Pencarian

Aku Menggugat Akhwat 3

Aku Menggugat Akhwat Dan Ikhwan Karya Fajar Agustanto Bagian 3


12 Mei Hari ini, aku mengambil sebuah langkah besar dalam hidupku. Mungkin
inilah sebuah langkah awal yang besar dari sebuah pengambilan keputusan. Tetapi
aku tidak yakin. Seorang ikhwan yang tangguh dalam dakwahnya, harus rela
menemaniku menggapai kehidupan yang aku impikan. Jantungku sempat berdetak
keras, saat-saat mengutarakan maksudku kepada bibiku. Bibiku hanya tersenyum,
senang kelihatannya. Entahlah, kenapa beliau seperti itu. Apakah karena aku sudah
besar dan bisa mengambil keputusan sendiri" Atau karena aku memilih seorang
ikhwan yang memang tepat menjadi pilihan! Entahlah. Tetapi aku sangat ingin sekali
mendapatkannya. Mendapatkan seorang ikhwan yang begitu senang dalam setiap
dakwahnya. Sampai sekarang jantungku masih berdesir tak menentu. Aku masih tidak
percaya dengan apa yang aku lakukan. Hampir-hampir rasa malu mengalahkan
semua yang telah aku rencanakan. Padahal aku sudah diharuskan mengetahui
penempatan rasa malu itu sendiri. Hem, mungkin manajemen maluku masih sangat
kurang. Atau mungkin, aku tidak bisa memanajemen rasa maluku. Hem, entahlah!
Pokoknya semua ini sudah terjadi. Malu! Kata itulah yang masih tertanam
dibenakku. Tertanam dalam ketidak pastian tempat rasa malu. Malu, adalah sebagian
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net dari keimanan. Tetapi apakah yang dimaksud rasa malu itu" Apakah rasa malu itu
bisa dikategorikan kepada seorang yang ingin berinfaq atau beramal. Sedang dia
malu untuk dilihat orang, hingga dia mengurungkan menginfaqkan hartanya" Atau
rasa malu adalah, saat seorang wanita yang enggan berjilbab karena dia malu
dikatakan sok alim" Apakah rasa malu juga bisa diibaratkan seorang yang akan
menolong orang lain yang sedang tersesat. Tetapi dia tidak menjelaskan tempat yang
sebenarnya" Karena rasa malu itu sendiri! Hem, entahlah. Mana yang disebut rasa
malu! Padahal, aku yakin. Rasa malu merupakan sebuah penempatan dari sebuah
kebenaran itu sendiri. Bukan rasa yang tertanam dalam hati untuk mengatakan,
malunya sendiri. Malu seharusnya dapat diterapkan dalam sebuah hal yang bersifat
kesalahan. Bukannya malah, malu ditempatkan dalam hakekat kebenaran itu sendiri!
Hem, nikmatnya rasa malu. Saat malu sudah ditempatkan dalam tataran tempat rasa
malu itu sendiri. "Zah.. anti sudah tidur apa belum?"
Suara Ummi mengaggetkanku. Aku menutup lembaran buku harian yang selalu
menemaniku. "Belum, Mi! Ummi, masuk aja." Ucapku.
Setelah membuka pintu kamarku. Ummmi tersenyum saat melihatku. Setelah itu
menghampiriku. Aku pun tersenyum. "Ada apa, Mi?"
"Nggak. Ummi hanya pengen ngobrol sama Zah! Ada waktu kan?" Ucap Ummi
dengan senyumnya yang lembut serta membelai lembut rambutku dengan tangan
beliau. Aku hanya mengangguk. "Zah, nggak sibukkan?" Tanya Ummi lagi.
"Insya Allah, Nggak kok Mi! Emangnya ada apa sih Mi?" Tanyaku penasaran.
"Nggak sih. Ummi hanya pengen memberitahukan sebuah kabar. Entahlah, apakah ini
merupakan kabar gembira bagi Zah!"
"Emangnya, kabar gembiranya apa Mi" Apa Abi akan pulang diwaktu dekat" Atau
apa Mi?" Tanyaku. Penasaran.
Ummi menggelengkan kepala. "Bukan. Bukan itu kabarnya!"
"Lalu, apa Mi!" Tanyaku, antusias.
"Anti, pasti kaget! Tadi siang, ada seorang ikhwan datang kerumah ini." Ucap Ummi.
Seraya tersenyum senang. Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Ha! Ikhwan" Apakah benar, dia secepat itu" Benar-benar ini sebuah kabar gembira.
Gumamku dalam hati. Senang. "Memangnya, yang datang siang tadi siapa Mi?"
Tanyaku penasaran. Bercampur dengan kegembiraan.
"Akhi Lutfi. Teman anti saat masih SMP dahulu! Sekarangkan, dia sudah lulus dari
Al-Azhar Kairo, Mesir! Anti ingat" Dia datang kesini untuk berta"aruf sama anti lebih
dalam lagi!" Ucap Ummi. Terlihat senang.
Seketika itupun, tubuhku sangat lemas. Sendi-sendi dalam tulang yang ada dalam
tubuhku serasa lumpuh. Semuanya ngilu. Bercampur dengan deru jantung yang
memburu tanpa asa yang tak menentu. Entah bagaimana aku harus menjelaskan
kepada Ummiku. Menjelaskan tentang seorang Ikhwan. Seorang jundi Allah, dalam
dakwah yang memberikan keindahan.
Aku hanya diam. Mematung. Dengan masih dibelai oleh tangan lembut Ummi.
"Bagaimana, anti menerima?" Tanya Ummi.
Sontak, mengagetkan lamunanku.
"Entahlah, Mi! Ana butuh waktu untuk berfikir." Ucapku dengan lidah yang keluh.
"Hem. Ummi mengerti! Sekarang Ummi tinggal dulu yah." Ucap Ummi. Terlihat
mengerti tentang kondisiku.
Aku hanya mengangguk. Perasaanku pun berkecambuk. Entahlah, rasa apa yang sedang aku alami sekarang.
Semuanya begitu cepat. Perasaan dalam hati begitu menyayat. Kepalaku terasa benarbenar pening sekali.
"Tluuut.... Tluuuut..." Bunyi Hpku. Sekilas aku melihat layar LCD. Nomor yang tidak
aku kenal. Dengan malas aku mengangkatnya. "Halloo..."
"Halo, Assalamualaikum!"
"Walaikumsalam, ini siapa yah?" Tanyaku. Dengan rasa malas yang teramat sangat.
"Ini Farah, yah?" Ucapnya. Balik nanya.
"Iya, ini Farah! Ini siapa yah?"
"Ukhti, apa kabarnya" Ini ana, Lutfi!"
Ha! Sekilas aku terkaget. "Oh, iya! Gimana kabarnya Akhi" Katanya sudah lulus
yah!" Tanyaku. Basa basi.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Alhamdulillah! Baru lulus."
"Wah, pasti sudah Hafidz nih!"
"Ah, anti jangan melebih-lebihkan! Afwan ana mau tanya. Boleh?" Ucapnya dengan
sopan. "Iya, silakan!" Ucapku.
"Anti sudah diberitahu oleh Ummi, tentang rencana kedatangan ana tadi siang?"
Tanyanya to the point. "Iya, sudah!" Jawabku singkat. Sedikit malas.
"Lalu, bagaimana?"
"Hem. Sebentar ana masih harus mikir-mikir dulu!"
"Apa yang harus dipikirkan, Ukhti! Apa anti su
dah punya calon lain?" Ucapnya
penasaran. "Hem. Sebenarnya sih iya! Hanya saja ana belum bicara dengan Ummi tentang
Ikhwan ini." Jawabku polos.
"Hem. Ukhti, pilihlah dengan ikhwan yang memang disenangi Ummi anti!"
Hem, ikhwan ini gimana sih! Ya pasti, antum yang dipilih Ummi. Ummi aja belum
kenal dengan Akhi Khalid! Gumamku dalam hati. "Ya, tidak bisa seperti itu dong
Akh! Ana hanya perlu berpikir saja."
"Apa dia hafidz" Dia lulusan mana?" Ucapnya penasaran, terlihat mendiskriditkan.
"Dia belum hafidz. Dan belum lulus kuliah!"
"Hem. Anti seharusnya sudah bisa memilih langsung! Tidak ada yang perlu
dipikirkan!" Ucapnya.
"Ana perlu berfikir dulu Akh. Afwan yah! Insya Allah secepatnya, ana akan kasih
jawaban." Ucapku. "Ya, baiklah!" "Udah dulu yah, Akh! Udah malam, ana mau tidur." Selaku, mencoba untuk
mengakhiri pembicaraan. "Oh iya, baiklah! Syukron. Assalamualaikum"
"Walaikumsalam" Ucapku. Sambil menekan tuts Hp off.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Aku benar-benar bingung saat ini. Semua kebingungan yang aku rasakan menjadi
bercampur aduk dalam rongga fikir yang tak menentu. Kepalaku jadi benar-benar
pusing untuk bisa memikirkan semua ini. Aku rebahkan tubuhku, dalam kasur yang
selalu menaungi tubuhku untuk beristirahat. Sejenak aku pejamkan mata ini.
*** "Tluuut....Tluuut" dering Hp mengagetkanku saat melakukan tilawah harian.
"Assalamualaikum, Bunda!" Ucapku.
"Walaikumsalam. Anti lagi ngapain sekarang?" Tanya bibiku
"Ana lagi tilawah sekarang! Ada apa Bunda?"
"Nanti pagi, anti bisa kerumah kan?"
"Jam berapa?" Tanyaku.
"Jam 8 pagi! Bisa nggak?"
"Iya, Insya Allah ana bisa! Emang ada apa Bun?" Tanyaku panasaran.
"Anti bisa berta"aruf lebih dalam lagi dengan Akhi Khalid, nanti pagi!" Ucap Bibiku.
"Baik, Bunda!" Ucapku. Sedikit agak bingung.
"Baik, kelau gitu anti ana tunggu dirumah jam delapan pagi! Ya sudah, terusin
tilawahnya." Ucap Bibiku. Menyemangati.
"Assalamualaikum." Salam Bibiku.
"Walaikumsalam."
Sejenak aku tutup Al Qur"an yang berada didepanku. Asa yang menghampiriku,
membuat semangat bertilawah pun luntur. Pudar dari semangat yang begitu
menggebu. Pilihan yang sangat berat yang harus aku lakukan. Lutfi, seorang hafidz
qur"an dengan Khalid, seorang aktifis dakwah. Pilihan yang membuat aku tercengang
dengan dua kelebihannya masing-masing. Yaa Allah, pilihkan yang terbaik untukku.
Pilihkan yang membuat hatiku tentram karenanya. Pilihkan satu dari kedua dengan
akhidah dan akhlak yang menyatu. Yang menjadikanku akan selalu senang dalam
berjuang dalam Dien-Mu. Pilihkan Yaa Allah. pilihkan diantaranya. Aku sangat
bingung wahai Rabb. Sang pembuat keputusan. Lindungi aku dari pilihan nafsuku!
*** Aku ambil kunci mobilku. Setelah itu bergegas menuju garasi. Saat akan
memasuki pintu garasi. Sejenak, aku memberhentikan langkahku. Setelah itu aku
mengambil Hpku. Tak lama setelah itu aku menekan tombol Hp.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Hallo" Ucapnya seorang yang menjawab telphone diujung sana.
"Hallo" Asssalamualaikum!" Salamku.
"Walaikumsalam!" Jawabnya.
"Akhi Khalidnya ada?" Tanyaku.
"Iya saya sendiri, ini siapa yach?" Jawabnya.
Jantungku sedikit berdesir. Seorang ikhwan pujaan yang sedang aku ajak bicara. "Ini
Farah, Akh!" Jawabku.
"Iya, ada apa Ukh?" Tanya Khalid.
"Gini Akh, ana butuh bantuan antum! Ana kan lagi ada acara ditempat kajian. Nah
ana butuh seorang ikhwan untuk mengisi kajian ditempat ikhwannya. Antum bisa
nggak Akh" Ana benar-benar meminta tolong sama antum akh" Soalnya ana nggak
begitu kenal banyak para ikhwan, selain antum!"
"Kapan, Ukh?" Tanya Khalid. Terdengar semangat.
"Nanti, jam delapan!" Kataku.
"Afwan, Ukh. Ana tidak bisa membantu rencana anti! Ana ada janji Ukh" Jawabnya
singkat. Terlihat melemah.
"Oh.. kalau gitu afwan yach Akh! Syukron atas waktunya. Assalamualaikum!"
Ucapku, bernada seperti sangat kecewa.
"Walaikumsalam" Jawabnya. Terdengar sangat sedih.
Hem, hebat juga nih Ikhwan! Dia benar-benar menepati janjinya. Entah apakah aku
harus mengecewakannya! Terlihat begitu besar tanggung jawabnya.
Sebenarnya aku hanya ingin mengetest Khalid. Apakah dia benar-benar akan
mendatangi rencana ta"aruf yang memang semula direncanakan. Ini merupakan salah
satu pembuktian keseriusan seorang ikhwan untuk mau menjadi seorang suami yang
bertanggung jawab. Serta menjadikan sebuah contoh yang baik bagi keluarga. Semoga
saja! Dalam perjalanan. Rongga-rongga fikirku, masih sangat gamang dalam asa
yang hilir mudik tak menentu. Entahlah, aku menjadi sangat tidak bersemangat sekali
dalam setiap perjalanan yang seharusnya bisa aku nikmati. Kemacetan yang aku
hadapi, tidak membuatku sadar akan kebiasan yang harus aku lakukan. Arus yang
begitu padat, menyesakkan mata dalam setiap pandangan. Mobil masih terus berjalan,
dalam arus yang tak menentu disetiap kemacetan yang terjadi.
Tidak seberapa jauh lagi jaraknya. Rumah paman dan bibiku akan terlihat.
Mobilku kini melaju dalam jalan perumahan yang lengang. Dan akan cepat sampai
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net dalam hitungan menit. Kini tepat, marcedesku sudah sampai didepan rumah. Aku
langkahkan kaki ini. Menuju pintu pagar rumah. Semilir angin menerpa pepohonan
pekarangan rumah. Sejuk sekali. Suasana yang rindang hadir dalam suasa panas yang
menyengat. "Tok.... tok" Ketukanku dipintu rumah.
Pintu pun terbuka. Bibiku menyambut dengan senyumnya. Pelukan erat seorang
saudara muslim pun tidak lupa kami lakukan.
"Kaifa, Ukhti?" Tanya Bibiku.
"Khoir, Alhamdulillah!" Jawabku, singkat.
"Baik, mari kita menuju ruang liqo"! Ustad Fadlan masih sedang berada diruang
sebelah. Masih ada pertemuan pengurus masjid perumahan!"
Aku hanya mengekori, bibiku.
"Anti duduk. Disitu dulu yah! Ana mau buat minuman untuk pertemuan pengurus
masjid dulu!" "Iya Bunda. Tafadhol!"
Dalam ruang yang terbelah oleh kain panjang. Yang biasanya disebut sebagai
hijab atau tabir. Aku termenung dalam kesendirian. Termenung dalam pilihan yang
akan menentukan kehidupanku. Menikah. Sebuah pilihan yang memang harus aku
lakukan. Tetapi memilih dua ikhwan yang memiliki karakter berbeda. Bukanlah
angan-anganku. Entahlah, apakah aku harus mengingkari perkataan yang aku
ucapkan. Atau aku harus menepatinya. Lutfi, merupakan ikhwan yang sangat
sempurna dibanding Khalid. Lutfi merupakan seorang ikhwan yang sudah memiliki
kemampuan yang sangat berlebih. Disamping dia hafidz dan lulusan Al Azhar Kairo,
Mesir. Dia juga sudah mengelola perusahaan milik orangtuanya. Sedangkan Khalid.
Mahasiswa yang kalau keman-mana jalan kaki. Dia pun tidak hafidz Al Qur"an.
Belum bekerja, bahkan bisa dikatakan mahasiswa kontrakan yang selalu berbagi
dengan yang lainnya. Dia terlihat selalu serba kekurangan. Hem. Sangat sulit dalam
memilih! Tak lama aku mendengar ada seorang Ikhwan yang datang. Mengobrol dengan
Ammiku. Ustad Fadlan. Setelah itu Ustad Fadlan mempersilahkan untuk duduk dulu
di ruang yang lain. Yaitu dibalik tabir yang lain.
"Alhamdulillah, ternyata pikiranku salah! Aku benar-benar mengira kalau itu keluarga
si Akhwat. Hem.. pasti aku akan benar-benar kikuk kalau bertemu dengan si Akhwat
Sekarang" Ucapnya lirih. Terdengar seperti berbicara sendiri.
Aku msih berdiam diri. Aku tidak berani untuk bersuara apapun. Bahkan
untuk menggerakkan badan yang akan menimbulkan suara pun. Aku minimalisir.
Agar Khalid tidak tahu kalau aku juga sudah berada didalam ruangan ini. Tidak
seberapa lama, aku melihat Bibiku membuka tirai hijab atau tabir.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Gimana, ustad" Apa sudah selesai!" Ucapnya. Terdengar seperti membuka
percakapan. "Alhamdulillah. Semuanya lancar!" Jawab ustad Fadlan dengan senyum.
"Untuk ta"arufnya, jadi nggak ustad?" Tanya Khalid. Sepertinya tidak sabar.
Aku hanya tersenyum. Saat Bibiku melihatku dengan senyuman.
"Ya pasti jadi, Akh! Nah akhwatnya kan sudah dari tadi diruang tabir kedua" Jawab
Ustad Fadlan. Entahlah. Spontan rasanya Khalid langsung terdiam. Aku juga diam saja, aku malu.
Aku malu karena sejak dari tadi aku sudah berada disini. Dan mendengar ucapan
Khalid. "Assalamualaikum" Salam Bibiku.
"Walaikumsalam" Serempak terdengar jawaban.
"Gimana Bi, apa sudah bisa dimulai proses ta"arufnya" Tanya tanya Bibi, pada ustad
Fadlan. "Iya, bisa langsung dimulai!" Scap ustad Fadlan. "Silakan Akh Khalid, untuk
menanyakan sesuatu hal yang ingin antum tanyakan" Ucap lanjut ustad Fadlan,
mempersilahkan. Khalid menanyaiku dengan beberapa . Mulai dari Nama, kuliah, aktivitas dan lain


Aku Menggugat Akhwat Dan Ikhwan Karya Fajar Agustanto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagainya. Alhamdulillah, pertanyaan-pertanyaan yang masih bisa aku jawab dengan
mudah. Sebuah pertanyaan yang membuat mentalku sedikit drop dikatakan Khalid.
"Ana cuma mau mengingatkan anti. Kalau ana, belum kerja! Masih berstatus
mahasiswa. Dan keluarga ana tidak begitu kaya. Bisa digolongkan, dari golongan
menengah kebawah" Katanya, seperti menaku-nakuti.
Iya, aku tahu. Apakah aku benar-benar harus menerimanya! Entahlah. Aku yang
memulai, berarti aku harus teguh dalam berprinsip. Tetap istiqomah! Pikirku. "Akhi,
ana pengen menikah dengan antum bukan karena harta antum. Atau bahkan jaminan
antum! Kalaulah antum belum bekerja. Asal antum mau, pasti ada pekerjaan buat
antum! Ana cuma mengingatkan antum saja. Bahwa antum, tidak akan bisa
memberikan ana jaminan kepastian untuk bisa menghidupi ana! Kalaulah ana
menikah dengan antum, antum bukanlah penjamin hidup ana. Atau bahkan bisa
memberikan nafkah kepada ana! Allahlah yang menjamin rezeki tiap-tiap umatnya.
Lalu kenapa kita harus takut untuk melangkah dalam pernikahan, karena alasan soal
rezeki atau nafkah. Semua serahkan ke Allah. Kalau ana jadi istri antum, ana siap
hidup menderita karena harta. Tetapi berlimpah-limpah keimanan! Dan ingat akh,
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net menikah juga termasuk salah satu pintu rezeki!" Ucapku dengan pasti. Alhamdulillah,
aku bisa! Sebuah permintaan yang membuatku agak menjadi begitu kikuk. Dikatakan oleh
Khalid. Padahal aku ingin sekali tidak memperlihatkan wajahku. Karena aku ingin
tidak terlalu mengharapkan ikhwan ini. Tetapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur.
Kalau aku sudah memulai, berarti aku harus konsisten dengan apa yang aku ucapkan.
Bunda hanya melihat. Sepertinya bingung, harus berbuat apa.
Aku mendekat pada Bibiku. "Bunda, boleh!" Bisikku. Agak lama memang. Sehingga
terasa suasa agak begitu hening.
Bibiku membuka tabirku, dan memanggil Ustad Fadlan. Tidak seberapa lama, Ustad
Fadlan memanggil Khalid. Setelah itu mempersilahkan Khalid untuk melihatku.
Melihat calon istrinya. Sejenak saat Khalid melihatku. Aku tertunduk. Malu. Entah
seperti apa ekspresi wajahku. Yang ada hanya rasa serba salah saat dipandanginya.
Aku sebenarnya juga ingin memandang wajah Khalid. Tetapi entah, kepala ini terasa
sangat berat dan mata juga terasa sangat kasat. Hanya tertunduklah aku untuk
beberapa saat. Begitu cepat. Semuanya terasa sudah direncanakan dengan matang. Aku
sendiri hanya bisa merasakan kemudahan yang diberikan oleh-Nya. Sesaat setelah itu
aku langsung mengucap syukur. Ketenangan jiwa yang aku rasakan begitu nikmat.
Tetapi, dilema dua pilihan masih tetap melandaku. Aku tetap harus memilih satu dari
dua ikhwan. Mereka mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tetapi
salah satu dari mereka pun bukan seorang yang memang aku kenal dalam kiprah
dakwahnya. Tetap, aku harus memilih. Entahlah, rasa bingungku kian memuncak.
Setelah taaruf. Aku langsung mengarahkan mobilku kedaerah kumuh.
Mobilku bergerak dalam lalu lintas yang tidak begitu padat. Tetapi panas yang begitu
menyengat dalam terik matahari yang garang dalam sinarnya. Terlihat begitu
membara. Pasti neraka ribuan kali panasnya daripada ini! Gumamku. Mobilku terus
melaju dalam kenyamanan berada didalamnya. Memang, dalam beberapa hari ini.
Aku sering menggunakan mobil. Mobilitas dalam kegiatanku akhir-akhir ini sangat
tinggi. Jadi terasa efektif bila memang aku memakai kendaraan. Bukan bermaksud
hanya untuk kesenangan pribadi.
Sosok seorang berjalan dalam terik panas matahari. Langkah tegap dalam
lajunya. Terasa begitu bersemangat. Khalid. Sosok itu masih bersamangat sekali, saat
dia harus menghadapi bara panas matahari. Sungguh memang tidaklah sebuah
kesalahan jika aku memilihnya. Tetapi sayang, hafalan Al Qu"an dan haditsnya
sedikit. Saat aku berdialog dengannya, waktu di LDK dulu. Dia mengatakan "hafal Al
Qur"an dan hadits itu memang harus. Tetapi hafal Al Qur"an dan hadits itu lebih wajib
untuk diamalkannya! Makanya jika kita sudah hafal salah ayat atau hadits, maka
wajib kita untuk melaksanakannya." Itulah kata-katanya dahulu.
Memang harus disadari. Beberapa aktivis dakwah memang sangat banyak
mobilitas kegiatannya. Hingga sangat sedikit waktu yang didapatkannya dalam
menghafal Al Qur"an dan Hadits. Ini merupakan sebuah tantangan besar bagi Aktivis
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net dakwah yang berada dimedan dakwah. Sesuatu yang memang seharusnya dilakukan
dalam berdakwah adalah mempunyai kemampuan hafalan yang sangat banyak. Tetapi
mengingat keterbatasan waktu yang didapatkan. Maka harus ada salah satu waktu
yang dikorbankan. Tidaklah adil, jika seseorang menyatakan tentang para aktivis
dakwah. Bahwa mereka tidak mempunyai hafalan yang tinggi. Tetapi, mereka tidak
melihat mobilitas kegiatan yang tinggi dari para aktivis dakwah. Para aktivis dakwah
lebih mengutamakan ilmu dan amal yang seimbang. Dari pada ilmu yang tinggi tetapi
jarang diamalkannya, atau amal yang tinggi tetapi tidak ada ilmunya. Sungguh
diantara kedua-duanya, diwajibkan untuk mempunyai keseimbangan.
Mobilku sudah melaju didaerah perkampungan kumuh. Saat aku akan
memarkir mobilku. Tak disangka, seorang melihatku dengan sangat tajam. Aku pun
melihatnya dengan seksama. Memastikan bahwa apa benar aku mengenalnya. Tak
disangka akupun akhirnya mengenalinya, dia adalah para penjahat yang waktu lalu
hampir menembakku. Segera mungkin aku langsung menstarter mobilku lagi. Dan
langsung melesat jauh, lari dari mereka. Suasana hati yang semula tenang. Kini
menjadi sangat risau. Detak jantungku pun kembali tidak beraturan. Disertai istighfar
yang entah berapa kali terucap dalam bibirku. Secepat mungkin aku pacu mobilku,
meninggalkan daerah itu. Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Jilid 10 Setelah memarkirkan mobil digarasi. Aku langsung memasuki kamarku. Detak
jantungku masih tetap tidak beraturan. Bertautan antara keringat dingin yang keluar.
Aku benar-benar takut sekali. Sejenak, aku mengambil air minum yang akan
membasahi kerongkongan. Seteguk air putih, sedikit menetralkan jantungku. Didalam
kamar aku pun terpaku. Takut dalam asa yang tak menentu. Bingung dan takut
menyatu, membaur dalam diri yang merasa sangat lemah sekali. Penat yang
menggapai diri sudah sangat tinggi. Entah kenapa. Aku langsung memencet tombol
ON pada Tape. Tegapkan langkah-langkahmu
Lantangkan gema suaramu Dunia Islam memanggilmu Sambutlah dengan semangatmu
Jangan pernah berkeluh kesah
Meski bersimbah peluh dan darah
Kuatkan kesabaranmu Jangan pernah kau menyerah
Makar-makar musuh makin bergemuruh
Seruan suci telah memanggilmu
Galang persatuan dengan kekuatan iman
Harta dan jiwa kita serahkan
Meraih surgah yang dijanjikan
Lebih baik dari dunia seisinya.
IZIS Mengumandang dalam kamarku. Jiwa-jiwa pencari syahid pun timbul kembali.
Keberanian yang semula luntur. Bangkit dalam keberanian mencari sebuah
kemuliaan. Rindu dengan keberanian para mujahidah yang selalu berkorban. Kini aku
harus kembali. Menguatkan ruh jihad nan suci. Meskipun aku seorang akhwat. Tapi
bukan berarti aku seorang yang lemah. Aku bisa menjadi seorang Ummu kultsum.
Yang kuat dalam mempertahankan agama dan teretorialnya. Aku bisa menjadi
Fatimah, yang kuat dalam kehidupan kezuhudannya. Aku pun harus bisa menjadi
seorang Aisyah, yang bisa memimpin pasukan-pasukannya. Aku harus bisa menjadi
seorang mujahidah. Harus.
"Tluuut...Tluut.." Sejenak bunyi Hpku, mengagetkanku. Terlihat nomor yang tidak
dikenal. Hem. Pasti Lutfi!
"Hallo, Assalamualaikum!" Ucapku.
"Walaikumsalam. Ini Mbak Farah yah?" Jawab si penelepon. Seorang laki-laki.
"Iya, Ini siapa yah?" Tanyaku penasaran.
"Mbak, masih ingat dengan saya nggak" Saya Rendra, anak Ibu Inah!" Ucap orang
itu. Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Rendra, anak Ibu Inah! Pemuda yang sopan itu" HA! Aku teringat. Wajah Rendra
persis dengan seorang penjahat yang berada di mobil Jeep itu. Iya, pasti dia!
"Ada apa! Kamu yang waktu itu akan membunuhku kan?" Ucapku ketus.
"Tenang Mbak, tenang! Saya tidak bermaksud membunuh Mbak. Kami saat itu hanya
menakut-nakuti Mbak saja. Dan sasaran kami sebenarnya teman Mbak Farah!"
Jelasnya. "Lalu, apa maumu sekarang?" Ucapku keras.
"Mbak tenang. Saya tidak mau apa-apa dari Mbak dan teman Mbak! Saya hanya ingin
mengatakan. Bahwa Mbak dan teman Mbak, harus berhati-hati! Si penyewa kami,
menyewa seorang preman yang lainnya. Untuk membunuh Mbak Farah dan teman
Mbak. Mbak harus berhati-hati!" Ucapnya serius.
"Aku tidak percaya dengan kamu!"
"Mbak harus percaya, dengan apa saya katakan!" Ucapnya, mencoba meyakinkanku.
"Apa jaminanku, untuk mempercayaimu?"
"Mbak. Jaminan Mbak Farah mempercayai apa yang saya katakan. Adalah, karena
Mbak Farah merupakan guru ngaji Ibu saya! Dan saya tidak akan menyakiti seorang
yang berhubungan dengan Ibu saya. Mbak bisa pegang kata-kata saya! Dan saya
termasuk orang-orang pengajiannya Bang Jamal. Yang seorang Ustadnya, adalah dari
teman kuliah Mbak Farah juga. Khalid nama Ustadnya. Dan saya adalah seorang
Muslim" Jelasnya, serius.
"Apa benar?" "Mbak, saya tidak akan mengatakan ini jika Mbak Farah tidak ada hubungan apa-apa
dengan Ibu saya!" "Baik, Insya Allah aku percaya! Tetapi aku ingin tahu banyak tetang masalah ini.
Bisa?" "Iya, silakan!"
"Siapa yang menyuruh kamu untuk menakut-nakuti kami" Dan apa yang kalian cari
sebenarnya?" Tanyaku serius.
"Sebenarnya ini etika pekerjaan Mbak! Kita tidak boleh mengatakan klien yang
menyewa kita. Tetapi saya akan mengatakan. Kalau sebenarnya yang menyuruh kami
adalah orang-orang dari perusahaan Bapak teman Mbak Farah sendiri. Mereka ingin
mencari data-data perusahaan yang membahayakan posisi mereka diperusahaan. Jadi
Mbak Farah dan teman Mbak Farah, harus sangat berhati-hati. Karena mereka
menyewa, orang-orang yang lebih kejam daripada kami! Mereka tidak segan-segan
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net membunuh dengan sadis. Saya sarankan, Mbak Farah menyewa bodyguard yang
profesional untuk menjaga diri!" Rendra terdengar sangat serius.
"Hem. Insya Allah, sudah ada bodyguard yang akan menjagaku." Ucapku enteng.
"Bagus Mbak. Bodyguard itu darimana Mbak?"
"Bodyguardku adalah seorang pencipta bodyguard. Yang sangat lebih profesional dari
ciptaannya! Bodyguardku adalah Allah. Sang pemilik dan pencipta semua yang ada!
Aku tidak butuh bodyguard manusia, karena sebenarnya tentara Allah lebih tersebar
disetiap tempat!" Kataku tegas.
"Mbak, saya yakin. Mbak Farah bisa menghadapi mereka! Insya Allah, jika saya
melihat mereka menyakiti Mbak Farah. Maka saya akan membantu Mbak Farah!"
"Hem. Terima kasih!"
"Baik. Hanya itu yang ingin saya bicarakan. Maaf telah menganggu waktu Mbak
Farah!" "Oh, tidak apa-apa. Terima kasih atas informasinya. Ini merupakan sebuah informasi
yang sangat berharga!" Ucapku.
"Baik. Kalau gitu, Assalamualaikum" Ucap Rendra, mengakhiri pembicaraan.
"Iya, Walaikumsalam."
Pertempuran akan dimulai. Mereka sedang mencariku. Mereka mencari Dewi
dan mencariku. Mereka telah menantang jundi-jundi Allah yang selalu bersiap siaga.
Aku harus menelephon Abi sekarang. Secepatnya, aku langsung menekan nomor Hp
Abiku. "Assalamualaikum!" Salamku.
"Walaikumsalam. Putriku!" Jawab Abi lembut.
"Bi. Kabarnya gimana" Zah kangen!"
"Alhamdulillah, Abi baik-baik aja. Insya Allah dalam beberapa hari, urusan Abi
sudah selesai!" "Bi. Cepat pulang!" Ucapku. Manja.
"Iya. Insya Allah Abi akan pulang cepat! Ada apa Zah" Ummi baik-baik saja kan?"
Tanya Abi. Terlihat cemas.
"Alhamdulillah Ummi baik-baik aja! Zah ada masalah Bi!"
"Masalah! Apa masalahnya?"
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Bi. Ceritanya panjang. Pokoknya, ada yang ngincer Zah dan teman Zah. Mereka
ingin membunuh kami berdua!"
"HA! SIAPA MEREKA?" Abi terlihat sangat kaget.
"Mereka orang-orang suruhan. Mereka ingin mengambil sebuah bukti berupa data.
Tentang kasus korupsi disebuah perusahaan! Bi, Zah harus gimana?"
"Anti, tidak boleh takut! Zah, adalah mujahidah yang tidak boleh takut dengan
ancaman siapa pun!" Ucap Abi, tegas.
"Tapi, Bi. Apakah Zah sanggup menghadapi mereka?" Ucapku. Sangsi.
"Anti, pasti bisa! Insya Allah, Abi akan telphone para mujahid-mujahid. Insya Allah,
mereka yang akan melindungi Zah dan teman Zah! Zah, nggak boleh takut.
Mujahidah tidak boleh takut menghadapi kezhaliman. Ini jihad! Katakanlah
kebenaran, meskipun anti harus melawan mereka sendirian. Pokoknya anti tidak boleh
takut!" Jelas Abi tegas.
"Iya, Bi!" "Ummi, sudah tahu masalah Zah?"
"Belum, Bi!" Ucapku.
"Jangan, memberitahu Ummi! Nanti Ummi jadi khawatir!"
"Iya, Bi! Makanya Zah, bilang ke Abi aja" Ucapku. Manja.
"Iya, bagus! Kalau meereka mencoba menantang tentara-tentara Allah! Dengan
mengincar para mujahidah-mujahidah. Kita umat Islam, tidak boleh sekalipun takut
dengan ancaman mereka. Kebathilan harus kita lawan, sampai syahid yang akan kita
dapatkan! Zah, Abi, akan sangat bangga sekali jika Zah dapat mengungkap semua
ini." "Insya Allah, Bi! Zah akan berusaha"
"Alhamdulillah. Itu baru putri Abi!" Kata Abi. Terdengar bangga.
"Abi, bisa aja!" Ujarku.
"Eh. Zah! Gimana, sudah ada calon pengganti Abi belum?" Goda Abi.
"Abi!" Ucapku manja.
"Hem. Soalnya, ada yang beritahu Abi! Putri Abi lagi taaruf dengan ikhwan! Berani
juga Zah. Mendahului taaruf! Abi dukung aja, kalau memang Ikhwan itu benar-benar
baik. Dan bisa menggantikan Abi kelak!" Ucap Abi. Terlihat menyemangati.
"Ya. Ana minta doanya aja Bi! Bisa memilih yang terbaik."
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Insya Allah, pasti Abi doa"in!" Ucap Abi bijak.
"Ya. Sudah Bi! Nanti kalau ada apa-apa, Zah akan telphon Abi!"
"Iya. Nanti kalau ada apa-apa, Zah telphone Abi aja! Jangan sampai masalah ini
diketahui Ummi." "Ya, Udah Bi! Assalamualaikum" Ucapku, mengakhiri pembicaraa.
"Walaikumsalam."
Jiwa yang semula luluh. Kini bangkit kembali. Sorak sorai kesyahidan
mengalun indah dalam angan-angan. Nikmat. Jalan juang kembali tertanam. Satu
dalam tujuan kini telah kembali. Rasa takut pun kian lama kian lari. Bergantikan
dengan semangat perjuangan yang sangat tinggi. IZIS pun mengalunkan
semangatnya. Sabarlah wahai saudaraku tuk menggapai cita
Jalan yang engkau tempuh sangat panjang
Tak sekedar bongkah batu karang
Yakinlah wahai saudaraku Kemenangan kan menjelang Walau tak kita hadapi masanya
Tetaplah Al Haq pasti menang
Tanam dihati benih iman sejati
Berpadu dengan jiwa Rabbani
Tempatnya satu jadi pahlawan sejati
Tuk tegakkan kalimat ilahi
Pancang tekadmu jangan mudah mengeluh


Aku Menggugat Akhwat Dan Ikhwan Karya Fajar Agustanto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pastikan asamu semakin meninggi
Kejayaan Islam bukanlah sekedar mimpi
Namun janji Allah yang akan pasti
*** "Tluut...Tluut.." Dering Hpku membangunkanku dari tidur.
"Hallo!" Ucapku setelah mengangkat Hp.
"Hallo, Assalamualaikum Ukhti!"
"Ini, siapa yah?" Tanyaku.
"Ukhti. Anti tidak menyimpan no Hp ana yah! Ini Lutfi."
"Oh. Iya, Afwan. Ada apa Akh?"
"Bagaimana, keputusannya?"
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Ha" Keputusan apa?" Tanyaku bingung.
"Hem. Anti kok lupa. Itu loh, keputusan untuk menerima ana!" Ucapnya. Terdengar
sebal. "Oh. Iya Afwan! Ana belum memikirkannya Akh! Afwan. Insya Allah, nanti malam
antum telphon lagi. Semoga keputusannya sudah ana dapatkan nanti malam!"
"Kenapa anti tidak memutuskannya sekarang saja Ukh!" Ucap Lutfi. Terdengar
seperti protes. "Insya Allah nanti malam, Akh!" Tegasku.
"Ya sudah, nanti malam ana telphon anti!"
"Iya. Afwan ya Akh! Assalamualaikum"
"Walaikumsalam." Jawabnya. Terdengar seperti memendam rasa sebal.
Keputusan yang harus aku ambil kini benar-benar sangat sulit. Aku kini harus
benar-benar mengambil sebuah keputusan. Aku tidak ingin Ummi tersakiti dengan
keputusannku. Tetapi aku juga tidak ingin dipaksa dalam menentukan sebuah pilihan.
Rasa penat menghampiriku. Bingung berkecambuk dalam diri. Tak menentu dalam
sebuah pilihan yang sama-sama memiliki kelebihan. Sejenak aku bangkit dari kasur.
Aku harus membicarakan dengan Ummi! Gumamku dalam hati.
Aku langkahkan kakiku. Menuju kamar Ummi. Dengan degup jantung yang
tak beraturan. Aku benar-benar takut mengecewakan Ummi. Pintu kamar sudah
berada dihadapan. Sedikit aku mengatur nafas untuk menetralkan degup jantung terus
berdegup tak beraturan. "Ummi..." Panggilku. Sambil mengetuk pintu kamar.
"Iya, Zah. Masuk aja!" Jawab Ummi didalam kamar.
Aku buka pintu kamar. Ummi terlihat asyik menyulam diteras kamar.
"Ada, apa putriku?" Tanya Ummi. Sambil melihatku, sembari tetap merajutkan
benang-benang dan kain sulaman itu.
"Mi. Zah ingin bicara! Bisa?"
"Tafadhol. Tapi afwan, Ummi sambil menyulam yah!" Kata Ummi, dengan senyum
lembutnya. "Iya. Nggak apa-apa Mi! Mi. Ini masalah Lutfi."
"Kenapa?" Tanya Ummi heran.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Mi. Zah sudah punya calon!" Ucapku pelan.
Ummi menghentikan sulamannya. Setelah itu melihatku. Entah apa yang tercermin
dalam tatapan Ummiku. Sepertinya terlihat kekecewaan yang sangat dalam.
"Zah. Sudah bertaaruf dengan salah satu Ikhwan lebih dahulu!" Ucapku hati-hati.
Ummi sedikit mendesah. Setelah itu kembali memfokuskan menyulam. Terlihat raut
muka yang sangat kecewa. "Zah. Kok nggak bilang Ummi dulu sih!" Ucap Ummi.
Terlihat protes. "Afwan Mi." Sesalku.
"Zah. Ummi menyerahkan semua keputusan kepada Zah! Yang menjalani kehidupan
adalah Zah sendiri. Tetapi Ummi ingatkan, bahwa apa yang Zah pilih harus mantap
dalam hati Zah. Ummi sebenarnya sudah tahu, saat Zah bertaaruf dengan ikhwan!
Tapi, tolong. Beritahu Ummi dulu lain kali! Minimal Ummi lebih dulu tahu." Kata
Ummi. Sambil melihatku dan tersenyum. Tangan lembut Ummi membelai pipiku.
"Sudah. Sekarang Zah pikiran siapa yang harus Zah pilih. Kalau belum bisa, sholat
istikharah saja!" Ucap lanjut Ummi.
Hatiku yang semula jatuh. Takut Ummi tidak setuju dengan pilihanku. Atau bahkan
sakit hati karena aku memilih seorang ikhwan yang bukan dari pilihan Ummi. Kini
sudah sirna. Sungguh nikmat mempunyai keluarga yang benar-benar menerapkan
aturan-aturan Islam. Bukan ego yang dipakai. Tetapi syariat yang diterapkan,
menjadikan kesahajaan dalam semua urusan rumah. Termasuk dalam urusan memilih
pasangan hidup. "Iya. Mi! Terima kasih" Ucapku. Sambil mencium tangan Ummi. Dan langsung
memeluk Ummi. Entah apa, kata terima kasih yang pantas untuk diucapkan kepada
Ummi. Seorang wanita yang benar-benar mengerti tentang apa yang memang
diinginkan oleh putrinya.
"Iya. Sudah, sekarang Zah renungi. Pilih yang menurut Zah paling terbaik menjadi
pasangan Zah!" "Baik. Mi!" Ucapku.
Setelah itu aku langsung masuk kedalam kamarku. Dan duduk dalam kursi
malasku. Biasanya aku selalu melakukan itu jika sedang pusing memikirkan sesuatu.
Sejenak aku merenung dengan pikiran yang tak kunjung dapat menemukan titik
jawaban yang benar. Sejenak aku mengambil mushaf kecil yang berada disamping
meja dekat kursi. Aku membuka dan membacanya. Untuk lebih menentramkan diri,
dan menjadikan obat dalam penentuan sebuah keputusan. Tak lama. Pikiranku pun
kembali mengingat sesuatu. Aku hentikan, tilawahku. Sejenak aku menerawang
tentang sebuah keputusan.
Akh Lutfi, merupakan temanku sejak kecil. Keluarganya kaya. Dan dia sudah
mendapatkan pekerjaan yang layak dan sangat bagus. Pasti aku tidak akan
kekurangan dalam materi jika aku menikahinya kelak. Bacaan Al Qur"annya pun
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net bagus. Dan dia merupakan hafidz. Sungguh hebat wanita yang akan menikahinya!
Kalau Akh Khalid. Merupakan seorang ikhwan yang baru aku kenal dari bangku
kuliah. Sepak terjang dakwahnya tidak diragukan lagi. Gaya kepemimpinannya
sangat elegan. Kharismatik, meskipun dalam harta dia sangat terlihat kekurangan.
Hapalan Al Qur"annya memang tidak banyak. Tetapi, terlihat dia lebih mengamalkan
Al Qur"an yang dia sudah tahu dan hafal. Kalau untuk membaca dengan tartil, Akh
Khalid lumayan bagus. Meskipun tidak bagus-bagus amat sih! PUSING!
Sejenak penat kembali melanda relung jiwaku yang bingung. Entah sepertinya
memang aku harus shalat istikharah. Tapi, tunggu dulu! Sebuah ingatan melintas
dalam pikirku. Affan. Satu nama mengingatkanku. Iya Affan benar. Affan. Saudaraku.
Dia pernah mengalami hal seperti ini. Oh iya, dan dia pernah cerita kepadaku.
Sebuah ilmu telah aku dapatkan. Saudaraku Affan. Pernah mengalami hal kejadian
seperti ini. Tetapi dia lebih seperti Akhi Khalid. Aku ingat. Bahwa Affan pernah
mengenal seorang Akhwat. Dan mereka pernah saling mengikat tali khitbah. Tetapi
sayang, orang tua si Akhwat tidak merestui Affan menjadi menantunya. Tetapi, Affan
dan si Akhwat istiqomah dalam meyakinkn orang tua si Akhwat. Hanya sayang,
seorang ikhwan lain datang di kehidupan si Akhawat. Si Akhwat melihat ikhwan yang
lebih baik dari Affan. Sangat jauh lebih baik.
Si Akhwat akhirnya ragu berhubungan dengan Affan. Si Ikhwan yang terbaik
ini sudah mendapatkan restu dari orang tua Si Akhwat. Dengan cara-cara yang
seharusnya tidak dipakai oleh seorang muslim. Si Ikhwan akhirnya dapat meluluhkan
hati orang tua Si Akhwat. Dan Si Akhwat jadi pindah kelain hati. Berpindah kepada
yang lebih baik lagi. Tapi sayang, itu adalah sebuah cara yang hina. Aku mengatakan
kepada Affan. Bahwa cara yang dilakukan oleh Si Ikhwan adalah Hina, dan jika Si
Akhwat menerima Si Ikhwan itu. Maka keduanya merupakan seorang yang hina.
"Bagaimana anti bisa mengatakan itu!" protes Affan, Saat itu.
Aku menjawabnya dengan mengibaratkan sebuah air minum yang sudah
dihadapan Affan. Tetapi sayang, Affan dilarang meminum air itu. Meskipun, Affan
terlihat sangat kehausan sekali. Lalu tiba-tiba datang seorang Ikhwan, yang dengan
berbagai cara. Merayu si pemilik air minum itu, untuk mau diminum oleh Si Ikhwan.
Padahal didepan Si Ikhwan ada seorang Ikhwan lain yang sangat lama membutuhkan
air minum itu. Dan air minum itu pun sudah dihadapan Affan. Akhirnya dengan serta
merta air minum itu pun diperbolehkan untuk diminum oleh Si Ikhwan. Berarti dalam
kata lain, bahwa air minum itu telah dirampas oleh Si Ikhwan. Dihadapan saudaranya
yang memang membutuhkan air minum itu. Dan air minum itu pun dengan suka cita
mau diminum oleh Si Ikhwan. Bagaimana bukan Hina, seorang yang merampas air
minum yang sudah dihadapan orang yang sangat membutuhkan. Dan bagaimana
bukan air minum yang hina, saat air minum itu bersuka cita diminum oleh orang yang
hina. Hingga seorang yang kehausan itu harus akhirnya menanggung sakit yang
teramat dalam. "Apakah itu, bukan sebuah kehinaan yang sangat hina!" Jelasku kepada Affan
waktu itu. Seburuk-buruk seorang Ikhwan, tidak akan menyengsarakan saudara
Ikhwan yang lainnya. Atau bahkan merampas sesuatu yang sudah diidam-idamkan
seorang ikhwan. Tidaklah seorang Ikhwan yang terbaik, kalau dihatinya tertanam
benih-benih cara yang hina. Meskipun seorang ikhwan itu bagus akhidahnya, bagus
hafalan Al Qur"annya. Tetapi jika dia melakukan cara yang kotor dan hina. Maka
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net akhlaqnya tidak lebih rendah dari binatang yang saling berebut dalam mencari
makanan. Tetapi aku salut dengan Affan. Aku benar-benar mengagumi salah satu
saudaraku itu. Dengan santai, meskipun terlihat pedih dimatanya dan terlihat sakit
yang mendalam dihatinya. Dia hanya mengatakan "Sungguh, ana relakan seorang
wanita yang ana inginkan. Untuk dijadikan istri oleh seorang ikhwan yang memang
membutuhkan. Mungkin saja, Ikhwan itu tidak mempunyai kemampuan, untuk
mencari seorang wanita lain! Insya Allah ana akan mendapatkan yang lebih baik lagi.
Itu janji Allah!" Aku saat itu benar-benar kagum dengan ucapan Affan. "Benar.
Antum, tidak akan diberikan oleh Allah air yang hina untuk antum minum!" Kataku
keras waktu itu. Karena, aku sangat jengkel dengan seorang akhwat yang telah
menjadi pengkhianat cinta. Kalaulah cinta Si Akhwat karena Allah. Maka tiada yang
hadir selain keistiqomaan dan berjuang untuk meyakinkan orang tuanya. Dan tidaklah
menjadikan seorang Akhwat malah berlenggang mencari yang terbaik bagi dirinya.
Saat yang terbaik itu adalah sebuah ketidakpastian. Seharusnya Si Akhwat sudah dari
dulu memutuskan hubungan dengan Affan. Kalaulah dia ingin mencari Ikhwan yang
terbaik. Bukan malah mengikat Affan terus menerus dalam hubungan yang tidak
pasti. Hingga Affan benar-benar memperjuangkannya. Tetapi sayang, perjuangan
Affan tidak menuai hasil yang baik. "Bukan hasil yang kita cari. Tetapi keridhoan
yang kita harapkan dari Allah!" itulah ucapan Affan waktu lalu. Akhwat mana yang
rela dan tega meninggalkan seorang Ikhwan yang benar-benar memperjuangankannya. Kecuali seorang akhwat yang memang dirinya mencari
kehinaan. Kalaulah memang Si Akhwat bukan seorang yang Hina. Seharusnya Si
Akhwat sudah memutuskan Affan sejak ketidaksetujuan orang tua Si Akhwat. Bukan
malah menjadikan Affan sebagai pemain pengganti jika tidak ada yang lebih baik dari
Affan. Dan kalau ada, Affan dilepaskan begitu saja. Karena sebenarnya ini bisa
dikatakan sebuah kekejaman. Dan sangat zhalim.
Tapi Subhanallah. Aku saat itu baru melihat sifat itsar yang selalu didengungdengungkan dalam sejarah umat Islam. Benar-benar hebat. Memang, kenapa Itsar
dikatakan sebagai tingkatan iman yang paling tinggi. Karena memang, melakukan
itsar itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sangat berat memberikan
sesuatu yang kita inginkan kepada orang lain. Kalau bukan seorang yang beriman.
Mana mungkin" Perasaan yang semula kalut kini menjadi lebih tenang. Setelah mengingat
seorang ikhwan yang bernama Affan. Memang, tidak ada dalam kepastian dalam
sebuah kehidupan. Karena sesungguhnya kepastian itu hanya milik Allah. Maka, jika
kita melakukan sebuah hubungan. Kepastian itu adalah rasa kepercayaan seseorang.
Sejenak aku memikirkan dampak jika aku menikah dengan salah satu dari
ikhwan itu. Lutfi dan Khalid. Hem, jika aku akan menikah dengan Akhi Lutfi. Insya
Allah aku mendapatkan materi yang berkecukupan. Mungkin jika aku menikahi Akhi
Lutfi, hafalanku juga akan bertambah. Sejenak aku berfikir lagi. Lalu, jika aku
menikahi Akhi Khalid, apakah kami berdua tidak bisa berusaha mendapatkan
materi" Lalu apakah jika aku menikah dengan Akhi Khalid hafalanku tidak bisa
bertambah juga" Tapi, siapa yang bisa menjamin" Bukankah Allah mudah untuk
melenyapkan segala sesuatu! Benar-benar pikiranku kembali penat. Dari relungrelung pikirku yang semula hampir jernih. AKHLAQ! Satu kata yang terlintas
dibenakku. Iya benar, akhlaq. Sekarang aku sudah tidak pusing lagi untuk mengambil
sebuah keputusan. Karena semuanya sudah jelas. Siapa yang harus aku pilih.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Sejenak ucap syukurku kepada Allah. Aku bukanlah akhwat yang mencari
kehinaan dalam keridhoan Allah. Apalagi aku bukan akhwat yang tega, meninggalkan
seorang Ikhwan yang memang sudah serius untuk menjalin tali pernikahan kepadaku.
Apalagi aku bukan seorang akhwat yang hanya mencari seorang ikhwan yang
dikatakan terbaik. Aku bukan mencari ikhwan terbaik dalam wujudnya saja. Tetapi
aku mencari ikhwan yang terbaik dalam segala hal. Dalam akhidah, dakwah dan yang
tidak kalah pentingnya adalah Akhlaq. Akhidah bisa dibangun dengan pelajaran
pengetahuan tentang Rabb. Dakwah bisa dibangun dengan pondasi-pondasi akhidah.
Tetapi akhlaq, akhlaq tidaklah semudah mempelajari akhidah dan dakwah. Karena
akhlaq adalah mencerminkan jiwa yang suci dan bersih. Yang selalu mencerminkan
keindahan dakwah Rasulullah. Akhlaq adalah harga yang paling tinggi untuk dimiliki.
Karena untuk menjalankan kata yang dinamakan akhlaq. Harus benar-benar
mencerminkan kepribadian Rasulullah. Yaitu ikhlas. Dan itu sangat sulit.
Seorang yang mempelajari Akhidah. Dia hanya mempelajari pondasi-pondasi
dakwah. Tetapi jika seorang yang mempunyai akhlaq Islam yang tinggi. Maka dia
adalah seorang muslim yang sempurna. Karena pasti, perilaku-perilakunya adalah
menurut apa yang dikatakan dalam Al Qur"an dan Sunnah. Bukan hanya keyakinan
semata. Dan ciri seorang yang berakhlaq adalah, tidak melakukan sesuatu hal yang
bisa menyakitkan orang lain. Tidak melakukan sesuatu perbuatan yang hina. Tidak
merampas apa yang dipunyai atau yang diharapkan oleh orang lain. Selalu bersifat
lemah lembut. Dan keras jika menantang kezhaliman. Ikhwan seperti inilah yang aku
cari. Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Jilid 11 "Tluutt.... Tluutt..." Dering Hpku.
Aku letakkan mushaf yang sedari tadi aku lafalkan. Setelah itu, aku ambil Hp yang
tidak jauh berada disampingku. "Akhi Lutfi" tulisan yang tertera di LCD Hpku.
"Assalamualaikum" Ucapku.
"Walaikumsalam!" Jawabnya.
"Iya, Akhi!" "Gimana kabarnya, Ukhti hari ini!" Tanya Lutfi. Terdengar basa-basi.
"Alhamdulillah, baik-baik saja! Kalau antum?" Jawabku.
"Alhamdulillah. Sama, ana juga baik-baik saja!"
Sejenak aku diam. Membiarkan, agar Lutfi yang memulai pembicaraan dahulu. Dan
memang berhasil. "Ukhti. Gimana keputusannya?" Tanya Lutfi penasaran.
"Insya Allah, ana sekarang sudah mengambil keputusan! Dan semoga ini baik untuk
ana dan untuk antum!"
"Insya Allah, pasti baik!" Sela Lutfi.
Sejenak aku menarik nafas dalam-dalam. Dan menghembuskannya pelan. "Akhi, dari
apa yang ana pertimbangkan. Ana akan menerima..!"
"Syukron anti, ana tahu jawabannya! Anti pasti penerima ana! Tidak mungkin
seorang yang hafidz tidak diterima pinangannya!" Sela Lutfi lagi.
"Hem. Afwan Akh. Sesungguhnya, Rasulullah itu pantang memotong pembicaraan
orang!" Ucapku tegas.
"Oh, iya maaf Ukhti!"
"Sebenarnya, ana sudah bertaaruf dengan ikhwan lain! Ikhwan itu tidak lebih kaya
daripada antum, tidak lebih bagus hafalan dan tilawahnya daripada antum. Tetapi,
Ikhwan itu mempunyai rasa jihad dalam medan dakwah yang sangat tinggi. Ana
sudah pernah merasakan gaya kepemimpinannya. Sudah pernah mengetahui corak
dakwahnya, dan sudah mengetahui kegigihannya dalam dakwahnya! Ikhwan itu
begitu tegar dengan kemiskinannya. Sifat zuhud yang dia terapkan pada dirinya,
tidaklah membuat dia lebih rendah dari ikhwan manapun. Ikhwan itu penuh dengan
kasih sayang yang melimpah pada setiap saudara seimannya. Apalagi sifat akhlaq dan
ikhlasnya. Subhanallah! Dia tidak ingin memperlihatkan keberhasilan dakwahnya
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net kepada setiap saudaranya. Karena takut akan sifat riya", ujub dan takabur yang akan
melanda pada dirinya. Dia tidak ingin memperlihatkan sebuah keberhasilan karena
jasanya. Tetapi dia lebih memilih, mengatakan keberhasilan itu karena Allah dan


Aku Menggugat Akhwat Dan Ikhwan Karya Fajar Agustanto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hamba-hambanya yang selalu berjuang dimedan dakwah! Ana mengetahui semuanya
itu, karena dia adalah ketua ana. Dan benar-benar mengetahui sepak terjang
dakwahnya. Meskipun, dia tidak pernah memberitahukannya!"
"Tapi, apakah benar dia bisa sehebat itu dari ana" Apakah dia mempunyai hafalan Al
Qur"an yang lebih banyak dari ana, apakah dia mempunyai hafalan hadits yang lebih
banyak dari ana" Apakah dia mempunyai pekerjaan yang lebih baik dari ana" Apakah
dia mempunyai itu semua!" Protes Lutfi.
"Tidak. Sungguh, hafalan Al Qur"an dan Hadistnya. Lebih banyak dari Akhi."
"Tapi, kenapa anti menerimanya. Sedang anti tidak menerima ana. Toh sudah jelas,
ana memiliki kemampuan yang lebih baik darinya!" Lutfi terdengar sangat tidak
menerima keputusanku. "Akhi. Sesungguhnya ana menerimanya, karena ana sudah lebih dulu melakukan
konsistensi kepada Ikhwan itu! Ana tidak bisa, dengan mudah memutuskan seorang
ikhwan yang sudah ana istqomahi. Tidak begitu saja ana bisa menerima seorang yang
lebih baik darinya! Karena ini menyangkut akhlaq ana." Jawabku serius.
"Iya. Tapi ana kan lebih dahulu mengenal anti! Sejak anti masih kecil, kita sudah
saling kenal. Dan anti tahu, seberapa besar tingkat keilmuan ana!" Ucapnya sengit.
"Akhi. Ana tahu kelebihan yang ada pada antum. Tetapi, karena kelebihan antum
itulah menjadi sebuah alasan bagi ana untuk memilih ikhwan itu. Dia tidak
mempunyai kelebihan seperti antum. Dia lebih berhak untuk ana kasihi, dari pada
antum yang bergelimang kasih! Antum seharusnya mengerti." Ucapku tak kalah
sengitnya. "Tidak bisa. Ana tidak akan bisa mengerti! Anti seharusnya tahu, bagaimana cinta ana
terhadap anti" "Iya, ana mengerti. Ana sangat mengerti! Cinta antum terhadap ana, adalah karena
Allah. Dan pasti antum akan menerima apa yang Allah berikan kepada antum. Bahkan
penolakan ana pun, antum pasti menerimanya. Karena cinta antum karena Allah!"
Selaku dengan sengit. "Tidak. Anti tidak mengerti cinta ana terhadap anti! Anti egois."
"Akhi. Antum harus ingat. Antum adalah hafidz, seorang yang hafal Al Qur"an.
Antum juga sangat banyak hafal hadits. Antum seharusnya menerapkan itu pada diri
antum. Bukan hanya mempelajarinya saja!"
"Ukhti. Ana tetap tidak akan menerima penolakan anti. Ini merupakan sebuah
penghinaan bagi ana! Ana tidak akan pernah mau menerima penghinaan ini."
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Akhi. Ini bukan sebuah penghinaan. Tetapi ini keputusan ana! Antum harus mengerti
tentang keputusan ana. Ana harap antum harus menerima keputusan ana." Ucapku
pelan. "Afwan Ukh. Ana tidak akan pernah menerima keputusan anti. Ini penghinaan, besar
buat ana. Ana sudah anti hina! Lihat saja nanti." Setelah mengucapkan itu. Lutfi
langsung mematikan Hpnya.
Masya Allah. Jadi, keputusanku memang benar! Gumamku. Hafidz dan Hafal hadits,
tidak menjamin seseorang mencerminkan apa yang dihafalkannya. Sudah banyak
terbukti. Beberapa kasus korupsi pun, ada juga yang dilakukan oleh seorang yang
hafidz. Dan dalam kasusku, sudah sangat nyata. Lutfi sangat tidak mencerminkan
seorang yang benar-benar mengetahui Al Qur"an dan Hadits. Aku jadi teringat hadits
innamal a"malu binniat wa innamal likuri"immanawwa famankhanats hijratahu
Ilallah wa Rasullihi fahijratuhu Ilallah wa Rasullihi famankhanats hijratuhi liddunia
yusibukha awimra ataini yankhiquha fahijratuhu ilaih maa hajarah ilaih. Hadits
inilah yang seharusnya membuat tujuan hidup hanya untuk Allah dan Rasulnya.
Bukan karena harta dan wanita yang ingin dinikahinya.
Alhamdulillah ucapku syukur dalam hati. Aku tidak salah memilih. Aku telah
memilih mujahid dalam keistiqomahan perjuangannya. Bukan memilih seorang yang
cengeng dengan kata-kata cintanya. Meskipun Lutfi seorang yang melebihi Khalid
dalam masalah wujudnya. Melebihi masalah hapalan Al Qur"an dan Haditsnya,
melebihi kekayaan dan pekerjaannya. Tetapi Khalid, adalah Khalid. Seorang aktivis
dakwah yang istiqomah dalam perjuangannya. Seorang yang istimewa dalam
kezuhudannya. Seorang yang mudah bergaul dengan siapa saja. Seorang yang mampu
mengaktualisasikan ajaran-ajaran agama yang diterimanya. Dan Khalid, mampu
menerapkan itu semua. Maka tidak salah pilih, aku memilihnya.
Aku bukanlah seorang akhwat yang memilih hanya dengan melihat kepintaran
seorang ikhwan. Aku bukanlah akhwat yang suka melihat wujud dari ikhwan. Apalagi
aku bukan akhwat yang suka dengan kekayaan seorang ikhwan. Tapi aku adalah
seorang akhwat yang istiqomah dengan apa yang aku pilih. Aku adalah akhwat yang
lebih suka dengan seorang ikhwan yang memilih jalan dakwahnya dengan ikhlas. Dan
aku adalah seorang akhwat, yang memilih ikhwan karena akhlaqnya. Bukan seorang
ikhwan yang mudah merampas apa yang dicintai oleh saudaranya sendiri. Apalagi
bukan seorang ikhwan, yang menghalalkan cara hanya untuk mendapatkan seorang
wanita. Aku bukanlah akhwat seperti itu.
Bersyukurlah diriku. Karena semuanya sudah ditampakkan oleh Allah.
Tidaklah semua seorang yang pintar atau hafal Al Qur"an dan hadits. Mampu
memahami isi-isi yang terkandung didalamnya. Tidaklah semua seorang yang hafal
Al Qur"an dan hadits. Mampu mengamalkan apa yang ada didalamnya. Karena
semuanya berujung pada sifat keikhlasann kita. Akhlaq yang baik adalah ciri khas
seseorang yang ikhlas dalam berjuang. Sungguh mulia seseorang. Manakalah dirinya
mendapatkan rasa itu. Sungguh mulia seseorang yang selalu dalam kezuhudannya.
Sungguh mulia seseorang yang tidak menginginkan dunia dan isinya. Tetapi dia lebih
memilih Allah dan Rasul-Nya. Sungguh, alangkah mulianya orang itu. Tidak akan
lagi ada rasa takabur, riya" atau bahkan ujub. Karena sesungguhnya apa yang dia
harapkan bukan pada penghargaan manusia. Tetapi lebih memilih dihargai oleh Allah,
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net hingga Allah memberikan seberkas kasih sayang yang indah didalam diri seseorang
itu. Tidak lagi seesorang itu menginginkan apa yang memang tidak diridhoi oleh
Allah. Tidaklah seseorang itu melakukan sesuatu apa yang memang tidak diridhoi
oleh Allah. Apalagi melakukan cara-cara yang dihinakan oleh Allah. Maka seseorang
itu akan menjadi orang-orang dambaan Rasulullah. Dan itulah kenikmatan sejati.
Kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah dalam diri manusia yang ikhlas dan
barakhlaq mulia. "Tok..Tok...Tok... Zah! Anti sudah tidur?" Ketukan dan panggilan Ummi.
Mengagetkanku. "Belum, Mi. Silahkan masuk Mi!" Jawabku.
Setelah membuka pintu kamar. Dengan senyum lembutnya, Ummi mendatangiku.
"Gimana, Zah" Sudah diambil keputusannya?" Tanya Ummi.
"Sudah, Mi!" Jawabku. Sambil menganggukkan kepala.
"Lalu, anti milih siapa!" Tanya Ummi lagi. Terlihat penasaran.
Dengan sedikit mendesah pelan. Aku mengatakan "Mi. Zah tidak memilih Lutfi! Zah
lebih memilih Ikhwan yang lebih dulu Zah istiqomahi!" Ucapku, sedikit berhati-hati
agar Ummi tidak tersinggung.
Ummi tersenyum. Lalu tangan lembutnya membelai rambutku. "Zah. Ummi tidak
akan ikut campur urusan Zah dalam memilih calon teman sejati Zah! Apa yang Zah
pilih, Ummi akan ikut mendukung dengan pilihan Zah! Lutfi memang kita kenal baik
dikeluarga kita. Tetapi bukan berarti Lutfi harus menjadi suami Zah bukan! Ummi
hanya suka melihat kelakuan dia kepada Ummi dan kepintaran dia! Hanya itu saja.
Meskipun begitu, Ummi tidak akan memaksa Zah untuk menikah dengan Lutfi! Zah
pilih sendiri, Ikhwan mana yang membuat Zah terjatuh dalam lembah cinta. Dan
membuat Zah bergelimang akan cintanya. Dan selalu akan bersama-sama, dalam
menggapai cinta-Nya! Itulah yang terpenting Zah."
"Mi. Tetapi Zah, telah memilih seorang ikhwan. Yang dia tidak memiliki kepintaran
dan kekayaan seperti Akhi Lutfi! Ikhwan ini, tidak lebih banyak hafalannya dibanding
Zah. Ikhwan ini tidak mempunyai kekayaan yang sebanyak Akhi Lutfi. Dan Ikhwan
ini tidak begitu besar penghasilan pekerjaanya dibanding Akhi Lutfi. Tetapi dia,
adalah seorang Ikhwan yang istiqomah dalam medan dakwahnya!" Ucapku.
"Zah. Kepintaran dan kekayaan itu ada pada setiap orang. Mungkin Ikhwan itu tidak
sepintar Akhi Lutfi, karena dia tidak melakukan apa yang dilakukan Akhi Lutfi.
Tetapi pasti Ikhwan itu, mempunyai kepintaran tersendiri yang Akhi Lutfi tidak
mempunyai kepintaran itu! Dan kekayaan, adalah materi yang bisa dicari. Tetapi Zah
harus ingat, bahwa seorang yang kaya akan dihisab lebih banyak diakhirat nanti.
Ketimbang orang yang tidak mempunyai kelebihan materi! Maka, jika Zah sudah
mantap dengan pilihan Zah sendiri. Ummi berpesan, Janganlah ragu-ragu untuk
menapaki hari depan dengan kepastian. Karena sesungguhnya kepastian didunia itu
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net adalah ketidakpastian itu sendiri. Maka jadilah orang-orang yang sudah pasti, karena
sesungguhnya Sang Maha Pasti sudah memberikan kepastian kepada kita!"
"Insya Allah, Mi! Ana sudah sangat yakin dengan pilihan Zah."
"Baik, kapan dia akan mengkhitbah anti?" Tanya Ummi bersemangat.
"Ana nggak tahu Mi!" Jawabku Bingung.
"Zah, nggak usah bingung. Pokoknya, jika Abi sudah pulang. Langsung beritahu
Ikhwan itu. Bahwa waktu itulah yang paling tepat untuk mengkhitbah Zah. Insya
Allah! Dan mungkin bisa saja, Zah langsung dinikahkan oleh Abi!" Ucap Ummi.
Sambil sedikit menggoda. "Ummi..!" Ucapku manja. Sambil memeluk tubuh Ummi.
"Ya. Sudah Ummi mau tidur dulu!" Ucap Ummi sambil melepaskan pelukanku.
"Iya Mi!" Setelah itu, Ummi pun melangkah keluar dari kamarku.
Aku kini sendiri dalam ruang kamarku. Rasa senang yang aku dapatkan,
serasa melambungkan hatiku. Aku benar-benar bersyukur, karena telah diberikan
seorang Ibu yang begitu perhatian terhadapku. Seorang Ibu yang bijaksana dalam
mengambil sebuah keputusan. Tidak berdasarkan egoisme keibuan. Aku jadi ingat
dengan salah satu Akhwat. Yang dia tidak bisa mengambil sebuah keputusan, lantaran
ibunya terlalu mengekang dengan keputusannya. Tetapi, semua itu berdasar pada
keputusan akhwat itu sendiri. Jika akhwat itu memang seorang akhwat yang bisa
mengkondisikan ruhiyahnya. Maka dia pasti bisa mengkondisikan keluarganya.
Tetapi jika ruhiyahnya masih gamang dengan keyakinan dalam dien-Nya. Atau
karena ketidakpahaman yang kuat dalam agamanya. Maka, dipastikan akhwat itu
tidak bisa mengkondisikan keluarganya. Dan tidak mungkin, dia mengambil sebuah
keputusan pada keluarganya. Jika dia tidak memiliki pemahaman agama yang kuat.
*** Pagi hari yang indah. Mentari bersinar dengan kehangatan pagi yang
menyenangkan. Setelah selesai berolahraga di sekeliling rumah. Aku nikmati sinar
mentari dan dinginnya pagi. Nikmatnya hidup dalam rasa syukur yang teramat dalam.
Nikmatnya hidup jika semua karena Allah yang mengatur hidup. Ingatanku pun
kembali. Sejenak, aku memikirkan kata-kata yang diucapkan oleh Lutfi. "Afwan Ukh.
Ana tidak akan pernah menerima keputusan anti. Ini penghinaan, besar buat ana. Ana
sudah anti hina! Lihat saja nanti." Entahlah, kenapa kata-kata itu harus muncul pada
sosok seorang Lutfi. Seorang yang tidak pantas mengucapkan kata-kata itu, karena dia
merupakan seorang yang sudah mengatahui seluk beluk dari Dien ini. Kenapa harus
ucapan yang begitu tidak ikhlas dengan sebuah keputusan yang telah diambil oleh
seseorang orang. Memang, sakit jika kita apa yang kita menginginkan sesuatu. Tetapi
kita tidak mendapatkan sesuatu itu. Tetapi bukankah keinginan itu tidak harus
terpenuhi seterusnya! Adakalanya keinginin kita, tidak harus terpenuhi. Jika apa yang
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net kita inginkan itu karena Allah. Maka apapun yang kita dapatkan pun, pasti karena
Allah. Tetapi jika kita menginginkan sesuatu karena sifat egoisme diri kita. Maka, jika
keinginan itu tidak terpenuhi. Kita akan benar-benar merasakan rasa sakit yang sangat
dalam. Dan serasa tidak ada obat penyembuh bagi diri kita.
Entahlah, apakah Lutfi sudah tertarbiyah dengan bagus. Ataukah dia sudah
mendapatkan materi tarbiyah. Seharusnya, kalau memang dia sudah mendapatkan
tarbiyah yang benar-benar baik. Maka Lutfi tidak akan seperti itu. Pasti Lutfi akan
ikhlas menerima keputusan yang sudah aku pikirkan. Ataukah, dia bukan dari orangorang yang tertarbiyah. Lalu kalau seandainya, jika Lutfi bukan dari orang-orang
yang menerima pelajaran tarbiyah. Apakah aku bisa hidup berdampingan dengan
seorang yang berbeda pola pandang dan pola pikir. Pastilah sifat jalan dakwah kami
akan benar-benar saling terhambat. Disalah satu pihak ingin jalan kearah A dan di
satu pihak ingin jalan kearah B. Pasti akan menjadi sebuah penghambat bagi langkah
dakwah dengan satu sama lainnya. Dan menjadikan tidak terfokus dalam salah satu
jalan yang akan ditempuhnya. Ya. Inilah yang harus menjadi sebuah pemikiran ulang
bagi kita semua. "Tluutt... Tluutt.." Lagi-lagi bunyi Hpku berdering. Hingga mengagetkanku.
"Halo." Ucapku.
"Halo. Ini Farah?" Tanya si penelphon.
"Iya benar. Ini siapa yah?" Tanyaku penasaran.
"Far, ini aku. Nova!"
"Oh. Hai, apakabar?"
"Aku baik-baik saja sekarang. Tapi entah nanti!" Jawabnya sedikit cemas.
"Oh. Ada apa sebenarnya Nov?" Tanyaku bingung
"Far. Apakah kamu bisa menolong aku!" Ucap Nova. Terlihat sangat bingung.
"Insya Allah. Jika memang aku sanggup!"
"Tapi. Apakah benar kamu sanggup?" Tanya Nova.
"Insya Allah. Makanya beritahu masalahnya!" Ucapku sedikit penasaran.
"Far. Bisa nggak kamu menolongku lari dari rumah!"
"HA!" Aku bingung.
"Aku ingin lari dari rumahku Far! Apakah kamu bisa menolong?" Tanyanya sekali
lagi. Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Sebentar-sebantar. Permasalahannya apa, hingga kamu harus lari dari rumah
segala?" "Ceritanya panjang, Far! Sekarang aku harus lari dari rumah. Nanti setelah kita pergi,
aku akan ceritakan semuanya kepadamu!" Jawabnya.
"Apakah memang harus lari dari rumah?" Tanyaku heran.
"Iya. Pokoknya harus!" Ucapnya tegas.
"Baik-baik! Aku akan membantumu. Tetapi, kamu harus menceritakan masalahmu
kepadaku nanti!" "Iya. Pasti aku akan menceritakannya!"
"Baik. Kita bertemu dimana?"
"Kamu jemput aku digerbang Village of Country. Jam 10 pagi, bisa?"
"Ok. Insya Allah, aku akan jemput kamu!"
"Baik. Terima kasih! Aku akan menunggumu disana. Udah yah!" Seketika itu pun,
Nova langsung memutuskan pembicaraan.
Entah ada apa lagi ini. Apakah ini juga merupakan cobaan bagiku. Aku tak
tahu. Biarlah aku menjalani hidup ini dengan apa yang telah diatur oleh Allah. Jika
memang Allah mengatur hidupku harus seperti ini. Maka aku harus bisa menjalani
kehidupanku. Aku tidak boleh mengeluh atas apa yang diberikan oleh Allah
kepadaku. Mungkin ini adalah sebuah ujian bagiku. Entahlah, tapi aku harap ini ujian
bukan azab. Tetapi. Apakah ini bukan jebakan! Selintas pikirku. Iya benar, apakah ini
bukan jebakan orang-orang kafir yang akan menculikku! Beberapa hari aku
mendapatkan banyak rintangan dalam kehidupan. Aku pun tidak harus langsung
mempercayai apa yang Nova katakan, seharusnya. Aku seharusnya menyelidiki dulu
tentang Nova. Bukan langsung percaya. Kalau memang ini benar-benar jebakan
penculikan. Sudahlah, aku pasrahkan sebuah kepada Allah. Khasbiallah! Ucapku lirih
dalam hati. Aku tidak dapat menolak permintaan seorang yang meminta perlindungan
kepadaku. Tidaklah seorang muslim, mengacuhkan permintaan perlindungan orang
lain. Bahkan kafir sekalipun, aku harus melindunginya jika dia meminta perlindungan
kepadaku. Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman
Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu
disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. QS. At Taubah 6. Jika seandainya
ada rencana jahat kepadaku, aku pun tidak usah khawatir. Allah sudah pasti
melindungi hamba-hambanya yang bertakwa. Tidaklah aku harus khawatir, jika harus
terjadi apa-apa kepadaku. Karena Allah pasti melindungi setiap hamba-hambanya
yang memperjuangkan agama-Nya. Allah pasti melindungi, setiap hamba-hambanya
yang memang memilih bermujahadah dalam perjuangan-Nya. Tidak ada sebuah
alasan untuk takut terhadap musuh-musuh Allah.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Tok...Tok...!" Sebuah ketukan pintu kamar terdengar.
"Siapa" Ummi" Bi Iyem?" tanyaku. Tiada jawaban dari si pengetuk kamar.
Dengan malas aku pun menghampiri pintu kamar. Aku buka pintu kamar dengan
perlahan-lahan. Saat pintu kamar sudah terbuka. Terlihat sosok pria yang tersenyum
kepadaku. "ABI....!" ucapku sambil mencium tangan Abi. Aku senang dengan kedatangan Abi.
Serasa semua beban beratku pun sirnah.
Ummi yang berada disamping Abi, melihat dengan senyuman.
"Assalamualaikum!" Ucap Abi.
"Walaikumsalam!" Jawabku. Masih dengan mencium tangan Abi.
"Bi. Waktu ditelphon, Abi bilang masih agak lama pulangnya!" tanyaku dengan


Aku Menggugat Akhwat Dan Ikhwan Karya Fajar Agustanto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manja. "Sebenarnya sih, masih ada beberapa urusan yang masih belum diselesaikan. Tetapi,
Abi sudah kangen masakan Ummi nih!" Ucap Abi. Sambil melirik Ummi.
"Kangan apa Kangen....!" Kataku.
"Ih. Zah. Genit!" Ucap Ummi.
Yang Akhirnya diselingi tawa oleh Abi dan Ummi.
"Abi, udah datang! Tinggal proses pengkhitbahannya aja nih. Yang dilanjutkan" Ucap
Ummi. Dengan menggodaku. "Ummi! Zah kan, malu"
"Ih. Emang Zah punya malu!" Ucap Abi.
"Abi." Kataku manja.
"Tidak ada yang perlu kita merasa malu. Selama perbuatan kita masih dalam koridorkoridor syariat!" Ucap Abi. Sambil tersenyum dengan kewibawaan.
"Tentunya, dengan mantap bahwa apa yang kita lakukan adalah memang hal yang
benar. Benar menurut hati nurani kita dan benar menurut syariat tentunya!" Sahut
Ummi. "Nah. Zah sudah mengikuti itu semua. Tinggal aplikasi syariatnya yang harus
dilakukan!" Ucapku. Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Siipp! Putri kita memang sudah layak untuk menikah." Ucap Abi.
"Iya. Ummi sudah pengen gendong cucu nih!" Sahut Ummi.
"Iya. Zah juga bosen tidur sendirian!" Ucapku sambil nyengir.
"Yeee..... Genit!" Ucap Ummi.
Tawa pun kembali merekah dalam kebahagian yang hadir. Abi kini kembali pulang.
Waktu yang cukup lama buatku, untuk menghadapi sebuah masalah dengan
keputusanku sendiri. Bisanya aku selalu meminta pertimbangan Abi untuk
memutuskan suatu masalah yang berat. Tetapi, kepergian Abi. Adalah pelajaran baru
buatku. Pelajaran yang diberikan oleh Allah kepadaku. Untuk bisa lebih mandiri
dalam hidup. Tidak menggantungkan sesuatu hal kepada mahluk. Meskipun itu adalah
Abiku sendiri. Karena sesungguhnya, apa-apa yang kita gantungkan kepada mahluk.
Pasti tidak akan kekal. Karena sesungguhnya apapun yang ingin kita gantungkan.
Adalah hanya kepada Sang Maha Pemilik Kekuasaan. Yang memberikan naungan
kepada seluruh alam. Dan yang memberikan kebaikan pada setiap apa-apa yang
diciptakan. Seiring dengan keriangan dari larutnya kebahagiaan. Aku masih saja
mengingat tentang masalah-masalah yang sedang melanda para saudaraku. Terutama
Dewi. Semoga Dewi baik-baik saja. Sesungguhnya, apa-apa yang akan kita lakukan.
Jika berujung pada hanya penghambaan. Penghambaan kepada Sang pemilik
kehidupan. Maka tidak ada yang perlu ditakutkan. Karena sesungguhnya, ketakutan
kita adalah manakalah Sang Pemilik Kehidupan. Mengacuhkan kita dari masalahmasalah yang diberikan-Nya. Karena sesungguhnya setiap permasalahan, ujian
ataupun cobaan. Adalah rasa kasih sayang yang ditunjukkan oleh Rabb kita kepada
setiap hambanya. Jika kita sabar. Insya Allah, akan ada berita gembira kepada orangorang yang sabar.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Jilid 12 Aku melihat Nova sedang duduk disebuah taman didaerah Village of Country.
Raut mukanya terlihat murung dan tampak gelisah. Wajah putihnya pun bagaikan
lukisan Monalisa. Tetapi Monalisa, tak secantik Nova. Aku mencari tempat parkir.
Untuk memarkir mobilku. Setelah mendapatkan tempat parkir. Aku langsung turun dari mobil. Sekalisekali, aku mengamati daerah perumahan elit ini. Tetap bersikap waspada. Bergegas
aku langsung menuju taman Village of Country. Nova masih duduk sendirian, dengan
sikap kewaspadaan. Nova terlihat sudah melihatku. Dia mengangkatkan tangannya,
seraya memanggilku. Langsung saja aku mendatangi dia. Tetapi, Nova langsung
berlari kearahku. Terlihat sangat tergesa-gesa.
"Farah. Kita harus cepat keluar dari sini!" Ucap Nova. Saat sudah berada didepanku.
"Kenapa harus terburu-buru?" Tanyaku bingung.
"Sudah, tidak ada waktu untuk menjelaskannya disini!" Ucap Nova. Dengan
memegang tanganku. "Ini sebenarnya, ada apa sih Nov?"
"Sudahlah. Ayo kita pergi! Tidak ada waktu, untuk aku jelaskan disini." Nova
menarik tanganku. Dan kita pun bergegas pergi meninggalkan taman itu.
Segera aku tancap gas dengan sedikit cepat. Meninggalkan rona-rona
keindahan taman yang ditata rapi oleh para pengembang perumahan. Tetapi, tidak
seindah apa yang telah diciptakan Ilahi. Taman-taman surga yang akan membuat kita
terlena dan lupa dengan siksa dunia. Taman-taman surga yang akan membuat kita
akan lupa dengan beratnya cobaan yang diberikan oleh-Nya. Taman-taman surga,
yang memberikan kenikmatan bagi setiap penghuninya. Sungguh keindahan yang
tidak akan pernah tercipta oleh manusia. Bahkan untuk memikirkannya sekalipun.
Tidak akan mampu untuk menembusnya. Menembus taman-taman surga yang nikmat
nian untuk dihuninya. Nikmat yang tidak akan pernah bisa terpikirkan oleh manusia.
Nikmat yang tidak akan mampu untuk digapai didunia. Nikmat yang tidak akan
mampu dipikirkan dalam otak manusia. Sungguh kenikmatan yang tiadatara.
Kenikmatan yang telah dijanjikan oleh-Nya. Jannah-jannah Ilahi. Jannah-jannah
untuk para mujahid dan mujahidah. Jannah-jannah untuk para pembela agama-Nya.
Jannah-jannah para pemegang syariat-Nya. Pengusung kebenaran yang tak akan luput
dari surga Ilahi. "Kita mau kemana sekarang?" Tanyaku. Sambil menyetir.
"Terserah kamu, Far. Pokoknya, ketempat yang menurut kamu aman!" Ucap Nova.
"Hem. Nggak ada Nov, nggak akan ada tempat yang aman!" Ucapku lirih.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Apa?" Nova sedikit kaget mendengar ucapanku.
"Kenapa?" Tanyaku balik.
"Apa benar, nggak ada tempat yang aman?"
"Tidak ada!" Jawabku.
"Jika kamu, memang benar-benar tidak mempunyai tempat yang aman. Sudah
tamatlah riwayatku!" Nova berucap sambil terlihat putus asa.
"Iya, Nov. Tidak akan ada tempat yang aman. Sesungguhnya, Allah tetap mengawasi
kita! Kita tidak akan pernah bisa menemukan tempat yang aman. Bahkan kelubang
semut pun. Kita tidak akan pernah bisa aman! Karena Allah mengawasi kita. Tetapi,
kalau tempat yang aman. Yang tidak diketahui oleh manusia. Insya Allah, aku ada!"
"Oh. Aku kira kamu nggak punya tempat yang aman!" Ucap Nova. Sudah terlihat
sedikit lebih tenang. Aku hanya tersenyum. Aku mengemudi dengan kecepatan sedang. Jalan-jalan yang lapang, menjadi sangat
menguntungkan. Menguntungkan, karena aku bisa memacu mobilku dengan santai.
Tanpa harus terkena macet yang melelahkan. Tetapi sayang, jalan beraspal ini begitu
terjal. Terjal, karena banyak lubang-lubang jalan yang tak terurusi. Entah kemana
pajak yang setiap hari dibayar oleh para pemakai jalan. Hingga akhirnya, jalan-jalan
yang seharusnya mulus dari lubang-lubang aspal yang rusak. Sudah tidak harus dilihat
lagi. Hingga akhirnya, para pengendara pun tidak khawatir pada setiap perjalanan
mereka. Tidak khawatir dengan rasa was-was, saat mengemudi. Dan terjerembab
kedalam lubang aspal, yang akhirnya menyebabkan kecelakaan.
Mobilku tetap melaju dengan kecepatan sedang. Seperti biasanya. Aku tidak
mau memacu kendaraanku dengan kecepatan yang tak wajar. Meskipun, mobilku
dengan mudah aku pacu sesuai dengan apa yang aku inginkan. Bahkan cepat
sekalipun. Mobilku bisa menuruti permintaanku. Tetapi, aku bukanlah pengendara
yang tidak mengerti tentang aturan berlalu-lintas yang baik dan benar. Aku adalah
orang Islam yang taat menjalankan perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah yang
termasuk dengan kemaslahatan bersama. Perintah yang memang dapat menambah
pengetahuanku tentang keteraturan dalam kehidupan. Meskipun, perintah lalu-lintas
bukan ajaran dari syariatku. Tetapi, bukan berarti peraturan lalu-lintas bukan dari
syariatku. Karena sesungguhnya, esensi dari syariat Islam. Juga tertuang dari perintah
untuk dapat memberikan kemaslahatan bersama. Karena pada dasarnya.
Kemaslahatan bersama dalam mewujudkan sebuah keindahan dalam keteraturan
kehidupan. Adalah merupakan, syariat-syariat Islam.
Maka, aku memang harus benar-benar bisa menyadari tentang ini semua.
Sadar akan aturan-aturan tentang kemaslahatan yang dimaksud dalam syariat. Hingga
akhirnya aku sadar akan kemaslahatan yang memang seharusnya aku lakukan. Karena
sesungguhnya, bukanlah sebuah hal yang besar. Jika kita menuruti aturan-aturan yang
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net memang memberikan kemaslahatan bagi setiap orang. Tanpa harus mengorbankan
aturan-aturan yang sudah ada dan sudah diterapkan dalam Islam. Hingga, aku harus
bisa melakukan dan melaksanakan aplikasi peraturan yang sudah ditentukan. Karena
peraturan itu adalah untuk kepentingan kemaslahatan bersama.
"Tluuut...Tliit...." Dering Hpku.
Aku langsung menekan tombol handsfree. "Ukhti Dewi" tertulis di LCD Hpku.
"Assalamualaikum Ukh!" Ucapku.
"Walaikumsalam"
"Gimana Ukh! Anti baik-baik saja?" Tanyaku langsung.
"Mbak. Ana bisa ketemu Mbak nggak, sekarang!" Ucapnya. Seperti memendam
sesuatu dihatinya. "Anti sekarang dimana?"
"Ana sekarang di kampus!"
"Ana jemput sekarang, gimana?" Tanyaku.
"Iya Mbak! Jemput didepan aja."
"Iya. Ana langsung kesana! Assalamualaikum"
"Walaikumsalam!"
Setelah itu aku langsung saja aku menuju kampus Dewi. Sejenak, Nova
terdiam. Terlihat dia bertanya-tanya.
"Ada apa, Nov?" Tanyaku. Disela-sela menyetir.
"Kita mau kemana, Far?" Nova terlihat agak bingung.
"Aku mau jemput adikku dulu! Dia sekarang lagi dikampusnya." Ucapku dengan
senyum. "Hem. Kok kelihatannya ada masalah Far?"
"Insya Allah, semoga masalah itu bisa terselesaikan!"
"Benar. Berarti memang ada masalah!" Desak Nova.
"Masalahnya, sangat kompleks Nov!" Jawabku sekenanya.
"Far, apakah setiap muslim itu harus membantu saudaranya?" Tanya Nova. Seketika
itu. Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Aku mengangguk. "Apakah, wajib?"
Aku hanya mengangguk. Sambil tersenyum, aku jelaskan. "Nov. Sesungguhnya,
wajib bagi seorang muslim membantu saudaranya! Dalam sebuah hadits, Rasulullah
bersabda. "Laa yu" minu akhadukum khatta yukhibba ilakiihi maa yukhibbu linafsih"
yang artinya. "Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." Jadi, jika ada
seorang muslim yang memerlukan bantuan. Maka kewajiban muslim lainnya, adalah
membantu!" "Far. Aku salut. Aku benar-benar salut dengan semua aturan yang ditetapkan dalam
Islam. Apalagi, sepertinya sangat mudah sekali seorang umat Islam menghafal Al
Qur"an. Bahkan perkataan seorang Nabinya pun. Terlihat sangat mudah dihafal!"
Ucap Nova. Dengan mata yang berbinar-binar.
"Nov. Dalam Q.S. Al Hijr. Ayat 9. Allah berfirman. "Inna nakhnu najjalnaddzikra wa
innalahu lakhafiduun" Yang artinya. "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" Jadi Al Qur"an itu,
benar-benar dijaga oleh Allah keaslihannya. Karena jaminannya penjagaannya dari
Allah. Bagaimana Allah menjaganya" Pastilah dengan memudahkan penghafalan Al
Qur"an dan hadits-hadits, dan memudahkan lafal-lafalnya agar terlihat indah dan
bermakna! Dengan salah satu cara seperti itulah, Allah memberikan penjagaan kepada
Al Qur"an!" "Sungguh, sangat mengesankan! Apakah kamu, bisa mengajari aku Far?" Tanya
Nova. Terlihat berharap. "Insya Allah!" Jawabku. Sambil tersenyum.
Kampus Dewi sudah terlihat. Aku tinggal memutar untuk bisa memasuki area
depan kampus. Seseorang akhwat terlihat sedang duduk-duduk disalah satu halte bus.
Sesegera mungkin aku langsung menghampirinya. Dengan tepat berhenti didepannya.
Akhwat itu tersenyum. Dia adalah Dewi. Yang dengan wajah bingungnya setia
menungguku. "Assalamualaikum." Ucapnya, sembari langsung membuka belakang mobil. Setelah
tahu kalau kursi depan ada sudah berpenghuni.
"Walaikumsalam." Jawabku, menyambut.
"Afwan Mbak, ana merepotkan Mbak lagi!" Ucapnya langsung.
"Ukhti. Ana nggak mau anti ngomong seperti itu! Ingat." Ucapku menekankan.
"Iya, Mbak. Afwan."
Setelah itu aku langsung menancap gas. Pergi meninggalkan halte bus.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Gimana, Ukh" Apakah sudah ada titik terang?" Ucapku.
"Hem. Mbak, ana rasa masih sulit! Masih sangat sulit Mbak." Dewi terlihat bingung.
"Yah! Memang sulit, Ukh! Tapi, anti tetap harus bersabar dan tetap memohon kepada
Allah. Anti ingatkan..."
Dengan seketika itu pun. "BERSABAR DAN SHOLAT!" Ucapku dan Dewi.
Bersamaan, dan lalu tersenyum.
"Insya Allah, Mbak! Pasti." Ucap Dewi.
"Eh, iya. Ini kenalin, temanku Nova!" Ucapku.
Setelah Nova dan Dewi berkenalan. Tiba-tiba, Nova mengatakan.
"Mungkin, alangkah lebih baiknya jika aku duduk di belakang aja deh. Biar Dewi
duduk didepan!" "Nggak usah! Mbak. Biar Mbak Nova aja yang duduk didepan!" Ucap Dewi.
"Ah. Nggak enak! Kayaknya, yang pantas duduk didepan adalan Dewi." Ucap Nova,
sedikit berharap. "Jangan, gitu Nov! Kamu tetap duduk didepan aja. Jangan ada perasaan seperti itu!"
Ucapku. "Tapi kelihatannya nggak enak banget, gitu loh!" Ucap Nova, dengan tersenyum.
"Bukan nggak enak Nov. Hanya kamu risih aja! Dikelilingi oleh para jilbabers kaya
kita!" Ucapku. bercanda. "Kalau kamu duduk dibelakang. Malahan, kesannya kayak
kamu itu aku culik!" Ucapku lanjut.
Yang akhirnya membuat kami tertawa.
"Mbak Farah!" Panggil Dewi.
"Iya, Ukh!" "Mbak, ana kemarin ditelephon sama penjahat-penjahat itu!" Ucap Dewi. Terlihat
seperti gelisah. "Iya" Lalu mereka bilang apa?" Tanyaku penasaran.
"Mereka tetap mengancam, Mbak! Ana takut. Tadi ana bilang sama nenek, kalau ana
mau nginep dirumah teman. Ana, takut kalau para penjahat itu tahu rumah nenek. Ana
nggak mau ada apa-apa dengan nenek, jika ana tetap tinggal dirumah nenek!"
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Kalau begitu, anti ikut ana! Kita sembunyi, ditempat yang Insya Allah tidak akan
diketahui oleh mereka!"
"Baik!" "Nanti anti, tinggal sama Nova! Biaya hidup, semua ana yang tanggung." Ucapku
tegas. "Mbak, ana terlalu merepotkan!" Ucap Dewi.
"Iya. Far. Aku kayaknya sudah terlalu merepotkan kamu!" Sahut Nova.
"Kalian jangan ngomong begitu! Semua ini hanya karena Allah!" Ucapku.
Sejenak, suasana menjadi didalam mobil. Terhenyak. Kata-kata Rabb muncul dengan
sendirinya. Dengan mudahnya, dan dengan kekuatan hati yang tulur untuk
menyebutnya. Hingga, setiap yang mendengar pun. Harus tertunduk mengagumi-Nya.
"Tapi. Tetap ada syaratnya!" Ucapku, memecahkan keheningan.
"Apa, Far?" Tanya Nova.
"Iya, apa Mbak?" Sahut Dewi juga.
"Harus sering-sering, bersihin genteng and nguras sumur yah!" Ucapku, bercanda.
"Yee....." serentak, jawaban yang tidak dikomando meluncur dari Nova dan Dewi.
Suasana pun kembali ceriah. Meskipun, terdapat aral-aral yang melintang didalam
setiap diri Nova dan Dewi. Nova sendiri, sampai sekarang aku masih belum tahu.
Masalah apa yang sedang menggelayuti hatinya. Hingga-hingga, dia harus lari dari
rumahnya dengan kegalauan yang terpendam. Dan Dewi, entah bagaiaman perasaan
hatinya sekarang. Masalah-masalah yang sangat berat, masih bercokol dalam hatinya.
Mobilku pun terus melaju. Menuju tempat yang harus dituju. Tempat yang
nyaman untuk dihuni. Yang dapat memberikan perasaan tenang para penghuninya.
Yang dapat memberikan ketentraman, pada jiwa-jiwa yang berada didalamnya.
Tempa t yang akan membuat setiap manusia rindu untuk memilikinya. Tetapi, rumah
itu bukan tempat tinggal. Hanya rumah yang akan membina menjadi tempat tinggal


Aku Menggugat Akhwat Dan Ikhwan Karya Fajar Agustanto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

idaman yang lainnya. Rumah yang akan memberikan keindahan kepada rumah-rumah
berikutnya. Membuahkan rumah yang berisi kedamaian dan ketentraman dalam
sebuah kehidupan. Karena rumah itu adalah, rumah yang memang diperuntukkan
untuk berkhalwat dengan Yang Maha Memberi ketenangan. Allah SWT.
Saat-saat mobilku melaju dengan nyaman. Di jalan tol yang sedikit
bergelombang. Menuju area puncak pegunungan. Indah, karena didepan adalah
sebuah gunung berdiri dengan gagahnya. Tetapi tetap terasa panas. Tak disangka, aku
melihat sebuah mobil sedan dari arah belakang. Melaju dengan sangat kencang.
Sering kali mobil itu membunyikan klakson. Seraya mengingatkanku untuk untuk
minggir, memberi jalan untuk dia lewat. Aku pun, meminggirkan sedikit mobilku.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Mempersilahkan mobil yang terburu-buru itu untuk melewatiku. Dengan cepat, mobil
itu sudah sampai disamping mobilku. Kita pun melaju dengan kecepatan yang sama.
Aku sedikit bingung dengan ulah pemudi itu.
Kaca cendela pintu mobil pun terbuka. Terlihat seseorang berkacamata hitam,
mengacungkan sebuah benda. Dan berteriak-teriak "CEPAT MINGGIR KAMU!"
Dengan sangat tercengang, aku melihat benda yang diacung-acungkan kepadaku. HA!
PISTOL. Teriakku dalam hati
"MBAK, DIA BAWA PISTOL!" Teriak Dewi keras.
Dengan cepat, aku pun menancap pedal gas lebih dalam lagi. Seketika itu pun, aku
melesat cepat. Mobilku pun dengan cepatnya mendahului mereka. Terlihat dikaca
spion belakang. Mereka pun, menancap gasnya. Berusaha mengejarku. Kejar-kejaran
antara dua mobil pun berlangsung. Dewi terlihat sangat panik. Nova juga terlihat
panik, tetapi masih terlihat bisa mengontrol diri.
"Bagaimana, ini" Apa yang harus kita lakukan?" Ucap Dewi. Bingung.
"Ukh. Telephon polisi! Barangkali, polisi nanti bisa menghadang mereka dipos tol
selanjutnya!" Ucapku. Sedikit lebih memerintah.
"Jangan! Jangan lapor polisi. Aku nanti bisa celaka." Ucap Nova.
"Lalu, sekarang apa yang harus kita lakukan?" Ucapku bingung. Sambil
berkonsentrasi menyetir. "Far, aku mohon. Jangan telephon polisi! Kamu harus bisa, lolos dari mereka. Kalau
kita lapor polisi, maka aku akan kembali kerumah. Dan imanku taruhannya!"
Ucapnya serius. Aku sontak kaget dengan ucapan Nova. "Apa maksudmu, Nov?" Tanyaku.
"Far, pokoknya kamu harus bisa lolos dari mereka! Tekadku sudah bulat, aku mau
menjadi seorang muslim. Mungkin mereka anak buah papaku, yang ingin
membawaku kembali!" Ucap Nova.
Aku bagaikan mendengar sebuah guntur yang menggelegar. Perasaanku sangat tidak
karuan. Rasa senang bercampur dengan kekalutan, kebingungan dan bahkan
ketakutan. Tetapi, semua itu telah dikalahkan oleh rasa senangku yang mendalam.
Aku harus bisa lolos dari mereka! Kataku dalam hati.
Seketika itu pun aku langsung menancap gas lebih dalam lagi. Mobilku pun melaju
cepat. Penjahat-penjahat itu pun, mengikutiku dengan kecepatan yang sama cepatnya
denganku. Tak ayal, kejar-kejaran dalam kecepatan tinggi pun berlangsung. Beberapa
kali, aku berkelit dari mobil para penjahat itu. Mereka, terlihat sangat terlatih dalam
menjalankan rencana mereka. Sesekali, mereka hampir bisa memaksaku untuk keluar
dari jalur tol. Tetapi, aku pun dengan sekuat tenaga. Dan dengan bantuan Allah, bisa
menghindar dari sergapan mereka.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "DUA.....AAAAR" Tetapi, sebuah suara letusan pistol pun terdengar.
Aku panik. "APA ADA YANG TERKENA TEMBAKAN?" Teriakku. Kepada Nova
dan Dewi. "Aku nggak apa-apa Far!" Ucap Nova.
"Tenang, Mbak. Pelurunya hanya mengenai jok belakang. Ana nggak apa-apa!" Ucap
Dewi. Hem. Kalian ingin mencoba merasakan kekuatan para mujahidah Allah yah!
Gumamku dalam hati. Seraya mencengkramkan tanganku distir mobil. Dan dengan
lebih dalam lagi, aku injak pedal gas mobil. Mobilku pun melaju dengan kecepatan
yang tinggi. Para penjahat itu hanya bisa mengikutiku dari belakang. Dengan
mendahului mobil-mobil yang ada didepanku. Aku pun, melesat cepat. Klakson pun,
tidak lupa untuk aku kumandangkan. Memberitahukan tentang, kuatnya mujahidah
Allah. Mobilku terus melesat cepat.
Tetapi, saat aku sedang berada dijalur kanan. Sebuah truk menghalangi
jalanku. Aku tidak bisa berbelok kekiri, karena ada sebuah bis. Kini aku diantara
kedua kendaraan yang besar-besar itu. Aku terpojok. Dari kaca spion belakang. Aku
pun melihat para penjahat itu dengan cepat menuju kearahku. Klakson pun aku
bunyikan terus-terusan. Entahlah, mungkin supir bus jengkel. Hingga, dia pun
mengklakson balik. Suara klakson yang memekakan telinga. Tetapi, dengan cepat
pun. Bus itu melaju mendahului truk. Hingga akhirnya aku bisa langsung berbelok
kearah kiri. Suasana begitu sangat menegangkan. Dari arah belakang, terlihat seorang
penjahat yang berada dimobil sedan itu. Memempersiapkan tembakan berikutnya.
Aku tidak bisa langsung melaju cepat. Karena, aku kini terhalang oleh sebuah mobil
jeep yang berada didepan. Ingin aku langsung membelokkan kearah kanan. Tetapi,
sedan para penjahat itu pun. Melesat cepat. Langsung berada disamping kanan
mobilku. Tepat disampingku, seorang penjahat menodongkan pistolnya kearahku.
Kini aku tepat berada disamping pistol, yang diarahkan kepadaku. Dzikir pun
selalu terucap dalam hati dan mulutku. Jantungku berdetak hebat. Tiada yang dapat
aku lakukan lagi. Kini tinggal menunggu waktu yang tak pasti. Kematian yang akan
aku hadapi. Hingga semoga, kesyahidan yang akan aku raih. Bukan, ini bukan syahid!
Syahid bukanlah putus asa. Aku tidak boleh berputus asa, masih banyak jalan untuk
bisa selamat dari cobaan ini! Aku harus bisa. Selama aku masih bisa melawan, maka
aku harus melawan. Syahid bukan berarti berdiam diri menunggu ajal. TIDAK, AKU
HARUS MELAWAN Teriakku dihati. Dan seketika itu pun,
"CEPAT, PASANG SABUK PANGAMAN!" Teriakku. Pada Nova dan Dewi.
Entah, sepersekian detik. Aku langsung menginjak pedal rem dan mengaktifkan rem
tangan dengan sangat keras. Mobilku pun berhenti seketika. Dan seketika itu pun,
kami hampir terpelanting kedepan. Beruntung, Allah masih menyelamatkan kami, dan
kami memakai sabuk pengaman. Alhamdulillah! Untung juga, tidak ada mobil yang
persis berada dibelakangku. Para mobil penjahat itu pun, nyelonong mendahului
mobilku. Sekilas, mereka menembakkan pistolnya. Dan Alhamdulillah, peluru itu
tidak mengenai kami. Melesat entah kemana.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Dengan jantung yang masih berdegup keras. Aku langsung mengemudikan
mobilku dengan kecepatan normal. Dan melaju dilajur kiri. Tetapi, tak disangka.
Sedan penjahat itu melaju dengan cepat. Dari yang sebaliknya. Mereka menantang
arus jalan. Mereka tepat dibagian kiri jalan. Tepat berada didepan kami. Aku sangat
gugup. Mereka terlihat akan menabrakkan mobilnya. AKU HARUS BISA! Teriakku
keras dalam hati. Dengan cepat pula, aku tancap pedal gas. Dan kami pun melesat
cepat. Searah dengan para penjahat itu, mobilku pun terlihat siap untuk menantang
mereka. Jarak kami pun sudah semakin dekat. Kami hampir akan bertabrakan. Jika
para penjahat itu tidak membelokkan kesamping kiri jalan. Hem. Segitu saja nyali
kalian! Kalian takut akan kematian. Sedangkan kami, memang mencari kematian itu!
Kematian yang kami cari, adalah kematian berlandaskan perjuangan. Bukan bunuh
diri, atau kekonyolan dalam kematian.
Terlihat dari kaca spion. Para penjahat itu membelokkan mobil mereka. Dan
mereka pun langsung melesat menyusul kami. Pedal gas pun aku tancap. Dengan
dzikir dan keberanian. Aku pun tidak takut akan maut yang akan menjemput. Jika
memang waktunya menjemput. Tetapi, aku tidak akan pernah menyerah. Kejarkejaran pun terjadi lagi. Dengan cepat, kami melesat. Diantara mobil-mobil yang
lainnya. Begitu pula para penjahat. Mereka terlihat sangat berambisi untuk
menghabisi kami. Entah, mereka sudah dibayar berapa. Sepertinya, bayaran mereka
sama artinya dengan menebus nyawa mereka. Mereka tidak berfikir tentang neraka
yang akan menghanguskan mereka. Mereka hanya memikirkan dunia, yang padahal
hanya menipu mereka. Suara mesin mobil sedan para penjahat begitu keras. Tidak seperti suara mesin
mobilku yang tidak begitu terdengar. Meskipun kecepatan yang aku gunakan sangat
cepat. Beberapa kali, para penjahat-penjahat itu hampir berada disampingku. Tetapi,
jika aku menambah kecepatan. Mereka pasti tertinggal. Banyaknya mobil-mobil
sering menguntungkan kami. Tetapi juga, tidak sedikit yang merugikan kami. Karena
hampir-hampir, para penjahat itu mendapatkan kami.
Sebuah mobil, berada didepanku. Dan disamping kiri pun ada sebuah mobil
yang menghalangi jalanku. Kini aku terpojok lagi. Klakson, aku bunyikan berulangulang. Tetapi, mereka masih saja tidak bergeming. Mobil-mobil itu tidak
menghiraukan klakson yang aku bunyikan. Dan seketika itu pun, sedan para penjahat
itu sudah berada disamping kiriku. Setelah membuka cedela pintu mobil. Mereka
tersenyum. Ada rasa kemenangan yang mereka rasakan. Kemenangan yang mereka
kira akan membuat mereka menjadi seorang yang menang. Dari arah cendela pintu
mobil yang ada dibelakang. Terlihat, seseorang menodongkan senjata laras panjang.
HA, itu adalah M16. Senjata yang telah membunuh para mujahid dan mujahidah.
Senjata yang dipakai oleh orang-orang yang bengis. Dan haus akan dara!. Senjata
yang telah memberondongkan pelurusnya, hanya untuk kesenangan belaka. Untuk
menujukkan kekuatan mereka. Padahal, mereka tak ubahnya senjata murahan yang
akan tetap kami lawan. AKU BISA MENGHADAPI KALIAN!
Para penjahat itu, tertawa. Terlihat rasa kemenangan didiri-diri mereka.
Mereka tak tahu akan kepastian kemenangan para tentara Allah. Hingga wajah-wajah
mereka pun terlihat bengis dalam tatapan yang sangat haus akan kematian. Aku
tanamkan dalam hati, AKU TIDAK TAKUT! ALLAH HU"AKBAR. Mereka sudah
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net mengarahkan senjata laknat itu kepada kami. Hingga jika diberondongkan pelurupeluru itu. Paling tidak, ada satu peluru yang bisa mengenai kami. Aku ingin
menghentikam mobilku. Tetapi, dibelakang pun ada sebuah mobil. Jika aku
menghentikan mobilku, pasti aku akan tertabrak dari belakang dengan keras. Kini aku
hanya berharap kepada Allah. Tanpa usaha apapun. Karena semua usaha yang aku
lakukan pun, sudah sangat maksimal. Tinggal menunggu pertolongan, atau
kesyahidan. Saat mereka sudah siap akan menembakkan senjata itu. Dari arah tengah,
muncul sebuah mobil Jeep yang besar. Langsung saja mobil itu, menghalangi bidikan
mereka kepada kami. Ucapku syukur atas pertolongan-Nya. Tetapi yang aku
herankan. Jeep itu dengan cepat dan keras. Membelokkan kemudinya kearah kiri.
Kearah para penjahat itu.
"BRUUUAAAAKKK..." Langsung saja, mobil sedan para penjahat itu terpelanting
kekiri. Sedan para penjahat itu pun berhenti seketika dijalur kiri. Mereka terlihat tidak
dapat meneruskan pengejaran untuk menangkapku. Jeep itu akhirnya berjalan pelan.
Terlihat seperti melindungiku. Ucapku syukur berkali-kali. Tiada kata yang pantas
diucapkan selain pujian dan rasa syukur yang teramat dalam kepada Sang Maha
Pelindung. Yang melindungi kami dari segala marabahaya. Yang dapat
membinasakan kita karena kecongkakan dan kesombongan. Tetapi, sungguh Allah
telah membuktikan janjinya. Janji untuk menolong para mujahid dan mujahidah. Para
pejuang yang menegakkan ajaran agamanya. Menegakkan dan mengagungkan
syari"at-Nya. Janji memberikan pertolongan, yang tak akan pernah kita duga.
Sungguh pertolongan yang tak terduga.
Aku pun dengan cepat meninggalkan arena pertempuranku. Arena yang
membuat degup jantungku tak beraturan. Arena yang telah membuatku mengingat
Allah dengan kepastian janjinya. Yang akan selalu aku rindukan kembali. Medan
pertempuran dalam jihad abadi.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Jilid 13 Jantungku masih berdegup kencang. Meskipun aroma pegunungan yang sejuk
dan rindang terpancar dalam suasana. Masih belum bisa membuatku merasa tenang.
Nova dan Dewi, sudah tertidur dalam kamar mereka masing-masing. Entah, mereka
benar-benar tertidur karena kelelahan. Atau mereka masih menyimpan rasa ketakutan
dalam mimpi-mimpi mereka. Wallahu"alam. Benar-benar sebuah situasi yang sangat
mendebarkan. Tetapi, siapakah pengendara Jeep itu. Yang bersedia untuk
mengorbankan diri untuk melindungiku. Apakah mereka, para jundi Allah" Atau
hanya orang yang berempati saja melihat kami saat dalam kesusahan. Ah, entahlah!
Pikirku. Bingung. "Tluutt....Tluut" Dering Hpku. Abi
"Assalamualaikum, Bi!" Ucapku, setelah menekan tombol Call.
"Walaikumsalam! Anti sekarang ada dimana?" Tanya Abiku langsung. Terdengar
seperti nada kegelisahan.
"Zah sekarang ada di Villa, Bi!"
"Besok, anti pulang yah! Ada pertemuan keluarga. Ini tentang pernikahan anti!"
"Hem. Baik Bi! Insya Allah, Zah pagi-pagi akan langsung pulang Bi!"
"Zah, disana sama siapa?" Tanya Abi penasaran.
"Sama Dewi, dan Nova! Zah, tadi siang hampir dibunuh oleh para penjahat itu Bi!"
Ucapku. Dengan nada agak takut.
"Iya. Abi sudah tahu! Insya Allah, akan selalu ada pertolongan dari para jundi-jundi
Allah. Anti tidak boleh takut! Ingat, Allah lah yang akan memberikan pertolongan
kepada anti. Maka tetap berserah kepada Allah! Beranikan diri untuk menghadapi
peperangan dengan para musuh-musuh kebenaran." Ucap Abi tegas.
"Abi, tahu dari mana?" Tanyaku penasaran.
"Zah, tidak perlu tahu. Siapa yang telah memberi tahu Abi! Pokoknya, Zah harus
tetap tsabat dalam perjuangan."
"Iya Bi. Insya Allah, Zah akan tetap teguh dalam perjuangan melawan para musuhmusuh kebenaran!" Ucapku.
"Ya sudah, anti sekarang istirahat. Besok anti pulang!" Ucap Abi.
"Iya, Bi. Insya Allah, ana besok pulang!"
"Ya. Hati-hati ya Zah! Assalamualaikum" Ucap Abi.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Iya, Bi. Walaikumsalam."
Nova, terlihat membuka pintu kamarnya. Dan langsung datang kearahku. Wajah
kusutnya sudah mulai ceria. Semoga dia sudah melupakan kejadian tadi siang!
Gumamku dalam hati. Dewi pun, terlihat membuka kamarnya. Dan langsung berjalan
menuju kearahku. Mereka berdua langsung duduk, disampingku. Yang saat itu, aku
sedang melihat siaran tv.
"Bagaimana, keadaan kamu Nov?" Tanyaku.
"Untunglah, sekarang agak mendingan! Udah nggak setakut waktu siang tadi."
Ujarnya. "Kalau, anti gimana Ukh?" Tanyaku kepada Dewi.
"Alhamdulillah, ana juga baik-baik aja Mbak!" Jawabnya.
"Kita baru, mengalami kejadian yang mungkin baru pertama kali dalam masa hidup
kita. Kejadian yang harus berkejar-kejeran dengan mobil yang saling menggunakan
kecepatan tinggi. Kayak difilm-film. Tapi, hidup kita bukan sebuah film yang akan
mengetahui menang dan kalahnya sebuah kebenaran. Kita masih hidup dalam
kenyataan hidup kita."
Sejenak suasana menjadi hening.
"Ehm. Gitu aje dipikirin! Pikirin noh, kite-kite ini mau mati masuk surge ape nerake"
Nah, lu bedua tinggal pilih. Pan, sude ade pilihannye!" Candaku. Dengan dialek bawa
betawi. Keceriaan kembali memuncar dalam diri kami masing-masing.
"Eh. Nov, kamu belum menceritakan tentang masalah kamu!" Ucapku. Meminta
penjelasan. "Hem. Iyah! Entahlah, sebenarnya ini masalah pribadiku sih. Tetapi, kalau kamu
mengetahui. Aku akan menepati janjiku untuk menceritakannya."
Nova menceritakan tentang permasalahan-permasalahannya. Decap kagumku,
pun tertuju pada Nova. Ternyata, Nova sudah mempelajari Islam sejak lama. Hanya
saja dia masih belum yakin dengan persoalan-persoalan dalam Islam yang beberapa
membuat dia bingung. Hingga akhirnya dia melihat artikelku, yang ternyata sama
dengan pertanyaannya selama ini. Sebuah jawaban yang tanpa harus ditanyakan.
Setelah itu dia yakin dengan kebenaran Islam. Dan Nova pun, mengucapkan dua
kalimat syahadat dengan disaksikan langsung oleh Allah SWT. Yang akhirnya, dia
belajar sholat tanpa harus ada yang membimbing. Dia belajar mengaji, tanpa guru
yang mengajarinya. Nova masih takut untuk memberitahukan identitas keislamannya.
Karena dia termasuk anak dari pembesar seorang pendeta didaerahnya. Hingga
akhirnya, Nova terpergok saat sedang melakukan sholat maghrib. Oleh keluarganya.
Dan, langsung dia dikurung dalam kamarnya. Hukuman-hukuman pun sering
diberikan kepadanya. Bahkan Nova, pernah dipukuli habis-habisan oleh Papanya.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Tetapi, dengan kekuatan keimanannya. Nova tetap, melakukan sholat
meskipun didalam hati. Karena setiap waktu dia selalu dijaga oleh seorang bodyguard
wanita, yang diberikan wewenang untuk menghajar Nova. Jika Nova diketahui
melakukan sholat. Hingga Nova pun tidak bisa leluasa dalam melakukan sholatnya.
Bahkan tidak bisa melakukan gerakan sholat. Sampai akhirnya, Nova memutuskan
untuk lari dari rumah. Berbekal pertolongan dari Hendra. Seorang teman aktivis
UK3nya. Meskipun Hendra tahu, kalau Nova sudah keluar dari agamanya. Tetapi,
Hendra tetap mau memberikan bantuannya. Karena, bagi Hendra. Agama bukanlah


Aku Menggugat Akhwat Dan Ikhwan Karya Fajar Agustanto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebuah keyakinan yang harus dipaksakan. Tetapi agama, adalah unsur yang
membimbing manusia dari kehidupannya.
Hingga akhirnya, Nova pun bisa kabur dari tempat terlaknat itu. Setelah itu,
dia memberanikan diri untuk menelephonku. Meminta bantuan seorang muslim yang
lainnya. Meskipun saat itu dia ragu, apakah aku mau menolongnya apa tidak. Tetapi,
saat aku bersedia menolongnya. Keyakinan dia pun semakin bertambah. Bahwa,
seorang muslim memang mempunyai keterikatan yang erat dengan saudara muslim
yang lainnya. Meskipun saat itu, dia belum mengatakan keimanannya kepada
siapapun tentang kekuatan kepercayaannya terhadap Islam. Dia meyakini pertolongan
Allah yang pasti akan datangnya. Sampai akhirnya, saat aku akan menjemput Dewi.
Dia menanyakan hal yang menurut Nova, adalah rasa persaudaraan yang sangat
tinggi. Yang belum pernah dia temukan dan dapatkan dari agamnya yang terdahulu.
Nova juga pernah menceritakan tentang cara-cara dia dahulu. Untuk
memurtadkan orang Islam. Bahkan, Nova pernah menyamar sebagai seorang akhwat.
Yang sedang membantu pengajian semu, didesa binaanku. Disebut pengajian semu,
karena kyai yang diundang juga bukan kyai Islam. Tetapi, seorang pendeta yang
mempelajari Islam. Dan akhirnya, menyamar sebagai seorang kyai. Dia pun
menyamar sebagai seorang akhwat. Yang pada saat itu, hampir terpergoki oleh dua
ikhwan aktivis LDK. Hingga akhirnya, dia merasa malu. Malu dengan cara-cara kotor
yang dilakukannya. Hingga akhirnya, dia terketuk untuk mempelajari Islam lebih
dalam. Dan memahami makna dan isinya. Untuk mengetahui sebuah pertanyaan yang
dahulu pernah tertancap didalam hatinya. "Kenapa, kita sangat memusuhi umat Islam.
Hingga akhirnya kita pun seperti ingin menghanguskan ajaran mereka! Ada apa
sebenarnya dengan ajaran mereka?"
Dan akhirnya pun. Nova banyak sekali membeli buku-buku Islam. Dia
mempelajari sendiri, dan mencari kesalahan dalam kebenaran-kebenaran agama
Islam. Yang setelah sekian lama dia pelajari. Akhirnya, dia menumukan sebuah
kesalahan terbesar bagi umat Islam. Yaitu, umat Islam sangat rapuh dalam
kepercayaannya terhadap Tuhannya. Karena mereka tidak mengetahui kebenarankebenaran yang telah tersurat dan tersirat dalam ajaran Islam. Hingga akhirnya, umat
Islam tidak mengetahui jati diri mereka yang sebenar-benarnya. Jati diri seorang
muslim yang bisa dikatakan kebenaran dari seorang Muslim. Nova, terketuk hatinya.
Dengan kebenaran-kebenaran Islam. Yang pernah dia pertanyakan kebenarannya.
Sampai akhirnya, Nova mengakui adanya kebenaran dalam Islam. Dan siap mengikuti
apa-apa yang telah diataur dalam Islam. Hanya karena dia masih tinggal dengan orang
tuanya. Dia takut menunjukkan jati dirinya sebenarnya. Yaitu, seorang mualaf.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net Puncaknya, Nova kabur dari rumah. karena dia diancam dibunuh. Jika tidak
mau kembali kepada ajaran agamanya yang lama. Dan Nova, yakin. Bahwa Papanya
tidak akan tinggal diam jika Nova kabur dari rumah. Pasti, Papanya akan mencarinya
kemana pun dia pergi. Dan Nova pun curiga, orang-orang yang hampir membunuh
kami. Adalah suruhan dari Papanya.
"Sebenarnya sih! Aku tidak hanya bertanya kepadamu saja tentang Islam, Far! Tetapi
aku juga pernah bertanya dengan seorang mantan ketua LDK. Khalid namanya! Pasti
kamu kenal" Ucap Nova, seraya mengakhiri ceritanya.
Ah, ikhwan itu lagi! Sungguh benar-benar kuat dakwahnya! Ucapku dalam hati.
"Ehm. Mas Khalid yah?" Goda Dewi. Sambil melirikku.
Aku hanya melotot kearah Dewi, sambil mencubi pinggangnya.
"ADUH. Sakit Mbak!" Jerit Dewi.
"Ha! Ada apa nih?" Tanya Nova. Sedikit terlihat menyelidik.
"Nggak, ada apa-apa kok Nov!" Ucapku.
"Pasti, Khalid pacar kamu yah Far?" Selidik Nova.
"Astaghfirllah. Nov, dalam Islam kita dilarang untuk berpacaran! Karena itu akan
membuat kemudharatan bagi diri kita sendiri!" Ucapku, tegas.
"Ih, gitu aja loh kok ngambek!" Ucap Nova. Terlihat mengejek.
"Iya. Dalam Islam nggak ada pacaran, yang ada langsung menikah kan Mbak!" Ujar
Dewi, sambil melihatku. Terlihat menggoda.
"Ah. Kalian berdua ini, ngomongin apaan sih!"
Seketika itupun, kami tertawa.
Terlihat ada yang aneh dalam tatapan Nova. Tatapan mata yang terlihat cemburu.
Tetapi, terlihat sangat pasrah dengan apa yang nanti dia dapatkannya.
Setelah itu. Ganti Dewi yang menceritakan permasalahannya. Menceritakan
semua yang pernah kami hadapi. Termasuk saat-saat aku ditodong pistol tepat
dikepalaku. Nova terlihat begitu kagum dengan keberanianku. Berkali-kali dia
memujiku. Padahal keimananku tidak sebanding dengan apa yang diperkirakan Nova.
Aku tidak begitu berani saat itu. Seberani aku melawan para penjahat-penjahat itu tadi
siang. Dewi pun, berkali-kali sering memuji-mujiku. Aku menjadi sangat menderita
dengan pujian-pujian yang diberikan oleh dua wanita ini. Pujian yang bisa
menjatuhkanku kepada lembah kenistaan. Kenistaan rasa ujub, riya" dan takabur yang
kan menyebabkan masuknya aku kedalam jahanam. Tidaklah sebuah pujian yang
berlebihan, membuat terlena seorang insan. Hingga dia harus masuk kedalam tungku
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net panas yang membara, membakar tubuh dengan mudahnya. karena rasa ujub, riya" dan
takaburnya. Yaa Allah, lindungi aku dari itu semua!
Nova aku janjikan untuk dapat bersyahadat kembali. Dengan persaksian
seorang ulama. Nova terlihat sangat gembira dengan apa yang aku janjikan. Serta tak
lupa, aku akan mengajarinya tentang tatacara seorang muslimah dalam bergaul,
berpakaian dan berakhidah serta tak lupa. Menjadikan Nova, menjadi seorang
muslimah yang berakhlaq mulia. Insya Allah!
*** Aku langsung masuk kedalam rumah. Setelah seharian menyetir dari puncak
sampai rumah. Jantungku berdegup, seiring langkah kakiku melangkah dalam setiap
jengkal rumah ini. Perasaan yang tak menentu berada dihatiku. Senang, malu, takut
semuanya membaur menjadi satu. Membaur dalam rasa hati yang begitu terpatri.
Entah bagaimana nanti, pertemuanku dengan seorang ikhwan. Dalam ikatan khitbah
yang akan dilangsungkan. Senang, tetapi hatiku benar-benar berdegup kencang.
Takut, tetapi begitu senang. Serasa aku merasakan kesanangan yang tiadatara.
Kejadian-kejadian yang membuat pusing diriku. Kini menjadi tidak ada artinya.
Semua bagaikan aku lupakan. Semua bagaikan cerita masa lalu yang sudah berakhir.
Kini lembaran baru yang akan aku dapatkan. Lembaran pernikahan dengan seorang
ikhwan. Seorang pejuang dan pujangga dakwah. Yang selalu teguh dalam jalan
dakwahnya. Selalu bersamangat dalam jalan kebenaran-Nya. Meskipun tingkat
hafalan Qur"an dan Sunnahnya tak seberapa. Tetapi, pemahaman dalam agamanya
pun. Patut dipertimbangkan.
Seorang ikhwan yang bisa membuat hatiku luluh. Luluh karena sengatan
energi dakwahnya. Sungguh, selama aku bergelut dalam aktivitas dakwah. Aku baru
melihat seorang ikhwan yang mempunyai khans sendiri dalam gaya dakwahnya. Sifat
seorang ikhwan yang tidak semaunya sendiri. Mempunyai kerendahan hati yang
tinggi. Mampu memposisikan dirinya sebagai seorang yang berpengetahuan.
Adakalanya bersuara dalam kritikan. Tetapi adakalanya diam tanpa perlu berbicara
apa-apa. Hanya untuk bisa menghormati orang lain. Semangat dakwah yang tinggi,
yang selalu ingin memperbaiki diri. Mempunyai rasa persaudaraan yang tinggi. Tutur
katanya pun sangat diatur agar tidak menyinggung atau bahkan menyakiti saudaranya
yang lain. Ucapan kehormatan pun sering terlantun dalam mulutnya kepada seniorseniornya. Tidak pernah dia menyebut nama seorang yang lebih tua darinya dengan
hanya menyebutkan namanya saja. Bahkan menyebut nama seorang juniornya pun,
dengan sangat ramah. Dia berusaha agar tidak menyakiti perasaan juniornya, saat
dipanggilnya. Sungguh beruntung jika memiliki ikhwan seperti Khalid. Tak semudah
mendapatkan seorang ikhwan sepertinya. Banyak para ikhwan yang hanya
mempelajari cara berdakwah dan berjuang dalam dakwah. Tetapi, sangatlah sedikit
seorang ikhwan yang mengamalkan karakteristik dakwah dalam akhlaq yang dimiliki
oleh Rasulullah. Akhlaq yang begitu mulia. Menjaga agar sesama saudaranya tidak
tersinggung dengan apa-apa yang akan dilakukannya. Sungguh sangat jarang sekali.
Seharusnya itulah yang menjadi rujukan para pendakwah kita. Para mujahid dan
mujahidah yang giat dalam dakwahnya. Tidak hanya asal dalam berdakwah. Yang
dalam aktivitasnya hanya terlihat seremonial saja. Seperti halnya berjenggot, berjilbab
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net besar dan lain sebagainya. Padahal akhlaq mereka belum terbina dengan benar. Belum
tertarbiyah dengan bagus. Hingga akhirnya menjadikan mereka terlihat lebih
eksklusif. Padahal dakwah mempunyai pembeda dalam kegiatannya. Mempunyai
keluwesan dalam geraknya. Mempunyai ketepatan dalam keputusannya. Dan
mempunyai keramahan dalam perbuatannya. Inilah yang seharusnya dimiliki oleh
setiap para aktivis dakwah.
"Assalamualaikum." Ucapku. Saat melihat Abi, Ummi dan Bunda sedang berkumpul
diruang keluarga. "Walaikumsalam!" Serentak jawaban salam tanpa dikomando.
Abi langsung mendatangiku. "Zah, nggak apa-apa kan!" Bisik Abi.
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Abi terlihat khawatir, tetapi tidak ingin
Ummi sampai mengetahui kekhawatirannya.
"Udah sekarang Zah nunggu sama Ummi dan Bunda. Menunggu sang mujahid, tiba!"
Kata Abi. Menggoda. Aku hanya sedikit manyun, sambil memperlihatkan kemanjaanku.
Abi tersenyum. Setelah itu aku langsung mencium tangan Ummi dan Bunda.
"Anti, dari mana saja?" Tanya Ummi.
"Zah, dari villa Mi. Nganterin Dewi, katanya pengen refreshing!"
"Hem. Sekarang, Dewi masih disana?" Tanya Ummi lagi.
"Iya. Dewi masih disana!"
"Anti, sudah siap kan?" Tanya Bunda. Sambil memegang pundakku.
"Insya Allah, Bunda!"
"Ingat. Kalau sudah berumah tangga, sifat kekanak-kanakannya harus dihilangkan.
Manja sama suami, boleh. Tetapi, tidak boleh kekanak-kanakan!" Nasehat Ummi.
"Iya. Biasanya, suami itu paling seneng kalau para istri itu bermanja-manjaan dengan
suami. Apalagi kalau suami yang dimanjain, pasti lebih seneng! Tetapi, suami juga
biasa paling nggak seneng. Kalau istri terlalu kekanak-kanakan!" Bunda pun ikut
menimpali nasehat. Aku hanya bisa mengangguk. Sambil menundukkan pandangan.
Jantungku semakin berdetak tak beraturan.
Fajar Agustanto (Blackrock1/Fajar001/Jaisy01)
www.ggs001.cjb.net "Zah. Keluarga sudah sepakat, kalau nanti acara khitbahnya. Juga langsung akadnya!"
Ucap Bunda. HA! Aku langsung menatap Bunda. Bunda hanya tersenyum. Dan saat aku tatap
Ummi. Ummi juga tersenyum, seraya menganggukkan kepala menyetujui apa yang
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 28 Fear Street - Pelarian Runway Pangeran Perkasa 15
^