Rocker That Hold 1
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne Bagian 1
The Rocker That Hold Me by TerryAnne Browning Sinopsis: Ikut tur keliling dengan empat rocker mungkin adalah impian...
Setidaknya itulah yang orang-orang katakan padaku. Bagiku empat
rocker itu adalah keluargaku. Mereka mengawasiku dari waktu aku
berumur lima tahun. Melindungi dari amukan ibuku saat ia
terpengaruh alkohol dan narkoba. Ketika mereka telah berhasil
menjadi band besar mereka masih mengawasiku. Dan ketika ibuku
meninggal mereka mengambil alih tugasnya sebagai waliku.
Dalam enam tahun sejak saat itu, aku telah mengawasi keempat pria
yang berarti segalanya bagiku. Aku mengurus mereka seperti yang
pernah mereka lakukan padaku. Aku menangani semua pekerjaan
kotor di balik layar kehidupan para rocker.
Ini tidak selalu menyenangkan. Beberapa kali nyaris menjijikkan,
terutama ketika aku harus menyingkirkan bekas one night stands
mereka. Ugh! Namun mengurusi mereka tidaklah menggangguku. Maksudku aku
kan tidak jatuh cinta dengan salah satu dari mereka. Itu pasti gila.
Jatuh cinta pada seorang rocker tidaklah cerdas.
Oke, jadi aku tidaklah cerdas. Aku menyayangi mereka, dan salah
satu dari mereka menggenggam hatiku di tangannya. Tapi aku bisa
mengatasinya. Aku telah mampu menyimpan rahasia kecilku selama
bertahun-tahun sekarang. Bagaimanapun, aku tak mampu menghadapi gangguan yang
tampaknya telah kuderita. Ini sungguh membuatku takut. Aku benci
dokter, tapi aku tiba-tiba lebih khawatir mengetahui apa yang salah
denganku daripada apa yang dokter mungkin lakukan padaku.
Ketika aku memperoleh hasil pemeriksaanku, hidupku tak akan
pernah seperti dulu lagi...
So if you like rockstars, romance, friendships and twists and turns,
then The Rockstar That Holds Me is definitely the book for you. It's
a short read but it holds so much in the plot. We definitely
recommend it to all of you!
Genre: Novella, Roman Copyright? 2013 by The Rocker That Holds Me
Prolog Saat itu hujan. Aku suka hujan, tapi tidak dengan guntur dan kilat.
Cahaya kilat tidaklah seburuk guntur yang menggemuruh. Itu
mengingatkanku pada Ibuku ketika dia sedang murka, melayang
karena obat terlarang, minuman beralkohol, dan laki-laki. Hari ini
aku mendapat dosis ganda amukan karena ada badai yang
mengamuk di luar dan monster Ibuku yang mengamuk dalam
kemarahannya. Aku berharap dan berdoa pada Tuhan bahwa dia hanya akan pergi
tidur seperti yang biasa dilakukannya. Tapi sepertinya Tuhan tidak
mendengarkan doaku saat ini. Tampaknya Tuhan tidak pernah
mendengar doaku di setiap aku berdoa kepada-Nya. Aku mulai
bertanya-tanya apakah Dia benar ada?" Seperti yang selalu di
sampaikan pendeta yang selalu singgah berulang-ulang kali bahwa
Dia ada. Ibuku sering mengutuk Tuhan, jadi aku pikir dia percaya
kepadaNya. Hujan membasahi baju kaus tipis dan celana leggingku. Aku
menyelinap keluar jendela sesaat setelah ibuku selesai denganku.
Hujan menyapu airmataku dan darah yang mengalir dari luka yang
ditinggalkan ibuku setelah dia mengejarku dengan sebuah cambuk
dan tinjunya. Air dingin menyengat tubuh berbilur dan memarku,
tapi aku telah terbiasa dengan rasa sakitnya.
Secepatnya setelah kaki telanjangku menginjak tanah di luar
trailerku, aku berlari dengan cepat ke arah celah kecil berumput yang
membatasi trailer dimana aku tinggal dengan trailer yang dianggap
Nik sebagai rumah. Aku berdoa semoga ibunya belum memutuskan
untuk membersihkan kamarnya, semoga beliau tidak mengunci
jendela kamar seperti yang selalu dibiarkan Nik tidak terkunci
untukku, sekedar untuk berjaga-jaga.
Ketika aku naik pada ember tua berukuran lima galon yang
kugunakan sebagai tangga, aku merintih saat menemukan bahwa
benar ibunya telah berada dikamarnya. Jendela terkunci. Aku
menggigil sekarang karena hujan bertambah deras, dan aku tak
punya sepatu, jas bahkan tempat hangat untuk berlindung. Aku tahu
tidak ada gunanya untuk mencoba berkeliling di trailer-trailer
sekitar. Ayah Jesse ada dirumah dan aku tak akan pernah masuk
kesana ketika ada kesempatan Mr.Thornton bisa menemukanku.
Trailer Drake & Shane hanya punya jendela kecil yang terlalu tinggi
untuk dinaiki oleh kaki kecilku, kecuali salah satu dari mereka
membantuku. Sebuah isakan kecil keluar dari bibirku saat aku menyibakkan
rambut basah dan kusutku dari wajahku, hanya untuk berjengit
ketika aku menyentuh pipiku yang bengkak. Ibuku seorang yang ahli
dalam menampar wajahku. Dan hari ini dia tepat pada sasarannya,
mengingat jumlah obat yang dipakainya dan minuman keras yang
habis ditenggaknya. Terdengar suara berisik dari seberang halaman rumput kecil. Ibuku
telah kembali untuk ronde kedua dan dia telah mengetahui
ketidakberadaanku. Jantungku berpacu, aku melakukan hal yang
hanya bisa aku pikirkan. Aku menarik drum yang menopang trailer
Nik. Aku menarik dan menarik, mengiris tanganku saat aku
melakukannya. Tapi, akhirnya dengan rintihan kemenangan aku
berhasil menariknya cukup kebelakang sehingga aku bisa merangkak
bersembunyi di bawah trailer.
Begitu aku sudah dibawah, aku mendorong drum itu kembali ke
tempatnya setelah itu. Aku menahan jeritan saat aku bersandar dan
tanganku menyentuh bangkai tikus. Aku mengelap tanganku di
celana lembabku dan memeluk tubuhku agar aku tidak bersentuhan
dengan tikus itu lagi. Kepalaku bersandar pada pondasi dan
kupejamkan mata, berdoa semoga Ibuku tidak akan berpikir untuk
mencariku disini. Aku pasti tertidur. Ketika aku bangun, aku mendengar Nik dan Jesse
memanggil namaku. mereka terdengar panik. "Emmie?"" Nik tepat
disampingku di sisi lain dari drum. "Em?"
Aku meraih drum dan menariknya kebelakang cukup untuk melihat
keluar. Pada awalnya mereka tidak memperhatikanku. Nik berdiri
bersama Jesse, keduanya memakai baju band mereka yang aku bantu
untuk mendesainnya. Jesse memegang stik drum di tangan kirinya
sementara yang satunya terkepal. Nik terlihat khawatir. "Dia tidak
akan pergi jauh". "Dasar pelacur sialan! Jika saja mereka tidak akan membawa Emmie
dari kita seperti yang kupikirkan, aku akan segera langsung
menelpon polisi," omel Jesse.
"Tapi mereka akan melakukannya, Jess. Dan kemudian dia akan
berada di tempat yang lebih buruk dari sebelumnya. Setidaknya kita
bisa menjaganya," ujar Nik padanya
Ini adalah topik pembicaraan yang sama yang selalu mereka bahas
setelah kejadian penganiayaan. Jika mereka menelpon polisi, dinas
sosial akan membawaku pergi. Tempat penampungan tidak lebih
aman dari Ibuku. Mungkin lebih buruk. Aku berumur 7 tahun dan
aku mengerti maksudnya. Nik dan yang lainnya telah menjelaskan
padaku berulang kali. Aku menarik drum itu lebih mundur lagi dan perlahan merangkak
keluar. Aku kaku dan terluka. Lumpur menempel di bekas luka
cambukan dan goresan di tanganku dari pondasi. Aku lebam dan
memar. Dan aku mulai merasakan gatal di tenggorokanku yang akan
berakhir dengan radang tenggorokan. Tiba-tiba ada lengan kuat yang
menarikku keluar. Begitu ujung kakiku terlihat, aku segera dipeluk
Nik. "Sial!" seru Jesse.
"Diam, Jess," Nik membentaknya sembari mempererat pelukannya
padaku. Aku bisa melihatnya berpikir keras. Dia sedang berpikir
kemana harus membawaku, menyembunyikanku. Aku mendengar
suara tawa dari trailerku - Ibuku pasti sedang kedatangan salah satu
teman lelakinya, dan terdengar suara televisi dari trailernya - jika
Ibunya melihatku seperti ini, beliau akan langsung menelpon polisi,
tidak ada pilihan lain. "Ayahku sudah pergi," Jesse telah mulai berjalan menuju trailernya.
"Ayo Nik!" Aku menggigil sesampainya kami di kamar Jesse. Aku kedinginan,
sungguh kedinginan dan terluka parah. "Kita harus membuatnya
hangat," ujar Nik. "Mulailah menyalakan air panas supaya aku bisa
memandikannya". Jesse tidak berkata apa-apa saat dia meninggalkan kamar dan aku
mendengar bunyi air menyala dari ruangan sebelah. Nik mengajakku
berdiri di kakiku dan mulai melepaskan baju basahku. Aku tidak
membantah saat dia melepaskan celana leggingku bersama dengan
celana dalamku. Dia menarik napas panjang saat dia melihat memar;
luka yang menganga di kaki dan tanganku, satu dipunggung dan
sepanjang perutku. "Maafkan aku, Emmie," bisiknya. "Aku sangat menyesal."
Aku terdiam sebab aku tak mengerti mengapa dia meminta maaf.
Bukan dia yang memukulku. Ini bukan salahnya. Aku mungkin
seorang gadis kecil, namun aku tahu dia takkan bisa selalu
melindungiku. Dia punya band, dan hari ini mereka bermain musik
di sebuah pesta untuk beberapa orang anak dari sekolahnya. Aku
berharap dia mengajakku, tapi aku sadar seorang anak berumur 7
tahun di pesta anak SMA bukanlah ide yang bagus. Shane mencoba
menjelaskannya padaku dan aku hampir yakin aku mengerti alasan
tersebut. "Nik!" Jesse memanggil dari kamar mandi. "Aku kurang yakin
apakah ini terlalu panas atau tidak. Kemarilah dan periksa ini."
Nik menuntunku dengan tangannya ke kamar mandi kemudian
membungkuk untuk mengetes suhu air. "Ini kelihatannya sudah pas,"
dia mengangkatku dan menempatkanku di air.
Aku merengek ketika air menyentuh lukaku. Itu sakit namun panas
dari air terasa enak di kakiku yang dingin. Tak lama kemudian aku
berhenti menggigil. Nik membersihkanku, berusaha bersikap lembut
sat dia membersihkan luka di tubuhku. Rahangnya mengeras dan
kurasa ada air mata menggenang di matanya.
Kemudian setelah rambutku bersih dan wangi, dia mengangkatku
keluar dari air, membungkusku dengan handuk. Jesse memegang
sekotak plester luka dengan gambar putri kecil di atasnya yang
sangat kusukai. Tapi ada juga sebuah salep lengket di tangannya
yang lain dan aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, itu sangat
perih." Nik menggosokkan handuk ke seluruh tubuh basahku, masih
berusaha untuk lembut. Beberapa luka berdarah lagi dan perih saat
terkena gosokan handuk. Ketika dia selesai dia mengambil salep
dariku dan aku menjauh "Tidak, Nik," rengekku. "Aku tidak mau
itu." "Aku tahu, Emmie. Aku tahu ini pasti sakit, tapi kau tidak mau
terinfeksi, kan?" Dia berkedip-kedip dan kurasa dia sedang menahan
diri untuk tidak menangis. "Jika kau terinfeksi, maka kau harus ke
dokter dan mereka akan menyuntikmu."
Itu kata-kata ajaibnya. Aku benci disuntik ! Aku benci dokter ! Jadi
aku duduk di bak cuci kecil dan membiarkannya mengoleskan salep
ke seluruh tubuhku, mencoba bertahan untuk tidak merintih karena
sakit ini. Tak lama setelah dia selesai, salep itu hampir habis. Jesse
menolongnya memasang plester luka. Setelah selesai, mereka
mencium luka itu dan mengatakan hal yang selalu mereka katakan.
"Semoga lekas sembuh."
Jesse memakaikan salah satu kemejanya untukku. Tapi karena
kebesaran mereka menyimpulnya, sehingga aku tidak akan jatuh
terjerembab saat berjalan. Ketika aku telah berpakaian, Nik
mengangkatku dan membawaku kembali ke kamar Jesse. Mereka
menempatkanku di tempat tidur kecil yang berlawanan dengan
dinding dan memakaikan selimut yang beraromakan seperti Jesse.
Shane dan Drake memasuki ruangan. Shane menjinjing tas dari WalMart dan
mengeluarkan sekotak obat-obatan. Mereka memberiku
sedosis besar Tylenol dan kemudian menyuapiku. Drake telah
mampir di McDonalds dan membelikanku paket chicken nugget.
Perutku berbunyi dan aku sadar aku belum makan sejak kemarin.
Perutku sakit saat kunyahan pertama. Aku duduk dan memegang
perutku hingga sakitnya hilang kemudian melahap habis sisa nugget
dan kentang goreng. Aku tidak minum Sprite yang mereka beli
sampai aku selesai makan. Ini sungguh enak. Akhirnya aku meraih
mainanku, boneka binatang dengan rambut aneh dan baju kaus. Aku
mendekapnya erat di dadaku saat Nik menyisir rambut kusutku.
Rambutku saling menarik, karena jarang disisir, tapi aku tak
mengeluh dan dia berlaku lembut.
Selama sisir itu bekerja di rambutku, mataku semakin berat. Tak
lama aku pun tertidur... *** Bab 1 Aku membuka mata begitu bus berhenti. Sambil meringis, aku
mendorong diri untuk bangun dari sofa dan melihat sekilas keluar.
Bus wisata terparkir di parkiran sebuah hotel. Bus lainnya penuh
dengan para kru dan dua trailer beroda delapan belas di tarik
dibelakangnya, penuh dengan segala perlengkapan panggung dan
band. Aku ingin mandi dan tidur sepanjang malam yang benar-benar
penuh, tapi aku masih punya banyak hal yang harus dilakukan.
Berdiri, aku berjalan menuju bagian belakang bus untuk
membangunkan yang lain. Drake tengkurap di tempat tidur paling
bawah. Dia memegang sebotol Jack Daniel's di tangannya, setengah
botolny telah kosong. Di atasnya Shane sedang mendengkur,
bassnya di dekap erat ke dadanya. Di sisi lain Jesse sedang
mengigau, bergumam tentang beberapa "pengacau".
Sambil mendesah, aku mengguncang bahunya terlebih dahulu.
"Jess," aku harus mendekat ke telinganya dan meneriakkan
namanya. Mereka semua tukang tidur yang parah, tapi Jesselah yang
terparah. "Jess! Ayolah, mari kita pergi tidur di tempat tidur yang
sebenarnya." Jesse menguap kemudian membuka matanya. "Em?""
Aku menyeringai ke arahnya. "Siapa lagi?"" aku mencium pipinya
dan menarik lengannya. "Bangunlah, kita sudah sampai."
Ketika dia sudah duduk, aku pindah ke Shane. Yang harus aku
lakukan hanyalah mengambil bassnya. Dia mengencangkan
tangannya di sekitar bassnya dan bangun. "Aku sudah bangun,"
gerutunya. "Drake." Aku mengambil botol Jack Daniel's dari tangannya dan
menutupnya kembali. Punggungnya telanjang dan tato Demon's
Wings sepanjang punggungnya itu menekuk saat aku
membangunkannya. "Ugh, kau benar-benar harus mandi." Aku
hampir muntah mencium bau minuman keras di napasnya saat dia
berbalik dan menarikku ke arahnya. "Bangun kau, Pemabuk."
Dia mencium pipiku sebekum dia melepaskanku dan aku berdiri,
bergerak maju menuju akhir bus. "Kalian semua segera berpakaian.
Setelah aku membangunkan Nik, aku akan mengurus masalah kamar
kita... Jangan kembali tidur, Jesse," aku memperingatkannya.
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mengetahui dia akan melakukannya. "Aku punya seember air es
untukmu jika kau melakukannya."
Dia menggumam mengutukku, tapi aku hanya menyeringai.
Televisi menyala. Aku mematikannya dan menjatuhkan diri di sofa
di samping Nik. Dia tidak memakai apa - apa kecuali celana
boxernya. Aku tidak berhenti untuk mengerlingkan mataku pada dadanya yang
keras dan perutnya yang kencang. Aku sudah melakukannya
berulang kali sebelumnya. Malahan aku membungkam mulutnya dan
mencubit hidungnya. butuh beberapa detik saat sebelum dia
tersentak dan mendorongku jatuh. "Sialan!" Dia menggerutu tapi
membantuku untuk bangun dari tempat aku terjatuh.
Aku berdiri sambil tertawa dan meraih kaus Demon's Wingsnya.
"Apakah tidurmu nyenyak?"
"Aku baru saja tertidur beberapa jam lalu," dia mengambil kaus yang
aku berikan padanya dan memakainya. "Banyak hal yang aku
pikirkan. Lagu-agu yang ingin keluar tapi terkunci di otakku.
"Aku bermimpi," curhatku.
Dia menegang, mengetahui bahwa mimpi-mimpiku tidak pernah
menyenangkan. "Kau baik-baik saja?" tanyanya sembari meraih
tanganku dan menarikku ke pangkuannya. "Mau
membicarakannya?" Menenangkanku, dia menyisir rambutku dengan jari- jarinya. Aku
memejamkan mata dan mengubur wajahku di lehernya. "Oh Tuhan,
dia begitu harum! Seperti biasa, kalian semua menjagaku. Itu salah
satu dari sekian banyak mimpi ketika Ibuku mencambukku."
Lengannya yang keras memelukku dengan erat. Jari-jarinya
mengencang di ikatan rambutku, tapi aku tak protes. "Aku benci
wanita sialan itu," ucapnya. "Semoga dia membusuk di neraka sana."
Aku sangat setuju. Ibuku meninggal 6 tahun yang silam akibat
overdosis obat-obatan terlarang. Untuk berkata aku merasakan
kasihan rasanya merupakan pernyataan yang berlebihan. Semua
yang aku rasakan ketika aku menemukan tubuh dinginya terbujur
kaku saat aku pulang dari sekolah hari itu hanyalah kelegaan yang
sangat luar biasa. Aku 15 tahun dan aku bebas dari penyakit yaitu
Ibuku. "Aku butuh kopi," Nik berdiri dengan aku masih dalam pelukannya.
Aku memeluknya dengan erat untuk beberapa detik kemudian
melepaskannya. "Aku pastikan kau akan mendapatkannya," aku
berbicara dari balik bahuku saat aku melangkah menuju bagian
depan bus. "Itu bukan tugasmu untuk mendapatkannya!" Dia berteriak
kepadaku. Tapi memang iya. Sepanjang hidupku, Nik dan lainnya telah
merawatku. Bahkan ketika mereka harus meninggalkanku setelah
mendapatkan tawaran kontrak sepuluh tahun silam, mereka masih
memperhatikanku. Mengirimkan aku uang dan hadiah-hadiah.
Memastikan seseorang mengecekku setiap hari. Mereka tengah
mengadakan tour, melakukan apa yang harus dilakukan oleh para
rocker, tetapi mereka tetap menelponku setiap hari. Ponsel yang
mereka berikan padaku adalah satu-satunya penghubungku ke
mereka. Aku bisa menelpon, mengirim pesan singkat, mengirim
surel atau apapun yang aku inginkan atau butuhkan, sehingga aku
bisa berbicara dengan mereka setiap hari.
Kemudian ketika Ibuku meninggal, mereka kembali, meninggalkan
segalanya segera setelah aku menelpon Nik. Mereka mengurus
pemakaman. Dan disaat petugas Dinas Sosial datang mencoba
membawaku, mereka membelaku dengan mengatakan bahwa aku
adalah bagian dari mereka. Mereka membawaku jauh dari kehidupan
gelap trailer dimana selama ini kami dibesarkan. Mereka
membelikanku laptop, mengatur agar aku mengikuti kelas online
sehingga aku bisa menyelesaikan pendidikanku dari balik bus.
Para priaku takkan pernah meninggalkanku lagi.
Dan aku berhutang pada mereka untuk selalu merawatku.
Menjemputku, memulihkanku. Menjaga kewarasanku. Memberiku
makan. Memberiku pakaian. Menyayangiku. Tidak semua orang bisa
melakukannya. Tapi Nik, Drake, Shane dan Jesse berbeda. Mereka
mengenalku sejak aku berumur 5 tahun. Membawaku di bawah
sayap-sayap gelap mereka, melindungiku meskipun mereka 10 tahun
di atasku. Mereka adalah keluargaku dan kini adalah saatnya aku
untuk merawat mereka. Jadi aku mengurus semuanya. Mereka ingin kopi, aku bawakan
mereka kopi. Jika Drake ingin sekotak Scotch berumur 50 tahun
yang baru, yang sangat mustahil untuk di dapat, aku pastikan dia
akan mendapatkannya. Aku mengurus semuanya, dari pemesanan
kamar hingga perempuan. Yeah, aku telah menjadi seorang
profesional yang mampu menyingkirkan wanita-wanita manapun
yang telah lewat masa keberadaannya. Dan itu biasanya terjadi di
pagi hari berikutnya. Dua jam kemudian, aku telah mengatur mereka berempat masingmasing di kamarnya.
Aku menghabiskan waktu lebih lama di kamar
Drake, untuk memastikan dia mandi dan menggosok giginya.
Memberikannya sepasang pakaian bersih dan menyuruhnya tidur.
Ketika aku menuju kamarku, aku merasa melayang. Aku mandi
dengan cepat dan hampir terlelap sebelum kepalaku menyentuh
bantal. "Em!" Jesse menggedor pintu kamarku membangunkanku beberapa jam
kemudian. Aku menatap jam, melihat bahwa sudah saatnya menuju
Civic Center untuk mempersiapkan konser malam ini dan bangun
dari tempat tidur. Aku membuka pintu untuk Jesse supaya dia tidak
merubuhkannya. Dia berjalan masuk saat aku mengganti baju
tidurku. "Kau baik- baik saja, Em?" tanyanya bahkan tidak pusing untuk
mengalihkan pandangannya saat aku memakai bra dan memasang
kaus Demon's Wings dari atas kepalaku. "Kau tidak pernah lewat
tertidur sebelumnya."
Kenyataannya aku merasa tidak enak badan untuk akhir-akhir ini.
Tapi, aku tak berniat untuk memberitahukannya. Dia akan
memberitahu ke yang lain dan mereka akan mengerumuniku,
memaksaku untuk pergi ke dokter. Aku benci dokter! "Baru saja
mengalami malam yang sulit kemarin."Elakku. "Mimpi buruk."
Aku menarik celana dalam baru dan kemudian memasang celana jins
ketat. Sepatu bot selutut dengan hak 3 inci dan aku siap. Aku
mengikat rambut berantakanku menjadi ekor kuda. Tidak perlu
berdandan, lalu berputar dengan dia masih menatapku. "Aku baikbaik saja, Jess."
Aku memeluknya erat dan berjinjit untuk mencium
pipinya. "Tenang." Aku menarik satu tanganku ke atas dan
mengusap kepala botaknya. Dia ingin itu tetap licin. Itu sangat seksi
dan semua orang sangat ingin mengusap kepalanya. Tetapi dia hanya
menyukainya jika aku yang melakukannya.
"Aku pikir kita perlu sebuah liburan," ujarnya saat mengikutiku
keluar dari kamar. "Mungkin kita harus kembali ke rumah untuk
beberapa saat. Aku meliriknya melalui bahuku saat aku memencet tombol lift. "Dan
dimana tepatnya rumah itu" Kita telah tinggal di bus selama 6 tahun
ini." "Nik berbicara tentang membeli rumah. Tapi kita tidak bisa
memutuskan dimana kita akan menetap. Drake menyarankan di
California, Shane ingin ke Boston." Dia mengangkat bahunya sambil
melangkah masuk bersamaku ke dalam lift. "Bagaimana
menurutmu?" Sejujurnya, aku tak tahu apa yang aku pikirkan. Aku akan mengikuti
kemanapun mereka pergi asalkan kami tetap bersama. Aku tidak
perduli. Tapi aku tidak menyangka mereka akan secepat ini menetap,
bahkan di saat kita telah lelah untuk pindah dari satu tempat ke
tempat lain. "Aku tak pernah memikirkannya," ucapku padanya.
"Well, kau harus memikirkannya. Kami ingin tahu dimana kau ingin
tinggal dan menetap. Kau tahu kemanapun kau pergi, kami akan
mengikutimu." Kata-katanya menghangatkan hatiku dan aku memeluknya erat. Dia
mencium puncak kepalaku dan kami keluar dari lift di lantai dasar.
Nik, Drake, dan Shane sudah menunggu kami. Mereka semua
memberiku tatapan khwatir, tapi aku hanya melewati mereka menuju
ke limo yang sudah menunggu di luar.
*** Bab 2 Menyiapkan peralatan dan melakukan cek suara adalah hal-hal yang
tidak mampu aku lakukan. Jadi, aku memilih untuk berurusan
dengan urusan dibelakang panggung. Aku memastikan buffet makan
malam telah tersaji rapi sehingga para priaku dapat makan sebelum
mereka tampil malam ini. Kemudian aku mengecek daftarku tentang
apa yang harus dilakukan untuk menyiapkan diri menghadapi grup
fans belakang panggung. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan, yang semuanya
berharap untuk dapat berakhir di ranjang setidaknya salah satu
anggota band Demon's Wings. Aku membenci satu persatu dari
mereka, namun aku hanya memberi tatapan dingin meremehkan ke
arah mereka sebagai gantinya. Mereka juga membenciku, karena
siapapun yang menjadi penggemar Demon's Wings pasti tahu bahwa
hanya aku perempuan yang berarti bagi semua anggota band.
Aku memastikan fans setia belakang panggung tetap menempati area
yang disediakan untuk mereka dimana para keamanan mengawasi
mereka laksana elang- untuk menghindari salah satunya masuk ke
ruang ganti untuk sebuah 'seks kilat' atau lebih parahnya untuk
mencari ketenaran karena telah berhasil membunuh seorang rocker
terkenal- sementara aku memastikan para priaku sudah diurus
dengan baik. Aku lega ketika melihat mereka makan di kamar
gantinya. Begitu pula dengan Drake, walau dia tetap membuatku
menggelengkan kepalaku saat aku melihat dia lebih memilih minum
Jack Daniels dibanding soda ataupun air putih.
Aku mengambil botol itu dari tangannya dan menggantinya dengan
sebotol air dingin dan berbalik untuk melihat apakah yang lain
membutuhkan sesuatu. Ketika mereka telah selesai makan, aku
membuang piring mereka ke tempat sampah dan memastikan bahwa
mereka telah memegang sebotol Air ataupun Gatorade. Mereka
butuh cairan karena sebuah konser selalu menghabiskanya. Terutama
Nik yang bernyanyi sambil berlari di atas panggung.
Aku menatap mereka satu persatu, menikmati ketampanan sejati
mereka masing-masing. Drake dan Shane dengan rambut gondrong
gelapnya dan mata biru abu-abu besarnya. Kedua saudara ini begitu
tampan dengan struktur wajah yang tegas dan tubuh langsing berotot
yang ditutupi tato. Jesse dengan kepala botaknya dan mata besar
coklatnya yang bisa berubah sesuai emosinya. Dia besar, dengan
semua ototnya yang membuncah keluar, membuat orang terkagumkagum akan dirinya
yang entah bagaimana dapat memainkan drum
dengan begitu lancar dengan ukuran tubuhnya.
Untuk beberapa detik lebih lama aku membiarkan mataku menatap
Nik. Dengan suaranya yang mampu mengacaukan wanita luar dalam
dan sepasang mata biru esnya yang sebagian tersembunyi di balik
tirai lembut bulu mata hitam dan tebal, tidak banyak wanita yang
mampu untuk mengatakan bahwa seorang Nikolas Armstrong tidak
mempengaruhi gairah mereka bahkan hanya secuil sekalipun. Tubuh
langsing berotot dengan wajah yang membuat para Dewa menangisi
hari kelahirannya dan tubuh setinggi dengan para saudara band yang
lainnya, dia telah membuat seluruh penggemar yang mengikuti
Demon's Wings karena cinta, nafsu maupun iri kepadanya.
"Jadi yang mana malam ini" Pirang, coklat atau rambut merah?" aku
bertanya sambil menaikkan alisku dan senyuman tipis dibibirku.
Shane menyeringai ke arahku dari sofa tempat dia berbaring. "Aku
akan mengambil salah satu dari masing-masing mereka."
Aku memutar mataku padanya. Dari mereka berempat, Shane adalah
playboy terbesar. Membawa satu persatu dari tiap tipe wanita
menurutnya "ringan". "Hmm...ada banyak pilihan sih, tapi seperti
biasa pasti yang pirang yang lebih banyak. Tolong berhati-hatilah."
Aku menatap Drake penuh arti. "Kau sudah bersiap, kan?"
"Emmie!" nampak sedikit rona merah dipipinya. Aku terus
menatapnya sambil mengangkat alis. Akhirnya dia membuang muka.
"Aku punya kondom," gumamnya.
Yang lain hanya tertawa mengejek. Aku mengabaikan mereka ketika
berbalik ke pintu. "Kalian punya wawancara jam 9 pagi besok. Aku
telah mengatur agar kita dapat menggunakan salah satu ruang
pertemuan sesampainya kita di hotel. Jadi, kumohon bawa badanmu
keluar dari kamarmu sebelum aku menggedor pintu kamar kalian."
Aku tahu aku harus memperingatkannya sekarang sebab aku takkan
bisa membayangkan akan dapat bertemu mereka lagi setelah konser
hingga pagi menjelang. "Drake, jangan buat aku memandikanmu di
pagi hari. Secepatnya bersihkan badanmu dari aroma pelacur dan
minuman." "Oh Tuhan, Emmie!" Dia berteriak kepadaku. "Kenapa kau hanya
memarahiku hari ini?"
Aku berhenti sejenak di pintu dan berbalik untuk melotot padanya.
"Tolong lakukan saja, Drake."
Dia menggerutu dan aku merasa sedikit buruk karena
memperlakukannya begitu kejam. Tapi dia seorang pria dewasa dan
lebih sering daripada tidak aku memandikannya karena dia terlalu
mabuk atau terlalu melayang untuk melakukannya sendiri.
Konser hampir selesai ketika aku merasakan ponselku bergetar. Aku
mengambilnya dari kantong belakang celanaku dan melihat nama
manajer Demon's Wings. Dia menyukaiku karena aku melakukan
apa yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Sementara dia
enak-enakan tidur di rumahnya di ranjang besarnya yang nyaman,
aku disini bekerja keras untuk para priaku. "Apa yang kau
inginkan?" Bentakku sambil mendekatkan ponsel ke telingaku,
berjalan menjauh dari panggung sehingga aku bisa lebih jelas
mendengarkannya daripada suara band.
Rich Branson tertawa, membuatku ingin menampar wajah
tampannya. "Siapa yang mengencingi cherrio-mu?"
"Aku sedang kesal," sungutku padanya, tidak yakin mengapa aku
jadi pemarah sore ini. Tapi dia seharusnya sduah terbiasa dengan
sifatku ini. Aku benci dia ! "Apa yang kau inginkan?"
"Seperti biasa...Dominasi dunia...Miliaran Dollar. Dan sebuah band
yang membuatku terlihat bagus. Aku punya beberapa dari hal yang
terakhir aku sebutkan tadi." Aku memutar mataku. Demon's Wings
adalah band paling keren yang ditanganinya. Mereka lebih dari
membuatnya tampak bagus. Mereka membuat orang-orang berpikir
betapa jeniusnya dia "menemukan" mereka. "Nik mengatakan bahwa
dia ingin mengambil waktu liburan musim panas, jadi aku hanya
ingin memberitahumu bahwa Tur "Other World Demon's Wings'
telah aku pindahkan ke bulan September."
Ini mengejutkanku. Nik tidak pernah menyebut apapun tentang
liburan musim panas. Kenapa dia tidak memberitahuku". Aku
menatap tajam ke belakangku, berharap aku bisa mendapatkan
jawaban dari Nik sekarang. Tapi sepertinya hal itu harus menunggu.
Semenjak tur musim panas dipindahkan, kami hanya memiliki waktu
beberapa minggu ke depan untuk menyelesaikan tur di Gulf Coast.
"Oke," jawabku pada Rich. "Kirimkan padaku rincian jadwal
barunya. Aku akan memastikan semuanya diurus dengan baik."
"Aku tahu kau bisa. Karena itu aku sangat menyayangimu, Tuan
Putri. Kau membuat hidupku lebih mudah."
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku menggertakan gigi. "Jangan panggil aku Tuan Putri!", aku
berteriak padanya dan mengakhiri pembicaraan. Aku sangat tidak
menyukai si brengsek itu. Dan aku tidak suka dipanggil Tuan Putri.
Si brengsek itu tahu, tapi dia selalu melakukannya setiap kali ada
kesempatan. Suara Nik di panggung menyadarkanku dari kebencianku kepada
Rich dan aku mengalihkan perhatianku kembali kepada para priaku.
Suara Nik sungguh membuat populasi para wanita mabuk kepayang.
Ketika salah satu speaker berdentum keras tak sengaja di dekatku,
aku segera tersentak sadar dari lamunan penuh hasratku dan segera
mencari kesibukan. Aku tidak bisa membiarkan orang lain
mengetahui bagaimana Nik mempengaruhiku. Aku tahu bahwa dia
tidak merasakan hal yang sama. Untuknya dan para pria yang lain
aku adalah adik kecil perempuan mereka. Mereka akan menyerahkan
nyawanya untukku, sama seperti yang akan kulakukan untuk
mereka. Perpaduan antara parau dengan serak dan rayuan merupakan belaian
pada tempat kegelapan diantara kedua kaki wanita. Aku jauh
daripada kebal pada suara itu dan malah menemukan diriku
membiarkan hasratku padanya terlihat saat aku berdiri disana
menonton pertunjukan band mereka.
Dan bila pada Nik aku tidak lain hanyalah gadis kecil yang telah dia
rawat sepanjang 17 tahun masa hidupnya. Aku mengabaikan
perasaanku karena aku tahu bahwa bukan aku yang diinginkannya.
Kebahagiaannya lebih penting daripada kebahagianku.
Dengan bibir gemetar, aku meyakinkan diriku untuk tidak
mendengarkannya bernyanyi lagi di sisa malam ini.
*** Bab 3 Aku tidak pernah menjadi penyuka muntah. Aku telah
membersihkan lebih banyak muntahan orang lain daripada diriku
sendiri selama bertahun-tahun. Sebagian besar muntahan ibuku,
dalam beberapa tahun terakhir ini para priaku - terutama Drake. Tapi
aku sendiri" Aku hanya melakukannya beberapa kali seumur
hidupku. Pagi ini adalah salah satunya.
Aku tahu bahwa aku takkan bisa menahannya secepat mungkin saat
aku turun dari tempat tidur. Perutku memberiku peringatan dua detik
sebelum aku mencoba untuk melompat dari tempat tidur. Aku
melakukannya di ujung tempat tidur sebelum aku membersihkan
semua sedikit makanan yang aku paksakan untuk ditelan sehari
sebelumnya. Baunya sangat tidak mengenakan daripada melihatnya.
Secepatnya ketika aku bisa sedikit menguasai refleks mualku aku
berlari ke dalam toilet sehingga aku bisa menyelesaikannya.
Rambutku menghalangi pandanganku dan aku memuntahi rambutku
juga sebelum aku bisa menyingkirkannya dari wajahku. Baunya
membuatku mual dan aku muntah sampai aku kehabisan nafas. Air
mata bercucuran di wajahku, alisku berkeringat dan perutku terasa
bergulung. Aku berdoa kepada setiap Tuhan yang kuketahui dan memohon
ampun. Tidak ada yang terjadi. Bahkan aku harus memaksa diriku
untuk berdiri sendiri pada kakiku yang goyah dan memegang
mulutku dibawah kran air sampai aku bisa menghilangkan sebagian
besar rasa pahit di dalam mulutku. Aku ingin mandi tetapi pertama
aku harus membersihkan kekacauan di kamar tidur sebelum aku
melakukannya. Ketika akhirnya aku mandi aku merasa lebih baik setelahnya. Tetapi
aku terlambat sehingga tetap membiarkan rambutku basah dan
tergesa-gesa berpakaian sebelum membangunkan para priaku.
Aku tidak terkejut ketika menemukan Shane masih diselimuti gadisgadis ketika aku
membuka pintu kamar hotelnya. Aroma seks
didalam ruangan sangat kental membuat perutku protes, tetapi aku
menelan rasa pahit di mulutku dan menyeretnya keluar dari bawah
ketiga gadis. Tanganku mengepal di rambutnya dan aku
menyentakknya sampai ia berdiri. "Cepat mandi!" perintahku,
sedang tidak ingin berurusan dengan para gadis nakal setelah
mengalami pagi seperti tadi. "Aku memberikan ceramah pada
adikmu tentang hal ini, tetapi ternyata kau yang harus aku urus pagi
ini." "Emmie!" Shane protes ketika aku memaksanya berjalan pancuran
air berdiri dan memutar air dingin dengan kekuatan penuh. "Sialan!"
"Turun ke lantai bawah dalam sepuluh menit!" Aku berteriak
padanya sebelum membanting pintu kamar mandi di belakangku.
Para pelacur di tempat tidur terbangun dan aku membelalak jijik
pada mereka. "Ambil baju kalian dan keluar. Kalian mempunyai
waktu dua menit sebelum keamanan melemparkanmu keluar,
berpakaian atau telanjang. Aku tidak perduli."
Jesse masih tidur ketika aku berjalan ke dalam kamarnya. Aroma
seks masih tertinggal di dalam kamar tetapi dia sendirian di tempat
tidur. Aku bahkan tidak mencoba membangunkannya dengan
lembut. Aku mengisi air ke dalam gelas dan membuangnya ke
kepalanya. "Aku bangun. Aku bangun." Dia megap-megap.
"Bagus." Aku membentak lalu meninggalkannya untuk bersiap.
Aku terkejut menemukan Nik sudah bangun. Ketika aku meletakkan
kunciku di pintunya ternyata sudah terbuka. Dia sudah berpakaian.
Rambutnya tebal sudah tertata. Seperti biasa melihatnya aku
merasakan sakit di tempat yang tidak seharusnya sakit. Dahinya
berkerut khawatir saat melihatku."Emmie. Merasa lebih baik, baby
girl?" Berlari kesana kemari membuatku pusing dan perutku masih protes.
Tetapi aku tidak ingin berdebat dengannya. Jika dia tahu aku sakit
dia akan memaksaku untuk pergi ke dokter. Tidak akan terjadi.
"Terimakasih sudah bangun." Gumamku.
"Em..." Dia memanggil pelan ketika aku meninggalkannya.
Aku mengabaikannya dan melangkah ke lift dan pergi ke lantai atas.
Kamar Drake berbau keringat, minuman keras dan seks. Tapi
untungnya gadis atau beberapa gadis mengingat jumlah bungkus
kondom di atas lantai di samping tempat tidur lenyap. Dia sepertinya
sudah bangun ketika aku masuk ke dalam. Tentu saja karena
kepalanya ada di dalam toilet. Suara muntahannya membuat reflek
muntahku bereaksi dan aku muntah ke dalam wastafel. Cairan pahit
hijau adalah semua yang dapat kuhasilkan dan aku memutar keran
air sehingga aku dapat menelan beberapa tegukan air. Setidaknya
sekarang aku mempunyai sesuatu untuk di keluarkan.
Tangan Drake yang berkeringat menyentuh punggungku. "Em?"
Suaranya parau memanggil namaku dan aku melihat sekilas
kepadanya, menyeka keringat dari atas bibirku. "Kau tidak apa-apa?"
Aku memberinya senyum lemah. "Sepertinya kita berdua mengalami
pagi yang buruk." Gumamku.
Dia mengerang saat berdiri. Pantatnya telanjang tapi tak ada satupun
dari kami perduli. Aku telah melihat setiap inci dari tubuh para
priaku. Tidak ada yang memalukan dari bagian tubuh kami.... Tidak
ada satupun yang mengedipkan mata ketika kami melihat satu sama
lain telanjang. Oke mungkin aku mengedipkan mata sekali atau dua
ketika aku melihat Nik telanjang, tapi aku tidak akan membiarkan
mereka tahu. "Kau tidak pernah sakit."
Aku mengangkat bahu. "Aku baik-baik saja. Tidak ada yang perlu
dikhawatikan. Pergi mandi, oke?" Dia mengangguk dan aku berbalik
pergi. "Sikat gigimu." Aku mengingatkannya.
*** Sepuluh menit kemudian mereka telah duduk di sofa panjang di
ruang pertemuan. Hidangan makanan pagi telah disiapkan. Aku
mencoba bernafas melalui mulutku untuk mengatasi aroma yang
tidak mengenakan. Biasanya aku akan menyiapkan sepiring
makanan dan secangkir kopi, tetapi pagi ini aku rasa aku tidak bisa
berurusan dengan itu dan tidak muntah. Untungnya tidak ada
satupun dari mereka perduli bahwa aku tidak menyiapkan segala
kebutuhan mereka. Wartawan dari majalah Rock America telah mulai mengajukan
pertanyaan pada mereka. Kurus dengan kacamata tebal dan suara
sengau membuatku saraf bawahku merinding mendengar setiap
perkataan yang diucapkan dari mulutnya, aku heran bagaimana lakilaki seperti ini
bisa menjadi wartawan di dunia musik rock. Mungkin
mempunyai seseorang ayah orang penting. Aku tidak yakin dan aku
tidak perduli. Dia seseorang yang ingin mengetahui apa yang juga ingin diketahui
semua fans Demon Wings. Bagaimana mereka bertemu" Apa makna
signifikan dari nama band" Apa yang mereka lakukan saat musim
panas" Kapan mereka akan membuat album baru"
Seperti yang selalu mereka lakukan mereka tidak pernah menjawab
dua pertanyaan pertama dari orang tersebut-tidak ada yang tahu dari
mana mereka berasal atau bagaimana kehidupan mereka sebelum
terkenal; kebanyakan merupakan bentuk perlindungan mereka
padaku karena gaya hidup ibuku yang tidak menyenangkan
walaupun kehidupan masa kecil mereka juga tidak begitu bahagia.
Tetapi mereka selalu menceritakan secara detil tentang musim panas
dan lagu-lagu baru yang Nik sedang kerjakan untuk album mereka
selanjutnya. Sejam kemudian lelaki itu berdiri dan pergi. Setelah
berjabat tangan dengan semua orang dia berbalik padaku. "Jadi
bagaimana rasanya kamu bekerja untuk Demon Wings?"
"Emmie bukan pembantu." Jesse memberitahu pria itu, yang mana
kami semua sudah tahu bahwa pria itu sudah mengetahuinya.
"Wawancaramu telah selesai."
Nada peringatan tegas dan jelas dari suara sang drumer dan
membuat wartawan itu segera kabur. Jesse bisa mejadi si 'kepala
panas', mudah marah dalam satu waktu dan cepat melayangkan
sebuah tinju. Aku harus menjamin dia untuk keluar beberapa kali
dari penjara karena ia terlibat perkelahian.
Aku menunggu beberapa saat untuk memastikan pria itu pergi
sebelum aku berhadapan dengan mereka. "Aku ingin meminta maaf
karena bersikap mengesalkan kemarin dan pagi ini." Aku
mengatakan pada mereka, penuh penyesalan. Aku tidak sering
bersikap mengesalkan pada para priaku. Sejujurnya aku bisa menjadi
seorang ratu jahat jika aku mau, tetapi bukan pada mereka.
"Duduk, Em." Jesse memerintahkan padaku. Ketika aku hanya
berdiri, dia menarik tanganku dan mendorongku ke sofa diantara dia
dan Nik. "Kita perlu bicara."
Aku menggigit bibirku, takut jika mereka membuatku pergi ke
dokter. Atau berteriak padaku. Dari kedua pilihan aku pikir aku
memilih diteriaki, tapi keduanya tetap akan membuatku menangis.
Tangan Nik membungkus disekitar pundakku, jarinya bermain di
ujung rambutku yang masih basah. Ini menenangkan dan hanya
dengan berada didekatnya membuatku aman dan dicintai. "Emmie,
kami bisa melihat jika kau mulai lelah. Ini tidak apa-apa. Kita semua
seperti itu. Itu sebabnya kami memutuskan berlibur di musim
panas." "Aku sudah tahu bahwa kau merencanakan liburan musim panas
ini." Aku memutar mataku padanya. "Rich menelponku kemarin
malam." Aku mengatakan padanya ketika ia terlihat bingung. "Kita
akan tur bersama Axton dan tur Otherworld dimulai bulan
September." "Rich sialan." Jesse bergumam. "Kami ingin mengejutkanmu."
"Ngomong-ngomong...Kami berfikir untung menyewa sebuah rumah
di suatu tempat. Tetapi kami pikir kau yang ingin memilihnya." Nik
tersenyum padaku, senyumnya selalu membuatku hatiku nyeri untuk
sesuatu yang tidak mungkin aku miliki. "Dimanapun di dunia ini
yang kamu inginkan, Em. Pilih sebuah tempat, temukan sebuah
rumah untuk kita dan dimana kami bisa menghabiskan musim panas
kita." Daguku bergetar. Aku lega mereka tidak berteriak, bahwa aku tidak
dikhianati Drake mengadukan keadaanku tadi pada yang lain dan
mereka tidak memaksaku untuk pergi ke dokter. Jadi kenapa tibatiba aku terisak-
isak" *** Bab 4 Satu konser lagi dan kemudian kembali ke jalanan.
Apakah kalian tahu seberapa sulitnya menyembunyikan muntah
ketika kamu berada dalam bus wisata" Itu hampir tidak mungkin.
Tetapi entah bagaimana aku bisa melakukannya. Untuk tiga minggu
berikutnya aku merahasiakannya dari mereka. Dengan alarm bangun
pagi yang aku dapatkan setiap pagi hari dimana aku tergesa-gesa
untuk mencari kamar mandi, aku tidak pernah begitu senang para
pria itu bisa tidur dengan nyenyak di dalam hidupku.
Setelah muntah-muntah setiap pagi aku biasanya bisa melalui sisa
hari tanpa mengulanginya lagi. Walaupun perutku masih mual
sepanjang hari dan aku kehilangan berat badan karena aku tidak
dapat memaksa diriku sendiri untuk makan. Hal ini mulai disadari
mereka, bahkan Drake dalam keadaan hampir selalu mabuknya.
Mereka mulai melihatku lebih dekat dan aku tahu bahwa mereka
akan mulai mengeroyokku. Dan sesungguhnya aku lebih khawatir apa yang salah dengan diriku
daripada pergi ke dokter sekarang. Tetapi aku menundanya selama
mungkin. Aku menemukan rumah untuk kami secara online. Ini sempurna.
Pantai pribadi, tak seorangpun dalam satu mil dapat mengganggu
kami. Dan jika para lelaki merasa gelisah mereka hanya perlu
mengemudi empat puluh lima menit untuk menemukan sebuah klub
atau bar. Harga untuk sebuah rumah sewa di musim panas membuat
perutku mengepal. Bahkan setelah bertahun-tahun dan gaya hidup
yang kami jalani aku merasa ngeri untuk menghabiskan begitu
banyak uang. Tetapi hal ini bahkan tidak akan membuat lekukan
kecil di seluruh dompet kami sekarang.
Bahkan dompetku sendiri. Rich membayarku dengan bagus untuk
mengurus para priaku, sesuatu yang aku akan lakukan secara gratis.
Tetapi Nik dan Jesse menyuruhnya untuk memasukkan aku di daftar
gajinya ketika aku berusia delapan belas tahun. Aku belum
mempunyai keperluan untuk menyentuh uang yang aku peroleh. Jika
ada sesuatu yang mereka pikir aku inginkan mereka hanya perlu
membelinya untukku. Jika aku memerlukan sesuatu mereka
menyerahkan kartu kredit mereka ke tanganku dan memastikan aku
menggunakannya. Pada saat semua rincian telah selesai diurus hanya ada beberapa hari
yang tersisa hingga akhir tur. Satu pemberhentian, dua kali konser
lagi dan kemudian kami akan naik pesawat. Aku sangat
bersemangat. Kami tidak pernah liburan musim panas. Aku ingin
tidur selama tiga bulan! Memikirkan itu sendiri membuat aku
mendesah. "Aku rasa kau harus pergi ke dokter."
Kepalaku tersentak saat mendengar suara Nik. Dia dan Jesse telah
duduk di bagian belakang bis denganku melihat TV untuk sejam
terakhir. Aku merasa lebih baik setelah pagi penuh muntah yang
menyenangkan. "Tidak."
Dia duduk tepat disampingku jadi aku tidak punya waktu untuk
pindah ketika dia meraih dan menarikku di atas pangkuannya. "Ya,
Emmie. Kamu hanya tinggal tulang sekarang. Kamu tidak makan.
Dan aku mendengarmu pagi ini di kamar mandi. Kau tidur sepanjang
waktu, dan suasana hatimu sering berubah-ubah menjadi cerewet.
Ada yang salah." "Aku tidak ingin pergi ke dokter." Oke, mungkin aku akan pergi.
Aku takut jika ada sesuatu yang salah denganku, seperti ulcer atau
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesuatu. Aku tidak pernah merasa begitu sakit dalam hidupku.
Membutuhkan semua tenaga yang aku miliki untuk tidak
memuntahkan lagi air yang aku telan akhir-akhir ini. Tetapi aku
masih takut dokter. "Kami akan pergi denganmu, Em." Janji Jesse, memutar-mutar stick
drum di jarinya dengan ahli. "Kami tidak akan membiarkan mereka
menyakitimu." Aku menatapnya lebih tajam. Dia benar-benar mengkhawatirkanku.
Aku dapat melihat dari cara dia menatap padaku bahwa dia telah
sedikit takut juga. Aku tidak bisa menahannya. Jadi aku mengalah.
"Okey." Aku berbisik. "Aku akan menemui dokter ketika kita sampai
di rumah pantai." Mereka berdua tampak sedikit santai. "Apapun itu, kita akan
melewati itu." Saat itu aku menyadari bahwa Jesse berfikir bahwa
ada sesuatu yang buruk denganku. Aku turun dari pangkuan Nik dan
naik ke pangkuan sang drum. Tangannya mengepal di sekitar
tubuhku dan aku membiarkannya memelukku. Tidak ada yang
berbicara sepatah katapun ketika kami melewati malam,
kedekatanku tampaknya menenangkan sesuatu dalam pikiran pria
besar ini. *** Aku bangun dengan tubuh hangat menyelimutiku. Ini sudah biasa
bagiku untuk tidur di tempat tidur yang sama dengan salah satu dari
mereka. Ketika kau hidup di dalam bis kau tidur dimanapun kau
bisa. Aku tahu siapa itu dengan cara dia bernapas di belakang
leherku. Jess si Napas Bau. Menguap aku bergerak hingga aku
duduk. Jesse bahkan tidak bergerak. Tangannya jatuh kembali di sofa
di sampingnya dan aku berdiri, mencoba untuk merenggangkan
beberapa kekakuan dari otot-ototku yang lelah.
Ketika aku melirik ke arah temanku hatiku sedikit meleleh. Dia,
seperti para priaku lainnya, mencintaiku lebih dari apapun di dunia
ini. Dan aku mencintainya sama banyaknya. Tersenyum aku
mengambil selimut dari kursi di seberang dinding dan
menutupkannya padanya sebelum membungkuk untuk menciumnya
singkat di alisnya. Bis masih tetap bergerak dan aku tahu aku harus tidur. Tidak akan
ada waktu untuk tidur ketika kami sampai di Galveston. Tidak aka
nada hal lain kecuali bergerak cepat ketika kami telah berhenti.
Perutku untungnya bekerjasama denganku dan aku tidak harus
berjuang dengan keinginan untuk muntah. Jadi aku masuk melewati
ruang tempat tidur, dimana ada dua set tempat tidur yang saling
berlawanan di tepi setiap dinding.
Shane bergumam dalam tidurnya, Gibson favoritnya dicengkram
dalam pelukannya seperti anak kecil dengan boneka hewannya. Di
tempat tidur bawah adikknya sudah tidur. Aku memastikan bahwa
dia tidak memiliki botol minuman keras yang terbuka tutupnya dan
kemudian menarik selimut untuk menutupi punggung telanjang
Drake. Aku paling mengkhawatirkan Drake. Tidak ada seorangpun
yang pernah membicarakan tentang alasannya membutuhkan
minuman untuk melupakan masa lalu. Kami semua tahu setan apa
dalam dirinya. Dan kami semua tahu sampai dia telah siap tidak ada
yang bisa kamu lakukan selain melihatnya. Dua kali kami
membujuknya untuk ke rehabilitasi berakhir dengan tidak baik.
Aku menemukan Nik tertidur di tempat biasa aku tidur di bagian
depan bis. Dia terbaring tengkurap dengan memeluk erat bantalku
dan selimut kesukaanku di pinggangnya. Kenapa dia tidur disini"
Dia benci bagian depan bis karena jendela-jendelanya tidak
berwarna dan membiarkan masuk cahaya matahari terlalu banyak
saat siang hari. Tetapi disinilah dia, air liur di seluruh bantalku dan
memonopoli sofaku. Sambil mendesah aku mendorong pundaknya, membuatnya berputar
sehingga aku bisa naik di sampingnya. Dia bahkan tidak protes saat
aku meringkuk dekat dengan dadanya yang telanjang dan
berbantalkan kepalaku di dadanya. Aku menghirup aroma Nik yang
bersih, dan benar-benar unik dan aku memejamkan mata. Ini hampir
mendekati surga yang hanya bisa aku dapatkan.
Bibir lembut yang hangat menyapu dahiku dan tangannya yang kuat
melingkar di sekitarku menarikku lebih dekat lagi ke dadanya. "Kau
tidak tahu betapa bahagianya aku karenamu saat ini." Gumamnya.
Tetapi aku sudah setengah tertidur, aman dalam pelukan pria yang
memiliki tubuh dan jiwaku.
*** Bab 5 Malam ini adalah konser terakhir. Aku sudah tidak sabar untuk
mengakhirinya. Aku merasa sangat sakit dan hari ini aku telah
menjadi jalang terbesar dengan perubahan suasana hati yang hampir
mendekati pengidap kepribadian ganda. Setelah melihat semua
gejalanya aku yakin bahwa aku mempunyai kanker otak. Hal itu
hanya menambahkan kecemasanku yang bergolak.
Para priaku semua keluar di panggung dengan lampu-lampu yang
memantul dan berkedip seirama dengan hentakan musik. Penonton
masih menggila. Saat pembukaan konser Nik berjanji pada mereka
satu lagu baru yang dia kerjakan. Salah satu janjinya adalah lagu itu
ada di dalam album mereka selanjutnya. Itu mengejutkanku setengah
mati dan para priaku yang lain, tentu saja. Aku yakin bahwa jika
Rich ada disini dia akan mendapatkan serangan jantung...Tetapi aku
tidak masalah jika hal itu terjadi.
Aku berdiri dari jarak yang aman di atas panggung, menyiksa diri
dengan melihat para gadis melemparkan celana dan bra mereka ke
Nik. Dia menangani semua itu seperti biasanya, dengan senyuman
dan melihat dengan tatapan menggoda ke penonton. Aku hanya ingin
malam ini cepat berakhir!
Seseorang menabrak bahunya kepadaku dan aku berbalik untuk
memeloti orang tersebut, bersiap untuk menggigit kepala mereka dan
memasukkannya ke dalam tenggorokannya sendiri. Kemudian aku
melihat siapa orang itu aku memutar mataku. "Hei. Apa yang kau
lakukan disini?" Axton Cage mengangkat bahunya yang ramping. Aku perhatikan dia
punya tato baru, di bagian dalam tangan kirinya. Aku hampir
tersedak ketika aku melihat apa yang tertulis. Brie. "Jadi kalian
berdua telah resmi?" Aku menganggukan kepalaku ke pergelangan
tangannya dan dia mengangkat bahu.
"Masih berusaha." Dia memberitahuku. Dia tahu aku bukan
penggemar berat Gabriella Morietti. Benar-benar membenci pelacur
itu. Nona sok alim. Dia juga sangat tidak menyukaiku. Shane bilang
itu karena kami sangat mirip. Aku berfikir itu karena pelacur tersebut
telah tidur dengan Nik saat kami sedang tur di Australia dan
kemudian dengan bangga dia memberitahuku tentang hal itu. Tentu
saja itu sudah lebih dari setahun yang lalu dan dia sudah bersama
Axton sekarang. Setidaknya mereka putus dan sambung lagi.
"Aku kebetulan berada di daerah sini." Axton akhirnya menjawab
pertanyaanku di awal. "Sebenarnya aku merasa bosan sekali di
California dan berfikir aku ingin melihat kekacauan macam apa yang
aku bisa lakukan bersama dengan teman-teman tololmu."
"Dengan segala cara, masuklah ke dalam semua masalah sesuai
dengan hasrat hati kecilmu. Tetapi kami memiliki jadwal tiket
pesawat penerbangan pertama di pagi hari. Membuat aku terlambat
untuk liburanku dan mereka akan menggores isi perutmu dari
trotoar." Tangannya memeluk pinggangku dan aku bersandar kepadanya.
"Ah, ayolah cantik. Kau tahu kau ingin menyebabkan beberapa
masalah denganku." Dia menggosok hidungnya dengan hidungku
membuatku terkikik. "Kau menyukaiku. Akui saja."
Aku mendengus. "Aku membencimu." Tetapi aku harus mengakui
bahwa walaupun perasaanku untuk Nik, Axton Cage bisa
membuatku terengah-engah. Jadi aku membiarkan Axton
menciumku. Dia beraroma mint dan sedikit kopi. Bibirku tergelitik
dan aku membuka mulutku sedikit untuk membiarkannya mencicipi
rasaku. Aku tidak bisa jujur mengatakan bahwa aku tidak
terpengaruh, tapi aku tidak terburu-buru untuk mendapatkan dia
telanjang. Ketika dia melangkah mundur sedikit aku mendesah.
"Okey, jadi aku tidak kebal." Tetapi aku meragukan setiap wanita
dengan libido yang masih bekerja juga akan kebal.
Dia terkekeh dan melepaskanku. "Tur bersamamu akan menjadi
sangat menyenangkan."
Aku meringis. "Apakah jalang troll itu juga ikut?"
"Kemungkinan besar. Tergantung pada bagaimana keadaan dia
dengan keluarganya. Alexis mengalami masa yang sulit sekarang."
Hatiku sedikit miris memikirkan sepupu Gabriella, Alexis.
Perempuan itu telah melalui banyak hal selama setahun atau lebih.
Dia telah mengalami kecelakaan mobil yang hampir
menghancurkannya. Tetapi dia sangat kuat. Dia berjuang untuk bisa
berjalan kembali. Kemudian melewati cobaan yang sangat besar
dengan pacarnya, yang mana tabloid-tabloid menggila karena Jared
Giordano dan masa lalunya hubungannya dengan istri adiknya.
"Bagaimana dia?" tanyaku, karena sementara aku membenci
Gabriella, aku bisa akrab dengan Alexis saat aku bertemu dengannya
beberapa kali. "Dia hamil." Mengatakan bahwa aku terkejut adalah sebuah pernyataan
meremehkan. Setelah kecelakaan dokter mengatakan bahwa Alexis
tidak akan pernah memiliki bayi. "Bagaimana itu mungkin terjadi?"
Axton mengangkat bahu. "Aku tidak benar-benar yakin.Tapi Brie
mengatakan bahwa mereka melakukan USG dan sepertinya mereka
hanya mengambil sebagian dari rahimnya.Kau bisa membayangkan
betapa bahagia dan tertekannya gadis itu. Dokternya menyuruhnya
istirahat total karena dia mulai sedikit pendarahan pekan lalu. Brie
tidak ingin meninggalkannya. "
"Sampaikan salamku padanya. Aku sangat senang untuknya." Di atas
panggung kerumunan penonton di bawah hening dan aku berpaling
untuk menemukan Nik sedang duduk di atas bangku. Drake menarik
satu kursi juga dan mengeluarkan gitar akustiknya.
"Oke. Seperti yang dijanjikan lagu ini aku telah bekerja keras untuk
lagu ini selama beberapa minggu. Semoga kalian menyukainya."
Apakah hanya perasaanku atau dia terlihat sedikit gugup" Meskipun
pikiran itu gila. Nik telah menyanyikan lagunya sendiri sejak album
kedua Demon's Wing saat dia telah menulis setiap lagu dan
mendapatkan platinum dalam waktu kurang dari seminggu.
Perusahan rekaman telah memberikannya kekuasaan penuh saat itu.
Tidak ada alasan baginya untuk gugup tentang lagu-lagunya
Demon's Wing tidak dikenal karena lagu-lagu cintanya. Bukan
mengatakan bahwa beberapa hits mereka bukan tentang cinta, tetapi
biasanya lagu-lagu tersebut lebih tentang seks daripada cinta sejati.
Jadi kau tidak bisa mengerti bagaimana terkejutnya aku saat Nik
mulai bernyanyi. Aku pikir hatiku akan hancur. Nik menulis lagunya dari pengalaman.
Ada banyak masa kecilnya di dalam lagunya. Masa kecil dia, para
priaku, dan juga aku. Musiknya selalu dekat dengan kami semua.
Kegelapan, penderitaan, obat-obatan dan bahkan pemukulan. Tetapi
saat Nik bernyanyi tentang bagaimana hatinya telah dingin untuk
waktu yang lama, tetapi sekarang ada sebuah bara membakar disana
menangkap api, membawa dia kembali ke kehidupan aku pikir aku
akan mati. Nik sedang jatuh cinta" Aku tidak berpikir aku bisa mengatasinya.
Tidak. Tidak, aku tahu bahwa aku tidak bisa mengatasinya. Nik bisa
berbuat apa saja yang dia inginkan. Nik bisa melakukan semua
kencan satu malam, seks tanpa bermakna dengan siapapun. Aku bisa
menghadapi itu...Okey, jadi aku berusaha dengan sekuat tenaga
menahan diri untuk mencoba berurusan dengan itu.
Tetapi jika Nik sedang jatuh cinta itu akan menghancurkanku. Aku
tidak dapat menghadapi dia dengan seseorang pelacur sepanjang
waktu. Dan mengetahi bahwa hatinya milik pelacur itu"
Aku limbung. Lengan Axton mengelilingi tubuhku, menahanku."
Pelan-pelan, babe." Rasa pahit meningkat di belakang tenggorokanku. Memutar tubuh,
aku berlari. Aku tahu aku tidak akan bisa sampai ke kamar mandi,
jadi dengan aku putus asa mencari tempat sampah. Untungnya ada
salah satunya yang dekat atau aku harus membersihkan tubuhku lagi.
Aku mengosongkan perutku, lagipula isinya tidak banyak.
Untungnya rambutku di ikat ekor kuda.
Sebuah tangan hangat mengusap punggungku menenangkan. Air
mata mengalir di pipiku. Sampai sekarang aku berpikir bahwa aku
sedang sekarat. Sekarang...Sekarang aku berharap aku akan sekarat!
"Ya Tuhan!" Gumam Axton. "Kau baik-baik saja, babe?"
"Aku hanya ingin berbaring." Bisikku." Aku tidak merasa baik akhirakhir ini."
"Ayo." Dia mendesak." Aku akan membawamu kembali ke
hotelmu." Dunia berputar. Begitu mobil berhenti di depan hotel tempat kami
menginap aku tahu aku dalam masalah. Masalah besar. Aku
membanting pintu dan muntah sampai aku pikir perutku akan keluar
dari mulutku. Tubuhku mandi keringat dan aku tidak tahu apakah
aku bisa berjalan tanpa tertelungkup.
Axton bergumam rangkaian kutukan kotor dan meneriakkan sesuatu
ke penjaga pintu yang sedang menahan pintu terbuka untukku. Aku
butuh waktu satu detik untuk menyadari bahwa pria malang itu
mendorongku kembali ke mobil sewaan Axton dan menutup
pintunya. Aku hampir tidak punya energi untuk membuka mataku
ketika aku melihat si rocker meninju sesuatu pada GPS dan
kemudian dia segera bergerak cepat.
Ban berdecit saat ia masuk ke lalu lintas. Bunyi klakson yang marah
di belakang kami, tapi aku tidak melihat ke belakang. Pada
kecepatan kami aku yakin bahwa dia akan dihentikan ke tepi oleh
polisi, tetapi dia tetap saja menabrak lampu tanda bahaya dan
melewati peliut peringatan polisi saat berkelok-kelok masuk dan
keluar dari lalu lintas. "Tunggu, Em." Gumamnya.
Aku tidak dapat menjawab. Dunia terasa kabur sekarang. Pada saat
dia membanting rem untuk berhenti di depan UGD aku hampir tidak
bisa berfungsi. Aku merasa dia mengangkatku keluar dari mobil,
tahu bahwa dia praktis berlari dengan aku dalam pelukannya. Aku
merasa dadanya bergemuruh ketika dia berteriak, tetapi tidak bisa
cukup fokus untuk memahami apa yang dia katakan.
*** Rasa dingin tempat tidur dipunggungku cukup membangkitkanku
untuk membuka mataku untuk sesaat. Aku melihat lampu terang, bau
antiseptik. "Dehidrasi berat." Suara seorang pria mengatakan."
Sudah berapa lama muntah-muntah?"
"Tidak tahu." Axton terdengar stress.
"Tunggu disini." Suara itu memerintahkan. Aku merasa diriku
mengambang, berasumsi itu adalah tim medis mendorong tempat
tidur untuk menjauh. Jarum disuntikkan ke lenganku, tetapi aku
tidak mempunyai energi sangat banyak untuk merintih. "Emmie?"
Suara itu memanggilku dengan nada memerintah. "Kami
memberimu cairan." Ada jarum lain di lenganku. "Hanya mengambil sedikit darah,
sayang." Suara seorang perempuan kali ini. lembut dan ramah. Aku
tidak pernah berhubungan dengan wanita lain yang sangat baik
padaku. Aku yakin bahwa jika aku memiliki cadangan air aku akan
menangis. Pria dengan suara berwibawa meletakkan tangannya di pergelangan
tanganku. Dia memegang disana beberapa menit lamanya. Tak
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berapa lama kemudian cairan yang mereka pompakan ke aku mulai
menghidupkanku kembali. Perlahan-lahan aku mengerjapkan
membuka mataku. "Aku benci dokter." Bisikku.
Dokter, seorang pria berwajah tampan dengan rambut hitam pendek
dan mata coklat yang besar menyeringai ke arahku. "Sayang sekali.
Aku sebenarnya seorang pria yang lumayan."
Meskipun begitu mengerikan perasaanku saat ini, aku merasakan
senyuman menggoda di bibirku. "Aku memegang kata-katamu itu."
Dokter melepaskan tanganku. "Kau sangat sakit, wanita muda.
Berapa lama kau telah muntah-muntah?"
Pikiranku masih berkabut, tetapi aku mencoba untuk menentukan
berapa lama itu terjadi. "Sebulan, aku fikir."
Mata dokter itu melebar. "Apakah kau pernah menemui seorang
dokter sebelumnya?" Aku menggelengkan kepala dan melihat dia
menggelengkan kepalanya yang lucu dengan putus asa. "Tidak heran
kau begitu dehidrasi. Apakah kau bisa makan sama sekali" "
"Tidak terlalu."
"Bagaimana dengan minuman" Air, Gatorade?" Aku menggelengkan
kepalaku lagi. Dia menghela nafas. "Kau benar-benar benci dokter,
ya" Jika kau sesakit ini dan menolak untuk mencari bantuan. Ini
adalah hal yang sangat bagus pacarmu membawamu masuk saat dia
menyadarinya. Terlambat sedikit saja dan kau bisa meninggal karena
dehidrasi." "Pacar?" Siapa pacarku" Apakah dokter ini gila" Jika para priaku
tahu bahwa aku mempunyai pacar mereka akan mengamuk. Seorang
pria harus memiliki lebih banyak keberanian daripada otak jika dia
berfikir ada anggota dari Demon's Wings yang akan membiarkan
mereka dekat denganku. Kadang kau akan berfikir jika aku berumur
enam belas dan bukan dua puluh satu dengan cara perlakukan
mereka jika ada pria lain yang memandangku dua kali.
"Pria menyeramkan dengan tato." Dia mengangguk di atas
kepalanya dan aku melihat Axton berdiri di pintu, mencoba untuk
mengintip. Teleponnya ada di telinganya dan dia mengerutkan
dahinya. Sebuah senyum lagi menggoda mulutku. "Ax, bukan pacarku. Para
priaku akan mematahkan kakinya jika mereka berfikir dia pacarku."
"Para priamu?" dokter memiringkan alisnya.
"Jangan dipikirkan." Gumamku. Sangat sulit untuk menjelaskan
tentang para priaku dan aku tidak mempunyai energi bahkan untuk
mencoba menjelaskannya. Mataku terasa berat. "Cepatlah dan buat
aku lebih baik jadi aku bisa kembali ke hotel. Aku ingin pergi tidur."
Kau tidak akan kemana-mana setidaknya sampai besok, Em. Kami
harus melakukan beberapa tes, memasukkan lebih banyak lagi cairan
ke dalam tubuhmu -dan mungkin sangat banyak- kau akan bisa
pulang di pagi hari. Sampai saat itu biarkan aku mengambil darahmu
lagi dan menemukan sebuah kamar untukmu."
Kepalaku tersentak. "Tetapi aku sudah pesan pesawat untuk
membawaku ke Florida di pagi hari. Aku akan pergi berlibur."
Sekali lagi dengan alis terangkat terkutuk itu. "Kelihatannya kau
akan sangat terlambat untuk berlibur, sayang. Sekarang santailah.
Monitor jantungmu akan gila." Saat itulah aku merasakan bantalan
lengket menempel ke dadaku dan menyadari suara bip bip yang
konstan berbunyi. Axton masuk kembali ke dalam ruangan. "Aku tidak mendapat
jawaban dari siapapun dari telepon sialan mereka." Dia menggeram.
"Konser sialan itu harusnya sudah selesai."
Aku tertawa kecut. "Kau seorang bintang rock Axton. Apa hal
pertama yang ingin kau lakukan ketika kau turun panggung, mabuk
dalam egomu sendiri?" Ekspresi di wajahnya menjelaskan padaku
itu adalah jawabannya. "Jangan khawatirkan itu. Mereka akan
kembali ke hotel dan menikmati malam gila mereka. Ketika mereka
bangun di siang hari dan bertanya-tanya mengapa aku tidak datang
untuk menyeret pantat mereka dari tempat tidur, mereka akan datang
mencariku." Matanya menggelap karena marah. "Jadi kau hanya menjadi yang
kedua?" Aku mengangkat bahuku. "Setelah konser, biasanya." Itu tidak
menggangguku... terlalu. Tapi aku tidak akan mengeluh. Aku tahu
bahwa mereka mencintaiku. Aku melirik ke dokter. "Bagaimana
hasil pemeriksaan tes tersebut?"
Dokter melirik ke Axton. "Apakah dia selalu ingin menang sendiri?"
Axton mendengus. "Jika anda tahu orang-orang yang harus dia urus
setiap hari Anda akan mengerti bahwa Anda mendapatkan versi yang
baik dari tukang perintah."
*** Bab 6 Dokter sangat lama! Dengan cairan yang terus bergerak masuk ke sistem tubuhku, aku
mulai merasa lebih baik daripada yang telah aku rasakan dalam
waktu yang lama. Tapi perutku masih terasa bergulung. Aku ingin
tahu apa yang membuat dokter begitu lama, dan khawatir bahwa hal
ini adalah sesuatu yang melampaui imajinasi terliarku tentang apa
yang salah denganku. Axton masih mencoba untuk menelepon para priaku. Tapi sejauh ini
belum mampu menjangkau salah satu dari mereka. Seorang perawat
telah mengatakan kepadanya bahwa dia harus pergi ke luar untuk
menggunakan ponsel, dan aku belum melihat dia lagi lebih dari
sepuluh menit. Pantatku mati rasa sejak duduk terus selama satu jam
tanpa bergerak dan meskipun aku sangat ingin tidur, aku tidak bisa
membawa diriku cukup santai untuk melakukannya.
Pintu ke ruang pemeriksaanku dibuka dan masuklah dokter. Ada
seorang teknisi di belakangnya mendorong sebuah mesin besar dan
aku bertanya-tanya apa sih yang akan mereka lakukan padaku.
Melihat ketakutan di mataku dokter dengan cepat menjelaskan.
"Tidak apa-apa. Ini hanya mesin untuk melakukan USG."
"Mengapa aku membutuhkan USG" Bukankah itu bagi wanita
hamil?" Dokter mengangguk. "Sebagian besar, ya. Tapi ini juga digunakan
untuk hal-hal lain. Namun, setelah mendapatkan hasil pemeriksaan
darah kami telah menemukan alasan untuk penyakit Anda dan
dibutuhkan sedikit eksplorasi."
Darahku tampaknya membeku di pembuluh darahku. Dia tahu apa
yang salah denganku. Aku takut jawabannya tapi perlu tahu. "Jadi
apa yang terjadi" Apa yang salah denganku?"
Dia mengangkat bahu. "Tidak ada yang tidak akan jelas dengan
sendirinya sampai pada waktunya." Dia tersenyum. "Tampaknya
bahwa Anda sedang hamil."
Aku yakin bahwa aku berhalusinasi. Dia tidak bisa hanya
mengatakan bahwa aku hamil. Tidak tidak TIDAK! Aku menggeleng
panik. "Hal itu tidak bisa terjadi. Periksa lagi. Tes-tes tersebut salah."
Dokter mengerutkan dahi melihat reaksiku tapi dia berbicara dengan
suara menenangkan. "Mari kita lakukan USG. Dengan begitu kita
dapat menentukan apakah hasil pemeriksaan darah yang salah. Dan
jika itu tidak salah kita bisa memberikanmu waktu kelahirannya."
Monitor jantung yang melekat pada dadaku mengamuk. Jantungku
berlomba dengan rasa ngeri, ketakutan, khawatir. Ini seharusnya
salah. harus. Tolonglah, biarkan ini salah. Karena jika itu tidak salah
hidupku dengan para priaku akan hancur. Mereka tidak akan pernah
percaya padaku lagi. "Oke." Suaraku keluar dengan goyah, dan aku
tidak bisa berbuat apa-apa tentang ini.
Tekhnisi bergerak ke sisi kanan tempat tidur dan tersenyum ke
arahku sementara dokter meredupkan lampu. "Kapan periode
terakhirmu, sayang?" Tanya dia lembut. Dia cantik, mungkin di usia
akhir tiga puluhannya. Ada sebuah cincin berbatu besar di jari
manisnya dan sedikit benjolan kecil dibalik seragam perawat
mengatakan bahwa dia juga hamil.
Aku mencoba mengingat kapan periode terakhirku. Aku bukan
perempuan yang paling teratur. Dan aku tidak benar-benar peduli
untuk mengingatnya. Hidupku begitu sibuk sehingga ketika haidku
muncul aku hanya mengangkat bahu dan melanjutkan hidupku. Jika
tidak itu bukan masalah besar. Akhirnya aku menyerah. "Aku tidak
pernah teratur." Kataku jujur. "Aku tidak ingat kapan terakhir kali
aku mengalaminya." Dia mengangguk. "Tidak apa-apa." Dia mengetik sesuatu ke dalam
mesin besar itu dan kemudian dia menarik bajuku dan menarik
celana jins dan celana dalamku turun sedikit. Dia menuangkan gel di
perutku yang secara mengejutkan terasa hangat. Lalu ia menekan
sebuah tongkat ke perut bawahku dan aku meringis kesakitan. Aku
merasa kembung dan tidak nyaman saat ia menggerakkan tongkat
itu. Aku menatapnya dari dekat, mengalihkan pandanganku dari apa
yang dia lakukan pada tubuhku kepada apa yang dia lakukan di
layar. Dokter mengawasinya lewat bahunya, mengangguk.
"Oke." Kata teknisi dengan senyum kecil. "Kita bisa melihat detak
jantung. Lengan, kaki. Tulang belakang terlihat baik "Dia memutar
sebuah nob dan suara berderap memenuhi ruangan. "Detak jantung
yang kuat...bagaimana menurut Anda dokter?"
"Sepertinya dia berumur tepat delapan belas minggu...Bisakah Anda
memberitahu jenis kelaminnya?"
Aku berhenti mendengarkan mereka sejenak. Tatapanku
terperangkap di layar. Garis besar dari makhluk kecil itu menatapku.
Sebuah tangan melambai, kaki menendang. Napasku terperangkap
dalam dadaku dan aku tidak bisa bernapas. Di suatu tempat jauh di
dalam dadaku hatiku meleleh dan aku jatuh jungkir balik pada cinta
dengan makhluk di layar. "Well..." Dokter dan teknisi terkekeh.
Kepalaku tersentak ke arah mereka. "Apa?" Bisikku.
"Bayi Anda ingin memastikan bahwa Anda tahu persis apa jenis
kelaminnya." Dokter menyenyuh layar dan saya melihat bahwa dua
kaki yang terbuka lebar. "Selamat. Anda memiliki seorang anak
perempuan." Air mata membakar mataku dan aku berkedip cepat untuk
menahannya. "Seorang anak perempuan." Aku menarik napas.
Si Teknisi mengambil beberapa gambar lagi, kemudian mencetak
selembar dan menyerahkannya kepadaku. "Untuk buku bayi Anda. Gambar
pertama bayimu." Dia tersenyum dan meninggalkan ruangan tanpa
mesinnya. "Yah Anda memang hamil, Em." Dokter, yang aku yakini telah
mengatakan kepadaku namanya, tapi aku telah lupa untuk
mengingatnya, memberiku tatapan bertanya. "Delapan belas minggu
dan tiga hari dari pengukuran. Itu menunjukkan tanggal kelahirannya
pada tanggal enam November." Dia menuliskan sesuatu di iPad dia
di tangannya. "Apakah dia baik-baik saja?" Aku tidak bisa tidak berpikir tentang
bagaimana sakitnya aku selama satu bulan terakhir. "Apakah aku
menyakitinya?" Dia cepat meyakinkanku. "Tidak. Cairan ketubannya sempurna,
sehingga dehidrasimu tidak mempengaruhi si bayi. Ini mungkin saja
alasan kenapa kau begitu sakit. Segala sesuatu yang kau mampu
makan akan langsung masuk kepadanya. Detak jantungnya bagus,
dia bergerak...kau tidak merasakannya?"
Tanganku menyentuh perutku lebih rendah. Ada makhluk hidup
kecil dalam diriku. Sebuah air mata lolos dan turun ke pipiku.
"Tidak" bisikku. "Apakah itu normal?"
Dokter mengangkat bahu. "Setiap wanita berbeda. Beberapa tidak
merasakan bayinya hingga memasuki bulan kelima. Kehamilan
kedua kalinya biasanya ibu merasakan lebih cepat. Anda tampaknya
sesuai jadwal...Jadi bagaimana perasaanmu secara emosional tentang
bayi. Reaksimu ketika Saya katakan tentang hasil pemeriksaan darah
tidak benar-benar..."
Aku menggeleng. "Aku takut. Masih ketakutan aku tidak tahu
apakah ini mimpi buruk atau tidak. Tapi melihat dia..." Aku
mencengkeram foto USG di dadaku. "Itu mengubah segalanya."
"Itu secara normal terjadi." Dia menarik kursi dan duduk di
sampingku. "Oke. Jadi kita telah menetapkan bahwa ini adalah
kejutan, tapi sekarang bahwa kau telah melihatnya kau...bahagia?"
Aku mendengus. "Aku tidak senang tentang hal ini, dokter. Tapi..."
Aku menarik napas dalam-dalam. "Tapi bukannya aku tak bahagia
tentang hal itu. Jika itu masuk akal."
"Masuk akal." Dia mengetuk sesuatu ke iPad. "Mengapa ini seperti
kejutan, Em" Kamu tidak punya pacar?"
"Ini adalah kejutan karena aku telah melakukan hubungan seks total
hanya sekali dalam hidupku." Jawabku jujur. "Dan orang itu...Dia
bahkan tidak ingat hal itu terjadi. Ketika aku mengatakan kepadanya
bahwa aku hamil." Aku menutup mataku. "Dia akan menjadi gila."
"Apakah dia masih menjadi bagian dari kehidupanmu?"
"Dia bagian dari segalanya bagiku." Aku memandang dinding
seberang. "Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan."
Dokter membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, aku tidak
tahu apa itu karena tiba-tiba pintu pemeriksaan itu terdorong terbuka
dan menyerbu kedalam keempat priaku. Sebelum aku bahkan bisa
meresapi kabar kehamilanku, Jesse telah berada di sampingku dan
Drake membuat dokter menyingkir keluar dari jalannya untuk
sampai kepadaku. "Emmie." Jesse menjalankan tangannya di atas rambutku, melihat
tanganku yang terinfus dan monitor jantung. Dia pucat, gemetar, dan
ada air mata di mata besar coklatnya.
"Apakah kau baik-baik saja" Katakan padaku kau baik-baik saja,
Em." "Kami datang segera setelah kami mendengar." Drake
menggenggam tanganku. "Aku minta maaf kami tidak tiba di sini
lebih cepat." "Apa yang salah dengan dia?" Nik berdiri di kaki tempat tidur,
perhatiannya pada dokter yang menatap mereka berempat dengan
mulut menganga terbuka. "Apakah dia akan baik-baik saja?"
Dokter akhirnya menjatuhkan tatapannya dan mengangkat alis dalam
penyelidikan. Aku menggeleng, tidak siap untuk memberitahu salah
satu dari mereka apa yang salah denganku, apalagi salah satu dari
mereka akan segera dipanggil ayah. Pria itu berdehem.
"Dia datang menderita dehidrasi parah. Kami tidak tahu persis apa
yang sedang terjadi, tapi kami akan tetap mengawasinya semalaman
untuk observasi." Jesse mengalihkan pandangannya pada dokter dan aku merasa
kasihan padanya. Jesse, dengan kepalanya yang botak, tato dan
tubuh besarnya sangat menakutkan. "Kau tidak tahu apa yang salah
dengan dia?" Dokter menggelengkan kepalanya. "Pergi bawa
pantatmu dan lakukanlah beberapa tes sialan."
"Jesse." Aku menangkap tangannya dan mengaitkan jari-jari kami
bersama-sama. "Tenang. Dokter melakukan semua yang ia bisa. Dan
aku sudah merasa jauh lebih baik."
Api di matanya redup ketika ia berbalik kembali kepadaku. "Aku
hanya ingin tahu apa yang salah." Katanya kepadaku dalam nada
yang lebih lembut daripada apa yang telah digunakannya kepada
dokter. "Kami menyiapkan tempat tidurnya sekarang dan dia akan segera
dipindahkan. Saya menyarankan agar Anda sekalian pergi
beristirahat dan Anda dapat melihat wanita muda ini pertama di pagi
hari. Sekarang dia membutuhkan istirahat."
Empat pasang mata berpaling untuk memelototi dokter yang malang.
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kami tidak akan pergi." Mereka semua mengatakan hal yang sama.
"Emmie adalah milik kami. Kami tinggal dengan dia."
Shane memberitahunya. Dokter pergi, kesal dan menggerutu pelan. Tapi aku merasa dihargai.
Terutama ketika Drake dan Jesse dengan lembut meremasku diantara
kedua tubuh mereka dalam pelukan. "Aku sangat takut." Jesse
berbisik di rambutku. "Ya Tuhan, Em! Kamu seharusnya
mengunjungi dokter sebelum sekarang."
Aku mencengkeram erat padanya. "Tidak apa-apa. Aku baik-baik
sekarang." "Ini bukan tidak apa-apa!"
Kepalaku terangkat mendengar nada berapi-api Nik. Dia biasanya
seorang yang tenang. Salah satu yang tetap tenang ketika tiga
lainnya sudah siap untuk merobek suatu hal menjadi terpisah. Tapi
saat aku melihat ia mendorong kursi dokter begitu keras hingga
meluncur sepanjang ruangan dan jatuh ke samping ketika menabrak
dinding. Jari-jarinya menyapu rambut cokelat pasir tebalnya dan
menarik ujung seperti orang gila.
"Axton bilang kau tidak sadar ketika ia pertama kali kau di sini!
Emmie tidak sadarkan diri! Apakah kau tidak mengerti seberapa
serius ini" Tidakkah menyelinap dalam perhatianmu bahwa orang
terbunuh karena dehidrasi!" Dia berpaling dari kami dan benar-benar
meninju dinding. Hatiku sedikit hancur karena kemarahannya. Selama beberapa menit
kami semua diam, sementara Nik bersandar di dinding yang baru
saja ditinjunya, terengah-engah. Drake mencoba untuk tetap tenang,
dengan pelan menjalankan jari-jarinya melalui ujung rambutku,
menggosok punggungku. Jesse hanya berdiri di sana, memegang
tanganku. Shane mondar-mandir, seperti biasa saat dia tertekan.
"Nik..." aku membisikkan namanya, tak mampu menjangkau jarak
diantara kami sekarang. Aku tidak bisa pergi kepadanya, selang infus
dan monitor jantung telah menjebakku di tempat tidur. Tapi aku
butuh dia untuk memelukku lebih daripada orang lain.
Dia mengembuskan napas panjang dan berbalik menghadapku.
Tangannya menggosok pipinya, menyatakan padaku bahwa ia telah
menangis. Saat itulah aku melihat darah di buku-buku jarinya.
Jarinya tergores. "Nik." Aku menjauh dari Jesse dan Drake dan
membuka kedua tanganku untuk dia, diam-diam memintanya untuk
datang kepadaku. Drake menyingkir dari jalan Nik saat dia menyeberang kepadaku.
Dia duduk di tepi tempat tidur dan aku membungkuskan diriku di
sekeliling tubuhnya. Lenganku melilit lehernya dan dia menarik
kepalanya ke dadaku. "Aku baik-baik saja." Bisikku ke telinganya
dan ia gemetar. "Aku di sini."
Lengan yang kuat mengencang di sekitarku hampir menyakitkan.
"Maafkan aku Emmie. Aku sangat menyesal "Aku tidak mengatakan
apa-apa, hanya menggoyang tubuhnya sementara dia menangis.
*** Bab 7 Cahaya temaram di saring melalui jendela dengan tirai plastik. Aku
mengerang pada gangguan untuk tidurku dan berbalik memunggungi
jendela, tak ada yang aku inginkan selain tidur kembali.
Rasa sakit dilenganku karena aku bergerak membuatku membuka
mata lagi. Aku tidak bisa menggerakkan lengan ku karena selang IV
(infus) ku tidak akan mengizinkannya. Peristiwa malam sebelumnya
datang kembali ke dalam pikiran berkabut tidurku dan tanpa berpikir
tanganku menutupi perut bawahku. Bayi perempuanku berada di
sana. Dengkuran dalam di sekitar ruangan membuatku mengangkat
kepala. Staf keperawatan telah di buat jengkel dan senang oleh
penjagaku ketika aku dimasukkan ke dalam kamar pribadi malam
sebelumnya. Beberapa dari mereka adalah fans Demon's Wings;
yang lainnya hanya kagum karna ada roker di gedung yang sama
dengan mereka. Kursi dibawakan tanpa harus meminta, bersama dengan bantal dan
selimut. Sekarang para pria ku tersebar di seluruh ruang tidur seperti
orang mati. Dengan senyum bahagia di bibir aku meraih tangan yang
berbaring paling dekat denganku sendiri di tempat tidur. Jesse benarbenar
tersentak ketika aku menyentuhnya. "Emmie?"
"Aku masih disini." Aku meyakinkannya.
Dia menggosokkan tangan pada wajahnya. "Aku butuh kopi."
"Kita berdua membutuhkannya." Nik bergumam dari kursinya
berjalan ke sisi kananku. Dia menggeliatkan lehernya ke kiri dan
kanan, berusaha untuk memelemaskannya. "Aku akan pergi mencari
kopi untuk kita." Dia berdiri dan mendaratkan sebuah ciuman di
kening ku. "Butuh sesuatu, baby girl?"
"Sesuatu yang dingin dan rasa jeruk?" mulutku terasa lengket.
"Kau mendapatkanya." Dia berjanji dan menciumku lagi.
Aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya sampai dia tak
terlihat. Jesse menggelengkan kepalanya. "Bodoh." Dia bergumam
sambil bernapas. "Diam, Jess." Terkutuk dia karena melihat semuanya!
"Hanya mengungkapkan kebenaran, Em." Dia berdiri, mengeretakan
leher dan punggungnya sampai ia mampu bergerak dengan mudah.
"Wow, kau terlihat lebih baik. Aku belum melihat warna di pipimu
selama seminggu ini."
Drake dan Shane sudah bangun ketika Nik kembali dengan kopi dan
minuman dingin untuk ku. Rasa lemon soda jeruk itu seperti surga
untuk indra pengecapku dan aku meneguk setengahnya sebelum
berhenti dan bersendawa. Para priaku menertawakanku karena aku
bisa bersendawa lebih baik dari mereka semua.
Seorang perawat dengan rambut abu-abu pendek masuk tanpa
mengetuk. Sebuah papan klip di satu tangan dan sebuah mesin kecil
di tarik bersama dibelakangnya dengan tangan yang lain. Dia
menggelengkan kepalanya kepada para priaku, dan memutar
jalannya melalui mereka untuk sampai padaku. "Kau keliahatannya
sudah boleh pulang, Miss Jameson."
Aku mendesah lega. "Terima kasih Tuhan."
"Biarkan aku memeriksa tekanan darah dan suhu tubuhmu, sayang."
Dia meletakkan sebuah manset pada lengan ku yang tanpa IV (infus)
dan termometer di bawah lidahku. Sambil menunggu untuk mencatat
tanda-tanda vital dia melirik kesekelilingnya. "Kalian tak apa-apa
melihat darah?" "Ya, ma'am." Jesse meyakinkan perempuan itu. "Tapi memangnya
apa yang akan anda lakukan?"
"Saya harus mengambil selang infus di lengan Miss Jameson. Jika
Anda tidak bisa melihat darah maka saya sarankan Anda keluar
sampai dia selesai dibalut."
Aku memandang cepat pada Shane. "Mungkin kau harus pergi untuk
mendapatkan kopi lagi." usulku. Dia tidak harus di suruh dua kali.
Pria itu bisa melihat darahnya sendiri sepanjang hari, kecuali darah
orang lain dan dia cenderung takut.
Perawat itu tertawa sambil menarik manset dari lengan ku, menulis
beberapa hal di papan klip dan kemudian meraih lenganku yang
berinfus. Benda itu dibalut dengan baik dan ketat dan aku tidak bisa
menahan rengekkan selama perawat menarik perban lepas.
Kemudian ia menggerakkan pelan-pelan jarum dari lenganku dan
menambalku dengan perban kecil.
"Baiklah sayang, ini ada petunjuk dokter. Ikuti dengan dokter
pribadimu minggu depan. Kembalilah jika kau merasa pusing lagi,
tidak bisa menahan muntah, atau demammu parah." Dia merobek
lembaran atas kertas dan menyerahkannya bersama dengan sepotong
kertas kecil. "Dan resep untuk vitamin. Saranku minum itu sebelum
tidur karna vitamin itu cenderung mengacaukan perut."
"Vitamin?" Jesse mengerutkan dahi. "Hanya itu" Hanya vitamin?"
"Tidak banyak yang bisa kita berikan padanya." Perawat itu
mengatakan padanya sambil berputar ke arahnya.
"Kenapa tidak?" Drake menuntut, berdiri di sebelah pemain drum.
"Dia sangat menderita!"
"Guys..." Perawat itu hanya tertawa dan aku mengerang, tahu hal ini akan jadi
masalah besar. "Seorang bayi tidak benar-benar memenuhi syarat
sebagai penyakit yang serius, sayang."
"Apa..." Jesse.
"...Itu..." Drake.
"SIALAN!" Nik. "Emmie!"!" Jesse lagi. Dia sudah disampingku seketika. "Hal sialan
apa yang dia bicarakan, seorang bayi?" Matanya terbakar dengan
kemarahan bingung. Aku menghela napas dan menyibak rambut dari wajahku,
mengetahui bahwa aku harus menghadapi ini. Aku ingin
mengatakannya secara perlahan pada mereka. Tapi, terima kasih
pada perawat itu, aku harus melakukannya sekarang. Aku belum siap
untuk ini! Aku belum siap untuk mengatakan apapun pada mereka.
Tentu saja mereka ingin tahu semuanya.
"Aku hamil." Akhirnya aku memberitahukan padanya dan melihat
mata gelapnya melebar. Hidungnya mengembang dan aku teringat
pada banteng yang mengamuk. Hebat! Aku membelalak pada
perawat itu. Wanita itu bergumam permisi dan pergi keluar. Ya,
kemudian mudah untuk menentukan siapa orang yang paling tidak
aku sukai di dunia ini. "Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?" Drake menuntut.
Walaupun situasi sangat serius aku benar-benar tertawa padanya.
"Maksudmu kau tidak tahu caranya, Drake?"
Dia memberikan tatapan yang meremukkan padaku dan aku
kehilangan senyumanku. "Jangan coba melucu, Em. Kau tahu apa
yang sebenarnya kumaksud."
"Tentang apa semua teriakan-teriakan itu?" Shane menuntut, berjalan
kembali kedalam ruangan. "Emmie hamil." Jesse membentak.
"Bagaimana mungkin?" dia menuntut, melihat kearahku dengan
terkejut. Ya, kau bisa mengatakan siapa saudara biologis di band ini.
"Siapa?" Mataku memusatkan perhatian pada Nik dan pertanyaan yang
diucapkanya dengan pelan "Apa?"
Mata dinginnya itu yang selalu bisa melihat kedalam relung jiwaku
sekarang terbakar. "Siapa, Emmie" Siapa ayahnya?" Dan dia
memandang lurus pada Jesse. "Atau apakah aku sudah tahu."
"Apa?" Aku tak percaya bahwa dia berpik itu Jesse...
"Apa maksudmu, Nik!" Jesse marah pada temannya. "Kau pikir aku
akan.." Apa kau sudah gila" Dia mungkin seksi, tapi aku tak pernah
menyentuhnya! Dia seperti saudara bagiku."
"Aku tak percaya padamu." Suara Nik sedingin es dan aku tahu saat
itu juga bahwa ia lebih dari marah. Nik hanya akan sangat dingin
ketika ia benar-benar marah. Aku tidak yakin bagaimana atau bahkan
kenapa dia sangat marah. Para pria lainnya marah, pasti. Tapi tidak
seperti Nik. "Aku melihat cara kau menatapnya. Aku lihat
bagaimana dia selalu menempel padamu."
"Nik..." Aku hancur ketika dia menatap kembali padaku. Untuk
sesaat aku tak mampu bernapas selama aku mendapatkan kegusaran
di mata indahnya. Dia tak pernah melihat ku seperti itu sebelumnya.
"Nik, bukan Jesse ayahnya."
"Lalu siapa, Em?" Dia melintasi ruangan dengan sangat cepat. Dia
menyandarkan tangannya di tempat tidur kedua sisiku dan
mendorong wajahnya sangat dekat bahkan aku bisa merasakan kopi
di napasnya. "Siapa yang menyentuh mu"!"
Aku tak bisa berkata-kata. Tak bisa membentuk kata-kata yang dia
inginkan untuk aku katakan. Bagaimana bisa aku mengatakan
padanya ketika dia berpikiran seperti itu" Kenapa dia menuduh
seperti itu" Laki-laki ini yang telah menyaksikan seluruh
kehidupanku, yang telah menyanyikan lagu tidurku, yang telah
mencintaiku seperti saudara, dan memperlakukanku seolah aku ini
istimewa... Dia terlihat seperti benci padaku sekarang dan aku tak
mengerti itu. Drake mendorongnya kembali. "Hentikan, Nik. Tak bisakah kau
melihat bahwa dia takut padamu sekarang?"
"Cukup katakan siapa!"
"Kenapa?" Aku berteriak. "Kenapa kau sangat ingin tahu?"
"Supaya aku bisa membunuhnya!" Dia berteriak.
Air mataku mengalir. "Ada apa denganmu, Nik" Kenapa kau
bersikap seperti ini?"
"Axton" Dia mendekatimu beberapa bulan yang lalu. Apakah dia"
Aku melihatnya malam kemarin dan tangannya selalu menyentuh
mu." Dia berjuang membebaskan dirinya dari Drake dan aku takut
jika Drake tak mampu menahannya dia akan memukulku. "Apakah
dia!?" "Bukan!" "Siapa!" Jesse memposisikan dirinya antara aku dan Nik, tapi dia memutar
kearahku dan menggenggam tanganku. "Katakan padanya, Em.
Katakan padanya supaya dia bisa tenang."
"Aku..." Aku menggeleng. Jika aku katakan yang sebenarnya maka
aku harus mengatakan tentang itu juga. Aku tak bisa bersembunyi
lagi. Aku akan sangat malu.
"Seseorang dalam ruangan ini?" Nik bertanya. "Benar?"
"Ya." Aku berbisik dan kepala Jesse tersentak seolah-olah aku
menamparnya. Matanya bertemu dengan mataku dan aku tahu
bahwa dia tahu jadi aku mengalihkan pandangan ke tempat tidur.
Nik mendengar ku. Seperti dia memiliki pendengaran supersonik
karna aku bahkan tak mendengar suaraku sendiri. "Siapa, Em"
Katakan padaku siapa." Apakah suaranya benar-benar pecah"
Aku menelan dengan kuat dan mengerjapkan air mataku, tapi itu tak
mampu untuk mencegahnya. "Nik..."
"SIAPA!" "KAU!" *** Bab 8 Jika aku memberitahumu bahwa itu mungkin bagiku melukai orang
yang kucintai apakah kau akan percaya" Itu memang benar. Aku
mengambil sesuatu yang sebenarnya bukan untukku. Aku
mengambilnya dan berpura-pura tidak melakukannya. Aku
mengambilnya dan menghargai setiap detik sialan itu.
Aku adalah orang yang jahat. Aku mengambil keuntungan dari
seorang teman, dari seseorang yang telah menghabiskan masa
hidupnya untuk membuat hidupku lebih baik. Nik mempercayaiku.
Aku satu-satunya orang yang dipercayainya sepanjang hidupnya,
sehingga jika dia tidak percaya lagi maka tidak akan ada orang lain.
Dan aku menghancurkan kepercayaan itu.
Empat bulan yang lalu aku menjadi seorang yang lemah dan egois.
Tapi sampai hari ini, detik ini aku tidak menyesalinya. Aku hanya
membiarkan diriku memikirkannya saat aku berada sendirian
dikamar hotelku. Ketika cinta dan kebutuhanku pada Nik
membuatku kewalahan sampai pada titik dimana aku tahu aku tak
punya pilihan selain mengingat kembali saat malamku bersamanya.
*** Untuk sekali ini kami beristirahat sepanjang hari sebelum konser
dimulai. Aku senang karena ada badai diluar dan aku benci berada di
bus selama hujan badai. Bahkan diumur 21 tahun pun aku masih
takut akan petir. Aku meringkuk dalam selimutku dan mencoba untuk tidak berpikir
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
macam-macam tentang badai yang mengamuk diluar. Namun itu tak
ada gunanya. Jadi aku mengambil kunci kamarku dengan kunci
kamar yang lain dan beranjak keluar dari kamar. Lampu berkedapkedip kala aku
berlari melintasi koridor dan membuka pintu kamar
Nik. Aku tahu seharusnya aku tidak melakukannya, sebab ada
kemungkinan aku tidak sengaja menyaksikan Nik sedang bercinta
dengan salah satu fansnya. Tapi guntur lebih menakutkan bagiku.
Ketika kubuka pintu kamarnya, aku terkejut menemukannya
sendirian dan tak lama merasa senang karena pada kenyataannya dia
tidak sedang bersama seorang pelacur. Lampu dikamar mandi
menyala dan pintunya sedikit terbuka, menjatuhkan cahaya lembut
disekitar ruangan. Dia sedang berbaring dengan satu tangannya
berada dibawah kepalanya sementara yang satunya...
Tangan satunya tengah membelai kejantanannya yang mengeras!
Aku tersentak, melihat untuk pertama kalinya Nik yang sedang
terangsang. Dia sepenuhnya telanjang, dan kejantanannya yang
panjang dengan puncak lebar membentang melewati pusarnya.
Bolanya, bulat sempurna mengetat saat dia melanjutkan gerakan
tangannya naik dan turun di kejantanannya yang berdenyut-denyut.
Mulutku mendadak mengering saat aku tanpa rasa malu melihatnya.
"Akhirnya." Dia melantur dan aku menyadari dia sedang mabuk.
"Akhirnya apa?" Aku menarik napas dalam-dalam, tidak dapat
Topeng Terkutuk 1 Pengemis Binal 21 Muslihat Cinta Sang Pangeran Ilmu Ulat Sutera 19
The Rocker That Hold Me by TerryAnne Browning Sinopsis: Ikut tur keliling dengan empat rocker mungkin adalah impian...
Setidaknya itulah yang orang-orang katakan padaku. Bagiku empat
rocker itu adalah keluargaku. Mereka mengawasiku dari waktu aku
berumur lima tahun. Melindungi dari amukan ibuku saat ia
terpengaruh alkohol dan narkoba. Ketika mereka telah berhasil
menjadi band besar mereka masih mengawasiku. Dan ketika ibuku
meninggal mereka mengambil alih tugasnya sebagai waliku.
Dalam enam tahun sejak saat itu, aku telah mengawasi keempat pria
yang berarti segalanya bagiku. Aku mengurus mereka seperti yang
pernah mereka lakukan padaku. Aku menangani semua pekerjaan
kotor di balik layar kehidupan para rocker.
Ini tidak selalu menyenangkan. Beberapa kali nyaris menjijikkan,
terutama ketika aku harus menyingkirkan bekas one night stands
mereka. Ugh! Namun mengurusi mereka tidaklah menggangguku. Maksudku aku
kan tidak jatuh cinta dengan salah satu dari mereka. Itu pasti gila.
Jatuh cinta pada seorang rocker tidaklah cerdas.
Oke, jadi aku tidaklah cerdas. Aku menyayangi mereka, dan salah
satu dari mereka menggenggam hatiku di tangannya. Tapi aku bisa
mengatasinya. Aku telah mampu menyimpan rahasia kecilku selama
bertahun-tahun sekarang. Bagaimanapun, aku tak mampu menghadapi gangguan yang
tampaknya telah kuderita. Ini sungguh membuatku takut. Aku benci
dokter, tapi aku tiba-tiba lebih khawatir mengetahui apa yang salah
denganku daripada apa yang dokter mungkin lakukan padaku.
Ketika aku memperoleh hasil pemeriksaanku, hidupku tak akan
pernah seperti dulu lagi...
So if you like rockstars, romance, friendships and twists and turns,
then The Rockstar That Holds Me is definitely the book for you. It's
a short read but it holds so much in the plot. We definitely
recommend it to all of you!
Genre: Novella, Roman Copyright? 2013 by The Rocker That Holds Me
Prolog Saat itu hujan. Aku suka hujan, tapi tidak dengan guntur dan kilat.
Cahaya kilat tidaklah seburuk guntur yang menggemuruh. Itu
mengingatkanku pada Ibuku ketika dia sedang murka, melayang
karena obat terlarang, minuman beralkohol, dan laki-laki. Hari ini
aku mendapat dosis ganda amukan karena ada badai yang
mengamuk di luar dan monster Ibuku yang mengamuk dalam
kemarahannya. Aku berharap dan berdoa pada Tuhan bahwa dia hanya akan pergi
tidur seperti yang biasa dilakukannya. Tapi sepertinya Tuhan tidak
mendengarkan doaku saat ini. Tampaknya Tuhan tidak pernah
mendengar doaku di setiap aku berdoa kepada-Nya. Aku mulai
bertanya-tanya apakah Dia benar ada?" Seperti yang selalu di
sampaikan pendeta yang selalu singgah berulang-ulang kali bahwa
Dia ada. Ibuku sering mengutuk Tuhan, jadi aku pikir dia percaya
kepadaNya. Hujan membasahi baju kaus tipis dan celana leggingku. Aku
menyelinap keluar jendela sesaat setelah ibuku selesai denganku.
Hujan menyapu airmataku dan darah yang mengalir dari luka yang
ditinggalkan ibuku setelah dia mengejarku dengan sebuah cambuk
dan tinjunya. Air dingin menyengat tubuh berbilur dan memarku,
tapi aku telah terbiasa dengan rasa sakitnya.
Secepatnya setelah kaki telanjangku menginjak tanah di luar
trailerku, aku berlari dengan cepat ke arah celah kecil berumput yang
membatasi trailer dimana aku tinggal dengan trailer yang dianggap
Nik sebagai rumah. Aku berdoa semoga ibunya belum memutuskan
untuk membersihkan kamarnya, semoga beliau tidak mengunci
jendela kamar seperti yang selalu dibiarkan Nik tidak terkunci
untukku, sekedar untuk berjaga-jaga.
Ketika aku naik pada ember tua berukuran lima galon yang
kugunakan sebagai tangga, aku merintih saat menemukan bahwa
benar ibunya telah berada dikamarnya. Jendela terkunci. Aku
menggigil sekarang karena hujan bertambah deras, dan aku tak
punya sepatu, jas bahkan tempat hangat untuk berlindung. Aku tahu
tidak ada gunanya untuk mencoba berkeliling di trailer-trailer
sekitar. Ayah Jesse ada dirumah dan aku tak akan pernah masuk
kesana ketika ada kesempatan Mr.Thornton bisa menemukanku.
Trailer Drake & Shane hanya punya jendela kecil yang terlalu tinggi
untuk dinaiki oleh kaki kecilku, kecuali salah satu dari mereka
membantuku. Sebuah isakan kecil keluar dari bibirku saat aku menyibakkan
rambut basah dan kusutku dari wajahku, hanya untuk berjengit
ketika aku menyentuh pipiku yang bengkak. Ibuku seorang yang ahli
dalam menampar wajahku. Dan hari ini dia tepat pada sasarannya,
mengingat jumlah obat yang dipakainya dan minuman keras yang
habis ditenggaknya. Terdengar suara berisik dari seberang halaman rumput kecil. Ibuku
telah kembali untuk ronde kedua dan dia telah mengetahui
ketidakberadaanku. Jantungku berpacu, aku melakukan hal yang
hanya bisa aku pikirkan. Aku menarik drum yang menopang trailer
Nik. Aku menarik dan menarik, mengiris tanganku saat aku
melakukannya. Tapi, akhirnya dengan rintihan kemenangan aku
berhasil menariknya cukup kebelakang sehingga aku bisa merangkak
bersembunyi di bawah trailer.
Begitu aku sudah dibawah, aku mendorong drum itu kembali ke
tempatnya setelah itu. Aku menahan jeritan saat aku bersandar dan
tanganku menyentuh bangkai tikus. Aku mengelap tanganku di
celana lembabku dan memeluk tubuhku agar aku tidak bersentuhan
dengan tikus itu lagi. Kepalaku bersandar pada pondasi dan
kupejamkan mata, berdoa semoga Ibuku tidak akan berpikir untuk
mencariku disini. Aku pasti tertidur. Ketika aku bangun, aku mendengar Nik dan Jesse
memanggil namaku. mereka terdengar panik. "Emmie?"" Nik tepat
disampingku di sisi lain dari drum. "Em?"
Aku meraih drum dan menariknya kebelakang cukup untuk melihat
keluar. Pada awalnya mereka tidak memperhatikanku. Nik berdiri
bersama Jesse, keduanya memakai baju band mereka yang aku bantu
untuk mendesainnya. Jesse memegang stik drum di tangan kirinya
sementara yang satunya terkepal. Nik terlihat khawatir. "Dia tidak
akan pergi jauh". "Dasar pelacur sialan! Jika saja mereka tidak akan membawa Emmie
dari kita seperti yang kupikirkan, aku akan segera langsung
menelpon polisi," omel Jesse.
"Tapi mereka akan melakukannya, Jess. Dan kemudian dia akan
berada di tempat yang lebih buruk dari sebelumnya. Setidaknya kita
bisa menjaganya," ujar Nik padanya
Ini adalah topik pembicaraan yang sama yang selalu mereka bahas
setelah kejadian penganiayaan. Jika mereka menelpon polisi, dinas
sosial akan membawaku pergi. Tempat penampungan tidak lebih
aman dari Ibuku. Mungkin lebih buruk. Aku berumur 7 tahun dan
aku mengerti maksudnya. Nik dan yang lainnya telah menjelaskan
padaku berulang kali. Aku menarik drum itu lebih mundur lagi dan perlahan merangkak
keluar. Aku kaku dan terluka. Lumpur menempel di bekas luka
cambukan dan goresan di tanganku dari pondasi. Aku lebam dan
memar. Dan aku mulai merasakan gatal di tenggorokanku yang akan
berakhir dengan radang tenggorokan. Tiba-tiba ada lengan kuat yang
menarikku keluar. Begitu ujung kakiku terlihat, aku segera dipeluk
Nik. "Sial!" seru Jesse.
"Diam, Jess," Nik membentaknya sembari mempererat pelukannya
padaku. Aku bisa melihatnya berpikir keras. Dia sedang berpikir
kemana harus membawaku, menyembunyikanku. Aku mendengar
suara tawa dari trailerku - Ibuku pasti sedang kedatangan salah satu
teman lelakinya, dan terdengar suara televisi dari trailernya - jika
Ibunya melihatku seperti ini, beliau akan langsung menelpon polisi,
tidak ada pilihan lain. "Ayahku sudah pergi," Jesse telah mulai berjalan menuju trailernya.
"Ayo Nik!" Aku menggigil sesampainya kami di kamar Jesse. Aku kedinginan,
sungguh kedinginan dan terluka parah. "Kita harus membuatnya
hangat," ujar Nik. "Mulailah menyalakan air panas supaya aku bisa
memandikannya". Jesse tidak berkata apa-apa saat dia meninggalkan kamar dan aku
mendengar bunyi air menyala dari ruangan sebelah. Nik mengajakku
berdiri di kakiku dan mulai melepaskan baju basahku. Aku tidak
membantah saat dia melepaskan celana leggingku bersama dengan
celana dalamku. Dia menarik napas panjang saat dia melihat memar;
luka yang menganga di kaki dan tanganku, satu dipunggung dan
sepanjang perutku. "Maafkan aku, Emmie," bisiknya. "Aku sangat menyesal."
Aku terdiam sebab aku tak mengerti mengapa dia meminta maaf.
Bukan dia yang memukulku. Ini bukan salahnya. Aku mungkin
seorang gadis kecil, namun aku tahu dia takkan bisa selalu
melindungiku. Dia punya band, dan hari ini mereka bermain musik
di sebuah pesta untuk beberapa orang anak dari sekolahnya. Aku
berharap dia mengajakku, tapi aku sadar seorang anak berumur 7
tahun di pesta anak SMA bukanlah ide yang bagus. Shane mencoba
menjelaskannya padaku dan aku hampir yakin aku mengerti alasan
tersebut. "Nik!" Jesse memanggil dari kamar mandi. "Aku kurang yakin
apakah ini terlalu panas atau tidak. Kemarilah dan periksa ini."
Nik menuntunku dengan tangannya ke kamar mandi kemudian
membungkuk untuk mengetes suhu air. "Ini kelihatannya sudah pas,"
dia mengangkatku dan menempatkanku di air.
Aku merengek ketika air menyentuh lukaku. Itu sakit namun panas
dari air terasa enak di kakiku yang dingin. Tak lama kemudian aku
berhenti menggigil. Nik membersihkanku, berusaha bersikap lembut
sat dia membersihkan luka di tubuhku. Rahangnya mengeras dan
kurasa ada air mata menggenang di matanya.
Kemudian setelah rambutku bersih dan wangi, dia mengangkatku
keluar dari air, membungkusku dengan handuk. Jesse memegang
sekotak plester luka dengan gambar putri kecil di atasnya yang
sangat kusukai. Tapi ada juga sebuah salep lengket di tangannya
yang lain dan aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, itu sangat
perih." Nik menggosokkan handuk ke seluruh tubuh basahku, masih
berusaha untuk lembut. Beberapa luka berdarah lagi dan perih saat
terkena gosokan handuk. Ketika dia selesai dia mengambil salep
dariku dan aku menjauh "Tidak, Nik," rengekku. "Aku tidak mau
itu." "Aku tahu, Emmie. Aku tahu ini pasti sakit, tapi kau tidak mau
terinfeksi, kan?" Dia berkedip-kedip dan kurasa dia sedang menahan
diri untuk tidak menangis. "Jika kau terinfeksi, maka kau harus ke
dokter dan mereka akan menyuntikmu."
Itu kata-kata ajaibnya. Aku benci disuntik ! Aku benci dokter ! Jadi
aku duduk di bak cuci kecil dan membiarkannya mengoleskan salep
ke seluruh tubuhku, mencoba bertahan untuk tidak merintih karena
sakit ini. Tak lama setelah dia selesai, salep itu hampir habis. Jesse
menolongnya memasang plester luka. Setelah selesai, mereka
mencium luka itu dan mengatakan hal yang selalu mereka katakan.
"Semoga lekas sembuh."
Jesse memakaikan salah satu kemejanya untukku. Tapi karena
kebesaran mereka menyimpulnya, sehingga aku tidak akan jatuh
terjerembab saat berjalan. Ketika aku telah berpakaian, Nik
mengangkatku dan membawaku kembali ke kamar Jesse. Mereka
menempatkanku di tempat tidur kecil yang berlawanan dengan
dinding dan memakaikan selimut yang beraromakan seperti Jesse.
Shane dan Drake memasuki ruangan. Shane menjinjing tas dari WalMart dan
mengeluarkan sekotak obat-obatan. Mereka memberiku
sedosis besar Tylenol dan kemudian menyuapiku. Drake telah
mampir di McDonalds dan membelikanku paket chicken nugget.
Perutku berbunyi dan aku sadar aku belum makan sejak kemarin.
Perutku sakit saat kunyahan pertama. Aku duduk dan memegang
perutku hingga sakitnya hilang kemudian melahap habis sisa nugget
dan kentang goreng. Aku tidak minum Sprite yang mereka beli
sampai aku selesai makan. Ini sungguh enak. Akhirnya aku meraih
mainanku, boneka binatang dengan rambut aneh dan baju kaus. Aku
mendekapnya erat di dadaku saat Nik menyisir rambut kusutku.
Rambutku saling menarik, karena jarang disisir, tapi aku tak
mengeluh dan dia berlaku lembut.
Selama sisir itu bekerja di rambutku, mataku semakin berat. Tak
lama aku pun tertidur... *** Bab 1 Aku membuka mata begitu bus berhenti. Sambil meringis, aku
mendorong diri untuk bangun dari sofa dan melihat sekilas keluar.
Bus wisata terparkir di parkiran sebuah hotel. Bus lainnya penuh
dengan para kru dan dua trailer beroda delapan belas di tarik
dibelakangnya, penuh dengan segala perlengkapan panggung dan
band. Aku ingin mandi dan tidur sepanjang malam yang benar-benar
penuh, tapi aku masih punya banyak hal yang harus dilakukan.
Berdiri, aku berjalan menuju bagian belakang bus untuk
membangunkan yang lain. Drake tengkurap di tempat tidur paling
bawah. Dia memegang sebotol Jack Daniel's di tangannya, setengah
botolny telah kosong. Di atasnya Shane sedang mendengkur,
bassnya di dekap erat ke dadanya. Di sisi lain Jesse sedang
mengigau, bergumam tentang beberapa "pengacau".
Sambil mendesah, aku mengguncang bahunya terlebih dahulu.
"Jess," aku harus mendekat ke telinganya dan meneriakkan
namanya. Mereka semua tukang tidur yang parah, tapi Jesselah yang
terparah. "Jess! Ayolah, mari kita pergi tidur di tempat tidur yang
sebenarnya." Jesse menguap kemudian membuka matanya. "Em?""
Aku menyeringai ke arahnya. "Siapa lagi?"" aku mencium pipinya
dan menarik lengannya. "Bangunlah, kita sudah sampai."
Ketika dia sudah duduk, aku pindah ke Shane. Yang harus aku
lakukan hanyalah mengambil bassnya. Dia mengencangkan
tangannya di sekitar bassnya dan bangun. "Aku sudah bangun,"
gerutunya. "Drake." Aku mengambil botol Jack Daniel's dari tangannya dan
menutupnya kembali. Punggungnya telanjang dan tato Demon's
Wings sepanjang punggungnya itu menekuk saat aku
membangunkannya. "Ugh, kau benar-benar harus mandi." Aku
hampir muntah mencium bau minuman keras di napasnya saat dia
berbalik dan menarikku ke arahnya. "Bangun kau, Pemabuk."
Dia mencium pipiku sebekum dia melepaskanku dan aku berdiri,
bergerak maju menuju akhir bus. "Kalian semua segera berpakaian.
Setelah aku membangunkan Nik, aku akan mengurus masalah kamar
kita... Jangan kembali tidur, Jesse," aku memperingatkannya.
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mengetahui dia akan melakukannya. "Aku punya seember air es
untukmu jika kau melakukannya."
Dia menggumam mengutukku, tapi aku hanya menyeringai.
Televisi menyala. Aku mematikannya dan menjatuhkan diri di sofa
di samping Nik. Dia tidak memakai apa - apa kecuali celana
boxernya. Aku tidak berhenti untuk mengerlingkan mataku pada dadanya yang
keras dan perutnya yang kencang. Aku sudah melakukannya
berulang kali sebelumnya. Malahan aku membungkam mulutnya dan
mencubit hidungnya. butuh beberapa detik saat sebelum dia
tersentak dan mendorongku jatuh. "Sialan!" Dia menggerutu tapi
membantuku untuk bangun dari tempat aku terjatuh.
Aku berdiri sambil tertawa dan meraih kaus Demon's Wingsnya.
"Apakah tidurmu nyenyak?"
"Aku baru saja tertidur beberapa jam lalu," dia mengambil kaus yang
aku berikan padanya dan memakainya. "Banyak hal yang aku
pikirkan. Lagu-agu yang ingin keluar tapi terkunci di otakku.
"Aku bermimpi," curhatku.
Dia menegang, mengetahui bahwa mimpi-mimpiku tidak pernah
menyenangkan. "Kau baik-baik saja?" tanyanya sembari meraih
tanganku dan menarikku ke pangkuannya. "Mau
membicarakannya?" Menenangkanku, dia menyisir rambutku dengan jari- jarinya. Aku
memejamkan mata dan mengubur wajahku di lehernya. "Oh Tuhan,
dia begitu harum! Seperti biasa, kalian semua menjagaku. Itu salah
satu dari sekian banyak mimpi ketika Ibuku mencambukku."
Lengannya yang keras memelukku dengan erat. Jari-jarinya
mengencang di ikatan rambutku, tapi aku tak protes. "Aku benci
wanita sialan itu," ucapnya. "Semoga dia membusuk di neraka sana."
Aku sangat setuju. Ibuku meninggal 6 tahun yang silam akibat
overdosis obat-obatan terlarang. Untuk berkata aku merasakan
kasihan rasanya merupakan pernyataan yang berlebihan. Semua
yang aku rasakan ketika aku menemukan tubuh dinginya terbujur
kaku saat aku pulang dari sekolah hari itu hanyalah kelegaan yang
sangat luar biasa. Aku 15 tahun dan aku bebas dari penyakit yaitu
Ibuku. "Aku butuh kopi," Nik berdiri dengan aku masih dalam pelukannya.
Aku memeluknya dengan erat untuk beberapa detik kemudian
melepaskannya. "Aku pastikan kau akan mendapatkannya," aku
berbicara dari balik bahuku saat aku melangkah menuju bagian
depan bus. "Itu bukan tugasmu untuk mendapatkannya!" Dia berteriak
kepadaku. Tapi memang iya. Sepanjang hidupku, Nik dan lainnya telah
merawatku. Bahkan ketika mereka harus meninggalkanku setelah
mendapatkan tawaran kontrak sepuluh tahun silam, mereka masih
memperhatikanku. Mengirimkan aku uang dan hadiah-hadiah.
Memastikan seseorang mengecekku setiap hari. Mereka tengah
mengadakan tour, melakukan apa yang harus dilakukan oleh para
rocker, tetapi mereka tetap menelponku setiap hari. Ponsel yang
mereka berikan padaku adalah satu-satunya penghubungku ke
mereka. Aku bisa menelpon, mengirim pesan singkat, mengirim
surel atau apapun yang aku inginkan atau butuhkan, sehingga aku
bisa berbicara dengan mereka setiap hari.
Kemudian ketika Ibuku meninggal, mereka kembali, meninggalkan
segalanya segera setelah aku menelpon Nik. Mereka mengurus
pemakaman. Dan disaat petugas Dinas Sosial datang mencoba
membawaku, mereka membelaku dengan mengatakan bahwa aku
adalah bagian dari mereka. Mereka membawaku jauh dari kehidupan
gelap trailer dimana selama ini kami dibesarkan. Mereka
membelikanku laptop, mengatur agar aku mengikuti kelas online
sehingga aku bisa menyelesaikan pendidikanku dari balik bus.
Para priaku takkan pernah meninggalkanku lagi.
Dan aku berhutang pada mereka untuk selalu merawatku.
Menjemputku, memulihkanku. Menjaga kewarasanku. Memberiku
makan. Memberiku pakaian. Menyayangiku. Tidak semua orang bisa
melakukannya. Tapi Nik, Drake, Shane dan Jesse berbeda. Mereka
mengenalku sejak aku berumur 5 tahun. Membawaku di bawah
sayap-sayap gelap mereka, melindungiku meskipun mereka 10 tahun
di atasku. Mereka adalah keluargaku dan kini adalah saatnya aku
untuk merawat mereka. Jadi aku mengurus semuanya. Mereka ingin kopi, aku bawakan
mereka kopi. Jika Drake ingin sekotak Scotch berumur 50 tahun
yang baru, yang sangat mustahil untuk di dapat, aku pastikan dia
akan mendapatkannya. Aku mengurus semuanya, dari pemesanan
kamar hingga perempuan. Yeah, aku telah menjadi seorang
profesional yang mampu menyingkirkan wanita-wanita manapun
yang telah lewat masa keberadaannya. Dan itu biasanya terjadi di
pagi hari berikutnya. Dua jam kemudian, aku telah mengatur mereka berempat masingmasing di kamarnya.
Aku menghabiskan waktu lebih lama di kamar
Drake, untuk memastikan dia mandi dan menggosok giginya.
Memberikannya sepasang pakaian bersih dan menyuruhnya tidur.
Ketika aku menuju kamarku, aku merasa melayang. Aku mandi
dengan cepat dan hampir terlelap sebelum kepalaku menyentuh
bantal. "Em!" Jesse menggedor pintu kamarku membangunkanku beberapa jam
kemudian. Aku menatap jam, melihat bahwa sudah saatnya menuju
Civic Center untuk mempersiapkan konser malam ini dan bangun
dari tempat tidur. Aku membuka pintu untuk Jesse supaya dia tidak
merubuhkannya. Dia berjalan masuk saat aku mengganti baju
tidurku. "Kau baik- baik saja, Em?" tanyanya bahkan tidak pusing untuk
mengalihkan pandangannya saat aku memakai bra dan memasang
kaus Demon's Wings dari atas kepalaku. "Kau tidak pernah lewat
tertidur sebelumnya."
Kenyataannya aku merasa tidak enak badan untuk akhir-akhir ini.
Tapi, aku tak berniat untuk memberitahukannya. Dia akan
memberitahu ke yang lain dan mereka akan mengerumuniku,
memaksaku untuk pergi ke dokter. Aku benci dokter! "Baru saja
mengalami malam yang sulit kemarin."Elakku. "Mimpi buruk."
Aku menarik celana dalam baru dan kemudian memasang celana jins
ketat. Sepatu bot selutut dengan hak 3 inci dan aku siap. Aku
mengikat rambut berantakanku menjadi ekor kuda. Tidak perlu
berdandan, lalu berputar dengan dia masih menatapku. "Aku baikbaik saja, Jess."
Aku memeluknya erat dan berjinjit untuk mencium
pipinya. "Tenang." Aku menarik satu tanganku ke atas dan
mengusap kepala botaknya. Dia ingin itu tetap licin. Itu sangat seksi
dan semua orang sangat ingin mengusap kepalanya. Tetapi dia hanya
menyukainya jika aku yang melakukannya.
"Aku pikir kita perlu sebuah liburan," ujarnya saat mengikutiku
keluar dari kamar. "Mungkin kita harus kembali ke rumah untuk
beberapa saat. Aku meliriknya melalui bahuku saat aku memencet tombol lift. "Dan
dimana tepatnya rumah itu" Kita telah tinggal di bus selama 6 tahun
ini." "Nik berbicara tentang membeli rumah. Tapi kita tidak bisa
memutuskan dimana kita akan menetap. Drake menyarankan di
California, Shane ingin ke Boston." Dia mengangkat bahunya sambil
melangkah masuk bersamaku ke dalam lift. "Bagaimana
menurutmu?" Sejujurnya, aku tak tahu apa yang aku pikirkan. Aku akan mengikuti
kemanapun mereka pergi asalkan kami tetap bersama. Aku tidak
perduli. Tapi aku tidak menyangka mereka akan secepat ini menetap,
bahkan di saat kita telah lelah untuk pindah dari satu tempat ke
tempat lain. "Aku tak pernah memikirkannya," ucapku padanya.
"Well, kau harus memikirkannya. Kami ingin tahu dimana kau ingin
tinggal dan menetap. Kau tahu kemanapun kau pergi, kami akan
mengikutimu." Kata-katanya menghangatkan hatiku dan aku memeluknya erat. Dia
mencium puncak kepalaku dan kami keluar dari lift di lantai dasar.
Nik, Drake, dan Shane sudah menunggu kami. Mereka semua
memberiku tatapan khwatir, tapi aku hanya melewati mereka menuju
ke limo yang sudah menunggu di luar.
*** Bab 2 Menyiapkan peralatan dan melakukan cek suara adalah hal-hal yang
tidak mampu aku lakukan. Jadi, aku memilih untuk berurusan
dengan urusan dibelakang panggung. Aku memastikan buffet makan
malam telah tersaji rapi sehingga para priaku dapat makan sebelum
mereka tampil malam ini. Kemudian aku mengecek daftarku tentang
apa yang harus dilakukan untuk menyiapkan diri menghadapi grup
fans belakang panggung. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan, yang semuanya
berharap untuk dapat berakhir di ranjang setidaknya salah satu
anggota band Demon's Wings. Aku membenci satu persatu dari
mereka, namun aku hanya memberi tatapan dingin meremehkan ke
arah mereka sebagai gantinya. Mereka juga membenciku, karena
siapapun yang menjadi penggemar Demon's Wings pasti tahu bahwa
hanya aku perempuan yang berarti bagi semua anggota band.
Aku memastikan fans setia belakang panggung tetap menempati area
yang disediakan untuk mereka dimana para keamanan mengawasi
mereka laksana elang- untuk menghindari salah satunya masuk ke
ruang ganti untuk sebuah 'seks kilat' atau lebih parahnya untuk
mencari ketenaran karena telah berhasil membunuh seorang rocker
terkenal- sementara aku memastikan para priaku sudah diurus
dengan baik. Aku lega ketika melihat mereka makan di kamar
gantinya. Begitu pula dengan Drake, walau dia tetap membuatku
menggelengkan kepalaku saat aku melihat dia lebih memilih minum
Jack Daniels dibanding soda ataupun air putih.
Aku mengambil botol itu dari tangannya dan menggantinya dengan
sebotol air dingin dan berbalik untuk melihat apakah yang lain
membutuhkan sesuatu. Ketika mereka telah selesai makan, aku
membuang piring mereka ke tempat sampah dan memastikan bahwa
mereka telah memegang sebotol Air ataupun Gatorade. Mereka
butuh cairan karena sebuah konser selalu menghabiskanya. Terutama
Nik yang bernyanyi sambil berlari di atas panggung.
Aku menatap mereka satu persatu, menikmati ketampanan sejati
mereka masing-masing. Drake dan Shane dengan rambut gondrong
gelapnya dan mata biru abu-abu besarnya. Kedua saudara ini begitu
tampan dengan struktur wajah yang tegas dan tubuh langsing berotot
yang ditutupi tato. Jesse dengan kepala botaknya dan mata besar
coklatnya yang bisa berubah sesuai emosinya. Dia besar, dengan
semua ototnya yang membuncah keluar, membuat orang terkagumkagum akan dirinya
yang entah bagaimana dapat memainkan drum
dengan begitu lancar dengan ukuran tubuhnya.
Untuk beberapa detik lebih lama aku membiarkan mataku menatap
Nik. Dengan suaranya yang mampu mengacaukan wanita luar dalam
dan sepasang mata biru esnya yang sebagian tersembunyi di balik
tirai lembut bulu mata hitam dan tebal, tidak banyak wanita yang
mampu untuk mengatakan bahwa seorang Nikolas Armstrong tidak
mempengaruhi gairah mereka bahkan hanya secuil sekalipun. Tubuh
langsing berotot dengan wajah yang membuat para Dewa menangisi
hari kelahirannya dan tubuh setinggi dengan para saudara band yang
lainnya, dia telah membuat seluruh penggemar yang mengikuti
Demon's Wings karena cinta, nafsu maupun iri kepadanya.
"Jadi yang mana malam ini" Pirang, coklat atau rambut merah?" aku
bertanya sambil menaikkan alisku dan senyuman tipis dibibirku.
Shane menyeringai ke arahku dari sofa tempat dia berbaring. "Aku
akan mengambil salah satu dari masing-masing mereka."
Aku memutar mataku padanya. Dari mereka berempat, Shane adalah
playboy terbesar. Membawa satu persatu dari tiap tipe wanita
menurutnya "ringan". "Hmm...ada banyak pilihan sih, tapi seperti
biasa pasti yang pirang yang lebih banyak. Tolong berhati-hatilah."
Aku menatap Drake penuh arti. "Kau sudah bersiap, kan?"
"Emmie!" nampak sedikit rona merah dipipinya. Aku terus
menatapnya sambil mengangkat alis. Akhirnya dia membuang muka.
"Aku punya kondom," gumamnya.
Yang lain hanya tertawa mengejek. Aku mengabaikan mereka ketika
berbalik ke pintu. "Kalian punya wawancara jam 9 pagi besok. Aku
telah mengatur agar kita dapat menggunakan salah satu ruang
pertemuan sesampainya kita di hotel. Jadi, kumohon bawa badanmu
keluar dari kamarmu sebelum aku menggedor pintu kamar kalian."
Aku tahu aku harus memperingatkannya sekarang sebab aku takkan
bisa membayangkan akan dapat bertemu mereka lagi setelah konser
hingga pagi menjelang. "Drake, jangan buat aku memandikanmu di
pagi hari. Secepatnya bersihkan badanmu dari aroma pelacur dan
minuman." "Oh Tuhan, Emmie!" Dia berteriak kepadaku. "Kenapa kau hanya
memarahiku hari ini?"
Aku berhenti sejenak di pintu dan berbalik untuk melotot padanya.
"Tolong lakukan saja, Drake."
Dia menggerutu dan aku merasa sedikit buruk karena
memperlakukannya begitu kejam. Tapi dia seorang pria dewasa dan
lebih sering daripada tidak aku memandikannya karena dia terlalu
mabuk atau terlalu melayang untuk melakukannya sendiri.
Konser hampir selesai ketika aku merasakan ponselku bergetar. Aku
mengambilnya dari kantong belakang celanaku dan melihat nama
manajer Demon's Wings. Dia menyukaiku karena aku melakukan
apa yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Sementara dia
enak-enakan tidur di rumahnya di ranjang besarnya yang nyaman,
aku disini bekerja keras untuk para priaku. "Apa yang kau
inginkan?" Bentakku sambil mendekatkan ponsel ke telingaku,
berjalan menjauh dari panggung sehingga aku bisa lebih jelas
mendengarkannya daripada suara band.
Rich Branson tertawa, membuatku ingin menampar wajah
tampannya. "Siapa yang mengencingi cherrio-mu?"
"Aku sedang kesal," sungutku padanya, tidak yakin mengapa aku
jadi pemarah sore ini. Tapi dia seharusnya sduah terbiasa dengan
sifatku ini. Aku benci dia ! "Apa yang kau inginkan?"
"Seperti biasa...Dominasi dunia...Miliaran Dollar. Dan sebuah band
yang membuatku terlihat bagus. Aku punya beberapa dari hal yang
terakhir aku sebutkan tadi." Aku memutar mataku. Demon's Wings
adalah band paling keren yang ditanganinya. Mereka lebih dari
membuatnya tampak bagus. Mereka membuat orang-orang berpikir
betapa jeniusnya dia "menemukan" mereka. "Nik mengatakan bahwa
dia ingin mengambil waktu liburan musim panas, jadi aku hanya
ingin memberitahumu bahwa Tur "Other World Demon's Wings'
telah aku pindahkan ke bulan September."
Ini mengejutkanku. Nik tidak pernah menyebut apapun tentang
liburan musim panas. Kenapa dia tidak memberitahuku". Aku
menatap tajam ke belakangku, berharap aku bisa mendapatkan
jawaban dari Nik sekarang. Tapi sepertinya hal itu harus menunggu.
Semenjak tur musim panas dipindahkan, kami hanya memiliki waktu
beberapa minggu ke depan untuk menyelesaikan tur di Gulf Coast.
"Oke," jawabku pada Rich. "Kirimkan padaku rincian jadwal
barunya. Aku akan memastikan semuanya diurus dengan baik."
"Aku tahu kau bisa. Karena itu aku sangat menyayangimu, Tuan
Putri. Kau membuat hidupku lebih mudah."
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku menggertakan gigi. "Jangan panggil aku Tuan Putri!", aku
berteriak padanya dan mengakhiri pembicaraan. Aku sangat tidak
menyukai si brengsek itu. Dan aku tidak suka dipanggil Tuan Putri.
Si brengsek itu tahu, tapi dia selalu melakukannya setiap kali ada
kesempatan. Suara Nik di panggung menyadarkanku dari kebencianku kepada
Rich dan aku mengalihkan perhatianku kembali kepada para priaku.
Suara Nik sungguh membuat populasi para wanita mabuk kepayang.
Ketika salah satu speaker berdentum keras tak sengaja di dekatku,
aku segera tersentak sadar dari lamunan penuh hasratku dan segera
mencari kesibukan. Aku tidak bisa membiarkan orang lain
mengetahui bagaimana Nik mempengaruhiku. Aku tahu bahwa dia
tidak merasakan hal yang sama. Untuknya dan para pria yang lain
aku adalah adik kecil perempuan mereka. Mereka akan menyerahkan
nyawanya untukku, sama seperti yang akan kulakukan untuk
mereka. Perpaduan antara parau dengan serak dan rayuan merupakan belaian
pada tempat kegelapan diantara kedua kaki wanita. Aku jauh
daripada kebal pada suara itu dan malah menemukan diriku
membiarkan hasratku padanya terlihat saat aku berdiri disana
menonton pertunjukan band mereka.
Dan bila pada Nik aku tidak lain hanyalah gadis kecil yang telah dia
rawat sepanjang 17 tahun masa hidupnya. Aku mengabaikan
perasaanku karena aku tahu bahwa bukan aku yang diinginkannya.
Kebahagiaannya lebih penting daripada kebahagianku.
Dengan bibir gemetar, aku meyakinkan diriku untuk tidak
mendengarkannya bernyanyi lagi di sisa malam ini.
*** Bab 3 Aku tidak pernah menjadi penyuka muntah. Aku telah
membersihkan lebih banyak muntahan orang lain daripada diriku
sendiri selama bertahun-tahun. Sebagian besar muntahan ibuku,
dalam beberapa tahun terakhir ini para priaku - terutama Drake. Tapi
aku sendiri" Aku hanya melakukannya beberapa kali seumur
hidupku. Pagi ini adalah salah satunya.
Aku tahu bahwa aku takkan bisa menahannya secepat mungkin saat
aku turun dari tempat tidur. Perutku memberiku peringatan dua detik
sebelum aku mencoba untuk melompat dari tempat tidur. Aku
melakukannya di ujung tempat tidur sebelum aku membersihkan
semua sedikit makanan yang aku paksakan untuk ditelan sehari
sebelumnya. Baunya sangat tidak mengenakan daripada melihatnya.
Secepatnya ketika aku bisa sedikit menguasai refleks mualku aku
berlari ke dalam toilet sehingga aku bisa menyelesaikannya.
Rambutku menghalangi pandanganku dan aku memuntahi rambutku
juga sebelum aku bisa menyingkirkannya dari wajahku. Baunya
membuatku mual dan aku muntah sampai aku kehabisan nafas. Air
mata bercucuran di wajahku, alisku berkeringat dan perutku terasa
bergulung. Aku berdoa kepada setiap Tuhan yang kuketahui dan memohon
ampun. Tidak ada yang terjadi. Bahkan aku harus memaksa diriku
untuk berdiri sendiri pada kakiku yang goyah dan memegang
mulutku dibawah kran air sampai aku bisa menghilangkan sebagian
besar rasa pahit di dalam mulutku. Aku ingin mandi tetapi pertama
aku harus membersihkan kekacauan di kamar tidur sebelum aku
melakukannya. Ketika akhirnya aku mandi aku merasa lebih baik setelahnya. Tetapi
aku terlambat sehingga tetap membiarkan rambutku basah dan
tergesa-gesa berpakaian sebelum membangunkan para priaku.
Aku tidak terkejut ketika menemukan Shane masih diselimuti gadisgadis ketika aku
membuka pintu kamar hotelnya. Aroma seks
didalam ruangan sangat kental membuat perutku protes, tetapi aku
menelan rasa pahit di mulutku dan menyeretnya keluar dari bawah
ketiga gadis. Tanganku mengepal di rambutnya dan aku
menyentakknya sampai ia berdiri. "Cepat mandi!" perintahku,
sedang tidak ingin berurusan dengan para gadis nakal setelah
mengalami pagi seperti tadi. "Aku memberikan ceramah pada
adikmu tentang hal ini, tetapi ternyata kau yang harus aku urus pagi
ini." "Emmie!" Shane protes ketika aku memaksanya berjalan pancuran
air berdiri dan memutar air dingin dengan kekuatan penuh. "Sialan!"
"Turun ke lantai bawah dalam sepuluh menit!" Aku berteriak
padanya sebelum membanting pintu kamar mandi di belakangku.
Para pelacur di tempat tidur terbangun dan aku membelalak jijik
pada mereka. "Ambil baju kalian dan keluar. Kalian mempunyai
waktu dua menit sebelum keamanan melemparkanmu keluar,
berpakaian atau telanjang. Aku tidak perduli."
Jesse masih tidur ketika aku berjalan ke dalam kamarnya. Aroma
seks masih tertinggal di dalam kamar tetapi dia sendirian di tempat
tidur. Aku bahkan tidak mencoba membangunkannya dengan
lembut. Aku mengisi air ke dalam gelas dan membuangnya ke
kepalanya. "Aku bangun. Aku bangun." Dia megap-megap.
"Bagus." Aku membentak lalu meninggalkannya untuk bersiap.
Aku terkejut menemukan Nik sudah bangun. Ketika aku meletakkan
kunciku di pintunya ternyata sudah terbuka. Dia sudah berpakaian.
Rambutnya tebal sudah tertata. Seperti biasa melihatnya aku
merasakan sakit di tempat yang tidak seharusnya sakit. Dahinya
berkerut khawatir saat melihatku."Emmie. Merasa lebih baik, baby
girl?" Berlari kesana kemari membuatku pusing dan perutku masih protes.
Tetapi aku tidak ingin berdebat dengannya. Jika dia tahu aku sakit
dia akan memaksaku untuk pergi ke dokter. Tidak akan terjadi.
"Terimakasih sudah bangun." Gumamku.
"Em..." Dia memanggil pelan ketika aku meninggalkannya.
Aku mengabaikannya dan melangkah ke lift dan pergi ke lantai atas.
Kamar Drake berbau keringat, minuman keras dan seks. Tapi
untungnya gadis atau beberapa gadis mengingat jumlah bungkus
kondom di atas lantai di samping tempat tidur lenyap. Dia sepertinya
sudah bangun ketika aku masuk ke dalam. Tentu saja karena
kepalanya ada di dalam toilet. Suara muntahannya membuat reflek
muntahku bereaksi dan aku muntah ke dalam wastafel. Cairan pahit
hijau adalah semua yang dapat kuhasilkan dan aku memutar keran
air sehingga aku dapat menelan beberapa tegukan air. Setidaknya
sekarang aku mempunyai sesuatu untuk di keluarkan.
Tangan Drake yang berkeringat menyentuh punggungku. "Em?"
Suaranya parau memanggil namaku dan aku melihat sekilas
kepadanya, menyeka keringat dari atas bibirku. "Kau tidak apa-apa?"
Aku memberinya senyum lemah. "Sepertinya kita berdua mengalami
pagi yang buruk." Gumamku.
Dia mengerang saat berdiri. Pantatnya telanjang tapi tak ada satupun
dari kami perduli. Aku telah melihat setiap inci dari tubuh para
priaku. Tidak ada yang memalukan dari bagian tubuh kami.... Tidak
ada satupun yang mengedipkan mata ketika kami melihat satu sama
lain telanjang. Oke mungkin aku mengedipkan mata sekali atau dua
ketika aku melihat Nik telanjang, tapi aku tidak akan membiarkan
mereka tahu. "Kau tidak pernah sakit."
Aku mengangkat bahu. "Aku baik-baik saja. Tidak ada yang perlu
dikhawatikan. Pergi mandi, oke?" Dia mengangguk dan aku berbalik
pergi. "Sikat gigimu." Aku mengingatkannya.
*** Sepuluh menit kemudian mereka telah duduk di sofa panjang di
ruang pertemuan. Hidangan makanan pagi telah disiapkan. Aku
mencoba bernafas melalui mulutku untuk mengatasi aroma yang
tidak mengenakan. Biasanya aku akan menyiapkan sepiring
makanan dan secangkir kopi, tetapi pagi ini aku rasa aku tidak bisa
berurusan dengan itu dan tidak muntah. Untungnya tidak ada
satupun dari mereka perduli bahwa aku tidak menyiapkan segala
kebutuhan mereka. Wartawan dari majalah Rock America telah mulai mengajukan
pertanyaan pada mereka. Kurus dengan kacamata tebal dan suara
sengau membuatku saraf bawahku merinding mendengar setiap
perkataan yang diucapkan dari mulutnya, aku heran bagaimana lakilaki seperti ini
bisa menjadi wartawan di dunia musik rock. Mungkin
mempunyai seseorang ayah orang penting. Aku tidak yakin dan aku
tidak perduli. Dia seseorang yang ingin mengetahui apa yang juga ingin diketahui
semua fans Demon Wings. Bagaimana mereka bertemu" Apa makna
signifikan dari nama band" Apa yang mereka lakukan saat musim
panas" Kapan mereka akan membuat album baru"
Seperti yang selalu mereka lakukan mereka tidak pernah menjawab
dua pertanyaan pertama dari orang tersebut-tidak ada yang tahu dari
mana mereka berasal atau bagaimana kehidupan mereka sebelum
terkenal; kebanyakan merupakan bentuk perlindungan mereka
padaku karena gaya hidup ibuku yang tidak menyenangkan
walaupun kehidupan masa kecil mereka juga tidak begitu bahagia.
Tetapi mereka selalu menceritakan secara detil tentang musim panas
dan lagu-lagu baru yang Nik sedang kerjakan untuk album mereka
selanjutnya. Sejam kemudian lelaki itu berdiri dan pergi. Setelah
berjabat tangan dengan semua orang dia berbalik padaku. "Jadi
bagaimana rasanya kamu bekerja untuk Demon Wings?"
"Emmie bukan pembantu." Jesse memberitahu pria itu, yang mana
kami semua sudah tahu bahwa pria itu sudah mengetahuinya.
"Wawancaramu telah selesai."
Nada peringatan tegas dan jelas dari suara sang drumer dan
membuat wartawan itu segera kabur. Jesse bisa mejadi si 'kepala
panas', mudah marah dalam satu waktu dan cepat melayangkan
sebuah tinju. Aku harus menjamin dia untuk keluar beberapa kali
dari penjara karena ia terlibat perkelahian.
Aku menunggu beberapa saat untuk memastikan pria itu pergi
sebelum aku berhadapan dengan mereka. "Aku ingin meminta maaf
karena bersikap mengesalkan kemarin dan pagi ini." Aku
mengatakan pada mereka, penuh penyesalan. Aku tidak sering
bersikap mengesalkan pada para priaku. Sejujurnya aku bisa menjadi
seorang ratu jahat jika aku mau, tetapi bukan pada mereka.
"Duduk, Em." Jesse memerintahkan padaku. Ketika aku hanya
berdiri, dia menarik tanganku dan mendorongku ke sofa diantara dia
dan Nik. "Kita perlu bicara."
Aku menggigit bibirku, takut jika mereka membuatku pergi ke
dokter. Atau berteriak padaku. Dari kedua pilihan aku pikir aku
memilih diteriaki, tapi keduanya tetap akan membuatku menangis.
Tangan Nik membungkus disekitar pundakku, jarinya bermain di
ujung rambutku yang masih basah. Ini menenangkan dan hanya
dengan berada didekatnya membuatku aman dan dicintai. "Emmie,
kami bisa melihat jika kau mulai lelah. Ini tidak apa-apa. Kita semua
seperti itu. Itu sebabnya kami memutuskan berlibur di musim
panas." "Aku sudah tahu bahwa kau merencanakan liburan musim panas
ini." Aku memutar mataku padanya. "Rich menelponku kemarin
malam." Aku mengatakan padanya ketika ia terlihat bingung. "Kita
akan tur bersama Axton dan tur Otherworld dimulai bulan
September." "Rich sialan." Jesse bergumam. "Kami ingin mengejutkanmu."
"Ngomong-ngomong...Kami berfikir untung menyewa sebuah rumah
di suatu tempat. Tetapi kami pikir kau yang ingin memilihnya." Nik
tersenyum padaku, senyumnya selalu membuatku hatiku nyeri untuk
sesuatu yang tidak mungkin aku miliki. "Dimanapun di dunia ini
yang kamu inginkan, Em. Pilih sebuah tempat, temukan sebuah
rumah untuk kita dan dimana kami bisa menghabiskan musim panas
kita." Daguku bergetar. Aku lega mereka tidak berteriak, bahwa aku tidak
dikhianati Drake mengadukan keadaanku tadi pada yang lain dan
mereka tidak memaksaku untuk pergi ke dokter. Jadi kenapa tibatiba aku terisak-
isak" *** Bab 4 Satu konser lagi dan kemudian kembali ke jalanan.
Apakah kalian tahu seberapa sulitnya menyembunyikan muntah
ketika kamu berada dalam bus wisata" Itu hampir tidak mungkin.
Tetapi entah bagaimana aku bisa melakukannya. Untuk tiga minggu
berikutnya aku merahasiakannya dari mereka. Dengan alarm bangun
pagi yang aku dapatkan setiap pagi hari dimana aku tergesa-gesa
untuk mencari kamar mandi, aku tidak pernah begitu senang para
pria itu bisa tidur dengan nyenyak di dalam hidupku.
Setelah muntah-muntah setiap pagi aku biasanya bisa melalui sisa
hari tanpa mengulanginya lagi. Walaupun perutku masih mual
sepanjang hari dan aku kehilangan berat badan karena aku tidak
dapat memaksa diriku sendiri untuk makan. Hal ini mulai disadari
mereka, bahkan Drake dalam keadaan hampir selalu mabuknya.
Mereka mulai melihatku lebih dekat dan aku tahu bahwa mereka
akan mulai mengeroyokku. Dan sesungguhnya aku lebih khawatir apa yang salah dengan diriku
daripada pergi ke dokter sekarang. Tetapi aku menundanya selama
mungkin. Aku menemukan rumah untuk kami secara online. Ini sempurna.
Pantai pribadi, tak seorangpun dalam satu mil dapat mengganggu
kami. Dan jika para lelaki merasa gelisah mereka hanya perlu
mengemudi empat puluh lima menit untuk menemukan sebuah klub
atau bar. Harga untuk sebuah rumah sewa di musim panas membuat
perutku mengepal. Bahkan setelah bertahun-tahun dan gaya hidup
yang kami jalani aku merasa ngeri untuk menghabiskan begitu
banyak uang. Tetapi hal ini bahkan tidak akan membuat lekukan
kecil di seluruh dompet kami sekarang.
Bahkan dompetku sendiri. Rich membayarku dengan bagus untuk
mengurus para priaku, sesuatu yang aku akan lakukan secara gratis.
Tetapi Nik dan Jesse menyuruhnya untuk memasukkan aku di daftar
gajinya ketika aku berusia delapan belas tahun. Aku belum
mempunyai keperluan untuk menyentuh uang yang aku peroleh. Jika
ada sesuatu yang mereka pikir aku inginkan mereka hanya perlu
membelinya untukku. Jika aku memerlukan sesuatu mereka
menyerahkan kartu kredit mereka ke tanganku dan memastikan aku
menggunakannya. Pada saat semua rincian telah selesai diurus hanya ada beberapa hari
yang tersisa hingga akhir tur. Satu pemberhentian, dua kali konser
lagi dan kemudian kami akan naik pesawat. Aku sangat
bersemangat. Kami tidak pernah liburan musim panas. Aku ingin
tidur selama tiga bulan! Memikirkan itu sendiri membuat aku
mendesah. "Aku rasa kau harus pergi ke dokter."
Kepalaku tersentak saat mendengar suara Nik. Dia dan Jesse telah
duduk di bagian belakang bis denganku melihat TV untuk sejam
terakhir. Aku merasa lebih baik setelah pagi penuh muntah yang
menyenangkan. "Tidak."
Dia duduk tepat disampingku jadi aku tidak punya waktu untuk
pindah ketika dia meraih dan menarikku di atas pangkuannya. "Ya,
Emmie. Kamu hanya tinggal tulang sekarang. Kamu tidak makan.
Dan aku mendengarmu pagi ini di kamar mandi. Kau tidur sepanjang
waktu, dan suasana hatimu sering berubah-ubah menjadi cerewet.
Ada yang salah." "Aku tidak ingin pergi ke dokter." Oke, mungkin aku akan pergi.
Aku takut jika ada sesuatu yang salah denganku, seperti ulcer atau
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesuatu. Aku tidak pernah merasa begitu sakit dalam hidupku.
Membutuhkan semua tenaga yang aku miliki untuk tidak
memuntahkan lagi air yang aku telan akhir-akhir ini. Tetapi aku
masih takut dokter. "Kami akan pergi denganmu, Em." Janji Jesse, memutar-mutar stick
drum di jarinya dengan ahli. "Kami tidak akan membiarkan mereka
menyakitimu." Aku menatapnya lebih tajam. Dia benar-benar mengkhawatirkanku.
Aku dapat melihat dari cara dia menatap padaku bahwa dia telah
sedikit takut juga. Aku tidak bisa menahannya. Jadi aku mengalah.
"Okey." Aku berbisik. "Aku akan menemui dokter ketika kita sampai
di rumah pantai." Mereka berdua tampak sedikit santai. "Apapun itu, kita akan
melewati itu." Saat itu aku menyadari bahwa Jesse berfikir bahwa
ada sesuatu yang buruk denganku. Aku turun dari pangkuan Nik dan
naik ke pangkuan sang drum. Tangannya mengepal di sekitar
tubuhku dan aku membiarkannya memelukku. Tidak ada yang
berbicara sepatah katapun ketika kami melewati malam,
kedekatanku tampaknya menenangkan sesuatu dalam pikiran pria
besar ini. *** Aku bangun dengan tubuh hangat menyelimutiku. Ini sudah biasa
bagiku untuk tidur di tempat tidur yang sama dengan salah satu dari
mereka. Ketika kau hidup di dalam bis kau tidur dimanapun kau
bisa. Aku tahu siapa itu dengan cara dia bernapas di belakang
leherku. Jess si Napas Bau. Menguap aku bergerak hingga aku
duduk. Jesse bahkan tidak bergerak. Tangannya jatuh kembali di sofa
di sampingnya dan aku berdiri, mencoba untuk merenggangkan
beberapa kekakuan dari otot-ototku yang lelah.
Ketika aku melirik ke arah temanku hatiku sedikit meleleh. Dia,
seperti para priaku lainnya, mencintaiku lebih dari apapun di dunia
ini. Dan aku mencintainya sama banyaknya. Tersenyum aku
mengambil selimut dari kursi di seberang dinding dan
menutupkannya padanya sebelum membungkuk untuk menciumnya
singkat di alisnya. Bis masih tetap bergerak dan aku tahu aku harus tidur. Tidak akan
ada waktu untuk tidur ketika kami sampai di Galveston. Tidak aka
nada hal lain kecuali bergerak cepat ketika kami telah berhenti.
Perutku untungnya bekerjasama denganku dan aku tidak harus
berjuang dengan keinginan untuk muntah. Jadi aku masuk melewati
ruang tempat tidur, dimana ada dua set tempat tidur yang saling
berlawanan di tepi setiap dinding.
Shane bergumam dalam tidurnya, Gibson favoritnya dicengkram
dalam pelukannya seperti anak kecil dengan boneka hewannya. Di
tempat tidur bawah adikknya sudah tidur. Aku memastikan bahwa
dia tidak memiliki botol minuman keras yang terbuka tutupnya dan
kemudian menarik selimut untuk menutupi punggung telanjang
Drake. Aku paling mengkhawatirkan Drake. Tidak ada seorangpun
yang pernah membicarakan tentang alasannya membutuhkan
minuman untuk melupakan masa lalu. Kami semua tahu setan apa
dalam dirinya. Dan kami semua tahu sampai dia telah siap tidak ada
yang bisa kamu lakukan selain melihatnya. Dua kali kami
membujuknya untuk ke rehabilitasi berakhir dengan tidak baik.
Aku menemukan Nik tertidur di tempat biasa aku tidur di bagian
depan bis. Dia terbaring tengkurap dengan memeluk erat bantalku
dan selimut kesukaanku di pinggangnya. Kenapa dia tidur disini"
Dia benci bagian depan bis karena jendela-jendelanya tidak
berwarna dan membiarkan masuk cahaya matahari terlalu banyak
saat siang hari. Tetapi disinilah dia, air liur di seluruh bantalku dan
memonopoli sofaku. Sambil mendesah aku mendorong pundaknya, membuatnya berputar
sehingga aku bisa naik di sampingnya. Dia bahkan tidak protes saat
aku meringkuk dekat dengan dadanya yang telanjang dan
berbantalkan kepalaku di dadanya. Aku menghirup aroma Nik yang
bersih, dan benar-benar unik dan aku memejamkan mata. Ini hampir
mendekati surga yang hanya bisa aku dapatkan.
Bibir lembut yang hangat menyapu dahiku dan tangannya yang kuat
melingkar di sekitarku menarikku lebih dekat lagi ke dadanya. "Kau
tidak tahu betapa bahagianya aku karenamu saat ini." Gumamnya.
Tetapi aku sudah setengah tertidur, aman dalam pelukan pria yang
memiliki tubuh dan jiwaku.
*** Bab 5 Malam ini adalah konser terakhir. Aku sudah tidak sabar untuk
mengakhirinya. Aku merasa sangat sakit dan hari ini aku telah
menjadi jalang terbesar dengan perubahan suasana hati yang hampir
mendekati pengidap kepribadian ganda. Setelah melihat semua
gejalanya aku yakin bahwa aku mempunyai kanker otak. Hal itu
hanya menambahkan kecemasanku yang bergolak.
Para priaku semua keluar di panggung dengan lampu-lampu yang
memantul dan berkedip seirama dengan hentakan musik. Penonton
masih menggila. Saat pembukaan konser Nik berjanji pada mereka
satu lagu baru yang dia kerjakan. Salah satu janjinya adalah lagu itu
ada di dalam album mereka selanjutnya. Itu mengejutkanku setengah
mati dan para priaku yang lain, tentu saja. Aku yakin bahwa jika
Rich ada disini dia akan mendapatkan serangan jantung...Tetapi aku
tidak masalah jika hal itu terjadi.
Aku berdiri dari jarak yang aman di atas panggung, menyiksa diri
dengan melihat para gadis melemparkan celana dan bra mereka ke
Nik. Dia menangani semua itu seperti biasanya, dengan senyuman
dan melihat dengan tatapan menggoda ke penonton. Aku hanya ingin
malam ini cepat berakhir!
Seseorang menabrak bahunya kepadaku dan aku berbalik untuk
memeloti orang tersebut, bersiap untuk menggigit kepala mereka dan
memasukkannya ke dalam tenggorokannya sendiri. Kemudian aku
melihat siapa orang itu aku memutar mataku. "Hei. Apa yang kau
lakukan disini?" Axton Cage mengangkat bahunya yang ramping. Aku perhatikan dia
punya tato baru, di bagian dalam tangan kirinya. Aku hampir
tersedak ketika aku melihat apa yang tertulis. Brie. "Jadi kalian
berdua telah resmi?" Aku menganggukan kepalaku ke pergelangan
tangannya dan dia mengangkat bahu.
"Masih berusaha." Dia memberitahuku. Dia tahu aku bukan
penggemar berat Gabriella Morietti. Benar-benar membenci pelacur
itu. Nona sok alim. Dia juga sangat tidak menyukaiku. Shane bilang
itu karena kami sangat mirip. Aku berfikir itu karena pelacur tersebut
telah tidur dengan Nik saat kami sedang tur di Australia dan
kemudian dengan bangga dia memberitahuku tentang hal itu. Tentu
saja itu sudah lebih dari setahun yang lalu dan dia sudah bersama
Axton sekarang. Setidaknya mereka putus dan sambung lagi.
"Aku kebetulan berada di daerah sini." Axton akhirnya menjawab
pertanyaanku di awal. "Sebenarnya aku merasa bosan sekali di
California dan berfikir aku ingin melihat kekacauan macam apa yang
aku bisa lakukan bersama dengan teman-teman tololmu."
"Dengan segala cara, masuklah ke dalam semua masalah sesuai
dengan hasrat hati kecilmu. Tetapi kami memiliki jadwal tiket
pesawat penerbangan pertama di pagi hari. Membuat aku terlambat
untuk liburanku dan mereka akan menggores isi perutmu dari
trotoar." Tangannya memeluk pinggangku dan aku bersandar kepadanya.
"Ah, ayolah cantik. Kau tahu kau ingin menyebabkan beberapa
masalah denganku." Dia menggosok hidungnya dengan hidungku
membuatku terkikik. "Kau menyukaiku. Akui saja."
Aku mendengus. "Aku membencimu." Tetapi aku harus mengakui
bahwa walaupun perasaanku untuk Nik, Axton Cage bisa
membuatku terengah-engah. Jadi aku membiarkan Axton
menciumku. Dia beraroma mint dan sedikit kopi. Bibirku tergelitik
dan aku membuka mulutku sedikit untuk membiarkannya mencicipi
rasaku. Aku tidak bisa jujur mengatakan bahwa aku tidak
terpengaruh, tapi aku tidak terburu-buru untuk mendapatkan dia
telanjang. Ketika dia melangkah mundur sedikit aku mendesah.
"Okey, jadi aku tidak kebal." Tetapi aku meragukan setiap wanita
dengan libido yang masih bekerja juga akan kebal.
Dia terkekeh dan melepaskanku. "Tur bersamamu akan menjadi
sangat menyenangkan."
Aku meringis. "Apakah jalang troll itu juga ikut?"
"Kemungkinan besar. Tergantung pada bagaimana keadaan dia
dengan keluarganya. Alexis mengalami masa yang sulit sekarang."
Hatiku sedikit miris memikirkan sepupu Gabriella, Alexis.
Perempuan itu telah melalui banyak hal selama setahun atau lebih.
Dia telah mengalami kecelakaan mobil yang hampir
menghancurkannya. Tetapi dia sangat kuat. Dia berjuang untuk bisa
berjalan kembali. Kemudian melewati cobaan yang sangat besar
dengan pacarnya, yang mana tabloid-tabloid menggila karena Jared
Giordano dan masa lalunya hubungannya dengan istri adiknya.
"Bagaimana dia?" tanyaku, karena sementara aku membenci
Gabriella, aku bisa akrab dengan Alexis saat aku bertemu dengannya
beberapa kali. "Dia hamil." Mengatakan bahwa aku terkejut adalah sebuah pernyataan
meremehkan. Setelah kecelakaan dokter mengatakan bahwa Alexis
tidak akan pernah memiliki bayi. "Bagaimana itu mungkin terjadi?"
Axton mengangkat bahu. "Aku tidak benar-benar yakin.Tapi Brie
mengatakan bahwa mereka melakukan USG dan sepertinya mereka
hanya mengambil sebagian dari rahimnya.Kau bisa membayangkan
betapa bahagia dan tertekannya gadis itu. Dokternya menyuruhnya
istirahat total karena dia mulai sedikit pendarahan pekan lalu. Brie
tidak ingin meninggalkannya. "
"Sampaikan salamku padanya. Aku sangat senang untuknya." Di atas
panggung kerumunan penonton di bawah hening dan aku berpaling
untuk menemukan Nik sedang duduk di atas bangku. Drake menarik
satu kursi juga dan mengeluarkan gitar akustiknya.
"Oke. Seperti yang dijanjikan lagu ini aku telah bekerja keras untuk
lagu ini selama beberapa minggu. Semoga kalian menyukainya."
Apakah hanya perasaanku atau dia terlihat sedikit gugup" Meskipun
pikiran itu gila. Nik telah menyanyikan lagunya sendiri sejak album
kedua Demon's Wing saat dia telah menulis setiap lagu dan
mendapatkan platinum dalam waktu kurang dari seminggu.
Perusahan rekaman telah memberikannya kekuasaan penuh saat itu.
Tidak ada alasan baginya untuk gugup tentang lagu-lagunya
Demon's Wing tidak dikenal karena lagu-lagu cintanya. Bukan
mengatakan bahwa beberapa hits mereka bukan tentang cinta, tetapi
biasanya lagu-lagu tersebut lebih tentang seks daripada cinta sejati.
Jadi kau tidak bisa mengerti bagaimana terkejutnya aku saat Nik
mulai bernyanyi. Aku pikir hatiku akan hancur. Nik menulis lagunya dari pengalaman.
Ada banyak masa kecilnya di dalam lagunya. Masa kecil dia, para
priaku, dan juga aku. Musiknya selalu dekat dengan kami semua.
Kegelapan, penderitaan, obat-obatan dan bahkan pemukulan. Tetapi
saat Nik bernyanyi tentang bagaimana hatinya telah dingin untuk
waktu yang lama, tetapi sekarang ada sebuah bara membakar disana
menangkap api, membawa dia kembali ke kehidupan aku pikir aku
akan mati. Nik sedang jatuh cinta" Aku tidak berpikir aku bisa mengatasinya.
Tidak. Tidak, aku tahu bahwa aku tidak bisa mengatasinya. Nik bisa
berbuat apa saja yang dia inginkan. Nik bisa melakukan semua
kencan satu malam, seks tanpa bermakna dengan siapapun. Aku bisa
menghadapi itu...Okey, jadi aku berusaha dengan sekuat tenaga
menahan diri untuk mencoba berurusan dengan itu.
Tetapi jika Nik sedang jatuh cinta itu akan menghancurkanku. Aku
tidak dapat menghadapi dia dengan seseorang pelacur sepanjang
waktu. Dan mengetahi bahwa hatinya milik pelacur itu"
Aku limbung. Lengan Axton mengelilingi tubuhku, menahanku."
Pelan-pelan, babe." Rasa pahit meningkat di belakang tenggorokanku. Memutar tubuh,
aku berlari. Aku tahu aku tidak akan bisa sampai ke kamar mandi,
jadi dengan aku putus asa mencari tempat sampah. Untungnya ada
salah satunya yang dekat atau aku harus membersihkan tubuhku lagi.
Aku mengosongkan perutku, lagipula isinya tidak banyak.
Untungnya rambutku di ikat ekor kuda.
Sebuah tangan hangat mengusap punggungku menenangkan. Air
mata mengalir di pipiku. Sampai sekarang aku berpikir bahwa aku
sedang sekarat. Sekarang...Sekarang aku berharap aku akan sekarat!
"Ya Tuhan!" Gumam Axton. "Kau baik-baik saja, babe?"
"Aku hanya ingin berbaring." Bisikku." Aku tidak merasa baik akhirakhir ini."
"Ayo." Dia mendesak." Aku akan membawamu kembali ke
hotelmu." Dunia berputar. Begitu mobil berhenti di depan hotel tempat kami
menginap aku tahu aku dalam masalah. Masalah besar. Aku
membanting pintu dan muntah sampai aku pikir perutku akan keluar
dari mulutku. Tubuhku mandi keringat dan aku tidak tahu apakah
aku bisa berjalan tanpa tertelungkup.
Axton bergumam rangkaian kutukan kotor dan meneriakkan sesuatu
ke penjaga pintu yang sedang menahan pintu terbuka untukku. Aku
butuh waktu satu detik untuk menyadari bahwa pria malang itu
mendorongku kembali ke mobil sewaan Axton dan menutup
pintunya. Aku hampir tidak punya energi untuk membuka mataku
ketika aku melihat si rocker meninju sesuatu pada GPS dan
kemudian dia segera bergerak cepat.
Ban berdecit saat ia masuk ke lalu lintas. Bunyi klakson yang marah
di belakang kami, tapi aku tidak melihat ke belakang. Pada
kecepatan kami aku yakin bahwa dia akan dihentikan ke tepi oleh
polisi, tetapi dia tetap saja menabrak lampu tanda bahaya dan
melewati peliut peringatan polisi saat berkelok-kelok masuk dan
keluar dari lalu lintas. "Tunggu, Em." Gumamnya.
Aku tidak dapat menjawab. Dunia terasa kabur sekarang. Pada saat
dia membanting rem untuk berhenti di depan UGD aku hampir tidak
bisa berfungsi. Aku merasa dia mengangkatku keluar dari mobil,
tahu bahwa dia praktis berlari dengan aku dalam pelukannya. Aku
merasa dadanya bergemuruh ketika dia berteriak, tetapi tidak bisa
cukup fokus untuk memahami apa yang dia katakan.
*** Rasa dingin tempat tidur dipunggungku cukup membangkitkanku
untuk membuka mataku untuk sesaat. Aku melihat lampu terang, bau
antiseptik. "Dehidrasi berat." Suara seorang pria mengatakan."
Sudah berapa lama muntah-muntah?"
"Tidak tahu." Axton terdengar stress.
"Tunggu disini." Suara itu memerintahkan. Aku merasa diriku
mengambang, berasumsi itu adalah tim medis mendorong tempat
tidur untuk menjauh. Jarum disuntikkan ke lenganku, tetapi aku
tidak mempunyai energi sangat banyak untuk merintih. "Emmie?"
Suara itu memanggilku dengan nada memerintah. "Kami
memberimu cairan." Ada jarum lain di lenganku. "Hanya mengambil sedikit darah,
sayang." Suara seorang perempuan kali ini. lembut dan ramah. Aku
tidak pernah berhubungan dengan wanita lain yang sangat baik
padaku. Aku yakin bahwa jika aku memiliki cadangan air aku akan
menangis. Pria dengan suara berwibawa meletakkan tangannya di pergelangan
tanganku. Dia memegang disana beberapa menit lamanya. Tak
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berapa lama kemudian cairan yang mereka pompakan ke aku mulai
menghidupkanku kembali. Perlahan-lahan aku mengerjapkan
membuka mataku. "Aku benci dokter." Bisikku.
Dokter, seorang pria berwajah tampan dengan rambut hitam pendek
dan mata coklat yang besar menyeringai ke arahku. "Sayang sekali.
Aku sebenarnya seorang pria yang lumayan."
Meskipun begitu mengerikan perasaanku saat ini, aku merasakan
senyuman menggoda di bibirku. "Aku memegang kata-katamu itu."
Dokter melepaskan tanganku. "Kau sangat sakit, wanita muda.
Berapa lama kau telah muntah-muntah?"
Pikiranku masih berkabut, tetapi aku mencoba untuk menentukan
berapa lama itu terjadi. "Sebulan, aku fikir."
Mata dokter itu melebar. "Apakah kau pernah menemui seorang
dokter sebelumnya?" Aku menggelengkan kepala dan melihat dia
menggelengkan kepalanya yang lucu dengan putus asa. "Tidak heran
kau begitu dehidrasi. Apakah kau bisa makan sama sekali" "
"Tidak terlalu."
"Bagaimana dengan minuman" Air, Gatorade?" Aku menggelengkan
kepalaku lagi. Dia menghela nafas. "Kau benar-benar benci dokter,
ya" Jika kau sesakit ini dan menolak untuk mencari bantuan. Ini
adalah hal yang sangat bagus pacarmu membawamu masuk saat dia
menyadarinya. Terlambat sedikit saja dan kau bisa meninggal karena
dehidrasi." "Pacar?" Siapa pacarku" Apakah dokter ini gila" Jika para priaku
tahu bahwa aku mempunyai pacar mereka akan mengamuk. Seorang
pria harus memiliki lebih banyak keberanian daripada otak jika dia
berfikir ada anggota dari Demon's Wings yang akan membiarkan
mereka dekat denganku. Kadang kau akan berfikir jika aku berumur
enam belas dan bukan dua puluh satu dengan cara perlakukan
mereka jika ada pria lain yang memandangku dua kali.
"Pria menyeramkan dengan tato." Dia mengangguk di atas
kepalanya dan aku melihat Axton berdiri di pintu, mencoba untuk
mengintip. Teleponnya ada di telinganya dan dia mengerutkan
dahinya. Sebuah senyum lagi menggoda mulutku. "Ax, bukan pacarku. Para
priaku akan mematahkan kakinya jika mereka berfikir dia pacarku."
"Para priamu?" dokter memiringkan alisnya.
"Jangan dipikirkan." Gumamku. Sangat sulit untuk menjelaskan
tentang para priaku dan aku tidak mempunyai energi bahkan untuk
mencoba menjelaskannya. Mataku terasa berat. "Cepatlah dan buat
aku lebih baik jadi aku bisa kembali ke hotel. Aku ingin pergi tidur."
Kau tidak akan kemana-mana setidaknya sampai besok, Em. Kami
harus melakukan beberapa tes, memasukkan lebih banyak lagi cairan
ke dalam tubuhmu -dan mungkin sangat banyak- kau akan bisa
pulang di pagi hari. Sampai saat itu biarkan aku mengambil darahmu
lagi dan menemukan sebuah kamar untukmu."
Kepalaku tersentak. "Tetapi aku sudah pesan pesawat untuk
membawaku ke Florida di pagi hari. Aku akan pergi berlibur."
Sekali lagi dengan alis terangkat terkutuk itu. "Kelihatannya kau
akan sangat terlambat untuk berlibur, sayang. Sekarang santailah.
Monitor jantungmu akan gila." Saat itulah aku merasakan bantalan
lengket menempel ke dadaku dan menyadari suara bip bip yang
konstan berbunyi. Axton masuk kembali ke dalam ruangan. "Aku tidak mendapat
jawaban dari siapapun dari telepon sialan mereka." Dia menggeram.
"Konser sialan itu harusnya sudah selesai."
Aku tertawa kecut. "Kau seorang bintang rock Axton. Apa hal
pertama yang ingin kau lakukan ketika kau turun panggung, mabuk
dalam egomu sendiri?" Ekspresi di wajahnya menjelaskan padaku
itu adalah jawabannya. "Jangan khawatirkan itu. Mereka akan
kembali ke hotel dan menikmati malam gila mereka. Ketika mereka
bangun di siang hari dan bertanya-tanya mengapa aku tidak datang
untuk menyeret pantat mereka dari tempat tidur, mereka akan datang
mencariku." Matanya menggelap karena marah. "Jadi kau hanya menjadi yang
kedua?" Aku mengangkat bahuku. "Setelah konser, biasanya." Itu tidak
menggangguku... terlalu. Tapi aku tidak akan mengeluh. Aku tahu
bahwa mereka mencintaiku. Aku melirik ke dokter. "Bagaimana
hasil pemeriksaan tes tersebut?"
Dokter melirik ke Axton. "Apakah dia selalu ingin menang sendiri?"
Axton mendengus. "Jika anda tahu orang-orang yang harus dia urus
setiap hari Anda akan mengerti bahwa Anda mendapatkan versi yang
baik dari tukang perintah."
*** Bab 6 Dokter sangat lama! Dengan cairan yang terus bergerak masuk ke sistem tubuhku, aku
mulai merasa lebih baik daripada yang telah aku rasakan dalam
waktu yang lama. Tapi perutku masih terasa bergulung. Aku ingin
tahu apa yang membuat dokter begitu lama, dan khawatir bahwa hal
ini adalah sesuatu yang melampaui imajinasi terliarku tentang apa
yang salah denganku. Axton masih mencoba untuk menelepon para priaku. Tapi sejauh ini
belum mampu menjangkau salah satu dari mereka. Seorang perawat
telah mengatakan kepadanya bahwa dia harus pergi ke luar untuk
menggunakan ponsel, dan aku belum melihat dia lagi lebih dari
sepuluh menit. Pantatku mati rasa sejak duduk terus selama satu jam
tanpa bergerak dan meskipun aku sangat ingin tidur, aku tidak bisa
membawa diriku cukup santai untuk melakukannya.
Pintu ke ruang pemeriksaanku dibuka dan masuklah dokter. Ada
seorang teknisi di belakangnya mendorong sebuah mesin besar dan
aku bertanya-tanya apa sih yang akan mereka lakukan padaku.
Melihat ketakutan di mataku dokter dengan cepat menjelaskan.
"Tidak apa-apa. Ini hanya mesin untuk melakukan USG."
"Mengapa aku membutuhkan USG" Bukankah itu bagi wanita
hamil?" Dokter mengangguk. "Sebagian besar, ya. Tapi ini juga digunakan
untuk hal-hal lain. Namun, setelah mendapatkan hasil pemeriksaan
darah kami telah menemukan alasan untuk penyakit Anda dan
dibutuhkan sedikit eksplorasi."
Darahku tampaknya membeku di pembuluh darahku. Dia tahu apa
yang salah denganku. Aku takut jawabannya tapi perlu tahu. "Jadi
apa yang terjadi" Apa yang salah denganku?"
Dia mengangkat bahu. "Tidak ada yang tidak akan jelas dengan
sendirinya sampai pada waktunya." Dia tersenyum. "Tampaknya
bahwa Anda sedang hamil."
Aku yakin bahwa aku berhalusinasi. Dia tidak bisa hanya
mengatakan bahwa aku hamil. Tidak tidak TIDAK! Aku menggeleng
panik. "Hal itu tidak bisa terjadi. Periksa lagi. Tes-tes tersebut salah."
Dokter mengerutkan dahi melihat reaksiku tapi dia berbicara dengan
suara menenangkan. "Mari kita lakukan USG. Dengan begitu kita
dapat menentukan apakah hasil pemeriksaan darah yang salah. Dan
jika itu tidak salah kita bisa memberikanmu waktu kelahirannya."
Monitor jantung yang melekat pada dadaku mengamuk. Jantungku
berlomba dengan rasa ngeri, ketakutan, khawatir. Ini seharusnya
salah. harus. Tolonglah, biarkan ini salah. Karena jika itu tidak salah
hidupku dengan para priaku akan hancur. Mereka tidak akan pernah
percaya padaku lagi. "Oke." Suaraku keluar dengan goyah, dan aku
tidak bisa berbuat apa-apa tentang ini.
Tekhnisi bergerak ke sisi kanan tempat tidur dan tersenyum ke
arahku sementara dokter meredupkan lampu. "Kapan periode
terakhirmu, sayang?" Tanya dia lembut. Dia cantik, mungkin di usia
akhir tiga puluhannya. Ada sebuah cincin berbatu besar di jari
manisnya dan sedikit benjolan kecil dibalik seragam perawat
mengatakan bahwa dia juga hamil.
Aku mencoba mengingat kapan periode terakhirku. Aku bukan
perempuan yang paling teratur. Dan aku tidak benar-benar peduli
untuk mengingatnya. Hidupku begitu sibuk sehingga ketika haidku
muncul aku hanya mengangkat bahu dan melanjutkan hidupku. Jika
tidak itu bukan masalah besar. Akhirnya aku menyerah. "Aku tidak
pernah teratur." Kataku jujur. "Aku tidak ingat kapan terakhir kali
aku mengalaminya." Dia mengangguk. "Tidak apa-apa." Dia mengetik sesuatu ke dalam
mesin besar itu dan kemudian dia menarik bajuku dan menarik
celana jins dan celana dalamku turun sedikit. Dia menuangkan gel di
perutku yang secara mengejutkan terasa hangat. Lalu ia menekan
sebuah tongkat ke perut bawahku dan aku meringis kesakitan. Aku
merasa kembung dan tidak nyaman saat ia menggerakkan tongkat
itu. Aku menatapnya dari dekat, mengalihkan pandanganku dari apa
yang dia lakukan pada tubuhku kepada apa yang dia lakukan di
layar. Dokter mengawasinya lewat bahunya, mengangguk.
"Oke." Kata teknisi dengan senyum kecil. "Kita bisa melihat detak
jantung. Lengan, kaki. Tulang belakang terlihat baik "Dia memutar
sebuah nob dan suara berderap memenuhi ruangan. "Detak jantung
yang kuat...bagaimana menurut Anda dokter?"
"Sepertinya dia berumur tepat delapan belas minggu...Bisakah Anda
memberitahu jenis kelaminnya?"
Aku berhenti mendengarkan mereka sejenak. Tatapanku
terperangkap di layar. Garis besar dari makhluk kecil itu menatapku.
Sebuah tangan melambai, kaki menendang. Napasku terperangkap
dalam dadaku dan aku tidak bisa bernapas. Di suatu tempat jauh di
dalam dadaku hatiku meleleh dan aku jatuh jungkir balik pada cinta
dengan makhluk di layar. "Well..." Dokter dan teknisi terkekeh.
Kepalaku tersentak ke arah mereka. "Apa?" Bisikku.
"Bayi Anda ingin memastikan bahwa Anda tahu persis apa jenis
kelaminnya." Dokter menyenyuh layar dan saya melihat bahwa dua
kaki yang terbuka lebar. "Selamat. Anda memiliki seorang anak
perempuan." Air mata membakar mataku dan aku berkedip cepat untuk
menahannya. "Seorang anak perempuan." Aku menarik napas.
Si Teknisi mengambil beberapa gambar lagi, kemudian mencetak
selembar dan menyerahkannya kepadaku. "Untuk buku bayi Anda. Gambar
pertama bayimu." Dia tersenyum dan meninggalkan ruangan tanpa
mesinnya. "Yah Anda memang hamil, Em." Dokter, yang aku yakini telah
mengatakan kepadaku namanya, tapi aku telah lupa untuk
mengingatnya, memberiku tatapan bertanya. "Delapan belas minggu
dan tiga hari dari pengukuran. Itu menunjukkan tanggal kelahirannya
pada tanggal enam November." Dia menuliskan sesuatu di iPad dia
di tangannya. "Apakah dia baik-baik saja?" Aku tidak bisa tidak berpikir tentang
bagaimana sakitnya aku selama satu bulan terakhir. "Apakah aku
menyakitinya?" Dia cepat meyakinkanku. "Tidak. Cairan ketubannya sempurna,
sehingga dehidrasimu tidak mempengaruhi si bayi. Ini mungkin saja
alasan kenapa kau begitu sakit. Segala sesuatu yang kau mampu
makan akan langsung masuk kepadanya. Detak jantungnya bagus,
dia bergerak...kau tidak merasakannya?"
Tanganku menyentuh perutku lebih rendah. Ada makhluk hidup
kecil dalam diriku. Sebuah air mata lolos dan turun ke pipiku.
"Tidak" bisikku. "Apakah itu normal?"
Dokter mengangkat bahu. "Setiap wanita berbeda. Beberapa tidak
merasakan bayinya hingga memasuki bulan kelima. Kehamilan
kedua kalinya biasanya ibu merasakan lebih cepat. Anda tampaknya
sesuai jadwal...Jadi bagaimana perasaanmu secara emosional tentang
bayi. Reaksimu ketika Saya katakan tentang hasil pemeriksaan darah
tidak benar-benar..."
Aku menggeleng. "Aku takut. Masih ketakutan aku tidak tahu
apakah ini mimpi buruk atau tidak. Tapi melihat dia..." Aku
mencengkeram foto USG di dadaku. "Itu mengubah segalanya."
"Itu secara normal terjadi." Dia menarik kursi dan duduk di
sampingku. "Oke. Jadi kita telah menetapkan bahwa ini adalah
kejutan, tapi sekarang bahwa kau telah melihatnya kau...bahagia?"
Aku mendengus. "Aku tidak senang tentang hal ini, dokter. Tapi..."
Aku menarik napas dalam-dalam. "Tapi bukannya aku tak bahagia
tentang hal itu. Jika itu masuk akal."
"Masuk akal." Dia mengetuk sesuatu ke iPad. "Mengapa ini seperti
kejutan, Em" Kamu tidak punya pacar?"
"Ini adalah kejutan karena aku telah melakukan hubungan seks total
hanya sekali dalam hidupku." Jawabku jujur. "Dan orang itu...Dia
bahkan tidak ingat hal itu terjadi. Ketika aku mengatakan kepadanya
bahwa aku hamil." Aku menutup mataku. "Dia akan menjadi gila."
"Apakah dia masih menjadi bagian dari kehidupanmu?"
"Dia bagian dari segalanya bagiku." Aku memandang dinding
seberang. "Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan."
Dokter membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, aku tidak
tahu apa itu karena tiba-tiba pintu pemeriksaan itu terdorong terbuka
dan menyerbu kedalam keempat priaku. Sebelum aku bahkan bisa
meresapi kabar kehamilanku, Jesse telah berada di sampingku dan
Drake membuat dokter menyingkir keluar dari jalannya untuk
sampai kepadaku. "Emmie." Jesse menjalankan tangannya di atas rambutku, melihat
tanganku yang terinfus dan monitor jantung. Dia pucat, gemetar, dan
ada air mata di mata besar coklatnya.
"Apakah kau baik-baik saja" Katakan padaku kau baik-baik saja,
Em." "Kami datang segera setelah kami mendengar." Drake
menggenggam tanganku. "Aku minta maaf kami tidak tiba di sini
lebih cepat." "Apa yang salah dengan dia?" Nik berdiri di kaki tempat tidur,
perhatiannya pada dokter yang menatap mereka berempat dengan
mulut menganga terbuka. "Apakah dia akan baik-baik saja?"
Dokter akhirnya menjatuhkan tatapannya dan mengangkat alis dalam
penyelidikan. Aku menggeleng, tidak siap untuk memberitahu salah
satu dari mereka apa yang salah denganku, apalagi salah satu dari
mereka akan segera dipanggil ayah. Pria itu berdehem.
"Dia datang menderita dehidrasi parah. Kami tidak tahu persis apa
yang sedang terjadi, tapi kami akan tetap mengawasinya semalaman
untuk observasi." Jesse mengalihkan pandangannya pada dokter dan aku merasa
kasihan padanya. Jesse, dengan kepalanya yang botak, tato dan
tubuh besarnya sangat menakutkan. "Kau tidak tahu apa yang salah
dengan dia?" Dokter menggelengkan kepalanya. "Pergi bawa
pantatmu dan lakukanlah beberapa tes sialan."
"Jesse." Aku menangkap tangannya dan mengaitkan jari-jari kami
bersama-sama. "Tenang. Dokter melakukan semua yang ia bisa. Dan
aku sudah merasa jauh lebih baik."
Api di matanya redup ketika ia berbalik kembali kepadaku. "Aku
hanya ingin tahu apa yang salah." Katanya kepadaku dalam nada
yang lebih lembut daripada apa yang telah digunakannya kepada
dokter. "Kami menyiapkan tempat tidurnya sekarang dan dia akan segera
dipindahkan. Saya menyarankan agar Anda sekalian pergi
beristirahat dan Anda dapat melihat wanita muda ini pertama di pagi
hari. Sekarang dia membutuhkan istirahat."
Empat pasang mata berpaling untuk memelototi dokter yang malang.
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kami tidak akan pergi." Mereka semua mengatakan hal yang sama.
"Emmie adalah milik kami. Kami tinggal dengan dia."
Shane memberitahunya. Dokter pergi, kesal dan menggerutu pelan. Tapi aku merasa dihargai.
Terutama ketika Drake dan Jesse dengan lembut meremasku diantara
kedua tubuh mereka dalam pelukan. "Aku sangat takut." Jesse
berbisik di rambutku. "Ya Tuhan, Em! Kamu seharusnya
mengunjungi dokter sebelum sekarang."
Aku mencengkeram erat padanya. "Tidak apa-apa. Aku baik-baik
sekarang." "Ini bukan tidak apa-apa!"
Kepalaku terangkat mendengar nada berapi-api Nik. Dia biasanya
seorang yang tenang. Salah satu yang tetap tenang ketika tiga
lainnya sudah siap untuk merobek suatu hal menjadi terpisah. Tapi
saat aku melihat ia mendorong kursi dokter begitu keras hingga
meluncur sepanjang ruangan dan jatuh ke samping ketika menabrak
dinding. Jari-jarinya menyapu rambut cokelat pasir tebalnya dan
menarik ujung seperti orang gila.
"Axton bilang kau tidak sadar ketika ia pertama kali kau di sini!
Emmie tidak sadarkan diri! Apakah kau tidak mengerti seberapa
serius ini" Tidakkah menyelinap dalam perhatianmu bahwa orang
terbunuh karena dehidrasi!" Dia berpaling dari kami dan benar-benar
meninju dinding. Hatiku sedikit hancur karena kemarahannya. Selama beberapa menit
kami semua diam, sementara Nik bersandar di dinding yang baru
saja ditinjunya, terengah-engah. Drake mencoba untuk tetap tenang,
dengan pelan menjalankan jari-jarinya melalui ujung rambutku,
menggosok punggungku. Jesse hanya berdiri di sana, memegang
tanganku. Shane mondar-mandir, seperti biasa saat dia tertekan.
"Nik..." aku membisikkan namanya, tak mampu menjangkau jarak
diantara kami sekarang. Aku tidak bisa pergi kepadanya, selang infus
dan monitor jantung telah menjebakku di tempat tidur. Tapi aku
butuh dia untuk memelukku lebih daripada orang lain.
Dia mengembuskan napas panjang dan berbalik menghadapku.
Tangannya menggosok pipinya, menyatakan padaku bahwa ia telah
menangis. Saat itulah aku melihat darah di buku-buku jarinya.
Jarinya tergores. "Nik." Aku menjauh dari Jesse dan Drake dan
membuka kedua tanganku untuk dia, diam-diam memintanya untuk
datang kepadaku. Drake menyingkir dari jalan Nik saat dia menyeberang kepadaku.
Dia duduk di tepi tempat tidur dan aku membungkuskan diriku di
sekeliling tubuhnya. Lenganku melilit lehernya dan dia menarik
kepalanya ke dadaku. "Aku baik-baik saja." Bisikku ke telinganya
dan ia gemetar. "Aku di sini."
Lengan yang kuat mengencang di sekitarku hampir menyakitkan.
"Maafkan aku Emmie. Aku sangat menyesal "Aku tidak mengatakan
apa-apa, hanya menggoyang tubuhnya sementara dia menangis.
*** Bab 7 Cahaya temaram di saring melalui jendela dengan tirai plastik. Aku
mengerang pada gangguan untuk tidurku dan berbalik memunggungi
jendela, tak ada yang aku inginkan selain tidur kembali.
Rasa sakit dilenganku karena aku bergerak membuatku membuka
mata lagi. Aku tidak bisa menggerakkan lengan ku karena selang IV
(infus) ku tidak akan mengizinkannya. Peristiwa malam sebelumnya
datang kembali ke dalam pikiran berkabut tidurku dan tanpa berpikir
tanganku menutupi perut bawahku. Bayi perempuanku berada di
sana. Dengkuran dalam di sekitar ruangan membuatku mengangkat
kepala. Staf keperawatan telah di buat jengkel dan senang oleh
penjagaku ketika aku dimasukkan ke dalam kamar pribadi malam
sebelumnya. Beberapa dari mereka adalah fans Demon's Wings;
yang lainnya hanya kagum karna ada roker di gedung yang sama
dengan mereka. Kursi dibawakan tanpa harus meminta, bersama dengan bantal dan
selimut. Sekarang para pria ku tersebar di seluruh ruang tidur seperti
orang mati. Dengan senyum bahagia di bibir aku meraih tangan yang
berbaring paling dekat denganku sendiri di tempat tidur. Jesse benarbenar
tersentak ketika aku menyentuhnya. "Emmie?"
"Aku masih disini." Aku meyakinkannya.
Dia menggosokkan tangan pada wajahnya. "Aku butuh kopi."
"Kita berdua membutuhkannya." Nik bergumam dari kursinya
berjalan ke sisi kananku. Dia menggeliatkan lehernya ke kiri dan
kanan, berusaha untuk memelemaskannya. "Aku akan pergi mencari
kopi untuk kita." Dia berdiri dan mendaratkan sebuah ciuman di
kening ku. "Butuh sesuatu, baby girl?"
"Sesuatu yang dingin dan rasa jeruk?" mulutku terasa lengket.
"Kau mendapatkanya." Dia berjanji dan menciumku lagi.
Aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya sampai dia tak
terlihat. Jesse menggelengkan kepalanya. "Bodoh." Dia bergumam
sambil bernapas. "Diam, Jess." Terkutuk dia karena melihat semuanya!
"Hanya mengungkapkan kebenaran, Em." Dia berdiri, mengeretakan
leher dan punggungnya sampai ia mampu bergerak dengan mudah.
"Wow, kau terlihat lebih baik. Aku belum melihat warna di pipimu
selama seminggu ini."
Drake dan Shane sudah bangun ketika Nik kembali dengan kopi dan
minuman dingin untuk ku. Rasa lemon soda jeruk itu seperti surga
untuk indra pengecapku dan aku meneguk setengahnya sebelum
berhenti dan bersendawa. Para priaku menertawakanku karena aku
bisa bersendawa lebih baik dari mereka semua.
Seorang perawat dengan rambut abu-abu pendek masuk tanpa
mengetuk. Sebuah papan klip di satu tangan dan sebuah mesin kecil
di tarik bersama dibelakangnya dengan tangan yang lain. Dia
menggelengkan kepalanya kepada para priaku, dan memutar
jalannya melalui mereka untuk sampai padaku. "Kau keliahatannya
sudah boleh pulang, Miss Jameson."
Aku mendesah lega. "Terima kasih Tuhan."
"Biarkan aku memeriksa tekanan darah dan suhu tubuhmu, sayang."
Dia meletakkan sebuah manset pada lengan ku yang tanpa IV (infus)
dan termometer di bawah lidahku. Sambil menunggu untuk mencatat
tanda-tanda vital dia melirik kesekelilingnya. "Kalian tak apa-apa
melihat darah?" "Ya, ma'am." Jesse meyakinkan perempuan itu. "Tapi memangnya
apa yang akan anda lakukan?"
"Saya harus mengambil selang infus di lengan Miss Jameson. Jika
Anda tidak bisa melihat darah maka saya sarankan Anda keluar
sampai dia selesai dibalut."
Aku memandang cepat pada Shane. "Mungkin kau harus pergi untuk
mendapatkan kopi lagi." usulku. Dia tidak harus di suruh dua kali.
Pria itu bisa melihat darahnya sendiri sepanjang hari, kecuali darah
orang lain dan dia cenderung takut.
Perawat itu tertawa sambil menarik manset dari lengan ku, menulis
beberapa hal di papan klip dan kemudian meraih lenganku yang
berinfus. Benda itu dibalut dengan baik dan ketat dan aku tidak bisa
menahan rengekkan selama perawat menarik perban lepas.
Kemudian ia menggerakkan pelan-pelan jarum dari lenganku dan
menambalku dengan perban kecil.
"Baiklah sayang, ini ada petunjuk dokter. Ikuti dengan dokter
pribadimu minggu depan. Kembalilah jika kau merasa pusing lagi,
tidak bisa menahan muntah, atau demammu parah." Dia merobek
lembaran atas kertas dan menyerahkannya bersama dengan sepotong
kertas kecil. "Dan resep untuk vitamin. Saranku minum itu sebelum
tidur karna vitamin itu cenderung mengacaukan perut."
"Vitamin?" Jesse mengerutkan dahi. "Hanya itu" Hanya vitamin?"
"Tidak banyak yang bisa kita berikan padanya." Perawat itu
mengatakan padanya sambil berputar ke arahnya.
"Kenapa tidak?" Drake menuntut, berdiri di sebelah pemain drum.
"Dia sangat menderita!"
"Guys..." Perawat itu hanya tertawa dan aku mengerang, tahu hal ini akan jadi
masalah besar. "Seorang bayi tidak benar-benar memenuhi syarat
sebagai penyakit yang serius, sayang."
"Apa..." Jesse.
"...Itu..." Drake.
"SIALAN!" Nik. "Emmie!"!" Jesse lagi. Dia sudah disampingku seketika. "Hal sialan
apa yang dia bicarakan, seorang bayi?" Matanya terbakar dengan
kemarahan bingung. Aku menghela napas dan menyibak rambut dari wajahku,
mengetahui bahwa aku harus menghadapi ini. Aku ingin
mengatakannya secara perlahan pada mereka. Tapi, terima kasih
pada perawat itu, aku harus melakukannya sekarang. Aku belum siap
untuk ini! Aku belum siap untuk mengatakan apapun pada mereka.
Tentu saja mereka ingin tahu semuanya.
"Aku hamil." Akhirnya aku memberitahukan padanya dan melihat
mata gelapnya melebar. Hidungnya mengembang dan aku teringat
pada banteng yang mengamuk. Hebat! Aku membelalak pada
perawat itu. Wanita itu bergumam permisi dan pergi keluar. Ya,
kemudian mudah untuk menentukan siapa orang yang paling tidak
aku sukai di dunia ini. "Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?" Drake menuntut.
Walaupun situasi sangat serius aku benar-benar tertawa padanya.
"Maksudmu kau tidak tahu caranya, Drake?"
Dia memberikan tatapan yang meremukkan padaku dan aku
kehilangan senyumanku. "Jangan coba melucu, Em. Kau tahu apa
yang sebenarnya kumaksud."
"Tentang apa semua teriakan-teriakan itu?" Shane menuntut, berjalan
kembali kedalam ruangan. "Emmie hamil." Jesse membentak.
"Bagaimana mungkin?" dia menuntut, melihat kearahku dengan
terkejut. Ya, kau bisa mengatakan siapa saudara biologis di band ini.
"Siapa?" Mataku memusatkan perhatian pada Nik dan pertanyaan yang
diucapkanya dengan pelan "Apa?"
Mata dinginnya itu yang selalu bisa melihat kedalam relung jiwaku
sekarang terbakar. "Siapa, Emmie" Siapa ayahnya?" Dan dia
memandang lurus pada Jesse. "Atau apakah aku sudah tahu."
"Apa?" Aku tak percaya bahwa dia berpik itu Jesse...
"Apa maksudmu, Nik!" Jesse marah pada temannya. "Kau pikir aku
akan.." Apa kau sudah gila" Dia mungkin seksi, tapi aku tak pernah
menyentuhnya! Dia seperti saudara bagiku."
"Aku tak percaya padamu." Suara Nik sedingin es dan aku tahu saat
itu juga bahwa ia lebih dari marah. Nik hanya akan sangat dingin
ketika ia benar-benar marah. Aku tidak yakin bagaimana atau bahkan
kenapa dia sangat marah. Para pria lainnya marah, pasti. Tapi tidak
seperti Nik. "Aku melihat cara kau menatapnya. Aku lihat
bagaimana dia selalu menempel padamu."
"Nik..." Aku hancur ketika dia menatap kembali padaku. Untuk
sesaat aku tak mampu bernapas selama aku mendapatkan kegusaran
di mata indahnya. Dia tak pernah melihat ku seperti itu sebelumnya.
"Nik, bukan Jesse ayahnya."
"Lalu siapa, Em?" Dia melintasi ruangan dengan sangat cepat. Dia
menyandarkan tangannya di tempat tidur kedua sisiku dan
mendorong wajahnya sangat dekat bahkan aku bisa merasakan kopi
di napasnya. "Siapa yang menyentuh mu"!"
Aku tak bisa berkata-kata. Tak bisa membentuk kata-kata yang dia
inginkan untuk aku katakan. Bagaimana bisa aku mengatakan
padanya ketika dia berpikiran seperti itu" Kenapa dia menuduh
seperti itu" Laki-laki ini yang telah menyaksikan seluruh
kehidupanku, yang telah menyanyikan lagu tidurku, yang telah
mencintaiku seperti saudara, dan memperlakukanku seolah aku ini
istimewa... Dia terlihat seperti benci padaku sekarang dan aku tak
mengerti itu. Drake mendorongnya kembali. "Hentikan, Nik. Tak bisakah kau
melihat bahwa dia takut padamu sekarang?"
"Cukup katakan siapa!"
"Kenapa?" Aku berteriak. "Kenapa kau sangat ingin tahu?"
"Supaya aku bisa membunuhnya!" Dia berteriak.
Air mataku mengalir. "Ada apa denganmu, Nik" Kenapa kau
bersikap seperti ini?"
"Axton" Dia mendekatimu beberapa bulan yang lalu. Apakah dia"
Aku melihatnya malam kemarin dan tangannya selalu menyentuh
mu." Dia berjuang membebaskan dirinya dari Drake dan aku takut
jika Drake tak mampu menahannya dia akan memukulku. "Apakah
dia!?" "Bukan!" "Siapa!" Jesse memposisikan dirinya antara aku dan Nik, tapi dia memutar
kearahku dan menggenggam tanganku. "Katakan padanya, Em.
Katakan padanya supaya dia bisa tenang."
"Aku..." Aku menggeleng. Jika aku katakan yang sebenarnya maka
aku harus mengatakan tentang itu juga. Aku tak bisa bersembunyi
lagi. Aku akan sangat malu.
"Seseorang dalam ruangan ini?" Nik bertanya. "Benar?"
"Ya." Aku berbisik dan kepala Jesse tersentak seolah-olah aku
menamparnya. Matanya bertemu dengan mataku dan aku tahu
bahwa dia tahu jadi aku mengalihkan pandangan ke tempat tidur.
Nik mendengar ku. Seperti dia memiliki pendengaran supersonik
karna aku bahkan tak mendengar suaraku sendiri. "Siapa, Em"
Katakan padaku siapa." Apakah suaranya benar-benar pecah"
Aku menelan dengan kuat dan mengerjapkan air mataku, tapi itu tak
mampu untuk mencegahnya. "Nik..."
"SIAPA!" "KAU!" *** Bab 8 Jika aku memberitahumu bahwa itu mungkin bagiku melukai orang
yang kucintai apakah kau akan percaya" Itu memang benar. Aku
mengambil sesuatu yang sebenarnya bukan untukku. Aku
mengambilnya dan berpura-pura tidak melakukannya. Aku
mengambilnya dan menghargai setiap detik sialan itu.
Aku adalah orang yang jahat. Aku mengambil keuntungan dari
seorang teman, dari seseorang yang telah menghabiskan masa
hidupnya untuk membuat hidupku lebih baik. Nik mempercayaiku.
Aku satu-satunya orang yang dipercayainya sepanjang hidupnya,
sehingga jika dia tidak percaya lagi maka tidak akan ada orang lain.
Dan aku menghancurkan kepercayaan itu.
Empat bulan yang lalu aku menjadi seorang yang lemah dan egois.
Tapi sampai hari ini, detik ini aku tidak menyesalinya. Aku hanya
membiarkan diriku memikirkannya saat aku berada sendirian
dikamar hotelku. Ketika cinta dan kebutuhanku pada Nik
membuatku kewalahan sampai pada titik dimana aku tahu aku tak
punya pilihan selain mengingat kembali saat malamku bersamanya.
*** Untuk sekali ini kami beristirahat sepanjang hari sebelum konser
dimulai. Aku senang karena ada badai diluar dan aku benci berada di
bus selama hujan badai. Bahkan diumur 21 tahun pun aku masih
takut akan petir. Aku meringkuk dalam selimutku dan mencoba untuk tidak berpikir
The Rocker That Hold Me Karya Terry Anne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
macam-macam tentang badai yang mengamuk diluar. Namun itu tak
ada gunanya. Jadi aku mengambil kunci kamarku dengan kunci
kamar yang lain dan beranjak keluar dari kamar. Lampu berkedapkedip kala aku
berlari melintasi koridor dan membuka pintu kamar
Nik. Aku tahu seharusnya aku tidak melakukannya, sebab ada
kemungkinan aku tidak sengaja menyaksikan Nik sedang bercinta
dengan salah satu fansnya. Tapi guntur lebih menakutkan bagiku.
Ketika kubuka pintu kamarnya, aku terkejut menemukannya
sendirian dan tak lama merasa senang karena pada kenyataannya dia
tidak sedang bersama seorang pelacur. Lampu dikamar mandi
menyala dan pintunya sedikit terbuka, menjatuhkan cahaya lembut
disekitar ruangan. Dia sedang berbaring dengan satu tangannya
berada dibawah kepalanya sementara yang satunya...
Tangan satunya tengah membelai kejantanannya yang mengeras!
Aku tersentak, melihat untuk pertama kalinya Nik yang sedang
terangsang. Dia sepenuhnya telanjang, dan kejantanannya yang
panjang dengan puncak lebar membentang melewati pusarnya.
Bolanya, bulat sempurna mengetat saat dia melanjutkan gerakan
tangannya naik dan turun di kejantanannya yang berdenyut-denyut.
Mulutku mendadak mengering saat aku tanpa rasa malu melihatnya.
"Akhirnya." Dia melantur dan aku menyadari dia sedang mabuk.
"Akhirnya apa?" Aku menarik napas dalam-dalam, tidak dapat
Topeng Terkutuk 1 Pengemis Binal 21 Muslihat Cinta Sang Pangeran Ilmu Ulat Sutera 19