mikail menatapnya dengan cemas, "Apakah kau pusing
lagi?" "Ya," Lana mengerang dan memijit kepalanya.
"Aku akan mengambilkanmu air," Mikail menuang air itu ke
dalam gelas dan duduk ditepi ranjang, lalu menyerahkan
gelas itu kepada Lana, "Ini... minumlah"
Lana menerima gelas itu dan meneguknya. Setelah selesai
Mikail meletakkan gelas itu kembali di tepi ranjang.
Mereka diam di sana dalam keheningan, saling bertatapan.
Biasanya suasana tidak secanggung ini. Biasanya setiap
malam Mikail langsung mengajaknya masuk kamar dengan
bergairah yang berlanjut dengan percintaan yang luar biasa
dan mereka langsung tertidur sampai pagi. Tetapi sekarang
keadaan berbeda. Mikail tidak bisa memecahkan keheningan
dengan bercinta. Dan pembicaraan tadi ternyata telah
menguras emosi mereka berdua.
Lana-lah yang pertama kali memecah keheningan, "Kau ingin
tidur?" Mikail menatap ke sisi tempat tidur yang kosong. Sisi
miliknya. Dan tiba-tiba merasa lelah. Lana menggeser
tubuhnya memudahkan MIkail untuk berbaring. Lelaki itu
berbaring di sebelahnya dengan tenang tanpa suara, hanya
suara berdesir kain yang bergesekan.
Lama mereka berdua berbaring dengan mata yang nyalang,
sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri. Sampai akhirnya
mereka lelap tertelan tidur.
*** Pagi harinya suasana begitu dingin, Mikail seolah tidak mau
membahas percakapan mereka semalam, tetapi walaupun
begitu, Lana tetap waspada. Mengingat sifat Mikail, tidak
menutup kemungkinan lelaki itu akan melakukan segala cara
untuk melaksanakan keinginannya. Dengan memasukkan
obat penggugur di minumannya misalnya, siapa yang tahu"
Mengingat lelaki itu pernah membiarkan minumannya
dicampuri obat oleh Norman.
Lana mengelus perutnya dan mengernyit sedih, meskipun
bayi ini tidak diinginkan oleh ayahnya, meskipun
perasaannya sekarang terluka karena Mikail lebih
mementingkan kenangannya akan Natasha daripada dirinya
yang sekarang ada dan hidup di depannya, Lana harus
berusaha tegar dan kuat, demi anak ini.
"Anda akan mempertahankan anak itu kan"," suara Norman
menyentakkan Lana dari lamunannya. Lelaki itu sedang
memasuki ruangan yang sama dengan Lana.
Lana menatap Norman dan mencoba tersenyum, Norman
sangat baik dan sopan padanya ketika dia memasuki rumah
ini. Norman pulalah yang menjelaskan kepadanya kebenaran
dan merubah semua pandangannya akan Mikail.
"Aku akan menjaganya dengan nyawaku. Kau harus
berhadapan denganku dulu kalau kau ingin mencelakai anak
ini" Senyum terukir di bibir Norman, "Tidak nyonya, Tuan Mikail
tidak pernah menyuruh saya mencelakai anak itu. Bahkan
jika tuan Mikail menyuruhpun, saya akan menolak, anak itu
adalah keturunan Raveno yang harus saya hormati pula"
Kelegaan meliputi hati Lana, setidaknya ada orang yang mau
membela anaknya. Kemudian Lana menatap Norman
dengan ragu, "Apakah kau tahu bahwa Natasha meninggal karena dia
mencoba mengandung untuk kedua kalinya?"
Noman menatap Lana hati-hati dan menganggukkan
kepalanya, "Saya tahu, setelah kematian nyonya Natasha.
Hal itulah yang menghancurkan Tuan Mikail, bahwa dia
sebenarnya berkontribusi dalam kematian Nyonya Natasha.
Nyonya Natasha bisa hidup lebih lama seandainya tidak
hamil....," Norman menghela nafas panjang dan menatap
Lana lembut, "Saya harap Anda memahami perasaan Tuan
Mikail" "Dia selalu menganggapku sebagai pengganti Natasha, dia
menganggapku sama seperti Natasha," Lana memejamkan
matanya pedih, "Anak ini anaknya, tetapi dia menyuruhku
mengugurkannya," Norman menatap perut Lana dan tatapannya melembut di
sana, "Saya yakin Tuan Mikail tidak pernah menganggap
Anda sebagai pengganti Nyonya Natasha. Jika dia hanya
menganggap Anda sebagai boneka pengganti, dia tidak akan
menunjukkan emosinya kepada Anda. Anda tidak akan
diperlakukan olehnya dengan begitu hormat, yang bisa saya
katakan, apa yang dilakukan Tuan Mikail adalah karena dia
peduli kepada Anda" Peduli kepadanya?" Bagaimana bisa?" Mikail menyuruhnya
menggugurkan anaknya. Bagaimana bisa itu disebut
kepedulian" "Tuan Mikail menginginkan anak itu digugurkan karena dia
mencemaskan keselamatan Anda. Dia takut Anda akan
celaka dan meninggal seperti Natasha, dia takut kehilangan
Anda" Lana menatap Norman dengan tak percaya, "Dia tak
mungkin takut kehilanganku"
"Percayalah kepada saya," Norman tersenyum lembut. "Tuan
Mikail memang tidak pernah pandai menunjukkan
perasaannya, tetapi kalau memperhatikan Anda akan tahu,"
Norman membungkukkan tubuhnya, lalu berpamitan dan


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan Lana dalam keheningan.
*** "Apakah kau sudah berubah pikiran tentang usulanmu
semalam"," Lana menatap Mikail yang baru saja memasuki
kamar, tidak biasanya Mikail memasuki kamar sedemikian
larut, dan lelaki itu tampak lelah.
Mikail menatap Lana sekilas, lalu melepas pakaiannya dan
masuk ke kamar mandi, ketika keluar dari sana, lelaki itu
tampak segar dengan piyama hitamnya,
"Aku tidak mau membahasnya lalu membuatmu marahmarah
sepanjang malam," dengan kasar Mikail
menggosokkan handuk ke rambutnya yang basah, kemudian
melempar handuk itu dan menatap Lana, "Kau pasti akan
keras kepala dan tetap pada pendirianmu, mempertahankan
anak itu" "Tentu saja, aku tidak akan menerima kemauan konyolmu
untuk menggugurkan anak ini karena anak ini tidak bersalah"
"Kita akan berdebat lagi malam ini ya," Mikail mendesah
lelah, "Aku lelah Lana, yang aku tahu, anak ini akan
melukaimu lalu membunuhmu"
"Mikail," seru Lana setengah marah, "Dia hanya janin kecil
yang tidak berdaya!"
"Oke!," lelaki itu membentak, tampak tak tahan dengan
semua perdebatan mereka, "Silahkan, lanjutkan
kehamilanmu itu... tetapi..," mata Mikail menajam, "Kalau
sampai kau kenapa-kenapa gara-gara kehamilan ini, aku
tidak akan berkompromi"
Mikail mengalah. Lana terpana, sebelumnya MIkail tidak
pernah mengalah secepat itu. Lana tadi sudah
mempersiapkan argumen yang panjang, pembelaan mati
matian, bahkan ancaman putus asa menyangkut
kehamilannya ini. Dan Mikail semudah itu mengalah
kepadanya. "Kenapa"," Mikail menatap Lana marah, tampak tak nyaman
dengan tatapan takjub Lana,
Lana langsung mengalihkan pandangannya dengan pipi
merona, "Tidak-tidak ada apa-apa"
"Tetapi aku punya satu syarat," gumam Mikail tenang,
seolah-olah baru mengingatnya.
Lana terkesiap dan menatap Mikail waspada, dan reaksi itu
membuat Mikail menahan tawanya.
"Tenang Lana, kau tegang seperti senar yang akan putus,
aku tidak sedang akan menjatuhkan bom ke kepalamu"
"Apa syaratmu?"
Pandangan Mikail berubah sensual, "Aku tidak mau
kehamilan itu menggangguku jika aku menginginkanmu"
Pipi Lana memerah, tersipu sekaligus marah atas kata-kata
egois Mikail. Jangan-jangan itu adalah salah satu usaha
Mikail mengganggu kehamilannya...
"Baik," Lana mendongakkan kepalanya, mencoba terlihat
menantang, "Asalkan kau melakukannya dengan lembut dan
tidak melukai bayiku"
Mikail hanya menganggukkan kepalanya, ketika dia akhirnya
menatap Lana, matanya menyala dengan sensual, "Apakah
kau masih pusing seperti semalam?"
Lana tidak pusing lagi. Tetapi kearoganan Mikail yang tersirat
itu membuatnya ingin menantangnya. Mikail pasti akan
bercinta dengannya ketika Lana sudah tidak pusing. Dan
Lana tidak akan bisa. Tidak akan mampu menolak pesona
gairah Mikail. Dengan berpura-pura dia memegang kepalanya, mengernyit,
"Sebenarnya aku masih pusing"
"Benarkah"," Mikail menatapnya tajam bercampur
kecemasan, "Kau sudah minum obat penambah darah dari
dokter" Mereka bilang kau kurang darah"
"Sudah...," sedikit geli Lana melirik Mikail, tetap berusaha
berakting kesakitan. Lelaki itu menatap Lana lama dan intens, tampak
menggertakkan gigi. Semula Lana bingung kenapa, tetapi
ketika dia melirik ke bawah, dia menyadari bahwa Mikail
sudah siap, keras, dan bergairah di sana.
Lelaki itu sudah begitu bergairah, dan Lana tinggal bilang ya,
lalu mereka akan bercinta di ranjang dengan penuh gairah
seperti biasa... tetapi tidak! Lana tidak akan membuat itu
begitu mudah bagi Mikail, Lana ingin menghukum Mikail
karena hatinya masih sakit atas usulan Mikail untuk
menggugurkan kandungannya.
"Aku pusing sekali," Lana sengaja membuat suaranya
terdengar lemah, "Aku mau tidur," Dengan gerakan sakit
dibuat-buat Lana mengangkat selimut ke bahunya dan
membuat posisi tidur yang nyaman.
Mikail hanya berdiri sejenak di tengah ruangan itu dan
menatap Lana. Dia sudah dua hari tak bercinta dengan
isterinya itu. Biasanya setiap hari. Dan itu semua karena
kehamilan itu. Tapi mau bagaimana" Dia tidak mungkin
memaksa Lana yang sedang sakit kan"
Sedikit mendesah, merasakan kejantanannya yang begitu
keras sampai terasa nyeri. Mikail melangkah ke ranjang dan
membaringkan diri, tetapi Sialan! Dia tidak bisa tidur, gairah
terlalu menggelegak di dalam dirinya, meminta dipuaskan.
"Mikail," suara Lana menggugah penyiksaan yang
dialaminya. "Apa Lana"," Mikail menjawab kasar.
Diam-diam Lana tersenyum mendengar nada tersiksa dalam
suara Mikail. Rasakan kau, Tuan Mikail Raveno yang arogan,
soraknya dalam hati, "Aku... aku pusing..., maukah kau memijit kepala dan
pundakku?" *** BAB 16 Mata Mikail menyala ketika menatap mata Lana. Perempuan
ini menatapnya tanpa dosa. Tidakkah dia tahu bahwa
permintaannya ini menambah penderitaan Mikail" Memijit
Lana" Dalam kondisi bergairah dan ingin dipuaskan seperti
ini" Bagaimana Mikail bisa menahan diri, ketika jemarinya
menyentuh kelembutan kulit Lana di tangannya"
"Oke, berbaliklah," Mikail menggeram lagi. Lana tidak pernah
meminta tolong kepadanya, dan kalau Lana melakukannya,
itu berarti Lana benar-benar kesakitan.
Jemari Mikail bergerak menyentuh kepala Lana, ke helaian
rambut seperti sutera yang terasa lembut di jemarinya.
Helaian itu biasanya adalah tempat Mikail menenggelamkan
kepalanya ketika dia mencapai orgasmenya yang luar biasa
nikmat di atas tubuh isterinya.... Sial! Jangan pikirkan
tentang itu, Man! Mikail memijit dan seolah belum cukup siksaannya, selama
proses itu, Lana terus menerus mendesah keenakan karena
pijatan Mikail. Bahkan kadang mengerang, persis seperti
erangannya ketika Mikail mencumbunya, dan itu luar biasa
menyiksanya. Kejantanan Mikail sudah berdenyut-denyut,
dan Mikail merasa dirinya hampir meledak karena gairah,
gairahnya kepada Lana. "Sudah cukup?" "Aku masih sedikit pusing di sisi ini," Lana memiringkan
kepalanya, memamerkan pundaknya yang hangat dan halus,
membuat Mikail ingin mengigit lembut di bagian lunak di
sebelah sana... Sial. Sial. Sial! Sambil terus memijit Lana, Mikail menyumpah
terus menerus dalam hati, Kemudian ketika Lana tampak
santai, Mikail melepaskan pijitannya dengan hati-hati.
Bagus. Lana sudah tertidur. Sekarang mungkin dia akan
mandi dengan air dingin, kalau tidak dia akan terbakar
semalaman di atas ranjang ini. Menderita karena tak
terpuaskan. Dengan tak kalah hati-hati, Mikail bergerak turun
dari ranjang, hendak melangkah ke kamar mandi.
"Mikail" Hampir saja Mikail mengerang mendengar panggilan Lana,
"Apa Lana"," desis Mikail serak
"Sekarang aku sudah tak pusing lagi"
Hening. Mikail tertegun sejenak, kemudian menyadari arti kata-kata
Lana, dia langsung membaringkan kembali tubuhnya di
ranjang, sepenuh gairahnya.
"Bagus," bisiknya parau lalu membalikkan tubuh Lana dan
melumat bibirnya tanpa ampun, Gairahnya yang
menggelegak tidak ditahan-tahannya lagi, Mikail menyentuh
Lana di mana-mana, menikmati kepemilikannya atas tubuh
isterinya, menikmati betapa tubuh Lana yang lembut dan
hangat itu menggelenyar di setiap sentuhannya.
Payudara Lana tampak lebih berisi, mungkin karena
kehamilannya. Ketika akan menyentuhnya seperti biasanya,
Mikail tertegun dan menatap Lana,
"Apakah aku akan menyakitimu?"
Lana tersenyum meminta pengertian, "Sedikit nyeri di bagian
situ," desahnya. Mikail tidak mengatakan apa-apa, lelaki itu hanya mengecup
ujung payudaranya, lalu mamainkannya dengan lidahnya
lembut, tangannya menelusur ke bawah dan menyentuh
pusat kewanitaan Lana, menemukan bahwa Lana sudah siap
dan bergairah untuknya, Dengan menahan dirinya, Mikail menindih Lana dan
menyatukan tubuhnya, berusaha menahan diri supaya
berhati-hati, karena isterinya ini sedang hamil, Ya ampun!
Tubuh mereka menyatu, dan Mikail bergerak selembut yang
dia bisa. Tetapi gairah menyala-nyala di seluruh aliran
darahnya ketika akhirnya Lana mencapai orgasme,
membawanya juga terjun bebas dalam jurang kepuasan
yang dalam. *** Hubungan mereka membaik kembali meskipun sedikit kaku.
Dan semakin bertambahnya usia kehamilannya. Lana
menyadari bahwa dia menyayangi suaminya. Ya, Lana
menyadarinya ketika dia merindukan Mikail saat lelaki itu
tidak ada di sisinya. Astaga... merindukan Mikail Raveno
adalah hal terakhir yang ada di pikiran Lana, tetapi itu
memang terjadi. Sembilan bulan telah berlalu, sekarang perut Lana sudah
benar-benar buncit dan gerakannya lamban. Lana bahkan
sudah tidak bisa melihat lututnya sendiri karena terhalang
perutnya. Dengan lembut Lana mengusap perutnya, mungkin karena
anak ini, mungkin juga karena perubahan hormon. Lana tidak
tahu, yang pasti setiap dia ada di dekat Mikail, perasaannya
menjadi hangat. Oh, Mikail tidak berubah. Masih sama, begitu dingin, kaku,
dan menakutkan bagi para pegawai dan rekan-rekan
kerjanya, sekaligus begitu penuh kasih sayang di ranjang.
Gaya bercinta Mikail berubah sejak Lana hamil,, bahkan
ketika usia kehamilan Lana beranjak makin tua, lelaki itu
tidak menyentuh Lana lagi. Dia hanya mengusap lembut
rambut Lana sebelum tidur. Dan meskipun masih belum
kelihatan bisa menerima kehamilan Lana, setidaknya Mikail
terlihat mencoba berkompromi.
Benarkah Mikail sebenarnya mencemaskannya" Benarkah
Mikail sebenarnya tidak menganggapnya sebagai boneka
pengganti Natasha" Lana tidak tahu. Memikirkan itu semua
membuat dadanya terasa sesak. Teringat akan sikap Mikail
selama kehamilannya. Lelaki itu memang bersikap lembut
dan baik kepadanya, tetapi lelaki itu selalu berpura-pura
bahwa kehamilan Lana tidak ada.
Lana tahu Mikail seperti memperhatikannya. Pernah di suatu
siang, ketika Lana membawa buku-buku yang berat untuk
dibawa ke kamarnya, dari sekelebat matanya, Lana tahu
bahwa Mikail sudah akan berdiri untuk membantunya
mengangkat buku-buku itu, tetapi tertahan karena Norman
sudah membantunya duluan. Pernah juga Lana membaca
buku tentang kehamilan dan persalinan di ranjang, tetapi
Mikail bahkan tidak mau meliriknya dan berpura-pura tidur.
Lana juga teringat ketika usia kandungannya lima bulan,
Mikail pernah memeluknya dalam tidur, mereka bercumbu
siap bercinta, kemudian bayi itu menendang. Terasa
kencang hingga menohok ke perut Mikail. Mikail langsung
mundur, mengucapkan berbagai alasan dan beranjak pergi.
Sebegitu paranoidkah Mikail dengan kehamilannya"
Sebegitu takutkah Mikail dengan bayi ini" Bukankah
keberhasilan Lana mengandung bayi ini hingga usia
sembilan bulan tanpa permasalahan yang berarti sebenarnya
sudah bisa membuktikan kepada Mikail bahwa Lana adalah
calon ibu yang kuat dan sehat"
"Padahal kau tidak tahu apa-apa, Nak," Lana mengusap
perutnya dengan sayang, "Maafkan ayahmu yang konyol itu"
"Nyonya, ada yang ingin bertemu," Norman tiba-tiba muncul
di pintu, mengalihkan Lana dari lamunannya.
Serena muncul di belakang Norman, menggendong anak
kecil yang begitu tampan, mungkin baru berusia dua tahun.
Anak itu seperti malaikat dengan mata biru pucatnya yang
menyala-nyala, mata Damian,
"Aku dengar tanggal kelahiran pangeran kecil ini sudah
dekat, dua minggu lagi ya"," Serena masuk, meletakkan
Romeo dengan lembut di sofa dan memeluk Lana. Sejak
pernikahannya dengan Mikail, Lana bersahabat erat dengan
Serena, dan Mikail membiarkannya karena memang Serena
adalah satu-satunya teman Lana.
"Bagaimana kondisimu sayang"," mereka duduk di sofa,
berhadap-hadapan, mata Serena menatap ke perut Lana
yang terlihat membuncit, "Kau harus banyak istirahat dan
menjaga diri, awal-awal kehamilan adalah saat-saat yang
paling penting" Lana menganggukkan kepalanya dan tersenyum, "Semoga
anak ini kuat, aku hanya merasa pusing-pusing dan mual
setiap saat' Serena tertawa, "Aku juga merasakan hal yang sama ketika
mengandung Romeo, tapi di awal kehamilan bukan di akhir
kehamilan," dengan sayang dia melirik putera pertamanya
yang sekarang sudah melompat dari sofa dan asyik bermainmain
di karpet dengan balok-balok yang dibawanya dari
rumah, "Rahasianya ada pada teh mint dan biskuit asin,
makan itu setiap bangun pagi dan kau akan bisa mengatasi
morning sickmu" "Terima kasih Serena," Lana menyentuh lengan Serena,


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar-benar tulus dengan ucapannya. Berhari-hari
dilewatkannya bersama Mikail yang selalu bersikap bahwa
bayi itu tak pernah ada di perut Lana, kini rasanya begitu
menyenangkan bisa bercakap-cakap berbagi keluhannya
dengan teman yang mengerti dirinya.
Serena menatap Lana prihatin, "Bagaimana dengan Mikail","
Serena tahu kisah tentang Natasha tentu saja.
Lana mendesah, "Dia bersikap seolah-olah anak ini tidak ada.... Dan dia...
tidak pernah sekalipun mengatakan bahwa dia menyayangi
aku.. aku jadi tidak yakin apakah aku hanya pengganti
Natasha atau.." "Lana....," Serena menyela dengan lembut, "Kadang-kadang
ada laki-laki yang tidak bisa mengungkapkan cinta dengan
kata-kata. Kau sendiri, pernahkah kau mengungkapkan cinta
kepada Mikail" "Tidak mungkin! Dia akan menggilasku begitu saja kalau aku
mengatakannya," pipi Lana merah padam.
Serena tersenyum, "Dan apakah kau mencintai suamimu,
Lana"' "Aku tidak tahu," Lana memegang pipinya yang mulai terasa
panas, "Perasaanku berubah,,,, dulu aku begitu
membencinya, tetapi kemudian aku dihadapkan pada
kenyataan demi kenyataan, bahwa dia bukan seperti yang
aku kira... Lalu aku memandangnya dengan lebih baik...
sekarang bahkan aku merindukannya ketika dia tidak ada,
apakah itu cinta, Serena"'
Senyum Serena melembut, "Aku pernah ada di posisi di saat
aku bertanya-tanya tentang perasaanku, rasanya memang
membingungkan Lana. Kuharap kau menyadari perasaanmu
terlebih dahulu sebelum kau meminta Mikail menjelaskan
perasaannya". Lana menganggukkan kepalanya, kemudian serangan kram
itu datang. Hanya sekejap seperti hantaman yang begitu
keras. Ketika Lana menggerakkan tubuhnya, hantaman itu
terasa lagi. Lebih keras dan menyakitkan. Lalu dia
merasakan basah, basah yang aneh.
Dia mendengar suara Serena yang terkesiap, dan mengikuti
arah pandangan Serena, ke tengah pahanya..... di sana,
merembes darah yang banyak menembus pakaiannya.
Wajahnya pucat pasi, apakah bayinya akan lahir lebih cepat
dari tanggal perkiraan" Tetapi setahu Lana proses kelahiran
bayi tidaklah seperti ini, biasanya didahului dengan air
ketuban yang pecah atau keluarnya darah...tapi bukan
pendarahan seperti ini. Ketika merasakan hantaman rasa sakit yang terus menerus
memukulnya, Lana mengernyitkan matanya, darah itu terus
mengucur, terus, dan terus hingga membasahi roknya. Ada
sesuatu yang salah di sini!
"Oh Tuhan, Lana, aku harus memanggil ambulance..."
Norman langsung datang dengan sigap, begitu pula para
pelayan, tetapi ketika kesakitan yang begitu kuat
menghantamnya untuk kesekian kalinya, Lana tidak kuat.
Kegelapan langsung menelannya, membuatnya tak sadarkan
diri. *** Ketika Mikail menerima telepon itu, dia sedang berada
ditengah meeting penting. Dia langsung melupakan
semuanya dan meluncur secepat dia bisa ke rumah sakit
tempat Lana katanya dibawa.
Terengah Mikail berlari ke ruang gawat darurat dan hampir
bertabrakan dengan Norman.
Napas Mikail terengah dan menatap Norman yang tampak
pucat dan cemas, Mikail melihat darah. Darah di lengan dan
baju Norman yang kebetulan berwarna putih,
"Kenapa ada darah di bajumu," suara Mikail bergetar,
menahan perasaan cemas yang mulai menggelegak.
"Nyonya... nyonya pendarahan.. saya menggendongnya..."
Pendarahan?" Kenapa ada darah" Mau tak mau ingatan
Mikail melayang ke masa bertahun-tahun lalu ketika Natasha
mengalami keguguran, pendarahan yang sama, kesakitan
yang sama. "Di mana Lana?"!"
"Dokter masih menanganinya Tuan"
"Mikail," suara Serena yang lembut mengalihkannya, "Kondisi
Lana kritis, dokter bilang ada yang salah dengan posisi
plasentanya, yang mengakibatkan pendarahan. Mereka
sedang berusaha mengeluarkan bayinya"
"Bagaimana dengan Lana"," suara Mikail bagaikan erangan
menahan siksaan, "Lana tidak sadarkan diri sejak dibawa ke ambulance, Mikail,"
Serena memandang Mikail cemas, "Mereka sedang
berusaha di dalam sana," Serena menoleh pada ruang
operasi di sudut dengan lampu merah yang menyala di
atasnya, "Yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa"
Berdoa" Mikail sudah lama tidak berdoa, dia pernah berdoa
sebelumnya. Jiwanya yang kelam ini dulunya putih bersih.
Percaya bahwa yang namanya Tuhan itu ada dan selalu
tersedia untuk menolongnya. Tetapi Tuhan ternyata tidak ada
ketika Natasha yang dulu dicintainya meregang nyawa.
Tuhan tidak ada. Itulah yang dipercaya Mikail setelah
menguburkan Natasha, sekaligus menguburkan seluruh
kepercayaan yang dulunya pernah di pegangnya.
Mikail membuang hatinya, menjadi manusia berjiwa kelam
yang jahat, dan kemudian lama kelamaan wataknya berubah
menjadi kejam. Tidak ada yang bisa menyentuh belas
kasihan Mikail, tidak ada lagi.
Sampai ayah Lana datang dan menunjukkan foto anaknya
untuk ditawarkan padanya. Mikail menyadari kemiripan itu,
meskipun penampilan Lana di foto berbeda dengan Natasha,
dengan kacamata tebal dan potongan rambut kunonya.
Mikail tidak menampik, ketika membuat perjanjian
pernikahan di usia Lana yang ke dua puluh lima itu murni
karena ingin menjadikan Lana sebagai pengganti Natasha.
Tetapi kemudian entah kenapa Mikail jatuh cinta kepada
Lana, entah sejak kapan Mikail tidak tahu. Mungkin sejak dia
selalu menerima foto-foto hasil pengintaian dari Norman
yang membuatnya sadar bahwa Lana telah berkembang
menjadi perempuan yang mandiri. Mungkin setelah
percintaan yang dahsyat di malam pertama itu, atau mungkin
juga setelah perkawinan mereka, Mikail tidak tahu. Yang dia
tahu pasti, Lana tersimpan di hatinya. Hati yang dulu sudah
dia buang, Ternyata selama ini hatinya masih ada di sana,
menunggu untuk diisi kembali.
Dan sekarang, isteri dan anaknya sedang meregang nyawa
di ruang operasi. Dan yang bisa Mikail lakukan hanyalah
menunggu di sini seperti orang bodoh.
Isteri dan anaknya astaga! Bahkan Mikail selalu menutup
mata, berpura-pura bahwa dia tidak mengakui keberadaan
anak itu, selalu mengalihkan mata ketika menatap perut Lana
yang semakin dan semakin membuncit setiap harinya. Lana
berjuang sendirian selama masa-masa kehamilannya.
Sangat jauh dari yang dilakukannya ketika Natasha
mengandung, dia merawatnya, dia menjaganya di setiap
langkahnya. Memastikan Natasha sehat dan bahagia di
setiap detiknya. Dan sekarang, kepada Lana, isterinya, yang
sesungguhnya sangat dicintainya, Mikail telah berbuat luar
biasa jahat. Bagaimana jika nanti tidak ada kesempatan
untuk memperbaiki kesalahannya" Tuhan... jika dia benar
benar ada, Mikail rela berdoa di setiap detiknya demi
keselamatan Lana. "Kalau Lana tidak dapat diselamatkan...," Suara Mikail
tertelan di tenggorokannya, "Aku belum pernah bilang kalau
aku mencintainya" Norman menundukkan kepalanya, tidak tahu bagaimana
caranya menghibur tuannya yang sedang cemas. Sementara
Serena diam-diam menyusut air matanya. Jadi lelaki ini, yang
katanya begitu kejam dan jahat, ternyata mencintai isterinya.
Ternyata mencintai Lana. Dengan sepenuh hatinya Serena
berdoa, Kau harus hidup Lana, suamimu di sini, mencemaskanmu.
Dia kelihatan sangat menderita, dulu dia jahat dan kejam
dengan hati yang hitam, tetapi kau telah sedikit demi sedikit
mengangkatnya ke dalam cahaya. Dan kalau kau
meninggalkannya, mungkin dia akan terpuruk lagi, jatuh ke
dalam jurang yang lebih kelam
*** BAB 17 Entah berapa jam proses operasi yang menyiksa itu dan
Mikail duduk di sana dengan seluruh tubuh menegang dan
tersiksa. Norman masih menungguinya di sana, sementara
Serena sudah berpamitan, karena puteranya
membutuhkannya. Serena bilang akan kembali besok pagi.
Lalu terdengar tangis bayi. Tangis bayi yang sangat kuat dan
keras, seakan memompa seluruh udara yang ada ke dalam
paru-parunya. Mikail terkesiap dan saling berpandangan dengan Norman,
tubuhnya makin menegang. Apakah itu suara anaknya"
Tiba-tiba lampu menyala hijau, dan seorang perawat keluar,
memanggilnya, "Tuan Mikail Raveno"
Mikail diajak masuk ke ruangan dalam di bagian ruang
persiapan operasi, yang menjadi pembatas antara ruang
tunggu dengan ruang operasi,
"Ini Putera anda Tuan Mikail, kami menunjukkannya sebelum
dia dibawa ke kamar bayi"
Bayi itu menangis begitu keras, seolah-olah memprotes
kenapa dia direnggut dari kehangatan yang nyaman di perut
ibundanya ke dunia yang penuh marabahaya ini.
Mikail mengamati bayi itu dengan takjub, mahluk kecil tak
berdaya itu, yang selama ini tumbuh di perut Lana, darah
dagingnya, yang tumbuh dari percintaannya dengan Lana.
Makhluk itu begitu tak berdaya, dan ingatan bahwa Mikail
memusuhinya dulu terasa begitu konyol.
Anak laki-laki ini anaknya. Buah cintanya dengan Lana.
Perawat itu menunjukkan alat kelamin bayi itu, anak laki-laki
yang sehat. Dan wajahnya itu, yang bahkan sudah
menunjukkan kemiripannya dengan seluruh keturunan
Raveno, lalu membawa sang bayi ke ruangan khusus.
Sejenak Mikail masih tertegun di sana, lalu teringat kepada
Lana... Lana.. bagaimana isterinya"
"Suster," Mikail memanggil suster itu, berusaha agar tidak
terdengar panik, "Bagaimana dengan isteri saya?"
Suster itu melirik ke ruang operasi, "Masih belum sadar tuan,
kondisinya cukup stabil meskipun kita tidak tahu apa yang
akan terjadi waktu-waktu mendatang, Anda bisa
menengoknya nanti ketika dia sudah dipindah dari ruangan
operasi ke ruangan iccu". Lalu suster itu pergi
meninggalkannya, memaksanya menunggu ke dalam
ketidakpastian yang menyiksa lagi.
Kalau dulu, Mikail pasti akan membentak, memaksa,
menggunakan cara kasar agar bisa dituruti kemauannya. Dia
ingin melihat Lana segera! Kenapa para dokter tidak becus
itu begitu lama menanganinya?""
Tetapi Mikail menahan dirinya. Tidak. Mereka sedang
menyelamatkan Lana. Dia tidak boleh mengganggu mereka,
karena nyawa Lana taruhannya.
*** Ruangan iccu itu sepi, hanya ada Lana dan suara detak
jantungnya yang dimonitor. Lana masih belum sadarkan diri,
dan menurut penjelasan dokter tadi, kondisinya masih belum
lepas dari kritis. Mikail duduk di sana, di samping ranjang Lana, mengamati
wajah Lana yang terbaring pucat pasi. Dia pernah mengalami
ini sebelumnya dan ternyata Natasha tidak pernah terbangun
lagi. Akanlah Lana melakukan hal yang sama pada dirinya"
"Kau tidak boleh meninggalkanku Lana," Mikail menggeram
parau, "Kau tidak boleh meninggalkanmu sebelum aku
mengizinkanmu, putera kita menunggu di sana, ingin disusui
jadi kau harus bangun dan menyusuinya, membantunya
tumbuh menjadi anak yang sehat..yang..," suara Mikail
tertelan, menyadari bahwa dia sudah berkata-kata terlalu
banyak. Mikail lalu menyentuh jemari Lana dan menggenggamnya,
"Maafkan aku," bisiknya parau, "Maafkan aku karena selalu
memaksamu, menyakitimu, bahkan ketika kau mengandung
anakku, aku tidak pernah memperhatikanmu seperti
seharusnya," Dengan lembut Mikail mengecup jemari Lana,
"Bangunlah sayang, dan akan kutebus semua kesalahanku"
Hening, Hanya suara monitor jantung yang terdengar teratur
di ruangan itu, Mikail menggenggam jemari Lana makin erat,
"Bangun sayang, apakah kau akan tega meninggalkanku dan
putera kita" Kau bahkan belum memberinya nama, akan aku
panggil apa dia?" Mata Mikail terasa panas membakar. Dia tidak pernah
menangis sebelumnya, tetapi kediaman Lana yang begitu
berbeda dengan kesehariannya yang berapi-api
membuatnya merasakan aliran dingin merayapi benaknya.
Ketika kemudian panas membakar itu berubah menjadi
tetesan hangat yang mengalir di sudut matanya, suara Mikail
berubah serak, "Aku mencintaimu Lana, isteriku. Dan aku bersumpah akan
mengabdikan seluruh kehidupanku kepadamu jika kau mau
bangun dari tidur pulasmu yang menakutkan ini"
Air mata Mikail menetes di jemari Lana. Dan kemudian jemari
itu bergerak, membuat Mikail terpaku. Jemari itu bergerak
lagi, samar. Dan kemudian gerakannya lebih mantap.
Bersamaan dengan itu, bulu mata Lana bergerak-gerak,
membuat Mikail menunggu dengan cemas. Lalu setelah
penantian yang sepertinya terasa seumur hidupnya, mata
Lana terbuka langsung menatap mata Mikail yang basah,
"Kenapa.... Kau...menangis,,,?"
Mikail langsung memasang muka sedatar mungkin meskipun
perasaannya meluap-luap, "Mataku kemasukan debu"
"Oh," Lana memejamkan mata lagi, sepertinya percakapan
itu membuatnya lelah, "Anakku?"
"Dia laki-laki kecil yang sehat dan sempurna, tangisannya
sangat keras membuat para suster harus menutup telinga
dengan kapas ketika mengurusnya"


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lana tersenyum, dan mencoba membuka matanya lagi,
"Namanya ..." "Apa Lana?" "Aku mempersiapkan namanya...," suara Lana melemah,
"A.....Angel" "Angel"," Mikail mengerutkan keningnya, dari sekian banyak
nama, kenapa Lana memilih nama Angel"
Lana tersenyum lemah, "Dia... putera... dari seorang ... malaikat"
Aku iblis yang jahat! Bukan malaikat! Batin Mikail berteriak
keras membantah. Setelah semua yang dia lakukan kepada
Lana, perempuan itu masih menganggapnya sebagai
malaikat" "Men...cin...."
"Apa Lana"," Mikail berusaha mendekatkan telinganya ke
bibir Lana karena suara Lana semakin lemah,
"Mencintaimu....Mikail." Lalu Lana kembali tak sadar,
meninggalkan Mikail kembali dalam tidur lelapnya.
Air mata mengalir lagi di mata Mikail, mata seorang iblis yang
telah disentuh oleh sang malaikat. Lana salah, dia bukanlah
malaikat. Lana adalah malaikatnya. Dan pernyataan cinta
Lana membuat dada Mikail terasa sesak. Sesak oleh
perasaan meluap-luap yang tak pernah terungkapkan
sebelumnya. *** Kondisi Lana membaik seiring berjalannya hari, bahkan pagi
ini dia sudah diperbolehkan menyusui Angel, untuk pertama
kalinya. Lana menerima bayi itu di pelukan lengannya degan takjub.
Bayinya, puteranya, yang selama ini bertumbuh di perutnya
dan dikandung olehnya. Sekarang ada di dunia nyata,
dengan rambut tebal cokelatnya dan mata cokelat milik
ayahnya, yang sekarang sedang penuh air mata. Ya, Angel
sedang menangis keras-keras sekarang.
"Dia lapar," suster Ana terkekeh geli dan membantu Lana
setengah duduk, Lana membuka gaun pasiennya dan
mendekatkan payudaranya, Secara otomatis Angel langsung
mencari dan melahap putting itu. Lalu menghisapnya dengan
begitu rakus. Lana takjub merasakan bahwa puteranya
berbagi makanan dengan dirinya, bahwa tubuhnyalah yang
memberikan makanan untuk puteranya.
"Dia sepertinya sangat lapar," suara itu berasal dari ambang
pintu dan Lana menoleh. Mendapati Mikail berdiri di sana.
Hari ini jam sembilan pagi, dan Mikail sepertinya belum
pernah pulang dari rumah sakit, lelaki itu tampak lelah.
Mikail berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang, matanya
tak lepas dari puteranya yang menyusu. Puteranya sedang
menyusu di tubuh isterinya. Sungguh pemandangan yang
luar biasa indahnya. "Kau tampak lelah", Lana menatap Mikail lembut.
Lelaki itu mengalihkan pandangan dari puteranya ke mata
Lana, menatap Lana dengan mata beningnya yang berwarna
cokelat, "Aku belum pulang, Norman membawakanku baju ganti dan
aku mandi serta bercukur di sini, di lantai atas aku punya
kamar sendiri" Lana baru sadar bahwa ini rumah sakit yang sama
tempatnya dirawat setelah kecelakaan dan kemudian diculik
oleh psikopat kejam itu. Ini adalah rumah sakit milik Mikail,
"Yah ini rumah sakit yang sama," Mikail tersenyum meminta
maaf, "Tetapi kali ini tidak ada lagi penjagaan di depan, aku
sibuk mengurusmu sampai aku tidak sempat mencari
musuh". Lana tersenyum mendengarnya. Tepat ketika Angel
melepaskan putingnya dan tertidur lelap dengan pipi
montoknya masih menempel di payudara ibunya.
Diperbaikinya posisi tidur Angel sehingga nyaman, dan MIkail
mengikuti semua itu dengan pandangannya.
"Kau mungkin bisa pulang dan beristirahat Mikail"
Mikail mengangkat bahu, "Aku akan pulang untuk beberapa
urusan, mungkin beberapa jam, lalu aku akan kembali,"
dengan canggung Mikail berdiri, sejenak hanya menatap
lama, lalu mengangguk dan melangkah pergi.
Seorang suster masuk dan berpapasan dengan Mikail di
pintu, dia bertugas mengambil Angel dan membawanya ke
kamar bayi. "Sungguh Anda isteri yang beruntung memiliki suami sebaik
itu," suster itu tersenyum menatap punggung Mikail yang
hilang di balik pintu. "Dan seorang MIkail Raveno pula, Anda
sungguh beruntung dicintai seperti itu"
Lana mengernyit, menyerahkan Angel untuk digendong sang
suster dengan hati-hati. "Beruntung" Apakah maksud suster itu dia beruntung karena
memiliki suami seperti Mikail Raveno"
"Oh Anda tidak tahu ya"," suster itu meletakkan Angel
dengan lembut di kereta kaca khusus bayi yang dibawanya,
"Tuan Mikail sangat setia menunggui ketika Anda tak
sadarkan diri hampir 2 hari lamanya. Dia selalu ada di sana
tak pernah meninggalkan Anda. Kondisi Anda saat itu masih
belum pasti, kadang Anda tersadar dan menceracau. Lalu
tak sadarkan diri lagi, kadang kondisi Anda sangat drop
sehingga kami harus menangani Anda secara intensif, dan
tuan Mikail menuntut untuk ada di sini, setiap detiknya
mendampingi Anda. Ketika kondisi Anda stabil, dia ada di
sebelah ranjang Anda, mengajak Anda berbicara dan
menggenggam tangan Anda. Sepertinya semua
penantiannya tidak sia-sia karena akhirnya Anda bangun dan
membaik," suster itu tersenyum memuji, "Sungguh suatu
anugerah yang tak terkira, bisa memiliki suami sebaik itu"
Lalu dengan mendorong kereta bayi suster itu pergi
meninggalkan Lana yang masih termenung di atas ranjang.
Benarkah Mikail, Mikailnya yang sombong, arogan, dan
pemarah itu melakukan semua yang dikatakan oleh sister
itu" Benarkah Mikail mencemaskannya sampai sedemikian"
Rasanya tidak bisa dipercaya....
*** Lana sudah boleh pulang bersama Angel, dan Mikail
menjemputnya tepat waktu. Lelaki itu tidak berubah, tetap
begitu dingin hingga Lana berpikir jangan-jangan yang
dikatakan suster waktu itu hanyalah kebohongan atau
khayalan semata. Mikail duduk di sebelah Lana dalam mobil
itu diam dan menatap ke jendela, tampak menjaga jarak,
"Kau.. eh, sudah baikan," Akhirnya Mikail memecah
keheningan, menatap ringan pada Angel yang tertidur di
pelukan Lana, dan tatapannya melembut, "Dia sepertinya
sangat sehat" "Dia menyusu dengan kuat," Lana tersenyum dan mengecup
dahi Angel dengan sayang. Semula Lana merasa sedikit
takut atas reaksi Mikail kepada Angel. Lelaki itu membenci
Angel dengan alasannya ketika dia di dalam kandungan
Lana, apakah lelaki itu akan membenci Angel ketika dia
sudah lahir ke dunia ini"
Sepertinya Mikail menyayangi Angel, meski tidak
ditunjukkannya dengan kata-kata. Lana sering menangkap
tatapan penuh kelembutan yang dilemparkan Mikail kepada
Angel. Oh ya, Lana mengerti, seorang Mikail mungkin tidak
bisa lepas dalam menunjukkan kasih sayangnya kepada
anak kecil, tetapi Angel telah mencuri hati Mikail dan Lana
mensyukuri itu. Mereka sampai di rumah, dan dengan takjub
Lana menyadari bahwa kamar bayi sudah disiapkan. Kamar
itu terletak di kamar kecil yang memiliki pintu penghubung
dengan kamar mereka sehingga Lana bisa dengan mudah
mendatangi Angel ketika putera mereka membutuhkannya.
Dengan lembut, Lana meletakkan Angel yang tertidur pulas
di boks bayi barunya. Bayi itu sangat pandai, tidak rewel, dan
mudah menyesuaikan diri dengan perubahan suasana di
tempat barunya. Mikail berdiri di ambang pintu penghubung
dan mengamati Lana, kemudian membalikkan badannya
hendak pergi, "Mikail," Lelaki itu langsung menghentikan langkahnya dan menatap
Lana, "Ada apa?" "Apakah... apakah setelah sekarang kita mempunyai putera,
kau masih menganggapku sebagai pengganti Natasha"."
Lana harus bertanya, dia tak tahan lagi memendamnya.
Sekarang mereka sudah mempunyai seorang putera dan
Lana tidak mampu hidup dalam ketidakpastian semacam ini.
Anaknya harus tumbuh di keluarga yang saling mencintai,
dan ketiika Mikail tidak bisa memberikannya. Maka Lana
akan pergi, "Apa"," ada nyala di mata Mikail dan itu seharusnya sudah
bisa menjadi tanda peringatan buat Lana, tetapi dia tidak
mau mundur, dan dia tidak bisa.
"Kau selama ini selalu menganggapku sebagai pengganti
Natasha. Sekarang kita mempunyai Angel, aku hanya ingin
menunjukkan sikapku. Aku tak mau menjadi pengganti
seseorang, jadi mungkin aku akan pergi bersama Angel"
Wajah Mikail mengeras. "Kau pikir apa yang sedang kau
katakan?" "Aku sudah mempelajari surat perjanjian itu, dalam surat itu
dikatakan bahwa aku harus menikahimu di usiaku yang ke
dua puluh lima tahun, tidak dituliskan klausul apabila kita
berpisah... saat ini aku ingin berpisah"
Kau bilang waktu itu kau mencintaiku! Mikail ingin
meneriakkan kata-kata itu di depan Lana, dia begitu marah
hingga jemarinya mengepal,
"Berani-beraninya kau mengajukan perpisahan kepadaku"
Tidak pernah ada seorangpun yang bisa meninggalkan Mikail
Raveno!" *** BAB 18 Wajah Lana tampak sedih sekaligus kuat membalas tatapan
Mikail yang membara. "Aku tidak bisa hidup hanya sebagai boneka pengganti
seseorang. Aku juga punya kepribadian sendiri dan aku
lelah" Kemarahan Mikail yang semula menggelegak langsung surut
mendengar perkataan Lana. Kenapa Mikail tidak
menyadarinya" Yang diinginkan Lana hanyalah pengakuan
bahwa dia bukanlah pengganti Natasha. Hanya itu. Dan
Mikail bodoh karena selama ini tidak menyadarinya. Baiklah,
jika memang itu yang diinginkan Lana, dia akan
memberikannya,,, "Ikut aku," Mikail mengambil tangan Lana dan membawanya
keluar kamar, dia setengah menyeret Lana yang
kebingungan menuruni tangga, langsung menuju sayap
kebun mawar itu. Sayap rumah di mana lukisan Natasha
terpasang rapi di balik pintu bernuansa emas.
Para pelayan tampak mengintip mendengar keributan itu,
bahkan Norman juga muncul dari depan dengan waspada.
Tetapi kemudian langsung mundur ketika menyadari bahwa
Mikail membawa Lana ke sayap rumah itu.
Mikail berhenti menyeret Lana ketika mereka berada di pintu
kamar emas itu, "Kau ingin jawaban bukan"," Mikail melangkah masuk dan
kemudian keluar lagi sambil membawa lukisan Natasha yang
semula tergantung di dinding. Lalu melangkah dengan
langkah berderap marah meninggalkan Lana.
Dengan segera Lana mengikutinya, ingin tahu apa yang akan
dilakukan Mikail kepada lukisan itu. Mikail melangkah ke
halaman belakang, membanting lukisan itu di tanah, dan
ketika Lana menyadari apa yang akan dilakukan oleh Mikail,
semuanya sudah terlambat,
"Jangan!!!" Terlambat. Mikail sudah melempar api ke lukisan itu, dan
dalam sejejam api itu sudah membakar kanvasnya yang
rapuh. Seluruh lukisan Natasha yang sedang hamil muda
dan tersenyum itu habis menjadi arang tipis yang kehitaman
dilalap oleh api yang begitu ganas. Lana berdiri terpaku
menatap sisa pembakaran itu dan menoleh menatap Mikail
dengan bingung, "Kenapa kau melakukannya?"
"Karena," Mikail tiba-tiba meraih Lana dan merenggutnya ke
dalam pelukannya. Ciumannya kasar sekaligus mendamba,
penuh gairah. Bibir Mikail melahap bibir Lana seolah-olah
akan mati kalau tidak mencecapnya. Lidahnya menjelajah
dengan bergairah, mencicipi seluruh rasa manis Lana yang
sudah lama tidak dicecapnya. Mikail memuaskan
kerinduannya, amarahnya, dan rasa frustrasinya dalam
ciuman itu. Sebuah ciuman menggelora yang hanya
dilakukan oleh pasangan yang luar biasa merindu.
Ketika Mikail melepaskan ciumannya yang membara itu,
tubuh Lana lemas hingga MIkail harus menopangnya.
Dengan gerakan tegas, lelaki itu mengangkat dagu Lana dan
menghadapkan ke arahnya. "Karena Nyonya Lana Raveno, aku mencintaimu, Sungguh
mencintaimu, sebagai Lana yang menjengkelkan dan keras
kepala yang selalu menentangku," Mikail melumat bibir Lana
yang menganga takjub dengan penuh gairah.
"Kau tersimpan di hatiku," dengan lembut Mikail membawa
tangan Lana ke dadanya, "Hati ini dulu sudah kubuang jauhjauh
ke dasar, tapi kau membawanya ke permukaan lagi dan
meletakkan dirimu di sana. Aku tidak bisa mengeluarkanmu
dari sana setelahnya," Mikail menatap lukisan yang sudah
terbakar habis itu, "Aku pernah mencintai Natasha
sebelumnya. Tetapi sekarang, dia hanyalah kenangan yang
harus kuhormati. Hanya itu. Cintaku kepadanya sudah pergi
pelan-pelan seiring berjalannya waktu, dan kutegaskan
padamu Nyonya Lana Raveno, aku memperisterimu bukan
karena kau harus menggantikan siapapun, aku
memperisterimu karena aku mencintaimu, dan ternyata kita
sangat cocok di ranjang merupakan bonus"
"Mikail" pipi Lana memerah, berusaha menahan Mikail
mengucapkan kata-kata vulgar yang lebih parah. Mereka ada
di ruang terbuka dan Lana tahu para pelayan yang terkejut
dengan kehebohan itu sedang berkumpul di sudut-sudut,
berusaha menguping dan mencari tahu apa yang
sebenarnya terjadi. Mikail menghentikan ucapannya dan menyadari bahwa
banyak yang mengintip mereka dengan diam-diam, tetapi dia


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak peduli lagi. "Sekarang Nyonya Lana Raveno, waktumu untuk
menjawab!," Mikail berdiri di situ menatap Lana dengan
tatapan arogannya, sejenak memunculkan dorongan hati
Lana untuk melawannya. Rupanya Mikail menyadari niat Lana entah dari ekspresi
wajahnya, atau mungkin dari kilatan matanya,
"Dan jangan mencoba membantah," Gumam Mikail
sombong, "Aku tahu kau juga mencintaiku"
Lana merasa pipinya memerah, panas sampai ke telingatelinganya.
"Darimana kau berkesimpulan seperti itu?"
"Aku mendengar pengakuan itu langsung dari bibirmu," Mikail
tersenyum puas menatap Lana yang kebingungan, "Ketika
kau terbaring koma, kau berkali-kali mengigau dan
mengucapkan 'aku mencintaimu Mikail' berulang-ulang
dengan kerasnya hingga semua dokter dan suster
mendengarnya". Sebenarnya Lana hanya mengucapkan satu kali, dan hanya
Mikail yang mendengarnya, tetapi sungguh memuaskan
melihat wajah Lana yang makin memerah karena malu ketika
mendengar kata-katanya. "A... aku tidak mungkin mengucapkan itu... mana buktinya?"
Mikail bersedekap, menatap Lana dengan puas, "Para dokter
dan perawat bisa menjadi saksi," dia mulai merasa geli
melihat ekspresi Lana yang tampak amat malu.
"Mungkin... mungkin itu akibat pengaruh obat," Lana
berusaha menghindari tatapan Mikail, merasa amat sangat
malu. Benarkah dia meneriakkan kata-kata cinta kepada
Mikail ketika dia sedang tidak sadar" Astaga alangkah
malunya dia, dia tidak mau ke rumah sakit itu lagi.
Mikail terkekeh melihat ekspresi Lana yang berubah-ubah,
dengan lembut dirangkumnya wajah Lana di kedua
tangannya, "Lana, kau sungguh keras kepala. Di sini aku, seorang Mikail
Raveno menyatakan cintanya kepadamu, dan kau bahkan
masih menyangkal perasaanmu kepadaku," tawa di mata
Mikail menghilang dan berubah menjadi sensual. Bibirnya
mendekat ke bibir Lana dan mengecupnya dengan kecupan
yang panas dan menggoda, "Katakan kau mencntaiku".
Lana mengerang dalam hati merasakan ciuman itu, Mikail
curang telah memanfaatkan pesona tubuhnya untuk
memaksa Lana mengakui perasaannya. Bibir Mikail
mengecupnya dengan kecupan-kecupan kecil menggoda di
sekitar bibrinya, membuat Lana ingin meminta lebih banyak
lagi. "Katakan Lana," bibir Mikail menggoda Lana lagi, lelaki itu
sudah sangat mengenal Lana dan mengetahui kelemahan
Lana, ketika Mikail mengigit bibirnya lembut dan
melepaskannya. Lana setengah menjerit, setengah
mengerang, "Ya!!" , seru Lana hampir berteriak, marah karena didesak,
"Aku mencintaimu Mikail!!"
Mikail langsung melumat bibir Lana, memuaskan gairahnya
dan mencium Lana lagi, dan lagi tanpa ampun.
Para pelayan hanya menatap takjub kepada tuan dan
nyonyanya yang berciuman dengan mesra di taman, dan
Norman yang mengamati sedari tadi tersenyum samar, lalu
membalikkan badan memasuki rumah dengan perasaan
lega. Lega karena tuannya, Mikail Raveno, akhirnya
menemukan cahaya yang membawanya kembali kepada
kebahagiaan. *** Pesta itu berlangsung elegan, sebuah jamuan makan malam
yang diadakan Mikail bersama rekan-rekan bisnisnya, untuk
keberhasilan proyek mereka yang terbaru.
Lana ada di sana bersama Serena dan isteri-isteri
pengusaha lainnya, mengamati Mikail yang ada di seberang
ruangan, sedang mengobrol dengan rekan-rekannya.
Jantung Lana berdegup kencang. Dia sudah menghitung di
kalendernya. Malam ini dia sudah bebas. Dan memang
kondisi tubuhnya sudah membaik sejak hampir dua bulan
melahirkan. Dan Mikail masih belum tahu itu.
Mikail sendiri merasakan Lana sedang mengamatinya, dan
gairahnya naik, gelenyar ketegangan seksual telah
menggeletar di antara mereka mengingat telah lama mereka
tidak bercinta. Mikail menunggu dengan sabar dan menahan
diri, meskipun lama-lama hal itu membuatnya sedikit
frustrasi, dorongan untuk memeluk Lana, merasakan Lana
menyerah di dalam pelukannya sangat kuat. Mereka belum
pernah bercinta sejak pernyataan cinta yang hebat itu, dan
Mikail terobsesi, ingin menunjukkan kepada Lana, betapa
hebatnya sebuah percintaan jika kedua pasangan telah
terbuka untuk saling mencintai.
"Mikail," suara Damian menggugah Mikail dari lamunannya,
dia menoleh dan mendapati Damian sedang bersama
dengan seorang lelaki. "Aku ingin memperkenalkan salah satu rekan bisnisku, kami
mengembangkan kerja sama di bidang properti," Damian
mengedikkan bahunya, dan menyebut nama sebuah
perusahaan yang cukup terkenal karena maju pesat dalam
waktu singkat. Gosipnya karena pemiliknya adalah
seseorang yang jenius, "Dia pemilik perusahaan itu," jelas
Damian tenang, "Kenalkan Mikail Raveno, ini Rafael
Alexander." Mikail menjabat tangan yang kuat itu dan menatap mata
Rafael dalam-dalam. Lelaki yang kuat jiwanya, batinnya.
"Semoga ke depannya kita bisa bekerjasama," Rafael
menggumam dengan suaranya yang tenang, lalu
mengangguk untuk berpamitan karena ada urusan lain.
Damian dan Mikail menatap kepergian Rafael,
"Dia si jenius yang membuat perusahaan luar biasa itu?"
Damian tersenyum, "Kenapa" Tidak sesuai bayanganmu","
Entah sejak kapan Mikail dan Damian berteman. Mungkin
karena kedekatan isteri-isteri mereka.
"Sama sekali tidak sesuai bayanganku. Aku membayangkan
seorang laki-laki aneh yang serius dengan penampilan tak
kalah serius, Rafael terlalu tampan untuk menjadi seorang
jenius yang menghebohkan"
Kali ini Damian terkekeh mendengar kata-kata Mikail, "Dia
memang tampan, tapi dia tak pernah punya reputasi sebagai
playboy, seperti kita sebelum menikah ", Damian melirik
Mikail dengan tatapan menyindir.
Mikail tersenyum miring, "Mungkin agar tidak merusak
reputasi jeniusnya," sahut Mikail, "Kurasa aku akan
menyukainya kalau ada kesempatan mengenalnya"
Damian tersenyum lagi, "Yah kau akan lebih sering bertemu
dengannya nanti, kami sudah bersahabat sejak lama. Dia
sudah menjadi patner bisnis resmiku sejak sebulan yang
lalu," Damian melirik jam tangannya, "Sudah malam, kami
harus segera berpamitan. Terima kasih atas pesta yang luar
biasa ini" *** Tamu terakhir sudah pulang dan para pelayan mulai
membersihkan seluruh rumah supaya esok hari seluruh
bagian rumah sudah bersih dan sempurna.,
Lana sedang duduk di depan meja rias setelah mencuci
muka, Dia mengganti bajunya dengan gaun tidur. Saat itulah
Mikail masuk, tampak begitu tampan dan mempesona,
dengan kemeja putih yang sudah dibuka dua kancingnya.
"Hmmmm," aromamu sangat menyenangkan," Mikail
memeluk Lana dari belakang dan menempelkan bibirnya ke
leher Lana, mengecupnya lembut.
Lana tersenyum menatap rambut coklat Mikail yang terpantul
di cermin sementara lelaki itu mencumbu lehernya.
Kehidupan pernikahan mereka luar biasa baiknya setelah
pernyataan cinta itu. Semua salah paham sudah dilepaskan,
Mikail berhasil meyakinkan Lana bahwa di satu titik tertentu
dia sudah jatuh cinta kepada Lana tanpa dia menyadarinya,
Lana percaya karena dia pun merasakan hal yang sama,
Tidak ada yang tahu kapan cinta itu muncul, Sungguh tak
terduga, Lana tidak menyangka akan jatuh cinta dan
berbahagia menjadi seorang isteri dari lelaki yang bahkan di
pertemuan pertama mereka menyekapnya di dalam bagasi,
melemparnya dari balkon, menculik dan menahannya di
rumahnya dan menghujaninya dengan berbagai arogansi
yang tidak terkira. Tetapi Lana memang jatuh cinta, kepada
Mikailnya yang tampan, yang meskipun emosinya masih
meledak-ledak dan arogansinya sering muncul ke
permukaan, lelaki itu ternyata juga mencintai Lana dan
memperlakukannya dengan luar biasa lembut.
Ketika tidak ada penghalang di antara mereka, Mikail
ternyata adalah suami yang baik. Dia memperlakukan Lana
dengan hormat dan penuh kasih sayang. Kadang mereka
masih beradu argumentasi, tetapi mereka menikmatinya
sebagai rutinitas suami-isteri, bukan sebagai ajang luapan
kebencian. Dan terhadap Angel, Mikail benar-benar menjadi
ayah yang luar biasa. Begitu penuh kasih sayang dan
ketakjuban, layaknya seorang ayah baru dengan putera
pertamanya. Lana membayangkan betapa Angel nanti akan
begitu mirip ayahnya, dan mungkin menjadi anak yang
memuja ayahnya, semoga begitu. Mengenai kehidupan
percintaan mereka di ranjang... Well selama ini mereka
belum bisa melakukannya karena Lana belum boleh
melakukannya setelah melahirkan. Tetapi hari ini bisa. Lana
mengingat hitungan kalender itu, dan jantungnya berpacu
liar, Mikail sekarang sedang menggigit ringan telinga Lana, lalu
membalikkan tubuh Lana dengan lembut dan memeluknya
erat. Pelukan itu begitu erat hingga Lana bisa merasakan
kejantanan Mikail yang menekan tubuhnya dengan kerasnya.
"Mungkin aku harus memelukmu beberapa lama, sebelum
aku masuk ke balik selimut, mencoba tidur dan menjadi gila
seperti biasanya," Mikail menyentuh bibir Lana dengan
jemarinya, lalu mengecupnya lembut
"Malam ini aku sudah bebas." Lana berbisik pelan sambil
berjinjit di telinga Mikail.
Kata-katanya langsung berimbas ke seluruh bagian tubuh
Mikail. Matanya menyala penuh gairah dan antisipasi, dan
Lana bisa merasakan bahwa di bawah sana Mikail makin
mengeras menekan tubuhnya.
"Jadi...," suara Mikail terdengar parau, "Kau sudah bisa..."
Lana menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
Detik itu juga Mikail langsung mengecup bibirnya dengan
penuh kehausan, tanpa ampun, malam ini mereka bisa
menuntaskan kerinduan mereka, yang telah tertahan sekian
lama. Tanpa melepas kecupannya, Mikail mengangkat tubuh
Lana, lalu membaringkannya di ranjang dan menindihnya,
senyumnya penuh gairah dan matanya penuh cinta.
"Aku mencintaimu, Nyonya Lana Raveno, dan kuharap aku
bisa menjadi lelaki yang bisa kau andalkan," tatapan lembut
Mikail membuat mata Lana berkaca-kaca. Mereka telah
melalui segalanya, kebencian yang meluap, kemarahan,
kesalahpahaman, dan kemudian kekecewaan, Tetapi pada
akhirnya mereka dipersatukan oleh cinta, yang luar biasa
dalam dan tumbuh begitu saja tanpa di sadari,
Lana menatap Mikail dengan lembut dan kemudian
memejamkan mata ketika bibir Mikail menunduk ke arahnya,
hendak mengecupnya dengan kecupan lembut, "Dan aku
juga mencintaimu, Mikail Raveno, suamiku, ayah dari
anakku," suara Lana berubah menjadi desahan ketika bibir
Mikail melumat bibirnya dalam gairah cinta yang menggelora.
END A ROMANTIC STORY ABOUT SERENA
THE EPILOG A Romantic Story About Serena
The Epilog Serena mulai larut dalam kantuknya ketika suara berderap
terdengar di lorong kamar rumah sakit itu. Matanya terbuka,
bersamaan dengan sosok Damian, acak-acakan dengan
rambut berantakan, dasi dilonggarkan seadanya dan mata
yang menatap tajam. Setengah panik.
Dengan menahan geli, Serena menatap Damian yang
sedang mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan
tempat Serena berbaring. Ketika pada akhirnya mata mereka
bertatapan, seulas senyum tampak di mata mereka. Senyum
yang sama yang selalu mereka bagi ketika mereka
bertatapan, bahkan sejak 5 tahun yang lalu di hari
pernikahan mereka. "Aku pikir aku terlambat.", Damian mengusapkan jemari di
rambutnya yang berantakan, "Mereka menelepon kantor dan
bilang kau di bawa ke rumah sakit karena sudah kontraksi,
aku tadi ke sekolah Romeo dulu baru kesini"
Serena tersenyum, menatap perutnya yang membuncit.
"Belum Damian, kata dokter aku harus menunggu sebentar
lagi" Damian mendesah melangkah masuk, dan duduk di tepi
ranjang, digenggamnya tangan Serena penuh kasih, "Aku
panik", matanya menatap Serena cemas, "Bagaimana
rasanya sayang" Apakah kau sakit" Apakah kau merasa
nyaman?" Serena mengangguk sambil membalas remasan jemari
Damian, kemudian seperti menyadari sesuatu, tatapannya
melirik ke belakang punggung Damian, "Dimana Romeo?"
Dengan senyum dikulum, Damian ikut menoleh ke arah
pintu, "Tertahan di pintu seperti biasanya, suster-suster sibuk
mengagumi dan merubunginya, dan meskipun masih kecil
sepertinya dia menikmati banyaknya perhatian dari
perempuan-perempuan itu", Alis Damian tampak berkerut
bersungguh-sungguh ketika mengucapkan kata-kata itu
sehingga Serena terkekeh geli,
"Mungkin karena dia putra Damian Marcuss, seorang
playboy sejati." canda Serena sambil menahan tawa.
Serena menatap suaminya dengan penuh perasaan sayang.
selama lima tahun perkawinan mereka, Cintanya kepada
suaminya semakin dan semakin dalam, oh.. Damian
memang tidak berubah, dia masih lelaki yang sama, yang
arogan dan keras kepala dengan mata biru menyala ketika
marah, tetapi lelaki itu sekaligus berubah menjadi lembut
dan... Banyak tertawa. Pada awal mulanya Damian masih


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membatasi diri, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi batasan
di antara mereka. Damian ternyata bisa menjadi suami yang
begitu penyayang dan lembut, membuat Serena merasa
menjadi isteri yang luar biasa bahagia dan dicintai.
Mendengar perkataan Serena, Damian cemberut meskipun
ada senyum menari-nari di matanya, dikecupnya jemari
Serena lalu matanya mendongak, menatap nakal,
"Playboy sejati yang akhirnya tunduk di bawah kuasa nyonya
Marcuss yang mempesona", godanya setengah berbisik.
Pipi Serena memerah, dalam kondisi hamil sembilan bulan,
dia tampak cantik dan berisi, apalagi dengan pipi merona yg
begitu menggoda, Tatapan Damian meredup penuh arti, "Dan sekarang nyonya
Marcuss yang cantik, mengingat sudah cukup lama aku tidak
menyentuhmu, maukah kau setidaknya memberikan kecupan
dibibir suamimu yang merana ini?", tambahnya nakal
Pipi Serena makin terasa panas oleh godaan Damian itu, dan
rupanya itu , membuat Damian gemas, dengan lembut
disentuhnya dagu Serena, di dekatkannya bibirnya ke bibir
ranum Serena yang sedikit membuka, menanti. Napasnya
mulai terengah, ah... Betapa manisnya ciuman ini...Damian
amat rindu merasakan bibir mereka berpadu dalam tautan
panas yang.... Suara berdehem keras membuat bibir mereka yang hampir
bersentuhan menjauh seketika. Damian mengumpat pelan,
sedangkan Serena menoleh dengan penuh rasa bersalah ke
arah pintu. "Aku harap aku tidak mengganggu", gumam suster Ana
dengan senyuman lebar tanpa rasa bersalah, "Tetapi bocah
kecil yang kalian lepaskan ini membuat para perawat sibuk
merubunginya dan lupa pada pekerjaannya"
Dalam gendongan suster Ana, tampak Romeo Marcuss,
putra pertama Damian dan Serena yang baru berusia 4
tahun. Bocah lelaki itu sudah mewarisi ketampanan ayahnya,
dengan rambut cokelat berkilau, mata biru pucat yang tajam
dan struktur wajah aristrokrat yang diwarisi turun temurun
oleh setiap keturunan keluarga Marcuss, sudah pasti di
tahun-tahun mendatang dia akan memikat hati banyak
wanita. Romeo meluncur turun dari gendongan suster Ana begitu
melihat Serena, lalu berlari ke arah ranjang,
Damian langsung mengangkat Romeo dan meletakkannya
ke pangkuannya, bocah kecil itu tampak begitu pas dalam
pelukan ayahnya, "Lihat mama yang aku bawa", seru Romeo
memamerkan barang bawaannya.
Serena mengernyit melihat barang-barang yang dibawa oleh
Romeo, ada sekantong permen, cokelat, berbagai kembang
gula dan makanan-makanan manis lainnya, dan senyumnya
muncul, "Darimana kau mendapatkannya sayang?"
"Dari suster-suster yang berlomba-lomba memberikannya
hadiah", suster Ana mendekat dan tersenyum pada Serena,
lalu menatap serius pada Damian, "Kau benar-benar harus
menjaga bocah kecil ini Damian, dia benar-benar
menimbulkan keributan di divisiku tadi", gumamnya dalam
tawa, lalu matanya menatap Serius ke arah Serena,
"Bagaimana kondisimu sayang" Apakah kau dan putri kecil
di dalam perutmu baik-baik saja?"
Serena mengangguk, tanpa sadar mengusap perutnya,
diikuti tatapan lembut Damian, "Dokter bilang tinggal
tunggu... Sudah pembukaan empat, biasanya kontraksi
makin cepat....." wajah Serena tiba-tiba mengerut, "Tapi
perutku terasa sakit...", Serena memegang perutnya.
Wajah Damian langsung pucat pasi, "Serena" Serena" Kau
tidak apa-apa?" Suster Ana langsung bergerak sigap keluar, memanggil
dokter supaya datang ke ruangan,
"Sepertinya aku kontraksi lagi...", Serena menatap Damian
panik, "Sepertinya si kecil tak mau menunggu lebih lama..."
"Tahan ya sayang", kali ini wajah Damian benar-benar pucat
sehingga mau tak mau meskipun menahan nyeri kontraksi di
perutnya, Serena tertawa.
"Kenapa kau malahan tertawa"!", Damian mengerutkan
keningnya setengah membentak, tetapi kemudian ikut
tertawa melihat ekspresi Serena, lelaki itu mengacak-acak
rambutnya dengan gugup, "Maafkan aku...aku terlalu
berlebihan ya?" "Dari ekspresi kalian, kupikir Damianlah yang akan
melahirkan, bukan Serena", suster Ana terkekeh ketika
masuk bersama dokter dan beberapa perawat, menyiapkan
Serena untuk dibawa ke ruangan bersalin, Suster Ana
menatap Serena dan tersenyum, "Tenang sayang, si kecil
yang ini sepertinya ingin cepat keluar"
Serena tersenyum dan menggenggam tangan Damian yang
langsung merangkumnya erat dalam jemarinya. Damian
selalu ada. Kapanpun dia membutuhkannya, Damian selalu
ada untuknya. Perasaan Serena menjadi hangat, kenangan
akan hari kelahiran Romeo, putera pertama mereka
menyeruak, Ketika itu dia melahirkan tengah malam, dan
lebih cepat tiga minggu dari jadwal yang seharusnya, Damian
mengebut seperti orang gila dan menyumpahi siapapun yang
menghalangi jalannya ke rumah sakit malam itu, dan mereka
sampai tepat waktu. Ketika proses kelahiran Romeo pun,
Damian ada di sampingnya, Ketika Serena mengerang
Damian mengerang, seolah ikut merasakan sakit, dan
selama proses itu, Damian menyediakan lengannya yang
kuat sebagai pegangan bagi Serena.
Serena meringis lagi ketika rasa nyeri bercampur ketegangan
kontraksi menyerangnya lagi, dan makin lama jedanya
semakin cepat. "Mari kita lahirkan putri kecil kita di dunia", bisik Serena
dalam senyum, menenangkan Damian.
*** Proses kelahiran bayi mungil mereka berlangsung cepat dan
lancar, selama proses itu, Damian terus mendampingi
Serena, memberikan semangat dan kekuatan sampai akhir.
Dan akhirnya Elissa Marcuss, bayi perempuan mungil
mereka lahir ke dunia ini. Bayi itu sangat cantik. Bahkan
dalam kondisi tertidurpun, dia begitu mempesona bagaikan
malaikat. Rambutnya lebat dan berwarna cokelat muda,
dengan bibir merah muda yang merona, dengan tubuh yang
montok dan sehat khas bayi.
Serena mengecup dahi bayi dalam gendongannya dan
menghirup aroma khas bayi dengan bahagia. Gerakannya
membuat Ellisa terbangun, bayi kecil itu membuka mata
birunya, mata yang serupa dengan mata ayahnya. Dan
kemudian, memutuskan untuk menangis keras-keras sebagai
bentuk protesnya karena diganggu dari tidur nyenyaknya.
Damian, yang duduk di tepi ranjang terkekeh melihatnya,
"Satu lagi keturunan Marcuss yang keras kepala", gumamnya
geli melihat Ellisa yang menangis sambil mengepalkan
kepalanya, memutuskan bahwa dia sudah merasa lapar dan
memprotes karena belum disusui.
Serena membalas senyum Damian, lalu menyusui Ellisa,
bayi itu langsung melahap puting Serena dan mengisapnya
kuat sehingga menimbulkan bunyi isapan keras, "Iya, dan
putrimu ini sepertinya akan menjadi putri yang tangguh",
diusapnya dahi Ellisa dengan penuh rasa sayang
"Seperti ibunya", bisik Damian lembut, menikmati
pemandangan menakjubkan di depannya, dimana wanita
yang dicintainya sedang menyusui anaknya, buah cinta
mereka. "Putri tangguh yang berjuang dengan penuh
keyakinan, hingga membuatku bertekuk lutut di pelukannya"
Serena tersenyum lembut mendengar kata-kata Damian dan
melanjutkan menyusui Ellisa. Beberapa menit kemudian,
Ellisa rupanya memutuskan bahwa dia sudah kenyang, dia
langsung tertidur dan melepaskan puting ibunya, tampak
begitu damai dalam pelukan Serena.
Serena mengamati Damian yang menatapnya penuh sayang,
lalu mengamati Romeo, yang tertidur pulas, berbaring
meringkuk dipangkuan Damian, bagaikan miniatur dari sang
ayah. Keluarganya. Serena dulu pernah kehilangan seluruh
keluarganya, berjuang sendirian atas dasar keyakinannya.
Dan Tuhan begitu baik kepadanya, dia memberikan seorang
suami yang luar biasa dan dua malaikat kecil yang
membahagiakan. Tidak henti-hentinya Serena bersyukur
atas semua anugerah ini, "Mikail dan Lana akan datang menengok segera setelah
sampai kemari, Mereka masih tertahan di bandara di Paris",
Damian tersenyum, "Aku rasa perjalanan bulan madu kedua
mereka bersama si malaikat kecil itu, Angel pastilah sangat
menyenangkan, aku akan mengajakmu ke Paris lagi kalau
kau sudah sehat." Serena tersenyum lembut, yah, Lana sudah
menelephonenya sebelum ini, bercerita bahwa Mikail
mengajaknya dan Angel ke makam Natasha. Hubungan
Mikail dan Lana, meskipun awalnya penuh dengan
permusuhan, sekarang menjadi begitu baik dan mesra,
Serena benar-benar ikut bahagia atas kebahagiaan
sahabatnya itu. "Oh ya, dan Rafi menitip salam tadi lewat telepon ketika kau
masih beristirahat", Damian tersenyum lembut, "Kata Rafi,
dengan terapi dari dokter Vanessa dan teman ahlinya di
sana, dia sudah bisa berjalan tanpa bantuan kruk sekarang,
dan beberapa saat lagi dia pasti sudah bisa berlari. Sembuh
sepenuhnya", mata Damian melembut melihat kebahagiaan
di mata Serena yang berkaca-kaca, "Katanya dia akan
pulang tiga bulan lagi dan memperkenalkan Rachel,
perempuan yang dia ceritakan itu, yang telah berhasil
mencuri hatinya" Serena mengangguk, "Aku tidak sabar bertemu dengan
Rachel, dia pasti perempuan yang baik, aku bersyukur Rafi
bisa menemukan kekasih sejatinya"
"Seperti aku yang akhirnya bisa menemukanmu", Damian
menggenggam tangan Serena, "Terimakasih waktu itu sudah
memilihku Serena, terimakasih sudah menjadi isteriku,
mengandung dan melahirkan anak-anakku, terimakasih
sudah menjadikanku Lelaki paling bahagia di dunia"
Air mata mengalir di pipi Serena, mengenang masa-masa
dulu. Segala kesakitan, kelelahan, kebahagiaan bercampur
aduk, dan pada akhirnya cintalah yang memenangkan
segalanya. Perasaan cinta yang membuncah membuat
dadanya terasa penuh sehingga dia tak mampu berkata-kata.
Dengan lembut, meskipun gerakannya terbatasi oleh Romeo
yang masih lelap dipangkuannya, Damian mengusap dahi
Serena. lalu merangkum pipi Serena di kedua tangannya,
"Aku mencintaimu Serenaku"
Serena mengangguk dan mengecup jemari Damian, "Aku
juga mencintaimu Damianku"
Lelaki itu mendekatkan bibirnya, dan mengecup bibir Serena,
mulanya adalah ciuman yang lembut, tetapi kemudian
menjadi bergairah, bibir Damian menikmati bibir Serena,
mencecap rasanya dan menghirupnya, lidahnya menelusuri
bibir lembut Serena dan kemudian berpadu dengan lidah
Serena. Geliat Romeo dalam tidurnya di pangkuan Damian membuat
bibir mereka terlepas, Damian memandang Serena lalu
mereka tertawa bersama-sama. Dua anak manusia itu
berpelukan, dengan buah cinta yang terlelap di antara
mereka. Dua anak manusia yang pada akhirnya berpadu,
dalam suatu ikatan perkawinan yang luar biasa indahnya.
Penuh kebahagiaan. End of Epilog TENTANG PENULIS: Santhy Agatha, sang penulis, adalah perempuan biasa-biasa saja.
Seorang isteri merangkap seorang wanita karier yang mencuri waktu untuk
menuliskan rangkaian kata-kata yang terpendam di otaknya, di sela-sela
kesibukannya setiap hari. Santhy Agatha mengkhususkan genre novelnya
pada genre romantic karena tak habis-habisnya dia mengagumi begitu
banyak kisah indah yang bisa dimunculkan dari dua manusia yang saling
mencintai. Novel 'A Romantic Story About Serena' adalah salah satu novelnya yang
dibuat dengan kurun penulisan yang paling lama, empat tahun dan
diselesaikan pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 2012 dipublishkan
secara online pertama kali pada blog www.portalnovel.blogspot.com dalam
bentuk postingan bersambung setiap bab, dan memperoleh sambutan
yang luar biasa. Novel keduanya yang dipublish
secara online adalah 'Sleep With The Devil', yang sekarang berada di tangan Anda.
Saat ini, Santhy Agatha hidup di kota Bandung, di tengah hujan, dan
dalam rumah mungil yang ditinggalinya bersama suami tercinta. Masih
aktif menulis cerpen, puisi, dan apapun untuk merangkaikan kata-kata
yang ada di benaknya, (Anda bisa melihat di
www.anakcantikspot.blogspot.com) dan berharap karya-karya lainnya bisa
memuaskan pembacanya. Kisah Dua Naga Di Pasundan 7 Golok Kumala Hijau Serial 7 Senjata Karya Gu Long Harpa Iblis Jari Sakti 18
^