Pencarian

Garis Darah 4

Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon Bagian 4


saudara-saudara sepupunya dan para suami atau istri mereka.
Elizabeth telah mengenal mereka semasa remaja jika mereka datang ke salah satu rumah ayahnya pada waktu liburan, atau jika dia mengunjungi mereka dalam liburan sekolah.
Simonetta dan Ivo Palazzi di Roma, selalu merupakan pasangan yang paling menyenangkan. Mereka terbuka dan ramah, dan Ivo selalu membuat Elizabeth merasa sebagai wanita sejati. Dia memegang Roffe and Sons cabang Italia, dan menjalankan perusahaan dengan baik. Orang-orang senang melakukan hubungan usaha dengan Ivo. Elizabeth ingat apa yang dikatakan seorang teman sekelas ketika menjumpai Ivo. "Kau tahu apa yang kusukai dari saudara sepupumu" Dia hangat dan memikat."
Itulah Ivo, selalu hangat dan memikat.
Kemudian ada Helena Roffe-Martel dan suaminya,
Charles, di Paris. Elizabeth tak pernah memahami Helena, atau merasa betah bersamanya. Dia selalu ramah terhadap Elizabeth, tetapi ada sekelumit sikap dingin dan tertutup.
Elizabeth tak pernah berhasil menembus ketertutupan itu.
Charles mengepalai cabang Prancis dari Roffe and Sons. Dia cakap, meskipun sependengaran Elizabeth dari ayahnya, dia kurang memiliki semangat. Dia bisa melaksanakan perintah, tetapi tak memiliki prakarsa. Sam tak pernah mengganti kedudukannya, karena cabang Prancis banyak mencapai keuntungan. Elizabeth menduga bahwa Helena Roffe-Martel turut berperan besar dalam keberhasilan itu.
Elizabeth menyukai saudara sepupu Jerman-nya, Anna Roffe Gassner, dan suaminya, Walther. Elizabeth ingat pernah mendengar gunjingan keluarga bahwa Anna Roffe menikah di bawah martabatnya. Walther Gassner
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
dikambinghitamkan sebagai pemburu harta, yang mengawini wanita jelek yang jauh lebih tua daripada dirinya, demi uang. Elizabeth tidak menganggap sepupunya jelek. Selama ini dia menganggap Anna pemalu, perasa, selalu menutup diri, dan kurang berani menghadapi
kehidupan. Elizabeth menyukai paras Walther. Wajahnya tampan seperti bintang film, dan sama sekali tidak tampak bahwa dia sombong maupun licik. Dia tampak mencintai Anna dengan tulus, dan Elizabeth tidak percaya sedikit pun akan cerita-cerita yang berlebihan tentang Walther.
Dari semua saudara sepupunya, Elizabeth paling
menyukai Alec Nichols. lbunya seorang
Roffe, dan menikah dengan Sir George Nichols, baronet ketiga. Kepada Alec-lah Elizabeth selalu berpaling kalau mempunyai suatu masalah. Betapapun, mungkin karena kepekaan dan keramahan Alec, gadis itu memandangnya sebagai kawan sebaya, dan dia menyadari kini, bahwa Alec menerima anggapan itu sebagai penghormatan. Lelaki itu selalu memperlakukannya sejajar dengan dirinya sendiri, siap
menawarkan bantuan dan saran sebatas kemampuannya. Elizabeth teringat ketika pada suatu kali dalam keadaan sangat putus asa, dia memutuskan untuk lari dari rumah. Dia mengemas sebuah koper, dan tibatiba tanpa berpikir panjang, menelepon Alec di London untuk pamit. Alec waktu itu sedang menghadiri sebuah
konferensi, tetapi menyeinpatkan datang ke pesawat telepon dan berbicara lebih dari satu jam dengan Elizabeth.
Ketika selesai, Elizabeth memutuskan untuk memaafkan ayahnya dan memberinya satu kesempatan lagi. Itulah Sir Alec Nichols. Istrinya, Vivian, lain lagi. Kalau Alec pemurah dan penuh tenggang rasa, Vivian hanya memikirkan diri sendiri dan tidak punya tenggang rasa. Dia perempuan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
paling mementingkan diri sendiri, yarig pernah dijumpai Elizabeth.
Bertahun-tahun yang lalu, ketika Elizabeth melewatkan suatu akhir pekan di rumah peristirahatan mereka di Doucestershire, dia pergi jalan-jalan seorang diri. Hari mulai hujan dan dia kembali ke rumah lebih awal. Dia masuk lewat pintu belakang, dan ketika melangkah ke dalam, dia mendengar suara-suara pertengkaran dari kamar kerja, makin lama makin sengit.
"Aku capek harus jadi pengasuh," kata Vivian. "Kau boleh bawa sepupumu yang tersayang dan bersenang-senang
dengannya malam ini. Aku akan pergi ke London. Aku ada janji."
"Pasti kau bisa membatalkannya, Viv. Anak itu hanya akan tinggal bersama kita sehari lagi, dan dia -"
"Sorry, Alec. Aku bernafsu main cinta, dan aku akan main malam ini."
"Demi Tuhan, Vivian."
"Ah, sudahlah. Jangan coba-coba mengatur hidupku."
Pada saat itu, sebelum Elizabeth bisa menyingkir, Vivian menghambur keluar dari kamar kerja. Sekilas dia
memandang wajah Elizabeth yang terperangah, dan
berkata dengan riang, "Sudah pulang, Sayang?" Lalu melangkah menaiki tangga.
Alec muncul di pintu kamar kerja. Dia berkata lembut,
"Masuklah, Elizabeth."
Dengan enggan Elizabeth masuk ke kamar kerja. Wajah Alec masih merah menahan malu. Elizabeth ingin sekali menghibumya, tapi tidak tahu bagaimana. Alec menuju meja makan besar, mengambil sebatang pipa, mengisinya
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
dengan tembakau, lalu menyalakannya. Tindakan itu terasa seperti tak kunjung selesai bagi Elizabeth.
"Kau harus memahami Vivian."
Elizabeth menjawab, "Alec, itu bukan urusanku. Aku ?"
"Sebenarnya termasuk urusanmu juga. Kita semua satu keluarga. Aku tidak mau kau berpikiran buruk tentang dirinya."
Elizabeth tak bisa mempercayainya. Setelah adegan seru yang baru saja didengarnya, Alec ternyata membela
istrinya. "Dalam suatu perkawinan," Alec melanjutkan, "kebutuhan suami dan istri terkadang berbeda-beda-" Dia berhenti sejenak dengan perasaan canggung, mencari istilah yang tepat. "Aku minta, jangan kausalahkan Vivian, karena aku - aku tak bisa memenuhi sebagian dari
kebutuhan-kebutuhan itu. Itu bukan salahnya."
Elizabeth tak mampu menahan diri. "Apakah - apakah dia sering pergi dengan lelaki-lelaki lain?"
"Aku khawatir begitu."
Elizabeth sangat terkejut. "Kenapa tidak kautinggalkan dia?"
Dia melemparkan senyum ramah kepadanya. "Aku tak
mungkin meninggalkannya, Anak manis. Soalnya, aku cinta padanya."
Keesokan harinya Elizabeth kembali ke sekolah. Sejak saat itu, dia merasa lebih dekat kepada Alec daripada kepada sanak keluarganya yang lain.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Akhir-akhir ini, Elizabeth sering khawatir tentang ayahnya. Dia tampak memikirkan dan mencemaskan
sesuatu, tetapi Elizabeth tak bisa inenduga apa masalahnya.
Ketika dia menanyakan hal itu, ayahnya menjawab, "Hanya soal kecil yang harus kupecahkan. Akan kuceritakan padamu kelak."
Sikapnya juga jadi tertutup, dan Elizabeth tak lagi diizinkan melihat dokumen-dokumen pribadinya. Ketika ayahnya berkata, "Aku berangkat ke Chamonix besok, untuk naik gunung sebentar," Elizabeth merasa senang. Dia tahu, ayahnya butuh selingan. Dia agak kurus dan pucat, dan tampak murung.
"Biar kuuruskan pemesanan tempat dan sebagainya -"
'Tidak usah. Semua sudah beres." itu pun bukan
kebiasaannya. Dia berangkat ke Chamonix keesokan
harinya. Itulah terakhir kali Elizabeth melihat ayahnya.
Elizabeth terbaring dalam kegelapan kamar tidurnya, mengingat-ingat masa lalu. Ada suatu ketidaknyataan tentang kematian ayahnya, mungkin karena dia selamanya penuh semangat hidup.
Ayahnya penyandang nama Roffe yang terakhir. Di
samping dirinya. Apa yang akan terjadi dengan perusahaan sekarang" Ayahnya memegang saham terbesar. Dia
bertanya-tanya, kepada siapa ayahnya meninggalkan
saham itu" Elizabeth mengetahui jawabannya senja keesokan
harinya. Pengacara Sam muncul ke rumah. "Saya membawa salinan wasiat ayah Anda. Saya sebenamya merasa berat harus mengganggu kesedihan Anda sekarang ini, tetapi saya kira sebaiknya Anda segera tahu. Anda satu-satunya
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
ahli waris ayah Anda. Itu berarti saham terbesar Roffe and Sons jatuh ke tangan Anda."
Elizabeth tak bisa mempercayai hal itu. Ayahnya tentu tidak mengharapkan dirinya memimpin perusahaan.
"Kenapa?" dia bertanya. "Kenapa saya?"
Ahli hukum itu ragu-ragu sejenak, kemudian berkata,
"Boleh saya berterus terang, Miss Roffe" Ayah Anda masih cukup muda sebenarnya. Saya yakin dia tidak berharap akan mati dalam waktu dekat. Pada waktunya, saya yakin dia bermaksud menetapkan wasiat lain, menunjuk
seseorang untuk mengambil alih perusahaan. Dia mungkin belum membulatkan pikirannya." Dia mengangkat bahu.
"Ah sudahlah, itu semua analisa teoretis. Yang penting sekarang, wewenang pengendalian perusahaan kini
terletak di tangan Anda. Anda harus memutuskan apa yang akan Anda lakukan dengan wewenang itu, kepada siapa Anda akan memberikannya." Lelaki itu mengamatinya
sejenak, kemudian melanjutkan, "Sejauh ini belum pernah ada seorang wanita dalam dewan direksi Roffe and Sons, tetapi - yah, sekarang Anda menggantikan kedudukan ayah Anda. Hari Jumat ada rapat dewan direksi di Zurich. Anda bisa datang ke sana?"
Sam akan mengharapkan hal itu darinya. Begitu pula Samuel tua.
"Saya akan hadir di sana." sahut Elizabeth.
-ooo0dw0ooo- Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
GARIS DARAH Buku Kedua Sidney Sheldon BLOODLINE by Sidney Sheldon ? Copyright 1977 by Sidney Sheldon
GARIS DARAH, Buku Kedua Alihbahasa: Threes Susilastuti
GM 402 91.080 Hak cipta terjemahan Indonesia:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270
Sampul dikerjakan oleh David
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI, Jakarta, April 1991
Cetakan kedua: Juni 1991 Cetakan ketiga: Maret 1992
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
SHELDON, Sidney Garis Darah, buku pertama / oleh Sidney Sheldon;
alihbahasa,Threes Susilastuti.- Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991. 248 hal. ; 18 cm. Judul asli: Bloodline, ISBN 979-511-079-5 (no. jil. lengkap).
ISBN 979-511-081-0 (jil. 2).
1. Fiksi Amerika. I. Judul.
II. Susilastuti, Threes. 8XO,3 Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab Percetakan PT Gramedia
BAGIAN KEDUA BAB 15 Portugal Rabu, 9 September Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Tengah malam DI kamar tidur sebuah apartemen sewaan kecil di Rua dos Bombeiros, salah satu lorong berliku-liku di pedalaman Alto Estoril, berlangsung pengambilan gambar sebuah adegan film. Ada empat orang di dalam kamar itu. Seorang juru kamera, dan kedua pelaku adegan di atas sebuah ranjang - seorang lelaki berumur tiga puluhan dan seorang gadis muda berambut pirang dengan tubuh menggiurkan.
Gadis itu tidak berpakaian selembar pun, kecuali sehelai pita merah manyala yang melilit di lehernya. Si lelaki bertubuh besar dan kekar, dengan bahu pegulat dan dada seperti tong, yang anehnya, licin tak berbulu. Orang keempat di kamar itu merupakan penonton. Dia duduk di latar belakang, mengenakan topi hitam bertepi lebar dan kacamata hitam.
Juru kamera berpaling kepada penonton itu dengan
pandangan bertanya, dan orang itu pun mengangguk. Juru kamera menekan sebuah tombol dan kamera mulai bekerja.
Dia berkata kepada para pelaku, "Oke. Action."
Si lelaki berlutut di depan si gadis, dan mereka mulai menjalankan perannya.
"Pelan-pelan, honey." Suara gadis itu agak tinggi dan ketus.
Si penonton membungkuk ke depan, mengamati setiap
gerak ketika si lelaki menindih gadis itu. Gadis itu berseru,
"Ya Tuhan, enak sekali. Pelan-pelan, baby."
Si penonton bernapas lebih cepat sekarang, menatap adegan di ranjang. Gadis itu merupakan yang ketiga, dan dia lebih cantik daripada yang lain-lain.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kini gadis itu menggeliat-geliat, menyuarakan erangan-erangan lirih. "Oh, ya," ujarnya terbata-bata.
"Jangan berhenti!" Dia menggamit pinggul pasangannya dan menariknya lebih dekat. Kuku-kukunya menusuk
punggung telanjang si lelaki. "Oh, ya," dia mengerang. "Ya, ya, ya! Aku hampir sampai!"
Juru kamera menoleh kepada si penonton, dan si
penonton mengangguk dengan mata berbinar-binar di balik kacamata hitam.
"Sekarang!" teriak juru kamera kepada lelaki di ranjang itu.
Tercekam dalam gelora perasaannya sendiri, gadis itu tidak mendengar. Sementara wajahnya diliputi kenikmatan jalang,
dan tubuhnya mulai berguncang-guncang, tangan-tangan kekar lelaki itu melingkari lehernya dan mulai mencengkeram, menutup arus udara sehingga dia tak bisa bernapas. Gadis itu memandang nanar kepadanya, dan kemudian matanya tiba-tiba dipenuhi kesadaran yang menakutkan.
Si penonton berpikir: Inilah saatnya. Sekarang! Ya Tuhan! Lihatlah matanya! Mata itu terbelalak penuh ketakutan. Dia meronta-ronta dalam usaha melepas
cengkeraman di lehernya, tetapi sia-sia belaka. Dia masih tetap dirasuki kenikmatan, dan puncak kenikmatan serta kesakitannya ketika maut menjemputnya, bercampur
menjadi satu. Tubuh si penonton basah kuyup oleh keringat.
Ketegangannya nyaris tak tertahankan. Gadis itu
menyongsong maut di tengah kenikmatan hidup yang
terindah. Matanya menatap mata maut. Indah sekali.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Tiba-tiba selesailah sudah. Penonton itu duduk lunglai di situ, gemetar dicekam kenikmatan. Dia menarik napas dalam-dalam. Gadis itu telah menerima hukuman.
Si penonton merasa seperti Tuhan.
BAB 16 Zurich Jumat, 11 September Tengah hari KANTOR Pusat Dunia Roffe and Sons menempati tanah
seluas enam puluh are, sepanjang Sprettenbach di bagian barat daerah pinggiran kota Zurich. Bangunan kantor berupa konstruksi kaca modern bertingkat dua belas, menjulang di atas sejumlah gedung penelitian, pabrik, laboratorium percobaan, divisi perencanaan, dan jaringan rel kereta api. Itulah pusat otak kerajaan Roffe and Sons yang terbentang luas.
Lobi penerima tamu bercorak sangat modern, didekorasi warna hijau dan putih, dengan perabotan Denmark.
Seorang resepsionis duduk di balik meja kaca, dan mereka yang dia persilakan masuk ke dalam kawasan gedung harus diantar seorang petugas. Di sebelah kanan belakang lobi ada sederetan lift, dan satu lift ekspres khusus untuk Presiden Direktur.
Pada pagi ini, lift khusus itu dipergunakan oleh anggota dewan direksi. Mereka berdatangan dalam beberapa jam itu dari berbagai penjuru dunia dengan pesawat terbang,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
kereta api, helikopter, dan limusin. Mereka sekarang berkumpul
di ruang direksi yang mahabesar, berlangit-langit tinggi, dan berlapis kayu ek; Sir Alec Nichols, Walther Gassner, Ivo Palazzi, dan Charles Martel.
Satu-satunya bukan anggota di dalam ruangan itu ialah Rhys Williams.
Di sebuah meja samping tersedia makanan dan
minuman penyegar, tetapi tak seorang pun menunjukkan minat. Mereka tegang dan gelisah, masing-masing dipenuhi pikirannya sendiri.
Kate Erling, seorang wanita Swiss yang cekatan berumur akhir empat puluhan, masuk ke dalam ruangan. "Mobil Miss Roffe telah tiba."
Matanya menyapu ruangan untuk meyakinkan bahwa
semua sudah teratur rapi: alat tulis, kertas, teko perak berisi air di tempat masing-masing, cerutu dan rokok, tempat abu, korek api. Kate Erling sudah bertugas sebagai sekretaris Sam selama lima belas tahun. Kenyataan bahwa pria itu sudah tiada lagi, tidak merupakan alasan baginya untuk menurunkan standar atasannya, maupun standamya sendiri. Dia mengangguk puas, lalu mengundurkan diri.
Sementara itu di bawah, di depan bangunan kantor,
Elizabeth Roffe melangkah keluar dari limusin. Dia mengenakan setelan kerja warna hitam dengan blus putih.
Dia tidak memakai make-up. Dia tampak lebih muda dari usianya yang dua puluh empat tahun, pucat, dan rapuh.
Sekelompok wartawan menantikan kedatangannya.
Begitu melangkah ke dalam gedung, dia segera dikerumuni wartawan-wartawan televisi dan radio dan surat kabar, dengan kamera dan mikrofon.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Saya dari L'Europeo, Miss Roffe. Maukah Anda mengeluarkan pernyataan" Siapa yang akan mengambil alih perusahaan, setelah ayah Anda kini -?"
"Tolong menengok kemari, Miss Roffe. Dapatkah Anda memberi senyum lebar kepada pembaca kami?"
"Associated Press, Miss Roffe. Bagaimana dengan wasiat ayah Anda?"
"Daily News, New York. Bukankah ayah Anda seorang pendaki gunung ulung" Apakah mereka telah menemukan bagaimana -?"
"Wall Street Journal. Dapatkah Anda menjelaskan sedikit tentang keuangan perusahaan-?"
"Saya dari Times London. Kami merencanakan membuat tulisan tentang Roffe -"
Elizabeth berusaha melangkah ke lobi, menembus
gerombolan wartawan itu dengan susah payah, dikawal tiga orang petugas keamanan.
"Satu gambar lagi, Miss Roffe -"
Dan Elizabeth pun sampai ke dalam lift, serta menutup pintunya. Dia menarik napas dalam-dalam dan menggigil.
Sam telah mati. Kenapa mereka tidak membiarkannya
tanpa gangguan" Beberapa saat kemudian, Elizabeth melangkah ke ruang direksi. Alec Nichols yang pertama-tama menyalaminya.
Dengan tersipu-sipu dia mendekapnya dan berkata, "Aku turut berdukacita, Elizabeth. Kami semua terkejut. Vivian dan aku berusaha meneleponmu, tetapi ?"
"Aku tahu. Terima kasih, Alec. Terima kasih untuk
suratmu." Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ivo Palazzi menghampirinya dan mencium kedua
pipinya. "Cara, apa yang bisa kukatakan. Kau tidak apa-apa?"
"Ya, baik-baik saja. Terima kasih, Ivo." Dia menoleh.
"Halo, Charles."
"Elizabeth, Helene dan aku hancur luluh. Kalau ada yang bisa ?"
"Terima kasih."
Walther Gassner melangkah ke depan Elizabeth dan
berkata canggung, "Anna dan aku turut prihatin atas kejadian yang menimpa ayahmu."
Elizabeth mengangguk, dengan kepala tetap tegak.
"Terima kasih, Walther."
Dia tidak ingin berada di sini, dikelilingi orang-orang yang mengingatkannya pada ayahnya. Dia ingin kabur, ingin sendiri.
Rhys Williams berdiri agak di latar belakang, mengamati wajah Elizabeth, dan berpikir, Kalau mereka tidak berhenti, gadis itu akan ambruk. Dia sengaja menghampiri kelompok itu, mengulurkan tangannya dan berkata, "Halo, Liz."
"Halo, Rhys." Dia melihat lelaki itu terakhir kali ketika datang ke rumah untuk menyampaikan berita kematian Sam. Rasanya seperti bertahun-tahun yang lalu. Beberapa detik yang lalu. Tepatnya seminggu yang lalu.
Rhys menyadari betapa Elizabeth berusaha keras untuk bersikap tenang. Dia berkata, "Karena semua telah hadir di sini, kenapa kita tidak mulai?" Dia tersenyum meyakinkan.
"Acara ini tak akan lama."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Elizabeth melontarkan senyum penuh rasa terima kasih kepadanya. Kaum pria itu mengambil tempat mereka yang biasa di meja segi empat dari kayu ek yang besar. Rhys membimbing Elizabeth ke kursi pimpinan di ujung meja, dan menarikkan kursi untuknya. Kursi ayahku, pikir Elizabeth. Sam selalu
duduk di sini, memimpin pertemuan-pertemuan ini. Charles berkata, "Karena kita tidak mempunyai seorang
?" Dia terhenyak dan berpaling kepada Alec, "Bagaimana kalau kau yang memimpin?"
Alec memandang sekeliling, dan yang lain-lain menggumam setuju. "Baik."
Alec menekan tombol di meja di depannya, dan Kate


Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Erling masuk lagi membawa buku catatan. Dia menutup pintu di belakangnya dan menarik kursi, siap dengan buku catatan dan pena.
Alec berkata, "Saya kira dalam keadaan sekarang ini kita tidak perlu resmi-resmian. Kita semua mengalami musibah besar. Tetapi," dia memandang dengan penuh penyesalan kepada Elizabeth ?"yang penting sekarang Roffe and Sons menunjukkan ketegaran kepada masyarakat luas."
"D'accord. Kita sudah cukup dihantam kalangan pers belakangan ini," geram Charles.
Elizabeth menoleh kepadanya dan bertanya, "Kenapa?"
Rhys menjelaskan, "Perusahaan menghadapi banyak
masalah luar biasa saat ini, Liz. Kita terlibat dalam sejumlah perkara hukum yang berat, kita diselidiki pihak
pemerintah, dan beberapa bank melakukan tekanan berat terhadap kita. Soalnya sekarang, tidak satu pun dari keadaan itu baik untuk citra kita. Masyarakat membeli produk obat karena mereka percaya pada perusahaan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
pembuatnya. Kalau kita kehilangan kepercayaan itu, kita kehilangan pelanggan."
Ivo berkata meyakinkan, "Tidak ada masalah yang tidak bisa dipecahkan. Yang penting ialah segera menata kembali perusahaan."
"Bagaimana caranya?" tanya Elizabeth.
Walther menjawab, "Dengan menjual saham-saham kita kepada masyarakat."
Charles menambahkan, "Dengan demikian kita bisa
menutup utang-utang kita di bank, dan masih punya cukup uang ?" Dia tak meneruskan kata-katanya.
Elizabeth memandang Alec. "Kau setuju dengan gagasan itu?"
"Aku kira kita semua setuju, Elizabeth."
Elizabeth bersandar ke kursinya, memeras pikirannya.
Rhys mengambil beberapa lembar kertas, lalu bangkit dan membawanya kepada Elizabeth. "Aku sudah menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Kau hanya tinggal menandatangani."
Elizabeth melirik pada kertas-kertas yang terletak di hadapannya. "Apa yang terjadi kalau aku menandatangani kertas-kertas ini?"
Charles angkat suara. "Kita mempunyai sekitar selusin perusahaan pialang yang siap membentuk konsorsium
untuk menjamin saham-saham yang akan kita jual. Mereka akan menjamin penjualan sesuai dengan harga yang kita setujui. Dalam penjualan sebesar milik kita ini, pembeli akan berupa lembaga keuangan maupun perusahaan
perorangan." Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Maksudmu lembaga-lembaga seperti perbankan dan
perusahaan asuransi?" tanya Elizabeth.
Charles mengangguk. "Benar."
"Dan mereka akan menempatkan orang-orang mereka
dalam dewan direksi?"
"Biasanya begitu."
Elizabeth berkata, "Jadi, pada hakikatnya, mereka akan mengendalikan Roffe and Sons."
"Kita dapat tetap duduk dalam dewan direksi," Ivo
menyela cepat. Elizabeth berpaling kepada Charles. "Kau mengatakan bahwa suatu konsorsium pialang saham sudah siap untuk melangkah."
Charles mengangguk. "Kenapa mereka belum juga bertindak sampai saat ini?"
Charles memandang tak mengerti kepadanya. "Maksudmu?" "Kalau setiap orang setuju bahwa langkah terbaik bagi perusahaan ialah dengan melepaskannya dari keluarga dan menyerahkannya ke tangan pihak luar, kenapa hal ini tidak dilakukan sejak dulu?"
Ada suatu keheningan menegangkan. Ivo berkata, "Harus ada kesepakatan dari setiap orang, cara. Setiap orang dalam dewan direksi harus setuju."
"Siapa yang tidak setuju?" tanya Elizabeth.
Keheningan itu makin mencekam sekarang.
Akhirnya Rhys membuka suara. "Sam."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Elizabeth mendadak menyadari apa yang mengganggu
pikirannya sejak saat masuk ke dalam ruangan. Mereka menyatakan keprihatinan, rasa terkejut dan belasungkawa atas kematian ayahnya, kendati demikian ada awan
ketegangan dalam ruangan itu, suatu rasa - aneh sekali, bahwa kata yang melintas dalam pikirannya ialah
kemenangan. Mereka telah menyiapkan segala berkas-berkas untuknya, semua sudah siap. Kau hanya tinggal menandatangani. Tetapi kalau keinginan mereka memang
tepat, kenapa ayahnya menentang" Dia mengajukan pertanyaan itu dengan terus terang.
"Sam selalu mempunyai gagasan sendiri,"
Walther menjelaskan. "Ayahmu bisa sangat keras
kepala." Seperti Samuel tua, pikir Elizabeth. Jangan masukkan seekor rubah ke kandang ayam kita. Pada suatu hari dia bisa merasa lapar. Dan Sam tidak bersedia menjual saham perusahaan. Dia pasti mempunyai alasan yang kuat.
Sementara itu Ivo berkata, "Percayalah, cara, lebih baik kauserahkan sepenuhnya kepada kami. Kau tidak mengerti persoalan ini."
Elizabeth berkata, "Aku ingin sekali sebenarnya."
"Kenapa kau harus pusing memikirkan persoalan ini?"
sergah Walther. "Kalau saham milikmu kaujual, kau akan memiliki banyak uang, lebih daripada yang bisa
kauhamburkan. Kau bisa pergi ke mana saja dan menikmati kekayaanmu."
Kata-kata Walther sungguh masuk akal. Kenapa dia
harus melibatkan diri" Dia hanya tinggal menandatangani kertas-kertas yang tergeletak di depannya, lalu pergi.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Charles mulai kurang sabar. "Elizabeth, kita hanya membuang-buang waktu. Kau tak punya pilihan lain."
Pada saat itulah Elizabeth tahu bahwa dia mempunyai suatu pilihan. Sebagaimana ayahnya juga mempunyai suatu pilihan. Dia bisa melangkah pergi dan membiarkan mereka bertindak terhadap perusahaan sesuai keinginan mereka, atau tetap bertahan dan mencari tahu kenapa mereka penasaran ingin menjual saham, kenapa mereka menekan dirinya. Sebab dia merasakan tekanan itu, begitu kuat sampai-sampai terasa seperti desakan fisik. Setiap orang di dalam ruangan itu menginginkan dirinya bersedia menandatangani kertas-kertas itu.
Dia melirik Rhys, menduga-duga apa yang dipikirkannya.
Namun raut wajahnya tak mengungkapkan sesuatu.
Elizabeth memandang Kate Erling. Wanita itu sudah lama bertugas sebagai sekretaris Sam. Elizabeth menyesal bahwa dia tidak sempat berbicara empat mata lebih dulu
dengannya. Mereka memandang kepada Elizabeth, menunggu persetujuannya. "Aku tidak bersedia menandatangani," dia berkata.
"Tidak sekarang."
Sejenak ada kesunyian penuh keheranan. Kemudian
Walther berkata, "Aku tidak mengerti, Elizabeth." Wajahnya pucat pasi. "Tentu saja kau harus! Semua sudah diatur."
Charles berkata geram, "Walther benar. Kau harusmenandatangani."
Mereka berbicara serempak, menyerang Elizabeth
dengan serentetan kata-kata penuh kemarahan dan
kebingungan. "Kenapa kau tidak mau menandatangani?" tuntut Ivo ingin tahu.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia tak mungkin mengatakan: Karena ayahku tak mau menandatangani. Karena kalian menyudutkan diriku. Dia merasa secara naluriah, ada suatu ketidakberesan, dan bertekad untuk menemukannya. Maka dia sekarang hanya berkata, "Aku ingin minta sedikit waktu untuk memikirkan hal itu."
Para lelaki itu berpandangan satu sama lain.
"Berapa lama, cara?" tanya Ivo.
"Belum tahu. Aku ingin lebih memahami segala yang
tersangkut dalam persoalan ini."
Walther meledak. "Peduli setan, kita tidak bisa ?"
Rhys menyela tegas. "Saya kira Elizabeth benar."
Mereka memandang kepadanya. Rhys melanjutkan, "Dia harus mendapat kesempatan untuk memperoleh gambaran jelas
tentang persoalan-persoalan yang dihadapi perusahaan, kemudian menetapkan gagasannya sendiri."
Mereka mencerna kata-kata yang diucapkan Rhys.
"Aku sependapat denganmu," kata Alec.
Charles berkata pahit, "Saudara-saudara, tidak ada bedanya apakah kita sepakat atau tidak. Elizabeth yang memegang kendali."
Ivo memandang Elizabeth. "Cara - kami perlu keputusan secepatnya."
"Kau akan menerima keputusan itu," Elizabeth berjanji.
Mereka memandang kepadanya, masing-masing sibuk
dengan pikirannya sendiri.
Salah seorang di antara mereka berpikir, Ya, Tuhan. Dia pun harus mati juga.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
BAB 17 ELIZABETH terpana. Dia sering ke tempat ini, kantor pusat ayahnya di Zurich, tetapi selalu sebagai tamu. Kekuasaan berada di tangan ayahnya. Kini kekuasaan itu menjadi mihknya. Dia
memandang sekeliling ruang kerja besar itu, dan merasa sebagai penipu. Ruangan itu didekorasi indah oleh Ernst Hohl. Di ujung ruangan terdapat sebuah lemari Roentgen dengan lukisan pemandangan karya Millet di atasnya. Ada sebuah perapian, dengan kursi panjang berlapis kulit kambing di depannya, meja kopi besar dan empat buah kursi yang nyaman. Di keempat dinding ruangan
tergantung karya-karya Renoir, Chagall, Klee, dan dua karya awal Couibet. Meja kerjanya dari kayu mahoni yang kokoh. Di sampingnya, pada meja kontrol besar, terletak perangkat komunikasi - deretan telepon dengan hubungan langsung ke kantor-kantor cabang di seluruh dunia. Ada dua pesawat telepon merah dengan alat pengaman, sistem interkom yang rumit, mesin ketik perekam, dan peralatan lain. Di belakang meja tergantung potret Samuel Roffe tua.
Pintu khusus menghubungkan kamar itu dengan kamar
rias dengan lemari-lemari dari kayu cedar. Seseorang rupanya telah menyingkirkan pakaian-pakaian Sam, dan Elizabeth mensyukuri hal itu. Dia melangkah ke kamar mandi berubin yang dilengkapi bak mandi dari batu pualam dan pancuran. Pada rak penghangat tergantung handuk Turki yang bersih. Lemari obat ternyata kosong. Segala pernik-pernik harian milik ayahnya sudah disingkirkan.
Kate Erling, agaknya. Elizabeth dengan malas Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
bertanya-tanya dalam hati, adakah kemungkinan Kate mencintai Sam.
Ruang eksekutif itu juga meliputi ruang sauna besar, ruang senam dengan peralatan lengkap, ruang pangkas rambut, dan ruang makan yang mampu menampung
seratus orang. Jika menjamu tamu-tamu asing, pada
karangan bunga di tengah meja ditancapkan sebuah
bendera kecil dari negara tamu yang bersangkutan.
Di samping itu, masih ada kamar makan pribadi Sam, yang ditata dengan penuh selera, dengan dinding-dinding berlukis.
Kate Erling menjelaskan kepada Elizabeth, "Ada dua juru masak yang bertugas pada siang hari, dan seorang pada malam hari. Kalau Anda ingin menjamu lebih dari dua belas orang untuk makan siang atau malam, mereka butuh pemberitahuan dua jam sebelumnya."
Kini Elizabeth duduk di belakang meja yang penuh
tumpukan kertas, catatan, dan angkaangka statistik, dan laporan, dan dia tak tahu harus mulai dari mana. Dia membayangkan ayahnya duduk di sini, di kursi ini, di belakang meja ini, dan dia tiba-tiba diliputi rasa kehilangan yang amat besar. Sam begitu cakap, begitu cemerlang.
Betapa dia membutuhkannya saat ini!
Elizabeth sempat menemui Alec beberapa saat sebelum kembali ke London.
"Tak perlu terburu-buru," dia menasihati. "Jangan mau didesak-desak."
Jadi dia memahami perasaannya.
"Alec, apakah menurut pendapatmu aku harus setuju
perusahaan dijual kepada umum?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia tersenyum kepadanya dan berkata canggung, "Aku khawatir begitu, Liz. Tapi yah, aku juga punya kepentingan pribadi, bukan" Saham-saham kami tidak berarti bagi kami, kecuali jika kami bisa menjualnya. Kini semua itu
tergantung, padamu."
Elizabeth teringat akan percakapan itu ketika duduk sendirian di ruang kerja yang besar itu. Godaan untuk menelepon Alec nyaris tak terbendung. Dia hanya tinggal mengatakan, "Aku berubah pikiran." Lalu keluar. Dia tidak pantas berada di sini. Dia merasa begitu tak mampu.
Dia memandangi deretan tombol interkom di meja
kontrol. Pada salah satunya tercantum nama RHYS
WILLIAMS. Elizabeth menimbang-nimbang sejenak, kemudian menekan tombol itu.
Rhys duduk di hadapannya, mengamatinya. Elizabeth
tahu benar apa yang dipikirkan lelaki itu, yang dipikirkan mereka semua. Bahwa dia tidak ada urusan berada di sini.
"Kau seperti menjatuhkan bom dalam pertemuan pagi
ini," kata Rhys. "Aku minta maaf kalau membuat semua orang marah."
Rhys menyeringai. "'Marah nyaris bukan kata yang tepat.
Kau membuat setiap orang terkejut setengah mati. Semua mengira tidak ada masalah lagi. Siaran pers sudah siap diumumkan." Dia mengamatinya sejenak. "Apa yang
membuatmu memutuskan untuk tidak menandatangani,
Liz?" Bagaimana dia bisa menjelaskan semua itu tak lain
daripada suatu gejolak rasa, suatu naluri. Dia akan menertawakannya. Meski demikian, Sam menolak untuk
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
menjual saham Roffe and Sons kepada umum. Dia harus mencari tahu kenapa.
Bagaikan membaca pikirannya, Rhys berkata, "Kakek
piutmu membangun perusahaan ini sebagai usaha
keluarga, untuk menghindari pihak luar. Tapi waktu itu hanya sebuah perusahaan kecil. Sekarang sudah banyak perubahan. Kita mengendalikan salah satu perusahaan obat terbesar di dunia. Siapa pun yang duduk di kursi ayahmu harus membuat semua keputusan akhir. Ini tanggung jawab yang luar biasa besar."
Elizabeth memandang kepadanya dan berpikir-pikir
apakah ini cara Rhys untuk memberitahunya agar
mengundurkan diri. "Kau mau membantuku?"
"Kau tahu, aku siap."
Elizabeth merasa lega. Kini dia menyadari betapa dia sangat mengandalkan lelaki itu.
"Langkah pertama yang sebaiknya kita tempuh," kata Rhys, "ialah membawamu keliling kompleks. Kau tahu struktur fisik perusahaan ini?"
"Tidak banyak."
Itu tidak benar. Elizabeth telah menghadiri cukup
banyak pertemuan bersama Sam dalam beberapa tahun
terakhir untuk memperoleh wawasan seperlunya tentang kegiatan Roffe and Sons. Tetapi dia ingin mendengarnya dari sudut pandang Rhys.
"Kita tidak sekadar membuat obat-obatan, Liz. Kita membuat bahan-bahan kimiawi dan minyak wangi dan
vitamin dan penyemprot rambut dan pestisida. Kita
memproduksi kosmetik dan peralatan bio-elektronik. Kita mempunyai divisi makanan, dan divisi nitrat hewani."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Elizabeth tahu akan hal itu, tetapi membiarkan Rhys bicara lebih lanjut. "Kita menerbitkan majalah-majalah untuk disebarkan di kalangan dokter. Kita membuat plester, dan zat-zat pelindung dan bahan peledak plastik."
Elizabeth mendapat kesan, bahwa Rhys makin larut
dalam apa yang dikatakannya, dia bisa menangkap
sekelumit rasa bangga dalam suaranya, yang anehnya membuat dia jadi teringat pada ayahnya.
"Roffe and Sons memiliki pabrik-pabrik dan memegang perusahaan induk di lebih dari seratus negara. Setiap perusahaan itu melapor ke kantor ini." Dia berhenti sejenak, seperti ingin meyakinkan bahwa dia mengerti artinya. "Samuel tua memulai usaha dengan seekor kuda dan sebuah tabung percobaan. Usaha itu telah berkembang menjadi enam puluh pabrik di seluruh dunia, sepuluh pusat penelitian, dan suatu armada yang terdiri atas ribuan tenaga penjual dan detailer pria dan wanita." Elizabeth tahu, merekalah yang mendatangi para dokter dan rumah sakit. "Tahun lalu, di Amerika Serikat saja, mereka menyedot empat belas mflyar dolar dari obat-obatan - dan kita memegang bagian lumayan dari pasaran itu."
Meski demikian, Roffe and Sons mengalami kesulitan dengan kalangan bank. Ada suatu ketidakberesan.
Rhys membawa Elizabeth berkeliling pabrik di kompleks kantor pusat. Pada hakikatnya, divisi Zurich terdiri atas dua belas pabrik, dengan tujuh puluh lima bangunan di atas tanah seluas enam puluh are. Sebuah dunia kecil yang berswasembada penuh. Mereka mengunjungi pabrik produksi, departemen penelitian, laboratorium, toksikologi, pabrik penyimpanan. Rhys membawa Elizabeth ke studio, di mana mereka membuat film untuk penelitian dan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
iklan-iklan untuk seluruh dunia, dan divisi produksi.
"Pemakaian film di sini melebihi studio-studio terbesar di Hollywood," cerita Rhys kepada Elizabeth.
Mereka melihat departemen biologi molekuler, dan
pusat zat cair, di mana lima puluh tangki raksasa dari baja tak berkarat dengan pinggiran gelas tergantung dari langit-langit, berisi cairan yang siap dibotolkan. Mereka menyaksikan ruang-ruang penekan tablet, tempat bubuk dibentuk menjadi tablet, dipotong menurut ukuran, dicetak dengan ROFFE AND SONS, dikemas dan diberi label, tanpa sentuhan tangan seorang pun. Sebagian dari obat-obatan itu hanya bisa diperoleh dengan resep, yang lain bisa dijual bebas.
Agak terpisah dari bangunan-bangunan lain ada
beberapa bangunan kecil. Itulah tempat para ilmuwan: para analis kimia, ahli biokimia, kimia organik, parasitologi, patologi.
"Lebih dari tiga ratus ilmuwan bekerja di sini," cerita Rhys kepada Elizabeth. "Sebagian besar dari mereka bergelar doktor. Kau mau lihat ruang-seratus-juta-dolar kita?"
Elizabeth mengangguk, penasaran.
Sebuah gedung berdinding bata yang terpencil, dijaga seorang polisi bersenjata. Rhys menunjukkan kartu
keamanannya, dan dia serta Elizabeth diperbolehkan memasuki lorong panjang dengan pintu baja di ujung.
Pengawal menggunakan dua kunci untuk membuka pintu itu, dan Elizabeth serta Rhys pun masuk. Ruangan itu tidak berjendela. Sepanjang dinding, dari lantai sampai langit--
langit, tertutup rak-rak berisi aneka macam botol, guci, dan tabung.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Kenapa disebut ruang-seratus-juta-dolar?"
tanya Elizabeth. "Sebab itulah biaya untuk melengkapi ruangan ini. Kau lihat segala ramuan di rak-rak itu" Tak satu pun di antaranya yang mempunyai nama, hanya nomor. Itu
menunjukkan ketidakberhasilan. Bahan-bahan itu gagal semua."
"Tapi seratus juta ?"
"Untuk setiap obat baru yang berhasil, ada sekitar seribu yang berakhir di ruangan ini. Ada beberapa obat yang diolah sampai sepuluh tahun, kemudian disingkirkan.
Sebuah obat bisa menelan biaya lima sampai sepuluh juta dolar untuk penelitian, sebelum kita menemukan bahwa ternyata tidak baik, atau ada pihak lain yang mengungguh kita. Kita tidak membuang satu pun dari bahan-bahan itu, karena sekali waktu salah satu ahli muda kita bisa kembali mencetuskan suatu penemuan yang membuat bahan-bahan di ruangan ini bermanfaat."
Jumlah uang yang terlibat itu sangat mengesankan.
"Ayo," kata Rhys. "Kutunjukkan Ruang Rugi."
Ini terletak di bangunan lain yang tidak terjaga. Seperti yang lain-lain, ruangan ini juga hanya berisi rak-rak dengan botol dan guci.
"Kita juga kehilangan banyak uang di sini," kata Rhys.
"Tapi itu memang kita rencanakan."
"Aku tidak mengerti."
Rhys melangkah ke sebuah rak dan mengambil sebuah
botol. Pada label di botol itu tercantum "Keracunan makanan". "Kau tahu ada berapa kasus keracunan. makanan di Amerika Serikat tahun lalu" Dua puluh lima. Tetapi kita
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
mengeluarkan jutaan dolar untuk menjamin sediaan obat ini." Dia mengambil sebuah lain secara acak. "Ini penawar untuk rabies. Ruangan ini penuh dengan obat-obatan untuk penyakit-penyakit langka - gigitan ular, tanaman beracun.
Kita menyediakannya gratis untuk Angkatan Bersenjata dan
rumah-rumah sakit, sebagai jasa pelayanan masyarakat." "Aku suka hal itu," kata Elizabeth. Samuel pasti juga menyukainya, dia berpikir.
Rhys membawa Elizabeth ke ruang-ruang kapsul, di
mana botol-botol diangkut masuk oleh sistem ban berjalan raksasa. Pada saat melintasi ruangan, botol-botol itu disterilkan, diisi kapsul, ditempeli label, ditutup kapas, dan disegel. Semua dilakukan dengan mesin otomatis.
Ada pabrik peniupan gelas, pusat arsitektur untuk
merencanakan bangunan-bangunan, divisi real estate untuk mendapatkan tanah yang mereka butuhkan. Di salah satu bangunan tim penulis merancang selebaran dalam lima puluh bahasa, dan mesin-mesin cetak siap mencetak bahan-bahan itu.
Sebagian dari departemen-departemen mengingatkan
Elizabeth pada 1984, karya George Orwell. Ruang-ruang Suci Hama bermandikan cahaya ultra ungu yang
menyeramkan. Ruangan-ruangan di sebelahnya dicat dalam warna berbeda-beda - putih, hijau, atau biru - dan para karyawan mengenakan seragam sewarna. Setiap kali
masuk atau keluar ruangan itu, mereka harus melewati kamar khusus untuk disucihamakan. Para karyawan
berseragam biru itu terisolasi dalam ruangan sehari penuh.


Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelum keluar untuk makan atau istirahat atau pergi ke kamar kecil mereka harus membuka pakaian melewati
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
daerah hijau yang netral, berganti seragam lain, dan menjalani proses sebaliknya bila mereka kembali.
"Aku yakin kau pasti menyukai bagian ini," kata Rhys.
Mereka menyusuri lorong kelabu dari gedung penelitian.
Mereka sampai ke pintu yang bertanda "TERTUTUP -
DILARANG MASUK". Rhys mendorong pintu sampai
terbuka, dan dia bersama Elizabeth melangkah masuk.
Mereka melewati pintu lain dan Elizabeth sampai ke ruangan remang-remang berisi ratusan kurungan penuh binatang. Ruangan itu panas dan lembap, dan Elizabeth seperti mendadak diangkut ke hutan. Ketika matanya mulai terbiasa dengan keremangan ruangan, tampak olehnya kurungan-kurungan itu berisi monyet dan tupai dan kucing dan tikus putih. Banyak di antara hewan-hewan itu mempunyai benjolan pada berbagai bagian tubuh. Beberapa di antara mereka kepalanya tercukur licin dan dimahkotai elektroda-elektroda yang ditanam dalam otak. Beberapa hewan berteriak-teriak dan merepet, bergerak kian-kemari di dalam kandang, sementara sebagian lain pingsan dan lesu. Suara dan bau mereka benar-benar tak tertahankan.
Mirip neraka. Elizabeth menghampiri kandang yang berisi seekor anak kucing putih. Otaknya tampak jelas, ditutup plastik bening yang memiliki sekitar enam kawat.
"Apa - apa yang berlangsung di sini?" tanya Elizabeth.
Seorang pemuda bertubuh tinggi dan berjanggut lebat, yang tekun membuat catatan di depan sebuah kandang, menjelaskan, "Kita sedang menguji suatu obat penenang baru."
"Mudah-mudahan berhasil," sahut Elizabeth lemah.
"Rasanya aku bisa menggunakannya." Dia melangkah
keluar ruangan sebelum tak mampu menahan perasaan
mual yang menguasai dirinya.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Rhys bergegas ke sampingnya di lorong. "Kau tidak
apa-apa, kan?" Dia menarik napas panjang. "Aku - aku baik-baik saja.
Apakah semua itu mutlak perlu?"
Rhys memandangnya dan menjawab, "Perco- baan-percobaan itu menyelamatkan banyak nyawa. Lebih dari sepertiga umat manusia yang lahir sejak sembilan belas lima puluh, hanya mampu bertahan hidup berkat obat-obatan modern. Coba pikirkan."
Elizabeth memikirkan hal itu.
Untuk mengelilingi bangunan-bangunan inti makan
waktu enam hari penuh, dan ketika selesai, Elizabeth merasa penat. Kepalanya berdenyut-denyut menyerap
keluasannya. Dia menyadari, baru menyaksikan satu pabrik Roffe. Padahal masih ada puluhan lain tersebar di seantero dunia.
Fakta dan angka-angka itu sangat mengagumkan. "Untuk memasarkan sebuah obat baru
makan waktu antara lima sampai sepuluh tahun, dan
dari setiap dua ribu ramuan yang diuji, kita rata-rata hanya mendapat tiga produk?"
Dan ". .di bagian pengendalian mutu saja ada tiga ratus karyawan Roffe and Sons."
Dan ". .Secara keseluruhan, Roffe and Sons bertanggungjawab terhadap lebih dari setengah juta karyawan?"
Dan ". .pendapatan keseluruhan kita tahun lalu adalah. ."
Elizabeth mendengarkan, berusaha mencernakan angka-angka hebat yang dilemparkan Rhys kepadanya. Dia
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
tahu bahwa perusahaan mereka cukup besar, tetapi "besar"
merupakan kata yang begitu kabur. Terjemahannya berupa orang-orang dan uang sangat mengejutkan.
Malam itu, ketika terbaring di tempat tidur, mengulangi segala yang dilihat dan didengamya, Elizabeth dilanda rasa ketidakmampuan.
IVO: Percayalah, cara, lebih baik serahkan semua ini kepada kami. Kau tidak mengerti tentang persoalan ini.
ALEC: Aku rasa kau harus menjualnya tetapi aku mempunyai kepentingan pribadi.
WALTHER: Kenapa kau harus pusing memikirkan
persoalan ini" Kau bisa pergi ke mana saja dan menikmati uangmu.
Mereka benar, mereka semua, pikir Elizabeth.
Aku akan menarik diri dan membiarkan mereka
bertindak sekehendak mereka terhadap perusahaan. Aku tidak pantas duduk di sini.
Begitu dia menetapkan keputusan itu, dia merasa sangat lega. Hampir seketika itu juga dia terlelap.
Keesokan hari, hari Jumat, adalah awal akhir pekan.
Ketika Elizabeth tiba di kantor, dia memanggil Rhys untuk memberitahukan keputusannya.
"Mr. Williams harus terbang ke Nairobi tadi malam,"
Kate Erfing menjelaskan kepadanya. "Dia berpesan untuk memberitahu Anda, dia akan kembali pada hari Selasa. Ada orang lain yang bisa membantu Anda?"
Elizabeth ragu-ragu. "Tolong hubungkan dengan Sir
Alec." Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Baik, Miss Roffe." Kate menambahkan, dengan suatu nada keraguan dalam suaranya, "Ada bingkisan untuk Anda dari departemen polisi. Isinya beberapa milik pribadi ayah Anda yang dibawanya ke Chamonix."
Penyebutan nama Sam membawa kembali rasa
kehilangan yang mendalam, kepedihan.
"Polisi minta maaf karena mereka tidak bisa memberikannya kepada orang suruhan Anda. Waktu dia datang, barang-barang itu sudah dalam perjalanan menuju Anda."
Elizabeth mengerutkan dahi. "Orang suruhan saya?"
"Orang yang Anda kirim ke Chamonix untuk mengambil barang-barang itu."
"Saya tidak mengirim seorang pun ke Chamonix."
Rupanya ada kerancuan birokrasi dalam soal ini. "Di mana barang-barang itu?"
"Saya letakkan di lemari Anda."
Sebuah tas Vuitton, berisi pakaian-pakaian Sam, dan sebuah tas surat terkunci dengan kunci yang berjuntai.
Mungkin laporan-laporan perusahaan. Dia akan minta Rhys untuk mengurusnya. Kemudian dia teringat bahwa lelaki itu sedang pergi. Yah, dia memutuskan, dia sendiri juga akan pergi berakhir pekan. Dia memandangi tas kerja itu dan berpikir, Mungkin ada barang-barang pribadi milik Sam. Sebaiknya aku lihat dulu.
Kate Erling mengebel. "Maaf, Miss Roffe. Sir Alec tidak berada di kantor."
"Tinggalkan pesan untuknya agar menelepon saya. Saya akan berada di vila di Sardinia. Tinggalkan pesan serupa untuk Mr. Palazzi, Mr. Gassner, dan Mr. Martel."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia akan memberitahu mereka bahwa dia akan
mengundurkan diri, bahwa mereka bisa menjual semua saham, berbuat sekehendak mereka dengan perusahaan.
Dia sudah tak sabar menjelang akhir pekan. Vila itu suatu tempat untuk menyendiri, kepompong yang
menenangkan, di mana dia bisa memikirkan dirinya sendiri dan masa depannya. Berbagai kejadian menimpanya
dengan begitu cepat sehingga dia tidak mempunyai
kesempatan untuk mengolah dan mendapatkan wawasan
yang jernih. Musibah Sam - pikiran Elizabeth masih tersentak untuk mengucapkan kata "mati". pewarisan saham-saham terbesar dari Roffe and Sons; desakan para kerabat untuk menjual perusahaan kepada umum. Dan
perusahaan itu sendiri. Raksasa mengerikan yang
kekuasaannya membentang ke seluruh dunia. Semuanya terlalu banyak untuk diterima secara mendadak.
Ketika dia terbang ke Sardinia senja itu, Elizabeth membawa tas surat itu.
BAB 18 DIA menumpang taksi dari bandar udara. Tidak ada
seorang pun di vila karena terkunci, dan Elizabeth tidak memberitahu siapa pun bahwa dia akan datang. Dia masuk sendiri dan perlahan-lahan melangkah ke ruangan-ruangan besar yang begitu akrab, dan merasa seperti tak pernah meninggalkan vila itu. Dia baru menyadari betapa dia merindukan tempat itu. Elizabeth merasa bahwa kenangan bahagia masa kanak-kanaknya yang tak seberapa itu ada di tempat ini. Aneh rasanya sendirian dalam rumah besar itu, di mana biasanya enam orang pembantu selalu hilir-mudik,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
memasak, membersihkan, menggosok. Kini hanya dirinya seorang. Dan gema dari masa lalu.
Dia meninggalkan tas surat Sam di ruang depan di lantai bawah, dan mengangkat kopernya ke atas. Menuruti
kebiasaan selama bertahun-tahun, dia menuju kamar
tidurnya di tengah lantai atas, kemudian berhenti. Kamar tidur ayahnya terletak paling ujung. Elizabeth membalik dan melangkah ke kamar itu. Dia membuka pintu kamar perlahan-lahan, karena sementara pikirannya menyadari kenyataan, suatu naluri atavisme jauh dalam lubuk hatinya membuatnya setengah berharap untuk melihat Sam di
sana, mendengar suaranya.
Tentu saja kamar itu kosong, dan tidak ada satu
perubahan pun sejak Elizabeth melihatnya terakhir kali.
Kamar itu berisi tempat tidur ganda besar, lemari laci tinggi yang indah, meja rias, dua kursi berbantal empuk yang nyaman, dan kursi panjang di depan perapian. Elizabeth meletakkan kopernya dan melangkah ke jendela. Kisi besi jendela ditutup untuk menahan cahaya matahari akhir bulan September, demikian pula tirainya. Dia membuka keduanya lebar-lebar dan membiarkan masuk udara
pegunungan yang segar, lembut dan sejuk menjelang
musim gugur. Dia akan tidur di kamar itu.
Elizabeth kembali ke lantai bawah dan menuju
perpustakaan. Dia duduk di salah satu kursi kulit yang nyaman, mengusap-usapkan tangannya di kedua sisi kursi.
Di kursi inilah Rhys selalu duduk kalau mengadakan pembicaraan dengan ayahnya.
Dia memikirkan Rhys dan berharap lelaki itu berada di sini bersamanya. Dia teringat pada malam lelaki itu mengantarnya kembali ke sekolah setelah makan malam di Paris, dan bagaimana dia kembali ke kamamya serta
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
menuliskan "Mrs. Rhys Williams" berulang kali. Tanpa berpikir panjang Elizabeth melangkah ke meja, mengambil pena dan menuliskan perlahan-lahan "Mrs. Rhys Williams".
Dia memandang tulisan itu dan tersenyum. "Aku ingin tahu," dia mengolok-olok dirinya dengan suara keras,
"berapa banyak perempuan sinting yang melakukan hal serupa sekarang ini?"
Dia memalingkan pikirannya dari Rhys, namun lelaki itu tetap membayang di latar belakang benaknya, memberinya perasaan nyaman. Dia bangkit dan berjalan sekeliling rumah. Dia menjelajahi dapur kuno yang besar, dengan tungku berapi kayu dan dua panggangan.
Dia menghampiri lemari es dan membukanya. Lemari itu kosong. Dia seharusnya memperhitungkan hal itu, karena rumah terkunci selama ini. Karena lemari es itu kosong, dia mendadak merasa lapar. Dia mencari-cari di lemari dapur.
Ada dua kaleng kecil ikan tuna, setengah botol Nescafe, dan sebungkus biskuit yang masih tertutup. Kalau mau
melewatkan akhir pekan panjang di sini, dia sebaiknya menyusun rencana, Elizabeth memutuskan. Daripada harus keluar setiap kali ingin makan, lebih baik belanja di salah satu pasar kecil di Cala di Volpe dan mengusahakan persediaan makanan secukupnya untuk beberapa hari.
Sebuah Jeep serba guna selalu tersedia di garasi, dan dia bertanya-tanya apakah kendaraan itu masih ada. Dia menuju ke belakang dapur dan melewati pintu yang
menuju garasi. Jeep itu benar ada di sana. Elizabeth masuk ke dapur lagi, menuju ke balik salah satu lemari, di mana terletak gantungan kunci-kunci berlabel.
Dia menemukan kunci Jeep dan kembali ke garasi. Ada bensin atau tidak" Dia memutar kunci dan menekan tombol starter. Hampir seketika itu juga mesin hidup. Nah,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
kesulitan ini jadi berkurang. Dia akan ke kota pada pagi hari dan
membeli segala bahan makanan yang diperlukannya. Dia masuk lagi ke dalam rumah. Sementara menapak
lantai serambi depan, dia bisa mendengar gema
langkah-langkah kakinya. Suara yang hampa dan kosong.
Betapa dia berharap Alec akan menelepon, dan tepat pada saat
dia berpikir demikian telepon berdering, mengejutkannya. Dia menghampiri pesawat itu dan
mengangkatnya. "Halo."
"Elizabeth. Alec di sini."
Elizabeth tertawa nyaring.
"Apa yang lucu?"
"Kau tak akan percaya kalau kuberitahu. Kau di mana?"
"Di Gloucester." Dan Elizabeth merasakan dorongan
mendesak untuk bertemu dengannya, untuk memberitahukan keputusannya tentang perusahaan. Tetapi tidak lewat telepon. "Kau mau melakukan sesuatu untukku, Alec?"
"Kau tahu aku tak akan menolak."
"Kau bisa terbang ke sini pada akhir pekan" Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu."
Hanya ada sekelumit kebimbangan di seberang sana,
kemudian Alec berkata, "Tentu."
Tidak sepatah kata pun tentang berbagai acara yang terpaksa dibatalkannya, segala kerepotan yang mau tak mau akan muncul. Hanya sekadar "Tentu". Itulah Alec.
Elizabeth memaksa dirinya untuk mengatakan,
"Dan ajaklah Vivian."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Aku khawatir dia tak bisa ikut. Dia - eh, ada urusan di London. Aku bisa datang besok pagi. Bagaimana kalau begitu?"
"Bagus. Beritahukan jam kedatanganmu padaku, dan aku akan menjemputmu di lapangan terbang."
"Lebih baik kalau aku naik taksi."
"Baik Terima kasih, Alec. Terima kasih banyak."
Ketika Elizabeth meletakkan gagang telepon, dia sudah merasa lebih ringan.
Dia tahu telah mengambil keputusan yang tepat. Dia hanya menempati kedudukan ini karena Sam meninggal sebelum sempat menunjuk penggantinya-Elizabeth bertanya-tanya siapa yang akan menjadi
presiden direktur Roffe and Sons yang
berikut. Dewan direksi bisa menetapkan sendiri.
Dia memikirkan hal itu dari sudut pandang Sam, dan nama yang langsung muncul dalam benaknya ialah Rhys Williams. Yang lain-lain memang cakap di bidang
masing-masing, tetapi Rhys merupakan satu-satunya orang yang memiliki wawasan tentang keseluruhan jalannya perusahaan. Dia cemerlang dan efektif. Tentu saja, masalahnya adalah Rhys tidak memenuhi syarat untuk menjadi presiden direktur. Dia bukan keturunan Roffe, atau menikah dengan seorang Roffe. Dia bahkan tidak bisa duduk di dewan direksi.
Elizabeth berjalan ke ruang tamu dan melihat tas surat ayahnya. Dia ragu-ragu. Sebenamya tak ada gunanya lagi untuk melihat-lihat berkas itu. Dia bisa memberikannya kepada Alec jika datang besok pagi. Namun, kalau di sana ada barang-barang pribadi. . Dia membawa tas itu ke
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
perpustakaan, meletakkannya di meja, melepaskan kunci yang tergantung pada tas itu dan membuka kedua penutup pada kedua sisi. Di bagian tengah tas itu ada sebuah sampul besar.
Elizabeth membukanya dan mengeluarkan seberkas
kertas-kertas terketik yang dijepit selembar kardus berlabel:
MR. SAM ROFFE RAHASIA TIDAK ADA SALINAN Rupanya semacam laporan, tetapi tidak mencantumkan nama, sehingga Elizabeth tidak bisa mengetahui siapa yang menyusun. Dia mulai membaca sekilas, kemudian lebih teliti, lalu berhenti. Dia tak bisa mempercayai apa yang dibacanya. Dia membawa kertas-kertas itu ke sebuah kursi empuk, melepaskan sepatunya, meringkuk dengan kaki tertekuk dan mulai lagi dengan halaman pertama.
Kali ini dia membaca setiap kata, dan segera dicekam rasa ngeri.
Berkas-berkas itu sebuah dokumen yang mengejutkan, laporan rahasia tentang suatu penyelidikan terhadap serangkaian peristiwa yang terjadi dalam setahun terakhir.
Di Chili, sebuah pabrik milik Roffe and Sons meledak, menyemburkan berton-ton bahan beracun ke daerah
seluas lebih dari sepuluh mil persegi. Puluhan orang terbunuh, ratusan harus diangkut ke rumah sakit. Semua
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
ternak dan hewan peliharaan mati dan tumbuh-tumbuhan tercemar. Seluruh wilayah harus dikosongkan. Tuntutan terhadap Roffe and Sons mencapai ratusan juta dolar.
Tetapi kenyataan yang mengejutkan ialah bahwa ledakan itu
ternyata disengaja. Laporan itu menyatakan: "Penyelidikan pemerintah Chili terhadap musibah itu hanya sepintas lalu. Para pejabat menunjukkan sikap: Roffe and Sons perusahaan kaya, para korban dari golongan miskin, biarkan perusahaan membayar. Staf penyelidik kami tidak ragu-ragu sedikit pun bahwa kejadian itu merupakan tindakan sabotase, oleh seseorang atau sekelompok orang tak dikenal, menggunakan bahan peledak plastik. Karena sikap para pejabat setempat yang begitu bermusuhan,
rasanya tidak mungkin menggali bahan-bahan bukti."
Elizabeth ingat betul akan kejadian itu. Surat-surat kabar dan majalah penuh dengan cerita-cerita mengerikan, lengkap dengan gambar-gambar para korban, dan pers dunia menyerang Roffe and Sons, menuduhnya lalai dan tak memikirkan penderitaan manusia. Kejadian itu sangat merusak citra perusahaan.
Bagian berikut dari laporan itu menyangkut sejumlah proyek penelitian yang dilakukan para ilmuwan Roffe and Sons selama beberapa tahun.
Ada empat penelitian yang tercakup, masing-masing
sulit diperkirakan nilainya. Bila digabungkan, penelitian itu menelan lebih dari lima puluh juta dolar untuk
pengembangannya. Dalam setiap kasus, perusahaan obat pesaing telah mengajukan permohonan paten terhadap salah satu produk, tepat sebelum Roffe and Sons, menggunakan rumus yang persis sama. Laporan itu menyatakan lebih lanjut: "Kalau hanya satu kejadian saja, kita bisa menganggapnya sebagai kebetulan. Dalam suatu bidang di
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
mana puluhan perusahaan berkecimpung dalam wilayah yang begitu erat, memang tak dapat dihindari bahwa beberapa perusahaan mungkin menekuni satu jenis produk serupa. Tetapi empat kejadian dalam jangka waktu
beberapa bulan, memaksa kami menarik kesimpulan
bahwa seseorang di lingkungan Roffe and Sons telah memberikan atau menjual bahan-bahan penelitian kepada perusahaan-perusahaan saingan. Karena sifat kerahasiaan dari percobaan-percobaan itu, dan kenyataan bahwa
percobaan-percobaan itu dilakukan di laboratori- um-laboratorium yang sangat berjauhan di bawah
pengamanan maksimum, penyelidikan kami menunjukkan bahwa orang, atau orang-orang, yang tersangkut dalam kasus ini pasti memiliki keleluasaan di jajaran yang paling rahasia dalam lingkup perusahaan. Karena itu kami
berkesimpulan bahwa siapa pun yang bertanggung jawab, dia seseorang dari eselon eksekutif tertinggi dari Roffe and Sons.
Masih ada lagi. Sejumlah besar kernasan obat-obat beracun mengalami kesalahan label dan dikapalkan. Sebelum barang-barang itu sempat ditarik sudah terjadi sejumlah kematian, dan menambah publikasi buruk bagi perusahaan. Tidak seorang pun bisa mengerti dari mana asal label-label yang salah itu.
Sebuah racun bakteri yang mematikan telah lenyap dari sebuah laboratorium yang dijaga ketat. Dalam satu jam, seseorang tak dikenal telah membocorkan cerita itu ke kalangan surat kabar dan menyebarkan cerita-cerita mengerikan.
Bayang-bayang senja sudah lama merentang ke malam, dan angin malam mulai berubah dingin. Elizabeth tetap
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
terbenam dalam dokumen-dokumen yang dipegangnya.
Ketika ruang kerja mulai gelap, dia menyalakan lampu dan meneruskan membaca, menyelami kengerian yang bertum-puk-tumpuk.
Nada lugas dalam dokumen itu tak mampu menutupi
drama yang diungkapkannya. Satu hal jelas sekarang. Ada seseorang yang secara terencana berusaha merusak atau menghancurkan Roffe and Sons.
Seseorang dari eselon tertinggi perusahaan. Pada halaman terakhir ada catatan pinggir dalam tulisan tangan ayahnya yang rapi dan tegas. "Tekanan tambahan padaku untuk mendesak agar perusahaan dijual kepada umum"
Bajingan itu harus dijebak."
Dia kini teringat kecemasan yang melanda Sam dan
ketertutupannya yang begitu mendadak. Dia tak tahu siapa yang bisa dipercayainya.
Elizabeth membalik halaman pertama laporan itu lagi.
'TIDAK ADA SALINAN".
Elizabeth yakin laporan itu dibuat oleh suatu badan penyelidik luar. Jadi besar kemungkinan tidak seorang pun tahu tentang laporan ini, kecuali Sam. Dan kini dia sendiri.
Orang yang bersalah tidak tahu bahwa dirinya sedang dicurigai. Sudahkah Sam tahu siapa orangnya" Apakah Sam sudah
meminta pertanggungjawabannya sebelum kecelakaannya" Elizabeth tidak bisa menduga. Dia hanya tahu di antara mereka ada seorang pengkhianat.
Seseorang dari eselon tertinggi perusahaan.
Orang lain tidak akan bisa mendapat kesempatan atau kemungkinan untuk melakukan perusakan sehebat itu pada tingkatan yang begitu berbeda-beda. Karena itukah Sam menolak gagasan agar perusahaan dijual kepada umum"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Apakah dia ingin mencoba mencari orang yang bersalah lebih dulu" Begitu perusahaan dijual, tak akan mungkin menjalankan suatu penyelidikan rahasia, karena setiap langkah harus dilaporkan pada sekelompok orang asing.
Elizabeth memikirkan tentang pertemuan dewan direksi, dan bagaimana mereka mendesaknya untuk menjual
perusahaan. Semua. Elizabeth mendadak merasa sendirian di rumah itu.
Dering telepon yang nyaring membuatnya terloncat. Dia melangkah ke pesawat dan mengangkatnya. "Halo?"
"Liz" Ini Rhys. Aku baru saja menerima pesanmu."
Dia gembira mendengar suara lelaki itu, tetapi tiba-tiba teringat mengapa dia meneleponnya. Untuk memberitahu padanya bahwa dia akan menandatangani berkas-berkas, membiarkan perusahaan dijual. Dalam beberapa jam saja semua berubah sama sekali. Elizabeth melempar pandangan ke ruang tamu, pada potret Samuel tua. Dia
mendirikan perusahaan ini dan memperjuangkannya. Ayah Elizabeth mengembangkannya, membantu mengubahnya
menjadi raksasa, hidup untuknya, mengabdikan diri
padanya. "Rhys," kata Elizabeth, "aku menginginkan rapat dewan direksi. Selasa. Pukul dua. Tolong atur supaya setiap orang hadir."
"Hari Selasa pukul dua," Rhys menyepakati. "Ada hal lain?"
Dia ragu-ragu. "Tidak. Itu saja. Terima kasih."
Perlahan-lahan Elizabeth mengembalikan

Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gagang telepon. Dia akan menghadapi mereka.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia berada di sebuah gunung tinggi bersama ayahnya, mendaki di sampingnya. Jangan melihat ke bawah, Sam terus-menerus berkata, dan Elizabeth tidak menurut, dan di bawah sana tiada lain kecuali celah-celah hampa sedalam ribuan meter. Guntur menggelegar keras, dan petir
menyambar ke arah mereka. Tali Sam terbakar, dan Sam jatuh ke dalam celah hampa. Elizabeth menyaksikan tubuh ayahnya berjungkir balik, dan dia mulai berteriak, tetapi teriakannya tenggelam dalam deru guntur.
Elizabeth terbangun mendadak, baju tidurnya basah
oleh keringat, hatinya berdebar keras. Petir menggelegar keras. Dia melihat ke arah jendela, dan tampak olehnya di luar hujan deras.
Angin membawa air hujan ke kamar tidur lewat
pintu-pintu Prancis yang terbuka. Secepat kilat Elizabeth bangkit dari tempat tidur, melangkah ke pintu dan
menutupnya kuat-kuat. Dia memandang gumpalan-gumpalan awan yang menutupi langit, dan petir yang berkilat-kilat, tetapi dia tak melihat semua peristiwa alam itu.
Dia memikirkan mimpinya. Pada pagi harinya badai telah melewati pulau itu, hanya meninggalkan gerimis rintik-rintik. Elizabeth berharap keadaan cuaca tidak akan menunda kedatangan Alec.
Setelah membaca laporan itu, dia merasa sangat perlu untuk membicarakannya dengan seseorang. Sementara itu dia memutuskan, lebih baik menyimpannya di tempat yang aman. Di ruang menara di atas, ada sebuah lemari besi. Dia akan menyimpannya di sana. Elizabeth mandi, memakai celana panjang tua dan baju hangat, lalu melangkah turun ke ruang perpustakaan untuk mengambil laporan itu.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Berkas-berkas itu lenyap.
BAB 19 RUANGAN itu seperti habis dilanda angin topan. Badai telah menguakkan pintu-pintu Prancis sepanjang malam, dan angin serta hujan membuat segalanya porak-poranda, bertebaran ke mana-mana. Beberapa lembaran lepas dari laporan itu tercecer di permadani yang basah, tetapi lembaran-lembaran lainnya rupanya tersapu angin.
Elizabeth melangkah ke deretan jendela Prancis dan melongok keluar. Dia tidak melihat selembar kertas pun di halaman, tetapi angin memang bisa menerbangkannya
melewati jurang. Begitulah agaknya yang terjadi.
TIDAK ADA SALINAN. Dia harus bisa menemukan nama
penyelidik yang dipakai Sam. Mungkin Kate Erling tahu.
Tetapi Elizabeth kini tidak merasa yakin apakah Sam mempercayai Kate. Ini seperti permainan yang mengerikan, di mana tidak seorang pun bisa mempercayai orang lain.
Dia harus melangkah sangat hati-hati.
Elizabeth mendadak ingat bahwa di rumah tidak ada
makanan. Dia bisa belanja sebentar di Volpe dan kembali sebelum Alec tiba. Dia menuju lemari gantung di lorong depan dan mengambil jas hujan serta syal untuk
rambutnya. Nanti, kalau huian sudah berhenti, dia akan memeriksa
halaman sekitar vila untuk mencari kertas-kertas yang hilang. Dia berjalan ke dapur dan mengambil kunci Jeep dari tempat gantungan kunci. Dia berjalan lewat pintu belakang yang menuju garasi.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Elizabeth menghidupkan mesin dan dengan hati-hati mengeluarkan Jeep dari garasi. Dia memutar kendaraan itu dan mengemudikannya perlahan-lahan lewat jalan masuk vila karena permukaan jalan cukup licin. Di ujung jalan masuk dia membelok ke kanan, masuk ke jalan pegunungan sempit yang menuju ke dusun kecil Cala di Volpe di bawah.
Lalu lintas di jalan masih sepi pada jam sekian, tetapi memang jarang ramai, karena hanya sedikit rumah yang terletak di daerah setinggi ini. Elizabeth melirik ke samping kiri dan melihat laut di bawah berwarna hitam dan murka, bengkak oleh badai semalam.
Dia mengemudi perlahan-lahan, karena di bagian ini jalanan sangat berbahaya. Jalan itu terdiri atas dua jalur sempit yang dikerat dari tepi gunung, sepanjang tebing curam. Pada jalur bagian dalam terdapat tebing karang gunung yang kokoh, di sisi luar, beberapa ratus meter di bawah adalah laut. Elizabeth sedapat mungkin merapat ke tepi jalur bagian dalam, menginjak rem untuk melawan tarikan lereng gunung yang terjal.
Mobil itu mendekati tikungan tajam. Secara otomatis, Elizabeth memindah kakinya ke pedal rem untuk
mengurangi kecepatan jeep.
Rem ternyata tidak bekerja.
Makan waktu sejenak untuk menyadari hal itu. Elizabeth menginjak lebih kuat lagi, menekan pedal rem sekuat tenaga, dan jantungnya mulai berdebar-debar ketika jeep tetap meluncur kencang. Kendaraan itu berhasil melewati tikungan dan meluncur lebih cepat sekarang, melaju menu-rurd jalan gunung yang terjal, makin lama makin cepat. Dia menekan pedal rem lagi. Sia-sia belaka.
Di depan ada tikungan lagi. Elizabeth tak berani
melepaskan matanya dari jalanan, untuk melirik alat
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
pencatat kecepatan. Tetapi dari sudut matanya dia bisa melihat jarum penunjuk terus bergerak naik, dan dirinya diliputi perasaan ngeri yang dahsyat. Dia sampai ke tikungan dan menggelincir menikunginya dengan terialu kencang. Roda-roda belakang meluncur ke tepi tebing, kemudian ban-bannya dapat menggunakan daya tariknya dan Jeep itu meluncur ke depan lagi, melaju di jalanan terjal di hadapannya. Tak ada penghalang, t ak ada kendali, hanya gerak meluncur turun dengan pesat, dan tikungan maut di bawah.
Benak Elizabeth berpacu keras, mencari jalan untuk menyelamatkan diri. Terpikir olehnya untuk meloncat. Dia memberanikan diri untuk melirik alat pencatat kecepatan.
Dia melaju dengan kecepatan tujuh puluh mil per jam saat ini, dan terus menambah kecepatan, terjebak di antara dinding gunung yang kokoh di satu sisi dan jurang maut di sisi lain. Dia akan mati. Tiba-tiba Elizabeth sadar bahwa dia sedang dibunuh, dan ayahnya ternyata dibunuh. Sam telah membaca laporan itu, dan dia kemudian dibunuh. Sebagaimana dirinya pun akan dibunuh. Dan dia sama sekali tidak tahu siapa pembunuhnya, siapa yang begitu membenci mereka sehingga melakukan tindakan mengerikan ini.
Betapapun, rasanya dia lebih bisa menerima kalau
pelakunya seorang yang tak dikenal. Tetapi pelaku itu orang yang dikenalnya, orang yang kenal padanya. Wajah--
wajah melintas di benaknya. Alec. . Ivo.. Walther. . Charles..
Mesti salah satu dari mereka. Seseorang dari eselon tertinggi perusahaan.
Kematiannya akan tercatat sebagai kecelakaan, sebagaimana kematian Sam. Elizabeth menangis sekarang tanpa suara, air matanya membaur dengan butir-butir hujan yang menetes, tetapi dia tidak sempat menyadarinya.
Jeep itu mulai selap-selip tak terkendali di permukaan jalan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
yang licin, dan Elizabeth berusaha keras agar roda-roda tetap menapak jalan. Dia tahu hanya dalam beberapa detik dia akan terjun ke jurang, masuk dalam ketidaksadaran.
Tubuhnya mengejang, dan tangan-tangannya kaku karena mencengkeram roda kernudi. Tak ada yang lain dalam semesta kecuali dirinya, meluncur di jalan gunung, dengan angin menderu yang menarik-nariknya mengatakan Ayo ikut aku, menghantam dan berusaha mendorong kendaraan itu ke tepi jurang. Jeep itu mulai selip lagi, dan Elizabeth berusaha sekuat tenaga untuk mengarahkannya, mengingat apa yang telah dipelajarinya. Arahkan kem udi ke arah selipan, selalu ke arah selipan, dan roda-roda belakang pun mengarah lurus dan kendaraan itu terus melaju turun.
Elizabeth melirik lagi alat pencatat kecepatan. . delapan puluh mil per jam. Dia meluncur ke tikungan tajam lagi di depan, dan dia tahu tak akan mungkin berhasil kali ini.
Sesuatu dalam benaknya seperti berhenti, membeku,
dan rasanya ada tirai tipis antara dirinya dan kenyataan.
Dia mendengar suara ayahnya berkata. Apa yang
kaukerjakan sendirian dalam kegelapan" dan dia mengangkat serta memondongnya ke tempat tidur, dan dia menari di atas panggung dan berputar dan berputar dan berputar, tidak bisa berhenti, dan Mme. Netturova
berteriak-teriak kepadanya (atau anginkah itu") dan Rhys ada di sana, mengatakan, Berapa kali seorang gadis mengalami ulang tahun kedua puluh satu" Dan Elizabeth berpikir, aku tak akan melihat Rhys lagi, dan dia
menyerukan nama lelaki itu dan tirai pun lenyap, tetapi mimpi buruk itu masih ada di sana. Tikungan tajam itu tampak lebih dekat sekarang, kendaraan itu melaju
kencang seperti peluru. Dia akan terpelanting ke jurang.
Mudah-mudahan terjadi secara cepat, dia berdoa dalam hati.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Pada saat itu, di sebelah kanan, tepat sebelum tikungan tajam itu, sekilas Elizabeth melihat ada jalan setapak menembus dinding gunung, menuju ke atas. Dia harus mengambil keputusan secepat kilat. Dia tidak tahu jalan itu menuju ke mana. Dia hanya tahu bahwa jalan itu menanjak, sehingga bisa menahan kecepatannya, memberinya kesempatan. Dan dia pun menggunakan kesempatan itu. Pada detik terakhir, ketika jeep sampai di mulut jalan setapak, Elizabeth membanting kemudi sekuat-kuatnya ke kanan.
Roda-roda belakang mulai selip, tetapi roda-roda depan berada di jalanan berbatu kerikil dan keadaan itu cukup memberi daya tarik pada roda-roda sehingga bisa bertahan.
Jeep sekarang menggebu ke atas, dan Elizabeth berusaha mengendalikan kemudi, berusaha menahan kendaraan itu di jalan yang sempit. Di tepi jalanan itu berderet pepohonan, dan cabang-cabangnya menyayat dirinya
ketika dia melaju cepat, merobek-robek wajah dan tangannya. Dia melihat ke depan dan dengan perasaan ngeri, tampak olehnya Laut Tirenia di bawah. Jalan setapak itu ternyata menuju sisi lain dari jurang. Tak ada keamanan sama sekali di sini.
Sekarang dia semakin dekat dan makin dekat dengan
tepi jurang, melaju dengan kecepatan tinggi sehingga tak mungkin baginya meloncat dari Jeep. Tepi jurang tepat di hadapannya, laut ratusan meter di bawahnya. Sementara Jeep meluncur ke tepi jurang, kendaraan itu masih sempat selip sekali lagi, dan hal terakhir yang diingat Elizabeth ialah pohon yang menjulang di hadapannya lalu ledakan yang kedengarannya seperti memenuhi alam semesta.
Setelah itu dunia menjadi hening dan putih dan damai dan tenang.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
BAB 20 DIA membuka matanya dan ternyata berada di rumah
sakit dan yang pertama dilihatnya ialah Alec Nichols.
"Di rumah tidak ada makanan untukmu," dia berbisik, dan mulai menangis.
Mata Alec memancarkan perasaan pilu. Dia melingkarkan lengannya kepadanya dan mendekapnya
erat-erat. "Elizabeth!"
Dan dia pun bergumam, "Tidak apa-apa, Alec. Semua
baik-baik saja." Memang benar. Setiap jengkal tubuhnya terasa
babak-belur, tetapi dia masih hidup. Sulit baginya untuk percaya. Dia teringat akan perjalanan meluncur di jalanan gunung yang mengerikan, dan tubuhnya lemah lunglai.
"Sudah berapa lama aku di sini?" Suaranya lemah dan serak.
"Mereka membawamu kemari dua hari yang lalu. Kau
pingsan sejak waktu itu. Mukjizat, kata dokter. Menurut setiap orang yang menyaksikan kecelakaan itu, kau
seharusnya mati. Suatu regu pelayanan secara tak sengaja menemukan dirimu dan melarikanmu kemari. Kau
menderita gegar otak dan banyak sekali luka memar, tetapi syukur, tidak ada tulang yang patah." Dia memandang tak mengerti kepadanya, dan berkata, "Bagaimana kecelakaan itu terjadi?"
Elizabeth menceritakan kepadanya. Dia bisa menyaksikan perasaan ngeri di wajah Al
ec ketika menghayati perjalanan maut itu bersamanya. Berulang kali dia menyebut-nyebut, "Ya, Tuhan." Ketika Elizabeth selesai,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Alec tampak pucat. "Kecelakaan konyol yang sangat
mengerikan." "Itu bukan kecelakaan, Alec."
Dia memandang tak mengerti kepadanya. "Aku tak
mengerti." Ya, bagaimana dia bisa mengerti. Dia tidak membaca laporan itu. Elizabeth berkata, "Ada yang melepas rem."
Dia menggelengkan kepala dengan agak bimbang.
"Untuk apa orang melakukan hal itu?"
"Karena-" Dia tak bisa menceritakan kepadanya. Belum bisa. Dia mempercayai Alec lebih daripada siapa pun, tetapi dia belum siap untuk berbicara. Tidak sebelum dia merasa lebih kuat, tidak sebelum dia punya cukup waktu untuk berpikir.
"Aku tidak tahu," ujarnya menghindar. "Tetapi aku yakin ada orang yang melakukannya."
Dia menatap Alec dan bisa membaca perubahan raut
wajahnya. Dari ketidakpercayaan menjadi keragu-raguan, kemudian menjadi kemarahan.
"Kalau begitu, kita harus mencari tahu." Suaranya geram.
Dia mengangkat telepon dan beberapa menit kemudian dia berbicara kepada kepala polisi di Oibia. "Ya, di sini Alec Nichols," dia berkata. "Saya - Ya, dia baik-baik saja, terima kasih. . Terima kasih. Saya akan menyampaikan kepadanya.
Saya mau menanyakan tentang Jeep yang dikendarainya. Di mana kendaraan itu sekarang". . Tolong tahan kendaraan itu di sana. Dan carikan ahli mesin yang baik. Saya akan ke sana dalam waktu setengah jam." Dia meletakkan gagang telepon. "Kendaraan itu ada di bengkel polisi. Aku akan ke sana."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Aku ikut" Lelaki itu memandang terbelalak kepadanya.
"Dokter bilang kau harus berbaring di tempat tidur, setidaknya satu atau dua hari lagi. Kau tidak ?"
"Aku ikut," desaknya dengan keras kepala.
Empat puluh lima menit kemudian Elizabeth keluar dari rumah sakit dengan tubuh bengkak dan memar tanpa
mempedulikan protes para dokter, dan menuju ke bengkel polisi bersama Alec Nichols.
Luigi Ferraro, kepala polisi Olbia, adalah seorang lelaki Sardinia setengah baya berkulit gelap, dengan perut gendut dan kaki bengkok. Dia disertai Detektif Bruno Campagna, yang jauh lebih tinggi daripada atasannya. Campagna seorang lelaki berotot umur lima puluhan, dengan lagak sok tahu. Dia berdiri di sebelah Elizabeth dan Alec, mengamati ahli mesin memeriksa bagian bawah Jeep yang dinaikkan pada tiang hidrolik. Spatbor depan sebelah kiri dan radiator ringsek, dan ada lumuran getah hijau dari pohon-pohon yang terlanggar. Elizabeth merasa lunglai ketika pertama kali melihat kendaraan itu, dan dia terpaksa bersandar pada Alec. Lelaki itu memandangnya dengan sangat
khawatir. "Kau yakin bisa tahan melihat ini?"
"Aku tidak apa-apa," dusta Elizabeth. Dia merasa lemah dan sangat lelah. Tetapi dia harus melihat dengan mata kepala sendiri.
Ahli mesin itu menyeka tangannya dengan secarik kain berminyak dan menghampiri mereka berempat. "Mereka tidak membuat kendaraan seperti ini lagi," dia berkata.
Syukur, pikir Elizabeth. "Kalau mobil lain pasti sudah hancur berantakan.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Bagaimana tentang remnya?" tanya Alec.
"Rem" Semuanya dalam keadaan sempurna."
Elizabeth tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya.
"Apa - apa maksud Anda?"
"Semua rem bekerja sempurna. Sama sekali tidak
terpengaruh oleh kecelakaan itu. Itu yang saya maksud ketika mengatakan mereka tidak membuat ?"
"Tidak mungkin," Elizabeth menyela. "Rem Jeep itu tidak bekerja."
"Miss Roffe yakin ada seseorang yang mengutak-atik rem," Kepala Polisi Ferraro menjelaskan. Ahli mesin itu menggelengkan kepala. "Tidak, Pak." Dia melangkah
kembali ke jeep dan menunjuk ke bagian bawah. "Hanya ada dua cara untuk mengendurkan rem Jeep. Dengan
memotong penghubung rem atau melepaskan mur ini-" dia menunjuk sepotong logam di bagian bawah "dan
membiarkan minyak rem mengalir keluar. "Anda bisa
melihat sendiri penghubung ini masih kuat, dan saya sudah memeriksa tabung rem. Masih penuh."
Kepala Polisi Ferraro berkata kepada Elizabeth untuk menenangkan, "Saya bisa mengerti bahwa dalam kondisi Anda, bisa saja ?"
"Tunggu dulu," Alec menyela. Dia berpaling kepada si ahli mesin. "Tidak mungkinkah penghubung rem dipotong dan kemudian diganti, atau seseorang mengosongkan
minyak rem dan kemudian mengisinya lagi?"
Ahli mesin itu tetap menggelengkan kepala.
"Mister, besi-besi penghubung itu tidak menunjukkan bekas-bekas sentuhan." Dia mengambil kain kusamnya lagi
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
dan dengan hati-hati menghapus minyak sekitar mur
penahan minyak rem. "Lihat mur ini" Kalau ada seseorang yang me-
ngendurkannya, pasti ada bekas-bekas putaran kunci mur yang masih baru. Saya bisa menjamin mur ini tidak pernah disentuh seorang pun dalam waktu enam bulan terakhir.
Tidak ada cacat sedikit pun dengan rem-rem ini. Saya akan menunjukkan kepada Anda."
Dia melangkah ke dinding dan menekan tombol.
Terdengar suara berderak dan tiang hidrolik itu mulai menurunkan Jeep ke lantai. Mereka mengamati ketika ahli mesin itu naik ke dalam kendaraan, menghidupkan mesin dan memundurkan jeep itu. Selagi menyentuh dinding belakang, dia memasukkan gigi pertama dan menekan pedal gas. Mobil itu melaju ke arah Detektif Campagna. Elizabeth membuka mulutnya untuk berteriak, dan seketika itu juga jeep tersebut berhenti hanya dua setengah senti di depan detektif polisi itu. Ahli mesin itu tak menggubris pandangan yang dilontarkan si detektif kepadanya dan berkata, "Lihat"
Rem-rem ini sangat sempurna."
Mereka kini memandang Elizabeth, dan dia tahu apa
yang mereka pikirkan. Tetapi hal itu tidak berhasil menghapus perasaan ngeri tentang perjalanan meluncur jalan pegunungan itu. Dia bisa merasakan kakinya menekan pedal rem dan tidak terjadi sesuatu. Meski demikian, ahli mesin dari kepolisian membuktikan bahwa rem-rem itu bekerja sempurna. Kecuali, kalau dia termasuk orang-orang yang mencelakakannya. Dan itu berarti ada kemungkinan kepala polisi tahu juga. Aku jadi gila dicekam ketakutan, pikir Elizabeth.
Alec berkata tak berdaya, "Elizabeth ?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
'Waktu aku mengendarai Jeep itu, rem-rem itu tidak bekerja."
Alec mengamatinya sejenak, kemudian berkata kepada ahli mesin itu, "Coba kita andaikan seseorang memang mengatur rem-rem jeep ini tidak bekerja. Dengan cara bagaimana mereka akan melakukannya?"
Detektif Campagna menjelaskan, "Bisa dengan membasahi sepatu rem."
Elizabeth merasakan suatu ketegangan muncul dalam
dirinya. "Apa yang akan terjadi kalau mereka lakukan itu?"
Detektif Campagna berkata, "Kalau sepatu rem menekan tabung rem, tak akan ada daya tarik." Ahli mesin itu mengangguk. "Dia benar. Hanya saja ?" Dia berpaling kepada Elizabeth, "Apakah rem Anda bekerja ketika Anda mulai menjalankan kendaraan?"
Elizabeth teringat bahwa dia menginjak rem ketika
keluar dari garasi, kemudian mengerem lagi ketika sampai pada kelokan pertama. "Ya," dia menyahut, "rem itu memang bekerja."
"Nah itulah jawabannya," seru si ahli mesin dengan nada kemenangan. "Rem Anda basah karena hujan."
"Tunggu dulu," kata Alec menunjukkan keberatan.
"Kenapa tidak mungkin ada seseorang membasahi rem itu sebelum dia menjalankan kendaraan?"
"Karena," kata si ahli mesin penuh kesabaran, "kalau seseorang telah membasahi rem sebelum dia menjalankan kendaraan, dia tak bisa mengerem sama sekali."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kepala polisi berpaling kepada Elizabeth. "Hujan bisa sangat berbahaya, Miss Roffe. Apalagi di jalan-jalan pegunungan yang sempit. Hal semacam ini sering terjadi."
Alec mengamati Elizabeth, tidak tahu apa yang mesti dilakukannya sekarang. Elizabeth merasa dirinya sangat tolol. Kejadian itu ternyata kecelakaan semata-mata. Dia ingin menyingkir dari tempat itu. Dia memandang kepala polisi. "Saya - saya minta maaf telah merepotkan Anda."
"Oh tidak perlu. Saya senang sekali. Maksud saya - saya prihatin atas kejadian ini, tetapi saya selalu merasa senang bisa membantu. Detektif Campagna akan mengantar Anda ke vila."
Alec berkata kepadanya, "Jangan marah kalau aku bilang, kau tampak pucat pasi. Sekarang, kau harus naik ke tempat tidur dan jangan turun untuk beberapa hari. Aku akan memesan bahan makanan lewat telepon."
"Kalau aku tak boleh meninggalkan tempat tidur, siapa yang akan memasak?"
"Aku," Alec menyatakan tegas.
Malam itu dia menyiapkan makan malam dan
menghidangkan kepada Elizabeth di tempat tidur.
"Aku khawatir, aku bukan juru masak yang baik," dia berkata riang ketika meletakkan nampan di depan
Elizabeth. Pernyataan itu masih terialu halus, pikir Elizabeth. Alec juru masak yang sangat buruk. Setiap masakan hangus, kematangan, atau terlalu asin. Tetapi dia berusaha untuk makan, sebagian karena dia lapar, dan sebagian lagi karena dia tidak mau menyinggung perasaan Alec. Lelaki itu duduk
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
menemaninya, ngobrol dengan gembira. Tidak sepatah pun dia menyinggung tentang ketololan yang dilakukan
Elizabeth di bengkel polisi. Elizabeth berterima kasih sekali atas hal itu.
Keduanya melewatkan hari-hari berikut di vila. Selama itu Elizabeth tidak beranjak dari tempat tidur, dan Alec repot memasak dan membaca untuknya. Selama itu,
telepon rasanya tak pernah berhenti berdering bagi Elizabeth. Ivo dan Simonetta menelepon setiap hari untuk menanyakan keadaannya, dan Helene dan Charles, dan Walther. Bahkan Vivian juga menelepon. Mereka semua menawarkan untuk datang dan menemaninya.
"Aku baik-baik saja," dia memberitahu mereka. "Kalian tak perlu datang kemari. Aku akan kembali ke Zurich dalam beberapa hari."
Rhys Williams menelepon. Elizabeth tidak menyadari betapa dia merindukan lelaki itu sampai dia mendengar suaranya.
"Aku dengar kau ingin menyaingi Helene," dia berkata.
Namun dia bisa menangkap nada kekhawatiran dalam
suaranya. "Bukan. Aku hanya ngebut di jalan pegunungan,
meluncur turun." Rasanya tidak masuk akal, bahwa dia sekarang bisa melucu tentang kejadian itu.
Rhys berkata, "Aku senang kau tidak apa-apa, Liz."
Nada suaranya, maupun kata-katanya, terdengar hangat.
Dia bertanya-tanya apakah lelaki itu bersama wanita lain saat ini, dan siapa kiranya wanita itu. Mestinya seorang yang sangat cantik.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Persetan wanita itu. "Tahukah kau bahwa kau membuat berita utama?"
"Tidak." "Ahli waris nyaris menemui ajal dalam kecelakaan mobil.
Hanya selang beberapa minggu setelah ayahnya, yang terkenal -! Kau bisa melanjutkan cerita itu sendiri."
Mereka masih ngobrol di telepon selama setengah jam, dan ketika Elizabeth meletakkan gagang telepon dia merasa jauh lebih baik. Rhys tampak begitu memperhatikan
dirinya, dan sangat khawatir. Dia bertanya-tanya apakah dia selalu membuat setiap wanita yang dikenalnya merasa demikian" Itulah sebagian daya tarlknya. Dia teringat bagaimana mereka berdua merayakan hari-hari ulang
tahunnya. Mrs. Rhys Williams.
Alec masuk ke kamar tidur. Dia berkata, "Kau tampak seperti kucing Cheshire."
"Oh ya?" Rhys selalu mampu membuat dirinya merasa begitu.
Mungkin, dia berpikir, aku harus menceritakan kepada Rhys tentang laporan rahasia itu.
Alec mengatur agar salah satu pesawat terbang
perusahaan menerbangkan mereka kembali ke Zurich.
"Aku merasa berat harus membawamu kembali secepat
ini," dia berkata dengan penuh penyesalan, "tetapi ada beberapa keputusan mendesak yang harus diambil."
Penerbangan kembali ke Zurich tidak menciptakan
peristiwa besar. Memang ada beberapa wartawan di
bandar udara. Elizabeth mengeluarkan pemyataan singkat
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
tentang kecelakaan yang dialaminya, dan kemudian Alec mengamankannya ke dalam limusin dan mereka sudah
dalain perjalanan ke kantor pusat perusahaan.
Dia berada dalam ruang rapat di mana seluruh anggota direksi, dan Rhys, hadir. Pertemuan itu sudah berlangsung tiga jam dan udara dalam ruangan pengap dengan asap rokok dan cerutu. Elizabeth masih terguncang oleh
kejadian yang dialaminya, dan kepalanya berdenyut-denyut
- Tak ada yang perlu dicemaskan, Miss Roffe. Kalau gegar otak Anda pulih, sakit kepala itu akan hilang sendiri.
Dia memandang

Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekeliling ruangan, mengamati wajah-wajah yang tegang dan marah. "Aku memutuskan untuk tidak menjual," Elizabeth mengatakan kepada
mereka. Mereka menganggapnya sewenang-wenang dan
keras kepala. Seandainya mereka tahu betapa dia sudah hampir menyerah. Tetapi sekarang tidak mungkin. Seseorang
di ruangan ini adalah lawan. Kalau dia mengundurkan diri sekarang, akan menjadi kemenangan bagi orang itu.
Mereka berusaha untuk meyakinkan dirinya, masing-masing dengan cara mereka sendiri.
Alec mengatakan dengan sangat masuk akal, "Roffe and Sons butuh presiden direktur yang berpengalaman,
Elizabeth. Lebih-lebih sekarang. Demi kepentinganmu sendiri, maupun orang lain, aku minta kau mengundurkan diri dari masalah ini."
Ivo menggunakan daya pikatnya. "Kau gadis cantik,
carissima. Seluruh dunia adalah milikmu. Kenapa kau ingin menjadi budak dari sesuatu yang begitu membosankan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
seperti perusahaan, padahal kau bisa keluar, bersenang-senang, bepergian ?"
"Aku sudah kenyang bepergian," kata Elizabeth.
Charles menggunakan nalar Gallic. "Kau kebetulan
menguasai saham terbesar, meskipun karena suatu
kecelakaan tragis, tetapi itu bukan alasan bagimu untuk mencoba memimpin perusahaan. Kita menghadapi masalah serius. Kau hanya akan membuat masalah itu lebih parah lagi."
Walther bicara tanpa basa-basi. "Perusahaan sudah
cukup terlibat kesulitan. Kau tidak tahu betapa besar. Kalau kau tidak menjual perusahaan ini sekarang, akan
terlambat." Elizabeth merasa seperti dikepung dan menghadapi
serangan bertubi-tubi. Dia mendengarkan mereka, meneliti mereka, mengkaji apa yang mereka katakan kepadanya.
Masing-masing melandasi pandangan mereka pada kebaikan perusahaan - namun salah seorang dari mereka sebenarnya berusaha untuk menghancurkan.
Satu hal adalah jelas. Mereka menginginkannya
mengundurkan diri, dan membiarkan mereka menjual
saham-saham mereka, dan memasukkan orang-orang luar untuk mengambil alih Roffe and Sons. Elizabeth tahu bahwa begitu dia melakukan hal itu, kesempatannya untuk
mengetahui siapa yang mendalangi semua gagasan ini akan berakhir. Selama dia masih bertahan di sini, di dalam, masih ada kemungkinan baginya untuk mengetahui siapa yang menyabot perusahaan. Dia hanya akan tetap bertahan sampai saat yang dirasanya perlu. Dia tidak melewatkan tiga tahun terakhir bersama Sam tanpa mempelajari
sesuatu tentang kegiatan perusahaan. Dengan bantuan staf berpengalaman yang dibangun ayahnya, dia akan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
meneruskan kebijakan-kebijakan ayahnya. Desakan anggota direksi agar dia sekarang mengundurkan diri membuatnya bertekad untuk bertahan.
Dia memutuskan sudah saatnya mengakhiri pertemuan.
"Aku telah mengambil keputusan," kata Elizabeth. "Aku tidak bermaksud untuk memimpin perusahaan ini
sendirian. Aku menyadari betapi banyak yang harus
kupelajari. Aku tahu aku bisa mengandalkan kalian untuk membantuku. Kita akan menghadapi semua masalah satu demi satu."
Dia duduk di kursi pimpinan, masih pucat akibat
kecelakaan yang dialaminya, menampilkan kesan kecil dan tak berdaya.
Ivo mengangkat tangannya dengan raut putus asa.
"Tidak adakah yang bisa menanamkan akal sehat dalam pikirannya?"
Rhys berpaling kepada Elizabeth dan tersenyum.
"Menurut pendapatku setiap orang harus mengikuti
kehendak tuan putri."
"Terima kasih, Rhys." Elizabeth memandang yang lain.
"Masih ada satu hal lagi. Karena aku menggantikan
kedudukan ayahku, kukira sebaiknya dilakukan secara resmi."
Charles memandang tak percaya kepadanya. "Maksudmu
- kau ingin menjadi presiden direktur?"
"Sebenarnya," Alec mengingatkan dengan nada kering,
"Elizabeth sudah presiden direktur. Dia hanya menunjukkan sopan santun dengan memberi kesempatan pada kita untuk menghadapi situasi ini dengan terhormat."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Charles ragu-ragu, kemudian berkata. "Baiklah. Aku mengusulkan agar Elizabeth Roffe diangkat sebagai
presiden direktur Roffe and Sons.
"Aku mendukung usul itu." Walther.
Usul itu pun diterima dan dilaksanakan.
Padahal ini saat yang kurang mujur bagi para presiden, dia berpikir sedih. Begitu banyak yang mati terbunuh.
BAB 21 TIDAK seorang pun lebih menyadari daripada Elizabeth tentang besarnya tanggung jawab yang dipikulnya. Selama dia memimpin perusahaan, pekerjaan ribuan orang
tergantung padanya. Dia butuh bantuan, tetapi tidak tahu siapa yang bisa dia percaya. Dia ingin sekali mempercayai Alec dan Rhys dan Ivo, tetapi dia belum siap. Masih terlalu cepat. Dia memanggil Kate Erling.
"Ya, Miss Roffe?"
Elizabeth ragu-ragu, memikirkan bagaimana harus
memulai. Kate Erling telah bertugas selama bertahun-tahun untuk ayahnya. Dia mestinya merasakan arus yang
mengalir di bawah permukaan yang nampaknya tenang ini.
Dia mestinya tahu tentang liku-liku jalannya perusahaan, berbagai perasaan Sam Roffe, rencana-rencananya. Kate Erling bisa menjadi sekutu yang kuat.
Elizabeth mengatakan, "Ayah saya punya semacam
laporan rahasia untuknya, Kate. Kau tahu-menahu tentang hal itu?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kate Erling mengerutkan dahi untuk memusatkan
pikiran, kemudian menggelengkan kepalanya. "Dia tidak pernah meinbicarakannya dengan saya, Miss Roffe."
Elizabeth mencoba pendekatan lain. "Kalau ayah saya menginginkan suatu penyelidikan rahasia, kepada siapa dia akan berpaling?"
Kah ini jawabannya tidak mengandung keragu-raguan.
"Divisi keamanan kita."
Alamat terakhir yang akan didatangi Sam. "Terimakasih,"
kata Elizabeth. Tidak ada seorang pun yang bisa dia ajak bicara.
Di mejanya ada laporan keuangan terakhir. Elizabeth membacanya dengan perasaan cemas yang makin
memuncak, lalu memanggil pengawas keuangan perusahaan. Orang itu bernama Wilton Kraus. Dia lebih muda dari dugaan Elizabeth. Cerdas, bersemangat, dengan lagak sok kuasa. Dari Wharton, pikir Elizabeth, atau mungkin Harvard.
Elizabeth langsung menuju persoalan. "Bagaimana
perusahaan seperti Roffe and Sons bisa mengalami
kesulitan keuangan?"
Kraus memandang kepadanya dan mengangkat bahu.
Dia agaknya tidak terbiasa untuk melapor kepada seorang wanita. Dia berkata dengan nada meremehkan, "Yah, kalau harus diterangkan dengan satu perkata ?"
"Mari kita mulai dengan fakta," Elizabeth memotong tegas, "bahwa sampai dua tahun yang lalu Roffe and Sons selalu mampu menutup keuangannya sendiri."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia mengamati perubahan di raut wajah lelaki itu, yang berusaha menyesuaikan diri. "Yah - yes, ma'am."
"Lalu kenapa kita sekarang mempunyai utang begitu
besar ke berbagai bank?"
Lelaki itu menelan ludah dan berkata, "Beberapa tahun yang
lalu, kita memasuki periode pengembangan besar-besaran. Ayah Anda dan anggota dewan direksi yang lain merasa sebaiknya kita menghimpun uang itu dengan meminjam dari bank-bank dengan utang jangka pendek.
Kita mengikat perjanjian utang dengan berbagai bank sebesar enam ratus lima puluh juta dolar. Sebagian dari utang-utang itu sekarang jatuh tempo.
"Lewat masa jatuh tempo," Elizabeth membetulkannya.
"Yes, m'am. Lewat jatuh tempo."
"Kita membayar suku bunga utama, ditambah satu
persen, ditambah bunga denda. Kenapa kita tidak melunasi utang-utang yang melewati masa jatuh tempo dan
mengurangi utang pokok dari yang lain-lain?"
Lelaki itu terperangah sekarang. "Karena oleh -
eh-berbagai kejadian mutakhir tertentu yang kurang menguntungkan, arus uang tunai perusahaan ternyata kurang daripada yang kita duga semula. Dalam keadaan normal kita biasanya menghubungi bank-bank itu dan minta perpanjangan. Namun, dengan masalah-masalah
belakangan ini, berbagai penyelesajan perkara hukum, kegagalan dalam laboratorium percobaan, dan. ." Suaranya melemah.
Elizabeth duduk di sana, mengamati lelaki itu,
menduga-duga ke sisi mana dia berpihak. Dia menekuni laporan keuangan itu lagi, mencoba mencari letak
kesalahan. Laporan itu menunjukkan kemerosotan tajam
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
pada tiga catur wulan terakhir, terutama karena biaya ganti rugi gugatan yang cukup besar, yang dicatat di bawah kolom "Biaya Luar Biasa (Tidak Berulang)". Dalam
benaknya dia melihat ledakan di Chili, asap bahan kimiawi beracun menyembur ke udara. Dia bisa mendengar jeritan para korban. Belasan manusia mati. Ratusan harus
diangkut ke rumah sakit. Dan pada akhirnya segala
kesakitan dan penderitaan manusia itu telah diganti dengan uang, masuk ke Biaya Luar Biasa (Tidak Berulang).
Dia menatap Wilton Kraus. "Menurut laporan Anda, Mr.
Kraus, masalah kita hanya bersifat sementara. Kita adalah Roffe and Sons. Kita masih tetap tanggungan tingkat utama untuk bank mana pun di dunia."
Kini ganti lelaki itu yang mengamati dirinya. Keangkuhannya hilang, tetapi dia waspada sekarang.
"Anda harus mengerti, Miss Roffe," dia mulai dengan hati-hati, "bahwa reputasi sebuah perusahaan obat tidak kalah penting dengan produknya-"
Siapa yang pernah mengatakan demikian kepadanya"
Ayahnya" Alec" Dia ingat. Rhys.
"Teruskan." "Kesulitan kita mulai tercium keluar. Dunia usaha adalah sebuah rimba. Kalau saingan-saingan Anda menduga
bahwa Anda menderita luka-luka, mereka bergerak maju untuk
menerkam." Dia ragu-ragu, kemudian menambahkan, "Sekarang mereka bergerak untuk menerkam." "Dengan perkataan lain," Elizabeth menjawab, "para pesaing kita sekongkol dengan bank kita?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia melemparkan senyum tanda pujian. "Tepat.
Kalangan bank memiliki dana terbatas untuk dipinjamkan.
Kalau mereka yakin bahwa A merupakan tanggungan yang lebih baik daripada B-"
"Dan apakah mereka mengira begitu?"
Dia menggaruk-garuk kepalanya dengan gelisah. "Sejak kematian ayah Anda, saya menerima telepon beberapa kali dari Herr Julius Badrutt. Dia mengetuai konsorsium bank yang berurusan dengan kita-"
"Apa yang dikehendaki Herr Badrutt?" Elizabeth tahu apa kelanjutannya.
"Dia ingin tahu siapa yang akan menjadi presiden
direktur Roffe and Sons yang baru."
"Anda tahu siapa presdir yang baru?" tanya Elizabeth.
"Tidak, ma'am."
"Saya." Dia mengamati lelaki itu berusaha menyembunyikan keheranannya. "Apa yang akan terjadi kalau Herr Badrutt mendengar berita ini?"
"Dia akan memutuskan hubungan dengan kita," celetuk Wilton Kraus.
"Saya akan berbicara kepadanya," kata Elizabeth. Dia bersandar ke kursinya dan tersenyum. "Anda mau minum kopi?"
"Wah, Anda - Anda tak perlu repot-repot. Tapi, yah, baik.
Terima kasih." Elizabeth melihat lelaki itu merasa lega. Dia menyadari bahwa dirinya telah diuji, dan merasa telah lolos dari ujian itu.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Saya ingin mendengar saran Anda," kata Elizabeth.
"Kalau Anda menempati kedudukan saya, Mr. Kraus, apa yang akan Anda lakukan?"
Lagak sok kuasa itu kembali lagi. "Yah," dia berkata dengan yakin, "sederhana sekali. Roffe and Sons memiliki kekayaan yang besar. Kalau kita menjual sejumlah besar saham kepada masyarakat, kita bisa mengumpulkan dana lebih dari cukup untuk menutup semua utang-utang kepada bank."
Dia tahu sekarang di sisi mana lelaki itu berpihak.
BAB 22 Hamburg Jumat, 1 Oktober Pukul dua pagi ANGIN bertiup dari laut, dan udara pagi itu dingin serta lembap. Di kawasan Reeperbahn di Hamburg, jalan-jalan penuh dengan pengunjung yang bergairah menikmati
aneka kesenangan dari kota maksiat itu. Daerah
Reeperbahn menawarkan kepada segala selera tanpa pilih kasih. Minuman keras, obat bius, wanita maupun
pria-semua bisa diperoleh dengan harga lumayan.
Bar-bar bercahaya gemerlapan, dengan pramuria,
terletak di jalan utama, sementara Grosse Freiheit menghidangkan pertunjukan telanjang yang mesum.
Herbertstrasse, yang satu blok lebih jauh, khusus
disediakan untuk para pejalan kaki. Di kedua tepi jalan itu
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
para wts duduk berderet di depan jendela rumah mereka, memperagakan barang dagangan mereka dari balik
gaun-gaun tidur tembus pandang yang tidak menyembunyikan secuil pun. Reeperbahn adalah sebuah pasar yang luas, sebuah toko daging manusia, di mana kita bisa memilih daging sesuai dengan harga yang mampu kita bayar. Bagi yang tidak suka aneh-aneh, tersedia
Pendekar Mata Keranjang 19 Dewa Arak 04 Raksasa Rimba Neraka Api Di Bukit Menoreh 31
^