Pencarian

Cintai Gue Kalo Berani 1

Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn Bagian 1


LOVE ME IF YOU DARE Cintai Gue Kalo Berani! Karya: Ririn Cinderella... Oh Cinderella...
SD Harwa akan mengadakan pentas kesenian yang dihadiri semua orangtua siswa. Siang ini
saatnya Bu guru memilih pemeran dalam acara tersebut. Kelas yang sedang ramai dengan suara
anak-anak di siang itu adalah kelasnya Alendra dan saudaranya, Ditha.
"Oke. Sekarang siapa yang mau jadi Cinderella maju ke depan kelas," ucap Bu guru yang berdiri
di dekat papan tulis. Beberapa saat tidak ada anak-anak yang mau maju, entah karena malu atau malas. Tapi Alendra
yang terkenal pemberani maju ke depan kelas.
"Saya mau, Bu." Dengan percaya dirinya, Alendra tunjuk tangan dan maju.
"Huu...!" Sorak anak-anak sekelas, terutama anak laki-laki.
"Ada lagi yang mau jadi calon Cinderella ?" Bu guru menambahkan.
Ini dia si ekor Alendra, Ditha. Akhirnya Ditha maju dengan malu-malu dan berdiri di sebelah
Alendra sambil memegang tangan Alendra. Meskipun kembar, tapi peribahasa 'bagai pinang
dibelah dua' nggak berlaku buat mereka. Alendra bisa dengan tenang berdiri di depan kelas tanpa
beban. Sedangkan untuk berdiri aja, Ditha masih belum tegap dan gemetaran. Nggak usah jauhjauh, dari penampilan aja udah ketahuan perbedaan di antara mereka. Alendra memiliki potongan
rambut pendek dengan model bob, sedangkan Ditha terlihat lebih mungil dengan rambut panjang
sepunggungnya. Nggak lama kemudian, dua anak perempuan ikutan maju dengan ragu-ragu.
"Nah.....siapa yang setuju kalo Monic jadi Cinderella" Ayo angkat tangan," bimbing Bu guru. Bu
guru pun menghitung suara yang dikumpulkan untuk Monic. Hasilnya ada lima suara.
"Sekarang siapa yang setuju dengan Jessica?" lanjut Bu guru. Nggak berbeda jauh dari hasil yang
diperoleh Monic, Jessica mendapatkan enam suara.
"Nah, kalo untuk Ditha?" Kali ini tangan yang terangkat lebih banyak dari sebelumnya, lebih
dari 10 tangan. Menyadari keadaannya, Alendra sempat menunduk sedikit karena kecewa.
"Bu, saya setuju kalo Alendra yang jadi Cinderella!" seru salah seorang anak yang duduk di
pojok belakang sana. Dia adalah teman sebangku Alendra. Hanya dia yang memberikan suara
untuk Alendra. "Maaf.... sesuai dengan peraturan, suara terbanyak yang akan jadi Cinderella untuk pentas seni
nanti. Dan Ditha-lah yang akan menjadi pemeran Cinderella untuk acara itu. Nah, untuk Monic
dan Jessica, kalian yang akan berperan sebagai saudara tiri Cinderella nanti. Dan untuk
Alendra..." Bu guru sempat terdiam.
"Kamu bisa jadi pangeran kalo kamu mau."
"Baik,Bu," jawab Alendra agak berat.
......... Tiba saatnya pentas dimulai, Papa dan Mama Alendra yang sekaligus orangtua Ditha datang ke
acara tersebut. Dengan bangga, Papa mereka duduk di deretan terdepan hanya untuk menantikan
Alendra tampil sebagai seorang pangeran. Orangtua mana yang nggak bangga waktu melihat
anaknya pentas, jadi pemeran utama lagi. Buat papa mereka, itu hampir sama dengan pengabulan
keinginannya. Dia seperti melihat anak laki-lakinya tampil !
Di belakang panggung, semua anak yang akan pentas sudah memakai kostum sambil
mempersiapkan diri untuk pertunjukan.
"Gue nggak pengen jadi pangeran," ungkap Alendra ke teman satu bangkunya , sekaligus anak
yang sudah menyumbangkan satu suara untuknya.
"Tenang... kan ada gue di sini. Lihat! Gue juga akan berperan sebagai ibu tirinya Cinderella
berarti kita sama aja," jawabnya sambil berusaha mendengarkan Alendra, tapi usahanya hampir
nggak berhasil. Si anak cowok itu sudah berdandan dengan pakaian ibu-ibunya. Alendra masih menunduk
dengan wajah muram. "Kalo begitu, gue janji. Nanti gue akan membuatkan sebuah pertunjukan yang besarrrr."
Tangannya melebar ke samping.
"Nah, di saat itu lu yang akan menjadi Cinderella-nya, Nggak ada anak lain yang bisa jadi
Cinderella." "Janji?" Alendra mengeluarkan kelingkingnya.
"Janji!" Si anak cowok itu mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Alendra sebagai tanda
perjanjian. "Ayo, sekarang kamu sudah harus tampil." Bu guru tiba-tiba datang menggiring anak cowok itu
ke panggung. Dia masih menatap Alendra dan mengangkat kelingkingnya ke arah Alendra untuk
mengingatkan perjanjian mereka.
Akhirnya pertunjukan selesai dan hasilnya bisa dibilang sukses. Tepuk tangan pun terdengar dari
kursi penonton. Papa Alendra terlihat sangat bangga sampai-sampai tepuk tangan sambil berdiri.
"Lu balikin badan dong," pinta Alendra sesudah pentas ke teman baiknya itu.
Di balik punggung teman baiknya, Alendra menangis tanpa kata-kata. Nggak ada kata-kata yang
menghibur dikeluarkan oleh teman baiknya itu. Dia hanya membiarkan Alendra menuntaskan
tangisnya. ..... Sebulan setelah pementasan di sekolahannya, Alendra sekeluarga pindah ke Jakarta karena
Papanya pindah tugas. Sejak saat itulah hidup Alendra berubah ! Dia yang sudah delapan tahun
memakai pakaian anak perempuan mengubah penampilannya! Secara fisik Alendra berubah jadi
seorang anak cowok. Nggak bisa dipungkiri, sedikit-banyak perubahan yang terjadi padanya
karena tuntutan Papanya. Papanya yang terobsesi untuk memiliki anak laki-laki. Dan namanya
pun berganti menjadi Andrew....
.... Pertemuan Tak! Sebagai pembuka permainan, sebuah pukulan keras penuh perhitungan langsung
memasukkan bola nomor dua yang berwarna biru ke lubang.
Dengan tinggi badan 170 cm, Andrew membungkukkan badan untuk mengincar bola nomor satu
yang kebetulan dekat dengan lubang. Matanya tidak lepas dari incarannya. Menarik-ulur stick
biliar agar bola putih dapat mengenai bola kuning, lalu tepat masuk ke lubang.
Ketiga temannya menunggu giliran sambil berdiri di samping meja dan memperhatikan
permainan. Masing-masing sudah memegang stick biliarnya.
Tak! Pukulan kedua mengenai bola putih dan menghentakkan bola nomor satu hingga masuk.
Lagi-lagi bola nomor tiga sampai lima ditelan habis oleh Andrew. Sampai-sampai bola nomor
sembilan masuk bersamaan dengan bola nomor enam.
Permainan selesai. Ketiga teman Andrew mendengus kesal karena sejak tadi hanya jadi
penonton. Padahal mereka sudah tidak sabar menunggu giliran. Bahkan saking bosannya stick
biliar yang tadinya dipegang sambil dimain-mainkan, disandarkan begitu saja. Padahal Andrew
sendiri yang tadi sore ngajak mereka main, tapi malah mereka dicuekin abis. Emang mereka
bodyguard-nya Andrew"
"Lu mau main sendiri?" sindir Tommy yang berdiri di sebelahnya.
Andrew menoleh dengan muka nggak berdosanya. Suara Tommy hanya didengarnya, setelahnya
dia kembali berkonsentrasi ke meja biliar yang sudah hampir kosong. Hanya tersisa satu bola
putih, bola nomor tujuh, dan delapan. Tapi akhirnya dia tersadar juga.
"Ooops... udah selesai ya" Maaf... Gue nggak sengaja," jawabnya tersenyum.
"Kali ini gue nggak ikut main deh. Lu bertiga aja yang main." Andrew berusaha menebus
kesalahannya. Petugas lalu menghampiri meja mereka, dia mulai menyusun bola yang berwarna-warni dalam
bentuk segitiga sesuai permintaan Tommy. Kali ini mereka bermain dengan bola banyak.
Mungkin agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Bola sudah habis sebelum yang lain dapat giliran
main. Di kursi yang sedikit tinggi dekat meja biliar, Andrew duduk tanpa melepaskan stick biliarnya.
Tangannya mulai gatal karena hanya duduk diam. Melihat permainan ketiga temannya yang baru
dimulai, rasanya dia udah pengen bergabung. Stick di tangannya mulai digoyang-goyangkan.
Matanya menyipit memperhatikan bola-bola di atas meja, mengira-ngira langkah yang harus
diambil untuk memasukkan bola. Namun dia masih berusaha menahan diri untuk tidak
mengganggu permainan ketiga temannya.
"Hai cantik!" Tiba-tiba terdengar teguran di dekat Andrew.
Tanpa disadari seorang cowok dengan kaos lengan buntung dan celana jeans cutbray sudah
berada di sebelah Andrew. Spontan Andrew nengok keheranan ke arah cowok itu. Makanya
Andrew nengok ke samping dan belakang.
"Lu ngomong sama siapa?" tanya Andrew heran.
"Ya sama lu dong," jawabnya enteng.
Mendengar jawaban cowok itu, Andrew mendadak nggak bisa nahan tawanya yang ngakak. Si
cowok mengerutkan keningnya. Keadaan berbalik, malah dia yang dibikin heran sekarang.
Ketiga teman Andrew juga ikutan heran melihat Andrew yang nggak ada angin nggak ada hujan
tertawa terbahak-bahak. Tapi begitu Sam memberi kode kepada Tommy untuk memainkan
gilirannya, mereka pun berubah cuek.
"Kenapa sih lu malah ketawa" Gila ya lu!" sambung cowok itu dengan nada penuh heran.
"Nggak. Lucu aja." Andrew mencoba menahan tawanya.
"Lu memang bukan orang pertama yang bilang gue cantik. Tapi tetep aja lucu. Sayangnya, gue
itu cowok!" jelasnya.
"Hah, lu cowok" Bukannya lu.." Cowok itu menelan kembali kata-katanya yang sudah hampir
terucap. Dia mulai memastikan, memperhatikan Andrew dari atas sampai bawah. Andrew memiliki
rambut yang sedikit di atas bahu dan agak berantakan di bagian bawah. Model rambutnya ala
anak gaul Jepang yang cocok sama wajah imut dan mulusnya. Bajunya dipenuhi tulisan di
bagian atas kiri. Celana panjangnya dihiasi robekan di bagian paha kanan.
"Yup! Gue itu co... wok...," jawab Andrew puas setelah melihat cowok itu kebingungan dan
mulai salah tingkah sendiri.
"Oke. To the point aja deh. Tujuan gue sebenarnya bukan untuk godain cewek yang nggak
tahunya cowok. Gue mau ngajakin lu buat join ama gue di meja sebelah." Telunjuknya mengarah
ke tempat yang berselang dua meja dari tempatnya duduk.
"Tadi gue perhatiin, lu jago juga mainnya. Nggak asyik kan kalo gue main sendiri, sedangkan
ada cowok cantik yang jago main Cuma duduk-duduk doang."
Andrew diem aja mendengar penjelasan yang panjang dan lebar-lebar dari cowok itu. Dalam hati
dia masih menertawakan cowok yang ada didepannya. Apalagi denger penjelasan tuh cowok
yang nggak jelas. "Jadi lu mau nggak?" tanya cowok itu mengagetkan Andrew yang masih ngoceh sendiri dalam
hati. "Siapa lu, siapa gue...,?" jawab Andrew cuek dan jual mahal.
"Emang gue cowok panggilan apa. Disamperin orang yang nggak jelas asal-usulnya terus ngikut
aja. No way!". Si cowok baru ngeh. Cepat-cepat dia menepuk-nepukkan kedua telapak tanggannya yang masih
putih kena bedak. "Sori,,, sori, gue lupa. Nama gue Andro." Tangan kanannya terulur ke arah Andrew sambil
menebar senyum isengnya. "Andrew...," balasnya menyambut uluran tangan Andro yang belakangan baru diketahui
namanya. Andrew sengaja menggenggam tangan Andro agak keras. Niatnya sih mau iseng, tapi ternyata
Andro membalasnya dengan lebih keras.
"Auw!" keluh Andrew, lalu buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman tangan Andro.
"Kayaknya nggak Cuma tampang aja yang cantik, kelakuan lu juga hampir sama. Kayak
cewek!" ledeknya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Muka Andrew yang tadinya datar jadi merengut kesal begitu mendengar ledekan Andro yang
nggak lucu. Ditambah tawanya itu...
"Duh... langsung pasang tampang ngambek. Tambah kayak cewek aja lu! Kalo nggak terima,
tunjukin ke gue kalo lu itu cowok," tantang Andro yang nggak lepas dari senyum bandelnya.
Ekspresi kesel yang ditunjukin Andrew dari tadi semakin menjadi. Dia jadi tambah kesel,
dongkol. Dan nggak mau kalau diremehin gitu. Tatapannya semakin menantang Andro untuk
mencabut kata-katanya tadi.
"Oke, whatever do you want. Kalo gue menang, tolong cabut kata-kata lu tadi! Sekarang apa
tantangannya?" Andrew balik menantang dengan suara meremehkan.
Stick yang ada ditangannya dikembalikan ke tempatnya, seakan mempersiapkan diri menerima
tentangan. Sebaliknya Andro malah senang. Terlihat dari senyumnya yang semakin melebar dan
mengembang. "Tenang... bukan tantangan yang besar kok. Nyantai aja lagi. Tantangan dari gue Cuma satu,
tanding main biliar sama gue. Gimana" Gue juga pemula. Jadi ini bener-bener tantangan kecilkecilan buat lu. Tapi kalo lu takut ya..."
"Takut"! Nggak ada kata takut tuh dalam kamus gue," potong Andrew sebelum Andro
melanjutkan kata-katanya yang bikin Andrew semakin panas.
"Well. .. Let"s start it," ajak Andro semangat sambil mempersilakan Andrew jalan. Tangan
kanannya direntangkan ke bawah, seperti sedang memberi jalan kepada seorang lady.
"Nggak perlu repot-repot kayak gitu kali...!" sanggahnya ketus dan langsung jalan ke arah meja
Andro tanpa rasa takut. Andro menyusul dari belakang.
Plok! Tangan Andro menepuk bokong Andrew dari belakang. Andrew berhenti. Menatap Andro
tajam, dan mulai mengerutkan keningnya. Kayaknya semua tingkah laku Andro berhasil 100%
memancing kemarahan Andrew. Mulai dari gaya bicaranya yang selalu memanfaatkan segala hal
yang ada. ........ "Nomor HP?" celetuk salah seorang anak perempuan yang lagi duduk bertiga di deretan meja
belakang. Pertanyaannya langsung disambut gemuruh anak-anak.
"Maaf, belum punya. Kalo nanti sudah dapet nomor baru, bakalan dikasih tau deh. Oke?"
jawabnya sambil lagi-lagi menyunggingkan senyum kerennya yang bikin para cewek langsung
klepek-klepek. Termasuk cewek yang satu ini nih. Mukanya langsung merah dan Cuma diem.
"Kalo status?" "sisca penasaran nih," sambung salah seorang cowok. Si cewek yang berani bertanya itu jadi
kelihatan malu-malu. "Status saya masih pelajar." Jawaban Andro membuat semua anak menyorakinya. Maksud anakanak apa, jawabannya apa. Apa bahasa dia di tanah kampungnya beda banget ya sama gaya
bahasa di Jakarta. Walah... walah... walah... Gimana bisa konek ntar.
"Ya memang benar jawaban Andro," bela Bu Lastri.
"Ngomong-ngomong sekolah asal kamu dimana?" lanjut Bu Lastri setelah anak-anak terdiam
sejenak. Andrew yang sejak tadi menenggelamkan mukanya dibalik lipatan tangannya mendengarkan
pertanyaan yang satu ini sambil mengerutkan dahinya.
"Saya dulu sekolah di SMU Harwa di Banjarmasin. " Nggak jauh beda dari sebelumnya, Andro
menjawab pertanyaan dengan singkat.
Mendengar jawaban Andro, Andrew sedikit mengintip dan memperhatikan bekas luka jahit di
atas alis Andro. Dia kemudian berdiri dari tempat duduknya dan berjalan santai ke depan kelas.
"Maaf Bu, saya izin ke belakang sebentar," kata Andrew. Setelah dijawab dengan anggukan
kepala, Andrew keluar kelas.
Izinnya ke belakang hanya jadi alasan. Kini Andrew malah jalan ke kantin. Tapi Andrew nggak
salah-salah amat sih kalo dia bilang mau ke belakang, soalnya letak kantinnya di belakang
sekolah. Dia langsung memesan segelas soft drink dan langsung duduk di meja paling pojok.
"Sial ! Gue harus menghadapi kenyataan ini juga. Dia memang Andro yang dulu. Apa semuanya
akan kembali sama seperti waktu gue kecil" Kejadian-kejadian sama yang harus terulang" I hate
this situation. Udah dari SD di betah sekolah di situ, ngapain juga pindah ke Jakarta." Andrew
terus menggerutu sampai segelas soft drink dingin berhasill menenangkannya sedikit demi
sedikit. Kemudian dia kembali ke kelas waktu pelajaran Bu Lastri sudah hampir selesai.
Andrew sama sekali nggak mau ngeliat gelagat Andro yang mulai ngedeketin dia. Sebisa
mungkin dia selalu ngejauh dari pandangan Andro. Namun saat-saat istirahat bisa dijadiin celah
buat Andro untuk nyamperin Andrew.
Sejak bel istirahat, Andrew udah ngibrit buat melakukan aktivitas favoritnya. Nggak lama dia
udah gabung dengan anak-anak lain di lapangan basket. Permainan pun dimulai. Bajunya keluar
sebagian dan bersama teman-temannya memperebutkan satu bola basket yang terlempar ke sana
ke mari. Beberapa anak lain menonton dari pinggiran lapangan.
"Ndrew, tanding yuk! " tantang Andro sambil berteriak. Rupanya Andro mengikuti langkah
kakinya. Andrew mengacuhkan suara Andro yang terdengar jelas. Tetap saja dia melakukan shoot dengan
bola yang sudah ada di tangannya.
"Eh, nggak salah lu?" tanya Jackie yang ada di sebelahnya.
"Andrew itu nggak bisa diremehin kalo main basket. Jangan Cuma liat dari badannya yang kecil.
Hmm.. Kalo lu emang pengen cepat tenar dengan cara ngalahin Andrew, mending lu
pertimbangin lagi deh. Saran gue, lu cari lawan lain aja."
"Gue nggak ada tujuan jadi tenar kok. Cuma, dia masih belum ngelunasin tantangan waktu itu."
Selesai menjelaskan, Andro langsung menangkap bola yang melambung di dekatnya karena
terpantul ring basket. Berjalan menuju Andrew yang berdiri di tengah lapangan dan
meninggalkan Jackie yang masih nggak ngerti sama maksud perkataan Andro.
"Tanding sama gue dan lunasin hutang lu waktu itu!" paksa Andro tepat di depan muka Andrew
sambil mengenggam bola basket di tangannya.
"Gue nggak niat!"jawabnya malas.
"Begini aja deh. Lu nggak tertarik karena nggak ada taruhan kan" Gue punya tawaran yang
bagus. Kalo gue kalah, gue nggak akan ganggu lu lagi. Tapi... kalo lu yang kalah, lu harus jadi
pembantu gue. Gimana" ". Andro mencoba berunding terlebih dahulu agar Andrew tertarik.
"Let"s start it!" tantangnya balik.
Tanpa waktu lama, mereka berdua sudah berada di tengah lapangan. Berhubung Andro yang dari
tadi megang bola, jadi bola pertama punya dia. Andrew udah pasang penjagaan di depan Andro.
Aduh... beda tingginya udah ketahuan banget. Andro apa nggak malu, nantang orang yang
tingginya beda sampai 7 cm.
Meskipun lumayan beda tinggi, tapi permainannya seru. Sekarang aja skor mereka seimbang,
tapi sebentar lagi bel masuk mau berbunyi. Itu tandanya waktu permainan mereka tinggal hanya
beberapa menit. Keduanya yang masih pake seragam putih abu-abu kelihatan keringatan. Skor masih 12-12.
Untuk memasukkan bola kayaknya agak sulit buat keduanya.
Nah.. sekarang udah tinggal hitungan detik saat-saat penentuan pertandingan ini. Andrew
menghadang Andro yang masih memegang bola, menghentikan langkah kaki Andro. Namun
saat-saat terakhir, Andrew hanya menatap mata Andro dan bola di shoot gitu aja dengan
lompatan yang lumayan tinggi. Dan... masuk !!! Tepat saat bel berbunyi, bola itu berhasil masuk
ke dalam ring.

Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Teman-teman mereka yang lagi seru-serunya nonton pertandingan gratis ini, terpaksa
meninggalkan lapangan, dan kembali ke kelas masing-masing. Bayangkan apa yang bakal
terjadi" Pasti dalam sekejap berita itu bakal langsung menyebar di seantero sekolahan. Anakanak yang tadi nongkrong di kantin nantinya pasti tahu. Salah satu tokoh penyebar berita alias
gosip ya Jackie itu. Keren kan nih anak" Eh, keren atau emang bawaan dari lahir ya"
"Selamat ya!" ucap Andrew sambil berlalu begitu aja meninggalkan Andro.
Pelajaran dimulai kembali. Guru pelajaran selanjutnya adalah Pak Sugeng. Nih guru nggak
nakutin banget kok. Biasa-biasa aja lah. Dia itu ngajar PPKN. Karena gurunya udah ada,
otomatis Andro dan Andrew juga ada di kelas. Mereka berdua lagi duduk di belakang sambil
kipas-kipas kepanasan. Gara-gara tingkah mereka yang aneh ini, jadinya perhatian Pak Sugeng
mengarah ke mereka. "Kalian ngapain dari tadi kipas-kipas di belakang?" tanya Pak Sugeng. Mungkin karena dia
merasa terganggu dengan pemandangan yang dilihatnya.
"Kepanasan Pak." Andrew menjawab singkat.
"Oh,,,Tapi kayaknya anak-anak lain nggak ada yang kipas-kipas kayak kamu. Kalau nggak mau
ngikutin pelajaran saya, mending kalian keluar aja."
"Maaf Pak, tadi habis lari-lari." Andro menambahkan sedikit alasan.
"Kalau begitu kalian di luar aja biar cepet kering keringatnya," perintah Pak Sugeng. He... he...
he... Pak Sugeng memang bukan guru yang menakutkan, tapi guru yang gampang tersinggung.
Terlalu sensitif. Keduanya keluar gitu aja tanpa ada perlawanan. Mereka lebih memilih begitu daripada
mendengar teriakan di dalam kelas. Keduanya duduk-duduk di balik tembok kelas.
"Kenapa tadi lu ngalah ?" tanya Andro sambil menolehkan kepalanya ke arah Andrew.
"Apa maksud lu?" jawab Andrew serasa nggak tahu apa-apa.
"Kelihatan banget tadi kalo lu ngalah. Harusnya kan lu bisa ngerebut bola yang ada di tangan
gue atau nge-block bola gue. Tapi itu nggak lu lakuin."
"Percuma gue nglakuin hal yang lu sebut tadi. Kalo hasilnya seri, apa mungkin lu nggak
ngajakin gue tanding lagi?" Andrew menjawab dengan sedikit senyum kecut. Andro tersenyum.
"Tapi dengan begitu, lu resmi jadi pembantu gue lho." Dengan bangga Andro berkata tanpa
malu-malu. Padahal baru aja dia bilang kalo dia menang karena Andrew ngalah.
"Terserah lu!" "Nah kalo gitu, sekarang lu beliin gue minum sebagai pembukaan," pesannya dengan senyum
jahil. "Maaf ya, mending lu beli minum sendiri daripada ntar gue campur racun," tanggap Andrew
agak dingin. Lagi-lagi Andro tertawa.
.... "Ndrew, kelihatannya hari ini lu menghabiskan banyak waktu dengan Andro di sekolah. Apa dia
datang untuk,,,." Ucap Ditha ketika sama-sama di ruang tamu dengan Andrew.
"Tenang aja. Kayaknya dia nggak inget tentang kejadian yang dulu-dulu. Dia kelihatannya punya
ambisi yang nggak jelas, menjadikan gue sebagai lawannya," jawabnya enteng sambil
mengunyah-nguyah camilan kesukaannya.
"Asal jangan terlalu deket aja," pesan Ditha sebelum meninggalkan Andrew yang lagi asyik
nonton. Percakapan singkat kan" Maklum, sekarang jadwal Ditha untuk ngasih makan ikan-ikannya. Dia
begitu khawatir karena udah telat kasih makan. Padahal telat satu jam nggak bikin ikannya mati.
DONT DISTURB ME! Pagi ini sepucuk surat ditemukan Andrew terselip di laci mejanya, tapi sama sekali nggak ada
nama pengirimnya. Begini nih isinya...
Dear Andrew, Udah lama gue pengen ngomong sama lu, tapi terus terang gue nggak pernah berani. Belum lagi
lu terlihat sangat cuek. Kali ini gue memberanikan diri menulis sepucuk surat untuk lu. Ini surat
ke-25 yang akhirnya berhasil gue tulis. Gue anak kelas sebelah. Makasih kalo lu udah mau baca
surat gue. Andrew menggeleng-gelengkan kepala begitu selesai membaca surat yang ada di tangannya. Dia
membolak-balik kertas itu, mencari-cari nama pengirimnya. Tapi nihil!. Selanjutnya Andrew
nggak menghiraukan sama sekali surat itu. Siapa tahu ini hanya kerjaan anak yang iseng. Jadi
dibuanglah kertas itu ke tempatnya, maksudnya ke tong sampah. Andro yang nggak sengaja
lihat, diam-diam mengambil kertas plus amplop yang udah lecek itu dari tempat sampah.
Tentunya tanpa sepengetahuan Andrew.
..... Hari kedua. Lagi-lagi ada sepucuk surat di laci meja Andrew. Lagi-lagi tanpa nama pengirim dan
tulisannya ya seputar itu-itu juga. Kayak surat dari fans aja deh.
Hari ketiga terjadi hal yang sama lagi. Surat beramplop biru sudah ada di laci mejanya. Masih
tanpa nama. Sekarang model tulisannya beda, tapi isinya tetep aja seputar gituan.
Halah... halah,,,halah... Bosen! Andrew kan lama-lama jadi sebel. Berasa kayak dimainin,
dikerjain, atau emang Cuma ulah orang kurang kerjaan ya" Setelah kesel dan BT, sepulang
sekolah Andrew meletakkan sepucuk surat di mejanya. Isinya...
Gue nggak tahu lu itu siapa, tapi tolong jangan ganggu gue atau lu bakal nyesel nantinya. Gue
bukan ngancem, tapi gue emang nggak suka dengan orang yang kurang kerjaan kayak gini.
Surat yang jelas, singkat, dan padat. Dengan kesal Andrew meninggalkan surat itu. Melangkah
pergi dan nggak tau apa yang akan terjadi besok. Eee... Tanpa sepengetahuan Andrew, diemdiem Andro menghampiri mejanya dan menaruh sepucuk surat. Terus dia pergi gitu aja.
..... Pagi besoknya tetap ada surat di laci meja Andrew. Meskipun agak jengkel, Andrew tetap
merobek ujung amplopnya dan membacanya. Mungkin aja ini surat terakhir.
Bener juga kata lu. Kalo gitu gue mau ketemu hari ini di belakang sekolah setelah bel pulang.
Selama pelajaran, Andrew nggak begitu konsen dengan apa yang diajarin guru di kelasnya.
Untungnya sih dia duduk di belakang, jadi nggak kelihatan banget kalo dia bengong atau belajar.
Andro lagi bingung memutuskan datang atau nggak ke tempat perjanjian yang dikasih pengirim
surat rahasia itu. "Heh! Mikirin apa lu?" hentak Jackie di saat pelajaran ketiga selesai.
"Bukan urusan lu!" elak Andrew nggak peduli sama sekali.
"O... Mikirin cewek ya?"
"Dia" Punya cewek" Emang ada sejarahnya gitu?" sela Andro tersenyum meledek sambil
menunjuk Andrew. "Eh, urus diri lu sendiri aja," lawan Andrew dengan nada sengit.
"Iya juga ya, Ndrew. Seinget gue sejak gue kenal lu di SMP nggak ada sejarahnya lu punya
cewek atau nembak cewek," tutur Jackie seakan setuju dengan pendapat Andro.
"Atau jangan-jangan lu itu...," lanjutnya dengan lirikan yang tajam ke arah Andrew.
"Jangan ngaco lu!" tepis Andrew dengan wajah kesal sebelum keluar dari kelas.
.... Pelajaran terakhir akhirnya selesai juga. Buat anak-anak lain, bunyi bel itu merupakan anugerah.
Biasanya Andrew juga ngerasain kayak gitu. Tapi nggak untuk saat ini. Langkah kakinya seperti
nggak rela meninggalkan kelas. Akhirnya dia mengambil keputusan juga tepat di tengah-tengah
lapangan, antara parkiran dan belakang sekolah. Langkah kakinya menuju ke belakang sekolah.
Seperti janji sang pengirim surat, dia sudah menunggu di belakang sekolah dengan tas merahnya.
Ternyata dia seorang cewek dengan tinggi semampai, rambutnya terurai sedikit melebihi bahu,
muka manis dan body yahud. Pokoknya bisa dibilang masuk ke golongan cewek cantik deh...
Andrew nggak langsung nyamperin cewek itu. Dia mengintip dahulu dan mempersiapkan
jantungnya biar nggak kenapa-kenapa atau setidaknya mempersiapkan sedikit kata-kata. Setelah
beberapa menit, akhirnya Andrew menampakkan mukanya di depan cewek itu.
"Hai! Gue Bella," sapanya sambil mengulurkan tangan.
"Andrew," balas Andrew cool.
"Gue udah tau kok. Menurut surat lu, ada yang mau lu sampaikan ke gue," tutur cewek itu
sambil mengeluarkan sepucuk surat dari tasnya.
Dahi Andrew langsung merengut. Seingatnya motif amplop yang dikeluarkan Bella beda sama
yang ditaruhnya kemarin. "Surat dari gue?" tanyanya dengan heran.
"Iya. Surat ini dari lu kan" Ganti Bella yang mulai merengut.
"Eh, iya... iya itu surat dari gue ," jawab Andrew agak ragu. Dia berusaha membuat masalah ini
nggak bertambah panjang. "Nah, kalo begitu apa yang mau lu omongin sama gue" Lu udah tau kan maksud gue ngirim
surat ke lu" Sekarang apa jawaban lu?" Dengan to the point Bella menanyakan apa yang ada di
pikirannya. "Hmm...," gumam Andrew.
"Terus terang aja gue nggak gitu seneng dengan cara lu naruh surat tiap hari di laci meja gue
dan... gue nggak..."
"Stop!" sela Bella.
"Gue udah ngerti kok maksud lu. Makasih buat jawaban lu." Bella lalu berlari kecil
meninggalkan Andrew. Tanpa melakukan apa pun atau berusaha mengejar, Andrew berjalan
santai meninggalkan tempat janjiannya.
"cck... cck... cck.. Ada produk bagus kok ditolak gitu aja," kata Andro yang tiba-tiba sudah
berada di balik tembok. "Oh, gue tau sekarang.. siapa yang nuker surat gue. Lu kan" Kita liat aja nanti." Andrew seolah
mengancam, lalu berjalan meninggalkan Andro yang masih berdiri dibalik tembok dengan
senyum puasnya. .... Besok paginya, Andrew menghampiri Jackie yang baru datang. Siapa yang nggak tau Jackie, dia
tuh sumber dari segala informasi.
"Jack, lu tau nggak yang namanya Bella?" tanya Andrew.
"Bella yang mana nih?" tanyanya balik sembari meletakkan tas.
"Yang rambutnya lurus dan panjangnya sekitar segini...," Andrew memperagakan perkiraannya.
"Nah, kalo nggak salah dia pake tas warna merah," tambahnya.
"Nggak penting banget sih lu bawa-bawa warna tas."
"Siapa tau aja penting."
Jackie mencoba berpikir sejenak....,
"Oh, dia kali ya yang lu maksud. Kayaknya sih dia anak kelas 1-3. Lagian, ngapain sih lu nanyananya tuh anak" Jangan sampai lu bilang naksir dia ya." Jackie mencibir.
"Emang kenapa sama tuh anak?" Spontan Andrew bertanya.
"Menurut berita yang gue dengar, dia itu agak aneh. Tapi gue nggak tau pastinya sih."
"Eh Jack, lu dipanggil Pak Roby th. Katanya mau nanya tempat makan yang enak atau apa gitu.
Nggak ngertilah gue." Nadia datang dengan sepotong pesan.
"Sori ya, Ndrew. Gue cabut dulu."
Setelah berpikir sejenak, Andrew beranjak pergi. Hah! Nggak taunya dia ke kelas 1-3.....
"Permisi... yang namanya Bella mana ya?" tanya Andrew ke salah seorang murid yang lagi
berdiri di dekat pintu kelas sambil ngobrol.
"Oh, bentar ya," jawabnya singkat.
"Bel, ada yang nyari nih....!" teriaknya dengan keras.
Nggak lama kemudian, cewek yang kemarin udah nongol di depan mata Andrew.
"Sori, ganggu sebentar. Hm,.. Mengenai masalah kemarin, sebenarnya yang suka sama lu itu
Andro, temen sekelas gue. Anaknya agak suka jual mahal, tapi katanya dia suka banget sama lu.
Nah, kayaknya lu deh yang harus deketin dia duluan. Gue sih dateng Cuma mau kasih tau itu
aja," jelas Andrew. "Beneran nih" Andro itu yang main basket sama lu waktu itu kan?" Bella langsung kelihatan
semangat. "Iya. Keren bagnet kan anaknya," sanjung Andrew.
Bla... bla... bla... Singkat cerita, setelah Andrew menambahkan cerita ini-itu ke Bella. Dia
langsung kelihatan tertarik. Kayaknya sih hatinya udah mulai berbunga-bunga. Setelah
melancarkan serangan, akhirnya Andrew menarik mundur ke belakang alias say good bye.
.... Ini dia jamnya istirahat, waktu luangnya anak-anak di sekolah. Kebetulan Andro lagi di kelas.
Beberapa menit setelah bel berbunyi, Bella udah nemplok di pintu kelas Andrew dan menatap
Andro dengan tatapan gimana gitchu. Ternyata lebih cepat dari perkiraan Andrew.
"Hello, Ndro." Dengan cepat tangan Bella udah ada di pundak Andro.
"Apaan sih, Ndra Ndro segala. Emang lu pikir gue Indro!" protesnya dengan risih.
"Ah, jangan gitu dong. Gue tau kok kalo sebenernya lu suka sama gue, Cuma lu suka jual mahal
aja." "Idiih.... apaan sih." Andro mulai tambah risih. Dia langsung ngibrit keluar kelas. Anak-anak
kelas yang ngeliatin mereka Cuma bisa geleng-geleng kepala, nggak nyangka sama sekali.
"Hah, ternyata sadis juga tuh cewek. Urat malunya udah putus kali ye... Cakep-cakep, tapi nggak
normal," komentar Jackie.
Akhirnya Andrew tertawa puas setelah melihat tontonan menarik, gratis lagi. Menurut kabar
terakhir sih, Bella ngikutin Andro pergi. Pergi ke kantin, dia ikut. Jam istirahat kedua , dia
nempel terus. Bahkan gara-gara harus ngelewatin kelas 1-3 kalo harus ke WC , Andro dikejar
juga sampai ke WC. Untungnya sih nggak sampai masuk segala. Kalo sampai maksain ngikut,
wah bisa repot tuh urusannya.
BTW, kayaknya Andrew cocok juga tuh jadi salesman. Bisa-bisanya buat Bella langsung klepekklepek setelah mendengar kata-kata bombastisnya Andrew. Atau emang Bella yang inisiatifnya
terlalu berlebihan ya...?""
AN UNIQUE MAID "Heh, ini pasti ulah lu yang bikin tuh cewek ngejar-ngejar gue?" tuduh Andro dengan pasti.
"Kalo dipikir-pikir sih 50% emang karena usaha gue. Tapi 50%-nya lagi kayaknya memang dari
dianya sendiri. Lagian lu sendiri kan yang bilang itu barang bagus. Gue sebagai pembantu lu
akan memberikan yang terbaik," jelas Andrew.
"Tapi ngapain juga lu kasih ke gue!" protesnya,
"Udah, lu nikmatin aja. Tuh, Yayang lu udah nunggu di depan," tunjuk Andrew santai.
Ini udah hari kelima Andro menerima kemalangannya atau nasibnya. Belum selesai berdebat,
Andro udah harus tancap gas sebelum hal yang nggak diinginkan terjadi. Lima hari juga Andrew
merasa lebih tenang. ... "Mana tuh pasangan setia lu?" ledek Andrew begitu melihat Andro masuk kelas tanpa beban.
"Oh, Bella maksud lu" Udah gue sekap di gudang sekolah," jawabnya dengan bangga. Satu
masalah berat seakan sudah hilang dari hidupnya.
"Kalo nggak salah, tadi lu bilang lu itu pembantu gue ya" Aha ! Gue jadi inget lagi. Kalo begitu,
lu tinggal tunggu perintah dari gue," katanya dengan muka nyengir.
"so what gitu loh," tepis Andrew. Dia malah ngajak anak-anak ngobrol tanpa memperdulikan
Andro. "Hei, janji tetap janji!" Andro menghalangi pembicaraan Andrew dengan anak di depannya.
"Atau... " Mukanya terlihat licik.
"Atau apa" Lu mau nantang gue lagi?" jawab Andrew sengit.
"Atau adik lu jadi inceran gue. Lumayanlah .... Dia cantik dan kayaknya smart juga."
"Jangan sekali-sekali lu ngancem gue. Dan satu lagi! Jangan pernah ganggu adik gue!" Tanpa
gemetar Andrew menanggapi ancaman Andro.
Sepulang sekolah, Andrew bener-bener kayak lagi kesambet setan iseng. Korbannya nggak lain
adalah Andro, musuh bebuyutannya yang seolah selalu ikut campur dengan urusannya. Nggak
parah-parah banget sih isengnya. Andrew Cuma ngempesin ban motor sport warna merahnya
Andro. Untungnya Andrew nggak niat ngerusakin atau ngelecetin motor gede kesayangan Andro
yang udah ketahuan harganya 30jutaan. Bisa nangis darah tuh Andro kalo kejadiannya kayak
gitu. Sesuai perkiraan, Andro datang 20 menit setelah proses pengempesan selesai. Andrew memantau
dari belakang sana sambil tersenyum. Tanpa sadar, Andro menstarter motornya. Baru jalan
beberapa meter, dia mulai menyadari ada yang nggak beres sama ban motornya. Tarikannya jadi
lebih berat. Begitu lihat ke belakang, dia baru nyadar kalo bannya nggak beres. Mukanya
berubah jadi BT meskipun jaket coklat bergambar scorpio yang dipakainya udah bikin
tampangnya tambah keren. Dari jauh mulutnya kelihatan komat-kamit sendiri. Andrew yang
melihat tingkah Andro cekikikan sendiri.
Sesaat kemudian, Andro mengeluarkan HP dari kantong celananya. Mau panggil derek kali ya,
soalnya di deket-deket sekolah nggak ada tukang ban atau bengkel. Bengkel yang paling deket
aja jaraknya sekitar dua kilometer dari sekolah. Belum lagi harus bawa motor yang berat itu
sambil panas-panasan. Bisa mandi keringat dalam sekejap tuh. Eh, tapi kok malah HP nya
Andrew yang getar. "Hallo...," jawab Andrew tanpa curiga dengan nomor yang belum dikenalnya.
"Ndrew, sekarang lu harus ke tempat parkir sekolah. Se... ka.... rang!" perintah Andro.
"Gue udah ada di rumah. Lagian ngapain juga gue mesti dengerin perintah lu."
"Mau bohongin gue" Mau pilih mana, lu dateng sekarang atau gue kempesin ban mobil lu di
parkiran depan?" Andrew lalu langsung menghentikan pembicaraan secara sepihak.
"Bego! Bego!" Andrew menyesali kebodohannya sambil memukul-mukul kepalanya.
"Ada apaan?" Dengan lagak sok nggak ada dosa, Andrew menghampiri Andro yang masih
meneliti motornya. "Sesuai yang lu lihat, ban motor gue kempes tanpa sebab. Jadi... Sebagai pembantu yang baik,
tolong lu bawa ke tukang ban atau apalah," ucapnya.
"Apa...,"!"
"Udah, nggak usah banyak ngomong sebelum ban mobil lu ikut kempes. Gue mau nebeng sama
Mike, dia udah nunggu gue di depan. Kalo sampai besok motor gue masih belum kelar, ban
mobil lu masih jadi inceran gue. Meskipun nanti lu nggak bawa mobil toh masih ada adik lu,"
potongnya,lalu memberikan kunci motornya.
"Bye....." Andro berlalu dengan santainya.
"Ah, sial!" pikir Andrew. Niatnya mau ngerjain malah jadi repot sendiri. Siapa juga yang mau
ngedorong motor berat gitu.
Nah, untungnya ide cemerlang melintas di kepala Andrew begitu melihat Kurnia yang lewat di
depannya. Berhubung Kurnia terkenal sebagai anak yang mau ngelakuin apa aja buat ngedapetin
uang, Andrew pengen ambil jalan pintas aja biar nggak repot. Intinya memanfaatkan jasa Kurnia
gitu deh. "Eeee, sini lu, panggil Andrew.
"Lu panggil gue?" tanya Kurnia heran soalnya Andrew hampir nggak pernah ngomong sama dia.
"Iya, elu.. " tanggap Andrew.
"Napa nih panggil-panggil gue?"
"Gue ada job buat lu." Kurnia dengerin sambil manggut-manggut.
"Motor yang di sebelah gue ini kan kempes bannya. Kalo lu mau, bawa ni motor buat
dipompain. Entar gue bayar. Gimana?"
"Ya,,, dibayar berapa dulu?"
"Goceng," tawar Andrew sambil menunjukkan lima jarinya.
"Kurang kali. Ogah gue kalo bawa berat gini Cuma dikasih goceng," tolaknya sambil
mengerutkan dahi.

Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, udah kayak tukang ojek aja lu. Ceban deh."
"Masih kurang...."
"Nggak mau ya udah. Masih ada Seno kok. Lagian udah untung kali bisa bawa tuh motor jalanjalan, terus masih dibayar lagi. Kapan lu bisa ngendarai motor sebagus itu?" jawabnya cuek.
Mendengar itu, Kurnia berusaha menghalangi Andrew yang mau jalan. Dia mulai berpikir. Boleh
deh. Ceban!" "No.Goceng!" "Oke deh daripada enggak."
Pikiran Kurnia seakan udah kebaca sama Andrew. Nih motor akan dipakai dia buat nampang ke
rumah Carol. Jadi dibayar berapa aja pasti dia mau. Akhirnya uang goceng dikeluarkan dari
kocek Andrew dengan puas. Nggak ada tanggung jawab, dan nggak ada lagi masalah. Biar aja
Kurnia bawa tuh motor yang gedenya udah kayak motor patroli polisi.
..... Besoknya pagi-pagi banget, Andro udah nyamperin Andrew. Buat apa kalo bukan minta motor
kesayangannya. "Mana motor gue?"
Andrew meletakkan tasnya ke meja."Duh, panik banget sih lu."
"Apa lu nggak panik kalo mobil lu ilang" Lu liat dong. Di parkiran mobil lu udah nongol, tapi
motor gue belum." Andro ngotot.
"Udah, tunggu aja sampai Kurnia dateng. Paling bentar lagi." Lalu Andrew menyandarkan
badannya ke kursi dengan santai.
"Hah"! Kurnia"Yang gue suruh kan elu."
"Iya. Yang lu suruh emang gue, tapi abis itu gue suruh Kurnia."
Saat Andro kelihatan agak panik dan kesal, Andrew malah dengan cueknya mengambil
sebungkus roti dari tasnya. Lalu dia makan tanpa merasa terganggu dengan tatapan mata Andro
yang nggak biasa. Siapa juga yang tahan sama orang kayak gitu. Jadi Andro memutuskan untuk
pergi keluar dan menunggui motornya yang nggak sampai-sampai.
Lima menit kemudian, Andro balik lagi ke kelas. Dia langsung menghampiri Andrew yang lagi
duduk santai sambil dengerin MP3 dari HP-nya. Tanpa babibu, Andro menarik Andrew keluar
sampai tiba di tempat parkir. Udah beberapa kali Andrew ngoceh-ngoceh gara-gara tingkah
Andro yang seenaknya. Akhirnya mereka berhenti juga di depan motor Andro yang sudah ada di
parkiran. Kurnia berdiri di sebelah motor itu dengan wajah menunduk. Wah, kayaknya bad
feeling nih... Andro memberi isyarat dengan matanya agar Andrew melihat motornya, tapi malah
dibalas dengan isyarat mata lagi.
"Aah... Lemot lu! Tuh liat apa yang ada di motor gue." Andro menunjuk ke bagian depan motor.
"Ooohh,,, Gitu aja kok ribut. Tunggu sebentar ya." Tiba-tiba Andrew nyelonong dengan
santainya. Nggak lama kemudian, dia dateng lagi sambil membawa sticker. Dalam sekejap, bagian yang
tadi ditunjuk Andro udah ditempeli sticker Shinchan sama Andrew.
"How jenius I am?" ucapnya bangga.
"Apa maksud lu nih!"
"Maksud apa lagi sih...."
"Apa maksud lu nempelin sticker anak kecil kayak gini di motor gue!" komplain Andro dengan
gemas. "Itu buat nutupin bekas goresan di motor lu lah. Lagian nggak jelek-jelek amat kok."
Andro melepaskan sticker itu dengan wajah BT-nya.
"Lu itu orang yang nggak ada tanggung jawabnya sama sekali!" keluh Andro kesal.
"Tanggung jawab apa" Gue kan nyuruh Kurnia. Kalo kejadiannya begini, yang salah dia dong."
Gantian Andrew yang jadi keki. Dia merasa udah berusaha, tapi masih diomelin. Buat hal yang
nggak dia lakukan. "Tapi kan gue nyuruh lu. Itu kenapa gue nggak nyuruh orang lain...."
"Untuk ngerjain gue kan?" sela Andrew ketus.
Suara Andrew mulai terdengar terputus-putus saat mencoba membela dirinya lagi. Sekarang
Andrew berbalik ke arah Kurnia yang dari tadi diem aja.
"Nah, lu kenapa sampe buat nih motor kayak gini?"
"Mmm... Sori gue nggak sengaja. Waktu gue ke rumah Carol, gang rumahnya terlalu sempit jadi
motornya kegores. Lagian dikit doang, Ndro,...,"
"See! Ini murni bukan salah gue. Urusan lu sama Kurnia, bukan sama gue. Bye," ucapnya nggak
kalah kesal dengan Andro, lalu ngeloyor begitu aja.
Kata-kata Andrew semuanya hampir masuk akal dan membuat Andro nggak bisa ngomong apaapa lagi. Gantian sekarang Andro melototin Kurnia yang udah ngebuat goresan di motornya
hampir 2 cm. Meskipun nggak parah-parah banget, tapi tetep jadi masalah buat Andro.
Selama di sekolah, Andrew sampai nggak ngomong sama sekali sama Andro dan sebaliknya.
Keduanya benar-benar seperi musuh bebuyutan dan nggak tahu kapan berakhirnya.
...... Jam di kamar Andrew sudah menunjukkan pukul delapan malam.Andrew masih asyik
memainkan gitar listriknya di atas kasur sambil menulis-nulis sesuatu di kertasnya, lalu dicoretcoret lagi. Sepertinya dia sedang mencoba membuat lagu juga.
Aktivitasnya itu udah dia lakukan sejak selesai makan malam tadi. Tiba-tiba HP-nya berdering.
Nama Andro ada di layar. Begitu tahu Andro yang ngehubungi, dia cuek. Bunyi HP di
sebelahnya dibiarkan begitu saja sampai diam sendiri. Ternyata Andro nggak nyerah. Berkalikali dia menelepon lagi, dan berkali-kali juga di-eject sama Andrew. Tadinya mau dimatiin, tapi
Andrew lagi nunggu kabar dari Sam tentang band mereka. Mau nggak mau Andrew menerima
juga telepon dari Andro daripada bunyi terus-menerus.
"Halo...," ucap Andrew malas-malasan sambil meletakkan gitarnya ke samping.
"Halo...." "....." "Kalo nggak ada yang penting mending ditutup aja deh," sambung Andrew ketus setelah
beberapa saat nggak ada lanjutan dari kata "halo"-nya Andro.
"Sabar dulu dong...," cegah Andro sebelum dimatiin sama Andrew.
"Gue mau minta dianterin makanan nih. Kelaperan gue....."
"Ndro, please deh. Gue ini bukan baby sitter lu yang harus ngasih lu makan segala macem,"
selanya. Seperti biasa nggak ada yang mau ngalah. Sukanya pada nyela kalo ada yang ngomong......
"Eh, tolong inget kedudukan lu ya."
"Ya udah lah daripada gue harus ngomong panjang-lebar sama lu." Andrew terdengar acuh.
"Gitu kan lebih enak didenger. Gak pake L alias lama dan satu lagi bawanya yang banyak ya,"
pesan Andro dengan senang dan penuh penantian setelah permintaannya disetujui.
"...." Telepon sudah diputus begitu aja sama Andrew sebelum mendengar semuanya.
..... Sekitar 20 menit kemudian, bel rumah Andro berbunyi. Dengan cepat Andro berlari ke pintu
depan. Menurut perkiraannya, sudah waktunya pesanannya datang. Waktu pintu dibuka, andro
Cuma bisa melongo melihat orang yang ada di depannya. Memang sih pesanannya udah ada di
depannya, tapi yang nganter bukan Andrew. Petugas antar datang dengan tiga kotak pizza ukuran
besar, salad, spaghetti, dan nggak ketinggalan bonnya. Geleng-geleng deh tuh pas lihat jumlah
tagihannya. Terpaksa Andro harus mengeluarkan uang sendiri buat bayarnya.
Baru aja kotak-kotak di tangannya ditaruh di atas meja makan, sudah ada bunyi bel lagi. Kali ini
yang dateng petugas antar dari McD. Isi bungkusan yang dibawanya bisa ditebak, ada burger,
ayam dan kentang. Lagi-lagi uang Andro harus dikeluarkan. Baru aja balik badan, bel sudah
berbunyi lagi. Kali ini antaran dari Gokana dengan steak dan tiramisu-nya. Ujung-ujungnya,
Andro harus ngeluarin uang lagi.
Sekarang uang yang ada didompet Andro tinggal 20 ribu. Kalo ada yang datang lagi, habislah
nyawanya. Begitu dia denger bunyi bel, dia langsung kabur sambil pesan ke pembantu rumah
untuk nggak ngebukain pintu.
Semua makanan itu dibawanya ke atas. Saking banyaknya, hampir saja ada yang jatuh.
Ditaruhnya bungkusan-bungkusan itu di atas meja kamarnya. Meskipun Andro masih merasa
laper, tapi dia Cuma bisa memandangi semua makanan itu sambil menarik nafas dalam-dalam.
Rencana yang tadi telah dia susun harusnya nggak berjalan seperti ini. Tapi sekarang malah
ancur abis!!! Siapa juga yang harus ngabisin ini semua"! Ngeliatnya aja udah bikin kenyang...
Akhirnya makanan yang berlebih disimpen ke dalam kulkas kecil di kamarnya sambil terus
ngoceh-ngoceh sendiri. FULL STOP! "Kayaknya sarapan lu enak banget ya?" sindir Andrew waktu melihat Andro membuka kotak
sarapannya yang berisi dua potong pizza plus tiga sacheet chili sauce.
Andro menatap Andrew tajam. "Ini gara-gara lu. Tau nggak"!"
Seolah nggak mendengar, Andrew mengorek-ngorek kupingnya dengan kelingking. "Pardon?"
"Nge-BT-in banget sih lu. Gara-gara lu, uang makan gue langsung ludes."
"Gue"!" Mulai lagi deh tampang bloonnya dikeluarin.
"Lu kan yang pesen segala macem makanan itu, terus dikirim ke rumah gue?"
"Oh, iya. Lu udah terima" Enak nggak?"
"Enak gigi lu bekonde!" cela Andro sambil menggigit potongan pizza yang udah ada di
tangannya. "Yee, maaf deh. Gue kan nggak tau makanan apa yang lu suka. Kalo emang nggak enak, ya
udah." "Udah... udah... Sana lu jauh-jauh dari gue sebelum nafsu makan gue ilang!" usir Andro.
"Ya udah, tha... tha." Dalam sekejap Andrew menghilang dari pandangan Andro. Andro
memperhatikan makanan yang dipegangnya sambil menarik nafas dalam-dalam. Hanya itu yang
bisa dilakukan Andro, soalnya Andrew langsung menghilang tanpa rasa bersalahnya. Andro
masih nggak percaya. Gara-gara makanan itu semua, uang sakunya langsung berkurang drastis
hanya dalam waktu setengah jam!
Beberapa menit kemudian, Jackie datang. Dia menyodorkan selembar kertas ke arah Andro.
"Apaan nih?" Andro masih tampak bingung.
"Tiket doang." "Hah! Gue lagi nggak ada uang. Mending lu tawarin ke anak lain aja dech."
"Emang siapa yang bilang lu harus bayar. Ini tiket masuk kalo lu mau lihat Andrew manggung.
Tadi gue dikasih sama dia dua. Nah, sekarang gue tawarin ke lu. Kalo emang nggak mau, gue
akan kasih ke anak lain."
"Eh, tiket masuk?" Andro spontan melonjak dan mengambil lembaran di tangan Jackie.
"Deuh, sebegitu semangatnya.....,"
"Ya udah, gue ambil. Thanks ya," ucapnya seraya mengamati tiket itu.
"Eit, tunggu dulu....," sela Jackie sambil menarik lagi tiketnya yang membuat Andro
mengerutkan dahinya. "Lu baru boleh dapetin nih tiket kalo udah kasih gue tumpangan buat pergi ke sana. " Sebuah
syarat ternyata sudah dipersiapkan Jackie.
"Ah, itu sih gampang. Ntar gue dateng ke tempat lu sebelum pukul tujuh. Oke?" katanya sambil
tersenyum. "Gue tunggu," jawab Jackie sigap.
.... Well, tempat Andrew tampil emang nggak sedahsyat tempat tampilnya Slank atau Dewa. Hanya
di sebuah kafe yang agak rame dengan jejeran meja yang diatur sedemikian rupa membentuk
lingkaran. Di luar panggung mereka, tidak ada atap yang menutupi ruangan. Setiap meja
memiliki tutup sendiri berupa payung besar.
Andrew sebagai vokalis sekaligus gitaris band-nya membawakan lagu-lagu slow rock ciptaan
mereka sendiri. Para cewek nggak berkedip memperhatikan penampilan Andrew dari atas sampai
bawah, biasalah.... Nah, di pojok sana sudah ada Andro dan Jackie yang lagi duduk-duduk. Jackie nggak menyianyiakan kesempatan. Dia melirik ke sana-sini mengincar cewek-cewek seksi. Sedangkan Andro
nggak bosen-bosennya memperhatikan aksi Andrew yang nggak disadari.
Begitu lagu yang mereka bawakan selesai, tepuk tangan mewarnai tempat itu dan beberapa
request pun datang. Tak ada yang menduga, tiba-tiba seorang cowok berjalan menuju panggung.
"Heh, lagu lu tuh sampah banget. Tau nggak!" cacinya. Cowok berbaju hitam dan celana jeans
ini memaki-mak iAndrew dan teman-temannya dengan senyum sinis. Kejadian itu sempat
mengundang perhatian para pengunjung lain. Hampir aja amarah anak-anak meledak. Tapi
mereka berusaha menahan diri daripada malah merusak imej sendiri.
Sampai ada satu cowok yang menyusul maju ke depan.
"Heh! Punya mulut bisa dijaga nggak?" ucap cowok itu yang nggak lain adalah Andro.
"Hh.. Siapa lu" Punya nyali juga lu ya"!" ejeknya dengan remeh.
Tanpa ragu sebuah pukulan dilancarkan Andro tepat ke arah muka cowok itu. Andro geram
sekali dengan cowok yang nggak mikir tiga kali dulu sebelum bicara.
"Konyol juga lu! Kalo lu nggak mau gue katain macem-macem, tunjukin kalo mereka bukan
sampah!" tantangnya sambil menunjuk ke arah panggung.
Menanggapi ucapan cowok itu, Andro pun naik ke atas panggung. Semua pengunjung masih
memperhatikan mereka. Andro mengatur sedemikian rupa anak-anak band itu agar mengikuti
anjurannya. "Oke,guys. It"s for you all!" seru Andro dengan semangat. Sekarang dia jadi vokalis. Mau nggak
mau Andrew pun nurut walaupun terpaksa karena diatur sama tamu yang nggak diundang itu.
Musik kali ini agak berbeda, terdengar agak nge-beat. Diakui atau nggak, lagu yang dibawakan
Andro dinikmati sama pengunjung. Buktinya terlihat gerakan-gerakan kecil yang dilakukan
pengunjung di bawah kursinya. Apalagi cewek-cewek yang kebetulan lagi nongkrong di situ.
Mereka sampai lompat-lompat segala. Dibilang aneh ya aneh. Tapi anak-anak band jadi bisa
tersenyum setelah melihat pengunjung menikmati musik mereka. Sepertinya nggak sia-sia
mereka melakukan semua ini, meskipun tadinya sempat syok.
Setelah Andro menyanyikan sebuah lagu, si biang kerok itu pun kabur tanpa ditantang balik.
Alhasil kedudukan Andrew sebagai vokalis tergantikan dengan sendirinya. Dengan merengut dia
tetap mengikuti alur acara yang harus diselesaikan oleh anak band-nya. Andrew tetap
memaksimalkan penampilannya sebagai pemain gitar.
Nah, tugas mereka selesai setelah Andro menyanyikan tiga lagu. Waktu yang sudah ditentukan
untuk mereka akhirnya habis. Andro turun dari panggung, sementara Andrew dan anak band-nya
ngumpul dulu di sebuah ruangan yang tadi digunakan sebelum manggung.
"Ndrew, lu kenal sama anak tadi?" ucap Anto, si drummer.
Andrew terdiam, malas menanggapi pertanyaan temannya itu. Memang saat ini dia lagi males
banget ngurusin semua hal yang menyangkut Andro.
"Iya, Ndrew. Lu kenal sama tuh anak" Gue akui tuh anak punya talenta. Kalo lu kenal dia, lu
ajak gih buat gabung sama band kita," tanya Roni yang lagi ganti baju.
"Gue setuju tuh. Kalo ada dia, kayaknya semakin besar kesempatan kita untuk dapet nama.
Buktinya ya tadi itu..."
"Bisa nggak sih lu semua nggak ngomongin tuh orang!" sela Andrew dengan kesal. Ucapan
Bonbon yang ikutan komentar harus terputus di tengah jalan karena selaan yang dilontarkan
Andrew dengan nada ketus.
"Bukan maksud kita nggak nganggep lu, Ndrew. Maksudnya,,, siapa tau lu bisa duet sama dia,
kan band kita jadi lebih bagus. Apalagi kalo lu udah kenal sama dia. Dewa aja kayak gitu," ralat
Dimas, si pemain bass yang biasa jadi penengah.
"Udah, nggak usah basa-basi sama gue. Kalo lu semua pengen dia jadi anggota band, biar gue
yang keluar," putus Andew dengan emosi, lalu keluar sambil membanting pintu.
Anak-anak band sampai melongo. Selanjutnya desas-desus pun keluar dari mulut mereka karena
tingkah Andrew yang aneh. Menurut mereka, ini kan sekadar masukan untuk kebaikan band
mereka sendiri, tapi Andrew menanggapinya dengan emosi. Padahal mereka juga nggak tau apa
yang terjadi antara Andrew dan Andro.
Yah... namanya juga lagi emosi. Siapa yang mancing duluan juga nggak jelas. Salah biang onar
tadi, salah Jackie yang udah ngajak Andro, salah anak-anak band yang udah memulai
pembicaraan pembicaraan yang menyinggung, salah Andro yang ikut campur atau salah Andrew
sendiri yang udah kasih undangan ke Jackie. Semuanya nggak ada yang tahu. Yang jelas keadaan
Andrew saat ini lagi emosi!
Ternyata ada satu orang lagi yang datang di saat nggak tepat. Dia nunggu di depan mobil
Andrew. Siapa lagi kalo bukan Andro, orang yang lagi dibenci Andrew.
"Ndrew, lu nggak tersinggung kan sama apa yang gue lakuin" Gue nggak ada maksud apa-apa,
tadi itu refleks aja." Andro berusaha menjelaskan waktu Andrew nongol dengan tampang
juteknya. Sayangnya penjelasan Andro itu nggak digubris Andrew. Dia tetap jalan ke arah mobilnya
seakan nggak ada orang yang bicara di depannya. Lalu dengan enteng, dia menutup pintu mobil
itu. Mesin dinyalakan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Andro yang masih berusaha
menjelaskan. Dia lalu menjalankan mobilnya, meskipun Andro masih berdiri di depannya.
Hampir aja.... .... Andrew nggak langsung pulang ke rumahnya. Dia jalan-jalan sendiri keliling kota Jakarta yang
dihiasi lampu-lampu jalanan. Di dalam mobil terdengar musik yang agak keras sedang
disetelnya. Malam ini sebenarnya malam yang sudah lama ditunggu Andrew. Dia lah yang meminta tolong
Sam agar Pamannya yang punya kafe mau menerima band-nya untuk manggung. Semua untuk
band-nya! Tapi apa yang dia terima" Teman-teman band-nya seperti nggak melihat usaha yang
udah dilakukannya. Siapa yang nggak emosi waktu dirinya dibanding-bandingkan dengan orang lain. Sedangkan
usahanya dianggap nol besar! Itu alasan yang membuat Andrew emosi setengah mati. Dia jadi
tambah benci lagi sama yang namanya Andro. Sejak kedatangannya ke Jakarta, seakan
ambisinya hanya satu, membuat persaingan dengannya. Entah sampai titik mana kepuasan yang
ingin diperoleh Andro. Sebelumnya semua berjalan normal-normal aja. Kedatangan Andro seakan pengen menguasai
diri Andrew. Ini kan hal yang aneh. Pertama, Andro datang ke SMA yang sama dengan Andrew
padahal banyak SMA di Jakarta. Kedua, dia selalu ingin menguasai Andrew. Ketiga, dia nggak
ngerti batas kesabaran orang. Ini nggak boleh dibiarkan berlama-lama. Sambil nyetir dan nahan
emosinya, pikiran Andrew ke mana-mana.
.... Sepulang sekolah, dua cowok tiba-tiba membekap Andro sampai Andro nggak bisa berkutik.
Andro diikat, lalu dimasukkan ke dalam sebuah mobil jazz. "Tuan penculik" yang sama-sama
masih memakai seragam sekolah itu naik ke mobil. Selanjutnya melajukan mobilnya setelah
membayar dua suruhannya setelah berhasil menjalankan tugas.
"Apa maksud lu nih?" tanya Andro dengan nada keras.
"Lu diem aja di situ!" perintahnya sambil nyetir mobil.
Dengan badan yang diiket plus mata yang ditutup, nggak ada yang bisa dilakukan Andro. Dia
Cuma terbujur di jok belakang tanpa bisa protes ini-itu. House music yang disetel malah
membuatnya tambah BT. Selain karena tangannya yang nggak bisa bebas bergerak,
perjalanannya terasa lama banget. Bayangin aja, hampir dua jam dia berpose dengan gaya yang
sama. Efek suara bass sound system-nya yang terasa banget di joknya juga membuat kupingnya
pengang. Akhirnya setelah penantian yang cukup lama, mesin mobil dimatikan. Itu tandanya perjalanan


Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah selesai, pintu mobil belakang dibuka. Udara segar langsung masuk ke dalam mobil,
menggantikan udara yang berbau parfum dari AC mobil.
"Oh... elu," kata Andro setelah penutup matanya dibuka. Dia membuang mukanya waktu melihat
wajah Andrew ada di depannya.
Tali yang mengikat tubuh Andro pun dibuka dengan sebuah pisau lipat yang dikeluarkan dari
saku celana Andrew. Muka Andrew sudah merah seperti ingin mengeluarkan semua marahnya.
Dia menarik badan Andro dengan paksa. Andro melihat ke sekelilingnya sambil berusaha
menyeimbangkan tubuhnya. Bukkk!!! Sebuah tonjokan dari Andrew menghantam wajah Andro.
"Gue nggak seneng ngeliat muka lu yang selalu ngeremehin gue!" teriak Andrew.
Sama seperti sebelumnya, Andro tetap memasang wajah nggak perduli.
"Lu masih ingat gue kan!?" teriaknya lagi sambil menonjok Andro tepat sasaran.
"Liat gue!" paksanya sambil menarik kerah seragam Andro.
"Lu masih inget gue kan" Tujuan lu apa " Bales dendam?" Suaranya mulai mereda, tapi Andro
tetap memasang wajah yang sama.
Seakan kehabisan akal, Andrew berjalan begitu aja. Baru beberapa langkah, dia membalikkan
badannya dan... Hampir saja satu bogem meninju wajah Andro. Tapi keadaan sekarang berbalik,
dengan cepat Andro menangkap tangan Andrew. Selanjutnya Andrew nggak bisa berkutik lagi
karena sudah dikunci mati.
"Udah selesai ngomongnya" Well, udah pasti gue inget lu. Sejak kapan sih gue bisa ngelupain
lu" Gue kasihan ngeliat lu yang krisis identitas." Gantian Andro yang buka suara.
"Apa maksud lu dengan krisis identitas?" sanggah Andrew.
"Ngubah nama sendiri dari Alendra ke Andrew, berpenampilan kayak gini, dan satu lagi..."
Tangan Andro masuk ke dalam kemaja Andrew. Dalam sekejap dia mengeluarkan sebuah kain
pres yang modelnya kayak korset dari bagian perut.
Tenang... jangan mikir yang macem-macem dulu. Tangan Andro nggak meraba ke mana-mana
kok, hanya melepaskan kaitan kain yang ada di bagian belakang agak samping. Bukan hanya itu
usaha Andrew buat buat nutupin identitasnya. Andrew juga suka pake baju yang warnanya
gelap-gelap. Dia nggak pernah mau berenang. Baju yang dipake nggak pernah ketat-ketat.
Pernah suatu kali identitasnya hampir kebongkar ama Sam. Gara-garanya Sam ngerasa ada yang
"beda" dibalik baju Andrew. Tapi Andrew langsung berdalih kalo itu Cuma balutan luka yang
ada di punggungnya. "Ini nih yang ngerusak diri lu sendiri. Mau sampai kapan nutup-nutupin diri lu sendiri?"
"..." Andrew terdiam sambil menunduk. Tetesan air membasahi tangan kanan Andro.
"Penampilan berubah, tapi kayaknya lu masih kayak dulu...." ucap Andro dengan lembut.
Satu tangan Andro yang masih mengunci gerakan Andrew dan satunya lagi bergerak
mengalungkan tangannya di bawah leher Andrew. Badan Andro mendekat ke badan Andrew,
sedangkan Andrew sama sekali tidak mencoba berontak. Air matanya masih menetes, seolah
emosinya keluar semua. Setengah jam kemudian ketika tangis Andrew mulai mereda, Andro melepaskan dekapannya,
lalu duduk di atas rumput. Maklum,.. habis ditonjok dua kali ditambah berdiri setengah jam
lebih. Kebayang kan gimana rasanya.
Andrew menarik napas panjang sambil menikmati udara segar pegunungan. Nggak lama
ngikutin Andro duduk. "Kita di mana" Tanya Andro yang masih penasaran. Terlihat banyak pohon teh di dataran tanah
yang agak miring. Di bawah sana terlihat rumah-rumah kecil.
"Di Puncak," jawab Andrew dengan pandangan agak kosong.
"Ooo...." "Ndro, gue masih mau tanya kenapa lu ke Jakarta" Setau gue bonyok lu dari dulu kan over
protectif banget. Jadi gue sempet nggak percaya kalo lu itu Andro yang dulu. Apa lu nyari gue
karena mau balas dendam?" Andrew menatap ke arah Andro.
"Bales dendam" Maksud lu?" Andro balik tanya dengan heran.
"Kejadian itu...," tunjuknya ke bekas luka di dekat alis Andro.
"Gara-gara gue kan" Nggak Cuma bekas luka itu, gue denger kaki lu juga sempet patah. Dan gue
tiba-tiba ngilang gitu aja ke Jakarta. Yah... bukan karena keinginan gue juga sih,"kenang
Andrew. "Nggak semuanya salah lu kok. Dulu kan kita emang lagi main silat-silatan dan gue jatuh garagara kehilangan keseimbangan. Jadi semuanya terjadi gitu aja." Andro terdiam.
"Gue emang sempet kecewa waktu tau lu tiba-tiba pindah sekolah," lanjutnya. Dia mencabut
rumput di sampingnya, lalu dilempar begitu aja. Matanya lagi-lagi menembus ke langit-langit,
seolah langit jadi curahan hati cerita masa lalu yang selalu diingatnya.
"Dan satu lagi,Ndro. Sejak kapan lu tau gue Alendra yang dulu?" Andrew menyusulkan satu lagi
pertanyaan setelah mendengar penjelasan Andro.
"Sejak nama gue Andro," jawabnya enteng.
"Andro..." Andrew mengajak Andro bicara lebih serius.
"Iya... iya...," jawabnya.
"Sebenarnya waktu pertama kali gue ngeliat lu di tempat biliar, gue udah ada feeling. Tapi tibatiba lu bilang kalo lu bukan cewek. Gue baru yakin sejak gue lihat saudara kembar lu, Ditha."
"Kenapa lu nggak langsung ngomong" Malah lu selalu ngerjain gue. Lu kayak mau
mempermalukan gue di depan orang. Semua yang gue lakukan selalu lu ancurin dan seakan lu
benci banget sama gue. " kata-kata Andrew berubah jadi agak ketus.
"Gue nggak ada maksud kayak gitu kok. Tujuan gue cuman mau nunjukin ke elu, siapa diri lu
sebenernya. Kalo lu itu murni cewek!" Andro mencoba meralat semua kesalahpahaman yang
udah bersarang di kepala Andrew.
"BTW, gue masih inget nama lengkap lu yang biasa gue singkat
Asep. He... he... he.. Terus lu jadi marah-marah kalo gue panggil gitu. Nama panjang lu Alendra
Septiani Puspita kan?" kenang Andro bangga sambil tertawa-tawa.
Tanpa jawaban atau tanggapan, Andrew berdiri dari tempatnya. Dihirupnya lagi udara segar
dalam-dalam. Setelah itu dia beranjak ke mobil.
"Mau ke mana?" tanya Andro heran.
"Ya pulang ke Jakarta-lah. Udah sore nih," Andrew tetap berjalan ke arah mobilnya dan masuk.
Tak lama dia men-starter mobilnya. Andro menyusul dari belakang.
"Heh! Kalo ada cowok, nggak pantes cewek yang nyetir," tahan Andro dengan membuka pintu
dekat jok setir. "Udah naik aja. Gue nggak pengen gara-gara lu nyetir jadi nyasar dan nggak bisa pulang lagi,"
tanggap Andrew remeh. Andro tetap bersikukuh dengan apa yang udah dia ucapkan. Tangannya
nggak melepaskan pintu warna hitam itu.
"Trust me and you will get home as soon as possible. Lagian kalo lu kecapean, bisa-bisa gue
yang nggak selamat," jawabnya tegas.
Setelah merasa percaya dengan ucapan Andro., Andrew pindah ke kursi samping kiri. Sepanjang
perjalanan, keduanya menikmati indahnya lampu-lampu yang menyala dari rumah-rumah di
bawah Puncak. Seperti melihat bintang di bumi. Mereka sama-sama berkhayal suasana ini
menjadi semakin indah kalo diiringi musik. Wuihhh... romantis.
Andrew menyetel MP3 di mobilnya. Itung-itung sebagai pengiring perjalanan. Sedangkan Andro
menyetir dengan serius karena jalan lumayan berliku-liku dan jalanan udah gelap. Andrew yang
sudah agak lelah hanya bertugas memantaunya dan memberi petunjuk arah sambil sesekali
menikmati pemandangan yang dilewatinya.
Entah mengapa, di hati mereka seakan telah terjadi sesuatu yang terukir. Mungkin karena
kejadian yang mengharukan tetapi lumayan romantis tadi.
"Len, lu ngajak gue ke sini bukan Cuma buat nonjokin gue kan?" singgung Andro setelah
mengecilkan sedikit volume MP3 yang lagi memutar lagu American Idiot-nya Green Day.
"Maksud lu?" tanya Andrew yang nggak ngerti maksud kata-kata Andro.
Andro terdiam sejenak. "Masa lu nggak tau sih?" tanyanya.
Kerutan di dahi Andrew udah kebentuk lagi setelah mendengar pertanyaan Andro yang penuh
teka-teki. "Ah, nggak berperikemanusiaan banget sih lu! Udah tadi siang gue dibekap, ditonjok, terus
dibawa jauh-jauh ke sini.... Masa" lu nggak tau keinginan gue sih," terangnya panjang lebar.
"Apaan sih! Nggak jelas banget." Jawabnya ketus.
"Gile lu ya!" suara Andro makin meninggi gara-gara udah keroncongan.
"Salah sendiri ngomongnya muter-muter," tepis Andrew.
"Ya elah, jadi cewek kok nggak ada sensitif-sensitifnya. Gimana ntar kalo jadi istri orang,"
ceramahnya. Teguran Andro nggak digubris Andrew sama sekali, malah dia ikut memonyongkan bibirnya
sambil komat-kamit sendiri. Dukun aja kalah tuh cepetnya.
Daripada nunggu lama-lama, dengan senang hati Andro mengambil keputusan sendiri. Karena
dia yang lagi pegang setir, dengan mudahnya Andro menghentikan mobil di salah satu tenda
pinggiran jalan yang menjual jagung bakar.
Ternyata di dalam tenda itu nggak ada meja atau tempat duduk, yang ada tikar. Kebayang
gimana semakin dinginnya angin malam di Puncak. Like a hero, jaket coklat yang dipakai Andro
langsung dipakaikan ke tubuh Andrew begitu melihat gelagatAndrew yang dari tadi menggosok
tangannya berkali-kali. "Ke puncak nggak lengkap kalo nggak makan ini. ...,"ucapnya dengan bangga sambil
memegangi jagung bakar rasa pedas manis miliknya.
"Kampungan amat sih lu! Di deket rumah gue juga ada yang jual kale. Pake atas nama Puncak
segala!" celetuk Andrew nggak rela ngeliat Andro senang.
"Biarin....!" balasnya acuh.
"Kalo gitu, punya lu buat gue aja," rebutnya dari tangan Andrew yang masih sibuk niupin jagung
bakarnya. "Balikin!" protes Andrew dengan tatapan tajam.
"Katanya di Jakarta banyak, makan aja di Jakarta." Ledeknya sambil menyembunyikan jagung
bakar milik Andrew di balik punggungnya.
"Iya,, iya... Nih gue balikin daripada harus dapat satu tonjokan lagi," Andro menyerah setelah
sadar posisinya kalah. Mata Andrew benar-benar mengancam.
"Ndro, gue mohon jangan bilang-bilang ke temen-temen tentang siapa gue," pinta Andrew
serius. "Beres! Gue kan sahabat lu dari dulu yang paling baik," ucapnya meyakinkan.
"Asal... lu bayarin makanan gue ini," susulnya dengan senyum bandel yang biasa dipajang
everywhere n everytime to everyone.
"Janji dulu!" Andrew mengulurkan kelingkingnya. Andro membalas disertai senyuman.
Sesaat kemudian, HP Andrew dengan ring tone "bayi tertawa" berbunyi. Di layarnya tertulis
"home sweet home". "cute juga nih anak," pikir Andro dalam hati.
"Halo....," sapa Andrew setelah menerima panggilan.
"Ndrew, lu di mana?" sahut seseorang di sana yang ternyata suara Ditha.
"Gue lagi on the way sama Andro. Pulangnya nggak nyampe malem banget kok."
"Loh, Ndrew...." Ditha terdengar agak kaget.
"Udah.... nanti aja ceritanya," potong Andrew sebelum ditha kebablasan nanya ini-itu.
Setelah Andro menghabiskan lima biji jagung bakar dan dua gelas susu hangat, akhirnya mereka
melanjutkan perjalanan lagi. Waktu tahu itu, Andrew sempat geleng-geleng kepala. Apalagi
setelahnya Andro bersendawa plus cengar-cengir. Ih.. Andrew bergidik aja.
Perjalanan ke jakarta lumayan cepet., hanya butuh waktu satu jam dengan kecepatan 100
km/jam. Pukul delapan lewat sedikit akhirnya Andrew sampai di depan rumahnya. Tadinya sih Andrew
nawarin nganter Andro, tapi ditolak Andro. Katanya mending dia yang pulang sendiri karena dia
kan cowok daripadaAndrew yang harus pulang sendiri. Andro pun turun dan pulang naik taksi.
"Ndrew, masuk ke kamar gue," perintah Ditha sambil menarik tangan Andrew.
Andrew keheranan. mana dia masih pake seragam plus jaket. Badan juga rasanya lengketlengket.
"Udah... ikut gue dulu!" paksa Ditha. Akhirnya Andrew nggak banyak protes karena udah
setengah sadar gara-gara kecapean.
"Emang ada apa sih?" gerutu Andrew sambil merebahkan badannya di atas bad cover bercorak
bintang-bintang. Sejuknya udara dan empuknya kasur ditha bikin Andrew bawaannya mau tidur
aja. "Lu ngapain sama Andro" Bahaya tau!"
"Bahaya gimana" Orang gue yang nonjokin dia dua kali kok. Gue Cuma meluruskan
kesalahpahaman selama ini, " tanggapnya.
"Maksudnya kesalahpahaman apa?"
"Gue pikir selama ini dia dendam ama gue, makanya gue pengen beresin semua. Tapi udah clear
kok. Katanya nggak ada dendam sama sekali. Jadi lu tenang aja dan nggak usah mikir macemmacem.
"Tetep aja,Ndrew, lu mesti ati-ati ama dia. Kita kan nggak tau apa yang terjadi selama delapan
tahun sama dia." Ditha mencoba mengingatkan, tapi kayaknya si kebo eh Andrew udah molor
duluan. Ditha hanya pasrah nggak nerusin kata-katanya dan membiarkan Kakaknya lelap
tertidur. ...... "Halo....," sapa Andro setelah menaruh tasnya di meja. Wajahnya dihiasi dua warna biru hasil
insiden kemarin. "Apaan sih! Sok deket deh," protes Andrew jutek."Kejadian kemarin bukan berarti membuat kita
jadi deket banget. Inget tuh1"
"Lah, segitunya...." Sambil berdiri dengan gaya cool., Andro menaruh selembar kertas dan
selembar uang 50 ribuan di atas meja Andrew.
"Apa lagi nih?"
"Baca aja sendiri. Udah di sekolahin dari TK ampe SMA masa masih nggak bisa baca?"
"Gila!" jerit Andrew setelah selesai membaca. "Maksud lu apa nih kasih gue daftar makanan
sebanyak ini!!!" "Ya buat lu belanjain lah. Kan lu masih jadi pembantu gue. Kalo lu lupa, gue ingetin tuh status
lu. Perlu lu ketahui, kejadian kemarin nggak ngaruh sama status lama lu!"
"Ogah!" Andrew melempar kertas itu.
"Lu nggak mau ban mobil lu dikempesin kan?"
"Dan lu juga nggak mau motor keren lu gue ancurin kan?" potong Andrew dengan nada nantang
dan lebih nyolot. "Ooo... Tapi lu nggak mau Ditha kenapa-napa kan" Kalo lu nggak pikun harusnya lu masih inget
sama Bella. Dengan senang hati pasti dia mau bantu gue buat ngapa-ngapain Ditha," ucapnya
santai. Mata tajam Andrew langsung menatap Andro, tapi sayangnya perlawanan tanpa suara itu
nggak membuat Andro menarik perintahnya.
"...." "...." Mereka Cuma saling menatap.
Selang beberapa saat, akhirnya Andrew memasukkan daftar belanja plus uangnya ke kantong
bajunya. "Dasar chicken!!!" ucapnya ketus.
"Terima kasih... Tapi ngomong-ngomong, banyak orang yang suka sama "chicken " loh." Andro
kembali ke mejanya. "Jangan lupa lu sendiri yang harus belanja!" Andro membalikkan badannya lagi buat ngingetin.
............ Kring... kring... Bel istirahat udah berbunyi. Andrew melangkah ke kantin dengan malas garagara job barunya yang menyebalkan itu apalagi ngebayangin wajah Andro yang girang.
Setelah ngantri panjang dan desak-desakan sama temen-temen lain, akhirnya Andrew berhasil
membawa makanan pesanan Andro. Dia bawa satu kantong besar di tambah satu mangkok
empek-empek komplit kuah dan sambalnya. Gara-gara itu Andrew jadi pusat perhatian anakanak yang ketemu dia. Abis kayak bawa buntelan sih.
"Nih, pesenan lu!" Andrew menaruh semua bawaannya di atas meja Andro dengan wajah jutek.
"Wah, banyak banget belanjaan lu. " si tamu nggak diundang, Jackie, tiba-tiba muncul.
"Itu karena Andrew terlalu baik. Dia tau kalo gue ulang tahun, jadi dibawain makanan segini
banyak," komentar Andro dengan senyum. Andrew yang udah mau meledak-ledak lagi, jadi
diem aja. "Lu ulang tahun"! Happy B"day ya," ucap Jackie senang sambil menyalami Andro.
"Thanks...." "Kalo gitu, minta makanannya dong."
"Ambil aja." Tanpa basa-basi Jackie mengambil dua buah kue dan langsung menikmatinya setelah kembali ke
kursinya. "Eh, enak banget empek-empek yang lu pesen. Tau aja kalo gue suka pedes. Lain kali lu aja yang
beliin makanan buat gue ya." Andro masih menjulurkan lidahnya yang kepedesan dan muka
penuh keringat. Mukanya merah semua.
"He... He... " senyum Andrew terpaksa.
............. "Eh, beneran lu ulang tahun?" tanya Andrew memastikan begitu sekolah usai. Ternyata dari tadi
dia penasaran. "Ehem.. ehem.. " andro pura-pura batuk kecil, nggak nyangka ditanya gitu.
"Iya dong. Kalo nggak percaya lihat aja nih. Di situ tertulis tanggal lahir gue 23 juli." Andro
mengeluarkan kartu pelajar dari dompet yang memang mencantumkan tanggal 23 juli sebagai
tanggal lahir Andro, yang berarti hari ini.
"Ooh.. ya udah... Da.. dah... ," pamit Andrew sambil melangkah pergi.
"Stop!" cegah Andro yang membuat Andrew berhenti melangkah.
"Apaan lagi?" Andrew berbalik.
"Lu nggak bisa pergi gitu aja setelah nanyain itu ke gue. Lu harus ikut gue!" tariknya tanpa
kompromi. "Mau ke mana?" "Udah, ikut aja!"
"Gue nggak mau kalo nggak jelas," tolaknya sambil mencoba melepaskan tangan Andro , tapi
sayangnya nggak berhasil. Andro sama sekali nggak mau kalah, dia tetap memegang Andrew
erat. "Karena hari ini ulang tahun gue, lu harus nurutin satu permintaan gue." Tanpa melawan lagi
Andrew melangkah mengikuti Andro.
"Hah"! Mau ngapain ke sini?" tanya Andrew heran ketika Andro berhenti di ruang ekskul teater.
"Udah, nurut aja."
"Hai, Ndro!" sapa Tonny, salah seorang anggota ekskul teater ini.
"Hai, everybody!" salam Andro dengan suara lantang, membuat hampir semua anak yang lagi
ngumpul dan ngobrol menatap ke arahnya.
"Gue bawa berita bagus. Hari ini gue udah dapet pemeran Cinderella buat pentas kita tiga
minggu lagi," lanjutnya mengumumkan.
Anak-anak klub teater langsung memperhatikan Andrew yang berdiri di sebelah Andro. Mereka
tiba-tiba mengangkat jempolnya dan semakin bikin Andrew bingung.
"Mereka ngapain sih,Ndro," tanya Andrew yang udah dihantui firasat buruk.
Andrew celingukan ke sana-sini. Setelah diperhatikan hampir semua isi ruangan ini cowok. Tapi
yang bikin Andrew tambah bingung, anak-anak cewek juga ngikut angkat jempol.


Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Emang orangnya udah dateng ya?" tanya salah satu cewek dari mereka.
Andro manggut-manggut sambil tersenyum.
"Orangnya udah ada di sebelah gue."
"Mana, Ndro?" Lagi-lagi Andrew celingukan.
"Aduh.. lemot banget sih! Ya elu lah. Siapa lagi yang di sebelah gue kalo bukan lu."
"Ha"!" Andrew langsung melongo.
"Nggak salah" Gue nggak mau! Lu pikir gue nggak tahu kerjaan anak-anak teater, suka nggak
jelas gitu." "Kali ini buat pentas biasa aja kok."
"Nggak mau!" "Tenang... Banyak kok anak cowok yang jadi anak cewek nantinya, dan sebaliknya. Jadi lu
nggak perlu takut." "Tetep gue nggak mau!" Andrew ngotot keras.
"Heh, denger gue ya! Lu nggak punya alasan nolak. Pertama, karena hari ini hari ultah gue..."
Andro jadi kesal juga. "Nggak ada urusan!" potong Andrew.
"Tenang... Masih banyak alasan lain kok...." Andro mencoba sabar.
"Kedua, ini perintah dari majikan. Dan ketiga, kalo lu nggak mau, berarti rahasia lu nggak
terjamin," lanjutnya dengan cepat sebelum disela lagi sama Andrew.
"Dasar! Mainnya ngancem!"
"Jadi?" Wajah Andro udah seneng duluan setelah melakukan serangan.
"Terserah lu!" jawab Andrew terpaksa.
Setelah tahu lawannya nyerah, Andro nyamperin temen teaternya yang pegang skrip.
"Mon, minta naskahnya Cinderella dong!" teriak Andro seenak udel.
Seorang cowok yang pakai kacamata langsung n
engok dalam waktu singkat dia menghampiri
Andro yang baru duduk. "Nih, skripnya" Cowok itu memberikan sebendel kertas ke Andro.
"Hei, nama gue Ramon." Dia lalu memperkenalkan dirinya.
"Andrew" "Pentas kita kali ini kayaknya bakal sukses deh," ucap Reimon ke Andro.
"So pasti!" "PD...., sela Andrew ketus.
"Eh ngomong-ngomong, peran lu apa?"
"Jelas pangeran lah. Nggak lihat apa potongan kayak gini?" Dengan bangganya, Andro
memamerkan perannya. Andrew menatap ragu.
"Udah, liat aja nanti. Gue pantes nggak jadi pangeran."
Kedatangan Andrew untuk pertama kalinya baru sampai tahap perkenalan. Sebenarnya Andrew
masih agak risih dengan suasana barunya. Pembicaraan anak-anak klub itu terdengar agak aneh
di kuping Andrew. Hasilnya nggak nyambung sama sekali dan Andrew diam seribu bahasa plus
mati gaya. Waktu anak-anak ketawa bareng, Andrew nggak ngerti apa yang diketawain. Kata-kata yang
mereka gunakan udah kayak bahasa dewa. Nggak jelas apa artinya. Saking nggak betahnya,
Andrew izin pulang duluan sebelum yang lain pulang. Mereka sih ngebolehin aja berhubung
masih hari pertama. ..... Esoknya setelah pelajaran usai, Andrew nyamperin Andro. Sebelumnya pemandangan ini sangat
jarang terjadi. Tapi mungkin di antara mereka udah ada perubahan. Meskipun masih suka du
mulut, tapi sekarang Andrew udah nggak ngotot-ngotot amat. Pokoknya permusuhan mereka jadi
berkurang. Buktinya setelah bubar sekolah aja, mereka jalan bareng ke tempat parkir.
"Ndro, kemarin kan gue udah nurutin perintah lu. Sekarang gantian lu yang ikut gue."
"Emang ikut ke mana?"
"Ke bandara." Langkah kaki mereka terlihat seirama.
"Ke bandara?" tanya Andro nggak percaya.
"Yup. Udah ikut aja. Senyum Andrew langsung mekar.
"Emang spesial banget sampe segitunya?"
"Pokoknya lu ikut aja!" tegasnya sekali lagi.
"Ntar kalo udah liat, baru deh ngomong. Nah,sekalian lu ajarin gue akting setelah pulang dari
sana. Gue kan belum pernah belajar gituan."
"Oke. Kalo gitu gue taruh motor di rumah lu dulu, baru kita berangkat sama-sama pake mobil lu.
Soalnya nggak mungkin kan tamu spesial dinaikin motor juga?" sepakat Andro.
"Ya iya lah. Jalan sekarang aja yuk!" Andrew mengakhiri pembicaraan.
Mereka pun berpisah sementara waktu menuju parkiran yang arahnya beda. Kali ini Andro pake
jaket jeans yang agak tebel tapi lemes, warnanya biru gelap. Namanya aja Andro, dipakein apa
aja cocok dan tetep keren. Ditambah lagi sama motornya itu loh...
Setelah sama-sama naik mobil , keduanya sampai di bandara.
"Ndro, kita makan di A & W dulu yuk. Soalnya kita dateng satu jam lebih cepet," ajak Andrew
setelah Andro markirin mobil.
"What" Satu jam.... Hah..., " keluh Andro sambil mengembuskan napas.
"Yah lu tau sendiri gimana kota Jakarta, macet sana-sini. Yang ada malah telat ntar."
"Huh....!" "Udah. Mau ikut makan nggak" Tenang aja, gue traktir deh."
Tanpa bantahan atau keluhan apapun, Andro ikut aja berhubung udah saatnya makan siang juga.
"Deluxe chesse burger 1 sama curlie fries ya. Hmm.. minumnya Root Beer," pesan Andrew
begitu sampai di depan meja mbak pelayan.
"Root Beer float atau...,"
"Tanpa es," sela Andrew.
"Lu apa, Ndro?"
"Chicken sandwich 1, french fries 1 ama Coca Cola. Dia yang bayar," tunjuk Andro ke samping.
Sambil duduk-duduk, Andrew dan Andro menikmati minuman yang udah bisa mereka bawa
duluan. Begitu makanan datang, Andro makan tanpa sepatah kata pun. Sesekali Andrew melirik
ke arah Andro, soalnya tumbenan Andro mendadak pasif begitu. Kalo bawaan makan, kayaknya
nggak deh. Udah terbukti waktu makan di Puncak, makan banyak tapi nyerocos jalan terus.
"Ndro, lu kenapa sih jadi anteng gitu" Aneh deh!" Andrew mencoba membuka percakapan.
"Nggak." "Jangan bohong! Lagian lu kan nggak lagi sakit."
"Sebenernya siapa sih yang mau dateng sampe lu segitunya" Om lu yang paling baik itu?"
Andrew menggeleng. "Oma lu?" Lagi-lagi Andrew menggeleng.
"Yang jelas bukan artis kan?"
"Bukan. Lu kayaknya penasaran banget. Gue kasih tau deh," ucapnya setelah menyedot Root
Beer di depannya. "Yang mau dateng itu Ryan."
"Siapa tuh?" tanyanya nggak niat.
"Dia pemain drum di band gue dulu. Dan...," Andrew tampak ragu mengucapkan lanjutan
kalimatnya. "Dan dia pacar gue....,"
Andro Cuma bisa melongo dan tercengang, hampir tersedak juga. Setelah meyakinkan apa yang
didengarnya, Andro menghabiskan burgernya dengan cepat.
"Tenang... dia bukan gay kok. Dia tahu siapa dan gimana keadaan gue. Sekarang dia pulang
setelah setengah tahun sekolah di luar negeri. Cuman buat ketemu gue loh," ucapnya bangga.
Andro berdiri dari tempat duduknya.
"Mau kemana, Ndro?" tanya Andrew heran dengan sikap Andro yang tiba-tiba aneh. Pertanyaan
Andrew nggak digubris sama sekali.
Ternyata dia pesen makanan lagi. Balik dari tempat pesan makanan, ditangannya udah ada
setumpuk makanan, mulai dari mozza burger, 3 pc chicken, deluxe burger, french fries, ditambah
weaffie ice cream. "Lu nggak salah, Ndro?" Andrew tambah bingung melihat tingkah Andro yang makin susah
ditebak. "Urus aja urusan lu sendiri!" jawab Andro ketus.
Tanpa basa-basi Andro melahap semua pesanannya. Dia nggak ngomong sepatah kata pun,
bahkan nggak memandang Andrew sama sekali.
"Udah waktunya nih. Gue mau nunggu di sana. Lu mau ikut atau mau nerusin makan lu?"
"Ikut!" Tatapan Andro tetap sama dinginnya setelah meninggalkan meja yang masih menyisakan
potongan-potongan kentang.
.... "Nah, itu dia!" Andrew tersenyum lebar.
"Tapi siapa ya cewek di sampingnya?" Mendadak Andrew berpikir setelah memperhatikan ada
seorang cewek di sisi Ryan.
"Ryan!" teriak Andrew girang sambil menghampirinya. Saking senengnya, Andrew memeluk
Ryan. "Wah tambah tinggi nih," puji Ryan. Andrew melirik ke cewek tak dikenalnya itu. Rambutnya
di-bonding dan highlight. Tambah modis dengan rok jeans dan tank top putih. Kacamata birunya
disangkutkan di atas kepala.
"Oh, kenalin ini Liana, teman kampus gue di Ausie. Sama-sama dari Indonesia."
"Lian, kenalin ini Alendra yang gue ceritain," sambung Ryan dengan cepat.
"Alendra...." "Liana...." "Nah, yang di sana Andro. Dia temen masa kecil gue, Cuma rada tengil anaknya." Andrew
berusaha mencairkan suasana dengan ngenalin Andro.
"Ndro, sini dong. Kenalan dulu kek," panggil Andrew.
Andro yang dari tadi duduk-duduk doang sambil memperhatikan mereka bertiga akhirnya
beranjak dari tempatnya walaupun terlihat malas-malasan. Sebenarnya tanpa sepengetahuan
Ryan, dari tadi Andro memperhatikan dia dari ujung kaki sampai ujung kepala. Memang sih
diakui Andro, Ryan itu lumayan cakep dengan gayanya yang kalem. Wajahnya mirip Christian
Bautista dengan pakaian santainya yang terlihat keren meskipun tanpa aksesoris. Dia pake baju
Pedang Sinar Emas 26 Fear Street - Sagas V Selubung Kegelapan The Hidden Evil Kisah Pendekar Bongkok 5
^