Pencarian

Segala Yang Tajam 2

Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn Bagian 2


"Dia menarik Natalie ke tubuhnya, seperti memeluknya. Lalu
wanita itu menengadah ke arahku. Dia menatapku."
"Wanita itu melakukannya?"
"Ya. Dia tersenyum kepadaku. Selama sedetik aku pikir itu tidak
masalah. Dan wanita itu tidak mengatakan apa pun. Kemudian dia
berhenti tersenyum. Dia menaruh jari di bibirnya memintaku agar
tidak berisik. Kemudian dia pergi ke dalam hutan. Bersama Natalie."
James mengangkat bahu lagi. "Aku sudah menceritakan semua ini."
"Kepada polisi?"
"Pertama kepada ibuku, kemudian polisi. Ibuku memaksaku.
Tapi polisi tidak peduli."
"Kenapa tidak?"
"Mereka pikir aku berbohong. Tapi aku tidak akan mengarang
cerita itu. Itu bodoh."
"Natalie tidak melakukan apa pun ketika ini terjadi?"
"Tidak. Dia cuma berdiri. Kupikir dia tidak tahu harus berbuat
apa." "Apakah wanita itu kelihatan seperti siapa pun yang pernah kaulihat?"
"Tidak. Aku sudah bilang padamu." Lalu dia menjauh dari kasa,
mulai menengok ke belakang, ke ruang duduk.
"Yah, maaf sudah menganggumu. Mungkin sebaiknya kau mengundang temanmu mampir ke sini. Menemanimu." Dia mengangkat
bahu lagi, menggigiti kuku jari. "Kau mungkin akan merasa lebih
baik kalau kau keluar."
"Aku tidak mau. Lagi pula, kami punya pistol." Dia menunjuk
Sharp Objects.indd 72 og ke belakang melewati bahu ke arah pistol yang diseimbangkan di
lengan sofa, di sebelah roti lapis isi ham yang setengah termakan.
Astaga. "Kau yakin kau mau menaruh benda itu di luar, James" Kau tidak
mau menggunakannya. Pistol itu sangat berbahaya."
"Tidak terlalu berbahaya. Ibuku tidak peduli." Untuk pertama kalinya dia menatapku lurus-lurus. "Kau cantik. Rambutmu cantik."
"Terima kasih."
"Aku harus pergi."
"Oke. Berhati-hatilah, James."
"Itu yang sedang kulakukan." Dia menghela napas keras-keras
dan berjalan menjauhi jendela. Sedetik kemudian aku mendengar
TV menceracau kembali. Ada sebelas bar di Wind Gap. Aku pergi ke bar yang tidak kukenal,
Sensors, yang pastinya muncul pada masa singkat kebodohan era
"80-an, menilik zigzag neon di dinding dan lantai dansa mini di
tengah-tengah bar. Aku sedang menyesap bourbon dan menuliskan
catatan tentang hari itu ketika si Detektif Kansas City mengenyakkan diri ke kursi berbusa di seberangku. Dia menggoncang-goncangkan bir di meja di antara kami.
"Kupikir reporter tidak boleh bicara pada anak di bawah umur
tanpa izin." Pria itu tersenyum, menenggak bir. Ibu James pasti menelepon polisi.
"Reporter harus lebih agresif ketika polisi menyingkirkan mereka sepenuhnya dari penyelidikan," kataku, tidak menengadah
kepadanya. "Polisi tidak bisa bekerja kalau reporter menceritakan detail penyelidikan mereka di koran Chicago."
Sharp Objects.indd 73 Permainan ini basi. Aku kembali ke catatanku, lembap karena
embun di gelas. "Ayo coba pendekatan baru. Aku Richard Willis." Dia menenggak
bir lagi, mendecakkan bibir. "Kau bisa membuat lelucon kotormu
dari namaku sekarang"Dick. Lelucon itu bisa diterapkan pada
beberapa tingkatan."
"Menggoda." "Dick yang maksudnya bajingan. Dick yang maksudnya polisi."
"Ya, aku paham."
"Dan kau Camille Preaker, gadis Wind Gap yang sukses di kota
besar." "Oh, itu memang aku."
Dia menunjukkan senyum Chiclet berbahayanya lagi dan menyugar rambut. Tidak ada cincin kawin. Aku bertanya-tanya kapan
aku mulai menyadari hal-hal semacam itu.
"Oke, Camille, bagaimana kalau kau dan aku berdamai" Setidaknya untuk sekarang. Lihat bagaimana situasinya. Kurasa aku tidak
harus menceramahimu soal si bocah Capisi."
"Kurasa kau sadar tidak ada yang harus diceramahi. Kenapa polisi
mengabaikan laporan satu saksi mata mengenai penculikan Natalie
Keene?" Aku mengangkat penaku untuk menunjukkan kepadanya
percakapan kami boleh dikutip.
"Siapa bilang kami mengabaikannya?"
"James Capisi."
"Ah, yah, itu sumber yang bagus." Dia tertawa. "Aku akan memberitahumu sedikit, Miss Preaker." Dia menirukan Vickery dengan
cukup baik, sampai ke gerakan memutar-mutar cincin khayalan di
jari kelingking. "Bagaimanapun, kami tidak membiarkan anak berumur sembilan tahun memiliki informasi tertentu mengenai penyelidikan yang sedang berjalan. Termasuk apakah kami memercayai
ceritanya atau tidak."
Sharp Objects.indd 74 "Apakah kau percaya?"
"Aku tidak bisa berkomentar."
"Sepertinya kalau memiliki deskripsi tersangka pembunuhan
yang cukup mendetail, kau mungkin ingin memberitahu orangorang di sini, jadi mereka bisa mengawasi. Tapi kau belum melakukannya, jadi aku harus menebak kau mengabaikan ceritanya."
"Sekali lagi, aku tidak bisa berkomentar."
"Aku tahu Ann Nash tidak dilecehkan secara seksual," aku melanjutkan. "Apakah hal yang sama terjadi pada Natalie Keene?"
"Ms. Preaker. Aku tidak bisa berkomentar sekarang."
"Kalau begitu kenapa kau duduk di sini bicara denganku?"
"Yah, pertama-tama, aku tahu kau menghabiskan banyak waktu, mungkin waktu bekerjamu, dengan petugas kami tempo hari,
memberinya cerita versimu soal penemuan jasad Natalie. Aku ingin
berterima kasih." "Versiku?" "Semua orang punya versi ingatan masing-masing," katanya.
"Contohnya, kau bilang mata Natalie terbuka. Pasangan Broussard
berkata matanya tertutup."
"Aku tidak bisa berkomentar." Aku merasa dendam.
"Aku cenderung memercayai wanita yang bekerja sebagai reporter dibandingkan dua pemilik kedai lanjut usia," kata Willis. "Tapi
aku ingin mendengar seberapa yakin dirimu."
"Apakah Natalie dilecehkan secara seksual" Tidak akan dikutip."
Aku menurunkan penaku. Pria itu duduk diam selama sesaat, memutar-mutar botol bir.
"Tidak." "Aku yakin matanya terbuka. Tapi kau ada di sana."
"Memang," katanya.
"Jadi kau tidak membutuhkanku untuk mengonfirmasi hal itu.
Apa yang kedua?" Sharp Objects.indd 75 "Apa?" "Kau bilang, "pertama-tama?""
"Oh, benar. Yah, alasan kedua aku ingin bicara denganmu, sejujurnya"kualitas yang sepertinya akan kauhargai"aku sangat ingin
mengobrol dengan orang yang bukan orang kota ini." Dia tersenyum lebar, giginya berkilau ke arahku. "Maksudku, aku tahu kau
dari sini. Dan aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya. Aku
bolak-balik ke tempat ini sejak Agustus dan mulai merasa sinting.
Bukan berarti Kansas City itu kota metropolitan yang penuh gelora, tapi ada kehidupan malam. Budaya" semacam kebudayaan.
Ada orang-orang." "Aku yakin kau baik-baik saja."
"Sebaiknya begitu. Aku mungkin akan di sini cukup lama sekarang."
"Ya." Aku mengarahkan buku catatanku ke arah si detektif. "Jadi
apa teorimu, Mr. Willis?"
"Detektif Willis, sebenarnya." Dia menyeringai lagi. Aku menghabiskan minuman dengan sekali teguk, mulai mengunyah sedotan
koktail pendek di gelas. "Jadi, Camille, bolehkah aku membelikanmu satu minuman?"
Aku menggoyang-goyangkan gelas dan mengangguk. "Bourbon
dingin." "Bagus." Sementara dia di bar, aku mengambil bolpoin dan menulis kata
dick di pergelangan tangan dengan tulisan sambung melingkar-lingkar. Dia kembali dengan dua gelas Wild Turkey.
"Jadi." Detektif willis menggoyang-goyangkan alis ke arahku.
"Usulanku adalah mungkin kita bisa mengobrol saja sebentar. Seperti orang biasa" Aku benar-benar menginginkannya. Bill Vickery
tidak terlalu ingin mengenalku."
Sharp Objects.indd 76 "Aku juga sama."
"Baiklah. Jadi kau dari Wind Gap dan sekarang bekerja untuk
koran di Chicago. Tribune?"
"Daily Post." "Tidak tahu yang itu."
"Kau tidak akan tahu."
"Sebegitu hebatnya, ya?"
"Lumayan. Cukup lumayan." Aku tidak berminat untuk jadi memesona, bahkan tidak yakin aku ingat caranya. Adora-lah si penebar
pesona di keluarga"bahkan pria yang menyemprot rayap setahun
sekali mengirimkan kartu Natal penuh perhatian.
"Kau tidak memberiku banyak celah untuk bertanya, Camille.
Kalau kau ingin aku pergi, aku akan pergi."
Aku tidak ingin dia pergi, sebenarnya. Dia enak untuk dilihat dan
suaranya membuatku merasa sedikit tidak berantakan. Tidak ada
ruginya si detektif juga tidak cocok di kota ini.
"Maafkan aku. Aku ketus. Sulit pulang ke rumah. Menulis soal
semua ini tidak membantu."
"Sudah berapa lama sejak terakhir kau pulang?"
"Bertahun-tahun. Delapan persisnya."
"Tapi kau masih punya keluarga di sini."
"Oh, ya. Wind Gapians tulen. Kurasa itu istilah yang lebih diterima, menjawab pertanyaanmu sebelumnya hari ini."
"Ah, makasih. Aku tidak mau mencela orang-orang baik di sini.
Lebih daripada yang sudah kulakukan. Jadi orangtuamu senang
tinggal di sini?" "Mm-hmm. Mereka tidak pernah bermimpi pergi dari sini. Terlalu banyak teman. Rumah yang terlalu sempurna. Dan seterusnya."
"Kedua orangtuamu lahir di sini kalau begitu?"
Serombongan pria sebayaku, yang tampak familier, mengenyak77
Sharp Objects.indd 77 kan tubuh di bilik di dekat kami, masing-masing memegang pitcher
bir yang isinya berbuncang. Aku berharap mereka tidak melihatku.
"Ibuku lahir di sini. Ayah tiriku dari Tennessee. Dia pindah ke
sini ketika mereka menikah."
"Kapan itu?" "Hampir tiga puluh tahun lalu, kurasa." Aku berusaha memelankan kecepatan minumku agar tidak mendahului si detektif.
"Dan ayahmu?" Aku tersenyum tegas. "Kau dibesarkan di Kansas City?"
"Yap. Tidak pernah bermimpi untuk pergi. Terlalu banyak teman. Rumah yang terlalu sempurna. Dan seterusnya."
"Dan menjadi polisi di sana itu" bagus?"
"Ada kejadian-kejadian menarik. Cukup banyak sehingga aku ti?
dak akan berubah menjadi Vickery. Tahun lalu aku mengerjakan
ka?sus-kasus berprofil tinggi. Seringnya pembunuhan. Dan kami
me?nang?kap pelaku kejahatan berantai yang menyerang wanita-wa?
nita di kota." "Pemerkosaan?" "Bukan. Dia menduduki mereka kemudian meraih ke dalam mulut mereka, menggaruk tenggorokan mereka hingga koyak."
"Ya Tuhan." "Kami menangkapnya. Pria paruh baya penjual minuman keras
yang tinggal bersama ibunya dan di bawah kukunya masih melekat
jaringan dari tenggorokan korban terakhir. Sepuluh hari sesudah
penyerangan." Aku tidak tahu apakah si detektif mengeluhkan ketololan pria itu
atau kejorokannya. "Bagus." "Dan sekarang aku di sini. Kota yang lebih kecil, tapi lahan pembuktian yang lebih besar. Ketika pertama kali Vickery menelepon
Sharp Objects.indd 78 kami, kasus ini belum sebesar sekarang, jadi mereka mengirimkan
seseorang yang ada di tengah-tengah rantai makanan. Aku." Dia tersenyum, nyaris terlihat rendah hati. "Kemudian kasus ini menjadi
kasus pembunuhan berantai. Mereka membiarkanku mengerjakan
kasus ini untuk saat ini"dengan pemahaman aku sebaiknya tidak
mengacaukannya." Situasinya kedengaran familier.
"Aneh rasanya mendapatkan peluang besarmu dari sesuatu yang
sangat mengerikan," lanjut si detektif. "Tapi kau pasti tahu soal
itu"berita seperti apa yang kauliput di Chicago?"
"Aku di berita kriminal, jadi mungkin sampah yang sama yang
kaulihat: pelecehan, pemerkosaan, pembunuhan." Aku ingin dia
tahu aku juga punya cerita horor. Bodoh, tapi aku mengalah pada
keinginan itu. "Bulan lalu ada pria 82 tahun. Anak lelakinya membunuhnya, lalu merendamnya dalam bak mandi berisi Drano agar
mayatnya terurai. Si anak mengaku, tapi tentu saja, tidak bisa memberikan alasan kenapa dia melakukannya."
Aku menyesal menggunakan kata sampah untuk menggambarkan pelecehan, pemerkosaan, dan pembunuhan. Tidak sopan.
"Kedengarannya kita berdua sudah melihat hal-hal mengerikan,"
kata Richard. "Ya." Aku memutar-mutar gelasku, tidak punya apa pun untuk
dikatakan. "Aku menyesal."
"Aku juga." Si detektif mengamatiku. Penjaga bar membuat lampu di tempat
itu menjadi remang-remang, tanda resmi jam malam dimulai.
"Kita bisa ke bioskop kapan-kapan." Richard mengatakannya
dengan nada berdamai, seolah-olah malam menonton di bioskop
lokal mungkin akan melancarkan semuanya denganku.
Sharp Objects.indd 79 o. "Mungkin." Aku menelan sisa minumanku. "Mungkin."
Richard mengelupas label botol bir kosong di sebelahnya dan
meratakannya di permukaan meja. Berantakan. Jelas kelihatan dia
tidak pernah bekerja di bar.
"Yah, Richard, terima kasih untuk minumannya. Aku harus pulang."
"Menyenangkan mengobrol denganmu, Camille. Boleh aku
mengantarmu ke mobil?"
"Tidak, aku baik-baik saja."
"Kau tak masalah menyetir" Sumpah, aku bukan sedang bertingkah sebagai polisi."
"Aku baik-baik saja."
"Oke. Mimpi indah."
"Kau juga. Lain kali, aku ingin informasi yang bisa dikutip."
Alan, Adora, dan Amma sedang berkumpul di ruang duduk ketika
aku kembali. Pemandangannya mencengangkan, begitu mirip dengan dulu bersama Marian. Amma dan ibuku duduk di sofa, ibuku
me?nimang Amma"yang mengenakan gaun tidur wol sekalipun
udara panas"sembari menempelkan balok es ke bibirnya. Adik
tiri?ku menengadah ke arahku dengan tatapan puas yang kosong,
mudian kembali bermain dengan meja makan mahoni yang


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke? berkilau, persis seperti meja di ruang sebelah, hanya saja meja ini
tingginya sekitar 10 senti.
"Jangan cemas," kata Alan, menengadah dari membaca koran.
"Amma hanya terkena hawa dingin musim panas."
Aku merasakan serangan cemas, kemudian kesal: Aku sempat
tenggelam ke dalam rutinitas lama, nyaris saja berlari ke dapur untuk
menghangatkan teh, seperti yang selalu kulakukan untuk Marian ke80
Sharp Objects.indd 80 tika dia sakit. Aku hendak berdiri di dekat ibuku, menunggu dia memelukku juga. Tetapi ibuku dan Amma tidak mengatakan apa pun.
Ibuku bahkan tidak menengadah ke arahku, hanya memeluk Amma
lebih dekat kepadanya dan berbicara lembut ke telinga adikku.
"Kami keluarga Crellin sedikit rapuh," kata Alan, sedikit dengan
rasa bersalah. Para dokter di Woodberry malahan mungkin menemui anggota keluarga Crellin seminggu sekali"baik ibuku maupun
Alan sangat berlebihan kalau menyangkut kesehatan mereka. Ketika
masih kecil, aku ingat ibuku berusaha menjejaliku dengan ramuan
dan minyak, obat buatan rumah dan omong kosong penyembuhan homeopathy. Terkadang aku menelan ramuan busuk itu, lebih
sering menolaknya. Kemudian Marian jatuh sakit, sakit keras, dan
Adora punya hal lebih penting ketimbang membujukku menelan
ekstrak minyak gandum. Sekarang aku merasakan kegetiran: semua
sirup dan tablet yang ibuku sodorkan dan kutolak. Itu kali terakhir
aku mendapatkan perhatian penuh Adora sebagai ibu. Tiba-tiba
aku berharap aku dulu lebih mengalah.
Keluarga Crellin. Semua orang di sini adalah Crellin kecuali aku,
pikirku kekanak-kanakan. "Aku menyesal kau sakit, Amma," kataku.
"Pola di kaki meja ini salah," keluh Amma tiba-tiba. Dia mengangkat meja itu ke depan ibuku, gusar.
"Kau begitu cermat, Amma," ujar Adora, mengernyit ke arah
miniatur meja itu. "Tapi itu nyaris tidak kentara, Sayang. Hanya
kau yang akan tahu." Adora mengelus rambut lembap Amma ke
belakang. "Aku tidak bisa punya yang salah," kata Amma, memelototi meja
itu. "Kita harus mengirimnya kembali. Apa gunanya meminta meja
ini dibuat khusus kalau tidak benar?"
Sharp Objects.indd 81 "Sayang, sudahlah, kau bahkan tidak akan menyadari itu salah."
Ibuku menepuk-nepuk pipi Amma, tapi gadis itu sudah berdiri.
"Kau bilang ini semua akan sempurna. Kau berjanji!" Suaranya
goyah dan air mata mulai mengalir turun di wajahnya. "Sekarang ini
rusak. Semuanya rusak. Ini ruang makannya"tidak bisa ada meja
yang tidak cocok. Aku membencinya!"
"Amma?" Alan melipat koran dan berusaha memeluk gadis itu,
tapi dia menggeliat menjauh.
"Hanya ini yang kuinginkan, hanya ini yang aku minta, dan kau
bahkan tidak peduli ini salah!" dia berteriak di sela-sela tangisnya,
ledakan amarah sesungguhnya, wajahnya merona murka.
"Amma, tenangkan dirimu," kata Alan dengan santai, berusaha
merengkuh gadis itu lagi.
"Hanya itu yang kuinginkan!" Amma menjerit dan menghantamkan meja itu ke lantai, dan benda itu hancur menjadi lima
potong. Amma memukuli potongan-potongan itu hingga hancur
berantakan, kemudian dia membenamkan wajah ke bantal sofa dan
meraung-raung. "Yah," kata ibuku. "Kelihatannya kita harus membeli yang baru
sekarang." Aku kabur ke kamarku, jauh dari gadis kecil mengerikan, yang
sama sekali tidak seperti Marian. Tubuhku mulai membara. Aku
memelankan lajuku sedikit, berusaha untuk mengingat caranya bernapas dengan benar, cara menenangkan kulitku. Tapi kulit ini berang kepadaku. Kadang-kadang bekas lukaku punya pikiran sendiri.
Aku suka mengiris kulitku sendiri. Juga memotong, menyayat,
mengukir, menusuk. Aku kasus yang sangat istimewa. Aku punya
tujuan. Begini, kulitku menjerit. Kulitku dipenuhi kata"masak,
Sharp Objects.indd 82 cupcake, kucing, keriting"seperti anak kecil yang memegang pisau
belajar menulis di kulitku. Aku kadang-kadang, hanya kadangkadang, tertawa. Keluar dari bak mandi dan melihat, dari ujung
mataku, di kaki sebelah bawah: babydoll. Memakai sweter, sekelebat
terlihat di pergelangan tanganku: berbahaya. Kenapa kata-kata ini"
Beribu-ribu jam terapi menghasilkan sedikit ide dari dokter-dokter
budiman itu. Kata-kata ini sering kali feminin, seperti kata-kata dari
buku anak-anak Dick and Jane, sefeminin warna merah muda dan
ekor anak anjing. Atau kata-kata ini benar-benar negatif. Jumlah
sinonim kata cemas yang terpahat di kulitku: sebelas. Saat itu, satu
hal yang aku tahu pasti adalah penting bagiku untuk melihat hurufhuruf ini pada kulitku, dan tidak hanya melihatnya, tapi merasakannya. Membara di panggul sebelah kiri: anderok.
Dan di dekatnya, kata pertamaku, diiris pada hari musim panas
mencemaskan pada usia tiga belas: jahat. Aku bangun pagi itu, gerah
dan bosan, cemas akan jam-jam mendatang. Bagaimana kau tetap
aman ketika harimu begitu luas dan kosong seperti langit" Apa pun
bisa terjadi. Aku ingat merasakan kata itu, berat dan sedikit lengket di sepanjang tulang kemaluanku. Pisau steak ibuku. Mengiris
seperti anak kecil mengikuti garis merah khayalan. Membersihkan
diriku. Menoreh lebih dalam. Membersihkan diriku. Menuangkan
pemutih ke pisau dan menyelinap ke dapur untuk mengembalikannya. Jahat. Lega. Sisa hari itu, aku habiskan dengan merawat lukaku.
Menggali ke lengkung huruf J dengan kapas pembersih yang direndam alkohol. Mengelus pipiku hingga rasa menyengatnya hilang.
Losion. Perban. Ulangi. Masalahnya dimulai jauh sebelum itu, tentu saja. Masalah selalu
dimulai jauh sebelum kau benar-benar melihatnya. Aku sembilan
tahun dan menyalin, dengan pensil polkadot gemuk, seri Little
Sharp Objects.indd 83 House on the Prairie kata per kata ke dalam notes spiral bersampul
hijau manyala. Aku sepuluh tahun, dengan bolpoin biru, secara acak aku menuliskan kata-kata yang diucapkan guruku di celana jinsku. Aku mencucinya dengan sampo bayi, diam-diam, sambil merasa bersalah,
di wastafel kamar mandiku. Kata-kata itu memudar dan mengabur,
meninggalkan hieroglif biru naik-turun di celanaku, seakan-akan
ada burung kecil ternoda tinta melompat-lompat di sepanjang celana itu.
Usia sebelas, dengan kompulsif aku menuliskan ucapan semua
orang kepadaku dalam buku catatan kecil berwarna biru, sudah
menjadi reporter cilik. Semua frasa harus ditangkap di kertas atau
itu tidak nyata, frasa itu akan menyelinap pergi. Aku akan melihat kata-kata menggantung di udara"Camille, tolong ambilkan
susu"dan kecemasan bergulung di dalam diriku ketika kata-kata
itu mulai pudar, seperti asap jet. Tapi dengan menuliskan katakata itu, aku memilikinya. Tidak ada kecemasan kata-kata itu akan
punah. Aku pelestari bahasa. Aku anak aneh di kelas, murid kelas
del?apan yang tegang dan sibuk menuliskan semua frasa dengan
ter?buru-buru ("Mr. Feeney gay banget," "Jamie Dobson jelek,"
"Me?reka tidak pernah punya susu cokelat") dengan semangat mirip
se?se?orang yang religius.
Marian meninggal pada ulang tahunku yang ke-13. Aku bangun,
menyusuri lorong untuk menyapa"selalu menjadi hal pertama
yang kulakukan"dan menemukannya, mata terbuka, selimut ditarik hingga ke dagunya. Aku ingat tidak merasa terlalu terkejut. Dia
sudah sekarat selama yang bisa kuingat.
Musim panas itu, hal lain terjadi. Aku menjadi tiba-tiba, tidak
bisa disangkal, rupawan. Yang terjadi bisa saja sebaliknya. Marian
adalah si anak yang jelas cantik: mata biru besar, hidung mungil,
Sharp Objects.indd 84 dagu tajam sempurna. Fiturku berubah dari hari ke hari, seolaholah awan mengapung di atasku menciptakan bayangan indah atau
buruk pada wajahku. Tetapi setelah fiturku menetap"dan kami
semua sepertinya menyadari itu pada musim panas yang itu, musim
panas yang sama ketika aku menemukan darah menodai pahaku,
musim panas yang sama ketika aku mulai masturbasi, kompulsif
dan mati-matian"aku kepincut. Aku terpesona pada diri sendiri,
penggoda luar biasa di cermin mana pun yang bisa kutemukan.
Tidak tahu malu seperti kuda jantan muda. Dan orang-orang menyukaiku. Aku bukan lagi si anak malang (yang punya, aneh banget,
adik yang meninggal). Aku si gadis cantik (yang punya, sedih banget, adik yang meninggal). Dan begitulah, aku jadi populer.
Pada musim panas yang sama juga aku mulai mengiris dan nyaris
merasakan dedikasi yang sama seperti pada kecantikan yang baru
kutemukan. Aku senang merawat diri, mengelap genangan merah
darah dengan waslap lembap dan dengan ajaib memunculkan, hanya sedikit di atas pusarku: mual. Mencocolkan alkohol dengan bola
kapas, serat tipisnya menempel ke garis berdarah di kata: cegak. Aku
mengalami masa kata-kata kotor pada tahun terakhir SMA, yang
kuralat kemudian. Beberapa irisan cepat dan sundal menjadi sandal,
titit menjadi titik, klit diubah menjadi ikat, yang tidak tampak meyakinkan sama sekali, huruf l dan i digabungkan menjadi A miring.
Kata terakhir yang kutorehkan pada diriku, enam belas tahun
sesudah aku memulai: lenyap.
Terkadang aku bisa mendengar kata-kata itu saling cekcok di seluruh tubuhku. Di bahuku, kancut, memanggil ceri, di bagian dalam
pergelangan kaki kananku. Di bawah ibu jari kakiku, jahit, menggumamkan ancaman teredam kepada bayi, tepat di bawah payudara
kiriku. Aku dapat mendiamkan kata-kata itu dengan memikirkan
Sharp Objects.indd 85 lenyap, selalu menenangkan dan agung, berkuasa di atas kata-kata
lain dari tempat aman di tengkukku.
Juga: di tengah-tengah punggungku, yang terlalu sulit untuk
dijangkau, ada lingkaran kulit sempurna seukuran kepalan tangan.
Setelah bertahun-tahun aku membuat lelucon pribadi. Kau
bisa benar-benar membacaku. Kau ingin aku mengejanya untukmu"
Aku jelas sudah memberi diri sendiri life sentence. Lucu, kan" Life
sentence, hukuman seumur hidup atau kalimat kehidupan. Silakan
pilih. Aku tidak tahan melihat tubuhku sendiri tanpa tertutup sepenuhnya. Suatu hari nanti aku mungkin akan menemui ahli bedah,
mencari tahu apa yang bisa dilakukan untuk memuluskan kulitku,
tetapi sekarang aku tidak bisa menanggung reaksinya. Alih-alih aku
minum alkohol agar tidak terlalu banyak memikirkan perbuatanku
terhadap tubuhku sendiri dan supaya aku tidak melakukannya lagi.
Tapi sebagian besar waktu ketika terjaga, aku ingin mengiris kulitku. Bukan kata-kata remeh, pula. Berpelabi. Terkosel. Patgulipat.
Di rumah sakitku di Illinois mereka tidak mengizinkan dorongan
semacam ini. Untuk orang-orang yang membutuhkan nama atas kecenderungan ini, ada sekeranjang penuh istilah berisi terminologi medis.
Yang aku tahu mengiris kulit membuatku aman. Itu bukti. Pikiran
dan kata-kata, tertangkap di tempat yang bisa kulihat dan kulacak.
Kebenaran menyengat di kulitku dalam tulisan singkat yang mengerikan. Beritahu aku kau akan pergi ke dokter dan aku akan ingin
menorehkan khawatir di lenganku. Katakan kau jatuh cinta, dan
garis yang membentuk kata tragis mendengung di payudaraku. Aku
sebenarnya tidak ingin disembuhkan. Tetapi aku kehabisan tempat untuk menulis, mengiris kulit di antara jemari kakiku buruk,
tangis; seperti pemadat mencari pembuluh darah terakhir. Lenyap
mengakhirinya untukku. Aku menyisakan leher, tempat yang begitu
Sharp Objects.indd 86 istimewa, untuk satu torehan terakhir yang bagus. Kemudian aku
menyerahkan diri. Aku tinggal di rumah sakit selama 12 minggu.
Itu tempat khusus untuk orang-orang yang melukai diri sendiri,
nyaris semuanya wanita, kebanyakan berusia di bawah 25 tahun.
Aku masuk ketika berusia 30 tahun. Baru enam bulan keluar. Masamasa sulit.
Curry mengunjungiku sekali, membawakan mawar kuning. Mereka memotong duri-durinya sebelum dia diperbolehkan masuk ke
ruang penerimaan tamu, menyimpan potongan duri itu di dalam
wadah plastik"Curry berkata wadah itu kelihatan seperti botol
obat resep"yang mereka simpan di tempat terkunci hingga tukang
sampah datang. Kami mengobrol di ruang duduk, semuanya berujung bulat dengan sofa empuk, dan ketika kami mengobrolkan
koran dan istri Curry dan berita terbaru di Chicago, aku mengamati
tubuh Curry untuk mencari benda apa pun yang tajam. Kepala sabuk, peniti, rantai jam tangan.
"Aku sangat menyesal, Nak," kata Curry pada akhir kunjungan
dan aku bisa melihat dia bersungguh-sungguh karena suaranya
terdengar serak. Ketika dia pergi, aku begitu muak dengan diri sendiri aku muntah di kamar mandi, dan ketika sedang muntah, aku menemukan
sekrup terbungkus karet di belakang toilet. Aku mengelupas tutup
karet dan menggosokkan aku pada telapak tangan, hingga petugas
keamanan menyeretku keluar. Darah memancar dari lukaku seperti
stigmata. Teman sekamarku bunuh diri akhir minggu itu. Tidak dengan
memotong nadi, yang tentu saja, menjadi ironinya. Dia menelan
sebotol Windex yang ditinggalkan petugas kebersihan. Dia berusia
enam belas tahun, mantan pemandu sorak yang mengiris diri sendiri di paha bagian atas agar tidak ada yang lihat. Kedua orangtuanya
Sharp Objects.indd 87 memelototiku ketika mereka datang untuk mengambil barangbarangnya.
Orang-orang selalu menyebut depresi sebagai blues"yang arti
lainnya adalah warna biru"tetapi aku akan senang terjaga dan
melihat pemandangan warna biru pastel. Depresi bagiku seperti
kuning air seni. Terhanyut menjadi berkilo-kilometer air seni encer.
Para perawat memberi kami obat-obatan untuk meredakan
kulit kami yang terasa geli. Dan lebih banyak obat-obatan untuk
meredakan otak kami yang terbakar. Kami akan digeledah dua kali
seminggu, mencari benda tajam apa pun. Lalu duduk berkelompok,
bersama-sama membersihkan diri kami, teorinya begitu, dari kemarahan dan rasa benci pada diri sendiri. Kami belajar untuk tidak
merusak diri sendiri. Kami belajar untuk menyalahkan. Sesudah
sebulan berkelakuan baik, kami mendapatkan mandi berendam di
air selembut sutra dan pijat. Kami diajarkan bagusnya sentuhan.
Satu-satunya orang lain yang menjenguk adalah ibuku, yang belum kutemui selama setengah dekade. Dia beraroma seperti bunga
ungu dan mengenakan gelang berbandul yang berdenting-denting
yang kudambakan ketika aku masih kecil. Ketika kami sendirian,
dia mengobrolkan soal dedaunan dan peraturan kota baru yang
mengharuskan lampu Natal diturunkan pada 15 Januari. Ketika
para dokter bergabung bersama kami, ibuku menangis dan menepuk-nepukku dan mengeluh kepadaku. Dia mengelus rambutku
dan bertanya-tanya kenapa aku melakukan ini pada diri sendiri.
Kemudian, tidak dapat dihindari, muncul cerita Marian. Ibuku
sudah kehilangan satu anak, tahu, kan. Itu nyaris membunuhnya.
Kenapa anaknya yang lebih tua (walaupun tidak terlalu disayang)
dengan sengaja melukai diri sendiri" Aku begitu berbeda dari
putrinya yang meninggal, yang"kalau dipikir-pikir"akan hampir
berusia 30 tahun jika dia masih hidup. Marian menikmati hidup, hi88
Sharp Objects.indd 88 dup yang sempat dia jalani. Ya Tuhan, dia menyerap dunia"ingat,
Camille, bagaimana dia tertawa bahkan ketika di rumah sakit"
Aku tidak suka harus menunjukkan pada ibuku bahwa itu yang
akan dilakukan anak 10 tahun yang kebingungan dan sekarat. Kenapa repot-repot" Mustahil untuk bersaing dengan yang sudah mati.
Seandainya aku bisa berhenti mencoba.
Sharp Objects.indd 89 bab lima Alan mengenakan celana putih, lipatan celananya terlihat seperti
kertas yang dilipat, dan kemeja oxford hijau pucat ketika aku turun untuk sarapan. Dia duduk sendirian di meja makan mahoni


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berukuran besar, bayangannya yang terang memendar di kayu yang
dipoles. Aku terang-terangan mengintip ke kaki meja untuk melihat
apa yang diributkan semalam. Alan memilih untuk tidak menyadari
perbuatanku. Dia menyantap telur bersusu dari mangkuk dengan
sendok teh. Ketika dia menengadah melihatku, untaian lengket
kuning telur berayun seperti ludah melewati dagunya.
"Camille. Duduklah. Apa yang bisa kuminta dari Gayla untukmu?" Dia mendentingkan bel perak di sebelahnya dan lewat pintu
da?pur yang berayun muncul Gayla, gadis yang dulu bekerja di pertanian dan sepuluh tahun lalu menukar pekerjaan mengurus babi
dengan pekerjaan harian membersihkan dan memasak di rumah
ibuku. Gayla setinggi aku"jangkung"tapi berat badannya tidak
mungkin lebih dari 50 kilogram. Baju terusan perawat berkanji putih yang dia pakai sebagai seragam mengayun longgar di tubuhnya,
seperti lonceng. Ibuku masuk ke ruang makan melewati Gayla, mencium pipi
Alan, meletakkan buah pir di serbet katun putih di meja tempatnya
duduk. Sharp Objects.indd 90 "Gayla, kau ingat Camille?"
"Tentu saja aku ingat, Mrs. Crellin," kata wanita itu, mengarahkan wajah mirip rubahnya ke arahku. Tersenyum dengan gigi
berantakan dan bibir kering yang pecah-pecah. "Hai, Camille. Aku
punya telur, roti bakar, buah?"
"Kopi saja, tolong. Krim dan gula."
"Camille, kami membeli makanan khusus untukmu," kata ibuku,
mengerumit ujung pir gemuk. "Setidaknya makanlah pisang."
"Dan pisang." Gayla masuk kembali ke dapur dengan seringai di
wajah. "Camille, aku harus minta maaf padamu soal semalam," Alan
memulai. "Amma sedang melalui salah satu tahap itu."
"Dia sangat manja," kata ibuku. "Seringnya dengan cara yang
manis, tapi kadang-kadang dia sedikit tidak bisa dikendalikan."
"Atau lebih dari sedikit," kataku. "Itu amukan yang serius untuk
anak tiga belas tahun. Sedikit menakutkan." Sisi Chicago-ku kembali"lebih percaya diri dan jelas lebih banyak bicara. Aku lega.
"Ya, yah, kau sendiri tidak benar-benar tenang ketika seumur itu."
Aku tidak tahu apa maksud ibuku"aku yang melukai diri sendiri,
aku yang terus menangis karena kehilangan adikku, atau aku yang
memulai kehidupan seks yang terlalu aktif. Aku memutuskan hanya
mengangguk. "Yah, aku harap dia baik-baik saja," kataku dengan nada tegas dan
berdiri untuk pergi. "Ayolah, Camille, tolong duduk lagi," kata Alan dengan suara
tinggi, mengelap ujung mulut. "Ceritakan kepada kami soal Kota
Ber?angin, Chicago. Beri kami semenit saja."
"Kota Berangin baik-baik saja. Pekerjaan masih bagus, dapat
umpan balik yang bagus."
"Seperti apa umpan balik yang bagus itu?" Alan mencondongkan
Sharp Objects.indd 91 tubuh ke arahku, tangan terlipat, seolah-olah menurutnya pertanyaan itu cukup memesona.
"Yah, aku sudah meliput beberapa berita berprofil tinggi. Aku
meliput tiga kasus pembunuhan sejak awal tahun ini."
"Dan itu bagus, Camille?" Ibuku berhenti menggigit. "Aku tidak
pernah bisa paham dari mana asal ketertarikanmu akan hal buruk.
Sepertinya kau sudah punya cukup banyak keburukan dalam hidupmu tanpa perlu sengaja mencari." Ibuku tertawa: iramanya
melengking, seperti balon yang melayang terembus angin.
Gayla kembali membawakan kopi dan pisang yang ditaruh dengan canggung di dalam mangkuk. Ketika wanita itu keluar, Amma
masuk, seperti dua aktor dalam pertunjukan lawak di ruang duduk.
Amma mencium pipi ibuku, menyapa Alan, dan duduk di seberangku. Menendangku sekali di bawah meja dan tertawa. Oh, itu kau, ya"
"Maaf kau harus melihatku seperti semalam, Camille," kata
Amma. "Terutama karena kita tidak benar-benar saling kenal. Aku
cuma sedang melalui satu tahap." Dia menyunggingkan senyum
yang berlebihan. "Tapi sekarang kita dipertemukan kembali. Kau
seperti Cinderella yang malang dan aku saudara tiri yang keji. Saudara seibu."
"Tidak ada sejentik pun kekejian dalam dirimu, Sayang," kata
Alan. "Tapi Camille anak pertama. Anak pertama biasanya yang terbaik. Sekarang dia kembali, apakah kau akan lebih menyayangi Camille daripada aku?" tanya Amma. Awalnya dia bertanya dengan nada
menggoda, tetapi pipinya merona ketika menunggu jawaban ibuku.
"Tidak," kata Adora pelan. Gayla menaruh sepiring ham di depan
Amma, yang menuangkan madu ke irisan daging ham, melingkarlingkar seperti renda.
"Karena kau menyayangi aku," kata Amma, di sela-sela mulut
Sharp Objects.indd 92 penuh ham. Aroma memuakkan daging dan sesuatu yang manis
mengambang. "Aku berharap aku dibunuh."
"Amma, jangan katakan hal semacam itu," kata ibuku, memucat.
Jemarinya mengepak-ngepak ke arah bulu mata, kemudian dengan
penuh tekad kembali ditaruh di meja.
"Dengan begitu aku tidak harus cemas lagi. Saat mati, kau menjadi sempurna. Aku akan menjadi seperti Putri Diana. Semua orang
menyukainya sekarang."
"Kau gadis paling populer di seantero sekolah dan di rumah kau
dipuja, Amma. Jangan serakah."
Amma menendangku lagi dan tersenyum tulus, seolah-olah ada
masalah penting yang sudah diselesaikan. Dia mengayunkan ujung
kain yang dia pakai ke bahunya dan aku menyadari yang kusangka
sebagai baju rumah ternyata seprai biru yang dibalutkan dengan
cerdas. Ibuku menyadarinya juga.
"Apa itu yang kaupakai, Amma?"
"Ini jubah daraku. Aku akan ke hutan bermain menjadi Joan of
Arc. Teman-teman perempuanku akan membakarku."
"Kau tidak akan melakukan hal semacam itu, Sayang," bentak
ibuku, menyambar madu dari Amma, yang baru akan menyiram
ham dengan lebih banyak madu. "Dua gadis seusiamu tewas dan
kaupikir kau akan ke hutan untuk bermain?"
Anak-anak di hutan memainkan permainan liar dan penuh rahasia.
Awal puisi yang dulu kuhafal luar kepala.
"Jangan cemas, kami akan baik-baik saja." Amma tersenyum dengan gaya manis yang dibuat-buat.
"Kau akan tetap di rumah."
Amma menusuk ham dan menggumamkan sesuatu yang kasar.
Ibuku berpaling kepadaku dengan kepala dimiringkan, berlian di
jari manisnya berkilau di mataku seperti sinyal SOS.
Sharp Objects.indd 93 "Nah, Camille, bisakah kita setidaknya melakukan sesuatu yang
menyenangkan selagi kau di sini?" tanya ibuku. "Kita bisa piknik
di halaman belakang. Atau kita bisa mengeluarkan kabriolet, jalanjalan dengan mobil itu, mungkin main golf di Woodberry. Gayla,
tolong bawakan aku es teh."
"Kedengarannya menyenangkan. Aku hanya harus mencari tahu
berapa lama aku akan tinggal di sini."
"Ya, akan menyenangkan bagi kami untuk tahu juga. Bukan berarti kau tidak bisa tinggal selama yang kauinginkan," kata ibuku.
"Tapi akan menyenangkan bagi kami untuk tahu, jadi kami bisa
membuat rencana kami sendiri."
"Tentu." Aku menggigit pisang, yang hijau pucat tanpa rasa.
"Atau mungkin Alan dan aku bisa mampir ke sana kapan-kapan
tahun ini. Kami belum pernah benar-benar melihat Chicago." Rumah sakitku berjarak 90 menit ke selatan Chicago. Ibuku terbang ke
O"Hare dan naik taksi ke rumah sakit. Perjalanan itu menghabiskan
$128, $140 dengan tip. "Itu bagus juga. Kami punya beberapa museum yang bagus. Kau
akan suka danaunya."
"Aku tidak tahu apakah aku bisa menikmati air jenis apa pun
lagi." "Kenapa tidak?" Aku sudah tahu jawabannya.
"Sesudah gadis kecil itu, Ann Nash kecil, dibiarkan di anak sungai hingga tenggelam." Dia berhenti sejenak untuk menyesap es
teh. "Aku kenal dia, kau tahu, kan."
Amma merengek dan mulai bergerak gelisah di kursinya.
"Dia tidak tenggelam," kataku, tahu koreksiku akan membuat
ibuku sebal. "Dia dicekik. Dia hanya berakhir di sungai."
"Kemudian gadis Keene itu. Aku menyukai mereka berdua. Sangat menyukai mereka." Ibuku berpaling dengan murung dan Alan
Sharp Objects.indd 94 menaruh tangannya di tangan ibuku. Amma berdiri, melontarkan
jeritan pendek seperti anak anjing bersemangat yang tiba-tiba menyalak, dan lari ke lantai atas.
"Anak malang," kata ibuku. "Dia menjalani waktu nyaris sesulit
diriku." "Dia memang melihat anak-anak perempuan itu setiap hari, jadi
aku yakin memang sulit untuk Amma," kataku dengan jengkel, tidak
bisa menahan diri. "Kau kenal mereka dari mana?"
"Wind Gap, aku tidak perlu mengingatkanmu, adalah kota kecil.
Mereka gadis cilik yang manis dan cantik. Begitu cantik."
"Tapi kau tidak benar-benar mengenal mereka."
"Aku dulu kenal mereka. Aku mengenal mereka dengan baik."
"Bagaimana?" "Camille, coba tolong jangan lakukan ini. Aku baru saja memberitahumu aku sedih dan tegang, dan bukannya menghibur, kau
malah menyerangku." "Jadi, kalau begitu, kau bersumpah akan menjauhi semua badan
air?" Ibuku mengeluarkan suara pendek seperti deritan. "Kau harus
tutup mulut sekarang, Camille." Dia melipat serbet menutupi sisasisa buah pir, menjadikannya seperti lampin, lalu keluar dari ruang
makan. Allan mengikuti ibuku dengan siulan gilanya, seperti pemain piano zaman dahulu memberikan nuansa drama pada film bisu.
Setiap tragedi yang terjadi di dunia terjadi juga pada ibuku. Dan
ini, dibandingkan segala hal lain tentang ibuku, paling membuatku
mual. Ibuku mencemaskan orang-orang bernasib buruk yang tidak
pernah dia temui. Dia menangisi berita dari ujung dunia yang lain.
Semua kekejaman manusia itu terlalu berlebihan untuknya.
Ibuku tidak keluar kamar selama setahun sesudah Marian meninggal. Kamar yang indah: tempat tidur berkanopi sebesar kapal,
Sharp Objects.indd 95 sp meja rias dihiasi botol parfum kaca buram. Lantai yang begitu
megah sehingga pernah difoto beberapa majalah dekorasi: Dibuat
dari gading asli, dipotong persegi, lantai itu menerangi ruangan
dari bawah. Kamar ibuku dan lantainya yang dekaden membuatku
terkagum-kagum, tambahan lagi karena kamar itu terlarang bagiku.
Orang terhormat seperti Truman Winslow, walikota Wind Gap,
berkunjung setiap minggu, membawa bunga segar dan novel klasik.
Sesekali aku bisa melihat sekelebat ibuku ketika pintu kamar terbuka untuk menerima orang-orang ini. Ibuku akan selalu di tempat
tidur, duduk disangga bantal seperti gundukan salju, mengenakan
serangkaian jubah tipis berbunga-bunga. Aku tidak pernah bisa
masuk. Tenggat waktu dari Curry untuk artikel tulisan khas tinggal dua hari
lagi dan hanya ada sedikit yang bisa kulaporkan. Duduk di kamarku, terbaring kaku di tempat tidur dengan tangan ditautkan seperti
mayat, aku merangkum yang kuketahui, memaksakan informasi itu
menjadi terstruktur. Tidak ada yang menyaksikan penculikan Ann
Nash Agustus tahun lalu. Dia hilang begitu saja, jasadnya ditemukan beberapa kilometer jauhnya di Falls Creek sepuluh jam kemudian. Dia dicekik sekitar empat jam sesudah diculik. Sepedanya
tidak pernah ditemukan. Kalau terpaksa menebak, aku akan bilang
gadis itu kenal dengan penculiknya. Menculik seorang anak dan
mengambil paksa sepedanya pastinya berisik di jalan yang sunyi
itu. Apakah kenalan di gereja atau bahkan tetangga" Seseorang yang
kelihatan aman. Tapi mengingat pembunuhan pertama dilakukan begitu berhatihati, kenapa Natalie diculik pada siang hari, di depan temannya" Itu
tidak masuk akal. Kalau James Capisi yang berdiri di tepian hutan,
Sharp Objects.indd 96 alih-alih sedang menyerap sinar matahari sambil merasa bersalah,
akankah bocah lelaki itu yang tewas" Ataukah Natalie Keene memang sudah disasar" Dia juga ditahan lebih lama: Dia hilang lebih
dari dua hari sebelum jasadnya muncul, terjepit di celah sebesar 30
senti di antara toko peralatan dan salon kecantikan di Main Street
yang sangat terbuka. Apa yang dilihat James Capisi" Bocah lelaki itu membuatku
gelisah. Kupikir dia tidak berbohong. Tapi anak-anak mencerna
teror dengan cara yang berbeda. Anak itu melihat kengerian dan
kengerian itu berubah menjadi nenek sihir dari cerita dongeng atau
ratu salju yang kejam. Tapi bagaimana kalau orang ini sekadar terlihat feminin" Pria langsing dengan rambut panjang, waria, pemuda
androgini" Wanita tidak membunuh dengan cara seperti ini, tidak
saja. Kau bisa menghitung daftar wanita pembunuh berantai dengan satu tangan, dan korban mereka nyaris selalu pria"biasanya
urusan seks yang berujung buruk. Tapi, lagi-lagi, kedua gadis itu
tidak disiksa secara seksual dan itu juga tidak cocok dengan pola
yang ada. Alasan memilih kedua gadis itu juga sepertinya tidak masuk akal.
Kalau bukan karena Natalie Keene, aku akan yakin mereka korban
kebetulan saja. Tapi kalau James Capisi tidak berbohong, seseorang
mengerahkan usaha lebih untuk menculik gadis itu di taman, dan
kalau memang gadis tertentu itu yang diinginkan si pembunuh,
Ann juga bukan sekadar keinginan mendadak. Paras kedua gadis
itu bukan cantik yang bisa menyebabkan obsesi. Seperti yang dikatakan Bob Nas, Ashleigh yang paling cantik. Natalie berasal dari
keluarga berada, masih cukup baru di Wind Gap. Ann berada di
tingkat bawah kelas menengah dan keluarga Nash sudah tinggal di
Wind Gap selama beberapa generasi. Kedua gadis itu tidak berteman. Satu-satunya koneksi mereka adalah kekejian yang sama-sama
Sharp Objects.indd 97 mereka miliki, kalau cerita Vickery dapat dipercaya. Kemudian ada
juga teori orang yang mencari tumpangan. Mungkinkah itu yang
sebenarnya dipikirkan Richard Willis" Kota ini berlokasi di dekat
rute lintasan utama truk ke dan dari Memphis. Tapi tidak mungkin
seorang asing tidak terdeteksi selama sembilan bulan, terlalu lama,
dan hutan di sekitar Wind Gap tidak menghasilkan apa pun sejauh
ini, bahkan tidak ada banyak binatang. Mereka punah diburu bertahun-tahun lalu.
Aku bisa merasakan pikiran-pikiranku bertentangan, ternodai
dengan prasangka lama dan terlalu banyak pengetahuan orang dalam. Tiba-tiba aku merasakan keinginan kuat untuk bicara dengan
Richard Willis, seseorang yang tidak berasal dari Wind Gap, yang
melihat apa yang sedang terjadi sebagai pekerjaan, proyek untuk
disusun dan diselesaikan, paku terakhir untuk dipasang, rapi dan
menurut. Aku harus berpikir seperti itu.
Aku mandi air dingin dengan lampu dimatikan. Kemudian aku
duduk di ujung bak mandi dan mengoleskan losion dari ibuku di
sekujur kulit, sekali, cepat-cepat. Tonjolan dan gerigi di kulitku
membuatku ngeri. Kemudian aku memakai celana panjang berbahan katun ringan
dan blus tangan panjang dengan kerah tinggi. Aku menyisir rambut
dan melihat wajahku di cermin. Terlepas dari yang sudah kulakukan
pada sekujur tubuhku, wajahku masih tampak cantik. Bukan cantik
sehingga seseorang dapat memilih satu ciri yang menonjol, tetapi
semuanya seimbang dengan sempurna. Memberi kesan memukau.
Mata biru besar, tulang pipi tinggi membingkai hidung segitiga kecil. Bibir penuh yang ujungnya melengkung sedikit ke bawah. Aku
menarik untuk dilihat, selama aku berpakaian. Kalau saja kondisinya berbeda, aku mungkin menghibur diri dengan sejumlah keka98
Sharp Objects.indd 98 sih yang terluka hatinya. Aku mungkin berpacaran dengan pria-pria


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

brilian. Aku mungkin menikah.
Di luar, langit Missouri bagian kami tampak, seperti biasa, biru
terang. Mataku berair hanya karena memikirkannya.
Aku menemukan Richard di kedai Broussard, makan wafel tanpa
sirup, setumpuk dokumen nyaris setinggi bahu ditaruh di meja.
Aku mengenyakkan tubuh di depan pria itu dan anehnya merasa
senang"penuh konspirasi dan nyaman.
Pria itu menengadah dan tersenyum. "Ms. Preaker. Silakan ambil roti bakarnya. Setiap kali ke sini aku memberitahu mereka aku
tidak mau roti bakar. Sepertinya tidak berhasil. Seolah-olah mereka
berusaha memenuhi kuota."
Aku mengambil sepotong roti, mengoleskan mentega pada permukaannya. Roti itu dingin dan keras, dan gigitanku melontarkan
remah-remah ke meja. Aku menyapukan remah-remah ke bawah
piring dan bicara langsung pada intinya.
"Dengar, Richard. Bicaralah padaku. Untuk dikutip ataupun tidak. Aku tidak bisa memahami ini. Aku tidak bisa menjadi cukup
objektif." Dia menepuk-nepuk tumpukan dokumen di sebelahnya, melambaikan notes kuning bergaris ke arahku. "Aku punya semua objektivitas yang kauinginkan"dari 1927 sampai sekarang, setidaknya.
Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada arsip sebelum 1927.
Mungkin, tebakanku, seorang resepsionis membuang arsip-arsip
itu, memastikan kantor polisi tidak berantakan."
"Arsip semacam apa?"
"Aku sedang menyusun profil kriminal di Wind Gap, sejarah
kekerasan di kota ini," katanya, mengepak-ngepakkan satu map
Sharp Objects.indd 99 ke arahku. "Apakah kau tahu pada 1975, dua remaja perempuan
ditemukan tewas di ujung Falls Creek, sangat dekat dengan tempat
Ann Nash ditemukan, pergelangan tangan teriris" Polisi menyatakan itu luka yang dibuat sendiri. Kedua remaja itu "terlalu akrab,
intim dengan cara yang tidak sehat untuk umur mereka. Diduga ada
hubungan homoseksual." Tapi mereka tidak pernah menemukan
pisaunya. Aneh." "Salah satunya bernama Murray."
"Ah, kau ternyata tahu."
"Dia baru saja melahirkan waktu itu."
"Ya, bayi perempuan."
"Itu Faye Murray. Dia bersekolah di SMA-ku. Mereka memanggilnya Fag Murray. Anak-anak laki-laki mengajaknya ke hutan dan
menggilirnya. Ibunya bunuh diri, dan enam belas tahun kemudian,
Faye harus meniduri setiap anak lelaki di sekolah."
"Aku tidak paham."
"Untuk membuktikan dia bukan lesbian. Anak tidak jauh berbeda dari ibunya, bukan" Kalau dia tidak meniduri semua anak-anak
lelaki itu, tidak ada yang akan mau berteman dengannya. Tapi dia
melakukannya. Dan itu membuktikan dia bukan lesbian, tapi perempuan murahan. Jadi tidak ada yang mau berteman dengannya.
Itu Wind Gap. Kami saling mengetahui rahasia masing-masing. Dan
kami semua memanfaatkannya."
"Tempat yang indah."
"Ya. Beri aku sesuatu untuk dikutip."
"Aku baru saja melakukannya."
Itu membuatku tertawa dan aku terkejut. Aku bisa membayangkan mengirimkan tulisanku kepada Curry: Polisi tidak punya petunjuk, tapi yakin Wind Gap adalah "tempat yang indah."
"Dengar, Camille, aku akan membuat kesepakatan. Aku akan
100 Sharp Objects.indd 100 memberimu pernyataan yang bisa dikutip dan kau membantuku
dengan cerita latar belakangnya. Aku membutuhkan seseorang
yang mau memberitahuku seperti apa sebenarnya kota ini, sesuatu
yang tidak mau Vickery lakukan. Dia sangat" protektif."
"Beri aku pernyataan yang bisa dikutip. Tetapi bekerjasamalah
denganku tanpa menutup-nutupi. Aku hanya akan memanfaatkan
apa pun yang menurutmu tidak masalah untuk diberitakan. Sementara kau bisa memakai apa pun yang kuberikan." Itu bukan kesepakatan paling adil, tapi harus bisa dimanfaatkan.
"Aku harus memberikan pernyataan apa?" Richard tersenyum.
"Apakah kau benar-benar yakin pembunuhan ini dilakukan orang
luar?" "Untuk dicetak?"
"Ya." "Kami belum mencoret siapa pun dari daftar." Dia menggigit
potongan wafel terakhir dan duduk berpikir, pandangan mengarah
ke langit-langit. "Kami sedang mencermati kemungkinan tersangka
di dalam komunitas ini, tapi juga dengan hati-hati mempertimbangkan kemungkinan pembunuhan-pembunuhan ini dilakukan orang
luar." "Jadi kau tidak tahu."
Dia menyeringai, mengangkat bahu. "Aku sudah memberimu
pernyataan." "Oke, tidak dikutip, kau tidak tahu?"
Richard membuka dan menutup tutup botol sirup yang lengket
beberapa kali, menaruh peralatan makan perak menyilang di piringnya.
"Tidak dikutip, Camille, apa kau benar-benar berpikir ini kelihatan seperti kejahatan yang dilakukan orang luar" Kau reporter
kriminal." 101 Sharp Objects.indd 101 "Tidak." Mengatakan itu keras-keras membuatku cemas. Aku
berusaha tidak menatap ujung-ujung tajam garpu di depanku.
"Gadis cerdas."
"Vickery bilang menurutmu pelaku adalah orang yang mencari
tumpangan atau sesuatu seperti itu."
"Oh, persetan, aku menyebutkan itu sebagai kemungkinan ketika pertama kali tiba di sini"sembilan bulan lalu. Dia memegang
omongan itu seolah-olah itu bukti dari ketidakcakapanku. Vickery
dan aku punya masalah komunikasi."
"Apakah kau punya tersangka sungguhan?"
"Bagaimana kalau aku mengajakmu minum minggu ini. Aku
ingin kau mengungkapkan semua yang kauketahui soal semua
orang di Wind Gap." Richard menyambar bon makanan, mendorong botol sirup hingga menempel ke dinding. Botol itu meninggalkan lingkaran bergula
di meja dan, tanpa berpikir, aku menaruh jariku ke lingkaran itu,
kemudian memasukkan jari ke mulut. Bekas luka mengintip keluar
dari lengan bajuku. Richard menengadah persis ketika aku menyelipkan tangan kembali ke bawah meja.
Aku tidak keberatan mengungkapkan cerita Wind Gap kepada
Richard. Aku tidak merasakan kesetiaan apa pun terhadap kota ini.
Ini tempat adikku meninggal, tempat aku mulai mengiris tubuhku.
Kota yang begitu menyesakkan dan kecil, kau akan tersandung
orang yang kaubenci setiap hari. Orang-orang yang mengenalmu.
Ini tempat yang akan membekas.
Walaupun memang benar, di permukaan aku diperlakukan
begitu baik ketika tinggal di sini. Ibuku memastikan itu. Kota ini
menyayanginya, dia seperti hiasan di kue: gadis paling cantik dan
102 Sharp Objects.indd 102 manis yang pernah dibesarkan Wind Gap. Orangtuanya, kakeknenekku, pemilik peternakan babi dan setengah dari rumah-rumah
di sekitarnya, membesarkan ibuku dengan peraturan ketat yang
sama yang mereka berikan kepada para pekerjanya: tidak minum
alkohol, tidak merokok, tidak menyumpah serapah, wajib pergi ke
gereja. Aku hanya bisa membayangkan bagaimana reaksi mereka
menerima kabar ibuku hamil pada usia 17 tahun. Pemuda antah?
berantah dari Kentucky yang bertemu ibuku saat kemah gereja
datang berkunjung saat Natal dan meninggalkanku di perut ibuku.
Kakek-nenekku menumbuhkan tumor kembar penuh kemarahan
untuk menandingi perut ibuku yang membesar dan meninggal karena kanker setahun sesudah kelahiranku.
Orangtua ibuku dulu memiliki teman di Tennessee dan putra
mereka mendekati Adora sebelum aku mulai makan makanan
padat, berkunjung nyaris setiap akhir pekan. Aku tidak bisa membayangkan hubungan pendekatan ini tidak terasa canggung. Alan,
dengan lipatan baju rapi dan kaku, berpanjang lebar membicarakan
cuaca. Ibuku, sendirian dan untuk kali pertama dalam hidupnya
tidak didampingi, butuh pasangan yang baik, menertawakan" lelucon" Aku tidak yakin Alan pernah membuat lelucon dalam hidupnya, tapi aku yakin ibuku menemukan alasan untuk tertawa terkikik
seperti gadis remaja untuk Alan. Dan di mana aku dalam gambaran
ini" Mungkin di kamar pojok yang jauh, ditenangkan si pembantu,
Adora menyelipkan lima dolar ekstra untuk kerja tambahan itu. Aku
bisa membayangkan Alan, melamar ibuku sementara berpura-pura
melihat ke balik pundak ibuku, atau sambil memainkan tanaman,
apa pun untuk menghindari kontak mata. Ibuku menerima lamaran
itu dengan penuh syukur kemudian menuangkan lebih banyak teh
untuk Alan. Ada ciuman datar antarmereka, mungkin.
Tidak jadi masalah. Saat aku bisa bicara, mereka sudah menikah.
103 Sharp Objects.indd 103 Aku nyaris tidak tahu apa pun soal ayah kandungku. Nama di akta
kelahiranku palsu: Newman Kennedy, aktor dan presiden favorit
ibuku, secara berurutan. Ibuku menolak memberitahuku nama asli
ayahku, kalau-kalau aku berusaha mencarinya. Tidak, aku dianggap
anak Alan. Ini sulit, karena ibuku langsung melahirkan anak Alan,
delapan bulan sesudah pria itu menikahi ibuku. Ibuku dua puluh
tahun, Alan 35 tahun, dengan uang keluarga yang tidak dibutuhkan
ibuku, karena dia sendiri punya banyak uang. Mereka berdua tidak
pernah bekerja. Selama bertahun-tahun, aku tahu sedikit hal soal
Alan. Dia penunggang kuda yang sudah memenangi perlombaan,
yang tidak lagi menunggang kuda karena itu membuat Adora cemas. Alan sering sakit, dan bahkan ketika sedang tidak sakit, dia
jarang bergerak. Dia membaca begitu banyak buku soal Perang
Sipil dan sepertinya puas dengan membiarkan ibuku yang lebih
sering bicara. Alan halus dan dangkal seperti gelas. Tapi lagi-lagi,
Adora tidak pernah berusaha menempa ikatan di antara kami. Aku
dianggap sebagai anak Alan, tapi tidak pernah betul-betul diasuh
olehnya, tidak pernah didorong untuk memanggilnya selain dengan
nama depannya. Alan tidak pernah memberiku nama belakangnya
dan aku tidak pernah memintanya. Aku ingat mencoba memanggil
Dad sekali ketika aku masih kecil, dan syok di wajah pria itu cukup
untuk meredam usaha selanjutnya. Sejujurnya, kurasa Adora lebih
senang kalau kami merasa seperti orang asing. Dia ingin semua hubungan di rumah itu berjalan melalui dirinya.
Ah, tapi kembali soal bayi. Marian makhluk manis dengan serangkaian penyakit. Sejak awal dia punya masalah pernapasan,
terbangun tengah malam tersedak mencari udara, wajah bebercak
merah dan kelabu. Aku bisa mendengarnya seperti angin sakit di
ujung koridor dari kamarku, di kamar sebelah kamar ibuku. Lampu
akan dinyalakan dan akan ada suara bujukan atau kadang-kadang
104 Sharp Objects.indd 104 tangisan atau teriakan. Kunjungan rutin ke IGD, 40 kilometer jauhnya di Woodberry. Kemudian Marian bermasalah dengan pencernaan dan duduk menggumam ke bonekanya di ranjang rumah sakit
yang ditaruh di dalam kamarnya, sementara ibuku memasukkan
makanan ke tubuh Marian lewat infus dan tabung makanan.
Pada tahun-tahun terakhir itu, ibuku mencabut semua bulu matanya. Dia tidak bisa menahan jemarinya. Dia meninggalkan tumpukan kecil bulu mata di meja. Aku bilang pada diriku itu sarang peri.
Aku ingat menemukan dua bulu mata pirang panjang menempel di
sisi kakiku dan aku menyimpannya selama berminggu-minggu di
sebelah bantalku. Pada malam hari, aku menggelitik pipi dan bibir
dengan bulu mata itu, hingga suatu hari aku terbangun dan menemukan mereka hilang tertiup angin.
Saat adikku akhirnya meninggal, di satu sisi aku bersyukur. Bagiku sepertinya adikku dikeluarkan ke dunia ini belum terbentuk
dengan baik. Dia tidak siap menghadapi bobot dunia. Orang-orang
berusaha menghibur, berbisik Marian dipanggil kembali ke surga,
tetapi ibuku tidak mau diganggu dari perkabungannya. Hingga saat
ini, itu masih menjadi hobi ibuku.
Mobilku, biru pudar, ditutupi kotoran burung, jok kulitnya pasti
panas, tidak membuatku berselera menungganginya, jadi aku
memutuskan untuk berjalan memutari kota. Di Main Street, aku
melewati toko daging unggas, tempat ayam yang baru saja dipotong dikirim dari ladang pejagalan di Arkansas. Baunya membakar
cuping hidungku. Selusin ayam atau lebih yang sudah dicabuti
bulunya tergantung menggairahkan di jendela, beberapa bulu putih
menutupi birai di bawah. Ke arah ujung jalan, tempat peringatan sementara untuk Nata105
Sharp Objects.indd 105 lie didirikan, aku bisa melihat Amma dan tiga temannya. Mereka
sedang memeriksa di antara balon-balon dan hadiah yang dibeli
di apotek, tiga temannya berdiri berjaga-jaga sementara adik tiriku
menyambar dua lilin, satu buket bunga, dan boneka beruang. Semua kecuali si boneka masuk ke tas tangan yang kebesaran. Boneka
itu dipegang Amma ketika anak-anak perempuan itu bergandengan
tangan dan berjalan melompat-lompat mengejek ke arahku. Lurus
ke arahku malahan, tidak berhenti hingga mereka hanya berjarak
satu senti dariku, mengisi udara dengan jenis parfum yang kuat
yang disemprotkan di kertas wangi di majalah.
"Kau lihat kami melakukan itu" Apakah kau akan menulisnya di
artikel koranmu?" jerit Amma. Dia jelas sudah melupakan amukan
rumah bonekanya. Hal yang sangat kekanak-kanakan, sudah barang
tentu, ditinggalkan di rumah. Sekarang dia sudah melepaskan gaun
musim panas dan memakai rok mini, sandal berhak tebal, dan atasan kemban. "Kalau kau akan melakukannya, tulis namaku dengan
benar: Amity Adora Crellin. Teman-teman, ini" kakakku. Dari
Chicago. Si anak haram keluarga." Amma menaik-turunkan alis kepadaku dan teman-temannya tertawa terkikik. "Camille, ini temantemanku tersaaaayang, tapi kau tidak harus menulis soal mereka.
Aku pemimpinnya." "Dia memimpin cuma karena suaranya yang paling keras," kata
gadis mungil berambut sewarna madu dengan suara serak.
"Dan dia punya dada paling besar," kata gadis kedua, dengan
rambut sewarna lonceng kuningan.
Gadis ketiga, berambut pirang kemerahan, menyambar payudara
kiri Amma, meremasnya. "Setengah asli, setengah busa."
"Keparat kau, Jodes," kata Amma dan, seperti mendisiplinkan
kucing, memukul rahang temannya itu. Gadis itu merona merah
dan menggumamkan permintaan maaf.
106 Sharp Objects.indd 106 "Jadi, sebenarnya, ada urusan apa, Kak?" tuntut Amma, menatap
ke boneka beruang. "Kenapa kau menulis berita tentang dua gadis
tewas yang tidak diperhatikan siapa pun" Seakan-akan dibunuh
membuatmu populer." Dua teman Amma memaksakan tawa nyaring; yang ketiga masih menatap tanah. Air mata menetes ke trotoar.
Aku mengenali omongan provokatif ini. Ini secara verbal sebanding dengan merusak halaman rumah. Dan sementara sebagian diriku menikmati pertunjukan ini, aku merasa protektif akan Natalie
dan Ann, dan rasa tidak hormat yang ditunjukkan adikku dengan
agresif membuatku naik darah. Sejujurnya, aku harus menambahkan aku juga cemburu pada Amma. (Nama tengahnya Adora")
"Aku yakin Adora tidak akan terlalu senang membaca berita putrinya mencuri benda-benda tanda penghormatan untuk salah satu
teman sekolahnya," kataku.
"Teman sekolah tidak sama dengan teman," kata si gadis bertubuh tinggi, melirik ke sekitar untuk mengonfirmasi kebodohanku.
"Oh, Camille, kami hanya bercanda," kata Amma. "Aku merasa
buruk. Mereka cewek-cewek baik. Cuma aneh."
"Jelas aneh," salah satu gadis menukas omongan Amma.
"Ohhh, teman-teman, bagaimana kalau pria itu membunuh


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua anak aneh?" Amma terkikik. "Bukankah itu sempurna?" Si
gadis yang menangis menengadah mendengar ini dan tersenyum.
Amma terang-terangan mengabaikan gadis itu.
"Pria?" aku bertanya.
"Semua orang tahu siapa pelakunya," kata si pirang bersuara serak.
"Kakak lelaki Natalie. Orang aneh menurun di keluarganya,"
Amma mengumumkan. "Dia suka pada gadis kecil," kata gadis bernama Jodes dengan murung.
"Dia selalu mencari alasan untuk mengobrol denganku," kata
107 Sharp Objects.indd 107 Amma. "Setidaknya sekarang aku tahu dia tidak akan mem?bunuh?
ku. Terlalu keren." Dia melemparkan ciuman ke udara dan memberikan boneka beruang itu kepada Jodes, memeluk dua gadis
lainnya, lalu dengan ?"misi" bernada menyebalkan, dia berpamitan
dan menabrakku sambil lewat. Jodes membuntuti.
Dari kesinisan Amma, aku menangkap sekelebat aroma putus asa
dan keadilan. Persis seperti yang dia keluhkan saat sarapan: Aku berharap aku dibunuh. Amma tidak ingin siapa pun mendapatkan lebih
banyak perhatian daripada dirinya. Apalagi gadis-gadis yang ketika
mereka masih hidup pun tidak akan bisa bersaing dengannya.
Aku menelepon Curry nyaris tengah malam, ke rumahnya. Curry
melakukan perjalanan bolak-balik ke kantor melawan arus, sembilan puluh menit ke kantor kami di pinggiran kota dari rumah
keluarga warisan orangtua Curry di Mt. Greenwood, permukiman orang Irlandia kelas pekerja di South Side. Curry dan istrinya,
Eileen, tidak punya anak. Tidak pernah ingin punya anak, begitu
selalu kata Curry dengan ketus, tapi aku melihat cara dia mengawasi
anak balita pekerja kantor dari kejauhan, perhatian yang dia berikan
ketika ada bayi muncul di kantor kami, yang jarang terjadi. Curry
dan istrinya menikah ketika mereka sudah cukup tua. Tebakanku
mereka tidak berhasil punya anak.
Eileen wanita bertubuh sintal dengan rambut merah dan bintikbintik di wajah yang berkenalan dengan Curry di tempat cuci mobil
di lingkungan tempat tinggalnya ketika pria itu berusia 42 tahun.
Ternyata, pada kemudian hari, diketahuilah bahwa Eileen sepupu
jauh sahabat masa kecil Curry. Mereka menikah tiga bulan sesudah
hari pertama mereka mengobrol. Sudah bersama selama 22 tahun.
Aku senang karena Curry senang menceritakan kisah itu.
108 Sharp Objects.indd 108 Eileen bersikap hangat ketika menjawab telepon, sesuatu yang
kubutuhkan. Tentu saja mereka belum tidur, dia tertawa. Curry
sedang, malahan, menyelesaikan puzzle-nya, 4.500 keping gambar.
Permainan itu sudah menguasai ruang duduk dan Eileen memberi
Curry waktu seminggu untuk menyelesaikannya.
Aku bisa mendengar Curry berderam ke telepon, nyaris bisa
mencium aroma tembakaunya. "Preaker, gadisku, ada apa" Kau
baik-baik saja?" "Aku baik. Hanya saja tidak ada banyak kemajuan di sini. Butuh
waktu selama ini cuma untuk mendapatkan pernyataan resmi dari
polisi." "Yaitu?" "Mereka menyelidiki semua orang."
"Hah. Itu omong kosong. Pasti ada yang lain. Cari tahu. Kau
sudah bicara kepada orangtuanya lagi?"
"Belum." "Bicaralah pada orangtuanya. Kalau kau tidak bisa menembus
apa pun, aku ingin profil gadis-gadis yang tewas. Ini artikel tentang
manusia, bukan cuma laporan polisi. Bicaralah pada orangtua yang
lain juga, lihat apakah mereka punya teori. Tanya apakah mereka lebih berhati-hati. Bicaralah pada pembuat kunci dan penjual senjata,
lihat apakah bisnis mereka meningkat. Masukkan seorang pendeta
dan beberapa guru. Mungkin dokter gigi, cari tahu seberapa sulit
untuk mencabut gigi sebanyak itu, peralatan macam apa yang kaupakai, apakah kau harus berpengalaman untuk bisa melakukannya.
Bicaralah pada beberapa anak. Aku ingin suara, aku ingin wajah.
Beri aku tulisan sepanjang 70 senti untuk hari Minggu; ayo kerjakan ini sementara kita masih mendapatkan berita eksklusif."
Pertama-tama aku mencatat di notes bergaris, kemudian di kepalaku, ketika aku mulai menyusuri garis-garis bekas lukaku di lengan
kanan dengan spidol. 109 Sharp Objects.indd 109 "Maksudmu sebelum ada pembunuhan lain."
"Kecuali polisi tahu lebih banyak daripada yang mereka berikan
padamu, akan ada pembunuhan lagi, ya. Orang semacam ini tidak
berhenti sesudah dua pembunuhan, tidak kalau ini pembunuhan
ritual." Curry tidak tahu secara langsung soal pembunuhan ritual, tapi
dalam seminggu dia bisa menyelesaikan membaca satu buku murahan tentang kejahatan sungguhan, buku bersampul tipis menguning dengan gambar sampul berkilau yang dia beli di toko buku
bekas. Dua buku satu dolar, Preaker, ini yang kusebut hiburan.
"Jadi, Cubby, ada teori apakah pembunuhnya orang lokal?"
Curry sepertinya suka nama panggilan untukku itu, reporter
muda"cub"favoritnya. Suaranya selalu tergelitik setiap kali
menggunakan nama itu, seolah-olah wajah dunia sendiri memerah.
Aku bisa membayangkan Curry di ruang duduk, mengamati puzzle,
Eileen mengisap rokok Curry cepat-cepat sementara wanita itu
mengaduk salad tuna dengan acar manis untuk makan siang Curry.
Dia makan itu tiga hari dalam seminggu.
"Tidak boleh dikutip, mereka bilang ya."
"Yah, sial, bujuk mereka supaya boleh dikutip. Kita membutuhkan itu. Itu bagus."
"Ini yang aneh, Curry. Aku bicara dengan seorang bocah lelaki
yang mengatakan dia bersama Natalie ketika gadis itu diculik. Bocah lelaki itu bilang pelakunya wanita."
"Wanita" Itu bukan wanita. Apa kata polisi?"
"Tidak ada komentar."
"Siapa bocah itu?"
"Anak pekerja peternakan babi. Bocah manis. Dia sepertinya
sangat ketakutan, Curry."
"Polisi tidak memercayainya, jika tidak kau pasti sudah mendengar soal itu. Benar?"
110 Sharp Objects.indd 110 "Sejujurnya aku tidak tahu. Mereka menutup informasi rapatrapat di sini."
"Astaga, Preaker, hancurkan rintangan yang orang-orang itu buat.
Dapatkan sesuatu yang bisa dikutip."
"Ngomong sih gampang. Aku merasa diriku yang berasal dari
sini itu nyaris merugikan. Mereka tidak menyukai aku pulang dan
mengambil keuntungan seperti ini."
"Buat mereka menyukaimu. Kau orang yang mudah disukai.
Ibumu akan mendukungmu."
"Ibuku juga tidak terlalu senang aku di sini."
Hening, kemudian desah napas dari ujung telepon Curry berdengung di telingaku. Lengan kananku menjadi peta jalan berwarna
biru gelap. "Kau baik-baik saja, Preaker" Kau menjaga dirimu?"
Aku tidak mengatakan apa pun. Tiba-tiba aku merasa mungkin
aku akan menangis. "Aku baik-baik saja. Tempat ini membuatku merasa buruk. Aku
merasa" salah."
"Kuatkan dirimu, Nak. Kau melakukannya dengan sangat baik.
Kau akan baik-baik saja. Dan kalau kau tidak merasa baik, telepon
aku. Aku akan mengeluarkanmu."
"Oke, Curry." "Eileen bilang berhati-hatilah. Sial, aku bilang berhati-hatilah."
111 Sharp Objects.indd 111 bab enam Kota kecil biasanya melayani hanya satu jenis peminum. Satu
jenis itu bisa jadi beragam: Ada kota dengan bar murah memainkan
musik country, yang membangun bar mereka di batas kota, membuat pengunjung merasa sedikit seperti buronan. Ada kota dengan
minuman mahal, dengan bar yang memasang harga terlalu mahal
untuk gin rickey agar orang miskin minum di rumah. Ada kota dengan deretan mal kelas menengah, tempat bir disajikan bersama
bawang yang dibentuk seperti bunga dan digoreng, dan roti lapis
dengan nama imut. Untungnya semua orang minum di Wind Gap, jadi kami punya
semua bar itu dan lebih banyak lagi. Ini mungkin kota kecil, tapi
kami punya lebih banyak tempat minum dibandingkan kota-kota
lain. Tempat minum terdekat dari rumah ibuku adalah bangunan
kotak mahal dan berkaca yang khusus menyajikan salad dan anggur
bersoda, satu-satunya tempat makan kelas atas di Wind Gap. Saat
itu mendekati jam makan siang, dan aku tidak bisa membayangkan
Alan dan telur encernya, jadi aku berjalan ke La M?re. Pelajaran bahasa Prancis-ku hanya sampai kelas sebelas, tapi menilai dari tema
laut yang tampak agresif di restoran itu, aku pikir para pemiliknya
bermaksud untuk menamainya La Mer, Laut, dan bukan La M?re,
112 Sharp Objects.indd 112 Ibu. Tapi tetap saja nama itu cocok, karena Ibu, ibuku, sering datang ke restoran ini, begitu pun dengan teman-temannya. Mereka
sangat menyukai salad Caesar ayam di sana, yang bukan makanan
Prancis ataupun hidangan laut, tapi aku tidak akan jadi orang yang
menegaskan hal itu. "Camille!" Wanita pirang dalam pakaian tenis berjalan melintasi
ruangan, berkilau karena kalung emas dan cincin-cincin gemuk. Dia
sahabat Adora, Annabelle Gasser, dulunya Anderson, panggilannya
Annie-B. Sudah diketahui umum bahwa Annabelle benar-benar
membenci nama belakang suaminya"wanita itu bahkan mengerutkan hidung ketika menyebutkan nama itu. Tidak pernah terlintas di kepalanya dia tidak harus memakai nama belakang suaminya.
"Hai, Sayang, ibumu bilang kau sedang di kota." Tidak seperti
Jackie O"Neele yang malang dan diasingkan Adora, yang kulihat
ada di meja itu juga, tampak sempoyongan seperti saat pemakaman.
Annabelle mencium kedua pipiku dan melangkah mundur untuk
menilaiku. "Masih cantik sekali. Ayo, duduk dengan kami. Kami
cuma minum beberapa botol anggur dan mengobrol. Kau bisa menurunkan rasio umur di meja ini untuk kami."
Annabelle menarikku ke meja tempat Jackie duduk mengobrol
dengan dua wanita pirang lainnya, berkulit kecokelatan terbakar
matahari. Jackie bahkan tidak berhenti bicara sementara Annabelle
memperkenalkan aku kepada yang lain, Jackie terus berceloteh soal
set kamar tidur barunya, kemudian menyenggol gelas air ketika dia
tersentak kembali ke arahku.
"Camille" Kau di sini! Aku sangat senang bertemu denganmu
lagi, Manis." Dia tampak tulus. Aroma Juicy Fruit menguar dari
tubuhnya lagi. "Dia sudah di sini lima menit," sentak satu wanita pirang lainnya,
mengelap es dan air ke lantai dengan sapuan tangan berkulit gelap.
Berlian berkilau dari dua jari.
113 Sharp Objects.indd 113 "Benar, aku ingat. Kau di sini meliput pembunuhan itu, gadis
bandel," lanjut Jackie. "Adora pasti membencinya. Tidur di rumahnya dengan pikiran kecilmu yang kotor." Jackie mengumbar senyum
yang dua puluh tahun lalu pasti tampak menggoda. Sekarang kelihatannya sedikit sinting.
"Jackie!" kata seorang wanita pirang, membelalak ke arah Jackie.
"Tentu saja, sebelum Adora mengambil alih, kami semua tidur di
rumah Joya dengan pikiran kotor kecil kami sendiri. Rumah yang
sama, diurus wanita sinting berbeda," kata Jackie kepadaku, menyusuri daging di belakang telinga dengan jari. Bekas jahitan dari
operasi wajah" "Kau tidak pernah mengenal nenekmu Joya, ya, Camille?" ujar
Annabelle dengan nada rendah.
"Wah! Dia wanita yang luar biasa, Manis," kata Jackie. "Menakutkan, wanita yang menakutkan."
"Kenapa?" tanyaku. Aku belum pernah mendengar detail semacam itu soal nenekku. Adora mengatakan nenekku disiplin, tapi
tidak menjelaskan lebih dari itu.
"Oh, Jackie melebih-lebihkan," kata Annabelle. "Semua orang
tidak menyukai ibu mereka ketika mereka SMA. Dan Joya meninggal tak lama sesudah itu. Mereka tidak pernah punya waktu untuk
membangun hubungan antarorang dewasa."
Selama sedetik aku merasakan sekelebat harapan yang menyedihkan, bahwa ini alasan kenapa ibuku dan aku begitu berjarak:
Dia tidak punya pengalaman. Pikiran itu mati sebelum Annabelle
selesai mengisi ulang gelasku.
"Tentu saja, Annabelle," kata Jackie. "Aku yakin kalau Joya masih
hidup sekarang, mereka akan bersenang-senang. Setidaknya Joya
akan senang. Dia akan senang sekali mengoyak-ngoyak Camille.
Ingat kukunya yang panjang" Tidak pernah dicat. Aku selalu berpikir itu aneh."
114 Sharp Objects.indd 114 "Ganti obrolan," Annabelle tersenyum, setiap kata terdengar seperti denting bel makan malam dari perak.
"Aku pikir pekerjaan Camille pastinya menarik," kata salah satu
wanita pirang itu dengan patuh.
"Terutama yang ini," kata wanita pirang lainnya.
"Ya, Camille, beritahu kepada kami siapa pelakunya," sembur
Jackie. Dia tersenyum ganjil lagi dan mengerjap-ngerjapkan mata
cokelatnya kuat-kuat. Jackie mengingatkanku pada boneka ventriloquist yang berubah hidup. Dengan kulit keras dan pembuluh kapiler
rusak. Aku harus menelepon beberapa orang, tapi memutuskan ini
mungkin lebih baik. Empat ibu rumah tangga, mabuk, bosan, dan
senang mengomel yang tahu semua gosip di Wind Gap" Aku bisa
menganggap ini sebagai makan siang bisnis.
"Sebenarnya aku lebih tertarik untuk tahu apa yang kalian semua
pikirkan." Kalimat yang tidak bisa sering-sering mereka dengar.
Jackie mencelupkan roti ke ranch dressing, kemudian meneteskan
saus itu ke bagian depan pakaiannya. "Yah, kalian semua tahu yang
kupikirkan. Ayah Ann, Bob Nash. Dia itu cabul. Dia selalu menatap
dadaku ketika bertemu dengannya di toko."
"Sisa dada yang masih ada," kata Annabelle dan menyenggolku
dengan main-main. "Aku serius, itu keterlaluan. Aku berniat memberitahukan itu
kepada Steven." "Aku punya kabar menarik," kata wanita pirang keempat. Dana
atau Diana" Aku lupa segera sesudah Annabelle memperkenalkan
kami. "Oh, DeeAnna selalu punya berita bagus, Camille," kata
Annabelle, meremas lenganku. DeeAnna berhenti sebentar untuk
mem?beri kesan, menjilat gigi, menuangkan segelas anggur lagi, dan
mengintip dari balik gelas ke arah kami.
115 Sharp Objects.indd 115 "John Keene pindah dari rumah orangtuanya," dia mengumumkan.
"Apa?" kata satu wanita pirang.


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau bercaaaanda," kata satunya lagi.
"Yang benar saja," desah yang ketiga.
"Dan?" kata DeeAnna dengan nada penuh kemenangan, seperti
pembawa acara permainan yang akan memberikan hadiah. "Ke rumah Julie Wheeler. Rumah tamu di halaman belakang."
"Ini bagus sekali," kata Melissa atau Melinda.
"Oh, kau sudah tahu mereka melakukannya," Annabelle tertawa. "Tidak mungkin Meredith bisa mempertahankan sikap Nona
Kecil Sempurna-nya terus-menerus. Begini, Camille," dia berpaling kepadaku, "John Keene itu kakak Natalie dan ketika keluarga
itu pindah ke sini, seisi kota tergila-gila padanya. Maksudku, dia
tampan. Dia. Memang. Tampan. Julie Wheeler, dia teman ibumu
dan kami. Tidak punya anak hingga usianya tiga puluh, dan ketika punya anak, dia menjadi benar-benar tidak tertahankan. Tipe
orang yang anaknya tidak mungkin berbuat salah. Jadi ketika Meredith"putrinya"menyambar John, ya Tuhan. Kami pikir kami
tidak akan pernah mendengar akhir cerita itu. Meredith, si gadis
perawan mungil siswa teladan ini mendapatkan si Pemuda Terkenal
di kampus. Tetapi tidak mungkin pemuda seperti itu, seumur itu,
berpacaran dengan gadis malu-malu. Itu tidak mungkin. Dan sekarang, situasinya nyaman untuk mereka. Kita harus membuat foto
dengan kamera Polaroid dan menyelipkannya di wiper mobil Julie."
"Yah, kau tahu bagaimana Julie akan memainkan cerita ini," interupsi Jackie. "Akan jadi betapa baiknya mereka menampung John
dan memberinya ruang untuk bernapas sementara dia berduka."
"Tapi kenapa dia pindah?" tanya Melissa/Melinda, yang mulai
kuduga sebagai orang yang berpikiran waras. "Maksudku, bukankah
116 Sharp Objects.indd 116 dia seharusnya bersama orangtuanya pada masa seperti ini" Kenapa
dia membutuhkan ruang untuk bernapas?"
"Karena dialah pembunuhnya," sembur DeeAnna dan semua
orang di meja mulai tertawa.
"Oh, betapa serunya kalau Meredith Wheeler meniduri pembunuh berantai," kata Jackie. Tiba-tiba seisi meja berhenti tertawa.
Annabelle cegukan yang terdengar seperti bersin dan melihat jam
tangan. Jackie menyandarkan dagu di tangan, mengembuskan napas cukup keras hingga remah-remah roti terbang dari piringnya.
"Aku tak percaya ini benar-benar terjadi," kata DeeAnna, menunduk ke arah kuku tangan. "Di kota kita, tempat kita tumbuh.
Gadis-gadis kecil itu. Ini membuatku mual. Mual."
"Aku lega anak-anak perempuanku sudah dewasa," kata Annabelle. "Kupikir aku tidak akan tahan. Adora malang pasti sangat
mencemaskan Amma." Aku mencuil sepotong roti dengan gaya cantik dan feminin,
mirip dengan yang dilakukan wanita-wanita yang menjamuku, dan
mengarahkan percakapan menjauhi Adora. "Apakah orang-orang
benar-benar berpikir John Keene memiliki kaitan dengan kasus ini"
Atau itu cuma gosip keji?" Aku bisa merasakan diriku mendedaskan
kalimat terakhir. Aku lupa bagaimana wanita-wanita seperti mereka
bisa membuat Wind Gap menjadi tempat tinggal yang tidak menyenangkan bagi orang-orang yang tidak mereka sukai. "Aku hanya
bertanya karena sekelompok gadis, mungkin pelajar SMP, mengatakan hal yang sama kepadaku kemarin." Kupikir lebih baik tidak
menyebutkan Amma salah satu di antara mereka.
"Coba kutebak, empat makhluk pirang bermulut besar yang berpikir mereka lebih cantik daripada aslinya," kata Jackie.
"Jackie, Sayang, kau sadar kau mengatakan itu kepada siapa?"
kata Melissa/Melinda, menampar bahu Jackie.
117 Sharp Objects.indd 117 "Oh, sial. Aku selalu lupa Amma dan Camille itu bersaudara"
waktu kehidupan yang berbeda, kau tahu?" Jackie tersenyum. Bunyi
letupan keras terdengar di belakang Jackie dan dia mengangkat
gelas anggur bahkan tanpa memandang si pelayan. "Camille, kau
sebaiknya mendengarnya di sini: Amma kecilmu itu masaaaaaalah."
"Aku dengar mereka datang ke pesta-pesta anak SMA," kata
?DeeAnna. "Dan menguasai semua anak lelaki. Dan melakukan halhal yang tidak kita lakukan hingga kita sudah menikah dan tua"
dan hanya sesudah ada transaksi beberapa perhiasan cantik." Dia
memutar-mutarkan gelang dengan berlian berderet-deret.
Mereka semua tertawa. Jackie malah memukul-mukul meja dengan kedua kepalan tangan seperti balita yang mengamuk.
"Tapi apakah"."
"Aku tidak tahu apakah orang-orang benar-benar berpikir John
pelakunya. Aku tahu polisi sudah bicara padanya," kata Annabelle.
"Mereka memang keluarga yang aneh."
"Oh, kupikir kau akrab," kataku. "Aku melihatmu di rumah mereka sesudah pemakaman," Kalian jalang keparat, tambahku dalam
hati. "Semua orang penting di kota Wind Gap ada di rumah itu sesudah pemakaman," kata DeeAnna. "Tak mungkin kami melewatkan
acara semacam itu." Dia berusaha untuk membuat semua orang
tertawa lagi, tapi Jackie dan Annebelle mengangguk serius. Melissa/
Melinda melihat ke sekeliling restoran seolah-olah ingin bisa memindahkan diri ke meja lain.
"Di mana ibumu?" Annabelle tiba-tiba bicara. "Dia harus kemari.
Akan bagus untuknya. Dia bersikap aneh sejak semua ini dimulai."
"Dia juga bersikap aneh sebelum ini dimulai," kata Jackie, menggerak-gerakkan rahang. Aku bertanya-tanya apakah dia akan muntah.
118 Sharp Objects.indd 118 "Oh, tolong, Jackie."
"Aku serius. Camille, aku akan mengatakannya: Sekarang, dengan
kondisi ibumu saat ini, lebih baik kau ada di Chicago. Kau harus
kembali ke sana segera." Wajahnya tidak lagi terlihat sinting"Jackie
kelihatan benar-benar serius. Dan sungguhan cemas. Aku merasakan diriku menyukainya lagi.
"Serius, Camille"."
"Jackie, tutup mulut," kata Annabelle dan melemparkan sebongkah roti, keras-keras, ke wajah Jackie. Roti itu memantul dari hidungnya dan jatuh ke meja. Kilasan kekerasan yang konyol, seperti
ketika Dee melemparkan bola tenis kepadaku"kau bukannya terkejut karena tubuhmu terkena lempararan, tapi karena itu terjadi.
Jackie merespons lemparan roti itu dengan lambaian tangan dan
terus bicara. "Aku akan mengatakan yang ingin kukatakan, dan aku bilang,
Adora dapat melukai"."
Annabelle berdiri dan berjalan ke sisi Jackie, menarik lengannya
agar wanita itu berdiri. "Jackie, kau harus memaksa dirimu muntah," kata Annabelle.
Suaranya antara membujuk dan mengancam. "Kau minum terlalu
banyak dan kau akan mual. Aku akan mengantarmu ke toilet perempuan dan membantumu merasa lebih baik."
Awalnya Jackie menampar tangan Annabelle, tetapi cengkeraman wanita itu menguat, dan tidak lama kemudian keduanya berjalan
menjauh. Hening di meja. Mulutku ternganga.
"Itu bukan apa-apa," kata DeeAnna. "Kami cewek-cewek tua
bertengkar kecil seperti kalian yang muda. Jadi, Camille, kau sudah
dengar kami mungkin akan punya toko Gap?"
*** 119 Sharp Objects.indd 119 Kata-kata Jackie melekat di kepalaku: Dengan kondisi ibumu saat
ini, lebih baik kau ada di Chicago. Berapa banyak lagi pertanda yang
kubutuhkan untuk meninggalkan Wind Gap" Aku bertanya-tanya
tepatnya kenapa Jackie dan Adora tidak lagi berteman. Pastinya lebih daripada sekadar kartu ucapan yang terlupakan. Aku membuat
catatan di kepalaku untuk mampir ke rumah Jackie ketika dia tidak
terlalu mabuk. Kalau memang ada saat-saat dia tidak mabuk. Tapi
lagi-lagi, aku tidak layak memandang buruk seorang peminum.
Berjalan sembari merasakan efek menyenangkan anggur yang
mendengung, aku menelepon rumah keluarga Nash dari toko serbaada, dan suara gemetar anak perempuan menjawab halo kemudian hening. Aku bisa mendengar napasnya, tapi tidak ada jawaban
ketika aku meminta bicara dengan Mom atau Dad. Kemudian bunyi
klik lambat dan menggeleser, sebelum sambungannya terputus. Aku
memutuskan untuk mencoba keberuntunganku dengan langsung
berkunjung. Minivan berbentuk kotak dari era disko teparkir di jalan masuk
rumah keluarga Nash di sebelah Trans Am kuning berkarat, yang
kuasumsikan baik Bob maupun Betsy ada di rumah. Putri tertua
mereka membukakan pintu, tapi hanya berdiri di balik pintu kawat
menatap perutku ketika aku bertanya apakah orangtuanya ada di
rumah. Keluarga Nash berbadan mungil. Yang ini, Ashleigh, aku
tahu berusia 12 tahun, tetapi seperti bocah lelaki gemuk yang
kutemui pada kunjungan pertamaku, gadis ini kelihatan beberapa
tahun lebih muda daripada usia sebenarnya. Dan dia berperilaku
seperti itu. Dia mengisap rambutnya dan nyaris tidak berkedip ketika Bobby kecil berjalan sempoyongan ke sebelah kakaknya dan
mulai menangis sesudah melihatku. Kemudian meraung. Semenit
penuh berlalu sebelum Betsy Nash muncul di pintu. Dia kelihatan
120 Sharp Objects.indd 120 terpana seperti kedua anaknya dan sepertinya bingung ketika aku
memperkenalkan diri. "Wind Gap tidak punya koran harian lokal," katanya.
"Benar, aku dari Chicago Daily Post," kataku. "Dari Chicago. Illinois."
"Yah, suamiku mengurus pembelian seperti itu," katanya dan
mulai menyugar rambut pirang putranya.
"Aku tidak menawarkan langganan koran atau apa pun". Apakah Mr. Nash ada di rumah" Mungkin aku bisa mengobrol sebentar
dengannya?" Ketiga anggota keluarga Nash menyingkir dari pintu bersamaan,
dan setelah beberapa menit, Bob Nash menggiringku ke dalam dan
melemparkan cucian dari sofa untuk menyediakan tempat duduk
untukku. "Sial, tempat ini berantakan," gumam Bob Nash keras-keras ke
arah istrinya. "Aku minta maaf soal kondisi rumah kami, Miss Preaker. Keadaannya agak berantakan sejak Ann."
"Oh, jangan mencemaskan itu," kataku, menarik celana dalam
anak lelaki dari tempatku duduk. "Rumahku kelihatan seperti ini
setiap saat." Ini kebalikan dari yang sesungguhnya. Satu kualitas
yang aku warisi dari ibuku adalah kerapian kompulsif. Aku harus
menghentikan diri agar tidak menyetrika kaus kaki. Ketika kembali dari rumah sakit, aku bahkan melalui periode merebus bendabenda: pinset dan pengeriting bulu mata, jepit rambut, dan sikat
gigi. Itu kesenangan yang kuizinkan. Akhirnya pinset itu kubuang.
Terlalu banyak pikiran larut malam tentang ujung-ujungnya yang
berkilau dan hangat. Gadis berpikiran kotor, memang benar.
Aku berharap Betsy Nash akan menghilang. Secara harfiah. Dia
begitu tidak substansial, aku bisa membayangkan wanita itu pelanpelan menguap, meninggalkan hanya jejak lengket di ujung sofa.
121 Sharp Objects.indd 121 Tetapi dia bertahan, matanya berpindah-pindah antara aku dan
suaminya bahkan sebelum kami mulai mengobrol. Seolah-olah wanita itu berusaha mengakhiri percakapan kami. Anak-anaknya juga
berkeliaran di sekitar kami, hantu-hantu pirang kecil terperangkap
dalam kebingungan antara kemalasan dan kebodohan. Si gadis yang
cantik mungkin akan baik-baik saja. Tapi si anak tengah yang tidak
menyenangkan, yang berjalan terhuyung-huyung dengan bingung
ke dalam ruangan, ditakdirkan untuk seks penuh tuntutan dan masalah konsumsi kue dan camilan berlebihan. Si bocah lelaki tipe
anak yang akan berakhir minum-minum di tempat parkir SPBU.
Tipe anak pemarah dan bosan yang kulihat ketika aku memasuki
kota. "Mr. Nash, aku harus mengobrol lebih banyak denganmu soal
Ann. Untuk berita yang lebih panjang," aku memulai. "Kau sudah
sangat bermurah hati memberiku kesempatan dan aku berharap
untuk mendapatkan sedikit lebih banyak waktu."
"Apa pun yang mungkin membuat kasus ini mendapatkan sedikit perhatian, kami tidak keberatan," kata Bob. "Apa yang butuh
kauketahui?" "Permainan apa yang dia sukai, makanan apa yang dia sukai"
Kata-kata apa yang kaupakai untuk menggambarkannya" Apakah
dia cenderung menjadi pemimpin atau pengikut" Apakah dia punya banyak teman atau hanya beberapa yang akrab" Apakah dia menyukai sekolah" Apa yang dia lakukan pada hari Sabtu?" Keluarga
Nash menatapku dalam keheningan selama sesaat. "Untuk awalnya
saja," aku tersenyum.
"Istriku orang yang bisa menjawab sebagian besar pertanyaan
itu," kata Bob Nash. "Dia yang" mengurus." Pria itu berpaling
pada Betsy Nash, yang sedang melipat dan membuka lipatan gaun
yang sama di pangkuannya.
122 Sharp Objects.indd 122 "Dia suka pizza dan fishstick," kata Betsy Nash. "Dan dia berteman
dengan banyak anak perempuan, tapi teman akrabnya hanya sedikit,
kalau kau paham maksudku. Dia lebih sering main sendirian."
"Lihat, Mommy, Barbie butuh baju," kata Ashleigh, mengacungkan boneka plastik telanjang di depan wajah ibunya. Kami bertiga
mengabaikan gadis itu dan dia melemparkan mainan itu ke lantai
dan mulai berputar-putar di sekitar ruangan, pura-pura menjadi
penari balet. Melihat kesempatan yang langka, Tiffanie menerkam
si Barbie dan mulai menggerak-gerakkan kaki kecokelatan boneka
itu, buku-tutup, buka-tutup.
"Dia tangguh, dia yang paling tangguh," kata Bob Nash. "Dia bisa
main football kalau dia anak lelaki. Dia menabrakkan dirinya cuma
karena dia berlari ke sana kemari, selalu tergores dan memar."
"Ann dulu adalah mulutku," kata Betsy dengan suara pelan. Kemudian dia tidak berkata-kata lagi.
"Maksudnya bagaimana, Mrs. Nash?"
"Dia senang bicara, apa pun yang terlintas di pikirannya. Dengan
cara yang baik. Seringnya." Betsy hening lagi selama sesaat, tetapi
aku bisa melihatnya sedang berpikir jadi aku tidak mengatakan apa
pun. "Kau tahu, kupikir mungkin dia akan menjadi pengacara atau
peserta debat di kampus atau sesuatu seperti itu suatu hari nanti,
karena dia" dia tidak pernah berhenti untuk memikirkan perkataannya. Seperti aku. Aku pikir semua yang kukatakan itu bodoh.
Ann pikir semua orang harus mendengar apa yang dia katakan."
"Kau menyebutkan sekolah, Miss Preaker," Bob Nash menginterupsi. "Itu tempat keaktifan bicaranya membuat Ann terlibat
masalah. Dia bisa bertingkah agak seperti bos dan selama bertahuntahun kami ditelepon gurunya beberapa kali soal perilakunya yang
tidak terlalu baik di kelas. Dia sedikit liar."
123 Sharp Objects.indd 123 "Tapi kadang-kadang kupikir itu karena dia begitu cerdas," tambah Betsy Nash.
"Dia cerdas sekali, ya," Bob Nash mengangguk. "Kadang-kadang
kupikir dia lebih cerdas daripada bapaknya. Kadang-kadang dia
berpikir dia lebih cerdas daripada bapaknya."
"Lihat aku, Mommy!" Tiffanie yang serakah, yang sebelumnya
menggigiti jari kaki si Barbie, lari ke tengah-tengah ruang duduk
dan mulai jungkir balik. Ashleigh, terjerat kemarahan yang tak terlihat, menjerit melihat perhatian ibunya pada si putri kedua dan
mendorong adiknya dengan keras. Kemudian menarik rambutnya
dengan sangat kuat. Wajah Tiffanie berubah merah dan dia meraung, yang memicu Bobby Jr. kembali menangis.
"Itu salah Tiffanie," jerit Ashleigh dan mulai merengek.
Aku sudah merusak dinamika yang rapuh. Rumah tangga dengan
anak banyak adalah jurang kecemburuan yang muncul dari hal kecil, ini aku paham, dan anak-anak Nash panik memikirkan bukan
hanya harus bersaing antarmereka, tetapi dengan saudara perempuan yang sudah tewas. Mereka mendapatkan simpatiku.
"Betsy," gumam Bob Nash dengan suara rendah, alis sedikit naik.
Bobby Jr. dengan cepat digendong dan didudukkan di pinggang,
Tiffanie ditarik dari lantai dengan sebelah tangan, tangan satunya
memeluk Ashleigh yang tidak bisa didiamkan, dan dengan segera
keempatnya keluar dari ruangan itu.
Bob Nash memperhatikan mereka sebentar.
"Gadis-gadis itu, sudah setahun ini mereka bertingkah seperti
itu," katanya. "Seperti bayi kecil. Walaupun mereka semestinya
tidak sabar untuk tumbuh dewasa. Meninggalnya Ann mengubah
rumah ini lebih dari"." Dia berpindah posisi di sofa. "Hanya saja


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ann orang sungguhan, kau paham" Kaupikir: Sembilan tahun, apa
itu" Memangnya ada apa di sana" Tapi Ann punya kepribadian. Aku
124 Sharp Objects.indd 124 bisa menebak apa yang dia pikirkan soal banyak hal. Ketika kami
menonton TV, aku tahu hal apa yang menurutnya lucu dan yang
menurutnya bodoh. Aku tidak bisa melakukannya dengan anakanakku yang lain. Sial, aku bahkan tidak bisa melakukannya dengan
istriku. Ann, kau bisa merasakan dia ada di sana. Aku cuma"."
Tenggorokan Bob Nash tersekat. Dia berdiri dan berpaling dariku,
kembali berbalik, kemudian menjauh lagi, berjalan melingkar ke
belakang sofa, kemudian berdiri di depanku. "Bangsat, aku ingin dia
kembali. Maksudku, sekarang apa" Hanya begini?" Dia melontarkan
sebelah tangan ke sekitar ruangan itu, ke arah ambang pintu yang
dilalui istri dan anak-anaknya. "Karena kalau hanya ini, tidak ada
banyak gunanya, bukan" Dan bangsat, seseorang harus menemukan
pria itu, karena dia harus memberitahuku: Kenapa Ann" Aku harus
tahu itu. Dia anak yang selalu kubayangkan akan baik-baik saja."
Aku duduk diam selama sedetik, bisa merasakan denyut jantung
di leherku. "Mr. Nash, aku mendengar kabar bahwa mungkin kepribadian
Ann, yang kausebut sangat kuat, menyinggung beberapa orang.
Kaupikir itu ada hubungannya dengan kejadian ini?"
Aku bisa merasakan dia mulai waspada, terlihat dari cara dia duduk dan dengan sengaja menyandar ke sofa, merentangkan lengan
dan berpura-pura kelihatan santai.
"Menyinggung siapa?"
"Yah, aku tahu ada masalah dengan Ann dan burung tetangga"
Bahwa dia mungkin melukai burung itu?"
Bob Nash menggosok mata, menatap kakinya.
"Ya Tuhan, orang-orang bergosip di kota ini. Tidak ada yang bisa
membuktikan Ann melakukan itu. Dia dan para tetangga sudah
lama bersitegang. Joe Duke di rumah seberang. Putri-putrinya, mereka lebih tua, sering sekali mengganggu Ann, sering menggodanya.
125 Sharp Objects.indd 125 Kemudian sekali waktu mereka mengundang Ann main di rumah
mereka. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi saat Ann
kembali ke sini, mereka semua menjerit, Ann membunuh burung
mereka." Dia tertawa, mengangkat bahu. "Tak masalah bagiku jika
Ann melakukannya, burung tua itu berisik."
"Menurutmu Ann akan mungkin melakukan sesuatu seperti itu,
jika diprovokasi?" "Yah, hanya orang bodoh yang mau memprovokasi Ann," kata
Bob Nash. "Dia tidak menerima hal semacam itu dengan baik. Dia
memang bukan gadis kecil yang manis."
"Kaupikir dia kenal orang yang membunuhnya?"
Nash memungut kaus merah jambu dari sofa, melipatnya menjadi persegi seperti sapu tangan. "Dulu kupikir tidak. Sekarang,
kukira ya. Aku pikir dia pergi dengan seseorang yang dia kenal."
"Menurutmu dia akan lebih memilih pergi dengan seorang pria
atau wanita?" tanyaku.
"Jadi kau sudah dengar cerita James Capisi?"
Aku mengangguk. "Yah, gadis kecil lebih mungkin memercayai seseorang yang
mengingatkannya pada ibunya, bukan?"
Tergantung seperti apa ibunya, kupikir.
"Tapi aku masih berpikir pelakunya seorang pria. Tidak bisa
membayangkan wanita melakukan" semua itu kepada anak kecil.
Aku dengar John Keene tidak punya alibi. Mungkin dia ingin membunuh gadis kecil, melihat Natalie sepanjang hari setiap hari, dan
tidak bisa menahannya lagi, dorongannya, jadi dia keluar dan membunuh seorang gadis tomboi lain, gadis yang mirip dengan Natalie.
Tapi akhirnya dia tidak bisa tahan, membunuh Natalie juga."
"Apakah itu yang digunjingkan?" tanyaku.
"Sebagian, kurasa."
126 Sharp Objects.indd 126 Betsy Nash tiba-tiba muncul di ambang pintu. Sambil menatap
ke lutut, dia berkata, "Bob. Adora di sini." Perutku mengejang tanpa
seizinku. Ibuku masuk seperti embusan angin, beraroma air biru terang.
Dia kelihatan lebih nyaman di rumah keluarga Nash daripada Mrs.
Nash sendiri. Itu bakat alami Adora, membuat wanita lain merasa
tidak penting. Betsy Nash menghilang dari ruangan itu, seperti
pelayan dari film tahun 1930-an. Ibuku menolak menatapku, tapi
langsung bicara pada Bob Nash.
"Bob, Betsy memberitahuku ada reporter di sini dan aku langsung tahu itu putriku. Aku sangat menyesal. Aku tidak tahu bagaimana harus meminta maaf atas gangguan ini."
Bob Nash menatap Adora, kemudian ke arahku. "Ini putrimu"
Aku tidak tahu." "Ya, kemungkinan besar kau tidak tahu. Camille bukan tipe yang
dekat dengan keluarga."
"Kenapa kau tidak mengatakan apa pun?" Nash bertanya kepadaku.
"Aku memberitahumu aku dari Wind Gap. Aku tidak tahu kau
akan ingin tahu siapa ibuku."
"Oh, aku tidak marah, jangan salah sangka. Hanya saja ibumu
teman baik kami," kata pria itu, seolah-olah Adora adalah pelindung
berhati besar. "Dia mengajari Ann bahasa Inggris dan mengeja.
Ibumu dan Ann sangat dekat. Ann sangat bangga dia punya teman
orang dewasa." Ibuku duduk dengan kedua tangan terlipat di pangkuan, roknya
tersebar di sekitar sofa dan mengedip-ngedip ke arahku. Aku merasa aku sedang diperingatkan untuk tidak mengatakan sesuatu, tapi
aku tidak tahu apa. "Aku tak menyangka," akhirnya aku berkata. Memang benar. Ku127
Sharp Objects.indd 127 pikir ibuku melebih-lebihkan rasa berdukanya, berpura-pura kenal
gadis-gadis ini. Sekarang aku terkejut dengan betapa tersamarnya
ibuku selama ini. Tapi kenapa dia mengajari Ann" Adora menjadi
orangtua yang membantu di sekolahku ketika aku masih kanakkanak"terutama untuk menghabiskan waktu dengan ibu rumah
tangga Wind Gap lain"tapi aku tidak bisa membayangkan wanita
ningrat ini mau menghabiskan sore bersama gadis kumal dari sisi
barat kota. Kadang-kadang aku kurang menghargai Adora. Kurasa.
"Camille, kurasa kau harus pergi," kata Adora. "Aku ke sini untuk
berkunjung dan sulit bagiku untuk bersantai di sekitarmu akhirakhir ini."
"Aku belum selesai mengobrol dengan Mr. Nash."
"Ya, kau sudah selesai." Adora menatap Nash untuk konfirmasi
dan dia tersenyum canggung, seperti seseorang yang memelototi
matahari. "Mungkin kita bisa melanjutkan ini nanti, Miss" Camille." Satu
kata tiba-tiba memendar di panggul bagian bawah: menghukum.
Aku bisa merasakan kata itu memanas.
"Makasih atas waktumu, Mr. Nash," kataku dan melangkah ke
luar ruangan dengan cepat, tidak melihat kepada ibuku. Aku mulai
menangis bahkan sebelum sampai ke mobil.
128 Sharp Objects.indd 128 bab tujuh Pernah waktu aku sedang berdiri di pojokan dingin di Chicago, menunggu lampu lalu lintas berubah warna, seorang pria buta
datang mengetuk-ngetukkan tongkat. Apa nama persimpangan ini,
tanyanya, dan ketika aku tidak menjawab dia menoleh ke arahku
dan berkata, Ada orang di sana"
Aku di sini, kataku, dan kata-kata itu anehnya terasa menenangkan. Ketika panik, aku mengatakan kalimat itu keras-keras kepada
diri sendiri. Aku di sini. Biasanya aku tidak merasa ada. Aku merasa
tiupan angin hangat bisa mengembus ke arahku dan aku akan hilang selamanya, bahkan tidak ada secuil potongan kuku pun yang
tertinggal. Pada hari-hari tertentu, aku merasa pikiran ini menenangkan; pada hari lain, ini membekukan.
Sensasi ringan tanpa bobot yang kumiliki, kupikir, muncul dari
kenyataan bahwa aku hanya tahu sedikit mengenai masa laluku"
atau setidaknya itu yang bisa disimpulkan para psikiater di klinik.
Sejak lama aku menyerah mencari tahu apa pun soal ayahku; ketika
membayangkan pria itu, gambaran yang ada adalah "ayah" pada
umumnya. Aku tidak tahan memikirkan dirinya dengan terlalu spesifik, membayangkan dia belanja bahan makanan atau minum kopi
pada pagi hari, pulang ke anak-anaknya. Akankah aku suatu hari
129 Sharp Objects.indd 129 nanti berpapasan dengan gadis yang mirip denganku" Sebagai anak,
aku berjuang untuk menemukan kemiripan nyata antara ibuku dan
aku, suatu ikatan yang akan membuktikan aku lahir dari ibuku. Aku
akan mengamatinya ketika dia sedang tidak memperhatikan, mencuri potret berbingkai dari kamar ibuku dan berusaha menyakinkan
diriku mataku mirip dengan mata ibuku. Atau mungkin itu sesuatu
yang tidak tampak di wajah. Lekukan betis atau ceruk di leherku.
Ibuku bahkan tidak pernah bercerita bagaimana dia bertemu
dengan Alan. Aku tahu cerita tentang mereka dari orang lain. Bertanya bukanlah sesuatu yang dianjurkan, dianggap mengorek-ngorek
rahasia. Aku ingat rasa terkejutku mendengar teman sekamarku saat
kuliah mengobrol dengan ibunya di telepon: Detail-detail kecil, dia
nyaris tidak menyensor ucapannya, yang bagiku terasa tidak bermoral. Dia menceritakan hal-hal konyol, seperti bagaimana dia lupa
sudah mendaftar di satu kelas"benar-benar lupa dia seharusnya
masuk ke Geografi 101 tiga hari seminggu"dan dia akan mengatakannya dengan nada menyombong yang sama seperti anak TK
yang gambar krayonnya mendapatkan bintang emas.
Aku ingat akhirnya aku bertemu dengan ibu temanku itu, bagaimana wanita itu mengelilingi kamar kami sambil mengajukan begitu banyak pertanyaan, sudah tahu begitu banyak soal diriku. Ibu
Alison memberi anaknya sekantong besar peniti yang dia pikir akan
berguna, dan ketika mereka pergi makan siang, aku mengejutkan
diri sendiri dengan menangis tersedu-sedu. Tindakan itu"begitu
acak dan baik"membuatku bingung luar biasa. Apakah ini yang
dilakukan para ibu, bertanya-tanya apakah kau mungkin membutuhkan peniti" Ibuku menelepon sebulan sekali dan selalu menanyakan hal-hal yang praktis (nilai, kelas, biaya yang akan datang).
Sebagai anak, aku tidak ingat pernah memberitahu Adora warna
favoritku, atau siapa nama putriku kalau nanti aku dewasa. Kupikir
130 Sharp Objects.indd 130 dia tidak pernah tahu makanan favoritku dan aku jelas tidak pernah
berjalan ke kamarnya pada dini hari, menangis karena mimpi buruk.
Aku selalu sedih terhadap diriku yang dahulu, karena tidak pernah
terlintas di kepalaku ibuku mungkin akan menghiburku. Dia tidak
pernah bilang dia menyayangiku dan aku tidak pernah menganggap
dia menyayangiku. Dia merawatku. Dia mengurusku. Oh, ya, dan
sekali waktu dia membawakanku losion bervitamin E.
Selama sesaat aku menyakinkan diriku bahwa keberjarakan
Adora adalah pertahanan diri yang dibangun sesudah kejadian
Marian. Tapi kenyataannya, kupikir Adora selalu punya lebih banyak masalah dengan anak-anak daripada yang pernah dia akui.
Kupikir, malahan, Adora membenci anak-anak. Ada kecemburuan,
kebencian yang bisa kurasakan bahkan sekarang, di ingatanku. Pada
satu masa, dia mungkin menyukai ide memiliki anak perempuan.
Ketika dia masih kanak-kanak, aku yakin Adora berkhayal menjadi
ibu, memanjakan, menjilati anaknya seperti kucing yang gemuk
karena susu. Adora punya semacam sifat rakus dengan anak-anak.
Adora menyambar mereka. Bahkan diriku, di muka umum, adalah
anak tercinta. Setelah periode berduka Adora untuk Marian selesai, ibuku akan mengarakku ke kota, tersenyum dan menggodaku,
menggelitikku ketika dia mengobrol dengan orang-orang di trotoar.
Ketika kami pulang, dia akan berjalan ke kamarnya seperti kalimat
yang belum selesai dan aku akan duduk di luar dengan wajah ditempelkan ke pintu kamar ibuku dan mengulang hari itu di benakku,
mencari petunjuk apa yang telah kulakukan yang membuat Adora
tidak senang. Aku punya satu kenangan yang mencekikku seperti gumpalan
darah yang menjijikkan. Marian sudah meninggal sekitar dua tahun
dan ibuku mengundang sekelompok teman untuk mampir minumminum pada sore hari. Salah satu di antara temannya membawa
131 Sharp Objects.indd 131 bayi. Selama berjam-jam, si bayi direcoki, diserbu ciuman lipstik
merah, dibersihkan dengan tisu, kemudian lipstik akan menempel
lagi. Aku seharusnya membaca di kamarku, tapi aku duduk di anak
tangga paling atas, mengamati.
Ibuku akhirnya mendapatkan giliran memegang si bayi dan
Adora memeluknya dengan beringas. Oh, betapa menyenangkannya
bisa menggendong bayi lagi! Adora menggoyang-goyangkan si bayi
di lututnya, menuntun si bayi berjalan mengitari ruangan, berbisik
kepadanya, dan dari atas tangga aku melihat ke bawah seperti dewa
kecil yang gusar, punggung tanganku ditempelkan ke wajah, membayangkan rasanya berdempetan pipi dengan ibuku.
Ketika ibu-ibu yang lain pergi ke dapur untuk membantu mencuci piring, sesuatu berubah. Aku ingat ibuku, sendirian di ruang
duduk, menatap si bayi nyaris penuh nafsu. Adora menekankan
bibirnya kuat-kuat pada bagian montok pipi si bayi. Kemudian
Adora membuka mulut sedikit, menjepit sedikit daging di antara
gigi-giginya, dan menggigit si bayi dengan lembut.
Si bayi menjerit. Rona merah gigitan memudar ketika Adora
memeluk anak itu dan memberitahu ibu-ibu yang lain si bayi hanya rewel. Aku berlari ke kamar Marian dan menyelinap ke bawah
selimut. Kembali ke Footh"s untuk segelas minuman sesudah urusan dengan
ibuku dan keluarga Nash. Aku minum terlalu banyak alkohol, tapi
tidak pernah sampai mabuk. Aku memberi diri sendiri alasan.
Aku hanya membutuhkan sedikit minuman. Selama ini aku selalu
memilih untuk membayangkan minuman keras sebagai lubrikasi"
lapisan pelindung dari semua pikiran tajam di kepalamu. Penjaga
barnya adalah pria berwajah bulat dua tahun lebih muda dariku
132 Sharp Objects.indd 132 yang aku yakin namanya Barry, tapi tidak cukup yakin untuk kemudian memanggilnya dengan nama itu. Dia menggumamkan,
"Selamat datang kembali," ketika mengisi gelas Big Mouth-ku dua
pertiga penuh dengan bourbon, lalu menuangkan coke di atasnya.
"Gratis," katanya kepada wadah serbet makan. "Di sini kami tidak
menerima bayaran dari wanita cantik." Lehernya bersemu merah
dan dia tiba-tiba berpura-pura memiliki urusan penting di ujung
konter yang lain. Aku menyusuri Neeho Drive untuk kembali ke rumah. Itu jalan
tempat rumah beberapa temanku berada, membelah melalui tengah
kota dan menjadi semakin mewah seiring mendekati rumah Adora.
Aku melihat rumah lama Katie Lacey, mansion tidak terlalu kokoh
yang dibangun orangtuanya ketika kami berusia sepuluh tahun"
sesudah mereka menghancurkan rumah tua bergaya Victoria milik
mereka hingga berkeping-keping.
Jarak satu blok di depanku, seorang gadis kecil dengan mobil golf
dihiasi stiker bunga-bunga meluncur pelan. Rambutnya dikepang


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan rumit, kelihatan mirip gadis Swiss di gambar kotak cokelat
bubuk. Amma. Dia memanfaatkan kunjungan Adora ke rumah keluarga Nash untuk melarikan diri"sejak pembunuhan Natalie, sekarang jarang terlihat gadis-gadis bepergian sendirian di Wind Gap.
Bukannya melanjutkan perjalanan ke rumah, Amma berbelok
dan mengarah ke timur, yang berarti ke deretan rumah kumuh dan
peternakan babi. Aku berbelok dan mengikuti Amma begitu pelan
hingga mesin mobilku nyaris mati.
Rute ini memberikan turunan bukit yang menyenangkan untuk
Amma, dan mobil golf itu meluncur begitu cepat hingga kepangnya terbang di belakang kepala. Dalam sepuluh menit, kami sudah
133 Sharp Objects.indd 133 sampai di pedesaan. Rumput kuning tinggi dan sapi-sapi bosan.
Lumbung-lumbung yang bungkuk seperti pria tua. Aku membiarkan mobilku berhenti beberapa saat untuk memberi Amma kesempatan melaju lebih dulu, kemudian mengikuti dari jarak cukup
jauh hingga gadis itu masih terlihat. Aku membuntutinya melewati
rumah-rumah pertanian dan kios kacang kenari pinggir jalan yang
ditunggui pemuda yang memegang rokok sepercaya diri seorang
bintang film. Tak lama udara dipenuhi bau kotoran dan bacin
dan aku tahu ke mana kami mengarah. Sepuluh menit kemudian,
kandang logam babi terlihat, panjang dan berkilau seperti barisan
staples. Suara menguik mereka membuat telingaku berkeringat.
Seperti jeritan dari pompa air berkarat. Hidungku mengembang
tanpa sadar dan mataku mulai berair. Kalau kau pernah berada di
dekat pabrik pemrosesan hewan, kau tahu maksudku. Baunya bukan seperti air atau udara; ini padat. Seolah-olah kau bisa membuat
lubang di tengah-tengah bau busuk itu untuk bisa bernapas lega.
Kau tidak bisa melakukannya.
Amma mengebut melewati pagar pabrik. Si pria di pos jaga hanya melambai kepada gadis itu. Aku lebih sulit, baru bisa masuk
setelah mengucapkan kata ajaibnya: Adora.
"Benar. Adora punya putri dewasa. Aku ingat," kata si pria tua.
Nama di tanda pengenalnya tertulis Jose. Aku berusaha melihat
apakah dia kehilangan jemarinya. Orang Meksiko tidak mendapatkan pekerjaan nyaman di belakang meja kecuali mereka memiliki
piutang. Itu caranya pabrik di sini berfungsi: Orang Meksiko mendapatkan tugas paling buruk dan berbahaya dan orang kulit putih
masih juga mengeluh. Amma memarkirkan mobil golf di sebelah pikap dan membersihkan debu dari tubuhnya. Kemudian, dengan langkah lurus dan
sok penting, dia melewati rumah jagal, melewati barisan kandang
134 Sharp Objects.indd 134 babi, sungut merah muda basah menggeliat-geliat di antara celah
udara, dan bergerak ke arah lumbung logam besar yang dijadikan
tempat penyusuan. Kebanyakan babi betina diinseminasi berulang
kali, begitu banyak induk babi, hingga tubuh mereka tidak tahan
lagi dan dibawa ke penjagalan. Tetapi sementara mereka masih
berguna, mereka dipaksa menyusui"diikat dalam posisi berbaring
miring di kandang menyusui, kaki teregang, putingnya terekspos.
Babi itu makhluk yang sangat cerdas, supel, dan keintiman jalur
produksi yang dipaksakan ini membuat babi betina yang menyusui
ingin mati. Dan itulah yang terjadi segera sesudah mereka tidak
menghasilkan susu. Hanya memikirkan praktik semacam ini membuatku muak.
Tetapi melihatnya langsung akan memengaruhimu, membuatmu
sedikit tidak manusiawi. Seperti menonton pemerkosaan dan tidak
mengatakan apa pun. Aku melihat Amma di ujung terjauh lumbung, berdiri di tepi kandang menyusui dari logam. Beberapa pria
menarik sekelompok anak babi yang menguik-nguik dari kandang,
memasukkan satu kelompok lainnya. Aku pindah ke ujung lumbung yang jauh agar bisa berdiri di belakang Amma dan dia tidak
melihatku. Babi betina yang berbaring miring nyaris koma, perutnya terlihat di antara palang-palang logam, puting merah berdarah
mencuat seperti jemari. Salah satu pria itu mengoleskan minyak di
puncak payudara yang berdarah paling parah, kemudian menjentikkannya dan terkikik. Mereka tidak memperhatikan Amma, seolaholah normal saja dia ada di sana. Amma mengedip pada satu pria
ketika mereka mengunci satu lagi babi betina di dalam kandang dan
pergi dengan mobil untuk mengambil kelompok anak babi lainnya.
Anak-anak babi di kandang itu mengerubuti si babi betina seperti semut mengerumuni sebongkah jeli. Puting itu diperebutkan,
memantul keluar-masuk mulut, bergoyang-goyang dengan lentur
135 Sharp Objects.indd 135 seperti karet. Bola mata si babi betina terputar ke atas. Amma duduk bersila dan memandanginya, terkagum-kagum. Sesudah lima
menit, gadis itu masih di posisi yang sama, sekarang tersenyum dan
menggeliat-geliat. Aku harus pergi. Aku berjalan, awalnya lambatlambat, kemudian berlari terseok-seok ke mobilku. Pintu tertutup,
radio bersuara keras, bourbon hangat menyengat kerongkonganku,
aku menyetir menjauhi bau busuk dan bunyi-bunyi itu. Dan anak
itu. 136 Sharp Objects.indd 136 bab delapan Amma. Selama ini aku tidak terlalu tertarik padanya. Sekarang aku
ingin tahu. Yang kulihat di peternakan membuat tenggorokanku
tersekat. Ibuku berkata Amma gadis paling populer di sekolah dan
aku percaya itu. Jackie berkata Amma gadis paling keji dan aku
percaya itu juga. Hidup dalam pusaran kegetiran Adora pastinya
membuat siapa pun sedikit rusak. Dan aku ingin tahu, apa yang dipikirkan Amma soal Marian" Betapa membingungkannya hidup di
dalam bayangan dari bayangan. Tapi Amma gadis yang cerdas"dia
berulah di luar, jauh dari rumah. Di dekat Adora, Amma penurut,
manis, manja" sesuai dengan yang harus Amma lakukan untuk
mendapatkan kasih sayang ibuku.
Tapi sifat bengis itu"amukannya, tamparan pada temannya, dan
sekarang kengerian ini. Kegemaran melakukan dan melihat hal-hal
mengerikan. Ini tiba-tiba mengingatkanku akan cerita soal Ann dan
Natalie. Amma tidak seperti Marian, tapi mungkin Amma sedikit
mirip dengan kedua gadis itu.
Saat itu sudah petang, tepat sebelum waktu makan malam, dan aku
memutuskan untuk sekali lagi melewati rumah keluarga Keene.
137 Sharp Objects.indd 137 Aku membutuhkan kutipan untuk tulisan khas-ku, dan jika aku
tidak bisa mendapatkannya, Curry akan memanggilku pulang. Meninggalkan Wind Gap tidak akan melukaiku secara personal, tapi
aku harus membuktikan aku bisa menangani diri sendiri, terutama
dengan memudarnya kredibilitasku. Gadis yang mengiris diri sendiri tidak ada di urutan pertama untuk penugasan yang sulit.
Aku menyetir melewati tempat jasad Natalie ditemukan. Bendabenda yang Amma anggap tidak berharga untuk dicuri teronggok
menyedihkan: tiga lilin gemuk pendek, sudah lama padam, dan
bunga-bunga murahan masih dalam pembungkus supermarketnya.
Balon helium kempis berbentuk hati memantul-mantul dengan
lesu. Di jalan masuk di luar rumah keluarga Keene, kakak Natalie duduk di kursi penumpang mobil kabriolet merah, mengobrol dengan
gadis pirang yang nyaris menyamai ketampanan pemuda itu. Aku
parkir di belakang mereka, melihat mereka melirik cepat, kemudian
berpura-pura tidak memperhatikanku. Si gadis mulai tertawa penuh
semangat, menyusurkan kuku tangan bercat merah ke rambut gelap
di belakang kepala si pemuda. Aku mengangguk cepat, canggung,
ke arah mereka, yang aku yakin tidak mereka lihat, dan menyelinap
melewati mereka ke pintu depan.
Ibu Natalie membukakan pintu. Di belakangnya rumah itu gelap
dan senyap. Wajahnya tetap ramah; dia tidak mengenaliku.
"Mrs. Keene, aku minta maaf mengganggumu di waktu seperti
sekarang, tapi aku harus bicara denganmu."
"Soal Natalie?"
"Ya, bolehkah aku masuk?" Tidak memperkenalkan diri supaya bisa masuk ke rumah keluarga Keene adalah trik yang jahat.
Reporter itu seperti vampir, kata Curry. Mereka tidak bisa masuk
ke rumahmu tanpa undangan, tapi sekali mereka masuk, kau tidak
138 Sharp Objects.indd 138 akan bisa mengeluarkan mereka hingga mereka menyedot darahmu
sampai kering. Mrs. Keene membukakan pintu.
"Oh, rasanya nyaman dan sejuk di dalam sini, makasih," kataku.
"Katanya suhu tertinggi mencapai 32 derajat hari ini, tapi kurasa
kita sudah melewatinya."
"Aku dengar 35 derajat."
"Aku percaya itu. Bisakah aku merepotkanmu dan meminta segelas air?" Satu lagi trik lama: Seorang wanita kemungkinan tidak
akan mengusirmu keluar kalau dia menawarimu keramahtamahannya. Kalau punya alergi atau sedang pilek, meminta tisu malah lebih
baik. Wanita menyukai kerapuhan. Kebanyakan wanita.
"Tentu saja." Dia berhenti sejenak, menatapku, seolah-olah dia
seharusnya tahu siapa aku tapi terlalu malu untuk bertanya. Pengurus pemakaman, pastor, polisi, ahli medis, tamu yang berkabung"
dia mungkin menemui lebih banyak orang dalam beberapa hari
terakhir ini dibandingkan setahun lalu.
Sementara Mrs. Keene menghilang ke dalam dapur, aku mengintip ke sekeliling. Ruangan itu kelihatan sepenuhnya berbeda hari
ini, dengan furnitur yang dipindahkan kembali ke tempat seharusnya. Di meja tidak jauh dariku ada foto dua anak Keene. Mereka
bersandar di sisi pohon ek berukuran besar, memakai jins dan
Tapak Asmara 3 Animorphs - 42 Petualangan The Journey Siluman Tengkorak Gantung 1
^