Pencarian

Dalam Derai Hujan 7

Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown Bagian 7


ingin mengundangnya juga."
Caroline mengalihkan pandangan dari Granger. "Apakah kau bisa mengubah
aktenya sebelum minggu ketiga bulan Oktober"" Ketika ia kembali memandang
Granger, pria itu tersenyum padanya dengan penuh kasih.
"Kau tahu, andai tidak terlibat dengan keluarga Lancaster, kurasa aku sudah
jatuh cinta padamu."
*** Hei! http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline berhenti di jalan setapak dan meman-dang ke balik kantong
belanjaannya ke arah gadis muda yang menyapanya dengan kasar. "Kau bicara
denganku"" "Bukankah kau Mrs. Lancaster""
"Ya." Gadis muda itu tidak lebih dari dua belas tahun, tetapi matanya memakai
perona mata ungu mengilap dan eyeliner biru yang tebal sekali. Rambutnya
yang hitam dipotong pendek, disisir tegak di bagian atas kepala. Salah satu
daun telinganya ditindik tiga. Klip kertas yang berwarna-warni tergantung di
setiap lubang itu. Daun telinga yang satunya lagi memakai anting-anting
berbentuk bintang berukuran besar yang berkilat-kilat. Bibirnya dipoles lipstik
warna putih. Pakaiannya tak kalah ramai dengan riasan wajahnya: rok mini warna hijau
dipadu dengan blus oranye; kemeja putih dengan gambar bibir merah darah
dan lidah menjulur. Caroline me-ngira gadis itu pasti mengenakan pakaian
untuk bermain drama. Orangtua macam apa yang membiarkan gadis dengan
pakaian seperti itu berkeliaran di jalan" Namun gadis itu menarik perhatiannya.
"Dari mana kau tahu namaku""
"Aku kenal Mr. Lancaster, Rink Lancaster. Tetapi itu dulu. Namaku Alyssa."
Caroline membelalak karena terkejut. Ini rupanya putri Marilee, yang sangat
dikasihi Rink sebelum ibunya memaksa mereka berpisah. "Apa kabar, Alyssa""
"Baik, kurasa. Kau yang menikah dengan ayah Rink, bukan""
"Dengan Roscoe. Ia meninggal beberapa bulan yang lalu."
"Tentu, aku tahu itu. Semua orang tahu. Beberapa waktu yang lalu aku
melihatmu dan Rink di Dairy Mart."
"Mengapa kau tak menyapanya""
Gadis itu mengangkat bahu dengan sikap tidak sopan. "Tidak ingin saja.
Mungkin ia juga nggak ingat aku."
"Tidak ingat, bukan nggak ingat."
"Heh"" "Maafkan aku. Aku mengoreksi bahasamu."
"Tak apa-apa. Ibuku selalu melakukan hal itu, tetapi nggak... tidak, tampaknya
tidak berhasil juga."
Caroline tertawa. Tetapi hatinya sedih ketika melihat teman-teman yang
bersama Alyssa. Ia bisa mengerti pengaruh teman sebaya jauh lebih kuat
daripada nasihat orangtua dalam hal ini. Gadis-gadis yang bersama Alyssa itu
seperti baru k eluar dari tempat rehabilitasi.
Seketika Caroline merasa malu sendiri, telah beropini berdasarkan penampilan
saja. Ia meng-hakimi gadis-gadis tersebut. Bagaimanapun, ketika salah satu
gadis itu, yang tidak lebih tua daripada Alyssa, menyalakan rokok, ia tidak bisa
menyem-bunyikan rasa terkejutnya.
"Bagaimana kabar ibumu"" Caroline ingat Marilee yang bertubuh kecil tapi seksi,
berambut pirang yang panjang, bermata kebiruan dan sinis.
"Ia sudah kawin lagi. Suaminya bajingan. Le-bih parah dari sebelumnya. Aku
tidak suka tinggal bersamanya." Kemudian, seperti baru sa-dar ia terlalu banyak
bicara tentang dirinya, ia menarik diri dan berkata, "Yah, aku harus pergi."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 147
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 147
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Tunggu!" Caroline terkejut sendiri ketika me-nyadari dirinya meneriakkan kata
itu. Ketika gadis tersebut meliriknya dari balik bulu mata yang dipoles maskara
hitam pekat, Caroline ke-hilangan kata-kata. Di balik riasan berlebihan itu
Caroline melihat pemberontakan, kecurigaan, dan kerapuhan. Sepertinya gadis
kecil itu harus hidup di balik topeng mengerikan dan ingin keluar dari sana.
"Bagaimana kalau kau me-nemuiku di rumah The Retreat sekali-sekali" Aku
ingin mengenalmu lebih jauh."
Alyssa mencibir sambil mendengus. "Tak usah pura-pura."
"Tidak, aku sungguh-sungguh." Apa sebabnya Caroline memaksakan hal itu ia
sendiri tak mengerti. Gadis tersebut menyentuh hatinya de-ngan cara yang ia
sendiri tidak mengerti. Rink pasti tidak suka melihat anak yang sangat dikasihinya kelihatan seperti gadis kesepian. Andai bisa menolong, Caroline ingin
menolongnya. "Aku ingin menjadi sahabatmu."
Bola mata yang kebiruan itu memancarkan sorot keraguan. "Mengapa""
"Karena aku sering mendengar cerita tentang dirimu dari Rink."
"Oh ya" Apa yang ia bilang"" Dagunya agak terangkat dengan sikap menantang.
Namun Caroline tahu gadis itu terkejut dan tertarik untuk mendengarnya.
"Ia bilang dulu kau anak yang amat manis. Ia sangat menyayangimu dan tidak
senang ketika harus berpisah denganmu."
"Ia bukan ayah kandungku."
"Aku tahu. Tetapi ia mengasihimu seperti anak kandungnya." Gadis kecil itu
menggigit bibir dan Caroline merasa sesaat jantungnya berhenti berdebar
karena melihat gadis itu seperti mau menangis. "Rink akan datang ke sini beberapa minggu lagi untuk menghadiri Fesrival musim gugur. Bagaimana kalau
kau datang dan menemuinya""
Alyssa mengangkat bahu. "Mungkin. Aku si-buk."
"Oh, begitu. Aku pikir Rink akan gembira sekali bila bisa berjumpa denganmu.
Ibumulah yang mengacaukan semuanya."
Tanpa menjawab, Alyssa melirik ke arah teman-temannya di belakang, yang
menantinya dengan tidak sabar. "Maaf, aku harus pergi."
"Aku senang bisa berkenalan denganmu, Alyssa. Tolong pertimbangkan untuk
menjengukku." "Ya, baik." Caroline memandang gadis yang menyusuri trotoar itu. Anak yang malang.
Namun perasaan Caroline lebih ringan ketimbang minggu-minggu sebelumnya.
"Kau bangga pada diriku, Steve""
"Aku selalu bangga padamu."
Laura Jane dan suami yang baru dinikahinya dua bulan yang lalu itu berbaring
di ranjang berukuran besar di ruangan yang dulunya suite Roscoe. Kamarkamarnya hampir tidak bisa di-kenali lagi. Caroline mengubahnya sebagai
hadiah pernikahan. Kertas dindingnya sudah diganti te-tapi arsitekturnya tak
diubah. Tirai jendelanya baru, handuk dan peralatan kamar mandi, perma-dani
yang terhampar di lantai, juga baru. Sofa panjang dan kursi santai berikut meja
untuk minum teh menggantikan meja kerja di ruang duduk.
Laura Jane merapat pada suaminya. Dengan santai jari-jarinya mengelus perut
Steve. "Tetapi maksudku kau benar-benar bangga karena aku sendiri yang
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 148
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 148
http://ac-zzz.blogspot.com/
membeli barang-barang itu hari ini. Aku tidak salah menghitung uang
kembaliann ya, kan"" Tangan Steve makin rapat mendekap Laura Jane. Setelah dua bulan tidur
dengannya, ia hampir yakin tidak akan pernah melepaskan pelukannya. "Kau
melakukan segalanya dengan sangat benar. Aku tahu kau mampu melakukannya."
Steve menemani Laura Jane ke toko makanan. Tetapi ketika ia meminta
istrinya yang mengurus pembayarannya, mata Laura Jane memancarkan
ketakutan. Namun Laura Jane meneliti bon yang diberikan pelayan kepadanya
dan dengan hati-hati menghitung jumlah uang yang harus dibayar, kemudian
menunggu kembaliannya. Ketika me-reka meninggalkan toko itu, mata Laura
Jane berbinar-binar seperti anak kecil yang baru saja berhasil pada konser
piano pertamanya. "Aku takut mencoba. Aku ingat Rink dulu sering mengajakku ke kota. Ia ingin
mengajari aku melakukan segalanya sendiri, tetapi aku selaJu takut salah dan
ia kecewa padaku. Aku bahkan tidak ingin mencoba."
Steve mengubah posisi kepalanya di bantal sehingga ia bisa melihat Laura Jane.
"Kau tidak takut mengecewakan aku"" goda Steve dan istri-nya
menyembunyikan wajahnya di lekuk bahu Steve.
"Sama sekali tidak. Aku ingin menyenangkan-mu lebih dari siapa pun. Karena
itulah aku ingin mencobanya, dan melakukannya sebaik mungkin. Aku tahu aku
tidak sepintar orang-orang. Aku tidak ingin kau menyesal menikah denganku."
Steve berbaring menyamping dan memeluk Laura Jane. "Sayangku," bisiknya di
antara rambut wanita itu. "Bagaimana mungkin aku menyesal menikah
denganmu" Aku selalu cinta padamu, apa pun yang kaulakukan, atau tidak
kaulakukan. Kau tidak perlu mengejar cintaku, Laura Jane, kau sudah
mendapatkannya. Untuk selamanya."
"Steve," bisik Laura Jane sambil mengelus dada suaminya. "Aku sangat
mencintaimu." Sam-bil duduk, Laura Jane melepas gaun tidurnya lewat kepala
dan melemparkannya ke kaki ranjang.
Sikap Laura Jarre yang polos itu membuat Steve makin menyayanginya. Ia
seperti anak-anak jika menyangkut soal ketelanjangan. Karena jiwanya masih
polos, ia merasa tidak ada yang perlu ditutupi pada tubuhnya. Seperti Hawa
sebelum makan buah kuldi di taman Surga, hatinya terbebas dari prasangka dan
takut. Sikap spontan itu makin menyenangkan suaminya, dan Steve malu
mengingat bagaimana ia menikmati kepolosan sikap Laura Jane.
Laura Jane mengajarkan sesuatu pada Steve soal tubuhnya. Dulu Steve tak suka
melihat kakinya, semenjak ia kehilangan salah satunya. Ia benci kakinya. Yang
mengejutkannya, Laura Jane justru menyayangi tubuhnya. Ia selalu men-caricari alasan untuk menyentuhnya. Tangan istrinya yang halus bak porselen itu
terasa seperti menyalurkan kekuatan yang menyembuhkan pada kaki kirinya.
Laura Jane menggetarkan jiwanya dengan sikap ingin tahunya, dan
membangkitkan gairahnya menuju puncak hasrat yang belum pernah
dirasakannya. Setiap belaiannya merupa-kan ungkapan cinta yang tulus pada
Steve. Selama hidupnya, belum pernah Steve diperhati-kan orang lain seperti
itu. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 149software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 149
http://ac-zzz.blogspot.com/
membeli barang-barang itu hari ini. Aku tidak salah menghitung uang
kembaliannya, kan""
Tangan Steve makin rapat mendekap Laura Jane. Setelah dua bulan tidur
dengannya, ia hampir yakin tidak akan pernah melepaskan pelukannya. "Kau
melakukan segalanya dengan sangat benar. Aku tahu kau mampu melakukannya."
Steve menemani Laura Jane ke toko makanan. Tetapi ketika ia meminta
istrinya yang mengurus pembayarannya, mata Laura Jane memancarkan
ketakutan. Namun Laura Jane meneliti bon yang diberikan pelayan kepadanya
dan dengan hati-hati menghitung jumlah uang yang harus dibayar, kemudian
menunggu kembaliannya. Ketika me-reka meninggalkan toko itu, mata Laura
Jane berbinar-binar seperti anak kecil yang baru saja berhasil pada konser
piano pertamanya. "Aku takut mencoba. Aku ingat Rink dulu sering mengajakku ke kota. Ia ingin
mengajari aku melakukan segalanya sendiri, tetapi aku selaJu takut salah dan
ia kecewa padaku. Aku bahkan tidak ingin mencoba."
Steve mengubah posisi kepalanya di bant
al sehingga ia bisa melihat Laura Jane.
"Kau tidak takut mengecewakan aku"" goda Steve dan istri-nya
menyembunyikan wajahnya di lekuk bahu Steve.
"Sama sekali tidak. Aku ingin menyenangkan-mu lebih dari siapa pun. Karena
itulah aku ingin mencobanya, dan melakukannya sebaik mungkin. Aku tahu aku
tidak sepintar orang-orang. Aku tidak ingin kau menyesal menikah denganku."
Steve berbaring menyamping dan memeluk Laura Jane. "Sayangku," bisiknya di
antara rambut wanita itu. "Bagaimana mungkin aku menyesal menikah
denganmu" Aku selalu cinta padamu, apa pun yang kaulakukan, atau tidak
kaulakukan. Kau tidak perlu mengejar cintaku, Laura Jane, kau sudah
mendapatkannya. Untuk selamanya."
"Steve," bisik Laura Jane sambil mengelus dada suaminya. "Aku sangat
mencintaimu." Sam-bil duduk, Laura Jane melepas gaun tidurnya lewat kepala
dan melemparkannya ke kaki ranjang.
Sikap Laura Jarre yang polos itu membuat Steve makin menyayanginya. Ia
seperti anak-anak jika menyangkut soal ketelanjangan. Karena jiwanya masih
polos, ia merasa tidak ada yang perlu ditutupi pada tubuhnya. Seperti Hawa
sebelum makan buah kuldi di taman Surga, hatinya terbebas dari prasangka dan
takut. Sikap spontan itu makin menyenangkan suaminya, dan Steve malu
mengingat bagaimana ia menikmati kepolosan sikap Laura Jane.
Laura Jane mengajarkan sesuatu pada Steve soal tubuhnya. Dulu Steve tak suka
melihat kakinya, semenjak ia kehilangan salah satunya. Ia benci kakinya. Yang
mengejutkannya, Laura Jane justru menyayangi tubuhnya. Ia selalu men-caricari
alasan untuk menyentuhnya. Tangan istrinya yang halus bak porselen itu
terasa seperti menyalurkan kekuatan yang menyembuhkan pada kaki kirinya.
Laura Jane menggetarkan jiwanya dengan sikap ingin tahunya, dan
membangkitkan gairahnya menuju puncak hasrat yang belum pernah
dirasakannya. Setiap belaiannya merupa-kan ungkapan cinta yang tulus pada
Steve. Selama hidupnya, belum pernah Steve diperhati-kan orang lain seperti
itu. http://ac-zzz.blogspot.com/
Kini, sambil tersenyum manis, Laura Jane berbaring di samping Steve dan
meletakkan tangannya yang kurus di pinggang pria itu. Steve mempermainkan
rambut Laura Jane yang panjang dan menciumnya. Tak lama kemudian mereka
saling membelai. Steve mengelus punggung Laura Jane ketika wanita itu
menindih tubuhnya. Laura Jane meletakkan telapak tangannya di pipi Steve
dan berulang-ulang menciuminya. Lidahnya yang seperti lidah anak kucing
menggelitik telinga Steve, keterampilan baru yang didapat Laura Jane dari
Steve. Laura Jane agak menurunkan tubuhnya dan mencium leher dan dada Steve.
Steve hampir terlompat dari ranjang.
"Laura Jane," desah Steve.
"Hmmm"" gumam istrinya, tidak mau ber-henti. "Ketika kau melakukan hal ini
padaku, rasanya nikmat. Apakah kau tidak merasa nikmat juga diperlakukan
begini" Kalau tidak enak, aku akan berhenti."
Tangan Steve mengelus rambut Laura Jane. "Jangan, jangan berhenti," jawab
Steve tergagap. "Jangan sampai...." Steve membetulkan posisi tubuh istrinya di atas tubuhnya
dan dengan gerakan perlahan tapi menyenangkan Steve menyatukan tubuh
mereka. Sambil bertopang pada rangan, Laura Jane memajukan tubuhnya dan
menyentuhkan salah satu payudaranya ke bibir Steve. Steve menciumi-nya
sampai kemerahan. Lidahnya beraksi. Wanita itu mendesah.
Hasrat dalam tubuh mereka menggelegak sam-pai akhirnya Steve memegangi
pinggul Laura Jane dan bergerak. Laura Jane membenamkan kepala Steve ke
payudaranya yang kecil sementara tubuh mereka sama-sama bergetar. Lama
sesudah itu mereka tetap berpelukan. Kemudian dengan lembut Laura Jane
mencium dahi suaminya dan berbaring di sampingnya.
"Aku bahagia kau mengajariku cara bercinta," kata Laura Jane.
Steve tertawa. "Begitu juga aku."
"Moga-moga semua orang di dunia ini sebahagia kita."
"Aku rasa tidak mungkin. Tak ada orang yang sebahagia aku." Steve
mendaratkan ciuman mesra di bibir istrinya.
"Aku berharap Caroline bisa bahagia. Sejak Rink pergi, ia kelihatan tidak pernah
gembira." Persepsi Laura Jane yang seperti itu seharusnya mengejutkan Steve,
tapi ternyata tida k. Steve merasa kadang-kadang istrinya jauh lebih peka
daripada orang lain. "Apa kaupikir ia merindukan Rink""
"Ya, kurasa begitu, Sayang."
"Aku juga." Sejenak Laura Jane terdiam dan Steve mengira wanita itu tertidur.
Kemudian Laura Jane berkata, "Aku khawatir Caroline akan meninggal seperti
Daddy." Steve memegang dagu istrinya dan menaikkan-nya. "Apa maksudmu""
"Caroline sakit."
"Ia tidak sakit. Dan ia tidak akan mening-gal."
"Daddy sering mengelus perut ketika mengira tak ada yang melihat. Atau ia
memejamkan mata seperti merasa ada yang sakit di bagian tubuhnya."


Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa hubungannya dengan Caroline""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 150software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 150
http://ac-zzz.blogspot.com/
Kini, sambil tersenyum manis, Laura Jane berbaring di samping Steve dan
meletakkan tangannya yang kurus di pinggang pria itu. Steve mempermainkan
rambut Laura Jane yang panjang dan menciumnya. Tak lama kemudian mereka
saling membelai. Steve mengelus punggung Laura Jane ketika wanita itu
menindih tubuhnya. Laura Jane meletakkan telapak tangannya di pipi Steve
dan berulang-ulang menciuminya. Lidahnya yang seperti lidah anak kucing
menggelitik telinga Steve, keterampilan baru yang didapat Laura Jane dari
Steve. Laura Jane agak menurunkan tubuhnya dan mencium leher dan dada Steve.
Steve hampir terlompat dari ranjang.
"Laura Jane," desah Steve.
"Hmmm"" gumam istrinya, tidak mau ber-henti. "Ketika kau melakukan hal ini
padaku, rasanya nikmat. Apakah kau tidak merasa nikmat juga diperlakukan
begini" Kalau tidak enak, aku akan berhenti."
Tangan Steve mengelus rambut Laura Jane. "Jangan, jangan berhenti," jawab
Steve tergagap. "Jangan sampai...." Steve membetulkan posisi tubuh istrinya di atas tubuhnya
dan dengan gerakan perlahan tapi menyenangkan Steve menyatukan tubuh
mereka. Sambil bertopang pada rangan, Laura Jane memajukan tubuhnya dan
menyentuhkan salah satu payudaranya ke bibir Steve. Steve menciumi-nya
sampai kemerahan. Lidahnya beraksi. Wanita itu mendesah.
Hasrat dalam tubuh mereka menggelegak sam-pai akhirnya Steve memegangi
pinggul Laura Jane dan bergerak. Laura Jane membenamkan kepala Steve ke
payudaranya yang kecil sementara tubuh mereka sama-sama bergetar. Lama
sesudah itu mereka tetap berpelukan. Kemudian dengan lembut Laura Jane
mencium dahi suaminya dan berbaring di sampingnya.
"Aku bahagia kau mengajariku cara bercinta," kata Laura Jane.
Steve tertawa. "Begitu juga aku."
"Moga-moga semua orang di dunia ini sebahagia kita."
"Aku rasa tidak mungkin. Tak ada orang yang sebahagia aku." Steve
mendaratkan ciuman mesra di bibir istrinya.
"Aku berharap Caroline bisa bahagia. Sejak Rink pergi, ia kelihatan tidak pernah
gembira." Persepsi Laura Jane yang seperti itu seharusnya mengejutkan Steve,
tapi ternyata tidak. Steve merasa kadang-kadang istrinya jauh lebih peka
daripada orang lain. "Apa kaupikir ia merindukan Rink""
"Ya, kurasa begitu, Sayang."
"Aku juga." Sejenak Laura Jane terdiam dan Steve mengira wanita itu tertidur.
Kemudian Laura Jane berkata, "Aku khawatir Caroline akan meninggal seperti
Daddy." Steve memegang dagu istrinya dan menaikkan-nya. "Apa maksudmu""
"Caroline sakit."
"Ia tidak sakit. Dan ia tidak akan mening-gal."
"Daddy sering mengelus perut ketika mengira tak ada yang melihat. Atau ia
memejamkan mata seperti merasa ada yang sakit di bagian tubuhnya."
"Apa hubungannya dengan Caroline""
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Ia melakukan hal yang sama. Kemarin malam, ketika pulang dari pemintalan,
aku memerhati-kannya dari teras. Ia menggantung jaketnya dan menaiki dua
anak rangga pertama. Kemudian ia berhenti dan bersandar pada pegangan
tangga. Ia memegang kepala lama sekali. Kelihatannya ia seperti sesak napas.
Aku baru ingin mendekati dan menolongnya tetapi ia kembali tegak. Kelihatannya ia harus bersusah payah sampai ke atas."
Terdorong perasaan peduli atas apa yang di-lihatnya, Laura Jane membungkuk.
"Steve, Caroline belum akan meninggal dunia, bukan""
"Tidak, tidak, pasti
tidak," sahut Steve, me-yakinkan Laura Jane dan mengeluselus rambut-nya. "Ia mungkin hanya letih saja."
"Aku berharap begitu. Aku tidak ingin ada yang meninggal lagi sampai aku
meninggal. Ter-utama kau," kata Laura Jane sambil mendekap Steve erat-erat.
"Jangan meninggal, Steve."
Steve balas mendekap erat Laura Jane. Ia merasakan napas istrinya yang
lembut menyentuh kulitnya dan tahu Laura Jane tertidur. Ditutupi-nya tubuh
wanita itu dengan selimut lalu di-peluknya sekali lagi. Tetapi Steve tidak bisa
tidur. Pikirannya menerawang di kegelapan ka-mar, dahinya berkerut. Ia juga
mengkhawatirkan Caroline. Apalagi mengingat apa yang baru saja disampaikan
Laura Jane padanya, perasaannya jadi makin khawatir.
Bab 14 FESTIVAL Musim Gugur ternyata diberkati cuaca cerah. Acara pembukaan
dilakukan di pagi hari yang ceria. Caroline memutuskan me-makai setelan jas
barunya. Udara akan agak dingin.
Setelah. mengetuk pintu kamar Caroline per-lahan, Haney masuk membawa
baki. "Aku tidak suka mengganggumu. Kau harus tidur lebih ba-nyak. Tetapi aku
tahu kau pasti jengkel padaku bila membiarkan kau tidur terus."
"Terima kasih, Haney." Di atas baki itu ter-hidang seteko teh, minuman yang
dipilih Caro-line belakangan ini ketimbang kopi, segelas jus jeruk, dan dua
potong kue muffin. "Aku tidak tidur. Hanya berbaring, bermalas-malasan."
"Itu pun baik untuk tubuh sekali-sekali. Ter-utama hari ini, yang akan banyak
menguras tenagamu. Mau kupijat" Atau kusiapkan air mandi""
"Aku sudah menyiapkan pakaian," kata Caro-line, sambil duduk di kursi di
samping meja tempat Haney meletakkan baki. Caroline me-nuangkan teh ke
cangkir. "Barangkali enak juga mandi pakai air panas. Udara di luar dingin."
Haney ke kamar mandi, sambil terus mengo-ceh soal acara yang akan
dilangsungkan akhir pekan ini. Caroline hampir tak mendengarkannya ketika
menyeruput teh. "Airnya sudah siap. Kenapa kau tidak memakan muffin-nya""
"Aku tidak lapar." Setiap kali membayangkan berdiri di hadapan orang banyak
untuk menerima penghargaan itu, Caroline langsung mulas. Andai ia melahap
makanan dalam keadaan begitu, akan sangat berbahaya.
Haney mengamati Caroline yang bangkit dari duduk dan berjalan ke lemari
untuk mengambil jubah mandi berbahan handuk. Di balik gaun tidurnya, Haney
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 151software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 151
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Ia melakukan hal yang sama. Kemarin malam, ketika pulang dari pemintalan,
aku memerhati-kannya dari teras. Ia menggantung jaketnya dan menaiki dua
anak rangga pertama. Kemudian ia berhenti dan bersandar pada pegangan
tangga. Ia memegang kepala lama sekali. Kelihatannya ia seperti sesak napas.
Aku baru ingin mendekati dan menolongnya tetapi ia kembali tegak. Kelihatannya
ia harus bersusah payah sampai ke atas."
Terdorong perasaan peduli atas apa yang di-lihatnya, Laura Jane membungkuk.
"Steve, Caroline belum akan meninggal dunia, bukan""
"Tidak, tidak, pasti tidak," sahut Steve, me-yakinkan Laura Jane dan mengeluselus
rambut-nya. "Ia mungkin hanya letih saja."
"Aku berharap begitu. Aku tidak ingin ada yang meninggal lagi sampai aku
meninggal. Ter-utama kau," kata Laura Jane sambil mendekap Steve erat-erat.
"Jangan meninggal, Steve."
Steve balas mendekap erat Laura Jane. Ia merasakan napas istrinya yang
lembut menyentuh kulitnya dan tahu Laura Jane tertidur. Ditutupi-nya tubuh
wanita itu dengan selimut lalu di-peluknya sekali lagi. Tetapi Steve tidak bisa
tidur. Pikirannya menerawang di kegelapan ka-mar, dahinya berkerut. Ia juga
mengkhawatirkan Caroline. Apalagi mengingat apa yang baru saja disampaikan
Laura Jane padanya, perasaannya jadi makin khawatir.
Bab 14 FESTIVAL Musim Gugur ternyata diberkati cuaca cerah. Acara pembukaan
dilakukan di pagi hari yang ceria. Caroline memutuskan me-makai setelan jas
barunya. Udara akan agak dingin.
Setelah. mengetuk pintu kamar Caroline per-lahan, Haney masuk membawa
baki. "Aku tidak suka mengganggumu. Kau harus tidur lebih ba-nyak. Tetapi aku
tahu kau pasti jengkel padaku bila membiarkan kau tidur terus."
"Terima kasih, Haney." Di atas baki itu ter-hidang seteko teh, minuman yang
dipilih Caro-line belakangan ini ketimbang kopi, segelas jus jeruk, dan dua
potong kue muffin. "Aku tidak tidur. Hanya berbaring, bermalas-malasan."
"Itu pun baik untuk tubuh sekali-sekali. Ter-utama hari ini, yang akan banyak
menguras tenagamu. Mau kupijat" Atau kusiapkan air mandi""
"Aku sudah menyiapkan pakaian," kata Caro-line, sambil duduk di kursi di
samping meja tempat Haney meletakkan baki. Caroline me-nuangkan teh ke
cangkir. "Barangkali enak juga mandi pakai air panas. Udara di luar dingin."
Haney ke kamar mandi, sambil terus mengo-ceh soal acara yang akan
dilangsungkan akhir pekan ini. Caroline hampir tak mendengarkannya ketika
menyeruput teh. "Airnya sudah siap. Kenapa kau tidak memakan muffin-nya""
"Aku tidak lapar." Setiap kali membayangkan berdiri di hadapan orang banyak
untuk menerima penghargaan itu, Caroline langsung mulas. Andai ia melahap
makanan dalam keadaan begitu, akan sangat berbahaya.
Haney mengamati Caroline yang bangkit dari duduk dan berjalan ke lemari
untuk mengambil jubah mandi berbahan handuk. Di balik gaun tidurnya, Haney
http://ac-zzz.blogspot.com/
melihat berat badan Caroline banyak bgrkurang. Tubuhnya yang dulu ram-ping
kini hanya tinggal tulang dibalut kulit, menurut Haney. "Apakah ia akan hadir""
Haney membungkuk, merapikan seprai tempat tidur Caroline.
"Siapa"" Haney memandang Caroline dengan sorot mata yang membuat Caroline
merasa malu, membuatnya menunduk dan menjawab, "Ah, entahlah." Caroline
masuk ke kamar mandi dan mengunci pintunya, menutup pembicaraan yang
menyinggung soal Rink. Sejam kemudian, saat Caroline menuruni tang-ga, Steve bersiul. Laura Jane
bertepuk tangan. Wajah Haney memancarkan ekspresi prihatin bercampur bangga.
"Wow, luar biasa!" puji Steve.
Caroline tertawa dan ketiga orang yang me-merhatikannya memandangnya
dengan penuh kagum sambil berseru-seru. Caroline jarang sekali tertawa
belakangan ini. "Bagaimana kelihatan-nya""
"Kau tampak cantik sekali, Caroline," puji Laura Jane bersemangat. "Oh, kau
sangat cantik." "Ia terlalu kurus," komentar Haney sambil menarik bagian bahu gaun Caroline.
"Kurasa, kalau mereka ingin membicarakan aku mereka pasti akan
melakukannya aku akan membuat diriku jadi bahan pembicaraan. Di samping
itu, aku mewakili warga kota terpilih kota ini. Aku harus mengenakan pakaian
yang pantas." Caroline memakai setelan warna krem yang terbuat dari wol. Blusnya abu-abu
muda, mirip warna matanya. Rambutnya dihias dengan jepitan yang warnanya
hampir sama dengan setelan jas-nya. Rambutnya disisir agak jatuh di dahi.
Riasan wajahnya sederhana, untuk menyamarkan ling-karan hitam di bawah
mata. Anting-anting mu-tiara menempel di telinganya. Stokingnya kuning
gading muda. Ia mengenakan sepatu berhak rendah dari bahan suede warna
kekuningan dan sarung tangan dengan warna senada.
"Kalian juga kelihatan keren," puji Caroline ketika memerhatikan mereka
dengan bangga. Laura Jane memakai gaun warna biru muda, terkesan molek
seperti boneka. Steve memakai jas yang dikenakannya waktu pernikahan,
dengan dasi kupu-kupu yang biasa dikenakan pada acara resmi. Haney juga
mengenakan gaun cantik. "Mobil sudah menunggu," kata Steve, sambil menjulurkan tangan hendak
menggandeng Laura Jane. "Lady Laura Jane, Lady Caroline." Steve berbalik dan
Caroline menggandeng tangan Steve yang satu lagi. "Haney, ayo," ajak Steve,
dan mereka pun pergi meninggalkan The Retreat.
Auditorium SMU penuh sesak. Tak pernah ge-dung itu sepadat hari ini, bahkan
saat latihan football sekalipun.
Caroline duduk di podium, diapit anggota-anggota keluarganya dan Haney, yang
dipaksanya menemaninya walaupun tidak disukai para pe-jabat, dan beberapa
pejabat tersebut. Untuk menenangkan perasaan gugup, Caroline mengamati bendera Amerika di
sudut panggung. Gambar bintang-bintang di bendera itu tampak seperti agas
yang beterbangan di padang yang biru. Garis-garisnya seperti gelombang laut.
Ben-dera itu dia m. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 152
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 152
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline merasa mual. Sekilas ia melempar pandang ke arah hadirin. Yang dilihatnya hanyalah lautan
wajah yang me-mandangnya penuh rasa ingin tahu. Caroline mengalihkan
pandangan ke tangannya yang ber-ada di pangkuannya, ia melihat telapak
tangannya mengilap karena keringat. Jika memakai sarung tangan, tangannya
akan kepanasan meskipun udara saat ini dingin. Ia berusaha menekan rasa mual
yang sudah sampai di tenggorokannya. Ia menyesal tadi mengikat pita di
lehernya terlalu ketat. Perutnya berbunyi. Mengapa tadi ia tidak makan kue muffin dulu" Andai tadi ia
memakan-nya, mungkin ia sudah memuntahkannya seka-rang. Tetapi sekalipun
tidak, ia merasa ingin muntah. Ia akan mempermalukan dirinya sendiri di
hadapan seluruh penduduk kota.
Mengapa panas sekali udara di sini" Kulitnya terasa lengket. Ia melihat
sekelilingnya. Tak ada yang kelihatan resah. Steve dan Laura Jane ber-bisikbisik. Haney bertemu teman gerejanya dan asyik mengobrol. Walikota,
melanggar aturan dilarang merokok di dalam gedung, mengisap cerutu sambil
berbicara dengan suara keras pada hakim wilayah. Bau asap cerutunya
membuat perut Caroline makin seperti teraduk-aduk.
Waktu pandangannya tertuju pada Walikota, pria itu meminta maaf pada si
hakim karena harus ke belakang panggung. "Well, kita bisa mulai sekarang. Aku
sudah khawatir kau tidak bisa datang, Nak. Bagaimana kabarmu, Rink""
Caroline menelan ludah. Ia. bemapas dengan mulut, berusaha menekan rasa
mual. Sekujur tubuhnya sesaat terasa dingin, sesaat kemudian panas.
Telinganya serasa terbakar.
Ia mendengar Rink menyapa orang-orang di sekeliiing Caroline. Dengan ekor
matanya, Caroline melihat Haney menghampiri Rink de-ngan tergesa-gesa. Rink
menghentikan ocehan Haney dengan mendaratkan ciuman di pipinya. Haney
tampak terkesima, wajahnya merah padam bak gadis remaja, kemudian ia
memeluk Rink. Laura Jane melompat dari kursi dan berlari menghampiri Rink.
Steve pun berdiri lalu kedua laki-laki itu berjabat tangan.
Kemudian ia melihat pria yang mengenakan celana cokelat itu melangkah ke
arahnya. Ia berdiri tepat di hadapannya. Caroline dapat me-rasakan gelombang
panas dan energi yang ter-pancar keluar dari tubuh Rink. Karena seluruh mata
penduduk kota tertuju ke arah mereka, Caroline hanya tersenyum kecil dan
mengangkat kepala sedikit ketika memandang Rink. "Halo, Rink."
Rink menatapnya dan tampak hanya sesaat berhasil menyembunyikan perasaan
terkejutnya. Ia melihat lingkaran hitam di mata Caroline. Pipinya tirus.
Mukanya pucat. Caroline kelihatan seperti orang yang tak pernah tidur dan
makan. Tetapi ia kelihatan tetap cantik.
Rink harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk meredam perasaan ingin
mendekap Caroline erat-erat. Dua bulan terakhir ini ia sangat tersiksa. Bisa
dibilang menit-menit yang dilaluinya penuh kepedihan, karena ia tidak bisa
mengerjakan apa-apa, kecuali memikirkan Caroline, merindukannya.
Persetan dengan temperamennya. Persetan de-ngan keangkuhannya. Rink
marah gara-gara dua pemabuk di tempat minum bicara sembarangan. Ia
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 153software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 153
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline merasa mual. Sekilas ia melempar pandang ke arah hadirin. Yang dilihatnya hanyalah lautan
wajah yang me-mandangnya penuh rasa ingin tahu. Caroline mengalihkan
pandangan ke tangannya yang ber-ada di pangkuannya, ia melihat telapak
tangannya mengilap karena keringat. Jika memakai sarung tangan, tangannya
akan kepanasan meskipun udara saat ini dingin. Ia berusaha menekan rasa mual
yang sudah sampai di tenggorokannya. Ia menyesal tadi mengikat pita di
lehernya terlalu ketat. Perutnya berbunyi. Mengapa tadi ia tidak makan kue muffin dulu" Andai tadi ia
memakan-nya, mungkin ia sudah memuntahkannya seka-rang. Tetapi sekalipun
tidak, ia merasa in gin muntah. Ia akan mempermalukan dirinya sendiri di


Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hadapan seluruh penduduk kota.
Mengapa panas sekali udara di sini" Kulitnya terasa lengket. Ia melihat
sekelilingnya. Tak ada yang kelihatan resah. Steve dan Laura Jane ber-bisikbisik.
Haney bertemu teman gerejanya dan asyik mengobrol. Walikota,
melanggar aturan dilarang merokok di dalam gedung, mengisap cerutu sambil
berbicara dengan suara keras pada hakim wilayah. Bau asap cerutunya
membuat perut Caroline makin seperti teraduk-aduk.
Waktu pandangannya tertuju pada Walikota, pria itu meminta maaf pada si
hakim karena harus ke belakang panggung. "Well, kita bisa mulai sekarang. Aku
sudah khawatir kau tidak bisa datang, Nak. Bagaimana kabarmu, Rink""
Caroline menelan ludah. Ia. bemapas dengan mulut, berusaha menekan rasa
mual. Sekujur tubuhnya sesaat terasa dingin, sesaat kemudian panas.
Telinganya serasa terbakar.
Ia mendengar Rink menyapa orang-orang di sekeliiing Caroline. Dengan ekor
matanya, Caroline melihat Haney menghampiri Rink de-ngan tergesa-gesa. Rink
menghentikan ocehan Haney dengan mendaratkan ciuman di pipinya. Haney
tampak terkesima, wajahnya merah padam bak gadis remaja, kemudian ia
memeluk Rink. Laura Jane melompat dari kursi dan berlari menghampiri Rink.
Steve pun berdiri lalu kedua laki-laki itu berjabat tangan.
Kemudian ia melihat pria yang mengenakan celana cokelat itu melangkah ke
arahnya. Ia berdiri tepat di hadapannya. Caroline dapat me-rasakan gelombang
panas dan energi yang ter-pancar keluar dari tubuh Rink. Karena seluruh mata
penduduk kota tertuju ke arah mereka, Caroline hanya tersenyum kecil dan
mengangkat kepala sedikit ketika memandang Rink. "Halo, Rink."
Rink menatapnya dan tampak hanya sesaat berhasil menyembunyikan perasaan
terkejutnya. Ia melihat lingkaran hitam di mata Caroline. Pipinya tirus.
Mukanya pucat. Caroline kelihatan seperti orang yang tak pernah tidur dan
makan. Tetapi ia kelihatan tetap cantik.
Rink harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk meredam perasaan ingin
mendekap Caroline erat-erat. Dua bulan terakhir ini ia sangat tersiksa. Bisa
dibilang menit-menit yang dilaluinya penuh kepedihan, karena ia tidak bisa
mengerjakan apa-apa, kecuali memikirkan Caroline, merindukannya.
Persetan dengan temperamennya. Persetan de-ngan keangkuhannya. Rink
marah gara-gara dua pemabuk di tempat minum bicara sembarangan. Ia
http://ac-zzz.blogspot.com/
memuntahkan frustrasinya pada Caroline. Kali ini Caroline membalas
tindakannya. Sikap itu mengejutkan Rink dan membuatnya makin ma-rah.
Terutama karena apa yang dikatakan Caroline benar-benar tepat mengenai
sasaran. Roscoe tidak dapat disalahkan lagi. Ia sendiri yang menciptakan
penderitan ini bagi dirinya, bagi Caroline. Ia pergi tanpa pamit. Pria dewasa
macam apa yang berperilaku demikian"
Pria yang tengah jatuh cinta"
Ah, memang orang yang tengah jatuh cinta bisa kejam dan gila. Cinta bisa
membuat sese-orang bertingkah seperti orang tolol. Bahkan sekalipun
menyadari perilakunya seperti orang bodoh tidak akan mampu mengendalikan
dirinya untuk tidak bersikap seperti orang tolol. Cinta membuat seseorang
mampu berjabat tangan de-ngan sikap dingin yang mengejutkan dan berkata
hambar, "Halo, Caroline. Kau tampak cantik sekali," padahal yang ingin
dilakukan Rink adalah merangkul wanita itu, meminta maaf, menuntut-nya
sebagai miliknya, dan tidak ingin siapa pun ada di antara mereka.
Rink duduk di sebelah Caroline. Ujung celana-nya menyentuh kaki Caroline,
dengan hati-hati Caroline menggeser kakinya. Rink melihat Caroline dengan
sadar menarik ujung roknya ketika duduk kaku di panggung. Oh, Tuhan,
perempuan ini begitu memesona. Ia masih ke-lihatan seperti gadis remaja yang
dikenalnya di hutan, gadis kecil putri keluarga Dawson, yang berjuang matimatian untuk mendapat pengakuan status. Rink merasa sesak karena
memendam cintanya pada Caroline. Ingin ia berteriak pada wanita itu,
"Mengapa kaupedulikan pendapat orang-orang tentang dirimu" Statusmu jauh di
atas orang-orang itu."
Yang mengejutkannya kemudian adalah ke-nyataan bahwa dirinya tid
ak berbeda dengan Caroline. Kerinduannya pada Caroline jauh lebih besar
ketimbang memikirkan masa depannya. Namun saat ini ia harus menerima
kenyataan ia harus jauh dari Caroline demi menjaga reputasinya di mata orang
banyak. Caroline pernah menjadi istri ayahnya. Apakah orang-orang itu
menganggap itu pernikahan yang normal" Ia lebih tahu dari-pada mereka.
Bahkan kalaupun tidak....
Rink menoleh ke arah Caroline seketika, mem-buat Caroline terkejut karena ia
pun tengah menatapnya. Mereka bertemu pandang.
Diamatinya setiap bagian wajah Caroline. Di-rekamnya setiap detail yang ada.
Di matanya, Caroline masih secantik saat pertama kali ia mengenalnya. Bahkan
kini seribu kali lebih men-cintainya dibandingkan musim panas dua belas tahun
yang lalu. Dan Rink yakin, dengan cintanya yang buta, kalaupun ia tidak tahu bagaimana
situasi per-nikahan Caroline dengan ayahnya, ia tetap men-dambakannya. Ia
mencintai Caroline lebih dari-pada siapa pun, lebih daripada opini masyarakat
yang menganggap cintanya tidak masuk akal, lebih daripada keinginannya
menantang ayahnya, lebih daripada apa pun, ia sangat mencintai Caroline
Dawson. "Maka kini kami mohon Mrs. Caroline Lancaster, janda Mr. Roscoe, untuk naik
ke podium." www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 154software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 154
http://ac-zzz.blogspot.com/
memuntahkan frustrasinya pada Caroline. Kali ini Caroline membalas
tindakannya. Sikap itu mengejutkan Rink dan membuatnya makin ma-rah.
Terutama karena apa yang dikatakan Caroline benar-benar tepat mengenai
sasaran. Roscoe tidak dapat disalahkan lagi. Ia sendiri yang menciptakan
penderitan ini bagi dirinya, bagi Caroline. Ia pergi tanpa pamit. Pria dewasa
macam apa yang berperilaku demikian"
Pria yang tengah jatuh cinta"
Ah, memang orang yang tengah jatuh cinta bisa kejam dan gila. Cinta bisa
membuat sese-orang bertingkah seperti orang tolol. Bahkan sekalipun
menyadari perilakunya seperti orang bodoh tidak akan mampu mengendalikan
dirinya untuk tidak bersikap seperti orang tolol. Cinta membuat seseorang
mampu berjabat tangan de-ngan sikap dingin yang mengejutkan dan berkata
hambar, "Halo, Caroline. Kau tampak cantik sekali," padahal yang ingin
dilakukan Rink adalah merangkul wanita itu, meminta maaf, menuntut-nya
sebagai miliknya, dan tidak ingin siapa pun ada di antara mereka.
Rink duduk di sebelah Caroline. Ujung celana-nya menyentuh kaki Caroline,
dengan hati-hati Caroline menggeser kakinya. Rink melihat Caroline dengan
sadar menarik ujung roknya ketika duduk kaku di panggung. Oh, Tuhan,
perempuan ini begitu memesona. Ia masih ke-lihatan seperti gadis remaja yang
dikenalnya di hutan, gadis kecil putri keluarga Dawson, yang berjuang matimatian
untuk mendapat pengakuan status. Rink merasa sesak karena
memendam cintanya pada Caroline. Ingin ia berteriak pada wanita itu,
"Mengapa kaupedulikan pendapat orang-orang tentang dirimu" Statusmu jauh di
atas orang-orang itu."
Yang mengejutkannya kemudian adalah ke-nyataan bahwa dirinya tidak
berbeda dengan Caroline. Kerinduannya pada Caroline jauh lebih besar
ketimbang memikirkan masa depannya. Namun saat ini ia harus menerima
kenyataan ia harus jauh dari Caroline demi menjaga reputasinya di mata orang
banyak. Caroline pernah menjadi istri ayahnya. Apakah orang-orang itu
menganggap itu pernikahan yang normal" Ia lebih tahu dari-pada mereka.
Bahkan kalaupun tidak....
Rink menoleh ke arah Caroline seketika, mem-buat Caroline terkejut karena ia
pun tengah menatapnya. Mereka bertemu pandang.
Diamatinya setiap bagian wajah Caroline. Di-rekamnya setiap detail yang ada.
Di matanya, Caroline masih secantik saat pertama kali ia mengenalnya. Bahkan
kini seribu kali lebih men-cintainya dibandingkan musim panas dua belas tahun
yang lalu. Dan Rink yakin, dengan cintanya yang buta, kalaupun ia tidak tahu bagaimana
situasi per-nikahan Caroline dengan ayahnya, ia tetap men-dambakannya. Ia
mencintai Caroline lebih dari-pada siapa pun, lebih daripada opini masyarakat
yang menganggap cintanya tidak masuk akal, lebih daripada keinginannya
menantang ayahnya, lebih daripada apa pun, ia sangat mencintai Caroline
Dawson. "Maka kini kami mohon Mrs. Caroline Lancaster, janda Mr. Roscoe, untuk naik
ke podium." http://ac-zzz.blogspot.com/
Mata Rink tertuju ke mikrofon yang ditinggal-kan Walikota, yang memanggil
Caroline. Ia tidak mendengarkan pidatonya yang berbunga-bnga. Jelas Caroline
pun tidak mendengarkannya. Ke-tika para hadirin bertepuk tangan meriah,
Caroline kelihatan terkejut.
Rink melihat Caroline berusaha menenangkan hati dan bangkit dari duduk
dengan anggun. Ia meletakkan tas dan sarung tangannya di kursi, kemudian
berjalan ke podium dengan gaya seo-rang ratu. Senyum yang diberikannya
kepada Walikota sangat manis dan para hadirin tampak menyukainya. Rink
mengamati wajah setiap orang. Kau tak perlu cemas. Mereka menerima dirimu.
Caroline menerima penghargaan dengan ta-ngan yang satu dan tangan yang lain
menjabat tangan Walikota. Pria itu bergeser, menyerahkan mikrofon pada
Caroline. "Andai masih hidup, Roscoe pasti akan sangat bangga menerima penghargaan Anda sekalian ini. Saya dan seluruh keluarga menerimanya atas
namanya dan mengu-capkan terima kasih."
Tak ada basa-basi dalam pidato Caroline yang singkat. Apa yang dikatakan
Caroline adalah yang sebenarnya. Ia tidak mengulang pujian yang tadi
diucapkan Walikota tentang Roscoe. Ia hanya menerima penghargaan itu
mewakili Roscoe. Ia memberi orang-orang ini apa yang mereka inginkan,
pahlawan yang mereka tunjuk hari ini. Menurut hemat Rink, semua itu baik.
Kemudian mata Rink beralih kepada Caroline. Mukanya pucat seputih benda
antik yang di-simpan dalam lemari pajangan di The Retreat. Caroline berhenti
sejenak dan memejamkan mata, seperti berjuang keras untuk bernapas dan
men-jaga keseimbangan tubuh. Ia maju selangkah lagi dan terjerembap.
Walikota berhasil menyam-bar sikunya dan memanggil-manggil namanya.
Rink melompat dari kursi. Caroline melihat ke arahnya, mengerjap-ngerjapkan
mata seperti hendak memfokuskan pandangan pada Rink. Kemudian perlahanlahan matanya terpejam, lututnya menekuk lemas, dan ia pingsan di lantai.
Riuh rendah suara orang-orang terkejut melihat hal itu dan bangkit dari duduk.
Laura Jane menjerit dan mencengkeram lengan Steve. Haney berteriak, "Oh,
Tuhan!" sambil meletakkan ta-ngan di dadanya yang lebar. Mereka yang dekat
dengan Caroline berlari menghampirinya, mengangkatnya dari panggung.
Rink, dipenuhi perasaan cemas yang amat sangat, menyeruak di antara orangorang yang berkerumun, meminta mereka menjauh. "Tolong, minggir, minggir.
Cepat minggir! Persetan, minggir!"
Akhirnya Rink berhasil berada di dekat Caroline. Ia berlutut dan memegangi
tangan Caroline. Tangan itu terkulai dalam genggaman-nya. "Caroline,
Caroline. Ya ampun, tolong pang-gilkan dokter. Caroline, Sayang. Oh Tuhan,
Caroline, bicaralah padaku!"
Rink meloloskan ikatan pita blus Caroline, dan membuka beberapa kancingnya.
Dilepaskan-nya jas Caroline, yang menyebabkan masalah. Dilepasnya topi di
kepala wanita itu, lalu di-lemparkannya. Rambutnya yang hitam digerai.
Dengan gerak tangan terlatih, sigap, lagi cekatan, Rink memukul-mukul pipi
Caroline. Kelopak mata wanita itu bergerak-gerak. Rink mendesah lega.
"Istirahatlah, Sayang. Ada apa" Kenapa" Tidak, tak usah bicara. Dokter sudah
dipanggil." "Rink," bisik Caroline sambtl tersenyum. "Rink."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 155software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 155
http://ac-zzz.blogspot.com/
Mata Rink tertuju ke mikrofon yang ditinggal-kan Walikota, yang memanggil
Caroline. Ia tidak mendengarkan pidatonya yang berbunga-bnga. Jelas Caroline
pun tidak mendengarkannya. Ke-tika para hadirin bertepuk tangan meriah,
Caroline kelihatan terkejut.
Rink melihat Caroline berusaha menenangkan hati dan bangkit dari duduk
dengan anggun. Ia meletakkan tas dan sarung tangannya di kursi, kemudian
berjalan ke podium dengan gaya seo-rang ratu. Senyum yang diberikannya
kepada Walikota sangat manis d
an para hadirin tampak menyukainya. Rink
mengamati wajah setiap orang. Kau tak perlu cemas. Mereka menerima dirimu.
Caroline menerima penghargaan dengan ta-ngan yang satu dan tangan yang lain
menjabat tangan Walikota. Pria itu bergeser, menyerahkan mikrofon pada
Caroline. "Andai masih hidup, Roscoe pasti akan sangat bangga menerima penghargaan
Anda sekalian ini. Saya dan seluruh keluarga menerimanya atas
namanya dan mengu-capkan terima kasih."
Tak ada basa-basi dalam pidato Caroline yang singkat. Apa yang dikatakan
Caroline adalah yang sebenarnya. Ia tidak mengulang pujian yang tadi
diucapkan Walikota tentang Roscoe. Ia hanya menerima penghargaan itu
mewakili Roscoe. Ia memberi orang-orang ini apa yang mereka inginkan,
pahlawan yang mereka tunjuk hari ini. Menurut hemat Rink, semua itu baik.
Kemudian mata Rink beralih kepada Caroline. Mukanya pucat seputih benda
antik yang di-simpan dalam lemari pajangan di The Retreat. Caroline berhenti
sejenak dan memejamkan mata, seperti berjuang keras untuk bernapas dan
men-jaga keseimbangan tubuh. Ia maju selangkah lagi dan terjerembap.
Walikota berhasil menyam-bar sikunya dan memanggil-manggil namanya.
Rink melompat dari kursi. Caroline melihat ke arahnya, mengerjap-ngerjapkan
mata seperti hendak memfokuskan pandangan pada Rink. Kemudian perlahanlahan
matanya terpejam, lututnya menekuk lemas, dan ia pingsan di lantai.
Riuh rendah suara orang-orang terkejut melihat hal itu dan bangkit dari duduk.
Laura Jane menjerit dan mencengkeram lengan Steve. Haney berteriak, "Oh,
Tuhan!" sambil meletakkan ta-ngan di dadanya yang lebar. Mereka yang dekat
dengan Caroline berlari menghampirinya, mengangkatnya dari panggung.
Rink, dipenuhi perasaan cemas yang amat sangat, menyeruak di antara orangorang yang berkerumun, meminta mereka menjauh. "Tolong, minggir, minggir.
Cepat minggir! Persetan, minggir!"
Akhirnya Rink berhasil berada di dekat Caroline. Ia berlutut dan memegangi
tangan Caroline. Tangan itu terkulai dalam genggaman-nya. "Caroline,
Caroline. Ya ampun, tolong pang-gilkan dokter. Caroline, Sayang. Oh Tuhan,
Caroline, bicaralah padaku!"
Rink meloloskan ikatan pita blus Caroline, dan membuka beberapa kancingnya.
Dilepaskan-nya jas Caroline, yang menyebabkan masalah. Dilepasnya topi di
kepala wanita itu, lalu di-lemparkannya. Rambutnya yang hitam digerai.
Dengan gerak tangan terlatih, sigap, lagi cekatan, Rink memukul-mukul pipi
Caroline. Kelopak mata wanita itu bergerak-gerak. Rink mendesah lega.
"Istirahatlah, Sayang. Ada apa" Kenapa" Tidak, tak usah bicara. Dokter sudah
dipanggil." "Rink," bisik Caroline sambtl tersenyum. "Rink."
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Kau pingsan, Sayang." Dengan lemah Caroline mengangkat tangan dan
mengelus pipi Rink, membelai rambutnya.
Seperti dikomando, orang-orang yang berkeru-mun di sekeliling mereka
serentak menaikkan alis. Terdengar seseorang bergumam, "Wah, bu-kan main."
"Kau akan segera sembuh. Pasti. Aku yakin." Rink mengangkat tangan Caroline
dan meletak-kannya di bibir, lalu menekan telapak tangannya. Diangkatnya
tubuh Caroline ke pangkuannya, hingga Caroline tidak terbaring di lantai lagi.
"Dokter akan segera kemari."
"Aku tak perlu dokter."
"Tak usah banyak bicara. Kau baru saja ping-san. Karena terlalu gembira,
makanya kau ping-san. Kau akan...."
"Aku hamil, Rink."
Kata-kata Caroline yang perlahan itu meng-hentikan semburan kata-kata yang
hendak melun-cur keluar dari bibir Rink. Ia menatap Caroline tanpa berkatakata. Caroline tertawa kecil melihat wajah Rink yang terkesima. "Itulah
penyebabnya. Aku akan punya anak."
Caroline menatap orang-orang yang berkeru-mun karena ingin tahu. Para
pemuka masyarakat menyimak informasi tersebut dengan sangat antu-sias,
yang menyingkap gosip yang mereka dengar berbulan-bulan belakangan ini.
Mereka inilah yang dulu menganggap Caroline dan keluarganya rendahan.
Kepada mereka inilah Caroline ber-usaha menanamkan reputasinya, berjuang
men-dapatkan pengakuan. Kini baru Caroline menyadari, bertahun-tahun ia membuang waktu untuk
memperjuangkan hal yang ternyat
a tak bermakna. Matanya kem-bali tertuju
pada Rink. Menatap mata keemasan itu, yang selalu menatapnya dengan
mesra, kasih, hasrat dan cinta. Disentuhkannya pipinya ke pipi Rink, dan


Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata, "Aku akan punya anak darimu, Rink."
Mata Rink berbinar-binar. Sambil mempererat dekapannya pada Caroline, ia
menunduk dan mendekatkan bibir ke telinga Caroline. "Aku cinta padamu,"
bisik Rink. "Aku cinta padamu, Caroline."
Kemudian, secepat angin, Rink menekuk kaki, menggendong tubuh kekasihnya
itu. "Tolong beri kami jalan. Anda dengar, ia bilang ia hamil. Aku akan
membawanya pulang. Walikota, tolong matikan cerutu Anda. Asap itu membuat
saya mual, padahal saya si calon ayah, bagaimana dengan calon ibu ini" Haney,
tolong ambilkan barang-barang Caroline di sana, di kursinya. Steve, tolong
bawa mobil ke sini. Laura Jane, kau tidak apa-apa, kan" Itu baru adikku yang
manis. Beberapa saat lamanya Rink memberi perintah, sementara Caroline bersandar
di dadanya dengan nyaman. Rink menyeruak di antara orang banyak,
meyakinkan setiap orang bahwa Caroline baik-baik saja, bahwa Caroline
pingsan karena luapan emosi kegembiraan, hawa panas ba-ngunan, dan sarapan
yang kurang. "Saya akan membawanya pulang sekarang untuk memberinya
makan dan menidurkannya. Saudara-saudara, sila-kan teruskan acara dan
selamat bersenang-senang. Caroline akan baik-baik saja. Saya tahu, ibu yang
sedang hamil memang sering mengalami hal ini."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 156software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 156
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Kau pingsan, Sayang." Dengan lemah Caroline mengangkat tangan dan
mengelus pipi Rink, membelai rambutnya.
Seperti dikomando, orang-orang yang berkeru-mun di sekeliling mereka
serentak menaikkan alis. Terdengar seseorang bergumam, "Wah, bu-kan main."
"Kau akan segera sembuh. Pasti. Aku yakin." Rink mengangkat tangan Caroline
dan meletak-kannya di bibir, lalu menekan telapak tangannya. Diangkatnya
tubuh Caroline ke pangkuannya, hingga Caroline tidak terbaring di lantai lagi.
"Dokter akan segera kemari."
"Aku tak perlu dokter."
"Tak usah banyak bicara. Kau baru saja ping-san. Karena terlalu gembira,
makanya kau ping-san. Kau akan...."
"Aku hamil, Rink."
Kata-kata Caroline yang perlahan itu meng-hentikan semburan kata-kata yang
hendak melun-cur keluar dari bibir Rink. Ia menatap Caroline tanpa berkatakata.
Caroline tertawa kecil melihat wajah Rink yang terkesima. "Itulah
penyebabnya. Aku akan punya anak."
Caroline menatap orang-orang yang berkeru-mun karena ingin tahu. Para
pemuka masyarakat menyimak informasi tersebut dengan sangat antu-sias,
yang menyingkap gosip yang mereka dengar berbulan-bulan belakangan ini.
Mereka inilah yang dulu menganggap Caroline dan keluarganya rendahan.
Kepada mereka inilah Caroline ber-usaha menanamkan reputasinya, berjuang
men-dapatkan pengakuan. Kini baru Caroline menyadari, bertahun-tahun ia membuang waktu untuk
memperjuangkan hal yang ternyata tak bermakna. Matanya kem-bali tertuju
pada Rink. Menatap mata keemasan itu, yang selalu menatapnya dengan
mesra, kasih, hasrat dan cinta. Disentuhkannya pipinya ke pipi Rink, dan
berkata, "Aku akan punya anak darimu, Rink."
Mata Rink berbinar-binar. Sambil mempererat dekapannya pada Caroline, ia
menunduk dan mendekatkan bibir ke telinga Caroline. "Aku cinta padamu,"
bisik Rink. "Aku cinta padamu, Caroline."
Kemudian, secepat angin, Rink menekuk kaki, menggendong tubuh kekasihnya
itu. "Tolong beri kami jalan. Anda dengar, ia bilang ia hamil. Aku akan
membawanya pulang. Walikota, tolong matikan cerutu Anda. Asap itu membuat
saya mual, padahal saya si calon ayah, bagaimana dengan calon ibu ini" Haney,
tolong ambilkan barang-barang Caroline di sana, di kursinya. Steve, tolong
bawa mobil ke sini. Laura Jane, kau tidak apa-apa, kan" Itu baru adikku yang
manis. Beberapa saat lamanya Rink memberi perintah, sementara Caroline bersandar
di dadanya dengan nyaman. Rink menyeruak di antara orang banyak,
meyakinkan setiap orang bahwa Caroline b
aik-baik saja, bahwa Caroline
pingsan karena luapan emosi kegembiraan, hawa panas ba-ngunan, dan sarapan
yang kurang. "Saya akan membawanya pulang sekarang untuk memberinya
makan dan menidurkannya. Saudara-saudara, sila-kan teruskan acara dan
selamat bersenang-senang. Caroline akan baik-baik saja. Saya tahu, ibu yang
sedang hamil memang sering mengalami hal ini."
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink tersenyum pada Caroline, dan seluruh warga kota menyaksikan mereka
meninggalkan gedung. Caroline melingkarkan tangannya di le-her Rink.
"Sudah bangun"" Rink memiringkan tubuh dan memberikan ciuman manis di dahi
Caroline. "Dari tadi kau di sini"" Caroline tertidur dengan tangan digenggam Rink.
"Setiap detik."
"Berapa lama aku tidur"" Caroline menggeliat.
"Beberapa jam. Tidak terlalu lama. Aku malah ingin kau tetap di ranjang
sampai beberapa hari lagi."
Mata Caroline membelalak. "Hanya tidur""
"Salah satunya," jawab Rink penuh arti dan mendekap Caroline erat-erat.
Sejenak ia mem-benamkan wajah di leher Caroline yang wangi serta lembut,
kemudian ia mengangkat kepala untuk menciumnya.
Bibir Rink menyentuh bibir Caroline dengan lembut. Dengan lidahnya ia
menelusuri garis bibir Caroline. Ketika bibir Caroline agak mem-buka, lidahnya
segera dimasukkan ke mulut ke-kasihnya itu. Caroline melingkarkan tangan di
leher Rink, dan menarik tubuh pria itu lebih rapat ke tubuhnya.
Rink tak kuasa menahan desakan yang sejak beberapa jam yang lalu ditahannya
karena takut membahayakan Caroline. Ia berbaring di samping wanita itu di
ranjang, dan memeluk tubuh Caroline yang hangat dan masih mengantuk. Bibir
mereka saling melumat. Tak henti-hentinya mereka tersenyum. Tetapi akhirnya
Rink menatap Caroline dengan wajah serius.
"Tadinya kapan kau akan memberitahu aku soal bayi ini, Caroline""
Rink masih berpakaian lengkap, tetapi kancing kemejanya sudah dibuka.
Caroline menyelipkan tangannya ke balik kemeja, mengelus dadanya yang
bidang. "Setelah akhir pekan ini. Bila kau tidak hadir pada acara Festival Musim
Gugur ini, aku akan meneleponmu."
"Begitukah""
"Bila tidak, Haney yang akan menelepon."
"Ia tahu""
"Kurasa ia curiga. Dan Steve. Mereka memang tidak mengatakan apa-apa,
tetapi aku merasa mereka selalu memerhatikan aku."
"Bukan aku curiga, tapi aku merasa ada yang tidak beres. Berat badanmu
berkifrang terus." Tangan Rink yang diletakkan di rusuk pindah ke paha.
"Kata dokterku aku normal saja. Aku memang kurang nafsu makan. Sedikit saja
aku makan, selalu keluar lagi."
"Mengapa kau tidak mengatakannya padaku" Aku tak tahu apa aku harus
memukulmu atau menciummu."
"Menciumku." Rink mengabulkan permintaan Caroline. Rink mengelus perut wanita itu. "Ada
anakku di dalam sana. Oh Tuhan, mukjizat yang sangat ind,ah," kata Rink
sambil memeluk Caroline. Sekali lagi diciumnya Caroline dengan lembut dan
hasrat menggelora. Tangan Rink menyelinap ke payudaranya. Ia hanya menyisakan pakaian dalam
ketika mem-buka pakaian wanita itu dan menyuruhnya segera berbaring di
ranjang begitu mereka tiba di ru-mah. Bahan sutra itu terasa hangat karena
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 157software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 157
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink tersenyum pada Caroline, dan seluruh warga kota menyaksikan mereka
meninggalkan gedung. Caroline melingkarkan tangannya di le-her Rink.
"Sudah bangun"" Rink memiringkan tubuh dan memberikan ciuman manis di dahi
Caroline. "Dari tadi kau di sini"" Caroline tertidur dengan tangan digenggam Rink.
"Setiap detik."
"Berapa lama aku tidur"" Caroline menggeliat.
"Beberapa jam. Tidak terlalu lama. Aku malah ingin kau tetap di ranjang
sampai beberapa hari lagi."
Mata Caroline membelalak. "Hanya tidur""
"Salah satunya," jawab Rink penuh arti dan mendekap Caroline erat-erat.
Sejenak ia mem-benamkan wajah di leher Caroline yang wangi serta lembut,
kemudian ia mengangkat kepala untuk menciumnya.
Bibir Rink menyentuh bibir Caroline dengan lembut. Dengan lidahnya ia
menelusuri garis bibir Caroline. Ketika bib
ir Caroline agak mem-buka, lidahnya
segera dimasukkan ke mulut ke-kasihnya itu. Caroline melingkarkan tangan di
leher Rink, dan menarik tubuh pria itu lebih rapat ke tubuhnya.
Rink tak kuasa menahan desakan yang sejak beberapa jam yang lalu ditahannya
karena takut membahayakan Caroline. Ia berbaring di samping wanita itu di
ranjang, dan memeluk tubuh Caroline yang hangat dan masih mengantuk. Bibir
mereka saling melumat. Tak henti-hentinya mereka tersenyum. Tetapi akhirnya
Rink menatap Caroline dengan wajah serius.
"Tadinya kapan kau akan memberitahu aku soal bayi ini, Caroline""
Rink masih berpakaian lengkap, tetapi kancing kemejanya sudah dibuka.
Caroline menyelipkan tangannya ke balik kemeja, mengelus dadanya yang
bidang. "Setelah akhir pekan ini. Bila kau tidak hadir pada acara Festival Musim
Gugur ini, aku akan meneleponmu."
"Begitukah""
"Bila tidak, Haney yang akan menelepon."
"Ia tahu""
"Kurasa ia curiga. Dan Steve. Mereka memang tidak mengatakan apa-apa,
tetapi aku merasa mereka selalu memerhatikan aku."
"Bukan aku curiga, tapi aku merasa ada yang tidak beres. Berat badanmu
berkifrang terus." Tangan Rink yang diletakkan di rusuk pindah ke paha.
"Kata dokterku aku normal saja. Aku memang kurang nafsu makan. Sedikit saja
aku makan, selalu keluar lagi."
"Mengapa kau tidak mengatakannya padaku" Aku tak tahu apa aku harus
memukulmu atau menciummu."
"Menciumku." Rink mengabulkan permintaan Caroline. Rink mengelus perut wanita itu. "Ada
anakku di dalam sana. Oh Tuhan, mukjizat yang sangat ind,ah," kata Rink
sambil memeluk Caroline. Sekali lagi diciumnya Caroline dengan lembut dan
hasrat menggelora. Tangan Rink menyelinap ke payudaranya. Ia hanya menyisakan pakaian dalam
ketika mem-buka pakaian wanita itu dan menyuruhnya segera berbaring di
ranjang begitu mereka tiba di ru-mah. Bahan sutra itu terasa hangat karena
http://ac-zzz.blogspot.com/
pan-caran panas dari tubuh Caroline. Rink menyen-tuh payudara Caroline,
melepas bra berenda yang menutupinya. Diciuminya bagian itu. "Caroline,
maukah kau menikah denganku""
Caroline tersenrak. Bibir Rink dengan panas terus beraksi. "Bagaimana bisa aku
menolak" Kau memintanya dengan begitu manis."
Rink menindih tubuh Caroline dan me-megangi wajahnya dengan dua tangan.
"Aku ingin kau tahu sesuatu, yang tidak kusadari sampai hari ini." Matanya
tajam menatap Caroline. "Andaipun kau benar-benar menjadi istri Daddy, aku
akan tetap mencintaimu dan menginginkanmu seperti sekarang ini."
Rink melihat mata Caroline berkaca-kaca. Ia juga melihat air mata menitik
jatuh di pipinya. "Aku cinta padamu." Caroline memegang kepala Rink dan
menekannya ke bawah, minta dicium. "Ya, aku mau menikah denganmu."
"Secepatnya"" desak Rink. "Baru empat bulan Daddy meninggal. Orang akan
menggunjingkan kita."
Caroline menggeraikan rambutnya di bantal dan tertawa. "Setelah peristiwa
pagi ini, ke-khawatlran seperti itu tak perlu lagi." Caroline mengelus perutnya
dengan penuh kasih sayang. "Kurasa lebih cepat lebih baik."
"Minggu ini""
"Besok," bisik Caroline, dan Rink tersenyum. "Apa yang ingin kita lakukan
setelah kita me-nikah" Di mana kita akan tinggal""
"Di sini, di The Retreat. Aku harus bolak-balik, ke Atlanta dan ke sini untuk
bisnisku." "Aku ikut bolak-balik bersamamu." "Tidak takut naik pesawat
denganku"" "Aku tidak pernah takut melakukan apa pun bersamamu."
Pernyataan itu mendorong Rink kembaJi men-daratkan ciumannya. "Sementara
kita tinggal di sini, apa yang akan kita lakukan, pindah tempat tidur setiap
beberapa malam"" goda Rink.
"Bagaimana kalau kita memakai ranjangmu saja, dan kamar ini kita jadikan
kamar anak kita""
Rink memandang ke sekeliling kamar, kemu-dian kembali menatap Caroline
dengan penuh kemesraan. "Andai Mama masih hidup, ia pasti senang sekali."
Bibir mereka kembali saling melumat. "Aku tidak bosan-bosan menciummu. Oh,
Tuhan, aku sangat merindukanmu."
Dada dengan bulu yang lebat itu menggesek-gesek dada Caroline, yang masih
basah akibat sentuhan bibirnya. Rink menggenggam tangan Caroline yang
diletakkan di perut bagian b
awah-nya. Gelora seperti merembes masuk ke
perut lalu menuju paha Caroline, seperti mentega yang meleleh. Sambil
menciumi leher Rink, Caroline bergumam, "Rink, buka pakaianmu."
"Brengsek!" maki Rink dan duduk. Pipinya memerah, dan jantungnya berdebar
cepat. "Aku tidak bisa melakukannya sekarang. Kita harus menunda reuni kita.
Aku sudah bilang pada Haney akan mengajakmu turun makan malam begitu kau
bangun." "Oh, astaga!" Caroline menyibakkan selimut dan menurunkan kaki dari ranjang.
"Baru aku ingat. Kita akan kedatangan tamu saat makan malam."
"Tamu" Siapa""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 158
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 158
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Kejutan. Tolong ambilkan pakaianku." Caroline segera beranjak ke meja rias,
mengambil sikat dan merapikan rambutnya. "Apakah aku kelihatan seperti
habis..." Kau tahu maksudku."
Dengan cemas Caroline memerhatikan wajah-nya di cermin ketika ia
menepukkan bedak di bibirnya yang habis diciumi.
Rink memberinya gaun dari bahan wol, pi-lihan yang diambilnya dari lemari.
Dipeluknya Caroline dari belakang, tangannya menggenggam payudara
kekasihnya. Jari-jarinya beraksi. "He-eh. Kau kelihatan seperti habis... kau
tahu." Rink membenamkan wajah di leher Caroline, tepat di belakang telinga, dan
menciumi bagian yang sensitif itu. Sambil mengerang, Caroline menarik napas,
"Rink, aku tidak akan siap bila kau tidak berhenti."
"Aku siap." Rink menekankan kejantanannya ke bokong Caroline. "Aku sudah
siap sejak beberapa jam yang lalu. Kau tahu betapa cantik-nya dirimu ketika
sedang tidur"" "Kau tahu apa yang kumaksud. Siap untuk makan malam."
"Oh, makan malam. Persetan." Rink pura-pura menarik napas, menarik
tangannya dan menjauh dari Caroline.
Setelah tenang, mereka turun untuk bergabung dengan Steve dan Laura Jane di
teras. Tanpa bertanya, Steve menuangkan minuman bourbon campur air untuk
Rink yang mendudukkan Caroline di sofa dengan sangat hati-hati.
"Terima kasih," kata Rink sambil menerima gelas minuman. Ia menatap adik
iparnya dan tersenyum. Andai masih ada keraguan dalam hati Rink tentang
pernikahan Laura Jane, yang ia perlu ia lakukan hanya memandang Laura Jane
dan Steve. Kebahagiaan terpancar di wajah Laura Jane seperti lampu
mercusuar yang me-mancarkan sinar terang benderang di lautan pada malam
hari. Steve rileks, tidak lagi tegang dan defensif. Ia sudah merencanakan
beberapa peru-bahan untuk kandang kuda yang sangat produk-tif. Ia berbicara
dengan Rink pada posisi yang sederajat sekarang. Kedua pria itu makin saling
mengenal dan saling menyukai.
Ketika bel rumah berbunyi, Caroline, membuat Rink cemas, melompat dan lari
ke teras. "Aku yang buka. Nikmati saja minuman ka-Jian."
"Bagaimana ia menyuruhku menikmati mi-numan sementara ia melompatlompat seperti kelinci"' tanya Rink. "Ia seharusnya berhati-hati selama beberapa
bulan pertama ini, bukan""


Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku rasanya tidak percaya Caroline akan punya anak," kata Laura Jane kepada
kakak laki-lakinya. "Yang aku tidak percaya adalah aku orang yang terakhir mengetahui hal itu,"
sahut Rink sambil menatap Steve dengan tatapan menyelidik.
"Mengapa kau tidak meneleponku dan memberi isyarat""
Steve mengangkat bahu tanpa rasa bersalah. "Itu bukan kewajibanku."
Rink mengernyit. Ia ingin mengatakan sesuatu tetapi terdiam karena
kemunculan Caroline di ambang pintu. "Rink, ada yang ingin bertemu
denganmu." Gadis remaja itu menatap ke sekeliling ruangan yang asing baginya dengan
sorot mata gugup. Ia menggigit-gigit bibir. Yang membuat Caroline lega, ia
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 159software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 159
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Kejutan. Tolong ambilkan pakaianku." Caroline segera beranjak ke meja rias,
mengambil sikat dan merapikan rambutnya. "Apakah aku kelihatan seperti
habis..." Kau tahu maksudku."
Dengan cemas Caroline memerhatikan wajah-nya di cermin ketika ia
menepukkan bedak di bibirnya y
ang habis diciumi. Rink memberinya gaun dari bahan wol, pi-lihan yang diambilnya dari lemari.
Dipeluknya Caroline dari belakang, tangannya menggenggam payudara
kekasihnya. Jari-jarinya beraksi. "He-eh. Kau kelihatan seperti habis... kau
tahu." Rink membenamkan wajah di leher Caroline, tepat di belakang telinga, dan
menciumi bagian yang sensitif itu. Sambil mengerang, Caroline menarik napas,
"Rink, aku tidak akan siap bila kau tidak berhenti."
"Aku siap." Rink menekankan kejantanannya ke bokong Caroline. "Aku sudah
siap sejak beberapa jam yang lalu. Kau tahu betapa cantik-nya dirimu ketika
sedang tidur"" "Kau tahu apa yang kumaksud. Siap untuk makan malam."
"Oh, makan malam. Persetan." Rink pura-pura menarik napas, menarik
tangannya dan menjauh dari Caroline.
Setelah tenang, mereka turun untuk bergabung dengan Steve dan Laura Jane di
teras. Tanpa bertanya, Steve menuangkan minuman bourbon campur air untuk
Rink yang mendudukkan Caroline di sofa dengan sangat hati-hati.
"Terima kasih," kata Rink sambil menerima gelas minuman. Ia menatap adik
iparnya dan tersenyum. Andai masih ada keraguan dalam hati Rink tentang
pernikahan Laura Jane, yang ia perlu ia lakukan hanya memandang Laura Jane
dan Steve. Kebahagiaan terpancar di wajah Laura Jane seperti lampu
mercusuar yang me-mancarkan sinar terang benderang di lautan pada malam
hari. Steve rileks, tidak lagi tegang dan defensif. Ia sudah merencanakan
beberapa peru-bahan untuk kandang kuda yang sangat produk-tif. Ia berbicara
dengan Rink pada posisi yang sederajat sekarang. Kedua pria itu makin saling
mengenal dan saling menyukai.
Ketika bel rumah berbunyi, Caroline, membuat Rink cemas, melompat dan lari
ke teras. "Aku yang buka. Nikmati saja minuman ka-Jian."
"Bagaimana ia menyuruhku menikmati mi-numan sementara ia melompatlompat
seperti kelinci"' tanya Rink. "Ia seharusnya berhati-hati selama beberapa
bulan pertama ini, bukan""
"Aku rasanya tidak percaya Caroline akan punya anak," kata Laura Jane kepada
kakak laki-lakinya. "Yang aku tidak percaya adalah aku orang yang terakhir mengetahui hal itu,"
sahut Rink sambil menatap Steve dengan tatapan menyelidik.
"Mengapa kau tidak meneleponku dan memberi isyarat""
Steve mengangkat bahu tanpa rasa bersalah. "Itu bukan kewajibanku."
Rink mengernyit. Ia ingin mengatakan sesuatu tetapi terdiam karena
kemunculan Caroline di ambang pintu. "Rink, ada yang ingin bertemu
denganmu." Gadis remaja itu menatap ke sekeliling ruangan yang asing baginya dengan
sorot mata gugup. Ia menggigit-gigit bibir. Yang membuat Caroline lega, ia
http://ac-zzz.blogspot.com/
tidak memoles bibirnya dengan lipstik mencolok. Ia juga tidak memakai antinganting berbentuk jepitan kertas di telinga, dan tata riasnya tidak semencolok
waktu itu. Pakaian-nya sederhana. Rambutnya masih memakai jeli, tetapi
disisir ke belakang seperti model.
"Caroline bilang aku boleh datang ke sini," kata Alyssa defensif, sambil menoleh
ke arah Caroline. "Aku sudah bilang padanya mungkin kau tidak ingat aku lagi,
tetapi ia bilang kau tetap ingat, jadi...."
Caroline melihat perubahan air muka Rink, dari heran, terkejut, lalu gembira.
Ia meng-gumamkan nama gadis remaja itu, mengulanginya, makin lama makin
keras. Rink merentangkan tangan ketika berada di dekatnya. Tetapi ia tidak
ingin membuat gadis remaja tersebut takut. Sesaat ia berhenti dengan tangan
tetap direntangkan. 383 Caroline mengamati Alyssa, yang datang ke The Retreat naik taksi. Ia melihat
bibir gadis remaja itu bergetar, matanya berkaca-kaca. Alyssa berusaha keras
menahan air matanya agar tidak menitik, tetapi gagal. Sisa ketegarannya tak
ber-tahan lagi, ia lari menghambur ke dalam pelukan Rink, menggosokgosokkan wajah di dada Rink dan memeluk pinggang pria itu.
"Ia tidak terlalu buruk."
Mereka ada di kamar tidur Caroline, berganti pakaian hendak tidur.
"Sama sekali tidak. Hanya salah didik. Perlu diperbaiki. Aku tidak yakin ia
pernah mendapat pendidikan. Seharusnya kau lihat ia ketika aku berkenalan
dengannya. Ia kelihatan seperti wajah yang ada di film-film horor."
"Sudah berapa lama kalian bersahabat"" Rink duduk di ranjang sambil membuka
sepatu dan kaus kaki. "Beberapa minggu. Kami berjumpa dua kali di kota untuk minum milkshake.
Aku mengun-dangnya ke sini malam ini untuk makan malam dengan
kemungkinan kau masih di sini." Caroline membalikkan badan. "Aku gembira
kau masih di sini," katanya lembut.
"Aku juga, jawab Rink. "Kau memberi aku alasan lagi untuk mencintaimu.
Terima kasih, Caroline."
"Terima kasih kembali." Letupan emosi yang memenuhi hatinya membuat suara
Caroline pa-rau seperti suara Rink.
"Kau lihat air mukanya ketika kita mengajak-nya ke Pekan Raya besok" Kurang
ajar si jalang Marilee itu. Aku yakin ia tidak pernah membawa anak itu ke
mana-mana." "Kau memberi pengaruh baik padanya."
"Tidak sebanding dengan kebaikanmu. Aku ingin kita bersamanya sesering
mungkin." "Aku juga begitu. Namun kau yakin ingin pergi ke Pekan Raya itu besok""
"Mengapa tidak"" tanya Rink, sambil melepas celana.
Caroline menatap cermin dan dengan malas-malasan menepis rambutnya ke
belakang. "Seluruh warga kota akan ada di sana. Setelah peris-tiwa hari ini...."
Caroline tidak sempat menyelesaikan per-kataannya. Rink datang ke
belakangnya, mem-balik tubuhnya, dan menciuminya. Akhirnya ia mengangkat
kepala. "Aku akan membawamu berkeliling di Pekan Raya. Kita akan menyapa
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 160software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 160
http://ac-zzz.blogspot.com/
tidak memoles bibirnya dengan lipstik mencolok. Ia juga tidak memakai antinganting
berbentuk jepitan kertas di telinga, dan tata riasnya tidak semencolok
waktu itu. Pakaian-nya sederhana. Rambutnya masih memakai jeli, tetapi
disisir ke belakang seperti model.
"Caroline bilang aku boleh datang ke sini," kata Alyssa defensif, sambil menoleh
ke arah Caroline. "Aku sudah bilang padanya mungkin kau tidak ingat aku lagi,
tetapi ia bilang kau tetap ingat, jadi...."
Caroline melihat perubahan air muka Rink, dari heran, terkejut, lalu gembira.
Ia meng-gumamkan nama gadis remaja itu, mengulanginya, makin lama makin
keras. Rink merentangkan tangan ketika berada di dekatnya. Tetapi ia tidak
ingin membuat gadis remaja tersebut takut. Sesaat ia berhenti dengan tangan
tetap direntangkan. 383 Caroline mengamati Alyssa, yang datang ke The Retreat naik taksi. Ia melihat
bibir gadis remaja itu bergetar, matanya berkaca-kaca. Alyssa berusaha keras
menahan air matanya agar tidak menitik, tetapi gagal. Sisa ketegarannya tak
ber-tahan lagi, ia lari menghambur ke dalam pelukan Rink, menggosokgosokkan
wajah di dada Rink dan memeluk pinggang pria itu.
"Ia tidak terlalu buruk."
Mereka ada di kamar tidur Caroline, berganti pakaian hendak tidur.
"Sama sekali tidak. Hanya salah didik. Perlu diperbaiki. Aku tidak yakin ia
pernah mendapat pendidikan. Seharusnya kau lihat ia ketika aku berkenalan
dengannya. Ia kelihatan seperti wajah yang ada di film-film horor."
"Sudah berapa lama kalian bersahabat"" Rink duduk di ranjang sambil membuka
sepatu dan kaus kaki. "Beberapa minggu. Kami berjumpa dua kali di kota untuk minum milkshake.
Aku mengun-dangnya ke sini malam ini untuk makan malam dengan
kemungkinan kau masih di sini." Caroline membalikkan badan. "Aku gembira
kau masih di sini," katanya lembut.
"Aku juga, jawab Rink. "Kau memberi aku alasan lagi untuk mencintaimu.
Terima kasih, Caroline."
"Terima kasih kembali." Letupan emosi yang memenuhi hatinya membuat suara
Caroline pa-rau seperti suara Rink.
"Kau lihat air mukanya ketika kita mengajak-nya ke Pekan Raya besok" Kurang
ajar si jalang Marilee itu. Aku yakin ia tidak pernah membawa anak itu ke
mana-mana." "Kau memberi pengaruh baik padanya."
"Tidak sebanding dengan kebaikanmu. Aku ingin kita bersamanya sesering
mungkin." "Aku juga begitu. Namun kau yakin ingin pergi ke Pekan Raya itu besok""
"Mengapa tidak"" tanya Rink, sambil melepas celana.
Caroline menatap cermin dan dengan malas-malasan menepis rambutnya ke
belakang. "Seluruh warga kota akan ada di sana. Setelah peris-tiw
a hari ini...." Caroline tidak sempat menyelesaikan per-kataannya. Rink datang ke
belakangnya, mem-balik tubuhnya, dan menciuminya. Akhirnya ia mengangkat
kepala. "Aku akan membawamu berkeliling di Pekan Raya. Kita akan menyapa
http://ac-zzz.blogspot.com/
setiap orang yang kita temui. Dan aku akan mengatakan kepada setiap orang,
siapa pun yang ingin tahu dan tidak ingin tahu, betapa aku sangat mencintaimu
dan tidak sabar untuk me-lihat anakku."
Caroline meletakkan dahinya di dada Rink. "Aku sangat mencintaimu. Kau
sangat baik." "Kau juga sangat baik," bisik Rink, sambil menjauhkan tubuhnya dengan
lembut. Matanya menatap seluruh tubuh Caroline penuh hasrat. Baju tidur yang
menampakkan lekuk tubuh Caroline sangat menggairahkannya, menonjolkan
payudara, pangkal pahanya. "Kau cantik sekali, Caroline."
Rink mengelus seluruh tubuh Caroline yang terbalut satin, lalu perlahan-lahan
menurunkan-nya dengan gerakan tangan yang piawai. Payu-dara Caroline
bereaksi ketika jemari Rink rerus bergerak. Punggung tangannya mengelus
pahanya, membuat Caroline menggelinjang.
Caroline tahu, sejenak lagi ia akan lupa diri. "Rink, tunggu." Tangan Rink
terentang, ibu jarinya mengelus-elus. "Aku... aku punya sesuatu untuk
kuberikan padamu." "Aku juga punya sesuatu yang ingin kuberikan padamu," gumam Rink sambil
membenamkan kepala. Lidahnya ikut beraksi, sementara ibu jarinya merabaraba dan menemukan yang dicari. "Apakah pemberianmu bisa menunggu""
"Aku... aku kira... begitu."
"Aku tidak," kata Rink sambil mengambil tangan Caroline dan meletakkannya di
kejan-tanannya. Rink mengaitkan jarinya pada celana dalam Caroline dan menariknya ke bawah
sehingga Caroline bisa melepaskannya. Caroline berdiri di hadapan Rink dalam
keadaan telanjang bulat. Rink menggendongnya ke ranjang. Caroline berbaring,
Rink membuka celana dalamnya dan menindihkan tubuhnya yang juga tanpa
selembar pakaian pun di atas tubuh Caroline.
Ia berlutut di antara paha Caroline. "Aku cinta padamu. Aku selalu
mencintaimu, Caroline. Dulu aku mengumpat datangnya hari baru. Ka-rena aku
terbangun dengan pikiran melayang padamu, mencari dirimu, memikirkan apa
yang kaulakukan, kauinginkan, ingin sekali melihat wajahmu. Kini aku
menantikan datangnya hari baru, karena aku bangun tidur untuk mencintai-mu
dan tahu kau pun mencintaiku."
Rink menyentuh perut Caroline dengan bibir-nya. Ia yakin bayinya tidur dengan
aman di dalam perut perempuan yang sangat dicintainya itu. Caroline
meletakkan tangannya di kepala laki-laki yang dicintainya dengan takjub
karena ternyata hidup menganugerahkan kebahagiaan sedemikian rupa. Hasrat
dan cinta saling bertaut, menerpa tubuh Caroline seperti angin sepoi-sepoi.
Dengan tangan yang masih mengelus payudara Caroline, Rink menunduk,
mencium tubuh Caroline. Ia tidak ingin menahan diri lebih lama lagi, ia ingin
memberikan segalanya. "Tidak akan melukai bayinya"' Rink menaikkan tubuhnya ke atas tubuh Caroline
dan menyatukan diri mereka.
"Ya." Rink menguasai Caroline dengan perasaan yang meluap-luap, penuh cinta dan
kasih sayang. Pinggulnya bergerak berirama. Caroline men-dekap Rink eratwww.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 161software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 161
http://ac-zzz.blogspot.com/
setiap orang yang kita temui. Dan aku akan mengatakan kepada setiap orang,
siapa pun yang ingin tahu dan tidak ingin tahu, betapa aku sangat mencintaimu
dan tidak sabar untuk me-lihat anakku."
Caroline meletakkan dahinya di dada Rink. "Aku sangat mencintaimu. Kau
sangat baik." "Kau juga sangat baik," bisik Rink, sambil menjauhkan tubuhnya dengan
lembut. Matanya menatap seluruh tubuh Caroline penuh hasrat. Baju tidur yang
menampakkan lekuk tubuh Caroline sangat menggairahkannya, menonjolkan
payudara, pangkal pahanya. "Kau cantik sekali, Caroline."
Rink mengelus seluruh tubuh Caroline yang terbalut satin, lalu perlahan-lahan
menurunkan-nya dengan gerakan tangan yang piawai. Payu-dara Caroline
bereaksi ketika jemari Rink rerus bergerak. Punggung tangannya mengel
us pahanya, membuat Caroline menggelinjang.
Caroline tahu, sejenak lagi ia akan lupa diri. "Rink, tunggu." Tangan Rink
terentang, ibu jarinya mengelus-elus. "Aku... aku punya sesuatu untuk
kuberikan padamu." "Aku juga punya sesuatu yang ingin kuberikan padamu," gumam Rink sambil
membenamkan kepala. Lidahnya ikut beraksi, sementara ibu jarinya merabaraba
dan menemukan yang dicari. "Apakah pemberianmu bisa menunggu""
"Aku... aku kira... begitu."
"Aku tidak," kata Rink sambil mengambil tangan Caroline dan meletakkannya di
kejan-tanannya. Rink mengaitkan jarinya pada celana dalam Caroline dan menariknya ke bawah
sehingga Caroline bisa melepaskannya. Caroline berdiri di hadapan Rink dalam
keadaan telanjang bulat. Rink menggendongnya ke ranjang. Caroline berbaring,
Rink membuka celana dalamnya dan menindihkan tubuhnya yang juga tanpa
selembar pakaian pun di atas tubuh Caroline.
Ia berlutut di antara paha Caroline. "Aku cinta padamu. Aku selalu
mencintaimu, Caroline. Dulu aku mengumpat datangnya hari baru. Ka-rena aku
terbangun dengan pikiran melayang padamu, mencari dirimu, memikirkan apa
yang kaulakukan, kauinginkan, ingin sekali melihat wajahmu. Kini aku
menantikan datangnya hari baru, karena aku bangun tidur untuk mencintai-mu
dan tahu kau pun mencintaiku."
Rink menyentuh perut Caroline dengan bibir-nya. Ia yakin bayinya tidur dengan
aman di dalam perut perempuan yang sangat dicintainya itu. Caroline
meletakkan tangannya di kepala laki-laki yang dicintainya dengan takjub
karena ternyata hidup menganugerahkan kebahagiaan sedemikian rupa. Hasrat
dan cinta saling bertaut, menerpa tubuh Caroline seperti angin sepoi-sepoi.
Dengan tangan yang masih mengelus payudara Caroline, Rink menunduk,
mencium tubuh Caroline. Ia tidak ingin menahan diri lebih lama lagi, ia ingin
memberikan segalanya. "Tidak akan melukai bayinya"' Rink menaikkan tubuhnya ke atas tubuh Caroline
dan menyatukan diri mereka.
"Ya." Rink menguasai Caroline dengan perasaan yang meluap-luap, penuh cinta dan


Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kasih sayang. Pinggulnya bergerak berirama. Caroline men-dekap Rink erat
http://ac-zzz.blogspot.com/
erat. Mereka saling memberi dan menerima sebagai ungkapan cinta mereka
yang membara. Setelah mencapai puncak, mereka menikmatinya berbarengan,
bersama berpacu me-raih puncak surga dunia sambil berpelukan.
Beberapa saat kemudian, selagi mengeringkan tubuh sesudah mandi, Caroline
berkata, "Kau tidak memberiku kesempatan untuk memberikan hadiahku
padamu." "Maksudmu, mau tambah lagi"" Sambil meng-goda Rink menepuk bokong
Caroline yang naik ke ranjang. "Aku tidak mampu memberikan yang lebih
istimewa daripada apa yang barusan kuberikan padamu."
"Ini serius." Caroline beranjak ke lemari antik dan membuka lacinya. Dari dalam
laci ia me-ngeluarkan gulungan kertas. Diberikannya gu-lungan kertas itu
kepada Rink, lalu ia berdiri di jendela, membelakangi Rink.
Bulan purnama memancarkan sinar keperakan di permukaan rumput yang
terhampar luas. Su-ngai yang berkelok-kelok di antara pepohonan di kejauhan
tampak seperti pita yang berkilauan. Caroline sangat mencintai tempat ini.
Tetapi ia jauh lebih mencintai laki-laki yang menempati tempat ini.
Caroline mendengar suara gemeresik kertas. Ia tahu Rink sedang membaca
tulisan yang berisi keputusan The Retreat dialihkan menjadi miliknya. Suara
langkah kaki Rink yang men-dekati Caroline diredam ketebalan permadani di
sekelilingnya. "Aku tidak bisa menerima ini, Caroline. The Retreat ini milikmu."
Caroline berbalik menghadap Rink. "Tidak pernah akan menjadi milikku, Rink.
Rumah ini senantiasa akan menjadi milikmu. Itulah sebabnya aku sangat
mencintai tempat ini. Tanpa kau di dalamnya, rumah ini tidak punya arti apaapa. Kaulah detak jantungnya. Sebagaimana arti diri-mu bagiku."
Caroline mendekati Rink dan meletakkan ta-ngannya di dada pria itu. "Karena
cintaku pada-mu, aku memberikan apa yang kurasa sangat kucintai di dunia ini.
Cintailah aku, tinggalkan keangkuhan dirimu, cintai aku apa adanya."
Rink menatap Caroline beberapa saat, kemu-dian menatap kertas di tangannya.
Digu lungnya kertas itu dengan hati-hati, dan disimpannya di lemari. "Aku
terima dengan satu syarat. Bahwa kau bersedia tinggal di The Retreat ini
bersamaku seumur hidupmu. Kau berjanji kita akan selalu saling mencintai di
sini dan punya anak di sini. Kita tidak akan pernah membiarkan kepedihan
hidup yang pernah menimpa diri kita terjadi lagi."
Caroline tersenyum bahagia. "Aku berjanji."
Rink menciumnya sebagai tanda sumpah setia. Kemudian ia memeluk Caroline
dan menggen-dongnya kembali ke tempat tidur mereka.
The End www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 162software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 162
http://ac-zzz.blogspot.com/
erat. Mereka saling memberi dan menerima sebagai ungkapan cinta mereka
yang membara. Setelah mencapai puncak, mereka menikmatinya berbarengan,
bersama berpacu me-raih puncak surga dunia sambil berpelukan.
Beberapa saat kemudian, selagi mengeringkan tubuh sesudah mandi, Caroline
berkata, "Kau tidak memberiku kesempatan untuk memberikan hadiahku
padamu." "Maksudmu, mau tambah lagi"" Sambil meng-goda Rink menepuk bokong
Caroline yang naik ke ranjang. "Aku tidak mampu memberikan yang lebih
istimewa daripada apa yang barusan kuberikan padamu."
"Ini serius." Caroline beranjak ke lemari antik dan membuka lacinya. Dari dalam
laci ia me-ngeluarkan gulungan kertas. Diberikannya gu-lungan kertas itu
kepada Rink, lalu ia berdiri di jendela, membelakangi Rink.
Bulan purnama memancarkan sinar keperakan di permukaan rumput yang
terhampar luas. Su-ngai yang berkelok-kelok di antara pepohonan di kejauhan
tampak seperti pita yang berkilauan. Caroline sangat mencintai tempat ini.
Tetapi ia jauh lebih mencintai laki-laki yang menempati tempat ini.
Caroline mendengar suara gemeresik kertas. Ia tahu Rink sedang membaca
tulisan yang berisi keputusan The Retreat dialihkan menjadi miliknya. Suara
langkah kaki Rink yang men-dekati Caroline diredam ketebalan permadani di
sekelilingnya. "Aku tidak bisa menerima ini, Caroline. The Retreat ini milikmu."
Caroline berbalik menghadap Rink. "Tidak pernah akan menjadi milikku, Rink.
Rumah ini senantiasa akan menjadi milikmu. Itulah sebabnya aku sangat
mencintai tempat ini. Tanpa kau di dalamnya, rumah ini tidak punya arti apaapa.
Kaulah detak jantungnya. Sebagaimana arti diri-mu bagiku."
Caroline mendekati Rink dan meletakkan ta-ngannya di dada pria itu. "Karena
cintaku pada-mu, aku memberikan apa yang kurasa sangat kucintai di dunia ini.
Cintailah aku, tinggalkan keangkuhan dirimu, cintai aku apa adanya."
Rink menatap Caroline beberapa saat, kemu-dian menatap kertas di tangannya.
Digulungnya kertas itu dengan hati-hati, dan disimpannya di lemari. "Aku
terima dengan satu syarat. Bahwa kau bersedia tinggal di The Retreat ini
bersamaku seumur hidupmu. Kau berjanji kita akan selalu saling mencintai di
sini dan punya anak di sini. Kita tidak akan pernah membiarkan kepedihan
hidup yang pernah menimpa diri kita terjadi lagi."
Caroline tersenyum bahagia. "Aku berjanji."
Rink menciumnya sebagai tanda sumpah setia. Kemudian ia memeluk Caroline
dan menggen-dongnya kembali ke tempat tidur mereka.
The End tamat Perawan Lembah Wilis 3 Pendekar Hina Kelana 4 Tiga Iblis Pulau Berhala Pedang Pelangi 14
^