Song Unbroken Soul 1
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega Bagian 1
http://bacabukunovel.blogspot.com
http://bacabukunovel.blogspot.com
Song For Unbroken Soul by Nureesh Vhalega Copyright? 2014 by Nureesh Vhalega
http://bacabukunovel.blogspot.com
Sinopsis: "Adrienne Callandrie memiliki segalanya; cantik, kaya, dan
dipuja semua orang. Ia terbiasa menekuk lutut para pria, sampai
akhirnya pria bermata hijau itu datang. Sejak awal, Adrienne
berusaha menghindarinya, karena pria itu adalah pencerminan
sempurna untuk segala hal yang Adrienne benci. Pria itu
mengingatkannya pada sosok yang menjadi mimpi buruknya.
Javier Keane terbiasa membiarkan segala sesuatu berjalan di
sekitarnya. Ia diberkati bakat luar biasa untuk menjadi apa pun
yang diinginkannya, tanpa ia harus mengusahakannya. Panggilan
hidupnya adalah menjadi seorang pianis. Lalu hidup membawa
Javier pada kenyataan pahit; ayahnya meninggal dan Javier
harus mengambil alih perusahaan keluarganya demi adiknya.
Saat itulah, Javier bertemu seorang gadis cantik yang begitu
antipati terhadap dirinya.
Javier Keane bukanlah pria yang mudah menyerah. Ketika takdir
membawanya pada Adrienne Callandrie, terbentuklah satu kisah
manis yang diiringi oleh gairah murni. Mereka berbagi, lalu
saling memiliki. Sesederhana itu.
Namun rupanya hidup tak pernah memberikan jalan yang
sederhana. Semakin Javier mengenal Adrienne, semakin Javier
tahu bahwa Adrienne menyimpan rahasia kelam.
Apakah rahasia itu" Bagaimana reaksi Javier ketika
mengetahuinya" Sanggupkah Adrienne memperjuangkan
perasaannya yang membisikkan kata cinta untuk Javier, bahkan
ketika duka terlalu pekat menyelubungi"
Cinta sungguh tak pernah mudah, namun cinta tak kan pernah
menyerah. Cinta mampu melakukan segalanya, termasuk
membangun hati yang hancur di dalamnya."
http://bacabukunovel.blogspot.com
Bab 1 Adrienne Callandrie New York City Juli, 2007 Adrienne menatap sekelilingnya dengan putus asa. Tubuh-tubuh
bergoyang diiringi musik bertempo cepat, sementara gelak tawa
juga bau menyengat yang berasal dari minuman entah apa
namanya itu memenuhi udara. Adrienne merasa tidak nyaman.
Kini ia menyesali keputusannya untuk tetap tinggal setelah pesta
dansa sekolah selesai, karena pesta selanjutnya sungguh berada di
luar kemampuan Adrienne. Adrienne mendesah, bagaimana ia bisa pergi dari semua
kekacauan ini" Saat itulah Adrienne melihat kakaknya - Antony Callandrie - di
antara kerumunan. Tak membutuhkan waktu lama hingga
kakaknya itu berada di hadapannya dan tersenyum seraya
mengulurkan tangan. Adrienne menyambut uluran tangan itu dan
berjalan mengikuti langkah kakaknya dengan tenang. Karena
kakaknya adalah pelindungnya. Yang terbaik yang penah
dimilikinya. Tiba-tiba langkah Antony terhenti, ia menyapa temannya.
Adrienne balas tersenyum ketika disapa, lalu mengalihkan
pandangan. Sebuah gerakan yang salah, karena Adrienne melihat
sepasang kekasih asyik bercumbu. Sang pemuda yang mencium
gadisnya dengan mata terbuka balas menatap Adrienne. Mata
http://bacabukunovel.blogspot.com
hijaunya yang begitu terang seakan menembus hati Adrienne.
Ciuman itu berakhir dan sang pemuda bermata hijau mengatakan
sesuatu, membuat gadisnya melayangkan tamparan. Pemuda itu
nampak tak peduli, ia justru kembali menyulut rokoknya dan
merokok dengan tenang. Adrienne bergidik dan menunduk. Meski pemuda itu nampak
amat menawan dan memesona, Adrienne dapat melihat luka.
Begitu jelas dan gamblang, merusak kilau indah mata hijaunya.
Adrienne tidak mengenal pemuda itu, namun ia merasa harus
membantunya. Adrienne menggeleng-gelengkan kepala.
"Kau baik-baik saja, Adrienne?" tanya Antony.
Adrienne mengangguk, lalu mengikuti langkah Antony sekali lagi.
Adrienne menoleh ke arah pemuda bermata hijau itu dan tidak
menemukannya. "Apakah seseorang menciummu?" tanya Antony setelah
menjalankan mobilnya. Adrienne tidak terganggu mendengar pertanyaan itu. Ia telah
bebagi nyaris segala hal bersama Antony, sehingga bukan sebuah
rahasia bahwa Adrienne belum pernah berciuman di usianya yang
menginjak delapan belas tahun. Berbeda dengan Antony yang
memiliki sepak terjang luas di dunia percintaan, Adrienne masih
sangat polos dan tidak berpengalaman.
"Tidak." jawab Adrienne.
"Pemuda di sekolahmu sangat payah." sahut Antony.
"Untung saja begitu. Karena jika tidak, aku yakin mereka akan
berakhir babak-belur di tanganmu." balas Adrienne.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Antony hanya menepuk kepala Adrienne dengan tangan kirinya
sebagai balasan. Adrienne mengerutkan kening. Ia menatap kakaknya dengan
bingung. Biasanya Antony akan tertawa dan membalas ucapannya.
Adrienne dapat merasakan ada sesuatu yang membebani Antony.
"Apakah terjadi sesuatu, Antony" Kau bisa menceritakannya
padaku." ucap Adrienne.
Antony menepikan mobilnya, lalu menghela napas.
"Ayolah. Aku tidak suka melihatmu tidak bahagia seperti ini.
Beritahu aku, agar aku bisa membantumu." bujuk Adrienne.
Mereka terdiam sesaat. Ketika Antony akhirnya membuka suara,
Adrienne menemukan rasa sakit yang nyata dalam suara
kakaknya. "Katie berselingkuh. Aku melihatnya bermesraan dengan seorang
pria di apartemennya. Katie tidak membela dirinya, ia meminta
putus. Aku tahu seharusnya aku lega karena telah lepas darinya,
namun aku justru menemukan diriku mencintainya." ucap Antony.
"Kapan kau melihatnya" Apa kau bertanya alasannya
mengkhianatimu?" tanya Adrienne hati-hati.
"Kemarin sore. Dan tidak. Aku tidak menanyakannya." jawab
Antony. Adrienne melepas sabuk mengamannya dan mengulurkan tangan
untuk memeluk Antony. Meski mereka bukan saudara sedarah -
ayah Antony dan ibu Adrienne menikah lima belas tahun yang lalu
- Adrienne dapat merasakan dengan jelas rasa sakit Antony.
Selalu bersama dan tak terpisahkan sejak kanak-kanak membuat
http://bacabukunovel.blogspot.com
mereka mengerti pribadi satu sama lain.
"Kau akan baik-baik saja, Antony. Semua ini akan berakhir. Kau
akan menemukan akhir bahagiamu. Aku yakin itu, karena kau
adalah kakakku. Aku menyayangimu." ujar Adrienne tulus.
Saat itu, Adrienne benar-benar meyakini ucapannya. Ia berdoa
sepenuh hati untuk kebahagiaan Antony, agar Antony baik-baik
saja dan kembali menjadi Antony yang disayanginya.
Namun satu minggu kemudian, Adrienne mendapati bahwa
doanya sia-sia. Kondisi Antony justru semakin memburuk. Antony
selalu murung, bahkan jarang berada di rumah. Padahal orangtua
mereka sedang pergi untuk bulan madu yang ke dua dan Adrienne
sendirian di rumah. Antony belum pernah mengabaikan Adrienne
seperti itu, namun sekali lagi, Adrienne mencoba memahaminya.
Antony sedang mengalami masa sulit.
"Tidak apa-apa, Tasha. Aku bisa mengatasinya. Kita sedang
membicarakan Antony Callandrie di sini. Ia adalah kakakku. Pria
terbaik ke dua setelah ayahku. Semua akan baik-baik saja." ucap
Adrienne yakin. Di seberang telepon, Tasha menghela napas.
"Aku tahu. Namun kau tidak harus sendirian di dalam rumah
besarmu itu. Kau bisa menginap di rumahku." sahut Tasha.
"Aku baik-baik saja, Tasha. Lagi pula aku harus menunggu
Antony. Tadi siang Carvert Rawlins datang dan mencarinya. Aku
tahu mereka memiliki proyek penting untuk perlombaan film indie
itu. Aku tidak bisa membiarkan Antony merusak impiannya."
balas Adrienne. "Baiklah. Bagaimana persiapanmu untuk kuliah" Ibuku begitu
http://bacabukunovel.blogspot.com
sibuk menyuruhku membeli koleksi baju baru. Aku tidak tahu apa
yang dipikirkannya. Demi Tuhan, kita ini kuliah di jurusan Teknik
Sipil. Apa gunanya memiliki baju bagus dan menarik" Aku yakin
kita akan lebih nyaman mengenakan kaus dan jeans. Apalagi
Indonesia adalah negara yang cukup konvensional. Oh ya, aku
begitu iri denganmu yang memiliki darah Indonesia asli. Aku
yakin kau akan nampak cantik sedangkan aku terlihat aneh di
sana." Adrienne tertawa dan hingga satu jam kemudian, mereka tetap
membicarakan topik seputar kuliah. Mereka begitu antusias,
karena takdir seakan mendukung persahabatan mereka; mereka
diterima di universitas dan jurusan yang sama. Semuanya akan
berjalan dengan menyenangkan. Adrienne sudah tidak sabar untuk
kembali ke negara yang menjadi kampung halamannya itu.
Entah mengapa, di saat teman-temannya berlomba untuk masuk
ke universitas ternama dunia, Adrienne justru sangat ingin kembali
ke Indonesia. Adrienne memang tumbuh besar di New York,
namun Adrienne tetap ingin mengenal negara tempat ayah
kandungnya berasal. Adrienne berpikir dengan begitu, ia bisa
mengenal ayahnya yang meninggal kala ia masih dalam
kandungan. Ibunya tak pernah membicarakan ayahnya, hanya
memberi sebuah album foto yang penuh berisi perjalanan cinta
mereka. "Sepertinya Antony pulang. Aku akan menghubungimu lagi besok.
Selamat malam, Tasha." ucap Adrienne lalu memutuskan
sambungan. Adrienne merangkak turun dari tempat tidurnya, kemudian
berjalan menuju kamar Antony di seberang kamarnya. Kamar itu
gelap, namun pintunya terbuka. Perlahan Adrienne melangkah
masuk, menemukan Antony duduk menyandar pada ranjangnya
dengan kepala menunduk. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Antony, ada apa?" tanya Adrienne seraya berlutut di hadapan
Antony. Ketika mencium bau yang aneh, Adrienne kembali bertanya, "Apa
kau mabuk?" Antony tetap tidak menjawab. Ia justru mengulurkan kedua
tangannya dan memeluk Adrienne erat. Napasnya semakin berat
dan Antony bergumam. "Mengapa kau melakukan itu padaku, Katie" Aku mencintaimu.
Tidak bisakah kau melihatnya" Aku mencintaimu."
"Antony, lepaskan aku." pinta Adrienne.
Namun Antony yang telah berada di bawah kontrol alkohol tidak
bisa memahaminya. Ia terus memeluk Adrienne dan
menganggapnya sebagai Katie. Adrienne berusaha melepaskan
diri dengan seluruh tenaganya, namun apalah dayanya melawan
Antony yang memiliki tubuh dua kali lebih besar darinya.
Adrienne menjerit ketika Antony menariknya ke tempat tidur, lalu
menindihnya. "Kau adalah milikku, Katie. Kau tidak akan bisa pergi dariku. Aku
mencintaimu." ucap Antony.
Jeritan Adrienne bertambah keras, berharap salah satu
pembantunya mendengar. Namun rumahnya begitu besar, hingga
hampir mustahil suaranya mampu mencapai bagian belakang
lantai dasar rumahnya. Adrienne terus meronta, menendang, juga
memukul. Sementara Antony merobek pakaian tidurnya hingga
menampilkan kulit Adrienne, lalu meredam jeritan Adrienne
dengan mulutnya. http://bacabukunovel.blogspot.com
Air mata Adrienne mengalir tak tertahankan. Semua ini tidak
mungkin terjadi. Namun rasa panik yang menyeruak di dadanya
begitu nyata. Semua ini bukanlah mimpi. Kegelapan di sekitarnya
menelan Adrienne, membungkusnya dalam teror sempurna
sementara tubuhnya tak berdaya. Rasa jijik Adrienne bertambah
semakin besar, namun rasa sakitnya mengalahkan semuanya.
Adrienne berteriak putus asa, meski sia-sia. Bagian sensitifnya
diterjang begitu keras hingga melumpuhkan sarafnya, tenggelam
dalam perihnya. Adrienne merasa semua itu berjalan begitu lama. Amat lama. Rasa
sakit semakin tak tertanggungkan. Adrienne merasa lebih baik
mati saat itu juga. Namun rasa perih akibat gerakan kasar di
bawah sana tetap menjaga Adrienne dalam kesadarannya. Ketika
Adrienne merasa semuanya tidak akan bertambah buruk, cairan
hangat menyembur di dalam tubuhnya. Menambah rasa sakit
abadi dalam hatinya. Adrienne menangis dengan tubuh membeku, berharap kegelapan
akan menenggelamkannya seutuhnya. Agar ia, Adrienne
Callandrie, tak harus melihat mentari lagi.
*** Adrienne memandang kosong dengan kedua tangan memeluk
lutut. Sudah dua hari Adrienne mengurung diri di kamar. Menolak
makan, juga menolak bicara. Raganya ada, namun jiwanya tak
terasa ada. Rasa sakit itu hampir melumpuhkan dirinya, hingga
satu-satunya hal yang mampu Adrienne lakukan dengan benar
hanyalah bernapas. Ketukan di pintunya semakin terdengar keras. Seperti dua hari
terakhir. Disusul dengan permohonan maaf yang begitu menyayat.
Namun Adrienne tetap membeku. Sepenuhnya berada dalam
dunianya yang kelam. http://bacabukunovel.blogspot.com
Beranjak senja, seseorang kembali mengetuk pintunya. Suara
lembut yang menyusul membuat pertahanan Adrienne hancur.
Dengan tubuh kaku, Adrienne bergerak membuka pintu kamarnya
dan mendapati sahabatnya berdiri dengan tangan memegang
nampan berisi makanan. "Adrienne?" tanya Tasha dengan ekspresi syok.
Kondisi Adrienne di hadapannya sungguh di luar perkiraan. Wajah
Adrienne begitu pucat, matanya bengkak, dan tubuhnya bergetar
hebat. Tasha segera masuk ke kamar Adrienne dan meletakkan
nampan yang dibawanya. Tanpa kata Tasha menarik Adrienne
duduk di tempat tidur, lalu memeluk Adrienne.
"Apa yang terjadi" Kau baik-baik saja, Adrienne?" tanya Tasha
cemas. Adrienne tidak menjawab. Matanya masih menatap kosong.
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tasha pun tak kuasa mendesak. Ia hanya mengurus Adrienne
dengan sabar. Menyuapinya makan, lalu menyelimutinya ketika
tidur. Kegiatan itu terus berulang hingga dua minggu kemudian.
Orangtua Adrienne yang baru saja pulang, tidak mengerti keadaan
putrinya dan sangat khawatir, namun Adrienne selalu mengatakan
bahwa ia akan baik-baik saja, meski dengan nada datar.
Diamnya Adrienne berubah menjadi histeria di minggu ke tiga.
Tasha yang selalu menemani Adrienne tanpa kenal lelah, mulai
memahami gejala yang dialami Adrienne. Meski enggan, Tasha
tahu ia harus membuktikannya. Adrienne stres karena suatu hal
dan kini memasuki tahap depresi karana hal lainnya. Maka siang
itu, ketika seluruh keluarga Adrienne pergi, Tasha datang dengan
bungkus plastik dari apotik.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Adrienne, maukah kau mencobanya?" tanya Tasha hati-hati.
Adrienne meraih bungkusan plastik itu, lalu menangis ketika
melihat isinya. Sebuah alat tes kehamilan. Tanpa kata, Adrienne
melangkah menuju kamar mandinya. Kondisi tubuhnya yang tidak
menentu menghantui Adrienne. Ia bukan gadis bodoh, begitu pula
sahabatnya. Dengan seluruh keanehan Adrienne, juga rutinitas
barunya mengunjungi toilet setiap pagi, siapa pun bisa
menebaknya. Ketika Adrienne tak juga keluar dari kamar mandi, Tasha
mengetuk pintunya. Hanya terdengar isak tangis. Jantung Tasha
berdebar keras, sementara tangannya meraih kenop pintu yang
untungnya tidak terkunci. Tasha membuka pintu dan melihat
Adrienne menangis bersimpuh di lantai. Alat tes kehamilan
tergeletak dengan dua garis merah yang jelas di hadapannya.
Tasha menutup mulutnya. Air matanya mulai mengalir seiring
tubuhnya yang jatuh berlutut. Tasha memeluk Adrienne erat,
membiarkan isakan mereka memenuhi kamar mandi itu. Tanpa
diduga, seseorang pun ikut melihat semua yang terjadi. Ketika
Adrienne membuka mata dan menatap orang di pintu kamar
mandinya, ia segera bangkit berdiri. Dengan amarah nyata
Adrienne menghampiri orang itu, melayangkan tangannya dan
melancarkan pukulan apa pun yang bisa diberikannya.
"Kau bajingan! Aku membencimu!" teriak Adrienne histeris.
Antony hanya berdiri di sana. Menerima semua pukulan juga
makian dalam diam. Tuhan tahu betapa menyesal dirinya. Ribuan
kali Antony meminta maaf, namun Adrienne tak bisa
memaafkannya. Kini, semua semakin tak terselamatkan. Antony
sudah memasrahkan segalanya. Ia tahu penjara saja tidak cukup
buruk untuknya. Ia pantas mendapat hukuman terberat. Maka
ketika Adrienne membisikkan kalimat selanjutnya, Antony tahu ia
http://bacabukunovel.blogspot.com
harus melakukannya. "Kau menyakitiku, Antony. Aku membencimu. Aku harap kau
pergi dari hidupku. Aku tak ingin melihatmu lagi seumur
hidupku." bisik Adrienne penuh luka.
Antony menatap Adrienne dengan air mata yang tak mampu lagi
disembunyikannya. Perlahan, Antony berbalik dan melangkah
keluar dari kamar Adrienne. Meninggalkan Adrienne yang
menangis histeris di belakangnya.
*** Adrienne membiarkan angin meluruhkan kelopak-kelopak bunga
di tangannya. Matanya tetap memandang kosong, sementara
orang-orang di sekitarnya mengurai tangis yang menyayat.
Makam bertaburan bunga di hadapannya ternamai dengan nama
Antony Callandrie. Adrienne tidak bisa menangis. Tak ada lagi air matanya yang
tersisa. Setelah pertengkaran terkutuk itu, Adrienne menemukan
Antony terbujur kaku tak bernyawa. Ada begitu banyak obat tidur
yang ditelannya, hingga tanpa perlu memeriksanya ke rumah sakit,
Adrienne tahu Antony telah pergi.
Adrienne menyentuh perutnya perlahan. Kehidupan di dalam
tubuhnya adalah pengingat sejati atas segala sakit ini. Adrienne
tidak bisa melakukannya. Adrienne tidak akan membiarkannya.
"Tasha, aku butuh bantuanmu." bisik Adrienne. Ia meninggalkan
pemakaman, tak peduli pada tatapan cemas bercampur kesedihan
dari orangtuanya. Adrienne segera pulang ke rumahnya, lalu
mengemas barang-barangnya.
"Adrienne, apa yang kau lakukan?" tanya Tasha.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Aku ingin kau berbohong pada orangtuaku. Kau tahu apa yang
harus kau katakan. Aku akan pergi untuk sementara waktu. Setelah
semua selesai, aku akan menyusulmu ke Jakarta. Rencana kita
tidak akan berubah." jawab Adrienne datar.
"Ke mana kau akan pergi?" tanya Tasha cemas.
Adrienne menarik kopernya, lalu menjawab, "Sampai jumpa,
Tasha." *** Bab 2 Javier Keane New York City, Agustus, 2007
Javier berseru seraya mengangkat botol bir di tangannya. Suasana
pesta di rumahnya semakin ramai dan riuh. DJ memainkan musik,
sementara stok minuman beralkohol yang tersedia mulai
berpindah tangan. Kepulan asap rokok meliuk di antara tubuhtubuh yang bergerak.
Beberapa gadis mencoba mendekati Javier, namun Javier
mengabaikannya. Ia sedang tidak ingin berurusan dengan gadis.
Pesta yang didatanginya bulan lalu - pesta setelah dansa sekolah
- memberinya pelajaran berharga bahwa alkohol dan gadis sama
sekali bukan perpaduan yang bagus. Javier memang berencana
untuk memberontak, namun ia tidak ingin menyebarkan benihnya
secara asal di luar sana. Meski benci untuk mengakuinya, Javier
masih menjunjung tinggi harga dirinya sebagai bagian dari
anggota keluarga Keane. http://bacabukunovel.blogspot.com
Bagi Javier, terlahir sebagai seorang Keane adalah anugerah juga
kutukan menjadi satu. Anugerah karena ia bisa memiliki hidup
yang sangat layak, kutukan karena seluruh peraturan yang
mengikatnya. Sungguh benar ungkapan yang mengatakan bahwa
seorang pewaris menanggung beban mahkota yang berdosa.
Sepanjang hidupnya, Javier hanya mencintai musik. Panggilan
hidupnya adalah menjadi pianis dan cita-citanya adalah
melakukan konser keliling dunia. Semua itu seakan hal mudah,
mengingat bakat luar biasa yang dimilikinya serta kekayaan yang
mendukungnya. Javier bahkan telah diterima oleh Julliard, sebuah
universitas yang menaungi berbagai bidang seni dan sangat
prestisius. Semua orang tahu, bisa masuk ke Julliard adalah
mukjizat dan dia tidak akan menyia-nyiakannya. Benar, semua
orang. Kecuali Xander Keane, kakeknya.
Xander Keane adalah pemimpin keluarga Keane. Ia menjadi
hakim bagi anggota keluarga lainnya. Menjadi salah satu keluarga
paling berpengaruh juga terkaya membuatnya menegakkan
berbagai peraturan demi mempertahankan kekokohan keluarga
Keane. Segala yang penting baginya hanyalah kekuasaan, juga
kekayaan. Semua kerja kerasnya telah terbukti dengan
kesuksesannya merajai berbagai bidang dalam kehidupan
ekonomi, sehingga menjadi suatu hal mutlak bagi keturunannya
untuk meneruskan itu. Sejak awal kelahirannya, Javier tahu ia ditakdirkan untuk menjadi
pewaris keluarga Keane di bidang pembangunan dan properti
lainnya. Ayahnya, yang saat ini masih memegang kekuasaan itu,
menjalankan sebuah perusahaan konstruksi terbesar di Asia
Tenggara yang berpusat di Indonesia. Namun Javier tidak tertarik
dengan semua itu. Ia hanya ingin menjadi pianis, ingin
menghabiskan sisa hidupnya dengan bergelut bersama nada-nada.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Kini, saat peraturan keluarga Keane menghadangnya, Javier
melakukan segala cara untuk mengubahnya. Javier harus
bersekolah di Julliard. Ia tidak peduli jika tindakannya ini egois
dan kekanakan. Ia akan melakukan apa pun untuk meraih citacitanya. Ia akan
membuktikan bahwa ia pun bisa sukses di jalan
yang dipilihnya. "Javier!" seru Hester - adiknya - dari sisi kanan Javier.
Javier menoleh dan saat itu juga ia tersenyum melihat seseorang
yang berdiri tegak di belakang adiknya. Tidak peduli pada fakta
bahwa orang itu melayangkan tatapan penuh amarah padanya.
"Hai, Ayah." sapa Javier.
*** Javier menyandarkan bahunya di kursi sementara ayahnya -
Faxson Keane - berjalan tak menentu di hadapannya. Hester yang
duduk di sampingnya melayangkan tatapan kesal, namun tetap
diam. Keheningan di ruang kerja ayahnya itu dipecahkan dengan
sebuah pertanyaan. "Bagaimana kabarmu, Ayah?" tanya Javier.
Faxson Keane menggebrak meja kerjanya, lalu berseru,
"Beraninya kau menanyakan keadaanku" Setelah parade pesta
konyolmu itu" Bagaimana kau akan menjelaskan semua itu pada
kakekmu ketika kau dipanggil menghadapnya?"
"Aku akan menjelaskan bahwa pesta ini tidak melanggar aturan.
Tertulis dengan jelas dalam peraturan nomor 41 tentang hak
menyelenggarakan pesta; selama tidak terjadi tindak kejahatan
atau kericuhan yang dapat mencemarkan nama baik keluarga
http://bacabukunovel.blogspot.com
Keane, maka semua dianggap sah dan penyelenggaranya bebas
dari hukuman." sahut Javier tenang.
"Kau tidak bisa melakukan itu di rumah ini! Adikmu bahkan
belum genap berusia lima belas tahun. Di mana akal sehatmu,
Javier" Setidaknya jangan bawa adikmu ke dalam masalah!" balas
Faxson. Kali ini Javier terdiam. Ia mengunci mulutnya, karena ia tahu yang
dikatakan ayahnya benar. Javier menatap Hester, lalu
mengucapkan kata maaf yang disambut senyum tulus oleh Hester.
Faxson Keane tidak mengerti mengapa putra sulungnya yang luar
biasa bertanggung jawab bisa melakukan hal-hal tidak
bertanggung jawab semacam ini. Faxson didera kepanikan ketika
mendengar berita bahwa putranya itu melangsungkan pesta di
rumahnya, hingga tanpa pikir panjang Faxson segera membatalkan
pertemuan pentingnya di Kanada dan terbang menuju New York.
Kali ini, Faxson harus mengambil risiko. Sebelum segalanya
semakin tak terselamatkan.
"Apa yang kau inginkan, Javier?" tanya Faxson tegas.
Javier langsung mengubah sikap duduknya dan menatap ayahnya
tanpa ragu. "Izinkan aku untuk bersekolah di Julliard dan menjadi pianis. Aku
akan sukses. Aku tidak akan mengecewakanmu, Ayah." jawab
Javier. Faxson menghela napas, lalu mengalihkan tatapan pada putrinya.
Ini sungguh pilihan sulit, karena dengan mengizinkan Javier, tanpa
sadar Faxson mengalihkan tanggung jawab pada Hester. Setelah
ini hari-hari Hester akan dipenuhi dengan pelatihan untuk menjadi
pewaris selanjutnya. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Hester, apa kau siap mengambil alih tanggung jawab Javier?"
tanya Faxson. Hester ragu. Sama seperti kakaknya, darah seni mengalir deras
dalam nadinya. Namun demi melihat harapan yang meletup bagai
bara di kedua mata hijau milik kakaknya, akhirnya Hester
mengangguk. "Aku akan berusaha, Ayah. Aku akan memulai pelajaran dasarnya
besok siang sepulang sekolah." jawab Hester.
Faxson menatap Hester lekat, tahu bahwa semua ini akan sia-sia di
akhir nanti. Kedua anaknya tidak akan bisa lari. Mereka akan tetap
menjadi pewaris, suka atau tidak. Faxson hanya berharap Tuhan
tidak mencabut nyawanya sebelum kedua anaknya meraih impian
mereka. Faxson akan memastikan anak-anaknya bahagia.
"Aku mengizinkanmu, Javier." putus Faxson.
Javier tersenyum dan Hester bertepuk tangan senang. Mereka
berdiri, lalu menghampiri Faxson dan mengucapkan terima kasih
yang sarat akan kebahagiaan.
*** Desember, 2010 Javier melangkah menyusuri lorong kampusnya dengan satu
tangan memegang partitur sementara tangan lainnya menempelkan
ponsel ke telinga. Libur akhir semester yang semakin dekat
membuat kesibukan di dalam kampus meningkat, sehingga Javier
harus ekstra hati-hati dalam melangkah. Juga harus ekstra
berusaha untuk mendengarkan ocehan adiknya di ujung telepon.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Javier" Kau mendengarku" Astaga, aku mulai bertanya-tanya
apakah sebutan jenius yang kau sandang itu benar-benar nyata.
Kau selalu bersikap menyebalkan padaku!" seru Hester kesal.
"Aku mendengarmu, Hester. Kau akan berulang tahun yang ke
delapan belas. Tentu saja aku akan datang. Bahkan meski
profesorku melarang, aku akan tetap datang. Kau dengar itu"
Meski aku baru bisa datang setelah Kakek pergi, aku juga akan
tetap datang. Tenang saja, adik kecilku." balas Javier ceria.
"Aku hampir delapan belas tahun! Berhenti memanggilku adik
kecil! Kau ini seperti ayah yang selalu memanggilku gadis
kecilnya." protes Hester.
Javier tertawa, "Kau akan selalu menjadi gadis kecil kami,
Hesterly Keane. Terima saja nasibmu."
"Lupakan topik itu. Bagaimana persiapanmu untuk album
perdanamu" Aku akan sangat senang mendengar
perkembangannya. Teman-temanku bahkan mulai bertanya-tanya
kapan mereka bisa membelinya. Ah ya, kau harus bermain piano
semalam suntuk untuk pesta ulang tahunku! Teman-temanku akan
menjadi histeris!" sahut Hester bersemangat.
"Sejauh ini semuanya lancar. Sekarang aku harus menemui dosen
pembimbingku untuk tugas akhir. Aku akan menghubungimu nanti
untuk cerita lengkapnya. Sampai jumpa, Hester." balas Javier, lalu
memutuskan sambungan. *** Juni, 2012 Javier menatap pintu ganda berukiran rumit di hadapannya. Di
balik pintu itu terdapat ruang kerja Xander Keane, yang terkenal
http://bacabukunovel.blogspot.com
dengan sebutan Ruang Keadilan di antara anggota keluarga Keane.
Orang yang dipanggil masuk ke dalam sana pastilah orang yang
telah melanggar aturan. Dan orang yang saat ini berada di sana
adalah Faxson Keane. "Maafkan aku, Javier. Aku benar-benar menyesal. Aku tidak
bermaksud membawamu dan Ayah ke dalam masalah ini." bisik
Hester menyesal. Javier menggenggam tangan Hester, mengisyaratkan bahwa semua
baik-baik saja. "Aku tahu kau telah berusaha, Hester. Bukan salahmu jika salah
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu penari hebat dunia terpesona padamu dan merekrutmu
menjadi murid pribadinya juga mendaftarkanmu di Julliard. Kita
akan memikirkan jalan keluarnya. Semua akan baik-baik saja,
Hester." sahut Javier menenangkan.
Hester mengangguk, bersamaan dengan dibukanya pintu ganda
itu. Faxson Keane menghampiri kedua anaknya dan mengajak
mereka pulang. Perjalanan pulang hanya diisi oleh keheningan,
hingga akhirnya mereka sampai di rumah. Hester tidak bisa
menahannya lagi. Ia tahu ada konsekuensi atas pelanggaran itu.
"Ayah, apa yang dikatakan Kakek?" tanya Hester hati-hati.
Faxson menghentikan langkahnya dan berbalik menatap kedua
anaknya. "Ia meminta agar Javier membatalkan konser keliling dunianya."
jawab Faxson. "Apa" Tidak!" seru Hester.
Javier menenangkan Hester, lalu berkata, "Tidak apa-apa. Aku
http://bacabukunovel.blogspot.com
bisa mengusahakannya lain waktu. Lagi pula aku baru saja
menyelesaikan konser keliling Eropa. Tidak ada salahnya berlibur
untuk sementara." "Javier benar, Hester. Selain itu, kau bisa meneruskan mimpimu.
Kakek hanya meminta Javier untuk membatalkan konsernya, ia
tidak mengatakan apa pun tentang dirimu yang akan masuk
Julliard." tambah Faxson.
Hester meragu, namun ia tak bisa menyembunyikan secercah nada
berharap dalam suaranya, "Benarkah itu" Aku boleh berhenti
sekolah bisnis dan menjadi penari?"
Faxson Keane mengangguk dan Hester menghambur
memeluknya. Setelah itu Hester mulai melakukan panggilan dan
mengurus segalanya, meninggalkan Javier dan ayahnya berdiri di
ruang tamu rumahnya. Javier menyadari dengan perasaan ganjil
bahwa tatapan ayahnya terlalu sendu untuk saat bahagia Hester.
"Apakah semua baik-baik saja, Ayah?" tanya Javier memastikan.
"Ya. Semua baik-baik saja, Javier." jawab Faxson.
Namun Javier tahu, jawaban itu adalah sebuah kebohongan.
*** Jakarta, Oktober, 2013 Jawaban ayahnya saat itu sungguh sebuah kebohongan. Karena
kini Javier mendapat pembuktiannya. Sesosok pria berhati bijak
yang dengan bangga Javier sebut sebagai ayahnya kini tertidur di
atas tempat tidur rumah sakit dengan bantuan peralatan medis
untuk menopang hidupnya. Tak pernah sekalipun Javier berpikir
penyakit jantung ayahnya berbahaya, hingga ia mendapat telepon
http://bacabukunovel.blogspot.com
dari sekertaris ayahnya bahwa ayahnya terkena serangan jantung.
Sudah satu minggu Javier berada di ibukota negara Indonesia ini.
Menemani Hester menunggui ayahnya. Namun di saat-saat
tertentu, Javier akan pergi untuk menghirup udara segar. Javier
tidak bisa terus-menerus berada di kamar rawat dan membiarkan
otaknya memutar skenario terburuk. Untung saja ada sebuah panti
asuhan di belakang bangunan rumah sakit, sehingga ketika
membutuhkan ruang untuk dirinya, Javier akan pergi ke sana dan
bermain piano. "Aku akan kembali, Hester." ucap Javier sebelum melangkah
pergi. Javier memutari bangunan rumah sakit hingga menemukan sebuah
gerbang perumahan berwarna putih. Letak panti asuhan itu tak
jauh dari gerbang. Javier ingat kedatangannya yang pertama, ia
sampai harus memanggil anak buah ayahnya yang mendapat tugas
berjaga di rumah sakit agar bisa masuk ke panti asuhan itu.
Keterbatasannya dalam berbahasa menjadi penghalang, namun
segera setelah ia memainkan piano, segala batas itu hilang.
Seluruh penghuni panti asuhan menyambutnya dengan hangat dan
bersahabat. Seperti hari ini, begitu membuka gerbang, Javier mendapat
sambutan ceria dari anak-anak yang sedang bermain di halaman.
Mereka mengucapkan serangkaian kata yang tidak dipahami
Javier, namun merasakan tarikan mereka, Javier mengerti apa
yang mereka inginkan. Maka Javier menghampiri piano di bagian
kanan bangunan panti asuhan, lalu membuka pelindung tutsnya.
Javier memasang ekspresi bertanya, kemudian mendapat jawaban
berupa anggukan dari anak-anak di sekelilingnya. Javier melarikan
jemarinya di atas tuts, disusul oleh tekanan nada-nada sumbang
dari anak-anak lainnya. Javier tertawa, sementara seorang gadis
http://bacabukunovel.blogspot.com
kecil berkucir kuda menggerakkan tangannya seolah meminta
teman-temannya untuk mundur dan duduk tertib.
Tawa Javier terus berderai, hingga si gadis kecil mengalihkan
pandangan padanya dan menunjuk piano. Javier memberi hormat
ala militer, lalu meregangkan jemarinya dan mulai memainkan
piano. Nada-nada ceria yang mengalun membuai Javier menuju
dunia pribadinya. Dunia yang hanya berisi harap.
Javier menekan nada terakhir dengan sentuhan ringan pada tuts
pianonya. Meresapi kepuasan mendalam karena telah melakukan
hal yang disukainya. Begitu ia menengadahkan wajah, tepuk
tangan juga pekikan ceria langsung menyambutnya, membuat
Javier kembali tersenyum.
Gadis kecil berkucir kuda itu menghampiri Javier, lalu menunjuk
piano dan menunjuk dirinya. Javier mengerti isyarat itu. Ia
menunjuk dirinya seraya menyebutkan namanya, kemudian
menunjuk gadis kecil itu.
"Rara!" serunya seraya mengulurkan tangan.
Javier menyambut tangan mungil itu, lalu bergeser untuk memberi
ruang bagi Rara di kursinya. Mereka mulai menyentuh tuts-tuts
dan mengundang tawa dari anak-anak lainnya. Lalu Javier
menekan nada-nada dasar, bersamaan dengan masuknya seorang
gadis bergaun putih ke dalam ruangan.
Javier tersenyum tipis menyapa gadis itu, lalu memerhatikan anakanak yang kini
telah teralihkan perhatiannya. Mereka semua
berlari menghampiri gadis itu, meluapkan celoteh bernada polos.
Sementara gadis itu memberikan bingkisan yang dibawanya pada
anak-anak seraya mengatakan sesuatu yang tidak bisa Javier
dengar apalagi mengerti, kemudian melambai dan pergi.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier mengamati sosok gadis itu hingga menghilang di balik
pintu, memuji kecantikan bak bidadari yang dimilikinya. Dengan
senyum sendu juga tatapan teguh, gadis itu bagaikan salju yang
meretas bersama angin. Lembut sekaligus rapuh. Meski Javier
hanya sempat melihatnya sekilas - hanya salah satu sisi wajahnya
pula - Javier yakin gadis itu sungguh memesona. Untuk alasan
yang tidak dimengerti, Javier ingin melihat gadis itu lagi.
Lamunan Javier terhenti dering ponselnya. Setelah menerima
panggilan itu dan mendengarkan suara Hester yang bergetar hebat,
binar ceria di wajah Javier menghilang tak bersisa.
*** Bab 3 Menghindari Matahari Jakarta, November, 2013 Adrienne mengerang kesal ketika sinar matahari yang masuk
melalui celah tirai menyinarinya. Adrienne benci matahari. Karena
matahari membuat Adrienne merasa beban yang memberati
bahunya semakin tak tertahankan. Matahari membawa fakta
memilukan bahwa Adrienne sesungguhnya tidak berhak bahkan
hanya untuk sekadar melihat warna cerahnya. Adrienne begitu
kelam, tenggelam bersama lukanya.
Suara klakson mulai terdengar riuh di bawah sana. Hari baru saja
menyentuh pagi, namun kota Jakarta telah digeluti berbagai
kesibukan. Kota yang begitu ramai dan menjadi pusat berbagai
kegiatan vital negara ini. Sang ibukota negara.
Satu lirikan singkat pada penunjuk tanggal di ponselnya
menambah rasa bersalah Adrienne. Ia telah melewatkan
kunjungannya ke panti asuhan kemarin. Ia membiarkan satu-
http://bacabukunovel.blogspot.com
satunya kegiatan yang berharga baginya terenggut demi satu
senyum itu. Senyum yang mengoyak hatinya.
Satu minggu yang lalu ketika mengunjungi panti asuhan, Adrienne
bertemu dengan seorang pria. Tidak bisa dikatakan bertemu,
karena mereka hanya saling melihat selama beberapa detik.
Namun beberapa detik itu berhasil mencuri napasnya. Begitu
melihat pria itu, hanya satu kata yang terngiang dalam benak
Adrienne; menawan. Pria itu amat tampan hingga terlihat
menawan. Kemudian senyum terkutuk itu terulas. Senyum yang
mengingatkannya pada seseorang yang tak ingin diingatnya lagi
seumur hidup. Senyum yang terlalu banyak menerakan luka,
bahkan hingga saat ini ketika waktu enam tahun telah berlalu.
Sebelum otaknya memutar ulang kengerian hidupnya, Adrienne
beranjak menuju kantor. Seperti biasa, hari Senin menjadi hari
pembuka untuk segala kesibukan. Khusus bagi Adrienne, ia harus
berkerja lebih keras karena ia harus menyelesaikan proposal
kerjasama dengan Keane Property Company siang ini, lalu segera
mengajukannya ke pihak yang bersangkutan.
Kerja sama ini sangat penting bagi Adrienne, karena perusahaan
yang dipimpinnya - buah dari kerja kerasnya selama dua tahun -
tengah berada di ambang kehancuran. Korupsi besar-besaran yang
baru saja terjadi di perusahaannya membuat Adrienne tidak
memiliki pilihan selain mengusahakan seluruh kemampuannya
untuk menarik perusahaan lain bekerja sama dengannya.
Sesungguhnya, Adrienne tidak perlu berjuang sekeras itu. Seluruh
perwakilan dari perusahaan yang akan bekerja sama dengannya
selalu bertekuk lutut di hadapannya. Meski benci mengakuinya,
Adrienne tahu ia memiliki kemampuan untuk memanipulasi para
pria bodoh yang tidak pernah menggunakan otak itu. Sejak awal
http://bacabukunovel.blogspot.com
karirnya, setiap pria berusaha menundukkannya dan selalu
berakhir dengan keberhasilan Adrienne menundukkan mereka
bahkan tanpa perlu melakukan apa pun sebagai gantinya. Jika
sudah seperti itu, Adrienne hanya akan berjalan pergi dengan dagu
terangkat tinggi. Adrienne muak terhadap pria. Mereka adalah sekumpulan manusia
yang selalu menganggap diri mereka hebat. Mereka hanya mampu
menyakiti, bahkan terhadap sesuatu yang berharga bagi mereka.
Dan Adrienne bersumpah tidak akan pernah membiarkan
hidupnya tersentuh oleh pria.
"Selamat pagi, Adrienne. Aku sudah menyiapkan kopi dengan
empat sendok gula juga dua sendok krim di mejamu. Seperti yang
kau minta." sapa Tasha.
Adrienne memasuki ruangannya yang berwarna kuning gading
diikuti Tasha yang membacakan jadwalnya, lalu menyesap kopi
manisnya dengan helaan napas lega. Lukisan-lukisan yang
memenuhi dinding menjadi saksi bisu seluruh kegiatan Adrienne
di ruangan itu. Ruangan yang menjadi tempat persembunyiannya.
"Adrienne, bagaimana menurutmu?" tanya Tasha.
Adrienne tersentak, "Apa?"
Tasha mengulangi perkataannya, "Kepala Bagian Keuangan, Rita
Indira, mengajukan cuti selama dua minggu. Bagaimana
menurutmu?" "Apakah sudah disetujui?"
"Ya, sudah. Rita Indira memang memiliki hak cuti selama dua
minggu untuk tahun ini."
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Lalu mengapa kau harus menanyakan pendapatku?"
"Adrienne, tidakkah kau mengerti" Kau terlalu memercayai
wanita tua itu. Kasus korupsi ini harus segera dituntaskan.
Mengapa kau tidak mulai menyelidiki siapa pelakunya?"
Adrienne mengetukkan jemarinya di atas meja, lalu mendesah dan
berkata, "Kau benar. Kondisi keuangan perusahaan kita sangat
mengkhawatirkan. Aku sedang berusaha membuat kerjasama
dengan Keane Property Company. Aku harap semua berjalan
lancar." "Adrienne, aku rasa tidak akan semudah itu. Apakah kau lupa
Faxson Keane baru saja meninggal minggu lalu" Kepemimpinan
perusahaan itu kini berada di tangan pewarisnya, yang omongomong, sampai saat
ini masih dirahasiakan." sahut Tasha.
Ponsel Adrienne bergetar menandakan pesan masuk. Dengan
gamang Adrienne membaca pesannya yang berisi kabar bahwa
ibunya sedang transit di bandara Changi, Singapura. Itu berarti
Adrienne akan segera bertemu dengan ibunya.
"Ini akan menjadi hari yang sangat panjang." desah Adrienne.
*** Adrienne memasuki restoran seraya mengedarkan pandangan. Ia
menemukan ibunya - Via Callandrie - duduk di sudut kanan
restoran dengan pandangan tertuju pada buku menu. Adrienne
menghampiri ibunya, lalu menyapa dengan sopan.
"Selamat siang, Ibu."
"Adrienne, putriku! Aku sangat merindukanmu. Bagaimana
kabarmu" Kau baik-baik saja, bukan?" balas Via seraya memeluk
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne. Adrienne hanya mengangguk.
"Aku akan menginap di Ritz-Carlton selama satu minggu. Kau
bisa mengunjungiku kapan pun kau mau. Dan kita bisa pergi
kapan saja kau mau. Kau dengar itu, Adrienne" Aku memberimu
waktu satu minggu untuk bisa melakukan banyak hal bersamasama. Seperti dulu."
ucap Via bersemangat. Lagi-lagi Adrienne hanya mengangguk. Via tidak suka apartemen
Adrienne - yang menurutnya terlalu sederhana - dan selalu
menginap di hotel jika datang mengunjungi Adrienne. Bukan
berarti Adrienne peduli. Adrienne justru sangat bersyukur ibunya
tidak mau tinggal di apartemennya.
Hubungan Adrienne dengan ibunya merenggang beberapa tahun
terakhir. Tepatnya setelah kejadian itu. Adrienne merasa tidak
sanggup menatap ibunya tanpa mengingat bahwa dirinya-lah yang
telah membuat ibunya sedih juga kecewa. Akhirnya Adrienne
mulai melakukan hal-hal yang dulu ia pikir tak kan pernah
dilakukannya; pindah untuk hidup sendiri dan menghabiskan
waktunya untuk belajar atau bekerja. Apa pun itu, asal ia bisa
menghindari ibunya. Kegiatan mengunjungi Adrienne ke Indonesia ini pun dilakukan
ibunya dengan unsur paksaan. Adrienne selalu menolaknya,
namun setelah banyak percobaan, Adrienne akhirnya mengalah
dan mau menghabiskan sedikit waktu bersamanya. Adrienne tetap
mendirikan dinding pertahanannya, hingga tak ada satu pun orang
yang bisa melihat diri Adrienne yang sesungguhnya.
Pada kenyataannya, Adrienne menghindari nyaris segala hal dalam
hidupnya. Demi menjaga hatinya tetap aman, Adrienne bersedia
mengorbankan banyak hal terutama kebahagiaan agar tak
http://bacabukunovel.blogspot.com
merasakan rasa sakit semacam itu lagi. Adrienne mengunci rapat
dirinya dalam ruang rahasia di palung jiwanya, lalu mematahkan
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kunci itu hingga ia sendiri pun tak bisa keluar dari penjara yang
diciptakannya. Maka ketika ibunya kembali bertanya apakah ia baik-baik saja,
Adrienne hanya menjawabnya dengan seulas senyum tipis tanpa
makna. *** Adrienne melangkah memasuki gedung apartemennya dengan
benak sibuk membayangkan es krim yang berada di dalam lemari
esnya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan
Adrienne merasa tubuhnya begitu lelah. Entah pemimpin
perusahaan konstruksi macam apa yang harus bekerja hingga
selarut ini, namun itulah yang dilakukan Adrienne.
Adrienne baru saja melewati meja resepsionis ketika matanya
menangkap sesosok wanita yang dikenalnya. Sontak langkah
Adrienne terhenti dan matanya terbelalak. Wanita itu
menghampirinya, lalu menyapanya dengan seulas senyum. Katie.
"Apa kabar, Adrienne?" sapa Katie.
"Apa yang kau lakukan di sini?" balas Adrienne dingin.
"Aku baru saja dipindahtugaskan ke negara ini. Karena aku ingat
kau juga berada di sini, aku datang untuk menyapamu.
Apartemenku tak jauh dari sini, kau bisa mengunjungiku kapankapan dan mungkin
kita bisa berteman seperti dulu." sahut Katie
tenang. "Atau mungkin kau bisa mengatakan alasan sesungguhnya Antony
bunuh diri. Alasannya bukan karena diriku, bukan?" lanjut Katie.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne berusaha keras tetap menjaga ekspresi datarnya. Wanita
di hadapannya ini terlihat seperti iblis di mata Adrienne. Iblis yang
membangkitkan seluruh sisi gelap dalam hidup Adrienne.
Adrienne tidak bisa membiarkan wanita ini tiba-tiba saja datang
dan menghancurkan segala ketenangan yang telah dibangunnya.
"Aku tidak tertarik berteman dengan seseorang sepertimu. Semoga
kita tidak pernah bertemu lagi. Selamat tinggal." sahut Adrienne.
Adrienne melangkah menuju mobilnya dan kembali menyusuri
jalan. Tuhan benar-benar sedang mengujinya, karena tidak saja
harus menghadapi ibunya, Adrienne juga harus bertemu kembali
dengan Katie. Adrienne membencinya lebih dari apa pun, karena
tanpa sadar Katie-lah yang menjadi awal dari seluruh kehancuran
hidupnya. Seandainya Antony tidak mengenalnya lalu jatuh cinta padanya.
Seandainya Adrienne tidak mirip dengannya.
Seandainya ia tidak berkhianat.
Seandainya, seandainya, dan seandainya.
Satu kata itu terasa amat menyakitkan bagi Adrienne. Karena kata
itu adalah sebuah pengingat betapa tidak berdaya Adrienne, betapa
hancur hidup Adrienne, juga betapa banyak luka yang tertoreh di
jiwa Adrienne. Adrienne menghentikan mobilnya di depan sebuah klub malam. Ia
tidak berencana untuk minum, hanya ingin menenggelamkan
dirinya sesaat di antara keramaian. Segera setelah Adrienne
masuk, musik yang berdentam-dentam menyambutnya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne membawa dirinya ke lantai dansa dan membiarkan
tubuhnya bergerak. Adrienne tidak peduli pada orang-orang di
sekitarnya, namun ada begitu banyak orang yang mengganggunya.
Seperti seorang pria yang saat ini berada di hadapannya dan
mencoba untuk menyentuhnya.
Adrienne segera berhenti. Ia melangkah keluar dari lantai dansa
dan kembali menuju mobilnya. Adrienne masih tidak sanggup
menolerir sentuhan dari pria asing. Ada rasa enggan begitu besar
yang bermetamorfosa menjadi rasa jijik tak tertanggungkan.
Adrienne menghela napas dalam-dalam. Saat ini ia butuh pengalih
perhatian dan hanya satu orang yang bisa membantunya.
*** Suara tubuh yang saling bertumbukan memenuhi kamar hotel
mewah itu. Napas yang berat merambati udara, sementara titiktitik keringat
membanjiri kedua tubuh yang saat ini tengah bersatu
dalam pusaran nafsu. Tak ada erangan apalagi teriakan kepuasan.
Mereka hanya berusaha memenuhi kebutuhan.
Adrienne berusaha keras mematikan pikirannya. Rasa tak nyaman
yang merayapi hatinya harus ia musnahkan. Tubuh mungilnya kini
berada di bawah tubuh kekar milik Dareson Logane. Teman yang
menjadi partnernya untuk bersetubuh sejak lima tahun yang lalu.
Mereka bertemu di salah satu pesta semasa kuliah. Mereka
memiliki banyak kesamaan, seperti kebencian dalam melakukan
seks yang mengikat sekaligus obsesi untuk tetap memegang
kontrol. Ketika mereka bersama, mereka saling memenuhi. Tak
ingin ikatan, juga tak membiarkan yang lain memegang kontrol.
Persetubuhan mereka lebih sering melibatkan pergulatan
merebutkan kontrol sebelum akhirnya orgasme menghantam. Bagi
Adrienne dan Dareson, itu lebih dari cukup. Mereka saling
memercayai dan merasa saling menguntungkan. Segalanya murni
http://bacabukunovel.blogspot.com
tentang kebutuhan fisik semata.
Ketika akhirnya mereka mendapat pelepasan, Adrienne menghela
napas lega. Berhubungan intim tak pernah mudah baginya. Namun
hanya itu satu-satunya cara yang Adrienne miliki untuk
mematikan pikirannya. Karena kebencian mutlak Adrienne
terhadap minuman beralkohol, maka satu-satunya cara baginya
hanyalah seks. Adrienne membutuhkan itu meski ia tidak pernah
merasa nyaman ketika melakukannya.
Bukan berarti Dareson Logane tidak hebat. Pria itu sangat tampan
dan memenuhi kriteria pria idaman seluruh gadis di muka bumi,
seandainya saja ia tidak hidup bersama hantu-hantunya. Dareson
Logane memiliki masa lalu yang kelam, sama seperti Adrienne,
meski Adrienne tidak tahu apa persisnya.
"Kau sangat kacau hari ini." ucap Dareson seraya menarik selimut
untuk Adrienne. "Kapan aku tidak kacau" Sama halnya dengan dirimu, bukan?"
balas Adrienne datar. "Ya. Kita berdua memang kacau." sahut Dareson menyetujui.
Dan mereka larut dalam keheningan setelahnya.
*** Bab 4 Keputusan New York City, November, 2013
Javier mengetuk pintu kamar Hester. Sejak pulang dari
http://bacabukunovel.blogspot.com
pemakaman kemarin, adiknya itu mengurung diri. Javier tahu ini
merupakan saat yang sulit. Waktu tiga puluh jam yang mereka
habiskan dengan keheningan dalam pesawat pribadi keluarga
Keane - yang membawa tubuh ayahnya - selama perjalanan
menuju New York, ditambah pemakaman penuh uraian air mata,
sudah lebih dari cukup bagi siapa pun untuk larut dalam
kesedihan. Demi Tuhan, Javier juga merasakan kesedihan yang pekat. Namun
apa pun yang terjadi hidup akan terus berjalan, bumi tetap
berputar, dan Javier menyadarinya. Javier tahu dengan pasti ia
tidak bisa bersedih selamanya.
"Hester, bisakah kau membuka pintu" Aku harus bicara
denganmu, adik kecil."
Tak lama kemudian pintu terbuka, menampakkan sosok Hester
yang rapuh dengan wajah sembab dan pucat. Javier membawa
Hester ke dalam pelukannya, membiarkan adiknya sekali lagi
menangis di bahunya. "Kau akan baik-baik saja, Hester. Semua akan baik-baik saja. Aku
ada untukmu. Aku akan melindungimu. Kau percaya itu?" bisik
Javier. Hester mengangguk. Menggumamkan terima kasih dengan
tersendat. Javier mengurai pelukannya, lalu menghapus sisa air mata di
wajah Hester. "Ini tidak akan mudah, Hester. Merelakan kepergian Ayah adalah
hal yang sungguh berat. Aku tahu itu. Aku juga merasakannya.
Namun kita memiliki satu sama lain. Kau dengar" Kau
memilikiku dan aku memilikimu. Semua akan baik-baik saja. Kau
http://bacabukunovel.blogspot.com
hanya harus melanjutkan hidup dan biarkan waktu yang mengurus
sisanya." ucap Javier lembut.
Hester kembali mengangguk. Lalu mereka melangkah menuju
ruang tengah, tempat Kyle Vaughan - pengacara keluarga Keane
- menunggu. Saat untuk membacakan surat wasiat. Baik Javier
maupun Hester tidak tertarik dengan harta atau semacamnya,
mereka telah memiliki penghasilan yang lebih dari cukup. Namun
mereka tetap mendengarkan, tahu bahwa ayahnya akan
memberikan sesuatu yang lain.
Benar saja, setelah pembagian seluruh aset seperti rumah dan
mobil dengan jumlah yang sama, Faxson Keane memberikan satu
surat untuk masing-masing anaknya.
Javier dan Hester segera membuka amplop itu. Selama sesaat
mereka terdiam, lalu Hester mulai menangis. Javier tetap
menguatkan hatinya dan membaca dengan seksama.
Javier, Aku tidak bermaksud menambahkan garam pada lukamu, aku
hanya ingin mengatakan selamat tinggal melalui surat ini,
seandainya saja aku tidak sempat mengatakan itu di saat
terakhirku. Ketika ibumu meninggal, aku merasa duniaku runtuh. Kau tentu
tahu betapa sulit masa itu, bahkan di usiamu yang menginjak tiga
tahun, kau telah mengerti. Kau mengatakan hal yang membuatku
mampu bertahan. Apakah kau mengingatnya" Kau mengatakan
bahwa aku tidak perlu sedih berkepanjangan, karena aku akan
kembali bertemu dengannya.
Dan kurasa inilah saatnya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Karena itu, aku harap kau dapat menjelaskan hal serupa pada
dirimu juga adik kecilmu. Jangan biarkan kepergianku
menghalangi langkah kalian.
Kau sudah dewasa, Javier. Aku memercayaimu. Aku yakin kau
tahu apa yang terbaik untukmu juga adik kecilmu. Meski tidak
pernah mengatakannya dengan langsung, kau tentu tahu betapa
bangga diriku padamu. Aku bahkan memiliki koleksi lengkap
albummu, termasuk edisi bertanda tangan khusus yang hanya ada
seratus keping di dunia. Pembacaan isi dari surat wasiatku selanjutnya akan mengubah
hidupmu. Maafkan aku karena harus memberikan pilihan yang
sulit untukmu, meski aku tahu dengan jelas pilihanmu, aku tahu
itu tetap sulit. Dan jika perkiraanku benar mengenai pilihanmu - aku yakin
sekali benar - kau bisa memercayai satu orang, Javier.
Percayalah pada Adrienne Callandrie.
Javier menurunkan suratnya dan menatap Mr. Vaughan. Meminta
pria itu kembali membacakan surat wasiat ayahnya. Poin terakhir.
"Saya memberikan hak/kuasa/kewenangan penuh atas
kepemimpinan Keane Property Company, pada siapa pun dari
kedua anak saya yang mengajukan diri." ucap Mr. Vaughan.
Saat itulah, Javier benar-benar mengerti bagian terakhir dari surat
ayahnya. Javier dihadapkan dengan keputusan yang sulit; jika
Javier mengajukan diri maka ia harus melupakan dunia musiknya,
sementara jika Javier diam maka Hester-lah yang harus melupakan
dunia tarinya. Semua itu nyaris terlihat seperti jalan buntu. Pilihan
apa pun yang diambilnya tak kan memberi kebahagiaan untuknya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Namun salah satu di antaranya akan memberi kebahagian untuk
adik kecilnya. Javier menarik napas, berusaha menguatkan hatinya. Ketika
menoleh untuk melihat Hester, Javier tak lagi diselimuti keraguan.
Ia tahu ini adalah pilihan terbaik.
"Saya mengajukan diri." ujar Javier tegas.
"Javier!" seru Hester.
Mr. Vaughan mengangguk. Ia menuliskan keputusan Javier, lalu
berkata akan kembali dalam beberapa jam dengan seluruh berkas
pengalihan kekuasaan. "Javier, kau tidak boleh melakukannya. Mengapa kau
mengorbankan hidupmu" Dunia musikmu" Bagaimana dengan
konser keliling duniamu" Kau tidak akan pernah bisa
mewujudkannya!" seru Hester dengan wajah dipenuhi air mata.
"Hester, ini adalah keharusan yang sudah seharusnya kulakukan.
Aku berjanji untuk melindungimu, termasuk impianmu di
dalamnya. Mungkin benar aku tidak akan pernah bisa melakukan
konser keliling dunia itu, namun kau bisa melakukannya untukku.
Kau mengerti" Jangan menyalahkan dirimu. Kau tahu aku akan
melakukan apa pun untukmu." balas Javier.
"Maafkan aku, Javier. Maafkan aku." isak Hester.
Javier menepuk kepala Hester lembut, berusaha menampilkan
senyum. Namun baik Javier maupun Hester tahu, senyum itu
menyimpan kepedihan di dalamnya.
*** http://bacabukunovel.blogspot.com
Jakarta, November, 2013 Sekali lagi, Javier menginjakkan kakinya di negara beriklim tropis
ini. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, sehingga tidak heran jalan
yang ia lalui mulai ramai. Javier meminta sopirnya untuk
membawanya langsung ke kantor. Segalanya kini telah berubah
dan Javier harus mulai menyesuaikan diri secepatnya.
Javier tersenyum miris mengingat betapa cepat impian yang
dibangunnya selama bertahun-tahun hancur. Hanya dengan
beberapa panggilan telepon - untuk pembatalan kontrak juga
persiapan konser yang disusul dengan sejumlah denda ganti rugi -
Javier resmi menyandang sebutan 'mantan pianis'. Selama
melakukan pembatalan itu Javier merasa seperti memutilasi
dirinya sendiri, membiarkan serpihan demi serpihan harapannya
luruh menyentuh ruang putus asa yang ia pikir tak kan pernah
disentuhnya. Namun Javier akan bertahan. Ia sudah menetapkan pilihan. Ia
harus segera memulai. Tidak ada lagi waktu untuk bersedih
apalagi menyesali keadaan.
Begitu Javier sampai di gedung megah yang akan menjadi kantor
barunya, ia disambut oleh pegawai-pegawai berkedudukan penting
di kantor itu. Mereka memperkenalkan diri, memperlakukan
Javier dengan hormat selayaknya bos yang mereka hormati,
namun Javier tahu semua itu palsu. Mereka meragukan Javier,
sang pewaris utama yang tidak memiliki pengalaman dalam
bentuk apa pun di bidang konstruksi.
Javier baru saja menghela napas ketika pintu ruang kerjanya
diketuk. Javier menekan tombol di sisi kanan meja kerja ayahnya
- meja kerjanya, Javier mengingatkan dirinya - untuk membuka
kunci, lalu mempersilakan masuk.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Seorang pria pribumi berusia awal lima puluhan melangkah masuk
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan membawa setumpuk proposal. Pria itu adalah sekertaris
ayahnya. Javier segera bangkit berdiri untuk membantunya,
namun pria itu tersenyum mengisyaratkan bahwa ia baik-baik saja.
Lalu dengan bahasa Inggris yang lancar, ia mulai menjelaskan
kondisi perusahaan saat ini yang bisa dikatakan stabil.
"Apakah Anda benar-benar mengajukan surat pengunduran diri
sebelum ayah saya meninggal?" tanya Javier.
"Ya. Saya sudah mengabdikan separuh hidup saya di perusahaan
ini dan setelah mendengar diagnosis untuk Mr. Keane tahun lalu,
saya memutuskan untuk mengundurkan diri setelah pewaris
perusahaan ini datang. Mr. Keane menyetujuinya. Pengganti saya
akan mulai bekerja besok dan ia adalah seorang gadis cantik
berpengalaman. Ia direkomendasikan oleh kantor cabang
Singapura karena kerjanya yang rapi juga cekatan. Anda tidak
perlu khawatir." jawab pria itu.
Javier hanya mengangguk. Ia mulai membuka satu dari sekian
banyak proposal di hadapannya dan gerak tangannya terhenti demi
sebuah nama yang terasa familiar.
Adrienne Callandrie. Javier tahu nama itu. Nama yang menurut ayahnya, bisa ia
percaya. Maka tanpa ragu Javier mengambil jasnya, lalu
membawa proposal itu keluar dari ruang kerjanya.
*** Javier menatap gadis berpakaian resmi di hadapannya. Wajah
tanpa ekspresi gadis itu tersapu riasan tipis yang justru
menonjolkan kecantikannya. Rambut hitamnya digelung rapi,
semakin mengukuhkan auranya sebagai gadis yang tak mudah
http://bacabukunovel.blogspot.com
digoyahkan. Gadis itu teguh, namun Javier tetap dapat merasakan
kerapuhannya. Setelah proses memperkenalkan diri lima menit yang lalu, Javier
belum mendengar ada suara apa pun di ruangan bercat kuning
gading itu selain suara kertas-kertas yang dibalik. Javier memang
tidak berpengalaman dalam dunia bisnis, namun Javier tahu
dengan jelas gadis itu mengabaikannya. Gadis itu bahkan tidak
bersedia menatap langsung ke matanya. Bahasa tubuh gadis itu
begitu kaku, seakan Javier telah menyakitinya.
Javier berdeham, "Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Javier
sopan. Gadis itu meliriknya sesaat, lalu menggeleng.
"Lalu apa yang telah kulakukan hingga membuatmu tidak
nyaman?" kejar Javier. Ia dibesarkan dengan segala cinta dan
keceriaan bersama adiknya. Dan berakting menjadi orang kaku
sama sekali bukan keahliannya.
Ketika tak juga mendapat jawaban, Javier menegakkan tubuh dan
menatap gadis itu lekat-lekat. Berusaha mencari matanya selagi
Javier berusaha meyakinkannya.
"Aku tidak memiliki pengalaman dalam bisnis. Aku bahkan tidak
kuliah di jurusan itu. Aku benar-benar buta dalam seluruh
permasalahan ini dan jika kau berencana menipuku sekali pun, aku
yakin tidak akan menyadarinya. Namun dalam surat wasiatnya,
ayahku dengan jelas mengatakan bahwa dari seluruh koleganya,
hanya Adrienne Callandrie yang bisa kupercaya. Karena itu aku
memutuskan untuk menemuimu di hari pertama aku bekerja."
ucap Javier sungguh-sungguh.
"Dan aku tidak mau mengawali perkenalan kita seperti ini. Aku
http://bacabukunovel.blogspot.com
menghargai keputusanmu, hanya saja segala hal yang terjadi
hingga detik ini tidak kuharapkan." lanjut Javier.
"Lalu apa yang kau harapkan" Perlakukan spesial karena kau salah
satu dari pewaris utama keluarga Keane?" balas Adrienne
sarkastik. Javier tersenyum, lalu menjawab tanpa ragu, "Aku berharap kau
bersedia membantuku untuk mengenali seluruh situasi yang saat
ini berlangsung dalam dunia bisnis. Sebagai gantinya, aku akan
menyutujui proposal kerjasama yang kau ajukan. Bahkan bila
perlu, aku akan menandatanganinya saat ini juga. Bagaimana
menurutmu?" Adrienne mengerjap. Selama sesaat ia merasa kehilangan
pegangan. Pria di hadapannya baru saja mengatakan hal yang
berada di luar perkiraannya. Hal yang sama sekali tidak pernah
dipikirkannya akan keluar dari mulut seorang pria.
Parahnya lagi, Adrienne tahu pria itu benar-benar jujur
menyuarakan isi pikirannya. Tidak ada maksud tersembunyi dan
Adrienne dapat merasakan dengan jelas kejujurannya. Melihat
tanpa ragu bahwa pria itu menghargainya.
Sejak awal melihat Javier Keane melangkah memasuki
ruangannya, Adrienne tahu hidupnya akan menjadi semakin tak
menentu. Ditambah dengan janji yang harus ditepatinya pada
mendiang Faxson Keane, tentu Adrienne tidak bisa menghindar.
Cepat atau lambat, Adrienne harus melakukan satu hal yang
diminta oleh Javier Keane. Apa pun itu.
Lagi pula, penawaran yang diajukan Javier Keane sangat
menguntungkan bagi Adrienne. Perusahaannya benar-benar
membutuhkan kerjasama ini. Maka Adrienne meneguhkan hati.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Baiklah. Aku bisa membantumu untuk belajar segala hal tentang
dunia bisnis dalam waktu satu bulan. Namun seperti
penawaranmu, kau harus menandatangani kerjasama itu hari ini."
balas Adrienne datar. Javier tersenyum, menyengat jiwa Adrienne jauh di dalam sana.
Mengoyak hatinya demi satu duka panjang yang sama sekali
belum usai. "Terima kasih, Adrienne." sahutnya tanpa menghilangkan senyum
kekanakan itu. Adrienne mengalihkan pandangannya. Meyakinkan dirinya sendiri
bahwa ia mampu melakukannya. Adrienne akan bertahan selama
satu bulan. Adrienne tidak akan membiarkan segala hal yang
sudah dibangunnya kandas karena satu hal kecil yang
mengingatkannya akan masa lalu.
Adrienne tidak merasakan apa pun terhadap Javier Keane, karena
pria itu sama seperti pria lainnya. Dengan segala yang dimilikinya,
Javier adalah pencerminan sempurna untuk segala hal yang
Adrienne hindari dalam hidup. Dan Adrienne membenci itu lebih
dari apa pun. *** "Selamat pagi, Mr. Keane. Saya Katerina Vaughan."
Salam perkenalan itu singkat, formal, dan sopan. Sesuai harapan
Javier. Ini adalah hari keduanya berkerja sebagai pemimpin Keane
Property Company dan sejauh ini Javier masih dalam tahap
mempelajari seluruh struktur dasar perusahaan yang dipimpinnya.
Javier tersentak ketika menyadari nama belakang sekertaris
barunya itu. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Vaughan" Apa kau putri dari Kyle Vaughan?" tanya Javier.
Gadis cantik dengan mata biru memukau juga rambut pirang
sempurna itu tersenyum, lalu mengangguk. Mereka terlibat dalam
percakapan ringan selama beberapa saat. Katerina menceritakan
kebaikan ayah Javier yang memberinya rekomendasi untuk
magang di cabang perusahaan Singapura hingga akhirnya ketika
lulus, ia langsung direkrut dan bekerja secara resmi di sana.
"Dan aku turut berduka cita atas kepergian ayahmu. Itu pasti
sangat berat." ucap Katerina prihatin.
"Terima kasih. Bagaimana dengan jadwalku hari ini?" balas Javier.
Katerina membuka agendanya dan mulai membacakan jadwal
Javier. Sementara itu Javier menyadari keganjilan yang selama ini
dirasakannya sejak melihat Katerina. Selintas lihat, Katerina
sungguh mirip dengan gadis bergaun putih yang dilihatnya di
panti asuhan saat itu. Caranya berjalan, berdiri, bahkan
menggerakkan tangan. Namun Javier tahu, Katerina bukanlah
gadis itu; Katerina berambut pirang sementara gadis itu berambut
hitam. Javier semakin larut dalam pikirannya, sibuk menebak siapa gadis
bergaun putih itu. Karena jika Javier tahu siapa gadis itu, tanpa ragu ia akan
mencarinya dan menemuinya.
*** Bab 5 Menjemput Kenangan http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier melangkah memasuki kantor Adrienne ketika jam
menunjukkan waktu makan siang. Hari ini adalah pertemuan ke
tiga mereka dalam minggu ini. Javier merasa senang memiliki
guru sebaik Adrienne. Bukan sikapnya - karena Adrienne sungguh
gadis tanpa ekspresi terhebat yang pernah Javier temui - namun
kelugasannya dalam menyampaikan hal-hal penting dengan jelas.
Javier memiliki perkembangan pesat hanya dalam waktu tiga hari
setelah ia terjun dalam dunia bisnis konstruksi dan properti.
"Selamat siang, Adrienne." sapa Javier seraya duduk di hadapan
gadis itu. Seperti biasa, Adrienne tampil dalam balutan baju kerja yang
sopan. Rok pensil putihnya hanya satu senti di atas lutut dan
kemeja dengan motif bunga dandelion berwarna peach
menyempurnakannya. Adrienne mengangguk sebagai balasan, bersikeras tetap
menggeluti donat cokelatnya.
Javier tersenyum. Ia tahu Adrienne sungguh berbeda dengan
gadis-gadis yang pernah ditemuinya. Meski sering kali tidak
berekspresi, Adrienne selalu nampak hidup ketika makan.
Adrienne bahkan tidak segan untuk mengatakan bahwa ia tidak
mau membagi makanannya sejak awal pertemuan pertama
mereka. Maka dari itu, meski ada tumpukan donat berwarna-warni
di hadapannya, Javier tidak menyentuhnya sama sekali.
Adrienne melangkah menuju lemari es di sudut kiri ruangannya,
lalu meletakkan sekaleng minuman bersoda di hadapan Javier.
Satu lagi keunikan yang dimiliki Adrienne; gadis itu hanya
menyediakan minuman bersoda atau air mineral dan tanpa ragu
mengatakan pada Javier untuk jangan pernah membawa minuman
beralkohol dalam bentuk apa pun ke kantornya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Apa yang akan kita pelajari hari ini?" tanya Javier.
"Aku ingin kau menganalisis proposal itu. Pusat perbelanjaan di
bagian utara kota mengajukan renovasi besar-besaran dan pihak
berwenang sudah menyutujuinya." jawab Adrienne.
Javier menyesap minumannya, lalu membaca dengan seksama.
"Mereka memiliki tujuan lain dari renovasi ini." ucap Javier
akhirnya. Adrienne mengangguk, diam-diam mengagumi kecerdasan juga
ketepatan analisis Javier. Sebelumnya Adrienne meragukan Javier,
karena dengan sikap ramah juga tampilan lahiriah yang
mengindikasikan Tuhan sedang tersenyum ketika menciptakannya,
Javier akan bosan dengan pelajaran yang diberikannya. Bukan
tidak mungkin Javier akan berakhir seperti anak-anak para
konglomerat itu; hidup dengan menghamburkan uang perusahaan.
Namun kini Adrienne harus mengakui bahwa apa yang dikatakan
Faxson mengenai putra sulungnya itu benar adanya. Javier adalah
seorang pria pekerja keras yang pantang menyerah. Yah, selama
Javier tidak mencoba mengusiknya, maka Adrienne akan baikbaik saja. Adrienne
tetap tidak akan terpengaruh oleh kehadiran
pria itu dalam hidupnya. Satu jam berikutnya dihabiskan Adrienne untuk menanyakan
reaksi Javier terhadap berbagai keadaan yang mungkin terjadi
selama berlangsungnya suatu proyek. Jawaban Javier selalu logis
dan tepat sasaran. "Apa yang akan kau sarankan untuk pembangunan yang dilakukan
di atas tempat lain yang sebelumnya berpenghuni" Misalnya
pembangunan apartemen di daerah yang dulunya merupakan
pemukiman warga pribumi. Apa yang akan kau lakukan untuk
http://bacabukunovel.blogspot.com
menguatkan citra yang diminta oleh klien?" tanya Adrienne.
"Aku akan berusaha menggagalkannya." jawab Javier.
"Apa?" balas Adrienne tak percaya.
"Aku tidak akan menyetujui proyek yang menghapus sesuatu
dalam prosesnya. Aku bekerja dalam bidang ini untuk
menciptakan sesuatu yang belum ada. Bukan untuk
menggantinya." sahut Javier tanpa ragu.
"Bagaimana kau melakukan itu" Kita bekerja sebagai pembangun
dan setiap kali kita membangun tentu akan ada hal yang harus
dikorbankan." "Aku tidak mengatakan bahwa kita tidak berkorban dalam proses
dari pekerjaan ini. Setiap usaha yang kita lakukan tentu
mengandung resiko semacam itu. Namun aku akan
menggagalkannya dalam artian khusus, seperti yang kau katakan,
ketika pembangunan itu dilakukan di atas tanah warga pribumi.
Seperti di atas tanah suku Anak Dalam, bukan" Aku sempat
membaca beritanya kemarin. Aku tidak akan menyetujui proyek
itu - tak peduli seberapa besar kerugiannya - karena aku tidak
bekerja untuk menghapus budaya."
Adrienne terdiam. Perasaannya bercampur aduk. Ia tidak
mempermasalahkan jawaban Javier, namun alasan yang
dikemukakan Javier membuat pria itu nampak semakin berbeda di
mata Adrienne. Javier sungguh-sungguh mempelajari segala hal
yang berhubungan dengan bidang ini, bahkan dalam waktu
singkat, Javier bisa mengenal budaya Indonesia.
Adrienne tak lagi bisa menyamakan Javier dengan pria lain dan itu
terjadi hanya setelah tiga pertemuan. Adrienne tak bisa
menerjemahkan isyarat hatinya. Adrienne merasa segala batas
http://bacabukunovel.blogspot.com
yang dibuatnya tidak berlaku terhadap Javier. Adrienne takut.
Ponsel Javier berdering dan setelah mengeceknya, Javier bersiap
pergi. "Aku harus pergi sekarang. Bisakah kita melanjutkan pelajaran
besok" Di sini pada jam yang sama?" tanya Javier.
Adrienne mengangguk. *** Satu minggu kemudian Adrienne menghentikan mobilnya di depan sebuah coffee shop. Ia
masuk, memesan segelas cappucino latte dengan ekstra krim, lalu
duduk di sudut kanan dekat jendela. Ia memerhatikan taman
kanak-kanak di seberang sana dengan tatapan sarat kerinduan.
Tiba-tiba saja hari ini Adrienne merasa lelah. Setelah
menyelesaikan seluruh pekerjaannya, Adrienne segera menuju
coffee shop ini. Adrienne bahkan membatalkan janji temunya
dengan Javier dan berbohong dengan mengatakan bahwa ia
memiliki rapat mendadak. Adrienne larut dalam lamunannya, hingga seseorang menarik
kursi dan duduk di hadapannya. Adrienne mendongak dan
terbelalak ketika menemukan Javier tersenyum menatapnya
dengan kedua alis terangkat.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Adrienne. Ia berusaha keras
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menutupi rasa terkejut juga malu karena tertangkap basah telah
berbohong. "Minum kopi." jawab Javier tenang seraya menunjuk kopinya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne tidak tahu harus berkata apa lagi, sehingga ia
menyuarakan pertanyaan pertama yang melintasi benaknya, "Di
mana sopirmu" Tidakkah kau mengajaknya masuk?"
Javier berdeham, terlihat keras menahan tawa, lalu menjawab,
"Mungkin kau lupa, namun aku sudah mendapat izin untuk
mengemudi di negara ini. Aku mendapatkannya tiga hari yang
lalu, hari di mana kau bertemu denganku di depan gerbang masuk
kantormu dan kau hampir menabrakku dari belakang."
Adrienne menunduk dan merutuki kebodohannya. Berapa kali ia
harus mempermalukan diri di hadapan pria ini" Akhirnya
Adrienne memilih diam dan kembali memandangi taman kanakkanak di seberang sana.
Javier meminum kopinya, masih tetap dengan mata tertuju pada
Adrienne. Javier memerhatikan Adrienne bahkan sejak ia belum
memasuki coffee shop ini. Meski bingung karena Adrienne
membohonginya, Javier memutuskan untuk tidak bertanya demi
melihat tatapan sendu dalam mata cokelat terang gadis itu. Javier
terus menatap Adrienne, hingga akhirnya mengerti alasan di balik
tingkah laku Adrienne hari ini.
Javier berdiri, mengulurkan tangannya pada Adrienne.
"Ayo, kita pergi ke seberang." ajak Javier.
"Untuk apa?" tanya Adrienne curiga.
"Aku ingin menunjukkan sesuatu. Tenang saja, aku tidak akan
menggigitmu. Kau tahu aku tidak suka memakan gadis pecandu
kopi manis." jawab Javier dengan senyum geli.
Adrienne mengabaikan uluran tangan Javier, namun mengikuti
http://bacabukunovel.blogspot.com
pria itu menuju pintu keluar. Beberapa gadis memerhatikan Javier,
bahkan ada yang menghadang langkahnya dan menawarkan diri
secara terang-terangan, namun Javier hanya tersenyum sopan.
Javier menolak segala perhatian di sekitarnya tanpa terkesan
angkuh, membuat para gadis itu semakin gemas melihatnya.
Adrienne memutar mata pada gadis-gadis itu - yang kini
memelototinya dengan terang-terangan. Namun Adrienne tidak
bisa menyalahkan mereka, karena melihat Javier yang begitu
tampan dan maskulin, pastinya merusak pertahanan setiap
makhluk hidup yang memiliki aset 'V' di tubuhnya. Javier
merupakan penjelmaan sempurna setiap mimpi para gadis.
Begitu sampai di depan gerbang taman kanak-kanak yang selalu
menjadi perhatian Adrienne, mereka diam. Hanya berdiri menatap
ke dalam melalui sela-sela jeruji bersama hembusan angin.
"Kau menyukai taman kanak-kanak?" tanya Javier.
Awalnya Adrienne hanya mematung, bahkan napasnya terasa
berat. Namun perlahan ia mengangguk.
"Kau ingin masuk ke dalam?" tanya Javier lagi.
Adrienne menatap Javier penuh keraguan. Meski samar, Javier
tahu fokus Adrienne saat ini bukan pada dirinya.
Javier menghampiri petugas keamanan di pos jaga sebelah kiri
gerbang, mengucapkan beberapa kalimat bahasa Indonesia yang
terpatah-patah, lalu dipersilakan masuk. Dalam hati Javier
membuat catatan untuk mengucapkan terima kasih pada adik
kecilnya yang sudah mengajarinya bahasa Indonesia. Satu minggu
yang lalu Hester datang ke Jakarta dan mengatakan akan
menemani Javier untuk menyesuaikan diri di negara ini. Hal itu
adalah sebuah tindakan sederhana yang membuat Javier bersyukur
http://bacabukunovel.blogspot.com
karena adiknya telah kembali seperti sedia kala.
Lagi-lagi Adrienne mengikuti langkah Javier, membiarkan dirinya
berada dalam ruang penuh gaya yang mengombang-ambing.
Adrienne menyentuh ayunan dengan jemarinya yang terasa kebas.
Setelah bertahun-tahun hanya melihat taman kanak-kanak ini dari
jauh, akhirnya Adrienne dapat masuk ke dalamnya. Dapat melihat
kembali bagian terpenting darinya, yang hidup menjadi kenangan
berharganya. Javier memerhatikan Adrienne lekat-lekat. Segala ekspresi yang
melintas di wajah gadis itu tak ada yang dilewatkannya. Bahkan
terekam jelas. Pun ketika Adrienne duduk di ayunan, lalu seulas
senyum tipis penuh kerinduan mengembang di bibir merah muda
sempurnanya. Javier merasa melihat sesuatu yang amat indah.
Lebih indah dari matahari terbit yang selalu dipujanya.
"Kau hanya harus menghampirinya, Adrienne." ucap Javier.
Adrienne menatap Javier. "Ketika kau melihat sesuatu yang kau inginkan, kau harus
menghampirinya. Karena dengan itu kau akan bahagia." jelas
Javier ringan. Adrienne tercekat dan wajahnya memucat. Gadis itu segera
bangkit berdiri. Lalu dengan langkah setengah berlari, Adrienne
meninggalkan Javier yang memanggilnya di belakang.
*** Ingar-bingar musik yang terdengar di klub malam itu tidak mampu
menulikan Adrienne. Gelas ke tiga diet coke di tangannya pun
sama sekali tidak mempengaruhi otaknya yang terus berpacu -
tentu saja, Adrienne tahu satu-satunya minuman yang bisa
http://bacabukunovel.blogspot.com
mematikan otaknya saat ini adalah minuman yang sampai kapan
pun akan tetap dibencinya. Otaknya masih terus memutar ulang
pertemuannya dengan Javier, juga perkataannya yang terasa
menampar Adrienne. Seorang pria berusia awal tiga puluhan menghampiri Adrienne.
Pria itu sudah memerhatikannya sejak Adrienne memasuki bar.
Bahkan meski ada beberapa teman wanita Adrienne yang lain -
dengan pakaian lebih berani pula - pria itu tetap hanya
menumpukan pandangannya pada Adrienne.
"Halo, Cantik. Boleh aku bergabung denganmu?" tanya pria itu
dengan senyum percaya diri. Seakan-akan Adrienne mustahil
menolaknya. Jika saja dalam keadaan seperti biasa, Adrienne akan segera
menolaknya mentah-mentah. Adrienne tidak suka pria asing.
Bahkan saat ini pun, Adrienne merasakan keengganan yang begitu
besar. Adrienne memerhatikan pria di hadapannya dengan
pandangan penuh spekulasi. Mungkin kedatangan pria ini bisa
membantunya untuk menghapus bayang-bayang Javier Keane.
Bayangan Javier dengan mata sesegar daun di pagi buta yang
tanpa diduga berhasil mengusiknya.
Lagi pula, cepat atau lambat Adrienne harus bisa menghilangkan
rasa enggannya itu. Adrienne harus bisa mengusir hantu yang
menakutinya ketika bersentuhan dengan pria asing.
"Silakan." jawab Adrienne datar.
Pria itu duduk di samping Adrienne, agak terlalu dekat hingga
Adrienne dapat mencium aroma tembakau dari napasnya.
Setidaknya bukan alkohol dan Adrienne bisa menolerirnya.
Mereka berada di salah satu meja sudut bagian belakang, sehingga
mata-mata penasaran hanya akan melihat kegelapan karena
http://bacabukunovel.blogspot.com
sumber cahaya hanya berasal dari lampu yang berputar di atas
lantai dansa. "Max Tyron." ucapnya seraya mengulurkan tangan.
Adrienne hanya membalas singkat, "Adrienne."
Max memuji kecantikan Adrienne dan satu percakapan mengalir
pada satu sesi ciuman panas. Setidaknya bagi Max, karena
Adrienne tidak merasakan apa pun. Bibir Max menjepit bibir
Adrienne dengan rakus. Gerakannya begitu kasar dan lapar,
diiringi geraman penuh hasrat.
Adrienne memejamkan mata demi menenangkan jantungnya yang
berdetak dalam mode panik. Meletakkan tangannya pada bahu
Max, Adrienne membawa dirinya yang malam ini berbalut gaun
hitam mini mengangkangi Max. Celana dalam sutranya
bertumbukan dengan bagian depan celana jeans Max. Adrienne
berusaha menelan rasa jijiknya, tetap membiarkan Max
menciumnya. Max mengerang lebih keras, membiarkan Adrienne mengambil
alih. Otaknya tak lagi bisa diandalkan dan satu-satunya hal yang ia
mengerti adalah kebutuhannya untuk menyetubuhi Adrienne
dengan kasar dan keras. Menyetubuhi atau disetubuhi, Max sudah
tidak peduli. Yang terpenting ia bisa menemukan pelepasan
dengan Adrienne. Ini bukan sesuatu yang pernah dirasakannya. Ia
adalah pria yang amat berpengalaman, namun gadis mungil di
pangkuannya ini berbeda. Gadis itu mampu membuatnya tak
berdaya. "Oh, sial. Kau benar-benar seksi." geram Max.
Mata cokelat terang Adrienne menggelap melihat reaksi Max.
Alarm tanda bahaya menggema jelas dalam benak Adrienne. Ia
http://bacabukunovel.blogspot.com
segera melepaskan pelukan Max di tubuhnya, lalu meloncat turun
dari pangkuan Max dengan anggun. Ekspresi wajahnya sedatar
permukaan es. Max membuka mata protes, namun belum sempat ia mengatakan
apa pun, seorang gadis bergaun ungu menyiramnya dari belakang
dengan segelas penuh bir. Kericuhan segera terjadi karena gadis
itu berteriak histeris. Ia bahkan mencoba memukul Adrienne,
namun Max menahannya. "Hentikan. Kau membuat kita menjadi pusat perhatian." desis
Max. "Bajingan! Kau mengkhianatiku tepat setelah melamarku!
Keparat! Kau pria kotor!" jerit gadis bergaun ungu itu dengan air
mata mengalir deras. "Ini tidak seperti yang kau bayangkan. Kau salah paham." bujuk
Max dengan nada menenangkan.
"Pembohong! Aku melihatmu sejak kau menghampiri pelacur ini!
Kalian menjijikkan! Jika aku tidak datang, kalian pasti sudah
melakukannya di sini!" balasnya kalut.
Max mencoba menjelaskan, namun gadis itu tak mau
mendengarnya dan terus memaki dengan segala kosakata kasar
yang dimilikinya. Adrienne tetap tidak menunjukkan reaksi apa pun. Ketika Tasha
dan dua temannya yang lain menghampiri dengan mata terbelalak
maksimal, barulah Adrienne tersenyum. Senyum yang tidak
mengandung apa pun. "Terima kasih untuk malam ini, Max Tyron. Ciumanmu buruk dan
kau jauh dari harapanku. Kau bahkan tidak berhasil membuatku
http://bacabukunovel.blogspot.com
basah. Semoga kau bisa mendapat pelepasan yang hampir kau
dapatkan tadi. Mungkin setelah kau menjinakkan calon istrimu itu.
Selamat tinggal." ucap Adrienne tenang.
Adrienne melangkah menjauhi jeritan gadis bergaun ungu masih
dengan satu senyum itu. Senyum yang menjadi lambang
kekosongan hatinya. *** "Demi Tuhan, Adrienne! Apa yang sebenarnya kau pikirkan" Kau
baru saja menghancurkan hidup seorang gadis demi kegundahan
hatimu semata. Tidak bisakah kau memilih pria lain" Astaga, ada
ratusan pria di bar itu, Adrienne!" jerit Tasha di seberang telepon.
Adrienne tetap berkonsentrasi pada jalan di hadapannya. Suara
Tasha menggema jelas di telinganya, namun ia tidak peduli. Meski
malas mendengar omelan Tasha, Adrienne tidak bisa mematikan
sambungan telepon karena Tasha akan murka. Dan percayalah,
Tasha yang murka jauh lebih berbahaya dari induk beruang yang
mengamuk. Adrienne sudah pernah melihatnya.
"Berapa kali lagi harus kukatakan padamu bahwa aku tidak tahu ia
telah bertunangan?" sahut Adrienne datar.
"Seharusnya kau bertanya sebelum mulai memperdaya pria itu di
bawahmu! Jangan mencoba membela diri, Adrienne. Aku melihat
apa yang kau lakukan. Memang pria itu yang menggodamu,
namun kau memberinya kesempatan. Kau juga bersalah dalam hal
ini, kau tahu?" "Aku tahu, Tasha. Sungguh. Lagi pula itu hanya sebuah ciuman.
Tidak berarti apa-apa. Bisakah aku kembali menyetir dengan
konsentrasi penuh" Kau bisa melanjutkan omelanmu besok." ucap
Adrienne lelah. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud memarahimu. Kau tahu aku
hanya terlalu mendramatisir. Hati-hati, Adrienne. Dan jangan
berhenti di bar mana pun. Sampai jumpa." balas Tasha.
Adrienne melepas earphone dengan helaan napas panjang. Titiktitik air mulai
membasahi kaca mobilnya dan Adrienne
mengeryitkan kening. Ini sudah tengah malam. Meski tahu bahwa
negara beriklim tropis ini suka menurunkan hujan seenaknya,
Adrienne tidak berharap mendapatkan hujan ketika ia berada di
jalan bebas hambatan seperti ini. Ketika hujan turun semakin
deras, Adrienne kesulitan melihat jalan di depannya. Seakan
kesialan tak henti menghampirinya, mobil Adrienne berhenti
secara tiba-tiba. Adrienne keluar dari mobil, melihat ke empat roda bannya yang
baik-baik saja, lalu membuka kap mobil. Tidak ada yang nampak
aneh bagi Adrienne, tentu saja, karena ia benar-benar buta
mengenai mesin. Adrienne melihat sekelilingnya yang sepi. Hanya ada beberapa
mobil yang melewatinya, itu pun dengan jangka waktu yang lama.
Ketika melihat penunjuk jalan di atasnya, Adrienne ternganga.
Teringat bahwa ia mengambil rute memutar di jalan bebas
hambatan ini setelah keluar dari bar tadi. Ia hampir mencapai kota
Bogor sementara apartemennya berada di Jakarta Pusat.
Perjalanannya masih jauh dan hari sudah hampir menjelang pagi.
"Oh, tidak." bisik Adrienne.
Air hujan kini membasahinya dengan sempurna. Gaun hitamnya
melekat hingga menyerupai kulit kedua dan Adrienne
memejamkan matanya. Ia harus bisa mencari cara untuk kembali
ke apartemen secepatnya. Ia tidak boleh panik. Ia tidak akan
panik. http://bacabukunovel.blogspot.com
Namun Adrienne takut. Kegelapan adalah hal yang amat dibenci Adrienne. Bayangbayang seakan bersiap
memangsanya. Membawanya menuju
mimpi buruk tak berkesudahan.
"Adrienne?" Adrienne membalikkan tubuh seketika. Membelalak ketika
melihat sesosok tubuh tegap dengan wajah rupawan yang tadi
siang ditinggalkannya. Javier Keane. "Kau baik-baik saja?" tanya Javier seraya menghampiri Adrienne.
Payung hitam di tangannya kini terulur untuk memayungi
Adrienne. "Mobilku mogok." jawab Adrienne, tak peduli jika jawabannya
tidak berhubungan dengan pertanyaan Javier.
"Ambil barang-barangmu. Aku akan mengantarmu." ucap Javier.
Adrienne mengikuti perintah Javier, lebih karena terpaksa.
Kepalanya mulai berdenyut dan suka atau tidak suka, Adrienne
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus mengakui bahwa hanya Javier yang dapat menolongnya saat
ini. Setidaknya Adrienne tahu Javier tidak akan menyakitinya.
"Di mana rumahmu?" tanya Javier seraya menyalakan pemanas
mobil. Adrienne menggosok kedua telapak tangannya, menggumam
terima kasih ketika Javier menyampirkan jasnya, lalu
memberitahu alamat apartemennya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Jaraknya hampir dua jam dari sini. Apa yang kau lakukan di
daerah ini, Adrienne?" tanya Javier bingung.
"Aku tidak tahu. Hanya menjalankan mobilku ke sembarang
arah." jawab Adrienne datar.
Javier menggelengkan kepala. Gadis di sisinya ini sungguh tidak
bisa ditebak. Siang tadi ia ditinggal begitu saja entah atas alasan
apa dan kini gadis itu terdampar di sisi berseberangan dari tempat
tinggalnya dengan alasan tidak tahu pula. Apa yang sebenarnya
terjadi" "Mengapa kita ke sini?" tanya Adrienne bingung.
Mobil Javier memasuki gerbang perumahan mewah tak jauh dari
pintu keluar tol. Desain rumah-rumah di dalamnya begitu
mengagumkan dan tidak ada yang serupa, hingga tanpa sadar
Adrienne terpesona dan hampir tidak mendengar jawaban Javier.
"Aku tinggal di sini. Kau harus ganti baju. Aku tidak mau kau
duduk dengan baju basah kuyup selama dua jam." jawab Javier.
"Aku ingin pulang."
"Aku akan mengantarmu. Setelah kau berganti baju. Ayo turun."
Adrienne tidak mendebat Javier dan lagi-lagi mengikuti pria itu.
Mereka melewati sebuah halaman depan sederhana berumput
hijau. Begitu Javier membuka pintu rumahnya, Adrienne
mendapat suguhan berupa bagian ruang tamu yang terlihat
maskulin. "Kamar mandinya di sebelah sana. Aku akan mengambil baju
ganti untukmu." ucap Javier.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne mengangguk. Tubuhnya mulai menggigil dan ia
melangkah cepat memasuki kamar mandi. Begitu menyalakan air
hangat dari shower, Adrienne mendesah lega. Ia melepas seluruh
pakaiannya dan mulai meneliti kamar mandi itu. Hanya ada
barang-barang kebutuhan dasar, yang kelihatan belum pernah
tersentuh. Tentu saja, karena Javier pasti menggunakan kamar
mandi yang ada di kamarnya.
Ketukan di pintu menghentikan lamunan Adrienne. Dengan cepat
ia mematikan shower dan mengenakan handuk yang terlipat rapi
di samping wastafel. Adrienne membuka pintu kamar mandi
sedikit, lalu mengintip dari celahnya.
"Maaf, hanya ini yang kumiliki. Berikan pakaianmu, aku akan
mengeringkannya." kata Javier seraya mengulurkan sebuah
sweetshirt. Adrienne menerima sweetshirt itu, lalu menutup pintu.
"Terima kasih. Tapi tidak perlu. Aku akan mengeringkannya
sendiri." sahut Adrienne.
"Aku tunggu di dapur." balas Javier.
Adrienne menatap bayangannya di cermin dan tersenyum. Ia
tampak konyol dengan sweetshirt yang kebesaran dan hanya
mencapai pertengahan pahanya. Namun Adrienne merasa hangat.
Aroma yang menguar dari sweetshirt itu juga menenangkan
Adrienne. Adrienne keluar dari kamar mandi dan mengeringkan pakaiannya
di mesin cuci. Setelah itu ia menghampiri Javier yang sibuk
membuat kopi di dapur. Pria itu sudah berganti pakaian dengan
kaus dan jeans. Nampak sangat santai dan tetap membuatnya
http://bacabukunovel.blogspot.com
menawan. "Terima kasih untuk pinjaman bajunya." ucap Adrienne seraya
duduk di kursi pantry. Javier meletakkan secangkir kopi hitam di hadapan Adrienne,
mengangguk. "Kau baru pulang dari kantor?" tanya Adrienne membuka
percakapan. Tiba-tiba ia merasa tidak nyaman dengan keheningan.
Itu bohong. Adrienne hanya ingin mendengar suara Javier, untuk
meyakinkan dirinya sendiri bahwa pria di hadapannya sungguh
nyata. "Tidak. Aku pergi untuk menemui adikku. Ia datang ke sini satu
minggu yang lalu, namun menolak untuk tinggal bersamaku. Jadi
setiap kali ingin bertemu dengannya, aku akan datang ke
apartemen temannya tempat ia menginap." jawab Javier.
Melihat Adrienne dalam balutan sweetshirtnya membuat Javier
merasa geli. Gadis itu seakan tenggelam di dalamnya, dan nampak
begitu menggemaskan. Bahkan meski wajahnya tetap tak terisi
ekspresi, Javier dapat menemukan ketenangan di sana.
Adrienne merasa nyaman dengannya.
Segala pikiran Javier hancur berantakan ketika Adrienne turun dari
kursinya dan melangkah mendekatinya. Kaki jenjang Adrienne
terekspos dalam cara yang seharusnya ilegal dan jemari mungilnya
dicat biru muda. Javier lupa bernapas selama beberapa detik, lalu
menyadari bahwa Adrienne menanyakan sesuatu.
"Di mana krim dan gula?" ulang Adrienne.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Di lemari itu. Biar aku ambilkan." jawab Javier.
"Aku bisa mengambilnya sendiri." protes Adrienne. Ia bersikeras
menjangkau lemari yang berada di atas kepalanya. Namun
Adrienne terlalu pendek untuk bisa meraih stoples berisi gula,
bahkan setelah ujung-ujung jemari kakinya berjinjit.
Javier memeluk tubuh Adrienne dari belakang dengan sigap, lalu
meraih stoples itu dengan tangan kanannya. Javier tidak
menyadari gerakan yang telah dibuatnya, hingga ia mendengar
napas tercekat Adrienne dan merasakan lekuk lembut tubuh
Adrienne menempel padanya. Telapak tangan kirinya berada tepat
di bawah payudara Adrienne, membuat Javier dapat merasakan
dengan jelas bentuknya yang hanya tertutup sweetshirt.
Secepat kilat Javier menarik tangannya, namun ia justru
menyentuh puncak payudara Adrienne. Erangan lembut bergetar
di tenggorokan Adrienne dan Javier mengatupkan rahangnya kuatkuat.
Adrienne berbalik dengan pipi bersemburat merah. Tangannya
terkepal di sisi tubuhnya dan ia tidak sanggup menatap Javier.
Adrienne tahu dengan pasti Javier mendengar erangannya. Namun
Javier tetap melepasnya, bahkan mengambil satu langkah mundur.
Ketika akhirnya memberanikan diri untuk menatap Javier,
Adrienne merasa mulutnya kering.
Javier sedang menatapnya lekat. Bukan dengan tatapan sopan
seperti biasanya, namun murni tatapan seorang pria yang
menginginkan gadisnya. Selama ini Javier bahkan tidak pernah
melirik bibirnya, selalu menatap matanya tanpa ragu ketika
berbicara. Dan kini jantung Adrienne berdebar keras. Ia tidak tahu
seorang pria bisa membuatnya merasa seperti ini hanya dengan
tatapan. http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier berdeham, lalu mengalihkan pandangannya dari Adrienne.
"Aku akan mengantarmu pulang." ucapnya dengan nada tenang
yang dipaksakan. Adrienne mengangguk dan sekali lagi mengikuti Javier.
*** Bab 6 Sang Pelaku Adrienne melangkah memasuki kantornya dengan langkah gontai.
Tasha yang mengikutinya di belakang seperti biasa membacakan
agendanya. "Adrienne, aku benci harus mengatakan ini. Proyek pembangunan
apartemen di Jakarta Utara terhenti sementara karena kita
kekurangan dana. Seperti yang kau tahu, kerjasama kita dengan
Keane Property Company tidak termasuk proyek itu. Kau sendiri
yang bersikeras untuk mempertahankan proyek itu sebagai proyek
tunggal perusahaan kita." ucap Tasha.
"Dan ini adalah laporan yang diberikan detektif swasta yang kita
sewa itu. Hasilnya positif bahwa Rita Indira pelaku penggelapan
dana di perusahaan ini. Ia memiliki uang dalam jumlah yang
sangat besar di rekeningnya. Sampai saat ini ia masih berada di
Singapura." lanjut Tasha seraya meletakkan map berwarna putih di
meja Adrienne. Adrienne menghela napas panjang. Sejak membuka mata pagi ini
setelah tidur tidak nyenyak selama tiga jam, Adrienne tahu
http://bacabukunovel.blogspot.com
kesialan akan mengikutinya. Namun ia tidak menyangka semua
akan datang bersamaan seperti ini. Adrienne meraih map putih di
hadapannya. Semakin lama ia membaca, kepalanya semakin
berdenyut. Rita Indira adalah wanita yang telah bekerja pada Adrienne sejak
awal Adrienne membangun perusahaan ini. Wanita itu bahkan rela
menghabiskan 16 jam waktunya untuk bekerja. Ia pun sangat
jujur, pantang menyerah, juga selalu mendukung Adrienne. Sulit
dipercaya wanita itu mampu mengkhianati Adrienne, namun
Adrienne harus percaya karena bukti di hadapannya tak
terbantahkan. "Segera pesan tiket pesawat menuju Singapura malam ini. Buat
reservasi di hotel yang sama dengan Rita Indira atas namaku. Aku
harus mengurus pinjaman dana saat ini, tolong atur ulang
jadwalku untuk dua jam ke depan." pinta Adrienne tegas.
"Kau akan mendatangi Rita Indira?" tanya Tasha tak percaya.
Adrienne mengangguk, sementara Tasha menggeleng-gelengkan
kepalanya. *** Javier menghentikan ayunan kakinya secara perlahan. Keringat
membasahi seluruh tubuhnya sementara headphone di telinganya
berdentam-dentam dengan jelas. Udara segar memasuki paruparunya, menenangkan
seluruh sarafnya yang begitu tegang sejak
ia membuka mata pagi ini.
Namun Javier masih saja memikirkan Adrienne.
Otaknya tidak mampu berhenti mengingat lekuk tubuh sempurna
Adrienne. Kaki jenjangnya, juga erangan lembutnya. Fantasi
http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier semakin liar ketika menemukan gaun hitam sekaligus
pakaian dalam Adrienne yang ada di mesin cucinya. Mau tak mau,
Javier terus mengulang pola yang sama; membayangkan Adrienne.
Membayangkan bibir Adrienne di antara bibirnya, kaki Adrienne
melingkari pinggangnya, juga payudara sempurna Adrienne yang
dapat diremasnya hingga erangan itu dapat didengarnya lebih
jelas. Javier menggelengkan kepalanya. Ini pasti akibat dari hidup
selibat selama hampir satu tahun. Ia harus mengenyahkan pikiran
itu. Ia tidak boleh merusak hubungan baiknya dengan Adrienne
hanya karena gairah sesaat. Dan karena itu, Javier harus memaksa
tubuhnya melupakan Adrienne.
Ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Dari
Adrienne. "Javier Keane." ucap Javier.
"Aku harus bertemu denganmu sekarang. Bisakah kau
meluangkan waktu" Ada hal penting yang harus kubicarakan."
balas Adrienne. "Kau beruntung, aku masih memiliki waktu kosong hingga satu
jam ke depan. Bagaimana jika kita bertemu di coffee shop dekat
kantormu" Aku akan sampai tiga puluh menit lagi." sahut Javier.
Adrienne menggumamkan sampai jumpa, lalu memutuskan
sambungan. Tak sampai lima detik kemudian, ponsel Javier kembali berdering.
Nomornya menunjukkan kantor Adrienne, membuat kerutan di
antara alis Javier muncul. Javier menerima panggilan itu dan suara
Tasha terdengar. Setelah menjelaskan dalam satu rangkaian
kalimat padu, Tasha akhirnya menghela napas.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Bisakah kau melakukannya?" tanya Tasha.
"Tentu. Aku akan melakukannya." jawab Javier yakin. Setelah itu
ia menghubungi Katerina dan meminta penjadwalan ulang untuk
dua hari ke depan. "Apakah ada sesuatu yang harus kau lakukan?" tanya Katerina
bingung. "Ya." jawab Javier dengan senyum dalam suaranya.
*** Adrienne mengecek ponselnya sekali lagi, meyakinkan dirinya
bahwa semua pekerjaan telah selesai sebelum naik ke pesawat.
Satu pesan singkat dari Tasha masuk tepat sebelum Adrienne
mematikan ponselnya. Tasha : Hati-hati, Adrienne. Segera hubungi aku setelah kau
sampai di Singapura. Dan aku harap perjalananmu
menyenangkan! ;) Adrienne mengerutkan kening membaca kalimat terakhir dari
Tasha itu, lalu memutuskan untuk mengacuhkannya. Tasha
memang selalu seperti itu; mendukung Adrienne dengan penuh
keceriaan. Adrienne : Trims. Aku hubungi nanti.
Adrienne mematikan ponsel dan masuk ke pesawat yang akan
membawanya ke Singapura. Ia harus bertemu dengan Rita Indira.
Adrienne berpikir kesempatan ini sangat bagus karena ia bisa
menghindari Javier sementara waktu.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Ya, benar. Javier Keane yang telah merasuki setiap mimpinya dan
terus membayangi setiap langkahnya. Adrienne tidak tahu apa
sebabnya, namun ia yakin ada sesuatu yang salah dalam dirinya.
Hari ini ketika bertemu dengan Javier, Adrienne menyadari bahwa
reaksi tubuhnya semakin tak terkendali. Akhirnya setelah
mengatakan maksud dari pertemuan itu - untuk meminjam dana -
Adrienne segera pergi. Javier pun tidak mencegahnya, hanya
tersenyum dengan kilat yang tak bisa diterjemahkan dalam mata
hijaunya. Adrienne mendesah. Lega karena ia bisa pergi dari Javier selama
dua hari penuh. Ia tidak harus menghadapi pria itu, berikut reaksi
dirinya sendiri yang aneh, selama kira-kira 48 jam.
"Adrienne?" Adrienne mendongak dan mengerjap. Apakah ia sudah gila"
Bagaimana mungkin ia masih membayangkan pria itu"
Kecuali pria itu bukan bayangan. Pria itu sungguh Javier Keane.
Dan berada tepat di hadapannya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Adrienne.
"Aku harus duduk di kursi 8B." jawab Javier.
Adrienne memucat. Kursi itu berada tepat di sebelahnya!
Javier duduk di kursinya dengan santai. Seolah tatapan tajam
Adrienne tidak mengusiknya. Ia mengeluarkan iPod dari saku
jaket, terlihat bersiap untuk bersenandung.
Adrienne mengutuki dirinya yang masih saja sempat
memerhatikan Javier dan memuji tubuh sempurnanya yang hari ini
http://bacabukunovel.blogspot.com
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terbalut pakaian semi formal. Adrienne berusaha mengumpulkan
pikirannya yang bertebaran, lalu menarik napas. Menghapus
segala ekspresi. Kembali menjadi Adrienne Callandrie.
"Apa kau mengikutiku?" tanya Adrienne dingin.
Javier menoleh. Sejenak terdiam dan tenggelam dalam mata
cokelat terang gadis di sisinya. Namun mata itu tak bercahaya.
Mata itu mematikan segala ekspresi yang ada.
"Mengapa aku harus mengikutimu?" balas Javier santai.
"Karena entah atas alasan apa kau selalu berada di sekitarku."
sahut Adrienne. Javier tertawa pelan, "Tidakkah sekertarismu memberitahu" Aku
diminta untuk menemanimu menemui salah satu pegawaimu yang
melakukan korupsi. Ia berpikir kau mungkin akan kesulitan dan
membutuhkan tenaga seorang pria, maka di sinilah aku sekarang."
jawabnya lugas. "Bagaimana mungkin kau menyetujuinya" Kau tidak percaya
padaku" Aku bisa mengurus diriku sendiri, juga perusahaanku.
Aku tidak membutuhkan bantuanmu." sahut Adrienne defensif.
"Jika kau tidak membutuhkan bantuanku, maka pinjaman dana
yang kau ajukan tadi siang tidak perlu aku pertimbangkan, bukan"
Karena jawabannya sudah jelas." jalas Javier tenang.
Adrienne mengatupkan bibirnya menjadi satu garis lurus. Jawaban
Javier begitu tepat hingga Adrienne tidak tahu harus merespon
seperti apa. Perjalanan yang diharapkannya damai telah
bermetamorfosa menjadi mimpi buruk. Karena orang yang ingin
dihindarinya kini justru duduk tepat di sisinya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Baiklah. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk kasar. Hanya
saja kehadiranmu mengejutkanku." ucap Adrienne dengan nada
melunak. Javier tersenyum. Setelah diam sesaat, Adrienne bertanya, "Bagaimana dengan
pinjaman dana yang kuajukan?"
Senyum Javier melebar, lalu ia menjawab, "Masih
kupertimbangkan." Adrienne mendengus tanpa sadar, kemudian mengalihkan
pandangan dari Javier dan sibuk memuntahkan sumpah serapah
dalam hatinya. Sementara Javier mengubah senyumnya menjadi
tawa geli tanpa suara. *** Singapura, November 2013 Adrienne baru saja selesai mengeringkan rambut ketika bel kamar
hotelnya berbunyi. Bahkan sebelum membuka pintunya, Adrienne
tahu orang yang berada di baliknya adalah Javier Keane. Adrienne
berencana untuk menemui Rita Indira pagi ini dan Javier
bersikeras untuk menemaninya.
"Aku bisa pergi sendiri." ucap Adrienne setelah membuka pintu.
"Selamat pagi juga." balas Javier santai.
Adrienne mengunci kamar hotelnya, lalu memasukkan kartunya
ke dalam tas yang dibawanya. Tanpa kata Adrienne melangkah
menuju lift dan menekan angka sembilanbelas. Begitu sampai,
Adrienne melangkah menuju kamar di lorong sebelah kanan dan
http://bacabukunovel.blogspot.com
berhenti di depan pintu bernomor 1029. Adrienne sudah membaca
laporan dalam map putih itu dengan seksama. Meski sudah bisa
menebak, Adrienne tetap harus memastikannya.
Setelah menunggu beberapa saat, pintu itu terbuka dan
menampilkan sesosok wanita paruh baya yang sangat dipercayai
Adrienne. Mereka berpandangan selama beberapa saat, lalu wanita
itu - Rita Indira - tersenyum sendu.
"Kau sudah mengetahuinya." ucapnya pelan.
Adrienne hanya diam. "Aku akan ikut pulang bersamamu, lalu menyerahkan diriku
kepada pihak berwajib. Namun sebelum itu, biarkan aku
mengucapkan selamat tinggal. Kau mau ikut?" lanjut Rita.
Kali ini Adrienne mengangguk.
Javier mengikuti langkah Adrienne, masih tetap dalam mode diam.
Sejauh ini semua baik-baik saja. Javier tidak melihat alasan Tasha
begitu mengkhawatirkan Adrienne. Wanita yang menjadi pelaku
korupsi itu pun tidak terlihat berbahaya. Javier justru menemukan
kepedulian nyata antara Adrienne dan wanita itu.
Sepuluh menit kemudian taksi yang mereka tumpangi berhenti di
depan rumah sakit. Rita Indira membawa mereka menuju sebuah
kamar rawat. Adrienne mendekat pada jendela yang ada di pintu,
melihat ke dalam di mana seorang gadis kecil dengan berbagai alat
bantu terhubung ke tubuhnya.
"Putriku terdiagnosis memiliki kanker otak satu tahun yang lalu.
Saat itu dokter berkata putriku bisa diselamatkan. Aku sudah
melakukan segala cara. Aku sudah mengorbankan segala hal.
Namun tiba-tiba saja kondisinya memburuk. Kanker itu begitu
http://bacabukunovel.blogspot.com
cepat menggerogotinya. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi.
Hanya dia satu-satunya yang kumiliki di dunia ini. Aku tidak bisa
kehilangan putriku." ujar Rita dengan isakan tertahan.
Adrienne menarik napas dalam-dalam. Matanya mulai berkabut.
Semua ini berada di luar perkiraannya. Ia tidak mengira Rita
Indira, wanita yang sangat ia kagumi karena kekuatannya untuk
menjadi orangtua tunggal tanpa sanak saudara tersisa, ternyata
harus mengalami hal berat lagi. Adrienne tahu persis seperti apa
hidup yang dijalani Rita. Hanya putrinya - yang kini terbaring tak
berdaya di tempat tidur - yang Rita miliki.
Bagaimana mungkin Adrienne tega merenggut sisa waktu yang
mereka miliki hanya karena setumpuk uang" Adrienne tidak akan
mampu memisahkan mereka. Tidak akan pernah.
Sebelum air matanya mengalir, Adrienne memeluk Rita, lalu
berkata, "Kau dipecat, Rita Indira. Jangan pernah datang lagi ke
kantor. Dan semoga putrimu mendapat keajaiban. Aku
mengharapkan segala hal terbaik untukmu. Selamat tinggal."
Setelah itu Adrienne menarik tangan Javier yang membeku di
sisinya dan melangkah secepat kaki membawanya menjauhi suara
isak tangis Rita. Setetes air mata jatuh tanpa tertahan, membuat
Adrienne membekap mulutnya dengan tangannya yang lain.
Javier yang lepas dari rasa terpana segera menarik Adrienne ke
lorong yang sepi. Javier membawa Adrienne ke pelukannya,
membiarkan gadis itu menangis di bahunya. Kini Javier mengerti
sepenuhnya alasan dari kekhawatiran Tasha. Javier tahu tanpa
ragu, bahwa kekhawatiran itu benar adanya.
Karena Adrienne Callandrie adalah gadis yang rapuh. Dengan hati
baik dan murni, namun berbalut luka.
http://bacabukunovel.blogspot.com
*** Jakarta, November 2013 "Terima kasih sudah mengantarku pulang." ucap Adrienne.
Javier yang menenggelamkan kedua tangannya di saku jaket
hanya tersenyum. Mereka berdiri berhadapan di depan pintu
apartemen Adrienne dengan canggung selama sesaat, lalu perlahan
Javier mengulurkan sebelah tangannya dan menyentuh puncak
kepala Adrienne. "Selamat beristirahat." balas Javier ringan.
Adrienne tersenyum tipis, kemudian melangkah masuk ke
apartemennya. Setelah menangis entah berapa lama, akhirnya
Adrienne dapat mengendalikan diri dan meminta maaf pada
Javier. Adrienne memutuskan untuk mengejar penerbangan yang
tersisa di hari itu dan Javier menyetujuinya. Adrienne benar-benar
bersyukur pria itu bersedia menemaninya. Setidaknya semua
menjadi lebih tertanggungkan. Atas alasan yang tidak dimengerti,
Adrienne merasa kehadiran Javier semacam penyembuh baginya.
Adrienne segera menggelengkan kepalanya. Pikiran macam apa
itu" Baru saja kurang-lebih 24 jam yang lalu, Adrienne berusaha
keras menghindari Javier. Namun kini ia justru mengharapkan
sebaliknya. Apa sebenarnya yang salah dengan dirinya"
Adrienne melepas sepatunya, sementara tangannya meraba
dinding untuk menekan tombol lampu. Begitu lampu menyala, hal
pertama yang menarik perhatian Adrienne adalah sebuah kotak
kado cantik dengan pita hitam yang bertengger manis di meja kaca
ruang tamunya. Adrienne meraih kotak itu dan membaca sebuah
catatan di atasnya yang ditulis oleh Tasha.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Seseorang mengirimkan ini ke kantor. Sepertinya sesuatu yang
bagus, melihat bungkusnya yang cantik. Segera hubungi aku
begitu kau membukanya! Aku juga penasaran.
Adrienne tertawa pelan membaca catatan yang sangat khas Tasha
itu, lalu perlahan menarik pita yang melilit kotaknya dan
membuka tutupnya. Seketika tawa Adrienne berganti menjadi jerit
ketakutan. Secara refleks tangannya menjatuhkan kotak itu,
hingga isinya terlempar keluar. Dengan tangan bergetar hebat,
Adrienne mengambil ponselnya dan menekan nomor 2, panggilan
cepat untuk Tasha. Ketika suara mengantuk Tasha menyapa, Adrienne berkata,
"Isinya sama sekali bukan sesuatu yang bagus, Tasha."
"Apa" Adrienne, apa maksudmu" Aku tidak mengerti
perkataanmu. Apa yang tidak bagus?"
Namun Adrienne tak bisa menjawab pertanyaan itu, karena
matanya terus terpaku pada sebilah pisau berlumuran darah yang
kini tergeletak di lantai apartemennya.
*** Bab 7 Menemukannya Katerina memeriksa penampilannya sekali lagi. Sepatu berhak
setinggi sepuluh sentimeter, ditambah rok ketat yang jatuh tepat di
pertengahan pahanya merupakan perpaduan yang pas. Katerina
melirik jam di mejanya, jarum pendeknya hampir mencapai angka
sembilan. Maka Katerina melepas blazernya, lalu membuka dua
kancing teratas kemejanya. Sehingga ketika ia menunduk nanti,
branya yang berwarna hitam akan terlihat jelas.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Selama hampir satu bulan bekerja dengan Javier Keane, Katerina
menemukan bahwa bosnya itu sangat berbeda. Dengan
ketampanan menyerupai patung dewa yunani, keahlian untuk
menjadi profesional di bidang yang baru digelutinya dalam waktu
singkat, juga kekayaannya yang hampir menyilaukan, mustahil
Katerina melepaskan pandangan dari bosnya itu. Katerina harus
mendapatkannya. Langkah yang diambil Katerina hari ini bisa dikatakan yang paling
berani. Karena selama ini Katerina sudah berusaha keras
menggoda Javier melalui gerakan atau kalimat ambigu, namun
tetap saja ia tidak mendapat respon. Parahnya lagi, Javier seperti
tidak menyadarinya. Javier sungguh tidak memperhatikannya.
Namun hari ini akan berbeda. Javier tidak bisa lagi
mengabaikannya. Begitu Javier keluar dari lift, Katerina segera berdiri dan
mempersiapkan senyum terbaiknya. Javier hanya melemparkan
senyum tipis, tetap sibuk berbicara di ponselnya. Katerina
mengikuti langkah Javier, lalu mulai membacakan agendanya
ketika Javier menurunkan ponselnya.
"Ada sedikit masalah untuk pertemuan di jam setelah makan siang
dan selanjutnya." ucap Katerina seraya meletakkan iPadnya di
meja kerja dan membungkuk dengan gerakan sensual. Bra
hitamnya juga sesuatu yang tidak tertampung di dalamnya terlihat
jelas. Namun Javier justru melarikan jarinya di atas iPad Katerina dan
mengatur jadwalnya yang menurutnya baik-baik saja. Setelah itu
Javier kembali meraih ponselnya, tetap tidak mendongak untuk
menatap Katerina. Javier mengucapkan beberapa kalimat dengan
senyum mengembang, lalu bangkit berdiri.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Aku akan pergi sampai saat makan siang. Terima kasih,
Katerina." ucap Javier sebelum menutup pintu ruang kerjanya. Ia
pergi dengan langkah tergesa namun menyiratkan rasa gembira
juga semangat yang menggebu.
Katerina yang sadar dari rasa tercengang, mengeluarkan suara
tawa sumbang seraya mengancingkan kembali blusnya. Kali ini ia
gagal, namun ia tidak akan menyerah.
Karena Katerina Vaughan selalu mendapatkan apa yang
diinginkannya. *** Adrienne menyipitkan mata demi mendengar ucapan pria tampan
bermata hijau di hadapannya. Ketika menyadari bahwa pria itu
serius, Adrienne menghela napas.
"Jadi kau mengusulkan untuk memasukkan proyek itu ke dalam
kerjasama baru perusahaan kita" Kau meminta supaya proyek itu
menjadi atas nama perusahaan kita?" tanya Adrienne memastikan.
Javier mengangguk tanpa ragu, lalu menjawab, "Pinjaman dana
yang kau ajukan sangat besar, Adrienne. Menurutku solusi terbaik
demi keuntungan kita bersama adalah dengan menggabungkan
perusahaan kita untuk menyelesaikan proyeknya. Jika kau tidak
menyetujui usulku ini, maka kau bisa mengajukan pinjaman dana
itu ke bank setempat - yang aku yakin tidak akan pernah
mengeluarkan pinjaman sebesar itu untuk sebuah proyek
pembangunan apartemen."
Adrienne tak bisa berkutik. Semua yang dikatakan Javier benar
dan Adrienne hanya memiliki satu pilihan.
"Aku tidak percaya kau benar-benar mengaplikasikan ajaranku.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Kau tahu, aku menyesali keputusanku untuk mengajarimu taktik
ini." ucap Adrienne akhirnya.
Javier tertawa, kemudian membalas, "Kau seharusnya bangga. Itu
berarti kau telah sukses mengajariku."
Selama sesaat Adrienne terpana melihat tawa geli yang mewarnai
wajah Javier. Sebelum otaknya kembali memikirkan hal-hal
bodoh, Adrienne mengajak Javier untuk mendatangi lokasi proyek
itu. Proyek yang akan menjadi tanggung jawab mereka.
Seperti biasa, Adrienne kembali menjadi Adrienne dalam mode
tanpa ekspresi. Namun Javier yang mencuri pandang selama
perjalanan merasa ada sesuatu yang aneh pada Adrienne. Gadis itu
terlihat tidak tenang. Ada hal yang membebaninya hingga
pandangan mata cokelat terang itu sering kali tidak terfokus.
Ketika mereka sampai di lokasi proyek, Adrienne
memperkenalkan seorang pria bertubuh besar dengan senyum
ramah bernama Doni kepada Javier. Mereka berjabat tangan, lalu
mulai berjalan sambil memerhatikan bangunan yang saat itu
terhenti pembangunannya pada tingkat empat.
Javier menatap Adrienne dalam diam sementara gadis itu tetap
sibuk berbincang. Sekali lagi, Javier menemukan ketidakfokusan
dalam mata Adrienne. Seolah benak gadis itu sedang berkelana
sementara raganya tertinggal. Javier masih memikirkan keanehan
Adrienne ketika tiba-tiba saja nada suara Adrienne meninggi.
Javier yang hanya mengerti beberapa kata dari kalimat berbahasa
Indonesia itu hanya bisa mengerutkan kening.
"Ayo, kita harus ke lantai empat." ajak Adrienne.
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa?" balas Javier.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Namun Adrienne tidak mau menjelaskan lebih lanjut. Gadis itu
justru melangkah menaiki alat pengangkut barang. Javier tak
memiliki pilihan lain selain mengikuti gadis itu, yang terlihat
santai, tidak terpengaruh oleh fakta bahwa kini mereka berada
sepuluh meter dari tanah dan alat yang membawa mereka naik
menyerupai lift tanpa pengaman apa pun di sekitarnya.
"Tidakkah kau tahu bahwa angka empat berarti kematian dalam
bahasa Jepang?" tanya Javier.
"Aku tidak percaya mitos semacam itu." jawab Adrienne tanpa
ragu. "Apa yang kau bicarakan dengan kepala proyek itu?" tanya Javier
lagi. "Ia bersikeras bahwa kita hanya membutuhkan dua orang petugas
K3 - Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kau tahu setiap proyek
besar seharusnya memiliki minimal dua puluh orang. Aku
mengatakan itu dan ia tidak setuju. Ia justru menantangku untuk
menaiki alat ini hingga lantai empat. Jika aku tidak menemukan
bahaya, maka ia benar dan aku tidak bisa mengatur kebijakannya
sebagai kepala proyek di sini." jawab Adrienne datar.
Mereka telah sampai di lantai empat. Javier yang terkejut
mendengar jawaban Adrienne tak memiliki waktu untuk memarahi
reaksi spontan Adrienne yang menerima taruhan konyol itu. Javier
segera melangkah memasuki lantai gedung, lalu mengulurkan
tangan untuk membantu Adrienne. Belum sempat Adrienne
melangkah, alat yang menjadi pijakannya bergetar. Satu tali
penopang di sisi kanan putus, diikuti oleh tali lainnya.
Semua itu terjadi dalam waktu sepersekian detik. Adrienne bahkan
tidak mampu memikirkan langkahnya. Ia hanya sempat menjerit,
melihat tanah yang kini tertutup reruntuhan alat pengangkut itu.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne mendongak. Menemukan tangan mungilnya berada
dalam genggaman Javier. Pria itu bernapas dengan cepat, namun
pegangannya mantap. "Jangan lepaskan." bisik Adrienne panik.
"Tidak akan pernah." balas Javier.
Adrienne berusaha menghentikan serangan paniknya. Ia menggigit
bibir bawahnya kuat-kuat. Ia bahkan hanya mengernyit ketika
Javier mengangkatnya, menimbulkan gesekan perih di sepanjang
lengannya. Dengan sigap Javier menarik Adrienne menuju tempat
yang lebih aman. Lalu mereka berdua terduduk lemas, diiringi
napas yang berkejaran. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Javier.
Adrienne mencoba mengenyahkan air mata bodohnya, menolak
menjawab Javier. Ia justru sibuk memeriksa pakaiannya. Kemeja
tanpa lengan berwarna putih dengan rok sebatas lutut berwarna
cokelat. Tidak ada masalah dengan roknya, namun kemejanya
memiliki lubang besar di bagian kanan, memungkinkan setiap
mata memandang langsung pada dirinya.
Ketika sibuk mencari cara untuk menutupi tubuhnya, sebuah
kemeja tersampir di bahunya. Adrienne menatap Javier dan
menemukan seulas senyum terpatri di wajah tampannya. Seolah
menyiratkan bahwa semua baik-baik saja.
"Kau tetap cantik meskipun mengenakan pakaianku." ucap Javier
meyakinkan. Adrienne menunduk. http://bacabukunovel.blogspot.com
Itu sama sekali bukan penyebab keresahannya. Pemandangan
Javier tanpa pakaian menutupi dada bidangnya yang membuat
Adrienne resah. Bagaimana mungkin Javier berharap Adrienne
tidak akan terpengaruh akan hal itu" Demi Tuhan, meski ia hampir
mati beberapa saat yang lalu, hormon konyolnya tidak lantas
absen. "Aku rasa mitos itu benar." ujar Adrienne kemudian.
Tanpa diduga Javier tertawa. Pria itu berpindah ke hadapan
Adrienne, lalu mengancingkan kemejanya yang kebesaran di
tubuh Adrienne. Saat mendengar Adrienne meringis, Javier segera
menggulung lengan kanan kemejanya dan menemukan kulit
terbuka yang mengeluarkan darah.
Javier segera merogoh saku celananya, mengambil ponsel dan
berbicara dengan suara tegas. Ia meminta bantuan untuk segera
datang. Javier menghela napas, "Mereka mengatakan sedang
mengusahakannya. Kita hanya bisa menunggu hingga bantuan
datang. Kau bisa menahannya sedikit lebih lama?"
Adrienne mengangguk. Menit berlalu sementara mereka duduk berdampingan. Suara riuh
yang terdengar dari bawah membuat mereka tahu bahwa orangorang tengah sibuk
menyusun rencana untuk menolong mereka.
Ironisnya, gedung itu hanya memiliki tangga hingga lantai tiga
dan satu-satunya alat yang bisa membawa mereka ke lantai empat
baru saja meluncur jatuh tanpa hambatan. Kurang responsifnya
tim medis di Indonesia pun menjadi alasan tambahan bagi
Adrienne dan Javier untuk menunggu lebih lama.
"Apa yang mengganggu pikiranmu hari ini?" tanya Javier.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne mengerjap. Ekspresinya seakan mengatakan bagaimana
kau tahu" "Aku tahu. Kau terlihat tidak fokus dan sebagainya. Kau bahkan
menerima tantangan kepala proyek itu. Apakah ini berhubungan
dengan wanita yang kemarin kau temui?" lanjut Javier.
Adrienne menggeleng, "Aku tidak apa-apa. Hanya kelelahan."
jawabnya. Hening sesaat. Javier memerhatikan gadis cantik di sisinya itu,
tahu bahwa jawaban itu adalah sebuah kebohongan. Javier tidak
pernah menyukai kebohongan. Namun ada sesuatu tentang
Adrienne yang membuat Javier merasa ia harus memakluminya
dan tidak memaksanya lebih jauh.
"Bagaimana kau mengenal ayahku?" tanya Javier kemudian.
Tanpa sadar seulas senyum tipis tersungging di bibir Adrienne.
Pertanyaan itu dengan mudah dapat dijawabnya, dan lebih dari apa
pun, Adrienne bersedia. Adrienne ingin Javier tahu bahwa ayah
Javier - Faxson Keane - adalah pria yang hebat.
"Faxson Keane adalah dosen tamu di kampusku. Pada awalnya,
aku tidak pernah memerhatikan apa pun. Aku gagal di setiap kelas
yang kuambil. Aku ingin menyerah meski saat itu masih semester
pertama, namun Faxson Keane memberi sebuah kalimat di balik
kertas ujianku yang bernilai F. Sejak saat itu aku berusaha keras
dan lebih keras lagi, agar aku bisa berhasil." jawab Adrienne.
"Apa yang ditulisnya?" tanya Javier penasaran. Ia bahkan
memajukan tubuhnya, membuat Adrienne tak mampu berpikir saat
otot-otot di perutnya bergerak sinkron mengikuti gerakan
tubuhnya. http://bacabukunovel.blogspot.com
Pria ini mencoba membunuhku, batin Adrienne gemas.
"Adrienne?" "Jika kita berhenti, maka kita tidak akan pernah menemukannya."
jawab Adrienne akhirnya. Javier mengerutkan kening, tidak mengerti.
"Hingga saat ini aku belum menemukan hal yang dimaksud oleh
ayahmu. Jadi jangan menanyakannya." lanjut Adrienne.
Obrolan ringan itu terus mengalir. Adrienne bahkan tersenyum
beberapa kali, tak menyadari bahwa Javier merekamnya dengan
pasti. Hingga tanpa sadar, berharap bahwa saat ini tidak akan
berhenti. "Ayahmu adalah orang yang hebat. Meski aku belum pernah sekali
pun berbicara secara langsung dengannya, ia telah membantuku
dalam banyak hal. Aku harap ia bahagia di sana." ucap Adrienne
tulus. "Aku harap begitu." sahut Javier.
"Bagaimana dengan ibumu?" tanya Adrienne.
Javier tersenyum tipis, "Ia meninggal saat melahirkan adikku. Aku
masih berusia tiga tahun, namun setidaknya aku sempat
mengenalnya. Ia sangat cantik dan selalu membuatkanku segelas
susu hangat sebelum tidur. Ia tidak pernah membacakan buku
cerita, namun ia akan bernyanyi. Itulah alasan mengapa aku
mencintai musik. Karena aku merasa ia hidup ketika aku
memainkan musik." jawab Javier ringan.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Kau mencintai adikmu."
"Ya. Ia adalah hal terindah yang pernah ada dalam hidupku.
Meskipun ia sangat berisik dan mudah menangis, ia tetap
sempurna bagiku." Adrienne menunduk demi mendengar jawaban itu. Pun saat
dilihatnya senyum itu terpatri di wajah tampan Javier, Adrienne
kembali merasa hatinya terkoyak. Namun kini, di samping perih
yang menyelimuti, perlahan Adrienne merasakan hal lain.
Adrienne merasakan sesuatu yang manis dan kuat. Sesuatu yang
sudah sejak lama ia abaikan, namun tak pernah sekali pun mampu
ditepisnya. "Itu bukan pertanyaan." ujar Javier tersadar.
"Ya. Itu bukan pertanyaan." gumam Adrienne.
Sesaat mereka terkurung dalam keheningan. Gaya yang menarik
diri mereka terasa semakin kuat. Adrienne tidak mampu
memerintahkan tubuhnya untuk menjauh, karena matanya
menatap lekat bibir penuh milik Javier yang hanya beberapa senti
jauhnya. Adrienne lelah menghindar.
Adrienne menginginkan Javier.
Adrienne mengulurkan tangan kirinya. Menyentuh rahang Javier
yang terpahat sempurna, merasakan detak jantungnya yang
menggila. Wajah Javier adalah replika dari malaikat yang
diturunkan ke bumi. Mata hijaunya terasa menembus hati
Adrienne. Memerangkap dalam ruang di mana hanya Javier yang
sanggup menariknya. Jari telunjuk Adrienne menyentuh bibir bawah Javier. Terasa
lembut, namun kuat. Memberinya bayangan-bayangan yang tak
http://bacabukunovel.blogspot.com
seharusnya dibayangkan. Namun Adrienne tak kuasa menolak.
Napasnya semakin menderu bersamaan dengan jarak mereka yang
mendekat. Sementara Javier membeku seutuhnya. Tak menyangka bahwa
tubuhnya dapat takluk begitu mudah hanya dengan satu sentuhan.
Rasanya memabukkan, namun meningkatkan kesadaran. Javier
tidak ingin menggerakkan tubuhnya sedikit pun, takut merusak
momen entah apa yang terasa intim di antara mereka.
Tiba-tiba suara gaduh memecahkan pesona yang membalut
Adrienne dan Javier. Beberapa orang dengan seragam khas tim
medis mendekati mereka, lalu mulai mengobati luka Adrienne.
Sesaat mereka berpandangan namun kali ini, sama seperti
sebelumnya, Adrienne kembali menghindar.
*** Desember 2013 Adrienne menutup laptopnya dengan helaan napas berat. Jam
sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Adrienne masih
tidak ingin pulang. Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing. Ia pasti
kelelahan. Sudah hampir dua minggu Adrienne menghabisnya
seluruh waktunya dengan bekerja terus-menerus di kantor.
Tepatnya sejak kejadian di lokasi proyek itu.
Adrienne merasa harus mengeluarkan Javier dari seluruh sistem
tubuhnya, terutama otaknya. Adrienne tidak boleh tertarik pada
Javier. Perasaan itu terlarang untuknya, karena Adrienne tidak
seharusnya merasakan kebahagiaan dalam bentuk apa pun. Maka
dari itu, kini Adrienne mengerahkan seluruh tenaganya untuk
menghindari Javier. Dengan seribu satu alasan, Adrienne akhirnya
berhasil meminimalisir jumlah pertemuannya dengan Javier. Kini
mereka hanya berhubungan melalui telepon atau e-mail.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Ponsel Adrienne bergetar dengan nama Tasha tercantum di
layarnya. Sahabatnya itu mengajukan cuti selama satu minggu
untuk pulang ke New York, karena seperti biasa adik laki-lakinya
yang masih berada di sekolah menengah atas itu membuat
keributan dan Tasha bertugas sebagai penenang di keluarganya.
"Hai, Tasha. Bagaimana keluargamu?" sapa Adrienne seraya
menyandarkan tubuhnya ke kursi. Sebelah tangannya memijat
pelipisnya pelan. "Penuh dengan drama. Kau tahu seperti apa adikku dan bagaimana
reaksi ibuku. Mereka berdua adalah perpaduan mematikan.
Ayahku bahkan sudah menyerah sejak aku masih transit di
Singapura. Jadi kau bisa membayangkan keadaan seperti apa yang
menyambutku ketika aku sampai di rumah." balas Tasha.
"Aku tahu. Aku harap kau segera kembali." sahut Adrienne.
"Apa kau baik-baik saja, Adrienne" Suaramu terdengar sedikit
aneh." Adrienne berdeham, berusaha mengabaikan rasa sakit di
tenggorokannya, lalu menjawab, "Aku hanya kelelahan. Setelah
ini aku akan pulang. Tenang saja, Tasha."
"Apa kau merasa pusing?" tanya Tasha cemas.
"Ya, sedikit. Aku akan minum obat sebelum tidur nanti." jawab
Adrienne. "Oh, tidak. Adrienne, kau dalam masalah. Berapa jam kau tidur
kemarin" Kau harus segera memanggil doktermu. Atau kau tahu
apa yang akan terjadi."
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne menelan ludah ketika mengerti maksud Tasha. Hal ini
pernah terjadi sebelumnya. Setiap kali Adrienne kelelahan dan
diikuti sederet gejala yang kini dirasakannya, Adrienne akan jatuh
sakit. Bukan sakitnya yang Adrienne takutkan, namun mimpi
buruk yang menyertainya. Adrienne selalu terperangkap dalam
mimpi-mimpi buruk yang sebenarnya kenyataan itu.
Membangkitkan kembali setiap jeritan memilukan yang pernah
didengarnya. Menyayatkan kembali luka yang
menghancurkannya. "Aku akan pulang sekarang, Tasha. Tidak perlu khawatir. Aku
akan mengatasinya." ucap Adrienne lalu memutuskan sambungan.
Adrienne keluar dari kantornya dan menelepon taksi. Ia harus
meninggalkan mobilnya. Rasa pusing yang dirasakannya semakin
menjadi. Adrienne bahkan harus berusaha keras untuk
mengucapkan alamat apartemennya pada sopir taksi. Ketika
akhirnya sampai di apartemen, Adrienne segera mencari obat
pereda sakit kepala dan mengganti bajunya. Adrienne baru saja
berencana untuk naik ke tempat tidur, ketika belnya berbunyi.
Adrienne mengeluh kesal, lalu melangkah menuju pintu.
Langkahnya semakin tak terarah dan pandangannya sulit untuk
terfokus. Adrienne bahkan merasa kenop pintunya ada tiga. Ketika
akhirnya berhasil membuka pintu, Adrienne mendengar sebuah
suara yang dikenalnya. Itulah hal yang diingat Adrienne sebelum
akhirnya ia jatuh ke dalam pelukan kegelapan.
*** Javier menyelimuti Adrienne, lalu menghela napas. Dalam hati
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasa bersyukur karena telah datang tepat waktu. Gadis itu
pingsan tepat setelah membuka pintu untuknya. Javier menarik
kursi ke sisi tempat tidur Adrienne, hanya duduk menunggu.
Hingga akhirnya Adrienne mulai bergerak. Javier menyadari ada
http://bacabukunovel.blogspot.com
setetes air mata mengalir di wajah cantiknya. Adrienne menangis.
"Adrienne." panggil Javier seraya menyentuh pipinya lembut.
"Kau menyakitiku, Antony." isak Adrienne.
Javier terpaku. Bukan karena demam tinggi yang dirasakannya
dari tubuh Adrienne, namun nada terluka yang amat jelas di antara
isak tangis itu. Adrienne tidak bermimpi. Adrienne pernah
mengalami hal itu. Adrienne pernah tersakiti.
Firasat Javier selama ini benar adanya. Adrienne adalah gadis
yang rapuh. Ada tangis yang mengkristal di balik wajah tanpa
ekspresinya, ada isak tertahan dalam kebisuannya. Mungkin itu
yang selama ini menahan Javier untuk selalu berlaku hati-hati
terhadap Adrienne. Karena Javier tahu, Adrienne dapat pecah
berkeping-keping setiap saat.
Javier melakukan hal terbaik yang bisa dilakukannya. Ia
mengompres dahi Adrienne dan menjaga gadis itu sepanjang
waktu. Ketika matahari akhirnya terbit, Javier menghubungi
dokter. Dokter itu datang tak lama kemudian. Memeriksa Adrienne
dengan cekatan, lalu memberikan resep obat yang harus ditebus
Javier. "Adrienne, aku harus menebus obatmu. Aku tidak akan lama."
bisik Javier seraya merapikan anak rambut di wajah Adrienne.
Adrienne tetap tertidur. Sejak semalam pun Adrienne tidak
terbangun. Hanya terus mengigau.
Saat Javier kembali, ia dikejutkan dengan teriakan Adrienne.
Suaranya hampir mencapai nada histeris.
"Hentikan! Jangan! Pergi dariku!"
http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier menghampiri Adrienne dengan tergesa. Melihat gadis itu
meringkuk di ujung tempat tidur dengan bahu berguncang hebat.
"Jangan menyentuhku! Aku membencimu!" jerit Adrienne.
Javier memegang kedua tangan Adrienne yang menutupi wajah
gadis itu, memaksanya untuk menatap Javier.
"Ini aku. Javier. Kau baik-baik saja, Adrienne. Aku tidak akan
menyakitimu." bisik Javier menenangkan.
Adrienne masih terisak-isak, namun ia tidak menolak ketika Javier
memeluknya. "Aku tidak akan menyakitimu, Adrienne. Tidak akan pernah."
lanjut Javier sungguh-sungguh.
Setelah Adrienne tenang, Javier memintanya untuk meminum obat
dan kembali tidur. Yang mengejutkan, Adrienne menuruti semua
itu tanpa protes sedikit pun.
Javier mulai mengurus jadwalnya yang berubah drastis. Karena
kondisi Adrienne yang tidak memungkinkan untuk ia tinggal,
maka Javier melakukan pekerjaannya hanya dengan bermodalkan
laptop juga koneksi internet. Javier sama sekali tidak mengeluh; ia
terlalu cemas untuk bisa mengeluhkan tentang apa pun.
Menjelang senja, Javier memutuskan untuk menghubungi Tasha.
Ia tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Satu nama yang
dibisikkan Adrienne dalam tidur gelisahnya membayangi Javier.
"Javier, bagaimana keadaan Adrienne?" tanya Tasha.
"Tidak begitu baik. Ia masih tidur saat ini. Aku rasa firasatmu
http://bacabukunovel.blogspot.com
selalu benar. Ia benar-benar membutuhkan seseorang untuk
menemaninya. Aku langsung datang ke apartemennya setelah
mendapat telepon darimu dan ia pingsan tepat setelah
membukakan pintu untukku." jawab Javier.
"Oh, tidak. Maafkan aku karena merepotkanmu. Aku tidak tahu
harus meminta tolong pada siapa lagi. Kau tahu Adrienne hanya
memiliki aku di kota itu." balas Tasha.
"Tidak apa-apa. Aku tidak keberatan. Hanya saja ada sesuatu yang
mengusikku." sahut Javier. Lalu ia menceritakan mimpi-mimpi
Adrienne. "Tasha" Kau masih di sana?" tanya Javier.
"Ya." "Siapa Antony?"
Terdengar helaan napas panjang, sebelum akhirnya Tasha
menjawab, "Adrienne membutuhkan bantuan. Ia harus
diselamatkan, Javier. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia menderita.
Aku harap kau mengerti."
Tasha memutuskan sambungan telepon. Meninggalkan Javier
yang termangu menatap dinding kosong di hadapannya.
"Tinggalkan aku! Aku membencimu! Pergi!" jerit Adrienne.
Javier langsung menghampiri Adrienne dan menarik Adrienne ke
dalam pelukannya. Hampir menyerupai gerak refleks. Begitu
mendengar jeritan gadis itu, tubuh Javier bergerak dengan
mudahnya. "Kau bersamaku, Adrienne. Aku akan menjagamu."
http://bacabukunovel.blogspot.com
Kali itu, di tengah sinar mentari yang menembus melalui celah
dari tirai yang tak tertutup rapat, Javier menyadari fakta yang
selama ini begitu gamblang dibisikkan hatinya. Fakta yang
membuatnya begitu peduli terhadap Adrienne. Fakta yang
memaksanya untuk terus berada di sekitar gadis rendah ekspresi
itu, tak peduli apa yang dilakukan gadis itu untuk menjauhkannya.
Karena pada kenyataannya, Javier sungguh peduli pada Adrienne.
Javier ingin mengenal Adrienne. Ingin menjaga Adrienne. Ingin
memberikan warna dalam hidup Adrienne. Juga ingin berbagi
segalanya dengan Adrienne.
Javier ingin memiliki Adrienne.
*** Bab 8 Harapan Adrienne menatap Tasha dengan pandangan kosong. Sudah dua
hari sejak ia bisa beraktivitas seperti biasa, sehat seutuhnya, dan
Adrienne mendapati bahwa kini dirinya sulit untuk berkonsentrasi.
"Adrienne" Kau mendengarku?"
"Ya, tentu." Tasha mendesah. Menutup agendanya dengan putus asa.
"Kau tidak bisa bermain-main, Adrienne. Jadwalmu sangat padat.
Aku membutuhkan Adrienne Callandrie. Di mana ia berada saat
ini?" ucap Tasha. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Aku di sini. Maafkan aku, Tasha." sahut Adrienne.
Tasha menarik kursi di hadapan Adrienne, lalu menatap
sahabatnya itu lekat-lekat.
"Kau harus menceritakannya padaku, Adrienne." bujuk Tasha
lembut. Adrienne tahu. Tentu saja. Enam tahun persahabatan mereka telah
membuktikan segalanya. Bahkan hanya Tasha satu-satunya orang
yang mengetahui kenyataan itu. Kenyataan yang menjadi hantu
berjalan dalam hidup Adrienne.
"Aku tertarik pada Javier Keane." aku Adrienne.
"Terima kasih, Tuhan. Akhirnya gadis bodoh ini bersedia
mengakuinya. Lalu apa yang akan kau lakukan?" balas Tasha.
"Itu terasa menakutkan bagiku, Tasha." sahut Adrienne.
"Javier Keane adalah pria yang baik. Aku berani bersumpah ia
juga tertarik padamu, namun pada kenyataannya ia tidak mau
menyentuhmu dengan cara seperti itu, bukan" Aku tahu bagian
terburuknya, Adrienne. Ia berbeda dengan seluruh pria itu. Ia
mengingatkanmu pada seseorang yang tidak ingin kau ingat." ucap
Tasha hati-hati. Adrienne mematung. Tubuhnya menegang seolah kalimat Tasha
melukainya. Tasha menggenggam tangan Adrienne, tersenyum penuh
pengertian, "Dengar, Adrienne. Kau harus memberi dirimu sendiri
kesempatan. Setidaknya ucapkan terima kasih atas segala
kebaikan yang dilakukannya untukmu. Ia menyelamatkan
http://bacabukunovel.blogspot.com
hidupmu dua kali, kau tahu" Mungkin dengan membalas sedikit
kebaikannya itu kau akan merasa lebih tenang."
Adrienne membalas senyum Tasha, berjanji dalam hatinya bahwa
ia akan mengucapkan terima kasih pada Javier Keane.
Hanya terima kasih. *** Javier menatap tak percaya ponselnya yang kini bergetar. Nama
yang tercantum di layarnya yang membuat Javier merasa ada
masalah dengan penglihatannya.
Adrienne. "Hai, Adrienne." sapa Javier.
"Emm, hai. Maaf mengganggu. Aku ingin mengucapkan terima
kasih. Kau tahu, untuk menyelamatkanku di gedung itu juga telah
merawatku ketika aku sakit. Terima kasih." ucap Adrienne.
Javier menegakkan bahunya, tanpa sadar tersenyum mendengar
nada gugup dalam suara Adrienne. Tiba-tiba saja dorongan untuk
menggoda gadis itu terbit dalam hatinya. Tak peduli pada meeting
yang kini masih berlangsung di ruang konferensi, Javier
memutuskan untuk memperlama percakapannya ini.
"Kau benar-benar berterima kasih" Aku tidak merasa kau benarbenar seperti itu."
sahut Javier datar. Terdengar helaan napas, lalu Adrienne kembali berbicara, "Terima
kasih atas segala kebaikanmu, Javier Keane."
Kali ini Javier tidak bisa menahan lagi senyumnya. Sebelum ia
http://bacabukunovel.blogspot.com
bisa berpikir lebih jauh, ia menyuarakan pertanyaan yang begitu
ingin ditanyakannya sejak dulu.
"Maukah kau makan malam denganku?" tanya Javier.
"Aku tidak..." "Sebagai ucapan terima kasihmu. Setidaknya aku tahu kau benarbenar berterima
kasih." Kembali terdengar helaan napas.
5 Jagoan 5 Raja 7 Goosebumps - 2000 12 Sari Otak Pendekar Panji Sakti 24
http://bacabukunovel.blogspot.com
http://bacabukunovel.blogspot.com
Song For Unbroken Soul by Nureesh Vhalega Copyright? 2014 by Nureesh Vhalega
http://bacabukunovel.blogspot.com
Sinopsis: "Adrienne Callandrie memiliki segalanya; cantik, kaya, dan
dipuja semua orang. Ia terbiasa menekuk lutut para pria, sampai
akhirnya pria bermata hijau itu datang. Sejak awal, Adrienne
berusaha menghindarinya, karena pria itu adalah pencerminan
sempurna untuk segala hal yang Adrienne benci. Pria itu
mengingatkannya pada sosok yang menjadi mimpi buruknya.
Javier Keane terbiasa membiarkan segala sesuatu berjalan di
sekitarnya. Ia diberkati bakat luar biasa untuk menjadi apa pun
yang diinginkannya, tanpa ia harus mengusahakannya. Panggilan
hidupnya adalah menjadi seorang pianis. Lalu hidup membawa
Javier pada kenyataan pahit; ayahnya meninggal dan Javier
harus mengambil alih perusahaan keluarganya demi adiknya.
Saat itulah, Javier bertemu seorang gadis cantik yang begitu
antipati terhadap dirinya.
Javier Keane bukanlah pria yang mudah menyerah. Ketika takdir
membawanya pada Adrienne Callandrie, terbentuklah satu kisah
manis yang diiringi oleh gairah murni. Mereka berbagi, lalu
saling memiliki. Sesederhana itu.
Namun rupanya hidup tak pernah memberikan jalan yang
sederhana. Semakin Javier mengenal Adrienne, semakin Javier
tahu bahwa Adrienne menyimpan rahasia kelam.
Apakah rahasia itu" Bagaimana reaksi Javier ketika
mengetahuinya" Sanggupkah Adrienne memperjuangkan
perasaannya yang membisikkan kata cinta untuk Javier, bahkan
ketika duka terlalu pekat menyelubungi"
Cinta sungguh tak pernah mudah, namun cinta tak kan pernah
menyerah. Cinta mampu melakukan segalanya, termasuk
membangun hati yang hancur di dalamnya."
http://bacabukunovel.blogspot.com
Bab 1 Adrienne Callandrie New York City Juli, 2007 Adrienne menatap sekelilingnya dengan putus asa. Tubuh-tubuh
bergoyang diiringi musik bertempo cepat, sementara gelak tawa
juga bau menyengat yang berasal dari minuman entah apa
namanya itu memenuhi udara. Adrienne merasa tidak nyaman.
Kini ia menyesali keputusannya untuk tetap tinggal setelah pesta
dansa sekolah selesai, karena pesta selanjutnya sungguh berada di
luar kemampuan Adrienne. Adrienne mendesah, bagaimana ia bisa pergi dari semua
kekacauan ini" Saat itulah Adrienne melihat kakaknya - Antony Callandrie - di
antara kerumunan. Tak membutuhkan waktu lama hingga
kakaknya itu berada di hadapannya dan tersenyum seraya
mengulurkan tangan. Adrienne menyambut uluran tangan itu dan
berjalan mengikuti langkah kakaknya dengan tenang. Karena
kakaknya adalah pelindungnya. Yang terbaik yang penah
dimilikinya. Tiba-tiba langkah Antony terhenti, ia menyapa temannya.
Adrienne balas tersenyum ketika disapa, lalu mengalihkan
pandangan. Sebuah gerakan yang salah, karena Adrienne melihat
sepasang kekasih asyik bercumbu. Sang pemuda yang mencium
gadisnya dengan mata terbuka balas menatap Adrienne. Mata
http://bacabukunovel.blogspot.com
hijaunya yang begitu terang seakan menembus hati Adrienne.
Ciuman itu berakhir dan sang pemuda bermata hijau mengatakan
sesuatu, membuat gadisnya melayangkan tamparan. Pemuda itu
nampak tak peduli, ia justru kembali menyulut rokoknya dan
merokok dengan tenang. Adrienne bergidik dan menunduk. Meski pemuda itu nampak
amat menawan dan memesona, Adrienne dapat melihat luka.
Begitu jelas dan gamblang, merusak kilau indah mata hijaunya.
Adrienne tidak mengenal pemuda itu, namun ia merasa harus
membantunya. Adrienne menggeleng-gelengkan kepala.
"Kau baik-baik saja, Adrienne?" tanya Antony.
Adrienne mengangguk, lalu mengikuti langkah Antony sekali lagi.
Adrienne menoleh ke arah pemuda bermata hijau itu dan tidak
menemukannya. "Apakah seseorang menciummu?" tanya Antony setelah
menjalankan mobilnya. Adrienne tidak terganggu mendengar pertanyaan itu. Ia telah
bebagi nyaris segala hal bersama Antony, sehingga bukan sebuah
rahasia bahwa Adrienne belum pernah berciuman di usianya yang
menginjak delapan belas tahun. Berbeda dengan Antony yang
memiliki sepak terjang luas di dunia percintaan, Adrienne masih
sangat polos dan tidak berpengalaman.
"Tidak." jawab Adrienne.
"Pemuda di sekolahmu sangat payah." sahut Antony.
"Untung saja begitu. Karena jika tidak, aku yakin mereka akan
berakhir babak-belur di tanganmu." balas Adrienne.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Antony hanya menepuk kepala Adrienne dengan tangan kirinya
sebagai balasan. Adrienne mengerutkan kening. Ia menatap kakaknya dengan
bingung. Biasanya Antony akan tertawa dan membalas ucapannya.
Adrienne dapat merasakan ada sesuatu yang membebani Antony.
"Apakah terjadi sesuatu, Antony" Kau bisa menceritakannya
padaku." ucap Adrienne.
Antony menepikan mobilnya, lalu menghela napas.
"Ayolah. Aku tidak suka melihatmu tidak bahagia seperti ini.
Beritahu aku, agar aku bisa membantumu." bujuk Adrienne.
Mereka terdiam sesaat. Ketika Antony akhirnya membuka suara,
Adrienne menemukan rasa sakit yang nyata dalam suara
kakaknya. "Katie berselingkuh. Aku melihatnya bermesraan dengan seorang
pria di apartemennya. Katie tidak membela dirinya, ia meminta
putus. Aku tahu seharusnya aku lega karena telah lepas darinya,
namun aku justru menemukan diriku mencintainya." ucap Antony.
"Kapan kau melihatnya" Apa kau bertanya alasannya
mengkhianatimu?" tanya Adrienne hati-hati.
"Kemarin sore. Dan tidak. Aku tidak menanyakannya." jawab
Antony. Adrienne melepas sabuk mengamannya dan mengulurkan tangan
untuk memeluk Antony. Meski mereka bukan saudara sedarah -
ayah Antony dan ibu Adrienne menikah lima belas tahun yang lalu
- Adrienne dapat merasakan dengan jelas rasa sakit Antony.
Selalu bersama dan tak terpisahkan sejak kanak-kanak membuat
http://bacabukunovel.blogspot.com
mereka mengerti pribadi satu sama lain.
"Kau akan baik-baik saja, Antony. Semua ini akan berakhir. Kau
akan menemukan akhir bahagiamu. Aku yakin itu, karena kau
adalah kakakku. Aku menyayangimu." ujar Adrienne tulus.
Saat itu, Adrienne benar-benar meyakini ucapannya. Ia berdoa
sepenuh hati untuk kebahagiaan Antony, agar Antony baik-baik
saja dan kembali menjadi Antony yang disayanginya.
Namun satu minggu kemudian, Adrienne mendapati bahwa
doanya sia-sia. Kondisi Antony justru semakin memburuk. Antony
selalu murung, bahkan jarang berada di rumah. Padahal orangtua
mereka sedang pergi untuk bulan madu yang ke dua dan Adrienne
sendirian di rumah. Antony belum pernah mengabaikan Adrienne
seperti itu, namun sekali lagi, Adrienne mencoba memahaminya.
Antony sedang mengalami masa sulit.
"Tidak apa-apa, Tasha. Aku bisa mengatasinya. Kita sedang
membicarakan Antony Callandrie di sini. Ia adalah kakakku. Pria
terbaik ke dua setelah ayahku. Semua akan baik-baik saja." ucap
Adrienne yakin. Di seberang telepon, Tasha menghela napas.
"Aku tahu. Namun kau tidak harus sendirian di dalam rumah
besarmu itu. Kau bisa menginap di rumahku." sahut Tasha.
"Aku baik-baik saja, Tasha. Lagi pula aku harus menunggu
Antony. Tadi siang Carvert Rawlins datang dan mencarinya. Aku
tahu mereka memiliki proyek penting untuk perlombaan film indie
itu. Aku tidak bisa membiarkan Antony merusak impiannya."
balas Adrienne. "Baiklah. Bagaimana persiapanmu untuk kuliah" Ibuku begitu
http://bacabukunovel.blogspot.com
sibuk menyuruhku membeli koleksi baju baru. Aku tidak tahu apa
yang dipikirkannya. Demi Tuhan, kita ini kuliah di jurusan Teknik
Sipil. Apa gunanya memiliki baju bagus dan menarik" Aku yakin
kita akan lebih nyaman mengenakan kaus dan jeans. Apalagi
Indonesia adalah negara yang cukup konvensional. Oh ya, aku
begitu iri denganmu yang memiliki darah Indonesia asli. Aku
yakin kau akan nampak cantik sedangkan aku terlihat aneh di
sana." Adrienne tertawa dan hingga satu jam kemudian, mereka tetap
membicarakan topik seputar kuliah. Mereka begitu antusias,
karena takdir seakan mendukung persahabatan mereka; mereka
diterima di universitas dan jurusan yang sama. Semuanya akan
berjalan dengan menyenangkan. Adrienne sudah tidak sabar untuk
kembali ke negara yang menjadi kampung halamannya itu.
Entah mengapa, di saat teman-temannya berlomba untuk masuk
ke universitas ternama dunia, Adrienne justru sangat ingin kembali
ke Indonesia. Adrienne memang tumbuh besar di New York,
namun Adrienne tetap ingin mengenal negara tempat ayah
kandungnya berasal. Adrienne berpikir dengan begitu, ia bisa
mengenal ayahnya yang meninggal kala ia masih dalam
kandungan. Ibunya tak pernah membicarakan ayahnya, hanya
memberi sebuah album foto yang penuh berisi perjalanan cinta
mereka. "Sepertinya Antony pulang. Aku akan menghubungimu lagi besok.
Selamat malam, Tasha." ucap Adrienne lalu memutuskan
sambungan. Adrienne merangkak turun dari tempat tidurnya, kemudian
berjalan menuju kamar Antony di seberang kamarnya. Kamar itu
gelap, namun pintunya terbuka. Perlahan Adrienne melangkah
masuk, menemukan Antony duduk menyandar pada ranjangnya
dengan kepala menunduk. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Antony, ada apa?" tanya Adrienne seraya berlutut di hadapan
Antony. Ketika mencium bau yang aneh, Adrienne kembali bertanya, "Apa
kau mabuk?" Antony tetap tidak menjawab. Ia justru mengulurkan kedua
tangannya dan memeluk Adrienne erat. Napasnya semakin berat
dan Antony bergumam. "Mengapa kau melakukan itu padaku, Katie" Aku mencintaimu.
Tidak bisakah kau melihatnya" Aku mencintaimu."
"Antony, lepaskan aku." pinta Adrienne.
Namun Antony yang telah berada di bawah kontrol alkohol tidak
bisa memahaminya. Ia terus memeluk Adrienne dan
menganggapnya sebagai Katie. Adrienne berusaha melepaskan
diri dengan seluruh tenaganya, namun apalah dayanya melawan
Antony yang memiliki tubuh dua kali lebih besar darinya.
Adrienne menjerit ketika Antony menariknya ke tempat tidur, lalu
menindihnya. "Kau adalah milikku, Katie. Kau tidak akan bisa pergi dariku. Aku
mencintaimu." ucap Antony.
Jeritan Adrienne bertambah keras, berharap salah satu
pembantunya mendengar. Namun rumahnya begitu besar, hingga
hampir mustahil suaranya mampu mencapai bagian belakang
lantai dasar rumahnya. Adrienne terus meronta, menendang, juga
memukul. Sementara Antony merobek pakaian tidurnya hingga
menampilkan kulit Adrienne, lalu meredam jeritan Adrienne
dengan mulutnya. http://bacabukunovel.blogspot.com
Air mata Adrienne mengalir tak tertahankan. Semua ini tidak
mungkin terjadi. Namun rasa panik yang menyeruak di dadanya
begitu nyata. Semua ini bukanlah mimpi. Kegelapan di sekitarnya
menelan Adrienne, membungkusnya dalam teror sempurna
sementara tubuhnya tak berdaya. Rasa jijik Adrienne bertambah
semakin besar, namun rasa sakitnya mengalahkan semuanya.
Adrienne berteriak putus asa, meski sia-sia. Bagian sensitifnya
diterjang begitu keras hingga melumpuhkan sarafnya, tenggelam
dalam perihnya. Adrienne merasa semua itu berjalan begitu lama. Amat lama. Rasa
sakit semakin tak tertanggungkan. Adrienne merasa lebih baik
mati saat itu juga. Namun rasa perih akibat gerakan kasar di
bawah sana tetap menjaga Adrienne dalam kesadarannya. Ketika
Adrienne merasa semuanya tidak akan bertambah buruk, cairan
hangat menyembur di dalam tubuhnya. Menambah rasa sakit
abadi dalam hatinya. Adrienne menangis dengan tubuh membeku, berharap kegelapan
akan menenggelamkannya seutuhnya. Agar ia, Adrienne
Callandrie, tak harus melihat mentari lagi.
*** Adrienne memandang kosong dengan kedua tangan memeluk
lutut. Sudah dua hari Adrienne mengurung diri di kamar. Menolak
makan, juga menolak bicara. Raganya ada, namun jiwanya tak
terasa ada. Rasa sakit itu hampir melumpuhkan dirinya, hingga
satu-satunya hal yang mampu Adrienne lakukan dengan benar
hanyalah bernapas. Ketukan di pintunya semakin terdengar keras. Seperti dua hari
terakhir. Disusul dengan permohonan maaf yang begitu menyayat.
Namun Adrienne tetap membeku. Sepenuhnya berada dalam
dunianya yang kelam. http://bacabukunovel.blogspot.com
Beranjak senja, seseorang kembali mengetuk pintunya. Suara
lembut yang menyusul membuat pertahanan Adrienne hancur.
Dengan tubuh kaku, Adrienne bergerak membuka pintu kamarnya
dan mendapati sahabatnya berdiri dengan tangan memegang
nampan berisi makanan. "Adrienne?" tanya Tasha dengan ekspresi syok.
Kondisi Adrienne di hadapannya sungguh di luar perkiraan. Wajah
Adrienne begitu pucat, matanya bengkak, dan tubuhnya bergetar
hebat. Tasha segera masuk ke kamar Adrienne dan meletakkan
nampan yang dibawanya. Tanpa kata Tasha menarik Adrienne
duduk di tempat tidur, lalu memeluk Adrienne.
"Apa yang terjadi" Kau baik-baik saja, Adrienne?" tanya Tasha
cemas. Adrienne tidak menjawab. Matanya masih menatap kosong.
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tasha pun tak kuasa mendesak. Ia hanya mengurus Adrienne
dengan sabar. Menyuapinya makan, lalu menyelimutinya ketika
tidur. Kegiatan itu terus berulang hingga dua minggu kemudian.
Orangtua Adrienne yang baru saja pulang, tidak mengerti keadaan
putrinya dan sangat khawatir, namun Adrienne selalu mengatakan
bahwa ia akan baik-baik saja, meski dengan nada datar.
Diamnya Adrienne berubah menjadi histeria di minggu ke tiga.
Tasha yang selalu menemani Adrienne tanpa kenal lelah, mulai
memahami gejala yang dialami Adrienne. Meski enggan, Tasha
tahu ia harus membuktikannya. Adrienne stres karena suatu hal
dan kini memasuki tahap depresi karana hal lainnya. Maka siang
itu, ketika seluruh keluarga Adrienne pergi, Tasha datang dengan
bungkus plastik dari apotik.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Adrienne, maukah kau mencobanya?" tanya Tasha hati-hati.
Adrienne meraih bungkusan plastik itu, lalu menangis ketika
melihat isinya. Sebuah alat tes kehamilan. Tanpa kata, Adrienne
melangkah menuju kamar mandinya. Kondisi tubuhnya yang tidak
menentu menghantui Adrienne. Ia bukan gadis bodoh, begitu pula
sahabatnya. Dengan seluruh keanehan Adrienne, juga rutinitas
barunya mengunjungi toilet setiap pagi, siapa pun bisa
menebaknya. Ketika Adrienne tak juga keluar dari kamar mandi, Tasha
mengetuk pintunya. Hanya terdengar isak tangis. Jantung Tasha
berdebar keras, sementara tangannya meraih kenop pintu yang
untungnya tidak terkunci. Tasha membuka pintu dan melihat
Adrienne menangis bersimpuh di lantai. Alat tes kehamilan
tergeletak dengan dua garis merah yang jelas di hadapannya.
Tasha menutup mulutnya. Air matanya mulai mengalir seiring
tubuhnya yang jatuh berlutut. Tasha memeluk Adrienne erat,
membiarkan isakan mereka memenuhi kamar mandi itu. Tanpa
diduga, seseorang pun ikut melihat semua yang terjadi. Ketika
Adrienne membuka mata dan menatap orang di pintu kamar
mandinya, ia segera bangkit berdiri. Dengan amarah nyata
Adrienne menghampiri orang itu, melayangkan tangannya dan
melancarkan pukulan apa pun yang bisa diberikannya.
"Kau bajingan! Aku membencimu!" teriak Adrienne histeris.
Antony hanya berdiri di sana. Menerima semua pukulan juga
makian dalam diam. Tuhan tahu betapa menyesal dirinya. Ribuan
kali Antony meminta maaf, namun Adrienne tak bisa
memaafkannya. Kini, semua semakin tak terselamatkan. Antony
sudah memasrahkan segalanya. Ia tahu penjara saja tidak cukup
buruk untuknya. Ia pantas mendapat hukuman terberat. Maka
ketika Adrienne membisikkan kalimat selanjutnya, Antony tahu ia
http://bacabukunovel.blogspot.com
harus melakukannya. "Kau menyakitiku, Antony. Aku membencimu. Aku harap kau
pergi dari hidupku. Aku tak ingin melihatmu lagi seumur
hidupku." bisik Adrienne penuh luka.
Antony menatap Adrienne dengan air mata yang tak mampu lagi
disembunyikannya. Perlahan, Antony berbalik dan melangkah
keluar dari kamar Adrienne. Meninggalkan Adrienne yang
menangis histeris di belakangnya.
*** Adrienne membiarkan angin meluruhkan kelopak-kelopak bunga
di tangannya. Matanya tetap memandang kosong, sementara
orang-orang di sekitarnya mengurai tangis yang menyayat.
Makam bertaburan bunga di hadapannya ternamai dengan nama
Antony Callandrie. Adrienne tidak bisa menangis. Tak ada lagi air matanya yang
tersisa. Setelah pertengkaran terkutuk itu, Adrienne menemukan
Antony terbujur kaku tak bernyawa. Ada begitu banyak obat tidur
yang ditelannya, hingga tanpa perlu memeriksanya ke rumah sakit,
Adrienne tahu Antony telah pergi.
Adrienne menyentuh perutnya perlahan. Kehidupan di dalam
tubuhnya adalah pengingat sejati atas segala sakit ini. Adrienne
tidak bisa melakukannya. Adrienne tidak akan membiarkannya.
"Tasha, aku butuh bantuanmu." bisik Adrienne. Ia meninggalkan
pemakaman, tak peduli pada tatapan cemas bercampur kesedihan
dari orangtuanya. Adrienne segera pulang ke rumahnya, lalu
mengemas barang-barangnya.
"Adrienne, apa yang kau lakukan?" tanya Tasha.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Aku ingin kau berbohong pada orangtuaku. Kau tahu apa yang
harus kau katakan. Aku akan pergi untuk sementara waktu. Setelah
semua selesai, aku akan menyusulmu ke Jakarta. Rencana kita
tidak akan berubah." jawab Adrienne datar.
"Ke mana kau akan pergi?" tanya Tasha cemas.
Adrienne menarik kopernya, lalu menjawab, "Sampai jumpa,
Tasha." *** Bab 2 Javier Keane New York City, Agustus, 2007
Javier berseru seraya mengangkat botol bir di tangannya. Suasana
pesta di rumahnya semakin ramai dan riuh. DJ memainkan musik,
sementara stok minuman beralkohol yang tersedia mulai
berpindah tangan. Kepulan asap rokok meliuk di antara tubuhtubuh yang bergerak.
Beberapa gadis mencoba mendekati Javier, namun Javier
mengabaikannya. Ia sedang tidak ingin berurusan dengan gadis.
Pesta yang didatanginya bulan lalu - pesta setelah dansa sekolah
- memberinya pelajaran berharga bahwa alkohol dan gadis sama
sekali bukan perpaduan yang bagus. Javier memang berencana
untuk memberontak, namun ia tidak ingin menyebarkan benihnya
secara asal di luar sana. Meski benci untuk mengakuinya, Javier
masih menjunjung tinggi harga dirinya sebagai bagian dari
anggota keluarga Keane. http://bacabukunovel.blogspot.com
Bagi Javier, terlahir sebagai seorang Keane adalah anugerah juga
kutukan menjadi satu. Anugerah karena ia bisa memiliki hidup
yang sangat layak, kutukan karena seluruh peraturan yang
mengikatnya. Sungguh benar ungkapan yang mengatakan bahwa
seorang pewaris menanggung beban mahkota yang berdosa.
Sepanjang hidupnya, Javier hanya mencintai musik. Panggilan
hidupnya adalah menjadi pianis dan cita-citanya adalah
melakukan konser keliling dunia. Semua itu seakan hal mudah,
mengingat bakat luar biasa yang dimilikinya serta kekayaan yang
mendukungnya. Javier bahkan telah diterima oleh Julliard, sebuah
universitas yang menaungi berbagai bidang seni dan sangat
prestisius. Semua orang tahu, bisa masuk ke Julliard adalah
mukjizat dan dia tidak akan menyia-nyiakannya. Benar, semua
orang. Kecuali Xander Keane, kakeknya.
Xander Keane adalah pemimpin keluarga Keane. Ia menjadi
hakim bagi anggota keluarga lainnya. Menjadi salah satu keluarga
paling berpengaruh juga terkaya membuatnya menegakkan
berbagai peraturan demi mempertahankan kekokohan keluarga
Keane. Segala yang penting baginya hanyalah kekuasaan, juga
kekayaan. Semua kerja kerasnya telah terbukti dengan
kesuksesannya merajai berbagai bidang dalam kehidupan
ekonomi, sehingga menjadi suatu hal mutlak bagi keturunannya
untuk meneruskan itu. Sejak awal kelahirannya, Javier tahu ia ditakdirkan untuk menjadi
pewaris keluarga Keane di bidang pembangunan dan properti
lainnya. Ayahnya, yang saat ini masih memegang kekuasaan itu,
menjalankan sebuah perusahaan konstruksi terbesar di Asia
Tenggara yang berpusat di Indonesia. Namun Javier tidak tertarik
dengan semua itu. Ia hanya ingin menjadi pianis, ingin
menghabiskan sisa hidupnya dengan bergelut bersama nada-nada.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Kini, saat peraturan keluarga Keane menghadangnya, Javier
melakukan segala cara untuk mengubahnya. Javier harus
bersekolah di Julliard. Ia tidak peduli jika tindakannya ini egois
dan kekanakan. Ia akan melakukan apa pun untuk meraih citacitanya. Ia akan
membuktikan bahwa ia pun bisa sukses di jalan
yang dipilihnya. "Javier!" seru Hester - adiknya - dari sisi kanan Javier.
Javier menoleh dan saat itu juga ia tersenyum melihat seseorang
yang berdiri tegak di belakang adiknya. Tidak peduli pada fakta
bahwa orang itu melayangkan tatapan penuh amarah padanya.
"Hai, Ayah." sapa Javier.
*** Javier menyandarkan bahunya di kursi sementara ayahnya -
Faxson Keane - berjalan tak menentu di hadapannya. Hester yang
duduk di sampingnya melayangkan tatapan kesal, namun tetap
diam. Keheningan di ruang kerja ayahnya itu dipecahkan dengan
sebuah pertanyaan. "Bagaimana kabarmu, Ayah?" tanya Javier.
Faxson Keane menggebrak meja kerjanya, lalu berseru,
"Beraninya kau menanyakan keadaanku" Setelah parade pesta
konyolmu itu" Bagaimana kau akan menjelaskan semua itu pada
kakekmu ketika kau dipanggil menghadapnya?"
"Aku akan menjelaskan bahwa pesta ini tidak melanggar aturan.
Tertulis dengan jelas dalam peraturan nomor 41 tentang hak
menyelenggarakan pesta; selama tidak terjadi tindak kejahatan
atau kericuhan yang dapat mencemarkan nama baik keluarga
http://bacabukunovel.blogspot.com
Keane, maka semua dianggap sah dan penyelenggaranya bebas
dari hukuman." sahut Javier tenang.
"Kau tidak bisa melakukan itu di rumah ini! Adikmu bahkan
belum genap berusia lima belas tahun. Di mana akal sehatmu,
Javier" Setidaknya jangan bawa adikmu ke dalam masalah!" balas
Faxson. Kali ini Javier terdiam. Ia mengunci mulutnya, karena ia tahu yang
dikatakan ayahnya benar. Javier menatap Hester, lalu
mengucapkan kata maaf yang disambut senyum tulus oleh Hester.
Faxson Keane tidak mengerti mengapa putra sulungnya yang luar
biasa bertanggung jawab bisa melakukan hal-hal tidak
bertanggung jawab semacam ini. Faxson didera kepanikan ketika
mendengar berita bahwa putranya itu melangsungkan pesta di
rumahnya, hingga tanpa pikir panjang Faxson segera membatalkan
pertemuan pentingnya di Kanada dan terbang menuju New York.
Kali ini, Faxson harus mengambil risiko. Sebelum segalanya
semakin tak terselamatkan.
"Apa yang kau inginkan, Javier?" tanya Faxson tegas.
Javier langsung mengubah sikap duduknya dan menatap ayahnya
tanpa ragu. "Izinkan aku untuk bersekolah di Julliard dan menjadi pianis. Aku
akan sukses. Aku tidak akan mengecewakanmu, Ayah." jawab
Javier. Faxson menghela napas, lalu mengalihkan tatapan pada putrinya.
Ini sungguh pilihan sulit, karena dengan mengizinkan Javier, tanpa
sadar Faxson mengalihkan tanggung jawab pada Hester. Setelah
ini hari-hari Hester akan dipenuhi dengan pelatihan untuk menjadi
pewaris selanjutnya. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Hester, apa kau siap mengambil alih tanggung jawab Javier?"
tanya Faxson. Hester ragu. Sama seperti kakaknya, darah seni mengalir deras
dalam nadinya. Namun demi melihat harapan yang meletup bagai
bara di kedua mata hijau milik kakaknya, akhirnya Hester
mengangguk. "Aku akan berusaha, Ayah. Aku akan memulai pelajaran dasarnya
besok siang sepulang sekolah." jawab Hester.
Faxson menatap Hester lekat, tahu bahwa semua ini akan sia-sia di
akhir nanti. Kedua anaknya tidak akan bisa lari. Mereka akan tetap
menjadi pewaris, suka atau tidak. Faxson hanya berharap Tuhan
tidak mencabut nyawanya sebelum kedua anaknya meraih impian
mereka. Faxson akan memastikan anak-anaknya bahagia.
"Aku mengizinkanmu, Javier." putus Faxson.
Javier tersenyum dan Hester bertepuk tangan senang. Mereka
berdiri, lalu menghampiri Faxson dan mengucapkan terima kasih
yang sarat akan kebahagiaan.
*** Desember, 2010 Javier melangkah menyusuri lorong kampusnya dengan satu
tangan memegang partitur sementara tangan lainnya menempelkan
ponsel ke telinga. Libur akhir semester yang semakin dekat
membuat kesibukan di dalam kampus meningkat, sehingga Javier
harus ekstra hati-hati dalam melangkah. Juga harus ekstra
berusaha untuk mendengarkan ocehan adiknya di ujung telepon.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Javier" Kau mendengarku" Astaga, aku mulai bertanya-tanya
apakah sebutan jenius yang kau sandang itu benar-benar nyata.
Kau selalu bersikap menyebalkan padaku!" seru Hester kesal.
"Aku mendengarmu, Hester. Kau akan berulang tahun yang ke
delapan belas. Tentu saja aku akan datang. Bahkan meski
profesorku melarang, aku akan tetap datang. Kau dengar itu"
Meski aku baru bisa datang setelah Kakek pergi, aku juga akan
tetap datang. Tenang saja, adik kecilku." balas Javier ceria.
"Aku hampir delapan belas tahun! Berhenti memanggilku adik
kecil! Kau ini seperti ayah yang selalu memanggilku gadis
kecilnya." protes Hester.
Javier tertawa, "Kau akan selalu menjadi gadis kecil kami,
Hesterly Keane. Terima saja nasibmu."
"Lupakan topik itu. Bagaimana persiapanmu untuk album
perdanamu" Aku akan sangat senang mendengar
perkembangannya. Teman-temanku bahkan mulai bertanya-tanya
kapan mereka bisa membelinya. Ah ya, kau harus bermain piano
semalam suntuk untuk pesta ulang tahunku! Teman-temanku akan
menjadi histeris!" sahut Hester bersemangat.
"Sejauh ini semuanya lancar. Sekarang aku harus menemui dosen
pembimbingku untuk tugas akhir. Aku akan menghubungimu nanti
untuk cerita lengkapnya. Sampai jumpa, Hester." balas Javier, lalu
memutuskan sambungan. *** Juni, 2012 Javier menatap pintu ganda berukiran rumit di hadapannya. Di
balik pintu itu terdapat ruang kerja Xander Keane, yang terkenal
http://bacabukunovel.blogspot.com
dengan sebutan Ruang Keadilan di antara anggota keluarga Keane.
Orang yang dipanggil masuk ke dalam sana pastilah orang yang
telah melanggar aturan. Dan orang yang saat ini berada di sana
adalah Faxson Keane. "Maafkan aku, Javier. Aku benar-benar menyesal. Aku tidak
bermaksud membawamu dan Ayah ke dalam masalah ini." bisik
Hester menyesal. Javier menggenggam tangan Hester, mengisyaratkan bahwa semua
baik-baik saja. "Aku tahu kau telah berusaha, Hester. Bukan salahmu jika salah
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu penari hebat dunia terpesona padamu dan merekrutmu
menjadi murid pribadinya juga mendaftarkanmu di Julliard. Kita
akan memikirkan jalan keluarnya. Semua akan baik-baik saja,
Hester." sahut Javier menenangkan.
Hester mengangguk, bersamaan dengan dibukanya pintu ganda
itu. Faxson Keane menghampiri kedua anaknya dan mengajak
mereka pulang. Perjalanan pulang hanya diisi oleh keheningan,
hingga akhirnya mereka sampai di rumah. Hester tidak bisa
menahannya lagi. Ia tahu ada konsekuensi atas pelanggaran itu.
"Ayah, apa yang dikatakan Kakek?" tanya Hester hati-hati.
Faxson menghentikan langkahnya dan berbalik menatap kedua
anaknya. "Ia meminta agar Javier membatalkan konser keliling dunianya."
jawab Faxson. "Apa" Tidak!" seru Hester.
Javier menenangkan Hester, lalu berkata, "Tidak apa-apa. Aku
http://bacabukunovel.blogspot.com
bisa mengusahakannya lain waktu. Lagi pula aku baru saja
menyelesaikan konser keliling Eropa. Tidak ada salahnya berlibur
untuk sementara." "Javier benar, Hester. Selain itu, kau bisa meneruskan mimpimu.
Kakek hanya meminta Javier untuk membatalkan konsernya, ia
tidak mengatakan apa pun tentang dirimu yang akan masuk
Julliard." tambah Faxson.
Hester meragu, namun ia tak bisa menyembunyikan secercah nada
berharap dalam suaranya, "Benarkah itu" Aku boleh berhenti
sekolah bisnis dan menjadi penari?"
Faxson Keane mengangguk dan Hester menghambur
memeluknya. Setelah itu Hester mulai melakukan panggilan dan
mengurus segalanya, meninggalkan Javier dan ayahnya berdiri di
ruang tamu rumahnya. Javier menyadari dengan perasaan ganjil
bahwa tatapan ayahnya terlalu sendu untuk saat bahagia Hester.
"Apakah semua baik-baik saja, Ayah?" tanya Javier memastikan.
"Ya. Semua baik-baik saja, Javier." jawab Faxson.
Namun Javier tahu, jawaban itu adalah sebuah kebohongan.
*** Jakarta, Oktober, 2013 Jawaban ayahnya saat itu sungguh sebuah kebohongan. Karena
kini Javier mendapat pembuktiannya. Sesosok pria berhati bijak
yang dengan bangga Javier sebut sebagai ayahnya kini tertidur di
atas tempat tidur rumah sakit dengan bantuan peralatan medis
untuk menopang hidupnya. Tak pernah sekalipun Javier berpikir
penyakit jantung ayahnya berbahaya, hingga ia mendapat telepon
http://bacabukunovel.blogspot.com
dari sekertaris ayahnya bahwa ayahnya terkena serangan jantung.
Sudah satu minggu Javier berada di ibukota negara Indonesia ini.
Menemani Hester menunggui ayahnya. Namun di saat-saat
tertentu, Javier akan pergi untuk menghirup udara segar. Javier
tidak bisa terus-menerus berada di kamar rawat dan membiarkan
otaknya memutar skenario terburuk. Untung saja ada sebuah panti
asuhan di belakang bangunan rumah sakit, sehingga ketika
membutuhkan ruang untuk dirinya, Javier akan pergi ke sana dan
bermain piano. "Aku akan kembali, Hester." ucap Javier sebelum melangkah
pergi. Javier memutari bangunan rumah sakit hingga menemukan sebuah
gerbang perumahan berwarna putih. Letak panti asuhan itu tak
jauh dari gerbang. Javier ingat kedatangannya yang pertama, ia
sampai harus memanggil anak buah ayahnya yang mendapat tugas
berjaga di rumah sakit agar bisa masuk ke panti asuhan itu.
Keterbatasannya dalam berbahasa menjadi penghalang, namun
segera setelah ia memainkan piano, segala batas itu hilang.
Seluruh penghuni panti asuhan menyambutnya dengan hangat dan
bersahabat. Seperti hari ini, begitu membuka gerbang, Javier mendapat
sambutan ceria dari anak-anak yang sedang bermain di halaman.
Mereka mengucapkan serangkaian kata yang tidak dipahami
Javier, namun merasakan tarikan mereka, Javier mengerti apa
yang mereka inginkan. Maka Javier menghampiri piano di bagian
kanan bangunan panti asuhan, lalu membuka pelindung tutsnya.
Javier memasang ekspresi bertanya, kemudian mendapat jawaban
berupa anggukan dari anak-anak di sekelilingnya. Javier melarikan
jemarinya di atas tuts, disusul oleh tekanan nada-nada sumbang
dari anak-anak lainnya. Javier tertawa, sementara seorang gadis
http://bacabukunovel.blogspot.com
kecil berkucir kuda menggerakkan tangannya seolah meminta
teman-temannya untuk mundur dan duduk tertib.
Tawa Javier terus berderai, hingga si gadis kecil mengalihkan
pandangan padanya dan menunjuk piano. Javier memberi hormat
ala militer, lalu meregangkan jemarinya dan mulai memainkan
piano. Nada-nada ceria yang mengalun membuai Javier menuju
dunia pribadinya. Dunia yang hanya berisi harap.
Javier menekan nada terakhir dengan sentuhan ringan pada tuts
pianonya. Meresapi kepuasan mendalam karena telah melakukan
hal yang disukainya. Begitu ia menengadahkan wajah, tepuk
tangan juga pekikan ceria langsung menyambutnya, membuat
Javier kembali tersenyum.
Gadis kecil berkucir kuda itu menghampiri Javier, lalu menunjuk
piano dan menunjuk dirinya. Javier mengerti isyarat itu. Ia
menunjuk dirinya seraya menyebutkan namanya, kemudian
menunjuk gadis kecil itu.
"Rara!" serunya seraya mengulurkan tangan.
Javier menyambut tangan mungil itu, lalu bergeser untuk memberi
ruang bagi Rara di kursinya. Mereka mulai menyentuh tuts-tuts
dan mengundang tawa dari anak-anak lainnya. Lalu Javier
menekan nada-nada dasar, bersamaan dengan masuknya seorang
gadis bergaun putih ke dalam ruangan.
Javier tersenyum tipis menyapa gadis itu, lalu memerhatikan anakanak yang kini
telah teralihkan perhatiannya. Mereka semua
berlari menghampiri gadis itu, meluapkan celoteh bernada polos.
Sementara gadis itu memberikan bingkisan yang dibawanya pada
anak-anak seraya mengatakan sesuatu yang tidak bisa Javier
dengar apalagi mengerti, kemudian melambai dan pergi.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier mengamati sosok gadis itu hingga menghilang di balik
pintu, memuji kecantikan bak bidadari yang dimilikinya. Dengan
senyum sendu juga tatapan teguh, gadis itu bagaikan salju yang
meretas bersama angin. Lembut sekaligus rapuh. Meski Javier
hanya sempat melihatnya sekilas - hanya salah satu sisi wajahnya
pula - Javier yakin gadis itu sungguh memesona. Untuk alasan
yang tidak dimengerti, Javier ingin melihat gadis itu lagi.
Lamunan Javier terhenti dering ponselnya. Setelah menerima
panggilan itu dan mendengarkan suara Hester yang bergetar hebat,
binar ceria di wajah Javier menghilang tak bersisa.
*** Bab 3 Menghindari Matahari Jakarta, November, 2013 Adrienne mengerang kesal ketika sinar matahari yang masuk
melalui celah tirai menyinarinya. Adrienne benci matahari. Karena
matahari membuat Adrienne merasa beban yang memberati
bahunya semakin tak tertahankan. Matahari membawa fakta
memilukan bahwa Adrienne sesungguhnya tidak berhak bahkan
hanya untuk sekadar melihat warna cerahnya. Adrienne begitu
kelam, tenggelam bersama lukanya.
Suara klakson mulai terdengar riuh di bawah sana. Hari baru saja
menyentuh pagi, namun kota Jakarta telah digeluti berbagai
kesibukan. Kota yang begitu ramai dan menjadi pusat berbagai
kegiatan vital negara ini. Sang ibukota negara.
Satu lirikan singkat pada penunjuk tanggal di ponselnya
menambah rasa bersalah Adrienne. Ia telah melewatkan
kunjungannya ke panti asuhan kemarin. Ia membiarkan satu-
http://bacabukunovel.blogspot.com
satunya kegiatan yang berharga baginya terenggut demi satu
senyum itu. Senyum yang mengoyak hatinya.
Satu minggu yang lalu ketika mengunjungi panti asuhan, Adrienne
bertemu dengan seorang pria. Tidak bisa dikatakan bertemu,
karena mereka hanya saling melihat selama beberapa detik.
Namun beberapa detik itu berhasil mencuri napasnya. Begitu
melihat pria itu, hanya satu kata yang terngiang dalam benak
Adrienne; menawan. Pria itu amat tampan hingga terlihat
menawan. Kemudian senyum terkutuk itu terulas. Senyum yang
mengingatkannya pada seseorang yang tak ingin diingatnya lagi
seumur hidup. Senyum yang terlalu banyak menerakan luka,
bahkan hingga saat ini ketika waktu enam tahun telah berlalu.
Sebelum otaknya memutar ulang kengerian hidupnya, Adrienne
beranjak menuju kantor. Seperti biasa, hari Senin menjadi hari
pembuka untuk segala kesibukan. Khusus bagi Adrienne, ia harus
berkerja lebih keras karena ia harus menyelesaikan proposal
kerjasama dengan Keane Property Company siang ini, lalu segera
mengajukannya ke pihak yang bersangkutan.
Kerja sama ini sangat penting bagi Adrienne, karena perusahaan
yang dipimpinnya - buah dari kerja kerasnya selama dua tahun -
tengah berada di ambang kehancuran. Korupsi besar-besaran yang
baru saja terjadi di perusahaannya membuat Adrienne tidak
memiliki pilihan selain mengusahakan seluruh kemampuannya
untuk menarik perusahaan lain bekerja sama dengannya.
Sesungguhnya, Adrienne tidak perlu berjuang sekeras itu. Seluruh
perwakilan dari perusahaan yang akan bekerja sama dengannya
selalu bertekuk lutut di hadapannya. Meski benci mengakuinya,
Adrienne tahu ia memiliki kemampuan untuk memanipulasi para
pria bodoh yang tidak pernah menggunakan otak itu. Sejak awal
http://bacabukunovel.blogspot.com
karirnya, setiap pria berusaha menundukkannya dan selalu
berakhir dengan keberhasilan Adrienne menundukkan mereka
bahkan tanpa perlu melakukan apa pun sebagai gantinya. Jika
sudah seperti itu, Adrienne hanya akan berjalan pergi dengan dagu
terangkat tinggi. Adrienne muak terhadap pria. Mereka adalah sekumpulan manusia
yang selalu menganggap diri mereka hebat. Mereka hanya mampu
menyakiti, bahkan terhadap sesuatu yang berharga bagi mereka.
Dan Adrienne bersumpah tidak akan pernah membiarkan
hidupnya tersentuh oleh pria.
"Selamat pagi, Adrienne. Aku sudah menyiapkan kopi dengan
empat sendok gula juga dua sendok krim di mejamu. Seperti yang
kau minta." sapa Tasha.
Adrienne memasuki ruangannya yang berwarna kuning gading
diikuti Tasha yang membacakan jadwalnya, lalu menyesap kopi
manisnya dengan helaan napas lega. Lukisan-lukisan yang
memenuhi dinding menjadi saksi bisu seluruh kegiatan Adrienne
di ruangan itu. Ruangan yang menjadi tempat persembunyiannya.
"Adrienne, bagaimana menurutmu?" tanya Tasha.
Adrienne tersentak, "Apa?"
Tasha mengulangi perkataannya, "Kepala Bagian Keuangan, Rita
Indira, mengajukan cuti selama dua minggu. Bagaimana
menurutmu?" "Apakah sudah disetujui?"
"Ya, sudah. Rita Indira memang memiliki hak cuti selama dua
minggu untuk tahun ini."
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Lalu mengapa kau harus menanyakan pendapatku?"
"Adrienne, tidakkah kau mengerti" Kau terlalu memercayai
wanita tua itu. Kasus korupsi ini harus segera dituntaskan.
Mengapa kau tidak mulai menyelidiki siapa pelakunya?"
Adrienne mengetukkan jemarinya di atas meja, lalu mendesah dan
berkata, "Kau benar. Kondisi keuangan perusahaan kita sangat
mengkhawatirkan. Aku sedang berusaha membuat kerjasama
dengan Keane Property Company. Aku harap semua berjalan
lancar." "Adrienne, aku rasa tidak akan semudah itu. Apakah kau lupa
Faxson Keane baru saja meninggal minggu lalu" Kepemimpinan
perusahaan itu kini berada di tangan pewarisnya, yang omongomong, sampai saat
ini masih dirahasiakan." sahut Tasha.
Ponsel Adrienne bergetar menandakan pesan masuk. Dengan
gamang Adrienne membaca pesannya yang berisi kabar bahwa
ibunya sedang transit di bandara Changi, Singapura. Itu berarti
Adrienne akan segera bertemu dengan ibunya.
"Ini akan menjadi hari yang sangat panjang." desah Adrienne.
*** Adrienne memasuki restoran seraya mengedarkan pandangan. Ia
menemukan ibunya - Via Callandrie - duduk di sudut kanan
restoran dengan pandangan tertuju pada buku menu. Adrienne
menghampiri ibunya, lalu menyapa dengan sopan.
"Selamat siang, Ibu."
"Adrienne, putriku! Aku sangat merindukanmu. Bagaimana
kabarmu" Kau baik-baik saja, bukan?" balas Via seraya memeluk
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne. Adrienne hanya mengangguk.
"Aku akan menginap di Ritz-Carlton selama satu minggu. Kau
bisa mengunjungiku kapan pun kau mau. Dan kita bisa pergi
kapan saja kau mau. Kau dengar itu, Adrienne" Aku memberimu
waktu satu minggu untuk bisa melakukan banyak hal bersamasama. Seperti dulu."
ucap Via bersemangat. Lagi-lagi Adrienne hanya mengangguk. Via tidak suka apartemen
Adrienne - yang menurutnya terlalu sederhana - dan selalu
menginap di hotel jika datang mengunjungi Adrienne. Bukan
berarti Adrienne peduli. Adrienne justru sangat bersyukur ibunya
tidak mau tinggal di apartemennya.
Hubungan Adrienne dengan ibunya merenggang beberapa tahun
terakhir. Tepatnya setelah kejadian itu. Adrienne merasa tidak
sanggup menatap ibunya tanpa mengingat bahwa dirinya-lah yang
telah membuat ibunya sedih juga kecewa. Akhirnya Adrienne
mulai melakukan hal-hal yang dulu ia pikir tak kan pernah
dilakukannya; pindah untuk hidup sendiri dan menghabiskan
waktunya untuk belajar atau bekerja. Apa pun itu, asal ia bisa
menghindari ibunya. Kegiatan mengunjungi Adrienne ke Indonesia ini pun dilakukan
ibunya dengan unsur paksaan. Adrienne selalu menolaknya,
namun setelah banyak percobaan, Adrienne akhirnya mengalah
dan mau menghabiskan sedikit waktu bersamanya. Adrienne tetap
mendirikan dinding pertahanannya, hingga tak ada satu pun orang
yang bisa melihat diri Adrienne yang sesungguhnya.
Pada kenyataannya, Adrienne menghindari nyaris segala hal dalam
hidupnya. Demi menjaga hatinya tetap aman, Adrienne bersedia
mengorbankan banyak hal terutama kebahagiaan agar tak
http://bacabukunovel.blogspot.com
merasakan rasa sakit semacam itu lagi. Adrienne mengunci rapat
dirinya dalam ruang rahasia di palung jiwanya, lalu mematahkan
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kunci itu hingga ia sendiri pun tak bisa keluar dari penjara yang
diciptakannya. Maka ketika ibunya kembali bertanya apakah ia baik-baik saja,
Adrienne hanya menjawabnya dengan seulas senyum tipis tanpa
makna. *** Adrienne melangkah memasuki gedung apartemennya dengan
benak sibuk membayangkan es krim yang berada di dalam lemari
esnya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan
Adrienne merasa tubuhnya begitu lelah. Entah pemimpin
perusahaan konstruksi macam apa yang harus bekerja hingga
selarut ini, namun itulah yang dilakukan Adrienne.
Adrienne baru saja melewati meja resepsionis ketika matanya
menangkap sesosok wanita yang dikenalnya. Sontak langkah
Adrienne terhenti dan matanya terbelalak. Wanita itu
menghampirinya, lalu menyapanya dengan seulas senyum. Katie.
"Apa kabar, Adrienne?" sapa Katie.
"Apa yang kau lakukan di sini?" balas Adrienne dingin.
"Aku baru saja dipindahtugaskan ke negara ini. Karena aku ingat
kau juga berada di sini, aku datang untuk menyapamu.
Apartemenku tak jauh dari sini, kau bisa mengunjungiku kapankapan dan mungkin
kita bisa berteman seperti dulu." sahut Katie
tenang. "Atau mungkin kau bisa mengatakan alasan sesungguhnya Antony
bunuh diri. Alasannya bukan karena diriku, bukan?" lanjut Katie.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne berusaha keras tetap menjaga ekspresi datarnya. Wanita
di hadapannya ini terlihat seperti iblis di mata Adrienne. Iblis yang
membangkitkan seluruh sisi gelap dalam hidup Adrienne.
Adrienne tidak bisa membiarkan wanita ini tiba-tiba saja datang
dan menghancurkan segala ketenangan yang telah dibangunnya.
"Aku tidak tertarik berteman dengan seseorang sepertimu. Semoga
kita tidak pernah bertemu lagi. Selamat tinggal." sahut Adrienne.
Adrienne melangkah menuju mobilnya dan kembali menyusuri
jalan. Tuhan benar-benar sedang mengujinya, karena tidak saja
harus menghadapi ibunya, Adrienne juga harus bertemu kembali
dengan Katie. Adrienne membencinya lebih dari apa pun, karena
tanpa sadar Katie-lah yang menjadi awal dari seluruh kehancuran
hidupnya. Seandainya Antony tidak mengenalnya lalu jatuh cinta padanya.
Seandainya Adrienne tidak mirip dengannya.
Seandainya ia tidak berkhianat.
Seandainya, seandainya, dan seandainya.
Satu kata itu terasa amat menyakitkan bagi Adrienne. Karena kata
itu adalah sebuah pengingat betapa tidak berdaya Adrienne, betapa
hancur hidup Adrienne, juga betapa banyak luka yang tertoreh di
jiwa Adrienne. Adrienne menghentikan mobilnya di depan sebuah klub malam. Ia
tidak berencana untuk minum, hanya ingin menenggelamkan
dirinya sesaat di antara keramaian. Segera setelah Adrienne
masuk, musik yang berdentam-dentam menyambutnya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne membawa dirinya ke lantai dansa dan membiarkan
tubuhnya bergerak. Adrienne tidak peduli pada orang-orang di
sekitarnya, namun ada begitu banyak orang yang mengganggunya.
Seperti seorang pria yang saat ini berada di hadapannya dan
mencoba untuk menyentuhnya.
Adrienne segera berhenti. Ia melangkah keluar dari lantai dansa
dan kembali menuju mobilnya. Adrienne masih tidak sanggup
menolerir sentuhan dari pria asing. Ada rasa enggan begitu besar
yang bermetamorfosa menjadi rasa jijik tak tertanggungkan.
Adrienne menghela napas dalam-dalam. Saat ini ia butuh pengalih
perhatian dan hanya satu orang yang bisa membantunya.
*** Suara tubuh yang saling bertumbukan memenuhi kamar hotel
mewah itu. Napas yang berat merambati udara, sementara titiktitik keringat
membanjiri kedua tubuh yang saat ini tengah bersatu
dalam pusaran nafsu. Tak ada erangan apalagi teriakan kepuasan.
Mereka hanya berusaha memenuhi kebutuhan.
Adrienne berusaha keras mematikan pikirannya. Rasa tak nyaman
yang merayapi hatinya harus ia musnahkan. Tubuh mungilnya kini
berada di bawah tubuh kekar milik Dareson Logane. Teman yang
menjadi partnernya untuk bersetubuh sejak lima tahun yang lalu.
Mereka bertemu di salah satu pesta semasa kuliah. Mereka
memiliki banyak kesamaan, seperti kebencian dalam melakukan
seks yang mengikat sekaligus obsesi untuk tetap memegang
kontrol. Ketika mereka bersama, mereka saling memenuhi. Tak
ingin ikatan, juga tak membiarkan yang lain memegang kontrol.
Persetubuhan mereka lebih sering melibatkan pergulatan
merebutkan kontrol sebelum akhirnya orgasme menghantam. Bagi
Adrienne dan Dareson, itu lebih dari cukup. Mereka saling
memercayai dan merasa saling menguntungkan. Segalanya murni
http://bacabukunovel.blogspot.com
tentang kebutuhan fisik semata.
Ketika akhirnya mereka mendapat pelepasan, Adrienne menghela
napas lega. Berhubungan intim tak pernah mudah baginya. Namun
hanya itu satu-satunya cara yang Adrienne miliki untuk
mematikan pikirannya. Karena kebencian mutlak Adrienne
terhadap minuman beralkohol, maka satu-satunya cara baginya
hanyalah seks. Adrienne membutuhkan itu meski ia tidak pernah
merasa nyaman ketika melakukannya.
Bukan berarti Dareson Logane tidak hebat. Pria itu sangat tampan
dan memenuhi kriteria pria idaman seluruh gadis di muka bumi,
seandainya saja ia tidak hidup bersama hantu-hantunya. Dareson
Logane memiliki masa lalu yang kelam, sama seperti Adrienne,
meski Adrienne tidak tahu apa persisnya.
"Kau sangat kacau hari ini." ucap Dareson seraya menarik selimut
untuk Adrienne. "Kapan aku tidak kacau" Sama halnya dengan dirimu, bukan?"
balas Adrienne datar. "Ya. Kita berdua memang kacau." sahut Dareson menyetujui.
Dan mereka larut dalam keheningan setelahnya.
*** Bab 4 Keputusan New York City, November, 2013
Javier mengetuk pintu kamar Hester. Sejak pulang dari
http://bacabukunovel.blogspot.com
pemakaman kemarin, adiknya itu mengurung diri. Javier tahu ini
merupakan saat yang sulit. Waktu tiga puluh jam yang mereka
habiskan dengan keheningan dalam pesawat pribadi keluarga
Keane - yang membawa tubuh ayahnya - selama perjalanan
menuju New York, ditambah pemakaman penuh uraian air mata,
sudah lebih dari cukup bagi siapa pun untuk larut dalam
kesedihan. Demi Tuhan, Javier juga merasakan kesedihan yang pekat. Namun
apa pun yang terjadi hidup akan terus berjalan, bumi tetap
berputar, dan Javier menyadarinya. Javier tahu dengan pasti ia
tidak bisa bersedih selamanya.
"Hester, bisakah kau membuka pintu" Aku harus bicara
denganmu, adik kecil."
Tak lama kemudian pintu terbuka, menampakkan sosok Hester
yang rapuh dengan wajah sembab dan pucat. Javier membawa
Hester ke dalam pelukannya, membiarkan adiknya sekali lagi
menangis di bahunya. "Kau akan baik-baik saja, Hester. Semua akan baik-baik saja. Aku
ada untukmu. Aku akan melindungimu. Kau percaya itu?" bisik
Javier. Hester mengangguk. Menggumamkan terima kasih dengan
tersendat. Javier mengurai pelukannya, lalu menghapus sisa air mata di
wajah Hester. "Ini tidak akan mudah, Hester. Merelakan kepergian Ayah adalah
hal yang sungguh berat. Aku tahu itu. Aku juga merasakannya.
Namun kita memiliki satu sama lain. Kau dengar" Kau
memilikiku dan aku memilikimu. Semua akan baik-baik saja. Kau
http://bacabukunovel.blogspot.com
hanya harus melanjutkan hidup dan biarkan waktu yang mengurus
sisanya." ucap Javier lembut.
Hester kembali mengangguk. Lalu mereka melangkah menuju
ruang tengah, tempat Kyle Vaughan - pengacara keluarga Keane
- menunggu. Saat untuk membacakan surat wasiat. Baik Javier
maupun Hester tidak tertarik dengan harta atau semacamnya,
mereka telah memiliki penghasilan yang lebih dari cukup. Namun
mereka tetap mendengarkan, tahu bahwa ayahnya akan
memberikan sesuatu yang lain.
Benar saja, setelah pembagian seluruh aset seperti rumah dan
mobil dengan jumlah yang sama, Faxson Keane memberikan satu
surat untuk masing-masing anaknya.
Javier dan Hester segera membuka amplop itu. Selama sesaat
mereka terdiam, lalu Hester mulai menangis. Javier tetap
menguatkan hatinya dan membaca dengan seksama.
Javier, Aku tidak bermaksud menambahkan garam pada lukamu, aku
hanya ingin mengatakan selamat tinggal melalui surat ini,
seandainya saja aku tidak sempat mengatakan itu di saat
terakhirku. Ketika ibumu meninggal, aku merasa duniaku runtuh. Kau tentu
tahu betapa sulit masa itu, bahkan di usiamu yang menginjak tiga
tahun, kau telah mengerti. Kau mengatakan hal yang membuatku
mampu bertahan. Apakah kau mengingatnya" Kau mengatakan
bahwa aku tidak perlu sedih berkepanjangan, karena aku akan
kembali bertemu dengannya.
Dan kurasa inilah saatnya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Karena itu, aku harap kau dapat menjelaskan hal serupa pada
dirimu juga adik kecilmu. Jangan biarkan kepergianku
menghalangi langkah kalian.
Kau sudah dewasa, Javier. Aku memercayaimu. Aku yakin kau
tahu apa yang terbaik untukmu juga adik kecilmu. Meski tidak
pernah mengatakannya dengan langsung, kau tentu tahu betapa
bangga diriku padamu. Aku bahkan memiliki koleksi lengkap
albummu, termasuk edisi bertanda tangan khusus yang hanya ada
seratus keping di dunia. Pembacaan isi dari surat wasiatku selanjutnya akan mengubah
hidupmu. Maafkan aku karena harus memberikan pilihan yang
sulit untukmu, meski aku tahu dengan jelas pilihanmu, aku tahu
itu tetap sulit. Dan jika perkiraanku benar mengenai pilihanmu - aku yakin
sekali benar - kau bisa memercayai satu orang, Javier.
Percayalah pada Adrienne Callandrie.
Javier menurunkan suratnya dan menatap Mr. Vaughan. Meminta
pria itu kembali membacakan surat wasiat ayahnya. Poin terakhir.
"Saya memberikan hak/kuasa/kewenangan penuh atas
kepemimpinan Keane Property Company, pada siapa pun dari
kedua anak saya yang mengajukan diri." ucap Mr. Vaughan.
Saat itulah, Javier benar-benar mengerti bagian terakhir dari surat
ayahnya. Javier dihadapkan dengan keputusan yang sulit; jika
Javier mengajukan diri maka ia harus melupakan dunia musiknya,
sementara jika Javier diam maka Hester-lah yang harus melupakan
dunia tarinya. Semua itu nyaris terlihat seperti jalan buntu. Pilihan
apa pun yang diambilnya tak kan memberi kebahagiaan untuknya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Namun salah satu di antaranya akan memberi kebahagian untuk
adik kecilnya. Javier menarik napas, berusaha menguatkan hatinya. Ketika
menoleh untuk melihat Hester, Javier tak lagi diselimuti keraguan.
Ia tahu ini adalah pilihan terbaik.
"Saya mengajukan diri." ujar Javier tegas.
"Javier!" seru Hester.
Mr. Vaughan mengangguk. Ia menuliskan keputusan Javier, lalu
berkata akan kembali dalam beberapa jam dengan seluruh berkas
pengalihan kekuasaan. "Javier, kau tidak boleh melakukannya. Mengapa kau
mengorbankan hidupmu" Dunia musikmu" Bagaimana dengan
konser keliling duniamu" Kau tidak akan pernah bisa
mewujudkannya!" seru Hester dengan wajah dipenuhi air mata.
"Hester, ini adalah keharusan yang sudah seharusnya kulakukan.
Aku berjanji untuk melindungimu, termasuk impianmu di
dalamnya. Mungkin benar aku tidak akan pernah bisa melakukan
konser keliling dunia itu, namun kau bisa melakukannya untukku.
Kau mengerti" Jangan menyalahkan dirimu. Kau tahu aku akan
melakukan apa pun untukmu." balas Javier.
"Maafkan aku, Javier. Maafkan aku." isak Hester.
Javier menepuk kepala Hester lembut, berusaha menampilkan
senyum. Namun baik Javier maupun Hester tahu, senyum itu
menyimpan kepedihan di dalamnya.
*** http://bacabukunovel.blogspot.com
Jakarta, November, 2013 Sekali lagi, Javier menginjakkan kakinya di negara beriklim tropis
ini. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, sehingga tidak heran jalan
yang ia lalui mulai ramai. Javier meminta sopirnya untuk
membawanya langsung ke kantor. Segalanya kini telah berubah
dan Javier harus mulai menyesuaikan diri secepatnya.
Javier tersenyum miris mengingat betapa cepat impian yang
dibangunnya selama bertahun-tahun hancur. Hanya dengan
beberapa panggilan telepon - untuk pembatalan kontrak juga
persiapan konser yang disusul dengan sejumlah denda ganti rugi -
Javier resmi menyandang sebutan 'mantan pianis'. Selama
melakukan pembatalan itu Javier merasa seperti memutilasi
dirinya sendiri, membiarkan serpihan demi serpihan harapannya
luruh menyentuh ruang putus asa yang ia pikir tak kan pernah
disentuhnya. Namun Javier akan bertahan. Ia sudah menetapkan pilihan. Ia
harus segera memulai. Tidak ada lagi waktu untuk bersedih
apalagi menyesali keadaan.
Begitu Javier sampai di gedung megah yang akan menjadi kantor
barunya, ia disambut oleh pegawai-pegawai berkedudukan penting
di kantor itu. Mereka memperkenalkan diri, memperlakukan
Javier dengan hormat selayaknya bos yang mereka hormati,
namun Javier tahu semua itu palsu. Mereka meragukan Javier,
sang pewaris utama yang tidak memiliki pengalaman dalam
bentuk apa pun di bidang konstruksi.
Javier baru saja menghela napas ketika pintu ruang kerjanya
diketuk. Javier menekan tombol di sisi kanan meja kerja ayahnya
- meja kerjanya, Javier mengingatkan dirinya - untuk membuka
kunci, lalu mempersilakan masuk.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Seorang pria pribumi berusia awal lima puluhan melangkah masuk
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan membawa setumpuk proposal. Pria itu adalah sekertaris
ayahnya. Javier segera bangkit berdiri untuk membantunya,
namun pria itu tersenyum mengisyaratkan bahwa ia baik-baik saja.
Lalu dengan bahasa Inggris yang lancar, ia mulai menjelaskan
kondisi perusahaan saat ini yang bisa dikatakan stabil.
"Apakah Anda benar-benar mengajukan surat pengunduran diri
sebelum ayah saya meninggal?" tanya Javier.
"Ya. Saya sudah mengabdikan separuh hidup saya di perusahaan
ini dan setelah mendengar diagnosis untuk Mr. Keane tahun lalu,
saya memutuskan untuk mengundurkan diri setelah pewaris
perusahaan ini datang. Mr. Keane menyetujuinya. Pengganti saya
akan mulai bekerja besok dan ia adalah seorang gadis cantik
berpengalaman. Ia direkomendasikan oleh kantor cabang
Singapura karena kerjanya yang rapi juga cekatan. Anda tidak
perlu khawatir." jawab pria itu.
Javier hanya mengangguk. Ia mulai membuka satu dari sekian
banyak proposal di hadapannya dan gerak tangannya terhenti demi
sebuah nama yang terasa familiar.
Adrienne Callandrie. Javier tahu nama itu. Nama yang menurut ayahnya, bisa ia
percaya. Maka tanpa ragu Javier mengambil jasnya, lalu
membawa proposal itu keluar dari ruang kerjanya.
*** Javier menatap gadis berpakaian resmi di hadapannya. Wajah
tanpa ekspresi gadis itu tersapu riasan tipis yang justru
menonjolkan kecantikannya. Rambut hitamnya digelung rapi,
semakin mengukuhkan auranya sebagai gadis yang tak mudah
http://bacabukunovel.blogspot.com
digoyahkan. Gadis itu teguh, namun Javier tetap dapat merasakan
kerapuhannya. Setelah proses memperkenalkan diri lima menit yang lalu, Javier
belum mendengar ada suara apa pun di ruangan bercat kuning
gading itu selain suara kertas-kertas yang dibalik. Javier memang
tidak berpengalaman dalam dunia bisnis, namun Javier tahu
dengan jelas gadis itu mengabaikannya. Gadis itu bahkan tidak
bersedia menatap langsung ke matanya. Bahasa tubuh gadis itu
begitu kaku, seakan Javier telah menyakitinya.
Javier berdeham, "Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Javier
sopan. Gadis itu meliriknya sesaat, lalu menggeleng.
"Lalu apa yang telah kulakukan hingga membuatmu tidak
nyaman?" kejar Javier. Ia dibesarkan dengan segala cinta dan
keceriaan bersama adiknya. Dan berakting menjadi orang kaku
sama sekali bukan keahliannya.
Ketika tak juga mendapat jawaban, Javier menegakkan tubuh dan
menatap gadis itu lekat-lekat. Berusaha mencari matanya selagi
Javier berusaha meyakinkannya.
"Aku tidak memiliki pengalaman dalam bisnis. Aku bahkan tidak
kuliah di jurusan itu. Aku benar-benar buta dalam seluruh
permasalahan ini dan jika kau berencana menipuku sekali pun, aku
yakin tidak akan menyadarinya. Namun dalam surat wasiatnya,
ayahku dengan jelas mengatakan bahwa dari seluruh koleganya,
hanya Adrienne Callandrie yang bisa kupercaya. Karena itu aku
memutuskan untuk menemuimu di hari pertama aku bekerja."
ucap Javier sungguh-sungguh.
"Dan aku tidak mau mengawali perkenalan kita seperti ini. Aku
http://bacabukunovel.blogspot.com
menghargai keputusanmu, hanya saja segala hal yang terjadi
hingga detik ini tidak kuharapkan." lanjut Javier.
"Lalu apa yang kau harapkan" Perlakukan spesial karena kau salah
satu dari pewaris utama keluarga Keane?" balas Adrienne
sarkastik. Javier tersenyum, lalu menjawab tanpa ragu, "Aku berharap kau
bersedia membantuku untuk mengenali seluruh situasi yang saat
ini berlangsung dalam dunia bisnis. Sebagai gantinya, aku akan
menyutujui proposal kerjasama yang kau ajukan. Bahkan bila
perlu, aku akan menandatanganinya saat ini juga. Bagaimana
menurutmu?" Adrienne mengerjap. Selama sesaat ia merasa kehilangan
pegangan. Pria di hadapannya baru saja mengatakan hal yang
berada di luar perkiraannya. Hal yang sama sekali tidak pernah
dipikirkannya akan keluar dari mulut seorang pria.
Parahnya lagi, Adrienne tahu pria itu benar-benar jujur
menyuarakan isi pikirannya. Tidak ada maksud tersembunyi dan
Adrienne dapat merasakan dengan jelas kejujurannya. Melihat
tanpa ragu bahwa pria itu menghargainya.
Sejak awal melihat Javier Keane melangkah memasuki
ruangannya, Adrienne tahu hidupnya akan menjadi semakin tak
menentu. Ditambah dengan janji yang harus ditepatinya pada
mendiang Faxson Keane, tentu Adrienne tidak bisa menghindar.
Cepat atau lambat, Adrienne harus melakukan satu hal yang
diminta oleh Javier Keane. Apa pun itu.
Lagi pula, penawaran yang diajukan Javier Keane sangat
menguntungkan bagi Adrienne. Perusahaannya benar-benar
membutuhkan kerjasama ini. Maka Adrienne meneguhkan hati.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Baiklah. Aku bisa membantumu untuk belajar segala hal tentang
dunia bisnis dalam waktu satu bulan. Namun seperti
penawaranmu, kau harus menandatangani kerjasama itu hari ini."
balas Adrienne datar. Javier tersenyum, menyengat jiwa Adrienne jauh di dalam sana.
Mengoyak hatinya demi satu duka panjang yang sama sekali
belum usai. "Terima kasih, Adrienne." sahutnya tanpa menghilangkan senyum
kekanakan itu. Adrienne mengalihkan pandangannya. Meyakinkan dirinya sendiri
bahwa ia mampu melakukannya. Adrienne akan bertahan selama
satu bulan. Adrienne tidak akan membiarkan segala hal yang
sudah dibangunnya kandas karena satu hal kecil yang
mengingatkannya akan masa lalu.
Adrienne tidak merasakan apa pun terhadap Javier Keane, karena
pria itu sama seperti pria lainnya. Dengan segala yang dimilikinya,
Javier adalah pencerminan sempurna untuk segala hal yang
Adrienne hindari dalam hidup. Dan Adrienne membenci itu lebih
dari apa pun. *** "Selamat pagi, Mr. Keane. Saya Katerina Vaughan."
Salam perkenalan itu singkat, formal, dan sopan. Sesuai harapan
Javier. Ini adalah hari keduanya berkerja sebagai pemimpin Keane
Property Company dan sejauh ini Javier masih dalam tahap
mempelajari seluruh struktur dasar perusahaan yang dipimpinnya.
Javier tersentak ketika menyadari nama belakang sekertaris
barunya itu. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Vaughan" Apa kau putri dari Kyle Vaughan?" tanya Javier.
Gadis cantik dengan mata biru memukau juga rambut pirang
sempurna itu tersenyum, lalu mengangguk. Mereka terlibat dalam
percakapan ringan selama beberapa saat. Katerina menceritakan
kebaikan ayah Javier yang memberinya rekomendasi untuk
magang di cabang perusahaan Singapura hingga akhirnya ketika
lulus, ia langsung direkrut dan bekerja secara resmi di sana.
"Dan aku turut berduka cita atas kepergian ayahmu. Itu pasti
sangat berat." ucap Katerina prihatin.
"Terima kasih. Bagaimana dengan jadwalku hari ini?" balas Javier.
Katerina membuka agendanya dan mulai membacakan jadwal
Javier. Sementara itu Javier menyadari keganjilan yang selama ini
dirasakannya sejak melihat Katerina. Selintas lihat, Katerina
sungguh mirip dengan gadis bergaun putih yang dilihatnya di
panti asuhan saat itu. Caranya berjalan, berdiri, bahkan
menggerakkan tangan. Namun Javier tahu, Katerina bukanlah
gadis itu; Katerina berambut pirang sementara gadis itu berambut
hitam. Javier semakin larut dalam pikirannya, sibuk menebak siapa gadis
bergaun putih itu. Karena jika Javier tahu siapa gadis itu, tanpa ragu ia akan
mencarinya dan menemuinya.
*** Bab 5 Menjemput Kenangan http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier melangkah memasuki kantor Adrienne ketika jam
menunjukkan waktu makan siang. Hari ini adalah pertemuan ke
tiga mereka dalam minggu ini. Javier merasa senang memiliki
guru sebaik Adrienne. Bukan sikapnya - karena Adrienne sungguh
gadis tanpa ekspresi terhebat yang pernah Javier temui - namun
kelugasannya dalam menyampaikan hal-hal penting dengan jelas.
Javier memiliki perkembangan pesat hanya dalam waktu tiga hari
setelah ia terjun dalam dunia bisnis konstruksi dan properti.
"Selamat siang, Adrienne." sapa Javier seraya duduk di hadapan
gadis itu. Seperti biasa, Adrienne tampil dalam balutan baju kerja yang
sopan. Rok pensil putihnya hanya satu senti di atas lutut dan
kemeja dengan motif bunga dandelion berwarna peach
menyempurnakannya. Adrienne mengangguk sebagai balasan, bersikeras tetap
menggeluti donat cokelatnya.
Javier tersenyum. Ia tahu Adrienne sungguh berbeda dengan
gadis-gadis yang pernah ditemuinya. Meski sering kali tidak
berekspresi, Adrienne selalu nampak hidup ketika makan.
Adrienne bahkan tidak segan untuk mengatakan bahwa ia tidak
mau membagi makanannya sejak awal pertemuan pertama
mereka. Maka dari itu, meski ada tumpukan donat berwarna-warni
di hadapannya, Javier tidak menyentuhnya sama sekali.
Adrienne melangkah menuju lemari es di sudut kiri ruangannya,
lalu meletakkan sekaleng minuman bersoda di hadapan Javier.
Satu lagi keunikan yang dimiliki Adrienne; gadis itu hanya
menyediakan minuman bersoda atau air mineral dan tanpa ragu
mengatakan pada Javier untuk jangan pernah membawa minuman
beralkohol dalam bentuk apa pun ke kantornya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Apa yang akan kita pelajari hari ini?" tanya Javier.
"Aku ingin kau menganalisis proposal itu. Pusat perbelanjaan di
bagian utara kota mengajukan renovasi besar-besaran dan pihak
berwenang sudah menyutujuinya." jawab Adrienne.
Javier menyesap minumannya, lalu membaca dengan seksama.
"Mereka memiliki tujuan lain dari renovasi ini." ucap Javier
akhirnya. Adrienne mengangguk, diam-diam mengagumi kecerdasan juga
ketepatan analisis Javier. Sebelumnya Adrienne meragukan Javier,
karena dengan sikap ramah juga tampilan lahiriah yang
mengindikasikan Tuhan sedang tersenyum ketika menciptakannya,
Javier akan bosan dengan pelajaran yang diberikannya. Bukan
tidak mungkin Javier akan berakhir seperti anak-anak para
konglomerat itu; hidup dengan menghamburkan uang perusahaan.
Namun kini Adrienne harus mengakui bahwa apa yang dikatakan
Faxson mengenai putra sulungnya itu benar adanya. Javier adalah
seorang pria pekerja keras yang pantang menyerah. Yah, selama
Javier tidak mencoba mengusiknya, maka Adrienne akan baikbaik saja. Adrienne
tetap tidak akan terpengaruh oleh kehadiran
pria itu dalam hidupnya. Satu jam berikutnya dihabiskan Adrienne untuk menanyakan
reaksi Javier terhadap berbagai keadaan yang mungkin terjadi
selama berlangsungnya suatu proyek. Jawaban Javier selalu logis
dan tepat sasaran. "Apa yang akan kau sarankan untuk pembangunan yang dilakukan
di atas tempat lain yang sebelumnya berpenghuni" Misalnya
pembangunan apartemen di daerah yang dulunya merupakan
pemukiman warga pribumi. Apa yang akan kau lakukan untuk
http://bacabukunovel.blogspot.com
menguatkan citra yang diminta oleh klien?" tanya Adrienne.
"Aku akan berusaha menggagalkannya." jawab Javier.
"Apa?" balas Adrienne tak percaya.
"Aku tidak akan menyetujui proyek yang menghapus sesuatu
dalam prosesnya. Aku bekerja dalam bidang ini untuk
menciptakan sesuatu yang belum ada. Bukan untuk
menggantinya." sahut Javier tanpa ragu.
"Bagaimana kau melakukan itu" Kita bekerja sebagai pembangun
dan setiap kali kita membangun tentu akan ada hal yang harus
dikorbankan." "Aku tidak mengatakan bahwa kita tidak berkorban dalam proses
dari pekerjaan ini. Setiap usaha yang kita lakukan tentu
mengandung resiko semacam itu. Namun aku akan
menggagalkannya dalam artian khusus, seperti yang kau katakan,
ketika pembangunan itu dilakukan di atas tanah warga pribumi.
Seperti di atas tanah suku Anak Dalam, bukan" Aku sempat
membaca beritanya kemarin. Aku tidak akan menyetujui proyek
itu - tak peduli seberapa besar kerugiannya - karena aku tidak
bekerja untuk menghapus budaya."
Adrienne terdiam. Perasaannya bercampur aduk. Ia tidak
mempermasalahkan jawaban Javier, namun alasan yang
dikemukakan Javier membuat pria itu nampak semakin berbeda di
mata Adrienne. Javier sungguh-sungguh mempelajari segala hal
yang berhubungan dengan bidang ini, bahkan dalam waktu
singkat, Javier bisa mengenal budaya Indonesia.
Adrienne tak lagi bisa menyamakan Javier dengan pria lain dan itu
terjadi hanya setelah tiga pertemuan. Adrienne tak bisa
menerjemahkan isyarat hatinya. Adrienne merasa segala batas
http://bacabukunovel.blogspot.com
yang dibuatnya tidak berlaku terhadap Javier. Adrienne takut.
Ponsel Javier berdering dan setelah mengeceknya, Javier bersiap
pergi. "Aku harus pergi sekarang. Bisakah kita melanjutkan pelajaran
besok" Di sini pada jam yang sama?" tanya Javier.
Adrienne mengangguk. *** Satu minggu kemudian Adrienne menghentikan mobilnya di depan sebuah coffee shop. Ia
masuk, memesan segelas cappucino latte dengan ekstra krim, lalu
duduk di sudut kanan dekat jendela. Ia memerhatikan taman
kanak-kanak di seberang sana dengan tatapan sarat kerinduan.
Tiba-tiba saja hari ini Adrienne merasa lelah. Setelah
menyelesaikan seluruh pekerjaannya, Adrienne segera menuju
coffee shop ini. Adrienne bahkan membatalkan janji temunya
dengan Javier dan berbohong dengan mengatakan bahwa ia
memiliki rapat mendadak. Adrienne larut dalam lamunannya, hingga seseorang menarik
kursi dan duduk di hadapannya. Adrienne mendongak dan
terbelalak ketika menemukan Javier tersenyum menatapnya
dengan kedua alis terangkat.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Adrienne. Ia berusaha keras
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menutupi rasa terkejut juga malu karena tertangkap basah telah
berbohong. "Minum kopi." jawab Javier tenang seraya menunjuk kopinya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne tidak tahu harus berkata apa lagi, sehingga ia
menyuarakan pertanyaan pertama yang melintasi benaknya, "Di
mana sopirmu" Tidakkah kau mengajaknya masuk?"
Javier berdeham, terlihat keras menahan tawa, lalu menjawab,
"Mungkin kau lupa, namun aku sudah mendapat izin untuk
mengemudi di negara ini. Aku mendapatkannya tiga hari yang
lalu, hari di mana kau bertemu denganku di depan gerbang masuk
kantormu dan kau hampir menabrakku dari belakang."
Adrienne menunduk dan merutuki kebodohannya. Berapa kali ia
harus mempermalukan diri di hadapan pria ini" Akhirnya
Adrienne memilih diam dan kembali memandangi taman kanakkanak di seberang sana.
Javier meminum kopinya, masih tetap dengan mata tertuju pada
Adrienne. Javier memerhatikan Adrienne bahkan sejak ia belum
memasuki coffee shop ini. Meski bingung karena Adrienne
membohonginya, Javier memutuskan untuk tidak bertanya demi
melihat tatapan sendu dalam mata cokelat terang gadis itu. Javier
terus menatap Adrienne, hingga akhirnya mengerti alasan di balik
tingkah laku Adrienne hari ini.
Javier berdiri, mengulurkan tangannya pada Adrienne.
"Ayo, kita pergi ke seberang." ajak Javier.
"Untuk apa?" tanya Adrienne curiga.
"Aku ingin menunjukkan sesuatu. Tenang saja, aku tidak akan
menggigitmu. Kau tahu aku tidak suka memakan gadis pecandu
kopi manis." jawab Javier dengan senyum geli.
Adrienne mengabaikan uluran tangan Javier, namun mengikuti
http://bacabukunovel.blogspot.com
pria itu menuju pintu keluar. Beberapa gadis memerhatikan Javier,
bahkan ada yang menghadang langkahnya dan menawarkan diri
secara terang-terangan, namun Javier hanya tersenyum sopan.
Javier menolak segala perhatian di sekitarnya tanpa terkesan
angkuh, membuat para gadis itu semakin gemas melihatnya.
Adrienne memutar mata pada gadis-gadis itu - yang kini
memelototinya dengan terang-terangan. Namun Adrienne tidak
bisa menyalahkan mereka, karena melihat Javier yang begitu
tampan dan maskulin, pastinya merusak pertahanan setiap
makhluk hidup yang memiliki aset 'V' di tubuhnya. Javier
merupakan penjelmaan sempurna setiap mimpi para gadis.
Begitu sampai di depan gerbang taman kanak-kanak yang selalu
menjadi perhatian Adrienne, mereka diam. Hanya berdiri menatap
ke dalam melalui sela-sela jeruji bersama hembusan angin.
"Kau menyukai taman kanak-kanak?" tanya Javier.
Awalnya Adrienne hanya mematung, bahkan napasnya terasa
berat. Namun perlahan ia mengangguk.
"Kau ingin masuk ke dalam?" tanya Javier lagi.
Adrienne menatap Javier penuh keraguan. Meski samar, Javier
tahu fokus Adrienne saat ini bukan pada dirinya.
Javier menghampiri petugas keamanan di pos jaga sebelah kiri
gerbang, mengucapkan beberapa kalimat bahasa Indonesia yang
terpatah-patah, lalu dipersilakan masuk. Dalam hati Javier
membuat catatan untuk mengucapkan terima kasih pada adik
kecilnya yang sudah mengajarinya bahasa Indonesia. Satu minggu
yang lalu Hester datang ke Jakarta dan mengatakan akan
menemani Javier untuk menyesuaikan diri di negara ini. Hal itu
adalah sebuah tindakan sederhana yang membuat Javier bersyukur
http://bacabukunovel.blogspot.com
karena adiknya telah kembali seperti sedia kala.
Lagi-lagi Adrienne mengikuti langkah Javier, membiarkan dirinya
berada dalam ruang penuh gaya yang mengombang-ambing.
Adrienne menyentuh ayunan dengan jemarinya yang terasa kebas.
Setelah bertahun-tahun hanya melihat taman kanak-kanak ini dari
jauh, akhirnya Adrienne dapat masuk ke dalamnya. Dapat melihat
kembali bagian terpenting darinya, yang hidup menjadi kenangan
berharganya. Javier memerhatikan Adrienne lekat-lekat. Segala ekspresi yang
melintas di wajah gadis itu tak ada yang dilewatkannya. Bahkan
terekam jelas. Pun ketika Adrienne duduk di ayunan, lalu seulas
senyum tipis penuh kerinduan mengembang di bibir merah muda
sempurnanya. Javier merasa melihat sesuatu yang amat indah.
Lebih indah dari matahari terbit yang selalu dipujanya.
"Kau hanya harus menghampirinya, Adrienne." ucap Javier.
Adrienne menatap Javier. "Ketika kau melihat sesuatu yang kau inginkan, kau harus
menghampirinya. Karena dengan itu kau akan bahagia." jelas
Javier ringan. Adrienne tercekat dan wajahnya memucat. Gadis itu segera
bangkit berdiri. Lalu dengan langkah setengah berlari, Adrienne
meninggalkan Javier yang memanggilnya di belakang.
*** Ingar-bingar musik yang terdengar di klub malam itu tidak mampu
menulikan Adrienne. Gelas ke tiga diet coke di tangannya pun
sama sekali tidak mempengaruhi otaknya yang terus berpacu -
tentu saja, Adrienne tahu satu-satunya minuman yang bisa
http://bacabukunovel.blogspot.com
mematikan otaknya saat ini adalah minuman yang sampai kapan
pun akan tetap dibencinya. Otaknya masih terus memutar ulang
pertemuannya dengan Javier, juga perkataannya yang terasa
menampar Adrienne. Seorang pria berusia awal tiga puluhan menghampiri Adrienne.
Pria itu sudah memerhatikannya sejak Adrienne memasuki bar.
Bahkan meski ada beberapa teman wanita Adrienne yang lain -
dengan pakaian lebih berani pula - pria itu tetap hanya
menumpukan pandangannya pada Adrienne.
"Halo, Cantik. Boleh aku bergabung denganmu?" tanya pria itu
dengan senyum percaya diri. Seakan-akan Adrienne mustahil
menolaknya. Jika saja dalam keadaan seperti biasa, Adrienne akan segera
menolaknya mentah-mentah. Adrienne tidak suka pria asing.
Bahkan saat ini pun, Adrienne merasakan keengganan yang begitu
besar. Adrienne memerhatikan pria di hadapannya dengan
pandangan penuh spekulasi. Mungkin kedatangan pria ini bisa
membantunya untuk menghapus bayang-bayang Javier Keane.
Bayangan Javier dengan mata sesegar daun di pagi buta yang
tanpa diduga berhasil mengusiknya.
Lagi pula, cepat atau lambat Adrienne harus bisa menghilangkan
rasa enggannya itu. Adrienne harus bisa mengusir hantu yang
menakutinya ketika bersentuhan dengan pria asing.
"Silakan." jawab Adrienne datar.
Pria itu duduk di samping Adrienne, agak terlalu dekat hingga
Adrienne dapat mencium aroma tembakau dari napasnya.
Setidaknya bukan alkohol dan Adrienne bisa menolerirnya.
Mereka berada di salah satu meja sudut bagian belakang, sehingga
mata-mata penasaran hanya akan melihat kegelapan karena
http://bacabukunovel.blogspot.com
sumber cahaya hanya berasal dari lampu yang berputar di atas
lantai dansa. "Max Tyron." ucapnya seraya mengulurkan tangan.
Adrienne hanya membalas singkat, "Adrienne."
Max memuji kecantikan Adrienne dan satu percakapan mengalir
pada satu sesi ciuman panas. Setidaknya bagi Max, karena
Adrienne tidak merasakan apa pun. Bibir Max menjepit bibir
Adrienne dengan rakus. Gerakannya begitu kasar dan lapar,
diiringi geraman penuh hasrat.
Adrienne memejamkan mata demi menenangkan jantungnya yang
berdetak dalam mode panik. Meletakkan tangannya pada bahu
Max, Adrienne membawa dirinya yang malam ini berbalut gaun
hitam mini mengangkangi Max. Celana dalam sutranya
bertumbukan dengan bagian depan celana jeans Max. Adrienne
berusaha menelan rasa jijiknya, tetap membiarkan Max
menciumnya. Max mengerang lebih keras, membiarkan Adrienne mengambil
alih. Otaknya tak lagi bisa diandalkan dan satu-satunya hal yang ia
mengerti adalah kebutuhannya untuk menyetubuhi Adrienne
dengan kasar dan keras. Menyetubuhi atau disetubuhi, Max sudah
tidak peduli. Yang terpenting ia bisa menemukan pelepasan
dengan Adrienne. Ini bukan sesuatu yang pernah dirasakannya. Ia
adalah pria yang amat berpengalaman, namun gadis mungil di
pangkuannya ini berbeda. Gadis itu mampu membuatnya tak
berdaya. "Oh, sial. Kau benar-benar seksi." geram Max.
Mata cokelat terang Adrienne menggelap melihat reaksi Max.
Alarm tanda bahaya menggema jelas dalam benak Adrienne. Ia
http://bacabukunovel.blogspot.com
segera melepaskan pelukan Max di tubuhnya, lalu meloncat turun
dari pangkuan Max dengan anggun. Ekspresi wajahnya sedatar
permukaan es. Max membuka mata protes, namun belum sempat ia mengatakan
apa pun, seorang gadis bergaun ungu menyiramnya dari belakang
dengan segelas penuh bir. Kericuhan segera terjadi karena gadis
itu berteriak histeris. Ia bahkan mencoba memukul Adrienne,
namun Max menahannya. "Hentikan. Kau membuat kita menjadi pusat perhatian." desis
Max. "Bajingan! Kau mengkhianatiku tepat setelah melamarku!
Keparat! Kau pria kotor!" jerit gadis bergaun ungu itu dengan air
mata mengalir deras. "Ini tidak seperti yang kau bayangkan. Kau salah paham." bujuk
Max dengan nada menenangkan.
"Pembohong! Aku melihatmu sejak kau menghampiri pelacur ini!
Kalian menjijikkan! Jika aku tidak datang, kalian pasti sudah
melakukannya di sini!" balasnya kalut.
Max mencoba menjelaskan, namun gadis itu tak mau
mendengarnya dan terus memaki dengan segala kosakata kasar
yang dimilikinya. Adrienne tetap tidak menunjukkan reaksi apa pun. Ketika Tasha
dan dua temannya yang lain menghampiri dengan mata terbelalak
maksimal, barulah Adrienne tersenyum. Senyum yang tidak
mengandung apa pun. "Terima kasih untuk malam ini, Max Tyron. Ciumanmu buruk dan
kau jauh dari harapanku. Kau bahkan tidak berhasil membuatku
http://bacabukunovel.blogspot.com
basah. Semoga kau bisa mendapat pelepasan yang hampir kau
dapatkan tadi. Mungkin setelah kau menjinakkan calon istrimu itu.
Selamat tinggal." ucap Adrienne tenang.
Adrienne melangkah menjauhi jeritan gadis bergaun ungu masih
dengan satu senyum itu. Senyum yang menjadi lambang
kekosongan hatinya. *** "Demi Tuhan, Adrienne! Apa yang sebenarnya kau pikirkan" Kau
baru saja menghancurkan hidup seorang gadis demi kegundahan
hatimu semata. Tidak bisakah kau memilih pria lain" Astaga, ada
ratusan pria di bar itu, Adrienne!" jerit Tasha di seberang telepon.
Adrienne tetap berkonsentrasi pada jalan di hadapannya. Suara
Tasha menggema jelas di telinganya, namun ia tidak peduli. Meski
malas mendengar omelan Tasha, Adrienne tidak bisa mematikan
sambungan telepon karena Tasha akan murka. Dan percayalah,
Tasha yang murka jauh lebih berbahaya dari induk beruang yang
mengamuk. Adrienne sudah pernah melihatnya.
"Berapa kali lagi harus kukatakan padamu bahwa aku tidak tahu ia
telah bertunangan?" sahut Adrienne datar.
"Seharusnya kau bertanya sebelum mulai memperdaya pria itu di
bawahmu! Jangan mencoba membela diri, Adrienne. Aku melihat
apa yang kau lakukan. Memang pria itu yang menggodamu,
namun kau memberinya kesempatan. Kau juga bersalah dalam hal
ini, kau tahu?" "Aku tahu, Tasha. Sungguh. Lagi pula itu hanya sebuah ciuman.
Tidak berarti apa-apa. Bisakah aku kembali menyetir dengan
konsentrasi penuh" Kau bisa melanjutkan omelanmu besok." ucap
Adrienne lelah. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud memarahimu. Kau tahu aku
hanya terlalu mendramatisir. Hati-hati, Adrienne. Dan jangan
berhenti di bar mana pun. Sampai jumpa." balas Tasha.
Adrienne melepas earphone dengan helaan napas panjang. Titiktitik air mulai
membasahi kaca mobilnya dan Adrienne
mengeryitkan kening. Ini sudah tengah malam. Meski tahu bahwa
negara beriklim tropis ini suka menurunkan hujan seenaknya,
Adrienne tidak berharap mendapatkan hujan ketika ia berada di
jalan bebas hambatan seperti ini. Ketika hujan turun semakin
deras, Adrienne kesulitan melihat jalan di depannya. Seakan
kesialan tak henti menghampirinya, mobil Adrienne berhenti
secara tiba-tiba. Adrienne keluar dari mobil, melihat ke empat roda bannya yang
baik-baik saja, lalu membuka kap mobil. Tidak ada yang nampak
aneh bagi Adrienne, tentu saja, karena ia benar-benar buta
mengenai mesin. Adrienne melihat sekelilingnya yang sepi. Hanya ada beberapa
mobil yang melewatinya, itu pun dengan jangka waktu yang lama.
Ketika melihat penunjuk jalan di atasnya, Adrienne ternganga.
Teringat bahwa ia mengambil rute memutar di jalan bebas
hambatan ini setelah keluar dari bar tadi. Ia hampir mencapai kota
Bogor sementara apartemennya berada di Jakarta Pusat.
Perjalanannya masih jauh dan hari sudah hampir menjelang pagi.
"Oh, tidak." bisik Adrienne.
Air hujan kini membasahinya dengan sempurna. Gaun hitamnya
melekat hingga menyerupai kulit kedua dan Adrienne
memejamkan matanya. Ia harus bisa mencari cara untuk kembali
ke apartemen secepatnya. Ia tidak boleh panik. Ia tidak akan
panik. http://bacabukunovel.blogspot.com
Namun Adrienne takut. Kegelapan adalah hal yang amat dibenci Adrienne. Bayangbayang seakan bersiap
memangsanya. Membawanya menuju
mimpi buruk tak berkesudahan.
"Adrienne?" Adrienne membalikkan tubuh seketika. Membelalak ketika
melihat sesosok tubuh tegap dengan wajah rupawan yang tadi
siang ditinggalkannya. Javier Keane. "Kau baik-baik saja?" tanya Javier seraya menghampiri Adrienne.
Payung hitam di tangannya kini terulur untuk memayungi
Adrienne. "Mobilku mogok." jawab Adrienne, tak peduli jika jawabannya
tidak berhubungan dengan pertanyaan Javier.
"Ambil barang-barangmu. Aku akan mengantarmu." ucap Javier.
Adrienne mengikuti perintah Javier, lebih karena terpaksa.
Kepalanya mulai berdenyut dan suka atau tidak suka, Adrienne
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus mengakui bahwa hanya Javier yang dapat menolongnya saat
ini. Setidaknya Adrienne tahu Javier tidak akan menyakitinya.
"Di mana rumahmu?" tanya Javier seraya menyalakan pemanas
mobil. Adrienne menggosok kedua telapak tangannya, menggumam
terima kasih ketika Javier menyampirkan jasnya, lalu
memberitahu alamat apartemennya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Jaraknya hampir dua jam dari sini. Apa yang kau lakukan di
daerah ini, Adrienne?" tanya Javier bingung.
"Aku tidak tahu. Hanya menjalankan mobilku ke sembarang
arah." jawab Adrienne datar.
Javier menggelengkan kepala. Gadis di sisinya ini sungguh tidak
bisa ditebak. Siang tadi ia ditinggal begitu saja entah atas alasan
apa dan kini gadis itu terdampar di sisi berseberangan dari tempat
tinggalnya dengan alasan tidak tahu pula. Apa yang sebenarnya
terjadi" "Mengapa kita ke sini?" tanya Adrienne bingung.
Mobil Javier memasuki gerbang perumahan mewah tak jauh dari
pintu keluar tol. Desain rumah-rumah di dalamnya begitu
mengagumkan dan tidak ada yang serupa, hingga tanpa sadar
Adrienne terpesona dan hampir tidak mendengar jawaban Javier.
"Aku tinggal di sini. Kau harus ganti baju. Aku tidak mau kau
duduk dengan baju basah kuyup selama dua jam." jawab Javier.
"Aku ingin pulang."
"Aku akan mengantarmu. Setelah kau berganti baju. Ayo turun."
Adrienne tidak mendebat Javier dan lagi-lagi mengikuti pria itu.
Mereka melewati sebuah halaman depan sederhana berumput
hijau. Begitu Javier membuka pintu rumahnya, Adrienne
mendapat suguhan berupa bagian ruang tamu yang terlihat
maskulin. "Kamar mandinya di sebelah sana. Aku akan mengambil baju
ganti untukmu." ucap Javier.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne mengangguk. Tubuhnya mulai menggigil dan ia
melangkah cepat memasuki kamar mandi. Begitu menyalakan air
hangat dari shower, Adrienne mendesah lega. Ia melepas seluruh
pakaiannya dan mulai meneliti kamar mandi itu. Hanya ada
barang-barang kebutuhan dasar, yang kelihatan belum pernah
tersentuh. Tentu saja, karena Javier pasti menggunakan kamar
mandi yang ada di kamarnya.
Ketukan di pintu menghentikan lamunan Adrienne. Dengan cepat
ia mematikan shower dan mengenakan handuk yang terlipat rapi
di samping wastafel. Adrienne membuka pintu kamar mandi
sedikit, lalu mengintip dari celahnya.
"Maaf, hanya ini yang kumiliki. Berikan pakaianmu, aku akan
mengeringkannya." kata Javier seraya mengulurkan sebuah
sweetshirt. Adrienne menerima sweetshirt itu, lalu menutup pintu.
"Terima kasih. Tapi tidak perlu. Aku akan mengeringkannya
sendiri." sahut Adrienne.
"Aku tunggu di dapur." balas Javier.
Adrienne menatap bayangannya di cermin dan tersenyum. Ia
tampak konyol dengan sweetshirt yang kebesaran dan hanya
mencapai pertengahan pahanya. Namun Adrienne merasa hangat.
Aroma yang menguar dari sweetshirt itu juga menenangkan
Adrienne. Adrienne keluar dari kamar mandi dan mengeringkan pakaiannya
di mesin cuci. Setelah itu ia menghampiri Javier yang sibuk
membuat kopi di dapur. Pria itu sudah berganti pakaian dengan
kaus dan jeans. Nampak sangat santai dan tetap membuatnya
http://bacabukunovel.blogspot.com
menawan. "Terima kasih untuk pinjaman bajunya." ucap Adrienne seraya
duduk di kursi pantry. Javier meletakkan secangkir kopi hitam di hadapan Adrienne,
mengangguk. "Kau baru pulang dari kantor?" tanya Adrienne membuka
percakapan. Tiba-tiba ia merasa tidak nyaman dengan keheningan.
Itu bohong. Adrienne hanya ingin mendengar suara Javier, untuk
meyakinkan dirinya sendiri bahwa pria di hadapannya sungguh
nyata. "Tidak. Aku pergi untuk menemui adikku. Ia datang ke sini satu
minggu yang lalu, namun menolak untuk tinggal bersamaku. Jadi
setiap kali ingin bertemu dengannya, aku akan datang ke
apartemen temannya tempat ia menginap." jawab Javier.
Melihat Adrienne dalam balutan sweetshirtnya membuat Javier
merasa geli. Gadis itu seakan tenggelam di dalamnya, dan nampak
begitu menggemaskan. Bahkan meski wajahnya tetap tak terisi
ekspresi, Javier dapat menemukan ketenangan di sana.
Adrienne merasa nyaman dengannya.
Segala pikiran Javier hancur berantakan ketika Adrienne turun dari
kursinya dan melangkah mendekatinya. Kaki jenjang Adrienne
terekspos dalam cara yang seharusnya ilegal dan jemari mungilnya
dicat biru muda. Javier lupa bernapas selama beberapa detik, lalu
menyadari bahwa Adrienne menanyakan sesuatu.
"Di mana krim dan gula?" ulang Adrienne.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Di lemari itu. Biar aku ambilkan." jawab Javier.
"Aku bisa mengambilnya sendiri." protes Adrienne. Ia bersikeras
menjangkau lemari yang berada di atas kepalanya. Namun
Adrienne terlalu pendek untuk bisa meraih stoples berisi gula,
bahkan setelah ujung-ujung jemari kakinya berjinjit.
Javier memeluk tubuh Adrienne dari belakang dengan sigap, lalu
meraih stoples itu dengan tangan kanannya. Javier tidak
menyadari gerakan yang telah dibuatnya, hingga ia mendengar
napas tercekat Adrienne dan merasakan lekuk lembut tubuh
Adrienne menempel padanya. Telapak tangan kirinya berada tepat
di bawah payudara Adrienne, membuat Javier dapat merasakan
dengan jelas bentuknya yang hanya tertutup sweetshirt.
Secepat kilat Javier menarik tangannya, namun ia justru
menyentuh puncak payudara Adrienne. Erangan lembut bergetar
di tenggorokan Adrienne dan Javier mengatupkan rahangnya kuatkuat.
Adrienne berbalik dengan pipi bersemburat merah. Tangannya
terkepal di sisi tubuhnya dan ia tidak sanggup menatap Javier.
Adrienne tahu dengan pasti Javier mendengar erangannya. Namun
Javier tetap melepasnya, bahkan mengambil satu langkah mundur.
Ketika akhirnya memberanikan diri untuk menatap Javier,
Adrienne merasa mulutnya kering.
Javier sedang menatapnya lekat. Bukan dengan tatapan sopan
seperti biasanya, namun murni tatapan seorang pria yang
menginginkan gadisnya. Selama ini Javier bahkan tidak pernah
melirik bibirnya, selalu menatap matanya tanpa ragu ketika
berbicara. Dan kini jantung Adrienne berdebar keras. Ia tidak tahu
seorang pria bisa membuatnya merasa seperti ini hanya dengan
tatapan. http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier berdeham, lalu mengalihkan pandangannya dari Adrienne.
"Aku akan mengantarmu pulang." ucapnya dengan nada tenang
yang dipaksakan. Adrienne mengangguk dan sekali lagi mengikuti Javier.
*** Bab 6 Sang Pelaku Adrienne melangkah memasuki kantornya dengan langkah gontai.
Tasha yang mengikutinya di belakang seperti biasa membacakan
agendanya. "Adrienne, aku benci harus mengatakan ini. Proyek pembangunan
apartemen di Jakarta Utara terhenti sementara karena kita
kekurangan dana. Seperti yang kau tahu, kerjasama kita dengan
Keane Property Company tidak termasuk proyek itu. Kau sendiri
yang bersikeras untuk mempertahankan proyek itu sebagai proyek
tunggal perusahaan kita." ucap Tasha.
"Dan ini adalah laporan yang diberikan detektif swasta yang kita
sewa itu. Hasilnya positif bahwa Rita Indira pelaku penggelapan
dana di perusahaan ini. Ia memiliki uang dalam jumlah yang
sangat besar di rekeningnya. Sampai saat ini ia masih berada di
Singapura." lanjut Tasha seraya meletakkan map berwarna putih di
meja Adrienne. Adrienne menghela napas panjang. Sejak membuka mata pagi ini
setelah tidur tidak nyenyak selama tiga jam, Adrienne tahu
http://bacabukunovel.blogspot.com
kesialan akan mengikutinya. Namun ia tidak menyangka semua
akan datang bersamaan seperti ini. Adrienne meraih map putih di
hadapannya. Semakin lama ia membaca, kepalanya semakin
berdenyut. Rita Indira adalah wanita yang telah bekerja pada Adrienne sejak
awal Adrienne membangun perusahaan ini. Wanita itu bahkan rela
menghabiskan 16 jam waktunya untuk bekerja. Ia pun sangat
jujur, pantang menyerah, juga selalu mendukung Adrienne. Sulit
dipercaya wanita itu mampu mengkhianati Adrienne, namun
Adrienne harus percaya karena bukti di hadapannya tak
terbantahkan. "Segera pesan tiket pesawat menuju Singapura malam ini. Buat
reservasi di hotel yang sama dengan Rita Indira atas namaku. Aku
harus mengurus pinjaman dana saat ini, tolong atur ulang
jadwalku untuk dua jam ke depan." pinta Adrienne tegas.
"Kau akan mendatangi Rita Indira?" tanya Tasha tak percaya.
Adrienne mengangguk, sementara Tasha menggeleng-gelengkan
kepalanya. *** Javier menghentikan ayunan kakinya secara perlahan. Keringat
membasahi seluruh tubuhnya sementara headphone di telinganya
berdentam-dentam dengan jelas. Udara segar memasuki paruparunya, menenangkan
seluruh sarafnya yang begitu tegang sejak
ia membuka mata pagi ini.
Namun Javier masih saja memikirkan Adrienne.
Otaknya tidak mampu berhenti mengingat lekuk tubuh sempurna
Adrienne. Kaki jenjangnya, juga erangan lembutnya. Fantasi
http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier semakin liar ketika menemukan gaun hitam sekaligus
pakaian dalam Adrienne yang ada di mesin cucinya. Mau tak mau,
Javier terus mengulang pola yang sama; membayangkan Adrienne.
Membayangkan bibir Adrienne di antara bibirnya, kaki Adrienne
melingkari pinggangnya, juga payudara sempurna Adrienne yang
dapat diremasnya hingga erangan itu dapat didengarnya lebih
jelas. Javier menggelengkan kepalanya. Ini pasti akibat dari hidup
selibat selama hampir satu tahun. Ia harus mengenyahkan pikiran
itu. Ia tidak boleh merusak hubungan baiknya dengan Adrienne
hanya karena gairah sesaat. Dan karena itu, Javier harus memaksa
tubuhnya melupakan Adrienne.
Ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Dari
Adrienne. "Javier Keane." ucap Javier.
"Aku harus bertemu denganmu sekarang. Bisakah kau
meluangkan waktu" Ada hal penting yang harus kubicarakan."
balas Adrienne. "Kau beruntung, aku masih memiliki waktu kosong hingga satu
jam ke depan. Bagaimana jika kita bertemu di coffee shop dekat
kantormu" Aku akan sampai tiga puluh menit lagi." sahut Javier.
Adrienne menggumamkan sampai jumpa, lalu memutuskan
sambungan. Tak sampai lima detik kemudian, ponsel Javier kembali berdering.
Nomornya menunjukkan kantor Adrienne, membuat kerutan di
antara alis Javier muncul. Javier menerima panggilan itu dan suara
Tasha terdengar. Setelah menjelaskan dalam satu rangkaian
kalimat padu, Tasha akhirnya menghela napas.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Bisakah kau melakukannya?" tanya Tasha.
"Tentu. Aku akan melakukannya." jawab Javier yakin. Setelah itu
ia menghubungi Katerina dan meminta penjadwalan ulang untuk
dua hari ke depan. "Apakah ada sesuatu yang harus kau lakukan?" tanya Katerina
bingung. "Ya." jawab Javier dengan senyum dalam suaranya.
*** Adrienne mengecek ponselnya sekali lagi, meyakinkan dirinya
bahwa semua pekerjaan telah selesai sebelum naik ke pesawat.
Satu pesan singkat dari Tasha masuk tepat sebelum Adrienne
mematikan ponselnya. Tasha : Hati-hati, Adrienne. Segera hubungi aku setelah kau
sampai di Singapura. Dan aku harap perjalananmu
menyenangkan! ;) Adrienne mengerutkan kening membaca kalimat terakhir dari
Tasha itu, lalu memutuskan untuk mengacuhkannya. Tasha
memang selalu seperti itu; mendukung Adrienne dengan penuh
keceriaan. Adrienne : Trims. Aku hubungi nanti.
Adrienne mematikan ponsel dan masuk ke pesawat yang akan
membawanya ke Singapura. Ia harus bertemu dengan Rita Indira.
Adrienne berpikir kesempatan ini sangat bagus karena ia bisa
menghindari Javier sementara waktu.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Ya, benar. Javier Keane yang telah merasuki setiap mimpinya dan
terus membayangi setiap langkahnya. Adrienne tidak tahu apa
sebabnya, namun ia yakin ada sesuatu yang salah dalam dirinya.
Hari ini ketika bertemu dengan Javier, Adrienne menyadari bahwa
reaksi tubuhnya semakin tak terkendali. Akhirnya setelah
mengatakan maksud dari pertemuan itu - untuk meminjam dana -
Adrienne segera pergi. Javier pun tidak mencegahnya, hanya
tersenyum dengan kilat yang tak bisa diterjemahkan dalam mata
hijaunya. Adrienne mendesah. Lega karena ia bisa pergi dari Javier selama
dua hari penuh. Ia tidak harus menghadapi pria itu, berikut reaksi
dirinya sendiri yang aneh, selama kira-kira 48 jam.
"Adrienne?" Adrienne mendongak dan mengerjap. Apakah ia sudah gila"
Bagaimana mungkin ia masih membayangkan pria itu"
Kecuali pria itu bukan bayangan. Pria itu sungguh Javier Keane.
Dan berada tepat di hadapannya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Adrienne.
"Aku harus duduk di kursi 8B." jawab Javier.
Adrienne memucat. Kursi itu berada tepat di sebelahnya!
Javier duduk di kursinya dengan santai. Seolah tatapan tajam
Adrienne tidak mengusiknya. Ia mengeluarkan iPod dari saku
jaket, terlihat bersiap untuk bersenandung.
Adrienne mengutuki dirinya yang masih saja sempat
memerhatikan Javier dan memuji tubuh sempurnanya yang hari ini
http://bacabukunovel.blogspot.com
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terbalut pakaian semi formal. Adrienne berusaha mengumpulkan
pikirannya yang bertebaran, lalu menarik napas. Menghapus
segala ekspresi. Kembali menjadi Adrienne Callandrie.
"Apa kau mengikutiku?" tanya Adrienne dingin.
Javier menoleh. Sejenak terdiam dan tenggelam dalam mata
cokelat terang gadis di sisinya. Namun mata itu tak bercahaya.
Mata itu mematikan segala ekspresi yang ada.
"Mengapa aku harus mengikutimu?" balas Javier santai.
"Karena entah atas alasan apa kau selalu berada di sekitarku."
sahut Adrienne. Javier tertawa pelan, "Tidakkah sekertarismu memberitahu" Aku
diminta untuk menemanimu menemui salah satu pegawaimu yang
melakukan korupsi. Ia berpikir kau mungkin akan kesulitan dan
membutuhkan tenaga seorang pria, maka di sinilah aku sekarang."
jawabnya lugas. "Bagaimana mungkin kau menyetujuinya" Kau tidak percaya
padaku" Aku bisa mengurus diriku sendiri, juga perusahaanku.
Aku tidak membutuhkan bantuanmu." sahut Adrienne defensif.
"Jika kau tidak membutuhkan bantuanku, maka pinjaman dana
yang kau ajukan tadi siang tidak perlu aku pertimbangkan, bukan"
Karena jawabannya sudah jelas." jalas Javier tenang.
Adrienne mengatupkan bibirnya menjadi satu garis lurus. Jawaban
Javier begitu tepat hingga Adrienne tidak tahu harus merespon
seperti apa. Perjalanan yang diharapkannya damai telah
bermetamorfosa menjadi mimpi buruk. Karena orang yang ingin
dihindarinya kini justru duduk tepat di sisinya.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Baiklah. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk kasar. Hanya
saja kehadiranmu mengejutkanku." ucap Adrienne dengan nada
melunak. Javier tersenyum. Setelah diam sesaat, Adrienne bertanya, "Bagaimana dengan
pinjaman dana yang kuajukan?"
Senyum Javier melebar, lalu ia menjawab, "Masih
kupertimbangkan." Adrienne mendengus tanpa sadar, kemudian mengalihkan
pandangan dari Javier dan sibuk memuntahkan sumpah serapah
dalam hatinya. Sementara Javier mengubah senyumnya menjadi
tawa geli tanpa suara. *** Singapura, November 2013 Adrienne baru saja selesai mengeringkan rambut ketika bel kamar
hotelnya berbunyi. Bahkan sebelum membuka pintunya, Adrienne
tahu orang yang berada di baliknya adalah Javier Keane. Adrienne
berencana untuk menemui Rita Indira pagi ini dan Javier
bersikeras untuk menemaninya.
"Aku bisa pergi sendiri." ucap Adrienne setelah membuka pintu.
"Selamat pagi juga." balas Javier santai.
Adrienne mengunci kamar hotelnya, lalu memasukkan kartunya
ke dalam tas yang dibawanya. Tanpa kata Adrienne melangkah
menuju lift dan menekan angka sembilanbelas. Begitu sampai,
Adrienne melangkah menuju kamar di lorong sebelah kanan dan
http://bacabukunovel.blogspot.com
berhenti di depan pintu bernomor 1029. Adrienne sudah membaca
laporan dalam map putih itu dengan seksama. Meski sudah bisa
menebak, Adrienne tetap harus memastikannya.
Setelah menunggu beberapa saat, pintu itu terbuka dan
menampilkan sesosok wanita paruh baya yang sangat dipercayai
Adrienne. Mereka berpandangan selama beberapa saat, lalu wanita
itu - Rita Indira - tersenyum sendu.
"Kau sudah mengetahuinya." ucapnya pelan.
Adrienne hanya diam. "Aku akan ikut pulang bersamamu, lalu menyerahkan diriku
kepada pihak berwajib. Namun sebelum itu, biarkan aku
mengucapkan selamat tinggal. Kau mau ikut?" lanjut Rita.
Kali ini Adrienne mengangguk.
Javier mengikuti langkah Adrienne, masih tetap dalam mode diam.
Sejauh ini semua baik-baik saja. Javier tidak melihat alasan Tasha
begitu mengkhawatirkan Adrienne. Wanita yang menjadi pelaku
korupsi itu pun tidak terlihat berbahaya. Javier justru menemukan
kepedulian nyata antara Adrienne dan wanita itu.
Sepuluh menit kemudian taksi yang mereka tumpangi berhenti di
depan rumah sakit. Rita Indira membawa mereka menuju sebuah
kamar rawat. Adrienne mendekat pada jendela yang ada di pintu,
melihat ke dalam di mana seorang gadis kecil dengan berbagai alat
bantu terhubung ke tubuhnya.
"Putriku terdiagnosis memiliki kanker otak satu tahun yang lalu.
Saat itu dokter berkata putriku bisa diselamatkan. Aku sudah
melakukan segala cara. Aku sudah mengorbankan segala hal.
Namun tiba-tiba saja kondisinya memburuk. Kanker itu begitu
http://bacabukunovel.blogspot.com
cepat menggerogotinya. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi.
Hanya dia satu-satunya yang kumiliki di dunia ini. Aku tidak bisa
kehilangan putriku." ujar Rita dengan isakan tertahan.
Adrienne menarik napas dalam-dalam. Matanya mulai berkabut.
Semua ini berada di luar perkiraannya. Ia tidak mengira Rita
Indira, wanita yang sangat ia kagumi karena kekuatannya untuk
menjadi orangtua tunggal tanpa sanak saudara tersisa, ternyata
harus mengalami hal berat lagi. Adrienne tahu persis seperti apa
hidup yang dijalani Rita. Hanya putrinya - yang kini terbaring tak
berdaya di tempat tidur - yang Rita miliki.
Bagaimana mungkin Adrienne tega merenggut sisa waktu yang
mereka miliki hanya karena setumpuk uang" Adrienne tidak akan
mampu memisahkan mereka. Tidak akan pernah.
Sebelum air matanya mengalir, Adrienne memeluk Rita, lalu
berkata, "Kau dipecat, Rita Indira. Jangan pernah datang lagi ke
kantor. Dan semoga putrimu mendapat keajaiban. Aku
mengharapkan segala hal terbaik untukmu. Selamat tinggal."
Setelah itu Adrienne menarik tangan Javier yang membeku di
sisinya dan melangkah secepat kaki membawanya menjauhi suara
isak tangis Rita. Setetes air mata jatuh tanpa tertahan, membuat
Adrienne membekap mulutnya dengan tangannya yang lain.
Javier yang lepas dari rasa terpana segera menarik Adrienne ke
lorong yang sepi. Javier membawa Adrienne ke pelukannya,
membiarkan gadis itu menangis di bahunya. Kini Javier mengerti
sepenuhnya alasan dari kekhawatiran Tasha. Javier tahu tanpa
ragu, bahwa kekhawatiran itu benar adanya.
Karena Adrienne Callandrie adalah gadis yang rapuh. Dengan hati
baik dan murni, namun berbalut luka.
http://bacabukunovel.blogspot.com
*** Jakarta, November 2013 "Terima kasih sudah mengantarku pulang." ucap Adrienne.
Javier yang menenggelamkan kedua tangannya di saku jaket
hanya tersenyum. Mereka berdiri berhadapan di depan pintu
apartemen Adrienne dengan canggung selama sesaat, lalu perlahan
Javier mengulurkan sebelah tangannya dan menyentuh puncak
kepala Adrienne. "Selamat beristirahat." balas Javier ringan.
Adrienne tersenyum tipis, kemudian melangkah masuk ke
apartemennya. Setelah menangis entah berapa lama, akhirnya
Adrienne dapat mengendalikan diri dan meminta maaf pada
Javier. Adrienne memutuskan untuk mengejar penerbangan yang
tersisa di hari itu dan Javier menyetujuinya. Adrienne benar-benar
bersyukur pria itu bersedia menemaninya. Setidaknya semua
menjadi lebih tertanggungkan. Atas alasan yang tidak dimengerti,
Adrienne merasa kehadiran Javier semacam penyembuh baginya.
Adrienne segera menggelengkan kepalanya. Pikiran macam apa
itu" Baru saja kurang-lebih 24 jam yang lalu, Adrienne berusaha
keras menghindari Javier. Namun kini ia justru mengharapkan
sebaliknya. Apa sebenarnya yang salah dengan dirinya"
Adrienne melepas sepatunya, sementara tangannya meraba
dinding untuk menekan tombol lampu. Begitu lampu menyala, hal
pertama yang menarik perhatian Adrienne adalah sebuah kotak
kado cantik dengan pita hitam yang bertengger manis di meja kaca
ruang tamunya. Adrienne meraih kotak itu dan membaca sebuah
catatan di atasnya yang ditulis oleh Tasha.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Seseorang mengirimkan ini ke kantor. Sepertinya sesuatu yang
bagus, melihat bungkusnya yang cantik. Segera hubungi aku
begitu kau membukanya! Aku juga penasaran.
Adrienne tertawa pelan membaca catatan yang sangat khas Tasha
itu, lalu perlahan menarik pita yang melilit kotaknya dan
membuka tutupnya. Seketika tawa Adrienne berganti menjadi jerit
ketakutan. Secara refleks tangannya menjatuhkan kotak itu,
hingga isinya terlempar keluar. Dengan tangan bergetar hebat,
Adrienne mengambil ponselnya dan menekan nomor 2, panggilan
cepat untuk Tasha. Ketika suara mengantuk Tasha menyapa, Adrienne berkata,
"Isinya sama sekali bukan sesuatu yang bagus, Tasha."
"Apa" Adrienne, apa maksudmu" Aku tidak mengerti
perkataanmu. Apa yang tidak bagus?"
Namun Adrienne tak bisa menjawab pertanyaan itu, karena
matanya terus terpaku pada sebilah pisau berlumuran darah yang
kini tergeletak di lantai apartemennya.
*** Bab 7 Menemukannya Katerina memeriksa penampilannya sekali lagi. Sepatu berhak
setinggi sepuluh sentimeter, ditambah rok ketat yang jatuh tepat di
pertengahan pahanya merupakan perpaduan yang pas. Katerina
melirik jam di mejanya, jarum pendeknya hampir mencapai angka
sembilan. Maka Katerina melepas blazernya, lalu membuka dua
kancing teratas kemejanya. Sehingga ketika ia menunduk nanti,
branya yang berwarna hitam akan terlihat jelas.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Selama hampir satu bulan bekerja dengan Javier Keane, Katerina
menemukan bahwa bosnya itu sangat berbeda. Dengan
ketampanan menyerupai patung dewa yunani, keahlian untuk
menjadi profesional di bidang yang baru digelutinya dalam waktu
singkat, juga kekayaannya yang hampir menyilaukan, mustahil
Katerina melepaskan pandangan dari bosnya itu. Katerina harus
mendapatkannya. Langkah yang diambil Katerina hari ini bisa dikatakan yang paling
berani. Karena selama ini Katerina sudah berusaha keras
menggoda Javier melalui gerakan atau kalimat ambigu, namun
tetap saja ia tidak mendapat respon. Parahnya lagi, Javier seperti
tidak menyadarinya. Javier sungguh tidak memperhatikannya.
Namun hari ini akan berbeda. Javier tidak bisa lagi
mengabaikannya. Begitu Javier keluar dari lift, Katerina segera berdiri dan
mempersiapkan senyum terbaiknya. Javier hanya melemparkan
senyum tipis, tetap sibuk berbicara di ponselnya. Katerina
mengikuti langkah Javier, lalu mulai membacakan agendanya
ketika Javier menurunkan ponselnya.
"Ada sedikit masalah untuk pertemuan di jam setelah makan siang
dan selanjutnya." ucap Katerina seraya meletakkan iPadnya di
meja kerja dan membungkuk dengan gerakan sensual. Bra
hitamnya juga sesuatu yang tidak tertampung di dalamnya terlihat
jelas. Namun Javier justru melarikan jarinya di atas iPad Katerina dan
mengatur jadwalnya yang menurutnya baik-baik saja. Setelah itu
Javier kembali meraih ponselnya, tetap tidak mendongak untuk
menatap Katerina. Javier mengucapkan beberapa kalimat dengan
senyum mengembang, lalu bangkit berdiri.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Aku akan pergi sampai saat makan siang. Terima kasih,
Katerina." ucap Javier sebelum menutup pintu ruang kerjanya. Ia
pergi dengan langkah tergesa namun menyiratkan rasa gembira
juga semangat yang menggebu.
Katerina yang sadar dari rasa tercengang, mengeluarkan suara
tawa sumbang seraya mengancingkan kembali blusnya. Kali ini ia
gagal, namun ia tidak akan menyerah.
Karena Katerina Vaughan selalu mendapatkan apa yang
diinginkannya. *** Adrienne menyipitkan mata demi mendengar ucapan pria tampan
bermata hijau di hadapannya. Ketika menyadari bahwa pria itu
serius, Adrienne menghela napas.
"Jadi kau mengusulkan untuk memasukkan proyek itu ke dalam
kerjasama baru perusahaan kita" Kau meminta supaya proyek itu
menjadi atas nama perusahaan kita?" tanya Adrienne memastikan.
Javier mengangguk tanpa ragu, lalu menjawab, "Pinjaman dana
yang kau ajukan sangat besar, Adrienne. Menurutku solusi terbaik
demi keuntungan kita bersama adalah dengan menggabungkan
perusahaan kita untuk menyelesaikan proyeknya. Jika kau tidak
menyetujui usulku ini, maka kau bisa mengajukan pinjaman dana
itu ke bank setempat - yang aku yakin tidak akan pernah
mengeluarkan pinjaman sebesar itu untuk sebuah proyek
pembangunan apartemen."
Adrienne tak bisa berkutik. Semua yang dikatakan Javier benar
dan Adrienne hanya memiliki satu pilihan.
"Aku tidak percaya kau benar-benar mengaplikasikan ajaranku.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Kau tahu, aku menyesali keputusanku untuk mengajarimu taktik
ini." ucap Adrienne akhirnya.
Javier tertawa, kemudian membalas, "Kau seharusnya bangga. Itu
berarti kau telah sukses mengajariku."
Selama sesaat Adrienne terpana melihat tawa geli yang mewarnai
wajah Javier. Sebelum otaknya kembali memikirkan hal-hal
bodoh, Adrienne mengajak Javier untuk mendatangi lokasi proyek
itu. Proyek yang akan menjadi tanggung jawab mereka.
Seperti biasa, Adrienne kembali menjadi Adrienne dalam mode
tanpa ekspresi. Namun Javier yang mencuri pandang selama
perjalanan merasa ada sesuatu yang aneh pada Adrienne. Gadis itu
terlihat tidak tenang. Ada hal yang membebaninya hingga
pandangan mata cokelat terang itu sering kali tidak terfokus.
Ketika mereka sampai di lokasi proyek, Adrienne
memperkenalkan seorang pria bertubuh besar dengan senyum
ramah bernama Doni kepada Javier. Mereka berjabat tangan, lalu
mulai berjalan sambil memerhatikan bangunan yang saat itu
terhenti pembangunannya pada tingkat empat.
Javier menatap Adrienne dalam diam sementara gadis itu tetap
sibuk berbincang. Sekali lagi, Javier menemukan ketidakfokusan
dalam mata Adrienne. Seolah benak gadis itu sedang berkelana
sementara raganya tertinggal. Javier masih memikirkan keanehan
Adrienne ketika tiba-tiba saja nada suara Adrienne meninggi.
Javier yang hanya mengerti beberapa kata dari kalimat berbahasa
Indonesia itu hanya bisa mengerutkan kening.
"Ayo, kita harus ke lantai empat." ajak Adrienne.
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa?" balas Javier.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Namun Adrienne tidak mau menjelaskan lebih lanjut. Gadis itu
justru melangkah menaiki alat pengangkut barang. Javier tak
memiliki pilihan lain selain mengikuti gadis itu, yang terlihat
santai, tidak terpengaruh oleh fakta bahwa kini mereka berada
sepuluh meter dari tanah dan alat yang membawa mereka naik
menyerupai lift tanpa pengaman apa pun di sekitarnya.
"Tidakkah kau tahu bahwa angka empat berarti kematian dalam
bahasa Jepang?" tanya Javier.
"Aku tidak percaya mitos semacam itu." jawab Adrienne tanpa
ragu. "Apa yang kau bicarakan dengan kepala proyek itu?" tanya Javier
lagi. "Ia bersikeras bahwa kita hanya membutuhkan dua orang petugas
K3 - Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kau tahu setiap proyek
besar seharusnya memiliki minimal dua puluh orang. Aku
mengatakan itu dan ia tidak setuju. Ia justru menantangku untuk
menaiki alat ini hingga lantai empat. Jika aku tidak menemukan
bahaya, maka ia benar dan aku tidak bisa mengatur kebijakannya
sebagai kepala proyek di sini." jawab Adrienne datar.
Mereka telah sampai di lantai empat. Javier yang terkejut
mendengar jawaban Adrienne tak memiliki waktu untuk memarahi
reaksi spontan Adrienne yang menerima taruhan konyol itu. Javier
segera melangkah memasuki lantai gedung, lalu mengulurkan
tangan untuk membantu Adrienne. Belum sempat Adrienne
melangkah, alat yang menjadi pijakannya bergetar. Satu tali
penopang di sisi kanan putus, diikuti oleh tali lainnya.
Semua itu terjadi dalam waktu sepersekian detik. Adrienne bahkan
tidak mampu memikirkan langkahnya. Ia hanya sempat menjerit,
melihat tanah yang kini tertutup reruntuhan alat pengangkut itu.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne mendongak. Menemukan tangan mungilnya berada
dalam genggaman Javier. Pria itu bernapas dengan cepat, namun
pegangannya mantap. "Jangan lepaskan." bisik Adrienne panik.
"Tidak akan pernah." balas Javier.
Adrienne berusaha menghentikan serangan paniknya. Ia menggigit
bibir bawahnya kuat-kuat. Ia bahkan hanya mengernyit ketika
Javier mengangkatnya, menimbulkan gesekan perih di sepanjang
lengannya. Dengan sigap Javier menarik Adrienne menuju tempat
yang lebih aman. Lalu mereka berdua terduduk lemas, diiringi
napas yang berkejaran. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Javier.
Adrienne mencoba mengenyahkan air mata bodohnya, menolak
menjawab Javier. Ia justru sibuk memeriksa pakaiannya. Kemeja
tanpa lengan berwarna putih dengan rok sebatas lutut berwarna
cokelat. Tidak ada masalah dengan roknya, namun kemejanya
memiliki lubang besar di bagian kanan, memungkinkan setiap
mata memandang langsung pada dirinya.
Ketika sibuk mencari cara untuk menutupi tubuhnya, sebuah
kemeja tersampir di bahunya. Adrienne menatap Javier dan
menemukan seulas senyum terpatri di wajah tampannya. Seolah
menyiratkan bahwa semua baik-baik saja.
"Kau tetap cantik meskipun mengenakan pakaianku." ucap Javier
meyakinkan. Adrienne menunduk. http://bacabukunovel.blogspot.com
Itu sama sekali bukan penyebab keresahannya. Pemandangan
Javier tanpa pakaian menutupi dada bidangnya yang membuat
Adrienne resah. Bagaimana mungkin Javier berharap Adrienne
tidak akan terpengaruh akan hal itu" Demi Tuhan, meski ia hampir
mati beberapa saat yang lalu, hormon konyolnya tidak lantas
absen. "Aku rasa mitos itu benar." ujar Adrienne kemudian.
Tanpa diduga Javier tertawa. Pria itu berpindah ke hadapan
Adrienne, lalu mengancingkan kemejanya yang kebesaran di
tubuh Adrienne. Saat mendengar Adrienne meringis, Javier segera
menggulung lengan kanan kemejanya dan menemukan kulit
terbuka yang mengeluarkan darah.
Javier segera merogoh saku celananya, mengambil ponsel dan
berbicara dengan suara tegas. Ia meminta bantuan untuk segera
datang. Javier menghela napas, "Mereka mengatakan sedang
mengusahakannya. Kita hanya bisa menunggu hingga bantuan
datang. Kau bisa menahannya sedikit lebih lama?"
Adrienne mengangguk. Menit berlalu sementara mereka duduk berdampingan. Suara riuh
yang terdengar dari bawah membuat mereka tahu bahwa orangorang tengah sibuk
menyusun rencana untuk menolong mereka.
Ironisnya, gedung itu hanya memiliki tangga hingga lantai tiga
dan satu-satunya alat yang bisa membawa mereka ke lantai empat
baru saja meluncur jatuh tanpa hambatan. Kurang responsifnya
tim medis di Indonesia pun menjadi alasan tambahan bagi
Adrienne dan Javier untuk menunggu lebih lama.
"Apa yang mengganggu pikiranmu hari ini?" tanya Javier.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne mengerjap. Ekspresinya seakan mengatakan bagaimana
kau tahu" "Aku tahu. Kau terlihat tidak fokus dan sebagainya. Kau bahkan
menerima tantangan kepala proyek itu. Apakah ini berhubungan
dengan wanita yang kemarin kau temui?" lanjut Javier.
Adrienne menggeleng, "Aku tidak apa-apa. Hanya kelelahan."
jawabnya. Hening sesaat. Javier memerhatikan gadis cantik di sisinya itu,
tahu bahwa jawaban itu adalah sebuah kebohongan. Javier tidak
pernah menyukai kebohongan. Namun ada sesuatu tentang
Adrienne yang membuat Javier merasa ia harus memakluminya
dan tidak memaksanya lebih jauh.
"Bagaimana kau mengenal ayahku?" tanya Javier kemudian.
Tanpa sadar seulas senyum tipis tersungging di bibir Adrienne.
Pertanyaan itu dengan mudah dapat dijawabnya, dan lebih dari apa
pun, Adrienne bersedia. Adrienne ingin Javier tahu bahwa ayah
Javier - Faxson Keane - adalah pria yang hebat.
"Faxson Keane adalah dosen tamu di kampusku. Pada awalnya,
aku tidak pernah memerhatikan apa pun. Aku gagal di setiap kelas
yang kuambil. Aku ingin menyerah meski saat itu masih semester
pertama, namun Faxson Keane memberi sebuah kalimat di balik
kertas ujianku yang bernilai F. Sejak saat itu aku berusaha keras
dan lebih keras lagi, agar aku bisa berhasil." jawab Adrienne.
"Apa yang ditulisnya?" tanya Javier penasaran. Ia bahkan
memajukan tubuhnya, membuat Adrienne tak mampu berpikir saat
otot-otot di perutnya bergerak sinkron mengikuti gerakan
tubuhnya. http://bacabukunovel.blogspot.com
Pria ini mencoba membunuhku, batin Adrienne gemas.
"Adrienne?" "Jika kita berhenti, maka kita tidak akan pernah menemukannya."
jawab Adrienne akhirnya. Javier mengerutkan kening, tidak mengerti.
"Hingga saat ini aku belum menemukan hal yang dimaksud oleh
ayahmu. Jadi jangan menanyakannya." lanjut Adrienne.
Obrolan ringan itu terus mengalir. Adrienne bahkan tersenyum
beberapa kali, tak menyadari bahwa Javier merekamnya dengan
pasti. Hingga tanpa sadar, berharap bahwa saat ini tidak akan
berhenti. "Ayahmu adalah orang yang hebat. Meski aku belum pernah sekali
pun berbicara secara langsung dengannya, ia telah membantuku
dalam banyak hal. Aku harap ia bahagia di sana." ucap Adrienne
tulus. "Aku harap begitu." sahut Javier.
"Bagaimana dengan ibumu?" tanya Adrienne.
Javier tersenyum tipis, "Ia meninggal saat melahirkan adikku. Aku
masih berusia tiga tahun, namun setidaknya aku sempat
mengenalnya. Ia sangat cantik dan selalu membuatkanku segelas
susu hangat sebelum tidur. Ia tidak pernah membacakan buku
cerita, namun ia akan bernyanyi. Itulah alasan mengapa aku
mencintai musik. Karena aku merasa ia hidup ketika aku
memainkan musik." jawab Javier ringan.
http://bacabukunovel.blogspot.com
"Kau mencintai adikmu."
"Ya. Ia adalah hal terindah yang pernah ada dalam hidupku.
Meskipun ia sangat berisik dan mudah menangis, ia tetap
sempurna bagiku." Adrienne menunduk demi mendengar jawaban itu. Pun saat
dilihatnya senyum itu terpatri di wajah tampan Javier, Adrienne
kembali merasa hatinya terkoyak. Namun kini, di samping perih
yang menyelimuti, perlahan Adrienne merasakan hal lain.
Adrienne merasakan sesuatu yang manis dan kuat. Sesuatu yang
sudah sejak lama ia abaikan, namun tak pernah sekali pun mampu
ditepisnya. "Itu bukan pertanyaan." ujar Javier tersadar.
"Ya. Itu bukan pertanyaan." gumam Adrienne.
Sesaat mereka terkurung dalam keheningan. Gaya yang menarik
diri mereka terasa semakin kuat. Adrienne tidak mampu
memerintahkan tubuhnya untuk menjauh, karena matanya
menatap lekat bibir penuh milik Javier yang hanya beberapa senti
jauhnya. Adrienne lelah menghindar.
Adrienne menginginkan Javier.
Adrienne mengulurkan tangan kirinya. Menyentuh rahang Javier
yang terpahat sempurna, merasakan detak jantungnya yang
menggila. Wajah Javier adalah replika dari malaikat yang
diturunkan ke bumi. Mata hijaunya terasa menembus hati
Adrienne. Memerangkap dalam ruang di mana hanya Javier yang
sanggup menariknya. Jari telunjuk Adrienne menyentuh bibir bawah Javier. Terasa
lembut, namun kuat. Memberinya bayangan-bayangan yang tak
http://bacabukunovel.blogspot.com
seharusnya dibayangkan. Namun Adrienne tak kuasa menolak.
Napasnya semakin menderu bersamaan dengan jarak mereka yang
mendekat. Sementara Javier membeku seutuhnya. Tak menyangka bahwa
tubuhnya dapat takluk begitu mudah hanya dengan satu sentuhan.
Rasanya memabukkan, namun meningkatkan kesadaran. Javier
tidak ingin menggerakkan tubuhnya sedikit pun, takut merusak
momen entah apa yang terasa intim di antara mereka.
Tiba-tiba suara gaduh memecahkan pesona yang membalut
Adrienne dan Javier. Beberapa orang dengan seragam khas tim
medis mendekati mereka, lalu mulai mengobati luka Adrienne.
Sesaat mereka berpandangan namun kali ini, sama seperti
sebelumnya, Adrienne kembali menghindar.
*** Desember 2013 Adrienne menutup laptopnya dengan helaan napas berat. Jam
sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Adrienne masih
tidak ingin pulang. Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing. Ia pasti
kelelahan. Sudah hampir dua minggu Adrienne menghabisnya
seluruh waktunya dengan bekerja terus-menerus di kantor.
Tepatnya sejak kejadian di lokasi proyek itu.
Adrienne merasa harus mengeluarkan Javier dari seluruh sistem
tubuhnya, terutama otaknya. Adrienne tidak boleh tertarik pada
Javier. Perasaan itu terlarang untuknya, karena Adrienne tidak
seharusnya merasakan kebahagiaan dalam bentuk apa pun. Maka
dari itu, kini Adrienne mengerahkan seluruh tenaganya untuk
menghindari Javier. Dengan seribu satu alasan, Adrienne akhirnya
berhasil meminimalisir jumlah pertemuannya dengan Javier. Kini
mereka hanya berhubungan melalui telepon atau e-mail.
http://bacabukunovel.blogspot.com
Ponsel Adrienne bergetar dengan nama Tasha tercantum di
layarnya. Sahabatnya itu mengajukan cuti selama satu minggu
untuk pulang ke New York, karena seperti biasa adik laki-lakinya
yang masih berada di sekolah menengah atas itu membuat
keributan dan Tasha bertugas sebagai penenang di keluarganya.
"Hai, Tasha. Bagaimana keluargamu?" sapa Adrienne seraya
menyandarkan tubuhnya ke kursi. Sebelah tangannya memijat
pelipisnya pelan. "Penuh dengan drama. Kau tahu seperti apa adikku dan bagaimana
reaksi ibuku. Mereka berdua adalah perpaduan mematikan.
Ayahku bahkan sudah menyerah sejak aku masih transit di
Singapura. Jadi kau bisa membayangkan keadaan seperti apa yang
menyambutku ketika aku sampai di rumah." balas Tasha.
"Aku tahu. Aku harap kau segera kembali." sahut Adrienne.
"Apa kau baik-baik saja, Adrienne" Suaramu terdengar sedikit
aneh." Adrienne berdeham, berusaha mengabaikan rasa sakit di
tenggorokannya, lalu menjawab, "Aku hanya kelelahan. Setelah
ini aku akan pulang. Tenang saja, Tasha."
"Apa kau merasa pusing?" tanya Tasha cemas.
"Ya, sedikit. Aku akan minum obat sebelum tidur nanti." jawab
Adrienne. "Oh, tidak. Adrienne, kau dalam masalah. Berapa jam kau tidur
kemarin" Kau harus segera memanggil doktermu. Atau kau tahu
apa yang akan terjadi."
http://bacabukunovel.blogspot.com
Adrienne menelan ludah ketika mengerti maksud Tasha. Hal ini
pernah terjadi sebelumnya. Setiap kali Adrienne kelelahan dan
diikuti sederet gejala yang kini dirasakannya, Adrienne akan jatuh
sakit. Bukan sakitnya yang Adrienne takutkan, namun mimpi
buruk yang menyertainya. Adrienne selalu terperangkap dalam
mimpi-mimpi buruk yang sebenarnya kenyataan itu.
Membangkitkan kembali setiap jeritan memilukan yang pernah
didengarnya. Menyayatkan kembali luka yang
menghancurkannya. "Aku akan pulang sekarang, Tasha. Tidak perlu khawatir. Aku
akan mengatasinya." ucap Adrienne lalu memutuskan sambungan.
Adrienne keluar dari kantornya dan menelepon taksi. Ia harus
meninggalkan mobilnya. Rasa pusing yang dirasakannya semakin
menjadi. Adrienne bahkan harus berusaha keras untuk
mengucapkan alamat apartemennya pada sopir taksi. Ketika
akhirnya sampai di apartemen, Adrienne segera mencari obat
pereda sakit kepala dan mengganti bajunya. Adrienne baru saja
berencana untuk naik ke tempat tidur, ketika belnya berbunyi.
Adrienne mengeluh kesal, lalu melangkah menuju pintu.
Langkahnya semakin tak terarah dan pandangannya sulit untuk
terfokus. Adrienne bahkan merasa kenop pintunya ada tiga. Ketika
akhirnya berhasil membuka pintu, Adrienne mendengar sebuah
suara yang dikenalnya. Itulah hal yang diingat Adrienne sebelum
akhirnya ia jatuh ke dalam pelukan kegelapan.
*** Javier menyelimuti Adrienne, lalu menghela napas. Dalam hati
Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasa bersyukur karena telah datang tepat waktu. Gadis itu
pingsan tepat setelah membuka pintu untuknya. Javier menarik
kursi ke sisi tempat tidur Adrienne, hanya duduk menunggu.
Hingga akhirnya Adrienne mulai bergerak. Javier menyadari ada
http://bacabukunovel.blogspot.com
setetes air mata mengalir di wajah cantiknya. Adrienne menangis.
"Adrienne." panggil Javier seraya menyentuh pipinya lembut.
"Kau menyakitiku, Antony." isak Adrienne.
Javier terpaku. Bukan karena demam tinggi yang dirasakannya
dari tubuh Adrienne, namun nada terluka yang amat jelas di antara
isak tangis itu. Adrienne tidak bermimpi. Adrienne pernah
mengalami hal itu. Adrienne pernah tersakiti.
Firasat Javier selama ini benar adanya. Adrienne adalah gadis
yang rapuh. Ada tangis yang mengkristal di balik wajah tanpa
ekspresinya, ada isak tertahan dalam kebisuannya. Mungkin itu
yang selama ini menahan Javier untuk selalu berlaku hati-hati
terhadap Adrienne. Karena Javier tahu, Adrienne dapat pecah
berkeping-keping setiap saat.
Javier melakukan hal terbaik yang bisa dilakukannya. Ia
mengompres dahi Adrienne dan menjaga gadis itu sepanjang
waktu. Ketika matahari akhirnya terbit, Javier menghubungi
dokter. Dokter itu datang tak lama kemudian. Memeriksa Adrienne
dengan cekatan, lalu memberikan resep obat yang harus ditebus
Javier. "Adrienne, aku harus menebus obatmu. Aku tidak akan lama."
bisik Javier seraya merapikan anak rambut di wajah Adrienne.
Adrienne tetap tertidur. Sejak semalam pun Adrienne tidak
terbangun. Hanya terus mengigau.
Saat Javier kembali, ia dikejutkan dengan teriakan Adrienne.
Suaranya hampir mencapai nada histeris.
"Hentikan! Jangan! Pergi dariku!"
http://bacabukunovel.blogspot.com
Javier menghampiri Adrienne dengan tergesa. Melihat gadis itu
meringkuk di ujung tempat tidur dengan bahu berguncang hebat.
"Jangan menyentuhku! Aku membencimu!" jerit Adrienne.
Javier memegang kedua tangan Adrienne yang menutupi wajah
gadis itu, memaksanya untuk menatap Javier.
"Ini aku. Javier. Kau baik-baik saja, Adrienne. Aku tidak akan
menyakitimu." bisik Javier menenangkan.
Adrienne masih terisak-isak, namun ia tidak menolak ketika Javier
memeluknya. "Aku tidak akan menyakitimu, Adrienne. Tidak akan pernah."
lanjut Javier sungguh-sungguh.
Setelah Adrienne tenang, Javier memintanya untuk meminum obat
dan kembali tidur. Yang mengejutkan, Adrienne menuruti semua
itu tanpa protes sedikit pun.
Javier mulai mengurus jadwalnya yang berubah drastis. Karena
kondisi Adrienne yang tidak memungkinkan untuk ia tinggal,
maka Javier melakukan pekerjaannya hanya dengan bermodalkan
laptop juga koneksi internet. Javier sama sekali tidak mengeluh; ia
terlalu cemas untuk bisa mengeluhkan tentang apa pun.
Menjelang senja, Javier memutuskan untuk menghubungi Tasha.
Ia tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Satu nama yang
dibisikkan Adrienne dalam tidur gelisahnya membayangi Javier.
"Javier, bagaimana keadaan Adrienne?" tanya Tasha.
"Tidak begitu baik. Ia masih tidur saat ini. Aku rasa firasatmu
http://bacabukunovel.blogspot.com
selalu benar. Ia benar-benar membutuhkan seseorang untuk
menemaninya. Aku langsung datang ke apartemennya setelah
mendapat telepon darimu dan ia pingsan tepat setelah
membukakan pintu untukku." jawab Javier.
"Oh, tidak. Maafkan aku karena merepotkanmu. Aku tidak tahu
harus meminta tolong pada siapa lagi. Kau tahu Adrienne hanya
memiliki aku di kota itu." balas Tasha.
"Tidak apa-apa. Aku tidak keberatan. Hanya saja ada sesuatu yang
mengusikku." sahut Javier. Lalu ia menceritakan mimpi-mimpi
Adrienne. "Tasha" Kau masih di sana?" tanya Javier.
"Ya." "Siapa Antony?"
Terdengar helaan napas panjang, sebelum akhirnya Tasha
menjawab, "Adrienne membutuhkan bantuan. Ia harus
diselamatkan, Javier. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia menderita.
Aku harap kau mengerti."
Tasha memutuskan sambungan telepon. Meninggalkan Javier
yang termangu menatap dinding kosong di hadapannya.
"Tinggalkan aku! Aku membencimu! Pergi!" jerit Adrienne.
Javier langsung menghampiri Adrienne dan menarik Adrienne ke
dalam pelukannya. Hampir menyerupai gerak refleks. Begitu
mendengar jeritan gadis itu, tubuh Javier bergerak dengan
mudahnya. "Kau bersamaku, Adrienne. Aku akan menjagamu."
http://bacabukunovel.blogspot.com
Kali itu, di tengah sinar mentari yang menembus melalui celah
dari tirai yang tak tertutup rapat, Javier menyadari fakta yang
selama ini begitu gamblang dibisikkan hatinya. Fakta yang
membuatnya begitu peduli terhadap Adrienne. Fakta yang
memaksanya untuk terus berada di sekitar gadis rendah ekspresi
itu, tak peduli apa yang dilakukan gadis itu untuk menjauhkannya.
Karena pada kenyataannya, Javier sungguh peduli pada Adrienne.
Javier ingin mengenal Adrienne. Ingin menjaga Adrienne. Ingin
memberikan warna dalam hidup Adrienne. Juga ingin berbagi
segalanya dengan Adrienne.
Javier ingin memiliki Adrienne.
*** Bab 8 Harapan Adrienne menatap Tasha dengan pandangan kosong. Sudah dua
hari sejak ia bisa beraktivitas seperti biasa, sehat seutuhnya, dan
Adrienne mendapati bahwa kini dirinya sulit untuk berkonsentrasi.
"Adrienne" Kau mendengarku?"
"Ya, tentu." Tasha mendesah. Menutup agendanya dengan putus asa.
"Kau tidak bisa bermain-main, Adrienne. Jadwalmu sangat padat.
Aku membutuhkan Adrienne Callandrie. Di mana ia berada saat
ini?" ucap Tasha. http://bacabukunovel.blogspot.com
"Aku di sini. Maafkan aku, Tasha." sahut Adrienne.
Tasha menarik kursi di hadapan Adrienne, lalu menatap
sahabatnya itu lekat-lekat.
"Kau harus menceritakannya padaku, Adrienne." bujuk Tasha
lembut. Adrienne tahu. Tentu saja. Enam tahun persahabatan mereka telah
membuktikan segalanya. Bahkan hanya Tasha satu-satunya orang
yang mengetahui kenyataan itu. Kenyataan yang menjadi hantu
berjalan dalam hidup Adrienne.
"Aku tertarik pada Javier Keane." aku Adrienne.
"Terima kasih, Tuhan. Akhirnya gadis bodoh ini bersedia
mengakuinya. Lalu apa yang akan kau lakukan?" balas Tasha.
"Itu terasa menakutkan bagiku, Tasha." sahut Adrienne.
"Javier Keane adalah pria yang baik. Aku berani bersumpah ia
juga tertarik padamu, namun pada kenyataannya ia tidak mau
menyentuhmu dengan cara seperti itu, bukan" Aku tahu bagian
terburuknya, Adrienne. Ia berbeda dengan seluruh pria itu. Ia
mengingatkanmu pada seseorang yang tidak ingin kau ingat." ucap
Tasha hati-hati. Adrienne mematung. Tubuhnya menegang seolah kalimat Tasha
melukainya. Tasha menggenggam tangan Adrienne, tersenyum penuh
pengertian, "Dengar, Adrienne. Kau harus memberi dirimu sendiri
kesempatan. Setidaknya ucapkan terima kasih atas segala
kebaikan yang dilakukannya untukmu. Ia menyelamatkan
http://bacabukunovel.blogspot.com
hidupmu dua kali, kau tahu" Mungkin dengan membalas sedikit
kebaikannya itu kau akan merasa lebih tenang."
Adrienne membalas senyum Tasha, berjanji dalam hatinya bahwa
ia akan mengucapkan terima kasih pada Javier Keane.
Hanya terima kasih. *** Javier menatap tak percaya ponselnya yang kini bergetar. Nama
yang tercantum di layarnya yang membuat Javier merasa ada
masalah dengan penglihatannya.
Adrienne. "Hai, Adrienne." sapa Javier.
"Emm, hai. Maaf mengganggu. Aku ingin mengucapkan terima
kasih. Kau tahu, untuk menyelamatkanku di gedung itu juga telah
merawatku ketika aku sakit. Terima kasih." ucap Adrienne.
Javier menegakkan bahunya, tanpa sadar tersenyum mendengar
nada gugup dalam suara Adrienne. Tiba-tiba saja dorongan untuk
menggoda gadis itu terbit dalam hatinya. Tak peduli pada meeting
yang kini masih berlangsung di ruang konferensi, Javier
memutuskan untuk memperlama percakapannya ini.
"Kau benar-benar berterima kasih" Aku tidak merasa kau benarbenar seperti itu."
sahut Javier datar. Terdengar helaan napas, lalu Adrienne kembali berbicara, "Terima
kasih atas segala kebaikanmu, Javier Keane."
Kali ini Javier tidak bisa menahan lagi senyumnya. Sebelum ia
http://bacabukunovel.blogspot.com
bisa berpikir lebih jauh, ia menyuarakan pertanyaan yang begitu
ingin ditanyakannya sejak dulu.
"Maukah kau makan malam denganku?" tanya Javier.
"Aku tidak..." "Sebagai ucapan terima kasihmu. Setidaknya aku tahu kau benarbenar berterima
kasih." Kembali terdengar helaan napas.
5 Jagoan 5 Raja 7 Goosebumps - 2000 12 Sari Otak Pendekar Panji Sakti 24