Pencarian

Backstreet Aja 1

Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari Bagian 1


Backstreet Aja Karya : Gisantia Bestari part* 1 Tak terasa enam bulan sudah gadis mungil dengan tinggi 159 cm yang berambut panjang hitam
sepinggang dan bernama Mayang Octalenta ini mengenakan seragam putih abu-abu di sekolah
barunya, SMA Camar. Kebebasannya lepas dari seragam putih biru masih dirasakan Mayang.
Di sini Mayang telah menemukan dunia barunya. Dunia di mana dirinya dapat menjadi orang
yang lebih baik dari masa-masa sebelumnya. Dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan dari manja
menjadi lebih mandiri. Hari-hari MOS yang pernah dilaluinya bulan lalu masih terbayang di kepala Mayang. Waktu itu
dia minderan dan pendiam sekali. Dia nggak bisa beradaptasi dengan lingkungan dan temanteman barunya. Kerjaannya mojok. Kadang-kadang juga melirik beberapa kakak OSIS yang
ganteng-ganteng itu. Dan yang paling parah, sikapnya jadi serbasalah dan keruan. Tapi sifatnya
itu tidak dibawanya lama-lama, karena sekarang tentu saja Mayang sangat akrab dengan temanteman seangkatannya yang banyak banget itu.
Waktu pertama kali masuk SMA Camar ini, anak pertama yang berkenalan dengannya adalah
Arista Tikaria. Rista baik sekali. Anaknya murah senyum dan cepat akrab, tak heran bila
sekarang ini Rista adalah teman terdekat Mayang. Sahabat yang selalu mau mendengarkan
curhat-curhat Mayang setiap hari.
Bel istirahat telah usai. Dengan segera Mayang memasuki kelasnya lagi. Kelas 1-2. Kelas yang
seperti kapal pecah di saat tak ada guru. Kelas di mana canda dan tawa menghiasi hari-hari para
muris yang menempatinya. Kelas tempat anak-anak cowok sering menjalili anak cewek. Kelas di
mana gosip-gosip sedap meluncur dari bibir-bibir ana- cewek. Dan kelas di mana suka dan duka
meyertai mereka bersama. "Mayang Octalentaaaa!" setu Tya semangat ketika Mayang duduk di bangkunya. Mayang melihat
wajah Tya yang berseri-seri. Ehm, Tya pasti punya kabar bagus.
"Gosip apa lagi yang enak diomongin kali ini?" tanya Mayang langsung dengan wajah
bersemangat. Tya nyengir lebar.
"Aduh, Mayang, ini bukan gosip. Tapi fakta!" Nada suara Tya makin terdengar gembira.
"Ah...." Mayang sedikit kecewa. "Gue maunya gosip. Soalnya kalo gosip bisa bebas ngomong."
Tya tampak tidak peduli dengan ucapan Mayang. "Yang, tau anak kelas tiga yang tinggi gundul
itu, nggak?" tanya Tya sambil melirik kelas tiga yang letaknya jauh dari kelas satu. Mayang
terlihat agak malas. Ya, sejak mendengar kata "fakta" tadi, Mayang langsung lemas."
"Yang mana?" tanya Mayang. Tya jadi gemas.
"Aduh, Yang, yang kurus itu lho, yang sekretaris OSIS.....," tegas Tya sambil jingkrak-jingkrak.
"Kerena banget ya...." Kok bisa sih ada orang selucu itu" Udah baik, pintar, baby face, terus gaul
banget, lagi! Ih, mana tahan gue!"
"Oh, Fajri.....," gumam Mayang tenang sambil mematikan hp-nya.
Tya terdiam. "Siapa" Fajri?"
Mayang mengangguk. "Iya, Fajri. Yang item banget itu, kan" Ya udah, Fajri namanya."
"Tau dari mana?" tanya Tya dengan wajah melongo.
"Tau dong," Mayang bangga. "Waktu MOS kan dia bilang namanya Fajri."
"Ya ampun...." Tya memukul dahinya. "Kok gue nggak tau, ya" Ih, namanya bagus banget ya,
sama kayak orangnya. Nggak kayak Sholeh, anak kelas sebelah. Nama doang alim, hatinya
zalim." "Jadi yang kayak gitu ya selera lo?" tanya Mayang kembali ke topik Fajri. Tya mengangguk
sambil nyengir lebar lagi. "Gila lo! Yang begituan dibilang keren. Wah, gimana yang jelek tuh,"
cemoohnya sambil mendorong lengan Tya. Bibir Tya mengerucut sebel.
"Tapi dia cowok paling keren yang pernah gue liat di sekolah ini lho, Yang....," Tya mengeluh.
"Jangan ngecewain gue dong....."
"Udah dateng tuh," ujar Mayang sambil melirik Bu Diah, guru bahasa Inggris yang dengan
langkah tenang berjalan masuk ke kelas 1-2. "Sana balik."
"Uh, Mayang....," keluh Tya lagi karena merasa kata-katanya yang tadi tidak digubris. Walau
begitu, ia berjalan kembali ke bangkunya di barisan belakang paling pojok. "Dasar tukang
kacang. Ngacangin orang terus."
"Mayang....," panggil Bu Diah memberi isyarat pada Mayang agar datang ke meja guru. Dengan
cepat Mayang mematuhi. "Ada apa, Bu?" "Tolong ke ruang guru, ambil buku latihan bahasa Inggris kelas 1-2 yang kemarin dikumpulkan,"
perintah Bu Diah. Mayang mengangguk lalu berjalan keluar kelas.
Ke luar kelas adalah hal yang paling menyenangkan bagi Mayang. Dari SD sampai sekarang tak
ada yang lebih indah di sekolah daripada ke luar kelas.
Yang namanya ada di kelas, bagi Mayang, sama saja seperti di penjara. Dikurung, dikekang,
sekaligus tersiksa oleh berbagai pelajaran yang menyusahkan. Makanya, Mayang sangat
mencintai waktu istirahat.
Bahkan kalau saja Mayang berani, sekarang ini Mayang sudah cabut pulang. Tapi kembali lagi
ke prinsipnya itu. Cabut ke rumah sama aja dengan kabur dari penjara. Iii....bisa jadi buronan
polisi alias sasaran kemarahan Kepala Sekolah. Waa, serem......
Mayang sampai ke ruang guru yang ternyata kosong. Tak susah mencari buku latihan kelas 1-2
di tengah buku-buku latihan kelas lain.
Ah, beratnya, keluh Mayang dalam hati. Harusnya Bu Diah jangan cuma menyuruhku, tapi
menyuruh Rista juga. Namun dengan sekuat tenaga berhasil juga ia mengangkat tumpukan buku latihan itu. Pelan
kakinya mulai melangkah menuju kelas.
Tapi belum lagi gadis manis itu sempat keluar dari ruang guru, seorang cowok kelas 2-1 berlari
cepat menuju ruang guru dan tanpa sengaja menabrka Mayang.
BRUK!! "Aah!!" Mayang terjatuh, buku-buku yang tadi dibawanya berserakan di sekitarnya. Cowok itu kaget
setengah mati dan segera berlutut membantu Mayang membereskan kembali buku-bukunya.
Tak lebih semenit buku-buku itu telah tertumpuk seperti semula.
"Maaf ya....," kata cowok itu. Diserahkannya tumpukan buku itu pada Mayang sembari tersenyum
ramah. Mayang membalas senyumnya sambil mengangguk.
"Makasih ya udah ngebantu beresin," ucap Mayang malu-malu.
"Sama-sama," jawab cowok jangkung berambut jabrik yang ternyata wajahnya lucu banget itu.....
Mayang sudah sering melihat anak ini. Tapi baru sekarang ia sadar kalau orangnya keren dan
baik banget. Ngomongnya lembut, jarang ada kakak kelas yang kayak gini.
"Duluan ya," ujar Mayang mengingat Bu Diah pasti sudah menunggunya. Cowok itu mengangguk
sambil tersenyum lagi. Aih, senyumnya....
Namun belum lagi Mayang melangkah, cowok itu sudah berjalan melewatinya untuk mengambil
LKS Biologi kelas 2-1 Sengg.... Aroma parfum yang wanginya menghanyutkan itu dengan lembut menyerbu hidung
Mayang saat cowok itu lewat.
Mayang keluar dari ruang guru. Namun ia berhenti lagi. Dari balik pintu diintipnya cowok yang
sedang mengambil LKS itu. Baru kemudian Mayang berjalan lagi sambil senyum-senyum sendiri.
"Lo ke guru apa ke Sumatera sih?" keluh Rista begitu melihat Mayang sampai di depan pintu
kelas. "Nanti deh gue jelasin."
"Ya ampun, Ta, ternyata orangnya lucu banget....," cerita Mayang pada Rista sambil berjalan
menuju gerbang sekolah untuk pulang.
"Jatuh cinta sih jatuh cinta, coi, tapi jangan bikin kita yang di kelas sengsara nungguin elo dong.
Sadar, Mbak, inget orang lain," gerutu Rista sambil bersedekap, Mayang hanya tersenyum nakal.
"Terus pas dia lewat.....aduh, aroma parfumnya bener-bener menghipnotis siapa pun yang
menciumnya. Menghanyutkan kayak senyumnya," lanjut Mayang tamah semangat.
"Ah, ngelebih-lebihin lo," Rista tidak percaya. Mayang makin nggak bisa melenyapkan
senyumnya. "Terus, lo nanyain namanya nggak?"
Mayang mengigit jari. "Enggak. Ya habis gimana dong, Ta, gue udah telanjur nggak bisa
bergerak....." "Huuu, lemes amat jiwa lo. Baru berhadapan sama cowok penghipnotis aja udah begitu
bekunya," cibir Rista sebal.
"Ah, Rista, lo belom liat cowok itu sih....," Mayang membela diri.
"Yang mana sih?"
"Nanti deh kalo dia ada."
"Bener ya?" "Iya. Eh, Ta, sebenarnya gue pingin banget lho ngucapin makasih ke Bu Diah. Kan gara-gara dia
gue jadi ketemu tuh cowok," Mayang girang setengah mati.
"Ah, tapi gimanapun juga Bu Diah nggak akan mau nyuruh lo ngambil buku lagi. Udah kapok dia,
nggak mau nunggu lama."
"Eh, tuh dia!" seru Mayang gembira sambil menunjuk seorang cowok yang sedang membeli
minuman di kantin bersama teman-temannya.
"Yang mana" Kan banyak, Yang!"
"Itu lho, yang pake ransel item, yang megang Fruit Tea...."
"Oh, Ariel....," gumam Rista tenang.
Mayang terdiam. "Kok Ariel sih" Ariel siapaaaaa coba."
"Yang pake tas item minum Fruit Tea, kan" Namanya Ariel."
"Hah, yang bener?" tanya Mayang kaget sambil meremas lengan Rista. Rista mengangguk. "Kok
lo tau sih?" "Yee, gue udah tau dari dulu, Yang..... please deh."
"Ya tau dari mana?"
"Perhatiin aja temen-temennya. Kalo manggil dia pasti Ariel."
Ariel.....nama yang bagus.....
"Rista!!!!!" Mayang menjerit histeris.
"Apa?" "Dia ke sini!" Astaga! Keluh Rista, Cuma begitu kok sampe sebegitunya....
Ariel berjalan dan tak lama ia pun melewati Rista dan Mayang yang deg-degan. Sekilas cowok itu
melirik sebentar ke tempat mereka berdiri. Entah siapa yang diliriknya. Rista atau Mayang.
Sengg.... Aroma parfum yang wanginya menghanyutkan itu dengan lembut menyerbu hidung
Mayang lagi. Kali ini serbuannya dibagi-bagi untuk Rista juga.
"Ah, wanginya...." Mayang memejamkan matanya sambil tersenyum hangat.
"Menghipnotis siapa pun yang menciumnya....," lanjut Rista.
Mayang melirik Rista dengan tatapan curiga.
Tak seperti hari-hari biasanya, hari ini Mayang datang lima menit sebelum jam tujuh. Padahal
kemarin-kemarin jam 06.45 dia sudh datang.
Mayang masuk kelas dengan napas ngo-ngosan. Yap, baru saja ia lari-larian mengejar waktu
agar tidak terlambat ke sekolah.
"Gila, pagi-pagi udah keringetan. Ke mana aja lo, jam segini baru dateng?" protes Rista melihat
wajah Mayang yang kuyu banget. Mayang tersenyum sambil melap wajahnya dengan tisu wangi.
"Gue tidur kemaleman....," jawab Mayang tenang.... "Pas nyampe rumah kemaren, gue makan
siang inget dia, mandi sore inget dia, ngerjain PR kepikiran dia, nonton Tv kepikiran dia, makan
malem kepikiran dia, trus malemnya gue nggak bisa tidur gara-gara mikirin dia. Akhirnya gue bisa
tidur jam setengah satu sambil berharap dia masuk ke mimpi ke gue, eh, ternyata gue mimpi
dikejar genderuwo. Sampe gue kebangun jam 06.15. Cepet-cepet gue mandi."
Rista mengerutkan alisnya. "Dia' yang dari tadi lo omongin itu maksudnya siapa?"
"Ah, Rista, lo jangan berlagak bego dong," keluh Mayang, "Ya Ariel dong!"
"Oh," sahut Rista singkat. "Barusan gue liat dia di kelasnya."
"Iya?"?"" Tanya Mayang kaget sambil meloncat-loncat. "Lagi ngapain" Ngelamun mikirin gue
ya?" "Pede banget lo!" Rista memukul lengan Mayang yang tersenyum genit. "Lagi nyalin PR."
Mayang menutup mulutnya karena terkejut.
"Kenapa?" tanya Rista bingung. "Lo batal suka sama dia?"
"Enggak lah!" jawab Mayang menegaskan. "Gue kaget, dia sama kayak gue dong! Suka nyontek
PR! Wah, gue sama dia berarti punya kesamaan! Makanya sekarang keluarin buku Matematika
lo biar gue bisa nyalin."
"Bukannya lo udah ngerjain PR" Tadi kan lo bilang...."
"Tapi kemaren gue mikirin dia pas lagi ngerjain PR. Gue jadi nggak konsen," Mayang menjawab
dengan gaya santainya. "Jadinya gue nggak ngisi apa-apa. Tuh PR cuma gue pelototin. Dan
walapun kemaren gue lagi nggak mikirin siapa-siapa, tuh PR nggak bakal gue kerjain juga sih.
Gue paling males ngerjain PR."
"Dasar!" cemooh Rista sambil mengeluarkan buku Matematika dari dalam tas merahnya. "Eh, tuh
Ariel!" Rista menunjuk ke arah jendela kelas. Di situ lewat Ariel yang berjalan dengan tenang. Yang
paling bikin Mayang senang, saat itu Ariel sendirian!
Mayang menahan napas. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Ditatapnya terus Ariel. Ah, kalau
sudah lihat Ariel, Mayang bisa lupa segalanya.
Lupa ortunya, lupa temannya, lupa namanya, bahkan lupa di mana dirinya berada.
"Rista....," gumam Mayang sambil mencengkeram erat lengan seragam Rista. Matanya tak lepas
dari Ariel yang perlahan mulai menjauh dan tak terlihat lagi. "Oh My God, Rista.... Keren banget!!"
Mayang meloncat-loncat lagi. "Aaah.... Cute abis! Astaga, Rista, cakep, lucu, sumpah! Gue
nggak nyesel bisa jadi adik kelasnya! Hidungnya mancung, matanya bulet, aaaahhhh, bisa gila
gue!" Rista memandang wajah Mayang yang merah padam. "Iya, iya, gue tahu kok, Yang. Tapi jangan
bikin gue budeg dong!"
"Maap deh....gue kan terlalu seneng, Ta...."
Bel Apel berbunyi, membuat Mayang ber-yes-yes ria.
"Ayo ke bawah, Ta!" serunya.
"Buat apa?" Rista kebingungan.
"kan Apel! Ayo ke bawah, Ta! Tunggu apa lagi?"?"
part* 2 Rista geleng-geleng kepala. "Hah" Sejak kapan lo jadi suka Apel" Biasanya kan kita turun
belakangan. Kita nggak pernah betah dengerin ceramah guru yang ngebosenin."
Ucapan Rista membuat Mayang tersenyum. "Heh, gue emang nggak pernah betah denger guru
ceramah. Tapi gue jadi suka Apel karena berarti gue bisa ngeliat Ariel! Gue bakal ngeliatin dia
lama-lama karena dia nggak bakal jalan ke mana-mana. Dia bakal terus di barisannya dan gue
bisa terus mandangin dia!"
Mayang menarik tangan Rista untuk segera ke aula bawah. Dan benar saja, mereka berdua
adalah orang pertama yang dengan manisnya berbaris di tempat biasa.
Yang ditunggu Mayang belum datang juga. Yang datang malah anak-anak lain yang sama sekali
nggak penting. "Mana nih?" tanya Mayang tanpa mengharapkan jawaban.
Dua menit kemudian sosok jantan itu baru terlihat. Wah, alone again!
"Ta, Ariel, Ta!" Mayang mencolek-colek pinggang Rista. Rista menoleh ke arah yang ditunjuk
Mayang. "Lo ngebosenin banget sih! Dari tadi dia-dia aja yang lo pikirin!" Rista mulai senewen.
Disingkirkannya tangan Mayang dari pinggangnya. "Mending dia masih inget kejadian kemaren!"
"Oke, gue tes!" jawab Mayang dengan yakinnya. Rista mengerutkan alisnya.
"Tes gimana maksud lo?" tanya Rista tanpa digubris Mayang. Gadis berkulit putih itu langsung
menuju ke tempat Ariel, di barisan anak kelas dua.
"Gimana, nggak bakal nabrak orang lagi, kan?" sindir Mayang tepat di hadapan Ariel. Hampir
saja dia tak dapat menyembunyikan rasa gugupnya.
Ariel bingun. "Maksudnya?"
Senyum Mayang lenyap. "Yang kemaren itu lho.....yang di ruang guru...."
Wajah Ariel tambah polos aja. "Ruang guru" Yang pas kapan, ya?"
Tubuh Mayang lemas seketika. Apa" Dia memikirkan cowok itu setiap waktu, siang dan malam,
bahkan nggak bisa tidur karena terus memikirkan kejadian itu, ternyata si cowok malah lupa
begitu saja?"" Oke, emang sih nggak harus mikirin kejadian itu terus-menerus. Tapi ini, ingat aja enggak!
Bener-bener nggak punya bayangan!
Aduh, nih cowok parah banget sih, pikir Mayang. Nih cowok lupa biasa apa emang punya
penyakit amnesia, ya"
Mending kalo kejadiannya tahun lalu. Ini kan kemaren!!!
"Oh, yang itu," mendadak Ariel teringat. "Emangnya kenapa" Pingin ditabrak lagi?"
"Ah enggak....," jawab Mayang sambil tersenyum. Akhirnya inget juga, batin Mayang. Tapi kok.....
Belakangan sih" Bukannya dari tadi. Aaaahh, tetep bikin sebel nih.
Tiba-tina terdiam. Tak ada topik yang dapat mereka bicarakan.
Ih, kok suasananya jadi garing banget sih! Nggak lucu deh.
Kok nggak nanya nama sih, Ar, Mayang membantin lagi. Apa lo nggak penasaran sama nama
gue, Ar" Apa fisik dan penampilan gue kurang menarik sampai-sampai lo nggak perlu tahu nama
gue" Ih, ngeselin. "Udah dulu ya....," pamit Mayang sambil berjalan menjauh. Ariel cuma ngangguk.
"Gimana?" tanya Rista begitu Mayang sudah di hadapannya sambil garuk-garuk kepala.
"AAAaaahh....garing, garing, garing! Norak, bikin boring! Nggak sesuai sama yang gua pengen!!"
Mayang berteriak sedikit. "Nggak asyik, mati topik, nggak enak!"
"Maksudnya?" "Pake nanya, lagi! Ternyata dia tuh nggak inget sama kejadian kemaren! Dilupain gitu aja!
Emang sih, akhirnya dia inget, tapi tetep aja.....bikin kecewa! Huaaa....!" 0ayang meraung-raung
kayak serigala. "Halo" Ini SMA, Yang! Nggak malu tuh sama seragam"!" tegur Rista. "Jangan didramatisir dong!"
Namun Mayang tak menanggapi.
"Heh, berisik banget sih! Kalo udah di SMA tuh nggak ada lagi manja-manjaan! Kalo masih
pengen jadi anak ingusan, sana balik ke SMP!" bentak Yudhis, anak kelas tiga yang berjambul
dan berkacamata tipis. Si ketua OSIS itu mendekati Mayang.
"Biarin!" jawab Mayang sambil terus meraung-raung.
Yudhis gemas. Rasanya pingin banget ngebejek nih anak bawel. Karena kesal, ditinggalkannya
saja cewek itu. "Nggak sopan lo!" Rista berbisik di telinga Mayang.
"Lho, gue gini kan karena ada alasan. Dianya tuh yang nggak punya perasaan," jawab Mayang
tanpa dosa. Rista hanya mengangkat alis.
"Eh, Yang, tapi aroma parfumnya sempet mampir nggak di hidung lo?" tanya Rista penasaran.
Mayang tersenyum. "Iya dong. Tapi cuma sedikit. Nggak terlalu kerasa."
***

Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia anak kelas satu, kan?" Bayu menepuk pundak Ariel. Bayu sahabat Ariel. Tapi baru sejak
kelas dua ini. Waktu kelas satu mereka nggak terlalu deket. Orangnya kecil, item, rambutnya
keriting, hidungnya pesek banget, pokoknya tak ada yang menarik dari penampilannya.
"Iya," jawab Ariel, "emang kenapa?"
Bayu tersenyum. "Tumben ngobrol sam kelas satu. Ada urusan apaan sih?"
"Enggak, kemaren nggak sengaja gue nabrak dia. Dia lagi bawa buku. Dianya jatuh, bukubukunya berantakan. Terus gue bantuin beresin. Tadi dia itu.....ya .....bisa dibilang berusaha
ngingetin gue sama kejadian kemaren. Padahal gue udah nggak inget-inget lagi. Soalnya, nggak
ada yang istimewa tuh dari kejadian itu," jelas Ariel panjang-lebar.
"Ah, masa?"" goda Bayu.
Ariel mengangguk. Lalu tak sengaja matanya menangkap sosok Mayang yang sedang ngobrol
seru sama Rista. "Eh, cewek itu...." Ariel menjentikkan jarinya sambil tersenyum.
Dan kisah ini pun benar-benar dimulai.
*** "Dia nggak akan pernah tertarik sama gue, Ta," curhat Mayang pada Rista dalam perjalanan
menuju kantin. Waktu itu lagi istirahat.
"Aduh, Yang, jangan merendah," hibur Rista sambil mengelus-elus rambut Mayang.
Mayang yang biasanya menyambut waktu istirahat dengan hati riang, kini sebaliknya. Hari ini
memang hari perubahan Mayang rupanya.
"Ah, gue nggak ada harapan." Mayang mengucek-ucek matanya yang hampir mengeluarkan air
mata. Rista menghela napas. Hhh, Mayang benar-benar punya hati dan kepribadian yang sensitif. Baru
juga urusan kecil, sedihnya udah selangit.
"Mayang, jangan sedih terus dong. Capek gue liatnya. Lagian kalo takdir berkata jodohm dia
nggak akan ke mana-mana kok. Mungkin sekarang lo memang lagi sakit hati, tapi ini baru awal,
Yang. Kita nggak tau apa yang bakal terjadi. Tenang aja," Rista mengeluarkan kata-kata
emasnya. Mayang memandang Rista di balik matanya yang berbinar. Kini Rista melihat secercah harapan
di mata Mayang. Mayang perlahan tersenyum, lalu memeluk Rista. "Lo ngebangkitin semangat gue, Ta. Thank
you, ya," ujarnya hangat. Rista menarik napas lega.
Mayang dan Rista sampai di kantin. Wuih, sesaknya. Selalu begini tiap hari. Nggak pernah
nganggur. Mayang berpisah dengan Rista. Gadis dengan rambut sepundak dan bermata unik itu berjalan ke
bagian camilan. Mayang berjalan ke arah berlawanan, karena di situlah bagian yang menjual
"obat" penghilang rasa haus.
Tiba-tiba langkah Mayang terhenti. Oh, di situ ada Ariel yang jajan sama Bayu dan Fauzi.
Ah, sekarang kalau bertemu Ariel, Mayang jadi malu. Malu karena kejadian saat Apel tadi. Kok
kayaknya dia kurang kerjaan banget!
Mayang masih merasakan getaran hebat yang selalu muncuk jika dia melihat Ariel. Tapi untuk
mencoba ngobrol dengannya lagi.....ah, rasanya harus berpikir lima kali.
Dengan langkah pasti Mayang berbalik menyusul Rista. Ia rela menahan haus. Rela.
Baru juga mau melangkah, tiba-tiba ada yang mencolek pundak kanannya. Mayang berhenti.
Duh, siapa sih, batin Mayang kesal. Lagi gugup-gugupnya kok malah dicolek. Gue nggak mau
berbalik lagi. Di situ ada Ariel.
Namun tangan yang mencoleknya itu terus aja nyolek. Wah, ini orang kayaknya bakal terus
nyolek sampai Mayang berbalik. Akhirnya Mayang berbalik. Dan..... HAH!! Benar-benar tak
terduga. Dalam sekejap rona merah menghiasi pipi Mayang.
"Hai." Ariel.... Sejak kapan dia mau negur Mayang duluan"
Mayang mengatur napasnya semaksimal mungkin. "Hai juga," balasnya sambil tersenyum lebar.
Apa sih yang mau dibicarakan Ariel dengannya" Wah, jangan-jangan Ariel mau menertawakan
sikapnya yang aneh ketika mau Apel tadi.
"Nama lo siapa sih?" tanya Ariel tak lama kemudian.
Mayang ternganga. Kaget campur senang semua kumpul jadi satu. Bayangkan! Ariel
menanyakan namanya! Padahal tadinya Mayang kira Ariel tidak akan melakukannya. Teryata dia
salah besar! Senangnya, akhirnya cowok ini nanya juga.
part* 3 "Mayang," jawab Mayang dengan senang hati. Pasti dong dikasih tahu. Ini kan Ariel.
"Gue Ariel." Ariel megulurkan tangannya yang kemudian disambut Mayang.
Mayang tersenyum menyejukkan. Baru saja dia ingin menanyakan nama cowok itu, walapun ia
sudah tahu namanya Ariel, Ariel sudah memberitahu duluan.
"Mayang!" tiba-tiba terdengar suara Rista di belakangnya. Mayang menoleh.
Ukh, Rista, batin Mayang. Ngeganggu aja. Lagi berduaan nih.
Rista membawa dua Taro dan sebungkus SilverQueen. "Eh, mana minuman lo?"
Mayang menggeram sambil menyikut lengan Rista. Matanya memberi isyarat agar Arista melihat
ke depan. "Oh," Rista terkejut tahu ternyata di depan Mayang ada Ariel. "Maaf ganggu," katanya merasa
bersalah. "Gue duluan ya."
"Bagus. Sana deh," gumam Mayang pelaaan sekali hingga cukup Rista yang mendengarnya.
Rista segera berbalik untuk pergi.
"Eh, jangan," cegah Ariel sambil menyambar tangan Rista agar tidak pergi.
Mayang mengerutkan alisnya, heran beribu-ribu heran. Ihh, Ariel, udah bagus si Rista pergi, kan"
Rista tidak jadi melangkah. "Emangnya kenapa?" Ariel tersenyum. "Nama lo siapa?"
Mayang tersentak. Rista juga ditanyain?" Akh, kirain tadi dia nanyain nama Mayang karena
tertarik sama Mayang. Nggak taunya Rista juga "digituin".
Duh, Ar, lo tertarik sama siapa sih?" Sama gue atau Rista?"?"
"Rista," jawab Rista singkat.
"Kelas satu berapa?" tanya Ariel lagi.
"Satu dua." "Seneng gue bisa ngobrol sama lo."
"Makasih." Kuping Mayang makin panas mendengar percakapan itu. Kok jadi mereka berdua sih yang
ngobrol" Curang, Rista curang! Gue aja belom ditanyain kelas!
"Ah, udah deh, kita belom makan nih, Ta!" Mayang berusaha menghentikan obrolan sambil
memegang erat tangan Rista. Alisnya mengerut marah.
"Eh, Yang, gue juga seneng bisa ngobrol sama lo," dengan seperti terburu-buru Ariel
mengatakannya. Intinya, Mayang sih seneng-seneng aja dipuji begitu. Tapi setelah Rista duluan yang dipuji begitu
akh, sama aja bikin sebel.
Mendengar ucapan Ariel itu, Mayang hanya tersenyum masam dan langsung menarik tangan
Rista untuk balik lagi ke atas.
"Yang, jangan cepet-cepet dong jalannya," protes Rista dengan muka polos, sambil meringis
kesakitan karena tangannya ditarik-tarik. Susah banget mengimbangi langkah Mayang yang
berjalan terlalu cepat. Mendadak Mayang berhenti. Rista sampe kaget.
"Gue benci sama lo! Lo nyari kesempatan dalam kesempitan ya?"" tanya Mayang ketus. "Atau
sengaja mau ngerusak salah satu hal terindah gue?"?"
"Enggak....," jawab Rista dengan tatapan sedih.
"Seribu alasan, lo!" bentak Mayang. Ia berjalan pergi meninggalkan Rista sambil terisak pedih.
"Yang, Mayang!" Rista mengejar Mayang. Lalu dengan gesit diraihnya tangan kanan Mayang.
"Lo denger gue dulu dong, Yang. Lo jangan marah sama gue...."
"Apa yang perlu gue denger?" tanya Mayang galak sambil menghentikan langkahnya.
"Gue kan ngomong sama Ariel karena dia nanya . Lagian, kalo dia nggak negur gue, gue juga
nggak akan negur dia duluan." kalimat dan tatapan Rista dipenuhi keyakinan yang amat tinggi.
Mayang terdiam. Matanya merah. "Oke, gue bisa percaya, tapi gue heran aja, kok Ariel kayaknya
lebih tertarik sama elo. Sampe nanyain kelas segala."
"Emangnya kalo nanyain kelas, udah pasti dia suka sama gue?" tanya Rista tenang. Mayang
diam lagi. Kepalanya menunduk. Tubuhnya terpaku. "Kan enggak, Yang?" kali ini Rista
mengeluarkan senyum termanisnya. Mayang menatap mata Rista, kemudian tersenyum kecil.
Rista merangkul pundaknya. " Udahlah, Mayang sayang, jangan cepet cemburuan gitu dong.
Gue nggak bermaksud bikin lo marah, lagi, Yang. Gue nggak bermaksud ngerusak 'acara' lo.
Mungkin sebenernya Ariel mau nanyain kelas ke elo, tapi dia malu. Makanya dia nanya ke gue,
sebagai gantinya." "Lah, kenapa dia mesti malu?" tanya Mayang kebingungan.
"karena dia suka sama lo!"
"Ah, Rista...." wajah Mayang merona lagi.
*** Pulang sekolah. Mayang dan Rista berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. Hari ini banyak
kejadian yang dialami Mayang. Kejadian itu tak lain ada sangkut-pautnya dengan Ariel. Dari
mulai Apel, istirahat, dan seterusnya. Walaupun dari semua kejadian itu tak ada satu pun bagi
Mayang yang romantis, namun semua membuatnya tambah semangat mencari tahu terus
tentang Ariel. "Ta...," gumam Mayang ketika dirinya dan Rista sudah di depan pintu gerbang, di bawah teriknya
matahari, menunggu angkot.
"Apa?" tanya Rista singkat. Dipandangnya Mayang yang terlihat gundah.
"Kok gue selalu ngerasa Ariel itu nggak tertarik sama gue, ya?"
"Ihh, Mayang!" gerutu Rista. "Ada nggak sih topik yang lebih bermutu selain itu" Kayaknya hari
ini yang gue denger cuma Ariel, Ariel, Ariel aja yang keluar dari mulut lo!"
Mayang cemberut. "Rista marah, ya?" tanyanya sendu. "Rista udah bosen denger curhat
Mayang" Rista nggak suka lagi kalo Mayang minta pendapat tentang Ariel" Rista udah nggak
mau lagi ngasih nasihat-nasihat yang selalu Mayang dengerin dan nggak dibiarin sia-sia" Rista
jahat. Rista udah nggak mau denger lagi cerita Mayang."
Rista menyibak poni lebatnya. "Enggak," jawabnya pelan. "Gue nggak marah. Gue nggak bosen.
Gue cuma bingung. Gue nggak ngerti kenapa lo nggak capek-capeknya ngebicarain Ariel."
"Lo masih mau denger curhat gue nggak?" tanya Mayang dengan mata penuh harap. Rista
mengangguk. "Rista!" Bayu berlari-lari ke tempat Rista dan Mayang. "Rista, lo ternyata di sini. Makasih yan
nomornya. Sebenernya gue minya nomor lo karena gue disuruh Ariel. Ya, kesimpulannya, Ariel
yang butuh. Gue cuma jadi perwakilan."
Rista kaget. Tak terkecuali Mayang. "Ariel yang nyuruh?" ulang Rista.
"Iya," jawab Bayu sambil mengangguk. "Dia yang kepengen nomor lo. Tau tuh anak, aneh
banget. Mau minta nomor aja mesti lewat gue."
Panas hati Mayang. Panas-dingin tubuhnya.
"Ya udah deh. Gue cuma mau ngasih tahu itu aja. Duluan ya," pamit Bayu. Rista mengangguk.
Tak ada keberanian yang muncul dari dirinya untuk memandang Mayang. Mayang pasti cemburu
LAGI! Baru juga beberapa langkah Bayu berjalan, cowok itu berhenti. "Oh iya." Dia memukul
dahinya, lalu mendekati Rista. "Rista, ada salam dari Ariel buat lo."
Rista menghela napas. "Oh, makasih," jawabnya terbata-bata. Yang ada dalam pikirannya cuma
entah seperti apa raut muka Mayang sekarang.
"Salam balik nggak?"
"Eng....nggak usah deh," ujar Rista karena merasa tak enak pada Mayang di sebelah kanannya.
Bayu mengangkat alis, lalu mulai menyeberang jalan.
Rista terpaku. Belum ditatapnya juga sosok Mayang di sisinya. Dia bingung. Perasaan takut,
nggak enak, serbasalah, campur jadi satu. Akhirnta dia hanya memandang lurus ke depan. Tibatiba terdengar isakan pedih dari sebelah kanannya.
Dengan perlahan, Rista akhirnya menatap sahabatnya. Ya, mata Mayang sudah merah, sedikit
air mata menetes di pipinya. Rista membelai lembut rambut Mayang. "Yang, kok nangis?"
tanyanya seperti tidak mengerti apa yang barusan terjadi. "Ehm, Yang, lanjutin topik kita yang
tadi. Lo mau curhat apa ke gue?"
"Nggak jadi,", jawab Mayang tersendat-sendat sambil memandang Rista dengan mata banjir.
"Lagian, gue udah nggak perlu curhat lagi. Soalnya semua udah jelas. Dari istirahat sampe
sekarang, semua bener-bener terlihat jelas. Sebenernya udah gue duga. Ariel emang tertariknya
sama lo." Rista menelan ludah. "Tertarik gimana?"
"Udah deh, lo jangan jadi bego," protes Mayang. "Yang disukai Ariel tuh elo. Yang dikejar Ariel
elo. Ariel selalu berusaha nyari informasi tentang elo. Waktu istirahat dia nanyain lo kelas satu
berapa, trus dia minta nomor. Nomor apa?"
"Hp." "Tuh, kan." Napas Mayang mulai memburu. "Kapan Bayu mintain nomor lo?"
"Waktu gue izin ke TU pas Fisika buat bayaran sekolah. Di TU gue ketemu Bayu. Ya udah, dia
minta nomor." "Ariel minta nomor lo secara nggak langsung, Ta," ujar Mayang sedih.
"Yangm gue minta maaf atas semua kejadian ini. Semua bikin lo sakit hati. Tapi, Yang, gue kan
nggak tahu kalo ternyata nomor itu buat dikasih ke Ariel."
"Iya, gue tahu."
"Yang, gue nggak yakin Ariel itu nyari-nyari informasi tentang gue."
"Nggak yakin" Ta, mungkin lo nggak ngerasa karena elo-lah orang yang menjadi target. Tapi
gue, Ta, gue sebagai orang lain yang dekat sama elo, yang bukan target, ngerasa banget hal itu.
Apalagi, Ariel nitip salam buat lo. Ah, lo emang beruntung." Mayang menghapus air matanya.
"Tapi lo nggak dendam sama gue kan, Yang?" tanya Rista tegang.
"Dendam sih enggak, tapi sedikit ngiri ada," jawab Mayang jujur.
Rista tersentak. "Aduh, Yang, sori banget ya, Yang, gue bener-bener ngerasa bersalah lho,
Yang...." Rista merangkul pundak Mayang.
"Ah, nggak apa-apa kok. Bener."
Rista tersenyum sambil menarik napas lega.
"Eh, lagi pada nunggu apaan?" tibak-tiba Ariel muncul di samping Mayang. Mayang dan Rista
kaget seketika mendengarnya. Tergesa-gesa Mayang menghapus air matanya dengan tangan
lalu senyum muncul dari bibirnya untuk menyambut Ariel. "Maaf ngagetin. Gue baru keluar nih.
Soalnya tadi ulangan susulan. Mayang kok matanya merah?"
Mayang kaget sekali mendengar pertanyaan Ariel. Kalau ketauan dirinya gampang nangis kan
bisa berabe. Ariel jadi males, kan"
Rista buru-buru menjawab sebelum Ariel berprasangka tang tidak-tidak pada Mayang. "Ini,
kelilipan." Ariel mengerutkan alisnya. "Lagi nggak ada angin kok bisa kelilipan?" gumamnya bingung.
"Kelilipan dua-duanya, ya" Kok yang merah dua-duanya?"
"Iya. Dua-duanya," jawab Rista, sementara Mayang diam saja sambil menutupi matanya dengan
pura-pura memegang-megang poni. Ergh, malunya. Benar-benar sesuatu yang tidak disukai
Mayang. "Tiupin dong, Ya," bujuk Ariel sambil mencolek pundak Rista.
"Eng....udah. Sekarang udah nggak kelilipan kok. Cuma matanya masih merah aja. Ya kan,
Yang?" tanya Rista. Mayang cuma mengangguk. "Oh, iya, lagi pada nunggu apa?" tanya Ariel kembali ke topiknya.
"Angkot," jawab Mayang pelan.
"Hmm, arahnya ke mana sih?" Ariel menginterogasi.
"Gue ke kiri, Rista ke kanan," jawab Mayang sambil menujuk-nunjuk. Matanya kini tak ditutupi
lagi. Ariel manggut-manggut.
"Yang...." pinta Ariel, "pulang bareng yuk."
Mayang terpaku. Rasanya seolah seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan. "Maksudnya....?""
"Lho kok bingung?" Ariel mengerutkan alisnya. "Gue juga ke kiri. Yah, kalo lo nggak mau nggak
apa-apa....." "Naik apa?" Mayang dengan sikap agresif.
"Tuh, ada mobil gue di situ," Ariel menunjuk sedan putih yang diparkir di tempat parkir sekolah.
Mayang memandang Rista seolah meminta pendapat. Rista mengangguk pada Mayang sambil
tersenyum manis. "Tapi, nggak pa-pa nih kalo lo sendirian di sini, Ta?" Mayang cemas.
"Nggak apa-apa kok," jawab Rista yakin. "Gih sana, ikut Ariel."
"Oke, gue duluan ya....," ujar Mayang sambil melambaikan tangannya. Lalu ia dan Ariel segera
berjalan ke tempat parkir.
"Yang, boleh nanya nggak?" tanya Ariel ketika mereka sudah jauh dari tempat Rista berdiri.
Mayang mengangguk sambil tersenyum senang. "Lo sama Rista deket banget ya?"
"Iya dong...," jawab Mayang. "Aku udah curhat banyaaaak banget ke dia, habis dia anaknya enak
sih. Terus suka ngasih masukan-masukan yang iitu-iitu. Emangnya kenapa?" terus terang aja,
Mayang heran Ariel menanyakan hal ini.
"Eh, nggak, nggak kenapa-napa. Habis, gue perhatiin, lo sama Rista tuh kayaknya berduaaa
terus," kata Ariel dengan wajah yang sedikit lebih cerah dari sebelumnya.
Muka Mayang merona. "Jadi lo merhatiin gue ya?"
"Iya dong." "Masa?" "Beneran." Mayang senyum-senyum sendiri. Tak diduganya Ariel begitu memerhatikan dirinya. Kirain Ariel
cuek-cuek aja. "Kenapa senyum-senyum?" tanya Ariel bingungl tepat saat itu sedan putih meluncur dan berhenti
di depan mereka. "Nggak. Nggak apa-apa. Eh, mobil lo nih?"
"Yoi. Masuk gih."
Mayang dan Ariel sama-sama duduk di jok belakang. Lali mobil meluncur cepat lagi. Secepat
detak jantung Mayang yang deg-degan.
"Ehhmm, Ar, kasih bukti lain dong kalo lo merhatiin gue," mohon Mayang dengan wajah manja.
"Gue merhatiin lo lagi di depan sekolah nunggu angkot. Daripada nuggu lama, gue ngajak lo
bareng. Tuh, ngebuktiin banget kan kalo gue merhatiin lo?"" Ariel mengeluarkan senyum
mautnya. Mayang terlena. Mommy....help meeee.... Save me, I'm falliiiinggg....
"Oh iya ya. Gila, segitu perhatiannya lo ama gue, Ar," Mayang berkata pelan. "Thanks ya."
"Eh, tapi kalo Rista arahnya sama kayak kita, dia bisa ikut gue juga tuh."
Senyum Mayang seketika lenyap. Hilang terbawa rasa kesalnya. Rista juga mau diajakin kali
arahnya sama" "Lo perhatian sama Rista juga, ya?" tanya Mayang panik seribu bulan.
"Lho, emangnya kenapa?"
"Nggak pa-pa sih, tapi....."
"Tapi kenapa?"

Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Perhatian lo ke gue jadi dibagi buat Rista dong," semu wajah Mayang.
Mendadak Ariel tertawa. Bisa dibilang keras.
"Ih, kenapa sih lo" Nggak jelas banget deh," Mayang memasang wajah sebalnya.
"Habis lo lucu sih," ujar Ariel dengan wajah merah karena tertawa. "Ya enggak lah, Yangg...."
Wajah Mayang kembali cerah. "Jadi nggak terbagi dong," tebaknya senang.
"Ah, Mayang surayang, lo gimana sih?"" Nggak terbagi gimana, maksud gue nggak terbagi ke
Rista DOANG. Perhatian gue dibagi ke Bayu, Fauzi, Adi, Faisal, Mahes, Jalu, pokoknya seluruh
anak di Camar. Gue kan setia kawan. Jadi gue perhatian. Tapi yang jelas adil dong. Maksud gue,
semua anak di Camar dapet perhatian yang sama alias 100% dari gue, he he....," jelas Ariel
panjang-lebar. Mayang melipat tangannya. Sebel. Kirain dia diperhatikan secara khusus, nggak taunya sejagat
raya dapet perhatian dari si cowok jabrik ini. Sialan.
Mayang memandang ke luar lewat jendela mobil di sebelahnya. Wessm macetnya. Padahal asli
sekarang tuh panas banget.
"Gue turun di sini deh," putus Mayang sambil bersiap membuka pintu. Panas hatinya sama
dengan panasnya udara sekarang.
Ariel membelalakkan matanya. "Yakin lo, Yang" Ini mah sama aja boong. Kita belom jauh lho
dari sekolah. Buru-buru amat sih. Susah lho keluarnya. Di mana-mana ada mobil. Panas, lagi.
Nanti lo gosong lho. Emang rumah lo di mana sih, Yang?"
Mayang bersandar dengan tampang tak tegar. "Iya gue tau ini sama aja boong. Iya gue tau ini
masih deket dari sekolah. Iya gue tau gue buru-buru. Iya gue tau gue bakal susah keluar. Iya gue
tau di mana-mana ada mobil. Iya gue tau ini panas. Iya gue nanti gue gosong. Iya gue tau rumah
gue asli masih jauh banget," kata Mayang sambil menunduk. "TAPi GUE nggak PEDULI!!!!"
Mayang mengentak-entakkan kakinya dengan marah. "GUE MAU TURUN, MAU TURUN, MAU
TURUN!!" "Mayang....!!! Jangan bikin gue pusing dong!!!" Ariel memegang pundak Mayang yang merontaronta.
"HARI GUE UDAH PANAS DI SINI, SEKALIAN AJA GUE PANAS-PANASAN DI LUAR SAMPE
GUE GOSONG!!!" "Mayang! Lo ngomong apa sih" Kok lo mau gosong" Tenang, dong, Yang, lo kerasukan ya?"
Ariel mencengkeram tangan Mayang. Seketika Mayang diam. "Kenapa, Yang" Lo lagi stres ya"
Lagi punya masalah keluarga" Nyokap-bokap mau cerai?"
Mayang menunduk lagi. "Nggak. Nggak kenapa-napa," jawabnya pelan sementara lampu hijau
baru muncul dan membuat sedan itu kembali berjalan. "Tapi gue emang mau turun, Ar." Mayang
menatap Ariel. "jangan sekarang dong," mohon Ariel. "Biar gue anterin sampe depan rumah lo."
Mayang menyibak poninya. "Ya udah. Gue nggak turun."
"Gitu dong," kata Ariel lega. "Ehm, Yang, lo tadi mau turun gara-gara dengerin omongan gue
yang bikin lo bete ya, Yang?"
"Nggak juga sih....," jawab Mayang pelan. "Tapi Rista...."
Ariel mengerutkan alisnya. "Ris....Rista" Kenapa Rista?" tanyanya bingung. "Lo marah sama gue
gara-gara gue nggak ngajakin dia pulang bareng cuma karena arahnya nggak sama ya, Yang?"
Mayang melongo. "Ha" Eh.....nggak....nggak kok. Gue lagi cemas aja sama Rista. Dia udah
dapet angkot belom, ya?"" Mayang mencari-cari alasan.
"Pasti udahlah," jawab Ariel sambil melipat tangannya.
"Ehm, Ar, gue....boleh minta nomor hp lo nggak?" tanya Mayang dengan wajah malu. Ariel
mengangguk sambil tersenyum.
"Boleh lah," jawab cowok itu praktis. Mayang mengeluarkan hp-nya daru tas dan mencatat nomor
yang didiktekan Ariel. "Lho, Ar, kok lo nggak minta nomor hp gue sih?" Mayang mengerutkan alisnya. "Rista aja lo
mintain lewat si Bayu."
"Hah" Oh, iya deh. Berapa, Yang?" Ariel segera mencatatkan nomor di dibilang Mayang di hpnya.
"Eh, belok kanan, Pak. Di situ kompleks saya. Yang pagernya warna ijo ya, nomor 14," tiga menit
kemudian Mayang memberi petunjuk pada sopir Ariel.
Dalam waktu tak lama, mobil itu segera berhenti di depan rumah Mayang.
"Hah" I...ini rumah lo, y....Yang?" Ariel menampakkan wajah kaget sekaligus berseri-seri."
Mayang mengangguk. "Iya. Emang kenapa?"
Ariel masih menunjukkan ekspresi terkejutnya. Mayang segera keluar dari mobil dan memencet
bel. Ting tong! Dalam waktu singkat datang seseorang membukakan gembok pagar. Orangnya tinggi, rada
kurus, kulitnya hitam, dan memakai kacamata.
"Mas Genta, aku pulang," sapa Mayang.
"Pulang sama siapa kamu?" tanya Genta sambil memerhatikan sedan di belakang Mayang.
Mayang tersenyum nakal. "Sama..."
Seketika itu juga Ariel keluar dari mobil.
"Ariel!" seru Genta tiba-tiba dengan wajah kaget senang.
Ariel nyengir lebaaar. "Haim Gen!"
Genta berlari melewati Mayang yang bingung dan segera memeluk Ariel. "Dasar, udah lama
banget nih lo nggak ke sini...."
"Sori deh, Gen.... Eh, sekarang lo di universitas mana?"
"Garuda." "Lho, kok lo berdua udah kenal sih?" sungut Mayang sambil garuk-garuk kepala.
"Iya dong. Wah, Ar, lo tambah ganteng aja, ya?" Genta menepuk-nepuk punggung Ariel. Ariel
tersenyum malu-malu. "Udah takdir kali, he.....he.... Udah dulu ya, gue ada kerjaan nih di rumah," pamit Ariel sambil
membuka pintu belakang mobil.
"Ya udah deh, makasih yang udah mau nganterin adik gue."
"Kembali." "Rasa terima kasih gue kok dibalikin sih" Dasar sombong!"
"Ah, nggak berubah lo, Gen!"
"Hehe....." Tak lama kemudian mobil Ariel berlalu dengan cepat.
"Mas, kok Mas Genta kenal sih?" Mayang masih penasaran.
Maga Genta, kakak Mayang satu-satunya, kini sudah kuliah di Universitas Garuda. Masa SMA
Genta dihabiskan di SMA Camar, yang tak lain dan tak bukan SMA Mayang sekarang. Waktu
Genta kelas tiga, Ariel masih kelas satu. Tapi mereka berdua berteman baik. Bersahabat. Kalau
sedang jam istirahat, mereka pasti selalu berdua. Jajan, main, atas melakukan aktifitas yang lain.
Perbedaan status di sekolah nggak penting banget tuh bagi mereka entah kenapa menjadi
renggang. Nggak pernah teleponan atau main ke rumah.
"Jadi.... Ariel dulu suka main ke sini?" tanya Mayang setelah mendengar semua penjelasan
Genta. "Kok aku nggak pernah mergokin?"
Genta mendorong kepala Mayang dengan gemas. "Huuu....kamu. Salah sendiri kenapa waktu
SMP pulangnya hampir malem melulu. Kerjaannya keluyuran aja. Ariel tuh suka datang sekitar
jam tiga atau empat. Eh, untung sekarang kamu nggak pernah keluyuran lagi. Udah tobat ya" He
he..." Oohh, pantesan aku nggak pernah liat. Berarti Mas pernah ke rumahnya Ariel juga dong!"
"Oh ,iya dong. Tapi jarang. Lebih sering dia yang ke sini."
"Ehm, Mas, di kamarnya ada foto cewek yang dipajang-pajang nggak?"
"Ada." "Ada?" "Nyokapnya." "Aih....aih...." Mayang merengut. "Maksud aku, foto cewek yang muda."
"Ada." "Ada?" "Adiknya yang cewek. Kan adiknya ada dua tuh, satu cewek satu cowok. Tapi Mas Genta lupa
tuh namanya siapa." "AAHH.... Mas Genta, aku serius nih!" Mayang memukul pundak Genta berkali-kali. "Maksud
aku....foto ceweknya....gitu...ehm, ada nggak?"
"Oh..... Kalo ceweknya sih nggak ada. Kenapa nanya-nanya" Jangan-jangan kamu suka sama
Ariel," tebak Genta dengan tatapan nakal.
"Kalo iya emang kenapa?"
"Nggak pa-pa." Part* 4 "SUMPAH deh, Ta, gue nggak nyangka ternyata Ariel sama kakak gue kenal baik. Ini berarti
kesempatan gue buat dapetin Ariel terbuka lebaaaaar," Mayang membentangkan tangannya
sambil tersenyum. "Cieee.....wajah lo udah ngelebihin cerahnya pagi, Yang," puji Rista yang sedari tadi
mendengarkan cerita Mayang dengan asyik. Hari itu memang masih pagi, bahkan bel masuk
belum berbunyi. "Yah, gue emang lagi dapet rezeki, Ta." Mayang membanggakan dirinya.
"Sstt..... Yang, Kak Rocha tuh." Mata Rista tak sengaja menangkap sosok Rocha yang sedang
berjalan ala peragawati melewati kelas Mayang dan Rista.
"Kak Rocha?" Mayang ikut melihat cewek yang dilihat Rista. "Terus kenapa" Emang gue ada
urusan apa sama dia?"
Rochalia, itu namanya. Salah satu anak kelas dua Camar yang paling gaya di sekolah. Dan
paling ngetop. Bukan karena hal yang positif, tapi negatif. Gila, anaknya tukang labrak kelas satu.
Dikit-dikit, labrak. Begini, labrak begitu, labrak. Kayaknya dia nggak bisa hidup tanpa ngelabrak.
Sayangnya, anak kelas tiga nggak ada yang berani ngomelin dia. Soalnya Rocha punya kakak
cewek yang udah kuliah. Eits, jangan salah, walaupun cewek, kakaknya Rocha tomboi dan
perkasa banget. Jadi kalo diomelin, dia bakal ngadu.
"Sekarang giliran gue yang cerita, Yang," ujar Rista setengah berbisik. "Kayaknya dia suka sama
Ariel deh." "Hah" Tau dari mana lo?" Mayang mengentakkan kakinya saking kagetnya.
"Iya, Yang. Tau nggak, waktu gue baru dateng tadi, gue liat Kak Rocha ngejar-ngejar Ariel mulu.
Ariel jalan ke mana, Kak Rocha ngikutin terus. Pokoknya jadi buntutnya Ariel, gitu." Rista melipat
tangannya. Mayang mengerutkan alis sambil meremas-remas rok abu-abunya. "Terus, Ariel-nya gimana?"
"Ariel-nya sadar kalo dia ikuti melulu. Dari mukanya keliatan banget dia tuh heran sama
kelakuannya Kak Rocha. Akhirnya sambil jalan cepet, Ariel masuk ke toilet cowok, kak Rochanya langsung pergi deh." Rista mengangat bahu.
"Aah....jadi gimana dong....." Mayang menggesek-gesek sepatunya di lantai dan meremas-remas
tasnya. Wajahnya kusut. "Udahlah, Yang. Gue sih nggak heran Ariel disukain sama cewek lain. Bukan elo aja. Lagian,
iiih.... Ariel mana mau sama cewek macem Kak Rocha. Ariel tuh cowok yang kalem banget, kalo
Kak Rocha.....apa coba yang bisa dibanggain dari dia" Hobi ngelabraknya?" Rista ketawa-tawa.
"Iya sih." Mayang menunduk sambil bernapas lega. "Eh, Ta, gimana tuh kabarnya si Dega?"
"Mana gue tahu. Emang gue peduli?" jawab Rista cuek.
Kalo udah soal Sadega, anak sekelas Mayang dan Rista, Rista langsung males. Kalo dipikir-pikir,
Dega kayaknya suka sama Rista. Rista suka dibayarin bakso, dipinjemin catetan, dipinjemin PR,
dikasih ongkos angkot, sampe dibeliin pulsa. Pokoknya segala-galanya cuma buat Rista. Emang
asyik sih, tapi nggak tahu kenapa Rista jadi risi sendiri.
"Lo jangan ngomong begitu, Ta. Lo harus merenungkan kebaikan apa aja yang udah dia kasih
spesial buat lo. Dia baik, tahu, Ta."
"Gue tahu kok dia tuh baik banget. Tapi gue heran aja sama dia. Masalahnya, gue tuh sering
banget diinterogasi sama dia. Dia suka nanya-nanya zodiak gue, tanggal lahir, apa yang gue
suka, apa yang gue benci, nama orangtua, siapa kakak-adik gue, pokoknya lengkap banget! Kan
serem banget tuh, gue udaj kayak anak ilang yang mau dicari asal-usulnya," keluh Rista.
"Hahaha....," Mayang ngakak. "Oh iya, Ya, kayaknya kita nggak bisa sama-sama nunggu angkot
deh hari ini. Gue mau ikut Ariel lagi. Sekalian Ariel mau main ke rumah. Maaf ya....," Mayang
menggenggam tangan Rista erat-erat.
Rista tersenyum manis. "Nggak apa-apa, lagi, Yang. Gue bisa kok nunggu sendirian," jawabnya
lembut. Mayang nyengir lebar.
Bel masuk berbunyi super nyaring. Rista dan Mayang beranjak dari kursi.
"Yang....," Rista memegang tangan Mayang dan setengah berbisik.
"Kenapa?" "Bagi gope dong. Gopeee doang. Buat ongkos nih, sebenernya gue lupa bawa duit. Ayolah, lo
kan pulang sama Ariel....," Rista sedikit memaksa.
Mayang menghela napas. "Hmmm, gimana ya...." Dari wajahnya terlihat ia sedang berpikir keras.
"Seandainya gue kasih, lo janji yang nggak bilang ke siapa-siapa..."
Rista cemberut. "Ya ampun, Mayang. Nggak mungkin gue bilang-bilang segala. Lo nggak
percayaan banget sih sama gue. Sadar dong, Yang. Gue tuh Rista. Rista! Please deh!"
Mayang menghela napas lagi. "Masalahnya, dari mulai gue dateng tuh udah ada yang minta ke
gue. Tapi gue nggak ngasih. Yang pertama, Tya. Yang kedua, Dega. Yang ketiga, Serra. Yang
keempat, elo." Mayang sedikit tersenyum.
Rista bengong. "Jadi gue nggak dikasih dong!"
"Bercanda, lagi," ledek Mayang sambil berlari pergi.
"Huu....gak lucu!"
"Tuh, liat sendiri, kan, Yang...." Rista berujar, melirik Rocha yang sedang membuntuti Ariel ke
mana-mana saat istirahat.
Mayang mengambil lolipop dari stoples kantin, menyerahkan uang lima ratus rupiah pada Bu
kantin, lalu melihat siapa yang dimaksud Rista.
"iih, bener, Ta. Kasian Ariel. Gue nggak nyangka, kak Rocha sebeng banget tuh ngeliatin Ariel
pas belajar di kelas. Kan mereka satu kelas." Mayang memandang mereka dengan pandangan
judes. "Yang, kayaknya mereka mau ke sini deh," Rista menyenggol pelan pinggang Mayang. Mayang
membuka bungkus lolipopnya dan segera mengulumnya di mulut.
"Eh, Mayang. Hai, Yang," sapa Ariel sambil melirik Rista sedetik doang.
"Hei, Ar," balas Mayang sambil melirik Rocha yang tiba-tiba saja menyelipkan tangannya di
lengan Ariel. Ariel mengerutkan alisnya.
"Cha, lo apa-apaan sih?" Ariel menyingkirkan tangan Rocha dengan pandangan marah. Mayang
menahan cemburu. "Lho, kok lo marah sih, Ar" Emang gue nggak boleh yang deket-deket sama elo?" Rocha melipat
tangannya. "Nggak. Lo emang nggak boleh deket-deket sama gue," jawab Ariel sebel. Namiun tetap saja
nggak bisa membuat Rocha beranjak dari situ.
Diam-diam Mayang tersenyum.
"Ehm, Yang, makasih ya, karena elo, gue bisa ketemuan lagi sama Maga Genta." Ariel kini bicara
pada Mayang. "Gue sama dia kan sobatan. Orangnya baik banget sih. Dia tuh anak kelas tiga
yang paling gue sukain dulu."
"Iya, Mas Genta bilang lo orangnya baik, Ar," jawab Mayang dengan wajah semerah tomat.
"Pada ngomongin apa sih" Nggak jelas banget deh," Rocha menggerutu sambil memandang
Mayang dan Ariel. Ariel melirik Rocha sinis. "Makanya, gue udah bilang lo nggak usah deket-deket."
Rocha memain-mainkan rambut panjangnya dengan genit. "Tapi gue bisa nangkep juga kok. Lo
lagi ngomongin Maga Genta ya?" terka Rocha ingin tahu.
"Iya. Emang kenapa?" bentak Ariel kasar. "Tahu nggak lo, dia tuh adiknya Maga Genta yang
pinter itu." Ariel menunjuk Mayang.
Dalam hati Mayang girang banget. Abangnya dipuji, oleh Ariel, di depan Rocha pula. Ah, serasa
dia yang dipuji. Rocha melongo, lalu tertawa melihat Mayang ''Adiknya Maga Genta" Maga Genta yang anak
kelas tiga dulu itu" Haha.....tuh cowok kan mukanya jelek banget. Pantes muka lo nggak jauh
beda sama dia. Ehm, siapa nama lo?" Nada suara Rocha terdengar sangat meremehkan.
Hati girang Mayang lenyap seketika, terbawa emosi yang kini menghantam dirinya. Kurang ajar
nih cewek, batin Mayang geram. Bener-bener nggak tahu perasaan. Anak siapa sih" Lahir di
mana" Blasteran apa" Dasar jelek.
"Namanya Mayang," Ariel menjawab dengan segeram.
"Ehm, kalo nggak salah lo sobatan sama Genta ya, Ar?" Rocha memandang Ariel. "Nggak
banget deh. Kayal nggak ada yang lebih layak dijadiin sahabat aja."
Mayang maju selangkah mendekati Rocha. "Gue nggak rela kakak tersayang gue satu-satunya
lo jelek-jelekin kayak gitu! Gue nggak terima! Lo pikir lo siapa" Emang lo kenal deket sama kakak
gue sampe lo bisa menilai dia sampe segitu" Dia lebih punya harga diri dibanding elo! Dia juga
punya perasaan, nggak kayak elo yang cuma bisa ngejelek-jelekin orang! Padahal, coba lo
perhatiin diri lo sendiri! Nilai dulu diri lo! Ternyata lo tuh lebih pengecut daripada orang-orang
yang lo anggap pengecut! Lo selalu ngejelek-jelekin orang padahal lo sendiri nggak bisa jaga diri,
dasar pengecut!" bentak Mayang tajam.
Rocha, tentu saja, merasa direndahkan. Didorongnya Mayang. "Berani-beraninya lo ngomong
gitu ke gue! Seumur hidup belom pernah ada yang ngomong gitu ke gue! Ternyata sekalinya
ada, keluar dari mulut cewek yang lebih muda dari gue! Nggak sopan, lo! Maksudnya gue nggak
bisa jaga diri tuh apa" Kayak gue cewek nggak bener aja!" Rocha balik membentak dengan
judes. "Lo emang cewek nggak bener kok! Lo emang nggak bisa jaga diri! Lo tuh centil, doyan
ngebuntutin cowok, dasar gatel! Cewek gatel!" jawab Mayang sama judesnya. Ariel terkejut.
"udah-uda, berhenti!" Rista yang dari tadi diam langsung menengahi Rocha dan Mayang
sebelum keduanya berlanjut berantem fisik. "Diem! Nggak pantes banget deh berdebat kayak
gitu! Ngaco, ngacooooo!!!"
"Iya, diem lo berdua. Nggak enak dengernya!" Ariel mendukung Rista
Rocha dan Mayang langsung terdiam. Perlahan Rista menyeret Mayang yang masih dendam
menuju kursi koridor. "Yang, gue nggak suka liat lo begini. Nggak sopan. Gimanapun juga Kak Rocha kak kakak kelas
kita, Yang." Rista membelai rambut Mayang ketika mereka berdua duduk.
"Tapi lo kiat sendiri kan tadi" Dia tuh udah ngejelekin gue, ngejelekin kakak gue, kesel gue!"
Mayang tetap teguh pada pendiriannya.
Rista menarik napas panjang ketika Ariel datang menghampiri mereka. Kali ini tak ada yang
membuntutinya. "Yang, gue minta maaf ya. Gara-gara gue bilang ke Rocha Genta kakak lo, lo berdua jadi
musuhan....." Ariel duduk di sebelah Mayang.
"Lo nggak salah kok, Ar. Gue nggak marah sama elo," jawab Mayang lembut.
"Udahlah, Yang. Rocha anaknya emang gitu. Betul kata lo, dia tuh tukang ngata-ngatain orang,
padahal dia sendiri nggak pernah intropeksi diri. Gue juga sebel sama dia. Kok masih ada sih
cewek model dia zaman sekarang," ujar Ariel jujur. "Eh, Yang, nanti lo jadi pulang bareng gue,
kan" Gue mau ketemu sama Genta....."


Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jadi, Ar. Mas Genta juga pengen banget ketemu lagi sama lo," jawab Mayang pasti.
*** "Mas Genta, Mayang pulaaaang," sapa Mayang ketika Genta membuka pintu gerbang. "Mayang
bawa Arieeeel." "Ayo masuk, masuk," ajak Genta dengan bersemangat.
Beberapa menit kemudian Ariel dan Genta sudah terlibat percakapan seru di ruang TV. Hari ini
rumah asli sepin. Yang ada ya cuma mereka. Orangtua dua-duanya pergi. Maklum, dua-duanya
kerja. Mayang berada di kamarnya yang serba-pink sambil sesekali membuka pintu pelan-pelan,
mengintip Ariel dan Genta yang duduk di sofa empuk ruang TV.
Mereka ngomongin apa sih" anya Mayang dalam hati. Kalo gue ikut nimbrung, ganggu nggak
ya" Tapi jangan deh. Mereka kan lagi kangen-kangennya. Wah, nggak nyangka Mas Genta
punya sobat sekeren itu. Ariel lucu banget sih. Dari jauh aja udah lucu abis begini. Gimana
deket" Mayang mesem-mesem sendiri.
Suara hp yang tiba-tiba berbunyi mengejutkan Mayang. Lagunya Ekspesi.
Dengan cepat ditutupnya pintu, dan diraihnya hp dari tempat tidur.
Rista-nya Dega Calling....begitulah tataan huruf yang tertera di layar. Dasar Mayang, walaupun ia
tahu Rista nggak pernah jadian sama Dega, iseng aja dia namain begitu. Lagi pula. Secara
pribadi sih menurut Mayang mereka tuh cocok bnget, hehe....
"Halo....," Mayang mengeluarkan suara cueknya.
"Halo" Mayang" Yang, tebak deh, masa gue dibeliin pulsa lagi sama Dega! Gila tuh cowok baik
banget. Tau aja kebutuhan gue," terdengar suara Rista yang semangat.
Mayang tersenyum geli. "Jadi pulsa buat nelepon gue sekarang dari Dega dong...."
"Yah, begitulah."
"Terus, gimana nih" Tampaknya lo udah ada rasa, ta. Cieeee....," goda Mayang. Tepat setelah
itu, terdengar suara Genta memanggil namanya. "Eh, tunggu bentar, Ta...."
"Mayang memegang hp-nya sambil membuka pintu kamar dan menemui Genta dan Ariel di
ruang TV. "Kenapa, Mas" Tunggu yaa, lagi nelepon nih....," kata Mayang, lalu mulai berbicara di hp-nya
lagi. "Jawab pertanyaan gue, Ta. Lo pasti ada rasa."
"Huu....enak aja. Walaupun dia baik banget, tetep aja gue ngga naksir. Eh, udah dulu ya, gue
mau nunggu angkot." "Lo masih di sekolah?"
"Hehehe, iya. Nggak tahu nih. Sebenernya males pulang. Udah ya. Dadah....."
Hubungan terputus. Mayang berbalik menghadap kakaknya.
"Siapa, Yang?" tanya Genta penasaran.
"Rista," jawab Mayang yang seketika membuat Ariel sedikit kaget. "Dia baru aja dibeliin pulsa
sama Dega. Dega tuh baik banget deh sama Rista. Rista selalu dikasih apa-apa padahal Rista
nggak minta. Kayaknya tuh cowok udah ngebet dahsyat."
"Dega?" ulang Ariel. Mayang mengangguk. Ariel tersenyum geli seperti membayangkan sesuatu.
"Kok senyum" Emangnya kenapa?" tanya Mayang heran melihat tingkah Ariel. "Tapi tetep aja
Ristnya nggak suka. Padahal mereka dan cocok....." Mayang melanjutkan ceritanya.
"Ih, apa cocoknya?" kata Ariel sambil mengangkat alis. "Masa Rista dipasangin sama Dega"
Beauty and the Beast dong. Hahaha....." Ariel ngakak.
"Lo kenal baik sama Dega, ya?" tanya Mayang . Entah mengapa, pikiran itu terlintas begitu saja
di otak Mayang. Ariel tiba-tiba seperti bingung. "Eh, lumayan...." jawabnya dengan nada seolah tak yakin. Mayang
cuma manggut-manggut. "Eh, Mas Genta, tadi Mayang kenapa dipanggil" Mau diajak ngobrol juga ya" Asyiiikkk...."
Mayang kegirangan. "Huuu...... GR! Aku mau minta tolong bawain air putih dua gelas ke meja sini."
Mayang merengut. "Ahhhh.....sebeeeeeelll....!!!"
Ariel tertawa sambil geleng-geleng kepala.
Dua jam berlalu sudah ketika Ariel mohon diri.
Tapi ia berjanji akan ke situ lagi. Atau Genta yang main ke rumah Ariel.
Genta mengacak-acak rambut panjang Mayang ketika sedan Ariel berlalu. "Makasih ya, adikku
yang kecil, berkat kamu aku bisa ketemu lagi sama Ariel....," kata Genta dengan wajah berseri.
Mayang melipat tangannya. "Ngobrolin apa aja sih sama Ariel?"
"Wah, banyak. Termasuk yang katanya baru hari ini terjadi," jawab Genta sambil merangkul
pundak Mayang dan berbisik di telingannya. "Kasus Rocha."
Mayang memandang Genta tajam. "Maksudnya, waktu aku berantem sama Kak Rocha?"
"Iya. Kamu baik deh, ngebela aku."
"Mas Genta nggak dendam sama Kak Rocha" Dia ngejelekin Mas Genta lho."
"Nggak. Buat apa" Rocha ruh anaknya emang centil. Dulu, waktu Mas Genta lagi bareng sama
Ariel ke kantin, Rocha ngebuntutin terus. Nggak heran kalo Mas Genta sering marah-marahin
dia. Mas Genta kasiam deh ngeliat ada cewek kayakj gitu. Jadi punya kesan gampangan. Nggak
heran juga kan kalo Rocha itu benci banget sama Mas Genta. Soalnya dia ngerasa Mas Genta
tuh bodyguard-nya Ariel. Hehe....," cerita Genta.
Mayang manggut-manggut. Ternyata kebencian Kak Rocha pada Mas Genta ada sejarahnya.
"Jadi Kak Rocha udah suka sama Ariel dari dulu ya?" Mayang merasa tersaingi.
"Iya. Kenapa" Kamu cemburu?" tebak Genta sambil tersenyum. Mayang hanya mengangkat alis.
"Tenang aja lagi, Yang. Asal kamu tahu, tadi tuh Ariel cerita kalo dia lagi suka sama cewek kelas
satu." Mayang kaget setengah mati. "Hah" Yang bener, Mas" Siapa?"
"Dia nggak bilang tuh. Katanya masih malu. Moga-moga aja maksudnya tuh kamu."
"Iya. Moga-moga," jawab Mayang dengan wajah ceria.
Sejak peristiwa itu, hubungan Ariel dan Mayang jadi makin dekat. Hampir tiap hari Mayang ikut
Ariel pulang agar sekalian Ariel main ke rumahnya. Malah Ariel pernah mentraktir Mayang dan
Genta makan siang, atau membayari nonton bioskop. Wah, wajah lucu Ariel menghiasi hari dan
hati Mayang hingga tak jarang Genta mergokin Mayang lagi senyum-senyum sendiri.
Untung ada Mas Genta, pikir Mayang suatu kali. Kalo nggak, mustahil Ariel dan dirinya bisa
begitu akrab seperti saat ini......
Part* 5 SAMPAI juga pertengahan Desember. Katanya sih, pertengahan Desember adalah saat yang
selalu dinanti-nantikan seluruh murid di Camar. Soalnya, setelah ulangan umum yang
melelahkan, sekolah selalu menggelar acara berkemah selama tiga malam sebagai acara
menyambut datangnya awal tahun baru. Dan benar saja, tahun ini acara itu kembali diadakan.
Lokasinya di Cibubur, yang berhawa dingin pada malam hari. Surat edaran acara kemah itu
sudah ada di tangan masing-masing anak pada Senin pagi yang cangat cerah itu. Mayang duduk
dibangkunya sambil membaca berulang-ulang surat edaran itu. Acaranya Sabtu besok, dan pukul
delapan anak-anak sudah harus kumpul di koridor.
"Kayaknya bakal seru deh," Rista menimang suratnya sambil duduk di meja Mayang. "Gue
dikasih tahu Dega. Katanya acaranya bakal seru abis."
"Wah, Dega sok tahu tuh!" cela Mayang. "Kita kan masih kelas satu. Jadi belom pernah ikutan
acara ini dong. Kalo yang bilang anak kelas dua atau tiga, baru deh gue percaya."
"Dega kan dikasih tahu kakaknya yang udah kelas dua di sini, jadi udah pengalaman. Katanya
ada acara api unggun. Terus ada jurit malam. Banyak deh," tukas Rista sambil membetulkan
duduknya. "Kakak Dega yang kelas dua?" ulang Mayang bingung. "Dega punya kakak yang sekolah di sini"
Kelas dua" Gue nggak pernah tahu." Mayang mengerut-ngerutkan wajahnya dengan rasa heran.
"Iya sih, Yang. Gue juga sempet kaget. Kayaknya Dega nggak pernah keliatan pulang bareng
sama anak kelas dua," ujar Rista sambil mengangkat bahu. Mayang mengiyakan ucapan
sahabatnya. "Udah deh, nggak usah dipikirin. Sekarang gue mau nanya, lo bakal ikutan nggak,
Yang?" "Elo?" "Gue ikut kalo elo ikut."
"Gue ikut kalo Ariel ikut."
"Cieee...." Rista mencubit lengan Mayang sambil tersenyum nakal.
"Auw.....!" erang Mayang. "Kenapa sih lo" Wajar kan kali gue bilang gitu" Namanya juga orang
kasmaran....." Rista tertawa. "Gue nggak nyalahin elo kok. Gue gemes aja ngeliat elo yang lagi berbunga-bunga
akhir-akhir ini. Tapi lo sombong ya, nggak mau berbagi kebahagiaam lo ke gue."
"Ya udah, kalo gitu.... Lo bakal gue comblangin sama Dega!"
"Aaaaahhhh..... Mayang.....bukan gitu maksud guueeee.......!!!"
*** "Bilangin Mama kalo hari Sabtu aku nggak bisa nemenin Mama belanja," pinta Mayang ketika ia,
Genta, dan Ariel duduk di sofa ruang TV. Mayang sudah memperlihatkan surat edarannya pada
Genta. "Huu....kamu aja yang bilang," tolak Genta sambil menjambak pelan rambut Mayang yang lurus.
Ariel tersenyum. "Aahh.....nggak bisa....kalo aku yang bilang, Mama pasti percaya.... Mas Genta kan udah
gede....jadi Mama pasti percaya....," rengek Mayang sambil menarik-narik lengan baju Genta.
"Gen, orangtua lo dua-duanya kerja ya?" tanya Ariel, membuat Mayang berhenti merengek.
"Iya, Ar, dua-duanya pulang malem juga. Tapi nggak jadi beban kok buat gue sama Mayang,"
jawab Genta sambil melirik iseng ke Mayang.
"Iya, nggak jadi beban. Tapi ayo dong, Mas, bilangin ya nanti malem ke Mama....," Mayang
merengek lagi. "Iiihhh...., kamu tuh ngeyel banget sih" Masa cuma bilang nggak bisa nemenin belanja aja mesti
diwakilin" Lagian Mas Genta yakin kok, Mama pasti percaya sama kamu." Genta tetep nggak
mau. "Kok lo aneh sih, Yang" Kenapa lo nggak ngasih surat edarannya ke nyokap lo" Jadi otomatis
dia pasti percaya kalo lo emang nggak bisa nemenin belanja," ujar Ariel yang diangguki Genta.
Mayang bengong sambil memandang Ariel. "Oh iya ya! Gimana sih gue" Otak gue jalan nggak
sih" Bener juga lo, Ar! Ya udah ya, gue ma ke kamar!" kata Mayang sambil meraih surat edaran
dari tangan Genta dan segera berdiri. Bener-bener konyol! Mayang hari itu.
"Eh, Yang, tapi Mama bakal ngebolehin kamu ikut nggak?" tanya Genta tak yakin.
Mayang memandang kakaknya. "Kalo nggak dibolehin, aku mau berhenti sekolah!" tegasku
berani dan langsung berlari masuk ke kamarnya.
Genta geleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya, lalu mengarahkan matanya pada wajah
Ariel. "Lo, gimana, Ar" Lo ikut nggak" Kalo gue bilang sih lo ikut aja. Pasti seru. Inget nggak
acara kemah tahun lalu" Kaki gue masuk ke selokan." Genta ketawa sendiri. Ariel ikut ketawa,
mengingat masa lalunya bersama Genta yang begitu ceria.
"Hhmm.....gimana ya" Gue sih mau ikut kalo dia ikut juga," jawab Ariel perlahan namun
terdengar pasti. Genta menyipitkan matanya.
"Siapa tuh dia?" tanya Genta super penasaran.
"Ua siapa lagi kalo bukan anak kelas satu itu, "jawab Ariel sambil mengangkat-angkat alisnya
dengan mimik lucu. "Cieee....." Genta meninju pelan lengan Ariel.
"Kenapa sih lo" Wajar dong gue begini. Namanya juga orang kasmaran....." Ariel menundukkan
kepalanya karena warna merah menghiasi wajah imutnya.
"Gue nggak kenapa-napa. Siapa sih dia, Ar" Masa gue nggak boleh tahu?"" Klo nggak percaya
banget sih sama gue. Gue nggak akan bilang siapa-siapa kok...." mohon Genta memasag muka
ingin dikasihani. Ariel tertawa. "Nggak. Pokoknya nggak. Lo kok pingin tahu banget sih" Penting ya?"
"Penting banget."
"Nggak. Pokoknya nggak."
*** Mayang berbaring di atas tempat tidurnya yang berseprai pink ketika jam menunjukkan pukul
delapan malam dan pintu kamarnya terbuka dengan kasar.
"Mas Genta, bisa nggak sih ketok dulu?"
Genta tersenyum meledek, menutup, dan langsung duduk di kursi belajar Mayang. "Yangg, udah
bilang ke Mama belom?"
"Udah. Aku dibolehin Mama pergi. Seneng banget deh. Tapi kalo Ariel nggak ikut, aku ogah pergi
deh," jawab Mayang terang-terangan.
"Tenang aja, Yang, Ariel ikut kok, asal anak kelas satu itu ikut juga," tukas Genta sambil
memainkan bolpoin di meja belajar Mayang.
Mayang tersentak dan langsung duduk di tempat tidur. Rambutnya amburadul nggak keruan.
"Anak kelas satu itu siapa sih" Mas Genta pasti tahu deh."
"Tahu apanya" Ariel orangnya gengsian. Jadi bikin gemes," jawab Genta spontan. Mayang
merasa tubuhnya lemas. "Tapi, Yang, Ariel katayna bakalan nembak anak itu pas di Cibubur!"
"HHAAAHHH!! Masa sih, Mas" Aduuuhhh, semoga aku, jadi deg-degan nih." Mayang menekan
dadanya dan merasakan jantungnya berdetak begitu cepat dan keras saking deg-degannya.
Genta melipat tangannya. "Itu pun kalo anak itu ikut ke Cibubur, kata Ariel."
"Tenang aja, aku ikut kok! Aku pasti ikut!" Mayang berseru girang.
"Huu.... GR kamu! Emangnya udah pasti kamu" Belom tentu lho....," Genta menggelengkan
kepalanya. "Tapi bisa aja, kan" Ariel kan sering bayarin nonton, bayarin makan, nganter pulang...."
"Tapi kalian nggak berdua aja kan waktu makan sama nonton" Ada aku...." Genta menepuknepuk dadanya. Mayang mengerucutkan bibirnya. "Udah ah. Pengen ngambil camilan nih,"
Genta mengelus perutnya. "Ya udah sana," nada mengusir terdengar dari suara Mayang.
Ketika Genta sudah pergi, dengan cepat Mayang meraih hp-nya dari meja sebelah tempat tidur
dan menghubungi Rista. "Halo" Suara Rista muncul pada dering ketiga.
"Ta, lo ikut ke Cibubur nggak hari Sabtu?" tanya Mayang bersemangat.
"Gue ikut kalo lo ikut."
"Gue ikut kok! Soalnya Ariel ikut! Terus dia bakalan nembak anak kelas satu yang udah
ditaksirnya dari dulu...." Mayang langsung deg-degan lagi, merasa harus bersiap-siap menerima.
"Oya" Cieee..... Ada yang jadian di Cibubur nih!"
Wajah Mayang merona merah. "Ah, Rista. Gue malu nihhh...."
"Santai aja, Yang. Lo cepetan tidur deh. Biar bisa mimpiin Ariel terruusss....."
"Tunggu nih. Gue mau nanya. Hmm, bisa aja kan anak kelas satunya tuh gue, Ta?" Mayang
menyipitkan matanya. "Bisa dong!" "Gue juga ngerasa gitu, Ta. Pikirin deh, gue sama dia kan udah sering jalan, walaupun bertiga
sama Mas Genta sih....tapi, bisa aja kan?"
"Bisa, bisa. Pokoknya bisa. Anything is possible gitu lho."
*** Koridor sekolah penuh dengan murid SMA Camar tepat kam delapan pagi di hari Sabtu. Enam
puluh siswa yang ikut ke acara istimewa itu membawa tas gede-gede. Ada juga yang membawa
lebih dari satu tas. "Hai, TAAA!!!" Mayang menghampiri Rista dan langsung memeluk sahabatnya itu dengan
sayang. "Muka lo seger amat, Yang. Lagi hepi ya?"" tanya Rista ketika Mayang melepaskan dirinya.
Mayang nyengir lebaaaarrr banget. "Iya lah, Ta. Sekaligus deg-degan juga. Hehe....," jawab
Mayang sambil melirik Ariel yang bergabung dengan teman-teman sekelasnya. "Kira-kira.....dia
nyatain di hari keberapa yaaa?"?" Mayang berpikir-pikir sambil sesekali tersenyum senang.
"Satu, dua, apa tiga?"
"Lebih cepat lebih baik, pastinya....," tutur Rista sambil merangkul pundak Mayang. Mayang
mengangkat-angkat alisnya iseng. "Tapi, Yang, lo udah yakin banget ya kalo ceweknya tuh elo?"
"Yakin banget dong!"
"Yakin banget" Yang, gue saranin lo jangan terlalu yakin deh. Masalahnya kalo ternyata bukan
elo, gue takut lo sakit hati, trus patah hati yang berlebihan. Gue tahu, lo orangnya sensitif
banget," kata Rista tanpa bermaksud membuat Mayang kecewa.
"Nyantai dong, Ta. Semua pasti lancar," Mayang mengacungkan jempolnya, saat suara Bu
Daura, guru Biologi, terdengar dari depan koridor.
"Baris menurut kelasnya masing-masing!"
Mendengar itu, anak-anak segera membentuk barisan menurut kelasnya.
Bu Daura bersuara lagi. "Kalian akan dibagi menjadi enam kelompok. Masing-masing berjumlah
sepuluh orang. Caranya, ibu akan meminta kalian mengambil lipatan kertas dalam kotak kecil
yang ada di tangan Ibu sekarang. Kalau kalian mendapat HILMAN HARIWIJAYA, segera menuju
tembok kiri koridor. MIRA W segera ke tembok kanan. MARGA T ke tengah koridor bagian kiri.
ARSWENDO ATMOWILOTO ke riang kiri koridor, ASMA NADIA ke tiang kanan koridor, dan
REMY SYLADO ke tengah koridor bagian kanan."
Setelah memberi aba-aba tersebut, Bu Daura segera berjalan berkeliling membawa kotak kecil
berisi lipatan kertas yang diambil satu oleh masing-masing anak.
Ketika giliran Mayang mengambil, jantungnya langsung deg-degan. Mayang mengambil satu
lipatan kertas sambil berharap sekelompok dengan Ariel.
"Oke, semua sudah dapat," ujar Bu Daura setelah mengecek kembali. "Sekarang, silakan buka."
Murid-murid membuka lipatan dengan hati-hati. Beberapa detik kemudian suara riuh rendah
mereka menghiasi koridor sekolah yang lumayan luas."
Namun Mayang belum juga membuka lipatan di tangan mungilnya. Ia sedang mencoba mencari
tahu siapa nama penulis yang didapat Ariel. Dengan asyik ia menyimak pembicaraan Ariel dan
Bayu. "Ar, lo dapet kelompok apa?" Bayu mengangkat-angkat wajahnya, mencoba melihat tulisan di
kertas Ariel. "HILMAN HARIWIJAYA," terdengar suara suara Ariel menjawab.
"Sama, Ar!" Bayu berseru girang. Ariel kaget sambil tersenyum lebar, dan bersama Bayu menuju
tembok kiri koridor. HILMN, Mayang sekarang tahu. Lalu dia deg-degan lagi, tangannya bersiap membuka lipatan
kertasnya. HILMAN.....HILMAN..... Mayang membatin.
HILMAN.....HILMAN....PLEASE......HILMAN.....PLEASE.....Dan.....
ASMA NADIA! Ia mendapat ASMA NADIA! TIDAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKK!!!!!!
Mayang terus memandangi tulisan di kertasnya dengan pandangan tak percaya. "Nggak
mungkin, nggak mungkin....," gumam Mayang sambil memegang keningnya. "Ariel....ilang deh
kesempatan aku buat bisa lebih deket sama kamu...."
"Mayaaaangg!!!" Rista berlari menghampiri Mayang. "Yang, lo di kelompok mana?"
"Ta, gue sama Ariel beda kelompok.....sediiiih....," Mayang mengeluh sejadinya. "Lo di kelompok


Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mana, Ta?" "HILMAN." "HILMAN?"" Mayang setengah berteriak. SERIUS LO?"
"Dua rius malah."
"Itu kan kelompoknya Ariel! Kok bisa sih lo dapet HILMAN juga..."
"Kelompok Ariel?" wajah Rista cerah sedetik. Cuma sedetik. "Lo kelompok apa, Yang?"
"ASMA NADIA." "Eh, di situ kan enak juga. Ada Tya yang enak diajak ngomong, ada Dega...."
"Ada Dega" Ta, kayaknya kita ketuker deh," Mayang semakin kecewa. "Mestinya elo di tempat
gue, biar bisa deket sama Dega. Dan gue bisa deket sama Ariel...." Mayang kini bisa sedikit
tersenyum. "Yang, lo masih nganggep gue suka sama Dega, ya" Gue kan udah bilang, gue nggak pernah
suka sama Dega....," Rista meralat. "Udah ah, gue mau ke HILMAN." Rista lalu berjalan ke
tembok kiri koridor, sementara Mayang dengan langkah gontai berjalan menuju tiang kanan
koridor. *** "Semua berbaris menurut kelompok!" perintah Pak Haru sang guru olahraga sesampainya di
tanah berumput luas Bumi Perkemahan Cibubur. Semua murid dengan membentuk barisan
sesuai kelompoknya. Huh, Mayang mendesah galau. Keping-keping rasa iri mulai muncul di benaknya ketika melihat
Rista yang sebaris dengan Ariel.
"Seperti sudah dikatakan tadi sebelum berangkat, kalian harus bisa menyesuaikan diri dengan
anggota kelompok kalian. Kalian harus ingat, setiap ada satu kegiatan di perkemahan ini, harus
dilakukan secara berkelompok. Jadi sebisa mungkin kalian kompak. Bisa bekerja sama. Tidak
ada yang nganggur, tidak ada juga yang bertindak nge-bos," Pak Haru kembali memperingatkan.
"Kecuali untuk tidur. Ingat, kalian tidak tidur secara berkelompok! Di sini ada empat tenda. Tenda
satu dan dua untuk perempuan, tenda tiga dan empat untuk laki-laki. Terserah mau yang mana.
Tidak diatur." Kuping Mayang panas. Ia sudah bisa membayangkan seberapa besar rasa cemburunya melihat
Rista bekerja sama dengan Ariel, bercanda tawa dengan Ariel, dan terus berdekatan dengan
Ariel selama beberapa hari ke depan.
Mayang duduk sendirian di rumput saat mereka diberi waktu istirahat dua puluh menit.
"Yang, kok lo sendirian aja?" Dega menghampiri Mayang dan duduk di sebelahnya. "Nggak
sama Arista?" Mayang tersenyum tipis. "Mestinya gue yang nanya. Lo nggak nyamperin Rista?"" Hehe...."
Dega ketawa. "Kenapa mesti nyamperin Rista?" tanyanya dengan mimik bingung.
Mayang melontarkan pandangan aneh pada Dega, lalu menonjok lembut lengan cowok itu.
"Huu..... Jangan sok pura-pura bingung deh lo. Lo pikir gue nggak merhatiin lo" Lo tuh baik
banget sama Rista. Dari mulai minjemin PR sampe ngebeliin pulsa. Dari semua itu nggak diminta
Rista sama sekali. Ya ampun, ketauan banget deh kalo lo tertarik sama sobat gue itu. Jujur, lo
suka kan sama dia" Ngaku deh lo....."
"Ehm, sebenernya sih nggak...." Dega celingukan ke sana kemari.
"Maksud lo?" "Nggak jadi deh."
Mayang menonjok lengan Dega lagi. Kali ini lebih keras. "Udah deh, jangan sok nggak suka gitu.
Lagian, menurut feeling gue, Rista juga suka tuh sama lo, Ga." Mayang memperlihatkan
senyumnya yang cemerlang.
"Suka sama gue?" Dega terlihat terkejut. "Nggak, nggak boleh. Rista nggak boleh suka sama
gue," nadanya terdengar tegas.
Mayang bengong. "Lo aneh deh. Lo kan selalu ngelayanin kebutuhan Rista tanpa Rista minta,
tapi kenapa...." "Tapi gue nggak pernah berharap dia jadi suka sama gue, Yang," sela Dega.
Mayang mengerutkan alisnya, menggelengkan kepala. "Sumpah, gue nggak ngerti cara berpikir
lo. Cara kerja otak lo. Beneran, gue nggak ngerti."
"Lo nggak perlu ngerti kok," ujar Dega pelan. "Kan nggak diwajibkan buat ngerti."
"Ih, Dega," Mayang melipat tangannya sambil menghela napas. "Jadi kenapa lo nggak berharap
Rista suka sama lo" Buat apa lo ngeluarin uang untuk Rista kalo ternyata lo nggak berharap apaapa dari dia" Tau nggak, gue kira lo udah bener-bener ngebetet sama Rista."
"Sebenernya gue pengen Rista suka sama orang lain," ungkap Dega. "Bukan suka sama gue."
Mayang menggigit bibirnya.
"Oh iya, Yang, gue denger dari Rista, lo suka sama Ariel ya?" tanya Dega sambil menyipitkan
matanya. Sepertinya cowok itu memang ingin menanyakan hal itu, tapi bisa juga hanya bertujuan
untuk mengalihkan topik. Susah ditebak.
"Kapan Rista bilang?"
"Sekitar seminggu yang lalu."
"Iya sih," jawab Mayang terbuka. "Dia keren ya" Nggak kayak lo. Hehe....."
"Emang gue nggak mirip ya sama dia?" tanya Dega dengan nada ragu.
"Apanya yang mirip" Kalo mirip, lo pasti keren juga!" Mayang ketawa sendiri, tapi kemudian ia
minta maaf pada Dega karena tak sepenuhnya serius.
*** "Rista!" Di sudut lain, tampak Ariel berlari menghampiri Rista yang duduk di rumput yang sepi.
Masing-masing tangan Ariel menggenggam sebotol Cola Cola. "Buat lo." Ariel menyodorkan Cola
Cola di tangan kanannya, lalu duduk di samping Rista.
"Ar, lo baik banget deh. Makasih ya," kata Rista dengan senyum manisnya.
"Sama-sama. Ta, kok lo nggak sama Mayang sih?"
"Ehm, gimana ya.....gue tadi sempet ngeliat dia duduk sendiri. Mukanya rada nggak enak gitu.
Gue jadi takut nyamperin dia. Gue nggak mau ganggu," jawab Rista pelan. "Tapi di sebelah gue
udah ada elo. Jadi gue ada temennya deh....."
Ariel tertawa. "Gue tahu kok, lo kan paling nggak suka sendirian. Makanya lo nggak suka warna
item. Soalnya bagi lo warna itu warna kesendirian yang menyeramkan......lo suka warna yang
cerah, kayak biru muda, merah muda, segalanya yang muda. Tapi kenapa lo suka nonton filmfilm horor The Eye" Lo aneh ya, tapi unik. Eh, semoga di sini nggak ada cacing ya" Lo kan bisa
histeris kalo liat cacing. Di sini ada tiramisu nggak, ya" Kalo ada, gue kan bisa beli buat lo. Lo
suka tiramisu, kan" Sayangnya tadi cuma ada Cola Cola ini, minuman kesukaan lo. Penjualnya
nggak jual tiramisu tuh."
Rista bengong. "Ar, lo kok bisa tahu semua tentang gue sih....." Semuanya bener, nggak ada
yang meleset. Lo pake ilmu apa sih" Curang lo! Lo bisa baca kepribadian orang ya?" Rista
meninju-ninju bahu Ariel.
Ariel tertawa lagi. "Nggak. Gue nggak pake ilmu apa-apa kok, Ta."
"Jangan-jangan lo peramal. Jangan-jangan pas gue nerima Cola Cola dari lo, gue lagi diramal.
Ariel, lo nggak bisa seenaknya ngeliat pribadi orang! Berarti gue laig jadi korban pembacaan
pikiran dong! Ar, sebenernya mau lo apa sih?"
"Yang gue mau?"
"Iya. Apa?" "Elo." Part* 6. "GA, Rista ke mana, ya" Kok dari sini nggak keliatan...." Mayang memandang berkeliling, tapi tak
sedetik pun matanya menemukan sosok mungil Rista.
"Mana gue tahu," jawab Dega cuek.
"Ehm.... Ga, lo tau nggak, masa Rista sekelompok sama Ariel...." Entah kenapa, sepertinya
Mayang jadi begitu memercayai Dega sebagai tempat curahan hatinya.
"Oh, tahu. Emang kenapa?"
"Kok lo responsnya gitu sih" Cuek banget deh lo. Tau nggak, sekelompoknya Rista dengan Ariel
tuh menandakan adanya maut. Bayangin, mereka pasti jadi deket, akrab, trus....."
"Jadi itu yang lo takutin?" Dega sudah dapat menerka masalah yang melanda Mayang. Mayang
mengangguk pelan. "Kalo mereka akrab, trus kenapa" Gue tasa nggak apa-apa deh."
"Tapi kan, Ga.....gue takut Rista bakal menggantikan posisi gue di mata Ariel....," tutur Mayang
terbata-bata, sedikit takut.
Dega menelan ludah, wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut. "Ngegantiin posisi lo" Apa
maksudnya tuh?" tanyanya sama sekali tak mengerti.
"Jadi gini lho, Ga....." Mayang menarik napas sesaat. "Ariel kan kenal sama kakak gue. Nah,
kakak gue cerita, Ariel lagi naksir cewek kelas satu, Ga. Dan Ariel mau nembak tuh cewek pas di
sini, di Cibubur. Ehm.... Bukannya GR, tapi gue rasa cewek yang dimaksud tuh gue. Coba deh,
gue kan udah sering ditraktir sama Ariel.....Makanya gue dari tadi nggak tenang mikirin kapan dia
nyatainnya. Sekarang, Rista sama Areil pasti udah mulai akrab. Yang gue takutin, Ariel bakal
berpindah hati....." Mayang memejamkan matanya beberapa saat, menenangkan hatinya.
Dega kepingin ketawa namun ditahan. "Yang, setahu gue, Ariel ruh bukan orang yang gampang
berpindah hati. Dan lo jangan GR dong! Menurut feeling gue, Ariel nggak bakalan nembak lo."
Mayang mengerutkan alisnya. "Ga, dari gaya bicara lo, kayaknya lo deket deh sama Ariel. Kok lo
bisa-bisanya yakin Ariel nggak bakalan nembak gue?"
Dega terdiam, lalu menggeleng kepalanya.
*** Rista tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya.
"Arista, gue serius. Asal lo tahu, selama ini gue deket sama Mayang karena gue pengen deket
sama lo. Gue berharap, setelah gue bener-bener deket sama Mayang, Mayang bersedia
nyomblangin gue sama lo. Tapi ternyata, sekitar seminggu yang lalu gue dikasih tahu Dega kalau
Mayang suka sama gue. Katanya, Dega dikasih tahu elo, Ta. Gue langsung nggak enak hati
sama Mayang. Akhirnya niat gur buat minta dicomblangin sama lo batal deh. Kasian kan
Mayang. Bisa broken heart. Akhirnya gue mutusin buat ngomong langsung aja sama lo kalo
gue....." "Ar, ada hubungan apa lo sama Dega?" Rista memotong perkataan Ariel. Namun Ariel terlihat
tidak keberatan. "Rista, Dega tuh adik gue," jawab Ariel setengah berbisik. Rista kembali terkejut. "Dia tahu gue
suka BANGET sama lo. Dia tahu hari ini gue mau nembak lo. Dia tahu semua tentang gue."
"Nggak mungkin," Rista menggelengkan kepalanya.
"Nggak mungkin, Ariel. Lo berdua nggak pernah ngobrol di sekolah, nggak pernah pulang
sekolah bareng....."
"Emang nggak. Dari dulu gue sama dia jarang bareng. Berangkat sekolah aja nggak barengan,
padahal sekolahnya sama. Pulangnya juga nggak barengan, padahal rumahnya sama," jawab
Ariel terang-terangan. "Gue nggak nyangka," Rista menggelengkan kepalanya. "Lo berdua nggak mirip sama sekali...."
"Waktu itu, gue bilang ke Dega kalo gue suka sama temen seangkatannya yang bernama
ARISTA. Trus gue minta tolong supaya dia ngelayanin lo terus. Minjemin catetan, beliin pulsa,
apa aja. Gue selalu perhatian sama lo lewat Dega, karena gue malu ngedeketin lo. Tadi tuh gur
nggak ngeramal. Itu semua gue tahu dari Dega, Ta." Mata Ariel berbinar-binar. "Semua itu gue
lakuin buat ngedapetin elo."
"Pantesan gue sering diinterogasi sama Dega. Ternyata buat disampein ke elo." Rista kemudian
tertawa. Ariel juga. "Sekarang gue sama Dega akrab banget di rumah. Ngobrolin tentang elo. Tapi tetep aja, di
sekolah kami males ketemuan. Nggak banyak yang tahu kami kakak-adik. Paling cuma Bayu,
sobat gue. Sama Genta, kakaknya Mayang," kata Ariel jujur.
Tiba-tiba saja Rista tersenyum. Entah karena apa. Rista sendiri bahkan tak tahu.
"Ta, gue sama sekali nggak bermaksud mau ngerjain Mayang." Ariel menundukkan kepalanya.
"Ar, Mayang emang suka sama lo. Dan gue kira lo juga suka sama Mayang. Nggak tahunya lo
lari ke gue," Rista sedikit bergurau. Ariel tersenyum.
"Jadi gimana, Ta?" tanya Ariel sedikit malu.
"Apanya?" Rista malah balik bertanya.
"Lho kok malah nanya. Lo.....mau nggak?"
Rista langsung bingung. Ia harus pintar menentukan pilihan saat ini. Jika ia menerima Ariel,
berarti dia sudah makan teman sendiri. Tapi jika ia menolak, ia akan menyesal karena telah
membohongi dirinya yang sebenarnya menyukai Ariel.
"Ta, kok diem?" Ta, gue serius. Cuma elo yang bisa duduk di singgasana hati gue, nggak bisa
digantiin lagi." Mata Ariel membawa sepenggal harapan.
Rista tak tahu harus bagaimana lagi. Ia ingin menerima, tapi tak ingin menyakiti Mayang.
Entahlah. Pikirannya terombang-ambing. Bisa ke sana, bisa ke sini. Tapi harus ada yang
dipilihnya. Yang akan menjadi pilihan tetap seumur hidupnya. Gimana nih"
"Emang sih, Mayang pernah bilang ke gue kalo dia suka sama lo, tapi sebenernya dari dulu gue
juga...." Rista menghela napas. "Juga......"
"Itu tandanya lo neriman, kan" Iya, kan" Nggak usah dilanjutin omongan lo. Gue ngerti kok."
Wajah Ariel bersinar secerah matahari.
"Ar, nggak bisa semudah itu!" Rista setengah membentak, membuat Ariel kaget setengah mati.
"Apa kata Mayang nanti" Dia bakal marah sama gue, nggak mau ngomong sama gue. Hubungan
gue sama dia pasti hancur lebur."
"Ta, lo bisa ngomong baik-baik sama Mayang. Lo terus terang kalo lo nggak bisa nolak ajakan
gue. Karena lo juga punya perasaan sama kayak Mayang terhadap gue," mohon Ariel.
"Ar, gue punya syarat kalo lo emang pingin sama gue," ujar Rista serius. "Kita nggak boleh
keliatan kayak pasangan pada umumnya. Lo harus tetep ngajak Mayang sama kakaknya jalan,
nganterin Mayang pulang, pokoknya seperti biasa."
"Berarti gue nggak akan pernah jalan sama lo dong.....?" Ariel protes.
"Temang, Ar, kita tetep jalan kok, asal nggak ketahuan sama Mayang atau anak-anak lain."
"Tapi, Ta...." "Ariel, ayo dong. Kalo lo emang sayang sama gue, penuhin syarat gue. Please...." Wajah Rista
cemas spesial. Tak lama, Ariel mengangguk. "Oke, tapi kita bakal cepet bubar kalo kayak gitu."
Rista menggelengkan kepalanya. "Kita nggak bakalan bubar kalo hati kita terus dijaga supaya
tetap utuh." Ariel menghiasi wajahnya dengan senyuman manis. Rista menarik napas. Akhirnya dipilihkan
keputusan itu. Memang agak berat bagi Rista, tapi pernyataan Ariel sudah ditunggunya sejak
dulu. Belum tentu datang dua kal. Yah, walaupun itu artinya dia makan temen sendiri, yaitu
Mayang, tapi Rista berusaha untuk tidak terbebani dengan hal itu.
*** Anak-anak berbaris rapi di dalam pendopd untuk mengambil santapan makan malam. Perut
emang udah keroncongan dari tadi. Makanannya enak-enak pula. Sepageti, lasagna, nasi
goreng......de el el el el el el el el.....
"Ta, duduk situ yuk!" ajak Mayang ketika ia dan Rista sudah membawa sepiring spageti lezat
sambil menunjuk tempat lesehan di sudut pendopo berhawa dingin itu.
Setelah menaruh piring di atas karpet merah pendopo, diam-diam Rista melirik sudut lain tempat
Ariel makan bersama Bayu, sohibnya selain Genta. Rista tersenyum tipis namun manis. Ia tak
menyangka Ariel menyadari pandangan manisnya dan membalas senyum Rista. Kemudian
keduanya bertatapan selama beberapa detik.
"Ta, lo ngeliat setan ya?" Mayang mencolek pundak Rista. Rista kaget bagai kesetrum.
"Eh, nggak. Hmm.... Yang, kita belon ngambil air putih. Sebentar, ya, gue ambilin." Rista beranjak
berdiri. "Oke, makasih sebelumnya," jawab Mayang rada nggak jelas, karena mulutnya penuh spageti.
Rista menuju meja bulat yang khusus menampung gelas-gelas air putih.
"Hei, Ta....." Ada suara berbisik di belakang Rista. Rista berbalik dan mendapati Dega berdiri
tegap di hadapannya. "Hei, Ga," balas Rista singkat. Mulai saat itu juga Rista jadi sangat ramah pada Dega.
"Gimana, ada peristiwa yang terjadi tadi siang?" Masih berbisik, Dega bicara sambil tersenyum
nakal. Rista tersipu. "Ya gitu deh....."
"Trus, akhirnya lo sama kakak gue jadian?" Rista mengangguk malu.
"Wow....keren. Selamet ya, semoga langgeng." Dega menjabat tangan Rista erat-erat. Rista
nyengir lebar. "Trus, Mayang gimana?"
"Ssstt...." Rista meletakkkan telunjuknya di bibir. "Mayang nggak tahu dan jangan sampai tahu."
"Wah, parah lo, Ta. Lo nggak bisa selamanya begini, lagi. Cepat atau lambat Mayang harus
tahu," nada bicara Dega seperti mengancam.
"Nggak tahulah. Kita liat aja gimana nantinya," jawab Rista ringan. Kemudian gadis itu mohon diri
untuk pergi ke tempat Mayang.
"Nah, dateng juga lo," sambut Mayang pura-pura jengkel.
"Maaf, Yang....." Rista duduk kembali di tempatnya.
"Eh, Ta, lo udah akrab sama Ariel?" tanya Mayang ingin tahu. Jelas ingin tahu. Cewek berambut
panjang itu akan terus waspada, mengamati bagai detektif.
"Eh, nggak juga," jawab Rista kagak, bahkan sebelumnya ia sempat batuk-batuk.
Mayang menyeruput air putihnya sedikit. "Ta, sori ya, gue sering ngeledekin lo pacarnya Dega,
padahal...." Mayang tampak ragu melanjutkan kalimatnya.
"Padahal apa?" Rista penasaran, sambil melilitkan spageti di garpunya.
"Padahal....padahal Dega nggak naksir elo!!!" seru Mayang sedikit histeris.
Rista memandang Mayang dengan pandangan aneh, lalu tertawa hampir ngakak. "Terus
kenapa" Naksir nggak naksir, ya gue nggak peduli."
"Tapi lo kan suka sama dia, Ta," tukas Mayang dengan wajah polos.
"Wih, sejak kapan tuh?" Lalu Rista tertawa lagi.
Mayang bersedekap, sama sekali nggak menjawab pertanyaan. "Ta, udah nggak bisa disangkal
lagi. Ini namanya cinta mati. Bayangin, dari pagi sampe sekarang gue kepikiran Ariel. Padahal
orangnya ada di sini." Mayang memandangan Ariel sambil tersenyum dan berimajinasi.
Rista tersedak. Lalu cepat-cepat minum. Jangan pernah bilang itu, Ariel udah ada yang punya,
jerit Rista dalam hati. Oh, betapa susahnya berhubungan dengan seseorang yang sedang
menjadi incaran sobat sendiri.
"Lo suka Ariel dari mananya sih?" tanya Rista dengan nada waspada.
Mayang mengangkat bahu sambil mengangkat alis. "Gue sendiri nggak tahu, gue suka Ariel dari
mananya, dari apanya. Pokoknya suka aja," jawabnya enteng.
Rista manggut-manggut. "Kapan sih Ariel bilang ke gue, Ta?" Mayang mengguncang-guncang bahu Rista sedikit kasar.
Rista melepaskan jari-jari Mayang yang munggil, lalu melipat tangannya. "Bilang apa?"
"Bilang kalo Ariel tuh suka sama gue, RISTA!" seru Mayang tepat di telinga kanan Rista, hingga
Rista memejamkan mata erat-erat karena budeg.
Setelah dangungnya hilang, Rista menyenderkan punggungnya ke dinding. "Aduh, Yang, kalo
soal itu sih gue mana bisa jawab. Gue nggak tahu, itu tergantung maunya Ariel, kan?"
Mayang terlihat lemas. "Iya sih. Tapi kalo mood-nya jelek mulu, kapan dia bisa bilang" Dia nggak
tahu ya kalo gue udah gerah nunggunya?" protes Mayang. Rista hanya bisa mengangguk.
Mengangguk sendu.

Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Um....kenapa sih lo sebegitu berharapnya" Bukannya gue ngelarang, tapi...."
"Lo nggak pengen gue agresif kayak gini karena lo takut gue patah hati kalo ceweknya ternyata
bukan gue, itu kan pengen lo bilang, Ta?" terka Mayang.
Rista mengangguk pelan. "Nyantai song, Ta. Kalo ternyata ceweknya bukan gue, gue juga nggak bakalan nangis darah
kok," kata Mayang sambil merangkul pundak Rista dan tersenyum manis.
"B....be....beneran?" Rista tak percaya dengan ucapan Mayang barusah. Mayang mengangguk.
"Iya. Yang ada, gue bakal tambah semangat ngerebut Ariel."
"Hah?" Rista menggenggam kedua tangan Mayang erat-erat. "Masa sih" Walaupun dia udah
punya cewek?" "Iya." "Jangan gila deh lo, Yang," Rista menunjuk muka Mayang. "Lo nggak bisa ngerebut pacar orang
gitu dong, Yang. Kasian kan ceweknya...."
"Gue nggak peduli. Tuh cewek bakal gue usir, pergi sejauh mungkin dari Ariel." Mayang bersikap
tegas. Rista menunduk. Bagaimana jika sewaktu-waktu Mayang mengetahui bahwa dirinyalah cewek
Ariel" Apakah Mayang akan melasanakan sumpahnya terhadap dirinya"
Part* 7. Rista menunduk. Perkataan Mayang sangat menyinggung perasaannya. Bagaimana jika
sewaktu-waktu Mayang mengetahui bahwa dirinya cewek Ariel" Apakah Mayang akan
melaksanakan sumpahnya terhadap dirinya"
Rista jadi gelisah. Kepalanya pening. Namun ia mencoba tidak memperlihatkan tanda-tanda itu di
depan Mayang. Karena Mayang pasti bakal nanya, "Lo, kenapa?"
"Yang ,lo pikir cowok cuma Ariel doang" Kan nggak." Rista mencoba meyakinkan sahabatnya.
"Emang nggak. Tapi cowok paling oke tuh ya Ariel," jawab Mayang tetap pada pendiriannya.
Rista bingung harus gimana lagi. Duh, gimana sih caranya supaya Mayang bisa berpaling dari
Ariel?"" Rista hanya bisa pasrah.
Acara api unggun berlangsung setengah jam kemudian, tepatnya jam setengah sepuluh malam.
Semua duduk berjejer menurut kelompok, melingakri api unggun. Acara ini akan dilakukan setiap
kali menjelang tidur. Api unggun menyala terang membuat gelapnya malam menjadi cerah. Namun tak bisa dihindari,
nyalanya membuat para murid merasa kepanasan.
"Gimana, Ta" Udah kenyang?" tanya Ariel pada Rista yang duduk bersila di kanannya.
"Udah. Padahal aku cuma makan spageti. Tapi kenyang banget," jawab Rista sambil mengelus
perutnya yang nggak buncit sama sekali.
Ariel tersenyum memandang Rista. "Oh iya, hampir lupa. Mayang gimana?" tanyanya tiba-tiba.
Rista menunduk. "Mayang masih nunggu-nunggu kapan lo bilang cinta ke dia," katanya pelan,
sambil memandang Mayang yang duduk di sisi lain api unggun. Namun baru disadarinya,
Mayang juga memandang ke arahnya, memandang dengan pandangan tak bersahabat.
"Hah" Masa sih?" Ariel membelalakkan matanya tak percaya.
"I.....iya, udah ya, Ar, kita jangan ngomong lagi. Nggak enak nih, aku diliatin sama Mayang....,"
bisik Rista panik. Ariel mengerutkan alisnya. "Kamu takut banget sih sama Mayang" Kenapa" Takut ketauan kalo
kita pacaran" Kamu gitu, ya. Berarti kamu nggak tulus sayang sama aku. Kamu malu pacaran
sama aku. Ya, kan?" Ariel ngambek sejadinya.
Rista memukul pelan bahu Ariel. "Ar, pikiran kamu jelek amat sih" Kamu nggak pengertian.
Kamu egois," marahnya. "Kamu tau nggak, aku sayang banget sama Mayang. Dia sahabatku.
Aku nggak mau nyakitin perasaan dia. Jadi dia nggak boleh tahu kita punya hubungan. Iya, aku
tahu aku nusuk dia dari belakang, tapi ini semua demi memiliki kamu. Coba dong, hargain aku.
Ngertiin aku. Aku mohon. Masa baru hari pertama aja kamu udah ngeluh kayak gini."
Ariel menatap Rista dengan wajah sendu. "Tapi mau sampai kapan aku disembunyiiin kayak
gini?" "Aku nggak tahu. Dan aku nggak mau mikirin itu dulu. Sebetulnya aku nggak bisa milih. Kamu
atau Mayang. Aku nggak bisa memihak. Aku mau dua-duanya." Rista hampir menangis.
Ariel menghela napas. "Maaf ya, Ta. Aku tahu kamu bingung. Tenang aja, aku bakal
memperlakukan Mayang seperti biasa kok. Aku tahu, kamu minta aku kayak gitu karena kamu
masih perhatian sama sobat kamu."
"Nah, kamu ngerti." Rista tersenyum menandakan kelegaan. "Makasih ya."
Ariel juga tersenyum. Lalu diam-diam cowok itu menggenggam erat jari-jari mungil gadis di
sampingnya. Namun tak sampai tiga detik, pemilik jari-jari mungil halus itu menarik tangannya dari genggaman
Ariel. "Ar, kamu udah ngerti belum?"
Ariel kagok, lalu melipat tangannya. "I....iya, ngerti," jawabnya terbata.
Rista menatap Ariel dalam-dalam. "Kalo kamu kayak gitu lagi, itu sam aja kamu mau nyelakain
aku. Tega kamu," ancamnya sebisa mungkin. Areil jadi takut. Ceweknya kok jadi sangar begitu.
Pak Haru membagikan kertas jadwal kegiatan kemah pada masing-masing anak.
"Kok jadwalnya baru dibagiin sekarang ya?" Mayang memandangi jadwal kegiatannya.
"Iya, print-nya baru dibetulin, kali," canda Tya diiringi tawa Mayang di sebelahnya.
"Ah, bisa aja lo!" Mayang memukul pelan bahu Tya, lalu memandang jadwalnya lagi. "Eh, besok
ada jurit malam!" "Wah, asyik!!" seru Tya sambil mengibas-ngibaskan kertasnya.
"Wah, gawat....," Mayang membelalakkan mata. "Rista bakal tambah lengket tuh sama Ariel.
Aduh, gimana nih?" ia panik sejuta umat dan mulai menggigiti kuku-kuku tangannya.
Tya tak mengerti gelagat Mayang sama sekali. Apa sih maksudnya" Kok nih anak jadi heboh
sendiri" Udah kayak kesurupan. Ih.....,takut. "Yang, lo kenapa sih" Muka lo kok ketakutan gitu
kayak habis ngeliat setan?"
Mayang menarik napas panjang, lalu memandang Tya. "Gimana nih?" ulang cewek berkulit putih
itu. "Ehm...., Tya, menurut lo Rista sama Ariel gimana?"
Tya mengangkat sebelah alisnya. Aduh, nih anak ngomong apa sih" Mulai keluar nih nggak
jelasnya. "Yang, lo kalo ngomong yang bener dong! Jangan berlepitan. Si Rista sama Ariel
gimana" Hm.....menurut gue nggak gimana-gimana."
Mayang bersedekap. "Nggak mungkin, Tya. Yang namanya orang udah sekelompok, pasti cepet
atau lambat bisa akrab," katanya sambil mengerut-ngerutkan muka. Pusing, stres, depresi,
dan......"Gue bisa sakit jiwa......!!!!"
"WOI!! Siapa tuh yang ngomong" Cari muka banget sih!!" suara seorang cewek bernama Rocha
dari kelompok REMY SYLADO di sisi lain apa unggun terdengar keras.
Mayang mematung. Lalu dengan gerakan waspada, cewek mungil itu memandang ke arah suara
kasar itu berasal. "Elo yang yang ngomong" Adiknya Genta kan lo" Lo lagi, lo lagi. Cari masalah mulu!" bentak
Rocha pedas. "Nggak beda sama kakaknya!"
Mayang menggeram. Kalimat mengenaskan itu terasa sangat menyakitkan, menusuk-nusuk
setiap sisi tubuh dan hati terdalam Mayang.
Mayang baru saja ingin membalas ucapan Rocha, tapi ternyata suara Pak Haru menduluinya.
"Roch! Diam kami! Jangan bicara seenaknya! Mayang, jangan lakukan lagi. Ini sudah malam.
Tidak bagus berteriak-teriak seperti itu."
Rocha dan Mayang sama-sama mengangguk, lalu saling menatap penuh benci.
Benciiiiiii.....sekali. Keduanya seperti ingin main cakar.
"Apa sih maunya" Abang gue selalu aja dibawa-bawa," kata Mayang pelan pada Tya.
"Maunya" Kayaknya dia nggak mau apa-apa deh," jawab Tya seadanya. Mayang menatap Tya
dengan sebal. "Adu...., Tya, lo telmi apa lemot apa stupid ever and forever sih?"?" tanya Mayang jengkel sambil
menunjuk-nunjuk muka Tya. Tya mengerutkan alis sambil menggembungkan pipi.
"Telmi apaan sih" Terlalu Manis ya?" tanya Tya dengan muka bego. Mayang mengerutkan muka
lagi, lalu memukul-mukul pahanya sendiri.
"Iiiiiihhh..... Tya.....!! Gue nggak jadi deh ngomong sama lo! Lo jayus banget!"
*** Akhirnya, waktu tidur tiba. Saat itu jam setengah sebelas malam, dan anak-anak mulai berisik
memilih mau tidur di tenda mana.
"Mayang!!! Kita satu tenda, ya!!" Serra, gadis kurus tinggi berambut sebahu teman sekelas
Mayang itu meloncat menghampiri Mayang yang berjalan bersama Tya.
"Nggak setenda sama Kak Rocha, kan" Gue mau cari selamat," jawab Mayang terang-terangan.
Serra mengerutkan alis sambil tersenyum kecil.
"Kenapa" Lo takut sama Kak Rocha?" tanyanya heran namun seperti ingin tertawa.
Mayang memiring-miringkan bibirnya. Jelek. "Bukannya giru, Ra, tapi gue males aja kalo setenda
sama dia. Kasian anak-anak, sepanjang malam harus dengar suara-suara orang berantem....."
Mayang mengangkat alis. Serra memukul plan lengan Mayang. "Bener juga lo. Kita nggak setenda kok sama Kak Rocha.
Lagian gue juga takut sama dia. Serem banget, mukanya cantik, tapi sifatnya monster."
Mayang dan Tya tertawa geli. "Lo jangan ironis gitu dong, hehehe....," ujar Tya terus-terusan
ketawa. Serra cuma mengangkat bahu.
"Lho, Yang, Rista mana?" tiba-tiba Serra teringat sobat Mayang itu. Mayang memukul keningnya,
baru sadar..... "Mimpi indah ya, Ta.....," ucap lembut Ariel pada Rista yang berdiri empat senti di depannya. Saat
itu mereka di balik pohon, di belakang salah satu tenda cewek. "Alias mimpiin gue, hehehe....."
Rista mencubit gemas perut Ariel, hingga Ariel merintih kesakitan. "Hu, bisa aja. Nyebelin, tau
nggak!" Ariel mesem-mesem aja. "Terserah deh mau ngomong apa. Hmm.....udah ah, ntar sampe pagi
kita di sini. Jaga diri baik-baik ya, tidur nyeyak, mimpi bagus, jangan ngingau, jangan ngorok,
jangan ngompol, jangan nendang-nendang kepala temen, jangan....."
"Jangan ceramah deh, Ar," sela Rista sambil melipat tangannya, pura-pura kesel. "Ya udah,
sekarang kamu ke tenda cowok gih. Selamat malem, selamat tidur, dadah...." Rista melambaikan
tangannya. Ariel tersenyum. "Ya udah, selamat malam juga, selamat tidur juga, selamat mimpi keren.....,"
katanya dengan nada nakal.
Rista mulai gemes, lalu mendorong-dorong Ariel. "Iya, iya, kamu jangan ngoceh terus dong.
Kapan selesainya kalo begini teru?"" Udah,cepetan sana pergi, sebelum ketauan sama anakanak....."
"Kamu kok ngusir gitu sih?"
"Cepetan sana!!!"
"Iya, iya!" Ariel langsung ngalah dan dengan secepat kilat berlari menuju tenda cowok. Rista
menghela napas lega, lalu dengan hati-hati ia pergi ke depan tenda cewek.
"Hai, Mayang-ku yang tercantik!" seru Rista sambil memegang kedua bahu Mayang yang
membelakanginya. Mayang terkejut, lalu segera membalikkan badan. "Rista, lo ke mana aja?" tanya Mayang
bingung. Rista tersenyum lebaaar sekali.
"Um....gue habis dari toilet," jawabnya sebisanya.
"Ta, lo setenda sama gue ya" Sama Tya, sama Serra juga....," ajak Mayang sambil melirik Tya
dan Serra di sebelahnya. Rista mengangguk.
"Gue sih dimana aja. Di rumput juga boleh," Rista bercanda seadanya. Mayang, Tya dan Serra
tertawa geli. "Ya udah, bawa semua tas kita masuk tenda."
Beberapa menit kemudian, semua anak telah selesai menentukan di mana mereka akan tidur.
Tenda-tenda itu besar-besar dan berwarna abu-abu. Setelah semua tas yang ada di tenda
Mayang dirapikan, anak-anak bergegas tidur.
Tya dan Serra langsung tertidur pulas, sementara anak-anak lain ada yang sibuk cari camilan
dulu, nyisir dulu, atau baca doa dulu!
Mayang duduk di sebelah Rista sambil memeluk kedua lututnya. "Rista," Mayang memandang
sohibnya itu, "pas acara api unggun, gue liat lo duduk di sebelah Ariel."
Rista tersentak sejenak, lalu memandang Mayang dengan mata linglung. "Hmm, um, eh...., iya.
Lo liat, ya?" tanyanya. Tubuhnya panas-dingin.
Mayang menggaruk-garuk kepalanya. "Iya lah, gue ngeliat. Tru, gue perhatiin, lo ngobrol lama
sama Ariel. Ariel dengerinnya serius banget, lagi. Muka lo kayak sedih, Ta. Jangan-jangan lo lagi
curhat ke Ariel," tebak Mayang jengkel. "Kenapa sih, Ta" Kenapa nggak curhat ke gue" Lo kalo
punya masalah bilang ke gue dong, gue kan sahabat lo."
"Nggak, nggak, gue nggak punya masalah apa-apa. Beneran, Yang, percaya sama gue," kata
Rista tegas sambil memegang erat bahu Mayang dengan mata penuh keyakinan.
Mayang menggigit bibir. "Kalo gitu lo bilang apa dong ke Ariel?" tanya Mayang curiga. "Ayo, Ta,
kasih yau gue!" paksanya.
Rista menggeleng. "Gue cuma.....cuma khawatir kelompok HILMAN nggak bisa kompak, nggak
bisa kerja sama." jawaban apaan ituh" Rista bingung sendiri.
"Oooh.....gitu doang....," Mayang mengangguk-angguk. Hhh, untung Mayang percaya. Rista bisa
menghela napas lega. "Yang, lo marah sama gue ya?" tanya Rista beberapa menit kemudian. Mayang mengerutkan alis
tampak heran. "Marah" Karena apa?"
"Karena....gue duduk di sebelah Ariel," jawab Rista semu.
Mayang cuma angkat bahu. "Nggak tahu. Lagi di tengah-tengah. Rada ngambang," jawabnya
cuek bebek. Rista menatap sobatnya dengan mata suram. "Yang, lo marah ato nggak, gue tetep minta maaf.
Gue janji deh, gue nggak bakal duduk di sebelah Ariel lagi." Rista mengeluarkan tanda suer
dengan jari kanannya. "Tapi lo juga jangan suka marahan sama Kak Rocha."
Mata Mayang berbinar-binar, lalu tanpa pikir panjang lagi, ia langsung merangkul leher Rista.
"Makasih janji lo, Ta...."
Part* 8 ANAK-ANAK mulai menguap ketika jam 06.30 datang lagi untuk kesekian kalinya dalam dunia
tercinta ini. "Bay, lo masih setengah sadar, ya?" Ariel menepuk-nepuk bahu sobatnya yang terlihat setengah
melek itu. "Iya, Ar, gue masih ngantuk banget nih...." Bayu mengucek-ucek matanya. "Gimana semalem"
Lo mimpiin cewek lo itu nggak?"
Ariel menggeleng. "Nggak, Bay. Gue mimpi ketemu elo. Nyebelin, padahal gue udah bosen
banget ngeliat muka lo."
Kepalan tangan Bayu mendarat di perut Ariel. "Sialan lo!" bentaknya kesal. Ariel tertawa-tawa
sendiri. "Eh, sebentar ya, gue mau nengok keadaan di luar dulu," pamit Ariel, masih tak bisa
menghentikan tawanya. "Dasar, bilang aja lo mau ngeliat cewek lo itu!" Bayu langsung dapat menebak, sementara Ariel
masih cengar-cengir aja. Hati-hati Ariel melewati cowok-cowok dalam tendanya yang sebagian masih berada di dunia lain
itu, lalu keluar dari tenda.
"Eh Ariel," Bu Daura yang kebetulan ada di dekat tenda langsung menyapa Ariel yang ternyata
jadi murid pertama yang keluar dari tenda pagi ini!
"Eh, Bu Daura. Bu, anak-anak ceweknya udah pada bangun belom?" Ariel langsung bertanya
tanpa basa-basi. "Nguap sih udah, tapi belum bener-bener bangun. Coba liat, sehalaman ini belum ada anakanaknya. Semua masih dalam tenda, Ar," jawab Bu Daura sambil merangkul pundak Ariel.
Ariel lalu mohon diri masuk tenda lagi.
"Gimana, udah ketemu sama cewek lo?" tanya Bayu penasaran. Ariel duduk kembali di
sebelahnya. Ariel menggeleng. "Apanya yang ketemu" Bayangin, masa gue satu-satunya murid yang udah
keluar tenda," Ariel bersungut.
Bayu melongo, lalu tertawa sengakak-ngakaknya. "HaHaHaHa.....!!!"
"Kok lo malah ketawa sih?" Ariel makin mengeluh.
"Lucu aja. Itu namanya lo terlalu agresif, sedangkan cewek lo biasa-biasa aja tuh sama lo," ledek
Bayu dalem. "Hahaha...."
"Heh, lo udah gue bilangin, kan" Dia minta backstreet dan lo udah gue bilangin alesanannya apa,
kan" Bay, kalo bukan dia yang minta, gue nggak baklan nurut," Ariel sedikit membentak. "Gue
sebetulnya nggak pengen pacaran model begini. Repot."
Bayu langsung merangkul pundak Ariel. "Ar, maafin gue deh..... Gue ngerti kok gimana perasaan
lo....," katanya pelan. "Gue nggak bermaksud ngetawain lo."
"Iya, iya, gue tahu....," Ariel menundukkan kepalanya.
Tiba-tiba suara Pak Sapto menyuruh anak-anak bersiap-siap untuk makan pagi bersama
terdengar dari luar. Wajah Ariel berseri-seri. "Bay, waktunya makan, Bay! Berarti gue udah bisa ngeliat cewek gue!"
serunya girang sambil menarik-narik tangan Bayu dengan penuh nafsu.
"Eh, sembarangan lo, main tarik aja! Sekarang bukan waktunya makan, Ar. Baru bersiap-siap
buat makan. Kita kan belom ngapa-ngapain. Masa belom apa-apa udah makan aja,"jelas Bayu
sambil menarik tangannya yang ditarik Ariel.
Ariel langsung diam, lalu mengacak-acak rambutnya sendiri seraya berpikir-pikir. "Iya, ya. Gue
kok jadi error begini sih," katanya kemudian.
"Makanya, Ar, dengerin baik-baik. Lagian, kalo udah waktunya makan, lo nggak bisa ketemuan
secara bebas, kan" Mesti sembunyi di balik pohon, hehehe....." Bayu cekikikan.
Ariel jengkel lagi. "Iya deh, tahu gue....," tukasnya, tersinggung. "Bayu, lo nggak ngasig tahu ke
siapa-siapa kan tentang ini" Gue cuma pengen lo sama Dega aja yang tahu. Oh iya, Genta juga.
Dia bakal gue kasih tahu pas pulang dari Cibubur nanti. Gue nggak enaj ati sama dia, masa dia
selalu bilang dia lagi suka siapa sedangkan gue nggak."
Sambil mengangguk-angguk, Bayu tersenyum. Tentu dia sudah diberitahu Ariel kalau Genta
kakak Mayang. "Tapi, Ar...." mendadak kening cowok itu berliku-liku. "Kalo Genta ngasih tahu
Mayang gimana" Rista lho yang jadi korban."
Arie langsung geleng kepala. "Nggak mungkin Genta nggak pernah ngebongkar rahasia gue,"
dengan yakinnya kalimat itu keluar dari bibirnya.
"Kasusnya beda, Ariel!" Bayu mengepalkan tangannya. "Nggak mustahil Genta ngasih tahu
Mayang. Lo pikir Genta nggak bakalan kasihan ngeliat Mayang dimakan temennya sendiri"
Genta pasti sayang banget sama Mayang. Dia nggak tega Mayang digituin sama Rista. Ujungujungnya pasti Rista yang kena marah Genta sama Mayang. Ngerti lo?"!"
"Lo tenang aja deh, Bay!" Ariel membentak sedikit. "Lo cuma penjaga rahasia. Titik." Bayu
terdiam, bersedekap. Akhirnya, makan pagi bersama tiba juga lima belas menit kemudian. Wah, makanannya masih
aja menggiurkan. Seperti semalam, ditambah agar-agar kenyal. Hhhmm....
Tak terlintas sedetik pun di benak Rista untuk mencari Ariel di kerumunan anak-anak yang
berkicau berisik seperti burung itu. Untuk apa dicari" Kalau ketemu toh tidak akan diapa-apain.
Tidak panggil, tidak dihampiri. Tapi terus terang Rista tidak keberatan. Bukankah pacaran yang
kayak gini yang dimintainya kemarin pada Ariel" Jadi sekarang yang terpenting pagi Rista
adalah, juah di mata dekat di hati. Hehe....


Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walau begitu, Rista juga nggak tahan ingin melepas kangen pada Ariel. Saat ini dia ingin ngobrol
banyak dengan Ariel. Pengen cerita banyaaak banget tentang tidur dia semalam. Tapi sekuat
tenaga ditahannya keinginan itu. Ia berlalu ingat, ini demi Mayang. Menyangkut hati dan
perasaan Mayang. Ia tak ingin menyakiti hati Mayang yang sensitif. Yang bikin sedih, Rista
merasa makin hari Mayang makin suka pada Ariel!
Lain halnya dengan Ariel. Matanya mencari-cari sosok Rista. Ia tahu ini hubungan rahasia, yang
hanya boleh diketahui kalangan tertentu. Tapi Ariel emang bandel. Ia ingin ketemu Rista! Ia tak
bisa menahan diri! Namun baru saja matanya menemukan Rista, dan Rista juga kebetulan melihatnya, gadis itu
mengibaskan tangannya menyuruh Ariel berjalan jauh-jauh. Cowok mana yang nggak jengkel
diusir sama ceweknya sendiri?"?""
"Ar, muka lo kusut amat. Kenapa sih?" Bayu disebelah Ariel langsung merangkul pundak
sohibnya itu. Wajah Ariel makin kusut, untung matanya nggak sampe pindah ke bawah saking
kusutnya. "Gue nggak pernah bisa ketemu dia dengan nyaman," keluh Ariel mendesah-desah sebel. "Mesti
di balik pohon. Kalo di sekolah kan pohonnya nggak bisa buat sembunyi, soalnya kecil. Bisa-bisa
ketemuan di belakang gedung, trus di balik tiang, lama-lama di kolong meja."
Bayu malah cekikikan sambil menepuk-nepuk punggung Ariel. "Ar, sumpah, lo nggak bisa
dibilangin. Lo kan udah tahu ini sembunyi-sembunyi. Rista kan yang minta" Lo jalanin aja deh,
Ar. Percaya sama gue, nggak selamanya lo berdua harus begini. Suatu saat nanti, Mayang bakal
tahu." "Tapi sampe kapan, Bay?" Hari kedua aja gue udah nggak tahan. Gue nggak bisa begini terus.
Gue nggak sanggup!" Ariel mengentakkan kakinya.
"Kalo lo nggak bisa terima risiko, kenapa nggak ambil jalan paling gampang aja?" Bayu menunjuk
Ariel, tepatnya di hidungnya. "Lo putusin dia!"
"Eh, dasar gila lo!" Ariel mendorong Bayu sampai nyaris terjatuh. "Gue bahagia banget bisa
dapetin dia. Gue seneng. Seneng banget. Nggak mungkin gue putusin!"
"Ya udah, terima risiko dong! Lo mesti tulus, ngejalanin ini semua dengan senang hati. Coba
pahami Rista, pahami kebingungannya. Coa bayangin seandainya lo di posisi Rista. Rasain apa
yang dia rasain. Ini menyangkut cinta dan persahabatan. Susah dipilih. Susah mau mihak yang
mana. Jangan egois, Ar." Bayu memegang erat kedua bahu Ariel.
Sambil sejenak memejamkan mata, Ariel melepaskan tangan Bayu dari bahunya, lalu ganti
memeluknya erat. "Lo baik baik banget. Makasih ya. Gue sadar. Gue nggak akan pernah ngeluh
lagi. Gue juga nggak akan nyalahin Rista."
Bayu tersenyum lega. Selasa pagi, anak-anak sibuk mengemasi barang-barang bawaan mereka, bersiap-siap kembali
lagi ke sekolah. "Anak-anak, sebentar lagi kita akan naik bus. Kalian tentunya sudah menelepon orangtua kalian
untuk menjemput di sekolah," kata Pak Haru ketika anak-anak membentuk barisan sesuai
kelompok. "Tahun baru kurang-lebih seminggu lagi. Bapak ucapkan selamat Tahun Baru,
semoga kalian semua dapat menjadi generasi penerus bangsa yang lebih baik dari
sebelumnya,"suara Pak Haru begitu menyimpan banyak harapan, dan sorakan serta tepuk
tangan anak-anak langsung terdengar keras.
Selama perjalanan di bus yang berjumlah empat buah, dua untuk cowok dan dua untuk cewek,
anak-anak yang berada dalam bus Mayang tidak ada yang berisik. Rupanya kebanyakan pada
capek, masih ngantuk, atau sudah langsung tertidur pulas. Bus sunyi senyap!
"Ta....," Mayang mencolek lengan Rista yang duduk di sebelahnya. Sejak berangkat mereka
memang sudah menetapkan duduk berdua ke bus. "Gue sebel, benci, kesel sama acara kemah
ini!" Mayang menggerutu sebisanya.
"Alis Rista bertaut, bingung. "Nggak salah" Seru, kali, Yang. Gue sih menikmati banget!" Rista
memandang Mayang seolah Mayang makhluk planet lain. Tapi kemudian ia membuang muka
dan memandang ke luar jendela, melihat mobil-mobil yang lalu lalang.
"Ariel...., Ta. Dia nggak nembak gue, dasar Mas Genta ngibul!" Mayang sewot sendiri, membuat
Rista menatapnya lagi dengan ekspresi nggak heran. "Awas aja, gue bunuh nanti!"
"Nggak nembak elo?" ulang Rista, berusaha setengah mati untuk kelihatan terkejut. "Masa sih"
Padahal kan dia udah keliatan banget suka sama lo! Ups, Rista rada ngasal. "Trus....."
Drrrtt......drrrrttt.....
Getaran hp di kantong Rista menyela omongannya. Ada sms. Dari Someone. Menanyakan
kabarnya. "Sms dari siapa, Ta?" tanya Mayang ingin tahu. Kepalanya sedikit dimajukan untuk dapat melihat
layar hp yang dipegang Rista.
"Eh....." dengan panik Rista langsung menghapus pesan itu. "Dari rumah....."
Mayang langsung bersandar di kursinya. "Oh...."
"Huh, lega. Rista mengelus dadanya sambil menghela napas. "Hhhmm.... Yang, nanti lo
pulangnya ikut Ariel, ya" Pasti tuh cowok mau main ke rumah lo."
"Wah, nggak tahu deh dia mau main apa nggak. Bagusnya sih iya...." Mayang mesem-mesem
centil. "Hehehehe...."
Rista tersenyum tipis. Tak terasa, keempat bus besar itu telah sampai di Camar, sekolah tercinta. Anak-anak
berdesakan turun. "AKHIRNYA SAMPE JUGA....," seru Tya, si cerewet, sambil merentangkan tangannya ketika
kakinya menginjak tanah. Rista, yang berhasil memisahkan diri dari Mayang, dengan cepat berlari ke belakang sekolah.
Tadi lewat sms dia dan Ariel sudah janjian akan ketemuan di situ. Ternyata Ariel sudah
menunggu. "Halo Rista-ku...." Wajah Ariel begitu ceria melihat Rista. Jarang sekali kesempatan kayak begini
datang. "Ar.... Kamu udah dijemput belom?" tanya Rista pelan. Pertanyaan itu membuat Ariel menggaruk
kepala. "Emangnya kenapa" Kamu mau ikut" Ayo!" seru cowok itu kemudian dengan nada tak berdosa.
Rista mengertakkan giginya, lalu memukul keras lengan Ariel, sampai cowok itu mengeluh.
"Kamu tuh pura-pura lupa atau gimana sih" Nggak mungkin lah aku ikut kamu! Mayang gimana?"
Rista bertolak pinggang, sebal. Ariel mengangkat alis. "Ar, kamu ajak Mayang pulang, ya.
Sekalian kamu main sama Mas Genta. Seperti biasa. Oke?" Ada ancaman di sorot mata Rista.
Ariel manggut-manggut. "Aku ngerti kok," katanya, membuat senyum manis tersungging di bibir
Rista. "Tapi kamu janji nggak cemburu, ya" Ini kan kamu yang nyuruh."
Rista jadi senyum miring. "Ya enggak lah. Ngapain pake cemburu segala," jawabnya yakin. "Ya
udah deh. Aku cuma pingin ngomong itu aja kok."
"Ta....," Ariel menggenggam kedua tangan Rista. "Kamu naik angkot, kan" Ati-ati yah. Bayarnya
jangan kurang, cari angkot yang isinya rame aja, biar kalo sopirnya macem-macem bisa
dikeroyok rame-rame."
Rista ketawa. "Iya, iya. Aku udah pengalaman naik angkot kok."
Dengan superwaspada, Rista dan Ariel berjalan keluar dari belakang sekolah. Keduanya sengaja
berjauhan, agar tidak keliatan bareng.
"Mayang!!! Rista meloncat memeluk Mayang dari belakang. Mayang sampe kaget. "Gue cari ke
mana-mana, tahunya ada di gerbang."
Mayang menghel napas. "Adanya juga gue yang nyari-nyari elo. Gue lagi nungguin angkot, tahu."
"Hai, Yang...." tiba-tiba Ariel datang, membuat Mayang kaget campur salah tingkah. Tentu saja
peristiwa ini sudah diatur oleh Rista. "Yang, lo lagi nunggu angkot, ya" Pulang sama gue aja yuk!
Gue mau main nih ke rumah lo. Di rumah lo ada Genta, kan?"
Mayang terkesima. Tubuhnya kaku karena grogi, namun jantung di dalam tubuhnya semakin
cepat berdetak. "A.....ada kok...."
Ariel mengisyaratkan agar Mayang segera menuju sedan putih yang terparkir di halaman
sekolah. Rista tersenyum.
"Tapi Rista...." Mayang memandang Rista. Rista nyengir sambil menggeleng.
"Gak pa-pa kok, Yang. Gue nunggu sendiri aja." sambil beriringan, Mayang dan Ariel berjalan
menuju sedan Ariel. Ah, Mayang serasa terbang. Seneng banget karena diajak pulang bareng
sama Ariel. Ariel! Dari kejauhan Rista tersenyum. Lega masih dapat membuat hati sobatnya berbunga, padahal
cowok jabrik itu miliknya. Sambil menghela napas panjang, ia menghentikan sebuah angkot.
Genta membuka pintu gerbang rumahnya.
"Halo, Yang..... Halo, Ar....," sapanya kangen, wajahnya cerah. Wah, pasangan baru, pikirnya.
"Gimana kemahnya?"
"Seru," Ariel menjawab singkat namun sepenuh hati. "Gue main ya, Gen...." Genta mengangguk
senang. Namun wajahnya berubah heran melihat muka Mayang yang nggak ngenakin. "Lho, adikku kok
cemberut aja" Kenapa" Bad hair day?" tanya Genta asal sambil mengelus ramput panjang
Mayang yang tergerai indah. Dengan sigap Mayang menggoyang-goyangkan kepalanya, agar
tidak tersentuh jari-jari Genta.
"Jangan coba-coba megang rambut orang!"
Genta langsung bingung, apalagi ketika kemudian Mayang langsung lari masuk dengan wajah
bete. Genta memandang Ariel. "Kenapa sih adik gue, ar" Pasti ada kejadian di Cibubur yang
bikin dia sebel." Part* 9. Namun Ariel mengangkat bahu dengan wajah polos seperti anak kecil. "Mana gue tahu."
"Eh, ayo masuk, Ar," tiba-tiba Genta sadar mereka berdua masih digerbang. Tanpa basa-basi ia
menarik tangan Ariel masuk ke dalam rumah yang selalu kosong dari orangtua kecuali malam
hari itu. "Ar, gimana tentang rencana 'lepas peluru' lo itu?" tanyanya saat ia dan Ariel duduk di
sofa ruang TV, seperti yang sudah-sudah.
Ariel berdeham pelan. Tatapannya terasa begitu dingin. "Gen, rencana itu berhasil. Gue
diterima." "WAOW!" Mata Genta membelalak dan berbinar-binar. "Diterima" Gue udah boleh tahu dong
siapa anak kelas satu itu, Ar?" Sejenak terlintas di pikirannya bahwa anak kelas itu adalah
Mayang. Tapi entah, persisnya karena apa, pikiran itu dengan cepat dihilangkannya.
Cinta Pembawa Maut 1 Dewi Sri Tanjung Persekutuan Dua Iblis Suling Naga 8
^