Eldest 10
Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini Bagian 10
Ia ingat Oromis menariknya ke samping, menjauhi musik, dan bertanya pada elf itu, "Ada apa""
"Kau harus menjernihkan pikiran." Oromis membimbingnya ke pohon tumbang dan memaksanya duduk. "Tetap di sini sebentar. Kau akan merasa lebih baik."
"Aku baik-baik saja. Aku tidak perlu beristirahat," Eragon memprotes.
"Kau sedang tidak dalam posisi untuk menilai dirimu sendiri sekarang. Tetap di sini hingga kau bisa menyusun daftar mantra perubahan, besar dan kecil, dan sesudah itu kau boleh bergabung lagi dengan kami. Berjanjilah."....
Ia ingat makhluk-makhluk yang gelap dan aneh, melayang-layang dari kedalaman hutan. Sebagian besar hewan-hewan yang telah diubah akumulasi mantra di Du Weldenvarden dan sekarang tertarik ke Agaeti Blodhren seperti orang kelaparan tertarik pada makanan. Mereka tampaknya menemukan nutrisi dalam kehadiran sihir elf. Sebagian besar berani menampakkan diri hanya berupa sepasang mata yang bercahaya di tepi cahaya lentera. Satu hewan yang berani benar-benar menampakkan diri adalah serigala siluman betina--dalam bentuk wanita berjubah putih--yang pernah ditemui Eragon. Wanita itu mengintai dari balik sesemakan dogwood, gigi-gigi bagai pisau terlihat dalam seringai geli, matanya yang kuning menyambar-nyambar dari satu tempat ke tempat lain.
Tapi tidak semua makhluk merupakan hewan. Beberapa adalah elf yang mengubah bentuk asli mereka demi fungsi atau dalam usaha memburu gagasan keindahan yang lain. Seorang elf yang terbungkus bulu-bulu yang tegak melompati Eragon dan terus melompat-lom
pat, dengan tangan dan kaki maupun dengan kaki saja. Kepalanya sempit dan memanjang dengan telinga seperti kucing, lengannya menjuntai hingga lutut, dan tangannya yang berjari panjang dilengkapi bantalan kasar pada telapaknya.
Kemudian, dua elf wanita yang identik tampil ke hadapan saphira. Mereka berjalan dengan luwes dan, sewaktu menyentuhkan jari ke bibir memberi salam tradisional, Eragon melihat kmari mereka berlapis selaput tembus pandang. "Kami datang dan jauh " bisik mereka. Sementara mereka berbicara, tiga baris insang berdenyut-denyut di leher mereka yang ramping, menampakkan daging merah muda di baliknya. Kulit mereka kemilau seakan berlapis minyak. Rambut mereka tergerai melewati bahu yang sempit.
Eragon bertemu elf yang bersisik seperti naga, dengan tonjolan tulang di atas kepala, jajaran paku yang memanjang di punggung dan dua api pucat yang berkelap-kelip dalam cuping hidungnya.
Dan Ia bertemu elf-elf lain yang tidak semudah itu dikenali: elf yang tampak bergoyang-goyang seakan berada di bawah air; elf yang, sewaktu tidak bergerak, tak bisa dibedakan dari pepohonan; elf-elf jangkung bermata hitam, bahkan di tempat putih mata seharusnya berada, yang memiliki keindahan luar biasa yang menakutkan Eragon dan, sewaktu mereka kebetulan menyentuh apa pun, menembusnya seperti bayang-bayang.
Contoh terhebat dari fenomena ini adalah pohon Menoa yang dulu adalah elf bernama Linnea. Pohon itu tampak hidup lebih cepat karena kesibukan di lapangan. Cabang. cabangnya bergerak, sekalipun tidak ada angin yang menyentuhnya, terkadang derakan batangnya bisa didengar mengikuti suara musik, dan aura kedermawanan yang lembut menyebar dari pohon itu dan menyelimuti semua yang ada di dekatnya....
Dan ia ingat dua serangan rasa sakit di punggungnya, menjerit dan mengerang dalam keremangan sementara elf-elf sinting melanjutkan pemujaan mereka di sekitarnya dan hanya Saphira yang mendekat untuk menjaganya....
Di hari ketiga Agaeti Blodhren, atau begitulah yang diketahui Eragon kelak, ia menyampaikan puisinya pada para elf. Ia berdiri dan berkata, "Aku bukan tukang besi, dan tidak ahli memahat atau menenun atau membuat tembikar atau melukis atau seni apa pun. Aku juga tidak bisa menyamai prestasi kalian dalam mantra. Dengan begitu, yang tersisa bagiku ha, nyalah pengalamanku sendiri, yang kucoba menafsirkannya melalui lensa cerita, sekalipun aku juga bukan penulis." Lalu, dengan gaya seperti Brom di Carvahall, Eragon membaca:
Di kerajaan dekat laut, Di pegunungan yang berselimutkan kebiruan,
Di hari beku terakhir musim dingin,
Dilahirkan seseorang dengan hanya satu tugas:
Membunuh musuh dalam Durza,
Di tanah bayang-bayang. Dibesarkan keramahan dan kebijakan
Di bawah pohon-pohon ek setua waktu,
Ia lari bersama rusa dan bergulat dengan beruang,
Dan dart para tetuanya mempelajari keahlian,
Untuk membunuh musuh dalam Durza,
Di tanah bayang-bayang. Diajar memata-matai pencuri berpakaian hitam,
Sewaktu ia meraih yang lemah dan yang hat,
Untuk menangkis pukulannya dan melawan musuh
Dengan kain dan batu dan tanaman dan tulang;
Dan membunuh musuh dalam Durza,
Di tanah bayang-bayang. Secepat pikiran, tahun berganti,
Hingga pria itu matang, Tubuhnya terbakar kemurkaan hebat,
Sementara ketidaksabaran muda membakar pembuluh darahnya.
Lalu ia bertemu wanita cantik,
Yang jangkung dan kuat dan bijaksana,
Alisnya dihiasi Cahaya Geda,
Yang bersinar ke gaunnya yang melambai.
Di matanya yang sebiru tengah malam,
Dalam genangan-genangan teka-teki itu,
Tampak baginya masa depan yang cerah,
Yang bersama, tak akan bisa mereka raih
Untuk menakuti musuh dalam Durza,
Di tanah bayang-bayang. Jadi Eragon menceritakan bagaimana orang itu berpetualang ke tanah Durza, tempat ia menemukan dan melawan musuh, sekalipun kengerian yang dingin menguasai hatinya. Tapi walau akhirnya menang, ia menanggung kekalahan fatal, karena setelah sekarang mengalahkan musuh, ia tidak takut pada kematian dunia fana. Ia tidak perlu membunuh musuh dalam Durza. Lalu pria itu menyarungkan pedang dan pulang dan menikahi kekasihnya menjelang musim panas
. Bersamanya ia menghabiskan banyak hari dengan puas hingga janggutnya panjang dan beruban. Tapi:
Dalam kegelapan sebelum subuh,
Dalam kamar tempat pria itu tidur,
Si musuh, ia mengendap-endap dan menjulang di atas
Musuh perkasanya sekarang begitu lemah.
Dari bantalnya pria itu Mengangkat kepala dan menatap
Wajah Maut yang dingin dan hampa,
Raja malam yang abadi. Penerimaan yang tenang memenuhi pria itu
Hati yang telah menua; karena dulu
Ia kehilangan rasa takut terhadap pelukan Maut,
Pelukan terakhir yang akan dikenalnya.
Selembut angin pagi, Musuh membungkuk dan dari pria itu
Rohnya yang berpendar dan berdenyut-denyut diambil,
Dan dalam kedamaian mereka pergi untuk tinggal,
Selamanya di Durza, Di tanah bayang-bayang. Eragon membisu dan, sadar akan tatapan-tatapan yang terarah padanya, menunduk dan bergegas duduk kembali. merasa malu karena telah mengungkap begitu banyak tentang dirinya.
Seorang bangsawan elf, Dathedr, berkata, "Kau meremehkan diri sendiri, Shadeslayer. Tampaknya kau menemukan bakat baru."
Islanzadi mengangkat satu tangan yang pucat. "Karyamu akan ditambahkan ke perpustakaan agung Tialdari Hall, Eragon-finiarel, agar semua yang ingin, bisa menghargainya. Sekalipun puisimu alegori, aku yakin itu membantu banyak dari kami memahami kekerasan yang kauhadapi sejak menemukan telur Saphira, yang merupakan, bukan dengan cara yang kecil, tangung jawab kami. Kau harus membacakannya lagi untuk kami agar kami bisa memikirkannya lebih jauh."
Dengan senang, Eragon membungkuk dan memenuhi perintah Ratu. Sesudahnya tiba giliran Saphira menyampaikan karyanya pada para elf. Ia terbang ke malam dan kembali membawa batu hitam sebesar pria besar di cakarnya. Setelah mendarat dengan kaki belakang, ia meletakkan batu itu tegak di tengah padang rumput, hingga semua orang bisa melihatnya. Batu yang mengilap itu telah dicairkan dan entah bagaimana dibentuk menjadi lengkungan-lengkungan rumit yang berkaitan, seperti ombak beku. Lidah-lidah batu yang membeku saling memuntir dalam pola yang begitu rumit hingga mata sulit menyusuri salah satunya dari dasar ke puncak, melainkan selalu melompat ke pola berikutnya.
Karena ini pertama kalinya melihat ukiran itu, Eragon menatapnya dengan minat yang sama besar seperti para elf.
Bagaimana caramu membuatnya"
Mata Saphira berbinar geli. Dengan menjilati batu cair. Lalu ia membungkuk dan menyemburkan api ke batu, memandikannya dengan pilar keemasan yang menanjak ke bintang-bintang dan mencakarnya dengan jemari. Sewaktu Saphira menutup rahangnya, tepi-tepi ukiran yang setipis kertas membara merah, sementara api-api kecil bergoyang dalam lubang-lubang dan ceruk-ceruk gelap di seluruh batu. Lengkungan-lengkungan di batu tampak bergerak diterangi cahaya yang menghipnotis itu.
Para elf berseru keheranan, bertepuk tangan dan menari-nari di sekitar batu. Seorang elf berseru, "Bagus sekali, Sisik Terang"
lndah sekali, kata Eragon.
Saphira menyentuh lengan Eragon dengan hidungnya. Terima kasih, makhluk kecil.
Lalu Glaedr menampilkan karyanya: sepotong ek merah yang diukir dengan ujung cakarnya membentuk Ellesmera yang dipandang dari ketinggian. Dan Oromis menunjukkan sumbangannya: dokumen lengkap yang sering dilihat Eragon digambarinya selama pelajaran mereka. Di sepanjang paro atas gulungan itu terdapat deretan huruf--tiruan "The Lay of Vestari the Mariner" --sementara di paro bawah terdapat lukisan panorama yang fantastis, dibuat dengan nilai seni tinggi, terinci dan ahli.
Arya meraih tangan Eragon saat itu dan mengajaknya menembus hutan ke pohon Menoa, di mana ia berkata, "Lihat bagaimana api silumannya meredup. Kita memiliki waktu beberapa jam sebelum subuh tiba dan kita harus kembali ke dunia logika yang dingin."
Di sekitar pohon, puluhan elf berkumpul, wajah mereka cerah karena antisipasi yang penuh semangat. Dengan anggun, Islanzadi muncul dari tengah mereka dan berjalan menyusuri akar selebar jalan setapak hingga akar itu miring ke atas dan berputar. Islanzadi berdiri di hamparan melengkung itu, memandang para elf ramping yang menunggu. "Sebagaimana kebiasaan kit
a, dan sebagaimana yang disetujui pada akhir Perang Naga oleh Ratu Tarmunora, Eragon pertama, dan naga putih yang mewakili rasnya--ia yang namanya tidak bisa disebut dalam bahasa ini atau bahasa mana pun--sewaktu mereka mengikat takdir elf dan naga menjadi satu, kita bertemu untuk menghormati sumpah darah dengan lagu, tarian, dan buah susah payah kita. Terakhir kali perayaan ini diselenggarakan, bertahun-tahun yang lalu, situasi kita benar-benar gawat. Sejak itu situasi kita agak lebih baik, berkat usaha kita, para kurcaci, dan kaum Varden, sekalipun Alagaesia masih berada di bawah bayang-bayang gelap Wyrdfell dan kita masih harus hidup menanggung malu karena telah mengecewakan para naga.
"Dari antara para Penunggang yang dulu, hanya Oromis dan Glaedr yang tersisa. Brom dan banyak yang lainnya telah memasuki kehampaan selama seabad terakhir. Tapi harapan baru telah diberikan pada kita dalam bentuk Eragon dan Saphira, dan sudah selayaknya mereka berada di sini sekarang, sementara kita mengulangi sumpah di antara ketiga ras kita."
Dengan isyarat dari Ratu, para elf mengosongkan tempat yang luas di dasar pohon Menoa. Di sekeliling tepinya, mereka menancapkan lentera-lentera yang dipasang pada tiang berukir, sementara musisi yang memainkan suling, harpa, dan drum berkumpul di tepi salah satu akar yang panjang. Dengan dibimbing Arya ke tepi lingkaran, Eragon mendapati dirinya duduk di antara elf itu dan Oromis, sementara Saphira dan Glaedr berjongkok di kedua sisi mereka seperti bukit penuh mata.
Kepada Eragon dan Saphira, Oromis berkata, "Perhatikan baik-baik, karena ini sangat penting bagi warisanmu sebagai Penunggang.
Sesudah semua elf duduk, kedua wanita elf berjalan ke tengah ruang kosong dan berdiri saling memunggungi. Mereka sangat cantik dan identik dalam segala segi, kecuali rambut mereka: yang satu berambut sehitam kolam yang terlupakan, dan yang lain kemilau seperti kawat perak yang dibakar.
"Para Penjaga, Iduna dan Neya," bisik Oromis.
Dari bahu Islanzadi, Blagden menjerit, "Wyrda!"
Bergerak bersama, kedua elf itu mengangkat tangan ke bros di tenggorokan mereka, membukanya, dan membiarkan jubah mereka jatuh. Sekalipun mereka tidak berpakaian, kedua wanita itu terbungkus tato naga yang bercahaya. Tato itu dimulai dari ekor naga yang melilit di pergelangan kaki kiri Iduna, naik ke kaki dan pahanya, melewati dadanya, lalu menyeberang ke punggung Neya, berakhir dengan kepala naga di dada Neya. Setiap sisik naga itu berbeda warnanya; pendar cahayanya menyebabkan tato tersebut tampak seperti pelangi.
Kedua wanita elf itu saling mengaitkan tangan dan lengan hingga naganya tampak utuh, menggeliat-geliat dari satu tubuh ke tubuh yang lain tanpa jeda. Lalu mereka masing-masing mengangkat kaki yang telanjang dan menurunkannya ke tanah padat diiringi bunyi buk pelan.
Dan lagi: buk. Pada buk ketiga, para musisi memukul drum mereka berirama. Satu buk lagi dan para pemain harpa memetik instrumen mereka yang berlapis emas, lalu sesaat sesudah itu, para elf yang memainkan suling menggabungkan diri dalam melodi yang berdenyut-denyut.
Mula-mula dengan lambat, tapi kemudian semakin cepat, Iduna dan Neya mulai menari, menandai irama dengan hentakan kaki di tanah dan menggeliat-geliat hingga tampaknya bukan mereka yang bergerak tapi naga pada tubuh mereka. Merek terus berputar-putar, dan naganya terbang berputar-putar tanpa henti di kulit mereka.
Lalu si kembar menambahkan suara mereka ke musiknya semakin lama semakin keras, bait-baitnya merupakan mantra yang begitu rumit hingga Eragon tidak bisa memahami artinya. Seperti angin yang semakin kencang sebelum badai, para elf turut melantunkan mantra, menyanyi dengan satu lidah, satu pikiran, dan satu niat. Eragon tidak memahami kata-katanya tapi mendapati dirinya bernyanyi tanpa suara bersama para elf, hanyut oleh irama yang tidak bisa dijelaskan itu. Ia mendengar Saphira dan Glaedr bersenandung seirama, denyutan dalam yang begitu kuat hingga bergetar dalam tulang-tulangnya dan menyebabkan kulitnya terasa geli dan udara berpendar.
Iduna dan Neya berputar semakin cepat hingga
kaki mereka mengabur dan rambut mereka mengembang di sekitar mereka, dan mereka tampak kemilau akibat lapisan keringat. Kedua wanita elf itu mencapai kecepatan yang tidak manusiawi dan musik memuncak dalam keributan lantunan mantra. Lalu cahaya menyambar sepanjang tato naga, dari kepala ke ekor, dan naganya bergerak. Mula-mula Eragon mengira matanya menipu, hingga makhluk itu mengerjapkan mata, mengangkat sayap, dan mengepalkan cakar.
Api menyembur dari rahang naga itu dan ia menerjang maju, menarik diri hingga lepas dari kulit kedua elf, menanjak ke udara, di mana ia membubung, mengepak-ngepakkan sayap. Ujung ekornya tetap tersambung ke si kembar di bawah, seperti tali ari-ari yang bercahaya. Makhluk raksasa itu menjulur ke bulan yang hitam dan meraung keras, lalu berbalik dan mengamati para elf yang berkumpul.
Saat pandangan naga jatuh padanya, Eragon tahu makhluk itu bukan sekadar penampakan tapi makhluk berkesadara yang terikat dan dipertahankan dengan sihir. Senandung Saphira dan Glaedr bertambah keras hingga menghalangl semua suara lain dari teling Eragon. Di atas, hantu ras mereka membungkuk di atas para elf, menyingkirkan mereka dengan sapuan sayapnya. Ia berhenti di depan Eragon, menelannya dalam tatapan yang berputar-putar tanpa akhir. Terdorong naluri, Eragon mengangkat tangan kanannya, telapak tangannya terasa geli. Dalam benaknya menggema suara api: Hadiah dari kami agar kau bisa melakukan apa yang harus kaulakukan.
Naga itu melekukkan lehernya dan, dengan moncongnya, menyentuh jantung gedwey ignasia Eragon. Bunga api berlompatan di antara keduanya, dan Eragon mengejang sementara panas luar biasa menerobos tubuhnya, melahap organ-organ dalamnya. Pandangannya berubah merah dan hitam, dan bekas luka di punggungnya membara seakan dicap dengan besi panas. Dalam usahanya menyelamatkan diri, ia jatuh jauh ke dalam dirinya, di mana kegelapan menyambarnya dan ia tidak berdaya melawan.
Akhirnya, ia kembali mendengar suara api berkata, Hadiah dari kami untukmu.
DI RAWA-RAWA BERBINTANG Eragon sendirian saat terjaga.
Ia membuka mata menatap langit-langit berukir rumah pohon yang dihuninya bersama Saphira. Di luar, malam masih berkuasa dan suara-suara pujian para elf mengalun dan kota yang berkilau di bawah.
Sebelum ia menyadari lebih dari itu, Saphira melompat memasuki benaknya, memancarkan keprihatinan dan kegelisahan. Bayangan melintas ke dalam benak Eragon, bayangan Saphira berdiri di samping Islanzadi di pohon Menoa, lalu naga itu bertanya, Bagaimana keadaanmu"
Aku merasa... enak. Lebih baik daripada yang lama kurasakan. Berapa lama aku-
Hanya satu jam. Aku ingin menemanimu, tapi mereka membutuhkan Oromis, Glaedr, dan aku untuk menyelesaikan upacaranya. Kau seharusnya melihat reaksi para elf sewaktu kau pingsan. Belum pernah ada kejadian seperti itu.
Apakah kau yang menyebabkan ini, Saphira"
Bukan pekerjaanku sendiri, juga bukan Glaedr saja. Kenangan akan ras kami, yang diberi bentuk dan isi oleh sihir elf, mengurapimu dengan keahlian yang dimiliki kami para naga karena kaulah harapan terbaik kami untuk menghindari kepunahan.
Aku tidak mengerti. Lihatlah ke cermin, Saphira memberi saran. Lalu beristirahat dan pulihkanlah dirimu, dan aku akan menemuimu saat subuh nanti.
Saphira pergi, dan Eragon bangkit dan menggeliat, heran karena kebugaran yang dirasakannya. Dalam perjalanan ke kamar mandi, ia mengambil cermin yang digunakannya bercukur mengarahkannya ke cahaya lentera terdekat.
Eragon membeku terkejut. Rasanya seolah puluhan perubahan fisik yang seiring dengan waktu mengubah penampilan Penunggang manusia--yang mulai dialami Eragon sejak terikat dengan Saphira--telah diselesai sewaktu ia pingsan. Wajahnya sekarang halus dan bersudut seperti wajah elf, dengan telinga lancip seperti telinga mereka dan mata miring seperti mata mereka, lalu kulitnya sepucat gading dan tampak berpendar samar, seakan berlapis sihir. Aku tampak seperti princeling--pangeran muda. Eragon belum pernah menggunakan istilah ini untuk manusia, apalagi untuk dirinya sendiri, tapi satu-satunya kata yang menggambarkan keadaannya sek
arang adalah indah. Tapi ia bukan elf sepenuhnya. Rahangnya lebih kokoh, alisnya lebih tebal, dan wajahnya lebih lebar. Ia lebih halus daripada manusia mana pun dan lebih kasar daripada elf manapun.
Dengan jemari gemetar, Eragon menjangkau ke balik punggungnya, mencari bekas luka.
Ia tidak merasakan apa-apa.
Eragon menanggalkan tunik dan berputar di depan cermin untuk memeriksa punggungnya. Punggungnya semulus sebelum pertempuran di Farthen Dur. Air mata mengalir di mata Eragon saat ia mengelus tempat Durza melukai dirinya. Ia tahu punggungnya tidak akan menyulitkannya lagi.
Bukan saja cacat mengerikan yang dibiarkannya telah hilang, tapi setiap bekas luka dan cacat lain juga hilang dari tubuhnya, tubuhnya sekarang semulus bayi yang baru dilahirkan. Eragon mengelus garis di pergelangan tangannya, tempat ia dulu melukai diri sendiri sewaktu mengasah sabit Garrow. Tidak terlihat bukti luka itu pernah ada. Bekas luka berbentuk bercak di bagian dalam pahanya, sisa-sisa penerbangan pertamanya dengan Saphira, juga hilang. Sejenak ia merindukan bekal-bekas luka itu sebagai catatan hidupnya, tapi penyesalannya singkat sewaktu menyadari kerusakan setiap luka yang pernah dideritanya, tidak peduli sekecil apa pun, telah diperbaiki.
Aku menjadi sebagaimana seharusnya, pikirnya, dan menghela napas dalam untuk menghirup udara yang memabukkan.
Ia menjatuhkan cermin di ranjang dan mengenakan pakaian terbaiknya: tunik merah yang dijahit dengan benang sabuk berhias giok putih; celana beludru yang hangat; sepatu bot kain yang disukai kaum elf; dan di lengan bawahnya, pelindung kulit pemberian para kurcaci.
Setelah turun dari pohon, Eragon berkeliaran di keremangan Ellesmera dan mengamati para elf bernyanyi dalam semangat malam. Tidak satu pun dari mereka mengenalinya, sekalipun mereka menyapanya seakan ia salah satu dari mereka dan mengundangnya bergabung dalam keriangan mereka.
Eragon melayang dengan kesadaran yang makin peka, indra-indranya dipenuhi pemandangan, suara, bau, dan perasaan baru yang menyerbunya. Ia bisa melihat dalam kegelapan yang sebelumnya membuatnya buta. Ia bisa menyentuh sehelai daun dan, dengan menyentuhnya saja, menghitung setiap bulu yang tumbuh di sana. Ia bisa mengidentifikasi bau yang melayang ke arahnya seperti serigala atau naga. Dan ia bisa mendengar cicit tikus-tikus di bawah sesemakan dan suara kulit kayu jatuh ke tanah; detak jantungnya sendiri terdengar bagai genderang baginya.
Jalan-jalannya yang tanpa tujuan membawanya melewati pohon Menoa, di mana ia berhenti sejenak untuk menonton Saphira di tengah pesta, sekalipun tidak menunjukkan diri pada mereka yang ada di rawa.
Kau mau ke mana, makhluk kecil" tanya Saphira.
Eragon melihat Arya bangkit dari samping ibunya, berjalan menerobos kerumunan elf, lalu, seperti hantu hutan, melayang ke bawah pepohonan di baliknya. Aku berjalan di antara lilin dan kegelapan, jawabnya, dan mengikuti Arya.
Eragon melacak Arya berdasarkan bau remukan daun jarum pinus yang dipancarkannya, berdasarkan sentuhan lembut Arya di tanah, dan berdasarkan gangguan di udara yang ditimbulkannya. Ia menemukan Arya berdiri seorang diri di tepi lapangan, kaku seperti makhluk liar saat mengawasi konstelasi berputar di langit di atas.
Saat Eragon muncul di tempat terbuka, Arya memandangnya, dan merasa Arya seperti baru melihatnya untuk pertama kali. Mata Arya membelalak, dan ia berbisik, "Itu kau, Eragon""
"Aye," "Apa yang mereka lakukan padamu""
"Aku tidak tahu."
Ia mendekati Arya, dan bersama-sama mereka berjalan di hutan lebat, yang menggemakan musik dan suara-suara dari Perayaan. Sekalipun telah berubah, Eragon sangat menyadari kehadiran Arya, bisikan-bisikan yang timbul dari pakaiannya saat menggesek kulitnya, leher Arya yang lembut dan pucat, dan bulu matanya, yang berlapis minyak sehingga menyebabkan bulu matanya mengilap dan lentik seperti kelopak hitam yang basah oleh hujan.
Mereka berhenti di tepi sungai sempit yang begitu jernih hingga tidak terlihat dalam keremangan. Satu-satunya yang menunjukkan kehadiran sungai itu hanyalah gelegak air yang mengalir melewati b
ebatuan. Di sekeliling mereka, pepohonan pinus yang lebat membentuk gua dengan cabang-cabangnya, menyembunyikan Eragon dan Arya dari dunia dan meredam udara yang sejuk dan tidak bergerak. Ceruk itu seperti tidak termakan usia, seakan dicabut dari dunia dan dilindungi sihir terhadap napas waktu yang melemahkan.
Di tempat rahasia itu, Eragon tiba-tiba merasa dekat dengan Arya, dan semua perasaannya terhadap elf tersebut melesat maju dalam pikirannya. Ia begitu terpengaruh oleh kekuatan dan vitalitas yang mengalir dalam pembuluh darahnya--juga sihir belum dijinakkan yang memenuhi hutan--ia tidak lagi berhati-hati dan berkata, "Tinggi sekali pepohonannya, terang sekali bintang-bintang... dan kau cantik sekali, O Arya Svitkona." Dalam situasi normal, ia pasti menganggap tindakannya sebagai kebodohan luar biasa, tapi di malam yang sinting ini, tindakannya terasa waras sepenuhnya. Arya mengejang. "Eragon...."
Eragon mengabaikan peringatan Arya. "Arya, aku bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan dirimu. Aku bersedia mengikutimu ke ujung dunia. Aku bersedia membangun istana bagimu hanya dengan kedua tanganku. Aku--"
"Bisakah kau berhenti mengejarku" Bisakah kau berjanji, waktu Eragon ragu-ragu, Arya melangkah mendekat dan berkata, dengan lembut dan pelan, "Eragon, ini tidak bisa. Kau masih muda dan aku sudah tua, dan itu tidak akan pernah berubah."
"Kau tidak memiliki perasaan apa pun terhadapku""
"Perasaanku padamu," kata Arya, "adalah persahabatan dan tidak lebih. Aku berterima kasih kau menyelamatkanku dari Gil'ead, dan aku senang kautemani. Hanya itu... Hentikan usahamu ini--karena ini hanya akan menimbulkan sakit hati bagimu--dan cari seseorang yang sebaya denganmu untuk melewati bersama tahun-tahun yang panjang."
Eragon nyaris menangis. "Kenapa kau bisa sekejam ini""
"Aku tidak kejam, tapi ramah. Kau dan aku tidak ditakdirkan bersatu."
Dalam keputusasaan, Eragon berkata, "Kau bisa memberiku kenanganmu, dan dengan begitu aku memiliki pengalaman dan pengetahuan yang sama denganmu."
"Itu penghujatan." Arya mengangkat dagunya, wajahnya muram dan khidmat, dan diliputi cahaya keperakan bintang-bintang. Dengan nada agak keras, "Dengarkan aku baik-baik, Eragon. Ini tidak bisa, dan tidak akan pernah bisa. Dan sebelum kau menguasai dirimu sendiri, persahabatan kita terpaksa berakhir, karena emosimu hanya mengalihkan perhatian kita dari kewajiban kita." Ia membungkuk memberi hormat pada Eragon. "Selamat tinggal, Eragon Shadeslayer." Lalu ia berjalan pergi dan menghilang ke dalam Du Weldenvarden.
Sekarang air mata mengalir turun di pipi Eragon dan jatuh ke lumut di bawahnya, di mana air mata itu menggenang tak terserap, seperti mutiara yang ditebarkan di selimut beludru hijau. Dengan perasaan beku, Eragon duduk di sebatang kayu yang busuk dan membenamkan wajah di tangan, menangis karena perasaannya terhadap Arya hancur tak berbalas, dan menangis karena ia semakin menjauhkan elf itu dari dirinya.
Beberapa saat kemudian, Saphira menggabungkan diri dengannya. Oh, makhluk kecil. Ia menggosok-gosok Eragon dengan moncongnya. Kenapa kau harus menimpakan hal ini pada dirimu sendiri" Kau tahu apa yang akan terjadi kalau kau berusaha mendekati Arya lagi.
Aku tidak bisa menahan diri. Ia melipat tangan di perut dan bergoyang-goyang di balok kayu, tangisnya mereda menjadi isakan yang diperkuat kesengsaraan. Sambil menyampirkan satu sayap yang hangat menutupi Eragon, Saphira menariknya dekat ke sisinya, seperti, induk falcon terhadap anaknya. lebih meringkuk ke dekatnya dan tetap berada di sana hingga malam berganti siang dan Agaeti Blodhren berakhir.
MENDARAT Roran berdiri di geladak kemudi Red Boar, lengannya terlipat di dada dan kakinya mengangkang lebar untuk memantapkan posisinya di bargas yang bergoyang-goyang. Angin bergaram mengacak rambutnya dan menarik-narik janggutnya yang lebat, menggelitik bulu-bulu di lengan bawahnya yang telanjang.
Di sampingnya, Clovis mengemudi. Pelaut berpengalaman itu menunjuk garis pantai, ke karang yang tertutup camar di puncak bukit yang menjulur ke laut. "Teirm ada di balik puncak itu."
R oran menyipitkan mata memandang matahari sore, yang memantul di lautan begitu terangnya hingga membutakan. "Kita berhenti di sini sekarang, kalau begitu."
"Kau tidak ingin masuk kota sekarang""
"Tidak sekaligus. Panggil Torson dan Flint dan minta mereka menepikan bargas ke pantai. Tampaknya itu tempat yang bagus untuk berkemah."
Clovis meringis. "Arrgh. Tadinya kuharap bisa menikmati makanan hangat malam ini. Roran mengerti; makanan segar dari Narda telah lama habis disantap, menyisakan hanya daging babi asin, ikan herring asin, kubis asin, biskuit laut yang dibuat para penduduk desa dari tepung yang mereka beli, acar sayur dan sesekali daging segar sewaktu penduduk desa membantai salah satu dari sedikit ternak mereka yang tersisa atau berhasil mendapatkan hewan buruan sewaktu mereka mendarat.
Suara Clovis yang serak menggema di perairan saat berteriak pada nahkoda kedua bargas yang lain. Saat mereka mendekat, ia memerintahkan mereka merapat ke pantai, tanpa peduli keberatan mereka. Mereka dan para pelaut lain berharap di Teirm malam ini dan menghamburkan upah mereka dalam kesenangan kota.
Sesudah bargas-bargas merapat, Roran berjalan di antara Para penduduk desa dan membantu mereka mendirikan tenda di sana-sini, membongkar muatan, mengambil air dari sungai di dekat tempat itu, dan kalau tidak, menawarkan bantuan hingga semua orang mendapat tempat. Ia berhenti sejenak untuk menyemangati Morn dan Tara, karena mereka tampak sedih, dan menerima jawaban yang hati-hati. Pemilik kedai minum dan istrinya menjauhi dirinya sejak meninggalkan Lembah Palancar. Secara keseluruhan, para penduduk desa dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan sewaktu tiba di Narda karena bisa beristirahat di bargas, tapi kekhawatiran konstan dan terus-menerus kena cuaca buruk menghalangi mereka dari pemulihan yang diharapkan Roran.
"Stronghammer, kau mau makan di tenda kami malam ini"" tanya Thane, sambil mendekati Roran.
Roran menolak seramah mungkin dan berbalik, dan mendapati diri berhadapan dengan Felda, yang suaminya, Byrd, dibunuh Sloan. Wanita itu membungkuk memberi hormat, lalu berkata, "Bisa aku berbicara denganmu, Roran putra Garrow""
Roran tersenyum kepadanya. "Selalu, Felda. Kau tahu itu."
"Terima kasih." Dengan ekspresi penuh rahasia, ia mengelus renda di tepi syalnya dan melirik tendanya. "Aku mau minta tolong. Ini mengenai Mandel--" Roran mengangguk; ia memilih putra tertua Felda untuk menemaninya ke Narda dalam perjalanan penting di mana ia membunuh kedua penjaga. Mandel bertindak mengagumkan saat itu, juga selama berminggu-minggu sejak menjadi awak Edeline, dan belajar cara mengemudikan bargas sebisa mungkin. "Ia cukup bersahabat dengan Para Pelaut di bargas kami dan mulai bermain dadu dengan mea pelanggar hukum itu. Bukan demi uang--kami tidak memilikinya sedikit pun--tapi untuk barang-barang kecil. Barang-barang yang kami butuhkan."
"Kau sudah memintanya berhenti""
Felda memuntir renda syalnya. "Aku khawatir sejak kematian ayahnya ia tidak lagi menghormatiku seperti sebelumnyah jadi liar."
Kita semua jadi liar, pikir Roran. "Kau ingin aku melakukan apa"" tanyanya lembut.
"Kau pernah bersikap baik padanya. Ia mengagumimu. Kala kau berbicara padanya, ia pasti mendengarkan."
Roran mempertimbangkan permintaan itu, lalu berkata, "Baiklah, akan kulakukan sebisaku." Felda lega. "Tapi katakan, ia kalah apa dalam permainan dadu""
"Sebagian besar makanan." Felda ragu-ragu, lalu menambahkan, "Tapi aku tahu ia pernah mempertaruhkan gelang nenekku demi kelinci yang berhasil dijebak orang-orang itu."
Roran mengerutkan kening. "Tenangkan hatimu, Felda. Akan kutangani masalah ini secepat mungkin."
"Terima kasih." Felda kembali membungkuk memberi hormat, lalu menyelinap pergi di sela tenda-tenda darurat, meninggalkan Roran untuk memikirkan apa yang baru saja diutarakannya.
Roran tanpa sadar menggaruk dagunya sambil berjalan. Masalah dengan Mandel dan para pelaut merupakan masalah yang merugikan kedua belah pihak; Roran menyadari bahwa selama perjalanan dari Narda, salah seorang anak buah Torson, Frewin, menjadi terlalu dekat denga
n Odele--wanita muda teman Katrina. Mereka bisa menjadi masalah saat kita meninggalka" Clovis nanti.
Dengan berhati-hati agar tidak menarik perhatian yang hdak perlu, Roran menyeberangi perkemahan dan mengumpulkan penduduk desa yang paling dipercayanya lalu meminta mereka menemaninya ke tenda Horst. Di sana ia berkata, "Lima orang yang telah kita sepakati akan berangkat sekarang, sebelum hari terlalu sore. Horst akan menggantikan aku sementara aku pergi. Ingat bahwa tugas terpenting kalian adalah memastikan Clovis tidak pergi membawa bargas-bargasnya atau merusaknya dengan cara apa pun. Bargas-bargas itu mungkin satu-satunya alat bagi kita untuk mencapai Surda."
"Itu, dan pastikan kita tidak ketahuan," kata Orval.
"Tepat sekali. Kalau tidak satu pun dari kami kembali saat malam turun besok lusa, anggaplah kami tertangkap. Bawa bargas-bargasnya ke Surda, tapi jangan berhenti di Kuasta untuk membeli persediaan makanan; Kekaisaran mungkin sudah menunggu di sana. Kalian harus mencari makan di tempat lain."
Sementara teman-temannya bersiap, Roran pergi ke kabin Clovis di Red Boar. "Hanya kalian berlima yang akan pergi"" tanya Clovis setelah Roran menjelaskan rencananya.
"Benar." Roran membiarkan tatapan tajamnya menghunjam Clovis hingga pria itu bergerak-gerak gelisah. "Dan sekembalinya aku nanti, kuharap kau, bargas-bargas ini, dan semua anak buahmu masih ada di sini."
"Kau berani meragukan kehormatanku sesudah aku melaksanakan bagianku dari perjanjian kita""
"Aku tidak meragukan apa pun, hanya memberitahukan harapanku. Terlalu banyak yang dipertaruhkan. Kalau kau berkhianat sekarang, kau menghukum mati seluruh desa kami."
"Itu aku tahu," gumam Clovis, sambil menghindari tatapan Roran.
"Orang-orangku akan mempertahankan diri selama kepergianku. Jadi selama masih bernapas, mereka tidak akan dikalahkan, ditipu, atau ditinggalkan. Dan kalau mereka memang mengalami kesialan, akan kubalaskan mereka bahkan meskipun aku harus berjalan ribuan mil laut dan melawan Galbatorix sendiri. Camkan kata-kataku, Master Clovis, karena aku bicara lujur."
"Kami juga tidak sesayang itu pada Kekaisaran, seperti yang tampaknya kalian yakini," Clovis memprotes. "Aku tidak akan membantu mereka seperti orang-orang lain."
Roran tersenyum dengan kegelian yang suram. "Orang bersedia melakukan apa saja untuk melindungi keluarga dan rumah mereka."
Saat Roran mengangkat palang pintu, Clovis bertanya, "Dan apa yang akan kaulakukan begitu tiba di Surda""
"Kami akan--" "Bukan kami: kau. Apa yang akan kaulakukan" Aku mengawasimu. Roran. Aku mendengarkanmu. Dan kau tampaknya orang yang cukup baik, sekalipun aku tidak peduli caramu menghadapiku. Tapi aku tidak bisa menerima kau akan meletakkan martilmu dan mengambil bajak lagi, hanya karena kau sudah tiba di Surda."
Roran mencengkeram palang hingga buku-buku jarinya memutih. "Sesudah kuantar penduduk desa ke Surda," katanya dengan suara sehampa padang pasir yang menghitam," aku akan pergi berburu."
"Ah. Memburu wanita muda berambut merahmu itu" Aku mendengar pembicaraan mengenai hal tersebut, tapi aku tidak benar-benar--"
Pintu terbanting menutup di belakang Roran saat ia meninggalkan kabin. Ia membiarkan kemarahannya berkobar-kobar sejenak--menikmati kebebasan emosi--sebelum mulai meredakan gejolak semangat yang tidak perlu itu. Ia berjalan ke tenda Felda, tempat Mandel tengah melempar pisau berburu ke tunggul.
Felda benar; harus ada yang mendidiknya agar berpikiran logis. "Kau membuang-buang waktu," kata Roran.
Mandel berbalik dengan terkejut. "Kenapa kau berkata begitu""
"Dalam pertempuran yang sebenarnya, kau lebih mungkin melukai matamu sendiri daripada melukai musuhmu. Kalau kau tidak tahu jarak tepat antara dirimu dan sasaranmu..." Roran mengangkat bahu. "Mungkin sebaiknya kau melempar batu."
Ia mengawasi dengan penuh minat tapi tak acuh ketika pemuda itu meradang. "Gunnar memberitahuku tentang kenalannya di Cithri yang bisa menghantam gagak terbang dengan pisaunya, delapan dari setiap sepuluh lemparan."
"Dan pada kedua lemparan yang gagal itu kau akan terbunuh. Biasanya melemparkan s
enjatamu dalam pertempuran merupakan gagasan yang buruk." Roran melambai, menghalangi protes Mandel. "Ambil peralatanmu dan temui aku di bukit balik sungai lima belas menit lagi. Aku sudah memutuskan kau ikut berasma kami ke Tierm."
"Ya, Sir!" Dengan senyum antusias, Mandel masuk ke tenda dan mulai berkemas.
Roran pergi dan bertemu Felda, yang menggendong putri bungsunya di pinggul. Felda bergantian memandang dirinya dan kegiatan Mandel di dalam tenda, dan ekspresinya menegang. "Tolong jaga keselamatannya, Stronghammer." Ia meletakkan putrinya ke tanah dan bergegas pergi, membantu mengumpulkan barang-barang yang akan dibutuhkan Mandel.
Roran yang pertama tiba di bukit yang ditentukan. Ia berjongkok di sebongkah batu putih dan memandangi laut sambil menyiapkan diri menghadapi tugasnya. Sewaktu Loring, Gertrude, Birgit, dan Nolfavrell, putra Birgit tiba, Roran melompat turun dari batu dan berkata, "Kita tunggu Mandel; ia ikut kita."
"Untuk apa"" tanya Loring.
Birgit juga mengerutkan kening. "Kupikir kita sepakat bahwa tidak ada orang lain lagi yang ikut bersama kita. Terutama Mandel, karena ia telah terlihat di Narda. Sudah cukup berbahaya dengan ikutnya dirimu dan Gertrude, dan Mandel hanya memperbesar kemungkinan adanya orang yang akan mengenali kita."
"Kuambil risiko itu." Roran menatap lurus ke mata mereka bergantian. "Ia perlu ikut." Pada akhirnya, mereka menurut, dan bersama Mandel, mereka berenam menuju selatan, ke Teirm.
TEIRM Di kawasan itu, garis pantai terdiri atas bukit-bukit rendah yang ditutupi rerumputan lebat dan sesekali tampak pohon briar, dedalu, dan poplar. Tanah lunak dan berlumpur melesak terinjak kaki mereka dan menyulitkan perjalanan. Di sebelah kanan mereka terbentang laut yang kemilau. Di sebelah kiri ada sosok ungu Spine. Jajaran puncak gunungnya yang bersalju dihiasi awan dan kabut.
Ketika kelompok Roran melewati bangunan dan lahan di sekitar Teirm--beberapa tanah pertanian yang terpisah, lainnya bangunan-bangunan mewah yang luas--mereka bersusah payah agar tidak terdeteksi. Sewaktu menemui jalan yang menghubungkan Narda dengan Teirm, mereka bergegas menyeberanginya dan melanjutkan perjalanan terus ke timur, ke pegunungan, sejauh beberapa mil lagi sebelum berbelok ke selatan. Begitu mereka yakin telah mengitari kota, mereka berbelok kembali ke laut hingga menemukan jalan masuk selatan.
Selama berada di Red Boar, terlintas dalam benak Roran bahwa para pejabat di Narda mungkin sudah menebak siapa pun yang membunuh kedua penjaga itu berada di antara orang-orang yang berangkat dengan bargas-bargas Clovis. Kalau benar begitu, mereka pasti sudah mengirim kurir untuk memperingatkan para prajurit Teirm agar mengawasi siapapun yang sesuai dengan deskripsi para penduduk desa. Dan kalau Ra'zac telah mengunjungi Narda, para prajurit juga tahu mereka bukan hanya mencari beberapa pembunuh tapi Roran Stronghammer dan para pengungsi dari Carvahall. Teirm bisa menjadi perangkap rahasia. Tapi mereka tidak bisa melewati kota itu, karena penduduk desa membutuhkan persediaan makanan dan alat transportasi baru.
Roran memutuskan tindakan jaga-jaga terbaik mereka terhadap penangkapan adalah tidak mengirimkan seorang pun yang tealh terlihat di Narda ke Teirm, kecuali Gertrude dan dirinya sendiri--Gertrude karena hanya ia yang memahami bahan obat-obatannya, dan Roran karena, sekalipun ia yang paling mungkin dikenali, ia tidak memercayai siapa pun untuk melakukan apa yang perlu dilakukan. Ia tahu dirinya memiliki kemauan bertindak sewaktu yang lain ragu-ragu, seperti pada saat ia membantai para penjaga. Anggota kelompok lainnya dipilih untuk meminimalkan kecurigaan. Loring tua tapi pejuang yang tangguh dan pembohong yang pandai. Birgit telah membuktikan kecerdasan dan kekuatannya, dan putranya, Nolfavrell, membunuh seorang prajurit dalam pertempuran, sekalipun usianya masih sangat muda. Semoga mereka tidak tampak lebih daripada keluarga besar yang bepergian bersama. Itu kalau Mandel tidak mengacaukan rencana, pikir Roran.
Gagasan Roran juga untuk memasuki Teirm dari selatan, dengan begitu memperkecil kesan mer
eka datang dari Narda. Malam hampir turun sewaktu Teirm terlihat, putih dan bagai hantu dalam keremangan. Roran berhenti untuk mengamah apa yang ada di depan mereka. Kota berdinding itu berdiri sendirian di tepi teluk besar, swadaya dan tak tertembus serangan apa pun. Suluh-suluh berkobar di sela-sela pelindung di atas dinding, tempat para prajurit berbusur mondar-mandir berpatroli tanpa henti. Di atas dinding menjulang puri, dan mercusuar, yang menyorotkan cahayanya yang suram ke perkran yang gelap.
Besar sekali," kata Nolfavrell.
Loring mengangguk-angguk tanpa mengalihkan pandangan dari Teirm. "Aye, memang besar."
Perhatian Roran tersita pada kapal yang ditambatkan di salah satu dermaga batu yang mencuat dari kota. Kapal bertiang tiga itu lebih besar daripada kapal mana pun yang dilihatnya di Narda, dengan kabin depan tinggi, dua baris lubang dayung, dan dua belas busur yang kuat terpasang di sepanjang setiap sisi geladak untuk melontarkan harpun. Kapal yang indah tampak cocok baik untuk perdagangan maupun berperang. Yang bahkan lebih penting lagi, Roran merasa kapal itu mungkin mungkin--mampu menampung seluruh penduduk desa.
"Itu yang kita butuhkan," katanya, sambil menunjuk.
Birgit mendengus masam. "Kita harus menjual diri sebagai budak untuk bisa menumpang monster itu.
Clovis telah memeringatkan mereka bahwa gerbang jeruji Teirm ditutup saat matahari terbenam, jadi mereka mempercepat langkah agar tidak melewati malam di pedalaman. Saat mereka mendekati dinding-dinding yang pucat itu, jalan dipenuhi dua baris orang yang bergegas masuk dan keluar Teirm.
Roran tidak menduga lalu lintas sepadat itu, tapi tidak lama kemudian ia sadar hal itu bisa membantu melindungi kelompoknya dari perhatian yang tidak diinginkan. Setelah memanggil Mandel, Roran berkata, "Kau berjalan sendiri agak jauh di belakang dan ikuti orang lain melewati gerbang, agar para penjaga tidak menduga kau bersama kami. Kami akan menunggumu di balik dinding. Kalau mereka bertanya, katakan kau kemari untuk mencari kerja sebagai pelaut."
"Ya, Sir." Sementara Mandel berjalan agak jauh di belakang, Roran membungkukkan salah satu bahunya, membuat jalannya agak timpang, dan menghafal kisah yang dikarang Loring untuk menjelaskan kehadiran mereka di Teirm. Ia melangkah keluar dari jalan dan menunduk saat seseorang yang mengendalikan sepasang kerbau pengangkut kayu melintas, bersyukur ada keremangan yang menutupi wajahnya.
Gerbangnya menjulang di depan, bermandikan cahaya oranye dari suluh-suluh yang diletakkan di dudukan di kedua sisi pintu masuk. Di bawahnya berdiri dua prajurit yang mengenakan tunik merah bergambar api terpuntir, lambang Galbatorix. Tidak satu pun dari orang-orang yang bertunik itu bahkan melirik Roran dan rekan-rekann saat mereka bergegas melintas di bawah gerbang jeruji dan melewati terowongan pendek di baliknya.
Roran menegakkan bahu dan merasakan sebagian ketegangannya mengendur. I dan yang lainnya berkerumun di sudut sebuah rumah, tempat Loring bergumam, "Sejauh ini bagus."
Sesudah Mandel menggabungkan diri, mereka pergi mencari losmen murah di mana mereka bisa menyewa kamar. Sambil berjalan, Roran mempelajari tata letak kota dengan rumah-rumah berbentengnya--yang semakin lama semakin tinggi mengarah ke puri--dan pengaturan jalan-jalan yang bagai kisi-kisi. Jalan-jalan yang membentang dari utara ke selatan melebar seperti semburan bintang, sementara jalan-jalan yang membentang dari timur ke barat melengkung landai dan membentuk pola jaring laba-laba, menciptakan puluhan tempat di mana blokade bisa didirikan dan prajurit ditempatkan.
Kalau Carvahall dibangun seperti ini, pikirnya, tidak ada yang bisa mengalahkan kami kecuali Raja sendiri.
Saat senja mereka mendapatkan tempat menginap di Green Chestnut, kedai minum sangat jorok dengan bir putih yang tidak enak dan ranjang penuh kutu. Satu-satunya keuntungan hanyalah biaya sewanya yang nyaris tidak berarti. Mereka tidur tanpa makan malam untuk menghemat uang, dan meringkuk bersama agar dompet mereka tidak dicuri tamu kedai lainnya.
Keesokan harinya, Roran dan rekan-rekannya me
ninggalkan Green Chestnut sebelum subuh, mencari persediaan makanan dan transportasi.
Gertrude berkata, "Aku pernah mendengar kisah tukang obat yang luar biasa, Angela namanya, yang tinggal di sini dan seharusnya mampu membuat obat-obatan terhebat, mungkin bahkan mengandung sedikit sihir. Aku mau menemuinya, karena kalau ada yang memiliki apa yang kucari, pasti ia orangnya "
Sebaiknya kau jangan pergi sendirian," kata Roran. Ia memandang Mandel "Temani Gertrude, bantu ia mengurus pembeliannya, dan berusahalah sebaik-baiknya untuk melindunginya kalau kalian diserang. Keberanianmu mungkin akan diuji berulang kali, tapi jangan lakukan apa pun yang memicu tanda bahaya, kecuali kau mau mengkhianati teman-teman dan keluargamu."
Mandel menyentuh rambut depannya dan mengangguk patuh. Ia dan Gertrude berpisah untuk menyeberangi jalan, sementara Roran dan yang lainnya melanjutkan perburuan mereka.
Roran memiliki kesabaran pemangsa yang tengah berburu tapi bahkan ia pun mulai gelisah waktu pagi dan sore berlalu dan mereka tetap belum menemukan kapal yang bisa membawa mereka ke Surda. Ia mengetahui kapal bertiang tiga itu, Dragon Wing, baru saja dibangun dan akan berlayar untuk pertama kalinya; mereka tidak bisa menyewanya dari Blackmoor Shipping Company kecuali mereka bisa membayar dengan emas merah kurcaci sekamar penuh; padahal para penduduk desa kekurangan uang bahkan untuk menyewa kapal yang paling buruk. Membawa bargas-bargas Clovis juga tidak memecahkan masalah mereka, karena bargas-bargas itu tidak menjawab masalah tentang apa yang akan mereka makan di perjalanan.
"Akan sulit," kata Birgit, "sangat sulit, untuk mencuri barang dari tempat ini, karena banyaknya prajurit dan rapatnya rumah-rumah, dan para penjaga di gerbang. Kalau kita mencoba mengangkut begitu banyak barang keluar dari Teirm, mereka pasti ingin tahu apa yang kita lakukan."
Roran mengangguk. Itu juga.
Roran memberitahu Horst bahwa kalau penduduk desa terpaksa melarikan diri dari Teirm tanpa membawa apa-apa kecuali persediaan mereka yang tersisa, mereka bisa merampok untuk mendapatkan makanan. Tapi Roran tahu tindakan seperti itu berarti mereka telah menjadi sama hinanya dengan yang dibencinya. Ia tidak berani melakukannya. Bertempur dan membunuh mereka yang menghamba pada Galbatorix--atau bahkan mencuri bargas-bargas Clovis, karena Clovis memiliki cara lain untuk menghidupi diri--merupakan satu hal, tapi mengambil persediaan makanan dari petani miskin dan berusaha bertahan hidup seperti para penduduk desa di Lembah Palancar merupakan hal yang berbeda sama sekali. Itu pembunuhan.
Fakta-fakta berat tersebut membebani Roran bagai batu. Perjalanan mereka sangat menguras tenaga, bertahan hanya karena ketakutan, putus asa, optimisme, dan improvisasi detik terakhir. Sekarang ia takut ia telah mendorong para penduduk desa ke sarang musuh dan mengikat mereka dengan rantai yang dibentuk dari kemiskinan mereka sendiri. Aku bisa melarikan diri dan melanjutkan mencari Katrina, tapi kemenangan macam apa itu kalau kubiarkan desaku diperbudak Kekaisaran" Apa pun nasib yang kita hadapi Teirm, aku akan tetap mendampingi mereka yang cukup memercayai diriku hingga meninggalkan rumahnya karena kata-kataku.
Untuk mengurangi lapar, mereka mampir di toko roti dan membeli sebongkah roti gandum segar, juga seguci kecil madu untuk dioleskan ke rotinya. Ketika membayar roti dan madu, Loring memberitahu asisten tukang roti bahwa mereka mencari kapah peralatan, dan makanan.
Sewaktu ada yang menepuk bahunya, Roran berpaling. Seorang pria berambut hitam kasar dan perut gendut berkata, "Maafkan aku tanpa sengaja mendengar percakapanmu dengan tuan muda, tapi kalau kalian mencari kapal dan yang lainnya, dan dengan harga yang pantas, kusarankan kalian mengikuti lelang."
"Lelang apa itu"" tanya Roran.
"Ah, kisah yang menyedihkan, sungguh, tapi terlalu sering terjadi hari-hari ini. Salah seorang pedagang kami, Jeod--Jeod Longshanks, begitulah kami memanggilnya kalau ia tidak mendengar--ditimpa serangkaian kesialan yang paling buruk. Dalam waktu kurang dari setahun, ia kehilangan empat k
apal, d,n sewaktu ia mencoba mengirim barang melalui jalan darat, karavannya disergap dan dihancurkan para pencuri. Para investor memaksanya menyatakan diri bangkrut, dan sekarang mereka akan menjual propertinya untuk mengurangi kerugian. Aku tidak tahu mengenai makanan, tapi kalian pasti mendapatkan hampir semua yang lainnya yang kalian cari di lelang."
Harapan samar muncul dalam dada Roam. "Kapan lelang ini diselenggarakan""
"Wah, pengumumannya dipasang di semua papan pengumuman di seluruh kota. Lusa, pastinya"
Fakta itu menjelaskan pada Roran kenapa mereka tidak tahu tentang pelelangan itu; mereka berusaha sebaik-baiknya menghindari papan pengumuman, karena khawatir ada yang mengenali Roran dari poster hadiahnya.
"Terima kasih banyak," katanya pada pria itu. "Kau mungkin menyelamatkan kami dari banyak kerepotan."
"Dengan senang hati, kalau benar begitu."
Begitu Roran dan rekan-rekannya keluar dari toko, mereka berkerumun bersama di tepi jalan. Ia berkata, "Apa menurut kalian sebaiknya kita periksa info itu""
"Hanya itu yang harus kita periksa," kata Loring. "Birgit""
"Kau tidak perlu bertanya padaku; sudah jelas jawabannya. Tapi kita tidak bisa menunggu hingga lusa."
"Ya. Menurutku kita temui saja si Jeod ini dan coba lihat apakah kita bisa tawar-menawar dengannya sebelum lelang dibuka. Apa kalian setuju""
Mereka setuju, jadi mereka pergi ke rumah Jeod, mengandalkan petunjuk orang-orang yang mereka temui di jalan. Rumah itu--atau, lebih tepatnya, rumah mewah--terletak di sisi barat Teirm, dekat puri, termasuk salah satu dari sekian banyak bangunan megah yang dihiasi karya-karya tulis indah, gerbang jeruji besi, patung-patung, dan pancuran yang menyemburkan air. Roran nyaris tidak bisa memahami kekayaan seperti itu; ia terpesona karena besarnya perbedaan kehidupan orang-orang ini dari kehidupannya sendiri.
Roran mengetuk pintu depan rumah Jeod, yang berdiri di samping toko yang telah ditinggalkan. Sesaat kemudian, pintu dibuka kepala pelayan gemuk bergigi terlalu mengilap. Ia menatap keempat orang asing di depan pintunya dengan pandangan tidak suka, lalu melontarkan senyum dan bertanya, "Ada yang bisa saya bantu, Sir dan Madam""
"Kami mau bicara dengan Jeod, kalau ia ada waktu."
"Kalian ada janji temu""
Roran merasa kepala pelayan ini tahu persis mereka tidak memiliki janji temu. "Kedatangan kami di Teirm terlalu singkat untuk mengatur pertemuan secara lebih layak."
"Ah, well, kalau begitu dengan menyesal kukatakan lebih baik kalian habiskan waktu kalian di tempat lain. Majikanku banyak urusan. Ia tidak bisa menemui setiap kelompok ge landangan yang mengetuk pintunya, meminta sedekah," kata kepala pelayan. Ia memamerkan gigi mengilapnya lagi dan hendak mundur.
"Tunggul" seru Roran. "Kami bukan menginginkan sedekah; kami punya tawaran bisnis untuk Jeod."
Kepala pelayan itu mengangkat satu alisnya. "Begitukah""
Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aye, begitu. Tolong tanyakan padanya apa ia bersedia menemui kami. Kami sudah menempuh perjalanan yang lebih jauh daripada yang ingin kauketahui, dan penting sekali bagi untuk menemui Jeod hari ini."
"Boleh kutanyakan sifat tawaran kalian""
"Rahasia." "Baiklah, Sir," kata si kepala pelayan. "Akan kusampaikan tawaranmu, tapi kuperingatkan bahwa Jeod sedang sibuk saat ini, dan aku ragu ia ingin diganggu. Siapa nama yang harus kuberitahukan padanya, Sir""
"Kau boleh memanggilku Stronghammer." Mulut si kepala pelayan tersentak seakan keheranan mendengar nama itu, lalu menyelinap ke balik pintu dan menutupnya.
"Kalau kepalanya lebih besar lagi, ia bisa jadi ganjal pintu," gumam Loring pelan. Nolfavrell tertawa menghina.
Birgit berkata, "Semoga saja pelayan itu tidak meniru majikannya."
Semenit kemudian, pintu terbuka kembali dan si kepala Pelayan mengumumkan, dengan ekspresi agak kesal. "Jeod setuju menemui kalian di ruang kerjanya." Ia melangkah ke samping dan memberi isyarat dengan membentangkan satu lengan agar mereka masuk. "Lewat sini." Sesudah mereka melewah pintu, si kepala pelayan mendului mereka dan menyusuri lorong berdinding kayu dipernis ke salah satu dari sekian banyak pintu, yang
dibukanya lalu memersilakan mereka masuk.
JEOD LONGSHANKS Kalau Roran bisa membaca, ia mungkin lebih terkesan pada harta berupa buku-buku yang memenuhi dinding-dinding ruang kerja. Sesuai kenyataan, ia hanya memerhatikan pria jangkung yang mulai ubanan dan berdiri di belakang meja tulis oval itu. Pria tersebut--yang menurut Roran adalah Jeod--tampak sama lelahnya seperti yang dirasakan Roran. Wajahnya berkerut-kerut, kuyu, dan sedih, dan sewaktu ia berpaling ke arah mereka, tampak bekas luka yang putih dari puncak kepala ke dahi kirinya. Bagi Roran, bekas luka itu menyatakan keberanian orang ini. Mungkin kejadiannya telah lama dan terkubur, tapi tetap saja ia pemberani.
"Silakan duduk," kata Jeod. "Aku tidak mau bersikap resmi di rumahku sendiri." Ia mengawasi mereka dengan tatapan penasaran sementara mereka duduk di kursi kulit berlengan yang lembut. "Boleh kutawarkan kue-kue dan segelas brendi aprikot"
Aku tidak bisa bicara lama, tapi kulihat kalian sudah ber minggu-minggu dalam perjalanan, dan aku sangat ingat bagaimana keringnya tenggorokanku sesudah perjalanan seperti itu."
Loring nyengir. "Aye. Sedikit brendi benar-benar bagus. Kau dermawan sekali, Sir."
"Hanya segelas susu untuk putraku," kata Birgit.
"Tentu saja, Madam." Jeod membunyikan lonceng memanggil kepala pelayan, menyampaikan perintahnya, lalu menyandar kembali ke kursi. "Aku dalam posisi yang tidak beruntung. Aku yakin kalian tahu namaku, tapi aku tidak tahu kalian."
"Stronghammer, siap melayani Anda," kata Roran.
"Mardra, siap melayani Anda," kata Birgit.
"Kell, siap melayani Anda," kata Nolfavrell.
"Dan aku Wally, siap melayani Anda," Loring mengakhiri.
"Dan aku siap melayani kalian," jawab Jeod. "Nah, Rolf tadi mengatakan kalian ingin berbisnis denganku. Sebaiknya kalian tahu aku tidak berada dalam posisi untuk membeli atau menjual barang, dan aku tidak memiliki emas untuk diinvestasikan, juga kapal yang bagus untuk membawa wol dan makanan, permata dan rempah-rempah menyeberangi lautan. Kalau begitu, apa yang bisa kulakukan bagi kalian""
Roran menumpukan siku ke lutut, lalu mengaitkan jemari dan menatap dari antaranya sambil mengatur pikiran. Salah omong bisa menyebabkan kami terbunuh di sini, ia mengingatkan diri sendiri. "Sederhananya, Sir, kami mewakili sekelompok orang yang--untuk berbagai alasan--harus membeli sejumlah besar persediaan dengan uang yang sangat sedikit. Kami tahu barang-barang Anda akan dilelang besok lusa untuk melunasi utang, dan kami ingin mengajukan penawaran sekarang untuk barang-barang yang kami butuhkan. Kami bisa saja menunggu hingga lelang, tapi situasi memaksa kami dan kami tidak bisa menunda dua hari lagi. Kalau kami bisa mendapatkan harga yang pantas, harus malam ini atau besok, tidak lebih."
"Pasokan apa yang kalian butuhkan"" tanya Jeod.
"Makanan dan apa pun lainnya yang diperlukan untuk melengkapi kapal atau kendaraan lain untuk perjalanan yang lama di laut."
Ekspresi berminat terpancar di wajah Jeod yang kelelahan. "Kau punya bayangan kapal mana yang kaupilih" Karena aku tahu setiap kapal yang melayari perairan di sini selama dua puluh tahun terakhir."
"Kami belum memutuskan."
Jeod menerima jawaban itu tanpa bertanya. "Aku mengerti sekarang kenapa kalian menemuiku, tapi aku khawatir kalian bersusah payah karena salah pengertian." Ia membentangkan tangannya yang kelabu, memberi isyarat ke arah ruangannya. Segala sesuatu yang kalian lihat di sini bukan lagi milikku, tapi milik kreditorku. Aku tidak berhak menjual barang-barang milikku, dan kalau aku melakukannya tanpa izin, kemungkinan besar aku akan dipenjara karena menipu kreditorku atas uang yang mereka pinjamkan padaku."
Ia diam sejenak sementara Rolf kembali masuk ke kerja, membawa baki perak besar berisi kue-kue, gelas kristal, segelas susu, dan seguci brendi. Kepala pelayan meletakkan baki di dudukan kaki berbatalan lalu membagikan minuman. Roran mengambil gelasnya dan menghirup brendi yang ringan itu, bertanya-tanya kapan saat yang sopan bagi mereka untuk berpamitan dan melanjutkan pencarian.
Sesudah Rolf meninggalkan ruangan, Jeod menghab
iskan isi gelasnya dengan sekali tenggak, lalu berkata, "Mungkin aku tidak berguna bagi kalian, tapi aku kenal sejumlah orang seprofesiku yang mungkin... mungkin... bisa membantu. Kalau kalian bisa memberiku sedikit rincian lagi mengenai apa yang ingin kalian beli, maka aku bisa lebih tahu siapa yang sebaiknya kurekomendasikan."
Roran tidak melihat kerugian dari permintaan itu, jadi ia mengutip daftar barang-barang yang harus dimiliki penduduk desa, benda-benda yang mungkin mereka butuhkan, dan benda-benda yang mereka inginkan tapi tidak mungkin pernah bisa mereka miliki kecuali dewi keberuntungan tersenyum lebar pada mereka. Sesekali Birgit atau Loring menyebutkan barang-barang yang lupa disebutkan Roran--seperti lampu minyak--dan Jeod melirik mereka sejenak sebelum kembali mengarahkan tatapan ke Roran, tempat pandangannya tetap terarah dengan minat yang semakin besar. Minat Jeod meresahkan Roran, rasanya seolah pedagang itu tahu, atau mencurigai, apa yang disembunyikannya.
"Menurutku," kata Jeod setelah Roran selesai mengutip daftarnya, "Yang kalian butuhkan cukup untuk memenuhi kebutuhan beberapa ratus orang ke Feinster atau Aroughs & atau lebih jauh lagi. Kuakui, aku agak sibuk beberapa minggu terakhir ini, tapi aku tidak pernah mendengar ada rombongan sebesar itu di kawasan ini, dan aku tidak bisa membayangkan dari mana asal rombongan sebesar itu."
Dengan ekspresi datar, Roran membalas tatapan Jeod tanpa mengatakan apa-apa. Di dalam hati, ia marah karena membiarkan Jeod mengumpulkan cukup banyak informasi hingga dapat kesimpulan tersebut.
Jeod mengangkat bahu. "Well, sekalipun begitu, itu urusan kalian. Kusarankan kalian menemui Galton di Market Street untuk makanan dan Hamill tua dekat dermaga untuk barang-barang lain. Mereka berdua jujur dan akan memperlakukan kalian dengan baik dan adil." Setelah mengulurkan tangan, ia mengambil kue dari baki, menggigitnya, lalu, sesudah selesai mengunyah, bertanya pada Nolfavrell. "So, Kell muda, kau juka tinggal di Teirm""
"Ya, Sir," kata Nolfavrell, dan tersenyum. "Aku tidak pernah melihat apa pun yang sebesar ini, Sir."
"Begitukah""
"Ya, Sir. Aku--"
Merasa mereka berada dalam situasi yang berbahaya, Roran menyela, "Aku penasaran, Sir, tentang toko di samping rumah Anda. Rasanya aneh ada toko sesederhana itu di tengah bangunan-bangunan mewah di sini."
Untuk pertama kalinya, senyuman, sekalipun tipis, mencerahkan wajah Jeod, menghapus bertahun-tahun dari penampilannya. "Well, toko itu milik wanita yang agak aneh: Angela si tukang obat, salah satu tabib terbaik yang pernah kutemui. Ia mengelola toko itu selama sekitar dua puluh tahun dan, baru beberapa bulan yang lalu, menjualnya dan pindah entah ke mana." Ia mendesah. "Sayang sekali, karena ia tetangga yang menarik."
"Itu yang ingin ditemui Gertrude, bukan"" tanya Nolfavrell, dan menengadah memandang ibunya.
Roran menahan geram dan melontarkan lirikan memperingatkan yang cukup kuat hingga Nolfavrell bergerak-gerak gelisah di kursi. Nama itu tidak berarti apa-apa bagi Jeod, tapi kalau Nolfavrell tidak bisa lebih menjaga lidahnya, ada kemungkinan ia terlepas bicara dan mengutarakan informasi yang lebih merusak. Waktunya pergi, pikir Roran. Ia meletakkan gelas.
Pada saat itulah ia melihat nama itu memang ada artinya bagi Jeod. Mata si pedagang membelalak terkejut, dan ia mencengkeram lengan kursinya hingga ujung-ujung jemarinya memutih. "Tidak mungkin!" Jeod memusatkan perhatian Roran, mengamati wajahnya seakan berusaha memandang pada lewati jangguMya, lalu mengembuskan napas, "Roran. Roran putra Garrow. "
SEKUTU TAK TERDUGA. Roran sudah mencabut martil dari sabuknya dan separo bangkit dari kursi sewaktu mendengar nama ayahnya disebut. Hanya itu yang mencegahnya melompat menyeberangi ruangan dan memukul Jeod hingga pingsan. Dari mana ia tahu siapa Garrow" Di sampingnya, Loring dan Birgit melompat bangkit, mencabut pisau dari lengan baju mereka, bahkan Nolfavrell bersiap-siap berkelahi dengan pisau di tangan.
"Kau Roran, bukan"" tanya Jeod dengan suara pelan. Ia tidak menunjukkan keterkejutan melihat senjata mereka.
"Dari mana kau menebaknya""
"Karena Brom membawa Eragon kemari, dan tampangmu mirip sepupumu. Sewaktu kulihat postermu bersama poster Eragon, aku sadar Kekaisaran pasti berusaha menangkapmu dan kau berhasil lolos. Sekalipun," tatapan Jeod beralih ke tiga orang lainnya, "dalam semua imajinasiku, aku tidak pernah menduga kau akan mengajak seluruh Carvahall bersamu."
Dengan tertegun, Roran duduk kembali di kursi dan meletakkan martil melintang di lutut, siap menggunakannya. "Eragon pernah kemari""
"Aye. Juga Saphira."
Saphira"" Sekali lagi, keterkejutan melintas di wajah Jeod. "Kau tidak tahu, kalau begitu""
Tahu apa"" Jeod memandangnya selama semenit. "Kupikir sudah tiba waktunya menghentikan kepura-puraan kita, Roran putra Garrow, dan bicara terus terang dan tanpa tipuan. Aku bisa menjawab banyak pertanyaanmu--seperti kenapa Kekaisaran memburumu--tapi sebagai gantinya, aku perlu tahu alasan kedatanganmu ke Teirm... alasan yang sebenarnya."
"Kenapa kami harus memercayaimu, Longshanks"" tanya Loring.
"Kau bisa saja bekerja pada Galbatorix."
"Aku teman Brom selama lebih dari dua puluh tahun, sebelum ia menjadi pendongeng di Carvahall," kata Jeod, "dan aku berusaha sebaik-baiknya membantu dia dan Eragon sewaktu mereka menginap di rumahku. Tapi karena tidak satu pun dari mereka ada di sini untuk menjaminku, kuserahkan nyawaku ke tangan kalian, terserah akan kalian apakan. Aku bisa berteriak minta tolong, tapi tidak akan kulakukan. Aku juga tidak akan melawan kalian. Aku hanya minta kalian menceritakan kisah kalian dan mendengarkan kisahku sendiri. Lalu kalian bisa memutuskan sendiri tindakan apa yang perlu dilakukan. Kalian tidak terancam bahaya, jadi apa ruginya berbicara""
Birgit menyentakkan dagu, menarik perhatian Roran. Ia bisa saja sedang berusaha menyelamatkan diri."
"Mungkin," jawab Roran, "tapi kita harus mencari tahu apa yang diketahuinya." Dengan mengaitkan satu lengan ke bawah kursi, ia menyeret kursi ke seberang ruangan, menempelkan sandaran kursi ke pintu, dan duduk di sana, jadi tidak ada yang bisa mendobrak masuk dan menyergap saat mereka tidak siap. Ia mengarahkan martil ke Jeod. "Baiklah. Kau mau bicara" Kalau begitu, mari kita bicara, kau dan aku."
"Paling baik kalau kau duluan."
"Kalau begitu, dan kalau kami tidak puas dengan jawaban sesudahnya, kami terpaksa membunuhmu," Roran memper ingatkan.
Jeod bersedekap. "Terserah."
Sekalipun tidak ingin, Roran terkesan melihat ketenangan si pedagang; Jeod tampak tidak peduli pada nasibnya, sekalipun ekspresi mulutnya tampak agak muram. "Terserah," Roran mengulangi.
Roran telah sering menceritakan kejadian sejak kedatangan Ra'zac di Carvahall, tapi belum pernah ia menceritakannya secara terinci pada orang lain. Sementara ia bercerita, terlintas dalam benaknya betapa banyak kejadian yang telah menimpa dirinya dan para penduduk desa lain dalam waktu sesingkat itu dan betapa mudahnya Kekaisaran menghancurkan kehidupan mereka di Lembah Palancar. Menceritakan kembali kengerian-kengerian lama terasa menyakitkan bagi Roran, tapi setidaknya ia senang melihat Jeod menampakkan ketertegunan yang tulus saat mendengar bagaimana penduduk desa menyerang para prajurit dan Ra'zac di perkemahan mereka, pengepungan terhadap Carvahall sesudahnya, pengkhianatan Sloan, penculikan Katrina, bagaimana Roran meyakinkan penduduk desa untuk melarikan diri, dan kekerasan perjalanan mereka ke Teirm.
"Demi Raja-Raja yang Hilang!" seru Jeod. "Itu kisah yang paling luar biasa. Luar biasa! Kalau kuingat bahwa kau berhasil menggagalkan rencana Galbatorix dan tepat sekarang ini seluruh desa Carvahall bersembunyi di luar salah satu kota terbesar Kekaisaran dan Raja bahkan tidak tahu...." Ia menggeleng kagum.
"Aye, begitulah keadaan kami," geram Loring, "dan itu sangat berbahaya, jadi sebaiknya kaujelaskan dengan jelas kenapa kami harus mengambil risiko membiarkanmu tetap hidup."
"Itu menempatkanku--"
Jeod terdiam saat seseorang mengguncang selot di belakang kursi Roran, berusaha membuka pintu, diikuti gedoran pada Papan kayu eknya. Di lorong, seorang wanita menjerit, "Jeod! Biarkan
aku masuk, Jeod! Kau tidak bisa bersembunyi dalam guamu itu"
"Boleh"" gumam Jeod.
Roran menjentikkan jemari ke Nolfavrell, dan bocah itu melemparkan pisau ke Roran, yang menyelinap ke belakang meja tuli dan menempelkan sisi pipih mata pisau ke tenggorokan Jeod. "Suruh wanita itu pergi."
Dengan mengeraskan suara, Jeod berkata, "Aku tidak bisa bicara sekarang; aku sedang rapat."
"Bohong! Kau tidak memiliki bisnis apa pun. Kau sudah bangkrut! Keluar dan hadapi aku, pengecut! Kau laki-laki atau bukan, sampai memandang lurus ke mata istrimu saja tidak berani"" Wanita itu diam sejenak, seakan menunggu jawaban, lalu jeritannya terdengar semakin keras, "Pengecut! Kau tikus tak bernyali, penakut kotor tanpa otak yang tak marnpu mengelola kios daging, apalagi perusahaan pelayaran. Ayahku tidak akan pernah kehilangan uang sebanyak itu!"
Roran mengernyit ketika penghinaan-penghinaan itu terus berlanjut. Aku tidak bisa menahan Jeod kalau wanita itu berbicara lebih lama lagi.
"Diam, perempuan!" teriak Jeod, dan kebisuan mengikuti. "Keberuntungan kita mungkin akan berubah lebih baik kalau kau memiliki akal sehat untuk menahan lidahmu dan tidak terus berceloteh seperti istri pedagang ikan."
Jawaban istrinya terdengar dingin: "Akan kutunggu kau di ruang makan, suamiku sayang, dan kalau kau tidak berniat menemuiku saat makan malam dan menjelaskan, aku akan meninggalkan rumah ini, tanpa pernah kembali." Lalu terdengar suara langkah kakinya menjauh.
Sesudah yakin wanita itu telah pergi, Roran mengangkat pisau dari leher Jeod dan mengembalikan senjata itu pada Nolfavrell sebelum duduk kembali di kursi yang menempel ke pintu.
Jeod menggosok lehernya dan, dengan ekspresi waspada, berkata, "Kalau kita tidak mencapai kata sepakat, sebaiknya kalian bunuh saja aku; itu lebih mudah daripada menjelaskan pada Helen bahwa aku meneriakinya tanpa alasan."
"Aku bersimpati padamu, Longshanks," kata Loring.
"Bukan salahnya... bukan benar-benar salahnya. Ia hanya tidak mengerti kenapa begitu banyak kesialan menimpa kami"
Jeod mendesah. "Mungkin salahku karena tidak berani beritahu dirinya."
"Memberitahukan apa"" sela Nolfavrell.
"Bahwa aku agen Varden." Jeod diam sejenak melihat ekspresi tertegun mereka. "Mungkin sebaiknya kumulai dari awal Roran, kau pernah dengar isu-isu selama beberapa bulan terakhir mengenai kemunculan Penunggang baru yang menentang Galbatorix""
"Di sana-sini, ya, tapi tidak ada yang menurutku bisa dipercay."
Jeod ragu-ragu. "Aku tidak tahu bagaimana lagi cara menyampaikannya, Roran... tapi memang ada Penunggang baru di Alagaesia, dan ia adalah sepupumu, Eragon. Batu yang ditemukannya di Spine sebenarnya telur naga yang dicuri kaum Varden, dengan bantuanku, dari Galbatorix bertahun-tahun yang lalu. Naga itu menetas bagi Eragon dan Eragon menamainya Saphira. Itu sebabnya Ra'zac datang ke Lembah Palancar pertama kali. Mereka kembali karena Eragon telah menjadi musuh yang berat bagi Kekaisaran dan Galbatorix berharap dengan menangkap dirimu, mereka bisa menundukkan Eragon."
Kepala Roran tersentak ke belakang saat ia tertawa hingga air mata menggenang di sudut-sudut matanya dan perutnya sakit akibat guncangannya. Loring, Birgit, dan Nolfavrell memandangnya dengan tatapan ketakutan, tapi Roran tidak memedulikan pendapat mereka. Ia tertawa mendengar kekonyolan cerita Jeod. Ia menertawakan kemungkinan menakutkan bahwa Jeod berbicara jujur.
Dengan napas terengah-engah, sikap Roran perlahan-lahan kembali normal, sekalipun sesekali ia masih tergelak meskipun tak ada yang lucu. Ia mengusap wajahnya dengan lengan baju lalu memandang Jeod, senyum keras merekah di bibirnya. "Ceritamu cocok dengan fakta-faktanya; kuakui itu. Tapi begitu juga setengah lusin penjelasan lain yang kupikirkan."
Birgit berkata, "Kalau batu Eragon ternyata telur naga, lalu dari mana asalnya""
"Ah," jawab Jeod, "itu urusan yang kuketahui dengan baik.... "
Duduk nyaman di kursinya, Roran mendengarkan dengan tetap tak percaya ketika Jeod merangkai kisah yang fantastis yang bagaimana Brom-Brom tua penggerutu!--dulunya Penunggang dan sepertinya membantu mendi
rikan Varden, bagaiaman Jeod menemukan jalan rahasia ke Uru'baen, bagaimana kaum Varden mengatur pencurian ketiga telur naga terakhir dari Galbatorix, dan bagaimana hanya satu telur yang bisa diselamatkan sesudah Brom bertempur dan membunuh Morzan, salah satu kaum Terkutuk. Seakan kisahnya masih belum konyol, Jeod lalu menjabarkan perjanjian antara kaurn Varden, kurcaci, dan elf bahwa telur itu harus dikirim bolak-bolik antara Du Weldenvarden dan Pegunungan Beor, Yang menjadi penyebab kenapa telur dan kurirnya berada di dekat tepi hutan besar sewaktu mereka disergap Shade.
Shade--ha! pikir Roran. Sekalipun skeptis, Roran memerhatikan dengan minat berlipat ganda sewaktu Jeod mulai menceritakan saat Eragon menemukan telur dan membesarkan naga Saphira di hutan dekat tanah pertanian Garrow. Roran sibuk waktu itu--bersiap-siap berangkat ke penggilingan milik Dempton di Therinsford--tapi ia ingat bagaimana teralihnya perhatian Eragon pada saat itu, bagaimana Eragon menghabiskan setiap waktu luangnya di luar rumah, entah melakukan apa....
Saat Jeod menjelaskan bagaimana dan kenapa Garrow tewas, kemurkaan memenuhi Roran karena Eragon berani merahasiakan naga itu sementara tindakannya jelas membahayakan semua orang. Ia yang salah sehingga ayahku meninggal!
"Apa yang dipikirkannya"" sembur Roran.
Ia membenci Jeod yang memandangnya dengan pemahaman yang tenang. "Aku ragu Eragon sendiri tahu. Penunggang dan naga mereka terikat begitu erat satu sama lain hingga sering sulit membedakan satu dengan yang lain. Eragon tidak mungkin menyakiti Saphira sama seperti ia tidak mungkin menggergaji kakinya sendiri."
"Bisa saja," gumam Roran. "Karena dirinya, aku terpaksa melakukan tindakan-tindakan yang sama menyakitkannya, dan aku tahu--ia bisa saja berbuat begitu."
"Kau benar untuk merasakan apa yang kaurasakan," kata Jeod, "tapi jangan lupa bahwa alasan Eragon meninggalkan Lembah Palancar adalah untuk melindungi dirimu dan semua yang tersisa. Aku yakin pilihan itu sangat sulit baginya. Dari sudut pandangnya, ia mengorbankan diri untuk memastikan keselamatanmu dan membalaskan ayahmu. Dan sekalipun pergi mungkin tidak menghasilkan akibat yang diinginkan, Situasinya jelas akan lebih buruk lagi kalau Eragon tetap tinggal."
Roran tidak mengatakan apa-apa lagi hingga menyinggung bahwa alasan Brom dan Eragon mengunjungi Teirm adalah untuk melihat apakah mereka bisa menggunakan daftar muatan kapal untuk menemukan sarang Ra'zac. "Apakah mereka berhasil"" seru Roran, tersentak tegak.
"Kami berhasil."
"Well, di mana mereka kalau begitu" Demi kebaikan, man, katakan; kau tahu betapa pentingnya ini bagiku!"
"Tampak jelas dari catatan--dan aku kemudian mendapat pesan dari kaum Varden bahwa cerita Eragon sendiri mengkonfirmasi hal ini--bahwa sarang Ra'zac berada di formasi yang dikenal sebagai Helgrind, dekat Dras-Leona."
Roran mencengkeram martilnya dengan penuh semangat.
Dras-Leona sangat jauh, tapi Teirm memiliki akses ke satu-satunya celah terbuka antara tempat ini dan ujung selatan Spine. Kalau aku bisa membawa semua orang menyusuri pantai dengan selamat, lalu aku bisa pergi ke Helgrind ini, menyelamatkan Katrina kalau ia ada di sana, dan mengikuti Sungai Jiet ke Surda.
Sebagian dari pikiran Roran rupanya terungkap sendiri di wajahnya, karena Jeod berkata, "Itu tidak bisa dilakukan, Roran."
"Apa"" "Tidak ada orang yang bisa mendaki Helgrind. Tempat itu merupakan pegunungan batu hitam yang kokoh dan gersang hingga mustahil didaki. Pikirkan tunggangan Ra'zac yang berbau busuk; kemungkinan besar mereka lebih suka bersarang di dekat puncak Helgrind daripada tidur di dekat tanah, tempat mereka paling rapuh. Kalau begitu, bagaimana caramu mendekati mereka" Dan kalau bisa, apa kau benar-benar percaya bisa mengalahkan kedua Ra'zac dan tunggangan mereka, kalau bahkan tidak ada lebih banyak lagi" Aku tidak ragu kau pejuang yang menakutkan--bagaimanapun juga, kau dan Eragon memiliki darah yang sama--tapi musuh-musuh ini lebih daripada manusia normal."
Roran menggeleng. "Aku tidak bisa meninggalkan Katrina. Mungkin sia-sia, tapi aku harus berusaha
membebaskan dirinya, bahkan Seandainya aku harus mati untuk itu."
Tidak ada gunanya bagi Katrina kalau kau sendiri terbunuh," tegur Jeod. "Kalau aku boleh menawarkan saran: cobalah mencapai Surda seperti rencanamu. Begitu tiba di sana, aku yakin kau bisa minta bantuan Eragon. Bahkan Ra'zac tidak mampu menandingi Penunggang dan naganya dalam pertempuran terbuka."
Dengan mata batinnya, Roran melihat makhluk buas raksasa berkulit kelabu yang ditunggangi Ra'zac. Ia benci mengakuinya, tapi ia tahu tidak mampu membunuh makhluk seperti itu, tidak peduli sekuat apa dirinya atau motivasinya. Begitu ia menerima kebenarannya, Roran akhirnya memercayai cerita Jeod--karena kalau tidak, Katrina akan hilang selamanya.
Eragon, pikirnya. Eragon! Demi darah yang sudah kutumpahkan dan kengerian di tanganku, aku bersumpah demi kubur ayahku, kau akan membalas perbuatanmu dengan menyerang Helgrind bersamaku. Kalau kau menciptakan kekacauan ini, akan kupaksa kau membereskannya.
Roran memberi isyarat pada Jeod. "Lanjutkan ceritamu. Biar kami mendengar sisa drama menyedihkan ini sebelum hari semakin sore."
Lalu Jeod membicarakan kematian Brom; tentang Murtagh, putra Morzan; tentang penangkapan dan pelarian di Gil'ead; penerbangan mati-matian untuk menyelamatkan seorang elf; tentang Urgal dan kurcaci serta pertempuran hebat di tempat bernama Farthen Dur, di mana Eragon mengalahkan Shade. Dan Jeod memberitahu mereka bagaimana kaum Varden meninggalkan Pegunungan Beor dan pindah ke Surda, dan bagaimana Eragon sekarang berada jauh di dalam Du Weldenvarden, mempelajari rahasia misterius sihir dan seni perang elf, tapi akan segera kembali.
Sewaktu pedagang itu membisu, Roran berkumpul di sisi seberang ruang kerja bersama Loring, Birgit, dan Nolfavrell. Ia meminta pendapat mereka. Sambil merendahkan suara, Loring berkata, "Aku tidak tahu ia berbohong atau tidak, tapi siapa pun yang bisa mengarang cerita seperti itu di bawah todong pisau layak untuk hidup. Penunggang baru! Dan Eragon orangnya!" Ia menggeleng.
"Birgit"" tanya Roran. "Tapi
"Aku tidak tahu. Ini begitu luar biasa." Ia ragu-ragu pasti benar. Penunggang lain adalah satu-satunya alasan kenapa Kekaisaran begitu mati-matian mengejar kita."
"Aye," Loring menyetujui. Matanya cerah penuh semangat. "Kita, rupanya terlibat dalam peristiwa yang lebih berarti daripada yang kita sadari. Penunggang baru. Pikirkan itu! Orde lama akan disapu habis, kuberitahu kalian... Kau benar selama ini Roran.
"Nolfavrell""
Bocah itu tampak serius karena ditanyai. Ia menggigit bibir, lalu berkata, "Jeod tampaknya cukup jujur. Kupikir kita bisa memercayai dirinya."
"Baiklah, kalau begitu," kata Roran. Ia melangkah kembali mendekati Jeod, menumpukan buku-buku jemarinya di tepi meja, dan berkata, "Dua pertanyaan terakhir, Longshanks. Bagaimana tampang Brom dan Eragon" Dan bagaimana kau bisa mengenali nama Gertrude""
"Aku tahu tentang Gertrude karena Brom bilang ia meninggalkan surat untukmu padanya. Sedangkan mengenai tampang mereka: Brom agak lebih pendek daripada diriku. Janggut lebat, hidung bengkok, dan ia membawa tongkat berukir. Dan aku berani mengatakan ia kadang menjengkelkan." Roran mengangguk; itulah Brom. "Eragon... masih muda. Rambut cokelat, mata cokelat, dengan bekas luka di pergelangan tangan, dan ia tidak pernah berhenti bertanya." Roran kembali mengangguk; itulah sepupunya.
Roran menjejalkan martilnya ke sabuk. Birgit, Loring, dan Nolfavrell menyarungkan pisau mereka. Lalu Roran menjauhkan kursi dari pintu, dan mereka berempat kembali duduk seperti manusia yang beradab. "Sekarang apa, Jeod"" tanya Roran. "Kau bisa membantu kami" Aku tahu kau berada dalam situasi yang sulit, tapi kami... kami kehabisan akal dan tidak bisa meminta bantuan siapa pun lagi. Mengenai agen kaum Varden, kau bisa menjamin perlindungan kaum Varden atas kami" kami bersedia mengabdi pada mereka kalau mereka melindungi kami dari kemurkaan Galbatorix."
Kaum Varden," kata Jeod, "akan lebih daripada gembira menerima kalian. Lebih daripada gembira. Kurasa kau sudah menebak begitu. Sedangkan mengenai bantuan...." Ia mengelus w
ajahnya yang panjang dengan satu tangan dan menatap deretan buku di rak-rak di belakang Loring. "Aku sadar selama hampir setahun bahwa identitasku yang sebenarnya--seperti juga banyak pedagang lain di sini dan di tempat-tempat lain yang membantu kaum Varden--telah dibocorkan pada Kekaisaran. Karena itu, aku belum berani melarikan diri ke Surda. Kalau kucoba, Kekaisaran akan menangkapku, lalu siapa yang tahu kengerian macam apa yang akan kuhadapi" Aku terpaksa menyaksikan bisnisku hancur secara bertahap tanpa mampu mengambil tindakan apa pun untuk mencegahnya atau melarikan diri dari masalah itu. Yang lebih buruk lagi, sekarang sesudah aku tidak bisa mengirimkan apa pun kepada kaum Varden dan mereka tidak berani mengirim orang kepadaku, aku takut Lord Risthart akan membelengguku dan menyeretku ke penjara bawah tanah, karena aku tidak lagi menarik bagi Kekaisaran. Aku sudah menduga kejadian itu setiap hari sejak aku menyatakan kebangkrutan."
"Mungkin," kata Birgit, "mereka ingin kau melarikan diri agar mereka bisa menangkap siapa pun yang kau ajak."
Jeod tersenyum. "Mungkin. Tapi sekarang sesudah kalian kemari, aku punya cara untuk pergi yang tidak pernah mereka antisipasi."
"Kalau begitu, kau punya rencana"" tanya Loring.
Kegembiraan melintas di wajah Jeod. "Oh ya, aku punya rencana. Apakah kalian berempat melihat kapal Dragon Wing yang ditambatkan di pelabuhan""
Roran teringat kembali pada kapal itu. "Aye."
"Dragon Wing milik Blackmoor Shipping Company, kamuflase Kekaisaran. Mereka menangani pasokan untuk pasukan, Yang baru-baru ini dimobilisasi dengan kecepatan yang mengejutkan, merekrut prajurit di antara petani dan menyita kuda, kambing dan kerbau." Jeod mengangkat alis. "Aku tidak yakin apa artinya itu, tapi ada kemungkinan Galbatorix berniat menyerang Surda. Pokoknya, Dragon Win akan berlayar ke Feinster dalam minggu ini. Itu kapal terbaik yang pernah dibuat, berdasarkan rancangan baru pakar pembuat kapal Kinnell."
"Dan kau mau membajaknya," kata Roran.
"Memang. Bukan hanya untuk mengejek Kekaisaran atau karena Dragon Wing direputasikan sebagai kapal tercepat kelasnya, tapi karena kapal itu sudah diisi persediaan makanan untuk perjalanan jauh. Dan karena bermuatan makanan, kita memiliki cukup makanan untuk seisi desa."
Loring tergelak tertahan. "Kuharap kau bisa mengemudikannya sendiri, Longshanks, karena tidak satu pun dari kami yang tahu cara mengendalikan perahu yang lebih besar dari bargas.
"Ada beberapa orang dari awak kapal-kapalku yang masih tinggal di Teirm. Mereka berada dalam posisi yang sama dengan diriku, tidak mampu melawan atau melarikan diri.
Aku yakin mereka akan menyambar kesempatan pergi ke Surda. Mereka bisa mengajarkan apa yang harus kalian lakukan di Dragon Wing. Tidak mudah, tapi aku tidak melihat banyak pilihan dalam hal ini."
Roran tersenyum. Rencana itu sesuai seleranya: cepat, tegas, dan tidak terduga.
"Kau tadi mengatakan," kata Birgit, "bahwa selama setahun terakhir tidak satu pun kapalmu--maupun kapal pedagang lain yang melayani kaum Varden--yang tiba di tujuannya. Kalau begitu, kenapa misi ini bisa berhasil sementara begitu banyak yang lainnya gagal""
Jeod menjawab dengan cepat, "Karena kejutan berada di pihak kita. Hukum mengharuskan kapal pedagang menyerahkan jadwal pelayaran mereka untuk disetujui pihak berwenang pelabuhan sedikitnya dua minggu sebelum berangkat. Membutuhkan banyak waktu untuk menyiapkan keberangkatan kapal, jadi kalau kita pergi tanpa peringatan, bisa seminggu atau lebih sebelum Galbatorix bisa mengirim kapal-kapal penghadang. Kalau beruntung, kita tidak akan melihat bahkan pucuk tiang kapal para pemburu kita. Jadi," lanjut Jeod, "kalau kalian bersedia mencoba usaha ini, inilah yang harus kita lakukan...."
MELARIKAN DIRI Sesudah mereka mempertimbangkan usulan Jeod dari setiap sudut yang mungkin dan setuju untuk mematuhinya dengan beberapa modifikasi--Roran mengirim Nolfavrell menjemput Gertrude dan Mandel dari Green Chestnut, karena Jeod menawarkan rumahnya pada seluruh rombongan mereka.
"Sekarang, kalau kau tidak keberatan," kata Jeod, sambil berdi
ri, "aku harus memberitahu istriku apa yang seharusnya tidak pernah kusembunyikan darinya dan memintanya menemaniku ke Surda. Kalian boleh memilih kamar kalian masing-masing di lantai dua. Rolf akan memanggil kalian saat makan malam siap nanti." Dengan langkah-langkah panjang dan lamban, ia meninggalkan ruang kerja.
"Apa bijaksana membiarkan ia memberitahu monster betina itu"" tanya Loring.
Roran mengangkat bahu. "Bijaksana atau tidak, kita tak bisa menghalanginya. Dan kurasa ia tidak akan tenang sebelum memberitahu istrinya."
Bukannya pergi ke salah satu kamar, Roran justru berkeliaran menjelajahi rumah mewah itu, tanpa sadar menghindari para pelayan sambil merenungkan apa yang dikatakan Jeod. Ia berhenti di jendela cembung yang menghadap ke istal bagian belakang rumah dan memenuhi paru-parunya dengan udara yang berasap, penuh bau kotoran kuda yang dikenalinya.
"Kau membencinya""
Ia terkejut dan berpaling melihat sosok Birgit di ambang pintu. Wanita itu menarik syalnya lebih erat di bahu sambil mendekat.
"Siapa"" tanya Roran, sekalipun tahu persis jawabannya.
"Eragon. Kau membencinya""
Roran memandang langit yang semakin gelap. "Entahlah. Aku benci karena ia menyebabkan kematian ayahku, tapi ia masih tetap keluargaku dan untuk itu aku menyayanginya... Kurasa kalau aku tidak membutuhkan Eragon untuk menyelamatkan Katrina, aku tidak ingin berhubungan dengannya untuk sementara waktu."
"Seperti aku membutuhkan dan membencimu, Stronghammer."
Roran mendengus geli. "Aye, kita bagai kembar siam, bukan" Kau terpaksa membantuku menemukan Eragon agar bisa membalaskan Quimby pada Ra'zac."
"Dan membalas dendam padamu sesudahnya."
"Itu juga." Roran sejenak membalas tatapan Birgit yang mantap, mengakui ikatan di antara mereka. Ia mendapati pengetahuan bahwa mereka punya dorongan yang sama, anehnya, justru menenangkan; api kemarahan yang sama yang mempercepat langkah mereka sewaktu yang lainnya goyah. Dalam diri Birgit, Roran mengenali semangat yang sama.
Sewaktu kembali melintasi rumah, Roran berhenti di dekat ruang makan saat mendengar suara Jeod. Karena penasaran, ia mengintip ke celah di tengah engsel pintu. Jeod berdiri di hadapan wanita ramping berambut pirang, yang menurut tebakan Roran adalah Helen.
"Kalau apa yang kaukatakan benar, bagaimana kau bisa berharap aku akan memercayaimu""
"Aku tidak bisa," jawab Jeod.
"Tapi kau memintaku menjadi pelarian demi dirimu""
"Kau dulu pernah menawarkan diri untuk meninggalkan keluargamu dan menjelajahi tanah ini bersamaku. Kau memohon padaku agar membawamu lari dari Teirm."
"Dulu. Kupikir kau sangat memesona waktu itu, dengan pedang dan bekas lukamu."
"Aku masih memiliki keduanya," kata Jeod lembut. "Aku melakukan banyak kesalahan padamu, Helen; aku mengerti sekarang. Tapi aku masih mencintaimu dan ingin kau aman. Aku tidak memiliki masa depan di sini. Kalau tetap tinggal, aku hanya membawa kedukaan bagi keluargamu. Kau bisa kembali ke ayahmu atau kau bisa ikut denganku. Lakukan apa yang membuatmu paling bahagia. Tapi, kumohon kau memberiku kesempatan kedua, untuk memiliki keberanian meninggalkan tempat ini dan membuang kenangan pahit kehidupan kita di sini. Kita bisa memulai baru di Surda."
Helen diam cukup lama. "Pemuda yang dulu datang kemari, ia benar-benar Penunggang""
"Benar. Angin perubahan sedang bertiup, Helen. Kaum Varden akan menyerang, para kurcaci berkumpul, bahkan para elf sedang sibuk di tempat persembunyian kuno mereka. Perang semakin dekat, dan kalau kita beruntung, begitu pula kejatuhan Galbatorix."
"Apa kau penting di kalangan kaum Varden""
"Mereka berutang budi untuk perananku mendapatkan telur Saphira."
"Kalau begitu kau akan mendapat posisi di antara mereka di Surda""
"Kurasa begitu." Jeod memegang bahu Helen, dan Helen tidak menjauh.
Helen berbisik, "Jeod, Jeod, jangan memaksaku. Aku belum bisa memutuskan."
"Kau mau mempertimbangkannya"" Helen menggigil. "Oh ya. Akan kupikirkan."
Hati Roran terasa sakit saat ia berlalu.
Katrina. Malam itu saat makan, Roran menyadari mata Helen sering tertuju padanya, mengamati dirinya dan mengukur-memban
dingkan dirinya, ia yakin, dengan Eragon.
Sesudah makan, Roran memanggil Mandel dan mengajaknya keluar, ke halaman belakang rumah.
"Ada apa, Sir"" tanya Mandel. "Aku ingin berbicara empat mata denganmu."
"Tentang apa""
Roran mengelus mata martilnya dan teringat betapa ia merasa seperti Garrow sewaktu ayahnya menceramahi dirinya tentang tanggung jawab; Koran bahkan bisa merasakan kalimat-kalimat lama memenuhi di tenggorokannya. Jadi satu generasi berlanjut ke generasi berikutnya, pikirnya. "Kau cukup akrab dengan para kelasi akhir-akhir ini."
"Mereka bukan musuh kita," Mandel memprotes.
"Semua orang musuh kita saat ini. Clovis dan anak buahnya bisa berbalik menentang kita dalam sekejap mata. Tapi itu tidak akan menjadi masalah, kalau kebersamaanmu dengan mereka tidak menyebabkan kau melalaikan kewajiban." Mandel mengejang dan pipinya memerah, tapi ia tidak membuat Roran memandang rendah dirinya dengan mengingkari tuduhan Roran. Dengan perasaan senang, Roran bertanya, "Apa tindakan paling penting yang bisa kita lakukan sekarang ini, Mandel""
"Melindungi keluarga kita."
"Aye. Dan apa lagi""
Mandel ragu-ragu, tidak yakin, lalu mengakui, "Aku tidak tahu."
"Saling membantu. Hanya itu satu-satunya cara agar kita semua bisa bertahan hidup. Aku terutama sangat kecewa sewaktu tahu kau mempertaruhkan makanan dengan para kelasi, karena itu membahayakan seluruh desa. Waktumu akan jauh lebih baik kalau dihabiskan dengan berburu daripada bermain dadu atau belajar melempar pisau. Dengan kepergian ayahmu, kau bertanggung jawab merawat ibu dan adik-adikmu. Mereka mengandalkan dirimu. Apa omonganku jelas""
"Sangat jelas, Sir," jawab Mandel dengan suara tercekik.
"Apa ini akan terulang""
"Tidak, Sir." "Bagus. Nah, aku mengajakmu kemari bukan hanya untuk menegurmu. Kau tampak menjanjikan, itu sebabnya aku memberimu tugas yang tidak akan kupercayakan pada orang selain diriku."
"Ya, Sir!" "Besok pagi kau harus kembali ke perkemahan dan menyampaikan pesan pada Horst. Jeod percaya Kekaisaran menempatkan mata-mata untuk mengawasi rumah ini, jadi penting sekali bagimu untuk memastikan kau tidak diikuti. Tunggu hingga kau telah keluar kota, lalu bebaskan dirimu dari siapa pun yang melacakmu di pedalaman. Bunuh ia kalau perlu. Sesudah kau bertemu Horst, beritahu ia agar..." Sementara Roran menjabarkan perintahnya, ia mengawasi ekspresi Mandel berubah dari terkejut, shock, lalu terpesona.
"Bagaimana kalau Clovis keberatan"" tanya Mandel.
"Malam itu, patahkan kemudi bargas-bargas agar tidak bisa dikendalikan. Itu tipuan kotor, tapi kita akan tertimpa bencana kalau Clovis atau salah satu anak buahnya tiba di Teirm sebelum dirimu."
"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi," sumpah Mandel.
Roran tersenyum. "Bagus." Puas karena telah memecahkan masalah tingkah laku Mandel dan karena pemuda itu akan berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan pesan pada Horst, Roran masuk kembali dan mengucapkan selamat malam pada tuan rumah mereka sebelum pergi tidur.
Kecuali Mandel, Roran dan rekan-rekannya mengurung diri di rumah mewah itu sepanjang keesokan harinya, menggunakan penundaan tersebut untuk beristirahat, mengasah senjata, dan mempelajari kembali rencana mereka.
Dari subuh hingga senja, mereka melihat Helen beberapa kali saat wanita itu bergegas dari satu kamar ke kamar yang lain, lebih sering melihat Rolf yang gigi-giginya seperti mutiara dipernis, dan tidak melihat Jeod sama sekali, karena pedagang ubanan itu pergi berjalan-jalan ke kota dan--tampak seolah tak sengaja--bertemu beberapa pelaut yang dipercayainya untuk ekspedisi mereka.
Sekembalinya Jeod, ia memberitahu Roran, "Kita bisa mengandalkan lima tenaga tambahan lagi. Aku berharap itu cukup." Jeod mengurung diri di ruang kerja sepanjang sisa malam menulis berbagai dokumen hukum dan membereskan urusannya.
Tiga jam sebelum subuh, Roran, Loring, Birgit, Gertrude, dan Nolfavrell bangun sendiri dan, melawan keinginan untuk menguap, berkumpul di ruang depan rumah mewah, tempat mereka menutupi diri dengan jubah-jubah panjang untuk nyembunyikan wajah mereka. Sebilah pedang tipis tergantu
ng di sisi Jeod sewaktu ia bergabung dengan mereka, dan Roran merasa pedang tipis itu entah bagaimana melengkapi pria kurus tersebut, seakan mengingatkan Jeod pada siapa ia sebenarnya.
Jeod menyalakan lentera minyak dan mengacungkannya di depan mereka. "Apa kita siap"" tanyanya. Mereka mengangguk. Lalu Jeod membuka pintu dan mereka keluar ke jalan dari batu-batu bulat yang kosong. Di belakang mereka, feod berlama-lama di pintu masuk, melontarkan pandangan menunggu ke tangga di sebelah kanan, tapi Helen tidak muncul. Sambil menggigil, Jeod meninggalkan rumahnya dan menutup pintu.
Roran memegang lengannya. "Apa yang sudah terjadi, terjadilah."
"Aku tahu." Mereka berlari melintasi kota yang gelap, melambat menjadi jalan cepat setiap kali bertemu penjaga atau sesama makhluk malam, sebagian besar melesat pergi saat melihat mereka. Sekali mereka mendengar suara langkah kaki di puncak salah satu bangunan di dekat mereka. "Rancangan kota," Jeod menjelaskan, "memudahkan pencuri berpindah-pindah dari satu atap ke atap yang lain."
Mereka kembali berjalan sewaktu tiba di gerbang timur Teirm. Karena gerbang itu terbuka ke pelabuhan, gerbang itu hanya ditutup selama empat jam setiap malam agar tidak mengacaukan perdagangan. Dan memang, sekalipun waktunya Pagi buta, sejumlah orang terlihat telah berlalu lalang melintasi gerbang.
Walau Jeod telah memperingatkan mereka akan kemungkinan ini, Roran masih merasakan lonjakan ketakutan sewaktu para penjaga menurunkan tombak dan menanyakan urusan mereka. Ia membasahi bibir dan mencoba tidak bergerak-gerak gelisah selama prajurit yang lebih tua itu memeriksa gulungan yang diberikan Jeod padanya. Sesudah semenit, penjaga itu mengangkat dan mengembalikan perkamennya. "Kalian boleh lewat."
Begitu mereka berada di dermaga dan tidak kedengaran dari dinding kota, Jeod bekata, "Bagus juga ia tidak bisa membaca."
Mereka berenam menunggu di papan yang lembap hingga satu demi satu, anak buah jeod bermunculan dari kabut kelabu yang menutupi pantai. Mereka muram dan tidak banyak bicara dengan rambut dikepang yang menjuntai di punggung tangan bernoda ter, dan puluhan bekas luka yang bahkan Roran sendiri menghargainya. Ia suka dengan apa yang dilihatnya, dan bisa melihat mereka juga menyukai dirinya. Tapi mereka tidak menerima Birgit.
Salah satu pelaut, pria bertubuh besar dan kasar, menyentakkan ibu jari ke arah Birgit dan memarahi Jeod, "Kau tidak mengatakan akan ada wanita yang ikut bertempur. Bagaimana aku bisa memusatkan perhatian dengan adanya gelandangan terbelakang yang menghalangi jalanku""
"Jangan membicarakan ibuku seperti itu," kata Nolfavrell dengan gigi terkatup.
"Dan anaknya juga""
Dengan suara tenang, Jeod berkata, "Birgit pernah melawan Ra'zac. Dan putranya membunuh salah seorang prajurit terbaik Galbatorix. Kau bisa mengklaim sebanyak itu, Uthar""
"Tidak layak," kata orang yang lain. "Aku tidak akan merasa aman dengan adanya wanita di sampingku; mereka hanya membawa sial. Wanita seharusnya--"
Apa pun yang hendak dikatakannya tidak pernah terucapkan, karena saat itu Birgit melakukan tindakan yang sama sekali tidak feminin. Setelah melangkah maju, ia menendang selangkangan Uthar, menyambar pria kedua, dan menempelkan pisau ke tenggorokannya. Ia mencengkeram pria itu sejenak, agar semua orang bisa melihat tindakannya, lalu melepaskan tawanannya. Uthar terguling-guling di papan dekat kaki Birgit, mencengkeram dirinya sendiri, dan menggumamkan serangkaian makian.
"Ada lagi yang keberatan"" tanya Birgit. Di sampingnya Nolfavrell menatap ibunya dengan mulut ternganga.
Roran menurunkan kerudungnya lebih rendah untuk menutupi senyumnya. Bagus juga mereka belum melihat Gertrude, pikirnya.
Karena tidak ada lagi yang menantang Birgit, Jeod bertanya, "Kalian membawa apa yang kuinginkan"" Setiap pelaut masukkan tangan ke balik rompi dan menunjukkan gada dan beberapa utas tali.
Dengan bersenjatakan itu, mereka menyusuri pelabuhan menuju Dragon Wing, berusaha sebaik-baiknya agar tidak ketahuan.
jeod terus menutupi lenteranya. Di dekat dermaga, mereka bersembunyi di balik gudang dan menga
wasi dua lentera yang dibawa penjaga terayun-ayun di geladak kapal. Papan penghubungnya ditarik karena malam hari.
"Ingat," bisik Jeod, "yang paling penting adalah jangan sampai tanda bahaya dibunyikan sampai kita siap berangkat."
"Dua pria di atas, dua di bawah, benar"" tanya Roran.
Uthar menjawab, "Biasanya begitu."
Roran dan Uthar menanggalkan pakaian, mengikat tali dan gada di pinggang--Roran meninggalkan martilnya--lalu berlari menyusuri dermaga, di luar bidang pandang penjaga, setelah itu mereka turun ke air yang dingin membekukan.
"Garr, aku benci kalau harus berbuat begini," kata Uthar.
"Kau pernah melakukannya""
"Empat kali sekarang. Jangan berhenti bergerak, kalau tidak kau akan membeku."
Sambil berpegangan pada tiang-tiang licin di bawah dermaga, mereka berenang kembali ke arah kedatangan mereka hingga tiba di dermaga batu yang menuju Dragon Wing, kemudian berbelok ke kanan. Uthar mendekatkan bibir ke telinga Roran. "Aku naik dari jangkar kanan." Roran mengangguk setuju.
Mereka berdua menyelam ke dalam air hitam, dan di sana mereka berpisah. Uthar berenang seperti katak di bawah haluan kapal sementara Roran langsung menuju jangkar kiri dan berpegangan pada rantainya yang tebal. Ia melepaskan gada dari pinggangnya dan menggigitnya--agar giginya tidak beradu terus sekaligus untuk membebaskan tangannya--dan bersiap-siap menunggu. Logam yang kasar itu menyerap kehangatan dari lengannya secepat es.
Tidak sampai tiga menit kemudian, Roran mendengar gesekan sepatu bot Birgit di atasnya saat wanita itu berjalan ke ujung derrnaga, di seberang tengah Dragon Wing, lalu suaranya yang samar saat ia mengajak penjaga bercakap-cakap. Semoga bisa mengalihkan perhatian mereka dari haluan.
Sekarang! Roran memanjat rantai dengan tangan. Bahu kanannya terasa terbakar di tempat Ra'zac menggigitnya, tapi ia terus memaksa diri. Dari lubang palka tempat rantai jangkar masuk ke kapal, ia memanjat ceruk-ceruk yang mendukung patung kepala yang dicat, melewati pagar, dan naik ke geladak. Uthar telah ada di sana, meneteskan air dan terengah-engah.
Dengan gada di tangan, mereka berjalan ke buritan kapal, menggunakan perlindungan apa pun yang bisa mereka temukan. Mereka berhenti tidak sampai sepuluh kaki di belakang penjaga. Kedua pria itu menyandar ke pagar, bercakap-cakap dengan Birgit.
Dalam sekejap, Roran dan Uthar menghambur ke tempat terbuka dan memukul kepala para penjaga sebelum mereka sempat mencabut pedang. Di bawah, Birgit melambai memanggil Jeod dan rekan-rekan mereka lainnya, dan bersama-sama mereka mengangkat papan penghubung dan menyelipkan salah satu ujungnya ke kapal, di mana Uthar mengikatnya ke pagar.
Sementara Nolfavrell lari ke kapal, Roran melemparkan talinya ke bocah itu dan berkata, "Ikat dan sumpal kedua orang ini."
Lalu semua orang kecuali Gertrude turun ke geladak bawah mencari penjaga-penjaga yang tersisa. Mereka menemukan empat orang lagi--perwira keuangan, kepala kelasi, koki kapal dan asistennya--semua dipaksa turun dari ranjang, dipukul kepalanya kalau melawan, lalu diikat dan disumpal. Dalam hal ini, Birgit kembali membuktikan nilai dirinya, menangkap sendiri dua orang di antaranya.
Jeod menjajarkan para tawanan yang tidak senang itu di geladak agar bisa diawasi terus, kemudian mengatakan, "Banyak yang harus kami lakukan, dan hanya sedikit waktu yang ada. Roran, Uthar adalah kapten Dragon Wing. Kau dan yang lainnya berada di bawah perintahnya."
Selama dua jam berikutnya, kapal itu penuh kesibukan. Para kelasi menangani tali-temali dan layar, sementara Roran mereka yang dari Carvahall mengosongkan palka dari kelebihan muatan, seperti berkarung-karung wol mentah. Mereka menurunkannya ke air dengan hati-hati agar tidak ada orang di dermaga yang mendengar suara ceburan. Kalau seluruh desa harus diangkut ke dalam Dragon Wing, mereka membutuhkan ruang sebanyak mungkin.
Roran tengah melilitkan kabel ke tong sewaktu mendengar seruan serak, "Ada yang datang!" Semua orang di geladak, kecuali Jeod dan Uthar, bertiarap dan meraih senjata masing-masing. Kedua orang itu tetap berdiri dan mondar-mandir di
kapal seperti penjaga. Jantung Roran berdebar-debar saat ia berbaring tanpa bergerak, penasaran apa yang akan terjadi. Ia menahan napas sewaktu Jeod berbicara dengan penyusup itu... lalu suara langkah kaki menggema di papan penghubung.
Orang itu Helen. Ia mengenakan gaun sederhana, rambutnya diikat di bawah saputangan, dan ia memanggul karung goni di salah satu bahunya. Ia tidak mengatakan apa-apa, melainkan menyimpan bawaannya di kabin utama dan kembali untuk berdiri di samping Jeod. Roran merasa belum pemah melihat pria yang lebih bahagia daripada pria itu.
Langit di atas pegunungan Spine di kejauhan baru saja bertambah cerah sewaktu salah satu kelasi di tali-temali menunjuk ke utara dan bersiul untuk memberitahu ia melihat penduduk desa.
Roran bergerak lebih cepat lagi. Sedikit waktu yang tadinya mereka miliki sekarang telah habis. Ia bergegas di geladak dan mengintip ke barisan gelap orang-orang yang menyusuri pantai. Bagian ini dari rencana mereka tergantung pada fakta bahwa, hdak seperti kota-kota pantai lain, dinding luar Teirm tidak terbuka ke laut, tapi agak menutupi kota untuk menghadapi serangan perompak yang sering terjadi. Ini berarti bangunan-bangunan di sepanjang tepi pelabuhan tetap terbuka--dan Para penduduk desa bisa langsung berjalan ke Dragon Wing.
Cepat, Cepat!" kata Jeod.
Dengan perintah dari Uthar, para kelasi mengeluarkan sepelukan harpun untuk busur-busur besar di geladak, juga tongtong berisi ter berbau busuk, yang mereka buka dan oleskan ke paro atas harpun. Lalu mereka menarik busur dan memasang harpun di sisi kanan kapal; satu busur memerlukan dua orang untuk menarik talinya hingga tersangkut di kaitannya.
Para penduduk desa baru dua pertiga perjalanan ke kapal sewaktu para prajurit di benteng atas dinding Teirm melihat mereka dan membunyikan tanda bahaya. Bahkan sebelum nad pertama memudar, Uthar meraung, "Sulut dan tembak!"
Sambil membuka lentera Jeod, Nolfavrell berlari dari satu busur ke busur berikutnya, mengacungkan api ke harpun hingga ternya tersulut. Begitu harpun itu berkobar, orang di belakang busur menarik tuas pelepas dan harpurmya menghilang diiringi suara tung yang berat. Secara keseluruhan, dua belas harpun yang berkobar-kobar melesat dari Dragon Wing dan menghujani kapal-kapal dan bangunan-bangunan di sepanjang teluk seperti meteor yang meraung dan membara panas dari langit di atas.
"Tarik dan isi kembali!" teriak Uthar.
Derak kayu yang dilengkungkan memenuhi udara saat setiap orang menarik tali busurnya. Harpun-harpun diselipkan di tempatnya. Sekali lagi, Nolfavrell berlari. Roran bisa merasakan getaran di kakinya saat busur di depannya melontarkan proyektil mautnya.
Kebakaran dengan cepat meluas di sepanjang pantai, membentuk penghalang tak tertembus yang mencegah para prajurit mencapai Dragon Wing melalui gerbang timur Teirm. Roran mengandalkan kepulan asap untuk menyembunyikan kapal dari para pemanah di benteng, rencana itu ternyata nyaris berhasil; anak-anak panah menghujani tali-temali, dan salah satunya menancap di geladak dekat Gertrude sebelum para prajurit tidak bisa melihat kapal lagi.
Dari haluan, Uthar berteriak, "Pilih sasaran sesuka kalian!"
Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Para penduduk desa berlarian menyusuri pantai sekarang. Mereka tiba di ujung utara dermaga, dan beberapa dari mereka terjatuh saat para prajurit di Teirm mengalihkan bidikan mereka. Anak-anak menjerit ketakutan. Lalu para penduduk mendapatkan kesempatan lagi. Mereka berderap melewati papan-papan, melewati gudang yang terbakar dan menyusuri dermaga. Gerombolan yang terengah-engah itu, menyerbu ke kapal, berdesak-desakan dan kebingungan.
Birgit dan Gertrude mengarahkan orang-orang itu ke palka-palka di haluan dan buritan. Dalam beberapa menit, kapal telah penuh sesak, dari ruang kargo hingga kabin kapten. Mereka yang tidak bisa masuk ke bawah meringkuk di geladak, memegangi perisai buatan Fisk di atas kepala.
Sebagaimana yang diminta Roran dalam pesannya, semua pria yang mampu dari Carvahall berkerumun di sekitar tiang utama menunggu instruksi. Roran melihat Mandel di antara mereka dan memberi hormat padanya d
engan bangga. Lalu Uthar menunjuk seorang pelaut dan berteriak, "Kau, Bonden! Bawa kain-kain itu ke penarik jangkar dan angkat jankarnya, lalu turunkan dayungnya. Cepat!" Kepada orang-orang yang menangani busur, ia memerintah, "Separo dari kalian pindah ke busur di kiri. Usir orang lain yang mau naik ke kapal."
Roran termasuk yang pindah. Sementara ia menyiapkan busur, beberapa penduduk desa yang ketinggalan terhuyung-huyung keluar dari asap dan naik ke kapal. Di sampingnya, jeod dan Helen menarik keenam tawanan satu demi satu ke papan penghubung dan menggulingkan mereka ke dermaga.
Sebelum Roran benar-benar menyadarinya, jangkar-jangkar telah diangkat, papan penghubung dipotong lepas, dan tambur berdentam di bawah kakinya, memberi irama bagi para pendayung. Dengan sangat lambat, Dragon Wing berbelok ke kanan--ke laut lepas--lalu, semakin cepat, menjauhi dermaga.
Roran menemani jeod ke geladak belakang, tempat mereka mengawasi neraka kemerahan melahap segala sesuatu yang mudah terbakar antara Teirm dan lautan. Dari balik tirai asap, matahari tampak seperti piringan oranye yang pipih, bengkak, dan berlumuran darah saat membubung ke atas kota.
Berapa banyak yang sudah kubunuh sekarang" pikir Roran.
Seakan mengucapkan pikirannya, jeod berkata, "Ini akan menyakiti banyak orang yang tidak bersalah."
Perasaan bersalah menyebabkan Roran menjawab lebih keras daripada yang diinginkannya, "Kau lebih suka berada di penjara Lord Risthart" Aku ragu banyak yang terluka dalam kebakaran ini, dan mereka yang tidak terluka dalam kebakaran takkan menghadapi maut, seperti yang akan kita hadapi kalau Kekaisaran menangkap kita."
"Kau tidak menceramahaiku Roran, Aku cukup tahu argumentasi itu. Kita melakukan apa yang harus kita lakukan. Hanya saja jangan memintaku merasa senang atas penderitaan yang kita timbulkan untuk memastikan keselamatan kita sendiri."
Pada tengah hari dayung-dayung telah disimpan dan Dragon Wing berlayar dengan kekuatannya sendiri, didorong angin yang sesuai dari utara. Embusan udara menyebabkan tali-temali di atas kepala bagai bersenandung pelan.
Kapal sangat penuh sesak, tapi Roran yakin bahwa dengan perencanaan yang lebih cermat mereka bisa mencapai Surda dengan ketidaknyamanan minimal. Ketidaknyamanan terburuk adalah terbatasnya ransum; kalau mereka tidak ingin kelaparan, makanan harus dibagikan dalam porsi yang memprihatinkan. Dan di ruang-ruang yang begitu sesak, penyakit juga sangat mungkin menyebar.
Sesudah Uthar memberi ceramah singkat mengenai pentingnya disiplin di kapal, para penduduk desa segera melakukan tugas masing-masing, seperti merawat mereka yang terluka, membongkar barang milik mereka yang tidak banyak, dan memutuskan pengaturan tidur yang paling efisien di setiap geladak. Mereka juga memilih orang-orang untuk berbagai posisi di Dragon Wing: siapa yang bisa masak, siapa yang akan berlatih menjadi pelaut di bawah bimbingan anak buah Uthar, dan seterusnya.
Roran tengah membantu Elain menggantung jala tidur sewaktu mendengar perselisihan sengit antara Odele, keluarganya, dan Frewin, yang tampaknya meninggalkan Torson untuk bersama Odele. Mereka berdua ingin menikah, yang sangat ditentang orangtua Odele dengan alasan kelasi muda itu tidak memiliki keluarga, profesi yang terhormat, dan saran, untua menyediakan bahkan sedikit kenyamanan bagi putri mereka. Roran merasa sebaiknya orang-orang yang ribut itu tetap bersama--rasanya tidak praktis untuk berusaha memisahkan mereka padahal mereka terkurung dalam kapal yang sama--tapi orangtua Odele menolak menerima usulannya.
Gadis Misterius 2 Anak Pendekar Mu Ye Liu Xing Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Pedang Langit Dan Golok Naga 41
Ia ingat Oromis menariknya ke samping, menjauhi musik, dan bertanya pada elf itu, "Ada apa""
"Kau harus menjernihkan pikiran." Oromis membimbingnya ke pohon tumbang dan memaksanya duduk. "Tetap di sini sebentar. Kau akan merasa lebih baik."
"Aku baik-baik saja. Aku tidak perlu beristirahat," Eragon memprotes.
"Kau sedang tidak dalam posisi untuk menilai dirimu sendiri sekarang. Tetap di sini hingga kau bisa menyusun daftar mantra perubahan, besar dan kecil, dan sesudah itu kau boleh bergabung lagi dengan kami. Berjanjilah."....
Ia ingat makhluk-makhluk yang gelap dan aneh, melayang-layang dari kedalaman hutan. Sebagian besar hewan-hewan yang telah diubah akumulasi mantra di Du Weldenvarden dan sekarang tertarik ke Agaeti Blodhren seperti orang kelaparan tertarik pada makanan. Mereka tampaknya menemukan nutrisi dalam kehadiran sihir elf. Sebagian besar berani menampakkan diri hanya berupa sepasang mata yang bercahaya di tepi cahaya lentera. Satu hewan yang berani benar-benar menampakkan diri adalah serigala siluman betina--dalam bentuk wanita berjubah putih--yang pernah ditemui Eragon. Wanita itu mengintai dari balik sesemakan dogwood, gigi-gigi bagai pisau terlihat dalam seringai geli, matanya yang kuning menyambar-nyambar dari satu tempat ke tempat lain.
Tapi tidak semua makhluk merupakan hewan. Beberapa adalah elf yang mengubah bentuk asli mereka demi fungsi atau dalam usaha memburu gagasan keindahan yang lain. Seorang elf yang terbungkus bulu-bulu yang tegak melompati Eragon dan terus melompat-lom
pat, dengan tangan dan kaki maupun dengan kaki saja. Kepalanya sempit dan memanjang dengan telinga seperti kucing, lengannya menjuntai hingga lutut, dan tangannya yang berjari panjang dilengkapi bantalan kasar pada telapaknya.
Kemudian, dua elf wanita yang identik tampil ke hadapan saphira. Mereka berjalan dengan luwes dan, sewaktu menyentuhkan jari ke bibir memberi salam tradisional, Eragon melihat kmari mereka berlapis selaput tembus pandang. "Kami datang dan jauh " bisik mereka. Sementara mereka berbicara, tiga baris insang berdenyut-denyut di leher mereka yang ramping, menampakkan daging merah muda di baliknya. Kulit mereka kemilau seakan berlapis minyak. Rambut mereka tergerai melewati bahu yang sempit.
Eragon bertemu elf yang bersisik seperti naga, dengan tonjolan tulang di atas kepala, jajaran paku yang memanjang di punggung dan dua api pucat yang berkelap-kelip dalam cuping hidungnya.
Dan Ia bertemu elf-elf lain yang tidak semudah itu dikenali: elf yang tampak bergoyang-goyang seakan berada di bawah air; elf yang, sewaktu tidak bergerak, tak bisa dibedakan dari pepohonan; elf-elf jangkung bermata hitam, bahkan di tempat putih mata seharusnya berada, yang memiliki keindahan luar biasa yang menakutkan Eragon dan, sewaktu mereka kebetulan menyentuh apa pun, menembusnya seperti bayang-bayang.
Contoh terhebat dari fenomena ini adalah pohon Menoa yang dulu adalah elf bernama Linnea. Pohon itu tampak hidup lebih cepat karena kesibukan di lapangan. Cabang. cabangnya bergerak, sekalipun tidak ada angin yang menyentuhnya, terkadang derakan batangnya bisa didengar mengikuti suara musik, dan aura kedermawanan yang lembut menyebar dari pohon itu dan menyelimuti semua yang ada di dekatnya....
Dan ia ingat dua serangan rasa sakit di punggungnya, menjerit dan mengerang dalam keremangan sementara elf-elf sinting melanjutkan pemujaan mereka di sekitarnya dan hanya Saphira yang mendekat untuk menjaganya....
Di hari ketiga Agaeti Blodhren, atau begitulah yang diketahui Eragon kelak, ia menyampaikan puisinya pada para elf. Ia berdiri dan berkata, "Aku bukan tukang besi, dan tidak ahli memahat atau menenun atau membuat tembikar atau melukis atau seni apa pun. Aku juga tidak bisa menyamai prestasi kalian dalam mantra. Dengan begitu, yang tersisa bagiku ha, nyalah pengalamanku sendiri, yang kucoba menafsirkannya melalui lensa cerita, sekalipun aku juga bukan penulis." Lalu, dengan gaya seperti Brom di Carvahall, Eragon membaca:
Di kerajaan dekat laut, Di pegunungan yang berselimutkan kebiruan,
Di hari beku terakhir musim dingin,
Dilahirkan seseorang dengan hanya satu tugas:
Membunuh musuh dalam Durza,
Di tanah bayang-bayang. Dibesarkan keramahan dan kebijakan
Di bawah pohon-pohon ek setua waktu,
Ia lari bersama rusa dan bergulat dengan beruang,
Dan dart para tetuanya mempelajari keahlian,
Untuk membunuh musuh dalam Durza,
Di tanah bayang-bayang. Diajar memata-matai pencuri berpakaian hitam,
Sewaktu ia meraih yang lemah dan yang hat,
Untuk menangkis pukulannya dan melawan musuh
Dengan kain dan batu dan tanaman dan tulang;
Dan membunuh musuh dalam Durza,
Di tanah bayang-bayang. Secepat pikiran, tahun berganti,
Hingga pria itu matang, Tubuhnya terbakar kemurkaan hebat,
Sementara ketidaksabaran muda membakar pembuluh darahnya.
Lalu ia bertemu wanita cantik,
Yang jangkung dan kuat dan bijaksana,
Alisnya dihiasi Cahaya Geda,
Yang bersinar ke gaunnya yang melambai.
Di matanya yang sebiru tengah malam,
Dalam genangan-genangan teka-teki itu,
Tampak baginya masa depan yang cerah,
Yang bersama, tak akan bisa mereka raih
Untuk menakuti musuh dalam Durza,
Di tanah bayang-bayang. Jadi Eragon menceritakan bagaimana orang itu berpetualang ke tanah Durza, tempat ia menemukan dan melawan musuh, sekalipun kengerian yang dingin menguasai hatinya. Tapi walau akhirnya menang, ia menanggung kekalahan fatal, karena setelah sekarang mengalahkan musuh, ia tidak takut pada kematian dunia fana. Ia tidak perlu membunuh musuh dalam Durza. Lalu pria itu menyarungkan pedang dan pulang dan menikahi kekasihnya menjelang musim panas
. Bersamanya ia menghabiskan banyak hari dengan puas hingga janggutnya panjang dan beruban. Tapi:
Dalam kegelapan sebelum subuh,
Dalam kamar tempat pria itu tidur,
Si musuh, ia mengendap-endap dan menjulang di atas
Musuh perkasanya sekarang begitu lemah.
Dari bantalnya pria itu Mengangkat kepala dan menatap
Wajah Maut yang dingin dan hampa,
Raja malam yang abadi. Penerimaan yang tenang memenuhi pria itu
Hati yang telah menua; karena dulu
Ia kehilangan rasa takut terhadap pelukan Maut,
Pelukan terakhir yang akan dikenalnya.
Selembut angin pagi, Musuh membungkuk dan dari pria itu
Rohnya yang berpendar dan berdenyut-denyut diambil,
Dan dalam kedamaian mereka pergi untuk tinggal,
Selamanya di Durza, Di tanah bayang-bayang. Eragon membisu dan, sadar akan tatapan-tatapan yang terarah padanya, menunduk dan bergegas duduk kembali. merasa malu karena telah mengungkap begitu banyak tentang dirinya.
Seorang bangsawan elf, Dathedr, berkata, "Kau meremehkan diri sendiri, Shadeslayer. Tampaknya kau menemukan bakat baru."
Islanzadi mengangkat satu tangan yang pucat. "Karyamu akan ditambahkan ke perpustakaan agung Tialdari Hall, Eragon-finiarel, agar semua yang ingin, bisa menghargainya. Sekalipun puisimu alegori, aku yakin itu membantu banyak dari kami memahami kekerasan yang kauhadapi sejak menemukan telur Saphira, yang merupakan, bukan dengan cara yang kecil, tangung jawab kami. Kau harus membacakannya lagi untuk kami agar kami bisa memikirkannya lebih jauh."
Dengan senang, Eragon membungkuk dan memenuhi perintah Ratu. Sesudahnya tiba giliran Saphira menyampaikan karyanya pada para elf. Ia terbang ke malam dan kembali membawa batu hitam sebesar pria besar di cakarnya. Setelah mendarat dengan kaki belakang, ia meletakkan batu itu tegak di tengah padang rumput, hingga semua orang bisa melihatnya. Batu yang mengilap itu telah dicairkan dan entah bagaimana dibentuk menjadi lengkungan-lengkungan rumit yang berkaitan, seperti ombak beku. Lidah-lidah batu yang membeku saling memuntir dalam pola yang begitu rumit hingga mata sulit menyusuri salah satunya dari dasar ke puncak, melainkan selalu melompat ke pola berikutnya.
Karena ini pertama kalinya melihat ukiran itu, Eragon menatapnya dengan minat yang sama besar seperti para elf.
Bagaimana caramu membuatnya"
Mata Saphira berbinar geli. Dengan menjilati batu cair. Lalu ia membungkuk dan menyemburkan api ke batu, memandikannya dengan pilar keemasan yang menanjak ke bintang-bintang dan mencakarnya dengan jemari. Sewaktu Saphira menutup rahangnya, tepi-tepi ukiran yang setipis kertas membara merah, sementara api-api kecil bergoyang dalam lubang-lubang dan ceruk-ceruk gelap di seluruh batu. Lengkungan-lengkungan di batu tampak bergerak diterangi cahaya yang menghipnotis itu.
Para elf berseru keheranan, bertepuk tangan dan menari-nari di sekitar batu. Seorang elf berseru, "Bagus sekali, Sisik Terang"
lndah sekali, kata Eragon.
Saphira menyentuh lengan Eragon dengan hidungnya. Terima kasih, makhluk kecil.
Lalu Glaedr menampilkan karyanya: sepotong ek merah yang diukir dengan ujung cakarnya membentuk Ellesmera yang dipandang dari ketinggian. Dan Oromis menunjukkan sumbangannya: dokumen lengkap yang sering dilihat Eragon digambarinya selama pelajaran mereka. Di sepanjang paro atas gulungan itu terdapat deretan huruf--tiruan "The Lay of Vestari the Mariner" --sementara di paro bawah terdapat lukisan panorama yang fantastis, dibuat dengan nilai seni tinggi, terinci dan ahli.
Arya meraih tangan Eragon saat itu dan mengajaknya menembus hutan ke pohon Menoa, di mana ia berkata, "Lihat bagaimana api silumannya meredup. Kita memiliki waktu beberapa jam sebelum subuh tiba dan kita harus kembali ke dunia logika yang dingin."
Di sekitar pohon, puluhan elf berkumpul, wajah mereka cerah karena antisipasi yang penuh semangat. Dengan anggun, Islanzadi muncul dari tengah mereka dan berjalan menyusuri akar selebar jalan setapak hingga akar itu miring ke atas dan berputar. Islanzadi berdiri di hamparan melengkung itu, memandang para elf ramping yang menunggu. "Sebagaimana kebiasaan kit
a, dan sebagaimana yang disetujui pada akhir Perang Naga oleh Ratu Tarmunora, Eragon pertama, dan naga putih yang mewakili rasnya--ia yang namanya tidak bisa disebut dalam bahasa ini atau bahasa mana pun--sewaktu mereka mengikat takdir elf dan naga menjadi satu, kita bertemu untuk menghormati sumpah darah dengan lagu, tarian, dan buah susah payah kita. Terakhir kali perayaan ini diselenggarakan, bertahun-tahun yang lalu, situasi kita benar-benar gawat. Sejak itu situasi kita agak lebih baik, berkat usaha kita, para kurcaci, dan kaum Varden, sekalipun Alagaesia masih berada di bawah bayang-bayang gelap Wyrdfell dan kita masih harus hidup menanggung malu karena telah mengecewakan para naga.
"Dari antara para Penunggang yang dulu, hanya Oromis dan Glaedr yang tersisa. Brom dan banyak yang lainnya telah memasuki kehampaan selama seabad terakhir. Tapi harapan baru telah diberikan pada kita dalam bentuk Eragon dan Saphira, dan sudah selayaknya mereka berada di sini sekarang, sementara kita mengulangi sumpah di antara ketiga ras kita."
Dengan isyarat dari Ratu, para elf mengosongkan tempat yang luas di dasar pohon Menoa. Di sekeliling tepinya, mereka menancapkan lentera-lentera yang dipasang pada tiang berukir, sementara musisi yang memainkan suling, harpa, dan drum berkumpul di tepi salah satu akar yang panjang. Dengan dibimbing Arya ke tepi lingkaran, Eragon mendapati dirinya duduk di antara elf itu dan Oromis, sementara Saphira dan Glaedr berjongkok di kedua sisi mereka seperti bukit penuh mata.
Kepada Eragon dan Saphira, Oromis berkata, "Perhatikan baik-baik, karena ini sangat penting bagi warisanmu sebagai Penunggang.
Sesudah semua elf duduk, kedua wanita elf berjalan ke tengah ruang kosong dan berdiri saling memunggungi. Mereka sangat cantik dan identik dalam segala segi, kecuali rambut mereka: yang satu berambut sehitam kolam yang terlupakan, dan yang lain kemilau seperti kawat perak yang dibakar.
"Para Penjaga, Iduna dan Neya," bisik Oromis.
Dari bahu Islanzadi, Blagden menjerit, "Wyrda!"
Bergerak bersama, kedua elf itu mengangkat tangan ke bros di tenggorokan mereka, membukanya, dan membiarkan jubah mereka jatuh. Sekalipun mereka tidak berpakaian, kedua wanita itu terbungkus tato naga yang bercahaya. Tato itu dimulai dari ekor naga yang melilit di pergelangan kaki kiri Iduna, naik ke kaki dan pahanya, melewati dadanya, lalu menyeberang ke punggung Neya, berakhir dengan kepala naga di dada Neya. Setiap sisik naga itu berbeda warnanya; pendar cahayanya menyebabkan tato tersebut tampak seperti pelangi.
Kedua wanita elf itu saling mengaitkan tangan dan lengan hingga naganya tampak utuh, menggeliat-geliat dari satu tubuh ke tubuh yang lain tanpa jeda. Lalu mereka masing-masing mengangkat kaki yang telanjang dan menurunkannya ke tanah padat diiringi bunyi buk pelan.
Dan lagi: buk. Pada buk ketiga, para musisi memukul drum mereka berirama. Satu buk lagi dan para pemain harpa memetik instrumen mereka yang berlapis emas, lalu sesaat sesudah itu, para elf yang memainkan suling menggabungkan diri dalam melodi yang berdenyut-denyut.
Mula-mula dengan lambat, tapi kemudian semakin cepat, Iduna dan Neya mulai menari, menandai irama dengan hentakan kaki di tanah dan menggeliat-geliat hingga tampaknya bukan mereka yang bergerak tapi naga pada tubuh mereka. Merek terus berputar-putar, dan naganya terbang berputar-putar tanpa henti di kulit mereka.
Lalu si kembar menambahkan suara mereka ke musiknya semakin lama semakin keras, bait-baitnya merupakan mantra yang begitu rumit hingga Eragon tidak bisa memahami artinya. Seperti angin yang semakin kencang sebelum badai, para elf turut melantunkan mantra, menyanyi dengan satu lidah, satu pikiran, dan satu niat. Eragon tidak memahami kata-katanya tapi mendapati dirinya bernyanyi tanpa suara bersama para elf, hanyut oleh irama yang tidak bisa dijelaskan itu. Ia mendengar Saphira dan Glaedr bersenandung seirama, denyutan dalam yang begitu kuat hingga bergetar dalam tulang-tulangnya dan menyebabkan kulitnya terasa geli dan udara berpendar.
Iduna dan Neya berputar semakin cepat hingga
kaki mereka mengabur dan rambut mereka mengembang di sekitar mereka, dan mereka tampak kemilau akibat lapisan keringat. Kedua wanita elf itu mencapai kecepatan yang tidak manusiawi dan musik memuncak dalam keributan lantunan mantra. Lalu cahaya menyambar sepanjang tato naga, dari kepala ke ekor, dan naganya bergerak. Mula-mula Eragon mengira matanya menipu, hingga makhluk itu mengerjapkan mata, mengangkat sayap, dan mengepalkan cakar.
Api menyembur dari rahang naga itu dan ia menerjang maju, menarik diri hingga lepas dari kulit kedua elf, menanjak ke udara, di mana ia membubung, mengepak-ngepakkan sayap. Ujung ekornya tetap tersambung ke si kembar di bawah, seperti tali ari-ari yang bercahaya. Makhluk raksasa itu menjulur ke bulan yang hitam dan meraung keras, lalu berbalik dan mengamati para elf yang berkumpul.
Saat pandangan naga jatuh padanya, Eragon tahu makhluk itu bukan sekadar penampakan tapi makhluk berkesadara yang terikat dan dipertahankan dengan sihir. Senandung Saphira dan Glaedr bertambah keras hingga menghalangl semua suara lain dari teling Eragon. Di atas, hantu ras mereka membungkuk di atas para elf, menyingkirkan mereka dengan sapuan sayapnya. Ia berhenti di depan Eragon, menelannya dalam tatapan yang berputar-putar tanpa akhir. Terdorong naluri, Eragon mengangkat tangan kanannya, telapak tangannya terasa geli. Dalam benaknya menggema suara api: Hadiah dari kami agar kau bisa melakukan apa yang harus kaulakukan.
Naga itu melekukkan lehernya dan, dengan moncongnya, menyentuh jantung gedwey ignasia Eragon. Bunga api berlompatan di antara keduanya, dan Eragon mengejang sementara panas luar biasa menerobos tubuhnya, melahap organ-organ dalamnya. Pandangannya berubah merah dan hitam, dan bekas luka di punggungnya membara seakan dicap dengan besi panas. Dalam usahanya menyelamatkan diri, ia jatuh jauh ke dalam dirinya, di mana kegelapan menyambarnya dan ia tidak berdaya melawan.
Akhirnya, ia kembali mendengar suara api berkata, Hadiah dari kami untukmu.
DI RAWA-RAWA BERBINTANG Eragon sendirian saat terjaga.
Ia membuka mata menatap langit-langit berukir rumah pohon yang dihuninya bersama Saphira. Di luar, malam masih berkuasa dan suara-suara pujian para elf mengalun dan kota yang berkilau di bawah.
Sebelum ia menyadari lebih dari itu, Saphira melompat memasuki benaknya, memancarkan keprihatinan dan kegelisahan. Bayangan melintas ke dalam benak Eragon, bayangan Saphira berdiri di samping Islanzadi di pohon Menoa, lalu naga itu bertanya, Bagaimana keadaanmu"
Aku merasa... enak. Lebih baik daripada yang lama kurasakan. Berapa lama aku-
Hanya satu jam. Aku ingin menemanimu, tapi mereka membutuhkan Oromis, Glaedr, dan aku untuk menyelesaikan upacaranya. Kau seharusnya melihat reaksi para elf sewaktu kau pingsan. Belum pernah ada kejadian seperti itu.
Apakah kau yang menyebabkan ini, Saphira"
Bukan pekerjaanku sendiri, juga bukan Glaedr saja. Kenangan akan ras kami, yang diberi bentuk dan isi oleh sihir elf, mengurapimu dengan keahlian yang dimiliki kami para naga karena kaulah harapan terbaik kami untuk menghindari kepunahan.
Aku tidak mengerti. Lihatlah ke cermin, Saphira memberi saran. Lalu beristirahat dan pulihkanlah dirimu, dan aku akan menemuimu saat subuh nanti.
Saphira pergi, dan Eragon bangkit dan menggeliat, heran karena kebugaran yang dirasakannya. Dalam perjalanan ke kamar mandi, ia mengambil cermin yang digunakannya bercukur mengarahkannya ke cahaya lentera terdekat.
Eragon membeku terkejut. Rasanya seolah puluhan perubahan fisik yang seiring dengan waktu mengubah penampilan Penunggang manusia--yang mulai dialami Eragon sejak terikat dengan Saphira--telah diselesai sewaktu ia pingsan. Wajahnya sekarang halus dan bersudut seperti wajah elf, dengan telinga lancip seperti telinga mereka dan mata miring seperti mata mereka, lalu kulitnya sepucat gading dan tampak berpendar samar, seakan berlapis sihir. Aku tampak seperti princeling--pangeran muda. Eragon belum pernah menggunakan istilah ini untuk manusia, apalagi untuk dirinya sendiri, tapi satu-satunya kata yang menggambarkan keadaannya sek
arang adalah indah. Tapi ia bukan elf sepenuhnya. Rahangnya lebih kokoh, alisnya lebih tebal, dan wajahnya lebih lebar. Ia lebih halus daripada manusia mana pun dan lebih kasar daripada elf manapun.
Dengan jemari gemetar, Eragon menjangkau ke balik punggungnya, mencari bekas luka.
Ia tidak merasakan apa-apa.
Eragon menanggalkan tunik dan berputar di depan cermin untuk memeriksa punggungnya. Punggungnya semulus sebelum pertempuran di Farthen Dur. Air mata mengalir di mata Eragon saat ia mengelus tempat Durza melukai dirinya. Ia tahu punggungnya tidak akan menyulitkannya lagi.
Bukan saja cacat mengerikan yang dibiarkannya telah hilang, tapi setiap bekas luka dan cacat lain juga hilang dari tubuhnya, tubuhnya sekarang semulus bayi yang baru dilahirkan. Eragon mengelus garis di pergelangan tangannya, tempat ia dulu melukai diri sendiri sewaktu mengasah sabit Garrow. Tidak terlihat bukti luka itu pernah ada. Bekas luka berbentuk bercak di bagian dalam pahanya, sisa-sisa penerbangan pertamanya dengan Saphira, juga hilang. Sejenak ia merindukan bekal-bekas luka itu sebagai catatan hidupnya, tapi penyesalannya singkat sewaktu menyadari kerusakan setiap luka yang pernah dideritanya, tidak peduli sekecil apa pun, telah diperbaiki.
Aku menjadi sebagaimana seharusnya, pikirnya, dan menghela napas dalam untuk menghirup udara yang memabukkan.
Ia menjatuhkan cermin di ranjang dan mengenakan pakaian terbaiknya: tunik merah yang dijahit dengan benang sabuk berhias giok putih; celana beludru yang hangat; sepatu bot kain yang disukai kaum elf; dan di lengan bawahnya, pelindung kulit pemberian para kurcaci.
Setelah turun dari pohon, Eragon berkeliaran di keremangan Ellesmera dan mengamati para elf bernyanyi dalam semangat malam. Tidak satu pun dari mereka mengenalinya, sekalipun mereka menyapanya seakan ia salah satu dari mereka dan mengundangnya bergabung dalam keriangan mereka.
Eragon melayang dengan kesadaran yang makin peka, indra-indranya dipenuhi pemandangan, suara, bau, dan perasaan baru yang menyerbunya. Ia bisa melihat dalam kegelapan yang sebelumnya membuatnya buta. Ia bisa menyentuh sehelai daun dan, dengan menyentuhnya saja, menghitung setiap bulu yang tumbuh di sana. Ia bisa mengidentifikasi bau yang melayang ke arahnya seperti serigala atau naga. Dan ia bisa mendengar cicit tikus-tikus di bawah sesemakan dan suara kulit kayu jatuh ke tanah; detak jantungnya sendiri terdengar bagai genderang baginya.
Jalan-jalannya yang tanpa tujuan membawanya melewati pohon Menoa, di mana ia berhenti sejenak untuk menonton Saphira di tengah pesta, sekalipun tidak menunjukkan diri pada mereka yang ada di rawa.
Kau mau ke mana, makhluk kecil" tanya Saphira.
Eragon melihat Arya bangkit dari samping ibunya, berjalan menerobos kerumunan elf, lalu, seperti hantu hutan, melayang ke bawah pepohonan di baliknya. Aku berjalan di antara lilin dan kegelapan, jawabnya, dan mengikuti Arya.
Eragon melacak Arya berdasarkan bau remukan daun jarum pinus yang dipancarkannya, berdasarkan sentuhan lembut Arya di tanah, dan berdasarkan gangguan di udara yang ditimbulkannya. Ia menemukan Arya berdiri seorang diri di tepi lapangan, kaku seperti makhluk liar saat mengawasi konstelasi berputar di langit di atas.
Saat Eragon muncul di tempat terbuka, Arya memandangnya, dan merasa Arya seperti baru melihatnya untuk pertama kali. Mata Arya membelalak, dan ia berbisik, "Itu kau, Eragon""
"Aye," "Apa yang mereka lakukan padamu""
"Aku tidak tahu."
Ia mendekati Arya, dan bersama-sama mereka berjalan di hutan lebat, yang menggemakan musik dan suara-suara dari Perayaan. Sekalipun telah berubah, Eragon sangat menyadari kehadiran Arya, bisikan-bisikan yang timbul dari pakaiannya saat menggesek kulitnya, leher Arya yang lembut dan pucat, dan bulu matanya, yang berlapis minyak sehingga menyebabkan bulu matanya mengilap dan lentik seperti kelopak hitam yang basah oleh hujan.
Mereka berhenti di tepi sungai sempit yang begitu jernih hingga tidak terlihat dalam keremangan. Satu-satunya yang menunjukkan kehadiran sungai itu hanyalah gelegak air yang mengalir melewati b
ebatuan. Di sekeliling mereka, pepohonan pinus yang lebat membentuk gua dengan cabang-cabangnya, menyembunyikan Eragon dan Arya dari dunia dan meredam udara yang sejuk dan tidak bergerak. Ceruk itu seperti tidak termakan usia, seakan dicabut dari dunia dan dilindungi sihir terhadap napas waktu yang melemahkan.
Di tempat rahasia itu, Eragon tiba-tiba merasa dekat dengan Arya, dan semua perasaannya terhadap elf tersebut melesat maju dalam pikirannya. Ia begitu terpengaruh oleh kekuatan dan vitalitas yang mengalir dalam pembuluh darahnya--juga sihir belum dijinakkan yang memenuhi hutan--ia tidak lagi berhati-hati dan berkata, "Tinggi sekali pepohonannya, terang sekali bintang-bintang... dan kau cantik sekali, O Arya Svitkona." Dalam situasi normal, ia pasti menganggap tindakannya sebagai kebodohan luar biasa, tapi di malam yang sinting ini, tindakannya terasa waras sepenuhnya. Arya mengejang. "Eragon...."
Eragon mengabaikan peringatan Arya. "Arya, aku bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan dirimu. Aku bersedia mengikutimu ke ujung dunia. Aku bersedia membangun istana bagimu hanya dengan kedua tanganku. Aku--"
"Bisakah kau berhenti mengejarku" Bisakah kau berjanji, waktu Eragon ragu-ragu, Arya melangkah mendekat dan berkata, dengan lembut dan pelan, "Eragon, ini tidak bisa. Kau masih muda dan aku sudah tua, dan itu tidak akan pernah berubah."
"Kau tidak memiliki perasaan apa pun terhadapku""
"Perasaanku padamu," kata Arya, "adalah persahabatan dan tidak lebih. Aku berterima kasih kau menyelamatkanku dari Gil'ead, dan aku senang kautemani. Hanya itu... Hentikan usahamu ini--karena ini hanya akan menimbulkan sakit hati bagimu--dan cari seseorang yang sebaya denganmu untuk melewati bersama tahun-tahun yang panjang."
Eragon nyaris menangis. "Kenapa kau bisa sekejam ini""
"Aku tidak kejam, tapi ramah. Kau dan aku tidak ditakdirkan bersatu."
Dalam keputusasaan, Eragon berkata, "Kau bisa memberiku kenanganmu, dan dengan begitu aku memiliki pengalaman dan pengetahuan yang sama denganmu."
"Itu penghujatan." Arya mengangkat dagunya, wajahnya muram dan khidmat, dan diliputi cahaya keperakan bintang-bintang. Dengan nada agak keras, "Dengarkan aku baik-baik, Eragon. Ini tidak bisa, dan tidak akan pernah bisa. Dan sebelum kau menguasai dirimu sendiri, persahabatan kita terpaksa berakhir, karena emosimu hanya mengalihkan perhatian kita dari kewajiban kita." Ia membungkuk memberi hormat pada Eragon. "Selamat tinggal, Eragon Shadeslayer." Lalu ia berjalan pergi dan menghilang ke dalam Du Weldenvarden.
Sekarang air mata mengalir turun di pipi Eragon dan jatuh ke lumut di bawahnya, di mana air mata itu menggenang tak terserap, seperti mutiara yang ditebarkan di selimut beludru hijau. Dengan perasaan beku, Eragon duduk di sebatang kayu yang busuk dan membenamkan wajah di tangan, menangis karena perasaannya terhadap Arya hancur tak berbalas, dan menangis karena ia semakin menjauhkan elf itu dari dirinya.
Beberapa saat kemudian, Saphira menggabungkan diri dengannya. Oh, makhluk kecil. Ia menggosok-gosok Eragon dengan moncongnya. Kenapa kau harus menimpakan hal ini pada dirimu sendiri" Kau tahu apa yang akan terjadi kalau kau berusaha mendekati Arya lagi.
Aku tidak bisa menahan diri. Ia melipat tangan di perut dan bergoyang-goyang di balok kayu, tangisnya mereda menjadi isakan yang diperkuat kesengsaraan. Sambil menyampirkan satu sayap yang hangat menutupi Eragon, Saphira menariknya dekat ke sisinya, seperti, induk falcon terhadap anaknya. lebih meringkuk ke dekatnya dan tetap berada di sana hingga malam berganti siang dan Agaeti Blodhren berakhir.
MENDARAT Roran berdiri di geladak kemudi Red Boar, lengannya terlipat di dada dan kakinya mengangkang lebar untuk memantapkan posisinya di bargas yang bergoyang-goyang. Angin bergaram mengacak rambutnya dan menarik-narik janggutnya yang lebat, menggelitik bulu-bulu di lengan bawahnya yang telanjang.
Di sampingnya, Clovis mengemudi. Pelaut berpengalaman itu menunjuk garis pantai, ke karang yang tertutup camar di puncak bukit yang menjulur ke laut. "Teirm ada di balik puncak itu."
R oran menyipitkan mata memandang matahari sore, yang memantul di lautan begitu terangnya hingga membutakan. "Kita berhenti di sini sekarang, kalau begitu."
"Kau tidak ingin masuk kota sekarang""
"Tidak sekaligus. Panggil Torson dan Flint dan minta mereka menepikan bargas ke pantai. Tampaknya itu tempat yang bagus untuk berkemah."
Clovis meringis. "Arrgh. Tadinya kuharap bisa menikmati makanan hangat malam ini. Roran mengerti; makanan segar dari Narda telah lama habis disantap, menyisakan hanya daging babi asin, ikan herring asin, kubis asin, biskuit laut yang dibuat para penduduk desa dari tepung yang mereka beli, acar sayur dan sesekali daging segar sewaktu penduduk desa membantai salah satu dari sedikit ternak mereka yang tersisa atau berhasil mendapatkan hewan buruan sewaktu mereka mendarat.
Suara Clovis yang serak menggema di perairan saat berteriak pada nahkoda kedua bargas yang lain. Saat mereka mendekat, ia memerintahkan mereka merapat ke pantai, tanpa peduli keberatan mereka. Mereka dan para pelaut lain berharap di Teirm malam ini dan menghamburkan upah mereka dalam kesenangan kota.
Sesudah bargas-bargas merapat, Roran berjalan di antara Para penduduk desa dan membantu mereka mendirikan tenda di sana-sini, membongkar muatan, mengambil air dari sungai di dekat tempat itu, dan kalau tidak, menawarkan bantuan hingga semua orang mendapat tempat. Ia berhenti sejenak untuk menyemangati Morn dan Tara, karena mereka tampak sedih, dan menerima jawaban yang hati-hati. Pemilik kedai minum dan istrinya menjauhi dirinya sejak meninggalkan Lembah Palancar. Secara keseluruhan, para penduduk desa dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan sewaktu tiba di Narda karena bisa beristirahat di bargas, tapi kekhawatiran konstan dan terus-menerus kena cuaca buruk menghalangi mereka dari pemulihan yang diharapkan Roran.
"Stronghammer, kau mau makan di tenda kami malam ini"" tanya Thane, sambil mendekati Roran.
Roran menolak seramah mungkin dan berbalik, dan mendapati diri berhadapan dengan Felda, yang suaminya, Byrd, dibunuh Sloan. Wanita itu membungkuk memberi hormat, lalu berkata, "Bisa aku berbicara denganmu, Roran putra Garrow""
Roran tersenyum kepadanya. "Selalu, Felda. Kau tahu itu."
"Terima kasih." Dengan ekspresi penuh rahasia, ia mengelus renda di tepi syalnya dan melirik tendanya. "Aku mau minta tolong. Ini mengenai Mandel--" Roran mengangguk; ia memilih putra tertua Felda untuk menemaninya ke Narda dalam perjalanan penting di mana ia membunuh kedua penjaga. Mandel bertindak mengagumkan saat itu, juga selama berminggu-minggu sejak menjadi awak Edeline, dan belajar cara mengemudikan bargas sebisa mungkin. "Ia cukup bersahabat dengan Para Pelaut di bargas kami dan mulai bermain dadu dengan mea pelanggar hukum itu. Bukan demi uang--kami tidak memilikinya sedikit pun--tapi untuk barang-barang kecil. Barang-barang yang kami butuhkan."
"Kau sudah memintanya berhenti""
Felda memuntir renda syalnya. "Aku khawatir sejak kematian ayahnya ia tidak lagi menghormatiku seperti sebelumnyah jadi liar."
Kita semua jadi liar, pikir Roran. "Kau ingin aku melakukan apa"" tanyanya lembut.
"Kau pernah bersikap baik padanya. Ia mengagumimu. Kala kau berbicara padanya, ia pasti mendengarkan."
Roran mempertimbangkan permintaan itu, lalu berkata, "Baiklah, akan kulakukan sebisaku." Felda lega. "Tapi katakan, ia kalah apa dalam permainan dadu""
"Sebagian besar makanan." Felda ragu-ragu, lalu menambahkan, "Tapi aku tahu ia pernah mempertaruhkan gelang nenekku demi kelinci yang berhasil dijebak orang-orang itu."
Roran mengerutkan kening. "Tenangkan hatimu, Felda. Akan kutangani masalah ini secepat mungkin."
"Terima kasih." Felda kembali membungkuk memberi hormat, lalu menyelinap pergi di sela tenda-tenda darurat, meninggalkan Roran untuk memikirkan apa yang baru saja diutarakannya.
Roran tanpa sadar menggaruk dagunya sambil berjalan. Masalah dengan Mandel dan para pelaut merupakan masalah yang merugikan kedua belah pihak; Roran menyadari bahwa selama perjalanan dari Narda, salah seorang anak buah Torson, Frewin, menjadi terlalu dekat denga
n Odele--wanita muda teman Katrina. Mereka bisa menjadi masalah saat kita meninggalka" Clovis nanti.
Dengan berhati-hati agar tidak menarik perhatian yang hdak perlu, Roran menyeberangi perkemahan dan mengumpulkan penduduk desa yang paling dipercayanya lalu meminta mereka menemaninya ke tenda Horst. Di sana ia berkata, "Lima orang yang telah kita sepakati akan berangkat sekarang, sebelum hari terlalu sore. Horst akan menggantikan aku sementara aku pergi. Ingat bahwa tugas terpenting kalian adalah memastikan Clovis tidak pergi membawa bargas-bargasnya atau merusaknya dengan cara apa pun. Bargas-bargas itu mungkin satu-satunya alat bagi kita untuk mencapai Surda."
"Itu, dan pastikan kita tidak ketahuan," kata Orval.
"Tepat sekali. Kalau tidak satu pun dari kami kembali saat malam turun besok lusa, anggaplah kami tertangkap. Bawa bargas-bargasnya ke Surda, tapi jangan berhenti di Kuasta untuk membeli persediaan makanan; Kekaisaran mungkin sudah menunggu di sana. Kalian harus mencari makan di tempat lain."
Sementara teman-temannya bersiap, Roran pergi ke kabin Clovis di Red Boar. "Hanya kalian berlima yang akan pergi"" tanya Clovis setelah Roran menjelaskan rencananya.
"Benar." Roran membiarkan tatapan tajamnya menghunjam Clovis hingga pria itu bergerak-gerak gelisah. "Dan sekembalinya aku nanti, kuharap kau, bargas-bargas ini, dan semua anak buahmu masih ada di sini."
"Kau berani meragukan kehormatanku sesudah aku melaksanakan bagianku dari perjanjian kita""
"Aku tidak meragukan apa pun, hanya memberitahukan harapanku. Terlalu banyak yang dipertaruhkan. Kalau kau berkhianat sekarang, kau menghukum mati seluruh desa kami."
"Itu aku tahu," gumam Clovis, sambil menghindari tatapan Roran.
"Orang-orangku akan mempertahankan diri selama kepergianku. Jadi selama masih bernapas, mereka tidak akan dikalahkan, ditipu, atau ditinggalkan. Dan kalau mereka memang mengalami kesialan, akan kubalaskan mereka bahkan meskipun aku harus berjalan ribuan mil laut dan melawan Galbatorix sendiri. Camkan kata-kataku, Master Clovis, karena aku bicara lujur."
"Kami juga tidak sesayang itu pada Kekaisaran, seperti yang tampaknya kalian yakini," Clovis memprotes. "Aku tidak akan membantu mereka seperti orang-orang lain."
Roran tersenyum dengan kegelian yang suram. "Orang bersedia melakukan apa saja untuk melindungi keluarga dan rumah mereka."
Saat Roran mengangkat palang pintu, Clovis bertanya, "Dan apa yang akan kaulakukan begitu tiba di Surda""
"Kami akan--" "Bukan kami: kau. Apa yang akan kaulakukan" Aku mengawasimu. Roran. Aku mendengarkanmu. Dan kau tampaknya orang yang cukup baik, sekalipun aku tidak peduli caramu menghadapiku. Tapi aku tidak bisa menerima kau akan meletakkan martilmu dan mengambil bajak lagi, hanya karena kau sudah tiba di Surda."
Roran mencengkeram palang hingga buku-buku jarinya memutih. "Sesudah kuantar penduduk desa ke Surda," katanya dengan suara sehampa padang pasir yang menghitam," aku akan pergi berburu."
"Ah. Memburu wanita muda berambut merahmu itu" Aku mendengar pembicaraan mengenai hal tersebut, tapi aku tidak benar-benar--"
Pintu terbanting menutup di belakang Roran saat ia meninggalkan kabin. Ia membiarkan kemarahannya berkobar-kobar sejenak--menikmati kebebasan emosi--sebelum mulai meredakan gejolak semangat yang tidak perlu itu. Ia berjalan ke tenda Felda, tempat Mandel tengah melempar pisau berburu ke tunggul.
Felda benar; harus ada yang mendidiknya agar berpikiran logis. "Kau membuang-buang waktu," kata Roran.
Mandel berbalik dengan terkejut. "Kenapa kau berkata begitu""
"Dalam pertempuran yang sebenarnya, kau lebih mungkin melukai matamu sendiri daripada melukai musuhmu. Kalau kau tidak tahu jarak tepat antara dirimu dan sasaranmu..." Roran mengangkat bahu. "Mungkin sebaiknya kau melempar batu."
Ia mengawasi dengan penuh minat tapi tak acuh ketika pemuda itu meradang. "Gunnar memberitahuku tentang kenalannya di Cithri yang bisa menghantam gagak terbang dengan pisaunya, delapan dari setiap sepuluh lemparan."
"Dan pada kedua lemparan yang gagal itu kau akan terbunuh. Biasanya melemparkan s
enjatamu dalam pertempuran merupakan gagasan yang buruk." Roran melambai, menghalangi protes Mandel. "Ambil peralatanmu dan temui aku di bukit balik sungai lima belas menit lagi. Aku sudah memutuskan kau ikut berasma kami ke Tierm."
"Ya, Sir!" Dengan senyum antusias, Mandel masuk ke tenda dan mulai berkemas.
Roran pergi dan bertemu Felda, yang menggendong putri bungsunya di pinggul. Felda bergantian memandang dirinya dan kegiatan Mandel di dalam tenda, dan ekspresinya menegang. "Tolong jaga keselamatannya, Stronghammer." Ia meletakkan putrinya ke tanah dan bergegas pergi, membantu mengumpulkan barang-barang yang akan dibutuhkan Mandel.
Roran yang pertama tiba di bukit yang ditentukan. Ia berjongkok di sebongkah batu putih dan memandangi laut sambil menyiapkan diri menghadapi tugasnya. Sewaktu Loring, Gertrude, Birgit, dan Nolfavrell, putra Birgit tiba, Roran melompat turun dari batu dan berkata, "Kita tunggu Mandel; ia ikut kita."
"Untuk apa"" tanya Loring.
Birgit juga mengerutkan kening. "Kupikir kita sepakat bahwa tidak ada orang lain lagi yang ikut bersama kita. Terutama Mandel, karena ia telah terlihat di Narda. Sudah cukup berbahaya dengan ikutnya dirimu dan Gertrude, dan Mandel hanya memperbesar kemungkinan adanya orang yang akan mengenali kita."
"Kuambil risiko itu." Roran menatap lurus ke mata mereka bergantian. "Ia perlu ikut." Pada akhirnya, mereka menurut, dan bersama Mandel, mereka berenam menuju selatan, ke Teirm.
TEIRM Di kawasan itu, garis pantai terdiri atas bukit-bukit rendah yang ditutupi rerumputan lebat dan sesekali tampak pohon briar, dedalu, dan poplar. Tanah lunak dan berlumpur melesak terinjak kaki mereka dan menyulitkan perjalanan. Di sebelah kanan mereka terbentang laut yang kemilau. Di sebelah kiri ada sosok ungu Spine. Jajaran puncak gunungnya yang bersalju dihiasi awan dan kabut.
Ketika kelompok Roran melewati bangunan dan lahan di sekitar Teirm--beberapa tanah pertanian yang terpisah, lainnya bangunan-bangunan mewah yang luas--mereka bersusah payah agar tidak terdeteksi. Sewaktu menemui jalan yang menghubungkan Narda dengan Teirm, mereka bergegas menyeberanginya dan melanjutkan perjalanan terus ke timur, ke pegunungan, sejauh beberapa mil lagi sebelum berbelok ke selatan. Begitu mereka yakin telah mengitari kota, mereka berbelok kembali ke laut hingga menemukan jalan masuk selatan.
Selama berada di Red Boar, terlintas dalam benak Roran bahwa para pejabat di Narda mungkin sudah menebak siapa pun yang membunuh kedua penjaga itu berada di antara orang-orang yang berangkat dengan bargas-bargas Clovis. Kalau benar begitu, mereka pasti sudah mengirim kurir untuk memperingatkan para prajurit Teirm agar mengawasi siapapun yang sesuai dengan deskripsi para penduduk desa. Dan kalau Ra'zac telah mengunjungi Narda, para prajurit juga tahu mereka bukan hanya mencari beberapa pembunuh tapi Roran Stronghammer dan para pengungsi dari Carvahall. Teirm bisa menjadi perangkap rahasia. Tapi mereka tidak bisa melewati kota itu, karena penduduk desa membutuhkan persediaan makanan dan alat transportasi baru.
Roran memutuskan tindakan jaga-jaga terbaik mereka terhadap penangkapan adalah tidak mengirimkan seorang pun yang tealh terlihat di Narda ke Teirm, kecuali Gertrude dan dirinya sendiri--Gertrude karena hanya ia yang memahami bahan obat-obatannya, dan Roran karena, sekalipun ia yang paling mungkin dikenali, ia tidak memercayai siapa pun untuk melakukan apa yang perlu dilakukan. Ia tahu dirinya memiliki kemauan bertindak sewaktu yang lain ragu-ragu, seperti pada saat ia membantai para penjaga. Anggota kelompok lainnya dipilih untuk meminimalkan kecurigaan. Loring tua tapi pejuang yang tangguh dan pembohong yang pandai. Birgit telah membuktikan kecerdasan dan kekuatannya, dan putranya, Nolfavrell, membunuh seorang prajurit dalam pertempuran, sekalipun usianya masih sangat muda. Semoga mereka tidak tampak lebih daripada keluarga besar yang bepergian bersama. Itu kalau Mandel tidak mengacaukan rencana, pikir Roran.
Gagasan Roran juga untuk memasuki Teirm dari selatan, dengan begitu memperkecil kesan mer
eka datang dari Narda. Malam hampir turun sewaktu Teirm terlihat, putih dan bagai hantu dalam keremangan. Roran berhenti untuk mengamah apa yang ada di depan mereka. Kota berdinding itu berdiri sendirian di tepi teluk besar, swadaya dan tak tertembus serangan apa pun. Suluh-suluh berkobar di sela-sela pelindung di atas dinding, tempat para prajurit berbusur mondar-mandir berpatroli tanpa henti. Di atas dinding menjulang puri, dan mercusuar, yang menyorotkan cahayanya yang suram ke perkran yang gelap.
Besar sekali," kata Nolfavrell.
Loring mengangguk-angguk tanpa mengalihkan pandangan dari Teirm. "Aye, memang besar."
Perhatian Roran tersita pada kapal yang ditambatkan di salah satu dermaga batu yang mencuat dari kota. Kapal bertiang tiga itu lebih besar daripada kapal mana pun yang dilihatnya di Narda, dengan kabin depan tinggi, dua baris lubang dayung, dan dua belas busur yang kuat terpasang di sepanjang setiap sisi geladak untuk melontarkan harpun. Kapal yang indah tampak cocok baik untuk perdagangan maupun berperang. Yang bahkan lebih penting lagi, Roran merasa kapal itu mungkin mungkin--mampu menampung seluruh penduduk desa.
"Itu yang kita butuhkan," katanya, sambil menunjuk.
Birgit mendengus masam. "Kita harus menjual diri sebagai budak untuk bisa menumpang monster itu.
Clovis telah memeringatkan mereka bahwa gerbang jeruji Teirm ditutup saat matahari terbenam, jadi mereka mempercepat langkah agar tidak melewati malam di pedalaman. Saat mereka mendekati dinding-dinding yang pucat itu, jalan dipenuhi dua baris orang yang bergegas masuk dan keluar Teirm.
Roran tidak menduga lalu lintas sepadat itu, tapi tidak lama kemudian ia sadar hal itu bisa membantu melindungi kelompoknya dari perhatian yang tidak diinginkan. Setelah memanggil Mandel, Roran berkata, "Kau berjalan sendiri agak jauh di belakang dan ikuti orang lain melewati gerbang, agar para penjaga tidak menduga kau bersama kami. Kami akan menunggumu di balik dinding. Kalau mereka bertanya, katakan kau kemari untuk mencari kerja sebagai pelaut."
"Ya, Sir." Sementara Mandel berjalan agak jauh di belakang, Roran membungkukkan salah satu bahunya, membuat jalannya agak timpang, dan menghafal kisah yang dikarang Loring untuk menjelaskan kehadiran mereka di Teirm. Ia melangkah keluar dari jalan dan menunduk saat seseorang yang mengendalikan sepasang kerbau pengangkut kayu melintas, bersyukur ada keremangan yang menutupi wajahnya.
Gerbangnya menjulang di depan, bermandikan cahaya oranye dari suluh-suluh yang diletakkan di dudukan di kedua sisi pintu masuk. Di bawahnya berdiri dua prajurit yang mengenakan tunik merah bergambar api terpuntir, lambang Galbatorix. Tidak satu pun dari orang-orang yang bertunik itu bahkan melirik Roran dan rekan-rekann saat mereka bergegas melintas di bawah gerbang jeruji dan melewati terowongan pendek di baliknya.
Roran menegakkan bahu dan merasakan sebagian ketegangannya mengendur. I dan yang lainnya berkerumun di sudut sebuah rumah, tempat Loring bergumam, "Sejauh ini bagus."
Sesudah Mandel menggabungkan diri, mereka pergi mencari losmen murah di mana mereka bisa menyewa kamar. Sambil berjalan, Roran mempelajari tata letak kota dengan rumah-rumah berbentengnya--yang semakin lama semakin tinggi mengarah ke puri--dan pengaturan jalan-jalan yang bagai kisi-kisi. Jalan-jalan yang membentang dari utara ke selatan melebar seperti semburan bintang, sementara jalan-jalan yang membentang dari timur ke barat melengkung landai dan membentuk pola jaring laba-laba, menciptakan puluhan tempat di mana blokade bisa didirikan dan prajurit ditempatkan.
Kalau Carvahall dibangun seperti ini, pikirnya, tidak ada yang bisa mengalahkan kami kecuali Raja sendiri.
Saat senja mereka mendapatkan tempat menginap di Green Chestnut, kedai minum sangat jorok dengan bir putih yang tidak enak dan ranjang penuh kutu. Satu-satunya keuntungan hanyalah biaya sewanya yang nyaris tidak berarti. Mereka tidur tanpa makan malam untuk menghemat uang, dan meringkuk bersama agar dompet mereka tidak dicuri tamu kedai lainnya.
Keesokan harinya, Roran dan rekan-rekannya me
ninggalkan Green Chestnut sebelum subuh, mencari persediaan makanan dan transportasi.
Gertrude berkata, "Aku pernah mendengar kisah tukang obat yang luar biasa, Angela namanya, yang tinggal di sini dan seharusnya mampu membuat obat-obatan terhebat, mungkin bahkan mengandung sedikit sihir. Aku mau menemuinya, karena kalau ada yang memiliki apa yang kucari, pasti ia orangnya "
Sebaiknya kau jangan pergi sendirian," kata Roran. Ia memandang Mandel "Temani Gertrude, bantu ia mengurus pembeliannya, dan berusahalah sebaik-baiknya untuk melindunginya kalau kalian diserang. Keberanianmu mungkin akan diuji berulang kali, tapi jangan lakukan apa pun yang memicu tanda bahaya, kecuali kau mau mengkhianati teman-teman dan keluargamu."
Mandel menyentuh rambut depannya dan mengangguk patuh. Ia dan Gertrude berpisah untuk menyeberangi jalan, sementara Roran dan yang lainnya melanjutkan perburuan mereka.
Roran memiliki kesabaran pemangsa yang tengah berburu tapi bahkan ia pun mulai gelisah waktu pagi dan sore berlalu dan mereka tetap belum menemukan kapal yang bisa membawa mereka ke Surda. Ia mengetahui kapal bertiang tiga itu, Dragon Wing, baru saja dibangun dan akan berlayar untuk pertama kalinya; mereka tidak bisa menyewanya dari Blackmoor Shipping Company kecuali mereka bisa membayar dengan emas merah kurcaci sekamar penuh; padahal para penduduk desa kekurangan uang bahkan untuk menyewa kapal yang paling buruk. Membawa bargas-bargas Clovis juga tidak memecahkan masalah mereka, karena bargas-bargas itu tidak menjawab masalah tentang apa yang akan mereka makan di perjalanan.
"Akan sulit," kata Birgit, "sangat sulit, untuk mencuri barang dari tempat ini, karena banyaknya prajurit dan rapatnya rumah-rumah, dan para penjaga di gerbang. Kalau kita mencoba mengangkut begitu banyak barang keluar dari Teirm, mereka pasti ingin tahu apa yang kita lakukan."
Roran mengangguk. Itu juga.
Roran memberitahu Horst bahwa kalau penduduk desa terpaksa melarikan diri dari Teirm tanpa membawa apa-apa kecuali persediaan mereka yang tersisa, mereka bisa merampok untuk mendapatkan makanan. Tapi Roran tahu tindakan seperti itu berarti mereka telah menjadi sama hinanya dengan yang dibencinya. Ia tidak berani melakukannya. Bertempur dan membunuh mereka yang menghamba pada Galbatorix--atau bahkan mencuri bargas-bargas Clovis, karena Clovis memiliki cara lain untuk menghidupi diri--merupakan satu hal, tapi mengambil persediaan makanan dari petani miskin dan berusaha bertahan hidup seperti para penduduk desa di Lembah Palancar merupakan hal yang berbeda sama sekali. Itu pembunuhan.
Fakta-fakta berat tersebut membebani Roran bagai batu. Perjalanan mereka sangat menguras tenaga, bertahan hanya karena ketakutan, putus asa, optimisme, dan improvisasi detik terakhir. Sekarang ia takut ia telah mendorong para penduduk desa ke sarang musuh dan mengikat mereka dengan rantai yang dibentuk dari kemiskinan mereka sendiri. Aku bisa melarikan diri dan melanjutkan mencari Katrina, tapi kemenangan macam apa itu kalau kubiarkan desaku diperbudak Kekaisaran" Apa pun nasib yang kita hadapi Teirm, aku akan tetap mendampingi mereka yang cukup memercayai diriku hingga meninggalkan rumahnya karena kata-kataku.
Untuk mengurangi lapar, mereka mampir di toko roti dan membeli sebongkah roti gandum segar, juga seguci kecil madu untuk dioleskan ke rotinya. Ketika membayar roti dan madu, Loring memberitahu asisten tukang roti bahwa mereka mencari kapah peralatan, dan makanan.
Sewaktu ada yang menepuk bahunya, Roran berpaling. Seorang pria berambut hitam kasar dan perut gendut berkata, "Maafkan aku tanpa sengaja mendengar percakapanmu dengan tuan muda, tapi kalau kalian mencari kapal dan yang lainnya, dan dengan harga yang pantas, kusarankan kalian mengikuti lelang."
"Lelang apa itu"" tanya Roran.
"Ah, kisah yang menyedihkan, sungguh, tapi terlalu sering terjadi hari-hari ini. Salah seorang pedagang kami, Jeod--Jeod Longshanks, begitulah kami memanggilnya kalau ia tidak mendengar--ditimpa serangkaian kesialan yang paling buruk. Dalam waktu kurang dari setahun, ia kehilangan empat k
apal, d,n sewaktu ia mencoba mengirim barang melalui jalan darat, karavannya disergap dan dihancurkan para pencuri. Para investor memaksanya menyatakan diri bangkrut, dan sekarang mereka akan menjual propertinya untuk mengurangi kerugian. Aku tidak tahu mengenai makanan, tapi kalian pasti mendapatkan hampir semua yang lainnya yang kalian cari di lelang."
Harapan samar muncul dalam dada Roam. "Kapan lelang ini diselenggarakan""
"Wah, pengumumannya dipasang di semua papan pengumuman di seluruh kota. Lusa, pastinya"
Fakta itu menjelaskan pada Roran kenapa mereka tidak tahu tentang pelelangan itu; mereka berusaha sebaik-baiknya menghindari papan pengumuman, karena khawatir ada yang mengenali Roran dari poster hadiahnya.
"Terima kasih banyak," katanya pada pria itu. "Kau mungkin menyelamatkan kami dari banyak kerepotan."
"Dengan senang hati, kalau benar begitu."
Begitu Roran dan rekan-rekannya keluar dari toko, mereka berkerumun bersama di tepi jalan. Ia berkata, "Apa menurut kalian sebaiknya kita periksa info itu""
"Hanya itu yang harus kita periksa," kata Loring. "Birgit""
"Kau tidak perlu bertanya padaku; sudah jelas jawabannya. Tapi kita tidak bisa menunggu hingga lusa."
"Ya. Menurutku kita temui saja si Jeod ini dan coba lihat apakah kita bisa tawar-menawar dengannya sebelum lelang dibuka. Apa kalian setuju""
Mereka setuju, jadi mereka pergi ke rumah Jeod, mengandalkan petunjuk orang-orang yang mereka temui di jalan. Rumah itu--atau, lebih tepatnya, rumah mewah--terletak di sisi barat Teirm, dekat puri, termasuk salah satu dari sekian banyak bangunan megah yang dihiasi karya-karya tulis indah, gerbang jeruji besi, patung-patung, dan pancuran yang menyemburkan air. Roran nyaris tidak bisa memahami kekayaan seperti itu; ia terpesona karena besarnya perbedaan kehidupan orang-orang ini dari kehidupannya sendiri.
Roran mengetuk pintu depan rumah Jeod, yang berdiri di samping toko yang telah ditinggalkan. Sesaat kemudian, pintu dibuka kepala pelayan gemuk bergigi terlalu mengilap. Ia menatap keempat orang asing di depan pintunya dengan pandangan tidak suka, lalu melontarkan senyum dan bertanya, "Ada yang bisa saya bantu, Sir dan Madam""
"Kami mau bicara dengan Jeod, kalau ia ada waktu."
"Kalian ada janji temu""
Roran merasa kepala pelayan ini tahu persis mereka tidak memiliki janji temu. "Kedatangan kami di Teirm terlalu singkat untuk mengatur pertemuan secara lebih layak."
"Ah, well, kalau begitu dengan menyesal kukatakan lebih baik kalian habiskan waktu kalian di tempat lain. Majikanku banyak urusan. Ia tidak bisa menemui setiap kelompok ge landangan yang mengetuk pintunya, meminta sedekah," kata kepala pelayan. Ia memamerkan gigi mengilapnya lagi dan hendak mundur.
"Tunggul" seru Roran. "Kami bukan menginginkan sedekah; kami punya tawaran bisnis untuk Jeod."
Kepala pelayan itu mengangkat satu alisnya. "Begitukah""
Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aye, begitu. Tolong tanyakan padanya apa ia bersedia menemui kami. Kami sudah menempuh perjalanan yang lebih jauh daripada yang ingin kauketahui, dan penting sekali bagi untuk menemui Jeod hari ini."
"Boleh kutanyakan sifat tawaran kalian""
"Rahasia." "Baiklah, Sir," kata si kepala pelayan. "Akan kusampaikan tawaranmu, tapi kuperingatkan bahwa Jeod sedang sibuk saat ini, dan aku ragu ia ingin diganggu. Siapa nama yang harus kuberitahukan padanya, Sir""
"Kau boleh memanggilku Stronghammer." Mulut si kepala pelayan tersentak seakan keheranan mendengar nama itu, lalu menyelinap ke balik pintu dan menutupnya.
"Kalau kepalanya lebih besar lagi, ia bisa jadi ganjal pintu," gumam Loring pelan. Nolfavrell tertawa menghina.
Birgit berkata, "Semoga saja pelayan itu tidak meniru majikannya."
Semenit kemudian, pintu terbuka kembali dan si kepala Pelayan mengumumkan, dengan ekspresi agak kesal. "Jeod setuju menemui kalian di ruang kerjanya." Ia melangkah ke samping dan memberi isyarat dengan membentangkan satu lengan agar mereka masuk. "Lewat sini." Sesudah mereka melewah pintu, si kepala pelayan mendului mereka dan menyusuri lorong berdinding kayu dipernis ke salah satu dari sekian banyak pintu, yang
dibukanya lalu memersilakan mereka masuk.
JEOD LONGSHANKS Kalau Roran bisa membaca, ia mungkin lebih terkesan pada harta berupa buku-buku yang memenuhi dinding-dinding ruang kerja. Sesuai kenyataan, ia hanya memerhatikan pria jangkung yang mulai ubanan dan berdiri di belakang meja tulis oval itu. Pria tersebut--yang menurut Roran adalah Jeod--tampak sama lelahnya seperti yang dirasakan Roran. Wajahnya berkerut-kerut, kuyu, dan sedih, dan sewaktu ia berpaling ke arah mereka, tampak bekas luka yang putih dari puncak kepala ke dahi kirinya. Bagi Roran, bekas luka itu menyatakan keberanian orang ini. Mungkin kejadiannya telah lama dan terkubur, tapi tetap saja ia pemberani.
"Silakan duduk," kata Jeod. "Aku tidak mau bersikap resmi di rumahku sendiri." Ia mengawasi mereka dengan tatapan penasaran sementara mereka duduk di kursi kulit berlengan yang lembut. "Boleh kutawarkan kue-kue dan segelas brendi aprikot"
Aku tidak bisa bicara lama, tapi kulihat kalian sudah ber minggu-minggu dalam perjalanan, dan aku sangat ingat bagaimana keringnya tenggorokanku sesudah perjalanan seperti itu."
Loring nyengir. "Aye. Sedikit brendi benar-benar bagus. Kau dermawan sekali, Sir."
"Hanya segelas susu untuk putraku," kata Birgit.
"Tentu saja, Madam." Jeod membunyikan lonceng memanggil kepala pelayan, menyampaikan perintahnya, lalu menyandar kembali ke kursi. "Aku dalam posisi yang tidak beruntung. Aku yakin kalian tahu namaku, tapi aku tidak tahu kalian."
"Stronghammer, siap melayani Anda," kata Roran.
"Mardra, siap melayani Anda," kata Birgit.
"Kell, siap melayani Anda," kata Nolfavrell.
"Dan aku Wally, siap melayani Anda," Loring mengakhiri.
"Dan aku siap melayani kalian," jawab Jeod. "Nah, Rolf tadi mengatakan kalian ingin berbisnis denganku. Sebaiknya kalian tahu aku tidak berada dalam posisi untuk membeli atau menjual barang, dan aku tidak memiliki emas untuk diinvestasikan, juga kapal yang bagus untuk membawa wol dan makanan, permata dan rempah-rempah menyeberangi lautan. Kalau begitu, apa yang bisa kulakukan bagi kalian""
Roran menumpukan siku ke lutut, lalu mengaitkan jemari dan menatap dari antaranya sambil mengatur pikiran. Salah omong bisa menyebabkan kami terbunuh di sini, ia mengingatkan diri sendiri. "Sederhananya, Sir, kami mewakili sekelompok orang yang--untuk berbagai alasan--harus membeli sejumlah besar persediaan dengan uang yang sangat sedikit. Kami tahu barang-barang Anda akan dilelang besok lusa untuk melunasi utang, dan kami ingin mengajukan penawaran sekarang untuk barang-barang yang kami butuhkan. Kami bisa saja menunggu hingga lelang, tapi situasi memaksa kami dan kami tidak bisa menunda dua hari lagi. Kalau kami bisa mendapatkan harga yang pantas, harus malam ini atau besok, tidak lebih."
"Pasokan apa yang kalian butuhkan"" tanya Jeod.
"Makanan dan apa pun lainnya yang diperlukan untuk melengkapi kapal atau kendaraan lain untuk perjalanan yang lama di laut."
Ekspresi berminat terpancar di wajah Jeod yang kelelahan. "Kau punya bayangan kapal mana yang kaupilih" Karena aku tahu setiap kapal yang melayari perairan di sini selama dua puluh tahun terakhir."
"Kami belum memutuskan."
Jeod menerima jawaban itu tanpa bertanya. "Aku mengerti sekarang kenapa kalian menemuiku, tapi aku khawatir kalian bersusah payah karena salah pengertian." Ia membentangkan tangannya yang kelabu, memberi isyarat ke arah ruangannya. Segala sesuatu yang kalian lihat di sini bukan lagi milikku, tapi milik kreditorku. Aku tidak berhak menjual barang-barang milikku, dan kalau aku melakukannya tanpa izin, kemungkinan besar aku akan dipenjara karena menipu kreditorku atas uang yang mereka pinjamkan padaku."
Ia diam sejenak sementara Rolf kembali masuk ke kerja, membawa baki perak besar berisi kue-kue, gelas kristal, segelas susu, dan seguci brendi. Kepala pelayan meletakkan baki di dudukan kaki berbatalan lalu membagikan minuman. Roran mengambil gelasnya dan menghirup brendi yang ringan itu, bertanya-tanya kapan saat yang sopan bagi mereka untuk berpamitan dan melanjutkan pencarian.
Sesudah Rolf meninggalkan ruangan, Jeod menghab
iskan isi gelasnya dengan sekali tenggak, lalu berkata, "Mungkin aku tidak berguna bagi kalian, tapi aku kenal sejumlah orang seprofesiku yang mungkin... mungkin... bisa membantu. Kalau kalian bisa memberiku sedikit rincian lagi mengenai apa yang ingin kalian beli, maka aku bisa lebih tahu siapa yang sebaiknya kurekomendasikan."
Roran tidak melihat kerugian dari permintaan itu, jadi ia mengutip daftar barang-barang yang harus dimiliki penduduk desa, benda-benda yang mungkin mereka butuhkan, dan benda-benda yang mereka inginkan tapi tidak mungkin pernah bisa mereka miliki kecuali dewi keberuntungan tersenyum lebar pada mereka. Sesekali Birgit atau Loring menyebutkan barang-barang yang lupa disebutkan Roran--seperti lampu minyak--dan Jeod melirik mereka sejenak sebelum kembali mengarahkan tatapan ke Roran, tempat pandangannya tetap terarah dengan minat yang semakin besar. Minat Jeod meresahkan Roran, rasanya seolah pedagang itu tahu, atau mencurigai, apa yang disembunyikannya.
"Menurutku," kata Jeod setelah Roran selesai mengutip daftarnya, "Yang kalian butuhkan cukup untuk memenuhi kebutuhan beberapa ratus orang ke Feinster atau Aroughs & atau lebih jauh lagi. Kuakui, aku agak sibuk beberapa minggu terakhir ini, tapi aku tidak pernah mendengar ada rombongan sebesar itu di kawasan ini, dan aku tidak bisa membayangkan dari mana asal rombongan sebesar itu."
Dengan ekspresi datar, Roran membalas tatapan Jeod tanpa mengatakan apa-apa. Di dalam hati, ia marah karena membiarkan Jeod mengumpulkan cukup banyak informasi hingga dapat kesimpulan tersebut.
Jeod mengangkat bahu. "Well, sekalipun begitu, itu urusan kalian. Kusarankan kalian menemui Galton di Market Street untuk makanan dan Hamill tua dekat dermaga untuk barang-barang lain. Mereka berdua jujur dan akan memperlakukan kalian dengan baik dan adil." Setelah mengulurkan tangan, ia mengambil kue dari baki, menggigitnya, lalu, sesudah selesai mengunyah, bertanya pada Nolfavrell. "So, Kell muda, kau juka tinggal di Teirm""
"Ya, Sir," kata Nolfavrell, dan tersenyum. "Aku tidak pernah melihat apa pun yang sebesar ini, Sir."
"Begitukah""
"Ya, Sir. Aku--"
Merasa mereka berada dalam situasi yang berbahaya, Roran menyela, "Aku penasaran, Sir, tentang toko di samping rumah Anda. Rasanya aneh ada toko sesederhana itu di tengah bangunan-bangunan mewah di sini."
Untuk pertama kalinya, senyuman, sekalipun tipis, mencerahkan wajah Jeod, menghapus bertahun-tahun dari penampilannya. "Well, toko itu milik wanita yang agak aneh: Angela si tukang obat, salah satu tabib terbaik yang pernah kutemui. Ia mengelola toko itu selama sekitar dua puluh tahun dan, baru beberapa bulan yang lalu, menjualnya dan pindah entah ke mana." Ia mendesah. "Sayang sekali, karena ia tetangga yang menarik."
"Itu yang ingin ditemui Gertrude, bukan"" tanya Nolfavrell, dan menengadah memandang ibunya.
Roran menahan geram dan melontarkan lirikan memperingatkan yang cukup kuat hingga Nolfavrell bergerak-gerak gelisah di kursi. Nama itu tidak berarti apa-apa bagi Jeod, tapi kalau Nolfavrell tidak bisa lebih menjaga lidahnya, ada kemungkinan ia terlepas bicara dan mengutarakan informasi yang lebih merusak. Waktunya pergi, pikir Roran. Ia meletakkan gelas.
Pada saat itulah ia melihat nama itu memang ada artinya bagi Jeod. Mata si pedagang membelalak terkejut, dan ia mencengkeram lengan kursinya hingga ujung-ujung jemarinya memutih. "Tidak mungkin!" Jeod memusatkan perhatian Roran, mengamati wajahnya seakan berusaha memandang pada lewati jangguMya, lalu mengembuskan napas, "Roran. Roran putra Garrow. "
SEKUTU TAK TERDUGA. Roran sudah mencabut martil dari sabuknya dan separo bangkit dari kursi sewaktu mendengar nama ayahnya disebut. Hanya itu yang mencegahnya melompat menyeberangi ruangan dan memukul Jeod hingga pingsan. Dari mana ia tahu siapa Garrow" Di sampingnya, Loring dan Birgit melompat bangkit, mencabut pisau dari lengan baju mereka, bahkan Nolfavrell bersiap-siap berkelahi dengan pisau di tangan.
"Kau Roran, bukan"" tanya Jeod dengan suara pelan. Ia tidak menunjukkan keterkejutan melihat senjata mereka.
"Dari mana kau menebaknya""
"Karena Brom membawa Eragon kemari, dan tampangmu mirip sepupumu. Sewaktu kulihat postermu bersama poster Eragon, aku sadar Kekaisaran pasti berusaha menangkapmu dan kau berhasil lolos. Sekalipun," tatapan Jeod beralih ke tiga orang lainnya, "dalam semua imajinasiku, aku tidak pernah menduga kau akan mengajak seluruh Carvahall bersamu."
Dengan tertegun, Roran duduk kembali di kursi dan meletakkan martil melintang di lutut, siap menggunakannya. "Eragon pernah kemari""
"Aye. Juga Saphira."
Saphira"" Sekali lagi, keterkejutan melintas di wajah Jeod. "Kau tidak tahu, kalau begitu""
Tahu apa"" Jeod memandangnya selama semenit. "Kupikir sudah tiba waktunya menghentikan kepura-puraan kita, Roran putra Garrow, dan bicara terus terang dan tanpa tipuan. Aku bisa menjawab banyak pertanyaanmu--seperti kenapa Kekaisaran memburumu--tapi sebagai gantinya, aku perlu tahu alasan kedatanganmu ke Teirm... alasan yang sebenarnya."
"Kenapa kami harus memercayaimu, Longshanks"" tanya Loring.
"Kau bisa saja bekerja pada Galbatorix."
"Aku teman Brom selama lebih dari dua puluh tahun, sebelum ia menjadi pendongeng di Carvahall," kata Jeod, "dan aku berusaha sebaik-baiknya membantu dia dan Eragon sewaktu mereka menginap di rumahku. Tapi karena tidak satu pun dari mereka ada di sini untuk menjaminku, kuserahkan nyawaku ke tangan kalian, terserah akan kalian apakan. Aku bisa berteriak minta tolong, tapi tidak akan kulakukan. Aku juga tidak akan melawan kalian. Aku hanya minta kalian menceritakan kisah kalian dan mendengarkan kisahku sendiri. Lalu kalian bisa memutuskan sendiri tindakan apa yang perlu dilakukan. Kalian tidak terancam bahaya, jadi apa ruginya berbicara""
Birgit menyentakkan dagu, menarik perhatian Roran. Ia bisa saja sedang berusaha menyelamatkan diri."
"Mungkin," jawab Roran, "tapi kita harus mencari tahu apa yang diketahuinya." Dengan mengaitkan satu lengan ke bawah kursi, ia menyeret kursi ke seberang ruangan, menempelkan sandaran kursi ke pintu, dan duduk di sana, jadi tidak ada yang bisa mendobrak masuk dan menyergap saat mereka tidak siap. Ia mengarahkan martil ke Jeod. "Baiklah. Kau mau bicara" Kalau begitu, mari kita bicara, kau dan aku."
"Paling baik kalau kau duluan."
"Kalau begitu, dan kalau kami tidak puas dengan jawaban sesudahnya, kami terpaksa membunuhmu," Roran memper ingatkan.
Jeod bersedekap. "Terserah."
Sekalipun tidak ingin, Roran terkesan melihat ketenangan si pedagang; Jeod tampak tidak peduli pada nasibnya, sekalipun ekspresi mulutnya tampak agak muram. "Terserah," Roran mengulangi.
Roran telah sering menceritakan kejadian sejak kedatangan Ra'zac di Carvahall, tapi belum pernah ia menceritakannya secara terinci pada orang lain. Sementara ia bercerita, terlintas dalam benaknya betapa banyak kejadian yang telah menimpa dirinya dan para penduduk desa lain dalam waktu sesingkat itu dan betapa mudahnya Kekaisaran menghancurkan kehidupan mereka di Lembah Palancar. Menceritakan kembali kengerian-kengerian lama terasa menyakitkan bagi Roran, tapi setidaknya ia senang melihat Jeod menampakkan ketertegunan yang tulus saat mendengar bagaimana penduduk desa menyerang para prajurit dan Ra'zac di perkemahan mereka, pengepungan terhadap Carvahall sesudahnya, pengkhianatan Sloan, penculikan Katrina, bagaimana Roran meyakinkan penduduk desa untuk melarikan diri, dan kekerasan perjalanan mereka ke Teirm.
"Demi Raja-Raja yang Hilang!" seru Jeod. "Itu kisah yang paling luar biasa. Luar biasa! Kalau kuingat bahwa kau berhasil menggagalkan rencana Galbatorix dan tepat sekarang ini seluruh desa Carvahall bersembunyi di luar salah satu kota terbesar Kekaisaran dan Raja bahkan tidak tahu...." Ia menggeleng kagum.
"Aye, begitulah keadaan kami," geram Loring, "dan itu sangat berbahaya, jadi sebaiknya kaujelaskan dengan jelas kenapa kami harus mengambil risiko membiarkanmu tetap hidup."
"Itu menempatkanku--"
Jeod terdiam saat seseorang mengguncang selot di belakang kursi Roran, berusaha membuka pintu, diikuti gedoran pada Papan kayu eknya. Di lorong, seorang wanita menjerit, "Jeod! Biarkan
aku masuk, Jeod! Kau tidak bisa bersembunyi dalam guamu itu"
"Boleh"" gumam Jeod.
Roran menjentikkan jemari ke Nolfavrell, dan bocah itu melemparkan pisau ke Roran, yang menyelinap ke belakang meja tuli dan menempelkan sisi pipih mata pisau ke tenggorokan Jeod. "Suruh wanita itu pergi."
Dengan mengeraskan suara, Jeod berkata, "Aku tidak bisa bicara sekarang; aku sedang rapat."
"Bohong! Kau tidak memiliki bisnis apa pun. Kau sudah bangkrut! Keluar dan hadapi aku, pengecut! Kau laki-laki atau bukan, sampai memandang lurus ke mata istrimu saja tidak berani"" Wanita itu diam sejenak, seakan menunggu jawaban, lalu jeritannya terdengar semakin keras, "Pengecut! Kau tikus tak bernyali, penakut kotor tanpa otak yang tak marnpu mengelola kios daging, apalagi perusahaan pelayaran. Ayahku tidak akan pernah kehilangan uang sebanyak itu!"
Roran mengernyit ketika penghinaan-penghinaan itu terus berlanjut. Aku tidak bisa menahan Jeod kalau wanita itu berbicara lebih lama lagi.
"Diam, perempuan!" teriak Jeod, dan kebisuan mengikuti. "Keberuntungan kita mungkin akan berubah lebih baik kalau kau memiliki akal sehat untuk menahan lidahmu dan tidak terus berceloteh seperti istri pedagang ikan."
Jawaban istrinya terdengar dingin: "Akan kutunggu kau di ruang makan, suamiku sayang, dan kalau kau tidak berniat menemuiku saat makan malam dan menjelaskan, aku akan meninggalkan rumah ini, tanpa pernah kembali." Lalu terdengar suara langkah kakinya menjauh.
Sesudah yakin wanita itu telah pergi, Roran mengangkat pisau dari leher Jeod dan mengembalikan senjata itu pada Nolfavrell sebelum duduk kembali di kursi yang menempel ke pintu.
Jeod menggosok lehernya dan, dengan ekspresi waspada, berkata, "Kalau kita tidak mencapai kata sepakat, sebaiknya kalian bunuh saja aku; itu lebih mudah daripada menjelaskan pada Helen bahwa aku meneriakinya tanpa alasan."
"Aku bersimpati padamu, Longshanks," kata Loring.
"Bukan salahnya... bukan benar-benar salahnya. Ia hanya tidak mengerti kenapa begitu banyak kesialan menimpa kami"
Jeod mendesah. "Mungkin salahku karena tidak berani beritahu dirinya."
"Memberitahukan apa"" sela Nolfavrell.
"Bahwa aku agen Varden." Jeod diam sejenak melihat ekspresi tertegun mereka. "Mungkin sebaiknya kumulai dari awal Roran, kau pernah dengar isu-isu selama beberapa bulan terakhir mengenai kemunculan Penunggang baru yang menentang Galbatorix""
"Di sana-sini, ya, tapi tidak ada yang menurutku bisa dipercay."
Jeod ragu-ragu. "Aku tidak tahu bagaimana lagi cara menyampaikannya, Roran... tapi memang ada Penunggang baru di Alagaesia, dan ia adalah sepupumu, Eragon. Batu yang ditemukannya di Spine sebenarnya telur naga yang dicuri kaum Varden, dengan bantuanku, dari Galbatorix bertahun-tahun yang lalu. Naga itu menetas bagi Eragon dan Eragon menamainya Saphira. Itu sebabnya Ra'zac datang ke Lembah Palancar pertama kali. Mereka kembali karena Eragon telah menjadi musuh yang berat bagi Kekaisaran dan Galbatorix berharap dengan menangkap dirimu, mereka bisa menundukkan Eragon."
Kepala Roran tersentak ke belakang saat ia tertawa hingga air mata menggenang di sudut-sudut matanya dan perutnya sakit akibat guncangannya. Loring, Birgit, dan Nolfavrell memandangnya dengan tatapan ketakutan, tapi Roran tidak memedulikan pendapat mereka. Ia tertawa mendengar kekonyolan cerita Jeod. Ia menertawakan kemungkinan menakutkan bahwa Jeod berbicara jujur.
Dengan napas terengah-engah, sikap Roran perlahan-lahan kembali normal, sekalipun sesekali ia masih tergelak meskipun tak ada yang lucu. Ia mengusap wajahnya dengan lengan baju lalu memandang Jeod, senyum keras merekah di bibirnya. "Ceritamu cocok dengan fakta-faktanya; kuakui itu. Tapi begitu juga setengah lusin penjelasan lain yang kupikirkan."
Birgit berkata, "Kalau batu Eragon ternyata telur naga, lalu dari mana asalnya""
"Ah," jawab Jeod, "itu urusan yang kuketahui dengan baik.... "
Duduk nyaman di kursinya, Roran mendengarkan dengan tetap tak percaya ketika Jeod merangkai kisah yang fantastis yang bagaimana Brom-Brom tua penggerutu!--dulunya Penunggang dan sepertinya membantu mendi
rikan Varden, bagaiaman Jeod menemukan jalan rahasia ke Uru'baen, bagaimana kaum Varden mengatur pencurian ketiga telur naga terakhir dari Galbatorix, dan bagaimana hanya satu telur yang bisa diselamatkan sesudah Brom bertempur dan membunuh Morzan, salah satu kaum Terkutuk. Seakan kisahnya masih belum konyol, Jeod lalu menjabarkan perjanjian antara kaurn Varden, kurcaci, dan elf bahwa telur itu harus dikirim bolak-bolik antara Du Weldenvarden dan Pegunungan Beor, Yang menjadi penyebab kenapa telur dan kurirnya berada di dekat tepi hutan besar sewaktu mereka disergap Shade.
Shade--ha! pikir Roran. Sekalipun skeptis, Roran memerhatikan dengan minat berlipat ganda sewaktu Jeod mulai menceritakan saat Eragon menemukan telur dan membesarkan naga Saphira di hutan dekat tanah pertanian Garrow. Roran sibuk waktu itu--bersiap-siap berangkat ke penggilingan milik Dempton di Therinsford--tapi ia ingat bagaimana teralihnya perhatian Eragon pada saat itu, bagaimana Eragon menghabiskan setiap waktu luangnya di luar rumah, entah melakukan apa....
Saat Jeod menjelaskan bagaimana dan kenapa Garrow tewas, kemurkaan memenuhi Roran karena Eragon berani merahasiakan naga itu sementara tindakannya jelas membahayakan semua orang. Ia yang salah sehingga ayahku meninggal!
"Apa yang dipikirkannya"" sembur Roran.
Ia membenci Jeod yang memandangnya dengan pemahaman yang tenang. "Aku ragu Eragon sendiri tahu. Penunggang dan naga mereka terikat begitu erat satu sama lain hingga sering sulit membedakan satu dengan yang lain. Eragon tidak mungkin menyakiti Saphira sama seperti ia tidak mungkin menggergaji kakinya sendiri."
"Bisa saja," gumam Roran. "Karena dirinya, aku terpaksa melakukan tindakan-tindakan yang sama menyakitkannya, dan aku tahu--ia bisa saja berbuat begitu."
"Kau benar untuk merasakan apa yang kaurasakan," kata Jeod, "tapi jangan lupa bahwa alasan Eragon meninggalkan Lembah Palancar adalah untuk melindungi dirimu dan semua yang tersisa. Aku yakin pilihan itu sangat sulit baginya. Dari sudut pandangnya, ia mengorbankan diri untuk memastikan keselamatanmu dan membalaskan ayahmu. Dan sekalipun pergi mungkin tidak menghasilkan akibat yang diinginkan, Situasinya jelas akan lebih buruk lagi kalau Eragon tetap tinggal."
Roran tidak mengatakan apa-apa lagi hingga menyinggung bahwa alasan Brom dan Eragon mengunjungi Teirm adalah untuk melihat apakah mereka bisa menggunakan daftar muatan kapal untuk menemukan sarang Ra'zac. "Apakah mereka berhasil"" seru Roran, tersentak tegak.
"Kami berhasil."
"Well, di mana mereka kalau begitu" Demi kebaikan, man, katakan; kau tahu betapa pentingnya ini bagiku!"
"Tampak jelas dari catatan--dan aku kemudian mendapat pesan dari kaum Varden bahwa cerita Eragon sendiri mengkonfirmasi hal ini--bahwa sarang Ra'zac berada di formasi yang dikenal sebagai Helgrind, dekat Dras-Leona."
Roran mencengkeram martilnya dengan penuh semangat.
Dras-Leona sangat jauh, tapi Teirm memiliki akses ke satu-satunya celah terbuka antara tempat ini dan ujung selatan Spine. Kalau aku bisa membawa semua orang menyusuri pantai dengan selamat, lalu aku bisa pergi ke Helgrind ini, menyelamatkan Katrina kalau ia ada di sana, dan mengikuti Sungai Jiet ke Surda.
Sebagian dari pikiran Roran rupanya terungkap sendiri di wajahnya, karena Jeod berkata, "Itu tidak bisa dilakukan, Roran."
"Apa"" "Tidak ada orang yang bisa mendaki Helgrind. Tempat itu merupakan pegunungan batu hitam yang kokoh dan gersang hingga mustahil didaki. Pikirkan tunggangan Ra'zac yang berbau busuk; kemungkinan besar mereka lebih suka bersarang di dekat puncak Helgrind daripada tidur di dekat tanah, tempat mereka paling rapuh. Kalau begitu, bagaimana caramu mendekati mereka" Dan kalau bisa, apa kau benar-benar percaya bisa mengalahkan kedua Ra'zac dan tunggangan mereka, kalau bahkan tidak ada lebih banyak lagi" Aku tidak ragu kau pejuang yang menakutkan--bagaimanapun juga, kau dan Eragon memiliki darah yang sama--tapi musuh-musuh ini lebih daripada manusia normal."
Roran menggeleng. "Aku tidak bisa meninggalkan Katrina. Mungkin sia-sia, tapi aku harus berusaha
membebaskan dirinya, bahkan Seandainya aku harus mati untuk itu."
Tidak ada gunanya bagi Katrina kalau kau sendiri terbunuh," tegur Jeod. "Kalau aku boleh menawarkan saran: cobalah mencapai Surda seperti rencanamu. Begitu tiba di sana, aku yakin kau bisa minta bantuan Eragon. Bahkan Ra'zac tidak mampu menandingi Penunggang dan naganya dalam pertempuran terbuka."
Dengan mata batinnya, Roran melihat makhluk buas raksasa berkulit kelabu yang ditunggangi Ra'zac. Ia benci mengakuinya, tapi ia tahu tidak mampu membunuh makhluk seperti itu, tidak peduli sekuat apa dirinya atau motivasinya. Begitu ia menerima kebenarannya, Roran akhirnya memercayai cerita Jeod--karena kalau tidak, Katrina akan hilang selamanya.
Eragon, pikirnya. Eragon! Demi darah yang sudah kutumpahkan dan kengerian di tanganku, aku bersumpah demi kubur ayahku, kau akan membalas perbuatanmu dengan menyerang Helgrind bersamaku. Kalau kau menciptakan kekacauan ini, akan kupaksa kau membereskannya.
Roran memberi isyarat pada Jeod. "Lanjutkan ceritamu. Biar kami mendengar sisa drama menyedihkan ini sebelum hari semakin sore."
Lalu Jeod membicarakan kematian Brom; tentang Murtagh, putra Morzan; tentang penangkapan dan pelarian di Gil'ead; penerbangan mati-matian untuk menyelamatkan seorang elf; tentang Urgal dan kurcaci serta pertempuran hebat di tempat bernama Farthen Dur, di mana Eragon mengalahkan Shade. Dan Jeod memberitahu mereka bagaimana kaum Varden meninggalkan Pegunungan Beor dan pindah ke Surda, dan bagaimana Eragon sekarang berada jauh di dalam Du Weldenvarden, mempelajari rahasia misterius sihir dan seni perang elf, tapi akan segera kembali.
Sewaktu pedagang itu membisu, Roran berkumpul di sisi seberang ruang kerja bersama Loring, Birgit, dan Nolfavrell. Ia meminta pendapat mereka. Sambil merendahkan suara, Loring berkata, "Aku tidak tahu ia berbohong atau tidak, tapi siapa pun yang bisa mengarang cerita seperti itu di bawah todong pisau layak untuk hidup. Penunggang baru! Dan Eragon orangnya!" Ia menggeleng.
"Birgit"" tanya Roran. "Tapi
"Aku tidak tahu. Ini begitu luar biasa." Ia ragu-ragu pasti benar. Penunggang lain adalah satu-satunya alasan kenapa Kekaisaran begitu mati-matian mengejar kita."
"Aye," Loring menyetujui. Matanya cerah penuh semangat. "Kita, rupanya terlibat dalam peristiwa yang lebih berarti daripada yang kita sadari. Penunggang baru. Pikirkan itu! Orde lama akan disapu habis, kuberitahu kalian... Kau benar selama ini Roran.
"Nolfavrell""
Bocah itu tampak serius karena ditanyai. Ia menggigit bibir, lalu berkata, "Jeod tampaknya cukup jujur. Kupikir kita bisa memercayai dirinya."
"Baiklah, kalau begitu," kata Roran. Ia melangkah kembali mendekati Jeod, menumpukan buku-buku jemarinya di tepi meja, dan berkata, "Dua pertanyaan terakhir, Longshanks. Bagaimana tampang Brom dan Eragon" Dan bagaimana kau bisa mengenali nama Gertrude""
"Aku tahu tentang Gertrude karena Brom bilang ia meninggalkan surat untukmu padanya. Sedangkan mengenai tampang mereka: Brom agak lebih pendek daripada diriku. Janggut lebat, hidung bengkok, dan ia membawa tongkat berukir. Dan aku berani mengatakan ia kadang menjengkelkan." Roran mengangguk; itulah Brom. "Eragon... masih muda. Rambut cokelat, mata cokelat, dengan bekas luka di pergelangan tangan, dan ia tidak pernah berhenti bertanya." Roran kembali mengangguk; itulah sepupunya.
Roran menjejalkan martilnya ke sabuk. Birgit, Loring, dan Nolfavrell menyarungkan pisau mereka. Lalu Roran menjauhkan kursi dari pintu, dan mereka berempat kembali duduk seperti manusia yang beradab. "Sekarang apa, Jeod"" tanya Roran. "Kau bisa membantu kami" Aku tahu kau berada dalam situasi yang sulit, tapi kami... kami kehabisan akal dan tidak bisa meminta bantuan siapa pun lagi. Mengenai agen kaum Varden, kau bisa menjamin perlindungan kaum Varden atas kami" kami bersedia mengabdi pada mereka kalau mereka melindungi kami dari kemurkaan Galbatorix."
Kaum Varden," kata Jeod, "akan lebih daripada gembira menerima kalian. Lebih daripada gembira. Kurasa kau sudah menebak begitu. Sedangkan mengenai bantuan...." Ia mengelus w
ajahnya yang panjang dengan satu tangan dan menatap deretan buku di rak-rak di belakang Loring. "Aku sadar selama hampir setahun bahwa identitasku yang sebenarnya--seperti juga banyak pedagang lain di sini dan di tempat-tempat lain yang membantu kaum Varden--telah dibocorkan pada Kekaisaran. Karena itu, aku belum berani melarikan diri ke Surda. Kalau kucoba, Kekaisaran akan menangkapku, lalu siapa yang tahu kengerian macam apa yang akan kuhadapi" Aku terpaksa menyaksikan bisnisku hancur secara bertahap tanpa mampu mengambil tindakan apa pun untuk mencegahnya atau melarikan diri dari masalah itu. Yang lebih buruk lagi, sekarang sesudah aku tidak bisa mengirimkan apa pun kepada kaum Varden dan mereka tidak berani mengirim orang kepadaku, aku takut Lord Risthart akan membelengguku dan menyeretku ke penjara bawah tanah, karena aku tidak lagi menarik bagi Kekaisaran. Aku sudah menduga kejadian itu setiap hari sejak aku menyatakan kebangkrutan."
"Mungkin," kata Birgit, "mereka ingin kau melarikan diri agar mereka bisa menangkap siapa pun yang kau ajak."
Jeod tersenyum. "Mungkin. Tapi sekarang sesudah kalian kemari, aku punya cara untuk pergi yang tidak pernah mereka antisipasi."
"Kalau begitu, kau punya rencana"" tanya Loring.
Kegembiraan melintas di wajah Jeod. "Oh ya, aku punya rencana. Apakah kalian berempat melihat kapal Dragon Wing yang ditambatkan di pelabuhan""
Roran teringat kembali pada kapal itu. "Aye."
"Dragon Wing milik Blackmoor Shipping Company, kamuflase Kekaisaran. Mereka menangani pasokan untuk pasukan, Yang baru-baru ini dimobilisasi dengan kecepatan yang mengejutkan, merekrut prajurit di antara petani dan menyita kuda, kambing dan kerbau." Jeod mengangkat alis. "Aku tidak yakin apa artinya itu, tapi ada kemungkinan Galbatorix berniat menyerang Surda. Pokoknya, Dragon Win akan berlayar ke Feinster dalam minggu ini. Itu kapal terbaik yang pernah dibuat, berdasarkan rancangan baru pakar pembuat kapal Kinnell."
"Dan kau mau membajaknya," kata Roran.
"Memang. Bukan hanya untuk mengejek Kekaisaran atau karena Dragon Wing direputasikan sebagai kapal tercepat kelasnya, tapi karena kapal itu sudah diisi persediaan makanan untuk perjalanan jauh. Dan karena bermuatan makanan, kita memiliki cukup makanan untuk seisi desa."
Loring tergelak tertahan. "Kuharap kau bisa mengemudikannya sendiri, Longshanks, karena tidak satu pun dari kami yang tahu cara mengendalikan perahu yang lebih besar dari bargas.
"Ada beberapa orang dari awak kapal-kapalku yang masih tinggal di Teirm. Mereka berada dalam posisi yang sama dengan diriku, tidak mampu melawan atau melarikan diri.
Aku yakin mereka akan menyambar kesempatan pergi ke Surda. Mereka bisa mengajarkan apa yang harus kalian lakukan di Dragon Wing. Tidak mudah, tapi aku tidak melihat banyak pilihan dalam hal ini."
Roran tersenyum. Rencana itu sesuai seleranya: cepat, tegas, dan tidak terduga.
"Kau tadi mengatakan," kata Birgit, "bahwa selama setahun terakhir tidak satu pun kapalmu--maupun kapal pedagang lain yang melayani kaum Varden--yang tiba di tujuannya. Kalau begitu, kenapa misi ini bisa berhasil sementara begitu banyak yang lainnya gagal""
Jeod menjawab dengan cepat, "Karena kejutan berada di pihak kita. Hukum mengharuskan kapal pedagang menyerahkan jadwal pelayaran mereka untuk disetujui pihak berwenang pelabuhan sedikitnya dua minggu sebelum berangkat. Membutuhkan banyak waktu untuk menyiapkan keberangkatan kapal, jadi kalau kita pergi tanpa peringatan, bisa seminggu atau lebih sebelum Galbatorix bisa mengirim kapal-kapal penghadang. Kalau beruntung, kita tidak akan melihat bahkan pucuk tiang kapal para pemburu kita. Jadi," lanjut Jeod, "kalau kalian bersedia mencoba usaha ini, inilah yang harus kita lakukan...."
MELARIKAN DIRI Sesudah mereka mempertimbangkan usulan Jeod dari setiap sudut yang mungkin dan setuju untuk mematuhinya dengan beberapa modifikasi--Roran mengirim Nolfavrell menjemput Gertrude dan Mandel dari Green Chestnut, karena Jeod menawarkan rumahnya pada seluruh rombongan mereka.
"Sekarang, kalau kau tidak keberatan," kata Jeod, sambil berdi
ri, "aku harus memberitahu istriku apa yang seharusnya tidak pernah kusembunyikan darinya dan memintanya menemaniku ke Surda. Kalian boleh memilih kamar kalian masing-masing di lantai dua. Rolf akan memanggil kalian saat makan malam siap nanti." Dengan langkah-langkah panjang dan lamban, ia meninggalkan ruang kerja.
"Apa bijaksana membiarkan ia memberitahu monster betina itu"" tanya Loring.
Roran mengangkat bahu. "Bijaksana atau tidak, kita tak bisa menghalanginya. Dan kurasa ia tidak akan tenang sebelum memberitahu istrinya."
Bukannya pergi ke salah satu kamar, Roran justru berkeliaran menjelajahi rumah mewah itu, tanpa sadar menghindari para pelayan sambil merenungkan apa yang dikatakan Jeod. Ia berhenti di jendela cembung yang menghadap ke istal bagian belakang rumah dan memenuhi paru-parunya dengan udara yang berasap, penuh bau kotoran kuda yang dikenalinya.
"Kau membencinya""
Ia terkejut dan berpaling melihat sosok Birgit di ambang pintu. Wanita itu menarik syalnya lebih erat di bahu sambil mendekat.
"Siapa"" tanya Roran, sekalipun tahu persis jawabannya.
"Eragon. Kau membencinya""
Roran memandang langit yang semakin gelap. "Entahlah. Aku benci karena ia menyebabkan kematian ayahku, tapi ia masih tetap keluargaku dan untuk itu aku menyayanginya... Kurasa kalau aku tidak membutuhkan Eragon untuk menyelamatkan Katrina, aku tidak ingin berhubungan dengannya untuk sementara waktu."
"Seperti aku membutuhkan dan membencimu, Stronghammer."
Roran mendengus geli. "Aye, kita bagai kembar siam, bukan" Kau terpaksa membantuku menemukan Eragon agar bisa membalaskan Quimby pada Ra'zac."
"Dan membalas dendam padamu sesudahnya."
"Itu juga." Roran sejenak membalas tatapan Birgit yang mantap, mengakui ikatan di antara mereka. Ia mendapati pengetahuan bahwa mereka punya dorongan yang sama, anehnya, justru menenangkan; api kemarahan yang sama yang mempercepat langkah mereka sewaktu yang lainnya goyah. Dalam diri Birgit, Roran mengenali semangat yang sama.
Sewaktu kembali melintasi rumah, Roran berhenti di dekat ruang makan saat mendengar suara Jeod. Karena penasaran, ia mengintip ke celah di tengah engsel pintu. Jeod berdiri di hadapan wanita ramping berambut pirang, yang menurut tebakan Roran adalah Helen.
"Kalau apa yang kaukatakan benar, bagaimana kau bisa berharap aku akan memercayaimu""
"Aku tidak bisa," jawab Jeod.
"Tapi kau memintaku menjadi pelarian demi dirimu""
"Kau dulu pernah menawarkan diri untuk meninggalkan keluargamu dan menjelajahi tanah ini bersamaku. Kau memohon padaku agar membawamu lari dari Teirm."
"Dulu. Kupikir kau sangat memesona waktu itu, dengan pedang dan bekas lukamu."
"Aku masih memiliki keduanya," kata Jeod lembut. "Aku melakukan banyak kesalahan padamu, Helen; aku mengerti sekarang. Tapi aku masih mencintaimu dan ingin kau aman. Aku tidak memiliki masa depan di sini. Kalau tetap tinggal, aku hanya membawa kedukaan bagi keluargamu. Kau bisa kembali ke ayahmu atau kau bisa ikut denganku. Lakukan apa yang membuatmu paling bahagia. Tapi, kumohon kau memberiku kesempatan kedua, untuk memiliki keberanian meninggalkan tempat ini dan membuang kenangan pahit kehidupan kita di sini. Kita bisa memulai baru di Surda."
Helen diam cukup lama. "Pemuda yang dulu datang kemari, ia benar-benar Penunggang""
"Benar. Angin perubahan sedang bertiup, Helen. Kaum Varden akan menyerang, para kurcaci berkumpul, bahkan para elf sedang sibuk di tempat persembunyian kuno mereka. Perang semakin dekat, dan kalau kita beruntung, begitu pula kejatuhan Galbatorix."
"Apa kau penting di kalangan kaum Varden""
"Mereka berutang budi untuk perananku mendapatkan telur Saphira."
"Kalau begitu kau akan mendapat posisi di antara mereka di Surda""
"Kurasa begitu." Jeod memegang bahu Helen, dan Helen tidak menjauh.
Helen berbisik, "Jeod, Jeod, jangan memaksaku. Aku belum bisa memutuskan."
"Kau mau mempertimbangkannya"" Helen menggigil. "Oh ya. Akan kupikirkan."
Hati Roran terasa sakit saat ia berlalu.
Katrina. Malam itu saat makan, Roran menyadari mata Helen sering tertuju padanya, mengamati dirinya dan mengukur-memban
dingkan dirinya, ia yakin, dengan Eragon.
Sesudah makan, Roran memanggil Mandel dan mengajaknya keluar, ke halaman belakang rumah.
"Ada apa, Sir"" tanya Mandel. "Aku ingin berbicara empat mata denganmu."
"Tentang apa""
Roran mengelus mata martilnya dan teringat betapa ia merasa seperti Garrow sewaktu ayahnya menceramahi dirinya tentang tanggung jawab; Koran bahkan bisa merasakan kalimat-kalimat lama memenuhi di tenggorokannya. Jadi satu generasi berlanjut ke generasi berikutnya, pikirnya. "Kau cukup akrab dengan para kelasi akhir-akhir ini."
"Mereka bukan musuh kita," Mandel memprotes.
"Semua orang musuh kita saat ini. Clovis dan anak buahnya bisa berbalik menentang kita dalam sekejap mata. Tapi itu tidak akan menjadi masalah, kalau kebersamaanmu dengan mereka tidak menyebabkan kau melalaikan kewajiban." Mandel mengejang dan pipinya memerah, tapi ia tidak membuat Roran memandang rendah dirinya dengan mengingkari tuduhan Roran. Dengan perasaan senang, Roran bertanya, "Apa tindakan paling penting yang bisa kita lakukan sekarang ini, Mandel""
"Melindungi keluarga kita."
"Aye. Dan apa lagi""
Mandel ragu-ragu, tidak yakin, lalu mengakui, "Aku tidak tahu."
"Saling membantu. Hanya itu satu-satunya cara agar kita semua bisa bertahan hidup. Aku terutama sangat kecewa sewaktu tahu kau mempertaruhkan makanan dengan para kelasi, karena itu membahayakan seluruh desa. Waktumu akan jauh lebih baik kalau dihabiskan dengan berburu daripada bermain dadu atau belajar melempar pisau. Dengan kepergian ayahmu, kau bertanggung jawab merawat ibu dan adik-adikmu. Mereka mengandalkan dirimu. Apa omonganku jelas""
"Sangat jelas, Sir," jawab Mandel dengan suara tercekik.
"Apa ini akan terulang""
"Tidak, Sir." "Bagus. Nah, aku mengajakmu kemari bukan hanya untuk menegurmu. Kau tampak menjanjikan, itu sebabnya aku memberimu tugas yang tidak akan kupercayakan pada orang selain diriku."
"Ya, Sir!" "Besok pagi kau harus kembali ke perkemahan dan menyampaikan pesan pada Horst. Jeod percaya Kekaisaran menempatkan mata-mata untuk mengawasi rumah ini, jadi penting sekali bagimu untuk memastikan kau tidak diikuti. Tunggu hingga kau telah keluar kota, lalu bebaskan dirimu dari siapa pun yang melacakmu di pedalaman. Bunuh ia kalau perlu. Sesudah kau bertemu Horst, beritahu ia agar..." Sementara Roran menjabarkan perintahnya, ia mengawasi ekspresi Mandel berubah dari terkejut, shock, lalu terpesona.
"Bagaimana kalau Clovis keberatan"" tanya Mandel.
"Malam itu, patahkan kemudi bargas-bargas agar tidak bisa dikendalikan. Itu tipuan kotor, tapi kita akan tertimpa bencana kalau Clovis atau salah satu anak buahnya tiba di Teirm sebelum dirimu."
"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi," sumpah Mandel.
Roran tersenyum. "Bagus." Puas karena telah memecahkan masalah tingkah laku Mandel dan karena pemuda itu akan berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan pesan pada Horst, Roran masuk kembali dan mengucapkan selamat malam pada tuan rumah mereka sebelum pergi tidur.
Kecuali Mandel, Roran dan rekan-rekannya mengurung diri di rumah mewah itu sepanjang keesokan harinya, menggunakan penundaan tersebut untuk beristirahat, mengasah senjata, dan mempelajari kembali rencana mereka.
Dari subuh hingga senja, mereka melihat Helen beberapa kali saat wanita itu bergegas dari satu kamar ke kamar yang lain, lebih sering melihat Rolf yang gigi-giginya seperti mutiara dipernis, dan tidak melihat Jeod sama sekali, karena pedagang ubanan itu pergi berjalan-jalan ke kota dan--tampak seolah tak sengaja--bertemu beberapa pelaut yang dipercayainya untuk ekspedisi mereka.
Sekembalinya Jeod, ia memberitahu Roran, "Kita bisa mengandalkan lima tenaga tambahan lagi. Aku berharap itu cukup." Jeod mengurung diri di ruang kerja sepanjang sisa malam menulis berbagai dokumen hukum dan membereskan urusannya.
Tiga jam sebelum subuh, Roran, Loring, Birgit, Gertrude, dan Nolfavrell bangun sendiri dan, melawan keinginan untuk menguap, berkumpul di ruang depan rumah mewah, tempat mereka menutupi diri dengan jubah-jubah panjang untuk nyembunyikan wajah mereka. Sebilah pedang tipis tergantu
ng di sisi Jeod sewaktu ia bergabung dengan mereka, dan Roran merasa pedang tipis itu entah bagaimana melengkapi pria kurus tersebut, seakan mengingatkan Jeod pada siapa ia sebenarnya.
Jeod menyalakan lentera minyak dan mengacungkannya di depan mereka. "Apa kita siap"" tanyanya. Mereka mengangguk. Lalu Jeod membuka pintu dan mereka keluar ke jalan dari batu-batu bulat yang kosong. Di belakang mereka, feod berlama-lama di pintu masuk, melontarkan pandangan menunggu ke tangga di sebelah kanan, tapi Helen tidak muncul. Sambil menggigil, Jeod meninggalkan rumahnya dan menutup pintu.
Roran memegang lengannya. "Apa yang sudah terjadi, terjadilah."
"Aku tahu." Mereka berlari melintasi kota yang gelap, melambat menjadi jalan cepat setiap kali bertemu penjaga atau sesama makhluk malam, sebagian besar melesat pergi saat melihat mereka. Sekali mereka mendengar suara langkah kaki di puncak salah satu bangunan di dekat mereka. "Rancangan kota," Jeod menjelaskan, "memudahkan pencuri berpindah-pindah dari satu atap ke atap yang lain."
Mereka kembali berjalan sewaktu tiba di gerbang timur Teirm. Karena gerbang itu terbuka ke pelabuhan, gerbang itu hanya ditutup selama empat jam setiap malam agar tidak mengacaukan perdagangan. Dan memang, sekalipun waktunya Pagi buta, sejumlah orang terlihat telah berlalu lalang melintasi gerbang.
Walau Jeod telah memperingatkan mereka akan kemungkinan ini, Roran masih merasakan lonjakan ketakutan sewaktu para penjaga menurunkan tombak dan menanyakan urusan mereka. Ia membasahi bibir dan mencoba tidak bergerak-gerak gelisah selama prajurit yang lebih tua itu memeriksa gulungan yang diberikan Jeod padanya. Sesudah semenit, penjaga itu mengangkat dan mengembalikan perkamennya. "Kalian boleh lewat."
Begitu mereka berada di dermaga dan tidak kedengaran dari dinding kota, Jeod bekata, "Bagus juga ia tidak bisa membaca."
Mereka berenam menunggu di papan yang lembap hingga satu demi satu, anak buah jeod bermunculan dari kabut kelabu yang menutupi pantai. Mereka muram dan tidak banyak bicara dengan rambut dikepang yang menjuntai di punggung tangan bernoda ter, dan puluhan bekas luka yang bahkan Roran sendiri menghargainya. Ia suka dengan apa yang dilihatnya, dan bisa melihat mereka juga menyukai dirinya. Tapi mereka tidak menerima Birgit.
Salah satu pelaut, pria bertubuh besar dan kasar, menyentakkan ibu jari ke arah Birgit dan memarahi Jeod, "Kau tidak mengatakan akan ada wanita yang ikut bertempur. Bagaimana aku bisa memusatkan perhatian dengan adanya gelandangan terbelakang yang menghalangi jalanku""
"Jangan membicarakan ibuku seperti itu," kata Nolfavrell dengan gigi terkatup.
"Dan anaknya juga""
Dengan suara tenang, Jeod berkata, "Birgit pernah melawan Ra'zac. Dan putranya membunuh salah seorang prajurit terbaik Galbatorix. Kau bisa mengklaim sebanyak itu, Uthar""
"Tidak layak," kata orang yang lain. "Aku tidak akan merasa aman dengan adanya wanita di sampingku; mereka hanya membawa sial. Wanita seharusnya--"
Apa pun yang hendak dikatakannya tidak pernah terucapkan, karena saat itu Birgit melakukan tindakan yang sama sekali tidak feminin. Setelah melangkah maju, ia menendang selangkangan Uthar, menyambar pria kedua, dan menempelkan pisau ke tenggorokannya. Ia mencengkeram pria itu sejenak, agar semua orang bisa melihat tindakannya, lalu melepaskan tawanannya. Uthar terguling-guling di papan dekat kaki Birgit, mencengkeram dirinya sendiri, dan menggumamkan serangkaian makian.
"Ada lagi yang keberatan"" tanya Birgit. Di sampingnya Nolfavrell menatap ibunya dengan mulut ternganga.
Roran menurunkan kerudungnya lebih rendah untuk menutupi senyumnya. Bagus juga mereka belum melihat Gertrude, pikirnya.
Karena tidak ada lagi yang menantang Birgit, Jeod bertanya, "Kalian membawa apa yang kuinginkan"" Setiap pelaut masukkan tangan ke balik rompi dan menunjukkan gada dan beberapa utas tali.
Dengan bersenjatakan itu, mereka menyusuri pelabuhan menuju Dragon Wing, berusaha sebaik-baiknya agar tidak ketahuan.
jeod terus menutupi lenteranya. Di dekat dermaga, mereka bersembunyi di balik gudang dan menga
wasi dua lentera yang dibawa penjaga terayun-ayun di geladak kapal. Papan penghubungnya ditarik karena malam hari.
"Ingat," bisik Jeod, "yang paling penting adalah jangan sampai tanda bahaya dibunyikan sampai kita siap berangkat."
"Dua pria di atas, dua di bawah, benar"" tanya Roran.
Uthar menjawab, "Biasanya begitu."
Roran dan Uthar menanggalkan pakaian, mengikat tali dan gada di pinggang--Roran meninggalkan martilnya--lalu berlari menyusuri dermaga, di luar bidang pandang penjaga, setelah itu mereka turun ke air yang dingin membekukan.
"Garr, aku benci kalau harus berbuat begini," kata Uthar.
"Kau pernah melakukannya""
"Empat kali sekarang. Jangan berhenti bergerak, kalau tidak kau akan membeku."
Sambil berpegangan pada tiang-tiang licin di bawah dermaga, mereka berenang kembali ke arah kedatangan mereka hingga tiba di dermaga batu yang menuju Dragon Wing, kemudian berbelok ke kanan. Uthar mendekatkan bibir ke telinga Roran. "Aku naik dari jangkar kanan." Roran mengangguk setuju.
Mereka berdua menyelam ke dalam air hitam, dan di sana mereka berpisah. Uthar berenang seperti katak di bawah haluan kapal sementara Roran langsung menuju jangkar kiri dan berpegangan pada rantainya yang tebal. Ia melepaskan gada dari pinggangnya dan menggigitnya--agar giginya tidak beradu terus sekaligus untuk membebaskan tangannya--dan bersiap-siap menunggu. Logam yang kasar itu menyerap kehangatan dari lengannya secepat es.
Tidak sampai tiga menit kemudian, Roran mendengar gesekan sepatu bot Birgit di atasnya saat wanita itu berjalan ke ujung derrnaga, di seberang tengah Dragon Wing, lalu suaranya yang samar saat ia mengajak penjaga bercakap-cakap. Semoga bisa mengalihkan perhatian mereka dari haluan.
Sekarang! Roran memanjat rantai dengan tangan. Bahu kanannya terasa terbakar di tempat Ra'zac menggigitnya, tapi ia terus memaksa diri. Dari lubang palka tempat rantai jangkar masuk ke kapal, ia memanjat ceruk-ceruk yang mendukung patung kepala yang dicat, melewati pagar, dan naik ke geladak. Uthar telah ada di sana, meneteskan air dan terengah-engah.
Dengan gada di tangan, mereka berjalan ke buritan kapal, menggunakan perlindungan apa pun yang bisa mereka temukan. Mereka berhenti tidak sampai sepuluh kaki di belakang penjaga. Kedua pria itu menyandar ke pagar, bercakap-cakap dengan Birgit.
Dalam sekejap, Roran dan Uthar menghambur ke tempat terbuka dan memukul kepala para penjaga sebelum mereka sempat mencabut pedang. Di bawah, Birgit melambai memanggil Jeod dan rekan-rekan mereka lainnya, dan bersama-sama mereka mengangkat papan penghubung dan menyelipkan salah satu ujungnya ke kapal, di mana Uthar mengikatnya ke pagar.
Sementara Nolfavrell lari ke kapal, Roran melemparkan talinya ke bocah itu dan berkata, "Ikat dan sumpal kedua orang ini."
Lalu semua orang kecuali Gertrude turun ke geladak bawah mencari penjaga-penjaga yang tersisa. Mereka menemukan empat orang lagi--perwira keuangan, kepala kelasi, koki kapal dan asistennya--semua dipaksa turun dari ranjang, dipukul kepalanya kalau melawan, lalu diikat dan disumpal. Dalam hal ini, Birgit kembali membuktikan nilai dirinya, menangkap sendiri dua orang di antaranya.
Jeod menjajarkan para tawanan yang tidak senang itu di geladak agar bisa diawasi terus, kemudian mengatakan, "Banyak yang harus kami lakukan, dan hanya sedikit waktu yang ada. Roran, Uthar adalah kapten Dragon Wing. Kau dan yang lainnya berada di bawah perintahnya."
Selama dua jam berikutnya, kapal itu penuh kesibukan. Para kelasi menangani tali-temali dan layar, sementara Roran mereka yang dari Carvahall mengosongkan palka dari kelebihan muatan, seperti berkarung-karung wol mentah. Mereka menurunkannya ke air dengan hati-hati agar tidak ada orang di dermaga yang mendengar suara ceburan. Kalau seluruh desa harus diangkut ke dalam Dragon Wing, mereka membutuhkan ruang sebanyak mungkin.
Roran tengah melilitkan kabel ke tong sewaktu mendengar seruan serak, "Ada yang datang!" Semua orang di geladak, kecuali Jeod dan Uthar, bertiarap dan meraih senjata masing-masing. Kedua orang itu tetap berdiri dan mondar-mandir di
kapal seperti penjaga. Jantung Roran berdebar-debar saat ia berbaring tanpa bergerak, penasaran apa yang akan terjadi. Ia menahan napas sewaktu Jeod berbicara dengan penyusup itu... lalu suara langkah kaki menggema di papan penghubung.
Orang itu Helen. Ia mengenakan gaun sederhana, rambutnya diikat di bawah saputangan, dan ia memanggul karung goni di salah satu bahunya. Ia tidak mengatakan apa-apa, melainkan menyimpan bawaannya di kabin utama dan kembali untuk berdiri di samping Jeod. Roran merasa belum pemah melihat pria yang lebih bahagia daripada pria itu.
Langit di atas pegunungan Spine di kejauhan baru saja bertambah cerah sewaktu salah satu kelasi di tali-temali menunjuk ke utara dan bersiul untuk memberitahu ia melihat penduduk desa.
Roran bergerak lebih cepat lagi. Sedikit waktu yang tadinya mereka miliki sekarang telah habis. Ia bergegas di geladak dan mengintip ke barisan gelap orang-orang yang menyusuri pantai. Bagian ini dari rencana mereka tergantung pada fakta bahwa, hdak seperti kota-kota pantai lain, dinding luar Teirm tidak terbuka ke laut, tapi agak menutupi kota untuk menghadapi serangan perompak yang sering terjadi. Ini berarti bangunan-bangunan di sepanjang tepi pelabuhan tetap terbuka--dan Para penduduk desa bisa langsung berjalan ke Dragon Wing.
Cepat, Cepat!" kata Jeod.
Dengan perintah dari Uthar, para kelasi mengeluarkan sepelukan harpun untuk busur-busur besar di geladak, juga tongtong berisi ter berbau busuk, yang mereka buka dan oleskan ke paro atas harpun. Lalu mereka menarik busur dan memasang harpun di sisi kanan kapal; satu busur memerlukan dua orang untuk menarik talinya hingga tersangkut di kaitannya.
Para penduduk desa baru dua pertiga perjalanan ke kapal sewaktu para prajurit di benteng atas dinding Teirm melihat mereka dan membunyikan tanda bahaya. Bahkan sebelum nad pertama memudar, Uthar meraung, "Sulut dan tembak!"
Sambil membuka lentera Jeod, Nolfavrell berlari dari satu busur ke busur berikutnya, mengacungkan api ke harpun hingga ternya tersulut. Begitu harpun itu berkobar, orang di belakang busur menarik tuas pelepas dan harpurmya menghilang diiringi suara tung yang berat. Secara keseluruhan, dua belas harpun yang berkobar-kobar melesat dari Dragon Wing dan menghujani kapal-kapal dan bangunan-bangunan di sepanjang teluk seperti meteor yang meraung dan membara panas dari langit di atas.
"Tarik dan isi kembali!" teriak Uthar.
Derak kayu yang dilengkungkan memenuhi udara saat setiap orang menarik tali busurnya. Harpun-harpun diselipkan di tempatnya. Sekali lagi, Nolfavrell berlari. Roran bisa merasakan getaran di kakinya saat busur di depannya melontarkan proyektil mautnya.
Kebakaran dengan cepat meluas di sepanjang pantai, membentuk penghalang tak tertembus yang mencegah para prajurit mencapai Dragon Wing melalui gerbang timur Teirm. Roran mengandalkan kepulan asap untuk menyembunyikan kapal dari para pemanah di benteng, rencana itu ternyata nyaris berhasil; anak-anak panah menghujani tali-temali, dan salah satunya menancap di geladak dekat Gertrude sebelum para prajurit tidak bisa melihat kapal lagi.
Dari haluan, Uthar berteriak, "Pilih sasaran sesuka kalian!"
Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Para penduduk desa berlarian menyusuri pantai sekarang. Mereka tiba di ujung utara dermaga, dan beberapa dari mereka terjatuh saat para prajurit di Teirm mengalihkan bidikan mereka. Anak-anak menjerit ketakutan. Lalu para penduduk mendapatkan kesempatan lagi. Mereka berderap melewati papan-papan, melewati gudang yang terbakar dan menyusuri dermaga. Gerombolan yang terengah-engah itu, menyerbu ke kapal, berdesak-desakan dan kebingungan.
Birgit dan Gertrude mengarahkan orang-orang itu ke palka-palka di haluan dan buritan. Dalam beberapa menit, kapal telah penuh sesak, dari ruang kargo hingga kabin kapten. Mereka yang tidak bisa masuk ke bawah meringkuk di geladak, memegangi perisai buatan Fisk di atas kepala.
Sebagaimana yang diminta Roran dalam pesannya, semua pria yang mampu dari Carvahall berkerumun di sekitar tiang utama menunggu instruksi. Roran melihat Mandel di antara mereka dan memberi hormat padanya d
engan bangga. Lalu Uthar menunjuk seorang pelaut dan berteriak, "Kau, Bonden! Bawa kain-kain itu ke penarik jangkar dan angkat jankarnya, lalu turunkan dayungnya. Cepat!" Kepada orang-orang yang menangani busur, ia memerintah, "Separo dari kalian pindah ke busur di kiri. Usir orang lain yang mau naik ke kapal."
Roran termasuk yang pindah. Sementara ia menyiapkan busur, beberapa penduduk desa yang ketinggalan terhuyung-huyung keluar dari asap dan naik ke kapal. Di sampingnya, jeod dan Helen menarik keenam tawanan satu demi satu ke papan penghubung dan menggulingkan mereka ke dermaga.
Sebelum Roran benar-benar menyadarinya, jangkar-jangkar telah diangkat, papan penghubung dipotong lepas, dan tambur berdentam di bawah kakinya, memberi irama bagi para pendayung. Dengan sangat lambat, Dragon Wing berbelok ke kanan--ke laut lepas--lalu, semakin cepat, menjauhi dermaga.
Roran menemani jeod ke geladak belakang, tempat mereka mengawasi neraka kemerahan melahap segala sesuatu yang mudah terbakar antara Teirm dan lautan. Dari balik tirai asap, matahari tampak seperti piringan oranye yang pipih, bengkak, dan berlumuran darah saat membubung ke atas kota.
Berapa banyak yang sudah kubunuh sekarang" pikir Roran.
Seakan mengucapkan pikirannya, jeod berkata, "Ini akan menyakiti banyak orang yang tidak bersalah."
Perasaan bersalah menyebabkan Roran menjawab lebih keras daripada yang diinginkannya, "Kau lebih suka berada di penjara Lord Risthart" Aku ragu banyak yang terluka dalam kebakaran ini, dan mereka yang tidak terluka dalam kebakaran takkan menghadapi maut, seperti yang akan kita hadapi kalau Kekaisaran menangkap kita."
"Kau tidak menceramahaiku Roran, Aku cukup tahu argumentasi itu. Kita melakukan apa yang harus kita lakukan. Hanya saja jangan memintaku merasa senang atas penderitaan yang kita timbulkan untuk memastikan keselamatan kita sendiri."
Pada tengah hari dayung-dayung telah disimpan dan Dragon Wing berlayar dengan kekuatannya sendiri, didorong angin yang sesuai dari utara. Embusan udara menyebabkan tali-temali di atas kepala bagai bersenandung pelan.
Kapal sangat penuh sesak, tapi Roran yakin bahwa dengan perencanaan yang lebih cermat mereka bisa mencapai Surda dengan ketidaknyamanan minimal. Ketidaknyamanan terburuk adalah terbatasnya ransum; kalau mereka tidak ingin kelaparan, makanan harus dibagikan dalam porsi yang memprihatinkan. Dan di ruang-ruang yang begitu sesak, penyakit juga sangat mungkin menyebar.
Sesudah Uthar memberi ceramah singkat mengenai pentingnya disiplin di kapal, para penduduk desa segera melakukan tugas masing-masing, seperti merawat mereka yang terluka, membongkar barang milik mereka yang tidak banyak, dan memutuskan pengaturan tidur yang paling efisien di setiap geladak. Mereka juga memilih orang-orang untuk berbagai posisi di Dragon Wing: siapa yang bisa masak, siapa yang akan berlatih menjadi pelaut di bawah bimbingan anak buah Uthar, dan seterusnya.
Roran tengah membantu Elain menggantung jala tidur sewaktu mendengar perselisihan sengit antara Odele, keluarganya, dan Frewin, yang tampaknya meninggalkan Torson untuk bersama Odele. Mereka berdua ingin menikah, yang sangat ditentang orangtua Odele dengan alasan kelasi muda itu tidak memiliki keluarga, profesi yang terhormat, dan saran, untua menyediakan bahkan sedikit kenyamanan bagi putri mereka. Roran merasa sebaiknya orang-orang yang ribut itu tetap bersama--rasanya tidak praktis untuk berusaha memisahkan mereka padahal mereka terkurung dalam kapal yang sama--tapi orangtua Odele menolak menerima usulannya.
Gadis Misterius 2 Anak Pendekar Mu Ye Liu Xing Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Pedang Langit Dan Golok Naga 41