Pencarian

Cinta Seorang Copellia 1

Cinta Seorang Copellia Karya Lisa Andriyana Bagian 1


www.ac-zzz.tk Cinta Seorang Copellia Penulis: Lisa Andriyana Pemenang Harapan Sayembara Mengarang Cerber femina 2005
www.ac-zzz.tk Mama meramal masa depanku dengan baik. Kini dia mulai membuktikan
bahwa aku adalah bonekanya" Taliku ditarik-tarik sesuai keinginannya.
Putri berdiri di pinggir jalan, melambaikan tangan ke arah taksi-taksi yang
melaju sombong. Jam sibuk begini hampir semua taksi ada penumpangnya.
Dimasukkannya tangan dalam-dalam ke saku mantel untuk mengusir dingin. Ini
hari terakhir, aku harus sedikit memanjakan diri. Setiap hari mengejar-ngejar
bus, hari ini sedikit boros tak apa. Begitu pikirnya.
Walaupun sudah menunggu lama dan kakinya mulai sakit, Putri tetap
bertahan. Sementara, orang-orang di sekitarnya bergerak cepat, ingin buru-buru
pulang ke rumah, kantor, kafe, atau ke tempat apa pun, yang suhunya lebih
hangat daripada udara luar yang menusuk tulang.
Matanya bergerak cepat mengamati benda kuning lemon yang meluncur ke
arahnya. Itu ada satu, dan yang terakhir, pikirnya. Seandainya sudah
berpenumpang, dia tidak mau menunggu lebih lama lagi. Barang-barang di
rumah belum dimasukkan ke koper, masih banyak yang akan dikerjakan. Dan
lagi, jika lebih lama, dia pasti terkena radang paru-paru. Putri sangat yakin,
biaya pengobatan akan menghabiskan uangnya.
Dia melambaikan tangan dengan harapan tipis dan agak kaget ketika taksi
berhenti di dekatnya. Putri masuk ke dalam taksi, separuh senang, separuh
prihatin. Sopir ini mungkin orang yang nasibnya sial. Hari begini taksinya
kosong. Atau, mungkin, sudah jodohnya.
Dia membenamkan diri dengan senang di jok kursi penumpang, menyebutkan
tujuan, dan merasakan kehangatan yang berembus dari pemanas mobil. Dia
menoleh ke samping, merekam setiap detail pemandangan yang dilalui, lalu
memutuskan untuk berhenti agak jauh dari apartemen tempat tinggalnya.
Ia menghentikan taksi dan membayar ongkos. Dia merasa si sopir agak
kecewa. Mungkin, dia berharap, Putri naik lebih jauh, sehingga ongkosnya lebih
mahal. Digelengkannya kepala. Ia merasa heran, kenapa bisa kasihan pada pria
separuh baya itu. Padahal, setahunya, kebaikannya sudah hilang ditelan kota
ini. Gedung-gedung tinggi, pencakar langit, asap kendaraan, orang-orang
bergerak cepat, berpacu mengejar uang. Citra itulah yang terbentuk di
benaknya, jauh sebelum menyelami kehidupan kota ini secara langsung. Citra
yang sebenarnya tetap terpatri sampai sekarang, hanya dengan tambahan
manusia-manusia individualis, pelacur, obat-obat terlarang, dan kekerasan.
Setelah dua belas tahun tenggelam di kota ini, Putri merasa akarnya semakin
tercabut semakin jauh dengan kampung halaman. Dan, kota ini dalam sekejap
jadi kampung halaman kedua, yang berat ditinggalkan. Meski Putri tahu bahwa
www.ac-zzz.tk dia akan kembali lagi ke kampung halamannya, tetap saja dia tak rela pergi.
Sambil tersenyum, dilewatinya penjaga apartemen, yang mengangguk
hormat padanya. Satu kebiasaan baik yang masih tersisa, meski banyak
penghuni lain yang tak peduli pada orang-orang yang membantu mereka
membukakan pintu dengan penuh hormat, menekan tombol lift. Yah, sebagai
seorang yang nyaris menjadi gelandangan, di dalam hatinya tentulah masih
tersisa nurani. Putri berhenti di lantai tujuh belas. Berjalan menuju pintu berlabel B, lalu
masuk ke dalam sebuah apartemen besar yang cantik. Dia berjalan melewati
ruang tamu, yang berperabotan minimalis namun mengesankan. Sebuah sofa
bergaya modern, dihiasi bantal-bantal krem dan cokelat, meja kayu persegi
yang besar, sebuah lukisan modern, dan permadani tebal berwarna cokelat
kemerahan yang mendominasi ruangan. Di satu sudut dinding terdapat home
theater paling lengkap, yang bisa membuat iri tamu-tamu yang datang. Sarah,
pemilik apartemen ini, memang menyukai ruangan yang luas. Dia paling tidak
suka dengan gaya etnik penuh pernak-pernik, yang menurutnya membuat
sumpek. Putri menuju kamar tidur. Tumpukan-tumpukan baju dalam, celana-celana
panjang, kaus-kaus, rok, dan beberapa gaun bertebaran di mana-mana. Tadi
pagi sebelum berangkat kerja, dia menyempatkan diri untuk mengatur
kopernya. Namun, setelah mendekati waktu kerja, koper itu belum juga rapi.
Putri membiarkan pakaian-pakaiannya tetap pada posisi berantakan ketika
berangkat ke kantor. Sesuatu yang sangat jarang terjadi karena dia orang yang
menyukai kerapian. Pada kepulangan kali ini, Putri berpikir untuk sedikit mengubah penampilan.
Sudah hampir sembilan tahun tidak bertemu saudara-saudaranya. Hanya Mama
atau Papa yang tiga tahun lalu pernah berkunjung. Saat-saat terbaiknya sudah
hilang. Meski umurnya baru 29 tahun, dia merasa sudah tua. Untuk ukuran kota
besar di negara maju, dia terbilang masih muda. Dan, karena untuk ukuran
tanah air dia sudah perawan tua, wanita malang yang patut dikasihani, dia
memutuskan perlu membawa banyak pakaian bagus, sekotak besar
perlengkapan make up, dan pernak-pernik perhiasan, yang sangat diperlukan
dalam rangka menaikkan harga dirinya.
Sembilan tahun lalu, saat pulang ke Indonesia, hatinya tidak seberat ini.
Malah, dia begitu gembira. Waktu itu dia mahasiswa yang baru tamat kuliah,
tak ada beban, penuh kegembiraan untuk kembali ke pelukan Mama. Namun,
setelah pandangannya berubah, setelah menjadi manusia pekerja, setelah
sekian lama orang-orang tentu ingin melihat perubahannya. Kematangannya"
Atau, lebih tepat, kekayaannya" Sesuatu yang mereka pikir merupakan
alasannya tidak mau pulang. Bukankah semua orang berpikir gaji pekerja di luar
negeri lebih besar daripada di tanah air, sehingga mereka berbondong-bondong
menjadi pembantu di luar negeri" Cerita miring tentang pemerkosaan,
penyiksaan, bahkan kematian sekalipun, tidak menyurutkan minat untuk
menjadi pembantu, demi uang.
Putri melemparkan sepatu berhak lima senti. Dia mengambil sebuah stiletto
merah tua, yang sejak dibeli belum pernah dipakai, karena tali pengikat yang
www.ac-zzz.tk mengiris kaki, membuatnya berjalan bak balerina dengan betis besar, dan
setiap sepuluh menit mencari tempat duduk untuk mengistirahatkan kaki.
Sepatu itu hanya indah untuk dipandang, namun menyiksa bila dipakai. Dia
berpikir, wanita-wanita keren yang memakainya, tentulah sudah mengganti kaki
mereka dengan kaki besi atau mungkin menyuntiknya agar mati rasa.
Beberapa waktu lalu Putri sempat membaca majalah yang menyebutkan
bahwa stiletto runcing dan tinggi tidak jadi tren lagi. Dia sudah bersorak tiga
kali untuk artikel itu, namun masa-masa sepatu datar zaman Romawi atau
Yunani tidak juga datang. Para pencinta fashion tetap saja memakainya. Dia
merasa dibohongi. Untuk pertama kalinya, dia memerhatikan nama penulis
artikel tersebut dan berjanji tidak akan memercayai lagi omong kosong penulis
itu. "Princess, I"m home."
Seperti angin puyuh, Sarah masuk kamar dan memeluk Putri kuat-kuat. Ia
berseru dengan penuh kegembiraan.
Putri menyahut, "Ada apa?"
Sarah melepas pelukannya dengan gaya dramatis, "Aku memenangkan
perkara. Suami Audrey bersedia membayar tuntutan. Berarti, banyak uang dan
liburan." "Hebat," kata Putri, tulus.
Sarah adalah pengacara perceraian paling dicari di kota ini. Kliennya orangorang terkenal, yang bersedia membayar mahal untuk mempertahankan
kekayaan mereka atau untuk mendapatkan kekayaan itu. Dulu, Putri pernah
bertanya, kenapa Sarah lebih suka menjadi pengacara perceraian. Bukankah
menyedihkan melihat dua orang yang semula saling cinta, kemudian bertikai
memperebutkan harta dan kadang-kadang anak. Menurut Sarah, perceraian itu
suatu jalan untuk membuka lembar kehidupan baru yang mungkin lebih baik.
Daripada bertengkar, saling menyakiti, terluka, dan tertekan, lebih baik
berpisah. Kadang-kadang, ada satu pihak yang masih mencintai, tapi apakah
kita boleh memaksa orang untuk menerima kita, jika orang tersebut sudah tak
punya rasa apa-apa, selain keinginan untuk pergi"
"Bagaimana dengan anak-anak" tanya Putri, ketika itu.
"Itu yang paling sulit dan menyedihkan," jawab Sarah. "Tapi, mereka akan
belajar untuk kuat, daripada setiap hari melihat orang tua mereka bertengkar.
Orang-orang dewasa itu sering kali lupa, pada saat marah mereka cenderung
membiarkan pertunjukan kekerasan yang tidak pantas ditonton." Jawaban itu
membuat hati Putri sedikit lebih bertoleransi pada perceraian.
"Thank you," jawab Sarah. "Ada lagi berita baiknya. Aku mengambil cuti
dan bisa pergi ke Indonesia bersamamu. Bagaimana?"
Mata Putri membesar, tidak percaya, "Benarkah?"
Sarah mengangguk mantap. Semangat Putri kini bangkit lagi. Asal bersama
Sarah ke kutub utara pun akan menyenangkan.
"Berapa hari rencana liburanmu?" tanya Putri.
"Tiga minggu kukira cukup. Seminggu di rumahmu dan dua minggu lagi kita
bisa ke Bali." www.ac-zzz.tk Putri membayangkan Mama yang histeris, Papa yang mencabut keris pusaka,
dan kakak-kakak yang mengutuknya anak durhaka karena setelah sembilan
tahun tidak pulang, dia akhirnya memilih bersenang-senang di Bali, menyianyiakan segala persiapan Mama dan saudara-saudaranya untuk menyambut
kepulangannya. "Sangat mengasyikkan. Tapi, tidak bisa. Aku siap mengantarmu berkeliling
kotaku, tapi kamu harus pergi sendiri ke Bali. Mama akan membunuhku jika aku
ikut ke sana. Kamu mengerti kan bahwa ada suatu misi penting di balik
kepulangan ini?" "Ya. Bukankah kamu selalu mengeluh, mamamu sangat ingin kamu segera
menikah, punya anak, dan hidup tenang seperti saudara-saudaramu yang lain?"
"Exactly." "Tapi, kamu tidak punya calon, tidak berpikir tentang pernikahan dan tidak
tertarik punya anak." Sarah meneruskan dengan penuh kemenangan,
sementara Putri mengangguk-angguk dengan hikmad. "Lalu, mamamu berkata,
kamu sudah tua, umur mulai menggerogoti hari-harimu, dan sekarang kamu
tidak punya banyak pilihan. Kamu akan memilih pria mana saja, yang penting
baik, ada pekerjaan tetap, tidak merokok, mabuk-mabukan atau memakai
obat-obatan, dan hormat pada orang tua."
"Begitulah," Putri menelungkup pura-pura sedih. "Bahkan, Mama lebih
mementingkan dirinya dengan memasukkan kriteria hormat pada orang tua.
Perasaanku malah tidak dibahas sama sekali. Sepertinya, aku ini hewan ternak
saja. Bahkan, ukuran wajah pun tidak disebut-sebut. Seharusnya, pria itu
tampan sedikit sehingga saat pertama bertemu aku akan jatuh cinta pada
wajahnya, cinta pada yang lain-lain bisa menyusul. Atau, mungkin, ada kriteria
harta kekayaan. Bahkan, Beauty pun lebih beruntung. Meski, Beast awalnya
mengerikan, setidaknya dia kaya raya dan punya istana."
Sarah memerhatikan dengan geli.
"Hei," Putri berkata dengan sebal, "Kenapa kamu tidak pernah direcoki
ibumu seperti ini?" Sarah mengangkat bahu, "Mungkin, Jackie tidak peduli pada hal-hal begitu.
Selama aku tidak sakit, tidak terlibat utang, tidak ketagihan narkoba, punya
uang, dan tidak mengganggunya, itu sudah cukup. Mungkin juga, dia berpikir
bahwa aku tipe yang tidak menikah. Entahlah. Aku tidak pernah bertanya dan
tidak mau repot-repot bertanya."
Putri berdiri berjalan ke sudut batas antara dinding dan kaca, menarik tali
tirai. Di balik tirai yang sekarang terbuka, tampak pemandangan kota
Manhattan yang luar biasa. Ribuan lampu bersinar kemilau sejauh mata
memadang. Seperti kunang-kunang atau bintang-bintang yang turun ke bumi.
Persis seperti di film-film romantis yang sering ditontonnya. Sering kali, jika
Sarah tidak di rumah, harus lembur, berkencan, atau menikmati sosialisasi
malam, Putri akan duduk berjam-jam, memandangi keindahan yang telah
mencuri hatinya. Pemandangan yang sungguh menakjubkan setidaknya itu menjadi salah satu
alasan kenapa apartemen tempatnya sekarang berdiri begitu mahal. Sehingga,
orang yang jujur, pekerja keras, namun berpenghasilan kecil seperti dia, hanya
www.ac-zzz.tk bisa memimpikannya. Putri berbisik dalam hati, seandainya tidak ada Sarah,
pastilah dia masih tinggal di lubang tikus. Dia menarik napas panjang untuk
mengusir rasa nyeri yang menusuk-nusuk di dada. Hidupnya ini, semua karena
Sarah. "Princess, menurutmu, apakah tidak apa-apa jika aku tidak membawakan
sesuatu untuk keluargamu?"
Yah, sejak Sarah tahu arti namanya, dia pun memanggilnya Princess. Meski
lain ucapan, artinya sama dan mudah diucapkan.
"Tidak perlu," kata Putri. "Kamu sudah begitu baik saat Mama dan Papa ke
sini. Tanpa apa-apa pun, mereka pasti gembira menyambutmu. Bisa membalas
sedikit kebaikanmu pada anak mereka tentu sangat menggembirakan."
Sarah mengambil tiket Putri di meja.
"Copellia Putri," katanya, membaca nama itu, sambil nyengir jahil. "Nama
yang aneh." "Kukira, saat hamil Mama membaca cerita itu dan memutuskan menamai
bayinya Copellia bila perempuan. Sebetulnya, jika boleh memilih, aku lebih
suka jadi lelaki. Nama Frans lebih enak didengar."
"Copellia itu bukan putri. Dia boneka yang dibuat Copellius si ahli sihir."
Sarah menggerak-gerakkan tangannya, seakan-akan menyihir sesuatu. Lalu,
berkata dengan suara dibuat-buat, "Frans mema
ndangi Copellia yang duduk di depan jendela. Dia jatuh cinta pada
pandangan pertama dan lupa pada pertunangannya dengan Swanilda. Setiap
hari dia melewati rumah itu, hanya untuk memandang wajah cantik Copellia
dari bawah jendela."
"Yah, sepertinya, Mama meramal masa depan dengan baik. Bukankah
sekarang dia sudah mulai membuktikan bahwa aku adalah bonekanya" Taliku
mulai ditarik-tarik sesuai keinginannya. Aku harus memikat Frans-Frans yang
dipilihkan Mama." "Sepertinya, usaha Copellius harus benar-benar kuat karena kau bukan jenis
boneka penurut. Setidaknya, kau harus bersyukur menjadi Copellia, yang
pastilah begitu cantiknya, sehingga bisa memikat hati Frans. Pasti dia tipe
perayu. Sekarang, yang menarik adalah apakah kau juga akan jadi wanita
kedua di antara kisah cinta orang?"
Putri menggeleng kuat-kuat, "Kupastikan tidak." Lalu, dia menghela napas,
"Kamu tahu, di Indonesia nama itu sangat penting. Nama adalah doa dari orang
tua kepada anaknya. Apa namaku juga doa untukku" Kelihatannya, Mama
berharap, jika dewasa aku akan menjadi wanita cantik, yang hanya dengan
wajahnya saja dapat merusak pertunangan orang. Coba kamu pikir, harapan
macam apa itu?" Sarah tertawa. Putri mendelik, "Apa yang lucu?"
"Kamu. Kenapa hal begitu saja jadi masalah" Shakespeare saja bilang,
apalah arti sebuah nama. Mungkin, mamamu tidak peduli komedi percintaan
Copellia. Dia hanya tertarik dan berpikir bahwa nama itu kedengaran bagus.
Bukankah dia juga memberikan nama Putri bagimu. Bukankah keduanya orangorang yang cantik?"
www.ac-zzz.tk Putri menopang dagunya dengan tangan. Sebetulnya, dia tidak ingin pulang.
Bukan karena dia tidak kangen keluarganya, tapi dia tahu kepulangannya itu
akan membawa banyak masalah. Dipandanginya lagi kegelapan malam dengan
ribuan kilau bertaburan. Dia memang boneka, tapi bukan si cantik Copellia
yang berdansa dengan Frans di pesta desa, tapi boneka badut dengan mulut
besar merah yang tertarik ke bawah. Dia mungkin lebih mirip Frans, yang jatuh
cinta pada orang yang salah. Putri berharap, seandainya saja waktu bisa
dipercepat, sehingga dia tak harus melewati hari-hari yang akan datang dengan
cepat. "Kupikir, mungkin Coppelia lebih tertarik pada Swanilda yang pintar dan
berani, ketimbang Frans yang bodoh," gumamnya pelan.
Perjodohan yang dirancang mamanya membuat Putri teringat perjodohan
panda yang pernah ditontonnya di televisi. Dengan kamera di setiap sudut dan
perhatian 24 jam, tak ada tempat untuk berlari.
You have new mail! Kata-kata itu langsung muncul ketika Putri membuka
notebook-nya. Hai, Princess! Bali memang surga. Kemarin aku berkenalan dengan Nick,
pria Inggris. Dia tampan, tinggi, rambut cokelat, mata biru. Kami menginap di
hotel yang sama, dan siang ini akan melancong berdua. Karena setiap tahun
selalu ke Bali, Nick sangat mengenal jalan-jalan di sini. Dia bersedia
memanduku. Bagaimana perjodohanmu" Bukankah kemarin kamu menemuinya"
Putri benar-benar putus asa. Sarah sepertinya sedang bersenang-senang,


Cinta Seorang Copellia Karya Lisa Andriyana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sementara dia harus menghadapi misi mamanya. Dua hari yang lalu seluruh
anggota keluarganya mengantar Sarah ke Bandara. Sekali lagi Sarah
menunjukkan bahwa dia dicintai banyak orang. Setelah menginap empat hari di
rumah, menjelajah banyak tempat, dan mengumpulkan banyak souvenir, Sarah
memutuskan untuk lebih cepat berangkat ke Bali, sebelum pulang ke New York.
Hari-hari liburan bersama Sarah sungguh menyenangkan. Mereka sudah
menjelajahi Wedoro dan membeli banyak sandal murah, namun cantik. Ke
Tanggul Angin dan pulang membawa jaket kulit, dompet, dan tali pinggang.
Sarah juga membeli tas dari jalinan eceng gondok, yang dihias bunga-bunga
kering untuk mamanya. Mereka mengunjungi argowisata, naik kuda, memetik
apel, jeruk, dan strawberry. Berenang di air pegunungan yang membuat bibirbibir kebiruan dan berendam di air panas berbelerang. Mereka juga berwisata
arung jeram dan makan seafood pedas di tepi pantai. Terakhir, Putri mengajak
Sarah menginap di Bromo, menikmati keindahan gunung berapi, lautan pasir
yang terbentang luas, dan menakut-nakutinya dengan cerita-cerita orang yang
dijahili penunggu Gunung Bromo. Liburan yang betul-betul menyenangkan.
Tapi, ketika pesawat Sarah lepas landas ke Bali, Mama langsung menggeret
Putri, "Ayo, kita pulang dan bongkar kopermu. Kita pilih pakaian apa yang akan
kamu kenakan besok."
"Besok ada apa?" tanya Putri, yang terseret-seret.
"Arisan kantor. Mama ingin mengenalkan kamu pada putra teman Mama,"
Mama bicara blakblakan. "Apa maksudnya?" Putri menanyakan pertanyaan yang tidak perlu. Dia
sudah tahu jawabannya. www.ac-zzz.tk Mama sepertinya tidak ingin panjang lebar menjelaskan. Dengan gayanya
yang tegas, seperti sedang menghadapi mahasiswa yang ngeyel, dia berkata,
"Lihat dulu. Jika tidak suka, katakan besok. Tidak perlu ribut sekarang."
Putri berhenti berjalan. Akibatnya, dia hampir jatuh ditabrak kakaknya dari
belakang. Gawat, pikirnya. Pria bagaimana yang bisa membuat Mama begitu
yakin bahwa dia tidak akan menolak pilihannya. Dan lagi, apa pria itu sudah
menyatakan bersedia" Mungkinkah Mama sudah memberikan fotonya" Dan, pria
itu, tanpa bertemu langsung, sudah langsung setuju. Aduh, benar-benar
karakter Copellia, yang tanpa perlu bergerak atau berbicara, sudah bisa
memikat hati pria. Dengan dandanan sopan dan feminin, berupa gaun sutra biru bertali yang
harus dikenakan dengan blazer yang sudah kuno, Mama membawanya ke neraka
dunia bernama arisan. Betapa mengerikan, karena ternyata semua orang yang
datang sudah tahu tentang perjodohan itu. Mereka mengawasinya dengan
ketat, yang membuatnya tidak nyaman. Apalagi, ketika calon jatung hati
pilihan mamanya datang, semua memandangnya tanpa malu-malu, seakan
berharap bisa melihat matanya bersinar, membentuk hati yang berkedip-kedip.
Saat itu Putri teringat perjodohan panda yang pernah ditontonnya di
televisi. Dengan kamera di setiap sudut dan perhatian 24 jam, tak ada tempat
untuk berlari. Lalu, ketika panda-panda itu menunjukkan tanda-tanda untuk
saling mengenal, setiap pasang mata mengamati dengan tajam. Saat lagu cinta
berkumandang, tepuk tangan membahana di mana-mana untuk pasangan kasih
tahun ini. Orang-orang di seluruh dunia ikut gembira merayakannya.
Sekarang dia pun seperti panda yang langka itu. Putri ingin berlari pulang,
tapi harga diri melarangnya berbuat sebodoh itu. Begitulah jika harus
menjunjung tinggi nama keluarga.
Pemuda itu berjalan separuh diseret mamanya menghampiri Putri.
Kelihatannya dia tidak ikhlas seratus persen dengan perjodohan itu. Timbul
perasaan senasib di hatinya. Awal yang baik. Setidaknya, pemuda itu bukan
tipe pria yang sudah sangat putus asa dan menerima apa pun yang disodorkan
mamanya, asalkan bernyawa.
Ketika mereka berjabat tangan, para pengamat merespon dengan saling
berbisik dan segera meninggalkan mereka berdua, sepertinya sepakat untuk
membiarkan pasangan baru ini saling mengenal lebih dekat. Jadilah Putri dan
pemuda bernama Hari itu berdiri diam di pojokan, sambil memandangi orangorang di sekitarnya.
Setelah sepuluh menit yang panjang, Hari berdeham, membuat Putri
menoleh, berharap pemuda itu melontarkan topik bagus, yang dengan senang
hati akan dibahasnya untuk memecah kesunyian ini.
"Apa kamu mau minum?" tanyanya. Putri mengangguk.
Bukan topik yang bagus. Tapi, tak apalah. "Gin juga boleh."
"Di sini tidak ada minuman seperti itu," jawab Hari, kaku.
"Bukan, maksudku sirop saja. Aku suka sirop," Putri terbata-bata. Ya
ampun, pasti pemuda ini berpikir dia tukang mabuk. Padahal, seumur
hidupnya, meski tinggal di luar negeri, dia tidak pernah minum minuman keras.
Hanya gara-gara stres perjodohan, semua makcomblang di sini akan tahu ketika
www.ac-zzz.tk pemuda ini mengadu pada ibunya, bahwa calonnya tukang mabuk. Meski tidak
menyukai perjodohan ini, Putri tidak ingin dicap tukang mabuk.
Aku harus tabah, Putri membatin. Bridget Jones pun mengalaminya dan dia
bahagia. Ketika Hari dan sirop merah jambunya datang dengan wajah yang
sewarna sirop itu, Putri terbata-bata berkata, "Terima kasih. Anu" maaf,
sebenarnya aku tidak pernah minum-minuman beralkohol, tetapi karena sering
memesan untuk bos jadi keceplosan." Saat itu juga batinnya memprotes,
kenapa harus menjelaskan segala.
Sambil tersenyum Hari berkata, "Tidak apa-apa."
Lalu, dimulailah lagi permainan adu bisu. Tapi, Putri tidak tahan dengan
keheningan itu. Sepertinya, hal ini cukup menjelaskan kenapa pria ini belum
juga menikah. Dia tipe yang menganut prinsip diam itu emas. Dari ujung
matanya dia meneliti makhluk yang berdiri di sampingnya. Tubuhnya lebih
tinggi dari ukuran pria Indonesia biasa, dengan wajah lumayan, hidung
mancung, bibir tipis, dan kulit sawo matang, Putri yakin, Sarah pasti tertarik
mengenalnya. Tapi, kebisuan itu pastilah membuat wanita normal mana pun
segera mengambil langkah seribu.
Putri melirik jam tangannya. Sudah dua puluh menit mereka saling diam. Itu
hal biasa jika sedang bekerja. Tapi, dalam situasi ini menunjukkan bahwa pria
ini kurang waras. Atau, dia juga mungkin kurang waras, karena dia juga
bertanggung jawab dalam permainan paling lama menjadi patung. Karena, toh,
dia juga tidak melempar topik pembicaran.
Aku sudah tidak tahan, pikir Putri. Lalu, seperti wanita normal lainnya, dia
akhirnya buru-buru berkata, "Maaf, aku keluar sebentar." Separuh berlari,
Putri keluar ruangan dan langsung ke jalan dan menyetop taksi pertama yang
lewat. Kedatangan kakaknya, Nani, membuyarkan rekaman memori yang sedang
diputar di kepalanya. Dilihatnya Nani membawa bungkusan besar.
"Apa itu?" tanya Putri, heran.
"Pakaian yang akan kamu kenakan nanti malam." Nani membanting
buntelan itu ke ranjang, tempat Putri sedari tadi berbaring menelungkup.
Putri menghela napas. Setelah kejadian paling memalukan kemarin, dia
tidak menduga, ketika pulang, Mama berkata dengan santai, "Besok malam kan
malam Minggu, Hari ingin mengajakmu keluar."
Tanpa pembukaan yang manis, tanpa pertanyan tentang kesediaannya, itu
berarti sebuah ultimatum.
Putri menggeleng dan mendongak melihat kakaknya, "Aku sudah lupa. Coba
ceritakan, apakah dulu Kakak mendapatkan Mas Agung sendiri atau juga
dicarikan Mama." Kakaknya tersenyum. "Tentu kucari sendiri. Hal yang begitu penting
sehingga Mama tidak bisa ikut campur. Ini sebenarnya agak aneh. Kukira, Mama
tidak akan bisa menancapkan cakarnya kepadamu, tapi kamu ternyata tetap
anak baik dan penurut, ya. Tidak seperti seorang lajang yang hidup mandiri di
negeri orang." "Apakah Kakak berharap aku marah-marah dan melarikan diri dari rumah."
"Yah" begitulah perkiraan kami semua."
www.ac-zzz.tk Kami semua" Hmm" ternyata Mama telah membicarakan masalahnya pada
semua keluarga, teman-teman, bahkan mungkin seluruh kenalan, seperti
tukang sayur langganan atau pegawai salon tempat Mama biasa mewarnai
rambut untuk menutupi ubannya.
Putri menerawang, "Dia wanita yang melahirkan aku. Nyawanya
dipertaruhkan ketika aku lahir ke dunia. Aku sudah pergi begitu lama dan
sekarang baru pulang. Alangkah buruknya aku jika kepulangan ini diisi dengan
pertengkaran." "Wah, ternyata New York membuatmu menjadi lebih baik."
"Kukira, tidak. Kota itu tidak membuatku menjadi lebih baik. Tapi, kota itu
membuatku menjadi lebih menghargai apa yang kumiliki di sini."
"Begitu juga bagus. Meski agak memaksa, Mama berniat baik dan keputusan
tetap ada di tanganmu. Jika kamu berkata tidak, semua akan mendukung
keputusan itu. Nah, sekarang mari kita cari pakaian apa yang akan kamu pakai
malam ini karena Mama telah menugaskan aku untuk mengawasi cara
berpakaianmu. Mama mengeluh, baju-bajumu banyak yang terlalu terbuka.
Sangat tidak cocok dipakai wanita berumur."
"Gila!" teriak Putri. "Aku masih muda! Dan, di New York pakaian seperti itu
dipakai bahkan oleh nenek-nenek sekalipun."
Nani terkikik-kikik lama, sambil membongkar barang bawaannya. Mau tak
mau, Putri ikut-ikutan duduk untuk melihat koleksi pakaian kakaknya yang akan
dipinjamnya malam ini. Setelah berpamitan dengan Papa, yang sedang duduk di teras belakang,
Mama mengantar Putri dan Hari keluar dengan wajah berseri-seri, seakan-akan
malam itu mereka telah resmi menjadi pasangan.
Putri tidak habis pikir, setelah perkenalan yang mengerikan kemarin,
pemuda ini masih mau menemuinya. Mungkin, dia termasuk anak yang sangat
patuh pada orang tuanya. Tipe seperti itu biasanya membosankan dan akan
lebih mementingkan orang tua daripada istrinya. Jika dilihat sepintas, pastilah
kelihatan seperti anak yang berbakti. Tapi, kalau ditelusuri lebih jauh, ternyata
anak yang tidak mandiri. Atau, mungkin benar, dia tipe yang putus asa dikejar
waktu dan harapan keluarga, terutama mama dan papanya, yang ingin segera
menimang cucu. Atau, seperti manusia berdarah biru, yang diburu-buru untuk
menyediakan ahli waris agar gelar mereka tetap terjaga. Atau, yang paling
mengerikan, tipe manusia yang tidak punya pikiran apa-apa. Semuanya sama
tidak menyenangkan. "Mau ke mana kita?" tanya Hari.
"Terserah," jawabnya. Dan, dia bersungguh-sungguh.
Hari tampak berpikir sebentar, "Bagaimana kalau nonton" Kamu suka film
apa" Tapi, mungkin banyak film yang sudah kamu tonton di sana baru diputar di
sini." Putri takjub, orang ini bisa ngomong juga. "Begini saja," kata Putri, "Ayo,
kita ke Kya-Kya." "Oke. Kalau begitu kita putar di sini."
Mereka terdiam lagi. Tapi, Putri sekarang tidak begitu ambil pusing. Dia
sedang menikmati pemandangan kota di waktu malam. Entah kenapa, setelah
www.ac-zzz.tk tiba di sini dia baru merasa bahwa dia merindukan semua ini, bagian dari masa
lalunya yang tidak mungkin terlupakan.
"Aku minta maaf, kemarin sikapku sangat tidak pantas." Suara Hari
memecah kesunyian. "Apa?" Putri tidak begitu mendengar.
"Kemarin di tempat arisan itu. Aku yakin, kamu berpikir bahwa aku
sebangsa idiot," kata Hari, sambil terus berkonsentrasi menyetir. "Menjadi
seorang pria di sarang ibu-ibu begitu sangat tidak menyenangkan. Entah apa
yang mereka pikirkan tentang kita, terutama aku. Tapi, aku merasa seperti
makhluk percobaan yang sedang diamati."
Putri sekali lagi terkejut karena Hari ternyata bisa bicara lumayan panjang
dan jujur. Dia juga merasakan hal yang sama.
"Tidak apa," balasnya, "Aku juga sama sepertimu. Malah, aku berpikir, kita
berdua seperti panda di kebun binatang, didatangkan untuk menjadi tontonan,
tanpa memperhatikan perasaan hewan tersebut."
Hari tampak heran, "Begitulah perasaanku."
Putri memandangi Hari agak lama berusaha menyelami perasaannya lalu
berkata, "Begini, kupikir, kita berdua sama-sama tahu apa yang dipikirkan dan
diharapkan mama-mama kita. Jadi, untuk itu sebaiknya kita menjalin
persahabatan dulu untuk saling mengenal diri masing-masing."
Dia memandang reaksi Hari yang terpantul dari raut wajahnya dan
meneruskan, "Karenanya, kita saling bicara jujur dan menjadi diri sendiri.
Tidak ada kepura-puraan, bukan?"
Putri memaki dirinya. Mungkin, Hari akan berpikir bahwa dia terlalu
berterus-terang. Tapi, Putri ingin menjalani sisa liburannya dengan tenang.
Karenanya, dia perlu kerja sama orang ini.
"Aku setuju sekali." Hari mengangguk, tetap memandang ke depan.
Di malam Minggu, jalanan di Surabaya masih macet sehingga memerlukan
konsentrasi tinggi. Motor-motor melewati gang-gang kecil di antara badanbadan mobil. Menyalip sana-sini, baik motor atau mobil. Lengah sedikit saja,
kendaraan lain akan menyerobot.
"Boleh aku menyetel kaset?" tanya Putri, setelah lama berdiam diri.
"Silakan, tapi koleksiku agak terbatas."
Putri membolak-balik kaset-kaset itu. Memang tidak banyak pilihan. Hanya
ada tiga dan semuanya lagu Indonesia. "Kelihatannya, kamu tidak menyukai
musik" Pasti kamu bukan tipe romantis."
Hari tersenyum, "Apakah kamu selalu berkata terus terang?"
"Kenapa?" "Tidak apa-apa. Hanya, untuk ukuran orang Indonesia, kamu agak di luar
kebiasaan." "Begitukah" Hanya karena aku mengatakan bahwa kamu bukan tipe
romantis" Baik, aku akan lebih berterus terang. Sebetulnya, aku orang yang
paling pintar menjaga sikap. Aku selalu berhati-hati agar tidak menyakiti hati
orang karena tidak ingin punya musuh. Aku juga pintar menjilat agar pekerjaan
lancar. Setiap hari aku memuji bos, juga teman-teman yang berhubungan
denganku, mendengarkan omongan mereka, meski kadang-kadang aku ingin
www.ac-zzz.tk menyumpalkan kaus kaki ke mulut orang-orang itu. Aku juga pintar menjalin
hubungan baik. Contohnya, aku sering membawakan makanan untuk Sandy,
asisten bos besar, sehingga dia selalu mendahulukan kepentinganku."
Hari tertawa, meski Putri tidak tahu apa yang lucu.
"Gaya bahasamu sinis dan kasar."
"Begitukah menurutmu" Aku hanya bicara apa adanya."
Putri mengawasi Hari, yang menyetir pelan-pelan, melewati mobil-mobil
yang tersusun mencari tempat parkir. Setelah memarkir mobil, Putri dan Hari
berjalan memasuki area Kya-Kya yang terang benderang.
"Seperti pecinan, ya?" kata Putri, mengamati lampion-lampion yang
bergantungan di sepanjang area itu.
Mereka lalu memesan dua porsi kepiting asam manis dan dua gelas jeruk
manis hangat sebagai makanan pembuka.
"Apa pekerjaanmu?" Putri merasa pertanyaannya terkesan menyelidik, tapi
dia tidak peduli. Hari tersenyum. Malam ini dia banyak tersenyum dan kelihatan sangat
manis. "Apa mamamu belum mengatakannya" Kalau begitu, coba tebak?"
"Kalau melihat mobilmu yang masih baru dan mahal, sepertinya kamu
pialang saham, atau pengacara, atau manajer pemasaran. Tapi, karena ini
Surabaya, tebakanku bukan itu. Kamu terlalu santai untuk menjadi ketiganya.
Jadi, kuputuskan kamu pasti dokter."
"Wow, kamu hebat," kata Hari, "Bagaimana bisa" Atau, jangan-jangan,
mamamu telah memberitahu."
"Tidak," kata Putri, menggeleng, "Di sini dokter masih memiliki nilai ukur
yang tinggi di mata masyarakat. Mengingat Mama sangat terkesan denganmu,
pastilah kamu patut dibanggakan. Kalau pegawai negeri, kamu juga cocok.
Karena, seperti aku bilang tadi, kamu kelihatan santai. Bukankah pegawai
negeri selalu santai?"
"Tidak juga," balas Hari.
"Begitukah" Sekarang tebakanku adalah kamu seorang dokter pegawai
negeri, yang juga buka praktek sendiri."
"Kenapa begitu"
"Karena, kamu menyanggah sewaktu kubilang pegawai negeri itu santai.
Berarti, kamu membelanya. Dan, mobil itu tentu tidak didapat dari gaji
pegawai negerimu "kan?"
"Kamu pintar sekali," puji Hari. "Aku memang dokter rumah sakit umum
dan juga dosen dan juga buka praktek. Yah" penerus ayahku. Bahkan, tempat
prakteknya pun aku yang meneruskan."
"Dokter apa?" tanya Putri. Dalam hati ia berkata, tipe beginikah yang
dipikir Mama bisa mencuri hatinya dan membuatnya kembali tinggal di sini"


Cinta Seorang Copellia Karya Lisa Andriyana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mama salah besar, orang ini terlalu sempurna.
"Spesialis kandungan."
"Wow". Dengan ini semua, kenapa sampai sekarang kau belum menikah"
Pastilah banyak ibu yang bermimpi menjadikan kamu menantu. Kalau kemarin,
sih, kupikir wajar para wanita melarikan diri darimu karena kamu begitu
pendiam, begitu seram. Tapi, sekarang kukira kamu oke juga."
www.ac-zzz.tk Hari terbahak. "Selama ini yang berani bertanya seperti itu hanya
keluargaku saja, misalnya tante-tante yang cerewet. Tapi, wanita lajang yang
baru kukenal ini ternyata berani juga."
Putri mengamatinya lebih seksama. Kemarin dia mendapat kesan, Hari
sangat matang. Mungkin, 40 tahun. Tapi, hari ini dia menyadari sesuatu. Hari
pastilah belum empat puluh. Mungkin, tiga puluh delapan.
"Mengapa aku belum menikah?" Hari berpikir, sambil mengulangi
pertanyaan Putri, lalu berkata pelan, "Mungkin, aku terlalu sibuk belajar dan
bekerja." "Maksudnya" Kamu bekerja untuk membiayai sekolah?"
"Bukan. Maksudku, sewaktu kuliah aku sibuk sekali belajar sehingga tidak
punya perhatian khusus terhadap lawan jenis. Pelajaranku begitu menarik.
Dan, setelah bekerja, ternyata pekerjaanku juga menarik. Kadang aku berpikir
untuk meneruskan sekolah ke luar negeri. Sebenarnya, Papa bersedia
membayari separuhnya. Tapi, kupikir, lebih baik menunggu beasiswa. Aku ini
tipe workaholic. Atau, barangkali juga, aku belum menemukan wanita yang
tepat." Pesanan mereka datang. Kepiting besar dengan saus merah kental itu
membuat Putri mengeluarkan kembali kebiasaan makan cara lamanya. Dia
mengisap, menggigiti cangkang kepiting, dan menjilati jari-jari tangannya yang
berlumuran saus. "Enak sekali," desahnya, di sela-sela kegiatan itu.
Hari tersenyum dan membalas, "Memang enak. Dan, melihatmu makan,
kepiting ini jadi terlihat seribu kali lebih enak. Kamu wanita pertama yang
tidak berpura-pura anggun di depanku. Kebanyakan wanita makan dengan
posisi duduk tegak lurus, menyuap sejumput kecil dengan sendok mereka, dan
mengunyah dengan mulut rapat."
"Untuk apa" Aku, toh, tidak sedang makan di depan klien penting atau
pemasang iklan terbesar di majalah tempatku bekerja."
"Jadi, aku bukan orang penting?" tanya Hari, memancing.
"Begitulah," jawab Putri, yang buru-buru nyengir ketika melihat ekspresi
wajah Hari yang tampak terpukul.
Menurut Hari, Putri seperti lukisan yang penuh misteri. Tapi, karena
itulah ia selalu memikirkan Putri. Apakah ini berarti perjodohan mereka
berhasil" Tante, ada Om Hari!" Ranti, keponakan Putri, menjerit dari ruang tamu.
Putri yang sedang mematut-matut diri di cermin, segera keluar kamar.
Sejak dari Kya-Kya, Hari jadi sering bertandang ke rumah Putri. Bahkan, hampir
setiap hari dia menyempatkan diri datang. Kadang-kadang sepulang dari
mengajar atau dari rumah sakit, terkadang sebelum ke tempat praktiknya. Sore
ini adalah malam Minggu kedua mereka pergi bersama.
Dibelainya kepala Ranti, ketika melewati gadis kecil yang sedang menyusun
puzzle bersama kakaknya. "Thanks, Honey. Teriakanmu terdengar sampai ke
ujung jalan." Hari, yang sedang duduk di ruang tamu, tersenyum memandangnya.
www.ac-zzz.tk "Ayo, kita pergi," kata Putri, sambil membalas senyum Hari. "Ranti ingin
dibawakan apa, nih?"
"Tidak usah. Terima kasih, Tante. Soalnya, Tante Sarah akan datang besok.
Katanya, dia mau membawakan hadiah buat Ranti." Gadis kecil itu berkata
penuh keyakinan, sambil menggeser potongan puzzle yang tidak cocok.
"Apakah kamu yang menerima teleponnya kemarin?" Sekarang, mamanya
menatap penuh curiga. Ketika gadis kecilnya mengangguk, Nani berkata, "Apa
kamu meminta sesuatu?"
"Enggak, kok, Ma. Mama kan sudah bilang supaya aku tidak minta apa-apa
pada orang lain." "Bagus," kata Putri. "Aku yakin, Sarah memang berjanji membawakan
hadiah karena dia memang baik. Ayo, kita pergi." Putri mencium pipi
keponakannya, lalu melambai pada kakaknya.
Sambil berjalan ke mobil, Hari bertanya, "Sarah itu teman satu
apartemenmu, ya?" "Ya," jawab Putri, lalu membuka pintu mobil.
"Dia bekerja di mana?" tanya Hari, setelah menjalankan mobil ke luar dari
halaman rumah Putri, yang kecil tapi asri, penuh tanaman hijau dan bungabunga.
"Dia pengacara," sahut Putri cepat. "Kita mau ke mana?"
"Kamu ingin ke mana?" Hari balik bertanya. "Bagaimana kalau kita ke mal
saja" Nanti di sana baru kita tentukan mau nonton, makan, sekadar jalan-jalan,
atau melihat-lihat buku. Mama kamu bilang kamu sangat suka membaca."
"Kalau begitu, kita cari mal yang ada tempat biliarnya. Aku pintar main
biliar, lho." "Betulkah?" tanya Hari, heran.
"Tentu. Karena, aku pernah menjadi penjaga meja biliar."
"Wow! Pasti itu untuk riset tulisanmu, "kan" Kukira, pengalamanmu tinggal
di New York pasti sangat mengasyikkan bila dibuat buku."
"Mungkin benar, tapi mungkin juga tidak," kata Putri, melamun. "Di sana
cerita hidupku merupakan hal biasa dan tidak ada istimewanya."
"Kalau kuingat-ingat, kamu jarang sekali, bahkan hampir tidak pernah
bercerita tentang kehidupanmu di sana," kata Hari, sambil mengulurkan uang
untuk membayar tol. "Yah, karena menurutku tidak ada yang istimewa. Jadi, buat apa
diceritakan." "Betulkah tidak ada yang istimewa" Atau, justru karena ada yang sangat
istimewa, sehingga ingin dirahasiakan?" goda Hari. "Mungkin, kamu sudah
punya kekasih?" Putri tertawa. "Khayalan yang bagus sekali, tapi kurang kreatif. Bagaimana
kalau kau kembangkan khayalan itu dan jadikan sebuah cerita yang lebih seru.
Misalnya, kekasihku itu tampan, tinggi, postur tubuhnya indah bak Hercules,
dan punya uang segudang. Sang multijutawan dengan seorang istri yang cantik,
namun dingin." "Wah, pantas saja kamu masih lajang. Si pria idaman ternyata tak bisa
didapat karena dia telah beristri dan punya anak banyak," sambung Hari.
www.ac-zzz.tk "Terdengar seperti karakter Copellia, sang penggoda. Tapi, dalam versi
Indonesia yang sopan. Karena pria itu punya banyak anak dan karena di sini
moral tetap diperhitungkan, maka aku dan playboy itu tidak bisa bersatu.
Tetapi, dalam versi aslinya, pernikahan itu tidak harus berarti ada anak-anak.
Wanita Manhattan tidak seperti keluarga Braddy Bunch, yang punya tim voli.
Lagi pula, para pengejar harta tidak peduli pada perkawinan karena setiap pria
akan selalu tampak lajang di mata mereka."
"Wah, kamu membuatku terkejut. Tapi, itu tidak nyata, "kan?"
"Apakah kamu tahu namaku Copellia?" tanya Putri.
Hari mengangguk. "Kalau begitu, cobalah cari kisah tentang Copellia. Dengan demikian, kamu
akan tahu apa yang diharapkan orang tuaku. Meskipun, untungnya, aku tidak
seperti itu." "Aku pasti akan mencari kisah itu," kata Hari, lalu memindahkan persneling
mobil. Mobil melaju sangat kencang. "Bersiaplah. Karena aku ingin menguji
keandalan mobil ini."
Mobil menderu halus, meskipun kecepatannya sudah melebihi 100 km/jam.
Seperti peluru yang bermata, melaju kencang, namun dengan enaknya berkelit
menyalib sana-sini. Seharusnya, dia menjadi pembalap, pikir Putri, yang agak
takut kalau nyawanya akan melayang di jalan bebas hambatan ini. Dia tak rela
kalau itu terjadi. Mobil melambat dan kembali pada kecepatan normal, ketika mendekati
mulut keluar tol. "Asyik, bukan?" Hari memandang Putri, yang tampak agak pucat.
"Betul, sangat asyik," jawab Putri, yang merasa agak mual.
Hari tertawa. "Kamu berbohong. Kelihatan sekali bahwa jantungmu akan
copot." "Apa kamu selalu seperti ini?" Putri bertanya.
"Ya, aku sering melakukan hal ini. Ini untuk menguji mobilku, apakah mobil
ini memang hebat, sesuai dengan apa yang sudah kubayar. Kamu tahu, aku suka
barang bagus. Jika ada yang ingin kumiliki, tapi belum kesampaian, aku selalu
ingat sampai kapan pun dan berusaha agar suatu saat bisa kumiliki. Semua
milikku barang bagus."
"Kamu terdengar sombong," cela Putri.
"Bukan begitu. Aku hanya menjelaskan bahwa aku menyukai barang yang
bermutu. Benda-benda itu kubeli tidak sekaligus, tapi kukumpulkan satu per
satu. Dan, biasanya, lama baru kuganti. Aku tidak suka barang murah yang
cepat rusak, tapi aku suka yang baik dan tahan lama. Kamu tahu, baru-baru ini
aku mengganti ponsel yang sudah lima tahun kumiliki. Teman-temanku sering
tertawa melihatnya dan mengejek bahwa ponselku keluaran zaman batu.
Namun, aku tetap suka. Hanya, sekarang aku perlu yang lebih canggih dengan
banyak fasilitas. Bukan untuk mengikuti mode, namun karena kebutuhan. Kamu
tahu, banyak orang di Indonesia yang punya ponsel canggih, tapi tidak bisa atau
tidak pernah menggunakan kecanggihannya. Mereka itu membeli dan gontaganti ponsel hanya demi gengsi."
www.ac-zzz.tk "Kalau begitu, apakah semua benda-benda milikmu betul-betul nomor
satu?" "Ya, tapi untuk ukuranku," Hari menegaskan.
"Bagaimana dengan calon istrimu?" pancing Putri. "Apa dia juga harus
nomor satu?" "Begitulah." Hari tersenyum. Entah dia serius atau main-main.
"Kalau begitu, seharusnya kamu memilih yang cantik, pintar, kaya, dan
baik. Pokoknya, sempurna. Apakah tidak ada ibu dokter yang punya spesifikasi
begitu?" "Aku lebih suka yang lulusan Amerika, lebih bergengsi," Hari kembali
merayu. "Dokter yang dari Amerika" Wah, itu susah," balas Putri.
"Jurnalis dari sana pun tak apa."
Putri tidak menanggapi ucapan Hari, dia hanya tersenyum dan membatin.
Apakah dia barang yang bagus" Jika tidak bagus, bagaimana" Apakah akan
dibuang" Enak saja, pikirnya sebal. Dan, mobil terus melaju, menelusuri
kegelapan malam. ;kamu cukup gaya untuk kebanyakan wanita indonesia. tapi, seperti ada
kesedihan yang muncul lewat kata-kata sinismu."
Apakah Nick harus ikut hari ini?" Putri bertanya merajuk.
Sarah sudah dua hari menginap di rumahnya dan Putri merasa sebal karena
Sarah membawa pria itu. Meski Nick menginap di hotel, selama dua hari ini dia
dan Sarah seperti prangko yang menempel lengket. Putri tahu, hanya rasa
hormat dan persahabatan saja yang mampu menahan Sarah untuk tidak ikut
tinggal dengan Nick di hotel.
Putri sebal pada Sarah, yang selalu bercerita tentang Nick, dari bangun pagi
sampai detik-detik menjelang tidur. Nick begini, Nick begitu, aku merasa
begini, aku merasa begitu. Topik itu tidak berubah. Hanya seputar Nick dan
perasaan Sarah. Membosankan sekali.
Putri mengamati, Sarah yang selama ini kebal terhadap cinta itu, sekarang
jatuh hati pada pria Inggris. Sepertinya, panah cupid kali ini mengarah ke
tengah jantung Sarah, tepat di tempat mematikan. Padahal, menurut Putri,
Nick tidak terlalu menarik jika dibandingkan pria-pria yang pernah singgah
dalam hidup Sarah. Jenggotnya tampak ketinggalan zaman. Dia juga kelihatannya bukan
pencinta tempat kebugaran, jika dilihat dari badannya yang agak loyo. Sama
sekali bukan tipe Sarah. Jika makhluk yang dicintai Sarah itu datang dari
tempat yang sama dengan Putri, pasti saat ini Putri mengira bahwa Sarah telah
kena guna-guna. Sayangnya, mereka berdua berasal dari abad 21, sehingga apa
pun yang tidak dapat diterangkan dengan pengetahuan, bukan hal yang tepat
untuk mereka. "Oh, tentu dia harus ikut. Masa dia dibiarkan jalan-jalan sendiri. Kasihan,
"kan?" Putri sama sekali tidak kasihan. Apa yang harus dikasihani dari pria berumur
kepala empat, matang, mandiri, dan punya banyak uang itu" Dia kan bukan bayi
atau anak kecil yang tersesat.
www.ac-zzz.tk "Hari ini mau ke mana?" tanya Putri.
"Karena besok aku pulang, lebih baik hari ini kita mencari oleh-oleh saja.
Coba kulihat catatanku dulu". Aku sudah punya tas, jaket kulit, sandal, dua
kalung perak dan mutiara, satu patung kayu ganesha, jadi"," Sarah berpikirpikir, "aku mau membeli beberapa kain batik dan baju kebaya seperti
kepunyaanmu. Aku suka memakai kebaya. Di Bali, Nick membelikan aku
pakaian tradisional itu dan aku berdandan seperti wanita-wanita Bali. Kami
pergi ke Tanah Lot dan ikut berdoa di sana. Senang sekali. Nick bahkan"."
"Ya, ya, ya, aku akan mengantarmu membeli semua itu, yang sebentar lagi
pasti akan kamu buang, setelah Nick tinggal sejarah," Putri buru-buru
memotong karena tidak tahan mendengar topik Nick diangkat lagi. "Kau tahu,
kau jadi menyebalkan."
"Kenapa?" tanya Sarah, tak peduli, "aku sudah memberi tahu Nick untuk
bersiap karena kita harus segera berangkat."
Dia memasukkan barang-barang lain yang berserakan. Lipstik, tabir surya,
pelembap, ikat rambut, dan kamus. "Kamu tahu, Princess, kupikir, Nicklah
orangnya. Orang yang tepat dan kutunggu-tunggu selama ini."
Putri tidak memandang ke arah Sarah. Dia merasa hatinya nyeri. Tidak
terbayang bahwa Sarah ternyata akan meninggalkannya. Selama ini dia mengira
hidupnya akan sama seperti dulu, hanya bersama Sarah dan pekerjaan yang
dicintainya. Sekarang, ketika Sarah memiliki seseorang, dia akan ditinggalkan.
Dan, Putri tidak rela. "Jika kalian bersama, kamu pasti akan melupakan aku," Putri berkata
pelan. "Kenapa?" tanya Sarah, yang sedang merapikan bedaknya. "Bukankah kamu
juga sekarang bersama Hari" Bukankah hubungan kalian baik" Kalian
berpacaran, bukan?" "Kata siapa?" tanya Putri, ketus.
"Lho, mamamu bilang, kalian akan segera meresmikan hubungan."
"Itu kan keinginan Mama."
"Jadi, itu bukan maumu?" tanya Sarah. Wajahnya kini lebih serius.
"Sekarang aku mengerti kenapa kamu kelihatan tidak suka pada Nick. Tenang
saja, jika aku menjalin hubungan dengan Nick, tentu aku tidak akan melupakan
adik kecilku ini." Sarah sekarang sudah duduk di samping Putri, mengambil
tangannya, lalu menepuk-nepuk tangan itu.
Jelas bagi Putri, Sarah tidak mengerti apa-apa. Saat itu dia ingin berteriak,
mengeluarkan semua yang mengganjal di hatinya. Tapi, otaknya memaksa
mulutnya terkatup rapat, mencegahnya melakukan suatu kesalahan yang akan
disesalinya. "Aku akan pulang tiga hari lagi."
"Yah," jawab Hari, lalu menggigit apel malang yang mereka beli di pinggir
jalan, "cepat sekali waktu berjalan."
"Sangat cepat." Putri mengangguk, setuju. Dia memerhatikan pemandangan
di bawah yang penuh lampu, persis dengan yang sering dilihatnya dari jendela
rumah Sarah. Hanya, di sana minus pohon-pohon dan suara jangkrik. Ini malam
Minggu terakhir sebelum dia berangkat. Keluarganya mengajak dia menginap di
www.ac-zzz.tk Batu. Mas Andri meminjam vila kepunyaan temannya. Mama, Papa, kakakkakak, keponakannya, dan Hari, malam ini dapat menikmati hawa sejuk
pegunungan. "Kamu kedinginan?" tanya Hari.
Putri menggeleng. Dia dan Hari duduk-duduk di pelataran rumah yang
sangat luas. Di sudut lain keluarganya sedang berbagi jagung gosong, hasil
bakaran Papa dan Mas Agung. Putri menoleh, melihat Hari yang masih asyik
menggigiti apelnya. "Apa kamu tidak sakit perut makan apel malam-malam?"
Hari tertawa, sambil memandangi apel yang dipegangnya, mencari daging
buah yang belum digigit. Dia berkata, "Aku ini kan dokter. Jadi, tidak pernah
sakit. Kalaupun sakit, aku tahu obatnya. Lagi pula, apel kan baik untuk
kesehatan." "Tapi, kalau dimakan malam hari dengan jumlah yang banyak, pasti juga


Cinta Seorang Copellia Karya Lisa Andriyana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak baik untuk kesehatan," Putri membantah, mengangkat kantong plastik
tempat buah apel, untuk menunjukkan bahwa isinya sudah berkurang banyak.
Hari tertawa lagi. "Betul juga. Tapi, karena aku sangat menyukai apel,
biarlah risikonya kutanggung sendiri."
Putri mengambil sebuah apel dan memutar-mutarnya, meneliti dari
berbagai sudut. "Mengapa apel ini kecil sekali, ya" Penampilannya juga tidak
seindah apel dari luar negeri. Apa mereka tidak dirawat?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu. Tapi, yang penampilan luarnya tidak baik
belum tentu bagian dalamnya juga tidak baik, "kan" Seperti kamu, misalnya,
penampilanmu juga tidak bagus. Apa kamu kurang perawatan?"
"Sembarangan! Kamu ngomong seenaknya saja!"
"Aku ngomong apa adanya. Dibandingkan dengan temanmu, Sarah, kamu
kalah jauh." Sekarang, Hari menatap Putri dengan sungguh-sungguh.
"Penampilan kamu menyedihkan."
"Apa?" Putri separuh berteriak. Pria ini kurang ajar sekali. Padahal, mereka
baru beberapa minggu berkenalan. Kok, dia sudah berani bicara macammacam" Bahkan, untuk ukuran orang New York yang suka bicara seenaknya,
ucapan pria ini sudah kelewat batas.
"Aku hanya menirumu, yang selalu bicara terus terang." Mata Hari
berkilauan, lalu buru-buru melanjutkan, ketika Putri mulai membuka mulut
untuk memprotes, "Sebentar, dengar dulu penjelasanku, jangan marah dulu.
Sebetulnya, tidak ada yang salah dengan penampilanmu. Kamu tampak cukup
gaya untuk kebanyakan wanita Indonesia. Tapi, setelah aku mengenalmu,
sering bertemu dan ngobrol, aku melihat sesuatu yang lain. Seperti suatu
kesedihan yang membekas dalam, yang kadang-kadang muncul lewat kata-kata
sinismu. Tapi, mungkin, itu hanya khayalanku saja. Penampilanmu sangat
suram jika dibandingkan Sarah. Kalian berdua seperti lukisan yang sangat
kontras. Dia lukisan bunga warna-warni yang sangat memikat sehingga
membuat semua mata terpesona memandangnya. Kamu seperti lukisan kapal
kecil di tengah badai di laut. Gelap, kusam, dan menimbulkan banyak
pertanyaan. Mungkin, perumpamaanku tidak benar, tapi kesan itulah yang
kutangkap." www.ac-zzz.tk "Begitukah?" Putri menelengkan kepalanya ke arah Hari. "Kukira, itu wajar.
Karena Sarah seperti lukisan Sunflowers karya Vincent Van Gogh, yang dipuja
sepanjang masa, sedangkan perahu kecil di tengah laut itu cuma lukisan pinggir
jalan, yang dibuat seniman tidak terkenal, yang tak ada artinya."
"Lihatlah, aku benar, "kan" Kamu baru saja membuktikan kata-kataku."
Hari tampak gembira. "Yah, aku ini tidak pandai bicara. Tapi, sejak bertemu
denganmu, aku merasa ada sesuatu yang lain di hatiku. Sejak pertama bertemu
denganmu, kamu membuatku sering memikirkanmu."
"Mungkin, benda ini bisa menjelaskan maksudku dengan lebih tepat, kata
Hari, sambil menyelipkan sesuatu ke tangan Putri, yang sedang digenggamnya.
"Kuharap, kamu mau menerimanya.
Putri membuka telapak tangannya dan di atas telapak tangan itu tergeletak
sebentuk cincin emas putih dengan satu berlian berkilau di tengahnya. Berlian
itu berkilau seperti bintang di langit gelap, namun terikat erat pada cincin,
sehingga hilang kebebasannya.
"Apakah" apakah"," Putri tidak bisa menyelesaikan kata-katanya.
"Ya, aku meminangmu sebelum kembali ke New York. Maukah kamu
bertunangan denganku?"
Cincin itu terasa panas di telapak Putri. Diulurkannya cincin itu kembali ke
tangan Hari, lalu menggeleng kuat-kuat. "Tidak, tidak bisa. Aku tidak bisa
bertunangan denganmu."
Hari seperti disambar petir. Wajahnya yang tadi bersinar, sekarang menjadi
pias. Sambil masih menggenggam tangan Putri erat-erat, dia bertanya, "Kenapa
tidak bisa?" "Pokoknya, tidak bisa," jawab Putri, tegas. "Begini, kita ini bukan lagi
hidup di zaman Siti Nurbaya atau Romeo dan Juliet, yang meski dipisahkan
jarak antara Padang dan Inggris, ternyata sama-sama punya orang tua yang
suka seenaknya menjodoh-jodohkan anaknya. Ini zaman milenium. Kita berhak
menentukan jalan hidup kita sendiri. Kamu tidak boleh menikah tanpa cinta.
Dan, aku jelas-jelas juga tidak mau."
Hari sekarang tampak lega. "Jika itu masalahnya, kukira kita hanya salah
pengertian. Aku tidak pernah melamar seseorang yang dipilihkan mamaku,
tanpa memikirkan perasaanku. Jika itu yang ingin kamu dengar, baiklah.
Sebetulnya, sejak bertemu denganmu, aku sudah jatuh cinta padamu."
"Itu gila!" bantah Putri.
"Apa yang gila" Sejak dulu orang sudah mengenal cinta pada pandangan
pertama. Ketika kita bertemu di tempat arisan, meski tidak bicara, aku selalu
mengamatimu. Saat itulah aku merasa kamu seperti lukisan perahu kecil di
tengah laut. Begitu kecil, namun kuat. Lukisan yang suram, tapi untukku
tampak memesona. Aku tertarik oleh pikiran itu dan ingin lebih mengenalmu.
Ketika kamu kabur, aku mengatakan pada ibumu bahwa aku ingin mengajakmu
keluar keesokan harinya. Dan, ketika kita sering bertemu, aku makin tertarik.
Sungguh, ini jujur." Hari mengguncang tangan Putri, ketika melihat ekspresi
tak percaya di wajah itu.
"Aku mencintaimu, Putri. Aku sungguh-sungguh mencintaimu."
www.ac-zzz.tk Putri ketakutan. "Aku tidak bisa menerimanya." Lalu, dia merenggut
tangannya dari genggaman Hari dan berlari masuk ke rumah.
Putri gelisah di tempat tidur. Dia tidak mengantuk, tapi juga merasa letih.
Keponakan-keponakannya sudah terbang ke alam mimpi sejak tadi, namun
matanya tidak juga mau terpejam. Jam sudah menunjukkan pukul setengah
dua belas. Malam yang sungguh sepi. Bahkan jangkrik pun sepertinya enggan
bernyanyi. Putri berdiri mengambil notebook-nya. Jam berapa sekarang di Amerika"
Mungkin, dia bisa chatting dengan Sarah. Sedang apa dia, ya" Putri menyalakan
notebook dan memikirkan apa yang akan ditulisnya. Kepalanya buntu. Tidak!
Putri menggigit bibir kuat-kuat. Aku tidak boleh melarikan diri seperti anak
kecil. Meski tidak baik, aku harus memberi penjelasan. Diketiknya alamat
tujuan dan mulai menulis kalimat pendek, "Bisakah kita bicara sekarang?"
Setelah mengirim e-mail, Putri kembali ke tempat tidur. Menunggu detik
demi detik yang berlalu sangat lambat. Mungkin dia tak ingin bicara" Beribu
pertanyaan dan kemungkinan bermain di kepalanya. Sepuluh menit kemudian,
ketika jawaban yang ditunggunya tak juga datang, Putri membuka pintu, lalu
berjalan ke luar. Di luar terasa lebih sepi lagi. Kakinya melangkah ragu-ragu
menuju ruang tamu. Tidak seyakin ketika tadi mengambil keputusan.
Di ruang itu tampak Hari duduk di sofa, sambil menonton televisi. Hari tidak
menoleh ketika mendengar dia datang. Matanya lurus ke arah televisi,
walaupun Putri yakin, sesungguhnya pikirannya tidak di situ. Wajahnya muram.
Dia tetap diam saat Putri duduk tidak begitu jauh dari sisinya. Mereka bisa
bicara lebih pelan, karena malam begitu sunyi, sehingga suara sekecil apa pun
bisa terdengar keras seperti jika memakai speaker.
Mereka tetap diam. Putri tak tahu bagaimana harus memulai. Ini semakin
sulit karena dia harus membuka cerita yang tidak ingin diingatnya kembali.
"Ehm," Putri melicinkan tenggorokannya, mungkin dia harus minta maaf
dulu. "Maafkan aku karena memanggilmu malam-malam begini." Aduh, apa
yang harus kukatakan, desahnya dalam hati.
Karena Hari tetap diam, Putri melanjutkan kata-katanya, "Aku harus
menjelaskan semuanya. Aku tidak ingin kita berpisah dengan menyimpan
amarah." Apa dia marah, ya" Jika melihat wajahnya, pasti dia marah. Putri
terus membatin. "Aku tidak ingin semua menjadi buruk, mengingat ibumu dan ibuku
berteman baik. Aku tidak ingin hubungan mereka yang sudah terjalin baik jadi
rusak karena perbuatan anak-anaknya." Putri menggigit-gigit bibirnya lagi.
Kenapa aku jadi berputar-putar" Seharusnya aku kan bisa langsung ke pokok
persoalan. Please, bicaralah. Putri berdoa dalam hati. Tanyakan sesuatu agar
dia bisa memberi penjelasan. Jangan berpura-pura nonton televisi saja. Aku
tidak bisa begini, tidak bisa bicara dengan orang yang tidak memberi respons.
"Baik," suara Hari terdengar, "kenapa kamu mempermainkan aku?"
Sekarang Hari memandangnya. Wajah tampan itu berselimut kabut.
"Apa?" Putri bertanya, tak yakin.
Hari memandangnya tajam. Matanya gelap, segelap malam berhujan badai.
"Jika kamu tidak menyukaiku, kenapa kamu mempermainkanku" Memberi
www.ac-zzz.tk harapan dengan pertemuan-pertemuan itu, membuatku berpikir bahwa ada
sesuatu yang istimewa di antara kita. Jika kamu tidak menyukaiku, seharusnya
berterus terang dari awal."
"Aku tidak pernah berkata bahwa aku tidak menyukaimu. Tapi, hubungan
ini tidak bisa berlanjut. Kita berdua sangat berbeda. Aku orang yang biasa
mandiri. Hidupku adalah milikku sendiri dan kuperjuangkan sendiri. Sementara,
hidupmu adalah milik keluargamu. Kamu punya orang-orang yang selalu ada di
sisimu, membantumu, menolongmu. Pola pikiran kita berbeda. Kita tidak akan
bisa cocok." "Maksudmu, aku ini tipe anak mama" Orang yang tidak bisa apa-apa jika
tidak diurus oleh keluarganya" Orang yang bahkan dalam berkarier pun hanya
karena mendompleng nama besar orang tua" Menurutmu, aku ini manusia
manja yang tidak perlu berusaha apa-apa?" Hari menyahut dengan nada getir.
"Jadi, aku tidak setara dengan superwoman, yang mandiri dan sukses?"
"Maksudku, bukan begitu," bantah Putri.
"Sudahlah, tidak perlu berbaik hati karena aku sudah biasa. Selama ini
orang-orang selalu mengatakan hal yang sama tentang aku. Jika mereka
melihatku, mereka selalu berkata, "Ah, dia, sih, wajar bisa begitu. Kan dibantu
bapaknya." Tapi, apakah kamu pernah berpikir, aku bisa menjadi seperti ini
hanya dengan bermalas-malasan dan pengaruh orang tua" Aku juga harus
berusaha, bahkan lebih keras daripada mereka semua. Lalu, jika aku berhasil,
apakah itu juga karena orang tuaku" Yah" mungkin, mereka memang
membantu, tapi selebihnya itu usahaku sendiri."
Putri menarik napas. "Bukan maksudku membuatmu marah seperti ini. Aku
percaya bahwa kamu berhak mendapatkan pengakuan atas kerja keras itu.
Tetapi, aku sudah terbiasa tinggal di sana dan tak ingin meninggalkannya."
"Apakah hidupmu di sana begitu menyenangkan sehingga tak ingin kau tukar
dengan yang lain?" "Aku tak bisa menjawabnya, namun separuh hatiku tertinggal di sana."
Putri menerawang lurus ke depan, seakan dia bisa melihat apartemen dan
kebahagiaannya. "Ketika pertama menginjakkan kaki di sana, aku baru berumur tujuh belas
tahun, baru tamat sekolah dan sangat bangga bisa mendapat beasiswa. Remaja
yang mengejar mimpi yang indah dan hidup dalam dunia kecil yang bahagia.
Sampai menyelesaikan kuliah, aku tetap tak berubah. Keberangkatan yang
kedua kali, untuk melanjutkan ke jenjang sarjana. Namun, sekali ini atas
kemauanku sendiri dan beasiswa sudah tidak ada lagi. Aku masih bermimpi
bahwa semua seindah dalam cerita. Meski sadar bahwa aku tak bisa bersantaisantai lagi, semua tetap kelihatan memesona. Dan, kota itu sekali lagi
tersenyum menyambutku. Senyum itu hanya sebentar, lalu berubah menjadi seringai jahat. Aku harus
pontang-panting ke sana kemari, mencari uang untuk makan dan tempat
tinggal. Aku tak bisa meminta uang lebih dari biaya sekolah. Karena, meski
Mama dan Papa sama-sama bekerja, pendapatan mereka tidak begitu besar,
sehingga tidak mampu menyekolahkan anak ke luar negeri. Lagi pula, kakak-
www.ac-zzz.tk kakakku juga masih kuliah. Semua jadi tak indah lagi ketika aku harus
melakukan apa saja untuk menggapai mimpiku."
Putri tersenyum, lalu melanjutkan, "Kau tahu, aku pernah jadi pembantu,
pengasuh anak, penjaga tempat biliar, tukang cuci piring di restoran.
Pokoknya, jadi apa saja yang ada uangnya. Aku tak ingat, apa lagi yang pernah
kukerjakan. Karena, waktuku ketika itu kuhabiskan untuk bekerja dan kuliah.
Tak ada waktu untuk bersenang, tak ada waktu untuk bermain. Bahkan, aku tak
ingat apakah aku pernah tertawa lagi saat itu. Aku nyaris tak punya kawan. Ini
bukan sesuatu yang membanggakan untuk diceritakan. Bayangkan, berapa
banyak orang yang mau anaknya diasuh orang asing, juga kesalahan-kesalahan
yang kau buat akibat perbedaan budaya dan kesenjangan teknologi, belum lagi
kemarahan dan makian yang harus kutanggung sendiri. Tak bisa dibagi karena
kamu tak punya siapa-siapa.
"Di sini orang tuaku tak pernah tahu apa yang kulakukan di sana. Mereka
hanya berpikir bahwa aku belajar dan sedikit-sedikit bekerja untuk menambah
uang saku. Aku tinggal di apartemen kecil yang jorok, nyaris kosong. Hanya ada
koper, buku-buku, tempat tidur, dan kompor untuk memasak. Untungnya, aku
tak perlu berlama-lama di tempat sumpek itu, karena hampir seluruh waktuku
kuhabiskan di luar."
Putri menerawang makin jauh ke masa lalunya. Dia seperti bisa melihat seorang
gadis dengan rambut dikucir kuda, celana jeans lusuh, T-shirt, dan kemeja
kotak-kotak yang warnanya sudah pudar, berlari mengejar bus atau berdesakan
di kereta bawah tanah. Hari hanya diam, memandang ke layar televisi yang sudah dimatikan.
"Kota itu seperti tertawa dan menungguku untuk jatuh. Yah, aku hanya
sebagian kecil dari mereka yang terseok-seok berjalan ke arah impian mereka
di kota itu. Yang membuatku tetap bertahan hanyalah rasa malu akan dihina
orang jika aku pulang tanpa hasil. Sampai suatu hari aku sakit. Aku berusaha
bertahan terus untuk kuliah sambil bekerja.
Malam itu, sepulang kerja, aku yang sedang sangat pusing, berjalan tanpa
sadar. Semestinya sampai di rumah dalam beberapa menit, tapi malah
berputar-putar dan tersesat. Kulihat, jalan-jalan gelap dan kotor, juga
beberapa pelacur yang melenggang, mungkin menuju tempat mereka biasa
mangkal. Beberapa orang bergerombol, seperti sedang bertransaksi ganja.
Tempat itu menyeramkan, bahkan di siang hari aku tak pernah bermimpi
berada di sana. Aku tidak ingat bagaimana ceritanya, tapi kemudian aku
berlari, berlari dari kejaran beberapa lelaki yang tak kukenal. Aku pun tidak
tahu mengapa mereka mengejarku. Sekeliling tampak gelap dan aku hanya tahu
bahwa aku harus berlari sekuat tenaga, karena di belakangku tangan-tangan
kematian tengah mengejar. Tenagaku mulai berkurang, sampai akhirnya semua
menjadi benar-benar gelap dan aku terjatuh."
Putri merasa tubuhnya menggigil, tenggorokannya gatal, dan matanya
pedas. "Sungguh sebuah pengalaman yang sampai sekarang pun masih menjadi
mimpi buruk." Hari menunduk, menatap lantai kosong.
www.ac-zzz.tk Putri tersenyum pahit. "Mungkin, harus seperti itu dululah ceritanya, baru
hidupku bisa berubah. Karena, hari itu aku menyadari benar bahwa di balik
awan mendung selalu ada sinar. Saat itu aku pertama kali berjumpa dengan
Sarah. Dia yang menemukan aku pingsan di jalan dan menolongku. Badanku
sakit, hatiku sakit, dan kupikir semuanya sudah hancur. Orang-orang itu telah
mengambil hal yang paling berharga dalam hidupku. Namun, berkat Sarah, aku
dapat menyusuri jalan yang lebih baik dan sedikit demi sedikit mulai
melupakan kejadian mengerikan itu. Aku tidak mengerti, mengapa dia mau
menolong dan peduli padaku. Yang kumengerti, Sarah adalah bidadari cantik
yang berhati emas." Putri mengambil napas lagi. Dia sudah bicara terlalu panjang dan terbuka,
dan sekarang ia merasa lelah. "Jadi, kumohon, kamu mengerti. Aku orang yang
terjatuh, tidak suci, yang tidak bisa kau pilih sebagai istri. Aku sungguhsungguh minta maaf."
Lama mereka terdiam dalam pikiran masing-masing.
Lalu, Hari berkata mantap. "Baik, aku mengerti. Tapi, jika aku tidak peduli
pada masa lalumu, apakah kamu mau mempertimbangkannya?"
Putri memandang Hari dengan heran, lalu menjawab, "Maaf, jawabannya
tetap sama. Cobalah pahami, hidupku ada di sana dan tak bisa kulepas semua
yang telah diraih dengan banyak pengorbanan."
"Itu berarti, alasan sesungguhnya adalah kamu tak cukup mencintaiku atau
tak pernah mencintaiku. Dulu aku juga tak mengerti tentang ini, tapi aku
sekarang sangat paham, hanya sesuatu atau seseorang yang kita cintailah yang
bisa membuat kita mengambil keputusan."
"Itu benar sekali," balas Putri, "dan, kamu harus tahu alasan lainnya, yaitu
aku juga menyukai Sarah dan ingin tetap berada di sisinya."
Hari menoleh terkejut. "Kau tahu cerita Copellia" Apa kau sudah membacanya" Copellia sebuah
boneka yang dibuat oleh Copellius, yang selalu duduk di depan jendela lantai
atas, membuat Frans yang sudah bertunangan dengan Swanilda, jatuh cinta
kepadanya. Kukira, aku lebih suka tokoh Pinokio atau Barbie, yang dicintai
banyak orang. Tapi, Copellia sangat malang. Dia merebut cinta orang, meski
dia cuma boneka yang tak mengerti apa-apa. Kadang-kadang, aku berpikir,
seandainya Copellia diberi kehidupan, apa dia juga akan jatuh cinta pada Frans
yang tampan. Mungkin tidak, mungkin dia lebih memilih Swanilda yang baik dan


Cinta Seorang Copellia Karya Lisa Andriyana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berani. Swanilda, meski kesal karena cintanya direbut orang, tetap berusaha
berteman dengan Copellia, sebelum dia sadar bahwa Copellia hanya boneka.
Atau, Copellia lebih memilih Copellius, karena dia berutang kehidupan
darinya. Sarah sudah membuka jalan kedua untukku. Membawa kegembiraan
yang telah lama hilang. Membagi semuanya denganku. Dia seperti pahlawan
dan aku memujanya. Aku tak bisa memandang yang lain karena mataku hanya
terarah padanya." "Apa dia tahu perasaanmu" Apa kau mengatakannya?" Hari bertanya
dengan heran. www.ac-zzz.tk "Tidak, tak pernah sekali pun. Buat apa" Karena, aku tahu, jika kukatakan,
aku akan kehilangan dirinya," Putri tersenyum getir. "Jadi, kau tahu sekarang
bahwa hidupku sangat kompleks."
"Kalau begitu, kau tidak betul-betul mencintainya karena cinta
membutuhkan pengakuan. Itu juga membuktikan kau tidak menyukai sesama
jenis. Perasaanmu terhadapnya lebih seperti sister complex. Perasaan sangat
memuja seorang adik kepada kakak yang menjadi pahlawan baginya," kata
Hari, dengan tegas. Putri menoleh karena terkejut dengan analisis Hari. Matanya terbeliak lebar
ketika Hari mendekatinya. "Kamu mau apa?"
"Akan kubuktikan perkiraanku," jawab Hari.
Dan, ketika tangan Hari meraih tangannya, jantung Putri berdetak keras.
Ketika pria itu memeluk dan mencium bibirnya, Putri merasa sesak. Ada yang
menusuk-nusuk hatinya. "Maaf," bisik Hari.
Air mata mengalir di pipi Putri. Dia tak pernah dicium dan ciuman Hari
seperti membawanya ke sebuah dunia lain.
"Maaf, maafkan aku. Tolong, jangan menangis." Hari menggenggam tangan
Putri erat-erat. "Aku hanya ingin memastikan, apa yang akan kulakukan nanti
tidak akan sia-sia."
Putri mendongak dengan mata yang berlinangan. "Apa" Apa yang akan
kaulakukan nanti?" Lalu, Hari berkata sungguh-sungguh, "Aku akan mengejarmu. Ke mana pun
kau pergi, aku akan berlari mengejarmu. Selama ini aku selalu berusaha keras
mendapatkan apa yang kuimpikan dan sekarang impianku adalah bersamamu.
Aku tidak peduli pada masa lalu atau kesucian. Jadi, izinkan aku mengejarmu.
Beri aku kesempatan sampai kau mengatakan ya atau sampai aku merasa lelah
dan tak mampu lagi berlari." Tangan itu terlepas, Hari menghapus air mata
Putri. "Kak, kenapa bagasiku jadi begitu banyak?" keluh Putri. "Untung Mama mau
membayari kelebihannya. Jika tidak, aku terpaksa pulang dengan membawa
banyak utang." "Jangan tanya aku. Tanya Mama, apa saja yang dikemaskannya untukmu.
Bahkan, kau dapat sambal pecel jatah setahun," kata kakaknya, tertawa.
"Apa?" Putri kaget. "Buat apa bumbu pecel sebanyak itu" Aku kan tak
sempat memasak. Di sana aku tidak sarapan pecel pincuk."
"Bukan hanya itu, kamu juga dapat terasi dan petis jatah berbulan-bulan."
Kakaknya tertawa makin seru, sampai Mama berkata, "Berhenti
mengganggu adikmu." Pengumuman memberitahukan bahwa pesawat Putri akan segera berangkat.
Putri memeluk Mama dan mencium pipinya.
"Kabari Mama begitu kamu sampai di sana. Jaga kesehatan, jangan kerja
terlalu berat," Mama memeluk Putri lama, seolah enggan melepaskannya.
"Baik, Mama. Mama juga jaga kesehatan."
Putri berpamitan pada kakak-kakaknya, juga Papa, yang memeluknya sambil
berpesan agar sering-sering menelepon ke rumah.
www.ac-zzz.tk Putri melangkah mendekati Hari, yang sedari tadi mengobrol dengan Papa.
Dia mengulurkan tangan dan menjabat tangan Hari yang hangat.
"Tunggulah aku," kata Hari, pelan.
Putri tersenyum dan mengangguk, lalu berbisik, "Ya, aku akan
menunggumu. Jadi, datanglah." Meski tidak tahu apa yang akan terjadi di masa
depan, Putri merasa pasti hidupnya akan lebih indah
TAMAT Pena Wasiat 21 Goosebumps - Mobil Hantu Pusaka Negeri Tayli 4
^